Dendam Iblis Seribu Wajah 8

Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 8


t perasaan kemalumaluan. Dia menjura dalam-dalam kepada Tan Ki.
"Terima kasih atas budi pertolongan Tan Heng. Teman sepertimu ini sudah pasti kujalin.
Tentang Cen Kouwnio, kelak kita bicarakan kembali?" matanya beralih kepada
Lok Hong. Dia mengalihkan pokok pembicaraan. "Kalian berdua berani menyusup ke
dalam Pek Hun Ceng, setidaknya pasti mempunyai keyakinan beberapa bagian. Aku orang
she Oey mengaku kalah, tetapi tempat tinggal kami ini memang dibangun sedemikian rupa
untuk menyambut kedatangan tamu-tamu. Apakah kalian mempunyai nyali yang cukup
besar untuk mengikuti aku mengelilinginya?"
Lok Hong tertawa terbahak-bahak. "Aku justru ingin melihat sampai di mana kehebatan Tiga puluh enam Jendral Langit
itu"!" Lok Ing langsung mencibirkan bibirnya dengan kesal.
"Yaya, apakah kau tidak sudi menyelesaikan urusanku lagi?" tanyanya gugup. Rupanya
dia masih juga belum puas mempermainkan Tan Ki. Atau mungkin dia merasa berat
berpisah dengannya" Lok Hong melirik Tan Ki sekilas. Dia tertawa datar.
"Sudah tahu bentuknya seperti ini, biar sudah jadi abupun masih bisa dikenali.
Memangnya dia bisa lari ke mana?" tangannya direntangkan dengan gaya
mempersilahkan. "Harap kau menunjukkan jalan. Biar Lohu belajar kenal sebentar apa
perbedaan Barisan Tiga Puluh Jendral Langitmu dengan Cap-pat Lo-han dari Siau Lim
Pai?" Oey Ku Kiong mendengus satu kali. Dia tidak mengucapkan sepatah katapun. Tubuhnya
langsung melesat ke depan. Lok Hong dan Lok Ing segera mengerahkan ginkangnya dan mengikuti dari belakang.
Da-lam sekejap mata mereka sudah menghilang di balik rumpunan pohon bambu.
Sebelum me-ninggalkan tempat itu Lok Ing sempat menatap Tan Ki sekilas. Pandangan itu
demikian aneh, bukan kebencian ataupun penyesalan, tetapi semacam sinar yang sulit
dijelaskan dengan kata-kata. Tan Ki berdiri tertegun beberapa saat. Setelah Lok Hong dan yang lainnya pergi dari
sana, baru dia membopong Mei Ling kembali. Direnungkannya apa yang berlangsung
barusan. Semuanya bagai khayalan dan impian, tetapi justru merupakan peristiwa yang
menegangkan. Kematian dan kehidupan hanya terpaut demikian tipis.
Perlahan-lahan dia berjalan, langkah kakinya seakan berat sekali"
Entah sejak kapan, tahu-tahu dia sudah meninggalkan Pek Hun-ceng. Telapak kakinya
mulai berpijak di atas rerumputan. Rupanya dia sudah sampai di sebuah padang rumput.
Tetapi ia sendiri masih belum menyadarinya.
Hatinya kalut sekali. Pikirannya ruwet. Benaknya seakan digelayuti berbagai masalah.
Namun masalah yang paling dirisaukannya justru bagaimana caranya menolong Mei Ling
agar kesadarannya pulih kembali. Masih mending kalau tidak berpikir. Begitu dipikirkan, rasanya harapan semakin tipis. Li
Hun Tan merupakan ramuan khas Oey Kang sendiri. Di mana dia bisa menemukan tabib
sakti yang sanggup menyembuhkan penyakit ini" Kalau dia tidak berhasil menemukan
orang yang sanggup menyembuhkannya, untuk seumur hidupnya Mei Ling akan menjadi
manusia yang seolah kehilangan sukma. Untuk selamanya Tan Ki tidak dapat melihat lagi
senyumnya yang polos" Hatinya diganduli perasaan yang pilu. Dia melangkah terus tanpa menyadari apapun.
Perlahan-lahan dia mendaki sebuah bukit. Dari arah depan terasa angin berhembus,
sejuknya bukan main. Rambut Mei Ling sampai berkibaran, pakaian atau tepatnya jubah
yang dikenakan gadis itu juga melambai-lambai.
Tan Ki menghentikan langkah kakinya. Dengan termangu-mangu dia berdiri tegak. Di
hadapannya terlihat gunung menjulang tinggi. Pemandangannya indah sekali. Tetapi Tan
Ki seolah tidak melihat. Dia terus membopong Mei Ling seperti orang yang terpana.
Dengan berdiam diri, tubuhnya tampak tidak bergerak sedikitpun"
Saat yang sekejap itu, sepertinya lebih panjang dari biasa. Hening mencekam. Di
benaknya terdapat banyak bayangan para gadis, tetapi sekarang semuanya sudah lenyap,
yang teringat olehnya hanya Mei Ling seorang.
Angin masih berhembus, pegunungan tetap sunyi, semuanya tetap sama, tidak ada
satu-pun yang berubah. Hanya perasaan Tan Ki yang makin tenggelam dalam kekalutan
dan kesedihan. Keringatnya mengalir dengan deras, giginya digertakkan erat-erat.
Tubuhnya bergetar karena hatinya dirisaukan oleh berbagai penderitaan. Pikirannya sama
sekali tidak tenang. Kejadian itu berlangsung lama sekali.
Tiba-tiba dia menarik nafas panjang. Perlahan-lahan dia menurunkan Mei Ling dari bopongannya.
Dibiarkannya gadis itu berdiri tegak. Penyesalan di dalam hatinya masih belum
sirna juga. Kalau tadi aku mengabulkan permintaan Oey Ku Kiong, dengan memperkenalkan Kiau
Hun kepadanya, aku akan memperoleh obat penawarnya serta dapat menyembuhkan Mei
Ling segera. Urusan lainnya biar lihat perkembangannya saja. Kelak, apakah Kiau Hun juga
cinta atau tidak kepada pemuda itu, bukan urusanku lagi. Biar bagaimanapun, Kiau Hun
sendiri yang berhak menentukannya, sedangkan aku tidak mungkin mengambil keputusan
apa-apa. Pada saat itu aku sudah mendapatkan obat penawar, meskipun belakang hari
Oey Ku Kiong marah kepadaku. Aih" mengapa aku demikian bodoh, dalam segala hal
selalu mendahulukan kepercayaan dan tata krama, akhirnya Liu Moay Moay menjadi
menderita seumur hidup. Dia kehilangan kebahagiaan untuk selamanya! Keluhnya dalam
hati. Berpikir sampai di sini, dia semakin menyesal. Tanpa sadar dia mengangkat tangannya
kemudian menampar pipinya sendiri berulang kali. Dalam waktu yang bersamaan,
mulutnya pun terus memaki dirinya sendiri"
"Bodoh, tolol, mampus saja kau"!"
Sambil memukul dia terus memaki, tanpa terasa air matanya mengalir dengan deras
membasahi pipinya. Tan Ki menangis. Baru pertama kalinya dia menguraikan air mata demi gadis yang
dikasi-hinya. Dia merasa hal itu cukup berharga baginya untuk ditangisi.
Airmata terus mengalir, mengiringi ucapannya yang lirih sekali yang tercetus dari hati
kecilnya" "Liu Moay, sebetulnya aku sudah mendapat kesempatan untuk menolongmu, tetapi
dengan mudah aku mengabaikannya. Dua kali aku mendapat uluran tanganmu sehingga
aku terlepas dari kesulitan. Malah sekarang aku membiarkanmu sedemikian rupa.
Walaupun aku dihukum seribu bacokan, dosa ini tetap tidak tertebus. Liu Moay, apakah
kau mendengarkan ucapanku" Aku harap kau bersedia memaafkan?"
Tenggorokannya bagai tercekat, untuk sesaat dia tidak sanggup melanjutkan katakatanya.
Dua baris air mata mengalir semakin deras. Bahkan kerah bajunya sudah basah
karena rembesan air matanya. "Aku mencintaimu?"
Nada suaranya begitu tulus, di dalamnya terkandung kepiluan dan cinta kasih yang
murni. Tampaknya setelah bergumam beberapa saat, dia masih belum juga mencetuskan
seluruh perasaannya. Itulah sebabnya kemudian dia mengucapkan juga kata-kata yang
terakhir itu. Mei Ling berdiri termangu-mangu dengan bibir tersenyum. Wajahnya tidak menyiratkan
perasaan apapun. Gadis itu telah dicekoki Li Hun Tan oleh Oey Kang. Kesadarannya telah
hilang. Meskipun kata-kata Tan Ki begitu romantis dan mengungkapkan perasaan yang
sedalam-dalamnya, tetap saja dia tidak mengerti.
Suasana semakin mencekam, di dalamnya juga terselip semacam kesunyian yang
menge-naskan" Tiba-tiba, pundak Tan Ki disentuh oleh sebuah tangan. Telinganya mendengar suara
yang parau namun mengandung kelembutan"
"Mengapa Abang kecil ini begitu sedih" Bolehkah Yibun Siu San mendengar apa yang
telah terjadi, biar kita dapat berbagi sedikit suka dan duka."
Kedatangan orang ini tidak menimbulkan suara sedikitpun. Seperti setan gentayangan
yang kakinya tidak berpijak pada tanah. Meskipun Tan Ki dalam keadaan sedih, ternyata
dia tidak tahu sejak kapan orang itu berdiri di belakangnya. Setelah orang itu menegurnya,
otomatis dia terkejut setengah mati. Cepat-cepat dia memalingkan kepalanya untuk
melihat. Ketika Tan Ki menolong Mei Ling dan membawanya lari keluar dari pendopo
pertemuan, barulah Yibun Siu San muncul. Sampai Coan Lam Taihiap itu melepaskan para
pendekar dari mara bahaya, Tan Ki tidak sempat melihatnya. Oleh karena itu, dia tidak
kenal siapa orang ini. Apa yang dilihatnya sekarang, hanya seorang manusia yang wajahnya tertutup cadar
dan sedang berdiri di belakangnya. Tentu saja Tan Ki jadi tertegun.
Sejak kecil Tan Ki hidup seorang diri dalam pegunungan yang sunyi. Yang membuat semangatnya
tidak patah hanya keinginan membalas dendam yang berkobar-kobar dalam
hatinya- Dia mempelajari ilmu silat dengan tekun. Diam-diam dia menghabiskan waktu
selama sepuluh tahun tanpa teman seorangpun. Dia juga tidak pernah bertemu dengan
siapa-siapa. Hal ini menyebabkan wataknya yang suka menyendiri, angkuh dan keras
kepala. Tetapi sebetulnya dia mempunyai hati yang hangat, semacam perasaan yang aneh
terus menyelimuti hatinya, meskipun dia tidak mempunyai tempat untuk mengadu dan
selalu memendam perasaan hatinya dalam-dalam. Semakin lama dia semakin merasa
kesepian. Meskipun hatinya pernah diusik oleh kecentilan Liang Fu Yong, keromantisan
Kiau Hun, bahkan Lok Ing yang tidak tahu aturan. Hanya Mei Ling yang lugu yang baru
benar-benar merupakan gadis pujaan hatinya, terutama sejak mengacau di rumah
keluarga Liu dan berhasil ditolong oleh gadis itu. Begitu pertama kali melihatnya, dia
langsung jatuh hati. Bayangannya terus menggelayuti benak Tan Ki. Setiap saat dia selalu
merindukan gadis itu. Oleh karena itu, begitu mendengar ucapan Yibun Siu San, apalagi melihat keadaan Mei
Ling yang termangu-mangu seperti orang bodoh serta sulit disembuhkan, hatinya semakin
hancur. Air matanya pun mengalir dengan deras. Meskipun untuk sesaat dia sempat
tertegun melihat orang di hadapannya, tetapi penderitaan di dalam hatinya semakin
menjadi-jadi. Tanpa sadar dia mencetuskan perasaannya, tangannya menunjuk ke arah
Mei Ling. "Dia kehilangan kesadarannya dan berubah menjadi manusia yang tidak tahu apa-apa.
Semua ini merupakan kesalahanku?" kesedihan di dalam hatinya sedang meluap-luap. Di
tambah lagi tenggorokannya yang kering. Kata-kata yang diucapkannya jadi terputusputus.
Kalimatnya tidak jelas. Persis seperti anak kecil yang berhadapan dengan
saudaranya serta mencetuskan kekesalan hatinya dengan ratapan. Orang yang
mendengarnya ikut merasa pilu. Apalagi dia tidak membedakan antara kawan lawan dan
tidak mempunyai persiapan sama sekali.
Yibun Siu San memperhatikan Mei Ling sekilas. Bibirnya mengeluarkan suara tawa yang
ringan. "Nona ini cantik bak bidadari, wajahnya juga menampilkan keanggunan. Tidak heran
kau begitu khawatir bahkan menyalahkan diri sendiri. Lalu, sekarang apa yang kau
rencanakan?" "Tadinya aku bermaksud mencari seorang tabib sakti yang dapat mengobatinya. Dunia
ini memang luas sekali, namun rasanya tidak ada seorangpun yang sanggup
menyembuhkan atau menawarkan racun Li Hun Tan milik si iblis Oey Kang."
Yibun Siu San terkejut sekali. "Apa" Dia menelan racun Li Hun Tan?"
"Tidak salah." Tampak Yibun Siu San merenung sejenak.
"Kalau begitu, urusannya jadi rada sulit. Li Hun Tan merupakan ramuan dari berbagai
jenis rumput-rumputan langka. Oey Kang menghabiskan waktu selama tujuh tahun untuk
mendapatkan hasil yang sempurna. Di bawah kolong langit ini, meskipun banyak kejadian
yang kebetulan, tetapi untuk menawarkan racun jenis yang satu ini, sulitnya bukan
kepalang!" Wajahnya ditutupi dengan sehelai cadar, hal ini membuat orang sulit menebak
bagaimana perasaannya saat itu. Tetapi dari nada suaranya yang tegas serta yakin,
tampaknya dia sendiri tidak dapat melakukan apa-apa.
Hati Tan Ki semakin panik. Dia menarik nafas panjang-panjang.
"Lalu bagaimana baiknya?" tanyanya dengan nada putus asa.
"Apakah kau benar-benar ingin menolongnya?"
"Asal dapat menyembuhkannya, meskipun harus mati seribu kali, aku rela!"
"Baik, mari kau ikut denganku."
Selesai berkata, orang itu tidak menunggu lagi jawaban dari Tan Ki, dia langsung
membalikkan tubuhnya dan menghambur pergi.
Untuk sesaat, Tan Ki seolah tidak mempunyai pertimbangan apa-apa. Dia langsung
membopong tubuh Mei Ling dan mengikuti dari belakang.
Matahari bersinar dengan terik, tampak dua sosok bayangan berkelebat secepat kilat.
Bagai dua gumpal awan, tubuh mereka melesat jauh. Liku-liku pegunungan telah dilalui,
akhirnya mereka sampai di bukit yang sunyi.
Tiba-tiba Yibun Siu San menghentikan langkah kakinya. Dia berdiri di bawah celah batu
yang menonjol. "Di puncak bukit ini, merupakan gubuk tempat tinggalku. Sayangnya sekarang ini tidak
sempat mengajak abang kecil ini meninjau-ninjau."
"Mengapa?" "Memangnya racun yang diderita nona cilik ini tidak mau disebuhkan lagi?"
Mendengar ucapannya, mula-mula Tan Ki tertegun. Setelah merenung sejenak, dia
seperti tersentak dari lamunan. Wajahnya langsung berseri-seri.
