Pencarian

Dendam Iblis Seribu Wajah 11

Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 11


ata bayangannya sudah ditelan oleh kegelapan malam. Menunggu sampai bayangan Liang Fu Yong tidak terlihat lagi, orangtua yang mendapat
julukan salah satu dari dua tokoh sakti di dunia ini juga meninggalkan tempat itu. Ternyata
sampai saat ini, dia masih juga tidak tergerak oleh segala kerisuhan yang terjadi di dunia
Kangouw dan memilih hidup tenang di pegunungan Bu Tong San. Meskipun dia sadar
bahwa saat ini banyak pihak yang hendak menyerbu ke daerah Tionggoan dan
kemungkinan besar bisa terjadi pertumpahan darah besar-besaran.
Pada saat itu juga, kembali terlihat sesosok bayangan wanita yang melesat ke arah kota
Lok Yang. Rupanya Ceng Lam Hong yang bersembunyi di belakang pohon, tiba-tiba saja
mendapat naluri bahwa apa yang dibisikkan oleh Tian Bu Cu ada kaitannya dengan diri
Tan Ki, putranya. Semacam perasaan cinta kasih serta perhatian yang besar dari seorang
ibu langsung memenuhi hatinya. Dia terus berpikir bahwa ada kemungkinan apa yang
dikatakan Tian Bu Cu ada hubungannya dengan keselamatan anaknya. Oleh karena itu,
begitu Liang Fu Yong dan Tian Bu Cu meninggalkan tempat itu, dia juga segera
menghambur ke arah kota Lok Yang, yakni gedung keluarga Liu.
Sementara itu, Liang Fu Yong berlari bagai dikejar setan. Dia tidak pernah
melambatkan gerak kakinya maupun berhenti beristirahat. Dalam waktu yang singkat dia
sudah sampai di halaman belakang gedung keluarga Liu.
Suara riuh rendah tawa dan teriakan para tamu masih terus berkumandang dari
ruangan tamu yang terdapat di bagian depan. Liang Fu
Yong sama sekali tidak memperdulikannya. Tubuhnya bergerak dan dia melesat ke balik
tembok dan mendarat turun di dalam sebuah ruangan besar.
Dia sudah mendapat petunjuk dari Tian Bu Cu dan sudah tahu di mana letak kamar
pengantin Tan Ki. Oleh karena itu, dia segera mengempas hawa murninya dan melesat
bagai kilat. Tampak gerakan tubuhnya bagai seekor kupu-kupu yang indah. Dengan dua
kali lonca-tan saja dia sudah melewati dua buah ruangan dan sampai di depan sebuah
kamar yang besar. Di tempat itu dia menghentikan langkah kakinya. Di bagian atas pintu kamar tergantung
dua buah bola-bola yang diuntai dari kain merah. Dua helai pita berwarna keemasan
menjuntai ke kiri dan kanan pintu tersebut. Melihat pemandangan itu, serangkum rasa
perih menyelinap dalam hati Liang Fu Yong. Berbagai rasa duka dan penderitaan
berkecamuk di dalam kalbunya. Dia merasa sedih sekali.
Kemudian dia menggertakkan giginya erat-erat. Wajahnya didongakkan dan dia
menarik nafas dalam-dalam. Sedapat mungkin dia mengendalikan kesedihan di dalam
hatinya dan menenangkan perasaan lalu melangkah masuk ke dalam kamar.
Rupanya saat ini Tan Ki masih menemani para tamu di ruangan depan. Dia tidak
berada di dalam kamar. Yang ada hanya Mei Ling seorang. Dia sedang duduk di depan
meja rias dengan kepala tertunduk. Lilin merah yang besar-besar masih menyala tanda
pesta masih berlangsung. Pakaian dan perhiasan yang dikenakannya sangat serasi. Hal ini
malah membuat kecantikannya semakin menonjol. Semakin dipandang semakin mirip
dengan bidadari yang turun dari khayangan.
Langkah suara kaki Liang Fu Yong membuat Mei Ling tersentak dari lamunannya.
Dengan cepat dia mendongakkan kepalanya, hatinya langsung terkesiap melihat siapa
orang yang masuk ke dalam kamar. "Kapan Liang Cici datang" Mengapa tidak duduk di ruangan tamu bersama yang lainnya?"
Tampang Liang Fu Yong seperti orang yang tergesa-gesa. Dia mengedarkan
padangannya ke sekeliling kamar kemudian menoleh kembali ke arah Mei Ling dan
bertanya, "Ada siapa lagi di kamar ini?"
"Tidak ada. Empat orang pengiring pengantin dan para pelayan sejak tadi sudah keluar
dari ruang tamu ikut berpesta. Di dalam kamar ini hanya tinggal aku seorang."
Liang Fu Yong menganggukkan kepalanya perlahan-lahan.
"Bagus. Cici ingin bertanya kepadamu, apakah hari ini kau ada minum teh?"
Mei Ling jadi tertegun mendapat pertanyaan seperti itu.
"Ada?" "Tahukah kau bahwa ada orang yang ingin mencelakai pengantin laki-laki dengan
memasukkan racun keji ke dalam teh?"
"Apa?" Mei Ling terkejut setengah mati. Dia langsung melonjak berdiri dengan wajah
berubah hebat. Sesaat kemudian dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum lembut.
"Kata-kata Cici ini rasanya kurang tepat. Aku yang meminum teh, bagaimana bisa
mencelakai diri Tan Ki Koko. Cici jangan bergurau lagi denganku?"
Wajah Liang Fu Yong serius sekali. Dengan penuh kewibawaan dia berkata, "Hal ini
menyangkut nyawa Tan Ki, bukan permainan. Orang yang menaruh racun itu benar-benar
mempunyai hati yang jahat. Dia menggunakan cara yang paling licik. Apa yang
dilakukannya acap kali di luar dugaan orang sehingga kita tak mungkin mengadakan
persiapan bahkan tidak akan mengira sama sekali. Dia menggunakan racun yang ganas
dan memasukkannya ke dalam teh dan membiarkan kau meminumnya. Caranya sangat
sederhana tetapi keberaniannya patut diakui. Tanpa perlu kujelaskan, tentunya kau sendiri
sudah dapat menduga bahwa orang yang menaruh racun itu adalah salah satu dari para
tamu yang hadir malam ini?" Sepasang alis Mei Ling perlahan-lahan menjungkit ke atas. Tiba-tiba dia menukas,
"Siapa?" Liang Fu Yong menarik nafas panjang.
"Kabar ini kudapatkan dari seorang Locianpwe. Urusan yang sebenarnya, Cici sendiri
belum jelas. Tapi Locianpwe itu pernah mengatakan, seandainya kita tahu siapa yang
menaruh racun itu, tetap saja tidak ada bukti yang menguatkannya. Mungkin orang yang
menaruh racun itu telah merencanakan semuanya dengan matang sehingga sebelum
Locianpwe itu sempat menyelidiki dengan jelas, dia sudah berhasil menutupi dirinya
dengan baik." "Kalau begitu, Siau moay benar-benar bisa mati penasaran. Sampai jadi setan pun tidak
tahu siapa musuh yang sebenarnya. Hal ini sungguh membuat orang mati tidak tenang!"
Liang Fu Yong menggelengkan kepalanya sambil tertawa getir.
"Meskipun kau sudah meminum racun yang ganas sekali, tetapi tidak sampai
membahayakan jiwamu. Karena racun itu terbuat dari ramuan- ramuan yang hanya dapat
didapatkan dari daerah padang pasir. Reaksinya sangat aneh. Orang yang meminumnya
tidak akan terjadi apa-apa. Tetapi apabila orang yang meminum racun itu melakukan
hubungan intim dengan lawan jenisnya, maka racun itu justru akan tersalur ke pihak
lawan dan akan segera menyerang jantungnya serta bisa mati seketika?"
Mei Ling masih seorang gadis yang suci bersih. Pikirannya polos dan belum mengerti
apa-apa. Dia tidak tahu apa maksud Liang Fu Yong dengan mengatakan mengadakan hubungan
intim. Untuk sesaat dia jadi tertegun, kemudian tersenyum simpul.
"Kalau begitu mudah sekali. Asal aku tidak berhubungan dengan kaum laki-laki kan
beres?" Sepasang alis Liang Fu Yong bertaut dengan erat.
"Malam ini adalah malam pengantinmu. Mana mungkin kau dan adik Tan Ki tidak
melakukan hubungan?" tiba-tiba wajahnya menjadi merah padam. Kata-kata yang ingin
diucapkan selanjutnya jadi tidak dapat tercetus keluar. Dia merasa malusekali. Oleh karena
itu dia segera mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga Mei Ling.
Kata-kata yang dibisikkannya sudah barang tentu ada hubungannya dengan urusan
suami istri. Tampak sepasang mata Mei Ling terbelalak lebar-lebar. Pertama-tama dia
menganggukkan kepalanya dengan tersipu-sipu. Sekejap kemudian wajahnya berubah
beberapa kali berturut-turut. Setelah mengeluarkan suara seruan terkejut, air matanya
langsung mengucur dengan deras. Ucapan Liang Fu Yong yang merupakan bisikan beberapa patah kata itu, membuat impiannya
yang indah dan melambung tinggi terhempas seketika.
Rupanya masalah Mei Ling yang kesalahan minum teh beracun memang sebuah
kenyataan. Dan apa yang dikatakan Liang Fu Yong dengan berbisik di telinganya juga
bukan suatu karangan belaka. Apabila dia melakukan hubungan intim dengan lawan jenis,
maka orang itu pasti akan mati seketika dalam keadaan jantung disebari oleh racun.
Tetapi dia sudah menikah dengan Tan Ki. Sebagai seorang istri, bagaimana dia harus
menolak permintaan suaminya yang satu itu"
Kabar berita yang mengejutkan dan di luar dugaannya, membuat Mei Ling tidak dapat
mengucapkan sepatah katapun untuk beberapa saat. Dia memandang Liang Fu Yong
dengan termangu-mangu. Dia merasa hatinya gelisah. Tidak ada setitik jalan keluar pun
yang terpikir olehnya. Perasaannya demikian risau. Bahkan dirinya sendiri tidak tahu
bagaimana harus mengungkapkan apa yang terasa dalam hatinya saat itu.
Sampai lama" lama sekali dia baru berbicara, "Cici, lalu bagaimana baiknya?"
Liang Fu Yong menarik nafas panjang.
"Pesta pernikahan sudah berlangsung, upacara adat pun telah dilakukan. Meskipun Cici
mempunyai pikiran untuk memberikan bantuan, tetapi saat ini sudah tidak bisa berbuat
apa-apa lagi. Satu-satunya harapan Cici hanyalah dirimu sendiri yang dapat
mengendalikan emosi serta perasaanmu?"
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang ringan berkumandang dari luar, kamar.
Liang Fu Yong cepat-cepat mengalihkan bahan pembicaraan"
"Jaga dirimu baik-baik. Hadapi suamimu dengan bijaksana. Aku harus pergi sekarang!"
Begitu kata-katanya selesai, bagai seekor burung walet yang melintas di atas angkasa,
dia melesat keluar lewat jendela. Boleh dibilang dalam waktu yang bersamaan, tampak sesosok bayangan di luar pintu
kamar. Dalam keadaan mabuk berat, Tan Ki melangkah masuk ke dalam kamar.
Karena meneguk arak yang berlebihan, wajahnya jadi merah padam. Dengan langkah
sempoyongan dia melangkah menghampiri Mei Ling kemudian menggabrukkan pantatnya
jatuh terduduk di samping sang isteri.
Mei Ling memalingkan wajahnya sedikit dan melirik ke arah Tan Ki. Tiba-tiba
jantungnya berdebar-debar. Dalam sekejap mata saja, suasana terasa panas membara.
Seakan ada kehangatan yang terpancar dari diri Tan Ki sehingga seluruh anggota
tubuhnya terasa le-mas. Wajahnya jadi merah padam. Cepat-cepat dia menundukkan
wajahnya. Tiba-tiba Tan Ki mengulurkan tangannya dan mencekal pergelangan tangan Mei Ling.
"Walaupun jauh sampai di mana, apabila sudah jodoh pasti akan bersatu juga. Pepatah
ini sedikitpun tidak salah. Dapat menyunting seorang gadis yang cantik dan lembut seperti
Liu Moay Moay menjadi isteri, sungguh merupakan kebahagiaan yang tidak terkirakan.
Setelah sekian lama memendam rindu sehingga tubuh menjadi kurus kering, akhirnya
impian menjadi kenyataan?" Dengan sekuat tenaga Mei Ling berusaha melepaskan diri dari cekalannya, namun tidak
berhasil. Wajahnya yang cantik semakin mempesona karena dijalari rona merah jambu.
Dengan tersipu-sipu dia menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Jangan begitu, kalau dilihat orang kan tidak enak?"
Tan Ki tertawa lebar. "Apa urusannya, kita toh sudah menjadi suami isteri. Memangnya ada orang yang
berani bicara yang tidak-tidak?" tiba-tiba dia menundukkan kepalanya dan mencium
tangan Mei Ling dengan mesra. Gerakannya begitu cepat sehingga Mei Ling tidak sempat
menghindar. Jantung Mei Ling semakin berdebar-debar. Cepat-cepat dia menarik tangannya.
"Jangan begitu. Pesta masih berlangsung. Seharusnya kau belum boleh meninggalkan
para tamu. Cepat ke sana!" sembari berkata, dia melonjak bangun dan mendorong tubuh
Tan Ki. Tan Ki tertawa terbahak-bahak. Dengan gerakan yang tidak diduga-duga dia mengulurkan
lengannya dan merangkul pinggang Mei Ling yang kecil ramping.
"Aku toh jarang sekali minum arak. Tadi aku meneguk beberapa cawan sekaligus. Perut
langsung terasa panas, bahkan rasanya bernafas pun sulit. Siapa yang kerajinan
menemani tamu sebanyak itu" Liu Moay Moay, saat ini jantungku berdebar tidak karuan,
aku ingin sekali?" "Jangan! Aku?" baru mengucapkan dua patah kata, Mei Ling tidak dapat
meneruskannya lagi. Sepasang bibirnya telah dibekap oleh bibir Tan Ki.
Ciuman ini dilakukan dalam keadaan tidak terduga, bahkan mengandung cinta kasih
yang berkobar-kobar. Dicium sedemikian rupa, sukma Mei Ling seakan melayang-layang.
Keempat anggota tubuhnya terasa lemas. Terdengar suara keluhan lirih dari mulutnya,
tubuhnya pun terkulai dalam pelukan Tan Ki.
Sejak lahir sampai menjelang dewasa baru kali ini Mei Ling dicium oleh seorang lakilaki.
Luapan cinta kasih Tan Ki yang panas membara membuat hatinya lemah dan tidak
dapat mengadakan perlawanan. Suasana di dalam kamar itu semakin panas!
Dari dalam kamar tidak terdengar suara sedikitpun. Kecuali sinar lilin yang melambailambai,
yang terlihat hanya dua sosok bayangan yang saling berpelukan dengan erat.
Pada saat itu juga, di ujung koridor dekat jendela, berdiri seorang gadis yang sedang
bersedih hati. Dia menundukkan kepalanya sambil menangis. Dia tidak mengatakan
sepatah kata pun. Kadang-kadang dia mengangkat wajahnya dan menatap bayangan
dalam kamar itu dengan penuh perhatian.
Tiba-tiba serangkum angin yang keras menghempas ke arah lilin yang sedang menyala
sehingga padam seketika. Saat itu juga, bayangan yang tadinya terpantul lewat jendela
langsung hilang. Keadaan di dalam kamar jadi gelap gulita.
