Pendekar Latah 30
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 30
ada selongsong panjang yang kecil lembut.
"Seperti ada sesuatu yang tersimpan didalamnya." kata
Hong-lay-mo-li, lalu dia turunkan tusuk kondai serta
mengoreknya keluar, kiranya itulah segalung kertas yang tipis,
waktu dibeber diatasnya penuh bertuliskan huruf2 Mongol.
siau- go-kian-kun bisa bicara bahasa Mongol, namun tidak bisa
membaca tulisan.
"Biar kita simpan dulu kertas ini, setelah Hek-Pek-siu-lo
tertolong, baru kita buat perhitungan dengan siau Hok "
Waktu putar kayun, siang tadi siau- go-kian-kun sudah cari
tahu dimana letak penjara bawah tanah. Maka mereka
berkeputusan malam kedua akan segera bergerak kesana.
Penjara dinegeri sehe dikelilingi pagar tembok setinggi tiga
tembok, namun tidak menjadi soal bagi Liu dan Hoa. Diatas
tembok tiada penjaga, setiba di atas tembok, dilihatnya
dipekarangan sana ada beberapa sipir bui tengah mondar
mandir meronda dengan langkah lesu dan ogah2an.
Kebetulan bagi Liu dan Hoa berdua untuk bergerak lebih
leluasa dengan ayunan benang kebutnya Hong-lay-mo-li tutuk
Hiat-to beberapa ronda itu, seketika semua berdiri kaku
mematung, dengan mata mendelong mengawasi mereka dua
orang lompat turun.
Langsung Liu dan Hoa beranjak kesebelah dalam,
dibilangan dalam terdapat beberapa tempat masih ada sinar
pelita, didalamnya terdengar suara ramai2.
"Pasukan besar Mongol kabarnya sudah menyebrang Lingcui-
tam, Kwa-ciu juga sudah diduduk, Pasukan berkuda
Mongol secepat angin lesus bukan mustahil besok pagi kita
bangun tidur, kota rajapun sudah direbut, dimana2 Tatcu
Mongol melulu."
"Besok" Kukira tidak secepat itu" Tapi soal waktu saja,
dalam beberapa hari ini, kota raja pasti juga terjatuh ketangan
musuh." "Hayo lekas kita bebenah dan cari jalan selamat
memangnya kita harus mampus bersama para pesakitan itu?"
"Memangnya kau mau lari kemana?"
"Tak bisa lari harus berusaha sembunyi hmm aku punya
akal, marilah kita keduk keuntungan dahulu. Kalau kantong
penuh tidak sulit melarikan diri"
"Betul Memangnya pesakitan disini terhukum mati, dalam
jaman kalut seperti ini, apa pula yang harus kita jaga disini"
Lbih baik kita bunuh semuanya" Ransum kita bagi dan rampas
harta milik mereka terus bubar."
"Betul, aku setuju Tapi kita harus persiapkan dengan Baik,
jangan sampai karya kita meninggalkan buntut dan jangan
sampai rencana kita bocor."
"Aku juga setuju bunuh para terhukum itu. Tapi beberapa
kambing gemuk diantaranya harus tetap kita pertahankan."
"Maksudmu manusia jaliteng itu"jangan, kukira tidak
mungkin kita bisa garuk kambing gemuk ini, lebih baik gorok
lehernya saja."
Hampir meledak dada Hong-lay-mo-li mendengar
perdebatan sengit didalam.Jelas orang2 ini adalah penjaga
bui, agaknya mereka berunding hendak bunuh para hukuman
dan mengeduk untung.
"Mereka begitu keji, marilah kita gasak mereka lebih dulu"
"Sipir bui dimana yang tidak kejam" Baru kau bilang supaya
mengurangi membunuh, kenapa naik pitam malah?" demikian
ujar siau- go-kian-kun,
"yang penting kita tolong orang lebih dulu, kalau main
bunuh urusan bisa celaka jadinya."
"Baiklah kita gunakan saja obat bius itu." kata Hong-laymo-
li, lalu diam2 mereka dekati kamar serta menyulut api dan
menyemburkan asap dupa wangi ke-dalam. Cepat sekali
orang2 yang ada dalam kamar sudah meloso, jatuh satu
persatu. Tapi satu diantaranya ternyata masih kuat bertahan dan lari
keluar dengan langkah sempoyongan. orang ini adalah
anggota bayangkari yang ditugaskan dipenjara, Iwekangnya
cukup tinggi, namun begitu dia keluar siau go-kian-kun lantas
menjinjingnya, bentaknya:
"Kau mau hidup atau ingin mati?" lalu kelopak kembang
salju dia enduskan didepan hidung orang, sekilas pikiran orang
itu mulai jernih, melihat ujung pedang Hong-lay-mo-li
mengancam tenggorokannya hampir dia kelenger sesaat baru
kuat bicara: "Baiklah, apa keinginan kalian?"
"Dikamar mana Hek-Pek-siu-lo disekap" Bawa aku kesana"
desis siau- go-kian-kun, orang ini tertegun katanya tergagap:
" Hek-Pek-siu-lo, ini, ini..."
"lni itu apa" Memangnya kau tidak tahu dimana mereka
dikurung" Lekas tunjukan jalan"
Demi jiwa orang itu munduk2 dan berkata: "Tahu, tahu...
Mari silakan turut aku."
setiba disebuah kamar nomor satu, penjaga lihat Wisumembawa
dua laki perempuan yang tidak dikenal merasa
keheranan, baru maju hendak tanya tahu2 sudah ditutuk Hiattonya
oleh siau- go-kian-kun.
"Jing-yau, kau tunggu diluar " golok Li Tiang thay
dikeluarkan sekali tabas, tajam golok memang luar biasa,
membacok besi seperti mengiris sayur, gembok besar diatas
pintu dengan mudah dia bacok jatuh,
Begitu pintu terbuka, dia sulut obor terus melangkah
masuki tampak belasan pesakitan dengan terbelenggu kaki
tangan tersekap didalam kamar ini, begitu melihat sinar obor
dan pintu terpentang, para pesakitan itu segera bersorak2 dan
menerjang keluar lekas siau- go-kian-kun berseru:
"Jangan gugup, aku toiong kalian, sebentar kulepas kalian.
jangan kalian ribut Hek-Pek-siu-Io dikurung disini tidak?"
setelah suara ribut2 sirap baru siau-go-kian-kuw
mendengar sebuah suara lemah berkata:
"Cukong, kau, kau sudah datang, aku ada disini"
dari pojokan sana tampak sesosok bayangan orang
bergerak sempoyongan mendatangi orang ini memang Hek-siu
lo adanya, Anehnya, kaki tangannya tidak terbelenggu. Kejut
dan girang siau- go-kian-kun, lekas dia memburu maju
katanya "Kau terluka?"
"Tidak, aku tidak terluka Entah racun apa yang mereka
gunakan, tenagaku tak mampu dikerahkan."
Melihat gejalanya siau- go-kian-kun lantas tahu orang
dibius Mo-kui-hoa, legalah hatinya, katanya:
"Tak usah kuatir, racun ini dapat kutawarkan Jing-yau,
berikan thian-san-soat-lian- "
Masih sekuntum bunga salju milik Hong-lay-mo-li, segera
dia melemparkan kedalam, siau- go-kian-kun pelik dua
kelopak terus diberikan kepada Hek-siu- lo, katanya: "Kunyah
dulu terus ditelan. Racun lihay apa saja dapat ditawarkan-"
Begitu thian-san-soat- lian masuk perut terus bekerja,
badan segera tambah semangat dan nyaman, katanya girang:
"obat ini amat besar kasiatnya, Cukong, tak nyana aku mas
bisa, bertemu dengan kau."
"istirahatlah sebentar kita pasti bisa keluar Mana Pek-siulo?"
"Dia dibawa orang"
"Lho, kalian disekap disini bersama, kenapa dia dibawa
orang?" "Tiga hari yang lalu kita berusaha lari, sayang sekeluar dari
pintu penjara, sudah tertawan pula. Aku dikembalikan kesini,
Pek siu-lo dibawa oleh seorang Busu Mongol."
"o Busu Mongol, tentu Ibun Hoa-kip adanya."
sementara itu pesakitan yang terborgol tidak sabar lagi,
Hong-lay-mo-li tak kuasa menahan mereka, terpaksa biarkan
mereka menerjang keluar. Tapi kejap lain terdengar jeritan
mengerikan dari berbagai tempat, agaknya pesakitan yang lari
itu terbunuh oleh penjaga2 bui yang lain. Hong-lay-mo-li
kaget, teriaknya:
" Kok- ham, lekas kau bacok putus borgol mereka" tahu2
segalung angin menerjang dirinya, sesosok bayangan orang
menubruk tiba seraya berteriak:
" Lekas datang, ada orang menjebol penjara"
sembari memanggil teman orang ini menyerang kepada
Hong-lay-mo-li. Belum sempat cabut pedang Hong-lay-mo-li
sendai kebut menyapu kemuka orang. Ternyata orang tidak
menyingkir tidak berkelit sekali pukul dia sampuk kebut terus
menerobos maju, lengan kiri memelintir terus menekuki dia
gunakan jurus Po-poh-jiu untuk mencengkram pergelangan
tangan Hong lay-mo-li.
Begitu orang bergerak, Hong-lay-mo-li lantas tahu lawan
adalah jago kosen yang pandai main Tay-kim-na, asal usul
orangpun seketika diketahui.
Kin-na-jiu yang dimainkan orang ini amat keji, namun
Hong-Iay-mo-li bukan lawan sembarangan, mana mungkin
kecundang, disaat lawan menyerang gencar dan pertahanan
sendiri kurang kokoh, kelima jarinya dia rangkap. telapak
tangan tegak membelah seperti golok dengan jurus cutpohiceng-
thian (menusuk sobek langit hijau), tahu2 tangannya
balik menerobos masuk dari lingkaran lengan orang yang
dipelintir tadi, menepuk ke Thay-yang-hiat dipelipisnya.
Laki2 ini memang tangguh jelas dia sudah dalam
kedudukan kepepet, namun pada detik2 yang gawat itu, dia
tekan pundak sambil meleng kepala meluputkan diri dari
tepukan Hong-lay-mo-li Thay-yang-hiat memang tidak
tertepuki namun pundaknya tergaruk oleh jari2 Hong-lay-moli,
rasanya sakit pedas, untung tulang pundaknya tidak cidra.
Laki2 ini ada meyakinkan Thi-poh-san yang kebal, namun
kena tercakar jari perempuan ternyata pundaknya sakit bukan
buatan. setelah gebrakan ini, segera dia tahu siapa lawan
yang dia hadapi.
Hong-lay-mo-li merangsak sambil membentak: "Kau inilah
yang bergelar Gi-pak-sin-toh Sin Bong-gwan itu?"
Sin Bong-gwan cabut golok menangkis dan balas
membacoki bentaknya:
" Hong-lay-mo-li, Kedudukan Bu-lim-beng-cu sudah
kuserahkan kepadamu, kau masih meluruk kemari cari
perkara, kau kira aku takut terhadapmu?"
Hong- lay- mo li sudah keluarkan pedang-nya, jengekny a
dingin: "Disehe ini kaupun mengganas dan se-wenang2. Peduli kau
takut atau tidak terhadapku. Hari ini aku harus menumpasmu
untuk menyelamatkan jiwa orang2 baik diBulim"
kebut dan pedang dikembangkan, keruan sieBong-gwan
terdesak dibawah angin, disamping kaget, nyalinyapun
semakin ciut. Baru saja Hong-lay-mo-li hendak lancarkan serangan
mematikan, tiba2 dilihatnya seorang memburu datang
bersenjatakan sepasang gelang matahari dan rembulan
membantu sin Bong-gwan mengeroyok dirinya orang mi
adalah Busu Mongol, dia bukan lain, adalah Ibun Hoa-kip yang
pernah dilabraknya di Thian-long-nia tempo hari.
sebagai murid kesayangan Cun-seng Hoat-ong, kepandaian
ibun Hoa-kip terpaut tidak jauh dibanding Hong-lay-mo-li,
malah tenaga dalamnya masih lebih kuat dari Hong-lay-mo-li.
Begitu dia menceburkan diri dalam gelanggang keadaan
segera berubah.
semula sin Bong-gwan sudah dicecarnya tak mampu balas
menyerang, kini dikerubut dua jago2 kosen ini, berbalik
Honglay-mo-li sendiri yang terdesak dibawah angin.
Dengan sepasang gelangnya Ibun Hoa-kip menekan dan
mendorong, "Tang" kembang api berpijar, pedang Hong-laymo-
li gumpil sebagian, untung dia menarik mundur dengan
tepat, sehingga pedangnya tidak putus. Ibun Hoa-kip gelak2
bangga serunya:
"Di-atas Thian-long-nia kau mentang2, hari ini kau takkan
terhindar dari keadilan"
Didalam kamar penjara siau- go-kian-kun sementara
kerjakan golok pusakanya secepat angin lesus, golok ini tajam
luar biasa, dalam sekejap mata puluhan borgol dapat
dikutungi. sementara itu tenaga Hek- siu-Io juga sudah pulih
enam bagian, segera siau- go-kian-kun serahkan golok pusaka
kepada Hek-siu- lo, katanya:
"ToIong kau bantu bebaskan belenggu mereka."
segera dia memburu keluar dan datang tepat pada
waktunya. Berhasil mendesak lawan Ibun Hoa-kip kira serangan
sepasang gelangnya akan dapat merebut pedang Hong-laymo-
li. Tak nyana tahu2 segalung angin tajam menerjang
kuduknya, kiranya siau- go-kian-kun memburu tiba.
Kipas lempit siau- go-kian-kun terangkat dan menindih
gelang matahari Ibun Hoa-kip. kipas kecil namun Ibun Hoa-kip
seperti ditindih oleh benda besar ribuan kati beratnya,
sesentipun gelang Ibun Hoa-kip tak kuasa didorong maju pula.
"Betul, hari ini memang kau takkan terhindar dari keadilan."
jengek Hong-lay-mo-li, "sret" pedangnya menusuk lewat dari
lobang gelang rembulan karena kedua gelangnya tak kuasa
bekerja sama, terpaksa Ibun Hoa-kip melompat mundur, maka
terdengarlah suara gemerantang, gigi2 gelangnya terkupas
putus oleh pedang Hong-lay-mo-li, untung dia cepat menarik
tangan, kalau tidak jari2nyapun pasti terpapas kutung.
Keringat dingin gemerobyos, belum lagi rasa kejutnya
hilang Siau-go-kian-kun sudah menubruk kearahnya -
Terpaksa Ibun Hoa-kip timpukan gelang rembulan ditambah
sekali pukulan dengan serangan telak. Lantaran giginya sudah
terkupas, gelang rembulannya tidak sehebat semula
perbawanya, maka dia timpukan gelang dan menghadapi
lawan dengan permainan pukulan telapak tangan, sekaligus
mengembangkan Gun-goan-it-sat-kang kebanggaan
perguruannya. Tampang siau-go-kian-kun cakap bagus mirip pelajar lemah
lembut, Ibun Hoa-kip kira kembangan ilmu silat lawan bagus,
walau meyakinkan Iwekang, kepandaiannya juga tentu
terbatas pukulannya itu sayup2 bergemuruh seperti guntur
menggelegar dikejauhan tak nyana begitu kedua telapak
tangan beradu, pukulannya dengan mudah dipatahkan oleh
siau-go-kian-kun dengan gerakan ringan, malah diri sendiri
tergertak sempoyongan tiga langkah.
Keruan kejutnya bukan kepalang, "siapa kau." bentaknya
siau go kian-kun gelak2, ujarnya:
" GurumU pernah kukalahkan, masak kau belum tahu siapa
aku?" Gelak tawa siau- go- kian-kun kuat menindih gerungan say
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
-cu-hong Cun-seng Hoat-ong, betapa lihay ilmunya ini
dapatkah dibayangkan Kuping Ibun Hoa-kip mendengung
pekak, jantungpun tergetar teriaknya tertahan:
"Kau jadi kau inikah siaw-go- kian-kun Pendekar Latah Hoa
Kok-ham?" "Betul, memang aku." sahut siau- go- kian kun tertawa.
Ibun Hoa-kip hanya tahu gurunya pernah bentrok dengan
siau go-kian-kun di Ki-lian-san dan dikalahkan. Diluar tahunya
bahwa gurunya dikalahkan setelah di- keroyok secara
bergiliran. Kini menghadapi tokoh tangguh yang pernah mengalahkan
gurunya, betapapun hatinya menjadi jeri dan patah semangat
sebaliknya siau- go-kian-kun tak mampu merobohkan lawan
dengan sekali pukul, maka diapun tak berani pandang rendah
lawannya sementara itu Hek-siu- lo sudah bebaskan semua tawanan,
dia pimpin para pesakitan menerjang keluar. Dengan rantai
dan borgol sebagai senjata, dipekarangan, diserambi dan
dilorong2 terjadilah baku hantam yang sengit.
Yang memiliki Ginkang tinggi lompat naik kegenteng
menggasak para sipir bui yang terjaga dari mimpinya
Melihat Ibun Hoa-kip, membara biji mata Hek-siu- lo,
makinya sambil menubruk datang.
"Kau-tatcu Mongol ini, kemana kau bawa adikku" Tidak kau
lepas dia, jangan harap kau bisa lolos dari sini."
Ibun Hoa-kip mengejek dingin: "Mau pergi boleh sesukaku,
memangnya kau mampu menahanku "
kepandaian Hek-siu- lo sebetulnya tidak rendah, namun
tenaganya baru pulih separuh, gerakkannya belum lancar dan
wajar sekali pukul Ibun Hoa-kip mendorongnya pergi terus
lari. siau- go-kian-kun rangkap kipasnya dan "plak" dia ketuk
dipunggang orang dengan telak seraya membentak:
"Lari kemana?" berbareng tangan kiri terulur mencengkram
Latihan Gun-goan-it-sat-kang Ibun Hoa-kip amat sungguh
namun dia toh kesakitan oleh ketukan kipas siau- go-kian-kun,
namun dia kuat bertahan. cepat sekali, dikala jari2 siau-gokian-
kun hampir mencengkram pundaknya, diapun menarik
seorang tawanan terus ditarik umtuk menangkis cengkraman
siau- go- kian-kun
Tak kira orang menggunakan manusia untuk tameng kalau
Ibun Hoa-kip tega main bunuh sesuka hatinya, namun siaugo-
kian-kun tak mungkin berbuat sejahat itu, maka cepat2
dia tarik tangan. Begitu lemparkan tawanan itu, ibun Hoa-kip
segera menerjang keluar dari gerombolan orang banyak yang
lagi ber-hantam.
Baku hantam tengah berlangsung dengan sengit, ibun Hoakip
tidak hiraukan orang dari pihak mana, ditengah
gelanggang pertempuran yang acakan2 itu, ibun Hoa-kip main
terjang dan hantam dalam sekejap dia sudah lari keluar dari
lingkungan penjara Waktu Hek-siulo kejar keluar, dari
kejauhan didengarnya gelak tawa Ibun Hoa-kip:
"Kalau ingin minta adikmu, tebuslah dengan hartamu Aku
tunggu kabar baikmu di Holin, hehe, hari ini aku tidak
melayanimu lagi." Gin-kang ibun Hoa-kip jelas masih unggul
dari Heik,siu-lo, cepat sekali dia sudah membelok di jalan raya
sana dan masuk kelorong sempit.
Holin adalah ibu kota Mongol, baru sekarang Hek-siu-lo
tahu jejak adiknya. Tahu bukan tandingan ibun Hoa-kip,
mengingat jiwa adiknya juga takkan terancam sebelum lawan
mendapatkan harta simpanannya maka dia tidak mengejar
lebih lanjut, kembali dia masuk kepenjara2 bantu keluarkan
tawanan2 yang lain.
sementara itu sin Bong-gwan sudah terluka oleh tusukan
pedang Hong-lay-mo-li, dengan terluka diapun sudah
melarikan diri sedang siau-go-kian-kun masih terlibat dalam
baku hantam dengan orang banyak, belum mampu menerjang
keluar penjara.
Karena tak ingin banyak membunuh, terpaksa siau- gokian-
kun membentak: " Kalian lihat ini"
diam2 dia kerahkan tenaga, sekali telapak tangannya
membacok. Dinding tebal disampingnya dia pukul berlobang,
bentaknya pula:
"Kepala siapa yang lebih keras dari dinding ini" siapa berani
turun tangan pula, biar rasakan pukulanku."
Hong-lay-mo-li ikut membentak "orang Mongol sebentar
akan menyerbu tiba, buat apa kalian saling bunuh sendiri,
tidakkah kalian menyesal?"
Memangnya sipir bui itu sudah patah semangat, disamping
jeri melihat kehebatan pukulan sakti siau go-kian-kun,
merekapun terketuk oleh nasehat Hong-lay-mo-li, maka cepat
sekali pertempuran berhenti dan semua buang senjata, malah
mereka ikut lari bersama para tawanan.
setelah keluar siau-go-kian-kun berkata: "Kita tak bisa
kembali kehotel kecil itu, terpaksa harus cari tempat
berteduhi"
Hek-siu- lo berkata: "Aku punya teman orang sini, namanya
Beng Hay-kong, dulu dia pernah berdagang perhiasan dengan
aku, orangnya cukup setia ka-wan, tentunya dia sudi
menerima kita."
Fajar kebetulan menyingsing sipir bui dan tawanan sudah
bubar entah lari kemana, hotel2 dan toko tiada yang buka,
rumah pendudukpun tertutup rapat, jalanan sepi lengang,
hanya mereka bertiga yang putar kayun di jalan raya.
semula siau- go- kian kun. kira di jalan bakal kesamplok
bajingan2 tengiki anehnya setelah dua kali mereka belak belok
menyusuri jalan raya, bayangan seorangpun tak kelihatan.
Katanya tertawa: "Keadaan ini rada ganjil, se-olah2 membawa
firasat jelek "
Belum habis dia bicara, dikesunyian pagi yang lengang itu,
mendadak terdengar derap kaki kuda yang berdentum riuh
rendah dan berirama mendatangi siau- go- kian-kun
terperanjat katanya: "Mungkinkah pasukan Mongol sudah
masuk kota"
Betul juga, dari ujung jalan raya sana tiba2 muncul
sebarisan serdadu berkuda, bendera ber-kibar2 tertiup angin,
kudanya gagah penunggangnya garang berwibawa barisannya
teratur rapi, memangnya itulah pasukan kavaleri Mongol.
Melihat tiga orang jalan di jalan raya, satu diantaranya
malah gadis cantik belia, pasukan berkuda Mongol itu segera
berhenti, beberapa serdadu keprak kudanya memburu keluar
seraya membentak: "siapa kalian, berhenti"
siau-go-kian-kun mengeluh dalam hati untung sebelum dia
bertindak, dari tengah barisan tiba2 keluar seorang perwira
muda membentak:
"jangan ganggu rakyat jelata, kembali kebarisanmu"."
tak berani beberapa serdadu itu membangkang, namun
mereka kembali dengan menggerutu. perwira muda itu ayun
cemeti seraya menuding, bentaknya:
" Kalian jangan menghadang jalan, lekas pergi"
Baru sekarang Liu dan Hoa melihat jelas perwira muda ini
ternyata bukan lain adalah Hudapi murid penutup Cun-seng
Hoat-ong- Disamping gentar menghadapi kepandaian siau-gokian-
kun, Rudapi ingin menanam budi terhadap Hong-lay-moli,
maka dia gunakan kedisiplinan barisan mencegah anak
buahnya berbuat se-wenang2.
Bergegas siau-go-kian kun bertiga lari ke gang kecil
disebelah sama Hong-lay-mo-li berkata dengan tertawa.
"Tak nyana pengemis cilik ini sudah jadi perwira tinggi
Mongol, untung kesamplok dia, entah gurunya dan Thay Bi
serta Liu Goan-ka apakah ikut datang?"
"Kita menyingkir dulu." ujar siau go- kian- kun.
Hek-siu-lo apal jalanan, setelah putar kayun kian ke-mari,
untung tidak kepergok serdadu Mongol lagi setiba dirumah
keluarga Beng, pintunya tertutup rapat, Hek-siu-lo berkata:
" Kalau sekarang menggedor pintu malah mengejutkan si
empunya rumah, marilah kita terjang masuk saja." maka
mereka kembangkan Ginkang lompat naik kegenteng lalu
turun kesebelah dalam, langkah Hek-siu-lo yang belum pulih
tenaganya rada berat dua genteng diinjaknya pecah
mengeluarkan suara.
Beng Hay-kong pemilik rumah segera keluar terus ayun
tangan menimpukan eanm batang bor terbang. Gerakannya
ternyata cukup mahir, namun belum mampu melukai Liu dan
Hoa berdua, dengan kebutnya Hong-lay-mo-li pukul jatuh tiga
bor, sisanya yang tiga kena digulung oleh lengan baju siaugo-
kian-kun. "Beng-heng," teriak Hek-siu-lo, "jangan serang, inilah aku"
Baru sekarang Beng Hay-kong melihat bayangan Hek-siulo,
keruan kaget dan girang,lekas dia memburu keluar
menyambut, katanya:
"Pasukan besar Mongol memasuki kota aku sedang
menguatirkan keselamatanmu, kiranya kau sudah meloloskan
diri- Mana adikmu " siapa pula kedua orang ini?"
"Adikku ditawan orang Mongol, sengaja aku kemari minta
perlindunganmu, Liu li-hiap ini adalah Bulim Beng-cu lima
propinsi utara, Hoa Tay-hiap ini adalah majikanku."
Beng Hay-kong kegirangan, sapanya: "o, kiranya siau- gokian-
kun pendekar latah Hoa Tayhiap, beruntung hari ini
bertemu" " Kau tidak takut tersangkut perkara karena kedatangan
kami?" ujar Hek-siu-lo tertawa.
" omong kosong, dua pendekar besar sudi berkunjung ke
gubukku, kumohonpun belum tentu bisa. Mari silakan duduk
didalam" Setelah duduk Hek-siu-lo buka suara:
"Cara bagaimana pasukan Mongol mendadak sudah masuk
kota " Bagaimana keadaan diluar?"
Beng Hay-kong adalah saudagar barang antik dan
perhiasan gelap, hubungannya dengan berbagai kalangan dan
lapisan orang, maka beritanya paling tajam. Maka Hek-siu-lo
lantas tanya berita kepadanya.
"Sudah kusuruh orang mencari tahu diluar, sebentar pasti
kembali. Peduli bagaimana keadaannya, kalian tidak usah
kuatir tinggal ditempatku Umpama orang2 Mongol kemari
menggeledah juga pasti ditunjukin orang bangsaku, dengan
mudah aku akan layani mereka."
Menjelang magrib anak buah Beng Hay-kong kembali
melaporkan, bahwa li An-coan raja sehe secara resmi sudah
takluk dan menyerah kepada Mongol, yang menjadi perantara
sesuai dugaan semula adalah Siau Hok pembesar asing yang
berteduh dari negeri.
Pintu kota dijaga ketat oleh serdadu Mongol, terpaksa Liu
dan IHoa bertiga tinggal dirumahBeng Hay-kong, Anehnya
tiada seorang Mongolpun yang datang mengganggu. Malah
tidak pernah serdadu Mongol yang terlihat lewat dari muka
rumahnya. Diam2 Beng Hay-kong bersyukur. Tapi hari keempat
datanglah seorang tamu yang tak diundang.
Hari itu didengar oleh Beng Hay-kong seorang pengemis
sedang bertembang minta sedekah didepan pintunya,
logatnya orang utara, suaranya aneh. Karena merasa kasihan
segera dia ambil semangkok nasi, Tak kira begitu pintu
terbuka pengemis cilik ini tidak mau terima sedekah Beng
Hay-kong, malah beranjak masuk kedalam rumah
Beng Hay-kong menggerutu
" Kau pengemis ini sudah gila karena kelaparan" Nasi
kuberi tidak diterima, kau main terjang kedalam rumah mau
apa?" "Memang aku sudah kelaparan, kuendus bau arak dan
makanan sedap, liurku sampai bertetesan, kenapa aku harus
terima nasimu yang dingin ini?"
"Kurang ajar kau pengemis ini tak tahu dikasihan" maki
Beng Hay-kong seraya menjambret, pikirnya hendak
menyeretnya keluar, Tak kira badan pengemis cilik sekokoh
dinding baja, dengan kuat Beng Hay-kong menarik, namun
badan orang seberat gunung, bergemingpun tidak.
"Siapa kau?" bentak Beng Hay-kong kaget.
"Ai, kau kurang adil terhadap sesama manusia, memangnya
arak dan hidanganpun kau monopoli sendiri undanglah aku
makan minum, baru nanti kau boleh berkenalan."
Tahu ilmu silat pengemis cilik ini lebih unggul, muka Beng
Hay-kong sampai merah padam menariknya, untunglah disaat
dia kebingungan, siau- go-kian-kun sudah keluar sambil
gelak2, katanya:
"Kukira siapa, kiranya kau pengemis cilik ini."
Hong-lay-mo-li menambahkan dengan tertawa:
"Bukan pengemis cilik lagi dia sudah jadi jendral sekarang.
Beruntung tamu agung sudi berkunjung Beng-toako, kuwakili
kau menerima tamu ini."
"Nah, kawan yang setia sudah muncul, perutku agaknya
bakal kenyang nanti," ujar pengemis cilik
Terpaksa Beng Hay-kon-g lepas tangan, katanya: "Kiranya
kalian bersahabat maaf akan kelengahanku."
Siau-go-kian-kun gelak2, segera dia perkenalkan mereka
serta undang Hudapi masuk. setelah duduk Hong lay-mo-Ii
bertanya: "Darimana kau tahu kami berada disini?"
"Perwira yang berkuasa didaerah ini ada dibawah
pimpinanku dia memberi lapor kepadaku, katanya ada orang2
yang patut dicurigai didalam rumah ini. Asal usul Bengsiansing
sebagai saudagar perhiasan juga sudah diselidiki
dengan jelas. Dia tanya bagaimana untuk membereskannya,
kuberitahu supaya tidak sembarang bergerak. Dia tidak kemari
memeras kau bukan?"
Baru sekarang Beng Hay-kong memgerti, lekas dia ucapkan
terima kasih kepada Hudapi, katanya:
"Tak heran beberapa hari ini kita tentram dan selamat,
kiranya Ciangkun telah memberi perlindungan secara diam2."
"Kaki tanganmu ternyata amat cekatan dan tajam, kukira
jejak kita cukup rahasia tak nyana kalianpun sudah tahu. Tapi
kau ini berpangkat tinggi kenapa luarus menyamar segala?"
"Pangkatku sih sedang saja, diatasku masih ada jendral dan
marsekal. Akupun kuatir ada orang memberitahu kepada
guruku." demikian sahut Hudapi.
"Apakah gurumu sudah datang?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Belum. Mungkin dalam beberapa hari ini." ujar Hudapi lalu
dia berkata kepada siau-go-kian-kun:
"Kekalahan guruku dipandangnya sebagai penghinaan
besar, dia bersumpah hendak menuntut balas, kuharap kalian
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lekas menyingkir -saja, supaya tidak bentrok lagi disini."
siau-go-kian-kun tertawa ujarnya:
" Gurumu terlalu ingin menang- Walaupun akupun suka
menang, namun aku masih bisa mawas diri, beruntung
gurumu sudah gebrak beberapa kali, kalau tidak aku tidak
akan mendapat keuntungan. Tapi setiap insan persilatan
lawan tangguh yang pernah dihadapinya selama hidup, kalau
gurumu ingin menjajalku sekali lagi, aku tidak akan menolak.
Tapi demi memberi muka kepadamu kalau bisa dihindari,
itulah lebih Baik," kata2 siau- go-kian-kun, melingkar namun
mengenai sasaran dengan telak, secara tidak langsung dia
menyatakan mau menyingkir, namun bukan lantaran takut
menghadapi guru Hudapi.
Hudapi geleng2, katanya tertawa: "Hoa Tayhiap,
sebetulnya kau lebih getol menang dari guruku."
"sembilan pintu kota sudah tertutup dan terjaga ketat oleh
serdadumu, bagaimana kami bisa keluar?"
