Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H Bagian 1
"(Hiat Kiam Mo Hoa)
Judul Lama : Terror Bwe Hwa Hwe Diceritakan oleh G.K.H
Jilid 1 PENDAHULUAN Darah yang mengalir memanjang sudah membeku seperti beratur
ekor ular hitam yang mati kaku dibawah terik matahari.
Mayat-mayat dengan anggota tubuh yang tidak lengkap
bergelimpangan di puncak Hou-thou-hong (puncak kepala
harimau) di gunung Tiam-tjong-san; kepala, tangan atau kaki
berserakan dimana-mana mengeluarkan bau amis yang
memualkan. Satu jam yang lalu beberapa ratus gembong silat dari berbagai
aliran atau golongan hitam dan putih telah melakukan suatu
upacara penyembelian besar-besaran di puncak gunung ini,
sekarang keadaan sudah tenang, namun bau darah dan keseraman
masih meliputi bekas gelanggang jagal manusia ini.
Seorang wanita yang mengemban seorang anak kecil kira- kira
berusia tiga tahun berjalan keluar sempoyongan dari balik batu
gunung sana, walaupun rambutnya awut-awutan tubuhnya penuh
luka dan berlepotan darah, bajunya koyak- koyak tak karuan,
namun semua itu masih belum dapat menutupi wajahnya yang ayu
molek dan tubuh yang langsing menggiurkan, dibelakangnya
muncul pula seorang laki-laki pertengahan umur berdagu panjang
dan berwajah putih halus sambil berjalan dia sedang merapikan
celana dan bajunya.
Si wanita langsung mendekati sesosok mayat yang penuh
luka-luka dan susah dikenal lagi, perlahan-lahan ia berlutut
disamping mayat dan menggumam dengan suara igauan seperti
orang bermimpi "Hong-ko, aku tidak minta agar kau memaafkan
aku, tapi kau harus mengerti, demi keturunan keluarga Suma,
demi darah dagingmu dan dendam kesumat ini, terpaksa aku
berbuat demikian, aku"."
Anak kecil dipelukannya mendadak menggigil gemetar dan
mengejang, mulutnya yang kecil megap-megap, bibirnya gemetar
tapi sedikitpun tidak mampu mengeluarkan suara.
"Nak, apakah kau sangat menderita, ibumu ingin menggantikan
kau, oh ibumu relah menderita segala kesengsaraan dalam dunia
fana ini asalkan dapat menggantikan jiwamu nak". kau". kau
jangan mati"." demikian ratap si wanita.
Anak itu tetap membisu, kedua matanya terpejam, tubuhnya basah
kuyup oleh keringat, wajahnya penuh diliputi hawa hijau, bibirnya
mulai membiru dan tubuhnya tak henti- hentinya berkelejetan,
naga-naganya jiwa kecilnya tengah berontak dari renggutan
elmaut. Mendadak si wanita angkat kepala dan berseru kepada
laki-laki pertengahan umur yang tengah berdiri kira-kira dua
tombak jauhnya, "Kumohon padamu, tolonglah jiwa anakku ini."
"Menolong dia?" sahut si lelaki pertengahan umur sambil
menyeriangi. "Suara si wanita penuh mengandung permintaan dan harap" " kau
sendiri pernah berjanji hendak menolong jiwanya?"
"Nadi pengantanya sudah putus, kalau aku menolong jiwanya
dengan menggunakan Kiu-yang "sin-kang, tenaga murniku akan
susut terlalu banyak, dalam jangka waktu lima tahun aku tidak
dapat bergebrak dengan orang, padahal tahun depan tibalah
waktunya mengadu kepandaian di puncak Hoa- san, aku tidak mau
kehilangan kesempatan memegang simbol teragung sebagai tokoh
silat nomor satu di dunia.!"
Wajah si wanita yang memang pucat kini semakin pucat
keabu-abuan, dengan suara hampir menggila ia berseru "tadi kau
mengatakan mau menolong anakku, kau menginginkan tubuhku,
aku sudah berikan padamu. Oh". kumohon padamu, tolonglah
jiwanya, aku rela selama hidup ini melayani kau, akan
kupersembahkan segala milikku, termasuk jiwa ragaku"."
"Tidak bisa!" "Kau". kau tidak boleh begitu, tolonglah, tolonglah
jiwanya"." "Maaf, aku tidak dapat melulusi permintaanmu!"
Seketika kedua mata si wanita mendelik, sambil menuding
laki-laki pertengahan umur itu dengan suara melengking
menyeramkan ia memaki, " Loh Tju-gi,
binatang kau, anjing". kau manusia hinda dina, tubuhku sudah
kau nodai tapi kau"."
Sekilas wajah Lo Tju-gi berubah, tapi lantas pulih lagi seperti
semula, katanya, "San hoa li, aku tidak mungkin menolongnya,
tapi aku cinta padamu."
"Tutup mulut, binatang"."
"San hoa li, memang tidak salah aku telah merasakan kenikmatan
tubuhmu, akan tetapi jikalau bukan karena aku, mungkin hari ini
kamu sudah menemui ajal!"
"Anjing, karena kau hendak melampiaskan nafsu kebinatanganmu,
tujuan kau anjing hina dina ini, bukankah hendak mengangkangi
"Hiat-kiam" (Pedang darah)"."
Wajah si anak dari hijau telah berubah ungu gelap, berkelejetan
semakin menjadi-jadi, rasa sakit yang sangat tengah menyiksa
nyawa kecil yang sudah diambang pintu kematian itu.
San hoa li memeluk anaknya semakin kencang, kedua matanya
yang redup kuyu mengalirkan air darah dengan suara yang sangat
memilukan ia berkata, "Nak, ibumu tak dapat menolong kau, tapi
aku dapat membuatmu tidak menderita terlalu lama, nak kau tidak
akan menderita lagi selamanya!"
"Sret!" tangan San hoa li tahu-tahu sudah menghunus sebilah
cundrik yang berkilauan, sambil menggertak gigi ia tusukkan
cundrik itu ke ulu hati anaknya, namun cundrik itu hanya menusuk
satu dim tangannya sudah gemetaran hampir tak kuat lagi
memegang cundrik itu, Setelah berkelejetan dua kali lagi si anak
kecil itu berhenti bergerak.
"Anakku, kau tidurlah tenang menyusul ayahmu"." Diletakkannya
jenasah anakanya dipinggir mayat yang penuh berlepotan darah
itu, lalu ia berdiri, " Lo Tju-gi, kau ingat pada suatu hari tentu
cundrik ini akan menusuk kedalam ulu hatimu, termasuk juga dada
anak muridmu!"
Mendadak San hoa li mendongak dan tertawa panjang histeris,
sekali berkelebat dengan cepat ia berlari turun gunung.
"Dia sudah gila!" Loh Tju-gi menggumam, dimana tanganya
menyapu jenasah anak kecil itu terpental terbang masuk ke dalam
jurang yang dalam di samping sana, lalu sekali melejit
tubuhnyapun terbang menghilang dari pandangan mata.
1. BANJIR DARAH DI KUIL KUNO
Hujan lebat disertai angin puyuh membuat jagat remangremang
gelap, keadaan seluruh kehidupan dalam dunia fana ini
menjadi sedemikian sunyi senyap yang terdengar hanyalah deru
angin dan hujan, jarang terlihat ada manusia atau insan hidup
berlalu lalang dibawah hujan lebat ini.
Tapi didepan pintu sebuah biara "Pek-hun-ko-sat" (biara kuno
awan putih) berdirilah seorang pemuda dengan tenangnya diterpa
air hujan, dengan nanar kedua matanya memandang pintu biara
kuno ini, pemuda ini kira-kira berusia tujuh delapan belas tahun
berwajah ganteng dan membawa sedikit sifat keangkuhan, air
mukanya penuh diliputi hawa membunuh membuat siapa yang
bertemu pandangan bergidik seram ketakutan.
" Masa para kepala gundul ini semua sudah modar!", si pemuda
bicara seorang diri, tangan diangkat dengan ringannya sebuah
jarinya menyentil dari kejauhan. "Blang" gelang besi diatas pintu
biara itu mengeluarkan suara keras yang menggetarkan telinga,
tidak lama kemudian pintu biara terpentang perlahan-lahan,
seorang hwesio beralis tebal bermata besar dengan marah-marah
melangkah keluar dari dalam, dan sebelum sempat membentak
sapa, sinar matanya bentrok dengan pandangan si pemuda yang
berdiri dibawah hujan lebat di depan pintu biara, tanpa merasa bulu
kudunya mengkirik seran, diam-diam hatinya berkata, "nafsu
membunuh yang besar!"
Dingin si pemudah menyapu pandang kearah si hwesio, kaki
diangkat ia langkahi undakan didepan pintu biara, sejenak si
hwesio menenangkan hati lalu berkata dengan nada berat , "Sicu
(tuan) harap berhenti!"
Si pemuda berhenti di undakan paling atas.
"Apa keperluan sicu berkunjung ke biara kita?" "Mencari Tji
Kong si hwesio tua!" Berobah wajah si hwesio, semprotnya
gusar: dia, adalah
taysu ketua, sicu bicaralah mengenal aturan!" "Ini, sudah
terhitung paling beraturan1" "Huh," jengek si hwesio. "Kau
mengejek siapa?" Sontak timbullah gelora kemarahan di benak si
hwesio, bentaknya keras, "Pek hun ko sat bukan tempat kau bertingkah
tahu?" Si pemuda melerok hina kearah si hwesio serta ujarnya dingin,
"Kau perlu memberitahukan kedatanganku dulu atau aku harus
masuk sendiri?"
"Silahkan sicu sebutkan namamu." "Bu (go) Bing!" "Bu bing"
(tak bernama)" "Lebih baik kau jangan cerewet!" Si hwesio
sudah tidak sabar menahan gusar, teriaknya
menggeledek, "Siaucu"." "Plak!" seketika si hwesio terhuyung
mundur tiga langkah,
pipinya berpeta jelas bekas lima jari tangan, agaknya si pemuda
masih berdiri tenang di tempatnya, dan bagaimana si hwesio kena
ditempeleng dia sendiri tidak melihat, tahu-tahu pipinya sudah
bengap. Nada si pemuda tetap sedingin es, "berani sekali lagi kau buka
mulut kotor, akan kubuat kau selamanya tidak bisa bicara"
Keder dan kuncuplah nyali si hwesio, tahu dia bahwa si pemuda
dihadapannya ini ternyata berkepandaian silat sangat
tinggi, tanpa merasa ia berdiri termangu ditempatnya tanpa
berani membuka suara lagi.
Terdengan langkah berat mendatangai, dua hwesio tua yang
berusia 50an bergegas mendatangi, selayang padang terhenyaklah
mereka beberapa langkah jauhnya, dua pasang mata yang tajam
berbareng menatap kearah si pemuda. Segera si hwesio yang
barusan kena ditempeleng segera bersabda dan melapor dengan
suara lirih, "Lapor Susiok, sicu ini ingin bertemu dengan ketua
kita." Kedua hwesio tua mengiakan berbareng lalu salah seorang
diantaranya lantas bertanya, "Apa sicu benar-benar hendak
menemui ketua kami?"
"Tidak salah!" "Harap sukalah terangkan maksud
kedatanganmu ini!" "Setelah bertemu dengan Tji Khong Hwesio
dia sendiri tentu akan tahu!" Berbareng kedua hwesio tua menarik muka,
seorang yang lain segera menyahut, "Mengapa datang-datang sicu lantas
memukul anak murid kami?"
"Itu hanya suatu hukuman kecil bagi mulutnya yang kotor."
lagi-lagi kedua hwesio tua ini bersungut dongkol, salah
seorang yang membuka suara dulu tadi bicara pula dengan sabar,
"Kalau sicu tidak menerangkan maksud kedatanganmu, maaf
pinceng tidak dapat melayani?"
Si pemuda mendengus sekali, "Kalau begitu terpaksa aku mencari
sendiri." habis berkata dengan langkah lebar ia hendak memasuki
pintu besar biara.
"Mana boleh kamu bertingkah ditempat Budha yang tenang suci."
kedua hwesio tua itu menghardik berbareng dengan melayangkan
pukulan masing-masing.
Sipemuda tidak peduli dan bagai tak merasa apa2, kakinya masih
tetap melangkah maju, "Plak " plok: dua suara nyaring menggema,
seketika kedua hwesio tua merasakan pukulan mereka membal
atau dirutul balik menerjang mereka sendiri, kontan tubuh mereka
tergetar mundur sempoyongan, ditengah suara keluhan mereka,
sipemuda sudah memasuki pintu biara dengan tenangnya.
Karena ribut2 ini sudah menggemparkan para hwesio lain dalam
biara, waktu si pemuda melenggang melalui samping patung
pemujaan, belasan hwesio sudah bersiaga mencegat didepannya,
dari belakang terdengan seruan gusar kedua hwesio tua tadi;
"Kedatanganya bermaksud jahat, cegat dia!"
Serentak belasan hwesio itu berjajar menghadang ditengah jalan,
sambil berjalan si pemuda berkata mengancam, "Kalau kalian
tahu diri lebih baik menyingkir, aku tidak ingin melukai kalian."
"Bocah sombong rasakan ini!" serempat kepelan dan jotosan
beruntun dilancarkan untuk merintanginya.
Sekilas berkelebat sinar merah dalam mata sipemuda, sebelah
tangan diangkat dan diayun, seketika terbit angin badai
menghembus deras kedepan, sontak terdengar suara keluhan dan
kesakitan, beberapa hwesio yang memberondong tiba terpental
jauh oleh gulungan angin kencang yang menerjang mereka, hanya
sekali berkelebat bayang sipemuda tahu2 sudah tiba dipekarangan
dalam. "Tang-tang-tang!" lonceng tanda bahaya bergema keras maka
ributlah suasana dalam biara itu, para hwesio yang tak terhitung
banyaknya bergegas berlarian keluar dari empat penjuru sambil
membekal golok dan pentungannya, mereka berdiri rapi bagai
pagar mengepung sipemuda.
"Kalian mundur!" mendengar suara keras berwibawa ini serempat
para hwesio membungkuk tubuh dan merangkap tangan terus
mundur kesamping, Ditengah ruangan sana
berdiri seorang hwesio berusia lanjut mengenakana kas warna
merah marong, sepasang matanya berkilat2 menatap si pemuda,
tanyanya "Siau-sicu siapakah namamu?"
"Go bing!" "Ada urusan apa kau mencari lolap?" Pandangan
dingin bagai aliran listrik Go Bing mata
menyorong kearah si hwesio tua, "Kau inikah Tji Kong Hwesio!"
tanyanya lantang.
Ucapannya ini menimbulkan gereman gusar dari semua hwesio
yang hadir, tidak ketinggalan si hwesio itupun berobah air
mukanya, "Omitohud, itulah gelarang pinceng".
Go Bing ulurkan jari tengah tangan kanannya, secarik sinar terang
mencorong keluar dari tengah jarinya, katanya dingin "Apa kau
masih kenal ini?"
Seketika wajah Tji Kong Hwesio berobah pucat lesi dan terhuyung
mundur ketakutan, mulutnya mendesis, "Mo hoan (cincin iblis)".
"Tidak salah!" Begitu "Mo-hoan" disebut seketika gemparlah
seluruh hadirin, semua hwesio yang hadir berobah pucak dan
bergemetaran. "Apa hubunganmua dengan Sia-Sin Kho Djiang?" suara Tji Khong
tergetar menahan gelora hatinya.
"Muridnya!" "Dia". dia". belum mati?" Hawa membunuh
diwajah Go bing semakin memuncak,
mendengus sekali dia menjawab, " Hal itu kau tidak perlu tahu!"
Otot dijidat Tji Kong Hwesio merongkol keluar, keringatpun
membajir membasahi tubuh, tanyanya gemetar, "Kau". apa
maksud kedatanganmu?"
"Mengambil batok kepalamu!" Betapa keder dan takunya para
hwesio mendengar nama
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sin-sin Kho Djiang, serta mendengan sipemuda hijau ini berani
hendak mengambil batok kepala ketuanya, semua menggeram
gusar, masa mereka harus diam saja membiarkan orang
memenggal kepala ketuanya, satu bergerak yang lain mengikuti
beramai2 mereka merubung tiba di depan ruang besar.
Dengan pandangan dingin Go Bing menyapu pandang kearah para
hwesio itu lalu serunya dengan datar: Tji Khong Hwesio aku tidak
suka membunuh orang yang tidak berdosa, lebih baik kau
perintahkan mereka menyingkir saja!"
"Sudahlah!" teriak Tji Khong keras sambil mengebutkan lengan
jubahnya yang besar, seruannya hampir mengeluh, "Saudara2 dan
semua anak muridku, lekas kalian mundur!"
Sejenak para hswesio itu merandek, tidak mundur malah dengan
nekad mereka maju lagi.
"Tji Khong maaf aku hendak turun tangan", habis ucapannya
tubuhpun menerjang maju, sebuah jotosan mengarah tepat kedada
Tji Khong. Serangan pukulan ini bukan saja sangat cepat laksana
kilat juga hebat dan seram, meskipun kelihatannya hanya sekali
pukulan namun diantaranya mengandung banyak perobahan yang
susah diselami, seluruh halan darah didada lawan sudah dalam
incaran cengkeramannya.
Sudah tentu Tji Khong tidak mandah terima binasa, akan tetapi
kecepatan musuh turun tangan tiada kesempatan lai untuk dirinya
berkelit atau balas menyerang, dalam saat-saat jiwa diambang
pintu kematian sekuatanya ia lintangkan tangannya untuk menjaga
didepan data. "Blang" disertai suara
keras seperti orang hendak muntah dari mulut Tji Kong tubuhnya
terhuyung surut ting langkah ke belakang.
Bersamaan dengan itu dua batang tongkat besar dan tiga sinar
pedang berbareng memberondong mengurung tubuh Go Bing
dengan serangan yang tidak kalah hebatnya.
Tanpa berpaling lagi, sebelah tangan diajun kebelakang terbitlah
angin deras bergulung2 menerpa kebelakang hingga tujuh hwesio
yang menyerang didirnya terpental pontang panting keempat
penjuru, hampir saja mereka tidak kuat lagi mencekal senjata
masing2, masih untung Go Bing masih belu mau turunkan tangan
jahatnya, Sebat luar biasa tubuh Tji Khong berkelebat lari memasuki
Tay-hiong-po-tian.
"Tji Khong, kemana kau hendak lari?" seru Go Bing, belum habis
ucapannya tubuhnyapun sudah melejit tiba bagai kilat
menghadang dihadapan Tji Khong.
Terasa semangat Tji Khong bagai terbang ke awang2 dilihatnya
bibit bencana yang menyertai kedatangan anak muda ini
berkepandaian tidak kalah lihay dari Sia sin Kho Djiang dulu, jelas
bahwa dirinya tentu bukan tandingan musuh, Elmaut kematian
terbayang didepan matanya hingga wajahnya yang pucat lesi
berobah kehijau2an.
Go Bing kerahkan tenaganya di jari tengah, maka menyoronglah
sinar dingin dari "cincin Iblis" itu lebih lebar dan terang, perlahan2
tangan bergerak dimana sinar dingin itu menyambar, terdengarlah
suara jeritan panjang yang menyayat hati. Kepala Tji Khong yang
gundul terbang meninggalkan tubuhnya, darahpun menyembur
keras bagai mata air dari luka dillehernya, mayatnya terkapar di
lantai tanpa bergerak lagi.
Seketika para hwesio yang memburu tiba didepan pintu Tay hiong
po tian terkesima menyaksikan adengan pembunuhan
yang aneh dan kejam ini, Mereka terlongong bagai patung dan
kehilangan semangat dan kesadaran.
Dengan tenang dan seenaknya Go bing mengeluarkan sebuah
kantongan dan memasukkan kepala Tji Khong kedalamnya, sekali
melejit tubuhnya terbang melewati kepala para hwesio dan
menghilang ditengah udara dalam sekejap mata.
Sayup2 terdengar gema lonceng pertanda dukacita dari pada biara
pek hun ko sat.
Dalam pada itu begitu sampai diluar dengan kecepatan yang
susah diukur Go Bing berlarian keras, cuaca masih tetap gelap,
namun hujan dan angin badai sudah lama berhenti, ditengah
keremangan cuaca itulah dia berlari tiba didepan sebuah gua.
"Siapa?" bentakan dingin dan serak terdengar dari dalam gua.
"Murid sudah kembali, Su"." "Apa tugasmya sudah kau
selesaikan?" "Sudah selesai menurut perintah!" "Masuklah!"
Sambil menjinjing kantongannya Go Bing berkelebat
memasuki gua, gua itu tidak terlalu dalam, ditengah gua tersulut
api unggun, dibawah penerangan api unggun itulah terlihat
dipojok dinding sebelah dalam sana berduduk sila seorang aneh
yang rambut dan cambang bauknya menutupi mukanya, matanya
tinggal sebelah dan merem melek, kedua kakinya sudah buntung
tinggal tulang keringnya saja yang masih kelihatan memutih.
Go Bing meletakkan buntalan kantongnya serta berkata, "Suhu"."
Mata tunggal si orang aneh mendelik sinar matanya hijau
mengancam desisnya gusar, "Bocah, sekali lagi kau berani
memanggil "Suhu", kubunuh kau?"
Go bing menyahut sedih, "Budi kau orang tua membesarkan murid
selama lima belas tahun ini"."
"Kentut!, dulu secara kebetulan kau terjatuh dalam tanganku, itu
pertanda ajalmu memang belum tiba saatnya, Lohu menolong dan
memberi pelajaran silat kepadamu adalah supaya kau kelak dapat
menyelesaikan urusanku. Budi apa segala"."
"Akan tetap". suhu"." Si orang aneh ayunkan tangannya,
seketika Go Bing
tersurut mundur tiga langkah dengan ketakutan, "Bocah, ingat,
panggil aku Kho Lo-sia (Kho tua sesat), kau dengan tidak, dulu
Lohu sudah bersumpah untuk tidak terima murid selama hidup!"
Dimulut Go Bing mengiyakan namun dalam hati ia membatin; kau
melarang aku memanggil kalau dalam hati aku tetap menganggap
kau sebagai Suhu, bukankah beres. Selama lima belas tahun ini
berkawan dengan siorang aneh yang cacat kedua kakinya dan
sebuah matanya. Bermula dia menyangka siorang aneh ini sudah
gila atau sinting, lama kelamaan menjadi kebiasaan. Dalam
ingatannya yang pertama memang gurunya ini sangat aneh dan
sesat tindak tanduk dan ucapannya selalu bertentangan dengan
adat dan peraturan umum, selain kata "Sesat" susahlah
mengungkat keanehan wataknya itu.
Terhadap riwayat hidup suhunya ini boleh dikata hanya samar2
saja diketahui dari mulut orang2 dikelangan kang- ouw. Yang jelas
diketahui hanyalah bahwa nama Sia-sin Kho Djiang (Kho Djiang si
malaikat sesat) sudah sejak dua puluh tahun yang lalu
menggetarkan dan menciutkan nyali setiap toko silat dari aliran
hitam maupun golong putih. Selama
belasan tahun dirinya dibimbing sampai beesar, mengajarkan
kepadaian silat lagi kepadanya hakikatnya hubungan mereka
adalah guru dan murid, naum dia melarang mengaukui hubungan
antara guru dan murid ini.
Teringat sebelum dirinya melaksanakan perintah suhunya pergi
membunuh orang, si orang aneh ini hanya menerangkan bahwa
orang yang harus dibunuhnya ini adalah salah satu biangkeladi
yang menggunakan akal muslihat menyebabkan sebuah mata dan
kedua kakinya menjadi cacat selamanya. Selain itu apapun tidak
diterangkan. "Buka kantongan itu!" Segera Go Bing mengerjakan apa yang
diminta dan mengeluarkan batok kepala gundul itu. Sia-sin Kho Djiang
mengekeh tertawa, serunya, "Tidak
salah, memang dialah Tji Khong si kepala gundul itu, bawa
kebelakang gua dan direndam dalam obat supaya tidak
membusuk."
Go Bing mengiyakan terus masuk ke gua belakang, tidak lama
kemudian ia berjalan keluar lagi.
Sia-sin Kho Djiang ulapkan tangannya dan berkata, "Bocah kau
duduklah".
Go Bing duduk ditepi api unggun. Terdengan Sia-sin Kho Djiang
menyambung katanya
"Siaucu, Lohu pernah melulusi setiap kali kau selesai mengerjakan
tugasmu, aku menjawab satu pertanyaanmu, sekarang kau
tanyalah?"
"Murid". aku ingin mengetahui riwayat hidupku!" "Go Bing
atau Bu Bing hampir sama nada ucapannya dan
itu berarti kau sendiri tidak mempunyai nama, tentang riwayatmu
sedikitpun Lohu tidak mengetahui, sekarang pertanyaan sudah
selesai!" Go Bing menjadi geli dan angkat pundak, pertanyaannya menjadi
sia-sia, baru saja ia hendak membuka mulut lagi, Sia- sin Kho
djiang sudah menggoyang tangan, "Kalau maasih ada pertanyaan,
tanyakanlah setelah kau selesai mengerjakan tugasmu."
Go Bing menelan ludah dan mengurungkan ucapannya, tapi lanatas
timbullah rasa sedih dalam benaknya bahwa ternyata dirinya
adalah insan yang harus dikasihani tanpa mengetahui riwayat
sendiri. Suhunya sendiripun tidak mengetahui, bukankah teka-teki
riwayat hidupnya takkan terpecahkan selama hidup ini. Go Bing, Bu
bing (tak bernama) sungguh tak terduga hanya nama saja dirinya
tidak punya. Bagaimana dirinya sampai dibimbing dan dibesarkan oleh Sia-sin
Kho Djiang, tiada pangkal mulanya yang dapat diingat. Mungkin
dari permulaan apa yang pernah dialami, dapat dicari pangkal
sumbernya, akan tetapi dia tahu akan sifat aneh gurunya, tiada
gunanya banyak tanya. Satu2nya jalan hanya menunggu
kesempatan lain yang akan datang.
Mata tunggal Sia-sin Kho Djiang berkedi2, katanya, "Siaucu
dengarlah orang kedua yang harus kau bunuh adalah Tiang- un
Suseng"."
"Tiang-un Suseng (pelajar nestapa)?" "Tidak salah, apa kau
pernah dengar tentang orang itu
dikalangan kangouw?" "Pernah kudengar, nama pendekar dan
kepahlawaman Tiang-un Suseng"." "Bohong, nama kosong dan perbuatan
palsu kaum keroco
di kalangan bulim sangat banyak!" "Aku hanya dengar dari cerita
sementara orang." "Tiang-un Suseng tiada mempunyai tempat
tinggal tetap, kau harus lebih banyak mengeluarkan tenaga untuk mencari
jejaknya".
"Mengapa kau orang tua tidak secara total menyebutkan nama2
orang yang harus kubunuh, kalau dapat sekaligus kubereskan
bukankah menghemat tenaga dan waktu untuk pulang pergi"."
"Siaucu ambekmu terlalu besar, apa kau kira setiap orang yang
harus kau bunuh ini sama rata dengan Tji Khong sikepala gundul
yang tidak becus ini?"
"Maksudku orang yang harus kucari itu mungkin tidak ketemu
dan secara kebetulan dapa kebentrok dengan yang lain"."
"Memang omonganmua sangat beralasan, tapi apa yang pernah
Lohu ucapkan tidak pernah kujilat kembali."
Go bing tidak membuka suara lagi, dengan langkah lebar dia
meninggalkan gua itu, sejak kecil hidup bersama Sia-sin Kho
Djiang sedikit banyak sifat aneh gurunya itu menular pada
muridnya. "Siaucu kau kembali!" "Kau masih ada omongan lagi?"
Walaupun Sia-sin tidak
mengijinkan dia memanggil Suhu dan harus memanggil Kho
Lo-sia, tapi dia tidak mau secara terang2an menyebut itu, sebab
meskipun hubungan mereka tidak resmi, tapi hakekatnya adalah
guru dan murid, dan sebab yang lebih penting adalah bahwa
dirinya senantiasa harus berkelana di kalangan kangouw, sifat
menyendiri yang aneh sudah berdarah daging dalam tubuhnya.
Membunuh tji Khong hwesio merupakan tugasnya yang pertama
kali, sebelumnya belum ada seorangpun yang mengenal dirinya
dikalangan kangouw.
Terdengan Sia-sin berkata haru, " kalau kau bertemu dengan
orang yang dapat menggunakan "Pek-pian-kui-djiau", tidak peduli
siapa dia dan apa kedudukannya, kau tidak boleh turun tangan,
lebih penting lagi jangan kau katakan jejakku ini, ingatlah hal ini."
"Lalu mengapa?" "Kenapa" kau tidak perlu tahu!" "Masa, murid
Sia-sin Kho Djiang harus takut"." "Kentutu, siapa bilang bocah
macammu ini adalah
muridku?" "Akan tetap kepandaian silatku dan cincin iblis ini
bukankah itu berarti mencuri kelintingan menutupi telinga sendiri?" "Berani
banyak bacot lagi kubunuh kau." Apa boleh buat Go Bing angkat
pundak terus tinggal pergi
keluar gua. Mala itu juga dia tinggalkan gunung dimana Suhunya
bersemayam dan menginap disebuah hotel. Terdengar olehnya
banyak para tamu penginapan itu tengah ribut2 mempercakapkan
tentang murid Sia-sin Kho djiang yang muncul lagi dikalangan
kangouw. Sekali gebrak menanggalkan batok kepala Tji Khong
hwesio ketua biara Pek-hun-ko-sat.
Selama malang melintang dulu Sia-sin Kho Djiang selalu menuruti
kata hatinya, sifatnya jahat2 jantan, dikatakan sesat bukan karena
dia adalah penjahat besar yang laknat, adalah karena sifatnya
yang aneh semua perbuatannya bertentangan dengan kehendak
umum, dan lagi ilmunya sangat tinggim maka orang2 memberikan
julukan Sia-sin (malaikat sesat) padanya.
Timbullah dugaan dalam benak Go bing, mungkin peristiwa
pembunuhan di Pek-hun-ko-sat telah menggemparkan seluruh
bulim, untung selain para hwesio itu tiada seorangpun yang
mengenal wajah dirinya. Kalau cincin iblis ditangannya tidak
diketahui orang, asal-usul dirinya masih dapat dirahasiakan, kalau
tidak tentu membawa banyak kesukaran akan tugas yang harus
dilaksanakan itu. Maka terpaksa ia tanggalkan Mo- hoan dari
jarinya dan disimpan di dalam kantong bajunya.
