Naga Jawa Negeri Di Atap Langit 13

Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma Bagian 13


orang pada sejumlah titik yang tinggi, sehingga dapat mengikuti
pergerakan Panah Wangi dan dapat menunjuk ke mana panahpanah yang sudah terpasang pada busur-silang itu dilesatkan.
Mereka berada di wuwungan dan di atas tembok, bahkan juga di
puncak pagoda, sehingga ke mana pun Panah Wangi berkelebat
maka panah-panah itu melesat ke tempat yang sama. Tidak
1188 mungkinkah suatu kali Panah Wangi akan gawal juga dan begitu
banyak anak panah akan segera merajamnya"
Panah Wangi disebut Panah Wangi bukan hanya karena panahnya
meruapkan bau wangi, melainkan karena seluk-beluk anak panah
sangatlah dikuasainya. Mungkinkah para petugas Dewan Peradilan Kerajaan itu lupa, betapa Panah Wangi membidik dan
melesatkan anak-anak panahnya bukan hanya dengan busur,
melainkan juga dengan mantra" Tanpa mantra jumlah anak panah
yang berada dalam sarung anak panahnya akan habis dengan
segera meski pertarungan belum berlangsung terlalu lama.
Dengan mantra jumlah anak panah yang berada dalam sarung
anak panahnya tiada akan pernah ada habisnya.
Maka segera terlihat bagaimana Panah Wangi memperlakukan
panah-panah itu bagaikan ratu memerintah rakyatnya yang setia.
Hanya cukup dengan menyentuhnya maka anak panah itu berbalik
kepada yang telah bertanggung jawab mengarahkan anak panah
itu kepadanya. Demikianlah satu per satu mereka jatuh terguling
dari atas dinding, dari wuwungan, dan dari atas pagoda. Jatuh
terguling, melayang dan terbanting, dengan anak panah menancap
pada dahi masing-masing, dan bau wangi meruap dari anak-anak
panah itu. Dengan tewasnya para penunjuk ke mana Panah Wangi
pergi, para pemanah dari Dewan Peradilan Kerajaan pun menjadi
1189 kehilangan arah bidikan, dan baru mereka sadari kemudian betapa
Panah Wangi telah menghilang.
Han, istri Shan T'ao, berkata: Dalam bakat dikau tak setara dengan mereka,
tetapi bersama pengetahuanmu,
dikau bisa berteman dengan mereka 1
"Begitulah kutinggalkan mereka," kisah Panah Wangi, "karena
gagasanku untuk menunjukkan keberdayaan perempuan dalam
dunia persilatan kukira tercapai. Aku dapat menghilang dengan
mudah dan tidak pernah terpergoki lagi sampai sekarang berkat
bantuan jaringan mata-mata tentara yang memasang tabir rahasia
bagiku, yang memberikan kesempatan bagiku untuk menyelinap di
depan hidung mereka. Biarlah semua orang tahu dan menjadi
pembicaraan sampai kapan pun, bahwa seorang perempuan
pesilat..." Begitulah hari-hariku berlalu sebelum selaput yang membalut
wajahku dapat dibuka. Cerita-cerita Panah Wangi membantu
pembayanganku tentang apa yang berlangsung di luar petak
selama aku tidak berkutik di rumah aman. Setelah menyelamatkan
diriku yang terpental berputar-putar di udara, karena ledakan
1190 bercahaya menyilaukan di depan wajahku itu, Panah Wangi
rupanya sempat mengirim pesan rahasia melalui jaringan matamata tentara kepada Panglima Pasukan Pertahanan Chang'an.
Namun baru diketahuinya kemudian bahwa panglima itu ternyata
bagian dari jaringan rahasia Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang,
yang untuk sebagian menjelaskan juga mengapa orang-orang
golongan hitam dapat begitu bebas bergerak di kotaraja.
