Pedang Dan Kitab Suci 23
Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 23
ternyata juga liCik.
"Begitu jahatlah raja ini, tentu diapun dapat berusaha untuk menganiayanya. Meskipun dia jauh lebih lihai dari raja ini, namun dia tentu tak sedikitpun Curiga kalau tega menganiayanya. Aku harus berusaha supaya dia tak terjebak dalam perangkap raja.
Tapi bagaimana bisa kukatakan padanya?" pikir Hiang Hiang.
Dalam sikapnya sedang masjgul itu, Hiang Hiang tampak lebih aju, sehingga baginda
untuk beberapa saat berdiri terlongong-longong mengawasinya.
"Seluruh istana ini semua adalah kaki-tangan baginda. Siapa dapat kusuruh
menyampaikan surat padanya" Dalam keadaan mendesak seperti ini, aku harus
bertindak tegas", pikir Hiang Hiang, siapa lalu berkata: "Maukah kau berjanji takkan menganiayanya?"
"Ya, aku takkan menCelakakannya," seru baginda dengan girang.
Melihat Caranya menyanggupi itu hanya seCara serampang-an saja, tahulah Hiang
Hiang, bahwa baginda takkan sungguh-sungguh menetapi janjinya itu. Kebenciannya
makin mendalam. Kini ia mendapat suatu ketetapan, katanya: "Besok pagi 2 aku
hendak berkunjung kemesjid. Disana dengan semua kaumku, aku akan bersembahyang
dan setelah itu baru aku akan menurut padamu".
"Bagus, setelah besok pagi, yangan kau ingkar lagi!" seru Kian Liong dengan girang, lalu turun kebawah.
Hiang Hiang segera menulis sepucuk surat, maksudnya untuk memperingatkan Tan Keh
Lok, bahwa kaisar itu akan menganiayanya, bahwa renCananya untuk membangun
kerajaan Han itu hanya suatu impian kosong saja, maka dia minta agar anak muda itu
lekas Cari daya untuk menolongnya keluar dari istana neraka itu.
Surat itu dibungkusnya dengan seCarik kertas dan ditulisi dengan huruf Uigor,
maksudnya surat itu dialamatkan pada ketua HONG HWA HWE Tan Keh Lok.
Pikir Hiang Hiang, semua orang Ui bangsanya itu sangat mengindahkan sekali pada
ayah, Cici dan dirinya. Begitu ada kesempatan, surat itu akan diberikan pada salah
seorang Ui dan ia perCaja tentu orang itu pasti suka mengerjakannya. Setelah itu, ia merasa, bahwa batu yang mendidih dihatinya selama ini seperti terangkat, dan dengan
hati lega pulaslah ia.
Ketika ia membuka mata, ternyata hari sudah hampir terang tanah. Buru-buru ia
bangun dan berhias. Semua dayang yang melihat perubahan sikap dari puteri Ui itu,
sama bergirang. Setelah surat itu disembunyikan dalam lengan bayunya, Hiang Hiang
lalu berjalan keluar. Diluar pagoda, sebuah tandu dengan empat orang thaikam sudah
siap untuk membawanya ke mesjid.
Memandang kepunCak menara mesjid itu, hati Hiang Hiang agak terhibur. Didalam
mesjid, tampak 2 baris pengawal berdiri di kanan-kiri.
Bermula ia girang demi dilihatnya diantara pengawal itu terdapat 2 orang Ui. Buru-buru hendak diangsurkannya surat itu kepada orang tersebut. Tapi demi matanya terbentrok
dengan sinar mata orang itu, Hiang Hiang bersangsi dan batal menyerahkan surat itu.
Kiranya walaupun orang mengenakan pakaian orang Ui, tapi wajah, dan sorot matanya
tak mirip dengan suku Ui. Kembali Hiang Hiang memandang kesebelah kiri pada
seorang Ui lainnya. Orang itu mirip sekali dengan orang Ui, tapi sikapnyapun agak aneh.
"Apakah kamu disuruh kaisar untuk menjaga aku?" tanya Hiang Hiang sengaja dilam
bahasa Ui. Benar juga, ke 2 orang Ui itu tak menaati, hanya angguk kepala saja. Kini putuslah
sudah harapan Hiang Hiang. Ketika dia melangkah kedalam, ada delapan orang Ui yang
mengikutinya. Orang-orang Ui itu sebenarnya adalah Si-wi istana yang berpakaian
seperti orang Uigor. Karena orang Ui yang sesungguhnya, tak boleh dekat 2 dengan
puteri Ui tersebut.
Kini imam mulai memimpin upaCara sembahyangan. Dengan berlutut, air mata Hiang
Hiang membanjir turun, hatinya remuk rendam. Dalam hatinya, hanya sebuah tekad:
"bagaimana mendapat jalan untuk memberitahukan kepadanya" Sekalipun aku harus
binasa, aku harus dapat menyampaikan berita ini padanya!"
"Ya, sekalipun aku harus binasa," pikiran itu tiba-tiba terkilas dalam hatinya. Dan
seCepat itu pula ia telah mengambil keputusan yang bulat: "Kalau aku binasa disini,
berita itu tentu akan dapat diterimanya. Ja, hanya itulah satu 2nya jalan!"
Tapi tiba-tiba ia teringat akan ajat keempat dari kitab Quran: "Kamu yangan bunuh diri.
Al ah tetap akan melindungimu. Barang siapa yang melanggar pantangan ini, akan
kulempar kedalam api.
Demikian sabda Nabi Mohammad itu terus berkumandang ditelinganya: "Barang siapa
membunuh diri, se-lama-lamanya akan dijebloskan dalam api neraka!"
Bukannya ia takut mati, karena ia perCaja bila nanti meninggal, tentu akan naik
kesorga, kelak akan dapat berkumpul dengan kekasihnya. Kata ajat Quran: "Mereka
akan mendapat pasangannya disorga dan berkumpul se-lama-lamanya."
Tapi tidakkah ia akan menyalahi ajaran itu, apabila ia sampai bunuh diri"
Teringat hal itu, hatinya kunCup. Berbareng pada saat itu terdengar suara orang banyak sekali tengah menyanyikan lagu puji kebahagiaan ditaman sorga. Bagi seorang ummat
yang patuh akan agamanya, tiada hal yang lebih menakutkan dari hukuman 2 yang
mengerikan dineraka. Namun keCuali dengan cljalan nekad itu, rasanya ia sudah tak
mempunyai lain daya lagi. Begitulah setelah terjadi pertentangan dalam batinnya yang hebat, akhirnya Cintalah yang menang.
"Al ah yang Maha SuCi, bukan hamba tak perCaja akan keadilanMu. Tapi selain
mengorbankan jiwa ragaku, aku tak dapat menCari daya lain untuk memberitahukan
padanya." Sehabis berdoa begitu, badi-badi diCabutnya keluar, lalu menggurat batu merah, dari
lantai disitu dengan kata-kata: "Yangan perCaja raja itu."-Habis itu, ia berteriak pelan-pelan : "O, Toako!"
Kemudian ujung badi-badi yang tajam itu, ditusukkan kedadanya, dada yang paling suCi dan Cantik dikolong langit.
Rombongan orang-orang Ui tengah bersembahyang, sedang beberapa Siwi pengangkut
tandu itupun ikut serta berlutut. Tiba-tiba Siwi yang berada disebelah kanan Hiang
Hiang tadi, melihat ada darah segar mengalir dilantai. Dengan terkejut diawasinya arah alir darah itu yang ternyata berasal dari bawah tubuh Hiang Hiang. Pakaiaan sinona
yang serba putih itu sudah berlumuran warna merah. Saking kagetnya, Siwi itu
berteriak, lalu lompat untuk menarik lengan Hiang Hiang, yang ternyata kepalanya
sudah terkulai dan matanya tertutup. Sedang didadanya tertanCap sebuah badi-badi.
Kini kita tengok keadaan rombongan HONG HWA HWE yang tengah berunding
diruangan tengah. Mereka tengah mendengarkan laporan dari Cio Su Kin yang baru
kembali dari Kwitang dan menCeritakan tentang keadaan orang-orang gagah didaerah
itu. Tiba-tiba orang melapor bahwa Pek Cin minta bertemu. Buru-buru Tan Keh Lok
menyambutnya sendiri.
Pek Cin segera menyampaikan firman baginda yang maksudnya mengundang semua
pemimpin HONG HWA HWE untuk hadir dalam pesta di Yong Ho Kiong. Pesta itu
sengaja diadakan oleh baginda di stana tersebut., karena baginda kuatir nanti thay-
houw dan bangsawan 2 Boan menaruh keCurigaan.
Mendengar itu hati Keh Lok tak keruan rasanya. Girang karena Hiang Hiang berhasil
mempengaruhi baginda. Tapi hatinya mendelu dan terharu mengingat gadis yang
dikasihinya itu telah mengorbankan diri menurut kehendak baginda.
Setelah Pek Cin pergi, orang-orang HONG HWA HWE berapat. Semua orang sama
bergirang mendengar baginda betul-betul mau melaksanakan gerakan besar itu.
Sampaipun Bu Tim, Liok Hwi Ching, Tio Pan San dan Bun Thay Lay, orang-orang yang
pernah mengalami kekejaman pemerintah Ceng dan paling tidak perCaja pada kaisar
Boan itu, kini mau-tak-mau turut bergembira juga. Mereka anggap, kesemua itu dapat
berjalan lanCar disebabkan baginda itu telah menginsyapi asal usul dirinya dan ke 2
kalinya, adalah kakak kandung dari CongthoCu mereka.
Karena kuatir tak dapat mengatasi perasaannya kalau berada seorang diri, maka Tan
Keh Lok ajak semua saudaranya untuk pasang omong dengan bebas dan biCara tentang
ilmu silat, berkatalah Bu Tim:
"Kali ini didaerah Hwe dan gereja Siao Lim Si, CongthoCu telah dapat mempelajari
beberapa macam ilmu silat yang lihai, maukah CongthoCu mempertunjukkannya barang
beberapa jurus?"
"Baiklah" sahut Keh Lok. "Memang sedianya kuhendak minta Liok-loCianpwe dan
sekalian saudara mengujinya, karena kukuatir ada beberapa bagian yang masih belum
dapat kupahami."
Oleh karena ilmu silat "Hang-liong-Cap-pwe-Ciang" adalah ilmu pusaka Cabang Siao Lim yang menurut pesanan Thian Keng Siansu tak boleh diturunkan pada lain orang, maka
Tan Keh Lok bermaksud hendak menunjukkan ilmu silat dari tengkorak digunung Sin-nia
itu saja. "Sipsute, tolong kau tiup serulingmu," pinta Keh Lok.
Hi Tong mengiakan. Wan Ci buru-buru lari kedalam kamarnya untuk mengambilkan
benda itu. "Bagus, kini kepunyaan lain orang pun mau menyimpannya." Lou Ping menggoda.
Selebar muka Wan Ci berobah merah.
Kiranya waktu lengan Wan Ci dipatahkan Ciauw Cong itu, sepanyang perjalanan Hi Tong
merawatnya dengan telaten sekali. Karena kasihan, timbul ah rasa sayang. Dan rasa
sayang itu, betul-betul merupakan benih Cinta yang setulusnya. Hi Tong adalah seorang pemuda yang jujur. Setelah rasa Cinta itu sungguh-sungguh keluar dari hatinya, diapun tak malu 2 lagi untuk mengutarakannya.
Bagi Wan Ci, itu merupakan obat mujarab pelipur lara. Karena kini Cintanya itu telah terbalas. Begitulah apabila mereka ber 2an, tentu lantas kesak-kusuk menumpahkan
rasa hati masing-masing. Ada kalanya mereka terkenang akan pertemuan mereka
pertama kali dihotel, dimana Hi Tong dengan gunakan serulingnya telah dapat menotok
tubuh kawanan Siwi.
"Koko, mengapa suhu tak mau mengajarkan ilmu tiam-hiat padaku?" demikian pernah
Wan Ci bertanya.
"Ha, meski Liok-susiok sudah berusia tua, tapi ia tentu merasa segan untuk menutuk
badanmu, dan sebaliknya pun sungkan kalau kau menjamah tubuhnya. Padahal tiam-
hiat harus betul-betul dikenakan pada bagian tubuh. Tak apalah, kelak kalau kita sudah menjadi suami isteri, nanti kuajarkan padamu."
"Ah, tadi aku menduga salah pada Suhu," ujar sigadis.
"Ya, tapi kalau kuajarkan ilmu itu padamu, kau harus berlutut menjalankan
penghormatan mengangkat Suhu padaku", Hi Tong menggoda.
"Fui, Hiapa sudi"!" omel Wan Ci.
Begitulah sejak itu, Hi Tong mulai mengajarkan dasar ilmu tiam hiat pada Calon
isterinya. Karena pelajaran itu memakai seruling, maka seruling Hi Tong dipinjam oleh Wan Ci.
Sementara itu, Tan Keh Lok sudah lantas bersilat menurut irama aeruling.
"CongthoCu, dengan ilmu silat itu kau berhasil merobohkan Ciauw Cong. Bagaimana
kalau sekarang kutemani kau ber-main-main dengan pedang?" kata Bu Tim lalu melolos
pedang dan lonCat ketengah.
"Baiklah, Totiang!" ujar Keh Lok seraya menyerang bahu imam itu.
Bu Tim membabat turun mengarah pinggang lawannya, namun Keh Lok miringkan
tubuh menghindar sembari memutar kebelakang dan menyerang punggung orang.
Tanpa berpaling, Bu Tim sabetkan pedangnya kebelakang. Walaupun demikian, sabetan
itu tepat kenanya. Itulah gerak "memandang gunung mengenang yang lalu," salah
suatu jurus yang luar biasa dari ilmu pedang "tui-hun-toh-bing," Ciptaan imam itu
sendiri. Gerakan Bi Tim itu mendapat sorok pujian dari orang-orang yang menonton. Meskipun
pertandingan itu hanya bersifat "Coba 2," tapi tak urung berjalan dengan seru dan
tegang. Selagi pertandingan berjalan seru, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara nyanyian
sedih. Bermula orang-orang HONG HWA HWE itu sama tak menghiraukan, namun
nyanyian itu makin lama makin dekat kedengaran, hingga merawan hati orang.
Karena agak lama berdiam didaerah Hwe, tahulah Sim Hi bahwa nyanyian itu adalah
lagu berkabung yang biasa diujanjikan oleh rombongan orang Ui yang tengah
mengantar jenazah. Karena ingin tahu, larilah anak itu keluar.
Tak antara beberapa lama, dia kembali masuk dengan wajah puCat pasi, tubuhnya agak
sempoyongan, ia mendekati Tan Keh Lok dan berseru dengan suara sember:
"CongthoCu!"
Bu Tim buru-buru tarik pulang pedangnya, sedang Keh Lok pun segera bertanya ada
apa pada Sim Hi.
"Hiang ............... Hiang KiongCu meninggal!" tutur Sim Hi tak lanCar.
Seketika semua orang sama melengak kaget. Keh Lok rasakan matanya berkunang-
kunang, Bu Tim Cepat buang pedangnya untuk memegang bahu ketua HONG HWA
HWE itu. "Bagaimana ia meninggal?" tanya Lou Ping Cepat.
"Menurut keterangan salah seorang saudara Ui, katanya puteri itu meninggal dimesjid.
Ia bunuh diri dengan badi-badi," sahut Sim Hi.
"Mengapa orang-orang Ui sama menyanyi?" tanya pula Lou Ping.
"Kaisar telah menyerahkan jenazah KiongCu pada orang Ui. Sepulangnya dari
pemakaman, hati mereka sama berduka dan menyanyikan lagu itu."
Semua orang sama me-maki-maki kaisar, karena sudah begitu kejam hingga seorang
gadis yang tak berdosa apa-apa sampai mengambil keputusan yang begitu nekad.
Teringat akan hubungannya, Lou Ping menangis sesenggukan. Sebaliknya Tan Keh Lok
nampak membisu saja. Semua orang sama berkuatir dan Coba menghiburnya.
Tapi sekonyong-konyong ketua HONG HWA HWE itu berkata: "Totiang, ilmu silat yang
kupertunjukkan tadi belum selesai, mari kita lanjutkan pula."
Semua orang sama heran, melihat sikapnya yang aCuh tak aCuh itu.
"Dia sedang berduka, baiklah kumengalah sedikit," pikir Bu Tim.
Begitulah ke 2nya mulai bertanding lagi. Nyata-nyata gerakan Tan Keh Lok tetap linCah dan berbahaya, seolah-olah tak terpengaruh akan kejadian tadi.
"Huh, kebanyak sekalian orang laki 2 itu tak berperasaan. Hanya karena urusan negara, sedikitpun dia tak menaruh kasihan atas kematian kekasihnya," demikian Wan Ci
menumpahkan kemendongkolannya kepada Hi Tong.
Sembari terus meniup serulingnya, diam-diam Hi Tong berpikir: "CongthoCu sungguh
berhati baja. Kalau aku, tentu sudah menjadi sinting."
Kuatir CongthoCu itu sampai kena apa-apa, Bu Tim tak mau gunakan jurus-jurus yang
berbahaya. Sebenarnya pertandingan berjalan dengan berimbang, tapi sengaja Bu Tim
berlaku ajal dan mundur. Dan karena lambat menarik pedangnya, lengan Bu Tim telah
kena tertusuk tiga jari tangan Keh Lok. Begitu terjadi benturan itu, ke 2nya sama lonCat menyingkir.
"Bagus, CongthoCu!" seru Bu Tim.
"Ah, totiang sengaja mengalah", kata Keh Tok dengan tertawa. Tapi belum saja suara
ketawanya itu habis, tiba-tiba dia menguak dan muntah darah.
Semua orang terkejut bukan main serta buru-buru memegangnya.
"Ah, tak apalah!" Keh Lok tertawa, lalu dengan menggelandot pada Sim Hi terus masuk
kedalam kamar. Melihat kejadian itu, Wan Ci sesalkan diri karena tadi teiah menduga keliru pada ketua itu.
"Karena menahan perasaan duka, dia sampai tumpah darah. Tapi kalau sudah
beristirahat, tentu baiklah", kata Hwi Cing.
Mendengar keterangan jago tua yang sudah kenyang pengalaman itu, barulah semua
orang lega hatinya.
Setelah tidur kira-kira sejam lebih, Keh Lok terbangun. Teringat akan urusan penting pada pertemuan nanti malam, dia sesalkan diri mengapa begitu tak dapat menjaga diri.
Namun kalau teringat akan kebinasaan nona yang dikasihinya itu, hatinya tak
terkatakan sedihnya.
"Asri telah berjanji padaku akan menurut baginda, mengapa mendadak bisa terjadi
begitu" Ia tahu bahwa pengorbanannya itu demi untuk kepentingan negara, kalau tak
terjadi perubahan penting, tak nanti ia sampai berlaku begitu nekad. Ah, disitu tentu terselip apa-apa", demikian pikir Keh Lok.
Sampai lama dia merenung, namun tetap tak mengerti. Kemudian dia mendapat akal, ia
menyaru sebagai orang Ui mukanya dipupuri dengan arang. Lalu katanya kepada Sim
Hi: "Aku akan keluar sebentar."
Sim Hi tak berani menCegah, tapi diapun kuatir, maka dikuntitnya dengan diam-diam.
Keh Lok tahu, namun dibiarkan saja, karena menganggap anak itu mengandung
maksud baik. Dnyalan hiruk pikuk, dengan orang dan kendaraan. Namun kesemuanya itu dianggap
sepi saja oleh Keh Lok.
Begitulah setelah sampai dimesjid, dia terus langsung memasukinya dan berlutut
mendoa: "Asri, kau tentu menunggu aku dialam baka. Aku telah berjanji padamu untuk
menjadi umat Islam, supaya kau tidak menunggu dengan sia-sia."
Ketika mendongak, tiba-tiba dilihatnya dilantai terdapat beberapa tulisan yang sudah tak jelas kelihatannya. Nyata tulisan itu digurat dengan pisau dan berbunyi: "Yangan perCaja pada raja."
Guratan tulisan itu berwarna merah darah. Malahan pada beberapa bagian dari lantai itu terdapat warna merah yang agak tua.
"Masakah itu ketesan darah Asri?" pikirnya, ia Coba menunduk untuk membaunya.
Ternyata bekas itu berbau darah. Tanpa terasa, air matanya membanjir turun.
Setelah puas menangis, tiba-tiba pundaknya terasa ditepuk pelan-pelan oleh orang. Bagi seorang yang mengerti silat, sedikit saja tubuhnya disentuh orang, tentu reakslnya
Cepat sekali. Demikian dengan Tan Keh Lok yang segera lonCat bangun sembari
gerakkan tangan kirinya untuk menangkis.
Tapi ketika diawasinya, bukan main heran dan girangnya. Orang itu mengenakan
pakaian seorang lelaki suku Ui, tapi sepasang alisnya yang bagus menawungi sepasang
biji mata yang bersorot bening. Dia bukan lain adalah Chui-ih-wi-sam Hwe Ceng Tong.
Hari itu sigadis sebetulnya ikut sang suhu Thian-san Siang Eng kekota Pakkhia untuk
menolong adiknya. Tapi, mungkin geledek ditengah hari masih kalah dibanding ketika
dari seorang Ui ia mendapat warta tentang meninggalnya sang adik. Maka bergegas-
gegaslah ia pergi kemesjid dan disitu dilihatnya seorang lelaki Ui tengah berlutut
menangis sambil menyebut 2 nama Asri. Sedikitpun ia tak menyangka, kalau orang itu
ternyata Tan Keh Lok adanya.
Baru saja ke 2nya mulai menuturkan pengalamannya, tiba-tiba 2 orang si-wi tampak
masuk. Buru-buru Keh Lok menarik lengan Ceng Tong diajak berlutut bersembahyang.
"Bangun!" seru salah seorang si-wi ketika lewat didekat Keh Lok.
Terpaksa Keh Lok bangun. Tiba-tiba ke 2 si-wi itu memakai linggis untuk menCongkel
lantai 2 yang tergurat tulisan berdarah tadi, terus dibawanya pergi.
"Apakah itu?" tanya Ceng Tong.
"Disini banyak sekali telinga, lebih baik kita tengkurep sembahyang lagi, nanti kukasih tahu."
Dengan bisik-bisik, Keh Lok lalu menCeritakan apa yang dilihatnya tadi.
Dengan sedih dan marah berkatalah Ceng Tong: "Ya, mengapa kau begitu
sembarangan perCaja pada omongan raja itu?"
"Kuanggap dia itu seorang Han, pula kakandaku sendiri," sahut Keh Lok dengan
menyesal. "Huh, orang Han! Apakah orang Han tak ada yang busuk" Kalau sudah enak-' menjadi
kaisar, masakah ingat sanak famili lagi!."
"Ya, aku berdosa kepada Asri," kata Keh Lok berlinang 2 air mata.
Merasa tadi kata-katanya terlalu tajam, sedangkan orang menyesal dan berduka, buru-
buru Ceng Tong menghiburnya: "Ah, sudahlah, kau memang tak bersalah. Karena kau
berjoang untuk nasib rakyatmu. Lalu pesta di stana Yong Ho Kiong nanti malam, kau
pergi atau tidak?"
"Tentu! Akan kubunuh raja itu untuk membalaskan sakit hati Asri," seru Keh Lok dengan menggretek lagi.
"Benar, juga untuk membalaskan sakit hati ayah dan saudara-saudara bangsaku!" Ceng
Tong pun geram sekali.
"Tapi kau belum menCeritakan bagaimana kau lolos dari serangan pasukan Ceng waktu
Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu?" "Itu waktu aku tengah menderita sakit dan musuh menyergap dengan tiba-tiba. Syukur
dengan gagah berani saudara HuVun berempat menolong aku dan dibawa ketempat
suhuku." "Asri. mengatakan padaku, biarpun keujung langit kita tetap akan menCarimu," kata
Keh Lok kemudian.
Mata Ceng Tong tampak merambang merah, katanya: "Mari pulang untuk berunding
dengan Sekalian saudara."
Nampak nona itu, bukan kepalang girangnya Hi Tong. "Nona Hwe, aku senantiasa
memikirkan dirimu," sapanya.
Setelah ayah-bunda dan ke 2 saudaranya meninggal, Ceng Tong merasa sebatangkara.
Ia tak menaruh ganjelan apa-apa lagi terhadap kekurangajaran Sim Hi tempo hari.
"Kau kini sudah tambah besar ja?" sahutnya kemudian.
Tahu nona itu tak membencinya lagi, Sim Hi girang sekali.
Setibanya dirumah, Thian-san Siang Eng tengah pasang omong dengan orang-orang.
Segera Keh Lok tuturkan pengalamannya dimesjid tadi, Tan Ceng Tik yang aseran
sudah lantas menggebrak meja.
"Nah, apa kataku dulu" Kaisar tentu akan menCelakakan kita. Anak itu (Hiang Hiang)
tentunya sudah mengetahui tipu kejinya, maka ia korbankan diri untuk memberi
peringatan padamu," teriak jago tua itu.
"Kami sepasang suami isteri tak beruntung akan keturunan. Sebenarnya kami
bermaksud untuk mengambil Cici-beradik itu sebagai anak, siapa nyana.........,"
demikian kata Kwan Bing Bwe yang tak dapat langsung karena sesenggukan.
"Nanti kepesta di Yong Ho Kiong, kita harus membekal senjata. Karena senjata panyang tak diperbolehkan dibawa masuk, kita bawa saja senjata yang pendek dan senjata
rahasia," kata Keh Lok kemudian.
Usul Keh Lok itu disetujui semua orang.
"Nasi dan sajur dalam hidangannya nanti, kebanyak sekalian tentu diCampur obat bius.
Sebaiknya yangan kita makan," kata ketua HONG HWA HWE itu pula.
Kembali semua orang mengiakan.
"Bahwa kita bunuh kaisar itu malam nanti, itulah sudah pasti. Tapi perlu kiranya kita mengatur renCana untuk lolos," kata Keh Lok lagi.
"Kita tentu tak dapat tinggal di Tiong-goan lagi, sebaiknya kita menyingkir kedaerah Hwe saja," usul Ceng Tek.
Sebenarnya rombongan HONG HWA HWE tidak lama berada didaerah Kanglam. Dalam
hati, tiada seorangpun yang tak merindukan kampung halaman masing-masing. Namun
tak ada lain pilihan lagi bagi mereka: membunuh atau dibunuh kaisar. Begitulah setelah berunding, renCana segera ditetapkan.
Bun Thay Lay pimpin Seng Hiap, Jun Hwa, Siang Ing dan Su Kin untuk mempersiapkan
bayhok dipintu kota sebelah barat. Begitu saatnya tiba, mereka harus membasmi
tentara penjaga pintu dan menyambut rombongan Tan Keh Lok untuk terus lolos kearah
barat. Sim Hi disuruh mengepalai rombongan thauwbak, siapkan kuda dan anak panah,
menyambut diluar istana Jong Ho Kiong. Dan Hi Tong ditugaskan untuk memberi tahu
pada semua thauwbak HONG HWA HWE dikota Pakkhia supaya menyampaikan berita
pada seluruh Anggota HONG HWA HWE diberbagai wilayah, bahwa pucuk pimpinan
pindah kedaerah Hwe. Dan bahwasanya Cabang 2 HONG HWA HWE supaya
membubarkan diri dan bekerja dibawah tanah saja untuk menghindari penangkapan
dari perintah Ceng.
Setelah selesai membagi 2 tugas, Tan Keh Lok minta pertimbangan pada Thian-san
Siang Eng dan Lok Hwi Ching bagaimana renCana pembunuhan terhadap kaisar itu
nanti. "Gampang, nanti kupuntir batang lehernya raja itu, Coba dia masih bisa menjadi raja apa tidak" kata Ceng Tik.
"Kalau bisa begitu, itulah bagus!" Hwi Ching tertawa. "Tapi karena dia sudah siap
merenCanakan membunuh kita, tentu akan membawa sejumlah besar si-wi, jadi
penjagaannya tentu luar biasa rapatnya!"
"Kurasa lebih baik Tio-sam-te gunakan senjata rahasia untuk menghabisi dia", kata Bu Tim.
Ketika dipagoda Liok Hap To dahulu, Ceng Tik pernah saksikan kelihaian Tio Pan San
dalam ilmu senjata rahasia. Maka seketika itu juga dia menunyang usul itu.
Pan San mengeluarkan tiga biji 'tok-Cit-le' yang beracun, katanya dengan tertawa: "Satu saja yang kena, sudah Cukup untuk mengantar jiwa kaisar itu kelain dunia."
"Kukuatir orang she Pui itu masih didalam istana, tentu dapat mengobatinya," kata Keh Lok.
Yang dimaksud oleh Keh Lok itu, jalah Pui Liong Cun, pemilik senjata rasia yang hebat itu.
"Biar, telah kurendam piauw itu dalam raCun lain. Mungkin orang she Pui itu bisa
mengobati yang satu macam raCun, tapi tidak yang lainnya," kata Pan San.
"Sebaiknya hui-to kepunyaanmu dan jarum hu-yong-Ciam punyaku direndam raCun
juga." kata Hwi Ching pada Lou Ping-. Demikian semua orang sama sibuk menCelup
senjatanya dengan raCun. Mengingat baginda itu adalah kakandanya sendiri dari lain
ayah. hati Keh Lok agak tak tega. Tapi kalau ingat perbuatannya yang kejam itu, dia
marah dan ikut masukkan badi-badinya kedayam raCun.
Kira-kira jam 5 sore, semua orang gagah itu sudah berkemas 2. Setelah dahar, mereka
menunggu. Tak berapa lama, munCul ah Pek Cin dengan anak buahnya, empat orang
siwi. Begitulah mereka berangkat keistana Yong Ho Kiong. Ketika dipagoda Liok Hap Ta dahulu, Pek Cin pernah tempur Ceng Tik. Demi nampak jago Thian-san itu juga ikut, ke 2nya saling berpandangan.
Setiba di stana, Pek Cin meneliti rombongan HONG HWA HWE sama tak membawa
senjata. Melihat itu, dia mengelah napas dan memimpin mereka masuk. Diruangan
besar, sudah disiapkan tiga meja perjamuan. Pek Cin silakan mereka duduk.