Hudapi menepekur tak bersuara, agaknya tengah mencari
akal, sementara itu Beng Hay-kong sudah siapakah perjamuan
baru katanya: "Marilah sambil makan kita mengobrol."
Hudapi tertawa, katanya: "Aku hanya berkelakar saja,
kenapa kau betul2 siapkan perjamuan. Baiklah, biar aku
mengganggu disini."
Hek-siu-lo juga keluar, sekedar basa basi dengan Hudapi,
lalu mencari tahu jejak adiknya kepada Hudapi.
Kata Hudapi: "Adikmu digusur kembali ke Holin Ji-sukoku
yang mengawasinya. sungguh harus disesal-kan si sUkokulah
yang merancang akal ini, memangnya si-suko tamak harta, dia
ingin memeras kalian dengan barter harta benda yang kalian
simpan, Mereka berdua sekongkol. Kini Ji-suko berada di
Holin, tugasnya mengawasi adikmu serta mengompesnya"
Ji-suko yag dimaksud Hudapi adalah Umong, Busu Mo-ngol
yang, mengiringi Huhansia menjadi duta kenegeri Kim. sedang
si-suko adalah Ibun Hoa-kip.
" ingin aku mencaritahu seorang terhadapmu Apakah
Kongsun Ki juga dikurung dinegerimu, bagaimana keadaannya
sekarang?"
"Memang aku ingin beritahu hal ini kepadamu. Terus
terang kedatanganku hari ini disamping hendak menyambangi
kawan lama, juga akan membicarakan suhengmu itu."
"sukalah kaujelaskan." pinta Hong-lay-mo-li. walau dia
membenci dan dendam terhadap Kongsun Ki, namun
sanubarinya tetap memperhatikannya pula.
"Thay Bi dan Liu Goan-ka gusur Kongsun Ki ke Kolin,
diserahkan kepada guruku. Guruku mengurungnya dikuil
Lama, didalam kuil banyak kitab2 ajaran Budha, setiap hari
Kongsun Ki harus menderita siksa oleh Jau-hwe-jip-mo, ingin
mati tidak mampus, suka hidup tidak bisa senang, saking
iseng, akhirnya dia membaca matram, mohon Thian suka
mengampuni dosa2nya."
"omituhud," sabda sau-go-kian-kun,
"Kongsun Ki keparat itu ternyata sudi membaca mantram
segala, semoga membawa manfaat bagi dirinya"
"Memangnya," ujar Hudapi,
"belakangan dia tertarik dan asik sekali membaca mantram
dan membaca banyak buku2 agama, lambat laun timbul
penyesalan dalam sanubarinya."
"Dari mana kau tabu akan hal ini?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Pernah beberapa kali aku menengoknya, suatu ketika
hanya kami berdua saja yang berhadapan dalam ruang baca
itu, maka dia limpahkan isi hatinya terhadapku."
"Apa saja yang dia katakan kepadamu?" tanya Hong-laymo-
li. "Ayahku pernah mendapat pertolongan Beng- beng Taysu,
hal ini kau sudah tahu, Hal inipun kuceritakan kepada Kongsun
Ki kukatakan setelah berhasil menaklukkan Sehe, aku akan
ambil kesempatan berkunjung ke Kong-beng-si menghadap
Beng-beng Taysu, untuk menebus keinginan ayah yang belum
tercapai" "Kongsun Ki amat prihatin mendengar ceritaku, ternyata air
mata tak tertahan bertetesan, dia minta suatu pertolongan
kepadaku."
"Pertolongan apa yang dia minta?" sela Hong-lay-mo-li.
"Minta supaya aku menyampaikan sepatah kata." setelah
menenggak secangkir arak Hudapi melanjutkan:
"Entah darimana dia tahu bahwa ayahnya sekarang juga da
di Kong-beng-si, dia minta aku menyampaikan
pengampunannya terhadap sang ayah katanya, asal Kongsun
Ciangpwe sudi mengampuni dirinya serta mengakuinya
kembali sebagai putra, meski mati diapun akan mangkat
dengan tentram."
"Akhirnya dia menyesal dan bertobat." ujar Hong-lay-mo-li
pilu. "Dia tidak mengatakan "menyesal", namun sikap dan
mimiknya terang manandakan penyesalan hatinya. penyakit
Jau-hwe-jip-mo yang menyerang dia lebih lihay, naga2nya
jiwanya takkan bertahan tiga bulan lagi Katanya dia baru akan
mati meram setelah mendapat kabar balasan dari ayahnya, Ai,
kukira tak mungkin dia kuat menunggunya lagi."
"Apakah dalam tiga bulan ini kau tak bisa kembali ke
Holin?" "Setelah mencaplok Sehe, Khan agung tetap akan menelan
Kim pula tak mungkin lagi aku mencari kesempatan untuk
berkunjung ke Kong-beng-si, apa lagi kembali kenegeri"
Sekilas Hudapi melirik Hong-lay-mo-li lalu melanjutkan:
"Ayah Kongsun Ki adalah gurumu, sudikah kau sampaikan
permintaannya itu" Dengan demikian, walau Kongsun Ki
sampai ajal tetap tak memperoleh kabaran jawaban ayahnya,
namun biarlah ayahnya tahu kalau dia sudah bertobat, supaya
dia tentram dan meram dialam baka."
Hong-lay-mo-li menghela napas, ujarnya:
" Yakin ucapannya cukup bijaksana sebelum ajal.
Kebajikan-nya itu akan kusampaikan dan kulaksanakan."
Habis makan haripun sudah petang, Hudapi berkata:
"Aku harus berlalu. Kalianpun harus cepat pergi."
"Bagaimana kita bisa keluar?"
"sudah, kupikirkan akal. Kalian boleh bawa medali emas
ini." Hudapi keluarkan sebentuk medali yang terbuat dari mas
murni, ditengah medali diukir seekor rajawali yang pentang
sayap dengan gagah dan garang, Hudapi berkata:
"lnilah medali kepercayaan tertinggi didaliam kalangan
Militer kami untuk menyalurkan berita, dengan membawa
medali mas ini, waktu keluar kota, jangan kalian keluarkan
sepatah katapun. Mereka takkan berani tanya kepada kalian?"
"Lalu bagaimana aku harus serahkan kembali medali mas
ini kepadamu?" tanya siau- go- kian- kun.
"Boleh kalian ambil saja, jangan kuatir akan diriku aku akan
cari upaya untuk memperolehnya yang lain."
setelah Hudapi pamitan pergi, semua orang sama senang
dan lega, Heksiu-lo berkata:
"Aku ingin pergi ke Mongol saja.."
Beng Hay-kong menimbrung: "Adikmu dikurung di Holin,
adalah pantas kalau kau kesana menolongnya keluar. Tapi
bukankah baru saja keluar dari mulut harimau masuk
kemoncong buaya?"
" Walau berbahaya, aku tetap kesana." ujar Hek-siu-lo
tegas- setelah menghela napas, dia menambahkan:
"setelah peristiwa ini, aku sudah kapok juga, pribahasa ada
bilang: Manusia mati lantaran harta, burung mati karena
makanan, Bukankah lantaran harta kita hampir saja direnggut
elmaut" Yang bener harta itu takkan terbawa keliang kubur,
hidup manusia paling seabad buat apa pula mengoleksi dan
menumpuk harta sebanyak itu?"
siau- go-kian-kun tertawa, ujarnya: "Kau bisa menginsafi
hal ini, sulit juga."
" Cukong, bicara terus terang, sebagian terbesar harta kami
memang dipendam di suatu tempat di Mongol, walau tak
berani kubilang nilainya seharga sebuah kota, kukira cukup
ada ribuan juta tail perak. Kali ini aku, ke Mongol disamping
untuk menolong adik, akupun ingin bawa pulang harta benda
itu." "Begitu banyak hartamu, separo untuk menyogok ibun
Hoa-kip sudah lebih dari cukup."
"Tidak, aku tidak akan berbuat demikian. itukan aku kikir,
namun aku berpendapat harta benda harus dimanfaatkan dan
disalurkan sesuai gunanya, diberikan Tatcu Mongol berarti aku
bantu kejahatan mana boleh aku berbuat demikian," Kupikir
hendak serahkan harta benda itu kepadamu malah..."
"Mana aku berani menerima hadiahmu sebesar itu?" ujar
Hong-lay-mo-li.
" Gerakan laskar rakyat kurang ransum dan persenjataan
tidak lengkap. Harta itu boleh kalian jual untuk
mempersiapkan diri melawan Mongol. Menurut pendapatku,
setelah Mongol mencaplok sehe, selanjutnya pasti menelan
Kim dan menggasak song, soal waktu saja, laskar kalian pasti
bentrok dengan Mongol."
"Bagus, ucapanmu memang betul, Kalau demikian biar aku
wakilkan seluruh laskar kita ucapkan terima kasih kepadamu."
"Manusia punya cita2 luhur atas karunia Thian," demikian
ujar siau- go- kian- kun,
"semoga per jalananmu ke Holin berhasil dengan baik."
Pagi2 sekali hari kedua, siau- go- kian- kun keluar kan dua
kulit kedok sebuah diberikan kepada Hek-siu-lo, katanya:
"Pakai ini, orang lain tidak akan mengenalmu lagi."
Wajah Hek-siu-lo hitam keling tampangnya aneh dan luar
biasa, walau ada medali pemberian Hudapi, namun tetap
menarik perhatian orang, kedok muka ini tepat untuk
mengelabui orang.
Dengan membawa medali mas itu, betul juga dengan
leluasa mereka keluar kota. setiba dipersimpangan jalan
keutatra menuju ke Mongol, ketimur menuju ke Tionggoan,
Hek-siu-lo berkata:
" Cukong, banyak terma kasih dari jauh kau kemari
menolong jiwaku, tak berani aku bikin susah kau ke Mongol
lagi" "Tidak, kami memang hendak ke Mongol juga. jadi bukan
lantaran urusanmu." lalu dia menambahkan dengan tertawa:
"Jing-yau, tanpa kau katakan, namun aku tahu isi hatimu
bukankah kau ingin ke Mongol untuk melihat Kongsun Ki?"
" Guruku hanya punya seorang anak, kalau betul Kongsun
Ki bertobat dan insaf diri, guruku pasti amat senang. Namun
jiwanya tinggal tiga bulan saja, terang tak sempat kukirim
kabar ke Kong-bengsi. Kupikir..."
"Kau ingin menolongnya bukan?"
"Bagaimana menurut pendapatmu" "
" Kematiannya sebetulnya tidak perlu dibuat sayang karena
perbuatannya dulu."
"Tapi setelah menderita siksa, terhitung cukup setimpal
hukuman yang dia rasakan, maka aku tidak menentang kau
menolongnya, cuma..."
"Kau kuatir tiada guna menolongnya?"
siau- go-kian-kun. manggut2. Hong-lay-mo-li berkata:
"Beng-beng Taysu berhasil meyakinkan Iwekang simhoat yang
tiada taranya, digabung, dengan ilmu kedokteran dari ayahku,
masih ada ilmu menyungsang urat nadi ciptaan Ceng-ling-cu
pula, jelas dapat menolong jiwa seorang yang terkena racun
kedua ilmu keluarga siang. Kalau dalam jangka tiga bulan ini
dapat bawa Kongsun Ki kembali ke Kong-beng-si,
kemungkinan masih sempat menolong jiwanya "
"llmu ciptaan Ceng-ling-cu hanya siang-Ceng-hong dan
Khing ciau yang mendalami, siang Ceng-hong memang ada di
Kong-beng si namun hidupnya banyak menderita karena
perbuatan Kongsun Ki apakah dia sudi menolongnya malah?"
"Tiada perjamuan yang tak bubar dalam dunia ini, tiada
dendam dan dosa yang tidak impas pula. Kalau Kongsun Ki
betul2 menyesal dan bertobat, aku bisa mintakan ampun
kepada siang Ceng-hong." berhenti sebentar lalu
menambahkan: "Harapan untuk menolong Kongsun Ki keluar Mongol
memang amat sulit, namun Walau gagal, kita bisa bertemu
sama dia, supaya dia tahu bahwa ayahnya sudah mau
memaafkan dirinya supaya dia bisa mangkat dengan tentram."
"Jing-yau, orang lain pandang kau sebagai Mo-li
(perempuan iblis), siapa tahu ada kalanya kau menjadi dewi
penolong manusia yang ketimpa derita juga."
"Kau menyanjung segala. Yang patut dibunuh harus
dibunuh, yang harus ditolong harus ditolong. Kau kira aku
hanya bisa bunuh orang saja?"
siau-go-kian-kun gelak2, bertiga mereka terus berangkat
menempuh per jalanan, Di jalan mereka menyingkir dari
pasukan besar Mongol terus menyusup baris belakang dan
berputar kearah tujuan namun beberapa kali mereka
kesamplok juga dengan kelompok kecil dari pasukan berkuda
Mongol, untung mereka membawa medali pemberian Hudapi,
sehingga tidak mengalami kesulitan.
siapakah pemuda yang menaruh perhatian akan golok
pusaka Li Tiang-thay ini"
Berhasilkah Hong-lay-mo-li menolong Kongsun Ki" Cara
bagaimana Hek-siu-lo menolong adiknya dari tangan Umong".
(Bersambung keBagian 69)
Bagian 69 KUDA tunggangan mereka pemberian Beng Hay liong
keluaran negeri Turfan yang jempolan, larinya cepat tahan
jarak jauh. 5 hari kemudian, mereka sudah keluar dari wilayah
negeri Sehe, dua hari lagi, sepanjang jalan semakin jarang
mereka ketemukan orang, mulailah mereka memasuki gurun
pasir Gobi. Berada di padang pasir, betapapun hebat kuda mereka,
takkan lebih unggul dari unta, pasir mengalir terhembus
angin, kaki kuda sering kejeblos kedalam tumpukan pasir
bergerak, sampai lama baru bisa dikeluarkan.
Selayang pandang pasir kuning melulu, empat penjuru tak
berujung pangkal, beberapa hari mereka bergulat ditengah
gurun pasir belum pernah berjumpa dengan seorang lain,
persediaan air mereka dikuatirkan habis.
Terik matahari terasa semakin membara, kuda merekapun
sampai ter-engah2 kehabisan napas. Hari itu, tengah mereka
berayun langkah dengan susah payah, tiba2 dilihatnya warna
langit berubah menguning, angin ber-gulung2 membawa
kisaran pasir kuning melandai dari barat ke arah timur.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Semula Hong-lay-mo-li kira yang datang hanya hembusan
angin sepoi2, maka dia tidak ambil perhatian sebaliknya Heksiu-
lo yang berpengalaman sebagai saudagar yang sering
mondar mandir digurun pasir berubah pucat mukanya,
serunya: "Celaka, agaknya cuaca berubah, lekas cari tempat untuk
sembunyi."
Belum habis dia bicara, pasir kuning sudah berhamburan ke
tengah angkasa, angin badai tahu2 sudah menerpa dengan
dahsyat Gurun pasir yang tak berujung pangkal, hanya
taburan kabut kuning melulu yang kelihatan. Laksana ribuan
tabir kuning yang ber-lapis2 menutupi langit, matahari masih
bersinar, namun cuaca menjadi petang.
"Jangan gugup, ikutilah aku." teriak Hek-siu-lo. Mereka
berbalik menerjang kearah damparan badai pasir yang deras
mencari jalan keluar. Kuda tunggangan Hong-lay-moli roboh
menyusul kuda siau-go-kian-kun. Terpaksa mereka
kambangkan Ginkang berlalu mengikuti dibelakang kuda
tunggangan Hek siu-lo. Lama-kelamaan Hong-lay-mo-li
rasakan napasnya sesak untunglah disaat2 kritis itu, tiba2
didengarnya Hek-siu-lo berteriak girang:
"Nah, itulah pertolongan datang"
Dalam cuaca remang2 hujan pasir, muncul bayangan unta
bergerak2 dari kejauhan sana kiranya itulah kafilah bangsa
Turfan yang kebetulan lewat. Para saudagar berunta itu
membaris unta menjadi sebuah lingkaran besar sebagai
dinding penahan damparan pasir, mendapat perlindungan
dinding unta ini, berhasilkah siau-go-kian-kun bertiga
beruntung dari hembusan hujan pasir.
Hek-siu-lo pandai berbagai bahasa, dengan bahasa Turfan
dia ajak para pedagang itu bicara, baru diketahui bahwa
rombongan saudagar ini sedang kekurangan air. Memang
tempat dimana sekarang berada sudah mendekati pinggir
gurun pasir, namun harus dua hari perjalanan pula baru bisa
sampai dipadang rumput, ditempat itu mereka jelas takkan
bisa mendapatkan air. sisa dari persediaan air mereka sudah
amat minim walau tidak sampai mati kekeringan, namun
deritanya cukup menyiksa.
Air yang dibawa Siau-go-kian-kun cukup banyak, tahu
mereka kekurangan air, secara suka rela segera dia bagikan
sekantong besar kapada mereka. Air dipadang pasir lebih
berharga dari emas, sudah tentu para saudagar itu amat
berterima kasih akan kebaikan hatinya, sudah tentu
sewajarnya mereka lantas bersahabat. Dan siau-go-kian-kun
bertigapun masuk ke dalam rombongan besar ini.
Diantara rombongan saudagar ini terdapat seorang pemuda
berusia 20an, dia pandai berbahaya Han, maka dia ajak siaugo-
kian-kun ngobrol tanya siau-go-kiau-kun datang dari mana,
secara terus terang siau-go-kian-kun katakan dari sehe serta
ceritakan situasi peperangan disana, tahu sehe sudah terjatuh
dan dijajah oleh Mongol, si pemuda menghela napas gegetun.
Terunjuk rasa duka nestapa pada mimik mukanya, namun
siau go-kian-kun. tidak perhatikan tingkah polahnya.
Tapi si pemuda sebaliknya menaruh perhatian terhadap
siau- go-kian-kun, terutama amat perhatikan golok pusaka
yang dibawanya. setelah menempuh per jalanan, dia alihkan
pembicaraan pada golok dan kuda2 bagus dikatakan oleh
sipemuda bahwa suku bangsa di se-ek mengutamakan dua
benda sebagai impian idamannya, pertama golok pusaka dan
kuda jempolan, laki2 yang menanjak dewasa harus
mendapatkan sebilah golok yang bagus dan memperoleh kuda
yang jempol pula. Belakangan dia minta siau- go-kian-kun
perlihatkan golok itu kepadanya.
sipemuda lolos keluar golok serta me-ngamat2inya dengan
rasa sayang dan terpesona siau- go-kian-kun berpikir:
"sayang golok ini Milik Li Tiang-thay yang harus kulindungi
dan pasti kukembalikan kepada keluarganya, kalau tidak boleh
kuberikan kepada pemuda ini."
setelah mengamat2i sebentar sipemuda berkata: "Entah
darimana tuan memperoleh golok ini?"
Karena baru berkenalan, sudah tentu siau- go-kian-kun
menjawab secara samar2, dikatakan itulah golok warisan
keluarganya sipemuda menunjukan mimik aneh seperti tidak
percaya, namun dia tidak bicara lagi dia kembalikan golok itu
kepadanya. Dua hari kemudian mereka sudah keluar dari gurun Gobi
pemandangan pandang rumput berubah pula, selayang
pandang hanya tetumbuhan rumput menghijau membentang
lebar sampai dikaki langit.
Angin menghembus, menimbulkan alunan gelombang yang
merata dan indah sekali dipandang mata, setelah kekeringan
beberapa hari, seketika bangkitlah semangat mereka setiba
dipadang rumput.
Malam itu mereka bermalam dipadang rumput, kaum
saudagar berikan dua tenda kepada mereka dan barang2
keperluan lainnya kepada siau-go-ki-kun bertiga, Agaknya
mereka tahu, adat istiadat bangsa Han, Hong-lay-mo-li
menempati sebuah tenda, tenda yang lain ditempati siau- gokian-
kun dan Hek-siu-lo.
Malam telah larut, didalam kelelapan tidurnya, siau-go-kiankan
seperti mendengar gerakan lirih di- luar kemah, bagi
seorang yang memiliki kepandaian ulat tinggi akan segera
terjaga, lenyaplah rasa kantuk siau- go-kian-kun.
Tak lama kemudian, sayup2 terdengar suara gorengan
rendah. Kedengarannya: seperti binatang buas, Hek-siu-lo
terjaga sambil melompat bangun, baru saja dia hendak
berteriaki siau- go-kian-kun sudah menekannya dan
mendekap mulutnya, lalu berbisik di-pinggir kuping:
"Bukan biruang, itulah manusia, Dia pura2 meniru
gorengan binatang untuk mengelabui orang. jangan kau
membuat ribut, kita lihat saja dia siapa dan apa maksudnya?"
siau-go-kian-kun pura2 tidur, sengaja dia menggoros lagi
tak lama kemudian, terdengar suaara "Bret" kain tenda
disobek orang, sesosok bayangan orang menerobos masuk.
pandangan mata siau- go-kian-kun amat tajam meski
dimalam gelap. dilihatnya orang yang menerobos masuk ini
kiranya sipemuda yang pagi tadi mengamati golok pusaka
milik Li Tiang-thay itu. Dia taruh golok itu dipinggir
pembaringan dengan meng-gagap dan meraba-2 akhirnya
sipemuda menemukannya dan menggenggamnya kencang.
sia u- go-kian-kun sudah menduda bahwa orang akan
mencuri goloknya namun mengingat pembicaraan yang akur
dan asyik tadi pagi. dia segan turun tangan menangkap basah
pembuatan orang terutama dia tidak ingin merusak
persahabatan pikirnya dalam kesempatan lain akan dicarinya
kembali saja golok itu.
Tak nyana setelah berhasil, sipemuda tidak segera berlalu,
dia malah mencabut golok dan mulut menggerundel:
" Lebih baik salah membunuh dari salah melepasnya, Tapi
kiranya tidak akan salah lagi."
sekilas ragu2, mendadak dia ayun goloknya terus
membacok leher siau- go- kian- kun.
Ter- heran2 siau-go-kian-kun mendengar perkataannya,
untung dia sudah siap. tiba2 dia mencelat sambil membalik
badan, berbareng kelima jarinya menyampuk pergelangan
tangan si pemuda seketika menjadi lemas dan "klontang"
golok itu^jatuh ke tanah.
siau-go-kian-kun belum tahu bagaimana kepandaian
sipemuda, tak tega dia melukainya, maka dia hanya gunakan
sebagian kecil tenaganya, dikiranya orang takkan tahan dan
terjungkal roboh. Tak kira kepandaian sipemuda cukup
lumayan, golok jatuh namun dia sendiri tidak roboh, putar
tubuh dengan tangkas segera dia menerobos keluar dari
lobang tenda tadi. Hek-siu-lo mencelat bangun
menangkapnya, namun kena ditendangnya terjungkal siau-gokian-
kun memapah Hek-siu-lo tanyanya:
"Bagaimana kau?"
"Tidak apa2. orang ini masih muda, namun berhati keji,
tidak lekas kau menangkapnya"
"Goloknya tidak hilang, tangannyapun ketika kusampuki
sakitnya cukup untuk menghukum perbuatannya." ujar siaugo-
kian-kun tertawa, Hek-siu-lo penasaran, dia kejar keluar,
namun terdengarlah seekor kuda sudah dibedal pergi,
sipemuda lari naik kuda.
Para saudagar terkejut bangun dan melihat si pemuda lari
menunggang kuda, mereka sama unjuk rasa heran dan kaget
siau- go-kian-kun tanya pimpinan rombongan
"siapakah pemuda ini?"
"Seorang teman perkenalkan dia masuk rombongan kita
menuju ke Mongol untuk suatu urusan dagang, Barang2nya
malah masih tertinggal disini, entah kenapa dia mendadak lari
pergi?" Tahu bahwa sipemuda bukan segolongan mereka, baru
siau- go-kian-kun tuturkan kejadian tadi, pimpinan rombongan
geleng2 kepala sambil menghela napas gegetun, Tak berhasil
mencari tahu asal usul sipemuda, golok tidak hilang pula, siaugo-
kian-kun tidak tarik panjang urusan ini. Hari kedua dia
tetap melanjutkan per jalanan bersama rombongan saudagar
ini Rombongan saudagar ini sudah sering mondar mandir
antara Persia, se-ek Turfan, Mongol, Tibet dan lain2 negara,
maka serdadu Mongol yang jaga diperbatasan dan dikota2
banyak yang kenal mereka, sehingga siau- go-kian-kun bertiga
tidak mengalami kesulitan apa2 memasuki Mongol.
Dis ini para saudagar itu berpencar menuju keberbagai
tempat untuk mengumpulkan bahan obat2an, maka siau-giokian-
kun berpisah terus menuju ke Holin.
Holin adalah ibu kota Mongol, Mongol berdiri belum lama,
maka Holin masih merupakan bangunan kota serba darurat
yang kasar meski sudah ada beberapa bangunan gedung,
namun kebanyakan masih suka bertempat tinggal didalam
kemah, siau- go-kian-kun menyewa sebidang tanah, disini dia
mendirikan kemah, menyamar sebagai pedagang dari daerah
lain. setelah mendapatkan tempat berteduh, barulah dia mulai
merancang rencana dan bergerak secara teratur.
Langkah pertama sudah tentu harus mencari tahu situasi
dan keadaan setempat Bangunan terbesar di Ho-lin adalah
biara Lama, mereka sudah tahu bahwa Kongsun Ki dikurung
disana, Tapi dimana adik Hek-siu-lo di kurung, belum lagi
mereka ketahui.
Tidak sedikit jumlah jago2 kosen dalam kuil Lama, yang
sudah diketahui adalah Liu Goan-ka dan Thay Bi jikalau bukan
kebetulan penyakit Jau-hwe-jip-mo mereka kumat, siau-goTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
kian-kun dan Hong-lay-mo-li tidak yakin dapat mengalahkan
mereka. sedang Pek-siu-lo dikurung tersendiri oleh Umong, hal ini
lebih mudah dihadapi. Maka mereka berkeputusan untuk
menolong Pek-siu-lo lebih dulu baru akan menyatroni kuil
Lama, umpama gagal dengan leluasa mereka akan bisa
meninggalkan Holin.
Dari teman2 Hek-siu-lo di Mongol dengan susah payah
didapat keterangan, bahwa Umong adalah seorang Kim-tiang
Busu yang langsung menjadi bawahan Jengis Khan, tugasnya
melindungi dan menjaga istana Jengis Khan, istana Jengis
Khan terletak di- utara Ajiloh, Kim-tiang Busu yang bergiliran
piket berasrama disana pula, Umong dan Ibun Hoa-kip hendak
memeras harta Hek-siu-lo pasti diluar tahu Jengis Khan dan
gurunya. oleh karena itu kemungkinan besar Pek-siu-lo dikurung di
salah satu kemah mereka, maka mereka berencana malam itu
hendak mencari tahu dulu kegunung Ajiloh, dimana tempat
tinggal itu kemah Umong.
Hari itu, tengah mereka berunding tiba2 didengarnya diluar
ada ramai2, siau- go-kian-kun lari keluar melihat, tampak laki
perempuan, tua muda sama berebut keluar kota. siau- gokian-
kun tanya Hek-sin-Io:
"Apa yang mereka ributkan, Apakah Jengis Khan kembali?"
"Bukan Khan besar mereka yang pulang, tapi salah seorang
selirnya yang dikirim kembali ke Holin"
"Selir yang mana?"
"Putri Li An-coan raja negeri sehe, Karena harus pimpin
pasukannya kemedan laga, dia kirim dulu selirnya ini ke
rumah. Rakyat berbondong2 ingin melihat selir junjungannya."
siau- go-kian-kun tertawa bertiga merekapun keluar kota
mengikuti arus rakyat yang berbondong itu, pejabat Mongol
yang ada di Holin belum lagi keluar menyambut, mereka
sudah mencampurkan diri bersama rakyat banyak,
Tampak sebarisan unta dan kuda mendatangi. PeIan2
punggung unta dibebani paket2 besar kecil hasil kemenangan
dari peperangan kali ini. Selir yang dimaksud duduk diatas
sebuah singgasana dipunggung unta yang ditutupi kain sari,
yang berjarak dekat masih bisa melihat jelas tampang selir
yang satu ini meski hanya teraling oleh kain sari yang halus
dan tembus penglihatan, wajahnya tampak malu2 dan
murung. Disebelah unta yang dinaikan selir adalah seekor kuda yang
ditunggangi seorang laki2 berpangkat tinggi dengan kepala
besar kuping besar. Dari bisik2 orang2 disebelahnya baru
Siau-go-kian-kun tahu, bahwa laki2 tromok ini adalah paman
raja negeri Liau yang dulu dan belakangan lari dan menetap
dinegeri Sehe. Sekarang dia ditugaskan untuk mengantar Selir ini ke Holin
Dibelakang Siau Hok, menunggang kuda besar pula, adalah
Sin Bong-gwan, Sin Bong-gwan memangnya adalah pengawal
pribadi siau Hok, dulu dia malang melintang dan se-wenang2
didaerah utara, akhirnya ditumpas, maka dia tidak terima
kalau Hong-lay-mo-li menjabat Lok lim Beng-cu.
"Kebetulan malah kedua orang ini datang, menghemat
tenaga kita." ujar siau- go kian-kun.
"Urusan penting kita belum terlaksana, mungkin sekarang
tidak leluasa turun tangan terhadap mereka".
"Betul. Tapi aku mendapat pesan Li Tiang-thay, sakit
hatinya aku harus menuntutkan balas, Biarlah cari kesempatan
lain waktu."
Pada saat itulah, terjadi peristiwa yang tak pernah mereka
duga, Diantara gerombolan penonton yang berjejal2 itu, tiba2
menerobos keluar seorang pemuda terus menumpukan pisau
terbang kearah siau Hok, gerak gerik sipemuda cekatan dan
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seranganpun amat cepat, belum lagi semua orang menyadari
apa yang terjadi, pengawalpun baru berteriak.
"Ada pembunuh" tampak siau Hok sudah terjungkal roboh
dari punggung kuda pisau terbang timpukan sipemuda telah
menancap didadanya tembus kepunggung, jiwapun melayang
seketika. Mengenali pembunuh ini, Liu dan Hoa sama2 me-lengak.
Kiranya sipemuda bukan lain adalah pemuda dari rombongan
saudagar yang berusaha mencuri golok pusaka itu.
"Jing-yau", ujar siau-go kian-kun tertawa
" bukan aku ingin cari kesulitan, namun sekarang kita tak
bisa berpeluk tangan."
sementara itu Sin Bong-gwan sudah menubruk turun
mengejar sipemuda, tak sempat keluarkan golok, dia gunakan
cemeti. "Tar" seraya memaki:
"Pembunuh bernyali besar, masih ingin lari?"
gerak gerik sipemuda cekatan namun tak kuasa dia
meluputkan diri dari cambuk sin Bong-gwan.
sebagai tokoh silat kelas tinggi dari aliran hitam, ilmu silat
sin Bong-gwan memang lihay, sipemuda lintangkan golok
menangkis terasa tangannya pedas kemeng, tahu2 goloknya
terbelit dan tersendai lepas oleh cambuk sin Bong-gwan.
cambukan kedua sementara itu sudah menyerang tiba pula,
sipemuda baru mencelat bangun, dengan telak lututnya kena
di hajar, seketika dia terjungkal pula.
Cambuk ketiga sin Bong-gwan mengincar batok kepala
sipemuda, mendadak sin Bong-gwan sendiri yang menjerit
kesakitan cambuknya menceng kesamping, kiranya siau- gokian-
kun dan Hong-lay-mo-li sama2 melompat keluar,
pergelangan tangan sin Bong-gwan tertusuk benang kebut
Hong-Iay-mo-li, sehingga serangannya menceng..
