Pencarian

Dewi Ular 3

Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Bagian 3


r, terbelenggu dan iblis itu merayuku. Akan tetapi aku tidak sudi dan memakinya. Berulang kali mereka memaksa aku minum obat perangsang, akan tetapi betapapun tersiksanya perasaanku, aku tetap menolaknya. Akhirnya aku dibawa ke sini dan disiksa dengan kejam oleh Iblis Betina itu."
"Jahanam busuk Kita bunuh iblis itu, suheng, kita basmi gerombolan sesat ini dan bakar kuil dan menaranya" Lee Cin berseru marah sambil mengepal kedua tangannya.
Tiba-tiba terdengar suara tawa merdu disusul ledakan dan tempat itu sudah penuh dengan asap putih yang tebal sehingga Hui san dan Lee Cin tidak dapat melihat apa-apa. Mereka hanya bersiap-siap dan legalah hati Hui san ketika ternyata asap itu tidak mengandung bius. Mereka berdua sudah memasang kuda-kuda dan siap menerjang. Ketika asap memudar dan menghilang daun pintu kamar itu sudah tertutup dan terkunci lagi, sedangkan belasan orang anak buah gerombolan dipimpin sendiri oleh si Iblis Cantik yang tertawa-tawa.
"Ha-ha-ha-hi-hik, kalian kira akan dapat lolos dari sini" jangan mimpi orang muda keras kepala, engkau tetap menolak ke hendak kami, sekarang engkau dan gadis ini akan kami jadikan tontonan setelah puas kami menonton, baru kalian akan kami bunuh. Hi-hi-hik" Wanita itu lalu pergi dari situ, akan tetapi masih ada wajah para penjaga tampak dari dalam dan kamar tahanan itu terjaga dari luar.
"Apa yang ia maksudkan?" bisik Lee Cin dengan jantung berdebar karena ia merasakan ancaman mengerikan dalam ucapan Iblis Cantik tadi.
"Aku juga tidak tahu apa maksudnya, sumoi. Akan tetapi kita boleh bersiap-siap dan sekali ada kesempatan, kalau pintu itu terbuka seperti tadi kita harus menerjang keluar. sukur kalau kita dapat menangkap Iblis Cantik itu sehingga kita dapat menjadikannya sebagai sandera."
Lee Cin mengangguk. "Kita tunggu sambil menghimcun tenaga, suheng." Keduanya lalu duduk bersila kembali dan bermeditasi.
Malam itu tidak terjadi sesuatu atas diri Lee Cin dan l-Hui san- Mereka hanya mendengar suara musik suling dan yangkim mengiringkan nyanyian merdu dan kadang terdengar tawa wanita yang genit. Mereka dapat menduga bahwa suara yang datang dari atas itu tentu suara Iblis Cantik sedang berpesta pora dan bersenang-senang. Diam-diam mereka bergidik membayangkan betapa banyak pemuda-pemuda yang menjadi korban mereka. Lee Cin teringat akan tiga orang pemuda dijurang. Mereka semua dalam keadaan loyo dan pucat. Biarpun tidak mengerti jelas, ia dapat menduga-duga apa yang telah terjadi dengan pemuda-pemuda itu. Iblis Betina Cantik itu tiada ubahnya seperti seekor binatang buas penghisap darah. suara pesta itu terdengar sampai pagi.
Pada keesokan harinya, tampak muka dua orang anak buah gerombolan di luar jeruji, memandang ke dalam. Melihat Lee Cin dan Hui san bersila dan sudah membuka mata, seorang dari mereka berseru, "Kami membawakan makanan dan minuman untuk kalian. Jangan bergerak, atau kami tidak akan memberi makanan dan minuman ini agar kalian mati kelaparan."
Seorang dari mereka membuka kunci pintu, lalu membukanya sedikitsaja, hanya cukup untuk memasukkan baki tempat makanan dan minuman, meletakkan di dalam kamar lalu menutupkan dan mengunci lagi daun pintunya dengan cepat seperti takut-takut kalau kedua orang itu menerjang pintu.
Setelah mereka pergi, Lee Cin menuju ke pintu dan mengambil baki itu lalu meletakkannya di depan Hui san-
"sumoi, untuk apa makan hidangan mereka" Aku tidak sudi"
"Aih, jangan begitu, suheng. Kalau kita tidak makan, bagaimana kita dapat mengharapkan lolos dari sini" Kita akan kelaparan dan tenaga kita akan menjadi lemah. Jangan bodoh, suheng. Mari makan dan minumlah."
"Hemm, aku tidak percaya kepada mereka yang jahat. Bagaimana kalau makanan dan minuman ini dicampuri racun?"
"Jangan khawatir, aku sudah hafal akan racun- racun- Aku akan mencicipi dulu apakah beracun atau tidak." Lee Cin lalu mencicipi setiap masakan dan minuman, mengecap-kecapnya dengan lidahnya. Ia menggeleng kepala dan berkata, "Tidak mengandung sedikitpun racun yang dapat membunuh kita."
Hui san berpikir bahwa alasan Lee Cin benar. Perutnya sudah lapar karena selama dua hari dua malam dia tidak pernah mau menyentuh makanan yang dihidangkan mereka, dan tubuhnya sudah mulai lemas. Mereka lalu makan minum sampai kenyang dan keduanya merasa segar dan kuat sekali.
Tiba-tiba terdengar suara tawa merdu. "Ha-ha-hi-hi-hik Bagus sekali, kalian telah makan minum sepuasnya" Di balik jeruji muncullah wajah si Iblis Cantik. Ketika tertawa-tawa itu, tampak giginya yang putih bersih dan berderet rapi, membuat tawanya tampak manis sekali. "setelah itu, kalian boleh berpengantinan sepuasnya dan kami pun akan mendapat tontonan yang amat memuaskan, hi-hi-hik"
"Perempuan jalang" Hui san menjadi marah dan melempar-lemparkan mangkuk dan cawan, dan sumpitnya ke arah jeruji, akan tetapi wajah cantik itu sudah lenyap dari sana.
Tiba-tiba Hui san memegang kepalanya yang terasa panas. Dia pernah dipaksa minum sesuatu dan dalam keadaan diborgol kaki tangannya, dia tidak dapat menghindar dan setelah minum air yang tidak mempunyai rasa sesuatu itu, dia pun merasa kepalanya panas dan pening, kemudian dia tersiksa oleh rangsangan yang amat hebat. Namun Huisan adalah murid seorang ketua siauw-lim-pai yang bukan hanya mempelajari ilmu silat saja, melainkan juga keagamaan dan ilmu batin. Batinnya menjadi kuat dan dia mengerahkan seluruh kekuatan batinnya untuk melawan dorongan rangsangan itu. Kini, merasa kepalanya panas, dia terkejut dan tahulah dia bahwa dalam makanan dan minuman itu terkandung racun atau obat yang mendatangkan rangsangan dalam tubuhnya. selama beberapa hari ini, dia selalu digoda Iblis Cantik untuk melayani nafsu rendahnya. Akan tetapi dia dapat bertahan dan menolak dengan keras sehingga akhirnya Iblis Cantik menjadi marah dan dia diborgol dalam kamar itu dan disiksa. Kini, kembali dia dipengaruhi racun perangsang itu, dan karena Lee Cin berada di situ, dia pun tahu betapa bahaya mengancamnya.
"Celaka, sumoi... Makanan dan minuman itu mengandung racun perangsang jangan melihat ke sini, kita tidak harus saling melihat" setelah berkata demikian, Hui san duduk bersila membelakangi Lee Cin dan mengerahkan sin-kang dan kekuatan batinnya untuk menolak rangsangan yang mencengkeram perasaannya itu.
Lee Cin mengerutkan alisnya. Memang ada semacam racun atau obat yang menimbulkan rangsangan gairah dan obat semacam ini tidak ada rasanya. Karena itu ketika mencium baunya dan menjilatnya, ia tidak merasakan apa-apa. Ia sendiri tidak terpengaruh oleh obat macam itu, karena di tubuhnya sudah terdapat kekebalan terhadap segala racun. Ketika ia masih kecil, gurunya atau ibunya sendiri sudah memasukkan hawa beracun dalam tubuhnya yang dapat menolak pengaruh racun atau obat apapun juga.
"Karena selalu menolak keinginan nista dari Iblis cantik walaupun aku keracunan, maka akhirnya ia menyekap aku di sini dan menyiksaku. Hati- hati, sumoi dan duduklah bersila untuk melawan bekerjanya racun ini." HHui san berkata tanpa menoleh, suaranya terdengar agak gemetar. Hatinya mulai diserang perasaan yang membuatnya panas dingin-serangan itu kini jauh lebih berbahaya baginya daripada yang lalu. Kalau tadinya ia menahan gelora rangsangan itu dengan tabah dan menolak bujuk rayu Iblis Cantik karena memang dia merasa tidak suka wanita jahat itu, kini dia terangsang dalam keadaan berada sekamar dengan Lee Cin Padahal, dia mencinta Lee Cin- Dahulu, ketika Lee Cin dilatih It-yang-ci oleh In Kong Taisu, gurunya, dia pernah menyatakan cintanya kepada Lee Cin (baca Kisah Gelang Kemala).Biarpun Lee Cin menolaknya dengan halus karena gadis itu belum memikirkan tentang cinta, namun cintanya tidak pernah lenyup, Kini, gadis yang dicintanya itu berada dekat dengannya, maka dorongan gairah itu menjadi berlipat ganda kuatnya
Lee Cin yang sudah mempelajari banyak pengetahuan tentang racun dari ibunya, dapat memaklumi keadaan Hui san. Ia tidak mendekati pemuda itu dan dari sudut kamar itu ia berkata lembut, "Pertahankan, suheng. Ingat, engkau adalah murid suhu In Kong Taisu yang tentu kuat untuk menahan diri dari serangan nafsu apa pun. Aku akan berusaha untuk dapat lolos dari tempat ini."
Hui san diam saja, dan tidak menoleh. Akan tetapi tiba-tiba dia mendengar suara suling melengking-lengking. Dia tahu bahwa Lee Cin meniup suling, akan tetapi tidak mengerti apa maksud gadis itu bermain suling dalam keadaan seperti itu
Akan tetapi tidak lama kemudian, seekor ular belang hitam putih merayap masuk ke dalam kamar tahanan itu. Ular ini kecil saja, sebesar ibu jari kaki. Binatang itu merayap masuk melalui celah di bawah pintu mendekati Lee Cin dan mengangkat kepalanya dan digoyang-goyangkan- seolah menari mengikuti irama suling yang ditiut gadis itu.
Lee Cin meniup suling dengan lembut, memegangi suling dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya cepat menangkap ular itu Jari-jari tangannya menjepit leher ular itu sehingga ular itu tidak mampu menggerakkan kepalanya lagi. Agaknya ia menjadi jinak di tangan Lee Cin.
Lee Cin menghentikan tiupan sulingnya, mengambil sebuah cawan yang tadi dipakainya minum, kemudian memaksa ular itu membuka mulutnya dan menekan taringnya pada bibir cawan sehingga cairan hitam keluar dari mulut ular itu dan menetes ke dalam cawan. Itulah racun ular belang hitam-putih yang memang hendak diambil oleh Lee Cin. setelah merasa cukup, Lee Cin melepasnya. Ular itu, seperti seekor anjing yang jinak. merayap ke sudut itu dan melingkar di sana, tak bergerak lagi akan tetapi matanya tetap ditujukan ke arah Lee cin seperti menanti perintah selanjutnya.
Lee Cin menuang air teh dari poci yang tadi dihidangkan sampai setengah cawan dan mencicipi dengan menjilat jarinya. setelah merasa bahwa ukuran minuman itu cukup ia lalu membawa cawan itu kepada Hui san-
"sumoi, tolong... jangan mendekat...." kata Hui san yang dapat mendengar gerakan Lee Cin mendekatinya.
"suheng, aku telah membuatkan obat penawarnya. Minumlah cawan ini sampai habis isinya." Ia menyodorkan cawan itu dari belakang tubuh Hui san- Pemuda itu menerima cawan itu dan tanpa ragu sedikitpun segera minum isinya sampai habis. Air teh itu terasa lebih pahit dari biasanya. setelah mengembalikan cawan, dia memejamkan mata, merasakan apa yang terjadi dalam perutnya. Perut itu mengeluarkan suara berkeruyuk seperti kelaparan dan dalam perutnya ada gerakan hawa yang meronta-ronta. Hui san menahan rasa muak itu dan bernapas dengan panjang, menghimpun hawa murni. Perlahan-lahan rasa muak itu menghilang dan lenyap juga pening di kepalanya dan dengan girang dia mendapat kenyataan betapa rangsangan gelora nafsu itu juga sudah lenyap sama sekali
Dengan hati lega dan girang dia membalikkan tubuhnya menghadapi Lee Cin yang memandang kepadanya dengan penuh perhatian. Melihat wajah pemuda itu yang tadinya kemerahan seperti orang kepanasan kini sudah normal kembali, ia bertanya, "Bagaimana sekarang suheng" sudah membaikkah?"
"Ah, terima kasih, sumoi. sudah sembuh sama sekali." Dan ia terkejut melihat ular kecil melingkar di sudut ruangan itu.
"Racun ular itu penawar segala macam racun, Suheng. Yang kau minum tadi adalah racun ular belang hitam-putih dan air teh."
Mendengar ini, Hui san mengangguk-angguk. "Pantas engkau tidak sampai keracunan biarpun juga makan minum seperti aku, sumoi. Kiranya pengetahuanmu tentang racun amat mendalam."
"Akan tetapi, kalau ular belang hitam putih itu menggigit orang, racunnya akan segera mendatangkan kematian- Biar kuusahakan pembebasan kita, suheng. Engkau pura-pura menggeletak pingsan, dan aku yang akan menarik perhatian penjaga."
Biarpun belum mengetahui dengan jelas, Hui san dapat menduga bahwa gadis cerdik itu akan bersandiwara agar pintunya dibuka, maka dia mengangguk lalu merebahkan diri miring menghadap dinding membelakangi pintu.
"Jangan miring, biar telentang saja, suheng dan kau kerahkan tenaga dalam untuk membuat wajahmu tampak pucat..."
Hui sian menurut dan dia menelentangkan tubuhnya dan mengerahkan sinkang untuk menahan jalan darah yang menuju ke mukanya sehingga mukanya itu tampak pucat sekali.
"suheng.... aduh, tolong. Tolonggg...." Lee Cin menangis dan menjerit-jerit setelah ia tadi menyembunyikan ular belang hitam putih di bawah bajunya.
Dua kepala segera tampak di luar jeruji. "Ada apa?" tanya seorang di antara mereka ketika melihat Lee Cin menangis dan mengguncang-guncang tubuh Hui san.
"suheng.... Aduh.... perutku. perutku sakit...." Dan Lee Cin juga terkulai dan roboh menimpa tubuh Hui san, lalu berkelojotan seperti orang sekarat.
Melihat ini, dua orang penjaga itu menjadi khawatir. Kalau dua orang tawanan itu mati, tentu mereka akan dipersalahkan oleh Niocu yang berwatak keras. Melihat wajah pemuda itu pucat dan wajah Lee Cin juga pucat dan kerut merut menahan nyeri yang hebat, dua orang penjaga itu terkecoh. Mereka tahu bahwa makanan dan minuman untuk dua orang ini diberi racun perangsang dan mereka mengira bahwa mereka agaknya tidak kuat menahan bekerjanya racun itu sehingga menderita nyeri hebat. Karena gugup dan khawatir kalau- kalau dua orang tawanan itu mati, dua orang penjaga bergegas membuka pintu kamar tahanan dengan anak kunci yang mereka bawa, lalu menghampiri Hui San yang kelihatan pingsan dan Lee Cin yang mengaduh-aduh dan menggeliat-geliat. Akan tetapi baru saja mereka menekuk lutut hendak memeriksa, dengan kecepatan kilat Lee Cin dan Hui san menyerang mereka dengan totokan It-yang-ci. Tanpa dapat mengeluarkan suara kedua orang penjaga itu roboh tak sadarkan diri
"Kita cepat keluar dari sini," bisik Hui san-
"Nanti dulu, kalau penjagaan amat ketat, akan sukarlah bagi kita untuk dapat meloloskan diri dari sini. sebaiknya kupanggil dulu para pembantuku."