"Kita tidak tahu lagi siapa bermusuhan dengan siapa," kata Panah
Wangi, "karena jumlah yang berkhianat maupun yang setia pada
pihak mana pun perbandingannya serba hampir sama. Di antara
pihak yang berhadapan lebih banyak lagi kelompok-kelompok
yang tidak dapat dipastikan keberpihakannya, dan di dalam
kelompok ini terdapat tokoh-tokoh yang keberpihakannya terlalu
sering berpindah-pindah dengan alasan-alasan yang tidak pernah
diketahui. Namun lebih banyak lagi kelompok-kelompok besar
yang tidak peduli maupun tidak tahu apa yang harus dilakukan,
tetapi di dalamnya terdapat begitu banyak kelompok kecil dengan
kepentingannya masing-masing yang bisa saling bertentangan."
Aku mendengarkan dengan mata terpejam, membayangkan
keadaan yang sama dalam latar Suvarnadvipa..
1191 HARI-hari menjelang dibukanya selubung dari selaput wajahku
membuat aku berpikir tentang wajah. Apakah yang harus menjadi
masalah jika diriku tidak berwajah" Aku sudah terbiasa hidup tanpa
nama, apakah tetap tanpa nama tetapi kali ini tidak berwajah pula
akan membuat hidupku berubah, tepatnya berubah menjadi lebih
malang" Bola peledak yang pembuatannya diarahkan untuk membakar dan
menghanguskan itu, menurut Tabib Pengganti Wajah kepada
Panah Wangi, telah membuat kulit wajahku mengelupas dan
menyisakan hanya tengkorak. Aku bukan sekadar mengalami luka
bakar, melainkan wajahku terkelupas. Luka bakar pada kulit akan
berganti, bahkan berganti untuk kembali seperti semula, tetapi
terbakar hebat sampai kulit mengelupas, mengerut, hangus
menjadi arang, tentu tidak tergantikan. Sebenarnyalah hanya
sekadar tengkorak wajahku kini.
Apakah aku harus keberatan dengan itu" Aku belum sampai
kepada pertanyaan yang jawabannya juga belum kuketahui itu,
karena Panah Wangi dengan cepat sudah mendatangkan Tabib
Pengganti Wajah untuk menanganinya, sehingga terlibat dalam
perebutan Batu Naga. Namun kini aku memikirkannya.
1192 Kubayangkan jika diriku yang berwajah tengkorak melanjutkan
pengembaraan dan seseorang mencegatku di tengah jalan.
"Kamu yang berwajah tengkorak, siapakah namamu?"
"Oh, maaf, aku tidak memiliki nama."
"Orang tuamu tidak memberimu nama?"
"Aku tidak tahu, aku belum pernah bertemu dengan mereka."
"Oh, kamu seperti anak yang malang, apakah kamu merasa
malang?" "Tidak." "Ataukah sebaliknya kamu merasa beruntung?"
"Mengapa kiranya sehingga aku harus merasa beruntung?"
"Karena barangkali kamu tidak memiliki beban nama."
"Beban nama?" "Ya, jika namamu hebat, kamu tentu harus menyesuaikan diri
dengan namamu itu bukan?"
1193 Aku tidak menjawab. Dia terus bicara. Betapapun orang yang
mencegatku itu adalah lamunanku sendiri.
"Nama itu akan memberimu beban karena kamu harus selalu
menyesuaikan diri dengan namamu," katanya lagi, "Namamu akan
menjadi kutukan!" Apakah memang seperti itu" Apakah selama ini diriku memang
telah terbebaskan dari beban nama dan kutukan makna" Tentu
agak sulit aku mempertimbangkan hal itu karena diriku sendiri tidak
mempunyai nama. Hui Shih berkata: langit sama rendah dengan bumi;
gunung-gunung setingkat dengan rawa.
matahari siang adalah matahari menurun;
makhluk yang lahir adalah makhluk sekarat. 1
"Namun dirimu ternyata juga tidak mempunyai wajah!"