Gerak Hong-lay-mo-li secepat kilat, tahu2 dia sudah berada
didepan sin Bong-gwan, pedangnyapun menusuki ter-sipu2 sin
Bong-gwan menyapu dengan cambuk namun dimana sinar
pedang berkelebat cambuk-nya seketika putus jadi tiga jurus
Hong-lay-mo-li dinamakan sam-coan-hoat-lun (memutar tiga
kali roda sakti), cambuk putus gerakannya masih belum
berhenti hampir saja jari2 sin Bong-gwan terpapas kutung
juga. Dalam beberapa gebrak saja sin Bong-gwan lantas tahu
bahwa yang dihadapinya adalah Hong-lay-mo-li musuh
buyutannya, bentaknya:
"Hm, kiranya kau iblis..."
belum habis dia bicara tahu2 terdengar suara "Ngek" teng
gorokan sin Bong-gwan seperti disumbat dan leher tercekik,
kata2 selanjutnya tak mampu di ucapkan.
Kiranya kuatir orang membeber asal usul Hong-lay-mo-li,
siau- go-kian-kun timpukkan sebentuk mata uang tepat masuk
ketenggorokannya, perhatian sin Bong-gwan tertuju kepada
Hong-lay mo-li, jangan kata berkelit, belum lagi dia sempat
katupkan mulut, tahu2 mata uang sudah masuk kemulutnya.
Kekuatan jentikan mata uang siau-go-kian-kun jauh lebih
keras dari pegas, bukan saja gigi Sin Bong-wan rompal,
tenggorokannyapun terluka parah, Memangnya dia bukan
tandingan Hong-lay-mo-li, karena terluka oleh mata uang
timpukan siau- go-kian-kun, sudah tentu dia menjadi
keripuhan, hanya beberapa gebrak lagi, akhirnya dia mampus
dengan dada tertembus pedang Hong-lay-mo-li.
Waktu sipemuda tersungkur jatuh, serdadu Mongol
bersorak2 memburu kearahnya, golok pedang dan tombak
serentak merabu kepadanya. untung siau- go-kian-kun
bertindak cepat, sekali raih dia jinjing sipemuda bangun,
berbareng tangan yang lain menangkap seorang perwira terus
diputarnya seraya membentak:
"Nah, bunuhlah dia" tiga golok dan sebatang tombak sama
membacok dan menusuk badan si perwira, karuan serdadu
Mongol itu sama berteriak kaget dan menyu-rut mundur.
siau-go-kian-kun putar badan gede si perwira sehingga
beberapa serdadu jatuh sungsang sumbel
"Kau masih bisa lari" Lekas rebut kuda" seru siau- go-kiankun
kepada sipemuda.
Mengenali siau-go-kian-kun sekilas sipemuda melenggong,
matanya terbelalak kaget dan heran, teriaknya:
"Kau, kau, kenapa kau tolong aku?"
"Jangan banyak tanya, lekas lari dulu"
Walau lututnya terluka namun kepandaian sipemuda masih
unggul dari serdadu Mongol, cepat sekali dia sudah rebut
seekor kuda dan melarikan diri, lekas sekali siau-go-kian-kun,
Hong-lay-mo-li dan Hek-siu-lepun sudah menerjang keluar
kepungan. setiba disuatu hutan siau- go-kian-kun tanggalkan golok
serta berkata dengan tertawa:
"Tempo hari aku membual kepadamu, harap kau tidak kecil
hati." Kesima sipemuda, katanya:
"Siapakah tuan" Darimana kau peroleh golok ini" sudikah
menerangkan?"
"Kau belum tahu siapa aku aku malah sudah tahu siapa
kau. Kau Li-kongcu bukan Li Tiang-thay pernah..."
"Aku bernama Li Liok-ji Li Tiang-thay adalah ayahku. Golok
ini..." "Ayahmu titip golok ini kepadaku untuk diserahkan kepada
Kongcu. Di Sehe aku pernah bertandang ke rumahmu, tak kira
disini bertemu dengan kau, silakan Kongcu terima kembali
golok ini."
Menerima golok Li Liok-ji bertanya:
" Harap tanya siapakah tuan penolong ini" Entah
dimanapula tuan penolong bertemu dengan ayah?"
"Aku she Hoa bernama Kok-ham inilah Loklim Bengcu lima
propinsi utara Liu Jing-yau.. Dia adalah teman karibmu, Heksiu-
lo yang pernah dipenjarakan di sehe."
Kejut girang dan was2 pula hati Li Liok-ji, kata-nya:
" Kiranya tuan penolong adalah siau-go-kian-kun pendekar
latah Hoa Kok-ham yang kenamaan di Kang-ouw?"
siau-go-kian-kun golak2 seraya menarik kedok mukanya
Hong-lay-mo-lipun gunakan air menghapus obat rias yang
menjadikan dia ganti rupa menjadi perempuan desa setengah
umur. sekarang Li Liok-ji tidak ragu2 lagi, ter-sipu2 dia berlutut
dan menyatakan terima kasih, tanyanya:
"Bagaimana keadaan ayah" Kenapa dia titipkan golok ini
kepada Hoa Tayhiap?"
"Harap Kongcu tidak bersedih ayahmu, dia, su... sudah
meninggal " lalu dia ceritakan kejadian dipangkalan Yalu
Hoan-ih, akan kemalangan yang menimpa Li Tiang-thay. Li
Liok-ji menangis sesenggukan, siau- go-kian-kun menghibur:
"Dengan tanganmu sendiri kau sudah bunuh siau Hok, sakit
hati ayahmu sudah terbalas."
Li Liok-ji menghasut air mata, katanya mewek2:
"sekian lama ayah tidak kunjung pulang dalam
perjalanannya ke Ki-lian-san, aku sudah merasakan firasat
jelek. siau Hok memang bermusuhan dengan keluargaku,
kubunuh dia bukan lantaran dendam pribadi. Malah aku belum
lagi tahu bahwa dialah biang keladi yang membunuh ayahku."
"Aku, tahu, kau bunuh Siau Hok untuk membela nusa dan
bangsa, dendam negara memang lebih besar artinya dari sakit
hati keluarga-" ujar Siau-go-kian-kun seraya membimbing Li
Liok-ji bangun berdiri tanyanya:
"Apa kau bisa membaca bahasa Mongol?"
Li Liok-ji melengak, katanya:
"Pernah belajar beberapa tahun bahasa kasaran bisa
kubaca, Hoa Tayhiap untuk apa kau tanya..."
"Dalam golok ayahmu ada disimpan surat rahasia, coba kau
periksa dan baca isinya?"
Li Liok-ji keluarkan surat itu serta membacanya, katanya
kemudian: "Inilah surat rahasia yang dikirim langsung dari istana
Jengis Khan, Siau Hok diperintahkan untuk menjadi spion,
dikatakan kalau raja kita tak mau menyerah, Siau Hok
diperintahkan membunuhnya. Aneh kenapa surat rahasia ini
bisa berada ditangan ayah?".
"Mungkin kurir Jengis Khan yang membawa surat
rahasianya ini kepergok ayahmu ditengah jalan, karena
tugasnya ke Ki-lian-san amat penting, dia tidak sempat
memberi kabar kepada Baginda raja junjungannya." siau gokian-
kun menjelaskan.
Li Liok-ji manggut2, ujarnya:
"Ya, mungkin demikian oleh karena itu ayah titip golok ini
kepadamu untuk diserahkan kepadaku, Bukan mustahil Siau
Hok berusaha untuk merebut golok ini."
Hong-lay-mo-li menimbrung: "surat ini sebetulnya tidak
begitu penting lagi artinya, Disebelah belakang masih ada
kelanjutannya. Jengis Khan sedang mencari soseorang."
"O, siapa yang dia cari?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Seorang bernama Liu Goan-cong . Jengis Khan minta Siau
Hok bantu mencarinya."
Hong-lay-mo-li heran, katanya:
"orang yang dicari Jengis Khan itu adalah ayahku.
Hakikatnya ayah tidak pernah kenal Jengis Khan entah untuk
keperluan apa dia mencari ayahku" sungguh aneh sekali."
"Ayah berada di Kong-bing-si orang2 Jengis Khan pasti
takkan bisa menemukan. sayang Jengis Khan tak berada di
Holin, kalau tidak boleh kau wakili ayahmu menemuinya.
sudahlah, hari sudah petang, mari kita pulang."
setelah diobati luka2nya, Li Liok-ji sudah bergerak leluasa,
Dia hendak mencari rombongan saudagar itu, maka berpisah
dengan siau-go-kian-kun, bertiga. Petang itu siau-go-kian-kun
bertiga kembali ke Holin. Walau Holin adalah ibu kota Mongol,
namun karena mereka adalah bangsa penggembala negara
baru berdiri lagi, maka bangunan kota masih serba sederhana
dan darurat, demikian juga Holin tak ubahnya seperti kota2
kecil di Tiongkok, tembok kotapun tidak dibangun. Maka siaugo-
kian-kun bertiga dengan leluasa kembali ke rumahnya.
Penjagaan dan ronda memang diperketat namun karena
siau Hok dipandang orang luar yang tidak penting artinya, selir
Jengis Khanpun sudah masuk istana, maka peristiwa
terbunuhnya siau Hok sudah tidak dianggap lagi.
setelah makan malam, haripun sudah menjelang malam,
bergegas mereka ganti pakaian hitam, bergerak menurut
rencana, menyelidik ke gunung Ajilohi
Malam gelap angin meniup keras, merupakan cuaca tepat
bagi orang bergerak dimalam hari. Dengan mengembangkan
Ginkang mereka bertiga menyelundup kepuncakAjiloh tanpa di
ketahui oleh siapapun.
Istana yang ditempati Jengis Khan dibangun di atas
gunung, disekitar istana dari atas ber-lapis2 menurun didirikan
kemah2 yang tersebar di-mana2, itulah kemah2 para Kimtiang
Busu yang berdinas dan bertempat tinggal, jumlahnya
kurang lebih tiga empat puluhan. Entah kemah yang mana
tempat tinggal Umong.
Tiba2 tampak sinar obor mendatangi, ada beberapa Busu
beranjak kemari, satu diantaranya kebetulan adalah Umong,
siau- go-kian-kun beramai lompat naik kepucuk pohon
menyembunyikan dia Hek-siu-lo. berbisik memberitahu:
"Beberapa orang yang bersama Umong itu satu diantaranya
bernama Muliha, yang lain bernama Jilaun jagoan dari Kimtiang
Busu, kepandaiannya tidak dibawah Umong, Tiga yang
lain aku tidak kenal namun dari dandanan seragam mereka,
dua Kim-tiang Busu, seorang lagi adalah Wisu biasa."
Lekas sekali rombongan Umong sudah dekat dan lewat
dibawah pohon, terdengar Umong menggerutu.
" Urusan genting apa, selarut ini masih panggil orang."
Jilaun berkata: " inilah pesan Cepe, dia kuatir ada
pembunuh yang membuat onar di istana, Khan agung tiada,
maka kita harus lebih hati2 menjaga selirnya"
Umong mendengus, katanya: "Memangnya Cepe ketakutan
menghadapi beberapa keparat itu" Kemungkinan mereka
adalah orang2 Sehe, tujuannya hanya membunuh siau Hok.
Memangnya berani mereka petingkah diistana." yang terang
Umong menguatirkan tawanannya, maka dia selalu cari alasan
tidak mau bertugas di istana.
"Bukan begitu," timbrung Muliha, "kesaktian panah Cepe
memangnya kau ragukan, jelas dia bukan laki2 yang penakut.
Katanya orang2 yang dipergokinya itu berkepandaian tinggi,
kuatir Kim-tiang Busu kita tiada yang kuat menandinginya.
Bagaimana juga, hati2 kan baik. sepuluh atau setengah bulan
lagi Khan besar akan pulang, maka jangan sampai terjadi apa2
sebelum Khan besar pulang."
Diam2 terkejut hati Umong, maka rasa kuatirnya
bertambah besar akan tawanannya yang diam2 dia
sembunyikan didalam kemahnya, namun dia hanya
menggerutu dan tetap mengikuti langkah temannya.
Muliha tak hiraukan lagi, dia berpesan kepada Wisu itu:
"Pergilah kau ketempat suptay, suruh dia malam ini lebih
berhati2, ronda ditambah jaga diperketat"
suptay adalah Kim-tiang Busu yang mengepalai penjagaan
dan ronda malam ini setelah mengiakan, Wisu itu segera putar
kembali Lewat dibawah pohon siau-go-kian-kun, kebetulan
angin meniup kencang sehingga obor ditangannya padam.
" Celaka, sekali" gerutu si Wisu, Dia lupa membawa ketikan
api lagi, walau jalanan digunung sudah apal namun malam
segelap ini, berjalan harus meraba2 dan metigeremet,
betapapun hatinya menjadi gugup.
Badai menghembus semakin kencang, pasirpun
beterbangan wisu itu tak kuat membuka mata sehingga
langkahnya sempoyongan main terjang, tiba2 dia merasa
seperti menabrak seseorang, orang itu lantas mencengkram
dadanya, bentaknya: " Kau tidak punya mata?"
Wisu minta maaf katanya: "Oborku padam. siapa kau" Ada
membawa ketikan api?"
Logat Mongol orang ini membawa aksen penduduk Holin,
maka si Wisu tidak curiga.
"Aku adalah ajudan Ibun-ciangkun," kata orang itu,
"baru kembali dari garis depan. MenyebaIkan angin badai
ini, oborku sampai terbuang, Aku tidak kenal jalan disini.
obormu boleh kunyalakan namun kau bantu aku mencari
seorang?" Wisu ini cukup cerdik, namun orang ini membawa aksen
Holin tulen disamping menyebut nama Ibun Hoa- kip pula,
pikirnya penjagaan dibawah gunung cukup keras, bahwa
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang ini bisa berada dis ini tentunya orang sendiri Karena dia
harus segera menyampaikan perintah kepada suptay maka dia
berkata: "Aku bertugas, tak bisa ikut kau mencari orang, Kau mau
cari siapa?"
"Ibun ciangkun suruh aku mengantar surat untuk Umong,
suhengnya."
"Malam ini Umong sedang giliran Piket, besok saja kau
temui dia."
"Malam ini aku harus mendapat tempat untuk istirahat
sukalah kau bawa aku kekemahnya."
"Aku sedang men jalankan tugas penting, Begini saja
pergilah sendiri ke- kemah Umong, jalan kebarat kira2 dua
ratus langkah, disana terdapat sebuah panggung batu, kemah
dipinggir kiri panggung batu itulah tempat tinggal Umong.
Lho, ketika nmu sudah ketemu belum" Lekas nyalakan
oborku." orang itu berkata:
"Baik, terima kasih akan petunjukmu, kau rebahlah."
Wisu itu terkejut teriaknya: "Kau, kau..." hanya dua patah
kata, tahu2 ketiaknya terasa sakit terus jatuh pingsan dan
rebah tak berkutik lagi.
orang yang menutuk Hiat-to Wisu ini adalah Hek-siu-lo. Dia
memang pandai bicara dengan bahasa Mongol. Dia tahu
watak Busu Mongol biasanya keras dan kaku, kuatir gagal
pakai ancaman dan kekerasan, maka dia gunakan tipu ngapusi
orang. Liu dan Hoa segera lompat turun, mereka puji Hek-siu-lo
yang pandai main sandiwara. Kata Hek-sinr lo tertawa:
"Biar goda mereka lebih lanjut, akan kumain sulapan untuk
mempermainkan mereka"
"o kaupun pandai main sulapan?" ujar Hong-lay-mo-li.
"Mainan lain aku tidak bisa, aku bisa merubah diri jadi
Umong." ujar Hek-siu-lo tatkala itu angin badai sudah mereda,
sesuai petunjuk si Wisu tadi, betul juga dengan mudah
mereka sampai dikemah kediaman Umong. Dari dalam kemah
seorang membentak: "siapa di- luar?"
Hek-siu-lo segera menyahut:
"sute, aku sudah kembali." logat bicaranya mirip benar
dengan Umong. orang yang ada didalam kemah adalah sute U-mong
bernama Uji, mendengar suara suhengnya, dia menjadi heran:
"eh begini cepat kau sudah pulang?"
waktu dia singkap kerai tahu2 dilihatnya seorang keling
berdiri didepannya, keruan kejutnya bukan main, teriaknya:
"Kau, siapa kau" Mana suhengku?"
Hek-siu-lo menarik kedok mukanya, katanya tertawa:
"Kau minta suheng kepadaku, kebetulan akupun ingin
minta adik kepadamu.. Nah, dimana adikku kau
sembunyikan?"
ditengah gelak tawanya segera dia turun tangan.
Uji memapaknya dengan pukulan, dengan gerak Kim-lecoan-
peh (ikan mas menyusup gelombang), Hek-siu-lo
menyanggah dengan tangan kiri, sementara telapak tangan
kanan menyelinap dari bawah ketiaknya, terus memelintir dan
menelikung lengan Uji.
Uji meronta sekuatnya sehingga pegangan Hek-siu-lo
terlepas, sebetulnya taraf kepandaian Uji tidak lebih rendah
dari Hek-siu-lo, soalnya dia kaget dan belum siaga maka dia
sedikit dirugikan.
sigap sekali Hek-siu-lo miring badan dan "wut" bongemnya
menjotos, Uji gunakan Tay-kim-na-jiu berbalik memegang urat
nadinya, Hek-siu-lo tekuk lutut merendahkan pinggang
menyurut pundak, kembali kepalan kirinya menghantam.
"Tolong..." belum lenyap teriakan Uji, tahu2 terasa
badannya mengejang dan lemas, suaranya terputus badanpun
melingkar roboh. Kiranya pada saat yang tepat itu siau-gokian-
kun menyelinap masuk serta menutuk Hiat-tonya dengan
kipas, Maka jotosan tangan kiri Hek-siu-Io dengan telak
mengenai hidungnya, keruan uji menjengking kesakitan,
darahpun meleleh dari hidungnya.
Hek-siu-lo menggeledah ke seluruh kemah yang kosong
melompong, tiada sesuatu yang dapat diketemukan kecuali
Uji. segera kakinya menginjak dada Uji membentak:
"Dimana kau sembunyikan adikku"-jika Tidak kau katakan,
kurenggut jiwa anjingmu."
senak napas Uji, katanya tersendait: "Dia, dia..."
"Dia kenapa?" sentak Hek-siu-lo. Karena sesak napas dan
terinjak dadanya, Uji tak mampu bersuara, didesak lagi, saking
gugup dia tak mampu bicara.
Tiba2 terdengar sebuah suara tertawa berkata.
"Koko, aku dibawah sini." kedengarannya suara itu
kumandang dari bawah tanah, memang itulah suara Pek-siulo.
sekali renggut, Hek-siu-lo jinjing badan Uji, bentaknya
bengis: "Lekas buka pintu rahasia kebawah."
Uji sempat bernapas, katanya tersengal:
"Pindah-lah papan batu dibawah dipan itu." karena Hiat-to
masih tertusuk dia tak mampu berkutik,
Lekas siau-go-kian-kun bekerja membalik papan batu betul
juga dibawahnya adalah sebuah lobang gelap. Dengan
menjinjing Uji, Hek-siu-Lo mendahului lompat turun diikuti
siau-go-kian-kun. sementara Hong-lay-mo-li ber-jaga2 diluar
kemah. setelah menyulut obor, tampak mata mereka menjadi silau,
ternyata dikamar dibawah tanah penuh bertumpuk mas perak,
mutiara jamrud, mata kucing, batu safir berlian dan lain2 harta
yang tak ternilai harganya.
Pek-siu-lo adik Hek-siu-lo duduk diatas tumpukan barang2
mestika itu Kiranya kamar batu dibawah tanah ini adalah
gudang penyimpanan harta kekayaan Umong, Uji, Ibun Hoakip
bertiga, Pek-siu-lo tertawa menyambut kedatangan
saudara tuanya:
"Koko, jual beli kita kali ini tidak akan rugi, dia hendak
mengeduk harta kita, malah sebaliknya kita yang bakal
mengeduk harta mereka."
"Dik, jangan kau terlalu tamak." bujuk Hek-siu-lo.
"hayo lekas keluar" Pek-siu-lo menyeringai sinis, ujarnya:
"Aku tak mampu bergerak,"
"Jangan kuatir, cukong punya Thian-san-soat-lian, sebentar
saja kau akan bisa bergerak."
keadaan Pek-siu-lo lemas lunglai karena keracunan Mo-kuihoa.
Dua sayap Thian-san-soat-lian dikunyahnya dan ditelan,
lekas sekali Pek-siu-lo menas akan badan segar dingin amat
nyaman dan semangat lekas pulih. setelah menghaturkan
terima kasih Pek-siu-lo berkata:
"setelah kejadian ini aku benar2 kapok, mari kita angkat
semua harta ini dan serahkan kepada pasukan gerilya rakyat
yang melawan Mongol."
" Ucapanmu betul," ujar Hek-siu-lo,
"Akupun punya maksud yang sama, malah seluruh harta
simpanan kita itupun ingin kuserahkan seluruhnya kepada
laskar rakyat"
Dua bersaudara segera mencari karung, uang mas dan
perak disingkirkan sengaja mereka hanya memungut mutiara
berlian jamrud dan harta lain yang lebih tinggi nilainya,
setelah dua karung penuh, yang lain tak muat lagi, siau- gokian-
kun tertawa, katanya:
"Sudahlah cukup, Umong tentu amat gegetun dan mencak2
seperti kebakaran jenggot-"
Pek-siu-lo masih merasa sayang, katanya: "Ambil lagi
sedikit" Tiba2 terdengar suara benturan senjata keras, lekas siau
go-kian-kun berlari keluar, tampak didalam kemah, Hong-laymo-
li sedang berhantam dengan Umong.
Ternyata setiba di istana Umong yang jantung selalu dag
dig dug mencari alasan dan minta diijinkan oleh Cepe untuk
kembali kekemahnya dulu, Cepe adalah komandan Kim-tiang
Busu, Umong seharusnya tunduk akan perintahnya. Namun
mengingat guru Umong adalah jago andalan Jengis Khan cepe
rikuh untuk memaksanya, setelah mengerut kening, akhirnya
dia meluluskan permintaan Umong .
Mimpipun Umong tidak duga didalam kemah sendiri bakal
kepergok dengan Hong-lay-mo-li, begitu berhantam Umong
lantas terkena senjata rahasia Hong-lay-mo-li, dua utas
benang kebut orang mengenai Hiat-tonya. Untuk sementara
Umong yang meyakinkan Gun-goan-it-sat-kang masih kuat
bertahan, namun keadaannya sudah gawat.
"Ada pembunuh, Ada mata2 lekas datang." teriak Umong
seraya jumpalitan kebelakang pikirnya hendak terjang keluar
kemah. "Lari kemana" bentak siau- go-kian-kun seraya lontarkan B
ik-khong-ciang, Umong tersungkur jatuh .
"Sret" pedang Hong-lay-mo-li menusuk tembus tulang
pundak Umong, kontan Umong menjerit roboh dan semaput
"Bukan aku berlaku kejam, soalnya keparat ini terlalu jahat
Baiklah, kita lepas api bakar saja kemah ini, segera kita
berlalu" "Lho kan malah mengejutkan musuh menunjukkan jejak
kita?" bantah siau-go-kian-kun.
"Tujuanku memangnya ingin bikin mereka geger dan kalut.
Kita tinggalkan tempat ini, segera menuju ke Lama-kiong,"
siau-go-kian-kun mengerti maksudnya, katanya: "Betul,
akal bagus Kalau disini terjadi kebakaran, jago2 Lama dimana
tentu diminta bantuannya kemari."
Tatkala itu Hek-Pek-siu lo sudah keluar, dengan obornya
Hek-siu-lo segera membakar kemah. Dari bawah Uji berteriak2:
"sukalah kalian bermurah hati, jangan aku dibakar mati."
siau-go-kian-kun berkata: "Keparat inipun jahat, tapi bukan
pelaku utama, Baiklah selamatkan jiwanya."
Pek-siu-lo menyeretnya keluar terus menendangnya sekali,
tulang rusuk Uji patah dua, namun Hiat-tonya yang tertutuk
dibebaskan, karena terluka parah dan tak mampu ber jalan Uji
merangkak meninggalkan kemahnya yang mulai berkobar.
suptay komandan ronda segera ber-lari2 datang dengan
anak buahnya, suara tanduk tanda bahaya segera ditiup,
Lekas sekali para Busu ber-lari2 dari berbagai penjuru, genta
besar di istana yang piranti memberi tanda bahayapun bertalu2.
siau-go-kian-kun dan lain2 kembangkan Ginkang sudah lari
ke dalam hutan waktu para Busu sibuk memadamkan api,
mereka dengan selamat sudah tiba di-bawah gunung.
siau-go-kian-kun lantas berpesan kepada Hek-Pek-siu-lo:
"Kalian meninggalkan Holin dulu, tunggulah kami di Kimgu-
poh diluar kota." Kim-gu-poh adalah tempat dimana Hek-
Pek-siu-lo menyimpan hartanya, hal ini sudah dilaporkan
kepada siau- go-kian-kun. Maka merekapun berpisah.
Kuil Lama dan istana Jengis Khan dibangun bertautan
antara dua puncak yang berlainan, lekas sekali para Lama
dipuncak sebrang bisa melihat kobaran api di puncak
sebelahnya, namun jalan gunung sukar dan berbahaya, malam
gelap lagi meski jaraknya dekat, tapi untuk naik turun gunung
memerlukan waktu sejam. Waktu siau- go-kian-kun dan Honglay-
mo-li tiba dipuncak gunung, para Lama sedang ber-lari2
turun- Mereka sembunyi diatas pohon, para Lama itu perlu segera
lari kesana memberi bantuan, sudah tentu tak perhatikan jejak
mereka. Jumlah Lama yang keluar memberi bantuan cukup banyak,
sisanya yang tunggu Kuil segera menutup pintu, dan tiada
yang berani keluar. Dalam bilangan Kuil Lama yang cukup
besar ini terdapat beberapa pucuk pohon tua, kebetulan buat
sembunyi siau- go-kian-kun berdua, namun burung yang
bersarang dipohon ini terkejut terbang.
Dua Lama yang berjaga dibawah pohon terkejut dan
mendongaki disaat mereka perhatikan suara burung, Liu dan
Hoa lekas kembangkan Ginkang dari arah yang lain melesat ke
atas kuil terus sembunyi dilekukan genteng.
Dipekarangan sana empat Lama sedang mendatangi
namun merekapun tidak melihat jejak bayangan Liu dan Hoa,
Kedua Lama itu, membalik masuk sambil menggerutu:
"Ternyata burung cari gara2"
Baru saja siau- go-kian-kun merasa senang bahwa
usahanya berhasil, tiba2 terasa kesiur angin dingin yang tajam
laksana panah melesat ke arah dirinya, berbareng seorang
membentak: "Menggelundunglah turun"
Kontan siau-go-kian-kun bergidik kedinginan, kakinya
terpeleset dan meluncur kebawah dari atas genteng, untung
dia keburu mengerem dan gunakan gaya bergantung diatas
payon, ujung kaki menggantol dan menyendal kembali dia
melejit naik keatas.
Namun lekas sekali si Bungkuk Thay Bi sudah menubruk
tiba kedua tangannya menyerang bersama, kekiri menyerang
siau-go-kian-kun, kekanan menghantam Hong-lay-mo-li.
siau- go-kian- kun terkejut akan kehebatan pukulan si
Bungkuk yang lebih kuat dari beberapa bulan yang lalu,
namun dia tidak mundur, namun dipaksa untuk balas
menyerang untuk bertahan, dimana kipasnya bergerak dia
tutuk Lau-kiong-hiat ditelapak tangan Thay Bi .
Thay Bi kipatkan tangan berusaha merebut kipas Siau-gokian-
kun. Tapi disaat lawan mengubah gerakan, siau-go-kiankun
sudah melejit dengan gerakan burung dara jumpalitan dia
pindah kesebelah atas tepat diwuwungan rumah.
Dalam waktu yang sama, Hong-lay-mo-li kebutkan
kebutnya mengincar muka orang, dengan kekuatan
pukulannya yang keras Thay Bi bikin kebutnya tertolak buyar,
namun pedang ditangan kanan Hong-lay-mo-li keburu
menusuk tiba, baru saja Thay Bi melayani kipas siau-go-kiankun,
dia jadi kerepotan dan terpaksa melompat menyingkir
"cret" jubah kulit musang berbulu Thay Bi terpapas sobek
sebagian "Kiranya kalian sepasang bedebah ini." maki Thay Bi ,
"memangnya kalian ingin aku antar jiwa kalian bersama
menghadap Giam-lo-ong?"
"Betul," ejek siau-go-kian-kun
" akulah yang hendak merenggut jiwamu" setelah mundur,
kedua orang sama2 merangsak maju, Dengan mendapat
bantuan Hong-lay-mo-li, ilmu tutuk dengan kipas siau- gokian-
kun dapat dikembangkan dengan bagus dan lihay.
Thay Bi terdesak membela diri saja, untuk
mempertahankan dia mandah repot, sudah tentu tak sempat
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lagi menggunakan Hian-in-ci kebanggaannya.
Beruntun para Lama yang berada dibawah segera lompat
naik keg enteng, bentaknya: "Maling bernyali besar dari mana
berani mempermainkan Hudya"
satu diantaranya melihat Hong-lay-mo-li adalah seorang
perempuan, gusarnya bukan kepalang, makinya:
"Tempat suci bersih mana boleh kau perempuan siluman ini
bikin kotor disini" Hayo menggelundung pergi" menurut
peraturan kuil Lama, kaum perempuan dilarang memasukinya.
"Persetan dengan aturan Busukmu," maki Hong-lay-mo-li,
"kaulah yang menggelundung turun" sekali kebut dia guling
tongkat si Lama terus ditarik dan didorong meminjam tenaga
lawan, betul juga Lama tersungkur roboh dan terguling jatuh
ke bawah. sisa tiga lama yang lain dipapak Hong-lay-mo-li. Dengan
mengembangkan pedang dan kebut, sekejap saja para Lama
itu kena dirobohkan dengan tertutuk Hiat-tonya, salah seorang
malah terkebut remuk tulang pundaknya dan terguling jatuh
dan terbanting mampus.
Waktu Hong-lay-mo-li membalik hendak membantu siaugo-
kian-kun melawan Thay Bi , se-konyong2 terdengar jerit
lengking orang kesakitan yang mengerikan, namun bukan
Thay Bu yang teriak kesakitan, sekilas Hong-lay-mo-li
melengak, segera dia tahu, bahwa tempat itu adalaah kamar
dimana Kongsun Ki dikurung kini penyakit Jau-hwe-jip-mo
kebetulan kumat dan tersiksa hebat.
Jerit kesakitan yang tersiksa itu amat mengerikan, disusul
terdengarlah gelak tawa orang yang lebih mendirikan bulu
roma orang, itulah gelak tawa Liu Goan-ka, kelihatannya dia
sedang menyeringai seram, namun dalam nada lawannya
terasakan juga kegetiran yang luar biasa.
"Pergilah tolong orang, aku kuat melayani bangsat tua ini."
kata siau-go-kian-kun. Tahu siau-go-kian-kun masih kuat
bertahan beberapa kejap lagi, maka setelah melancarkan tiga
kali tusukan mendesak Thay Bi mundur, Hong-lay-mo-li segera
melambung tinggi lompat ke wuwungan seberang dan
mencari tempat kurungan Kongsun Ki.
Waktu dia meluncur tutrun dan memandang kedalam
melalui jendela, dilihatnya Liu Goan-ka duduk bersimpuh uap
putih mengepul dari kepalanya.
Kongsun Ki sebaliknya sedang ter-guling2 sambil men-jerit2
diatas lantai. suasana menjadi geger dalam kuil Lama, namun keributan
diluar anggap tidak dengar sama sekali oleh Liu Goan-ka.
Kongsun Ki masih menjerit dan ber-teriak2 sampai serak, dia
tetap duduk menonton sambil menyeringai dingin, seperti
menikmati derita yang dialami Kongsun Ki.
Namun terbayang juga pada sorot mata, dan mimik
mukanya bahwa dirinyapun di rundung rasa ketakutan dan
kegetiran yang mengerikan juga, maka gelak tawanya
kedengaran lebih jelek darijeritan Kongsun Ki.
Baru saja Hong-lay-mo-li mau terjang masuki Tiba2
dilihatnya Kongsun Ki merangkak bangun badannya semendeh
dinding dengan napas sengal mulut tidak menjerit lagi, JauTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
hwe-jip mo merupakan derita yang luar biasa dan mirip orang
biasa terkena penyakit kanker yang sedang kumat, jadi
kumatnya menurut waktu2 tertentu.
