Bukit Pemakan Manusia 8
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 8
ujui. Kwik Wangwee tidak berkata apa apa lagi dia segera pergi
meninggalkan tempat itu. Semenjak hari itu, Sun Tiong lo pun menjadi penjaga gudang, selain
makan tidur, mengusir kucing dan anjing, kerjanya hanya membaca
buku. Padahal setiap hari antara kentongan kedua sampai kentongan kelima,
dia selalu duduk bersemedi untuk melatih ilmunya.
Sesungguhnya pengemis tua Ku Gwat cong adalah seorang jagoan yang
luar biasa sekali didalam dunia persilatan dia tak lain adalah Koay kay
(pengemis aneh) yang disebut orang sebagai jago piling aneh dikolong
langit... Berbicara soal tingkat kedudukan dan usia nya, Ku Gwat cong boleh
dibilang termasuk dalam jagoan angkatan tua, diantara sekian banyak
jago tua angkatannya, hanya tinggal tiga orang saja yang masih hidup.
Pengemis aneh ini memang cukup aneh, setelah membawa pergi Siau
liong, ternyata selama lima tahun ia tak pernah mengajarkan satu jurus
gerak seranganpun kepadanya... Walaupun demikian, dia mengajarkan suatu ilmu semedi yang cukup
aneh kepadanya. Sun Tiong lo baru berumur sepuluh tahun, bagaimanapun juga dia masih
terhitung seorang kanak kanak, kanak kanakpun mempunyai jalan
pikiran kanak kanak, kalau ingin mengurung nya terus didalam gudang,
hal ini bukanlah su atu pekerjaan yang sangat mudah.
Tapi selama berada disini, kecuali duduk dalam gudang atau kursi, dia
tak pernah keluar rumah, lagipula dia tidak pernah kenal dengan
siapapun, maka tiada orang pula yang diajaknya bermain.
Tapi hal ini tidak menjadi soal baginya. sebab dia mempunyai cara yang
paling ideal untuk menghilangkan waktu.
Setiap kali ada waktu senggang, dia lantas membaca buku sambil
berbaring, itulah sejilid buku aneh, buku yang ditinggalkan Ku Gwat
cong kepadanya, isi buku itu sudah hafal di luar kepala, tapi gambar
yang tercantum dalam kitab itu sama sekali tidak dipahami olehnya.
Kini, diapun sambil berbaring membaca buku sambil makan buah yang
memang tersedia dalam gudang tunggu pengiriman, maka sambil
membaca, dia makan buah, lalu bijinya da sambit keluar lewat jendela.
Dibalik jendela merupakan sebuah lorong delapan sepuluh tahun tak
pernah ada yang lewat disana, sedangkan daun jendela telah rusak,
diluar jendela sana terdapatlah sebuah lubang, yang cukup besar.
Waktu berlalu cepat, dalam waktu singkat Sun Tiong-lo sudah mencapai
dua belas tahun. Malam itu. kentongan kedua baru saja lewat. Sun Tiong-lo baru saja
menyelesaikan latihan tenaga dalamnya,
Mendadak terdengar suara anjing menggonggong tiada hentinya,
menyusul kemudian "bluuuk !" sebuah benda berat terjatuh didalam
lorong sempit di belakang gudang. Waktu itu Sun Tiong-lo baru saja memadamkan lampu dan berbaring,
dengan cepat dia melompat bangun dan duduk, dengan jelas ia
mendengar ada benda terjatuh dalam lorong tadi, namun sampai sekian
lama belum juga kedengaran suara berikutnya.
Sesaat kemudian baru terdengar suara ujung baju terhembus angin.
Sun Tiong lo segera membaringkan diri lagi dan pura-pura tidur pulas,
meski matanya terpejamkan namun telinganya dipasang baik baik untuk
mendengarkan gerak gerik disana. Diatas dinding pekarangan seperti ada suara orang, malah tiga orang
jumlahnya, terdengar salah seorang diantaranya berkata:
"Lo lak, bagaimana" Apakah kau temukan bayangan tubuh keparat
itu...?" Yang dipanggil sebagai Lo lak segera menjawab. "Tampaknya tidak
berada disini, mari kita mencari di tempat lain
!" "Lak te, bukankah dibawah sana terdapat tanah datar?" seorang
yang lain segera berseru. "Aaah.... benar, coba kutengok !" pencoleng
itu ternyata benar-benar melompat turun ke dalam lorong sempit
tersebut. Tapi tak lama kemudian dia sudah melompat balik keatas dinding
pekarangan seraya menyumpah. "Sialan, dibawah sana adalah sebuah gedung buah, mari kita cari
ditempat lain saja." "Kalau begitu keparat itu tak mungkin akan bersembunyi disini" kata
orang pertama tadi, dia terluka parah, tak mungkin bisa kabur ter lalu
jauh, mari kita menggeledah ditempat ini"
Tak lama kemudian terdengar ke tiga orang pejalan malam itu berlalu
dari sana. Beberapa waktu kemudian, dari arah lorong sempit itu baru kedengaran
ada suara, kemudian dari balik lubang dibelakang jendela tampak
sesosok bayangan hitam menerobos masuk ke dalam, kakinya tepat
menginjak diatas pembaringan karena kehilangan keseimbangan
badannya, dia roboh terguling. Dengan cekatan Sun liong lo melompat turun dari atas ranjang,
menutup jendela dan hendak memasang lampu.
Tapi tamu tak diundang yang terkapar di atas pembaringan itu segera
mencegah: "Jangan memasang lampu, harap jangan memasang lampu, aku bukan
orang jahat..." Sun Tiong lo sama sekali tidak takut, juga tidak menuruti perkataan orang
itu, dia memasang lampu kemudian memperhatikan wajah orang tadi
dengan sepasang matanya yang besar dan jeli.
Dengan cemas orang itu segera berseru: "Adik cilik, aku adalah
seorang pengawal barang yang bertemu
dengan musuh besarku, mereka bertiga mengerubuti aku seorang aku
tak tahan dan kena dibacok kakiku, untung bisa kabur sampai disini,
jika kau menyulut lampu...." Belum habis dia berkata, Sun Tiong lo telah memadamkan lampu
lentera itu seraya berkata. "Kau seperti orang baik-baik, akan kupadamkan dan mendengarkan
penuturan selanjutnya." "Aku she Cui bernama Tong dengan nama kecil Cu hoa" orang itu
menerangkan "aku adalah Sam-lok piautau dari perusahaan pengawalan
barang Pat tat piaukiok, sebutannya saja piautau, padahal sesungguhnya
cuma seorang Tang cu ji !" "Apa sih yang disebut Tang cu jiu itu?" tiba-tiba Sun Tiong lo bertanya
keheranan. Cui Tong tertawa getir. "Artinya anak buah, atau pelayan kerjanya
hanya memasang kereta, mengambil barang kebutuhan, membongkar peti dan jaga
malam, pokoknya semua kerja kasar adalah pekerjaan ku"
"Oooh... kalau begitu kau lebih mengenaskan nasibnya dari pada
aku...." kata Sun Tiong lo. Sekali lagi Cui Tong tertawa getir. "Adik kecil, asal kita masih bisa
makan dengan menggunakan tenaga sendiri, hal ini masih tidak terhitung mengenaskan
katanya, Sun Tiong lo tidak berbicara lagi, dibalik kegelapan sepasang matanya
yang besar dan jeli itu memancarkan sinar tajam, keadaan ini seketika
itu juga membuat Cui Tong merasa amat terperanjat.
Seandainya Sun Tiong-Io bukan seorang anak kecil belaka, Cui Tong
pasti akan mengira dirinya telah bertemu dengan seorang jago lihay
dari dunia persilatan. Tentu saja mimpipun Cui Tong tak akan menyangka kalau bocah
penjaga gudang yang berada dihadapannya sekarang tak lain adalah
majikan kecil yang ditolongnya tujuh tahun berselang, sedangkan Sun
Tiong-lo sendiri sama sekali lidak kenal dengan Cui Tong.
Waktu itu dia masih terlalu kecil, apalagi dalam lelap tidur yang
nyenyak, ketika terjadi peristiwa dirumahnya dan dia ditolong orang,
kesemuanya itu tidak diketahui olehnya bila pengemis tua tersebut
tidak menceritakan hal ini kepadanya.
Ketika dia bertanya siapakah yang telah menyelamatkannya, pengemis
tua itu tak pernah mau berbicara, malah berpesan kepadanya sebelum
kepandaian silat yang dimilikinya mencapai tingkatan yang luar biasa,
rahasia asal usulnya tak boleh dibocorkan.
Walaupun antara majikan dan pembantu tidak saling mengenal, namun
Thian telah mengaturkan pertemuan yang tak terduga ini, sekalipun kali
ini harus berpisah lagi, namun di kemudian hari mereka sudah tahu
tempat untuk mencarinya. Begitulah, dalam keragu-raguan Cui Tong menuturkan kembali
pengalaman yang baru saja menimpa dirinya.
"Tahun berselang, ketika aku mengikuti Tay piautau mengawal
barang-barang ke kota Tay-awan, di luar perkampungan keluarga Sik
telah menderita musibah, untung saja kepandaian silat Toa- piautau
lihay sehingga kawanan perampok itu kena dipukul mundur, siapa tahu
hari ini aku telah berjumpa lagi dengan mereka."
"Parahkah luka diatas kakimu itu ?"
"Cukup parah, tapi tak menjadi soal, aku membawa obat luka yang
terbaik, asal bisa beristirahat barang dua hari, niscaya luka ini akan
sembuh dengan sendirinya, cuma..."
Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya Sun Tiong-lo telah
menukas lebih dulu: "Kalau begitu beristirahat saja dalam gudang ini, tak akan ada yang
menayai dirimu, aku akan persiapkan tempat bagimu, sekalipun
musuh-musuhmu itu akan berdatangan kembali, belum tentu dia dapat
menemukan dirimu, tak usah khawatir."
Apa yang telah dikatakan ternyata dilakukan Sun Tiong-lo dengan
cepat, diatas tumpukan karung-karung buah kering tingginya hampir
mencapii langit-langit gudang itu dia siapkan sebuah tempat bagi Cui
Tong untuk beristirahat, bahkan membimbingnya naik ke atas.
Satu hari, dua hari, akhirnya luka diatas paha Cui Tong sudah sembuh
enam tujuh bagian. Tentu saja paling baik kalau dia bisa beristirahat beberapa hari lagi, tapi
Cui Tong seperti diburu-buru waktu, dia telah memberitahu kepada Sun
Tiong lo bahwa kentongan pertama malam nanti, dia pergi akan
meninggalkan tempat itu. Namun dasar kanak kanak, Sun Tionglo bersikap agar Cui Tong
mengajarkan semacam kepandaian dulu kepadanya, hal ini tentu saja
amat menyusahkan Cui Tong, sebab kepandaian silat semacam apapun
mustahil bisa dipelajari dalam waktu singkat.
Apalagi sejak majikannya menjumpai musibah, Cui Tong sudah
menaruh perasaan benci terhadap ilmu silat, namun Sun Tiong lo yang
masih polos ini adalah penolongnya, dia tak ingin mencelakai bocah itu,
maka dia bertekad tak akan mengajarkan kepandaian apapun, walau
hanya setengah jurus. Akan tetapi Sun Tiong lo mendesak terus menerus, dalam keadaan apa
boleh buat, akhirnya timbul suatu ingatan dalam benak Cui Tong, bulan
enam adalah musim lalat berkembang biak, tibatiba
saja ia menemukan sebuah cara yang baik menangkap lalat dan
nyamuk. Ia lantas memberitahukan kepada Sun Tiong lo agar memesan sepasang
sumpit baja sepanjang dua depa pada tukang besi, dikatakan sumpit itu
hendak dipakai untuk menjepit lalat dan nyamuk yang menjengkelkan
itu. Kemudian diapun memberitahukan bahwa kalau menjepit mesti
menjepit kakinya, tak boleh menjepit sayap, harus menjepit ekor tak
boleh menjepit kepala, jepitannya tak boleh mematikan, tapi juga tak
bisa membiarkan dia terbang. Andaikata orang dewasa yang mendengar cerita ini, mereka pasti akan
tertawa kegelian, bahkan tahu kalau Cui Tong sedang menampik dengan
menggunakan alasan tersebut. Lain dengan Sun Tiong lo, dia menganggap permainan itu sangat
menarik, maka dipelajarinya cara menangkap lalat dan nyamuk dengan
seksama. Maka sepeninggal Cui Tong, saban hari dia melatih diri menjepit lalat
dan nyamuk dengan sumpit bajanya itu.
Orang kuno bilang: Kucing buta bertemu tikus mampus. Sun Tiona-lo
yang saban hari melatih menyumpit, akhirnya malam itu ia berhasil juga
menjepit seekor nyamuk sialan sampai mampus.
Melihat itu, Sun Tiong-lo tertawa kegembiraan, inilah tertawa yang
pertama kalinya selama tujuh tahun terakhir ini.
Maka diapun menyumpit terus tiada hentinya, tahun demi tahun lewat
dengan cepat. Sekarang Sun Tiong lo sudah empat belas tahun, perawakannya lebih
pendek, dibanding kan dengan anak sebayanya.
Bulan dua belas sudah berakhir dan permulaan tahunpun menjelang
tiba, suatu hari Kwik Wangwee menitahkan pelayannya untuk
memanggil Sun Tiong lo. Rupanya dia menyampaikan kabar gembira, mulai bulan satu, Sun Tiong
lo telah diangkat sebagai pembantu kasar dari Kwik Wangwee dengan
gaji satu tail sebulan, soal makan, soal tempat tinggal dan soal membaca
buku, Kwik Wangwee memberi kebebasan kepadanya.
Selain itu, Kwik Wangwee juga berkata pada Sun Tiong lo bahwa
selama enam tahun Sun Tiong lo tak pernah keluar rumah, hal ini amat
menggirangkan hati hartawan Kwik. Maka menjelang tahun baru, dia memperkenankan Sun Tiong lo
mengikuti pelayan tua nya untuk berjalan jalan ke ibu kota sambil
sekalian berpesiar. Kwik Wangwee membelikan pakaian baru untuk Sun Tiong lo selain
memberi hadiah dua tail perak kepadanya, bahkan berpesan pada
pelayan tuanya agar baik-baik menjaga keselamatan Sun Tiong lo.
Hari itu, berangkatlah Sun Tiong lo dan pelayan tua itu menuju ke ibu
kota. Rumah penginapan dimana mereka menginap adalah sebuah
penginapan yang amat ramai, rumah penginapan itu milik Sah Hwe cu
dengan merek Cuan-hok, "Sah Hwe cu" adalah seorang lelaki bermuka
burik yang cukup termashur namanya disana.
Sebelum pegawai tua berangkat dengan tugasnya, dia berpesan kepada
Sah Hwe-cu agar mencarikan seorang pelayan yang jujur untuk
menemani Sun Tiong-lo berjalan jalan.
Sah Hwe-cu segera menyanggupi dan mencari seorang pelayan yang
bernama Pek Keh-hok untuk menemani Sun Tiong lo.
Setelah keluar dari rumah penginapan, Pek Keh-hok lantas berkata:
"Kau hendak berpesiar kemana saja " Ke Thian-kau, atau Hoa keng,
atau mengunjungi kuil..." "Kita pergi ke perusahaan Pat tat piaukiok lebih dulu !" tukas Sun Tiong
lo tiba-tiba. Mendengar jawaban tersebut, Pek Keh hok agak tertegun, kemudian
serunya heran: "Pat-tat piaukiok" Ada urusan apa kau hendak ke mana ?" "Mencari
orang, disana ada seorang teman ku!" Pek Kehhok memperhatikan
sekeliling tempat itu sekejap, ketika
tidak menjumpai orang yang mencurigakan ia baru berbisik: "Sudahlah,
lebih baik jangan ke sana, dua hari belakangan ini Pat
tat piaupiok sedang ketimpa persoalan, dengan susah payah kau
datang ke ibu kota, bukan mencari kesenangan, buat apa ke tempat itu
mencari gara gara ?" Mengetahui kalau perusahaan Pat tat piaukiok terjadi peristiwa, Sun
Tiong lo semakin bernafsu untuk pergi ke sana, dengan perasaan apa
boleh buat terpaksa Pek Keh hok mengajaknya ke depan jalan menuju
ke perusahaan tersebut, sementara dia menunggu dimulut gang.
Tak lama kemudian sampailah mereka didepan mulut gang menuju ke
kantor perusahaan Pat tat piaukiok, sambil menuding ke dalam gang itu,
Pek Keh hok berkata: "lni dia gangnya, aku tak ikut masuk, kau lihat disitu ada warung teh "
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nah aku menanti mu disana, harap kau jangan terlalu lama !"
Sun Tiong-lo mengiakan, dia lantas masuk kedalam gang itu seorang
diri. Gedung perusahaan Pat-tat-piaukiok terletak ditengah-tengah gang,
pintu gerbang yang berwarna hitam terpentang lebar, dikedua sisi pintu
terdapat palang kayu tempat kuda, sedang dekat pintu berdiri dua orang
lelaki kekar. -oo0dw0ooJilid 16 KETIKA Sun Tiong-lo mendekati pintu gerbang, salah seorang penjaga
itu sudah memperhatikannya dengan seksama, melihat dia naiki tangga
batu, dengan cepat lelaki itu menghadang jalan perginya sambil
menegur: "Saudara cilik, ada urusar apa kau datang kemari ?" "Mencari teman
!" Senyuman segera menghiasi wajah lelaki itu, tanyanya lagi: "Kau
mencari siapa " saudara cilik, siapa pula namamu ?" "Aku bernama
Sun Tiong-lo, aku datang ke mari mencari Cui
Tong, Cui piautau...!" Empat orang lelaki penjaga pintu itu sama-sama
tertegun, kemudian sambil menggeleng kan kepalanya mereka berkata: "Mungkin
kau keliru, disini hanya ada seorang Cui piautau, tapi
tidak bernama Cui Tong." "Dia mempunyai nama lain yang bernama Cui
Cu-hoa!" cepat cepat Sun Tiong-lo menambahkan. Kali ini dia benar, seorang lelaki
segera masuk meninggalkan, mimpipun Cui Tong tidak menyangka kalau Sun Tiong-lo bakal datang
mencarinya, mendengar laporan itu dia merasa agak malu, kemudian
buru-buru keluar untuk menyambutnya.
Dalam ruang tamu, Cui Tong telah menyiapkan kata-kata yang akan
mengakui kalau pada empat tahun berselang dia cuma ngako belo
belaka dengan tujuan untuk meloloskan diri.
Siapa tahu, sebelum dia berbicara, Sun Tiong lo telah berkata lebih
duluan: "Cui piautau, kebetulan ada seorang pegawai Sun Wangwe datang
kemari untuk menagih hutang, Wangwe suruh aku turut jalan jalan,
maka aku sengaja datang menyambangimu sekalian mengucapkan
terimakasih kepadamu." Ucapan terimakasih tersebut membuat Cui Tong tertegun dan tak tahu
bagaimana mesti menjawab. Terdengar Sun Tiong-lo berkata lebih jauh. "Kepandaian yang kau
ajarkan kepadaku untuk menjepit nyamuk
dengan sumpit baja telah berhasil kukuasai, sekarang tak pernah
meleset lagi jepitanku, mau yang hidup atau yang mati, ingin menjepit
bagian yang mana, aku bisa melakukannya semua dengan tepat dan
cepat !" Menyinggung soal kepandaian "menjepit lalat dan nyamuk dengan
sumpit baja" merah padam selembar wajah Cui Tong karena jengah tapi
setelah mendengar semua perkataan itu, dia baru terbelalak dengan
mulut melongo, untuk sesaat lamanya dia hanya berdiri termangu
mangu tidak tahu apa yang musti dikatakan.
Ia sama sekali tak menduga kalau guraamya telah berhasil membuat
Sun Tioag-lo menguasai suatu kepandaian yang luar biasa, mungkin
inilah yang dikatakan orang sebagai baja yang diasah setiap haripun
akhirnya menjadi jarum. Dalam malu dan menyesalnya Cui tong lantas mengaku terus terang,
akan tetapi Sun-tiong lo tetap merasa berterima kasih kcpadanya,
bahkan menggunakan perumpamaan Han sin yang mendapat hinaan
untuk membandingkan kejadian itu. Semakin Sun-tiong-lo berkata begini, Cui tong merasa semakin tidak
tenteram hatinya. Diam-diam Cui-tong lantas bertekad, walau pun dibidang lain ia tak bisa
menolong banyak, maka dia hendak menggunakan uang yang cukup
untuK mengatur masa depan bocah yang pernah menolongnya itu.
Dia adalah seorang lelaki lurus yang berjiwa hangat, apa lagi tak lama
kemudian dia akan menghadapi persoalan yang menyangkut mati
hidupnya, dan dia mengerti lebih banyak kematian dari kehidupan bagi
dirinya. Oleh sebab itu selesai mendengar perkataan dati Sun Tiong lo itu, dia
lantas memegang bahu bocah itu seraya berkata.
"Mari saudara cilik, kita berbincang bincang dalam kamarku saja !"
Tiba di halaman belakang. Sun Tiong lo men jumpai kamar Cui Tong
sangat mewah, semewah kamar tidurnya Kwik Wan gwee, maka tanpa
terasa dia lantas berseru: "Tampaknya menjadi Sam lok piautau pun lumayan juga, mungkin
gajimu dalam sebulan cukup besar?"
Cui Tong hanya tertawa, namun getir dihati. Setelah ditolong oleh
pengemis tua yang aneh didepan pintu Kuil
Kwan ya hio di kota Tong ciu tempo hari, dengan sangu dua tahil perak
pemberian sang pengemis, dia telah berangkai kembaii ke ibu kota.
Dia tahu, kawanan pen tahat itu sedang mencari jejaknya diseluruh
penjuru dunia, maka ia gunakan nama Cui cu hoa, diapun
menggabungkan diri dengan perusahaan Pat tat piaukiok.
Dia mulai menyembunyikan kepandaiannya dan bekerja sebagai
seorang Tang cu jiu, tak sampai dua bulan kemudian, lo piautau telah
mengetahui kalau dia pernah belajar silat, lagi pula orangnya ringan
tangan dan jujur, maka diapun diangkat menjadi Sam lok piautau.
Tentu saja lo-piautau tidak akan mengetahui asal usulnya yang
scsungguhnya, cuma semenjak saat ini, dia selalu disuruh turut
berkelana dlam dunia persilatan. Pada mulanya dia masih kuatir kalau sampai ketahuan musuh, tapi lama
kelamaan dia baru mengendorkan kewaspadaannya, dia mengerti
kedudukannya sebagai pegawai rendah suatu perusahaan pengawal
barang telah dilindungi keselamatannya.
Tentu saja musuhnya tak akan menyangka kalau seorang pendekar
besar yang punya nama besar dalam dunia persilatan ternyata sudi
menjadi seorang Sam lok piautau. Tapi jika peristiwa akan terjadi, siapapun tidak bisa menghalanginya,
sewaktu mengikuti lo piautau melindungi barang kawalan, mereka telah
bertemu dengan Gi pak ngo hou (lima-ekor harimau dari Gi pak) yang
hendak membegal barang kawalan mereka diperkampungan keluarga Sik.
Pertarungan segera berlangsung, lo piautau harus melawan dengan dua
orang, sedangkan lima orang piautau kelas dua yang harus berhadapan
musuh yang lebih tangguh menjadi kocar kacir dibuatnya, mereka mesti
melakukan perlawanan mati-matian. Dengan kedudukan Cui Tong ketika itu, melindungi barang kawalan
merupakan kewajibannya, tapi bukan tugasnya untuk bertarung
melawan musuh, walaupun demikian ia tak bisa membiarkan rekannya
terbunuh, diapun tidak dapat membiarkan kelima harimau itu membegal
barang kawalannya. Maka dengan sebilah golok dia lantas turun pula ke arena pertarungan
kepandaian silat, yang dimilikinya waktu itu memang jauh lebih lihay
dari musuhnya itu, di dalam waktu yang amat singkat dua musuhnya di
babat dan tiga lainnya dilukai, dengan menderita kekalahan hcbat,
musuh musuhnya itu segera kabur menyelamatkan diri.
Setelah peristiwa tersebut, lo-piautau hanya memandangnya dengan
sinar mata berterima kasih tanpa mengucapkan apa apa, tapi
sekembalinya ke dalam perusahaan, dia baru memanggilnya ke ruang
dalam dan berbincang semalaman suntuk.
Sejak itulah dia menjadi congkoan dari perusahaan Pat-tat piaukiok, ia
tak perlu mengawal barang lagi melainkan hanya persoalan dalam
perusahaan, kedudukannya tentu saja jauh lebih tinggi daripada
kedudukan seorang sam-lok piautau. Tentu saja kejadian ini merimbulkan protes dari rekan rekannya dan
mereka menganggap lo piautau pilih kasih, tapi lama kelamaan
mereka baru tahu kalau dia punya penyakit lama yang bila
menggunakan tenaga kelewat besar akan menimbulkan kematian, sejak
itulah semua protes baru dihentikan . . .
Empat tahun berselang ketika dia sedang berjalan malam, tanpa
sengaja telah berjumpa dengan paman gurunya harimau kedua, ke tiga
dan ke lima dari Gi-pak ngo hou yang di sebut orang persilatan sebagai
pek jiu-hud (Buddha bertangan seratus) Mong hwesio.
Dalam suatu pertarungan sengit yang kemudian berlangsung,
senjatanya kena dipukul jatuh oleh ilmu pek poh sin tan (sentilan sakti
seratus langkah) dari Mong hwesio, yang mengakibatkan kakinya
terbacok, itulah sebabnya dia lantas melarikan diri ke gedung hartawan
Kwik dan bertemu dengan Sun Tiong Io.
Lima hari berselang, Gi pak ngo hou telah masuk keibu kota dan
menggunakan peraturan dunia persilatan untuk menyambangi
perusahaan pat tat piau kiok, namun mereka tidak masuk sebaliknya
hanya meninggalkan sepucuk surat undangan.
Diatas kartu undangan itu tertera jelas sekali, bahwa pada bulan dua
belas tanggal dua puluh tiga pada kentongan yang pertama itu nanti,
diharapkan Sam lok piautau Ciu Ci hoa datang kekebun sayur keluarga
Lau di utara kota untuk melangsungkan duel satu lawan satu.
Sedangkan kartu undangan itu ditanda tangani oleh Pek-jiu hud
(Buddha bertangan seratus) Mong hweesio.
Mong hweesio menyampaikan tantangannya itu menurut peraturan dunia
persilatan, sudah barang tentu Ciu-thong harus membalas tantangan
tersebut, sebab dalam keadaan begini, bukan saja tak dapat mundur,
bahkan mencari teman pun dianggap sesuatu yang memalukan.
Begitu kabar tersebut tersiar luas, belasan perusahaan pengawalan
barang yang ada di ibu kota menjadi gempar.
Hal ini bukan dikarenakan kejadian macam itu jarang terjadi, melainkan
karena pihak lawan bukannya menantang piautau yang
bertanggung jawab atas perusahaan Pat-tat-piau-kiok, sebaliknya
malahan menantang seorang Tangcu-jiu yang berpangkat rendah.
Maka keesokan harinya, para cong piautau dari kesepuluh perusahaan
pengawalan barang itu berbondong bondong datang keperusaan Pat-tat
piaukiok. Lu lo piautau dari perusahaan pat tat piau kiok tentu saja tak dapat
memberi keterangan apa adanya, maka dengan menggunakan kata "aku
sendiripun tidak habis mengerti" untuk menjawab pertanyaan mereka,
sudah barang tentu jawaban semacam ini sangat tidak memuaskan
semua orang. Mereka bersikeras untuk mengundang Ciu Tong untuk membicarakan
persoalan ini, tapi semuanya ditampik oleh Lu lo piautau, maka akhirnya
merekapun meninggalkan pesan sebelum berpamitan bahwa mereka
akan setia kawan dan tak akan membiarkan Mong hweesio bertingkah
semaunya sendiri. Bahkan mereka memutuskan pada malam tanggal dua puluh tiga nanti
akan hadir semua di kebun sayurnya keluarga Lau dikota Utara,
kehadiran mereka bukan untuk membantu, tapi bila terdapat ketidak
adilan mereka akan turut mencampurinya.
Dikala Ciu Tong sedang pusing tujuh keliling menghadapi persoalan ini,
Sun Tiong lo yang tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi telah
berkunjung datang, hal ini membuat Ciu Tong bertekat untuk membalas
budi dari Sun Tiong lo tersebut. Sambil menyodorkan secawan arak untuk Sun Tiong lo, dia lantas
berkata: "Saudara cilik, duduklah dahulu, aku hendak ke dalam sebentar untuk
mengambil sedikit barang, dengan cepatnya aku akan datang kembali."
sambil tertawa dia lantas beranjak pergi.