2. MAYAT JELITA DIDALAM HUTAN
Waktu terang tanah dia tinggalkan penginapan dan
berjalan seenaknya dijalanan raja tanpa tujuan yang menentu,
Tiang-Un Suseng tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap,
sedemikian besar kangouw ini mencari seorang berarti mencari
sebatang jarum dilautan, disamping itu nama Tiang- Un Suseng
sangat disanjung puji sebagai seorang pendekar budiman yang
tenar, sekali dia menemui ajalnya, geombang heboh kematiannya
itu dapatlah dibayangkan, akan tetapi perintah guru bagaimanapun
harus dilaksanakan.
Tapi bila teringat kejadian betap kejam waktunya suhunya dikorek
sebuah matanya dan kedua kakinya dikutungi, ia maklum akan
dendam kesumat suhunya ini, mereka lebih dulu mencelakai
gurunya dengan cara keji dan busuk, kini kalau dirinya membunuh
mereka agaknya sangat setimpal dan tiada salahnya.
Bagaimana wajah dan perawakan Tiang-Un Suseng sedikitpun dia
belum mengetahui, seumpama bertemu ditengah jalan juga tidak
mungkin mengenalnya, lagipula tidak mungkin ia tidak mungkin
bertanya pada orang lain".
Tengah bejalan sebuah suara yang melengking mengerikan
bergema ditengah udara dari kejauhan sana, suara itu membuat
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bulu kuduk orang mengkirik mendengarnya.
Terkesiap hati Go Bing terbangun semangat dari lamunannya, lalu
dengan cermat dia pasang kuping, tapi setelah suara jeritan itu tak
terdengar lagi suara lain atau reaksi apa2, dari arah suara yang
melengking tinggi itu agaknya tidak jauh didepan jalanan sana,
maka sebat sekali tubuh Go Bing berkelebat melayang kedepan
dengan kecepatan bagai anak panah. Sebelah samping kanan dari
jalan itu adalah sebuah hutan kecil, sebelah kiri adalah padang
rumput yang luas tak berujung pangkal, sekilas ia berpikir cepat2
ia memutar arah memasuki hutan didepannya ini, kedua matanya
bagai kilat menyapu keempat penjuru. Kira2 sepuluh tombak
didepan sana tampak sesosok tubuh seorang wanita rebah
membujur diatas tanah, baju atasnya hancur lebur, sedang bawah
tubuhnya tanpa mengenakan seutas benangpun.
Seketika merah padam wajah Go Bing, hati berdetak keras
napaspun memburu, baru saja hendak putar tubuh tinggal pergi,
sekonyong2 tergeraklah hatinya, bukankah suara jeritan panjang
tadi adalah suara seorang wanita apa mungkin dia ini". karena
pikirannya ini ia putar balik lagi sambil menahan gelora hatinya ia
maju mendekat dan melihat lebih tegas. Terlihat olehnya orang itu
adalah seorang gadi remaja, keduanya matanya tertutup rapat dari
lobang panca inderanya mengalir darah segara, kedua tangannya
mencengkram kencang kedalam tanah, bawah tubuhnya merah
bernoda darah. Tergetar kecut hati Go Bing, batinnya, "mayat seorang wanita
yang diperkosa dulu sebelum dibunuh."
Meski menghadapi sesosok mayat, namun bagi jiwa muda yang
belum pengalaman mengalami gelora hidup manusia dan usia
yang baru menanjak dewasa seperti Go Bing hampir2 tidak kuat
menahan gejolak hatinya, terasa jantungnya hampir melonjak
keluar. Tapi itu kejadian dalam sekejap saja, lantas terpikir olehnya inilah
tragedi mengenaskan yang penuh diliputi suasana seram
mengerikan, gadis remaja ini kira2 baru berusi lma " enam belas,
mengapa diperkosa dan dibunuh orang" Lalu siapakah dia, orang
dari kalangan persilatan atau".
"Siapakah algojo yang berbuat demikian kejam?", "harus
dibunuh!" demikian ia menggumam seorang diri. Lalu terpikir
dalam hatinya, "gadis ini diperkosa dan dibunuh oleh bangsat
rendah yang tidak bertanggungjawab, enggenaskan dan harus
dikasihani, aku tidak bisa membiarkan jenasanya demikian saja,
aku harus menguburkannya!".
Baru saja hatinya mengambil ketetapan, mendadak terdengar
suara dingin mengejek dibelakangnya, "bukankah perbuatan
sarudara ini sangat telengas!"
Sungguh kejut Go Bing bagai disengat kala, lekas2 ia memutar
tubuh, dilihatnya tiga tombak jauhnya berdiri seorang pemuda
gagah yang mencoreng pedang tengah mengawasi dirinya,
wajahnya membeku geram dan penuh hawa membunuh.
Diam2 Go bing mengeluh, " celaka, kalau orang salah paham
bagaimanapun susah menerangkan peristiwa ini."
Dari itu diapun balas bertanya dingin, "Apa yang kau katakan?"
"Disiang hari bolong, saudara berani memperkosa dan membunuh
seorang wanita lemah"."
"Tutup mulutmu!" hardi Go Bing dengan amarah yang menggelora
didada, "Dengan alasan apa kau memfitnah orang semena2?"
"He he he he, saudara tak perlu main debat, kenyataan
didepanmu itu membuktikan ?"?""
"Sekali lagi kau berani buka bacot kubunuh kau!" Wajah beku
pemuda itu berobah abu2, maju berapa
langkah dia memandang atajam kearah mayat wanitu itu,
mendadak ia menggerung gusar dan memaki, "bangsat cabul,
beani kau memperkosa dan membunuh tunanganku, kalau hari ini
aku tidak mencacah jiwam, aku bersumpah tidak menjadi
manusia!" sambil berkata2 itu tubuhnya menerjang maju sambil
menggerakkan kedua tangannya melancarkan serangan hebat.
Mendengar sikorban adalah tunangan orang, timbullah rasa
simpatik dalam benak Go Bing, tanpa membalas dengan ringan
sekali ia berkelit kesamping delapan kaki sambil berseru; "hai,
berhenti dulu!"
Bagai tidak mendengar sipemuda masih lancarkan lagi dua
pukulan keras dengan kalap.
Laig2 Go bing harus melejit kesamping, "Sret" seketika sinar
terang berkilatan, kiranya si pemuda telah menjoreng pendang
panjang, dan belum sempat Go Bing membuka suara lagi, sei
pemuda telah berteriak panjang, pedang ditangannya menusuk
enteng kedepan, kelihatannya tusukan ini biasa saja tapi
sebenarnya mengandung perubahan tersembunyi yang susah
diukur kehebatannya, sebelum ujung pedang menusuk tiba
didepan tubuh, susahlah diduga sasaran mana yang diincarnya,
dari sini dapatlah diketahui bahwa ilmu pedang si pemuda sudah
hebat dan sempurna betul.
Bagai bayangan setan iblis lagi2 tubuh Go Bing berkelebat
menghilang, mulutnyapun berseru, "Inilah jurus ketiga!"
Begitu sipemuda lancarkan tusukannya, bayangan musuh seketika
menghilang, mala suaranya terdengar dibelakangnnya, keruan
hatinya tergetar kecut, sambil kertak gigi ia ayunkan pedangnya
kebelakang sambil memutar tubuh, gerak perobahan yang cepat ini
benar2 membuat orang kagum meleletkan lidah, namun demikian
kepandaian lawan beberapa tingkat lebih tinggi dari kemampuannya.
"Lepas tangan!" ditengah bentakan dingin itu, sipemuda rasakan
pergelangan tangan tergetar, tahu2 pedang panjangnya sudah
terampas oleh lawan, saking kecut serasa jiwanya melayang ke
awang2, dengan ketakutan ia mundur beberapa langkah. Ia
menyesal karena memandang rendah kepandaian musuhnya ini.
Go Bing membolang-balingkan pedang, lalu melontarkan balik
sambil berseru, "Sambutlah."
Sipemuda menyambut pedang wajahnya berobah2 tak menentu.
Go bing mendengus sekali lalu bertanya, "Sikorban ini benar2
adalah tunanganmu?"
"Tidak salah!" sahut sipemuda sambil kertak gigi. "Kau belum
memeriksa lantas dengan alasan apa kau
menuduh orang seenakmu dewek?" "Aku hanya melihat kau disini,
masa bisa"." "Aku mendengar teriakan mengerikan lalu bergegas
memburu tiba, selain si korban ini tak kulihat bayangan
seorangpun, kalu dia benar2 adalah tunanganmu, tentu kau dapat
mencari sumber penyelidikanmu"."
Pada saat itulah sebuah bayangan langsing terbang tiba dalam
gelanggang pertempuran, waktu Go Bing menoleh ternyata
sipendatan ini adalah seorang gadis ayu jelita, wajahnya cerah
secantik bidadari.
Si pemuda berseru girang dalam dukanya, "Hun-ci, lihatlah adik
Moay"."
Si Gadis memutar bola matanya melihat jenasah diatas tanah,
seketika ia terbelalak ngeri dan berobah air mukanya, mulutnya
memekik keras, "Li Bun siang apakah yang telah terjadi?"
Kirnya nama sipemuda adalah Li Bun siang. Li Bun siang tergagap
sambil menunjuk Go Bing, "Dia"."
Bergegas sigadis maju sambil melepaskan mantelnya terus
ditutupkan ditubuh adiknya, seketika air mata membanjir bagai air
mancur, pekiknya penuh duka, "Adik Moay, biar cicimu membalas
sakit hatimu ini".
Memutar tubuh dia menghadapi Go Bing wajah jelita itu
menunjukkan nafsu membunuh yang menggelora, serunya
bengis, "Bangsat, aku siang Siau-hun berumpah pasti membeset
kulitmu dan mencacah jiwamu"
Go Bing berseru gugup, " Nona, aku"." Saking dka hati Siang
Siau hun terasa bagai diiris2. "Serahkan jiwamu!" bentaknya
diserai serangan kilat
me n j o j o h mu k a Go B i n g s e d a n g t a n g a n y a n g l a i n
b e r g e r a k s e p e r t i c a k a r g a r u d a me n c e n g k r am
k e u l u h h a t i n y a b e t a p a k e j am d a n g a n a s s e r a n g a n
i n i s e k a a n 2 s e k a l i g e b r a k i n g i n r a s a n y a
me Baganigmkaenarpeumn utasj aGmo m Buliunt gG.o bing susahlah memberi penjelasan,
baru saja ia berkelit kesamping lantas terasa samberan angin
dingin dari belakangnya, tahu dia bahwa Li Bun siang telah
mencuri kesempatan ini untuk membokong dirinya, dibawah
gencatatan dari depan dan belakang, musuhpun bukan lawan
enteng, cara turun tangannyapun secepat kilat, dalam keadaan
gawat itu, tak sempat serangan Siang Siau hun dihiraukan sambil
miringkan tubuh ia lancarkan sebuah pukulan menerjang kearah Li
Bun Siang. "Blang!" disertai suara tertahan pukulannya membuat Bun siang
terpental jauh membawa pedangnya, tapi punggungnya
sendiripun tidak urung kena terpukul oleh serangan siang Siau
hun tubuhnya terhuyung maju.
Tergetar hati Siang Siau hun bahwa pukulannya itu dilancarkan
dalam kegusarannya yang memuncak telah menggunakan seluruh
tenaganya, seumpama batu gunung yang keraspun pasti hancur
lebur, tapi tidak demikian dengan lawan ini, bukan saja tidak
terluka mala timbul suatu tenaga mental balik dari tubuh lawan
hingga tangan sendiri tergetar dan linu kesakitan. Namun gejolak
hati ini hanya sekilas saja merisaukan hati, pada lain kejap kedua
tangannya bergerak dan tubuh melejit menyerang Go Bing lagi.
Mau tak mau Go Bing harus ambil keputusan nekat dan tegas,
kalau lawan tidak ditundukkan hakikatnya tiada
kesempatan baginya untuk memberi penjelasan, sebenarnya
dengan kepandaiannya gampang saja tinggal pergi tapi dengan
tuduhan dosa tak terampunkan itu kalau tersiar luas dikalagan
kangouw susahlah dibayangkan akibatnya, sambil berpikir2 itu
kedua tangan bergerak melingkar dan menyapu, seruang keras
tertahan segera terdengar Siang Siau hun tersurut mundur lima
langkah, dari mulut kecilnya melelh keluar darh segar. Gerak gerak
Go bing tidak berhenti sampai disitu, sebat luar biasa ia memutar
tubuh terus melesat tiba didepan Li Bun siang, dari sampai
dilancarkan sebuah pukulan, tanpa sempat menggerakkan
pedangnya Li Bun siang mendem keras badannya meliuk dan jatuh
duduk diatas tanah.
Perlahan2 Go Bing putar tubuh menghadapi Siang Siau hun
ujarnya, "Siang-kohnio, maafkan perbuatanku ini, aku tidak
sengaja hendak melukaimu, tapi kau terlalu mendesak hingga
terpaksa aku harus turun tangan."
"Bangsat cabut, ingin nonamu ini mencacah tubuhmu dan minum
darahmu"."
"Nona sukalah kau dengan sepata kataku?" Siang Siau hun
sudah nekat, matanya merah membara
tubuhnya gemetar saking duka dan gusarm wajahnya membesi
tanpa ekspresi, tangan diangkat lagi2 ia hendak lancarkan
serangannya".
Pada saat2 genting inilah sebuah bayangan tinggi lencir mendadak
terbang datang dari belakang phon lima tombak sana, sekali
berkelebat bayanga ini sudah berdiri dihadapan mereka, bayang ini
ternyata adalah seorang yang mengenakan pakaian hijau.
Siang siau hun sudah pasti bahwa si algojo yang membunuh dan
memperkosa adiknya adalah Go bing, ingin rasanya menelan
musuh ini bulat2. makanya munculnya si orang berkedok ini
sedikitpun tidak dihiraukannya, adalah Go
Bing malah melihat tegas, cara orang baju hijau ini bergerak
sungguh sangat aneh dan menakjubkan ginkang orang ini.
"Nona berhenti sebentar!" seru orang berkedok itu, suaranya
dingin menggiriskan tubuh membuat bergidik pendengarnya.
Berdetak jantung Siang Siau hun, serangannya dibatalkan lalu
mundur satu langkah, baru sekarang ia melihat kehadiran si baju
hijau berkedok yang berdiri didepannya. Suara kata dingin tadi
terang diucapkan olehnya, Maka dengan gemes ia bertanya ,
"Siapa tuan ini?"
"Orang lewat!" sahut siorang berkedok seenaknya. "Hm, apa
tujuan tuan muncul disini?" "Untuk melerai!" "Apa maksudmu?"
"Kepandaian nona tidak lemah, tapi kau masih bukan lawan
engkoh kecil ini!". Siang siau hun mengangkat alis, serunya
geram, "Aku ingin
mencacah hancur tubuhnya." "Karena adikmu dibunuh dan
diperkosa?" "Ya, tuan orang lewat, silahkan lanjutkan
perjalananmu!". "Dengan alasan apa nona memastikan bahwa
engkoh kecil ini adalah sipembunuh yang memperkosa adikmu itu?" "Ini"."
Siang siau hun melengak bungkam, tergugahlah
hatinya, karena pertanyaan ini seketika ia terhenyak ditempatnya,
bola matanya melirik kearah Li bun siang yang berdiri disamping
sana. Dengan haru dan rasa terima kasih yang tak terhingga Go Bing
meliring kearah siorang berkedok, terdengan si orang berkedok
bicaa lagi, "dalam peristiwa ini Lohu dapat menjadi saksi."
"Saksi?" jengek Siau siau hun dengan geramnya. "Ya!" "Punya
bukti apa kau hendak menjadi saksi, apa kau tahu
siapa pembunuh itu?" "Engkoh kecil ini datang kemari setelah
mendengar teriakan
adikmu yang sudah menjadi korban, ini Lohu melihat sendiri."
Siang Siau hun mendesak maju dan berseru haru, "jadi
tuan mengetahui siapakah pembunuh itu?" "Sudah tentu!"
sahutnya, dua jalur sinar dingin mencorong
keluar dari belakang kedoknya menatap kearah Li Bun Siang. Li
Bun siang bergidik lemas, serunya gugup, "Hun-ci waktu
aku memburu tiba, kulihat bocah ini tengah berdiri disamping
jenasah adik Moay, dia"."
Mata Go Bing pun tidak kalah tajamnya dan bengisnya menyapu Li
Bun siang, suaranya mendesis, "Siaucu mengingat si korban ini
adalah tunanganmu, aku tidak ambil panjang urusan ini, kalau
tidak sejak tadi sudah kulumas nyawamu, berani kau memfitnah
semen2 tanpa bukti?"
Suara siorang berkedok dingin menyambung ucapan Go Bing,
"Tapi Lohu melihat kau berlari pontang panting dan kembali lagi,
waktu engkoh kecil ini datang tadi kebetulan kau baru saja lari
pergi"."
"Bohong, dia adalah tunanganku, masa"." Dengan penuh
kecurigaan Siang Siau hun bertanya pada
orang berkedok, "Apakah keterangan tuan ini dapat dipercaa?"
"Apa faedahnya aku berbohong!" Pucat pias wajah Li Bun Siang,
tubuhnya gemetar keras. Siang siau kun berbalik menghadapi Li
Bun siang, sinar
matanya mengandung kebencian yang menyala2, hardiknya
bengis, "Li Bun siang coba kau katakan!"
Mendadak Li Bun siang menggembor keras bagai orang gila,
tubuhnya terkapar jatuh, kedua tangannya mencakar dan
menggaruk keseluruh tubuhnya hingga seketika itu bajunya dedel
dowel hancur lebur. Perobahan mendadak yang tidak terduga ini
membuat ketiga orang lainnya bercekat hatinya dan berdiri
kesima. Gesit sekali tubuh orang berkedok melejit maju mendekat, jari
tangan menutuk dari jauh mengarah jalan darah Tiong- tong,
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jalan darah kematian didada Li Bun siang, setelah berkelejet sekali
tubuh Li Bun siang diam tak bergerak, mati!
Bergetar hati Go Bing, sebelum sempatia buka suara, Siang Siau
hun sudah memburu maju beberapa langkah, matanya menatap
tajam sambil menuding orang berkedok suaranya gemetar, "Tuan,
apa maksudmu ini"
"Membebaskan dia dari penderitaan!" "Apa bebas dari
penderitaan?" "Ya." Ucapan ini seakan menhentikan napas Go
Bing dan Siang siau hun, wajah mereka menunjukkan perasaan penuh curiga dan
ketakutan. Siorang berkedok menggeleng kepala, ujarnya, "Lohu terburu
nafsu menyalahkan dia"
"Jadi dia mati terbokong?" tanpa merasa tercetus pertanyaan dari
mulut Go Bing. Dengan suara sangat haru siorang berkedok berkata kepada Siang
Siau hun, "Nona siang, coba kau lihat cara kematiannya itu apakah
sama dengan kematian adikmu?"
Go bing dan Siang Siau hun berseru kaget hampir bersamaan,
"tujuh lobang (panca indra) keluar darah.", memang darah melelh
keluar dari mata, hidung, kuping dan mulut Li Bun siang.
Suara siorang berkedok kini tidak lagi dingin dan menggiriskan, tapi
berobah haru dan sember, "Adikmu ini bukan mati lantaran
diperkosa, tapi karena keracunan!"
"Keracunan?" tergetar suara Siang Siau hun. "Ya, setelah Lohu
meliat bocah ini baru mendadak aku
teringat, kalau dugaanku tidak salah racun jahat ini adalah yang
sering dikabarkan sebagai bisa paling lihai bernama racun tanpa
bayangan"."
"Racun tanpa bayangan?" "Ya, racun tanpa bayangan! racun
tanpa bayangan ini
boleh dikata merupakan racun yang paling jahat dikolong langit
ini, kalau racun ini bekerja dalam tubuh terasa sangat panas,
seluruh tubuh gatal2 susah ditahan, maka sipenderita menggaruk
dan mencakar badan sendiri, setelah mati darah merembes keluar
dari panca indra, selayang pandang tidak kentara adanya bekas2
keracunan, hampir mirip benar karena mati tergetar remuk oleh
pukulan berat, maka itu dinamaakan racun tanpa bayangan."
Mendengar keterangan ini Go Bing menghela napas dalam,
sungguh ajaib bahwa didunia ini ternyata ada bisa yang
sedemikian jahat.
Siang Siau hun sesungukan menutupi mukanya, Lagi2 suara
siorang berkedok bertanya, "Apa nona
mempunyai musuh besar atau"." "Tidak ada!" jawab Siang Siau
hun sambil mengusap air
mata, "Apalagi adikku belum penuh berusia enam belas, selama ini
belum pernah kelana di kangouw, sudah tentu tak perlu diragukan
adanya musuh besar apa segala, adalah kematiannya ini yang
membuat aku tak habis mengerti."
"Lalu saudara kecil ini?"
"Dia bernama Li Bun siang, kawan karib adikku sejak kanak2,
diapun jarang kelana di Bulim."
Go Bing turut bicara, "Apakah adikmu membawa suatu benda apa
yang bisa membuat tokoh kangouw mengincar dan ingin
merebutnya?"
"Ya, itu satu kemungkinan" sambungnya siorang berkedok sambil
manggut2. Siang Siau hun mengiakan, tapi lantas menggeleng kepala.
"Benar2 tidak!" "Tidak!" "Inilah mengherankan, mengapa
orang membunuh adikmu
dan Li Bun siang ini, coba nona pikir2 lagi, sebelum kalian tiba
disini, apakah suatu peristiwa terjadi yang harus diambil
perhatian."
Mendadak Siang siau hun melompat maju menubruk kearah
jenasah adiknya.
Siorang berkedok membentak keras" "jangan sentuh!" ~ disusul
tubuhnya menyambar maju dengan kecepatan yagn susah diukur
ia menghadang didepan Siang Siau hun, sekuatnya Siang Siau hun
menghentikan luncuran tubuhnya, tanyanya kaget, "Mengapa
jangan?" "Menurut kabarnya, racun tanpa bayangan ini melebar keseluruh
tubuh sikorban, kalau nona menyentuh kulitnya saja tentu kaupun
akan mengikuti jejak adikmu bersama Li Bun siang itu."
Mengkirik bulu tengkuk Siang siau hun, keringat dingin
membasahi tubuhnya.
"Nona ada menemukan apa?" tanya siorang berkedok lagi.
Dengan rasa pedih dan pilu Siang Siau hun memandang jenasah
adiknya, sahutnya, "Mendadak teringat olehku suatu perstiwa"."
"Peristiwa apa?" Karena heran dan ingin tahu perkembangan
selanjutnya Go Bing urungkan niatnya hendak tinggal pergi, ia maju mendekat
sambil pasang kuping.
Kata Siang Siau hun, "Kira2 sepuluh li didepan jalan tadi kita
bertiga bertemu dengan seorang tua yang sudah hampir menemui
ajalnya, karena terluka berat, dititipkan kepada kita bertiga sebuah
barang yang minta tolong supaya dihantarkan ke Yok-ong bio
diluar kota Seng-toh, barang itu harus langsung diserahkan kepada
ketua kelenteng itu, karena kasihan kita"."
"Lalu kalian melulusi hendak menyampaikan barang itu?" tukas
siorang berkedok cepat.
"Ya, memang tujuan kitapun hendak ke Seng-toh." "Barang
apakah itu?" "Agaknya sebuah kotak panjang yang dibungkus
kain berminyak." "Mana barang itu?" "Disimpan oleh adikku!, justeru
tadi aku hendak memeriksa
apa barang itu masih ada ditubuhnya." "Coba nona periksa
menggunakan dahan pohon." Siang Siau hun menjemput
sebatang dahan pohon sebesar
lengan lalu mengcungkil-cungkil baju yang hancur lebur dan
membalikkan juga tubuh adiknya, tapi apapun tidak kelihatan,
dengan kejut dan keheranan ia berseru, "Sudah hilang!"
Siorang berkedok manggut2, ujarnya, "disitulah pangkal mula
peristiwa ini, barang itu pasti suatu benda berharga di
bulim, mungkin siorang tua yagn sudah dekat ajal itu memang
terluka berat dan terpaksa minta bantuan kalian untuk
mengantarkanb enda itu, dan juga mungkin karena dikejar2 musuh
besar, lalu pura2 terluka berat dan hendak mati, menitipkan barang
itu kepada kalian adalah untuk mengelabuhi musuhnya itu, tapi
bagaimana adikmy lantas bisa keluyuran seorang diri"."
"Adikku masih bersifat kanak2 karena sedikit selisih mulut dia
lantas berlari mendahului kita, aku dan Li Bun siang tidak ambil
perhatian, berjalan seenaknya dibelakang, akhirnya karena kuatir
seorang diri Li Bun siang berlari menyusul kedepan dan aku
bejalan paling belakang, sungguh tak terduga"." bicara sampai
disitu Siang siau hun tidak kuat lagi meneruskan penuturannya, air
mata mengucur semakin deras.
Siorang berkedok berdehem berat, lalu katanya, "Benar, menurut
dugaan Lohu, buntalan itu pasti berisi suatu benda pusaka apa
yang sangat berharga di Bulim, sipembunuh mungkin adalah
siorang tua yang pura2 terluka dan hampir mati itu, setelah
tipunya dapat mengelabuhi musuh2nya, secepat terbang dia
menyusul tiba dan membunuh adikmu untuk menutupi mulutnya,
bahwa dia menggunakan racun tanpa bayangan tujuannya adalah
hendak sekaligus secara tidak langsung hendak membunuh kalin
bertiga, dalam perhtitungannya setelah adikmu mati tentu kalian
akan menyentu tubuhnya dan ini berarti sekali panah terkena tiga
ekor burung, akan tetapi juga kemungkinan adalah perbuatan
musuh yang mengejar siorang tua hampir mati itu, setelah dapat
mengetahui tipu licik orang tua hampir mati itu dia menyusul tiba
terus membunuh adikmu!"
Tanpa terasa Go Bing mendengus sekali dan menggumam,
"jahat, harus dibunuh!"
Mendengar itu Siang siau hun melirik kearah Go bing, tergerak
hatinya baru kini didapatinya pemuda yang salah sangkanya
sebagai pembunuh adiknya ini ternyata adalah
seorang pemuda yang cakep ganteng, tapi wajah yang ganteng itu
bersemu hawa pembunuhan yang lebat, daya tarik laki2 jantan
menyedot hatinya, tanpa terasa ia membungkuk minta maaf;
"Sukalah dimaafkan kecerobohan ku tadi"
"Tidak menjadi soal," sahut Go Bing kaku. "Bolehkan kuketahui
nama besarmu?" Berputarlah otak Go Bing, waktu di Pek hun
ko sat ia pernah menyebut namanya sebagai Go Bing kalau sekarang
dikatakan bukankah akan membuka rahasia dirinya, hal itu tentu
tidak menguntungkan dirinya untuk menuntut balas sakit hati
gurunya kelak. Apabila Go Bing itu berarti dirinya tidak mempunyai
nama, karena pikiran ini dengan tawar dia menyahut, "Aku
seorang keroco dari kangouw, kiranya tidak perlu nona
mengetahui namaku."
Merah jengah wajah siang Siau hun, berpaling muka dia bertanya
kepada siorang berkedok, "Apakah cianpwe mengetahui siapa2
kiranya yang menggunakan racun tanpa bayangan itu dikalangan
kangouw?" Sejenak siorang berkedok berpikir lalu berkata, "Racun tanpa
bayangan hanya kudenganr dari cerita orang saja, menurut
keadaan kematian adikmu itu persis benar dengan kabar cerita itu,
jadi itu hanya dugaanku saja, benar atau tidak belum tentu dapat
dipastikan, namun dikalangan kangouw sekarang ini yang merajai
menggunakan racun berbisa terhitung Pak-tok Tangbun Lu
seorang"."
"Apa tidak mungkin Pak-tok (racun utara) yang turun tangan?"
"Tidak mungkin!" "Kenapa?" "Selain pandai menggunakan
racun juga ilmu silat Tangbun
Lu lihat jarang ada tandingannya didunia persilatan. Selama hidup
ini dia hanya punya seorang musuh yang paling ditakuti,
itulah Sia-sin simalaikat sesat Kho Djiang yang berjuluk Lam- sia
(sesat dari selatan)"."
Bicara sampai disini dengan sengaja siorang berkedok merandek
dan entah sengaja atau tidak matanya melerok kearah Go Bing.
Mendengar orang menyinggung nama gurunya, tergerak hati Go
Bing, namun sejak kecil dia sudah digembleng simalaikat sesat,
tindak tanduk Sia-sin yang bertentangan dengan kebiasaan umum
sedikit banyak membawa pengaruh pada jiwanya, perobahan
perasaan hatinya tidak kentara dari lahir wajahnya, pikirnya : kalau
kepandaian racun utara sudah jarang menemui lawan didunia
persilatan apalagi merupakan musuh bebuyutan suhuna, bukankah
itu berarti bahwa kepandaian suhu mungkin lebih tinggi dari racun
utara ini, lalu bagaimana terjadinya suhu sampai celaka dibawah
tangan orang" Tanpa merasa mulutnya terpentang bicara, "Antara
sesat dari selatan dan racun utara itu siapakah lebih kuat dan
lemah?" "Ilmu Hian-In-kang dari racun utara boleh dikata sukar dicari
tandingannya, tapi Kiy-yan-sin-kang dari Lamsia justeru
merupakan lawan mematikan bagi ilmu Hian-In-kang itu, tapi
karena racun utara berkelbihan pandai menggunakan bisa maka
mereka masing2 memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri2"
"Tadi cianpwe belum memberi penjelasan mengapa racun utara
tidak mungkin turun tangan?" Siang Siau hun mengajukan
pertanyaan lagi.
Siorang berkedok manggut2, sahutnya, "Pertama: racun utara
sangat menjunjung tingkatan dan kepandaianya tentu tidak
mungkin ia turunkan tangan jahat kepada tingkatan rendah, hal ini
semua orang dikalangan kangouw tentuk maklum, kedua
seumpama terdesak oleh keadaan dengan kepandaian silatnyapun
tidak perlu dia menggunakan racun,
ketiga, sudah belasan tahun dia tidak pernah muncul didunia
persilatan, maka kukatakan"."
Bola mata Siang Siau hun berputar, "Apa tidak mungkin
perbuatan anak muridnya?"
Siorang berkedok ragu2, lalu sahutnya, "Ya, itu kemungkinan."
"Aku bersumpah harus mencari tahu perbuatan siapa ini, untuk
menuntut balas bagi kematian adikku dan Li Bun siang."
Suara Go Bing dingin kaku menyambung, "Secara kebetulan aku
memergoki peristiwa ini, akan kubantu sekuat tenaga untuk
menyelidiki siapa pembunuh adikmu itu."