Agaknya saat kumat penyakit Kong-sun Ki sudah berselang,
maka dia bisa bernapas lega. Akhirnya diapun ter-kekeh2
dingin. Melotot mata Liu Goan-ka, bentaknya: "Belum cukup
kau tersiksa" Kau tertawa apa?"
"Liu Goan-ka, jangan kau kesenangan" jengek Kongsun Ki
dingin, "Betul, memang sudah kenyang aku tersiksa, namun
kaupun takkan kuat menahannya, syukurlah Thian Yang Maha
kuasa cukup adil, dengan mata kepalaku sendiri, aku bisa
saksikan kau mengalami siksa yang luar biasa, Kini Jau-hwejip-
mo sudah mulai kumat dibadanmu, paling lama sebulan
kau berumur lebih panjang dari aku."
Baru sekarang Hong-lay-mo-li mengerti, bahwa Liu Goankapun
sudah mengalami Jau-hwe jip-mo seperti Kongsun Ki,
cuma berbeda soal waktu saja. Dia duduk bersimpuh, agaknya
tengah mengerahkan hawa murni dengan kekuatan Iwekang
untuk mengurangi dan menekan bekerjanya Jau-hwe-jip-mo
sehingga deritanya tidak terlalu hebat.
Memang Liu Goan-ka memiliki dasar ajaran Iwekang dari
aliran murni, maka derita yang dialami dari akibat Jau-hwe-jipmopaling
ya sebegitu saja, belum seberat dan separah
Kongsun Ki, maka dia masih kuat bertahan dan kelihatannya
tak ubahnya seperti orang2 biasa.
"Hm," Liu Goan-jka menggeram, jengeknya dingin, "
Kongsun Ki, walau aku tertipu olehmu, sayang kau hanya bisa
saksikan Jau-hwe-jip-mo mulai kumat dibadanku namun aku
malah bisa saksikan kau mampus dengan mengerikan.
Tahukah kau, kau takkan bisa hidup lebih lama untuk melihat
sinar matahari besok pagi jiwamu akan terenggut pada kejap
lain disaat penyakitmu kumat lagi"
Kongsun Ki tertawa, katanya: "Memangnya itulah yang
kuinginkan, Sebaliknya kau ingin hidup setengah mati, mau
mati setengah hidup,"
"Kau kira aku biarkan kau mampus demikian saja" Kalau
penyakitmu kumat terakhir kali, akan ku-putus Ki-king-patmehmu,
maka kau akan rasakan siksa dan derita yang
terhebat didunia ini."
Bergidik seram bulu kuduk Hong-lay-mo-Ii tak mau dia
dengar lebih lanjut, "Blang" dia pukul jendela terus menerjang
masuki bentaknya:
"Liu Goan-ka, kejam benar caramu. Kau tak kira aku bakal
kemari bukan?"
Tak berubah roman muka Liu Goan-ka, malah gelak2,
serunya: "Aku sudah duga kau budak ini pasti datang, Haha,
kebetulan kau kemari supaya aku bisa bunuh seorang lagi
sebagai pengiring Kongsun Ki ke alam baka"
Liu Goan-ka menganggap remeh tusukan prdang Hong-laymo-
li dia tetap duduk bersimpuh ditempatnya tanpa bergerak,
maka dapatlah dibayangkan senjata tajam itu pasti akan
menghunjam dadanya, namun pada detik2 kritis itulah, s emili
sebelum ujung pedang Hong-lay-mo-li mengenai badannya,
tiba2 telapak tangan Liu Goan-ka terbalik segulung tenaga
lunak yang tak bersuara mendadak menerjang keluar.
"Plak" pedang Hong lay mo-li terpental ke samping,
kekuatan pukulannya masih menerjang kedepan sehingga
terali jendela terhantam putus berantakan, betapa hebat
kekuatan pukulannya ini Hong-lay-mo-li rasakan dadanya
sesak, kejutnya bukan kepalang, Bahwa menjelang kumatnya
Jau-hwe-jip-mo, tenyata Iwekang Liu Goan-ka masih selihay
ini, mau tidak mau Hong-lay-mo-li bergidik dibuatnya.
Namun dia tahu kesempatan hari ini adalah yang paling
Baik, kalau dia tidak manfaatkan kesempatan ini, bukan saja
takkan dapat menolong Kongsun Ki, kemungkinan dirinya
bersama Hoa Kok-ham takkan lolos dari bahaya.
oleh karena itu, meski diri tidak yakin, namun dia tetap
menyerang dengan gencar, pedang dan kebut serentak
merabu kepada Liu Goan-ka.
Liu Goan-ka tetap duduk bersimpuh ditempatnya, hanya
dengan sedikit mengebas lengan baju kembali dia tangkis
tusukan pedang Hong lay-mo-li, terasakan pedangnya seperti
menusuk diatas kapas yang lunak, sehingga tenaganya tak
kuasa dikerahkan ujung pedang meleset ke samping.
setelah berhaisil mematahkan tusukan pedang Hong-laymo-
li dengan ilmu Iwekang tinggi, Liu Goan-ka susulkan
lengan baju sebelah kiri menyampuk kebut Hong lay-mo-li.
Beruntun Hong-Iay mo-li sudah merangkak tiga puluh lima
jurus namun seujung rambut orangpun tak mampu
disentuhnya. Tatkala itu, Hoa Kok-ham masih berhantam sengit diatas,
genteng melawan Thay Bi , siau-go-kian-kun kembangkan
Ginkangnya berlompatan melewati atas wuwungan rumah,
Thay Bi mengejar dengan kencang.
Baru saja siau-go-kian-kun mau lompat ke wuwungan
ketiga, tahu2 terasa punggungnya kesemutan dingin, rasa
dingin yang luar biasa menyusup tulang merangsang badan,
hampir saja dia terperosok jatuh dari genteng ternyata Thay Bi
kembali lancarkan Hian-im-ci, Toa-cui-hiat dipunggung Hoa
Kok-ham kena diserangnya.
Untung selama setahun ini Hoa Kok-ham mendapat
tambahan ajaran Iwekang dari Bing bing Taysu, kemurnian
Iwekangnya sudah mencapai taraf yang cukup sempurna,
walau Hiat-tonya terserang, namun belum sampai fatal.
Kembali dia perlihatkan ketangkasannya, ujung kaki
menggantol ujung genteng, badan jumpalitan terbalik seraya
keluarkan kipas dan digoyang dia tangkis tutukan susulan dari
Thay Bi yang lebih lihay.
Kembali kedua orang bergebrak diatas genteng kaca yang
mengkilap Iicin, siau-go-kian-kun. walau masih kuat bertahan,
jelas dia takkan mampu meloloskan dari dari libatan Thay Bi .
Hanya beberapa gebraki kembali Thay Bi mendapat
kesempatan melontarkan dua kali Hian-im-cipula, kekuatan
tutukan bertambah kuat, betapa tinggi Iwekang siau-go-kiankun,
mau tidak mau dia bergidik dan gemetar seperti orang
terserang demam malaria.
Karena pertempuran gaduh ini, sudah tentu para Lama
sama ber-bondong2 keluar. Beberapa Lama yang memiliki
Ginkang tinggi lompat naik kegenteng. Namun Thay Bi
menyambut mereka dengan gelak tawa:
"Kalian boleh menonton saja. Nah kau bocah ini jangan
harap bisa lari lagi, menyerahlah saja."
dimana jari2nya tertekuk dan menuding, kembali dia
lontarkan Hian-im-ci.
Diam2 siau-go kian- ku n sudah mengeluh, kali ini dia jelas
takkan kuat lagi melawan, tak nyana terasakan badannya
hanya sedikit kedinginan, jauh lebih ringan dari yang
terdahulu, malah dilihatnya Thay Bi sendiri yang bergemetaran
dengan badan meliuk menahan sakit, sudah tentu hal ini
betul2 diluar dugaan siau-go-kian-kun..
Kiranya hari ini adalah saatnya Jau-hwe-jip-mo Thay Bi
kumat, Hian- im-ci paling menguras tenaga, beruntun lima kali
dia lancarkan tutukan tutukan dingin, sehingga Jau hwe-jipmo
menyerang lebih cepat dari waktu semestinya.
Thay Bi meyakinkan Iwekang dari aliran sesat, walau tinggi
Lwe-kangnya, namun jauh tidak semurni latihan Liu Goan-ka,
maka kalau Liu Goan-ka masih kuat bertahan dari d erita Jiauhwe-
jip-me namun Thay Bi malah tidak kuat lagi.
Begitu Jau-hwe-jip mo kumat, dia tidak kuat lagi bertempur
terpaksa harus melarikan diri.
sudah tentu siau-go-kian-kiui tidak biarkan orang lari, sekali
ujung kaki menutul seringan burung seriti badannya
melambung keatas dengan gerakan garuda menembus mega,
kipasnya mengepruk ke arah Thay Bi . Hong-bu-hiat
dibelakang kepalanya terketuk dengan telak, Thay Bi
menyerot keras seperti singa terluka, badannya seketika terguling2
diatap genteng terus menggelundung kebawah,
genteng2 kaca pecah berantakan mengeluarkan suara ribut,
dengan mengeluarkan suara jeritan yang menyayatkan hati
Thay Bi terbanting mampus kebawah, badannya meringkel
seperti trenggiling.
Ternyata tutukan kipas siaw- go-kian-kun bikin hawa murni
Thay Bi ludes, karena tak tahan menderita siksa Jau-hwe-jipmo,
sebelum badannya jatuh tadi Thay Bi sudah buyarkan
Iwekangnya dan putuskan urat nadi maka melayanglah
jiwanya. Menyaksikan kematian Thay Bi yang begitu mengenaskan,
berdebar juga jantung siau-go kian-kun. Beberapa Lama yang
mengejar datang seketika menghentikan langkah setelah
melihat Thay Bi mampus ditangan siau- go-kian-kun. sebelum
mereka bergerak mengeroyoknya,
dia sudah berlompatan melewati dua pucuk bangunan,
menuju kekamar tahanan Kongsun Ki.
Hong-Iay-mo-li sudah berhantam puluhan jurus dengan Liu
Goan-ka, terasakan gerakkan Liu Goan-ka semakin kuat dan
berat, disaat dia merasa kepayahan, siau-go-kian-kun datang
kipasnya menyampuk dan mencongkel sehingga se jurus
serangan keji LiaU Goan-ka dapat dipunahkan.
Liu Goan-ka tetap duduk tak bergerak, tangannya sibuk
menangkis dan membendung serangan setiap jurus dan tipu,
dua jago silat kelas tinggi yang dia hadapi, namun sikapnya
mantap. balas menyerang lagi.
Tak lama kemudian para Lamapun berdatangan siau- gokian-
kun bertahan dipintu, dengan kipasnya dia tutuk roboh
tiga Lama yang hendak menerobos masuki ilmu tutuk siau-gokian-
kun lain dari yang lain, bagi orang yang tertutuk Hiattonya,
terasa sekujur badan menjadi kesemutan seperti
disusupi ribuan ular, tulang sekujur badan berkretekan seperti
putus dan terlepas sakitnya bukan main, maka ketiga Lama itu
sama bergulingan sambil meregang jiwa.
Lama yang lain terkejut dan mundur dengan darah tersirap.
tiada berani maju lagi, Memang mereka kapok dan tak berani
maju namun juga tidak mau bubar, lalu mereka gunakan
senjata rahasia. Dengan kipasnya siau-go-kian-kun tangkis
balik dua orang kena dilukai lagi, maka Lama yang lain
menyingkir lebih jauh dan sembunyi ditempat yang terlindung
dari serangan senjata rahasia sambil menimpuk.
Karena sibuk merintangi para Lama, siau go- kian- kun
hanya kadang kala membantu Hong-lay-mo-li. Mendadak Liu
Goan-ka lompat bangun, katanya gelak2: "Kalian kira aku
sudah Jau hwe-jip- mo, lalu berani meluruk kemari hendak
merenggut jiwaku" Hehe, h a- h a hah biar kalian tahu
kelihayanku. Betul, Liu Goan-ka memang akhirnya mampus,
namun aku ngin kalian mampus lebih dulu dihadapanku"
Ditengah gelak tawanya, beruntun Liu Goan-ka lancarkan
empat kali pukulan. kekuatan pukulannya mendampar laksana
angin badai, Liu dan Hoa laksana sampan kecil yang
terombang ambing ditengah lautan teduh, hanya bisa meronta
tak mampu balas menyerang.
Ternyata saat kumat Jau-hwe-jip-mo Liu Goan-ka kini
sudah berselang, maka dia bisa kerahkan seluruh tenaganya
untuk menyerang.
Latihan kedua ilmu beracun keluarga siang yang diyakinkan
Liu Goan-ka sudah mencapai sembilan puluh prosen, memiliki
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lwe-kang murni sebagai landasan lagi, maka begitu
kekuatannya pulih, betapapun tangguh kekuatan gabungan
Liu dan Hoa, mereka merasa payah dan kewalahan juga.
(Bersambung ke Bagian 70)
Bagian 70 Senjata rahasia dari luar tetap memberondong masuki
untung pukulan Liu Goan-ka deras dan kuat, hakikatnya
senjata rahasia itu tak kuasa disambitkan kearah sini secara
tidak langsung, dia bantu Liu dan Hoa menangkis serangan
senjata rahasia itu.
Kedua pihak tetap bertahan, kalau dilanjutkan lama
kelamaan Liu dan Hoa jelas tidak akan memungut
keuntungan, Keadaan memaksa mereka untuk bertindak cepat
menyelesaikan pertempuran ini, namun Iwekang Liu Goan-ka
jauh lebih tinggi, betapapun sulit untuk bertindak.
Puluhan jurus lagi, Hong lay-mo-li sudah mandi keringat
napas siau-go-kian-kun juga mulai memburu, sebaliknya
semakin tempur Liu Goan-ka semakin gagah dan kuat,
keadaanya lebih mantap dan diatas angin.
Dalam pada itu, Kongsun Ki duduk membelakangi dinding,
mata terpejam mengatur napas, sepatah katapun tidak
bersuara. Walau keadaan dirinya kepayahan, namun Honglay-
mo-li masih perhatikan sekelilingnya berjaga dan waspada.
Agaknya Liu Goan-ka sengaja memberi kelonggaran kepada
Kong-sun Ki untuk memperpanjang jiwa, hebat kekuatan
pukulannya, namun tiada yang mengenai badan Kongsun Ki.
Dia ingin menyaksikan Kongsun Ki mengalami siksa dan
derita Jau-hwe-jip-mo terakhir, maka dia tidak ingin orang
mampus secara percuma.
Keadaan Liu dan Hoa semakin payah, se-konyong2
Kongsun Ki melompat berdiri, seraya menggerung beringas,
"Huuuuaaah" darah menyembur dari mulutnya semptrotan
darah yang keras ini menyembur ke-arah Liu Goan-ka
sehingga sekujur badannya basah kuyup.
Hong- lay-mo-li kira Kongsun Ki terluka oleh damparan
pukulan Liu Goan-ka, kagetnya bukan main. Baru saja dia
hendak menerobos kesana melindunginya, tak kira gerakan
Kongsun Ki amat sebat, tiba2 dia menyelinap kedepan Liu
Goan-ka, karena semburan darah Kongsun Ki, Liu Goan-ka
menjadi gelagapan dan mukanya terasa pedas dan panas,
kedua matapun tak kuasa dipentang, kejadian diluar
dugaannya lagi mendadak "Blang" dadanya terkena pukulan
keras Kong-sun Ki.
Liu Goan-ka keluarkan lengking tinggi dan keras, disaat
badan sempoyongan, sigap sekali pedang Hong- lay-mo-li
menusuk lambungnya, demikian pula kipas siau-go-kiankun
mengetuk remuk tulang pundaknya, bagai orang mabuk
langkah Liu Goan-ka limbung, mulutnya menyeringai dan
berteriak: "Kongsun Ki kau, kau kejam betul" belum lenyap caranya
badannya tersungkur roboh, darah meleleh dari tujuh indranya
jiwapun melayang. Girang Hong- lay-mo-li, serunya:
"suheng, kau sudah pulih Iwekangmu?"
Pucat pias muka Kongsun Ki, katanya tertawa getir:
"Aku... aku tak tahan lagi, aku mampus bersama bangsat
tua ini, meramlah mataku, kau, kau tidak usah repot
mengurusiku lagi"
suaranya semakin temali dan badan menjadi lemas.
Ternyata pada detik2 terakhir ini, Kongsun Ki kerahkan Thian
mo-kay-deh-tay-hoat dari aliran sesat yang paling ganas, dia
roboh mampus bersama Liu Goan-ka, meski saat kematiannya
menjadi lebih cepat dari suratan takdir, untunglah Liu Goan-ka
sibuk menghadapi Liu dan Hoa, kalau tidak sulit juga bagi
Kongsun Ki untuk turun tangan.
Lekas siau-go-kian-kun tutuk Toa cui-hiat Kong-sun Ki,
inilah cara praktis untuk menolong sementara, setelah Hiat-to
tertutuk, darah tidak akan menerjang naik merangsang otaki
Kongsun Ki tidak akan seketika mati, setelah menutuk Hiat-to
orang, siau-go-kian-kun segera panggul Kongsun Ki, bersama
Hong- lay-mo-li menerjang keluar.
Tak ingin meninggaikan korban tak berdosa, maka Honglay-
moli merogoh segenggam mata uang tembaga, dengan
gerakan thian- li-san- hoa (bidadari menyebar kembang) dia
timpukan uang tembaga itu sebagai senjata rahasia, maka
terdengarlah suara jeritan saling susul di sana sini, puluhan
Lama tertimpuk roboh, cepat sekali Liu dan Hoa sudah keluar
dari Lama-kiong.
Tampak kobaran api dipuncak sebrang masih me-nyala2,
bayangan orang berlari kian kemari, disamping sibuk
menolong orang, merekapun sibuk mencari jejak musuh.
Cepat sekali mereka kembangkan Ginkang keluar dari
Holin, sekaligus mereka berlari tiga puluhan li, setiba dipadang
rumput, cuaca semakin remang, fajar telah menyingsing.
Hong- lay-mo-li berkata:
"Marilah istirahat dulu. suheng, bagaimana keadaanmu?"
siau-go kian- kun turunkan Kongsun Ki, Hong- lay-mo-li
segera memeriksa nadi orang, terasa denyut darah orang
terlalu kacau dan lemah. Dari ayahnya dia pernah mempelajari
ilmu kedokteran, maka dia tahu bahwa penyakit Kongsun Ki
sudah tidak mungkin disembuhkan dan susah ditolong lagi.
"sumoay" ujar Kongsun Ki getir, "syukur kau masih ingat
hubungan lama, menolongku keluar, aku sungguh amat
berterima kasih jangan kau susah payah untukku lagi. Aku,
aku memang pantas mati sesuai perbuatanku, hanya, aku
mohon kau suka laporkan kepada ayah, katakan bahwa aku
betul2 sudah bertobat dan insaf, sayang aku tak bisa berlutut
dihadapannya untuk mohon ampun."
"Kejadian yang sudah lalu anggaplah sudah tiada... asal
kau sudah bertobat dan insaf ayah pasti
mengampunimu.Jangan kau putus asa, kita akan kembali ke
Kong-bing-si. bukan mustahil..." pikir Hong-Iay-mo-li manusia
punya bisa Tuhan punya kuasa, dia harap Kongsun Ki masih
punya tekad hidup, Jikalau kuat bertahan sampai tiba di Kongbing-
si, kemungkinan masih ada setitik harapan untuk
menolong jiwanya, Tapi dia juga tahu harapan ini teramat
minim maka hanya setengah kata2nya tidak tega dia ucapkan
lagi. Umumnya setiap manusia menjelang ajal mempunyai saat2
titik terang yang menjunjung jiwanya sehingga pikirannya
jernih dan semangatnya bergairah. Masa lalu serta
kejadiannya kembali terbayang pada benak Kengsun Ki,
terbayang olehnya dua orang yang paling menyayangi dirinya,
seorang adalah ayah, seorang lagi adalah istrinya yang
pertama siang Pek-Hong.
siang Pek-Hong ajal dibunuh oleh tangannya sendiri
ayahpun menjadi hampir tanpa daksa karena perbuatannya
yang durhaka, malah karena perbuatan dirinya selama ini,
beliau kehilangan muka dihadapanpara Enghiong seluruh
jagad. Terbayang lagi akan siang Ceng-hong yang paling
penasaran karena diperistri secara paksa, usia masih muda,
namun masa remajanya telah dirusak olehnya. Lebih
menyesalkan lagi adalah putranya, karena kesesatannya pula
sehingga siang Ceng-hong harus ikut menderita dan anaknya
tersiksa selama 18 tahun, dengan tega dia melukai anaknya
sendiri dengan pukulan beracun sehingga sang ibu
sejengkalpun tak bisa meninggalkan sang putra, harus
merawat dan mengobatinya dengan tekun dan teliti, baru
bocah tak berdosa itu punya harapan hidup dan tumbuh
dewasa dan pulih kesehatannya.
Teringat akan segala-dosa dan perbuatannya itu, setajam
gigitan ular menusuk sanubarinya. Derita batin ini jauh lebih
menyiksa lubuk hatinya dari penyakit Jau-hwe-jip-mo.
Akhirnya tak tahan Kongsun Ki sesenggukan memeluk kepala
dan sesambatan:
"Aku bukan manusia, aku bukan manusia"
Diam2 siau-go-kian-kun membatin: "Karma Kau akhirnya
termakan sendiri akan dosamu selama ini" segera dia ulur
tangan mendempel punggung orang, dengan saluran tenaga
murninya dia bantu orang bertahan untuk sementara,
katanya: "Kongsun-toako masih ada pesan apa lagi yang perlu kau
tinggalkan?"
"Keatas aku berdosa terhadap ayah ibu, kebawah bersalah
terhadap anak istri, putraku itu, putraku itu... a i, sekarang
tiada yang perlu kukatakan lagi, hanya ingin segera mangkat
saja. sumoay, kasihanilah aku, berilah tusukan pedang mu
supaya aku lekas mangkat"
"suheng, jangan kuatir." bujuk Hong- lay- mo-li,
"putramu sekarang berada di Kong-bing-si, ayahku sendiri
yang merawatnya. Khing Ciau sudah mengajarkan ilmu
menyungsang urat nadi ciptaan Ceng ling-cu kepada siang
Ceng-hong, Ceng-hong akan bantu menguras kadar racun
dalam tubuh anaknya. Mereka ibu beranak takkan tersiksa lagi
18 tahun lamanya.
"Bagaimana ayahku" Ayah terluka oleh pukulan beracunku,
bagaimana keadaannya sekarang" Ai umpama ayah sudi
mengampuni putranya yang tak berbakti ini, aku sendiri
takkan bisa mengampuni diriku sendiri"
"suhu sedang merawat luka2nya di Kong-bing-si juga, Bingbing
Taysu kerja sama dengan ayahku untuk mengobatinya,
penyakit tanpa daksanya sudah mulai sembuh, bulan ya lalu
waktu Hi-tiong berada disana, katanya suhu sudah bisa
berjalan, sebelum akhir tahun ini, Iwekangnya sudah akan
pulih seperti sedia kala."
Kongsun Ki menghela napas lega, katanya:
"Dosa2ku ada orang yang menanggung dan menebusnya,
matipun meramlah aku."
suaranya semakin lirih, akhir katanya matanyapun
terpejam, suaranya lirih seperti bunyi nyamuk.
"suheng" sedak Hong-lay-mo-li.
"Biarkanlah dia mangkat" ujar siau-go-kian-kun mengulap
tangan, Kaki tangan Kongsun Ki mulai dingin, siau-go-kian-kun
kira orang sudah meninggal, tak nyana tiba2 dilihatnya
kelopak matanya bergerak.
Bibirnyapun terpentang, agaknya napasnya belum putus
seluruhnya. Lekas Hong-lay-mo-li dekatkan kuping dimulut orang,
teriaknya: "suheng, kau masih ada pesan apa?"
Terdengar suara Kongsun Ki lirih dan lamban:
"Kedua, ilmu beracun keluarga siang itu, aku... aku sudah
menyelaminya, Ceng-hong, dia, dia..." teramat payah dan
menguras tenaga Kongsun Ki mengucapkannya, kemungkinan
jiwanya bisa putus secara tiba2.
"suheng tidak usah kuatirkan hal ini." ujar Hong-lay-mo-li.
"Ceng-hong tidak mau meyakinkan ilmu itu, anakmupun
tidak akan diajarkan"
karena tidak tega suhengnya tersiksa batin lagi sebelum
ajal dan lagi dia anggap kedua ilmu beracun keluarga siang itu
terlalu jahat dan banyak menimbulkan petaka, umpama
Kongsun Ki masih punya sisa tenaga menerangkan hasil teori
yang diselami, Hong-lay-mo-li juga tidak mau mendengarkan.
semangat Kongsun Ki sudah pudar, dia tahu dirinya takkan
bertahan lama, segera dia hirup napas panjang dan berkata
pula: "Setelah aku mati, kalian bakar jenazahku dan taburkan
abuku biar ditiup angin lalu, kau... kau akan bisa... bisa
mene..menemukan..."
belum habis kata2nya, suaranya yang lirih dan lemah itu
tiba2 ter-putus
siau-go-kian-kun berkata:
"Jing- yau, jangan kau bersedih, suhengmu bisa meninggal
dengan tentram, jauh lebih baik dari dia tersiksa oleh Jauhwe-
jip mo." "Betul, agaknya masih ada pesan yang belum sempat dia
sampaikan namun dalam hatinya tentu tiada sesuatu ganjelan
lagi Marilah kita kebumikan dia disini saja."
Hong-lay-mo-li salah tangkap arti dari "Perabukan"
hamburkan abu tulangnya supaya tertiup angin lalu", dikiranya
ucapan ini adalah kata2 penyesalan Kongsun Ki sebelum ajal,
diluar tahunya bahwa dibalik kata2 ini sebetulnya tersembunyi
suatu rahasia lain,
Ternyata selama setahun ini, didalam merasakan sendiri
bertapa derita dan siksa dari penyakit Jau-hwe-jip-mo, diluar
dugaan berhasil diselaminya suatu rumus baru yang luar biasa
faedahnya, Kedua ilmu beracun keluarga siang adalah sebab
utama dari timbulnya penyakit Jau-hwetrjip-mo, dasar
Kongsun Ki berotak encer dan cerdik pandai.
setiap kali penyakit Jau-hwe-jip-mo kumat setiap kali pula
disadarinya kesalahan dari Iatihannya. Dia sudah kenyang
tersiksa oleh Jau-hwe-jip-mo, dengan sendirinya inti sari dan
letak rahasia tersembunyi dari kedua ilmu beracun keluarga
siang itupun berhasil diselami dan disimpulkan kebenarannya.
Begitulah keadaan Kong-sun Ki yang telah kenyang disiksa
Jau-hwe-jip-mo.
Ilmu menyungsang urat nadi ciptaan Ceng-ling-cu memang
dapat menawarkan kadar racun yang mengeram dalam tubuh,
namun itu hanya menimbulkan pertolongan yang berefek
belakangan untuk sementara bukan teori yang berhasil
diselami Kongsun Ki didalam keadaan tersiksa hasil dari
prakteknya itu, sebetulnya justru dapat untuk menghindarkan
diri dari gejala2 yang bakal menimpa setiap orang yang
meyakinkan ilmu itu, oleh karena itu, umpama seseorang
menyakinkan kedua ilmu beracun itu sesuai dengan teori yang
berhasil diselami dan diciptakannya itu, maka terhindarlah
bahaya Jau-hwe-jip-mo bagi orang yang meyakinkan ilmu
beracun itu. sejak lama keadaan Kongsun Ki tak ubahnya sebagai
manusia tanpa daksa, Thay Bi dan Liu Goan-ka justru
mengurungnya didalam kamar umpama dia tumbuh sayap
juga takkan terbang lolos, oleh karena itu, hanya berselang
beberapa hari saja kedua orang ini datang mengoreki
mengompes dan menyiksanya, untuk hari2 biasa tiada orang
lain yang mengawasi dan mengurus dirinya.
Bagi seorang jago silat yang berhasil menciptakan atau
menemukan sesuatu ilmu, mirip juga bagi seorang seniman
yang berhasil menciptakan buah karyanya, umpama sajaki
pantun atau sebuah karangan bagus, besar keinginannya
supaya buah karyanya itu akan meninggalkan lembaran indah
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dihalaman sejarah bagi generasi mendatang, supaya namanya
selalu menjadi pujaan dan sanjungan generasi yang akan
datang. Kongsun Ki berhasil menyelami inti sari dari rahasia murni
kedua ilmu beracun itu, hasil dan suksesnya ini merupakan
imbalan dari pengorbanan jiwa raganya, sudah tentu dia
memandangnya teramat berharga dan tak ternilai.
oleh karena itu, walau dia sendiri sudah merasakan betapa
hebat derita yang ditimbulkan dari akibat meyakinkan kedua
ilmu beracun itu, malah harus berkorban jiwa lagi namun dia
tetap tidak tega hasil ciptaan jerih payahnya itu lenyap dan
ikut terpendam bersama jazatnya.
Beberapa hari yang lalu dia sudah tahu bahwa ajalnya
sudah dekat, maka sengaja dia sembunyikan sekerat tulang
ayam, lalu disisiknya tulang ini menjadi kering seperti potlot,
dengan darah sebagai tinta, dia catat 13 bab teori cara2
latihan yang lurus dan benar pada secarik kain sobekan
bajunya. Kuatir kain berdarah yang bertuliskan teori pelajaran
meyakinkan kedua ilmu beracun itu terjatuh ketangan Thay Bi
dan Liu Goan-ka setelah dirinya mati, maka dicarinya lagi akal
untuk menyimpannya.
suatu ketika, diwaktu mendapat ransum makan sengaja dia
pura2 terpeleset dan menjatuhkan sebuah mangkok sehingga
pecah, secara diam2 pula dia sembunyikan berkeping pecahan
mangkok itu. seorang sakit menjatuhkan mangkok dan pecah
adalah kejadian biasa.
Lama cilik yang melayaninya itu tidak ambil perhatian dan
anggap soal sepele, sudah tentu tidak disadarinya bahwa
pecahan mangkok itu sebetulnya sudah tidak lengkap.
Dengan pecahan Mangkok yang tajam itu, Kongsun Ki
membelek kulit daging dipahanya sendiri, dicarinya selembar
kulit besi yang diluntung menjadi selubung kecil, lalu kain
berdarah yang bertuliskan hasil ciptaannya itu dia
sembunyikan kedalamnya Dan selubung besi kecil ini dia
sembunyikan pula ke- dalam luka2 belekan dipahanya, Waktu
itu dia cuma mengharap setelah dirinya meninggal biarlah
siapa saja yang berjodoh untuk menemukan dan
mendapatkan hasil karyanya itu, sudah tentu harapan ini
terlampau minim, namun betapapun dia sudah melaksanakan
keinginan dan meninggalkan cita2nya.
Mimpipun tak pernah terpikir olehnya diwaktu dirinya
menjelang ajal siau-go-kian-kun dan Hong-lay-mo-li
menolongnya, sayang sekali disaat2 dia hendak memberi
pesan akan rahasia yang dia sembunyikan mengenai hasil
karyanya kepada Hong-lay-mo-li, tenaganya sudah habis dan
tak mampu bicara lagi.
oleh karena itu setelah meronta dan mengerahkan sjsa
tenaganya dia hanya mampu mengeluarkan dua patah kata,
dia minta setelah dirinya meninggal supaya Hong-lay-mo-li
meraBukan jenazahnya .
Menurut pikiran Kongsun Ki, kalau Hong-lay-mo-li bekerja
sesuai pesannya, jenazahnya dibakar, orang tentu akan
menunggu sampai jazadnya menjadi abu membawa pulang
abu tulang2nya. Kain berdarah yang disembunyikan didalam
Kitab Pusaka 6 Rahasia Mo-kau Kaucu Karya Khu Lung Pendekar Super Sakti 12
ada selongsong panjang yang kecil lembut.
