Dendam Iblis Seribu Wajah 12

Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 12


a merah dan tubuh mereka agak sempoyongan. Namun hal
itu justru menambah kecantikan Kiau Hun serta ketampanan Oey Ku Kiong.
Melihat adanya Tan Ki di tempat itu, tampaknya Kiau Hun benar-benar merasa di luar
dugaan, untuk sesaat dia sampai tertegun. Matanya yang indah menyorotkan
kebimbangan. Dia memperhatikan Tan Ki dari atas kepala sampai ke ujung kaki. Diamdiam
hatinya berpikir. "Alisnya menyorotkan sinar terang, sudut matanya menandakan gejolak asmara yang
telah reda. Hal ini membuktikan bahwa dia sudah kehilangan keperjakaannya, tetapi
mengapa dia bisa berdiri di tempat ini dalam keadaan sehat wal"afiat seperti orang lainnya.
Apakah sebotol racun yang diberikan Oey Ku Kiong kepadaku telah kehilangan
khasiatnya?" Meskipun hatinya merasa terkejut dan curiga, dari luar dia berlagak tenang. Perlahanlahan
dia melangkahkan kakinya ke depan untuk menghampiri Tan Ki.
"Malam ini kau menjadi pengantin laki-laki, seharusnya menemani pengantin wanita
serta bergembira semalam suntuk. Mengapa bukannya berdiam di kamar, malah datang ke
tempat ini?" Mendengar sindirannya yattg halus, wajah Tan Ki jadi merah padam. Dia tidak ingin
menceritakan masalah Mei Ling yang kesalahan minum teh beracun, tetapi untuk sesaat
dia juga tidak mendapat jawaban yang tepat, Oleh karena itu dia hanya tersenyum simpul
dan tidak memberikan sahutan. Kiau Hun memalingkan wajahnya menatap Kim Yu sekilas, kemudian dia menoleh
kembali ke arah Tan Ki. "Apakah kalian baru berkelahi?"
Tan Ki menunjuk ke arah rombongan Kim
"Orang-orang ini menyelinap ke dalam gedung keluarga Liu, gerak-geriknya sungguh
mencurigakan. Kim Yu tersenyum lembut. Dia segera menukas perkataan Tan Ki, "Hente sekalian
hanya ingin menumpang minum arak barang beberapa cawan. Karena tidak ingin
mengejutkan, maka masuk secara diam-diam. Masa begitu saja salah?"
Tan Ki memperdengarkan suara tawa yang dingin.
"Sekarang baru mengucapkan kata-kata yang rendah, apakah tidak merasa sudah agak
terlambat?" Kiau Hun maju beberapa langkah, dia menarik tangan Tan Ki dan menasehati dengan
suara lembut. "Sudahlah, biar bagaimana orang toh berniat baik. Tentu tidak boleh menyuruh orang
pulang begitu saja. Lagipula malam ini adalah malam pernikahanmu, seharusnya tidak
boleh berkelahi dan menimbulkan urusan yang mengalirkan darah atau melukai orang. Hal
itu bukan saja dapat merusak suasana yang gembira, malah dapat menimbulkan perasaan
tidak enak di hati orang lain?"
"Orang-orang ini merupakan anggota dari Pek Kut Kau dari wilayah barat, biar
bagaimana mereka tidak dapat dilepaskan begitu saja!"
Sepasang alis Kiau Hun langsung mengerut-ngerut. Tiba-tiba saja terselip hawa pembunuhan
di dalam hatinya. "Bagaimana kau bisa tahu?" tanyanya curiga.
Tan Ki mengangkat bahunya dengan santai.
"Pokoknya aku tahu, kau tidak perlu menyelidiki dari mana aku mendapatkan inforl"masi
ini." sahutnya acuh tak acuh. Kiau Hun dapat mendengar nada suaranya yang dingin dan kaku. Wajahnya juga
menampilkan ketidakperduliannya. Namun dia hanya tersenyum simpul, tampaknya
seakan tidak mengambil hati atas sikap Tan Ki. Perlahan-lahan dia membalikkan tubuhnya
dan berjalan ke arah kamar tamu yang ada di sebelah timur.
Oey Ku Kiong segera melangkahkan kakinya mengikuti dari belakang. Angin malam
bertiup semilir, pakaian Kiau Hun sampai berkibar-kibar dibuatnya. Rambutnya yang
panjang beterbangan. Tampak mimik wajahnya sangat aneh, seperti orang yang ingin
tertawa tetapi tidak bisa. Kadang-kadang bibirnya tersenyum sendiri.
Padahal saat itu dia merasa darah panas dalam tubuhnya sedang bergejolak, hatinya
merasa pedih sekali. Dia juga merasakan penderitaan yang tidak terkirakan. Seakan
seluruh manusia di dunia ini berada dalam jarak yang jauh sekali dengan dirinya. Dunia
yang luas ini tidak ada seorang pun yang memaklumi isi hatinya. Sedangkan perasaannya
demikian hampa dan sunyi. Dia mempunyai perasaan bahwa seluruh manusia di dunia ini mencampakkannya.
Sedangkan perasaan ini semakin berat bagi orang yang merasa pesimis dan rendah diri.
Perlu diketahui bahwa watak gadis ini sangat picik, jiwanya sempit. Dia selalu
menganggap bahwa semua orang yang mengenalnya selalu menghina riwayat hidupnya.
Tentu saja dirinya tidak dapat dibandingkan dengan Mei Ling yang merupakan putri satusatunya
dari Bu Ti Sin-kiam yang terkenal dan kaya raya. Gadis itu selalu mendapat
sambutan yang baik dan dipuja orang di mana-mana. Oleh karena itu, dia rela
mengorbankan kecantikan wajahnya dan keindahan tubuhnya untuk merayu Tocu dari Bu
Sin To di Lam Hay, sehingga dalam beberapa hari yang singkat, dari seorang budak dia
diangkat menjadi selir kesayangan dan bahkan diajarkan berbagai ilmu yang sakti.
Dengan kesuciannya, dia menukar sebuah nama kosong. Walaupun demikian, Kiau Hun
menganggap semua itu dapat mengangkat derajatnya sendiri sehingga tidak dipandang
hina lagi oleh orang-orang yang mengenalnya. Bahkan kalau bisa dia ingin mereka semua
bertekuk lutut di bawah kakinya. Walaupun pengaruhnya tidak demikian besar, tetapi setidaknya hati Kiau Hun sendiri
sudah agak terhibur-dapat tampil di depan umum dalam keadaan seperti sekarang ini.
Namun begitu melihat sikap Tan Ki yang acuh tak acuh dan sinar matanya yang dingin,
hatinya bagai ditusuk ribuan jarum. Perasaannya begitu sedih dan penderitaannya tak
terkatakan lagi. Rupanya Tan Ki tetap menganggap dirinya sebagai budak seperti sebelumnya. Itulah
sebabnya dia memperlakukan dirinya dengan dingin dan pembicaraannya pun menusuk.
Tentu saja semua ini hanya anggapan Kiau Hun sendiri karena pengaruh jiwanya yang
sempit dan pikirannya yang picik. Hal ini malah membuat khayalannya yang indah menjadi
kandas. Rasa cintanya berubah menjadi benci. Dia merasa dendam sekali kepada Tan Ki!
Setelah berjalan beberapa saat, tiba-tiba dia tertawa dingin. Langkah kakinya pun
dihentikan lalu menolehkan kepalanya dan berkata dengan lembut, "Ku Kiong?"
Oey Ku Kiong sendiri entah sedang memikirkan apa, mendengar panggilannya yang
tiba-tiba, dia bagai tersentak dari lamunan.
Mulutnya mengeluarkan seruan terkejut dan kemudian bertanya, "Apakah Nona
memanggil aku?" Kiau Hun tersenyum lembut. "Setelah kita bertemu di Pek Hun Ceng, kau langsungjatuh cinta kepadaku tanpa
memperdulikan keadaanku yang sudah kotor ini. Meskipun kau hanya bertepuk sebelah
tangan dan mencari kesulitan bagi dirimu sendiri, tetapi dalam beberapa hari ini aku juga
telah merenunginya bolak-balik. Antara engkau dan aku, seharusnya tidak boleh begini
terus?" Perlahan-lahan dia menarik nafas panjang kemudian melanjutkan kembali. "aku
maklum sekali pendirianmu sebagai seorang laki-laki. Dari luar tampaknya sekeras baja,
namun hatimu lembut seperti kapas. Baik kedudukan maupun ilmu silat tidak kalah
dengan lainnya. Tetapi terhadap urusan cinta, kau malah merasa lebih penting dari hal
lainnya. Meskipun kesulitan apa yang akan kau hadapi, tetapi kau tetap maju terus dan
pantang menyerah?" Bibir Oey Ku Kiong tampak bergerak-gerak, dia seperti ingin mengatakan sesuatu,
tetapi Kiau Hun sudah lebih dulu maju selangkah dan mengulurkan tangannya yang indah
serta berjari lembut dan menutup mulutnya perlahan-lahan. Kepalanya digeleng-gelengkan
sambil tersenyum. "Sebetulnya kau adalah seorang pemuda yang bermasa depan cerah, tetapi ternyata
malah mencintai sekuntum bunga yang layu seperti diriku. Meskipun di luarnya aku tidak
berani mengatakan apa-apa, namun dalam hati kecil ini sebetulnya merasa terharu dan
gem-bira, sayangnya?" Pikirannya seperti mengingat sesuatu yang sedih dan sulit sekali. Belum lagi ucapannya
selesai, air matanya sudah mengalir turun membasahi pipi. Sepasang tangannya terkulai
ke bawah, kepalanya menunduk dalam-dalam. Tampangnya seperti orang yang menderita
sekali. Oey Ku Kiong melihat tampangnya yang sayu justru sangat menawan. Dia merasa ada
segulung hawa panas yang mengalir dalam darahnya dan jiwa gagahnya pun terbangkit.
Dia menepuk bahu Kiau Hun dengan lembut.
"Seandainya Nona mempunyai kesulitan apa-apa. Jangan ragu, katakan saja. Harap aku
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalahmu itu."
Bibir Kiau Hun menyunggingkan senyuman meskipun pipinya masih dibasahi oleh air
mata. "Siapa diriku dan bagaimana pribadiku, apakah kau sudah menyelidikinya dengan jelas?"
Hati Oey Ku Kiong tercekat mendengar pertanyaannya. Diam-diam dia berpikir.
"Aku mengejarnya selama beberapa hari berturut-turut. Terus menerus aku
memperhatikan gerak-geriknya. Walaupun aku tidak berani mengatakan bahwa cara yang
kutempuh sudah termasuk luar biasa, tetapi setidaknya aku sudah berhati-hati sekali.
Namun jejakku tetap ketahuan olehnya. Hal ini membuktikan bahwa perempuan ini sangat
peka perasaannya, akalnya banyak dan ambisius sekali, tampaknya bukan orang yang
dapat dipandang ringan?" Pikirannya masih tergerak, tetapi dia merasa tidak sepantasnya mengelabui perempuan
yang ia cintai, oleh karena itu dia segera menjawab, "Kau adalah selir yang baru diangkat
oleh Tocu Bu Sin To di Lam Hay. Saat ini kau ditugaskan menyelidiki keadaan di
Tionggoan" kasarnya, kau dijadikan mata-mata oleh kelompok pemberontak dari Samudera
luar." Kiau Hun tersenyum manis. "Apakah kau tidak menganggap bahwa diriku ini sangat
hina dan rendah karena menjual bangsaku sendiri?" Oey Ku Kiong tertawa gagah.
"Pandangan setiap pendekar maupun orang gagah selalu berlainan. Masing-masing
mempunyai pendapat sendiri dalam menilai sesuatu hal. Meskipun kau tidak
mengorbankan kecantikan wajah serta keindahan tubuhmu, melainkan melakukan hal
lainnya yang lebih mengejutkan, pandanganku terhadap dirimu tetap tinggi dan rasa
hormat dalam hati ini tidak berkurang sedikitpun."
"Kalau begitu kau pasti menurut apapun yang aku katakan."
Wajah Oey Ku Kiong berubah menjadi serius.
"Tentu saja!" sahutnya penuh hormat.
Sejak semula dia sudah terjatuh oleh senyuman Kiau Hun yang manis. Begitu
mendengar ucapannya, dia juga tidak berpikir panjang lagi, jawabannya yang diberikan
juga begitu cepat. Sepasang mata Kiau Hun yang indah mengerling ke sana ke mari. Kemudian dia
mendekati telinga Oey Ku Kiong serta membisikkan beberapa patah kata, kemudian
mulutnya tertawa lebar. "Kalau urusannya sudah selesai, aku akan menunggumu di taman bunga belakang rumah."
kata perempuan itu selanjutnya. Tangannya melambai perlahan, seakan mengucapkan selamat tinggal kepada anak
muda itu. Setelah itu dia membalikkan tubuhnya dan melesat ke depan. Gerakannya bagai
sambaran kilat. Hanya dalam beberapa kali loncatan saja, dia sudah menghilang dalam
kegelapan. Oey Ku Kiong menunggu sampai bayangan Kiau Hun tidak terlihat lagi, baru
mengerahkan ginkangnya yang tertinggi dan melesat bagai terbang ke arah semula. Tidak
beberapa lama kemudian, telinganya menangkap suara bentakan yang lantang. Begitu
kerasnya sehingga berkumandang ke mana-mana.
Dia melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi besar sedang merapat ke arah Tan Ki.
Tangannya menggenggam sebuah tabung yang panjangnya kurang lebih dua mistar dan
besarnya seperti pangkal lengan. Ketika dia menerjang sampai ke tempat itu, laki-laki
tinggi besar tersebut sudah mendekat ke samping Tan Ki dalam jarak kurang lebih tiga
depaan. Kemudian orang itu menghentikan langkah kakinya. Tabung emas di tangannya
digerak-gerakkan lalu dengan posisi menahan di depan dada, dia mendorongya ke depan.
Sejak tadi Tan Ki sudah mengerahkan hawa murninya bersiap-siap. Dia sudah melihat
bahwa tabung emas yang ada di tangan lawannya sangat aneh. Oleh karena itu dia tidak
ingin menempuh bahaya begitu saja, tampak sepasang bahunya bergerak. Dia bergeser ke
samping sejauh lima depa. Cara mendorong tabung emas yang dilakukan laki-laki tinggi besar itu tidak terlihat
kecepatan yang menakutkan.. Ketika tubuh Tan Ki menggeser dari tempatnya semula,
perlahan-lahan dia juga menarik kembali tabung emasnya. Tampaknya gerakan tadi hanya
tipuan saja. Sepasang alis Tan Ki terjungkit ke atas. Tanpa menunda waktu dia segera mengulurkan
tangannya melancarkan sebuah pukulan. Serangkum angin yang kencang langsung
menerpa ke depan. Dia sudah pernah melukai beberapa orang sekaligus dalam waktu yang singkat. Hal ini
malah membuat rasa terkejut di hati lawannya jadi berlipat ganda. Tiba-tiba lelaki itu
menggeser langkah kakinya ke kanan dua tindak. Setelah berhasil menghindari, serangan
pukulan Tan Ki, dia langsung bergerak maju merapat lagi ke dekat anak muda itu.
Gerakannya kali ini cepat sekali. Sungguh berbeda dengan gerakan yang sebelumnya.
Tampak tubuh laki-laki tinggi besar itu memutar kemudian melangkah lagi ke kiri dua
tindak. Tabung emasnya diangkat ke atas lalu diulurkan ke depan. Saat itu juga terlihat
gumpalan asap berwarna kehitaman meluncur keluar!