Meja tengah, tempat duduk utama, diduduki Tan Keh Lok. Meja disebelah kiri, Tan Ceng Tik dan meja sebelah kanan Liok Hwi Ching. Dibawah patung HudCouw, ada pula
sebuah meja. Kursinya ditutup dengan sutera benang kuning emas. Disitulah tempat
duduk baginda. Diam-diam Hwi Ching, Pan San dkk. sama memperhitungkan Cara bagaimana nanti,
apabila saatnya sudah tiba melepas senjata rahasia kearah tempat duduk kaisar itu.
Hidangan mulai dikeluarkan, rombongan HONG HWA HWE menanti kehadiran baginda.
Beberapa saat kemudian, kedengaran tindakan kaki orang, yang ternyata adalah 2
orang thaikam, Ti Hian dan Bu Bing Hu. Dibelakangnya mengikut seorang menteri besar
yang mengenakan topi merah. Itulah Li Khik Siu, ayah Wan Ci. Hampir-hampir nona itu
berseru memanggilnya, Coba tak keburu Ti Hian lantas berleriak "Titah raja!"
Pek Cin dan kawanan siwi segera berlutut. Sedang Keh Lok dkk. terpaksa ikut berlutut juga. Pada lain saat, terdengarlah Ti Hian membaca titah raja tersebut.: "Tan Keh Lok dkk setia pada negara, aku girang mengetahuinya. Kini kuangkat Tan Keh Lok menjadi
'Cinsu', lain-lainnya pun akan diberi pangkat. Pesta untuk menghormat pengangkatan
itu diadakan di Yong Ho Kiang sini dan Li Khik Siu Ciangkun dititahkan menemaninya.
Sekian." Mendengar itu, tawarlah hati Keh Lok. Kiranya kaisar itu sungguh liCik, karena tak mau hadir sendiri.
"Selamat, Tan-heng menerima anugerah baginda itu, sungguh beruntung sekali," Li Khik Siu menghampiri Tan Keh Lok sambil menjura.
Keh Lok menjawab merendah, Sedang Wan Ci dan Hi Tong menghampiri sang ayah dan
menyapa. Khik Siu terkejut dan berpaling mengawasi. Betapa girangnya ketika didapatinya sang
puteri tunggal tampak berada disitu dengan tak kurang suatu apa. Buru-buru ditariknya tangan Wan Ci, dan air matanya ber-linang 2. Karena sejak berpisah, siang malam
selalu memikiri sang anak itu.
"Wan Ci, bagaimana keadaanmu?" tanya Khik Siu.
"Ayah............" Ingin Wan Ci menuturkan halnya, namun sang mulut berat mengatakan.
"Mari, kau duduk dengan aku semeja!" kata Khik Siu terus menarik lengan puterinya.
Wan Ci dan Hi Tong tahu kalau hal itu disebabkan rasa sayang seorang ayah, maka
setelah saling memberi isyarat mata, ke 2nya berpisah duduknya.
Lalu Ti Hian dan Bu Bing Hu menghampiri ketengah perjamuan dan berkata pada Tan
Keh Lok: "Saudara, kelak sesudah jadi menteri, yangan lupa pada kami ber 2."
"Sudah tentu tak kulupakan kongkong," sahut Keh Lok.
Ti Hian lambaikan tangan dan 2 orang thaikam kecil menghampiri dengan membawa
sebuah nenampan berisi 2 poCi arak dan beberapa Cawan. Ti Hian mengangkat poCi
itu terus dituang kedalam 2 buah Cawan. Dia sendiri segera ambil yang secawan,
katanya: "Kuhaturkan selamat pada saudara dengan secawan arak ini!"
Arak segera diminumnya, lalu mengambil Cawan berisi arak. yang satunya, diberikan
pada Keh Lok. Melihat itu semua mata orang-orang HONG HWA HWE ditujukan kearah ketuanya. Tahu
mereka kalau keburu napsu mungkin menggagalkan renCananya. Dan itu perCuma saja
karena, toh orang yang dinantinya (kaisar) tak ada disitu.
Sejak datang keperjamuan itu, Keh Lok sudah penuh berlaku waspada. Dia sudah
insyap bahwa perjamuan itu tentu tidak sewajarnya. Segala sesuatu ditelitinya dengan seksama. Benar1 juga ia mengetahui bahwa pada ke 2 samping dari poCi arak masing-masing terdapat sebuah lobang kecil. Ketika pertama kali menuang arak tadi, Ti Hian
telah gunakan ibu jarinya untuk menutup lubang yang disamping kiri. Dan arak dalam
Cawan itu diperuntukkan pada Tan Keh Lok. Sedang ketika menuang yang ke 2 kalinya,
ibu jarinya dijentikkan untuk menutup lobang sebelah kanan.
Kini tahulah Keh Lok bahwa poCi arak itu terisi 2 macam arak. Kalau lobang kiri ditutup, maka lobang kanan memanCur arak. Begitu pula sebaliknya. Jadi nyata, kalau lobang
sebelah kanan itu terisi arak raCun.
"Oh, kanda, kau begitu kejam, rela menganiaya aku dengan siasat memberi pangkat,
supaya aku memperCajaimu. Kalau tidak Asri mengorbankan jiwanya, tentu arak
beracun ini terminum olehku," mengeluh Keh Lok seorang diri.
Dia angkat ke 2 tangannya untuk menghaturkan terima kasih lalu mengambil Cawan
seperti hendak diminumnya. Melihat itu Ti Hian dan Bu Bing Hu bersorak dalam hati.
Tapi pada lain saat, sekonyong-konyong Keh Lok letakkan Cawannya, kemudian
menyembat poCi dan dituangkan kedalam Cawan kosong. Sewaktu menuang,
jempolnya ditutupkan kelobang sebelah kanan. Setelah itu, isi Cawan terus
ditenggaknya. Cawan pertama yang tak jadi diminumnya tadi diberikan kepada Bu Bing
Hu: Jilid 37 Tamat "AYO, silakan Bu kongkong juga menemani minum secawan!"
Mengetahui rahasianya telah bocor, berobahlah wajah ke 2 thaikam itu. Kembali Keh
Lok menuang secawan dan disodorkan kepada Ti Hian: "Harap Ti-kongkong suka
menerima pembalasan hormatku!"
Kini tak tahan lagi rupanya Ti Hian, dia tendang Cawan yang diangsurkan itu sambil
membentak: "Tangkap mereka semua!" Seketika dari empat penjuru ruangan itu
menyerbu keluar ratusan siwi istana dan Anggota gi-lim-kun.
"Jiwi kongkong kiranya tak gemar minum. Itu tak apa, mengapa marah-marah?" tanya
Keh Lok dengan tertawa.
"Dengarkan titah raja ini," Bu Bing Hu berteriak: "HONG HWA HWE berniat
memberontak dan mengaCau. Harus segera ditangkap dan dibunuh tanpa diadili lagi."
Atas isyarat Keh Lok, ke 2 saudara Siang segera lonCat kebelakang ke 2 thaikam itu
terus membekuk tengkuk lehernya. Ke 2 thaikam itu Coba melawan, tapi sudah
terlambat, karena seluruh tubuh mereka terasa lemas kesemutan.
Keh Lok menuang lagi secawan arak. "Arak kehormatan ditolak, rupanya ingin arak
hukuman." Segera Lou Ping dan Ciang Cin masing-masing mengambil arak beracun itu, lalu
diCekokkan kemulut Ti Hian dan Bu Bing Hu.
Melihat ke 2 thaikam itu diringkus, rombongan siwi dan gi-lim-kun tadi tak berani
mendekati, kuatir kalau ke 2 thaikam itu dibunuh. Sedang orang-orang HONG HWA
HWE itu sudah bersiap dengan senjatanya. Tapi ketika hendak menobros keluar, tiba-
tiba dibelakang ruangan besar timbid kebakaran, berbareng terdengar suara obat
peledak. Keh Lok heran dan menduga yangan-yangan ada saudara-saudaranya kaum HONG
HWA HWE yang terkepung disana, maka segera dia memerintahkan agar menyerbu saja
keruangan belakang.
Karena senjata yang dibekalnya keliwat pendek, Bu Tim tak dapat leluasa bergerak.
Segera dia rampas sebilah pedang, dari seorang si-wi. Dalam beberapa kejap saja, dia sudah dapat membunuh tiga orang musuh, terus memepelopori menyerbu kebelakang,
di kuti oleh Kawan-kawan nya.
Li Khik Siu tarik tangan puterinya, serunya: "Kau tinggal bersama aku!"
Dia bersama Pek Cin lalu memberi komando, menyuruh anak buah si-wi menghadang.
Melihat itu, Hi Tong mengelah napas, pikirnya: "Dengan ayahnya aku di baratkan seperti minyak dengan air. Jadi nyata ia bukan jodoku!"
Dengan hati berat, anak muda itu segera memutar kim-tioknya untuk ikut pada
rombongannya. Melihat itu, Wan Ci kibaskan tangan ayahnya yang memeganginya,
begitu terlepas, ia terus lari menyusul Hi Tong sambil berseru: "Ayah, harap kau
menjaga diri baik-baik , puterimu akan pergi!"
Saking kesimanya, Li Khik Siu berdiri seperti patung, kemudian setelah sadar, dia
berseru memanggil: "Wan-Ci, Wan-Ci, kembalilah!"
Namun Wan Ci sudah menghilang keluar. Menduga sang bakal isteri telah mengikut
ayahnya, bukan main sedihnya Hi Tong. Ketika Wan Ci menyusul datang, dilihatnya
anak muda itu tengah bertempur dengan lima-enam si-wi. Keadaannya berbahaya,
karena anak muda itu sudah terluka beberapa kali.
"Suko, ikut aku kemari!" teriak sigadis. Mendengar sang kekasih datang, semangat Hi
Tong timbul seketika. Dengan hebat, kim-tiok dibabatkan. Sedang Wan Cipun maju
membantunya, hingga kawanan si-wi itu mundur. Kemudian dengan bergandengan
tangan, ke 2 pasangan itu maju menyusul Lou Ping.
Pada saat itu, api semakin besar. Suara pekik orang, seperti memeCah telinga.
Rombongan Tan Keh Lok sudah sampai diluar paseban Sui Seng Tian. Disitu mereka
menjadi kaget tak terkira ketika menampak berpuluh paderi Lama sedang bertempur
mati-matian dengan sekawanan serdadu Ceng. Nyata rombongan Lama itu sudah
hampir tak dapat bertahan lagi.
Tak terduga-duga, Pek Cin berbalik memimpin anak buahnya membantu rombongan
Lama, hingga kawanan serdadu itu kena didesak masuk kembali kedalam ruangan yang
tengah dimakan api.
Sudah tentu Keh Lok tak mengetahui akan pertentangan antara Kian Liong dengan
thayhouw. Kejadian itu sungguh membuat ia tak habis heran. Namun dia tak mau
menyianyiakan kesempatan yang bagus itu, terus ajak Kawan-kawan nya lonCat keluar
dari tembok istana.
Pek Cin dan Li Khik Siu sudah mendapat perintah rahasia dari Kian Liong supaya
rombongan HONG HWA HWE dan pasukan Ceng yang menjaga paseban Sui Seng Tian
itu dimusnahkan dengan api. Tapi ternyata renCana telah berjalan bukan seperti yang
diharapkan. Karena Li Khik Siu, ingat akan keselamatan puterinya. Sedang Pek Cin ingin membalas
budi Tan Keh Lok. Maka sengaja mereka memberi kesempatan supaya orang-orang
HONG HWA HWE itu bisa melarikan diri. Sedang yang dibasmi, hanyalah pasukan Ceng,
anak buah pasukan ki-ping, yang ditugaskan thayhouw untuk menjaga paseban
tersebut. Tak berapa lama kemudian, seluruh anak buah pasukan kiping itu terbakar musna.
Sedang paseban itupun roboh. Dengan begitu, surat testamen Yong Ceng yang
disimpan dalam paseban itu, turut terbakar musna.
Setiba diluar istana, rombongan HONG HWA HWE itu berbalik menjadi kaget bukan
kepalang. Diluar istana itu, be-ratus 2 tentara Ceng sudah siap menunggu dengan
busur, tombak dan pedang. Ratusan obor menyala dengan terangnya, masih ditambah
dengan ratusan teng, sehingga suasana saat itu seolah-olah siang hari.
"Rupanya dia kuatir kita tak sampai mati diraCun dan dibakar, sehingga diadakan
persiapan barisan pembunuh itu!" pikir Keh Lok.
Tapi Bu Tim dan Tan Ceng Tik tak mau banyak sekali pikir, terus mau menyerbu. Dari
empat penjuru, anak panah segera dilepas bagaikan hujan derasnya.
"Ayo, kita serbu!" teriak Ceng Tong.
Dengan bahu membahu orang-orang HONG HWA HWE itu lantas mengikuti jejak Bu
Tim dan Ceng Tik. Tapi kawanan serdadu Ceng itu, tak terhitung jumlahnya. Makin
dibasmi makin banyak sekali. Bobol yang selapis, masih ada lain lapisan lagi.
Kali ini kaisar Kian Liong betul-betul mau membasmi musna jago-jago dari HONG HWA
HWE Ini untuk menjaga bahaya dikemudian hari. Maka dikerahkannya gi-lim-kun, jago
istana pilihan dan bayhok yang kokoh. Bagaimanapun gagahnya jago-jago HONG HWA
HWE, namun kewalahan juga mereka menghadapi lapisan tembok manusia yang
sedemikian tebalnya itu. Keadaan rombongan HONG HWA HWE betul-betul berbahaya.
Sinar pedang Bu Tim berkelebat pergi datang, dan belasan anak buah gi-lim-kun
tersungkur binasa. Dia berhasil menobros keluar, tapi ketika berpaling dan menunggu
sampai sekian saat, tak nampak lain-lain kawannya datang. Hal ini membuat ia kuatir.
Dia balik menobros lagi. Tampak Ciang Cin tengah dikepung oleh 7 siwi. Ciang Cin
mandi darah, dia berkelahi dengan nekad.
"Sipte, yangan takut. Aku datang," seru Bu Tim terus meneryang.
Tiga orang siwi terpapas tenggorokannya terus roboh. Kawan-kawan nya segera
mundur. "Sipte, kau tak kena apa-apa?" tanya Bu Tim.
Sebagai jawaban, tahu-tahu Ciang Cin menggerung lalu membaCok jikonya itu. Bukan
kepalang kagetnya Bu Tim, Cepat ia berkelit seraya berseru berulang-ulang: "Sipte, kau bagaimana, ini adalah aku!"
Tapi Ciang Cin laksana kerbau gila menggerung: "Saudaraku telah kamu aniaya, akupun
tak mau hidup sendiri!"
Sepasang kampaknya kembali dibaCokkan pada Bu Tim, siapa terpaksa berkelit lagi dan
berseru keras: "Sipte, ini aku, jiko-mu!"
Sepasang mata Ciang Cin tampak melotot mengawasi, tiba-tiba kampaknya dibuang dan
menjerit: "Jiko, aku tak kuat lagi!"
Diantara Cahaja lampu dan obor, tampak oleh Bu Tim bagaimana seluruh tubuh Ciang
Cin itu mandi darah. Dada, bahu, lengan dan lain-lain bagian tubuhnya terluka. Bu Tim bingung, karena dia hanya berlengan satu, jadi tak dapat akan memondongnya. Namun
dengan kertek gigi disuruhnya sang Sipte itu menggamblok dibelakang punggungnya.
"Sipte, kau rangkul leherku, biar aku gendong kau!" serunya.
Bu Tim rasakan ketesan darah Ciang Cin mengalir dibadannya. Dengan gagah, tokoh ke
2 dari HONG HWA HWE itu membuka jalan darah. Kemana pedangnya menyamber,
disitulah kawanan serdadu musuh terpaksa menyingkir memberi jalan. Tiba-tiba
disebelah muka dilihatnya ada 2 tiga serdadu musuh yang ganti berganti membal
keatas, seperti dilontarkan orang.
"Ha, selain Si-te, tak ada orang lain yang mempunyai kekuatan seperti itu. Apakah ada terjadi perubahan dipos penjagaan pintu kota?" pikir Bu Tim.
Dia menyerbu kearah itu dan ternyata betul didapatinya Bun Thay Lay, Lou Ping, Hi
Tong dan Wan Ci tengah bertempur hebat dengan kawanan siwi.
"Mana CongthoCu?" seru Bu Tim.
"Entah, mari kita menCarinya!" sahut Hi Tong.
Bu Tim terkesiap. Ciang Cin terluka sedemikian beratnya, yangan-yangan kawannya
yang lain-lain sudah sama binasa. Bun Thay Lay membuka jalan darah untuk
menghampiri Bu Tim.
"Disana tak terjadi suatu apa. Karena aku kuatir, maka aku menengok kemari!" tutur
Thay Lay. "Bagus!" sahut Bu Tim yang meskipun menggendong Ciang Cin, tapi lak mengurangkan
Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kelihaiannya. Musuh tak berdaya untuk menghadangnya.
"CongthoCu!" pada lain saat Wan Ci berseru keras.
Seorang berpakaian putih, tampak melesat kesana sini diantara lautan api itu. Rupanya dia tengah menCari orang. Sedang dari arah barat, tampak Liok Hwi Ching mengaduk
keluar. "Kembali ketembok istana!" seru Keh Lok.
Berbareng dengan seman itu, agak jauh disebelah sana, diantara lautan api dan
manusia, tampak bulu burung hnyau ber-gerak-gerak.
"CongthoCu, pimpinlah semua saudara mundur ketembok istana, biar kujemput nona
Hwe itu!" seru Hwi Ching terus menyerang kearah sana.
Begitulah dengan Tan Keh Lok dan Bun Thay Lay yang membuka jalan, rombongan
HONG HWA HWE terpaksa kembali lagi keistana, karena mereka merasa tak ungkulan
menembus dinding kepungan tentara Ceng yang sebanyak sekali itu.
"Sipte, luruhlah!" kata Bu Tim.
Ciang Cin, si Bongkok itu, tak bergerak. Lou Ping bantu menunyangnya, tapi segera
didapatinya tubuh Ciang Cin sudah kaku, sudah tak bernyawa lagi. Lou Ping menjerit
dengan ratap tangisnya.
Pada saat itu Bun Thay Lay tengah bertempur dengan kawanan siwi. Dia hendak
menyambut Tio Pan San, Siang-si Siang Hiap dkk. Demi didengar tangis sang isteri,
tahulah bahwa sang Sipte (adik angkat ke 10) sudah meninggal.
Tanpa terasa beberapa titik air matanya berketesan turun. Seketika meluaplah hawa
amarahnya, dia mengamuk hebat. Kembali ada tiga orang siwi yang roboh. Liok Hwi
Ching yang menyerbu untuk menolong Ceng Tong, kini sudah dapat menghampirinya.
Mereka berusaha untuk membuka jalan menggabungkan diri dengan rombongan Tan
Keh Lok. Setindak demi setindak, tampak Ceng Tong makin mendekati. Tapi sekalipun jarak
mereka hanya terpisah berpuluh tindak, namun tampaknya sukar untuk menyingkirkan
rintangan manusia yang menghadang itu.
Ke 2 saudara Siang telah merebut tombak musuh untuk bantu membuka jalan. Wajah
Ceng Tong tampak puCat, pakaiannya penuh dengan Cipratan noda darah.
"Ayo kita serbu lagi. Tapi kali ini yangan sampai terpenCar," seru Keh Lok. Tapi belum seruan ketua HONG HWA HWE reda, dari arah istana turun hujan anak panah. Kiranya
setelah Li Khik Siu dan Pek Cin dapat membasmi kawanan anak buah ki-ping yang
menjaga paseban Seng- Swi Tian, kini mereka mulai menggempur rombongan HONG
HWA HWE Jadi kini rombongan HONG HWA HWE terkepung diantara 2 musuh!
Selagi keadaan mereka dalam bahaya, tiba-tiba dari arah pasukan gi-lim-kun yang
menghadang disebelah depan, timbul kekaCauan. Mereka sama mundur dengan kalut,
Diantara Cahaja api yang marong itu, tampak berpuluh-puluh 2 paderi berjubah kuning, menyerbu masuk. Yang berada didepan sendiri, adalah seorang tua berambut putih,
bersenjata golok 'kim-pwe-to'. Gagahnya bukan main, seperti gajah yang tak dapat
ditahan. Ternyata dia adalah Thiat-tan Ciu Tiong Ing. Melihat itu, orang-' HONG HWA
HWE bersorak kegirangan.
"Saudara-', ikutlah' saja", seru Tiong Ing.
Dengan memanggul mayat Ciang Cin, Bun Thay Lay ikut saudara-saudaranya,
menobros keluar. Di antara rombongan Tiong Ing itu, terdapat juga tokoh 2 gereja Siao Lim Si a.l. Thian Keng Siansu, Tay Tian, Tay Leng, Gwan Thong, Gwan Hui, Gwan Siang
dan lain-lain. Merekapun sudah terlibat dalam pertempuran dengan gi-lim-kun.
Tapi kepungan musuh itu luar biasa rapatnya. Mereka seolah 2 membayangi kemana
rombongan orang gagah itu menujti. Otak Ceng Tong yang tajam itu segera mulai
bekerja. Ia mendongak memandang keempat penjuru. Segera tampak olehnya diatas
wuwungan sebuah rumah penduduk didekat situ, ada belasan orang. Di antaranya ada
4 orang masing-masing dengan menentang teng merah, berpenCar diempat ujung.
Kalau rombongan HONG HWA HWE berusaha meneryang kesebelah barat, maka teng
merah yang diujung barat itu segera diangkat tinggi-tinggi. Meneryang ketimur, teng
merah disebelah timur diangkat keatas. Nona yang Cerdas itu segera dapat menangkap
artinya. "HanCurkan teng 2 merah itu, kita pasti tertolong!" ia menyerukan pada Keh Lok.
Mendengar itu, Tio Pan San sudah lantas menyembat busur dan beberapa anak panah.
Setelah berturut-turut membidik, keempat teng merah itu padamlah.
Dugaan Ceng Tong itu memang tepat. Tanpa pertandaan teng 2 merah, pasukan gi-lim-
kun kalut. "Diantara orang-orang diatas wuwungan itu, tentu ada pemimpinnya. Kalau hendak
tangkap penCuri, tangkap benggolannya dahulu!" Ceng Tong memberi saran lagi.
Semua orang-orang HONG HWA HWE pernah menyaksikan keCakapan Hwe Ceng Tong
sebagai pemimpin tentara Hwe ketika berperang melawan pasukan Ceng dahulu. Maka
setiap pendapatnya, selalu diperhatikan dan di ndahkan oleh orang-orang HONG HWA
HWE "Si-te, ngo-te, liok-te, mari kita menyerang kesana!" mengajak Bu Tim.
Bun Thay Lay dan ke 2 saudara Siang terus ikut menyerbu. Kawanan gi-lim-kun tak
kuasa menghadangnya. Tan Keh Lok dan rombongan Thian Keng Siansu ikut
meneryang. Dan kali ini, rupa-rupanya mereka akan berhasil. Tapi tak disangka 2,
terdengar tampik sorak menggelegar. Li Khik Siu dan Pek Cin dengan barisan pengawal
serta si-wi datang menyerang, kembali rombongan HONG HWA HWE terkurung rapat.
Malah Wan Ci, Lou Ping dan beberapa paderi Siao Lim Si menderita luka-luka.
Setelah berhasil mendekati tembok, Bu Tim berempat lonCat keatas rumah. Begitu kaki
mereka menginjak genteng, 7 orang sudah lantas menyerang. Mereka adalah jago-jago
istana yang lihai-lihai. Yang tiga mengembut ke 2 saudara Siang, sedang Bu Tim dan
Bun Thay Lay masing-masing mendapat 2 lawan. Pertempuran berjalan sangat seru.
"Ha, mengapa disini terdapat begini banyak sekali Cakar alap-alap yang lihai-lihai,"
mengeluh Bu Tim.
Selagi berkelahi, Bu Tim melihat diseberang sana, ada serombongan si-wi menjaga
seorang pembesar yang memakai topi berjambul merah. Dengan memegang leng-ki
(panji-komando), dia tengah memberi perintah.
"Serahkan kawanan Cakar alap-alap ini padaku!" seru Bir Tim.
Berbareng itu, dia kiblatkan ujung pedang-nya menusuk ulu hati seorang lawannya, dan Cepat pula dia beralih membabat kaki lawan satunya. Ke 2 pengerojoknya itu masing-masing menghindar dengan lonCat mundur. Pada kesempatan itu, Bu Tim Cepat
menyerang ke 2 musuh Bun Thay Lay. Yang satu, dibabat iganya, yang satu dibaCok
pinggangnya. Serangan 2 itu dilakukan luar biasa sebatnya. Terlepas dari serangan
musuh, Bun Thay Lay terus meneryang kepada pembesar topi merah tadi. Empat orang
pengawalnya, segera menghadang. Pembesar itupun agak terkejut dan menoleh. Ketika
melihat wajahnya, Bun Thay Lay terkesiap. Hampir-hampir mulutnya akan berteriak
"CongthoCu."
Memang pembesar itu sangat mirip dengan Tan Keh Lok. Kalau ke 2nya mengenakan
pakaian serupa, tentu orang sukar membedakannya. Betul-betul seperti pinang dibelah
2. Sekilas teringatlah Bun Thay Lay akan Cerita isterinya tentang peristiwa Thian Hong
mengatur siasat merampas vaas giok tempo hari serta peristiwa menangkap Ong Wi
Yang. Tan Keh Lok menyaru sebagai seorang pembesar Boan. Semua orang mengiranya
sebagai kepala barisan gi-lim-kun merangkap 'kiu-bun-tetok' Hok Gong An. Maka.
teranglah kalau pembesar itu tentu Hok Gong An adanya.
Segera dia mengambil putusan: tawan pembesar itu untuk dnyadikan barang jaminan.
Saat itu dia tarik mundur tubuhnya, kemudian sebat luar biasa dia menyelinap diantara golok dari 2 orang pengawal terus meneryang pembesar itu.
Memang pemimpin pasukan gi-lim-kun yang ditugaskanmenangkap orang-orang HONG
HWA HWE itu, adalah orang kesayangan baginda sendiri, yaitu Hok Gong An. Karena
tugas membakar paseban Swi Seng Tian itu sangat terahasia, maka baginda titahkan
Hok Gong An sendiri yang melaksanakan. Namun karena baginda amat sayang
padanya, dan kuatir kalau sampai kena apa-apa, maka baginda mengutus 1enam orang
pengawal istana kelas satu, untuk melindungi orang kesayangannya itu.
Karuan saja pengawal 2 istimewa itu menjadi gugup, ketika nampak Bun Thay Lay
seperti orang kalap hendak membekuk thongleng (pemimpin) mereka. Dua orang si-wi
maju menghadang, sedang Kawan-kawan nya lalu menyingkirkan Hok Gong An
kewuwungan lain rumah.
Bu Tim tumplek seluruh kepandaiannya, dan memang gerakan ilmu pedangnya luar
biasa Cepatnya. Dalam beberapa d jurus saja, dia berhasil melukai 2 orang musuhnya.
Setelah itu, dia makin mengamuk. Meneryang kesana, menyerang kemari. Tangan dan
kakinya berbareng dikerjakan. Dan betul juga penghadang 2 Bun Thay Lay itu menjadi
pontang-panting menghindar. Kini kembali Bun Thay Lay agak longgar. Sekali kaki
dienjot, dia melayang meneryang Hok Gong An!
Pertempuran diatas wuwungan itu, diketahui juga oleh kawanan gi-lim-kun dan
rombongan HONG HWA HWE yang berada disebelah bawah. Belasan Si-wi kelas satu
yang melindungi pemimpin gi-lim-kun itu ternyata tak berdaya untuk menghadang
rangsakan 2 tokoh HONG HWA HWE yang berkelahi laksana harimau lapar itu. 7 atau
delapan orang dari barisan siwi lonCat keatas untuk memberi bantuan. Pertempuran
seolah-olah berhenti sendiri. Semua mata ditujukan kearah wuwungan! Hok Gong An
juga mengerti sedikit ilmu silat. Dia segera menabas dengan goloknya. Berbareng itu 2
batang tombak dan 2 batang golok dari kawanan pengawalnya, menyerang Bun Thay
Lay pula. "Kalau kali ini gagal membekuknya, tentu bala-bantuan keburu datang," pikir Bun Thay Lay. Maka ia telah mengambil keputusan untuk mengadu jiwa.
Dia samplok ke 2 tangannya kearah ke 2 ujung tombak musuh. Begitu keras samplokan
itu, hingga ke 2 tombak itu terpental keatas. Berbareng itu dia dupak dada seorang
penyerangnya, dan tangannya menghantam muka seorang musuhnya yang lain. Sudah
menjadi kebiasaan Bun Thay Lay, sewaktu menyerang dia barengi dengan menggerung.
Sedemikian dahsyat suara gerungannya itu, sehingga pecahlah nyali musuh dibuatnya.
Itulah maka orang kangouw menjulukinya sebagai "pan-lui-Chiu." Pukulan dan
gerungannya seperti geledek kerasnya!
Dua antara 7 siwi yang baru saja melonCat keatas untuk memberi bantuan tadi, saking
kagetnya sudah terpeleset jatuh kebawah lagi. Juga Hok Gong An saking terkejutnya,
kaki tangannya menjadi lemas lunglai. Sebelum lain pengawal sempat berbuat apa-apa,
tangan Bun Thay Lay sudah dapat menCengkeram dada Hok Gong An, terus diangkat
keatas. Seluruh anak buah pasukan Ceng, gi-lim-kun dan siwi, baik yang berada diatas
wuwungan maupun yang disebelah bawah, telah menjadi gempar!
Pada saat itu, ke 2 saudara Siang sudah berhasil merobohkan ketiga siwi lawannya.
Merekapun lonCat kesebelah Bun Thay Lay. Diambilnya senjatanya Cakar terbang yang
berkilat 2, terus diputar 2 merupakan sebuah lingkaran besar. Sudah tentu, tak seorang Anggota pasukan Ceng yang berani mendekati.