Otomatis gadis itu tidak dapat melihat apa-apa lagi. Di dalam kegelapan hanya
terdengar suara rintihan Mei Ling yang lirih.
"Tan Ki Koko, jangan berbuat begini, nanti ada orang yang datang. Jangan! Jangan!"
Meskipun suaranya semakin lama semakin jelas, namun di dalamnya terselip kegembiraan.
Rupanya Mei Ling tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri, dia membiarkan Tan Ki
memperlakukan apa saja terhadap dirinya.
Suasana di dalam kamar pengantin menjadi sunyi senyap, tidak ada sedikitpun suara
yang terdengar, namun dapat dirasakan ketegangan yang menyelimuti di dalamnya.
Habislah! Mimpipun Tan Ki tidak mengira bahwa emosinya yang sesaat akan membawa
bahaya kematian bagi dirinya sendiri!
Habislah sudah, semuanya telah terlambat!
BAGIAN XXVIII Tepat pada saat itu juga, perempuan yang berdiri di ujung koridor tiba-tiba menarik
nafas panjang. Dia membalikkan tubuhnya dan meninggalkan tempat itu.
Di bawah cahaya rembulan yang suram, tampak wajahnya yang penuh penderitaan. Air
mata mengucur dengan deras membasahi pipinya. Air mata itu demikian bening dan
memperlihatkan cahaya yang berkilauan. Sebutir demi sebutir menetes turun. Sedangkan
kakinya yang bergerak melangkah dengan berat.
Nasib yang telah diatur oleh Yang Maha Kuasa membuat Tan Ki tidak dapat meloloskan
diri dari kesulitan ini. Mei Ling juga seakan tidak mendengar nasehat Liang Fu Yong,
dia membalas luapan cinta kasih Tan Ki kepadanya.
Dalam hal ini, Mei Ling juga tidak dapat disalahkan. Dia menikah dengan Tan Ki
memang atas dasar saling menyukai. Tentu sulit baginya menolak gejolak perasaan Tan Ki
yang menggebu-gebu. Tetapi apabila kedua orang itu tidak dapat mengendalikan dirinya
dan meneruskan perbuatan tersebut, racun yang ada dalam diri Mei Ling akan tersalur ke
tubuh Tan Ki dan dapat menyebabkan kematiannya.
Sungguh suatu hal yang mengenaskan. Tetapi saat itu Tan Ki sudah menghantamkan
telapak tangannya membuat lilin yang menyala terang menjadi padam. Di dalam kamar
pengantin hanya ada kegelapan saja. Tidak terdengar suara sedikitpun. Hal ini
membuktikan bahwa keduanya sedang melakukan kewajiban sebagai sepasang suami istri
yang dapat membawa penyesalan seumur hidup.
Liang Fu Yong terus berpikir. Semakin dipikirkan hatinya semakin tidak tenang. Perlu
diketahui bahwa tahun lalu dia masih merupakan seorang perempuan yang terkenal
kejalangannya di dunia Kangouw. Bahkan banyak orang yang menyebut dirinya sebagai
Iblis wanita. Boleh dibilang setiap malam dia sudah berkeliaran mencari laki-laki gagah
untuk menemaninya. Tetapi sejak bertemu dengan Tan Ki, mereka mengadakan perjanjian
bahwa dalam batas tiga bulan, Tan Ki akan mengajaknya ke mana-mana untuk
membuktikan adanya cinta yang suci di dunia ini. Tanpa disadari, sikap Tan Ki yang
lembut dan berjiwa besar dan selalu menasehatinya tanpa mengenal bosan, benar-benar
membuat hati perempuan jalang ini menjadi tergerak. Akhirnya dia malah mengambil
keputusan untuk bertobat dan menjadi orang baik-baik.
Dia mencintai Tan Ki. Hal ini keluar dari hatinya yang tulus. Tekadnya sudah bulat.
Kalau tidak, ketika Mei Ling diculik oleh si raja iblis Oey Kang, dia juga tidak akan
mengorbankan dirinya menjadi bahan hinaan iblis itu sehingga kesucian Mei Ling dapat
diselamatkan. Hari itu adalah untuk pertama kali dia melayani seorang laki-laki dalam keadaan
terpaksa. Juga merupakan kali terakhir dia berbuat demikian"
Saat ini, dia merasa keadaan Tan Ki sedang gawat sekali. Sebuah firasat buruk tiba-tiba
menyelinap dalam hatinya. Dia seperti melihat bayangan Tan Ki dalam pelupuk matanya.
Rambutnya acak-acakan dan darah mengalir dari seluruh panca inderanya. Tampangnya
seperti hantu gentayangan yang keluar dari dasar neraka dan mencari korban untuk
membalaskan sakit hatinya. Tanpa dapat dipertahankan lagi tubuhnya menjadi gemetar.
Bulu kuduknya merinding semua. Hatinya merasa takut. Dia tidak berani meneruskan khayalannya. Tetapi dia merasa
bahwa saat ini mungkin sudah terlambat apabila dia ingin memberikan bantuan. Mungkin
malah akan menerbitkan salah paham dalam diri Tan Ki. Tetapi dia tetap mempercepat
langkah kaki, dengan membawa sebongkah hati yang luka dia berlari keluar dari ruangan
tersebut. Sementara itu, di dalam kamar pengantin masih tetap gelap gulita. Tidak ada setitik
sinarpun yang terpancar dari dalamnya. Suasana semakin mencekam. Tidak ada
sedikitpun suara yang terdengar. Tiba-tiba terdengar suara teriakan Mei Ling yang penuh ketakutan"
"Tan Ki Koko, jangan berbuat yang tidak-tidak. Aku" aku ingin berbicara denganmu.
Penting sekali?" "Kalau memang ada perkataan yang ingin kau sampaikan, besok juga sama saja.
Jangan membuat aku menjadi penasaran?"
"Tidak bisa. Urusan ini gawat sekali!"
"Sudahlah. Aku tidak ingin mendengarkannya!"


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Baru saja selesai berkata, sekali lagi terdengar suara jeritan Mei Ling yang keras sekali!
Rupanya Tan Ki mulai kehabisan sabar, dia
langsung merobek baju Mei Ling yang masih dipertahankannya sejak tadi. Meskipun
keadaan di dalam kamar gelap gulita, berkat ketajaman mata Tan Ki, dia dapat melihat
bentuk tubuh Mei Ling yang indah dan kulitnya yang putih mulus.
Bahkan ada serangkum bau harum yang terpancar dari tubuhnya! Hal ini malah membuat
jantung Tan Ki semakin berdebar-debar. Darahnya seakan berdesir. Tampak Tan Ki
tertawa lebar. "Moay Moay, sekarang aku baru tahu bahwa tidak ada sedikitpun bagian dari dirimu
yang tidak indah, tidak ada bagian yang tidak memancarkan keharuman?"
Terdengar Mei Ling berteriak dengan keras.
"Lepaskan tanganmu!" Tan Ki jadi tertegun melihat kekasaran isterinya.
"Kita kan sudah menjadi suami isteri, masa bermesraan seperti ini saja tidak boleh?"
Mei Ling menarik nafas panjang-panjang.
"Tan Ki Koko, coba kau duduk dulu baik-baik. Jangan terus mendekapi diriku. Aku
benar-benar ada masalah yang penting ingin dibicarakan dengan dirimu!"
Saat itu gairah dalam hati Tan Ki sudah menggebu-gebu. Seluruh tubuhnya seakan panas
membara sehingga perlu penyaluran secepatnya. Ingin rasanya dia mendaki puncak
kemesraan bersama isterinya. Tetapi Tan Ki memang merasa sayang sekali kepada Mei
Ling. Justru dari rasa sayang inilah tumbuh perasaan cinta. Dan diantara perasaan
cintanya juga terselip rasa hormat. Dalam hal apapun dia takut membuat Mei Ling menjadi
sedih dan kecewa. Oleh karena itu, mendengar ucapan Mei Ling yang serius, dia segera
bangun dan duduk dengan baik-baik. "Baiklah. Kau katakan saja. Aku akan membuka telinga lebar-lebar untuk
mendengarkannya." "Nyalakan lilin itu lebih dahulu." kata Mei Ling.
Tan Ki menuruti permintaan gadis itu. Dia segera berdiri dan berjalan menuju kaca rias
di sudut kamar di mana terdapat dua batang lilin berwarna merah yang besar. Tan Ki
langsung menyalakan lilin-lilin tersebut. Telinganya mendengar suara gesekan pakaian.
Ternyata dalam waktu sekejapan mata, Mei Ling sudah mengenakan pakaiannya kembali.
Begitu kedua batang lilin tersebut dinyalakan, tampak dua titik cahaya api yang
melambai-lambai. Dalam waktu yang singkat kegelapan telah tersapu bersih dan
digantikan dengan keadaan yang terang benderang.
Mei Ling mengejap-ngejapkan matanya. Dia langsung berdiri dari tempat tidur.
"Tan Koko, kita hanya bisa menjadi suami isteri dalam sebutan saja. Namun kita tidak
boleh melakukan kewajiban sebagaimana yang dilakukan oleh sepasang suami isteri."
Wajah Tan Ki langsung berubah hebat mendengar ucapannya.
"Apa maksud perkataanmu itu?"
"Aku" aku?" "Katakanlah!" nada suara Tan Ki tajam sekali. Bahkan di dalamnya mulai terkandung
rasa marah. "Aku" aku tidak boleh melakukan hubungan suami isteri denganmu?"
Tan Ki langsung mendengus dingin. "Mengapa?" "Aku mempunyai penyakit?"
"Apalagi?" Mei Ling dapat melihat wajahnya yang hijau membesi. Tan Ki juga mendesaknya
dengan berbagai pertanyaan. Melihat keadaan itu, perlahan-lahan Mei Ling menarik nafas
panjang. Di wajahnya tersirat kesedihan yang dalam. Tampangnya juga kusut dan serba
salah. "Aku kesalahan minum semacam racun. Jenis obat ini sangat ganas. Racun ini bisa
menyalur ke tubuh orang lain dan baru bereaksi?"
"Omongan setan!" Mei Ling menjadi panik. "Tan Koko, jangan kau tidak percaya perkataanku ini. Hal ini memang kenyataan. Aku
toh sudah bersedia menikah denganmu dan berarti menjadi istrimu seumur hidup. Mana
mungkin aku mengarang cerita yang bukan-bukan di malam pengantin?"
Berkata sampai di sini, dia berhenti lagi. Kemudian tampak dia menarik nafas panjangpanjang.
Di antara cahaya lilin yang melambai, tampak mimik wajahnya yang menyiratkan
penderitaan yang dalam. Sinar matanya seakan memohon belas kasihan dari Tan Ki. Dia
menatap suaminya itu lekat-lekat. Kemudian dia berkata, "Tan Koko, biarpun hatimu
merasa curiga dan tidak percaya. Tetapi aku mohon kalau kau mempercayai aku kali ini
saja. Kita tidak bisa melakukan hubungan ini"
Perlahan-lahan sepasang alis Tan Ki menjungkit ke atas.
"Dalam dunia ini banyak kejadian aneh dan janggal dan bukan hal yang dapat terpikir
atau terbayangkan olehku. Tetapi biar bagaimana aku tidak percaya ada hai seperti ini.
Seseo-rang telah kesalahan, minum racun, namun tidak akan terjadi apa-apa. Justru
setelah melakukan hubungan intim dengan lawan jenisnya, racun itu akan tersalur ke
tubuh lawan. Ini benar-benar cerita paling aneh yang pernah kudengar. Aku rasa, ketika
kau mengarang cerita ini, tentunya kau menemukan banyak kesulitan. Sayangnya
ceritamu ini tidak bermutu, aku sama sekali tidak dapat menerimanya karena memang
tidak masuk akal sama sekali." sahutnya dingin.
Suara sahutannya ini datar sekali. Sama sekali tidak mengandung kegusaran. Tetapi
justru seperti sebatang jarum yang tajam bukan kepalang dan mencucuki hati Mei Ling.
Perasaan pedih langsung menyelinap di dalam hati gadis itu. Air matanya jatuh
bercucuran. Dia menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Tidak, Tan Koko. Jangan kau
salah paham terhadap diriku?" Tan Ki tertawa dingin. "Tutup mulutmu! Karanganmu yang sensasional itu mungkin dapat menakuti orang lain,
tetapi tidak mengelabui sepasang mataku yang tajam ini. Kalau kau memang tidak mempunyai
perasaan apa-apa terhadapku, mengapa kau menerima lamaranku dan bersedia
menjadi isteriku?" Tampaknya semakin berbicara, hati Tan Ki semakin panas. Baru saja selesai berkata,
tiba-tiba lengannya bergerak dan terdengar suara. Plakkk! Tahu-tahu dia sudah
menempeleng pipi Mei Ling. Gerakannya begitu cepat dan tidak terduga-duga sama sekali. Bahkan Mei Ling tidak
mempunyai kesempatan untuk menghindarkan diri. Tiba-tiba saja pipinya terasa panas
dan perih. Tanpa dapat dipertahankan lagi kakinya tergetar mundur satu langkah.
Air mata langsung berderai bagai air sungai yang deras. Mimpipun dia tidak mengira
kalau Tan Ki dapat turun tangan memukulnya. Untuk sesaat dia sampai tidak ingat lagi
rasa perih di pipinya. Dia berdiri dengan termangu-mangu.
Kemudian terdengar suara Tan Ki yang dingin bagai es.
"Perempuan yang pandai bersandiwara!" dia langsung membalikkan tubuhnya dan
melangkah keluar dari kamar tersebut.
Mei Ling melihat bayangan punggungnya yang angkuh dan kekar keluar dari kamar itu.
Hatinya menjadi tergetar. Dengan panik dia berteriak, "Tan Ki Koko, kau masih belum
mengerti hatiku yang sebenarnya"!"
Tan Ki mendengus satu kali. "Mungkin benar apa yang kau katakan. Tetapi ketahuilah, aku memang tidak berniat
untuk memahami hatimu!" Mei Ling langsung menangis dengan suara meratap.
"Tan Ki Koko, kau seharusnya memaklumi perasaanku, aku benar-benar mencintaimu!"
"Tidak usah bicarakan lagi, aku tidak ingin mendengarnya!" sahut Tan Ki datar.
"Apakah kau tidak sudi mendengarkan penjelasanku?"
"Di antara kita, tidak ada lagi yang perlu dibicarakan!"
Sembari berkata dia terus menggerakkan kakinya yang berat meninggalkan kamar tersebut.
Tiba-tiba tubuh Mei Ling berkelebat. Tahu-tahu dia sudah menghadang jalan pergi
Tan Ki. Di bawah cahaya rembulan, tampak wajahnya yang cantik menyiratkan kedukaan
yang tidak terkirakan. "Tan Ki Koko, kau jangan terlalu tinggi hati sehingga tidak mau mendengarkan penjelasanku
sedikitpun. Hal ini malah akan menambah kesalahpahaman terhadap diriku."
Wajah Tan Ki semakin kelam. "Cerewet! Aku tidak mengharapkan penjelasan darimu!"
"Tan Koko, kau?" Sepasang alis Tan Ki bertaut dengan erat.
"Minggir! Aku ingin pergi!"
Mendengar ucapannya, wajah Mei Ling langsung berubah.
"Mengapa kau tidak mendengar dulu penjelasanku" Apakah selama ini aku pernah berbuat
kesalahan terhadapmu?" "Tidak, sikapmu terhadapku justru terlalu baik. Tetapi hal inilah yang membuat aku
mengira kau benar-benar mencintai aku. Aku benci padamu!"
"Katakan sekali lagi." kata Mei Ling dengan nada yang mulai datar.