Tak selang seperminum teh kemudian, dia muncul kembali sambil
membawa sebuah bungkusan kecil, sambil meletakkan bungkusan itu
kemeja, katanya: "Saudara cilik, ada suatu hal aku ingin merepotkan dirimu, harap kau
jangan menampiknya" "Asal dapat kulakukan" sahut Sun Tiong lo cepat sambil membelalakkan
matanya lebar-lebar. Cui Tong tertawa, katanya sambil menuding bungkusan kecil terbuat
dari kulit itu: "Soal ini pasii dapat kau lakukan"
"Harus kuberikan kepada siapakah bungkusan itu?" tanya Sun Tiong lo
sambil memperhatikan sekejap bungkusan itu.
Cui Tong segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya:
"Saudara cilik, aku harap kau suka menyimpan bungkusan kecilku ini
selama berapa waktu, selewatnya bulan dua belas tanggal dua puluh
tiga nanti, aku pasti akan mengambilnya kembali"
"Kenapa?" Sun Tiong lo agak tidak mengerti. Cui Tong tertawa.
"Saudara cilik bersediakah kau untuk tidak banyak bertanya?"
pintanya tiba-tiba. "Baiklah," ucap Sun Tiong lo kemudian sambil
tertawa, "aku tak akan banyak bertanya, cuma selewatnya bulan dua belas tanggal dua
puluh lima mungkin aku sudah pulang ke Tong ciu, oleh sebab itu
paling lambat tanggal dua puluh empat malam kau harus pergi
mengambiInya, setuju?" "Baik" sahut Cui Tong agak sedih, "andaikata pada tanggal dua puluh
empat aku belum datang juga, harap saudara cilik bersedia untuk
membuka bungkusan itu, dari dalam kantung mana akan kau ketahui
harus pergi kemana untuk mencariku."
"Kau hendak kemana sih?" tanya Sun Tiong lo keheranan. Cui Tong
tertawa getir, "Kita toh sudah berjanji tak akan saling
bertanya?" tegurnya. Terpaksa Sun Tiong lo manggut-manggut, "Baiklah, aku tinggal di
sebuah rumah penginapan yang dibuka-oleh Sah Hwec-cu dengan
begitu kau jadi tak perlu mencari aku kesana kemari..."
Cui Tong tertawa dan tidak berkata lagi. Mendadak Sun Tiong lo
teringat kembali dengan apa yang diucapkannya oleh Pek Kek hok, dengan cepat tanyanya kembali:
"Bolehkah aku menanyakan soal yang lain?"
"Tentu saja boleh," jawab Cui Tong sambil mengangguk, "Silahkan
saudara cilik bertanya apa saja yang kau ingin ketahui"
"Aku mendengar dari pelayannya Sah Hwee cu yarg mengatakan
beberapa hari ini ada kerepotan yang lagi menimpa perusahaan Pat tat
piaukiok, sebenarnya kesulitan macam apakah" Seandainya tidak
serius..." "Harap saudara cilik jangan mempercayai kata usil orang lain" cepat Ciu
Tong menukas "perusahaan Pat tat piaukiok toh berada dalam keadaan
baik-baik, dari mana datangnya kesulitan" Coba kau lihat masa keadaan
kami disini bagai ditimpa kesulitan?"
Pengetahuan yang dimiliki oleh Sun Tiong lo memang amat kurang, apa
lagi orangnya polos dan jujur, maka diapun manggut- manggut.
"Kalau memang tiada kesulitan, tentu saja lebih baik lagi, Nah, aku
mohon pamit dulu pelayan penginapan itu- masih menungguku diluar
sana ..." "Aaah, hal ini mana boleh?" tukas Cui Tong segera, "dimana ia
sekarang" Biar kuutus orang unt.uk memberitahu kepadanya agar dia
pulang duluan, kau musti bersantap siang dulu bersama kami, lalu
berpesiar ke tempat-tempat yang indah sebelum pulang ke
penginapan." Semenjak kecil Sun Tiong lo sudah terbiasa hidup sengsara, entah
menghadapi persoalan apapun, dia selalu turun tangan sendiri, maka
begitu mendengar ucapan dari Cui Tong tersebut, ia berpikir sebentar
lalu menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Biar aku pergi sendiri," katanya. Tentu saja Cui Tong tak bisa tidak
harus mengiringinya, dia menemani bocah itu untuk menemani bocah itu untuk menemui Pek
Keh hok. Terhadap Cui Tong, Pek Keh hok tampak menaruh rasa jeri, dia hanya
mengiakan berulang kali, kemudian setelah berpesan agar Sun Tiong lo
jangan pulang terlalu malam, cepat-cepat dia ngeloyor pergi dari tempat
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Setelah bersantap bersama dengan sayur dan hidangin yang lezat, Cui
Tong menemani Sun Tiong lo berpesiar ke tempat-tempat yang
berpemandangan indah, hal itu membuat bocah tersebut mendapat
banyak pengetahuan tambahan, sekarang dia baru percaya, menempuh
perjalanan selaksa li sesungguhnya jauh lebih unggul daripada membaca
buku selaksa jilid. Kemudian mereka makan malam bersama di luar, sebelum Cui Tong
menghantarkannya pulang ke rumah penginapan.
Sepeninggalan Cui Tong, Pek Keh hok segera menggape ke arahnya
dengan sembunyi-sembunyi, lalu seperti pencuri saja dia celingukan
kesana kemari, menanti disana sudah tak ada orang, ia baru bertanya:
"Apakah piautau she Cui tadi bernama Cui Cu hoa?" "Ehmm,
memang dia, ada apa?" Pek Keh hok segera menggelengkan
kepalanya berulang kali, serunya dengan cemas: "Aduuuhh tuan kecilku... bukankah siang tadi
sudah kukatan, perusahaan Pat tat piaukiok sedang menemui
persoalan, kenapa kau..." Belum habis dia berkata, dengan nada tak senang hati Sun Tiong lo
telah menukas: "Kau jangan sembarangan bicara, hal ini telah kutanyakan pada Cui
piautau, dia bilang perusahaan Pat tat piaukiok sama sekali tidak
menjumpai kesulitan apa-apa!" "Siauya ku yang bodoh," ujar Pek keh hok sambil tertawa geli, "yang
bakal menjumpai persoalan dan kesulitan adalah Ciu piautaulah sendiri,
kalau kau tanyakan hal ini langsung padanya, mana dia mau mengaku?"
Sun Tiong lo menjadi tertegun. "Benarkah perkataanmu?" serunya
kemudian, Pek keh hok pikir sebentar, dan berkata: "Mari, ikutilah aku,
kebetulan ciangkwe kami tak keluar di rumah, mari kita berbincang
dalam kamar kasir sana dan mengenai soal betul atau tidak, boleh kau
tanyakan kepada Sah ciangkwee nanti!"
Tentu saja Sun Tioug lo tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dalam
kamar kasir dia lantas menanyakan persoalan ini kepada Sah Hwee cu,
ternyata sah Hwee cu mengakui akan kebenaran ucapan Pek Keh hok,
kesulitan itu memang terletak pada diri Cui Tong.
Mendengar hal itu, Sun Tiong lo menjadi sangat keheranan, katanya
kemudian: "Sah ciangkwee, mengapa Cui piautiu membohongi aku " Malah dia
minta kepadaku untuk menjagakan sebuah bungkusan kecil miliknya,
mengapa dia berbuat begitu ?" Sah hweecu adalah orang kawakan dalam dunia persilatan, dengan
terharu sahutnya: "Siau lote, sederhana sekali parsoalan ini, Pek jiu hud (Buddha
bertangan seratus) Mong hweesio termasuk seorang jago kenamaan
daiam dunia persilatan, ia bisa menantang Cui piauiau berarti kalau
mereka ada ikatan dendam." Belum habis perkataan itu diutarakan, Sun Tiong lo telah bertanya
kembali: "Aku ingin tahu, mengapa dia mesti membohongi aku ?" "Oooh...
mungkin dia tak ingin kau ikut menguatirkan
keselamatannya karena kau datang untuk menengoknya, maka kecuali
membohongi dirimu, apa lagi yang bisa dia katakan" Tentang
bungkusan kulit kecil itu.." "Aaah, sekarang aku sudah mengerti" kembali Sun Tiong lo menukas,
aku ingin pula menanyakan satu hal kepada Sah ciang kwee, dimanakah
Mong hweesio mengajak Cui piautau untuk berduel dan kapan waktunya
?" "Sudah hampir, kentongan pertama tanggal dua puluh tiga, tempatnya
di Kebun sayur keluarga Lau di utara kota !"
Sun Tiong lo tidak banyak bertanya lagi, setelah mengucapkan terima
kasih, dia lantas kembali ke kamar tidurnya.
Keesokan harinya pagi sekali pegawai Kwik Wangwee telah
membangunkannya sambil berseru: "Sun Tiong lo, bangun, cepat bangun, aku ada persoalan yang hendak
disampaikan kepada mu." Padahal Sun Tiong lo sudah bangun, sejak kentongan kelima dia sudah
bangun untuk bersemedi maka ketika pegawainya Kwik Wangwee
membangunkan dia, ia lantas pergunakan kesempatan itu untuk
melompat bangun dari atas pembaringan.
Tidak menanti bocah itu bertanya, sang pegawai sudah berkata lebih
lanjut. "Hari ini aku harus berangkat ke Yong teng bun untuk menagih hutang,
mungkin malam ini ia tak akan kembali, maka aku hendak
menasehatimu dengan beberapa kata, Sah ciangwee telah berkata
kepadaku, kata kau amat menaruh perhatian terhadap kesulitan yang
menimpa orang she Ciu dari perusahaan Pat tat piaukiok"
"Yaa, dia adalah temanku" tukas Sun Tiong lo dengan cepat.
Dengan kening berkerut pegawai itu segera berkata: "Aku tak punya
waktu untuk bertanya kepada mu dimanakah kau
berkenalan dengan orang ini, tapi aku harus memberitahukan
kepadamu, persoalan ini lebih baik jangan kau urusi, dari pada
mendatangkan bencana bagi kita sendiri!"
"Tak usah kuatir, walaupun umurku baru empat belas tahun, aku cukup
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, lebih baik
kau urusi pekerjaanmu saja, aku hanya berniat-untuk menyambangi
teman saja, kini teman sudah kusambangi, maka urusan juga telah
selesai" Pegawai itupun menjadi berlega hati, katanya kemudian sambil tertawa:
"Kalau memang begitu, yaa sudahlah, akupun berlega hati, kita sampai
bersua lagi esok pagi." Setelah pegawai itu pergi, Sun Tiong-lo segera melompat turun dari
atas pembaringan selesai membersihkan muka, dia iseng-iseng
berjalan-jalan meninggalkan rumah penginapan.
Di seberang jalan sana itu terdapat penjual wedang tahu, diapun masuk
kedalam warung dan memesan separuh mangkuk wedang tahu serta
beberapa biji ta-kwe, tujuannya tentu saja bukan ingin minum wedang,
melainkan hendak menghindari Pek keh hok, si pelayan penginapan itu.
Benar juga, tak lama kemudian Pek keh hok munculkan diri dari balik
pintu penginapan, ketika dilihatnya Sun Tiong lo sedang minum wedang
tahu, dengan hati yang lega diapun masuk kembali.
Menggunakan kesempatan inilah Sun Tiong lo segera membayar
rekening dan cepat-cepat kabur kedalam sebuah gang sempit, kemudian
dalam beberapa kali membelok saja, bayangan tubuhnya lenyapkan diri.
Penginapan milik Sah Hwee cu itu terletak di daerah penggilingan tahu
tidak jauh dari sana adalah toko penjual pisau dan gunting milik To Ma
cu yang tersohor untuk diwilayah itu, diseberangnya adalah toko
nenjual obat milik Ong Ma cu itulah dia pergi.
Tak lama kemudian, dia sudah muncul kembali dari toko itu dengan
wajah berseri, dari seorang pejalan kaki yang dijumpainya dijalan ia
menanyakan arah menuju ke kebon sayur keluarga Lau diutara,
kemudian selangkah demi selangkah dia berangkat kesana.
Sepanjang tengah hari, dia hanya berkeliling diseputar kebon sayur dari
keluarga Lau baik gang kecil, jalan sempit maupun lorong
kecil, dilewatinya sampai hapal betul, kemudian dengan perasaan lega
ia baru kembali ke kota. Dalam anggapannya dia telah bertindak sangat berhati-hati, siapa tahu
sejak dari kota, semua gerak-geriknya tak pernah lolos dari pengawasan
seseorang yang mengamatinya terus dengan seksama, tentu saja bocah
itu sama sekali tidak mengetahuinya.
Menanti dia telah pergi jauh, dari balik sebuah gang dibelakang kebnn
sayur muncul sesosok bayangan manusia, memandang hingga bayangan
punggungnya yang kecil lenyap dari pandangan, orang itu
manggut-manggut sambil tertawa. Sambil tertawa orang itupun pelan-pelan maju ke muka, sambil berjalan
gumamnya: "Sungguh menarik hati, persis seperti aku waktu muda dulu, mana
hatinya baik, setia kawan juga ringan tangan, tapi aku ingin
memperhatikan lebih lanjut, kepandaian apa saja yang telah diwariskan
pengemis tua kepadamu!" Kemudian bayangan orang itupun lenyap dari pandangan, tampaknya ia
sedang mengejar diri Sun Tiong lo. Perjalanan kembali Sun Tiong lo tidak dilakukan terlampau terburu
napsu, selewatnya jembatan Pak hoo kiau, jumlah orang lewat semakin
ramai, diapun masuk ke dalam sebuah warung makan kecil di tepi jalan.
Warung itu memakai merk "Kau po li", yang khusus menjual bakpao
dan bubur. Ketika Sun Tiong lo melangkah masuk ke-dalam warung ini, mendadak
tergerak hatinya, dengan cepat dia berpaling tampak seorang manusia
berbaju biru tiba tiba melintas dari belakang punggungnya.
Sun Tiong lo tidak banyak curiga, diapun enggan untuk banyak berpikir,
dengan langkah yang santai dia masuk ke warung dan mencari tempat
duduk. Belum lama ia duduk, mendadak dia rasakan orang berbaju biru itu
seperti amat di kenal olehnya, dengan cepat dia memburu keluar pintu,
namun orang itu sudah lenyap tidak berbekas, akhirnya dengan kening
berkerut dia berjalan balik ke tempat semula.
Setelah bersantap kenyang, dengan perasaan hati yang riang dia
menelusuri sebuah jalan yang lurus menuju jalan kearah yang lain, tapi
buru saja menembusi sebuah gang sempit tiba-tiba jalan perginya
dihadang oleh seseorang. Ketika ia mendongakkan kepala maka tampak orang itu adalah lelaki
berusia tiga puluh lima enam tahunan yang berwajah jelek, berpakaian
ringkas dan bersepatu kulit, dalam sekilas pandangan saja dapat
diketahui kalau dia adalah seorang jago dalam dunia persilatan.
Terdengar lelaki itu menegur sambil tertawa seram: "Saudara cilik.
kau datang dari mana?" Sun Tiong lo tidak terbiasa berbohong, apa
lagi dengan usianya sekarang di tambah pula dengan pengalamannya yang masih terlampau
dangkal, sulit baginya untuk mengenali watak manusia,itulah sebabnya
dia lantas menjawab dengan sejujurnya:
"Aku datang dari kota Tong-ciu!" "Ooh... apakah kau punya rumah di
ibu kota?" kembali lelaki itu bertanya. Sun Tiong lo segera menggelengkan kepala berulang kali.
"Tidak ada" sahutnya: "aku datang kemari karena mengikuti
pegawai yang sedang menagih rekening, sekarang tinggal dirumah
penginapannya Sah Hwee Cu" Lelaki itu segera tertawa lebar. "Apakah di ibu kota kau punya teman
akrab?" kembali tanyanya. Baiu saja Sun Tiong lo akan menjawab secara jujur, mendadak dia
teringat lagi dengan kesulitan yang sedang dihadapi Cui Tong.
Dengan cepat kata-kata yang sudah hampir meluncur, keluar itu ditelan
kembali, kemudian kepalanya digelengkan berulang kali.
"Tidak ada!" katanya. Kontan saja lelaki itu tertawa dingin.
"Heeeeh... heeh... heeehhh, anak masih muda sudah tidak jujur,
hmm ! Dengan mata kepala sendiri locu menyaksikan kau berjalan
bersama dengan keparat she Cui dari perusahaan Pat-tat piaukiok, yaa
makan bersama yaa berpesiar, gembiranya bukan kepalang, masa
kalian bukan sahabat karib ?" Tujuan yang diharapkan Sun Tiong lo akhirnya kesampaian juga, maka
setelah menyadari siapa lawannya, dengan tenang tanpa gugup barang
sedikitpun juga dia berkata: "Seandainya aku betul-betul bisa mempunyai seorang teman seperti dia,
pasti gembira sekali hatiku, buat apa aku mesti hidup sebagai pengawal
rendahan lagi dirumah orang " Hidup senang macam begitu kan bukan
sesuatu dosa besar ?" "Hmm ! Kalau bukan teman, kenapa dia menemanimu minum, makan
dan berpesiar ?" "Ketika berada dikota Tiong ciu tempo hari, dia telah kehilangan sebuah
benda miliknya, kebetulan akulah yang menemukan benda itu dan
menanti hampir setengah harian disana, ketika ia mencari barangnya
kesitu, aku lari dan mengembalikannya, oleh karena itu..."
Belum lagi ucapan tersebut habis diucapkan dari belakang tubuh Sun
Tiong lo kembali berkumandang suara gelak tertawa yang keras.
Padahal sejak tadi Sun Tiong lo sudah tahu kalau ada tiga orang
manusia yang berdiri di belakangnya, hanya saja dia berpura-pura tidak
tahu. Setelah pihak lawan tertawa, dia baru ber paling.
Apa yang dilihatnya " seorang hweesio tinggi besar yang berwajah buas
telah berdiri di belakangnya, dikedua sisi hweesio tadi berdiri dua orang
lelaki berbaju ringkas. Sun Tiong lo segera menyadari dengan siapa dia berhadapan muka,
rupanya ia telah bertemu dengan Mong hweesio serta tiga dari harimau
harimau Gipak. Setelah berhenti tertawa, hweesio itu baru menegur kepada lelaki yang
menanyai SunTiong lo tadi : "Hai, jangan kau takut-takuti seorang bocah cilik, hayo kita pergi !"
Selesai berkata, hweesio itu lantas beranjak pergi lebih duiu, sementara
tiga orang lelaki lainnya mengikuti dibelakangnya.
Diam-diam Sun tiong lo tertawa geli, setelah menjulurkan lidahnya,
dengan hati yang bangga diapun kembali kerumah penginapan.
Belum lama dia berlalu dari situ, dari balik gang sempit tadi muncul
kembali seorang berbaju biru tak salah lagi dia adalah seorang yang
telah menampakkan diri di kebun sayur keluarga Lau tadi.
Sambil tersenyum kembali orang itu bergumam: "Benar-benar
seorang bocah yang nakal !" Setelah berhenti sebentar, dia
melanjutkan: "Huuh, hweesio buat apaan " Hakekatnya dia cuma
seorang hweesio buta belaka !" "Blaam, blaam, blaaamm!" bunyi petasan
bergema memekakkan telinga, Tiap rumah, setiap keluarga sedang bermain petasan dengan
riang gembira. Hari ini adalah saat dewa dapur naik kelangit, hari ini diangap hari baik
maka semua orang ikut merayakannya.
Pegawai tua yang ditugaskan Kwik Wangwee untuk menagih rekening
telah selesai dengan tugasnya, sebenarnya paling tidak ia mesti bekerja
selama dua hari lagi sebelum selesai seluruhnya, tapi Sah Hweecu telah
membantu pekerjaannya, maka tengah hari tanggal dua puluh dua,
semua hutang telah berhasil ditagih.
Sah Hwee cu adalah seorang lelaki bujangan, dalam matanya tak
pernah kemasukan pasir, bagaimanapun dia memandang, terasa
olehnya kalau Sun Tiong lo bukan bocah sembarangan, dia agak aneh.
Cuma saja, sejeli-jelinya mata Sah Hwee-cu, dia hanya sempat melihat
keanehan Sun Tiong lo, namun tidak diketahui olehnya dimanakah letak
keanehan Sun Tiong lo tersebut. Dengan amat hati hati dan cermat, secara diam diam ia merundingkan
hal ini dengan sang pegawai tua itu, dia akan membantunya menagih
hutang, dengan begitu pada tanggal dua tiga nanti, Sun Tiong lo pasti
sudah tiba dikota Tiong ciu. Menurut perkiraan Sah Hwee cu, seandainya hal ini tidak dilakukan maka
Sun Tiong lo pasti hadir dikebun sayur keluarga Lau pada malam tanggal
dua puluh tiga nanti, seandai nya sampai terjadi hal-hal yang tak
diinginkan atau mendapat kesulitan, semua pihak pasti akan terkena
getahnya pula. Pegawai tua itu lebih takut urusan, tentu saja diapun ingin cepat cepat
pulang ke Tiong ciu, maka pada tanggal dua puluh tiga pagi- pagi dia
telah menitahkan kepada Pek Kek hok untuk membuka rekening, dia
hendak mengajak Sun Tiong lo kembali ke Tiong ciu.
Kejadian aneh didunia ini memang aneh, ketika Pek Keh hok selesai
membuat rekening, dia berkata kepada pegawai itu bahwa dikamar
nomor tiga diloteng barat ada seorang tamu yang mengatakan kenal
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan kau, dia suruh aku menyampaikan sepucuk surat.
Setelah membaca surat itu, sang pegawai tua itu menjadi bodoh, tanpa
banyak berbicara dia menyimpan surat itu baik-baik,
kemudian memanggil Pek Keh-hok dan mengatakan kalau hari ini tidak
jadi berangkat. Tatkala Sah Hwee-cu mendapat laporan dari Pek Keh hok, diam- diam
dia lantas memanggil pegawai itu sambil bertanya:
"Hei, apa yang telah terjadi" Kenapa kau batalkan rencanamu ?"
Pegawai tua itu tidak menjelaskan apa-apa selain tertawa getir.
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Sah Hwee-ciu berkata:
"Mau pulang atau tidak bukan urusanku, toh aku sudah berusaha
dengan segala kemampuan ku, seandainya sampai terjadi peristiwa,
sampai waktunya nanti jangan salahkan kalau Sah Hwce ciu kurang
setia kawan !" Pegawai tua itu masih juga tidak berbicara, dia hanya tertawa getir
belaka. Sikap Sun Tiong lo pada hari inipun istimewa sekali, setelah bersantap
siang dia lantas tidur, tidur sampai matahari tenggelam dilangit barat,
setelah bangun, dia membersihkan muka lalu sambil mengambil secarik
kertas berlalu dari situ. Pegawai tua itupun tidak bertanya walau sepatah katapun, namun dia
mengerti kemana kah bocah itu akan pergi.
Belum lama Sun Tiong lo pergi, pintu kamar telah dibuka orang, lalu
terdengar orang itu bertanya kepada sipegawai tua:
"Dia sudah berangkat !" "Ya, sudah, sudah beranr.kat, baru saja
berangkat", jawab pegawai tua itu gugup. Orang itu mengiakan, kemudian membalikkan
badan dan pergi. wajahnya tidak jelas, hanya tampak bajunya yang berwarna biru
berkelebat lewat kemudian lenyap dari pandangan.
-ooo0dw0oooKEBUN Sayur keluarga Lau berubah menjadi terang benderang pada
malam ini. Ratusan batang obor dan ratusan lentera merubah kebun sayur
keluarga Lau yang berhektar-hektar luasnya itu terang benderang
bagaikan disiang hari saja. Kalau dihari-hari biasa tempat itu begitu sepi sampai setanpun enggan
masuk, maka pada malam ini penuh dengan kepala manusia.
Kalau kau ingin menghitung jumlah yang hadir, maka tak akan
terhitung jelas, sebab paling tidak mencapai ribuan.
Disebelah timur tersedia dua baris bangku, pada belakang barisan
bangku itu terpasang sepuluh buah lentera besar, pada bangku barisan
depan duduklah Cui Tong yang ditantang orang, Lu lo piautau serta
rekan rekan lainnya dari perusahaan Pat tat piaukiok.
Sedangkan pada bangku barisan belakang duduklah para piautau dari
sepuluh perusahaan pengawalan barang terbesar di ibu kota.
Pada bagian barat pun keadaannya sama, walaupun bangkunya terbagi
menjadi dua baris pula, namun hanya terdiri dari enam bangku, didepan
hanya sebuah yang ditempati si hwee sio berwajah bengis, sedangkan
dibelakangnya ada lima yang ditempati Gi pak ngo hou.
Sedangkan para penonton keramaian pada berdiri semua, berdiri jauh
jauh, setiap orang tahu kalau pertarungan yang akan berlangsung pada
malam ini bakal seru, maka siapapun tak mau mengambil resiko
kejatuhan sial pada malam itu. Ketika kentongan pertama telah tiba, Cui-Tong segera bangkit berdiri,
lalu menjura kepada Mong hwesio yang duduk pada dua-tiga puluh kaki
dihadapannya itu. Ia menjura pula kepada para piautau yang ada
dibelakangnya, setelah iiu dengan lantang dia berkata:
"Cui Cu hoa datang memenuhi janji. harap Mong hwesio bersedia untuk
tampil kedepan!" Sambil tertawa seram Mong hwesio bangkit berdiri, lalu ejeknya dengan
sinis: "Cui piautau, banyak benar pembantumu!" Cui Tong segera mendengus
dingin, serunya. "Sobat, kau jangan salah melihat, sudah lama aku orang she Cui hidup
di ibu kota, maka ketika aku menghadapi persoalan, tak bisa kubendung
perhatian rekan-rekanku atas diriku, mereka bukan datang membantu,
tapi hanya hanya ingin menyampaikan perhatian belaka"
"Kalau begitu, hanya kau seorang yang akan menyambut tantanganku?"
seru Mong hwesio sambil melotot buas.
"Benar, aku seorang yang akan menjajal kehebatan Mong hwesio serta
Gi pak ngo hou!" "Kelima orang keponakan/muridku yang tak becus itu sudah lama
menjadi panglima panglima yang kalah perang ditanganmu, aku rasa
merekapun tak usah lagi bertarung lagi denganmu, malam ini biar Hud
ya dan kau berdua saja yang melangsungkan pertarungan ini!"
"Bagus, baru begitulah sikap seorang enghiong!" puji Cui Tong sambil
mengacungkan ibu jarinya. Sementara itu, Lu lo piautau telah bangkit berdiri, lalu serunya dengan
suara lantang: "Mong hwesio, Pat tat piaukiok adalah perusahaan aku orang she Lu,
bila kau hendak membalas dendam, sudah sepantasnya kalau kau
datang mencari aku orang she Lu!"
Mong hwesio segera tertawa seram. "Heehh .. . heehh... heehh ...
tak usah terburu nafsu, setelah membereskan orang she Cui nanti, akan tiba pula giliranmu !" Ho Ceng
wan, piautau dari perusahaan Ceng wan piaukiok segera
bangkit berdiri puIa, setelah menjura kepada Mong hwesio
katanya: "Ada satu hal aku orang she Hoo tidak habis mengerti, harap taysu suka
memberi penjelasan." Mong hwesio memandang sekejap wajah Ho Ceng wan, kemudian
katanya: "Silahkan kau utarakan !" "Dunia persilatan mempunyai peraturan
dunia persilaian, perusahaan ekspedisi mempunyai pula peraturan dari perusahaan
ekspedisi, Cui piautau tak lebih hanya seorang pelindung barang kawalan
belaka, hwesio gede, sudah sepantasnya kalau kau langsung mencari
balas kepada Lu piautau sebagai pemilik perusahaan."
"Ucapanmu memang benar, seandainya waktu itu Cui Cu-hoa melindungi
barang kawalan dengan pangkat piautau kelas dua, hari ini aku si
hweesio tak akan mencarinya, tapi dia muncul sebagai seorang Piautau
kelas tiga yang sebenarnya merupakan kedudukan seorang suruhan
rendah, itu berarti dia ada maksud untuk menyembunyikan
kepandaiannya, hal mana merupakan suatu pelanggaran terhadap
peraturan perusahaan ekepedisi, itulah sebabnya aku si hweesio akan
membuat perhitungan lebih dahulu dengan dirinya...!"
Setelah mendengar perkataan itu, Ho Ceng wan menjadi terbungkam
dan tak sanggup berkata lagi. Pui Tin, lo piatau dari perusahaan Pathong piaukiok segera bangkit
berdiri sambil berseru: "Toa hweesio, teguranmu itu memang benar, tapi bolehkah kami
menanyakan dahulu persoalan ini sampai jelas?"
Belum sempat Mong hwesio menjawab, Cui Tong telah menukas
terlebih dahuIu: "Mong hwesio, sebelum kau tahu duduknya persoalan, janganlah
menghina karakterku terlebih dulu, karena harus menghindari musuh
besar maka aku orang she Cui harus hidup tersembunyi dalam
perusahaan Pat tat piaukiok, itulah sebabnya Lu lopiautau
sendiripun tak tahu kalau ada orang she Cui sebetulnya tahu ilmusilat,
ketika Gi pak ngo hou membegal barang kawalan, aku orang she Cui tak
bisa membiarkan mereka membunuhi rekan-rekan ku, itulah sebabnya
aku menjadi terpaksa untuk turun-tangan menolong mereka..."