"Harap Cianpwe bersedia mengulurkan tangan membantunya." selesai berkata, dia
segera menjura dalam-dalam. Yibun Siu San tertawa lepas. Dia segera membalikkan tubuhnya dan berjalan melalui
tepi sungai di puncak bukit. Setelah melewati hutan bambu yang tidak seberapa luas,
begitu mata memandang, di depan terdapat sebuah rumah peristirahatan. Ukurannya
sedang-sedang saja. Dinding sebelah dalamnya terbatas pada batu bukit.
Yibun Siu San merentangkan tangannya dengan tanda mempersilahkan.
"Masuklah. Aku ada beberapa pertanyaan yang ingin diajukan di dalam nanti."
Tan Ki tersenyum terharu. Dia mendahului melangkah ke dalam. Pada saat ini hatinya
panik sekali. Rasanya ingin ia menyuruh orang ini langsung turun tangan menyembuhkan
penyakit yang diderita Mei Ling agar kesadarannya dapat dipulihkan seperti sedia kala.
Bahkan dia tidak sedikitpun melirik dekorasi rumah itu.
Setelah mempersilahkan tamunya duduk, Yibun Siu San sendiri menarik sebuah bangku
dan dibimbingnya Mei Ling duduk di sana. Dengan ramah dia bertanya, "Mohon tanya
nama dan she Abang kecil yang mulia, serta di mana rumah tinggalnya?"
"Aku bernama Tan Ki. Tinggal di tepi telaga Hoan Yang."
"Ayahmu?" "Ayah bernama Tan Ciok San. Orang-orang menjulukinya Miau Jiu Su- seng (Pelajar
ber-tangan sakti). Mulut Yibun Siu San mengeluarkan suara "Oh?" kemudian tersenyum simpul sambil
menganggukkan kepalanya. "Rupanya ayahmu juga merupakan seorang tokoh yang cukup terkenal. Kalau begitu
ibumu kemungkinan besar juga merupakan sahabat dari dunia Kangouw."
Wajah Tan Ki langsung berubah hebat.
"Bukan!" sahutnya dengan nada enggan.
"Tampaknya kau kurang menyukai ibumu?"
"Bukan hanya kurang menyukai saja, malah bencinya setengah mati" aih, sekarang ini
aku segan membicarakan urusan ini. Harap Locianpwe segera turun tangan saja."
Yibun Siu San tersenyum simpul. Tiba-tiba wajahnya menjadi serius, segera tersirat
kewibawaan yang dalam. "Terus terang aku katakan kepadamu, ayahmu merupakan sahabat lamaku."
Tan Ki terkejut sekali mendengar keterangannya. Dia langsung berdiri tegak dan
bermaksud mengucapkan sesuatu. Tampak Yibun
Siu San menarik nafas panjang, seakan dia sedang merenungi masa lalu. Perlahanlahan
dia memejamkan matanya. "Selama berkelana di dunia Kangouw, apakah Abang kecil ini pernah mendengar nama
Lu Wi Sam-kiat alias tiga jago dari Lu Wi?"
"Sejak berkelana di dunia Kangouw sampai sekarang, Boanpwe rasa baru kurang lebih
setengah tahun. Pengalaman maupun pengetahuan masih cetek. Jadi belum pernah
mendengar nama tersebut." BAGIAN XX Yibun Siu San berdehem lirih satu kali. Sinar matanya mengandung perasaan yang pilu.
Dia menarik nafas dalam-dalam. "Hal ini tentu tidak dapat disalahkan. Ketika Lu Wi Sam-kiat menggetarkan dunia
Kangouw, kau masih dalam gendongan ibumu. Teringat kami bertiga mengangkat tali
persaudaraan, hubungan kami demikian dekat?"
Sepasang alis Tan Ki mengkerut-kerut. Tiba-tiba dia memotong pembicaraan Yibun Siu
San, "Apakah ayahku merupakan salah satu anggota dari Lu Wi Sam-kiat?"
"Betul. Kami mengambil urutan berdasarkan usia masing-masing. Ayahmu adalah
Lotoa, sedangkan aku berada pada deretan nomor tiga."
"Lalu siapa yang menduduki urutan kedua?"
"Orang ini pasti sudah kau kenal, dialah pemilik Pek Hun-ceng, si raja iblis nomor satu
Oey Kang." Seluruh tubuh Tan Ki langsung bergetar mendengarnya, dia merasa terkejut sekali.
"Apa" Jadi dialah Ji-siokhu Boanpwe?" (Ji-siokhu artinya paman kedua).
"Hal ini merupakan kenyataan yang tidak dapat ditolak. Kalau kau tidak percaya,
setelah bertemu dengan ibumu, kau boleh menanyakannya lebih jelas."
Mendengar ucapannya, Tan Ki segera menutupi kedua belah telinganya dengan tangan.
Dia menghentak-hentakkan kakinya dengan penuh kebencian.
"Aku tidak mau dengar, aku tidak mau dengar! Aku sudah mengatakan bahwa aku tidak
mau berbicara tentang ibuku, Locianpwe malah sengaja membuat hatiku menjadi kacau,
sebetulnya apa maksudmu?" Yibun Siu San tertawa dingin. "Tampaknya kesanmu terhadap ibumu sendiri bukan hanya buruk tapi jahat!"
Tampaknya orang ini menaruh rasa hormat yang dalam kepada ibu Tan Ki. Mendengar


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

anak muda itu terus-terusan mengatakan bahwa dia membenci ibunya, tanpa dapat
ditahan lagi hawa amarah dalam dadanya jadi meluap-luap. Ketika ucapannya selesai,
tiba-tiba tubuhnya berdiri dan dengan kecepatan kilat ia menghambur mendekati. Tangan
kanannya terangkat dan terdengar suara Plak! Satu kali. Dengan kecepatan yang sulit
ditangkap pandangan mata, tahu-tahu pipi Tan Ki sudah kena ditempeleng oleh orang itu.
Gerakannya demikian cepat, sehingga laksana anak panah yang meluncur. Tan Ki tidak
sempat lagi menghindar. Dia hanya merasa wajahnya panas sekali. Juga terselip rasa
perih yang tidak terkatakan. Tanpa sadar dia meraba pipinya dan mundur sejauh dua
langkah. "Mengapa kau memukul orang seenaknya?"
Rupanya tamparan Yibun Siu San ini keras sekali. Tampak orang itu mengeluarkan
suara tawa yang dingin. "Masih keenakan kalau memukul saja. Aku ingin bertanya padamu, sebagai seorang
anak, apa yang terutama harus dilakukan?"
"Bakti!" "Lalu, mengapa kau demikian tidak becus" Bahkan berani-beraninya merasa benci
kepada ibu yang melahirkan dirimu dengan susah payah" Hm, baru mendengar orang
mengungkitnya sudah sedemikian rupa, apabila suatu hari nanti kalian ibu dan akan dapat
bertemu lagi, entah peristiwa tragis apa yang akan terjadi pada saat itu!"
Tan Ki mendengar suara bentakannya semakin lama semakin keras. Tangannya
menuding dan kakinya dihentakkan. Tampangnya seakan kesal sekali. Hatinya diam-diam
timbul kecurigaan: "Tampaknya dia mengenal Ibu dengan baik?"
Pikirannya tergerak, dengan luapan amarah dia menyahut, "Kalau dia pantas menjadi
orangtua bagi seorang anak, aku juga tidak akan demikian kurang ajar!"
Tubuh Yibun Siu San bergetar hebat.
"Mengapa?" desaknya. Dengan mata menyorotkan kebencian Tan Ki melanjutkan kata-katanya"
"Justru ketika Ayah mati secara mengenaskan malam itu, dia malah lari bersama
kekasih gelapnya. "Mengapa kau bisa yakin begitu kejadiannya" Apakah saat itu kau melihat dengan mata
kepalamu sendiri?" "Meskipun aku tidak melihatnya sendiri, tetapi di dalam kamar Ayah aku menemukan
sehelai sapu tangan seorang laki-laki. Di atasnya tersulam sepasang burung camar yang
sedang terbang melayang di atas lautan. Juga terdapat sebaris syair yang menyatakan
perasaan cinta. Hatiku tahu, bahwa benda itu bukan milik ayahku. Sedangkan di atas syair
itu, tertulis nama ibuku semasa gadis. Apakah bukti-bukti ini masih belum cukup?"
Tampaknya dalam sesaat Yibun Siu San teringat akan sesuatu hal. Dia langsung
membentak, "Jangan sembarangan bicara, sapu tangan itu?" dia merandek sejenak.
Kemudian tampak dia membungkam seribu bahasa.
Rupanya dalam hati dia merasa panik sekali, hampir saja dia kelepasan bicara. Tadinya
dia ingin mengatakan: "Sapu tangan itu adalah milikku?" tetapi dia tersadar bahwa hal itu
malah bisa semakin memperdalam kesalahpahaman dalam hati Tan Ki. Oleh karena itu,
cepat-cepat dia menutup mulutnya. Tetapi Tan Ki adalah seorang pemuda yang cerdas. Mendengar nada suaranya yang
seakan menyimpan suatu rahasia, mana mungkin dia sudi membiarkan begitu saja. Dia
segera mencekal kesempatan itu baik-baik. "Milik siapa?"
Nada suara dalam pertanyaan itu sangat tajam. Tampaknya kalau tidak dijelaskan, Tan
Ki pun tidak mau menyudahi begitu saja. Bahkan apakah Yibun Siu San benar-benar Samsioknya
atau bukan, dia tidak perduli lagi.
Yibun Siu San merenung sejenak. "Ini?" tampaknya dia mempunyai ganjalan dalam hati. Untuk sesaat dia merasa
bimbang tak menentu. Kata-kata yang hanya sepatah itu ditariknya sampai panjang sekali,
bahkan dia masih tidak sanggup meneruskannya.
Tan Ki hampir kehabisan kesabarannya.
"Katakanlah!" teriaknya gugup. -
Akhirnya tampak Yibun Siu San menarik nafas panjang.
"Benar tidaknya dugaanmu, suatu hari pasti akan terungkap sampai jelas. Mengapa kau
begitu panik dan mendesak terus?""
Kata-katanya belum selesai, tiba-tiba jari tangannya meluncur ke arah tenggorokan Mei
Ling" Tindakan yang mendadak ini, benar-benar di luar dugaan Tan Ki. Lagipula totokan yang
dilancarkan juga demikian cepat! Melihat hal itu, Tan Ki terkejut setengah mati. Dia segera membentak dengan gusar,
"Apa yang kau lakukan?" terdengar suara angin menderu, dia langsung melancarkan
sebuah pukulan! Meskipun serangannya dilancarkan secara mendadak bahkan dalam keadaan marah
dan tanpa persiapan sama sekali, tetapi kecepatannya tidak terkirakan. Tenaga dalamnya
pun sangat kuat. Yibun sengaja melakukan hal ini karena hendak menghindari desakan pertanyaan Tan
Ki. Setelah totokannya yang ringan mengenai tenggorokan Mei Ling, luncuran pukulan Tan
Ki yang dahsyat pun menerjang tiba. Dia merasa ada serangkum angin yang kuat menerpa
dari samping tubuhnya. Tiba-tiba terlihat Yibun Siu San memutar, dengan gerakan yang
indah dan jurus yang ajaib, tahu-tahu dia sudah berada di belakang Mei Ling. Gerakannya
itu bukan saja berhasil menghindarkan diri dari serangan Tan Ki, sekaligus dia masih
sempat mengulurkan tangannya menotok tujuh delapan tempat urat darah di belakang
punggung Mei Ling. Tubuh Mei Ling yang kecil langsing terkena tujuh totokan Yibun Siu San secara
berturut-turut. Setelah mendengus satu kali, tubuhnya pun terkulai di atas tanah.
Hampir dalam waktu yang bersamaan, dengan kemarahan yang meluap-luap, mulut
Tan Ki mengeluarkan suara raungan yang keras. Dia menerjang dengan kalap. Jurus Api
Membara Di Hari Yang Cerah langsung mengarah ke dada Yibun Siu San.
Sebetulnya Yibun Siu San hanya menghindarkan diri dari pertanyaan Tan Ki yang
bertubi-tubi. Dia sama sekali tidak berniat berkelahi dengan anak muda itu. Pundaknya
digerakkan ke kiri dan kakinya pun mencelat mundur setengah langkah. Dia segera
mengibaskan tangannya berkali-kali.
"Tunggu dulu, dengarlah perkataanku!"
Air mata Tan Ki terus mengalir. Wajahnya menyiratkan kepedihan yang dalam.
"Kau sudah mencelakakan kekasihku sampai mati. Apalagi yang harus kita bicarakan?"
bentaknya marah. Lengannya yang kokoh seperti besi terus bergerak. Ternyata dia tidak sudi mendengar
penjelasan Yibun Siu San. Dengan jurus Burung Melayang Dengan Gusar, dia menebas
dari atas ke bawah. Sasarannya kali ini ubunubun kepala Yibun Siu San. Sungguh
merupakan serangan yang keji! Belum lagi kakinya yang tiba-tiba melangkah ke depan sampai tangan satunya lagi
langsung melancarkan sebuah pukulan ke dada Yibun Siu San. Hatinya pedih sekali karena
mengira keka-sihnya telah mati. Dalam satu jurus dia melancarkan dua buah serangan.
Kecepatannya hampir pada waktu yang bersamaan. Rangkuman tenaga yang dahsyat
belum mencapai sasaran, anginnya sudah menerpa wajah sehingga menimbulkan rasa
dingin. Langkah kiri Yibun Siu San bergeser sedikit. Dia menghindarkan diri dari tebasan
tangan Tan Ki. Lengan kanannya terulur secepat kilat. Gerakannya meluncur ke depan.
Tetapi karena dia memang tidak berniat melukai Tan Ki, biarpun kecepatannya bagai kilat
yang menyambar, tetapi tenaga yang terkandung di dalamnya demikian ringan sehingga
tidak menimbulkan angin sedikitpun. Dengan demikian kekuatannya tidak cukup untuk
melukai orang. Tan Ki menggertakkan giginya erat-erat, kakinya melangkah mundur setengah mistar,
Sekaligus dia menggerakkan lengan kanannya, dari tebasan diubah menjadi hantaman
tenaga dalam yang sudah dipersiapkan di telapak tangan seketika dikerahkan.
Jurus ini dilancarkan dengan keras lawan keras. Jadi tidak main-main, bahkan
bermimpipun Yibun Siu San tidak mengira Tan Ki demikian setia. Hanya karena melihat
Mei Ling terkulai di atas tanah, dia langsung berubah kalap. Serangan yang dilancarkannya
seperti mengadu jiwa saja. Tentu saja Yibun Siu San jadi tertegun.
Justru ketika dia masih terpana, tanpa terasa dua arus tenaga dalam sudah saling
membentur. Terdengar suara menggelegar yang keras sekali. Rumah peristirahatan itu
sampai bergetar bagai dilanda gempa bumi. Dalam keadaan tidak siap sama sekali,Yibun
Siu San malah terdorong oleh rangkuman tenaga dalam Tan Ki yang dahsyat sehingga
terdesak mundur sejauh tiga langkah.
Yibun Siu San merasa wajahnya menjadi panas. Dalam hatinya timbul perasaan malu.
Apabila aku sampai dikalahkan oleh keponakan kesayangan ini, benar-benar
keterlaluan, pikirnya dalam hati. Begitu pikirannya tergerak, dia langsung memperdengarkan suara tawa yang gagah.
Kakinya melangkah maju dan menerjang ke depan. Dalam waktu yang singkat, terlihat dia
menghantam, kakinya menendang, secara berturut-turut dia melancarkan serangan
sebanyak tujuh delapan jurus. Tampak totokannya menimbulkan angin kencang, bayangan telapak tangannya
berkibar-kibar. Semuanya berkumpul di kiri dan kanan, dengan bergulung-gulung melanda
datang. Bahkan tubuh Yibun Siu San sendiri hampir tidak kelihatan karena tertutup
bayangan totokan dan telapak tangannya.