Tan Ki tertawa dingin. "Jangan kata cuma sekali lagi, puluhan kali atau ratusan kalipun sama saja. Tetapi apa
artinya?" Mendengar perkataan Tan Ki, wajah Mei
Ling berubah kelam. Segurat perasaan yang perih terlintas sesaat di wajahnya. Tibatiba
dia mendongakkan wajahnya dan tertawa terkekeh-kekeh. Suara tawanya begitu
berat. Orang yang mendengarnya pasti akan merinding bulu romanya. Di sudut mata
tampak kumpulan air mata itu menetes turun. Hal ini benar-benar luar biasa dan berbeda
sekali dengan sikap Mei Ling yang sebenarnya.
Namun sekali lagi Tan Ki tertawa dingin.
"Apa yang kau tertawakan?"
Suara tawa Mei Ling langsung sirap. Dia berkata dengan nada lirih, "Baiklah. Kalau kau
tidak mau mendengar penjelasanku, aku juga tidak mengharapkan pengertian darimu.
Mungkin kelak kau baru akan mengetahui bahwa aku mempunyai kesulitan tersendiri.
Pada saat itu kau menyesalpun, semuanya sudah terlambat.
Selesai berkata, dia tidak menunggu lagi jawaban dari Tan Ki. Dia langsung
membalikkan tubuhnya dan melangkah masuk ke dalam kamar. Pada saat yang
bersamaan, terdengar suara tawa Tan Ki yang sumbang. Dia juga melangkah
meninggalkan tempat itu. Gerakan langkah kakinya persis sama dengan perasaannya saat itu, berat dan mengandung
penderitaan yang dalam. Perubahan yang terjadi pada nasib manusia, kadang-kadang begitu cepat sampai tidak
pernah terbayangkan. Sebelumnya, dia mencintai Mei Ling setengah mati. Bahkan
melebihi jiwanya sendiri. Tetapi sekarang, dia membenci gadis itu lebih-lebih dari musuh
besarnya. Tanpa berpikir panjang lagi, dia meninggalkan gadis itu. Mungkinkah dia tidak
menyadari bahwa kepergiannya ini berarti bahwa dia telah memutuskan cinta kasih antara
dirinya dengan Mei Ling. Tan Ki sadar sepenuhnya, namun dia tidak perduli. Rasa sakit
hatinya telah memenangkan segala hal yang lain.
Karena dia membenci kepura-puraan Mei Ling yang ia anggap telah menipu perasaan
cintanya yang tulus. Perlahan-lahan dia berjalan. Dirinya saat itu bagai sebuah perahu kecil yang
terombang-ambing di tengah lautan. Dia merasa di depan matanya yang terlihat hanya
hamparan yang semu. Entah berapa lama sudah berlalu, tiba-tiba"
Sesosok bayangan berkelebat di hadapannya. Kedatangannya begitu cepat dan tidak
terduga-duga. Hanya hembusan angin yang terbit dari gerakan orang itu. Hati Tan Ki jadi
tercekat, tanpa sadar dia mundur dua langkah.
Begitu matanya memandang, orang yang datang itu tidak asing baginya. Dia adalah si
gadis lugu, Cin Ie. Mungkin dia juga meneguk arak dalam jumlah yang banyak. Di wajahnya yang penuh
dengan bintik-bintik terlihat rona berwarna merah jambu. Di bawah cahaya rembulan yang
redup, malah mengesankan kecantikan tersendiri.
Jantung Tan Ki jadi berdebar-debar melihatnya.
"Mengapa kau tidak ikut berpesta di ruangan depan?" tanyanya sambil tersenyum
simpul. "Tadinya aku duduk di ruang tamu dan minum arak terus. Lama kelamaan aku menjadi
bosan. Lagipula hatiku ingin sekali melihat dirimu. Oleh karena itu, tanpa sepengetahuan
Cici, diam-diam aku menyelinap keluar."
Selesai berkata, Cin Ie tertawa cekikikan lagi. Tan Ki ikut tersenyum. "Ikutlah
denganku." Dia mengulurkan tangannya dan mencekal pergelangan tangan Cin Ie. Dia
mengajaknya berjalan ke arah halaman belakang. Karena meneguk arak dalam jumlah
yang banyak, keberanian Tan Ki jauh lebih besar dari biasanya. Meskipun di malam
pengantin seperti sekarang ini, tanpa rasa takut sedikitpun dia menarik tangan seorang
gadis yang tidak mempunyai ikatan apa-apa dengan dirinya. Malah dia merasa santai
sekali. Dalam hati Cin Ie ingin menolak. Baru saja dia berpikir untuk memberontak, tetapi
tarikan Tan Ki begitu kencang. Mau tidak mau langkah kakinya jadi terseret dan mengikuti
ajakan anak muda itu. Setelah melewati hamparan rumput-rumputan di halaman belakang, mereka sampai di
sebuah taman bunga. Dari arah depan terasa angin berhembus, membawa bebauan
bunga yang menyegarkan. Keadaan ini malah membuat perasaan orang semakin terlena.
Tiba-tiba Tan Ki menghentikan langkah kakinya. Dia berdiri di balik sebuah gununggunungan
yang tingginya kurang lebih dua depa. Wajahnya mengembangkan senyuman.
"Ie Moay, apakah kau mengerti siapa dirimu bagi diriku ini?"
Cin Ie tertawa terkekeh-kekeh. Dengan tampang kebodoh-bodohan dia menyahut.
"Aku adalah calon selirmu dan kau adalah bakal suamiku nanti."
"Benarkah?" Cin Ie mencibirkan bibirnya. Terdengar suara tawanya yang lirih.
"Cici sering mengatakan bahwa aku ketolol-tololan. Tidak mengerti urusan sama sekali.
Sekarang kelihatannya kau malah lebih bodoh dua kali lipat dari padaku." dia merandek
sejenak. Sejenak kemudian dia melanjutkan kembali. "Mungkin lebih?" tampaknya dia
ingin mencari kata-kata yang tepat untuk berdebat dengan calon suaminya itu. Namun dia
sendiri bingung kata-kata apa yang harus dipilihnya.
Tan Ki tersenyum simpul. "Tahukah kau di antara suami isteri, seharusnya berbuat apa?"
Cin Ie jadi tertegun mendengar pertanyaannya. Kemudian tampak dia menggelengkan
kepalanya. "Tidak tahu?" Sinar mata Tan Ki mengedari ke sekeliling tempat itu. Yang terlihat
hanya cahaya rembulan dan bintang-bintang yang bertaburan di angkasa. Pepohonan
maupun bunga-bungaan membisu. Tidak tampak bayangan seorang-pun. Oleh karena itu dia segera
mengembangkan seulas senyuman dengan perasaan lega.
"Aku akan mengajarkan kepadamu!" tiba-tiba sepasang lengannya bergerak dan tahutahu
pinggang Cin Ie telah dirangkulnya.
Gerakannya ini begitu cepat dan tidak terduga-duga. Cin Ie tidak mempunyai persiapan
sama sekali! Tanpa dapat ditahan lagi mulutnya mengeluarkan seruan terkejut. Tetapi
justru di saat dia berteriak, tubuhnya sudah terkulai ke dalam pelukan Tan Ki.
Saat itu juga, dia merasakan ketakutan yang tidak pernah ia alami seumur hidupnya.
Semacam reaksi untuk mempertahankan diri dari seorang gadis suci langsung bangkit
dalam hatinya. Cepat-cepat dia mengulurkan tangannya mendorong dada Tan Ki.
Boleh dibilang dalam waktu yang hampir bersamaan, Tan Ki telah menundukkan
kepalanya dan menempel di wajah gadis itu. Gerakannya ringan dan cepat. Begitu
menempel langsung ditarik kembali. Meskipun hanya ciuman yang sekilas, namun Tan Ki sudah dapat merasakan kelembutan
kulit pipinya. Ciuman itu membawa kesegaran seorang gadis remaja yang dapat
membuat perasaan orang menjadi terlena dan pikiran melayang-layang. Tanpa dapat
ditahan lagi, jari jemari Tan Ki langsung merayap kemana-mana.
Dengan tenaga sepenuhnya Cin Ie mendorong dada anak muda itu.
"Apa yang kau lakukan" Cepat lepaskan!"
Tan Ki tertawa lebar. "Aku hanya mengajarkan cara para suami istri mencari kesenangan. Jangan berteriakteriak
seperti itu. Toh engkau sudah hampir
menjadi?" Cin Ie menggelengkan kepalanya berkali-kali. Wajahnya tampak serba salah dan sedih.
"Aku tidak mau dengar, benar-benar memalukan!" teriaknya.
Wajah Tan Ki berubah jadi serius. Dia berkata dengan suara yang dalam.
"Hal ini merupakan kodrat alam, sejak zaman purba sampai sekarang. Mengapa harus
merasa malu" Tempat ini sunyi sekali. Tidak ada seorangpun yang akan datang ke mari.
Lagipula sekarang gairahku sedang meluap-luap. Perlu penyaluran secepatnya agar terasa
segar. Cepat atau lambat, kau toh akan menjadi milikku. Meskipun kau akan
mengorbankan sesuatu yang sangat berharga, aku juga tidak mungkin berlaku habis
manis sepah dibuang atau mencelakai dirimu seumur hidup."
Hati Cin Ie panik sekali. Dia merasa kalang kabut. Tanpa dapat ditahan lagi air matanya
mengalir dengan deras. "Aku tidak mau" aku takut?"
Di antara kesunyian malam, terus terdengar nafas Tan Ki yang semakin memburu.
Sepasang sinar matanya menyorotkan keganasan seperti seekor binatang buas!
Tiba-tiba terdengar suara gesekan yang lirih. Disusul dengan suara jeritan Cin Ie yang
histeris. Rupanya pada saat ini Tan Ki hampir tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Dia merobek-robek baju Cin Ie. Tampak kepingan pakaian itu melayang-layang tertiup
angin. Mata Tan Ki langsung dapat melihat sehelai oto merah jambu yang menutupi
bagian payudara gadis itu. Kali ini rasa terkejut Cin Ie tak usah dikatakan lagi, dia merasa takut juga tercekat. Air
matanya mengalir dengan deras. "Tan Koko, jangan mencelakakan diriku. Kelak aku tidak mempunyai muka lagi untuk
bertemu dengan orang-orang?" Dengan segenap tenaga dia memberontak. Tangannya terus menghentakkan tangan


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tan Ki yang berkeliaran ke mana-mana. Tidak diragukan lagi, keadaan Tan Ki saat itu
memang seperti seekor binatang buas. Tenaganya besar sekali. Dalam waktu yang singkat
pakaian atas Cin Ie sudah terkoyak semua dan hampir seluruh tubuh serta payudaranya
terlihat jelas. Saat itu juga, suasana semakin tegang dan panas. Tiba-tiba Cin Ie meraung-raung dan
berteriak dengan histeris. "Cici, cepat tolong, aku sudah hampir mati. Tolong"!"
Suara teriakannya begitu keras. Di antara kesunyian yang merayap pada malam yang
dingin seperti ini, tentu saja suara itu bagai geledek yang menggelegar. Suaranya pasti
bisa berkumandang sampai kejauhan. Tetapi belum lagi teriakannya selesai, mendadak
mulutnya mengeluarkan suara keluhan. Kata-katanya pun terhenti seketika.
Ternyata Tan Ki telah menggunakan bibirnya yang hangat menyumpal mulut gadis itu.
Otomatis suara teriakannya jadi sirap. Tentu saja Tan Ki tidak mengharapkan dia berteriak
terus yang mungkin bisa mengacaukan rencananya.
Ciuman itu disertai emosi yang meluapluap serta dilakukan dengan kasar. Padahal Tan
Ki bukan laki-laki yang genit atau mata keranjang. Tetapi pengaruh arak yang banyak
membuat kesadarannya jadi tidak terkendalikan. Begitu gairahnya terbangkit, dirinya bagai
sebuah gunung berapi yang siap meletus. Dan bagaimanapun tidak dapat dicegah lagi.
Dalam keadaan panik, tiba-tiba Cin Ie menggertakkan giginya erat- erat. Dengan sekuat
tenaga dia mendorong Tan Ki. Tepat ketika tubuh anak muda itu terhuyung-huyung, jari
telunjuk dan jari tangan tengahnya bergerak. Dengan kecepatan kilat dia mengirimkan
sebuah totokan. Tanpa melakukan kesalahan sedikitpun tahu-tahu jalan darah di bagian
atas dada telah tertotok. Terdengar Tan Ki mendengus berat kemudian tubuhnya terkulai di atas tanah. Habislah
sudah. Jalan darah di bagian atas dada ini merupakan salah satu dari delapan belas urat darah
terpenting di seluruh tubuh manusia. Sedangkan jalan darah yang satu ini justru
merupakan pusat pengumpulan pembuluh darah utama. Apabila pada hari biasa ditotok
oleh seseorang, maka hanya jalan darah yang tertutup dan orang itu merasakan sedikit
ngilu atau seperti kesemutan. Kemudian keempat anggota tubuh menjadi lemas tidak
bertenaga. Sekarang gairah birahi Tan Ki sedang meluap-luap. Begitu jalan darah yang
satu ini tertotok, hawa panas dalam tubuhnya tidak dapat teralir secara merata. Otomatis
berhenti di bagian tersebut. Apabila dibiarkan agak lama, maka pembuluh darah itu akan
membengkak dan setiap saat ada kemungkinan menjadi pecah. Kalau keadaannya parah
bisa mematikan, apabila agak ringan maka paling tidak lumpuh setengah badan dan
akhirnya menjadi cacat seumur hidup.
Biar bagaimanapun Cin Ie adalah putri bekas Bengcu dari Samudera luar. Bukan dia
tidak tahu bahaya yang ada bila menotok bagian tubuh ini, tetapi keadaannya sedang
panik. Dia tidak berpikir sampai ke sana, yang dipikirkannya hanya menyelamatkan dirinya
sendiri. Setelah berhasil menotok Tan Ki. Dia tidak berpikir panjang lagi, tubuhnya
langsung meliuk bagai seekor ikan emas di dalam kolam dan kemudian dengan cepat
menghambur meninggalkan tempat itu.
Tepat setengah kentungan kemudian, tiba-tiba Tan Ki tersadar kembali. Kedua
tangannya bertumpu di atas tanah dan langsung melonjak bangun. Dalam keadaan gairah
yang berkobar, seluruh urat darah dalam tubuhnya menjadi tegang. Meskipun ketika
terkulai jatuh tadi tidak begitu ringan, tetapi dia tidak merasa sakit sama sekali.
Pada saat itu dia sudah merasakan ada segulung hawa panas dalam tubuhnya yang
tidak dapat dikendalikan. Dirinya bagai dibakar di atas bara api. Panasnya semakin lama
semakin tidak tertahankan. Keringat telah membasahi seluruh tubuhnya. Wajahnya terus
mengerut-ngerut menahan rasa tidak nyaman itu. Tampangnya bagai orang yang
menderita sekali. Seperti seekor binatang buas yang terbidik sebatang panah pemburu.
Tiba-tiba terdengar suara tarikan nafas yang lirih dari mulut seorang perempuan.
Sumbernya dari belakang Tan Ki. Pikiran anak muda itu sudah kacau karena dijalari rasa
panas yang membara itu. Kemanusiaan dan kesadarannya sudah dipengaruhi hasrat
maksiat dalam dirinya. Tetapi terhadap suara tarikan nafas yang dikeluarkan perempuan
tadi, perasaannya luar biasa peka. Seperti seekor binatang buas yang sudah kelaparan
berhari-hari dan tiba-tiba menemukan mangsa. Oleh karena itu secepat kilat dia
membalikkan tubuhnya, sepasang matanya mengedar ke sekeliling, tiba-tiba
pandangannya terhenti pada diri seorang perempuan yang mengenakan pakaian hijau.