Belum habis dia berkata, Mong hwesio telah tertawa terbahak- bahak,
tukasnya: "Cui Cu-hoa, sekarang Hud ya tak dapat membiarkan kau banyak
berbicara lagi" "Mong hwesio" bentak Cui Tong, ?"aku orang she Cui menerangkan
segala sesuatu alasanku bukan dikarenakan aku merasa takut untuk
bertempur melawanmu, melainkan hanya ingin menerangkan duduk
persoalan yang sebenarnya saja, sehingga semua kecurigaan bisa
dihilangkan." "Kalau memang begitu bagus sekali" kata Mong hwesio sambil tertawa,
"sekarang semua persoalan kau jelaskan sampai terang, kentongan
pertamapun sudah lewat, kita jangan biarkan teman- teman yang
menonton keramaian di empat penjuru arena ini menanti terlalu lama
lagi, bagaimana jika sekarang juga kita langsungkan pertarungan
tersebut..?" "Memang itulah yang aku orang she Cui inginkan!" "Orang yang
menyebar surat undangan untuk menantangmu
berduel adalah aku sendiri maka kita akan bertarung pula dengan
mempergunakan peraturan dunia persilatan yang berlaku, sebelum mati
hidup ditentukan pertarungan ini tak boleh diakhiri!"
Cui Tong segera tertawa nyaring. "Aku orang she Cui bersedia untuk
mengalah dengan kau yang melancarkan serangan lebih dulu serta menentukan acara penarungan.!"
"Cui Cu hoa, sungguhkah perkataanmu itu?" tanya Mong Hwesio
dengan kening berkerut. "Aku berbicara dengan sejujurnya !"
Tanpa terasa Mong hwesio mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak bahak. . "Haaahh . . haahn ... haahh .. , baik! Kalau toh kau begitu berjiwa besar,
Hud ya juga tak akan sungkan sungkan lagi. Dengarkan baik-baik, kau
boleh berdiri saja disitu, Hud ya dengan mempergunakan sepuluh biji
peluru besi ku untuk menyerangmu, asal kau bisa menghindarkan diri
dari kesepuluh buah seranganku itu, Hud ya segera akan mengajak
keponakan muridku untuk mengundurkan diri dari sini dan mulai saat
sekarang ini nama kami akan terhapus dari dunia persilatan, sedang
persoalan diantara kitapun dapat dihapus sama sekali!"
Sebagaimana diketahui, Mong hwesio disebut orang sebagai Pek jiu hud
atau Buddha bertangan seratus, ilmu peluru bajanya yang tak pernah
meleset dalam seratus langkah dibidikkan lewat sebuah busur berpegas
tinggi yang sangat lihay. Sejak terjun ke dalam dunia persilatan, belum
pernah ada orang yang bisa me loloskan diri dari ke sebuah biji peluru
bajanya itu. Tapi Cui Tong telah bertekad untuk menghadapinya kini, maka segera
jawabnya: "Baik, kita tentukan dengan sepatah kata !" "Kau boleh saja
menghadapi seranganku itu dengan mempergunakan senjata tajam !" kembali Mong hwesio berkata: "Tak
usah dengan senjata, akan kuhadapi dengan tangan kosong
belaka..." Kini kesemuanya sudah diputuskan, maka semua orang yang
berada tiga sampai lima kaki disekeliling Cui Tong bersama-sama
menyingkir ketempat lain, tentu saja mereka berusaha untuk
menghindarkan diri dari tempat berbahaya yang kemungkinan bakal
kejatuhan peluru baja lawan. "Cu-hoa!" Lu lo-piautau segera berbisik, "lebih baik kau menggunakan
senjata tajam saja, paling tidak hal ini jauh lebih baik."
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Bab Kedua Puluh Satu. CUI TONG menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya dengan
berbisik pula: "Tak usah menggunakan senjata tajam, paling tidak hal ini bisa
menghindari mencelatnya peluru lawan yang akan melukai orang di
sekeliling tempat ini !" Sikap semacam ini sungguh merupakan sikap yang bijaksana sekali, apa
yang dikatakan Cui Tong memang betul, andaikata dia harus menghadapi
serangan peluru baja itu dengan mempergunakan senjata tajam, maka
akibatnya besar kemungkinan peluru baja itu akan mencelat kemana
mana, hal mana tidak menjamin keselamatan orang yang berada
disekelilingnya. Sambil menggigit bibir kembali Lu lopiau-tau berkata: "Cuihoa ingat
baik-baik, aku lebih rela menghapus nama Pat-tat
piaukiok dari dalam dunia persilatan, daripada membiarkan kau celaka
ditangannya . ." Cui Tong segera tertawa setelah mendengar perkataan itu. "Cinta
kasihmu itu sungguh membuat Cui Cu hoa merasa amat
berterima kasih sekali, cuma selama hayat masih dikandung badan, aku
lebih suka mati daripada namaku terhina !"
Dalam pada itu Mong hwesio telah berseru dengan lantang: "Hei,
sudah selesaikan perkataanmu itu?" "Kau boleh segera melancarkan
serangan!" jawab Cui Tong dengan cepat. Kembali Mong hwesio tertawa, katanya: "Terus terang
saja kukatakan kepadamu, ke sepuluh butir peluru saktiku ini terbuat dari
semacam benda yang penuh dengan duri tajam, sapa terkena
dia bakal terluka parah, oleh sebab itu aku harap kau suka berhati hati
dalam menghadapinya nanti!" "Terima kasih banyak atas petunjukmu itu sekarang silahkan kau
lancarkan serangan dengan peluru peluru bajamu itu!"
Mong hwesio mengiakan, dari punggungnya dia lantas melepaskan
gendewa saktinya, kemudian mengarahkan moncong busur itu lalu ke
arah Cui Tong dan siap melepaskan serangan.
Pada saat itulah, tiba tiba terdengar seseorang berseru dengan suara
lantang: "Hei hwesio, tunggu sebentar!" Mong hwesio segera membatalkan
kembali serangannya, sedang semua jago di sekeliling tempat itupun bersama-sama mengalih
perhatiannya kearah mana berasalnya suara itu.
Lebih kurang lima kaki di belakang Cui-Tong, tahu tahu telah muncul
seorang bocah berwajah tampan. Tidak disangkal lagi, orang itu tidak Iain adalah Sun Tiong lo adanya.
Gi-pak-ngo-hou pun dapat melihat jelas tentang kemunculannya itu,
kepada Mong hweesio, mereka segera berseru :
"Susiok, ternyata bocah keparat itu benar-benar adalah temannya Cui Cu
hoa !" Dengan suara lantang Mong hweesio segera membentak: "Hanya
seorang bocah ingusan yang masih berbau tetek, ada
pula yang bisa dia lakukan?" Sementara itu Ciu Tong sudah memburu
ke hadapan bocah itu dengan langkah lebar, kemudian dengan gelisah serunya: "Saudara cilik,
mau apa kau datang kemari" Hayo cepat
menyingkirlah kesamping sana !"
Sun Tiong lo segera menggelengkan kepala nya berulang kali, dari
dalam sakunya dia mengeluarkan bungkusan kulit kecil itu, kemudian
sambil diangsurkan kedepan katanya:
"Aku hendak mengembalikan bungkusan ini kepadamu, aku tak dapat
menyimpan lagi untukmu !" Cui Tong masih ingin berkata lagi, namun Sun Tiong lo sudah tidak
menggubrisnya lagi, selangkah demi selangkah dia berjalan
menghampiri Mong hweesio. Setelah berada diantara Cui Tong dengan Mong hweesio, bocah itu
baru berhenti dan berdiri tegak disitu.
Mong hweesio yang menyaksikan kejadian itu segera mengerutkan
dahinya rapat-rapat, sambil menuding kearah Sun Tiong-lo tegurnya
dengan suara dalam: "Ada urusan apa kau datang kemari ?" "Aku datang untuk membuat
perhitungan dengan kalian!" jawab
Sun Tiong-lo dengan suara dingin. Jawaban ini sangat mencengangkan
Mong hweesio, dia sampai tertegun dibuatnya. "Perhitungan apa yang kau maksudkan?" Sun Tiong
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lo segera mendengus dingin. "Hmm... masih ingatkah kau pada suatu tengah
hari, kau dan Ngou hou telah menghadang diriku di sudut gang sempit dan
membentak-bentak diriku?" Mong hwesio mengangguk. "Yaa, tentu saja aku masih ingat!" "Kalau
masih ingat, ini lebih baik lagi, kalian tentunya
menganggap aku seorang bocah, maka gampang dianiaya dan
dipermainkan, padahal hatiku waktu itu sedang gembira dan maka aku
hanya berdiam diri belaka, lain, dengan perasaan hatiku yang kurang
gembira sekarang, itulah sebabnya sengaja aku datang kemari untuk ini
membuat perhitungan dengan kalian ini. . ."
Mong hwesio menjadi geli sekali setelah mendengar perkataan itu, lalu
katanya: "Baik, baik, aku akan minta maaf kepadamu nah tentunya boleh
bukan....?" Siapa tahu kembali Sun Tiong lo menggelengkan kepala berulang kali,
katanya. "Tak usah banyak bicara lagi, sekarang aku sedang menantang padamu
untuk tarung lagi menurut peraturan dunia persilatan yang berlaku bila
kamu mengaku kalah, maka kaupun tak bisa bertarung lagi melawan
Cui piautau!" Mong hwesio kembali menjadikan berdiri bodoh, akhirnya dengan
perasaan apa boleh buat katanya: "Lantas apa yang kau inginkan?" "Sederhana sekali, kita harus
melangsungkan pula suatu pertarungan yang adil!" Tiba tiba Mong hwesio mendelik besar sekali,
lalu teriaknya keras keras: "Bocah cilik, aku tidak bermaksud menyelakai umat persilatan,
sekalipun kau pergunakan cara semacam itu juga tak akan mampu
untuk menyelamatkan Cui Cu hoa!"
Sun Tiong lo turut pula melototkan matanya buIat-bulat, serunya pula
dengan lantang: "Kau tak usah sembarangan berbicara lagi, aku datang kemari untuk
membuat perhitungan dengan manusia yang bernama Cui Cu hoa sama
sekali tak ada sangkut pautnya!"
"Kalau begitu, sekalipun aku tak ingin turun tanganpun juga tak
bisa...?" kembali Mong hwesio melotot besar.
"Tentu saja!" jawab Sun Tiong lo manggut-2. Mong hwesio segera
tertawa. "Baiklah, kalau begitu coba kau terangkan dulu pertarungan apakah
yang kau inginkan?" "Tadi aku sempat pula mendengarkan pula cara pertarungan yang kau
sampaikan kepada Ciu piautau, aku rasa cara itu sangat menarik sekali,
maka aku pikir kita tak usah bertukar cara lagi!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, jeritan kaget dam gelak
tertawa keras segera datang dari empat penjuru.
Baru saja Mong hwesio akan berbicara lagi Sun Tiong lo telah
menimbrung lebih dulu: "Cuma saja, aku tak akan bersikap bijaksana seperti apa yang telah
dikatakan oleh Ciu piautau tadi, kau punya peluru sakti, akupun memiliki
permainan istimewa, aku akan menyambut milikmu dan kaupun boleh
menyambut permainanku, siapa yang terluka dia pula yang akan
menderita kalah!" Mong hwesio tertegun, kemudian tanyanya: "Apakah kaupun pernah
melatih ilmu melepaskan senjata rahasia?" "Kenapa" Kau memandang remeh diriku?" seru Sun Tiong lo
sambil tertawa lebar. "Benda apakah yang hendak kau gunakan?"
"Sampai waktunya saja baru kita bicarakan toh sekarang kau
dahulu yang menyerang aku, kemudian baru aku yang menyerangmu,
apa lagi benda permainanku itu bukan terbuat dari baja, jauh lebih lunak
dari pada peluru bajamu itu, sehingga sekalipun sampai melukai dirimu
juga tak sampai parah, tak usah kuatir."
Didengar dari kata itu, seakan pasti dapat melukai Mong hwesio saja....
Menghadapi kenyataan seperti ini Mong hwe sio benar benar merasa
marah, mendongkol dan ingin tertawa, baru saja dia akan berkata Iagi,
Sun Tiong lo telah melanjutkan kembali kata katanya:
"Kau pernah berkata, jangan biarkan penonton menunggu kelewat lama,
sekarang ini pembicaraan kitapun selesai, maka silahkan kau
melancarkan serangan lebih dahuIu, bila kau tak berani melancarkan
serangan kembali akan kuanggap kalah dirimu!"
Mong hwesio mikir sebentar, dan kemudian sambil mendepak depakan
kakinya ketanah dia menjawab. "Baiklah, Hud ya akan menggunakan sepuluh biji peluru besi tanpa duri
untuk menyerang separuh bagian tubuhmu bagian atas, nah berhati
hatilah sekarang!" "Hmmm .. . ! Cara pertarungan mesti sama seperti apa yang
dibicarakan tadi, peluru bajapun tidak boleh diganti, kalau tidak berarti
kau takut menghadapi permainanku!"
Mong hwesio benar benar terdesak sehingga apa boleh buat, dengan
mengerutkan dahinya dia lantas berkata:
"Kau sendiri yang menginginkan demikian andaikata sampai terluka
parah nanti, jangan kau menyalahkan Hud ya mu lagi!"
Sun Tiong lo tidak menggubris lawannya lagi, kepada kawanan manusia
yang berada disekeliling arena, serunya:
"Aku tahu, semua orang tidak tega melihat aku benar benar akan turun
tangan, maka aku merasa perlu untuk mengucapkan beberapa patah
kata, Ketahuilah, meski peluru sakti dari Mong hwesio bisa menakut
nakuti orang lain, bukan berarti bisa menakut nakuti diriku pula. Siapa
saja yang berani mencampuri urusanku ini, masa aku akan membuat
perhitungan pula dengan dirinya."
Begitu perkataan itu diucapkan, semua orang segera menutup mulutnya
rapat rapat. Mong hwesio pun tidak sungkan sungkan lagi, sambil menuding ke arah
Sun Tiong-lo katanya: "Bocah cilik, sebutkan dahulu siapa namamu!"
"Aku bernama Sun Tiong lo !"
"Hmm .. . . mulai hari ini lebih baik kau pindah ke dalam peti mati
saja.!" Mendengar perkataan itu, Cui Tong merasa amat terkejut, tanpa terasa
dia mengalihkan sinar matanya ke arah Sun Tiong-Io, maka tampaklah
bocah itu sedang tertawa, ditangannya ketika itu membawa sepasang
benda aneh yang berbentuk panjang. Tatkala semua orang dapat melihat jelas macam apakah senjatanya itu,
tak kuasa lagi mereka semua tertawa terbahak- bahak.
Kemudian terdengar ada yang berteriak keras: "Sumpit! Haaahhh . . .
haahh . .. haahh . . . senjata yang
dipergunakan adalah sepasang sumpit!" "Yaa, memang sepasang
sumpit!" jawab Sun Tiong lo sambil
tertawa, "cuma sumpit ini bukan sembarangan sumpit, sumpit ini bukan
sumpit bambu yang biasanya dipakai untuk bersan tap, inilah sumpit
baja yang khusus dipakai untuk menyumpit peluru baja !"
Saking gusarnya paras muka Mong hwesio berubah menjadi merah
padam seperti kepiting rebus, dengan suara dalam bentaknya
keras-keras: "Setan ciiik, hati hati kau!" "Majulah, tidak usah banyak berbicara
lagi, makin cepat serangan kau lancarkan, semakin baik pula bagimu!"
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Jilid 17 DENGAN mengerahkan tenaganya sebesar lima bagian, Mong hwesio
segera melepaskan serangannya yang pertama, peluru sakti itu di
arahkan ke atas pergelangan tangan kanan SunTionglo,
Sesungguhnya Mong hwesio adalah seorang pendeta yang cukup
bijaksana, dia enggan me lukai seorang bocah cilik.
Walaupun hanya disertakan tenaga sebesar lima bagian saja, namun
peluru besi itu menyambar ke depan dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat, bahkan disertai pula suara desingan angin tajam yang
amat memekikkan telinganya . Menghadapi datangnya ancaman itu, Sun Tiong lo sama sekali tak
memperhatikan dengan seksama bahkan bermaksud untuk
menghindarkan diripun tidak, dengan jeritan kaget semua jago, tampak
sumpit bajanya digerakkan kedepan dan . . .. "Traakk" tahu tahu peluru
baja tersebut sudah terjepit oleh sumpitnya.
Kepandaian yang sangat aneh ini seketika itu juga menggemparkan
semua orang, tak lama kemudian meledaklah sorak sorai yang gegap
gempita dari para penonton.. Mong hwesio agak tertegun, kemudian sambil menggertak gigi dan
membidik lagi sebutir peluru, kali ini dengan kekuatan yang lebih besar
serta kecepatan yang lebih tinggi, arah yang dituju adalah kaki kanan
Sun Tiong-lo. Tampaknya hwesio itu sudah dibuat naik darah oleh kejadian tersebut.
Sun Tiong lo masih saja berdiri tenang di tempat semula, injaaaii peluru
baja itu sudah tiba di depan mata. "Traaak !" kembali peluru itu di
sumpitnya seperti semula dan juga dia berhasil dijepitnya dengan
sumpit. Suara sorak sorai semakin gegap gempita lagi, membuat dunia seakan
akan hendak meledak saja. Sebagian besar para penonton yang berjajar disekitar arena sekarang
adalah kawanan jago persilatan yang memiliki ilmu silat tinggi, tapi
sekarang mereka semua dibikin bodoh, setiap orang berdiri dengan
wajah tertegun, mata terbelalak lebar dan mulut melongo.
Perasaan malu, benci, mendongkol segera menyelimuti seluruh perasaan
Mong hwesio. sambil menjerit aneh, peluru bajanya dilancarkan secara
beruntun dengan mempergunakan ilmu andalannya yakni Pek poh sin tan yang tak pernah meleset dalam jarak
seratus langkah. Menghadapi ancaman yang tibanya beruntun itu Sun Tiong lo masih
saja berdiri tak berkutik ditempat semula, wajahnya tidak berubah,
napasnya tidak memburu, dia malahan menggerakkan tangan kanannya
sambil menghitung sepuluh butir peluru sakti milik Kong hwe sio telah
digunakan semua, sedangkan Sun Tiong lo sambil menyambut
datangnya ancaman itu menghitung pula satu persatu:
"Satu, dua, tiga . . . sembilan, sepuluh, semua nya berjumlah sepuluh
biji dan kuterima semua nya !"
Kali ini tak ada yang berteriak lagi, tiada orang yang berteriak sorai,
karena mereka sudah dibikin tertegun.
Dibawah sorot cahaya lentera yang terang benderang, tampak
orang-orang itu hanya berdiri mematung saja ditempatnya masingmasing,
tentu saja tak ada pula yang bersorak sorai.
Sepasang mata Mong hwesio terpentang lebar-lebar, mungkin jauh
lebih lebar daripada mata siapapun juga, namun dia jauh lebih
memperhatikan gerak gerik bocah itu daripada orang lain.
Gi pak ngo-hou, lima ekor harimau dari Gi pak kini berubah menjadi
lima ekor kucing, paras muka mereka berubah hebat sekali.
Akhirnya Sun Tiong lo masukkan sepasang sumpitnya kebalik laras
sepatunya, dan sambil tertawa katanya kepada Mong hwesio.
Terima kasih banyak atas kesudian toa-hwesio untuk mengalah,
baiklah, kau Ngo hou boleh pergi sekarang!"
Mong hwesio tak bersuara lagi, sedangkan ngohou juga telah
membalikkan badan siap berlalu dari situ.
Tapi pada saat itulah, entah siapa yang ber teriak mendadak dari balik
kerumunan orang banyak terdengar seseorang berteriak keras:
"Kalau begini caranya tidak adil, si hwesio itupun sudah sepantasnya
mencoba untuk menerima dulu permainan dari siau enghiong!"
Begitu seorang berteriak, yang lain menjadi ikut ikutan sehingga
suasananya menjadi amat gaduh. Sun Tiong lo berkerut kening, lalu menggoyangkan tangannya berulang
kali. Pelan-pelan suasana yang gaduh pun menjadi tenang kembali,
seakanakan kewibawaan si bocah sudah makin menanjak dalam waktu
singkat. Menanti semua orang telah menjadi tenang kembali, Sun Tiong lo baru
berkata lantang. "Aduh . . . tadi aku hanya bergurau saja, mana ada permainan lain yang
hendak kugunakan untuk menghadapinya" Siapa berani memaksa aku
lagi, akan kubuat perhitungan dengan menggunakan sepasang sumpit
ini !" Setelah mendengar ancaman tersebut, semua orang tak berani
berteriak secara sembarangan lagi. Mong hwesio dengan membawa busurnya lantas berjalan mendekati,
setelah berhenti pada jarak beberapa kaki dihadapan Sun Tiong lo,
katanya. "Aku sudah kalah, kalah dengan amat puas, akupun tahu kalau sobat
kecil pasti memiliki ilmu senjata rahasia yang lebih hebat lagi, kau tak
tega menggunakan karena kau takut melukaiku, baiklah, kebaikanmu
hari ini tak akan kulupakan untuk selamanya, sekarang aku ingin
memohon diri lebih dulu !" Berbicara sampai disitu, dia lantas mematahkan busur mestikanya
menjadi dua bagian dan dibuang keatas tanah, kemudian dengan langkah
lebar dia lantas berlalu dari situ.
Tiba tiba Sun Tiong lo berseru dengan suara lantang. "Toa
hwesio, aku suka kepadamu, bolehkah kita bersahabat ?"
Dari kejauhan sana terdengar Mong hwesio menjawab. "Asal kau
tidak keberatan, dengan senang hati akan kuterima,
baik, kira tetapkan dengan sepaiah kata itu!" Suatu pertikaian berdarah
yang nyaris berlangsung akhirnya dapat dirubah menjadi suasana yang damai oleh seorang bocah berusia
empat belas lahun, sejak dari Cui Tong sampai sekalian piautau dari
perusahaan ekspedisi barang disekitar sana, sama- sama menyambut
nya dengan wajah berseri. Kepada rekan rekan rekannya, Lu lo piautau segera berkata: "Malam
ini patut dirayakan dengan meriah harap semua orang
tidak usah menampik lagi, harap datang bersama kerumahku buat
minum beberapa cawan arak." Semua orang memang terhitung orang yang berjiwa terbuka, segera
semua orang mengiakan dan beranjak dari tempat duduknya
masing-masing. Tentu saja Cui Tong pun tidak membiarkan Sun Tiong lo pergi, sambil
memegangi tangan bocah itu, dia hanya menggoyangkannya berulang
kali tanpa sepatah katapun sangat diutarakan keluar.
Pada saat itulah tiba-tiba dari sisi telinga Sun Tiong lo berkumandang
suara bisikan yang amat jelas sekali:
"Ada orang hendak mencari gara-gara dengan Cui Tong, bilamana
keadaan menjadi kritis nanti, suruh dia kabur keselatan kebun sayur,
jangan sampai bertindak kelewat gegabah. mengerti!"
Nada suara orang itu terasa olehnya seperti amat dikenal, namun untuk
sesaat lamanya tidak teringat olehnya suara siapakah itu, dan yang
lebih aneh lagi adalah Cui Tong yang berada di sampingnya ternyata
sama sekali tak mendegar suara apa-apa, hal ini membuat Sun Tiong lo
menjadi kaget dan keheranan. Sementara dia masih termenung mendadak terdengarlah suara orang
terbahak-bahak. "Haah... haaah.... haaah .. . sobat Cui, diharap anda jangan pergi dari
tempat ini dulu, persoalan dengan Mong hwesio memang telah selesai,
tapi sekarang lohu akan membuat perhitungan lama dengan dirimu!"
Begitu ucapan tersebut di utarakan, semua orang menjadi terbungkam
dalam seribu bahasa sedang suasana menjadi tenang kembali, sinar
mata mereka semua bersama-sama dialihkan kearah mana datangnya
suara itu.
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lebih kurang dua kaki dihadapan mereka, tahu tahu telah muncul lima
orang manusia yang berdandan aneh, tiga perempuan dan dua orang
laki laki. . . Yang lelaki mengenakan baju sama dengan kain kerudung muka
berwarna kuning emas pula, sedang yang perempuan memakai baju
putih dan dua orang berbaju ungu, merekapun menggunakan kain
kerudung muka yang berwarna sama dengan pakaiannya untuk
menutupi raut wajah aslinya. Tiga orang perempuan dan dua orang pria ini membagi diri menjadi dua
baris bersama-sama menghadapi Cui Tong, dua lelaki berbaju emas
berada dideretan depan sementara tiga orang perempuan berada
dideretan belakang, perempuan berbaju putih itu berada di bagian
tengah. Menurut adat dalam dunia persilatan, maka dilihat dari posisi mereka
berdiri itu, dapat diketahui gadis berbaju putih itulah berkedudukan
paling tinggi, tentu saja semua kekuasaan juga berada ditangannya.
Begitu melihat jelas siapa musuhnya, Cui Tong merasa amat terkesiap,
belum sempat dia berbicara, Sun Tiong lo telah membisikan sesuatu
disisi telinganya: "Barusan ada orang yang memberitahukan kepadaku, katanya orang
orang itu sangat liehay, bilamana kau ingin meloloskan diri nanti,
diharap kau bisa kabur ke sebelah selatan, harap kau jangan melupakan
pesan itu." Cui Tong mengiakan, kepada dua orang manusia berbaju emas itu
katanya kemudian, "Kalian mencari aku?"
"Benar, kami mencari kau !" sahut orang berbaju emas yang berada
disebelah kiri itu dingin. Sedang orang berbaju emas yang ada disebelah kanan itu segera
menuding ke arah Sun Tiong lo sambil menambahkan.
"Juga mencari dia !" Sun Tiong lo menjadi tertegun setelah
mendengar perkataan itu, serunya kemudian dengan nada tercengang. "Kau juga kenal dengan
aku" Tapi. . aku tidak kenal dengan
kalian semua !" Lelaki berbaju emas yang ada disebelah kanan itu
segera mendengus dingin. "Hmmm. ..! Bukankah kau she Sun?" tegurnya.
"Yaa, benar, aku memang she Sun, tapi aku tidak kenal kalian..."
Kembali orang berbaju emas yang ada di sebalah kanan itu
menukas: "Asal kau she Sun tak bakal salah lagi!" Sun Tiong lo
membelalakkan matanya lebar-lebar, kemudian
katanya: "Kalau dilihat dari sikap dan gaya kalian yang begitu buas,
tampaknya kalian datang untuk mencari balas?" "Boleh dikata demikian
!" sahut orang berbaju emas yang berada
di sebelah kanan itu sambil tertawa dingin. Sementara itu, lelaki berbaju
emas yang berada di sebelah kiri telah berkata kepada Cui-Tong: "Orang she Cui, semua perkataan yang
lohu katakan tadi sudah kau dengar dengan jelas?" Dalam hati Cui Tong sudah ada perhitungan sekarang diapun sudah
tahu siapa gerangan tiga orang perempuan dan dua orang lelaki ini.
Walau begitu, timbul juga niatnya untuk mengadakan penyelidikan dan
menanyakan apakah dugaannya itu benar.
Maka sesudah termenung sebentar, katanya: "Agaknya aku orang
she Cui telah mendengar apa yang kalian
katakan itu, boleh aku tahu karena persoalan apakah kalian datang
mencariku untuk membuat perhitungan?"
"Karena persoalan lama!" "Persoalan lama?" "Benar!" orang berbaju
emas yang berada di sebelah kiri itu
segera manggut-manggut. "Tak sedikit aku orang she Cui melakukan
kesalahan terhadap teman-teman dunia persilatan selama aku berkelana didunia persilatan,
karena itu akupun sudah lupa dimana kapankah aku telah membuat
permusuhan dengan kalian, dapatkah kalian mengingatkannya kembali
?" Lelaki berbaju emas yang berada disebelah kiri itu segera berkata
dengan suara dingin. "Orang she Cui, kau anggap lohu tak berani mengatakan persoalan lama
" jangan lupa, dahulupun kami berani menjagal orang she Sun
sekeluarga, malam ini tentu saja tidak akan takut- untuk menghadapi
siapapun yang ingin mencampuri urusan kami !"
Setelah mendengar perkataan itu, Cui Tong semakin jelas lagi
dibuatnya, dengan sorot mata berapi-api karena gusar, dia lantas
berkata dengan suara dalam. "Cukup, sudah banyak tahun aku Cui Tong menyembunyikan diri untuk
mencari hidup, tujuanku tak lain adalah untuk mencari kalian kawanan
manusia laknat, hari ini kita dapat berjumpa lagi, hal mana justru akan
mencocoki hatiku, ada beberapa patah kata ..."
Belum habis dia berkata, manusia berbaju emas yang ada disebelah
kanan itu telah menukas. "Cui Tong! apakah kau bermaksud untuk memperbincangkannya disini"
Apakah kaupun berharap agar teman teman baikmu itu terseret pula
didalam persoalan ini?" Terkesiap hati Cui Tong setelah mendengar perkataan itu dia cukup
mengetahui akan bahayanya ancaman lawan, sebab dengan mata
kepala sendiri ia saksikan bagaimana kawanan manusia laknat itu
menghabisi majikannya sekeluarga, maka diapun tahu juga bahwa
ancaman tersebut bisa benar-benar mereka laksanakan!