Ucapan ini diluar dugaan Siang Siau hun, sungguh dia tidak habis
mengerti bagaimana watak dan tindak tanduk pemuda ini
sebenarnya, bukan saja dingin dan garang serta congkak, namun
ucapannya itu menunjukkan pula sifat jujurnya, sinar matanya lagi2
menatap wajah cakep ganteng yang mengandung daya tarik bagi
semua lawan kelaminnya, lupa akan sifat dingin dan congkak orang
terhadap dirinya, dengan suara lembut ia berkata, "Saudara
menjunjung keadilan dan kebenaran, biarlah sebelumnya aku
mengucapkan terima kasih."
Go Bing ulapkan tangannya, " itupun tidak perlu, aku bukan
pendekar yang suka menanam budi, tadi sudah kukatakan secara
kebetulan saja aku memergoki peristiwa ini, terpaksa aku harus
ikut campur."
Sahutan ini membuat Siang Siau hun hampir susah bernapas
saking dongkol, raut mukanya mengelam dan sahutnya, "Kalau
begitu tak berani aku menyusahkan saudara."
Go Bing menarik muka wajahnya membesi, "turut campur atau
tidak adalah urusanku, nona tidak perlu banyak komentar,
selamanya aku melakukan apa kata isi hatiku, tiada
sangkut pautnya dengan orang lain dan orang lainpun tidak perlu
memberi pendapat."
Ucapan yang seakan2 benar tapi juga seolah2 tidak mengenal
perasaan ini membuat Siang Siau hun serba susah, serunya
jengkel, " saudara yang menjadi korban adalah adikku"."
"Adikmu adalah orang persilatan." tukas Go Bing tegas, "Sudah
tentu sipembunuh itu jug aorang persilatan, orang persilatan
mengurus persoalan bulim, lalu apanya lagi yang salah?"
"Orang aneh ucapannyapun aneh" gerutu Siang Siau hun sambil
berpaling muka, tapi setelah mengatakan itu ia merasa ucapannya
rada2 kurang sopan, merah jengahlah raut wajahnya.
Siorang berkedok turut bicara lagi, "Nona Siang, urusan
selanjutnya disini biarlah kau bereskan sendiri, Lohu akan mencari
jejak siorang tua luka berat hampir mati itu, akan kuperiksa
sepanjang jalan sepuluh li ini, jikalau benar jenasah orang itu itu
berada disana, maka kau harus mencari tahu ke Yong-ong-bio di
Seng-toh itu, atau sebaliknya inilah tipu muslihat orang2 licik dari
dunia persilatan, kalau tidak bisa mencari tahu barang macam
apakah dalam buntalan itu, maka susahlah untuk mencari tahu
siapakah sipenyebar racun itu."
Siang Siau hun terharu dan dan sangat berterima kasih. "Cianpwe
seorang budiman yang suka membantu kesukaran oran glain, tapi
bagaimana baik menyukarkan"."
"Hahahaha, nona Siang, bukankah Thay-kek-tjhiu siang Se-ing
adalah ayahmu?"
"Lho apa cianpwe kenal pada ayah?" "Boleh dikata sahabat
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lama, maka sudah tentuk dalam
peristiwa ini Lohu harus turut campur!"
Merah kedua mata Siang Siau hun ia membungkuk memberi
hormat serta berkata, "Kalau begitu cianpwe adalah seangkatan
dengan ayah, harap sukalah memberitahu nama"."
"Jangan, tak usah" tukas siorang berkedok, "Sudah lama Lohu
mengasingkan diri dan melupakan nama sendiri."
Lalu ia berputar berkata pada Gi Bing, "Saudara kecil apa kau ada
minat turut pergi menyelidiki kedepan sana?"
Otak Go Bing berkerja cepat, "Agaknya orang berkedok ini
berpengalaman luas dikalangan kangouw, menggunakan
kesempatan ini baik aku bersahabat dengan dia, dari mulutnya
mungkin aku dapat meencari tahu jejak Tiang-Un Suseng!" oleh
karena itu segera ia melulusi, "Memang aku bermaksud demikian!"
"Kalau begitu marilah segera kita berangkat." Dua sosok
bayangan dengan kecepatan seperti meteor
terbang menghilang dari pandangan mata, tanpa terasa lagi2 dari
mulut Siang Siau hun tercetus kata2nya, "manusia yang bersifat
aneh!" dalam benaknya terkandung suatu perasaan yang
menyegarkan tubuhnya, seakan2 ia kehilangan sesuatu dan
seolah2 menemukan sesuatu apa pula!
3. MEMPEREBUTKAN PEDANG BERDARAH
Dalam pada itu, dengan kecepatan lari Go Bing dan orang
berkedok itu dalam waktu singkat sepuluh li sudah dicapai,
sepanjang jalan sudah mereka teliti dan selidiki namun tidak
diketemukan seperti apa yang diceritakan Siang Siau hun tentang
orang tua yang terluka berat dan hampir mati, jangan kata
mayatnya bayangannya saja tidak kelihatan.
Siorang berkedok menghela napas, katanya, "gelombang
perkitaian dikalangan kangouw sangat berbahaya, agaknya lagi2
suatu peristiwa yang susah dipecahkan." Gerak kaki mereka
semakin lamban, Selama dalam perjalanan sudah berulang kali Go
bing hendak membuka mulut menanyakan tentang jejak Tiang-Un
Suseng, tapi tidak tahu dia darimana ia harus membuka mulut.
Siorang berkedok telah membuka mulut lagi, "Saudara kecil
kemanakah tujuanmu?"
"Tiada tujuan yang menentu, kemana2pun boleh jadi." "Lohu
ingin bersahabat dengan kau, bagaimana
pendapatmu?" "Hal ini". sudah tentu boleh!" "Saudara kecil lulus
dari perguruan mana?" Go Bing ganda tersenyum, katanya, "Kita
mengikat persahabatan sejati saja, bagaimana?" "Apa yang dinamakan
persahabatan sejati?" "Tuan tidak perlu menanyakan asal usul dan
riwayatku, akupun tidak usah menanyakan nama atau gelaranmu,
umpamanya kalau aku minta kau menanggalkan kedokmu, itu
bukankah membuat kau serba susah, kalau tuan mengenakan
kedok itu tentu mempunyai kesukaran sendiri. Maka itu kita
mengikat persahabatan sejati, dua belah pihak sama membawa
keuntungan masing2."
Siorang berkedok tertawa gelak2, serunya, "tepat, sungguh tepat!
Tapi lantas bagaimana memanggil nama masing@?"
"Dilihat dari usia tentu kau jauh lebih tua, baiklah kupanggil kau
Bong-bian-heng (kakak berkedok), tentang aku, terserah kau mau
panggil aku apa?"
"Bagus sekali, aku lebih tua dan menjadi kakak, baiklah kupanggil
kau "Saudara kecil" saja?"
"Aku sih menurut saja." "Saudara kecil kalau kau tiada apa2
yang perlu dikerjakan"." "Yang dimaksud tiada tujuan tertentu adalah
sekarang ini,"
demikian tukas Go Bing memberi penjelasan, "Kelak tidak
termasuk dalam maksudku itu."
"Baiklah kita persoalkan sekarang ini, kau ikut aku pergi ke suatu
tempat, lalu kita sama2 pergi menyelidiki barang yang dititipkan
non Siang dan telah tercuri hilang itu, asal kita dapat menemukan
barang itu, tentu mudah saja kita mengejar sipembunuh yang
telah meracuni adik nona Siang dan Li Bun siang itu."
"Kemana Bong-bian-heng hendak pergi?" panggilan ini boleh
dikata tidak berarturan dalam garis sopan santun, dasar murid
Sia-sin yang terkenal sesat dan suka membangkang dari garis
umum sedikit banyak Go Bing ketularan sifat gurunya itu,
sedikitpun ia tidak ambil peduli pendapat itu, justeru siorang
berkedokpun tidak ambil perhatian malah ia tertawa geli dalam
hati. "Pergi menyambangi seorang sahabat lama." "orang macam
apakah dia?" "Sahabatku itu sudah meninggal dunia." "Lalu"."
"Pergi sembayang dideapan kuburannya." "Oh, jadi begitu!"
Selama dua jam Go Bing mengintil dibelakang siorang
berkedok sampailah mereka didepan sebuah lereng gunung kecil,
benar juga disana dilihatnya sebuah gundukan tanah tinggi
diantara semak2 rumpun bambu.
"Inilah dia."
"Berapa lama sahabatmu meninggal?" "Belum lama ini." Dalam
berkata2 itu mereka sudah tiba dideapan kuburan,
waktu Go Bing angkat kepala memandang batu nisan, seketika
tubuhnya tergetar hebat, meski sudah sekuat tenaga ia menekan
gelora hatinya, tapi tidak urung air mukanya berobah juga, sebab
apa yang dihadapinya ini benar2 diluar dugaannya, hampir saja ia
tidak percaya akan apa yang dilihatnya.
Diatas batu nisan itu jelas tertulis "Tempat istirahat Tiang- Un
Suseng Po Djiang". Delapan hurup besar.
Dia mendapat tugas dari gurunya untuk memenggal kepala
Tiang-Un Suseng, sungguh tak terduga olehnya bahwa orang
yang tengah dicari itu ternyata sudah terpendam dalam tanah.
Setiap kali ia menyelesaikan tugas gurunya melulusi untuk
menjawb satu pertanyaannya, sebetulnya segala ap yang ingin
diketahui terlalu banyak, sekarang kesempatan untuk bertanya itu
mungkin sudah ludas, justeru yang paling penting dan dikuatirkan
mungkin gurunya akan menyesal dan berdua karena kematian
musuh besarnya ini.
"Saudara kecil, agaknya kau sangat haru?" tanya siorang
berkedok. Sadari dari lamunannya terkejutlah hati Gio Bing, sahutnya
segera, "ya, betul memang sangat mengharukan!"
"Apa kau kenal dengan Tiang-Un Suseng?" "Tidak kenal
orangnya tapi pernah kudengar namanya,
menurut kabarnya dia seorang pendekar yang menunjung pribudi,
namanya tegar dan cemerlang, entah mengapa dia meninggal
dunia?" "Dia meninggal karena menghabisi jiwanya sendiri."
"Bunuh diri?"
"Ya, benar" "Kenapa?" "Julukannya saja Tiang-un (selalu
berduka), sudah tentu
dia seorang yang membenci dunia fana ini, akan tetapi yang
mendorong dia nekat membunuh diri karena akhir2 ini dia sadar
bahwa dahulu kala dia pernah melakukan perbuatan tercela, maka
dia bunuh diri untuk menebus dosanya itu."
Tergerak hati Go Bing, tanyanya lagi, "entah perbuatan apakah
itu, masa sedemikian berat?"
"Waktu dia bunuh diri aku tidak disana, ini hanya menurut kabar
yang tersiar dikalangan kangouw!"
"Tahu salah tapi tidak memperbaiki, masa dengan bunuh diri
lantas bisa"."
"Saudara kecil, mungkin perbuatannya itu merupakan kesalahan
yang sudah ditolong lagi?"
"Kalau kesalahan tanpa sengaja, kalau sudah salah memang salah,
apa perlu ditakutkan lagi!"
"Seumpama kesalaha tanpa sengaja, lantas melahirkan suatu akibat
yang berat, umpamanya membahayakan jiwa orang lain, lalu
bagaimana dia harus menerangkan perbuatannya itu kepada
sahabat2 di kangouw?"
Go bing bungkam seribu bahasa. Siorang berkedok merubah
haluan kata2nya, "Akhir ini,
kabarnya ada seorang pemuda yang tidak diketahui namanya, ia
mengaku sebagai murid Sia-sin Kho Djiang, mendatangai
Pek-hun-ko-sat mengambil batok kepala Tji Khong hwesio, apakah
saudara kecil pernah dengar berita ini?" ~ sinar matanya yang
tajam dingin dengan tajam menatap wajah Go Bing.
Terkesiap hati Go bing, waktu berada di Pek-hun-ko-sat ia
memperkenalkan diri sebagai Go Bing, mungkin pihak sana
salah dengar dan menganggap Bu bing (tak bernama), maka
kabar itu mengatakan dirinya sebagai pemuda tak bernama maka
dengan pura2 heran dan kejut ia balas bertanya, "Apa benar ada
peristiwa itu?"
"Menurut hematku tidak mungkin kabar itu bohong, akan tetapi
urusan ini membuat orang bertanya2."
"Mengapa?" "Menurut kabarnya, Kho Djiang sisesat dari
selatan itu sudah mati pada dua puluh tahun yang lalu, semasa hidupnya ia
mempunyai seorang murid, bernama Lo Tju-gi, empat belas tahun
yang lalu waktu diadakan du kepandaian dipuncak Hoa- san dia
merbut kedudukan tokoh silat nomor satu diseluruh jagat ini, sejak
itu dia terus menghilang dari dunia persilatan, lalu darimana pula
baru2 ini mendadak muncul soerang muridnya, tapi menurut
beritua itu katanya sipemuda tak bernama itu membekal cincin
iblis tanpda pengenal dari Lam- sia dan hal ini tidak mungkin
palsu"."
Baru sekaranglah Go Bing mengetahui bahwa gurunya ternyata
pernah mempunyai seorang murid lainnya, tapi menurut kata
gurunya bahwa pada dua puluh tahun yang lalu dia sudah
bersumpah untuk tidak menerima murid, apa mungkin sumpahnya
itu ada hubungan erat dengan Lo Tju-gi atau suhengnya itu"
Otaknya berpikir demikian, namun mulutnya berkata "Ya hal itu
benar2 membuat heran dan tak mengerti!"
Pada saat itulah tiba2 terdengar suara bentakan2 nyaring dari
kejauhan dibalik lereng sebelah sana, sejenak siorang berkedok
pasang kuping, lalu berkata, "mari kita coba lihat!"
Berbareng mereka melesat dan berlari kencang kebalik lereng
sebelah sana, dibalik lereng ini adalah sebuah tanah datar kira2
satu bau luasnya, hutan lebat mengelilingi separoh tanah
berumput dan ditanah berumput inilah berkelebat
banyakan banyak orang, ada tosu ada hwesio dan ada juga orang
preman sekitara lima puluhan orang.
Tiga orang tua berpakaian serba hitam terkepung ditengah2 dan
disebelah sana seorang laki2 pertengahan umur berbaju abu2
tengah bertempur seru melawan seorang Thau- to (hwesio yang
memelihara rambut), teriakan dan bentakan mereka yang keras
terdengar sampai jauh.
Bergegas Go Bing dan siorang berkedok menyembunyikan diri
diantara rumpun lebat diatas sebuah pohon besar dan dari
ketinggian inilah mereka diam2 menonton pertempuran seru ini.
Sebuah bentakan keras disertai suara jeritan yang mengerikan
menggetarkan seluruh hadirin, darah segar menyembur deras
bagai anak panah dari mulut si Thau-to "Blang" tubuhnya terkapar
keras diatas tanah.
Laki2 pertengahan umur baju abu2 menyapu pandang keempat
penjuru, suaranya dingin melengking, "masih ada kawan mana
yang menginginkan pedang berdarah ini, silahkan"."
Seorang hwesio gendut yang menyeret Hong-piang-djan (tongkat
kaum hwesio) melangkah maju masuk gelanggang.
Go Bing tidak tahan bertanya kepada siorang berkedok dengan
suara lirih, "Mereka tengah memperebutkan "pedang berdarah"
apa"."
"Ya, pedang berdarah merupakan gbenda pusaka dari dunia
persilatan, juga benda keramat yang membawa bencana."
"Bagaimana maksudnya ini?" "Setiap orang yang memiliki
Pedang berdarah, tiada
seorangpun yang selamat jiwanya."
Dalam gelanggang sana, si hwesio yang bersenjata tongkat sudah
bertempur seru melawan laki2 berbaju abu2 itu, terlihat bayangan
tongkat diputar kencang bagai sebuah gunung, kesiur angin
pukulanpun tidak kalah hebatnya bagai badai gelombang menderu2
menggetarkan bumi memekakkan telinga.
Sekilas Go Bing menyapu keadaan gelanggang pertempuran lalu
berkata lagi , "Bong-bian-heng, harap sukalah kau memberi sedikit
penjalasan sekdaranya kepada siaute?"
"Menurut berita yang tersiar di Bulim, pedang berdarah
menyangkut sejilid buku Bu-lim-pit-kip, bagi siapa yang
mendapatkan rahasia buku silat ini dapat malang melintang
dikolong langit ini tanpa tandingan, tapi kebenarannya siapapun
tidak tahu, lima belas tahun yang lalu pedang berdarah itu pernah
muncul didunia ini untuk ketiga kalinya, pemiliknya adalah
Swu-hay-yu-hiap Suma Hong, begitu berita itu tersiar luas maka
semua tokoh2 silat dari segala aliran hitam atau putih mengiri dan
mengincar benda keramat itu, akhirnya jejak suami istri
Su-hay-yu-hiap Suma Hong berdua ditemukan dipuncak gunung
Tiam-Tjong-san, maka dipuncak Hou-thau-hong digunung
Tiam-tjong-san itulah terbuka suatu penyembelian besar2an untuk
memperebutkan benda berharga itu"."
Tanpa meresa tergerak hati Go Bing, bukankah gua tempat tinggal
gurunya berada dibawah jurang disamping puncak Hou-thau hong
digunung Tian-tjong-san itu.
Siorang berkedok menyambung ceritanya lagi, "Su-hay-yu- hiap
Suma Hong (sikelana bebas keempt penjuru angin, bersama
istrinya San-hoa-li (wanita penyebar bunga) Ong Fang Lan juga
terhitung tokoh silat kelasw satu, dibawah kerubutah ratusan
gembong2 silat mereka bertempur dengan gigih sampai titik darah
penghabisan, akhirnya mereka rebah tak bergerak lagi dipuncak
itu, malah ada pula yang
mengatakan ada seorang anak kecil berusia tiga tahun ikut
meregang nyawa dalam keributan itu, korban dari pihak
pengeroyokpun tidak terhitung banyaknya."
Diluar sadar Go Bing bergidik seram, dalam dunia persilatan sudah
menjadikan suatu peraturan tidak resmi bahwa yang kuat pasti
malang melintang menindas yang lemah, bunuh membunuh dan
balas membalas tiada habisnya.
"Lalu selanjutnya bagaimana?" "Akhirnya pedang berdarah itu
terjatuh ditangah Tang-mo
(iblis timur) dan akhir2 ini katanya berpindah ditangan penjahat
besar dari aliran hitam Mo-san-dji-kui bersaudara."
"Lalu bagaiamana pula sekarang bisa diperbutkan disini"."
"Kejadian di bulim susah diduga, banyak perobahan terjadi
diluar kehendak manusia, mungkin Mo-san-dji-kui juga mengikuti
jejak Su-hay-yu-hiap suami istri sudah tamat riwayatnya."
Terdengarlah sebuah jeritan lagi dari dalam gelanggang sana,
kiranya si hwesio gendut itu sudah menemui ajalnya juga ditangan
laki2 baju abu2 itu.
Kata siorang berkedok hambar, "Liau Sing, hwesio bakpau dari
Ngo-tai-san akhirnyapun mati diatas pegunungan tanpa tempat
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kubur yang layak karena ketamakan hatinya sendiri."
"Kepandaian laki2 baju abu2 itu agaknya tidak lemah, tiga orang
berseragam hitam dibelakangnya itu agaknya segolongan dengan
dia?" "Apa kau tidak melihat tanda bergambar diatas baju meraka.?"
"Oh, sekuntum bunga bwe, Bwe-hoa-hwe!" "Laki2 baju abu2
itu berjuluk Tjhit-ou-tjiu, Tjong lun, salah
satu dari Tongcu luar dari Bwe-hoa-bwe."
"Tokoh macam apakah ketua dari Bwe-hoa-bwe itu?" "Mungkin
tiada seorangpun yang tahu, belum ada sepuluh
tahun Bwe-hoa-bwe muncul didunia persilatan, kekuatan mereka
sudah menjagoi sampai berbagai aliran dan golongan, gembong2
silat tingkat tinggi yang lihat tak terhitung banyaknya terhimpun
dalam kumpulan itu"."
Tiba2 gelak tawa aneh yang ngekek bergelombang memekakkan
telinga dan menggetarkan sukma mengiringi kedatangan tiga
manusia aneh berpakaian aneh pula rambut mereka awut2an
dengan langkah lebar memasuki gelanggang.
Go Bing berseru heran, "Ketiga orang tua ini agaknya seperti
Lam-hong-sang-hiong"."
"Tidak salah, pengalamanmu saudara kecil cukup luas juga."
Lam-hong-sang-hiong (tiga garang dari gunung Lan diselatan)
menghentikan langkah setombak lebih didepan Tjit- ou-tjiu Tjong
Lun. Tjui-hun-siu (aki mengejar sukma) tertua dari manusia aneh
ini perdengarkan ejek tawanya, lalu serunya bengis, "orang she
Tjong, apa kau tahu maksud kedatangan kami bersaudara kemari?"
Suara Tjit-ou-tjiu Tjong Lunpun tidak kalah dinginnya, " Semua
kawan yang masuk gelanggang hari ini semua satu tujuan, kiranya
tidak perlu aku banyak mulut lagi bukan?"
Tjiu-hun-siu mengumbar suaranya lebih keras, "tjong Lun, apa
kau tahu apa hubungan kami bersaudara dengan Mo-sandji-
hiong?" Mo-san-dji-kui dimulut Tjui-hui-siu menjadi Mo-san-dji- hiong, dua
setan menjadi dua gagah, tanpa merasa Go Bing tertawa geli.
Suara Tjit-ou-tjhiu Tjong Lun masih tetap dingin dan kaku, "Yang
saudara maksudkan adalah Mo-san-dji-kui?"
"Ya, tidak salah!" seru Tjui hun siu merah padam. "Justeru aku
belum pernah dengar kalin bersaudara ada
hubungan erat apa segala dengan Mo-san-dji-kui?" "He he,
hubungan kita sangat erat bagai saudara sepupu
dengan Mo-san-dji-kui, kini Mo-san-dji-kui sudah menggeletak
diluar Kim-pi-tong, tapi pedang berdarah itu berada di
tanganmu"."
"Lalu apa maksud kalian?" "Menebus keadilan kepadamu."
"Bagaimana aku harus membayar?" "Serahkan dulu pedang
berdarah, urusan belakang." "Jadi tujuan kalian bertiga hendak
menuntut keadilan bagi
Mo-san atau hendak minta pedang berdarah?" "Orang she Tjong,
pedang berdarah itu adalah milik
sahabat kami, sudah selayaknya harus kami minta kembali
tentang utang darah itu sudah tentu harus ditagih."
Sekonyong2 diantara para hadirian diluar gelanggang terdengar
suara orang tertawa dingin menjengel, suaranya tidak keras
namun semua hadirin mendengar dengan jelas, lalu disusul satu
suara dingin berkata, "Kiranya diseluruh jagat ini masih ada
manusia yang tidak kenal rasa malu seperti kalian
Lam-hon-sam-hiong!"
Lam-hon-sam-hiong sudah biasa malang melintang dan
bersimaharaja didaerah selatan, sudah tentu mereka sangat
mendongkol dan murka mendengar ejekan yang menghina ini,
berbarang mereka memutar tubuh, segera To-bing-siu (aki
pencabut nyawa) tokoh nomor dua dari tiga manusia aneh dari
selatan itu membentak gusar, "Kurcaci darimana yang bicara itu
kalau berani silahkan keluar, biar kita bertiga belajar kenal."
Belum habis kata2nya sebuah bayangan orang seringan asap
melayang berkelebat masuk ditengah gelanggang, itulah seorang
tua berambut uban mengenakan baju kasar dan dipunggungnya
terselip sebatan joran dan sebatang dayung.
Begitu melihat kehadiran orang tua ini, berbareng Lamhong-
sam-hiong melengak heran, Tjui Hun siu tertawa kaku
dibuat2, "Kiranya saudara Kwe Lih ada pengajaran apakah?"
Kiranya orang tua ini adalah Tang-hay-hi-hu si nelayan lautan
timur, Kwe lih yang menggetarkan dunia persilatan daerah timur,
begitu melihat kehadiran Tang-hay-hi-hu ini semua hadirin
tercekat dan kuatir dalam hati.
Tedengar si nelayan dari lautan timur tengah bicara, " Song put
tjwan, jangan kau sebut sadara apa segala denga aku, kalian
bertiga ada persahabatan kentut apa dengan Mo-san, tujuan kalian
pergi ke Kim-pi tong bukankah hendak mengincar pedang berdarah
itu, tapi kalian kembali dengan hampa karena didahului orang lain,
ya bukan?"
Merah jengah selebar muka Lam hong sikapnya kikuk dan risi
karena dikorek boroknya dihadapan sekian banyak orang, dasar
licik dan tebal muka segera sip hun siu (aki penyedot sukma) si
buncit dari ketiga manusia aneh itu bicara dengan suara serak,
"orang she Kwe lalu apa tujuan kau datang kemari?"
Tang-hay-hi-hu bergelak bebas, sahutnya : aku orang tua selalu
berterus terang dant idak perlu menggunakan segala alasan tetek
bengek, tujuanku adalah pedang berdarah itu juga."
Ributlah para tokoh silat yang turut hadir dalam gelanggang itu,
kala itu Tji ou tjiu tjong Lun sudah mengundurkan diri dan berjajar
dengan tiga orang tua berseragam hitam itu.
Tjui hun siu mendengus keras, ejeknya, "Apa tuan bermaksud
menjajal kepandaian kami bertiga?"
"Barang itu masih berada di tangan orang lain, apa ada harganya
perkelahian itu?"
"Lalu bagaimana pendapat tuan?" "Mengandal kepandaian
masing2, siapa berkepandaian
tinggi dia berhak memiliki benda itu". Setelah saling
berpandangan Lam hong berseru berbarang
"Baiklah!" mereka memutar tubuh mengambil posisi masing2
menghadapi Tji ou tjiu berempat.
Disebelah sana Tang-hay-hi-hu Kwe Lih pun maju tiga langkah,
suasana dalam arena seketika menjadi tegang, semua tokoh 2 silat
yang hadir dengan mendelong mengawasi arena tanpa berkedip,
sinar mata mereka mengaundung maksud yang sama, itulah sinar
mata serakah, licik dan buas bercampur aduk menjadi satu.
Dalam pada itu, Tjit ou tjiu dan tiga orang tua seragam hitam
sudah bersiap punggung menduduki satu posisi tersendiri, mereka
siap waspada menghadapi segala kemungkinan.
Tiba2 Go Bing bertanya lirih kepada siorang berkedok, "menurut
pendapatmu siapa yang bakal berhasil?"
"Sudah diduga, menurut situasi dalam arena, kepandaian
Tang-hay-hi-hu agak lebih tinggi, tapi dalam jumlah Lam hong
berada diatas angin, akan tetapi tak peduli siapa yang bakal
berhasil mungkin susahlah dapat meninggalkan gelanggang
pertempuran ini, orang2 gagah diluar gelanggang itu dimana ada
kesempatan pasti juga akan turun tangan dan entah masih berapa
banyak tokoh2 lihai lainnya yang main sembunyi, lagipula keempat
tokoh lihai dari anggota Bwe hoa bwe itupun bukan olah2 hebat
kepandaiannya."
"Apa kamu ada maksud turun campur?"
"Kau sendiri bagaimana?"
Go Bing menggeleng kepala, maka siorang berkedok berkata,
"Akupun demikian."
Dimana terdengar suara bentakn riuh rendah, Lam hong serentak
turun tangan menyerang kearah Tjiu ou tjiu, segera tiga orang tua
seragam hitam melompat maju menandangi serangan mereka,
adalah pada saat yang bersamaan itu si nelayan dari timur telah
menuburuk maju kearah Tjong Lun, maka terbentanglah suatu
pertempuran mati2an yang seru dan gegap gempita.
Lam hong bertiga masing2 menandangi tiga orang tua seragam
hitam dari bwe hoa hwe, kepandaian dan iwekang mereka
agaknya seimbang, maka susahlah dapat ditentukan siapa bakal
unggul dan siapa asor, lain halnya dengan kepandaian
Tang-hay-hi-hu agaknya sedikit unggul dari Tjit ou tjium namun
untuk mengambil kemenangan dalam waktu dekat dan
memperoleh barang yang diperebutkan ia harus memeras keringat
juga. Delapan orang terbagi dalam empat pasang menunjukkan
kepandaian masing2 yang paling hebat dan simpanan yang paling
lihai, hingga angin menderu kerikil dan debu berterbangan diselingi
suara bentakan dan geraman, malah terdengar juga suara
menggeledek dari benturan angin pukulan yang dahsyat.
Tiba2 siorang berkedok berseru kaget dan menyatakan
keheranannya. Go Bing berpaling dan bertanya "Apa yang mengherankan?"
"Gembong2 silat dari bwe hoa hwe tidak terhitung banyaknya,
tokoh berkepandaian lebih lihat dari Tjong Lun tidak kurang
jumlahnya, benda berharga sangat penting seperti pedang
berdarah itu mengapa tidak dilindungi oleh para jagoan yang lebih
lihai, malah tidak terlihat adanya penyambutan atau bantuan."
Sekonyong2 terdengar sebuah suara serak dari samping sebelah
sana katanya, "tuan ini terlalu banyak prihatin"
Go Bing dan orang berkedok terperanjat, lekas2 mereka berpaling
kearah datangnya suara, tampak diatas sebuah pohon besar yang
jauhnya hanya tiga tombak dari tempat mereka sembunyi duduk
ongkang2 diatas sebuah dahan seorang tua yang berpakaian serba
kuning, siorang tua berpakaian kuning ini sudah sejak tadi
sembunyi disitu atau baru saja tiba sedikitpun mereka tidak
mengetahui, jika dikatakan baru saja tiba dan tidak diketahui
sedikitpun oleh mereka amaka kepadanaian ringan tubuh yang
hebat ini benar2 membuat orang merasa kagum dan meleletkan
lidah. Sekilas Go Bing dan orang berkedok melirik kearah si baju kuning,
lalu berpaling lagi menyaksikan pertempuran seru dalam
gelanggang, mereka tidak bersuara lagi.
Karena sudah sekian lamanya belum dapat mengalahkan ketiga
lawan seragam hitan ini, kumatlah sifat buat dan kegarangan Lam
hong mereka menggeram dan berteriak2 seperti binatang buas,
setiap jurus serangannya adalah pukulan dahsyat yang mematikan,
adalah ketiga orang tua berseragam hitam itu masih berlaku sabar
dan tidak tamak kemenangan, meereka tetap tenang dan menjaga
diri dengan rapat, lebih banyak membela diri daripada menyerang.