Hati Tan Ki jadi terkesiap bukan kepalang. Dia merasa serangan lawan yang gencar mengandung
kekuatan yang dahsyat. Seumur hidupnya hal ini justru merupakan peristiwa
yang paling menggetarkan yang pernah dijumpainya. Untuk sesaat mana berani dia
menyongsong ke depan serta menyambut serangan itu. Terpaksa tubuhnya mencelat
mundur ke belakang setelah menarik nafas dalam-dalam.
Apabila tokoh kelas tinggi bergebrak, kejadiannya hanya sekejapan mata saja. Tubuh
mereka bergerak maju dan tahu-tahu sudah mundur kembali. Yibun Siu San tidak menyianyiakan
kesempatan untuk mendesak terus. Tangan kiri melancarkan jurus Memetik
Teratai Emas, tangan kanan dalam waktu yang bersamaan mendorong ke depan,
sasarannya langsung ke dada Tan Ki. Baik gerakan jurus maupun tenaga dalamnya
mengandung kehebatan yang tidak terkirakan.
Satu jurus dua gerakan, dilancarkan hampir bersamaan waktunya, malah dalam saat
yang sama menggunakan dua arus tenaga dalam yang berlainan bobotnya. Tangan kiri
mengambil gaya memetik, tangan kanan menghantam sekuat tenaga. Gerakan kelas tinggi
yang jarang terlihat ini, membuat mata Tan Ki sampai berkunang-kunang kebingungan.
Terpaksa dia mencelat mundur kembali.
Semacam pikiran yang buruk segera terlintas di benaknya di saat kakinya mencelat
mundur ke belakang. Dia sudah tahu, orang yang mengaku sebagai paman ketiganya
memiliki ilmu silat yang jauh lebih tinggi daripada dirinya sendiri. Niat untuk membalaskan
dendam bagi kekasihnya, mungkin hanya impian kosong saja.
Tanpa dapat ditahan lagi, dia mendongakkan wajahnya dan tertawa sumbang. Suara
tawanya melengking tinggi dan mengandung kepiluan yang tidak terkatakan. Dapat
dibayangkan penderitaan yang dialaminya saat itu.
Seseorang bila sudah mencapai rasa putus asanya, pasti akan membayangkan banyak
hal. Oleh karena itu, berbagai pikiran berkecamuk dalam hati Tan Ki saat itu. Setiap
kenangan bagai ombak yang bergulung menerpa benaknya yang mulai rapuh.
Di dalam kitab yang kutemukan terdapat ilmu Te Sa Jit-sut yang hebat sekali. Meskipun
di dalam Pek Hun Ceng, ketika bertempur melawan tiga puluh enam jendral langit, aku
sempat mengingatnya di saat terdesak. Tetapi sekarang aku malah melupakannya
kembali. Kalau tidak, meskipun Yibun Siu San ini mempunyai ilmu yang lebih hebat dan
keji, kemungkinan aku masih sanggup mengadu nyawa dengannya!
Dengan membawa pikiran seperti itu, penyesalan di dalam hatinya semakin bertambah.
Dia juga terus-terusan menyalahkan dirinya sendiri yang dianggapnya bodoh.
Tiba-tiba" terdengar suara tawa yang memekakkan telinga, bayangan manusia
berkelebat dan tahu-tahu di depan Tan Ki sudah bertambah satu orang.
Ilmu silat orang ini hebatnya bukan main. Kedatangannya begitu cepat. Benar-benar di
luar dugaan sehingga Tan Ki terkejut setengah mati.
Begitu matanya memandang, dia melihat orang itu mengenakan pakaian yang penuh
tambalan. Kakinya beralas sepatu rumput, dia adalah salah satu dari dua tokoh sakti di
dunia Kangouw saat itu yakni Po Siu Cu Cian Cong atau disebut juga si pengemis sakti.
Sesudah terkejut, Tan Ki malah jadi termangu-mangu. Dia tidak mengerti mengapa
Cian Cong bisa muncul di saat yang demikian tepat"
Terdengar orangtua itu tertawa terbahak-bahak.
"Yibun Loji, harap berhenti sebentar. Bagaimana kalau menjual sedikit muka kepada si
pengemis tua?" lengan kanannya terulur dan langsung menyambut ke atas. Dalam waktu
yang bersamaan dengan kata-kata yang diucapkannya, jurus serangan Yibun Siu San
sudah berhasil dipecahkannya dengan mudah.
Yibun Siu San paling suka kebersihan. Tampaknya dia tidak mau menyentuh tubuh Cian
Cong yang hitam dan dekil. Baru saja kakinya menginjak tanah, dia cepat-cepat mencelat
mundur ke belakang. Bibirnya tersenyum.
"Untuk apa kau datang ke mari?"
"Si pengemis tua belum juga mengajukan pertanyaan, kau malah yang bertanya
duluan. Lihat saja dirimu, sudah hidup sampai setua ini, masih mencari urusan dengan
bocah cilik seperti ini. Malah main tinju dan tendangan segala macam."
Yibun Siu San melirik Tan Ki sekilas.
"Kau kenal dengannya?" "Pernah bertemu beberapa kali."
Sembari berkata, mata Cian Cong menatap Tan Ki. Sinarnya memancarkan kasih
sayang. Yibun Siu San merenung sejenak. Di dalam hatinya seolah terdapat ganjalan. Setelah
be-berapa saat, dia mendekati telinga si pengemis sakti dan membisikkan beberapa patah
kata. Tampak Cian Cong berdehem dua kali sambil menganggukkan kepalanya, seakan
menyetujui apa yang dikatakan Yibun Siu San.
Melihat keadaan itu, Tan Ki semakin terpana. Diam-diam dia berpikir: Rupanya mereka
sahabat karib" Kurang lebih sepeminum teh kemudian, Cian Cong membalikkan tubuhnya dan berkata
kepada Tan Ki. "Ikut si pengemis tua keluar, kita bicara di sana!"
Tanpa memberi kesempatan bagi Tan Ki untuk menolak, dia segera mengulurkan
tangannya dan menarik tangan kanan Tan Ki lalu mengajaknya berlari keluar.
Tan Ki tampak gugup sekali. "Locianpwe, tunggu sebentar. Orang ini sudah mencelakai Liu Kouwnio, mana boleh
kita lepaskan dia begitu saja, aku"!" kata-kata selanjutnya belum lagi sempat diteruskan.
Cian Cong malah menambah tenaga tarikannya sehingga langkah kaki Tan Ki terseret.
Biarpun dia berusaha melepaskan diri, ternyata tidak bergeming sedikitpun.
Kedua orang itu meninggalkan rumah peristirahatan Yibun Siu San. Langkah kaki
mereka tidak berhenti, terus menerjang ke arah barat. Dalam waktu yang singkat mereka
sudah berlari kurang lebih tiga li.
Dari depan terasa angin berhembus, suara desirannya mendengung-dengung di telinga.
Setelah berlari beberapa saat, kobaran api di dalam dada Tan Ki hampir surut
setengahnya. Tetapi dia tetap membisu, dibiarkannya Cian Cong menarik tangannya
sambil berlari. Kurang lebih sepeminum teh lagi, tiba-tiba Cian Cong menghentikan langkah kakinya.
Cara berlari seperti orang yang dikejar setan tadipun terhenti sampai di situ. Dia
membalikkan tubuhnya sambil tertawa.
"Tidak usah lari lagi. Kita bicara di tempat ini saja."
"Apa yang akan kita bicarakan?"
Cian Cong tertawa terbahak-bahak. "Masalah yang akan dibicarakan, rasanya tidak kalah dengan bintang-bintang yang bertaburan
di langit. Dalam sehari semalam saja belum tentu dapat selesai?" dia merandek
sejenak. Dengan sengaja dia merenung beberapa saat, kemudian baru melanjutkan kembali. "Si
pengemis tua berdiam cukup lama di dalam hutan Pek Hun Ceng. Dengan kesal akhirnya
aku pergi, tetapi aku tahu Liu Seng membawa beberapa rekannya datang dari ribuan li
untuk menolong putrinya. Tentu saja mereka bukan tandingan si iblis tua itu. Itulah
sebabnya si pengemis tua cepat-cepat datang ke sini dan mengundang sahabat baik Yibun
Loji ini agar menuju Pek Hun Ceng membantu para pendekar meloloskan diri dari maut?"
Tan Ki terkejut mendengarnya, dia segera menukas.
"Orang yang dapat menjadi sahabat baik Locianpwe pasti seorang pendekar yang
gagah serta tidak mengejar nama besar. Kalau Yibun Siu San merupakan sahabat lama
Locianpwe, mengapa dia bisa membunuh seorang gadis yang tidak berdosa?" selesai
berkata, tampaknya hati anak muda itu masih mendongkol, dia segera mengeluarkan
suara dengusan dingin dari hidungnya.
"Tidak mungkin. Yibun Loji seorang manusia yang berbudi luhur. Dia tidak akan melukai
orang sembarangan. Perbuatannya ini pasti mengandung maksud tertentu. Apa alasannya,
setelah senja nanti, pasti akan diketahui. Buat apa kau panik tidak karuan?" Tan Ki malah
semakin panik. "Locianpwe jangan sampai dikelabui olehnya. Cara turun tangan maupun
jurus yang dilancarkan Yibun Siu San selalu mengandung kekejian. Kalau Boanpwe tidak
menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, tentu tidak percaya dia dapat dalam
melakukan hal itu. Lagipula dia sudah menotok tujuh jalan darah Liu Kouwnio yang
mematikan, mana mungkin dia mengandung maksud lainnya?" Cian Cong tersenyum
simpul. "Si pengemis tua sudah mengatakan bahwa dia tidak berniat mencelakakan orang,
kalau kau masih tidak percaya juga, apa boleh buat?" tiba-tiba sepasang alisnya berjungkit
ke atas. Dia segera mengalihkan pokok pembicaraannya. "Ada orang yang datang."
sepasang lengannya terentang, tubuhnya bagai burung yang terbang melesat ke dalam
hutan. Kemu-dian dia mencelat ke atas dan bersembunyi di balik dedaunan pohon Siong
yang rimbun. Kemudian, terlihat sesosok bayangan berkelebat. Tahu-tahu Tan Ki sudah sampai di
sam-pingnya, Cian Cong melihat gerakannya yang mencelat ke atas dan melayang turun di
sampingnya dilakukannya dengan indah, tanpa dapat ditahan lagi bibirnya tersenyum
simpul. "Meskipun ilmu ginkangmu cukup baik, tetapi tampaknya kau tidak pernah mempelajari


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ilmu lwekang. Tenaga dalammu belum dapat dikendalikan. Dengan demikian, ilmumu
belum cukup tinggi untuk malang melintang di dunia Kangouw. Apalagi mencapai
kedudukan?" Seperti ada sesuatu yang tiba-tiba berkelabat dalam benaknya. Dia segera
menghentikan kata-katanya di tengah jalan.
Tan Ki menyibakkan dedaunan yang menghalangi pemandangan. Kepalanya melongok
ke depan. Dia melihat rombongan orang berjumlah kurang lebih belasan melangkah
dengan cepat. Ketika Cian Cong menghentikan kata-katanya, mereka sudah sampai di
bawah pohon di mana Cian Cong dan Tan Ki bersembunyi.
Diam-diam hatinya jadi terperanjat. Dia tidak mengerti Kiau Hun memimpin Liu Seng,
Kok Hua-hong, Yi Siu, Cu Mei beserta yang lainnya ke tempat ini dengan tujuan apa. Yang
aneh, Ciu Cang Po juga termasuk di antara rombongan itu. Tampaknya kesadaran nenek
itu belum pulih. Wajahnya masih kaku dan datar. Sepasang matanya menerawang, bahkan
dengan dibimbing oleh dua orang di kiri kanannya, dia baru dapat melangkah.
Rupanya Yibun Siu San telah berhasil menolong para pendekar dan membantu mereka
keluar dari Pek Hun Ceng. Sesampai di jembatan perbatasan, mereka melihat Ciu Cang Po
yang terduduk di atas papan jembatan dan segera memberi pertolongan kepadanya. Saat
itu kesadaran Ciu Cang Po memang sudah hilang, apalagi dia dalam keadaan terluka
akibat serangan Kiau Hun. Begitu ada orang yang mengajaknya pergi, dia pun tidak
menolak. Kalau tidak karena kebetulan muncul Lok Hong yang lalu berselisihan dengan Oey Ku
Kiong, sampai anak muda itu kalah dan akhirnya mereka pergi bersama. Dengan adanya
anak muda itu, kemungkinan para pendekar akan mendapat kesulitan lagi sebelum
meninggalkan Pek Hun Ceng. Paling tidak akan terjadi pertarungan sengit yang memakan
waktu cukup panjang. Tak berapa jauh mereka meninggalkan Pek
Hun Ceng, orang yang pingsan mulai sadar. Yang terluka pun sudah mulai bisa jalan
sendiri. Hanya tinggal Ciu Cang Po yang lukanya agak parah dan kesadarannya masih
hilang sampai memerlukan bimbingan orang lain.
Tampaknya Kiau Hun memang berniat mengambil hati para pendekar dan mencari
muka. Dia segera mengeluarkan berbagai macam obat yang mujarab dan membagikannya
kepada para pendekar. Tetapi terhadap luka yang dialami oleh Ciu Cang Po, dia tidak
melirik sekilaspun. Karena dulu ia diusir dari pintu perguruan, rasa bencinya kepada nenek
itu masih meluap-luap. Meskipun ada di antara para pendekar yang mengetahui urusan
ini, mereka hanya berpikir bahwa itu merupakan masalah pribadi mereka antara guru dan
murid. Lebih baik jangan turut campur. Oleh karena itu tidak ada seorangpun yang banyak
bertanya. Setelah mengalami pertarungan yang hampir menentukan hidup mati, baru berjalan
sampai di sini, mereka sudah kelelahan setengah mati. Ada yang menyandarkan diri pada
batang pohon, ada yang langsung duduk di atas rerumputan, sebagian besar
memejamkan matanya untuk beristirahat.
Namun di wajah mereka masih tersirat sisa kecekaman dan ketakutan akan peristiwa
hebat yang baru mereka lalui. Entah orang yang mana, tiba-tiba menarik nafas panjang
dan berkata, "Kali ini kepergian kita ke Pek Hun Ceng untuk menolong orang. Tidak
tahunya nyawa sendiri hampir melayang dan untung saja masih sempat keluar dalam
keadaan hidup." "Si raja iblis Oey Kang itu ternyata benar-benar lihai?" tukas yang lainnya.
Kiau Hun tertawa datar. "Biar bagaimana hebatnya, tetap saja tidak dapat mengalahkan orang banyak.
Meskipun Oey Kang sangat lihai, tetapi bagaimanapun ia tidak dapat mengalahkan kita
yang jumlahnya lebih banyak." katanya.
Mendengar ucapannya, sebagian pendekar itu tidak mengerti apa yang dimaksudkan,
merekapun jadi termangu-mangu. Terdengar salah satu dari Ciong San Suang-siu, yakni si
tinggi Yi Siu berdehem satu kali. "Apa maksud ucapan Kouwnio ini?"
Meskipun dia tahu Kiau Hun tadinya hanya seorang pelayan dalam keluarga Liu, tetapi
karena ilmu silatnya tinggi, apalagi ia sudah menanam budi kepada para pendekar, maka
panggilannya pun jadi menaruh rasa hormat.
Kiau Hun mengangkat lengannya dan perlahan-lahan merapikan rambutnya yang acakacakan.
