Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 15
g tak ada yang salah !" Dengan mendongkol Ui Sio-pi mendepak-depakkan kakinya berulang
kali, serunya: "Gan tayjin, persoalannya memang mencurigakan... aaah, tidak, sudah
pasti ada hal hal yang tidak beres, akan tetapi jika tak berhasil
menemukan pembunuhnya, toh urusan ini bakal berakhir dengan
kematian kita berdua." Sekali lagi Gan Wan sim tertawa getir, namun dia tidak menjawab
separah katapun. Sementara itu Li Hong yang berada di bawah telah bertanya lagi.
"Tolong tanya tayjin berdua, apa yang disebut pembunuhnya?"
"Kami hendak mencari lelaki yang membuat perbuatan terkutuk
ini!" kata Gan Wan sim dengan kening berkerut. Li Hong tertawa. "Aneh
benar, adakah apakah koancu itu bukan seorang lelaki?" Sebelum Gan
Wan sim menjawab, Ui Siu pi telah membentak
dengan suara dalam: "Andaikata dia adalah seorang lelaki, buat apa
pada malam ini kami bertanya kepadamu?" "Tapi, koancu itu jelas adalah seorang
lelaki?" kata Li Hong dengan wajah tercengang. Sementara itu Gan Wan sim sudah dapat
menangkap kata dibalik kata dari kakek tersebut maka diapun berkata: "Dari mana kau bisa
tahu ?" Li Hong segera tertawa terkekeh kekeh. "Hee... heeh... heeeh...
tayjin, seperti aku seorang yang begini
bodoh, aku berani menghadap pembesar " Dan lagi mana mungkin aku
bisa begitu menganggurnya hingga bersedia memanjat pohon sambil
menahan rasa kedinginan." "Berbicara sebenarnya aku berbuat demikian karena ada alasan
tertentu, ada seorang loyacu berambut dan berjenggot putih yang
pada suatu hari datang mencari siaujin, dia bertanya kepada siaujin
apakah ingin menerima seribu tahil perak.
"Seperti tayjin ketahui, Siaujin hidup miskin dan sengsara, tentu saja
siaujin bersedia setelah mendengar ada seribu tahil perak bisa di dapat,
namun siaujin tak berani melakukan perbuatan tidak halal yang
melanggar hukum, maka sebelumnya siaujin tanyakan masalah ini
sejelas-jeIasnya. "Begitu aku bertanya, Ioya-cu itu baru memberitahukan kepada siaujin,
agar sejak hari itu setiap kentongan pertama harus memanjat pohon,
setengah bulan kemudian siaujin harus melaporkan apa yang hamba
saksikan itu kepada Gan tayya."
"Loya-cu itu untuk memberitahukan pula sebuah rahasia kepada siaujin,
katanya suatu ketika tayya pasti akan kesal oleh peristiwa ini karena
ingin cepat cepat menemukan si penjahat tersebut.
"Jika hari semacam itu telah tiba, loya-cu itu kembali berkata, tayya
tentu akan teringat siaujin dan melakukan pemeriksaan lagi, pada saat
itulah dia menyuruh siaujin minta hadiah seribu tahil perak dulu kepada
tayya sebelum mengemukakan rahasianya !"
Seribu tahil perak, bukan suatu jumlah yang kecil artinya. Tapi Ui
Siu-pi tanpa menunggu pendapat dari Gan Wan-sim
segera berseru lantang: "Baik, baik, cepat katakan apa rahasianya?"
Gan Wan sim jauh lebih pandai menahan diri, segera serunya
keluar ruangan: "Litn Tiong, masuk kemari!" Lim Tiong menyahut dan
melangkah masuk. Gan Wan-sin segera memerintahkan kepadanya:
"Coba kau pergi ke Ciaya sana dan tanyakan, apakah dalam
gudang masih tersedia seribu tahil perak, andaikata ada,
segera bawa kemari, kalau tak ada, segera cari akal untuk menyelesaikan,
cepat !" Sewaktu Lim Tiong hendak pergi, Li Hong berseru sambil mengulapkan
tangannya. "Lim tayjin, harap tunggu sebentar." Lim Tiong tertegun dan
memandang kearah Li Hong, sementara
itu, Li Hong telah berkata kepada Gan Wan sin: "Tayjin, siaujin tahu
kalau tayjin adalah seorang pembesar yang
bersih, uang yang di simpan dalam gudang baru dipakai jika ada urusan
besar, aku hanya berharap tayjin suka mengingat saja akan seribu tail
perakku itu kau tak usah membayar kontan saat ini juga."
Gan Wan sim tertawa, ia mengulapkan tangan memberi tanda pada Lim
Tiong bila disini tak ada urusan lagi dan boleh segera mengundurkan
diri dari situ. Setelah Lim Tiong berlalu dengan wajah termangu-mangu, Gan Wan sin
baru berkata lagi kepada Li Hong: "Baik, sekarang urusan sudah selesai kujamin pasti ada seribu tahil
perak sebagai imba lan untukmu!"
"Kalau begitu bagus sekali." Li Hong tertawa, "tolong tanya tayya, hari
ini tanggal berapa?" "Tanggal sembilan belas." Li Hong segera menghitung sebentar
dengan jari tangannya lalu berkata: "Pada tanggal dua puluh sembilan tengah hari nanti, harap
tayya suka melangsungkan sidang terbuka, pintu gerbang pengadilan boleh
dibuka lebar-lebar, setiap rakyat boleh mengikuti jalannya sidang,
terutama keluarga dari saudagar dan hartawan kaya, mereka lebih lebih
harus hadir. "Sampai waktunya, siaujin akan membongkar rahasia itu di depan
umum, tanggung si-biang keladi dalam peristiwa ini akan terungkap
jelas!" "Apakah sekarang belum dapat diutarakan lebih dulu?" desak Ui Siu-pi
dengan gelisah. Li Hong segera memperlihatkan wajah serba salah. Gan Wan sim
yang menyaksikan hal itu, segera ujarnya sambil
tertawa. "Baik, kalau begitu pulanglah dulu, pada tanggal dua puluh
sembilan nanti aku akan memohon bantuanmu lagi" Maka persoalan itu
pun diputuskan demikian Gan Wan sim
segera memenuhi janjinya pula dengan pihak Gubernur. Selama
beberapa hari ini, para keluarga mereka yang mati pun
telah membeli peti mati yang berkwalitet baik untuk mengurusi lelayon
keluarganya yang bunuh diri. Namun sebelum perkara itu diputuskan, peti mati masih harus tetap
berada diruang sidang dan tak boleh di kubur dulu.
BegituIah, pada tanggal dua puluh sembilan suasana disekitar gedung
pengadilan kota Gak yang menjadi sangat ramai, pengunjung yang
memenuhi gedung dan seputar gedung berlimpah ruah.
Gan Wan sin segera menurunkan perintah untuk membuka segenap
pintu pengadilan lebar-lebar. Sebelum tengah hari, Gan toa loya bersiap siap untuk membuka sidang.
Sebelumnya harus berbasa-basi dulu dengan mempersilahkan atasannya
untuk memimpin sidang tersebut. Sebagai orang yang berhati licik, tentu saja sang Gubernur enggan
menerima tanggung jawab itu, maka buru-buru dia menampik
Saat itulah Gan Wan sim baru berseru dengan lantang: "Sidang
dibuka !" Setelah membuka sidang, sekali lagi Gan Wan sim berseru.
"Pengawal, persembahkan pedang Sio hong kiam !" Begitu
mendengar nama pedang itu, serentak suasana didalam
ruang sidang menjadi gempar. Mereka tak menyangka kalau pedang Sio
hong kiam milik Sri Baginda berada disitu. Tak heran kalau Gan Wan sini begitu bernyali
untuk menangani kasus sebesar ini. Begitu pedang Sio hong kiam dipersembahkan, segera
turun perintah untuk menghadapkan kesebelas tokoh itu. Rahib tua
Sang-sang koancu juga dihadapkan ke depan sidang
dan berlutut disisi kiri, sedangkan Hui im sekalian sepuluh orang rahib
muda berlutut disebeah kanan ruangan.
Lalu bergema lagi suara bentakan nyaring. "Persilahkan Li Hong
masuk keruang sidang." "Li Hong" siapakah Li Hong?" Semua orang
mulai berbisik-bisik membicarakan persoalan itu,
suasana menjadi gempar dan gaduh. Bentakan nyaring kembali
menggelegar di dalam ruangan: "Atas perintah tayya, diharapkan
suasana di dalam sidang tenang, bila ada yang berani membuat kegaduhan iagi, akan dihukum
sebagai pengacau sidang.." Seketika suasana menjadi hening, hening sekali. Pada saat itulah Li
Hong muncul di ruang sidang dengan langkah
pelan. "Dipersilahkan duduk menanti di ruangan sebelah
kanan." Perintah ini keluar dari mulut Gan tayya sendiri, suatu penghormatan
yang amat besar. Maka beratus pasang mata manusia pun bersama-sama dialihkan ke
wajah Li Hong. Sikap Li Hong ternyata lebih hebat, dia memejamkan matanya
rapat-rapat dan sama sekali tak acuh terhadap suasana disekitarnya,
Pemeriksaan segera di mulai, Gan Wan sin memerintahkan orang untuk
membacakan pengakuan mereka, kemudian diperintahkan pula tiga
orang dukun beranak maju. Ketiga orang dukun beranak itu satu berasal dari kota Gak-yang, satu
dari gedung Gak-yanghu sedang yang lain berasal dari gedung
panglima perang propinsi sam siang.
Ketika semua pengakuan mereka dibuktikan dengan jelas, maka Gan
wan-sim pun berkata kepada semua hadirin yang berada disitu.
"Pengakuan dari Pek im berkisar sekitar di bangunnya ruang bawah
tanah di kuil Tong-thian-koan, dahulu sudah ditanyakan berapa kali dan
kini tak usah ditanyakan lagi, sekarang coba lihat pengakuan dari Cingin
dan Toan in." "Mereka berdua mengaku menjadi pendeta sejak kecil, menjadi pendeta
di kuil Tong thian koan dan selamanya tak pernah meninggalkan tempat
itu, pengakuan tersebut diberikan sewaktu mereka diperiksa.
"Kini aku berharap apakah diantara saudara sekalian yang hadir disini
merasa keberatan atau mempunyai pandangan lain terhadap
pengakuan mereka itu " Kalau ada harap segera di utarakan !"
Tiada yang menjawab, keadaan tetap hening. Maka Gan Wan sin
mendesak ke dua orang too koh itu lebih
jauh: "Apakah pengakuan kalian semuanya jujur?"
Toan in dan Cing in bersumpah kalau pengakuan mereka sejujurnya dan
tidak bohong. Sambil tertawa Gan Wan-sim lantas berpaling ke arah ke
tiga orang dukun beranak itu sambil berkata:
"Kalian harus memberi jawaban yang sejelasnya! Nah, sekarang
bacalah hasil pemeriksaan kalian."
Ke tiga orang dukun beranak itu masing-masing membacakan laporan
hasil penyelidikan mereka, yang aneh adalah Cing-in dan Toan in yang
berulang kali menyatakan dirinya masih gadis perawan itu terbukti
sudah tidak perawan lagi. Sebelum laporan itu dibacakan, semua orang masih belum memahami
apa maksud dan tujuan Gan Wan-sin dengan pertanyaan pertanyaannya
ini. Tapi sekarang mereka sudah mengerti, ternyata begitulah yang
diharapkan.... Berpikir, sejak kecil Toan in dan Cing in sudah menjadi pendeta, tapi
kenyataannya kini mereka sudah tidak gadis lagi, apa yang telah terjadi
dengan mereka berdua " Tanpa orang lain memberi penjelasan, tiap orang dapat memahami
betapa rumit soal itu. Tapi Sang sang koancu segera berseru sambil tertawa dingin. "Gan
Tayya, bolehkah aku berbicara sepatah dua patah kata.?" "Hmm,
silahkan!" jawab Gan Wan sim sambil mendengus. "Sang sang
sebagai seorang hongtiang selalu mendidik anak
muridku agar berbuat kebajikan dari kebaikan, sekali pun kini terbukti
bahwa mereka berdua sudah melakukan suatu perbuatan yang
memalukan namun hal itu merupakan urusan pribadi mereka berdua,
apa sangkut pautnya dengan perkara yang sedang disidangkan kali ini.?"
Ucapan ini ada benarnya juga, bila seorang anak gadis sudah menginjak
dewasa, siapa tahu kalau diluar pengetahuan guru mereka, kedua orang
itu sudah melakukan suatu perbuatan"
Anak gadis dari keluarga biasa yang punya orang tua saja tak bisa
selalu mengawasi anak gadisnya, apa lagi seorang guru"
Dengan suara dalam Gan Wan sim segera membentak: "Tajam amat
mulutmu itu, tentunya kau pun sudah mendengar
sendiri bukan, mereka mengaku belum pernah meninggalkan kuil
Tong-thian-koan barang selangkahpun !"
"Ucapan mereka belum tentu benar semuanya !" kata Sang sang
koancu sambil tertawa. Sementara Gan Wan sim mendengus, Sang-sang koancu telah berkata
lagi sambil tertawa. "Dewasa ini seharusnya tayya berupaya dalam masalah yang pokok, bila
kau dapat menemukan seorang lelaki dalam kuil kami, bukankah semua
masalah akan menjadi jelas dengan sendirinya " sedangkan pinto pun
tidak usah banyak berbicara lagi, bukankah hal itu jauh lebih
menguntungkan dirimu ?" Gan wan sin tidak menggubris perkataan-nya itu, sebaliknya sambil
berpaling ke arah hadirin diruangan, ujarnya:
"Ada suatu berita yang mungkin akan merisaukan hati kalian bila sudah
ku umumkan nanti, setelah kurahasiakan sampai kini, rasanya mau tak
mau hal mana terpaksa harus kuumumkan."
"Menurut penyelidikan, tiga puluh tujuh orang gadis yang bunuh diri itu
semuanya masih berstatus gadis perawan dan belum pernah menikah.
"Akan tetapi, setelah diperiksa dengan seksama oleh tiga orang dukun
beranak, ternyata ditemukan suatu rahasia yang amat mengenaskan,
penemuan tersebut sama halnya dengan keadaan Cing-in dan Toan in,
yakni mereka semua sudah tidak perawan lagi !"
Begitu laporan tersebut diutarakan kembali suasana dalam ruangan
menjadi gempar. Gubernur Lau segera bangkit berdiri sambil berseru:
"Tayjin, sebelum melontarkan tuduhan-tuduhan berikutnya, aku harap
kan suka memperlihatkan dulu bukti-buktinya."
"Lotayjin menginginkan bukti macam apa ?" tanya Gan Wan sim
dengan suaranya dingin. "Seperti apa yang dikatakan Sang sang koan cu, sewaktu melakukan
penggeledahan terhadap kuil, apakah kau berhasil menemukan orang
lelaki di dalam kuil tersebut ?"
"Tidak !" Gan Wan sin menggeleng, Lau tayjin segera mendengus
dingin, "Hmm, jika tiada orang lelaki disitu, aku rasa belum tentu segala
sesuatunya berlangsung seperti apa yang kau tuduhkan tadi!"
"Bila tanpa bukti, hari ini ku tak berani merepotkan kehadiran tayjin ke
sidang ini !" Kemudian setelah berhenti sejenak, dia memandang sekejap ke arah Li
Hong, kemudian melanjutkan: "Cuma aku telah menjanjikan sejumlah hadiah kepada si pelapor
tersebut karena itu seandainya perkara bisa dibikin terang pada hari ini,
mungkin kalian harus membayar sejumlah denda !"
"Bila biang keladinya berhasil ditangkap hukuman mecam apapun akan
kami terima, aku rasa bukan cuma keluarga yang terlibat dalam perkara
ini saja yang mesti bertanggung jawab, lohu sekalian pun akan turut
bertanggung jawab pula" "Kalau begitu bagus sekali" seru Gan Wan sim sambil tertawa.
Setelah berhenti sejenak, ia berpaling ke-arah Li Hong yang
sedang memejamkan mata sambil acuh tak acuh itu seraya berseru. "Li
Hong, sudah hampir tengah hari, waktu telah tiba!" Begitu mendengar
waktu sudah tiba, Li Hong segera membuka
sepasang matanya lebar-lebar. Tapi begitu sepasang matanya
terpentang lebar Gan Wan sim
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera menjadi terperanjat, ternyata orang itu telah berubah,
sorot matanya seakan-akan sepasang rembulan yang bersinar tajam,
benar-benar menggidikkan hati siapapun jua yang memandangnya.
Dengan langkah Iebar ia beranjak dari tempat duduknya dan langsung
menuju ke hadapan Sang sang koancu.
Mula-mula dia saling bertatapan muka dulu dengan Sang sang koancu,
akhirnya menakutkan sekali ternyata Sang-sang koancu menundukkan
kepalanya rendah-rendah, bahkan sepasang pipinya yang berwarna
merah kini berubah menjadi pucat pias.
Dengan tangan kanannya Li Hong memegang kepala Sang sang
koancu, lalu ujarnya dlngin: "Hei, manusia tak tahu diri, gara-gara mencari kau. lohu telah berkelana
selama puluhan tahun lamanya mengarungi ujung langit, inilah saatmu
untuk mempertanggung jawabkan diri, lohu tak bisa membiarkan kau
berbuat jahat terus!" Kalau terhadap Gan Wan sin, Sang sang koan cu selalu memperlihatkan
sikap angkuh dan keras kepala, tapi setelah mendengar beberapa patah
kata dari Li Hong itu sekujur tubuhnya gemetar amat keras, sehingga hal
ini sangat mengherankan semua orang yang melihatnya."
Pada saat inilah Li Hong kembali berkata! "Apakah kau hendak
menyuruh lohu repot repot lagi?" Air mata bercucuran membasahi
wajah Sang sang koancu, serunya lirih: "Kau orang tua adalah..." "Lohu adalah "orang asing" yang
memberi ilmu silat kepadamu..." sahut Li Hong dengan suara dalam. Sekali lagi sekujur
badan Sang sang koancu gemetar keras. "Kasihanilah boanpwe, setelah
bertahun-tahun melatih diri dengan susah payah, sekarang baru nampak hasilnya, kau orang tua..."
"Gara-gara perasaan kasihan lohu kepadamu, hampir saja menerbitkan
bencana, buat apa kau mesti banyak berbicara Iagi!" tukas Li Hong
ketus. "Ampunilah aku kali ini, aku bersumpah akan segera mengundurkan diri."
"Mengampunimu ?" bentak Li Hong gusar, "hmm, kepada siapa ke tiga
puluh tujuh orang nona yang mati penasaran itu harus mengadu "
Kepada siapa pula gadis-gadis yang bernasib jelek itu mesti
mengadukan nasib mereka yang malang ?"
Agaknya Sang-sang koancu menyadari kalau rengekannya tak berguna,
mendadak ia membentak keras: "Setan tua, belum tentu kau mampu mengendalikan aku !" kata
Sang-sang koancu kemudian. "Haaah, haaah, haaah, kalau begitu cobalah sendiri !" Li Hong tertawa
berbahak-bahak. Seraya berkata dia lantas mengerahkan tenaga dalamnya ke telapak
tangan kanannya dan menekannya ke bawah.
Sang sang koancu segera mengayunkan pula sepasang lengannya dan
menghajar tubuh Li Hong dengan menggunakan rantai yang
membelenggu tubuhnya. Bersamaan itu juga badannya berputar kencang lalu melompat bangun
dari atas tanah. Li Hong mendengus dingin, tangan kanannya menyambar ke muka
mencengkeram rantai itu kemudian digetarkan ke depan.
Siapa sangka Sang-sang koancu sudah menduga sampai kesitu, sepasang
lengannya direntangkan ke arah samping dan rantai tersebut hancur
berantakan menjadi berkeping-keping dan rontok ke tanah, kontan saja
kejadian ini membuat paniknya rakyat yang kebetulan mengikuti jalannya
persidangan, jeritan kaget berkumandang dari sana sini.
Siapa sangka gerakan tubuh Li Hong jauh lebih cepat dari pada gerakan
Sang sang koan cu, tahu-tahu dia sudah berkelebat lewat dan
menyelinap ke belakang punggung Sang sang koan cu, tangan
kanannya menyambar kedepan dan menekan jalan darah Pay sim hiat
ditubuh lawan. "Masih tak mau berlutut untuk menyerah?" bentaknya dengan suara
menggeledek. Berbareng dengan bentakan tersebut, Sang-sang koancu segera
terjatuh kembali ke tanah dan tak berkutik lagi.
Di bawah tatapan mata semua orang, raut wajah Sang sang koancu
tampak berubah menjadi hijau keabu abuan.
Tubuhnya yang terjatuh ketanahpun terkulai lemas dan tidak berkutik
lagi, keadaannya tak berbeda dengan seekor babi.
Saat itulah Li Hong baru berkata kepada Gan Wan sim: "Siau bin
(rakyat kecil) mohon kepada tayjin agar memeriksa
kelamin orang ini dihadapan umum!" Gan Wan sim segera menurunkan
perintah, agar adilnya maka dipilih tiga orang untuk secara bergilir melakukan pemeriksaan. Alhasil
pemeriksaan tersebut segera menggemparkan hadirin.
ternyata Sang sang koancu adalah seorang lelaki tulen. Li Hong segera
minta sidang dilangsungkan secara tertutup,
maka kecuali mereka yang bersangkutan, seluruh hadirin dipersilahkan
ke luar dari ruang sidang dan pintu ditutup rapat2.
Pada saat inilah Li Hong baru berkata kepada para saudagar kaya dan
pembesar yang ada. "Nah, saudara sekalian, apa yang hendak kalian katakan sekarang?"
Sejak Sang-sang koancu terbukti sebagai lelaki tulen, para saudagar
hartawan dan pembesar yang ada disitu dibikin tersipusipu
kemaluan, seandainya disitu ada lubang, mungkin mereka sudah
menerobos ke dalamnya untuk menyembunyikan diri.
setelah mendengus dingin, kembali Li Hong berkata: "Saudara
sekalian kini urusan sudah jelas, tapi soal urusan kalian
pribadi lohu tak mungkin bisa membantu lagi" Mula-mula semua orang
tertegun dan tidak tahu apa yang dimaksudkan. tapi setelah memahami maksudnya, kontan peluh dingin
jatuh bercucuran wajah berubah hebat, mereka bersama- sama
memandang kearah Li Hong dengan wajah merengek.
Li Hong mendengus dingin, ujarnya lebih jauh. "Gak yang adalah
kota besar, setelah terjadi peristiwa semacam
ini, dan tiga puluh orang menjadi korban. apalagi ada beribu-ribu orang
rakyat menjadi saksi, sekalipun Gan loya berusaha menolong, rasanya
hal inipun mustahil bisa terlaksana.
"Lohu berani memastikan, kejadian hari ini pasti akan dilaporkan
kepada Sri Baginda, bila hal ini sampai terjadi sudah bisa dipastikan
kalian semua akan dituntut menurut hukum.
"Sejak dulu sampai sekarang, perzinahan dan perkosaan merupakan
dosa yang tak terampuni, apalagi jika ada lelaki yang menyaru sebagai
perempuan melakukan perbuatan mesum.
"Sesunggunnya masalah ini bisa diselesaikan secara damai dan tenang
tanpa keributan, seandainya kalian tahu diri, tapi atas ulah dan desakan
kalian sendiri akhirnya Gan tayjin dipaksa untuk melakukan persidangan
secara terbuka, kini urusan telah berkembang jadi begini, lohu rasa tiada
jalan lain kecuali..." "Kecuali bagaimana sianseng ?" tanya para hartawan tanpa terasa.
Li Hong memandang sekejap ke arah Gan Wan-sim, kemudian baru
berkata lebih jauh: "Kini sang gubernur berada disini, kecuali Gubernur bersedia untuk
menanggung masalah ini" Sang Gubernur Gak-yang menjadi berdiri bodoh, dia masih mempunyai
masa depan yang baik, tentu saja tak berani menanggung masalah yang
begitu besarnya. Apabila Gan tayjin juga yang mengambil keputusan, tapi idenya
sebagian besar masih keluar dari benak Li Hong.
Dengan pedang Siang-hong kiam, Sang sang koancu menjalani
hukuman mati penggal kepala. Kuil Tong thian koan ditutup dan di bakar. Sedang para keluarga
hartawan dan pembesar yang tersangkut
dalam peristiwa ini di hukum denda sekian laksa tahil perak. Uang
denda yang terkumpul kemudian di bagikan kepada fakir
miskin dan rakyat kecil yang sedang tertimpa bencana. Sementara
keluarga yang menjadi korban boleh membawa
pulang jenasah keluarganya untuk dikubur. Setelah itu atas prakarsa
Gan tayjin, gubernur Gak-yang dan panglima keamanan kota-peristiwa tersebut diakhiri sampai disitu dan
tidak dilaporkan ke atasan. Tentu saja di perkampungan keluarga Li terdapat seorang kakek baik
hati yang bernama Li Hong, cuma Li Hong itu bukan Li Hong ini, Gan-ya
yang mendapat tahu akan hal ini segera menghadiahkan pula sejumlah
uang untuk Li Hong asli yang miskin tapi jujur itu.
Inilah cerita tentang kuil Tong thian koan. berhubung masalahnya
menyangkut nama baik keluarga hartawan dan orang- orang terkemuka
maka orang dari luar daerah sulit untuk mendapatkan cerita yang
sesungguhnya. Kisah cerita yang aneh inipun membuat Sun Tiong lo dan Hou ji
mendapatkan suatu berita yang berharga, tapi merekapun mendapat
pelajaran yang berharga pula dalam kehidupan bermasyarakat.
Kakek yang suka bercerita itu akhirnya berpamitan dan pergi setelah
meneguk sepoci air teh. Sun Tionglo dan Hou jipun mulai berunding. Dengan kening berkerut
Sun Tionglo berkata "Engkoh Hou, kuil Tong thian koan mempunyai
sejarah yang begitu kotor dan mesum, Sang sang koancu juga telah
dihukum mati, tapi mengapa dalam kitab catatan, kita justeru harus
berkunjung kesitu " Mengapa?"
Hou ji berpikir sejenak, lalu menjawab. "Sejak kecil aku sudah
mengikuti suhu, terhadap ucapan dan
tindak tanduk suhu boleh dibilang aku memahami amat jelas, kalau
dilihat dari segala sesuatu yang ada dalam kitab kecil ini, aku berhasil
menemukan suatu persoalan" "Oooh, persoalan apa ?" Houji berpikir sejenak lagi, kemudian baru
menjawab. "Aku kuatir kitab kecil itupun belum sempat dibaca
suhu." "Hei, apa maksud dari perkataannya ini ?" seru Sun Tiong lo
agak tertegun. Hou ji menggeleng. "Akupun tahu kalau ucapan ini tak bisa
diterima, tapi hal ini merupakan suatu kenyataan, aku yakin kitab kecil itu adalah pemberian
orang lain untukku lewat tangan suhu!"
"Mengapa kau mempunyai pandangan semacam ini?" tanya Sun Tiong
lo keheranan. Hou-ji tertawa. "Sebab isi kitab tersebut sama sekali bertentangan
dengan sikap maupun cara kerja suhu di hari-hari biasa." "Ooooh, .. . bagaimana
bedanya ?" Kembali Hou-ji tertawa. "Orang yang menulis kitab kecil ini
adalah seorang cianpwe yang berhati cermat, teliti dan berakal panjang, padahal bukan
demikian cara kerja suhu, bagi suhu apa yang dipikirkan waktu itu segera
dilakukan pada saat itu juga."
Apalagi sejak kitab kecil itu menyuruh kita mulai dari Buklt Pemakan
manusia, disitu kita sudah menemukan suatu penemuan aneh, seperti
misalnya kau dan Bau te bisa bersua, Beng cengcu bisa memperoleh
kembali kebebasannya. "Tapi perkampungan keluarga Mo di selat Wu shia..." tukas Sun
Tionglo. Kembali Hou-ji memotong ucapan rekannya yang belum selesai,
katanya cepat: "Hal itu disebabkan kita tidak berkunjung ke Ang-sui-hoo lebih dulu
atau bila kita bicara mundur setapak, paiing tidak kita sudah tahu kalau
perkampungan keluarga Mo sudah punah, sudah punah semenjak
dahulu kala." Dengan perasaan apa boleh buat Sun Tiong lo tertawa: "Tapi
sekarang, kita harus mencari He-he koancu di kuil Tongtbian-
koan, bagaimana pula penjelasannya?" Hou-ji melirik sekejap ke
arah Sun Tionglo kemudian berseru: "Tentu suja harus dicari ! Kita
harus berkunjung ke kuil Tongthian-
koan, siapa tahu kalau disana sudah ada sesuatu perubahan yang
dapat membuat kita menjadi jelas ?"
"Baik, aku akan menuruti perkataanmu mari kita berangkat !" Tapi
Hou-ji kembali menggeleng. "Kita harus balik ke penginapan dulu,
bagai manapun jua persoalan ini tak bisa dirahasiakan kepada adik Bau maupun nona." Maka
merekapun membayar rekening dan kembali ke
penginapan. -ooo0dw0oooEMPAT sosok bayangan hitam bagaikan burung malam meluncur masuk
kedalam sebuah kuil yang sudah hancur.
Ketika bayangan manusia itu terhenti sejenak, maka dapat dikenal
mereka adalah Sun -Tiong lo, Houji, Bau ji dan nona.
