Pahlawan Dan Kaisar 5

Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 5


sangat cemas. "Ibu... Saya sekarang akan menuju ke timur laut secepatnya. Sepertinya kakak kedua ku dalam masalah yang tidak kecil.... Sekarang saya harus mohon pamit
secepatnya." Kata Wei dengan cukup tergesa-gesa.
Nyonya tua tersebut segera meminta mereka menyusul puteranya. Karena
dikiranya keadaan sedang tidak menguntungkan putera ke 5 nya.
Wei, XieLing dan YunYing segera menyusul ke luar kota dengan cepat. Meski
keadaan sudah lumayan malam. Mereka beranjak cepat menyusul Jieji.
*** Sebenarnya apa yang terjadi dengan Jieji"
Dia bertarung dengan luar biasa hebatnya pada saat Yunying menuju Changsha.
5 orang tersebut sepertinya tidaklah asing bagi Jieji.....
Orang pertama yang bertarung dengan Jieji menggunakan jurus Tapak
mayapada. Jieji melayaninya dengan jurus tendangan mayapada.
Sedang 4 orang lainnya hanya melihat pertarungan saja.
Dalam 10 jurus, Jieji telah berhasil membuatnya lumayan terdesak. Ketika satu
tendangan hampir sampai ke mukanya. Jieji dihalangi oleh tendangan yang
membuatnya lumayan terkejut. Jurus yang sama, penyerang tersebut
menggunakan tendangan mayapada untuk menghalanginya.
Sekarang, posisi Jieji telah dikeroyok mereka berdua.
Dengan langkah Dao sesekali Jieji menghindar. Sesekali dia menggunakan jurus
Ilmu jari dewi pemusnah.
Pertarungan dahsyat membuat angin disana terasa mengoyak.
Setelah bertarung lumayan lama. Sepertinya seorang pria tua tidak sabar, dia
juga ikut mengeroyoknya. Kali ini dia menggunakan pedang.
Jurus pedang pria tua tersebut sangat tidak asing bagi Jieji. Jurus inilah juga sama dengan jurus yang dia kuasai. Jurus pedang ayunan dewa. Tetapi jurus ini
5 kali lebih hebat daripada yang mampu dikeluarkan oleh Bao Sanye ketika
pertarungan di dekat kota Hefei.
Suara pedang mengoyak angin, tapak tertahan, tendangan tertahan sangat fasih
disana. Jieji yang bertarung sangat serius dilayani oleh 3 orang bertopeng aneh.
Mereka sangat seimbang. Pertarungan tanpa terasa telah memasuki 300 jurus
lebih. Langit ketika itu telah malam, hanya berbekal sinar rembulan nan terang mereka
melanjutkan pertarungan.
Saat tusukan dari Ilmu pedang ayunan dewa tingkat ke 7 melewati samping
pinggang kirinya. Tapak mayapada telah siap datang dari samping kanannya.
Dengan tapak, Jieji menahan pelan. Penyerang sempat terpental. Namun dia
dapat mendarat dengan baik. Namun belum sampai Jieji benar siap, jurus
tendangan mayapada datang dari atas.
Kali ini dengan kedua tangan bertahan, Jieji menahannya.
Benturan terasa sangat dahsyat. Sepertinya sekarang posisi Jieji telah sangat
jelek. Dia dalam posisi terbaring di udara karena menahan tendangan dari atas.
Pedang segera dengan cepat membacok ke arah perutnya.
Namun sebelum sampai, Jieji menggunakan jurus tendangan mayapada untuk
menendang tangan dari si topeng aneh. Pedang sempat terlempar lumayan jauh.
Seiring dengan itu, Dengan memutarkan kakinya menendang 1/2 lingkaran, Jieji
kembali berdiri dengan baik.
"Hebat.... Ha Ha...Kalaupun itu aku, aku tidak dapat melakukannya." terdengar suara seorang pria tua yang menggunakan jurus tendangan mayapada
memujinya. "Kenapa 2 orang wanita tua itu hanya melihat saja?" tanya Jieji dengan senyuman.
"Ha Ha... Betul... Kalau begitu, kita tidak usah melihat lagi." Kata mereka berdua seraya melakukan rapalan Jurus.
Jurus yang dirapal wanita tua ini tidak begitu asing juga. Yang 1 menggunakan
golok. Yang 1 lagi menggunakan tinju.
Segera, mereka berlima langsung mengeroyok bersamaan. Jurus mereka
berlima bervariasi. Kelihatannya Jieji bisa dalam masalah yang besar.
Pertarungan segera terjadi dengan sangat dahsyat.
5 orang kelihatan akan lumayan susah untuk Jieji yang hanya sendiri.
Jurus semua penyerangnya sangatlah mematikan. Semua jurus mereka
mengincar daerah vital dan berbahaya. Setelah melayani mereka puluhan jurus.
Jieji mencoba mundur lebih jauh, dan berpikir akan menggunakan serangan jarak
jauh karena pertarungan jarak dekat sangatlah tidak menguntungkan baginya.
Ternyata kali ini dia berhasil.
Ketika semua jurus dihindarinya dengan serius, dengan seraya menyeret kaki,
dia mundur. Pengejarnya yang pertama adalah seorang wanita yang menggunakan golok.
Ketika dia tinggal 10 langkah hampir sampai.
Jieji mengancangkan jarinya.
Wanita tersebut terkejut luar biasa. Namun sebelum terkejutnya berhenti. Hawa
pedang maha dahsyat telah sampai.
Wanita ini hanya mampu menahan dengan goloknya.
Tetapi tak ayal, dia segera terseret cepat dan terpelanting ke belakang. Dengan perlahan, dia sanggup berdiri juga. Tetapi dari arah mulut topeng sepertinya
mengalir darah segar.
"Hebat... Taktik bertarungmu tidak kalah dengan taktik memimpin pasukanmu."
kata wanita tersebut dengan senang.
Wanita tua tersebut jelas dipancing Jieji supaya mendekatinya. Karena dia dalam posisi berlari kencang ke arahnya. Jurus jari dewi pemusnah tentu lebih dahsyat dan cepat dari biasanya.
"Kita tidak bisa bertarung dengan cara begitu... Ayok, kumpulkan energi kita sama-sama. Layani dia dalam 1 tapak." kata pria tua yang menguasai tendangan mayapada.
"Betul.. Kalau kita bertarung jarak jauh tentu akan sangat rugi." kata Wanita yang menggunakan tinju.
Dengan cepat, mereka membentuk posisi yang lumayan aneh.
2 wanita di belakang mengalirkan energi melalui tapak ke 2 pria di depannya.
Sedang 2 pria di depannya menggunakan tapak untuk mengalirkan energinya ke
1 pria yang paling depan.
"Sebenarnya kita terdiri dari 7 orang. Jika 7 orang, mungkin kamu pasti akan kesusahan luar biasa..." kata pria di depan yang tak lain adalah orang yang menggunakan jurus tendangan mayapada.
Jieji juga telah siap, kelihatannya dia memutar sebelah tangannya 1 lingkaran
penuh. Hawa energi Jieji sangat mantap. Desiran angin disekitarnya membuat
orang merinding.
"Iya.. Karena 2 orang itu telah masuk ke tanah. Jadi mereka tidak ikut bergabung dengan kalian." Kata Jieji dengan tersenyum.
"Ha Ha... Betul.... Lu dan Bao adalah 2 orang tersebut. Sekitar 2 tahun lalu, kita bertujuh seimbang dengan jurus tapak terakhir dari pemusnah raganya Pei
Nanyang. Hari ini kita akan membuktikan siapa yang lebih unggul." kata pria bertopeng yang didepan.
"Kalau begitu, aku tidak akan memaksimalkan jurusku. Aku akan memotong 2
jurus." kata Jieji.
"Sombong... Tetapi sungguh seorang pemberani dan satria..." Kata pria itu sambil memujinya.
Jieji yang tadinya akan merapal jurus tapak berantai tingkat ke 5 yang belum
pernah dikeluarkannya. Sekarang berniat hanya menggunakan tapak berantai
tingkat ke 3 nya.
Dia ubah pergerakan tangannya, sambil menutup mata dia menarik nafas
dalam-dalam... Sanggupkah Jieji bertahan"
Jurus tapak berantai tingkat 3 memang unggul jauh dari tapak buddha Rulai
tingkat 7 yang dikeluarkan oleh guru Jindu, biksu tua dari India. Tetapi kali ini, mereka berlima adalah pesilat kelas tinggi. Jika Biksu tua India ini bertarung 1
lawan 3 orang. Mungkin mereka masih seimbang. Tetapi kali ini Jieji melawan 5
sekaligus. Hawa disana tentu telah pekat dengan hawa kematian. Tanah disana terasa
bergetar. Sekilas terdengar suara rumput yang tercabut. Angin berdesir tiada
henti... Mereka sempat berhenti untuk memantapkan energi selama 1/2 jam lebih.
"Kamu sudah siap detektif?" kata pria tua di depannya.
Jieji yang melihatnya segera mengangguk.
Kelima orang tersebut duluan maju. Dengan tapak masih lengket di punggung
sesama, mereka melesat dengan luar biasa cepat.
Dengan sebelah tapak Jieji melesat dengan kecepatan tinggi.
Sebelum kedua tapak beradu, Desiran angin yang tadinya terkumpul. Langsung
membuyar. Tanah di sana telah retak..
Saat tapak beradu... Dentuman sangat dahsyat. Jika saja ada pesilat biasa di
jarak 100 kaki. Mereka pasti akan mati terbantai hawa pertarungan. Lembah itu
seperti kiamat ketika tapak kedua pesilat ini beradu.
Keadaan masih sangat seimbang. 5 orang mengalirkan energi mereka dengan
sangat serius. Sementara Jieji tetap tenang menghadapi 5 aliran energi yang
sangat menyesakkan dadanya.
Sesaat kemudian...
Dengan menarik nafas cukup panjang. Tangan Jieji yang lain seraya membentuk
lingkaran penuh.
Penyerang ini segera terkejut. Hawa serangan mereka seakan berbalik menuju
mereka masing-masing.
Hawa tenaga mereka seakan kacau luar biasa. 2 orang wanita tua di belakang
langsung muntah darah mendapati hal tersebut. Setelah dirasa pas. Jieji
mengalirkan energi nan dahsyat dari tubuhnya. Dengan sebuah hentakan,
dentuman besar segera terjadi.
Jieji tetap berdiri tegak di tempatnya. Sedang 5 orang terpental sangat jauh. Dan tidak ada diantara mereka yang mampu berdiri dengan baik.
"Ha Ha... Tapak mu itu sudah tidak ada 2 nya di jagad. Dengan tingkat 3 saja kita tidak mampu mengalahkanmu. Kamu bahkan lebih menarik daripada Pei
Nanyang." kata orang yang berada paling depan tersebut seraya tertawa besar.
Ketika Jieji berniat menghampiri mereka. Seseorang terlihat melemparkan
sesuatu di depannya. Segera terlihat asap putih membumbung dengan luar biasa
padatnya... Dengan hawa tenaga dalam, Jieji segera mengusir asap tersebut.
Ketika asap hilang, kelimanya juga turut menghilang.
Jieji merasa aneh, tetapi dia tidak heran luar biasa akan fenomena tersebut
karena ada ilmu dari Dongyang yang menggunakan jurus melarikan diri seperti
ini. Setelah pertempuran, hawa disana terasa baik kembali. Tanpa terasa,
pertempuran tersebut memakan waktu lebih dari 6 jam.
Jieji terus berdiri sambil berpikir dalam-dalam. Tetapi dari mulutnya mengalir
darah segar. BAB XLI : Pelarian
Yunying dan Wei serta Xieling mengejar dengan cepat, mereka hampir sampai di
tujuannya. Setelah melewati beberapa tanjakan mereka dikejutkan suara seorang
lelaki berkuda yang menghadang.
"Ada apa tuan nan tampan dan nona-nona cantik luar biasa terburu-buru?" tanya pria tersebut.
"Kakak kedua?"?"
"Guru...."
Yunying yang berada di posisi paling depan, segera girang luar biasa. Dia turun dari kudanya dan memeluk Jieji karena saking senangnya. Sebab tadinya nona
ini sangat takut luar biasa akan keselamatannya.
"Kamu tidak apa-apa kan?" katanya seraya melihat wajah si pemuda.
Dilihatnya dengan teliti wajahnya dan dia mendapatkan bahwa dari samping
bibirnya masih ada sisa darah segar.
"Tentu tidak. Sudah kukatakan, aku akan menyusul. Untuk apa payah-payah
kalian datang kesini." kata Jieji sambil tersenyum.
"Nyonya ini saking cemas sama suaminya yang tidak kunjung pulang, tentu dia takut luar biasa. Atau jangan-jangan suaminya malah main gilak sama wanita
lain?" kata Wei yang meledeknya.
"Takut kalau suaminya lupa kasi uang jajan dan belanjanya?" tanya Jieji seraya bercanda.
Yunying merasa malu. Wajahnya yang merah merona jelas terpantul karena
sinar rembulan yang terang. Dia segera melepaskan Jieji yang tadinya dipeluk itu sambil memberikan pedang Es rembulan kembali kepadanya.
Percakapan pendek tersebut ditutupi dengan tawa mereka berempat.
Dalam perjalanan kembali ke kota Changsha. Jieji menceritakan bagaimana
pertarungannya dengan 5 orang misterius.
Setelah pertarungan, Jieji sempat beristirahat menghimpun kembali tenaganya
selama 1 jam. Setelah itu dia berkuda menuju ke Changsha, tetapi dalam
perjalanan pendeknya malah mereka telah menemukannya.
"Kalau begitu, kungfu kelima orang tua itu sangatlah tinggi... Aneh, kenapa sama sekali tidak pernah terdengar isu dunia persilatan akan ke 5 orang tersebut." kata Wei.
Jieji cuma berpikir dalam-dalam. Sepertinya dia tahu beberapa orang disana
adalah orang yang dikenalnya. Namun dia belum yakin sepenuhnya.
"Tetapi kamu luar biasa hebatnya... Dengan jurus ketiga tapak berantaimu kamu mampu memukul mundur mereka berlima sekaligus... Hebat..." Kata Yunying
yang memujinya sambil tersenyum puas.
"Bukankah sudah kubilang, jadi suami kakak keduaku tidak akan rugi
selamanya... Bagaimana" Biar saya meminta ibu untuk menjadi mak comblang.
Segera kamu nikah saja sesampai di Changsha." Kata JinDu seraya berpaling
pada si nona. "Hush... Males aku meladeni kalian..." kata Yunying yang tertunduk malu.
Kali ini mereka terus tertawa. Sepertinya dalam pulangnya mereka ke Changsha,
mereka sangat bahagia.
Juga adalah karena mengingat tadinya mereka sangat cemas. Sekarang mereka
telah lega luar biasa karena mendapatkan Jieji tidak apa-apa dan selamat. Jadi
percandaan seperti itu akan membawa kebahagiaan yang luar biasa.
Di kota Changsha..
Di depan kediaman keluarga raja Xia.
Jieji segera berlutut. Dan menantikan sang ibunya keluar.
Wei dan Xieling segera memanggil sang nyonya.
Setelah nyonya sampai di depan pintu. Dia mengalirkan air mata dengan sangat
deras. Perlahan-lahan dia pandangi puteranya yang ke 5 tersebut.
Dia berkata. "Nak... Kamu telah pulang akhirnya... Betapa aku ini sangat merindukanmu
belasan tahun...Kamu telah tampak sangat berbeda..."
Tentu saja, Jieji yang belasan tahun lalu adalah pemuda yang wajahnya
berseri-seri. Sekarang didapatinya sang anak telah berubah banyak. Dia
kelihatan sangat dewasa.
"Ananda tidak berbakti. Untuk segala hal yang terjadi, ananda meminta maaf kepada ibu...." Kata Jieji yang juga berlinang air mata sambil menyembah orang tersebut.
Tetapi sang ibu segera membimbingnya untuk berdiri kembali.