"Pembantu?" Lee Cin mengeluarkan ular belang hitam putih dari balik jubahnya dan berkata, "Pembantu-pembantu seperti ini" Lalu ia mengeluarkan sulingnya dan meniupnya. Terdengar bunyi melengking lengking yang lembut namun nada suara tinggi melengking-lengking itu dapat menembus sampai ke mana-mana.
Tak lama kemudian, terdengar teriakan-teriakan dari luar pintu kamar tahanan yang sudah terbuka itu, "Ular, ular...."
"Wah, ular banyak sekali. Haiiih, menggelikan dan mengerikan"
"Semua memasuki menara. Cepat usir"
"Hiiih, akujijik...." Suara gaduh itu diselingi suara mendesis-desis dan segera tercium bau amis dan aneh. Banyak sekali ular besar kecil agaknya terpanggil oleh tiupan suling Lee Cin dan puluhan, bahkan ratusan ekor ular itu menerobos pintu memasuki lantai dasar menara itu, lalu masuk ke dalam kamar di mana Lee Cin meniup sulingnya. Melihat sedemikian banyaknya ular besar kecil, Hui san sendiri merasa ngeri. Akan tetapi Lee Cin dengan tenang saja meniup sulingnya dan semua ular yang sudah memenuhi ruangan itu mengangkat kepala seperti menari-nari
Tiba-tiba dari luar mendatangi banyak wanita bercadar mengiringkan sang Iblis Cantik Iblis Cantik itu nampak marah sekali. "Pintu kamar tahanan itu sudah terbuka. Jahanam, siapa yang berani lancang membukanya?" Akan tetapi ia segera melihat dua orang anak buahnya menggeletak di lantai kamar itu dalam keadaan pingsan, dan ia pun melihat banyak sekali ular di kamar itu, mengangkat kepala seperti menari-nari mengikuti irama lagu dari suling yang ditiup Lee Cin.
"Kalian semua maju. Bunuh dua orang itu" bentak Iblis Cantik yang menganggap dua orang itu berbahaya karena telah mengetahui rahasianya.
Akan tetapi semua anak buahnya adalah wanita, dan tidak anehlah kalau mereka merasa ngeri dan jijik melihat ular demikian banyaknya, ada yang besar ada yang kecil beraneka warna dan menggeliat-geliat menyeramkan. Iblis Cantik sendiri, biarpun ia seorang yang pemberani dan berhati kejam, tidak takut terhadap siapa pun, merasa ngeri melihat Ular demikian banyaknya. Lee Cin melihat bahwa pedang Ang-coa-kiamnya berada di tangan wanita cantik itu, maka hatinya menjadi panas.
-oo0dw0oo- Jilid: 05 "MARI kita keluar dari sini, Suheng," katanya, menghentikan tiupan sulingnya. Kemudlan la meniup lagi sulingnya, sekali ini dengan lagu yang keras dan terdengar seperti penuh kemarahan- Ular-ular itu segera membalik dan seperti hendak menyerang kepada semua wanita yang berada di luar kamar itu. Melihat ini, Iblis cantik sendiri yang berada paling depan, segera bergerak mundur dengan muka berubah pucat.
Hui San dan Lee Cin melangkah keluar dan berada di belakang barisan ular seolah menggiring mereka yang mengejar para wanita bercadar dan pemimpin mereka.
"Pergunakan api" tiba-tiba iblis cantik berseru kepada anak buahnya. Beberapa orang anak buahnya menyalakan obor dan menyerang ular-ular itu. Tentu saja ular-ular itu menjadi kalang-kabut, saling terjang dan ketakutan melihat api yang panas. Melihat ini, Lee Cin memberi isyarat kepada Hui San dan mereka menerjang maju. Lee Cin menggunakan sulingnya dan Hui San menggunakan kaki tangannya untuk mengamuk. Amukan kedua orang membuat para wanita bercadar itu terdesak mundur dan kesempatan itu dipergunakan oleh Lee Cin dan Hui San untuk melompat keluar.
"iblis busuk. Mari kita bertanding untuk menentukan siapa di antara kita yang lebih kuat" teriak Lee Cin dan ia pun menerjang dengan hebatnya kepada iblis cantik yang segera memutar pedang rampasannya untuk menyambut terjangan Lee Cin itu. Lee Cin menggunakan sulingnya untuk menangkis dan balas menyerang. Biarpun hanya sebatang suling, akan tetapi suling di tangan Lee Cin adalah suling terbuat dari baja dan memang dapat dipergunakan sebagai senjata ampuh. Dua orang wanita yang sama cantiknya itu segera terlibat dalam perkelahian yang seru. Ular-ular yang ketakutan menghadapi api dan yang kini tidak terkendali oleh suara suling, melarikan diri cerai berai ke segala penjuru.
Sementara itu, Hui san mengamuk dengan kaki tangannya, dikeroyok belasan orang wanita bercadar. Pendekar Siauw-lim-pai ini biarpun bertangan koSong, membuat para pengeroyoknya kocar-kacir dan mereka yang terkena tamparan atau tendangannya berpelantingan.
Perkelahian itu terjadi di luar menara dan karena matahari telah naik cukup tinggi dan kuil itu mulai dipenuhi pengunjung, maka tentu saja suara perkelahian itu terdengar sampai ke kuil. Para pengunjung kuil sejak tadi terheran-heran mengapa tidak ada seorang to-kouw yang menyambut dan melayani mereka. Mereka tadinya hanya menunggu munculnya para to-kouw. Kemudian mereka mendengar suara ribut-ribut dari belakang kuil, maka mereka lalu memasuki kuil dan keluar daripintu belakang. Mereka terheran-heran ketika melihat seorang gadis dan seorang pemuda dikeroyok banyak wanita bercadar. Yang amat menarik hati mereka adalah ketika mereka melihat iblis Cantik. Wanita itu mirip sekali dengan Dewi seribu Berkah yang mereka puja-puja di kuil itu Karena tidak tahu urusannya dan tidak mengenal mereka yang berkelahi, orang-orang itu tidak berani mencampuri, hanya menonton dari jarak jauh.
Hui San mengamuk dan para pengeroyoknya yang belasan orang jumlahnya itu kocar-kacir. Biarpun mereka semua memegang pedang, tidak pernah sekalipun tubuh pemuda itu terkena senjata para pengeroyoknya, bahkan beberapa orang kehilangan pedang yang terlempar karena tamparan atau tendangan kaki pemuda itu. Para pengeroyok mulai menjadi jerih melihat sepak terjang Hui san dan mereka mulai mundur menjauhkan diri.
Sementara itu, iblis Cantik yang melawan Lee Cin juga sudah kewalahan menghadapi permainan suling di tangan gadis itu. Lee Cin memainkan Ang-coa Kiam-sut dengan sulingnya dan tangan kirinya kadang menyelingi sambaran sulingnya dengan ilmu totok It-yang-ci yang ampuh. iblis Cantik itu hanya mampu menangkis dan mengelak saja, main mundur dandidesak terus oleh Lee Cin- Pada suatu saat, tangan kiri Lee Cin berhasil menotok mengenai siku kanan iblis Cantik. seketika lengan itu menjadi lumpuh dan pedang Ang-coa- kiam terlepas dari tangannya. Lee Cin cepat menyambar pedangnya itu dengan tangan kiri lalu menyelipkan suling dipinggangnya.
Iblis Cantik terkejut sekali. Ia melompat ke belakang lalu tangan kirinya bergerak. Beberapa sinar kecil hitam menyambar ke arah Lee Cin. Lee Cin maklum bahwa lawan menyerangnya dengan senjata rahasia, maka ia memutar pedang ular merahnya sehingga semua senjata gelap itu runtuh.
Tiba-tiba si iblis Cantik menggerakkan tangan kirinya lagi dan terdengar ledakan disusul asap hitam tebal. Lee -lin maklum bahwa lawannya hendak melarikan diri dengan lindungan asap tebal. Tangan kirinya mengambil sesuatu dari balik bajunya dan dilemparkannya ke depan- Terdengar jerit mengerikan kemudian sunyi. Anak buah iblis Cantik yang kewalahan melawan Hui san sudah melarikan diri, cerai-berai ke empat penjuru mencari keselamatan.
Lee Cin dan Hui sian mengusir asap tebal dengan pukulan dan dorongan tangan dengan pengerahan sin-kang. setelah asap menipis dan mengudara, tampaklah si iblis Cantik rebah telentang dengan mata mendelik dan kedua tangan di leher. Di lehernya yang putih mulus telah melingkar seekor ular belang hitam putih yang tadi dilontarkan oleh Lee Cin. Leher itu telah digigit ular, akan tetapi ular itu pun mati dengan kepala hancur dicengkeram jari tangan iblis Cantik,
Setelah pertempuran terhenti, baru para tamu kuil menghampiri. sibuklah Lee Cin dan Hui san menjelaskan dan menceritakan tentang iblis Cantik dan anak buahnya yang bersarang di menara itu dan menggunakan kuil itu untuk menjadi kedok perbuatan maksiat mereka. Tadinya para tamu itu tidak dapat percaya, akan tetapi setelah mereka ikut menyerbu ke menara dan membebaskan beberapa orang pemuda yang menjadi korban gerombolan sesat itu dan mendengar keterangan mereka, baru para tamu itu dapat percaya.
Para pemuda yang menjadi korban itu bercerita betapa mereka ditawan, diberi minum obat perangsang dan selanjutnya mereka harus melayani nafsu jahat si iblis Cantik. Kalau si iblis Cantik itu sudah bosan, seorang pemuda diserahkan kepada anak buahnya. Pemuda-pemuda itu tidak mampu menolak atau mencegah. Bahkan mereka yang sudah loyo dan kehabisan tenaga, dibuang begitu saja di tengah hutan di bukit itu, dan ada yang dilempar ke dalam jurang.
Mendengar ini, para tamu kuil itu menjadi marah. Mereka merasa telah tertipu oleh para to-kouw yang ternyata adalah wanita-wanita cabul yang amat jahat. Bahkan Dewi seribu Berkah yang mereka puja adalah patung dari iblis cantik yang mengepalai gerombolan cabut dan jahat itu. saking marahnya, para penduduk dusun yang merasa tertipu itu lalu membakar kuil dan menara dan melemparkan mayat si iblis Cantik ke dalam kobaran api.
Lee Cin dan Hui san diam-diam meninggalkan para penghuni dusun yang mengamuk itu, menuruni puncak dengan cepat. setelah tiba disebuah lereng yang merupakan lapangan rumput, mereka berhenti untuk beristirahat.
"Berbahaya sekali...." Hui san menghela napas panjang. "Kalau tidak ada engkau yang datang menolong, entah bagaimana jadinya dengan diriku. Mungkin akan disiksa sampai mati. Aku patut berterima kasih kepadamu sumoi."
Pemuda itu memandang Lee Cin sambil tersenyum dan pandang matanya bersukur.
Lee Cin tertawa keciL "Ih, perlukah itu kita saling berterima kasih, suheng" sudah sewajarnya kalau kita saling bantu, bukan" Kalau engkau berterima kasih, aku ingatkan engkau akan peristiwa dua tiga tahun yang lalu. Engkau pun menyelamatkan aku dari tangan sijahanam Siangkoan Tek " (baca Kisah Gelang Kemala).
Hui sian tertawa. "Akan tetapi sebaliknya engkau pun menyelamatkan aku ketika aku terluka oleh pukulan datuk Siangkoan Bhok."
"sudahlah, karena itu tidak perlu kita saling berterima kasih, saling hutang budi. sudah menjadi kewajiban kita untuk menolong siapa saja yang terancam bahaya, bukan" Ketika aku ke menara, aku sama sekali tidak mengira bahwa pemuda yang hendak kuselamatkan itu adalah engkau. Apalagi engkau, suheng, biarpun orang lain, kalau membutuhkan pertolongan tentu akan kutolong."
"Engkau seorang pendekar wanita yang berbudi mulia, sumoi," kata Hui san sambil menatap wajah gadis itu penuh kagum. Cintanya terhadap Lee Cin yang selama ini terpendam saja, kini tumbuh kembali, akan tetapi tentu saja dia tidak berani menyatakan hal itu kepada Lee Cin, takut kalau ditolak lagi. Penolakan Cinta memang mendatangkan perasaan pedih di hati. Daripada menyatakan Cinta lalu ditolak. lebih baik berdiam diri sehingga hubungan mereka tetap baik.
"suheng, engkau hendak ke mana dan bagaimana dapat sampai di tempat ini?" tanya Lee Cin.
"sebetuinya aku diutus oleh susiok (Paman Guru) Hui Sian Hwesio untuk pergi berkunjung keBengcu Souw Tek Bun di Hong-san."
"Ah, mengunjungi Ayah?" Lee Cin bertanya heran
"Ayahmu" Bengcu Souw Tek Bun itu ayahmu?" kini Hui san yang bertanya penuh keheranan. Ketika Lee Cin belajar It-yang-ci dari gurunya, In Kong Thaisu, yang dia tahu Lee Cin adalah murid Ang-tok Mo-li Bagaimana kini gadis itu mengaku Souw-bengcu sebagai ayahnya"
Lee Cin menghela napas panjang. Ia sudah terlanjur mengatakan demikian maka ia harus menceritakan hal yang sebenarnya, "Ya, dia adalah ayah kandungku. sudah hampir dua tahun aku tinggal bersama ayah kandungku di Hong-san. Akan tetapi engkau hendak ke sana menemui ayahku ada masalah apakah suheng,?" Ia membelokkan percakapan.
"Tentu engkau tahu bahwa kalau ayahmu itu menjadi bengcu, maka Susiok Hui Sian Hwesio dan Locianpwe Im Yang sengcu ketua Kun-lun-pai adalah wakil-wakil Bengcu."
"Aku mengerti. Ayah sudah memberitahu kepadaku. Akan tetapi ada urusan apakah susiok Hui san Hwesio mengutusmu mengunjungi Ayah?"
"Aku tidak tahu jelas, sumoi. Hanya pesan susiok Hui san Hwesio kepadaku agar memberitahukan Souw- bengcu bahwa pada bulan lima akan diadakan pertemuan besar antara para tokoh kang-ouw untuk membicarakan keadaan di luar timur sepanjang pantai, di mana banyak tokoh kang-ouw terbujuk oleh bangsa Jepang untuk mengadakan pemberontakan di sana. Pertemuan itu akan diadakan di Hong-san dan minta kepada Souw-bengcu untuk bersiap-siap menghadapi pertemuan itu"
Lee Cin mengerutkan alisnya. "Hemm, pertemuan itu tidak bisa diadakan di Hong-san-"
"Kenapa, sumoi?" "Justeru aku hendak menghadap susiok Hui San Hwesio wakil bengcu, untuk menyampaikan pesan Ayah bahwa mulai sekarang Ayah telah mengundurkan diri dari kedudukan sebagai bengcu."
Tentu saja Hui san terkejut mendengar ini dan memandang wajah Lee Cin dengan penuh pertanyaan- "Kenapa, sumoi?"
Lee Cin sudah siap dengan jawabannya terhadap pertanyaan itu seperti yang ia telah membayangkannya. "Ayah berada dalam keadaan tidak sehat setelah berkelahi melawan seseorang, karenanya Ayah tidak lagi dapat bertindak sebagai bengcu. Ayah mengutus aku menemu susiok Hui san Hwesio atau Locianpwe Im Yang sengcu dari Kun-lun-pai sebagai wakil-wakil bengcu agar mereka bertindak mewakilinya. Pendeknya, Ayah mengundurkan diri dari kedudukan sebagai bengcu."