Pada lain saat, tampak Hok Gong An mengangkat panji leng ki-nya, seraya berteriak
keras-keras: "Berhenti menyerang! Pasukan gi-lim-kun dan semua siwi, baliklah
kebarisanmu masing-masing!"
Segenap anak buah gi-lin-kun dan siwi, sama terkesiap kaget. Tiga orang siwi yang
husus dititahkan untuk melindungi Hok Gong An, tak hiraukan seruan itu, terus nekad
menyerbu. "Ngo-te, liok-te, simpan senjatamu itu!" seru Bu Tim pada ke 2 saudara Siang.
Ke 2 saudara itu menurut, karena mengira Bu Tim akan membereskan ketiga siwi itu.
Tapi ternyata Bu Tim bertindak lain. Pedang dia djujukan ketenggorokan orang
tawanannya seraya tertawa keras-keras: "Ayo, majulah!"
Ketiga siwi itu merandek, setelah saling memberi isyarat, mereka lonCat menyingkir.
Ketika Bun Thay Lay keraskan tangannya, dan Hok Gong An rasakan lengannya seperti
mau putus. Terpaksa dia berkaok 2: "Lekas mundur, dengar apa tidak!"
Pasukan Ceng dan kawanan siwi terpaksa mundur.
"Ayo, kita sama naik keatas!" ajak Keh Lok.
Rombongan HONG HWA HWE menghampiri tembok, kemudian satu persatu lonCat
keatas wuwungan. Disitu Tio Pan San menCatat Kawan-kawan nya. Selain Ciang Cin
yang tewas, masih ada lagi delapan atau sembilan lainnya yang terluka. Malah ketika
itu, tampak Beng Kian Hiong dan Thian Hong yang memanggul Ciu Ki lonCat keatas.
Rambut nyonya itu terurai, mukanya seperti kertas.
"Mengapa kau juga kemari" Sungguh kau tak tahu menjaga diri!" memaki Tiong Ing.
"Aku maukan anakku, anakku, kembalikanlah anakku!" teriak Ciu Ki tiba-tiba.
Keh Lok terkesiap mendengar nyonya Thian Hong mengoCeh seperti orang yang tak
sadar itu, kemudian dengan gunakan sandi (code) HONG HWA HWE dia mengeluarkan
perintah: "Kita serbu kedalam istana, bunuh raja itu guna membalaskan sakit hati Ciang-sipko!"
Lou Ping menterjemahkan sandi itu kepada Liok Hwi Ching, Thian Keng Siansu, Tbian
San Siang Eng, Hwe Ceng Tong dkk. Mereka sama mengaCungkan senjata tanda setuju.
"Siao Lim Si telah dimusnakan olehnya, hari ini aku akan melanggar pantangan
membunuh!" seru Thian Keng.
"Susiok, kau sungguh baik, tapi mengapa Siao Lim Si musna?" seru Keh Lok dengan
kaget. "Siao Lim Si sudah rata dengan tanah dibakar mereka. Thian Hong suheng telah gugur,"
sahut Thian Keng.
Keh Lok terharu. Kemarahannya makin meluap. Dengan menggusur Hok Gong An,
rombongan HONG HWA HWE berjalan diantara barisan golok dan tombak gilim-kun.
Karena ingat akan keselamatan pemimpinnya, anak buah gi-lim-kun itu tak berani
berbuat apa-apa.
Setelah melalui lapisan yang terakhir dari pasukan Ceng tersebut. orang-orang gagah
itu nampak Sim Hi sudah siap menyambut dengan rombongan anggota HONG HWA
HWE dan berpuluh-puluh 2 ekor kuda. Bergegas-gegas mereka naik kuda, ada yang
sendirian, ada yang bonCengan. Kemudian laksana badai menderu, mereka menyerbu
kearah istana. "CongthoCu, jalan mundur apa sudah siap?" tanya Ji Thian Hong seraya mendekatkan
kudanya kesamping Keh Lok.
"Kiu-ko dkk sudah menunggu dipintu kota. Mengapa kau baru sekarang tiba?" tanya
Keh Lok. "Gara 2 Pui Ju Tek sibangsat itu!" sahut Thian Hong menggeram.
"Ada apa dengan dia?" tanya Keh Lok pula.
"Dialah yang bersekongkel dengan Seng Hong dan Swi Tay Lim dengan membawa
pasukan, malam 2 menyerbu Siao Lim Si. Thian Hong losiansu tetap tak mau keluar,
sehingga binasa ikut terbakar."
"Jadi jahanam 2 itu yang melakukannya?" tanya Keh Lok.
"Ya merekapun merampas putraku!" kata Thian Hong.
Mendengar adik angkat itu punya anak laki 2, ingin benar Tan Keh Lok menguCapkan
selamat kepada Thian Hong, tapi pada saat seperti itu, tak dapat mulutnya ber-kata-
kata. "Thian Keng supeh telah pimpin semua paderi untuk menCari penghianat itu, sehingga
sampai kemari. Kami menuju ke Song Liu Cu (markas HONG HWA HWE di Pakkhia) dan
mengetahui kalau kalian berada di stana Yong Ho Kiong sini," tutur Thian Hong
akhirnya. Kini rombongan HONG HWA HWE itu sudah mendekati Kota Terlarang. Gi-lim-kun dan
kawanan si-wi tetap mengikut dari belakang. Walaupun tak berani menyerang, tapi
mereka tetap tak mau melepaskan musuhnya.
"Kalau kaisar itu sudah mendapat warta dan keburu bersembunyi, tentang menCarinya
didalam istana, kami mohon bantuan ke 2 loCianpwe," kata Thian Hong pada Thian-san
Siang Eng. Setempo dipagoda Liok Hap Ta, Thian Hong pernah saksikan kepandaian sepasang
suami isteri yang tak pernah memberi ampun pada musuhnya. Apalagi ke 2nya orang-
orang suka menang. Penangkapan Hok Gong An tadi, ke 2nya belum memperlihatkan
jasanya. Maka tepatloh kiranya kalau Thian Hong mengajukan permintaan itu kepada
mereka. "Kita nanti lakukan itu!" sahut Thian San Siang Eng.
Sekalipun pikirannya sedang kalut memikirkan puteranya, namun Thian Hong masih
tetap lihai. Dia ambil 4 buah 'Iiu-sing-hwe-bao' (obat pasang yang dapat menyambar
merCon sreng), diberikan kepada Ceng Tik.
"Bila Cianpwe dapat menemukan kaisar, kalau bisa bunuh, bunuhlah saja. Tapi kalau
menemui kesukaran, harap loCianpwe segera lepas api ini selaku pertandaan," pesan
Thian Hong. "Baik!" jawab Kwan Bing Bwe.
Ke 2 suami isteri itu segera lonCat keatas tembok, terus masuk kedalam istana. Gerakan mereka sebat sekali, seakan-akan sepasang garuda. Ketika Hok Gong An berseru
memerintahkan pasukannya membuka pintu istana, ke 2 suami isteri itu sudah tak
kelihatan lagi.
Sewaktu berlarian diatas genteng istana, Thian San Siang Eng segera menghadapi
kesukaran. Karena ruangan dan pintu dalam istana itu tak terhitung jumlahnya. Sukar
rasanya untuk mendapatkan tempat persembunyian raja itu.
"Kita bekuk seorang thaikam!" kata Kwan Bing Bwe.
Ceng Tik setuju. Begitulah ke 2nya melayang turun dan bersembunyi ditempat gelap.
Tak antara lama, didengarnya ada tindakan orang mendatangi. Ketika mereka hendak
membekuknya, ternyata ada pula lain tindakan kaki mendatangi, rupanya bergegas-
gegas seperti ada urusan penting.
"Ke 2 orang itu mengerti ilmu silat rasanya," bisik Ceng Tik.
"Benar, kita kuntit saja," jawab sang isteri.
Tepat dengan itu, ke 2 orang itu sudah lewat disitu. Segera Ceng Tik dan sang isteri menguntitnya. Yang dimuka tubuhnya kurus, nampaknya lebih lihai dari kawannya yang
berperawakan tegap dan tindakan kakinya lebih berat. Berkali 2 si kurus berhenti untuk menunggu, dan setiap kali menyuruh kawannya supaya lekas.
"Lekas, kita harus mendahului, supaya bisa memberi warta kepada baginda," kata orang itu.
Ceng Tik suami isteri girang, karena tanpa sengaja mendapat penunjuk jalan itu. Diam-diam ke 2nya berSyukur kepada si tegap yang lambat gerakannya itu.
Setelah beberapa kali membiluk, tibalah mereka dimuka pagoda Po Gwat Lauw.
"Kau tunggu disini," kata si kurus, lalu masuk.
Thian San Siang Eng mulai bekerja. Mereka memanjat keatas dari samping pagoda.
Tanpa mengalami kesukaran apa-apa, ke 2 suami isteri itu Cepat sudah berada
dipunCak pagoda. Dengan gaetan kaki ketiang serambi, mereka menggelantung dengan
kepala dibawah.
Didalam terdapat sederek jendela panyang, diluarnya ada sebuah lorong. Tampak
sebuah bayangan munCul dibalik kertas penutup jendela. Kwan Bing Bwe ajak sang
suami melorot kesana, lalu gunakan ludah untuk bikin lobang pada kertas jendela dan
mengintai kedalam. Benar seperti yang diharap, Kian Liong tampak duduk disebuah
kursi. Sedang yang berlutut dihadapannya, sikurus tadi, bukan lain adalah Pek Cin,
orang yang pernah bertempur dengan Ceng Tik di HangCiu dahulu.
"Paseban Sui Seng Tian sudah terbakar musna. Tiada seorang penjaganya yang bisa
Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lolos," terdengar Pek Cin melapor.
"Bagus!" seru Kian Liong dengan girang.
"Hamba patut menerima hukuman. Rombongan pemberontak HONG HWA HWE
sebaliknya bisa lolos," Pek Cin berdatang sembah pula.
"Apa"!" teriak Kian Liong.
"Ke 2 thaikam keperCajaan thayhouw hendak menghaturkan selamat dengan arak
beracun. Tapi entah bagaimana, rahasianya ketahuan dan diringkus musuh. Hamba
waktu itu tengah berada di Sui Seng Tian, hingga tak mengetahui kalau mereka telah
lolos gara 2 ke 2 thaikam itu."
Pek Cin tahu bentrokan antara baginda dengan thayhouw, maka kini dia sengaja
timpahkan semua kegagalan diatas bahu ke 2 orang keperCajaan thayhouw tersebut.
Kian Liong menggerang dan tundukkan kepalanya merenung sejenak.
Ceng Tik tunjukkan jarinya kearah Pek Cin, kemudian menunjuk pula kearah kaisar, lalu memberi tanda rahasia dengan isyarat tangan pada sang isteri, maksudnya: "Aku
tempur si Pek Cin dan kau yang membereskan kaisar!"
Kwan Bing Bwe mengangguk. Selagi ia akan menobros jendela, tiba-tiba Pek Cin
kedengaran bertepuk tangan 2 kali. Ceng Tik Cepat-cepat menarik lengan isterinya,
dan mengisyaratkan supaya tunggu dahulu. Benar juga dari balik tempat tidur, lemari, pintu angin, tahu-tahu munCul ah selosin si-wi lengkap dengan senjatanya.
"Pengawal 2 kaisar itu tentu pahlawan 2 kelas satu. Meski kita tak nanti tertangkap oleh mereka, tapi andaikata sampai tak dapat membunuh kaisar itu, bukanlah seperti 'keprak rumput membikin kaget sang ular' saja" Atau seperti menyuruhnya bersembunyi lebih*
rapat. Ah, lebih baik tunggu sampai rombongan HONG HWA HWE datang," demikian
pikir Thian San Siang Eng.
Sementara itu terlihat Pek Cin membisiki salah seorang si-wi, siapa turun kebawah
untuk mengundang orang yang menunggu diluar pagoda tadi.
Orang itu berpakaian jubah warna kuning tua dan tampak menjura dihadapan kaisar.
Ketika mendongak, diluar dugaan Thian San Siang Eng, ternyata adalah seorang Lama.
"Fuinke, kau sudah bekerja dengan baik. Kau tidak sampai menerbitkan keCurigaan
bukan?" tanya baginda,
"Semua telah hamba kerjakan menurut titah baginda. Sui Seng Tian musna sampai
habis," kata paderi itu.
"Bagus, bagus!" kata Kian Liong. "Pek Cin, telah kujanjikan padanya untuk menjadi
budha hidup. Nah, kau uruskanlah!"
Pek Cin mengiakan dan Fuinke tampak berseri-seri kegirangan seraya menghaturkan
terima kasih kepada baginda. Begitulah Pek Cin lalu membawa Lama itu keluar, di ring oleh 2 orang siwi.
Sampai dimuka pagoda, berserulah Pek Cin: "Fuinke, lekas haturkan terima kasih atas
budi kaisar!"
Lama itu melengak kaget. Tadi dia sudah menghaturkan terima kasih kepada baginda,
mengapa pemimpin siwi itu memerintahkan lagi begitu. Tapi iapun lantas berlutut ke-
arah Po Gwat Lauw. Setelah menyembah tiga kali, dia terus akan berbangkit, tapi
mendadak batang tengkuknya terasa ditempeli dengan benda dingin. Ternyata golok
dari ke 2 siwi tadi dilekatkan kebatang lehernya.
"Me............ mengapa-apa" tanyanya ter-iba 2.
"Baginda berkenan mengangkat kau menjadi buddha hidup, maka kini aku akan
mengirim kau kesjorga untuk menjabat pangkat itu," menerangkan Pek Cin dengan
tertawa. Hati Fuinke seperti disiram ds. Insyaplah dia kalau baginda hendak membunuhnya
supaya rahasianya tak bocor. Pada saat itu tangan Pek Cin mengibas, dan 2 golok dari ke 2 siwi itu segera menabas leher Lama yang malang itu.
Dua orang thaikam munCul membawa permadani untuk menutup mayat sang korban.
Menyaksikan kekejaman kaisar itu, makin berkobarlah kemarahan Thian San Siang Eng.
Tengah ke 2 orang itu termangu, sekonyong-konyong berpuluh-puluh 2 orang dengan
menenteng teng menyergapnya.
"Ada pemberontak datang mengaCau, silakan baginda beristirahat kedalam istana,"
teriak Pek Cin dan buru-buru naik keatas menghadap kaisar.
Setelah peristiwa di HangCiu tempo hari, tahulah Kian Liong bahwa pahlawan 2nya itu
bukan tandingannya jago-jago dari HONG HWA HWE Maka tanpa banyak sekali tanya
lagi, kaisar itu terus tinggalkan tempat itu.
Tan Ceng Cik segera melepas sebuah merCon sreng. Selarik sinar terang menobros
diangkasa yang gelap gulita.
"Kami memang sudah menunggu lama, yangan harap kamu bisa lolos!" seru Ceng Tik
keras-keras. Sepasang suami isteri itu tahu kalau rombongan HONG HWA HWE takkan Cepat-cepat
tiba, maka perlulah mereka menCegat kaisar itu dulu. Maka dengan sebat, ke 2nya
menobros masuk dari jendela ruang tingkat keempat.
Kawanan siwi itu tak tahu jelas berapa jumlah musuh yang memasuki istana itu. Maka
sudah tentu mereka menjadi kaget demi melihat dimulut tangga ruangan itu berdiri
tegak seorang tua bermuka merah dan seorang wanita yang sudah beruban rambutnya,
dengan menghunus pedang.
Dua orang siwi maju, tapi begitu beradu senjata, segera merasa betapa sebat gerakan
musuh. Pek Cin gendong baginda dipunggungnya, dikanan, kiri, muka, belakang
dilindungi oleh 4 orang siwi. Dari samping langkah mereka lonCat kebawah, terus turun ketingkat tiga .
Kwan Bing Bwe kibaskan tangannya melepas tiga butir thi-lian-Cu. Begitu musuh
menyingkir, ia enjot kakinya keatas langkan diantara ruang keempat dan ketiga. Dan
seCepat Itu pula, ia tusukkan ujung pedangnya kearah Kian Liong.
Pek Cin terkesiap dan mundur 2 tindak. Berbareng itu, 2 orang siwi segera
menghadang serangan Kwan Bing Bwe.
Bertarung dengan tiga orang siwi, segera Ceng Tik mengetahui bahwa lawannya itu
berat 2. Segera dia keluarkan ilmu simpanannya merangsak kian kemari agar tak
sampai terlibat oleh pengerojokan itu.
Pek Cin bersuit, dari empat ujung munCul ah 4 orang siwi. Malah ada lagi tiga orang siwi munCul dari belakang. Ke7 orang itu kini mengerubuti Ceng Tik. Betapa lihainya jago
tua dari Thian San Itu, namun kewalahan juga menghadapi kerojokan 7 orang jago
istana kelas satu.
Kira-kira berlangsung belasan jurus, Ceng Tik menangkis tusukan tombak dari sebelah
kiri, Tapi berbareng itu sebuah Cambuk menghantam lengan kanannya.
Bukan kepalang sakit dan marahnya Ceng Tik sesaat itu. Berpuluh tahun ini belum
pernah dia rontok bulu romannya apalagi terluka seperti saat itu. Pedang segera
dipindahkan ketangan kiri, dengan gerak "angin pujuh menggulung padang pasir,"
didesaknya kawanan siwi itu kebelakang. Lalu sebat luar biasa, dia tusuk perut orang yang menCambuknya tadi.
Nampak suaminya terluka, Kwan Bing Bwe merangsek ke muka untuk menggabungkan
diri. Kemudian ke 2nya mundur ketingkat ke 2.
Mengetahui rombongan HONG HWA HWE tetap belum munCul, karena kuatir kawanan
siwi itu akan melibatnya dalam suatu pertempuran hebat, buru-buru Ceng Tik menobros
keluar pagoda untuk melepas api pertanda lagi.
Ketika masuk kedalam lagi, dilihatnya sang isteri tetap menjaga ditangga loteng dengan gigih sekali. Setiap beberapa jurus, ia mundur setingkat. Betul-betul setiap jengkal dipertahankan mati-matian. Untungnya, tangga loteng itu sempit, hingga hanya Cukup
untuk berkelahi tiga atau empat orang saja. Sekalipun begitu, Kwan Bing Bwe tampak
keripuhan juga.
Tiba-tiba dalam pikiran Ceng Tik terkilas suatu siasat jakni "menyerang untuk bertahan."
Maka seCepat itu pula, dia menyerbu kearah kaisar. Begitu kawanan siwi serentak
melindungi baginda, siang 2 dia sudah menyingkir lagi untuk menggempur para
pengerojok Kwan Bing Bwe. Kalau banyak sekali orang datang memberi bantuan, Ceng
Tik serang baginda lagi. Dan kembali kawanan siwi itu mengerumun baginda.
Demikianlah dengan Cara bertempur begitu musuh kaCau dibuatnya.
Selagi musuh kaCau, Ceng Tik dapat melukakan 2 orang lagi. Kwan Bing Bwe pun naik
pula keatas untuk merangsek.
Melihat gelagat kurang baik, Pek Cin berseru kepada seorang siwi: "Ma-hengte, kau
gendong baginda ini!"
Orang she Ma itu ternyata adalah Ma King Hiap, itu siwi yang pernah ditawan HONG
HWA HWE ketika pertempuran di Hang-Ciu dahulu, yang kemudian setelah diadakan
perundingan perserikatan, dia dilepaskan lagi.
Setelah kaisar didukung Ma King Hiap, Pek Cin bersuit seraya menerkam Ceng Tik. Dia
adalah ahli kenamaan dari Cabang Ko Yang Pai. Ilmu eng-jiao-kong (Cakar elang)
sangat dimalui dikalangan kangouw. Meski dia setingkat dibawah Ceng Tik, namun
dalam berpuluh jurus, masih dapat dia melayani dengan berimbang. Malah diam-diam
Ceng Tik mengeluh, karena sukar untuk loloskan diri dari libatan orang she Pek itu. Apa lagi lengannya kanan terluka makin lama makin terasa sakitnya. Dalam keadaan begitu, bertarung dengan Pek Cin seorang saja, dia sudah kepayahan apalagi kini dikerojok
empat-lima orang siwi.
Sepasang jari Pek Cin yang bagaikan Cakar besi itu me-layang 2 menginCar bagian 2
yang berbahaya dari tubuh musuh. Ceng Tik tumplek seluruh perhatiannya untuk
melayani Cengkeram maut itu, jadi dia agak lengah akan lain-lain serangan. Maka pada lain saat tahu-tahu punggungnya tertusuk ujung pedang salah seorang si-wi yang
menyerang dari belakang.
Tengah si-wi itu. bergirang hati, seCepat kilat Ceng Tik berputar untuk menghantam
kepala lawan tersebut dengan sikunya. Begitu sebat dan dahsyat hantaman itu,
sehingga si-wi tersebut tak sempat mundur dan seketika itu juga batok kepalanya
pecah. Tapi dalam pada itu, keadaan Ceng Tik makin payah. Tahu dia kalau tusukan pedang
tadi telah mengenai bagian yang berbahaya, dan insyap kalau ia tentu binasa ditempat itu. Dia menggerung keras, seperti harimau terluka. Saking kagetnya, Pek Cin mundur
setindak, Ceng Tik timpukkan pedangnya kearah baginda.
Melihat pedang melayang datang, hendak Ma King Hiap menghindar, tapi kalah Cepat.
Dan karena kuatir baginda terluka, si-wi itu menangkis dengan tangannya. Tapi tim-
pukan Ceng Tik itu, adalah timpukan dari orang yang mendekati ajal, karena marah dan penasaran telah tumplek seluruh sisa tenaganya yang masih ada, maka dapat
dibayangkan betapa dahsyatnya. Maka sudah tentu tangan kosong Ma King Hiap tak
dapat menahannya, 'brekk', tangan King Hiap papas separoh, dan pedang tetap
memberosot masuk kedada terus menembus kebelakang, kepunggung...............
Ceng Tik bersorak girang. Puas dia dengan hasil timpukannya itu, ia pikir Ujung
pedangnya tentu dapat mengenai tubuh baginda. Selebar jiwanya yang sudah setua itu,
ditukar dengan jiwa seorang kaisar, sungguh lebih dari berharga.
Melihat ujung pedang menembus dada Ma King Hiap, Pek Cin dan kawanan si-wi pun
terkesiap kaget. Begitu pula Kwan Bing Bwe ketika menampak suaminya terluka.
Serentak mereka sama berhenti bertempur dengan sendirinya, masing-masing
memburu untuk menolong fihaknya.
Pek Cin membopong baginda dengan hati-hati, seraya bertanya: "Baginda, bagaimana?"
Wajah Kian Liong puCat seperti kertas, namun dia Coba untuk berlaku tenang, katanya
dengan tersenyum: "Syukur aku. sudah membuat penjagaan lebih dulu." Ujung pedang
Ceng Tik tadi menembus punggung King Hiap sampai setengah kaki, hingga pakaian
kaisar yang ber-lapis 2 itu kerowak dibuatnya. Pek Cin berdebar 2, namun dia heran
juga mengapa baginda tak kena apa-apa, katanya: "Baginda mempunyai rejeki sebesar
langit, sungguh mendapat lindungan dari para arwah."
Kiranya semenjak baginda bermaksud mengingkari janjinya. dengan HONG HWA HWE
dia sangat menguatirkan akan pembalasan dari kawanan orang gagah itu. Teringat akan
kejadian 20 tahun yang lalu., dimana almarhum ayahandanya, kaisar Yong Ceng, telah
dibunuh seCara mengenaskan oleh pembunuh gelap, hati kaisar itu menjadi kedar dan
jeri. Maka sengaja dia pakai baju 'kim-si-joan-kah', baju benang emas yang tahan
baCokan senjata tajam. Dan ternyata baju itu telah menolong jiwanya.
Pek Cin menggendong Kian Liong pula. Kini ditangga loteng sudah tak nampak ke 2
suami isteri penghadang itu. Dia bersuit keras, dan kawanan si-wi segera melindunginya pula, untuk turun kebawah.
Hampir sampai diambang pintu pagoda, tiba-tiba Kian Liong mengeluarkan jeritan
tertahan, terus meronta 2 turun dari gendongan Pek Cin. Ternyata diambang pintu,
tegak berdiri Tan Keh Lok, dibelakangnya kelihatan barisan ujung pedang dari kawanan orang gagah yang lain.
Kian Liong terus berputar dan lari balik keatas lagi. Sedang kawanan si-wi pun segera ikut untuk melindunginya. Ada 2 orang si-wi yang agak lambat mengangkat kaki, telah diCegat oleh ke 2 saudara Siangi Beberapa jurus saja, ke 2 si-wi itu telah dapat
dibunuh. Kiranya setelah nampak pertandaan dari api merCon yang dilepas Ceng Tik, Tan Keh
Lok dkk segera menuju ke Po Gwat Lauw. Tapi disepanyang jalan, selalu dirintangi oleh kawanan si-wi. Hal ini telah membuat kedatangannya agak terlambat sedikit.
Setiba di Po Gwat Lauw, mereka dapatkan kaisar sedang dilibat oleh Thian San Siang
Eng. "Jahanam, kau juga disini!" Bun Thay Lay menggerung demi melihat Seng Hong dan
Swi Tay Lim juga berada disitu.
Kian Liong sendiripun sedari tadi belum mengetahui akan kedatangan ke 2 orang itu,
maka dia lantas berteriak supaya mereka turut menangkap pada orang-orang HONG
HWA HWE itu. Tan Keh Lok segera pecah rombongannya. Setiap lorong dan undak 2an disuruhnya
jaga keras. Bu Tim menjaga tmdak 2an bawah dari loteng ketiga, sedang Siang-si Siang Hiap menjaga diatas, Tio Pan San, Tay Hiong, Tay Tian, menjaga dibawah, tak nanti
Kian Liong dapat lolos dari kepungan itu.
Ceng Tong kuCurkan air mata ketika nampak suhunya tengah memeluk pada suaminya.
Iapun turut menghampiri. Ceng Tik mengeluarkan darah terus menerus Hwi Ching pun
datang dan mengambil obat luka lalu ditempelkannya. Namun kesemuanya itu tak
banyak sekali menolong. Ceng Tik tersenyum tawar dan meng-gelengskan kepala
kepada Kwan Bing Bwe:
"Maafkan aku............ Berpuluh-puluh tahun kumembuat kau hidup getir, bila nanti kau kembali kedaerah Hwe, dan bersama Wan......... Wan-toako menjadi suami isteri.........
aku dialam baka, akan merasa lega. Liok-hengte, tolong kau bantu aku untuk
menjadikan soal itu............"
Tapi mendadak alis Kwan Bing Bwe terangkat naik, ia mengelah napas: "Selama
beberapa bulan ini, apakah kau masih belum menginsyapi betapa perasaan hatiku
kepadamu?"
Ingin Hwi Thjing menasehati wanita itu, supaya mengiakan saja segala kata-kata
suaminya yang sudah mendekati ajalnya itu, biar lega. Tapi belum sampai dia membuka
mulut, tiba-tiba terdengar Kwan Bing Hwe berteriak: "Kalau sudah begini, tentu puaslah kau!"
Berbareng dengan uCapannya itu, pedang yang dipegang itu ditusukkan
ketenggorokannya sendiri. Darah menyembur keluar, dan jago wanita itu roboh binasa
seketika. Dengan demikian tamatlah riwajat dari seorang wanita yang selama hidupnya, selalu merasa tak berbahagia.
Saking terkesiapnya, Ceng Tong dan Hwi Ching tak keburu menCegah perbuatan wanita
yang keras hati itu. Ceng Tik tertawa puas. Tapi pada lain saat, suara ketawanya itu segera sirap dengan tiba-tiba.
Hwi Ching berjongkok untuk memeriksanya. Ternyata Ceng Tik telah memeluk sang
isteri. Diantara kobakan darah, ke 2nya bersama 2 menghembuskan napas.
Ceng Tong mendumprah disamping ke 2 suhunya, menangis sedu-sedan seperti anak
kecil. Sementara itu Tan Ke Lok sudah sambut khim dari Sim Hi dan mendamprat Kian Liong:
"Yangan kata tentang perjanjian persekutuan di Liok Hap Ta, sedang di Hayleng kita
pernah kuCurkan darah, bersumpah takkan saling menCelakan. Tapi kenyataan, kau
akan meraCuni aku! Apa katamu sekarang?"
Habis berkata, khim dibanting kelantai. Sebuah benda pusaka yang ribuan tahun
umurnya, kini menjadi kepingan kayu.
"Kau akui musuh sebagai ayahmu untuk menindas rahajat. Kau merupakan musuh
rahajat yang Cinta tanah airnya! Hubungan darah antara kita ber 2, mulai saat ini
putuslah sudah dan kini juga akan kuminum darahmu untuk menebus hutangmu pada
ke 2 loCianpwe, pada saudara-saudaraku dan pada rahajat sekalian".
Kata-kata yang diuCapkan Tan Keh Lok dengan keren itu, telah membuat Kian Liong
puCat pasi. "Kita mensuCikan diri digereja Siao Lim Si untuk membebaskan diri dari urusan dunia.
Tapi mengapa kau utus pembesar jahat untuk membakar gereja kita" Hari ini biarlah
aku akan membuka larangan membunuh", seru Thian Keng.
Seng Hong rupanya tak tahan. Dia meneryang dengan tojanya. Tapi paderi dari Siao
Lim Si itu tetap tenang 2 saja. Begitu tongkat lawannya tiba, dia segera menyawut daa menariknya. Seng Hong tak dapat mempertahankan kuda 2nya, terus memberosot
jatuh. Membarengi itu Thian Keng menghantam dan separoh kepala orang she Seng itu
melesak kedalam. Dia mati seketika!
Tatkala tangan kanan Thian Keng mengibas, tongkat Seng Hong itu telah patah menjadi
tiga. Menampak kegagahan yang luar biasa dari paderi tersebut., kawanan siwi disitu
menjadi pecah nyalinya.