Dilihatnya sang Ibu, sangat tua... Rambutnya telah memutih semuanya. Tidak
sama dengan keadaan belasan tahun lalu ketika dia meninggalkan rumah. Sinar
mata sang Ibu juga telah merem.
Sesaat sang ibu langsung memeluknya, tangisannya tidak berhenti.
Jieji merasa sangat durhaka. Dia tidak sempat melihat ibunya dalam beberapa
tahun ini. Demi mencari tahu Ilmu pemusnah raga, Jieji telah memasuki hampir semua
kota di China. Bahkan dia telah sampai ke Pyungyang(Koguryo), Liao, dan Han
utara. Tetapi dia tidak pernah singgah ke Changsha. Sesaat, dia sangat
menyesali dirinya sendiri.
"Bu... Ada yang ingin kukatakan padamu... Xufen telah meninggal.. Dia
meninggal karena ananda.. Anandalah yang telah membunuhnya..." kata Jieji..
Kali ini dia menangis sejadi-jadinya.
Sang Ibu terkejut juga, kenapa mereka yang sangat baik tersebut bisa saling
membunuh" Dan kenapa sang anak malah mengakuinya di depannya.
"Kamu sangat mencintai Xufen. Begitu pula Xufen kepadamu. Mana mungkin
kamu tega untuk membunuhnya?" tanya sang Ibu yang rada penasaran.
Lalu di ngatnya kejadian sekitar 11 tahun yang lalu....
Setelah tragedi pembunuhan di wisma Ma di Changan.
Jieji dan Xufen sepertinya makin akrab.
Dimana ada Jieji, maka Xufen juga berada disana. Kedua keluarga sangat
merestui hubungan mereka. Meski Xufen lebih tua dari Jieji 5 tahun, namun
mereka tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Selama 4 bulan, Jieji dan Xufen sangat menikmati hari-hari mereka. Mereka
sering pergi pesiaran di Jiang Nan. Menikmati pemandangan nan indah.
Kadang mereka pergi melihat keramaian. Kadang juga ngobrol sampai lupa jam
makan dan tidur.
Keduanya sepertinya tidak dapat lagi dipisahkan siapapun.
Jieji dan keluarganya telah bermaksud mengambil Xufen menjadi keluarga
sendiri. Namun, Xia Rujian belumlah pulang. Mereka harus menunggu keputusan
kepala keluarga ini.
Karena keluarga Xia adalah keluarga Raja. Dan Xufen diangkat Zhao KuangYin
sebagai seorang puteri, maka pernikahan tidak bisa sembarang dilakukan
layaknya rakyat biasa.
Walaupun begitu Jieji sama sekali tidak pernah menganggapnya menjadi
masalah, begitu juga Xufen.
Hari-hari bahagia dilewati mereka dengan gembira.
Sampai pada suatu hari...
"Nyonya, Nyonyaa.... Ada berita gawat..." kata Seorang pengawal keluarga mereka.
"Ada apa" Kenapa terburu-buru?" tanya Nyonya Xia.
"Pesilat-pesilat telah datang berkumpul di wisma kita. Mereka menuntut supaya Raja keluar karena mereka ada sesuatu yang akan disampaikan."
"Kalau begitu, kita pergi melihatnya dahulu." kata Nyonya Xia.
Nyonya Xia segera beranjak ke ruang tamu bersama putera-puterinya dengan
rasa cemas. Ruang tamu keluarga Xia lumayan luas, tetapi pesilat telah
memadatinya. Setelah sampai, dilihatnya ada beberapa orang yang berpakaian persilatan.
Disana banyak ketua partai. Yang dikenal oleh nyonya ini hanyalah Yue Fuyan
dan Biksu Wu Shou, Adik seperguruan dari kepala biara shaolin.
"Ada apa tuan-tuan sekalian datang kemari?" tanya Nyonya Xia.
"Dimana Raja Xia" Kabarnya dia telah mendapatkan Kitab ilmu pemusnah raga
dan lari dari rumah. Dia pasti berniat melatihnya sendiri."kata Yue Fuyan dengan sinis.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mengenai itu, saya sendiri tidaklah tahu menahu." kata Nyonya ini dengan sopan.
"Alah.... Jangan kau itu banyak omong lagi. Puteramu yang kelima itu telah mendapatkan petunjuk tentang dimana pemusnah raga. Pasti setelah
memberitahukan kepada ayahnya, lantas dia pergi diam-diam dan berlatih." kata seseorang yang ternyata adalah ketua partai Kunlun.
"Jangan kau menfitnah disini. Kita adalah keluarga raja, jangan sesekali kau bermain gilak. Orang persilatan yang bau seperti kau tidak pantas duduk
lama-lama disini.Silahkan kau pergi." kata seseorang yang ternyata adalah Xia Wenlun, atau putera pertama keluarga Xia.
Yue Fuyan segera campur bicara.
"Mengenai masalah persilatan, tidak usah kau ikut campur terlalu banyak. Aku juga adalah paman kaisar. Hari ini kedatangan kita adalah untuk meminta
keadilan."
Jieji yang melihat keadaan makin runyam hanya diam saja. Karena dia tidak
berniat untuk ikut campur urusan seperti itu.
Tetapi kali ini dia tidak mujur.
"Kau... Kau putera kelima keluarga Xia, Xia Jieji kan?" tanya Yue Fuyan seraya menunjuknya.
"Betul.. Akulah Xia Jieji." kata Jieji.
"Sekarang kau katakan, apa arti dari lukisan tersebut yang kau temukan di wisma Ma di Changan." kata Yue Fuyan.
"Aku tidak pernah melihat lukisan itu, saat kalian meniliknya. Aku sedang terluka parah." kata Jieji dengan jujur.
"Kalau begitu, nona keluarga Yuan pasti telah tahu artinya. Akan kita seret kau kesana. Lihat apa kau akan berbicara atau tidak." kata Yue Fuyan kembali.
Jieji sangat marah mendengar apa yang diucapkannya. Namun dia tidak
berdaya. Yue Fuyan yang tidak sabar segera menggunakan ilmu ringan tubuh dan berlari
cepat untuk menotok nadinya.
Segera Jieji jatuh lemas. Dia tidak tahu apa yang terjadi, tahu-tahu dia telah
dilemparkan Yue ke para pesilat.
Xia Wen Lun yang melihatnya segera mengambil ancang-ancang untuk
menyerang Yue. Pertarungan segera terjadi.
Tetapi hanya 20 jurus, dia juga telah dikalahkan oleh Yue.
Para pesilat segera menggotong Jieji untuk dibawa ke rumah Keluarga Yuan
untuk mencari Xufen.
Sedangkan Nyonya dan semua putera-puterinya ikut pergi kesana.
Tetapi dalam perjalanan yang sekitar hampir 1 Li tersebut, mereka dicegat oleh
seorang nona nan cantik.
Tentu nona ini adalah Xufen adanya.
Yue telah siap sedari tadi. Diperintahnya orang-orang di sampingnya untuk
menjaga Jieji baik-baik dan menyanderanya untuk memaksa si nona berbicara.
"Kamu.. Meski kamu adalah puteri terkenal, tetapi saya adalah Ketua persilatan dan saya juga adalah paman kaisar. Sekarang saya menanyaimu, apa arti dari
lukisan itu?" tanya Yue.
"Kamu.. Meski kamu adalah Ketua persilatan dan juga adalah paman kaisar.
Sekarang saya menanyaimu, kenapa kamu begitu tolol" Bahkan lukisan biasa
saja kamu menganggapnya adalah barang berharga?" tanya Xufen kembali.
Yue segera marah akan tingkah si nona. Dia mau menghajarnya untuk
memberinya pelajaran, tetapi dia merasa malu karena dia yang termasuk
generasi tua malah mulai mengajak tarung generasi yang lebih muda darinya,
apalagi nona nan lembut yang tidak diketahui pasti akan kehebatan ilmu silatnya.
"Lepaskan Dia...." Kata Xufen yang terlihat agak marah.
"Tidak akan nona..... Kecuali temani kita bersenang-senang sebentar.
Bagaimana?"" kata pesilat yang lain yang di belakangnya seraya mengejek.
Jieji sangat marah mendengar perlakuan mereka, namun apa daya.. Dia bahkan
tidak sanggup berdiri dengan benar.
Xufen yang maju dengan pelan ke depan bahkan dianggap remeh oleh para
pesilat. Setelah dia berada bersampingan dengan Yue Fuyan, dia terkejut mendengar
suara seorang memanggilnya.
"Nak... Kenapa dengan dirimu" Nak Jieji, ada apa?" tanya seorang tua yang tak lain adalah guru Yuan.
"Ayah.... Maafkan anakmu ini membuatmu cemas. Saya tidak apa-apa...." kata Xufen sambil menatap ayahnya dalam-dalam..
Entah apa yang ada di pikiran puterinya tersebut. Yuan juga tidak bisa
mengiranya. Jieji yang melihat kekasihnya bertingkah aneh, dia bahkan sangat bingung.
Jarak antara Xufen dengan Yue Fuyan sangat dekat. Dengan mengancangkan
jarinya, dari ujung telunjuk dan tengahnya segera keluar sinar terang sekejap.
Yue sangat terkejut, dia tidak menyangka nona ini akan menyerangnya. Dia juga
terlalu menganggap remeh si nona.
Jurus jari dewi pemusnah yang sanggup dikeluarkan Xufen sangat dahsyat.
Dia adalah murid Dewa Sakti dan Dewi peramal yang telah menguasai jurus
tersebut selama belasan tahun.
Hawa pedang nan dahsyat segera membuat Yue Fuyan terpelanting.
Dia tidak sanggup lagi bangkit dengan mudah. Meski Yue menguasai jurus tapak
penghancur jagad sampai tingkat sembilan. Bahkan dia tidak mampu menahan
jurus tersebut dari jarak yang sangat dekat.
Dengan muntah darah yang banyak, dia berniat bangkit. Tetapi sekali lagi jari
Xufen segera menotok nadinya dan mengarahkan jari ke kepala Ketua dunia
persilatan tersebut.
"Menurut kalian, siapa lebih penting" Pemuda itu" atau Ketua kalian" Kalau kalian rasa pemuda itu lebih penting, bawalah dia. Kalau tidak maka lepaskan.
Maka aku ampuni nyawa orang tidak berguna ini."
Kata-kata Xufen sangat menyakitkan Yue. Dia tidak disangka akan diserang
orang. Dia berpikir kalau Xufen hanyalah seorang wanita lemah dan tidak
berdaya. Tetapi pendugaannya sangat melenceng.
Jika saat itu Xufen dan Yue bertarung 1 lawan 1 secara jantan. Belum tentu si
tua Yue mampu mengalahkannya. Karena bahkan Xia Rujian mengakui
ketangguhan nona tersebut.
Para pesilat sepertinya enggan menyerahkan Jieji. Ketika mereka telah lumayan
panik. Sinar dari jari tersebut kembali mengambil korban. Dua orang yang memegang
Jieji serasa kedua tangannya telah lumpuh.
Dengan gerakan nan cepat, Xufen segera maju melesat sambil membawa Jieji
dengan ringan tubuhnya.
Yuan dan semua keluarga Xia sangat terkejut.
Mereka tidaklah tahu kalau Xufen telah mencapai tingkatan Kungfu yang
sedemikian tinggi.
"Buku ilmu pemusnah raga diambil oleh kami. Kalau berani, kejarlah kami.
Jangan kau cari masalah dengan orang yang tidak ada hubungannya dengan
kami berdua." kata Xufen seraya terdengar suaranya sambil menghilang dari
pandangan. Begitulah kepergian kedua orang tersebut. Dan tragisnya sekarang yang kembali
cuma Jieji seorang.
BAB XLII : Saat Beristirahat
"Nak, jelaskanlah perihalnya. Kenapa Xufen terbunuh" Bagaimana dia bisa
terbunuh olehmu?" tanya sang Ibu dengan sangat prihatin.
Yunying yang tahu sebabnya semua segera menceritakan perihal ini kepada
Nyonya tua. Setelah mendengarnya sampai selesai, Si nyonya sangat sedih.
Dia terus menangis dan menghela nafas nan panjang.
Kenapa puteranya bisa mengalami nasib yang demikian tragis. Walaupun tanpa
sengaja Jieji lah penyebab kematian Xufen. Tetapi dari segi bersalah, tentu Jieji adalah orang yang terutama. Apalagi setelah tahu kalau Jieji adalah orang yang
telah kebal dengan racun pemusnah raga, tentu sang nyonya hatinya sangat
hancur. Dia sangat menyesali keputusan Tuhan membawa pergi Xufen dengan cara
begitu. Dia juga sangat salut akan cintanya kepada puteranya kelima ini.
"Saya ingin mencari guru Yuan untuk mengakui kesalahanku kepadanya.." Kata Jieji sambil hatinya masgul luar biasa.
"Nak, kamu tahu" Guru Yuan telah meninggal sekitar 10 bulan yang lalu..." kata Nyonya tua itu kembali.
"Apa" Jadi mertuaku telah meninggal" Ya Tuhan... Kenapa bisa menjadi begini?"
kata Jieji seraya sangat menyesal.
"Kamu telah menikah dengan Xufen?" tanya Nyonya tua ini seraya terkejut.
"Betul bu.... Maafkan ananda tidak memberitahumu." kata Jieji dengan kepala tertunduk.
Segera diceritakannya masalah pelariannya kepada mereka.
Belasan tahun lalu.....
Setelah meninggalkan Changsha.. Jieji dan Xufen segera menuju ke arah utara.
Mereka menuju ke kota Xiapi.
"Kamu tidak menanyaiku kenapa kita harus ke Xiapi?" tanya Xufen.
"Tidak perlu. Kamu tahu apa yang terbaik buat kita berdua kan?" kata Jieji seraya tersenyum.
"Kita akan menuju ke Dongyang. Kita menuju ke daerah gunung Fuji." kata Xufen kembali.
"Kenapa harus kesana" Apa karena disana akan aman?" tanya Jieji kembali.
"Tidak. 5 bulan lalu guruku pernah berpesan kepadaku. Jika tidak ada tempat yang bisa kita pergi. Maka kita harus ke Dongyang." kata Xufen.
"Jadi begitu" Baiklah...." kata Jieji yang tidak menanyainya lebih lanjut.
Saat itu, Kaisar Enyu dari Dongyang belum berkuasa. Kedua negara sangat tidak
akur. Xufen berpikir, jika hanya mereka berdua yang sampai Dongyang. Mungkin tidak
begitu masalah. Jika para pesilat yang jumlahnya banyak pasti para penjaga
disana akan sangat protektif. Sehingga mereka akan aman. Inilah pemikiran
Xufen. Saat hampir mencapai kota Shouchun. Mereka kembali dihadang banyak pesilat.
Ketua dari Beiming, ErMei, DongHai dan banyak partai yang kecil meminta
mereka menyerahkan ilmu pemusnah raga.
Pertarungan segera terjadi. Meski dalam pertarungan ini Xufen menang mutlak.
Tetapi karena Jieji yang mereka incar, maka tak ayal konsentrasi si nona
semakin buruk. Beberapa kali dia dan Jieji terkena beberapa pukulan dari pesilat.
Keduanya saat itu telah terluka. Namun mereka sanggup juga melarikan diri
karena para pesilat lebih parah keadaannya.
Lalu di tengah jalan hampir mencapai Xiapi, mereka bertemu dengan Bao Sanye
dan beberapa anak buahnya. Kali ini Xufen bekerja extra keras. Beberapa ratus
jurus pertarungan mengakibatkan dirinya terluka parah. Meski Bao berhasil di
usir bersama dedengkotnya, mereka berdua sepertinya telah keletihan. Segera
mereka memacu kuda mereka untuk sampai secepatnya.
Di penginapan Xiapi, mereka beristirahat seraya memulihkan diri.
"Apa kita akan sampai di Dongyang?" tanya Xufen.
"Tentu...." kata Jieji.
Tetapi si nona sangat ragu. Dia tidak tahu mengapa kali ini hatinya sangat
berdebar-debar.