"Seperti ada sesuatu yang tersimpan didalamnya." kata
Hong-lay-mo-li, lalu dia turunkan tusuk kondai serta
mengoreknya keluar, kiranya itulah segalung kertas yang tipis,
waktu dibeber diatasnya penuh bertuliskan huruf2 Mongol.
siau- go-kian-kun bisa bicara bahasa Mongol, namun tidak bisa
membaca tulisan.
"Biar kita simpan dulu kertas ini, setelah Hek-Pek-siu-lo
tertolong, baru kita buat perhitungan dengan siau Hok "
Waktu putar kayun, siang tadi siau- go-kian-kun sudah cari
tahu dimana letak penjara bawah tanah. Maka mereka
berkeputusan malam kedua akan segera bergerak kesana.
Penjara dinegeri sehe dikelilingi pagar tembok setinggi tiga
tembok, namun tidak menjadi soal bagi Liu dan Hoa. Diatas
tembok tiada penjaga, setiba di atas tembok, dilihatnya
dipekarangan sana ada beberapa sipir bui tengah mondar
mandir meronda dengan langkah lesu dan ogah2an.
Kebetulan bagi Liu dan Hoa berdua untuk bergerak lebih
leluasa dengan ayunan benang kebutnya Hong-lay-mo-li tutuk
Hiat-to beberapa ronda itu, seketika semua berdiri kaku
mematung, dengan mata mendelong mengawasi mereka dua
orang lompat turun.
Langsung Liu dan Hoa beranjak kesebelah dalam,
dibilangan dalam terdapat beberapa tempat masih ada sinar
pelita, didalamnya terdengar suara ramai2.
"Pasukan besar Mongol kabarnya sudah menyebrang Lingcui-
tam, Kwa-ciu juga sudah diduduk, Pasukan berkuda
Mongol secepat angin lesus bukan mustahil besok pagi kita
bangun tidur, kota rajapun sudah direbut, dimana2 Tatcu
Mongol melulu."
"Besok" Kukira tidak secepat itu" Tapi soal waktu saja,
dalam beberapa hari ini, kota raja pasti juga terjatuh ketangan
musuh." "Hayo lekas kita bebenah dan cari jalan selamat
memangnya kita harus mampus bersama para pesakitan itu?"
"Memangnya kau mau lari kemana?"
"Tak bisa lari harus berusaha sembunyi hmm aku punya
akal, marilah kita keduk keuntungan dahulu. Kalau kantong
penuh tidak sulit melarikan diri"
"Betul Memangnya pesakitan disini terhukum mati, dalam
jaman kalut seperti ini, apa pula yang harus kita jaga disini"
Lbih baik kita bunuh semuanya" Ransum kita bagi dan rampas
harta milik mereka terus bubar."
"Betul, aku setuju Tapi kita harus persiapkan dengan Baik,
jangan sampai karya kita meninggalkan buntut dan jangan
sampai rencana kita bocor."
"Aku juga setuju bunuh para terhukum itu. Tapi beberapa
kambing gemuk diantaranya harus tetap kita pertahankan."
"Maksudmu manusia jaliteng itu"jangan, kukira tidak
mungkin kita bisa garuk kambing gemuk ini, lebih baik gorok
lehernya saja."
Hampir meledak dada Hong-lay-mo-li mendengar
perdebatan sengit didalam.Jelas orang2 ini adalah penjaga
bui, agaknya mereka berunding hendak bunuh para hukuman
dan mengeduk untung.
"Mereka begitu keji, marilah kita gasak mereka lebih dulu"
"Sipir bui dimana yang tidak kejam" Baru kau bilang supaya
mengurangi membunuh, kenapa naik pitam malah?" demikian
ujar siau- go-kian-kun,
"yang penting kita tolong orang lebih dulu, kalau main
bunuh urusan bisa celaka jadinya."
"Baiklah kita gunakan saja obat bius itu." kata Hong-laymo-
li, lalu diam2 mereka dekati kamar serta menyulut api dan
menyemburkan asap dupa wangi ke-dalam. Cepat sekali
orang2 yang ada dalam kamar sudah meloso, jatuh satu
persatu. Tapi satu diantaranya ternyata masih kuat bertahan dan lari
keluar dengan langkah sempoyongan. orang ini adalah
anggota bayangkari yang ditugaskan dipenjara, Iwekangnya
cukup tinggi, namun begitu dia keluar siau go-kian-kun lantas
menjinjingnya, bentaknya:
"Kau mau hidup atau ingin mati?" lalu kelopak kembang
salju dia enduskan didepan hidung orang, sekilas pikiran orang
itu mulai jernih, melihat ujung pedang Hong-lay-mo-li
mengancam tenggorokannya hampir dia kelenger sesaat baru
kuat bicara: "Baiklah, apa keinginan kalian?"
"Dikamar mana Hek-Pek-siu-lo disekap" Bawa aku kesana"
desis siau- go-kian-kun, orang ini tertegun katanya tergagap:
" Hek-Pek-siu-lo, ini, ini..."
"lni itu apa" Memangnya kau tidak tahu dimana mereka
dikurung" Lekas tunjukan jalan"
Demi jiwa orang itu munduk2 dan berkata: "Tahu, tahu...
Mari silakan turut aku."
setiba disebuah kamar nomor satu, penjaga lihat Wisumembawa
dua laki perempuan yang tidak dikenal merasa
keheranan, baru maju hendak tanya tahu2 sudah ditutuk Hiattonya
oleh siau- go-kian-kun.
"Jing-yau, kau tunggu diluar " golok Li Tiang thay
dikeluarkan sekali tabas, tajam golok memang luar biasa,
membacok besi seperti mengiris sayur, gembok besar diatas
pintu dengan mudah dia bacok jatuh,
Begitu pintu terbuka, dia sulut obor terus melangkah
masuki tampak belasan pesakitan dengan terbelenggu kaki
tangan tersekap didalam kamar ini, begitu melihat sinar obor
dan pintu terpentang, para pesakitan itu segera bersorak2 dan
menerjang keluar lekas siau- go-kian-kun berseru:
"Jangan gugup, aku toiong kalian, sebentar kulepas kalian.
jangan kalian ribut Hek-Pek-siu-Io dikurung disini tidak?"
setelah suara ribut2 sirap baru siau-go-kian-kuw
mendengar sebuah suara lemah berkata:
"Cukong, kau, kau sudah datang, aku ada disini"
dari pojokan sana tampak sesosok bayangan orang
bergerak sempoyongan mendatangi orang ini memang Hek-siu
lo adanya, Anehnya, kaki tangannya tidak terbelenggu. Kejut
dan girang siau- go-kian-kun, lekas dia memburu maju
katanya "Kau terluka?"
"Tidak, aku tidak terluka Entah racun apa yang mereka
gunakan, tenagaku tak mampu dikerahkan."
Melihat gejalanya siau- go-kian-kun lantas tahu orang
dibius Mo-kui-hoa, legalah hatinya, katanya:
"Tak usah kuatir, racun ini dapat kutawarkan Jing-yau,
berikan thian-san-soat-lian- "
Masih sekuntum bunga salju milik Hong-lay-mo-li, segera
dia melemparkan kedalam, siau- go-kian-kun pelik dua
kelopak terus diberikan kepada Hek-siu- lo, katanya: "Kunyah
dulu terus ditelan. Racun lihay apa saja dapat ditawarkan-"
Begitu thian-san-soat- lian masuk perut terus bekerja,
badan segera tambah semangat dan nyaman, katanya girang:
"obat ini amat besar kasiatnya, Cukong, tak nyana aku mas
bisa, bertemu dengan kau."
"istirahatlah sebentar kita pasti bisa keluar Mana Pek-siulo?"
"Dia dibawa orang"
"Lho, kalian disekap disini bersama, kenapa dia dibawa
orang?" "Tiga hari yang lalu kita berusaha lari, sayang sekeluar dari
pintu penjara, sudah tertawan pula. Aku dikembalikan kesini,
Pek siu-lo dibawa oleh seorang Busu Mongol."
"o Busu Mongol, tentu Ibun Hoa-kip adanya."
sementara itu pesakitan yang terborgol tidak sabar lagi,
Hong-lay-mo-li tak kuasa menahan mereka, terpaksa biarkan
mereka menerjang keluar. Tapi kejap lain terdengar jeritan
mengerikan dari berbagai tempat, agaknya pesakitan yang lari
itu terbunuh oleh penjaga2 bui yang lain. Hong-lay-mo-li
kaget, teriaknya:
" Kok- ham, lekas kau bacok putus borgol mereka" tahu2
segalung angin menerjang dirinya, sesosok bayangan orang
menubruk tiba seraya berteriak:
" Lekas datang, ada orang menjebol penjara"
sembari memanggil teman orang ini menyerang kepada
Hong-lay-mo-li. Belum sempat cabut pedang Hong-lay-mo-li
sendai kebut menyapu kemuka orang. Ternyata orang tidak
menyingkir tidak berkelit sekali pukul dia sampuk kebut terus
menerobos maju, lengan kiri memelintir terus menekuki dia
gunakan jurus Po-poh-jiu untuk mencengkram pergelangan
tangan Hong lay-mo-li.
Begitu orang bergerak, Hong-lay-mo-li lantas tahu lawan
adalah jago kosen yang pandai main Tay-kim-na, asal usul
orangpun seketika diketahui.
Kin-na-jiu yang dimainkan orang ini amat keji, namun
Hong-Iay-mo-li bukan lawan sembarangan, mana mungkin
kecundang, disaat lawan menyerang gencar dan pertahanan
sendiri kurang kokoh, kelima jarinya dia rangkap. telapak
tangan tegak membelah seperti golok dengan jurus cutpohiceng-
thian (menusuk sobek langit hijau), tahu2 tangannya
balik menerobos masuk dari lingkaran lengan orang yang
dipelintir tadi, menepuk ke Thay-yang-hiat dipelipisnya.
Laki2 ini memang tangguh jelas dia sudah dalam
kedudukan kepepet, namun pada detik2 yang gawat itu, dia
tekan pundak sambil meleng kepala meluputkan diri dari
tepukan Hong-lay-mo-li Thay-yang-hiat memang tidak
tertepuki namun pundaknya tergaruk oleh jari2 Hong-lay-moli,
rasanya sakit pedas, untung tulang pundaknya tidak cidra.
Laki2 ini ada meyakinkan Thi-poh-san yang kebal, namun
kena tercakar jari perempuan ternyata pundaknya sakit bukan
buatan. setelah gebrakan ini, segera dia tahu siapa lawan
yang dia hadapi.
Hong-lay-mo-li merangsak sambil membentak: "Kau inilah
yang bergelar Gi-pak-sin-toh Sin Bong-gwan itu?"
Sin Bong-gwan cabut golok menangkis dan balas
membacoki bentaknya:
" Hong-lay-mo-li, Kedudukan Bu-lim-beng-cu sudah
kuserahkan kepadamu, kau masih meluruk kemari cari
perkara, kau kira aku takut terhadapmu?"
Hong- lay- mo li sudah keluarkan pedang-nya, jengekny a
dingin: "Disehe ini kaupun mengganas dan se-wenang2. Peduli kau
takut atau tidak terhadapku. Hari ini aku harus menumpasmu
untuk menyelamatkan jiwa orang2 baik diBulim"
kebut dan pedang dikembangkan, keruan sieBong-gwan
terdesak dibawah angin, disamping kaget, nyalinyapun
semakin ciut. Baru saja Hong-lay-mo-li hendak lancarkan serangan
mematikan, tiba2 dilihatnya seorang memburu datang
bersenjatakan sepasang gelang matahari dan rembulan
membantu sin Bong-gwan mengeroyok dirinya orang mi
adalah Busu Mongol, dia bukan lain, adalah Ibun Hoa-kip yang
pernah dilabraknya di Thian-long-nia tempo hari.
sebagai murid kesayangan Cun-seng Hoat-ong, kepandaian
ibun Hoa-kip terpaut tidak jauh dibanding Hong-lay-mo-li,
malah tenaga dalamnya masih lebih kuat dari Hong-lay-mo-li.
Begitu dia menceburkan diri dalam gelanggang keadaan
segera berubah.
semula sin Bong-gwan sudah dicecarnya tak mampu balas
menyerang, kini dikerubut dua jago2 kosen ini, berbalik
Honglay-mo-li sendiri yang terdesak dibawah angin.
Dengan sepasang gelangnya Ibun Hoa-kip menekan dan
mendorong, "Tang" kembang api berpijar, pedang Hong-laymo-
li gumpil sebagian, untung dia menarik mundur dengan
tepat, sehingga pedangnya tidak putus. Ibun Hoa-kip gelak2
bangga serunya:
"Di-atas Thian-long-nia kau mentang2, hari ini kau takkan
terhindar dari keadilan"
Didalam kamar penjara siau- go-kian-kun sementara
kerjakan golok pusakanya secepat angin lesus, golok ini tajam
luar biasa, dalam sekejap mata puluhan borgol dapat
dikutungi. sementara itu tenaga Hek- siu-Io juga sudah pulih
enam bagian, segera siau- go-kian-kun serahkan golok pusaka
kepada Hek-siu- lo, katanya:
"ToIong kau bantu bebaskan belenggu mereka."
segera dia memburu keluar dan datang tepat pada
waktunya. Berhasil mendesak lawan Ibun Hoa-kip kira serangan
sepasang gelangnya akan dapat merebut pedang Hong-laymo-
li. Tak nyana tahu2 segalung angin tajam menerjang
kuduknya, kiranya siau- go-kian-kun memburu tiba.
Kipas lempit siau- go-kian-kun terangkat dan menindih
gelang matahari Ibun Hoa-kip. kipas kecil namun Ibun Hoa-kip
seperti ditindih oleh benda besar ribuan kati beratnya,
sesentipun gelang Ibun Hoa-kip tak kuasa didorong maju pula.
"Betul, hari ini memang kau takkan terhindar dari keadilan."
jengek Hong-lay-mo-li, "sret" pedangnya menusuk lewat dari
lobang gelang rembulan karena kedua gelangnya tak kuasa
bekerja sama, terpaksa Ibun Hoa-kip melompat mundur, maka
terdengarlah suara gemerantang, gigi2 gelangnya terkupas
putus oleh pedang Hong-lay-mo-li, untung dia cepat menarik
tangan, kalau tidak jari2nyapun pasti terpapas kutung.
Keringat dingin gemerobyos, belum lagi rasa kejutnya
hilang Siau-go-kian-kun sudah menubruk kearahnya -
Terpaksa Ibun Hoa-kip timpukan gelang rembulan ditambah
sekali pukulan dengan serangan telak. Lantaran giginya sudah
terkupas, gelang rembulannya tidak sehebat semula
perbawanya, maka dia timpukan gelang dan menghadapi
lawan dengan permainan pukulan telapak tangan, sekaligus
mengembangkan Gun-goan-it-sat-kang kebanggaan
perguruannya. Tampang siau-go-kian-kun cakap bagus mirip pelajar lemah
lembut, Ibun Hoa-kip kira kembangan ilmu silat lawan bagus,
walau meyakinkan Iwekang, kepandaiannya juga tentu
terbatas pukulannya itu sayup2 bergemuruh seperti guntur
menggelegar dikejauhan tak nyana begitu kedua telapak
tangan beradu, pukulannya dengan mudah dipatahkan oleh
siau-go-kian-kun dengan gerakan ringan, malah diri sendiri
tergertak sempoyongan tiga langkah.
Keruan kejutnya bukan kepalang, "siapa kau." bentaknya
siau go kian-kun gelak2, ujarnya:
" GurumU pernah kukalahkan, masak kau belum tahu siapa
aku?" Gelak tawa siau- go- kian-kun kuat menindih gerungan say
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
-cu-hong Cun-seng Hoat-ong, betapa lihay ilmunya ini
dapatkah dibayangkan Kuping Ibun Hoa-kip mendengung
pekak, jantungpun tergetar teriaknya tertahan:
"Kau jadi kau inikah siaw-go- kian-kun Pendekar Latah Hoa
Kok-ham?" "Betul, memang aku." sahut siau- go- kian kun tertawa.
Ibun Hoa-kip hanya tahu gurunya pernah bentrok dengan
siau go-kian-kun di Ki-lian-san dan dikalahkan. Diluar tahunya
bahwa gurunya dikalahkan setelah di- keroyok secara
bergiliran. Kini menghadapi tokoh tangguh yang pernah mengalahkan
gurunya, betapapun hatinya menjadi jeri dan patah semangat
sebaliknya siau- go-kian-kun tak mampu merobohkan lawan
dengan sekali pukul, maka diapun tak berani pandang rendah
lawannya sementara itu Hek-siu- lo sudah bebaskan semua tawanan,
dia pimpin para pesakitan menerjang keluar. Dengan rantai
dan borgol sebagai senjata, dipekarangan, diserambi dan
dilorong2 terjadilah baku hantam yang sengit.
Yang memiliki Ginkang tinggi lompat naik kegenteng
menggasak para sipir bui yang terjaga dari mimpinya
Melihat Ibun Hoa-kip, membara biji mata Hek-siu- lo,
makinya sambil menubruk datang.
"Kau-tatcu Mongol ini, kemana kau bawa adikku" Tidak kau
lepas dia, jangan harap kau bisa lolos dari sini."
Ibun Hoa-kip mengejek dingin: "Mau pergi boleh sesukaku,
memangnya kau mampu menahanku "
kepandaian Hek-siu- lo sebetulnya tidak rendah, namun
tenaganya baru pulih separuh, gerakkannya belum lancar dan
wajar sekali pukul Ibun Hoa-kip mendorongnya pergi terus
lari. siau- go-kian-kun rangkap kipasnya dan "plak" dia ketuk
dipunggang orang dengan telak seraya membentak:
"Lari kemana?" berbareng tangan kiri terulur mencengkram
Latihan Gun-goan-it-sat-kang Ibun Hoa-kip amat sungguh
namun dia toh kesakitan oleh ketukan kipas siau- go-kian-kun,
namun dia kuat bertahan. cepat sekali, dikala jari2 siau-gokian-
kun hampir mencengkram pundaknya, diapun menarik
seorang tawanan terus ditarik umtuk menangkis cengkraman
siau- go- kian-kun
Tak kira orang menggunakan manusia untuk tameng kalau
Ibun Hoa-kip tega main bunuh sesuka hatinya, namun siaugo-
kian-kun tak mungkin berbuat sejahat itu, maka cepat2
dia tarik tangan. Begitu lemparkan tawanan itu, ibun Hoa-kip
segera menerjang keluar dari gerombolan orang banyak yang
lagi ber-hantam.
Baku hantam tengah berlangsung dengan sengit, ibun Hoakip
tidak hiraukan orang dari pihak mana, ditengah
gelanggang pertempuran yang acakan2 itu, ibun Hoa-kip main
terjang dan hantam dalam sekejap dia sudah lari keluar dari
lingkungan penjara Waktu Hek-siulo kejar keluar, dari
kejauhan didengarnya gelak tawa Ibun Hoa-kip:
"Kalau ingin minta adikmu, tebuslah dengan hartamu Aku
tunggu kabar baikmu di Holin, hehe, hari ini aku tidak
melayanimu lagi." Gin-kang ibun Hoa-kip jelas masih unggul
dari Heik,siu-lo, cepat sekali dia sudah membelok di jalan raya
sana dan masuk kelorong sempit.
Holin adalah ibu kota Mongol, baru sekarang Hek-siu-lo
tahu jejak adiknya. Tahu bukan tandingan ibun Hoa-kip,
mengingat jiwa adiknya juga takkan terancam sebelum lawan
mendapatkan harta simpanannya maka dia tidak mengejar
lebih lanjut, kembali dia masuk kepenjara2 bantu keluarkan
tawanan2 yang lain.
sementara itu sin Bong-gwan sudah terluka oleh tusukan
pedang Hong-lay-mo-li, dengan terluka diapun sudah
melarikan diri sedang siau-go-kian-kun masih terlibat dalam
baku hantam dengan orang banyak, belum mampu menerjang
keluar penjara.
Karena tak ingin banyak membunuh, terpaksa siau- gokian-
kun membentak: " Kalian lihat ini"
diam2 dia kerahkan tenaga, sekali telapak tangannya
membacok. Dinding tebal disampingnya dia pukul berlobang,
bentaknya pula:
"Kepala siapa yang lebih keras dari dinding ini" siapa berani
turun tangan pula, biar rasakan pukulanku."
Hong-lay-mo-li ikut membentak "orang Mongol sebentar
akan menyerbu tiba, buat apa kalian saling bunuh sendiri,
tidakkah kalian menyesal?"
Memangnya sipir bui itu sudah patah semangat, disamping
jeri melihat kehebatan pukulan sakti siau go-kian-kun,
merekapun terketuk oleh nasehat Hong-lay-mo-li, maka cepat
sekali pertempuran berhenti dan semua buang senjata, malah
mereka ikut lari bersama para tawanan.
setelah keluar siau-go-kian-kun berkata: "Kita tak bisa
kembali kehotel kecil itu, terpaksa harus cari tempat
berteduhi"
Hek-siu- lo berkata: "Aku punya teman orang sini, namanya
Beng Hay-kong, dulu dia pernah berdagang perhiasan dengan
aku, orangnya cukup setia ka-wan, tentunya dia sudi
menerima kita."
Fajar kebetulan menyingsing sipir bui dan tawanan sudah
bubar entah lari kemana, hotel2 dan toko tiada yang buka,
rumah pendudukpun tertutup rapat, jalanan sepi lengang,
hanya mereka bertiga yang putar kayun di jalan raya.
semula siau- go- kian kun. kira di jalan bakal kesamplok
bajingan2 tengiki anehnya setelah dua kali mereka belak belok
menyusuri jalan raya, bayangan seorangpun tak kelihatan.
Katanya tertawa: "Keadaan ini rada ganjil, se-olah2 membawa
firasat jelek "
Belum habis dia bicara, dikesunyian pagi yang lengang itu,
mendadak terdengar derap kaki kuda yang berdentum riuh
rendah dan berirama mendatangi siau- go- kian-kun
terperanjat katanya: "Mungkinkah pasukan Mongol sudah
masuk kota"
Betul juga, dari ujung jalan raya sana tiba2 muncul
sebarisan serdadu berkuda, bendera ber-kibar2 tertiup angin,
kudanya gagah penunggangnya garang berwibawa barisannya
teratur rapi, memangnya itulah pasukan kavaleri Mongol.
Melihat tiga orang jalan di jalan raya, satu diantaranya
malah gadis cantik belia, pasukan berkuda Mongol itu segera
berhenti, beberapa serdadu keprak kudanya memburu keluar
seraya membentak: "siapa kalian, berhenti"
siau-go-kian-kun mengeluh dalam hati untung sebelum dia
bertindak, dari tengah barisan tiba2 keluar seorang perwira
muda membentak:
"jangan ganggu rakyat jelata, kembali kebarisanmu"."
tak berani beberapa serdadu itu membangkang, namun
mereka kembali dengan menggerutu. perwira muda itu ayun
cemeti seraya menuding, bentaknya:
" Kalian jangan menghadang jalan, lekas pergi"
Baru sekarang Liu dan Hoa melihat jelas perwira muda ini
ternyata bukan lain adalah Hudapi murid penutup Cun-seng
Hoat-ong- Disamping gentar menghadapi kepandaian siau-gokian-
kun, Rudapi ingin menanam budi terhadap Hong-lay-moli,
maka dia gunakan kedisiplinan barisan mencegah anak
buahnya berbuat se-wenang2.
Bergegas siau-go-kian kun bertiga lari ke gang kecil
disebelah sama Hong-lay-mo-li berkata dengan tertawa.
"Tak nyana pengemis cilik ini sudah jadi perwira tinggi
Mongol, untung kesamplok dia, entah gurunya dan Thay Bi
serta Liu Goan-ka apakah ikut datang?"
"Kita menyingkir dulu." ujar siau go- kian- kun.
Hek-siu-lo apal jalanan, setelah putar kayun kian ke-mari,
untung tidak kepergok serdadu Mongol lagi setiba dirumah
keluarga Beng, pintunya tertutup rapat, Hek-siu-lo berkata:
" Kalau sekarang menggedor pintu malah mengejutkan si
empunya rumah, marilah kita terjang masuk saja." maka
mereka kembangkan Ginkang lompat naik kegenteng lalu
turun kesebelah dalam, langkah Hek-siu-lo yang belum pulih
tenaganya rada berat dua genteng diinjaknya pecah
mengeluarkan suara.
Beng Hay-kong pemilik rumah segera keluar terus ayun
tangan menimpukan eanm batang bor terbang. Gerakannya
ternyata cukup mahir, namun belum mampu melukai Liu dan
Hoa berdua, dengan kebutnya Hong-lay-mo-li pukul jatuh tiga
bor, sisanya yang tiga kena digulung oleh lengan baju siaugo-
kian-kun. "Beng-heng," teriak Hek-siu-lo, "jangan serang, inilah aku"
Baru sekarang Beng Hay-kong melihat bayangan Hek-siulo,
keruan kaget dan girang,lekas dia memburu keluar
menyambut, katanya:
"Pasukan besar Mongol memasuki kota aku sedang
menguatirkan keselamatanmu, kiranya kau sudah meloloskan
diri- Mana adikmu " siapa pula kedua orang ini?"
"Adikku ditawan orang Mongol, sengaja aku kemari minta
perlindunganmu, Liu li-hiap ini adalah Bulim Beng-cu lima
propinsi utara, Hoa Tay-hiap ini adalah majikanku."
Beng Hay-kong kegirangan, sapanya: "o, kiranya siau- gokian-
kun pendekar latah Hoa Tayhiap, beruntung hari ini
bertemu" " Kau tidak takut tersangkut perkara karena kedatangan
kami?" ujar Hek-siu-lo tertawa.
" omong kosong, dua pendekar besar sudi berkunjung ke
gubukku, kumohonpun belum tentu bisa. Mari silakan duduk
didalam" Setelah duduk Hek-siu-lo buka suara:
"Cara bagaimana pasukan Mongol mendadak sudah masuk
kota " Bagaimana keadaan diluar?"
Beng Hay-kong adalah saudagar barang antik dan
perhiasan gelap, hubungannya dengan berbagai kalangan dan
lapisan orang, maka beritanya paling tajam. Maka Hek-siu-lo
lantas tanya berita kepadanya.
"Sudah kusuruh orang mencari tahu diluar, sebentar pasti
kembali. Peduli bagaimana keadaannya, kalian tidak usah
kuatir tinggal ditempatku Umpama orang2 Mongol kemari
menggeledah juga pasti ditunjukin orang bangsaku, dengan
mudah aku akan layani mereka."
Menjelang magrib anak buah Beng Hay-kong kembali
melaporkan, bahwa li An-coan raja sehe secara resmi sudah
takluk dan menyerah kepada Mongol, yang menjadi perantara
sesuai dugaan semula adalah Siau Hok pembesar asing yang
berteduh dari negeri.
Pintu kota dijaga ketat oleh serdadu Mongol, terpaksa Liu
dan IHoa bertiga tinggal dirumahBeng Hay-kong, Anehnya
tiada seorang Mongolpun yang datang mengganggu. Malah
tidak pernah serdadu Mongol yang terlihat lewat dari muka
rumahnya. Diam2 Beng Hay-kong bersyukur. Tapi hari keempat
datanglah seorang tamu yang tak diundang.
Hari itu didengar oleh Beng Hay-kong seorang pengemis
sedang bertembang minta sedekah didepan pintunya,
logatnya orang utara, suaranya aneh. Karena merasa kasihan
segera dia ambil semangkok nasi, Tak kira begitu pintu
terbuka pengemis cilik ini tidak mau terima sedekah Beng
Hay-kong, malah beranjak masuk kedalam rumah
Beng Hay-kong menggerutu
" Kau pengemis ini sudah gila karena kelaparan" Nasi
kuberi tidak diterima, kau main terjang kedalam rumah mau
apa?" "Memang aku sudah kelaparan, kuendus bau arak dan
makanan sedap, liurku sampai bertetesan, kenapa aku harus
terima nasimu yang dingin ini?"
"Kurang ajar kau pengemis ini tak tahu dikasihan" maki
Beng Hay-kong seraya menjambret, pikirnya hendak
menyeretnya keluar, Tak kira badan pengemis cilik sekokoh
dinding baja, dengan kuat Beng Hay-kong menarik, namun
badan orang seberat gunung, bergemingpun tidak.
"Siapa kau?" bentak Beng Hay-kong kaget.
"Ai, kau kurang adil terhadap sesama manusia, memangnya
arak dan hidanganpun kau monopoli sendiri undanglah aku
makan minum, baru nanti kau boleh berkenalan."
Tahu ilmu silat pengemis cilik ini lebih unggul, muka Beng
Hay-kong sampai merah padam menariknya, untunglah disaat
dia kebingungan, siau- go-kian-kun sudah keluar sambil
gelak2, katanya:
"Kukira siapa, kiranya kau pengemis cilik ini."
Hong-lay-mo-li menambahkan dengan tertawa:
"Bukan pengemis cilik lagi dia sudah jadi jendral sekarang.
Beruntung tamu agung sudi berkunjung Beng-toako, kuwakili
kau menerima tamu ini."
"Nah, kawan yang setia sudah muncul, perutku agaknya
bakal kenyang nanti," ujar pengemis cilik
Terpaksa Beng Hay-kon-g lepas tangan, katanya: "Kiranya
kalian bersahabat maaf akan kelengahanku."
Siau-go-kian-kun gelak2, segera dia perkenalkan mereka
serta undang Hudapi masuk. setelah duduk Hong lay-mo-Ii
bertanya: "Darimana kau tahu kami berada disini?"
"Perwira yang berkuasa didaerah ini ada dibawah
pimpinanku dia memberi lapor kepadaku, katanya ada orang2
yang patut dicurigai didalam rumah ini. Asal usul Bengsiansing
sebagai saudagar perhiasan juga sudah diselidiki
dengan jelas. Dia tanya bagaimana untuk membereskannya,
kuberitahu supaya tidak sembarang bergerak. Dia tidak kemari
memeras kau bukan?"
Baru sekarang Beng Hay-kong memgerti, lekas dia ucapkan
terima kasih kepada Hudapi, katanya:
"Tak heran beberapa hari ini kita tentram dan selamat,
kiranya Ciangkun telah memberi perlindungan secara diam2."
"Kaki tanganmu ternyata amat cekatan dan tajam, kukira
jejak kita cukup rahasia tak nyana kalianpun sudah tahu. Tapi
kau ini berpangkat tinggi kenapa luarus menyamar segala?"
"Pangkatku sih sedang saja, diatasku masih ada jendral dan
marsekal. Akupun kuatir ada orang memberitahu kepada
guruku." demikian sahut Hudapi.
"Apakah gurumu sudah datang?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Belum. Mungkin dalam beberapa hari ini." ujar Hudapi lalu
dia berkata kepada siau-go-kian-kun:
"Kekalahan guruku dipandangnya sebagai penghinaan
besar, dia bersumpah hendak menuntut balas, kuharap kalian
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lekas menyingkir -saja, supaya tidak bentrok lagi disini."
siau-go-kian-kun tertawa ujarnya:
" Gurumu terlalu ingin menang- Walaupun akupun suka
menang, namun aku masih bisa mawas diri, beruntung
gurumu sudah gebrak beberapa kali, kalau tidak aku tidak
akan mendapat keuntungan. Tapi setiap insan persilatan
lawan tangguh yang pernah dihadapinya selama hidup, kalau
gurumu ingin menjajalku sekali lagi, aku tidak akan menolak.
Tapi demi memberi muka kepadamu kalau bisa dihindari,
itulah lebih Baik," kata2 siau- go-kian-kun, melingkar namun
mengenai sasaran dengan telak, secara tidak langsung dia
menyatakan mau menyingkir, namun bukan lantaran takut
menghadapi guru Hudapi.
Hudapi geleng2, katanya tertawa: "Hoa Tayhiap,
sebetulnya kau lebih getol menang dari guruku."
"sembilan pintu kota sudah tertutup dan terjaga ketat oleh
serdadumu, bagaimana kami bisa keluar?"