Tan Ki memang sudah mengadakan persiapan, begitu melihat ada yang tidak wajar, dia
langsung mencelat ke udara. Luncuran asap itu tampaknya mempunyai kedahsyatan yang
tidak dapat dipandang ringan. Baru saja tubuh Tan Ki mencelat ke atas, tempat di mana
dia berdiri tadi sudah dihempas oleh gulungan asap berwarna kehitaman itu.
Laki-laki bertubuh tinggi besar itu melihat bahwa asap dari tabung emasnya hanya
melesat lewat di bawah telapak kaki lawannya dan belum berhasil mencapai sasaran.
Cepat-cepat dia menarik kembali tabung emasnya. Tangan kirinya menekan bagian bawah
tabung tersebut dan diarahkan pada tubuh Tan Ki yang sedang melayang di udara.
Sinar rembulan saat itu, merupakan detik-detik paling gelap sebelum fajar menyingsing.
Tetapi Oey Ku Kiong bukan tokoh sembarangan. Dia tidak pernah mendapat kesulitan
untuk melihat benda-benda di tempat yang gelap. Begitu dia menajamkan pandangan
matanya, dia melihat belasan guratan panjang berwarna putih bagai benang-benang yang
halus dengan kecepatan kilat meluncur ke arah Tan Ki. Gerakannya begitu cepat, bahkan
melebihi jenis senjata rahasia lainnya. Lagipula daya capainya yang dapat menjangkau
sampai sejauh itu, juga bukan hal yang dapat dilakukan, jenis senjata rahasia yang lain.
Hati Oey Ku Kiong jadi tercekat melihatnya. Diam-diam dia berpikir.
"Senjata rahasia itu kecil dan halus. Sudah pasti sejenis jarum beracun. Tetapi kekuatan
maupun jangkauanya malah berlipat ganda dari tenaga yang terpancar dari tangan yang
menyambitkannya sendiri. Ayah angkatku dijuluki sebagai raja senjata rahasia, tetapi tampaknya
kekuatannya masih kalah kalau dibandingkan dengan tabung emas di tangan
orang ini." Tan Ki sendiri sudah melihat laki-laki ting-gi besar itu baru menggerakkan sedikit
tabung emasnya langsung ada belasan carik sinar putih yang halus meluncur ke arahnya.
Dalam jarak kurang dari satu depa saja, cahaya itu sudah memencar ke mana-mana
sehingga sulit lagi ditangkap pandangan mata. Oleh karena itu, dia segera menghimpun
hawa murninya, dan melesat lebih tinggi lagi kurang lebih satu depa.
Dia tidak bisa menafsir-nafsir apakah jaraknya sekarang sudah cukup atau belum untuk
menghindari luncuran senjata rahasia tersebut. Secepat kilat sepasang lengannya direntangkan
dan langsung berjungkir balik lagi dua kali di udara lalu melayang turun pada
jarak kurang lebih lima depaan dari tempatnya semula.
Gerakan ginkang yang dipamerkannya, yakni sudah mencelat ke udara terus melesat
sekali lagi, bahkan dapat berjungkir balik dua kali di udara tanpa melayang turun terlebih
dahulu di atas tanah, benar-benar pemandangan langka di dunia Kangouw. Orang yang
dapat. melakukannya juga mungkin dapat dihitung oleh jari. Oey Ku Kiong dan Kim Yu
yang meenyaksikannya sampai termangu-ma-ngu, tanpa dapat ditahan lagi hati mereka
merasa terkejut sekaligus kagum. Begitu matanya memandang, dia melihat gumpalan
asap itu hanya meluncur sejauh satu depaan lebih kemudian berhenti menggantung di
udara. Meskipun asap itu tampak membuyar namun reaksinya demikian lambat seperti gas
udara dalam gelembung karet yang bocornya hanya seujung jarum saja serta memerlukan
waktu yang lama sampai habis sama sekali. Bahkan asap yang membuyar itu sedemikian
tipisnya sampai sulit ditangkap pandangan mata. Meskipun Tan Ki berusaha mengawasi
dengan seksama. Tetapi tetap saja tampak bagai kabut yang menggumpal di atas ilalang.
Melihat serangannya yang dua kali berturut-turut mengalami kegagalan, laki-laki
bertubuh tinggi besar itu agak terpana jadinya. Ia malah tidak percaya terhadap
kenyataan yang terpampang di hadapannya. Namun sesaat kemudian tubuhnya mencelat
ke atas dan tangannya menggerakkan tabung emas tersebut dan menerjang ke tempat
Tan Ki berdiri. Tan Ki tidak ingin memberi kesempatan lagi kepada laki-laki tinggi besar itu untuk
meluncurkan senjata rahasianya. Tenaga dalamnya dikerahkan dan di saat tubuh laki-laki
itu mencelat ke udara, dia juga membentak dengan suara keras kemudian melancarkan
sebuah pukulan. Serangannya kali ini menggunakan segenap kekuatannya. Angin yang terpancar dari
pukulannya kencang sekali bagai gelombang badai yang menerpa ke depan. Tubuh lakilaki
itu masih mencelat di tengah udara, tak ada lagi kesempatan baginya untuk
menghindarkan diri dari serangan Tan Ki. Tiba-tiba dia merasa dadanya bergetar dan
terdorong oleh tenaga dalam Tan Ki yang besar. Tahu-tahu tubuhnya sudah terpental ke
belakang dan patuh di atas tanah pada jarak kurang lebih tujuh depaan.
Serangan yang dihantamkan ke udara menimbulkan getaran sampai sejauh satu depa
setengah. Orang-orang lainnya yang ada di sekitar tempat itu sampai ikut merasakan
hempasan tenaga dalam tersebut. Tidak satu-pun dari mereka yang hadir ditempat
tersebut tidak menjadi terkejut melihat kehebatan tenaga dalam Tan Ki.
Sepasang alis Kim Yu tampak mengerut. Tiba-tiba dia mengangkat tangannya ke
bagian atas kepala dan melambai sebanyak dua Kali. Gerakan ini merupakan sandi dalam
perkumpulan Pek Kut Kau. Orang luar tentu saja tidak mengerti.
Laki-laki tinggi besar yang baru saja terhantam pukulan Tan Ki langsung memuntah-kan


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segumpal darah segar. Tampak dia masih berusaha bangkit tetapi tenaganya sudah
hilang. Setelah mendengus satu kali, tubuhnya terhempas lagi ke atas tanah. Dia
memaksa dirinya mengangkat tabung emas yang terdapat di tangan kanan dan di arah
kepada Tan Ki. Dua titik bayangan seperti bola kecil yang berwarna biru meluncur ke
depan, sasarannya sudah pasti anak muda tersebut.
Wajah Tan Ki berubah menjadi agak gusar. Dia memperdengarkan suara tawa yang
dingin. Tenaga dalam sebanyak tujuh bagian sudah dikerahkan pada sepasang telapak tangannya
dan sudah siap dihantamkan ke depan.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan Oey Ku Kiong yang nyaring. "Tan Heng, hati-hati!"
Pergelangan tangannya terulur dan mengibas ke depan. Dua butir bola baja langsung
melayang keluar. Tepat ketika suara teriakannya sirap, bola baja yang disambitkannya
dengan telak menghantam dua titik warna biru yang dikerahkan oleh laki-laki bertubuh
tinggi besar itu. Oey Ku Kiong adalah putra angkat dari ahli senjata rahasia Oey Kang. Sejak kecil dia
sudah mendapat latihan yang keras, dengan demikian baik penglihatan maupun
pendengarannya peka sekali. Keahliannya dalam bidang ilmu senjata rahasia sudah pasti
lebih tinggi dari orang lain. Dua buah bola baja yang disambitkannya mengandung tenaga
yang kuat serta kecepatan yang sulit ditandingi.
Terdengar suara beradunya kedua senjata rahasia yang disusul dengan deraian seperti
kaca pecah. Dalam waktu sekejapan mata saja, tampak api berkobar-kobar, asap
memenuhi angkasa, bahkan berpengaruh sampai jarak dua depaan.
Meskipun sekeliling tembok ini ditumbuhi rumput-rumput yang lebat, tetapi tampaknya
daya bakar benda berwarna biru yang diluncurkan oleh laki-laki tadi sangat hebat. Begitu
meledak dan terjatuh ke atas tanah, baik batu-batuan maupun rumput semuanya terbakar
dan api pun menyala besar. Melihat keadaan itu hati Tan Ki tercekat bukan main. Diam-diam dia mengeluh dalam
hati. "Kalau aku tadi menghantamnya dengan pukulan, benda berwarna biru itu pasti
meledak dan memercik ke tubuhku. Bukankah aku bisa menjadi daging panggang
dibuatnya?" Tanpa terasa dia melirik ke arah Oey Ku Kiong dengan pandangan berterima kasih.
Anak muda itu menganggukkan kepalanya sedikit. Bibirnya tersenyum tipis. Hatinya justru
mempunyai pemikiran yang lain"
"Sejak semula aku sudah menanamkan kesan baik pada dirinya. Kalau aku mengikuti
petunjuk yang diberikan oleh Cen Kouwnio dan membantunya satu dua orang, tentu aku
akan mendapat kepercayaan lebih besar lagi darinya. Beberapa hari lagi akan diadakan
pertemuan besar Bulim Tay Hwe. Pada saat itu dia pasti akan berpihak kepadaku dan
mengatakan hal-hal yang baik tentang diriku. Dengan demikian aku boleh memberanikan
diri maju ke depan ikut merebut kedudukan Bulim Bengcu. Tentu tidak ada orang lagi
yang mencurigai siapa diriku ini?"
Begitu pikirannya tergerak, dia segera mengeluarkan suara raungan yang keras. Kakinya
dengan kecepatan kilat maju dua langkah dan merapat ke salah seorang laki-laki
bertubuh tinggi besar yang masih berdiri di sudut sejak tadi. Dengan jurus Tiga Sorotan
Matahari Menembus Pintu, ketiga jari tangannya yang tengah langsung menyerang tiga
bagian urat darah penting di tubuh laki-laki tersebut. Serangannya belum lagi sampai, tiga
gulung angin yang terbit dari ketiga jari tangannya sudah menerpa datang. Laki-laki itu
segera menggeser langkah kakinya sambil memiringkan tubuhnya sedikit. Tangan kirinya
segera terulur keluar dan mendorong siku Oey Ku Kiong yang terus meluncur ke depan.
Oey Ku Kiong memperdengarkan suara tawa yang dingin.
"Sambutlah sebuah serangan lagi!" bentaknya nyaring.
Sepasang lengannya terjulur ke depan dan dua buah pukulan yang terbagi dari atas
dan bawah langsung dihantamkan ke arah lawannya.
Serangannya yang berturut-turut ini mengandung kecepatan yang sulit diuraikan
dengan kata-kata. Laksana kuda pilihan yang dipecut keras-keras. Saking terdesaknya,
laki-laki tinggi besar itu terpaksa menyelamatkan dirinya terlebih dahulu. Kakinya
menggeser ke samping dua langkah lalu menerobos keluar untuk menghindarkan
serangan Oey Ku Kiong. Melihat serangannya dua kali berturut-turut dapat dihindarkan oleh laki-laki tinggi besar
itu, Oey Ku Kiong menjadi kesal dan marah. Mulutnya sekali lagi mengeluarkan raungan.
Tubuhnya kembali menerjang ke depan, tangannya menjulur keluar serta mengirimkan
sebuah serangan. Ilmu silatnya sangat tinggi, gerakannya cepat bagai kilat. Meskipun jurus yang
dikerahkan biasa-biasa saja, namun serangannya sangat keji serta menimbulkan suara
suitan angin di udara yang menggetarkan hati orang yang mendengarnya.
Laki-laki tinggi besar itu menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa beberapa
orang rekannya berturut-turut terluka di tangan Tan Ki. Belum lagi tiba gilirannya
bergebrak dengan anak muda itu, hatinya sudah rada ngeri. Ketika Oey Ku Kiong ikut
terjun ke ajang pertarungan, gerakan yang dilakukannya bahkan tidak kalah gesit.
Serangannya juga gencar sekali. Hatinya semakin kalang kabut. Baru saja dia bermaksud
menghindarkan diri, tahu-tahu dia melihat pergelangan tangan Oey Ku Kiong memutar
dan pergelangan tangannya sudah tercekal.
Jurus yang dimainkannya ini bukan saja mengandung perubahan yang tidak terduga,
kecepatannya juga mengejutkan. Pikiran laki-laki itu sedang kacau, sehingga reaksinya
jadi lambat. Gerakan kaki tangannya jadi kaku dan tidak sepeka biasanya. Tiba-tiba
pergelangan tangannya terasa seperti kesemutan dan seluruh tenaga dalamnya pun ikut
lenyap seketika. Begitu serangannya mendapat hasil, dalam waktu yang bersamaan, Oey Ku Kiong
segera mengirimkan sebuah tendangan ke paha kapan laki-laki itu.
Terdengarlah suara dengusan yang berat. Tendangan berhasil mencapai sasaran.
Secara berturut-turut laki-laki bertubuh tinggi besar itu tersurut mundur sejauh lima
langkah. Dalam hati dia bermaksud mempertahankan diri sebisanya, namun sepasang
bahunya terus bergoyang seperti tidak bersedia mengikuti kemauan hatinya. Tanpa dapat
dipertahankan lagi, tubuhnya terkulai di atas tanah.
Melihat keadaan itu, sepasang alis Kim Yu terus mengerut-ngerut. Diam-diam dia
berpikir: "Gerakan orang ini cepat sekali?"
Perlahan-lahan dia maju ke depan dua langkah. Tubuhnya membungkuk dan menjura
dalam-dalam kepada Oey Ku Kiong. "Ilmu Saudara sungguh mengejutkan. Orang she Kim ini tidak tahu diri ingin menjajal
barang dua tiga jurus." Dia tidak menunggu jawaban Oey Ku Kiong lagi. Dengan menimbulkan angin yang
kencang, sebuah pukulan sudah dilancarkan ke depan.
Biar bagaimana Kim Yu adalah seorang manusia yang sudah banyak pengalamannya.
Hatinya penuh pertimbangan. Dia langsung dapat melihat bahwa ikut campurnya Oey Ku
Kiong sangat merugikan kedudukannya sekarang ini. Apabila ia membiarkan sisa anggota
Tujuh Serigala terjun ke tengah arena, akibatnya hanya mengorbankan bawahannya
secara sia-sia. Pertarungan yang berlangsung di tempat ini sudah memakan waktu cukup
lama, hal ini tidak menjamin kalau angkatan yang lebih tua tidak bisa muncul secara tibatiba
untuk melihat apa yang telah terjadi. Saat itu, apabila mereka ingin meloloskan diri,
tentu kesempatannya lebih kecil lagi.
Begitu pikirannya tergerak, dia segera mengambil keputusan tentang apa yang harus
diperbuatnya. Mendadak lengannya terulur ke depan dan langsung melancarkan sebuah
serangan ke arah lawannya. Oey Ku Kiong dapat merasa bahwa serangan yang dilancarkannya mengandung
kekuatan yang dahsyat sekali. Untuk sesaat dia tidak berani menyambut dengan
kekerasan. Sepasang bahunya tampak bergerak. Tubuhnya mencelat mundur sejauh tiga
langkah, laksana segumpal awan di angkasa yang bergerak cepat dan sulit ditangkap
penglihatan. Biar baru bergebrak satu jurus saja, namun dalam hati masing-masing sudah
mempunyai penilaian sendiri terhadap ilmu kepandaian lawannya. Terdengar suara
bentakan nyaring dari mulut Kim Yu, disusul dengan jurus Naga Sakti Muncul dari Dalam
Air, tubuhnya langsung menerjang ke depan.