Setelah itu, dia hanya diam saja.
Jieji dengan pandangan dalam-dalam memandangnya.
"Hidupku sangatlah tidak berguna. Aku bahkan tidak bisa melindungi wanita yang sangat kucintai...." kata Jieji mengungkapkan isi hatinya sambil menghela nafas.
Jieji sebenarnya bukanlah tipe orang yang sangat jago dalam percintaan. Belum
pernah sekalipun dia mengungkapkan rasa hati yang begitu terang terhadap
Xufen. Meski Xufen tahu kalau Jieji sebenarnya sangat mencintainya. Namun,
baru kali inilah Jieji mampu mengucapkannya.
"Tidak... Janganlah kau berpikiran seperti itu. Setelah sampai di Dongyang, kamu harus pelajari ilmu silat yah. Dengan begitu, gilirannya kamu yang melindungiku nantinya." kata Xufen dengan sangat pengertian kepadanya.
"Saya akan berjanji padamu. Tetapi, maukah .... Maukah sekarang kamu menjadi istriku?" tanya Jieji yang cukup canggung, kata-kata seperti ini sangatlah sukar diucapkannya. Dia juga sangat berniat menikahi nona tersebut. Siang malam dia
selalu memikirkannya. Tetapi kali ini diungkapkannya jua.
"Kenapa tidak sampai di Dongyang saja?" Kata Xufen yang seraya malu namun hatinya sangat senang.
"Tidak... Kita akan mulai hidup baru disana. Jadi sebelum sampai kita bisa menikah dahulu. Ketika kita telah sampai disana, maka kita telah menjadi suami
istri." kata Jieji kemudian.
Xufen tidak menjawab kata-kata Jieji lebih lanjut. Dia hanya tersenyum manis
sekali dengan wajah yang merona dan terakhir dia mengangguk pelan.
Mereka berdua segera beranjak dari penginapan menuju ke kuil Dewi Guan Yin.
Disana mereka mengikat janji sumpah setia.
Jieji bersumpah akan sehidup semati dengannya. Begitu pula Xufen.
Meski hidup masih dalam pelarian, mereka sangat senang. Seakan tidak ada
sesuatu hal yang memberatkan hati mereka saat itu.
Yunying dan Wei serta Xieling dan Nyonya tua yang mendengarnya tentu sambil
menggeleng kepala mereka sambil menghela nafas panjang.
Yunying dari tadi cuma meneteskan air matanya melihat kesedihan Jieji. Dia
tidak sanggup berbuat apapun.
Tengah malam...
Di depan kamar Jieji. Dia duduk sendirian di bawah tangga. Sambil meneguk
arak yang cukup banyak dia memandang bulan yang nan indah. Namun
pandangannya kosong.
Dari sinar matanya kembali nampak kepahitan yang dalam.
"Kenapa" Kamu sedih lagi yah?" tanya seorang nona muda yang
menghampirinya sambil duduk berduaan.
"Iya...." kata Jieji pendek sambil meneguk arak.
Yunying segera bersandar di bahunya. Sambil nyanyi dengan suara kecil, dia
berniat menghibur pemuda tersebut.
Jieji segera memandangnya, dia memandang nona tersebut yang bersandar di
bahunya dalam-dalam.
Diingatnya Xufen kembali...
Mereka mengambil posisi tersebut cukup lama sampai Yunying menanyainya.
"Kamu belum mau tidur?"
"Belum... Kamu tidurlah duluan." kata Jieji.
Yunying cuma menggelengkan kepalanya. Dia terbaring di bahu si pemuda
sambil menutup matanya.
Mereka berdua tertidur dengan posisi seperti itu.
Wei yang bangun pagi terkejut juga. Tidak disangkanya kakaknya dan Yunying
bisa tertidur dalam posisi seperti itu. Dalam hati Wei dia juga merasa geli, dan terasa senang.
Dia merasa jika Xufen bisa digantikan Yunying dalam hati kakak keduanya, maka
sungguh baik sekali.
Rupanya Nyonya tua juga memandang mereka berdua. Dalam hatinya, dia juga
berharap Jieji segera melupakan Xufen untuk kehidupan barunya, karena
dilihatnya nona kecil ini sepertinya mencintai putera ke 5nya.
Setelah agak siang, Jieji bangun juga. Tetapi dia cukup terkejut. Dia tidak
menyangka nona nan manis ini masih tertidur di pundaknya untuk semalaman.
Segera dipanggilnya pelan nona ini.
"Hei Pemalas... Bangun donk.." kata Jieji.
Yunying segera membuka matanya, namun sepertinya dia masih ngantuk.
"Berisik ahh...Aku masih mau tidur...." katanya seraya tidak menghiraukan Jieji.
"Nak Jie... Kamu tidak tidur di dalam semalam?" tanya Nyonya tua sambil tersenyum geli.
Yunying yang mendengar suara itu segera bangun dengan terkejut. Dia
mengucek-ucek matanya.
"Bibi...." katanya panjang.
Kelakuannya sebenarnya dilihat beberapa orang. Semuanya merasa nona ini
menarik sekali. Namun Yunying juga terasa malu. Mereka seraya tertawa....
Setelah mandi dan beres-beres pakaian. Yunying segera keluar dari kamarnya.
Namun baru berjalan beberapa tindak dia bertemu dengan Nyonya Xia.
"Nona Yunying, bisa kita berbicara sebentar?" tanya Nyonya Xia.
"Tentu.. Tentu... " Katanya dengan cukup canggung.
Setelah mempersilahkan Nyonya tua ini masuk.
"Bibi... Ada masalah apa" Mengenai semalam itu, saya... saya... Maafkan saya bi..." kata nona ini dengan canggung.
Tetapi nyonya tua malah tersenyum melihatnya. Dipandanginya nona ini cukup
lama. "Kamu sungguh sangat mirip dengan Xufen. Maukah kamu menceritakan
bagaimana awal pertemuanmu dengan nak Jie?" tanya Nyonya Xia.
Yunying yang mendengarnya segera mengisahkan cerita mereka berdua. Tetapi
ada beberapa kali dia terasa malu menceritakannya. Namun dia tetap
menceritakannya kepada Nyonya tua ini.
Si Nyonya tertawa terbahak-bahak dan geli. Kali ini wajahnya tidak seperti
semalam lagi. Sinar matanya telah hidup kembali.
"Bagaimana jika kamu yang menggantikan Xufen dalam hidup nak Jie?" tanya nyonya tua ini dengan tersenyum.
"Tetapi... Aku... Aku kan..." Yunying tidak sanggup menyelesaikan kata-katanya tetapi wajahnya telah merah sekali.
"Sepertinya kamu cukup mencintai puteraku. Berjanjilah, buatlah dia senang.
Hidupnya telah susah beberapa tahun. Saya rasa kamu pasti mampu
melakukannya. Buatlah dia melupakan Xufen." kata dia kembali.
"Saya akan berjanji pada bibi untuk masalah yang pertama..." kata Yunying dengan kepala tertunduk.
"Lalu, kenapa dengan Xufen?" tanya Nyonya tua kembali.
"Tidak bisa bi.... Kita tidak boleh begitu. Jika kita membuatnya melupakan Xufen, maka Xufen akan benar-benar mati kan?" tanya Yunying dengan mata
berkaca-kaca. Nyonya tua segera mengerti apa maksudnya. Dia tersenyum sangat puas melihat
pandangan nona kecil ini.
"Jadi apa benar nak Yunying tidak akan merasa cemburu sedikitpun?" tanya Nyonya tua ini dengan sangat pengertian.
"Tidak... Justru sebaliknya... Saya sangat mengagumi kak Xufen. Saya merasa selalu ingin menjadi dirinya..." kata Yunying dengan hati yang mantap.
Namun pembicaraan selanjutnya terasa sangat hangat bagi mereka berdua.
Sampai terasa pintu diketuk...
Yunying segera membukakan pintunya. Dilihatnya Jieji berdiri di depan.
"Kenapa" Kamu lagi cari perhatian sama ibuku" Apa yang kalian bicarakan?"
tanya Jieji seraya meledeknya.
"Tidak.... Mana ada tuh. Jangan berprasangka terlalu banyak." kata Yunying seraya tidak menghiraukannya.
"Betul... Ini adalah urusan wanita. Laki-laki silakan keluar, tidak ada tempat bagimu." kata Nyonya Xia kemudian sambil tertawa kecil.
"Dasar... Awas kalian.... Kalian berdua telah mengeroyokku sebagai orang luar yah..Masalahnya sebentar lagi nasi akan dingin. Ayok, kita berkumpul. Kasihan
adik ketiga yang sedari tadi telah lapar." kata Jieji seraya tertawa kecil juga.
"Baik.. Baiklah..." kata Nyonya tua ini dengan tersenyum.
Yunying segera membimbing orang tua ini ke ruangan makan.
Mereka sangat bergembira karena sekeluarga telah berkumpul.
Jarang ada waktu beristirahat yang tenang seperti sekarang. Mereka cukup


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menikmatinya, apalagi Jieji dan Yunying yang terlibat lumayan banyak masalah.
BAB XLIII : Menuju Koguryo
Telah beberapa hari berlalu semenjak kepulangan Jieji ke rumahnya sendiri.
Suatu pagi nan cerah...
Jieji sedang duduk di taman keluarganya sendiri bersama Yunying.
Dengan agak tergesa-gesa seorang pengawal di pintu depan melapor.
Ada seorang pria tua yang memakai tongkat dan mengaku berasal dari
Dongyang ingin menemuinya.
"Kyosei" Kenapa dia kembali?" tanya Jieji sambil keheranan. Tetapi dengan Yunying dia segera beranjak ke pintu depan rumah.
Wei dan Xieling yang mengetahuinya juga segera mengikuti Jieji berdua.
Pas di depan pintu masuk...
"Tuan muda...." kata seorang pria tua ternyata tentu adalah Kyosei.
"Ada hal apa" Kenapa anda balik kembali dari Yunnan?" tanya Jieji yang agak penasaran.
"Tuan muda, sesampainya hamba di Yunnan. Hamba berusaha mencari
informasi tentang pemusnah raga. Tetapi dari seseorang, hamba mendengar
bahwa ada informasi penting di Goryeo (Koguryo). Kabarnya Kaisar Koguryo,
Gwangjong mempunyai salinan asli dari Ilmu pemusnah raga."
"Betul" Kalau begitu kita tidak usah ke Yunnan lagi. Kita segera berangkat ke Koguryo saja..." Kata Yunying.
Jieji cuma berpikir, dia tidak menjawab.
"Koguryo adalah sebuah negara yang tadinya bermusuhan dengan daratan
tengah. Jika kita sembarang pergi malah akan membawa masalah." kata
seseorang di belakangnya yang tak lain adalah Wei Jindu.
"Betul dik.. Kalau benar Kaisar itu mempunyai salinan Pemusnah raga yang asli.
Maka kita tidak akan begitu mudah untuk mengambilnya disana. Saya pernah
pergi ke Koguryo beberapa tahun lalu. Saya pernah mendengar kalau pesilat
yang melindungi Kaisar itu sangat hebat luar biasa dan jumlahnya sangatlah
banyak." kata Jieji.
Koguryo adalah sebuah Dinasti di sebelah timur China. Koguryo yang
dikemudian harinya adalah Negara Korea. Di timur laut China memang bisa
langsung ke Koguryo melalui jalan darat, selain itu dari timur kota Beihai, jika melakukan perjalanan melalui laut selama 2 hari pun akan sampai ke negara
tersebut. Justru pada saat mereka berpikir dalam-dalam. Datang utusan dari Yang Ying
yang mengabarkan hal penting ke Jieji.
Jieji segera mempersilahkannya. Utusan tersebut memberikannya selembar
surat dari Yang.
Dengan segera Jieji membacanya.
"Adikku sekalian.... Saya telah mendapat informasi dari Beiping. Kabarnya dari timur laut, Han utara berniat bersekutu dengan Koguryo. Maka untuk mengikat
persahabatan, saya berniat menikahkan puteri Chonchu dari Koguryo dengan
putera pertamaku, Zhao Hongyun. Namun Koguryo tidak akan menyetujuinya jika
putera pertamaku tidak langsung kesana.
Adikku sekalian... Memang keadaan mendesak mungkin ada di Yunnan. Tetapi
kakak meminta kalian sudi datang ke Ibukota. Pembicaraan tentang masalah ini
akan kita lanjutkan disana."
Jieji yang membacanya segera girang. Dia tidak tahu bagaimana caranya untuk
masuk ke Koguryo apalagi secara terang-terangan ke kediaman Kaisar. Tetapi
sekarang dia telah mendapatkan dayanya.
Tetapi kemudian hanya Jieji yang cukup penasaran. Dalam hatinya, dia takut
juga kalau Gwangjong melakukan siasat. Kali ini jika Jieji dan Jindu
menyetujuinya maka mereka akan pergi bersama putra pertama dari kakaknya.
Tetapi inilah daya yang paling bagus. Dia merasa sanggup melindungi putera
mahkota karena adanya Wei dan Yunying yang kungfunya telah meningkat
pesat. "Kalau begitu kita berangkat saja..." kata Yunying kemudian.
"Kenapa kamu dari tadi berangkat-berangkat saja?" tanya Jieji dengan senyum kepadanya.
"Iya.. Aku kan belum pernah pergi ke Koguryo.. Kabarnya pemandangan disana sangat indah. Dan kebudayaan mereka sangat berbeda dengan orang China
daratan.. Jadi saya..." baru bicara sampai setengah Jieji memotongnya kembali.
"Rupanya kamu itu maunya main saja..." katanya sambil mendorong pelan kepala nona tersebut seraya bercanda dengannya.
"Iya donk... "kata Yunying seraya tersenyum manis.
"Betul, Koguryo memang tempat yang indah. Disanalah pada enam tahun yang
lalu saya berhasil menciptakan tapak berantai." kata Jieji dengan mengenang kemudian.
"Ha" Jadi kamu menciptakan ilmu tapakmu di sana" Ceritakan donk......" kata Yunying dengan agak manja kepadanya.
"Tidak bisa. Nanti saja jika ada waktu. Oya, adik. Sekarang kita harus
beres-beres untuk menuju ke Kaifeng sesegera mungkin." kata Jieji kemudian.
Dengan berpamintan dengan Ibunya, Jieji mengatakan kalau di ibukota ada
masalah yang lumayan penting. Dia harus segera berangkat juga saat itu.
Di Ibukota.... Kaisar telah mengadakan rapat dengan para menterinya.
Dia berniat untuk mengirimkan puteranya yang pertama ke Koguryo, karena
kaisar Gwangjong berniat melihat putera Sung Taizu dengan mata kepalanya
sendiri. Para menteri banyak yang menolak untuk hal tersebut. Tidak ada satupun yang
berpendapat kalau Sung harus mengirim putera kerajaannya kesana walaupun
hanya untuk mengadakan hubungan diplomasi sekalipun.
Zhao berpikir keras di istananya. Dia merasa adik kedua dan ketiganya pasti
sanggup melindungi puteranya sendiri. Dia juga berpikir hanya inilah cara untuk menghentikan aliansi antara Han Utara dengan Koguryo. Jika tidak, maka
peperangan bakal terjadi mengingat Han Utara telah mengultimatumkan perang
dengan Sung. Jika hanya Han utara maka masalah tidak akan banyak, tetapi jika ditambah
Koguryo dan Liao di utara, maka ini sangatlah berbahaya bagi kelangsungan
Dinasti. Beberapa hari tanpa kelanjutan keputusan dari Zhao.
Suatu sore... Jieji dan saudaranya serta Yunying dan Xieling telah sampai di Kaifeng.
Mereka segera menuju ke Istana kekaisaran.
Pengawal di istana sangatlah banyak, wajah mereka juga sangat angker.
"Tuan, tolong sampaikan kepada Kaisar kalau Jieji dan Wei Jindu telah sampai."
Penjaga yang mendengar kata-kata ini merasa sangat aneh dan geli luar biasa.