Gayanya sungguh memikat. Sebagian pendekar langsung memalingkan wajahnya.
Hati mereka agak tergetar. Hanya telinga mereka yang mendengar suara gadis itu yang
merdu sekali. "Meskipun ilmu silat serta tenaga dalam si raja iblis Oey Kang sudah mencapai taraf tertinggi,
mampukah dia mengalahkan para pendekar di seluruh Bulim yang menggabungkan
diri menghadapinya?" Yi Siu mengeluarkan suara terkejut. Pikirannya jadi tersentak.
"Maksud Kouwnio, para pendekar di seluruh Bulim harus bergabung di bawah pimpinan
seorang dan mencari jalan untuk menghadapi Oey Kang?"
"Tidak salah." sahut Kiau Hun.
Yi Siu merenung sejenak. "Kata-kata ini memang beralasan, tetapi?" dia merasa mengumpulkan para pendekar
di seluruh Bulim dan memilih seorang Bengcu memang mudah mengatakannya, tetapi
pelaksanaannya justru sulit sekali. Oleh karena itu, dia langsung menundukkan kepala
merenung, kata-katanya tidak dapat diteruskan lagi.
Tiba-tiba terdengar Liu Seng tertawa panjang sambil bangkit berdiri.
"Urusan ini serahkan saja kepada Hengte. Dalam waktu setengah bulan, para sahabat
yang tersebar di sekitar sungai telaga utara maupun selatan, pasti sudah berkumpul untuk
menghadapi si raja iblis Oey Kang."
Mendengar kata-katanya, tubuh Yi Siu malah jadi gemetar!
Dia tahu, sejak putrinya diculik, Liu Seng sudah mengumpulkan beberapa sahabat
untuk menempuh bahaya menyelinap ke dalam Pek Hun Ceng. Kebenciannya terhadap
Oey Kang sudah merasuk ke dalam tulang sumsum. Maka dari itu, tanpa berpikir panjang
lagi dia langsung menawarkan diri menjalankan tugas yang berat ini.
Tetapi, hati Yi Siu menjadi semakin khawatir. Mungkinkah pemilihan Bengcu kali ini
merupakan permulaan munculnya badai di dunia Kangouw seperti yang dikatakan oleh
Yibun Siu San" Kembali hatinya tergetar. Berbagai macam pikiran yang menggelayut di dadanya
membuat perasaan orang ini bertambah kalut. Sebetulnya, orang lain yang ada di sana
juga mempunyai tekanan dalam hati mereka masing-masing. Memilih Bengcu harus orang
yang sudah mempunyai nama serta kewibawaan yang besar. Memangnya hal itu semudah
diucapkan" Tetapi, tampaknya untuk menghadapi Oey Kang, memang hanya ini satusatunya
jalan yang dapat dipilih. Tambah lagi di hadapan mereka sekarang masih ada lagi seorang Cian bin mo-ong
yang mengacaukan dunia Bulim dengan serentetan pembunuhan" Kalau dunia Kangouw
ingin menikmati kembali hari-hari yang tenang, memang ini juga jalan satu-satunya yang
ada. Dalam waktu yang bersamaan, para pendekar mempunyai pemikiran yang tidak
berbeda. Hati mereka bagai terhimpit beban yang berat. Tidak ada satupun yang
bersemangat untuk membuka mulut. Masing-masing memikirkan persoalan yang
menggelayuti hati mereka. Untuk sesaat, suasana terasa semakin mencekam. Keheningan semakin merayap!
Tidak lama kemudian, entah siapa yang mengajak terlebih dahulu. Satu persatu mulai
menggerakkan langkahnya dan berlari ke arah gedung keluarga Liu.
Angin bertiup sepoi-sepoi, seolah menarik nafas panjang demi gejolak yang akan
melanda dunia Kangouw dalam waktu yang dekat"
Tiba-tiba terdengar suara kibaran baju, tahu-tahu di tempat Kiau Hun berdiri sudah
melayang turun dua sosok manusia. Mereka tentu saja Tan Ki serta si pengemis sakti Cian
Cong. Tampak wajah orangtua itu berubah menjadi kelam. Seakan ada persoalan berat
yang memenuhi pikirannya. Tubuhnya tidak bergerak sedikitpun. Matanya dengan
termangu-mangu menerawang di kejauhan.
Melihat tampangnya, Tan Ki sampai tertegun. Kemudian dia bertanya dengan suara
lirih. "Apa yang Locianpwe pikirkan?"
"Apakah kau sudah mendengar dengan jelas kata-kata yang mereka ucapkan tadi?"
Tan Ki menganggukkan kepalanya. "Memangnya ada hubungan apa dengan diri Locianpwe sehingga kau orangtua jadi
kebi-ngungan serta gelisah seperti ini. Dalam dunia Bulim, keadilan dikesampingkan dan
muncul yang sesat sehingga terjadi badai gelombang adalah hal yang sering didengar
maupun ditemui?" Cian Cong menarik nafas panjang. "Betul. Bila perbuatan seseorang sudah keterlaluan, tentu mendapat hambatan dari
para pendekar di seluruh Bulim. Hal ini sama sekali tidak aneh. Tetapi apabila
mengumpulkan seluruh sahabat yang tersebar di seluruh dunia, ini bukan hal yang mainmain
lagi. Perlu diketahui, seorang yang selalu memandang diri sendiri sangat terkenal,
pasti merasa harga dirinya tinggi sekali. Dalam pandangannya tidak ada orang lain,
sementara itu orang yang ilmu silatnya masih tanggung-tanggung, jumlahnya bagai pasir
di dalam sungai. Dihitung pun susah. Coba bayangkan. Dalam sebuah pertemuan besar
berkumpul begitu banyak orang dari segala penjuru, mungkinkah dapat dipastikan bahwa
mereka semua akan mendengar perintah Liu Seng?"
Hati Tan Ki jadi tercekat. Diam-diam dia mulai sadar gawatnya masalah yang
dibicarakan tadi. "Benar juga. Kalau diantara mereka ada satu dua orang saja yang merasa dirinya paling
hebat, tentu dia tak akan sudi menerima perintah orang lain. Pada saat itu keadaan pasti
jadi kacau, malah kemungkinan bisa terjadi pertumpahan darah. Bukannya pertemuan,
malah mengundang kesulitan yang tidak kecil."
Cian Cong menghembuskan nafas yang panjang agar beban hatinya agak berkurang.
"Si pengemis tua lihat, untuk urusan ini pasti akan dipilih seorang Bulim Bengcu yang
dapat memimpin gerakan ini. Tetapi belum terpilih Bulim Bengcunya, mungkin sudah
banyak orang yang jatuh jadi korban."
"Bukan hal yang tidak mungkin. Apabila jatuh korban beberapa orang tetapi bisa menghentikan
kekacauan yang terjadi diantara para pendekar, boleh dihitung suatu
keberuntungan juga." sahut Tan Ki dengan penuh perhatian.
Perlahan-lahan Cian Cong mendongakkan wajahnya. Dipandangnya langit biru lekatlekat.
"Kalau menurut pandanganmu, siapa kiranya yang cocok untuk menjadi Bulim Bengcu
yang bakal memimpin seluruh pendekar ini?" hatinya saat ini sedang memikirkan masalah
yang besar sekali. Berbagai pikiran terus melintas di benaknya. Meskipun sedang
berbicara, tetapi dia tidak, melirik Tan Ki sekilaspun. Matanya yang bersinar tajam bagai
mata harimau kadangkala menyiratkan cahaya kebimbangan.
Tan Ki maklum sekali bahwa orangtua ini mempunyai jiwa yang terbuka. Orangnya
ramah dan sering tersenyum. Hatinya juga mulia sekali. Apabila bukan urusan yang maha
besar yang tidak dapat dipecahkannya, dia tidak akan memperlihatkan mimik wajah
seperti itu. Oleh karena itu dia berdiri di samping dan tidak berani mengeluarkan suara
sedikit-pun yang dapat menganggu pikiran orangtua itu.
Tiba-tiba terlihat Cian Cong menundukkan kepalanya sambil menarik nafas. Sepasang
ta-ngannya terlipat ke belakang kemudian berjalan mengelilingi tempat itu. Tan Ki melihat
orangtua itu memejamkan sepasang matanya.
Tetapi cara jalannya semakin lama semakin cepat. Dia mengitari padang rumput yang
kosong itu sebanyak dua lingkaran. Mendadak langkah kakinya terhenti. Matanya terbuka
dan ia tersenyum simpul. "Sudah ketemu."
"Apanya yang sudah ketemu?" tanya Tan Ki tanpa dapat menahan rasa ingin tahu
dalam hatinya. Karena berhasil memecahkan sebuah masalah yang besar, Cian Cong tampaknya girang
sekali. Tangannya terulur dan dilepaskannya hiolo yang terikat di pinggang, kemudian dia
meminum araknya beberapa tegukan. Wajahnya berseri-seri.
"Bocah cilik, ayo ikut aku!" dia segera membalikkan tubuhnya dan berlari ke arah jalan
semula. Hati Tan Ki terus menduga-duga, tetapi dia merasa tidak enak hati banyak bertanya.
Dengan menahan rasa ingin tahunya, dia langsung berlari di belakang orangtua tersebut.
Kedatangan maupun kepergian kedua orang itu selalu dilakukan dengan kecepatan
tinggi. Namun waktu yang diperlukan juga kurang lebih satu kentungan perjalanan.
Matahari sudah mulai bergeser. Tengah hari sudah berlalu.
Cian Cong menghentikan langkah kakinya. Tetapi dia tidak langsung masuk ke dalam
rumah. Dengan berdiri di luar dia berteriak dengan suara keras, "Tua bangka, sudah
selesai belum?" Baru suaranya sirap, dari dalam rumah berjalan keluar Yibun Siu San sambil mendorong
pintu yang terbuat dari kayu. Langkahnya tergesa-gesa. Wajahnya masih ditutupi
kerudung hitam, sehingga tidak dapat terlihat bagaimana mimik perasaannya.
"Bagaimana?" tanya Cian Cong sekali lagi.
"Lumayan, kalau beristirahat beberapa hari lagi pasti akan pulih seperti sediakala."
sahut Yibun Siu San sambil memperdengarkan suara tawa yang ringan.
"Sekarang kita tinggalkan kedua bocah ingusan ini biar membuka isi hati. Kau dan aku
sama-sama bujang lapuk, kita tidak perlu ikut campur urusan ini. Mari kita naik lagi ke
puncak bukit." tangannya langsung mencekal pergelangan Yibun Siu San, mulutnya
kembali berkata, "Tua bangka, tadi kami menemui sua-tu masalah yang besar sekali. Nanti
kita rundingkan bagaimana menanggulanginya. Cepat jalan!"
Yibun Siu San tertawa terkekeh-kekeh.
"Kau sebagai kepala kaum pengemis, berjiwa gagah dan berhati mulia. Bumi dan
langitpun kau tidak takut. Kalau mampu membuat kepalamu pusing tujuh keliling, pasti
urusannya besar bukan kepalang. Buat apa kau cari aku untuk berunding?"
Sembari bercakap-cakap, kedua orang itu segera mengerahkan ginkangnya dan berlari
ke puncak bukit. Dalam waktu sekejapan mata saja, keduanya sudah menghilang di
kejauhan. Mendengar nada pembicaraan kedua orang itu, tampaknya mereka ingin merundingkan
masalah pemilihan Bulim Bengcu. Dia juga mendengar bahwa Mei Ling bukan saja tidak
mati, malah penyakitnya sudah disembuhkan oleh Yibun Siu San. Hatinya menjadi terkejut
sekaligus gembira. Untuk sesaat, saking girangnya, dia jadi berdiri termangu-mangu. Kemudian seperti
orang yang baru tersentak dari lamunan dia menghambur ke dalam rumah peristirahatan.
Begitu matanya memandang, sekali lagi dia jadi terpana!
Dia melihat meja dan kursi serta tempat tidur masih tetap seperti semula ketika dia
meninggalkannya, tetapi di dalam ruangan itu tidak terdapat seorangpun. Ke mana
perginya Mei Ling" Setelah tertegun beberapa saat, hatinya menjadi tercekat. Di benaknya melintas
berbagai bayangan buruk. Diam-diam tubuhnya menggigil dan bulu kuduknya jadi
meremang! Tanpa dapat ditahan lagi, dia berteriak sekeras-kerasnya. ..
"Mei Ling! Mei Ling! Di mana engkau" Mei Ling!!!"
Setelah memanggil beberapa saat, tetap saja tidak terdengar jawaban. Hatinya semakin
terkejut juga takut. Pada saat itu juga, keringat dingin mengucur membasahi keningnya.
Hidungnya terasa" Dia menjadi kalap, tubuhnya membalik dan menerjang keluar rumah. Perubahan yang
benar-benar di luar dugaan, membuat Tan Ki kehilangan akal sehat. Pikirannya tidak dapat
bekerja secara rasional. Dalam keadaan beban penderitaan yang mengganduli hati, dia
menerjang keluar seperti orang yang tiba-tiba tidak waras. Suara teriakannya sampai
berkumandang ke mana-mana" "Mei Ling!!! Mei Ling!!!"
Tetap saja tidak ada jawaban dari seorangpun. Angin bertiup semilir, rerumputan
maupun dedaunan melambai-lambai. Seakan mewakili keresahan dalam hati anak muda
itu. Dia jadi bingung. Hatinya terasa hancur lebur. Dia merasa ada segulungan rasa pedih
yang meluap dalam dadanya. Tanpa dapat ditahan lagi dua baris air mata mengalir
dengan deras membasahi pipinya. Dalam beberapa hari ini, ada beberapa perempuan yang mengisi kehidupannya, seperti
Liang Fu Yong, Kiau Hun, Lok Ing, tetapi yang dapat membuatnya gelisah serta rindu
bukan kepalang hanya Mei Ling seorang.
Dia menggertakkan giginya erat-erat. Dia mulai mencaci maki Yang Kuasa karena mempermainkan
nasib manusia. Siapa yang menculik kekasihnya"
Siapa" Dia merasa kepedihan dalam hatinya tidak terkirakan lagi. Seakan ada sekumpulan bom
yang siap meledak setiap saat. Kalau tidak dilampiaskan, pikirannya pasti bisa jadi gila.
Oleh karena itu dia meraung sekeras-kerasnya
dan sepasang tangannya pun meluncur seketika.
Pukulan ini dilancarkan dalam keadaan gusar. Tenaga yang terkandung di dalamnya
hebat bukan main. Boleh dibilang dia sudah mengerahkan seluruh kekuatannya. Timbul
suara menderu yang memecahkan keheningan. Malah lebih kuat satu kali lipat daripada di
saat dia bergebrak melawan musuh yang tangguh.
Terdengar suara yang memekakkan telinga. Dua batang pohon besar yang jaraknya
kurang lebih satu depaan tumbang dalam waktu yang hampir bersamaan, tanah yang
tenang tampak debu-debu beterbangan karena hempasan tenaga yang kuat itu.
Pandangan matapun menjadi samar-samar.
*** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***
BAGIAN XXI Agak lama kemudian, debu yang mengepul memenuhi udara mulai sirna sedikit demi
sedikit. Begitu mata Tan Ki mengedar, dia menjadi terbelalak dan terperanjat bukan
kepalang! Tampak tubuh Mei Ling yang langsing berdiri tegak di samping pohon yang rubuh tadi.
Angin yang bertiup sepoi-sepoi mengibarkan pakaiannya. Debu masih beterbangan, tampangnya
memang masih agak lemah, tetapi tidak mengurangi kecantikannya yang
gemilang. Sepasang matanya yang sayu menyorotkan sinar terharu dan kesucian seorang
gadis. Begitu Tan Ki melihat dengan jelas, dia menjadi terperanjat sekaligus gembira. Keju-tan


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tidak terduga-duga ini malah membuatnya jadi tertegun beberapa saat. Kemudian
dia tersadar kembali. "Mei Ling! Mei Ling!" teriaknya keras-keras.