Ketika mula-mula melihat Tan Ki, perempuan itu terkejut sekali sehingga tertegun
beberapa saat. Tetapi sejenak kemudian, dia menarik nafas panjang dan menatap anak
muda itu dengan perasaan iba. Perlahan-lahan dia melangkahkan kakinya menghampiri
Tan Ki dan bertanya dengan suara lirih.
"Apa yang terjadi dengan dirimu" Wajahmu pucat sekali."
Dengan penuh kasih sayang dia mengeluarkan sehelai sapu tangan dalam saku
pakaiannya dan dengan lemah lembut menghapus keringat yang membasahi wajah Tan
Ki. Namun begitu tangannya sempat menyentuh dahi anak muda itu, dia merasa suhu
badan Tan Ki panas membara. Untuk sesaat dia langsung merasa tercekat hatinya.
Tetapi dia tidak menarik tangannya kembali. Setelah bimbang sejenak, dia menghapus
lagi keringat Tan Ki yang bercucuran.
Tiba-tiba Tan Ki meraung dengan suara keras dan mendadak mengulurkan sepasang
lengannya lalu memeluk perempuan itu eraterat. Gadis berpakaian hijau itu mengeluarkan
seruan terkejut. Sapu tangan yang digenggamnya terjatuh ke atas tanah. Tetapi dia tidak
memberontak, malah menempelkan wajahnya di dada Tan Ki.
Di bawah cahaya rembulan, tampak selembar wajahnya yang manis telah dibasahi oleh
air mata. Tadinya Tan Ki masih mengenakan pakaian pengantin. Tetapi sekarang telah
dirobeknya sendiri sehingga tampak tidak karuan. Ketika wajah gadis itu menempel ke
tubuhnya, kebetulan melekat pada bagian dadanya yang terbuka. Hal ini malah membuat
Tan Ki semakin tidak dapat mengendalikan dirinya. Apalagi serangkum bau harum yang
terpancar dari tubuh seorang wanita terus-terusan menerpa indera penciumannya.
Pikirannya semakin melayang-layang dan perasaannya semakin terlena.
Tempat di mana kedua orang ini berada kebetulan dihalangi sebuah gunung-gunungan
yang tingginya kurang lebih dua depaan. Suasana di sana selain sunyi mencekam juga
gelap gulita. Gadis berpakaian hijau itu tidak dapat melihat jelas lagi tampang Tan Ki.
Tetapi dia dapat merasakan bahwa tubuh Tan Ki yang merapat dengannya panas sekali.
Jantungnya jadi berdebar-debar. Baru saja dia bermaksud membuka suara menasehati
Tan Ki, tahu-tahu sepasang bibir yang panas sudah menyumpal mulutnya.
Begitu kedua bibir bertemu, gadis itu merasa dirinya bagai dialiri arus listrik dan tubuhnya
bergetar hebat. Sepasang tangannya mendorong ke depan. Dia berusaha
melepaskan diri dari pelukan Tan Ki yang ketat.
Siapa nyana begitu dia mengerahkan tenaga mendorong, tahu-tahu sepasang lengan
yang memeluk dirinya tiba-tiba merenggang, otomatis tubuhnya sendiri jadi limbung
akhirnya malah terjatuh ke dalam pelukan anak muda itu kembali.
Gadis itu terkejut sekali. "Apa" apa yang ingin kau lakukan" Tan Koko, aku adalah Cici-mu Liang Fu Yong.
Cepat lepaskan diriku!" Dengan sepenuh tenaga dia berusaha memberontak. Pergelangan tangannya bergerak.
Dengan cepat dia berhasil mencekal leher Tan Ki dan mendorongnya kuat-kuat. Terdengar
suara Blamm! Bagian urat penting di lehernya tercekik, karena dorongan tenaga yang
besar, nafas Tan Ki langsung sesak. Otomatis hawa murninya tidak dapat diempos ke atas.
Dia langsung terhempas jatuh di atas tanah.
Gadis itu menegakkan tubuhnya dan menyelipkan tangannya ke dalam saku dan
mengeluarkan peletekan api dan mengulurkan-nya ke depan. Dia melihat ada guratan
merah menyolok di bagian kening Tan Ki. Pipinya juga mulai merah jambu. Hal ini malah
menambah ketampanan Tan Ki. Entah mengapa, wajah gadis itu jadi merah jengah. Hatinya tiba-tiba diselipi perasaan
malu. Padahal dia bisa saja memalingkan mukanya dan pergi dari tempat itu tanpa
memperdulikan Tan Ki, tapi dia tidak berbuat setegas itu. Hatinya merasa bimbang.
Setelah tertegun sejenak, dia malah berjalan ke belakang punggung anak muda itu.
Dengan kecepatan kilat dia mengulurkan kedua jari tangannya dan menotok dua buah
jalan darah di bagian punggung anak muda tersebut.
Terdengar Tan Ki menghembuskan nafas panjang kemudian menegakkan tubuhnya
berdiri. Liang Fu Yong sejak kecil sudah berkelana di dunia Kangouw. Pengalamannya
banyak dan pengetahuannya luas. Setelah memperhatikan sejenak dia melihat hawa
panas sudah mendesak naik ke kening serta dahi Tan Ki, hal ini membuktikan bahwa
gairah dalam hatinya sudah terlalu meluap sehingga kehilangan sikapnya pribadi. Oleh
karena itulah, tadi dia memperlihatkan tingkah seperti orang kalap dan tidak
terkendalikan. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya Tan Ki adalah pemuda pujaan yang
dirindukannya siang dan malam. Meskipun dalam hati dia merasa rendah diri, tetapi
cintanya terhadap anak muda ini dalam sekali. Tingkah laku Tan Ki yang seperti orang gila
tadi sempat melukai harga dirinya sebagai seorang wanita. Namun setelah mengetahui
apa yang terjadi pada diri anak muda itu, dia malah berbalik merasa iba serta kasihan.
Tan Ki sudah siuman kembali dari pingsannya. Untuk sementara pikirannya yang kacau
menjadi agak sadar. Untuk sesaat dia memandang Liang Fu Yong dengan termangumangu.
Tiba-tiba dia menjerit histeris kemudian meloncat bangun dan mengambil langkah
seribu. Tanpa sadar Liang Fu Yong mengulurkan tangan kanannya dan dengan cepat mencekal
pergelangan tangan kiri Tan Ki. Dengan sekuat tenaga dia menarik pemuda itu ke dalam
pelukannya. Pada saat ini pikirannya sedang kacau. Hawa murninya tidak dapat diedarkan dengan
lancar. Dalam keadaan panik Liang Fu Yong menarik dengan sekuat tenaga. Tanpa dapat
ditahan lagi hentakkan yang keras itu membuat Tan Ki tertarik kembali.
Mungkin Liang Fu Yong sendiri tidak menyadari kalau tarikannya ini membuat perubahan
besar dalam hidupnya! Hanya sesaat pikiran Tan Ki agak sadar. Wajahnya tampak bingung. Sekejap kemudian
dia dikuasai kembali oleh hawa nafsunya yang berkobar-kobar. Liang Fu Yong sendiri
seakan tidak menyadari bahwa tarikannya tadi terlalu keras sehingga tubuh Tan Ki bukan
jatuh ke dalam pelukannya, tetapi malah terjatuh kembali di atas tanah. Tanpa dapat
ditahan lagi dia jadi tertegun. Serangkum cinta kasih yang ada di dalam hatinya jadi terbangkit seketika. Hal ini
membuat Liang Fu Yong tidak dapat berpikir dengan tenang bahwa apa yang terbentang
di hadapannya mungkin suatu yang berbahaya. Dia mengulurkan sepasang lengannya dan
membangunkan Tan Ki yang terjatuh di atas tanah.
"Sakit tidak?" tanyannya penuh perasaan. Sayangnya gejolak birahi yang meluap-luap
telah membutakan pikiran Tan Ki. Dia sama sekali tidak mendengar apa yang dikatakan
oleh Liang Fu Yong. Dia hanya merasa ada sebuah suara yang lembut sedang
menyapanya. Hal ini malah membuat perasaannya bagai dibuai oleh irama yang merdu.
Tiba-tiba dia memberontak sekuat tenaga, dia melepaskan diri dari pelukan Liang Fu
Yong. Tangan kanannya segera mencekal leher krah pakaian Liang Fu Yong. Terdengar
suara Breet! Tahu-tahu dia telah merobek blus perempuan itu menjadi dua bagian.
Saking tercekatnya hati Liang Fu Yong, tanpa sadar dia sampai menjeritkan suara
aduhan yang keras. Tetapi dia tidak memberikan perlawanan yang berarti, perasaan
kasihan serta takut berkecamuk di dalam kalbunya.
Dia hanya duduk di atas tanah dengan termangu-mangu. Tubuhnya tidak bergerak
sedikitpun. Terdengar suara koyakan pakaian yang kalap. Telinga perempuan itu
mendengar dengan jelas, namun perasaannya seperti orang mati. Dalam waktu yang
singkat, pakaiannya yang berwarna hijau tidak tersisa sedikitpun. Tubuhnya yang
berkilauan tersorot cahaya rembulan langsung menusuk pandangan anak muda itu.
Liang Fu Yong tidak lagi berteriak ketakutan, dia juga tidak menghindar ataupun
memberontak. Seandainya dia mengerahkan tenaga untuk memberikan perlawanan, Tan
Ki yang saat itu sedang dirasuk oleh birahi yang meluap, pasti bukan tandingannya.
Bahkan sebetulnya dia dapat menggunakan sebatang pedang menikam mati Tan Ki
saat itu juga. Dalam keadaan seperti ini apabila dia membunuh seseorang, mungkin malah
akan mendapat simpati serta pengertian yang dalam dari para pendekar di dunia
Kangouw. Lagipula dia yakin baik Yibun Siu San, si pengemis sakti Cian Cong serta Liu
Seng dan yang lainnya juga sulit menimpakan kesalahan pada dirinya.
Namun dia tidak berbuat demikian. Tampak wajahnya kusut, bagai orang yang kehilangan
akal sehat untuk mempertimbangkan segala sesuatu. Dia hanya duduk berdiam diri
dan membiarkan Tan Ki merobek-robek pakaiannya sehingga tidak tersisa sedikitpun.
Dalam benaknya terus melintas berbagai bayangan tentang badai gelombang yang
akan menimpanya sesaat lagi! Dia tidak dapat berpikir dengan sehat apakah hal yang dilakukannya sekarang ini baik
atau buruk. Dia juga tidak dapat membedakan apakah dia harus merasa sedih atau
gembira" Tetapi perasaan cinta kasih yang tertanam di dalam sanubarinya malah
membantunya mengambil sebuah keputusan. Dia tidak ingin tahu lagi apakah
perbuatannya ini benar atau salah. Perasaan takut serta terkejut di dalam hatinya sirna seketika. Suatu kebulatan tekad
dalam bathinnya telah mengusir semua perasaan itu.
Diam-diam dia bergumam seorang diri, "Aku akan mengorbankan diriku untuk menolongnya?"
Karena dia sudah mengetahui bahwa bagian atas dada Tan Ki telah tertotok oleh
seseorang. Apabila dia meninggalkan Tan Ki tanpa memperdulikannya sedikitpun, dapat
dipastikan bahwa pembuluh darah besar dalam tubuh anak muda itu akan membengkak
karena tidak tahan terhadap pengaruh hawa panas yang membara sehingga mungkin bisa
menyebabkan kematian anak muda tersebut.
Keadaan yang mengenaskan inilah yang membuat Liang Fu Yong mengambil kepastian
yang bulat" Pada saat itu seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya sudah habis terkoyak oleh
tangan Tan Ki yang kalap. Yang tertinggal hanya sesosok tubuh yang indah menantang.
Dengan perasaan jengah Liang Fu Yong menggelinding ke balik semak-semak yang
rimbun. Tiba-tiba Tan Ki juga melonjak bangun dan menerkam ke dalam gerombolan
semak-semak itu. Sejak semula dia memang sudah kehilangan kesadaran karena dipengaruhi birahi yang
menggebu-gebu. Dia sudah berada dalam keadaan lupa diri. Apalagi Liang Fu Yong sendiri
sudah mempunyai pikiran untuk mengorbankan dirinya demi keselamatan anak muda itu.
Melihat Tan Ki menerkam ke arahnya, dia hanya menggeserkan tubuhnya sedikit. Tetapi
sekejap mata saja dia sudah ditarik ke dalam pelukan anak muda itu.
Dalam waktu yang singkat, tampak dua sosok tubuh yang bugil berdekapan menjadi
satu. Kemudian" BAGIAN XXIX Melakukan tradisi turun temurun dalam mengembangbiakkan jumlah manusia di dunia
ini sebetulnya masalah yang wajar. Tetapi bagi seorang perempuan yang baru sadar dan
bertekad kembali ke jalan yang benar hal itu merupakan sebuah pukulan bathin yang
cukup hebat. Untung saja perasaan cintanya lebih besar dari hal apapun di dunia ini.
Liang Fu Yong mengeluarkan suara keluhan panjang dan dari sudut matanya tampak
dua bulir air mata menetes turun. Setelah gelombang badai yang dahsyat itu berlalu,
semuanya tenang kembali seperti semula.
Meskipun dengan kebulatan tekad sendiri Liang Fu Yong mengorbankan dirinya demi
keselamatan Tan Ki, tetapi dia sudah mengeluarkan imbalan yang sangat besar. Saat itu
hawa panas dalam tubuh Tan Ki sudah menyurut dan diapun tertidur pulas.
Tetapi Liang Fu Yong sendiri tidak dapat pulas begitu saja. Dia melihat pemuda
pujaannya yang sedang teridap dalam mimpi indah. Hatinya dilanda berbagai perasaan
yang berbeda-beda. Tetapi dia sendiri tidak dapat menjelaskan apa sebetulnya yang
dirasakannya. Berbagai bayangan buruk serta akibat yang mengerikan melintas di benaknya. Mungkin
sejak saat ini Mei Ling yang polos dan lugu akan membencinya seumur hidup!
Sedangkan Cen Kiau Hun yang berjiwa romantis, tentu tidak akan melepaskan dirinya
begitu saja apabila mengetahui kejadian ini. Masih ada lagi si gadis manja dan keras
kepala Lok Ing, entah hukuman apa yang akan dijatuhkan gadis itu kepadanya apabila dia
juga sempat mengetahui apa yang mereka lakukan saat ini.
Setelah berpikir bolak-balik, dia merasa semuanya menemui jalan buntu. Seakan di dunia
yang begini luas, tidak ada sejengkal ta-nahpun bagi dirinya untuk berpijak. Semakin
dipikirkan, dia semakin merasa bahwa masa depannya suram sekali. Entah bagaimana dia
harus menempatkan diri. Air matanya mengembang, dia menatap pemuda pujaannya
lekat-lekat. Dia sendiri tidak dapat menjelaskan apakah dia merasa kasihan atau cinta
terhadap Tan Ki, entah benci atau menyesal"
Perlahan-lahan dia mengeluarkan jari jemarinya yang lentik. Dirapikannya rambut Tan
Ki yang awut-awutan. Dalam waktu yang singkat, dari seorang perempuan yang tabah dan
tegar dia berubah demikian lemah dan tidak berpendirian. Dengan gerakan lemah lembut
dia menundukkan kepalanya dan mengecup pipi Tan Ki sekilas. Tampak dia bergumam
seorang diri, "Tidurlah, peristiwa yang telah terjadi, dirimu tidak dapat dipersalahkan.