Menurut mereka, bagaimana beberapa orang ini bisa datang untuk menemui
kaisar. Mereka tetap menolak beberapa orang tersebut masuk. Justru saat itu, dari
dalam lapangan istana yang sangat luas tersebut kelihatan seorang pemuda
berjalan keluar.
Jieji dan Yunying yang melihatnya segera girang. Orang tersebut tak lain adalah puteranya Yuan ShangPen, Yuan FeiDian.
Kaisar terkejut juga mendengar kalau adik-adiknya telah tiba dengan cepat.
"Kak..." seru Jieji dan Wei.
"Adikku... Maafkan kakakmu ini telah merepotkan kalian datang dari tempat
jauh..." kata Yang yang memberi hormat pendek kepada mereka berdua.
"Tidak kakak pertama... Urusan kakak tentu urusan kita juga.." kata Wei.
Dengan tersenyum, Jieji mengatakan.
"Tadinya kita masih ragu harus ke Yunnan atau ke Koguryo. Sebab Kyosei telah menemukan informasi bahwa kabarnya Kaisar Koguryo memiliki salinan kitab
Ilmu pemusnah raga tersebut. Saat kita masih bingung, datang utusan dari
kakak. Tentu saja kita langsung menuju kemari."
Yang tertawa dengan terbahak-bahak.
"Kalau begitu tidak usah lagi adik berdua ke Yunnan dahulu. Kalian temani
putera pertamaku untuk segera menuju Koguryo. Karena permintaan itu sejak 2
minggu lalu, tetapi sampai sekarang dari pihak kita juga belum ada yang
berangkat."
"Baik kak.. Begitu besok pagi, kita akan berangkat bersama ponakan kita." kata Wei kemudian dengan tersenyum.
Keesokan harinya...
"Adik-adikku.. Kalian harus hati-hati sesampai disana. Jika ada hal yang tidak beres, segeralah lari dan jangan terlalu memaksakan diri." kata Yang dengan serius.
"Baik kak..." Kata mereka serentak.
"Oya, ada yang mau saya sampaikan.... Kabarnya puteri Chonchu adalah
seorang wanita yang sangat cerdas, selain itu dia juga bisa bermain silat. Kalian berdua juga harus cukup hati-hati kepadanya." kata Yang kembali.
Kaisar mengantar kepergian mereka berlima bersama 2 orang penerjemah
bahasa serta 200 pasukan ke arah timur untuk menyeberang melalui laut ke
timur yaitu Dinasti Koguryo. Mereka memakai 5 kapal cepat untuk berlayar.
"Apa kamu juga naik kapal dahulu ketika ke Koguryo?" tanya Yunying padanya.
"Tidak, saya datang melalui jalan darat. Jalan darat lumayan jauh ke ibukota Koguryo, Pyungyang. Dari kota Xiangping pun harus menempuh waktu sekitar 20
hari." kata Jieji.
"Wah... Hatiku berdebar-debar tuh.." kata Yunying seraya tersenyum.
Sepertinya dia sangat suka perjalanan kali ini.
Tentu saja.. Siapa yang bisa datang ke Koguryo dengan bebas-bebasnya"
Koguryo memiliki sifat over protektif terhadap bangsa lain yang datang ke tempat mereka. Mereka lebih suka hidup tanpa tercampur dengan bangsa lain.
Kali ini, Jieji berpikir bahwa jika mereka telah sampai di daratan. Pasti akan
banyak sekali orang Koguryo yang menyambutnya karena sifat mereka itu.
Tetapi, kali ini pemikiran Jieji salah...
Pas 2 hari... Mereka mendarat juga.
"Aneh.... Kok tidak ada orang yang menyambut kedatangan kita?" tanya Wei dengan keheranan.
"Betul... ini cukup aneh untuk sifat bangsa Koguryo." kata Jieji seraya berpikir.
Sepertinya dia telah mendapatkan sesuatu.
Sambil tersenyum, dia meminta perjalanan terus dilakukan ke arah timur.
Baru berjalan 1/2 Li, mereka disambut oleh beberapa orang.
Beberapa orang tersebut memakai baju pejabat khas koguryo.
Segera Jieji berhenti, dan turun dari kudanya.
"Saya Jenderal Kawashima Oda dari China daratan mengantar putera pertama
dari keluarga kerajaan Sung kemari." kata Jieji dengan sopan.
Segera penerjemah mengucapkan apa yang dikatakan Jieji.
Pejabat tersebut bukannya senang. Mereka kelihatan tidak menghiraukan Jieji,
sambil berbalik tubuh mereka melanjutkan perjalanan. Mereka berkuda dengan
agung-agungnya.
Yunying yang melihat perlakuan mereka segera marah.
"Orang Koguryo itu tidak tahu adat.. Pejabat kecil seperti itu saja bisa
berlagak-lagak."
Tetapi Jieji segera memintanya diam.
Dia tahu dengan pasti apa maksud Kaisar Gwangjong yang menyambut mereka
dengan cara begitu.
Sementara pangeran Sung terlihat tidak acuh saja. Dia hanya diam tanpa
mengucapkan kata-kata. Tetapi dalam hatinya dia juga lumayan gusar melihat
tingkah pejabat rendahan itu.
"Apa maksudnya kakak kedua?" tanya Wei yang ada disampingnya dengan
berbisik pelan.
"Ini untuk menghina kita. Tenang saja.. Setelah berjumpa dengan Kaisar, saya mempunyai daya upaya tersendiri. Tidak usah khawatir." kata Jieji juga dengan berbisik pelan.
Perjalanan terus dilanjutkan...
Untuk mencapai ibukota Pyungyang, mereka harus menempuh 2 hari perjalanan
juga. Dalam perjalanan, pejabat-pejabat itu juga sangat angkuh luar biasa.
Dalam penginapan mereka cuma duduk di 1 meja mereka sendiri yang lumayan
jauh dari meja Jieji dan kawan-kawannya. Dan tidak sekalipun mereka
menghiraukan orang Sung.
Keesokan harinya, tingkah mereka juga makin menjadi.
Ketika meminta mereka berangkat, mereka tidak berbicara sepatah kata pun.
Hanya menunjuk ke arah Jieji berlima dengan angkuh sekali, dan segera berbalik
seraya melanjutkan perjalanan.
Sebenarnya pangeran Sung dan Yunying serta Xieling sangat tidak puas akan
perlakuan mereka. Tetapi mereka cuma diam dan menyimpannya dalam hati
saja. Setelah sore, mereka sampai juga di pintu gerbang kota Pyungyang...
Sebenarnya Yunying harusnya senang. Tetapi karena mendapatkan perlakuan
keterlaluan itu, maka dia malahan jadi marah.
Jieji mengamati tingkah si nona, dia tahu mengapa dia marah.
"Tidak usah kamu itu marah-marah begitu. Tenang saja. Kuasai kondisi hatimu, jangan terlalu terbeban pada hal eksternal." kata Jieji dengan pengertian
kepadanya. Sesaat itu Yunying bisa tersenyum kembali.
BAB XLIV : Puteri Koguryo, Chonchu
Jieji dan teman-teman segera meminta 200 pasukan untuk menunggu di tempat
peristirahatan tamu negara. Hanya mereka berlima bersama 2 penerjemah saja
yang masuk ke dalam istana.
Meski telah sore, Kaisar Gwangjong tetap mempersilahkan mereka masuk ke
ruangan utama. Istana Koguryo yang di Pyungyang luas sekali, jika di bandingkan dengan istana
Kaifeng. Istana Koguryo ini malah jauh lebih besar.
Mereka berjalan kaki selama 1/2 jam, akhirnya sampai juga di ruangan utama.
Di ruangan ini telah siap banyak pejabat dan menteri. Bahkan disana nampak
puteri Chonchu yang duduk dekat permaisuri dan kaisar.
Jieji sempat melihat sebentar. Memang benar, kata orang kalau puteri Chonchu
sangat cantik luar biasa. Hal itu adalah benar adanya. Namun, pandangannya
hanya dingin saja kepada mereka yang baru masuk ruangan.
"Maafkan saya tidak menjemput anda." Kata Kaisar dengan tertawa.
Seraya memberi hormat mereka memperkenalkan diri.
"Saya Zhao Hongyun dari Sung. Datang kemari atas permintaan ayahanda
Kaisar untuk melamar puteri Chonchu." kata Hongyun.
Penerjemah segera mengartikan kata-kata pangeran.
[ Untuk selanjutnya, maka perkataan mereka semua diterjemahkan langsung.
Maka daripada itu, percakapan terlihat seperti biasa saja]
Kaisar Gwangjong melihatnya dalam-dalam.
Jieji yang melihat gelagat Gwangjong, lantas merasa aneh. Dari sinar matanya
sepertinya ada hawa tak sedap.
"Saya adalah Jenderal Kawashima Oda yang bertugas mengantar pangeran
kemari." lantas kata Jieji memotong tingkah Gwangjong yang janggal itu.
"Seorang Jenderal saja mana pantas berkata-kata pada Kaisar kita."
Terdengar seseorang dari pihak pejabat yang berkata-kata. Orang ini juga salah
satu orang yang menjemput mereka semua.
"Pepatah tua mengatakan, tidak berbicara adalah kurang ajar, berbicara terlalu banyak maka lebih kurang ajar, berbicara apa adanya adalah yang terbaik.
Lantas mengapa anda mengucapkan kata-kata seperti begitu?" tanya Jieji
dengan sopan. "Kamu itu hanya utusan. Apa hakmu berbicara kepada Kaisar kita" Itu yang
kutanyakan." katanya kembali tetapi dengan wajah yang kurang senang.
Kaisar yang tahu situasi segera menengahi mereka.
"Tidak salah orang memperkenalkan diri." katanya pendek.
"Bagaimana dengan perjalanan anda kemari" Menyenangkan bukan para
tuan-tuan dan nona-nona" " tanyanya kepada mereka semua tetapi sambil
tersenyum agak sinis.
Zhao Hongyun tidak sanggup menjawab. Tetapi dari sikapnya dia jelas tidak
senang. Sekarang Kaisar Koguryo malah meledeknya dengan kata-kata seperti
itu. Jieji yang melihat tingkah dari Hongyun segera bersuara.
"Tentu Yang Mulia. Kami disambut dengan sangat luar biasa meriah. Meski
ketika menang perang di Xi Liang, kami tidak disambut dengan sebegitu meriah
seperti yang anda lakukan di sini. Untuk itu, kami sangat berterima kasih pada
Yang Mulia." Kata Jieji tanpa berkespresi apapun, tetapi sambil menghormatinya.
Yunying senang, dia tahu apa maksud Jieji mengatakan hal tersebut. Mereka
tersenyum simpul.
Kaisar kehabisan kata-kata, dia tidak menyangka pemuda ini akan berbicara
begini kepadanya. Dia berpikir memperlakukan tamunya dengan sangat tidak
ramah akan membuat mereka dongkol, tetapi dia salah menduga. Sementara,
kelihatan puteri Chonchu tersenyum melihat tindakan Jieji.
"Kalian telah menjaga tamuku dengan baik, oleh karena itu sangat pantas anda sekalian diberi hadiah." kata Kaisar kepada para pejabat yang menjemput
mereka. Ulah Kaisar tersebut tentu karena terpaksa, ini dikarenakan dia takut
kehilangan gengsinya. Dia berpikir kalau melakukan penyambutan seperti itu
akan membuat orang Sung malu. Tetapi malah dia sendiri yang terkena
bumerang. 3 Orang pejabat yang menyambut mereka terlihat sangat gusar kepada Jieji.
Mereka ingin melampiaskannya.
"Yang Mulia, bagaimana seorang bawahan dari negara tidak ternama bisa
mengucapkan kata-kata seperti itu?"
"Negara kita memang bukanlah yang paling ternama di seluruh pelosok dunia.
Orang bijak mengatakan kalau Kehidupan di dunia ini sangatlah luas. Untuk
negeri besar seperti Sung tentu hanya sebiji beras di antara lumbung padi.
Selain itu, pemandangan disini luar biasa indah. Orangnya ramah, dan sangat
sopan. Tentu, bagi kami inilah surga dunia sekarang. Jikapun kita tidak disambut dengan begitu meriah, maka kesenangan telah tiada tara bisa masuk ke
Koguryo." kata Jieji. Kali ini dia pun tidak berekspresi apapun, tetapi dia tetap menghormat dengan sopan ke arah 3 pejabat.
Ketiga orang hanya bisa mendongkol. Mereka tidak bisa lagi berbicara lebih
lanjut. Kata-kata sindiran Jieji tentu tidak ada yang tidak tahu artinya. Kata-kata ini untuk menyindir mereka dengan sangat sopan.
Kata-kata Jieji mengenai Negara Sung, tentu adalah untuk menyindir negeri
Koguryo yang luasnya sebenarnya tidak seberapa dibandingkan dengan Sung.
"Saya rasa sudah hampir gelap. Sekarang kalian kembali ke Wisma dahulu.
Besok kita lanjutkan pembicaraan mengenai 2 negara kembali. Pengawal...
Antarkan mereka ke Wisma, dan layani mereka dengan istimewa...." kata Kaisar kemudian.
Jieji bertujuh segera meninggalkan ruangan istana.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi Kaisar dan menterinya belum beranjak dari sana.
"Keparat... Pemuda itu kurang ajar sekali.. Mereka...." tunjuk salah satu pejabat yang ikut menyambut.
Kaisar cuma diam, dia juga lumayan marah dibuatnya. Dia tidak menyangka
pemuda tersebut ahli mengucapkan kata-kata. Hanya beberapa kata yang keluar
dari mulutnya saja sudah mampu membalikkan keadaan.
"Ayahanda.. Pemuda itu bukanlah orang biasa." kata Chonchu kemudian.
"Apa" Jadi kamu pernah mengenal dia?" tanya Kaisar.
"Tidak... Saya cuma pernah mendengar namanya. Dia bernama asli Xia Jieji,
seorang putera dari keluarga Xia, keluarga Raja. Dia jugalah orang yang
menentramkan pemberontakan He Shen di Xiping. Selain itu, dia juga adalah
detektif yang sangat terkenal di China daratan." kata Chonchu menjelaskan.
"He Shen adalah Jenderal yang berpengalaman, kenapa dengan mudah pemuda
itu mengalahkannya?" tanya Kaisar kemudian.
"Dia menggunakan siasat mundur teratur untuk memancing He Shen. Bertempur
selama 2 kali, He Shen terus kalah. Dan kabarnya dia menulis surat untuknya
sebelum kematian He Shen. Surat itu mengolok-olok He Shen, karena tua dan
sakit serta hati yang masgul. Dia meninggal seketika." kata Chonchu kemudian.
Chonchu adalah puteri yang sangat cerdas, dia memiliki beberapa mata-mata di
Daratan China. Untuk segala perubahan, dia tahu jelas. Tetapi hanya 1 yang dia
tidak tahu, dia tidak tahu kalau Jieji adalah seorang pesilat yang hebat.
"Jadi menurutmu kita tidak boleh bertindak macam-macam dulu?" kata Kaisar.
Chonchu tidak menjawab, tetapi dia hanya tersenyum penuh arti.
Di Wisma kenegaraan Koguryo...
"Kak, akhirnya rasa sakit hati kita sudah agak berkurang." kata Wei.
"Iya... Kita tidak bisa marah-marah pada mereka terus-menerus. Karena sama sekali tidaklah ada gunanya. Selain itu, tujuan kita kemari adalah untuk
mendamaikan kedua negara. Untuk selanjutnya, kita bertindak lebih hati-hati."
Saudaranya dan teman-temannya memberi anggukan kepala.
"Apa menurutmu Kaisar itu akan bertindak semberono pada kita,paman?" tanya Hongyun.
"Tidak, untuk hari ini kita masih aman." kata Jieji pendek kepadanya.
Malamnya... Setelah beres-beres untuk pergi tidur. Jieji segera berbaring di dalam kamar. Dia tidak langsung tidur. Dipikirkannya sesuatu. Untuk beberapa jam, dia tidak tidur dahulu.