Hanya Pek Cin yang terpaksa memberanikan diri. "Biar kuminta pengajaran dari
Losiansu untuk beberapa jurus saja!" tantangnya.
Thian Keng hanya mengeluarkan suara jemu, terus akan melangkah maju.
"Susiok, kau telah turunkan 'Hong-liang-sip-pat-Ciang' padaku, idinkan teCu
menCobanya, mana yang salah harapsusiok kasih unjuk!" tiba-tiba Keh Lok berseru.
"Baiklah!" sahut Thian Keng.
"Pek-loCianpwe, silakan!" kata Keh Lok, terus mengirim pukulannya.
Pek Cin tak menghindar, ia menangkis, tapi begitu saling bentrok, dia rasakan separoh tubuhnya kesemutan. Dia sangat terkejut. Belum setengah tahun dia bertempur dengan
ketua HONG HWA HWE itu di HangCiu, itu waktu kekuatannya berimbang, Tapi kini,
ternyata dia sudah bukan tandingannya lagi.
Tan Keh Lok mengirim serangan lagi, malah dengan 2 tangan sekali gus. Yang satu,
Pek Cin berkelit dan yang satunya ditangkis. Tapi seCepat itu dia lantas lonCat
menyingkir seraya berseru: "Tahan!"
"Dia 'kan penolongmu, mengapa kau layani dia berkelahi!" tiba-tiba Kian Liong
menyelatuk. Kini insyaplah Pek Cin bahwa baginda mencurigainya.
Dia mengambil sebatang golok dari seorang siwi, katanya: "CongthoCu, aku bukan
tandinganmu."
"Aku hargakan kau sebagai seorang hohan. Asal kau tak menjual jiwa untuk kaisar ini, silaukan kau tinggalkan tempat ini!" kata Keh Lok.
Tio Pan San yang menjaga dijendela timur, lantas memberi jalan. Tapi bukannya segera berlalu, Pek Cin kedengaran tertawa hampa: "Terima kasih atas kebaikan kalian. Tapi
karena tak dapat melindungi baginda, aku menjadi seorang yang put-tiong (tak sstia).
Tak dapat membalas budimu, aku menjadi seorang put-gi (tak bermoral). Put-tiong dan
put-gi, adakah kau masih berharga untuk hidup didunia?" Belum lagi semua orang
mengerti apa yang dimaukan, sekonyong-konyong Pek Cin menabas batang lehernya
sendiri. 'Bluk', buah kepalanya tahu-tahu jatuh dilantai.
Kemudian Keh Lok pimpin Ceng Tong keruangan dalam. Badi-badi mustika diserahkan
kepada nona itu, katanya: "Ceng Tong, ayah bundamu, kakak dan adikmu, ke 2 suhumu
serta berpuluh-puluh 2 ribu suku bangsamu, semua binasa ditangannya. Mari, kau
bunuh dia dengan tanganmu sendiri!"
Segera Ceng Tong maju menghampiri Kian Liong. Swi Tay Lim Coba menghadang, tapi
segera disambar dari samping oleh Bun Thay Lay, terus diCengkeram, punggungnya
diangkat naik, dihantam berulang-ulang. Ketika dilepaskan, Swi Tay Lim sudah numprah ditanah, seperti segumpal daging. Tulang 2nya sudah patah 2 semua.
Bun Thay Lay masih ingat akan hinaan dari musuhnya itu, yang pernah memukulinya
ketika dia tertangkap. Maka kali ini, dia umbar napsunya untuk melampiaskan sakit hati itu.
Kini tinggal 5 atau enam orang siwi saja yang masih disamping Kian Liong. Maka Bun
Thay Lay hanya tertawa dan berdiri disamping untuk mengawasi Ceng Tong
menghampiri baginda. Tapi baru saja Ceng Tong berjalan beberapa tindak, tiba-tiba
Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dibawah pagoda terdengar suara hiruk pikuk.
Tio Pan San melongok kejendela dan dapatkan diluar Po "Gwat Lauw ribuan tentara
tengah membawa obor. Mereka adalah pasukan gi-lim-kun, siwi, thaikam 2 yang pandai
ilmu silat, kira-kira sejumlah ribuan. Tiau Hwi, Li Khik Siu dan The jin-ong sibuk
memberi perintah.
Bun Thay Lay menghampiri jendela dan berseru dengan lantang: "Kaisar ada disini.
Siapa yang berani naik, kaisar ini segera akan kujadikan frikadel lebih dulu!"
Mendengar suara yang menggeledek dari Pan-lui-Chiu itu, suasana berisik itu sirap
seketika. Thian Hong beserta Sim Hi segera lemparkan mayat Pek Cin, Swi Tay Lim, Ma
King Hiap, Seng Hong dkk.nya kebawah. Melihat, jago-jago yang tangguh itu sudah
menjadi mayat, mereka tambahi jeri lagi dan makin Cemas akan keselamatan baginda.
Juga orang-orang gagah HONG HWA HWE itu sama berdiam diri untuk menantikan
Ceng Tong, siapa dengan badi-badi yang bergemerlapan tengah maju setindak demi
setindak kearah Kian Liong.
Dalam suasana yang menyeramkan itu, tiba-tiba dari balik tempat tidur diruangan situ, sebuah bayangan ber-gerak-gerak terus menghadang dimuka baginda. Ceng Tong
merandek untuk mengawasinya. Ternyata dia adalah seorang tua yang berambut putih,
tangannya memondong seorang baji. Sambil tertawa dingin, dengan tangan kanan,
orang tua itu mengangkat si baji kemuka, sedang tangannya kiri mendekap leher sibaji.
Sekali jari 2nya itu dikenCangkan, tak ampun lagi baji tentu binasa.
Baji itu putih montok, menyenangkan sekali dan tengah asjik mengisap jarinya.
Mendadak memberosot dari belakang sang ibu dan menjerit keras: "Kembalikan
anakku!" Terus saja ia akan. maju merebutnya.
"Majulah, kalau kau ingin menerima mayat baji, mari!" orang tua itu menganCam.
Ciu Ki linglung seperti kehilangan semangat.
Kiranya orang tua itu adalah bekas Sunbu dari wilayah Anhui, Pui Ju Tek. Ketika dia
kembali kekampungnya di Hokkian, dia akan mengambil selir, tapi diobrak-abrik oleh
orang-orang gagah HONG HWA HWE Berkat siasatnya yang liCin, dia berhasil loloskan
diri. Kemudian dia menggabungkan diri dengan Seng Hong dan Swi Tay Lim. Dari ke 2
orang itu, diketahuinya kalau baginda bermaksud akan menumpas orang-orang H.H.H,
Untuk meriCari pahala, Sunbu itu telah mengatur renCana."
Dengan membawa sejumlah besar pasukan, dia menggerebek gereja Siao Lim Si pada
tengah malam. Gereja itu dibakarnya, dimana turut pula binasa pemimpin pertamanya
Thian Hong Siansu. Kemudian dirampasnya pula putera Ciu Ki yang masih baji itu. Dia
anggap, hal itu sebagai jasa kepada negeri, maka diajaklah Swi Tay Lim dkk. ke Pakkhia untuk menghadap kaisar.
Malam itu juga baginda menitahkan mereka menghadap untuk ditanya lebih jelas
apakah gereja Siao Lim Si masih meninggalkan sisa. Begitulah malam itu ketiganya
pergi menghadap baginda di Po Gwat Lauw. Tak mereka sangka kalau disitu mereka
kesamplokan dengan rombongan Tari Keh Lok yang tengah mengamuk.
Pui Ju Tek buru-buru bersembunyi dibelakang tempat tidur. Tak berani dia nampakkan
diri. Tapi ketika diketahuinya suasana sangat gawat, meskipun dia tak bisa silat, tapi dengan tipu dayanya yang liCin, dia munCul menghadangi.
"Ayo, kamu semua keluar dari istana. Nanti kukembalikan baji ini!" kembali situa itu berseru setelah merasa mendapat angin.
"Setan tua, kau tentu akan menipu kami!" bentak Ceng Tong, yang karena
kemarahannya, sampai lupa kalau ia memaki dengan bahasa Ui. Sudah tentu semua
orang tak mengerti maksudnya.
Sungguh hal yang tak terkirakan sama sekali oleh orang-orang gagah itu. Mereka telah ambil putusan, kaisar tentu takkan lepas dari kebinasaan. Sekalipun pasukan istimewa dikerahkan untuk menolongnya, mereka tetap akan membunuh kaisar itu, sekalipun
mereka harus berkorban jiwa. Tapi renCana itu digagalkan serta merta oleh seorang tua yang tak pandai silat, tak membawa senjata apa-apa, keCuali seorang anak baji. Semua orang sama memandang kepada Tan Keh Lok untuk menanti keputusannya.
Ketua HONG HWA HWE itu memandang pada Ceng Tong. Sakit hati yang diderita nona
itu melebihi lautan besarnya, tak boleh tidak, harus dibalaskan. Dan ketika ketua itu memandang kearah jenazah Thian San Siang Eng dan Ciang Cin, hatinya seperti disajat
sembilu. Namun ketika nampak wajah Cemas dari Thian Hong dan Ciu Ki, hatinya
bersangsi. Dengan sorot mata yang Cemas sayang, sepasang suami isteri itu tak hentinya
mengawasi orok yang berada dalam telapak tangan Pui Ju Tok, tangan yang penuh
dilingkari dengan otot besar 2. Anak yang baru berusia 2 bulan nampak tertawa 2,
memain dengan jari tangan situa. Sedikitpun dia tak mengetahui, bahwa jari 2 itu kalau tak kebetulan, hakal merampas jiwanya.
Tan Keh Lok alihkan pandangannya. Dilihatnya sorot mata. Thian Keng yang tadinya
penuh dengan hawa pembunuhan, kini berganti dengan sorot yang mengunjuk kewelas-
asihan. Liok Hwi Ching kedengaran mengeluarkan elahan napas. Tiong Ing gemetar,
jenggotnya yang putih turut bergoyang 2. Sedang Ciu-naynay ternganga mulutnya,
seperti orang kena sihir.
"Kepada kaum kita, Ciu-loCianpwe telah bunuh putera keturunannya sendiri. Baji itu
adalah untuk menyambung keturunan satu 2nya......... tapi kalau dia (kaisar) tak
dibunuh sekarang, mungkin tak ada kesempatan yang sebagus ini lagi dan sakit hati
kita tentu takkan terbalas selama-lama-nya", demikian Keh Lok me-nimbang 2 dalam
pikirannya. Tengah dia bingung mengambil putusan, terdengar Ciu Ki menjerit seraya akan
menyerbu kemuka, tapi diCegah oleh Lou Ping dan Wan Ci hingga ia meronta-ronta
seperti orang kalap. Pemandangan itu, telah membuat Bu Tim, Bun Thay Lay ke 2
saudara Siang, orang-orang yang biasa membunuh orang tanpa terkesip, kini menjadi
tak tega hatinya.
Tiba-tiba Ceng Tong balik kembali untuk serahkan badi-badi para TanKeh Lok, bisiknya:
"Yang mati tetap mati! Biarlah anak itu dididik, agar kelak dapat membalaskan sakit hati kita!"
Keh Lok mengangguk, lalu dengan suara lantang dia berseru pada Pui Ju Tek: "Baiklah, kami menyerah. Kami tak membunuh kaisar, dan kau serahkan orok itu padaku!"
Untuk membuktikan kata-katanya, badi-badi disarungkan, lalu angsurkan ke 2
tangannya untuk menyambuti sibaji.
"Hm, siapa sudi memperCajaimu" Nanti kalau kamu sudah keluar dari istana, baru orok
ini kuserahkan!" Pui Ju Tek menjawab dengan dingin.
"Kami kaum HONG HWA HWE selalu memegang kata-kata tak pernah ingkar janji. Masa
kami akan menipu seorang tua!" Keh Lok sangat gusar.
"Ya, tapi aku tetap tak mau perCaja". kata situa bangka.
"Sudahlah, mari ikut kami keluar!" ajak Keh Lok.
Pui Ju Tek bersangsi. Tapi Kian Liong yang mengetahui jiwanya tertolong, tak
mempedulikan keadaan tua bangka itu lagi, serunya: "Turut saja pada mereka. Jasamu
sangat besar, aku tentu takkan melupakan".
Hati Pui Ju Tek menjadi tawar. Kaisar mau supaya dia berkorban, untuk itu kaisar akan mengganjarnya pangkat besar (seCara posthum).
"Hamba haturkan terima kasih atas budi baginda", katanya dengan hati yang berat,
kemudian berpaling kearah Tan Keh Lok, katanya: "Ya, aku ikut. Akupun sudah tak
menyayang selebar jiwa yang sudah bangkotan ini!"
Nyata dia harap Tan Keh Lok suka mengampuninya seorang tua, tapi anak muda itu tak
menghiraukan, sahutnya: "Dosamu sudah lebih dari takeran, maka harus lekas-lekas
masuk keneraka!"
"Lekas ikut mereka!" bentak Kian Liong yang kuatir kalau memakan tempo kelwat lama,
yangan-yangan nanti timbul perubahan buruk lagi.
"Kalau aku ikut keluar, yangan-yangan kau tinggalkan beberapa kawanmu untuk
menCelakakan baginda", Pui Ju Tek tak pedulikan perintah kaisar dan masih mengotot.
"Apa kehendakmu?" sahut Keh Lok gusar karena jengkelnya.
"Kuakan persilakan baginda tinggalkan tempat ini dahulu, setelah itu baru aku ikut
padamu", kata Pui JuTek. "Baik", sahut Keh Lok.
Tanpa hiraukan etiket kaisar lagi, Kian Liong terus lari kepintu. Ketika lewat disamping Tan Keh Lok, tiba-tiba ketua HONG HWA HWE itu memegangnya. Sebelum orang dapat
menduga apa-apa, tangan kiri Keh Lok sudah diayunkan beberapa kali untuk menampar
muka Kian Liong, seketika muka kaisar itu benjol 2 matang biru.
"Kau ingat apa tidak sumpahmu dulu itu?" Keh Lok mendampratnya.
Kian Liong tak menjawab, Keh Lok dorong tubuh kaisar itu hingga sempoyongan, siapa
tanpa hiraukan apa-apa, keCuali keselamatan jiwanya, terus lari tunggang langgang
keluar dari pagoda.
"Sekarang serahkan orok itu padaku!" seru Keh Lok.
Pui Ju Tek melihat kesana kemari, hendak dia menCari akal lagi untuk lolos. Sebagai
seorang pembesar jahat yang sudah bandotan, segera dia nampak suatu harapan pada
diri Tio Pan San, yang dilihat dari wajahnya yang berseri-seri itu, tentu orangnya penuh welas asih.
"Lebih dulu akan kusaksikan sendiri bahwa baginda tak kurang suatu apa, baru
kuserahkan baji ini!" katanya seraya melangkah kejendela.
"Kura-kura tua, mati kau sudahlah pasti, yangan banyak sekali tingkah!" memaki Siang Pek Ci. sambil mengikutinya dari belakang-. Begitu baji diserahkan, dia akan turun
tangan meremuk bandot tua itu.
Kian Liong ternyata sudah keluar dari Po Gwat Lauw dan disambut oleh para siwi.
"Penghianat busuk!" Tio Pan San memakinya.
Demi melihat barisan siwi berada dibawah pagoda, timbul ah pikiran nekad dari Pui
JuTek. Daripada menunggu kematian diatas pagoda, lebih baik dia terjun kebawah
saja. Besar kemungkinannya tentu ada siwi yang berkepandaian tinggi akan
menyanggapinya dari bawah. Tapi andaikata sampai tak ada yang menolong, diapun
akan mati bersama 2 orok itu.
Secepat dapat pikiran, secepat itu pula dia terus loncat dari mulut jendela.
Semua orang sama. menjerit kaget. Siang Pek Ci sebat sekali terus ulurkan Hui-Cao
(Cakar terbang) untuk menggaet kaki Pui Ju Tek, terus ditariknya. Seorang tua lemah
seperti Pui Ju Tek, mana dapat menahan tarikan itu. Seketika tubuhnya kaku, berbareng itu orok terlepas dari genggamannya/ Dua-'nya kini melayang jatuh!
Tanpa pikir lagi Tio Pan San enjot tubuhnya keluar. Dengan kepala menjulai
(menjungkel) kebawah, dia ulur sebelah tangannya untuk menjambret kaki si orok, dan
berbareng itu tangannya kanan menyambitkan tiga biji piauw beracun kearah batok
kepala dan dada Pui Ju Tek.
Semua orang, baik kawan maupun lawan, sama menjerit kaget. Tapi selagi melayang
turun itu, Tio Pan San sudah empos semangatnya. Pertama, dia tarik orok itu untuk
dikempit, kemudian begitu sang kaki menginjak bumi, dia sudah gerakkan ilmu "hun
Chiu" dari Thay-kek-kun, untuk menghalau serangan dari 2 orang siwi yang
meneryangnya. Sedang lain-lain siwipun segera maju mengepung.
Ke 2 saudara Siang, Thian Hong, Ciu Tiong Ing dan Bun Thay Lay, serentak lonCat
kebawah untuk melindungi Tio Pan San.
Pan San melihati orok itu ternyata masih memain dengan kaki dan tangannya sembari
ter-tawa 2. Seolah-olah kejadian yang hampir mengambil jiwanya itu, tak dirasakannya.
Segera Keh Lok dorong Hok Gong An kemulut jendela, serunya keras-keras: "Kamu
menghendaki keselamatannya apa tidak?"
Saat itu ternyata Kian Liong masih disitu. Hanya kini berada dibawah lindungan barisan siwi yang kokoh, dia tak takut lagi. Demi diketahui Hok Gong An tertawan, berobahlah wajahnya.
"Tahan, tahan!" serunya berulang-ulang.
Pasukan siwi segera mundur, sedang Ciu Tiong Ing dkk. pun tak mengejarnya.
Mengapa kaisar begitu sayang kepada Hok Gong An"
Kiranya permaisuri kaisar itu, adalah adik perempuan dari menteri besar Pok Heng. Pok Heng mempunyai isteri yang luar biasa Cantiknya. Ketika masuk keistana, wanita Cantik itu telah dapat menCuri hati Kian Liong, siapa lalu mengadakan hubungan gelap. Hasil dari perhubungan rahasia itu, ialah lahirnya Hok Gong An itu.
Pok Heng mempunyai 4 orang putera. Tiga dari mereka, diangkat menjadi huma
(menantu raja). Kian Liong paling menyayangi Hok Gong An. Karena tak mengetahui
latar belakangnya, Pok Heng beberapa kali mohon pada kaisar Kian Liong, supaya
berkenan mengambil menantu pada Hok Gong An. Tapi dengan tersenyum, kaisar itu
selalu menolak.
Kian Liong mempunyai banyak sekali putera. Tapi anehnya, dia paling sayang kepada
Hok Gong An, puteranya yang tak resmi itu. Roman Hok Gong An mirip sekali dengan
Tan Keh Lok, ini disebabkan ke 2nya itu masih ada hubungan darah antara paman
dengan keponakan.
Tan Keh Lok tak mengetahui hubungan rahasia itu, tapi demi dilihatnya kaisar menjadi gelisah, dia mendapat akal bagus. Dengan menggusur Hok Gong An, dia ajak semua
saudaranya turun kebawah. Demi sudah diluar pagoda, Ciu Ki segera merebut anaknya
dari tangan Tio Pan San. Orok itu segera dipondong dan diCiumnya berulang-ulang
seperti orang mendapat mustika yang sangat berharga.
Po Gwat Lauw yang biasanya dikitari oleh taman padang pasir yang sunyi senyap, kini
merupakan medan perang. Diseberang sini rombongan HONG HWA HWE dan
rombongan paderi Siao Lim Si, sedang disana tampak berjajar barisan siwi dan pasukan gi-lim-kun.
Li Khik Siu tahu isi hati kaisar, lalu tampil kemuka, katanya. "Tan-CongthoCu, lepaskan Hbk-thongleng, nanti kamipun lepaskan kalian sampai keluar kota!"
"Apa kata baginda?" tanya Keh Lok.
Muka kaisar yang kena tampar tadi, masih panas sakitnya. Maklum dia seorang kaisar
yang seumur hidupnya belum pernah merasakan tamparan, apalagi yang menampar
Seorang ahli silat seperti Tan Keh Lok. Namun nampak puteranya teranCam bahaya,
ditahannya juga rasa sakit itu, serunya: "Kau boleh pergilah!"
"Baik, kuminta Hok-thongleng yang mengantarkan kami sampai keluar kota!" kata Keh
Lok bersenyum. Dan sebelum pergi, ketua HONG HWA HWE itu berteriak keras-keraskepada kaisar:
"Rahajat di seluruh negeri selalu ingin bisa memakan dagingmu dan membeset kulitmu.
Kalau kau bisa hidup seratus tahun lagi, seratus tahun itu pula kau bakal hidup dalam keCemasan. Setiap malam setan 2 akan mengganggu tidurmu!"
Sehabis itu, sembari menggiring Hok Gong An dan mengusung jenazah Thian San Siang
Eng serta Ciang Cin, rombongan orang gagah itu segera tinggalkan istana, di ring oleh ribuan pasang mata dari barisan siwi dan gi-lim-kun yang hanya dapat mengawasi, tapi tak berani mengejar.
Tak lama setelah keluar dari istana, 2 orang penunggang kuda memburunya. Itulah Li
Khik Siu, siapa kedengaran berseru:
"Tan-CongthoCu, Li Khik Siu ingin membicarakan, sesuatu."
Ternyata kawannya yang seorang, adalah Can Tho Lam, tangan kanan Ciangkun itu.
Begitu sudah dekat Li Khik Siu berkata pula: "Baginda mengatakan, kalau Hok-
thongleng dilepas tak kurang suatu apa, apa permintaanmu, baginda akan
mengabulkan."
"Hm, siapa yang masih dapat memperCajai kata-kata kaisar jahanam itu!" balas Keh Lok dengan tawar.
"Mohon Tan-CongthoCu mengatakan, biar SiaoCiang yang menyampaikan," Li Khik Siu
mengulangi permintaannya.
"Baik!" kata Keh Lok. "Pertama, baginda harus mengeluarkan uang dari kas negara
untuk membangun lagi gereja Siao Lim Si. Arca 2 Buddha disitu, harus lebih besar dari dahulunya. Pembesar 2 pemerintah dilarang mengganggu gereja itu se-lama-lamanya."
"Hal itu dapat dilaksanakan," sahut Li Khik Siu.
"Ke 2, baginda tak boleh menindas suku 2 dari daerah Hwe. Semua tawanan perang,
laki atau perempuan, harus segera dilepas!"
"Itupun tak sukar," jawab Li Khik Siu.
"Ketiga, baginda tak boleh membenci dan menangkapi anggota-anggotaHONG HWA
HWE yang tersebar diseluruh negeri."
Kali ini Li Khik Siu membisu.
"Hm, jadi memang mau menangkapi" Apa dikira kami jeri" Pan-lui-Chiu Bun-suya ini,
bukankah pernah mengeram ditempat markas Li-Ciangkun?" jengek Keh Lok.
"Baiklah, aku memberanikan diri untuk menyanggupi permintaan itu," buru-buru Li Khik Siu menjawab. "Nah, Tahun muka pada hari ini, kalau tiga hal tadi sudah dilaksanakan sungguh-sungguh, Hok-thongleng tentu akan kuantarkan pulang" kata Keh Lok
akhirnya. "Baiklah kalau begitu", sahut Li Khik Siu, lalu berpaling kearah Hok Gong An: "Hok-
thongleng, Tan-CongthoCu adalah seorang yang berbudi tinggi, harap kau yangan
kuatir. Bagindapun tentu akan melaksanakan ketiga hal tadi, mungkin juga Tan-
CongthoCu akan mengantar kau pulang lebih lekas".
Hok Gong An diam saja.
Teringat akan peristiwa penyerangan Li Khik Siu dan Pek Cin terhadap penjaga paseban Swi Seng Tian, Tan Keh Lok menduga, tentu disitu terselip rahasia apa-apa. Maka pura-pura ia menggertak: "Katakan kepada baginda, peristiwa di Swi Seng Tian, kami telah
mengetahuinya. Kalau dia berani main gila lagi, awasiah!"
Li Khik Siu terkejut, dan terpaksa mengiakan.
"Li-Ciangkun, nah, selamat tinggal! Kalau nanti kau naik pangkat dan menjadi kaja,
harap yangan menindas pada rahajat!" akhirnya Tan Keh Lok memberi hormat dan
meminta diri. "Ah, CongthoCu,' SiaoCiang tentu tak berani," buru-buru Li Khik Siu membalas hormat.
Li Wan Ci dan le Hi Tong ber 2 turun dari kudanya menghampiri dan berlutut dihadapari Ciangkun itu. Hati Li Khik Siu seperti dibetot, karena tahu dia bahwa kedepannya dia bakal tak bertemu lagi dengan puterinya. Katanya dengan suara sember: "Anak, jagalah diri baik-baik !"
Lalu kudanya diputar, terus kembali kearah istana, tinggalkan Wan Ci numprah tersedu-sedu. Hi Tong pimpin bangun idterinya itu. Sampai dipintu kota, Seng Hiap, Jun Hwa
dkk. sudah siap menyambut. Atas perintah Hok Gong An, pintu dibuka. Hampir jam 4
pagi, barulah rombongan orang-orang gagah itu keluar dari kota raja.
Rembulan sisir tampak diantara aliran sebuah sungai. Didekat situ tampak sebuah
kuburan, dimana ada beberapa orang tengah menyanyi dan menangis. Mereka
menyanyikan lagu berkabung dari suku Ui. Tan Keh Lok dan Ceng Tong buru-buru turun
dari kudanya, dan bertanya: "Kamu sedang berkabung untuk siapa?"
Seorang tua Ui dengan berCucuran air mata, menyahut: "Hiang Hiang KiongCu!"
"Hiang Hiang KiongCu dimakamkan disini?" tanya Keh Lok dengan terkejut.
Menunjuk kepada sebuah kuburan baru yang masih belum kering, orang itu menyahut
pula: "Ya, itulah!"
"Tak boleh kita biarkan adik dikubur disini!" tiba- Ceng Tong menangis.
"Benar, ia senang akan Telaga Warna didalam perut gunung Sin-nia. Sering ia
mengatakan: 'aku akan merasa bahagia kalau dapat berada disini selama-lamanya'. Kita pindahkan jenazahnya kesana saja!" kata Keh Lok.
"Siapa kalian ini?" tanya orang tua Ui tadi.
"Aku adalah Cici dari Hiang Hiang KiongCu!" sahut sigadia.
"Ah, kau tentu Chui-ih-wi-sam, aku dulu menjadi anak buah dari regu ke 2 pasukan Pek Ki, pernah bertempur dibawah perintahmu," tiba-tiba seorang Ui lain berseru.
Begitulah orang-orang Ui dan orang-orang gagah HONG HWA HWE dibantu pula oleh
paderi 2 Siao Lim Si mulai menggali. Dalam sekejap saja, terbongkarlah sudah makam
itu. Ketika papan batu yang menutup lubang tempat jenazah diangkat, hawa harum
menyerbak keras. Tapi untuk kekagetan orang-orang itu, mereka dapatkan lubang itu
kosong melompong. Keh Lok menyuluhinya dengan obor, yang tampak hanya segumpal
darah ke-biru 2an, disamping situ terletak batu giok pemberiannya kepada Hiang Hiang dulu.
"Jenazah itu kami sendiri yang menanamnya disini. Dan sejak itu kami terus
menungguinya disini. Mengapa kini jenazah itu hilang?" juga orang-orang Ui itu
menyatakan keheranannya.
"Nona itu sedemikian Cantiknya, tentulah titisan dewi. Kini ia tentu sudah kembali
ketempat asalnya. Cici Ceng Tong dan CongthoCu harap yangan bersedih," menghibur
Lou Ping. Keh Lok memungut, mainan giok itu untuk disimpannya. Diapun agak mempercajai
keterangan Lou Ping itu. Tiba-tiba angin mengembus, dan bau harum kembali
menyampok hidung orang-orang itu. Lewat beberapa saat kemudian, mereka menguruk
kuburan itu lagi. Seekor kupu 2, entah dari mana datangnya tampak terbang diatas
kuburan tersebut. "Akan kutulis beberapa huruf, harap nanti kau suruh "tukang yang
pandai mengukirnya diatas batu nisan dan dif pasang dimuka kuburan ini," kata Keh Lok kepada siorang tua tadi.
Cepat Sun Hi mengambil 2 potong emas untuk diserahkan kepada orang1 Ui itu. Lalu
diambilnya kertas dan alat tulis. Setelah merenung sejurus, mulailah Keh Lok menulis sebuah sjair:
Penderitaan yang hebat, hati yang berkabut sesal, berakhirlah nyanyian merdu, susutlah sang rembulan. Didalam kota nan indah, terdapat segumpal darah kemilau. Sesaat kilau pudar, sesaat darah lenyap. Namun ban harum semerbak senantiasa! Benarkah
gerangan dia" Menjelma seekor kumis.
Setelah mengheningkan Cipta sampai sekian lama, barulah rombongan orang-orang
gagah itu berangkat kearah barat.
Matahari bersinar gilang gemilang diufuk timur. Dan sampai disini Cerita ini telah:
Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
TAMAT. Document Outline
Su Kiam in Siu Lok
(Puteri Harum dan Kaisar)
Atau Pedang dan Kitab Suci
Karya : Khu Lung
Penerbit : Melati Jakarta
Jilid 1 Jilid 2 Jilid 3 Jilid 4 Jilid 5 Jilid 6 Jilid 7 Jilid 8 Jilid 9 Jilid 10 Jilid 11 Jilid 1 2 Jilid 13 Jilid 14 Jilid 15 Jilid 16 Jilid 17 Jilid 18 Jilid 20 Jilid 21 Jilid 2 2 Jilid 23 Jilid 24 Jilid 25 Jilid 26 Jilid 27 Jilid 28 Jilid 29 Jilid 30 Jilid 31 Jilid 3 2 Jilid 33 Jilid 34 Jilid 35 Jilid 36 Jilid 37 Tamat Istana Pulau Es 20 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Romantika Sebilah Pedang 5
ternyata juga liCik.