Apabila tersa-dar nanti, kau juga tidak perlu salah pengertian sehingga merasa menyesal.
Aku tahu, apabila kau tersadar nanti, pasti akan merasa sedih dan kecewa terhadap dirimu
sendiri. Kau tidak perlu mencemaskannya sedikitpun. Karena pada saat itu kau sedang
dalam keadaan kacau dan kehilangan kendali. Sedangkan aku justru benar-benar sadar
atas apa yang telah aku lakukan?"
Berkata sampai di sini, dia merandek. Air matanya mengucur dengan deras. Setetes
demi setetes jatuh ke atas tanah. Tetapi dari sudut bibirnya justru terlihat senyuman yang
mengembang. Perlahan-lahan dia berkata lagi:
"Sebelum kau tersadar nanti, aku akan pergi secara diam-diam. Meskipun kejadian
yang mengenaskan ini membawa segulung rasa pedih yang tidak terkirakan, tetapi di
dalam sudut kalbuku juga terselip kebahagiaan yang tidak terkatakan. Tanpa diduga-duga,
aku ma-lah yang lebih dulu mendapatkan dirimu daripada Liu Moay Moay sendiri yang
lebih berhak. Meskipun hanya setengah malam yang singkat, tetapi aku sudah merasa
puas. Semua kesalahan ini merupakan takdir yang telah ditentukan Sang Pencipta. Apabila
Liu Moay Moay mengetahuinya, mungkin dia juga tidak akan menyalahkan diriku?"
Dia terus bergumam seorang diri. Tetapi perasaan sedih dan gembira terus silih
bergan-ti merasuk hatinya. Ditambah lagi rasa letih dan gelisah karena setelah sekian lama
dia baru dilanda lagi oleh gelombang badai asmara seperti tadi. Seluruh tubuhnya terasa
penat, tanpa dapat dipertahankan lagi, lambat laun dia sendiri terkulai di atas tanah dan


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertidur pulas. Ketika dia sadar kembali, malam semakin larut dan kesunyian tetap merayap. Di sekitar
tidak terdengar suara apa-apa kecuali desiran angin yang melambaikan dedaunan. Tan Ki
masih terlelap dalam mimpi indah. Ketika dia menundukkan kepala dan melihat keadaannya
sendiri, tanpa dapat ditahan lagi dia merasa jengah sekali. Ternyata seluruh
pakaiannya sudah habis dikoyak-koyak oleh Tan Ki sehingga tubuhnya menjadi bugil tanpa
ditutupi sehelai benangpun. Tubuhnya yang putih dan mulus tampak berkilauan di sorot
cahaya rembulan. Untuk sesaat hatinya menjadi panik. Diam-diam dia berpikir: "Keadaanku sekarang ini
tidak ditutupi selembar benangpun. Malah terbaring di atas rerumputan. Bagaimana aku
bisa mencari sehelai kain atau selembar pakaian guna menutupi tubuh sehingga dapat
berjalan keluar dari taman ini?"
Ketika pikirannya masih bergerak, tiba-tiba dia mendengar tarikan nafas Tan Ki yang
panjang dan matanya pun terbuka. Begitu pandangannya beredar, dia melihat Liang Fu
Yong berbaring di sisinya tanpa mengenakan sehelai benangpun. Tanpa dapat ditahan lagi
dia merasa hatinya tergetar. "Apa yang telah terjadi?" teriaknya gugup.
Telapak tangannya langsung bertumpu di tanah dan dia duduk dengan tegak. Setelah
menolehkan kepalanya melihat ke arah Liang Fu Yong sekilas, dia merasa sinar mata
perem-puan itu menyiratkan sesuatu yang luar biasa. Tampangnya seperti orang yang
ingin menangis juga seperti orang yang setengah tersenyum. Diantaranya juga terselip
perasaan jengah dan takut. Seperti seekor domba yang menunggu saatnya untuk
disembelih. Begitu kasihan dan membuat hati orang menjadi iba.
Tan Ki tertegun sesaat. Dia mengangkat tangannya dan menepuk-nepuk batok kepalanya
sendiri. Tampaknya dia sedang berusaha mengingat-ingat kembali. Tiba-tiba matanya
menangkap sisa koyakan pakaian yang berserakan di atas tanah lalu dia juga melihat keadan
dirinya sendiri yang hampir bugil, nyalinya jadi ciut. Serangkum rasa pedih langsung
menyelinap di dalam hatinya. Dia mulai teringat gerakan dirinya yang hampir kalap barusan. Tubuhnya panas membara.
Sekelumit demi sekelumit peristiwa tadi mulai terpampang di hadapan matanya.
Ketika mengingat sampai bagian dirinya yang tidak dapat dikendalikan kemudian menindih
di atas tubuh Liang Fu Yong. Tiba-tiba dia meraung keras-keras, tubuhnya pun melonjak
bangun dalam waktu yang bersamaan serta dengan kalap dia bermaksud menghantamkan
batok kepalanya ke arah gunung-gunungan yang ada di depannya.
Kejadian yang mendadak dan perubahan yang tidak diduga-duga ini berlangsung dalam
sekejap mata. Siapapun tidak mungkin menyangkanya. Dengan perasaan terkejut Liang Fu
Yong ikut berteriak, tiba-tiba tubuhnya menggelinding di atas tanah, sepasang tangannya
dengan kecepatan kilat mencekal kedua kaki Tan Ki. Dia mengerahkan sekuat tenaga
untuk menariknya ke belakang. Dalam keadaan panik dan takut dia memeluk kedua kaki Tan Ki dengan erat. Kekua-tan
tenaganya dikerahkan semua. Dengan demikian gerakan Tan Ki yang dilakukan dengan
kalap itu langsung tercegah dan tubuhnya pun ikut tertarik ke belakang.
Liang Fu Yong tidak mengingat lagi perasaan malu dan jengahnya. Perlahan-lahan dia
berkata, "Mengapa kau harus mencari jalan kematian" Seorang laki-laki harus gagah
berani, berdiri tegak menantang langit. Apabila berbuat kesalahan harus membusungkan
dada menerima hukuman, tidak bisa menyelesaikan masalah dengan cara pengecut
seperti tadi. Lagi peristiwa yang telah terjadi barusan bukan semuanya merupakan
kesalahanmu?" Tan Ki menarik nafas panjang. Tampangnya mengenaskan sekali.
"Aih! Meskipun berendam dalam tiga sungai empat samudera, dosa ini tetap tidak
dapat dicuci bersih!" Liang Fu Yong mencibirkan bibirnya dan tersenyum. Baru saja dia ingin mengucapkan
beberapa patah kata untuk menghibur hati Tan Ki, bibirnya sudah mulai bergerak. Tibatiba
serangkum perasaan jengah melanda dirinya. Cepat-cepat dia menggelindingkan
tubuhnya ke balik semak-semak yang rimbun dan menyembunyikan tubuhnya yang bugil.
Setelah itu dia baru melongokkan kepalanya keluar dan berkata lagi.
"Tolong ambilkan pakaianku yang sudah koyak itu!"
Tan Ki menarik nafas panjang. Hatinya merasa tertekan, sedih dan dipenuhi
penderitaan yang dalam. Tetapi dia menuruti juga permintaan Liang Fu Yong dengan
mengambilkan pakaian yang sudah tidak karuan itu lalu disodorkannya ke depan.
Tiba-tiba dia melihat wajah Liang Fu Yong berubah serius sekali. Malah di dalamnya
terselip ketegangan yang tidak terkirakan. Dia membolak-balik pakaian yang sudah robek
itu dan mencari-cari sesuatu. Tan Ki memandangnya dengan termangu-mangu. Dia tidak
mengerti apa yang dicari perempuan itu sehingga tampangnya begitu tegang. Namun dari
mi-mik wajahnya itu, Tan Ki dapat menduga bahwa benda yang dicarinya pasti penting
sekali. Tidak beberapa lama kemudian, terdengar Liang Fu Yong menghela nafas lega. Bibirnya
mengembangkan seulas senyuman, "Terima kasih atas belas kasihan Thian yang kuasa,
untung saja benda ini masih utuh dan tidak terkoyak olehmu."
Tampak Liang Fu Yong mengeluarkan sebuah bungkusan berwarna putih dari dalam
saku pakaiannya. Dengan hati-hati dia membukanya dan mengeluarkan sebutir pil
berwarna merah. Kemudian dia menyodorkannya ke arah Tan Ki.
"Telanlah obat ini." katanya.
Tan Ki jadi tertegun. Untuk sesaat dia tidak berani mengulurkan tangannya menerima
obat itu. Liang Fu Yong tahu hatinya merasa ragu, dia segera memberi penjelasan.
"Beberapa hari yang lalu, aku bertemu dengan Tian Bu Cu Cianpwe dari Bu Tong Pai.
Karena merasa kasihan kepadaku, dia menghadiahkan sebuah kitab berisi ilmu agama
yang mana katanya tidak boleh diberikan kepada orang lain. Di samping itu juga dia
memberikan tiga butir pil ini. Orangtua ini memiliki kepandaian yang sangat tinggi. Hatinya
mulia serta berjiwa besar. Meskipun jarang berkelana di dunia Kangouw, tetapi selama
enam puluh tahun ini, nama besarnya tidak pernah pudar. Boleh dibilang kebesaran
namanya berendeng dengan si pengemis sakti Cian Cong. Itulah sebabnya orang-orang
Kangouw menyebut mereka dua tokoh tersakti di dunia saat ini. Untuk membuat pil ini,
orangtua itu telah menguras tenaga dan pikiran selama berpuluh tahun. Baik untuk
pemakaian luar atau diminum, khasiatnya besar sekali bagi kesehatan tubuh."
Dengan rasa enggan Tan Ki mengulurkan tangannya menyambut pil tersebut,
memasukkannya ke dalam mulut dan menelannya. Dia merasa ada segulung hawa hangat
yang menguap di dalam tubuhnya. Lalu perlahan-lahan merambat sampai seluruh anggota
badannya. Mula-mula menelannya tidak merasakan apapun, lambat laun seluruh tubuhnya
terasa panas membara. Bagai dipanggang di atas tungku api yang berkobar-kobar. Keringatnya
bercucuran bagai air hujan. Seluruh tubuhnya pun menjadi basah kuyup dalam
sekejap mata. Entah berapa lama telah berlalu, Tan Ki baru merasa dirinya nyaman sekali. Pikirannya
pun menjadi terang. Begitu matanya memandang, dia melihat Liang Fu Yong berbaring di
balik gerombolan semak-semak dengan tubuh ditutupi dedaunan. Perempuan itu sedang
tertidur pulas dan masih belum bangun.
Setelah gelombang badai berlalu, dia merasa letih sehingga terus merasa mengantuk.
Meskipun aurat tubuhnya ditutupi oleh dedaunan, tetapi paha dan lengannya yang
tersembul keluar putih berkilauan. Bahkan dia tertidur sambil mengembangkan senyuman.
Suara nafasnya teratur. Tanpa dapat ditahan lagi, ingatannya melayang ke peristiwa yang
barusan berlangsung. Sewaktu memandang keadaan perempuan yang ada di hadapannya
saat ini, dalam hatinya timbul perasaan iba dan kasih. Juga terselip perasaan menyesal
yang tidak dimengertinya. Oleh karena itu tanpa sadar dia mengulurkan tangannya dan
membelai-belai rambut Liang Fu Yong sambil menarik nafas panjang.
Gerakannya yang lemah lembut rupanya menyentakkan Liang Fu Yong dari tidurnya
yang pulas. Tiba-tiba dia membuka matanya lalu melonjak bangun. Sepasang tangannya
terulur untuk memeluk Tan Ki. "Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanyanya penuh perhatian.
Tan Ki dapat melihat tampang wajahnya yang menyiratkan perasaan kasih serta perhatian
yang besar. Untuk sesaat dia merasa tidak tega melepaskan diri dari pelukan Liang Fu
Yong. "Tadi aku mencoba menghimpun hawa murni dan kemudian mengedarkannya ke
seluruh tubuh. Tidak disangka-sangka alirannya malah lebih cepat dari pada biasanya.
Mungkin hawa murni di dalam tubuhku sudah mendapat kemajuan yang tidak sedikit."
Ketika berbicara, matanya mengedar, tiba-tiba dia melihat di balik gunung-gunungan
terdapat setumpuk pakaian yang rapi. Dia merasa terkejut setengah mati. Cepat-cepat dia
mendorong tubuh Liang Fu Yong dan melesat ke arah sana.
Tampaknya Liang Fu Yong juga merasa terkejut melihat munculnya setumpuk pakaian
di tempat itu. Untuk sesaat dia jadi terma-ngu-mangu dan tidak dapat mengeluarkan
sepatah katapun. Ketika Tan Ki memeriksa tumpukan pakaian itu, sekali lagi dia merasa tergetar hatinya.
Rupanya tumpukan pakaian itu tepat hanya dua stel. Yang satu adalah pakaiannya sendiri,
sedangkan yang satunya lagi pakaian wanita. Dan dia segera mengenali bahwa pakaian itu
biasanya dikenakan oleh Cin Ying. Untuk beberapa saat, dia menggenggam dua stel pakaian itu dan berdiri termangumangu.
Dia merasa segulung perasaan duka menyelimuti hatinya. Dia sendiri tidak tahu
apa yang dirasakannya saat itu. Karena dia sudah pernah menyetujui bahwa dirinya akan mengambil Cin Ie sebagai
isteri kedua. Tetapi justru di malam pernikahannya dengan Mei Ling, dia melakukan hubungan
dengan perempuan yang lain. Kesalahan yang dilakukannya malam ini, biar
dijelaskan dari manapun, tetap tidak dapat membersihkan dirinya dari dosa. Justru Cin
Ying yang menemukan apa yang mereka lakukan. Apabila gadis ini merasa tidak senang
karena adiknya dihina kemudian menyiarkan peristiwa ini di luaran. Nama baiknya maupun
kedudukannya pasti akan lenyap tersapu bersih. Dan dirinya pasti menjadi bahan tawaan
para pendekar di dunia ini. Membayangkan hal yang terakhir ini, tanpa dapat ditahan lagi tubuhnya bergetar
hebat. Keringat dingin langsung membasahi keningnya.
Setelah termangu-mangu beberapa lama, akhirnya dia melangkah perlahan-lahan ke
samping Liang Fu Yong. "Coba kau kenakan pakaian ini, pas atau tidak?"
Meskipun hatinya merasa pedih dan menderita sekali. Namun dia tetap berusaha tampil
tenang di hadapan Liang Fu Yong. Tampak perempuan itu merenung sejenak. Tiba-tiba
mimik wajahnya menjadi serius. Setelah mengenakan pakaian tersebut, dia juga
menyandang kembali pedang pusakanya.
"Apabila kau bertemu dengan Liu Moay Moay nanti, tolong sampaikan salamku. Sekalian
beritahukan kepadanya tentang kesulitan yang dialaminya saat ini, aku pasti akan berusaha
sekuat tenaga membantunya menyelesaikan masalah ini."
Selesai berkata, dia langsung membalikkan tubuhnya dan berjalan beberapa langkah.
Tiba-tiba sepasang alisnya mengerut-ngerut. Bibirnya digigit-gigit sendiri. Dia
mengeluarkan suara aduhan yang-lirih kemudian sepasang tangannya mendekap bagian
perut dengan tubuh setengah membungkuk.
Tan Ki terkejut sekali. Baru saja dia hendak maju ke depan untuk memapahnya, Liang
Fu Yong sudah menggertakkan giginya erat-erat dan menegakkan tubuhnya kembali.