Sampai terdengar suara yang nan lembut, gerakan langkah ringan tubuh menuju
ke kamar atapnya.
Dengan segera, Jieji pura-pura tertidur.
Gerakan itu berhenti pas di atap kamar tidurnya. Terdengar suara kecil, genteng atap segera dibuka perlahan.
Jieji merasa aneh, siapa yang begitu kurang kerjaan mengintipnya. Tetapi dia
tetap pura-pura tertidur saja.
Lalu untuk beberapa saat, terdengar suara itu berpindah kembali. Sepertinya
pengintip telah siap meninggalkan tempat.
Jieji segera bangun, dengan langkah cepat dan tidak bersuara dia berjalan
menuju ke pintu, membukanya. Dan berjalan pelan ke depan.
Ternyata Wei dan Yunying juga sudah di sana. Mereka juga merasakan hal yang
sama. "Kalian tunggu disini, jaga pangeran baik-baik. Saya akan mengejarnya." kata Jieji sambil berbisik.
Mereka mengangguk pelan.
Langkah dari pengintip ini hebat, ilmu ringan tubuhnya sudah sekelas pesilat
tinggi. Arahnya adalah ke istana yang dikunjungi Jieji tadinya.
Saat melewati daerah hutan kecil dia terkejut luar biasa, dia melihat bayangan di depannya.
"Ada apa kamu tergesa-gesa?" tanya seseorang dengan bahasa Koguryo.
Pengintip yang memakai kain hitam di wajah tentu sangat terkejut. Dia melihat ke arah pemuda yang mencegatnya. Karena waktu itu telah sangat malam, dia tidak
melihat jelas wajah si pemuda.
Dari tapaknya keluar sinar sekejap dan sangat cepat.
Pemuda segera menahan tapak itu, dengan segera benturan tenaga dalam jarak
jauh terjadi. Pengintip mundur beberapa langkah.
"Siapa kamu?" tanyanya.
Pemuda itu terkejut, karena suara dari pengintip itu adalah suara seorang wanita muda.
Dia berjalan pelan ke depan. Tetapi nona yang berkain hitam di wajah telah siap, dia mengancangkan kedua tapaknya seraya merapalkan jurusnya yang lain.
"Kamu datang berkunjung ke wisma kenegaraan, lantas tanpa membawa hadiah
malah dengan tangan kosong kamu pulang. Apa sebabnya?" kata Pemuda itu.
Setelah si pemuda berjalan agak dekat, si nona segera terkejut. Dia mengenali
pria ini. Dia tidak menyangka bahwa dia akan dicegat disini. Padahal tadinya dia masih mengintipnya.
"Orang daratan China mengatakan kalau puteri kaisar Gwangjong, puteri
Chonchu adalah seorang pesilat kelas tinggi. Tidak melihatnya maka saya tidak
mempercayainya." kata pemuda itu tentunya adalah Jieji dengan senyuman
manis. "Ha Ha.... Hebat.. Betul-betul seorang detektif terkenal.." katanya seraya membuka kain hitam di wajahnya.
Dialah puteri Chonchu adanya. Wajahnya terlihat sangat cantik walau malam itu
rembulan tidaklah begitu terang.
"Dengan cara apa kamu bisa tahu kalau saya adalah puteri Chonchu." tanyanya dengan penasaran.
"Itu tidak susah. Sebenarnya saya tidak yakin anda adalah puteri, hanya dengan melihat kamu berlari pulang ke istana, dan mendengar suaramu serta
mengetahui kungfumu tidak rendah. Maka saya tahu, tetapi saya tidaklah yakin.
Tetapi tadinya saya cuma memancing anda, tidak disangka anda malah
membuka kain penutup wajah anda sendiri." kata Jieji menjelaskan sambil
tersenyum geli.
"Ha Ha.. Jadi begitu.. Kamu hebat, aku tertipu mentah-mentah olehmu..." kata Puteri Chonchu mengakuinya dengan tersenyum manis.
"Lalu apa maksud puteri datang ke Wisma kenegaraan?" tanya Jieji padanya.
"Tidak disangka kamu jago bahasa Koguryo. Selain itu, kamu juga adalah pesilat yang sangat handal sekali." kata Chonchu dengan mengalihkan pembicaraan.
"Tidak juga, beberapa tahun lalu saya pernah tinggal selama 8 bulan lebih disini.
Saya cuma belajar beberapa percakapan yang umum saja. Mengenai silat, saya
cuma belajar beberapa ilmu yang tidak seberapanya. Puteri belum mengatakan
apa maksud kedatangan anda di sana.."
"Saya datang untuk membunuhmu." Kata Chonchu dengan wajah yang serius.
Jieji melihatnya dalam-dalam sambil mengerutkan dahi.
"Lalu kenapa tidak kau bunuh aku waktu mengintip dari atap" Oh....
Jangan-jangan karena melihatku yang terlalu tampan, puteri jatuh hati dan
mengurungkan niat?" kata Jieji yang meledeknya.
Puteri Chonchu bukanlah tipe orang yang suka bercanda. Ditanyain begitu, dia
sangatlah malu. Kelihatan dia marah sekali.
"Oh, maaf.. Kenapa puteri marah-marah begitu" Saya cuma bercanda saja, tidak ada maksud lain." kata Jieji sambil memberi hormat kepadanya.
Chonchu kelihatan lebih tenang sekarang. Dia lantas berkata tetapi dengan
wajah yang malu. Wajahnya kelihatan sangat cantik dengan kepala yang agak
tertunduk malu.
"Saya mengagumi anda. Sepak terjang anda di daratan tengah telah kudengar.
Hanya itu saja kok, jangan berpikiran bukan-bukan...."
"Saya tidak mempunyai kepandaian apapun yang bisa dibanggakan. Ini
membuat puteri susah saja jauh-jauh datang kemari." kata Jieji sambil memberi hormat. Tetapi dalam hatinya terasa geli sekali. Dia tidak menyangka puteri
Chonchu adalah seorang yang sangat pemalu.
"Kalau begitu, sampai jumpa besok saja di aula utama kekaisaran." kata puteri sambil tersenyum kepadanya.
Jieji tidak menjawabnya lebih jauh, dia hanya menganggukkan kepalanya pelan.
Setelah itu, Chonchu dengan ilmu ringan tubuhnya pulang kembali ke istana.
BAB XLV : Aliansi dengan Koguryo
Sebenarnya Kaisar Gwangjong bukanlah seorang kaisar yang tidak tahu aturan.
Orang-orang Koguryo sangatlah membenci orang China daratan. Disebabkan
Kaisar Tang, Tang Taizong Li Shihmin pernah berusaha menyerang Koguryo
untuk pertama kalinya. Meski terakhir Tang Taizong tidak pernah sanggup
menguasainya, ratusan ribu pasukan Koguryo menjadi tumbal. Perang memang
sangat mengerikan dan menjadi trauma bagi orang Koguryo.
Setelah wafatnya Li Shihmin beberapa tahun, Koguryo akhirnya juga jatuh, ini
disebabkan karena adanya pemberontakan dalam oleh bangsa Sil a di bagian
selatan dan Pasukan Tang menyerang bagian utara. Peperangan Koguryo
sangat kacau. Tetapi setelah beberapa ratus tahun, akhirnya Koguryo bangkit
kembali. Karena disebabkan penyerangan yang sering dilakukan Dinasti Tang, tentu
orang Koguryo sangat tidak menyukai bangsa China daratan. Mereka
menganggap mereka adalah penjajah.
Jieji dan kawan-kawan yang sampai disini sangatlah wajar jika tidak mendapat
sambutan hangat.
Keesokan harinya...
Kaisar dan semua menteri telah sampai di aula utama kekaisaran Koguryo.
Perdana Menteri, para Jenderal serta semua pejabat disana menyambut
kedatangan pangeran Sung dan pengawal-pengawalnya.
Setelah menjalankan kehormatan seperti biasanya.
Zhao Hongyun yang ditengah lantas berkata.
"Saya pangeran dari Dinasti Sung daratan tengah menjalankan tugas untuk
melamar puteri Chonchu. Terima kasih kepada kaisar karena telah
memperlakukan kita dengan sangat baik disini."
Setelah pembicaraan semalam, Kaisar sepertinya tidak lagi begitu
mempermasalahkannya. Kali ini dia telah sanggup berbicara diplomatis.
"Baik... Maafkan saya karena telah membuat anda sekalian kecewa pada
awalnya. Saya ingin bertanya, dengan cara apa anda yakin kalau Sung sangat
layak untuk berdiplomasi dengan kita."
"Ini disebabkan karena Han Utara bukanlah teman yang layak untuk bisa hidup berdampingan." kata Hongyun kembali.
Perdana menteri segera melihat ke arah Zhao Hongyun, dia berkata.
"Berdasarkan apa anda merasa kalau Koguryo tidak boleh bersekutu dengan
mereka?" "Ini disebabkan Han utara bukanlah bangsa yang bisa pegang janji.. 3 tahun lalu, mereka mengoyak surat perdamaian dan mengerahkan pasukan ke selatan.
Dalam peperangan kacau selama 2 bulan, akhirnya kedua pihak telah menyetujui
gencatan senjata. Untuk itu, saya tidak yakin Han utara tidak akan
mengulanginya kembali terhadap Koguryo."
Semua kata-kata tersebut adalah ajaran Jieji kepada Hongyun. Dia tahu kaisar
tentu akan melihat seberapa hebatnya putera Sung yang kelak akan jadi
menantunya tersebut.
"Han utara berjanji akan mengirimkan upeti kepada kita tiap tahun jika kita membantunya. Bagaimana dengan Sung?" tanya Kaisar kembali.
"Ini bukanlah masalah upeti atau tidak. Mustahil Kaisar yang kaya raya dan memiliki rakyat yang sangat sejahtera teriming akan harta upeti yang tidak
seberapa itu. Han utara adalah negara yang cukup berbahaya. Jika Sung
sanggup dihancurkan, maka mereka akan menguasai Koguryo kembali.
Ayahanda Kaisar semenjak naik tahta tidak pernah melakukan hal seperti itu.
Jika Sung berniat menelan Koguryo, tidak mungkin akan meminta ananda
berdiplomasi dan mengikat tali perkawinan dengan keluarga Kaisar."
Kata Hongyun kembali.
Setelah berpikir-pikir, kaisar Koguryo tertarik juga. Dia pikir selama Sung
berkuasa, meski kedua negara tidak terlibat perang tetapi tidak sekalipun Sung
mencari masalah padanya.
Sedang para menteri sepertinya kurang senang.
"Kenapa anda bisa mengatakan hal yang belum jelas di masa depan?" tanya Perdana menteri dengan sikap yang kurang senang.
"Negara anda sangat jauh letaknya dengan negara Sung. Selain itu, jika kedua negara hidup berdampingan tentu sangat sejahtera. Meski sekarang negara kita
adalah terpisah melalui kelautan, jika Koguryo bersedia berdiplomasi, tentu
kedua negara akan sangat terbina hubungan kerja samanya. Kami dari Dinasti
Sung yang besar tidak akan pernah melanggar tapal batas Koguryo untuk
selamanya. Untuk masalah ikatan pernikahan, tentu harus sesuai kesetujuan
puteri Chonchu sendiri. Kita dari pihak Sung tidak sekalipun akan memaksa."
kata Hongyun kembali dengan tenang dan hormat.
"Ha Ha.... Bagus, baguss...Untuk masalah ini izinkan saya berpikir dahulu." kata Kaisar Gwangjong.
"Kalian antarkanlah para utusan dari Dinasti Sung besar untuk beristirahat.
Pindahkanlah tamu kita ini ke istana Belakang. Layani mereka dengan baik."
Setelah memberi hormat, pangeran dan teman-teman segera menuju kembali ke
wisma kenegaraan dan segera akan pindah ke istana yang baru.
Sementara Kaisar dan para menterinya belum meninggalkan gedung.
"Kaisar.... Apa kata-kata mereka bisa dipercaya?" tanya perdana menteri.
Kaisar hanya diam, tetapi dia melihat ke arah Chonchu, puterinya.
"Untuk masalah tersebut semua diharapkan supaya tenang saja. Zhao kuangyin adalah orang yang istimewa, dia adalah naga sejati di daratan tengah. Tentu
semua kata-katanya bisa dipegang." kata Chonchu dengan tersenyum.
"Kenapa kamu bisa berkata begitu pula?" tanya sang ayah heran.
"Kalian masih ingat Chai Zongxun, puteranya Chai Rong" Meski dia melakukan pemberontakan, dia dilepas juga oleh Zhao Kuangyin. Ini bukan dikarenakan
Zhao termasuk tipe kaisar lemah. Dia sangat berbudi, dia juga adalah seorang
Kaisar yang bertanggung-jawab. Jadi untuk sekarang, ananda yakin diplomasi
dengan Sung tentu akan jauh lebih baik daripada Han utara." kata Chonchu.
"Kamu memang sangat pintar, saya memang ingin melakukan diplomasi dengan
Sung. Apalagi tadinya pangeran Sung sangat tangkas memberi jawaban kepada
kita tanpa ragu-ragu. Saya rasa tidak akan ada masalah." kata Kaisar kembali dengan tersenyum.
Jieji dan pangeran serta teman-temannya telah pindah ke istana baru. Istana ini letaknya 1 li dari aula utama kekaisaran.
Kali ini kaisar telah meminta pelayannya melayani mereka dengan sangat
istimewa. Mereka tentu sangat senang karena kelakuan kaisar telah berbeda
dengan kemarin.
"Kakak kedua, apa benar semalam yang datang mengintip itulah Chonchu?"
tanya Wei kepada Jieji.
Jieji segera menceritakan dengan sangat lengkap tentang pengejarannya.
Yunying yang mendengarkannya sepertinya kurang senang. Dia merasa
Chonchu menaruh hati pada Jieji, dalam hatinya ada rasa cemburu pada puteri
Chonchu. "Kalau begitu kita tentu akan aman saja. Sepertinya puteri Chonchu bukanlah orang sembarangan." kata Wei.
"Betul, dia adalah seorang yang sangat cerdas. Mungkin kecerdasan dia setara dengan Xufen. Untuk selanjutnya kalian harus agak hati-hati jika bertemu dengan puteri itu." kata Jieji seraya melihat ke Yunying.
Tetapi Yunying hanya tertunduk, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu.
Sorenya... Puteri Chonchu sendiri yang datang menjenguk tamu istimewa kekaisaran Sung
itu. Anehnya, bukan pangeran Zhao Hongyun yang dia cari, melainkan adalah Jieji
saja. Semua juga merasa aneh dengan tindakannya Chonchu. Apalagi Yunying,
sepertinya dia sudah sangat cemburu kepadanya.
Mau tidak mau, Jieji juga menyetujui pertemuannya dengan si puteri. Mereka
berdua berjalan di taman samping istana.
Setelah duduk, puteri berkata kepadanya.
"Bagaimana pelayanan pihak kita" Apakah menyenangkan?" tanyanya sambil tersenyum kepada Jieji.
Sambil memberi hormat pelan Jieji berkata.
"Tentu, sangat istimewa pelayanan Koguryo kepada kami. Tentu kami sangatlah bergembira."
"Bagus kalau begitu. Mengenai masalah kemarin, saya meminta maaf karena
telah mengecewakan kalian." kata Puteri itu dengan sangat sopan dan lembut.
"Itu bukanlah masalah yang besar. Ini sangatlah wajar mengingat perlakuan dari bangsa China daratan kepada kalian sebelumnya. Wajar saja jika Koguryo
membenci bangsa kita." kata Jieji dengan sopan.
Suasana terasa sangatlah formal, tidak seperti semalam ketika dia bertemu
dengan pria itu di hutan kecil. Untuk mencairkan suasana, Chonchu mencari cara
ngobrol seperti biasa.
"Oya, bisa anda ceritakan" Kabarnya dahulu anda menghilang, setelah itu anda kembali. Banyak yang mengatakan kalau anda telah tewas. Kenapa bisa begitu?"