"Begitu jahatlah raja ini, tentu diapun dapat berusaha untuk menganiayanya. Meskipun dia jauh lebih lihai dari raja ini, namun dia tentu tak sedikitpun Curiga kalau tega menganiayanya. Aku harus berusaha supaya dia tak terjebak dalam perangkap raja.
Tapi bagaimana bisa kukatakan padanya?" pikir Hiang Hiang.
Dalam sikapnya sedang masjgul itu, Hiang Hiang tampak lebih aju, sehingga baginda
untuk beberapa saat berdiri terlongong-longong mengawasinya.
"Seluruh istana ini semua adalah kaki-tangan baginda. Siapa dapat kusuruh
menyampaikan surat padanya" Dalam keadaan mendesak seperti ini, aku harus
bertindak tegas", pikir Hiang Hiang, siapa lalu berkata: "Maukah kau berjanji takkan menganiayanya?"
"Ya, aku takkan menCelakakannya," seru baginda dengan girang.
Melihat Caranya menyanggupi itu hanya seCara serampang-an saja, tahulah Hiang
Hiang, bahwa baginda takkan sungguh-sungguh menetapi janjinya itu. Kebenciannya
makin mendalam. Kini ia mendapat suatu ketetapan, katanya: "Besok pagi 2 aku
hendak berkunjung kemesjid. Disana dengan semua kaumku, aku akan bersembahyang
dan setelah itu baru aku akan menurut padamu".
"Bagus, setelah besok pagi, yangan kau ingkar lagi!" seru Kian Liong dengan girang, lalu turun kebawah.
Hiang Hiang segera menulis sepucuk surat, maksudnya untuk memperingatkan Tan Keh
Lok, bahwa kaisar itu akan menganiayanya, bahwa renCananya untuk membangun
kerajaan Han itu hanya suatu impian kosong saja, maka dia minta agar anak muda itu
lekas Cari daya untuk menolongnya keluar dari istana neraka itu.
Surat itu dibungkusnya dengan seCarik kertas dan ditulisi dengan huruf Uigor,
maksudnya surat itu dialamatkan pada ketua HONG HWA HWE Tan Keh Lok.
Pikir Hiang Hiang, semua orang Ui bangsanya itu sangat mengindahkan sekali pada
ayah, Cici dan dirinya. Begitu ada kesempatan, surat itu akan diberikan pada salah
seorang Ui dan ia perCaja tentu orang itu pasti suka mengerjakannya. Setelah itu, ia merasa, bahwa batu yang mendidih dihatinya selama ini seperti terangkat, dan dengan
hati lega pulaslah ia.
Ketika ia membuka mata, ternyata hari sudah hampir terang tanah. Buru-buru ia
bangun dan berhias. Semua dayang yang melihat perubahan sikap dari puteri Ui itu,
sama bergirang. Setelah surat itu disembunyikan dalam lengan bayunya, Hiang Hiang
lalu berjalan keluar. Diluar pagoda, sebuah tandu dengan empat orang thaikam sudah
siap untuk membawanya ke mesjid.
Memandang kepunCak menara mesjid itu, hati Hiang Hiang agak terhibur. Didalam
mesjid, tampak 2 baris pengawal berdiri di kanan-kiri.
Bermula ia girang demi dilihatnya diantara pengawal itu terdapat 2 orang Ui. Buru-buru hendak diangsurkannya surat itu kepada orang tersebut. Tapi demi matanya terbentrok
dengan sinar mata orang itu, Hiang Hiang bersangsi dan batal menyerahkan surat itu.
Kiranya walaupun orang mengenakan pakaian orang Ui, tapi wajah, dan sorot matanya
tak mirip dengan suku Ui. Kembali Hiang Hiang memandang kesebelah kiri pada
seorang Ui lainnya. Orang itu mirip sekali dengan orang Ui, tapi sikapnyapun agak aneh.
"Apakah kamu disuruh kaisar untuk menjaga aku?" tanya Hiang Hiang sengaja dilam
bahasa Ui. Benar juga, ke 2 orang Ui itu tak menaati, hanya angguk kepala saja. Kini putuslah
sudah harapan Hiang Hiang. Ketika dia melangkah kedalam, ada delapan orang Ui yang
mengikutinya. Orang-orang Ui itu sebenarnya adalah Si-wi istana yang berpakaian
seperti orang Uigor. Karena orang Ui yang sesungguhnya, tak boleh dekat 2 dengan
puteri Ui tersebut.
Kini imam mulai memimpin upaCara sembahyangan. Dengan berlutut, air mata Hiang
Hiang membanjir turun, hatinya remuk rendam. Dalam hatinya, hanya sebuah tekad:
"bagaimana mendapat jalan untuk memberitahukan kepadanya" Sekalipun aku harus
binasa, aku harus dapat menyampaikan berita ini padanya!"
"Ya, sekalipun aku harus binasa," pikiran itu tiba-tiba terkilas dalam hatinya. Dan
seCepat itu pula ia telah mengambil keputusan yang bulat: "Kalau aku binasa disini,
berita itu tentu akan dapat diterimanya. Ja, hanya itulah satu 2nya jalan!"
Tapi tiba-tiba ia teringat akan ajat keempat dari kitab Quran: "Kamu yangan bunuh diri.
Al ah tetap akan melindungimu. Barang siapa yang melanggar pantangan ini, akan
kulempar kedalam api.
Demikian sabda Nabi Mohammad itu terus berkumandang ditelinganya: "Barang siapa
membunuh diri, se-lama-lamanya akan dijebloskan dalam api neraka!"
Bukannya ia takut mati, karena ia perCaja bila nanti meninggal, tentu akan naik
kesorga, kelak akan dapat berkumpul dengan kekasihnya. Kata ajat Quran: "Mereka
akan mendapat pasangannya disorga dan berkumpul se-lama-lamanya."
Tapi tidakkah ia akan menyalahi ajaran itu, apabila ia sampai bunuh diri"
Teringat hal itu, hatinya kunCup. Berbareng pada saat itu terdengar suara orang banyak sekali tengah menyanyikan lagu puji kebahagiaan ditaman sorga. Bagi seorang ummat
yang patuh akan agamanya, tiada hal yang lebih menakutkan dari hukuman 2 yang
mengerikan dineraka. Namun keCuali dengan cljalan nekad itu, rasanya ia sudah tak
mempunyai lain daya lagi. Begitulah setelah terjadi pertentangan dalam batinnya yang hebat, akhirnya Cintalah yang menang.
"Al ah yang Maha SuCi, bukan hamba tak perCaja akan keadilanMu. Tapi selain
mengorbankan jiwa ragaku, aku tak dapat menCari daya lain untuk memberitahukan
padanya." Sehabis berdoa begitu, badi-badi diCabutnya keluar, lalu menggurat batu merah, dari
lantai disitu dengan kata-kata: "Yangan perCaja raja itu."-Habis itu, ia berteriak pelan-pelan : "O, Toako!"
Kemudian ujung badi-badi yang tajam itu, ditusukkan kedadanya, dada yang paling suCi dan Cantik dikolong langit.
Rombongan orang-orang Ui tengah bersembahyang, sedang beberapa Siwi pengangkut
tandu itupun ikut serta berlutut. Tiba-tiba Siwi yang berada disebelah kanan Hiang
Hiang tadi, melihat ada darah segar mengalir dilantai. Dengan terkejut diawasinya arah alir darah itu yang ternyata berasal dari bawah tubuh Hiang Hiang. Pakaiaan sinona
yang serba putih itu sudah berlumuran warna merah. Saking kagetnya, Siwi itu
berteriak, lalu lompat untuk menarik lengan Hiang Hiang, yang ternyata kepalanya
sudah terkulai dan matanya tertutup. Sedang didadanya tertanCap sebuah badi-badi.
Kini kita tengok keadaan rombongan HONG HWA HWE yang tengah berunding
diruangan tengah. Mereka tengah mendengarkan laporan dari Cio Su Kin yang baru
kembali dari Kwitang dan menCeritakan tentang keadaan orang-orang gagah didaerah
itu. Tiba-tiba orang melapor bahwa Pek Cin minta bertemu. Buru-buru Tan Keh Lok
menyambutnya sendiri.
Pek Cin segera menyampaikan firman baginda yang maksudnya mengundang semua
pemimpin HONG HWA HWE untuk hadir dalam pesta di Yong Ho Kiong. Pesta itu
sengaja diadakan oleh baginda di stana tersebut., karena baginda kuatir nanti thay-
houw dan bangsawan 2 Boan menaruh keCurigaan.
Mendengar itu hati Keh Lok tak keruan rasanya. Girang karena Hiang Hiang berhasil
mempengaruhi baginda. Tapi hatinya mendelu dan terharu mengingat gadis yang
dikasihinya itu telah mengorbankan diri menurut kehendak baginda.
Setelah Pek Cin pergi, orang-orang HONG HWA HWE berapat. Semua orang sama
bergirang mendengar baginda betul-betul mau melaksanakan gerakan besar itu.
Sampaipun Bu Tim, Liok Hwi Ching, Tio Pan San dan Bun Thay Lay, orang-orang yang
pernah mengalami kekejaman pemerintah Ceng dan paling tidak perCaja pada kaisar
Boan itu, kini mau-tak-mau turut bergembira juga. Mereka anggap, kesemua itu dapat
berjalan lanCar disebabkan baginda itu telah menginsyapi asal usul dirinya dan ke 2
kalinya, adalah kakak kandung dari CongthoCu mereka.
Karena kuatir tak dapat mengatasi perasaannya kalau berada seorang diri, maka Tan
Keh Lok ajak semua saudaranya untuk pasang omong dengan bebas dan biCara tentang
ilmu silat, berkatalah Bu Tim:
"Kali ini didaerah Hwe dan gereja Siao Lim Si, CongthoCu telah dapat mempelajari
beberapa macam ilmu silat yang lihai, maukah CongthoCu mempertunjukkannya barang
beberapa jurus?"
"Baiklah" sahut Keh Lok. "Memang sedianya kuhendak minta Liok-loCianpwe dan
sekalian saudara mengujinya, karena kukuatir ada beberapa bagian yang masih belum
dapat kupahami."
Oleh karena ilmu silat "Hang-liong-Cap-pwe-Ciang" adalah ilmu pusaka Cabang Siao Lim yang menurut pesanan Thian Keng Siansu tak boleh diturunkan pada lain orang, maka
Tan Keh Lok bermaksud hendak menunjukkan ilmu silat dari tengkorak digunung Sin-nia
itu saja. "Sipsute, tolong kau tiup serulingmu," pinta Keh Lok.
Hi Tong mengiakan. Wan Ci buru-buru lari kedalam kamarnya untuk mengambilkan
benda itu. "Bagus, kini kepunyaan lain orang pun mau menyimpannya." Lou Ping menggoda.
Selebar muka Wan Ci berobah merah.
Kiranya waktu lengan Wan Ci dipatahkan Ciauw Cong itu, sepanyang perjalanan Hi Tong
merawatnya dengan telaten sekali. Karena kasihan, timbul ah rasa sayang. Dan rasa
sayang itu, betul-betul merupakan benih Cinta yang setulusnya. Hi Tong adalah seorang pemuda yang jujur. Setelah rasa Cinta itu sungguh-sungguh keluar dari hatinya, diapun tak malu 2 lagi untuk mengutarakannya.
Bagi Wan Ci, itu merupakan obat mujarab pelipur lara. Karena kini Cintanya itu telah terbalas. Begitulah apabila mereka ber 2an, tentu lantas kesak-kusuk menumpahkan
rasa hati masing-masing. Ada kalanya mereka terkenang akan pertemuan mereka
pertama kali dihotel, dimana Hi Tong dengan gunakan serulingnya telah dapat menotok
tubuh kawanan Siwi.
"Koko, mengapa suhu tak mau mengajarkan ilmu tiam-hiat padaku?" demikian pernah
Wan Ci bertanya.
"Ha, meski Liok-susiok sudah berusia tua, tapi ia tentu merasa segan untuk menutuk
badanmu, dan sebaliknya pun sungkan kalau kau menjamah tubuhnya. Padahal tiam-
hiat harus betul-betul dikenakan pada bagian tubuh. Tak apalah, kelak kalau kita sudah menjadi suami isteri, nanti kuajarkan padamu."
"Ah, tadi aku menduga salah pada Suhu," ujar sigadis.
"Ya, tapi kalau kuajarkan ilmu itu padamu, kau harus berlutut menjalankan
penghormatan mengangkat Suhu padaku", Hi Tong menggoda.
"Fui, Hiapa sudi"!" omel Wan Ci.
Begitulah sejak itu, Hi Tong mulai mengajarkan dasar ilmu tiam hiat pada Calon
isterinya. Karena pelajaran itu memakai seruling, maka seruling Hi Tong dipinjam oleh Wan Ci.
Sementara itu, Tan Keh Lok sudah lantas bersilat menurut irama aeruling.
"CongthoCu, dengan ilmu silat itu kau berhasil merobohkan Ciauw Cong. Bagaimana
kalau sekarang kutemani kau ber-main-main dengan pedang?" kata Bu Tim lalu melolos
pedang dan lonCat ketengah.
"Baiklah, Totiang!" ujar Keh Lok seraya menyerang bahu imam itu.
Bu Tim membabat turun mengarah pinggang lawannya, namun Keh Lok miringkan
tubuh menghindar sembari memutar kebelakang dan menyerang punggung orang.
Tanpa berpaling, Bu Tim sabetkan pedangnya kebelakang. Walaupun demikian, sabetan
itu tepat kenanya. Itulah gerak "memandang gunung mengenang yang lalu," salah
suatu jurus yang luar biasa dari ilmu pedang "tui-hun-toh-bing," Ciptaan imam itu
sendiri. Gerakan Bi Tim itu mendapat sorok pujian dari orang-orang yang menonton. Meskipun
pertandingan itu hanya bersifat "Coba 2," tapi tak urung berjalan dengan seru dan
tegang. Selagi pertandingan berjalan seru, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara nyanyian
sedih. Bermula orang-orang HONG HWA HWE itu sama tak menghiraukan, namun
nyanyian itu makin lama makin dekat kedengaran, hingga merawan hati orang.
Karena agak lama berdiam didaerah Hwe, tahulah Sim Hi bahwa nyanyian itu adalah
lagu berkabung yang biasa diujanjikan oleh rombongan orang Ui yang tengah
mengantar jenazah. Karena ingin tahu, larilah anak itu keluar.
Tak antara beberapa lama, dia kembali masuk dengan wajah puCat pasi, tubuhnya agak
sempoyongan, ia mendekati Tan Keh Lok dan berseru dengan suara sember:
"CongthoCu!"
Bu Tim buru-buru tarik pulang pedangnya, sedang Keh Lok pun segera bertanya ada
apa pada Sim Hi.
"Hiang ............... Hiang KiongCu meninggal!" tutur Sim Hi tak lanCar.
Seketika semua orang sama melengak kaget. Keh Lok rasakan matanya berkunang-
kunang, Bu Tim Cepat buang pedangnya untuk memegang bahu ketua HONG HWA
HWE itu. "Bagaimana ia meninggal?" tanya Lou Ping Cepat.
"Menurut keterangan salah seorang saudara Ui, katanya puteri itu meninggal dimesjid.
Ia bunuh diri dengan badi-badi," sahut Sim Hi.
"Mengapa orang-orang Ui sama menyanyi?" tanya pula Lou Ping.
"Kaisar telah menyerahkan jenazah KiongCu pada orang Ui. Sepulangnya dari
pemakaman, hati mereka sama berduka dan menyanyikan lagu itu."
Semua orang sama me-maki-maki kaisar, karena sudah begitu kejam hingga seorang
gadis yang tak berdosa apa-apa sampai mengambil keputusan yang begitu nekad.
Teringat akan hubungannya, Lou Ping menangis sesenggukan. Sebaliknya Tan Keh Lok
nampak membisu saja. Semua orang sama berkuatir dan Coba menghiburnya.
Tapi sekonyong-konyong ketua HONG HWA HWE itu berkata: "Totiang, ilmu silat yang
kupertunjukkan tadi belum selesai, mari kita lanjutkan pula."
Semua orang sama heran, melihat sikapnya yang aCuh tak aCuh itu.
"Dia sedang berduka, baiklah kumengalah sedikit," pikir Bu Tim.
Begitulah ke 2nya mulai bertanding lagi. Nyata-nyata gerakan Tan Keh Lok tetap linCah dan berbahaya, seolah-olah tak terpengaruh akan kejadian tadi.
"Huh, kebanyak sekalian orang laki 2 itu tak berperasaan. Hanya karena urusan negara, sedikitpun dia tak menaruh kasihan atas kematian kekasihnya," demikian Wan Ci
menumpahkan kemendongkolannya kepada Hi Tong.
Sembari terus meniup serulingnya, diam-diam Hi Tong berpikir: "CongthoCu sungguh
berhati baja. Kalau aku, tentu sudah menjadi sinting."
Kuatir CongthoCu itu sampai kena apa-apa, Bu Tim tak mau gunakan jurus-jurus yang
berbahaya. Sebenarnya pertandingan berjalan dengan berimbang, tapi sengaja Bu Tim
berlaku ajal dan mundur. Dan karena lambat menarik pedangnya, lengan Bu Tim telah
kena tertusuk tiga jari tangan Keh Lok. Begitu terjadi benturan itu, ke 2nya sama lonCat menyingkir.
"Bagus, CongthoCu!" seru Bu Tim.
"Ah, totiang sengaja mengalah", kata Keh Tok dengan tertawa. Tapi belum saja suara
ketawanya itu habis, tiba-tiba dia menguak dan muntah darah.
Semua orang terkejut bukan main serta buru-buru memegangnya.
"Ah, tak apalah!" Keh Lok tertawa, lalu dengan menggelandot pada Sim Hi terus masuk
kedalam kamar. Melihat kejadian itu, Wan Ci sesalkan diri karena tadi teiah menduga keliru pada ketua itu.
"Karena menahan perasaan duka, dia sampai tumpah darah. Tapi kalau sudah
beristirahat, tentu baiklah", kata Hwi Cing.
Mendengar keterangan jago tua yang sudah kenyang pengalaman itu, barulah semua
orang lega hatinya.
Setelah tidur kira-kira sejam lebih, Keh Lok terbangun. Teringat akan urusan penting pada pertemuan nanti malam, dia sesalkan diri mengapa begitu tak dapat menjaga diri.
Namun kalau teringat akan kebinasaan nona yang dikasihinya itu, hatinya tak
terkatakan sedihnya.
"Asri telah berjanji padaku akan menurut baginda, mengapa mendadak bisa terjadi
begitu" Ia tahu bahwa pengorbanannya itu demi untuk kepentingan negara, kalau tak
terjadi perubahan penting, tak nanti ia sampai berlaku begitu nekad. Ah, disitu tentu terselip apa-apa", demikian pikir Keh Lok.
Sampai lama dia merenung, namun tetap tak mengerti. Kemudian dia mendapat akal, ia
menyaru sebagai orang Ui mukanya dipupuri dengan arang. Lalu katanya kepada Sim
Hi: "Aku akan keluar sebentar."
Sim Hi tak berani menCegah, tapi diapun kuatir, maka dikuntitnya dengan diam-diam.
Keh Lok tahu, namun dibiarkan saja, karena menganggap anak itu mengandung
maksud baik. Dnyalan hiruk pikuk, dengan orang dan kendaraan. Namun kesemuanya itu dianggap
sepi saja oleh Keh Lok.
Begitulah setelah sampai dimesjid, dia terus langsung memasukinya dan berlutut
mendoa: "Asri, kau tentu menunggu aku dialam baka. Aku telah berjanji padamu untuk
menjadi umat Islam, supaya kau tidak menunggu dengan sia-sia."
Ketika mendongak, tiba-tiba dilihatnya dilantai terdapat beberapa tulisan yang sudah tak jelas kelihatannya. Nyata tulisan itu digurat dengan pisau dan berbunyi: "Yangan perCaja pada raja."
Guratan tulisan itu berwarna merah darah. Malahan pada beberapa bagian dari lantai itu terdapat warna merah yang agak tua.
"Masakah itu ketesan darah Asri?" pikirnya, ia Coba menunduk untuk membaunya.
Ternyata bekas itu berbau darah. Tanpa terasa, air matanya membanjir turun.
Setelah puas menangis, tiba-tiba pundaknya terasa ditepuk pelan-pelan oleh orang. Bagi seorang yang mengerti silat, sedikit saja tubuhnya disentuh orang, tentu reakslnya
Cepat sekali. Demikian dengan Tan Keh Lok yang segera lonCat bangun sembari
gerakkan tangan kirinya untuk menangkis.
Tapi ketika diawasinya, bukan main heran dan girangnya. Orang itu mengenakan
pakaian seorang lelaki suku Ui, tapi sepasang alisnya yang bagus menawungi sepasang
biji mata yang bersorot bening. Dia bukan lain adalah Chui-ih-wi-sam Hwe Ceng Tong.
Hari itu sigadis sebetulnya ikut sang suhu Thian-san Siang Eng kekota Pakkhia untuk
menolong adiknya. Tapi, mungkin geledek ditengah hari masih kalah dibanding ketika
dari seorang Ui ia mendapat warta tentang meninggalnya sang adik. Maka bergegas-
gegaslah ia pergi kemesjid dan disitu dilihatnya seorang lelaki Ui tengah berlutut
menangis sambil menyebut 2 nama Asri. Sedikitpun ia tak menyangka, kalau orang itu
ternyata Tan Keh Lok adanya.
Baru saja ke 2nya mulai menuturkan pengalamannya, tiba-tiba 2 orang si-wi tampak
masuk. Buru-buru Keh Lok menarik lengan Ceng Tong diajak berlutut bersembahyang.
"Bangun!" seru salah seorang si-wi ketika lewat didekat Keh Lok.
Terpaksa Keh Lok bangun. Tiba-tiba ke 2 si-wi itu memakai linggis untuk menCongkel
lantai 2 yang tergurat tulisan berdarah tadi, terus dibawanya pergi.
"Apakah itu?" tanya Ceng Tong.
"Disini banyak sekali telinga, lebih baik kita tengkurep sembahyang lagi, nanti kukasih tahu."
Dengan bisik-bisik, Keh Lok lalu menCeritakan apa yang dilihatnya tadi.
Dengan sedih dan marah berkatalah Ceng Tong: "Ya, mengapa kau begitu
sembarangan perCaja pada omongan raja itu?"
"Kuanggap dia itu seorang Han, pula kakandaku sendiri," sahut Keh Lok dengan
menyesal. "Huh, orang Han! Apakah orang Han tak ada yang busuk" Kalau sudah enak-' menjadi
kaisar, masakah ingat sanak famili lagi!."
"Ya, aku berdosa kepada Asri," kata Keh Lok berlinang 2 air mata.
Merasa tadi kata-katanya terlalu tajam, sedangkan orang menyesal dan berduka, buru-
buru Ceng Tong menghiburnya: "Ah, sudahlah, kau memang tak bersalah. Karena kau
berjoang untuk nasib rakyatmu. Lalu pesta di stana Yong Ho Kiong nanti malam, kau
pergi atau tidak?"
"Tentu! Akan kubunuh raja itu untuk membalaskan sakit hati Asri," seru Keh Lok dengan menggretek lagi.
"Benar, juga untuk membalaskan sakit hati ayah dan saudara-saudara bangsaku!" Ceng
Tong pun geram sekali.
"Tapi kau belum menCeritakan bagaimana kau lolos dari serangan pasukan Ceng waktu
Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu?" "Itu waktu aku tengah menderita sakit dan musuh menyergap dengan tiba-tiba. Syukur
dengan gagah berani saudara HuVun berempat menolong aku dan dibawa ketempat
suhuku." "Asri. mengatakan padaku, biarpun keujung langit kita tetap akan menCarimu," kata
Keh Lok kemudian.
Mata Ceng Tong tampak merambang merah, katanya: "Mari pulang untuk berunding
dengan Sekalian saudara."
Nampak nona itu, bukan kepalang girangnya Hi Tong. "Nona Hwe, aku senantiasa
memikirkan dirimu," sapanya.
Setelah ayah-bunda dan ke 2 saudaranya meninggal, Ceng Tong merasa sebatangkara.
Ia tak menaruh ganjelan apa-apa lagi terhadap kekurangajaran Sim Hi tempo hari.
"Kau kini sudah tambah besar ja?" sahutnya kemudian.
Tahu nona itu tak membencinya lagi, Sim Hi girang sekali.
Setibanya dirumah, Thian-san Siang Eng tengah pasang omong dengan orang-orang.
Segera Keh Lok tuturkan pengalamannya dimesjid tadi, Tan Ceng Tik yang aseran
sudah lantas menggebrak meja.
"Nah, apa kataku dulu" Kaisar tentu akan menCelakakan kita. Anak itu (Hiang Hiang)
tentunya sudah mengetahui tipu kejinya, maka ia korbankan diri untuk memberi
peringatan padamu," teriak jago tua itu.
"Kami sepasang suami isteri tak beruntung akan keturunan. Sebenarnya kami
bermaksud untuk mengambil Cici-beradik itu sebagai anak, siapa nyana.........,"
demikian kata Kwan Bing Bwe yang tak dapat langsung karena sesenggukan.
"Nanti kepesta di Yong Ho Kiong, kita harus membekal senjata. Karena senjata panyang tak diperbolehkan dibawa masuk, kita bawa saja senjata yang pendek dan senjata
rahasia," kata Keh Lok kemudian.
Usul Keh Lok itu disetujui semua orang.
"Nasi dan sajur dalam hidangannya nanti, kebanyak sekalian tentu diCampur obat bius.
Sebaiknya yangan kita makan," kata ketua HONG HWA HWE itu pula.
Kembali semua orang mengiakan.
"Bahwa kita bunuh kaisar itu malam nanti, itulah sudah pasti. Tapi perlu kiranya kita mengatur renCana untuk lolos," kata Keh Lok lagi.
"Kita tentu tak dapat tinggal di Tiong-goan lagi, sebaiknya kita menyingkir kedaerah Hwe saja," usul Ceng Tek.
Sebenarnya rombongan HONG HWA HWE tidak lama berada didaerah Kanglam. Dalam
hati, tiada seorangpun yang tak merindukan kampung halaman masing-masing. Namun
tak ada lain pilihan lagi bagi mereka: membunuh atau dibunuh kaisar. Begitulah setelah berunding, renCana segera ditetapkan.
Bun Thay Lay pimpin Seng Hiap, Jun Hwa, Siang Ing dan Su Kin untuk mempersiapkan
bayhok dipintu kota sebelah barat. Begitu saatnya tiba, mereka harus membasmi
tentara penjaga pintu dan menyambut rombongan Tan Keh Lok untuk terus lolos kearah
barat. Sim Hi disuruh mengepalai rombongan thauwbak, siapkan kuda dan anak panah,
menyambut diluar istana Jong Ho Kiong. Dan Hi Tong ditugaskan untuk memberi tahu
pada semua thauwbak HONG HWA HWE dikota Pakkhia supaya menyampaikan berita
pada seluruh Anggota HONG HWA HWE diberbagai wilayah, bahwa pucuk pimpinan
pindah kedaerah Hwe. Dan bahwasanya Cabang 2 HONG HWA HWE supaya
membubarkan diri dan bekerja dibawah tanah saja untuk menghindari penangkapan
dari perintah Ceng.
Setelah selesai membagi 2 tugas, Tan Keh Lok minta pertimbangan pada Thian-san
Siang Eng dan Lok Hwi Ching bagaimana renCana pembunuhan terhadap kaisar itu
nanti. "Gampang, nanti kupuntir batang lehernya raja itu, Coba dia masih bisa menjadi raja apa tidak" kata Ceng Tik.
"Kalau bisa begitu, itulah bagus!" Hwi Ching tertawa. "Tapi karena dia sudah siap
merenCanakan membunuh kita, tentu akan membawa sejumlah besar si-wi, jadi
penjagaannya tentu luar biasa rapatnya!"
"Kurasa lebih baik Tio-sam-te gunakan senjata rahasia untuk menghabisi dia", kata Bu Tim.
Ketika dipagoda Liok Hap To dahulu, Ceng Tik pernah saksikan kelihaian Tio Pan San
dalam ilmu senjata rahasia. Maka seketika itu juga dia menunyang usul itu.
Pan San mengeluarkan tiga biji 'tok-Cit-le' yang beracun, katanya dengan tertawa: "Satu saja yang kena, sudah Cukup untuk mengantar jiwa kaisar itu kelain dunia."
"Kukuatir orang she Pui itu masih didalam istana, tentu dapat mengobatinya," kata Keh Lok.
Yang dimaksud oleh Keh Lok itu, jalah Pui Liong Cun, pemilik senjata rasia yang hebat itu.
"Biar, telah kurendam piauw itu dalam raCun lain. Mungkin orang she Pui itu bisa
mengobati yang satu macam raCun, tapi tidak yang lainnya," kata Pan San.
"Sebaiknya hui-to kepunyaanmu dan jarum hu-yong-Ciam punyaku direndam raCun
juga." kata Hwi Ching pada Lou Ping-. Demikian semua orang sama sibuk menCelup
senjatanya dengan raCun. Mengingat baginda itu adalah kakandanya sendiri dari lain
ayah. hati Keh Lok agak tak tega. Tapi kalau ingat perbuatannya yang kejam itu, dia
marah dan ikut masukkan badi-badinya kedayam raCun.
Kira-kira jam 5 sore, semua orang gagah itu sudah berkemas 2. Setelah dahar, mereka
menunggu. Tak berapa lama, munCul ah Pek Cin dengan anak buahnya, empat orang
siwi. Begitulah mereka berangkat keistana Yong Ho Kiong. Ketika dipagoda Liok Hap Ta dahulu, Pek Cin pernah tempur Ceng Tik. Demi nampak jago Thian-san itu juga ikut, ke 2nya saling berpandangan.
Setiba di stana, Pek Cin meneliti rombongan HONG HWA HWE sama tak membawa
senjata. Melihat itu, dia mengelah napas dan memimpin mereka masuk. Diruangan
besar, sudah disiapkan tiga meja perjamuan. Pek Cin silakan mereka duduk.