Dengan serius dia berkata. "Soal ini tak perlu lagi kau kuatirkan, aku
hanya ingin mengucapkan sepatah kata saja, yaitu setelah kalian dapat menemukan
aku, seharusnya juga tahu kalau saudara cilik ini bukan lah majikanku
dulu!" Lelaki berbaju emas yang berada disebelah kanan itu segera tertawa
seram serunya: "Haah... haaah... haah... Cui Tong, sekarang kau memberi penjelasan
bagi anjing kecil itu apakah tidak kau rasakan kalau hal ini terlambat?"
"Kawanan laknat, seharusnya kau tahu bagai manakah watakku" bentak
Cui Tong marah, "selamanya aku bilang ya tetap ya, bilang bukan tetap
bukan, aku tak pernah membohongi lawan maupun kawan, sekarang
aku sudah banyak berhutang budi kepada saudara cilik ini, aku tak
dapat.." Belum habis dia berkata, manusia berbaju emas yang berada disebelah
kirinya telah menukas dengan suara dalam:
"Cukup Cui Tong, kau tak usah banyak berbicara lagi, dulu kau telah
menolongnva, maka dalam hal kebaktian telah kau lakukan sebaiknya,
maka sekarang...." Pada saat inilah, Lu lo piautau menukas: "Sobat sekalian, Lohu she Lu
dan merupakan penanggung jawab dari perusahaan Pat tat piau kiok,
lohu ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada kalian semua."
Dua orang lelaki berbaju emas itu tak menjawab, hanya saja secara tiba
tiba mereka mereka mendongakkan kepala dan tertawa tawa terbahak.
Gelak tertawa kedua orang lelaki berbaju emas itu segera menimbulkan
kesan jelek bagi para piautau dari perusahaan perusahaan besar.
Ho Ceng wan, cong piautau dari perusahaan Ceng wan piaukiok segera
menegur lebih dulu dengan suara keras.
"Sobat, apakah kau anggap beberapa patah kata dari Lu lo piautau itu
lucu sekali?" Mendengar perkataan itu, kedua orang lelaki berbaju emas itu segera
menghentikan gelak tertawanya secara mendadak, mereka sama sekali
tidak menggubris perkataan dari Ho Ceng-wan tersebut.
Terdengar orang berbaju emas yang berada disebelah kiri itu telah
berkata lagi kepada Cui Tong: "Orang she Cui, sekali lagi lohu akan berbicara sejelasnya kepadamu,
bila kau tak ingin menyaksikan teman-temanmu itu turut terseret dalam
persoalan ini, lebih baik ikutilah lohu pergi meninggalkan tempat ini"
Lu lo piautau paling tua usianya diantara rekan-rekan lainnya, juga
pengalamannya paling luas, dengan wajah tak berubah, kembali dia
berkata: "Sobat, orang persilatan mengatakan dendam ada pemiliknya, hutang
pun ada pemiliknya, lohu dan kawan kawan lainnya tak mungkin akan
sembarangan turun tangan sebelum duduknya persoalan menjadi jelas."
"Lu Cu tat, kuanjurkan kepada kalian agar sedikitlah tahu diri" tukas
lelaki berbaju emas disebelah kanan ketus, "janganlah karena ingin
mencampuri urusan orang menyebabkan keluargamu turut terseret ke
dalam bencana ini, maka kuanjurkan kepada kalian agar jangan
mencampuri urusan kami ini !" Lu Cu tat memang tak malu disebut seorang jago kawakan dari dunia
persilatan, dia segera menjura setelah mendengar perkataan itu,
kemudian sambil tertawa ujarnya: "Baik, baik, lohu akan menjaga diri dan tak akan mencampuri urusan
lain" Setelah berhenti sebentar dan tertawa, kembali dia berkata. "Kau
dapat menyebut namaku, namun lohu tidak kenal siapakah
kau, hal ini benar benar memalukan sekali, bila kau tidak keberatan,
bagaimanakah jika kau sebutkan dulu siapa namamu ?"
Manusia berbaju emas yang ada di sebelah kanan mendengus dingin
dan tak menjawab. Melihat itu Hoo ceng wan segera menyindir dengan suara sinis: "Lu
loko, aku lihat kau janganlah tak tahu diri, bayangkan saja
betapa latahnya perkataan dari sobat itu dan betapa besarnya lagak
serta gayanya, cuma sayang wajahnya justru dikerudungi dengan kain
berwarna..." Belum habis ucapan tersebut diucapkan, manusia berbaju emas yang
berada di kanan telah berseru dengan gusar:
"Lohu she Ang bernama Beng liang!" Begitu ucapan Ang Beng liang
diutarakan, semua piautau yang berkumpul disitu menjadi terkesiap, Ho Ceng wan dan Lu Cu tat saling
berpandangan sekejap kemudian menundukkan kepalanya
masing-masing. Sambil tertawa seram Ang Beng liang berkata kembali:
"Ho Ceng wan, sekarang kau sudah puas bukan ?"
Dengan agak emosi Ho Ceng wan bangkit berdiri, bibirnya bergerak
seperti hendak me ngucapkan sesuatu, tapi akhirnya teringat akan
keselamatan isteri dan keluarganya, dengan pe rasaan apa boleh buat
dia menghela napas pan jang dan membungkam,
Sun Tiong lo adalah seorang anak harimau yang baru turun gunung, dia
tidak takut langit tidak takut bumi, dengan melototkan sepasang
matanya bulat-bulat, dia berseru : "Hei, kenapa kau bertindak begitu kasar " Setiap orang pasti punya
nama, bertanya siapa namamu toh hanya suatu sopan santun belaka,
kenapa kau malah tak senang hati ?"
Sementara itu, manusia baju emas yang berada disebelah kiri telah
menegur Cui Tong: "Cui Tong, mari kita pergi!" Cui Tong mendengus dingin, kepada
para piautau dari pelbagai perusahaan yang berkumpul disitu, katanya: "Sobat sekalian, kesetiaan
kalian cukup membuat aku orang she Cui merasa terharu sekali budi kebaikan ini tak akan kulupakan untuk
selamanya, tapi berhubung masalah ini menyangkut urusan pribadi, aku
harap saudara sekalian agar jangan mencampurinya."
Mendadak Sun Tiong lo buka suara bertanya kepada Cui Tong.
"Benarkah kau hendak pergi bersamanya ?" Cui Tong tertawa getir.
"Tentu saja saudara cilik, tadi saudara cilik telah membantu
untuk melepaskan diri dari kesulitan, tapi dalam persoalan ini aku minta
saudara cilik jangan mencampurinya, sebentar aku akan pergi, bila tidak
sampai mati pasti akan ku jenguk saudara cilik lagi"
Ang Beng liang tertawa seram, tiba-tiba ejeknya. "Cui Tong, kau tak
usah banyak bertingkah laku, terus terang
saja kukatakan, pada malam ini kau tidak akan pergi tidak apa, tetapi
itu bocah keparat harus pergi mengikuti kami!"
"Orartg she Ang, kamu menginginkan aku orang she Cui harus memberi
penjelasan secara bagaimana kepadamu?" teriak Cui Tong gusar.
Ang Beng liang mendengus dingin, "Hm...! penjelasan macam apapun
tidak ada yang berguna!" Sun Tiong lo segera tampil kedepan, sambil membusungkan dadanya
dia berkata. "Apakah kalian bersikeras mengajakku?" "Benar, kau adalah tamu
majikan kami!" Dengan berterus terang Sun Tiong lo ber-kata: "Kau
anggap aku tidak berani pergi mengikuti dirimu" pergi yaa aku pergi, toh aku
memang bermaksud untuk menyaksikan permainan apakah yang
sedang kalian persiapkan hayo berangkat."
Ang Beug liang segera berpaling kearah Cui Tong sambil sindirnya: "Cui
Tong, kau benar-benar tak becus, masa dengan seorang bocah cilikpun
kalah !" Cui Tong memandang sekejap ke arah Sun Tiong lo, baru saja akan
bersuara, bocah itu sudah berkata lebih duluan:
"Jalan yaa jalan, memangnya ada apanya yang perlu ditakuti ?"
Selesai berkata dia lantas menarik tangan Cui tong dan diajaknya
menuju kearah selatan: Sebenarnya tujuan kelima orang itu adalah
arah lain, tapi setelah dilihatnya kedua orang lawannya menuju ke selatan, maka mereka pun
segera menyusul pula dari belakang.
Sambil berlarian kencang, Sun Tiong Io segera berbisik kembali:
"Masih ingat dengan apa yang kukatakan kepadamu tadi " Kau
lari saja sekuat tenaga, biar aku yang menghadang mereka, cepat !
Cepat kau dari sini !" Cui Tong kelihatan agak tertegun Sun Tiong lo segera menyadari apa yang menyebabkan dia tertegun,
kembali ujarnya: "Jangan perdulikan aku, kabur saja dari sini, aku tidak menjadi soal,
sebentar aku menyusuI!" Dengan kepandaian silat yang dimiliki Sun Tiong lo ketika menghadapi
Mong hweesio tadi, mau tak mau Cui Tong harus mempercayai
perkataannya sekarang, maka diapun berbisik:
"Jaga dirimu baik-baik !" Dia segera membalikkan badan dan
melarikan diri. Dengan gusar Ang Beng liang membentak keras, baru
saja akan mengejarnya, si gadis berbaju putih yang berada di belakangnya telah
berseru: "Hari ini dia bisa lolos, apakah dikemudian hari masih bisa lolos lagi "
Jaga saja yang kecil itu baik-baik !"
Ang Beng liang segera menarik kembali gerakan tubuhnya sambil
mengiakan, dia lantas menyelinap ke samping kiri Sun Tiong lo dan
bersiap siap mencengkeram lengan kanan anak muda itu.
Mendadak terdengar seseorang membentak keras: "Ang hu pangcu,
hati hati dengan ular berbisa !" Ketika Ang Beng liang melirik ke
samping, tampaklah sesosok bayangan putih telah tiba diatas lengan kanannya, serentak dia menarik
kembali tangannya sambil melompat mundur, benda putih itupun
segera terjatuh ke tanah. Menanti dia amati benda itu lebih seksama lagi, ternyata bukan ular
berbisa seperti apa yang di duga semula melainkan seutas tali putih!
Tahu kalau tertipu dia mengalihkan kembali sorot matanya kearah Sun
Tiong lo, tapi bocah itu sudah dibawa kabur seseorang ke arah selatan.
Menyaksikan kejaadian itu, Ang Beng liang dan seorang manusia
berbaju emas lainnya segera membentak keras, dengan cepat mereka
melejit ke udara dan secepat kilat mengejar ke arah orang itu.
Pada saat yang bersamaan tampak si orang berbaju biru yang
menyelamatkan Sun Tionglo tadi sudah memapaki kedatangan Ang
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beng liang dan orang berbaju emas lainnya, kedua belah pihak segera
berjumpa ditengah udara. Terdengar orang berbaju biru itu berkata: "Membunuh orang tak
lebih hanya kepala menutul bumi, bila bisa
diampuni-ampunilah, harap kalian berdua balik saja !" Ditengah
pembicaraan itu, sepasang ujung bajunya segera
dikebaskan ke depan, hembusan angin pukulan yang sangat kuat
seketika itu juga mementalkan kembali diri Ang Beng liang dan orang
berbaju emas itu ke tempat semula. Orang berbaju biru itu tidak berdiam lama disana, sesudah berhenti
sejenak ditengah udara, mendadak ia berpekik nyaring, lalu
membalikkan badannya dan meluncur lagi melalui jalanan semula.
Perempuan berbaju putih itu mendengus dingin, tidak nampak
bagaimana dia menggerak kan tubuhnya, tahu-tahu sudah melejit
ketengah udara dan menyusul dibelakang orang berbaju biru itu.
Bersamaan itu juga, bentaknya nyaring: "Setelah kau datang
mencampuri urusan ini, lagi pula memiliki
kepandaian silat yang sangat lihay, paling tidak harus kau sebutkan dulu
siapa namamu, kau anggap memangnya bisa kabur dengan begitu saja
?" Orang berbaju biru itu tidak menjawab, tapi gerakan tubuhnya menjadi
lamban. Dengan melambankan gerakan itu, sedang kan siperempuan baju putih
itu menyusul dengan kecepan tinggi, akibatnya kedua belah pihak
menjadi beriringan. Mendadak perempuan baju putih itu mengayunkan tangannya kedepan,
segulung desingan angin tajam segera menyergap jalan darah siau
yau-hiat ditubuh orang berbaju biru itu.
Siapa tahu orang berbaju biru itu sama sekali tidak berpaling tubuhnya
makin lama makin lamban, disaat angin serangan diri perempuan
berbaju putih itu hampir mengenai tubuhnya, mendadak dia meluncur
kembali ketengah udara. Begitu berada ditengah udara, dia segera tertawa tergelak dengan
nyaringnya, lalu secepat sambaran petir tubuhnya lenyap dibalik
kegelapan sana. Demonstrasi tenaga dalam serta ilmu meringankan tubuh yang
diperlihatkan orang berbaju biru itu sangat mengejutkan hati si
perempuan baju putih itu, dengan cepat dia melayang turun ketanah
dan tidak melanjutkan pengejaran lagi, sementara sorot matanya
dialihkan kearah mana bayangan biru itu melenyapkan diri tanpa bicara
ataupun bergerak. Dalam pada itu, dua orang nona berbaju merah dan dua orang manusia
berbaju emas telah melayang turun disekitar sana, terdengar Ang Beng
liang yang menyebut dirinya sebagai hu pangcu itu berbisik dengan
suara yang lirih: "Ilmu gerak tubuh yang dimiliki orang ini betul-betul sangat hebat,
apakah pangcu dapat menduga asal-usulnya?"
Perempuan berbaju putih itu tidak menjawab, dia memberi tanda dan
beranjak menuju ke barat. Dalam keadaan begini, Ang hu pangcu sekalian tak berani banyak
bertanya lagi, mengikuti dibelakang perempuan berbaju putih itu
merekapun beranjak pergi. -ooo0dw0oooSetelah kabur kearah selatan dan berhasil meloloskan diri dari
pengejaran, Cui Tong menelusuri sebaris rumah penduduk dan
berusaha mencari tempat persembunyian.
Tiba-tiba terdengar seseorang berseru dengan suara dalam: "Di sini
ada sepucuk surat, harap Cui tayhiap, mencari tempat
yang tenang dan membaca isinya dengan seksama, setelah itu
laksanakanlah menurut apa yang tercantum di dalamnya !"
Selesai berkata, sepucuk surat telah meluncur datang dari balik
wuwungan rumah. Cui Tong segera menyambut surat itu, lalu berseru: "Sobat, siapakah
kau?" Tiada orang yang menjawab, suasana di sekeliling tempat itu
sepi tak kedengaran apapun. Cui Tong tahu kalau pihak lawan enggan
untuk berjumpa dengannya, sambil menghela napas terpaksa dia beranjak pergi.
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** Fajar belum lama menyingsing, dua orang kakek
berbaju emas dan dua orang nona berbaju merah mengiringi seorang nyonya
setengah-umur yang memakai baju putih muncul didepan pintu gerbang
gedung Kwik Wangwee. Dengan sikap yang amat hormat, salah seorang diantara kakek berbaju
emas itu memberi hormat kepada nyonya setengah umur tersebut,
kemudian katanya. "lnilah rumah keluarga Kwik !"
Nyonya itu sepintas lalu tampak baru berusia dua puluh empat tahunan,
wajahnya cantik namun sepasang matanya memancarkan cahaya
tajam, sehingga membuat orang tak berani menatapnya.
Mendapat laporan tersebut, dia manggut-manggut kemudian berkata:
"Ketuk pintu, sampaikan seperti apa yang kuperintahkan tadi !"
Kakek berbaju emas itu mengiakan dengan hormat, kemudian
maju kedepan dan mengetuk pintu. Seorang pelayan tua segera
menampakan diri dari balik ruangan,
orang berbaju emas itupun membisikkan sesuatu kepada sang pelayan
tua dan pelayan tua itupun manggut-manggut sambil beranjak pergi.
Tak lama kemudian, tiga orang perempuan dan dua orang lelaki itu
sudah dipersilahkan masuk ke ruang tamu, pelayan tua ini menitahkan
orang untuk menghidangkan air teh, tak lama kemudian Kwik wangwee
pun muncul menjumpai tamunya. Dengan senyum dikulum Kwik Wangwee segera berkata: "Barusan aku
memperoleh pemberitahuan dari centengku yang mengatakan kalau
hujin ada urusan penting hendak dirundingkan denganku, tolong
tanya..." "Aku jauh-jauh datang ke kota Tiong-ciu tak lain karena memperoleh
pesan dari bibiku untuk mencari seorang adik misanku yang telah hilang
selama sebelas tahun, konon..."
Dengan kening berkerut Kwik Wangwee menukas: "Apakah lohu dapat
membantumu?" "Betul" Yan hujin manggut-manggut, "konon adik misanku berada di
gudang ini !" "Aaah, masa begitu " Bagus sekali kalau begitu ?" "Adik misanku
berasal dari marga Sun, nama yang sebenarnya
adalah Pin hiong .." Dengan cepat Kwik wangwee menggeleng
tukasnya: "Disini memang ada seorang she Sun, dia berasal dari Shoa
tang, tak punya nama, akulah yang memberi nama Tiong lo kepadanya,
selain dari pada itu..." "Apakah Wangwee dapat mempersilahkan nya keluar untuk bertemu
dengan kami.,.?" Yan hujin menukas pula.
Kwik wangwee segera menghela napas panjang, katanya sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Kalian sudah datang terlambat." "Apakah dia sudah pergi dari sini?"
Yan hu jin agak tertegun, Kembali Kwik Wangwee menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Bukannya telah pergi, dia belum kembali, sebenarnya dia ikut
pegawaiku pergi keibukota untuk menagih hutang, tapi rupanya dia ke
timpa musibah, menurut keterangan dari pegawaiku, dia telah.."
Berbicara sampai disitu, mendadak Kwik wangwee memperlihatkan sikap
terperanjat, ucapan terhenti sampai ditengah jalan, kemudian diamatinya
Ya hujin dan semua orang dengan seksama, paras mukanya lambat laun
berubah menjadi serius sekali. Tak selang beberapa saat kemudian, Kwik wangwee telah bertanya lagi
dengan suara dingin: "Tampaknya kalian berasal dari ibu kota bukan?" "Wangwee telah
teringat soal apa?" Yan hu jin tertawa. Dengan serius Kwik wangwee
berkata. "Yan hujin, terus terang saja kukatakan, menurut laporan
dari pegawaiku Tiong lo telah dibawa kabur oleh tiga orang perempuan dan
dua orang lelaki, pakaian yang dikanan tiga orang perempuan dan dua
lelaki itu persis dengan dandanan dari hujin."
"Oooh, masa persis seperti apa yang kami kenakan ?" Kwik
Wangwee manggut-manggut. "Betul, memang persis sekali !"
Kembali Yan hujin tertawa manis, ujarnya: "Akupun tak ingin
mengelabui Wangwee, apa yang dijumpai oleh
pegawaimu itu memang benar tak lain adalah kami sekalian !"
Kwik Wangwee segera melompat bangun, kemudian serunya: "Kalau
begitu kau bukan kakak misan Tiong lo ?"
"Aku justeru adalah kakak misannya !" "Hmm, lantas apa sebabnya
kau memaksa untuk membawanya kabur ?" Wangwee adalah seorang hartawan dari kota ini, orang awam
seperti kau tak akan mengerti tentang persoalan dunia persilatan, oleh
karena itu dijelaskan kepada Wanpwec pun tak ada gunanya, kalau
memang adik misan ku tak ada disini, akupun tak ingin terlalu
merepotkan Wangwee lagi, maaf aku hendak mohon diri lebih dulu."
Agaknya Kwik Wangwee masih ada beberapa hal yang tidak dipahami
olehnya, kembali dia berseru: "Kau benar-benar adalah kakak misannya Tiong lo !" Dengan serius
Yan hujin mengangguk. "Wangwee adalah orang sekolahan, coba
bayangkan adik misanku bukan seorang manusia yang kaya raya atau berkedudukan
tinggi, mengapa aku harus mengaku-ngaku sebagai famili yang untuk
mencari kerepotan bagi diriku sendiri ?"
Kwik Wangwee manggut-manggut. "Ehmm, benar, benar, memang
masuk diakal." "Menurut pendapat Wangwee, mungkinkah dia akan
kembali lagi ?" Kwik Wangwee berpikir sebentar, lalu menjawab: "Aku pikir bila dia
bisa mengambil keputusan cepat dan menanyakan jalan pulangnya kemari, sudah seharusnya dia akan
kembali ke-mari, sebab pertama dia tak ada tempat yang diiuju, kedua
akupun menganggapnya sebagai anak sendiri, maka itu ... "
"Asalkan dia dapat kembali dengan selamat, hal ini lebih baik lagi," kata
Yan hujin sambil tertawa lebar, kemudian seraya
beranjak lanjutnya, "sekarang aku masih ada urusan lain maaf, aku
mohon pamit!" Kwik wangwee pun tidak bermaksud untuk menahan tamunya, dia
lantas perintahkan kepada pelayan tuanya untuk menghantar mereka
keluar. Setelah berada ditengah jalan, dengan suara lirih Ang Hu pangcu lantas
berkata: "Perlukah kita menyiapkan seseorang ditempat ini untuk mengawasi
gerak gerik keluarga Kwik?" Yan hujin berpikir sebentar, dan sahutnya. "Setan cilik itu sama
sekali tiada hubungan nya dengan keluarga
Kwik, soal ini sudah ku selidiki dengan jelas, ia dibawa pulang dari kuil
Kwan ya hio setelah Ku Gwat cong meninggalkannya seorang diri, selain
itu orang berbaju biru itupun tak akan lebih bodoh dari kita, sudah pasti
ia telah menduga kalau kita akan mencari ke kota Tong-ciu, bayangkan
saja, apakah dia akan membiarkan setan cilik itu datang kemari
menghantar kematiannya?" Orang berbaju emas yang lain tak lain adalah Kim ih tok-siu (kakek
racun berbaju emas) Tan Tiong hoa. Pada saat itulah dia berkata pula dengan suara yang berat: "Hamba
mempunyai suatu persoalan yang merasa kurang jelas,
mohon pangcu sudi menerangkannya" "Persoalan apa?" tanya Yan hujin
dengan suara dingin. "Sebelas tahun berselang, ketika Ku gwat cong
berhasil menolong setan cilik itu, kemungkinan besar dia telah mewariskan
serangkaian tenaga dalam kepadanya, tapi enam tahun berselang ia
telah meninggalkannya dengan begitu saja. . . . "
"Tan congkoan, jadi dia benar-benar telah ditolong oleh Ku Gwat- cong
. . ." sela Ang hu pnngcu tiba-tiba.
Tergerak juga perasaan Tan Tiang ho, katanya:
"Menurut laporan dari Pit It-kiam tentang pengemis yang tidur diluar
pintu kuil Kwan ya bio, kecuali Ku Gwat-cong si setan tua itu, rasanya
memang tak ada orang lain lagi !"
"Tapi kita kekurangan bukti yang langsung!" seru Ang hu pangcu lagi.
Yan hujin segera mengalihkan sorot matanya ke wajah Ang hu pangcu,
setelah itu katanya: "Yang pernah dikatakan Tan congkoan bukanlah persoalan ini, kenapa
kau tidak mendengarkan lebih dulu sebelum mengemukakan suatu
pendapat?" Ang Hu pangcu segera mengiakan berulang kali. Tan Tiong hoa pun
berkata lebih jauh: "Yang tidak hamba tidak pahami adalah kenapa
Ku Gwat cong meninggalkan setan cilik itu di kota Tong ciu sebagai kacung orang?"
Yan hujin tertawa dingin, dia lantas berpaling ke arah Ang Hu pangcu
sambil bertanya: "Kau tahu?" Ang Hu-pangcu segera menundukkan kepala nya
rendah-rendah. "Hamba sendiripun tidak memahami akan persoalan
ini" jawabnya. Yan hujin segera mendengus dingin. "Hmm .. .! Tan
congkoan saja bisa memperhatikan persoalan ini
dengan jelas, hal ini menunjukkan kalau ia benar2 berusaha keras
untuk menyelidiki persoalan ini, tetapi kau sebagai seorang wakil ketua,
nyatanya tak mampu kau berpikir kesitu, hmm..."
Sekujur badan Ang Hu pangcu gemetar keras, dia tidak berani
mengucapkan kata-kata. Yan hujin berkata lebih jauh, setelah berhenti sejenak
lamanya: "Gara gara persoalan ini, akupun sudah dibuat kesal sekian lama, tapi
setelah kulakukan suatu penyelidikan yang seksama, baru diketahui
bahwa pada enam tahun berselang Ku Gwat cong telah pergi ke bukit
Soat nia, oleh karena dia merasa kurang leluasa untuk pergi membawa
seorang bocah, iapun merasa tidak tega hati bila diserahkan kepada
orang lain, maka diapun mempergunakan hartawan she Kwik!"
"Oooo... rupanya begitu" kata Tan liang hoa seperti baru merasa sadar
kembali. "Tahukah kalian siapakah orang yang telah menolong si setan cilik itu di
kebun sayur milik keluarga Lau tadi?"
Tan Tiang hoa memandang ke arah Ang hu pangcu tanpa mengucapkan
sepatah katapun. Ang hu pangcu segera menggelengkan kepalanya berulang kali,
sahutnya dengan cepat: "Hamba tidak berhasil melihat jelas !" Mendengar jawaban itu, Tan
Tiang hoa baru berkata: "Orang yang membopong setan kecil itu adalah Ku Gwat cong !"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Ang hu pangcu, serunya
keras-keras: "Congkoan, kau telah melihatnya dengan jelas?" Tan Tiang
hoa manggut-manggut. "Walaupun aku tak sempat melihat wajahnya,
namun dari bayangan punggungnya telah kuketahu kalau dia, apalagi orang yang
bisa menggunakan "ular" untuk menakuti orangpun hanya dia seorang!"
Yan hujin segera tertawa, katanya kemudian: "Apa yang dikatakan
Tan congkoan memang betul, orang itu
memang Ku Gwat cong !" Ang hu pangcu segera tertawa jengah, agak tersipu sipu dia berkata
cepat: "Untung saja hamba telah menitahkan pasukan merah dan hitam untuk
melakukan pengepungan sambil melangsungkan penggeledahan dan
pencarian secara besar besaran, aku percaya tak lama kemudian pasti ada
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jawaban yang masuk !" Yan hujin tidak berkata apa-apa, dia hanya mengulapkan tangannya
sembari menitahnya: "Aku merasa lelah sekali, mari kita percepat perjalanan kita untuk
meninggalkan tempat ini" Tak seorang manusiapun yang berani membantah, mereka
manggut-manggut dengan mulut membungkam.
Maka berangkatlah perempuan berbaju putih atau Yan hujin itu
meninggalkan kota Tong ciu dengan langkah cepat.
Dalam waktu singkat, bayangan tubuh dari beberapa orang itu sudah
lenyap dari pandangan. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Bab ke Dua puluh Dua Tengah malam telah tiba, sesosok bayangan manusia disusul bayangan
manusia lain bergerak mendekati gedung Kwik Wangwee, setelah saling
memberi tanda, mereka memisahkan diri dan melompat masuk ke
halaman gedung tersebut. . . Pada kentongan kelima, bayangan hitam, itu berkumpul kembali, lalu
sesosok melompat ke luar dari dalam gedung dan berlalu menuju ke
tempat kejauhan sana. Kejadian ini berlangsung terus selama lima malam berturut turut,
hingga malam keenam, bayangan manusia itu baru tidak nampak lagi,
sampai malam ke sepuluh tetap tak nampak ada bayangan manusia
yang berlalu lalang lagi. Ditengah malam bagi ke sepuluh inilah, di kala semua orang sudah
lenyap dari pandangan mata, penjaga kuil Kwan-ya-bio sudah tertidur,
ditengah ruangan kuil itu barulah muncul manusia-manusia yang
berjalan malam. Mereka terdiri dari tiga orang yang turun bersama dari tengah udara,
kemudian setibanya dalam ruangan bersama-sama duduk diatas lantai.
Dalam ruangan itu tidak nampak ada cahaya lentera, sehingga sukar
untuk melihat jelas siapakah gerangan ketiga orang itu.
Tapi menanti mereka sudah mulai berbincang-bincang, maka dengan
cepat diketahui siapakah mereka itu. Mula mula terdengar suara
seorang yang seiak tua berkata: "Siau liong, sudah begitu jelas bukan ?" Yang bernama Siau liong
tentu saja Sun Tiong lo, maka dari Siau
liong pun bisa diduga kalau dua orang lainnya tak lain adalah Siau hou
serta si pengemis tua Ku Gwat cong.