Jieji sebenarnya enggan menjawab pertanyaan ini, tetapi dia tahu kalau tidak
menjawabnya maka seakan tidak menghormati puteri karena mereka hanyalah
utusan. Kemudian dia menceritakan keberadaannya selama 10 tahun terakhir.
Bagaimana dia sampai di Dongyang, bagaimana dia menyelidiki ilmu pemusnah
raga dan terakhir tanpa terasa 10 tahun telah sampai dengan cepatnya. Semua
hal diceritakan oleh Jieji kecuali hubungannya dengan Xufen serta Yunying.
Puteri Chonchu yang mendengar Jieji menceritakan kisah hidupnya dalam 10
tahun terakhir terpesona. Dia melihat Jieji dengan dalam-dalam, sepertinya
dugaan Yunying memang benar, puteri Chonchu menyukai pemuda tersebut.
Mereka berbicara selama beberapa jam, terakhir mereka makan sama-sama di
ruang makan istana.
Wei, pangeran dan Xieling sangat aneh melihat tingkah puteri Chonchu. Bahkan
mereka sendiri tidaklah diajak kesana. Mereka mendengar perihal itu dari
pelayan-pelayan istana ketika menanyakan keberadaan Jieji.
Sementara itu, Yunying malah ngambek. Sepertinya rasa cemburunya telah
sampai di puncak. Dia mau pura-pura untuk menjenguk Jieji di sana, tetapi
dirasakan hal tersebut sangatlah tidak dewasa. Dia hanya tidur di ranjang saja, dan tidak mau keluar kamar. Dari mulutnya berkomat kamit.
Setelah malam benar, Jieji akhirnya pulang kembali ke kediamannya.
"Kakak kedua.."
"Paman..."
"Guru..."
Sahut mereka bertiga ketika melihat Jieji.
Mereka merasa aneh dengan Jieji, kenapa tuan puteri malah mengajaknya
berdua saja di sana.
Jieji segera menceritakan apa yang mereka ngobrolkan. Dan tanpa terasa
cakap-cakap itu memakan waktu lebih dari 5 jam. Dia mengatakan kalau puteri
Chonchu memang adalah seorang wanita yang sangat cerdas, dia cepat
menangkap kata-kata seseorang. Selain itu dia juga mendalami sastra yang
sangat rumit. Meski umurnya baru 23 tahun, dia tidak seperti nona-nona
umumnya pada umur tersebut.
"Mana si jangkrik?" kata Jieji.
Jangkrik disini maksudnya tentu Yunying. Soalnya setiap dia berbicara panjang
lebar, pasti ada seseorang yang disampingnya memotong pembicaraan itu tetapi
kali ini dia tidak ada.
"Kakak kedua... Sepertinya nona itu ngambek karena kamu tidak pulang. Bahkan tadi dia tidak keluar makan tuh." kata Wei seraya tersenyum geli.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jieji segera menjenguk Yunying di kamarnya. Dilihatnya lilin kamarnya telah
padam. Jieji mengira bahwa dia telah tidur. Dia berdiri cukup lama di depan pintu.
Pelayan-pelayan disana melihatnya juga merasa aneh.
Keesokan harinya...
Pagi sekali, Puteri Chonchu telah keluar untuk meminta Jieji bareng bersamanya
kembali. Kali ini mereka berkeliling kota Pyungyang. Sebenarnya Jieji ingin
menolak keinginan puteri tersebut, tetapi dia sendiri tidak mempunyai daya. Oleh karena itu, Jieji cuma melayani puteri tersebut apa adanya.
Melihat keramaian kota selama 1 jam, akhirnya mereka memutuskan untuk
duduk di sebuah restoran besar di ibukota itu.
"Oya.. Anda belum menceritakan tentang kekasih anda.." kata Puteri Koguryo ini.
Jieji cuma diam, dia tidak berniat menjawabnya.
Melihat tingkah orang, puteri segera tahu.
"Sepertinya nona yang ikut bersamamu itu ngambek." Kata Chonchu.
Jieji lumayan terkejut. Bagaimana dia bisa tahu" Tetapi tanpa perlu berpikir,
Chonchu telah memotongnya.
"Pelayan mengatakan kalau nona itu tidak keluar makan semalam, selain itu
dengan cepat dia juga telah tidur. Dan pelayan memberitahukan bahwa kamu
berdiri cukup lama di pintu kamarnya." Kata Chonchu seraya tersenyum.
"Benar, saya memang berdiri disana beberapa lama. Hubungan saya dengannya
adalah seperti kakak dan adik saja." kata Jieji dengan pendek tanpa
mempertunjukkan sedikit pun reaksi di wajahnya.
"Tetapi tidak sama pemikiran nona itu kepadamu. Apakah kamu mencintainya?"
tanya Chonchu kembali.
Jieji tidak mampu menjawabnya, dia tidak tahu bahwa Chonchu akan
memberikan pertanyaan yang sebegini bingung. Dia hanya tertunduk tanpa
mampu menjawab.
"Dari wajah anda, saya tahu. Sedikit banyak kamu sangat mengkhawatirkannya kan" Selain itu, dalam hati anda sepertinya memang lagi bermasalah." Kata
Chonchu sambil melihat ke wajah Jieji dengan serius.
"Saya rasa memang sedemikian..." kata Jieji pendek sambil berpikir.
Memang benar, jika hati Jieji sebelumnya tidak ada Xufen. Sangat mungkin Jieji
telah tergila-gila kepada Yunying. Tetapi lain halnya dengan sekarang, gejolak
perasaannya sangat susah diungkapkan dengan kata-kata.
"Kalau begitu kejarlah dia, jangan membiarkannya sendiri. Maafkan kesalahanku yang terlalu akrab denganmu sehingga menimbulkan kesalah pahaman
padanya." Kata Chonchu kemudian.
Jieji segera meminta pamit pada puteri tersebut. Jieji sangat canggung
menghadapi puteri Chonchu. Dia sepertinya terikat sangat akan kehadiran
Chonchu, meski dia tidak mengatakannya. Namun Chonchu sepertinya mengerti
bagaimana keadaan hatinya Jieji.
BAB XLVI : Buku Kisah Ilmu Pemusnah Raga
Setelah mengetahui Jieji kembali keluar dengan Puteri Chonchu.
Di depan kamar Yunying pas di tangga, dia duduk terbengong-bengong.
Dari dalam mulutnya terdengar dia berkata-kata.
"Kurang ajar, Sialan... Lelaki tidak bertanggung-jawab..."
kemudian kembali terdengar.
"Kalau ketemu nantinya, akan kujambak rambutnya dan kuseret pulang ke
Hefei... Ha Ha..." katanya kepada diri sendiri.
Sesaat kemudian terdengar suara seorang pria.
"Siapa yang kurang ajar?"
Yunying segera terkejut luar biasa. Dia lihat ke arah datangnya suara. Pemuda
yang menyapanya adalah Jieji adanya. Langsung dia berpaling pura-pura tidak
melihatnya. Jieji segera menuju ke arah si nona berpaling, kali ini katanya.
"Siapa yang sialan?" katanya meledek nona tersebut.
Tetapi si nona sama sekali tidak bereaksi, dia palingkan wajahnya ke arah
berlawanan. "Lelaki tak bertanggung-jawab" Kamu mau jambak rambut siapa sambil kau
bawa ke Hefei" Siapa yang beruntung sekali?" kata Jieji kembali meledeknya.
Namun Yunying hanya duduk diam tak bersuara dengan wajah yang kelihatan
sedang marah-marahnya. Kemudian terakhir dia tundukkan kepalanya untuk
tidak melihat kemana-kemana lagi.
Jieji cukup bingung juga dibuat si nona yang sedang ngambek ini. Sejenak dia
hanya duduk di sebelah Yunying. Tetapi tidak lama, dia telah mendapatkan
sebuah akal. Segera dia menuju ke kamar pintu Yunying, dia buka pintunya lebar-lebar.
Setelah itu dia menuju ke arah lemari.
Kembali lemari itu dia buka dengan lebar, tetapi tidak menutupnya kembali. Dia
melakukan hal yang sama untuk jendela, laci, serta semua taplak yang menutupi
meja atau tempat vas bunga.
Yunying sempat berpaling sebentar ke belakang karena suara dibukanya banyak
barang di dalam cukup mengganggunya, Dan dia melihat hal yang sangat aneh.
Bagian dalam ruangannya telah di acak-acak Jieji yang seakan sedang mencari
sesuatu barang.
Setelah membukanya, Jieji menutup kembali semuanya.
Dengan cepat, dia buka lagi semuanya. Keadaan terlihat sama kembali, semua
barang yang bisa dibuka di ruangan itu kembali terbuka.
Yunying sudah tidak tahan melihat perlakuan pemuda itu. Saat si pemuda
menutup kembali semua barang di kamarnya kecuali pintu. Yunying segera
beranjak ke dalam.
"Apa yang kau cari itu?"?"" katanya dengan sedikit lantang dan dalam keadaan marah.
Jieji segera melihatnya dengan dalam-dalam. Setelah beberapa lama, dia
tersenyum. "Tentu... Suaramu itu..."
Yunying segera tertawa geli..... Mereka berdua tertawa keras di dalam kamar itu.
Tidak disangkanya Jieji akan menggunakan cara tersebut untuk membuatnya
bersuara kembali karena cemburu butanya.
"Dasar bodoh. Kenapa malah kamu yang marah-marah jadinya?" kata Jieji setelah suasana kembali cair.
"Tidak, habis kamu tidak pulang sih dan terus-terusan dengan puteri itu...." kata Yunying sambil tertunduk malu.
"Janganlah kamu berpikiran seperti itu, Ying. Kamu pikir saya sangat suka
ngobrol tanpa tahu waktu dengan puteri itu" Saya bukanlah orang demikian,
kamu juga tahu tujuan kita kemari adalah apa. Mana mungkin saya bertindak
begitu lancang." kata Jieji kembali dengan sangat pengertian kepadanya.
"Iya, saya memang bersalah. Sebenarnya saya..... Saya cemburu ..... cemburu buta terhadapnya." sahut Yunying. Sebenarnya Yunying cukup susah
mengucapkan kata-kata seperti ini, tetapi baginya mau tidak mau harus
mengatakannya. Jieji yang melihatnya segera datang dengan pelan, dia peluk nona ini dengan
perlahan. "Saya sangat menghargai adanya dirimu. Adanya dirimu telah membuatku cukup kaya tanpa kekurangan apapun. Percayalah kepadaku..." kata Jieji pelan
kepadanya. Sebenarnya Jieji juga sangat menyayangi Yunying, dia tidak menganggapnya
sebagai Xufen lagi. Dia merasa sudah saatnya dia berpikiran hidup baru seperti
keinginan terakhir Xufen kepadanya. Kali ini dia merasa harus memanfaatkan
kebersamaan mereka dengan baik.
Kemudian Yunying membalas pelukan pemuda itu. Mereka saling berpelukan
selama beberapa lama. Yunying sangat senang, dia tutup matanya dan
menikmati saat-saat berada dalam pelukan pria yang dicintainya itu.
"Ayok..." kata Jieji kembali.
"Pergi kemana?" tanya Yunying.
"Tentu berkeliling kota... Kamu sangat suka pada awalnya kan" Tujuanmu tak lain kan melihat pemandangan serta kebudayaan Koguryo. Selain itu, sepertinya
kamu sudah tidak makan dari semalam...." kata Jieji kembali sambil tersenyum.
Yunying hanya menganggukkan kepalanya pelan sambil tersenyum manis sekali.
Waktu itu sudah siang, mereka berjalan berkeliling kota sambil berpegangan
tangan. Mereka duduk di rumah makan, serta berkeliling ke luar kota untuk
menikmati pemandangan khas Koguryo.
Sampai sore menjelang malam, mereka barulah kembali ke istana.
Wei yang pertama melihat mereka berdua pulang. Dia senang karena si nona
tidaklah ngambek lagi. Dan dari wajahnya nampak keceriaan yang sangat. Dia
segera meledek mereka berdua.
"Wah, suami istri akhirnya pulang juga. Bagaimana dengan pemandangan kota
Koguryo?" "Ha Ha.. Bisa saja kamu dik.. Saya hanya menemani nyonya rumahku
berjalan-jalan saja." kata Jieji seraya bercanda.
Yunying tertunduk malu. Dia malu terhadap kata-kata canda mereka dan juga
terhadap dirinya sendiri yang bersikap sangat tidak dewasa, dalam hatinya dia
berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
"Oya kak, apa kamu akan menyelidiki buku itu?" tanya Wei kembali kepadanya dengan berbisik pelan.
"Betul.. Saya harus mencari tahu di istana, pasti ada yang tahu keberadaan buku itu. Malam ini cukup aku dan Yunying yang menyelidiki. Dik, kamu tolong lindungi pangeran." Kata Jieji dengan pasti.
"Baik kak, serahkan kepadaku saja." kata Wei sambil tersenyum.
Tengah malam...
Tampak dua bayangan melesat dengan ringan tubuh yang sangat tinggi.
Tujuannya adalah atap kamar tidur Kaisar Gwangjong. Dengan cepat, mereka
telah sampai di atap kamar tidur Kaisar dengan tanpa suara.
"Apa kamu yakin kalau buku itu ada disini?" kata seorang wanita yang tentunya adalah Yunying.
"Hm..." Jieji hanya mengangguk saja.
"Lalu bagaimana kita masuk mengambilnya?"
"Saya belum menemukan caranya. Kita harus menilik kelakuan Kaisar itu terlebih dahulu. Hari ini mungkin kita bukan datang untuk mencuri." kata Jieji.
Dibukanya atap genteng di atas kamar Kaisar dengan sangat perlahan. Dia
mengintip ke dalam ruangan. Kaisar Gwangjong memang belumlah tidur. Dia
duduk di meja tulisnya dalam kamar. Dia menulis beberapa aksara Koguryo di
atas putihnya kertas. Sepertinya itulah kaligrafi.
Jieji berpaling sebentar ke seluruh ruangan. Dilihatnya dengan cermat, apakah
ada buku yang mereka cari itu, tetapi judul buku yang dilihatnya hanya dalam
aksara Koguryo. Setelah mencapai sudut mati, Jieji menutup kembali gentengnya
dan beralih ke sudut lainnya. Dibukanya kembali genteng dari arah lain untuk
melihat keberadaan buku itu. Dari sudut, dia sempat melihat adanya buku aneh
yang memiliki judul aksara China. Dari jauh dia hanya bisa mengkonsenterasikan
mata untuk membaca judul buku tersebut. Untuk sesaat Jieji terkejut. Karena dia bisa membaca dengan lumayan jelas bahwa itulah buku yang berjudul "Kisah
Ilmu Pemusnah Raga".
Dengan segera dia mengajak Yunying pulang ke kediaman mereka.
Disana telah berkumpul Pangeran Hongyun, Wei dan Xieling.
"Jadi buku itu betul ada di ruangan kamar tidur kaisar" Jadi bagaimana kita bisa mencurinya?" tanya Wei kepadanya.
Berpikir sebentar, Jieji kemudian berkata.
"Saya ada sebuah akal." Kata Jieji.
Lalu dibisikinya mereka bagaimana caranya yang terbaik untuk mencuri buku itu.
Keesokan harinya sore...
Jieji dan Yunying keluar kota. Mereka kembali menikmati pemandangan yang
indah dan khas dari negeri Koguryo.
Sementara itu. Pangeran, Wei dan Xieling segera meminta bertemu dengan
puteri Chonchu. Mereka mengatakan kalau pangeran ingin mengajaknya
ngobrol-ngobrol.
Dengan membawa penerjemah, mereka mengajak puteri Chonchu untuk
berbicara di paviliun danau kecil dekat taman.
Ngobrol-ngobrol mereka memang terasa agak kaku. Sebenarnya puteri Chonchu
adalah orang yang dingin, maka tidak heran Jieji sangat canggung
menghadapinya. Bahkan terhadap Jieji yang dikaguminya saja dia lumayan dingin, apalagi
terhadap orang yang tidak begitu dikenalnya seperti mereka.