"siapa yang telah melukai ayahmu, sumoi?"
Lee Cin menghela napas. "Itulah sukarnya. Ayah tidak mengenalnya siapa, hanya tahu dia seorang laki-laki muda yang memakai kedok hitam. Aku sekarang sedang dalam perjalanan mencari pria muda yang berkedok hitam itu. Aku harus membalas apa yang telah dia lakukan kepada Ayah."
"Akan tetapi mengapa" Apakah orang itu musuh ayahmu" Tentu ada sebab-sebabnya."
"Menurut Ayah, orang itu menyalahkan Ayah yang duduk sebagai bengcu, Ayah disebutnya sebagai antek Mancu. Jahanam busuk itu, aku akan memenggal lehernya Berani dia menuduh Ayah sebagai antek Mancu."
Hui sian menghela napas panjang. "Inilah satu di antara persoalan yang akan dibahas dalam rapat para tokoh kang-ouw. Kita semua mengetahui bahwa negara dan bangsa kita dijajah oleh orang Mancu, dan karena pemilihan bengcu juga disetujui bahkan didukung pemerintah Kerajaan Mancu, maka tidaklah terlalu aneh kalau ada orang-orang kang-ouw yang menuduh kita sebagai antek Mancu. sekarang ini banyak golongan yang bergerak menentang pemerintah penjajah Mancu."
"Akan tetapi, Ayah bukan antek Mancu. Dan Ayah tidak menggerakkan orang kang-ouw untuk membantu pemerintah Mancu orang menuduh sembarangan, tanpa menyelidiki lebih dulu sudah menyerang Ayah. Pendeknya, dari golongan manapun orang yang menyerang Ayah itu, aku pasti dan harus membalasnya. Aku tidak peduli apakah dia itu dari golongan pendekar maupun golongan sesat. Cara dia menyerang Ayah dengan memakai kedok dan menggunakan ilmu pukulan penghancur tulang sudah menunjukkan bahwa dia bukan manusia baik- baik"
Menghadapi gadis yang marah-marah itu Hui san menghela napas. Dia sudah cukup mengenal watak Lee Cin dan justeru kekerasan hati gadis ini yang membuatnya tertarik. Dia tahu bahwa betapapun ganas dan galaknya Lee Cin, pada dasarnya ia seorang gadis gagah perkasa yang mempertahankan kebenaran seperti yang ia gambarkan dengan penuh keberanian. Ia bukan seorang gadis jahat walaupun memang wataknya keras dan liar.
"Aku sendiri tidak dapat menduga siapa orang berkedok itu, sumoi. sebaiknya sekarang kita pergi menghadap susiok Hui sian Hwesio. Kalau beliau sudah tidak berada di Kuil Kwi-cu lagi, biariah suhu yang memutuskan dan menerima pesan ayahmu. susiok Hui sian Hwesio adalah wakil Ketua Siauw-lim-pai di Kwi-cu, dan tugasnya mewakili suhu di luaran. Beliau banyak melakukan perantauan."
"Akan tetapi pesan Ayah, kalau aku tidak dapat bertemu dengan susiok Hui sian Hwesio, aku harus pergi ke Kun-lun-pai melapor kepada Locianpwe Yang sengcu."
"Hal itu kita bicarakan nanti saja kalau kita sudah menghadap sisiok Hiu sian Hwesio atau suhu. Mari, sumoi, kita lanjutkan perjalanan ke Kwi-cu."
Kedua orang muda itu lalu meninggalkan bukit itu dan melakukan perjalanan cepat menuju ke Kwi-cu. Lee Cin sama sekali tidak mengetahui betapa bahagia rasa hati Hui sian mendapat kesempatan melakukan perjalanan bersamanya. Memang dua tahun lebih yang lalu Hui san pernah menyatakan Cintanya kepadanya, akan tetapi ditanggapinya dengan ringan dan tak acuh saja tanpa ketegasan apakah ia menerima ataukah menolak Cinta kasih pemuda itu. Lee Cin sendiri sudah hampir lupa akan peristiwa itu. Namun pada wajahnya, Hui san yang berbatin kuat itu tidak menunjukkan sesuatu. sikapnya tetap ramah dan sopan terhadap Lee Cin. Bahkan tidak nampak pada sinar matanya kemesraan yang memenuhi hatinya.
Cinta merupakan suatu perasaan teramat kuat mempengaruhi diri setiap orang manusia. Cinta dapat mendatangkan perasaan berbahagia, namun Cinta dapat pula mendatangkan perasaan sengsara. Kalau dua hati bertemu dan saling bertaut dalam ikatan benang-benang Cinta itu kadang dapat kusut dan ruwet. Namun sebaliknya, kalau Cinta tidak terbalas, dapat mendatangkan penderitaan batin yang hebat. Kekecewaan dan kehampaan akan membuat seseorang merasa sebagai manusia paling sengsara di dunia ini.
Cinta selalu diboncengi nafsu sehingga sifatnya menjadi tamak. Cinta seperti ini selalu menghendaki balasan- selalu menghendaki keuntungan bagi diri sendiri. Menghendaki agar yang diCinta itu membalas Cintanya, menghendaki agar dia dapat memiliki dan memiliki yang diCinta. Cinta seperti ini mendatangkan rasa senang bagaikan orang minum anggur yang dapat memabukkan dan membuat dirinya lupa daratan. Akan tetapi Cinta seperti ini, yang diboncengi nafsu asmara, sebaliknya dapat pula mendatangkan kekecewaan dan duka. Kalau yang diCinta itu tidak membalas dengan Cinta, kalau yang diCinta itu memalingkan muka kepada orang lain, kalau yang diCinta itu tidak menyenangkan hatinya, tidak suka dikuasai dan dimilikinya, tidak mau pula menguasai dan memilikinya, maka datanglah kekecewaan dan duka.
Ada Cinta yang murni, tidak diboncengi nafsu. Cinta seperti ini bagaikan sinar matahari yang tidak memilih siapa yang akan dilimpahi cahayanya. Cinta seperti ini tidak menuntut balasan, Cinta seperti ini tidak memilih sasaran dan Cinta seperti ini tidak pernah mendatangkan kesenangan maupun kesusahan, tidak pernah mendatangkan kepuasan maupun kekecewaan. Cinta seperti ini seperti matahari yang menyinarkan cahayanya kepada siapapun juga, menghidupkan, menyehatkan tanpa menuntut balas apa pun dan dari siapa pun. seperti bunga menyiarkan keharuman memberikan keindahan kepada siapapun juga tanpa menuntut balas apa pun dari siapa pun. Cinta seperti ini adalah suatu keadaan, bukan suatu perbuatan yang lahir dari hati akal pikiran.
Akan tetapi yang kita bicarakan adalah Cinta yang pertama tadi, Cinta yang ada karena bekerjanya hati akal pikiran , karena tertariknya panca indera. Manusia tidak ada yang terbebas dari Cinta seperti ini. Akan tetapi manusia yang sudah menyadari dan tahu macam apa Cinta yang menguasai hatinya, yang waspada dan maklum bahwa Cintanya itu bergelimang nafsu, tidak akan terlalu dalam terperosok. tidak akan terlalu kuat terikat sehingga akibatnya tidak terlalu parah. sesungguhnyalah bahwa Cinta seperti ini membuahkan kesenangan ataupun kesusahan, kepuasan atau kekecewaan dan siapa yang sudah tahu benar akan hal ini, kalau harus memetik dan memakan buahnya, tidaklah terkejut benar.
Pada suatu hari yang cerah, serombongan piauwsu terdiri dari sembilan orang pengawal dua buah kereta terisi barang dagangan yang amat berharga, yaitu kain sutera dan bahan pakaian lainnya, yang ditarik oleh masing-masing dua ekor kuda. para piauwsu itu menunggang kuda dan mereka mengawal barang kiriman itu sambil bercakap-cakap dan menjalankan kuda mereka dengan santai. Mereka telah melakukan perjalanan selama dua hari dari kota Pao-ting dan tujuan mereka adalah kota Thian-ting di tenggara. Perjalanan itu akan makan kurang lebih lima hari dan sudah dilalui setengah perjalanan. Mereka sudah lelah dan hendak mengaso kalau terdapat tempat yang cocok untuk itu. Dua orang kusir juga melenggut di tempat duduk mereka, membiarkan kuda mereka berjalan seenaknya. Kuda- kuda itu perlu beristirahat dan diberi minum. Mereka tahu bahwa di lereng pertama dari bukit di depan terdapat sebuah dusun dan di sana mereka bisa mendapatkan makanan dan minuman untuk orang dan kuda.
Mereka menjalankan kuda seenaknya karena dusun itu sudah dekat dan mereka sudah melampaui daerah yang dianggap paling berbahaya tanpa mendapatkan gangguan yang berarti. Dari dusun di lereng itu sampai ke kota Thian-ting perjalanan akan lebih aman dan juga tidak banyak melalui jalan pegunungan yang berat. Hati mereka ringan dan karena merasa aman, mereka pun bercakap-cakap dengan santai. Yang memimpin rombongan ini adalah piauwsu kepala, sebanyak dua orang bernama Cu Lok dan Thio sin. Mereka adalah piauwsu yang sudah berpengalaman dan merupakan wakil-wakil yang dipercaya dari Ketua Kim-liong-pang di Pao-ting, yaitu Souw-pangcu atau Souw Can. Karena barang kiriman itu amat berharga, maka kedua orang wakil inilah yang disuruh mengawal, bersama tujuh orang piauwsu pembantu.
Ketika mereka tiba di kaki bukit itu, tak jauh lagi dari dusun yang berada di lereng pertama, tiba-tiba dua buah kereta yang berjalan di depan berhenti. Para piauwsu yang mengiringkan di belakang sambil bercakap-cakap merasa heran dan cepat dua orang pimpinan mereka melarikan kuda menuju ke depan untuk melihat mengapa kereta dihentikan oleh kusir- kusirnya .
Cu Lok dan Thio sin yang melarikan kudanya paling depan, melihat seorang pemuda tampan berdiri di tengah jalan sehingga kusir terpaksa menghentikan keretanya karena tidak ingin menabrak pemuda itu. seorang pemuda berusia kurang lebih duapuluh dua tahun yang berwajah tampan dan gagah. Dipunggungnya terdapat sebatang pedang danpakaian pemuda itu mewah dan indah bersih, pandang matanya tajam dan mulutnya tersenyum. Nampaknya dia bersikap lembut dan melihat pakaiannya seperti seorang kong-cu yang kaya, dua orang piauwsu itu menjadi tenang hatinya. Tidak mungkin pemuda seperti itu hendak mengganggu mereka. Tampang dan pembawaannya bukan seperti orang kang-ouw yang yang suka merampok atau memeras.
Cu Lok piauwsu yang berusia empat puluh tahun dan bertubuh tinggi besar, berkata kepada rekannya, "Biar aku yang menghadapinya."
Thio sin, yang berusia tiga puluh lima tahun dan bertubuh sedang, juga merasa tenang melihat pemuda yang menghadang itu, maka dia pun mengangguk dan membiarkan rekannya yang lebih tua itu melompat turun dari kudanya dan menghadapi pemuda yang menghadang di tengah jalan itu. Cu Lok adalah seorang piauwsu yang berpengalaman. Dia tahu bahwa penjahat yang paling berbahaya adalah kalau dia berupa seorang yang lemah dan sama sekali tidak kelihatan sebagai seorang penjahat. Maka dia bersikap hati-hati dan mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada pemuda berpakaian mewah itu.
"Kami para piauwsu dari Kim-liong-pang sedang mengawal dua kereta barang menuju ke Thian-ting. Agaknya Kongcu memcunyai urusan penting dengan kami maka menghadang sini. Apakah kiranya yang dapat kami bantu untuk Kongcu?" sikap Cu Lok ini hormat sekali.
"Bagus, orang-orang Kim-liong-pang ternyata mengerti aturan," kata pemuda itu sambil tersenyum. "Bolehkah aku bertanya, apa isi kedua kereta itu?" Dia menuding ke arah dua buah kereta yang berhenti di situ.
"Kami sedang mengawal barang kiriman berupa kain-kain sutera dan bahan pakaian lain menuju ke Thian-ting. Harap Kongcu membiarkan kami lewat," kata Cu Lok. masih dengan sikap merendah dan hormat.
"Aha, kebetulan sekali. Kami sedang membutuhkan kain untuk membuat pakaian anak buah kami yang belasan orang banyaknya. Karena itu, bersikaplah baik dan murah hati kepada kami, piauwsu, dan tinggalkan sebuah di antara dua kereta itu untuk kami."
Cu Lok mengerutkan alisnya. Tidak salah dugaannya. Pemuda yang berpakaian mewah dan berbicara halus ini adalah seorang perampok. Maka dia berkata dengan menahan kesabaran. "Mana dapat begitu, Kongcu" Barang kiriman ini bukan milik kami dan kami dari Kim-liong-pang tidak pernah bermusuhan dengan Kongcu. Harap biarkan kami lewat dan kelak kami akan berkunjung untuk menghaturkan terima kasih."
Pemuda itu tertawa, "Ha- ha- ha, mana bisa begitu" Yang kami butuhkan sekarang adalah kain-kain untuk dibuat pakaian, bukan ucapan terima kasih."
"Kalau hanya itu yang Kongcu butuhkan, tentu dengan senang hati kami akan memberi untuk Kongcu," kata Cu Lok yang mengira bahwa pemuda itu membutuhkan pakaian untuk diri sendiri sehingga hanya membutuhkan beberapa potong kain saja. "Kalau Kongcu hendak membuat pakaian, silakan memilih beberapa potong kain, nanti kami yang akan menggantinya kepada pemiliknya di Thian-ting."
"Ha- ha- ha, kau ini lucu Untuk apa beberapa potong kain" Aku hendak mengambil satu kereta. Kami membutuhkan pakaian untuk dua puluh lima orang"
Tahulah Cu Lok bahwa pemuda itu tidak main-main dan memang benar dia seorang perampok yang hendak memaksanya menyerahkan sekereta kain.
"Hemm, sobat" suaranya kini berbeda, terdengar tegas, "Apakah engkau hendak merampok kami?"
"Masa bodoh apa yang kalian katakan, merampok atau meminta. Pendeknya, kalian harus meninggalkan sekereta kain ini kepadaku."
"Jelasnya, engkau hendak merampok. kami" Hei, orang muda, siapa kah engkau yang berani mengganggu barang kiriman yang dikawal oleh para piauwsu Kim-liong-pang?"
"Aku Siangkoan Tek tidak mengenal Kim-liong-pang, dan apa yang aku kehendaki harus kalian taati, atau kalian semua akan kuhajar" kata pemuda yang lemah lembut itu. Pemuda itu memang Siangkoan Tek adanya. seperti kita ketahu, Siangkoan Tek dimarahi ayah ibunya karena ulahnya membikin ribut Pulau Naga yang diserbu pasukan dari daratan. Ayah ibunya lalu menyuruh dia merantau selama setahun untuk mencari pengalaman dan juga mencari jodoh. dalam perantauannya itu Siangkoan Tek tiba di daerah itu.