Meja tengah, tempat duduk utama, diduduki Tan Keh Lok. Meja disebelah kiri, Tan Ceng Tik dan meja sebelah kanan Liok Hwi Ching. Dibawah patung HudCouw, ada pula
sebuah meja. Kursinya ditutup dengan sutera benang kuning emas. Disitulah tempat
duduk baginda. Diam-diam Hwi Ching, Pan San dkk. sama memperhitungkan Cara bagaimana nanti,
apabila saatnya sudah tiba melepas senjata rahasia kearah tempat duduk kaisar itu.
Hidangan mulai dikeluarkan, rombongan HONG HWA HWE menanti kehadiran baginda.
Beberapa saat kemudian, kedengaran tindakan kaki orang, yang ternyata adalah 2
orang thaikam, Ti Hian dan Bu Bing Hu. Dibelakangnya mengikut seorang menteri besar
yang mengenakan topi merah. Itulah Li Khik Siu, ayah Wan Ci. Hampir-hampir nona itu
berseru memanggilnya, Coba tak keburu Ti Hian lantas berleriak "Titah raja!"
Pek Cin dan kawanan siwi segera berlutut. Sedang Keh Lok dkk. terpaksa ikut berlutut juga. Pada lain saat, terdengarlah Ti Hian membaca titah raja tersebut.: "Tan Keh Lok dkk setia pada negara, aku girang mengetahuinya. Kini kuangkat Tan Keh Lok menjadi
'Cinsu', lain-lainnya pun akan diberi pangkat. Pesta untuk menghormat pengangkatan
itu diadakan di Yong Ho Kiang sini dan Li Khik Siu Ciangkun dititahkan menemaninya.
Sekian." Mendengar itu, tawarlah hati Keh Lok. Kiranya kaisar itu sungguh liCik, karena tak mau hadir sendiri.
"Selamat, Tan-heng menerima anugerah baginda itu, sungguh beruntung sekali," Li Khik Siu menghampiri Tan Keh Lok sambil menjura.
Keh Lok menjawab merendah, Sedang Wan Ci dan Hi Tong menghampiri sang ayah dan
menyapa. Khik Siu terkejut dan berpaling mengawasi. Betapa girangnya ketika didapatinya sang
puteri tunggal tampak berada disitu dengan tak kurang suatu apa. Buru-buru ditariknya tangan Wan Ci, dan air matanya ber-linang 2. Karena sejak berpisah, siang malam
selalu memikiri sang anak itu.
"Wan Ci, bagaimana keadaanmu?" tanya Khik Siu.
"Ayah............" Ingin Wan Ci menuturkan halnya, namun sang mulut berat mengatakan.
"Mari, kau duduk dengan aku semeja!" kata Khik Siu terus menarik lengan puterinya.
Wan Ci dan Hi Tong tahu kalau hal itu disebabkan rasa sayang seorang ayah, maka
setelah saling memberi isyarat mata, ke 2nya berpisah duduknya.
Lalu Ti Hian dan Bu Bing Hu menghampiri ketengah perjamuan dan berkata pada Tan
Keh Lok: "Saudara, kelak sesudah jadi menteri, yangan lupa pada kami ber 2."
"Sudah tentu tak kulupakan kongkong," sahut Keh Lok.
Ti Hian lambaikan tangan dan 2 orang thaikam kecil menghampiri dengan membawa
sebuah nenampan berisi 2 poCi arak dan beberapa Cawan. Ti Hian mengangkat poCi
itu terus dituang kedalam 2 buah Cawan. Dia sendiri segera ambil yang secawan,
katanya: "Kuhaturkan selamat pada saudara dengan secawan arak ini!"
Arak segera diminumnya, lalu mengambil Cawan berisi arak. yang satunya, diberikan
pada Keh Lok. Melihat itu semua mata orang-orang HONG HWA HWE ditujukan kearah ketuanya. Tahu
mereka kalau keburu napsu mungkin menggagalkan renCananya. Dan itu perCuma saja
karena, toh orang yang dinantinya (kaisar) tak ada disitu.
Sejak datang keperjamuan itu, Keh Lok sudah penuh berlaku waspada. Dia sudah
insyap bahwa perjamuan itu tentu tidak sewajarnya. Segala sesuatu ditelitinya dengan seksama. Benar1 juga ia mengetahui bahwa pada ke 2 samping dari poCi arak masing-masing terdapat sebuah lobang kecil. Ketika pertama kali menuang arak tadi, Ti Hian
telah gunakan ibu jarinya untuk menutup lubang yang disamping kiri. Dan arak dalam
Cawan itu diperuntukkan pada Tan Keh Lok. Sedang ketika menuang yang ke 2 kalinya,
ibu jarinya dijentikkan untuk menutup lobang sebelah kanan.
Kini tahulah Keh Lok bahwa poCi arak itu terisi 2 macam arak. Kalau lobang kiri ditutup, maka lobang kanan memanCur arak. Begitu pula sebaliknya. Jadi nyata, kalau lobang
sebelah kanan itu terisi arak raCun.
"Oh, kanda, kau begitu kejam, rela menganiaya aku dengan siasat memberi pangkat,
supaya aku memperCajaimu. Kalau tidak Asri mengorbankan jiwanya, tentu arak
beracun ini terminum olehku," mengeluh Keh Lok seorang diri.
Dia angkat ke 2 tangannya untuk menghaturkan terima kasih lalu mengambil Cawan
seperti hendak diminumnya. Melihat itu Ti Hian dan Bu Bing Hu bersorak dalam hati.
Tapi pada lain saat, sekonyong-konyong Keh Lok letakkan Cawannya, kemudian
menyembat poCi dan dituangkan kedalam Cawan kosong. Sewaktu menuang,
jempolnya ditutupkan kelobang sebelah kanan. Setelah itu, isi Cawan terus
ditenggaknya. Cawan pertama yang tak jadi diminumnya tadi diberikan kepada Bu Bing
Hu: Jilid 37 Tamat "AYO, silakan Bu kongkong juga menemani minum secawan!"
Mengetahui rahasianya telah bocor, berobahlah wajah ke 2 thaikam itu. Kembali Keh
Lok menuang secawan dan disodorkan kepada Ti Hian: "Harap Ti-kongkong suka
menerima pembalasan hormatku!"
Kini tak tahan lagi rupanya Ti Hian, dia tendang Cawan yang diangsurkan itu sambil
membentak: "Tangkap mereka semua!" Seketika dari empat penjuru ruangan itu
menyerbu keluar ratusan siwi istana dan Anggota gi-lim-kun.
"Jiwi kongkong kiranya tak gemar minum. Itu tak apa, mengapa marah-marah?" tanya
Keh Lok dengan tertawa.
"Dengarkan titah raja ini," Bu Bing Hu berteriak: "HONG HWA HWE berniat
memberontak dan mengaCau. Harus segera ditangkap dan dibunuh tanpa diadili lagi."
Atas isyarat Keh Lok, ke 2 saudara Siang segera lonCat kebelakang ke 2 thaikam itu
terus membekuk tengkuk lehernya. Ke 2 thaikam itu Coba melawan, tapi sudah
terlambat, karena seluruh tubuh mereka terasa lemas kesemutan.
Keh Lok menuang lagi secawan arak. "Arak kehormatan ditolak, rupanya ingin arak
hukuman." Segera Lou Ping dan Ciang Cin masing-masing mengambil arak beracun itu, lalu
diCekokkan kemulut Ti Hian dan Bu Bing Hu.
Melihat ke 2 thaikam itu diringkus, rombongan siwi dan gi-lim-kun tadi tak berani
mendekati, kuatir kalau ke 2 thaikam itu dibunuh. Sedang orang-orang HONG HWA
HWE itu sudah bersiap dengan senjatanya. Tapi ketika hendak menobros keluar, tiba-
tiba dibelakang ruangan besar timbid kebakaran, berbareng terdengar suara obat
peledak. Keh Lok heran dan menduga yangan-yangan ada saudara-saudaranya kaum HONG
HWA HWE yang terkepung disana, maka segera dia memerintahkan agar menyerbu saja
keruangan belakang.
Karena senjata yang dibekalnya keliwat pendek, Bu Tim tak dapat leluasa bergerak.
Segera dia rampas sebilah pedang, dari seorang si-wi. Dalam beberapa kejap saja, dia sudah dapat membunuh tiga orang musuh, terus memepelopori menyerbu kebelakang,
di kuti oleh Kawan-kawan nya.
Li Khik Siu tarik tangan puterinya, serunya: "Kau tinggal bersama aku!"
Dia bersama Pek Cin lalu memberi komando, menyuruh anak buah si-wi menghadang.
Melihat itu, Hi Tong mengelah napas, pikirnya: "Dengan ayahnya aku di baratkan seperti minyak dengan air. Jadi nyata ia bukan jodoku!"
Dengan hati berat, anak muda itu segera memutar kim-tioknya untuk ikut pada
rombongannya. Melihat itu, Wan Ci kibaskan tangan ayahnya yang memeganginya,
begitu terlepas, ia terus lari menyusul Hi Tong sambil berseru: "Ayah, harap kau
menjaga diri baik-baik , puterimu akan pergi!"
Saking kesimanya, Li Khik Siu berdiri seperti patung, kemudian setelah sadar, dia
berseru memanggil: "Wan-Ci, Wan-Ci, kembalilah!"
Namun Wan Ci sudah menghilang keluar. Menduga sang bakal isteri telah mengikut
ayahnya, bukan main sedihnya Hi Tong. Ketika Wan Ci menyusul datang, dilihatnya
anak muda itu tengah bertempur dengan lima-enam si-wi. Keadaannya berbahaya,
karena anak muda itu sudah terluka beberapa kali.
"Suko, ikut aku kemari!" teriak sigadis. Mendengar sang kekasih datang, semangat Hi
Tong timbul seketika. Dengan hebat, kim-tiok dibabatkan. Sedang Wan Cipun maju
membantunya, hingga kawanan si-wi itu mundur. Kemudian dengan bergandengan
tangan, ke 2 pasangan itu maju menyusul Lou Ping.
Pada saat itu, api semakin besar. Suara pekik orang, seperti memeCah telinga.
Rombongan Tan Keh Lok sudah sampai diluar paseban Sui Seng Tian. Disitu mereka
menjadi kaget tak terkira ketika menampak berpuluh paderi Lama sedang bertempur
mati-matian dengan sekawanan serdadu Ceng. Nyata rombongan Lama itu sudah
hampir tak dapat bertahan lagi.
Tak terduga-duga, Pek Cin berbalik memimpin anak buahnya membantu rombongan
Lama, hingga kawanan serdadu itu kena didesak masuk kembali kedalam ruangan yang
tengah dimakan api.
Sudah tentu Keh Lok tak mengetahui akan pertentangan antara Kian Liong dengan
thayhouw. Kejadian itu sungguh membuat ia tak habis heran. Namun dia tak mau
menyianyiakan kesempatan yang bagus itu, terus ajak Kawan-kawan nya lonCat keluar
dari tembok istana.
Pek Cin dan Li Khik Siu sudah mendapat perintah rahasia dari Kian Liong supaya
rombongan HONG HWA HWE dan pasukan Ceng yang menjaga paseban Sui Seng Tian
itu dimusnahkan dengan api. Tapi ternyata renCana telah berjalan bukan seperti yang
diharapkan. Karena Li Khik Siu, ingat akan keselamatan puterinya. Sedang Pek Cin ingin membalas
budi Tan Keh Lok. Maka sengaja mereka memberi kesempatan supaya orang-orang
HONG HWA HWE itu bisa melarikan diri. Sedang yang dibasmi, hanyalah pasukan Ceng,
anak buah pasukan ki-ping, yang ditugaskan thayhouw untuk menjaga paseban
tersebut. Tak berapa lama kemudian, seluruh anak buah pasukan kiping itu terbakar musna.
Sedang paseban itupun roboh. Dengan begitu, surat testamen Yong Ceng yang
disimpan dalam paseban itu, turut terbakar musna.
Setiba diluar istana, rombongan HONG HWA HWE itu berbalik menjadi kaget bukan
kepalang. Diluar istana itu, be-ratus 2 tentara Ceng sudah siap menunggu dengan
busur, tombak dan pedang. Ratusan obor menyala dengan terangnya, masih ditambah
dengan ratusan teng, sehingga suasana saat itu seolah-olah siang hari.
"Rupanya dia kuatir kita tak sampai mati diraCun dan dibakar, sehingga diadakan
persiapan barisan pembunuh itu!" pikir Keh Lok.
Tapi Bu Tim dan Tan Ceng Tik tak mau banyak sekali pikir, terus mau menyerbu. Dari
empat penjuru, anak panah segera dilepas bagaikan hujan derasnya.
"Ayo, kita serbu!" teriak Ceng Tong.
Dengan bahu membahu orang-orang HONG HWA HWE itu lantas mengikuti jejak Bu
Tim dan Ceng Tik. Tapi kawanan serdadu Ceng itu, tak terhitung jumlahnya. Makin
dibasmi makin banyak sekali. Bobol yang selapis, masih ada lain lapisan lagi.
Kali ini kaisar Kian Liong betul-betul mau membasmi musna jago-jago dari HONG HWA
HWE Ini untuk menjaga bahaya dikemudian hari. Maka dikerahkannya gi-lim-kun, jago
istana pilihan dan bayhok yang kokoh. Bagaimanapun gagahnya jago-jago HONG HWA
HWE, namun kewalahan juga mereka menghadapi lapisan tembok manusia yang
sedemikian tebalnya itu. Keadaan rombongan HONG HWA HWE betul-betul berbahaya.
Sinar pedang Bu Tim berkelebat pergi datang, dan belasan anak buah gi-lim-kun
tersungkur binasa. Dia berhasil menobros keluar, tapi ketika berpaling dan menunggu
sampai sekian saat, tak nampak lain-lain kawannya datang. Hal ini membuat ia kuatir.
Dia balik menobros lagi. Tampak Ciang Cin tengah dikepung oleh 7 siwi. Ciang Cin
mandi darah, dia berkelahi dengan nekad.
"Sipte, yangan takut. Aku datang," seru Bu Tim terus meneryang.
Tiga orang siwi terpapas tenggorokannya terus roboh. Kawan-kawan nya segera
mundur. "Sipte, kau tak kena apa-apa?" tanya Bu Tim.
Sebagai jawaban, tahu-tahu Ciang Cin menggerung lalu membaCok jikonya itu. Bukan
kepalang kagetnya Bu Tim, Cepat ia berkelit seraya berseru berulang-ulang: "Sipte, kau bagaimana, ini adalah aku!"
Tapi Ciang Cin laksana kerbau gila menggerung: "Saudaraku telah kamu aniaya, akupun
tak mau hidup sendiri!"
Sepasang kampaknya kembali dibaCokkan pada Bu Tim, siapa terpaksa berkelit lagi dan
berseru keras: "Sipte, ini aku, jiko-mu!"
Sepasang mata Ciang Cin tampak melotot mengawasi, tiba-tiba kampaknya dibuang dan
menjerit: "Jiko, aku tak kuat lagi!"
Diantara Cahaja lampu dan obor, tampak oleh Bu Tim bagaimana seluruh tubuh Ciang
Cin itu mandi darah. Dada, bahu, lengan dan lain-lain bagian tubuhnya terluka. Bu Tim bingung, karena dia hanya berlengan satu, jadi tak dapat akan memondongnya. Namun
dengan kertek gigi disuruhnya sang Sipte itu menggamblok dibelakang punggungnya.
"Sipte, kau rangkul leherku, biar aku gendong kau!" serunya.
Bu Tim rasakan ketesan darah Ciang Cin mengalir dibadannya. Dengan gagah, tokoh ke
2 dari HONG HWA HWE itu membuka jalan darah. Kemana pedangnya menyamber,
disitulah kawanan serdadu musuh terpaksa menyingkir memberi jalan. Tiba-tiba
disebelah muka dilihatnya ada 2 tiga serdadu musuh yang ganti berganti membal
keatas, seperti dilontarkan orang.
"Ha, selain Si-te, tak ada orang lain yang mempunyai kekuatan seperti itu. Apakah ada terjadi perubahan dipos penjagaan pintu kota?" pikir Bu Tim.
Dia menyerbu kearah itu dan ternyata betul didapatinya Bun Thay Lay, Lou Ping, Hi
Tong dan Wan Ci tengah bertempur hebat dengan kawanan siwi.
"Mana CongthoCu?" seru Bu Tim.
"Entah, mari kita menCarinya!" sahut Hi Tong.
Bu Tim terkesiap. Ciang Cin terluka sedemikian beratnya, yangan-yangan kawannya
yang lain-lain sudah sama binasa. Bun Thay Lay membuka jalan darah untuk
menghampiri Bu Tim.
"Disana tak terjadi suatu apa. Karena aku kuatir, maka aku menengok kemari!" tutur
Thay Lay. "Bagus!" sahut Bu Tim yang meskipun menggendong Ciang Cin, tapi lak mengurangkan
Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kelihaiannya. Musuh tak berdaya untuk menghadangnya.
"CongthoCu!" pada lain saat Wan Ci berseru keras.
Seorang berpakaian putih, tampak melesat kesana sini diantara lautan api itu. Rupanya dia tengah menCari orang. Sedang dari arah barat, tampak Liok Hwi Ching mengaduk
keluar. "Kembali ketembok istana!" seru Keh Lok.
Berbareng dengan seman itu, agak jauh disebelah sana, diantara lautan api dan
manusia, tampak bulu burung hnyau ber-gerak-gerak.
"CongthoCu, pimpinlah semua saudara mundur ketembok istana, biar kujemput nona
Hwe itu!" seru Hwi Ching terus menyerang kearah sana.
Begitulah dengan Tan Keh Lok dan Bun Thay Lay yang membuka jalan, rombongan
HONG HWA HWE terpaksa kembali lagi keistana, karena mereka merasa tak ungkulan
menembus dinding kepungan tentara Ceng yang sebanyak sekali itu.
"Sipte, luruhlah!" kata Bu Tim.
Ciang Cin, si Bongkok itu, tak bergerak. Lou Ping bantu menunyangnya, tapi segera
didapatinya tubuh Ciang Cin sudah kaku, sudah tak bernyawa lagi. Lou Ping menjerit
dengan ratap tangisnya.
Pada saat itu Bun Thay Lay tengah bertempur dengan kawanan siwi. Dia hendak
menyambut Tio Pan San, Siang-si Siang Hiap dkk. Demi didengar tangis sang isteri,
tahulah bahwa sang Sipte (adik angkat ke 10) sudah meninggal.
Tanpa terasa beberapa titik air matanya berketesan turun. Seketika meluaplah hawa
amarahnya, dia mengamuk hebat. Kembali ada tiga orang siwi yang roboh. Liok Hwi
Ching yang menyerbu untuk menolong Ceng Tong, kini sudah dapat menghampirinya.
Mereka berusaha untuk membuka jalan menggabungkan diri dengan rombongan Tan
Keh Lok. Setindak demi setindak, tampak Ceng Tong makin mendekati. Tapi sekalipun jarak
mereka hanya terpisah berpuluh tindak, namun tampaknya sukar untuk menyingkirkan
rintangan manusia yang menghadang itu.
Ke 2 saudara Siang telah merebut tombak musuh untuk bantu membuka jalan. Wajah
Ceng Tong tampak puCat, pakaiannya penuh dengan Cipratan noda darah.
"Ayo kita serbu lagi. Tapi kali ini yangan sampai terpenCar," seru Keh Lok. Tapi belum seruan ketua HONG HWA HWE reda, dari arah istana turun hujan anak panah. Kiranya
setelah Li Khik Siu dan Pek Cin dapat membasmi kawanan anak buah ki-ping yang
menjaga paseban Seng- Swi Tian, kini mereka mulai menggempur rombongan HONG
HWA HWE Jadi kini rombongan HONG HWA HWE terkepung diantara 2 musuh!
Selagi keadaan mereka dalam bahaya, tiba-tiba dari arah pasukan gi-lim-kun yang
menghadang disebelah depan, timbul kekaCauan. Mereka sama mundur dengan kalut,
Diantara Cahaja api yang marong itu, tampak berpuluh-puluh 2 paderi berjubah kuning, menyerbu masuk. Yang berada didepan sendiri, adalah seorang tua berambut putih,
bersenjata golok 'kim-pwe-to'. Gagahnya bukan main, seperti gajah yang tak dapat
ditahan. Ternyata dia adalah Thiat-tan Ciu Tiong Ing. Melihat itu, orang-' HONG HWA
HWE bersorak kegirangan.
"Saudara-', ikutlah' saja", seru Tiong Ing.
Dengan memanggul mayat Ciang Cin, Bun Thay Lay ikut saudara-saudaranya,
menobros keluar. Di antara rombongan Tiong Ing itu, terdapat juga tokoh 2 gereja Siao Lim Si a.l. Thian Keng Siansu, Tay Tian, Tay Leng, Gwan Thong, Gwan Hui, Gwan Siang
dan lain-lain. Merekapun sudah terlibat dalam pertempuran dengan gi-lim-kun.
Tapi kepungan musuh itu luar biasa rapatnya. Mereka seolah 2 membayangi kemana
rombongan orang gagah itu menujti. Otak Ceng Tong yang tajam itu segera mulai
bekerja. Ia mendongak memandang keempat penjuru. Segera tampak olehnya diatas
wuwungan sebuah rumah penduduk didekat situ, ada belasan orang. Di antaranya ada
4 orang masing-masing dengan menentang teng merah, berpenCar diempat ujung.
Kalau rombongan HONG HWA HWE berusaha meneryang kesebelah barat, maka teng
merah yang diujung barat itu segera diangkat tinggi-tinggi. Meneryang ketimur, teng
merah disebelah timur diangkat keatas. Nona yang Cerdas itu segera dapat menangkap
artinya. "HanCurkan teng 2 merah itu, kita pasti tertolong!" ia menyerukan pada Keh Lok.
Mendengar itu, Tio Pan San sudah lantas menyembat busur dan beberapa anak panah.
Setelah berturut-turut membidik, keempat teng merah itu padamlah.
Dugaan Ceng Tong itu memang tepat. Tanpa pertandaan teng 2 merah, pasukan gi-lim-
kun kalut. "Diantara orang-orang diatas wuwungan itu, tentu ada pemimpinnya. Kalau hendak
tangkap penCuri, tangkap benggolannya dahulu!" Ceng Tong memberi saran lagi.
Semua orang-orang HONG HWA HWE pernah menyaksikan keCakapan Hwe Ceng Tong
sebagai pemimpin tentara Hwe ketika berperang melawan pasukan Ceng dahulu. Maka
setiap pendapatnya, selalu diperhatikan dan di ndahkan oleh orang-orang HONG HWA
HWE "Si-te, ngo-te, liok-te, mari kita menyerang kesana!" mengajak Bu Tim.
Bun Thay Lay dan ke 2 saudara Siang terus ikut menyerbu. Kawanan gi-lim-kun tak
kuasa menghadangnya. Tan Keh Lok dan rombongan Thian Keng Siansu ikut
meneryang. Dan kali ini, rupa-rupanya mereka akan berhasil. Tapi tak disangka 2,
terdengar tampik sorak menggelegar. Li Khik Siu dan Pek Cin dengan barisan pengawal
serta si-wi datang menyerang, kembali rombongan HONG HWA HWE terkurung rapat.
Malah Wan Ci, Lou Ping dan beberapa paderi Siao Lim Si menderita luka-luka.
Setelah berhasil mendekati tembok, Bu Tim berempat lonCat keatas rumah. Begitu kaki
mereka menginjak genteng, 7 orang sudah lantas menyerang. Mereka adalah jago-jago
istana yang lihai-lihai. Yang tiga mengembut ke 2 saudara Siang, sedang Bu Tim dan
Bun Thay Lay masing-masing mendapat 2 lawan. Pertempuran berjalan sangat seru.
"Ha, mengapa disini terdapat begini banyak sekali Cakar alap-alap yang lihai-lihai,"
mengeluh Bu Tim.
Selagi berkelahi, Bu Tim melihat diseberang sana, ada serombongan si-wi menjaga
seorang pembesar yang memakai topi berjambul merah. Dengan memegang leng-ki
(panji-komando), dia tengah memberi perintah.
"Serahkan kawanan Cakar alap-alap ini padaku!" seru Bir Tim.
Berbareng itu, dia kiblatkan ujung pedang-nya menusuk ulu hati seorang lawannya, dan Cepat pula dia beralih membabat kaki lawan satunya. Ke 2 pengerojoknya itu masing-masing menghindar dengan lonCat mundur. Pada kesempatan itu, Bu Tim Cepat
menyerang ke 2 musuh Bun Thay Lay. Yang satu, dibabat iganya, yang satu dibaCok
pinggangnya. Serangan 2 itu dilakukan luar biasa sebatnya. Terlepas dari serangan
musuh, Bun Thay Lay terus meneryang kepada pembesar topi merah tadi. Empat orang
pengawalnya, segera menghadang. Pembesar itupun agak terkejut dan menoleh. Ketika
melihat wajahnya, Bun Thay Lay terkesiap. Hampir-hampir mulutnya akan berteriak
"CongthoCu."
Memang pembesar itu sangat mirip dengan Tan Keh Lok. Kalau ke 2nya mengenakan
pakaian serupa, tentu orang sukar membedakannya. Betul-betul seperti pinang dibelah
2. Sekilas teringatlah Bun Thay Lay akan Cerita isterinya tentang peristiwa Thian Hong
mengatur siasat merampas vaas giok tempo hari serta peristiwa menangkap Ong Wi
Yang. Tan Keh Lok menyaru sebagai seorang pembesar Boan. Semua orang mengiranya
sebagai kepala barisan gi-lim-kun merangkap 'kiu-bun-tetok' Hok Gong An. Maka.
teranglah kalau pembesar itu tentu Hok Gong An adanya.
Segera dia mengambil putusan: tawan pembesar itu untuk dnyadikan barang jaminan.
Saat itu dia tarik mundur tubuhnya, kemudian sebat luar biasa dia menyelinap diantara golok dari 2 orang pengawal terus meneryang pembesar itu.
Memang pemimpin pasukan gi-lim-kun yang ditugaskanmenangkap orang-orang HONG
HWA HWE itu, adalah orang kesayangan baginda sendiri, yaitu Hok Gong An. Karena
tugas membakar paseban Swi Seng Tian itu sangat terahasia, maka baginda titahkan
Hok Gong An sendiri yang melaksanakan. Namun karena baginda amat sayang
padanya, dan kuatir kalau sampai kena apa-apa, maka baginda mengutus 1enam orang
pengawal istana kelas satu, untuk melindungi orang kesayangannya itu.
Karuan saja pengawal 2 istimewa itu menjadi gugup, ketika nampak Bun Thay Lay
seperti orang kalap hendak membekuk thongleng (pemimpin) mereka. Dua orang si-wi
maju menghadang, sedang Kawan-kawan nya lalu menyingkirkan Hok Gong An
kewuwungan lain rumah.
Bu Tim tumplek seluruh kepandaiannya, dan memang gerakan ilmu pedangnya luar
biasa Cepatnya. Dalam beberapa d jurus saja, dia berhasil melukai 2 orang musuhnya.
Setelah itu, dia makin mengamuk. Meneryang kesana, menyerang kemari. Tangan dan
kakinya berbareng dikerjakan. Dan betul juga penghadang 2 Bun Thay Lay itu menjadi
pontang-panting menghindar. Kini kembali Bun Thay Lay agak longgar. Sekali kaki
dienjot, dia melayang meneryang Hok Gong An!
Pertempuran diatas wuwungan itu, diketahui juga oleh kawanan gi-lim-kun dan
rombongan HONG HWA HWE yang berada disebelah bawah. Belasan Si-wi kelas satu
yang melindungi pemimpin gi-lim-kun itu ternyata tak berdaya untuk menghadang
rangsakan 2 tokoh HONG HWA HWE yang berkelahi laksana harimau lapar itu. 7 atau
delapan orang dari barisan siwi lonCat keatas untuk memberi bantuan. Pertempuran
seolah-olah berhenti sendiri. Semua mata ditujukan kearah wuwungan! Hok Gong An
juga mengerti sedikit ilmu silat. Dia segera menabas dengan goloknya. Berbareng itu 2
batang tombak dan 2 batang golok dari kawanan pengawalnya, menyerang Bun Thay
Lay pula. "Kalau kali ini gagal membekuknya, tentu bala-bantuan keburu datang," pikir Bun Thay Lay. Maka ia telah mengambil keputusan untuk mengadu jiwa.
Dia samplok ke 2 tangannya kearah ke 2 ujung tombak musuh. Begitu keras samplokan
itu, hingga ke 2 tombak itu terpental keatas. Berbareng itu dia dupak dada seorang
penyerangnya, dan tangannya menghantam muka seorang musuhnya yang lain. Sudah
menjadi kebiasaan Bun Thay Lay, sewaktu menyerang dia barengi dengan menggerung.
Sedemikian dahsyat suara gerungannya itu, sehingga pecahlah nyali musuh dibuatnya.
Itulah maka orang kangouw menjulukinya sebagai "pan-lui-Chiu." Pukulan dan
gerungannya seperti geledek kerasnya!
Dua antara 7 siwi yang baru saja melonCat keatas untuk memberi bantuan tadi, saking
kagetnya sudah terpeleset jatuh kebawah lagi. Juga Hok Gong An saking terkejutnya,
kaki tangannya menjadi lemas lunglai. Sebelum lain pengawal sempat berbuat apa-apa,
tangan Bun Thay Lay sudah dapat menCengkeram dada Hok Gong An, terus diangkat
keatas. Seluruh anak buah pasukan Ceng, gi-lim-kun dan siwi, baik yang berada diatas
wuwungan maupun yang disebelah bawah, telah menjadi gempar!
Pada saat itu, ke 2 saudara Siang sudah berhasil merobohkan ketiga siwi lawannya.
Merekapun lonCat kesebelah Bun Thay Lay. Diambilnya senjatanya Cakar terbang yang
berkilat 2, terus diputar 2 merupakan sebuah lingkaran besar. Sudah tentu, tak seorang Anggota pasukan Ceng yang berani mendekati.