Pembicaraan dengan puteri Chonchu adalah salah satu taktik untuk membuatnya
tetap tinggal di daerah sana. Karena malam ini Jieji telah bertekad untuk mencuri buku tersebut.
Ketika mendekati malam...
Terlihat kembali 2 orang yang memakai pakaian nan hitam telah siap di atap
kamar tidur kaisar. Jieji membuka genteng atap kembali, dilihatnya kaisar
Gwangjong tidak berada di dalam ruangan.
"Saya akan mencoba masuk ke dalam, kamu disini saja sekalian melihat
keadaaan yah." kata Jieji sambil mengambil sebuah peralatan yang berupa
benang halus dari dalam saku bajunya.
Yunying hanya mengangguk.
Dengan cepat, Jieji ke arah belakang kamar tidur. Dia memasang alat yang
dipegangnya dengan perlahan di lubang kecil jendela. Sekali tarik dengan ringan, jendela telah terbuka. Dengan perlahan dia mulai mau masuk. Tetapi kali ini dia terkejut, di lantai seperti ada sesuatu alat yang lumayan di kenalnya.
Itulah keamanan ruangan tidur kaisar. Ruangan ini terdiri dari papan yang cukup besar. Di bawahnya tergantung tali halus yang menggantungkan banyak lonceng.
Jika ada yang menginjaknya dengan pelan saja, maka lonceng akan segera
berbunyi. Tombol utamanya berada di depan ruangan masuk. Dia juga tidak
sanggup mencapainya.
Setelah berpikir beberapa lama sambil menilik ruangan itu,
dia mendapat akal yang mendadak. Meski akal ini cukup berbahaya, tetapi dia
yakin bisa berhasil. Di sebelah jendela, ada sebuat pot keramik yang cukup
besar. Dia membawanya dan langsung kembali menuju ke atap.
Yunying yang melihat Jieji datang sambil membawa pot tentu heran luar biasa.
Kenapa pemuda ini yang masuk ke dalam mencuri Buku malah keluar sambil
mengambil pot. Jieji segera membisikinya pelan. Sesaat itu, Yunying segera mengangguk dan
mengatakan telah mengerti. Dia menuju melalui atap depan ke lapangan di
bawahnya dengan gerakan ringan tubuh yang biasa-biasa saja. Setelah Yunying
hampir sampai ke bawah , dengan sebuah lemparan luar biasa hebat, Jieji
melempar pot itu.
Pot jatuh sekiranya 200 kaki lebih dari atap ruangan kamar istana dan pecah.
Tentu para penjaga sangat terkejut. Mereka segera beranjak ke arah pot yang
pecah, mereka sempat melihat bayangan hitam melewati di depan pot yang
pecah itu. Penjaga dengan cepat telah sampai ke tempat pot pecah. Berbarangen itu,
segera suara lonceng dalam kamar kaisar berbunyi. Dengan cepat dan
takut,semua penjaga segera kembali. Mereka membuka pintu ruangan kaisar,
dan segera menilik dengan cermat, ternyata tidak ada orang disana. Semua
jendela kamar dan pintu belakang telah tertutup.
Jieji menggunakan tipu "memancing harimau turun gunung". Bukannya dia takut tidak mampu melawan belasan orang serdadu yang berjaga, tetapi dia tidak mau
mencari masalah.
Kaisar segera tahu bahwa ruangannya telah kemasukan orang. Dia beranjak
cepat ke dalam sana.
Setelah meneliti barang-barangnya, dia telah tahu benda apa yang hilang. Tetapi di tempat benda yang hilang tersebut terlihat sebuah kertas yang bertuliskan
aksara Koguryo.
"Saya datang meminjam buku. Saya akan mengembalikannya jika sudah tidak
diperlukan lagi."
Kaisar hanya terbengong-bengong. Dia tidak menyalahkan para penjaganya,
karena dia tahu benar bahwa orang yang mencuri buku itu bukanlah orang
sembarangan. Jieji dengan gerakan luar biasa cepat menuju ke arah luar kota. Tadinya dia
membisiki Yunying untuk berpisah dengannya dahulu. Yunying mengambil arah
selatan kota, sedang Jieji mengambil arah barat kota untuk keluar.
Tentu Jieji yang kabur akan dilakukan dengan terang-terangan dan berharap
ketahuan oleh penjaga, sehingga penjaga kota bisa memastikan bahwa pencuri
telah lari ke luar kota. Tetapi lain halnya dengan Yunying, dia memintanya untuk diam-diam dan gesit tanpa ketahuan dan segera keluar kota.
Setelah itu rencananya Jieji akan ketemu dengan Yunying di arah timur kota
tempat mereka keluar tadinya dan kembali masuk ke kota dengan wajah yang
tidak berdosa. BAB XLVII : Tokoh No 1 Dunia Persilatan
Ketika Jieji sedang mendekati hutan dimana dia pernah bergebrak sebentar
melawan Chonchu. Dia merasakan hal yang sangat aneh. Dari arah
belakangnya, sepertinya ada yang sedang mengejar. Hawa tenaga dahsyat
sedang menuju ke punggungnya. Dia sempat berpaling sambil terus berlari
kencang. Dilihatnya sekilas orang yang mengejarnya. Orang ini berpakaian putih,
gerakannya luar biasa cepat. Tanpa banyak bicara, Jieji segera meninggalkan
tempat itu dengan kecepatan yang segera dinaikkan.
Ilmu ringan tubuh Jieji sudah sangat luar biasa. Kecepatannya di dunia mungkin
sudah tidak ada bandingnya lagi. Dan orang yang sanggup mengejarnya pun
sudah sangat sedikit dan hampir tidak ada.
Jieji cukup terkejut, pengejar yang mengejar tersebut hampir sejajar ilmu ringan tubuhnya dengannya. Meski terpaut 100 kaki, mereka berdua segera melesat
dengan cepat. Tanpa terasa pengejaran sepanjang 5 Li telah dilakukan. Sampailah mereka ke
sungai kecil. Jieji segera berbalik dan berhenti sambil menunggu sampainya pengejar.
Sesaat kemudian, pengejarnya juga telah mendarat.
Jieji memandangnya dengan dalam-dalam. Orang ini mempunyai tinggi hampir 6
kaki, sedikit lebih tinggi darinya. Penampakan wajahnya lumayan jelas, karena
rembulan malam ini tidak tertutup mega. Dilihatnya kembali wajah orang tersebut, mungkin umurnya sekitar 60 tahun lebih.
Nafas pengejar tersebut biasa-biasa saja. Ini bisa dikatakan bahwa pengejarnya
mempunyai tenaga dalam yang setara dengannya.
Sedang si pengejar lebih merasa aneh, dia tidak menyangka orang yang
berpakaian gelap dan menutup wajahnya ini sangat hebat. Selama ini dia merasa
bahwa di dunia ini dia sudah tanpa tanding. Tentu ini sungguh adalah hal yang
sangat mengherankan.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada apa anda terburu-buru keluar dari gerbang kota?" tanya orang tua tersebut.
"Wah, anda betul hebat. Saya merasa yang sanggup mengejarku di dunia ini
sudah tidak ada lagi. Ternyata hari ini ketemu dengan anda, Lau Chienpei." kata Jieji dengan serius seraya mengalihkan pembicaraan.
Orang tua ini terkejut ketika mendengar suara Jieji. Dia berpikir orang di
depannya paling tua hanya berusia 40 tahun. Tetapi kungfunya telah begitu
hebat. Dia sangat heran dan penasaran, ingin sekali dia mencoba kungfu
pemuda tersebut.
"Betul... Bagaimana kalau kita bertanding?" kata orang tua ini segera kepadanya.
"Anda jauh lebih tua dariku, mana mungkin saya bisa menjadi tandingan anda?"
tanya Jieji dengan sopan.
"Ha Ha Ha.... Kungfu tidak melihat usia. Kemajuan yang mengagumkan tentulah sangat layak. Anda hanya berusia palingan 30 tahun lebih. Umurku 1 kali lipat
darimu, tetapi kungfumu mungkin sudah 1 kali dariku." katanya dengan tertawa keras.
"Tidak... Lau Chienpei terlalu merendah. Dengan kata-kata seperti ini, saya sudah sangat tidak nyaman. Mohon Lau Chienpei menyebut nama besar anda,
supaya dari pihak muda merasa tidak kurang ajar." kata Jieji seraya memberi hormat padanya.
"Namaku Zeng Qianhao... Orang-orang dunia persilatan memanggilku Pei Nan
Yang...." Kata orang tua tersebut seraya tertawa.
Jieji sangat terkejut.
Pei Nan yang adalah sebuah nama yang merupakan gosip dari dunia persilatan
saja, hampir tidak pernah ada orang yang bertemu dengannya. Kali ini dia dapat
bertemu langsung. Tentu hal ini sangat menyenangkan Jieji, dia sangat ingin
mencoba kungfunya dari dulu. Apakah benar kalau Pei Nan Yang itu sangatlah
sakti. "Tidak disangka Lau Chienpei adalah tokoh dunia persilatan yang paling terkenal itu..." kata Jieji sambil menghormat dalam kepadanya.
"Nama saya adalah Dekisaiko Oda dari Dongyang." katanya kembali.
Qianhao yang mendengar keluarga Oda sempat terheran sebentar.
"Dekisaiko Oda" Jadi anda punya hubungan dengan Hikatsuka Oda dari
Dongyang itu?" tanya Qianhao dengan agak keheranan.
"Tentu.. Dia adalah ayahku...." Kata Jieji kemudian.
"Ha Ha Ha Ha........" Zeng Qianhao tertawa dengan deras. Tetapi tertawanya ini di iringin dengan tenaga dalam.
Jieji hanya tenang saja melihat tingkah orang tua tersebut.
"Kalau begitu inilah yang namanya teman lama. Dia pernah menjadi sahabatku selama berpuluh tahun. Tidak disangka malah aku bertemu dengan anaknya
disini." kata orang tua ini dengan girang.
"Ada sesuatu hal yang ingin kusampaikan pada anda..." kata Jieji dengan serius.
"Hm... Ada hal apa?" tanya Qianhao kembali.
"Saya adalah orang yang membunuh guru anda, Lu Fei Dan dan Bao Sanye adik
seperguruan Lau Chienpei." kata Jieji mengakuinya.
"Ha Ha Ha.... Hebat...Hebat... Pemuda yang jujur sangatlah kusukai. Mengenai guruku, itu adalah hal yang sudah lama sekali. Sekitar hampir 40 tahun yang lalu kami telah putus hubungan gara-gara guruku itu mau membunuhku. Selain itu,
anda juga tahu. Bao Sanye adalah adik seperguruanku yang menuruti guruku.
Jadi sejak lama mereka berdua tidak punya hubungan lagi denganku." kata
Qianhao sambil tertawa keras kembali.
Jieji yang sedari tadi menutup mukanya segera membuka kain di wajahnya.
Pei Nanyang yang melihatnya tentulah sangat terkejut.
Wajah temannya, Hikatsuka Oda terpampang jelas.
"Hari ini saya sangatlah bergembira. Tidak disangka benar apa yang anda
ucapkan itu. Anda sungguh mirip teman lamaku itu...." Katanya kembali dengan ekspresi luar biasa gembira.
Selang beberapa saat, orang tua yang tadinya dengan wajah girang. Sekarang
telah berubah menjadi serius.
"Bagaimana jika kita mencoba kungfu sebentar?"
"Sungguh sangat memalukan. Tetapi jika Lau Chienpei ingin mencoba beberapa jurus. Yang muda hanya bisa menerima petunjuk itu dengan senang hati." kata Jieji seraya tersenyum.
Sesaat itu... Hawa pertarungan telah membungkus.
Jieji juga sepertinya tidak sabar, dia sangat bergembira bertemu dengan lawan
setaranya. Dengan gerakan cepat luar biasa, Jieji segera menyerang dengan tendangan.
Tendangan yang melesat sangat cepat ke arah dadanya dengan mudah
ditangkis Qianhao. Sesaat itu, Qianhao mengeluarkan tapak untuk mengambil
tempat yang terbuka di arah rusuk Jieji.
Dengan langkah Dao, dia menghindar. Tapak yang mengenai tempat kosong
segera di sapu ke arah Jieji yang menghindar.
Dengan gerakan menarik sebelah kakinya ke belakang, kaki lain Jieji kembali
menggunakan jurus tendangan mayapada.
Benturan segera terjadi. Tapak tangan melawan tapak kaki.
Keduanya terpental beberapa langkah ke belakang.
"Hebat anak muda... Tendangan mayapadamu jelas lebih hebat daripada yang
sanggup dikeluarkan teman lamaku itu." kata Qianhao sambil tersenyum.
"Terima kasih Lau Chienpei telah mengalah." kata Jieji dengan sopan.
Kali ini Jieji mengubah jurus tendangannya. Dia datang dengan tendangan yang
menyapu. Ketika hampir sampai, telapak tangan Qianhao segera keluar sinar
sekejap. Sapuan tendangan kembali berlaga dengan tapak. Benturan ini dahsyat,
air sungai di sekitar segera bergelombang dahsyat.
Jieji terlihat terpental ke belakang sambil melayang, tetapi Qianhao hanya berdiri tegak.
Saat Jieji hampir mendarat, Qianhao kembali datang dengan tapaknya dengan
cepat. Sebelum sampai, dia melihat sinar sekejap yang datang luar biasa cepat
padanya. Qianhao sangatlah terkejut. Segera dia mengubah haluan tapaknya
untuk menahan jurus yang datang sangat cepat itu.
Kembali suara benturan tenaga dalam terjadi. Kali ini terlihat Qianhao-lah yang terpental mundur beberapa langkah ke belakang.
Setelah sanggup berdiri dengan baik akibat dorongan tenaga dalam. Qianhao
tertawa. "Ha Ha ... Kita betul seimbang. Tidak disangka kamu juga menguasai jurus ilmu jari dewi pemusnah.. Anak muda, kamu itu makin lama makin menarik..." kata Qianhao yang senang.
Sesaat ketika kata-katanya selesai diucapkan.
Kembali dia rapal tapaknya, kali ini tapaknya sangat berbeda dengan tapak
sebelumnya. Tapak ini sangat terkenal di dunia persilatan, yaitu tapak
mayapada. Jieji yang melihatnya segera mengubah suasana pertarungan. Dia patahkan
sebuah ranting pohon yang pendek di sebelahnya. Dia tidak memakai pedang
yang di pinggangnya, karena dirasa sangatlah tidak adil bagi Qianhao.
Ketika keduanya telah siap.
Qianhao segera melesat cepat....
Tapak Mayapada telah mengancam dengan luar biasa cepat.
Jieji yang melihatnya, segera mengeluarkan jurus pedang ayunan dewa tingkat
ke enam. Dia memakai ranting yang menusuk ke arah tapak.
Ketika ranting hampir sampai ke tapak terbuka, jurus Jieji segera berbelok
mengancam ke tenggorokan Qianhao. Dengan segera tapak yang sempat keluar
itu dia tarik untuk melindungi tenggorokannya.
Tusukan ranting pas mengenai tapaknya. Benturan tenaga dalam pun segera
terjadi. Ranting yang dipakai Jieji segera koyak menjadi beberapa ratus bagian kecil.
Ketika hampir sampai tubuh Jieji ke tapak Qianhao, dia mengerahkan tapaknya
yang paling dahsyat. Seraya berputar tubuh, dia juga memutar lengannya satu
lingkaran penuh. Dan segera mengarahkan ke tapak Qianhao.
Tapak berantai tingkat 1 melawan Tapak mayapada tingkat 1 Qianhao. Benturan
kali ini sangatlah dahsyat. Riakan air sungai makin menjadi. Tanah seakan
bergetar sebentar ketika kedua tapak itu bertemu..
Hasil pertarungan segera tampak jelas. Jieji cuma bersalto ringan ke belakang.