Hudapi menepekur tak bersuara, agaknya tengah mencari
akal, sementara itu Beng Hay-kong sudah siapakah perjamuan
baru katanya: "Marilah sambil makan kita mengobrol."
Hudapi tertawa, katanya: "Aku hanya berkelakar saja,
kenapa kau betul2 siapkan perjamuan. Baiklah, biar aku
mengganggu disini."
Hek-siu-lo juga keluar, sekedar basa basi dengan Hudapi,
lalu mencari tahu jejak adiknya kepada Hudapi.
Kata Hudapi: "Adikmu digusur kembali ke Holin Ji-sukoku
yang mengawasinya. sungguh harus disesal-kan si sUkokulah
yang merancang akal ini, memangnya si-suko tamak harta, dia
ingin memeras kalian dengan barter harta benda yang kalian
simpan, Mereka berdua sekongkol. Kini Ji-suko berada di
Holin, tugasnya mengawasi adikmu serta mengompesnya"
Ji-suko yag dimaksud Hudapi adalah Umong, Busu Mo-ngol
yang, mengiringi Huhansia menjadi duta kenegeri Kim. sedang
si-suko adalah Ibun Hoa-kip.
" ingin aku mencaritahu seorang terhadapmu Apakah
Kongsun Ki juga dikurung dinegerimu, bagaimana keadaannya
sekarang?"
"Memang aku ingin beritahu hal ini kepadamu. Terus
terang kedatanganku hari ini disamping hendak menyambangi
kawan lama, juga akan membicarakan suhengmu itu."
"sukalah kaujelaskan." pinta Hong-lay-mo-li. walau dia
membenci dan dendam terhadap Kongsun Ki, namun
sanubarinya tetap memperhatikannya pula.
"Thay Bi dan Liu Goan-ka gusur Kongsun Ki ke Kolin,
diserahkan kepada guruku. Guruku mengurungnya dikuil
Lama, didalam kuil banyak kitab2 ajaran Budha, setiap hari
Kongsun Ki harus menderita siksa oleh Jau-hwe-jip-mo, ingin
mati tidak mampus, suka hidup tidak bisa senang, saking
iseng, akhirnya dia membaca matram, mohon Thian suka
mengampuni dosa2nya."
"omituhud," sabda sau-go-kian-kun,
"Kongsun Ki keparat itu ternyata sudi membaca mantram
segala, semoga membawa manfaat bagi dirinya"
"Memangnya," ujar Hudapi,
"belakangan dia tertarik dan asik sekali membaca mantram
dan membaca banyak buku2 agama, lambat laun timbul
penyesalan dalam sanubarinya."
"Dari mana kau tabu akan hal ini?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Pernah beberapa kali aku menengoknya, suatu ketika
hanya kami berdua saja yang berhadapan dalam ruang baca
itu, maka dia limpahkan isi hatinya terhadapku."
"Apa saja yang dia katakan kepadamu?" tanya Hong-laymo-
li. "Ayahku pernah mendapat pertolongan Beng- beng Taysu,
hal ini kau sudah tahu, Hal inipun kuceritakan kepada Kongsun
Ki kukatakan setelah berhasil menaklukkan Sehe, aku akan
ambil kesempatan berkunjung ke Kong-beng-si menghadap
Beng-beng Taysu, untuk menebus keinginan ayah yang belum
tercapai" "Kongsun Ki amat prihatin mendengar ceritaku, ternyata air
mata tak tertahan bertetesan, dia minta suatu pertolongan
kepadaku."
"Pertolongan apa yang dia minta?" sela Hong-lay-mo-li.
"Minta supaya aku menyampaikan sepatah kata." setelah
menenggak secangkir arak Hudapi melanjutkan:
"Entah darimana dia tahu bahwa ayahnya sekarang juga da
di Kong-beng-si, dia minta aku menyampaikan
pengampunannya terhadap sang ayah katanya, asal Kongsun
Ciangpwe sudi mengampuni dirinya serta mengakuinya
kembali sebagai putra, meski mati diapun akan mangkat
dengan tentram."
"Akhirnya dia menyesal dan bertobat." ujar Hong-lay-mo-li
pilu. "Dia tidak mengatakan "menyesal", namun sikap dan
mimiknya terang manandakan penyesalan hatinya. penyakit
Jau-hwe-jip-mo yang menyerang dia lebih lihay, naga2nya
jiwanya takkan bertahan tiga bulan lagi Katanya dia baru akan
mati meram setelah mendapat kabar balasan dari ayahnya, Ai,
kukira tak mungkin dia kuat menunggunya lagi."
"Apakah dalam tiga bulan ini kau tak bisa kembali ke
Holin?" "Setelah mencaplok Sehe, Khan agung tetap akan menelan
Kim pula tak mungkin lagi aku mencari kesempatan untuk
berkunjung ke Kong-beng-si, apa lagi kembali kenegeri"
Sekilas Hudapi melirik Hong-lay-mo-li lalu melanjutkan:
"Ayah Kongsun Ki adalah gurumu, sudikah kau sampaikan
permintaannya itu" Dengan demikian, walau Kongsun Ki
sampai ajal tetap tak memperoleh kabaran jawaban ayahnya,
namun biarlah ayahnya tahu kalau dia sudah bertobat, supaya
dia tentram dan meram dialam baka."
Hong-lay-mo-li menghela napas, ujarnya:
" Yakin ucapannya cukup bijaksana sebelum ajal.
Kebajikan-nya itu akan kusampaikan dan kulaksanakan."
Habis makan haripun sudah petang, Hudapi berkata:
"Aku harus berlalu. Kalianpun harus cepat pergi."
"Bagaimana kita bisa keluar?"
"sudah, kupikirkan akal. Kalian boleh bawa medali emas
ini." Hudapi keluarkan sebentuk medali yang terbuat dari mas
murni, ditengah medali diukir seekor rajawali yang pentang
sayap dengan gagah dan garang, Hudapi berkata:
"lnilah medali kepercayaan tertinggi didaliam kalangan
Militer kami untuk menyalurkan berita, dengan membawa
medali mas ini, waktu keluar kota, jangan kalian keluarkan
sepatah katapun. Mereka takkan berani tanya kepada kalian?"
"Lalu bagaimana aku harus serahkan kembali medali mas
ini kepadamu?" tanya siau- go- kian- kun.
"Boleh kalian ambil saja, jangan kuatir akan diriku aku akan
cari upaya untuk memperolehnya yang lain."
setelah Hudapi pamitan pergi, semua orang sama senang
dan lega, Heksiu-lo berkata:
"Aku ingin pergi ke Mongol saja.."
Beng Hay-kong menimbrung: "Adikmu dikurung di Holin,
adalah pantas kalau kau kesana menolongnya keluar. Tapi
bukankah baru saja keluar dari mulut harimau masuk
kemoncong buaya?"
" Walau berbahaya, aku tetap kesana." ujar Hek-siu-lo
tegas- setelah menghela napas, dia menambahkan:
"setelah peristiwa ini, aku sudah kapok juga, pribahasa ada
bilang: Manusia mati lantaran harta, burung mati karena
makanan, Bukankah lantaran harta kita hampir saja direnggut
elmaut" Yang bener harta itu takkan terbawa keliang kubur,
hidup manusia paling seabad buat apa pula mengoleksi dan
menumpuk harta sebanyak itu?"
siau- go-kian-kun tertawa, ujarnya: "Kau bisa menginsafi
hal ini, sulit juga."
" Cukong, bicara terus terang, sebagian terbesar harta kami
memang dipendam di suatu tempat di Mongol, walau tak
berani kubilang nilainya seharga sebuah kota, kukira cukup
ada ribuan juta tail perak. Kali ini aku, ke Mongol disamping
untuk menolong adik, akupun ingin bawa pulang harta benda
itu." "Begitu banyak hartamu, separo untuk menyogok ibun
Hoa-kip sudah lebih dari cukup."
"Tidak, aku tidak akan berbuat demikian. itukan aku kikir,
namun aku berpendapat harta benda harus dimanfaatkan dan
disalurkan sesuai gunanya, diberikan Tatcu Mongol berarti aku
bantu kejahatan mana boleh aku berbuat demikian," Kupikir
hendak serahkan harta benda itu kepadamu malah..."
"Mana aku berani menerima hadiahmu sebesar itu?" ujar
Hong-lay-mo-li.
" Gerakan laskar rakyat kurang ransum dan persenjataan
tidak lengkap. Harta itu boleh kalian jual untuk
mempersiapkan diri melawan Mongol. Menurut pendapatku,
setelah Mongol mencaplok sehe, selanjutnya pasti menelan
Kim dan menggasak song, soal waktu saja, laskar kalian pasti
bentrok dengan Mongol."
"Bagus, ucapanmu memang betul, Kalau demikian biar aku
wakilkan seluruh laskar kita ucapkan terima kasih kepadamu."
"Manusia punya cita2 luhur atas karunia Thian," demikian
ujar siau- go- kian- kun,
"semoga per jalananmu ke Holin berhasil dengan baik."
Pagi2 sekali hari kedua, siau- go- kian- kun keluar kan dua
kulit kedok sebuah diberikan kepada Hek-siu-lo, katanya:
"Pakai ini, orang lain tidak akan mengenalmu lagi."
Wajah Hek-siu-lo hitam keling tampangnya aneh dan luar
biasa, walau ada medali pemberian Hudapi, namun tetap
menarik perhatian orang, kedok muka ini tepat untuk
mengelabui orang.
Dengan membawa medali mas itu, betul juga dengan
leluasa mereka keluar kota. setiba dipersimpangan jalan
keutatra menuju ke Mongol, ketimur menuju ke Tionggoan,
Hek-siu-lo berkata:
" Cukong, banyak terma kasih dari jauh kau kemari
menolong jiwaku, tak berani aku bikin susah kau ke Mongol
lagi" "Tidak, kami memang hendak ke Mongol juga. jadi bukan
lantaran urusanmu." lalu dia menambahkan dengan tertawa:
"Jing-yau, tanpa kau katakan, namun aku tahu isi hatimu
bukankah kau ingin ke Mongol untuk melihat Kongsun Ki?"
" Guruku hanya punya seorang anak, kalau betul Kongsun
Ki bertobat dan insaf diri, guruku pasti amat senang. Namun
jiwanya tinggal tiga bulan saja, terang tak sempat kukirim
kabar ke Kong-bengsi. Kupikir..."
"Kau ingin menolongnya bukan?"
"Bagaimana menurut pendapatmu" "
" Kematiannya sebetulnya tidak perlu dibuat sayang karena
perbuatannya dulu."
"Tapi setelah menderita siksa, terhitung cukup setimpal
hukuman yang dia rasakan, maka aku tidak menentang kau
menolongnya, cuma..."
"Kau kuatir tiada guna menolongnya?"
siau- go-kian-kun. manggut2. Hong-lay-mo-li berkata:
"Beng-beng Taysu berhasil meyakinkan Iwekang simhoat yang
tiada taranya, digabung, dengan ilmu kedokteran dari ayahku,
masih ada ilmu menyungsang urat nadi ciptaan Ceng-ling-cu
pula, jelas dapat menolong jiwa seorang yang terkena racun
kedua ilmu keluarga siang. Kalau dalam jangka tiga bulan ini
dapat bawa Kongsun Ki kembali ke Kong-beng-si,
kemungkinan masih sempat menolong jiwanya "
"llmu ciptaan Ceng-ling-cu hanya siang-Ceng-hong dan
Khing ciau yang mendalami, siang Ceng-hong memang ada di
Kong-beng si namun hidupnya banyak menderita karena
perbuatan Kongsun Ki apakah dia sudi menolongnya malah?"
"Tiada perjamuan yang tak bubar dalam dunia ini, tiada
dendam dan dosa yang tidak impas pula. Kalau Kongsun Ki
betul2 menyesal dan bertobat, aku bisa mintakan ampun
kepada siang Ceng-hong." berhenti sebentar lalu
menambahkan: "Harapan untuk menolong Kongsun Ki keluar Mongol
memang amat sulit, namun Walau gagal, kita bisa bertemu
sama dia, supaya dia tahu bahwa ayahnya sudah mau
memaafkan dirinya supaya dia bisa mangkat dengan tentram."
"Jing-yau, orang lain pandang kau sebagai Mo-li
(perempuan iblis), siapa tahu ada kalanya kau menjadi dewi
penolong manusia yang ketimpa derita juga."
"Kau menyanjung segala. Yang patut dibunuh harus
dibunuh, yang harus ditolong harus ditolong. Kau kira aku
hanya bisa bunuh orang saja?"
siau-go-kian-kun gelak2, bertiga mereka terus berangkat
menempuh per jalanan, Di jalan mereka menyingkir dari
pasukan besar Mongol terus menyusup baris belakang dan
berputar kearah tujuan namun beberapa kali mereka
kesamplok juga dengan kelompok kecil dari pasukan berkuda
Mongol, untung mereka membawa medali pemberian Hudapi,
sehingga tidak mengalami kesulitan.
siapakah pemuda yang menaruh perhatian akan golok
pusaka Li Tiang-thay ini"
Berhasilkah Hong-lay-mo-li menolong Kongsun Ki" Cara
bagaimana Hek-siu-lo menolong adiknya dari tangan Umong".
(Bersambung keBagian 69)
Bagian 69 KUDA tunggangan mereka pemberian Beng Hay liong
keluaran negeri Turfan yang jempolan, larinya cepat tahan
jarak jauh. 5 hari kemudian, mereka sudah keluar dari wilayah
negeri Sehe, dua hari lagi, sepanjang jalan semakin jarang
mereka ketemukan orang, mulailah mereka memasuki gurun
pasir Gobi. Berada di padang pasir, betapapun hebat kuda mereka,
takkan lebih unggul dari unta, pasir mengalir terhembus
angin, kaki kuda sering kejeblos kedalam tumpukan pasir
bergerak, sampai lama baru bisa dikeluarkan.
Selayang pandang pasir kuning melulu, empat penjuru tak
berujung pangkal, beberapa hari mereka bergulat ditengah
gurun pasir belum pernah berjumpa dengan seorang lain,
persediaan air mereka dikuatirkan habis.
Terik matahari terasa semakin membara, kuda merekapun
sampai ter-engah2 kehabisan napas. Hari itu, tengah mereka
berayun langkah dengan susah payah, tiba2 dilihatnya warna
langit berubah menguning, angin ber-gulung2 membawa
kisaran pasir kuning melandai dari barat ke arah timur.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Semula Hong-lay-mo-li kira yang datang hanya hembusan
angin sepoi2, maka dia tidak ambil perhatian sebaliknya Heksiu-
lo yang berpengalaman sebagai saudagar yang sering
mondar mandir digurun pasir berubah pucat mukanya,
serunya: "Celaka, agaknya cuaca berubah, lekas cari tempat untuk
sembunyi."
Belum habis dia bicara, pasir kuning sudah berhamburan ke
tengah angkasa, angin badai tahu2 sudah menerpa dengan
dahsyat Gurun pasir yang tak berujung pangkal, hanya
taburan kabut kuning melulu yang kelihatan. Laksana ribuan
tabir kuning yang ber-lapis2 menutupi langit, matahari masih
bersinar, namun cuaca menjadi petang.
"Jangan gugup, ikutilah aku." teriak Hek-siu-lo. Mereka
berbalik menerjang kearah damparan badai pasir yang deras
mencari jalan keluar. Kuda tunggangan Hong-lay-moli roboh
menyusul kuda siau-go-kian-kun. Terpaksa mereka
kambangkan Ginkang berlalu mengikuti dibelakang kuda
tunggangan Hek siu-lo. Lama-kelamaan Hong-lay-mo-li
rasakan napasnya sesak untunglah disaat2 kritis itu, tiba2
didengarnya Hek-siu-lo berteriak girang:
"Nah, itulah pertolongan datang"
Dalam cuaca remang2 hujan pasir, muncul bayangan unta
bergerak2 dari kejauhan sana kiranya itulah kafilah bangsa
Turfan yang kebetulan lewat. Para saudagar berunta itu
membaris unta menjadi sebuah lingkaran besar sebagai
dinding penahan damparan pasir, mendapat perlindungan
dinding unta ini, berhasilkah siau-go-kian-kun bertiga
beruntung dari hembusan hujan pasir.
Hek-siu-lo pandai berbagai bahasa, dengan bahasa Turfan
dia ajak para pedagang itu bicara, baru diketahui bahwa
rombongan saudagar ini sedang kekurangan air. Memang
tempat dimana sekarang berada sudah mendekati pinggir
gurun pasir, namun harus dua hari perjalanan pula baru bisa
sampai dipadang rumput, ditempat itu mereka jelas takkan
bisa mendapatkan air. sisa dari persediaan air mereka sudah
amat minim walau tidak sampai mati kekeringan, namun
deritanya cukup menyiksa.
Air yang dibawa Siau-go-kian-kun cukup banyak, tahu
mereka kekurangan air, secara suka rela segera dia bagikan
sekantong besar kapada mereka. Air dipadang pasir lebih
berharga dari emas, sudah tentu para saudagar itu amat
berterima kasih akan kebaikan hatinya, sudah tentu
sewajarnya mereka lantas bersahabat. Dan siau-go-kian-kun
bertigapun masuk ke dalam rombongan besar ini.
Diantara rombongan saudagar ini terdapat seorang pemuda
berusia 20an, dia pandai berbahaya Han, maka dia ajak siaugo-
kian-kun ngobrol tanya siau-go-kiau-kun datang dari mana,
secara terus terang siau-go-kian-kun katakan dari sehe serta
ceritakan situasi peperangan disana, tahu sehe sudah terjatuh
dan dijajah oleh Mongol, si pemuda menghela napas gegetun.
Terunjuk rasa duka nestapa pada mimik mukanya, namun
siau go-kian-kun. tidak perhatikan tingkah polahnya.
Tapi si pemuda sebaliknya menaruh perhatian terhadap
siau- go-kian-kun, terutama amat perhatikan golok pusaka
yang dibawanya. setelah menempuh per jalanan, dia alihkan
pembicaraan pada golok dan kuda2 bagus dikatakan oleh
sipemuda bahwa suku bangsa di se-ek mengutamakan dua
benda sebagai impian idamannya, pertama golok pusaka dan
kuda jempolan, laki2 yang menanjak dewasa harus
mendapatkan sebilah golok yang bagus dan memperoleh kuda
yang jempol pula. Belakangan dia minta siau- go-kian-kun
perlihatkan golok itu kepadanya.
sipemuda lolos keluar golok serta me-ngamat2inya dengan
rasa sayang dan terpesona siau- go-kian-kun berpikir:
"sayang golok ini Milik Li Tiang-thay yang harus kulindungi
dan pasti kukembalikan kepada keluarganya, kalau tidak boleh
kuberikan kepada pemuda ini."
setelah mengamat2i sebentar sipemuda berkata: "Entah
darimana tuan memperoleh golok ini?"
Karena baru berkenalan, sudah tentu siau- go-kian-kun
menjawab secara samar2, dikatakan itulah golok warisan
keluarganya sipemuda menunjukan mimik aneh seperti tidak
percaya, namun dia tidak bicara lagi dia kembalikan golok itu
kepadanya. Dua hari kemudian mereka sudah keluar dari gurun Gobi
pemandangan pandang rumput berubah pula, selayang
pandang hanya tetumbuhan rumput menghijau membentang
lebar sampai dikaki langit.
Angin menghembus, menimbulkan alunan gelombang yang
merata dan indah sekali dipandang mata, setelah kekeringan
beberapa hari, seketika bangkitlah semangat mereka setiba
dipadang rumput.
Malam itu mereka bermalam dipadang rumput, kaum
saudagar berikan dua tenda kepada mereka dan barang2
keperluan lainnya kepada siau-go-ki-kun bertiga, Agaknya
mereka tahu, adat istiadat bangsa Han, Hong-lay-mo-li
menempati sebuah tenda, tenda yang lain ditempati siau- gokian-
kun dan Hek-siu-lo.
Malam telah larut, didalam kelelapan tidurnya, siau-go-kiankan
seperti mendengar gerakan lirih di- luar kemah, bagi
seorang yang memiliki kepandaian ulat tinggi akan segera
terjaga, lenyaplah rasa kantuk siau- go-kian-kun.
Tak lama kemudian, sayup2 terdengar suara gorengan
rendah. Kedengarannya: seperti binatang buas, Hek-siu-lo
terjaga sambil melompat bangun, baru saja dia hendak
berteriaki siau- go-kian-kun sudah menekannya dan
mendekap mulutnya, lalu berbisik di-pinggir kuping:
"Bukan biruang, itulah manusia, Dia pura2 meniru
gorengan binatang untuk mengelabui orang. jangan kau
membuat ribut, kita lihat saja dia siapa dan apa maksudnya?"
siau-go-kian-kun pura2 tidur, sengaja dia menggoros lagi
tak lama kemudian, terdengar suaara "Bret" kain tenda
disobek orang, sesosok bayangan orang menerobos masuk.
pandangan mata siau- go-kian-kun amat tajam meski
dimalam gelap. dilihatnya orang yang menerobos masuk ini
kiranya sipemuda yang pagi tadi mengamati golok pusaka
milik Li Tiang-thay itu. Dia taruh golok itu dipinggir
pembaringan dengan meng-gagap dan meraba-2 akhirnya
sipemuda menemukannya dan menggenggamnya kencang.
sia u- go-kian-kun sudah menduda bahwa orang akan
mencuri goloknya namun mengingat pembicaraan yang akur
dan asyik tadi pagi. dia segan turun tangan menangkap basah
pembuatan orang terutama dia tidak ingin merusak
persahabatan pikirnya dalam kesempatan lain akan dicarinya
kembali saja golok itu.
Tak nyana setelah berhasil, sipemuda tidak segera berlalu,
dia malah mencabut golok dan mulut menggerundel:
" Lebih baik salah membunuh dari salah melepasnya, Tapi
kiranya tidak akan salah lagi."
sekilas ragu2, mendadak dia ayun goloknya terus
membacok leher siau- go- kian- kun.
Ter- heran2 siau-go-kian-kun mendengar perkataannya,
untung dia sudah siap. tiba2 dia mencelat sambil membalik
badan, berbareng kelima jarinya menyampuk pergelangan
tangan si pemuda seketika menjadi lemas dan "klontang"
golok itu^jatuh ke tanah.
siau-go-kian-kun belum tahu bagaimana kepandaian
sipemuda, tak tega dia melukainya, maka dia hanya gunakan
sebagian kecil tenaganya, dikiranya orang takkan tahan dan
terjungkal roboh. Tak kira kepandaian sipemuda cukup
lumayan, golok jatuh namun dia sendiri tidak roboh, putar
tubuh dengan tangkas segera dia menerobos keluar dari
lobang tenda tadi. Hek-siu-lo mencelat bangun
menangkapnya, namun kena ditendangnya terjungkal siau-gokian-
kun memapah Hek-siu-lo tanyanya:
"Bagaimana kau?"
"Tidak apa2. orang ini masih muda, namun berhati keji,
tidak lekas kau menangkapnya"
"Goloknya tidak hilang, tangannyapun ketika kusampuki
sakitnya cukup untuk menghukum perbuatannya." ujar siaugo-
kian-kun tertawa, Hek-siu-lo penasaran, dia kejar keluar,
namun terdengarlah seekor kuda sudah dibedal pergi,
sipemuda lari naik kuda.
Para saudagar terkejut bangun dan melihat si pemuda lari
menunggang kuda, mereka sama unjuk rasa heran dan kaget
siau- go-kian-kun tanya pimpinan rombongan
"siapakah pemuda ini?"
"Seorang teman perkenalkan dia masuk rombongan kita
menuju ke Mongol untuk suatu urusan dagang, Barang2nya
malah masih tertinggal disini, entah kenapa dia mendadak lari
pergi?" Tahu bahwa sipemuda bukan segolongan mereka, baru
siau- go-kian-kun tuturkan kejadian tadi, pimpinan rombongan
geleng2 kepala sambil menghela napas gegetun, Tak berhasil
mencari tahu asal usul sipemuda, golok tidak hilang pula, siaugo-
kian-kun tidak tarik panjang urusan ini. Hari kedua dia
tetap melanjutkan per jalanan bersama rombongan saudagar
ini Rombongan saudagar ini sudah sering mondar mandir
antara Persia, se-ek Turfan, Mongol, Tibet dan lain2 negara,
maka serdadu Mongol yang jaga diperbatasan dan dikota2
banyak yang kenal mereka, sehingga siau- go-kian-kun bertiga
tidak mengalami kesulitan apa2 memasuki Mongol.
Dis ini para saudagar itu berpencar menuju keberbagai
tempat untuk mengumpulkan bahan obat2an, maka siau-giokian-
kun berpisah terus menuju ke Holin.
Holin adalah ibu kota Mongol, Mongol berdiri belum lama,
maka Holin masih merupakan bangunan kota serba darurat
yang kasar meski sudah ada beberapa bangunan gedung,
namun kebanyakan masih suka bertempat tinggal didalam
kemah, siau- go-kian-kun menyewa sebidang tanah, disini dia
mendirikan kemah, menyamar sebagai pedagang dari daerah
lain. setelah mendapatkan tempat berteduh, barulah dia mulai
merancang rencana dan bergerak secara teratur.
Langkah pertama sudah tentu harus mencari tahu situasi
dan keadaan setempat Bangunan terbesar di Ho-lin adalah
biara Lama, mereka sudah tahu bahwa Kongsun Ki dikurung
disana, Tapi dimana adik Hek-siu-lo di kurung, belum lagi
mereka ketahui.
Tidak sedikit jumlah jago2 kosen dalam kuil Lama, yang
sudah diketahui adalah Liu Goan-ka dan Thay Bi jikalau bukan
kebetulan penyakit Jau-hwe-jip-mo mereka kumat, siau-goTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
kian-kun dan Hong-lay-mo-li tidak yakin dapat mengalahkan
mereka. sedang Pek-siu-lo dikurung tersendiri oleh Umong, hal ini
lebih mudah dihadapi. Maka mereka berkeputusan untuk
menolong Pek-siu-lo lebih dulu baru akan menyatroni kuil
Lama, umpama gagal dengan leluasa mereka akan bisa
meninggalkan Holin.
Dari teman2 Hek-siu-lo di Mongol dengan susah payah
didapat keterangan, bahwa Umong adalah seorang Kim-tiang
Busu yang langsung menjadi bawahan Jengis Khan, tugasnya
melindungi dan menjaga istana Jengis Khan, istana Jengis
Khan terletak di- utara Ajiloh, Kim-tiang Busu yang bergiliran
piket berasrama disana pula, Umong dan Ibun Hoa-kip hendak
memeras harta Hek-siu-lo pasti diluar tahu Jengis Khan dan
gurunya. oleh karena itu kemungkinan besar Pek-siu-lo dikurung di
salah satu kemah mereka, maka mereka berencana malam itu
hendak mencari tahu dulu kegunung Ajiloh, dimana tempat
tinggal itu kemah Umong.
Hari itu, tengah mereka berunding tiba2 didengarnya diluar
ada ramai2, siau- go-kian-kun lari keluar melihat, tampak laki
perempuan, tua muda sama berebut keluar kota. siau- gokian-
kun tanya Hek-sin-Io:
"Apa yang mereka ributkan, Apakah Jengis Khan kembali?"
"Bukan Khan besar mereka yang pulang, tapi salah seorang
selirnya yang dikirim kembali ke Holin"
"Selir yang mana?"
"Putri Li An-coan raja negeri sehe, Karena harus pimpin
pasukannya kemedan laga, dia kirim dulu selirnya ini ke
rumah. Rakyat berbondong2 ingin melihat selir junjungannya."
siau- go-kian-kun tertawa bertiga merekapun keluar kota
mengikuti arus rakyat yang berbondong itu, pejabat Mongol
yang ada di Holin belum lagi keluar menyambut, mereka
sudah mencampurkan diri bersama rakyat banyak,
Tampak sebarisan unta dan kuda mendatangi. PeIan2
punggung unta dibebani paket2 besar kecil hasil kemenangan
dari peperangan kali ini. Selir yang dimaksud duduk diatas
sebuah singgasana dipunggung unta yang ditutupi kain sari,
yang berjarak dekat masih bisa melihat jelas tampang selir
yang satu ini meski hanya teraling oleh kain sari yang halus
dan tembus penglihatan, wajahnya tampak malu2 dan
murung. Disebelah unta yang dinaikan selir adalah seekor kuda yang
ditunggangi seorang laki2 berpangkat tinggi dengan kepala
besar kuping besar. Dari bisik2 orang2 disebelahnya baru
Siau-go-kian-kun tahu, bahwa laki2 tromok ini adalah paman
raja negeri Liau yang dulu dan belakangan lari dan menetap
dinegeri Sehe. Sekarang dia ditugaskan untuk mengantar Selir ini ke Holin
Dibelakang Siau Hok, menunggang kuda besar pula, adalah
Sin Bong-gwan, Sin Bong-gwan memangnya adalah pengawal
pribadi siau Hok, dulu dia malang melintang dan se-wenang2
didaerah utara, akhirnya ditumpas, maka dia tidak terima
kalau Hong-lay-mo-li menjabat Lok lim Beng-cu.
"Kebetulan malah kedua orang ini datang, menghemat
tenaga kita." ujar siau- go kian-kun.
"Urusan penting kita belum terlaksana, mungkin sekarang
tidak leluasa turun tangan terhadap mereka".
"Betul. Tapi aku mendapat pesan Li Tiang-thay, sakit
hatinya aku harus menuntutkan balas, Biarlah cari kesempatan
lain waktu."
Pada saat itulah, terjadi peristiwa yang tak pernah mereka
duga, Diantara gerombolan penonton yang berjejal2 itu, tiba2
menerobos keluar seorang pemuda terus menumpukan pisau
terbang kearah siau Hok, gerak gerik sipemuda cekatan dan
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seranganpun amat cepat, belum lagi semua orang menyadari
apa yang terjadi, pengawalpun baru berteriak.
"Ada pembunuh" tampak siau Hok sudah terjungkal roboh
dari punggung kuda pisau terbang timpukan sipemuda telah
menancap didadanya tembus kepunggung, jiwapun melayang
seketika. Mengenali pembunuh ini, Liu dan Hoa sama2 me-lengak.
Kiranya sipemuda bukan lain adalah pemuda dari rombongan
saudagar yang berusaha mencuri golok pusaka itu.
"Jing-yau", ujar siau-go kian-kun tertawa
" bukan aku ingin cari kesulitan, namun sekarang kita tak
bisa berpeluk tangan."
sementara itu Sin Bong-gwan sudah menubruk turun
mengejar sipemuda, tak sempat keluarkan golok, dia gunakan
cemeti. "Tar" seraya memaki:
"Pembunuh bernyali besar, masih ingin lari?"
gerak gerik sipemuda cekatan namun tak kuasa dia
meluputkan diri dari cambuk sin Bong-gwan.
sebagai tokoh silat kelas tinggi dari aliran hitam, ilmu silat
sin Bong-gwan memang lihay, sipemuda lintangkan golok
menangkis terasa tangannya pedas kemeng, tahu2 goloknya
terbelit dan tersendai lepas oleh cambuk sin Bong-gwan.
cambukan kedua sementara itu sudah menyerang tiba pula,
sipemuda baru mencelat bangun, dengan telak lututnya kena
di hajar, seketika dia terjungkal pula.
Cambuk ketiga sin Bong-gwan mengincar batok kepala
sipemuda, mendadak sin Bong-gwan sendiri yang menjerit
kesakitan cambuknya menceng kesamping, kiranya siau- gokian-
kun dan Hong-lay-mo-li sama2 melompat keluar,
pergelangan tangan sin Bong-gwan tertusuk benang kebut
Hong-Iay-mo-li, sehingga serangannya menceng..