Ketika Siangkoan Tek tiba di bukit itu, dua puluh lima orang perampok menghadangnya. Melihat pakaiannya yang mewah, para perampok itu menduga bahwa dia tentu seorang pemuda kaya, maka mereka menghentikannya dan minta semua barang yang dibawanya. Siangkoan Tek tertawa dan menghajar dua puluh lima orang perampok itu tanpa membunuh mereka. Para perampok itu taluk dan mengaku kalah kepada pemuda yang amat lihai itu. saat itulah Siangkoan Tek mendapat gagasan yang dianggapnya baik. Dipulaunya, sebagai putera majikan Pulau Naga, dia selalu dihormati dan dilayani. Kini, melihat dua puluh lima orang itu, dia mengambil keputusan untuk menjadikan mereka itu anak buahnya. Dengan demikian, dia akan dilayani dan juga kedudukannya menjadi kuat. Maka dia lalu mengangkat diri sendiri menjadi pimpinan mereka. Para anak buahnya inilah yang memberitahu kepadanya bahwa ada kiriman barang berharga sebanyak dua kereta akan lewat dijalan raya, di luar hutan yang menjadi sarang mereka. Ketika Siangkoan Tek bertanya mengapa mereka tidak merampas kereta berisi barang berharga itu, mereka menyatakan takut karena kereta barang-barang itu dikawal oleh para piauwsu Kim-liong-pang. Demikianlah, Siangkoan Tek lalu menghadang kereta itu dan menyuruh anak buahnya bersembunyi saja dan baru keluar kalau dia memberi tanda.
Sementara itu, Cu Lok dan Thio sin menjadi marah mendengar ucapan terakhir Siangkoan Tek yang hendak menghajar mereka kalau kehendaknya tidak ditaati.
Thio sin sudah marah sekali dan dia pun meloncat turun dari atas punggung kudanya, diikuti oleh papa anak buahnya yang berjumlah tujuh orang itu "Pemuda sombong, engkaulah yang akan kuhajar" bentak Thio sin dan dia sudah menyerang pemuda itu dengan pedangnya. Akan tetapi dengan gerakan indah dan cepat, Siangkoan Tek mengelak ke kiri dan kakinya mencuat dalam tendangan kilat mengenai dada Thio sin sehingga piauwsu itu terjengkang roboh.
Melihat ini, cu Lok lalu menyerangnya, diikuti oleh tujuh orang anak buahnya dan dikeroyoklah Siangkoan Tek oleh delapan orang itu Thio sin yang roboh itu sudah merangkak kembali dan ikut pula mengeroyok.
Namun, sembilan orang piauwsu itu sama sekali bukan merupakan lawan tangguh bagi Siangkoan Tek. dalam waktu singkat saja mereka itu sudah terpelanting oleh tamparan dan tendangan pemuda itu. Melihat ini, dua orang kusir meloncat turun dan ikut pula mengeroyok. akan tetapi mereka pun terpelanting roboh. Akhirnya, sembilan orang itu sudah dihajar oleh Siangkoan Tek. membuat mereka babak belur, dan tidak mampu melawan lagi. Siangkoan Tek bertepuk tangan dan keluarlah anak buahnya dari balik pohon-pohon dan semak-semak.
"Bawa kuda- kuda itu dan dua buah kereta" perintah Siangkoan Tek. Para anak buah perampok itu girang sekali. Baru sekali ini mereka dapat merampas barang- barang kawalan para piauwsu Kim-liong-pang. Dan semua itu terjadi tanpa mereka turun tangan sama sekali. Anak buah perampok itu menjadi girang sekali bukan hanya mendapatkan hasil rampokan yang amat berharga, tiga belas ekor kuda dan dua buah kereta penuh sutera dan kain, akan tetapi terutama sekali karena mereka mendapatkan seorang pemimpin yang dapat dibanggakan, yang telah berani merampok dan mengalahkan sembilan orang piauwsu Kim-liong-pang yang lihai.
Sembilan orang piauwsu dan dua orang kusir itu terpaksa melarikan diri meninggalkan kuda mereka ketika mereka melihat demikian banyaknya anak buah perampok bermunculan dari dalam hutan. Pemuda itu merobohkan mereka akan tetapi tidak membunuh, belum tentu kalau anak buahnya pun akan membiarkan mereka hidup, Maka mereka lalu melarikan diri dan kembali kw poa ting.
Souw Can merasa heran dan juga marah sekali mendengar laporan anak buahnya bahwa dua kereta barang itu dilarikan perampok bertkut sembilan ekor kuda tunggangan anak buahnya. Akan tetapi yang lebih marah lagi adalah Souw Hwe Li dan Lai Siong Ek. Dua orang muda ini marah sekali karena merasa betapa Kim-liong-pang dipandang ringan dan dihina oleh seorang perampok muda. Mereka berdua menanyakan kepada para piauwsu itu di mana tempat mereka dirampok dan setelah mendengar keterangan jelas, tanpa pamit lagi mereka berdua segera membalapkan kuda mereka menuju ke hutan itu.
Baru setelah dua orang muda itu dua tiga jam pergi, Souw Can diberitahu tentang kepergian mereka. Souw Can mengerutkan alisnya dan menganggap murid dan putertnya lancang. Menurut certta sembilan orang piauwsu, perampok tunggal itu tentu lihai sekali. Bagaimana Hwe Li dan Siong Ek pergi begitu saja tanpa memberitahu dia lebih dulu" Karena mengkhawatirkan keselamatan puterinya, Souw Can lalu memimpin tujuh belas anggauta Kim-liong-pang dan melakukan pengejaran dengan naik kuda.
Akan tetapi Hwe Li dan Siong Ek membalapkan kuda mereka dan baru berhenti setelah malam tiba. Mereka bermalam disebuah kuil di lereng bukit danpada keesokan harinya, pagi-pagi benar mereka sudah melanjutkan perjalanan dengan membalapkan kuda mereka.
Siang hari itu, mereka tiba di tempat terjadinya perampokan. Mereka lalu membelok dan memasuki hutan seperti yang diceritakan para piauwsu yang melihat bahwa kereta mereka dilartkan ke dalam hutan. Kini kedua orang muda itu menjalankan kuda mereka dengan hati- hati karena maklum bahwa mereka telah memasuki daerah yang dikuasai perampok.
Tak lama kemudian mereka melihat dua orang laki-laki berusia empat puluh tahun berjalan di tengah hutan- Mereka berjalan dengan santai, akan tetapi ketika mendengar derap kaki kuda, mereka lalu membalikkan tubuh menghadang di jalan dan sikap mereka bengis.
Hwe Li melihat sikap kedua orang ini segera berkata kepada Siong Ek, "suheng, tentu mereka itu anggauta perampok Kita tangkap mereka hidup, hidup,"
Ia lalu melompat turun dari atas kudanya, diikuti oleh Siong Ek. Tanpa memberi kesempatan kepada dua orang itu untuk bergerak atau bicara, Hwe Li sudah menerjangnya dengan hebat. Song Ek juga menyerang perampok ke dua. Dua orang itu mencabut golok dan hendak melawan, akan tetapi dengan mudah Hwe Li dan Siong Ek meroboh kan mereka. Hwe Li sudah mencabut pedangnya dan menempelkan pedang itu di leher seorang di antara mereka, sedangkan Siong Ek juga mengancam orang ke dua dengan pedangnya.
"Hayo, katakan di mana dua buah kereta dan sembilan ekor kuda kami di sembunyikan. Dan katakan siapa kepala rampok itu dan di mana dia berada. Cepat atau aku akan penggal lehermu"
Dua orang anggauta perampok itu menjadi pucat. Akan tetapi pada saat itu terdengar suara tawa halus dan di situ sudah muncul Siangkoan Tek yang berdiri sambil bertolak pinggang.
Mendengar suara tawa ini, Hwe Li menoleh dan ia melihat seorang pemuda tampan dan gagah dengan pakaian mewah sudah berdiri memandang kepadanya sambil tersenyum. Melihat ini, ia lalu melepaskan orang yang ditodongnya dan membalik, menghadapi Siangkoan Tek. Ia teringat akan cerita para piauwsu yang dirampok. maka dengan pedang di tangan kanan, ia menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka pemuda itu.
"Engkaukah yang bernama Siangkoan Tek dan yang telah merampok dua buah kereta barang dan sembilan ekor kuda dari para piauwsu kami?" bentak Hwe Li dengan marah.
Melihat gadis yang cantik jelita itu marah- marah, Siangkoan Tek tersenyum. Hatinya kagum sekali. Gadis itu selain cantik jelita, juga gagah perkasa dan pemberani, begitu gagah kelihatannya ketika menudingkan telunjuknya dengan pedang di tangan kanan-
"Benar, aku adalah Siangkoan Tek. dan engkau siapakah, Nona" Apa hubunganmu dengan kejadian itu?" tanya Siangkoan Tek sambil tersenyum memikat, matanya bersinar-sinar. Biarpun sedan marah, Hwe Li terpaksa harus mengakui di dalam hatinya bahwa perampok ini sungguh merupakan seorang pemuda yang tampan dan gagah, dan melihat sikap dan pakaiannya, sungguh tidak patut menjadi perampok. Dia lebih mirip seorang siucai (sastrawan) atau seorang kongcu (tuan muda) bangsawan atau hartawan. Akan tetapi karena ia sedang marah, ia melupakan semua kenyataan ini dan membentak dengan suara lantang,
"Perampok busuk Aku adalah Souw Hwe Li, puteri Ketua Kim-liong-pang, pemimpin pengawalan barang. Hayo cepat kau kembalikan sembilan ekor kuda dan dua buah kereta bertsi bahan pakaian itu lalu berlutut minta maaf, baru aku dapat mengampunimu. Kalau tidak. pedang nonamu akan memenggal batang lehermu"
Sementara itu, Lai Siong Ek memperlihatkan muka garang dan dia pun membentak,
"Perampok jahanam... Butakah matamu, tulikah telingamu sehingga engkau tidak melihat bahwa dua buah kereta itu dikawal oleh orang-orang Kim-liong-pang" Berani mati engkau mengganggunya sumoi,jangan memberi ampun penjahat ini. Mart kita basmi mereka dan rampas kembali dua buah kereta itu" setelah berkata demikian, Lai Siong Ekyang sudah mencabut pedangnya mendahului sumoinya menyerang pemuda itu
Melihat gerakan pedang yang tangkas, cepat dan cukup bertenaga itu, Siangkoan Tek mengeluarkan suara mengejek dan dia sudah mengelak dengan mudah. Ketika tusukan pedangnya dielakkan dengan mudah, Siong Ek menjadi semakin marah dan pedangnya sudah berkelebat ke bawah, menyerampang ke arah kedua kaki lawan. Akan tetapi dengan gerakan ringan seperti seekor burung, Siangkoan Tek kembali mengelak dengan lompatan ke atas dan dari atas tangannya menyambar untuk mencengkeram pundak Siong Ek . Pemuda ini terkejut sekali karena tahu-tahu tangan itu sudah sangat dekat dengan pundaknya sehingga terpaksa untuk menghindarkan pundaknya dari cengkeraman tangan lawan, dia melempar diri ke belakang, terjengkang dan berjungkir balik agar tidak terbanting jatuh. Melihat ini, Hwe Li meloncat ke depan dan pedangnya bergerak bagaikan kilat menyambar ke arah leher Siangkoan Tek. Akan tetapi kembali pemuda dari pulau Naga itu mengelak dengan gerakan indah, lalu melangkah maju untuk menangkap lengan tangan Hwe Li yang memegang pedang. Namun Hwe Li sudah melompat mundur untuk menghindarkan diri. Dua orang kakak beradik seperguruan itu lalu mengeroyok Siangkoan Tek dengan ilmu pedang mereka.
Sambil berloncatan mengelak ke sana sini Siangkoan Tek memperhatikan ilmu pedang mereka. Dia mengenal ilmu pedang Kun-lun-pai yang indah gerakannya, dan segera dapat mengira bahwa ilmu kepandaian gadis cantik itu lebih lihai dibanding suhengnya. Dia menjadi semakin kagum kepada gadis itu. seorang gadis yang cukup pantas untuk menjadi kekasihnya, bukan menjadi isterinya karena yang pantas menjadi istertnya hanyalah gadis-gadis seperti Lee Cin dan Cin Lan. Dalam perantauannya dia sudah mencari keterangan tentang dua orang gadis itu dan mendengar bahwa Tang Cin Lan, puteri pangeran itu, telah menikah dengan Song Thian Lee, pemuda yang amat dibenCinya. Maka tinggal Lee Cin seorang yang dia harapkan untuk menjadi isterinya. Akan tetapi gadis yang mengeroyoknya ini pun cukup lumayan ilmu silatnya, dan wajahnya juga cukup manis.
Siangkoan Tek adalah seorang pemuda yang sudah sesat sejak masih muda remaja. Dia hidup dekat dengan selir-selir ayahnya yang banyak jumlahnya, dan karena dia seorang pemuda yang tampan, maka selir-selir itu banyak yang memanjakannya, bahkan mengajarinya untuk bermesraan dengan mereka. Dengan lingkungan dan pendidikan seperti itu, Siangkoan Tek menjadi dewasa sebagai seorang pemuda yang mata keranjang. Lebih-lebih ayahnya tidak pernah menegur atau melarangnya dalam sepak terjangnya yang gila perempuan ini. Hanya ibunya yang suka menegurnya dengan keras. Akan tetapi karena ibunya berada di rumah saja, maka apa yang dilakukan oleh puteranya di luar rumah tidak diketahui oleh ibunya, hanya diketahui oleh ayahnya yang membiarkan saja
Menghadapi pengeroyokan Hwe Li dan Siong Ek. Siangkoan Tek tidak menjadi terdesak karena memang tingkat kepandaiannya jauh lebih tinggi. Akan tetapi dia pun tidak berani main-main karena ilmu pedang Kun-lun-pai adalah ilmu pedang yang cukup hebat. Kalau saja yang memainkan itu seorang gadis. setingkat dengan Lee Cin kepandaiannya, tentu dia akan terancam bahaya. Namun, menghadapi dua orang itu, Siangkoan Tek menang dalam hal kecepatan maupun tenaga sin-kang.
Bahkan dia tidak membalas dengan serangan maut. Kalau dia menghendaki kematian dua orang pengeroyok itu, tidak sampai lima puluh jurus lamanya tentu kedua orang lawan itu sudah dapat dia robohkan- Akan tetapi dia tidak menghendaki hal ini terjadi. Hatinya tertarik kepada Hwe Li dan dia tidak ingin membuat gadis itu membencinya kalau dia melukai atau bahkan membunuh mereka. setelah cukup lama mempermainkan mereka, Siangkoan Tek menggunakan ilmu silat Hui-liong-kun- Tubuhnya bergerak cepat dan serangannya nnendatangkan angin pukulan yang dahsyat. Ketika dia mendapat kesempatan, dia dapat menendang pergelangan tangan kanan Siong Ek sehingga pemuda ini terkejut dan terpaksa pedangnya terlepas dari tangan, dan sebelum dia sempat menghindar, sebuah pukulan tangan koSong mengenai pundaknya dan dia pun terpental roboh. Tulang pundaknya tidak patah, akan tetapi pukulan telapak tangan terbuka itu mendatangkan rasa panas dan pundaknya terasa nyeri.
Melihat suhengnya sudah kalah dan agaknya menderita kesakitan sehingga tidak dapat segera maju lagi, Hwe Li menjadi marah. Ia memutar pedangnya dan mendesak lawannya, namun siang-koan Tek sudah mendahuluinya, menangkap pergelangan tangan kanannya, memutar sehingga terpaksa Hwe Li juga melepaskan pedangnya dan di lain saat dia telah menotok pundak Hwe Li, membuat gadis itu terkulai lemas dan berada dalam rangkulannya.
Melihat sumoinya dipeluk Siangkoan Tek. Siong Ek menjadi marah dan nekat. Diambilnya pedangnya yang tadi tertepas dan dia membentak. "Lepaskan sumoi" Dia siap untuk menerjang dengan pedangnya.