Telapak kaki Oey Ku Kiong meluncur sedikit ke depan kemudian menggeser ke samping.
Dengan gerakan indah dia menghindarkan diri lalu membalas serangan Kim Yu
dengan jurus Menunjuk Langit, Mengibas Bumi.
Tangan kiri Kim Yu pun mengganti gerakannya dengan jurus Menerobos Awan. Dengan
cara keras melawan keras dia menyambut serangan Oey Ku Kiong yang ganas.
Tampaknya dia ingin menyudahi pertarungan ini secepatnya. Wajahnya mendongak ke
langit dan mulutnya mengeluarkan suara siulan panjang Tubuhnya mendesak ke depan
dan siap mengadu pukulan dengan Oey Ku Kiong. Tiba-tiba terdengar suara tawa panjang
yang memecahkan keheningan berkumandang dari kejauhan. Begitu menyusup ke dalam
gendang telinga, hati orang yang mendengarnya langsung tergetar.
Saat itu juga, keduanya terkejut bukan main. Dari suara tawanya yang panjang dan
melengking tinggi memecahkan keheningan serta menyusup dari kejauhan, mereka sudah
dapat menduga bahwa orang yang datang ini mempunyai ilmu silat serta tenaga dalam
yang mengejutkan. Tanpa bersepakat lagi, keduanya menarik kembali serangan masingmasing!
lalu mencelat ke samping. Keduanya tidak dapat mengira-ngira apakah orang yang datang ini kawan atau lawan.
Dengan gugup mereka menolehkan kepalanya. Tepat pada saat itu juga, mata keduanya
bagai berkunang-kunang. Dua sosok bayangan bagai kilat cepatnya melayang dari
angkasa. Gerakan mereka begitu cepat namun juga begitu ringan. Ketika melayang turun
di tanah tidak menimbulkan suara sedikitpun.
Tan Ki langsung tercekat hatinya ketika memandang ke arah yang sama. Dalam waktu
yang singkat, wajahnya telah berubah beberapa kali. Kedua orang ini sama sekali tidak
asing baginya. Siapa lagi kalau bukan Pangcu dari Ti Ciang Pang, Lok Hong beserta
cucunya Lok Ing. Seluruh ilmu silat Tan Ki, kecuali yang baru-baru ini berhasil diselami, yakni Tian Si
Sam-sut dan Te Sa Jit-sut, adalah hasil curian milik leluhur Ti Ciang Pang. Oleh karena itu,
begitu dia melihat kedua orang ini, perasaan hatinya jadi berubah-ubah. Bagai seorang
maling kecil yang takut perbuatannya diketahui oleh si pemilik barang. Hatinya menjadi
ciut. Bahkan sikapnya yang gagah serta angkuh sebelumnya langsung ikut lenyap entah ke
mana. Tampak tubuh Lok Ing mencelat ke udara kemudian melayang turun dalam jarak
kurang lebih dua depa dari hadapan Tan Ki. Mulutnya merekah serta menyungging seulas
senyuman. "Bukankah malam ini kau menjadi pengantin?"
"Kalau benar, memangnya kenapa?"
Lok Ing menarik nafas panjang-panjang. Dia seakan sedang menahan gejolak perasaan
dalam hatinya. Di wajahnya malah sering terlintas senyum yang belum pernah terlihat
sebelumnya, seperti secara tidak langsung menyiratkan perasaan hatinya kepada Tan Ki.
Tetapi senyuman ini hanya terlihat sekejap saja, tiba-tiba wajahnya menjadi cemberut
kembali. Dengan ketus dia bertanya, "Mengapa kau tidak memberitahukan kepadaku
terlebih dahulu, tahu-tahu sudah mengambil seorang isteri?"
Terhadap pertanyaan yang lucu dan tidak memakai aturan mi, Tan Ki yang
mendengarnya sampai melongo. Dia merasa pertanyaan itu benar-benar di luar dugaan.
"Pernikahan ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirimu, mengapa aku harus melapor
dulu kepadamu?" Lok Ing langsung terpana. Diam-diam dia berpikir dalam hatinya: "Benar juga,
memangnya siapa aku ini, mengapa dia harus memberitahukannya lebih dahulu
kepadaku?" Begitu pikirannya tergerak, otomatis matanya jadi membelalak dan mulutnya terbuka
lebar. Untuk sesaat dia sampai tidak bisa mengatakan apa-apa. Tetapi pada dasarnya dia
memang seorang gadis yang angkuh dan tinggi hati. Lagipula wataknya mau menang
sendiri dan tidak pernah memakai tata krama. Meskipun dia tahu dirinya sendiri yang
bersalah tetapi dia tetap merasa tidak puas. Setelah merenung sekian lama, otaknya tetap
saja tidak mau bekerja sama mencetuskan bahan debatan, dari malu akhirnya dia menjadi
marah. Setelah mendengus satu kali, sepasang tangannya langsung terjulur ke depan dan
secara berturut-turut menempeleng pipi Tan Ki sebanyak dua kali.
Dalam keadaan marah besar, turun tangannya juga sangat berat. Tubuh Tan Ki sampai
limbung serta berputaran satu kali baru akhirnya berdiri tegak kembali. Kedua belah
pipinya langsung menjadi merah dan membengkak.
Mata Tan Ki meliriknya dengan sorotan marah.
"Mengapa kau sembarang memukul orang?" bentaknya kesal.
"Memangnya kenapa kalau aku ingin memukulmu" Kalau kau masih merasa kurang,
aku bisa menambahnya beberapa kali lagi!"
Tan Ki merasa ada segulung hawa panas meluap ke atas kepala. Tiba-tiba kakinya
melangkah ke depan dan tahu-tahu dia sudah mencekal pergelangan tangan Lok Ing.
Jurus ini merupakan salah satu jurus dari ilmu Te Sa Jit-sut yang paling mengejutkan.
Bukan saja gerakannya misterius, kecepatannya pun tidak terduga-duga. Hal ini membuat
orang tidak sempat mengadakan persiapan sama sekali. Lok Ing hanya merasa
pergelangan tangannya tiba-tiba seperti dijepit oleh capitan besi, tubuhnya terasa
kesemutan dan tenaganya pun lenyap.
BAGIAN XXXI Serangan ini dilakukan dengan kecepatan kilat. Lok Hong terkejut setengah mati. Dia
membentak nyaring dan kakinya menerjang ke depan. Dengan jurus Rajawali Sakti
Mengepakkan Sayap dia langsung mengulurkan tangannya mencengkeram.
Ilmu silat orangtua ini sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali. Begitu tangannya
terulur untuk mencekal, meskipun dilancarkan dalam keadaan mendadak, namun
mengandung kekuatan yang dahsyat. Suara angin yang ditimbulkannya menderu-deru, di
angkasa. Serangannya belum sampai, terpaan anginnya sudah terasa.
Tan Ki menggeser kakinya dan tubuhnya memutar setengah lingkaran. Dia berhasil
menghindarkan diri dari serangan Lok Hong yang ganas. Namun lima jari tangan kirinya
tetap mencekal pergelangan tangan Lok Ing erat-erat.
Bagi Lok Ing yang pergelangan tangannya dicekal erat-erat, sebagian tubuhnya terasa
kesemutan. Dia tidak sanggup lagi mengerahkan tenaga untuk memberontak. Tanpa dapat
ditahan lagi, kakinya terseret, tubuhnya berputar lalu terjatuh ke dalam pelukan Tan Ki.
Ketika tubuhnya berputar untuk menghindari serangan Lok Hong, tangan kanan Tan Ki
sudah diangkat ke atas dan tenaga dalamnya sudah dihimpun. Baru saja dia bermaksud
menghantamkannya ke bawah, tiba-tiba dia melihat Lok Ing membuka matanya dan
menyorotkan sinar seakan menyesalkan. Bibirnya menyunggingkan senyuman yang tipis.
"Apakah kau ingin membunuh aku?"
Tan Ki jadi tertegun. Dia merasa suara gadis itu bagai genta yang berdentang nyaring
dan menusuk gendang telinganya. Tanpa dapat ditahan lagi jantungnya langsung
berdebar-debar. Diam-diam dia berpikir: "Antara aku dan dia tidak ada kaitan dendam
apapun, mengapa aku harus membunuhnya?"
Biar bagaimana, Tan Ki adalah seorang pemuda yang berotak cerdas. Begitu pikirannya
tergerak, dia merasa sikapnya sangat tidak pantas. Hawa pembunuhan yang tersirat di
wajahnya lenyap seketika. Perlahan-lahan dia menurunkan tangannya kembali dan membuyarkan
tenaga dalam yang telah dikerahkan sebelumnya.
Siapa kira watak Lok Ing justru angin-anginan. Dia memang senang mencela apapun
yang dilakukan oleh orang lain. Melihat kemarahan Tan Ki telah reda, bahkan menurunkan
kembali tangannya yang sudah diangkat ke atas, dia justru merasa tidak senang. Mulutnya
tertawa dingin dan hidungnya mendengus berat.
"Seorang laki-laki sejati berani berbuat berani bertanggung jawab. Kau menganggap
dirimu sendiri sebagai seorang laki-laki yang gagah, mengapa apa yang kau lakukan justru
ada awal tanpa akhirnya?" Kalau memang ingin membunuhku untuk melampiaskan
kebencianmu, seharusnya langsung memberikan sebuah kepuasan kepadaku. Dengan
demikian baru patut disebut sebagai seorang laki-laki yang gagah. Tidak seperti sikapmu
sekarang ini yang ragu-ragu dalam mengambil keputusan?"
Tan Ki tertawa dingin. Dia langsung menukas perkataan Lok Ing, "Laki-laki sejati ti-dak
berdebat dengan kaum perempuan. Aku juga malas melayanimu lagi!" pergelangan tangannya
dihentakkan, pergelangan tangan Lok Ing pun terlepas dari cekalannya. Tanpa
memperdulikan gadis itu lagi, dia langsung membalikkan tubuh dan melangkah pergi.
Lok Ing melihat tampangnya dingin dan angkuh. Bilang tidak ingin melayani dirinya, dia
benar-benar tidak memperdulikan sama sekali. Malah membalikkan tubuh dan pergi begitu
saja. Tiba-tiba dia merasa dadanya seperti ditinju oleh seseorang dengan keras. Tanpa
dapat ditahan lagi, kakinya menyurut mundur dua langkah. Seluruh tubuhnya bergetar
kemudian terkulai ke dalam pelukan Lok Hong.
"Ya" ya" bu" nuhlah dia?" katanya dengan suara lirih.
Suaranya juga gemetar, seakan beberapa patah kata itu diucapkan dengan seluruh kekuatan
yang terkandung dalam dirinya. Selesai bicara, orangnya pun jatuh tidak sadarkan
diri dalam pelukan Lok Hong. Hati orangtua itu menjadi perih melihat keadaan cucu kesayangannya. Rambutnya yang
sudah memutih sampai berdiri semua. Dia membentak dengan suara keras.
"Berhenti!" Pada saat itu, entah apa yang sedang dipikirkan oleh Tan Ki. Suara bentakan Lok Hong
yang menggelegar seakan tidak terdengar oleh telinganya. Dia tetap melangkahkan
kakinya ke depan dan tidak menoleh sekalipun.
Biar bagaimana, Lok Hong merupakan Pangcu Ti Ciang Pang generasi sekarang. Kedudukannya sangat tinggi, namanya sudah
menggemparkan dunia persilatan. Biasanya dia disegani oleh setiap orang.
Kewibawaannya membuat orang merasa sungkan. Mana pernah dia menerima penghinaan
seperti ini. Melihat sikap Tan Ki yang meneruskan langkahnya dengan membisu serta tidak
memperdulikan sama sekali, wajahnya langsung berubah hebat. Hawa amarah dalam
dadanya seperti hendak meledak. Tetapi bagaimanapun perasaan sayangnya kepada cucu
melebihi segalanya. Dia menarik nafas panjang-panjang kemudian berusaha menekan
hawa amarah dalam hatinya. "Anak manis, bagaimana keadaanmu?" tangannya segera meraba kening Lok Ing, suaranya
sangat lembut dan wajahnya menampilkan perasaannya yang khawatir dan cemas.
Oey Ku Kiong mengeluarkan sebuah botol berwarna hijau dari dalam saku pakaiannya.
Dia menuangkan dua butir pil berwarna merah putih dan berjalan menghampiri Lok Hong.


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wajahnya serius sekali. "Cucu Tuan mendapat pukulan bathin yang hebat, hawa murninya memenuhi hati.
Itulah sebabnya dia menjadi tidak sadarkan diri.
Obat Cayhe ini dapat menyegarkan pikiran dan membuyarkan hawa murni yang
mengendap. Setelah diminumkan kepadanya, pasti akan?"
Lok Hong mendengus dingin. "Minggir! Siapa yang tahu apa yang terpendam dalam hatimu, entah obat asli atau obat
palsu yang kau berikan kepadaku, memangnya baru pingsan atau luka seringan ini saja,
aku tidak bisa mengobati sendiri?" bentaknya ketus.
Oey Ku Kiong kali ini benar-benar kena batunya. Wajahnya langsung berubah hebat.
Tetapi sesaat kemudian, tampangnya sudah normal kembali seperti biasa. Tetapi dia
justru memaki-maki dalam hati. "Kalau bukan karena Cen Kouwnio yang memesankan berulang kali agar aku melayani
kalian baik-baik, sehingga rencananya dapat berhasil, mana sudi aku menerima
penghinaan dan bentakan seperti sekarang ini. Setelah urusan ini selesai, aku pasti akan
mengunjungi Ti Ciang Pang kalian dan meminta pelajaran barang beberapa jurus ilmu
kalian yang hebat itu!" Tetapi di luar bibirnya malah menyunggingkan senyuman dan menyurut mundur
kembali. Setelah mengundurkan diri, Lok Hong langsung menghimpun hawa murninya dan
sebelah tangannya terjulur ke depan dan menempel di punggung Lok Ing. Dia mendorong
hawa murni dalam tubuhnya dan menyalurkannya ke jantung Lok Ing agar hawa panas
yang mengendap dapat buyar. Kurang lebih sepeminum teh kemudian, baru terdengar Lok Ing menghembuskan nafas
panjang. Perlahan-lahan dia membuka matanya. Beberapa tetes air mata tiba-tiba
mengalir turun dari bulu matanya sebelah bawah. Pakaian Lok Hong di bagian dadanya
sampai basah oleh tetesan air mata tersebut.
Rambutnya indah beterbangan tertiup angin malam. Tampangnya sungguh menyayat
hati dan mengenaskan. Sepasang matanya mengerling, dia melihat bayangan punggung
Tan Ki yang kekar dan angkuh di kejauhan. Anak muda itu melangkah dengan cepat. Lok
Ing menudingkan jari tangannya, tetapi teng-gorokkannya bagai tercekat berbagai macam
benda sehingga sepatah katapun tidak terucap oleh bibirnya. Tampangnya bagai
memendam gejolak perasaan, mimik wajahnya seperti orang yang menderita sekali.
Lok Hong meletakkan cucu kesayangannya agar berdiri tegak. Dia berkata dengan
suara yang lembut. "Berdirilah di sini diam-diam, Yaya akan membawanya kembali."