Gerak Hong-lay-mo-li secepat kilat, tahu2 dia sudah berada
didepan sin Bong-gwan, pedangnyapun menusuki ter-sipu2 sin
Bong-gwan menyapu dengan cambuk namun dimana sinar
pedang berkelebat cambuk-nya seketika putus jadi tiga jurus
Hong-lay-mo-li dinamakan sam-coan-hoat-lun (memutar tiga
kali roda sakti), cambuk putus gerakannya masih belum
berhenti hampir saja jari2 sin Bong-gwan terpapas kutung
juga. Dalam beberapa gebrak saja sin Bong-gwan lantas tahu
bahwa yang dihadapinya adalah Hong-lay-mo-li musuh
buyutannya, bentaknya:
"Hm, kiranya kau iblis..."
belum habis dia bicara tahu2 terdengar suara "Ngek" teng
gorokan sin Bong-gwan seperti disumbat dan leher tercekik,
kata2 selanjutnya tak mampu di ucapkan.
Kiranya kuatir orang membeber asal usul Hong-lay-mo-li,
siau- go-kian-kun timpukkan sebentuk mata uang tepat masuk
ketenggorokannya, perhatian sin Bong-gwan tertuju kepada
Hong-lay mo-li, jangan kata berkelit, belum lagi dia sempat
katupkan mulut, tahu2 mata uang sudah masuk kemulutnya.
Kekuatan jentikan mata uang siau-go-kian-kun jauh lebih
keras dari pegas, bukan saja gigi Sin Bong-wan rompal,
tenggorokannyapun terluka parah, Memangnya dia bukan
tandingan Hong-lay-mo-li, karena terluka oleh mata uang
timpukan siau- go-kian-kun, sudah tentu dia menjadi
keripuhan, hanya beberapa gebrak lagi, akhirnya dia mampus
dengan dada tertembus pedang Hong-lay-mo-li.
Waktu sipemuda tersungkur jatuh, serdadu Mongol
bersorak2 memburu kearahnya, golok pedang dan tombak
serentak merabu kepadanya. untung siau- go-kian-kun
bertindak cepat, sekali raih dia jinjing sipemuda bangun,
berbareng tangan yang lain menangkap seorang perwira terus
diputarnya seraya membentak:
"Nah, bunuhlah dia" tiga golok dan sebatang tombak sama
membacok dan menusuk badan si perwira, karuan serdadu
Mongol itu sama berteriak kaget dan menyu-rut mundur.
siau-go-kian-kun putar badan gede si perwira sehingga
beberapa serdadu jatuh sungsang sumbel
"Kau masih bisa lari" Lekas rebut kuda" seru siau- go-kiankun
kepada sipemuda.
Mengenali siau-go-kian-kun sekilas sipemuda melenggong,
matanya terbelalak kaget dan heran, teriaknya:
"Kau, kau, kenapa kau tolong aku?"
"Jangan banyak tanya, lekas lari dulu"
Walau lututnya terluka namun kepandaian sipemuda masih
unggul dari serdadu Mongol, cepat sekali dia sudah rebut
seekor kuda dan melarikan diri, lekas sekali siau-go-kian-kun,
Hong-lay-mo-li dan Hek-siu-lepun sudah menerjang keluar
kepungan. setiba disuatu hutan siau- go-kian-kun tanggalkan golok
serta berkata dengan tertawa:
"Tempo hari aku membual kepadamu, harap kau tidak kecil
hati." Kesima sipemuda, katanya:
"Siapakah tuan" Darimana kau peroleh golok ini" sudikah
menerangkan?"
"Kau belum tahu siapa aku aku malah sudah tahu siapa
kau. Kau Li-kongcu bukan Li Tiang-thay pernah..."
"Aku bernama Li Liok-ji Li Tiang-thay adalah ayahku. Golok
ini..." "Ayahmu titip golok ini kepadaku untuk diserahkan kepada
Kongcu. Di Sehe aku pernah bertandang ke rumahmu, tak kira
disini bertemu dengan kau, silakan Kongcu terima kembali
golok ini."
Menerima golok Li Liok-ji bertanya:
" Harap tanya siapakah tuan penolong ini" Entah
dimanapula tuan penolong bertemu dengan ayah?"
"Aku she Hoa bernama Kok-ham inilah Loklim Bengcu lima
propinsi utara Liu Jing-yau.. Dia adalah teman karibmu, Heksiu-
lo yang pernah dipenjarakan di sehe."
Kejut girang dan was2 pula hati Li Liok-ji, kata-nya:
" Kiranya tuan penolong adalah siau-go-kian-kun pendekar
latah Hoa Kok-ham yang kenamaan di Kang-ouw?"
siau-go-kian-kun golak2 seraya menarik kedok mukanya
Hong-lay-mo-lipun gunakan air menghapus obat rias yang
menjadikan dia ganti rupa menjadi perempuan desa setengah
umur. sekarang Li Liok-ji tidak ragu2 lagi, ter-sipu2 dia berlutut
dan menyatakan terima kasih, tanyanya:
"Bagaimana keadaan ayah" Kenapa dia titipkan golok ini
kepada Hoa Tayhiap?"
"Harap Kongcu tidak bersedih ayahmu, dia, su... sudah
meninggal " lalu dia ceritakan kejadian dipangkalan Yalu
Hoan-ih, akan kemalangan yang menimpa Li Tiang-thay. Li
Liok-ji menangis sesenggukan, siau- go-kian-kun menghibur:
"Dengan tanganmu sendiri kau sudah bunuh siau Hok, sakit
hati ayahmu sudah terbalas."
Li Liok-ji menghasut air mata, katanya mewek2:
"sekian lama ayah tidak kunjung pulang dalam
perjalanannya ke Ki-lian-san, aku sudah merasakan firasat
jelek. siau Hok memang bermusuhan dengan keluargaku,
kubunuh dia bukan lantaran dendam pribadi. Malah aku belum
lagi tahu bahwa dialah biang keladi yang membunuh ayahku."
"Aku, tahu, kau bunuh Siau Hok untuk membela nusa dan
bangsa, dendam negara memang lebih besar artinya dari sakit
hati keluarga-" ujar Siau-go-kian-kun seraya membimbing Li
Liok-ji bangun berdiri tanyanya:
"Apa kau bisa membaca bahasa Mongol?"
Li Liok-ji melengak, katanya:
"Pernah belajar beberapa tahun bahasa kasaran bisa
kubaca, Hoa Tayhiap untuk apa kau tanya..."
"Dalam golok ayahmu ada disimpan surat rahasia, coba kau
periksa dan baca isinya?"
Li Liok-ji keluarkan surat itu serta membacanya, katanya
kemudian: "Inilah surat rahasia yang dikirim langsung dari istana
Jengis Khan, Siau Hok diperintahkan untuk menjadi spion,
dikatakan kalau raja kita tak mau menyerah, Siau Hok
diperintahkan membunuhnya. Aneh kenapa surat rahasia ini
bisa berada ditangan ayah?".
"Mungkin kurir Jengis Khan yang membawa surat
rahasianya ini kepergok ayahmu ditengah jalan, karena
tugasnya ke Ki-lian-san amat penting, dia tidak sempat
memberi kabar kepada Baginda raja junjungannya." siau gokian-
kun menjelaskan.
Li Liok-ji manggut2, ujarnya:
"Ya, mungkin demikian oleh karena itu ayah titip golok ini
kepadamu untuk diserahkan kepadaku, Bukan mustahil Siau
Hok berusaha untuk merebut golok ini."
Hong-lay-mo-li menimbrung: "surat ini sebetulnya tidak
begitu penting lagi artinya, Disebelah belakang masih ada
kelanjutannya. Jengis Khan sedang mencari soseorang."
"O, siapa yang dia cari?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Seorang bernama Liu Goan-cong . Jengis Khan minta Siau
Hok bantu mencarinya."
Hong-lay-mo-li heran, katanya:
"orang yang dicari Jengis Khan itu adalah ayahku.
Hakikatnya ayah tidak pernah kenal Jengis Khan entah untuk
keperluan apa dia mencari ayahku" sungguh aneh sekali."
"Ayah berada di Kong-bing-si orang2 Jengis Khan pasti
takkan bisa menemukan. sayang Jengis Khan tak berada di
Holin, kalau tidak boleh kau wakili ayahmu menemuinya.
sudahlah, hari sudah petang, mari kita pulang."
setelah diobati luka2nya, Li Liok-ji sudah bergerak leluasa,
Dia hendak mencari rombongan saudagar itu, maka berpisah
dengan siau-go-kian-kun, bertiga. Petang itu siau-go-kian-kun
bertiga kembali ke Holin. Walau Holin adalah ibu kota Mongol,
namun karena mereka adalah bangsa penggembala negara
baru berdiri lagi, maka bangunan kota masih serba sederhana
dan darurat, demikian juga Holin tak ubahnya seperti kota2
kecil di Tiongkok, tembok kotapun tidak dibangun. Maka siaugo-
kian-kun bertiga dengan leluasa kembali ke rumahnya.
Penjagaan dan ronda memang diperketat namun karena
siau Hok dipandang orang luar yang tidak penting artinya, selir
Jengis Khanpun sudah masuk istana, maka peristiwa
terbunuhnya siau Hok sudah tidak dianggap lagi.
setelah makan malam, haripun sudah menjelang malam,
bergegas mereka ganti pakaian hitam, bergerak menurut
rencana, menyelidik ke gunung Ajilohi
Malam gelap angin meniup keras, merupakan cuaca tepat
bagi orang bergerak dimalam hari. Dengan mengembangkan
Ginkang mereka bertiga menyelundup kepuncakAjiloh tanpa di
ketahui oleh siapapun.
Istana yang ditempati Jengis Khan dibangun di atas
gunung, disekitar istana dari atas ber-lapis2 menurun didirikan
kemah2 yang tersebar di-mana2, itulah kemah2 para Kimtiang
Busu yang berdinas dan bertempat tinggal, jumlahnya
kurang lebih tiga empat puluhan. Entah kemah yang mana
tempat tinggal Umong.
Tiba2 tampak sinar obor mendatangi, ada beberapa Busu
beranjak kemari, satu diantaranya kebetulan adalah Umong,
siau- go-kian-kun beramai lompat naik kepucuk pohon
menyembunyikan dia Hek-siu-lo. berbisik memberitahu:
"Beberapa orang yang bersama Umong itu satu diantaranya
bernama Muliha, yang lain bernama Jilaun jagoan dari Kimtiang
Busu, kepandaiannya tidak dibawah Umong, Tiga yang
lain aku tidak kenal namun dari dandanan seragam mereka,
dua Kim-tiang Busu, seorang lagi adalah Wisu biasa."
Lekas sekali rombongan Umong sudah dekat dan lewat
dibawah pohon, terdengar Umong menggerutu.
" Urusan genting apa, selarut ini masih panggil orang."
Jilaun berkata: " inilah pesan Cepe, dia kuatir ada
pembunuh yang membuat onar di istana, Khan agung tiada,
maka kita harus lebih hati2 menjaga selirnya"
Umong mendengus, katanya: "Memangnya Cepe ketakutan
menghadapi beberapa keparat itu" Kemungkinan mereka
adalah orang2 Sehe, tujuannya hanya membunuh siau Hok.
Memangnya berani mereka petingkah diistana." yang terang
Umong menguatirkan tawanannya, maka dia selalu cari alasan
tidak mau bertugas di istana.
"Bukan begitu," timbrung Muliha, "kesaktian panah Cepe
memangnya kau ragukan, jelas dia bukan laki2 yang penakut.
Katanya orang2 yang dipergokinya itu berkepandaian tinggi,
kuatir Kim-tiang Busu kita tiada yang kuat menandinginya.
Bagaimana juga, hati2 kan baik. sepuluh atau setengah bulan
lagi Khan besar akan pulang, maka jangan sampai terjadi apa2
sebelum Khan besar pulang."
Diam2 terkejut hati Umong, maka rasa kuatirnya
bertambah besar akan tawanannya yang diam2 dia
sembunyikan didalam kemahnya, namun dia hanya
menggerutu dan tetap mengikuti langkah temannya.
Muliha tak hiraukan lagi, dia berpesan kepada Wisu itu:
"Pergilah kau ketempat suptay, suruh dia malam ini lebih
berhati2, ronda ditambah jaga diperketat"
suptay adalah Kim-tiang Busu yang mengepalai penjagaan
dan ronda malam ini setelah mengiakan, Wisu itu segera putar
kembali Lewat dibawah pohon siau-go-kian-kun, kebetulan
angin meniup kencang sehingga obor ditangannya padam.
" Celaka, sekali" gerutu si Wisu, Dia lupa membawa ketikan
api lagi, walau jalanan digunung sudah apal namun malam
segelap ini, berjalan harus meraba2 dan metigeremet,
betapapun hatinya menjadi gugup.
Badai menghembus semakin kencang, pasirpun
beterbangan wisu itu tak kuat membuka mata sehingga
langkahnya sempoyongan main terjang, tiba2 dia merasa
seperti menabrak seseorang, orang itu lantas mencengkram
dadanya, bentaknya: " Kau tidak punya mata?"
Wisu minta maaf katanya: "Oborku padam. siapa kau" Ada
membawa ketikan api?"
Logat Mongol orang ini membawa aksen penduduk Holin,
maka si Wisu tidak curiga.
"Aku adalah ajudan Ibun-ciangkun," kata orang itu,
"baru kembali dari garis depan. MenyebaIkan angin badai
ini, oborku sampai terbuang, Aku tidak kenal jalan disini.
obormu boleh kunyalakan namun kau bantu aku mencari
seorang?" Wisu ini cukup cerdik, namun orang ini membawa aksen
Holin tulen disamping menyebut nama Ibun Hoa- kip pula,
pikirnya penjagaan dibawah gunung cukup keras, bahwa
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang ini bisa berada dis ini tentunya orang sendiri Karena dia
harus segera menyampaikan perintah kepada suptay maka dia
berkata: "Aku bertugas, tak bisa ikut kau mencari orang, Kau mau
cari siapa?"
"Ibun ciangkun suruh aku mengantar surat untuk Umong,
suhengnya."
"Malam ini Umong sedang giliran Piket, besok saja kau
temui dia."
"Malam ini aku harus mendapat tempat untuk istirahat
sukalah kau bawa aku kekemahnya."
"Aku sedang men jalankan tugas penting, Begini saja
pergilah sendiri ke- kemah Umong, jalan kebarat kira2 dua
ratus langkah, disana terdapat sebuah panggung batu, kemah
dipinggir kiri panggung batu itulah tempat tinggal Umong.
Lho, ketika nmu sudah ketemu belum" Lekas nyalakan
oborku." orang itu berkata:
"Baik, terima kasih akan petunjukmu, kau rebahlah."
Wisu itu terkejut teriaknya: "Kau, kau..." hanya dua patah
kata, tahu2 ketiaknya terasa sakit terus jatuh pingsan dan
rebah tak berkutik lagi.
orang yang menutuk Hiat-to Wisu ini adalah Hek-siu-lo. Dia
memang pandai bicara dengan bahasa Mongol. Dia tahu
watak Busu Mongol biasanya keras dan kaku, kuatir gagal
pakai ancaman dan kekerasan, maka dia gunakan tipu ngapusi
orang. Liu dan Hoa segera lompat turun, mereka puji Hek-siu-lo
yang pandai main sandiwara. Kata Hek-sinr lo tertawa:
"Biar goda mereka lebih lanjut, akan kumain sulapan untuk
mempermainkan mereka"
"o kaupun pandai main sulapan?" ujar Hong-lay-mo-li.
"Mainan lain aku tidak bisa, aku bisa merubah diri jadi
Umong." ujar Hek-siu-lo tatkala itu angin badai sudah mereda,
sesuai petunjuk si Wisu tadi, betul juga dengan mudah
mereka sampai dikemah kediaman Umong. Dari dalam kemah
seorang membentak: "siapa di- luar?"
Hek-siu-lo segera menyahut:
"sute, aku sudah kembali." logat bicaranya mirip benar
dengan Umong. orang yang ada didalam kemah adalah sute U-mong
bernama Uji, mendengar suara suhengnya, dia menjadi heran:
"eh begini cepat kau sudah pulang?"
waktu dia singkap kerai tahu2 dilihatnya seorang keling
berdiri didepannya, keruan kejutnya bukan main, teriaknya:
"Kau, siapa kau" Mana suhengku?"
Hek-siu-lo menarik kedok mukanya, katanya tertawa:
"Kau minta suheng kepadaku, kebetulan akupun ingin
minta adik kepadamu.. Nah, dimana adikku kau
sembunyikan?"
ditengah gelak tawanya segera dia turun tangan.
Uji memapaknya dengan pukulan, dengan gerak Kim-lecoan-
peh (ikan mas menyusup gelombang), Hek-siu-lo
menyanggah dengan tangan kiri, sementara telapak tangan
kanan menyelinap dari bawah ketiaknya, terus memelintir dan
menelikung lengan Uji.
Uji meronta sekuatnya sehingga pegangan Hek-siu-lo
terlepas, sebetulnya taraf kepandaian Uji tidak lebih rendah
dari Hek-siu-lo, soalnya dia kaget dan belum siaga maka dia
sedikit dirugikan.
sigap sekali Hek-siu-lo miring badan dan "wut" bongemnya
menjotos, Uji gunakan Tay-kim-na-jiu berbalik memegang urat
nadinya, Hek-siu-lo tekuk lutut merendahkan pinggang
menyurut pundak, kembali kepalan kirinya menghantam.
"Tolong..." belum lenyap teriakan Uji, tahu2 terasa
badannya mengejang dan lemas, suaranya terputus badanpun
melingkar roboh. Kiranya pada saat yang tepat itu siau-gokian-
kun menyelinap masuk serta menutuk Hiat-tonya dengan
kipas, Maka jotosan tangan kiri Hek-siu-Io dengan telak
mengenai hidungnya, keruan uji menjengking kesakitan,
darahpun meleleh dari hidungnya.
Hek-siu-lo menggeledah ke seluruh kemah yang kosong
melompong, tiada sesuatu yang dapat diketemukan kecuali
Uji. segera kakinya menginjak dada Uji membentak:
"Dimana kau sembunyikan adikku"-jika Tidak kau katakan,
kurenggut jiwa anjingmu."
senak napas Uji, katanya tersendait: "Dia, dia..."
"Dia kenapa?" sentak Hek-siu-lo. Karena sesak napas dan
terinjak dadanya, Uji tak mampu bersuara, didesak lagi, saking
gugup dia tak mampu bicara.
Tiba2 terdengar sebuah suara tertawa berkata.
"Koko, aku dibawah sini." kedengarannya suara itu
kumandang dari bawah tanah, memang itulah suara Pek-siulo.
sekali renggut, Hek-siu-lo jinjing badan Uji, bentaknya
bengis: "Lekas buka pintu rahasia kebawah."
Uji sempat bernapas, katanya tersengal:
"Pindah-lah papan batu dibawah dipan itu." karena Hiat-to
masih tertusuk dia tak mampu berkutik,
Lekas siau-go-kian-kun bekerja membalik papan batu betul
juga dibawahnya adalah sebuah lobang gelap. Dengan
menjinjing Uji, Hek-siu-Lo mendahului lompat turun diikuti
siau-go-kian-kun. sementara Hong-lay-mo-li ber-jaga2 diluar
kemah. setelah menyulut obor, tampak mata mereka menjadi silau,
ternyata dikamar dibawah tanah penuh bertumpuk mas perak,
mutiara jamrud, mata kucing, batu safir berlian dan lain2 harta
yang tak ternilai harganya.
Pek-siu-lo adik Hek-siu-lo duduk diatas tumpukan barang2
mestika itu Kiranya kamar batu dibawah tanah ini adalah
gudang penyimpanan harta kekayaan Umong, Uji, Ibun Hoakip
bertiga, Pek-siu-lo tertawa menyambut kedatangan
saudara tuanya:
"Koko, jual beli kita kali ini tidak akan rugi, dia hendak
mengeduk harta kita, malah sebaliknya kita yang bakal
mengeduk harta mereka."
"Dik, jangan kau terlalu tamak." bujuk Hek-siu-lo.
"hayo lekas keluar" Pek-siu-lo menyeringai sinis, ujarnya:
"Aku tak mampu bergerak,"
"Jangan kuatir, cukong punya Thian-san-soat-lian, sebentar
saja kau akan bisa bergerak."
keadaan Pek-siu-lo lemas lunglai karena keracunan Mo-kuihoa.
Dua sayap Thian-san-soat-lian dikunyahnya dan ditelan,
lekas sekali Pek-siu-lo menas akan badan segar dingin amat
nyaman dan semangat lekas pulih. setelah menghaturkan
terima kasih Pek-siu-lo berkata:
"setelah kejadian ini aku benar2 kapok, mari kita angkat
semua harta ini dan serahkan kepada pasukan gerilya rakyat
yang melawan Mongol."
" Ucapanmu betul," ujar Hek-siu-lo,
"Akupun punya maksud yang sama, malah seluruh harta
simpanan kita itupun ingin kuserahkan seluruhnya kepada
laskar rakyat"
Dua bersaudara segera mencari karung, uang mas dan
perak disingkirkan sengaja mereka hanya memungut mutiara
berlian jamrud dan harta lain yang lebih tinggi nilainya,
setelah dua karung penuh, yang lain tak muat lagi, siau- gokian-
kun tertawa, katanya:
"Sudahlah cukup, Umong tentu amat gegetun dan mencak2
seperti kebakaran jenggot-"
Pek-siu-lo masih merasa sayang, katanya: "Ambil lagi
sedikit" Tiba2 terdengar suara benturan senjata keras, lekas siau
go-kian-kun berlari keluar, tampak didalam kemah, Hong-laymo-
li sedang berhantam dengan Umong.
Ternyata setiba di istana Umong yang jantung selalu dag
dig dug mencari alasan dan minta diijinkan oleh Cepe untuk
kembali kekemahnya dulu, Cepe adalah komandan Kim-tiang
Busu, Umong seharusnya tunduk akan perintahnya. Namun
mengingat guru Umong adalah jago andalan Jengis Khan cepe
rikuh untuk memaksanya, setelah mengerut kening, akhirnya
dia meluluskan permintaan Umong .
Mimpipun Umong tidak duga didalam kemah sendiri bakal
kepergok dengan Hong-lay-mo-li, begitu berhantam Umong
lantas terkena senjata rahasia Hong-lay-mo-li, dua utas
benang kebut orang mengenai Hiat-tonya. Untuk sementara
Umong yang meyakinkan Gun-goan-it-sat-kang masih kuat
bertahan, namun keadaannya sudah gawat.
"Ada pembunuh, Ada mata2 lekas datang." teriak Umong
seraya jumpalitan kebelakang pikirnya hendak terjang keluar
kemah. "Lari kemana" bentak siau- go-kian-kun seraya lontarkan B
ik-khong-ciang, Umong tersungkur jatuh .
"Sret" pedang Hong-lay-mo-li menusuk tembus tulang
pundak Umong, kontan Umong menjerit roboh dan semaput
"Bukan aku berlaku kejam, soalnya keparat ini terlalu jahat
Baiklah, kita lepas api bakar saja kemah ini, segera kita
berlalu" "Lho kan malah mengejutkan musuh menunjukkan jejak
kita?" bantah siau-go-kian-kun.
"Tujuanku memangnya ingin bikin mereka geger dan kalut.
Kita tinggalkan tempat ini, segera menuju ke Lama-kiong,"
siau-go-kian-kun mengerti maksudnya, katanya: "Betul,
akal bagus Kalau disini terjadi kebakaran, jago2 Lama dimana
tentu diminta bantuannya kemari."
Tatkala itu Hek-Pek-siu lo sudah keluar, dengan obornya
Hek-siu-lo segera membakar kemah. Dari bawah Uji berteriak2:
"sukalah kalian bermurah hati, jangan aku dibakar mati."
siau-go-kian-kun berkata: "Keparat inipun jahat, tapi bukan
pelaku utama, Baiklah selamatkan jiwanya."
Pek-siu-lo menyeretnya keluar terus menendangnya sekali,
tulang rusuk Uji patah dua, namun Hiat-tonya yang tertutuk
dibebaskan, karena terluka parah dan tak mampu ber jalan Uji
merangkak meninggalkan kemahnya yang mulai berkobar.
suptay komandan ronda segera ber-lari2 datang dengan
anak buahnya, suara tanduk tanda bahaya segera ditiup,
Lekas sekali para Busu ber-lari2 dari berbagai penjuru, genta
besar di istana yang piranti memberi tanda bahayapun bertalu2.
siau-go-kian-kun dan lain2 kembangkan Ginkang sudah lari
ke dalam hutan waktu para Busu sibuk memadamkan api,
mereka dengan selamat sudah tiba di-bawah gunung.
siau-go-kian-kun lantas berpesan kepada Hek-Pek-siu-lo:
"Kalian meninggalkan Holin dulu, tunggulah kami di Kimgu-
poh diluar kota." Kim-gu-poh adalah tempat dimana Hek-
Pek-siu-lo menyimpan hartanya, hal ini sudah dilaporkan
kepada siau- go-kian-kun. Maka merekapun berpisah.
Kuil Lama dan istana Jengis Khan dibangun bertautan
antara dua puncak yang berlainan, lekas sekali para Lama
dipuncak sebrang bisa melihat kobaran api di puncak
sebelahnya, namun jalan gunung sukar dan berbahaya, malam
gelap lagi meski jaraknya dekat, tapi untuk naik turun gunung
memerlukan waktu sejam. Waktu siau- go-kian-kun dan Honglay-
mo-li tiba dipuncak gunung, para Lama sedang ber-lari2
turun- Mereka sembunyi diatas pohon, para Lama itu perlu segera
lari kesana memberi bantuan, sudah tentu tak perhatikan jejak
mereka. Jumlah Lama yang keluar memberi bantuan cukup banyak,
sisanya yang tunggu Kuil segera menutup pintu, dan tiada
yang berani keluar. Dalam bilangan Kuil Lama yang cukup
besar ini terdapat beberapa pucuk pohon tua, kebetulan buat
sembunyi siau- go-kian-kun berdua, namun burung yang
bersarang dipohon ini terkejut terbang.
Dua Lama yang berjaga dibawah pohon terkejut dan
mendongaki disaat mereka perhatikan suara burung, Liu dan
Hoa lekas kembangkan Ginkang dari arah yang lain melesat ke
atas kuil terus sembunyi dilekukan genteng.
Dipekarangan sana empat Lama sedang mendatangi
namun merekapun tidak melihat jejak bayangan Liu dan Hoa,
Kedua Lama itu, membalik masuk sambil menggerutu:
"Ternyata burung cari gara2"
Baru saja siau- go-kian-kun merasa senang bahwa
usahanya berhasil, tiba2 terasa kesiur angin dingin yang tajam
laksana panah melesat ke arah dirinya, berbareng seorang
membentak: "Menggelundunglah turun"
Kontan siau-go-kian-kun bergidik kedinginan, kakinya
terpeleset dan meluncur kebawah dari atas genteng, untung
dia keburu mengerem dan gunakan gaya bergantung diatas
payon, ujung kaki menggantol dan menyendal kembali dia
melejit naik keatas.
Namun lekas sekali si Bungkuk Thay Bi sudah menubruk
tiba kedua tangannya menyerang bersama, kekiri menyerang
siau-go-kian-kun, kekanan menghantam Hong-lay-mo-li.
siau- go-kian- kun terkejut akan kehebatan pukulan si
Bungkuk yang lebih kuat dari beberapa bulan yang lalu,
namun dia tidak mundur, namun dipaksa untuk balas
menyerang untuk bertahan, dimana kipasnya bergerak dia
tutuk Lau-kiong-hiat ditelapak tangan Thay Bi .
Thay Bi kipatkan tangan berusaha merebut kipas Siau-gokian-
kun. Tapi disaat lawan mengubah gerakan, siau-go-kiankun
sudah melejit dengan gerakan burung dara jumpalitan dia
pindah kesebelah atas tepat diwuwungan rumah.
Dalam waktu yang sama, Hong-lay-mo-li kebutkan
kebutnya mengincar muka orang, dengan kekuatan
pukulannya yang keras Thay Bi bikin kebutnya tertolak buyar,
namun pedang ditangan kanan Hong-lay-mo-li keburu
menusuk tiba, baru saja Thay Bi melayani kipas siau-go-kiankun,
dia jadi kerepotan dan terpaksa melompat menyingkir
"cret" jubah kulit musang berbulu Thay Bi terpapas sobek
sebagian "Kiranya kalian sepasang bedebah ini." maki Thay Bi ,
"memangnya kalian ingin aku antar jiwa kalian bersama
menghadap Giam-lo-ong?"
"Betul," ejek siau-go-kian-kun
" akulah yang hendak merenggut jiwamu" setelah mundur,
kedua orang sama2 merangsak maju, Dengan mendapat
bantuan Hong-lay-mo-li, ilmu tutuk dengan kipas siau- gokian-
kun dapat dikembangkan dengan bagus dan lihay.
Thay Bi terdesak membela diri saja, untuk
mempertahankan dia mandah repot, sudah tentu tak sempat
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lagi menggunakan Hian-in-ci kebanggaannya.
Beruntun para Lama yang berada dibawah segera lompat
naik keg enteng, bentaknya: "Maling bernyali besar dari mana
berani mempermainkan Hudya"
satu diantaranya melihat Hong-lay-mo-li adalah seorang
perempuan, gusarnya bukan kepalang, makinya:
"Tempat suci bersih mana boleh kau perempuan siluman ini
bikin kotor disini" Hayo menggelundung pergi" menurut
peraturan kuil Lama, kaum perempuan dilarang memasukinya.
"Persetan dengan aturan Busukmu," maki Hong-lay-mo-li,
"kaulah yang menggelundung turun" sekali kebut dia guling
tongkat si Lama terus ditarik dan didorong meminjam tenaga
lawan, betul juga Lama tersungkur roboh dan terguling jatuh
ke bawah. sisa tiga lama yang lain dipapak Hong-lay-mo-li. Dengan
mengembangkan pedang dan kebut, sekejap saja para Lama
itu kena dirobohkan dengan tertutuk Hiat-tonya, salah seorang
malah terkebut remuk tulang pundaknya dan terguling jatuh
dan terbanting mampus.
Waktu Hong-lay-mo-li membalik hendak membantu siaugo-
kian-kun melawan Thay Bi , se-konyong2 terdengar jerit
lengking orang kesakitan yang mengerikan, namun bukan
Thay Bu yang teriak kesakitan, sekilas Hong-lay-mo-li
melengak, segera dia tahu, bahwa tempat itu adalaah kamar
dimana Kongsun Ki dikurung kini penyakit Jau-hwe-jip-mo
kebetulan kumat dan tersiksa hebat.
Jerit kesakitan yang tersiksa itu amat mengerikan, disusul
terdengarlah gelak tawa orang yang lebih mendirikan bulu
roma orang, itulah gelak tawa Liu Goan-ka, kelihatannya dia
sedang menyeringai seram, namun dalam nada lawannya
terasakan juga kegetiran yang luar biasa.
"Pergilah tolong orang, aku kuat melayani bangsat tua ini."
kata siau-go-kian-kun. Tahu siau-go-kian-kun masih kuat
bertahan beberapa kejap lagi, maka setelah melancarkan tiga
kali tusukan mendesak Thay Bi mundur, Hong-lay-mo-li segera
melambung tinggi lompat ke wuwungan seberang dan
mencari tempat kurungan Kongsun Ki.
Waktu dia meluncur tutrun dan memandang kedalam
melalui jendela, dilihatnya Liu Goan-ka duduk bersimpuh uap
putih mengepul dari kepalanya.
Kongsun Ki sebaliknya sedang ter-guling2 sambil men-jerit2
diatas lantai. suasana menjadi geger dalam kuil Lama, namun keributan
diluar anggap tidak dengar sama sekali oleh Liu Goan-ka.
Kongsun Ki masih menjerit dan ber-teriak2 sampai serak, dia
tetap duduk menonton sambil menyeringai dingin, seperti
menikmati derita yang dialami Kongsun Ki.
Namun terbayang juga pada sorot mata, dan mimik
mukanya bahwa dirinyapun di rundung rasa ketakutan dan
kegetiran yang mengerikan juga, maka gelak tawanya
kedengaran lebih jelek darijeritan Kongsun Ki.
Baru saja Hong-lay-mo-li mau terjang masuki Tiba2
dilihatnya Kongsun Ki merangkak bangun badannya semendeh
dinding dengan napas sengal mulut tidak menjerit lagi, JauTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
hwe-jip mo merupakan derita yang luar biasa dan mirip orang
biasa terkena penyakit kanker yang sedang kumat, jadi
kumatnya menurut waktu2 tertentu.