Tiba-tiba, dia menghentikan langkah kakinya. Jaraknya dengan Mei Ling kurang lebih
dua mistar. Dia merasa ada ribuan kata-kata yang memenuhi hatinya dan ingin
dicetuskannya segera. Tetapi dia malah seperti orang terpana, tidak sepatah katapun
terucapkan olehnya. Dia tidak tahu harus mulai dari mana. Untuk sesaat, dia hanya berdiri
memandangi Mei Ling dengan termangu-mangu. Wajahnya menyiratkan mimik seperti
orang yang serba salah. Mei Ling sendiri sebenarnya sudah mempersiapkan berbagai ucapan yang romantis
yang ingin dibicarakannya bersama Tan Ki. Tetapi melihat tampang anak muda itu yang
termangu-mangu memandanginya, dia benar-benar merasa di luar dugaan. Pada dasarnya
dia memang seorang gadis yang pemalu, tentu saja dia tidak berani membuka
pembicaraan terlebih dahulu. Dia takut harga dirinya sebagai seorang gadis malah jadi
jatuh akibatnya". Suasana menjadi hening seketika. Tetapi malah membuat orang menjadi tidak sabar
menghadapinya. Tidak ada yang membuka suara. Kedua muda mudi itu hanya berdiri
saling memandang untuk sekian lama. Dua pasang mata saling menatap, di dalamnya
terkandung isi hati masing-masing. Kurang lebih sepenanakan nasi kemudian, tiba-tiba"
Tan Ki mengangkat tangannya dan menepuk batok kepalanya sendiri. Mulutnya
mengeluarkan suara terkejut. "Mei Ling, apakah kedua pukulanku tadi sempat
melukaimu?" Coba kalau pertanyaan ini diajukan lebih awal, di dalamnya pasti tersirat cinta kasih
serta perhatian yang dalam. Setelah lewat beberapa saat baru dicetuskan, bukannya tidak
bermanfaat, setidaknya dapat memecahkan keheningan yang mencekam.
Mei Ling menggigit-gigit bibirnya sendiri. Kemudian terdengarlah suaranya yang merdu
dan polos. "Tidak. Tadinya aku memang berdiri di belakang pohon itu, tapi karena tumbangnya ke
samping, akupun tidak mendapat luka apa-apa."
Tan Ki menghembuskan nafas lega. kekhawatirannya menjadi hilang. Rupanya setelah
Yibun Siu San pergi, dia memutar dari belakang ke arah depan. Malah Tan Ki mencarinya
sampai kalang kabut. Anak muda itu tersenyum lembut, dengan penuh perhatian dia bertanya, "Apakah
penyakitmu sudah sembuh?" "Penyakit apa?" mendengar pertanyaannya, Mei Ling jadi bingung. Untuk sesaat dia
lupa keadaannya sendiri selama beberapa hari ini.
"Setelah kau diculik oleh Oey Kang, dia mencekokimu dengan semacam racun, yakni Li
Hun Tan. Kesadaranmu jadi hilang. Apakah kau sendiri tidak mengetahuinya?"
Mulut Mei Ling mengeluarkan seruan terkejut.
"Rupanya begitu kejadiannya. Setelah aku disuruh meminum sejenis ramuan oleh si
raja iblis Oey Kang, rasanya aku langsung tertidur dan tidak tahu apa-apa lagi. Tetapi
seperti juga orang yang sedang bermimpi, semuanya menjadi samar-samar dan hanya
berbentuk bayangan. Aku tidak tahu bagaimana aku melewati hari. Pokoknya ada orang
yang memerintahkan aku berbuat begini, begitu, aku hanya menurut saja. Meskipun ada
terselip keinginan untuk menolak, tetapi tidak sedikit pun aku memiliki kesanggupan.
Kalau bukan Yibun Lopek yang menceritakan apa yang kualami, aku sendiri tidak tahu
kalau kesadaranku sudah hilang, bahkan tidak dapat mengenali orangtua maupun sanak
kenalan sendiri?" berkata sampai bagian yang sedih, tanpa dapat ditahan lagi airmatanya
mengalir dengan deras. "Jangan bersedih hati. Pokoknya sekarang penyakit jahat itu sudah hilang, kau
seharusnya merasa gembira." hibur Tan Ki.
Perlahan-lahan Mei Ling mengusap air matanya.
"Aku tahu kau sangat memperhatikan aku, malah kau yang menolong aku keluar dari
Pek Hun Ceng?" "Jangan ungkit lagi masalah itu. Aku telah menerima budi pertolongan Nona sebanyak
dua kali. Sampai sekarang aku masih belum membalas semuanya. Kalau Nona masih
mengatakan terus, malah membuat aku merasa malu."
"Dalam hal ini bukan masalah budi pertolongan saja, tetapi masih terselip sesuatu hal
lainnya." "Hal apa?" "Cinta!" Begitu kata-kata ini terucapkan, Mei Ling seolah telah menggunakan segenap
keberanian hatinya. Setelah tercetus keluar, dia malah merasa pipinya menjadi panas.
Hatinya malu sekali. Cepat-cepat dia menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap
Tan Ki. Mendengar ucapannya, Tan Ki terkejut bukan kepalang. Dia merasa di luar dugaan
bahwa gadis itu berani mengucapkan kata-kata seperti itu. Setelah tertegun beberapa saat
ke-sadarannya baru pulih kembali. "Mengapa kau bisa berkata demikian?" tanyanya lirih.
"Yibun Lopek yang mengatakan kepadaku, kau sangat mencintai aku bukan?"
Tentu saja Tan Ki tidak berani menjawab sepatah katapun. Pada saat itu juga, dia
mendadak merasa Mei Ling seperti berubah menjadi orang lain. Sikapnya yang terlalu
kolot, serta sifat kekanak-kanakannya sudah lenyap. Dia malah berubah menjadi dewasa
dan terbuka. Setiap kata-kata yang diucapkannya, tampaknya wajar dan tidak dibuat-buat.
Karena tidak mendapat jawaban, hati Mei Ling malah menjadi panik.
"Katakanlah, pertama-tama ketika kau bertemu dengan Yibun Lopek, bukankah kau
sedang menangisi aku" Malah kau mengucapkan "Aku cinta padamu?", bukankah benar?"
Di desak sedemikian rupa, hati Tan Ki menjadi kelabakan. Tetapi karena pada dasarnya
dia memang mencintai Mei Ling, terpaksa dia mengaku terus terang. Setelah
mengumpulkan keberaniannya, akhirnya dia menyahut dengan tersendat-sendat.
"Kata-kata"! Itu" me" mang aku mengucapkan" nya."
Dengan perasaan puas Mei Ling mengembangkan seulas senyuman yang manis.
"Sebetulnya, ketika Yibun Lopek menceritakan hal ini kepadaku, aku masih tidak
percaya. Ketika kau datang bersama Cian Locianpwe, aku bermaksud menguji dirimu.
Ternyata memang tidak salah dugaan Yibun Lopek, apabila kau tidak berhasil menemukan
diriku, kau pasti akan menerjang keluar dengan kalap. Malah dua batang pohon yang tidak
bersalah apa-apa jadi sasaran kekesalan hatimu."
Tan Ki terperanjat mendengarnya. "Rupanya kau sengaja menyembunyikan diri. Apakah Yibun Locianpwe juga yang
menyuruhmu berbuat demikian?" Mei Ling menganggukkan kepalanya, "Betul, dia malah mengatakan" malah
mengatakan?" Tiba-tiba dia merasa kata-kata yang diba-wahnya tidak pantas diutarakan. Karena
membuat dirinya menjadi malu. Oleh karena itu, setelah bimbang sekian lama, dia masih
belum sanggup melanjutkan kata-katanya.
Tan Ki menjadi panik. "Apa yang dikatakan lagi oleh Yibun Locianpwe?"
"Dia mengatakan?" "Cepatlah katakan. Aih" aku jadi bingung setengah mati."
Wajah Mei Ling jadi merah padam. Dengan terpaksa dan tersipu-sipu akhirnya dia
mengatakan juga" "Dia mengatakan bahwa dia akan menjadi comblang kita."
Mendengar keterangannya, hati Tan Ki langsung terlonjak. Dia terkejut juga gembira.
Semacam gerakan refleksi yang tidak di duga-duga membuatnya langsung menubruk ke
arah gadis itu dan memeluknya erat-erat.
"Benar?" Dengan tersipu-sipu, Mei Ling memejamkan matanya. Dia membiarkan Tan Ki memeluknya.
Dia membiarkan sepasang lengan Tan Ki yang kokoh merangkul pinggangnya yang
kecil" Tiba-tiba, di dalam hatinya ada semacam rahasia besar yang tidak berani diutarakannya!
Dia merasa takut! Seandainya dia berterus terang kepada Tan Ki, dia khawatir anak muda itu akan
memalingkan wajahnya segera dan pergi meninggalkan dirinya.
Sebetulnya, Mei Ling sendiri tidak berharap untuk jatuh cinta kepada laki-laki manapun,
karena dirinya mempunyai suatu penyakit. Apabila dia menikah dengan laki-laki manapun,
dia tidak sanggup memberi kebahagiaan kepada lawan jenisnya.
Dia tidak takut Tan Ki membencinya. Sebaliknya, apabila Tan Ki tidak mencintainya, dia
malah lebih senang. Dia takut Tan Ki akan mencintainya semakin dalam sehingga tidak
dapat melepaskan diri darinya lagi. Tentu dia akan membuat hidup anak muda itu menjadi
sengsara selamanya" Tetapi meskipun dia sudah berusaha mengendalikan perasaannya sendiri, malah dia
menjadi terharu melihat kesetiaan Tan Ki. Dia melihat dengan mata kepala sendiri, begitu
tidak menemukannya, anak muda itu menjadi kalap seperti orang gila. Bahkan dia
melancar-kan pukulan untuk melampiaskan hawa amarah dalam dadanya dengan
menumbangkan dua batang pohon. Apalagi Tan Ki merupakan pemuda pertama yang
pernah ditemuinya seumur hidup. Sedangkan Tan Ki demikian tampan, baik hati serta
penuh perhatian. Bagaimana dia tidak tertarik dengan pemuda seperti ini"
Oleh karena itu, dia juga tidak sampai hati menolak pelukan Tan Ki. Malah dirinya
sendiri ikut terbuai oleh kesetiaan anak muda itu. Tubuh kedua orang itu saling
berangkulan. Otomatis kulitpun saling bersentuhan. Di dalam tubuh mereka bagai ada
aliran listrik yang sedang mengalir. Kira-kira sepeminum teh kemudian, perlahan-lahan Mei
Ling membuka matanya. Wajahnya masih tersipu-sipu.
"Ki Koko, urusan kita, meskipun keputusan kita pribadi, tetapi bagaimanapun harus
melewati ijin orangtua, baru terhitung sah. Sebelum Yibun Lopek menyatakan lamaran
kepada ayahku, aku tidak mengijinkan kau menyatakan perasaanmu secara menyolok di
depan umum. Kalau kau merasa rindu kepadaku, boleh mengajak aku keluar ketika tidak
ada siapa-siapa." Tan Ki tertawa getir. Dengan gaya pasrah sepasang bahunya terangkat ke atas.
"Kalau pandanganmu masih demikian kolot, aku juga tidak berani mengatakan apa-apa
lagi." "Aku hanya terharu karena cintamu yang tulus. Kalau kau tidak bersedia mengabulkan
permintaanku,sudahlah." Tan Ki jadi terkejut setengah mati.
"Tidak, tidak. Aku tidak mempunyai maksud demikian. Tetapi kalau kau yang merasa
rindu padaku, bagaimana?" "Aku sendiri bisa mengendalikan perasaan dalam hatiku." Mei Ling tersenyum simpul.
Dia melanjutkan lagi kata-katanya. "Kalian para lelaki lebih banyak diatur oleh emosi.
Sedikit-sedikit tidak bisa menahan diri dan?"
Tiba-tiba sebuah ingatan melintas di benaknya, wajahnya jadi berubah merah padam.
Dengan tersipu-sipu dia menundukkan kepalanya. Cepat-cepat dia membalikkan tubuhnya
dan berlari ke dalam rumah peristirahatan.
Tan Ki memandangi bayangan punggungnya yang indah, diam-diam dia menarik nafas
panjang, bibirnya tersenyum simpul. Akhirnya, cintanya tidak bertepuk sebelah tangan,
asal Yibun Siu San bersedia mewakilinya melamar gadis itu, urusan kan pasti beres.
Justru tidak lama setelah Mei Ling baru memasuki rumah peristirahatan, dia merasa di
belakang punggungnya ada angin yang berhembus, disusul dengan suara kibaran lengan
baju. Hatinya tercekat seketika, tangannya mendorong ke belakang dan tubuhnya pun
segera melesat ke depan kira-kira dua depa, setelah itu dia baru berani memalingkan
kepalanya. Begitu mata memandang, dia melihat Yibun Siu San dan Cian Cong berdiri berdampingan
sambil tertawa terkekeh-kekeh. Tampaknya ketika naik ke atas puncak bukit, mereka sudah merundingkan banyak hal.
Malah ada bagian yang menyangkut diri Tan Ki. Itulah sebabnya mereka tergesa-gesa
kembali lagi ke bawah. Kedua orang itu saling lirik sekilas, mula-mula Cian Cong si pengemis sakti yang
membuka suara. "Kami sudah merundingkan suatu hal, yang mana kau yang harus melaksanakannya."
Tan Ki menarik nafas panjang. "Boanpwe sudah berkali-kali menerima budi pertolongan dari Locianpwe. Masalah sebesar
apapun, asal ada kesanggupan, pasti Boanpwe akan memberi balasan yang
memuaskan hati Locianpwe." "Bagus sekali kalau begitu. Kami berdua telah meneliti cukup lama. Akhirnya kami
mengambil keputusan bahwa pertemuan besar para enghiong kali ini, hanya kau seorang
yang pantas memanggul beban seberat ini. Apalagi kau merupakah keponakan tunggal
Yibun Loji, dia bersedia membantumu melenyapkan segala kesulitan dan mengangkat
namamu menjadi terkenal." Mendengar keterangan yang tidak diduga-duga ini, Tan Ki terkejut setengah mati. Dia
tidak pernah membayangkan bahwa hasil rundingan kedua orang itu adalah memilih
dirinya menjadi Bulim Bengcu, Setelah rasa terkejutnya agak reda, dia segera
menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak mungkin, ilmu silat Boanpwe masih belum cukup tinggi. Lagipula seorang Bulim
Bengcu harus berhati mulia dan memikirkan kepentingan umum daripada kepentingan
pribadi. Dan bukan atas kehendak Locianpwe berdua saja. Kedudukan Bulim Bengcu selalu
melalui pertandingan ilmu silat dan penilaian orang banyak. Kemampuan Boanpwe masih
jauh dari cukup. Tidak mungkin menerima perintah ini."
Cian Cong tertawa terbahak-bahak. "Urusan yang telah dipertimbangkan matang-matang oleh si pengemis tua, selamanya
tidak pernah salah. Tetapi juga paling tidak suka memaksakan kehendaknya kepada orang
lain. Kalau kau tidak menerimanya juga tidak apa-apa. Marilah, tua bangka."
Dia langsung menarik lengan Yibun Siu San serta membalikkan tubuhnya pergi dari
tempat itu. Dengan perasaan menyayangkan, Yibun Siu San menatap Tan Ki sekilas. Seperti sengaja
tapi juga tidak, dia menarik nafas panjang.