Wajahnya mendongak lalu menarik nafas dalam-dalam. Dari dalam perutnya keluar
suara seperti suitan panjang, kumandangnya bagai menembus awan biru. Sepasang
tangannya merentang, bagai seekor rajawali sakti tubuhnya melesat ke udara. Ilmu
silatnya sudah mencapai tingkat kesempurnaan, hawa murninya tinggi sekali, dia dapat
menggerakkannya sesuai keinginan hati.
Begitu melonjak ke atas, kecepatannya tak perlu ditanyakan lagi. Dia mengerahkan
segenap kemampuannya, udara bagai tertembus. Pakaiannya sampai mengibar-ngibar
sehingga menimbulkan suara angin yang menderu-deru.
Ketika tubuhnya mencelat ke udara lalu melayang turun kembali. Dia mendarat tepat
menghadang di depan Tan Ki. Tangannya terulur dan mendorong ke depan.
"Kembali!" bentaknya lantang.
Serangkum tenaga yang dahsyat terpancar keluar dari dalam lengan bajunya. Kekuatan
itu meluncur ke arah dada Tan Ki yang sedang berlari dengan cepat.
Tan Ki merasa serangannya itu bagai gulungan ombak yang melanda ke arahnya. Tajamnya
bagai belahan kapak, kekuatannya dahsyat mengejutkan. Hatinya tercekat.
Dengan panik, dia mengempos hawa murni ke arah dada dan mendadak mencelat mundur
sejauh lima depa. Lok Hong mendengus dingin. "Gerakan yang bagus sekali!" kaki kirinya
terangkat ke atas lalu melakukan gerakan menyapu. Tubuh Tan Ki baru berhenti dengan
tegak. Melihat serangan itu, dia menarik tubuhnya ke belakang, namun tahu-tahu telapak
tangan Lok Hong sudah meluncur ke depan dan jaraknya hanya tinggal setengah depa
saja. Gerakannya begitu cepat dan mendesak ke depan, hal ini membuat Tan Ki tidak
mempunyai pilihan lain, kalau tidak ingin dadanya terhantam telak. Dia terpaksa
melancarkan telapak tangannya dan menyambut serangan Lok Hong dengan cara keras
lawan keras. Oleh karena itu, dia segera memutuskan untuk melakukan hal yang terakhir.
Telapak tangannya memutar dan meluncur ke depan menyambut datangnya serangan Lok
Hong. Dia merasa meskipun serangan itu sangat cepat tetapi tidak mengandung tenaga yang
kuat. Baru saja hatinya merasa heran, tiba-tiba dia merasa ada serangkum kekuatan yang
tidak berwujud tahu-tahu mendesak ke bagian perutnya!
Rupanya Lok Hong tidak mengerahkan tenaga dalamnya benar-benar ke arah telapak
tangan. Ketika kedua kekuatan beradu, barulah dia mengerahkan tenaga dalam
sepenuhnya dan melancarkannya secara diam-diam ke arah lawan. Lok Hong bermaksud
melukai anak muda itu dalam sekali gerak dan meringkusnya hidup-hidup ke hadapan
cucu kesayangannya untuk diberi hukuman yang pantas.
Termakan serangan yang dilancarkan secara diam-diam itu, tubuh Tan Ki langsung
tergetar. Tanpa dapat ditahan lagi kakinya menyurut mundur lima langkah. Tubuhnya
terhuyung-huyung dan kakinya tidak dapat berdiri dengan mantap.
Lok Hong tertawa dingin. "Sinar kunang-kunang saja berani menentang cahaya matahari, cepat menggelinding
kembali!" sepasang bahunya tampak bergerak, kakinya mendesak ke depan. Tangan
kanannya mengambil posisi menahan di depan dada lalu mendorong keluar.
Tan Ki merasa dirinya bagai dicelupkan ke dalam kolam es. Tubuhnya menggigil.
Hatinya tergetar. Melihat Lok Hong melancarkan sebuah serangan lagi, mulutnya langsung
mengeluarkan suara teriakan lantang, keberaniannya dibangkitkan. Kembali dia
mengulurkan telapak tangannya dan menyambut serangan Lok Hong dengan kekerasan.
Kali ini dia melakukan serangan balasan dengan mengerahkan sepuluh bagian tenaga
dalamnya. Tetapi kekuatan yang dahsyat itu tidak menimbulkan suara sedikitpun. Hal ini
merupakan serangan tingkat tinggi dari seorang yang sudah tergolong jago kelas satu.
Begitu kedua kekuatan beradu, persis seperti selembar daun yang jatuh ke atas tanah.
Tidak sedikitpun suara yang terdengar, namun Lok Hong mengeluarkan suara dengusan
yang berat. Tubuhnya langsung mencelat ke udara, sedangkan Tan Ki tergetar mundur
sampai lima enam langkah baru dapat berdiri kembali dengan tegak.
Tampak sepasang mata Tan Ki mendelik lebar-lebar. Cahaya yang terpancar sangat
dingin. "Bagaimana kalau kau menyambut satu lagi serangan dari Lohu?" tanyanya dengan
nada membentak. Telapak tangan kanannya dengan tergesa-gesa melancarkan sebuah
pukul-an, dalam waktu yang bersamaan tubuhnya juga mendesak ke depan.
Serangannya ini tidak sama dengan dua gerakannya yang pertama, begitu telapak tangannya
terulur keluar, langsung terasa angin kencang yang menderu-deru bagai badai
dahsyat seketika melanda ke arah Tan Ki.
Mimik wajah Tan Ki berubah menjadi serius sekali. Dia berdiri tegak bagai sebuah
patung, tahu-tahu tangannya menjulur ke depan dan melancarkan sebuah pukulan.
Dari dua gebrakan pertama tadi, Tan Ki sudah tahu bahwa tenaga dalam Lok Hong
sudah mencapai taraf yang tinggi sekali. Tampaknya orangtua ini juga melatih sejenis
Lwekang yang mengandung daya Im sehingga tenaganya mengandung getaran yang
menggi-gilkan dan dapat menggetar putus urat nadi lawannya. Oleh karena itu,
pukulannya kali ini dilancarkan dengan hati-hati sekali.
Ketika kedua kekuatan kembali beradu, terjadilah angin topan yang kencang. Di dalamnya
juga terkandung hawa dingin dan menerobos ke arah pukulan Tan Ki yang
dilancar-kan untuk melindungi diri. Begitu serangan itu melanda datang, tubuhnya
langsung terasa disusupi hawa dingin sehingga pori-porinya jadi menyusut namun bulu
kuduknya merinding semua. Hatinya terkejut sekali. Cepat-cepat dia mencelat ke udara
setinggi kurang lebih lima depa. Beberapa serangan Lok Hong yang gencar membuat Tan Ki terpaksa menggerakkan
tangan menyambut. Kakinya terdesak mundur dan mundur lagi. Tanpa terasa dia sudah
mun-dur kembali ke tempat semula, namun dia sendiri masih tidak menyadarinya.
Tiba-tiba Lok Hong memperdengarkan suara tawa yang keras.
"Hati-hatilah!" bentaknya keras. Tangannya terulur dan dengan perlahan-lahan kembali
dia melancarkan sebuah pukulan. Tangan kanan Tan Ki mengibas, sebuah serangan
dilancarkan dengan jurus Bintang-Bintang Berputaran di Langit, tubuhnya menggeser ke
samping sejauh lima depa. Dengan cara ini dia menghindarkan diri dari serangan Lok
Hong. Dalam beberapa bulan terakhir ini, secara berturut turut dia sudah bergebrak dengan
berbagai tokoh tingkat tinggi dunia Bulim. Pengalamannya semakin bertambah. Hatinya
maklum, dengan mengandalkan nama besar yang telah dipupuk oleh Lok Hong, serangan
yang tampaknya biasa-biasa saja ini pasti mengandung kekuatan yang mengejutkan.
Bahkan mungkin merupakan suatu jurus yang mematikan. Kalau tujuannya bukan hendak
memancing lawan, pasti di baliknya terdapat keistimewaan yang tidak dapat dianggap
enteng. Oleh karena itu, dia segera menggeser kakinya menghindar dan berjaga-jaga
terhadap serangan yang tidak terduga-duga.
Dalam sekejap mata kedua telapak tangan segera beradu, ternyata di balik serangan
Lok Hong yang tampak sederhana itu mengandung segulungan tenaga yang tidak
berwujud dan membuat Tan Ki tidak dapat mendesak lebih maju. Dalam serangan itu juga
terkandung rangkuman kekuatan yang dapat mendorong tenaga Tan Ki sehingga
memantul kembali kepada dirinya sendiri.
Hatinya merasa panik, tiba-tiba terlihat kaki Lok Hong bergerak. Dengan kecepatan
seperti kilat tubuhnya mendesak ke depan, telapak tangannya mengambil posisi menahan
di depan dada kemudian didorongkan ke depan sekuat tenaga untuk menghantam tubuh
Tan Ki. Kejadian itu berlangsung dalam waktu sekedipan mata saja. Terdengar suara yang
menggelegar. Serangkum kekuatan yang dahsyat sekali sudah menghantam telak dada
anak muda tersebut. Tenaga yang terkandung dalam serangannya ini hebat bukan main. Terdengar mulut
Tan Ki mengeluarkan suara keluhan lalu membuka dan memuntahkan segumpal darah
segar. Tubuhnya sempoyongan seperti orang mabuk dan dengan terhuyung-huyung
menyurut mundur ke belakang. Sepasang bahunya tampak bergerak-gerak. Hatinya bermaksud memantapkan langkah
kakinya dan tidak ingin tubuhnya terjatuh ke atas tanah. Setiap kali melangkah mundur,
dia menjejakkan kakinya kuat-kuat di atas tanah, sampai menimbulkan suara debuman.
Tetapi akhirnya keinginan hati itu tidak terlaksana juga. Setelah menyurut mundur dengan
limbung sejauh tujuh delapan langkah, tubuhnya terkulai juga di atas tanah.
Apabila dua orang ahli silat bergebrak, kejadiannya hanya berlangsung dalam waktu
yang singkat. Jumlah jurus yang dilancarkan kedua orang itu keseluruhannya hanya empat
serangan saja. Dari awal hingga akhir hanya memakan waktu kurang lebih sepenanakan
nasi. Oey Ku Kiong dan Kim Yu yang menyaksikannya sampai ikut terkesiap. Mereka
merasa bahwa setiap serangan maupun tangkisan yang dilancarkan kedua orang itu
mengandung keanehan yang jarang terlihat. Meskipun akhirnya Tan Ki terluka di tangan
Lok Hong, namun mereka merasa kekalahannya itu didapatkan dengan gemilang.
Lok Hong tertawa terbahak-bahak. Dia melangkah ke depan dengan cepat. Tampak dia
membungkukkan tubuhnya dan mengangkat Tan Ki yang sedang terluka parah. GerakanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/ nya sangat cepat dan luwes sekali. Sekejap mata saja dia sudah kembali lagi ke samping
Lok Ing. Mulutnya merekahkan tertawa yang lebar.
"Orang ini aku serahkan kepadamu. Apapun yang ingin kau lakukan, jangan ragu-ragu
sedikitpun. Mati hidup tergantung dirimu sendiri. Segala akibatnya Yaya akan bertanggung
jawab. Kau tidak perlu khawatirkan hal ini!"
Meskipun mulutnya berkata demikian, tetapi hatinya khawatir Tan Ki pura-pura terduka
parah dan tiba-tiba melancarkan sebuah serangan kepada cucunya. Secara diamdiam
dia mengulurkan jari tangannya untuk menekan sebuah urat darah di bagian
pinggang anak muda itu. Sepasang mata Kim Yu mengerling ke sana ke mari. Diam-diam dia mempertimbangkan
keadaan di sekitarnya. Hatinya berpikir bahwa perdebatan di antara kedua pihak lawan
masih belum berakhir, tentu mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mengurus hal
lainnya. Kalau pertikaian itu memakan sedikit waktu lagi, maka berarti dia mempunyai
kesempatan beberapa menit untuk melarikan diri dari tempat itu. Tetapi dia melihat sudut
bibir Oey Ku Kiong terus menerus mengulumkan seulas senyum yang membuat hatinya
menjadi sebal. Matanya yang menyorotkan sinar dingin tidak henti-hentinya melirik ke
arah dirinya. Lagaknya seperti sengaja juga tidak, seakan secara diam-diam mengawasi
dirinya serta gerak- geriknya, sehingga untuk memberi isyarat kepada rekannya yang lain
saja tidak ada peluang sama sekali. Tanpa dapat ditahan lagi, dia mendengus satu kali
dengan penuh kebencian. Hatinya semakin kesal juga panik memikirkan keadaannya
sendiri. Pikirannya terus melayang-layang memikirkan cara menyelamatkan diri, tiba-tiba telinganya
menangkap raungan kemarahan. Cepat-cepat dia mendongakkan wajahnya untuk
melihat. Tampak lengan kanan Lok Hong dikibaskan. Orangtua itu berteriak dengan suara
keras. "Minggir!" Mata dan telinga Lok Hong peka bukan kepalang, baru saja teriakan itu terucapkan,
indera pendengarannya telah menangkap suara desiran senjata yang menerobos diantara
angin yang bertiup. Sepasang bahunya tampak bergerak dan tubuhnya langsung bergeser
sejauh tiga langkah. Meskipun saat itu dia sedang membopong Tan Ki, sehingga menambah beban dirinya,
tetapi kelebatan tubuhnya tetap begitu cepat sampai sulit diikuti pandangan mata.
Segurat sinar berwarna putih melesat lewat cahaya rembulan yang suram bagai
luncuran anak panah melayang datang. Lok Hong memiringkan tubuhnya. Senjata rahasia
itu lewat di samping telinganya dan mengeluarkan suara dentangan seakan menghantam
ke tem-bok pekarangan. Terdengar gema suaranya yang lirih kemudian menyatu dengan
keheningan suasana. Lok Hong masih belum mendongakkan kepalanya, namun mulutnya sudah mengeluarkan
suara bentakan. "Siapa" Berani-beranian membokong Ld-hu!"
Terdengar suara sahutan berupa tawa dingin yang lembut.
"Coba lagi gerakan Man Tian Hua-ho alias Hujan Bunga di seluruh penjuru bumi ini!"
Baru saja ucapannya selesai, sekumpulan sinar berwarna keperakan meluncur datang
dengan berpencaran. Serangan orang itu kali ini aneh sekali. Sasarannya tidak langsung ke
bagian tubuh Lok Hong, tetapi berputaran dan memercik ke mana-mana. Begitu sampai ke
tempat Lok Hong berdiri, sinar itu baru berkumpul menjadi satu lalu meletus bagai bunga
api. Segulungan demi segulung garis putih bagai mempunyai sukma masing-masing
meluncur pesat bagai kilat. Cahayanya memijar bahkan memencar sampai jarak lima depa.
Bahu Lok Hong agak dimiringkan, tubuhnya mendadak melesat ke atas. Tampak
jubahnya yang panjang dan longgar berkibar-kibar bagai sedang menari-nari. Gerakannya
lak-sana segumpal awan yang perlahan-lahan berarak ke atas. Dan meskipun gerakannya
itu lambat, tetapi sinar putih yang meluncur pesat itu tidak dapat mendekatinya lebih jauh
dan satu depa. Rembulan hampir menyembunyikan seluruh dirinya di balik awan. Suasana gelap sekali,
tetapi sinar putih keperakan itu berkilauan, juga menimbulkan suara angin yang berdesir
lalu melesat lewat di bawah kaki Lok Hong.