Waktu itu Sun Tiong lo sedang mengiakan dan menjawab. "Jadi lima
malam beruntun mereka bersembunyi dalam rumah
Kwik wangwee tak lain bermaksud untuk m
Bentrok Para Pendekar 31 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Bentrok Para Pendekar 26
ujui. Kwik Wangwee tidak berkata apa apa lagi dia segera pergi
meninggalkan tempat itu. Semenjak hari itu, Sun Tiong lo pun menjadi penjaga gudang, selain
makan tidur, mengusir kucing dan anjing, kerjanya hanya membaca
buku. Padahal setiap hari antara kentongan kedua sampai kentongan kelima,
dia selalu duduk bersemedi untuk melatih ilmunya.
Sesungguhnya pengemis tua Ku Gwat cong adalah seorang jagoan yang
luar biasa sekali didalam dunia persilatan dia tak lain adalah Koay kay
(pengemis aneh) yang disebut orang sebagai jago piling aneh dikolong
langit... Berbicara soal tingkat kedudukan dan usia nya, Ku Gwat cong boleh
dibilang termasuk dalam jagoan angkatan tua, diantara sekian banyak
jago tua angkatannya, hanya tinggal tiga orang saja yang masih hidup.
Pengemis aneh ini memang cukup aneh, setelah membawa pergi Siau
liong, ternyata selama lima tahun ia tak pernah mengajarkan satu jurus
gerak seranganpun kepadanya... Walaupun demikian, dia mengajarkan suatu ilmu semedi yang cukup
aneh kepadanya. Sun Tiong lo baru berumur sepuluh tahun, bagaimanapun juga dia masih
terhitung seorang kanak kanak, kanak kanakpun mempunyai jalan
pikiran kanak kanak, kalau ingin mengurung nya terus didalam gudang,
hal ini bukanlah su atu pekerjaan yang sangat mudah.
Tapi selama berada disini, kecuali duduk dalam gudang atau kursi, dia
tak pernah keluar rumah, lagipula dia tidak pernah kenal dengan
siapapun, maka tiada orang pula yang diajaknya bermain.
Tapi hal ini tidak menjadi soal baginya. sebab dia mempunyai cara yang
paling ideal untuk menghilangkan waktu.
Setiap kali ada waktu senggang, dia lantas membaca buku sambil
berbaring, itulah sejilid buku aneh, buku yang ditinggalkan Ku Gwat
cong kepadanya, isi buku itu sudah hafal di luar kepala, tapi gambar
yang tercantum dalam kitab itu sama sekali tidak dipahami olehnya.
Kini, diapun sambil berbaring membaca buku sambil makan buah yang
memang tersedia dalam gudang tunggu pengiriman, maka sambil
membaca, dia makan buah, lalu bijinya da sambit keluar lewat jendela.
Dibalik jendela merupakan sebuah lorong delapan sepuluh tahun tak
pernah ada yang lewat disana, sedangkan daun jendela telah rusak,
diluar jendela sana terdapatlah sebuah lubang, yang cukup besar.
Waktu berlalu cepat, dalam waktu singkat Sun Tiong-lo sudah mencapai
dua belas tahun. Malam itu. kentongan kedua baru saja lewat. Sun Tiong-lo baru saja
menyelesaikan latihan tenaga dalamnya,
Mendadak terdengar suara anjing menggonggong tiada hentinya,
menyusul kemudian "bluuuk !" sebuah benda berat terjatuh didalam
lorong sempit di belakang gudang. Waktu itu Sun Tiong-lo baru saja memadamkan lampu dan berbaring,
dengan cepat dia melompat bangun dan duduk, dengan jelas ia
mendengar ada benda terjatuh dalam lorong tadi, namun sampai sekian
lama belum juga kedengaran suara berikutnya.
Sesaat kemudian baru terdengar suara ujung baju terhembus angin.
Sun Tiong lo segera membaringkan diri lagi dan pura-pura tidur pulas,
meski matanya terpejamkan namun telinganya dipasang baik baik untuk
mendengarkan gerak gerik disana. Diatas dinding pekarangan seperti ada suara orang, malah tiga orang
jumlahnya, terdengar salah seorang diantaranya berkata:
"Lo lak, bagaimana" Apakah kau temukan bayangan tubuh keparat
itu...?" Yang dipanggil sebagai Lo lak segera menjawab. "Tampaknya tidak
berada disini, mari kita mencari di tempat lain
!" "Lak te, bukankah dibawah sana terdapat tanah datar?" seorang
yang lain segera berseru. "Aaah.... benar, coba kutengok !" pencoleng
itu ternyata benar-benar melompat turun ke dalam lorong sempit
tersebut. Tapi tak lama kemudian dia sudah melompat balik keatas dinding
pekarangan seraya menyumpah. "Sialan, dibawah sana adalah sebuah gedung buah, mari kita cari
ditempat lain saja." "Kalau begitu keparat itu tak mungkin akan bersembunyi disini" kata
orang pertama tadi, dia terluka parah, tak mungkin bisa kabur ter lalu
jauh, mari kita menggeledah ditempat ini"
Tak lama kemudian terdengar ke tiga orang pejalan malam itu berlalu
dari sana. Beberapa waktu kemudian, dari arah lorong sempit itu baru kedengaran
ada suara, kemudian dari balik lubang dibelakang jendela tampak
sesosok bayangan hitam menerobos masuk ke dalam, kakinya tepat
menginjak diatas pembaringan karena kehilangan keseimbangan
badannya, dia roboh terguling. Dengan cekatan Sun liong lo melompat turun dari atas ranjang,
menutup jendela dan hendak memasang lampu.
Tapi tamu tak diundang yang terkapar di atas pembaringan itu segera
mencegah: "Jangan memasang lampu, harap jangan memasang lampu, aku bukan
orang jahat..." Sun Tiong lo sama sekali tidak takut, juga tidak menuruti perkataan orang
itu, dia memasang lampu kemudian memperhatikan wajah orang tadi
dengan sepasang matanya yang besar dan jeli.
Dengan cemas orang itu segera berseru: "Adik cilik, aku adalah
seorang pengawal barang yang bertemu
dengan musuh besarku, mereka bertiga mengerubuti aku seorang aku
tak tahan dan kena dibacok kakiku, untung bisa kabur sampai disini,
jika kau menyulut lampu...." Belum habis dia berkata, Sun Tiong lo telah memadamkan lampu
lentera itu seraya berkata. "Kau seperti orang baik-baik, akan kupadamkan dan mendengarkan
penuturan selanjutnya." "Aku she Cui bernama Tong dengan nama kecil Cu hoa" orang itu
menerangkan "aku adalah Sam-lok piautau dari perusahaan pengawalan
barang Pat tat piaukiok, sebutannya saja piautau, padahal sesungguhnya
cuma seorang Tang cu ji !" "Apa sih yang disebut Tang cu jiu itu?" tiba-tiba Sun Tiong lo bertanya
keheranan. Cui Tong tertawa getir. "Artinya anak buah, atau pelayan kerjanya
hanya memasang kereta, mengambil barang kebutuhan, membongkar peti dan jaga
malam, pokoknya semua kerja kasar adalah pekerjaan ku"
"Oooh... kalau begitu kau lebih mengenaskan nasibnya dari pada
aku...." kata Sun Tiong lo. Sekali lagi Cui Tong tertawa getir. "Adik kecil, asal kita masih bisa
makan dengan menggunakan tenaga sendiri, hal ini masih tidak terhitung mengenaskan
katanya, Sun Tiong lo tidak berbicara lagi, dibalik kegelapan sepasang matanya
yang besar dan jeli itu memancarkan sinar tajam, keadaan ini seketika
itu juga membuat Cui Tong merasa amat terperanjat.
Seandainya Sun Tiong-Io bukan seorang anak kecil belaka, Cui Tong
pasti akan mengira dirinya telah bertemu dengan seorang jago lihay
dari dunia persilatan. Tentu saja mimpipun Cui Tong tak akan menyangka kalau bocah
penjaga gudang yang berada dihadapannya sekarang tak lain adalah
majikan kecil yang ditolongnya tujuh tahun berselang, sedangkan Sun
Tiong-lo sendiri sama sekali lidak kenal dengan Cui Tong.
Waktu itu dia masih terlalu kecil, apalagi dalam lelap tidur yang
nyenyak, ketika terjadi peristiwa dirumahnya dan dia ditolong orang,
kesemuanya itu tidak diketahui olehnya bila pengemis tua tersebut
tidak menceritakan hal ini kepadanya.
Ketika dia bertanya siapakah yang telah menyelamatkannya, pengemis
tua itu tak pernah mau berbicara, malah berpesan kepadanya sebelum
kepandaian silat yang dimilikinya mencapai tingkatan yang luar biasa,
rahasia asal usulnya tak boleh dibocorkan.
Walaupun antara majikan dan pembantu tidak saling mengenal, namun
Thian telah mengaturkan pertemuan yang tak terduga ini, sekalipun kali
ini harus berpisah lagi, namun di kemudian hari mereka sudah tahu
tempat untuk mencarinya. Begitulah, dalam keragu-raguan Cui Tong menuturkan kembali
pengalaman yang baru saja menimpa dirinya.
"Tahun berselang, ketika aku mengikuti Tay piautau mengawal
barang-barang ke kota Tay-awan, di luar perkampungan keluarga Sik
telah menderita musibah, untung saja kepandaian silat Toa- piautau
lihay sehingga kawanan perampok itu kena dipukul mundur, siapa tahu
hari ini aku telah berjumpa lagi dengan mereka."
"Parahkah luka diatas kakimu itu ?"
"Cukup parah, tapi tak menjadi soal, aku membawa obat luka yang
terbaik, asal bisa beristirahat barang dua hari, niscaya luka ini akan
sembuh dengan sendirinya, cuma..."
Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya Sun Tiong-lo telah
menukas lebih dulu: "Kalau begitu beristirahat saja dalam gudang ini, tak akan ada yang
menayai dirimu, aku akan persiapkan tempat bagimu, sekalipun
musuh-musuhmu itu akan berdatangan kembali, belum tentu dia dapat
menemukan dirimu, tak usah khawatir."
Apa yang telah dikatakan ternyata dilakukan Sun Tiong-lo dengan
cepat, diatas tumpukan karung-karung buah kering tingginya hampir
mencapii langit-langit gudang itu dia siapkan sebuah tempat bagi Cui
Tong untuk beristirahat, bahkan membimbingnya naik ke atas.
Satu hari, dua hari, akhirnya luka diatas paha Cui Tong sudah sembuh
enam tujuh bagian. Tentu saja paling baik kalau dia bisa beristirahat beberapa hari lagi, tapi
Cui Tong seperti diburu-buru waktu, dia telah memberitahu kepada Sun
Tiong lo bahwa kentongan pertama malam nanti, dia pergi akan
meninggalkan tempat itu. Namun dasar kanak kanak, Sun Tionglo bersikap agar Cui Tong
mengajarkan semacam kepandaian dulu kepadanya, hal ini tentu saja
amat menyusahkan Cui Tong, sebab kepandaian silat semacam apapun
mustahil bisa dipelajari dalam waktu singkat.
Apalagi sejak majikannya menjumpai musibah, Cui Tong sudah
menaruh perasaan benci terhadap ilmu silat, namun Sun Tiong lo yang
masih polos ini adalah penolongnya, dia tak ingin mencelakai bocah itu,
maka dia bertekad tak akan mengajarkan kepandaian apapun, walau
hanya setengah jurus. Akan tetapi Sun Tiong lo mendesak terus menerus, dalam keadaan apa
boleh buat, akhirnya timbul suatu ingatan dalam benak Cui Tong, bulan
enam adalah musim lalat berkembang biak, tibatiba
saja ia menemukan sebuah cara yang baik menangkap lalat dan
nyamuk. Ia lantas memberitahukan kepada Sun Tiong lo agar memesan sepasang
sumpit baja sepanjang dua depa pada tukang besi, dikatakan sumpit itu
hendak dipakai untuk menjepit lalat dan nyamuk yang menjengkelkan
itu. Kemudian diapun memberitahukan bahwa kalau menjepit mesti
menjepit kakinya, tak boleh menjepit sayap, harus menjepit ekor tak
boleh menjepit kepala, jepitannya tak boleh mematikan, tapi juga tak
bisa membiarkan dia terbang. Andaikata orang dewasa yang mendengar cerita ini, mereka pasti akan
tertawa kegelian, bahkan tahu kalau Cui Tong sedang menampik dengan
menggunakan alasan tersebut. Lain dengan Sun Tiong lo, dia menganggap permainan itu sangat
menarik, maka dipelajarinya cara menangkap lalat dan nyamuk dengan
seksama. Maka sepeninggal Cui Tong, saban hari dia melatih diri menjepit lalat
dan nyamuk dengan sumpit bajanya itu.
Orang kuno bilang: Kucing buta bertemu tikus mampus. Sun Tiona-lo
yang saban hari melatih menyumpit, akhirnya malam itu ia berhasil juga
menjepit seekor nyamuk sialan sampai mampus.
Melihat itu, Sun Tiong-lo tertawa kegembiraan, inilah tertawa yang
pertama kalinya selama tujuh tahun terakhir ini.
Maka diapun menyumpit terus tiada hentinya, tahun demi tahun lewat
dengan cepat. Sekarang Sun Tiong lo sudah empat belas tahun, perawakannya lebih
pendek, dibanding kan dengan anak sebayanya.
Bulan dua belas sudah berakhir dan permulaan tahunpun menjelang
tiba, suatu hari Kwik Wangwee menitahkan pelayannya untuk
memanggil Sun Tiong lo. Rupanya dia menyampaikan kabar gembira, mulai bulan satu, Sun Tiong
lo telah diangkat sebagai pembantu kasar dari Kwik Wangwee dengan
gaji satu tail sebulan, soal makan, soal tempat tinggal dan soal membaca
buku, Kwik Wangwee memberi kebebasan kepadanya.
Selain itu, Kwik Wangwee juga berkata pada Sun Tiong lo bahwa
selama enam tahun Sun Tiong lo tak pernah keluar rumah, hal ini amat
menggirangkan hati hartawan Kwik. Maka menjelang tahun baru, dia memperkenankan Sun Tiong lo
mengikuti pelayan tua nya untuk berjalan jalan ke ibu kota sambil
sekalian berpesiar. Kwik Wangwee membelikan pakaian baru untuk Sun Tiong lo selain
memberi hadiah dua tail perak kepadanya, bahkan berpesan pada
pelayan tuanya agar baik-baik menjaga keselamatan Sun Tiong lo.
Hari itu, berangkatlah Sun Tiong lo dan pelayan tua itu menuju ke ibu
kota. Rumah penginapan dimana mereka menginap adalah sebuah
penginapan yang amat ramai, rumah penginapan itu milik Sah Hwe cu
dengan merek Cuan-hok, "Sah Hwe cu" adalah seorang lelaki bermuka
burik yang cukup termashur namanya disana.
Sebelum pegawai tua berangkat dengan tugasnya, dia berpesan kepada
Sah Hwe-cu agar mencarikan seorang pelayan yang jujur untuk
menemani Sun Tiong-lo berjalan jalan.
Sah Hwe-cu segera menyanggupi dan mencari seorang pelayan yang
bernama Pek Keh-hok untuk menemani Sun Tiong lo.
Setelah keluar dari rumah penginapan, Pek Keh-hok lantas berkata:
"Kau hendak berpesiar kemana saja " Ke Thian-kau, atau Hoa keng,
atau mengunjungi kuil..." "Kita pergi ke perusahaan Pat tat piaukiok lebih dulu !" tukas Sun Tiong
lo tiba-tiba. Mendengar jawaban tersebut, Pek Keh hok agak tertegun, kemudian
serunya heran: "Pat-tat piaukiok" Ada urusan apa kau hendak ke mana ?" "Mencari
orang, disana ada seorang teman ku!" Pek Kehhok memperhatikan
sekeliling tempat itu sekejap, ketika
tidak menjumpai orang yang mencurigakan ia baru berbisik: "Sudahlah,
lebih baik jangan ke sana, dua hari belakangan ini Pat
tat piaupiok sedang ketimpa persoalan, dengan susah payah kau
datang ke ibu kota, bukan mencari kesenangan, buat apa ke tempat itu
mencari gara gara ?" Mengetahui kalau perusahaan Pat tat piaukiok terjadi peristiwa, Sun
Tiong lo semakin bernafsu untuk pergi ke sana, dengan perasaan apa
boleh buat terpaksa Pek Keh hok mengajaknya ke depan jalan menuju
ke perusahaan tersebut, sementara dia menunggu dimulut gang.
Tak lama kemudian sampailah mereka didepan mulut gang menuju ke
kantor perusahaan Pat tat piaukiok, sambil menuding ke dalam gang itu,
Pek Keh hok berkata: "lni dia gangnya, aku tak ikut masuk, kau lihat disitu ada warung teh "
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nah aku menanti mu disana, harap kau jangan terlalu lama !"
Sun Tiong-lo mengiakan, dia lantas masuk kedalam gang itu seorang
diri. Gedung perusahaan Pat-tat-piaukiok terletak ditengah-tengah gang,
pintu gerbang yang berwarna hitam terpentang lebar, dikedua sisi pintu
terdapat palang kayu tempat kuda, sedang dekat pintu berdiri dua orang
lelaki kekar. -oo0dw0ooJilid 16 KETIKA Sun Tiong-lo mendekati pintu gerbang, salah seorang penjaga
itu sudah memperhatikannya dengan seksama, melihat dia naiki tangga
batu, dengan cepat lelaki itu menghadang jalan perginya sambil
menegur: "Saudara cilik, ada urusar apa kau datang kemari ?" "Mencari teman
!" Senyuman segera menghiasi wajah lelaki itu, tanyanya lagi: "Kau
mencari siapa " saudara cilik, siapa pula namamu ?" "Aku bernama
Sun Tiong-lo, aku datang ke mari mencari Cui
Tong, Cui piautau...!" Empat orang lelaki penjaga pintu itu sama-sama
tertegun, kemudian sambil menggeleng kan kepalanya mereka berkata: "Mungkin
kau keliru, disini hanya ada seorang Cui piautau, tapi
tidak bernama Cui Tong." "Dia mempunyai nama lain yang bernama Cui
Cu-hoa!" cepat cepat Sun Tiong-lo menambahkan. Kali ini dia benar, seorang lelaki
segera masuk meninggalkan, mimpipun Cui Tong tidak menyangka kalau Sun Tiong-lo bakal datang
mencarinya, mendengar laporan itu dia merasa agak malu, kemudian
buru-buru keluar untuk menyambutnya.
Dalam ruang tamu, Cui Tong telah menyiapkan kata-kata yang akan
mengakui kalau pada empat tahun berselang dia cuma ngako belo
belaka dengan tujuan untuk meloloskan diri.
Siapa tahu, sebelum dia berbicara, Sun Tiong lo telah berkata lebih
duluan: "Cui piautau, kebetulan ada seorang pegawai Sun Wangwe datang
kemari untuk menagih hutang, Wangwe suruh aku turut jalan jalan,
maka aku sengaja datang menyambangimu sekalian mengucapkan
terimakasih kepadamu." Ucapan terimakasih tersebut membuat Cui Tong tertegun dan tak tahu
bagaimana mesti menjawab. Terdengar Sun Tiong-lo berkata lebih jauh. "Kepandaian yang kau
ajarkan kepadaku untuk menjepit nyamuk
dengan sumpit baja telah berhasil kukuasai, sekarang tak pernah
meleset lagi jepitanku, mau yang hidup atau yang mati, ingin menjepit
bagian yang mana, aku bisa melakukannya semua dengan tepat dan
cepat !" Menyinggung soal kepandaian "menjepit lalat dan nyamuk dengan
sumpit baja" merah padam selembar wajah Cui Tong karena jengah tapi
setelah mendengar semua perkataan itu, dia baru terbelalak dengan
mulut melongo, untuk sesaat lamanya dia hanya berdiri termangu
mangu tidak tahu apa yang musti dikatakan.
Ia sama sekali tak menduga kalau guraamya telah berhasil membuat
Sun Tioag-lo menguasai suatu kepandaian yang luar biasa, mungkin
inilah yang dikatakan orang sebagai baja yang diasah setiap haripun
akhirnya menjadi jarum. Dalam malu dan menyesalnya Cui tong lantas mengaku terus terang,
akan tetapi Sun-tiong lo tetap merasa berterima kasih kcpadanya,
bahkan menggunakan perumpamaan Han sin yang mendapat hinaan
untuk membandingkan kejadian itu. Semakin Sun-tiong-lo berkata begini, Cui tong merasa semakin tidak
tenteram hatinya. Diam-diam Cui-tong lantas bertekad, walau pun dibidang lain ia tak bisa
menolong banyak, maka dia hendak menggunakan uang yang cukup
untuK mengatur masa depan bocah yang pernah menolongnya itu.
Dia adalah seorang lelaki lurus yang berjiwa hangat, apa lagi tak lama
kemudian dia akan menghadapi persoalan yang menyangkut mati
hidupnya, dan dia mengerti lebih banyak kematian dari kehidupan bagi
dirinya. Oleh sebab itu selesai mendengar perkataan dati Sun Tiong lo itu, dia
lantas memegang bahu bocah itu seraya berkata.
"Mari saudara cilik, kita berbincang bincang dalam kamarku saja !"
Tiba di halaman belakang. Sun Tiong lo men jumpai kamar Cui Tong
sangat mewah, semewah kamar tidurnya Kwik Wan gwee, maka tanpa
terasa dia lantas berseru: "Tampaknya menjadi Sam lok piautau pun lumayan juga, mungkin
gajimu dalam sebulan cukup besar?"
Cui Tong hanya tertawa, namun getir dihati. Setelah ditolong oleh
pengemis tua yang aneh didepan pintu Kuil
Kwan ya hio di kota Tong ciu tempo hari, dengan sangu dua tahil perak
pemberian sang pengemis, dia telah berangkai kembaii ke ibu kota.
Dia tahu, kawanan pen tahat itu sedang mencari jejaknya diseluruh
penjuru dunia, maka ia gunakan nama Cui cu hoa, diapun
menggabungkan diri dengan perusahaan Pat tat piaukiok.
Dia mulai menyembunyikan kepandaiannya dan bekerja sebagai
seorang Tang cu jiu, tak sampai dua bulan kemudian, lo piautau telah
mengetahui kalau dia pernah belajar silat, lagi pula orangnya ringan
tangan dan jujur, maka diapun diangkat menjadi Sam lok piautau.
Tentu saja lo-piautau tidak akan mengetahui asal usulnya yang
scsungguhnya, cuma semenjak saat ini, dia selalu disuruh turut
berkelana dlam dunia persilatan. Pada mulanya dia masih kuatir kalau sampai ketahuan musuh, tapi lama
kelamaan dia baru mengendorkan kewaspadaannya, dia mengerti
kedudukannya sebagai pegawai rendah suatu perusahaan pengawal
barang telah dilindungi keselamatannya.
Tentu saja musuhnya tak akan menyangka kalau seorang pendekar
besar yang punya nama besar dalam dunia persilatan ternyata sudi
menjadi seorang Sam lok piautau. Tapi jika peristiwa akan terjadi, siapapun tidak bisa menghalanginya,
sewaktu mengikuti lo piautau melindungi barang kawalan, mereka telah
bertemu dengan Gi pak ngo hou (lima-ekor harimau dari Gi pak) yang
hendak membegal barang kawalan mereka diperkampungan keluarga Sik.
Pertarungan segera berlangsung, lo piautau harus melawan dengan dua
orang, sedangkan lima orang piautau kelas dua yang harus berhadapan
musuh yang lebih tangguh menjadi kocar kacir dibuatnya, mereka mesti
melakukan perlawanan mati-matian. Dengan kedudukan Cui Tong ketika itu, melindungi barang kawalan
merupakan kewajibannya, tapi bukan tugasnya untuk bertarung
melawan musuh, walaupun demikian ia tak bisa membiarkan rekannya
terbunuh, diapun tidak dapat membiarkan kelima harimau itu membegal
barang kawalannya. Maka dengan sebilah golok dia lantas turun pula ke arena pertarungan
kepandaian silat, yang dimilikinya waktu itu memang jauh lebih lihay
dari musuhnya itu, di dalam waktu yang amat singkat dua musuhnya di
babat dan tiga lainnya dilukai, dengan menderita kekalahan hcbat,
musuh musuhnya itu segera kabur menyelamatkan diri.
Setelah peristiwa tersebut, lo-piautau hanya memandangnya dengan
sinar mata berterima kasih tanpa mengucapkan apa apa, tapi
sekembalinya ke dalam perusahaan, dia baru memanggilnya ke ruang
dalam dan berbincang semalaman suntuk.
Sejak itulah dia menjadi congkoan dari perusahaan Pat-tat piaukiok, ia
tak perlu mengawal barang lagi melainkan hanya persoalan dalam
perusahaan, kedudukannya tentu saja jauh lebih tinggi daripada
kedudukan seorang sam-lok piautau. Tentu saja kejadian ini merimbulkan protes dari rekan rekannya dan
mereka menganggap lo piautau pilih kasih, tapi lama kelamaan
mereka baru tahu kalau dia punya penyakit lama yang bila
menggunakan tenaga kelewat besar akan menimbulkan kematian, sejak
itulah semua protes baru dihentikan . . .
Empat tahun berselang ketika dia sedang berjalan malam, tanpa
sengaja telah berjumpa dengan paman gurunya harimau kedua, ke tiga
dan ke lima dari Gi-pak ngo hou yang di sebut orang persilatan sebagai
pek jiu-hud (Buddha bertangan seratus) Mong hwesio.
Dalam suatu pertarungan sengit yang kemudian berlangsung,
senjatanya kena dipukul jatuh oleh ilmu pek poh sin tan (sentilan sakti
seratus langkah) dari Mong hwesio, yang mengakibatkan kakinya
terbacok, itulah sebabnya dia lantas melarikan diri ke gedung hartawan
Kwik dan bertemu dengan Sun Tiong Io.
Lima hari berselang, Gi pak ngo hou telah masuk keibu kota dan
menggunakan peraturan dunia persilatan untuk menyambangi
perusahaan pat tat piau kiok, namun mereka tidak masuk sebaliknya
hanya meninggalkan sepucuk surat undangan.
Diatas kartu undangan itu tertera jelas sekali, bahwa pada bulan dua
belas tanggal dua puluh tiga pada kentongan yang pertama itu nanti,
diharapkan Sam lok piautau Ciu Ci hoa datang kekebun sayur keluarga
Lau di utara kota untuk melangsungkan duel satu lawan satu.
Sedangkan kartu undangan itu ditanda tangani oleh Pek-jiu hud
(Buddha bertangan seratus) Mong hweesio.
Mong hweesio menyampaikan tantangannya itu menurut peraturan dunia
persilatan, sudah barang tentu Ciu-thong harus membalas tantangan
tersebut, sebab dalam keadaan begini, bukan saja tak dapat mundur,
bahkan mencari teman pun dianggap sesuatu yang memalukan.
Begitu kabar tersebut tersiar luas, belasan perusahaan pengawalan
barang yang ada di ibu kota menjadi gempar.
Hal ini bukan dikarenakan kejadian macam itu jarang terjadi, melainkan
karena pihak lawan bukannya menantang piautau yang
bertanggung jawab atas perusahaan Pat-tat-piau-kiok, sebaliknya
malahan menantang seorang Tangcu-jiu yang berpangkat rendah.
Maka keesokan harinya, para cong piautau dari kesepuluh perusahaan
pengawalan barang itu berbondong bondong datang keperusaan Pat-tat
piaukiok. Lu lo piautau dari perusahaan pat tat piau kiok tentu saja tak dapat
memberi keterangan apa adanya, maka dengan menggunakan kata "aku
sendiripun tidak habis mengerti" untuk menjawab pertanyaan mereka,
sudah barang tentu jawaban semacam ini sangat tidak memuaskan
semua orang. Mereka bersikeras untuk mengundang Ciu Tong untuk membicarakan
persoalan ini, tapi semuanya ditampik oleh Lu lo piautau, maka akhirnya
merekapun meninggalkan pesan sebelum berpamitan bahwa mereka
akan setia kawan dan tak akan membiarkan Mong hweesio bertingkah
semaunya sendiri. Bahkan mereka memutuskan pada malam tanggal dua puluh tiga nanti
akan hadir semua di kebun sayurnya keluarga Lau dikota Utara,
kehadiran mereka bukan untuk membantu, tapi bila terdapat ketidak
adilan mereka akan turut mencampurinya.
Dikala Ciu Tong sedang pusing tujuh keliling menghadapi persoalan ini,
Sun Tiong lo yang tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi telah
berkunjung datang, hal ini membuat Ciu Tong bertekat untuk membalas
budi dari Sun Tiong lo tersebut. Sambil menyodorkan secawan arak untuk Sun Tiong lo, dia lantas
berkata: "Saudara cilik, duduklah dahulu, aku hendak ke dalam sebentar untuk
mengambil sedikit barang, dengan cepatnya aku akan datang kembali."
sambil tertawa dia lantas beranjak pergi.
Tak selang seperminum teh kemudian, dia muncul kembali sambil
membawa sebuah bungkusan kecil, sambil meletakkan bungkusan itu
kemeja, katanya: "Saudara cilik, ada suatu hal aku ingin merepotkan dirimu, harap kau
jangan menampiknya" "Asal dapat kulakukan" sahut Sun Tiong lo cepat sambil membelalakkan
matanya lebar-lebar. Cui Tong tertawa, katanya sambil menuding bungkusan kecil terbuat
dari kulit itu: "Soal ini pasii dapat kau lakukan"
"Harus kuberikan kepada siapakah bungkusan itu?" tanya Sun Tiong lo
sambil memperhatikan sekejap bungkusan itu.