Akan tetapi Siangkoan Tek menodongkan kedua jarinya ke ubun-ubun kepala Hwe Li. "Majulah selangkah dan sumoimu ini akan tewas seketika"
Melihat ini, wajah Siong Ek menjadi pucat dan dia tidak berani bergerak. Dia hanya memandang ke arah sumoinya dengan bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan atau dikatakan- sementara itu, ketika Hwe Li merasa betapa ia tidak lagi mampu bergerak atau mengeluarkan suara, ia hanya dapat memandang wajah Siangkoan Tek dengan ketakutan. Tahulah ia bahwa ia berada dalam bahaya. Siangkoan Tek yang melihat betapa gadis dalam rangkulannya itu ketakutan, tersenyum manis kepada Hwe Li.
"Adik manis, jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu. Engkau sementara ini akan menjadi tamuku yang terhormat. Lihat, bahkan suhengmu tidak kusakiti dan tidak kubunuh. Kalau engkau menurut dan tidak memberontak. aku akan bersikap baik sekali kepadamu. sebaliknya kalau engkau melawan, suhengmu ini akan mati di depan matamu, kemudian engkau juga akan mati di tanganku."
Mendengar ancaman yang diucapkan sambil tersenyum dan dengan kata- kata lembut itu Hwe Li menjadi semakin ketakutan, dan ketika pada saat itu Siangkoan Tek membebaskan totokannya, ia tidak berani meronta dan hanya tinggal diam saja.
"sobat, bebaskan sumoiku agar kami dapat pergi dari sini." Siong Ek mencoba untuk membujuknya .
"Tidak perlu banyak cakap lagi. sumoimu menjadi tamu agungku, dan engkau cepat pergilah dari sini sebelum pikiranku berubah dan engkau kubunuh. Pergilah"
Siong Ek maklum bahwa dia tidak berdaya menolong sumoinya. Dia memandang kepada sumoinya dan berkata, "sumoi, tenanglah. Aku akan mencari bala bantuan untuk membebaskanmu. "
Saking takutnya, Hwe Li tidak mampu bicara lagi dan ia hanya mengangguk kepada suhengnya. Siong Ek segera melompat ke atas kudanya dan membalapkan kudanya untuk kembali ke Pao-ting dan mencari bala bantuan-
Setelah Siong Ek pergi, Siangkoan Tek berkata kepada Hwe Li, "Adik Souw Hwe Li, mari silakan menunggang kudamu, kita pulang ke tempat tinggalku."
Hwe Li melihat ada kesempatan- Ia melompat ke atas kudanya dan hendak melarikan diri, akan tetapi Siangkoan Tek sudah menyambar kendali kudanya dan menuntun kuda itu memasuki hutan lebih dalam lagi.
Tidak jauh dari situ terdapat sebuah kuil kuno yang sudah tidak dipergunakan dan inilah yang dijadikan tempat tinggal atau sarang oleh Siangkoan Tek dan para berandal yang menjadi anak buahnya. Hwe Li yang sudah tidak dapat berdaya itu menurut saja ketika disuruh turun dari kuda dan diajak masuk ke dalam kuil kuno. Di dalamnya lebar dan sederhana, akan tetapi sebuah ruangan yang cukup luas dilengkapi perabot seperti meja kursi, lemari dan tempat tidur besar yang cukup indah buatannya dan ruangan ini dijadikan sebagai tempat atau kamar tidur oleh Siangkoan Tek.
"Nah, engkau tinggal untuk sementara di sini, Nona. Engkau menjadi tamuku juga sahabat baikku. Dan untuk menyambut kedatanganmu, kita adakan sebuah pesta kecil di antara kita berdua saja." Siangkoan Tek berkata dengan lembut dan tidak ketinggalan senyumnya yang menarik. Melihat dirinya diperlakukan dengan baik, rasa takut menipis di hati Hwe Li.
"Memang sebaiknya kalau engkau melakukan aku dengan sepantasnya, karena kalau engkau berani menggangguku, ayahku tentu tidak akan terima begitu saja," katanya dengan ancaman, akan tetapi tidak terdengar galak lagi.
Mereka kini duduk berhadapan terhalang meja besar dalam kamar itu. Siang-koan Tek bersikap lembut dan ramah sehingga Hwe Li mulai merasa lega dan tenang.
"Nah, setelah kini kita berkenalan sebagai sahabat, aku akan menyebutmu moi-moi dan engkau menyebutku koko, tentu engkau tidak menolak bukan?"
Hwe Li sedikit tersenyum. Memang sebaiknya kalau bersahabat dengan pemuda yang amat lihai ini. Bayangkan saja, ia dan suhengnya dengan berpedang mengeroyoknya yang bertangan koSong, akan tetapi mereka kalah. Pemuda ini sungguh lihai bukan main- Kalau ia bersikap baik dan bersahabat kepadanya, besar kemungkinan ia akan dibebaskan dan tidak diganggu. Sebaliknya kalau ia bersikap bermusuhan, apa dayanya karena ia telah terjatuh ke tangannya. Maka ia lalu mengangguk menyatakan setuju.
"Nah, dengan begitu hatiku merasa senang, Li-moi. Sekarang, ceritakanlah keadaan keluargamu kepadaku. Aku ingin mengenalmu lebih baik."
"Kami tinggal di Pao-ting dan Ayah menjadi pangcu (ketua) dari Kim-liong-pang yang mendirikan perusahaan pengawalan barang kiriman- Pembantu Ayah kini tidak kurang dari dua puluh lima orang. Ayah adalah seorang tokoh Kun-lun-pai dan namanya banyak dikenal di dunia kang-ouw. Karena itu, ha rap engkau tidak memusuhinya, Tek-ko." Ucapan Hwe Li ini membujuk dan juga sengaja membanggakan ayahnya untuk mengecilkan hati Siangkoan Tek.
Pemuda itu tersenyum. "Aku memang sudah menduga bahwa engkau murid seorang tokoh Kun-lun-pai, melihat ilmu pedangmu. Dan bagaimana dengan suhengmu itu" Aku melihat dia itu amat sayang kepadamu. Li-moi."
Wajah Hwe Li berubah sedikit merah. Ia sendiri sudah lama mengetahui bahwa Siong Ek mencintanya, akan tetapi ia belum dapat menerima perasaannya itu dan menganggap Siong Ek sebagai suheng biasa.
"Ah, dia hanya suhengku bernama Lai Siong Ek. Karena dia murid tunggal dari Ayah, maka kami bersahabat, biasa saja."
"Tidak saling mencinta?" Hwe Li menggeleng kepalanya dan mereka bertemu pandang. Melihat sinar mata gadis itu dengan berani menentang pandang matanya, Siangkoan Tek maklum bahwa gadis itu tidak berbohong.
"Hem, setidaknya dia yang mencinta mu, Li-moi. Akan tetapi aku tidak menyalahkan dia. Hati pria mana yang tidak akan terpikat kalau bertemu denganmu" Apalagi engkau bergaul lama dengannya."
Ucapan ini membuat Hwe Li tersipu, akan tetapi pada saat itu, hidangan telah ditaruh di atas meja besar itu dan Siangkoan Tek lalu mengajak Hwe Li makan minum sambil bercakap-cakap. berdua saja. Dan Hwe Li tidak menolak ketika ia disuguhi arak oleh pemuda itu sehingga ia minum sampai kedua pipinya kemerahan dan sikapnya lebih berani lagi.
"Sudah kukatakan tadi bahwa semua pria akan terpikat kalau bertemu denganmu, Li-moi. Engkau bukan saja cantik jelita, akan tetapi juga berilmu silat tinggi dan sikapmu menyenangkan, tidak seperti kebanyakan gadis yang malu-malu. Engkau bagaikan setangkai bunga yang sedang mekar mengharum, menarik datangnya banyak kupu-kupu."
Hwe Li tersipu pula mendengar pujian yang terang-terangan itu. "Aih, Tek-ko, cukuplah segala pujian itu sekarang aku minta engkau suka menceritakan tentang dirimu sendiri. Aku heran sekali melihat keadaanmu."
Siangkoan Tek memandang wajah gadis itu. sinar matanya penuh selidik. "Kenapa engkau merasa heran, Li-moi" Apakah ada yang aneh tentang diriku?"
"Engkau adalah seorang yang aneh sekali, Tek-ko Bayangkan saja. Engkau seorang pemuda yang melihat penampilanmu tentu engkau sepatutnya menjadi seorang siucai atau kongcu. Kata-katamu halus dan sopan teratur, sikapmu lemah-lembut, pakaianmu juga menunjukkan bahwa engkau seorang pemuda kaya. Akan tetapi engkau muncul sebagai seorang perampok. Tidak cocok sama sekali ini. engkau seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, mengapa merendahkan diri menjadi perampok" Engkau berbeda sekali dengan anak buahmu yang kasar-kasar. Mereka memang patut menjadi perampok akan tetapi engkau sama sekali tidak pantas. Maka aku ingin sekali mendengar riwayatmu, Tek-ko"
Siangkoan Tek memandang gadis itu sambil tersenyum. Dia merasa semakin suka kepada gadis ini. Lumayan untuk menjadi kekasih sementara, sebelum dia melanjutkan perjalanannya. Walaupun tidak untuk menjadi isteri, setidaknya untuk menjadi kekasih.
"Ha, ha, ha, kini engkau yang memuji-mujiku, Li-moi. Terima kasih atas pujianmu. Memang aku bukan perampok biasa, Li-moi. Baru beberapa hari ini aku menjadi perampok, atau memimpin gerombolan perampok. Justeru aku yang kebetulan lewat di sini yang dirampok oleh mereka. Aku kalahkan dan tundukkan mereka, lalu mereka menyerah dan aku menjadi pemimpin mereka. Karena aku tidak ingin melihat anak buahku berpakaian sekotor dan sekasar itu, maka ketika dua buah kereta itu lewat, aku bermaksud minta sebuah untuk dijadikan pakaian anak buahku. Akan tetapi para piauwsu itu menolak sehingga terjadilah perkelahian, dan aku merampas dua buah kereta itu. Akan tetapi kereta- kereta itu beserta isinya dan sembilan ekor kuda tunggangan dan kuda penarik kereta masih berada di belakang kuil ini."
"Kalau begitu, Tek-ko setelah kita bersahabat, bolehkah aku minta dua buah kereta dan kuda- kudanya itu untuk kubawa kembali" Kalau engkau membutuhkan pakaian untuk anak buahmu, tentu akan kuberi secukupnya."
"Hemm, hal itu boleh kita bicarakan nanti, Li-moi. sekarang kita makan minum sambil bercakap-cakap tentang diri kita."
Melihat pemuda itu tampak agak tidak senang, Hwe Li cepat mengubah arah percakapan-"Engkau belum menceritakan dari mana asalmu, siapa orang tuamu dan mengapa engkau berada di sini memimpin gerombolan perampok itu."
"Ayahku adalah orang nomor satu di dunia kang-ouw bagian timur. Ayahku bernama Siangkoan Bhok berjuluk Tung-hai-ong (Raja Lautan Timur) yang terkenal sebagai datuk besar timur, tinggal di Pulau Naga. Aku sedang melakukan perantauan untuk memperluas pengalamanku dan seperti kuceritakan tadi, baru beberapa hari aku berada di sini dan mengalahkan para perampok sehingga aku mereka angkat menjadi pemimpin mereka."
Hwe Li tidak pernah mendengar nama besar Siangkoan Bhok. akan tetapi ia dapat menduga bahwa ayah pemuda ini tentu seorang yang sakti dan disegani di dunia kang-ouw.
"Ah, kalau begitu engkau adalah putera seorang yang terkenal di dunia kang-ouw, mengapa merendahkan dirimu menjadi pemimpin perampok, Tek-ko" Bagaimana kalau engkau kuhadapkan kepada ayahku yang tentu akan menerimamu dengan baik dan kalau orang yang memiliki kepandaian seperti engkau ini memimpin piauw-kiok (perusahaan pengawal barang) tentu kita akan memperoleh kemajuan besar."
"Aku tidak ingin bekerja, dan aku menjadi pemimpin gerombolan ini pun hanya sementara saja, sekedar untuk mempunyai anak buah untuk kuperintah melayani segala keperluanku. Jangan khawatir, Li-moi, engkau di sini menjadi tamu dan juga sahabat baikku, tidak ada yang akan berani mengganggumu. Li-moi, apakah engkau sudah bertunangan atau mempunyai pilihan hati" Barang kali suhengmu itu?"
Wajah gadis itu menjadi merah sekali. sungguh pertanyaan yang amat terbuka mengenai perasaan hati pribadinya., Ia menggeleng kepala tanpa menjawab.
"Engkau mau artikan bahwa engkau masih bebas, belum bertunangan, belum ada yang menjadi pilihan hatimu?"
Hwe Li yang masih berdebar jantungnya karena tegang itu mengangguk dan menundukkan mukanya. Tiba-tiba ia merasa betapa tangannya yang berada di atas meja dipegang oleh pemuda itu. Ia terkejut dan jantungnya berdebar semakin kencang.
"Li-moi, kalau begitu kebetulan sekali. Aku sendirtpun masih bebas dan sejak pertama kali melihatmu, aku sudah jatuh Cinta kepadamu. Maukah engkau menjadi kekasih ku, Li-moi?"
Tangan yang memegang tangan Hwe Li itu meremas-remas lembut dan mesra. Hwe Li menjadi malu sekali, mukanya merah sampai ke lehernya dan ketika ia mengangkat muka, ia memandang wajah Siangkoan Tek dengan malu-malu dan tersenyum salah tingkah.
"Bagaimana, Li-moi" Aku berterus terang saja dan jawablah dengan terus terang. Maukah engkau menjadi kekasih ku?"
"Tek-ko, ini. ini. begini mendadak.... Bagaimana aku harus menjawabnya" Berilah aku waktu untuk memikirkan hal ini...."
"Baik, aku memberi waktu sampai besok pagi. Kuharap besok di waktu kita makan pagi, engkau sudah dapat menjawab pertanyaanku itu, dan mudah-mudahan jawabannya akan membahagiakan hatiku. Nah, sekarang engkau boleh mengaso, Li-moi. Engkau tidurlah di kamar ini, aku akan tidur di kamar lain-" Siangkoan Tek bertepuk tangan tiga kali dan beberapa orang anak buahnya masuk kamar. Pemuda itu memerintahkan anak buahnya untuk membersihkan meja. setelah itu, dia lalu keluar dari kamar itu dan menutupkan daun pintunya dari luar. sebelum pintu tertutup, dia menatap wajah Hwe Li. Kebetulan gadis itu pun memandangnya dan pandang mata mereka bertemu, Hwe Li menundukkan mukanya dan Siangkoan Tek meninggalkan kamar.
Hwe Li cepat mengunci pintu dari dalam dan ia berjalan hilir mudik di kamar itu. Pertanyaan pemuda itu masih terngiang di telinganya. Maukah ia menjadi kekasih Siangkoan Tek" Pertanyaan yang sukar sekali dijawabnya seketika. Harus diakuinya bahwa ia kagum sekali kepada pemuda tampan dan gagah itu. Akan tetapi mereka baru saja berkenalan dan Siangkoan Tek menjadi pemimpin perampok ia menjadi bimbang. Ketika ia merebahkan diri di atas pembaringan, ia gelisah tidak dapat pulas. Ia bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan itu besok pagi. Menolak" ini bertawanan dengan bisikan hatinya. siapa yang tidak ingin menjadi kekasih seorang pemuda seperti Siangkoan Tek" Pemuda yang tampan dan gagah, memiliki ilmu silat tinggi dan putera seorang datuk besar pula. Akan tetapi, dapatkah ia menerima begitu saja menjadi kekasih seorang pemuda yang baru saja dikenalnya, yang belum diketahui benar bagaimana keadaan hatinya" sampai jauh malam barulah Hwe Li dapat pulas, akan tetapi tidurnya penuh mimpi buruk.