Ketika tubuhnya mendarat turun ke atas tanah, tiba-tiba dari balik kegelapan kembali
terdengar suara tawa yang dingin tadi. Sepasang alis Lok Hong terjungkit ke atas,
perasaan tidak senang langsung tercetus keluar.
"Memangnya apa kehebatan Man Tian Hua-ho milikmu itu?" bentaknya marah.
Suara yang lembut namun ketus itu kembali berkumandang sepatah demi sepatah,
"Masih ada lagi Bintang Jatuh Sebesar Jempol Jari!"
Begitu ucapannya selesai, tidak terdengar sedikitpun desiran senjata rahasia. Meskipun
Lok Hong menjaga martabat dirinya dan sampai sekarang belum melakukan serangan
balasan, tetapi cara turun tangan yang lain dari biasanya serta tenang mencekam ini
justru membuat hatinya bergetar. Tanpa dapat menahan rasa penasaran di hatinya, dia
segera mendongakkan kepalanya dan mempertajam indera penglihatannya. Tampak
serenceng sinar berwarna keperakan membawa cahaya yang panjangnya kurang lebih
sedepa sedang meluncur ke arahnya. Rencengan sinar ini menyatu dan tidak memencar seperti yang sebelumnya.
Gerakannya lamban tidak tergesa-gesa. Jauh berbeda dengan rangkaian titik-titik seperti
hujan yang terlihat sebelumnya. Namun di balik cahaya yang bergerak lurus itu terselip
ketegangan yang tidak terkatakan. Lagipula rencengan senjata rahasia ini bergerak lurus
dan meskipun Kampaknya lamban namun sebetulnya meluncur dengan pesat. Semuanya
berkumpul menjadi sebuah titik garis yang panjang. Meskipun Lok Hong sudah
mempertajam indera penden-garannya, tetap dia tidak dapat menafsir berapa jumlah
senjata rahasia itu sebenarnya. Hatinya terasa terperanjat, tidak menunggu sampai
luncuran senjata rahasia itu mendekat ke arahnya, tubuhnya langsung bergerak dan
melesat ke samping kira-kira lima depaan.
Baru saja tubuhnya bergerak, tiba-tiba terdengar suara Ting! Tang! Bintang berwarna
perak yang meluncur pertama-tama mendadak melesat cepat bagai seekor kuda liar yang
terlepas dari tali kendalinya. Gerakannya semakin cepat, luncurannya seperti roh
gentayangan yang terus mengikuti dari belakang. Cara mencapai sasarannya yang aneh
itu sampai sulit diuraikan dengan kata-kata.
Kemudian disusul lagi dengan dua kali suara desiran yang lirih. Tiga titik bintang perak
yang dari lurus luncurannya berubah menjadi beterbangan ke mana-mana. Kemudian
terdengar lagi serentetan: Tang! Ting! Tang! Yang berbunyi terus-terusan. Serenceng
cahaya perak kembali memijarkan cahaya ke sekitar tempat itu. Bagai curahan hujan yang
deras dan semuanya menjadi satu menuju ke tubuh Pangcu dari Ti Ciang Pang tersebut.
Malam yang dingin sebentar lagi akan berlalu. Kumpulan bintang mulai memudar,
waktu ini merupakan detik-detik paling sunyi menjelang fajar. Namun suara dentangan itu
terus saling susul menyusul menimbulkan ke-bisingan. Suara yang menggetarkan itu bagai


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lonceng kematian yang menandakan ajal telah tiba. Belum lagi senjata rahasianya sampai,
suaranya sudah menimbulkan kejutan yang mengerikan. Orang yang berdiri menyaksikan
hal tersebut hanya merasa matanya berkunang-kunang.
Sepasang mata Lok Hong membuka lebar-lebar. Sinarnya menusuk bagai sebatang
anak panah yang tajam. Dia memperhatikan titik bintang berwarna perak itu lekat-lekat
juga hujan perak yang memencar di sekitarnya. Tampangnya demikian tenang seakan
tidak ambil perduli sama sekali. Tubuh Lok Hong mencelat ke udara, sebentar saja dia sudah keluar dari kurungan
hujan senjata rahasia tersebut. Ketika dia menolehkan kepalanya, dia melihat setitik sinar
perak yang mula-mula meluncur tadi sudah mengancam bagian punggungnya dalam
waktu yang singkat. Tanpa dapat ditahan lagi hatinya terkesiap setengah mati. Justru di saat yang paling
menentukan mati hidupnya ini, tiba-tiba Lok Hong mengulurkan tangannya. Dengan kecepatan
yang tak terkirakan dia menyentil. Terdengar suara dentingan yang lirih, cahaya
perak yang sedang meluncur itu dengan telak kena disentilnya sehingga buyar seketika
dan memercik ke mana-mana. Setelah mengulurkan jari tangannya menyentil, dengan posisi tidak berubah tubuh Lok
Hong mencelat ke udara. Bagai telah diatur olehnya, percikan cahaya perak tadi terbagi
dua kelompok berderai jatuh di kiri kanan tubuhnya.
Oey Ku Kiong dan Kim Yu yang menyaksikan hal itu tanpa sadar meneriakkan suara
pujian. "Sentilan yang hebat" gerakan tubuh yang bagus!"
Sinar mata Lok Hong mengerling sejenak, lalu berhenti pada gerombolan semak yang
jaraknya kurang dua depaan. Dia berkata dengan suara lantang.
"Lohu sudah menyambut dua serangan senjata rahasia anda secara berturut-turut,
entah ada ilmu apa lagi yang mengejutkan?"
Dari balik gerombolan semak itu terdengar suara seorang wanita yang lebih mirip ratapan,
"Kau majulah ke depan lima langkah, coba sambut lagi ilmu Tiga Kakak Beradik
Bergandengan Tangan serta Pelangi Membias Sehari Penuh!"
Lok Hong merenung sejenak. "Kalau ingin Lohu menjajal dua macam ilmu itu boleh saja, tetapi kau harus berdiri di
depan agar Lohu dapat melihat siapa adanya anda ini?"
Dari balik kegelapan berjalan keluar seorang wanita setengah-baya dengan dandanan
dan pakaian sederhana. Di bagian punggungnya menggembol sepasang golok bulan sabit.
Dia melangkah dengan perlahan-lahan.
Bagi orang-orang yang ada di sekitar tempat itu, wanita setengah baya ini tampak
asing sekali. Tanpa terasa Lok Hong jadi termangu-mangu sesaat. Sepasang matanya
dirapatkan perlahan-lahan, dia sedang memeras otaknya. Tetapi biar bagaimanapun dia
tidak mengingat kalau di dunia Bulim ada seorang tokoh wanita seperti nyonya di
hadapannya ini. Dalam pikirannya, dia masih mengira kalau cucu kesayangannya yang
sehari-harinya sangat ugal-ugalan dan tidak memakai peraturan telah berbuat kesalahan
kepada nyonya ini. Oleh karena itu sepasang alisnya langsung mengerut dan tanpa dapat
ditahan lagi dia melirik sekilas kepada Lok Ing. Tetapi mimik wajah gadis itu juga seperti
orang yang kebingungan, tampaknya gadis itu sendiri tidak pernah mengenal wanita
setengah baya ini. Hatinya benar-benar merasa penasaran, perasaannya menjadi bimbang
tidak menentu. Tiba-tiba dia melihat Tan Ki yang lemas dan terkulai dalam pelukan Lok Ing berubah
hebat wajahnya sejak kemunculan wanita setengah baya ini. Matanya membelalak lebarlebar.
Mukanya mengerut-ngerut seakan menahan perasaan hatinya yang bergejolak,
namun diantaranya juga tersirat perasaan marah. Dua macam perasaan yang berbeda,
yakni marah dan terharu berkecamuk dalam hati anak muda itu. Hal ini membuat mimik
wajahnya menjadi aneh, sehingga menimbulkan kesan seperti orang yang gembira
sekaligus marah. Tampangnya luar biasa aneh dan tidak sedap dipandang.
Wanita setengah baya yang berpakaian sederhana itu menatap sekilas ke arah lengan
pakaian Lok Hong. Dia berkata dengan suara lirih.
"Kalau dilihat dari sulaman telapak berwarna emas yang ada di ujung lengan bajumu,
tampaknya kau ini orang dari Ti Ciang Pang?"
Lok Hong mendengus satu kali. "Pandangan Nyonya hebat sekali. Lohu memang kepala dari perkumpulan Ti Ciang
Pang tersebut." "Tokoh kelas tinggi di kolong langit ini banyaknya seperti awan di langit, tetapi orang
yang dapat menghindar dari serangan Man
Tian Hua-ho dan Ci Bu Liu-sing milikku, mungkin hanya ada beberapa orang saja. Hal
ini membuktikan bahwa ilmu silatmu pasti cukup tinggi, apalagi di ujung lengan bajumu
terdapat sulaman telapak emas. Dengan demikian aku jadi teringat bahwa kau tentunya
berasal dari Ti Ciang Pang di wilayah Sai Pak."
Lok Hong melihat wanita setengah baya ini berwajah cantik. Pakaiannya sederhana,
penampilannya keibuan dan lemah lembut, namun ilmu senjata rahasianya sangat mengejutkan.
Dapat dipastikan kalau wanita ini bukan tokoh sembarangan. Oleh karena itu dia
memasang wajah serius sambil bertanya, "En-tah siapa nama Saudari yang mulia?"
"Aku bernama Ceng Lam Hong?"
Wanita setengah baya itu sambil mengembangkan senyuman yang datar. Hati Lok
Hong jadi tertegun. "Ternyata memang wanita yang namanya tidak pernah terdengar di dunia Bulim, tidak
heran kalau Lohu tidak mengenalnya."
Kemudian tampak orangtua itu menarik nafas pancang dan diam-diam mengerahkan
hawa murni dalam tubuhnya. "Sekarang juga Lohu akan menyambut dua macam ilmu yang anda sebutkan tadi!"
Perasaan hati Tan Ki saat ini bagai aliran sungai yang deras, beribu-ribu kenangan
melintas di kalbunya. Perlahan-lahan dia memejamkan matanya, maksudnya ingin
mengatur pernafasan dengan ilmu yang baru dikuasainya. Dengan demikian mungkin
gejolak perasaan di dalam hatinya dapat tenang kembali. Tetapi malah kegagalan yang
didapatkan. Dalam keadaan seperti itu, konsentrasinya tidak dapat dipusatkan. Berbagai
bayangan melintas di depan pelupuk matanya, berbagai ingatan juga tidak mau
ketinggalan ikut bersatu dalam benaknya. Dia teringat akan dendamnya yang belum
terbalaskan, persahabatan yang belum tuntas, juga berbagai kegembiraan, kesedihan,
kegetiran yang telah dialaminya sejak menerjunkan diri di dalam dunia Kangouw.
Matanya terpejam rapat-rapat. Rasanya ingin membandingkan suara ibunya sekarang
dengan masa kecil ketika dia ditinggalkan. Dia berharap dari suara yang lebih mirip
ratapan tadi, ingatannya dapat kembali ke masa kecil yang bahagia. Tetapi setelah
memikirkan sejenak, diam-diam dia menertawakan dirinya sendiri. Mengapa perasaan ini
selalu demikian melankolis" Kalau kenyataannya wanita ini sudah mengkhianati ayahnya
dan kabur bersama laki-laki lain, mengapa dia harus mengingat kembali masa lalunya"
Bukankah hal ini cuma menambah penderitaan dan penyesalan dalam hatinya"
Tetapi pandangan yang picik dan sudah berakar dalam sanubarinya malah
bertentangan dengan semacam kerinduan yang tidak dapat dihilangkan secara
keseluruhan di dalam hatinya. Dia merasa tindakan ibunya yang meninggalkan dirinya
tanpa pesan apa-apa dan kabur dengan seorang laki-laki serta berbuat kesalahan besar
sebagai seorang isteri, mem-buat perasaannya yang memang sudah hampa dan menderita
melahirkan lagi segulungan ke-bencian yang tidak terkirakan. Namun begitu bertemu
dengan ibunya, di balik kebencian yang sudah berakar, juga menyelinap perasaan kasih.
Biar bagaimana Ceng Lam Hong adalah ibu kandung yang melahirkannya.
Perasaan hatinya bagai kitiran angin yang dalam waktu singkat telah memutarkan berbagai
bayangan. Dia melihat tampang Lok Hong maupun ibunya demikian kelam. Seakan
sejenak lagi akan terjadi pertarungan yang dapat menentukan mati hidup mereka. Tanpa
dapat ditahan lagi dia berteriak sekeras-kerasnya.
"Kalian jangan berkelahi lagi!"
Geng Lam Hong tersenyum lembut. Pundaknya bergetar, sambil menghambur datang
dia berseru, "Anakku,..!"
Dalam hatinya seakan terdapat ribuan kata-kata yang ingin diutarakan. Tetapi setelah
memanggil satu kali, dalam tenggorokannya seakan tercekat sesuatu benda. Bibirnya
gemetar, tetapi tidak ada sepatah katapun yang terucapkan. Seakan sepatah panggilan
tadi tercetus keluar setelah dia mengerahkan segenap kekuatannya. Suaranya bagai
ratapan, nyaring serta melengking tinggi. Dalam suasana menjelang fajar seperti ini
semakin lantang dan gemanya memantul sampai ke seluruh taman bunga itu.
Tiba-tiba dia menarik nafas panjang-panjang. Wajahnya menjadi serius lalu berkata
kepada Lok Ing. "Turunkan anakku!" Lok Ing tertawa dingin "Mengapa aku harus mendengarkan kata-katamu?"
Ceng Lam Hong mendengus satu kali. Dia berjalan menghampiri Lok Ing. Tiba-tiba
terasa kibaran angin melintas di samping. Tubuh Lok Hong bergerak bagai seekor burung
besar berwarna hijau melayang turun di samping cucu kesayangannya, sinar matanya
tajam menusuk. Dia menatap Ceng Lam Hong lekat-lekat, seakan tahu wanita setengah
baya ini mengandung niat yang kurang baik pada cucunya. Dengan kecepatan bagai kilat,
dia melancarkan sebuah pukulan. Saat itu suasana semakin menegangkan. Tan Ki memperhatikan ibunya sekejap kemudian
menolehkan wajahnya melirik Lok Hong sekilas. Dia melihat hawa pembunuhan telah
tersirat di alis kedua orang itu. Diam-diam hatinya menjadi tercekat.
Tetapi ketika dia mengerling matanya kembali, tiba-tiba dia melihat di atas tembok
pekarangan, entah sejak kapan telah berdiri seseorang yang mengenakan pakaian putih.
Dengan mengandalkan indera penglihatannya yang tajam, setelah memperhatikan
sejenak, dia juga belum dapat melihat orang itu dengan jelas. Kecuali tubuhnya dibalut
pakaian putih, dalam ingatannya tidak tertanam sedikitpun kesan yang lain.
Jantungnya berdebar-debar. Tanpa dapat menahan rasa penasaran dalam hatinya, dia
menatap orang itu sekali lagi. Setelah memperhatikan sejenak, tiba-tiba hatinya bagai
diselimuti perasaan yang menggidikkan.
Tampang orang itu sebetulnya tidak terlalu jelek, tetapi dari keseluruhan dirinya tidak
terdapat setitik pun hawa manusia hidup. Tampak wajahnya bagai diselimuti selaput
berwarna kehijauan sehingga perasaan hatinya tidak dapat diterka. Persis seperti sesosok
mayat di dalam peti mati, mukanya kaku, sehingga melihatnya sekilas saja orang merasa
hatinya tergetar dan merasa seram. Tan Ki menarik nafas panjang-panjang. Matanya dibelalakkan lebar- lebar. Diam-diam
dia berpikir di dalam hati: "Kok di dunia ini ada manusia yang tampangnya begini?"