Sementara Qianhao terdorong ke belakang lumayan jauh sambil menyeret
kakinya. "Hebat... Saya telah tahu kalau anda tidak mungkin hanya menguasai beberapa ilmu kungfu saja sudah demikian hebat. Tidak disangka jurus yang telah hilang di jagad persilatan itu masih dikuasai olehmu. Ilmu pemusnah raga... Ha Ha..."
tertawa Qianhao dengan deras.
"Ilmu pemusnah raga" Saya tidak tahu artinya. Ini hanya tapak berantai
ciptaanku dengan menggabungkan semua jurus yang pernah kupelajari..." Kata Jieji tentu dengan keheranan luar biasa sekali.
Kenapa Qianhao bisa mengatakan kalau jurusnya adalah Ilmu pemusnah raga"
"Ilmu ciptaanmu" Sangat heran... Jurus Ilmu pemusnah raga adalah
sesungguhnya gabungan dari beberapa ilmu hebat di dunia persilatan. Kamu
datang ke istana tentu ingin mencuri buku kisah ilmu itu kan?" tanya Qianhao kembali.
"Betul Lau Chienpei. Beberapa tahun lalu di Koguryo, atas petunjuk seseorang dalam suatu mimpi. Dia memintaku untuk menggabungkan semua jurus yang
kupelajari menurut semua inti semesta, yaitu Air, tanah, angin dan api. Sehingga saya menciptakan jurus tapak yang lima tingkat itu." kata Jieji dengan jujur kepadanya.
"Apa" Jadi jurus itu adalah jurus ciptaanmu sendiri" Hebat nak... Saya sangat menyalutimu. Apa nama jurus tapak yang kamu ciptakan itu"
Setelah pulang, lihatlah dengan jelas buku yang kamu curi itu. Pasti kamu bisa
mengerti dengan baik apa maksud saya itu..." kata Qianhao kembali dengan
tersenyum. "Jadi begitu" Saya telah penasaran terhadap ilmu itu selama beberapa tahun lamanya. Ini adalah tapak berantai.
Tidak disangka inilah jurus yang hampir sama dengan jurus dalam Ilmu
pemusnah raga..." Kata Jieji dengan agak keheranan.
"Tapak berantai" Hebat nak... Ini adalah tapak yang sangat cocok antara nama dan jurusnya." kata Qianhao dengan puas.
"Oya Lau Chienpei, bisa anda ceritakan kenapa tapak mayapadamu sangat
berbeda dengan orang yang menguasainya itu" Disini tapakmu 10 kali lebih
hebat dan cepat dari tapak yang biasa dikeluarkan." tanya Jieji kemudian.
"Sama sepertimu, sebenarnya saya menggabungkan tiga ilmu tapak ke dalam
tapak mayapada. Sehingga jurus ini bisa dikatakan tapak pemusnah raga." kata Qianhao.
Saat selesai pembicaraan, keduanya mendengarkan langkah ilmu ringan tubuh
yang dari jauh mendekati ke tempat mereka.
Qianhao segera meminta pamit pada Jieji. Dia memberi hormat kepadanya
dengan sangat sopan. Jieji juga membalasnya dengan sangat sopan juga.
Sesaat itu, dengan ilmu ringan tubuh tingkat tinggi segera ditinggalkannya sungai kecil itu.
Beberapa saat...
Jieji segera tahu siapa yang sedang mendekati tempat itu. Suara ringan tubuh
yang sangat dikenalnya.
Kemudian suara itu perlahan lenyap bersamaan dengan turunnya seorang wanita
cantik. "Ha Ha... Kamu menungguku tentu sudah tidak sabar." kata Jieji seraya tertawa.
"Tentu... Apa yang terjadi" Saya merasakan adanya hawa pertarungan disini
tadinya, sekarang kok jadi lenyap?"?" kata wanita ini ternyata adalah Yunying adanya dengan agak keheranan. Dia datang sambil membawa buntalan yang
berisi baju mereka berdua.
"Saya akan menceritakannya begitu sampai di istana." kata Jieji kemudian sambil mengambil buntalan di tangan Yunying.
Lalu dengan cepat, mereka mengganti baju mereka dan segera menuju ke timur
kota untuk masuk kembali ke istana.
BAB XLVIII : Pemuda aneh asal Dongyang
Di dekat kota Pyungyang.
Pintu Timur... Dengan mengambil langkah yang pelan dan santai, mereka pura-pura memasuki
kota. Penjagaan kota memang telah diperketat dengan sangat cermat bagi yang
ingin meninggalkan atau memasuki istana.
Karena mereka berdua jelas dilihat oleh penjaga ketika keluar dari kota Timur,
maka dengan sekembalinya mereka berdua, Penjaga hanya mengizinkan
mereka berdua masuk tanpa bercuriga.
Jieji dan Yunying yang masuk ke dalam kota segera menuju ke kediaman
mereka di belakang istana.
Disana telah terdapat 3 orang yang lainnya yaitu Pangeran Hongyun, Wei dan
Xieling. Setelah mendengar bahwa pencuri telah kabur dari istana, Pangeran bertiga
segera minta pamit pada Chonchu.
Jieji sengaja meminta kepada teman-temannya untuk menyibukkan Chonchu.
Karena di dalam istana, Jieji tahu yang berilmu tinggi hanya dia seorang. Oleh
karena itu, selain menyibukkan dia maka akan sangat susah mengendap ke
istana untuk mencuri. Tetapi Jieji dan teman-temannya sama sekali tidak tahu
kalau Chonchu juga mengetahuinya.
Setelah mereka duduk dan tenang sejenak. JinDu mulai menanyai kakak
keduanya dengan suara pelan.
"Kakak kedua.. Apa yang kamu dapatkan?"
Seraya mengeluarkan buku di balik bajunya, dia memapangkannya di meja. Buku
itu tertulis sangat jelas " Buku Kisah Ilmu Pemusnah Raga ".
"Kamu belum menceritakan bagaimana kamu bisa bertarung hebat di sungai
kecil itu." Tanya Yunying kepadanya dengan mengerutkan dahinya.
"Betul.. Mungkin lebih perlu jika kuceritakan hal itu kepada kalian terlebih dahulu." kata Jieji kemudian.
Wei dan Xieling serta pangeran agak terheran. Sebenarnya apa yang terjadi
dengan Jieji yang pulangnya agak telat dari waktu yang diperkirakan.
Namun dengan segera, Jieji menceritakan bagaimana pertemuan dia dengan
tokoh no 1 dunia persilatan itu dan bagaimana dia dengannya bergebrak
sebentar. "Wah.. Hebatt.... Bahkan Pei Nanyang saja sanggup kamu kalahkan. Tidak
sia-sia aku mengagumimu sangat." Kata Yunying sambil tersenyum bangga pada Jieji.
"Tidak juga... Qianhao lebih hebat tenaga dalamnya dibanding diriku. Saya cuma untung-untungan menang melawannya. Ini cuma disebabkan karena adanya ilmu
tapak berantai. Jika tidak, selamanya pun tidak sanggup ku desak dia..." kata Jieji sambil tersenyum.
"Kalau begitu, memang benar gosip itu adanya" Pei Nanyang betul-betul orang yang hebat .." kata Wei Jindu.
"Betul... Dalam pertarungan tersebut, saya juga mutlak kalah padanya jika tidak kukerahkan tapak berantai. Dia benar manusia hebat luar biasa." kata Jieji yang memuji Qianhao, Pei Nanyang.
"Ohyah.. Saya benar penasaran, kamu tidak pernah menceritakan bagaimana
kamu bisa menciptakan tapakmu yang sangat hebat itu?" kata Yunying yang
memandangnya sambil mengerutkan dahinya.
Jieji memandangnya dengan sekilas.
"Lain kali sajalah...." katanya dengan membuang mukanya.
"Tidak... Tidak bisa... Tempo lalu kamu sudah mengatakan untuk lain kali..
Sekarang lain kali lagi ...Masak mau kamu kujambak pulang ke Hefei terlebih
dahulu baru mau kamu ceritakan" Atau jangan-jangan kamu mau aku dah jadi
nenek-nenek dulu baru kamu ceritakan kepadaku?"?" Kata Yunying seraya
bercanda dengannya tetapi dengan setengah niat memaksanya.
Mereka hanya tertawa saja melihat tingkah kedua orang tersebut.
"Baik.. Baik.. Lagian waktu kita masih panjang, saya akan menceritakannya..."
Kata Jieji kemudian dengan wajah kesal sambil memandang si nona.
Tetapi Yunying hanya tertawa geli saja sambil memandangnya.
*** 6 Tahun lalu. Kota Ye Chen...
Jieji seperti biasa.. Dia berjalan menelurusuri wilayah satu kota ke kota lainnya dengan berharap bahwa dia bisa menemukan sisa petunjuk tentang Ilmu no 1
sejagad itu. Setelah tiba di kota Ye. Dia mendengar gosip di kota bahwa para pesilat dari
daratan tengah sedang menuju ke utara padang pasir.
Ada gosip baru yang menyatakan kalau ilmu itu "ada" di tanah tua Mongolia.
Jieji yang sebenarnya tidak ada kerjaan lain tentu tidak bermasalah jika dia
menyusul ke Mongolia. Dengan segera, dia melarikan kudanya ke kota tujuan
lain dan memasuki wilayah Han Utara.
Setelah melewati kota YiChou, Jieji telah siap menuju ke utara. Dari sana dengan jarak sekitar 100 li ke utara, maka tanah tua Mongolia bisa dicapai.
Namun, dalam perjalanannya yang hanya beberapa Li. Dia dicegat oleh
seseorang. "Siapa anda" Mengapa menghalangi jalanku?" tanya Jieji sopan kepadanya.
Tetapi orang ini hanya diam seribu bahasa sambil memandangnya beberapa
saat. Jieji melihat perawakan orang tersebut.
Umurnya palingan hanya 20 tahunan. Tingginya hanya 5 kaki lebih. Wajahnya
sangatlah tampan, tetapi di pipi kanannya terdapat sebuah goresan yang
lumayan panjang. Wajahnya sangat khas yaitu wajah khas orang Dongyang,
begitu pula pakaiannya yang tidak mirip pakaian orang daratan tengah. Di tangan orang terpegang pedang panjang dengan sarung dan sedang berpangku tangan.
"Serahkan pedang di pinggangmu jika tidak ingin terjadi apa-apa dengan
dirimu..." kata orang tersebut dengan mata yang sangat dingin.
Jieji segera sadar. Orang di depannya bukanlah sembarang orang.
Segera hawa pembunuhan muncul dengan berdesir dan merindingkan bulu
kuduk. Penyerang tanpa banyak bicara karena melihat reaksi Jieji yang enggan
menyerahkan pedang, lalu dengan segera dia mencabut pedangnya. Pedang
penyerang tidak lain tentu adalah pedang panjang dengan 1 sisi tajam, Katana.
Pemuda aneh ini lari ke arahnya dengan kedua tangan siap di arah pegangan
pedang. Gerakan pemuda itu sangatlah cepat.
Jieji segera terkejut, dia segera melompat dengan ilmu ringan tubuh menjauhi
kudanya dan melompat tinggi melewati pemuda itu.
Sambil mencabut pedang di pinggang, Jieji segera mengeluarkan jurus pedang
ayunan dewa. Tetapi jurus ini sepertinya dengan mudah ditahan penyerang.
Dalam beberapa gerakan kelihatan Jieji sangat terdesak. Beberapa goresan
telah jelas tertampak di tubuhnya.
Jurus pedang ayunan dewa sepertinya bukan tandingan jurus pedang pemuda
aneh tersebut. Mereka sempat bergebrak puluhan jurus. Jurus pemuda ini aneh dan sangat
mengancam. Sementara Jieji hanya bisa menahan dan menghindar tanpa ada
celah untuk menyerang baginya...
Dalam satu ketika, jurus pedang pemuda itu makin mengancam.
Dengan satu gerakan nan dahsyat, dia mengeluarkan hawa nan tajam yang
keluar dari katana. Jieji yang melihatnya, hanya bisa menahan hawa pedang
dengan pedang Ekor api. Namun tak ayal, Jieji terseret ke belakang dengan
sedikit luka dalam.
Lalu dengan gerakan yang teramat cepat sebelum Jieji siap benar kembali,
pemuda ini loncat sangat tinggi. Dengan jurus membelah, dia segera membacok
ke bawah... Yang di ncarnya kali ini tentu batok kepala Jieji.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jieji sangatlah terkejut, dalam posisi ini dia serba salah. Mundur memang bisa, tetapi jika jurus membelah itu diubah menjadi membacok ke samping, maka
riwayatnya pasti tamat ketika itu.
Sepertinya kali ini dia tidak punya pilihan lain...
Dengan gerakan pasti sambil menarik nafas, pedang yang datang sangat cepat
itu segera dikepit dengan kedua tapak tangannya. Hawa di sekitar radius 5 kaki
segera tidaklah ramah. Tanah di bawah kakinya yang agak berpasir itu segera
membelah membentuk lingkaran besar karena hawa penyerangan yang datang
dari atas itu sangat dahsyat.
Dengan mengerahkan semua kekuatannya, si penyerang terus menekan.
Sementara dari hidung dan bibir Jieji telah mengalir darah segar.
Dalam keadaan serba bingung seperti itu, segera Jieji mendapat akal dadakan.
Tidak dipedulinya lagi bacokan itu walaupun gerakan kali ini sangatlah
berbahaya. Dengan seluruh tenaganya Jieji menyampingkan pedang yang sedang dikepitnya
itu. Tidak dipedulikan bacokan itu mengenai dadanya.
Dengan gerakan memutar dan bersalto. Jieji mengerahkan tendangan mayapada
untuk menghantam perut si penyerang.
"Dhuakk...."
Suara tertendang sangat jelas. Sementara bacokan pedang juga sama
mengarah ke bahu Jieji sampai ke perutnya. Dalam keadaan itu, keduanya jatuh
terbaring. Jieji masih sanggup berdiri, karena luka itu hanyalah goresan.
Sementara penyerang bangun dengan memegang perutnya yang tanpa
perlindungan tadi di tendang dengan jurus maha dahsyat.
Penyerang tadinya segera muntah darah sangat banyak.
Resiko kali ini dimenangkan oleh Jieji meski di tubuhnya juga terdapat sebuah
goresan panjang.
*** Yunying yang mendengarkannya dengan asik segera mendekati Jieji.
Dia membuka bajunya dengan perlahan dan mengintip ke dalam.. Goresan itu
masih terlihat lumayan jelas di sebelah kiri bahu pemuda itu dan turun sampai
dekat perutnya.
Sesaat Yunying merasa tidak enak hati juga.
"Apa masih sakit?" tanya Yunying sambil mengerutkan dahinya.
Jieji mendorong pelan kepala si nona sambil bercanda dengannya.
"Kalau masih terasa sakit sampai sekarang berarti suamimu ini bukan lagi
manusia..."
Mereka segera tertawa geli mendengar kata-kata Jieji.
"Kalau kamu ketemu sekarang.. Hajari dia sampai babak belur.. Bagaimana?"
tanya Yunying kembali.
"Tidak perlu.. Jangan-jangan kungfu orang itu malah telah lebih tinggi dariku saat ini." kata Jieji sambil berpikir, di ngatnya jurus kungfu pemuda itu yang sama sekali tidak ada celah.
"Jadi kalau begitu berarti kakak kedua sama sekali bukan tandingan si pemuda aneh saat itu?" kata Wei Jindu.
"Betul.... Saat itu saya sama sekali bukanlah tandingannya meski di tanganku tergenggam pedang Ekor Api.." Kata Jieji seraya mengenangnya kembali
kejadian itu. *** Jieji yang melihat penyerang sempat roboh, dengan segera dia menuju ke
kudanya. Sambil memacu cepat, dia mengarahkan tujuannya yang tadinya
adalah ke utara dan menuju ke arah timur.
Pendekar Bayangan Setan 11 Sepak Terjang Hui Sing Murid Perempuan Cheng Ho Karya Tosaro Jaka Lola 5
^