Pada keesokan harinya pagi-pagi Hwe Li sudah terbangun dari tidurnya. semalam ada ingatan untuk melarikan diri, akan tetapi ketika ia membuka sedikit daun pintu, ternyata di depan kamarnya terdapat beberapa orang anak buah perampok menjaga. Dan ketika ia mengintai dari jendela, sama saja. Di sana juga ada beberapa orang menjaga. Ia tidak akan dapat melarikan diri tanpa diketahui dan kalau hal ini ia lakukan kemudian ia tertangkap lagi, belum tentu sikap Siangkoan Tek akan sebaik ini. Maka ia pun membuang pikirannya untuk melarikan diri Ketika pagi itu ia membuka daun pintu, beberapa orang anak buah perampok menghampiri dan seorang di antara mereka bertanya, "Adakah sesuatu yang dapat kami bantu, Nona?"
"Aku. aku ingin mandi." "Biar aku yang melayani" terdengar suara orang dan Siangkoan Tek muncul di situ. Hwe Li merasa sungkan dan malu karena ia kelihatan oleh pemuda itu sehabis bangun tidur, belum mandi dan rambutnya pun tentu kusut.
"Engkau hendak mandi, Li-moi" Mari, di belakang kuil ini terdapat pancuran air yang jernih sekali."
Terpaksa Hwe Li mengikuti pemuda itu ke belakang dan benar saja, di belakang kuil terdapat pancuran air yang jernih dan tempat itu sudah tertutup pagar kayu sehingga ia dapat mandi di dalam ruangan itu dengan aman dan tidak tampak dari luar.
Setelah mandi dan merasa dirinya bersih dan segar, Hwe Li keluar dari tempat mandi itu. Siangkoan Tek sudah menyodorkan sisir dan cermin bundar.
"Bawalah ini ke kamarmu, Li-moi. Dan setelah selesai menyisir rambut, kita makan pagi."
Biarpun pemuda itu tidak mengatakan bahwa dia menagih janji jawaban Hwe Li, namun Hwe Li sudah merasakannya dan hal ini membuat ia menjadi semakin gelisah. sampai saat itu ia masih belum dapat mengambil keputusan jawaban bagaimana yang harus ia katakan kepada pemuda itu. Ia tidak menjawab, melainkan kembali ke kamar besar dan menyisir rambutnya yang panjang, lalu menyanggulnya. Karena di situ tidak terdapat bedak. maka ia hanya menggosok gosok kulit mukanya sehingga menjadi kemerahan.
Setelah selesai, ia tinggal saja di dalam kamarnya, tidak berani keluar dari kamar itu karena ia masih belum dapat mengambil keputusan. Akhirnya, sebuah ketukan dipintu membuat ia terkejut dan menengok ke arah pintu tanpa bergerak.
"Li-moi, keluarlah kalau engkau sudah selesai. Kita makan pagi" terdengar suara Siangkoan Tek lembut. Terpaksa Hwe Li bangkit berdiri, masih bingung bagaimana nanti harus menjawab pertanyaan pemuda itu. Ia melangkah keluar dan melihat betapa Siangkoan Tek sudah berganti pakaian baru dan nampak tampan sekali pagi itu. Ketika bertemu pandang, Hwe Li menundukkan mukanya dan ia membiarkan saja ketika tangannya dipegang dan digandeng oleh Siangkoan Tek.
"Kita makan di ruangan belakang," kata pemuda itu dan Hwe Li hanya menurut saja digandeng menuju ke ruangan belakang.
Hidangan untuk makan pagi ternyata telah disiapkan. Siangkoan Tek lalu membimbingnya duduk menghadapi meja dan mereka lalu makan pagi. Kalau Siangkoan Tek makan pagi dengan penuh semangat dan tampak gembira sekali, sebaliknya Hwe Li makan dengan lambat. sampai saat itu ia masih merasa bingung sekali. sebagian dari perasaannya mendorongnya untuk menyambut uluran hati pemuda itu, akan tetapi sebagian lagi masih sangsi.
Baru saja mereka selesai makan, terdengar ribut-ribut dan derap kaki banyak kuda di luar kuil. Dua orang anak buah bergegas masuk dan melaporkan dengan suara gemetar, "Kongcu, tempat kita diserbu banyak sekali perajurit. Kita telah dikepung dari semua penjuru"
Tentu saja Siangkoan Tek merasa terkejut. "Siapkan semua anak buah. Lawan mati-matian" perintahnya. Dua orang itu cepat pergi dan Siangkoan Tek lalu bertanya kepada Hwe Li,
"Hwe Li, bagaimana Kim-liong-pang dapat mendatangkan pasukan pemerintah?"
"Ini tentu perbuatan suheng Lai Siong Ek. Dia adalah putera jaksa di Pao-ting dan tentu ayahnya yang mengerahkan pasukan dengan maksud untuk menolong aku, Tek-ko. Karena itu, sebaiknya engkau menyerah. Akulah yang akan menanggung agar engkau tidak dihukum. Akan kuceritakan bahwa engkau memperlakukan aku dengan baik sekali."
Akan tetapi Siangkoan Tek cepat memegang tangan Hwe Li dan dia pun berkata, suaranya tegas, "Mari kita melihat keluar"
Setelah mereka tiba di luar kuil, Siangkoan Tek melihat anak buahnya telah terlibat dalam pertempuran yang tidak seimbang melawan puluhan orang perajurit, bahkan mungkin ada seratus orang perajurit yang sudah mengepung kuil itu. sekali pandang saja maklumlah Siangkoan Tek bahwa tidak mungkin anak buahnya menang, dan kalau terlambat akan sukar pulalah dia untuk dapat melarikan diri dari kepungan sekian banyak prajurit. Maka, secepat kilat dia menotok pundak Hwe Li yang menjadi lemas dan dia lalu memanggul tubuh gadis itu ke atas pundak kirinya dan setelah mencari bagian yang agak lemah penjagaannya atau kepungan para perajurit itu, yaitu di sebelah kiri, dia lalu melompat ke situ dan dengan pedangnya dia merobohkan setiap perajurit yang berani menghadangnya.
-oo0dw0oo- Jilid: 06 "LEPASKAN Sumoi" terdengar bentakan dan ternyata Lai Siong Ek sudah berada di situ dan menyerang Siangkoan Tek dengan pedangnya.
"Trang-tranggg......" Dua kali pedang siong Ek bertemu dengan pedang Siangkoan Tek dan pedang di tangan Siong Ek terpental. Dua orang perwira pasukan datang membantunya. Akan tetapi mereka tidak berani menyerang dengan serampangan karena Siangkoan Tek memanggul tubuh Hwe Li, khawatir kalau serangannya mengenai tubuh gadis itu. Kesempatan ini dipergunakan oleh Siangkoan Tek untuk melompat jauh dan dia melarikan diri dengan cepat. Siong Ek dan dua orang perwira, diikuti oleh belasan orang perajurit mengejar, akan tetapi mereka ini kalah jauh dalam hal lari cepat oleh Siangkoan Tek sehingga sebentar saja pemuda itu sudah lenyap ke dalam hutan lebat.
Siangkoan Tek masuk ke dalam semak belukar dan agar dia tidak terganggu oleh berat badan Hwe Li, dia membebaskan totokannya pada gadis itu.
"Sstt, jangan mengeluarkan suara, Li-moi. Kalau kita ketahuan, terpaksa aku akan membunuh suhengmu itu"
Hwe Li menjadi serba salah, kalau ia menjerit, tentu mereka akan dikepung dan la tidak ingin melihat Siangkoan Tek dikeroyok sampai tewas. Akan tetapi kalau ia diam saja, ia akan dibawa pergi oleh pemuda itu Ia merasa serba salah dan ia pun diam saja, akan tetapi kedua matanya menjadi basah, apalagi ketika ia mendengar teriakan ayahnya,
"Kejar dan cari sampai berhasil ditemukan" Demikian terdengar suara souw Can yang juga ikut datang bersama semua anak buah Kim-liong-pang.
Setelah para pencari itu lewat, Siangkoan Tek lalu menarik tangan Hwe Li dan diajaknya gadis itu lari ke lain jurusan. Akhirnya mereka meninggalkan bukit itu. Siangkoan Tek tidak mempedulikan lagi keadaan anak buahnya yang terbasmi oleh pasukan yang menyerbu kuil itu. Mereka sudah jauh meninggalkan para pengejarnya dan tiba di sebuah padang rumput.
"Kenapa engkau berhenti Li-moi" Kita lanjutkan perjalanan menjauhi bukit agar tidak dapat dikejar lagi."
Tempat itu sunyi, jauh dari pedusunan dan Hwe Li memandang ke sekelilingnya. "Tek-ko, aku akan kembali ke rumah orang tuaku."
"Kenapa, Li-moi" Bukankah engkau sudah ikut denganku melarikan diri?"
"Akan tetapi ke mana engkau hendak membawaku pergi, Tek-ko" Aku takut, orang tuaku tentu akan mencariku. Aku harus pulang" Hwe Li membalikkan tubuhnya dan hendak berlari kembali ke bukit itu agar dapat pulang ke Pao-ting.
Akan tetapi Siangkoan Tek dengan sekali lompatan sudah menghadang di depannya. "Li-moi, dalam keadaan seperti ini engkau hendak meninggalkan aku" Bukankah kita sudah menjadi sahabat baik" Dan engkau belum menjawab pertanyaanku kemarin. Maukah engkau mempererat lagi hubungan persahabatan klta dan menjadi kekasihku?"
Wajah Hwe Li berubah merah dan ia menjadi serba salah. Jelas bahwa pemuda ini bukan perampok. dan buktinya juga tidak membela para perampok ketika diserbu pasukan. Akan tetapi, ia masih tetap sangsi walaupun ia tertarik sekali kepadanya. Akan mudah sekali untuk jatuh cinta kepada pemuda seperti Siangkoan Tek. akan tetapi hatinya masih diliputi keraguan. "dewi-kz- Apakah ayahnya akan dapat menerima pemuda ini sebagai calon suaminya kalau mengetahui bahwa pemuda ini yangpernah memimpin gerombolan perampok merampas dua buah kereta" Tentu Lai siong Ek akan mengenalnya.
"Aku.. aku tidak tahu, Tek-ko...." jawabnya lirih.
"Li-moi, aku cinta padamu.." Siangkoan Tek merangkul lalu mencium wajah yang cantik itu. semula Hwe Li mandah saja dan tenggelam ke dalam kemesraan, akan tetapi ia lalu teringat bahwa ia bukan tunangan pemuda itu, maka ia meronta. Apalagi ketika tangan Siangkoan Tek meraba-raba dengan berani. ia meronta sehingga terlepas dari rangkulan pemuda itu.
"Jangan, Tek-ko....jangan......"
"Li-moi, aku tahu bahwa engkau juga mencintaiku" kata Siangkoan Tek yang meraih kembali dan merangkul gadis itu. Hwe Li meronta dan pada saat itu terdengar bentakan halus dan nyaring, "Lepaskan gadis itu"
Mendengar bentakan suara wanita ini, Siangkoan Tek melepaskan rangkulannya dari tubuh Hwe Li dan cepat membalikkan tubuhnya. Dia melihat bahwa yang membentak tadi adalah seorang gadis yang cantik jelita dan yang berdiri tegak dengan sepasang mata mencorong marah. Pakaian gadis itu berkembang cerah dan wajahnya cantik sekali. Wajah itu berbentuk bulat telur, mulutnya kecil dengan bibir mungil merah membasah. Hidungnya mancung dengan ujungnya agak menjungat ke atas, nampak lucu menantang. Di kedua ujung mulutnya tampak lesung pipit yang manis. sebatang pedang tergantung dipunggung dan di pinggangnya terselip sebatang suling membuat ia selain nampak cantik jelita juga gagah perkasa. Terutama sekali matanya yang mencorong itu, sungguh berwibawa. Dan seketika Siangkoan Tek teringat akan gadis ini dan wajahnya berseri. Dia segera mengenal wajah ini.
"Kau. kau. Nona Lee Cin murid Ang-tok Mo-li.... Ah, sudah lama aku mencarimu, adik manis"
"Hemm, Siangkoan Tek. engkau manusia jahanam. Di mana-mana engkau mengejar gadis-gadis cantik. Aku tidak mempunyai urusan denganmu, kecuali untuk menghajarmu. Ada urusan apa engkau mencariku?"
"sejak pertemuan kita dahulu, aku selalu teringat kepadamu, Cin-moi. siang malam aku teringat kepadamu. Marilah ikut aku pulang ke Pulau Naga. Ayahku juga setuju kalau engkau menjadi.."
"Tutup mulutmu yang kotor" Bentak Lee Cin dan secepat kilat ia sudah menyerang pemuda itu. Tangan kanannya meluncur seperti seekor ular yang mematuk ke arah leher pemuda itu.
Siangkoan Tek maklum benar betapa lihainya gadis ini, maka dia pun tidak berani main-main dan sudah mencelat ke belakang untuk menghindarkan serangan itu. Akan tetapi Lee Cin tidak memberi kesempatan lagi kepadanya untuk banyak cakap karena gadis itu sudah menyerang lagi, lebih hebat kini karena ia mainkan jurus ampuh dari Ang-coa-kun (silat Ular Merah) yang ia warisi dari gurunya atau juga ibunya. serangan ini ampuh sekali. Bukan saja kuat dan cepat, akan tetapi ilmu pukulan ini juga mengandung hawa beracun yang amat berbahaya. Menghadapi serangan yang datangnya bertubi ini, Siangkoan Tek segera terdesak. Dia maklum akan bahaya yang mengancamnya, maka dia meraba punggungnya dan di lain saat dia telah mencabut sebatang pedang yang berkilauan saking tajamnya. Dengan pedang ini dia membalas serangan Lee Cin sampai tiga kali berturut-turut. Lee Cin juga sudah tahu bahwa lawannya adalah putera Datuk Besar dari timur, maka ia cepat mengelak tiga kali sambil berlompatan mundur. Ketika ia maju kembali, ia sudah memegang Ang-coa-kiam.
"Trang-cring-trang....." berkali-kali kedua pedang itu bertemu di udara dan bunga api berpijar ketika dua pedang yang sama kuatnya ini berbenturan.
Keduanya segera terlibat dalam perkelahian pedang yang amat seru. sementara itu, sejak tadi Hwe Li memandang dengan mata terbelalak. Bermacam perasaan teraduk dalam hatinya. Jantungnya masih berdebar kalau ia teringat akan ciuman-ciuman yang diterimanya dari Siangkoan Tek tadi. Masih terasa hangatnya ciuman itu. Dan hatinya terasa panas sekali ketika mendengar betapa pemuda itu seolah-olah tergila-gila kepada gadis cantik yang kini bertanding dengan Siangkoan Tek. la merasa cemburu. Akan tetapi kenyataan bahwa gadis itu datang untuk menolongnya, membuatnya menjadi ragu. kemudian ia melihat betapa gadis itu lihai sekali dan seolah mendesak Siangkoan Tek dengan pedangnya yang menjadi gulungan sinar merah. Timbul rasa khawatir dalam hati Hwe Li, Jangan-jangan Siangkoan Tek akan kalah dan terluka, atau terbunuh. Mendadak ada dorongan dari dalam hatinya, dan ia lalu mencabut pedangnya dan melompat maju menyerang Lee Cin, membantu Siangkoan Tek.
"Eh.....?"" Lee Cin terkejut dan merasa heran sekali ketika melihat betapa gadis yang ditolongnya itu tiba-tiba membantu Siangkoan Tek mengeroyoknya. Biarpun ilmu pedang gadis itu tidak sehebat ilmu pedang Siangkoan Tek. akan tetapi kepandaian gadis itu sudah cukup tinggi sehingga Lee cin segera terdesak ketika dikeroyok dua. juga ia ragu-ragu untuk melukai gadis yang tidak dikenalnya itu.