Ketika pikirannya masih bergerak, tiba-tiba dia melihat tangan kanan orang berpakaian
itu menyusup ke dalam saku pakaian dan mengeluarkan sesuatu. Matanya mengerling ke
sana ke mari, seakan sedang memperhitungkan jarak antara Ceng Lam Hong dan Lok
Hong. Semakin diperhatikan, hati Tan Ki semakin merasa ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa
terasa dia berkata dengan suara lirih, "Lok Kouwnio, cepat suruh kakekmu dan ibuku
menghentikan pertikaian!" Lok Ing tertawa lebar. "Kenapa" Apakah kau khawatir kakekku tidak dapat
mengalahkannya?" Tan Ki segera menggelengkan kepalanya. "Tidak."
Mata Lok Ing melirik sekilas. "Kalau begitu kau takut kakekku akan melukainya?"
Kembali Tan Ki menggelengkan kepalanya.
"Kalau mereka sampai bergebrak, kalah dan menang adalah sesuatu yang wajar. Tetapi
aku sama sekali tidak ambil pusing masalah ini?"
Lok Ing menjadi bingung mendengar ucapannya.
"Ini bukan, itu juga bukan. Apa kau kehabisan bahan pembicaraan sehingga mengoceh
sembarangan saja?" Sepasang alis Tan Ki langsung terjungkit ke atas. Dia mendengus satu kali. "Coba kau
palingkan kepalamu dan lihat di atas tembok pekarangan. Setelah itu kau baru mencaci
maki juga masih belum terlambat!" gerutunya kesal.
Lok Ing menuruti perkataannya dan menoleh ke belakang. Saat itu juga dia langsung
tertegun. "Orang-orang ini manusia atau setan?"
Melihat tampang orang itu, mulutnya tanpa dapat ditahan lagi kelepasan bicara. Tetapi
setelah mempertimbangkan sejenak, dia mengingat dirinya juga mempunyai kedudukan
yang cukup tinggi di dunia Kangouw. Seandainya benar-benar setan, juga tidak perlu
ketakutan seperti itu, oleh karena itu cepat-cepat dia menghentikan kata-katanya.
Mata Tan Ki ikut melirik sekilas. Tanpa dapat ditahan lagi dia juga ikut terpana.
"Aneh sekali! Mengapa dalam sekejap mata saja jumlah mereka bisa bertambah?"
Rupanya di atas tembok pekarangan itu, saat ini sudah berdiri berjajar dua orang
manusia yang bentuk tubuhnya hampir sama dan sama-sama berpakaian putih. Bahan
pakaian mereka terbuat dari bahan belacu yang kasar. Wajah mereka sama-sama dilapisi
selaput berwarna hijau. Biar bagaimana pun tajamnya indera penglihatan seseorang,
dalam waktu yang singkat juga tidak dapat membedakan keduanya.
Tampaknya kehadiran kedua manusia berpakaian putih itu juga mengejutkan Lok Hong.
Tapi bagaimanapun usianya lebih tua dari yang lainnya. Pikirannya juga lebih dalam.
Meskipun dalam hatinya merasa terperanjat, tetapi dari luar dia tetap mempertahankan
ketenangannya. Dia berdiri dengan mulut membungkam. Namun pikirannya terus bekerja,
dia berusaha mengingat-ingat siapa tokoh di dalam dunia Kangouw yang tampangnya
seperti kedua orang ini. Tetapi setelah berpikir bolak-balik, dia tetap tidak dapat mengingat kalau di dunia
Kangouw ini ada tokoh yang tampangnya seperti mayat hidup ini.
Tiba-tiba terdengar Ceng Lam Hong berkata dengan suara rendah, "Aku sudah
mengatakan bahwa kau harus meletakkan anakku, apakah kamu masih tidak
mendengarnya?" Lok Hong tertawa dingin. Sebelah tangannya mengelus-elus jenggotnya yang panjang.
"Lepaskan bocah itu sih mudah saja, asal kau menangkan dulu sepasang telapak tanganku
ini." Sepasang alis Ceng Lam Hong perlahan-lahan terjungkit ke atas.
"Kalau begitu maafkan kalau aku bertindak kasar."
Baru saja ucapannya selesai, tiba-tiba dia menyurutkan langkahnya mundur ke
belakang dua tindak. Telapak tangan kanannya terulur ke depan dan digerak-gerakkan
sedikit, seakan sedang mengukur jarak antara dirinya dengan Lok Hong.
Lok Hong melihat telapak tangan wanita itu perlahan-lahan mengepal. Dia seakan
menggenggam sekumpulan senjata rahasia. Hatinya sadar, kalau sampai disambitkan ke
depan, kecepatannya tentu bagai sambaran kilat, serta menggetarkan hati. Dengan
demikian, dia segera menarik nafas panjang-panjang dan mengerahkan tenaga dalamnya
secara diam-diam. Otomatis dia tidak berani menganggap ringan musuhnya.
Melihat keadaan itu, Tan Ki menarik nafas perlahan-lahan. Dia berkata dengan suara
lirih. "Lok Kouwnio, maukah kau membawa aku meninggalkan tempat ini?"
"Apakah kau tidak memperdulikan ibumu lagi?"
"Aku merasa benci kepadanya. Lagipula urat darahku dalam keadaan tertotok. Bergerak
saja tidak bisa. Meskipun ada niat untuk menghentikan pertikaian ini, namun aku
tidak mempunyai kemampuan untuk turut campur."
Lok Ing memperdengarkan suara tawa yang dingin.
"Aku justru mempunyai akal agar ibumu tidak jadi berkelahi."
Tan Ki jadi tertegun mendengar ucapannya.
"Bagaimana?" Lok Ing tidak menjawab pertanyaannya atau memperdulikannya. Tiba- tiba dia ber-kata
dengan suara lantang. "Kalian jangan berkelahi lagi. Siapa yang menginginkan keselamatan Tan Ki, dengarlah
perkataanku!" Mendengar ucapannya, wajah Ceng Lam Hong yang cantik segera berubah hebat. Ternyata
seperti apa yang diduga Lok Ing, dia segera membuyarkan tenaga dalam yang telah
dikerahkannya secara diam-diam. "Permainan apa yang kau rencanakan?" tanyanya ketus.
Perlahan-lahan Lok Ing meletakkan Tan Ki di atas tanah. Dia merentangkan telapak
tangannya. Di bawah cahaya rembulan yang semakin suram, tampak di atas telapak
tangannya terdapat dua butir pil berwarna merah. Dia memperdengarkan suara tawa yang
dingin. "Yang kugenggam ini adalah racun. Setelah menelan obat ini, kurang lebih satu
kentungan kemudian, pasti akan?"
Ceng Lam Hong merasa dadanya seakan tiba-tiba ditinju dengan keras oleh seseorang.
Tubuhnya terhuyung-huyung, mendadak dia menyurut mundur setengah langkah.
Tampaknya seperti tidak kuat berdiri tegak. Namun dia mempertahankan diri sebisanya,
tetapi mungkin setiap saat ada kemungkinan terkulai jatuh.
Lok Ing meneruskan ucapannya sepatah demi sepatah.
"Benda ini merupakan racun yang biasa digunakan dalam Ti Ciang Pang kami untuk
menghukum murid yang berkhianat. Kalau kau merasa tidak percaya, boleh coba sendiri!"
"Ternyata" hati" mu be" gitu" ke" ji!" sahut Ceng Lam Hong dengan suara
terputus-putus. Tampaknya saat itu hati wanita setengah baya ini tengah bergolak dengan
hebat. Penderitaan yang dirasakannya sangat luar biasa. Setiap patah kata yang
diucapkannya terdengar bergetar dan tidak sanggup diselesaikan.
Melihat tampangnya yang sangat menderita dan demikian mengenaskan, Lok Ing justru
merasa gembira sekali. Dia mendongakkan wajahnya dan tertawa terkekeh-kekeh.
"Bagaimana" Apakah kau bersedia mencoba kemanjuran racunku ini?"
Kembali tubuh Ceng Lam Hong menggigil seperti orang yang kedinginan.
"Nona, apapun yang kau inginkan agar aku melakukannya, boleh saja. Tetapi jangan
menyiksa anakku di hadapanku. Perbuatan"mu terlalu sadis?" katanya lebih mirip orang
yang sedang meratap. "Aku tidak ingin kau melakukan apa-apa. Asal kau segera tinggalkan tepat ini dan jangan
mencampuri urusan ini lagi. Kalau bisa pergi sejauh-jauhnya." kata Lok Ing sambil
menggelengkan kepalanya. Ceng Lam Hong merenung sejenak. Kemudian tampak dia menghentakkan kakinya ke
atas tanah keras-keras.

Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik, aku menyetujui permintaanmu. Tetapi kalau ada seujung kuku saja dari tubuh
anakku yang terluka, maka aku akan mencarimu untuk membuat perhitungan!"
Sinar matanya yang lembut dan penuh kasih melirik Tan Ki sekilas. Tiba-tiba dia
mendongakkan wajahnya dan mengeluarkan suara suitan yang pilu. Tubuhnya bergerak
lalu melesat cepat ke arah ruangan depan.
Dalam waktu yang singkat, bayangannya sudah tidak kelihatan lagi. Yang tertinggal
hanya gema suitannya yang panjang dan memecahkan keheningan. Orang yang
mendengarnya langsung merasa hatinya tergetar dan mengenaskan.
Sepasang alis Lok Hong mengerut-ngerut.
"Ing ji, tidak seharusnya kau mempermainkan orang lain seperti itu, kalau sampai terjadi?"
katanya dengan suara lirih. Tiba-tiba telinganya menangkap suara tawa yang panjang seperti ratapan burung hantu.
Cepat-cepat dia membungkam mulutnya dan kepalanya pun menoleh. Dari balik
gunung-gunungan meloncat keluar dua orang yang mengenakan pakaian hitam dan
bertopi putih. Di bagian pinggangnya terikat seutas tali yang ketat.
Kedua orang itu persis mayat hidup. Ketika bergerak, kedua pahanya tegak lurus dan
hanya meloncat-loncat seperti per yang turun naik. Sepasang lengannya lurus ke depan,
ma-tanya membelalak marah. Dilihat dari sudut manapun tidak ada menampilkan
sedikitpun kesan seperti manusia hidup umumnya.
Lok Ing yang melihatnya sampai merasa menggidik. Dia menghembuskan nafas dingin.
Tetapi biar bagaimanapun dia merupakan seorang gadis yang berhati keras dan selalu
ingin menang sendiri. Setelah menggigil sejenak, dia mendengus satu kali dan menekan
pera-saan takut dalam hatinya. Mulutnya mengeluarkan suara tertawa yang dingin.
"Mengapa orang yang ditemui hari ini, semuanya tidak seperti manusia?" Benar-benar
menyebalkan!" Ketika gadis itu masih berbicara, dia melihat kedua orang yang meloncat-loncat itu
sudah berhenti dan suara tawa yang menyeramkan itu juga sirap seketika.
Dari balik gunung-gunungan yang tinggi tiba-tiba berjalan keluar lagi seorang manusia
berkepala besar, bermata sipit dan mulutnya monyong ke depan. Dia mengenakan jubah
panjang berwarna hitam. Tingginya kurang dari semeteran lebih.
Biar bagaimana Lok Hong merupakan seorang tokoh aneh di dunia Bulim saat ini,
pengalamannya banyak sekali. Dia merasa bahwa orang yang baru muncul ini memang
tidak enak dipandang, tetapi langkah kakinya yang perlahan menimbulkan kesan
keangkuhan dan tinggi hati. Tampaknya dia merupakan pimpinan dari rombongan
manusia yang tampangnya seperti mayat dan terdiri dari dua kelompok yang masingmasing
dua yang mengenakan pakaian hitam dan dua lagi mengenakan pakaian putih.
Ketika pikirannya masih tergerak, dia melihat orang berkepala besar itu diiringi oleh dua
kelompok manusia berpakaian hitam dan putih menghampiri ke arahnya dengan perlahanlahan.
Ketika Kim Yu melihat kehadiran orang-orang ini, dia bagai menemukan dewa penolong.
Mimik wajahnya yang semula tampak khawatir dan cemas lenyap seketika. Cepatcepat
dia menyambut mereka dan membisikkan beberapa patah kata di samping telinga
manusia berjubah hitam itu. Sikapnya penuh hormat dan sungkan.
Manusia berjubah hitam yang matanya sipit itu segera mendengus satu kali. Matanya
melirik sekilas ke arah Tujuh Serigala dan meneruskan langkahnya ke depan.
BAGIAN XXXII Saat itu Lok Ing seperti teringat akan sesuatu yang penting. Mulutnya mengeluarkan
suara seruan dan berkata, "Cepat telan dulu obat ini!" sembari berbicara, dia
menyodorkan tangannya ke hadapan Tan Ki.
Tan Ki melirik sekilas kepada dua butir pil berwarna merah yang ada dalam
genggamannya, batinya merasa tercekat.
Diam-diam dia berpikir: "Ternyata setelah mengusir ibuku, dia tetap tidak bersedia
melepaskan diriku?" Oleh karena itu, dia segera mendengus dingin.
"Di kolong langit ini, yang paling keji justru hati seorang isteri. Tidak disangka kau yang
masih begini muda, tidak kalah kejinya."
Lok Ing tersenyum simpul. "Kalau racun ini sudah tersimpan terlalu lama dan khasiatnya hilang, tentunya kau juga
tidak perlu mati lagi selamanya."
Wajah Tan Ki perlahan-lahan berubah. Dia merenung sekian lama kemudian tertawa
keras-keras. "Seorang laki-laki sejati memandang kematian dan kehidupan sebagai nasib yang telah
ditentukan oleh Thian. Meskipun racun ini dapat membuat tulang belulangku hancur lebur
dan rohku hilang untuk selamanya, rasanya juga tidak perlu ditakuti!"
Kata-kata ini diucapkan dengan penuh kegagahan. Tampaknya dia sudah hambar
terhadap perihal kematian atau pun kehidupan. Begitu ucapannya selesai, dia langsung
menyambut kedua butir pil itu dan memasukkannya ke dalam mulut lalu menelannya
sekaligus. Begitu pil itu masuk ke dalam perutnya, dia merasa ada serangkum hawa panas yang
langsung berkobar di dalam tubuhnya, sengatannya hampir tidak tertahankan. Ususnya
bagai terbakar. Tanpa dapat ditahan lagi perasaannya tercekat.
"Habislah"!" pikirnya dalam hati.
Semacam perasaan menjelang ajal, tiba-tiba menyelinap di dalam hatinya. Semuanya
terjadi dalam sekejap mata. Tanpa terasa dia menarik nafas panjang dan memejamkan
sepasang matanya. Dia mulai merasa bahwa kemenangan atau kekalahan, bahkan kegemilangan ataupun
kesuraman dunia ini, sejak saat itu tidak ada kaitan lagi dengan dirinya. Bagai sekuntum
bunga yang layu atau buah-buahan yang terlalu ranum sehingga terjatuh di atas tanah.
Kelak dia akan meninggalkan dunia ini dengan perasaan pilu dan berbagai kebimbangan.
Dia akan terlepas dari dunia yang mempunyai aneka variasi ini.
Tiba-tiba telinganya mendengar suara yang ramah dan lembut.
"Bagaimana kalau aku membawa kau meninggalkan tempat ini?"