Disebelah sana, Tang hay hi hu mendesak Tjit ou tjhiu Tjong Lun
sedemikian rupa hingga yang belakangan ini mencak2 kerepotan,
setiap saat jiwanya terancam bahaya, dimana tedengar sebuah
gerungan keras dan panjang, disusul terdengar seruant ertahan
dari empat penjuru, jubah panjang didepan dada Tjit ou tjhiu
Tjong Lun tahu2 sudah sobek panjang dan bertepatan dengan itu
sebuah buntalan kain berminyak sepanjang satu kaki
menggelundung keluar dari dalam bajunya dan jatuh ditengah
gelanggang, sedang Tjong Lun sendiripun terhuyung mundur
beberapa langkah.
Hati Go Bing berdetak keras, tanpa tertahan iapun berseru heran,
cepat2 siorang berkedok sedikit menarik lengannya memberi
tanda supaya dia tidak bersuara lagi.
Sementara itu Tang hay hi hu sudah ulurkan sebelah tangannya
hendak meraup buntalan kain diatas tanah itu"., tiga gelombang
angin deras bagai gugur gunung berbareng menerpa tiba
mengurung diseluruh tubuh Tang hay hi hu tergetar mundur
jumpalitan delapan kaki jauhnya.
Kiranya begitu melihat Tang hay hi hu dapat mengalahkan Tjong
Lun lalu hendak menjemput buntalan diatas tanah itu, segera Sam
hiong tinggalkan musuhnya lalu berbareng meluruk tiba bersama
serta lancarkan tiga pukulan berat kepada tang hay hi hu. Sam
hiong (tiga jahat) bertujuan sama cara turun tangannyapun
serentak dalam waktu yang sama pula.
Pada detik2 Tang hay hi hu terpental oleh desakan pukulan
gabungan Sam hiong itulah sebuah bayangan orang dengan
kecepatan yang susah diukur terbang menyamber buntalan kain
diatas tanah itu, sekali raup tubuhnya terus melejit tinggi".
Menubruk tiba, meraup buntalan ditanah lalu melejit tinggi semua
ini dilakukan sekaligus boleh dikata secepat kilat.
"In Hong Lokoay, tinggalkanlah barang itu untuk Toayamu"
bersamaan dengan datangnya suara, sebuah bayangan lain
melesat tiba pula dari tengah udara bagai meteor terbang dengan
cepatnya. "Blang" kedua bayangan itu saling tumbuk ditengah
udara dan keduanya sama2 terpental jatuh diatas tanah, dan
buntalan kain itu juga terjatuh lagi diatas tanah ditengah2 antara
mereka, situasi yang menegangkan ini benar2 membikin orang
menahan gelora hatinya yang susah bernapas.
Kedua orang yang terpental jatuh itu salah soerang adalah In
Hong Lokoay dan yang lain adalah Sang Gan Todjin dari
Kong tong pay, dan dalam kejap buntalan kain itu terjatuh diatas
tanah lagi, kebetulan jarak dimana Sip hun siu satu diantara lam
hong sam hiong kira2 hanya lima kaki, gesit luar biasa tanganya
diulur hendak mengambil, tapi dengan kecapatan kilat Tang hay hi
hu mengayun sebelah tangannya, dimana angin pukulannya
menyamber buntalan kain itu tergulung angin menggelundung jauh
melesat kearah Tjiu hun sui, hal ini sangat kebetulan bagi tjui hun
siu, girang luar biasa ia ulurkan tangan menyambut". " Bluk"
"hoak" diselingi suara jeritan ngeri tjhiu hun siu menyemburkan
darah segar dari mulutnya, tubuhpun sempoyongan mundur
delapan kaki jauhnya. Musuh licik yang memukul mundur tjui hun
suiu hingga luka berat ini kiranya adalah In Hong Lokoay, sekali
lagi buntalan kain itu terjatuh ditengah gelanggang.
Karena menubruk tempat kosong, Tang hay hi hu sangat gusar,
tanpa menghentikan gerak tubuhnya, kedua tangannya menerjang
maju kearah Sip hun siu dengan seluruh kekuatan tenaganya maka
pukulan ini seakan gugur gunung dahsyatnya, saat mana Sip hun
siu tengah kesima karena tidak menduga bukan saja tidak
mendapatkan buntalan itu mala tjiu hun siu terluka berat terbokong
oleh In Hong Lokoay, sedikitpun ia tidak emnduga bahwa pada saat
itu juga dirinya terancam bahaya pukulan Tang hay hi hu waktu dia
sadar dan coba berkelitu sudah tidak keburu lagi". sebuah jeritan
panjang yang menggema ditengah udara menambah keseraman
gelanggang pertempuran, tubuh Sip hun siu terbang jauh dan
muntah darah, bersamaam dengan itu, Sam Gan Todjin dari Kong
Tong pay sudah melesat tiba menjangkau buntalan diatas tanah itu.
" Bkang" tanpa ampun Sam Gan Todjin pun juga terhuyung mundur
diterpa angin pukulan yang bergulung tiba, agaknya tjit ou tjiu
Tjong Lun dari bwe hwa hwe juga tidak tinggal diam melancarkan
pukulan hebatnya.
Situasi dalam gelanggang semakin kacau balau, para tokoh2 silat
yang menontong diluar gelanggangpun beramai2
merubung maju dan bimbang untuk turut ikut campur, tapi
merekapun tidak rela tinggal pergi begitu saja karena tengah
ditunggunya kesempatan, ya siapa tahu bahwa dirinya nanti yang
bakal ketiban rejeki.
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dua diantara tiga dari Lam hong sam hiong sudah terluka berat,
kesempatan untuk menang bagi mereka sudah nihil, terdengan To
bing siu mengerung keras, "In Hong Lokoay, Tang hay hi hu kita
bertemu pada lain kesempatan!" Namun seruannya ini sudah
tidak menimbulkan perhatian orang, sebab perhatian orang tengha
dicurahkan kepada buntalan kain itu, segera Toh bing siu
memanggul sip hun siu dan mengemput tjui hun siu mencawat
ekor meninggalkan gelanggang.
Pada waktu itulah mendadak terdengar sebuah suara keras bagai
kitat menggeledek disiang hari bolong menggelegar memekakkan
telinga semua hadirin, "Saudara2 sekalian harap berhenti
sebentar!"
Tanpa merasa para tokoh silat itu berbareng hentikan
pertempurand an berpaling kearah suara itu tedengar, maka
terlihat seorang tua berambut putih pendek ekcil gendut lagi
mendatangi dengan cepat memasuki gelanggang seperti bola
menggelundung, seketika para hadirin mengunjuk rasa heran dan
kejut, sudah sekian lama mereka kenal manusia kerdil buntak ini
merupakan seorang tokoh yang paling susah dilayangi yaitu Tong
sing to gwat (mencuri bintang merampok rembulan) Si Ban-tjwan.
Bintang dilangitpun hendak dicurinya, amaka dapatlah
dibayangkan betapa aneh martabat manusia aneh ini, barang
berapa apapun bila sudah diincar olehnya, jangan harap kau dapat
melindungi atau dapat menyimpannya dengan aman, sebelum
barang samapi ditangannya dia takkan berhenti bekerja.
Segera sinelayan lau timur Kwe Lih angkat tangan memberi salam
hormat, "Silahkan Si heng, apa kau juga"."
Tiraik asih Websi te http:// kangz usi.co m/ Tong sing to gwat Si Ban tjwan segera goyangkan tangan seraya
berkata, " Eh, sipengail kunasehatkan padamu jangan kau
pancing ikan ini."
"Mengapa?" "Duri ikan akan mencocok tanganmu." Disebelah
samping Sam Gan Todjin tertawa dingin
jengeknya, "Maling tua apa maksud ucapanmu itu?" Setelah
menyapu pandang keempat penjuru segera Tou
sing to gwat membuka suara lagi, "entah mengapa hati Lohu hari
ini tidak tenteram dan timbul kewelas-asihan dalam benakku untuk
menasehati kepada kalian, kalau kalian tidak mau mati konyol, ada
lebih baik kalian jangan sentuh benda keramat yang membawa
banyak bencana ini."
Semua hadirin menjadi melongo heran dan saling panang, tiaa
seorangpun dapat menebak apa juntrungannya ucapan sipencuri
lihai itu" Walaupun terkenal sebagai manusia yang sudah
dilayani dan susah diajak kompromi, tapi perkataannya selamanya
dapat dipercaya, belum pernah bicara main2 atau ingkat janji.
Susana diseluruh gelanggang menjadi sunyi senyap tanpa suara,
adalah In Hong Lokoay agaknya tidak percaya, serunya, "Maling
tua, kau jangan main gertak dengan ucapan teka-tekimu itu,
kenapa tidak kau terangkan sejelasnya maksudmu itu?"
"Omonganku sampai disini saja, titik. Percaya atau tidak terserah
kalian, aku Maling tua minta diri!" habis berkata benar2 dengan
cepat ia menggelundung pergi dan menghilang dalam sekejap
mata. 4. PEK HOA T SIAN NIO = DEW Memang tidak mengherankan bahwa pedang berdarah adalah
sebuah benda keramat yang dapat menyedot hati manusia,
meskipun tahu berbahaya tapi mereka ingin untuk memilikinya,
begitulah setelah saling merasa curiga, kuatir dan bimbang,
akhirnya pandangan semua mata tertuju lagi kearah buntalan kain
diatas tanah itu.
Para tokoh silat yang berada ditengah gelanggang itu rata2 adalah
gembong penjahat yang kejam dan telengas, siapa berani turun
tangan lebih dulu pasti lawan2nya akan serentak menyerang
menamatkan jiwanya, oleh karena itu, beberapa saat itu suasana
menjadi agak tenang, dan semua orang mengambil sikap untuk
menonton saja sementara. Tahu2 seorang tua baju kuning dengan
langkah tenang dan tetap berjalan memasuki gelanggang dan
langsung menghampiri kearah Tjiu ou tjiu Tjong Lun berempat,
dihadapan mereka ia hentikan langkahnya, orang tua baju kuning
ini bukan lain adalah siorang tua yang sembunyi diatas pohon
disamping Go Bing dan orang berkedok it. Jubah panjang didepan
dadanya tersulam bunga bwe besar, jelas menunjukkan
kedudukannya. Pertama2 In Hong Lokoay berseru kejut lalu serunya, "eh,
sungguh diluar dugaan bahwa It tjiang toan hun (sekali pukul
menamatkan nyawa) Tjiu Eng lian kiranya juga sudah menjadi
anggota Bwe hwa hwe?"
It tjiang toan hun menyahut dingin, "memangnya kenapa, apa
tidak boleh?"
In Hong Lokoay menjengek hina, katanya, "Setiap orang
mempunyai cita2nya sendiri, ah buat apa aku banyak mulut!"
Kedua mata It tjiang toan hun berkilat menyapu pandang keseluruh
gelanggang, serunya lantang, " buntalan kain ini menurut perintah
ketua kami harus dilindungi dan diantar kemarkas besar, apa
didalamnya adalah pedang berdarah atau bukan, cayhe sendiripun
tidak mengetahui, kini kupersilahkan para hadirin sekalian berpikir2
dulu sebelum bertindak, jikalau kalian mendengar nasehat
berharga dari simaling tua tadi dan tidak turun memperebutkan buntalan ini lagi,
biarlah aku mewakili perkumpulan kami menyatakan banyak terima
kasih, atau sebaliknya cayhe sedang tugas menurut perintah,
terpaksa aku harus melayani setiap kehdank kalian beramai."
Keadaan dalam gelanggang menjadi hening lelap. Dengan
penuh keharuan Go Bing berkata keapda siorang
berkedok, "bukankah buntalan kain itu adalah benda yang
dititipkan kepada Siang Sian hun dari siorang tua yang hampir
mati itu hingga menyebakan kematian Siang Siau moay dan Li bun
siang?" "Benar!" "Jadi sipembunuh adalah orang dari Bwe hoa bwe?"
"Belum tentu, ucapaan Tou sing to gwat Si Ban tjwan tadi
harus diperhatikan, mungkin ada udang dibalik batu!" "Aku ingin
mengambil buntalan kain itu untuk mengejar
sipembunuh itu, kalau barang itu sudah berada ditangan kita tidak
perlu disangsikan pasti sipembunuh itu akan muncul sendiri?"
"Saudara kecil, apa kau benar2 hendak turut campur?" "Aku
pernah berjanji dihadapan nona Siang untuk
menyelidiki jejak sipembunuh itu, apalagi aku sudah bersumpah
hendak membunuh manusia durjana yang menggunakan racun
tanpa bayangan itu, pada hakekatnya tujuan utamaku bukan
melulu merebut Pedang berdarah ini."
"Saudara kecil apa kau ada pegangan untuk dapat merebut
barang itu?"
"Akan kucoba sekuat tenagaku", sahut Go Bing. "Mereka adalah
gembong2 besar yang berkepandaian
tinggi, kau akan menjadi sasaran empuk bagi mereka!"
"Aku tidak peduli akan hal itu." Pada saat itulah sebuah
bayangan kecil lenjir melayang tiba
dari tengah udara, setelah jumpalitan tiga kali terus melayang
dengan entengnya memasuki gelanggang. Pertunjukan ilmu
ringan tubuh yang mengejutkan ini membuat semua hadirin
tergetar kesima. Orang yang berputar ditengah udara dan hingga
ditanah ini ternyata adalah seorang gadis yang cantik molek
menggiurkan mengenakan baju serba putih.
Bahwa ilmu ringan tubuh jarang terlihat didunia persilatan
dipertontonkan oleh seorang gadis muda belia dan cantik rupawan
lagi, benar2 mengejutkan hati semua hadirin.
Go Bing sudah berdiri dan bersiap hendak melompat turun, tapi
siorang berkedok keburu mencegah, katanya, "Saudara kecil,
kedatangan gadis ini sangat aneh dan mendadak, kenapa kau
tidak sabar sebentar, siapa tahu ada sesuatu kejadian diluar
dugaan!" Terpaksa Go Bing duduk lagi diatas dahan pohon. Terdengar
gadis cantik bagai bidadari itu tengah berkata,
"Sian nio segera akan tiba, sementara kuharap kalian mundur
lima tombak jauhnya!"
Ucapan ini menimbulkan suasana bunca dalam gelanggang,
tokoh2 silat yang berada ditengah gelanggang mengunjuk rasa
kejut dan heran, beramai2 mereka mundur teratur dan menyingkir
memberi sebuah jalan, hanya Tang hay hi hu dan beberapa orang
yang menganggap dirinya berkedudukan tinggi masih ragu2 tanpa
bergerak. It tjiang toan hun mengekeh tawa dan berseru, "Kalau Sian nio
akan datang, memang kita sekalian harus mengundurkan diri,
maka buntalan kain ini sementara waktu biar Lohu simpan
kembali, nanti biarlah kita rundingkan lagi bagaimana cara
menyelesaikan urusan ini?" ~ dalam berkata2 itu ia melangkah
maju dan ulurkan tanganya hendak mengambil buntalan kain
itu". In Hong Lokoay dan Sam Gan Todjin berbareng maju satu tindak,
disebelah sana Tang hay hi hu pun perlahan2 angkat kedua
tangannya, jikalau ti Tjiang toan hun benar2 mengambil buntalan
kain itu, ketiga orang ini pasti akan melancarkan serangan
berbareng, adalah Tjit ou tjiu dan ketiga orang tua seragam
hitampun merapat dibelakang It tjiang toan hun bersiap menjaga
segala kemungkinan.
Maka suasana dalam gelanggang mulai tegang mendebarkan hati.
Sepasang mata gadis cantik yang jeli itu memancarkan sinar tajam
yang aneh, suaranya tajam tandas, "Silahkan kalian mundur lima
tombak jauhnya biarkan benda itu tetap ditempatnya!"
Sungguh tak nyana para gembong iblis yang kejam dan ternama
itu ternyata takut dan tunduk betul karena bentakan gadis ini,
tanpa merasa mereka mundur teratur perlahan2 tapi mereka
masih ndablek tiada seorangpun yang mundur sejauh lima
tombak. Go Bing terheran2 dan tak habis mengerti, tanyanya, " Bong bian
heng, tokoh macam apakah Sian nio itu?"
Siorang berkedok menekan suaranya sedemikian lirih, sahutnya,
"Pek hoat sian nio!"
"Pek hoat sian nio" (dewi rambut putih). "Benar, Pek hoat sian
nio, namanya sudah
menggoncangkan dunia kangouw pada 60 tahun yang lampai,
selamanya ia jarang muncul didunia persilatan, tentang asal usul
atau riwayatnya mungkin tiada seorangpun yang mengetahui!."
"Orang2 yang hadir hari ini adalah tokoh2 lihai yang besar
namanya, sungguh tak nyana sedemikian takut mereka terhadap
Dewi berambut putih itu"."
"Betapa tinggi kepandaian Pek hoat sian nio susah diukur, gadis itu
adalah muridnya kepandaiannya saja agaknya lebih tinggi dan
lebih lihay dari siapa saja yang hadir dalam gelanggang itu"
Diam2 Go bing menimang dalam hati, "Betapa tinggipun
kepandaian Pek hoat sian nio itu masa bisa lebih tinggi dari
kepandaian Suhu?"
Sementara itu wajah sigadis semakin kaku dingin, suaranya
mengancam, "Apa kaoian sudah dengar omonganku?"
It tjiang toan hun mendadak mengulapkan tangan bersama tjit ou
tjiu berempat perlahan2 mereka mundur lima tombak jauhnya,
terpaksa Tang hay hi hu, In Hong Lokoay dan Sam Gan Tojin tiga
gembok iblis inipun turut mundur tanpa berani banyak mulut.
Sedemikian sunyi dan hening lelap suasana gelanggang
pertarungan yang ramai tadi seumpama jarun jatuhpun bisa
terdengar, namun demikian dalam keheningan ini terkandung
ketegangan hati yang menggetarkan semangat, Bahwa Pek Hoat
sian nio benar akan berkunjung dan turut hadir tanpa diundang
benar2 diluar dugaan semua orang, apakah tokoh misterius
berkepandaian tinggi susah diukur itu juga hendak ikut merebut
pedang darah. Kalau Pek hoat sian nio benar2 mengincarnya maka semua hadirin
harus mengalah dan mandah saja barang itu diambil olehnya.
Sebaliknya Go Bing berpikir, peduli apa dewi atau dewa lebih
penting aku mencari tahu jejak sipembunuh dengan menggunakan
racun itu habis perkara, kalau dalam otaknya dia berpikir begitu
segera ia bertindak mendadak tubuhnya melejit tinggi dan
menubruk masuk kedalam gelanggang, Siorang berkedok ingin
mencegah tapi sudah tidak keburu lagi, dan karena kehadirannya
yang mendadak ini membuat semua orang terperanjat serta
melihat tegas kiranya hanya
seorang muda yang masih hijau pelonco ini, wajah mereka
mengunjuk rasa heran dan bertanya2.
Bola mata sigadis cantik berputar2 tergerak hati kecilnya, sebesar
usianya itu baru pertama kali ini dilihatnya seorang pemuda yang
gagah ganteng mempunyai daya tarik yang meluluhkan hati setiap
insan lawannya, hanya sayang sikap gagahnya itu mengandung
kecongkakan. Begitu menginjak tanah dan berdiri tegak Go Bing langsung
menghampiri buntalan kain itu tanpa memperdulikan orang lain
dihadapannya. "Behenti!" suara si gadis membentak halus. Tanapa diminta
lagi Go bing menghentikan langkahnya dan
bertanya, "Ada keperluan apa nona menghentikan aku?" "Apa
yang hendak kau buat?" "Mengurus pekerjaan!" "Mengurus
pekerjaan apa?" "Tiada perlunya cayhe memberita kepadamu."
Berobah kelam wajah si gadis, timbul hawa membunuh
pada air mukanya. Sementara itu, sekali berkelebat tahu2 Go Bing
sudah menjemput buntalan kain itu ditangannya, kecepatan gerak
tubuhnya benar2 membuat semua orang melelet lidah. Para tokoh
silat diluar gelanggangpun tunduk mundur lima tombak jauhnya
karena gentar mendengar nama Pek ho sian nio, kini pemuda tak
bernama dan masih hijau ini secara terang2an berani merebut
barang incaran mereka dalam gelanggang, hal ini merupakan
suatu kesempatan bagi semua orang malah mereka dapat
mengganggap sipemudah sebagai biang keladi dalam kekacauan
yang berani membangkang perintah sidewi rambut putih.
Adalah gadis ayu rupawan itu malah tertegun kaget benar2 diluar
dugaannya bahwa sipemuda ini ternyata tidak memandang sebelah
mata perintah Pek hoat sian nio.
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka terdengar In Hong Lokoay memelopori membantak, "Siaucu
letakkan buntalan itu!" berbareng tubuhnyapun berkelebat
menerjang maju dengan kecepatan seperti angin lesus.
"Kembali! ` diselingi suara bentakan nyaring ini terjangan langsing
tubuh sigadis berkelebat tangannya membuat sebuah lingkaran
terus disorong kedepan menyongsong kedatangan tubuh In Hong
Lokoay yang menerjang tdatang, dan karena dorongan ini tubuh
In Hong Lokoay terdampar terbang balik ketempatnya, hampir
dalam waktu yang bersamaan Sam Gan Tojin pun sudah
menubruk tiba sambil mengayun tangan kanan mengenjet muka
Go Bing sedang tangan kiri dengan kecepatn kilat mencengkram
kearah buntalan itu.
"Bum!" diselingi suara tertahan keras, San Gan Tojin terhuyung
mundur sepuluh langkah, dari ujung mulutnya melelah darah
segar, suasana diluar gelanggang menjadi gempar.
Bahwa nama dan kedudukan Sam Gan Tojin sangat tenar dan
tinggi bukan nama kosong belaka, tapi baru setengah jurus saja
telah dapat dikalahkan oleh seorang pemuda yang masih hijau
benar2 membuat semua orang sangsi akan penglihat sendiri,
apalagi cara bagaimana sipemuda melukai Sam Gan Tojin mungkin
hanya beberapa orang saja yang dapat melihat tegas.
Hati sigadispun bukan alang kepalang kejutnya, tahu dia bahwa
kepandaian sipemuda ini ternyata sangat mengejutkan, sambil
mengusap noktah dara dibibirnya Sam Gan Tojin berseru dengan
penuh kebencian, "Siaucu beritahukan namamu?"
Go Bing menyebut dingin, "Kalau kau tahu gelagat lekaslah
mengelinding jauh sedikit!"
Hitung2 nama Sam Gan Tojin sangat ternama dan sangat disegani
dikalangan kangouw, mana kuat ia menahan hinaan ini, apalagi
lawannya ini hanya seorang pemuda yang berusia belum lebih dari
dua puluh tahun, saking gusar ia membentak keras, "Siaucu biar
kubunuh kau!" ` sambil mengerahkan setaker tenagannya
tubuhnya merangsak maju melancarkan pukulannya dengan
derasnya. Go Bing ganda tertawa dingin dan membentak, "Kau ingin cari
mampus sendiri!" ` buntalan dipindah ketangan kiri, tangan
kananpun membalik dan menyurung kedepan segulung gelombang
panas dengan perbawa bagai geledek menyambar bergulung2
mendampar kedepan, maka terdengarlah suara ledakan keras yang
memekakkan telinga dan menyedot semangat diselingi teriakan
panjang mengerikan menggetarkan seluruh arena pertempuran,
ditengah gelombang terpaan angin keras itulah tubuh Sam Gan
Tojin terbawa terbang setinggi tiga tombak, mulutnya menyembur
darah dan terbanting keras tanpa bergerak lagi.
Pukulan Go Bing ini telah menggunakan kepandaian sakti Kiy yang
sin kang yang menjagoi seluruh dunia, namun karena selama
hidup dan mengembara Sia sin jarang menggunakan kepandaian
ini maka semua tokoh silat yang hadir termasuk sigadis, tiada
seorangpun tahu kepandaian apa yang telah digunakan oleh
sipemuda ini. Wajah gadis baju putih berobah asam, sungguh sukar
dibayangkan betapa tinggi kepandaian silat pemuda ini, timbul
suatu perasaan yang susah dilukiskan dalam hatinya.
Sam Gan Tojin terhuyung2 berdiri perlahan2 dia tinggalkan
gelanggang sambil beringsut2.
Gerak gerik sigadis baju putih adalah sedemikian lemah gemulai
terdengar suaranya tawar bertanya kepada Go bing, "Bolehkan
saudara memberitahukan namamu?"
"Ini". agaknya tidak perlu!" "Saudara datang untuk merebut
Pedang darah juga?" "Boleh dikata betul, tapi juga tidak
benar." "Apa maksudmu ini?" "Tujuan yang penting tidak
terletak pada Hiat kiam ini, tapi
dari hiat kiam ini akau akan mencari jejak seorang pembunuh."
"Sian nio segera tiba, silahkan saudara letakkan buntalan itu dan
menyingkir keluar gelanggang."
Go Bing mendengus dan menyahut dingin, "Selamanya aku tidak
senang diperintah orang lain."
Berobah air muka sigadis baju putih, suranya mengancamg, "Apa
kau dapat berbuat seenakmu disini?"
"Aku bebas melakukan apa yang ingin kuperbuat, tidak percaya,
boleh kau coba2"
Suasana dalam gelanggang mencekik leher lagi, kalau kedua muda
mudi ini saling gebrak, bakal terjadilah pertempuran yang dahsyat
yang jaring terlihat di bulim, siapa yang takkan senang kalau dunia
ini aman tentram tanpa perang, adalah daya tarik hiat kiam itu
sedemikian besar sehingga susah menarik pikiran tamak untuk tidak
memilikinya. Pada saat itulah sebuah tandu warna hijau mulus berayun2
memasuki gelanggang, tandu sedemikian besar dipukul begitu
enteng bagai memikul kapuk dengan cepat sekali dalam sekejap
mata tandu itu sudah tiba ditengah gelanggang, kerai didepan
tandu tertutup rapat, tidak kelihatan siapa yang duduk
didalamnya, keempat orang pemikul tandu itu adalah
gadis2 yang masih muda belia dan cantik2 lagi mengenakan
seragam hijau mulus.
Sorot mata semua orang tertuju kearah tandu yang baru datang
ini, setelah tandu diletakkan ditanah, keempat gadis baju hijau itu
berjajar didua pinggir pintu.
Suasana tegang dan seram meliputi seluruh hadirin, air muka
sigadis berobah pucat dengan sinar kebencian yang sangat ia
melerok kerah Go Bing lalu berpaling dan menghampiri kedepan
tandu, tubuh sedikit membungkuk mulutnya komat kamit mungkin
tengah melapor keadaan yang terjadi didalam gelanggang ini.
Tanpa merasa berdetak keras hati Go Bing, tidak lama kemudian,
gadis baju putih itu memutar tubuh dan maju beberapa langkah
terus menggape kearah Go Bing dan berseru "Sian nio
mengundang kau mendekat!"
Go Bing tertegun melongo, tanyanya, "Maksud non adalah aku?"
"Siapa lagi kalau bukan kau!" Diam2 Go bing membatin;
"justeru aku tidak percaya
segala kabar angin itu, Pek hoat sian nio apa segala dapat
mengapakan aku" Maka sambil membusung dada dan mengangkat
kepala ia maju mendekat dengan langkah lebar kearah tandu itu,
diantara jarak delapan kaki dari tandu itu segera salah satu gadis
berbaju hijau itu angkat tangan dan berseru, "Berhenti disitu!"
Go bing menurut menghentikan langkah, dengan kencang ia
masih memegang buntalan kain yang diperebutkan itu.
Kerai tandu terbuat dari anyaman butir2 mutiara yang kecil
lembut, orang didalam tandu dapat melihat keluar dengan tegas
namun orang diluar susah melihat tembus kedalam tandu, dengan
sikap angkuh dingin Go Bing menatap pintu
tandu, diam2 hatinya berpikir akan kulihat kau dapat berbuat apa
terhadapku?"
Lama dan lama kemudian baru terdengar suara lembut halus dari
dalam tandu, "Siapa namamu?"
Tanapa merasa tergerak hati Go Bing, Pak hoat sian nio serasi
dengan nama ini tentu dia adalah seorang nenek2 tua yang sudah
berambut uban, tapi didengar dari suaranya yang halus nyaring
agaknya usianya masih muda, karena itu dengan sikap kaku ia
menyahut, "Aku yang rendah adalah kaum keroco dikalangan
kangouw, reasanya tidak perlu menyebut nama apa segala."
"Kau dari perguruan mana?" "Hal itu aku tidak dapat memberi
tahu!" "Hm, sedemikian congkak dan sombong kau ini?" "Jauh
dari pada sombong dan congkat, karena memang
begini tabiatku!" Keempat gadis baju hijau dipinggir tandu itu
bersama mengunjuk rasa heran dan kejut, baru pertama kali ini mereka
melihat dan dengar ada orang berani main bantah dengan Sian
nio, lagipula nada ucapan Sian nio pun agak berbeda dengan
biasanya. Sejenak Go Bing ragu2 lantas ia balas bertanya, "Kau adalah Pek
hoat sian nio yang disanjung puji oleh dunia persilatan?"
"Ya, benar, kau datang untuk merebut hiat kiam itu?" "Bukan,
harus dikatakan mencari jejak seorang
pembunuh!" "Tapi hiat kiam itu sudah kau rebut?" "Justeru dari
benda inilah aku hendak mencari jejak
manusia kejam itu!"
"Apa kau tahu kedatangan semua yang hadir disini justeru
hendak merebut benda itu?"
"Itu aku tahu" "Lalu bagaimana kau hendak menghadapi
mereka?" "Setelah urusanku beres benda ini segera
kukembalikan kepada mereka, aku sendiri tidak kepingin memiliki benda
pembawa bencana ini."
"Hm, sementara aku dapat percaya ucapanmu itu"." "Apa
kedatangan Sian nio juga hendak merebut hiat kiam
ini?" "Tidak!" Penyahutan pendek dan tegas ini membuat Go Bing
melengak, kalau pek hoat sian nio sendiri berkata bahwa
kedatangannya bukan karena hendak merebut hiat kiam, hal itu
sudah dapat dipercaya, tapi untuk apa dia datang kemari"
"Nak, kau tidak percaya bukan?" Panggilan "nak" ini membuat
tergetar seluruh tubuh Go
Bing, baru pertama kali inilah selama hidup ia mendengar orang
memanggilnya dengan sebutan itu, maklum selama bercampur
dengan suhunya, Sia sin Kho Djing selalu memanggilnya dengan
siaucu, sebutan ini menimbulan suatu perasaan ganjil dalam
Pendekar Bayangan Setan 11 Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Rahasia Ciok Kwan Im 2
"(Hiat Kiam Mo Hoa)
Judul Lama : Terror Bwe Hwa Hwe Diceritakan oleh G.K.H
Jilid 1 PENDAHULUAN Darah yang mengalir memanjang sudah membeku seperti beratur
ekor ular hitam yang mati kaku dibawah terik matahari.