Mereka berhenti sejenak, lalu terdengar Sun Tiong lo berkata sambil
menuding kedua sisinya: "Toako dan Hou ji menggeledah kiri kanan ruangan, sementara siaute
dan adik Kim akan berjalan terus."
Mereka segera memisahkan diri menjadi tiga bagian dan melakukan
pemeriksaan. Kuil Tong thian koan mencakup suatu batas wilayah yang luas, setelah
kebakaran besar yang memusnakan bangunan tersebut, kendatipun
harus menahan hujan dan angin, namun sisa-sisa bangunan masih tetap
berdiri kokoh, terutama sekali di tengah malam buta begini, bukan suatu
pekerjaan yang mudah untuk menemukan seseorang atau beberapa
orang yang menyembunyikan diri disitu.
Padahal merekapun tak berani memastikan adakah seseorang disana,
hanya menurut catatan dalam kitab tersebut, mereka diharuskan
mencari orang yang bernama "He he koancu" itulah sebabnya mereka
datang kesana untuk melakukan pencarian.
Orang yang bertugas melakukan pemeriksaan disebelah kiri adalah Hou
ji, dia sedang bergerak kedepan sambil menghimpun segenap tenaga
dalam yang dimiIikinya. Sambil berjalan ia menengok keempat penjuru, andaikata disana ada
orang, jangan harap orang itu bisa lolos dari pengawasannya.
Yang ada disebelah kanan adalah Bau ji, dia pun maju selangkah demi
salangkah dengan tindakan berat, sorot matanya memandang ke sekitar
itu tanpa berkedip, sekilas pandangan sikapnya seperti gegabah dan
tekebur, padahal dalam kenyataan dia sedang melakukan pemeriksaan
dengan mengandalkan ilmu tenaga dalamnya yang tinggi.
Sedangkan Sun Tionglo dan nona Kim yang ada disebelah tengan, kini
jalan bersanding. Nona Kim berada di kanan sedangkan Sun Tiong lo berada di sebelah
kiri... Tangan kanannya bergandengan dengan tangan kiri pemuda itu,
mereka bersama-sama menjelajahi puing-puing yang berserakan itu.
Mendadak... seperti dari tengah udara, seperti juga dari bawah tanah,
tidak! Tepatnya dari empat arah delapan penjuru berkumandang datang
suara gelak tertawa, suara tertawa itu menyeramkan sekali, gelak
tertawa aneh yang cukup menggetarkan hati siapa saja.
Gelak tertawa itu bagaikan muncul dari mulut seseorang, akan tetapi
terpancar datang dari empat arah delapan penjuru.
Empat orang yang ada di kiri, kanan, tengah serentak menghentikan
langkahnya bersama-sama. Hou-ji, berkerut kening, secara diam-diam dia mencabut keluar senjata
pentungan Jit sat ciang mo pang andalannya untuk bersiap siaga
menghadapi segala kemungkinan yang tak di inginkan.
Bau ji tetap berada dengan sikap dingin kaku dan menyeramkan,
pelan-pelan diapun meloloskan pedangnya dari dalam sarung.
Nona Kim mengetahui banyak tapi memiliki kepandaian paling sedikit,
kini dia sudah dibikin amat menderita oleh gelak tertawa yang amat tak
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedap itu. Sambil berusaha menahan diri, diam-diam bisiknya lirih: "Engkoh Lo,
gelak tertawa ini mengandung hawa Im-sat yang
jahat tapi lihay, bisa melukai orang tanpa disadari !"
Sun Tiong lo manggut-manggut. -ooo0dw0oooJilid
30 "PENGETAHUANMU betul betul sangat luas, tapi..." Nona Kim
mengerti apa kelanjutas dari kata "tapi" tersebut,
dengan cepat dia menukas: "Selanjutnya kau harus mengajarkan
kepada ku!" "Tenang" Sun Tiong lo tertawa-tawa, "persoalan lain jangan
dibicarakan dulu, sekarang kita mesti menghadapi dulu orang tersebut!"
Seusai berkata Sun Tiong lo berpikir sejenak kemudian serunya kearah
sebelah kanan: "Kami telah merasakan kelihayan ilmu Im Sat soh huo (hawa dingin
pembetot sukma) saudara, kini bersediakah saudara untuk turun dari
loteng genta dan berbincang sebentar dengan kami ?"
Loteng genta " Benar, memang loteng genta, tempo hari ketika Gan
Wan sim menitahkan untuk membakar habis bangunan kuil To koan yang penuh
maksiat tersebut, hanya untuk bangunan loteng genta disudut kejauhan
sana yang lolos dari amukan api. Cuma dalam kuil Tong thian koan yang sudah punah ini, masih terdapat
banyak sekali tempat tempat strategis yang bisa di gunakan untuk
menyembunyikan diri, apalagi pihak lawan pun belum tentu benar-benar
menyembunyikan diri diloteng genta tersebut, seandainya tidak,
bukankah hal ini akan... Tapi tak perlu kuatir, Sun Tiong lo memang tidak salah mengatakan
tempat persembunyian tersebut. Ketika Sun Tiong lo baru saja mengakhiri perkataannya, dari kejauhan
sana tampak ada sesosok bayangan aneh yang meluncur keluar dari
loteng genta dan membumbung keangkasa mencapai ketinggian lima
kaki. Padahal loteng genta tersebut ada enam kaki tingginya, ditambah
ketinggian yang dicapai bayangan tersebut, berarti jaraknya dari
permukaan tanah mencapai duabelas kaki lebih.
Kemudian, bayangan aneh itu nampak berhenti sejenak ditengah udara
dan meluncur datang. Jarak antara bangunan loteng genta hingga ke tempat Sun Tiong-lo
sekalian berada sekarang paling tidak mencapai dua puluh kaki lebih,
dalam jarak sejauh ini seandainya bukan malaikat atau seseorang yang
berhasil melatih diri hingga mencapai taraf "pedang dan tubuh bersatu
padu" sulit rasanya untuk mencpai tempat sejauh itu dengan sekali
lompatan saja. Tapi dalam kenyataan hal mana bisa dilakukan orang tersebut menjadi
suatu kenyataan. Ditengah kegelapan malam, Sun Tiong-lo sekalian tidak sempat melihat
jelas gerakan tubuh apakah yang dipergunakan bayangat manusia
tersebut, tanya nampak bayangan aneh meluncur sejauh sepuluh kaki
lebih dengan gerakan mendatar, lalu baru menukik ke bawah.
Setelah menukik ke bawah, gerak luncur nya bertambah cepat,
bagaikan sambaran kilat cepatnya tahu-tahu orang itu sudah tiba di
depan mata. Orang itu melayang turun hanya berapa kaki saja di
hadapan Sun Tiong lo, kemudian tidak bergerak lagi:
Sementara itu Bau-ji dan Hou-ji sudah berkumpul menjadi satu dengan
Sun Tiong-lo tapi setelah menyaksikan kelihayan ilmu meringankan
tubuh yang dimiliki orang itu, tak urung hatinya merasa terkesiap juga
dibuatnya. Namun Sun Tiong-lo sendiri sama sekali tidak menunjukkan perasaan
kaget, bahkan se baliknya dia malah tertawa hambar.
Senyuman mana dengan cepat menggusarkan pihak lawan, mendadak
orang itu menegur: "Lohu sudah turun !" Yang dimaksudkan sudah turun, mungkin ia hendak menegur kepada
Sun Tiong lo, setelah aku turun, mau apa kau"
Sun Tiong lo tidak menjawab dulu pertanyaan tersebut, dia
menghimpun tenaganya dalam nya dulu dan mengawasi pihak lawan
dengan seksama. Ternyata manusia aneh yang baru saja meluncur turun dari atas loteng
genta dan meluncur datang dari jarak dua puluh kaki itu tak berkain
kerudung muka, dia mempunyai seraut wajah yang hitam pekat,
sedemikian hitamnya mirip pantat kuali yang sudah lama tidak
dipergunakan lagi. Alis matanya pendek lagi kasar, ada sebagian yang telah beruban,
agaknya ia sudah berusia lanjut. Selembar mulutnya yang tipis tapi datar memperlihatkan kalau dia suka
bicara. Sepasang matanya yang cekung kedalam sedang mengawasi wajah Sun
Tiong lo tanpa berkedip. Ia memakai pakaian ringkas tani bukan terbuat dari bahan kain,
melainkan terbuat dari bahan kulit kelas satu, diatas sepasang bahunya
terlihat dua batang gelang baja besar yang dijahit disitu secara aneh,
entah apa kegunaannya. Senjata yang dipakai orang itu lebih aneh lagi, dilihat sepintas lalu mirip
sekali dengan dua batang pena baja yang di gulung menjadi satu.
Berhubung Sun Tiong-lo cuma membungkam tanpa bergerak dan
hanya mengawasinya tanpa berkedip, tanpa terasa iapun menegur lagi:
"Bagaimana" Sudah puas kalau melihat ?"
"Ya, sudah puas." jawab Sun Tionglo "Lantas
mau apa kau sekarang ?" "Heeeh, heeeh, heeeh, aku tak mau apa-apa." setelah berhenti sejenak,
dengan nada berubah dia balik bertanya lagi kepada orang itu.
"Dan kau. apa yang kau inginkan ?" Orang itu mendengus dingin
berulang kali "Lohu ingin bertanya kepada kalian, ditengah malam
buta begini, ada urusan apa kalian berkunjung kemari ?" "Aneh, kau sendiri " Mau
apa kau berada di kuil ini ?" Sun Tiong
lo balik bertanya dengan mata melotot. Orang itu makin naik darah,
teriaknya. "Lohu sedang menegurmu, maka kau harus menjawab lebih
dahulu!" Bau-ji tidak sabaran, mendadak tegurnya: "Siapa yang harus
menjawab pertanyaanmu itu " Hmmm !" "Bagus sekali, kalau begitu
kalian tak usah pergi dari sini lagi" "Oooh . .. masa kau mampu ?"
jengek Hou ji. "baru pertama kali
ini kudengar ancaman macam begitu, sayang selama hidup kami tidak
percaya dengan tahayul, bila kau memang merasa berkemampuan untuk
menahan kami di sini, ayolah, coba tahan kami di sini!"
Dengan sorot mata yang gusar tapi memandang hina, orang itu
mengawasi Sun Tiong lo sekejap, lalu katanya lagi:
"Sesungguhnya siapa sih diantara kalian yang menjadi pemimpinnya ?"
Tampaknya Hou-ji memang ada maksud untuk membuat lawannya
gusar, cepat dia menjawab: "Siapa pun berhak menjadi pemimpin, dan siapapun berhak mengambil
keputusan kalau ingin berbicara, ayo katakan saja terus terang!"
Orang itu mengalihkan kembali sorot mata nya ke wajah Sun Tiong-lo.
kemudian ujarnya. "Lohu rasa, kemungkinan besar kau lebih tahu diri daripada mereka,
kini..." "Belum tentu" tukas Sun Tiong lo sambil tertawa dingin. "Mungkin aku
jauh lebih sukar untuk diajak berbicara."
Orang itu menggigit bibirnya kencang-kencang dan tidak berbicara lagi,
pelan-pelan dia mengembangkan pena bajanya.
Pelan-pelan orang itu menggerakkan sepasang pena bajanya kekiri dan
kekanan. Hingga sekarang baru terlihat jelas letak keanehan dari
sepasang senjatanya itu, ternyata benda tersebut bukan pena,
melainkan sepasang Thi pit-ki (panji pena baja).
Pena baja itu panjangnya tiga depa, sedang panji yang terbentang
berbentuk segi tiga. Anehnya, panji tersebut memancarkan cahaya hitam yang aneh dan
gemerlapan, sudah jelas bukan terbuat dari kain.
Setelah orang itu mengembangkan panji pena bajanya, meski gusar,
namun ia masih tak ingin turun tangan dengan segera, maka sesudah
tertawa seram berulang kali, dia menuding ke arah Sun Tiong lo dengan
panji pena baja ditangan kanannya seraya berkata:
"Sudah banyak tahun lohu tak bertempur melawan orang, tapi bila lohu
di paksa untuk turun tangan juga, lohu akan bersikap seperti dulu, tak
akan kubiarkan seorang korbanpun berada dalam keadaan hidup."
Sebelum Sun Tiong lo menjawab, Hou ji te lah menyala. "Kalau
begitu kita justru amat berlawanan setiap hari aku selalu
bertarung melawan orang setiap hari pula kudengar orang lain hendak
membunuhku tapi aku masih terus hidup hingga sekarang !"
Orang itu mendengus dingin. "Hmm, tapi orang
orang itu kan bukan lohu!" Hou ji balas mendengus. "Hmm, tetapi nyatanya kau toh tidak lebih
hebat dari pada mereka!" ejeknya. "Baik!" seru orang itu kemudian dengan kening
berkerut, "kalian sendiri yang mencari penyakit, jangan salahkan lohu lagi, sebelum
bertarung, ayo sebutkan dulu siapa namamu?"
Sambil berkata, dia mengalihkan panji pena bajanya ke arah Hou ji dan
meneruskan. "Mulai dari kau, siapa namamu dan murid nya siapa?" Hou ji segera
terkekeh. "Yang datang tanpa permisi tentu tak bermaksud baik,
lobih baik kau saja yang menyebutkan namanya lebih dulu, siapa namamu?"
Saking gusarnya, orang itu sampai menggertak giginya keraskeras,
jelas kemarahannya sudah mencapai pada puncaknya. Sun Tiong
lo segera menimbrung sambil tertawa: "Aku she Sun, dia adalah
saudaraku dan yang ini adalah suhengku, orang menyebutnya Hou-ji, sedang nona ini adalah sahabat
kami sementara soal perguruan kami..."
Berbicara sampai disitu, kembali Sun Tiong lo berhenti sampai ditengah
jalan. "Kau murid siapa?" tanpa terasa orang itu mendesak lebih jauh. Sun
Tiong lo menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya
sambil tersenyum. "Kalau dibicarakan mungkin saja kau tak percaya,
Mengapa tidak bertarung saja agar kau bisa melihat sendiri kami adalah murid siapa?"
"Kau anggap lohu tak mampu membedakan nya ?" bentak oraag itu
semakin naik darah. Sun Tiong lo masih tetap tersenyum.
"Padahal soal bisa mengetahui asal perguruan kami atau tidak bukanlah
suatu masalah besar. apalagi kita memang pada dasarnya tidak saling
mengenal, kita pun tak punya dendam sakit hati apa- apa. buat apa
musti saling bergebrak?" Mencorong sinar tajam dari balik mata orang itu, dia lantas berseru
lantang: "Sudah lohu katakan telah banyak tahun aku tak pernah bertarung
melawan orang lain, sekarang asal kalian bersedia menerangkan maksud
kedatangan kamu semua, kalian boleh segera pergi meninggalkan
tempat ini?" Kembali Sun Tiong lo menggeleng, ucapnya dengan wajah serius:
"Maksud kedatangan kami sih boleh saja diberitahukan kepadamn, tapi
kalau suruh kami pergi. Ehm. nanti dulu."
Agak tertegun orang itu oleh ucapan tersebut serunya kemudian:
"Ooh...jadi kalian enggan pergi" Hmm.. hmm aku lihat kalian
harus pergi dari sini." Kembali Sun Tiong lo tertawa hambar. "Kalau
kutinjau dari semua perkataan yang barusan kau ucapkan.
dapat kutarik kesimpulan bahwa kau agak takut ada orang tetap tinggal
di sini. bukankah begitu?" Mendadak dia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, sambil
menuding ke arah orang itu bentaknya lagi.
"Sebetulnya kau mempunyai rahasia apa yang takut diketahui orang
lain...?" Orang itu berpekik aneh dan tidak menjawab, mendadak tubuhnya
bergerak ke muka menghampiri Sun Tiong lo, panji pena baja di tangan
kirinya segera dikembangkan kemudian dengan jurus Ciu-bong sau lok
(angin musim menggugurkan daun) menghantam dada Iawan.
Sun Tiong lo tertawa dingin, tampak tubuh nya berputar kencang dan
tahu-tahu sudah menyelinap ke belakang punggung orang itu, selain
cepat, keanehannya pun sukar diduga.
Gagal dengan serangannya dan kehilangan jejak musuh secara
tiba-tiba, paras muka orang itu berubah hebat.
Dalam pada itu Sun Tiong lo telah berkata kepada Bau ji sekalian.
"Toako, suheng dan adik Kim, harap mundur agak jauh, biar
siaute yang mencoba lebib dulu beberapa jurus serangan dari sahabat
ini, bila siaute sudah tak sanggup nanti, toako baru turun tangan
menggantikan aku bersedia bukan?"
Apa maksud yang sebenarnya dari ucapan Sun Tiong lo itu, tentu saja
Hou-ji. Bau-ji dan nona Kim tahu dengan pasti, hal mana
memperingatkan kepada mereka bahwa mereka bukan tandingan dari
orang ini, paling baik jika mengundurkan diri lebih dulu mencari tempat
yang aman. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** HOU JI segera saling berpandangan sekejap dengan
Bau ji dan nona Kim, kemudian bersama-sama mengundurkan diri sejauh dua kaki
lebih. Tampaknya orang itu kurang memahami arti yang sesungguhnya dari
ucapan Sun Tiong lo itu, dia menganggap apa yang dikatakan itu
merupakan kenyataan. Teorinya memang amat sederhana, Bauji adalah kakaknya sedang Hou ji
adalah suheng nya. tentunya seorang kakak lebih tangguh daripada si
adik, seorang sute tak akan memadahi kepandaian suheng. itulah
sebabnya orang itu menjadi amat terperanjat.
Sejak dari kegagalannya melancarkan serangan dan tiba-tiba kehilangan
jejak lawan tadi, dia sudah tahu kalau Sun Tiong lo memiliki kepandaian
silat yang amat lihay apalagi disitu masih hadir
kakak dan kakak seperguruannya, bukankah menang kalah sudah jelas
tertera didepan mata.." Cuma saja orang ini bandel sifatnya semenjak terjun kedalam dunia
persilatan dulu, walaupun ia sudah menduga kalau beberapa orang
pemuda itu sukar dihadapi, akan tetapi ia tak menunjukan perasaan
takut barang sedikit pun jua. Sementara itu, orang tadi sudah mengalihkan sorot matanya ke wajah
Sun Tiong lo dan menatapnya lekat-lekat.
Sun Tiong lo belum meloloskan pedangnya, dia malah berkata sambil
tersenyum: "Sobat, apakah kita harus menyelesaikan persoalan dengan
menggunakan kekerasan?" Orang itu mendengus dingin. Hmm... masih terlampau pagi kau
ucapkan kata kata seperti itu, boleh saja kalau enggan bertarung, tapi kalian harus menerangkan
kepadaku apa maksud dan tujuannya kedatangan kalian!"
"Padahal sekalipun dibicarakan pun tak mengapa, kami datang hendak
mencari seseorang" kata Sun Tiong lo dengan kening berkerut.
"Oooh, mencari siapa?" "Mencari seseorang yang bergelarkan Hehe
Koancu..." Tidak sampai Sun Tiong lo menyelesaikan perkataannya,
mendadak dia menggulung kembali panji pena bajanya dan memandang
sekejap ke arah Sun Tiong lo sekalian, kemudian membalikkan badan
dan berlalu dari tempat itu. Sikap maupun tindak tanduk orang itu kontan saja membuat Sun Tiong
lo tertegun serunya cepat:
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sahabat, tunggu dulu, aku masih ada persoalan yang hendak
dibicarakan denganmu!" Orang itu tidak berhenti, dia hanya berpaling seraya
menjawab: "Tiada persoalan lagi buat kita untuk dibicarakan, mari, ikutlah aku."
"Mari, Mau kemana ?" sambung Hou-ji dari samping. Kini orang itu
tidak berpaling lagi, sambil melanjutkan
perjalanannya kedepan, sahutnya. "Kalau ingin mencari He-he, ikutilah
diriku." Hou-ji tertegun, ia memandang ke wajah Sun Tiong lo seperti
menanyakan pendapatnya. Mendadak orang itu berpaling lagi seraya
berseru: "Bila nyali kalian kurang besar, tidak usah turut aku !" Selesai
berbicara kali ini, dia mempercepat langkahnya berlalu
dari situ. Sementara itu Sun Tiong-lo sudah mengambil keputusan cepat
dalam detik itu, diam-diam bisiknya kepada Hou-ji: "Kau harus berhati
hati terhadap kemungkin siasat busuk lawan,
suheng dan toako boleh tetap menemani adik Kim, biar diriku saja akan
pergi dengan seorang diri, akan tetapi ingat. kalian jangan sampai
saling berpisah satu sama lainnya mengerti ?"
Hou-ji seperti hendak mengucapkan sesuatu, Nona Kim juga ingin
berbicara, tapi Sun Tiong lo telah berkelebat lewat dan meluncur ke
depan, lalu bersama-sama orang itu berlalu dari situ:
Bau-ji hanya berkerut kening menyaksikan kejadian mana, sesudah
termenung sejenak men dadak dia ikut berlalu.
"Eeh. mengapa kau?" Hou-ji segera menegur "Aku akan menyusul ji-te !"
jawab Bou-ji Hou ji memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian
bisiknya lirih: "Toa te, kau harus tahu maksud siau liong suruh kita tetap berada
di-sini, sudah jelas dia mengetahui kalau kita bukan tandingan dari
orang itu, maka dia sengaja mengatur demikian demi keselamatan kita,
sebelum berlalu tadi, diapun telah berpesan agar
kita jangan saIing berpisah, hal ini menunjukkan kalau dia sangat kuatir
bila ada kemungkinan orang akan menyerang kita menggunakan
kesempatan tersebut, bila toate bersikeras hendak menyusulnya,
bukankah hal ini hanya ada ruginya tiada untungnya ?"
Bau ji mendengus dingin. "Hm, mungkin ucapan itu benar, tapi
bukankah kita bisa pergi bersama ke sana ?" Hou ji tak bisa berbicara lagi, dia segera
terbungkam dalam seribu bahasa. Nona Kim sendiri memang amat menguatirkan
keselamatan Sun Tiong lo, sesungguhnya dia memang segan tinggal terus disana, melihat
Hou ji tidak menjawab, dia lantas berlalu lebih dulu
Begitu si nona berangkat, Bau ji menyusul dibelakangnya, dalam
keadaan seperti ini Hou ji harus mengikutinya pula dari belakang.
Tempat pertempuran mereka dengan pihak lawan berlangsung bekas
ruang tengah, kini mereka berjalan menuju kearah depan dimana Sun
Tiong lo tadi berlalu, tak selang berapa saat kemudian sampailah
mereka di depan loteng genta. Loteng genta itu tingginya mencapai tiga kaki lebih, namun suasananya
sunyi senyap tak kelihatan seorang manusiapun.
Hou-ji tak ingin Bau ji dan nona Kim menjumpai mara bahaya, cepat
cepat dia berseru. "Harap kalian tunggu sebentar, biar aku yang naik
untuk melihat keadaan disitu!"
Baru selesai berkata Bau ji dan Nona Kim telah bersama-sama
mengenjotkan tubuhnya menerjang keatas loteng genta tersebut.
Bau ji berhasil mencapai ketinggian empat kaki dan mencapai sisi
jendela loteng tingkat ke tiga. Nona Kim lebih rendah kepandaiannya, dia hanya berhasil mencapai tepi
jendela loteng tingkat dua. Hou ji tidak ikut naik, dia tetap berdiri tertegun ditempat
semuIa,sebenarnya dia memang berhasrat untuk naik keatas. tapi kuatir
ada orang menyergap Bau ji atau Nona Kim secara tiba-tiba, terpaksa dia
mengurungkan niatnya tersebut dan hanya mengangkat kepalanya
memandang ke arah Bau jin dan nona Kim dengan kesiap siagaan penuh.
Bau ji yang pertama-tama mencapai loteng genteng lebih dulu disusul
oleh nona Kim. Diatas loteng genta, kecuali genta tembaga yang amat besar penuh
karatan itu, tak nampak sesosok bayangan manusiapun, kayu besar
pemukul gentanya pun telan dilapisi debu yang tebal.
Tali besar dibawah kayu pemukul genta masih nampak utuh, namun
ketika ditarik Bau ji ternyata tali tersebut hancur berantakan menjadi
debu, rupanya sudah lama hancur. Hou ji yang ada dibawah nampak sangat gelisah, tiba-tiba dia berteriak
keras: "Toate, apa yang berhasil kau jumpai disana." "Setanpun tak
nampak!" jawab Bau ji cepat, selesai berkata, dia
segera lompat turun ke bawah. Baru saja dia melayang turun, nona Kim
telah menemukan sesuatu, tiba-tiba teriaknya ke bawah: "Engkoh Lo sedang bertarung
dengan orang didalam hutan bambu sebelah diri !" Sambil berseru dia meluncur turun dari loteng
genta dan langsung melompati dinding pekarangan yang sudah runtuh. Hou ji kan
Bau ji tak berani berayal, dengan cepat mereka
menyusul dari belakang. Benar juga, diluar hutan bambu nampak ada
tiga orang sedang mengerubuti Sun Tiong lo. Anehnya orang yang mereka jumpai semula ini malah tak nampak
batang hidungnya lagi. Nona Kim sampai disitu lebih duluan, tanpa mengucapkan sepatah
katapun dia meloloskan pedangnya sambil maju menyerang.
Bau ji dan Hou ji turut menyusul ke situ, serentak merekapun turun
tangan membantu. Siapa tahu Sun Tiong lo berseru dengan gelisah. "Adik Kim, jangan
urusi aku, cepat ke dalam hutan bambu dan
menolong sahabat yang kita jumpai tadi !" Nona Kim tertegun. Hou-ji
dan Bau-ji turut termangu sehabis mendengar seruan mana. Terdengar Sun Tiooglo berkata lebih jauh
dengan perasaan gelisah: "Apakah Hou-ko tak bisa melihat bahwa aku sedang menahan
ketiga orang ini, sementara sahabat yang membawa jalan itu sedang
menyerempet bahaya sekarang " Dalam hutan bambu sana terdapat
musuh tangguh, cepat kalian bantu dia !"
Hou ji termenung sambil berpikir sejenak, kemudian ujarnya kepada Bau
ji dan nona Kim: "Mari kita seorang lawan itu, suruh Siau liong saja yang menolong
sahabat tersebut, bagaimana menurut kalian ?"
Belum habis perkataan itu diutarakan Bau ji dan nona Kim sudah
melompat kedepan dan masing masing memapaki seorang musuh.
Maka sambil tertawa terbahak-bahak Hou ji juga terjun kearena dan
menghadapi seorang yang lain. Sambil tertawa Sun Tiong lo berseru kepada Houji: "Engkoh Hou,
jangan kau lukai mereka, cukup asal mereka kena
terhadang hingga memberi kesempatan kepada orang-orang
itu melakukan pengajaran aku akan menuju ke hutan bambu memberi
bantuan, sebentar akan balik kemari!"
Selesai berkata, dia lantas melompat ke depan dan menerobos masuk
ke dalam hutan bambu. Hou ji, Bau ji dan nona Kim masing-masing menghadapi seorang lawan,
yang aneh ternyata pihak lawan malah menarik kembali serangannya
sambil menghentikan gerakan. Setelah gerak serangan mereka berhenti, ke dua belah pihak dapat
melihat jelas raut wajah masing-masing pihak.
Ternyata ketiga orang itu adalah tosu-tosu perempuan yang berbaju
abu-abu. Di masa lalu, kuil Tong thian koan merupakan kuil kaum rahib, kini
duapuluh tahun sudah lewat, ternyata dari balik puing-puing yang
berserakan muncul kembali sekian banyak rahib perempuan dapat
disimpulkan kalau kejadian dibalik kesemuanya itu luar biasa sekali.
Hou-ji berpengalaman sangat luas, melihat musuh berhenti menyerang,
dia lantas menduga bakal terjadinya perubahan lain,
Maka setelah melihat jelas wajah lawannya, dengan cepat ujarnya
kepada Bau ji dan nona Kim: "Jangan lupa dengan pesan Siau-liong, turun tangan dan hadang jalan
pergi lawan !" Sementara pembicaraan berlangsung, berhubung Hou ji telah
mempersiapkan senjata Jit sat ciang mo pangnya semenjak tadi, diapun
segan berganti dengan senjata lain, sambil mengayunkan senjatanya
dia maju melancarkan serangan. Nona Kim tak mau ketinggalan, dia pun mengayunkan pedangnya
membacok salah seorang tokoh tersebut.
Bau ji berkerut kening, menurut sifatnya, dia paling segan bertarung
melawan para kaum wanita. Tapi situasi yang terbentang didepan mata dewasa ini memaksanya
harus menghadang gerak maju musuhnya, maka dengan suara dingin
diapun menegur: "Lebih baik berdiri saja disitu dengan tenang, bilamana kau
membangkang, terpaksa aku harus turun tangan !"
Tokoh yang berdiri saling berhadapan dengan Bau-ji adalah Tokoh yang
berusia paling besar diantara mereka bertiga, kira-kira berusia dua
puluh tujuh delapan tarunan, dialah pemimpin dari ketiga orang
tersebut. Sudah cukup lama dia berkelana dalam dunia persilatan, pengalamannya
amat luas, begitu mendengar ucapan Bauji, ia lantas mendapatkan
sebuah akal bagus. Maka sambil tersenyum ujarnya kepada Bau ji, "Ooh, baiklah... aku
tidak bergerak, kaupun tak usah bergerak !"