"Kau harus baik-baik kepada Liu Moay Moay. Jangan merindukan diriku, lebih-lebih
jangan merasa tidak tenang atau menyesal dengan kejadian ini. Karena saat itu kesadaranmu
sedang hilang?" Tan Ki tertawa datar. "Ke mana tujuanmu sekarang?"
Perlahan-lahan Liang Fu Yong menarik nafas panjang.
"Aku juga tidak tahu. Kecuali mendalami kitab yang diberikan oleh Tian Bu Cu Cianpwe,
aku juga tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Tetapi, hatiku sudah bertekad
meninggalkanmu dan tidak akan bertemu lagi untuk selamanya?"
Tan Ki seperti ingin mengatakan sesuatu kepada dirinya, tetapi bibirnya yang sudah
bergerak-gerak mengatup kembali. Sedangkan saat itu, Liang Fu Yong tidak dapat
menahan lagi keperihan hatinya, air matanya mengalir dengan deras. Melihat keadaan itu,
Tan Ki segera menarik nafas panjang. Hatinya merasa tertekan sekali.
Liang Fu Yong mengembangkan sebuah senyuman yang menyayat hati.
"Aku tahu saat ini hatimu sedang berduka, tetapi kau tidak ingin membuat aku lebih
sedih lagi. Tetapi aku sadar bahwa kau bukan sungguh-sungguh mencintai aku, hanya
karena kau merasa kasihan terhadap diriku."
Tan Ki menarik nafas panjang sekali lagi.
"Dalam seumur hidupku ini, aku selalu merasa berhutang padamu."
"Kasihan bukanlah cinta, hutangpun bukan sesuatu yang harus dibayar. Kau tidak perlu
menyalahkan dirimu karena hal ini."
Tan Ki tahu apabila melanjutkan lagi kata-katanya hanya menambah penderitaan dalam
hati saja. Oleh karena itu dia segera menarik tangan Liang Fu Yong.
"Mari! Kita tinggalkan dulu tempat ini baru bicara lagi!"
Selesai berkata dia langsung menarik tangan Liang Fu Yong dan mengajaknya berlari
meninggalkan tempat itu. Baru beberapa langkah, dia langsung mendengar suara Mei Ling
yang merdu. "Tan Koko, Cin Cici meminta aku datang ke mari mencarimu. Ternyata kau benar-benar
ada di sini!" Tampak bayangan merah berkibar-kibar tertiup angin, kemudian terlihat Mei Ling
menghambur ke arah mereka. Hati Tan Ki masih merasa marah karena menganggap Mei
Ling menipu cinta kasihnya. Mendengar ucapannya, dia langsung mendengus dingin.
Tetapi dia menghentikan juga langkah kakinya.
Ketika melihat Liang Fu Yong yang ada di samping Tan Ki, Mei Ling jadi tertegun
sesaat. Dia juga menghentikan langkah kakinya.
"Ah" Liang Cici, kau juga ada di sini?"
Liang Fu Yong tersenyum lembut. Dia segera menggandeng tangan kiri Mei Ling.
"Mengapa kau tiba-tiba bisa berpikir ke tempat ini dan mencari ke mari?"
Mei Ling menarik nafas panjang. Dia menunjuk ke arah Tan Ki dan berkata.
"Cici tidak tahu, dia masih belum mengerti kesulitan yang kuhadapi, malah
menganggap dirinya demikian hebat dan pergi dengan keadaan tersinggung. Tadinya aku
juga ingin bersikap keras kepala seperti dirinya. Biar untuk sementara lihat siapa yang
lebih keras dan tidak mau memperdulikan dirinya. Tetapi semakin dipikirkan, aku merasa
semakin tidak benar. Kalau sampai terjadi hal yang tidak diinginkan, bagaimana" Oleh
karena itu aku segera keluar mencarinya. Maksudku ingin meminta maaf sekalian
menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Tetapi hampir sepanjang malam aku
mencari ke mana-mana. Mana aku tahu kalian ada di sini, justru Cin Cici yang
memberitahukan kepadaku." Sejak tadi Tan Ki berdiri di samping dan mendengarkan dengan tenang. Berbagai
kedukaan yang dialaminya membuat perasaannya seakan menjadi kebal. Tampangnya
kaku dan tidak bergerak sedikitpun seperti sebuah patung.
Tiba-tiba Mei Ling melihat penampilan Tan Ki yang lain daripada biasanya. Tanpa sadar
hatinya jadi tercekat. Dia segera melepaskan diri dari pegangan Liang Fu Yong dan
merentangkan sepasang lengannya lalu menghambur ke dalam pelukan anak muda itu.
"Tan Koko, mengapa kau tidak berbicara sedikitpun?"
Di bawah cahaya rembulan yang redup tampak wajahnya yang cantik menyiratkan
perasaan khawatir. Matanya menyorotkan sinar kasih sayang yang dalam. Bibirnya
menyung-gingkan senyuman lembut. Dipadu dengan pakaiannya yang berwarna merah
menyala, sehingga penampilannya semakin anggun dan wajahnya semakin cantik jelita.
Tiba-tiba Tan Ki merasa hatinya berdebar-debar. Tanpa terasa dia menyurut mundur
dua langkah. Tangan kanannya terangkat dan menghempaskan sepasang lengan Mei Ling
yang ingin memeluk dirinya. Dorongannya mengandung tenaga yang cukup besar.
Hatinya sedang, diselimuti perasaan malu dan rendah diri. Tiba-tiba saja dia merasa
dirinya tidak pantas bersanding dengan gadis yang cantiknya seperti bidadari ini. Perasaan
yang kuat ini berkecamuk dalam bathinnya. Gerakannya ini dilakukan dengan refleks.
Tenaga yang digunakan cukup besar. Sedangkan Mei Ling tidak menduganya sama sekali.
Begitu terdorong otomatis tubuhnya berputaran dua kali lalu terjatuh di atas tanah.
Setelah mengulurkan tangannya mendorong Mei Ling, Tan Ki baru merasa bahwa
dirinya tidak pantas memperlakukan Mei Ling sedemikian rupa. Dia langsung maju dua
lang-kah dan mengulurkan tangannya.
Tetapi ketika dia baru mengulurkan tangannya untuk memapah bangun gadis itu, tibatiba
dia menyurutkan tangannya kembali. Tanpa terasa kakinya malah mundur lagi tiga
langkah. Dia mendongakkan kepalanya dan menatap langit dengan terkesima.
Di dorong mendadak sedemikian rupa oleh Tan Ki, Mei Ling benar-benar merasa di luar
dugaan. Untuk sesaat dia menjadi tertegun. Pukulan bathin yang besar benar-benar membuat
hatinya terluka. Malah di saat kejadian itu baru berlangsung, dia menjadi termangumangu
dan lupa akan sakit hatinya. Perlahan-lahan dia menggulingkan badannya dan bangun duduk. Dua bulir air mata
secara tanpa sadar membasahi pipinya. Wajahnya tampak mengenaskan. Tetapi ketika dia
melihat Tan Ki mengulurkan tangannya dengan maksud memapah bangun dirinya,
bibirnya kembali menyunggingkan seulas senyuman. Otomatis dia juga mengulurkan
tangannya agar dapat diraih oleh suaminya itu.
Siapa nyana, mendadak Tan Ki menyurutkan tangannya kembali. Setelah itu malah
mendongakkan kepalanya menatap langit dan tidak melirik sekilaspun kepadanya. Gerakan
serta tingkah laku Tan Ki ini benar-benar melukai perasaannya sebagai seorang gadis.
Harga dirinya bagai dicampakkan begitu saja. Perubahan yang tidak disangka ini, juga
seperti sebatang jarum yang tanpa berperasaan menusuki hatinya. Kalau dibandingkan
dengan dorongan tadi, tindakannya yang terakhir ini jauh lebih menyakitkan. Mungkin
beribu kali lipat kepedihan yang dirasakannya.
Sepasang matanya yang bulat dan indah menatap Tan Ki lekat-lekat. Dia berharap
bahwa pikiran anak muda itu mendadak berubah kembali dan menghampiri dirinya serta
membangunkannya dari atas tanah. Apabila tidak, mungkin Tan Ki akan mengulurkan
tangan-nya dan membiarkan dia meraihnya sebagai tumpuan agar dia dapat bangkit
kembali" Kalau Tan Ki benar berbuat demikian saja, hatinya sudah gembira bukan kepalang.
Tetapi dia terpaksa menelan kekecewaan. Tan Ki bukan saja tidak mengulurkan
tangannya atau menghampiri untuk memapahnya bangun, tetapi kepalanya pun tidak


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dipaling-kan sama sekali. Dengan perasaan sedih yang tidak terkatakan Mei Ling menangis tersedu-sedu. Air
matanya bagai air terjun yang deras membasahi sepasang pipinya yang halus. Bahkan
bagian atas pakaiannya ikut jadi basah oleh deraian air mata itu. Suara sedak sedannya
begitu menyayat hati. Terdengar bibirnya mengeluarkan suara ratapan"
"Tan Koko" kesalahan" apa" yang telah" ku" perbuat" Menga" pa kau" tidak
mem-perdulikan" diriku" lagi?"
Setiap patah kata yang diucapkannya bagai ditarik demikian panjang sehingga tidak
selesai-selesai. Bagai irama kematian yang bergema di tengah malam sunyi, di mana para
hantu mengalirkan air mata darah. Setiap patah katanya membuat hati orang tergetar dan
di dalamnya juga terkandung penderitaan yang tidak terkirakan.
Biarpun hati Tan Ki sekeras baja, mau tidak mau pikirannya menjadi tersentuh juga
mendengar nada suaranya yang mengenaskan itu. Dia tidak sanggup lagi mengendalikan
rasa pedih dalam hatinya. Air mata seorang laki-laki yang gagah ikut terurai. Baru saja dia
bermaksud mengulurkan tangannya menghapus air mata Mei Ling, tiba-tiba hatinya
tergerak: "Aku telah salah melangkah. Diriku sendiri tidak bersih lagi. Mana boleh aku menerima
cinta kasih Liu Moay Moay dan mencelakakannya seumur hidup" Kalau aku kembali padanya,
kelak dia pasti akan menderita mengetahui perbuatanku. Lebih baik sekarang aku
sengaja bersikap dingin terhadapnya. Biar dia menganggap aku sebagai manusia yang
paling tidak mengenal budi di dunia ini. Dengan demikian, perasaan cinta dalam hatinya
akan berubah menjadi benci. Tentu dia tidak akan mengingat aku lagi." pikirnya diamdiam.
Begitu mempunyai pikiran seperti itu, dia segera menahan semua penderitaan dalam
hatinya dan sengaja tertawa dingin. Tanpa mem-perdulikan gadis itu sedikitpun dia
membalikkan tubuhnya melangkah pergi.
Tiba-tiba terdengar suara seruan Mei Ling dari belakang punggungnya, "Tan Koko!"
Panggilan itu hanya satu kali, karena mendadak Mei Ling memuntahkan darah segar
dan jatuh tidak sadarkan diri di atas tanah. Rupanya melihat sikap Tan Ki yang hanya
menoleh sekilas kepadanya dan kemudian tidak memperdulikan lagi serta melangkah
pergi, hatinya menjadi panik sekali. Tiba-tiba dia merasa ada segulung hawa panas yang
meluap ke atas, tetapi dia tetap melonjak bangun dengan sekuat tenaga. Setelah
memanggil satu kali, tanpa dapat dipertahankan lagi dia memuntahkan darah segar
kemudian jatuh tidak sadarkan diri.
Suara panggilan yang keras itu langsung berkumandang sampai ke mana-mana. Apalagi
saat itu baru lewat tengah malam, suasana memang sedang sunyi-sunyinya. Otomatis
suara itu bergaung ke mana-mana. Kalau saja Tan Ki menolehkan kepalanya saat itu, tentu dia tidak sampai hati melihat
Mei Ling terkulai jatuh tidak sadarkan diri di atas tanah. Tetapi dia justru tidak
memalingkan kepalanya sama sekali. Dengan lambat dia meneruskan langkah kakinya ke
depan. Dia tidak ingin merusak kebahagiaan Mei Ling dengan bersuamikan seorang laki-laki
yang kotor seperti dirinya. Oleh karena itu, tanpa menolehkan kepalanya sedikitpun, dia
menahan rasa pedih di dalam hati dan secara diam-diam mengalirkan air mata
penderitaan. Tiba-tiba terdengar kibaran suara pakaian yang melesat lewat di
sampingnya. Kemudian tampak bayangan berkelebat di depan matanya. Tahu-tahu Liang
Fu Yong sudah menghadang jalan perginya. Perempuan itu tertawa getir.
"Adik, biar bagaimana kau tidak boleh memperlakukan Liu Moay Moay seperti itu.
Hatinya masih suci bersih dan belum mengerti liku-liku serta duri tajam dalam kehidupan
ini. Perasaan cintanya terhadap dirimu juga tulus sekali. Meskipun kau berpikir dengan
cara demikian dia bisa membenci dirimu dan melupakan diri. Tetapi kenyataannya kali ini
kau melakukan kesalahan besar?"
Tan Ki menarik nafas panjang dengan pilu.
"Aku telah kehilangan kontrol atas diriku sendiri sehingga melakukan perbuatan yang
tidak terampunkan. Menghadapi cinta kasihnya yang bersih dan tulus, aku justru merasa
diriku ini rendah sekali. Aku merasa malu berhadapan dengan siapapun. Jalan satusatunya
justru membuat dia membenci aku dan melupakan diriku untuk selama-lamanya
sebelum aku pergi?" Liang Fu Yong mengembangkan seulas senyuman yang mengenaskan.
"Hal ini kau tidak dapat disalahkan. Aku sendiri yang rela melakukannya. Kau tidak
perlu terus-terusan menyesali dirimu. Lebih-lebih jangan mengulangi kesalahanmu sampai
dua kali dengan melukai hati Liu Moay Moay. Dia adalah seorang gadis yang polos dan
suci, hatinya baik sekali. Tentu tidak kuat menahan pukulan bathin yang demikian hebat?"
"Justru karena hatinya terlalu baik dan dirinya masih polos, aku semakin tidak tega
mendampinginya dengan tubuh yang kotor ini sehingga nama baiknya jadi tercemar dan
akhirnya menjadi bahan pembicaraan orang-orang."
Berbicara sampai bagian yang menyedihkan, tanpa dapat ditahan lagi air matanya jatuh
bercucuran. Aliran darah dalam tubuhnya bagai digarang di atas api, panas lalu meluap ke
atas. Tubuhnya bergetaran. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang lirih mendatangi ke arah mereka. Serentak
kedua orang itu menolehkan kepalanya. Tampak Cin Ying menggandeng tangan Cin Ie
menghampiri Tan Ki dan Liang Fu Yong.
Wajah Cin Ying masih secantik biasanya. Namun sepasang matanya menyorotkan sinar
kemarahan. Sepasang alisnya mengerut menandakan kedukaan hatinya. Sulit menguraikan
mimik perasaannya saat itu. Tiba-tiba hati Tan Kijadi pedih, cepat-cepat
diamelengoskan wajahnya ke arah lain dan tidak berani memandang kakak beradik itu
lagi. Cin Ying dapat melihat bibir Tan Ki sudah bergerak ingin mengatakan sesuatu, tetapi
tiba-tiba dibatalkannya lagi. Dia sadar saat ini hati Tan Ki sedang diliputi penderitaan yang
tidak terkatakan. Beribu-ribu kata-kata yang ada di hatinya, entah harus di mulai dari
mana. Dia teringat apa yang terlihat olehnya belum lama yang lalu. Meskipun setelah
diberitahukan oleh Cin Ie, dia baru menemui hal itu, tetapi dia tetap merasakan adanya
ratusan anak panah yang dibidikkan ke arah jantungnya. Sakitnya tak perlu ditanya lagi.