Maka ia lalu memutar pedangnya dengan cepat untuk melindungi dirinya. Ingin ia membunuh Siangkoan Tek yang ia tahu merupakan seorang pemuda mata keranjang, cabul dan jahat. Akan tetapi dengan majunya Hwe Li, Lee Cin tidak melihat kesempatan untuk merobohkan Siangkoan Tek, bahkan sebaliknya ia menjadi terdesak sekali. Ia merasa jengah sendiri kalau mengingat betapa ia tadi hendak menolong gadis itu, padahal kenyataannya gadis itu sama sekali tidak membutuhkan pertolongan. Gadis itu tidak dipaksa atau terancam oleh Siangkoan Tek. sebaliknya malah, gadis itu kini membantu pemuda itu yang menunjukkan bahwa gadis itu bersahabat erat dengan Siangkoan Tek. Dan kini malah ia yang terancam bahaya. Kalau tidak disudahi perkelahian itu, akhirnya ia tentu akan terkena senjata lawan. Berpikir demikian, Lee Cin lalu menyerang dengan hebat ke arah Hwe Li yang membuat gadis ini terpaksa meloncat mundur ke belakang dan kesempatan itu dipergunakan oleh Lee cin untuk melompat jauh dan melarikan diri secepatnya. Ia pikir bahwa yang akan mampu mengejarnya hanya Siangkoan Tek dan belum tentu gadis itu mempunyai ilmu meringankan tubuh yang dapat menandinginya sehingga dapat mengejarnya. Kalau hanya Siangkoan Tek yang mengejar sendiri, setelah jauh ia akan menghadapi pemuda jahat itu.
Akan tetapi Siangkoan Tek adalah seorang pemuda yang cerdik. Dia tidak terpancing dan tidak melakukan pengejaran. Untuk apa mengejar Lee Cin kalau hal itu bahkan akan membahayakan" Dia mendapat kenyataan betapa Lee Cin bahkan lebih lihai daripada dahulu. Biarlah, sekali ini dia terpaksa membiarkan Lee Cin kabur, akan tetapi lain kali dia harus berusaha untuk dapat menangkap Lie Cin. Hanya gadis itu yang dia anggap pantas untuk menjadi isterinya.
"Tek-ko."

Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siangkoan Tek memutar tubuhnya, memandang Hwe Li sambil tersenyum dan menyimpan pedangnya. Gadis itu sudah menyimpan pedangnya dan kini memandang kepadanya dengan marah
"Li-moi, terima kasih. Engkau telah membantuku"
"Tek-ko, siapakah gadis itu?" tanya Hwe Li sambil cemberut karena hatinya dicekam cemburu.
"Ah, ia" la bernama Lee Cin, dan ia murid seorang tokoh besar dunia persilatan yang berjuluk Ang-tok Mo-li. Ilmu kepandaiannya hebat, akan tetapi dengan bantuanmu, kita dapat mendesaknya dan kalau ia tidak melarikan diri, kita tentu akan dapat merobohkannya. "
"Hemm, kalau dapat merobohkannya selanjutnya akan kau apakah?"
"Ia" Ah.. akan kubunuh tentu saja"
"Benarkah itu" Aku tadi mendengar betapa engkau selalu teringat kepadanya Tek-ko, engkau.. engkau cinta kepadanya"
"Hushh...., engkau ngawur, Li-moi. Kalau aku mencintanya, mengapa kami bertanding mati-matian" Aku memang selalu teringat kepadanya karena diantara kami pernah terjadi permusuhan"
"Akan tetapi engkau bilang tadi bahwa kalau ia mau ikut denganmu ke Pulau Naga, ayahmu akan....."
"Akan memaafkan kesalahannya dan menyudahi permusuhan antara kami. Ia lihai sekali, tidak enak bermusuhan dengan lawan selihai itu, maka aku membujuknya untuk menghabisi permusuhan. Jangan menyangka yang tidak-tidak, Li-moi. Aku hanya mencinta engkau seorang"
setelah berkata demikian, Siangkoan Tek lalu merangkul dan menciumi gadis itu Hwe Li seperti mabok dan membiarkan dirinya dibelai dan ia hanya memejamkan matanya dan tenggelam ke dalam rangkulan Siangkoan Tek.
Kita tinggalkan dahulu Hwe Li yang tenggelam ke dalam lautan nafsu berahi, terbakar oleh berahi Siangkoan Tek dan gadis yang kurang pengalaman hidup dan yang memiliki pandangan sempit itu terbuai dan pasrah saja ke tangan pemuda yang menarik hatinya dan yang dianggapnya sebagai manusia terbaik di dunia ini.
Lee Cin melarikan diri dan ia mengerutkan alisnya, hatinya merasa penasaran sekali melihat sikap gadis yang ditolongnya itu. Kalau tidak ada gadis itu yang membantunya, ia hampir yakin akan dapat membunuh pemuda jahat itu Ia teringat betapa dahulu, dua tahun yang lalu, ia bertemu dengan Siangkoan Tek dan ayahnya, Siangkoan Bhok. Ia bertanding dengan mereka Can akhirnya tertotok roboh oleh dayung Siangkoan Bhok yang lihai. Ketika itu, Siangkoan Tek membawanya ke balik semak-semak dan hendak memperkosanya, dibiarkan saja oleh ayah pemuda itu. Untung baginya, pada saat yang amat gawat itu Ia tertolong oleh Thio Huisan murid In Kong Thaisu. (baca Kisah Gelang Kemala).
Karena amat membenci Siangkoan Tek. setelah peristiwa itu, ia mengambil keputusan untuk membunuh pemuda itu apabila bertemu kembali. Ketika melihat Hwe Li meronta- ronta dalam pelukan Siangkoan Tek. Lee Cin mengira bahwa pemuda itu hendak memperkosanya maka ia lalu membentak dan turun tangan menyerang Siangkoan Tek. Akan tetapi siapa kira, setelah ia mulai mendesak Siangkoan Tek. gadis itu terjun dalam perkelahiun dan malah membantu Siangkoan Tek mengeroyoknya. Padahal ia beranggapan bahwa ia telah menyelamatkan gadis itu dari tangan Siangkoan Tek yang hendak memperkosanya. Benar-benar membuat ia penasaran sekali.
Kalau dulu, di waktu ia masih berada di bawah bimbingan gurunya atau ibu kandungnya, Ang-tok Mo-li, ia tidak akan lari menghadapi perkelahian. Biarpun ia terdesak oleh keroyokan dua orang, dahulu seperti gurunya ia tidak pernah mengenal takut, tidak pernah mau mundur apalagi melarikan diri. Ia tentu akan kembali lagi dan menggunakan segala daya, kalau perlu memanggil ular-ularnya, untuk membalas dan berhasil membunuh Siangkoan Tek. Akan tetapi semenjak ia tinggal bersama ayah kandungnya dan menerima bimbingan ayahnya, ia mendapat banyak nasihat dan di antaranya, agar ia tidak sembarangan membunuh orang dan tidak menjadi nekat walaupun keadaannya kalah kuat. Tidak suka melarikan diri walaupun sudah terhimpit dan kewalahan, bukan sikap seorang yang gagah perkasa, melainkan perbuatan orang bodoh yang sama seperti ingin mati konyol atau membunuh diri sewaktu ada kesempatan, orang harus menyelamatkan diri lebih dulu, membebaskan diri dari ancaman maut agar dapat bertindak lebih jauh.
Bagaimana Lee Cin tiba-tiba dapat muncul di situ bertemu dengan Siangkoan Tek dan Hwe Li" Gadis ini melakukan perjalanan bersama Thio Hui san, menuju ke Kwi-su di mana terdapat kuil siauw-lim-si. Kebetulan sekali ketika mereka tiba di kuil itu, Hui sian Hwesio sedang berada di situ sehingga Lee cin dapat menghadap wakil ketua siauw-lim-pai ini dan menyampaikan pesan ayahnya kepada Huisan Hwesio.
Ketika itu, Hui sian Hwesio sedang duduk dengan in Kong Thaisu, ketua siauw-lim-pai. Mendengar pesan Souw Tek Bun yang disampaikan Lee Cin bahwa bengcu ini mengundurkan diri, kedua orang hwesio itu mengerutkan alisnya.
"omitohud....." kata Hui sian Hwesio. "Akan tetapi mengapa ayahmu Souw Tek Bun hendak mengundurkan diri sebagai bengcu" Padahal menurut pinceng (saya), pada waktu ini tidak ada orang lain yang lebih pantas untuk menjadi bengcu. Kenapa ada keputusan yang tiba-tiba ini?"
"Ayah mengambil keputusan ini setelah dia terluka oleh pukulan seseorang yang menggunakan pukulan telapak tangan hitam dan pukulan merontokkan jalan darah."
"omitohud.. siapa yang melakukan pukulan keji itu?" In Kong Thaisu berkata sambil merangkap sepuluh jari tangannya ke depan dada.
"Teecu (murid) tidak tahu, juga Ayah tidak tahu karena penyerang itu berkedok hitam. Teecu berhasil menyelamatkannya dengan totokan-totokan it-yang-ci dan Ayah sudah minum obat pembersih darah. Akan tetapi Ayah masih harus menggunakan waktu sedikitnya sebulan untuk memulihkan tenaganya."
Hui sian Hwesio mengerutkan alisnya. "Apakah hanya karena serangan itu souw Bengcu hendak mengundurkan diri" setiap orang pendekar selalu tentu menghadapi bahaya serangan musuh-musuh dari golongan sesat, bukan hanya kalau menjadi bengcu saja. Alasan souw Bengcu hendak mengundurkan diri sungguh tidak kuat dan tidak masuk akal."
"susiok, Ayah sama sekali bukan hendak mengundurkan diri karena takut menghadapi musuh. Akan tetapi ada suatu hal yang meresahkan hati Ayah, yaitu kalau dia dianggap sebagai bengcu antek Kerajaan Mancu. Karena dia diangkat bengcu dengan restu dari Kerajaan Mancu, maka para patriot dan pendekar yang anti penjajah tentu akan memusuhinya dan Ayah tidak senang kalau dia hares bermusuhan dengan para patriot karena dalam sudut hati Ayah sendiri, dia tidak suka kepada penjajah Mancu."
"omitohud..., kiranya itukah sebabnya?" kata Hui sian Hwesio. "Kalau itu alasannya, sungguh masuk akal. Akan tetapi karena souw- bengcu menjadi bengcu setelah dipilih semua pihak. maka tidak bisa dia meletakkan kedudukan begitu saja. Dia harus mengundurkan diri di depan semua pihak dan mengingat bahwa pada bulan lima semua orang gagah kami undang ke Hong-san untuk mengadakan rapat membicarakan gerakan orang-orang gagah dipantai timur yang terbujuk orang-orang Jepang untuk mengadakan pemberontakan, maka sekalian ayahmu mengajukan pernyataan berhenti menjadi bengcu dalam rapat besar itu."
"Kalau begitu halnya, sebaiknya kalau susiok mengutus suheng Thio Hui san memberi kabar kepada Ayah, karena saya hendak melanjutkan perjalanan saya untuk mencarisi Kedok Hitam yang telah melukai ayah. Mohon petunjuk kepada suhu dan susiok, siapakah kira-kira si Kedok Hitam yang masih muda dan yang menggunakan pukulan penghancur jalan darah yang bertapak tangan hitam itu?"
Dua orang hwesio itu saling pandang, kemudian in Kong Thaisu menoleh kepada Thio Hui san. "Hui san, engkau yang banyak berkelana di dunia kang-ouw, apakah engkau tidak dapat menduga siapa orang yang memiliki ilmu tapak tangan hitam penghancur jalan darah seperti itu?" tanyanya sambil menatap wajah muridnya.
"Teecu teringat bahwa memang ada sebuah keluarga yang namanya terkenal di dunia kang-ouw dengan ilmu silat tangan kosong mereka. Keluarga itu adalah keluarga Cia yang tinggal di Hui-cu, di kaki Bukit Lo-sian (Dewa Tua). Keluarga itu terkenal sekali dengan ilmu tapak tangan hitam mereka. Akan tetapi tokoh-tokohnya telah meninggal dunia dan yang tinggal hanya seorang nenek. Kabarnya Nenek Cia ini yang mewarisi semua ilmu keluarga cia. selanjutnya teecu tidak tahu, suhu."
"Hemm, keluarga Cia di Hui-cu kaki Bukit Lo-sian?" Lee Cin menyambung sambil mengerutkan alisnya. "Biarpun petunjuk itu samar dan mungkin keluarga Cia sama sekali tidak ada hubungannya dengan si Kedok Hitam, akan tetapi baik juga kalau aku menyelidiki ke sana, suheng."
"Memang sebaiknya begitu, Lee Cin. Akan tetapi ingat, engkau hanya menyelidiki saja, jangan sampai terjadi kesalah-pahaman sehingga engkau menjadi bermusuhan dengan keluarga itu. Jangan sekali- kali mudah menuduh orang sebelum engkau melihat buktinya. Eh, Hui san- keluarga Cia itu termasuk golongan apakah" Mudah-mudahan mereka bukan golongan sesat," kata In Kong Thaisu.
"Sama sekali bukan, suhu. Menurut yang teecu dengar, keluarga itu malah terkenal sebagai keluarga yang menentang kejahatan, keluarga yang gagah perkasa akan tetapi tidak suka menonjolkan diri di dunia kang-ouw sehingga tentang mereka, tidak banyak orang mengetahuinya," jawab pemuda itu.
Setelah menerima banyak nasihat dari in Kong Thaisu, Lee Cin lalu meninggalkan kuil siauw-lim-si untuk melanjutkan perjalanannya. Kini tugasnya ada dua. Pertama, menyelidiki keluarga Cia dan kedua, mencari ibunya dan membujuk ibunya agar suka berbaik kembali dengan ayahnya.
Sementara itu, Hui san juga meninggalkan kuil siauw-lim-si untuk memberi kabar kepada souw- bengcu tentang rapat pertemuan yang akan diadakan di Hong-san, tempat tinggal souw- bengcu. dalam hatinya, pemuda ini merasa kecewa bahwa dia harus melakukan perjalanan seorang diri. Alangkah beda rasanya melakukan perjalanan seorang diri dengan berjalan bersama Lee Cin. Dia tahu bahwa dia sudah jatuh cinta untuk kedua kalinya kepada Lee cin.
Demikianlah, ketika melakukan perjalanan menuju ke kota Hui-cu di kaki Bukit Lo-sian, di tengah perjalanan Lee Cin bertemU dengan Siangkoan Tek dan souw Hwe Li. sama sekali ia tidak pernah mimpi bahwa antara ia dan Hwe Li terdapat tali persaudaraan yang tidak begitu jauh. Mereka berdua sama-sama bermarga souw dan souw Tek Bun masih terhitung saudara sepupu dari souw can, sungguhpun keduanya sejak muda sekali tidak pernah lagi saling berhubungan. Kalau saja ia mengetahui, tentu tidak begitu mudah ia membiarkan Hwe Li berdua saja dengan pemuda yang ia ketahui amat keji itu.
Kota Bi-ciu merupakan kota yang cukup besar dan ramai karena kota itu menjadi pusat perdagangan. Daerah itu merupakan gudang rempah-rempah dan juga penduduknya hidup makmur sehingga banyak barang dagangan dibawa para pedagang memasuki kota itu. Karena banyaknya tamu yang setiap hari mendatangi kota Bi-ciu, di situ tumbuh rumah makan dan rumah penginapan seperti jamur di musim hujan. Banyak restoran dan hotel, dari yang kecil sederhana sampai yang besar mewah.
Pada suatu siang, disebuah restoran yang cukup besar penuh dengan tamu yang hendak makan siang. Karena restoran besar ini juga merangkap sebagai hotel yang memiliki puluhan kamar, maka restoran itu selalu penuh tamu dari luar ataupun tamu yang bermalam di situ. siang itu hawanya panas sekali. Apalagi dalam restoran yang penuh orang itu, hawanya lebih panas lagi.