Mayat-mayat dengan anggota tubuh yang tidak lengkap
bergelimpangan di puncak Hou-thou-hong (puncak kepala
harimau) di gunung Tiam-tjong-san; kepala, tangan atau kaki
berserakan dimana-mana mengeluarkan bau amis yang
memualkan. Satu jam yang lalu beberapa ratus gembong silat dari berbagai
aliran atau golongan hitam dan putih telah melakukan suatu
upacara penyembelian besar-besaran di puncak gunung ini,
sekarang keadaan sudah tenang, namun bau darah dan keseraman
masih meliputi bekas gelanggang jagal manusia ini.
Seorang wanita yang mengemban seorang anak kecil kira- kira
berusia tiga tahun berjalan keluar sempoyongan dari balik batu
gunung sana, walaupun rambutnya awut-awutan tubuhnya penuh
luka dan berlepotan darah, bajunya koyak- koyak tak karuan,
namun semua itu masih belum dapat menutupi wajahnya yang ayu
molek dan tubuh yang langsing menggiurkan, dibelakangnya
muncul pula seorang laki-laki pertengahan umur berdagu panjang
dan berwajah putih halus sambil berjalan dia sedang merapikan
celana dan bajunya.
Si wanita langsung mendekati sesosok mayat yang penuh
luka-luka dan susah dikenal lagi, perlahan-lahan ia berlutut
disamping mayat dan menggumam dengan suara igauan seperti
orang bermimpi "Hong-ko, aku tidak minta agar kau memaafkan
aku, tapi kau harus mengerti, demi keturunan keluarga Suma,
demi darah dagingmu dan dendam kesumat ini, terpaksa aku
berbuat demikian, aku"."
Anak kecil dipelukannya mendadak menggigil gemetar dan
mengejang, mulutnya yang kecil megap-megap, bibirnya gemetar
tapi sedikitpun tidak mampu mengeluarkan suara.
"Nak, apakah kau sangat menderita, ibumu ingin menggantikan
kau, oh ibumu relah menderita segala kesengsaraan dalam dunia
fana ini asalkan dapat menggantikan jiwamu nak". kau". kau
jangan mati"." demikian ratap si wanita.
Anak itu tetap membisu, kedua matanya terpejam, tubuhnya basah
kuyup oleh keringat, wajahnya penuh diliputi hawa hijau, bibirnya
mulai membiru dan tubuhnya tak henti- hentinya berkelejetan,
naga-naganya jiwa kecilnya tengah berontak dari renggutan
elmaut. Mendadak si wanita angkat kepala dan berseru kepada
laki-laki pertengahan umur yang tengah berdiri kira-kira dua
tombak jauhnya, "Kumohon padamu, tolonglah jiwa anakku ini."
"Menolong dia?" sahut si lelaki pertengahan umur sambil
menyeriangi. "Suara si wanita penuh mengandung permintaan dan harap" " kau
sendiri pernah berjanji hendak menolong jiwanya?"
"Nadi pengantanya sudah putus, kalau aku menolong jiwanya
dengan menggunakan Kiu-yang "sin-kang, tenaga murniku akan
susut terlalu banyak, dalam jangka waktu lima tahun aku tidak
dapat bergebrak dengan orang, padahal tahun depan tibalah
waktunya mengadu kepandaian di puncak Hoa- san, aku tidak mau
kehilangan kesempatan memegang simbol teragung sebagai tokoh
silat nomor satu di dunia.!"
Wajah si wanita yang memang pucat kini semakin pucat
keabu-abuan, dengan suara hampir menggila ia berseru "tadi kau
mengatakan mau menolong anakku, kau menginginkan tubuhku,
aku sudah berikan padamu. Oh". kumohon padamu, tolonglah
jiwanya, aku rela selama hidup ini melayani kau, akan
kupersembahkan segala milikku, termasuk jiwa ragaku"."
"Tidak bisa!" "Kau". kau tidak boleh begitu, tolonglah, tolonglah
jiwanya"." "Maaf, aku tidak dapat melulusi permintaanmu!"
Seketika kedua mata si wanita mendelik, sambil menuding
laki-laki pertengahan umur itu dengan suara melengking
menyeramkan ia memaki, " Loh Tju-gi,
binatang kau, anjing". kau manusia hinda dina, tubuhku sudah
kau nodai tapi kau"."
Sekilas wajah Lo Tju-gi berubah, tapi lantas pulih lagi seperti
semula, katanya, "San hoa li, aku tidak mungkin menolongnya,
tapi aku cinta padamu."
"Tutup mulut, binatang"."
"San hoa li, memang tidak salah aku telah merasakan kenikmatan
tubuhmu, akan tetapi jikalau bukan karena aku, mungkin hari ini
kamu sudah menemui ajal!"
"Anjing, karena kau hendak melampiaskan nafsu kebinatanganmu,
tujuan kau anjing hina dina ini, bukankah hendak mengangkangi
"Hiat-kiam" (Pedang darah)"."
Wajah si anak dari hijau telah berubah ungu gelap, berkelejetan
semakin menjadi-jadi, rasa sakit yang sangat tengah menyiksa
nyawa kecil yang sudah diambang pintu kematian itu.
San hoa li memeluk anaknya semakin kencang, kedua matanya
yang redup kuyu mengalirkan air darah dengan suara yang sangat
memilukan ia berkata, "Nak, ibumu tak dapat menolong kau, tapi
aku dapat membuatmu tidak menderita terlalu lama, nak kau tidak
akan menderita lagi selamanya!"
"Sret!" tangan San hoa li tahu-tahu sudah menghunus sebilah
cundrik yang berkilauan, sambil menggertak gigi ia tusukkan
cundrik itu ke ulu hati anaknya, namun cundrik itu hanya menusuk
satu dim tangannya sudah gemetaran hampir tak kuat lagi
memegang cundrik itu, Setelah berkelejetan dua kali lagi si anak
kecil itu berhenti bergerak.
"Anakku, kau tidurlah tenang menyusul ayahmu"." Diletakkannya
jenasah anakanya dipinggir mayat yang penuh berlepotan darah
itu, lalu ia berdiri, " Lo Tju-gi, kau ingat pada suatu hari tentu
cundrik ini akan menusuk kedalam ulu hatimu, termasuk juga dada
anak muridmu!"
Mendadak San hoa li mendongak dan tertawa panjang histeris,
sekali berkelebat dengan cepat ia berlari turun gunung.
"Dia sudah gila!" Loh Tju-gi menggumam, dimana tanganya
menyapu jenasah anak kecil itu terpental terbang masuk ke dalam
jurang yang dalam di samping sana, lalu sekali melejit
tubuhnyapun terbang menghilang dari pandangan mata.
1. BANJIR DARAH DI KUIL KUNO
Hujan lebat disertai angin puyuh membuat jagat remangremang
gelap, keadaan seluruh kehidupan dalam dunia fana ini
menjadi sedemikian sunyi senyap yang terdengar hanyalah deru
angin dan hujan, jarang terlihat ada manusia atau insan hidup
berlalu lalang dibawah hujan lebat ini.
Tapi didepan pintu sebuah biara "Pek-hun-ko-sat" (biara kuno
awan putih) berdirilah seorang pemuda dengan tenangnya diterpa
air hujan, dengan nanar kedua matanya memandang pintu biara
kuno ini, pemuda ini kira-kira berusia tujuh delapan belas tahun
berwajah ganteng dan membawa sedikit sifat keangkuhan, air
mukanya penuh diliputi hawa membunuh membuat siapa yang
bertemu pandangan bergidik seram ketakutan.
" Masa para kepala gundul ini semua sudah modar!", si pemuda
bicara seorang diri, tangan diangkat dengan ringannya sebuah
jarinya menyentil dari kejauhan. "Blang" gelang besi diatas pintu
biara itu mengeluarkan suara keras yang menggetarkan telinga,
tidak lama kemudian pintu biara terpentang perlahan-lahan,
seorang hwesio beralis tebal bermata besar dengan marah-marah
melangkah keluar dari dalam, dan sebelum sempat membentak
sapa, sinar matanya bentrok dengan pandangan si pemuda yang
berdiri dibawah hujan lebat di depan pintu biara, tanpa merasa bulu
kudunya mengkirik seran, diam-diam hatinya berkata, "nafsu
membunuh yang besar!"
Dingin si pemudah menyapu pandang kearah si hwesio, kaki
diangkat ia langkahi undakan didepan pintu biara, sejenak si
hwesio menenangkan hati lalu berkata dengan nada berat , "Sicu
(tuan) harap berhenti!"
Si pemuda berhenti di undakan paling atas.
"Apa keperluan sicu berkunjung ke biara kita?" "Mencari Tji
Kong si hwesio tua!" Berobah wajah si hwesio, semprotnya
gusar: dia, adalah
taysu ketua, sicu bicaralah mengenal aturan!" "Ini, sudah
terhitung paling beraturan1" "Huh," jengek si hwesio. "Kau
mengejek siapa?" Sontak timbullah gelora kemarahan di benak si
hwesio, bentaknya keras, "Pek hun ko sat bukan tempat kau bertingkah
tahu?" Si pemuda melerok hina kearah si hwesio serta ujarnya dingin,
"Kau perlu memberitahukan kedatanganku dulu atau aku harus
masuk sendiri?"
"Silahkan sicu sebutkan namamu." "Bu (go) Bing!" "Bu bing"
(tak bernama)" "Lebih baik kau jangan cerewet!" Si hwesio
sudah tidak sabar menahan gusar, teriaknya
menggeledek, "Siaucu"." "Plak!" seketika si hwesio terhuyung
mundur tiga langkah,
pipinya berpeta jelas bekas lima jari tangan, agaknya si pemuda
masih berdiri tenang di tempatnya, dan bagaimana si hwesio kena
ditempeleng dia sendiri tidak melihat, tahu-tahu pipinya sudah
bengap. Nada si pemuda tetap sedingin es, "berani sekali lagi kau buka
mulut kotor, akan kubuat kau selamanya tidak bisa bicara"
Keder dan kuncuplah nyali si hwesio, tahu dia bahwa si pemuda
dihadapannya ini ternyata berkepandaian silat sangat
tinggi, tanpa merasa ia berdiri termangu ditempatnya tanpa
berani membuka suara lagi.
Terdengan langkah berat mendatangai, dua hwesio tua yang
berusia 50an bergegas mendatangi, selayang padang terhenyaklah
mereka beberapa langkah jauhnya, dua pasang mata yang tajam
berbareng menatap kearah si pemuda. Segera si hwesio yang
barusan kena ditempeleng segera bersabda dan melapor dengan
suara lirih, "Lapor Susiok, sicu ini ingin bertemu dengan ketua
kita." Kedua hwesio tua mengiakan berbareng lalu salah seorang
diantaranya lantas bertanya, "Apa sicu benar-benar hendak
menemui ketua kami?"
"Tidak salah!" "Harap sukalah terangkan maksud
kedatanganmu ini!" "Setelah bertemu dengan Tji Khong Hwesio
dia sendiri tentu akan tahu!" Berbareng kedua hwesio tua menarik muka,
seorang yang lain segera menyahut, "Mengapa datang-datang sicu lantas
memukul anak murid kami?"
"Itu hanya suatu hukuman kecil bagi mulutnya yang kotor."
lagi-lagi kedua hwesio tua ini bersungut dongkol, salah
seorang yang membuka suara dulu tadi bicara pula dengan sabar,
"Kalau sicu tidak menerangkan maksud kedatanganmu, maaf
pinceng tidak dapat melayani?"
Si pemuda mendengus sekali, "Kalau begitu terpaksa aku mencari
sendiri." habis berkata dengan langkah lebar ia hendak memasuki
pintu besar biara.
"Mana boleh kamu bertingkah ditempat Budha yang tenang suci."
kedua hwesio tua itu menghardik berbareng dengan melayangkan
pukulan masing-masing.
Sipemuda tidak peduli dan bagai tak merasa apa2, kakinya masih
tetap melangkah maju, "Plak " plok: dua suara nyaring menggema,
seketika kedua hwesio tua merasakan pukulan mereka membal
atau dirutul balik menerjang mereka sendiri, kontan tubuh mereka
tergetar mundur sempoyongan, ditengah suara keluhan mereka,
sipemuda sudah memasuki pintu biara dengan tenangnya.
Karena ribut2 ini sudah menggemparkan para hwesio lain dalam
biara, waktu si pemuda melenggang melalui samping patung
pemujaan, belasan hwesio sudah bersiaga mencegat didepannya,
dari belakang terdengan seruan gusar kedua hwesio tua tadi;
"Kedatanganya bermaksud jahat, cegat dia!"
Serentak belasan hwesio itu berjajar menghadang ditengah jalan,
sambil berjalan si pemuda berkata mengancam, "Kalau kalian
tahu diri lebih baik menyingkir, aku tidak ingin melukai kalian."
"Bocah sombong rasakan ini!" serempat kepelan dan jotosan
beruntun dilancarkan untuk merintanginya.
Sekilas berkelebat sinar merah dalam mata sipemuda, sebelah
tangan diangkat dan diayun, seketika terbit angin badai
menghembus deras kedepan, sontak terdengar suara keluhan dan
kesakitan, beberapa hwesio yang memberondong tiba terpental
jauh oleh gulungan angin kencang yang menerjang mereka, hanya
sekali berkelebat bayang sipemuda tahu2 sudah tiba dipekarangan
dalam. "Tang-tang-tang!" lonceng tanda bahaya bergema keras maka
ributlah suasana dalam biara itu, para hwesio yang tak terhitung
banyaknya bergegas berlarian keluar dari empat penjuru sambil
membekal golok dan pentungannya, mereka berdiri rapi bagai
pagar mengepung sipemuda.
"Kalian mundur!" mendengar suara keras berwibawa ini serempat
para hwesio membungkuk tubuh dan merangkap tangan terus
mundur kesamping, Ditengah ruangan sana
berdiri seorang hwesio berusia lanjut mengenakana kas warna
merah marong, sepasang matanya berkilat2 menatap si pemuda,
tanyanya "Siau-sicu siapakah namamu?"
"Go bing!" "Ada urusan apa kau mencari lolap?" Pandangan
dingin bagai aliran listrik Go Bing mata
menyorong kearah si hwesio tua, "Kau inikah Tji Kong Hwesio!"
tanyanya lantang.
Ucapannya ini menimbulkan gereman gusar dari semua hwesio
yang hadir, tidak ketinggalan si hwesio itupun berobah air
mukanya, "Omitohud, itulah gelarang pinceng".
Go Bing ulurkan jari tengah tangan kanannya, secarik sinar terang
mencorong keluar dari tengah jarinya, katanya dingin "Apa kau
masih kenal ini?"
Seketika wajah Tji Kong Hwesio berobah pucat lesi dan terhuyung
mundur ketakutan, mulutnya mendesis, "Mo hoan (cincin iblis)".
"Tidak salah!" Begitu "Mo-hoan" disebut seketika gemparlah
seluruh hadirin, semua hwesio yang hadir berobah pucak dan
bergemetaran. "Apa hubunganmua dengan Sia-Sin Kho Djiang?" suara Tji Khong
tergetar menahan gelora hatinya.
"Muridnya!" "Dia". dia". belum mati?" Hawa membunuh
diwajah Go bing semakin memuncak,
mendengus sekali dia menjawab, " Hal itu kau tidak perlu tahu!"
Otot dijidat Tji Kong Hwesio merongkol keluar, keringatpun
membajir membasahi tubuh, tanyanya gemetar, "Kau". apa
maksud kedatanganmu?"
"Mengambil batok kepalamu!" Betapa keder dan takunya para
hwesio mendengar nama
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sin-sin Kho Djiang, serta mendengan sipemuda hijau ini berani
hendak mengambil batok kepala ketuanya, semua menggeram
gusar, masa mereka harus diam saja membiarkan orang
memenggal kepala ketuanya, satu bergerak yang lain mengikuti
beramai2 mereka merubung tiba di depan ruang besar.
Dengan pandangan dingin Go Bing menyapu pandang kearah para
hwesio itu lalu serunya dengan datar: Tji Khong Hwesio aku tidak
suka membunuh orang yang tidak berdosa, lebih baik kau
perintahkan mereka menyingkir saja!"
"Sudahlah!" teriak Tji Khong keras sambil mengebutkan lengan
jubahnya yang besar, seruannya hampir mengeluh, "Saudara2 dan
semua anak muridku, lekas kalian mundur!"
Sejenak para hswesio itu merandek, tidak mundur malah dengan
nekad mereka maju lagi.
"Tji Khong maaf aku hendak turun tangan", habis ucapannya
tubuhpun menerjang maju, sebuah jotosan mengarah tepat kedada
Tji Khong. Serangan pukulan ini bukan saja sangat cepat laksana
kilat juga hebat dan seram, meskipun kelihatannya hanya sekali
pukulan namun diantaranya mengandung banyak perobahan yang
susah diselami, seluruh halan darah didada lawan sudah dalam
incaran cengkeramannya.
Sudah tentu Tji Khong tidak mandah terima binasa, akan tetapi
kecepatan musuh turun tangan tiada kesempatan lai untuk dirinya
berkelit atau balas menyerang, dalam saat-saat jiwa diambang
pintu kematian sekuatanya ia lintangkan tangannya untuk menjaga
didepan data. "Blang" disertai suara
keras seperti orang hendak muntah dari mulut Tji Kong tubuhnya
terhuyung surut ting langkah ke belakang.
Bersamaan dengan itu dua batang tongkat besar dan tiga sinar
pedang berbareng memberondong mengurung tubuh Go Bing
dengan serangan yang tidak kalah hebatnya.
Tanpa berpaling lagi, sebelah tangan diajun kebelakang terbitlah
angin deras bergulung2 menerpa kebelakang hingga tujuh hwesio
yang menyerang didirnya terpental pontang panting keempat
penjuru, hampir saja mereka tidak kuat lagi mencekal senjata
masing2, masih untung Go Bing masih belu mau turunkan tangan
jahatnya, Sebat luar biasa tubuh Tji Khong berkelebat lari memasuki
Tay-hiong-po-tian.
"Tji Khong, kemana kau hendak lari?" seru Go Bing, belum habis
ucapannya tubuhnyapun sudah melejit tiba bagai kilat
menghadang dihadapan Tji Khong.
Terasa semangat Tji Khong bagai terbang ke awang2 dilihatnya
bibit bencana yang menyertai kedatangan anak muda ini
berkepandaian tidak kalah lihay dari Sia sin Kho Djiang dulu, jelas
bahwa dirinya tentu bukan tandingan musuh, Elmaut kematian
terbayang didepan matanya hingga wajahnya yang pucat lesi
berobah kehijau2an.
Go Bing kerahkan tenaganya di jari tengah, maka menyoronglah
sinar dingin dari "cincin Iblis" itu lebih lebar dan terang, perlahan2
tangan bergerak dimana sinar dingin itu menyambar, terdengarlah
suara jeritan panjang yang menyayat hati. Kepala Tji Khong yang
gundul terbang meninggalkan tubuhnya, darahpun menyembur
keras bagai mata air dari luka dillehernya, mayatnya terkapar di
lantai tanpa bergerak lagi.
Seketika para hwesio yang memburu tiba didepan pintu Tay hiong
po tian terkesima menyaksikan adengan pembunuhan
yang aneh dan kejam ini, Mereka terlongong bagai patung dan
kehilangan semangat dan kesadaran.
Dengan tenang dan seenaknya Go bing mengeluarkan sebuah
kantongan dan memasukkan kepala Tji Khong kedalamnya, sekali
melejit tubuhnya terbang melewati kepala para hwesio dan
menghilang ditengah udara dalam sekejap mata.
Sayup2 terdengar gema lonceng pertanda dukacita dari pada biara
pek hun ko sat.
Dalam pada itu begitu sampai diluar dengan kecepatan yang
susah diukur Go Bing berlarian keras, cuaca masih tetap gelap,
namun hujan dan angin badai sudah lama berhenti, ditengah
keremangan cuaca itulah dia berlari tiba didepan sebuah gua.
"Siapa?" bentakan dingin dan serak terdengar dari dalam gua.
"Murid sudah kembali, Su"." "Apa tugasmya sudah kau
selesaikan?" "Sudah selesai menurut perintah!" "Masuklah!"
Sambil menjinjing kantongannya Go Bing berkelebat
memasuki gua, gua itu tidak terlalu dalam, ditengah gua tersulut
api unggun, dibawah penerangan api unggun itulah terlihat
dipojok dinding sebelah dalam sana berduduk sila seorang aneh
yang rambut dan cambang bauknya menutupi mukanya, matanya
tinggal sebelah dan merem melek, kedua kakinya sudah buntung
tinggal tulang keringnya saja yang masih kelihatan memutih.
Go Bing meletakkan buntalan kantongnya serta berkata, "Suhu"."
Mata tunggal si orang aneh mendelik sinar matanya hijau
mengancam desisnya gusar, "Bocah, sekali lagi kau berani
memanggil "Suhu", kubunuh kau?"
Go bing menyahut sedih, "Budi kau orang tua membesarkan murid
selama lima belas tahun ini"."
"Kentut!, dulu secara kebetulan kau terjatuh dalam tanganku, itu
pertanda ajalmu memang belum tiba saatnya, Lohu menolong dan
memberi pelajaran silat kepadamu adalah supaya kau kelak dapat
menyelesaikan urusanku. Budi apa segala"."
"Akan tetap". suhu"." Si orang aneh ayunkan tangannya,
seketika Go Bing
tersurut mundur tiga langkah dengan ketakutan, "Bocah, ingat,
panggil aku Kho Lo-sia (Kho tua sesat), kau dengan tidak, dulu
Lohu sudah bersumpah untuk tidak terima murid selama hidup!"
Dimulut Go Bing mengiyakan namun dalam hati ia membatin; kau
melarang aku memanggil kalau dalam hati aku tetap menganggap
kau sebagai Suhu, bukankah beres. Selama lima belas tahun ini
berkawan dengan siorang aneh yang cacat kedua kakinya dan
sebuah matanya. Bermula dia menyangka siorang aneh ini sudah
gila atau sinting, lama kelamaan menjadi kebiasaan. Dalam
ingatannya yang pertama memang gurunya ini sangat aneh dan
sesat tindak tanduk dan ucapannya selalu bertentangan dengan
adat dan peraturan umum, selain kata "Sesat" susahlah
mengungkat keanehan wataknya itu.
Terhadap riwayat hidup suhunya ini boleh dikata hanya samar2
saja diketahui dari mulut orang2 dikelangan kang- ouw. Yang jelas
diketahui hanyalah bahwa nama Sia-sin Kho Djiang (Kho Djiang si
malaikat sesat) sudah sejak dua puluh tahun yang lalu
menggetarkan dan menciutkan nyali setiap toko silat dari aliran
hitam maupun golong putih. Selama
belasan tahun dirinya dibimbing sampai beesar, mengajarkan
kepadaian silat lagi kepadanya hakikatnya hubungan mereka
adalah guru dan murid, naum dia melarang mengaukui hubungan
antara guru dan murid ini.
Teringat sebelum dirinya melaksanakan perintah suhunya pergi
membunuh orang, si orang aneh ini hanya menerangkan bahwa
orang yang harus dibunuhnya ini adalah salah satu biangkeladi
yang menggunakan akal muslihat menyebabkan sebuah mata dan
kedua kakinya menjadi cacat selamanya. Selain itu apapun tidak
diterangkan. "Buka kantongan itu!" Segera Go Bing mengerjakan apa yang
diminta dan mengeluarkan batok kepala gundul itu. Sia-sin Kho Djiang
mengekeh tertawa, serunya, "Tidak
salah, memang dialah Tji Khong si kepala gundul itu, bawa
kebelakang gua dan direndam dalam obat supaya tidak
membusuk."
Go Bing mengiyakan terus masuk ke gua belakang, tidak lama
kemudian ia berjalan keluar lagi.
Sia-sin Kho Djiang ulapkan tangannya dan berkata, "Bocah kau
duduklah".
Go Bing duduk ditepi api unggun. Terdengan Sia-sin Kho Djiang
menyambung katanya
"Siaucu, Lohu pernah melulusi setiap kali kau selesai mengerjakan
tugasmu, aku menjawab satu pertanyaanmu, sekarang kau
tanyalah?"
"Murid". aku ingin mengetahui riwayat hidupku!" "Go Bing
atau Bu Bing hampir sama nada ucapannya dan
itu berarti kau sendiri tidak mempunyai nama, tentang riwayatmu
sedikitpun Lohu tidak mengetahui, sekarang pertanyaan sudah
selesai!" Go Bing menjadi geli dan angkat pundak, pertanyaannya menjadi
sia-sia, baru saja ia hendak membuka mulut lagi, Sia- sin Kho
djiang sudah menggoyang tangan, "Kalau maasih ada pertanyaan,
tanyakanlah setelah kau selesai mengerjakan tugasmu."
Go Bing menelan ludah dan mengurungkan ucapannya, tapi lanatas
timbullah rasa sedih dalam benaknya bahwa ternyata dirinya
adalah insan yang harus dikasihani tanpa mengetahui riwayat
sendiri. Suhunya sendiripun tidak mengetahui, bukankah teka-teki
riwayat hidupnya takkan terpecahkan selama hidup ini. Go Bing, Bu
bing (tak bernama) sungguh tak terduga hanya nama saja dirinya
tidak punya. Bagaimana dirinya sampai dibimbing dan dibesarkan oleh Sia-sin
Kho Djiang, tiada pangkal mulanya yang dapat diingat. Mungkin
dari permulaan apa yang pernah dialami, dapat dicari pangkal
sumbernya, akan tetapi dia tahu akan sifat aneh gurunya, tiada
gunanya banyak tanya. Satu2nya jalan hanya menunggu
kesempatan lain yang akan datang.
Mata tunggal Sia-sin Kho Djiang berkedi2, katanya, "Siaucu
dengarlah orang kedua yang harus kau bunuh adalah Tiang- un
Suseng"."
"Tiang-un Suseng (pelajar nestapa)?" "Tidak salah, apa kau
pernah dengar tentang orang itu
dikalangan kangouw?" "Pernah kudengar, nama pendekar dan
kepahlawaman Tiang-un Suseng"." "Bohong, nama kosong dan perbuatan
palsu kaum keroco
di kalangan bulim sangat banyak!" "Aku hanya dengar dari cerita
sementara orang." "Tiang-un Suseng tiada mempunyai tempat
tinggal tetap, kau harus lebih banyak mengeluarkan tenaga untuk mencari
jejaknya".
"Mengapa kau orang tua tidak secara total menyebutkan nama2
orang yang harus kubunuh, kalau dapat sekaligus kubereskan
bukankah menghemat tenaga dan waktu untuk pulang pergi"."
"Siaucu ambekmu terlalu besar, apa kau kira setiap orang yang
harus kau bunuh ini sama rata dengan Tji Khong sikepala gundul
yang tidak becus ini?"
"Maksudku orang yang harus kucari itu mungkin tidak ketemu
dan secara kebetulan dapa kebentrok dengan yang lain"."
"Memang omonganmua sangat beralasan, tapi apa yang pernah
Lohu ucapkan tidak pernah kujilat kembali."
Go bing tidak membuka suara lagi, dengan langkah lebar dia
meninggalkan gua itu, sejak kecil hidup bersama Sia-sin Kho
Djiang sedikit banyak sifat aneh gurunya itu menular pada
muridnya. "Siaucu kau kembali!" "Kau masih ada omongan lagi?"
Walaupun Sia-sin tidak
mengijinkan dia memanggil Suhu dan harus memanggil Kho
Lo-sia, tapi dia tidak mau secara terang2an menyebut itu, sebab
meskipun hubungan mereka tidak resmi, tapi hakekatnya adalah
guru dan murid, dan sebab yang lebih penting adalah bahwa
dirinya senantiasa harus berkelana di kalangan kangouw, sifat
menyendiri yang aneh sudah berdarah daging dalam tubuhnya.
Membunuh tji Khong hwesio merupakan tugasnya yang pertama
kali, sebelumnya belum ada seorangpun yang mengenal dirinya
dikalangan kangouw.
Terdengan Sia-sin berkata haru, " kalau kau bertemu dengan
orang yang dapat menggunakan "Pek-pian-kui-djiau", tidak peduli
siapa dia dan apa kedudukannya, kau tidak boleh turun tangan,
lebih penting lagi jangan kau katakan jejakku ini, ingatlah hal ini."
"Lalu mengapa?" "Kenapa" kau tidak perlu tahu!" "Masa, murid
Sia-sin Kho Djiang harus takut"." "Kentutu, siapa bilang bocah
macammu ini adalah
muridku?" "Akan tetap kepandaian silatku dan cincin iblis ini
bukankah itu berarti mencuri kelintingan menutupi telinga sendiri?" "Berani
banyak bacot lagi kubunuh kau." Apa boleh buat Go Bing angkat
pundak terus tinggal pergi
keluar gua. Mala itu juga dia tinggalkan gunung dimana Suhunya
bersemayam dan menginap disebuah hotel. Terdengar olehnya
banyak para tamu penginapan itu tengah ribut2 mempercakapkan
tentang murid Sia-sin Kho djiang yang muncul lagi dikalangan
kangouw. Sekali gebrak menanggalkan batok kepala Tji Khong
hwesio ketua biara Pek-hun-ko-sat.
Selama malang melintang dulu Sia-sin Kho Djiang selalu menuruti
kata hatinya, sifatnya jahat2 jantan, dikatakan sesat bukan karena
dia adalah penjahat besar yang laknat, adalah karena sifatnya
yang aneh semua perbuatannya bertentangan dengan kehendak
umum, dan lagi ilmunya sangat tinggim maka orang2 memberikan
julukan Sia-sin (malaikat sesat) padanya.
Timbullah dugaan dalam benak Go bing, mungkin peristiwa
pembunuhan di Pek-hun-ko-sat telah menggemparkan seluruh
bulim, untung selain para hwesio itu tiada seorangpun yang
mengenal wajah dirinya. Kalau cincin iblis ditangannya tidak
diketahui orang, asal-usul dirinya masih dapat dirahasiakan, kalau
tidak tentu membawa banyak kesukaran akan tugas yang harus
dilaksanakan itu. Maka terpaksa ia tanggalkan Mo- hoan dari
jarinya dan disimpan di dalam kantong bajunya.