Bauji hanya membungkam diri dalam seribu bahasa, sepatah katapun
tidak menjawab. "Mengapa sih kau bersikap demikian ?" kembali tokoh itu bertanya
sambil tersenyum. Dengan tak sabar Bau ji mendengus. "Aku paliag segan bertarung
melawan kaum wanita !" Tokoh itu seakan-akan baru memahami
ucapan mana, sorot matanya segera dialihkan sekejap ke sekeliling tempat itu, kemudian
katanya. "Aku mengira kau takut dengan kaum wanita." sesudah berhenti
sejenak, sambungnya lagi lebih jauh.
"Tapi beginipun ada baiknya juga, cuma kalau toh kita tak usah
bertarung, rasanya tak usah pula berdiri termangu terus disini, duduk
diatas batu disebelah situ boleh bukan ?"
Diluar hutan bambu merupakan sisi dinding pekarangan bekas kuil,
banyak puing berserakan disitu, diantaranya terdapat pula
beberapa bongkahan batu besar yang berada berapa kaki saja di
hadapannya, batu itulah yang ditunjuk tokoh tersebut.
Tanpa memandang sekejap matapun Bau ji menggeleng. "Tidak
boleh !" Disinilah letak keanehan Bau-ji, mungkin disini pula letak
daya tarik orang ini. Tokoh tersebut telah salah menduga, dia mengira Bau ji
kalau bukan seorang keparat yang sombong dan tekebur tentulah manusia
yang lemas badannya bila bertemu kaum wanita, di anggapnya hal
mana gampang sekali untuk dihadapi.
Siapa sangka Bau ji sama sekali tiada perasaan sayang dengan kaum
wanita, lunak tak bisa dikeraspun tak dapat.
Gagal dengan siasat pertama, muncul siasat lain dalam benak tokoh
tersebut, kembali ujarnya. "Pinni bergelar Lok soat, siapa namamu saudara cilik ?" Kini ia
berusia dua puluh tujuh tahun, mengambil gelar sebagai
Lok-soat (menjelang senja), boleh dibilang suatu sebutan yang tepat
sekali. Sewaktu mengajukan pertanyaan tarsebut kepada Ban-ji, alis matanya
melentik sementara matanya mengerling genit.
Seandainya berganti orang lain, mungkin akan timbul pelbagai pikiran
yang bukan-bukan. Tapi Bau ji tetap tangguh dan kokoh bagaikan batu
karang. Dengan suara dingin dia berseru. "Masih ada sebuah persoalan lagi
hendak ku beritahukan kepadamu yaitu lebih baik jangan banyak bincang dihadapanku !"
Dengan demikian siasat yang di susun Lok-soat tokoh kembali
menemui kegagalan total, lantas mukanya kontan berubah berulang
kali. Setelah termenung berapa saat, akhirnya di putuskan untuk mengambil
tindakan yang menyerempet bahaya. Dia bermaksud hendak turun tangan melancarkan sergapan di saat
Bau-ji sedang tak siap nanti, lalu menjadikannya sebagai sandera.
Tentu saja ia tak bermaksud membunuh Bau ji, dia hanya ingin menawan
pemuda itu dan menjadikannya sebagai sandera, bila rencana tersebut
berhasil, bukan saja dapat memaksa pihak lawan untuk menghentikan
serangannya, bahkan diapun dapat melanjutkan rencananya semula.
Oleh sebab itu dia berlagak seakan-akan apa boleh buat dan menghela
napas panjang, Bau-ji tidak perdulikan lagi, sementara sorot matanya
dialihkan ke wajah ke empat orang yang sedang bertarung, lagaknya
seperti tertarik sekali oleh pertarungan yang sedang berlangsung.
Tentu saja Bau ji mengalihkan juga sorot matanya ke arah Hou ji dan
nona Kim, terutama memperhatikan jurus serangan yang di gunakan ke
dua belah pihak. Hou ji dengan tongkat jit sat pangnya menghadapi tokoh yang jauh
tidak berimbang kekuatannya, sedangkan Nona Kim dengan
mengandalkan pedangnya mengeluarkan jurus-jurus paling tangguh
untuk meneter lawannya habis-habisan, oleh karena itu pertarungan
berjalan se-imbang, untuk menang memang susah tapi untuk kalah pun
tak mungkin. Dari sini, Bau ji segera memahami apa sebab nya Sun Tiong-lo merasa
murung tadi. Kalau dibicarakan dari kepandaian silat yang dimiliki kedua orang tokoh
tersebut untuk menarik kesimpulan atas kepandaian silat yang dimiliki
Lok soat, tokoh yang tak bertarung itu. meski selisih berapa jauh,
namun bisa di simpulkan kepandaian mereka tidak lihay.
Padahal ilmu silat yang dimiliki Sun Tiong lo tadi lihay, sekali pun
semestinya kendatipun dia bertarung satu lawan tiga, untuk meraih
kemenangan bukan suatu yang menyulitkan baginya.
Tapi kenyataannya tadi mereka hanya bertarung seimbang, hal ini
berarti pemuda itu mempunyai alasan yang tertentu.
Sekarang Bau-ji sudah mengerti, alasannya tak akan terlepas dari dua
hal. Pertama, tiga orang tokoh ini tahu kalau Sun Tiong lo tidak ingin
membunuh mereka, maka mereka menyerang Sun Tiong lo habishabisan
dengan waktu agar pemuda itu terkurung dan rekannya yang
berada dalam hutan bambu akan menarik hasil.
Alasan yang lain adalah S'm Tiong lo tak dapat membiarkan ketiga orang
tokoh itu pergi, namun diapun segan membunuh mereka, terpaksa ia
harus bertarung terus sambil menunggu kesempatan.
Terlepas dari alasan manakah yang menjadi dasar pertimbangannya,
persoalan pokoknya hanya satu yakni ia tak dapat membunuh mereka.
Sedang mengenai alasan kenapa mereka tak boleh dibunuh, Bau ji tidak
habis mengerti. Sorot mata Bau ji tiada hentinya dialihkan ketengah arena menyaksikan
ke empat orang itu bertarung, banyak persoalan muncul dan
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berkecamuk dalam benaknya waktu itu, keadaan tersebut tentu saja tak
terlepas dari pengamatan Lok soat yang memang sudah mengamatinya
semenjak tadi, diam diam tokoh tersebut girang sekali.
Dengan cepat dia mengambil keputusan di dalam hati, dia harus
menunggu kesempatan baik untuk segera bertindak.
Kini kesempatan yang dinantikan telah tiba, dia hendak mencari saat
yang paling menguntungkan untuk turun tangan.
Pertama-tama dia memperhitungkan lebih dahulu, jaraknya dengan Bau
ji. Jaraknya hanya lima depa, berarti bila dia bisa maju selangkah lagi
maka sasarannya akan tercapai. Dalam selisih jarak. posisinya lebih menguntungkan bagi pihaknya, dan
diapun percaya dengan kekuatan tenaga dalam yang dimilikinya,
kendatipun pihak lawan sudah melakukan persiapan pun belum tentu
bisa lolos dari ancamannya, Kalau toh selisih jaraknya sudah beres, sekarang persoalannya tinggal
menunggu tibanya kesempatan yang terbaik.
Secara diam-diam ia melirik sekejap lagi ke arah Bauji, tampaknya Bau ji
masih memusatkan segenap perhatiannya memperhatikan jalannya
pertarungan antara keempat orang itu dan sikapnya tiada persiapan
sama sekali, dia jadi amat lega, karena kesempatan semacam itu
menguntungkan sekali baginya. Sekarang, Lok Soat tinggal mempertimbangkan dengan cara apakah dia
harus turun tangan. Kalau serangannya kelewat enteng, dia khawatir akan menjumpai
kegagalan, tetapi jika berat, dia pun kuatir terjadi hal-hal yang sama
sekali tidak di inginkan... Kejadian ini memang sangatlah aneh, pada umumnya dua belah pihak
yang saling berhadapan selalu berusaha untuk turun tangan seberat
mungkin dan setepat mungkin, tapi sekarang, mengapa Lok soat justru
terlalu banyak mempertimbangkan diri sebelum turun"
Akhirnya dia mengambil keputusan untuk menotok jalan darah lemas
ditubuh Bau ji, totokan tersebut harus dilepaskan kuat-kuat, karena
meski kuat-kuat, serangan tersebut tak akan menimbulkan ancaman
bahaya apapun. Tapi, letak jalan darah lemas dalam posisi berdiri Bau ji
sekarang, rasanya jauh iebih sulit dicapai daripada menotok jalan darah
Tay yang hiatnya yang sama sekali tak terlindung itu.
Namun, jalan darah Tay yang hiat merupakan salah satu diantara jalan
darah kematian lainnya, bila tertotoknya kelewat keras bisa jadi akan
berakibat kematian, dia tak ingin berbuat demikian, maka
otaknya lantas berputar mencari akal untuk mencapai sasaran jalan
darah lemas lawan secara jitu. Maka ia sengaja membungkukkan badan sambil memijit pahanya,
pertama kalau kakinya sudah kaku karena kelewat lama berdiri.
Semua gerak-gerik to-koh tersebut dapat terlihat semua oleh Bau ji
dengan nyata, dia segera melengos. Tokoh itu mendengus marah kemudian membalikkan badannya, sikap
seperti itu mengartikan kalau dia mendongkol sekali pada Bauji.
Tapi Bau ji memang benar-benar tidak mengerti kasihan kepada kaum
wanita, dia tetap berpaling kearah lain tanpa menggubris keluhan
tersebut. Keadaan mana justru amat cocok dengan apa yang diharapkan Lok
soat, waktu itu dia telah bersiap sedia melancarkan serangan kilat untuk
merobohkan musuhnya. Baru saja Bau ji berpaling, tahu-tahu ia telah menerjang ke muka.
Tangannya bergerak cepat menyambar ke-depan, secara telak dia hajar
jalan darah lemas ditubuh Bau ji. Agaknya Bau ji sama sekali tidak mempersiapkan diri sendiri baik- baik,
begitu tertotok, tubuhnya segera roboh.
Tampaknya Lok soat telah mempersiapkan diri lebih jauh, meski dia
berhasil menotok jalan darah Bauji, namun di saat tubuh anak muda
tersebut bergoncang keras dan hampir roboh ke tanah, secepat kilat dia
menyambar tubuh Bau ji dan memeluknya erat- erat.
Kepada Hou ji dan nona Kim, bentaknya. "Berhenti kalian, kalau
tidak akan kubunuh rekanmu ini !" Sambii berkata, Lok-hoat
mengayunkan telapak tangan kanannya
siap dihajarkan keatas batok kepala Bau ji.
Ketika mendengar teriakan tadi, dua orang tokoh tersebut yang
mula-mula melompat ke luar lebih dulu dari arena pertarungan
Hou-ji dan nona Kim terpaksa harus menarik pula serangan
masing-masing dengan perasaan apa boleh buat.
Sambil tertawa Lok soat berkata kepada dua orang tokoh tersebut:
"Hei, mengapa kalian tidak segera pergi ?" Mendengar itu, kedua
tokoh tersebut mengiakan dan siap berlalu,
tapi pada saat itulah kejadian aneh telah berlangsung didepan mata.
Mendadak terdengar Lok soat menjerit kesakitan, menyusul
kemudian keadaanpun berubah. Kalau semula yang membopong tubuh
Bau ji maka sekarang Bau ji lah yang sedang mencengkeram pergelangan tangan Lok soat sambil
tertawa dingin tiada hentinya, dan sementara jalan darah lemas di
tubuh Lok soat kena tertotok, saking sakitnya dia hanya bisa berdiri
terbelalak dengan mulut melongo, tubuhnya sama sekali tak bisa
bergerak. Hou ji hanya melirik sekejap keadaan di sekelilingnya, kemudian secepat
kilat menerjang kemuka, tokoh yang sedang bertarung melawan dirinya
tadi masih berdiri tertegun oleh perubahan yang sama sekali tak terduga
itu, akibatnya secara mudah iapun berhasil di tawannya hidup-hidup.
Dengan cepat Hou ji menotok jalan darah tokoh ini, kemudian bersama
nona Kim dia menggencet tokoh yang ketiga dan mengurungnya dari
muka dan dari belakang juga. Tokoh itu menarik napas panjang, dia tahu keadaan tak menguntungkan
sekalipun melawan toh akhirnya bakal keok juga.
Lok soat yang jalan darahnya tertotok masih dapat melihat dan
mendengar semua kejadian dihadapannya, menyaksikan akhir dari
perubahan situasi tersebut, saking gemasnya dia hanya bisa
menggigit bibir kencang-kencang, yaaa, apa lagi yang bisa dia lakukan
sekarang" Sementara itu Bau ji sedang berkata kepada Lok soat sambil
mendengus dingin: "Inilah pelajaran yang paling cocok bagimu, lain kali jangan mencoba
untuk mencelakai orang lain secara menggelap lagi!"
Hou ji tertawa: "Toa-te!" katanya pula, "aku mengira kau masih juga
seperti dahulu, ternyata..." "Sejak kecil aku sudah terbiasa menyaksikan
kejadian-kejadian memalukan seperti ini, aku tak bakal termakan oleh tipu muslihat
semacam itu lagi." tukas Bau ji cepat.
Kembali Hou ji tertawa, kepada nona Kim katanya: "Nona. totoklah
jalan darah lawanmu, kemudian kita harus
masuk kedalam hutan bambu itu!" Nona Kim mengangguk berulang
kali, dengan cepat dia menotok jalan darah Iawannya. Mereka bertiga menyeret ketiga orang tokoh
tersebut kedalam hutan bambu dan membaringkan ditanah, kemudian secara diam- diam
menyusup masuk kedalam hutan bambu itu guna melakukan
pemeriksaan yang seksama. Makin masuk, mereka menelusuri hutan bambu itu semakin ke dalam...
Hutan bambu itu mana luas lebat lagi, namun sama sekali tak terdengar
suara bentrokan senjata ataupun suara teriakan apapun.
Ketika menelusuri lebih kedalam, mendadak pemandangan di
hadapannya lebih terbuka lebar. Mereka belum berjalan keluar dari hutan bambu tersebut, tapi seperti
telah sampai di-suatu tempat lain. Tiga kaki dihadapan mereka sebuah pekarangan yang berpagar bambu.
Bambu itu bukan tumbuh secara alam, melainkan diatur oleh tangan
manusia sehingga selain tumbuh rapat dan lebar, terciptalah suatu
penyekat alam yang tingginya mencapai lima kaki.
Bambu tersebut berlapis lima, sitiap batang berselisih lima inci, sehingga
sewaktu bammi itu makin tinggi, daun dan rantingnya harus dibuat
bersih hingga bentuknya jadi lurus ke atas.
Menghadapi lapisan pagar bambu yang tingginya lima kaki dengan tebal
berapa kaki tersebut, Hou ji bertiga berdiri tertegun dengan mata
terbelalak lebar. Bau ji tampak berpikir sebentar, kemudian ujarnya: "Mari kita
menelusuri pagar bambu ini, coba kita cari dimanakah
letak pintu masuknya!" Dengan mempercepat langkah masing-masing
ke tiga orang itu berjalan menelusuri ikutan bambu. Setelah satu keliling mereka lalui,
nyatanya sebuah pintu masuk pun tidak di temukan. Tapi mereka sudah tahu sekarang bahwa pagar
bambu itu mencapai setengah hektar lebih, mana besar lebarnya bukan kepalang.
Bambu yang mencapai lima lapis dengan ketinggian lima kaki itu
membuat pemandangan dibalik situ tertutup sama sekali, kendatipun kau
berilmu tinggi jangan harap bisa melihat jelas keadaan disana, bahkan
semut pun kecuali menerobos lewat tanah, jangan harap bisa mencapai
ke sana. Kalau semut bisa lewat tanah, orangpun harus melewati tempat atas.
Dengan kening berkerut Bau ji berkata: "Tiada cara lain, terpaksa kita
harus melompat lewat atas." Houji manggutkan kepaIa. "Ucapanmu memang benar, cuma kita
mesti memikirkan lebih jauh !" Dengan tak sabar Bau ji berkata pula "Apalagi yang harus
dipikirkan ?" matanya nona Kim melirik sekejap ke arah Bau ji,
kemudian ikut menimbrung. "Hei. bila sudah bertemu kesuIitan, mengapa sih terhadap siapa pun
kau tak punya kesabaran barang sedikitpun juga ?" tanyanya pula.
Bauji mendengus dingin. "Hmm, memang beginilah diriku !"
sahutnya. "Hai, tapi aku justeru merasa tidak Ieluasa menyaksikan
tampang semacam dirimu." Bau ji tertawa dingin dan kemudian katanya.
"Gampang sekali, bila kurang leluasa untuk memandang, tak
usah memandang lagi !" Dengan hati yang sangat mendongkol
bercampur marah nona Kim melengos kearah lain, kemudian tidak menggubris Bau ji lagi. Hou ji
ying menyaksikan kejadian itu segera berkerut kening,
katanya: "Toa te, aku tahu kalau kau terburu nafsu, tapi jangan lupa,
demikian pula dengan kami." Bau ji tetap membungkam, baginya hal ini
menunjukkan kalau dia mengakui telah salah berbicara. Maka Hou ji berkata lagi: "Toa te,
menurut pendapatmu, apa yang terdapat dibalik pagar
bambu tersebut?" "Aku rasa pastilah sebuah halaman dengan gedung
yang megah" "Mungkinkah Siau liong dan teman yang membawanya kemari sudah
berada disana?" "Pasti berada disitu!" jawab Bau ji tanpa berpikir lagi. "Darimana kau
bisa tahu?" tanya nona Kim. "Jangankan dia" kata Bau ji ketus,
"sekali pun aku, bila sampai di
sini dan menyaksikan keadaan disekitar tempat ini, sudah pasti aku
akan masuk kedalam untuk melihat keadaan."
"Baiklah" tukas Hou-ji mendadak, "anggap saja Siau-liong dan penunjuk
jalan itu sudah berada didalam sekarang, dan anggap pula mereka
masuk kedalam dengan melompati pagar bambu yang tinggi itu."
"Tentu saja, disekitar pagar bamhu ini tiada pintu, kalau bukan lewar
atas mesti lewat mana ?" "Kelewat cepat mengambil keputusan" nona Kim mendengus, "aku tak
percaya kalau disini tak ada pintunya."
Bau ji melirik sekejap keirah nona Kim, kemudian berkata lagi: "Jika
disini ada pintu masuknya, hal tersebut lebih baik lagi,
bagaimana jika kau saja yang membawa jalan ?" "Tampaknya kau selalu
memusuhi diriku!" bentak nona Kim
dengan amat gusarnya. "Aku tidak memusuhimu, aku hanya berbicara
sejujurnya, karena kau tidak percaya bahwa disini tak ada pintunya." "Aku ingin bertanya
padamu dibalik pagar bambu situ entah ada
gedungnya atau lainnya, sudah pasti ada manusianya bukan?" Kali ini
Bau ji mengangguk "Aku rasa hal ini tak bakal salah:" "Kalau kubilang
orang yang ada didalam sana pasti sekomplotan
dengan ketiga orang tokoh yeng berhasil kita bekuk itu, percayakah
kau akan kebenaran ini?" Bau ji berpikir sejenak, lalu sahutnya : "Kemungkinan selalu ada,
bahkan kemungkinan sekali!" Nona Kim segera tertawa dingin. "Aku berani memastikan, ketiga orang
tokoh tersebut pasti seringkali masuk keluar dari balik pagar bambu
ini!" "Seandainya mereka ada sangkut pautnya, tentu ssja hal ini mungkin
saja terjadi." jawab Bau ji sesudah berpikir sejenak.
Mendadak nona Kim merubah pokok pembicaraannya, sambil menuding
pagar bambu itu katanya lagi: "Pagar bambu ini tingginya lima kaki, berbicara menurut kepandaian silat
di dirimu apalagi setelah menyaksikan betapa lebarnya tempat yang
tertutup pagar bambu ini, dapatkah kau melompat pagar tersebut dalam
sekali lompatan ?" Bau ji angkat kepalanya memandang ke tempat ketinggian lalu
jawabnya: "Aku percaya dapat, tentu saja harus mengerahkan segenap tenaga
yang kumiliki !" "Benar, bila berbicara soa ketinggian lima kaki, seharusnya tak usah
menggunakan tenaga yang kelewat besar pun bisa melaluinya, tapi
berhubung keadaan posisinya tidak menguntungkan, maka orang harus
mengerahkan segenap tenaga untuk bisa melampaui pagar bambu itu !"
"Sesungguhnya teori ini amat sederhana dan mudah diterima dengan
akal, buat apa sih kau berbicara melulu tiada hentinya ?" kembali Bauji
menukas dengan habis sabar. Nona Kim tidak ambil perduli, kembali katanya: "Berbicara dengan
tenaga dalam yang kau miliki, bagaimana
kalau dibandingkan dengan ke tiga orang tokoh tersebut ?" "Apa
maksudmu mengajukan pertanyaan semacam itu?" Bau ji
bertanya deagan perasaan tak habis dimengerti.
"Tentu saja ada alasannya, jawab saja semua pertanyaan yang
kuajukan kepadamu!" "Bila kau menanyakan tinggi rendahnya kepandaian masing- masing
pihak, bukankah pertanyaanmu ini amat berlebihan?"
Nona Kim mendengus. "Bila kau mengakui bahwa tenaga dirimu jauh
lebih hebat dari pada mereka, berarti harus kau akui pula bahwa dibalik pagar bambu
tersebut sudah pasti ada pintunya!"
Bau ji segera memahami apa yang dimaksudkan, dia manggutmanggut.
"Perkataanmu ini memang bisa masuk diakal tapi bila rahasia pintu
tersebut tidak berhasil ditemukan, apa boleh buat?"
Agak mereda juga hawa amarah nona Kim setelah mendengar
perkataan dari Bau ji, katanya, kemudian:
"Nah, begitu baru benar, bila ada pintunya berarti tak sulit buat kita
untuk menemukannya!" Menyaksikau keributan diantara kedua orang itu, Bau-ji segera tertawa,
katanya kemudian: "Sudah cukup, mari kita rundingkan secara baik-baik sekarang,
bagaimana cara yang terbaik untuk melampaui perintang tersebut ?"
"Tentu saja harus melalui atas sana." Bau-ji tetap menuding ke tempat
atas situ.
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku rasa jalan atas bukan suatu jalan yang gampang untuk dilalui."
Ketika Houji menyaksikan Bau ji menunjukkan kembali sikap tak
sabarnya, dengan cepat dia menimbrung:
"Betul, aku rasa diatas sana sudah pasti telah disiapkan alat jebakan
untuk menahan kita" "Sekalipun demikian, kita tetap harus mencobanya lebih dulu !" Bau-ji
tetap bersikeras. "Dicoba sih tentu saja dicoba, tapi kita harus bertindak dengan
ditunjang oleh suatu rencana yang matang, aku rasa kita mesti
menyediakan bambu panjang lebih dulu, harus kita coba bagaimana
reaksinya bila pagar bambu mana dilalui."
"Benar, cara ini memang sangat bagus!" nona Kim manggut- manggut.
Baru saja dia selesai berkata, Bau ji telah mengayunkan pedang
mustikanya membabat sebatang bambu yang ada, cahaya pedang
berkelebatan lewat, tahu-tahu sebatang bambu sudah terjatuh ketanah,
dia mengambil bambu tadi dan dilemparkan kearah pagar bambu yang
ada. Bambu itu terjatuh dan bersandar diatas pagar bambu itu, setelah
terhenti sejenak lalu terjatuh kembali ketanah.
Dari ujung pagar bambu itu sama sekali tak kedengaran sedikit
suarapun, juga tak nampak ada sesuatu benda yang meluncur datang.
Bau ji segera berkata: "Nah, sekarang sudah dicoba, agaknya sama
sekali tiada alat jebakan apapun!" Seraya berkata dia mencabut kembali pedangnya dari
atas tanah. Kali ini dia mengayunkan pedangnya dengan menghimpun
tiga bagian hawa murninya cahaya tajam berkilauan tahu-tahu dia sudah
menyambar keatas lapisan bambu yang berada dipaling depan.
Kalau tadi, bambu tersebut segera patah begitu tersentuh mata
pedang, maka bambu yang dibacok sekarang ternyata terbuat dari baja
murni, yang kena terbabat kini tak lebih cuma selapis kulitnya belaka.
Nona Kim yang pertama-tama menjeri kaget lebih dulu, dia segera
melakukan pemeriksaan, lalu serunya:
"Oooh rupanya begitu." sekarang Hou-ji dan Bau ji sudah dapat melihat
jelas keadaan yang sebenarnya rupanya kelima lapis bambu yang
dijajarkan sebagai pagar bukan semuanya terdiri dari bambu asli
melainkan terbuat dari besi yang dicat persis seperti warna bambu.
Dengan ditemukannya hal tersebut, suasana yang meliputi sekeliling
tempat itupun bertambah misterius. Bau ji tidak bersikeras hendak melompat melalui atas lagi, dia segera
mengurungkan niatnya itu kendatipun dia tahu belum tentu diatas tiang
besi tersebut terdapat alat jebakan. Kalau dibilang mencari pintu"
Kelewat sulit, apalagi terlalu banyak membuang waktu.
Nona Kim mulai berpikir, mendadak ia mendapatkan suatu ide bagus,
dengan cepai ide mana dirundingkan dengan Hou ji dan Bau ji yang
ternyata disetujui pula. Secara beruntun mereka membabat enam batang bambu, lalu disusun
menjadi sebuah tangga bambu yang kuat sekali, tingginya mencapai
enam kaki dan disadarkan diatas tiang besi tersebut.
Setibanya diatas, mereka baru dapat menyaksikan betapa liehaynya alat
jebakan yang terpasang disitu. Rupanya diatas pagar besi tadi dipasang serenteng jaring tembaga
berkait yang amat kuat tak heran kalau tidak terjadi sesuatu gejala apa
pun ketika dicoba dengan bambu tadi, sebab bambu bertubuh licin
hingga tak mungkin bisa terkait. Diantara jaring berkail tersebut dipasang serentetan kelening emas, bila
ada orang terkail maka keleningan tersebut akan segera berbunyi keras,
tentu saja hal ini akan menyebabkan pihak tuan rumah menyadari akan
datangnya tamu tak diundang dan melakukan penyergapan.
Jika hanya jaring kail belaka, hal tersebut masih mendingan, justru
tepat diseberang jaring berkail tersebut telah dipasang busurbusur
berpegas tinggi yang siap menghamburkan puluhan batang anak
panah. Bila seseorang menyentuh jaring maka dia akan ditawan oleh kail
tersebut, untuk melepaskan kail mana, tubuh orang itu akan bergoncang
yang menyebabkan keleningan ber bunyi, dan kaitan yang di potong
lepas akan menyebabkan anak panah tersebut telah dipersiapkan
sedemikian juga, bila orang masuk jaring, sebelum dia sempat
meloloskan diri dari semua kaitan, dia tentu akan terhajar oleh anak
panah dan mati lebih dulu disiiu, Apa lagi jika dilihat posisinya, mustahil
orang bisa meloloskan diri. Untung saja mereka bertindak cukup hati-hati, untung saja nona Kim
mempunyai ide untuk membuat anak tangga, coba kalau mereka
menerjang pagar besi itu secara gagah, niscaya tubuh mereka sudah
dilubangi oleh anak panah. Setelah menyaksikan jelas semua keadaan, Hou-ji segera berbisik:
"Hati-hati keadaan dibawah sana !" Di bawah sana merupakan
sebuah tanah lapang berumput rendah, rumput itu berminyak dan nampak sangat indah. Dibelakang
tanah berumput itu merupakan sebuah bangunan
loteng yang terbuat dan batu tidak kelewat besar tapi mungil dan
sangat menawan hati. Ditmjau dari bangunannya yang indah, bisa diketahui kalau bangunan
tersebut dirancang oleh arsitek kenamaan.
Bagian dasar bangunan berloteng itu membentuk tonjolan ke atas,
lotengnya sendiri cuma separuh, atap dan bangunan berbentuk kerucut,
bangunan seperti ini selain model baru indah, lagi kuat.
Dengan wajah termangu-mangu Hou-ji berkata, "Tampaknya pada
rumput itu tidak nampak sesuatu yang mencurigakan, tapi bangunan
batu itu justeru sangat aneh."
"Turun saja, tapi mesti berhati-hati !" kata Bau ji. Mereka bertiga
manggut-manggut, lalu dipimpin oleh Bau ji, dia
melejit lebih dulu kebawah, kemudian serunya: "Aku akan turun lebih
dulu, kalian harus perhatikan baik-baik
tempat berpijakku nanti" Dengan selamat dia berhasil mencapai tanah,
ternyata disitu memang tiada jebakan. Maka Hou ji dan nona Kim segera menyusul
pula melompat turun kebawah sana. Kini, pandangan nona Kim terhadap Bau ji telah
berubah, semula dia menganggap dia kaku, dingin dan kejam, tapi sekarang dia baru
tahu kalau pandangan tersebut keliru besar.