Agaknya saat kumat penyakit Kong-sun Ki sudah berselang,
maka dia bisa bernapas lega. Akhirnya diapun ter-kekeh2
dingin. Melotot mata Liu Goan-ka, bentaknya: "Belum cukup
kau tersiksa" Kau tertawa apa?"
"Liu Goan-ka, jangan kau kesenangan" jengek Kongsun Ki
dingin, "Betul, memang sudah kenyang aku tersiksa, namun
kaupun takkan kuat menahannya, syukurlah Thian Yang Maha
kuasa cukup adil, dengan mata kepalaku sendiri, aku bisa
saksikan kau mengalami siksa yang luar biasa, Kini Jau-hwejip-
mo sudah mulai kumat dibadanmu, paling lama sebulan
kau berumur lebih panjang dari aku."
Baru sekarang Hong-lay-mo-li mengerti, bahwa Liu Goankapun
sudah mengalami Jau-hwe jip-mo seperti Kongsun Ki,
cuma berbeda soal waktu saja. Dia duduk bersimpuh, agaknya
tengah mengerahkan hawa murni dengan kekuatan Iwekang
untuk mengurangi dan menekan bekerjanya Jau-hwe-jip-mo
sehingga deritanya tidak terlalu hebat.
Memang Liu Goan-ka memiliki dasar ajaran Iwekang dari
aliran murni, maka derita yang dialami dari akibat Jau-hwe-jipmopaling
ya sebegitu saja, belum seberat dan separah
Kongsun Ki, maka dia masih kuat bertahan dan kelihatannya
tak ubahnya seperti orang2 biasa.
"Hm," Liu Goan-jka menggeram, jengeknya dingin, "
Kongsun Ki, walau aku tertipu olehmu, sayang kau hanya bisa
saksikan Jau-hwe-jip-mo mulai kumat dibadanku namun aku
malah bisa saksikan kau mampus dengan mengerikan.
Tahukah kau, kau takkan bisa hidup lebih lama untuk melihat
sinar matahari besok pagi jiwamu akan terenggut pada kejap
lain disaat penyakitmu kumat lagi"
Kongsun Ki tertawa, katanya: "Memangnya itulah yang
kuinginkan, Sebaliknya kau ingin hidup setengah mati, mau
mati setengah hidup,"
"Kau kira aku biarkan kau mampus demikian saja" Kalau
penyakitmu kumat terakhir kali, akan ku-putus Ki-king-patmehmu,
maka kau akan rasakan siksa dan derita yang
terhebat didunia ini."
Bergidik seram bulu kuduk Hong-lay-mo-Ii tak mau dia
dengar lebih lanjut, "Blang" dia pukul jendela terus menerjang
masuki bentaknya:
"Liu Goan-ka, kejam benar caramu. Kau tak kira aku bakal
kemari bukan?"
Tak berubah roman muka Liu Goan-ka, malah gelak2,
serunya: "Aku sudah duga kau budak ini pasti datang, Haha,
kebetulan kau kemari supaya aku bisa bunuh seorang lagi
sebagai pengiring Kongsun Ki ke alam baka"
Liu Goan-ka menganggap remeh tusukan prdang Hong-laymo-
li dia tetap duduk bersimpuh ditempatnya tanpa bergerak,
maka dapatlah dibayangkan senjata tajam itu pasti akan
menghunjam dadanya, namun pada detik2 kritis itulah, s emili
sebelum ujung pedang Hong-lay-mo-li mengenai badannya,
tiba2 telapak tangan Liu Goan-ka terbalik segulung tenaga
lunak yang tak bersuara mendadak menerjang keluar.
"Plak" pedang Hong lay mo-li terpental ke samping,
kekuatan pukulannya masih menerjang kedepan sehingga
terali jendela terhantam putus berantakan, betapa hebat
kekuatan pukulannya ini Hong-lay-mo-li rasakan dadanya
sesak, kejutnya bukan kepalang, Bahwa menjelang kumatnya
Jau-hwe-jip-mo, tenyata Iwekang Liu Goan-ka masih selihay
ini, mau tidak mau Hong-lay-mo-li bergidik dibuatnya.
Namun dia tahu kesempatan hari ini adalah yang paling
Baik, kalau dia tidak manfaatkan kesempatan ini, bukan saja
takkan dapat menolong Kongsun Ki, kemungkinan dirinya
bersama Hoa Kok-ham takkan lolos dari bahaya.
oleh karena itu, meski diri tidak yakin, namun dia tetap
menyerang dengan gencar, pedang dan kebut serentak
merabu kepada Liu Goan-ka.
Liu Goan-ka tetap duduk bersimpuh ditempatnya, hanya
dengan sedikit mengebas lengan baju kembali dia tangkis
tusukan pedang Hong lay-mo-li, terasakan pedangnya seperti
menusuk diatas kapas yang lunak, sehingga tenaganya tak
kuasa dikerahkan ujung pedang meleset ke samping.
setelah berhaisil mematahkan tusukan pedang Hong-laymo-
li dengan ilmu Iwekang tinggi, Liu Goan-ka susulkan
lengan baju sebelah kiri menyampuk kebut Hong lay-mo-li.
Beruntun Hong-Iay mo-li sudah merangkak tiga puluh lima
jurus namun seujung rambut orangpun tak mampu
disentuhnya. Tatkala itu, Hoa Kok-ham masih berhantam sengit diatas,
genteng melawan Thay Bi , siau-go-kian-kun kembangkan
Ginkangnya berlompatan melewati atas wuwungan rumah,
Thay Bi mengejar dengan kencang.
Baru saja siau-go-kian-kun mau lompat ke wuwungan
ketiga, tahu2 terasa punggungnya kesemutan dingin, rasa
dingin yang luar biasa menyusup tulang merangsang badan,
hampir saja dia terperosok jatuh dari genteng ternyata Thay Bi
kembali lancarkan Hian-im-ci, Toa-cui-hiat dipunggung Hoa
Kok-ham kena diserangnya.
Untung selama setahun ini Hoa Kok-ham mendapat
tambahan ajaran Iwekang dari Bing bing Taysu, kemurnian
Iwekangnya sudah mencapai taraf yang cukup sempurna,
walau Hiat-tonya terserang, namun belum sampai fatal.
Kembali dia perlihatkan ketangkasannya, ujung kaki
menggantol ujung genteng, badan jumpalitan terbalik seraya
keluarkan kipas dan digoyang dia tangkis tutukan susulan dari
Thay Bi yang lebih lihay.
Kembali kedua orang bergebrak diatas genteng kaca yang
mengkilap Iicin, siau-go-kian-kun. walau masih kuat bertahan,
jelas dia takkan mampu meloloskan dari dari libatan Thay Bi .
Hanya beberapa gebraki kembali Thay Bi mendapat
kesempatan melontarkan dua kali Hian-im-cipula, kekuatan
tutukan bertambah kuat, betapa tinggi Iwekang siau-go-kiankun,
mau tidak mau dia bergidik dan gemetar seperti orang
terserang demam malaria.
Karena pertempuran gaduh ini, sudah tentu para Lama
sama ber-bondong2 keluar. Beberapa Lama yang memiliki
Ginkang tinggi lompat naik kegenteng. Namun Thay Bi
menyambut mereka dengan gelak tawa:
"Kalian boleh menonton saja. Nah kau bocah ini jangan
harap bisa lari lagi, menyerahlah saja."
dimana jari2nya tertekuk dan menuding, kembali dia
lontarkan Hian-im-ci.
Diam2 siau-go kian- ku n sudah mengeluh, kali ini dia jelas
takkan kuat lagi melawan, tak nyana terasakan badannya
hanya sedikit kedinginan, jauh lebih ringan dari yang
terdahulu, malah dilihatnya Thay Bi sendiri yang bergemetaran
dengan badan meliuk menahan sakit, sudah tentu hal ini
betul2 diluar dugaan siau-go-kian-kun..
Kiranya hari ini adalah saatnya Jau-hwe-jip-mo Thay Bi
kumat, Hian- im-ci paling menguras tenaga, beruntun lima kali
dia lancarkan tutukan tutukan dingin, sehingga Jau hwe-jipmo
menyerang lebih cepat dari waktu semestinya.
Thay Bi meyakinkan Iwekang dari aliran sesat, walau tinggi
Lwe-kangnya, namun jauh tidak semurni latihan Liu Goan-ka,
maka kalau Liu Goan-ka masih kuat bertahan dari d erita Jiauhwe-
jip-me namun Thay Bi malah tidak kuat lagi.
Begitu Jau-hwe-jip mo kumat, dia tidak kuat lagi bertempur
terpaksa harus melarikan diri.
sudah tentu siau-go-kian-kiui tidak biarkan orang lari, sekali
ujung kaki menutul seringan burung seriti badannya
melambung keatas dengan gerakan garuda menembus mega,
kipasnya mengepruk ke arah Thay Bi . Hong-bu-hiat
dibelakang kepalanya terketuk dengan telak, Thay Bi
menyerot keras seperti singa terluka, badannya seketika terguling2
diatap genteng terus menggelundung kebawah,
genteng2 kaca pecah berantakan mengeluarkan suara ribut,
dengan mengeluarkan suara jeritan yang menyayatkan hati
Thay Bi terbanting mampus kebawah, badannya meringkel
seperti trenggiling.
Ternyata tutukan kipas siaw- go-kian-kun bikin hawa murni
Thay Bi ludes, karena tak tahan menderita siksa Jau-hwe-jipmo,
sebelum badannya jatuh tadi Thay Bi sudah buyarkan
Iwekangnya dan putuskan urat nadi maka melayanglah
jiwanya. Menyaksikan kematian Thay Bi yang begitu mengenaskan,
berdebar juga jantung siau-go kian-kun. Beberapa Lama yang
mengejar datang seketika menghentikan langkah setelah
melihat Thay Bi mampus ditangan siau- go-kian-kun. sebelum
mereka bergerak mengeroyoknya,
dia sudah berlompatan melewati dua pucuk bangunan,
menuju kekamar tahanan Kongsun Ki.
Hong-Iay-mo-li sudah berhantam puluhan jurus dengan Liu
Goan-ka, terasakan gerakkan Liu Goan-ka semakin kuat dan
berat, disaat dia merasa kepayahan, siau-go-kian-kun datang
kipasnya menyampuk dan mencongkel sehingga se jurus
serangan keji LiaU Goan-ka dapat dipunahkan.
Liu Goan-ka tetap duduk tak bergerak, tangannya sibuk
menangkis dan membendung serangan setiap jurus dan tipu,
dua jago silat kelas tinggi yang dia hadapi, namun sikapnya
mantap. balas menyerang lagi.
Tak lama kemudian para Lamapun berdatangan siau- gokian-
kun bertahan dipintu, dengan kipasnya dia tutuk roboh
tiga Lama yang hendak menerobos masuki ilmu tutuk siau-gokian-
kun lain dari yang lain, bagi orang yang tertutuk Hiattonya,
terasa sekujur badan menjadi kesemutan seperti
disusupi ribuan ular, tulang sekujur badan berkretekan seperti
putus dan terlepas sakitnya bukan main, maka ketiga Lama itu
sama bergulingan sambil meregang jiwa.
Lama yang lain terkejut dan mundur dengan darah tersirap.
tiada berani maju lagi, Memang mereka kapok dan tak berani
maju namun juga tidak mau bubar, lalu mereka gunakan
senjata rahasia. Dengan kipasnya siau-go-kian-kun tangkis
balik dua orang kena dilukai lagi, maka Lama yang lain
menyingkir lebih jauh dan sembunyi ditempat yang terlindung
dari serangan senjata rahasia sambil menimpuk.
Karena sibuk merintangi para Lama, siau go- kian- kun
hanya kadang kala membantu Hong-lay-mo-li. Mendadak Liu
Goan-ka lompat bangun, katanya gelak2: "Kalian kira aku
sudah Jau hwe-jip- mo, lalu berani meluruk kemari hendak
merenggut jiwaku" Hehe, h a- h a hah biar kalian tahu
kelihayanku. Betul, Liu Goan-ka memang akhirnya mampus,
namun aku ngin kalian mampus lebih dulu dihadapanku"
Ditengah gelak tawanya, beruntun Liu Goan-ka lancarkan
empat kali pukulan. kekuatan pukulannya mendampar laksana
angin badai, Liu dan Hoa laksana sampan kecil yang
terombang ambing ditengah lautan teduh, hanya bisa meronta
tak mampu balas menyerang.
Ternyata saat kumat Jau-hwe-jip-mo Liu Goan-ka kini
sudah berselang, maka dia bisa kerahkan seluruh tenaganya
untuk menyerang.
Latihan kedua ilmu beracun keluarga siang yang diyakinkan
Liu Goan-ka sudah mencapai sembilan puluh prosen, memiliki
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lwe-kang murni sebagai landasan lagi, maka begitu
kekuatannya pulih, betapapun tangguh kekuatan gabungan
Liu dan Hoa, mereka merasa payah dan kewalahan juga.
(Bersambung ke Bagian 70)
Bagian 70 Senjata rahasia dari luar tetap memberondong masuki
untung pukulan Liu Goan-ka deras dan kuat, hakikatnya
senjata rahasia itu tak kuasa disambitkan kearah sini secara
tidak langsung, dia bantu Liu dan Hoa menangkis serangan
senjata rahasia itu.
Kedua pihak tetap bertahan, kalau dilanjutkan lama
kelamaan Liu dan Hoa jelas tidak akan memungut
keuntungan, Keadaan memaksa mereka untuk bertindak cepat
menyelesaikan pertempuran ini, namun Iwekang Liu Goan-ka
jauh lebih tinggi, betapapun sulit untuk bertindak.
Puluhan jurus lagi, Hong lay-mo-li sudah mandi keringat
napas siau-go-kian-kun juga mulai memburu, sebaliknya
semakin tempur Liu Goan-ka semakin gagah dan kuat,
keadaanya lebih mantap dan diatas angin.
Dalam pada itu, Kongsun Ki duduk membelakangi dinding,
mata terpejam mengatur napas, sepatah katapun tidak
bersuara. Walau keadaan dirinya kepayahan, namun Honglay-
mo-li masih perhatikan sekelilingnya berjaga dan waspada.
Agaknya Liu Goan-ka sengaja memberi kelonggaran kepada
Kong-sun Ki untuk memperpanjang jiwa, hebat kekuatan
pukulannya, namun tiada yang mengenai badan Kongsun Ki.
Dia ingin menyaksikan Kongsun Ki mengalami siksa dan
derita Jau-hwe-jip-mo terakhir, maka dia tidak ingin orang
mampus secara percuma.
Keadaan Liu dan Hoa semakin payah, se-konyong2
Kongsun Ki melompat berdiri, seraya menggerung beringas,
"Huuuuaaah" darah menyembur dari mulutnya semptrotan
darah yang keras ini menyembur ke-arah Liu Goan-ka
sehingga sekujur badannya basah kuyup.
Hong- lay-mo-li kira Kongsun Ki terluka oleh damparan
pukulan Liu Goan-ka, kagetnya bukan main. Baru saja dia
hendak menerobos kesana melindunginya, tak kira gerakan
Kongsun Ki amat sebat, tiba2 dia menyelinap kedepan Liu
Goan-ka, karena semburan darah Kongsun Ki, Liu Goan-ka
menjadi gelagapan dan mukanya terasa pedas dan panas,
kedua matapun tak kuasa dipentang, kejadian diluar
dugaannya lagi mendadak "Blang" dadanya terkena pukulan
keras Kong-sun Ki.
Liu Goan-ka keluarkan lengking tinggi dan keras, disaat
badan sempoyongan, sigap sekali pedang Hong- lay-mo-li
menusuk lambungnya, demikian pula kipas siau-go-kiankun
mengetuk remuk tulang pundaknya, bagai orang mabuk
langkah Liu Goan-ka limbung, mulutnya menyeringai dan
berteriak: "Kongsun Ki kau, kau kejam betul" belum lenyap caranya
badannya tersungkur roboh, darah meleleh dari tujuh indranya
jiwapun melayang. Girang Hong- lay-mo-li, serunya:
"suheng, kau sudah pulih Iwekangmu?"
Pucat pias muka Kongsun Ki, katanya tertawa getir:
"Aku... aku tak tahan lagi, aku mampus bersama bangsat
tua ini, meramlah mataku, kau, kau tidak usah repot
mengurusiku lagi"
suaranya semakin temali dan badan menjadi lemas.
Ternyata pada detik2 terakhir ini, Kongsun Ki kerahkan Thian
mo-kay-deh-tay-hoat dari aliran sesat yang paling ganas, dia
roboh mampus bersama Liu Goan-ka, meski saat kematiannya
menjadi lebih cepat dari suratan takdir, untunglah Liu Goan-ka
sibuk menghadapi Liu dan Hoa, kalau tidak sulit juga bagi
Kongsun Ki untuk turun tangan.
Lekas siau-go-kian-kun tutuk Toa cui-hiat Kong-sun Ki,
inilah cara praktis untuk menolong sementara, setelah Hiat-to
tertutuk, darah tidak akan menerjang naik merangsang otaki
Kongsun Ki tidak akan seketika mati, setelah menutuk Hiat-to
orang, siau-go-kian-kun segera panggul Kongsun Ki, bersama
Hong- lay-mo-li menerjang keluar.
Tak ingin meninggaikan korban tak berdosa, maka Honglay-
moli merogoh segenggam mata uang tembaga, dengan
gerakan thian- li-san- hoa (bidadari menyebar kembang) dia
timpukan uang tembaga itu sebagai senjata rahasia, maka
terdengarlah suara jeritan saling susul di sana sini, puluhan
Lama tertimpuk roboh, cepat sekali Liu dan Hoa sudah keluar
dari Lama-kiong.
Tampak kobaran api dipuncak sebrang masih me-nyala2,
bayangan orang berlari kian kemari, disamping sibuk
menolong orang, merekapun sibuk mencari jejak musuh.
Cepat sekali mereka kembangkan Ginkang keluar dari
Holin, sekaligus mereka berlari tiga puluhan li, setiba dipadang
rumput, cuaca semakin remang, fajar telah menyingsing.
Hong- lay-mo-li berkata:
"Marilah istirahat dulu. suheng, bagaimana keadaanmu?"
siau-go kian- kun turunkan Kongsun Ki, Hong- lay-mo-li
segera memeriksa nadi orang, terasa denyut darah orang
terlalu kacau dan lemah. Dari ayahnya dia pernah mempelajari
ilmu kedokteran, maka dia tahu bahwa penyakit Kongsun Ki
sudah tidak mungkin disembuhkan dan susah ditolong lagi.
"sumoay" ujar Kongsun Ki getir, "syukur kau masih ingat
hubungan lama, menolongku keluar, aku sungguh amat
berterima kasih jangan kau susah payah untukku lagi. Aku,
aku memang pantas mati sesuai perbuatanku, hanya, aku
mohon kau suka laporkan kepada ayah, katakan bahwa aku
betul2 sudah bertobat dan insaf, sayang aku tak bisa berlutut
dihadapannya untuk mohon ampun."
"Kejadian yang sudah lalu anggaplah sudah tiada... asal
kau sudah bertobat dan insaf ayah pasti
mengampunimu.Jangan kau putus asa, kita akan kembali ke
Kong-bing-si. bukan mustahil..." pikir Hong-Iay-mo-li manusia
punya bisa Tuhan punya kuasa, dia harap Kongsun Ki masih
punya tekad hidup, Jikalau kuat bertahan sampai tiba di Kongbing-
si, kemungkinan masih ada setitik harapan untuk
menolong jiwanya, Tapi dia juga tahu harapan ini teramat
minim maka hanya setengah kata2nya tidak tega dia ucapkan
lagi. Umumnya setiap manusia menjelang ajal mempunyai saat2
titik terang yang menjunjung jiwanya sehingga pikirannya
jernih dan semangatnya bergairah. Masa lalu serta
kejadiannya kembali terbayang pada benak Kengsun Ki,
terbayang olehnya dua orang yang paling menyayangi dirinya,
seorang adalah ayah, seorang lagi adalah istrinya yang
pertama siang Pek-Hong.
siang Pek-Hong ajal dibunuh oleh tangannya sendiri
ayahpun menjadi hampir tanpa daksa karena perbuatannya
yang durhaka, malah karena perbuatan dirinya selama ini,
beliau kehilangan muka dihadapanpara Enghiong seluruh
jagad. Terbayang lagi akan siang Ceng-hong yang paling
penasaran karena diperistri secara paksa, usia masih muda,
namun masa remajanya telah dirusak olehnya. Lebih
menyesalkan lagi adalah putranya, karena kesesatannya pula
sehingga siang Ceng-hong harus ikut menderita dan anaknya
tersiksa selama 18 tahun, dengan tega dia melukai anaknya
sendiri dengan pukulan beracun sehingga sang ibu
sejengkalpun tak bisa meninggalkan sang putra, harus
merawat dan mengobatinya dengan tekun dan teliti, baru
bocah tak berdosa itu punya harapan hidup dan tumbuh
dewasa dan pulih kesehatannya.
Teringat akan segala-dosa dan perbuatannya itu, setajam
gigitan ular menusuk sanubarinya. Derita batin ini jauh lebih
menyiksa lubuk hatinya dari penyakit Jau-hwe-jip-mo.
Akhirnya tak tahan Kongsun Ki sesenggukan memeluk kepala
dan sesambatan:
"Aku bukan manusia, aku bukan manusia"
Diam2 siau-go-kian-kun membatin: "Karma Kau akhirnya
termakan sendiri akan dosamu selama ini" segera dia ulur
tangan mendempel punggung orang, dengan saluran tenaga
murninya dia bantu orang bertahan untuk sementara,
katanya: "Kongsun-toako masih ada pesan apa lagi yang perlu kau
tinggalkan?"
"Keatas aku berdosa terhadap ayah ibu, kebawah bersalah
terhadap anak istri, putraku itu, putraku itu... a i, sekarang
tiada yang perlu kukatakan lagi, hanya ingin segera mangkat
saja. sumoay, kasihanilah aku, berilah tusukan pedang mu
supaya aku lekas mangkat"
"suheng, jangan kuatir." bujuk Hong- lay- mo-li,
"putramu sekarang berada di Kong-bing-si, ayahku sendiri
yang merawatnya. Khing Ciau sudah mengajarkan ilmu
menyungsang urat nadi ciptaan Ceng ling-cu kepada siang
Ceng-hong, Ceng-hong akan bantu menguras kadar racun
dalam tubuh anaknya. Mereka ibu beranak takkan tersiksa lagi
18 tahun lamanya.
"Bagaimana ayahku" Ayah terluka oleh pukulan beracunku,
bagaimana keadaannya sekarang" Ai umpama ayah sudi
mengampuni putranya yang tak berbakti ini, aku sendiri
takkan bisa mengampuni diriku sendiri"
"suhu sedang merawat luka2nya di Kong-bing-si juga, Bingbing
Taysu kerja sama dengan ayahku untuk mengobatinya,
penyakit tanpa daksanya sudah mulai sembuh, bulan ya lalu
waktu Hi-tiong berada disana, katanya suhu sudah bisa
berjalan, sebelum akhir tahun ini, Iwekangnya sudah akan
pulih seperti sedia kala."
Kongsun Ki menghela napas lega, katanya:
"Dosa2ku ada orang yang menanggung dan menebusnya,
matipun meramlah aku."
suaranya semakin lirih, akhir katanya matanyapun
terpejam, suaranya lirih seperti bunyi nyamuk.
"suheng" sedak Hong-lay-mo-li.
"Biarkanlah dia mangkat" ujar siau-go-kian-kun mengulap
tangan, Kaki tangan Kongsun Ki mulai dingin, siau-go-kian-kun
kira orang sudah meninggal, tak nyana tiba2 dilihatnya
kelopak matanya bergerak.
Bibirnyapun terpentang, agaknya napasnya belum putus
seluruhnya. Lekas Hong-lay-mo-li dekatkan kuping dimulut orang,
teriaknya: "suheng, kau masih ada pesan apa?"
Terdengar suara Kongsun Ki lirih dan lamban:
"Kedua, ilmu beracun keluarga siang itu, aku... aku sudah
menyelaminya, Ceng-hong, dia, dia..." teramat payah dan
menguras tenaga Kongsun Ki mengucapkannya, kemungkinan
jiwanya bisa putus secara tiba2.
"suheng tidak usah kuatirkan hal ini." ujar Hong-lay-mo-li.
"Ceng-hong tidak mau meyakinkan ilmu itu, anakmupun
tidak akan diajarkan"
karena tidak tega suhengnya tersiksa batin lagi sebelum
ajal dan lagi dia anggap kedua ilmu beracun keluarga siang itu
terlalu jahat dan banyak menimbulkan petaka, umpama
Kongsun Ki masih punya sisa tenaga menerangkan hasil teori
yang diselami, Hong-lay-mo-li juga tidak mau mendengarkan.
semangat Kongsun Ki sudah pudar, dia tahu dirinya takkan
bertahan lama, segera dia hirup napas panjang dan berkata
pula: "Setelah aku mati, kalian bakar jenazahku dan taburkan
abuku biar ditiup angin lalu, kau... kau akan bisa... bisa
mene..menemukan..."
belum habis kata2nya, suaranya yang lirih dan lemah itu
tiba2 ter-putus
siau-go-kian-kun berkata:
"Jing- yau, jangan kau bersedih, suhengmu bisa meninggal
dengan tentram, jauh lebih baik dari dia tersiksa oleh Jauhwe-
jip mo." "Betul, agaknya masih ada pesan yang belum sempat dia
sampaikan namun dalam hatinya tentu tiada sesuatu ganjelan
lagi Marilah kita kebumikan dia disini saja."
Hong-lay-mo-li salah tangkap arti dari "Perabukan"
hamburkan abu tulangnya supaya tertiup angin lalu", dikiranya
ucapan ini adalah kata2 penyesalan Kongsun Ki sebelum ajal,
diluar tahunya bahwa dibalik kata2 ini sebetulnya tersembunyi
suatu rahasia lain,
Ternyata selama setahun ini, didalam merasakan sendiri
bertapa derita dan siksa dari penyakit Jau-hwe-jip-mo, diluar
dugaan berhasil diselaminya suatu rumus baru yang luar biasa
faedahnya, Kedua ilmu beracun keluarga siang adalah sebab
utama dari timbulnya penyakit Jau-hwetrjip-mo, dasar
Kongsun Ki berotak encer dan cerdik pandai.
setiap kali penyakit Jau-hwe-jip-mo kumat setiap kali pula
disadarinya kesalahan dari Iatihannya. Dia sudah kenyang
tersiksa oleh Jau-hwe-jip-mo, dengan sendirinya inti sari dan
letak rahasia tersembunyi dari kedua ilmu beracun keluarga
siang itupun berhasil diselami dan disimpulkan kebenarannya.
Begitulah keadaan Kong-sun Ki yang telah kenyang disiksa
Jau-hwe-jip-mo.
Ilmu menyungsang urat nadi ciptaan Ceng-ling-cu memang
dapat menawarkan kadar racun yang mengeram dalam tubuh,
namun itu hanya menimbulkan pertolongan yang berefek
belakangan untuk sementara bukan teori yang berhasil
diselami Kongsun Ki didalam keadaan tersiksa hasil dari
prakteknya itu, sebetulnya justru dapat untuk menghindarkan
diri dari gejala2 yang bakal menimpa setiap orang yang
meyakinkan ilmu itu, oleh karena itu, umpama seseorang
menyakinkan kedua ilmu beracun itu sesuai dengan teori yang
berhasil diselami dan diciptakannya itu, maka terhindarlah
bahaya Jau-hwe-jip-mo bagi orang yang meyakinkan ilmu
beracun itu. sejak lama keadaan Kongsun Ki tak ubahnya sebagai
manusia tanpa daksa, Thay Bi dan Liu Goan-ka justru
mengurungnya didalam kamar umpama dia tumbuh sayap
juga takkan terbang lolos, oleh karena itu, hanya berselang
beberapa hari saja kedua orang ini datang mengoreki
mengompes dan menyiksanya, untuk hari2 biasa tiada orang
lain yang mengawasi dan mengurus dirinya.
Bagi seorang jago silat yang berhasil menciptakan atau
menemukan sesuatu ilmu, mirip juga bagi seorang seniman
yang berhasil menciptakan buah karyanya, umpama sajaki
pantun atau sebuah karangan bagus, besar keinginannya
supaya buah karyanya itu akan meninggalkan lembaran indah
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dihalaman sejarah bagi generasi mendatang, supaya namanya
selalu menjadi pujaan dan sanjungan generasi yang akan
datang. Kongsun Ki berhasil menyelami inti sari dari rahasia murni
kedua ilmu beracun itu, hasil dan suksesnya ini merupakan
imbalan dari pengorbanan jiwa raganya, sudah tentu dia
memandangnya teramat berharga dan tak ternilai.
oleh karena itu, walau dia sendiri sudah merasakan betapa
hebat derita yang ditimbulkan dari akibat meyakinkan kedua
ilmu beracun itu, malah harus berkorban jiwa lagi namun dia
tetap tidak tega hasil ciptaan jerih payahnya itu lenyap dan
ikut terpendam bersama jazatnya.
Beberapa hari yang lalu dia sudah tahu bahwa ajalnya
sudah dekat, maka sengaja dia sembunyikan sekerat tulang
ayam, lalu disisiknya tulang ini menjadi kering seperti potlot,
dengan darah sebagai tinta, dia catat 13 bab teori cara2
latihan yang lurus dan benar pada secarik kain sobekan
bajunya. Kuatir kain berdarah yang bertuliskan teori pelajaran
meyakinkan kedua ilmu beracun itu terjatuh ketangan Thay Bi
dan Liu Goan-ka setelah dirinya mati, maka dicarinya lagi akal
untuk menyimpannya.
suatu ketika, diwaktu mendapat ransum makan sengaja dia
pura2 terpeleset dan menjatuhkan sebuah mangkok sehingga
pecah, secara diam2 pula dia sembunyikan berkeping pecahan
mangkok itu. seorang sakit menjatuhkan mangkok dan pecah
adalah kejadian biasa.
Lama cilik yang melayaninya itu tidak ambil perhatian dan
anggap soal sepele, sudah tentu tidak disadarinya bahwa
pecahan mangkok itu sebetulnya sudah tidak lengkap.
Dengan pecahan Mangkok yang tajam itu, Kongsun Ki
membelek kulit daging dipahanya sendiri, dicarinya selembar
kulit besi yang diluntung menjadi selubung kecil, lalu kain
berdarah yang bertuliskan hasil ciptaannya itu dia
sembunyikan kedalamnya Dan selubung besi kecil ini dia
sembunyikan pula ke- dalam luka2 belekan dipahanya, Waktu
itu dia cuma mengharap setelah dirinya meninggal biarlah
siapa saja yang berjodoh untuk menemukan dan
mendapatkan hasil karyanya itu, sudah tentu harapan ini
terlampau minim, namun betapapun dia sudah melaksanakan
keinginan dan meninggalkan cita2nya.
Mimpipun tak pernah terpikir olehnya diwaktu dirinya
menjelang ajal siau-go-kian-kun dan Hong-lay-mo-li
menolongnya, sayang sekali disaat2 dia hendak memberi
pesan akan rahasia yang dia sembunyikan mengenai hasil
karyanya kepada Hong-lay-mo-li, tenaganya sudah habis dan
tak mampu bicara lagi.
oleh karena itu setelah meronta dan mengerahkan sjsa
tenaganya dia hanya mampu mengeluarkan dua patah kata,
dia minta setelah dirinya meninggal supaya Hong-lay-mo-li
meraBukan jenazahnya .
Menurut pikiran Kongsun Ki, kalau Hong-lay-mo-li bekerja
sesuai pesannya, jenazahnya dibakar, orang tentu akan
menunggu sampai jazadnya menjadi abu membawa pulang
abu tulang2nya. Kain berdarah yang disembunyikan didalam
Kitab Pusaka 6 Rahasia Mo-kau Kaucu Karya Khu Lung Pendekar Super Sakti 12