Pada lain saat, tampak Hok Gong An mengangkat panji leng ki-nya, seraya berteriak
keras-keras: "Berhenti menyerang! Pasukan gi-lim-kun dan semua siwi, baliklah
kebarisanmu masing-masing!"
Segenap anak buah gi-lin-kun dan siwi, sama terkesiap kaget. Tiga orang siwi yang
husus dititahkan untuk melindungi Hok Gong An, tak hiraukan seruan itu, terus nekad
menyerbu. "Ngo-te, liok-te, simpan senjatamu itu!" seru Bu Tim pada ke 2 saudara Siang.
Ke 2 saudara itu menurut, karena mengira Bu Tim akan membereskan ketiga siwi itu.
Tapi ternyata Bu Tim bertindak lain. Pedang dia djujukan ketenggorokan orang
tawanannya seraya tertawa keras-keras: "Ayo, majulah!"
Ketiga siwi itu merandek, setelah saling memberi isyarat, mereka lonCat menyingkir.
Ketika Bun Thay Lay keraskan tangannya, dan Hok Gong An rasakan lengannya seperti
mau putus. Terpaksa dia berkaok 2: "Lekas mundur, dengar apa tidak!"
Pasukan Ceng dan kawanan siwi terpaksa mundur.
"Ayo, kita sama naik keatas!" ajak Keh Lok.
Rombongan HONG HWA HWE menghampiri tembok, kemudian satu persatu lonCat
keatas wuwungan. Disitu Tio Pan San menCatat Kawan-kawan nya. Selain Ciang Cin
yang tewas, masih ada lagi delapan atau sembilan lainnya yang terluka. Malah ketika
itu, tampak Beng Kian Hiong dan Thian Hong yang memanggul Ciu Ki lonCat keatas.
Rambut nyonya itu terurai, mukanya seperti kertas.
"Mengapa kau juga kemari" Sungguh kau tak tahu menjaga diri!" memaki Tiong Ing.
"Aku maukan anakku, anakku, kembalikanlah anakku!" teriak Ciu Ki tiba-tiba.
Keh Lok terkesiap mendengar nyonya Thian Hong mengoCeh seperti orang yang tak
sadar itu, kemudian dengan gunakan sandi (code) HONG HWA HWE dia mengeluarkan
perintah: "Kita serbu kedalam istana, bunuh raja itu guna membalaskan sakit hati Ciang-sipko!"
Lou Ping menterjemahkan sandi itu kepada Liok Hwi Ching, Thian Keng Siansu, Tbian
San Siang Eng, Hwe Ceng Tong dkk. Mereka sama mengaCungkan senjata tanda setuju.
"Siao Lim Si telah dimusnakan olehnya, hari ini aku akan melanggar pantangan
membunuh!" seru Thian Keng.
"Susiok, kau sungguh baik, tapi mengapa Siao Lim Si musna?" seru Keh Lok dengan
kaget. "Siao Lim Si sudah rata dengan tanah dibakar mereka. Thian Hong suheng telah gugur,"
sahut Thian Keng.
Keh Lok terharu. Kemarahannya makin meluap. Dengan menggusur Hok Gong An,
rombongan HONG HWA HWE berjalan diantara barisan golok dan tombak gilim-kun.
Karena ingat akan keselamatan pemimpinnya, anak buah gi-lim-kun itu tak berani
berbuat apa-apa.
Setelah melalui lapisan yang terakhir dari pasukan Ceng tersebut. orang-orang gagah
itu nampak Sim Hi sudah siap menyambut dengan rombongan anggota HONG HWA
HWE dan berpuluh-puluh 2 ekor kuda. Bergegas-gegas mereka naik kuda, ada yang
sendirian, ada yang bonCengan. Kemudian laksana badai menderu, mereka menyerbu
kearah istana. "CongthoCu, jalan mundur apa sudah siap?" tanya Ji Thian Hong seraya mendekatkan
kudanya kesamping Keh Lok.
"Kiu-ko dkk sudah menunggu dipintu kota. Mengapa kau baru sekarang tiba?" tanya
Keh Lok. "Gara 2 Pui Ju Tek sibangsat itu!" sahut Thian Hong menggeram.
"Ada apa dengan dia?" tanya Keh Lok pula.
"Dialah yang bersekongkel dengan Seng Hong dan Swi Tay Lim dengan membawa
pasukan, malam 2 menyerbu Siao Lim Si. Thian Hong losiansu tetap tak mau keluar,
sehingga binasa ikut terbakar."
"Jadi jahanam 2 itu yang melakukannya?" tanya Keh Lok.
"Ya merekapun merampas putraku!" kata Thian Hong.
Mendengar adik angkat itu punya anak laki 2, ingin benar Tan Keh Lok menguCapkan
selamat kepada Thian Hong, tapi pada saat seperti itu, tak dapat mulutnya ber-kata-
kata. "Thian Keng supeh telah pimpin semua paderi untuk menCari penghianat itu, sehingga
sampai kemari. Kami menuju ke Song Liu Cu (markas HONG HWA HWE di Pakkhia) dan
mengetahui kalau kalian berada di stana Yong Ho Kiong sini," tutur Thian Hong
akhirnya. Kini rombongan HONG HWA HWE itu sudah mendekati Kota Terlarang. Gi-lim-kun dan
kawanan si-wi tetap mengikut dari belakang. Walaupun tak berani menyerang, tapi
mereka tetap tak mau melepaskan musuhnya.
"Kalau kaisar itu sudah mendapat warta dan keburu bersembunyi, tentang menCarinya
didalam istana, kami mohon bantuan ke 2 loCianpwe," kata Thian Hong pada Thian-san
Siang Eng. Setempo dipagoda Liok Hap Ta, Thian Hong pernah saksikan kepandaian sepasang
suami isteri yang tak pernah memberi ampun pada musuhnya. Apalagi ke 2nya orang-
orang suka menang. Penangkapan Hok Gong An tadi, ke 2nya belum memperlihatkan
jasanya. Maka tepatloh kiranya kalau Thian Hong mengajukan permintaan itu kepada
mereka. "Kita nanti lakukan itu!" sahut Thian San Siang Eng.
Sekalipun pikirannya sedang kalut memikirkan puteranya, namun Thian Hong masih
tetap lihai. Dia ambil 4 buah 'Iiu-sing-hwe-bao' (obat pasang yang dapat menyambar
merCon sreng), diberikan kepada Ceng Tik.
"Bila Cianpwe dapat menemukan kaisar, kalau bisa bunuh, bunuhlah saja. Tapi kalau
menemui kesukaran, harap loCianpwe segera lepas api ini selaku pertandaan," pesan
Thian Hong. "Baik!" jawab Kwan Bing Bwe.
Ke 2 suami isteri itu segera lonCat keatas tembok, terus masuk kedalam istana. Gerakan mereka sebat sekali, seakan-akan sepasang garuda. Ketika Hok Gong An berseru
memerintahkan pasukannya membuka pintu istana, ke 2 suami isteri itu sudah tak
kelihatan lagi.
Sewaktu berlarian diatas genteng istana, Thian San Siang Eng segera menghadapi
kesukaran. Karena ruangan dan pintu dalam istana itu tak terhitung jumlahnya. Sukar
rasanya untuk mendapatkan tempat persembunyian raja itu.
"Kita bekuk seorang thaikam!" kata Kwan Bing Bwe.
Ceng Tik setuju. Begitulah ke 2nya melayang turun dan bersembunyi ditempat gelap.
Tak antara lama, didengarnya ada tindakan orang mendatangi. Ketika mereka hendak
membekuknya, ternyata ada pula lain tindakan kaki mendatangi, rupanya bergegas-
gegas seperti ada urusan penting.
"Ke 2 orang itu mengerti ilmu silat rasanya," bisik Ceng Tik.
"Benar, kita kuntit saja," jawab sang isteri.
Tepat dengan itu, ke 2 orang itu sudah lewat disitu. Segera Ceng Tik dan sang isteri menguntitnya. Yang dimuka tubuhnya kurus, nampaknya lebih lihai dari kawannya yang
berperawakan tegap dan tindakan kakinya lebih berat. Berkali 2 si kurus berhenti untuk menunggu, dan setiap kali menyuruh kawannya supaya lekas.
"Lekas, kita harus mendahului, supaya bisa memberi warta kepada baginda," kata orang itu.
Ceng Tik suami isteri girang, karena tanpa sengaja mendapat penunjuk jalan itu. Diam-diam ke 2nya berSyukur kepada si tegap yang lambat gerakannya itu.
Setelah beberapa kali membiluk, tibalah mereka dimuka pagoda Po Gwat Lauw.
"Kau tunggu disini," kata si kurus, lalu masuk.
Thian San Siang Eng mulai bekerja. Mereka memanjat keatas dari samping pagoda.
Tanpa mengalami kesukaran apa-apa, ke 2 suami isteri itu Cepat sudah berada
dipunCak pagoda. Dengan gaetan kaki ketiang serambi, mereka menggelantung dengan
kepala dibawah.
Didalam terdapat sederek jendela panyang, diluarnya ada sebuah lorong. Tampak
sebuah bayangan munCul dibalik kertas penutup jendela. Kwan Bing Bwe ajak sang
suami melorot kesana, lalu gunakan ludah untuk bikin lobang pada kertas jendela dan
mengintai kedalam. Benar seperti yang diharap, Kian Liong tampak duduk disebuah
kursi. Sedang yang berlutut dihadapannya, sikurus tadi, bukan lain adalah Pek Cin,
orang yang pernah bertempur dengan Ceng Tik di HangCiu dahulu.
"Paseban Sui Seng Tian sudah terbakar musna. Tiada seorang penjaganya yang bisa
Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lolos," terdengar Pek Cin melapor.
"Bagus!" seru Kian Liong dengan girang.
"Hamba patut menerima hukuman. Rombongan pemberontak HONG HWA HWE
sebaliknya bisa lolos," Pek Cin berdatang sembah pula.
"Apa"!" teriak Kian Liong.
"Ke 2 thaikam keperCajaan thayhouw hendak menghaturkan selamat dengan arak
beracun. Tapi entah bagaimana, rahasianya ketahuan dan diringkus musuh. Hamba
waktu itu tengah berada di Sui Seng Tian, hingga tak mengetahui kalau mereka telah
lolos gara 2 ke 2 thaikam itu."
Pek Cin tahu bentrokan antara baginda dengan thayhouw, maka kini dia sengaja
timpahkan semua kegagalan diatas bahu ke 2 orang keperCajaan thayhouw tersebut.
Kian Liong menggerang dan tundukkan kepalanya merenung sejenak.
Ceng Tik tunjukkan jarinya kearah Pek Cin, kemudian menunjuk pula kearah kaisar, lalu memberi tanda rahasia dengan isyarat tangan pada sang isteri, maksudnya: "Aku
tempur si Pek Cin dan kau yang membereskan kaisar!"
Kwan Bing Bwe mengangguk. Selagi ia akan menobros jendela, tiba-tiba Pek Cin
kedengaran bertepuk tangan 2 kali. Ceng Tik Cepat-cepat menarik lengan isterinya,
dan mengisyaratkan supaya tunggu dahulu. Benar juga dari balik tempat tidur, lemari, pintu angin, tahu-tahu munCul ah selosin si-wi lengkap dengan senjatanya.
"Pengawal 2 kaisar itu tentu pahlawan 2 kelas satu. Meski kita tak nanti tertangkap oleh mereka, tapi andaikata sampai tak dapat membunuh kaisar itu, bukanlah seperti 'keprak rumput membikin kaget sang ular' saja" Atau seperti menyuruhnya bersembunyi lebih*
rapat. Ah, lebih baik tunggu sampai rombongan HONG HWA HWE datang," demikian
pikir Thian San Siang Eng.
Sementara itu terlihat Pek Cin membisiki salah seorang si-wi, siapa turun kebawah
untuk mengundang orang yang menunggu diluar pagoda tadi.
Orang itu berpakaian jubah warna kuning tua dan tampak menjura dihadapan kaisar.
Ketika mendongak, diluar dugaan Thian San Siang Eng, ternyata adalah seorang Lama.
"Fuinke, kau sudah bekerja dengan baik. Kau tidak sampai menerbitkan keCurigaan
bukan?" tanya baginda,
"Semua telah hamba kerjakan menurut titah baginda. Sui Seng Tian musna sampai
habis," kata paderi itu.
"Bagus, bagus!" kata Kian Liong. "Pek Cin, telah kujanjikan padanya untuk menjadi
budha hidup. Nah, kau uruskanlah!"
Pek Cin mengiakan dan Fuinke tampak berseri-seri kegirangan seraya menghaturkan
terima kasih kepada baginda. Begitulah Pek Cin lalu membawa Lama itu keluar, di ring oleh 2 orang siwi.
Sampai dimuka pagoda, berserulah Pek Cin: "Fuinke, lekas haturkan terima kasih atas
budi kaisar!"
Lama itu melengak kaget. Tadi dia sudah menghaturkan terima kasih kepada baginda,
mengapa pemimpin siwi itu memerintahkan lagi begitu. Tapi iapun lantas berlutut ke-
arah Po Gwat Lauw. Setelah menyembah tiga kali, dia terus akan berbangkit, tapi
mendadak batang tengkuknya terasa ditempeli dengan benda dingin. Ternyata golok
dari ke 2 siwi tadi dilekatkan kebatang lehernya.
"Me............ mengapa-apa" tanyanya ter-iba 2.
"Baginda berkenan mengangkat kau menjadi buddha hidup, maka kini aku akan
mengirim kau kesjorga untuk menjabat pangkat itu," menerangkan Pek Cin dengan
tertawa. Hati Fuinke seperti disiram ds. Insyaplah dia kalau baginda hendak membunuhnya
supaya rahasianya tak bocor. Pada saat itu tangan Pek Cin mengibas, dan 2 golok dari ke 2 siwi itu segera menabas leher Lama yang malang itu.
Dua orang thaikam munCul membawa permadani untuk menutup mayat sang korban.
Menyaksikan kekejaman kaisar itu, makin berkobarlah kemarahan Thian San Siang Eng.
Tengah ke 2 orang itu termangu, sekonyong-konyong berpuluh-puluh 2 orang dengan
menenteng teng menyergapnya.
"Ada pemberontak datang mengaCau, silakan baginda beristirahat kedalam istana,"
teriak Pek Cin dan buru-buru naik keatas menghadap kaisar.
Setelah peristiwa di HangCiu tempo hari, tahulah Kian Liong bahwa pahlawan 2nya itu
bukan tandingannya jago-jago dari HONG HWA HWE Maka tanpa banyak sekali tanya
lagi, kaisar itu terus tinggalkan tempat itu.
Tan Ceng Cik segera melepas sebuah merCon sreng. Selarik sinar terang menobros
diangkasa yang gelap gulita.
"Kami memang sudah menunggu lama, yangan harap kamu bisa lolos!" seru Ceng Tik
keras-keras. Sepasang suami isteri itu tahu kalau rombongan HONG HWA HWE takkan Cepat-cepat
tiba, maka perlulah mereka menCegat kaisar itu dulu. Maka dengan sebat, ke 2nya
menobros masuk dari jendela ruang tingkat keempat.
Kawanan siwi itu tak tahu jelas berapa jumlah musuh yang memasuki istana itu. Maka
sudah tentu mereka menjadi kaget demi melihat dimulut tangga ruangan itu berdiri
tegak seorang tua bermuka merah dan seorang wanita yang sudah beruban rambutnya,
dengan menghunus pedang.
Dua orang siwi maju, tapi begitu beradu senjata, segera merasa betapa sebat gerakan
musuh. Pek Cin gendong baginda dipunggungnya, dikanan, kiri, muka, belakang
dilindungi oleh 4 orang siwi. Dari samping langkah mereka lonCat kebawah, terus turun ketingkat tiga .
Kwan Bing Bwe kibaskan tangannya melepas tiga butir thi-lian-Cu. Begitu musuh
menyingkir, ia enjot kakinya keatas langkan diantara ruang keempat dan ketiga. Dan
seCepat Itu pula, ia tusukkan ujung pedangnya kearah Kian Liong.
Pek Cin terkesiap dan mundur 2 tindak. Berbareng itu, 2 orang siwi segera
menghadang serangan Kwan Bing Bwe.
Bertarung dengan tiga orang siwi, segera Ceng Tik mengetahui bahwa lawannya itu
berat 2. Segera dia keluarkan ilmu simpanannya merangsak kian kemari agar tak
sampai terlibat oleh pengerojokan itu.
Pek Cin bersuit, dari empat ujung munCul ah 4 orang siwi. Malah ada lagi tiga orang siwi munCul dari belakang. Ke7 orang itu kini mengerubuti Ceng Tik. Betapa lihainya jago
tua dari Thian San Itu, namun kewalahan juga menghadapi kerojokan 7 orang jago
istana kelas satu.
Kira-kira berlangsung belasan jurus, Ceng Tik menangkis tusukan tombak dari sebelah
kiri, Tapi berbareng itu sebuah Cambuk menghantam lengan kanannya.
Bukan kepalang sakit dan marahnya Ceng Tik sesaat itu. Berpuluh tahun ini belum
pernah dia rontok bulu romannya apalagi terluka seperti saat itu. Pedang segera
dipindahkan ketangan kiri, dengan gerak "angin pujuh menggulung padang pasir,"
didesaknya kawanan siwi itu kebelakang. Lalu sebat luar biasa, dia tusuk perut orang yang menCambuknya tadi.
Nampak suaminya terluka, Kwan Bing Bwe merangsek ke muka untuk menggabungkan
diri. Kemudian ke 2nya mundur ketingkat ke 2.
Mengetahui rombongan HONG HWA HWE tetap belum munCul, karena kuatir kawanan
siwi itu akan melibatnya dalam suatu pertempuran hebat, buru-buru Ceng Tik menobros
keluar pagoda untuk melepas api pertanda lagi.
Ketika masuk kedalam lagi, dilihatnya sang isteri tetap menjaga ditangga loteng dengan gigih sekali. Setiap beberapa jurus, ia mundur setingkat. Betul-betul setiap jengkal dipertahankan mati-matian. Untungnya, tangga loteng itu sempit, hingga hanya Cukup
untuk berkelahi tiga atau empat orang saja. Sekalipun begitu, Kwan Bing Bwe tampak
keripuhan juga.
Tiba-tiba dalam pikiran Ceng Tik terkilas suatu siasat jakni "menyerang untuk bertahan."
Maka seCepat itu pula, dia menyerbu kearah kaisar. Begitu kawanan siwi serentak
melindungi baginda, siang 2 dia sudah menyingkir lagi untuk menggempur para
pengerojok Kwan Bing Bwe. Kalau banyak sekali orang datang memberi bantuan, Ceng
Tik serang baginda lagi. Dan kembali kawanan siwi itu mengerumun baginda.
Demikianlah dengan Cara bertempur begitu musuh kaCau dibuatnya.
Selagi musuh kaCau, Ceng Tik dapat melukakan 2 orang lagi. Kwan Bing Bwe pun naik
pula keatas untuk merangsek.
Melihat gelagat kurang baik, Pek Cin berseru kepada seorang siwi: "Ma-hengte, kau
gendong baginda ini!"
Orang she Ma itu ternyata adalah Ma King Hiap, itu siwi yang pernah ditawan HONG
HWA HWE ketika pertempuran di Hang-Ciu dahulu, yang kemudian setelah diadakan
perundingan perserikatan, dia dilepaskan lagi.
Setelah kaisar didukung Ma King Hiap, Pek Cin bersuit seraya menerkam Ceng Tik. Dia
adalah ahli kenamaan dari Cabang Ko Yang Pai. Ilmu eng-jiao-kong (Cakar elang)
sangat dimalui dikalangan kangouw. Meski dia setingkat dibawah Ceng Tik, namun
dalam berpuluh jurus, masih dapat dia melayani dengan berimbang. Malah diam-diam
Ceng Tik mengeluh, karena sukar untuk loloskan diri dari libatan orang she Pek itu. Apa lagi lengannya kanan terluka makin lama makin terasa sakitnya. Dalam keadaan begitu, bertarung dengan Pek Cin seorang saja, dia sudah kepayahan apalagi kini dikerojok
empat-lima orang siwi.
Sepasang jari Pek Cin yang bagaikan Cakar besi itu me-layang 2 menginCar bagian 2
yang berbahaya dari tubuh musuh. Ceng Tik tumplek seluruh perhatiannya untuk
melayani Cengkeram maut itu, jadi dia agak lengah akan lain-lain serangan. Maka pada lain saat tahu-tahu punggungnya tertusuk ujung pedang salah seorang si-wi yang
menyerang dari belakang.
Tengah si-wi itu. bergirang hati, seCepat kilat Ceng Tik berputar untuk menghantam
kepala lawan tersebut dengan sikunya. Begitu sebat dan dahsyat hantaman itu,
sehingga si-wi tersebut tak sempat mundur dan seketika itu juga batok kepalanya
pecah. Tapi dalam pada itu, keadaan Ceng Tik makin payah. Tahu dia kalau tusukan pedang
tadi telah mengenai bagian yang berbahaya, dan insyap kalau ia tentu binasa ditempat itu. Dia menggerung keras, seperti harimau terluka. Saking kagetnya, Pek Cin mundur
setindak, Ceng Tik timpukkan pedangnya kearah baginda.
Melihat pedang melayang datang, hendak Ma King Hiap menghindar, tapi kalah Cepat.
Dan karena kuatir baginda terluka, si-wi itu menangkis dengan tangannya. Tapi tim-
pukan Ceng Tik itu, adalah timpukan dari orang yang mendekati ajal, karena marah dan penasaran telah tumplek seluruh sisa tenaganya yang masih ada, maka dapat
dibayangkan betapa dahsyatnya. Maka sudah tentu tangan kosong Ma King Hiap tak
dapat menahannya, 'brekk', tangan King Hiap papas separoh, dan pedang tetap
memberosot masuk kedada terus menembus kebelakang, kepunggung...............
Ceng Tik bersorak girang. Puas dia dengan hasil timpukannya itu, ia pikir Ujung
pedangnya tentu dapat mengenai tubuh baginda. Selebar jiwanya yang sudah setua itu,
ditukar dengan jiwa seorang kaisar, sungguh lebih dari berharga.
Melihat ujung pedang menembus dada Ma King Hiap, Pek Cin dan kawanan si-wi pun
terkesiap kaget. Begitu pula Kwan Bing Bwe ketika menampak suaminya terluka.
Serentak mereka sama berhenti bertempur dengan sendirinya, masing-masing
memburu untuk menolong fihaknya.
Pek Cin membopong baginda dengan hati-hati, seraya bertanya: "Baginda, bagaimana?"
Wajah Kian Liong puCat seperti kertas, namun dia Coba untuk berlaku tenang, katanya
dengan tersenyum: "Syukur aku. sudah membuat penjagaan lebih dulu." Ujung pedang
Ceng Tik tadi menembus punggung King Hiap sampai setengah kaki, hingga pakaian
kaisar yang ber-lapis 2 itu kerowak dibuatnya. Pek Cin berdebar 2, namun dia heran
juga mengapa baginda tak kena apa-apa, katanya: "Baginda mempunyai rejeki sebesar
langit, sungguh mendapat lindungan dari para arwah."
Kiranya semenjak baginda bermaksud mengingkari janjinya. dengan HONG HWA HWE
dia sangat menguatirkan akan pembalasan dari kawanan orang gagah itu. Teringat akan
kejadian 20 tahun yang lalu., dimana almarhum ayahandanya, kaisar Yong Ceng, telah
dibunuh seCara mengenaskan oleh pembunuh gelap, hati kaisar itu menjadi kedar dan
jeri. Maka sengaja dia pakai baju 'kim-si-joan-kah', baju benang emas yang tahan
baCokan senjata tajam. Dan ternyata baju itu telah menolong jiwanya.
Pek Cin menggendong Kian Liong pula. Kini ditangga loteng sudah tak nampak ke 2
suami isteri penghadang itu. Dia bersuit keras, dan kawanan si-wi segera melindunginya pula, untuk turun kebawah.
Hampir sampai diambang pintu pagoda, tiba-tiba Kian Liong mengeluarkan jeritan
tertahan, terus meronta 2 turun dari gendongan Pek Cin. Ternyata diambang pintu,
tegak berdiri Tan Keh Lok, dibelakangnya kelihatan barisan ujung pedang dari kawanan orang gagah yang lain.
Kian Liong terus berputar dan lari balik keatas lagi. Sedang kawanan si-wi pun segera ikut untuk melindunginya. Ada 2 orang si-wi yang agak lambat mengangkat kaki, telah diCegat oleh ke 2 saudara Siangi Beberapa jurus saja, ke 2 si-wi itu telah dapat
dibunuh. Kiranya setelah nampak pertandaan dari api merCon yang dilepas Ceng Tik, Tan Keh
Lok dkk segera menuju ke Po Gwat Lauw. Tapi disepanyang jalan, selalu dirintangi oleh kawanan si-wi. Hal ini telah membuat kedatangannya agak terlambat sedikit.
Setiba di Po Gwat Lauw, mereka dapatkan kaisar sedang dilibat oleh Thian San Siang
Eng. "Jahanam, kau juga disini!" Bun Thay Lay menggerung demi melihat Seng Hong dan
Swi Tay Lim juga berada disitu.
Kian Liong sendiripun sedari tadi belum mengetahui akan kedatangan ke 2 orang itu,
maka dia lantas berteriak supaya mereka turut menangkap pada orang-orang HONG
HWA HWE itu. Tan Keh Lok segera pecah rombongannya. Setiap lorong dan undak 2an disuruhnya
jaga keras. Bu Tim menjaga tmdak 2an bawah dari loteng ketiga, sedang Siang-si Siang Hiap menjaga diatas, Tio Pan San, Tay Hiong, Tay Tian, menjaga dibawah, tak nanti
Kian Liong dapat lolos dari kepungan itu.
Ceng Tong kuCurkan air mata ketika nampak suhunya tengah memeluk pada suaminya.
Iapun turut menghampiri. Ceng Tik mengeluarkan darah terus menerus Hwi Ching pun
datang dan mengambil obat luka lalu ditempelkannya. Namun kesemuanya itu tak
banyak sekali menolong. Ceng Tik tersenyum tawar dan meng-gelengskan kepala
kepada Kwan Bing Bwe:
"Maafkan aku............ Berpuluh-puluh tahun kumembuat kau hidup getir, bila nanti kau kembali kedaerah Hwe, dan bersama Wan......... Wan-toako menjadi suami isteri.........
aku dialam baka, akan merasa lega. Liok-hengte, tolong kau bantu aku untuk
menjadikan soal itu............"
Tapi mendadak alis Kwan Bing Bwe terangkat naik, ia mengelah napas: "Selama
beberapa bulan ini, apakah kau masih belum menginsyapi betapa perasaan hatiku
kepadamu?"
Ingin Hwi Thjing menasehati wanita itu, supaya mengiakan saja segala kata-kata
suaminya yang sudah mendekati ajalnya itu, biar lega. Tapi belum sampai dia membuka
mulut, tiba-tiba terdengar Kwan Bing Hwe berteriak: "Kalau sudah begini, tentu puaslah kau!"
Berbareng dengan uCapannya itu, pedang yang dipegang itu ditusukkan
ketenggorokannya sendiri. Darah menyembur keluar, dan jago wanita itu roboh binasa
seketika. Dengan demikian tamatlah riwajat dari seorang wanita yang selama hidupnya, selalu merasa tak berbahagia.
Saking terkesiapnya, Ceng Tong dan Hwi Ching tak keburu menCegah perbuatan wanita
yang keras hati itu. Ceng Tik tertawa puas. Tapi pada lain saat, suara ketawanya itu segera sirap dengan tiba-tiba.
Hwi Ching berjongkok untuk memeriksanya. Ternyata Ceng Tik telah memeluk sang
isteri. Diantara kobakan darah, ke 2nya bersama 2 menghembuskan napas.
Ceng Tong mendumprah disamping ke 2 suhunya, menangis sedu-sedan seperti anak
kecil. Sementara itu Tan Ke Lok sudah sambut khim dari Sim Hi dan mendamprat Kian Liong:
"Yangan kata tentang perjanjian persekutuan di Liok Hap Ta, sedang di Hayleng kita
pernah kuCurkan darah, bersumpah takkan saling menCelakan. Tapi kenyataan, kau
akan meraCuni aku! Apa katamu sekarang?"
Habis berkata, khim dibanting kelantai. Sebuah benda pusaka yang ribuan tahun
umurnya, kini menjadi kepingan kayu.
"Kau akui musuh sebagai ayahmu untuk menindas rahajat. Kau merupakan musuh
rahajat yang Cinta tanah airnya! Hubungan darah antara kita ber 2, mulai saat ini
putuslah sudah dan kini juga akan kuminum darahmu untuk menebus hutangmu pada
ke 2 loCianpwe, pada saudara-saudaraku dan pada rahajat sekalian".
Kata-kata yang diuCapkan Tan Keh Lok dengan keren itu, telah membuat Kian Liong
puCat pasi. "Kita mensuCikan diri digereja Siao Lim Si untuk membebaskan diri dari urusan dunia.
Tapi mengapa kau utus pembesar jahat untuk membakar gereja kita" Hari ini biarlah
aku akan membuka larangan membunuh", seru Thian Keng.
Seng Hong rupanya tak tahan. Dia meneryang dengan tojanya. Tapi paderi dari Siao
Lim Si itu tetap tenang 2 saja. Begitu tongkat lawannya tiba, dia segera menyawut daa menariknya. Seng Hong tak dapat mempertahankan kuda 2nya, terus memberosot
jatuh. Membarengi itu Thian Keng menghantam dan separoh kepala orang she Seng itu
melesak kedalam. Dia mati seketika!
Tatkala tangan kanan Thian Keng mengibas, tongkat Seng Hong itu telah patah menjadi
tiga. Menampak kegagahan yang luar biasa dari paderi tersebut., kawanan siwi disitu
menjadi pecah nyalinya.
Hanya Pek Cin yang terpaksa memberanikan diri. "Biar kuminta pengajaran dari
Losiansu untuk beberapa jurus saja!" tantangnya.