Oleh karena itu ketika Bau ji hendak mendekati bangunan berloteng itu,
ia segera berseru. "Tunggu sebentar, biar aku yang berjalan lebih dulu!" "Mengapa ?"
tanya Bau ji dengan kening berkerut. Sambil menuding kearah
bangunan loteng itu, nona itu menjawab, "Aku cukup mengenali bangunan loteng semacam ini !"
Sementara Bau ji masih tertegun, Hou ji yang pintar telah
menimbrung dari samping: "Apakah didalam bukit pemakan manusia
juga terdapat bangunan semacam ini ?" "Betul" sahut si nona sambil tertawa "hanya
sayang kalian belum pernah berkunjung ke tempat itu !" Sambil tertawa Hou ji lantas berkata
kepa da Bau ji: "Baiklah, kalau begitu kami tak akan mengurus lagi,
mulai sekarang kami berdua hanya akan mengikuti dirimu."
Nona Kim tidak banyak berbicara lagi, ia segera beranjak melanjutkan
perjalanannya ke depan. Sewaktu tiba di depan bangunan berloteng itu, terutama bagian yang
menonjol keluar, Nona Kim segera berhenti.
Kemudian sambil menuding bagian tersebut, katanya: "Aku berani
bertaruh, bangunan berloteng ini tidak mempunyai
pintu maupun jendela." Betul juga, sewaktu Bau ji dan Hou-ji mencoba
untuk memeriksa sekeliling tempat itu, mereka memang tidak menemukan pintu atau
daun jendela barang sebuah pun. Namun disitu memang ada persediaan untuk pintu dan jendela, seperti
kosen untuk pintu dan kosen untuk jendela.
Hanya saja dibalik kosen dan pintu tadi tertutup batu besar, kalau
bangunan loteng itu berwarna hitam maka pintu batu itu berwarna putih
begitu pula dengan jendelanya, oleh karena itu kalau dipandang dari
kejauhan nampaknya saja ada pintu dan jendela, tapi setelah dekat
tidak demikian keadaannya. Setelah melihat jelas keadaan tersebut, Hou ji berkata sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Lagi lagi alat jebakan, kalau begitu pintu dan jendela tersebut tentu
digerakkan secara otomatis !" Dengan cepat Bau-ji menggelengkan kepalanya pula seraya berkata.
"Aku paling benci dengan permainan semacam ini, licik, pengecut, dan
tidak nampak gagah !" Nona Kim segera tertawa cekikikan sesudah mendengar ucapan
tersebut, katanya kemudian: "Sejak dulu sampai sekarang, entah dalam dunia persilatan entah dalam
masyarakat biasa. selain kekuatan orangpun mengadu
kecerdasan dan seringkali kecerdasan jauh lebih unggul daripada
kekerasan, kita harus mengakui akan hal ini !"
Bau-ji tidak puas, serunya sambil mendengus. "Tapi permainan ini
mencerminkan kelicikan, keburukan dan
kemunafikan seseorang, sebagai seorang Kuncu, tidak pantas bila kita
melakukan perbuatan seperti itu !"
"Tapi orang kuno Thio Liang adalah seorang Kuncu juga, toh dia lebih
mengandalkan kecerdasan otaknya dari pada menggunakan kekerasan"
Buktinya seluruh negeri bisa dikuasainya dengan aman ?"
Sekali lagi Bau ji mendengus. "Pokoknya aku paling segan
menyaksikan perbuatan semacam ini !" Hou ji ikut menghela napas panjang, katanya kemudian: "Toa-te,
dunia persilatan adalah suatu tempat yang sangat
berbahaya, dan pelbagai akal muslihat, pelbagai kelicikan dan
kemunafikan manusia akan kau jumpai disitu, kau harus mempelajari
kepandaian semacam ini, bukan berarti kita harus memperaktekkan
setelah mempelajarinya, dengan kita pelajari hal itu berarti kita akan
tahu, setelah tahu kita akan mengerti caranya! kalau sudah bisa maka
tiada bahaya maut yang tak bisa kita hadapi."
"Yaa, betul, ucapan ini memang amat tepat." seru nona Kim cepat.
Setelah melirik sekejap kearah Bau ji kata nya lagi: "Sekarang kita
akan segera masuk kedalam, harap kalian suka
lebih berhati-hati lagi!" Sementara pembicaraan berlangsung, nona Kim
berjalan menuju kearah tempat yang seharusnya merupakan pintu, tapi sekarang hanya
berupa suatu tanah berbatu yang berwarna putih saja.
Setelah mendekati dengan seksama dan teliti sekali, gadis itu mulai
memeriksa keadaan di sekelilingnya.
Terhadap alat-alat jebakan semacam itu, boleh dibilang Hou ji dan Bau jie
merasa awam, sedikit pun tidak mengerti, terpaksa mereka hanya berdiri
saja dibelakang si nona sambil memperhatikannya bertindak.
Dalam waktu yang amat singkat itu, rupanya nona Kim berhasil
mendapatkan sesuatu, dia lantas berpaling ke arah Hou ji dan Bau ji
lalu ujarnya: "Harap kalian menyingkir dulu ke samping, seringkaii bila pintu terbuka
maka ada senjata rahasia yang akan memancar keluar..!"
Mendengar perkataan itu, Hou ji dan Bau ji segera mengundurkan diri
dari situ, sementara nona Kim segera menutul undakan batu kedua yang
menonjol keluar itu dengan ujung kaki.
Batu hijau yang kena ditendang oleh nona Kim dengan ujung kakinya
tersebut segera mengeluarkan bunyi pelan, tapi berbareng dengan
bergemanya suara tadi, batu cadas berwarna putih itupun bergerak naik
ke atas dengan menimbulkan suara gemuruh keras.
Hou ji dan Bau ji saling berpandangan sekejap, kemudian katanya
sambil tertawa: "Tampaknya sederhana, padahal kalau tidak mengerti kunci kunci
rahasianya, kita hanya bisa menunggu diluar dengan perasaan gelisah
sama sekali tak mampu berbuat apa-apa lagi"
Andaikata orang itu tanpa sengaja menginjak undak-undakan batu itu ?"
tanya Bau ji dengan kening berkerut.
Pertanyaan ini seakan-akan ditujukan kepada Hou ji, padahal yang
benar ia sedang bertanya kepada nona Kim.
Maka nona Kim segera menjawab: "Misalkan saja alat rahasia yang
mengendalikan buka tutupnya pintu disini terletak di atas undak-undakan batu itu, maka
besar kemungkinan akan terjadi pula hal-hal yang tak diduga, cuma hal ini
bukan berarti bisa meloloskan diri dari kurungan."
"Ooooh. bagaimanakah penjelasanmu tentang perkataan ini ?" Nona
Kim tertawa, sambil menuding kearah pintu yang telah
terbuka lebar itu katanya: "Penjelasannya sederhana sekali, itu lihat,
sekarang apakah kita akan masuk ke dalam atau tidak ?" "Tentu saja akan masuk !" sahut
Bau ji tidak mengerti. Kembali nona Kim tertawa. "Seandainya pintu itu
dibuka tanpa sengaja karena kau telah
menginjak batu undakan itu?" Tanpa berpikir panjang lagi Bau ji
menjawab. "Aku pun tetap akan masuk !" katanya. Nona Kim manggut-manggut. "Nah itulah dia,
bila kita sudah berada di dalam dan tampaklah
pintu itu menutup kembali secara otomatis, bukankah kita akan
terancam bakal terkurung didalam sana?"
Bau-ji segera terbungkam oleh perkataan itu, sepatah katapun tak
mampu diutarakan. Sedang Hou-ji berkata pula sambil tertawa. "Kalau begitu, dibalik
terbukanya pintu tersebut masih tersimpan
rencana buruk lainnya?" Nona Kim segera manggut-manggut. "Tepat
sekali ucapanmu itu" Setelah berhenti sejenak, ujarnya
lagi, "Siapa yang membawa korek api atau obor?" Bau ji menggeleng,
selamanya dia tak pernah mempersiapkan
benda-benda semacam itu. "Nona, hanya aku yang mempunyai
benda-benda semacam itu" sahut Hou ji cepat.
"Bisa bertahan berapa lama ?" tanya si nona sambil tertawa.
Bau ji berpikir sebentar, kemudian sahutnya: "Semuanya aku hanya
memiliki dua batang, boleh dibilang dua macam, pokoknya cukup untuk
dipakai." "Ooooohh, apakah kau membawa botol api suci milik perkumpulan
pengemis..?" Hou ji tertegun. "Nona, darimana kau bisa mengetahui tentang api
suci tersebut ?" Nona Kim tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya berkata
lagi! "Harap kalian berdua suka lebih waspada lagi, menurut
dugaanku, setelah dia masuk kedalam maka pintu itu akan menutup
dengan sendirinya, berarti suasana dalam lotengpun akan berubah
menjadi gelap gulita, disaat seperti inilah biasanya alat perangkap akan
mulai bekerja." "Oleh sebab itu sebelum masuk kedalam pintu, kita harus memasang api
lebih dulu, dan kalian harus berkumpul agak dekat, namun juga masih
memperhatikan selisih jarak untuk maju dan mundur, daripada bingung
setelah menghadapi keadaan yang tak diinginkan."
Bau ji dan Hou ji mengangguk sedang Hou ji segera mengambil sesuatu
benda dari dalam sakunya. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Jilid 31 BENDA itu berupa botol porselen yang berwarna tembaga, tingginya dua
setengah inci, persis seperti sebuah buli-buli kecil, sedang bagian
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dasarnya gendut dan lebar nya kurang lebih tiga inci.
Menyusul kemudian Hou ji memegang tongkat jit sat pangnya dan
memutar pelan, ternyata tongkat itu segera terpotong menjadi
dua bagian, dari dari dalam tongkatnya itu dia menjemput keluar seikat
rumput kering sebesar ibu jari. Bau-ji tidak tahu apa kegunaan dari botol porselen itu, dia segera
bertanya: "Apa sih kegunaan dari permainan ini?" Sementara itu Hou-ji telah
membuka penutup botol itu dan memasukkan rumput kering tadi kedalam botol, kemudian sahutnya.
"lnilah botol api suci yang dimaksudkan nona Kim tadi, mustika
dari perkumpulan pengemis!" "Oooh... lantas apa isi botol kecil itu ?"
"Minyak hitam ?" gumam Houji sambil tertawa. "Minyak hitam ?"
gumam Bau-ji semakin kebingungan. Kembali Hou ji tertawa. "Minyak
hitam hanya dihasilkan di Say pak, tidak gampang untuk
mendapatkannya, berhubung warnanya hitam gelap maka minyak itu
dinamakan minyak hitam, minyak itu tidak banyak jumlahnya tapi mahal
sekali harganya. Dengan perasaan ingin tahu Bauji bertanya: "Dengan minyak hitam
sebotol kecil ini, berapa lama daya
tahannya...?" "Jangan kau lihat minyak hitam ini hanya sebotol kecil,
kalau dipergunakan maka dia memberi penerangan selama enam jam lebih!"
Bau-ji seperti sudah melupakan maksud kedatangannya kesana, ia
segera berseru. "Dapatkah kau mengambilnya sedikit untuk kulihat ?" "Mengapa
tidak?" sahut Hou ji tertawa. Maka Houji menarik
keluar sumbu lampunya dari dalam botol dan menuang keluar sedikit
minyak hitam ketangannya. Tergerak juga hati nona Kim setelah menyaksikan kejadian itu,
diam-diam ia berpikir. "Heran, selamanya Bau ji jarang tertawa se karang, mengapa dia
tertawa bahkan nampak berseri setelah mengendus minyak hitam
tersebut. "Mengapa bisa demikian" Mengapa ?"
Sebenarnya nona Kim ingin bertanya sampai jelas, tapi setelah bergaul
selama beberapa waktu dengannya, gadis itu cukup mengetahui watak
dari Bau ji itu, akhirnya dia menahan diri dan urung mengajukan
pertanyaan tersebut. Hou ji pun merasakan sikap yang aneh dari Bau ji, tak tahan dia lantas
bertanya. "Hal apa yang membuatmu kegirangan ?" Bau ji mempunyai banyak
persamaan dengan watak Sun Tiong lo, apa yang tak ingin dia ucapkan, jangan harap orang lain bisa
mengetahuinya, maka dia menggelengkan kepalanya dan tidak
menjawab pertanyaan tersebut. Hou ji pun tidak bertanya lagi, dia memasukkan kembali sumbu lampu
itu kedalam botol kecil. Nona Kim segera berbisik lirih. "Pasanglah lentera itu, kita akan segera
masuk ke dalam." Hou ji mengangguk, dia mengeluarkan api dan memasang lentera
tersebut, cahaya api segera memancar dari atas lentera kecil yang
berisikan minyak hitam tersebut. Jangan dilihat botolnya kecil, setelah disulut ternyata kobaran apinya
mencapai beberapa inci, segulung asap hitam yang tebal dan agak
berbau membumbung ke udara. Sementara itu Nona Kim telah berkata lagi. "Hati hati kalau berjalan,
harap kalian mengikuti di belakangku !" Seraya berkata dia lantas
berjalan lebih dahulu memasuki loteng
berbatu tersebut. Bau-ji dan Hou ji jalan beriring mengikuti dibelakang nona Kim.
Ternyata apa yang diduga nona Kim memang sangat tepat,
begitu mereka masuk kedalam, pintu batu itupun menutup kembali
secara otomatis. Begitu pintu tertutup rapat, masih untung mereka telah menyiapkan
lentera sehingga tak usah gelagapan dibuatnya, walaupun cahaya
lentera tersebut tidak terlalu besar, akan tetapi mereka dapat melihat
keadaan disekeliling tempat itu dengan amat jelas.
Tempat itu merupakan sebuah ruangan tengah, dekorasinya amat indah
dan megah. Disamping ruangan terdapat anak tangga terbuat dari batu yang
berhubungan dengan loteng tingkat atas.
Dibagian tengah terdapat empat buah pilar raksasa yang berfungsi untuk
menunjang bangunan bagian atas. Kecuali anak tangga menuju keatas
loteng, dalam ruangan itu tidak nampak jendela mau pun pintu.
Sambil menuding ke arah anak tangga, Bau ji segera berkata:
"Tampaknya kita harus naik ke atas sana !" Hou ji mengiakan:
dia siap melangkah maju ke depan. Tapi nona Kim segera mengulapkan
tangannya sambil berseru: "Tunggu sejenak, naik ke loteng sih harus
naik, tunggu sejenak lagi toh tak ada salahnya. Belum habis dia berkata, Bau ji telah
menukas kembali: "Kalau toh harus naik ke atas sedang dalam ruangan
ini kita tak akan menemukan apa-apa mengapa tidak sekarang juga naik ke atas ?"
"Apakah kau tidak merasakan beberapa persoalan aneh ditempat ini?"
kata si nona dingin. "Persoalan aneh apa?" seru,Bau ji sambil berkerut kening.
"Pertama, dalam ruang tengah bangunan ini tidak terdapat pibtu lain,
ke dua disini pun tidak terdengar suara dari engkoh Lo serta sahabat
yang membawa jalan..." "Betul" tukas Hou ji cepat, "disini memang tak ada pintu lain, tapi
mungkin saja bangunannya memang begitu, sebaliknya Siau-liongsudah
lama sekali masuk kemari, kalau dibilang tiada suara apapun
darinya, aku rasa hal ini sedikit tak beres !"
"Mungkin saja dia sedang berada dalam salah satu ruangan diatas
loteng dan bertarung dengan orang itu, karena pintu tertutup rapat
maka tiada suara apapun yang kedengaran dari sini." kata Bau ji sambil
berkerut kening. Nona Kim memandang sekejap ke arah Bau ji, kemudian ujarnya:
"Kemungkinan tersebut memang ada, cuma sebelum kita membuktikan
kalau dugaan kita itu benar, paling baik bila kita bersikap lebih
berhati-hati, daripada terjebak oleh siasat busuk orang dan terperangkap
kedalam alat jebakan mereka." "Hm, aku tak percaya kalau mereka mempunyai kepandaian sehebat
ini." ujar Bau ji. "Kau tak percaya " Hmramm, sekarang saja kau sudah terkurung di
tempat ini." "Omong kosong, manusiapun tak kujumpai." "Bila kau tak percaya,
mengapa tak kau perhatikan disekeliling
tempatmu berdiri sekarang, bila orang lain tidak munculkan diri,
sanggupkah kau menemukan orang itu atau ke luar dari loteng ini
dalam keadaan selamat?" Mendengar ucapan tersebar tanpa terasa Bau ji berpaling dan
memandang pintu batu di belakangnya.
"Tentu saja dapat" dia berseru, "kita toh bisa melalui pintu.." Sambil
menggeleng Bau ji segera menukas. "Toa-te, tak mungkin, pintu
ra":saia ini beratnya mencapai
puluhan laksa kati, sedang kitapun tidak memiliki senjata
mestika yang bisa memotong batu, bagaimana mungkin kita dapat keluar dari
sini dengan mudah..." "Tapi nona kan mengerti bagaimana caranya untuk membuka pintu
rahasia tersebut?" seru Bau ji sambil menuding kearah si nona.
Nona Kim segera tertawa. "Betul, seandainya tiada aku?" Bau ji
segera terbungkam, saking mendongkolnya dia tak
membuka suara lagi. Kembali nona Kim tertawa, kepada Houji ujarnya.
"Sebelum menang kita harus mencegah jangan sampai kalah,
mari kita mencari jalan mundurnya lebih dulu!" "Baik, aku akan
menuruti perkataanmu saja." kata Hou ji sambil
tertawa cekikikan, "bagaimana pun juga, sesampainya ditempat ini aku
dan Toa te sama halnya dengan memasuki barisan yang
membingungkan, mana pintu, mana jendela, kami sama sekali tak
mengerti, kalau tak menuruti perkataanmu apa lagi yang bisa kami
lakukan?" Nona Kim tidak menjawab, dia mulai memeriksa semua dinding dan
dekorasi yang ada didalam ruangan tersebut
Akhirnya, sorot matanya berhenti pada menyandar tangan ditepi anak
tangga batu itu. Setelah memperhatikannya sejenak, dengan suara rendah dia berbisik:
"Harap kalian mundur dulu beberapa langkah!" Hou ji segera
menarik tangan Bau ji dan bersama-sama mundur
sejauh tiga langkah. Nona Kim berjalan mendekati anak tangga batu
itu, sekali lagi dia perhatikan penyandar tangan tadi. Kedua tiang itu berbentuk segi empat, ujungnya diukir sedemikian rupa
hingga berbentuk bulat. Setelah diperhatikan sekian lama, akhirnya nona Kim tertawa,
mendadak dia menekan bulatan kayu itu kesebelah kiri.
Apa yang diduga memang benar, ketika bulatan sebelah kiri itu
tertekan, benda itu segera bergerak turun kebawah.
Tapi setelah bergerak turun, ternyata disana tidak nampak terjadinya
suatu perubahan. Nona Kim seperti amat berpengalaman dengan keadaan semacam itu,
kali ini tangannya berputar ke sebelah kiri.
Dengan digerakkannya bulatan kayu itu ke-kiri, kali ini bergema lah
suara gemerincingan yang sangat keras.
Ketika memandang lagi kearah pintu batu yang tertutup rapat tadi,
diiringi suara gemuruh yang amat keras, pintu tadi pelan-pelan bergeser
naik keatas. Tidak menunggu sampai pintu itu benar-benar terbuka, nona Kim telah
memutar bilik tombol tadi ketempat asalnya.
Sambil tertawa cekikikan Hou ji berkata: "Bagus sekali, sekarang kita
tak usah kuatir tersekap didalam bangunan loteng ini lagi."
Bau ji tidak mengucapkan sepatah kata pun, tapi dia merasa kagum
sekali dengan kecerdasan gadis tersebut.
"Benar, tentu saja tempat ini adalah sebuah loteng batu" sambung nona
Kim, "tapi seandainya kita sampai tersekap disini, tanpa makanan tanpa
air minum, loteng ini pada hakekatnya akan berubah menjadi sebuah
peti mati raksasa." Hou-ji tertawa, dia segera mengalihkan pembicaraan kesoal lain,
katanya: "Apakah sekarang kita boleh naik keloteng?" Nona Kim tidak
menjawab. tapi dia sudah beranjak menaiki anak
tangga tersebut. Gadis itu bertindak sangat berhati-hati, setiap naik satu undakan, dia
selalu mencoka untuk menutulnya beberapa kali dengan ujung kaki,
setelah yakin kalau tiada serangan apapun dia baru berani melangkah
keatas. Hou ji dan Bau ji tetap berjalan dibelakang gadis itu dan maju keatas
selangkah demi selangkah. Trap batu itu semuanya berjumlah dua puluh empat buah, ternyata
mereka dapat mencapai kertas dengan selamat.
Pada bagian yang terakhir dari undak-undakan batu itu merupakan
sebuah pintu, nona Kim kembali berhenti.
MuIa mula dia memeriksa dulu sekeliling pintu dengan seksama, berapa
waktu kemudian baru ujarnya sambil tersenyum.
"Coba kalian perhatikan, pintu inipun terbuat dari baja asli !" Hou ji
mendongakkan kepalanya sambil turut memperhatikan,
betul juga disini melintang selapis baja yang tebalnya tiga inci, lapisan
baja tersebut tertanam dibalik dinding hingga hanya terlihat sebuah
garis tapi yang sangat sempit, warna dinding dengan warna baja hampir
sama satu sama lainnya. Hanya orang yang teliti saja akan menemukan perbedaan tersebut.
Sementara itu nona Kim telah berkata lagi: "Coba kau perhatikan
lapisan dinding sebelah kanan, bukankah disitupun terdapat dinding
tempat obor" Aku tebak disitulah letak kunci yang mengendalikan buka
tutupnya pintu baja tersebut!"
Seraya berkata dia lantas berjalan kearah pintu tadi diikuti oleh Hou ji
dan Bau ji. Nona Kim bertindak sangat hati-hati, ia merasa harus mencoba dulu
sebelum segalanya dilanjutkan maka ia berhenti dibawah dinding baja
tersebut kemudian mulai memutar tempat obor tersebut.
Apa yang diduga memang benar, ketika tempat obor diputar, tiba-tiba
saja pintu baja itu bergeser kebawah dengan menimbulkan suara
gemuruh yang amat keras. Menyaksikan kesemuanya ini, Bau ji merasa semakin kagum lagi, tanpa
terasa serunya: "Sungguh tak kusangka, sungguh tak kusangka, seandainya tiada
nona.." Belum habis ucapan tersebut diutarakan, entah dari mana datangnya
suara, mendadak bergema suara gelak tawa yang amat merdu,
menyusul berhentinya gelak tertawa tadi, terdengar pula seseorang
berseru dengan suara lantang: "Betul, tanpa nona ini kalian tak akan sampai diatas lotengku ini. tapi
seandainya tak ada dia, kalianpun tak akan terkurung ditempat ini."
Selesai berkata, kembali suara tertawa nyaring bergema memecahkan
keheningan. Ketika mendengar ucapan tadi, nona Kim yang kebetulan masih
menggenggam tempat obor tadi buru buru memutar kembali tempat
tersebut kearah semula. Tempat obor itu memang sudah balik keasalnya semula, tapi pintu besi
yang sudah terlanjur turun kebawah itu tak pernah membuka kembali.
Suara gelak tertawa telah berhenti, lalu suara orang itupun bergema lagi
diudara: "Percuma, sekalipun kau memutar tempat obor itu sampai rusak juga
tak mungkin bisa membuka pintu baja itu lagi, teorinya gampang sekali,
tempat obor tersebut hanya merupakan alat rahasia untuk menutup
pintu baja belaka. "Sedang mengenai dimanakah letak tombol rahasia untuk membuka
pintu baja tersebut, bila kau merasa mengerti, silahkan saja untuk
mencoba mencarinya, bagaimanapun juga sekarang kau
toh tak dapat turun ke bawah, waktu yang tersedia untukmu masih
banyak sekali !" Setelah ucapan itu berhenti, tak pernah terdengar suara lainnya lagi.
Selembar wajah nona Kim segera berubah menjadi merah padam, ia
merasa malu juga menyesal. Kali ini, Bau-ji yang menghiburnya, dia berkata begini: "Nona asal
kita dapat sampai di loteng ini dengan selamat, hal
tersebut sudah lebih dari cukup, sebelum jite berhasil kutemukan, soal
pintu pintu bisa terbuka atau tidak bukan menjadi masalah, oleh sebab
itu kau pun tak usah merasa cemas !"
"Benar nona." sambung Hou-ji pula. "kini soal pintu baja itu bisa
terbuka atau tidak, tiada keuntungan atau kerugian apapun untuk kita
semua. Nona Kim segera menarik kembali tangannya dan menundukkan
kepalanya rendah-rendah. Terdengar Hou-ji berkata lagi: "Semua ucapanku adalah kata-kata
yang sejujurnya, barusan yang dikatakan Toa-te juga betul, kita sekarang sedang mencari
Siau-liong, cuma Toa te seperti sudah melupakan akan satu hal."
"Soal apa?" Hou ji tertawa. "Ketika kita berhasil menemukan Siau
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
liong nanti, paling tidak budak ingusan yang tekebur dan mentertawakan kitabarusan juga
berkesempatan untuk melarikan diri.
"Tapi sekarang dia membelenggu diri sendiri, selama pintu baja belum
terbuka, aku percaya diapun tak akan bisa kabur dari bangunan ini, bila
ia sampai membuka pintu baja tersebut, maka kita akan segera turut
keluar juga dari sini. Nona Kim segera tertawa geli setelah mendengar perkataan Hou ji
tersebut, serunya kemudian: "Sudahlah, bagaimanapun juga hal ini gara-gara keteledoranku sehingga
mengurung kita semua disini, apa yang dikatakan orang memang betul,
dan tombol yang mengendalikan buka tutupnya pintu juga akan kucari
terus, aku percaya tombol itu pasti dapat kutemukan!"
Baru selesai dia berkata, suara gelak tertawa tadi telah berkumandang
lagi. "Hahahahahaha... kau sedang mimpi, tomboI untuk membuka dan
menutup pintu tersebut berada disisiku, kau jangan harap bisa
menemukannya kembali !" Tampaknya nona Kim sudah dibuat mendongkol oleh perkataan itu, dia
segera berteriak keras: "Beranikah kau bertaruh denganku, aku pasti dapat menemukan tombol
rahasia tersebut?" "Baik, mau bertaruh apa " Katakan saja ?" Tanpa berpikir panjang
nona Kim menyahut: "Kita bertaruh tentang mati hidupmu !" Orang
dalam kegelapan itu segera tertawa terbahak-bahak. "Hahahahaha....
padahal kematianmu sudah berada didepan
mata, tapi untuk adilnya, aku akan mengabulkan permintaanmu itu !"
"Hmm, tak usah tekebur dulu, dalam sepuluh bagian, ada sembilan
bagian kematian ada dipihak mu !"
"Berbicara tanpa bukti apa gunanya, kau cari saja lebih dulu !"
"Jangan lupa, aku masih mempunyai tiga orang sandera yang
bisa digunakan untuk mengancammu !"
Setelah perkataan tersebut diutarakan, suasana untuk sesaat menjadi
hening, tak kedengaran suara jawaban.
Lama kemudian, orang yang berada dibalik kegelapan itu baru berkata
lagi: "Kau sudah apakan mereka ?"
Nona Kim tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya ujarnya |lagi:
"Mana orang yang hendak kami cari?" Tiba-tiba orang yang berada
dalam kegelapan itu tertawa terbahak-bahak, kemudian ujarnya: "Haaahh... haaaahh... haaahhh...
hampir saja aku tertipu oleh akal melihatmu sekarang keadaan kita menjadi berimbang, aku pun tidak
mempunyai cukup waktu lagi untuk bertanya jawab denganmu, bila kau
memang punya kepandaian ayolah cari dulu tombol rahasia tersebut...!"
"Tampaknya jite benar-benar sudah terperangkap!" kata Bau ji
kemudian dengan kening berkerut. "Hhmmm, tak bakal salah lagi. kalau tidak, siapakah yang mampu
menandingi kehebatan Siau-liong ?"
Sementara itu nona Kim telah mengulapkan tangannya sambil
meloloskan pedang, kemudian dengan ujung pedangnya dia
menggurat-gurat permukaan tanah. Ketika Hou-ji dan Bau-ji memperhatikan lagi dengan seksama. ternyata
nona Kim sedang menulis beberapa tulisan diatas tanah.
ia sedang menulis begini: "Aku sengaja mengajaknya bertanya
jawab, tujuanku adalah untuk mencari tahu tempat persembunyian mereka. ia bisa masuk
berarti pasti ada pintunya, pintu itu dapat dibuka dan ditutup semuanya
sendiri, berarti tombol rahasia itu pasti berada didalam sana.
"Sekarang kita harus menemukan letak tombol rahasia tersebut lebih
dahulu, asal sudah di temukan, kemudian dengan suatu serangan secara
mendadak kita serang orang itu. Asal orang tersebut dapat dibekuk.
maka segala sesuatunya akan berubah menjadi aman kembali"
Hou ji dan Bau ji segera manggut-manggut. Maka nona Kim menulis
lagi: "Sekarang kita tak usah bicara dulu, jangan memberi
kesempatan kepadanya untuk mempersiapkan diri!" Untuk kedua kalinya Bau ji dan
Hou ji mengangguk. Dengan cepat nona Kim menghapus tulisan itu,
kemudian baru berkata. "Sekarang kita maj Bara Naga 8 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Bentrok Para Pendekar 20
g tak ada yang salah !" Dengan mendongkol Ui Sio-pi mendepak-depakkan kakinya berulang
kali, serunya: "Gan tayjin, persoalannya memang mencurigakan... aaah, tidak, sudah
pasti ada hal hal yang tidak beres, akan tetapi jika tak berhasil
menemukan pembunuhnya, toh urusan ini bakal berakhir dengan
kematian kita berdua." Sekali lagi Gan Wan sim tertawa getir, namun dia tidak menjawab
separah katapun. Sementara itu Li Hong yang berada di bawah telah bertanya lagi.