Rasanya dia ingin mencekal Liang Fu Yong ke hadapannya dan mencincangnya sehingga
menjadi puluhan keping. Kemudian dia akan membawa Cin Ie pulang ke Lam Hay dan
tidak diijinkan menginjak Tionggoan lagi selamanya agar tidak dapat bertemu dengan Tan
Ki. Tetapi ketika teringat bahwa Mei Ling kesalahan minum teh beracun sehingga pada
malam pengantin tidak dapat melayani suami sebagaimana mestinya. Bahkan Tan Ki yang
kebanyakan minum arak dan tidak dapat mengendalikan diri lagi, jadi kena getahnya
sehingga melakukan perbuatan maksiat.
Pihak pertama salah, pihak kedua salah, tetapi Cin Ie yang paling bersalah kalau dipikirkan
dengan kepala dingin. Apabila dia tidak menotok jalan darah di atas bagian dada
Tan Ki pada saat seperti itu, lalu seandainya Liang Fu Yong tidak bersedia mengorbankan
dirinya sebagai alat pelampiasan, Tan Ki pasti akan mati karena luapan gairah yang tidak
tersalurkan, apalagi dalam keadaan pembuluh darahnya membengkak.
Kalau dipikir sampai bagian yang satu ini, dia merasa kedua-duanya juga tidak
bersalah. Yang salah adalah kebetulan yang diatur oleh Thian yang kuasa. Seandainya
kedudukan Liang Fu Yong diganti oleh adiknya, mungkin urusan justru tidak sampai begini
runyam. Tetapi seandainya kedudukan Liang Fu Yong diganti oleh dirinya sendiri, entah
bencana apa lagi yang bakal dialaminya"
Ketika berpikir sampai dirinya sendiri, terasa ada serangkum hawa dingin yang
menyusup dalam hatinya. Tanpa dapat dipertahankan lagi tubuhnya bergetar. Bulu
kuduknya seakan berdiri semua. Dia tidak berani membayangkan lebih lanjut.
Akhirnya dia menarik nafas perlahan-lahan. Tangannya diangkat ke atas untuk merapikan
rambutnya yang awut-awutan karena tertiup angin.
"Meskipun kalian telah berbuat kesalahan, tetapi masalah ini juga tidak dapat
menyalahkan kalian sepenuhnya. Semuanya ini telah diatur oleh Thian sebagai permainan
nasib para anak manusia." Matanya yang bening dan indah melirik sekilas ke arah Tan Ki. Dia melanjutkan lagi
kata-katanya dengan lirih. "Ketika di ruangan tamu tadi, aku mendengar Cian Locianpwe
mengingatkan bahwa beberapa hari lagi Bulim Tay Hwe akan diselenggarakan. Dan kau
diharuskan mengerahkan segenap kemampuan untuk merebut kedudukan Bulim Bengcu!"
Hati Tan Ki jadi tercekat. "Bagaimana mungkin" Aku masih muda dan pengetahuanku dangkal sekali. Dalam hal
ilmu silatpun belum dapat menandingi yang lainnya, mana bisa aku menerima tanggung
jawab seberat itu?" "Tetapi mereka sudah mengambil keputusan demikian, kau tidak bisa menolaknya lagi."
Tan Ki menggelengkan kepalanya sambil tertawa getir.
"Apa yang tidak ingin kulakukan, mana boleh mereka memaksakan kehendaknya. Di
bawah kolong langit sekarang ini, para golongan sesat sedang merencanakan taktik untuk
mengadakan penyerbuan. Orang yang ingin menjabat kedudukan Bulim Bengcu, bukan
saja ilmu silatnya harus tinggi sekali. Akal harus panjang, otak harus cerdas. Lagipula
harus orang yang berjiwa pendekar dan berhati mulia namun tegas mengambil keputusan.
Tanggung jawab ini tidak ringan. Sedangkan aku hanya seorang Bu Beng Siau-cut (prajurit
tanpa nama)." Tiba-tiba Liang Fu Yong menukas perkataannya, "Adik, kau juga bukan orang yang
tidak mempunyai nama, apabila kau menampilkan wajah aslimu, para sahabat di dunia
Bulim ini siapa yang tidak tahu?"
Wajah Tan Ki langsung berubah hebat.
"Jangan katakan lagi. Dalam keadaan terpaksa tanpa sengaja aku mendapat sedikit nama,
tetapi bukan suatu yang patut dibanggakan. Aku tidak berniat berebut nama besar
dalam keadaan seperti ini. Meskipun ada nama yang lebih hebat lagi, aku juga tidak
berminat menjabat kedudukan Bulim Bengcu itu!" tanpa menunggu jawaban dari yang
lainnya, dia langsung membalikkan tubuh meninggalkan tempat itu.
Dari belakang punggungnya terdengar tarikan nafas panjang Cin Ying. Seperti keluh-an
seorang isteri yang ditinggal suami. Hatinya yang sunyi dan hampa sampai tergetar
dibuatnya. Namun, dia tetap meneruskan langkah kakinya tanpa menoleh sekalipun juga.
Perasaan hatinya saat ini sangat tertekan. Dia merasa semua yang ada di hadapannya
hanya samar-samar. Kakinya diganduli beban yang berat sehingga sulit melangkah cepat.
Gerakan tubuhnya bagai orang yang sakit parah. Langkahnya gontai dan berjalan setindak
demi setindak tanpa tujuan sama sekali.
Setelah berjalan beberapa saat, dari arah depan berhembus segulungan angin sehingga
menimbulkan perasaan dingin menggigil. Dia mengangkat kepalanya dan memandang,
bin-tang-bintang bertaburan, memberi cahaya ke seluruh benda-benda yang ada di
permukaan bumi ini. Mengingat kembali gelombang badai yang dialaminya tadi, dia tahu hal itu pasti akan
mempengaruhi nama baiknya di masa yang akan datang. Dia merasa tidak mempunyai
muka lagi untuk bertemu dengan siapa saja. Tanpa dapat ditahan lagi dia menarik nafas
panjang. Di dalam hatinya terselip perasaan pedih yang tidak dapat dijelaskan dengan
kata-kata. Tiba-tiba di bagian tembok yang berada di kejauhan, dia melihat sesosok bayangan
meloncat ke atas dan menghilang dalam kegelapan. Hatinya langsung tergetar.
"Pada saat ini para pendekar sedang berpesta dan minum arak di ruangan depan dan
pasti belum bubar. Entah siapa orang ini, rupanya nyalinya tidak kecil juga berani keluar
masuk gedung keluarga Liu. Mungkinkah sebangsa perampok yang tidak tahu tingginya
langit tebalnya bumi serta bermaksud mengincar intan permata dan harta benda keluarga
Liu?" pikirnya diam-diam. Begitu pikirannya tergerak, dia langsung menghentakkan sepasang kakinya dan
mencelat naik ke atas atap rumah. Dalam beberapa hari ini, dia sudah mendapat latihan lanjutan dari Cian Cong dan Yibun
Siu San. Mereka membimbingnya dalam ilmu pernafasan serta tenaga dalam. Meskipun
hanya beberapa hari yang singkat, tetapi kemajuan yang dicapainya sudah pesat sekali.
Dia bukan hanya merasa tubuhnya mengalami perubahan besar namun tenaga dalamnya
sudah dapat menembus ratusan urat darah dalam tubuh serta hawa murninya dapat
dialirkan secara merata ke bagian bawah dan atas tubuhnya.
Tidak ada sedikit pun bagian yang tidak tertembus olehnya. Dia tidak mengalami
kesulitan sedikitpun. Oleh karena itu, begitu dia mengempos semangatnya, tubuhnya
langsung melayang ke atas ke bagian atap rumah yang tingginya kurang lebih tiga
depaan. Gerakannya tidak serius malah membawa kesan semaunya saja.
Begitu matanya mengedar, ternyata dia melihat sesosok bayangan di bagian utara dan
sedang berlari dengan kencang. Kalau dilihat dari arah yang diambilnya, tampaknya orang
itu sudah ingin meninggalkan gedung keluarga Liu.
Tan Ki tertawa dingin. Kakinya menutul di atas genteng rumah dan tubuhnya pun
meluncur ke depan bagai sebatang anak panah. Dengan kecepatan yang tidak terkirakan
dia mendarat turun di atas tanah lalu mengerahkan ginkangnya lagi mengejar ke depan.
Dia sudah memperhatikan arahnya dengan seksama. Bahkan jarak antara dirinya
dengan orang itu. Meskipun dia mengejar dari atas. tanah dan pandangan matanya
terhalang tembok-tembok rumah, tetapi dia tetap dapat memperhitungkan arah yang akan
diambil oleh orang itu. Setelah mengejar beberapa saat, ternyata dia berhasil melihat sesosok bayangan yang
sedang bergerak-gerak di depan. Jaraknya sekarang tinggal satu depa lebih. Dan orang itu
hampir meloncat naik ke atas tembok untuk meninggalkan gedung keluarga Liu.
Tan Ki langsung membentak dengan suara keras.
"Berhenti!" Kakinya melesat ke depan bagai terbang, dengan dua kali loncatan yang dilakukan
berturut-turut, dia sudah sampai di belakang punggung orang itu.
Mendengar suara bentakan Tan Ki yang datangnya tidak terduga-duga itu, orang itu
tampaknya terkejut sekali. Mendadak dia menghentikan langkah kakinya serta
membalikkan tubuh. Tan Ki memang sedang mengawasinya lekat-lekat. Dia melihat orang
itu mempunyai bentuk tubuh tinggi kurus, ketika dia membalikkan tubuhnya, Tan Ki sudah
melihat kalau di bagian punggung orang itu menggembol sepasang senjata yang
bentuknya seperti roda yang bergerigi.
Orang ini sama sekali tidak asing lagi bagi Tan Ki, dia adalah sute dari perkumpulan Pek
Kut Kau Kaucu dari wilayah barat, yakni Kim Yu.
Tan Ki agak tertegun melihat siapa adanya orang itu.
"Entah apa maksud Saudara tengah malam menyatroni gedung keluarga Liu?"
Baru saja ucapannya selesai, tiba-tiba dia mendengar suara kibaran pakaian dari bagian
atas tembok. Begitu matanya memandang, tahu-tahu ada tujuh orang laki-laki bertubuh
tinggi besar yang sedang melayang turun. Masing-masing berpakaian ketat dan membawa
senjata. Wajahnya garang sekali. Tetapi tam-paknya orang-orang ini mempunyai perasaan
tertentu terhadap Kim Yu. Setelah melayang turun semuanya segera mengepalkan
sepasang tinju menjura dalam-dalam kepadanya namun tidak ada sepatah katapun yang
terucapkan. Sikap mereka seakan menaruh hormat yang tinggi kepada Kim Yu.
Tan Ki tertawa dingin. "Bagus sekali, rupanya kali ini kalian datang beramai-ramai untuk membakar rumah dan
merampok harta benda orang?" Sepasang alis Kim Yu langsung menj ungkit ke atas. Tampaknya dia merasa gusar
sekali mendengar ucapan Tan Ki tadi. Tetapi dia tidak ingin meluapkan kemarahannya saat
itu juga. Dengan tertawa dingin dia menyahut.
"Harap Engko cilik ini jangan menuduh yang bukan-bukan. Akhirnya malah akan
membawa kesulitan bagi diri sendiri. Kali ini Hengte datang ke Lok Yang, rasanya masih
belum pernah bertemu dengan orang yang sekasar dirimu ini."
Tan Ki tetap tertawa dingin. "Kalau begitu, tindakanmu yang keluar masuk seenaknya di rumah orang lain, boleh
dianggap sangat pantas?" Kata-kata ini diucapkan dengan nada yang tajam menusuk. Sindirannya telak sekali.
Untuk sesaat Kim Yu sampai kehabisan kata-kata yang dapat dijadikan debatan. Akhirnya
dia malah jadi termangu-mangu. Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang nyaring, getarannya bagai guntur yang
menggelegar di angkasa. Orang yang mendengarnya seolah akan pekak telinganya.
Disusul dengan munculnya seorang laki-laki tinggi besar yang berasal dari rombongan ke
tujuh orang tadi. Dia langsung menerjang maju dan berhenti di depan Tan Ki.
"Apakah kau sudah bosan hidup" Berani-beraninya mengucapkan kata-kata yang tidak
sopan di hadapan Ji-ya (Tuan muda kedua) kami!"
Mata Tan Ki mengerling ke arahnya sekilas. Kemudian berhenti pada orang itu. Dia
memperhatikannya dari atas kepala sampai ke ujung kaki.
"Siapa Saudara ini?" Laki-laki tinggi besar itu mendongakkan wajahnya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kalau kau sanggup mengalahkan aku, tentu akan kuberitahukan kepadamu siapa
diriku ini! Tampaknya watak orang ini sangat kasar. Selesai berkata, dia tidak memberi
kesempatan kepada Tan Ki untuk mengatakan sepatah katapun. Tiba-tiba lengannya
terulur ke depan dan langsung dilancarkannya dua buah pukulan. Baik gerakan maupun
kekuatan yang terkandung dalam pukulannya dahsyat bukan main. Bagai gulungan angin
topan yang menerpa datang. Hati Tan Ki tercekat melihatnya. "Tokoh-tokoh dari barat ternyata mempunyai kepandaian yang mengejutkan juga." pikirnya
diam-diam. Kakinya melangkah dua tindak, dengan cepat tiba-tiba dia memutar. Serangkum
kekuatan yang tidak terkirakan hebatnya mengakibatkan lengan bajunya melambai-lambai.
Pergelangan tangannya memutar kemudian menyerang dari atas ke bawah.
Laki-iaki bertubuh tinggi besar itu melihat dia mengelakkan diri dari serangannya, bahkan
sempat membalas sebuah serangan pula. Gerakan maupun kelebatan tubuhnya cepat
dan aneh. Tanpa dapat ditahan lagi mulutnya mengeluarkan seruan terkejut. Tubuhnya
membungkuk sedikit menghindarkan diri dari serangan Tan Ki. Kemudian hampir dalam
waktu yang bersamaan, telapak tangannya terulur ke depan dan menyusul dikerahkannya
jurus kedua! BAGIAN XXX Baru setengah jurus dimainkan, tiba-tiba gerakannya berubah lagi. Sebuah tendangan
dikirimkan ke depan. Jurus yang dikerahkannya ini rupanya sebagian hanya merupakan


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tipuan saja. Justru di tengah jalan gerakannya berubah sehingga membahayakan
kedudukan lawannya. Hal ini membuat orang tidak menduganya sama sekali. Sekaligus juga tidak sempat
mengadakan persiapan. Otomatis Tan Ki juga tidak menyangka bahwa laki-laki itu akan
melakukan serangan tipuan seperti ini. Untuk sesaat dia terkejut setengah mati. Dia
merasa tendangan itu begitu aneh dan cepat bagai kilat. Dengan panik dia
membungkukkan ba-dannya dan berusaha mencelat mundur sejauh mungkin.