Cui Tong segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya:
"Saudara cilik, aku harap kau suka menyimpan bungkusan kecilku ini
selama berapa waktu, selewatnya bulan dua belas tanggal dua puluh
tiga nanti, aku pasti akan mengambilnya kembali"
"Kenapa?" Sun Tiong lo agak tidak mengerti. Cui Tong tertawa.
"Saudara cilik bersediakah kau untuk tidak banyak bertanya?"
pintanya tiba-tiba. "Baiklah," ucap Sun Tiong lo kemudian sambil
tertawa, "aku tak akan banyak bertanya, cuma selewatnya bulan dua belas tanggal dua
puluh lima mungkin aku sudah pulang ke Tong ciu, oleh sebab itu
paling lambat tanggal dua puluh empat malam kau harus pergi
mengambiInya, setuju?" "Baik" sahut Cui Tong agak sedih, "andaikata pada tanggal dua puluh
empat aku belum datang juga, harap saudara cilik bersedia untuk
membuka bungkusan itu, dari dalam kantung mana akan kau ketahui
harus pergi kemana untuk mencariku."
"Kau hendak kemana sih?" tanya Sun Tiong lo keheranan. Cui Tong
tertawa getir, "Kita toh sudah berjanji tak akan saling
bertanya?" tegurnya. Terpaksa Sun Tiong lo manggut-manggut, "Baiklah, aku tinggal di
sebuah rumah penginapan yang dibuka-oleh Sah Hwec-cu dengan
begitu kau jadi tak perlu mencari aku kesana kemari..."
Cui Tong tertawa dan tidak berkata lagi. Mendadak Sun Tiong lo
teringat kembali dengan apa yang diucapkannya oleh Pek Kek hok, dengan cepat tanyanya kembali:
"Bolehkah aku menanyakan soal yang lain?"
"Tentu saja boleh," jawab Cui Tong sambil mengangguk, "Silahkan
saudara cilik bertanya apa saja yang kau ingin ketahui"
"Aku mendengar dari pelayannya Sah Hwee cu yarg mengatakan
beberapa hari ini ada kerepotan yang lagi menimpa perusahaan Pat tat
piaukiok, sebenarnya kesulitan macam apakah" Seandainya tidak
serius..." "Harap saudara cilik jangan mempercayai kata usil orang lain" cepat Ciu
Tong menukas "perusahaan Pat tat piaukiok toh berada dalam keadaan
baik-baik, dari mana datangnya kesulitan" Coba kau lihat masa keadaan
kami disini bagai ditimpa kesulitan?"
Pengetahuan yang dimiliki oleh Sun Tiong lo memang amat kurang, apa
lagi orangnya polos dan jujur, maka diapun manggut- manggut.
"Kalau memang tiada kesulitan, tentu saja lebih baik lagi, Nah, aku
mohon pamit dulu pelayan penginapan itu- masih menungguku diluar
sana ..." "Aaah, hal ini mana boleh?" tukas Cui Tong segera, "dimana ia
sekarang" Biar kuutus orang unt.uk memberitahu kepadanya agar dia
pulang duluan, kau musti bersantap siang dulu bersama kami, lalu
berpesiar ke tempat-tempat yang indah sebelum pulang ke
penginapan." Semenjak kecil Sun Tiong lo sudah terbiasa hidup sengsara, entah
menghadapi persoalan apapun, dia selalu turun tangan sendiri, maka
begitu mendengar ucapan dari Cui Tong tersebut, ia berpikir sebentar
lalu menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Biar aku pergi sendiri," katanya. Tentu saja Cui Tong tak bisa tidak
harus mengiringinya, dia menemani bocah itu untuk menemani bocah itu untuk menemui Pek
Keh hok. Terhadap Cui Tong, Pek Keh hok tampak menaruh rasa jeri, dia hanya
mengiakan berulang kali, kemudian setelah berpesan agar Sun Tiong lo
jangan pulang terlalu malam, cepat-cepat dia ngeloyor pergi dari tempat
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Setelah bersantap bersama dengan sayur dan hidangin yang lezat, Cui
Tong menemani Sun Tiong lo berpesiar ke tempat-tempat yang
berpemandangan indah, hal itu membuat bocah tersebut mendapat
banyak pengetahuan tambahan, sekarang dia baru percaya, menempuh
perjalanan selaksa li sesungguhnya jauh lebih unggul daripada membaca
buku selaksa jilid. Kemudian mereka makan malam bersama di luar, sebelum Cui Tong
menghantarkannya pulang ke rumah penginapan.
Sepeninggalan Cui Tong, Pek Keh hok segera menggape ke arahnya
dengan sembunyi-sembunyi, lalu seperti pencuri saja dia celingukan
kesana kemari, menanti disana sudah tak ada orang, ia baru bertanya:
"Apakah piautau she Cui tadi bernama Cui Cu hoa?" "Ehmm,
memang dia, ada apa?" Pek Keh hok segera menggelengkan
kepalanya berulang kali, serunya dengan cemas: "Aduuuhh tuan kecilku... bukankah siang tadi
sudah kukatan, perusahaan Pat tat piaukiok sedang menemui
persoalan, kenapa kau..." Belum habis dia berkata, dengan nada tak senang hati Sun Tiong lo
telah menukas: "Kau jangan sembarangan bicara, hal ini telah kutanyakan pada Cui
piautau, dia bilang perusahaan Pat tat piaukiok sama sekali tidak
menjumpai kesulitan apa-apa!" "Siauya ku yang bodoh," ujar Pek keh hok sambil tertawa geli, "yang
bakal menjumpai persoalan dan kesulitan adalah Ciu piautaulah sendiri,
kalau kau tanyakan hal ini langsung padanya, mana dia mau mengaku?"
Sun Tiong lo menjadi tertegun. "Benarkah perkataanmu?" serunya
kemudian, Pek keh hok pikir sebentar, dan berkata: "Mari, ikutilah aku,
kebetulan ciangkwe kami tak keluar di rumah, mari kita berbincang
dalam kamar kasir sana dan mengenai soal betul atau tidak, boleh kau
tanyakan kepada Sah ciangkwee nanti!"
Tentu saja Sun Tioug lo tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dalam
kamar kasir dia lantas menanyakan persoalan ini kepada Sah Hwee cu,
ternyata sah Hwee cu mengakui akan kebenaran ucapan Pek Keh hok,
kesulitan itu memang terletak pada diri Cui Tong.
Mendengar hal itu, Sun Tiong lo menjadi sangat keheranan, katanya
kemudian: "Sah ciangkwee, mengapa Cui piautiu membohongi aku " Malah dia
minta kepadaku untuk menjagakan sebuah bungkusan kecil miliknya,
mengapa dia berbuat begitu ?" Sah hweecu adalah orang kawakan dalam dunia persilatan, dengan
terharu sahutnya: "Siau lote, sederhana sekali parsoalan ini, Pek jiu hud (Buddha
bertangan seratus) Mong hweesio termasuk seorang jago kenamaan
daiam dunia persilatan, ia bisa menantang Cui piauiau berarti kalau
mereka ada ikatan dendam." Belum habis perkataan itu diutarakan, Sun Tiong lo telah bertanya
kembali: "Aku ingin tahu, mengapa dia mesti membohongi aku ?" "Oooh...
mungkin dia tak ingin kau ikut menguatirkan
keselamatannya karena kau datang untuk menengoknya, maka kecuali
membohongi dirimu, apa lagi yang bisa dia katakan" Tentang
bungkusan kulit kecil itu.." "Aaah, sekarang aku sudah mengerti" kembali Sun Tiong lo menukas,
aku ingin pula menanyakan satu hal kepada Sah ciang kwee, dimanakah
Mong hweesio mengajak Cui piautau untuk berduel dan kapan waktunya
?" "Sudah hampir, kentongan pertama tanggal dua puluh tiga, tempatnya
di Kebun sayur keluarga Lau di utara kota !"
Sun Tiong lo tidak banyak bertanya lagi, setelah mengucapkan terima
kasih, dia lantas kembali ke kamar tidurnya.
Keesokan harinya pagi sekali pegawai Kwik Wangwee telah
membangunkannya sambil berseru: "Sun Tiong lo, bangun, cepat bangun, aku ada persoalan yang hendak
disampaikan kepada mu." Padahal Sun Tiong lo sudah bangun, sejak kentongan kelima dia sudah
bangun untuk bersemedi maka ketika pegawainya Kwik Wangwee
membangunkan dia, ia lantas pergunakan kesempatan itu untuk
melompat bangun dari atas pembaringan.
Tidak menanti bocah itu bertanya, sang pegawai sudah berkata lebih
lanjut. "Hari ini aku harus berangkat ke Yong teng bun untuk menagih hutang,
mungkin malam ini ia tak akan kembali, maka aku hendak
menasehatimu dengan beberapa kata, Sah ciangwee telah berkata
kepadaku, kata kau amat menaruh perhatian terhadap kesulitan yang
menimpa orang she Ciu dari perusahaan Pat tat piaukiok"
"Yaa, dia adalah temanku" tukas Sun Tiong lo dengan cepat.
Dengan kening berkerut pegawai itu segera berkata: "Aku tak punya
waktu untuk bertanya kepada mu dimanakah kau
berkenalan dengan orang ini, tapi aku harus memberitahukan
kepadamu, persoalan ini lebih baik jangan kau urusi, dari pada
mendatangkan bencana bagi kita sendiri!"
"Tak usah kuatir, walaupun umurku baru empat belas tahun, aku cukup
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, lebih baik
kau urusi pekerjaanmu saja, aku hanya berniat-untuk menyambangi
teman saja, kini teman sudah kusambangi, maka urusan juga telah
selesai" Pegawai itupun menjadi berlega hati, katanya kemudian sambil tertawa:
"Kalau memang begitu, yaa sudahlah, akupun berlega hati, kita sampai
bersua lagi esok pagi." Setelah pegawai itu pergi, Sun Tiong-lo segera melompat turun dari
atas pembaringan selesai membersihkan muka, dia iseng-iseng
berjalan-jalan meninggalkan rumah penginapan.
Di seberang jalan sana itu terdapat penjual wedang tahu, diapun masuk
kedalam warung dan memesan separuh mangkuk wedang tahu serta
beberapa biji ta-kwe, tujuannya tentu saja bukan ingin minum wedang,
melainkan hendak menghindari Pek keh hok, si pelayan penginapan itu.
Benar juga, tak lama kemudian Pek keh hok munculkan diri dari balik
pintu penginapan, ketika dilihatnya Sun Tiong lo sedang minum wedang
tahu, dengan hati yang lega diapun masuk kembali.
Menggunakan kesempatan inilah Sun Tiong lo segera membayar
rekening dan cepat-cepat kabur kedalam sebuah gang sempit, kemudian
dalam beberapa kali membelok saja, bayangan tubuhnya lenyapkan diri.
Penginapan milik Sah Hwee cu itu terletak di daerah penggilingan tahu
tidak jauh dari sana adalah toko penjual pisau dan gunting milik To Ma
cu yang tersohor untuk diwilayah itu, diseberangnya adalah toko
nenjual obat milik Ong Ma cu itulah dia pergi.
Tak lama kemudian, dia sudah muncul kembali dari toko itu dengan
wajah berseri, dari seorang pejalan kaki yang dijumpainya dijalan ia
menanyakan arah menuju ke kebon sayur keluarga Lau diutara,
kemudian selangkah demi selangkah dia berangkat kesana.
Sepanjang tengah hari, dia hanya berkeliling diseputar kebon sayur dari
keluarga Lau baik gang kecil, jalan sempit maupun lorong
kecil, dilewatinya sampai hapal betul, kemudian dengan perasaan lega
ia baru kembali ke kota. Dalam anggapannya dia telah bertindak sangat berhati-hati, siapa tahu
sejak dari kota, semua gerak-geriknya tak pernah lolos dari pengawasan
seseorang yang mengamatinya terus dengan seksama, tentu saja bocah
itu sama sekali tidak mengetahuinya.
Menanti dia telah pergi jauh, dari balik sebuah gang dibelakang kebnn
sayur muncul sesosok bayangan manusia, memandang hingga bayangan
punggungnya yang kecil lenyap dari pandangan, orang itu
manggut-manggut sambil tertawa. Sambil tertawa orang itupun pelan-pelan maju ke muka, sambil berjalan
gumamnya: "Sungguh menarik hati, persis seperti aku waktu muda dulu, mana
hatinya baik, setia kawan juga ringan tangan, tapi aku ingin
memperhatikan lebih lanjut, kepandaian apa saja yang telah diwariskan
pengemis tua kepadamu!" Kemudian bayangan orang itupun lenyap dari pandangan, tampaknya ia
sedang mengejar diri Sun Tiong lo. Perjalanan kembali Sun Tiong lo tidak dilakukan terlampau terburu
napsu, selewatnya jembatan Pak hoo kiau, jumlah orang lewat semakin
ramai, diapun masuk ke dalam sebuah warung makan kecil di tepi jalan.
Warung itu memakai merk "Kau po li", yang khusus menjual bakpao
dan bubur. Ketika Sun Tiong lo melangkah masuk ke-dalam warung ini, mendadak
tergerak hatinya, dengan cepat dia berpaling tampak seorang manusia
berbaju biru tiba tiba melintas dari belakang punggungnya.
Sun Tiong lo tidak banyak curiga, diapun enggan untuk banyak berpikir,
dengan langkah yang santai dia masuk ke warung dan mencari tempat
duduk. Belum lama ia duduk, mendadak dia rasakan orang berbaju biru itu
seperti amat di kenal olehnya, dengan cepat dia memburu keluar pintu,
namun orang itu sudah lenyap tidak berbekas, akhirnya dengan kening
berkerut dia berjalan balik ke tempat semula.
Setelah bersantap kenyang, dengan perasaan hati yang riang dia
menelusuri sebuah jalan yang lurus menuju jalan kearah yang lain, tapi
buru saja menembusi sebuah gang sempit tiba-tiba jalan perginya
dihadang oleh seseorang. Ketika ia mendongakkan kepala maka tampak orang itu adalah lelaki
berusia tiga puluh lima enam tahunan yang berwajah jelek, berpakaian
ringkas dan bersepatu kulit, dalam sekilas pandangan saja dapat
diketahui kalau dia adalah seorang jago dalam dunia persilatan.
Terdengar lelaki itu menegur sambil tertawa seram: "Saudara cilik.
kau datang dari mana?" Sun Tiong lo tidak terbiasa berbohong, apa
lagi dengan usianya sekarang di tambah pula dengan pengalamannya yang masih terlampau
dangkal, sulit baginya untuk mengenali watak manusia,itulah sebabnya
dia lantas menjawab dengan sejujurnya:
"Aku datang dari kota Tong-ciu!" "Ooh... apakah kau punya rumah di
ibu kota?" kembali lelaki itu bertanya. Sun Tiong lo segera menggelengkan kepala berulang kali.
"Tidak ada" sahutnya: "aku datang kemari karena mengikuti
pegawai yang sedang menagih rekening, sekarang tinggal dirumah
penginapannya Sah Hwee Cu" Lelaki itu segera tertawa lebar. "Apakah di ibu kota kau punya teman
akrab?" kembali tanyanya. Baiu saja Sun Tiong lo akan menjawab secara jujur, mendadak dia
teringat lagi dengan kesulitan yang sedang dihadapi Cui Tong.
Dengan cepat kata-kata yang sudah hampir meluncur, keluar itu ditelan
kembali, kemudian kepalanya digelengkan berulang kali.
"Tidak ada!" katanya. Kontan saja lelaki itu tertawa dingin.
"Heeeeh... heeh... heeehhh, anak masih muda sudah tidak jujur,
hmm ! Dengan mata kepala sendiri locu menyaksikan kau berjalan
bersama dengan keparat she Cui dari perusahaan Pat-tat piaukiok, yaa
makan bersama yaa berpesiar, gembiranya bukan kepalang, masa
kalian bukan sahabat karib ?" Tujuan yang diharapkan Sun Tiong lo akhirnya kesampaian juga, maka
setelah menyadari siapa lawannya, dengan tenang tanpa gugup barang
sedikitpun juga dia berkata: "Seandainya aku betul-betul bisa mempunyai seorang teman seperti dia,
pasti gembira sekali hatiku, buat apa aku mesti hidup sebagai pengawal
rendahan lagi dirumah orang " Hidup senang macam begitu kan bukan
sesuatu dosa besar ?" "Hmm ! Kalau bukan teman, kenapa dia menemanimu minum, makan
dan berpesiar ?" "Ketika berada dikota Tiong ciu tempo hari, dia telah kehilangan sebuah
benda miliknya, kebetulan akulah yang menemukan benda itu dan
menanti hampir setengah harian disana, ketika ia mencari barangnya
kesitu, aku lari dan mengembalikannya, oleh karena itu..."
Belum lagi ucapan tersebut habis diucapkan dari belakang tubuh Sun
Tiong lo kembali berkumandang suara gelak tertawa yang keras.
Padahal sejak tadi Sun Tiong lo sudah tahu kalau ada tiga orang
manusia yang berdiri di belakangnya, hanya saja dia berpura-pura tidak
tahu. Setelah pihak lawan tertawa, dia baru ber paling.
Apa yang dilihatnya " seorang hweesio tinggi besar yang berwajah buas
telah berdiri di belakangnya, dikedua sisi hweesio tadi berdiri dua orang
lelaki berbaju ringkas. Sun Tiong lo segera menyadari dengan siapa dia berhadapan muka,
rupanya ia telah bertemu dengan Mong hweesio serta tiga dari harimau
harimau Gipak. Setelah berhenti tertawa, hweesio itu baru menegur kepada lelaki yang
menanyai SunTiong lo tadi : "Hai, jangan kau takut-takuti seorang bocah cilik, hayo kita pergi !"
Selesai berkata, hweesio itu lantas beranjak pergi lebih duiu, sementara
tiga orang lelaki lainnya mengikuti dibelakangnya.
Diam-diam Sun tiong lo tertawa geli, setelah menjulurkan lidahnya,
dengan hati yang bangga diapun kembali kerumah penginapan.
Belum lama dia berlalu dari situ, dari balik gang sempit tadi muncul
kembali seorang berbaju biru tak salah lagi dia adalah seorang yang
telah menampakkan diri di kebun sayur keluarga Lau tadi.
Sambil tersenyum kembali orang itu bergumam: "Benar-benar
seorang bocah yang nakal !" Setelah berhenti sebentar, dia
melanjutkan: "Huuh, hweesio buat apaan " Hakekatnya dia cuma
seorang hweesio buta belaka !" "Blaam, blaam, blaaamm!" bunyi petasan
bergema memekakkan telinga, Tiap rumah, setiap keluarga sedang bermain petasan dengan
riang gembira. Hari ini adalah saat dewa dapur naik kelangit, hari ini diangap hari baik
maka semua orang ikut merayakannya.
Pegawai tua yang ditugaskan Kwik Wangwee untuk menagih rekening
telah selesai dengan tugasnya, sebenarnya paling tidak ia mesti bekerja
selama dua hari lagi sebelum selesai seluruhnya, tapi Sah Hweecu telah
membantu pekerjaannya, maka tengah hari tanggal dua puluh dua,
semua hutang telah berhasil ditagih.
Sah Hwee cu adalah seorang lelaki bujangan, dalam matanya tak
pernah kemasukan pasir, bagaimanapun dia memandang, terasa
olehnya kalau Sun Tiong lo bukan bocah sembarangan, dia agak aneh.
Cuma saja, sejeli-jelinya mata Sah Hwee-cu, dia hanya sempat melihat
keanehan Sun Tiong lo, namun tidak diketahui olehnya dimanakah letak
keanehan Sun Tiong lo tersebut. Dengan amat hati hati dan cermat, secara diam diam ia merundingkan
hal ini dengan sang pegawai tua itu, dia akan membantunya menagih
hutang, dengan begitu pada tanggal dua tiga nanti, Sun Tiong lo pasti
sudah tiba dikota Tiong ciu. Menurut perkiraan Sah Hwee cu, seandainya hal ini tidak dilakukan maka
Sun Tiong lo pasti hadir dikebun sayur keluarga Lau pada malam tanggal
dua puluh tiga nanti, seandai nya sampai terjadi hal-hal yang tak
diinginkan atau mendapat kesulitan, semua pihak pasti akan terkena
getahnya pula. Pegawai tua itu lebih takut urusan, tentu saja diapun ingin cepat cepat
pulang ke Tiong ciu, maka pada tanggal dua puluh tiga pagi- pagi dia
telah menitahkan kepada Pek Kek hok untuk membuka rekening, dia
hendak mengajak Sun Tiong lo kembali ke Tiong ciu.
Kejadian aneh didunia ini memang aneh, ketika Pek Keh hok selesai
membuat rekening, dia berkata kepada pegawai itu bahwa dikamar
nomor tiga diloteng barat ada seorang tamu yang mengatakan kenal
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan kau, dia suruh aku menyampaikan sepucuk surat.
Setelah membaca surat itu, sang pegawai tua itu menjadi bodoh, tanpa
banyak berbicara dia menyimpan surat itu baik-baik,
kemudian memanggil Pek Keh-hok dan mengatakan kalau hari ini tidak
jadi berangkat. Tatkala Sah Hwee-cu mendapat laporan dari Pek Keh hok, diam- diam
dia lantas memanggil pegawai itu sambil bertanya:
"Hei, apa yang telah terjadi" Kenapa kau batalkan rencanamu ?"
Pegawai tua itu tidak menjelaskan apa-apa selain tertawa getir.
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Sah Hwee-ciu berkata:
"Mau pulang atau tidak bukan urusanku, toh aku sudah berusaha
dengan segala kemampuan ku, seandainya sampai terjadi peristiwa,
sampai waktunya nanti jangan salahkan kalau Sah Hwce ciu kurang
setia kawan !" Pegawai tua itu masih juga tidak berbicara, dia hanya tertawa getir
belaka. Sikap Sun Tiong lo pada hari inipun istimewa sekali, setelah bersantap
siang dia lantas tidur, tidur sampai matahari tenggelam dilangit barat,
setelah bangun, dia membersihkan muka lalu sambil mengambil secarik
kertas berlalu dari situ. Pegawai tua itupun tidak bertanya walau sepatah katapun, namun dia
mengerti kemana kah bocah itu akan pergi.
Belum lama Sun Tiong lo pergi, pintu kamar telah dibuka orang, lalu
terdengar orang itu bertanya kepada sipegawai tua:
"Dia sudah berangkat !" "Ya, sudah, sudah beranr.kat, baru saja
berangkat", jawab pegawai tua itu gugup. Orang itu mengiakan, kemudian membalikkan
badan dan pergi. wajahnya tidak jelas, hanya tampak bajunya yang berwarna biru
berkelebat lewat kemudian lenyap dari pandangan.
-ooo0dw0oooKEBUN Sayur keluarga Lau berubah menjadi terang benderang pada
malam ini. Ratusan batang obor dan ratusan lentera merubah kebun sayur
keluarga Lau yang berhektar-hektar luasnya itu terang benderang
bagaikan disiang hari saja. Kalau dihari-hari biasa tempat itu begitu sepi sampai setanpun enggan
masuk, maka pada malam ini penuh dengan kepala manusia.
Kalau kau ingin menghitung jumlah yang hadir, maka tak akan
terhitung jelas, sebab paling tidak mencapai ribuan.
Disebelah timur tersedia dua baris bangku, pada belakang barisan
bangku itu terpasang sepuluh buah lentera besar, pada bangku barisan
depan duduklah Cui Tong yang ditantang orang, Lu lo piautau serta
rekan rekan lainnya dari perusahaan Pat tat piaukiok.
Sedangkan pada bangku barisan belakang duduklah para piautau dari
sepuluh perusahaan pengawalan barang terbesar di ibu kota.
Pada bagian barat pun keadaannya sama, walaupun bangkunya terbagi
menjadi dua baris pula, namun hanya terdiri dari enam bangku, didepan
hanya sebuah yang ditempati si hwee sio berwajah bengis, sedangkan
dibelakangnya ada lima yang ditempati Gi pak ngo hou.
Sedangkan para penonton keramaian pada berdiri semua, berdiri jauh
jauh, setiap orang tahu kalau pertarungan yang akan berlangsung pada
malam ini bakal seru, maka siapapun tak mau mengambil resiko
kejatuhan sial pada malam itu. Ketika kentongan pertama telah tiba, Cui-Tong segera bangkit berdiri,
lalu menjura kepada Mong hwesio yang duduk pada dua-tiga puluh kaki
dihadapannya itu. Ia menjura pula kepada para piautau yang ada
dibelakangnya, setelah iiu dengan lantang dia berkata:
"Cui Cu hoa datang memenuhi janji. harap Mong hwesio bersedia untuk
tampil kedepan!" Sambil tertawa seram Mong hwesio bangkit berdiri, lalu ejeknya dengan
sinis: "Cui piautau, banyak benar pembantumu!" Cui Tong segera mendengus
dingin, serunya. "Sobat, kau jangan salah melihat, sudah lama aku orang she Cui hidup
di ibu kota, maka ketika aku menghadapi persoalan, tak bisa kubendung
perhatian rekan-rekanku atas diriku, mereka bukan datang membantu,
tapi hanya hanya ingin menyampaikan perhatian belaka"
"Kalau begitu, hanya kau seorang yang akan menyambut tantanganku?"
seru Mong hwesio sambil melotot buas.
"Benar, aku seorang yang akan menjajal kehebatan Mong hwesio serta
Gi pak ngo hou!" "Kelima orang keponakan/muridku yang tak becus itu sudah lama
menjadi panglima panglima yang kalah perang ditanganmu, aku rasa
merekapun tak usah lagi bertarung lagi denganmu, malam ini biar Hud
ya dan kau berdua saja yang melangsungkan pertarungan ini!"
"Bagus, baru begitulah sikap seorang enghiong!" puji Cui Tong sambil
mengacungkan ibu jarinya. Sementara itu, Lu lo piautau telah bangkit berdiri, lalu serunya dengan
suara lantang: "Mong hwesio, Pat tat piaukiok adalah perusahaan aku orang she Lu,
bila kau hendak membalas dendam, sudah sepantasnya kalau kau
datang mencari aku orang she Lu!"
Mong hwesio segera tertawa seram. "Heehh .. . heehh... heehh ...
tak usah terburu nafsu, setelah membereskan orang she Cui nanti, akan tiba pula giliranmu !" Ho Ceng
wan, piautau dari perusahaan Ceng wan piaukiok segera
bangkit berdiri puIa, setelah menjura kepada Mong hwesio
katanya: "Ada satu hal aku orang she Hoo tidak habis mengerti, harap taysu suka
memberi penjelasan." Mong hwesio memandang sekejap wajah Ho Ceng wan, kemudian
katanya: "Silahkan kau utarakan !" "Dunia persilatan mempunyai peraturan
dunia persilaian, perusahaan ekspedisi mempunyai pula peraturan dari perusahaan
ekspedisi, Cui piautau tak lebih hanya seorang pelindung barang kawalan
belaka, hwesio gede, sudah sepantasnya kalau kau langsung mencari
balas kepada Lu piautau sebagai pemilik perusahaan."
"Ucapanmu memang benar, seandainya waktu itu Cui Cu-hoa melindungi
barang kawalan dengan pangkat piautau kelas dua, hari ini aku si
hweesio tak akan mencarinya, tapi dia muncul sebagai seorang Piautau
kelas tiga yang sebenarnya merupakan kedudukan seorang suruhan
rendah, itu berarti dia ada maksud untuk menyembunyikan
kepandaiannya, hal mana merupakan suatu pelanggaran terhadap
peraturan perusahaan ekepedisi, itulah sebabnya aku si hweesio akan
membuat perhitungan lebih dahulu dengan dirinya...!"
Setelah mendengar perkataan itu, Ho Ceng wan menjadi terbungkam
dan tak sanggup berkata lagi. Pui Tin, lo piatau dari perusahaan Pathong piaukiok segera bangkit
berdiri sambil berseru: "Toa hweesio, teguranmu itu memang benar, tapi bolehkah kami
menanyakan dahulu persoalan ini sampai jelas?"
Belum sempat Mong hwesio menjawab, Cui Tong telah menukas
terlebih dahuIu: "Mong hwesio, sebelum kau tahu duduknya persoalan, janganlah
menghina karakterku terlebih dulu, karena harus menghindari musuh
besar maka aku orang she Cui harus hidup tersembunyi dalam
perusahaan Pat tat piaukiok, itulah sebabnya Lu lopiautau
sendiripun tak tahu kalau ada orang she Cui sebetulnya tahu ilmusilat,
ketika Gi pak ngo hou membegal barang kawalan, aku orang she Cui tak
bisa membiarkan mereka membunuhi rekan-rekan ku, itulah sebabnya
aku menjadi terpaksa untuk turun-tangan menolong mereka..."