"Kau tidak menerima urusan ini, masalah pernikahan dengan Liu Kouwnio juga tidak
usah diungkit lagi. Si Bu Ti Sin-kiam Liu Seng itu merupakan seorang tokoh yang sudah
pu-nya nama besar di dunia Kangouw, pergaulannya luas sekali. Sedangkan kau hanya
seorang bocah tanpa nama, siapa yang sudi menyerahkan anak gadis kesayangannya
begitu mudah kepadamu" Kalau kau tidak mencari sedikit nama di luaran, pasti sulit
mendapat?" Kata-katanya belum selesai, kedua orang itu sudah berlari belasan depa. Sedikit lagi
mereka akan sampai di ujung bukit dan menghilang di sana.
Hati Tan Ki menjadi panik. Dia merasa kata-kata paman ketiganya itu sama sekali tidak
salah. Setelah tersentak, dia segera berteriak sekeras-kerasnya, "Liongwi tunggu dulu
sebentar, Boanpwe menerima?" Baru mengucapkan beberapa patah kata, tiba-tiba dia merasa serangkum angin menerpa
ke arahnya. Tahu-tahu Cian Cong dan Yibun Siu San sudah berdiri lagi dengan berdampingan
sambil tersenyum simpul tanpa mengucapkan apa-apa.
Rupanya mulut mereka memang mengatakan akan terus pergi, tetapi langkah kakinya
seperti berat sekali karena memang sengaja mengulur waktu. Ketika Tan Ki membuka
mulut menyatakan kesediaannya, dengan gerakan secepat kilat mereka kembali lagi. Pergi
dan datang hanya menghabiskan waktu sekejap saja.
Tan Ki langsung mengetuk kepalanya sendiri.
"Rupanya kalian memang memaksa aku menerima urusan ini!"
Cian Gong tertawa terbahak-bahak. "Kalau jurus ini masih tidak mempan, si pengemis tua terpaksa memutar otak mencari
akal yang lain. Tetapi si pengemis tua yakin, demi pernikahan dengan Liu Kouwnio,
meskipun urusan yang lebih sulit lagi, kau tetap akan menerimanya."
Dia menolehkan kepalanya dan mengedipkan mata kepada Yibun Siu San. Kedua orang
itu pun langsung tertawa terbahak-bahak.
"Ilmu silat Boanpwe masih cetek. Belum tentu bisa merebut kedudukan Bulim Bengcu.
Apakah Locianpwe berdua mempunyai keyakinan?"
Cian Cong mengidapkan tangannya. Bibirnya tersenyum simpul.
"Liu Loji menyatakan akan mengumpulkan para jago dari seluruh dunia dalam setengah
bulan ini. Dengan mempergunakan waktu yang ada, si pengemis tua dan Yibun Loji ini
secara bergantian akan memberikan pengarahan kepadamu tentang pelajaran
menyalurkan hawa murni serta jalan pernafasan."
Sembari berbicara, mereka bertiga masuk kembali ke dalam rumah peristirahatan"
*** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***
Waktu satu hari berlalu dengan cepat.
Yibun Siu San dan Cian Cong berdua mulai mengajarkan ilmu lwekang golongan putih.
Pada dasarnya otak Tan Ki memang cerdas, lagipula dia mempunyai bakat yang tinggi
dalam mempelajari ilmu silat. Sedangkan tokoh-tokoh yang mengajarinya, satunya
merupakan salah seorang dari Lu Wi Sam-kiat yang namanya pernah menggetarkan dunia
Kangouw belasan tahun yang lalu, sedangkan yang satunya lagi merupakan salah satu
dari tokoh sakti yang ada di dunia saat ini. Keduanya bekerja sama memusatkan segenap
perhatian memberikan pelajaran kepada Tan Ki. Hanya dalam jangka waktu satu hari saja,
anak muda itu sudah mendapat pengarahan yang tidak sedikit. Hawa murninya sekarang
dapat dialirkan dengan lancar ke seluruh tubuh.
Dalam waktu satu hari itu pula, perasaan cinta di dalam hati Tan Ki dan Mei Ling semakin
bertambah. Setelah hari kedua" Ilmu lwekang Tan Ki berkembang semakin pesat. Hubungannya dengan Mei Ling
seperti alat perekat. Keduanya tidak terpisahkan sedetikpun. Meskipun mereka selalu
bersembunyi-sembunyi dan menghindari pandangan mata Cian Cong maupun Yibun Siu
San, tetapi malah membuat perasaan rindu mereka semakin menggebu-gebu. Cinta kasih
mereka semakin mendalam. Bahkan Mei Ling sudah bersumpah dalam hati, kalau tidak
dengan Tan Ki, dia tidak mau menikah dengan siapapun.
Hari ketiga. Suasana malam ini lain dari biasanya. Bahkan Cian Cong yang terkenal ugal-ugalan
serta tidak bisa diam, juga acap kali mengerutkan sepasang alisnya. Dia berdiri di depan


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jendela dan melongokkan kepalanya keluar sambil memandang ke sekeliling.
Pasti hatinya sedang diganduli masalah yang berat dan tampaknya dia juga sedang
menantikan kedatangan seseorang. Diam-diam Tan Ki bertanya-tanya dalam hati. Dia
menjadi khawatir. Namun dia melihat Yibun Siu San juga duduk di atas tempat tidur
dengan memejamkan matanya sambil mengatur pernafasan. Tentu saja dia tidak berani
mengganggu kedua orang itu dengan berbagai pertanyaan. Terpaksa dia memendam rasa
ingin tahu dalam hatinya dan menemani Mei Ling duduk di samping meja sambil berdiam
diri. Saat demikian seakan lewat dengan merayap. Bahkan setiap detik maupun menitnya
dapat terhitung. Sebuah lampu minyak yang terdapat di atas meja menyorotkan sinar
yang remang-remang. Cahaya apinya berkibar-kibar terhembus angin yang bertiup dari
arah jendela. Suasana terasa mencekam, hal ini membuat perasaan mereka menjadi sumpek dan
iseng. Tiba-tiba" Suara siulan yang panjang sayup-sayup berkumandang ke dalam gendang telinga. Tan
Ki segera merasa bahwa orang yang mengeluarkan suara siulan itu memiliki tenaga
yang kuat sekali, bahkan jauh lebih hebat daripada dirinya sendiri. Tanpa dapat ditahan
lagi, wajahnya langsung berubah hebat. Secara refleks dia berdiri dari tempat duduknya.
Cian Cong tertawa lebar. "Ternyata tidak salah, si iblis tua sudah datang." dia mendorong jendela di depannya
agar terentang lebih lebar dan menyelinap keluar.
Yibun Siu San mendengus dingin. Dia juga langsung bangkit dari tempat tidur.
Sepasang kakinya menutul dan tubuhnya pun melesat keluar. Secara berturut-turut
mereka menghambur keluar dari rumah peristirahatan tersebut. Kecepatan gerakan
mereka benar-benar mengejutkan! Hampir bersamaan waktu dengan melayang turunnya kedua orang itu, terasa angin
menerpa, tepat pada saat itu juga melayang turun seseorang yang mengenakan jubah
hijau. Laki-laki setengah baya ini sama sekali tidak asing bagi Tan Ki. Dialah Pek Hun Cengcu,
si raja iblis nomor satu saat ini, Sam Jiu San Tian-sin Oey Kang.
Begitu melihat Oey Kang, apalagi setelah menatap wajahnya yang menyiratkan kelicikan,
dia segera membayangkan pengalaman, Liang Fu Yong ketika diperkosa oleh orang
ini. Suara ratapan gadis itu yang menyayat hati seakan berkumandang lagi di telinganya.
Hatinya jadi benci bukan kepalang. Kalau Yibun Siu San tidak memerintahkan agar dia
menjaga Mei Ling yang tubuhnya belum sehat kembali, rasanya dia ingin menerjang keluar
dan menguji sampai di mana kemajuan ilmu silatnya setelah mendapat pengarahan
selama tiga hari oleh Cian Cong dan Yibun Siu San.
Tanpa sadar, dia melangkahkan kakinya ke arah jendela. Di bawah sorotan cahaya
rembulan yang kekuningan, dia melihat jelas bayangan ketiga orang itu. Keadaan di
bawah sana tampaknya sangat menegangkan.
Tiba-tiba hidungnya mengendus bau harum yang samar-samar, entah sejak kapan Mei
Ling sudah mendekati dirinya. Lengannya yang lembut melingkar di tangan kirinya. Seakan
dia takut sekali mengetahui kehadiran si iblis Oey Kang.
Suara tawa yang panjang tiba-tiba memecahkan keheningan malam. Yibun Siu San
berkata dengan suara lantang. "Kentungan pertama baru berlalu, rembulan malam ini hanya remang- remang, mengapa
Jiko juga datang ke tempat yang sunyi seperti ini?"
Oey Kang tersenyum lembut. "Tanpa memperdulikan perjalanan yang panjang, Giheng sengaja datang ke sini untuk
mengunjungi Toaso, harap Samte bersedia mengijinkannya."
Orang ini benar-benar mempunyai watak yang licik. Sudah terang keadaan di
hadapannya amat berbahaya, menegangkan, bahkan pertarungan antara mati hidup dapat
terjadi kapan saja, tetapi dia masih bisa pura-pura seakan tidak ada sesuatupun. Mimik
wajah-nya tampak wajar sekali. Bahkan dirinya terus mengembangkan senyuman.
Yibun Siu San seakan teringat sesuatu yang mengerikan, tubuhnya sampai bergetar.
Tetapi sesaat kemudian dia tertawa terbahak-bahak.
"Memangnya siapa Toaso itu, mana sudi dia bertemu dengan orang yang mengkhianati
toakonya! Pergilah, jangan menimbulkan hawa amarah dalam hatiku!"
Tan Ki dapat mendengar bahwa dalam suara tawa Yibun Siu San terkandung penderitaan
yang tidak terkirakan. Malah suara tawanya ini timbul dari perasaan hatinya yang
terlalu pilu. Tanpa dapat ditahan lagi, hati Tan Ki jadi tergetar. "Rupanya antara Sam Siok dan Oey
Kang juga ada dendam yang belum diselesaikan," pikirnya diam-diam.
Belum lagi pikirannya selesai, terdengar lagi suara tertawa dingin dari mulut Oey Kang.
"Kalau kau mengijinkan juga tidak apa-apa. Biar Giheng naik sendiri ke atas." perlahanlahan
dia melangkahkan kakinya, ternyata dia benar-benar menuju ke atas bukit.
Terdengar Yibun Siu San membentak dengan suara keras.
"Berhenti!" Mendengar bentakannya, Oey Kang pun menghentikan langkah kakinya. Kepalanya
menoleh ke belakang. "Apakah kau memanggil aku?" tanyanya tenang.
"Tentu saja memanggil engkau. Apakah di sini ada orang lain lagi?" dengan kesal dia
melanjutkan kata-katanya. "Aku tahu selama beberapa hari ini kau terus menyelidiki
sekitar tempat ini, Aku yakin, Toaso tinggal di puncak bukit juga sudah kau ketahui
sebelumnya." Oey Kang tertawa lebar. "Terima kasih atas pujianmu." sambil berbicara dia mengeluarkan sebatang kipas dari
balik sakunya. Dia membuka kipas itu dan mengibas-kibaskannya dengan gaya angkuh.
Dengan penuh kebencian, Yibun Siu San mendengus keras-keras.
"Toaso pernah berpesan kepada Siaute, siapapun yang bermaksud mendaki ke atas
bukit, Siaute harus menghalanginya. Mau bunuh atau hanya melukai, tergantung Siaute
sen-diri." "Kalau begitu, kau ingin menghalangiku dengan kepandaianmu?"
"Rasanya terpaksa demikian." suara sahutan Yibun Siu San datar sekali.
Tampaknya Oey Kang tidak merasa takut sama sekali. Tiba-tiba dia tertawa terbahakbahak.
"Coba saja"!" suaranya belum sirna, tiba-tiba lengannya terentang, tubuhnya bagai sebatang
anak panah yang dibidikkan dari busurnya dan dengan kecepatan tinggi melesat ke
depan. Gerakannya ini menggunakan kecepatan yang tidak teruraikan dengan kata-kata dan
dilakukan secara tidak terduga-duga. Hal ini di luar perkiraan Yibun Siu San. Dia terkejut
setengah mati. Tetapi sekejap kemudian dia sudah pulih kembali seperti biasa. Setelah
mengempos semangat sambil berteriak keras, dia menghambur ke depan mengejar si raja
iblis itu. Ilmu silat kedua orang ini, merupakan jago kelas satu di dunia Bulim saat ini. Yang satu
lari, yang lain mengejar. Sama-sama menggunakan kecepatan tinggi. Tubuh mereka bagai
segulungan angin yang menghempas ke depan. Dalam waktu yang singkat, mereka sudah
berada dalam jarak dua belas depaan.
Tiba-tiba" Lengan Oey Kang mengibas ke belakang. Terpancarlah segumpal kabut atau asap yang
memenuhi udara. Hanya terlihat tebaran bayangan berwarna keputihan tertiup ke
belakang. Rupanya Oey Kang sudah mempersiapkan segumpal debu dari hancuran batu dan
menggunakannya sebagai senjata rahasia. Benda seperti itu sangat ringan dan halus.
Tetapi jangan lupa bahwa orang ini mempunyai julukan Dewa Kilat Bertangan Tiga,
keahliannya menggunakan senjata rahasia sudah tersohor di dunia Kangouw. Belum
pernah ada saingannya. Bahkan debu yang disebarkannya dapat menusuk mata lawan.
Dengan kerahan tenaga dalamnya, butiran debu itu bagai biji perak yang kecil-kecil
berjumlah ratusan me-luncur datang. Terdengar suara yang berde-sing-desing
memecahkan kesunyian. Perubahan yang mendadak itu benar-benar mengejutkan!
Yibun Siu San terperanjat setengah mati. Cepat-cepat dia mencelat mundur dan dalam
waktu yang bersamaan dia mengibaskan lengan bajunya ke depan, matanya pun segera
dipejamkan. Bahkan si pengemis sakti Cian Cong yang berdiri di belakangnya juga tidak berani
memandang ringan debu beracun itu. Mulutnya mengeluarkan suara siulan. Dengan posisi
me-nahan di depan dada, dia menghantamkan sepasang telapak tangannya. Tenaga
dorongannya yang kuat membuyarkan debu-debu itu seketika.
Tepat pada saat itu juga, udara dipenuhi dengan debu berwarna putih. Tersebar ke mana-
mana. Kurang lebih sepeminum teh kemudian, debu itu perlahan-lahan membuyar.
Sinar rembulan memancarkan cahayanya, lambat laun pemandangan pun menjadi jelas
kembali. Begitu mata memandang, tanpa dapat ditahan lagi, Yibun Siu San dan Cian Cong berseru
serentak. Wajah mereka langsung berubah hebat. Dalam waktu yang singkat, Oey
Kang sudah sampai di pertengahan bukit. Apabila naik lagi kurang lebih seratusan depa,
dia akan mencapai rumah peristirahatan Yibun Siu San, bagaimana mereka tidak menjadi
tercekat" Hampir dalam waktu yang bersamaan, mereka mengempos semangatnya serta mengerahkan
ginkang untuk mengejar. Hanya dalam beberapa detik saja, mereka sudah
menghilang. Hatinya pun menjadi agak lega. Pikirannya juga tidak begitu tertekan lagi.