2. MAYAT JELITA DIDALAM HUTAN
Waktu terang tanah dia tinggalkan penginapan dan
berjalan seenaknya dijalanan raja tanpa tujuan yang menentu,
Tiang-Un Suseng tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap,
sedemikian besar kangouw ini mencari seorang berarti mencari
sebatang jarum dilautan, disamping itu nama Tiang- Un Suseng
sangat disanjung puji sebagai seorang pendekar budiman yang
tenar, sekali dia menemui ajalnya, geombang heboh kematiannya
itu dapatlah dibayangkan, akan tetapi perintah guru bagaimanapun
harus dilaksanakan.
Tapi bila teringat kejadian betap kejam waktunya suhunya dikorek
sebuah matanya dan kedua kakinya dikutungi, ia maklum akan
dendam kesumat suhunya ini, mereka lebih dulu mencelakai
gurunya dengan cara keji dan busuk, kini kalau dirinya membunuh
mereka agaknya sangat setimpal dan tiada salahnya.
Bagaimana wajah dan perawakan Tiang-Un Suseng sedikitpun dia
belum mengetahui, seumpama bertemu ditengah jalan juga tidak
mungkin mengenalnya, lagipula tidak mungkin ia tidak mungkin
bertanya pada orang lain".
Tengah bejalan sebuah suara yang melengking mengerikan
bergema ditengah udara dari kejauhan sana, suara itu membuat
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bulu kuduk orang mengkirik mendengarnya.
Terkesiap hati Go Bing terbangun semangat dari lamunannya, lalu
dengan cermat dia pasang kuping, tapi setelah suara jeritan itu tak
terdengar lagi suara lain atau reaksi apa2, dari arah suara yang
melengking tinggi itu agaknya tidak jauh didepan jalanan sana,
maka sebat sekali tubuh Go Bing berkelebat melayang kedepan
dengan kecepatan bagai anak panah. Sebelah samping kanan dari
jalan itu adalah sebuah hutan kecil, sebelah kiri adalah padang
rumput yang luas tak berujung pangkal, sekilas ia berpikir cepat2
ia memutar arah memasuki hutan didepannya ini, kedua matanya
bagai kilat menyapu keempat penjuru. Kira2 sepuluh tombak
didepan sana tampak sesosok tubuh seorang wanita rebah
membujur diatas tanah, baju atasnya hancur lebur, sedang bawah
tubuhnya tanpa mengenakan seutas benangpun.
Seketika merah padam wajah Go Bing, hati berdetak keras
napaspun memburu, baru saja hendak putar tubuh tinggal pergi,
sekonyong2 tergeraklah hatinya, bukankah suara jeritan panjang
tadi adalah suara seorang wanita apa mungkin dia ini". karena
pikirannya ini ia putar balik lagi sambil menahan gelora hatinya ia
maju mendekat dan melihat lebih tegas. Terlihat olehnya orang itu
adalah seorang gadi remaja, keduanya matanya tertutup rapat dari
lobang panca inderanya mengalir darah segara, kedua tangannya
mencengkram kencang kedalam tanah, bawah tubuhnya merah
bernoda darah. Tergetar kecut hati Go Bing, batinnya, "mayat seorang wanita
yang diperkosa dulu sebelum dibunuh."
Meski menghadapi sesosok mayat, namun bagi jiwa muda yang
belum pengalaman mengalami gelora hidup manusia dan usia
yang baru menanjak dewasa seperti Go Bing hampir2 tidak kuat
menahan gejolak hatinya, terasa jantungnya hampir melonjak
keluar. Tapi itu kejadian dalam sekejap saja, lantas terpikir olehnya inilah
tragedi mengenaskan yang penuh diliputi suasana seram
mengerikan, gadis remaja ini kira2 baru berusi lma " enam belas,
mengapa diperkosa dan dibunuh orang" Lalu siapakah dia, orang
dari kalangan persilatan atau".
"Siapakah algojo yang berbuat demikian kejam?", "harus
dibunuh!" demikian ia menggumam seorang diri. Lalu terpikir
dalam hatinya, "gadis ini diperkosa dan dibunuh oleh bangsat
rendah yang tidak bertanggungjawab, enggenaskan dan harus
dikasihani, aku tidak bisa membiarkan jenasanya demikian saja,
aku harus menguburkannya!".
Baru saja hatinya mengambil ketetapan, mendadak terdengar
suara dingin mengejek dibelakangnya, "bukankah perbuatan
sarudara ini sangat telengas!"
Sungguh kejut Go Bing bagai disengat kala, lekas2 ia memutar
tubuh, dilihatnya tiga tombak jauhnya berdiri seorang pemuda
gagah yang mencoreng pedang tengah mengawasi dirinya,
wajahnya membeku geram dan penuh hawa membunuh.
Diam2 Go bing mengeluh, " celaka, kalau orang salah paham
bagaimanapun susah menerangkan peristiwa ini."
Dari itu diapun balas bertanya dingin, "Apa yang kau katakan?"
"Disiang hari bolong, saudara berani memperkosa dan membunuh
seorang wanita lemah"."
"Tutup mulutmu!" hardi Go Bing dengan amarah yang menggelora
didada, "Dengan alasan apa kau memfitnah orang semena2?"
"He he he he, saudara tak perlu main debat, kenyataan
didepanmu itu membuktikan ?"?""
"Sekali lagi kau berani buka bacot kubunuh kau!" Wajah beku
pemuda itu berobah abu2, maju berapa
langkah dia memandang atajam kearah mayat wanitu itu,
mendadak ia menggerung gusar dan memaki, "bangsat cabul,
beani kau memperkosa dan membunuh tunanganku, kalau hari ini
aku tidak mencacah jiwam, aku bersumpah tidak menjadi
manusia!" sambil berkata2 itu tubuhnya menerjang maju sambil
menggerakkan kedua tangannya melancarkan serangan hebat.
Mendengar sikorban adalah tunangan orang, timbullah rasa
simpatik dalam benak Go Bing, tanpa membalas dengan ringan
sekali ia berkelit kesamping delapan kaki sambil berseru; "hai,
berhenti dulu!"
Bagai tidak mendengar sipemuda masih lancarkan lagi dua
pukulan keras dengan kalap.
Laig2 Go bing harus melejit kesamping, "Sret" seketika sinar
terang berkilatan, kiranya si pemuda telah menjoreng pendang
panjang, dan belum sempat Go Bing membuka suara lagi, sei
pemuda telah berteriak panjang, pedang ditangannya menusuk
enteng kedepan, kelihatannya tusukan ini biasa saja tapi
sebenarnya mengandung perubahan tersembunyi yang susah
diukur kehebatannya, sebelum ujung pedang menusuk tiba
didepan tubuh, susahlah diduga sasaran mana yang diincarnya,
dari sini dapatlah diketahui bahwa ilmu pedang si pemuda sudah
hebat dan sempurna betul.
Bagai bayangan setan iblis lagi2 tubuh Go Bing berkelebat
menghilang, mulutnyapun berseru, "Inilah jurus ketiga!"
Begitu sipemuda lancarkan tusukannya, bayangan musuh seketika
menghilang, mala suaranya terdengar dibelakangnnya, keruan
hatinya tergetar kecut, sambil kertak gigi ia ayunkan pedangnya
kebelakang sambil memutar tubuh, gerak perobahan yang cepat ini
benar2 membuat orang kagum meleletkan lidah, namun demikian
kepandaian lawan beberapa tingkat lebih tinggi dari kemampuannya.
"Lepas tangan!" ditengah bentakan dingin itu, sipemuda rasakan
pergelangan tangan tergetar, tahu2 pedang panjangnya sudah
terampas oleh lawan, saking kecut serasa jiwanya melayang ke
awang2, dengan ketakutan ia mundur beberapa langkah. Ia
menyesal karena memandang rendah kepandaian musuhnya ini.
Go Bing membolang-balingkan pedang, lalu melontarkan balik
sambil berseru, "Sambutlah."
Sipemuda menyambut pedang wajahnya berobah2 tak menentu.
Go bing mendengus sekali lalu bertanya, "Sikorban ini benar2
adalah tunanganmu?"
"Tidak salah!" sahut sipemuda sambil kertak gigi. "Kau belum
memeriksa lantas dengan alasan apa kau
menuduh orang seenakmu dewek?" "Aku hanya melihat kau disini,
masa bisa"." "Aku mendengar teriakan mengerikan lalu bergegas
memburu tiba, selain si korban ini tak kulihat bayangan
seorangpun, kalu dia benar2 adalah tunanganmu, tentu kau dapat
mencari sumber penyelidikanmu"."
Pada saat itulah sebuah bayangan langsing terbang tiba dalam
gelanggang pertempuran, waktu Go Bing menoleh ternyata
sipendatan ini adalah seorang gadis ayu jelita, wajahnya cerah
secantik bidadari.
Si pemuda berseru girang dalam dukanya, "Hun-ci, lihatlah adik
Moay"."
Si Gadis memutar bola matanya melihat jenasah diatas tanah,
seketika ia terbelalak ngeri dan berobah air mukanya, mulutnya
memekik keras, "Li Bun siang apakah yang telah terjadi?"
Kirnya nama sipemuda adalah Li Bun siang. Li Bun siang tergagap
sambil menunjuk Go Bing, "Dia"."
Bergegas sigadis maju sambil melepaskan mantelnya terus
ditutupkan ditubuh adiknya, seketika air mata membanjir bagai air
mancur, pekiknya penuh duka, "Adik Moay, biar cicimu membalas
sakit hatimu ini".
Memutar tubuh dia menghadapi Go Bing wajah jelita itu
menunjukkan nafsu membunuh yang menggelora, serunya
bengis, "Bangsat, aku siang Siau-hun berumpah pasti membeset
kulitmu dan mencacah jiwamu"
Go Bing berseru gugup, " Nona, aku"." Saking dka hati Siang
Siau hun terasa bagai diiris2. "Serahkan jiwamu!" bentaknya
diserai serangan kilat
me n j o j o h mu k a Go B i n g s e d a n g t a n g a n y a n g l a i n
b e r g e r a k s e p e r t i c a k a r g a r u d a me n c e n g k r am
k e u l u h h a t i n y a b e t a p a k e j am d a n g a n a s s e r a n g a n
i n i s e k a a n 2 s e k a l i g e b r a k i n g i n r a s a n y a
me Baganigmkaenarpeumn utasj aGmo m Buliunt gG.o bing susahlah memberi penjelasan,
baru saja ia berkelit kesamping lantas terasa samberan angin
dingin dari belakangnya, tahu dia bahwa Li Bun siang telah
mencuri kesempatan ini untuk membokong dirinya, dibawah
gencatatan dari depan dan belakang, musuhpun bukan lawan
enteng, cara turun tangannyapun secepat kilat, dalam keadaan
gawat itu, tak sempat serangan Siang Siau hun dihiraukan sambil
miringkan tubuh ia lancarkan sebuah pukulan menerjang kearah Li
Bun Siang. "Blang!" disertai suara tertahan pukulannya membuat Bun siang
terpental jauh membawa pedangnya, tapi punggungnya
sendiripun tidak urung kena terpukul oleh serangan siang Siau
hun tubuhnya terhuyung maju.
Tergetar hati Siang Siau hun bahwa pukulannya itu dilancarkan
dalam kegusarannya yang memuncak telah menggunakan seluruh
tenaganya, seumpama batu gunung yang keraspun pasti hancur
lebur, tapi tidak demikian dengan lawan ini, bukan saja tidak
terluka mala timbul suatu tenaga mental balik dari tubuh lawan
hingga tangan sendiri tergetar dan linu kesakitan. Namun gejolak
hati ini hanya sekilas saja merisaukan hati, pada lain kejap kedua
tangannya bergerak dan tubuh melejit menyerang Go Bing lagi.
Mau tak mau Go Bing harus ambil keputusan nekat dan tegas,
kalau lawan tidak ditundukkan hakikatnya tiada
kesempatan baginya untuk memberi penjelasan, sebenarnya
dengan kepandaiannya gampang saja tinggal pergi tapi dengan
tuduhan dosa tak terampunkan itu kalau tersiar luas dikalagan
kangouw susahlah dibayangkan akibatnya, sambil berpikir2 itu
kedua tangan bergerak melingkar dan menyapu, seruang keras
tertahan segera terdengar Siang Siau hun tersurut mundur lima
langkah, dari mulut kecilnya melelh keluar darh segar. Gerak gerak
Go bing tidak berhenti sampai disitu, sebat luar biasa ia memutar
tubuh terus melesat tiba didepan Li Bun siang, dari sampai
dilancarkan sebuah pukulan, tanpa sempat menggerakkan
pedangnya Li Bun siang mendem keras badannya meliuk dan jatuh
duduk diatas tanah.
Perlahan2 Go Bing putar tubuh menghadapi Siang Siau hun
ujarnya, "Siang-kohnio, maafkan perbuatanku ini, aku tidak
sengaja hendak melukaimu, tapi kau terlalu mendesak hingga
terpaksa aku harus turun tangan."
"Bangsat cabut, ingin nonamu ini mencacah tubuhmu dan minum
darahmu"."
"Nona sukalah kau dengan sepata kataku?" Siang Siau hun
sudah nekat, matanya merah membara
tubuhnya gemetar saking duka dan gusarm wajahnya membesi
tanpa ekspresi, tangan diangkat lagi2 ia hendak lancarkan
serangannya".
Pada saat2 genting inilah sebuah bayangan tinggi lencir mendadak
terbang datang dari belakang phon lima tombak sana, sekali
berkelebat bayanga ini sudah berdiri dihadapan mereka, bayang ini
ternyata adalah seorang yang mengenakan pakaian hijau.
Siang siau hun sudah pasti bahwa si algojo yang membunuh dan
memperkosa adiknya adalah Go bing, ingin rasanya menelan
musuh ini bulat2. makanya munculnya si orang berkedok ini
sedikitpun tidak dihiraukannya, adalah Go
Bing malah melihat tegas, cara orang baju hijau ini bergerak
sungguh sangat aneh dan menakjubkan ginkang orang ini.
"Nona berhenti sebentar!" seru orang berkedok itu, suaranya
dingin menggiriskan tubuh membuat bergidik pendengarnya.
Berdetak jantung Siang Siau hun, serangannya dibatalkan lalu
mundur satu langkah, baru sekarang ia melihat kehadiran si baju
hijau berkedok yang berdiri didepannya. Suara kata dingin tadi
terang diucapkan olehnya, Maka dengan gemes ia bertanya ,
"Siapa tuan ini?"
"Orang lewat!" sahut siorang berkedok seenaknya. "Hm, apa
tujuan tuan muncul disini?" "Untuk melerai!" "Apa maksudmu?"
"Kepandaian nona tidak lemah, tapi kau masih bukan lawan
engkoh kecil ini!". Siang siau hun mengangkat alis, serunya
geram, "Aku ingin
mencacah hancur tubuhnya." "Karena adikmu dibunuh dan
diperkosa?" "Ya, tuan orang lewat, silahkan lanjutkan
perjalananmu!". "Dengan alasan apa nona memastikan bahwa
engkoh kecil ini adalah sipembunuh yang memperkosa adikmu itu?" "Ini"."
Siang siau hun melengak bungkam, tergugahlah
hatinya, karena pertanyaan ini seketika ia terhenyak ditempatnya,
bola matanya melirik kearah Li bun siang yang berdiri disamping
sana. Dengan haru dan rasa terima kasih yang tak terhingga Go Bing
meliring kearah siorang berkedok, terdengan si orang berkedok
bicaa lagi, "dalam peristiwa ini Lohu dapat menjadi saksi."
"Saksi?" jengek Siau siau hun dengan geramnya. "Ya!" "Punya
bukti apa kau hendak menjadi saksi, apa kau tahu
siapa pembunuh itu?" "Engkoh kecil ini datang kemari setelah
mendengar teriakan
adikmu yang sudah menjadi korban, ini Lohu melihat sendiri."
Siang Siau hun mendesak maju dan berseru haru, "jadi
tuan mengetahui siapakah pembunuh itu?" "Sudah tentu!"
sahutnya, dua jalur sinar dingin mencorong
keluar dari belakang kedoknya menatap kearah Li Bun Siang. Li
Bun siang bergidik lemas, serunya gugup, "Hun-ci waktu
aku memburu tiba, kulihat bocah ini tengah berdiri disamping
jenasah adik Moay, dia"."
Mata Go Bing pun tidak kalah tajamnya dan bengisnya menyapu Li
Bun siang, suaranya mendesis, "Siaucu mengingat si korban ini
adalah tunanganmu, aku tidak ambil panjang urusan ini, kalau
tidak sejak tadi sudah kulumas nyawamu, berani kau memfitnah
semen2 tanpa bukti?"
Suara siorang berkedok dingin menyambung ucapan Go Bing,
"Tapi Lohu melihat kau berlari pontang panting dan kembali lagi,
waktu engkoh kecil ini datang tadi kebetulan kau baru saja lari
pergi"."
"Bohong, dia adalah tunanganku, masa"." Dengan penuh
kecurigaan Siang Siau hun bertanya pada
orang berkedok, "Apakah keterangan tuan ini dapat dipercaa?"
"Apa faedahnya aku berbohong!" Pucat pias wajah Li Bun Siang,
tubuhnya gemetar keras. Siang siau kun berbalik menghadapi Li
Bun siang, sinar
matanya mengandung kebencian yang menyala2, hardiknya
bengis, "Li Bun siang coba kau katakan!"
Mendadak Li Bun siang menggembor keras bagai orang gila,
tubuhnya terkapar jatuh, kedua tangannya mencakar dan
menggaruk keseluruh tubuhnya hingga seketika itu bajunya dedel
dowel hancur lebur. Perobahan mendadak yang tidak terduga ini
membuat ketiga orang lainnya bercekat hatinya dan berdiri
kesima. Gesit sekali tubuh orang berkedok melejit maju mendekat, jari
tangan menutuk dari jauh mengarah jalan darah Tiong- tong,
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jalan darah kematian didada Li Bun siang, setelah berkelejet sekali
tubuh Li Bun siang diam tak bergerak, mati!
Bergetar hati Go Bing, sebelum sempatia buka suara, Siang Siau
hun sudah memburu maju beberapa langkah, matanya menatap
tajam sambil menuding orang berkedok suaranya gemetar, "Tuan,
apa maksudmu ini"
"Membebaskan dia dari penderitaan!" "Apa bebas dari
penderitaan?" "Ya." Ucapan ini seakan menhentikan napas Go
Bing dan Siang siau hun, wajah mereka menunjukkan perasaan penuh curiga dan
ketakutan. Siorang berkedok menggeleng kepala, ujarnya, "Lohu terburu
nafsu menyalahkan dia"
"Jadi dia mati terbokong?" tanpa merasa tercetus pertanyaan dari
mulut Go Bing. Dengan suara sangat haru siorang berkedok berkata kepada Siang
Siau hun, "Nona siang, coba kau lihat cara kematiannya itu apakah
sama dengan kematian adikmu?"
Go bing dan Siang Siau hun berseru kaget hampir bersamaan,
"tujuh lobang (panca indra) keluar darah.", memang darah melelh
keluar dari mata, hidung, kuping dan mulut Li Bun siang.
Suara siorang berkedok kini tidak lagi dingin dan menggiriskan, tapi
berobah haru dan sember, "Adikmu ini bukan mati lantaran
diperkosa, tapi karena keracunan!"
"Keracunan?" tergetar suara Siang Siau hun. "Ya, setelah Lohu
meliat bocah ini baru mendadak aku
teringat, kalau dugaanku tidak salah racun jahat ini adalah yang
sering dikabarkan sebagai bisa paling lihai bernama racun tanpa
bayangan"."
"Racun tanpa bayangan?" "Ya, racun tanpa bayangan! racun
tanpa bayangan ini
boleh dikata merupakan racun yang paling jahat dikolong langit
ini, kalau racun ini bekerja dalam tubuh terasa sangat panas,
seluruh tubuh gatal2 susah ditahan, maka sipenderita menggaruk
dan mencakar badan sendiri, setelah mati darah merembes keluar
dari panca indra, selayang pandang tidak kentara adanya bekas2
keracunan, hampir mirip benar karena mati tergetar remuk oleh
pukulan berat, maka itu dinamaakan racun tanpa bayangan."
Mendengar keterangan ini Go Bing menghela napas dalam,
sungguh ajaib bahwa didunia ini ternyata ada bisa yang
sedemikian jahat.
Siang Siau hun sesungukan menutupi mukanya, Lagi2 suara
siorang berkedok bertanya, "Apa nona
mempunyai musuh besar atau"." "Tidak ada!" jawab Siang Siau
hun sambil mengusap air
mata, "Apalagi adikku belum penuh berusia enam belas, selama ini
belum pernah kelana di kangouw, sudah tentu tak perlu diragukan
adanya musuh besar apa segala, adalah kematiannya ini yang
membuat aku tak habis mengerti."
"Lalu saudara kecil ini?"
"Dia bernama Li Bun siang, kawan karib adikku sejak kanak2,
diapun jarang kelana di Bulim."
Go Bing turut bicara, "Apakah adikmu membawa suatu benda apa
yang bisa membuat tokoh kangouw mengincar dan ingin
merebutnya?"
"Ya, itu satu kemungkinan" sambungnya siorang berkedok sambil
manggut2. Siang Siau hun mengiakan, tapi lantas menggeleng kepala.
"Benar2 tidak!" "Tidak!" "Inilah mengherankan, mengapa
orang membunuh adikmu
dan Li Bun siang ini, coba nona pikir2 lagi, sebelum kalian tiba
disini, apakah suatu peristiwa terjadi yang harus diambil
perhatian."
Mendadak Siang siau hun melompat maju menubruk kearah
jenasah adiknya.
Siorang berkedok membentak keras" "jangan sentuh!" ~ disusul
tubuhnya menyambar maju dengan kecepatan yagn susah diukur
ia menghadang didepan Siang Siau hun, sekuatnya Siang Siau hun
menghentikan luncuran tubuhnya, tanyanya kaget, "Mengapa
jangan?" "Menurut kabarnya, racun tanpa bayangan ini melebar keseluruh
tubuh sikorban, kalau nona menyentuh kulitnya saja tentu kaupun
akan mengikuti jejak adikmu bersama Li Bun siang itu."
Mengkirik bulu tengkuk Siang siau hun, keringat dingin
membasahi tubuhnya.
"Nona ada menemukan apa?" tanya siorang berkedok lagi.
Dengan rasa pedih dan pilu Siang Siau hun memandang jenasah
adiknya, sahutnya, "Mendadak teringat olehku suatu perstiwa"."
"Peristiwa apa?" Karena heran dan ingin tahu perkembangan
selanjutnya Go Bing urungkan niatnya hendak tinggal pergi, ia maju mendekat
sambil pasang kuping.
Kata Siang Siau hun, "Kira2 sepuluh li didepan jalan tadi kita
bertiga bertemu dengan seorang tua yang sudah hampir menemui
ajalnya, karena terluka berat, dititipkan kepada kita bertiga sebuah
barang yang minta tolong supaya dihantarkan ke Yok-ong bio
diluar kota Seng-toh, barang itu harus langsung diserahkan kepada
ketua kelenteng itu, karena kasihan kita"."
"Lalu kalian melulusi hendak menyampaikan barang itu?" tukas
siorang berkedok cepat.
"Ya, memang tujuan kitapun hendak ke Seng-toh." "Barang
apakah itu?" "Agaknya sebuah kotak panjang yang dibungkus
kain berminyak." "Mana barang itu?" "Disimpan oleh adikku!, justeru
tadi aku hendak memeriksa
apa barang itu masih ada ditubuhnya." "Coba nona periksa
menggunakan dahan pohon." Siang Siau hun menjemput
sebatang dahan pohon sebesar
lengan lalu mengcungkil-cungkil baju yang hancur lebur dan
membalikkan juga tubuh adiknya, tapi apapun tidak kelihatan,
dengan kejut dan keheranan ia berseru, "Sudah hilang!"
Siorang berkedok manggut2, ujarnya, "disitulah pangkal mula
peristiwa ini, barang itu pasti suatu benda berharga di
bulim, mungkin siorang tua yagn sudah dekat ajal itu memang
terluka berat dan terpaksa minta bantuan kalian untuk
mengantarkanb enda itu, dan juga mungkin karena dikejar2 musuh
besar, lalu pura2 terluka berat dan hendak mati, menitipkan barang
itu kepada kalian adalah untuk mengelabuhi musuhnya itu, tapi
bagaimana adikmy lantas bisa keluyuran seorang diri"."
"Adikku masih bersifat kanak2 karena sedikit selisih mulut dia
lantas berlari mendahului kita, aku dan Li Bun siang tidak ambil
perhatian, berjalan seenaknya dibelakang, akhirnya karena kuatir
seorang diri Li Bun siang berlari menyusul kedepan dan aku
bejalan paling belakang, sungguh tak terduga"." bicara sampai
disitu Siang siau hun tidak kuat lagi meneruskan penuturannya, air
mata mengucur semakin deras.
Siorang berkedok berdehem berat, lalu katanya, "Benar, menurut
dugaan Lohu, buntalan itu pasti berisi suatu benda pusaka apa
yang sangat berharga di Bulim, sipembunuh mungkin adalah
siorang tua yang pura2 terluka dan hampir mati itu, setelah
tipunya dapat mengelabuhi musuh2nya, secepat terbang dia
menyusul tiba dan membunuh adikmu untuk menutupi mulutnya,
bahwa dia menggunakan racun tanpa bayangan tujuannya adalah
hendak sekaligus secara tidak langsung hendak membunuh kalin
bertiga, dalam perhtitungannya setelah adikmu mati tentu kalian
akan menyentu tubuhnya dan ini berarti sekali panah terkena tiga
ekor burung, akan tetapi juga kemungkinan adalah perbuatan
musuh yang mengejar siorang tua hampir mati itu, setelah dapat
mengetahui tipu licik orang tua hampir mati itu dia menyusul tiba
terus membunuh adikmu!"
Tanpa terasa Go Bing mendengus sekali dan menggumam,
"jahat, harus dibunuh!"
Mendengar itu Siang siau hun melirik kearah Go bing, tergerak
hatinya baru kini didapatinya pemuda yang salah sangkanya
sebagai pembunuh adiknya ini ternyata adalah
seorang pemuda yang cakep ganteng, tapi wajah yang ganteng itu
bersemu hawa pembunuhan yang lebat, daya tarik laki2 jantan
menyedot hatinya, tanpa terasa ia membungkuk minta maaf;
"Sukalah dimaafkan kecerobohan ku tadi"
"Tidak menjadi soal," sahut Go Bing kaku. "Bolehkan kuketahui
nama besarmu?" Berputarlah otak Go Bing, waktu di Pek hun
ko sat ia pernah menyebut namanya sebagai Go Bing kalau sekarang
dikatakan bukankah akan membuka rahasia dirinya, hal itu tentu
tidak menguntungkan dirinya untuk menuntut balas sakit hati
gurunya kelak. Apabila Go Bing itu berarti dirinya tidak mempunyai
nama, karena pikiran ini dengan tawar dia menyahut, "Aku
seorang keroco dari kangouw, kiranya tidak perlu nona
mengetahui namaku."
Merah jengah wajah siang Siau hun, berpaling muka dia bertanya
kepada siorang berkedok, "Apakah cianpwe mengetahui siapa2
kiranya yang menggunakan racun tanpa bayangan itu dikalangan
kangouw?" Sejenak siorang berkedok berpikir lalu berkata, "Racun tanpa
bayangan hanya kudenganr dari cerita orang saja, menurut
keadaan kematian adikmu itu persis benar dengan kabar cerita itu,
jadi itu hanya dugaanku saja, benar atau tidak belum tentu dapat
dipastikan, namun dikalangan kangouw sekarang ini yang merajai
menggunakan racun berbisa terhitung Pak-tok Tangbun Lu
seorang"."
"Apa tidak mungkin Pak-tok (racun utara) yang turun tangan?"
"Tidak mungkin!" "Kenapa?" "Selain pandai menggunakan
racun juga ilmu silat Tangbun
Lu lihat jarang ada tandingannya didunia persilatan. Selama hidup
ini dia hanya punya seorang musuh yang paling ditakuti,
itulah Sia-sin simalaikat sesat Kho Djiang yang berjuluk Lam- sia
(sesat dari selatan)"."
Bicara sampai disini dengan sengaja siorang berkedok merandek
dan entah sengaja atau tidak matanya melerok kearah Go Bing.
Mendengar orang menyinggung nama gurunya, tergerak hati Go
Bing, namun sejak kecil dia sudah digembleng simalaikat sesat,
tindak tanduk Sia-sin yang bertentangan dengan kebiasaan umum
sedikit banyak membawa pengaruh pada jiwanya, perobahan
perasaan hatinya tidak kentara dari lahir wajahnya, pikirnya : kalau
kepandaian racun utara sudah jarang menemui lawan didunia
persilatan apalagi merupakan musuh bebuyutan suhuna, bukankah
itu berarti bahwa kepandaian suhu mungkin lebih tinggi dari racun
utara ini, lalu bagaimana terjadinya suhu sampai celaka dibawah
tangan orang" Tanpa merasa mulutnya terpentang bicara, "Antara
sesat dari selatan dan racun utara itu siapakah lebih kuat dan
lemah?" "Ilmu Hian-In-kang dari racun utara boleh dikata sukar dicari
tandingannya, tapi Kiy-yan-sin-kang dari Lamsia justeru
merupakan lawan mematikan bagi ilmu Hian-In-kang itu, tapi
karena racun utara berkelbihan pandai menggunakan bisa maka
mereka masing2 memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri2"
"Tadi cianpwe belum memberi penjelasan mengapa racun utara
tidak mungkin turun tangan?" Siang Siau hun mengajukan
pertanyaan lagi.
Siorang berkedok manggut2, sahutnya, "Pertama: racun utara
sangat menjunjung tingkatan dan kepandaianya tentu tidak
mungkin ia turunkan tangan jahat kepada tingkatan rendah, hal ini
semua orang dikalangan kangouw tentuk maklum, kedua
seumpama terdesak oleh keadaan dengan kepandaian silatnyapun
tidak perlu dia menggunakan racun,
ketiga, sudah belasan tahun dia tidak pernah muncul didunia
persilatan, maka kukatakan"."
Bola mata Siang Siau hun berputar, "Apa tidak mungkin
perbuatan anak muridnya?"
Siorang berkedok ragu2, lalu sahutnya, "Ya, itu kemungkinan."
"Aku bersumpah harus mencari tahu perbuatan siapa ini, untuk
menuntut balas bagi kematian adikku dan Li Bun siang."
Suara Go Bing dingin kaku menyambung, "Secara kebetulan aku
memergoki peristiwa ini, akan kubantu sekuat tenaga untuk
menyelidiki siapa pembunuh adikmu itu."