Belum habis dia berkata, Mong hwesio telah tertawa terbahak- bahak,
tukasnya: "Cui Cu-hoa, sekarang Hud ya tak dapat membiarkan kau banyak
berbicara lagi" "Mong hwesio" bentak Cui Tong, ?"aku orang she Cui menerangkan
segala sesuatu alasanku bukan dikarenakan aku merasa takut untuk
bertempur melawanmu, melainkan hanya ingin menerangkan duduk
persoalan yang sebenarnya saja, sehingga semua kecurigaan bisa
dihilangkan." "Kalau memang begitu bagus sekali" kata Mong hwesio sambil tertawa,
"sekarang semua persoalan kau jelaskan sampai terang, kentongan
pertamapun sudah lewat, kita jangan biarkan teman- teman yang
menonton keramaian di empat penjuru arena ini menanti terlalu lama
lagi, bagaimana jika sekarang juga kita langsungkan pertarungan
tersebut..?" "Memang itulah yang aku orang she Cui inginkan!" "Orang yang
menyebar surat undangan untuk menantangmu
berduel adalah aku sendiri maka kita akan bertarung pula dengan
mempergunakan peraturan dunia persilatan yang berlaku, sebelum mati
hidup ditentukan pertarungan ini tak boleh diakhiri!"
Cui Tong segera tertawa nyaring. "Aku orang she Cui bersedia untuk
mengalah dengan kau yang melancarkan serangan lebih dulu serta menentukan acara penarungan.!"
"Cui Cu hoa, sungguhkah perkataanmu itu?" tanya Mong Hwesio
dengan kening berkerut. "Aku berbicara dengan sejujurnya !"
Tanpa terasa Mong hwesio mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak bahak. . "Haaahh . . haahn ... haahh .. , baik! Kalau toh kau begitu berjiwa besar,
Hud ya juga tak akan sungkan sungkan lagi. Dengarkan baik-baik, kau
boleh berdiri saja disitu, Hud ya dengan mempergunakan sepuluh biji
peluru besi ku untuk menyerangmu, asal kau bisa menghindarkan diri
dari kesepuluh buah seranganku itu, Hud ya segera akan mengajak
keponakan muridku untuk mengundurkan diri dari sini dan mulai saat
sekarang ini nama kami akan terhapus dari dunia persilatan, sedang
persoalan diantara kitapun dapat dihapus sama sekali!"
Sebagaimana diketahui, Mong hwesio disebut orang sebagai Pek jiu hud
atau Buddha bertangan seratus, ilmu peluru bajanya yang tak pernah
meleset dalam seratus langkah dibidikkan lewat sebuah busur berpegas
tinggi yang sangat lihay. Sejak terjun ke dalam dunia persilatan, belum
pernah ada orang yang bisa me loloskan diri dari ke sebuah biji peluru
bajanya itu. Tapi Cui Tong telah bertekad untuk menghadapinya kini, maka segera
jawabnya: "Baik, kita tentukan dengan sepatah kata !" "Kau boleh saja
menghadapi seranganku itu dengan mempergunakan senjata tajam !" kembali Mong hwesio berkata: "Tak
usah dengan senjata, akan kuhadapi dengan tangan kosong
belaka..." Kini kesemuanya sudah diputuskan, maka semua orang yang
berada tiga sampai lima kaki disekeliling Cui Tong bersama-sama
menyingkir ketempat lain, tentu saja mereka berusaha untuk
menghindarkan diri dari tempat berbahaya yang kemungkinan bakal
kejatuhan peluru baja lawan. "Cu-hoa!" Lu lo-piautau segera berbisik, "lebih baik kau menggunakan
senjata tajam saja, paling tidak hal ini jauh lebih baik."
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Bab Kedua Puluh Satu. CUI TONG menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya dengan
berbisik pula: "Tak usah menggunakan senjata tajam, paling tidak hal ini bisa
menghindari mencelatnya peluru lawan yang akan melukai orang di
sekeliling tempat ini !" Sikap semacam ini sungguh merupakan sikap yang bijaksana sekali, apa
yang dikatakan Cui Tong memang betul, andaikata dia harus menghadapi
serangan peluru baja itu dengan mempergunakan senjata tajam, maka
akibatnya besar kemungkinan peluru baja itu akan mencelat kemana
mana, hal mana tidak menjamin keselamatan orang yang berada
disekelilingnya. Sambil menggigit bibir kembali Lu lopiau-tau berkata: "Cuihoa ingat
baik-baik, aku lebih rela menghapus nama Pat-tat
piaukiok dari dalam dunia persilatan, daripada membiarkan kau celaka
ditangannya . ." Cui Tong segera tertawa setelah mendengar perkataan itu. "Cinta
kasihmu itu sungguh membuat Cui Cu hoa merasa amat
berterima kasih sekali, cuma selama hayat masih dikandung badan, aku
lebih suka mati daripada namaku terhina !"
Dalam pada itu Mong hwesio telah berseru dengan lantang: "Hei,
sudah selesaikan perkataanmu itu?" "Kau boleh segera melancarkan
serangan!" jawab Cui Tong dengan cepat. Kembali Mong hwesio tertawa, katanya: "Terus terang
saja kukatakan kepadamu, ke sepuluh butir peluru saktiku ini terbuat dari
semacam benda yang penuh dengan duri tajam, sapa terkena
dia bakal terluka parah, oleh sebab itu aku harap kau suka berhati hati
dalam menghadapinya nanti!" "Terima kasih banyak atas petunjukmu itu sekarang silahkan kau
lancarkan serangan dengan peluru peluru bajamu itu!"
Mong hwesio mengiakan, dari punggungnya dia lantas melepaskan
gendewa saktinya, kemudian mengarahkan moncong busur itu lalu ke
arah Cui Tong dan siap melepaskan serangan.
Pada saat itulah, tiba tiba terdengar seseorang berseru dengan suara
lantang: "Hei hwesio, tunggu sebentar!" Mong hwesio segera membatalkan
kembali serangannya, sedang semua jago di sekeliling tempat itupun bersama-sama mengalih
perhatiannya kearah mana berasalnya suara itu.
Lebih kurang lima kaki di belakang Cui-Tong, tahu tahu telah muncul
seorang bocah berwajah tampan. Tidak disangkal lagi, orang itu tidak Iain adalah Sun Tiong lo adanya.
Gi-pak-ngo-hou pun dapat melihat jelas tentang kemunculannya itu,
kepada Mong hweesio, mereka segera berseru :
"Susiok, ternyata bocah keparat itu benar-benar adalah temannya Cui Cu
hoa !" Dengan suara lantang Mong hweesio segera membentak: "Hanya
seorang bocah ingusan yang masih berbau tetek, ada
pula yang bisa dia lakukan?" Sementara itu Ciu Tong sudah memburu
ke hadapan bocah itu dengan langkah lebar, kemudian dengan gelisah serunya: "Saudara cilik,
mau apa kau datang kemari" Hayo cepat
menyingkirlah kesamping sana !"
Sun Tiong lo segera menggelengkan kepala nya berulang kali, dari
dalam sakunya dia mengeluarkan bungkusan kulit kecil itu, kemudian
sambil diangsurkan kedepan katanya:
"Aku hendak mengembalikan bungkusan ini kepadamu, aku tak dapat
menyimpan lagi untukmu !" Cui Tong masih ingin berkata lagi, namun Sun Tiong lo sudah tidak
menggubrisnya lagi, selangkah demi selangkah dia berjalan
menghampiri Mong hweesio. Setelah berada diantara Cui Tong dengan Mong hweesio, bocah itu
baru berhenti dan berdiri tegak disitu.
Mong hweesio yang menyaksikan kejadian itu segera mengerutkan
dahinya rapat-rapat, sambil menuding kearah Sun Tiong-lo tegurnya
dengan suara dalam: "Ada urusan apa kau datang kemari ?" "Aku datang untuk membuat
perhitungan dengan kalian!" jawab
Sun Tiong-lo dengan suara dingin. Jawaban ini sangat mencengangkan
Mong hweesio, dia sampai tertegun dibuatnya. "Perhitungan apa yang kau maksudkan?" Sun Tiong
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lo segera mendengus dingin. "Hmm... masih ingatkah kau pada suatu tengah
hari, kau dan Ngou hou telah menghadang diriku di sudut gang sempit dan
membentak-bentak diriku?" Mong hwesio mengangguk. "Yaa, tentu saja aku masih ingat!" "Kalau
masih ingat, ini lebih baik lagi, kalian tentunya
menganggap aku seorang bocah, maka gampang dianiaya dan
dipermainkan, padahal hatiku waktu itu sedang gembira dan maka aku
hanya berdiam diri belaka, lain, dengan perasaan hatiku yang kurang
gembira sekarang, itulah sebabnya sengaja aku datang kemari untuk ini
membuat perhitungan dengan kalian ini. . ."
Mong hwesio menjadi geli sekali setelah mendengar perkataan itu, lalu
katanya: "Baik, baik, aku akan minta maaf kepadamu nah tentunya boleh
bukan....?" Siapa tahu kembali Sun Tiong lo menggelengkan kepala berulang kali,
katanya. "Tak usah banyak bicara lagi, sekarang aku sedang menantang padamu
untuk tarung lagi menurut peraturan dunia persilatan yang berlaku bila
kamu mengaku kalah, maka kaupun tak bisa bertarung lagi melawan
Cui piautau!" Mong hwesio kembali menjadikan berdiri bodoh, akhirnya dengan
perasaan apa boleh buat katanya: "Lantas apa yang kau inginkan?" "Sederhana sekali, kita harus
melangsungkan pula suatu pertarungan yang adil!" Tiba tiba Mong hwesio mendelik besar sekali,
lalu teriaknya keras keras: "Bocah cilik, aku tidak bermaksud menyelakai umat persilatan,
sekalipun kau pergunakan cara semacam itu juga tak akan mampu
untuk menyelamatkan Cui Cu hoa!"
Sun Tiong lo turut pula melototkan matanya buIat-bulat, serunya pula
dengan lantang: "Kau tak usah sembarangan berbicara lagi, aku datang kemari untuk
membuat perhitungan dengan manusia yang bernama Cui Cu hoa sama
sekali tak ada sangkut pautnya!"
"Kalau begitu, sekalipun aku tak ingin turun tanganpun juga tak
bisa...?" kembali Mong hwesio melotot besar.
"Tentu saja!" jawab Sun Tiong lo manggut-2. Mong hwesio segera
tertawa. "Baiklah, kalau begitu coba kau terangkan dulu pertarungan apakah
yang kau inginkan?" "Tadi aku sempat pula mendengarkan pula cara pertarungan yang kau
sampaikan kepada Ciu piautau, aku rasa cara itu sangat menarik sekali,
maka aku pikir kita tak usah bertukar cara lagi!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, jeritan kaget dam gelak
tertawa keras segera datang dari empat penjuru.
Baru saja Mong hwesio akan berbicara lagi Sun Tiong lo telah
menimbrung lebih dulu: "Cuma saja, aku tak akan bersikap bijaksana seperti apa yang telah
dikatakan oleh Ciu piautau tadi, kau punya peluru sakti, akupun memiliki
permainan istimewa, aku akan menyambut milikmu dan kaupun boleh
menyambut permainanku, siapa yang terluka dia pula yang akan
menderita kalah!" Mong hwesio tertegun, kemudian tanyanya: "Apakah kaupun pernah
melatih ilmu melepaskan senjata rahasia?" "Kenapa" Kau memandang remeh diriku?" seru Sun Tiong lo
sambil tertawa lebar. "Benda apakah yang hendak kau gunakan?"
"Sampai waktunya saja baru kita bicarakan toh sekarang kau
dahulu yang menyerang aku, kemudian baru aku yang menyerangmu,
apa lagi benda permainanku itu bukan terbuat dari baja, jauh lebih lunak
dari pada peluru bajamu itu, sehingga sekalipun sampai melukai dirimu
juga tak sampai parah, tak usah kuatir."
Didengar dari kata itu, seakan pasti dapat melukai Mong hwesio saja....
Menghadapi kenyataan seperti ini Mong hwe sio benar benar merasa
marah, mendongkol dan ingin tertawa, baru saja dia akan berkata Iagi,
Sun Tiong lo telah melanjutkan kembali kata katanya:
"Kau pernah berkata, jangan biarkan penonton menunggu kelewat lama,
sekarang ini pembicaraan kitapun selesai, maka silahkan kau
melancarkan serangan lebih dahuIu, bila kau tak berani melancarkan
serangan kembali akan kuanggap kalah dirimu!"
Mong hwesio mikir sebentar, dan kemudian sambil mendepak depakan
kakinya ketanah dia menjawab. "Baiklah, Hud ya akan menggunakan sepuluh biji peluru besi tanpa duri
untuk menyerang separuh bagian tubuhmu bagian atas, nah berhati
hatilah sekarang!" "Hmmm .. . ! Cara pertarungan mesti sama seperti apa yang
dibicarakan tadi, peluru bajapun tidak boleh diganti, kalau tidak berarti
kau takut menghadapi permainanku!"
Mong hwesio benar benar terdesak sehingga apa boleh buat, dengan
mengerutkan dahinya dia lantas berkata:
"Kau sendiri yang menginginkan demikian andaikata sampai terluka
parah nanti, jangan kau menyalahkan Hud ya mu lagi!"
Sun Tiong lo tidak menggubris lawannya lagi, kepada kawanan manusia
yang berada disekeliling arena, serunya:
"Aku tahu, semua orang tidak tega melihat aku benar benar akan turun
tangan, maka aku merasa perlu untuk mengucapkan beberapa patah
kata, Ketahuilah, meski peluru sakti dari Mong hwesio bisa menakut
nakuti orang lain, bukan berarti bisa menakut nakuti diriku pula. Siapa
saja yang berani mencampuri urusanku ini, masa aku akan membuat
perhitungan pula dengan dirinya."
Begitu perkataan itu diucapkan, semua orang segera menutup mulutnya
rapat rapat. Mong hwesio pun tidak sungkan sungkan lagi, sambil menuding ke arah
Sun Tiong-lo katanya: "Bocah cilik, sebutkan dahulu siapa namamu!"
"Aku bernama Sun Tiong lo !"
"Hmm .. . . mulai hari ini lebih baik kau pindah ke dalam peti mati
saja.!" Mendengar perkataan itu, Cui Tong merasa amat terkejut, tanpa terasa
dia mengalihkan sinar matanya ke arah Sun Tiong-Io, maka tampaklah
bocah itu sedang tertawa, ditangannya ketika itu membawa sepasang
benda aneh yang berbentuk panjang. Tatkala semua orang dapat melihat jelas macam apakah senjatanya itu,
tak kuasa lagi mereka semua tertawa terbahak- bahak.
Kemudian terdengar ada yang berteriak keras: "Sumpit! Haaahhh . . .
haahh . .. haahh . . . senjata yang
dipergunakan adalah sepasang sumpit!" "Yaa, memang sepasang
sumpit!" jawab Sun Tiong lo sambil
tertawa, "cuma sumpit ini bukan sembarangan sumpit, sumpit ini bukan
sumpit bambu yang biasanya dipakai untuk bersan tap, inilah sumpit
baja yang khusus dipakai untuk menyumpit peluru baja !"
Saking gusarnya paras muka Mong hwesio berubah menjadi merah
padam seperti kepiting rebus, dengan suara dalam bentaknya
keras-keras: "Setan ciiik, hati hati kau!" "Majulah, tidak usah banyak berbicara
lagi, makin cepat serangan kau lancarkan, semakin baik pula bagimu!"
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Jilid 17 DENGAN mengerahkan tenaganya sebesar lima bagian, Mong hwesio
segera melepaskan serangannya yang pertama, peluru sakti itu di
arahkan ke atas pergelangan tangan kanan SunTionglo,
Sesungguhnya Mong hwesio adalah seorang pendeta yang cukup
bijaksana, dia enggan me lukai seorang bocah cilik.
Walaupun hanya disertakan tenaga sebesar lima bagian saja, namun
peluru besi itu menyambar ke depan dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat, bahkan disertai pula suara desingan angin tajam yang
amat memekikkan telinganya . Menghadapi datangnya ancaman itu, Sun Tiong lo sama sekali tak
memperhatikan dengan seksama bahkan bermaksud untuk
menghindarkan diripun tidak, dengan jeritan kaget semua jago, tampak
sumpit bajanya digerakkan kedepan dan . . .. "Traakk" tahu tahu peluru
baja tersebut sudah terjepit oleh sumpitnya.
Kepandaian yang sangat aneh ini seketika itu juga menggemparkan
semua orang, tak lama kemudian meledaklah sorak sorai yang gegap
gempita dari para penonton.. Mong hwesio agak tertegun, kemudian sambil menggertak gigi dan
membidik lagi sebutir peluru, kali ini dengan kekuatan yang lebih besar
serta kecepatan yang lebih tinggi, arah yang dituju adalah kaki kanan
Sun Tiong-lo. Tampaknya hwesio itu sudah dibuat naik darah oleh kejadian tersebut.
Sun Tiong lo masih saja berdiri tenang di tempat semula, injaaaii peluru
baja itu sudah tiba di depan mata. "Traaak !" kembali peluru itu di
sumpitnya seperti semula dan juga dia berhasil dijepitnya dengan
sumpit. Suara sorak sorai semakin gegap gempita lagi, membuat dunia seakan
akan hendak meledak saja. Sebagian besar para penonton yang berjajar disekitar arena sekarang
adalah kawanan jago persilatan yang memiliki ilmu silat tinggi, tapi
sekarang mereka semua dibikin bodoh, setiap orang berdiri dengan
wajah tertegun, mata terbelalak lebar dan mulut melongo.
Perasaan malu, benci, mendongkol segera menyelimuti seluruh perasaan
Mong hwesio. sambil menjerit aneh, peluru bajanya dilancarkan secara
beruntun dengan mempergunakan ilmu andalannya yakni Pek poh sin tan yang tak pernah meleset dalam jarak
seratus langkah. Menghadapi ancaman yang tibanya beruntun itu Sun Tiong lo masih
saja berdiri tak berkutik ditempat semula, wajahnya tidak berubah,
napasnya tidak memburu, dia malahan menggerakkan tangan kanannya
sambil menghitung sepuluh butir peluru sakti milik Kong hwe sio telah
digunakan semua, sedangkan Sun Tiong lo sambil menyambut
datangnya ancaman itu menghitung pula satu persatu:
"Satu, dua, tiga . . . sembilan, sepuluh, semua nya berjumlah sepuluh
biji dan kuterima semua nya !"
Kali ini tak ada yang berteriak lagi, tiada orang yang berteriak sorai,
karena mereka sudah dibikin tertegun.
Dibawah sorot cahaya lentera yang terang benderang, tampak
orang-orang itu hanya berdiri mematung saja ditempatnya masingmasing,
tentu saja tak ada pula yang bersorak sorai.
Sepasang mata Mong hwesio terpentang lebar-lebar, mungkin jauh
lebih lebar daripada mata siapapun juga, namun dia jauh lebih
memperhatikan gerak gerik bocah itu daripada orang lain.
Gi pak ngo-hou, lima ekor harimau dari Gi pak kini berubah menjadi
lima ekor kucing, paras muka mereka berubah hebat sekali.
Akhirnya Sun Tiong lo masukkan sepasang sumpitnya kebalik laras
sepatunya, dan sambil tertawa katanya kepada Mong hwesio.
Terima kasih banyak atas kesudian toa-hwesio untuk mengalah,
baiklah, kau Ngo hou boleh pergi sekarang!"
Mong hwesio tak bersuara lagi, sedangkan ngohou juga telah
membalikkan badan siap berlalu dari situ.
Tapi pada saat itulah, entah siapa yang ber teriak mendadak dari balik
kerumunan orang banyak terdengar seseorang berteriak keras:
"Kalau begini caranya tidak adil, si hwesio itupun sudah sepantasnya
mencoba untuk menerima dulu permainan dari siau enghiong!"
Begitu seorang berteriak, yang lain menjadi ikut ikutan sehingga
suasananya menjadi amat gaduh. Sun Tiong lo berkerut kening, lalu menggoyangkan tangannya berulang
kali. Pelan-pelan suasana yang gaduh pun menjadi tenang kembali,
seakanakan kewibawaan si bocah sudah makin menanjak dalam waktu
singkat. Menanti semua orang telah menjadi tenang kembali, Sun Tiong lo baru
berkata lantang. "Aduh . . . tadi aku hanya bergurau saja, mana ada permainan lain yang
hendak kugunakan untuk menghadapinya" Siapa berani memaksa aku
lagi, akan kubuat perhitungan dengan menggunakan sepasang sumpit
ini !" Setelah mendengar ancaman tersebut, semua orang tak berani
berteriak secara sembarangan lagi. Mong hwesio dengan membawa busurnya lantas berjalan mendekati,
setelah berhenti pada jarak beberapa kaki dihadapan Sun Tiong lo,
katanya. "Aku sudah kalah, kalah dengan amat puas, akupun tahu kalau sobat
kecil pasti memiliki ilmu senjata rahasia yang lebih hebat lagi, kau tak
tega menggunakan karena kau takut melukaiku, baiklah, kebaikanmu
hari ini tak akan kulupakan untuk selamanya, sekarang aku ingin
memohon diri lebih dulu !" Berbicara sampai disitu, dia lantas mematahkan busur mestikanya
menjadi dua bagian dan dibuang keatas tanah, kemudian dengan langkah
lebar dia lantas berlalu dari situ.
Tiba tiba Sun Tiong lo berseru dengan suara lantang. "Toa
hwesio, aku suka kepadamu, bolehkah kita bersahabat ?"
Dari kejauhan sana terdengar Mong hwesio menjawab. "Asal kau
tidak keberatan, dengan senang hati akan kuterima,
baik, kira tetapkan dengan sepaiah kata itu!" Suatu pertikaian berdarah
yang nyaris berlangsung akhirnya dapat dirubah menjadi suasana yang damai oleh seorang bocah berusia
empat belas lahun, sejak dari Cui Tong sampai sekalian piautau dari
perusahaan ekspedisi barang disekitar sana, sama- sama menyambut
nya dengan wajah berseri. Kepada rekan rekan rekannya, Lu lo piautau segera berkata: "Malam
ini patut dirayakan dengan meriah harap semua orang
tidak usah menampik lagi, harap datang bersama kerumahku buat
minum beberapa cawan arak." Semua orang memang terhitung orang yang berjiwa terbuka, segera
semua orang mengiakan dan beranjak dari tempat duduknya
masing-masing. Tentu saja Cui Tong pun tidak membiarkan Sun Tiong lo pergi, sambil
memegangi tangan bocah itu, dia hanya menggoyangkannya berulang
kali tanpa sepatah katapun sangat diutarakan keluar.
Pada saat itulah tiba-tiba dari sisi telinga Sun Tiong lo berkumandang
suara bisikan yang amat jelas sekali:
"Ada orang hendak mencari gara-gara dengan Cui Tong, bilamana
keadaan menjadi kritis nanti, suruh dia kabur keselatan kebun sayur,
jangan sampai bertindak kelewat gegabah. mengerti!"
Nada suara orang itu terasa olehnya seperti amat dikenal, namun untuk
sesaat lamanya tidak teringat olehnya suara siapakah itu, dan yang
lebih aneh lagi adalah Cui Tong yang berada di sampingnya ternyata
sama sekali tak mendegar suara apa-apa, hal ini membuat Sun Tiong lo
menjadi kaget dan keheranan. Sementara dia masih termenung mendadak terdengarlah suara orang
terbahak-bahak. "Haah... haaah.... haaah .. . sobat Cui, diharap anda jangan pergi dari
tempat ini dulu, persoalan dengan Mong hwesio memang telah selesai,
tapi sekarang lohu akan membuat perhitungan lama dengan dirimu!"
Begitu ucapan tersebut di utarakan, semua orang menjadi terbungkam
dalam seribu bahasa sedang suasana menjadi tenang kembali, sinar
mata mereka semua bersama-sama dialihkan kearah mana datangnya
suara itu.
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lebih kurang dua kaki dihadapan mereka, tahu tahu telah muncul lima
orang manusia yang berdandan aneh, tiga perempuan dan dua orang
laki laki. . . Yang lelaki mengenakan baju sama dengan kain kerudung muka
berwarna kuning emas pula, sedang yang perempuan memakai baju
putih dan dua orang berbaju ungu, merekapun menggunakan kain
kerudung muka yang berwarna sama dengan pakaiannya untuk
menutupi raut wajah aslinya. Tiga orang perempuan dan dua orang pria ini membagi diri menjadi dua
baris bersama-sama menghadapi Cui Tong, dua lelaki berbaju emas
berada dideretan depan sementara tiga orang perempuan berada
dideretan belakang, perempuan berbaju putih itu berada di bagian
tengah. Menurut adat dalam dunia persilatan, maka dilihat dari posisi mereka
berdiri itu, dapat diketahui gadis berbaju putih itulah berkedudukan
paling tinggi, tentu saja semua kekuasaan juga berada ditangannya.
Begitu melihat jelas siapa musuhnya, Cui Tong merasa amat terkesiap,
belum sempat dia berbicara, Sun Tiong lo telah membisikan sesuatu
disisi telinganya: "Barusan ada orang yang memberitahukan kepadaku, katanya orang
orang itu sangat liehay, bilamana kau ingin meloloskan diri nanti,
diharap kau bisa kabur ke sebelah selatan, harap kau jangan melupakan
pesan itu." Cui Tong mengiakan, kepada dua orang manusia berbaju emas itu
katanya kemudian, "Kalian mencari aku?"
"Benar, kami mencari kau !" sahut orang berbaju emas yang berada
disebelah kiri itu dingin. Sedang orang berbaju emas yang ada disebelah kanan itu segera
menuding ke arah Sun Tiong lo sambil menambahkan.
"Juga mencari dia !" Sun Tiong lo menjadi tertegun setelah
mendengar perkataan itu, serunya kemudian dengan nada tercengang. "Kau juga kenal dengan
aku" Tapi. . aku tidak kenal dengan
kalian semua !" Lelaki berbaju emas yang ada disebelah kanan itu
segera mendengus dingin. "Hmmm. ..! Bukankah kau she Sun?" tegurnya.
"Yaa, benar, aku memang she Sun, tapi aku tidak kenal kalian..."
Kembali orang berbaju emas yang ada di sebalah kanan itu
menukas: "Asal kau she Sun tak bakal salah lagi!" Sun Tiong lo
membelalakkan matanya lebar-lebar, kemudian
katanya: "Kalau dilihat dari sikap dan gaya kalian yang begitu buas,
tampaknya kalian datang untuk mencari balas?" "Boleh dikata demikian
!" sahut orang berbaju emas yang berada
di sebelah kanan itu sambil tertawa dingin. Sementara itu, lelaki berbaju
emas yang berada di sebelah kiri telah berkata kepada Cui-Tong: "Orang she Cui, semua perkataan yang
lohu katakan tadi sudah kau dengar dengan jelas?" Dalam hati Cui Tong sudah ada perhitungan sekarang diapun sudah
tahu siapa gerangan tiga orang perempuan dan dua orang lelaki ini.
Walau begitu, timbul juga niatnya untuk mengadakan penyelidikan dan
menanyakan apakah dugaannya itu benar.
Maka sesudah termenung sebentar, katanya: "Agaknya aku orang
she Cui telah mendengar apa yang kalian
katakan itu, boleh aku tahu karena persoalan apakah kalian datang
mencariku untuk membuat perhitungan?"
"Karena persoalan lama!" "Persoalan lama?" "Benar!" orang berbaju
emas yang berada di sebelah kiri itu
segera manggut-manggut. "Tak sedikit aku orang she Cui melakukan
kesalahan terhadap teman-teman dunia persilatan selama aku berkelana didunia persilatan,
karena itu akupun sudah lupa dimana kapankah aku telah membuat
permusuhan dengan kalian, dapatkah kalian mengingatkannya kembali
?" Lelaki berbaju emas yang berada disebelah kiri itu segera berkata
dengan suara dingin. "Orang she Cui, kau anggap lohu tak berani mengatakan persoalan lama
" jangan lupa, dahulupun kami berani menjagal orang she Sun
sekeluarga, malam ini tentu saja tidak akan takut- untuk menghadapi
siapapun yang ingin mencampuri urusan kami !"
Setelah mendengar perkataan itu, Cui Tong semakin jelas lagi
dibuatnya, dengan sorot mata berapi-api karena gusar, dia lantas
berkata dengan suara dalam. "Cukup, sudah banyak tahun aku Cui Tong menyembunyikan diri untuk
mencari hidup, tujuanku tak lain adalah untuk mencari kalian kawanan
manusia laknat, hari ini kita dapat berjumpa lagi, hal mana justru akan
mencocoki hatiku, ada beberapa patah kata ..."
Belum habis dia berkata, manusia berbaju emas yang ada disebelah
kanan itu telah menukas. "Cui Tong! apakah kau bermaksud untuk memperbincangkannya disini"
Apakah kaupun berharap agar teman teman baikmu itu terseret pula
didalam persoalan ini?" Terkesiap hati Cui Tong setelah mendengar perkataan itu dia cukup
mengetahui akan bahayanya ancaman lawan, sebab dengan mata
kepala sendiri ia saksikan bagaimana kawanan manusia laknat itu
menghabisi majikannya sekeluarga, maka diapun tahu juga bahwa
ancaman tersebut bisa benar-benar mereka laksanakan!