Tiba-tiba serangkum suara tawa yang dingin seperti es berkumandang dari belakang
punggungnya. Datangnya suara tawa ini begitu mendadak. Dalam waktu yang bersamaan,
Tan Ki serta Mei Ling terkejut bukan kepalang. Tanpa dapat ditahan lagi, keduanya segera
menolehkan kepala. Entah sejak kapan, kurang lebih tiga mistar di belakang mereka tahu-tahu sudah berdiri
sepasang laki-laki dan perempuan. Yang laki-laki bertubuh tinggi besar, wajahnya penuh
dengan benjolan-benjolan daging. Dia mengenakan pakaian tosu dan tangannya
menggenggam serenceng tasbih. Orang satunya adalah seorang wanita setengah baya yang jeleknya jangan dikatakan
lagi. Pakaian atasnya berlengan pendek dengan warna hijau pupus, bagian bawahnya
merupakan gaun lebar dengan warna yang sama. Pada bagian pinggangnya tersampir pita
ikatan berwarna merah menyala. Tubuhnya pendek dan gemuk. Hidungnya seperti singa,
matanya seperti babi. Dua buah gigi depannya besar dan tonggos. Warnanya kuning pula.
Benar-benar tidak ada bagian yang enak untuk dilihat. Entah dosa apa yang dipikul
orangtua-nya sehingga melahirkan anak seperti itu.
Hati Tan Ki sampai sebal melihatnya. Sepasang alisnya langsung terjungkit ke atas.
"Siapa kalian" Aturan mana yang membolehkan kalian sembarang memasuki rumah
orang lain?" bentaknya marah. Pinggang wanita yang jelek itu melenggok-lenggok, dia malah sengaja mengeluarkan
gaya yang memuakkan. "Kami memang sengaja datang mencarimu!"
Wajah Tan Ki jadi merah padam. "Ngaco belo! Kalau kalian masih tidak mau menjelaskan maksud kedatangan kalian ini,
jangan salahkan kalau aku bertindak kurang sopan!" kakinya segera memasang kudakuda,
tampaknya dia sudah siap menghadapi lawan. Sedangkan sepasang matanya
memancarkan sinar yang dingin menusuk. Seakan setiap saat dia dapat melancarkan
serangan yang hebat. Wanita yang jelek itu malah tertawa terkekeh-kekeh.
"Buat apa kau begitu serius" Seperti orang yang baru keluar dari goa saja. Aku Lu Sam
Nio tidak akan menyantap dirimu."
Pada dasarnya perempuan ini sudah jelek setengah mati. Sekarang dia sengaja
memperlihatkan gaya seperti seorang gadis remaja yang sedang dalam masa puber. Tentu
saja kelakuannya makin menyebalkan orang yang melihatnya.
Perlahan-lahan dia melangkahkan kakinya. Dengan nyali yang cukup besar dia me-rapat
ke arah Tan Ki. Sepasang alis anak muda itu mengerut ketat. Hawa pembunuhan mulai
timbul dalam dadanya. Tangan kanannya direntangkan untuk melindungi Mei Ling.
"Wanita jalang, kau benar-benar cari mati!"
Terdengar deruan angin, telapak kirinya langsung mengirimkan sebuah pukulan ke depan.
Tenaga pukulannya hebat bukan main. Hawa dalam ruangan itu menjadi sesak. Serangannya
bagai gunung berapi yang siap meletus menerjang ke arah perempuan jelek itu.
Tampaknya wanita gemuk pendek lagi jelek itu tidak takut menghadapi serangannya.
Mulutnya pura-pura mengeluarkan seruan terkejut. Kakinya terhuyung-huyung seperti
orang yang ketakutan, dengan gerakan gemulai dia bergeser ke samping tiga langkah.
Tidak lebih jauh ataupun lebih dekat, tetapi dengan tepat ia dapat menghindarkan diri dari
serangan pukulan Tan Ki. Gerakannya itu seperti dibuat-buat, tetapi kecepatannya sungguh mengagumkan. Tan
Ki yang melihatnya jadi termangu-mangu. Padahal hatinya terperanjat sekali. Rupanya
ilmu silat wanita yang jelek ini tidak berada di bawah dirinya sendiri.
Pikirannya tergetar, mulutnya segera mengeluarkan suara raungan yang keras. Telapak
tangan kiri dan kanannya serentak dihantamkan ke depan.
Baru saja dua pukulan dilancarkan keluar, terdengar Tosu yang berdiri di sampingnya
tertawa seram. "Sam Nio, jangan main-main lagi. Toa Ie (bibi) mengirimkan surat lewat merpati pos,
isinya demikian mendesak. Kalau sampai karena sedikit kecerobohan akhirnya gagal, tentu
wajah engkau dan aku tidak enak dilihat lagi." sembari berbicara, tahu-tahu orangnya
menerjang datang sambil membentak"
"Biar aku yang menghadapi bocah ini. Kau cepat bawa "barang permintaan"
meninggalkan tempat ini!" pergelangan tangannya memutar, tampak bulu kuduk di
tangannya meremang semua. Setelah mengibas dua kali berturut-turut, dengan mudah
dia sudah berhasil melepaskan diri dari serangan kedua pukulan Tan Ki.
Tampaknya ilmu silat orang ini bahkan lebih tinggi setingkat daripada Lu Sam Nio. Baru
saja melepaskan diri dari serangan Tan Ki, tiba-tiba tubuhnya merapat ke depan dan tahutahu
dia sudah melancarkan tujuh delapan jurus serangan.
Angin yang timbul dari pukulannya tampak bagai ombak yang bergulung-gulung.
Kekuatan tenaganya hebat bukan main. Serangan tasbihnya demikian cepat. Untuk sesaat,
ru-angan itu dipenuhi bayangan tasbih yang tidak terhitung jumlahnya. Benar-benar ilmu
yang tidak dapat dipandang enteng. Serangannya yang gencar ini membuat Tan Ki terdesak sampai mengelak ke kiri,
menangkis ke kanan. Langkah kakinya terus mundur ke belakang. Apabila dua tokoh kelas
tinggi bergebrak, mati hidup hanya ditentukan dalam sesaat saja. Begitu serangannya
gagal, kedudukan Tan Ki semakin membahayakan. Tosu yang garang itu terus mendesak
maju, sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk mengatur nafas. Tasbihnya terus
bergerak ke sana ke mari, bahkan menimbulkan suara yang berdesing-desing. Dengan
sengit dia melancarkan dua jurus. Kaki kirinyapun menendang dalam waktu yang
bersamaan. Kecepatannya bagai kilat. Sasarannya bagian bawah perut yang mematikan.
Saat ini Tan Ki sudah terdesak sampai bawah jendela. Di belakangnya adalah dinding
rumah. Tidak ada tempat lagi untuk mundur. Meskipun hatinya tercekat melihat dua jurus
serangan serta sebuah tendangannya, tetapi pada dasarnya dia merupakan manusia yang
banyak akal. Meskipun menghadapi bahaya, ia tetap dapat mempertahankan ketenangan.
Ce-pat-cepat dia menghimpun hawa murninya. Dengan jurus Pelangi Di atas Langit, dia
segera membalas serangan yang hasilnya segera terlihat, memecahkan dua jurus dan
sebuah tendangan yang keji itu. Pertarungan ini merupakan pertempuran dua jago kelas tinggi yang seakan sedang mengadu
jiwa. Satu jurus atau satu gerakan, sudah cukup untuk membunuh orang. Baik
menyerang ataupun melindungi diri, semua dilakukan dengan cepat. Baru dilancarkan
tahu-tahu sudah ditarik kembali. Setelah belasan kali, sulit lagi membedakan mana lawan
dan mana diri sendiri. Tiba-tiba" Sebuah suara teriakan yang mengejutkan memecahkan keheningan!
Hati Tan Ki langsung tergetar. Meskipun dia sedang menghadapi lawan tangguh, namun
dengan jelas dia mengetahui bahwa jeritan yang barusan terdengar keluar dari mulut
Mei Ling yang dicintainya. Hatinya menjadi panik. Dengan gencar dia melancarkan beberapa serangan ke arah lawannya.
Untuk beberapa saat, tosu itu sampai terdesak mundur. Matanya segera beralih,
tanpa dapat ditahan lagi hatinya jadi tergetar. Jantungnya bagai terlonjak keluar pada saat
itu juga! Entah sejak kapan, wanita yang jelek itu sudah berhasil meringkus Mei Ling dan sekarang
gadis itu sudah berada dalam gendongannya. Pada saat itu juga, hawa amarah
dalam dadanya jadi meluap. Jurus Menggetarkan Langit dan Bumi yang belum pernah
digunakannya langsung dilancarkan. Serangan ini menggunakan segenap kekuatannya
yang ada. Selama tiga hari berturut-turut, dia menerima gemblengan dua tokoh sakti dunia
Kangouw saat ini. Tenaga dalamnya sudah berlipat ganda dan dapat dilancarkan sesuka
hati. Sekarang ini dikerahkan dalam keadaan gusar. Seluruh kekuatannya dihimpun dan
tentu saja kejinya bukan main. Suaranya melengking tinggi.
Tosu itu biasanya paling memandang tinggi dirinya sendiri. Melihat serangannya itu,
tampaknya dia tidak gentar sama sekali. Malah dia tertawa terbahak-bahak. Tasbihnya
dipindahkan ke tangan kiri, telapak tangannya dihantamkan ke depan untuk menyambut
serangan Tan Ki. Serangkum angin yang kuat segera menerjang ke arah serangan Tan Ki yang dilancarkan
dalam keadaan gusar. Terdengar suara menggelegar yang memekakkan telinga.
Seluruh rumah peristirahatan itu jadi bergetar bahkan bergoyang-goyang beberapa detik,
setiap waktu selalu ada kemungkinan ambruk ke bawah.
Setelah pukulan itu beradu, ternyata tubuh kedua orang itu terhuyung-huyung
beberapa saat. Sulit membedakan siapa yang lebih unggul. Serangan yang dilancarkan
Tan Ki lebih kuat dari biasanya, apalagi hatinya sedang gusar sekali. Kalau ditinjau dari hal
ini, tentu anak muda ini masih kalah setingkat dari tosu jahat itu.
Tepat pada saat itu, terdengar suara Lu Sam Nio"
"Im Ka Toyu, orangnya sudah berhasil kudapatkan. Kita sudah boleh kembali memberikan
laporan. Mari pergi!" matanya melirik ke arah Tan Ki sambil tersenyum


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyeramkan. Kemudian dia membalikkan tubuhnya dan pergi dari rumah itu.
Perubahan yang tidak terduga-duga ini berlangsung cepat sekali. Tan Ki jadi tertegun
sesaat. Tiba-tiba Im Ka Tojin kembali menyerangnya secara gencar tiga jurus berturutturut,
Tan Ki sampai terdesak mundur tiga langkah.
Untuk sesaat, dia merasa hatinya dilanda keperihan yang tidak terkatakan, melebihi
luapan amarah dalam bathinnya. Mendadak dia mendongakkan wajahnya dan
mengeluarkan suara siulan yang pilu. Sepasang kakinya menutul, tubuhnya melesat ke
udara dan menerjang ke arah wanita jelek itu.
Im Ka Tojin tertawa dingin. "Diri sendiri saja masih belum tentu selamat, saat ini masih berpikir untuk menolong
orang lain!" Lengan kanannya menghantam ke udara, timbul kekuatan yang dahsyat sekali, menghadang
tubuh Tan Ki yang sedang melesat. Dalam waktu yang sekejap saja, Lu Sam Nio
sudah menerjang keluar dan menghilang dalam kegelapan.
Tan Ki terhalang jalan perginya oleh hantaman Im Ka Tojin yang kuat. Tubuhnya terhuyung-
huyung beberapa saat, hawa murninya tidak dapat dikerahkan dengan lancar,
akibatnya diapun terjatuh di atas tanah.
Tiba-tiba terlihat bayangan berkelebat. Im Ka Tojin sudah melesat ke arah pintu. Ilmu
silat orang ini sangat tinggi. Begitu berkelebat, kecepatannya bagai kilat. Dalam dua kali
lon-catan dia sudah sampai di depan pintu.
Hati Tan Ki panik sekali, dia langsung melonjak bangun dan meraung sekeras-kerasnya.
Dia melihat gerakan tosu itu demikian cepat, apalagi jaraknya kurang lebih satu depaan,
untuk menghadang tentu tidak keburu lagi. Lengan kanannya segera terulur, dia mencekal
sebuah kursi kemudian dengan sepenuh tenaga dia menyambitkannya ke arah tosu
tersebut. Terdengar suara benturan yang memekakkan telinga. Kursi yang dilemparkan sekuat
tenaga itu tidak mengenai diri tosu itu malah membentur daun pintu. Pecahan kayu
langsung berhamburan ke mana-mana. Begitu mata memandang, Im Ka Tojin sudah melesat keluar dari rumah peristirahatan
itu. Kepedihan yang berlebihan, membuat Tan Ki berdiri dengan termangu-mangu. Untuk
se-saat dia lupa menyelamatkan Mei Ling. Sebetulnya dia dapat menyandak Im ka Tojin,
toh ilmu mereka memang seimbang. Mana ada kesempatan baginya untuk menolong
orang" Oleh karena itu, hatinya tertekan sekali"
Air matanya pun mengalir dengan deras. Dia merasa tidak pernah mengenal kedua
orang tadi. Mengapa mereka harus menculik Mei Ling"
Dia benar-benar tidak habis pikir apa alasannya, dia hanya merenung seperti orang
bodoh. Impiannya yang indah kandas sudah"
*** BAGIAN XXII Setelah tertegun beberapa saat, tiba-tiba bagai seekor binatang buas, dia menerjang
ke-luar! Begitu matanya memandang, yang terlihat hanya sinar rembulan yang semakin
meredup. Benda langit itu seakan memaksakan dirinya muncul dari balik awan yang tebal,
cahayanya hanya remang-remang. Angin malam masih berhembus seperti orang yang
menghela nafas panjang. Rerumputan bergerak-gerak menimbulkan alunan suara yang
pilu. Di sekitar sunyi senyap. Tak terlihat lagi bayangan wanita jelek itu.
Pada saat itu juga, dia merasa hatinya seperti ditusuk oleh ribuan jarum. Sakit dan
marah. Serangkum rasa perih memenuhi dadanya. Dua baris air mata bagai curahan hujan
lebat membasahi wajahnya. Tadinya dia berpikir dapat bertemu lagi dengan Mei Ling setelah diculik oleh Oey Kang,
bahkan racun Li Hun Tan dapat disembuhkan oleh Yibun Siu San. Sejak hari itu, mereka
tidak akan terpisah lagi. Untuk selamanya mereka dapat mereguk kenikmatan anggur cinta
yang tumbuh dalam hati mereka berdua.
Siapa tahu bencana memang tidak dapat ditolak. Tiba-tiba bisa muncul seorang Lu Sam
Nio dan seorang Im Ka Tojin yang menculik Mei Ling. Bagi Tan Ki, hal ini merupakan suatu
pukulan bathin yang tidak terkatakan beratnya.
Ketika dia melihat jelas bahwa kedua orang itu sudah menghilang, hatinya menjadi
hancur. Berbagai penderitaan berkecamuk dalam dadanya. Bagai seorang anak yang
menerima hinaan dari kawan-kawannya. Dia berdiri termangu-mangu dan memandangi
rembulan yang suram seperti orang yang kurang waras.
Padahal dia sedang mengerahkan segenap pikirannya untuk mencari tahu asal-usul
sepasang laki-laki dan perempuan tadi. Tetapi bagaimanapun dia tetap merasa belum
pernah bertemu dengan mereka. Dan Toa Ie yang mereka katakan tadi, entah siapa
orangnya. Yang dapat diduganya, Toa Ie ini pasti bukan tokoh sembarangan. Dan dia pula
yang memerintahkan tosu serta wanita jelek tadi untuk menculik Mei Ling.