"Tolong tanya tayjin berdua, apa yang disebut pembunuhnya?"
"Kami hendak mencari lelaki yang membuat perbuatan terkutuk
ini!" kata Gan Wan sim dengan kening berkerut. Li Hong tertawa. "Aneh
benar, adakah apakah koancu itu bukan seorang lelaki?" Sebelum Gan
Wan sim menjawab, Ui Siu pi telah membentak
dengan suara dalam: "Andaikata dia adalah seorang lelaki, buat apa
pada malam ini kami bertanya kepadamu?" "Tapi, koancu itu jelas adalah seorang
lelaki?" kata Li Hong dengan wajah tercengang. Sementara itu Gan Wan sim sudah dapat
menangkap kata dibalik kata dari kakek tersebut maka diapun berkata: "Dari mana kau bisa
tahu ?" Li Hong segera tertawa terkekeh kekeh. "Hee... heeh... heeeh...
tayjin, seperti aku seorang yang begini
bodoh, aku berani menghadap pembesar " Dan lagi mana mungkin aku
bisa begitu menganggurnya hingga bersedia memanjat pohon sambil
menahan rasa kedinginan." "Berbicara sebenarnya aku berbuat demikian karena ada alasan
tertentu, ada seorang loyacu berambut dan berjenggot putih yang
pada suatu hari datang mencari siaujin, dia bertanya kepada siaujin
apakah ingin menerima seribu tahil perak.
"Seperti tayjin ketahui, Siaujin hidup miskin dan sengsara, tentu saja
siaujin bersedia setelah mendengar ada seribu tahil perak bisa di dapat,
namun siaujin tak berani melakukan perbuatan tidak halal yang
melanggar hukum, maka sebelumnya siaujin tanyakan masalah ini
sejelas-jeIasnya. "Begitu aku bertanya, Ioya-cu itu baru memberitahukan kepada siaujin,
agar sejak hari itu setiap kentongan pertama harus memanjat pohon,
setengah bulan kemudian siaujin harus melaporkan apa yang hamba
saksikan itu kepada Gan tayya."
"Loya-cu itu untuk memberitahukan pula sebuah rahasia kepada siaujin,
katanya suatu ketika tayya pasti akan kesal oleh peristiwa ini karena
ingin cepat cepat menemukan si penjahat tersebut.
"Jika hari semacam itu telah tiba, loya-cu itu kembali berkata, tayya
tentu akan teringat siaujin dan melakukan pemeriksaan lagi, pada saat
itulah dia menyuruh siaujin minta hadiah seribu tahil perak dulu kepada
tayya sebelum mengemukakan rahasianya !"
Seribu tahil perak, bukan suatu jumlah yang kecil artinya. Tapi Ui
Siu-pi tanpa menunggu pendapat dari Gan Wan-sim
segera berseru lantang: "Baik, baik, cepat katakan apa rahasianya?"
Gan Wan sim jauh lebih pandai menahan diri, segera serunya
keluar ruangan: "Litn Tiong, masuk kemari!" Lim Tiong menyahut dan
melangkah masuk. Gan Wan-sin segera memerintahkan kepadanya:
"Coba kau pergi ke Ciaya sana dan tanyakan, apakah dalam
gudang masih tersedia seribu tahil perak, andaikata ada,
segera bawa kemari, kalau tak ada, segera cari akal untuk menyelesaikan,
cepat !" Sewaktu Lim Tiong hendak pergi, Li Hong berseru sambil mengulapkan
tangannya. "Lim tayjin, harap tunggu sebentar." Lim Tiong tertegun dan
memandang kearah Li Hong, sementara
itu, Li Hong telah berkata kepada Gan Wan sin: "Tayjin, siaujin tahu
kalau tayjin adalah seorang pembesar yang
bersih, uang yang di simpan dalam gudang baru dipakai jika ada urusan
besar, aku hanya berharap tayjin suka mengingat saja akan seribu tail
perakku itu kau tak usah membayar kontan saat ini juga."
Gan Wan sim tertawa, ia mengulapkan tangan memberi tanda pada Lim
Tiong bila disini tak ada urusan lagi dan boleh segera mengundurkan
diri dari situ. Setelah Lim Tiong berlalu dengan wajah termangu-mangu, Gan Wan sin
baru berkata lagi kepada Li Hong: "Baik, sekarang urusan sudah selesai kujamin pasti ada seribu tahil
perak sebagai imba lan untukmu!"
"Kalau begitu bagus sekali." Li Hong tertawa, "tolong tanya tayya, hari
ini tanggal berapa?" "Tanggal sembilan belas." Li Hong segera menghitung sebentar
dengan jari tangannya lalu berkata: "Pada tanggal dua puluh sembilan tengah hari nanti, harap
tayya suka melangsungkan sidang terbuka, pintu gerbang pengadilan boleh
dibuka lebar-lebar, setiap rakyat boleh mengikuti jalannya sidang,
terutama keluarga dari saudagar dan hartawan kaya, mereka lebih lebih
harus hadir. "Sampai waktunya, siaujin akan membongkar rahasia itu di depan
umum, tanggung si-biang keladi dalam peristiwa ini akan terungkap
jelas!" "Apakah sekarang belum dapat diutarakan lebih dulu?" desak Ui Siu-pi
dengan gelisah. Li Hong segera memperlihatkan wajah serba salah. Gan Wan sim
yang menyaksikan hal itu, segera ujarnya sambil
tertawa. "Baik, kalau begitu pulanglah dulu, pada tanggal dua puluh
sembilan nanti aku akan memohon bantuanmu lagi" Maka persoalan itu
pun diputuskan demikian Gan Wan sim
segera memenuhi janjinya pula dengan pihak Gubernur. Selama
beberapa hari ini, para keluarga mereka yang mati pun
telah membeli peti mati yang berkwalitet baik untuk mengurusi lelayon
keluarganya yang bunuh diri. Namun sebelum perkara itu diputuskan, peti mati masih harus tetap
berada diruang sidang dan tak boleh di kubur dulu.
BegituIah, pada tanggal dua puluh sembilan suasana disekitar gedung
pengadilan kota Gak yang menjadi sangat ramai, pengunjung yang
memenuhi gedung dan seputar gedung berlimpah ruah.
Gan Wan sin segera menurunkan perintah untuk membuka segenap
pintu pengadilan lebar-lebar. Sebelum tengah hari, Gan toa loya bersiap siap untuk membuka sidang.
Sebelumnya harus berbasa-basi dulu dengan mempersilahkan atasannya
untuk memimpin sidang tersebut. Sebagai orang yang berhati licik, tentu saja sang Gubernur enggan
menerima tanggung jawab itu, maka buru-buru dia menampik
Saat itulah Gan Wan sim baru berseru dengan lantang: "Sidang
dibuka !" Setelah membuka sidang, sekali lagi Gan Wan sim berseru.
"Pengawal, persembahkan pedang Sio hong kiam !" Begitu
mendengar nama pedang itu, serentak suasana didalam
ruang sidang menjadi gempar. Mereka tak menyangka kalau pedang Sio
hong kiam milik Sri Baginda berada disitu. Tak heran kalau Gan Wan sini begitu bernyali
untuk menangani kasus sebesar ini. Begitu pedang Sio hong kiam dipersembahkan, segera
turun perintah untuk menghadapkan kesebelas tokoh itu. Rahib tua
Sang-sang koancu juga dihadapkan ke depan sidang
dan berlutut disisi kiri, sedangkan Hui im sekalian sepuluh orang rahib
muda berlutut disebeah kanan ruangan.
Lalu bergema lagi suara bentakan nyaring. "Persilahkan Li Hong
masuk keruang sidang." "Li Hong" siapakah Li Hong?" Semua orang
mulai berbisik-bisik membicarakan persoalan itu,
suasana menjadi gempar dan gaduh. Bentakan nyaring kembali
menggelegar di dalam ruangan: "Atas perintah tayya, diharapkan
suasana di dalam sidang tenang, bila ada yang berani membuat kegaduhan iagi, akan dihukum
sebagai pengacau sidang.." Seketika suasana menjadi hening, hening sekali. Pada saat itulah Li
Hong muncul di ruang sidang dengan langkah
pelan. "Dipersilahkan duduk menanti di ruangan sebelah
kanan." Perintah ini keluar dari mulut Gan tayya sendiri, suatu penghormatan
yang amat besar. Maka beratus pasang mata manusia pun bersama-sama dialihkan ke
wajah Li Hong. Sikap Li Hong ternyata lebih hebat, dia memejamkan matanya
rapat-rapat dan sama sekali tak acuh terhadap suasana disekitarnya,
Pemeriksaan segera di mulai, Gan Wan sin memerintahkan orang untuk
membacakan pengakuan mereka, kemudian diperintahkan pula tiga
orang dukun beranak maju. Ketiga orang dukun beranak itu satu berasal dari kota Gak-yang, satu
dari gedung Gak-yanghu sedang yang lain berasal dari gedung
panglima perang propinsi sam siang.
Ketika semua pengakuan mereka dibuktikan dengan jelas, maka Gan
wan-sim pun berkata kepada semua hadirin yang berada disitu.
"Pengakuan dari Pek im berkisar sekitar di bangunnya ruang bawah
tanah di kuil Tong-thian-koan, dahulu sudah ditanyakan berapa kali dan
kini tak usah ditanyakan lagi, sekarang coba lihat pengakuan dari Cingin
dan Toan in." "Mereka berdua mengaku menjadi pendeta sejak kecil, menjadi pendeta
di kuil Tong thian koan dan selamanya tak pernah meninggalkan tempat
itu, pengakuan tersebut diberikan sewaktu mereka diperiksa.
"Kini aku berharap apakah diantara saudara sekalian yang hadir disini
merasa keberatan atau mempunyai pandangan lain terhadap
pengakuan mereka itu " Kalau ada harap segera di utarakan !"
Tiada yang menjawab, keadaan tetap hening. Maka Gan Wan sin
mendesak ke dua orang too koh itu lebih
jauh: "Apakah pengakuan kalian semuanya jujur?"
Toan in dan Cing in bersumpah kalau pengakuan mereka sejujurnya dan
tidak bohong. Sambil tertawa Gan Wan-sim lantas berpaling ke arah ke
tiga orang dukun beranak itu sambil berkata:
"Kalian harus memberi jawaban yang sejelasnya! Nah, sekarang
bacalah hasil pemeriksaan kalian."
Ke tiga orang dukun beranak itu masing-masing membacakan laporan
hasil penyelidikan mereka, yang aneh adalah Cing-in dan Toan in yang
berulang kali menyatakan dirinya masih gadis perawan itu terbukti
sudah tidak perawan lagi. Sebelum laporan itu dibacakan, semua orang masih belum memahami
apa maksud dan tujuan Gan Wan-sin dengan pertanyaan pertanyaannya
ini. Tapi sekarang mereka sudah mengerti, ternyata begitulah yang
diharapkan.... Berpikir, sejak kecil Toan in dan Cing in sudah menjadi pendeta, tapi
kenyataannya kini mereka sudah tidak gadis lagi, apa yang telah terjadi
dengan mereka berdua " Tanpa orang lain memberi penjelasan, tiap orang dapat memahami
betapa rumit soal itu. Tapi Sang sang koancu segera berseru sambil tertawa dingin. "Gan
Tayya, bolehkah aku berbicara sepatah dua patah kata.?" "Hmm,
silahkan!" jawab Gan Wan sim sambil mendengus. "Sang sang
sebagai seorang hongtiang selalu mendidik anak
muridku agar berbuat kebajikan dari kebaikan, sekali pun kini terbukti
bahwa mereka berdua sudah melakukan suatu perbuatan yang
memalukan namun hal itu merupakan urusan pribadi mereka berdua,
apa sangkut pautnya dengan perkara yang sedang disidangkan kali ini.?"
Ucapan ini ada benarnya juga, bila seorang anak gadis sudah menginjak
dewasa, siapa tahu kalau diluar pengetahuan guru mereka, kedua orang
itu sudah melakukan suatu perbuatan"
Anak gadis dari keluarga biasa yang punya orang tua saja tak bisa
selalu mengawasi anak gadisnya, apa lagi seorang guru"
Dengan suara dalam Gan Wan sim segera membentak: "Tajam amat
mulutmu itu, tentunya kau pun sudah mendengar
sendiri bukan, mereka mengaku belum pernah meninggalkan kuil
Tong-thian-koan barang selangkahpun !"
"Ucapan mereka belum tentu benar semuanya !" kata Sang sang
koancu sambil tertawa. Sementara Gan Wan sim mendengus, Sang-sang koancu telah berkata
lagi sambil tertawa. "Dewasa ini seharusnya tayya berupaya dalam masalah yang pokok, bila
kau dapat menemukan seorang lelaki dalam kuil kami, bukankah semua
masalah akan menjadi jelas dengan sendirinya " sedangkan pinto pun
tidak usah banyak berbicara lagi, bukankah hal itu jauh lebih
menguntungkan dirimu ?" Gan wan sin tidak menggubris perkataan-nya itu, sebaliknya sambil
berpaling ke arah hadirin diruangan, ujarnya:
"Ada suatu berita yang mungkin akan merisaukan hati kalian bila sudah
ku umumkan nanti, setelah kurahasiakan sampai kini, rasanya mau tak
mau hal mana terpaksa harus kuumumkan."
"Menurut penyelidikan, tiga puluh tujuh orang gadis yang bunuh diri itu
semuanya masih berstatus gadis perawan dan belum pernah menikah.
"Akan tetapi, setelah diperiksa dengan seksama oleh tiga orang dukun
beranak, ternyata ditemukan suatu rahasia yang amat mengenaskan,
penemuan tersebut sama halnya dengan keadaan Cing-in dan Toan in,
yakni mereka semua sudah tidak perawan lagi !"
Begitu laporan tersebut diutarakan kembali suasana dalam ruangan
menjadi gempar. Gubernur Lau segera bangkit berdiri sambil berseru:
"Tayjin, sebelum melontarkan tuduhan-tuduhan berikutnya, aku harap
kan suka memperlihatkan dulu bukti-buktinya."
"Lotayjin menginginkan bukti macam apa ?" tanya Gan Wan sim
dengan suaranya dingin. "Seperti apa yang dikatakan Sang sang koan cu, sewaktu melakukan
penggeledahan terhadap kuil, apakah kau berhasil menemukan orang
lelaki di dalam kuil tersebut ?"
"Tidak !" Gan Wan sin menggeleng, Lau tayjin segera mendengus
dingin, "Hmm, jika tiada orang lelaki disitu, aku rasa belum tentu segala
sesuatunya berlangsung seperti apa yang kau tuduhkan tadi!"
"Bila tanpa bukti, hari ini ku tak berani merepotkan kehadiran tayjin ke
sidang ini !" Kemudian setelah berhenti sejenak, dia memandang sekejap ke arah Li
Hong, kemudian melanjutkan: "Cuma aku telah menjanjikan sejumlah hadiah kepada si pelapor
tersebut karena itu seandainya perkara bisa dibikin terang pada hari ini,
mungkin kalian harus membayar sejumlah denda !"
"Bila biang keladinya berhasil ditangkap hukuman mecam apapun akan
kami terima, aku rasa bukan cuma keluarga yang terlibat dalam perkara
ini saja yang mesti bertanggung jawab, lohu sekalian pun akan turut
bertanggung jawab pula" "Kalau begitu bagus sekali" seru Gan Wan sim sambil tertawa.
Setelah berhenti sejenak, ia berpaling ke-arah Li Hong yang
sedang memejamkan mata sambil acuh tak acuh itu seraya berseru. "Li
Hong, sudah hampir tengah hari, waktu telah tiba!" Begitu mendengar
waktu sudah tiba, Li Hong segera membuka
sepasang matanya lebar-lebar. Tapi begitu sepasang matanya
terpentang lebar Gan Wan sim
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera menjadi terperanjat, ternyata orang itu telah berubah,
sorot matanya seakan-akan sepasang rembulan yang bersinar tajam,
benar-benar menggidikkan hati siapapun jua yang memandangnya.
Dengan langkah Iebar ia beranjak dari tempat duduknya dan langsung
menuju ke hadapan Sang sang koancu.
Mula-mula dia saling bertatapan muka dulu dengan Sang sang koancu,
akhirnya menakutkan sekali ternyata Sang-sang koancu menundukkan
kepalanya rendah-rendah, bahkan sepasang pipinya yang berwarna
merah kini berubah menjadi pucat pias.
Dengan tangan kanannya Li Hong memegang kepala Sang sang
koancu, lalu ujarnya dlngin: "Hei, manusia tak tahu diri, gara-gara mencari kau. lohu telah berkelana
selama puluhan tahun lamanya mengarungi ujung langit, inilah saatmu
untuk mempertanggung jawabkan diri, lohu tak bisa membiarkan kau
berbuat jahat terus!" Kalau terhadap Gan Wan sin, Sang sang koan cu selalu memperlihatkan
sikap angkuh dan keras kepala, tapi setelah mendengar beberapa patah
kata dari Li Hong itu sekujur tubuhnya gemetar amat keras, sehingga hal
ini sangat mengherankan semua orang yang melihatnya."
Pada saat inilah Li Hong kembali berkata! "Apakah kau hendak
menyuruh lohu repot repot lagi?" Air mata bercucuran membasahi
wajah Sang sang koancu, serunya lirih: "Kau orang tua adalah..." "Lohu adalah "orang asing" yang
memberi ilmu silat kepadamu..." sahut Li Hong dengan suara dalam. Sekali lagi sekujur
badan Sang sang koancu gemetar keras. "Kasihanilah boanpwe, setelah
bertahun-tahun melatih diri dengan susah payah, sekarang baru nampak hasilnya, kau orang tua..."
"Gara-gara perasaan kasihan lohu kepadamu, hampir saja menerbitkan
bencana, buat apa kau mesti banyak berbicara Iagi!" tukas Li Hong
ketus. "Ampunilah aku kali ini, aku bersumpah akan segera mengundurkan diri."
"Mengampunimu ?" bentak Li Hong gusar, "hmm, kepada siapa ke tiga
puluh tujuh orang nona yang mati penasaran itu harus mengadu "
Kepada siapa pula gadis-gadis yang bernasib jelek itu mesti
mengadukan nasib mereka yang malang ?"
Agaknya Sang-sang koancu menyadari kalau rengekannya tak berguna,
mendadak ia membentak keras: "Setan tua, belum tentu kau mampu mengendalikan aku !" kata
Sang-sang koancu kemudian. "Haaah, haaah, haaah, kalau begitu cobalah sendiri !" Li Hong tertawa
berbahak-bahak. Seraya berkata dia lantas mengerahkan tenaga dalamnya ke telapak
tangan kanannya dan menekannya ke bawah.
Sang sang koancu segera mengayunkan pula sepasang lengannya dan
menghajar tubuh Li Hong dengan menggunakan rantai yang
membelenggu tubuhnya. Bersamaan itu juga badannya berputar kencang lalu melompat bangun
dari atas tanah. Li Hong mendengus dingin, tangan kanannya menyambar ke muka
mencengkeram rantai itu kemudian digetarkan ke depan.
Siapa sangka Sang-sang koancu sudah menduga sampai kesitu, sepasang
lengannya direntangkan ke arah samping dan rantai tersebut hancur
berantakan menjadi berkeping-keping dan rontok ke tanah, kontan saja
kejadian ini membuat paniknya rakyat yang kebetulan mengikuti jalannya
persidangan, jeritan kaget berkumandang dari sana sini.
Siapa sangka gerakan tubuh Li Hong jauh lebih cepat dari pada gerakan
Sang sang koan cu, tahu-tahu dia sudah berkelebat lewat dan
menyelinap ke belakang punggung Sang sang koan cu, tangan
kanannya menyambar kedepan dan menekan jalan darah Pay sim hiat
ditubuh lawan. "Masih tak mau berlutut untuk menyerah?" bentaknya dengan suara
menggeledek. Berbareng dengan bentakan tersebut, Sang-sang koancu segera
terjatuh kembali ke tanah dan tak berkutik lagi.
Di bawah tatapan mata semua orang, raut wajah Sang sang koancu
tampak berubah menjadi hijau keabu abuan.
Tubuhnya yang terjatuh ketanahpun terkulai lemas dan tidak berkutik
lagi, keadaannya tak berbeda dengan seekor babi.
Saat itulah Li Hong baru berkata kepada Gan Wan sim: "Siau bin
(rakyat kecil) mohon kepada tayjin agar memeriksa
kelamin orang ini dihadapan umum!" Gan Wan sim segera menurunkan
perintah, agar adilnya maka dipilih tiga orang untuk secara bergilir melakukan pemeriksaan. Alhasil
pemeriksaan tersebut segera menggemparkan hadirin.
ternyata Sang sang koancu adalah seorang lelaki tulen. Li Hong segera
minta sidang dilangsungkan secara tertutup,
maka kecuali mereka yang bersangkutan, seluruh hadirin dipersilahkan
ke luar dari ruang sidang dan pintu ditutup rapat2.
Pada saat inilah Li Hong baru berkata kepada para saudagar kaya dan
pembesar yang ada. "Nah, saudara sekalian, apa yang hendak kalian katakan sekarang?"
Sejak Sang-sang koancu terbukti sebagai lelaki tulen, para saudagar
hartawan dan pembesar yang ada disitu dibikin tersipusipu
kemaluan, seandainya disitu ada lubang, mungkin mereka sudah
menerobos ke dalamnya untuk menyembunyikan diri.
setelah mendengus dingin, kembali Li Hong berkata: "Saudara
sekalian kini urusan sudah jelas, tapi soal urusan kalian
pribadi lohu tak mungkin bisa membantu lagi" Mula-mula semua orang
tertegun dan tidak tahu apa yang dimaksudkan. tapi setelah memahami maksudnya, kontan peluh dingin
jatuh bercucuran wajah berubah hebat, mereka bersama- sama
memandang kearah Li Hong dengan wajah merengek.
Li Hong mendengus dingin, ujarnya lebih jauh. "Gak yang adalah
kota besar, setelah terjadi peristiwa semacam
ini, dan tiga puluh orang menjadi korban. apalagi ada beribu-ribu orang
rakyat menjadi saksi, sekalipun Gan loya berusaha menolong, rasanya
hal inipun mustahil bisa terlaksana.
"Lohu berani memastikan, kejadian hari ini pasti akan dilaporkan
kepada Sri Baginda, bila hal ini sampai terjadi sudah bisa dipastikan
kalian semua akan dituntut menurut hukum.
"Sejak dulu sampai sekarang, perzinahan dan perkosaan merupakan
dosa yang tak terampuni, apalagi jika ada lelaki yang menyaru sebagai
perempuan melakukan perbuatan mesum.
"Sesunggunnya masalah ini bisa diselesaikan secara damai dan tenang
tanpa keributan, seandainya kalian tahu diri, tapi atas ulah dan desakan
kalian sendiri akhirnya Gan tayjin dipaksa untuk melakukan persidangan
secara terbuka, kini urusan telah berkembang jadi begini, lohu rasa tiada
jalan lain kecuali..." "Kecuali bagaimana sianseng ?" tanya para hartawan tanpa terasa.
Li Hong memandang sekejap ke arah Gan Wan-sim, kemudian baru
berkata lebih jauh: "Kini sang gubernur berada disini, kecuali Gubernur bersedia untuk
menanggung masalah ini" Sang Gubernur Gak-yang menjadi berdiri bodoh, dia masih mempunyai
masa depan yang baik, tentu saja tak berani menanggung masalah yang
begitu besarnya. Apabila Gan tayjin juga yang mengambil keputusan, tapi idenya
sebagian besar masih keluar dari benak Li Hong.
Dengan pedang Siang-hong kiam, Sang sang koancu menjalani
hukuman mati penggal kepala. Kuil Tong thian koan ditutup dan di bakar. Sedang para keluarga
hartawan dan pembesar yang tersangkut
dalam peristiwa ini di hukum denda sekian laksa tahil perak. Uang
denda yang terkumpul kemudian di bagikan kepada fakir
miskin dan rakyat kecil yang sedang tertimpa bencana. Sementara
keluarga yang menjadi korban boleh membawa
pulang jenasah keluarganya untuk dikubur. Setelah itu atas prakarsa
Gan tayjin, gubernur Gak-yang dan panglima keamanan kota-peristiwa tersebut diakhiri sampai disitu dan
tidak dilaporkan ke atasan. Tentu saja di perkampungan keluarga Li terdapat seorang kakek baik
hati yang bernama Li Hong, cuma Li Hong itu bukan Li Hong ini, Gan-ya
yang mendapat tahu akan hal ini segera menghadiahkan pula sejumlah
uang untuk Li Hong asli yang miskin tapi jujur itu.
Inilah cerita tentang kuil Tong thian koan. berhubung masalahnya
menyangkut nama baik keluarga hartawan dan orang- orang terkemuka
maka orang dari luar daerah sulit untuk mendapatkan cerita yang
sesungguhnya. Kisah cerita yang aneh inipun membuat Sun Tiong lo dan Hou ji
mendapatkan suatu berita yang berharga, tapi merekapun mendapat
pelajaran yang berharga pula dalam kehidupan bermasyarakat.
Kakek yang suka bercerita itu akhirnya berpamitan dan pergi setelah
meneguk sepoci air teh. Sun Tionglo dan Hou jipun mulai berunding. Dengan kening berkerut
Sun Tionglo berkata "Engkoh Hou, kuil Tong thian koan mempunyai
sejarah yang begitu kotor dan mesum, Sang sang koancu juga telah
dihukum mati, tapi mengapa dalam kitab catatan, kita justeru harus
berkunjung kesitu " Mengapa?"
Hou ji berpikir sejenak, lalu menjawab. "Sejak kecil aku sudah
mengikuti suhu, terhadap ucapan dan
tindak tanduk suhu boleh dibilang aku memahami amat jelas, kalau
dilihat dari segala sesuatu yang ada dalam kitab kecil ini, aku berhasil
menemukan suatu persoalan" "Oooh, persoalan apa ?" Houji berpikir sejenak lagi, kemudian baru
menjawab. "Aku kuatir kitab kecil itupun belum sempat dibaca
suhu." "Hei, apa maksud dari perkataannya ini ?" seru Sun Tiong lo
agak tertegun. Hou ji menggeleng. "Akupun tahu kalau ucapan ini tak bisa
diterima, tapi hal ini merupakan suatu kenyataan, aku yakin kitab kecil itu adalah pemberian
orang lain untukku lewat tangan suhu!"
"Mengapa kau mempunyai pandangan semacam ini?" tanya Sun Tiong
lo keheranan. Hou-ji tertawa. "Sebab isi kitab tersebut sama sekali bertentangan
dengan sikap maupun cara kerja suhu di hari-hari biasa." "Ooooh, .. . bagaimana
bedanya ?" Kembali Hou-ji tertawa. "Orang yang menulis kitab kecil ini
adalah seorang cianpwe yang berhati cermat, teliti dan berakal panjang, padahal bukan
demikian cara kerja suhu, bagi suhu apa yang dipikirkan waktu itu segera
dilakukan pada saat itu juga."
Apalagi sejak kitab kecil itu menyuruh kita mulai dari Buklt Pemakan
manusia, disitu kita sudah menemukan suatu penemuan aneh, seperti
misalnya kau dan Bau te bisa bersua, Beng cengcu bisa memperoleh
kembali kebebasannya. "Tapi perkampungan keluarga Mo di selat Wu shia..." tukas Sun
Tionglo. Kembali Hou-ji memotong ucapan rekannya yang belum selesai,
katanya cepat: "Hal itu disebabkan kita tidak berkunjung ke Ang-sui-hoo lebih dulu
atau bila kita bicara mundur setapak, paiing tidak kita sudah tahu kalau
perkampungan keluarga Mo sudah punah, sudah punah semenjak
dahulu kala." Dengan perasaan apa boleh buat Sun Tiong lo tertawa: "Tapi
sekarang, kita harus mencari He-he koancu di kuil Tongtbian-
koan, bagaimana pula penjelasannya?" Hou-ji melirik sekejap ke
arah Sun Tionglo kemudian berseru: "Tentu suja harus dicari ! Kita
harus berkunjung ke kuil Tongthian-
koan, siapa tahu kalau disana sudah ada sesuatu perubahan yang
dapat membuat kita menjadi jelas ?"
"Baik, aku akan menuruti perkataanmu mari kita berangkat !" Tapi
Hou-ji kembali menggeleng. "Kita harus balik ke penginapan dulu,
bagai manapun jua persoalan ini tak bisa dirahasiakan kepada adik Bau maupun nona." Maka
merekapun membayar rekening dan kembali ke
penginapan. -ooo0dw0oooEMPAT sosok bayangan hitam bagaikan burung malam meluncur masuk
kedalam sebuah kuil yang sudah hancur.
Ketika bayangan manusia itu terhenti sejenak, maka dapat dikenal
mereka adalah Sun -Tiong lo, Houji, Bau ji dan nona.