Thian Keng hanya mengeluarkan suara jemu, terus akan melangkah maju.
"Susiok, kau telah turunkan 'Hong-liang-sip-pat-Ciang' padaku, idinkan teCu
menCobanya, mana yang salah harapsusiok kasih unjuk!" tiba-tiba Keh Lok berseru.
"Baiklah!" sahut Thian Keng.
"Pek-loCianpwe, silakan!" kata Keh Lok, terus mengirim pukulannya.
Pek Cin tak menghindar, ia menangkis, tapi begitu saling bentrok, dia rasakan separoh tubuhnya kesemutan. Dia sangat terkejut. Belum setengah tahun dia bertempur dengan
ketua HONG HWA HWE itu di HangCiu, itu waktu kekuatannya berimbang, Tapi kini,
ternyata dia sudah bukan tandingannya lagi.
Tan Keh Lok mengirim serangan lagi, malah dengan 2 tangan sekali gus. Yang satu,
Pek Cin berkelit dan yang satunya ditangkis. Tapi seCepat itu dia lantas lonCat
menyingkir seraya berseru: "Tahan!"
"Dia 'kan penolongmu, mengapa kau layani dia berkelahi!" tiba-tiba Kian Liong
menyelatuk. Kini insyaplah Pek Cin bahwa baginda mencurigainya.
Dia mengambil sebatang golok dari seorang siwi, katanya: "CongthoCu, aku bukan
tandinganmu."
"Aku hargakan kau sebagai seorang hohan. Asal kau tak menjual jiwa untuk kaisar ini, silaukan kau tinggalkan tempat ini!" kata Keh Lok.
Tio Pan San yang menjaga dijendela timur, lantas memberi jalan. Tapi bukannya segera berlalu, Pek Cin kedengaran tertawa hampa: "Terima kasih atas kebaikan kalian. Tapi
karena tak dapat melindungi baginda, aku menjadi seorang yang put-tiong (tak sstia).
Tak dapat membalas budimu, aku menjadi seorang put-gi (tak bermoral). Put-tiong dan
put-gi, adakah kau masih berharga untuk hidup didunia?" Belum lagi semua orang
mengerti apa yang dimaukan, sekonyong-konyong Pek Cin menabas batang lehernya
sendiri. 'Bluk', buah kepalanya tahu-tahu jatuh dilantai.
Kemudian Keh Lok pimpin Ceng Tong keruangan dalam. Badi-badi mustika diserahkan
kepada nona itu, katanya: "Ceng Tong, ayah bundamu, kakak dan adikmu, ke 2 suhumu
serta berpuluh-puluh 2 ribu suku bangsamu, semua binasa ditangannya. Mari, kau
bunuh dia dengan tanganmu sendiri!"
Segera Ceng Tong maju menghampiri Kian Liong. Swi Tay Lim Coba menghadang, tapi
segera disambar dari samping oleh Bun Thay Lay, terus diCengkeram, punggungnya
diangkat naik, dihantam berulang-ulang. Ketika dilepaskan, Swi Tay Lim sudah numprah ditanah, seperti segumpal daging. Tulang 2nya sudah patah 2 semua.
Bun Thay Lay masih ingat akan hinaan dari musuhnya itu, yang pernah memukulinya
ketika dia tertangkap. Maka kali ini, dia umbar napsunya untuk melampiaskan sakit hati itu.
Kini tinggal 5 atau enam orang siwi saja yang masih disamping Kian Liong. Maka Bun
Thay Lay hanya tertawa dan berdiri disamping untuk mengawasi Ceng Tong
menghampiri baginda. Tapi baru saja Ceng Tong berjalan beberapa tindak, tiba-tiba
Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dibawah pagoda terdengar suara hiruk pikuk.
Tio Pan San melongok kejendela dan dapatkan diluar Po "Gwat Lauw ribuan tentara
tengah membawa obor. Mereka adalah pasukan gi-lim-kun, siwi, thaikam 2 yang pandai
ilmu silat, kira-kira sejumlah ribuan. Tiau Hwi, Li Khik Siu dan The jin-ong sibuk
memberi perintah.
Bun Thay Lay menghampiri jendela dan berseru dengan lantang: "Kaisar ada disini.
Siapa yang berani naik, kaisar ini segera akan kujadikan frikadel lebih dulu!"
Mendengar suara yang menggeledek dari Pan-lui-Chiu itu, suasana berisik itu sirap
seketika. Thian Hong beserta Sim Hi segera lemparkan mayat Pek Cin, Swi Tay Lim, Ma
King Hiap, Seng Hong dkk.nya kebawah. Melihat, jago-jago yang tangguh itu sudah
menjadi mayat, mereka tambahi jeri lagi dan makin Cemas akan keselamatan baginda.
Juga orang-orang gagah HONG HWA HWE itu sama berdiam diri untuk menantikan
Ceng Tong, siapa dengan badi-badi yang bergemerlapan tengah maju setindak demi
setindak kearah Kian Liong.
Dalam suasana yang menyeramkan itu, tiba-tiba dari balik tempat tidur diruangan situ, sebuah bayangan ber-gerak-gerak terus menghadang dimuka baginda. Ceng Tong
merandek untuk mengawasinya. Ternyata dia adalah seorang tua yang berambut putih,
tangannya memondong seorang baji. Sambil tertawa dingin, dengan tangan kanan,
orang tua itu mengangkat si baji kemuka, sedang tangannya kiri mendekap leher sibaji.
Sekali jari 2nya itu dikenCangkan, tak ampun lagi baji tentu binasa.
Baji itu putih montok, menyenangkan sekali dan tengah asjik mengisap jarinya.
Mendadak memberosot dari belakang sang ibu dan menjerit keras: "Kembalikan
anakku!" Terus saja ia akan. maju merebutnya.
"Majulah, kalau kau ingin menerima mayat baji, mari!" orang tua itu menganCam.
Ciu Ki linglung seperti kehilangan semangat.
Kiranya orang tua itu adalah bekas Sunbu dari wilayah Anhui, Pui Ju Tek. Ketika dia
kembali kekampungnya di Hokkian, dia akan mengambil selir, tapi diobrak-abrik oleh
orang-orang gagah HONG HWA HWE Berkat siasatnya yang liCin, dia berhasil loloskan
diri. Kemudian dia menggabungkan diri dengan Seng Hong dan Swi Tay Lim. Dari ke 2
orang itu, diketahuinya kalau baginda bermaksud akan menumpas orang-orang H.H.H,
Untuk meriCari pahala, Sunbu itu telah mengatur renCana."
Dengan membawa sejumlah besar pasukan, dia menggerebek gereja Siao Lim Si pada
tengah malam. Gereja itu dibakarnya, dimana turut pula binasa pemimpin pertamanya
Thian Hong Siansu. Kemudian dirampasnya pula putera Ciu Ki yang masih baji itu. Dia
anggap, hal itu sebagai jasa kepada negeri, maka diajaklah Swi Tay Lim dkk. ke Pakkhia untuk menghadap kaisar.
Malam itu juga baginda menitahkan mereka menghadap untuk ditanya lebih jelas
apakah gereja Siao Lim Si masih meninggalkan sisa. Begitulah malam itu ketiganya
pergi menghadap baginda di Po Gwat Lauw. Tak mereka sangka kalau disitu mereka
kesamplokan dengan rombongan Tari Keh Lok yang tengah mengamuk.
Pui Ju Tek buru-buru bersembunyi dibelakang tempat tidur. Tak berani dia nampakkan
diri. Tapi ketika diketahuinya suasana sangat gawat, meskipun dia tak bisa silat, tapi dengan tipu dayanya yang liCin, dia munCul menghadangi.
"Ayo, kamu semua keluar dari istana. Nanti kukembalikan baji ini!" kembali situa itu berseru setelah merasa mendapat angin.
"Setan tua, kau tentu akan menipu kami!" bentak Ceng Tong, yang karena
kemarahannya, sampai lupa kalau ia memaki dengan bahasa Ui. Sudah tentu semua
orang tak mengerti maksudnya.
Sungguh hal yang tak terkirakan sama sekali oleh orang-orang gagah itu. Mereka telah ambil putusan, kaisar tentu takkan lepas dari kebinasaan. Sekalipun pasukan istimewa dikerahkan untuk menolongnya, mereka tetap akan membunuh kaisar itu, sekalipun
mereka harus berkorban jiwa. Tapi renCana itu digagalkan serta merta oleh seorang tua yang tak pandai silat, tak membawa senjata apa-apa, keCuali seorang anak baji. Semua orang sama memandang kepada Tan Keh Lok untuk menanti keputusannya.
Ketua HONG HWA HWE itu memandang pada Ceng Tong. Sakit hati yang diderita nona
itu melebihi lautan besarnya, tak boleh tidak, harus dibalaskan. Dan ketika ketua itu memandang kearah jenazah Thian San Siang Eng dan Ciang Cin, hatinya seperti disajat
sembilu. Namun ketika nampak wajah Cemas dari Thian Hong dan Ciu Ki, hatinya
bersangsi. Dengan sorot mata yang Cemas sayang, sepasang suami isteri itu tak hentinya
mengawasi orok yang berada dalam telapak tangan Pui Ju Tok, tangan yang penuh
dilingkari dengan otot besar 2. Anak yang baru berusia 2 bulan nampak tertawa 2,
memain dengan jari tangan situa. Sedikitpun dia tak mengetahui, bahwa jari 2 itu kalau tak kebetulan, hakal merampas jiwanya.
Tan Keh Lok alihkan pandangannya. Dilihatnya sorot mata. Thian Keng yang tadinya
penuh dengan hawa pembunuhan, kini berganti dengan sorot yang mengunjuk kewelas-
asihan. Liok Hwi Ching kedengaran mengeluarkan elahan napas. Tiong Ing gemetar,
jenggotnya yang putih turut bergoyang 2. Sedang Ciu-naynay ternganga mulutnya,
seperti orang kena sihir.
"Kepada kaum kita, Ciu-loCianpwe telah bunuh putera keturunannya sendiri. Baji itu
adalah untuk menyambung keturunan satu 2nya......... tapi kalau dia (kaisar) tak
dibunuh sekarang, mungkin tak ada kesempatan yang sebagus ini lagi dan sakit hati
kita tentu takkan terbalas selama-lama-nya", demikian Keh Lok me-nimbang 2 dalam
pikirannya. Tengah dia bingung mengambil putusan, terdengar Ciu Ki menjerit seraya akan
menyerbu kemuka, tapi diCegah oleh Lou Ping dan Wan Ci hingga ia meronta-ronta
seperti orang kalap. Pemandangan itu, telah membuat Bu Tim, Bun Thay Lay ke 2
saudara Siang, orang-orang yang biasa membunuh orang tanpa terkesip, kini menjadi
tak tega hatinya.
Tiba-tiba Ceng Tong balik kembali untuk serahkan badi-badi para TanKeh Lok, bisiknya:
"Yang mati tetap mati! Biarlah anak itu dididik, agar kelak dapat membalaskan sakit hati kita!"
Keh Lok mengangguk, lalu dengan suara lantang dia berseru pada Pui Ju Tek: "Baiklah, kami menyerah. Kami tak membunuh kaisar, dan kau serahkan orok itu padaku!"
Untuk membuktikan kata-katanya, badi-badi disarungkan, lalu angsurkan ke 2
tangannya untuk menyambuti sibaji.
"Hm, siapa sudi memperCajaimu" Nanti kalau kamu sudah keluar dari istana, baru orok
ini kuserahkan!" Pui Ju Tek menjawab dengan dingin.
"Kami kaum HONG HWA HWE selalu memegang kata-kata tak pernah ingkar janji. Masa
kami akan menipu seorang tua!" Keh Lok sangat gusar.
"Ya, tapi aku tetap tak mau perCaja". kata situa bangka.
"Sudahlah, mari ikut kami keluar!" ajak Keh Lok.
Pui Ju Tek bersangsi. Tapi Kian Liong yang mengetahui jiwanya tertolong, tak
mempedulikan keadaan tua bangka itu lagi, serunya: "Turut saja pada mereka. Jasamu
sangat besar, aku tentu takkan melupakan".
Hati Pui Ju Tek menjadi tawar. Kaisar mau supaya dia berkorban, untuk itu kaisar akan mengganjarnya pangkat besar (seCara posthum).
"Hamba haturkan terima kasih atas budi baginda", katanya dengan hati yang berat,
kemudian berpaling kearah Tan Keh Lok, katanya: "Ya, aku ikut. Akupun sudah tak
menyayang selebar jiwa yang sudah bangkotan ini!"
Nyata dia harap Tan Keh Lok suka mengampuninya seorang tua, tapi anak muda itu tak
menghiraukan, sahutnya: "Dosamu sudah lebih dari takeran, maka harus lekas-lekas
masuk keneraka!"
"Lekas ikut mereka!" bentak Kian Liong yang kuatir kalau memakan tempo kelwat lama,
yangan-yangan nanti timbul perubahan buruk lagi.
"Kalau aku ikut keluar, yangan-yangan kau tinggalkan beberapa kawanmu untuk
menCelakakan baginda", Pui Ju Tek tak pedulikan perintah kaisar dan masih mengotot.
"Apa kehendakmu?" sahut Keh Lok gusar karena jengkelnya.
"Kuakan persilakan baginda tinggalkan tempat ini dahulu, setelah itu baru aku ikut
padamu", kata Pui JuTek. "Baik", sahut Keh Lok.
Tanpa hiraukan etiket kaisar lagi, Kian Liong terus lari kepintu. Ketika lewat disamping Tan Keh Lok, tiba-tiba ketua HONG HWA HWE itu memegangnya. Sebelum orang dapat
menduga apa-apa, tangan kiri Keh Lok sudah diayunkan beberapa kali untuk menampar
muka Kian Liong, seketika muka kaisar itu benjol 2 matang biru.
"Kau ingat apa tidak sumpahmu dulu itu?" Keh Lok mendampratnya.
Kian Liong tak menjawab, Keh Lok dorong tubuh kaisar itu hingga sempoyongan, siapa
tanpa hiraukan apa-apa, keCuali keselamatan jiwanya, terus lari tunggang langgang
keluar dari pagoda.
"Sekarang serahkan orok itu padaku!" seru Keh Lok.
Pui Ju Tek melihat kesana kemari, hendak dia menCari akal lagi untuk lolos. Sebagai
seorang pembesar jahat yang sudah bandotan, segera dia nampak suatu harapan pada
diri Tio Pan San, yang dilihat dari wajahnya yang berseri-seri itu, tentu orangnya penuh welas asih.
"Lebih dulu akan kusaksikan sendiri bahwa baginda tak kurang suatu apa, baru
kuserahkan baji ini!" katanya seraya melangkah kejendela.
"Kura-kura tua, mati kau sudahlah pasti, yangan banyak sekali tingkah!" memaki Siang Pek Ci. sambil mengikutinya dari belakang-. Begitu baji diserahkan, dia akan turun
tangan meremuk bandot tua itu.
Kian Liong ternyata sudah keluar dari Po Gwat Lauw dan disambut oleh para siwi.
"Penghianat busuk!" Tio Pan San memakinya.
Demi melihat barisan siwi berada dibawah pagoda, timbul ah pikiran nekad dari Pui
JuTek. Daripada menunggu kematian diatas pagoda, lebih baik dia terjun kebawah
saja. Besar kemungkinannya tentu ada siwi yang berkepandaian tinggi akan
menyanggapinya dari bawah. Tapi andaikata sampai tak ada yang menolong, diapun
akan mati bersama 2 orok itu.
Secepat dapat pikiran, secepat itu pula dia terus loncat dari mulut jendela.
Semua orang sama. menjerit kaget. Siang Pek Ci sebat sekali terus ulurkan Hui-Cao
(Cakar terbang) untuk menggaet kaki Pui Ju Tek, terus ditariknya. Seorang tua lemah
seperti Pui Ju Tek, mana dapat menahan tarikan itu. Seketika tubuhnya kaku, berbareng itu orok terlepas dari genggamannya/ Dua-'nya kini melayang jatuh!
Tanpa pikir lagi Tio Pan San enjot tubuhnya keluar. Dengan kepala menjulai
(menjungkel) kebawah, dia ulur sebelah tangannya untuk menjambret kaki si orok, dan
berbareng itu tangannya kanan menyambitkan tiga biji piauw beracun kearah batok
kepala dan dada Pui Ju Tek.
Semua orang, baik kawan maupun lawan, sama menjerit kaget. Tapi selagi melayang
turun itu, Tio Pan San sudah empos semangatnya. Pertama, dia tarik orok itu untuk
dikempit, kemudian begitu sang kaki menginjak bumi, dia sudah gerakkan ilmu "hun
Chiu" dari Thay-kek-kun, untuk menghalau serangan dari 2 orang siwi yang
meneryangnya. Sedang lain-lain siwipun segera maju mengepung.
Ke 2 saudara Siang, Thian Hong, Ciu Tiong Ing dan Bun Thay Lay, serentak lonCat
kebawah untuk melindungi Tio Pan San.
Pan San melihati orok itu ternyata masih memain dengan kaki dan tangannya sembari
ter-tawa 2. Seolah-olah kejadian yang hampir mengambil jiwanya itu, tak dirasakannya.
Segera Keh Lok dorong Hok Gong An kemulut jendela, serunya keras-keras: "Kamu
menghendaki keselamatannya apa tidak?"
Saat itu ternyata Kian Liong masih disitu. Hanya kini berada dibawah lindungan barisan siwi yang kokoh, dia tak takut lagi. Demi diketahui Hok Gong An tertawan, berobahlah wajahnya.
"Tahan, tahan!" serunya berulang-ulang.
Pasukan siwi segera mundur, sedang Ciu Tiong Ing dkk. pun tak mengejarnya.
Mengapa kaisar begitu sayang kepada Hok Gong An"
Kiranya permaisuri kaisar itu, adalah adik perempuan dari menteri besar Pok Heng. Pok Heng mempunyai isteri yang luar biasa Cantiknya. Ketika masuk keistana, wanita Cantik itu telah dapat menCuri hati Kian Liong, siapa lalu mengadakan hubungan gelap. Hasil dari perhubungan rahasia itu, ialah lahirnya Hok Gong An itu.
Pok Heng mempunyai 4 orang putera. Tiga dari mereka, diangkat menjadi huma
(menantu raja). Kian Liong paling menyayangi Hok Gong An. Karena tak mengetahui
latar belakangnya, Pok Heng beberapa kali mohon pada kaisar Kian Liong, supaya
berkenan mengambil menantu pada Hok Gong An. Tapi dengan tersenyum, kaisar itu
selalu menolak.
Kian Liong mempunyai banyak sekali putera. Tapi anehnya, dia paling sayang kepada
Hok Gong An, puteranya yang tak resmi itu. Roman Hok Gong An mirip sekali dengan
Tan Keh Lok, ini disebabkan ke 2nya itu masih ada hubungan darah antara paman
dengan keponakan.
Tan Keh Lok tak mengetahui hubungan rahasia itu, tapi demi dilihatnya kaisar menjadi gelisah, dia mendapat akal bagus. Dengan menggusur Hok Gong An, dia ajak semua
saudaranya turun kebawah. Demi sudah diluar pagoda, Ciu Ki segera merebut anaknya
dari tangan Tio Pan San. Orok itu segera dipondong dan diCiumnya berulang-ulang
seperti orang mendapat mustika yang sangat berharga.
Po Gwat Lauw yang biasanya dikitari oleh taman padang pasir yang sunyi senyap, kini
merupakan medan perang. Diseberang sini rombongan HONG HWA HWE dan
rombongan paderi Siao Lim Si, sedang disana tampak berjajar barisan siwi dan pasukan gi-lim-kun.
Li Khik Siu tahu isi hati kaisar, lalu tampil kemuka, katanya. "Tan-CongthoCu, lepaskan Hbk-thongleng, nanti kamipun lepaskan kalian sampai keluar kota!"
"Apa kata baginda?" tanya Keh Lok.
Muka kaisar yang kena tampar tadi, masih panas sakitnya. Maklum dia seorang kaisar
yang seumur hidupnya belum pernah merasakan tamparan, apalagi yang menampar
Seorang ahli silat seperti Tan Keh Lok. Namun nampak puteranya teranCam bahaya,
ditahannya juga rasa sakit itu, serunya: "Kau boleh pergilah!"
"Baik, kuminta Hok-thongleng yang mengantarkan kami sampai keluar kota!" kata Keh
Lok bersenyum. Dan sebelum pergi, ketua HONG HWA HWE itu berteriak keras-keraskepada kaisar:
"Rahajat di seluruh negeri selalu ingin bisa memakan dagingmu dan membeset kulitmu.
Kalau kau bisa hidup seratus tahun lagi, seratus tahun itu pula kau bakal hidup dalam keCemasan. Setiap malam setan 2 akan mengganggu tidurmu!"
Sehabis itu, sembari menggiring Hok Gong An dan mengusung jenazah Thian San Siang
Eng serta Ciang Cin, rombongan orang gagah itu segera tinggalkan istana, di ring oleh ribuan pasang mata dari barisan siwi dan gi-lim-kun yang hanya dapat mengawasi, tapi tak berani mengejar.
Tak lama setelah keluar dari istana, 2 orang penunggang kuda memburunya. Itulah Li
Khik Siu, siapa kedengaran berseru:
"Tan-CongthoCu, Li Khik Siu ingin membicarakan, sesuatu."
Ternyata kawannya yang seorang, adalah Can Tho Lam, tangan kanan Ciangkun itu.
Begitu sudah dekat Li Khik Siu berkata pula: "Baginda mengatakan, kalau Hok-
thongleng dilepas tak kurang suatu apa, apa permintaanmu, baginda akan
mengabulkan."
"Hm, siapa yang masih dapat memperCajai kata-kata kaisar jahanam itu!" balas Keh Lok dengan tawar.
"Mohon Tan-CongthoCu mengatakan, biar SiaoCiang yang menyampaikan," Li Khik Siu
mengulangi permintaannya.
"Baik!" kata Keh Lok. "Pertama, baginda harus mengeluarkan uang dari kas negara
untuk membangun lagi gereja Siao Lim Si. Arca 2 Buddha disitu, harus lebih besar dari dahulunya. Pembesar 2 pemerintah dilarang mengganggu gereja itu se-lama-lamanya."
"Hal itu dapat dilaksanakan," sahut Li Khik Siu.
"Ke 2, baginda tak boleh menindas suku 2 dari daerah Hwe. Semua tawanan perang,
laki atau perempuan, harus segera dilepas!"
"Itupun tak sukar," jawab Li Khik Siu.
"Ketiga, baginda tak boleh membenci dan menangkapi anggota-anggotaHONG HWA
HWE yang tersebar diseluruh negeri."
Kali ini Li Khik Siu membisu.
"Hm, jadi memang mau menangkapi" Apa dikira kami jeri" Pan-lui-Chiu Bun-suya ini,
bukankah pernah mengeram ditempat markas Li-Ciangkun?" jengek Keh Lok.
"Baiklah, aku memberanikan diri untuk menyanggupi permintaan itu," buru-buru Li Khik Siu menjawab. "Nah, Tahun muka pada hari ini, kalau tiga hal tadi sudah dilaksanakan sungguh-sungguh, Hok-thongleng tentu akan kuantarkan pulang" kata Keh Lok
akhirnya. "Baiklah kalau begitu", sahut Li Khik Siu, lalu berpaling kearah Hok Gong An: "Hok-
thongleng, Tan-CongthoCu adalah seorang yang berbudi tinggi, harap kau yangan
kuatir. Bagindapun tentu akan melaksanakan ketiga hal tadi, mungkin juga Tan-
CongthoCu akan mengantar kau pulang lebih lekas".
Hok Gong An diam saja.
Teringat akan peristiwa penyerangan Li Khik Siu dan Pek Cin terhadap penjaga paseban Swi Seng Tian, Tan Keh Lok menduga, tentu disitu terselip rahasia apa-apa. Maka pura-pura ia menggertak: "Katakan kepada baginda, peristiwa di Swi Seng Tian, kami telah
mengetahuinya. Kalau dia berani main gila lagi, awasiah!"
Li Khik Siu terkejut, dan terpaksa mengiakan.
"Li-Ciangkun, nah, selamat tinggal! Kalau nanti kau naik pangkat dan menjadi kaja,
harap yangan menindas pada rahajat!" akhirnya Tan Keh Lok memberi hormat dan
meminta diri. "Ah, CongthoCu,' SiaoCiang tentu tak berani," buru-buru Li Khik Siu membalas hormat.
Li Wan Ci dan le Hi Tong ber 2 turun dari kudanya menghampiri dan berlutut dihadapari Ciangkun itu. Hati Li Khik Siu seperti dibetot, karena tahu dia bahwa kedepannya dia bakal tak bertemu lagi dengan puterinya. Katanya dengan suara sember: "Anak, jagalah diri baik-baik !"
Lalu kudanya diputar, terus kembali kearah istana, tinggalkan Wan Ci numprah tersedu-sedu. Hi Tong pimpin bangun idterinya itu. Sampai dipintu kota, Seng Hiap, Jun Hwa
dkk. sudah siap menyambut. Atas perintah Hok Gong An, pintu dibuka. Hampir jam 4
pagi, barulah rombongan orang-orang gagah itu keluar dari kota raja.
Rembulan sisir tampak diantara aliran sebuah sungai. Didekat situ tampak sebuah
kuburan, dimana ada beberapa orang tengah menyanyi dan menangis. Mereka
menyanyikan lagu berkabung dari suku Ui. Tan Keh Lok dan Ceng Tong buru-buru turun
dari kudanya, dan bertanya: "Kamu sedang berkabung untuk siapa?"
Seorang tua Ui dengan berCucuran air mata, menyahut: "Hiang Hiang KiongCu!"
"Hiang Hiang KiongCu dimakamkan disini?" tanya Keh Lok dengan terkejut.
Menunjuk kepada sebuah kuburan baru yang masih belum kering, orang itu menyahut
pula: "Ya, itulah!"
"Tak boleh kita biarkan adik dikubur disini!" tiba- Ceng Tong menangis.
"Benar, ia senang akan Telaga Warna didalam perut gunung Sin-nia. Sering ia
mengatakan: 'aku akan merasa bahagia kalau dapat berada disini selama-lamanya'. Kita pindahkan jenazahnya kesana saja!" kata Keh Lok.
"Siapa kalian ini?" tanya orang tua Ui tadi.
"Aku adalah Cici dari Hiang Hiang KiongCu!" sahut sigadia.
"Ah, kau tentu Chui-ih-wi-sam, aku dulu menjadi anak buah dari regu ke 2 pasukan Pek Ki, pernah bertempur dibawah perintahmu," tiba-tiba seorang Ui lain berseru.
Begitulah orang-orang Ui dan orang-orang gagah HONG HWA HWE dibantu pula oleh
paderi 2 Siao Lim Si mulai menggali. Dalam sekejap saja, terbongkarlah sudah makam
itu. Ketika papan batu yang menutup lubang tempat jenazah diangkat, hawa harum
menyerbak keras. Tapi untuk kekagetan orang-orang itu, mereka dapatkan lubang itu
kosong melompong. Keh Lok menyuluhinya dengan obor, yang tampak hanya segumpal
darah ke-biru 2an, disamping situ terletak batu giok pemberiannya kepada Hiang Hiang dulu.
"Jenazah itu kami sendiri yang menanamnya disini. Dan sejak itu kami terus
menungguinya disini. Mengapa kini jenazah itu hilang?" juga orang-orang Ui itu
menyatakan keheranannya.
"Nona itu sedemikian Cantiknya, tentulah titisan dewi. Kini ia tentu sudah kembali
ketempat asalnya. Cici Ceng Tong dan CongthoCu harap yangan bersedih," menghibur
Lou Ping. Keh Lok memungut, mainan giok itu untuk disimpannya. Diapun agak mempercajai
keterangan Lou Ping itu. Tiba-tiba angin mengembus, dan bau harum kembali
menyampok hidung orang-orang itu. Lewat beberapa saat kemudian, mereka menguruk
kuburan itu lagi. Seekor kupu 2, entah dari mana datangnya tampak terbang diatas
kuburan tersebut. "Akan kutulis beberapa huruf, harap nanti kau suruh "tukang yang
pandai mengukirnya diatas batu nisan dan dif pasang dimuka kuburan ini," kata Keh Lok kepada siorang tua tadi.
Cepat Sun Hi mengambil 2 potong emas untuk diserahkan kepada orang1 Ui itu. Lalu
diambilnya kertas dan alat tulis. Setelah merenung sejurus, mulailah Keh Lok menulis sebuah sjair:
Penderitaan yang hebat, hati yang berkabut sesal, berakhirlah nyanyian merdu, susutlah sang rembulan. Didalam kota nan indah, terdapat segumpal darah kemilau. Sesaat kilau pudar, sesaat darah lenyap. Namun ban harum semerbak senantiasa! Benarkah
gerangan dia" Menjelma seekor kumis.
Setelah mengheningkan Cipta sampai sekian lama, barulah rombongan orang-orang
gagah itu berangkat kearah barat.
Matahari bersinar gilang gemilang diufuk timur. Dan sampai disini Cerita ini telah:
Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
TAMAT. Document Outline
Su Kiam in Siu Lok
(Puteri Harum dan Kaisar)
Atau Pedang dan Kitab Suci
Karya : Khu Lung
Penerbit : Melati Jakarta
Jilid 1 Jilid 2 Jilid 3 Jilid 4 Jilid 5 Jilid 6 Jilid 7 Jilid 8 Jilid 9 Jilid 10 Jilid 11 Jilid 1 2 Jilid 13 Jilid 14 Jilid 15 Jilid 16 Jilid 17 Jilid 18 Jilid 20 Jilid 21 Jilid 2 2 Jilid 23 Jilid 24 Jilid 25 Jilid 26 Jilid 27 Jilid 28 Jilid 29 Jilid 30 Jilid 31 Jilid 3 2 Jilid 33 Jilid 34 Jilid 35 Jilid 36 Jilid 37 Tamat Istana Pulau Es 20 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Romantika Sebilah Pedang 5