Ucapan ini diluar dugaan Siang Siau hun, sungguh dia tidak habis
mengerti bagaimana watak dan tindak tanduk pemuda ini
sebenarnya, bukan saja dingin dan garang serta congkak, namun
ucapannya itu menunjukkan pula sifat jujurnya, sinar matanya lagi2
menatap wajah cakep ganteng yang mengandung daya tarik bagi
semua lawan kelaminnya, lupa akan sifat dingin dan congkak orang
terhadap dirinya, dengan suara lembut ia berkata, "Saudara
menjunjung keadilan dan kebenaran, biarlah sebelumnya aku
mengucapkan terima kasih."
Go Bing ulapkan tangannya, " itupun tidak perlu, aku bukan
pendekar yang suka menanam budi, tadi sudah kukatakan secara
kebetulan saja aku memergoki peristiwa ini, terpaksa aku harus
ikut campur."
Sahutan ini membuat Siang Siau hun hampir susah bernapas
saking dongkol, raut mukanya mengelam dan sahutnya, "Kalau
begitu tak berani aku menyusahkan saudara."
Go Bing menarik muka wajahnya membesi, "turut campur atau
tidak adalah urusanku, nona tidak perlu banyak komentar,
selamanya aku melakukan apa kata isi hatiku, tiada
sangkut pautnya dengan orang lain dan orang lainpun tidak perlu
memberi pendapat."
Ucapan yang seakan2 benar tapi juga seolah2 tidak mengenal
perasaan ini membuat Siang Siau hun serba susah, serunya
jengkel, " saudara yang menjadi korban adalah adikku"."
"Adikmu adalah orang persilatan." tukas Go Bing tegas, "Sudah
tentu sipembunuh itu jug aorang persilatan, orang persilatan
mengurus persoalan bulim, lalu apanya lagi yang salah?"
"Orang aneh ucapannyapun aneh" gerutu Siang Siau hun sambil
berpaling muka, tapi setelah mengatakan itu ia merasa ucapannya
rada2 kurang sopan, merah jengahlah raut wajahnya.
Siorang berkedok turut bicara lagi, "Nona Siang, urusan
selanjutnya disini biarlah kau bereskan sendiri, Lohu akan mencari
jejak siorang tua luka berat hampir mati itu, akan kuperiksa
sepanjang jalan sepuluh li ini, jikalau benar jenasah orang itu itu
berada disana, maka kau harus mencari tahu ke Yong-ong-bio di
Seng-toh itu, atau sebaliknya inilah tipu muslihat orang2 licik dari
dunia persilatan, kalau tidak bisa mencari tahu barang macam
apakah dalam buntalan itu, maka susahlah untuk mencari tahu
siapakah sipenyebar racun itu."
Siang Siau hun terharu dan dan sangat berterima kasih. "Cianpwe
seorang budiman yang suka membantu kesukaran oran glain, tapi
bagaimana baik menyukarkan"."
"Hahahaha, nona Siang, bukankah Thay-kek-tjhiu siang Se-ing
adalah ayahmu?"
"Lho apa cianpwe kenal pada ayah?" "Boleh dikata sahabat
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lama, maka sudah tentuk dalam
peristiwa ini Lohu harus turut campur!"
Merah kedua mata Siang Siau hun ia membungkuk memberi
hormat serta berkata, "Kalau begitu cianpwe adalah seangkatan
dengan ayah, harap sukalah memberitahu nama"."
"Jangan, tak usah" tukas siorang berkedok, "Sudah lama Lohu
mengasingkan diri dan melupakan nama sendiri."
Lalu ia berputar berkata pada Gi Bing, "Saudara kecil apa kau ada
minat turut pergi menyelidiki kedepan sana?"
Otak Go Bing berkerja cepat, "Agaknya orang berkedok ini
berpengalaman luas dikalangan kangouw, menggunakan
kesempatan ini baik aku bersahabat dengan dia, dari mulutnya
mungkin aku dapat meencari tahu jejak Tiang-Un Suseng!" oleh
karena itu segera ia melulusi, "Memang aku bermaksud demikian!"
"Kalau begitu marilah segera kita berangkat." Dua sosok
bayangan dengan kecepatan seperti meteor
terbang menghilang dari pandangan mata, tanpa terasa lagi2 dari
mulut Siang Siau hun tercetus kata2nya, "manusia yang bersifat
aneh!" dalam benaknya terkandung suatu perasaan yang
menyegarkan tubuhnya, seakan2 ia kehilangan sesuatu dan
seolah2 menemukan sesuatu apa pula!
3. MEMPEREBUTKAN PEDANG BERDARAH
Dalam pada itu, dengan kecepatan lari Go Bing dan orang
berkedok itu dalam waktu singkat sepuluh li sudah dicapai,
sepanjang jalan sudah mereka teliti dan selidiki namun tidak
diketemukan seperti apa yang diceritakan Siang Siau hun tentang
orang tua yang terluka berat dan hampir mati, jangan kata
mayatnya bayangannya saja tidak kelihatan.
Siorang berkedok menghela napas, katanya, "gelombang
perkitaian dikalangan kangouw sangat berbahaya, agaknya lagi2
suatu peristiwa yang susah dipecahkan." Gerak kaki mereka
semakin lamban, Selama dalam perjalanan sudah berulang kali Go
bing hendak membuka mulut menanyakan tentang jejak Tiang-Un
Suseng, tapi tidak tahu dia darimana ia harus membuka mulut.
Siorang berkedok telah membuka mulut lagi, "Saudara kecil
kemanakah tujuanmu?"
"Tiada tujuan yang menentu, kemana2pun boleh jadi." "Lohu
ingin bersahabat dengan kau, bagaimana
pendapatmu?" "Hal ini". sudah tentu boleh!" "Saudara kecil lulus
dari perguruan mana?" Go Bing ganda tersenyum, katanya, "Kita
mengikat persahabatan sejati saja, bagaimana?" "Apa yang dinamakan
persahabatan sejati?" "Tuan tidak perlu menanyakan asal usul dan
riwayatku, akupun tidak usah menanyakan nama atau gelaranmu,
umpamanya kalau aku minta kau menanggalkan kedokmu, itu
bukankah membuat kau serba susah, kalau tuan mengenakan
kedok itu tentu mempunyai kesukaran sendiri. Maka itu kita
mengikat persahabatan sejati, dua belah pihak sama membawa
keuntungan masing2."
Siorang berkedok tertawa gelak2, serunya, "tepat, sungguh tepat!
Tapi lantas bagaimana memanggil nama masing@?"
"Dilihat dari usia tentu kau jauh lebih tua, baiklah kupanggil kau
Bong-bian-heng (kakak berkedok), tentang aku, terserah kau mau
panggil aku apa?"
"Bagus sekali, aku lebih tua dan menjadi kakak, baiklah kupanggil
kau "Saudara kecil" saja?"
"Aku sih menurut saja." "Saudara kecil kalau kau tiada apa2
yang perlu dikerjakan"." "Yang dimaksud tiada tujuan tertentu adalah
sekarang ini,"
demikian tukas Go Bing memberi penjelasan, "Kelak tidak
termasuk dalam maksudku itu."
"Baiklah kita persoalkan sekarang ini, kau ikut aku pergi ke suatu
tempat, lalu kita sama2 pergi menyelidiki barang yang dititipkan
non Siang dan telah tercuri hilang itu, asal kita dapat menemukan
barang itu, tentu mudah saja kita mengejar sipembunuh yang
telah meracuni adik nona Siang dan Li Bun siang itu."
"Kemana Bong-bian-heng hendak pergi?" panggilan ini boleh
dikata tidak berarturan dalam garis sopan santun, dasar murid
Sia-sin yang terkenal sesat dan suka membangkang dari garis
umum sedikit banyak Go Bing ketularan sifat gurunya itu,
sedikitpun ia tidak ambil peduli pendapat itu, justeru siorang
berkedokpun tidak ambil perhatian malah ia tertawa geli dalam
hati. "Pergi menyambangi seorang sahabat lama." "orang macam
apakah dia?" "Sahabatku itu sudah meninggal dunia." "Lalu"."
"Pergi sembayang dideapan kuburannya." "Oh, jadi begitu!"
Selama dua jam Go Bing mengintil dibelakang siorang
berkedok sampailah mereka didepan sebuah lereng gunung kecil,
benar juga disana dilihatnya sebuah gundukan tanah tinggi
diantara semak2 rumpun bambu.
"Inilah dia."
"Berapa lama sahabatmu meninggal?" "Belum lama ini." Dalam
berkata2 itu mereka sudah tiba dideapan kuburan,
waktu Go Bing angkat kepala memandang batu nisan, seketika
tubuhnya tergetar hebat, meski sudah sekuat tenaga ia menekan
gelora hatinya, tapi tidak urung air mukanya berobah juga, sebab
apa yang dihadapinya ini benar2 diluar dugaannya, hampir saja ia
tidak percaya akan apa yang dilihatnya.
Diatas batu nisan itu jelas tertulis "Tempat istirahat Tiang- Un
Suseng Po Djiang". Delapan hurup besar.
Dia mendapat tugas dari gurunya untuk memenggal kepala
Tiang-Un Suseng, sungguh tak terduga olehnya bahwa orang
yang tengah dicari itu ternyata sudah terpendam dalam tanah.
Setiap kali ia menyelesaikan tugas gurunya melulusi untuk
menjawb satu pertanyaannya, sebetulnya segala ap yang ingin
diketahui terlalu banyak, sekarang kesempatan untuk bertanya itu
mungkin sudah ludas, justeru yang paling penting dan dikuatirkan
mungkin gurunya akan menyesal dan berdua karena kematian
musuh besarnya ini.
"Saudara kecil, agaknya kau sangat haru?" tanya siorang
berkedok. Sadari dari lamunannya terkejutlah hati Gio Bing, sahutnya
segera, "ya, betul memang sangat mengharukan!"
"Apa kau kenal dengan Tiang-Un Suseng?" "Tidak kenal
orangnya tapi pernah kudengar namanya,
menurut kabarnya dia seorang pendekar yang menunjung pribudi,
namanya tegar dan cemerlang, entah mengapa dia meninggal
dunia?" "Dia meninggal karena menghabisi jiwanya sendiri."
"Bunuh diri?"
"Ya, benar" "Kenapa?" "Julukannya saja Tiang-un (selalu
berduka), sudah tentu
dia seorang yang membenci dunia fana ini, akan tetapi yang
mendorong dia nekat membunuh diri karena akhir2 ini dia sadar
bahwa dahulu kala dia pernah melakukan perbuatan tercela, maka
dia bunuh diri untuk menebus dosanya itu."
Tergerak hati Go Bing, tanyanya lagi, "entah perbuatan apakah
itu, masa sedemikian berat?"
"Waktu dia bunuh diri aku tidak disana, ini hanya menurut kabar
yang tersiar dikalangan kangouw!"
"Tahu salah tapi tidak memperbaiki, masa dengan bunuh diri
lantas bisa"."
"Saudara kecil, mungkin perbuatannya itu merupakan kesalahan
yang sudah ditolong lagi?"
"Kalau kesalahan tanpa sengaja, kalau sudah salah memang salah,
apa perlu ditakutkan lagi!"
"Seumpama kesalaha tanpa sengaja, lantas melahirkan suatu akibat
yang berat, umpamanya membahayakan jiwa orang lain, lalu
bagaimana dia harus menerangkan perbuatannya itu kepada
sahabat2 di kangouw?"
Go bing bungkam seribu bahasa. Siorang berkedok merubah
haluan kata2nya, "Akhir ini,
kabarnya ada seorang pemuda yang tidak diketahui namanya, ia
mengaku sebagai murid Sia-sin Kho Djiang, mendatangai
Pek-hun-ko-sat mengambil batok kepala Tji Khong hwesio, apakah
saudara kecil pernah dengar berita ini?" ~ sinar matanya yang
tajam dingin dengan tajam menatap wajah Go Bing.
Terkesiap hati Go bing, waktu berada di Pek-hun-ko-sat ia
memperkenalkan diri sebagai Go Bing, mungkin pihak sana
salah dengar dan menganggap Bu bing (tak bernama), maka
kabar itu mengatakan dirinya sebagai pemuda tak bernama maka
dengan pura2 heran dan kejut ia balas bertanya, "Apa benar ada
peristiwa itu?"
"Menurut hematku tidak mungkin kabar itu bohong, akan tetapi
urusan ini membuat orang bertanya2."
"Mengapa?" "Menurut kabarnya, Kho Djiang sisesat dari
selatan itu sudah mati pada dua puluh tahun yang lalu, semasa hidupnya ia
mempunyai seorang murid, bernama Lo Tju-gi, empat belas tahun
yang lalu waktu diadakan du kepandaian dipuncak Hoa- san dia
merbut kedudukan tokoh silat nomor satu diseluruh jagat ini, sejak
itu dia terus menghilang dari dunia persilatan, lalu darimana pula
baru2 ini mendadak muncul soerang muridnya, tapi menurut
beritua itu katanya sipemuda tak bernama itu membekal cincin
iblis tanpda pengenal dari Lam- sia dan hal ini tidak mungkin
palsu"."
Baru sekaranglah Go Bing mengetahui bahwa gurunya ternyata
pernah mempunyai seorang murid lainnya, tapi menurut kata
gurunya bahwa pada dua puluh tahun yang lalu dia sudah
bersumpah untuk tidak menerima murid, apa mungkin sumpahnya
itu ada hubungan erat dengan Lo Tju-gi atau suhengnya itu"
Otaknya berpikir demikian, namun mulutnya berkata "Ya hal itu
benar2 membuat heran dan tak mengerti!"
Pada saat itulah tiba2 terdengar suara bentakan2 nyaring dari
kejauhan dibalik lereng sebelah sana, sejenak siorang berkedok
pasang kuping, lalu berkata, "mari kita coba lihat!"
Berbareng mereka melesat dan berlari kencang kebalik lereng
sebelah sana, dibalik lereng ini adalah sebuah tanah datar kira2
satu bau luasnya, hutan lebat mengelilingi separoh tanah
berumput dan ditanah berumput inilah berkelebat
banyakan banyak orang, ada tosu ada hwesio dan ada juga orang
preman sekitara lima puluhan orang.
Tiga orang tua berpakaian serba hitam terkepung ditengah2 dan
disebelah sana seorang laki2 pertengahan umur berbaju abu2
tengah bertempur seru melawan seorang Thau- to (hwesio yang
memelihara rambut), teriakan dan bentakan mereka yang keras
terdengar sampai jauh.
Bergegas Go Bing dan siorang berkedok menyembunyikan diri
diantara rumpun lebat diatas sebuah pohon besar dan dari
ketinggian inilah mereka diam2 menonton pertempuran seru ini.
Sebuah bentakan keras disertai suara jeritan yang mengerikan
menggetarkan seluruh hadirin, darah segar menyembur deras
bagai anak panah dari mulut si Thau-to "Blang" tubuhnya terkapar
keras diatas tanah.
Laki2 pertengahan umur baju abu2 menyapu pandang keempat
penjuru, suaranya dingin melengking, "masih ada kawan mana
yang menginginkan pedang berdarah ini, silahkan"."
Seorang hwesio gendut yang menyeret Hong-piang-djan (tongkat
kaum hwesio) melangkah maju masuk gelanggang.
Go Bing tidak tahan bertanya kepada siorang berkedok dengan
suara lirih, "Mereka tengah memperebutkan "pedang berdarah"
apa"."
"Ya, pedang berdarah merupakan gbenda pusaka dari dunia
persilatan, juga benda keramat yang membawa bencana."
"Bagaimana maksudnya ini?" "Setiap orang yang memiliki
Pedang berdarah, tiada
seorangpun yang selamat jiwanya."
Dalam gelanggang sana, si hwesio yang bersenjata tongkat sudah
bertempur seru melawan laki2 berbaju abu2 itu, terlihat bayangan
tongkat diputar kencang bagai sebuah gunung, kesiur angin
pukulanpun tidak kalah hebatnya bagai badai gelombang menderu2
menggetarkan bumi memekakkan telinga.
Sekilas Go Bing menyapu keadaan gelanggang pertempuran lalu
berkata lagi , "Bong-bian-heng, harap sukalah kau memberi sedikit
penjalasan sekdaranya kepada siaute?"
"Menurut berita yang tersiar di Bulim, pedang berdarah
menyangkut sejilid buku Bu-lim-pit-kip, bagi siapa yang
mendapatkan rahasia buku silat ini dapat malang melintang
dikolong langit ini tanpa tandingan, tapi kebenarannya siapapun
tidak tahu, lima belas tahun yang lalu pedang berdarah itu pernah
muncul didunia ini untuk ketiga kalinya, pemiliknya adalah
Swu-hay-yu-hiap Suma Hong, begitu berita itu tersiar luas maka
semua tokoh2 silat dari segala aliran hitam atau putih mengiri dan
mengincar benda keramat itu, akhirnya jejak suami istri
Su-hay-yu-hiap Suma Hong berdua ditemukan dipuncak gunung
Tiam-Tjong-san, maka dipuncak Hou-thau-hong digunung
Tiam-tjong-san itulah terbuka suatu penyembelian besar2an untuk
memperebutkan benda berharga itu"."
Tanpa meresa tergerak hati Go Bing, bukankah gua tempat tinggal
gurunya berada dibawah jurang disamping puncak Hou-thau hong
digunung Tian-tjong-san itu.
Siorang berkedok menyambung ceritanya lagi, "Su-hay-yu- hiap
Suma Hong (sikelana bebas keempt penjuru angin, bersama
istrinya San-hoa-li (wanita penyebar bunga) Ong Fang Lan juga
terhitung tokoh silat kelasw satu, dibawah kerubutah ratusan
gembong2 silat mereka bertempur dengan gigih sampai titik darah
penghabisan, akhirnya mereka rebah tak bergerak lagi dipuncak
itu, malah ada pula yang
mengatakan ada seorang anak kecil berusia tiga tahun ikut
meregang nyawa dalam keributan itu, korban dari pihak
pengeroyokpun tidak terhitung banyaknya."
Diluar sadar Go Bing bergidik seram, dalam dunia persilatan sudah
menjadikan suatu peraturan tidak resmi bahwa yang kuat pasti
malang melintang menindas yang lemah, bunuh membunuh dan
balas membalas tiada habisnya.
"Lalu selanjutnya bagaimana?" "Akhirnya pedang berdarah itu
terjatuh ditangah Tang-mo
(iblis timur) dan akhir2 ini katanya berpindah ditangan penjahat
besar dari aliran hitam Mo-san-dji-kui bersaudara."
"Lalu bagaiamana pula sekarang bisa diperbutkan disini"."
"Kejadian di bulim susah diduga, banyak perobahan terjadi
diluar kehendak manusia, mungkin Mo-san-dji-kui juga mengikuti
jejak Su-hay-yu-hiap suami istri sudah tamat riwayatnya."
Terdengarlah sebuah jeritan lagi dari dalam gelanggang sana,
kiranya si hwesio gendut itu sudah menemui ajalnya juga ditangan
laki2 baju abu2 itu.
Kata siorang berkedok hambar, "Liau Sing, hwesio bakpau dari
Ngo-tai-san akhirnyapun mati diatas pegunungan tanpa tempat
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kubur yang layak karena ketamakan hatinya sendiri."
"Kepandaian laki2 baju abu2 itu agaknya tidak lemah, tiga orang
berseragam hitam dibelakangnya itu agaknya segolongan dengan
dia?" "Apa kau tidak melihat tanda bergambar diatas baju meraka.?"
"Oh, sekuntum bunga bwe, Bwe-hoa-hwe!" "Laki2 baju abu2
itu berjuluk Tjhit-ou-tjiu, Tjong lun, salah
satu dari Tongcu luar dari Bwe-hoa-bwe."
"Tokoh macam apakah ketua dari Bwe-hoa-bwe itu?" "Mungkin
tiada seorangpun yang tahu, belum ada sepuluh
tahun Bwe-hoa-bwe muncul didunia persilatan, kekuatan mereka
sudah menjagoi sampai berbagai aliran dan golongan, gembong2
silat tingkat tinggi yang lihat tak terhitung banyaknya terhimpun
dalam kumpulan itu"."
Tiba2 gelak tawa aneh yang ngekek bergelombang memekakkan
telinga dan menggetarkan sukma mengiringi kedatangan tiga
manusia aneh berpakaian aneh pula rambut mereka awut2an
dengan langkah lebar memasuki gelanggang.
Go Bing berseru heran, "Ketiga orang tua ini agaknya seperti
Lam-hong-sang-hiong"."
"Tidak salah, pengalamanmu saudara kecil cukup luas juga."
Lam-hong-sang-hiong (tiga garang dari gunung Lan diselatan)
menghentikan langkah setombak lebih didepan Tjit- ou-tjiu Tjong
Lun. Tjui-hun-siu (aki mengejar sukma) tertua dari manusia aneh
ini perdengarkan ejek tawanya, lalu serunya bengis, "orang she
Tjong, apa kau tahu maksud kedatangan kami bersaudara kemari?"
Suara Tjit-ou-tjiu Tjong Lunpun tidak kalah dinginnya, " Semua
kawan yang masuk gelanggang hari ini semua satu tujuan, kiranya
tidak perlu aku banyak mulut lagi bukan?"
Tjiu-hun-siu mengumbar suaranya lebih keras, "tjong Lun, apa
kau tahu apa hubungan kami bersaudara dengan Mo-sandji-
hiong?" Mo-san-dji-kui dimulut Tjui-hui-siu menjadi Mo-san-dji- hiong, dua
setan menjadi dua gagah, tanpa merasa Go Bing tertawa geli.
Suara Tjit-ou-tjhiu Tjong Lun masih tetap dingin dan kaku, "Yang
saudara maksudkan adalah Mo-san-dji-kui?"
"Ya, tidak salah!" seru Tjui hun siu merah padam. "Justeru aku
belum pernah dengar kalin bersaudara ada
hubungan erat apa segala dengan Mo-san-dji-kui?" "He he,
hubungan kita sangat erat bagai saudara sepupu
dengan Mo-san-dji-kui, kini Mo-san-dji-kui sudah menggeletak
diluar Kim-pi-tong, tapi pedang berdarah itu berada di
tanganmu"."
"Lalu apa maksud kalian?" "Menebus keadilan kepadamu."
"Bagaimana aku harus membayar?" "Serahkan dulu pedang
berdarah, urusan belakang." "Jadi tujuan kalian bertiga hendak
menuntut keadilan bagi
Mo-san atau hendak minta pedang berdarah?" "Orang she Tjong,
pedang berdarah itu adalah milik
sahabat kami, sudah selayaknya harus kami minta kembali
tentang utang darah itu sudah tentu harus ditagih."
Sekonyong2 diantara para hadirian diluar gelanggang terdengar
suara orang tertawa dingin menjengel, suaranya tidak keras
namun semua hadirin mendengar dengan jelas, lalu disusul satu
suara dingin berkata, "Kiranya diseluruh jagat ini masih ada
manusia yang tidak kenal rasa malu seperti kalian
Lam-hon-sam-hiong!"
Lam-hon-sam-hiong sudah biasa malang melintang dan
bersimaharaja didaerah selatan, sudah tentu mereka sangat
mendongkol dan murka mendengar ejekan yang menghina ini,
berbarang mereka memutar tubuh, segera To-bing-siu (aki
pencabut nyawa) tokoh nomor dua dari tiga manusia aneh dari
selatan itu membentak gusar, "Kurcaci darimana yang bicara itu
kalau berani silahkan keluar, biar kita bertiga belajar kenal."
Belum habis kata2nya sebuah bayangan orang seringan asap
melayang berkelebat masuk ditengah gelanggang, itulah seorang
tua berambut uban mengenakan baju kasar dan dipunggungnya
terselip sebatan joran dan sebatang dayung.
Begitu melihat kehadiran orang tua ini, berbareng Lamhong-
sam-hiong melengak heran, Tjui Hun siu tertawa kaku
dibuat2, "Kiranya saudara Kwe Lih ada pengajaran apakah?"
Kiranya orang tua ini adalah Tang-hay-hi-hu si nelayan lautan
timur, Kwe lih yang menggetarkan dunia persilatan daerah timur,
begitu melihat kehadiran Tang-hay-hi-hu ini semua hadirin
tercekat dan kuatir dalam hati.
Tedengar si nelayan dari lautan timur tengah bicara, " Song put
tjwan, jangan kau sebut sadara apa segala denga aku, kalian
bertiga ada persahabatan kentut apa dengan Mo-san, tujuan kalian
pergi ke Kim-pi tong bukankah hendak mengincar pedang berdarah
itu, tapi kalian kembali dengan hampa karena didahului orang lain,
ya bukan?"
Merah jengah selebar muka Lam hong sikapnya kikuk dan risi
karena dikorek boroknya dihadapan sekian banyak orang, dasar
licik dan tebal muka segera sip hun siu (aki penyedot sukma) si
buncit dari ketiga manusia aneh itu bicara dengan suara serak,
"orang she Kwe lalu apa tujuan kau datang kemari?"
Tang-hay-hi-hu bergelak bebas, sahutnya : aku orang tua selalu
berterus terang dant idak perlu menggunakan segala alasan tetek
bengek, tujuanku adalah pedang berdarah itu juga."
Ributlah para tokoh silat yang turut hadir dalam gelanggang itu,
kala itu Tji ou tjiu tjong Lun sudah mengundurkan diri dan berjajar
dengan tiga orang tua berseragam hitam itu.
Tjui hun siu mendengus keras, ejeknya, "Apa tuan bermaksud
menjajal kepandaian kami bertiga?"
"Barang itu masih berada di tangan orang lain, apa ada harganya
perkelahian itu?"
"Lalu bagaimana pendapat tuan?" "Mengandal kepandaian
masing2, siapa berkepandaian
tinggi dia berhak memiliki benda itu". Setelah saling
berpandangan Lam hong berseru berbarang
"Baiklah!" mereka memutar tubuh mengambil posisi masing2
menghadapi Tji ou tjiu berempat.
Disebelah sana Tang-hay-hi-hu Kwe Lih pun maju tiga langkah,
suasana dalam arena seketika menjadi tegang, semua tokoh 2 silat
yang hadir dengan mendelong mengawasi arena tanpa berkedip,
sinar mata mereka mengaundung maksud yang sama, itulah sinar
mata serakah, licik dan buas bercampur aduk menjadi satu.
Dalam pada itu, Tjit ou tjiu dan tiga orang tua seragam hitam
sudah bersiap punggung menduduki satu posisi tersendiri, mereka
siap waspada menghadapi segala kemungkinan.
Tiba2 Go Bing bertanya lirih kepada siorang berkedok, "menurut
pendapatmu siapa yang bakal berhasil?"
"Sudah diduga, menurut situasi dalam arena, kepandaian
Tang-hay-hi-hu agak lebih tinggi, tapi dalam jumlah Lam hong
berada diatas angin, akan tetapi tak peduli siapa yang bakal
berhasil mungkin susahlah dapat meninggalkan gelanggang
pertempuran ini, orang2 gagah diluar gelanggang itu dimana ada
kesempatan pasti juga akan turun tangan dan entah masih berapa
banyak tokoh2 lihai lainnya yang main sembunyi, lagipula keempat
tokoh lihai dari anggota Bwe hoa bwe itupun bukan olah2 hebat
kepandaiannya."
"Apa kamu ada maksud turun campur?"
"Kau sendiri bagaimana?"
Go Bing menggeleng kepala, maka siorang berkedok berkata,
"Akupun demikian."
Dimana terdengar suara bentakn riuh rendah, Lam hong serentak
turun tangan menyerang kearah Tjiu ou tjiu, segera tiga orang tua
seragam hitam melompat maju menandangi serangan mereka,
adalah pada saat yang bersamaan itu si nelayan dari timur telah
menuburuk maju kearah Tjong Lun, maka terbentanglah suatu
pertempuran mati2an yang seru dan gegap gempita.
Lam hong bertiga masing2 menandangi tiga orang tua seragam
hitam dari bwe hoa hwe, kepandaian dan iwekang mereka
agaknya seimbang, maka susahlah dapat ditentukan siapa bakal
unggul dan siapa asor, lain halnya dengan kepandaian
Tang-hay-hi-hu agaknya sedikit unggul dari Tjit ou tjium namun
untuk mengambil kemenangan dalam waktu dekat dan
memperoleh barang yang diperebutkan ia harus memeras keringat
juga. Delapan orang terbagi dalam empat pasang menunjukkan
kepandaian masing2 yang paling hebat dan simpanan yang paling
lihai, hingga angin menderu kerikil dan debu berterbangan diselingi
suara bentakan dan geraman, malah terdengar juga suara
menggeledek dari benturan angin pukulan yang dahsyat.
Tiba2 siorang berkedok berseru kaget dan menyatakan
keheranannya. Go Bing berpaling dan bertanya "Apa yang mengherankan?"
"Gembong2 silat dari bwe hoa hwe tidak terhitung banyaknya,
tokoh berkepandaian lebih lihat dari Tjong Lun tidak kurang
jumlahnya, benda berharga sangat penting seperti pedang
berdarah itu mengapa tidak dilindungi oleh para jagoan yang lebih
lihai, malah tidak terlihat adanya penyambutan atau bantuan."
Sekonyong2 terdengar sebuah suara serak dari samping sebelah
sana katanya, "tuan ini terlalu banyak prihatin"
Go Bing dan orang berkedok terperanjat, lekas2 mereka berpaling
kearah datangnya suara, tampak diatas sebuah pohon besar yang
jauhnya hanya tiga tombak dari tempat mereka sembunyi duduk
ongkang2 diatas sebuah dahan seorang tua yang berpakaian serba
kuning, siorang tua berpakaian kuning ini sudah sejak tadi
sembunyi disitu atau baru saja tiba sedikitpun mereka tidak
mengetahui, jika dikatakan baru saja tiba dan tidak diketahui
sedikitpun oleh mereka amaka kepadanaian ringan tubuh yang
hebat ini benar2 membuat orang merasa kagum dan meleletkan
lidah. Sekilas Go Bing dan orang berkedok melirik kearah si baju kuning,
lalu berpaling lagi menyaksikan pertempuran seru dalam
gelanggang, mereka tidak bersuara lagi.
Karena sudah sekian lamanya belum dapat mengalahkan ketiga
lawan seragam hitan ini, kumatlah sifat buat dan kegarangan Lam
hong mereka menggeram dan berteriak2 seperti binatang buas,
setiap jurus serangannya adalah pukulan dahsyat yang mematikan,
adalah ketiga orang tua berseragam hitam itu masih berlaku sabar
dan tidak tamak kemenangan, meereka tetap tenang dan menjaga
diri dengan rapat, lebih banyak membela diri daripada menyerang.