Dengan serius dia berkata. "Soal ini tak perlu lagi kau kuatirkan, aku
hanya ingin mengucapkan sepatah kata saja, yaitu setelah kalian dapat menemukan
aku, seharusnya juga tahu kalau saudara cilik ini bukan lah majikanku
dulu!" Lelaki berbaju emas yang berada disebelah kanan itu segera tertawa
seram serunya: "Haah... haaah... haah... Cui Tong, sekarang kau memberi penjelasan
bagi anjing kecil itu apakah tidak kau rasakan kalau hal ini terlambat?"
"Kawanan laknat, seharusnya kau tahu bagai manakah watakku" bentak
Cui Tong marah, "selamanya aku bilang ya tetap ya, bilang bukan tetap
bukan, aku tak pernah membohongi lawan maupun kawan, sekarang
aku sudah banyak berhutang budi kepada saudara cilik ini, aku tak
dapat.." Belum habis dia berkata, manusia berbaju emas yang berada disebelah
kirinya telah menukas dengan suara dalam:
"Cukup Cui Tong, kau tak usah banyak berbicara lagi, dulu kau telah
menolongnva, maka dalam hal kebaktian telah kau lakukan sebaiknya,
maka sekarang...." Pada saat inilah, Lu lo piautau menukas: "Sobat sekalian, Lohu she Lu
dan merupakan penanggung jawab dari perusahaan Pat tat piau kiok,
lohu ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada kalian semua."
Dua orang lelaki berbaju emas itu tak menjawab, hanya saja secara tiba
tiba mereka mereka mendongakkan kepala dan tertawa tawa terbahak.
Gelak tertawa kedua orang lelaki berbaju emas itu segera menimbulkan
kesan jelek bagi para piautau dari perusahaan perusahaan besar.
Ho Ceng wan, cong piautau dari perusahaan Ceng wan piaukiok segera
menegur lebih dulu dengan suara keras.
"Sobat, apakah kau anggap beberapa patah kata dari Lu lo piautau itu
lucu sekali?" Mendengar perkataan itu, kedua orang lelaki berbaju emas itu segera
menghentikan gelak tertawanya secara mendadak, mereka sama sekali
tidak menggubris perkataan dari Ho Ceng-wan tersebut.
Terdengar orang berbaju emas yang berada disebelah kiri itu telah
berkata lagi kepada Cui Tong: "Orang she Cui, sekali lagi lohu akan berbicara sejelasnya kepadamu,
bila kau tak ingin menyaksikan teman-temanmu itu turut terseret dalam
persoalan ini, lebih baik ikutilah lohu pergi meninggalkan tempat ini"
Lu lo piautau paling tua usianya diantara rekan-rekan lainnya, juga
pengalamannya paling luas, dengan wajah tak berubah, kembali dia
berkata: "Sobat, orang persilatan mengatakan dendam ada pemiliknya, hutang
pun ada pemiliknya, lohu dan kawan kawan lainnya tak mungkin akan
sembarangan turun tangan sebelum duduknya persoalan menjadi jelas."
"Lu Cu tat, kuanjurkan kepada kalian agar sedikitlah tahu diri" tukas
lelaki berbaju emas disebelah kanan ketus, "janganlah karena ingin
mencampuri urusan orang menyebabkan keluargamu turut terseret ke
dalam bencana ini, maka kuanjurkan kepada kalian agar jangan
mencampuri urusan kami ini !" Lu Cu tat memang tak malu disebut seorang jago kawakan dari dunia
persilatan, dia segera menjura setelah mendengar perkataan itu,
kemudian sambil tertawa ujarnya: "Baik, baik, lohu akan menjaga diri dan tak akan mencampuri urusan
lain" Setelah berhenti sebentar dan tertawa, kembali dia berkata. "Kau
dapat menyebut namaku, namun lohu tidak kenal siapakah
kau, hal ini benar benar memalukan sekali, bila kau tidak keberatan,
bagaimanakah jika kau sebutkan dulu siapa namamu ?"
Manusia berbaju emas yang ada di sebelah kanan mendengus dingin
dan tak menjawab. Melihat itu Hoo ceng wan segera menyindir dengan suara sinis: "Lu
loko, aku lihat kau janganlah tak tahu diri, bayangkan saja
betapa latahnya perkataan dari sobat itu dan betapa besarnya lagak
serta gayanya, cuma sayang wajahnya justru dikerudungi dengan kain
berwarna..." Belum habis ucapan tersebut diucapkan, manusia berbaju emas yang
berada di kanan telah berseru dengan gusar:
"Lohu she Ang bernama Beng liang!" Begitu ucapan Ang Beng liang
diutarakan, semua piautau yang berkumpul disitu menjadi terkesiap, Ho Ceng wan dan Lu Cu tat saling
berpandangan sekejap kemudian menundukkan kepalanya
masing-masing. Sambil tertawa seram Ang Beng liang berkata kembali:
"Ho Ceng wan, sekarang kau sudah puas bukan ?"
Dengan agak emosi Ho Ceng wan bangkit berdiri, bibirnya bergerak
seperti hendak me ngucapkan sesuatu, tapi akhirnya teringat akan
keselamatan isteri dan keluarganya, dengan pe rasaan apa boleh buat
dia menghela napas pan jang dan membungkam,
Sun Tiong lo adalah seorang anak harimau yang baru turun gunung, dia
tidak takut langit tidak takut bumi, dengan melototkan sepasang
matanya bulat-bulat, dia berseru : "Hei, kenapa kau bertindak begitu kasar " Setiap orang pasti punya
nama, bertanya siapa namamu toh hanya suatu sopan santun belaka,
kenapa kau malah tak senang hati ?"
Sementara itu, manusia baju emas yang berada disebelah kiri telah
menegur Cui Tong: "Cui Tong, mari kita pergi!" Cui Tong mendengus dingin, kepada
para piautau dari pelbagai perusahaan yang berkumpul disitu, katanya: "Sobat sekalian, kesetiaan
kalian cukup membuat aku orang she Cui merasa terharu sekali budi kebaikan ini tak akan kulupakan untuk
selamanya, tapi berhubung masalah ini menyangkut urusan pribadi, aku
harap saudara sekalian agar jangan mencampurinya."
Mendadak Sun Tiong lo buka suara bertanya kepada Cui Tong.
"Benarkah kau hendak pergi bersamanya ?" Cui Tong tertawa getir.
"Tentu saja saudara cilik, tadi saudara cilik telah membantu
untuk melepaskan diri dari kesulitan, tapi dalam persoalan ini aku minta
saudara cilik jangan mencampurinya, sebentar aku akan pergi, bila tidak
sampai mati pasti akan ku jenguk saudara cilik lagi"
Ang Beng liang tertawa seram, tiba-tiba ejeknya. "Cui Tong, kau tak
usah banyak bertingkah laku, terus terang
saja kukatakan, pada malam ini kau tidak akan pergi tidak apa, tetapi
itu bocah keparat harus pergi mengikuti kami!"
"Orartg she Ang, kamu menginginkan aku orang she Cui harus memberi
penjelasan secara bagaimana kepadamu?" teriak Cui Tong gusar.
Ang Beng liang mendengus dingin, "Hm...! penjelasan macam apapun
tidak ada yang berguna!" Sun Tiong lo segera tampil kedepan, sambil membusungkan dadanya
dia berkata. "Apakah kalian bersikeras mengajakku?" "Benar, kau adalah tamu
majikan kami!" Dengan berterus terang Sun Tiong lo ber-kata: "Kau
anggap aku tidak berani pergi mengikuti dirimu" pergi yaa aku pergi, toh aku
memang bermaksud untuk menyaksikan permainan apakah yang
sedang kalian persiapkan hayo berangkat."
Ang Beug liang segera berpaling kearah Cui Tong sambil sindirnya: "Cui
Tong, kau benar-benar tak becus, masa dengan seorang bocah cilikpun
kalah !" Cui Tong memandang sekejap ke arah Sun Tiong lo, baru saja akan
bersuara, bocah itu sudah berkata lebih duluan:
"Jalan yaa jalan, memangnya ada apanya yang perlu ditakuti ?"
Selesai berkata dia lantas menarik tangan Cui tong dan diajaknya
menuju kearah selatan: Sebenarnya tujuan kelima orang itu adalah
arah lain, tapi setelah dilihatnya kedua orang lawannya menuju ke selatan, maka mereka pun
segera menyusul pula dari belakang.
Sambil berlarian kencang, Sun Tiong Io segera berbisik kembali:
"Masih ingat dengan apa yang kukatakan kepadamu tadi " Kau
lari saja sekuat tenaga, biar aku yang menghadang mereka, cepat !
Cepat kau dari sini !" Cui Tong kelihatan agak tertegun Sun Tiong lo segera menyadari apa yang menyebabkan dia tertegun,
kembali ujarnya: "Jangan perdulikan aku, kabur saja dari sini, aku tidak menjadi soal,
sebentar aku menyusuI!" Dengan kepandaian silat yang dimiliki Sun Tiong lo ketika menghadapi
Mong hweesio tadi, mau tak mau Cui Tong harus mempercayai
perkataannya sekarang, maka diapun berbisik:
"Jaga dirimu baik-baik !" Dia segera membalikkan badan dan
melarikan diri. Dengan gusar Ang Beng liang membentak keras, baru
saja akan mengejarnya, si gadis berbaju putih yang berada di belakangnya telah
berseru: "Hari ini dia bisa lolos, apakah dikemudian hari masih bisa lolos lagi "
Jaga saja yang kecil itu baik-baik !"
Ang Beng liang segera menarik kembali gerakan tubuhnya sambil
mengiakan, dia lantas menyelinap ke samping kiri Sun Tiong lo dan
bersiap siap mencengkeram lengan kanan anak muda itu.
Mendadak terdengar seseorang membentak keras: "Ang hu pangcu,
hati hati dengan ular berbisa !" Ketika Ang Beng liang melirik ke
samping, tampaklah sesosok bayangan putih telah tiba diatas lengan kanannya, serentak dia menarik
kembali tangannya sambil melompat mundur, benda putih itupun
segera terjatuh ke tanah. Menanti dia amati benda itu lebih seksama lagi, ternyata bukan ular
berbisa seperti apa yang di duga semula melainkan seutas tali putih!
Tahu kalau tertipu dia mengalihkan kembali sorot matanya kearah Sun
Tiong lo, tapi bocah itu sudah dibawa kabur seseorang ke arah selatan.
Menyaksikan kejaadian itu, Ang Beng liang dan seorang manusia
berbaju emas lainnya segera membentak keras, dengan cepat mereka
melejit ke udara dan secepat kilat mengejar ke arah orang itu.
Pada saat yang bersamaan tampak si orang berbaju biru yang
menyelamatkan Sun Tionglo tadi sudah memapaki kedatangan Ang
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beng liang dan orang berbaju emas lainnya, kedua belah pihak segera
berjumpa ditengah udara. Terdengar orang berbaju biru itu berkata: "Membunuh orang tak
lebih hanya kepala menutul bumi, bila bisa
diampuni-ampunilah, harap kalian berdua balik saja !" Ditengah
pembicaraan itu, sepasang ujung bajunya segera
dikebaskan ke depan, hembusan angin pukulan yang sangat kuat
seketika itu juga mementalkan kembali diri Ang Beng liang dan orang
berbaju emas itu ke tempat semula. Orang berbaju biru itu tidak berdiam lama disana, sesudah berhenti
sejenak ditengah udara, mendadak ia berpekik nyaring, lalu
membalikkan badannya dan meluncur lagi melalui jalanan semula.
Perempuan berbaju putih itu mendengus dingin, tidak nampak
bagaimana dia menggerak kan tubuhnya, tahu-tahu sudah melejit
ketengah udara dan menyusul dibelakang orang berbaju biru itu.
Bersamaan itu juga, bentaknya nyaring: "Setelah kau datang
mencampuri urusan ini, lagi pula memiliki
kepandaian silat yang sangat lihay, paling tidak harus kau sebutkan dulu
siapa namamu, kau anggap memangnya bisa kabur dengan begitu saja
?" Orang berbaju biru itu tidak menjawab, tapi gerakan tubuhnya menjadi
lamban. Dengan melambankan gerakan itu, sedang kan siperempuan baju putih
itu menyusul dengan kecepan tinggi, akibatnya kedua belah pihak
menjadi beriringan. Mendadak perempuan baju putih itu mengayunkan tangannya kedepan,
segulung desingan angin tajam segera menyergap jalan darah siau
yau-hiat ditubuh orang berbaju biru itu.
Siapa tahu orang berbaju biru itu sama sekali tidak berpaling tubuhnya
makin lama makin lamban, disaat angin serangan diri perempuan
berbaju putih itu hampir mengenai tubuhnya, mendadak dia meluncur
kembali ketengah udara. Begitu berada ditengah udara, dia segera tertawa tergelak dengan
nyaringnya, lalu secepat sambaran petir tubuhnya lenyap dibalik
kegelapan sana. Demonstrasi tenaga dalam serta ilmu meringankan tubuh yang
diperlihatkan orang berbaju biru itu sangat mengejutkan hati si
perempuan baju putih itu, dengan cepat dia melayang turun ketanah
dan tidak melanjutkan pengejaran lagi, sementara sorot matanya
dialihkan kearah mana bayangan biru itu melenyapkan diri tanpa bicara
ataupun bergerak. Dalam pada itu, dua orang nona berbaju merah dan dua orang manusia
berbaju emas telah melayang turun disekitar sana, terdengar Ang Beng
liang yang menyebut dirinya sebagai hu pangcu itu berbisik dengan
suara yang lirih: "Ilmu gerak tubuh yang dimiliki orang ini betul-betul sangat hebat,
apakah pangcu dapat menduga asal-usulnya?"
Perempuan berbaju putih itu tidak menjawab, dia memberi tanda dan
beranjak menuju ke barat. Dalam keadaan begini, Ang hu pangcu sekalian tak berani banyak
bertanya lagi, mengikuti dibelakang perempuan berbaju putih itu
merekapun beranjak pergi. -ooo0dw0oooSetelah kabur kearah selatan dan berhasil meloloskan diri dari
pengejaran, Cui Tong menelusuri sebaris rumah penduduk dan
berusaha mencari tempat persembunyian.
Tiba-tiba terdengar seseorang berseru dengan suara dalam: "Di sini
ada sepucuk surat, harap Cui tayhiap, mencari tempat
yang tenang dan membaca isinya dengan seksama, setelah itu
laksanakanlah menurut apa yang tercantum di dalamnya !"
Selesai berkata, sepucuk surat telah meluncur datang dari balik
wuwungan rumah. Cui Tong segera menyambut surat itu, lalu berseru: "Sobat, siapakah
kau?" Tiada orang yang menjawab, suasana di sekeliling tempat itu
sepi tak kedengaran apapun. Cui Tong tahu kalau pihak lawan enggan
untuk berjumpa dengannya, sambil menghela napas terpaksa dia beranjak pergi.
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** Fajar belum lama menyingsing, dua orang kakek
berbaju emas dan dua orang nona berbaju merah mengiringi seorang nyonya
setengah-umur yang memakai baju putih muncul didepan pintu gerbang
gedung Kwik Wangwee. Dengan sikap yang amat hormat, salah seorang diantara kakek berbaju
emas itu memberi hormat kepada nyonya setengah umur tersebut,
kemudian katanya. "lnilah rumah keluarga Kwik !"
Nyonya itu sepintas lalu tampak baru berusia dua puluh empat tahunan,
wajahnya cantik namun sepasang matanya memancarkan cahaya
tajam, sehingga membuat orang tak berani menatapnya.
Mendapat laporan tersebut, dia manggut-manggut kemudian berkata:
"Ketuk pintu, sampaikan seperti apa yang kuperintahkan tadi !"
Kakek berbaju emas itu mengiakan dengan hormat, kemudian
maju kedepan dan mengetuk pintu. Seorang pelayan tua segera
menampakan diri dari balik ruangan,
orang berbaju emas itupun membisikkan sesuatu kepada sang pelayan
tua dan pelayan tua itupun manggut-manggut sambil beranjak pergi.
Tak lama kemudian, tiga orang perempuan dan dua orang lelaki itu
sudah dipersilahkan masuk ke ruang tamu, pelayan tua ini menitahkan
orang untuk menghidangkan air teh, tak lama kemudian Kwik wangwee
pun muncul menjumpai tamunya. Dengan senyum dikulum Kwik Wangwee segera berkata: "Barusan aku
memperoleh pemberitahuan dari centengku yang mengatakan kalau
hujin ada urusan penting hendak dirundingkan denganku, tolong
tanya..." "Aku jauh-jauh datang ke kota Tiong-ciu tak lain karena memperoleh
pesan dari bibiku untuk mencari seorang adik misanku yang telah hilang
selama sebelas tahun, konon..."
Dengan kening berkerut Kwik Wangwee menukas: "Apakah lohu dapat
membantumu?" "Betul" Yan hujin manggut-manggut, "konon adik misanku berada di
gudang ini !" "Aaah, masa begitu " Bagus sekali kalau begitu ?" "Adik misanku
berasal dari marga Sun, nama yang sebenarnya
adalah Pin hiong .." Dengan cepat Kwik wangwee menggeleng
tukasnya: "Disini memang ada seorang she Sun, dia berasal dari Shoa
tang, tak punya nama, akulah yang memberi nama Tiong lo kepadanya,
selain dari pada itu..." "Apakah Wangwee dapat mempersilahkan nya keluar untuk bertemu
dengan kami.,.?" Yan hujin menukas pula.
Kwik wangwee segera menghela napas panjang, katanya sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Kalian sudah datang terlambat." "Apakah dia sudah pergi dari sini?"
Yan hu jin agak tertegun, Kembali Kwik Wangwee menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Bukannya telah pergi, dia belum kembali, sebenarnya dia ikut
pegawaiku pergi keibukota untuk menagih hutang, tapi rupanya dia ke
timpa musibah, menurut keterangan dari pegawaiku, dia telah.."
Berbicara sampai disitu, mendadak Kwik wangwee memperlihatkan sikap
terperanjat, ucapan terhenti sampai ditengah jalan, kemudian diamatinya
Ya hujin dan semua orang dengan seksama, paras mukanya lambat laun
berubah menjadi serius sekali. Tak selang beberapa saat kemudian, Kwik wangwee telah bertanya lagi
dengan suara dingin: "Tampaknya kalian berasal dari ibu kota bukan?" "Wangwee telah
teringat soal apa?" Yan hu jin tertawa. Dengan serius Kwik wangwee
berkata. "Yan hujin, terus terang saja kukatakan, menurut laporan
dari pegawaiku Tiong lo telah dibawa kabur oleh tiga orang perempuan dan
dua orang lelaki, pakaian yang dikanan tiga orang perempuan dan dua
lelaki itu persis dengan dandanan dari hujin."
"Oooh, masa persis seperti apa yang kami kenakan ?" Kwik
Wangwee manggut-manggut. "Betul, memang persis sekali !"
Kembali Yan hujin tertawa manis, ujarnya: "Akupun tak ingin
mengelabui Wangwee, apa yang dijumpai oleh
pegawaimu itu memang benar tak lain adalah kami sekalian !"
Kwik Wangwee segera melompat bangun, kemudian serunya: "Kalau
begitu kau bukan kakak misan Tiong lo ?"
"Aku justeru adalah kakak misannya !" "Hmm, lantas apa sebabnya
kau memaksa untuk membawanya kabur ?" Wangwee adalah seorang hartawan dari kota ini, orang awam
seperti kau tak akan mengerti tentang persoalan dunia persilatan, oleh
karena itu dijelaskan kepada Wanpwec pun tak ada gunanya, kalau
memang adik misan ku tak ada disini, akupun tak ingin terlalu
merepotkan Wangwee lagi, maaf aku hendak mohon diri lebih dulu."
Agaknya Kwik Wangwee masih ada beberapa hal yang tidak dipahami
olehnya, kembali dia berseru: "Kau benar-benar adalah kakak misannya Tiong lo !" Dengan serius
Yan hujin mengangguk. "Wangwee adalah orang sekolahan, coba
bayangkan adik misanku bukan seorang manusia yang kaya raya atau berkedudukan
tinggi, mengapa aku harus mengaku-ngaku sebagai famili yang untuk
mencari kerepotan bagi diriku sendiri ?"
Kwik Wangwee manggut-manggut. "Ehmm, benar, benar, memang
masuk diakal." "Menurut pendapat Wangwee, mungkinkah dia akan
kembali lagi ?" Kwik Wangwee berpikir sebentar, lalu menjawab: "Aku pikir bila dia
bisa mengambil keputusan cepat dan menanyakan jalan pulangnya kemari, sudah seharusnya dia akan
kembali ke-mari, sebab pertama dia tak ada tempat yang diiuju, kedua
akupun menganggapnya sebagai anak sendiri, maka itu ... "
"Asalkan dia dapat kembali dengan selamat, hal ini lebih baik lagi," kata
Yan hujin sambil tertawa lebar, kemudian seraya
beranjak lanjutnya, "sekarang aku masih ada urusan lain maaf, aku
mohon pamit!" Kwik wangwee pun tidak bermaksud untuk menahan tamunya, dia
lantas perintahkan kepada pelayan tuanya untuk menghantar mereka
keluar. Setelah berada ditengah jalan, dengan suara lirih Ang Hu pangcu lantas
berkata: "Perlukah kita menyiapkan seseorang ditempat ini untuk mengawasi
gerak gerik keluarga Kwik?" Yan hujin berpikir sebentar, dan sahutnya. "Setan cilik itu sama
sekali tiada hubungan nya dengan keluarga
Kwik, soal ini sudah ku selidiki dengan jelas, ia dibawa pulang dari kuil
Kwan ya hio setelah Ku Gwat cong meninggalkannya seorang diri, selain
itu orang berbaju biru itupun tak akan lebih bodoh dari kita, sudah pasti
ia telah menduga kalau kita akan mencari ke kota Tong-ciu, bayangkan
saja, apakah dia akan membiarkan setan cilik itu datang kemari
menghantar kematiannya?" Orang berbaju emas yang lain tak lain adalah Kim ih tok-siu (kakek
racun berbaju emas) Tan Tiong hoa. Pada saat itulah dia berkata pula dengan suara yang berat: "Hamba
mempunyai suatu persoalan yang merasa kurang jelas,
mohon pangcu sudi menerangkannya" "Persoalan apa?" tanya Yan hujin
dengan suara dingin. "Sebelas tahun berselang, ketika Ku gwat cong
berhasil menolong setan cilik itu, kemungkinan besar dia telah mewariskan
serangkaian tenaga dalam kepadanya, tapi enam tahun berselang ia
telah meninggalkannya dengan begitu saja. . . . "
"Tan congkoan, jadi dia benar-benar telah ditolong oleh Ku Gwat- cong
. . ." sela Ang hu pnngcu tiba-tiba.
Tergerak juga perasaan Tan Tiang ho, katanya:
"Menurut laporan dari Pit It-kiam tentang pengemis yang tidur diluar
pintu kuil Kwan ya bio, kecuali Ku Gwat-cong si setan tua itu, rasanya
memang tak ada orang lain lagi !"
"Tapi kita kekurangan bukti yang langsung!" seru Ang hu pangcu lagi.
Yan hujin segera mengalihkan sorot matanya ke wajah Ang hu pangcu,
setelah itu katanya: "Yang pernah dikatakan Tan congkoan bukanlah persoalan ini, kenapa
kau tidak mendengarkan lebih dulu sebelum mengemukakan suatu
pendapat?" Ang Hu pangcu segera mengiakan berulang kali. Tan Tiong hoa pun
berkata lebih jauh: "Yang tidak hamba tidak pahami adalah kenapa
Ku Gwat cong meninggalkan setan cilik itu di kota Tong ciu sebagai kacung orang?"
Yan hujin tertawa dingin, dia lantas berpaling ke arah Ang Hu pangcu
sambil bertanya: "Kau tahu?" Ang Hu-pangcu segera menundukkan kepala nya
rendah-rendah. "Hamba sendiripun tidak memahami akan persoalan
ini" jawabnya. Yan hujin segera mendengus dingin. "Hmm .. .! Tan
congkoan saja bisa memperhatikan persoalan ini
dengan jelas, hal ini menunjukkan kalau ia benar2 berusaha keras
untuk menyelidiki persoalan ini, tetapi kau sebagai seorang wakil ketua,
nyatanya tak mampu kau berpikir kesitu, hmm..."
Sekujur badan Ang Hu pangcu gemetar keras, dia tidak berani
mengucapkan kata-kata. Yan hujin berkata lebih jauh, setelah berhenti sejenak
lamanya: "Gara gara persoalan ini, akupun sudah dibuat kesal sekian lama, tapi
setelah kulakukan suatu penyelidikan yang seksama, baru diketahui
bahwa pada enam tahun berselang Ku Gwat cong telah pergi ke bukit
Soat nia, oleh karena dia merasa kurang leluasa untuk pergi membawa
seorang bocah, iapun merasa tidak tega hati bila diserahkan kepada
orang lain, maka diapun mempergunakan hartawan she Kwik!"
"Oooo... rupanya begitu" kata Tan liang hoa seperti baru merasa sadar
kembali. "Tahukah kalian siapakah orang yang telah menolong si setan cilik itu di
kebun sayur milik keluarga Lau tadi?"
Tan Tiang hoa memandang ke arah Ang hu pangcu tanpa mengucapkan
sepatah katapun. Ang hu pangcu segera menggelengkan kepalanya berulang kali,
sahutnya dengan cepat: "Hamba tidak berhasil melihat jelas !" Mendengar jawaban itu, Tan
Tiang hoa baru berkata: "Orang yang membopong setan kecil itu adalah Ku Gwat cong !"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Ang hu pangcu, serunya
keras-keras: "Congkoan, kau telah melihatnya dengan jelas?" Tan Tiang
hoa manggut-manggut. "Walaupun aku tak sempat melihat wajahnya,
namun dari bayangan punggungnya telah kuketahu kalau dia, apalagi orang yang
bisa menggunakan "ular" untuk menakuti orangpun hanya dia seorang!"
Yan hujin segera tertawa, katanya kemudian: "Apa yang dikatakan
Tan congkoan memang betul, orang itu
memang Ku Gwat cong !" Ang hu pangcu segera tertawa jengah, agak tersipu sipu dia berkata
cepat: "Untung saja hamba telah menitahkan pasukan merah dan hitam untuk
melakukan pengepungan sambil melangsungkan penggeledahan dan
pencarian secara besar besaran, aku percaya tak lama kemudian pasti ada
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jawaban yang masuk !" Yan hujin tidak berkata apa-apa, dia hanya mengulapkan tangannya
sembari menitahnya: "Aku merasa lelah sekali, mari kita percepat perjalanan kita untuk
meninggalkan tempat ini" Tak seorang manusiapun yang berani membantah, mereka
manggut-manggut dengan mulut membungkam.
Maka berangkatlah perempuan berbaju putih atau Yan hujin itu
meninggalkan kota Tong ciu dengan langkah cepat.
Dalam waktu singkat, bayangan tubuh dari beberapa orang itu sudah
lenyap dari pandangan. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Bab ke Dua puluh Dua Tengah malam telah tiba, sesosok bayangan manusia disusul bayangan
manusia lain bergerak mendekati gedung Kwik Wangwee, setelah saling
memberi tanda, mereka memisahkan diri dan melompat masuk ke
halaman gedung tersebut. . . Pada kentongan kelima, bayangan hitam, itu berkumpul kembali, lalu
sesosok melompat ke luar dari dalam gedung dan berlalu menuju ke
tempat kejauhan sana. Kejadian ini berlangsung terus selama lima malam berturut turut,
hingga malam keenam, bayangan manusia itu baru tidak nampak lagi,
sampai malam ke sepuluh tetap tak nampak ada bayangan manusia
yang berlalu lalang lagi. Ditengah malam bagi ke sepuluh inilah, di kala semua orang sudah
lenyap dari pandangan mata, penjaga kuil Kwan-ya-bio sudah tertidur,
ditengah ruangan kuil itu barulah muncul manusia-manusia yang
berjalan malam. Mereka terdiri dari tiga orang yang turun bersama dari tengah udara,
kemudian setibanya dalam ruangan bersama-sama duduk diatas lantai.
Dalam ruangan itu tidak nampak ada cahaya lentera, sehingga sukar
untuk melihat jelas siapakah gerangan ketiga orang itu.
Tapi menanti mereka sudah mulai berbincang-bincang, maka dengan
cepat diketahui siapakah mereka itu. Mula mula terdengar suara
seorang yang seiak tua berkata: "Siau liong, sudah begitu jelas bukan ?" Yang bernama Siau liong
tentu saja Sun Tiong lo, maka dari Siau
liong pun bisa diduga kalau dua orang lainnya tak lain adalah Siau hou
serta si pengemis tua Ku Gwat cong.
Waktu itu Sun Tiong lo sedang mengiakan dan menjawab. "Jadi lima
malam beruntun mereka bersembunyi dalam rumah
Kwik wangwee tak lain bermaksud untuk m
Bentrok Para Pendekar 31 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Bentrok Para Pendekar 26