Mereka berhenti sejenak, lalu terdengar Sun Tiong lo berkata sambil
menuding kedua sisinya: "Toako dan Hou ji menggeledah kiri kanan ruangan, sementara siaute
dan adik Kim akan berjalan terus."
Mereka segera memisahkan diri menjadi tiga bagian dan melakukan
pemeriksaan. Kuil Tong thian koan mencakup suatu batas wilayah yang luas, setelah
kebakaran besar yang memusnakan bangunan tersebut, kendatipun
harus menahan hujan dan angin, namun sisa-sisa bangunan masih tetap
berdiri kokoh, terutama sekali di tengah malam buta begini, bukan suatu
pekerjaan yang mudah untuk menemukan seseorang atau beberapa
orang yang menyembunyikan diri disitu.
Padahal merekapun tak berani memastikan adakah seseorang disana,
hanya menurut catatan dalam kitab tersebut, mereka diharuskan
mencari orang yang bernama "He he koancu" itulah sebabnya mereka
datang kesana untuk melakukan pencarian.
Orang yang bertugas melakukan pemeriksaan disebelah kiri adalah Hou
ji, dia sedang bergerak kedepan sambil menghimpun segenap tenaga
dalam yang dimiIikinya. Sambil berjalan ia menengok keempat penjuru, andaikata disana ada
orang, jangan harap orang itu bisa lolos dari pengawasannya.
Yang ada disebelah kanan adalah Bau ji, dia pun maju selangkah demi
salangkah dengan tindakan berat, sorot matanya memandang ke sekitar
itu tanpa berkedip, sekilas pandangan sikapnya seperti gegabah dan
tekebur, padahal dalam kenyataan dia sedang melakukan pemeriksaan
dengan mengandalkan ilmu tenaga dalamnya yang tinggi.
Sedangkan Sun Tionglo dan nona Kim yang ada disebelah tengan, kini
jalan bersanding. Nona Kim berada di kanan sedangkan Sun Tiong lo berada di sebelah
kiri... Tangan kanannya bergandengan dengan tangan kiri pemuda itu,
mereka bersama-sama menjelajahi puing-puing yang berserakan itu.
Mendadak... seperti dari tengah udara, seperti juga dari bawah tanah,
tidak! Tepatnya dari empat arah delapan penjuru berkumandang datang
suara gelak tertawa, suara tertawa itu menyeramkan sekali, gelak
tertawa aneh yang cukup menggetarkan hati siapa saja.
Gelak tertawa itu bagaikan muncul dari mulut seseorang, akan tetapi
terpancar datang dari empat arah delapan penjuru.
Empat orang yang ada di kiri, kanan, tengah serentak menghentikan
langkahnya bersama-sama. Hou-ji, berkerut kening, secara diam-diam dia mencabut keluar senjata
pentungan Jit sat ciang mo pang andalannya untuk bersiap siaga
menghadapi segala kemungkinan yang tak di inginkan.
Bau ji tetap berada dengan sikap dingin kaku dan menyeramkan,
pelan-pelan diapun meloloskan pedangnya dari dalam sarung.
Nona Kim mengetahui banyak tapi memiliki kepandaian paling sedikit,
kini dia sudah dibikin amat menderita oleh gelak tertawa yang amat tak
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedap itu. Sambil berusaha menahan diri, diam-diam bisiknya lirih: "Engkoh Lo,
gelak tertawa ini mengandung hawa Im-sat yang
jahat tapi lihay, bisa melukai orang tanpa disadari !"
Sun Tiong lo manggut-manggut. -ooo0dw0oooJilid
30 "PENGETAHUANMU betul betul sangat luas, tapi..." Nona Kim
mengerti apa kelanjutas dari kata "tapi" tersebut,
dengan cepat dia menukas: "Selanjutnya kau harus mengajarkan
kepada ku!" "Tenang" Sun Tiong lo tertawa-tawa, "persoalan lain jangan
dibicarakan dulu, sekarang kita mesti menghadapi dulu orang tersebut!"
Seusai berkata Sun Tiong lo berpikir sejenak kemudian serunya kearah
sebelah kanan: "Kami telah merasakan kelihayan ilmu Im Sat soh huo (hawa dingin
pembetot sukma) saudara, kini bersediakah saudara untuk turun dari
loteng genta dan berbincang sebentar dengan kami ?"
Loteng genta " Benar, memang loteng genta, tempo hari ketika Gan
Wan sim menitahkan untuk membakar habis bangunan kuil To koan yang penuh
maksiat tersebut, hanya untuk bangunan loteng genta disudut kejauhan
sana yang lolos dari amukan api. Cuma dalam kuil Tong thian koan yang sudah punah ini, masih terdapat
banyak sekali tempat tempat strategis yang bisa di gunakan untuk
menyembunyikan diri, apalagi pihak lawan pun belum tentu benar-benar
menyembunyikan diri diloteng genta tersebut, seandainya tidak,
bukankah hal ini akan... Tapi tak perlu kuatir, Sun Tiong lo memang tidak salah mengatakan
tempat persembunyian tersebut. Ketika Sun Tiong lo baru saja mengakhiri perkataannya, dari kejauhan
sana tampak ada sesosok bayangan aneh yang meluncur keluar dari
loteng genta dan membumbung keangkasa mencapai ketinggian lima
kaki. Padahal loteng genta tersebut ada enam kaki tingginya, ditambah
ketinggian yang dicapai bayangan tersebut, berarti jaraknya dari
permukaan tanah mencapai duabelas kaki lebih.
Kemudian, bayangan aneh itu nampak berhenti sejenak ditengah udara
dan meluncur datang. Jarak antara bangunan loteng genta hingga ke tempat Sun Tiong-lo
sekalian berada sekarang paling tidak mencapai dua puluh kaki lebih,
dalam jarak sejauh ini seandainya bukan malaikat atau seseorang yang
berhasil melatih diri hingga mencapai taraf "pedang dan tubuh bersatu
padu" sulit rasanya untuk mencpai tempat sejauh itu dengan sekali
lompatan saja. Tapi dalam kenyataan hal mana bisa dilakukan orang tersebut menjadi
suatu kenyataan. Ditengah kegelapan malam, Sun Tiong-lo sekalian tidak sempat melihat
jelas gerakan tubuh apakah yang dipergunakan bayangat manusia
tersebut, tanya nampak bayangan aneh meluncur sejauh sepuluh kaki
lebih dengan gerakan mendatar, lalu baru menukik ke bawah.
Setelah menukik ke bawah, gerak luncur nya bertambah cepat,
bagaikan sambaran kilat cepatnya tahu-tahu orang itu sudah tiba di
depan mata. Orang itu melayang turun hanya berapa kaki saja di
hadapan Sun Tiong lo, kemudian tidak bergerak lagi:
Sementara itu Bau-ji dan Hou-ji sudah berkumpul menjadi satu dengan
Sun Tiong-lo tapi setelah menyaksikan kelihayan ilmu meringankan
tubuh yang dimiliki orang itu, tak urung hatinya merasa terkesiap juga
dibuatnya. Namun Sun Tiong-lo sendiri sama sekali tidak menunjukkan perasaan
kaget, bahkan se baliknya dia malah tertawa hambar.
Senyuman mana dengan cepat menggusarkan pihak lawan, mendadak
orang itu menegur: "Lohu sudah turun !" Yang dimaksudkan sudah turun, mungkin ia hendak menegur kepada
Sun Tiong lo, setelah aku turun, mau apa kau"
Sun Tiong lo tidak menjawab dulu pertanyaan tersebut, dia
menghimpun tenaganya dalam nya dulu dan mengawasi pihak lawan
dengan seksama. Ternyata manusia aneh yang baru saja meluncur turun dari atas loteng
genta dan meluncur datang dari jarak dua puluh kaki itu tak berkain
kerudung muka, dia mempunyai seraut wajah yang hitam pekat,
sedemikian hitamnya mirip pantat kuali yang sudah lama tidak
dipergunakan lagi. Alis matanya pendek lagi kasar, ada sebagian yang telah beruban,
agaknya ia sudah berusia lanjut. Selembar mulutnya yang tipis tapi datar memperlihatkan kalau dia suka
bicara. Sepasang matanya yang cekung kedalam sedang mengawasi wajah Sun
Tiong lo tanpa berkedip. Ia memakai pakaian ringkas tani bukan terbuat dari bahan kain,
melainkan terbuat dari bahan kulit kelas satu, diatas sepasang bahunya
terlihat dua batang gelang baja besar yang dijahit disitu secara aneh,
entah apa kegunaannya. Senjata yang dipakai orang itu lebih aneh lagi, dilihat sepintas lalu mirip
sekali dengan dua batang pena baja yang di gulung menjadi satu.
Berhubung Sun Tiong-lo cuma membungkam tanpa bergerak dan
hanya mengawasinya tanpa berkedip, tanpa terasa iapun menegur lagi:
"Bagaimana" Sudah puas kalau melihat ?"
"Ya, sudah puas." jawab Sun Tionglo "Lantas
mau apa kau sekarang ?" "Heeeh, heeeh, heeeh, aku tak mau apa-apa." setelah berhenti sejenak,
dengan nada berubah dia balik bertanya lagi kepada orang itu.
"Dan kau. apa yang kau inginkan ?" Orang itu mendengus dingin
berulang kali "Lohu ingin bertanya kepada kalian, ditengah malam
buta begini, ada urusan apa kalian berkunjung kemari ?" "Aneh, kau sendiri " Mau
apa kau berada di kuil ini ?" Sun Tiong
lo balik bertanya dengan mata melotot. Orang itu makin naik darah,
teriaknya. "Lohu sedang menegurmu, maka kau harus menjawab lebih
dahulu!" Bau-ji tidak sabaran, mendadak tegurnya: "Siapa yang harus
menjawab pertanyaanmu itu " Hmmm !" "Bagus sekali, kalau begitu
kalian tak usah pergi dari sini lagi" "Oooh . .. masa kau mampu ?"
jengek Hou ji. "baru pertama kali
ini kudengar ancaman macam begitu, sayang selama hidup kami tidak
percaya dengan tahayul, bila kau memang merasa berkemampuan untuk
menahan kami di sini, ayolah, coba tahan kami di sini!"
Dengan sorot mata yang gusar tapi memandang hina, orang itu
mengawasi Sun Tiong lo sekejap, lalu katanya lagi:
"Sesungguhnya siapa sih diantara kalian yang menjadi pemimpinnya ?"
Tampaknya Hou-ji memang ada maksud untuk membuat lawannya
gusar, cepat dia menjawab: "Siapa pun berhak menjadi pemimpin, dan siapapun berhak mengambil
keputusan kalau ingin berbicara, ayo katakan saja terus terang!"
Orang itu mengalihkan kembali sorot mata nya ke wajah Sun Tiong-lo.
kemudian ujarnya. "Lohu rasa, kemungkinan besar kau lebih tahu diri daripada mereka,
kini..." "Belum tentu" tukas Sun Tiong lo sambil tertawa dingin. "Mungkin aku
jauh lebih sukar untuk diajak berbicara."
Orang itu menggigit bibirnya kencang-kencang dan tidak berbicara lagi,
pelan-pelan dia mengembangkan pena bajanya.
Pelan-pelan orang itu menggerakkan sepasang pena bajanya kekiri dan
kekanan. Hingga sekarang baru terlihat jelas letak keanehan dari
sepasang senjatanya itu, ternyata benda tersebut bukan pena,
melainkan sepasang Thi pit-ki (panji pena baja).
Pena baja itu panjangnya tiga depa, sedang panji yang terbentang
berbentuk segi tiga. Anehnya, panji tersebut memancarkan cahaya hitam yang aneh dan
gemerlapan, sudah jelas bukan terbuat dari kain.
Setelah orang itu mengembangkan panji pena bajanya, meski gusar,
namun ia masih tak ingin turun tangan dengan segera, maka sesudah
tertawa seram berulang kali, dia menuding ke arah Sun Tiong lo dengan
panji pena baja ditangan kanannya seraya berkata:
"Sudah banyak tahun lohu tak bertempur melawan orang, tapi bila lohu
di paksa untuk turun tangan juga, lohu akan bersikap seperti dulu, tak
akan kubiarkan seorang korbanpun berada dalam keadaan hidup."
Sebelum Sun Tiong lo menjawab, Hou ji te lah menyala. "Kalau
begitu kita justru amat berlawanan setiap hari aku selalu
bertarung melawan orang setiap hari pula kudengar orang lain hendak
membunuhku tapi aku masih terus hidup hingga sekarang !"
Orang itu mendengus dingin. "Hmm, tapi orang
orang itu kan bukan lohu!" Hou ji balas mendengus. "Hmm, tetapi nyatanya kau toh tidak lebih
hebat dari pada mereka!" ejeknya. "Baik!" seru orang itu kemudian dengan kening
berkerut, "kalian sendiri yang mencari penyakit, jangan salahkan lohu lagi, sebelum
bertarung, ayo sebutkan dulu siapa namamu?"
Sambil berkata, dia mengalihkan panji pena bajanya ke arah Hou ji dan
meneruskan. "Mulai dari kau, siapa namamu dan murid nya siapa?" Hou ji segera
terkekeh. "Yang datang tanpa permisi tentu tak bermaksud baik,
lobih baik kau saja yang menyebutkan namanya lebih dulu, siapa namamu?"
Saking gusarnya, orang itu sampai menggertak giginya keraskeras,
jelas kemarahannya sudah mencapai pada puncaknya. Sun Tiong
lo segera menimbrung sambil tertawa: "Aku she Sun, dia adalah
saudaraku dan yang ini adalah suhengku, orang menyebutnya Hou-ji, sedang nona ini adalah sahabat
kami sementara soal perguruan kami..."
Berbicara sampai disitu, kembali Sun Tiong lo berhenti sampai ditengah
jalan. "Kau murid siapa?" tanpa terasa orang itu mendesak lebih jauh. Sun
Tiong lo menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya
sambil tersenyum. "Kalau dibicarakan mungkin saja kau tak percaya,
Mengapa tidak bertarung saja agar kau bisa melihat sendiri kami adalah murid siapa?"
"Kau anggap lohu tak mampu membedakan nya ?" bentak oraag itu
semakin naik darah. Sun Tiong lo masih tetap tersenyum.
"Padahal soal bisa mengetahui asal perguruan kami atau tidak bukanlah
suatu masalah besar. apalagi kita memang pada dasarnya tidak saling
mengenal, kita pun tak punya dendam sakit hati apa- apa. buat apa
musti saling bergebrak?" Mencorong sinar tajam dari balik mata orang itu, dia lantas berseru
lantang: "Sudah lohu katakan telah banyak tahun aku tak pernah bertarung
melawan orang lain, sekarang asal kalian bersedia menerangkan maksud
kedatangan kamu semua, kalian boleh segera pergi meninggalkan
tempat ini?" Kembali Sun Tiong lo menggeleng, ucapnya dengan wajah serius:
"Maksud kedatangan kami sih boleh saja diberitahukan kepadamn, tapi
kalau suruh kami pergi. Ehm. nanti dulu."
Agak tertegun orang itu oleh ucapan tersebut serunya kemudian:
"Ooh...jadi kalian enggan pergi" Hmm.. hmm aku lihat kalian
harus pergi dari sini." Kembali Sun Tiong lo tertawa hambar. "Kalau
kutinjau dari semua perkataan yang barusan kau ucapkan.
dapat kutarik kesimpulan bahwa kau agak takut ada orang tetap tinggal
di sini. bukankah begitu?" Mendadak dia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, sambil
menuding ke arah orang itu bentaknya lagi.
"Sebetulnya kau mempunyai rahasia apa yang takut diketahui orang
lain...?" Orang itu berpekik aneh dan tidak menjawab, mendadak tubuhnya
bergerak ke muka menghampiri Sun Tiong lo, panji pena baja di tangan
kirinya segera dikembangkan kemudian dengan jurus Ciu-bong sau lok
(angin musim menggugurkan daun) menghantam dada Iawan.
Sun Tiong lo tertawa dingin, tampak tubuh nya berputar kencang dan
tahu-tahu sudah menyelinap ke belakang punggung orang itu, selain
cepat, keanehannya pun sukar diduga.
Gagal dengan serangannya dan kehilangan jejak musuh secara
tiba-tiba, paras muka orang itu berubah hebat.
Dalam pada itu Sun Tiong lo telah berkata kepada Bau ji sekalian.
"Toako, suheng dan adik Kim, harap mundur agak jauh, biar
siaute yang mencoba lebib dulu beberapa jurus serangan dari sahabat
ini, bila siaute sudah tak sanggup nanti, toako baru turun tangan
menggantikan aku bersedia bukan?"
Apa maksud yang sebenarnya dari ucapan Sun Tiong lo itu, tentu saja
Hou-ji. Bau-ji dan nona Kim tahu dengan pasti, hal mana
memperingatkan kepada mereka bahwa mereka bukan tandingan dari
orang ini, paling baik jika mengundurkan diri lebih dulu mencari tempat
yang aman. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** HOU JI segera saling berpandangan sekejap dengan
Bau ji dan nona Kim, kemudian bersama-sama mengundurkan diri sejauh dua kaki
lebih. Tampaknya orang itu kurang memahami arti yang sesungguhnya dari
ucapan Sun Tiong lo itu, dia menganggap apa yang dikatakan itu
merupakan kenyataan. Teorinya memang amat sederhana, Bauji adalah kakaknya sedang Hou ji
adalah suheng nya. tentunya seorang kakak lebih tangguh daripada si
adik, seorang sute tak akan memadahi kepandaian suheng. itulah
sebabnya orang itu menjadi amat terperanjat.
Sejak dari kegagalannya melancarkan serangan dan tiba-tiba kehilangan
jejak lawan tadi, dia sudah tahu kalau Sun Tiong lo memiliki kepandaian
silat yang amat lihay apalagi disitu masih hadir
kakak dan kakak seperguruannya, bukankah menang kalah sudah jelas
tertera didepan mata.." Cuma saja orang ini bandel sifatnya semenjak terjun kedalam dunia
persilatan dulu, walaupun ia sudah menduga kalau beberapa orang
pemuda itu sukar dihadapi, akan tetapi ia tak menunjukan perasaan
takut barang sedikit pun jua. Sementara itu, orang tadi sudah mengalihkan sorot matanya ke wajah
Sun Tiong lo dan menatapnya lekat-lekat.
Sun Tiong lo belum meloloskan pedangnya, dia malah berkata sambil
tersenyum: "Sobat, apakah kita harus menyelesaikan persoalan dengan
menggunakan kekerasan?" Orang itu mendengus dingin. Hmm... masih terlampau pagi kau
ucapkan kata kata seperti itu, boleh saja kalau enggan bertarung, tapi kalian harus menerangkan
kepadaku apa maksud dan tujuannya kedatangan kalian!"
"Padahal sekalipun dibicarakan pun tak mengapa, kami datang hendak
mencari seseorang" kata Sun Tiong lo dengan kening berkerut.
"Oooh, mencari siapa?" "Mencari seseorang yang bergelarkan Hehe
Koancu..." Tidak sampai Sun Tiong lo menyelesaikan perkataannya,
mendadak dia menggulung kembali panji pena bajanya dan memandang
sekejap ke arah Sun Tiong lo sekalian, kemudian membalikkan badan
dan berlalu dari tempat itu. Sikap maupun tindak tanduk orang itu kontan saja membuat Sun Tiong
lo tertegun serunya cepat:
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sahabat, tunggu dulu, aku masih ada persoalan yang hendak
dibicarakan denganmu!" Orang itu tidak berhenti, dia hanya berpaling seraya
menjawab: "Tiada persoalan lagi buat kita untuk dibicarakan, mari, ikutlah aku."
"Mari, Mau kemana ?" sambung Hou-ji dari samping. Kini orang itu
tidak berpaling lagi, sambil melanjutkan
perjalanannya kedepan, sahutnya. "Kalau ingin mencari He-he, ikutilah
diriku." Hou-ji tertegun, ia memandang ke wajah Sun Tiong lo seperti
menanyakan pendapatnya. Mendadak orang itu berpaling lagi seraya
berseru: "Bila nyali kalian kurang besar, tidak usah turut aku !" Selesai
berbicara kali ini, dia mempercepat langkahnya berlalu
dari situ. Sementara itu Sun Tiong-lo sudah mengambil keputusan cepat
dalam detik itu, diam-diam bisiknya kepada Hou-ji: "Kau harus berhati
hati terhadap kemungkin siasat busuk lawan,
suheng dan toako boleh tetap menemani adik Kim, biar diriku saja akan
pergi dengan seorang diri, akan tetapi ingat. kalian jangan sampai
saling berpisah satu sama lainnya mengerti ?"
Hou-ji seperti hendak mengucapkan sesuatu, Nona Kim juga ingin
berbicara, tapi Sun Tiong lo telah berkelebat lewat dan meluncur ke
depan, lalu bersama-sama orang itu berlalu dari situ:
Bau-ji hanya berkerut kening menyaksikan kejadian mana, sesudah
termenung sejenak men dadak dia ikut berlalu.
"Eeh. mengapa kau?" Hou-ji segera menegur "Aku akan menyusul ji-te !"
jawab Bou-ji Hou ji memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian
bisiknya lirih: "Toa te, kau harus tahu maksud siau liong suruh kita tetap berada
di-sini, sudah jelas dia mengetahui kalau kita bukan tandingan dari
orang itu, maka dia sengaja mengatur demikian demi keselamatan kita,
sebelum berlalu tadi, diapun telah berpesan agar
kita jangan saIing berpisah, hal ini menunjukkan kalau dia sangat kuatir
bila ada kemungkinan orang akan menyerang kita menggunakan
kesempatan tersebut, bila toate bersikeras hendak menyusulnya,
bukankah hal ini hanya ada ruginya tiada untungnya ?"
Bau ji mendengus dingin. "Hm, mungkin ucapan itu benar, tapi
bukankah kita bisa pergi bersama ke sana ?" Hou ji tak bisa berbicara lagi, dia segera
terbungkam dalam seribu bahasa. Nona Kim sendiri memang amat menguatirkan
keselamatan Sun Tiong lo, sesungguhnya dia memang segan tinggal terus disana, melihat
Hou ji tidak menjawab, dia lantas berlalu lebih dulu
Begitu si nona berangkat, Bau ji menyusul dibelakangnya, dalam
keadaan seperti ini Hou ji harus mengikutinya pula dari belakang.
Tempat pertempuran mereka dengan pihak lawan berlangsung bekas
ruang tengah, kini mereka berjalan menuju kearah depan dimana Sun
Tiong lo tadi berlalu, tak selang berapa saat kemudian sampailah
mereka di depan loteng genta. Loteng genta itu tingginya mencapai tiga kaki lebih, namun suasananya
sunyi senyap tak kelihatan seorang manusiapun.
Hou-ji tak ingin Bau ji dan nona Kim menjumpai mara bahaya, cepat
cepat dia berseru. "Harap kalian tunggu sebentar, biar aku yang naik
untuk melihat keadaan disitu!"
Baru selesai berkata Bau ji dan Nona Kim telah bersama-sama
mengenjotkan tubuhnya menerjang keatas loteng genta tersebut.
Bau ji berhasil mencapai ketinggian empat kaki dan mencapai sisi
jendela loteng tingkat ke tiga. Nona Kim lebih rendah kepandaiannya, dia hanya berhasil mencapai tepi
jendela loteng tingkat dua. Hou ji tidak ikut naik, dia tetap berdiri tertegun ditempat
semuIa,sebenarnya dia memang berhasrat untuk naik keatas. tapi kuatir
ada orang menyergap Bau ji atau Nona Kim secara tiba-tiba, terpaksa dia
mengurungkan niatnya tersebut dan hanya mengangkat kepalanya
memandang ke arah Bau jin dan nona Kim dengan kesiap siagaan penuh.
Bau ji yang pertama-tama mencapai loteng genteng lebih dulu disusul
oleh nona Kim. Diatas loteng genta, kecuali genta tembaga yang amat besar penuh
karatan itu, tak nampak sesosok bayangan manusiapun, kayu besar
pemukul gentanya pun telan dilapisi debu yang tebal.
Tali besar dibawah kayu pemukul genta masih nampak utuh, namun
ketika ditarik Bau ji ternyata tali tersebut hancur berantakan menjadi
debu, rupanya sudah lama hancur. Hou ji yang ada dibawah nampak sangat gelisah, tiba-tiba dia berteriak
keras: "Toate, apa yang berhasil kau jumpai disana." "Setanpun tak
nampak!" jawab Bau ji cepat, selesai berkata, dia
segera lompat turun ke bawah. Baru saja dia melayang turun, nona Kim
telah menemukan sesuatu, tiba-tiba teriaknya ke bawah: "Engkoh Lo sedang bertarung
dengan orang didalam hutan bambu sebelah diri !" Sambil berseru dia meluncur turun dari loteng
genta dan langsung melompati dinding pekarangan yang sudah runtuh. Hou ji kan
Bau ji tak berani berayal, dengan cepat mereka
menyusul dari belakang. Benar juga, diluar hutan bambu nampak ada
tiga orang sedang mengerubuti Sun Tiong lo. Anehnya orang yang mereka jumpai semula ini malah tak nampak
batang hidungnya lagi. Nona Kim sampai disitu lebih duluan, tanpa mengucapkan sepatah
katapun dia meloloskan pedangnya sambil maju menyerang.
Bau ji dan Hou ji turut menyusul ke situ, serentak merekapun turun
tangan membantu. Siapa tahu Sun Tiong lo berseru dengan gelisah. "Adik Kim, jangan
urusi aku, cepat ke dalam hutan bambu dan
menolong sahabat yang kita jumpai tadi !" Nona Kim tertegun. Hou-ji
dan Bau-ji turut termangu sehabis mendengar seruan mana. Terdengar Sun Tiooglo berkata lebih jauh
dengan perasaan gelisah: "Apakah Hou-ko tak bisa melihat bahwa aku sedang menahan
ketiga orang ini, sementara sahabat yang membawa jalan itu sedang
menyerempet bahaya sekarang " Dalam hutan bambu sana terdapat
musuh tangguh, cepat kalian bantu dia !"
Hou ji termenung sambil berpikir sejenak, kemudian ujarnya kepada Bau
ji dan nona Kim: "Mari kita seorang lawan itu, suruh Siau liong saja yang menolong
sahabat tersebut, bagaimana menurut kalian ?"
Belum habis perkataan itu diutarakan Bau ji dan nona Kim sudah
melompat kedepan dan masing masing memapaki seorang musuh.
Maka sambil tertawa terbahak-bahak Hou ji juga terjun kearena dan
menghadapi seorang yang lain. Sambil tertawa Sun Tiong lo berseru kepada Houji: "Engkoh Hou,
jangan kau lukai mereka, cukup asal mereka kena
terhadang hingga memberi kesempatan kepada orang-orang
itu melakukan pengajaran aku akan menuju ke hutan bambu memberi
bantuan, sebentar akan balik kemari!"
Selesai berkata, dia lantas melompat ke depan dan menerobos masuk
ke dalam hutan bambu. Hou ji, Bau ji dan nona Kim masing-masing menghadapi seorang lawan,
yang aneh ternyata pihak lawan malah menarik kembali serangannya
sambil menghentikan gerakan. Setelah gerak serangan mereka berhenti, ke dua belah pihak dapat
melihat jelas raut wajah masing-masing pihak.
Ternyata ketiga orang itu adalah tosu-tosu perempuan yang berbaju
abu-abu. Di masa lalu, kuil Tong thian koan merupakan kuil kaum rahib, kini
duapuluh tahun sudah lewat, ternyata dari balik puing-puing yang
berserakan muncul kembali sekian banyak rahib perempuan dapat
disimpulkan kalau kejadian dibalik kesemuanya itu luar biasa sekali.
Hou-ji berpengalaman sangat luas, melihat musuh berhenti menyerang,
dia lantas menduga bakal terjadinya perubahan lain,
Maka setelah melihat jelas wajah lawannya, dengan cepat ujarnya
kepada Bau ji dan nona Kim: "Jangan lupa dengan pesan Siau-liong, turun tangan dan hadang jalan
pergi lawan !" Sementara pembicaraan berlangsung, berhubung Hou ji telah
mempersiapkan senjata Jit sat ciang mo pangnya semenjak tadi, diapun
segan berganti dengan senjata lain, sambil mengayunkan senjatanya
dia maju melancarkan serangan. Nona Kim tak mau ketinggalan, dia pun mengayunkan pedangnya
membacok salah seorang tokoh tersebut.
Bau ji berkerut kening, menurut sifatnya, dia paling segan bertarung
melawan para kaum wanita. Tapi situasi yang terbentang didepan mata dewasa ini memaksanya
harus menghadang gerak maju musuhnya, maka dengan suara dingin
diapun menegur: "Lebih baik berdiri saja disitu dengan tenang, bilamana kau
membangkang, terpaksa aku harus turun tangan !"
Tokoh yang berdiri saling berhadapan dengan Bau-ji adalah Tokoh yang
berusia paling besar diantara mereka bertiga, kira-kira berusia dua
puluh tujuh delapan tarunan, dialah pemimpin dari ketiga orang
tersebut. Sudah cukup lama dia berkelana dalam dunia persilatan, pengalamannya
amat luas, begitu mendengar ucapan Bauji, ia lantas mendapatkan
sebuah akal bagus. Maka sambil tersenyum ujarnya kepada Bau ji, "Ooh, baiklah... aku
tidak bergerak, kaupun tak usah bergerak !"