Tan Ki marah sekali kepadanya. "Aku toh telah kau kuasai. Jalan darahku pun telah tertotok. Apapun yang ingin kau
lakukan, silahkan. Tidak perlu berpura-pura atau bersandiwara dengan berlagak lembut
segala macam!" Lok Ing tersenyum lembut. Dia mengulurkan tangannya dan menepuk bahu Tan Ki satu
kali. Totokannya pun terbebas seketika. Terhadap gerakannya ini, Tan Ki benar-benar
merasa di luar dugaan. Untuk sesaat dia jadi tertegun. Dengan perasaan heran dia
bertanya" "Apa yang kau lakukan?" Lok Ing mengulurkan jari tangannya menunjuk ke depan. Dia tidak menjawab
pertanyaan Tan Ki. "Bagaimana kalau kita berjalan ke arah sana?"
Tan Ki merenung sejenak, dia masih berpikir bagaimana harus memberikan jawaban
kepada gadis itu. Tahu-tahu kakinya sudah bergerak melangkah. Rupanya ketika selesai
berbicara, Lok Ing langsung menarik tangan anak muda itu dan tanpa memberikan
kesempatan baginya untuk menjawab, dia langsung menyeret Tan Ki mengikutinya.
Tan Ki membiarkan dirinya ditarik oleh Lok Ing. Tanpa tujuan yang pasti mereka
berjalan beberapa saat, terdengar suara air terjun yang bergemuruh dan aliran air. Suara
itu terpancar dari bagian belakang rumah taman bunga di mana terdapat sebuah kolam
buatan lengkap dengan air terjunnya. Sekitar tempat itu ditanami berbagai, jenis
pepohonan dan bunga bungaan. Pemandangannya indah sekali, Udarapun terasa sejuk.
Oleh karena itu, mereka segera duduk di atas sebuah batu besar dan Tan Ki pun langsung
memejamkan matanya. Lok Ing melihat sikap anak muda itu demikian angkuh dan dingin. Dia bahkan tidak
melirik sekilaspun ke arah Lok Ing. Hatinya menjadi kesal. Setelah mendengus satu kali,
dia segera memalingkan wajahnya. Kedua orang itu membisu beberapa saat, Lok Ing mulai tidak sabar menghadapi situasi
demikian. Dialah yang lebih dulu membuka pokok pembicaraan.
"Mengapa kau diam saja sejak tadi?"
Tubuh Tan Ki agak gemetar, dengan nada dingin dia menyahut, "Sudah waktunya kau
pergi, buat apa masih duduk terus di tempat ini?"
"Aku mengajak engkau ke mari, tentu saja karena ada ucapan yang ingin kukatakan
kepada dirimu." Tan Ki tertawa dingin. "Sayangnya aku tidak berminat mendengarkan."
Dalam seumur hidupnya, Lok Ing belum pernah menerima penghinaan sekecil apapun.
Tiba-tiba dia melonjak bangun dan menghu nus pedangnya lalu ditusukkan ke dada anak
muda itu. Siapa sangka Tan Ki seolah tidak melihat apa-apa. Ketika ujung pedang telah mengoyak
pakaian luarnya, dia masih bersikap tenang. Matanya terpejam dan duduk dengan tegak.
Dia bahkan tidak bergerak sedikitpun.
Begitu pedangnya mengoyak sedikit pakaian Tan Ki, Lok Ing segera menariknya
kembali. Perasaan marah dalam hatinya dalam sesaat berubah menjadi kekecewaan yang
tidak terkatakan. Air matanya langsung tercurah bagai hujan yang deras.
Padahal dia ingin sekali Tan Ki melonjak bangun dan berkelahi mati-matian dengan
dirinya. Atau paling tidak, memohon kepadanya secara baik-baik agar dia melepaskan
pedang pusakanya dan memaafkan kesalahannya. Atau seumpamanya Tan Ki membuka
mulut mencaci maki dirinya, mungkin perasaannya malah akan terasa lebih enak. Tetapi
anak muda itu justru membungkam seribu bahasa dan seolah memandang kematian
sebagai sesuatu hal yang tidak menakutkan sama sekali. Hal ini benar-benar di luar
dugaan Lok Ing. Padahal dia dapat menikamkan pedangnya ke jantung anak muda itu
agar kekesalannya terlampiaskan. Tetapi biar bagaimana dia tidak sampai hati untuk turun
tangan. Wataknya sangat keras, perasaan dirinya yang merasa gagah dan berjiwa
pahlawan memandang perbuatan itu sebagai sesuatu hal yang sangat memalukan.
Gengsinya bahkan lebih tinggi dari nilai nyawanya sendiri.
Sepasang mata Tan Ki yang tadinya terpejam erat membuka secara perlahan. Dia
melihat di ufuk timur mulai membias segurat cahaya keemasan. Tanpa dapat ditahan lagi
dia menarik nafas panjang. "Mengapa kau menangis?" tanyanya sambil mengembangkan seulas senyuman.
Dengan sekuat tenaga Lok Ing membanting sebatang pedang yang dikeluarkan dari
pundaknya ke atas tanah. Kemudian dia menghapus sisa air mata dengan ujung lengan
bajunya. Dengan marah dia menyahut.
"Kalau aku suka menangis, apa urusannya dengan dirimu" Cepat pungut pedang itu
dan aku akan memberimu sebuah kesempatan untuk bertarung secara jujur. Kalau belum
sampai tahu dengan pasti siapa yang akan hidup dan siapa yang akan terkapar di atas
tanah bermandikan darah, pokoknya siapapun tidak boleh ada yang berhenti!"
Tan Ki melirik ke arah pedang di atas tanah sekilas.
"Aku memang sudah di ambang kematian, tidak ada niat sedikitpun untuk meraih
kemenangan. Lebih baik ambil kembali pedangmu itu dan pergi dari sini, siapa tahu di
tempat tadi sudah berlangsung pertarungan yang sengit?"
Lok Ing langsung menukas dengan suara keras.
"Ngaco belo!" Wajah Tan Ki berubah hebat. "Kalau kau tetap tidak percaya, apa boleh buat" Pribadi Cayhe paling tidak suka
berdusta." selesai berkata, dia memejamkan matanya kembali dan menekuk kedua
kakinya dengan sikap bersila. Lok Ing tertegun sejenak. Perlahan-lahan dia melangkah ke depan. Dia melihat di
kening Tan Ki terdapat guratan berwarna hijau. Hal ini membuktikan bahwa anak muda itu
benar-benar telah keracunan parah. Tiba-tiba dia merasa dadanya bagai ditinju seseorang
dengan sekuat tenaga. Rasa sakitnya tidak terkirakan lagi. Tanpa terasa pedang di
tangannya terjatuh ke atas tanah dan menimbulkan bunyi Trang! Kemudian dia
membungkukkan tubuhnya perlahan-lahan.
"Bagaimana hal ini bisa terjadi?"
Wajah Tan Ki menjadi serius. Tetapi nada suaranya masih tetap dingin.
"Aku sendiri yang rela minum pil beracunmu itu, tetapi aku sama sekali tidak membenci
dirimu?" Dia merandek sejenak. Wajahnya yang serius lambat laun merekahkan tawa yang
manis. Kemudian dia melanjutkan kata-katanya. "Sekarang aku ingin mencoba melawan
racun yang masuk ke dalam tubuh dengan ilmu yang kukuasai. Cepatlah kau pergi, jangan
membuat pikiranku terganggu?" Lok Ing semakin panik mendengar perkataannya.
"Obat yang kuberikan kepadamu tadi bukan racun. Aku hanya bergurau denganmu.
Bagaimana kau bisa keracunan" Ya Tuhan" benar-benar membuat aku bingung setengah
mati?" Tiba-tiba Tan Ki membuka matanya yang terpejam. Dua buah bola matanya yang
menyorotkan sinar tajam memandang gadis itu lekat-lekat. Dia melihat air matanya
mengembang, wajahnya menyiratkan kepanikan hatinya yang tidak terkira.
Gadis yang keras kepala dan terkenal kegarangannya di daerah Sai Pak ini, dalam
waktu yang singkat berubah demikian lemah sehingga membuat orang hampir tidak
percaya. Terdengar suaranya yang bagai ratapan juga mirip keluhan.
"Sejak aku tahu urusan, belum pernah ada seorangpun yang menghina aku. Kedua
orang-tuaku menganggap aku sebagai permata hatinya, kakek menyayangiku melebihi
segala benda di dunia ini. Dalam suasana yang penuh cinta kasih aku dibesarkan?"
Tan Ki mengembangkan seulas senyuman yang pilu.
"Nasibmu sungguh baik." Dengan ujung lengan baju Lok Ing mengusap air matanya. Tendengar dia menarik
nafas panjang. "Sejak ilmu silatku sudah cukup tinggi, aku terus berkelana di daerah Sai Pak. Dalam
beberapa tahun ini, jarang aku menemukan tandingan yang sesuai. Tetapi dalam
pertarungan di Pek Hun Ceng, Pek To San, dua kali berturut-turut aku mengalami
kekalahan bahkan sampai terluka. Sejak itu dalam hatiku timbul rasa benci terhadap
dirimu. Secara diam-diam entah berapa kali aku sudah bersumpah untuk membunuhmu
dengan tanganku sendiri?" "Aih" jiwa anak perempuan memang rada sempit. Hanya dua kali terluka, kau malah
menganggapnya begitu serius bahkan menanam kebencian dalam hati?"
"Oleh karena itu, ketika bertemu kembali denganmu, aku sudah mengambil keputusan
untuk membunuhmu?" Tan Ki tertawa datar. "Tentunya sekarang kau merasa gembira sekali, karena akhirnya aku toh mati di
tanganmu juga. Tetapi menjelang ajal, aku tetap tidak membencimu sedikitpun. Perlu kau
ketahui, membunuh seseorang sebenarnya tidak terlalu sulit. Tetapi apabila orang yang
kau bunuh itu tidak menaruh perasaan benci sedikitpun kepadamu, hal itulah yang sulit
ditemukan." Lok Ing semakin panik. "Tetapi aku, aku" sejak semula aku sudah tidak ingin membunuhmu lagi. Entah sejak
kapan mulainya, tiba-tiba aku merasa bahwa sebenarnya aku bukan sungguh-sungguh
membenci dirimu." Tan Ki jadi tertegun mendengar perkataannya.
"Secara diam-diam kau sudah bersumpah berulang kali bahwa kau akan membunuh
diriku dengan tanganmu sendiri. Kalau ini bukan benci, lalu apa?"
Lok Ing tersenyum pilu. "Aku juga tidak mengerti. Pokoknya itu bukan benci yang sesungguhnya. Sedangkan pil
yang kau minum tadi merupakan obat penyembuh luka buatan kakekku sendiri. Bukan
saja tidak akan mencelakai dirimu, malah akan mempercepat proses penyembuhan dalam
tubuhmu. Tetapi" kau kok bisa keracunan?"
Matanya yang bulat dan indah mengejap-ngejap. Dua bulir air mata yang berkilauan
menetes turun membasahi pipinya. Kemudian terdengar tarikan nafasnya yang
mengenaskan. Lalu dia melanjutkan lagi kata-katanya. "Tetapi masalah dirimu yang
keracunan, juga merupakan kenyataan. Rona wajahmu menunjukkan bahwa racun itu
telah menyebar luas di dalam tubuhmu. Apakah" kau" benar-benar tidak bisa hidup lebih
lama lagi?" Tan Ki tersenyum lembut. "Tentu saja benar. Tidak ada gunanya aku berdusta, lagipula kau sudah melihat sendiri
kenyataannya. Aku memang tidak mungkin hidup lebih lama lagi di dunia ini."
Kemudian tampak anak muda itu mendongakkan kepalanya menatap warna langit.
"Hari sudah hampir pagi. Kau boleh pergi sekarang."
Lok Ing tersenyum pilu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku tidak bisa pergi." "Mengapa?"
"Kalau kau benar-benar mati, aku akan menemani dirimu. Biarpun bukan diriku
langsung yang meracuni dirimu, tetapi hatiku tetap saja merasa bersalah dan berduka?"
Mendengar ucapannya, Tan Ki jadi termangu-mangu. Tiba-tiba dia seperti teringat akan
sesuatu yang penting. Tubuhnya melonjak ba-ngun dan tertawa terbahak-bahak. Lok Ing
merasa heran melihat sikapnya. "Sampai sekarang kau masih mempunyai minat untuk
bergembira." "Aku tahu apa yang kau harapkan dalam patimu. Sayangnya aku sudah menyembah
langit dan bumi dan sudah beristeri. Terpaksa aku menyia-nyiakan perasaan kasih di
dalam patimu?" perlahan-lahan dia melangkahkan Kakinya menuju ke depan.
"Kau hendak ke mana?" tanya Lok Ing. Tan Ki menarik nafas perlahan-lahan. "Manusia
di dunia ini mengalami kematian dengan cara yang berbeda-beda. Tetapi aku merasa mati
dengan cara seperti yang akan kuhadapi ini secara diam-diam tampaknya terlalu membosankan. Oleh karena itu, aku
tidak ingin meninggalkan dunia ini begini saja. Kalau memang tidak dapat meloloskan diri
dari Dewa Kematian, mengapa tidak memilih ke-matian yang gemilang dan gegap
gempita. Dengan demikian orang-orang akan tahu siapa diriku yang sebenarnya?"
Secara berturut-turut, dia mengucapkan kata "kematian", namun baik nada suara
maupun mimik wajahnya tidak menyiratkan perasaan takut sama sekali. Seakan mati
adalah suatu hal yang wajar dan rutin dan bukan hal yang mengerikan. Selesai berkata,
dia malah menggerakkan kakinya dengan cepat dan menghambur ke arah di mana dia
datang tadi.

Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bayangan punggungnya menyiratkan kehampaan dan kesunyian hidup seorang
pendekar sejati. Hal ini membuat orang yang memandangnya turut berduka dan merasa
kagum secara diam-diam. Lok Ing menarik nafas panjang, dia juga menggerakkan kakinya mengejar dari
belakang. Dalam waktu yang singkat, keduanya sudah sampai kembali di selatar tembok
pekarangan. Terdengar suara deruan angin yang timbul dari serangan dan pukulan. Rupanya di
tempat itu tengah berlangsung pertarungan yang
sengit. Rupanya tidak lama setelah Tan Ki dan Lok Ing meninggalkan tempat itu, Oey Ku Kiong
langsung mulai bergebrak dengan pihak lawan. Anak muda ini menerima perintah dari
Kiau Hun untuk merebut hati para pendekar agar dirinya dipercaya penuh. Oleh karena
itu, ketika mulai bergebrak, dia langsung mengerahkan jurus-jurusnya yang lihai.
Serangannya gencar sekali. Tetapi lawan yang dihadapinya kali ini adalah manusia
berpakaian putih yang tampangnya mirip mayat hidup. Meskipun orang-orang ini jarang
berkelana di dunia Bulim, tetapi bukan berarti kepandaiannya dapat dipandang ringan.
Sejak awal hingga sekarang mereka sudah bertarung sebanyak ribuan jurus, namun masih
belum ketahuan siapa yang unggul dan siapa yang akan mengalami kekalahan.
Semakin bertarung hati Oey Ku Kiong semakin panik. Saat ini matahari telah
menyingsing. Kalau lewat beberapa waktu lagi dia tetap belum mendapat kesempatan
yang baik, tentu sulit baginya untuk meraih kemenangan. Karena pada saat itu, dia mulai
merasa letih dan kurang tidur. Keringat dingin mulai membasahi keningnya. Serangannya
tidak segencar sebelumnya lagi. Tiba-tiba dia meraung dengan suara keras. Secara berturut-turut dia melancarkan tiga
empat jurus serangan. Pihak lawan langsung terdesak sehingga hatipun terasa bergetar.