Ketika para pelayan sedang sibuk melayani para tamu, masuklah seorang pemuda yang menarik perhatian orang. Pemuda ini berwajah tampan dan pakaiannya serba putih dari sutera halus, potongannya seperti yang biasa dipakai para siucai (pelajar). Akan tetapi walaupun pakaiannya seperti sastrawan, namun dipunggungnya tergantung sepasang pedang dan dipinggangnya terselip pisau pisau belati kecil sehingga tahulah orang bahwa pemuda itu tidak selembut tampaknya, melainkan seorang pemuda yang biasa berkelana di dunia kang-ouw. Memang sebenarnya demikianlah, karena pemuda itu bukan lain adalah ouw Kwan Lok, murid Thian-te Mo-ong dan mendiang Pak-thian-ong itu.
Pengalamannya yang pertama amat pahit. Ketika dia sudah berhasil melarikan Liu Ceng atau Ceng Ceng dan hendak memaksa gadis cantik itu menjadi kekasihnya, muncul Thian-tok Gu Kiat Seng dan terpaksa dia lari meninggalkan Ceng Ceng karena Thian-tok merupakan lawan yang amat tangguh, apalagi dibantu Ceng Ceng. Pengalaman ini membuat Kwan Lok berhati-hati dan membuka matanya bahwa betapapun banyak ilmu yang telah diperolehnya dari kedua orang gurunya, di dunia kang-ouw banyak terdapat tokoh yang dapat menandinginya .
siang itu tibalah dia di kota Bi-ciu dan karena sejak pagi dia belum makan, dia memasuki rumah makan yang ramai dan disambut seorang pelayan dengan hormat.
"Kongcu hendak makan" Kebetulan sekali masih ada meja yang kosong, hanya tinggal satu meja itulah. Mari silakan, Kongcu."
Kwan Lok mengikuti pelayan itu dan duduk menghadapi meja kosong yang letaknya di sudut. Meja itu barusaja ditinggalkan tamu yang makan. Pelayan segera menggunakan kain lapnya untuk membersihkan meja itu sambil bertanya, "Kongcu hendak memesan masakan apa?"
Kongcu itu menatap ke sebelah kirinya. Terpisah tiga meja dari mejanya agak ke tengah, dia melihat seorang gadis makan seorang diri dan dilihat dari situ, gadis itu cantik sekali dan makan dengan gerakan halus dan sopan, namun kelihatan nikmat sekali.
"Aku hendak memesan nasi dan masakan seperti yang dimakan nona di sana itu." Dia menunjuk ke arah gadis itu dan si pelayan mengangguk-angguk mengerti.
"Dan minumnya?" "Arak seguci kecil dan air teh."
Pelayan pergi untuk mempersiapkan pesanan Kwan Lok dan pemuda ini sengaja duduk menghadap ke arah gadis itu sehingga dia dapat melihat gadis itu dari samping. Dia kagum dan tertarik,. Di atas meja depan gadis itu terdapat sebatang pedang Hal ini menunjukkan bahwa gadis itucun bukan orang lemah. Kalau seorang gadis sudah berani metakukan perjalanan seorang diri membawa-bawa pedang, setidaknya ia tentu pernah belajar silat pedang dan melihat sikapnya yang demikian lembut namun tidak malu-malu dan penuh kepercayaan pada diri sendiri, Kwan Lok dapat menduga bahwa gadis itu tentu memiliki ilmu kepandaian silat yang berarti.
Gadis itu dilihat dari samping amat cantik menarik. Ketika gadis itu kebetulan menoleh ke arahnya, Kwan Lok dapat melihat wajah itu dari depan dan dia terpesona. Bukan main cantik jelitanya gadis itu. Aku harus dapat mendekatinya dan berkenalan dengannya, pikirnya. Akan tetapi gadis itu berada di tempat umum dan menegur gadis itu begitu saja merupakan perbuatan yang kasar dan tidak sopan. Kwan Lok tidak mau mendatangkan kesan buruk di hati gadis itu.
Kwan Lok sama sekali tidak pernah menduga bahwa gadis itu justru merupakan seorang di antara tiga orang musuh besar gurunya, yang harus dibunuhnya. Thian-te Mo-ong, gurunya, berpesan kepadanya agar dia mencaritiga orang di dunia kang-ouw, yaitu pertama song Thian Lee, ke dua, seorang gadis bernama Tang cin Lan puteri Pangeran Tang Gi su dan ke tiga seorang gadis pula bernama Lee Cin murid Ang-tok Mo-li. Dia tidak pernah menduga bahwa gadis itu adalah souw Lee cin.
Lee Cin melanjutkan perjalanannya menuju ke kota Hui-cu untuk menyelidiki keluarga Cia yang kabarnya memiliki ilmu pukulan tapak tangan hitam dan pada hari itu ia tiba di kota Bi-ciu. Melihat kola yang ramai itu, Lee Cin ingin tinggal beberapa hari lamanya untuk bertanya-tanya barang kali ibunya berada di kota itu. Biarpun ibunya tinggal di Bukit Ular di lembah sungai Huang- ho, akan tetapi ibunya suka merantau dan sebelum mencari ibunya diBukit Ular, ia harus mendengar-dengar dan mencari keterangan disetiap tempat yang ramai kalau- kalau ibunya berada di situ. Maka Lee Cin lalu mencari rumah penginapan yang juga mernbuka rumah makan besar di depan rumah penginapan- siang hari itu ia makan di rumah makan, tidak tahu bahwa ada orang yang sejak tadi memperhatikannya.
Setelah pesanan makannya dihidangkan, Kwan Lok segera makan sambil kadang-kadang melirik ke arah gadis itu yang makan dengan perlahan. Tiba-tiba tiga orang pria memasuki rumah makan itu. Melihat pakaian mereka mudah diketahui bahwa mereka adalah tiga orang pria yang kaya dan melihat lagak mereka dapat diduga pula bahwa mereka tentulah orang-orang yang merasa berkuasa. Dua orang pelayan segera menyambut mereka dan dua orang pelayan itu membungkuk-bungkuk penuh hormat. Tiga orang yang usianya sekitar tiga puluh sampai empat puluh tahun itu bertolak pinggang dan memandang kesana-sini, melihat meja meja yang penuh tamu.
"Mohon maaf sebesarnya, sam-wi Kongcu (Tiga orang Tuan muda), akan tetapi rumah makan kami penuh tamu dan tidak ada sebuah pun meja yang kosong. silakan menunggu sebentar sampai ada tamu yang selesai makan dan meninggalkan mejanya."
Tiga orang itu memandang ke sekeliling dan tiba-tiba seorang di antara mereka menunjuk ke arah meja yang dihadapi Lee cin, lalu berkata kepada pelayan itu, "Kami lihat di sana itu, satu meja hanya dipakai makan seorang saja. Kami dapat mengajak nona itu makan bersama" Dua orang temannya juga memandang dan mereka mengangguk sambil tersenyum simpul. kemudian bergegas mereka menghampiri meja Lee cin, diikuti oleh seorang pelayan yang kelihatan gelisah.
Setelah tiba di situ, mereka lalu menarik tiga buah bangku yang masih kosong lalu duduk menghadapi meja Lee Cin yang masih makan. Tentu saja gadis itu merasa heran dan memandang dengan alis berkerut kepada tiga orang itu
"Nona, bangku- bangku ini masih kosong bukan?" tanya seorang.
"semua tempat penuh, kami dapat duduk disini, bukan?" kata orang kedua.
"Daripada Nona makan seorang diri tiada teman, biarlah kami bertiga menemani Nona makan minum. Hei, pelayan, cepat sediakan arak terbaik dan keluarkan masakan yang termahal dan paling lezat untuk kami. Nona ini makan bersama kami dan semua kami yang akan bayar" kata orang he tiga dengan gembira.
Lee cin minum air tehnya lalu berkata lembut, "Harap kalian bertiga mencari meja lain dan jangan mengganggu aku. Aku tidak ingin ditemani."
"Aih, kenapa, Nona" Kami tidak akan mengganggu, bahkan hendak menjamu dengan hidangan termahal."
"Kami akan menjadi teman makan yang menyenangkan, Nona."
"Kami adalah tiga orang muda paling terkenal di kota ini, undangan kami merupakan kehormatan besar bagi Nona."
Lee Cin menjadi jengkel. Lenyap selera makannya oleh gangguan itu Kalau ia menjadi marah dan menghajar tiga orang laki-laki tidak sopan ini, tentu ia akan menggemparkan rumah makan yang penuh tamu itu, juga tentu akan ada prabot yang rusak dan para tamu tentu akan meninggalkan tempat itu. Ia tidak menghendaki terjadi keributan. Akan tetapi kalau didiamkan saja, tiga orang laki-laki ini tentu menjadi semakin kurang ajar. Ia mengukur dengan pandang matanya jarak di antara mereka dan ia. Jari tangannya tidak akan sampai ke tubuh mereka, akan tetapi kalau disambung sumpit, tentu sampai.
"sekali lagi, kuminta kalian bertiga cepat meninggalkan aku seorang diri, atau aku akan menghajar kalian" katanya perlahan akan tetapi penuh wibawa.
Tiga orang laki-laki itu tersenyum lebar. "Akan enak sekali kalau dihajar oleh Nona yang cantik ini," kata seorang di antara mereka dan yang dua orang menyeringai kurang ajar.
Dengan kecepatan yang tidak dapat diikuti dengan mata, tangan kanan Lee Cin yang masih memeggng summit itu bergerak tiga kali dan tiga orang pria itu seolah berubah menjadi patung, duduk tidak bergerak dan tidak dapat bersuara lagi, hanya matanya saja yang memandang dengan kaget dan ketakutan-
Lee Cin sudah tidak berselera lagi. Ia menaruh sumpitnya dan menggapai seorang pelayan. Pelayan itu bergegas menghampiri dan Lee Cin membayar harga makanan. Tadinya pelayan itu tidak tahu bahwa tiga orang muda yang tidak sopan itu berubah menjadi patung. Akan tetapi setelah Lee Cin bangkit dan pergi membawa pedangnya, tiga orang itu masih duduk seperti patung, dan pelayan itu memandang keheranan. Akan tetapi dia pun tidak berani mengganggu dan meninggalkan tiga orang itu yang telah memesan arak terbaik dan makanan paling mahal. semua pelayan mengenal siapa tiga orang pria itu. Mereka adalah putera seorang bangsawan dan dua orang hartawan, dan terkenal amat royal, akan tetapi juga selalu menghendaki agar perintah mereka ditaati.
Tentu saja Kwan Lok yang sejak tadi memperhatikan Lee Cin, dapat melihat apa yang dilakukan gadis itu kepada tiga orang pria kurang ajar itu. Diam- diam dia terkejut sekali. Cara Lee Cin menotok ketiga orang pengganggunya menunjukkan bahwa gadis itu seorang ahli totok yang lihai sekali. Maka cepat dia pun membayar harga makanan dan mengikuti gadis itu keluar rumah makan. Kwan Lok membayangi dari kejauhan sehingga Lee Cin tidak menaruh curiga.
Setelah pelayan datang membawa arak dan hidangan ke meja tiga orang pria tadi, barulah pelayan merasa heran dan curiga. Tiga orang itu tetap duduk diam saja.
"sam-wi Kongcu, makanan telah saya hidangkan," katanya. Tidak ada yang menjawab.
"silakan sam-wi makan," katanya lagi sambil memandang wajah mereka. Dan melihat mata mereka yang bergerak-gerak ketakutan itu barulah pelayan itu menjadi sadar bahwa tiga orang laki-laki itu tidak mampu bergerak. Yang bergerak hanya biji mata mereka. Tentu saja dia menjadi panik dan segera memberi tahu para pelayan lain. Keadaan menjadi ribut ketika para tamu mengetahui bahwa ada hal yang tidak beres dengan tiga orang itu
Pemilik rumah makan yang juga mengenal baik para pemuda itu, menjadi khawatir. Pemuda-pemuda yang menjadi kaku itu diurut-urut, digosoki minyak. namun tetap saja tidak bergerak.
Akhirnya seorang yang terkenal sebagai tukang pukul datang mendekati. Dia adalah seorang yang pandai ilmu silat dan melihat keadaan tiga kongcu itu, dia pun menotok dan menekan sana sini, mencari jalan-jalan darah terpenting dan akhirnya dia berhasil secara kebetulan memunahkan totokan dan tiga orang itu pulih dan dapat bergerak kembali. setelah dapat bergerak kembali, tiga orang itu mencak-mencak.
"Keparat!! Di mana adanya gadis siluman tadi?" mereka membentak-bentak. akan tetapi tidak ada pelayan yang mengetahui. Tukang pukul itu pun mengenal Lu- kongcu, seorang di antara tiga pemuda itu, karena dia adalah putera Kepala Daerah kota Bi-ciu. Melihat kesempatan baik ini untuk menonjolkan jasanya, dia lalu bertanya kepada Lu- kongcu,
"Gadis siluman mana yang telah mengganggu Kongcu" saya yang akan menangkap dan menyeretnya ke depan kaki Kongcu"
Mendengar ini, Lu- kongcu lalu mengajak dua orang kawannya dan tukang pukul itu untuk berlari keluar dari rumah makan. setibanya di luar, dia berkata kepada tukang pukul yang bernama Coa Gu itu, "Cepat kumpulkan kawan-kawanmu dan sebar mereka untuk mencari seorang gadis berpakaian cerah berkembang, ada lesung pipit di kedua pipinya dan ia membawa sebatang pedang. Kalau bertemu cepat memberitahu padaku, akan kukerahkan perajurit menangkapnya"
"Baik, Lu- kongcu" si Tukang Pukul lalu cepat pergi untuk melaksanakan perintah itu dan tiga orang pemuda itu lalu pulang ke rumah Lu- kongcu. setibanya di rumah, pemuda putera Kepala Daerah itu lalu minta kepada kepala jaga agar mempersiapkan dua losin perajurit untuk menangkap "penjahat".
Tak lama kemudian, tukang pukul itu sudah berlari menghadap dan mengatakan bahwa anak buahnya telah menemukan gadis itu yang sedang berjalan-jalan di taman umum di tengah kota Bi-ciu. Mendengar ini, Lu-kongcu dan dua orang kawannya, diiringkan dua losin perajurit, mengikuti tukang pukul Coa Gu dan berlari-lari menuju ke taman bunga umum yang dimaksudkan itu.
Lee Cin memang memasuki taman bunga yang cukup indah dari kota Bi-ciu. Di tengah taman itu terdapat sebuah kolam ikan yang cukup luas dan terdapat banyak ikan emas berenang di antara bunga teratai yang sedang berkembang. Banyak orang yang menonton keasyikan ikan-ikan itu berkejaran. Lee Cin tidak tahu bahwa di antara mereka terdapat Kwan Lok yang terus membayanginya sejak dari rumah makan tadi juga ia tidak tahu bahwa ia dicari banyak orang yang kemudian seorang dari mereka mcnemukan ia di taman itu
Disekeliling kolam ikan itu terdapat bangku-bangku panjang, memang disediakan kepada mereka yang suka menonton ikan. Lee Cin duduk di atas sebuah bangku, pedangnya sudah ia ikatkan dipunggung. ia membeli roti kering yang dijual tak jauh dari situ dan memberi makan ikan dengan roti kering. sungguh asyik dan menggembirakan melihat betapa ikan-ikan itu berduyun-duyun berenang dan memperebutkan makan itu.
Lee cin tidak merasa bahwa waktu cepat berlalu dan sudah cukup lama ia duduk di bangku itu Roti kering sudah habis diberikan kepada ikan-ikan, akan tetapi ia masih duduk termenung. Melihat ikan yang berkelompok dan hilir mudik berenang berbareng
Seruling Samber Nyawa 1 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Bara Naga 14
^