Bauji hanya membungkam diri dalam seribu bahasa, sepatah katapun
tidak menjawab. "Mengapa sih kau bersikap demikian ?" kembali tokoh itu bertanya
sambil tersenyum. Dengan tak sabar Bau ji mendengus. "Aku paliag segan bertarung
melawan kaum wanita !" Tokoh itu seakan-akan baru memahami
ucapan mana, sorot matanya segera dialihkan sekejap ke sekeliling tempat itu, kemudian
katanya. "Aku mengira kau takut dengan kaum wanita." sesudah berhenti
sejenak, sambungnya lagi lebih jauh.
"Tapi beginipun ada baiknya juga, cuma kalau toh kita tak usah
bertarung, rasanya tak usah pula berdiri termangu terus disini, duduk
diatas batu disebelah situ boleh bukan ?"
Diluar hutan bambu merupakan sisi dinding pekarangan bekas kuil,
banyak puing berserakan disitu, diantaranya terdapat pula
beberapa bongkahan batu besar yang berada berapa kaki saja di
hadapannya, batu itulah yang ditunjuk tokoh tersebut.
Tanpa memandang sekejap matapun Bau ji menggeleng. "Tidak
boleh !" Disinilah letak keanehan Bau-ji, mungkin disini pula letak
daya tarik orang ini. Tokoh tersebut telah salah menduga, dia mengira Bau ji
kalau bukan seorang keparat yang sombong dan tekebur tentulah manusia
yang lemas badannya bila bertemu kaum wanita, di anggapnya hal
mana gampang sekali untuk dihadapi.
Siapa sangka Bau ji sama sekali tiada perasaan sayang dengan kaum
wanita, lunak tak bisa dikeraspun tak dapat.
Gagal dengan siasat pertama, muncul siasat lain dalam benak tokoh
tersebut, kembali ujarnya. "Pinni bergelar Lok soat, siapa namamu saudara cilik ?" Kini ia
berusia dua puluh tujuh tahun, mengambil gelar sebagai
Lok-soat (menjelang senja), boleh dibilang suatu sebutan yang tepat
sekali. Sewaktu mengajukan pertanyaan tarsebut kepada Ban-ji, alis matanya
melentik sementara matanya mengerling genit.
Seandainya berganti orang lain, mungkin akan timbul pelbagai pikiran
yang bukan-bukan. Tapi Bau ji tetap tangguh dan kokoh bagaikan batu
karang. Dengan suara dingin dia berseru. "Masih ada sebuah persoalan lagi
hendak ku beritahukan kepadamu yaitu lebih baik jangan banyak bincang dihadapanku !"
Dengan demikian siasat yang di susun Lok-soat tokoh kembali
menemui kegagalan total, lantas mukanya kontan berubah berulang
kali. Setelah termenung berapa saat, akhirnya di putuskan untuk mengambil
tindakan yang menyerempet bahaya. Dia bermaksud hendak turun tangan melancarkan sergapan di saat
Bau-ji sedang tak siap nanti, lalu menjadikannya sebagai sandera.
Tentu saja ia tak bermaksud membunuh Bau ji, dia hanya ingin menawan
pemuda itu dan menjadikannya sebagai sandera, bila rencana tersebut
berhasil, bukan saja dapat memaksa pihak lawan untuk menghentikan
serangannya, bahkan diapun dapat melanjutkan rencananya semula.
Oleh sebab itu dia berlagak seakan-akan apa boleh buat dan menghela
napas panjang, Bau-ji tidak perdulikan lagi, sementara sorot matanya
dialihkan ke wajah ke empat orang yang sedang bertarung, lagaknya
seperti tertarik sekali oleh pertarungan yang sedang berlangsung.
Tentu saja Bau ji mengalihkan juga sorot matanya ke arah Hou ji dan
nona Kim, terutama memperhatikan jurus serangan yang di gunakan ke
dua belah pihak. Hou ji dengan tongkat jit sat pangnya menghadapi tokoh yang jauh
tidak berimbang kekuatannya, sedangkan Nona Kim dengan
mengandalkan pedangnya mengeluarkan jurus-jurus paling tangguh
untuk meneter lawannya habis-habisan, oleh karena itu pertarungan
berjalan se-imbang, untuk menang memang susah tapi untuk kalah pun
tak mungkin. Dari sini, Bau ji segera memahami apa sebab nya Sun Tiong-lo merasa
murung tadi. Kalau dibicarakan dari kepandaian silat yang dimiliki kedua orang tokoh
tersebut untuk menarik kesimpulan atas kepandaian silat yang dimiliki
Lok soat, tokoh yang tak bertarung itu. meski selisih berapa jauh,
namun bisa di simpulkan kepandaian mereka tidak lihay.
Padahal ilmu silat yang dimiliki Sun Tiong lo tadi lihay, sekali pun
semestinya kendatipun dia bertarung satu lawan tiga, untuk meraih
kemenangan bukan suatu yang menyulitkan baginya.
Tapi kenyataannya tadi mereka hanya bertarung seimbang, hal ini
berarti pemuda itu mempunyai alasan yang tertentu.
Sekarang Bau-ji sudah mengerti, alasannya tak akan terlepas dari dua
hal. Pertama, tiga orang tokoh ini tahu kalau Sun Tiong lo tidak ingin
membunuh mereka, maka mereka menyerang Sun Tiong lo habishabisan
dengan waktu agar pemuda itu terkurung dan rekannya yang
berada dalam hutan bambu akan menarik hasil.
Alasan yang lain adalah S'm Tiong lo tak dapat membiarkan ketiga orang
tokoh itu pergi, namun diapun segan membunuh mereka, terpaksa ia
harus bertarung terus sambil menunggu kesempatan.
Terlepas dari alasan manakah yang menjadi dasar pertimbangannya,
persoalan pokoknya hanya satu yakni ia tak dapat membunuh mereka.
Sedang mengenai alasan kenapa mereka tak boleh dibunuh, Bau ji tidak
habis mengerti. Sorot mata Bau ji tiada hentinya dialihkan ketengah arena menyaksikan
ke empat orang itu bertarung, banyak persoalan muncul dan
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berkecamuk dalam benaknya waktu itu, keadaan tersebut tentu saja tak
terlepas dari pengamatan Lok soat yang memang sudah mengamatinya
semenjak tadi, diam diam tokoh tersebut girang sekali.
Dengan cepat dia mengambil keputusan di dalam hati, dia harus
menunggu kesempatan baik untuk segera bertindak.
Kini kesempatan yang dinantikan telah tiba, dia hendak mencari saat
yang paling menguntungkan untuk turun tangan.
Pertama-tama dia memperhitungkan lebih dahulu, jaraknya dengan Bau
ji. Jaraknya hanya lima depa, berarti bila dia bisa maju selangkah lagi
maka sasarannya akan tercapai. Dalam selisih jarak. posisinya lebih menguntungkan bagi pihaknya, dan
diapun percaya dengan kekuatan tenaga dalam yang dimilikinya,
kendatipun pihak lawan sudah melakukan persiapan pun belum tentu
bisa lolos dari ancamannya, Kalau toh selisih jaraknya sudah beres, sekarang persoalannya tinggal
menunggu tibanya kesempatan yang terbaik.
Secara diam-diam ia melirik sekejap lagi ke arah Bauji, tampaknya Bau ji
masih memusatkan segenap perhatiannya memperhatikan jalannya
pertarungan antara keempat orang itu dan sikapnya tiada persiapan
sama sekali, dia jadi amat lega, karena kesempatan semacam itu
menguntungkan sekali baginya. Sekarang, Lok Soat tinggal mempertimbangkan dengan cara apakah dia
harus turun tangan. Kalau serangannya kelewat enteng, dia khawatir akan menjumpai
kegagalan, tetapi jika berat, dia pun kuatir terjadi hal-hal yang sama
sekali tidak di inginkan... Kejadian ini memang sangatlah aneh, pada umumnya dua belah pihak
yang saling berhadapan selalu berusaha untuk turun tangan seberat
mungkin dan setepat mungkin, tapi sekarang, mengapa Lok soat justru
terlalu banyak mempertimbangkan diri sebelum turun"
Akhirnya dia mengambil keputusan untuk menotok jalan darah lemas
ditubuh Bau ji, totokan tersebut harus dilepaskan kuat-kuat, karena
meski kuat-kuat, serangan tersebut tak akan menimbulkan ancaman
bahaya apapun. Tapi, letak jalan darah lemas dalam posisi berdiri Bau ji
sekarang, rasanya jauh iebih sulit dicapai daripada menotok jalan darah
Tay yang hiatnya yang sama sekali tak terlindung itu.
Namun, jalan darah Tay yang hiat merupakan salah satu diantara jalan
darah kematian lainnya, bila tertotoknya kelewat keras bisa jadi akan
berakibat kematian, dia tak ingin berbuat demikian, maka
otaknya lantas berputar mencari akal untuk mencapai sasaran jalan
darah lemas lawan secara jitu. Maka ia sengaja membungkukkan badan sambil memijit pahanya,
pertama kalau kakinya sudah kaku karena kelewat lama berdiri.
Semua gerak-gerik to-koh tersebut dapat terlihat semua oleh Bau ji
dengan nyata, dia segera melengos. Tokoh itu mendengus marah kemudian membalikkan badannya, sikap
seperti itu mengartikan kalau dia mendongkol sekali pada Bauji.
Tapi Bau ji memang benar-benar tidak mengerti kasihan kepada kaum
wanita, dia tetap berpaling kearah lain tanpa menggubris keluhan
tersebut. Keadaan mana justru amat cocok dengan apa yang diharapkan Lok
soat, waktu itu dia telah bersiap sedia melancarkan serangan kilat untuk
merobohkan musuhnya. Baru saja Bau ji berpaling, tahu-tahu ia telah menerjang ke muka.
Tangannya bergerak cepat menyambar ke-depan, secara telak dia hajar
jalan darah lemas ditubuh Bau ji. Agaknya Bau ji sama sekali tidak mempersiapkan diri sendiri baik- baik,
begitu tertotok, tubuhnya segera roboh.
Tampaknya Lok soat telah mempersiapkan diri lebih jauh, meski dia
berhasil menotok jalan darah Bauji, namun di saat tubuh anak muda
tersebut bergoncang keras dan hampir roboh ke tanah, secepat kilat dia
menyambar tubuh Bau ji dan memeluknya erat- erat.
Kepada Hou ji dan nona Kim, bentaknya. "Berhenti kalian, kalau
tidak akan kubunuh rekanmu ini !" Sambii berkata, Lok-hoat
mengayunkan telapak tangan kanannya
siap dihajarkan keatas batok kepala Bau ji.
Ketika mendengar teriakan tadi, dua orang tokoh tersebut yang
mula-mula melompat ke luar lebih dulu dari arena pertarungan
Hou-ji dan nona Kim terpaksa harus menarik pula serangan
masing-masing dengan perasaan apa boleh buat.
Sambil tertawa Lok soat berkata kepada dua orang tokoh tersebut:
"Hei, mengapa kalian tidak segera pergi ?" Mendengar itu, kedua
tokoh tersebut mengiakan dan siap berlalu,
tapi pada saat itulah kejadian aneh telah berlangsung didepan mata.
Mendadak terdengar Lok soat menjerit kesakitan, menyusul
kemudian keadaanpun berubah. Kalau semula yang membopong tubuh
Bau ji maka sekarang Bau ji lah yang sedang mencengkeram pergelangan tangan Lok soat sambil
tertawa dingin tiada hentinya, dan sementara jalan darah lemas di
tubuh Lok soat kena tertotok, saking sakitnya dia hanya bisa berdiri
terbelalak dengan mulut melongo, tubuhnya sama sekali tak bisa
bergerak. Hou ji hanya melirik sekejap keadaan di sekelilingnya, kemudian secepat
kilat menerjang kemuka, tokoh yang sedang bertarung melawan dirinya
tadi masih berdiri tertegun oleh perubahan yang sama sekali tak terduga
itu, akibatnya secara mudah iapun berhasil di tawannya hidup-hidup.
Dengan cepat Hou ji menotok jalan darah tokoh ini, kemudian bersama
nona Kim dia menggencet tokoh yang ketiga dan mengurungnya dari
muka dan dari belakang juga. Tokoh itu menarik napas panjang, dia tahu keadaan tak menguntungkan
sekalipun melawan toh akhirnya bakal keok juga.
Lok soat yang jalan darahnya tertotok masih dapat melihat dan
mendengar semua kejadian dihadapannya, menyaksikan akhir dari
perubahan situasi tersebut, saking gemasnya dia hanya bisa
menggigit bibir kencang-kencang, yaaa, apa lagi yang bisa dia lakukan
sekarang" Sementara itu Bau ji sedang berkata kepada Lok soat sambil
mendengus dingin: "Inilah pelajaran yang paling cocok bagimu, lain kali jangan mencoba
untuk mencelakai orang lain secara menggelap lagi!"
Hou ji tertawa: "Toa-te!" katanya pula, "aku mengira kau masih juga
seperti dahulu, ternyata..." "Sejak kecil aku sudah terbiasa menyaksikan
kejadian-kejadian memalukan seperti ini, aku tak bakal termakan oleh tipu muslihat
semacam itu lagi." tukas Bau ji cepat.
Kembali Hou ji tertawa, kepada nona Kim katanya: "Nona. totoklah
jalan darah lawanmu, kemudian kita harus
masuk kedalam hutan bambu itu!" Nona Kim mengangguk berulang
kali, dengan cepat dia menotok jalan darah Iawannya. Mereka bertiga menyeret ketiga orang tokoh
tersebut kedalam hutan bambu dan membaringkan ditanah, kemudian secara diam- diam
menyusup masuk kedalam hutan bambu itu guna melakukan
pemeriksaan yang seksama. Makin masuk, mereka menelusuri hutan bambu itu semakin ke dalam...
Hutan bambu itu mana luas lebat lagi, namun sama sekali tak terdengar
suara bentrokan senjata ataupun suara teriakan apapun.
Ketika menelusuri lebih kedalam, mendadak pemandangan di
hadapannya lebih terbuka lebar. Mereka belum berjalan keluar dari hutan bambu tersebut, tapi seperti
telah sampai di-suatu tempat lain. Tiga kaki dihadapan mereka sebuah pekarangan yang berpagar bambu.
Bambu itu bukan tumbuh secara alam, melainkan diatur oleh tangan
manusia sehingga selain tumbuh rapat dan lebar, terciptalah suatu
penyekat alam yang tingginya mencapai lima kaki.
Bambu tersebut berlapis lima, sitiap batang berselisih lima inci, sehingga
sewaktu bammi itu makin tinggi, daun dan rantingnya harus dibuat
bersih hingga bentuknya jadi lurus ke atas.
Menghadapi lapisan pagar bambu yang tingginya lima kaki dengan tebal
berapa kaki tersebut, Hou ji bertiga berdiri tertegun dengan mata
terbelalak lebar. Bau ji tampak berpikir sebentar, kemudian ujarnya: "Mari kita
menelusuri pagar bambu ini, coba kita cari dimanakah
letak pintu masuknya!" Dengan mempercepat langkah masing-masing
ke tiga orang itu berjalan menelusuri ikutan bambu. Setelah satu keliling mereka lalui,
nyatanya sebuah pintu masuk pun tidak di temukan. Tapi mereka sudah tahu sekarang bahwa pagar
bambu itu mencapai setengah hektar lebih, mana besar lebarnya bukan kepalang.
Bambu yang mencapai lima lapis dengan ketinggian lima kaki itu
membuat pemandangan dibalik situ tertutup sama sekali, kendatipun kau
berilmu tinggi jangan harap bisa melihat jelas keadaan disana, bahkan
semut pun kecuali menerobos lewat tanah, jangan harap bisa mencapai
ke sana. Kalau semut bisa lewat tanah, orangpun harus melewati tempat atas.
Dengan kening berkerut Bau ji berkata: "Tiada cara lain, terpaksa kita
harus melompat lewat atas." Houji manggutkan kepaIa. "Ucapanmu memang benar, cuma kita
mesti memikirkan lebih jauh !" Dengan tak sabar Bau ji berkata pula "Apalagi yang harus
dipikirkan ?" matanya nona Kim melirik sekejap ke arah Bau ji,
kemudian ikut menimbrung. "Hei. bila sudah bertemu kesuIitan, mengapa sih terhadap siapa pun
kau tak punya kesabaran barang sedikitpun juga ?" tanyanya pula.
Bauji mendengus dingin. "Hmm, memang beginilah diriku !"
sahutnya. "Hai, tapi aku justeru merasa tidak Ieluasa menyaksikan
tampang semacam dirimu." Bau ji tertawa dingin dan kemudian katanya.
"Gampang sekali, bila kurang leluasa untuk memandang, tak
usah memandang lagi !" Dengan hati yang sangat mendongkol
bercampur marah nona Kim melengos kearah lain, kemudian tidak menggubris Bau ji lagi. Hou ji
ying menyaksikan kejadian itu segera berkerut kening,
katanya: "Toa te, aku tahu kalau kau terburu nafsu, tapi jangan lupa,
demikian pula dengan kami." Bau ji tetap membungkam, baginya hal ini
menunjukkan kalau dia mengakui telah salah berbicara. Maka Hou ji berkata lagi: "Toa te,
menurut pendapatmu, apa yang terdapat dibalik pagar
bambu tersebut?" "Aku rasa pastilah sebuah halaman dengan gedung
yang megah" "Mungkinkah Siau liong dan teman yang membawanya kemari sudah
berada disana?" "Pasti berada disitu!" jawab Bau ji tanpa berpikir lagi. "Darimana kau
bisa tahu?" tanya nona Kim. "Jangankan dia" kata Bau ji ketus,
"sekali pun aku, bila sampai di
sini dan menyaksikan keadaan disekitar tempat ini, sudah pasti aku
akan masuk kedalam untuk melihat keadaan."
"Baiklah" tukas Hou-ji mendadak, "anggap saja Siau-liong dan penunjuk
jalan itu sudah berada didalam sekarang, dan anggap pula mereka
masuk kedalam dengan melompati pagar bambu yang tinggi itu."
"Tentu saja, disekitar pagar bamhu ini tiada pintu, kalau bukan lewar
atas mesti lewat mana ?" "Kelewat cepat mengambil keputusan" nona Kim mendengus, "aku tak
percaya kalau disini tak ada pintunya."
Bau ji melirik sekejap keirah nona Kim, kemudian berkata lagi: "Jika
disini ada pintu masuknya, hal tersebut lebih baik lagi,
bagaimana jika kau saja yang membawa jalan ?" "Tampaknya kau selalu
memusuhi diriku!" bentak nona Kim
dengan amat gusarnya. "Aku tidak memusuhimu, aku hanya berbicara
sejujurnya, karena kau tidak percaya bahwa disini tak ada pintunya." "Aku ingin bertanya
padamu dibalik pagar bambu situ entah ada
gedungnya atau lainnya, sudah pasti ada manusianya bukan?" Kali ini
Bau ji mengangguk "Aku rasa hal ini tak bakal salah:" "Kalau kubilang
orang yang ada didalam sana pasti sekomplotan
dengan ketiga orang tokoh yeng berhasil kita bekuk itu, percayakah
kau akan kebenaran ini?" Bau ji berpikir sejenak, lalu sahutnya : "Kemungkinan selalu ada,
bahkan kemungkinan sekali!" Nona Kim segera tertawa dingin. "Aku berani memastikan, ketiga orang
tokoh tersebut pasti seringkali masuk keluar dari balik pagar bambu
ini!" "Seandainya mereka ada sangkut pautnya, tentu ssja hal ini mungkin
saja terjadi." jawab Bau ji sesudah berpikir sejenak.
Mendadak nona Kim merubah pokok pembicaraannya, sambil menuding
pagar bambu itu katanya lagi: "Pagar bambu ini tingginya lima kaki, berbicara menurut kepandaian silat
di dirimu apalagi setelah menyaksikan betapa lebarnya tempat yang
tertutup pagar bambu ini, dapatkah kau melompat pagar tersebut dalam
sekali lompatan ?" Bau ji angkat kepalanya memandang ke tempat ketinggian lalu
jawabnya: "Aku percaya dapat, tentu saja harus mengerahkan segenap tenaga
yang kumiliki !" "Benar, bila berbicara soa ketinggian lima kaki, seharusnya tak usah
menggunakan tenaga yang kelewat besar pun bisa melaluinya, tapi
berhubung keadaan posisinya tidak menguntungkan, maka orang harus
mengerahkan segenap tenaga untuk bisa melampaui pagar bambu itu !"
"Sesungguhnya teori ini amat sederhana dan mudah diterima dengan
akal, buat apa sih kau berbicara melulu tiada hentinya ?" kembali Bauji
menukas dengan habis sabar. Nona Kim tidak ambil perduli, kembali katanya: "Berbicara dengan
tenaga dalam yang kau miliki, bagaimana
kalau dibandingkan dengan ke tiga orang tokoh tersebut ?" "Apa
maksudmu mengajukan pertanyaan semacam itu?" Bau ji
bertanya deagan perasaan tak habis dimengerti.
"Tentu saja ada alasannya, jawab saja semua pertanyaan yang
kuajukan kepadamu!" "Bila kau menanyakan tinggi rendahnya kepandaian masing- masing
pihak, bukankah pertanyaanmu ini amat berlebihan?"
Nona Kim mendengus. "Bila kau mengakui bahwa tenaga dirimu jauh
lebih hebat dari pada mereka, berarti harus kau akui pula bahwa dibalik pagar bambu
tersebut sudah pasti ada pintunya!"
Bau ji segera memahami apa yang dimaksudkan, dia manggutmanggut.
"Perkataanmu ini memang bisa masuk diakal tapi bila rahasia pintu
tersebut tidak berhasil ditemukan, apa boleh buat?"
Agak mereda juga hawa amarah nona Kim setelah mendengar
perkataan dari Bau ji, katanya, kemudian:
"Nah, begitu baru benar, bila ada pintunya berarti tak sulit buat kita
untuk menemukannya!" Menyaksikau keributan diantara kedua orang itu, Bau-ji segera tertawa,
katanya kemudian: "Sudah cukup, mari kita rundingkan secara baik-baik sekarang,
bagaimana cara yang terbaik untuk melampaui perintang tersebut ?"
"Tentu saja harus melalui atas sana." Bau-ji tetap menuding ke tempat
atas situ.
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku rasa jalan atas bukan suatu jalan yang gampang untuk dilalui."
Ketika Houji menyaksikan Bau ji menunjukkan kembali sikap tak
sabarnya, dengan cepat dia menimbrung:
"Betul, aku rasa diatas sana sudah pasti telah disiapkan alat jebakan
untuk menahan kita" "Sekalipun demikian, kita tetap harus mencobanya lebih dulu !" Bau-ji
tetap bersikeras. "Dicoba sih tentu saja dicoba, tapi kita harus bertindak dengan
ditunjang oleh suatu rencana yang matang, aku rasa kita mesti
menyediakan bambu panjang lebih dulu, harus kita coba bagaimana
reaksinya bila pagar bambu mana dilalui."
"Benar, cara ini memang sangat bagus!" nona Kim manggut- manggut.
Baru saja dia selesai berkata, Bau ji telah mengayunkan pedang
mustikanya membabat sebatang bambu yang ada, cahaya pedang
berkelebatan lewat, tahu-tahu sebatang bambu sudah terjatuh ketanah,
dia mengambil bambu tadi dan dilemparkan kearah pagar bambu yang
ada. Bambu itu terjatuh dan bersandar diatas pagar bambu itu, setelah
terhenti sejenak lalu terjatuh kembali ketanah.
Dari ujung pagar bambu itu sama sekali tak kedengaran sedikit
suarapun, juga tak nampak ada sesuatu benda yang meluncur datang.
Bau ji segera berkata: "Nah, sekarang sudah dicoba, agaknya sama
sekali tiada alat jebakan apapun!" Seraya berkata dia mencabut kembali pedangnya dari
atas tanah. Kali ini dia mengayunkan pedangnya dengan menghimpun
tiga bagian hawa murninya cahaya tajam berkilauan tahu-tahu dia sudah
menyambar keatas lapisan bambu yang berada dipaling depan.
Kalau tadi, bambu tersebut segera patah begitu tersentuh mata
pedang, maka bambu yang dibacok sekarang ternyata terbuat dari baja
murni, yang kena terbabat kini tak lebih cuma selapis kulitnya belaka.
Nona Kim yang pertama-tama menjeri kaget lebih dulu, dia segera
melakukan pemeriksaan, lalu serunya:
"Oooh rupanya begitu." sekarang Hou-ji dan Bau ji sudah dapat melihat
jelas keadaan yang sebenarnya rupanya kelima lapis bambu yang
dijajarkan sebagai pagar bukan semuanya terdiri dari bambu asli
melainkan terbuat dari besi yang dicat persis seperti warna bambu.
Dengan ditemukannya hal tersebut, suasana yang meliputi sekeliling
tempat itupun bertambah misterius. Bau ji tidak bersikeras hendak melompat melalui atas lagi, dia segera
mengurungkan niatnya itu kendatipun dia tahu belum tentu diatas tiang
besi tersebut terdapat alat jebakan. Kalau dibilang mencari pintu"
Kelewat sulit, apalagi terlalu banyak membuang waktu.
Nona Kim mulai berpikir, mendadak ia mendapatkan suatu ide bagus,
dengan cepai ide mana dirundingkan dengan Hou ji dan Bau ji yang
ternyata disetujui pula. Secara beruntun mereka membabat enam batang bambu, lalu disusun
menjadi sebuah tangga bambu yang kuat sekali, tingginya mencapai
enam kaki dan disadarkan diatas tiang besi tersebut.
Setibanya diatas, mereka baru dapat menyaksikan betapa liehaynya alat
jebakan yang terpasang disitu. Rupanya diatas pagar besi tadi dipasang serenteng jaring tembaga
berkait yang amat kuat tak heran kalau tidak terjadi sesuatu gejala apa
pun ketika dicoba dengan bambu tadi, sebab bambu bertubuh licin
hingga tak mungkin bisa terkait. Diantara jaring berkail tersebut dipasang serentetan kelening emas, bila
ada orang terkail maka keleningan tersebut akan segera berbunyi keras,
tentu saja hal ini akan menyebabkan pihak tuan rumah menyadari akan
datangnya tamu tak diundang dan melakukan penyergapan.
Jika hanya jaring kail belaka, hal tersebut masih mendingan, justru
tepat diseberang jaring berkail tersebut telah dipasang busurbusur
berpegas tinggi yang siap menghamburkan puluhan batang anak
panah. Bila seseorang menyentuh jaring maka dia akan ditawan oleh kail
tersebut, untuk melepaskan kail mana, tubuh orang itu akan bergoncang
yang menyebabkan keleningan ber bunyi, dan kaitan yang di potong
lepas akan menyebabkan anak panah tersebut telah dipersiapkan
sedemikian juga, bila orang masuk jaring, sebelum dia sempat
meloloskan diri dari semua kaitan, dia tentu akan terhajar oleh anak
panah dan mati lebih dulu disiiu, Apa lagi jika dilihat posisinya, mustahil
orang bisa meloloskan diri. Untung saja mereka bertindak cukup hati-hati, untung saja nona Kim
mempunyai ide untuk membuat anak tangga, coba kalau mereka
menerjang pagar besi itu secara gagah, niscaya tubuh mereka sudah
dilubangi oleh anak panah. Setelah menyaksikan jelas semua keadaan, Hou-ji segera berbisik:
"Hati-hati keadaan dibawah sana !" Di bawah sana merupakan
sebuah tanah lapang berumput rendah, rumput itu berminyak dan nampak sangat indah. Dibelakang
tanah berumput itu merupakan sebuah bangunan
loteng yang terbuat dan batu tidak kelewat besar tapi mungil dan
sangat menawan hati. Ditmjau dari bangunannya yang indah, bisa diketahui kalau bangunan
tersebut dirancang oleh arsitek kenamaan.
Bagian dasar bangunan berloteng itu membentuk tonjolan ke atas,
lotengnya sendiri cuma separuh, atap dan bangunan berbentuk kerucut,
bangunan seperti ini selain model baru indah, lagi kuat.
Dengan wajah termangu-mangu Hou-ji berkata, "Tampaknya pada
rumput itu tidak nampak sesuatu yang mencurigakan, tapi bangunan
batu itu justeru sangat aneh."
"Turun saja, tapi mesti berhati-hati !" kata Bau ji. Mereka bertiga
manggut-manggut, lalu dipimpin oleh Bau ji, dia
melejit lebih dulu kebawah, kemudian serunya: "Aku akan turun lebih
dulu, kalian harus perhatikan baik-baik
tempat berpijakku nanti" Dengan selamat dia berhasil mencapai tanah,
ternyata disitu memang tiada jebakan. Maka Hou ji dan nona Kim segera menyusul
pula melompat turun kebawah sana. Kini, pandangan nona Kim terhadap Bau ji telah
berubah, semula dia menganggap dia kaku, dingin dan kejam, tapi sekarang dia baru
tahu kalau pandangan tersebut keliru besar.