Tanpa dapat ditahan lagi dia tertawa getir. Berbagai macam penderitaan dalam waktu
yang singkat memenuhi sanubarinya. Dia sendiri tidak tahu apa arti tawanya itu. Tetapi
dia membayangkan, dunia begini luas, daratan, pegunungan, lautan, semuanya dapat
dijadikan tempat tinggal. Lalu ke mana dia harus mencari orang yang hanya dia tahu
sebutannya Toa Ie itu" Keperihan yang tidak terkatakan memenuhi seluruh hatinya. Akal sehatnya bagai lenyap
tanpa bekas. Pikirannya kalut. Tiba-tiba dia mendengus satu kali. Dengan termangumangu,
dia mulai tertawa lebar. Tawanya ini masih belum seberapa mengejutkan. Tetapi seperti sedang melampiaskan
kekecewaan hatinya. Namun tawanya semakin lama semakin keras. Lama kelamaan
menjadi tawa yang terbahak-bahak. Suara tawanya melengking, di dalamnya terkandung
keperihan yang tidak teruraikan dengan kata-kata. Seluruh bukit dan lembah bagai
tergetar, gaungnya bertalu-talu ke segala penjuru.
Tawanya yang panjang berlangsung kurang lebih sepeminum teh lamanya. Lalu tibatiba
terhenti. Di wajahnya yang tampan tersirat kedukaan yang aneh, kemudian dia
menarik nafas panjang. Perlahan-lahan dia membalikkan tubuh dan berjalan ke atas bukit. Dalam waktu sesaat,
dia merasa kehidupannya di dunia ini tidak ada artinya sama sekali. Juga tidak tahu sejak
kapan, ternyata di dalam hatinya terlintas pikiran untuk menggundulkan rambutnya
menjadi hwesio. Dia berjalan dengan lambat, langkahnya seakan demikian berat"
Dari hadapannya berhembus segulungan angin, tetapi tetap saja tidak menghentakkannya
dari lamunan. Embun yang membasahi rumput dan bunga-bungaan berulang kali
memercik kakinya. Namun dia tidak merasa dingin sama sekali. Seluruh perasaannya
seolah sudah kebal. Selangkah demi selangkah dia berjalan. Tampang dan penampilannya lebih mirip
sesosok mayat hidup. Dalam kegelapan malam seperti ini, suasana semakin mengerikan!
Tiba-tiba" Terasa angin berkibar, sesosok bayangan kehitaman dengan tergesa- gesa berkelebat
datang. Orang ini terpana ketika tiba-tiba bertemu dengan Tan Ki. Mulutnya sampai
menge-luarkan seruan terkejut. Secara mendadak dia menahan luncuran tubuhnya yang
sedang melesat ke depan. Ketika dia berhenti, jarak antara kedua orang itu hanya tiga
langkah saja. Di bawah sinar rembulan yang remang-remang, tampak orang itu bertubuh langsing.
Alisnya bagai dilukis, kepalanya terikat sebuah pita berwarna ungu, pakaiannya berwarna
merah jambu. Bahunya menyandang sebilah pedang panjang, usianya kira-kira empat
puluhan. Kemunculan wanita setengah baya yang cantik ini begitu tiba-tiba. Seharusnya Tan Ki
bisa terkejut setengah mati. Tetapi kenyataannya benar-benar di luar dugaan, dia tidak
mengucapkan sepatah katapun. Seperti sebelumnya dia terus berjalan, seolah matanya
tidak melihat apa-apa. Gerakan yang tidak biasanya ini, malah membuat wanita setengah baya itu terperanjat.
Kakinya menggeser ke kanan kurang lebih setengah tindak, dia membiarkan Tan Ki lewat
di sampingnya. Begitu mata memandang, dia melihat tampang Tan Ki pucat sekali. Di bawah cahaya
rembulan, wajah itu adalah tanpa perasaan. Hatinya menjadi perih. Semacam perasaan
yang timbul dari kasih seorang ibu, memenuhi dadanya seketika. Membuat dia tidak dapat
menahan kedukaan dalam bathinnya. Air mata pun mengalir dengan deras. Tanpa dapat
ditahan lagi, dia berteriak sekeras-kerasnya. "Anakku!"
Setelah memanggil satu kali, nada suara-nya begitu mengharukan. Siapa kira, Tan Ki
seakan tidak mendengarnya, dia terus melangkahkan kakinya ke depan.
Kalau saja pikiran Tan Ki saat itu sadar seperti biasa, tentu dia dapat mengenali wanita
yang tiba-tiba muncul di hadapannya tadi adalah ibu yang sangat menyayanginya tetapi
juga sangat dibencinya, Cen Lam Hong. Meskipun dia telah berpisah dengan ibunya
selama sepuluh tahun. Angin gunung terus berhembus, seakan tidak hentinya menarik nafas panjang melihat
tragedi yang menimpa anak manusia. Suasana semakin pilu serta menyayat hati"
Tadinya Cen Lam Hong mendapat laporan dari Yibun Siu San. Oleh karena itu, dengan
hati penuh harapan dia cepat-cepat turun untuk menemui putranya tersayang. Meskipun
Yibun Siu San sudah memperigatkannya berkali-kali bahwa Tan Ki mempunyai salah
paham yang dalam terhadap dirinya. Setelah bertemu, ada kemungkinan timbul suasana
yang tidak enak. Tetapi dia tetap tidak perduli segalanya. Meskipun putra kesayangannya
akan memaki ataupun memukul dirinya, dia bersedia menerima semuanya. Dia hanya
berharap dapat melihat Tan Ki satu kali saja. Ingin tahu sampai di mana perubahan
anaknya setelah berpisah selama sepuluh tahun, seperti apa rupanya sekarang. Dengan
demikian pun hatinya sudah merasa puas.
Tidak disangka kenyataan yang terpampang di hadapannya benar-benar di luar dugaan
wanita setengah baya ini, akibatnya dia malah jadi terpana.
Tubuhnya berkelebat, dia menghadang di depan Tan Ki. Wajahnya menyiratkan perasaan
sayangnya yang dalam. Dengan lembut dia berkata"
"Anakku, apa yang terjadi padamu?"
Suaranya demikian keibuan dan penuh perhatian. Orang yang mendengarnya pasti
akan terharu dibuatnya. Mendadak Tan Ki menghentikan langkah kakinya. Dia
memandang Ceng Lam Hong dengan tertegun. Kemunculan wanita setengah baya itu
dihadapannya membuat dia jadi termangu-mangu.
Sepeluh tahun berpisah, meskipun terhitung waktu yang panjang, tetapi bagi ingatan
seseorang belumlah terlalu lama. Tetapi pikiran Tan Ki sekarang sedang sekarat, dia
hampir tidak tahu apa-apa lagi. Dia hanya merasa wajah wanita setengah baya di
hadapannya ini begitu welas asih, tetapi tidak dapat mengingat bahwa dia mempunyai
hubungan dengan dirinya. Setelah memandangnya dengan termangu-mangu beberapa
saat, tiba-tiba dengan ketolol-tololan dia tertawa terkekeh-kekeh. .
"Siapa kau?" Ceng Lam Hong menarik nafas panjang.
"Aku adalah ibumu, apakah kau tidak mengingatnya lagi?"
Tan Ki seolah tertegun. "Kau adalah ibuku?" bola matanya bergerak-gerak, dia memperhatikan Ceng Lam Hong
dari atas kepala sampai ke bawah kaki. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. "Ti-dak
benar, ibuku tidak selembut dirimu. Dia juga tidak sebaik dirimu, makanya dia bisa kabur
dengan seorang laki-laki. Lagipula dia sudah bersembunyi begitu lama serta tidak sudi
menemui diriku" kau mengatakan bahwa kau adalah ibuku, apakah kau juga pernah
kabur dengan seorang laki-laki?"
Mendengar kata-katanya, Ceng Lam Hong jadi tertegun. Beberapa saat kemudian, dia
baru tersadar apa makna ucapan Tan Ki. Tanpa dapat ditahan lagi dia menghentakkan
kakinya ke atas tanah. "Ngaco!" Tan Ki menaikkan sepasang bahunya. "Ngaco juga tidak apa-apa, omong kosong juga boleh. Pokoknya, di dalam hatiku sudah
tidak ada lagi bayangan ayah ibuku. Kalau kau ingin memalsukan dirinya dan mengaku
sebagai ibuku, berarti kau juga mempunyai hubungan yang kotor dengan seorang lakilaki!"
selesai berkata, mendadak dia mendongakkan wajahnya dan tertawa terbahakbahak,
kemudian dengan cepat tubuhnya melesat ke depan.
Hati Ceng Lam Hong tergetar. Secara jelas dia tahu bahwa saat ini pikiran Tan Ki
sedang kacau, kata-kata yang diucapkannya pasti seenaknya saja. Tetapi hal ini
membuktikan kepadanya bahwa kenyataannya memang Tan Ki benci sekali kepadanya.
Tiba-tiba tubuh Tan Ki menerjang ke depan, meskipun dia sangat terkejut. Secara otomatis,
dia bergeser dua langkah dan membiarkan Tan Ki lewat. Ketika anak muda itu
sudah mencapai jarak tiga depaan, tanpa dapat mempertahankan diri lagi dia memanggil
dengan suara keras, "Anak Ki"!"
Suaranya tajam dan pilu. Lebih mirip ratapan dari suara panggilan. Tampangnya
sungguh mengharukan, mimiknya menyorotkan ketulusan. Meskipun dia sudah
berpisah dengan Tan Ki selama sepuluh tahun, tetapi kasih sayangnya sebagai seorang ibu
tetap tidak hilang. Rembulan yang menyembul di balik awan, menyorotkan cahaya ke arah wajahnya yang
mulai berkerut, dua baris air mata mengalir dengan deras"
Kasih sayang seorang ibu yang lembut, seakan meluap memenuhi hatinya saat itu juga.
Tetapi Tan Ki masih belum menyadari bahwa panggilan ibunya sangat berharga,
pikirannya kurang waras, dia bahkan tidak mendengar panggilan itu.
Diantara angin malam, sayup-sayup berkumandang suara tawa yang panjang, seperti
sebilah pedang yang tajam menusuk kalbunya sebagai seorang ibu yang mencintai
anaknya. Hatinya sangat terluka. "Aku" tidak tahu malu?" Perempuan yang kabur dengan seorang laki-laki?""
gumamnya seorang diri. Mulutnya bergumam, hatinya terasa semakin dingin. Sakit yang menusuk" dua baris
air mata kembali berderai. Suaminya dibunuh mati dengan empat puluh macam senjata rahasia, meskipun hatinya
sedih sekali, namun tidak sehebat kali ini. Dua baris air mata ibu ini mengalir dari
ketulusan hatinya. Air mata yang tidak terkira nilainya. Dia dimaki oleh Tan Ki sebagai
wanita jalang yang tidak tahu malu, bagaimana perasaannya tidak menjadi sakit"
Kemudian, tampak dia menggertakkan giginya erat-erat. Tangannya terangkat dan
dihapusnya air mata yang mengalir turun. Mulutnya mengeluarkan tawa yang getir.
"Baiklah, biar saja dia memarahi aku sedemikian rupa, pokoknya dia tetap anakku!"
Tubuhnya berkelebat, dengan membawa penderitaan dan rasa sakit di hatinya, dia berlari
ke arah yang diambil Tan Ki dengan maksud mengejar anaknya itu.
Cahaya rembulan semakin redup. Namun cukup untuk menyinari seluruh perbukitan itu.
Tampak Ceng Lam Hong berlari dengan mengerahkan ilmu ginkangnya, kadang-kadang
kakinya meloncat ke atas, kadang melayang turun lagi ke bawah. Dalam waktu yang
singkat dia sudah jauh sekali. Sekali loncatan saja, dia mampu mencapai satu depaan.
Tidak berapa lama kemudian, dia sudah dapat melihat bayangan punggung Tan Ki yang
melangkah di tengah perbukitan. Diam-diam Ceng Lam Hong menghembuskan nafas
panjang. Hatinya menjadi agak lega setelah berhasil menyusul anaknya. Langkah kakinya
diperingan dan tanpa diketahui oleh Tan Ki, dia mengikutinya dari belakang.
Seorang ibu serta seorang anak membawa perasaan yang berbeda terus mendaki ke
atas bukit tanpa mengucapkan sepatah katapun. Setelah berjalan beberapa saat, tiba-tiba
terdengar suara tawa yang panjang bergema di daerah perbukitan itu. Gaungnya bahkan
membuat gendang telinga seakan menjadi berdengung-dengung.
Setelah mendengar suara tawa yang berulang-ulang itu, hati Ceng Lam Hong menjadi
khawatir. Dia tahu suara tawa itu timbul dari mulut Yibun Siu San yang mengerahkan
tenaga dalamnya, tetapi diselingi juga oleh suara Oey Kang yang sinis. Yang satu berniat
melindungi dirinya, sedangkan yang satu lagi ingin menemui dirinya. Kedua orang itu
bagai api dan air yang tidak dapat dipersatukan"
Pikirannya masih melayang-layang, tiba-tiba berkumandang lagi suara dengusan dan
bentakan. Deru angin menghempas-hempas. Tidak usah diragukan lagi, kedua orang itu
mulai terlibat dalam perkelahian yang sengit. Pada saat itu juga, mendadak Tan Ki tertawa
keras. Dengan suara lantang dia berteriak"
"Liu Moay Moay, jangan takut! Aku datang menolongmu!" baru saja ucapannya selesai,
dengan segera dia menarik nafas panjang dan tubuhnya langsung berkelebat menerjang
ke depan. Meskipun pikirannya sedang kacau, namun ilmu silatnya masih tetap. Begitu
mengemposkan tenaga, tubuhnya melesat bagai seekor kijang. Kecepatannya tidak
terkirakan. Ceng Lam Hong cepat-cepat mengerahkan ginkang-nya mengejar, semakin
lama semakin cepat. Tidak berapa lama kemudian, mereka sudah sampai di puncak bukit di mana terdapat
sebuah padang rumput yang cukup luas. Saat itu rembulan masih menyembunyikan
sebagian dirinya di balik awan, cahayanya yang redup menyinari seluruh permukaan bukit
itu. Namun masih ada beberapa bintang yang berkelap-kelip. Yibun Siu San dan Oey Kang
bertarung dengan sengit dengan tangan masing-masing menggenggam sebilah pedang
kayu. Si pengemis sakti Cian Cong malah duduk di atas rumput pada jarak dua depaan. Tangannya
menggenggam hiolo berisi arak. Berulang kali dia meneguk araknya dengan
nikmat. Kadang-kadang matanya membelalak apabila menyaksikan bagian pertarungan
yang hebat. Wajahnya menyiratkan perasaan khawatir.
Tepat pada saat Tan Ki dan ibunya mendaki ke puncak bukit. Terdengar suara Oey
Kang membentak dengan suara keras. Dengan jurus Naga Menggerakkan Ekor, orang
beserta pedangnya meluncur ke arah Yibun Siu San!
Serangannya ini dilancarkan dengan kecepatan yang hebatnya bukan main. Kaki Yibun
Siu San baru berdiri dengan mantap, pedang kayunya sudah menimbulkan suara desingan
yang meluncur dari tengah udara ke hadapannya!
Dengan panik Yibun Siu San mengerahkan jurus Berpacu di atas kuda. Dia
mengelakkan diri dari serangan pedang kayu Oey Kang, sekaligus menendangkan kaki
kanannya ke arah pergelangan tangan lawan yang menggenggam pedang kayu.
Terdengar suara tawa Oey Kang yang mengandung kelicikan luar biasa. Dia tidak berusaha
menghindarkan diri dari serangan lawan, malah tangan kirinya terulur mengincar
urat darah di bagian paha Yibun Siu San yang sedang menendang ke arahn


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bentrok Para Pendekar 3 Bukit Pemakan Manusia 7
^