Tatkala lawannya menyurut mundur, diam-diam dia menarik nafas panjang. Sikapnya
serius. Dengan mengambil posisi menahan di depan dada, dia melancarkan sebuah
pukulan balasan. Pukulan ini dilancarkan dengan segenap kekuatannya yang tersisa. Tampaknya dia
benar-benar ingin mengadu jiwa dengan lawannya. Gerakannya keji dan menimbulkan
angin yang menderu-deru. Tenaganya bagai ombak yang bergulung-gulung menerpa ke
arah lawannya. Manusia berpakaian putih melihat sikapnya serius dan wajahnya kelam. Ketika
melancarkan serangan itu, dia segera tahu bahwa serangan ini tidak dapat disamakan
dengan yang sebelumnya. Dengan panik dia mencelat mundur sejauh setengah langkah.
Tanpa menunda waktu lagi dia juga melancarkan sebuah pukulan ke depan.
Yang satu menghantam ke mari, yang lain memukul ke sana. Dua. kekuatan yang
dahsyat beradu seketika. Tiba-tiba terdengar dengusan yang berat dari hidung manusia
berpakaian putih tadi, langkahnya limbung. Dengan terseret-seret dia tersurat mundur
sejauh tiga langkah. Oey Ku Kiong tertawa dingin. Secepat kilat dia maju merapat ke depan. Dengan jurus
Menunjuk Langit Mengibas Bumi, lima jari tangannya segera terulur keluar dan meraup
dari atas ke bawah. Gerakannya ini cepat bukan kepalang, tubuhnya bagai sehembusan angin yang bertiup
lewat dan langsung menerpa. Lawan masin dalam keadaan terhuyung-huyung, kakinya
belum sempat berdiri dengan mantap, tahu-tahu angin yang timbul dari serangan kelima
jarinya sudah menghantam tiba. Saat itu juga suasana bagai diliputi hawa pembunuhan yang tebal.
Tiba-tiba tampak bayangan berkelebat dari arah berlawanan di mana matahari baru
terbit, sehingga pandangan mata jadi silau. Oey Ku Kiong hanya merasa ada serangkum
angin yang kencang dari pukulan seseorang menyerangnya dari sebelah kiri!
Manusia berpakaian putih yang satunya lagi sejak tadi hanya menjadi penonton
menyaksikan jalannya pertarungan. Ketika melihat rekannya sebentar lagi akan terluka
oleh pukulan Oey Ku Kiong, dia segera menerjang ke tengah arena dan tanpa
mengucapkan sepatah katapun, dia langsung melancarkan sebuah serangan.
Apabila pertarungan yang berlangsung terjadi antara tokoh-tokoh yang berilmu tinggi,
kejadiannya hanya memakan waktu sekian detik. Jurus Menunjuk Langit Mengibas Bumi
telah dikuasai Oey Ku Kiong dengan mahir. Hatinya sudah merasa gembira bahwa sejenak
lagi lawannya pasti akan terluka di bawah cengkeraman jari tangannya, tahu-tahu
manusia berpakaian putih yang satunya sudah menerjang datang.
Seandainya dia tidak merubah gerakannya, lawan sudah pasti terluka oleh
cengkeraman jari tangannya, tetapi dia sendiri juga pasti termakan pukulan manusia
berpakaian putih yang satunya lagi. Dalam keadaan seperti ini, memang tidak ada waktu
lagi untuk mempertimbangkan langkah yang harus diambilnya.
Kemudian" tampak dia menggertakkan giginya erat-erat. Cengkeramannya dibuka dan
berubah menjadi pukulan. Tepat pada saat pergelangan tangannya memutar, lawan sudah
semakin dekat. Secepat kilat tangan kanannya menghantam ke dada orang itu, sekaligus
tangan kirinya terulur keluar dan menyambut serangan manusia berpakaian putih yang
satunya lagi. Peristiwa itu terjadi dalam sekejap mata.
Terdengar suara dengusan yang mengenaskan yang disusul dengan jeritan ngeri.
Manusia berpakaian putih yang terhantam dadanya oleh Oey Ku Kiong langsung
memuntahkan segumpal darah segar, tubuhnyapun langsung terhempas jatuh di atas
tanah. Dalam waktu yang bersamaan, tubuh Oey Ku Kiong sendiri juga sempoyongan lalu
tersurat mundur sejauh empat lima langkah. Dia bermaksud mempertahankan dirinya.
Sepasang bahunya terus bergoyang, tetapi akhirnya kemauannya tidak terlaksana juga.
Setelah mundur terhuyung-huyung sejauh empat lima, tubuhnya terkulai juga di atas
tanah. Manusia berpakaian putih yang satunya lagi mempunyai watak yang kejam serta sadis.
Mula-mula ketika melihat rekannya dalam keadaan berbahaya, dia segera menerjang ke
depan dan melancarkan sebuah serangan. Tetapi ketika rekannya itu terhempas di atas
tanah dalam keadaan terluka parah, dia bahkan tidak meliriknya sekilaspun. Tubuhnya
memutar dan kembali dia menerjang ke arah Oey Ku Kiong.
Orang yang mempunyai mata sekali lihat saja sudah dapat mengerti apa yang
terkandung dalam hati orang itu. Saat itu Lok Hong sedang membelai-belai cucu kesayangannya. Tampaknya bayangan
mengenaskan yang akan terjadi sejenak lagi, tak diperhatikannya sedikitpun.
Tiba-tiba terdengar suara suitan panjang yang lantang dan nyaring timbul dari
sampingnya. Sesosok bayangan persis seperti rajawali yang murka menerjang ke tengah
arena. Ketika kakinya melayang turun kembali, posisinya tepat berada di sisi Oey Ku Kiong
dan berdiri tegak dengan tenang. Tampaknya perubahan yang mendadak ini membuat si
manusia berpakaian putih terkesiap. Dia tidak menyangka Tan Ki akan menghambur ke
depan dan melindungi Oey Ku Kiong. Dengan panik dia menekan hawa murni dalam
tubuhnya agar tidak terus meluncur ke depan. Akhirnya dia berhasil juga menghentikan
gerakan tubuhnya. Sepasang mata setannya yang berwarna kehijau-hijauan memperhatikan Tan Ki dari
atas kepala ke ujung kaki. Mulutnya memperdengarkan suara tawa yang dingin.
"Siapa kau?" Tan Ki mendengus berat satu kali. "Penagih nyawa!" sahutnya angkuh.
Manusia berpakaian putih itu perlahan-lahan menjadi terpana. Tetapi sesaat kemudian
dia seperti tersentak sadar. Kemudian tampak dia mendongakkan wajahnya dan tertawa
marah. Tiba-tiba tubuhnya membungkuk, tenaga dalamnya dikerahkan. Terdengar suara
kretek-kretek seolah tulang belulangnya berderak-derak dan terlepas dari persendian.
Sepasang matanya yang laksana setan menyorotkan sinar tajam berwarna kehijauan. Saat
itu dia sedang membelalak penuh kemarahan. Meskipun waktu baru berubah pagi dan
matahari baru terbit, tetapi wajahnya yang pucat pasi dan bibirnya yang keungu-unguan
membuat orang yang melihatnya bagai bertemu dengan kaum setan gentayangan. Malah
hati bisa jadi kebat-kebit karena munculnya perasaan seram.
Tan Ki melihat orang itu sudah mengerahkan tenaga dalamnya dan siap melancarkan
serangan setiap waktu. Di luarnya dia berlagak tenang seolah tidak ada apa-apa, tetapi
sebetulnya dalam hati dia tidak berani memandang ringan lawannya sama sekali.
Sepasang matanya yang bersinar tajam menatap lawannya lekat-lekat.
Dia sadar bahwa pertarungan kali ini pasti gawat sekali keadaannya. Juga merupakan
pertarungannya yang terakhir sebelum ajalnya tiba. Tidak perduli menang atau kalah, dia
tetap harus meninggalkan dunia yang fana ini.
Sebelumnya, dia memang merasa takut sekali apabila Lok Hong berhasil mengetahui
asal-usul ilmu silatnya, sehingga dia tidak berani memamerkan di hadapan orangtua ini.
Tetapi keadaan sekarang tidak dapat disamakan lagi dengan sebelumnya. Dia sudah tahu
bahwa dirinya telah keracunan cukup parah. Biar bagaimana dia harus memenangkan
pertarungan kali ini, walaupun dia akan mati juga karena terlalu banyak mengerahkan
hawa murni sehingga racun akan lebih cepat menyebar, tetapi setidaknya dia akan mati
dengan nama harum, bukan mati secara diam-diam tanpa diketahui siapapun. Oleh karena
itu, saat ini dia sudah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk melakukan
pertarungan besar-besaran yang terakhir sebelum maut merenggutnya.
Manusia berpakaian putih yang tampangnya mirip mayat hidup menunggu beberapa
saat. Dia melihat Tan Ki masih belum melakukan gerakan apa-apa. Tampaknya dia mulai
kehabisan sabar, mulutnya terkekeh-kekeh menyeramkan. Dia mengulurkan sepasang
tangannya yang mirip cakar burung itu. Gerakannya lamban sekali. Lebih mirip jurus
pembukaan ilmu Tae Kwon-do. Tidak ada keistimewaannya sama. sekali.
Tan Ki melihat orang itu mengulurkan tangannya yang bagai cakar burung itu,
tampaknya tidak ada sesuatu yang mengejutkan. Tetapi ketika jarinya didorong ke depan,
dia justru merasa ada serangkum hawa dingin yang melanda ke arahnya. Tanpa dapat
ditahan lagi tubuhnya bergetar, kakinya goyah dan akhirnya mau tidak mau dia menyurut
mundur setengah langkah. Manusia berpakaian putih itu tiba-tiba mengeluarkan suara teriakan yang aneh. Kedua
kakinya dihentakkan dan tubuhnya pun meloncat ke atas dengan posisi tegak lurus.
Gerakannya ringan dan cepat, sekali melesat langsung naik ke atas. Orangnya belum
sampai, hawa dingin yang terpancar dari jari tangannya sudah terasa dan bahkan dua kali
lipat lebih menggigilkan dari sebelumnya.
Hati Tan Ki jadi tercekat melihatnya. Diam-diam dia berpikir: "Ilmu silat Si Yu semuanya
aneh-aneh, tidak terselip hawa manusia hidup. Bahkan orang semacam ini juga?"
Belum lagi habis pikirannya bekerja, tiba-tiba ia sudah bergerak setengah lingkaran dan
menghindarkan diri dari serangan gencar manusia berpakaian putih itu.
Ternyata gerakan manusia berpakaian putih itu cepatnya bukan kepalang. Meskipun
kakinya tidak melangkah melainkan berjalan dengan cara meloncat-loncat, tetapi
kecepatannya malah bisa melebihi orang biasa. Ketika pikiran Tan Ki masih melayanglayang,
orangnya sudah seperti kuda liar yang lepas dari kendali menerjang datang.
Tampaknya orang ini mempunyai kepandaian menebak sesuatu yang belum terjadi. Dia
seakan sudah tahu kalau serangannya ini tidak akan membawa hasil. Cepat-cepat dia
menarik kembali tangannya lalu hanya dalam perbedaan sekian detik, kembali dia
melancarkan dua jurus yang lain. Hawa yang dingin menyusup tadi bercampur dengan serangan pukulannya yang
mengandung daya Im. Bagai air sungai yang meluap tiba-tiba melanda ke arah Tan Ki.
Belum apa-apa hembusan anginnya saja sudah menggetarkan hati orang yang melihatnya.
Tubuh Tan Ki tengah keracunan hebat, dia tidak ingin berhadapan langsung dengan
orang itu, apalagi dengan cara keras lawan keras. Cepat-cepat dia miringkan tubuhnya
sedikit lalu bergerak memutar dan meluncur ke samping kurang lebih setengah lingkaran.
Kemudian dengan jurus Lima Gelombang Mengurung Naga yang merupakan andalan para
leluhur Ti Ciang Pang, dia melancarkan sebuah cengkeraman.
Diam-diam hati manusia berpakaian putih menjadi terkesiap. Dia tidak menyangka usia
Tan Ki yang masih demikian muda, tetapi sudah mempunyai kepandaian demikian tinggi.
Hembusan angin yang terbit dari cengkeramannya itu begitu dahsyat. Hal ini juga
membuktikan bahwa tenaga dalam anak muda ini juga kuat sekali. Tampak dia
mendongakkan wajahnya dan mengeluarkan suara pekikan yang menyeramkan. Kedua
kakinya bergerak dan tahu-tahu dia sudah mencelat mundur ke belakang.
Bola mata Tan Ki mengerling ke sana ke mari. Dia melirik sekilas ke arah Oey Ku Kiong
yang tadinya terkulai di atas tanah. Entah sejak kapan, tahu-tahu anak muda itu sudah
merangkak bangun dan saat ini sedang duduk bersila dengan sepasang mata terpejam.
Tampaknya dia sedang mengatur pernafasan untuk menyembuhkan luka dalam yang
dideritanya. Hatinya seakan terlepas dari beban yang berat. Dia langsung meraung keras
dan tubuhnya melesat menerjang ke depan.
Saat itu Tan Ki sudah tidak mempunyai beban tanggung jawab apa-apa lagi yang harus
dipikirkan. Begitu mengerahkan kepandaiannya, serangannya langsung terasa gencar
sekali. Ilmu yang dikerahkannya terdiri dari jurus-jurus yang aneh dan terkandung
serangan yang mampu membunuh lawannya.
Mula-mula manusia berpakaian putih itu menganggap remeh lawannya. Sejak pertama
bergebrak dia sudah memberi kesempatan bagi Tan Ki untuk menempatkan diri pada
posisi yang menguntungkan. Akibatnya dia menjadi kehilangan peluang untuk
menggerakkan serangan balasan. Serangan Tan Ki yang aneh dan gencar ini membuat
sedemikian terdesak sehingga mulutnya terus mengeluarkan suara suitan yang aneh dan
kakinya juga terus meloncat mundur ke belakang.
Tiba-tiba Lok Hong melepaskan pelukan cucu kesayangannya dan maju dengan langkah
lebar. "Berhenti!" bentaknya keras.
Tanpa dapat ditahan lagi Tan Ki jadi terpana. Justru ketika dia masih terkesima oleh
bentakan Lok Hong, tahu-tahu manusia berpakaian putih itu sudah meloncat datang dan
memutar sedikit tubuhnya untuk mengubah jurus yang lain. Dengan mudah serta tanpa
kesulitan sama sekali, dia berhasil mencekal pergelangan tangan Tan Ki.
Tan Ki hanya merasa bahwa bagian tubuh sebelah kirinya seperti kesemutan, tenaga
dalamnya lenyap seketika. Tanpa dapat ditahan lagi hatinya menjadi terkesiap tidak
kepalang. Wajahnya pun berubah hebat.
Tampak sepasang alis Lok Hong menjung-kit ke atas. Orangtua itu seperti marah sekali.
"Lohu suruh kalian berhenti bergebrak, kau masih berani mencuri kesempatan
membokong orang. Apakah kau benar-benar tidak memandang sebelah mata terhadap diri
Lo-hu?" Mulutnya berbicara, kakinya ikut m elangkah maju. Lengan bajunya dikibaskan
sehingga timbul angin yang kencang lalu langsung meluncur ke arah manusia berp
Bukit Pemakan Manusia 21 Bentrok Rimba Persilatan 16
^