Oleh karena itu ketika Bau ji hendak mendekati bangunan berloteng itu,
ia segera berseru. "Tunggu sebentar, biar aku yang berjalan lebih dulu!" "Mengapa ?"
tanya Bau ji dengan kening berkerut. Sambil menuding kearah
bangunan loteng itu, nona itu menjawab, "Aku cukup mengenali bangunan loteng semacam ini !"
Sementara Bau ji masih tertegun, Hou ji yang pintar telah
menimbrung dari samping: "Apakah didalam bukit pemakan manusia
juga terdapat bangunan semacam ini ?" "Betul" sahut si nona sambil tertawa "hanya
sayang kalian belum pernah berkunjung ke tempat itu !" Sambil tertawa Hou ji lantas berkata
kepa da Bau ji: "Baiklah, kalau begitu kami tak akan mengurus lagi,
mulai sekarang kami berdua hanya akan mengikuti dirimu."
Nona Kim tidak banyak berbicara lagi, ia segera beranjak melanjutkan
perjalanannya ke depan. Sewaktu tiba di depan bangunan berloteng itu, terutama bagian yang
menonjol keluar, Nona Kim segera berhenti.
Kemudian sambil menuding bagian tersebut, katanya: "Aku berani
bertaruh, bangunan berloteng ini tidak mempunyai
pintu maupun jendela." Betul juga, sewaktu Bau ji dan Hou-ji mencoba
untuk memeriksa sekeliling tempat itu, mereka memang tidak menemukan pintu atau
daun jendela barang sebuah pun. Namun disitu memang ada persediaan untuk pintu dan jendela, seperti
kosen untuk pintu dan kosen untuk jendela.
Hanya saja dibalik kosen dan pintu tadi tertutup batu besar, kalau
bangunan loteng itu berwarna hitam maka pintu batu itu berwarna putih
begitu pula dengan jendelanya, oleh karena itu kalau dipandang dari
kejauhan nampaknya saja ada pintu dan jendela, tapi setelah dekat
tidak demikian keadaannya. Setelah melihat jelas keadaan tersebut, Hou ji berkata sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Lagi lagi alat jebakan, kalau begitu pintu dan jendela tersebut tentu
digerakkan secara otomatis !" Dengan cepat Bau-ji menggelengkan kepalanya pula seraya berkata.
"Aku paling benci dengan permainan semacam ini, licik, pengecut, dan
tidak nampak gagah !" Nona Kim segera tertawa cekikikan sesudah mendengar ucapan
tersebut, katanya kemudian: "Sejak dulu sampai sekarang, entah dalam dunia persilatan entah dalam
masyarakat biasa. selain kekuatan orangpun mengadu
kecerdasan dan seringkali kecerdasan jauh lebih unggul daripada
kekerasan, kita harus mengakui akan hal ini !"
Bau-ji tidak puas, serunya sambil mendengus. "Tapi permainan ini
mencerminkan kelicikan, keburukan dan
kemunafikan seseorang, sebagai seorang Kuncu, tidak pantas bila kita
melakukan perbuatan seperti itu !"
"Tapi orang kuno Thio Liang adalah seorang Kuncu juga, toh dia lebih
mengandalkan kecerdasan otaknya dari pada menggunakan kekerasan"
Buktinya seluruh negeri bisa dikuasainya dengan aman ?"
Sekali lagi Bau ji mendengus. "Pokoknya aku paling segan
menyaksikan perbuatan semacam ini !" Hou ji ikut menghela napas panjang, katanya kemudian: "Toa-te,
dunia persilatan adalah suatu tempat yang sangat
berbahaya, dan pelbagai akal muslihat, pelbagai kelicikan dan
kemunafikan manusia akan kau jumpai disitu, kau harus mempelajari
kepandaian semacam ini, bukan berarti kita harus memperaktekkan
setelah mempelajarinya, dengan kita pelajari hal itu berarti kita akan
tahu, setelah tahu kita akan mengerti caranya! kalau sudah bisa maka
tiada bahaya maut yang tak bisa kita hadapi."
"Yaa, betul, ucapan ini memang amat tepat." seru nona Kim cepat.
Setelah melirik sekejap kearah Bau ji kata nya lagi: "Sekarang kita
akan segera masuk kedalam, harap kalian suka
lebih berhati-hati lagi!" Sementara pembicaraan berlangsung, nona Kim
berjalan menuju kearah tempat yang seharusnya merupakan pintu, tapi sekarang hanya
berupa suatu tanah berbatu yang berwarna putih saja.
Setelah mendekati dengan seksama dan teliti sekali, gadis itu mulai
memeriksa keadaan di sekelilingnya.
Terhadap alat-alat jebakan semacam itu, boleh dibilang Hou ji dan Bau jie
merasa awam, sedikit pun tidak mengerti, terpaksa mereka hanya berdiri
saja dibelakang si nona sambil memperhatikannya bertindak.
Dalam waktu yang amat singkat itu, rupanya nona Kim berhasil
mendapatkan sesuatu, dia lantas berpaling ke arah Hou ji dan Bau ji
lalu ujarnya: "Harap kalian menyingkir dulu ke samping, seringkaii bila pintu terbuka
maka ada senjata rahasia yang akan memancar keluar..!"
Mendengar perkataan itu, Hou ji dan Bau ji segera mengundurkan diri
dari situ, sementara nona Kim segera menutul undakan batu kedua yang
menonjol keluar itu dengan ujung kaki.
Batu hijau yang kena ditendang oleh nona Kim dengan ujung kakinya
tersebut segera mengeluarkan bunyi pelan, tapi berbareng dengan
bergemanya suara tadi, batu cadas berwarna putih itupun bergerak naik
ke atas dengan menimbulkan suara gemuruh keras.
Hou ji dan Bau ji saling berpandangan sekejap, kemudian katanya
sambil tertawa: "Tampaknya sederhana, padahal kalau tidak mengerti kunci kunci
rahasianya, kita hanya bisa menunggu diluar dengan perasaan gelisah
sama sekali tak mampu berbuat apa-apa lagi"
Andaikata orang itu tanpa sengaja menginjak undak-undakan batu itu ?"
tanya Bau ji dengan kening berkerut.
Pertanyaan ini seakan-akan ditujukan kepada Hou ji, padahal yang
benar ia sedang bertanya kepada nona Kim.
Maka nona Kim segera menjawab: "Misalkan saja alat rahasia yang
mengendalikan buka tutupnya pintu disini terletak di atas undak-undakan batu itu, maka
besar kemungkinan akan terjadi pula hal-hal yang tak diduga, cuma hal ini
bukan berarti bisa meloloskan diri dari kurungan."
"Ooooh. bagaimanakah penjelasanmu tentang perkataan ini ?" Nona
Kim tertawa, sambil menuding kearah pintu yang telah
terbuka lebar itu katanya: "Penjelasannya sederhana sekali, itu lihat,
sekarang apakah kita akan masuk ke dalam atau tidak ?" "Tentu saja akan masuk !" sahut
Bau ji tidak mengerti. Kembali nona Kim tertawa. "Seandainya pintu itu
dibuka tanpa sengaja karena kau telah
menginjak batu undakan itu?" Tanpa berpikir panjang lagi Bau ji
menjawab. "Aku pun tetap akan masuk !" katanya. Nona Kim manggut-manggut. "Nah itulah dia,
bila kita sudah berada di dalam dan tampaklah
pintu itu menutup kembali secara otomatis, bukankah kita akan
terancam bakal terkurung didalam sana?"
Bau-ji segera terbungkam oleh perkataan itu, sepatah katapun tak
mampu diutarakan. Sedang Hou-ji berkata pula sambil tertawa. "Kalau begitu, dibalik
terbukanya pintu tersebut masih tersimpan
rencana buruk lainnya?" Nona Kim segera manggut-manggut. "Tepat
sekali ucapanmu itu" Setelah berhenti sejenak, ujarnya
lagi, "Siapa yang membawa korek api atau obor?" Bau ji menggeleng,
selamanya dia tak pernah mempersiapkan
benda-benda semacam itu. "Nona, hanya aku yang mempunyai
benda-benda semacam itu" sahut Hou ji cepat.
"Bisa bertahan berapa lama ?" tanya si nona sambil tertawa.
Bau ji berpikir sebentar, kemudian sahutnya: "Semuanya aku hanya
memiliki dua batang, boleh dibilang dua macam, pokoknya cukup untuk
dipakai." "Ooooohh, apakah kau membawa botol api suci milik perkumpulan
pengemis..?" Hou ji tertegun. "Nona, darimana kau bisa mengetahui tentang api
suci tersebut ?" Nona Kim tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya berkata
lagi! "Harap kalian berdua suka lebih waspada lagi, menurut
dugaanku, setelah dia masuk kedalam maka pintu itu akan menutup
dengan sendirinya, berarti suasana dalam lotengpun akan berubah
menjadi gelap gulita, disaat seperti inilah biasanya alat perangkap akan
mulai bekerja." "Oleh sebab itu sebelum masuk kedalam pintu, kita harus memasang api
lebih dulu, dan kalian harus berkumpul agak dekat, namun juga masih
memperhatikan selisih jarak untuk maju dan mundur, daripada bingung
setelah menghadapi keadaan yang tak diinginkan."
Bau ji dan Hou ji mengangguk sedang Hou ji segera mengambil sesuatu
benda dari dalam sakunya. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Jilid 31 BENDA itu berupa botol porselen yang berwarna tembaga, tingginya dua
setengah inci, persis seperti sebuah buli-buli kecil, sedang bagian
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dasarnya gendut dan lebar nya kurang lebih tiga inci.
Menyusul kemudian Hou ji memegang tongkat jit sat pangnya dan
memutar pelan, ternyata tongkat itu segera terpotong menjadi
dua bagian, dari dari dalam tongkatnya itu dia menjemput keluar seikat
rumput kering sebesar ibu jari. Bau-ji tidak tahu apa kegunaan dari botol porselen itu, dia segera
bertanya: "Apa sih kegunaan dari permainan ini?" Sementara itu Hou-ji telah
membuka penutup botol itu dan memasukkan rumput kering tadi kedalam botol, kemudian sahutnya.
"lnilah botol api suci yang dimaksudkan nona Kim tadi, mustika
dari perkumpulan pengemis!" "Oooh... lantas apa isi botol kecil itu ?"
"Minyak hitam ?" gumam Houji sambil tertawa. "Minyak hitam ?"
gumam Bau-ji semakin kebingungan. Kembali Hou ji tertawa. "Minyak
hitam hanya dihasilkan di Say pak, tidak gampang untuk
mendapatkannya, berhubung warnanya hitam gelap maka minyak itu
dinamakan minyak hitam, minyak itu tidak banyak jumlahnya tapi mahal
sekali harganya. Dengan perasaan ingin tahu Bauji bertanya: "Dengan minyak hitam
sebotol kecil ini, berapa lama daya
tahannya...?" "Jangan kau lihat minyak hitam ini hanya sebotol kecil,
kalau dipergunakan maka dia memberi penerangan selama enam jam lebih!"
Bau-ji seperti sudah melupakan maksud kedatangannya kesana, ia
segera berseru. "Dapatkah kau mengambilnya sedikit untuk kulihat ?" "Mengapa
tidak?" sahut Hou ji tertawa. Maka Houji menarik
keluar sumbu lampunya dari dalam botol dan menuang keluar sedikit
minyak hitam ketangannya. Tergerak juga hati nona Kim setelah menyaksikan kejadian itu,
diam-diam ia berpikir. "Heran, selamanya Bau ji jarang tertawa se karang, mengapa dia
tertawa bahkan nampak berseri setelah mengendus minyak hitam
tersebut. "Mengapa bisa demikian" Mengapa ?"
Sebenarnya nona Kim ingin bertanya sampai jelas, tapi setelah bergaul
selama beberapa waktu dengannya, gadis itu cukup mengetahui watak
dari Bau ji itu, akhirnya dia menahan diri dan urung mengajukan
pertanyaan tersebut. Hou ji pun merasakan sikap yang aneh dari Bau ji, tak tahan dia lantas
bertanya. "Hal apa yang membuatmu kegirangan ?" Bau ji mempunyai banyak
persamaan dengan watak Sun Tiong lo, apa yang tak ingin dia ucapkan, jangan harap orang lain bisa
mengetahuinya, maka dia menggelengkan kepalanya dan tidak
menjawab pertanyaan tersebut. Hou ji pun tidak bertanya lagi, dia memasukkan kembali sumbu lampu
itu kedalam botol kecil. Nona Kim segera berbisik lirih. "Pasanglah lentera itu, kita akan segera
masuk ke dalam." Hou ji mengangguk, dia mengeluarkan api dan memasang lentera
tersebut, cahaya api segera memancar dari atas lentera kecil yang
berisikan minyak hitam tersebut. Jangan dilihat botolnya kecil, setelah disulut ternyata kobaran apinya
mencapai beberapa inci, segulung asap hitam yang tebal dan agak
berbau membumbung ke udara. Sementara itu Nona Kim telah berkata lagi. "Hati hati kalau berjalan,
harap kalian mengikuti di belakangku !" Seraya berkata dia lantas
berjalan lebih dahulu memasuki loteng
berbatu tersebut. Bau-ji dan Hou ji jalan beriring mengikuti dibelakang nona Kim.
Ternyata apa yang diduga nona Kim memang sangat tepat,
begitu mereka masuk kedalam, pintu batu itupun menutup kembali
secara otomatis. Begitu pintu tertutup rapat, masih untung mereka telah menyiapkan
lentera sehingga tak usah gelagapan dibuatnya, walaupun cahaya
lentera tersebut tidak terlalu besar, akan tetapi mereka dapat melihat
keadaan disekeliling tempat itu dengan amat jelas.
Tempat itu merupakan sebuah ruangan tengah, dekorasinya amat indah
dan megah. Disamping ruangan terdapat anak tangga terbuat dari batu yang
berhubungan dengan loteng tingkat atas.
Dibagian tengah terdapat empat buah pilar raksasa yang berfungsi untuk
menunjang bangunan bagian atas. Kecuali anak tangga menuju keatas
loteng, dalam ruangan itu tidak nampak jendela mau pun pintu.
Sambil menuding ke arah anak tangga, Bau ji segera berkata:
"Tampaknya kita harus naik ke atas sana !" Hou ji mengiakan:
dia siap melangkah maju ke depan. Tapi nona Kim segera mengulapkan
tangannya sambil berseru: "Tunggu sejenak, naik ke loteng sih harus
naik, tunggu sejenak lagi toh tak ada salahnya. Belum habis dia berkata, Bau ji telah
menukas kembali: "Kalau toh harus naik ke atas sedang dalam ruangan
ini kita tak akan menemukan apa-apa mengapa tidak sekarang juga naik ke atas ?"
"Apakah kau tidak merasakan beberapa persoalan aneh ditempat ini?"
kata si nona dingin. "Persoalan aneh apa?" seru,Bau ji sambil berkerut kening.
"Pertama, dalam ruang tengah bangunan ini tidak terdapat pibtu lain,
ke dua disini pun tidak terdengar suara dari engkoh Lo serta sahabat
yang membawa jalan..." "Betul" tukas Hou ji cepat, "disini memang tak ada pintu lain, tapi
mungkin saja bangunannya memang begitu, sebaliknya Siau-liongsudah
lama sekali masuk kemari, kalau dibilang tiada suara apapun
darinya, aku rasa hal ini sedikit tak beres !"
"Mungkin saja dia sedang berada dalam salah satu ruangan diatas
loteng dan bertarung dengan orang itu, karena pintu tertutup rapat
maka tiada suara apapun yang kedengaran dari sini." kata Bau ji sambil
berkerut kening. Nona Kim memandang sekejap ke arah Bau ji, kemudian ujarnya:
"Kemungkinan tersebut memang ada, cuma sebelum kita membuktikan
kalau dugaan kita itu benar, paling baik bila kita bersikap lebih
berhati-hati, daripada terjebak oleh siasat busuk orang dan terperangkap
kedalam alat jebakan mereka." "Hm, aku tak percaya kalau mereka mempunyai kepandaian sehebat
ini." ujar Bau ji. "Kau tak percaya " Hmramm, sekarang saja kau sudah terkurung di
tempat ini." "Omong kosong, manusiapun tak kujumpai." "Bila kau tak percaya,
mengapa tak kau perhatikan disekeliling
tempatmu berdiri sekarang, bila orang lain tidak munculkan diri,
sanggupkah kau menemukan orang itu atau ke luar dari loteng ini
dalam keadaan selamat?" Mendengar ucapan tersebar tanpa terasa Bau ji berpaling dan
memandang pintu batu di belakangnya.
"Tentu saja dapat" dia berseru, "kita toh bisa melalui pintu.." Sambil
menggeleng Bau ji segera menukas. "Toa-te, tak mungkin, pintu
ra":saia ini beratnya mencapai
puluhan laksa kati, sedang kitapun tidak memiliki senjata
mestika yang bisa memotong batu, bagaimana mungkin kita dapat keluar dari
sini dengan mudah..." "Tapi nona kan mengerti bagaimana caranya untuk membuka pintu
rahasia tersebut?" seru Bau ji sambil menuding kearah si nona.
Nona Kim segera tertawa. "Betul, seandainya tiada aku?" Bau ji
segera terbungkam, saking mendongkolnya dia tak
membuka suara lagi. Kembali nona Kim tertawa, kepada Houji ujarnya.
"Sebelum menang kita harus mencegah jangan sampai kalah,
mari kita mencari jalan mundurnya lebih dulu!" "Baik, aku akan
menuruti perkataanmu saja." kata Hou ji sambil
tertawa cekikikan, "bagaimana pun juga, sesampainya ditempat ini aku
dan Toa te sama halnya dengan memasuki barisan yang
membingungkan, mana pintu, mana jendela, kami sama sekali tak
mengerti, kalau tak menuruti perkataanmu apa lagi yang bisa kami
lakukan?" Nona Kim tidak menjawab, dia mulai memeriksa semua dinding dan
dekorasi yang ada didalam ruangan tersebut
Akhirnya, sorot matanya berhenti pada menyandar tangan ditepi anak
tangga batu itu. Setelah memperhatikannya sejenak, dengan suara rendah dia berbisik:
"Harap kalian mundur dulu beberapa langkah!" Hou ji segera
menarik tangan Bau ji dan bersama-sama mundur
sejauh tiga langkah. Nona Kim berjalan mendekati anak tangga batu
itu, sekali lagi dia perhatikan penyandar tangan tadi. Kedua tiang itu berbentuk segi empat, ujungnya diukir sedemikian rupa
hingga berbentuk bulat. Setelah diperhatikan sekian lama, akhirnya nona Kim tertawa,
mendadak dia menekan bulatan kayu itu kesebelah kiri.
Apa yang diduga memang benar, ketika bulatan sebelah kiri itu
tertekan, benda itu segera bergerak turun kebawah.
Tapi setelah bergerak turun, ternyata disana tidak nampak terjadinya
suatu perubahan. Nona Kim seperti amat berpengalaman dengan keadaan semacam itu,
kali ini tangannya berputar ke sebelah kiri.
Dengan digerakkannya bulatan kayu itu ke-kiri, kali ini bergema lah
suara gemerincingan yang sangat keras.
Ketika memandang lagi kearah pintu batu yang tertutup rapat tadi,
diiringi suara gemuruh yang amat keras, pintu tadi pelan-pelan bergeser
naik keatas. Tidak menunggu sampai pintu itu benar-benar terbuka, nona Kim telah
memutar bilik tombol tadi ketempat asalnya.
Sambil tertawa cekikikan Hou ji berkata: "Bagus sekali, sekarang kita
tak usah kuatir tersekap didalam bangunan loteng ini lagi."
Bau ji tidak mengucapkan sepatah kata pun, tapi dia merasa kagum
sekali dengan kecerdasan gadis tersebut.
"Benar, tentu saja tempat ini adalah sebuah loteng batu" sambung nona
Kim, "tapi seandainya kita sampai tersekap disini, tanpa makanan tanpa
air minum, loteng ini pada hakekatnya akan berubah menjadi sebuah
peti mati raksasa." Hou-ji tertawa, dia segera mengalihkan pembicaraan kesoal lain,
katanya: "Apakah sekarang kita boleh naik keloteng?" Nona Kim tidak
menjawab. tapi dia sudah beranjak menaiki anak
tangga tersebut. Gadis itu bertindak sangat berhati-hati, setiap naik satu undakan, dia
selalu mencoka untuk menutulnya beberapa kali dengan ujung kaki,
setelah yakin kalau tiada serangan apapun dia baru berani melangkah
keatas. Hou ji dan Bau ji tetap berjalan dibelakang gadis itu dan maju keatas
selangkah demi selangkah. Trap batu itu semuanya berjumlah dua puluh empat buah, ternyata
mereka dapat mencapai kertas dengan selamat.
Pada bagian yang terakhir dari undak-undakan batu itu merupakan
sebuah pintu, nona Kim kembali berhenti.
MuIa mula dia memeriksa dulu sekeliling pintu dengan seksama, berapa
waktu kemudian baru ujarnya sambil tersenyum.
"Coba kalian perhatikan, pintu inipun terbuat dari baja asli !" Hou ji
mendongakkan kepalanya sambil turut memperhatikan,
betul juga disini melintang selapis baja yang tebalnya tiga inci, lapisan
baja tersebut tertanam dibalik dinding hingga hanya terlihat sebuah
garis tapi yang sangat sempit, warna dinding dengan warna baja hampir
sama satu sama lainnya. Hanya orang yang teliti saja akan menemukan perbedaan tersebut.
Sementara itu nona Kim telah berkata lagi: "Coba kau perhatikan
lapisan dinding sebelah kanan, bukankah disitupun terdapat dinding
tempat obor" Aku tebak disitulah letak kunci yang mengendalikan buka
tutupnya pintu baja tersebut!"
Seraya berkata dia lantas berjalan kearah pintu tadi diikuti oleh Hou ji
dan Bau ji. Nona Kim bertindak sangat hati-hati, ia merasa harus mencoba dulu
sebelum segalanya dilanjutkan maka ia berhenti dibawah dinding baja
tersebut kemudian mulai memutar tempat obor tersebut.
Apa yang diduga memang benar, ketika tempat obor diputar, tiba-tiba
saja pintu baja itu bergeser kebawah dengan menimbulkan suara
gemuruh yang amat keras. Menyaksikan kesemuanya ini, Bau ji merasa semakin kagum lagi, tanpa
terasa serunya: "Sungguh tak kusangka, sungguh tak kusangka, seandainya tiada
nona.." Belum habis ucapan tersebut diutarakan, entah dari mana datangnya
suara, mendadak bergema suara gelak tawa yang amat merdu,
menyusul berhentinya gelak tertawa tadi, terdengar pula seseorang
berseru dengan suara lantang: "Betul, tanpa nona ini kalian tak akan sampai diatas lotengku ini. tapi
seandainya tak ada dia, kalianpun tak akan terkurung ditempat ini."
Selesai berkata, kembali suara tertawa nyaring bergema memecahkan
keheningan. Ketika mendengar ucapan tadi, nona Kim yang kebetulan masih
menggenggam tempat obor tadi buru buru memutar kembali tempat
tersebut kearah semula. Tempat obor itu memang sudah balik keasalnya semula, tapi pintu besi
yang sudah terlanjur turun kebawah itu tak pernah membuka kembali.
Suara gelak tertawa telah berhenti, lalu suara orang itupun bergema lagi
diudara: "Percuma, sekalipun kau memutar tempat obor itu sampai rusak juga
tak mungkin bisa membuka pintu baja itu lagi, teorinya gampang sekali,
tempat obor tersebut hanya merupakan alat rahasia untuk menutup
pintu baja belaka. "Sedang mengenai dimanakah letak tombol rahasia untuk membuka
pintu baja tersebut, bila kau merasa mengerti, silahkan saja untuk
mencoba mencarinya, bagaimanapun juga sekarang kau
toh tak dapat turun ke bawah, waktu yang tersedia untukmu masih
banyak sekali !" Setelah ucapan itu berhenti, tak pernah terdengar suara lainnya lagi.
Selembar wajah nona Kim segera berubah menjadi merah padam, ia
merasa malu juga menyesal. Kali ini, Bau-ji yang menghiburnya, dia berkata begini: "Nona asal
kita dapat sampai di loteng ini dengan selamat, hal
tersebut sudah lebih dari cukup, sebelum jite berhasil kutemukan, soal
pintu pintu bisa terbuka atau tidak bukan menjadi masalah, oleh sebab
itu kau pun tak usah merasa cemas !"
"Benar nona." sambung Hou-ji pula. "kini soal pintu baja itu bisa
terbuka atau tidak, tiada keuntungan atau kerugian apapun untuk kita
semua. Nona Kim segera menarik kembali tangannya dan menundukkan
kepalanya rendah-rendah. Terdengar Hou-ji berkata lagi: "Semua ucapanku adalah kata-kata
yang sejujurnya, barusan yang dikatakan Toa-te juga betul, kita sekarang sedang mencari
Siau-liong, cuma Toa te seperti sudah melupakan akan satu hal."
"Soal apa?" Hou ji tertawa. "Ketika kita berhasil menemukan Siau
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
liong nanti, paling tidak budak ingusan yang tekebur dan mentertawakan kitabarusan juga
berkesempatan untuk melarikan diri.
"Tapi sekarang dia membelenggu diri sendiri, selama pintu baja belum
terbuka, aku percaya diapun tak akan bisa kabur dari bangunan ini, bila
ia sampai membuka pintu baja tersebut, maka kita akan segera turut
keluar juga dari sini. Nona Kim segera tertawa geli setelah mendengar perkataan Hou ji
tersebut, serunya kemudian: "Sudahlah, bagaimanapun juga hal ini gara-gara keteledoranku sehingga
mengurung kita semua disini, apa yang dikatakan orang memang betul,
dan tombol yang mengendalikan buka tutupnya pintu juga akan kucari
terus, aku percaya tombol itu pasti dapat kutemukan!"
Baru selesai dia berkata, suara gelak tertawa tadi telah berkumandang
lagi. "Hahahahahaha... kau sedang mimpi, tomboI untuk membuka dan
menutup pintu tersebut berada disisiku, kau jangan harap bisa
menemukannya kembali !" Tampaknya nona Kim sudah dibuat mendongkol oleh perkataan itu, dia
segera berteriak keras: "Beranikah kau bertaruh denganku, aku pasti dapat menemukan tombol
rahasia tersebut?" "Baik, mau bertaruh apa " Katakan saja ?" Tanpa berpikir panjang
nona Kim menyahut: "Kita bertaruh tentang mati hidupmu !" Orang
dalam kegelapan itu segera tertawa terbahak-bahak. "Hahahahaha....
padahal kematianmu sudah berada didepan
mata, tapi untuk adilnya, aku akan mengabulkan permintaanmu itu !"
"Hmm, tak usah tekebur dulu, dalam sepuluh bagian, ada sembilan
bagian kematian ada dipihak mu !"
"Berbicara tanpa bukti apa gunanya, kau cari saja lebih dulu !"
"Jangan lupa, aku masih mempunyai tiga orang sandera yang
bisa digunakan untuk mengancammu !"
Setelah perkataan tersebut diutarakan, suasana untuk sesaat menjadi
hening, tak kedengaran suara jawaban.
Lama kemudian, orang yang berada dibalik kegelapan itu baru berkata
lagi: "Kau sudah apakan mereka ?"
Nona Kim tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya ujarnya |lagi:
"Mana orang yang hendak kami cari?" Tiba-tiba orang yang berada
dalam kegelapan itu tertawa terbahak-bahak, kemudian ujarnya: "Haaahh... haaaahh... haaahhh...
hampir saja aku tertipu oleh akal melihatmu sekarang keadaan kita menjadi berimbang, aku pun tidak
mempunyai cukup waktu lagi untuk bertanya jawab denganmu, bila kau
memang punya kepandaian ayolah cari dulu tombol rahasia tersebut...!"
"Tampaknya jite benar-benar sudah terperangkap!" kata Bau ji
kemudian dengan kening berkerut. "Hhmmm, tak bakal salah lagi. kalau tidak, siapakah yang mampu
menandingi kehebatan Siau-liong ?"
Sementara itu nona Kim telah mengulapkan tangannya sambil
meloloskan pedang, kemudian dengan ujung pedangnya dia
menggurat-gurat permukaan tanah. Ketika Hou-ji dan Bau-ji memperhatikan lagi dengan seksama. ternyata
nona Kim sedang menulis beberapa tulisan diatas tanah.
ia sedang menulis begini: "Aku sengaja mengajaknya bertanya
jawab, tujuanku adalah untuk mencari tahu tempat persembunyian mereka. ia bisa masuk
berarti pasti ada pintunya, pintu itu dapat dibuka dan ditutup semuanya
sendiri, berarti tombol rahasia itu pasti berada didalam sana.
"Sekarang kita harus menemukan letak tombol rahasia tersebut lebih
dahulu, asal sudah di temukan, kemudian dengan suatu serangan secara
mendadak kita serang orang itu. Asal orang tersebut dapat dibekuk.
maka segala sesuatunya akan berubah menjadi aman kembali"
Hou ji dan Bau ji segera manggut-manggut. Maka nona Kim menulis
lagi: "Sekarang kita tak usah bicara dulu, jangan memberi
kesempatan kepadanya untuk mempersiapkan diri!" Untuk kedua kalinya Bau ji dan
Hou ji mengangguk. Dengan cepat nona Kim menghapus tulisan itu,
kemudian baru berkata. "Sekarang kita maj Bara Naga 8 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Bentrok Para Pendekar 20