Disebelah sana, Tang hay hi hu mendesak Tjit ou tjhiu Tjong Lun
sedemikian rupa hingga yang belakangan ini mencak2 kerepotan,
setiap saat jiwanya terancam bahaya, dimana tedengar sebuah
gerungan keras dan panjang, disusul terdengar seruant ertahan
dari empat penjuru, jubah panjang didepan dada Tjit ou tjhiu
Tjong Lun tahu2 sudah sobek panjang dan bertepatan dengan itu
sebuah buntalan kain berminyak sepanjang satu kaki
menggelundung keluar dari dalam bajunya dan jatuh ditengah
gelanggang, sedang Tjong Lun sendiripun terhuyung mundur
beberapa langkah.
Hati Go Bing berdetak keras, tanpa tertahan iapun berseru heran,
cepat2 siorang berkedok sedikit menarik lengannya memberi
tanda supaya dia tidak bersuara lagi.
Sementara itu Tang hay hi hu sudah ulurkan sebelah tangannya
hendak meraup buntalan kain diatas tanah itu"., tiga gelombang
angin deras bagai gugur gunung berbareng menerpa tiba
mengurung diseluruh tubuh Tang hay hi hu tergetar mundur
jumpalitan delapan kaki jauhnya.
Kiranya begitu melihat Tang hay hi hu dapat mengalahkan Tjong
Lun lalu hendak menjemput buntalan diatas tanah itu, segera Sam
hiong tinggalkan musuhnya lalu berbareng meluruk tiba bersama
serta lancarkan tiga pukulan berat kepada tang hay hi hu. Sam
hiong (tiga jahat) bertujuan sama cara turun tangannyapun
serentak dalam waktu yang sama pula.
Pada detik2 Tang hay hi hu terpental oleh desakan pukulan
gabungan Sam hiong itulah sebuah bayangan orang dengan
kecepatan yang susah diukur terbang menyamber buntalan kain
diatas tanah itu, sekali raup tubuhnya terus melejit tinggi".
Menubruk tiba, meraup buntalan ditanah lalu melejit tinggi semua
ini dilakukan sekaligus boleh dikata secepat kilat.
"In Hong Lokoay, tinggalkanlah barang itu untuk Toayamu"
bersamaan dengan datangnya suara, sebuah bayangan lain
melesat tiba pula dari tengah udara bagai meteor terbang dengan
cepatnya. "Blang" kedua bayangan itu saling tumbuk ditengah
udara dan keduanya sama2 terpental jatuh diatas tanah, dan
buntalan kain itu juga terjatuh lagi diatas tanah ditengah2 antara
mereka, situasi yang menegangkan ini benar2 membikin orang
menahan gelora hatinya yang susah bernapas.
Kedua orang yang terpental jatuh itu salah soerang adalah In
Hong Lokoay dan yang lain adalah Sang Gan Todjin dari
Kong tong pay, dan dalam kejap buntalan kain itu terjatuh diatas
tanah lagi, kebetulan jarak dimana Sip hun siu satu diantara lam
hong sam hiong kira2 hanya lima kaki, gesit luar biasa tanganya
diulur hendak mengambil, tapi dengan kecapatan kilat Tang hay hi
hu mengayun sebelah tangannya, dimana angin pukulannya
menyamber buntalan kain itu tergulung angin menggelundung jauh
melesat kearah Tjiu hun sui, hal ini sangat kebetulan bagi tjui hun
siu, girang luar biasa ia ulurkan tangan menyambut". " Bluk"
"hoak" diselingi suara jeritan ngeri tjhiu hun siu menyemburkan
darah segar dari mulutnya, tubuhpun sempoyongan mundur
delapan kaki jauhnya. Musuh licik yang memukul mundur tjui hun
suiu hingga luka berat ini kiranya adalah In Hong Lokoay, sekali
lagi buntalan kain itu terjatuh ditengah gelanggang.
Karena menubruk tempat kosong, Tang hay hi hu sangat gusar,
tanpa menghentikan gerak tubuhnya, kedua tangannya menerjang
maju kearah Sip hun siu dengan seluruh kekuatan tenaganya maka
pukulan ini seakan gugur gunung dahsyatnya, saat mana Sip hun
siu tengah kesima karena tidak menduga bukan saja tidak
mendapatkan buntalan itu mala tjiu hun siu terluka berat terbokong
oleh In Hong Lokoay, sedikitpun ia tidak emnduga bahwa pada saat
itu juga dirinya terancam bahaya pukulan Tang hay hi hu waktu dia
sadar dan coba berkelitu sudah tidak keburu lagi". sebuah jeritan
panjang yang menggema ditengah udara menambah keseraman
gelanggang pertempuran, tubuh Sip hun siu terbang jauh dan
muntah darah, bersamaam dengan itu, Sam Gan Todjin dari Kong
Tong pay sudah melesat tiba menjangkau buntalan diatas tanah itu.
" Bkang" tanpa ampun Sam Gan Todjin pun juga terhuyung mundur
diterpa angin pukulan yang bergulung tiba, agaknya tjit ou tjiu
Tjong Lun dari bwe hwa hwe juga tidak tinggal diam melancarkan
pukulan hebatnya.
Situasi dalam gelanggang semakin kacau balau, para tokoh2 silat
yang menontong diluar gelanggangpun beramai2
merubung maju dan bimbang untuk turut ikut campur, tapi
merekapun tidak rela tinggal pergi begitu saja karena tengah
ditunggunya kesempatan, ya siapa tahu bahwa dirinya nanti yang
bakal ketiban rejeki.
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dua diantara tiga dari Lam hong sam hiong sudah terluka berat,
kesempatan untuk menang bagi mereka sudah nihil, terdengan To
bing siu mengerung keras, "In Hong Lokoay, Tang hay hi hu kita
bertemu pada lain kesempatan!" Namun seruannya ini sudah
tidak menimbulkan perhatian orang, sebab perhatian orang tengha
dicurahkan kepada buntalan kain itu, segera Toh bing siu
memanggul sip hun siu dan mengemput tjui hun siu mencawat
ekor meninggalkan gelanggang.
Pada waktu itulah mendadak terdengar sebuah suara keras bagai
kitat menggeledek disiang hari bolong menggelegar memekakkan
telinga semua hadirin, "Saudara2 sekalian harap berhenti
sebentar!"
Tanpa merasa para tokoh silat itu berbareng hentikan
pertempurand an berpaling kearah suara itu tedengar, maka
terlihat seorang tua berambut putih pendek ekcil gendut lagi
mendatangi dengan cepat memasuki gelanggang seperti bola
menggelundung, seketika para hadirin mengunjuk rasa heran dan
kejut, sudah sekian lama mereka kenal manusia kerdil buntak ini
merupakan seorang tokoh yang paling susah dilayangi yaitu Tong
sing to gwat (mencuri bintang merampok rembulan) Si Ban-tjwan.
Bintang dilangitpun hendak dicurinya, amaka dapatlah
dibayangkan betapa aneh martabat manusia aneh ini, barang
berapa apapun bila sudah diincar olehnya, jangan harap kau dapat
melindungi atau dapat menyimpannya dengan aman, sebelum
barang samapi ditangannya dia takkan berhenti bekerja.
Segera sinelayan lau timur Kwe Lih angkat tangan memberi salam
hormat, "Silahkan Si heng, apa kau juga"."
Tiraik asih Websi te http:// kangz usi.co m/ Tong sing to gwat Si Ban tjwan segera goyangkan tangan seraya
berkata, " Eh, sipengail kunasehatkan padamu jangan kau
pancing ikan ini."
"Mengapa?" "Duri ikan akan mencocok tanganmu." Disebelah
samping Sam Gan Todjin tertawa dingin
jengeknya, "Maling tua apa maksud ucapanmu itu?" Setelah
menyapu pandang keempat penjuru segera Tou
sing to gwat membuka suara lagi, "entah mengapa hati Lohu hari
ini tidak tenteram dan timbul kewelas-asihan dalam benakku untuk
menasehati kepada kalian, kalau kalian tidak mau mati konyol, ada
lebih baik kalian jangan sentuh benda keramat yang membawa
banyak bencana ini."
Semua hadirin menjadi melongo heran dan saling panang, tiaa
seorangpun dapat menebak apa juntrungannya ucapan sipencuri
lihai itu" Walaupun terkenal sebagai manusia yang sudah
dilayani dan susah diajak kompromi, tapi perkataannya selamanya
dapat dipercaya, belum pernah bicara main2 atau ingkat janji.
Susana diseluruh gelanggang menjadi sunyi senyap tanpa suara,
adalah In Hong Lokoay agaknya tidak percaya, serunya, "Maling
tua, kau jangan main gertak dengan ucapan teka-tekimu itu,
kenapa tidak kau terangkan sejelasnya maksudmu itu?"
"Omonganku sampai disini saja, titik. Percaya atau tidak terserah
kalian, aku Maling tua minta diri!" habis berkata benar2 dengan
cepat ia menggelundung pergi dan menghilang dalam sekejap
mata. 4. PEK HOA T SIAN NIO = DEW Memang tidak mengherankan bahwa pedang berdarah adalah
sebuah benda keramat yang dapat menyedot hati manusia,
meskipun tahu berbahaya tapi mereka ingin untuk memilikinya,
begitulah setelah saling merasa curiga, kuatir dan bimbang,
akhirnya pandangan semua mata tertuju lagi kearah buntalan kain
diatas tanah itu.
Para tokoh silat yang berada ditengah gelanggang itu rata2 adalah
gembong penjahat yang kejam dan telengas, siapa berani turun
tangan lebih dulu pasti lawan2nya akan serentak menyerang
menamatkan jiwanya, oleh karena itu, beberapa saat itu suasana
menjadi agak tenang, dan semua orang mengambil sikap untuk
menonton saja sementara. Tahu2 seorang tua baju kuning dengan
langkah tenang dan tetap berjalan memasuki gelanggang dan
langsung menghampiri kearah Tjiu ou tjiu Tjong Lun berempat,
dihadapan mereka ia hentikan langkahnya, orang tua baju kuning
ini bukan lain adalah siorang tua yang sembunyi diatas pohon
disamping Go Bing dan orang berkedok it. Jubah panjang didepan
dadanya tersulam bunga bwe besar, jelas menunjukkan
kedudukannya. Pertama2 In Hong Lokoay berseru kejut lalu serunya, "eh,
sungguh diluar dugaan bahwa It tjiang toan hun (sekali pukul
menamatkan nyawa) Tjiu Eng lian kiranya juga sudah menjadi
anggota Bwe hwa hwe?"
It tjiang toan hun menyahut dingin, "memangnya kenapa, apa
tidak boleh?"
In Hong Lokoay menjengek hina, katanya, "Setiap orang
mempunyai cita2nya sendiri, ah buat apa aku banyak mulut!"
Kedua mata It tjiang toan hun berkilat menyapu pandang keseluruh
gelanggang, serunya lantang, " buntalan kain ini menurut perintah
ketua kami harus dilindungi dan diantar kemarkas besar, apa
didalamnya adalah pedang berdarah atau bukan, cayhe sendiripun
tidak mengetahui, kini kupersilahkan para hadirin sekalian berpikir2
dulu sebelum bertindak, jikalau kalian mendengar nasehat
berharga dari simaling tua tadi dan tidak turun memperebutkan buntalan ini lagi,
biarlah aku mewakili perkumpulan kami menyatakan banyak terima
kasih, atau sebaliknya cayhe sedang tugas menurut perintah,
terpaksa aku harus melayani setiap kehdank kalian beramai."
Keadaan dalam gelanggang menjadi hening lelap. Dengan
penuh keharuan Go Bing berkata keapda siorang
berkedok, "bukankah buntalan kain itu adalah benda yang
dititipkan kepada Siang Sian hun dari siorang tua yang hampir
mati itu hingga menyebakan kematian Siang Siau moay dan Li bun
siang?" "Benar!" "Jadi sipembunuh adalah orang dari Bwe hoa bwe?"
"Belum tentu, ucapaan Tou sing to gwat Si Ban tjwan tadi
harus diperhatikan, mungkin ada udang dibalik batu!" "Aku ingin
mengambil buntalan kain itu untuk mengejar
sipembunuh itu, kalau barang itu sudah berada ditangan kita tidak
perlu disangsikan pasti sipembunuh itu akan muncul sendiri?"
"Saudara kecil, apa kau benar2 hendak turut campur?" "Aku
pernah berjanji dihadapan nona Siang untuk
menyelidiki jejak sipembunuh itu, apalagi aku sudah bersumpah
hendak membunuh manusia durjana yang menggunakan racun
tanpa bayangan itu, pada hakekatnya tujuan utamaku bukan
melulu merebut Pedang berdarah ini."
"Saudara kecil apa kau ada pegangan untuk dapat merebut
barang itu?"
"Akan kucoba sekuat tenagaku", sahut Go Bing. "Mereka adalah
gembong2 besar yang berkepandaian
tinggi, kau akan menjadi sasaran empuk bagi mereka!"
"Aku tidak peduli akan hal itu." Pada saat itulah sebuah
bayangan kecil lenjir melayang tiba
dari tengah udara, setelah jumpalitan tiga kali terus melayang
dengan entengnya memasuki gelanggang. Pertunjukan ilmu
ringan tubuh yang mengejutkan ini membuat semua hadirin
tergetar kesima. Orang yang berputar ditengah udara dan hingga
ditanah ini ternyata adalah seorang gadis yang cantik molek
menggiurkan mengenakan baju serba putih.
Bahwa ilmu ringan tubuh jarang terlihat didunia persilatan
dipertontonkan oleh seorang gadis muda belia dan cantik rupawan
lagi, benar2 mengejutkan hati semua hadirin.
Go Bing sudah berdiri dan bersiap hendak melompat turun, tapi
siorang berkedok keburu mencegah, katanya, "Saudara kecil,
kedatangan gadis ini sangat aneh dan mendadak, kenapa kau
tidak sabar sebentar, siapa tahu ada sesuatu kejadian diluar
dugaan!" Terpaksa Go Bing duduk lagi diatas dahan pohon. Terdengar
gadis cantik bagai bidadari itu tengah berkata,
"Sian nio segera akan tiba, sementara kuharap kalian mundur
lima tombak jauhnya!"
Ucapan ini menimbulkan suasana bunca dalam gelanggang,
tokoh2 silat yang berada ditengah gelanggang mengunjuk rasa
kejut dan heran, beramai2 mereka mundur teratur dan menyingkir
memberi sebuah jalan, hanya Tang hay hi hu dan beberapa orang
yang menganggap dirinya berkedudukan tinggi masih ragu2 tanpa
bergerak. It tjiang toan hun mengekeh tawa dan berseru, "Kalau Sian nio
akan datang, memang kita sekalian harus mengundurkan diri,
maka buntalan kain ini sementara waktu biar Lohu simpan
kembali, nanti biarlah kita rundingkan lagi bagaimana cara
menyelesaikan urusan ini?" ~ dalam berkata2 itu ia melangkah
maju dan ulurkan tanganya hendak mengambil buntalan kain
itu". In Hong Lokoay dan Sam Gan Todjin berbareng maju satu tindak,
disebelah sana Tang hay hi hu pun perlahan2 angkat kedua
tangannya, jikalau ti Tjiang toan hun benar2 mengambil buntalan
kain itu, ketiga orang ini pasti akan melancarkan serangan
berbareng, adalah Tjit ou tjiu dan ketiga orang tua seragam
hitampun merapat dibelakang It tjiang toan hun bersiap menjaga
segala kemungkinan.
Maka suasana dalam gelanggang mulai tegang mendebarkan hati.
Sepasang mata gadis cantik yang jeli itu memancarkan sinar tajam
yang aneh, suaranya tajam tandas, "Silahkan kalian mundur lima
tombak jauhnya biarkan benda itu tetap ditempatnya!"
Sungguh tak nyana para gembong iblis yang kejam dan ternama
itu ternyata takut dan tunduk betul karena bentakan gadis ini,
tanpa merasa mereka mundur teratur perlahan2 tapi mereka
masih ndablek tiada seorangpun yang mundur sejauh lima
tombak. Go Bing terheran2 dan tak habis mengerti, tanyanya, " Bong bian
heng, tokoh macam apakah Sian nio itu?"
Siorang berkedok menekan suaranya sedemikian lirih, sahutnya,
"Pek hoat sian nio!"
"Pek hoat sian nio" (dewi rambut putih). "Benar, Pek hoat sian
nio, namanya sudah
menggoncangkan dunia kangouw pada 60 tahun yang lampai,
selamanya ia jarang muncul didunia persilatan, tentang asal usul
atau riwayatnya mungkin tiada seorangpun yang mengetahui!."
"Orang2 yang hadir hari ini adalah tokoh2 lihai yang besar
namanya, sungguh tak nyana sedemikian takut mereka terhadap
Dewi berambut putih itu"."
"Betapa tinggi kepandaian Pek hoat sian nio susah diukur, gadis itu
adalah muridnya kepandaiannya saja agaknya lebih tinggi dan
lebih lihay dari siapa saja yang hadir dalam gelanggang itu"
Diam2 Go bing menimang dalam hati, "Betapa tinggipun
kepandaian Pek hoat sian nio itu masa bisa lebih tinggi dari
kepandaian Suhu?"
Sementara itu wajah sigadis semakin kaku dingin, suaranya
mengancam, "Apa kaoian sudah dengar omonganku?"
It tjiang toan hun mendadak mengulapkan tangan bersama tjit ou
tjiu berempat perlahan2 mereka mundur lima tombak jauhnya,
terpaksa Tang hay hi hu, In Hong Lokoay dan Sam Gan Tojin tiga
gembok iblis inipun turut mundur tanpa berani banyak mulut.
Sedemikian sunyi dan hening lelap suasana gelanggang
pertarungan yang ramai tadi seumpama jarun jatuhpun bisa
terdengar, namun demikian dalam keheningan ini terkandung
ketegangan hati yang menggetarkan semangat, Bahwa Pek Hoat
sian nio benar akan berkunjung dan turut hadir tanpa diundang
benar2 diluar dugaan semua orang, apakah tokoh misterius
berkepandaian tinggi susah diukur itu juga hendak ikut merebut
pedang darah. Kalau Pek hoat sian nio benar2 mengincarnya maka semua hadirin
harus mengalah dan mandah saja barang itu diambil olehnya.
Sebaliknya Go Bing berpikir, peduli apa dewi atau dewa lebih
penting aku mencari tahu jejak sipembunuh dengan menggunakan
racun itu habis perkara, kalau dalam otaknya dia berpikir begitu
segera ia bertindak mendadak tubuhnya melejit tinggi dan
menubruk masuk kedalam gelanggang, Siorang berkedok ingin
mencegah tapi sudah tidak keburu lagi, dan karena kehadirannya
yang mendadak ini membuat semua orang terperanjat serta
melihat tegas kiranya hanya
seorang muda yang masih hijau pelonco ini, wajah mereka
mengunjuk rasa heran dan bertanya2.
Bola mata sigadis cantik berputar2 tergerak hati kecilnya, sebesar
usianya itu baru pertama kali ini dilihatnya seorang pemuda yang
gagah ganteng mempunyai daya tarik yang meluluhkan hati setiap
insan lawannya, hanya sayang sikap gagahnya itu mengandung
kecongkakan. Begitu menginjak tanah dan berdiri tegak Go Bing langsung
menghampiri buntalan kain itu tanpa memperdulikan orang lain
dihadapannya. "Behenti!" suara si gadis membentak halus. Tanapa diminta
lagi Go bing menghentikan langkahnya dan
bertanya, "Ada keperluan apa nona menghentikan aku?" "Apa
yang hendak kau buat?" "Mengurus pekerjaan!" "Mengurus
pekerjaan apa?" "Tiada perlunya cayhe memberita kepadamu."
Berobah kelam wajah si gadis, timbul hawa membunuh
pada air mukanya. Sementara itu, sekali berkelebat tahu2 Go Bing
sudah menjemput buntalan kain itu ditangannya, kecepatan gerak
tubuhnya benar2 membuat semua orang melelet lidah. Para tokoh
silat diluar gelanggangpun tunduk mundur lima tombak jauhnya
karena gentar mendengar nama Pek ho sian nio, kini pemuda tak
bernama dan masih hijau ini secara terang2an berani merebut
barang incaran mereka dalam gelanggang, hal ini merupakan
suatu kesempatan bagi semua orang malah mereka dapat
mengganggap sipemudah sebagai biang keladi dalam kekacauan
yang berani membangkang perintah sidewi rambut putih.
Adalah gadis ayu rupawan itu malah tertegun kaget benar2 diluar
dugaannya bahwa sipemuda ini ternyata tidak memandang sebelah
mata perintah Pek hoat sian nio.
Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka terdengar In Hong Lokoay memelopori membantak, "Siaucu
letakkan buntalan itu!" berbareng tubuhnyapun berkelebat
menerjang maju dengan kecepatan seperti angin lesus.
"Kembali! ` diselingi suara bentakan nyaring ini terjangan langsing
tubuh sigadis berkelebat tangannya membuat sebuah lingkaran
terus disorong kedepan menyongsong kedatangan tubuh In Hong
Lokoay yang menerjang tdatang, dan karena dorongan ini tubuh
In Hong Lokoay terdampar terbang balik ketempatnya, hampir
dalam waktu yang bersamaan Sam Gan Tojin pun sudah
menubruk tiba sambil mengayun tangan kanan mengenjet muka
Go Bing sedang tangan kiri dengan kecepatn kilat mencengkram
kearah buntalan itu.
"Bum!" diselingi suara tertahan keras, San Gan Tojin terhuyung
mundur sepuluh langkah, dari ujung mulutnya melelah darah
segar, suasana diluar gelanggang menjadi gempar.
Bahwa nama dan kedudukan Sam Gan Tojin sangat tenar dan
tinggi bukan nama kosong belaka, tapi baru setengah jurus saja
telah dapat dikalahkan oleh seorang pemuda yang masih hijau
benar2 membuat semua orang sangsi akan penglihat sendiri,
apalagi cara bagaimana sipemuda melukai Sam Gan Tojin mungkin
hanya beberapa orang saja yang dapat melihat tegas.
Hati sigadispun bukan alang kepalang kejutnya, tahu dia bahwa
kepandaian sipemuda ini ternyata sangat mengejutkan, sambil
mengusap noktah dara dibibirnya Sam Gan Tojin berseru dengan
penuh kebencian, "Siaucu beritahukan namamu?"
Go Bing menyebut dingin, "Kalau kau tahu gelagat lekaslah
mengelinding jauh sedikit!"
Hitung2 nama Sam Gan Tojin sangat ternama dan sangat disegani
dikalangan kangouw, mana kuat ia menahan hinaan ini, apalagi
lawannya ini hanya seorang pemuda yang berusia belum lebih dari
dua puluh tahun, saking gusar ia membentak keras, "Siaucu biar
kubunuh kau!" ` sambil mengerahkan setaker tenagannya
tubuhnya merangsak maju melancarkan pukulannya dengan
derasnya. Go Bing ganda tertawa dingin dan membentak, "Kau ingin cari
mampus sendiri!" ` buntalan dipindah ketangan kiri, tangan
kananpun membalik dan menyurung kedepan segulung gelombang
panas dengan perbawa bagai geledek menyambar bergulung2
mendampar kedepan, maka terdengarlah suara ledakan keras yang
memekakkan telinga dan menyedot semangat diselingi teriakan
panjang mengerikan menggetarkan seluruh arena pertempuran,
ditengah gelombang terpaan angin keras itulah tubuh Sam Gan
Tojin terbawa terbang setinggi tiga tombak, mulutnya menyembur
darah dan terbanting keras tanpa bergerak lagi.
Pukulan Go Bing ini telah menggunakan kepandaian sakti Kiy yang
sin kang yang menjagoi seluruh dunia, namun karena selama
hidup dan mengembara Sia sin jarang menggunakan kepandaian
ini maka semua tokoh silat yang hadir termasuk sigadis, tiada
seorangpun tahu kepandaian apa yang telah digunakan oleh
sipemuda ini. Wajah gadis baju putih berobah asam, sungguh sukar
dibayangkan betapa tinggi kepandaian silat pemuda ini, timbul
suatu perasaan yang susah dilukiskan dalam hatinya.
Sam Gan Tojin terhuyung2 berdiri perlahan2 dia tinggalkan
gelanggang sambil beringsut2.
Gerak gerik sigadis baju putih adalah sedemikian lemah gemulai
terdengar suaranya tawar bertanya kepada Go bing, "Bolehkan
saudara memberitahukan namamu?"
"Ini". agaknya tidak perlu!" "Saudara datang untuk merebut
Pedang darah juga?" "Boleh dikata betul, tapi juga tidak
benar." "Apa maksudmu ini?" "Tujuan yang penting tidak
terletak pada Hiat kiam ini, tapi
dari hiat kiam ini akau akan mencari jejak seorang pembunuh."
"Sian nio segera tiba, silahkan saudara letakkan buntalan itu dan
menyingkir keluar gelanggang."
Go Bing mendengus dan menyahut dingin, "Selamanya aku tidak
senang diperintah orang lain."
Berobah air muka sigadis baju putih, suranya mengancamg, "Apa
kau dapat berbuat seenakmu disini?"
"Aku bebas melakukan apa yang ingin kuperbuat, tidak percaya,
boleh kau coba2"
Suasana dalam gelanggang mencekik leher lagi, kalau kedua muda
mudi ini saling gebrak, bakal terjadilah pertempuran yang dahsyat
yang jaring terlihat di bulim, siapa yang takkan senang kalau dunia
ini aman tentram tanpa perang, adalah daya tarik hiat kiam itu
sedemikian besar sehingga susah menarik pikiran tamak untuk tidak
memilikinya. Pada saat itulah sebuah tandu warna hijau mulus berayun2
memasuki gelanggang, tandu sedemikian besar dipukul begitu
enteng bagai memikul kapuk dengan cepat sekali dalam sekejap
mata tandu itu sudah tiba ditengah gelanggang, kerai didepan
tandu tertutup rapat, tidak kelihatan siapa yang duduk
didalamnya, keempat orang pemikul tandu itu adalah
gadis2 yang masih muda belia dan cantik2 lagi mengenakan
seragam hijau mulus.
Sorot mata semua orang tertuju kearah tandu yang baru datang
ini, setelah tandu diletakkan ditanah, keempat gadis baju hijau itu
berjajar didua pinggir pintu.
Suasana tegang dan seram meliputi seluruh hadirin, air muka
sigadis berobah pucat dengan sinar kebencian yang sangat ia
melerok kerah Go Bing lalu berpaling dan menghampiri kedepan
tandu, tubuh sedikit membungkuk mulutnya komat kamit mungkin
tengah melapor keadaan yang terjadi didalam gelanggang ini.
Tanpa merasa berdetak keras hati Go Bing, tidak lama kemudian,
gadis baju putih itu memutar tubuh dan maju beberapa langkah
terus menggape kearah Go Bing dan berseru "Sian nio
mengundang kau mendekat!"
Go Bing tertegun melongo, tanyanya, "Maksud non adalah aku?"
"Siapa lagi kalau bukan kau!" Diam2 Go bing membatin;
"justeru aku tidak percaya
segala kabar angin itu, Pek hoat sian nio apa segala dapat
mengapakan aku" Maka sambil membusung dada dan mengangkat
kepala ia maju mendekat dengan langkah lebar kearah tandu itu,
diantara jarak delapan kaki dari tandu itu segera salah satu gadis
berbaju hijau itu angkat tangan dan berseru, "Berhenti disitu!"
Go bing menurut menghentikan langkah, dengan kencang ia
masih memegang buntalan kain yang diperebutkan itu.
Kerai tandu terbuat dari anyaman butir2 mutiara yang kecil
lembut, orang didalam tandu dapat melihat keluar dengan tegas
namun orang diluar susah melihat tembus kedalam tandu, dengan
sikap angkuh dingin Go Bing menatap pintu
tandu, diam2 hatinya berpikir akan kulihat kau dapat berbuat apa
terhadapku?"
Lama dan lama kemudian baru terdengar suara lembut halus dari
dalam tandu, "Siapa namamu?"
Tanapa merasa tergerak hati Go Bing, Pak hoat sian nio serasi
dengan nama ini tentu dia adalah seorang nenek2 tua yang sudah
berambut uban, tapi didengar dari suaranya yang halus nyaring
agaknya usianya masih muda, karena itu dengan sikap kaku ia
menyahut, "Aku yang rendah adalah kaum keroco dikalangan
kangouw, reasanya tidak perlu menyebut nama apa segala."
"Kau dari perguruan mana?" "Hal itu aku tidak dapat memberi
tahu!" "Hm, sedemikian congkak dan sombong kau ini?" "Jauh
dari pada sombong dan congkat, karena memang
begini tabiatku!" Keempat gadis baju hijau dipinggir tandu itu
bersama mengunjuk rasa heran dan kejut, baru pertama kali ini mereka
melihat dan dengar ada orang berani main bantah dengan Sian
nio, lagipula nada ucapan Sian nio pun agak berbeda dengan
biasanya. Sejenak Go Bing ragu2 lantas ia balas bertanya, "Kau adalah Pek
hoat sian nio yang disanjung puji oleh dunia persilatan?"
"Ya, benar, kau datang untuk merebut hiat kiam itu?" "Bukan,
harus dikatakan mencari jejak seorang
pembunuh!" "Tapi hiat kiam itu sudah kau rebut?" "Justeru dari
benda inilah aku hendak mencari jejak
manusia kejam itu!"
"Apa kau tahu kedatangan semua yang hadir disini justeru
hendak merebut benda itu?"
"Itu aku tahu" "Lalu bagaimana kau hendak menghadapi
mereka?" "Setelah urusanku beres benda ini segera
kukembalikan kepada mereka, aku sendiri tidak kepingin memiliki benda
pembawa bencana ini."
"Hm, sementara aku dapat percaya ucapanmu itu"." "Apa
kedatangan Sian nio juga hendak merebut hiat kiam
ini?" "Tidak!" Penyahutan pendek dan tegas ini membuat Go Bing
melengak, kalau pek hoat sian nio sendiri berkata bahwa
kedatangannya bukan karena hendak merebut hiat kiam, hal itu
sudah dapat dipercaya, tapi untuk apa dia datang kemari"
"Nak, kau tidak percaya bukan?" Panggilan "nak" ini membuat
tergetar seluruh tubuh Go
Bing, baru pertama kali inilah selama hidup ia mendengar orang
memanggilnya dengan sebutan itu, maklum selama bercampur
dengan suhunya, Sia sin Kho Djing selalu memanggilnya dengan
siaucu, sebutan ini menimbulan suatu perasaan ganjil dalam
Pendekar Bayangan Setan 11 Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Rahasia Ciok Kwan Im 2