Ilmu silat Tan Ki saat ini sudah termasuk golongan jago kelas satu di dalam dunia
Bulim. Perubahan gerakannya ringan dan cepat. Tetapi siapa sangka, dia terkena sapuan
ten-dangan laki-laki bertubuh tinggi besar itu juga. Dia merasa paha sebelah kirinya agak
sakit, nyaris tubuhnya tidak dapat berdiri dengan tegak, sedikit lagi pasti jatuh berlutut di
atas tanah. Rupanya Kim Yu mewakili Pek Kut Kau dari wilayah Barat. Ia berjanji bertemu dengan
Kiau Hun di kuil tua dan akhirnya selesai mengadakan perundingan. Kemudian dia
membawa Tujuh Serigala yang merupakan jago kelas tinggi dalam Pek Kut Kau dan lalu
bergegas menyusul ke kota Lok Yang. Mereka ingin mengadakan penyelidikan tentang kekuatan
para pendekar di daerah Tionggoan dan berusaha mencari kelemahan mereka
guna penyerangan di kemudian hari. Setelah itu pihak Pek Kut Kau dan Lam Hay akan
bergabung lalu memilih hari baik untuk menyerbu ke daerah Tionggoan.
Ketujuh laki-laki tinggi besar itu merupakan pelindung hukum dalam perguruan Pek Kut
Kau. Mereka disebut Tujuh Serigala.
Ternyata ilmu orang-orang ini tidak dapat dipandang enteng. Hanya mengandalkan salah
satu dari ke Tujuh Serigala itu saja, dalam dua jurus sudah berhasil menyapu Tan Ki
dengan sebuah tendangan. Tetapi perbuatannya ini justru menimbulkan hawa amarah dalam hati Tan Ki. Dia
meraung keras dan melancarkan sebuah pukulan ke depan!
Lengan laki-laki itu bergerak menyapu, dengan jurus Mendayung Perahu di Tengah
Sungai, dia mengelak dari serangan Tan Ki. Ter dengar mulutnya mengeluarkan suara
tawa terkekeh-kekeh. "Kau bukan tandingan Cayhe, lebih baik cepat kembali saja!"
Terdengar suara dengusan berat dari hi dung Tan Ki. Tiba-tiba dia melancarkan tig
pukulan sekaligus. Tiga serangan ini dilancarkan berturut-turut. Kecepatan, kekejian dan
kehebatannya terpadu menjadi satu. Pada saat itu pihak lawan terdesak sampai kalang
kabut, kakinya terus menyurut mundur. Setelah tiga serangan berakhir, tidak kurang tidak
lebih dia terdesak mundur sejauh tiga langkah.
Melihat serangannya membawa sedikit hasil, hati Tan Ki bertambah besar. Dia langsung
melancarkan serangan yang gencar. Pada saat itu, si laki-laki tinggi besar baru menyadari
bahwa dirinya telah salah perhitungan. Rupanya anak muda yang tampan dan gagah ini
bukan tokoh yang mudah dihadapi. Pandangannya yang menganggap ringan lawan hilang
seketika dan menghadapi musuh dengan segenap kekuatan.
Kedua orang itu langsung terlibat pertarungan yang sengit. Tampak bayangan telapak
tangan berkibaran, lengan yang sekokoh besi menimbulkan angin yang kencang. Dalam
waktu yang singkat mereka sudah bergebrak sebanyak puluhan kali.
Kim Yu memperhatikan gerakan bawahannya yang kadang-kadang melakukan
serangan dan kadang-kadang menangkis. Tampaknya untuk sementara masih dapat
mengimbangi lawannya dengan baik. Oleh karena itu hatinya menjadi lega. Dan dia tetap
berdiri di sudut menyaksikan jalannya pertarungan.
Kembali lima enam jurus telah berlalu, tiba-tiba gerakan Tan Ki berubah. Sasarannya
selalu bagian tubuh yang harus diselamatkan. Setelah melancarkan dua tiga pukulan saja,
laki-laki itu sudah terdesak sehingga kelabakan setengah mati.
Sisa enam orang dari anggota Tujuh Serigala itu tadinya menyaksikan dengan tenang.
Ketika melihat rekannya mulai kewalahan dan kedudukannya mulai membahayakan, tanpa
sadar salah satunya langsung terjun ke tengah arena dengan maksud memberikan
bantuan. Tan Ki tertawa terbahak-bahak. "Para jago dari wilayah barat, ternyata hanya sedemikian saja kemampuannya!" Tibatiba
telapak tangannya mengepal, dia melancarkan serangan dengan gencar, tampak
angin yang timbul dari tinjunya mengakibatan lengan bajunya berkibar-kibar. Mulut anak
muda itu mengeluarkan suara suitan marah. Dalam waktu yang sekejap mata, dia suah
mengurung kedua orang itu dengan puluhan bayangan pukulannya. Kim Yu yang
menyaksikan hal itu, menjadi tercekat hatinya. Dia dapat melihat bahaya yaag dihadapi
kedua bawahannya itu. Tanpa dapat dipertahankan lagi, dia berteriak dengan lantang.
"Hati-hati!" Baru saja dia meneriakkan dua patah kata, tiba-tiba terdengar pula jeritan yang
menyayat hati. Lalu disusul dengan suara bentakan seseorang. Suara-suara tadi terdengar
dalam waktu yang hampir bersamaan. Di antara bayangan telapak tangan yang berkibarkibar,
tampak seseorang menerjang keluar dengan tubuh terhuyung-huyung kemudian
terkulai jatuh di atas tanah. Rupanya Tan Ki telah mengeluarkan ilmu barunya, yaitu Te Sa
Jit-sut. Jurus yang dimainkannya saat itu adalah Kabut Awan Mengeluarkan Cahaya
Keemasan. Dalam sekali gerak saja dia sudah berhasil menggetarkan dada seorang
lawannya sehingga terluka di dalam.
Ternyata Te Sa Jit-sut mempunyai kehebatan yang tidak terkirakan. Ilmu itu juga
sangat aneh serta sulit diduga. Ketika dia mengerahkan lagi jurus yang keempat, kembali
terdengar suara raungan marah dari pihak lawannya. Rupanya kembali orang yang
satunya terhantam telak di bagian punggung. Saat itu juga tampak orang itu
memuntahkan segumpal darah segar dan kakinya menyurut mundur dengan limbung
sejauh lima langkah sebelum terhempas ke atas tanah.
Dalam waktu yang singkat Tan Ki sudah berhasil melukai dua jago dari wilayah barat.
Yang satu terhantam di bagian dada dan tidak dapat bangkit lagi, sedangkan yang satunya
lagi terpukul telak di bagian belakang punggung sehingga memuntahkan darah segar dan
pingsan seketika. Gerakan serta kepandaian yang dimilikinya ini, di seluruh dunia Bulim mungkin hanya
terhitung dengan jari orang yang dapat melakukannya. Tanpa dapat ditahan lagi hati Kim
Yu jadi tergetar, untuk sesaat dia malah jadi tertegun melihatnya. Dengan perasaan
heran dia berpikir: "Ilmu orang ini sangat aneh. Kadang-kadang tampaknya biasa-biasa
saja, lalu tiba-tiba menjadi demikian hebat sampai sulit dimengerti. Benar-benar membuat
orang bingung sampai di mana sebetulnya kehebatan ilmu silat yang dikuasainya."
Ketika pikirannya masih tergerak, kembali terlihat beberapa anggota muncul ke depan.
Rupanya mereka segera memapah rekannya yang terluka dan meminumkan obat guna
meringankan luka dalam yang diderita.
Sinar mata Tan Ki dengan datar menyapu Kim Yu sekilas.
"Malam-malam begini kalian menyatroni rumah orang, pasti bukan tanpa sebab. Kalau
dibilang ingin merampok, tangan kalian toh
tidak membawa apa-apa?" sindirnya tajam.
Kim Yu mendengus satu kali. "Meskipun Hengte menjadi gembel di pinggir jalan, juga tidak akan memalukan nama
besar Pek Kut Kau di wilayah barat."
"Lalu apa maksud kalian yang sebenarnya?"
Kim Yu dapat mendengar bahwa di balik
Bentakannya yang lantang terselip rasa curiga yang besar. Diam-diam dia mengerahkan
tenaga dalamnya lalu memancarkan ke sepasang telapak tangan seakan siap melancarkan
serangan setiap waktu. Terdengar dia batuk-batuk ringan beberapa kali. Padahal dia
sudah melihat Tan Ki juga sudah bersiap-siap untuk menghadapinya. Namun dari luar dia
berlagak tenang dan seolah tidak ada apapun yang mengkhawatirkan hatinya.
"Kedatangan Hengte kali ini, hanya ingin numpang minum secawan dua cawan arak
pengantin saja?" Tan Ki tertawa dingin. "Rasanya alasan Saudara tidak begitu sederhana?"
Kim Yu mengangkat sepasang bahunya. Bibirnya menyunggingkan seulas senyuman
yang licik. "Kalau kau tidak percaya, yah apa boleh buat."
Ketika keduanya sedang terlibat dalam pembicaraan, tiba-tiba tampak dua laki-laki
bertubuh tinggi besar berjalan keluar. Orang yang berada di sebelah kiri mendadak melancarkan
sebuah pukulan ke arah dada Tan Ki, sedangkan orang yang berada di sebelah
kanan menerjang dengan memutar ke belakangnya serta menyerang bagian punggung.
Keadaan Tan Ki memang sedang gusar sekali. Dalam dua kali gerak, dia berhasil
melukai dua orang dari delapan musuhnya. Sekarang masih tersisa enam orang lagi,
apabila dia tidak cepat-cepat menurunkan tangan keji membereskan mereka, tentu dia
akan mene-mui banyak kesulitan nanti. Begitu pikirannya tergerak, hawa pembunuhan
segera merasuki dadanya. Tangan kanannya memutar, lima larinya langsung membentuk
cekalan dan meluncur ke arah urat nadi pergelangan tangan laki-laki tinggi besar itu.
Sedangkan telapak tangan kirinya juga diulurkan dalam waktu yang bersamaan dan
melancarkan sebuah pukulan ke arah laki-laki yang ada di sebelah kiri.
Laki-laki yang ada di sebelah kanan segera menggeser satu langkah ke samping dan
menghindarkan diri dari serangan Tan Ki seria menarik kembali tangannya sendiri.
Sedangkan orang yang ada di sebelah kiri justru mengambil posisi tangan menahan di
depan pada lalu mendorong keluar dan menyambut serangan Tan Ki dengan kekerasan.
Begitu kedua pukulan beradu, terdengarlah suara yang menggelegar, tanpa dapat
ditahan lagi Tan Ki tergetar mundur satu langkah.
Orang itu sendiri malah terdorong oleh tenaga Tan Ki yang lebih kuat, kakinya
menyurut m undur sampai lima depa jauhnya.
Diam-diam Tan Ki merasa terkejut juga.
"Tenaga dalam orang ini cukup hebat. Benar-benar bukan lawan yang dapat dianggap
ringan." pikirnya dalam hati. Segera dia menghimpun tenaga dalamnya lalu bergerak ke depan dengan melancarkan
sebuah serangan. Dia sudah dapat menduga kalau kedua orang itu akan menyerangnya dengan siasat
Timbul Suara di Barat, Menyerang dari Timur, lalu secara diam-diam membokongnya.
Kalau dia tidak turun tangan keji melukai salah satu dian taranya, kedua lawan ini sungguh
tidak mudah dihadapi. Oleh karena itu, begitu serangannya dilancarkan, dia sudah
mengerahkan tenaga dalam sebanyak sepuluh bagian. Dahsyatnya bukan main. Kekuatan
yang terkandung dalam pukulannya bagai badai yang melanda secara tidak terduga.
Setelah beradu pukulan satu kali dengan Tan Ki, laki-laki tinggi besar yang ada di
selelah kiri segera menyadari bahwa tenaga dalam Tan Ki lebih kuat, daripada dirinya.
Tetapi Ketika anak muda itu melancarkan sebuah serangan lagi dengan gerakan seperti
orang limbung, dia tetap tidak berani menghindar. Telapak tangannya terulur ke depan
dan sekali lagi menyambut pukulan Tan Ki dengan kekerasan.
Begitu kedua pukulan beradu, menang atau kalah segera dapat ditentukan. Tan Ki
hanya merasa pergelangan tangannya seperti kesemutan dan tubuhnya bergetar, namun
laki-laki tinggi besar itu langsung sempoyongan ke belakang. Setelah memuntahkan darah
segai sebanyak tiga kali berturut-turut, tubuhnya pun terkulai di atas tanah.
Laki-laki yang berada di sebelah kanan me nyaksikan dengan mata kepala sendiri
bahwa rekannya terluka parah dalam dua gebrakan saja. Di wajahnya yang garang dan
buas segera tersirat penderitaan yang dalam. Dia meraung dengan keras kemudian
sepasang kepalan tangannya tampak meluncur ke depan.
Saat itu hawa pembunuhan dalam dada Tar Ki sudah timbul, cara turun tangannya juga
keji sekali. Dia berpikir daripada dirinya yang terluka, lebih baik dia yang melukai lawan
terlebih dahulu. Tampak tubuhnya bergerai ke samping perlahan-lahan, tiba-tiba tangan
kanannya membentuk cengkeraman dan m e luncur ke depan secepat kilat. Meskipun lakilaki
bertubuh tinggi besar itu mempunyai niat mengelakkan diri, namun sudah terlambat.
Tahu-tahu lengan kanannya sudah tercekal oleh tangan Tan Ki. Anak muda itu segera
mengerahkan tenaga dalamnya lalu memuntir. Terdengarlah suara berderak yang
menggetarkan hati. Tangan kanan laki-laki tinggi besar itu terputus seketika dari
sambungan sendinya. Begitu sakitnya sehingga keningnya basah oleh keringat dingin.
Namun tampaknya sikap orang ini sangat keras kepala, meskipun rasa sakit yang dirasakan
sangat hebat, tetapi sedikit rintihan pun tidak terdengar dari mulutnya. Tan Ki yang
melihat keadaan ini langsung memperdengarkan suara tertawa dingin.
"Kau sangat gagah!" pujinya datar.
Tiba-tiba telapak tangannya bergerak. Dengan kecepatan yang sulit ditangkap
pandangan mata, dia menghantam ke depan dan bahu orang itu pun terkena pukulannya
dengan telak. Tidak perlu diragukan lagi, lengan orang yang sudah terlepas dari
persendiannya menjadi hancur seketika.
Kim Yu menyaksikan tiga orang diantara ketujuh bawahannya sudah terluka parah di
tangan Tan Ki. Bahkan yang terakhir lengannya sampai putus dan hancur. Dia maklum
apabila pertarungan ini diteruskan, semua bawahannya masih bukan tandingan Tan Ki dan
malah akan mendapat kekalahan yang konyol. Oleh karena itu dia segera mendengus
dingin dan melangkah maju ke depan.
Di bawah cahaya rembulan, wajahnya menyiratkan kegusaran yang hebat. Sepasang
matanya menyorotkan hawa pembunuhan dan tampangnya sungguh tidak enak dilihat.
Tiba-tiba terdengar suara suitan yang panjang memecahkan keheningan malam. Suara
suitan itu bagai gerungan seekor naga. Begitu nyaringnya sampai telinga orang yang
mendengarnya menjadi pekak. Kemudian, tampak bayangan berkelebat disusul dengan berkibarnya lengan pakaian
yang menderu-deru tertiup angin. Orang-orang yang ada di tempat itu jadi terkesiap,
serentak mereka memalingkan wajahnya.
Dalam waktu sekejap mata saja, di tempat Kim Yu dan Tan Ki berdiri telah melayang
turun seorang perempuan yang berpakaian kembang-kembang dan bergaun merah serta
seorang pemuda yang tampan. Mereka adalah si bekas budak keluarga Liu, Kiau Hun dan
anak angkat si Raja iblis Oey Ku Kiong.
Di bawah cahaya rembulan, tampaknya kedua orang itu sudah meneguk arak secara
berlebihan. Pipi mereka beron Seruling Samber Nyawa 4 Bukit Pemakan Manusia 8
^