Aku tertegun lagi. Apakah aku mengenal wajahku" Apakah aku
pernah bercermin" Di Yavabhumipala tidak banyak orang memiliki
cermin, dan yang disebut cermin itu nyaris dipelihara sebagai
1194 benda mestika, sehingga tidak sembarang orang bisa menggunakannya. Cermin itu menjadi perhiasan mahal karena
terletak pada piringan perak maupun perunggu. Hanya orang
berada memilikinya, dan karena itu tidak semua orang bisa
bercermin. Sekarang aku mengingat-ingat kembali wajahku dan tidak pernah
berhasil. Begitu pentingkah sebuah wajah" Kalau dibandingkan
dengan tangan, kaki, sikut, dengkul, dan tumit, misalnya, maka
wajah adalah satu-satunya cara untuk mengenal seseorang
dengan cepat, dalam arti membedakan seseorang dari seseorang
yang lain, maupun dalam arti mengenali seseorang tersebut
secara lebih mendalam. Dengan wajah tengkorak, tentu aku
mudah dibedakan, tetapi karena tulang tengkorak tidak dapat
digerakkan, maka tidak terdapat ungkapan bermakna apa pun
yang dapat dibaca sebagai ungkapan perasaan maupun pikiran.
Sebaliknya, wajah tengkorak itu sendiri hanya akan menandakan
kengerian sebagai kemungkinan terbesar, kecuali bagi seorang
penggali kuburan! Mengenali diriku sendiri kukira setelah terbiasa hidup menyendiri
tanpa nama aku tentu harus sanggup pula hidup tanpa wajah.
Sanggupkah" Hidup dalam dunia persilatan ternyata tidak hanya
berarti seseorang siap untuk mati, bahkan boleh diandaikan
1195 seseorang mencari kematian dengan jalan terhormat, juga siap
untuk sekadar cacat tubuh seperti kehilangan tangan, kaki, dan
tentu juga wajah. Di antara banyak lawan yang kuhadapi, tidak sedikit yang
wajahnya menunjukkan jejak-jejak pertarungan sebelumnya.
Apakah itu satu atau bahkan kedua-duanya ia punya mata
tercungkil, garis menyilang atau saling menyilang karena sabetan
golok pada wajahnya. Nama-nama julukan para pendekar seperti
Pendekar Kaki Satu, Pendekar Buntung, Pendekar Mata Satu,
Pendekar Buta, Pendekar Lengan Tunggal, Pendekar Codet, dan
semacamnya bisa muncul berkali-kali untuk menantangku, karena
memang digunakan oleh lebih dari satu orang pada masa yang
sama. Tabib Pengganti Wajah memang pekerjaannya mengubah wajah
orang, terutama mata-mata yang menyamar, tetapi ia belum
pernah mengganti wajah yang hilang.
Siapkah aku disebut Pendekar Tanpa Wajah"
AKU masih berpikir tentang wajah. Jika wajahku adalah wajah
tengkorak, kukira aku belum akan mendapat sebutan Pendekar
Tanpa Wajah, sebaliknya mungkin saja sebutan itu akan berbunyi
1196 Pendekar Wajah Tengkorak. Kenapa tidak" Ada seorang pendekar
yang wajahnya juga terkelupas dalam suatu pertarungan, tetapi
hanya sebelah, sedangkan wajahnya yang sebelah masih ada,
sehingga kemudian disebut Pendekar Tengkorak Sebelah.
Kemudian aku juga teringat orang-orang persilatan yang menderita
penyakit kusta, yang pada tingkat parah hidungnya rontok dan
bagian yang ditinggalkannya berlubang. Mereka mengenakan
kerudung kain yang menutupi seluruh kepala termasuk wajahnya,
dan membuat dua lubang pada kain itu agar matanya tetap bisa
melihat. Kukira mereka ini layak disebut Pendekar Tanpa Wajah,
tetapi mereka tidak pernah disebut demikian. Sebagian dari
mereka pernah kuhadapi dan setiap kali masing-masing muncul
disebut banyak orang sebagai Pendekar Kusta saja.
"Aku mengenakan kerudung ini bukan karena malu dengan
wajahku," ujar salah seorang, "melainkan agar tidak mengganggu
selera siapa pun ketika memandangku. Jika aku tewas di
tanganmu, tolong tudung ini tidak dibuka jika kamu membakar atau
menguburku." Dengan penyakit kusta yang dideritanya, tubuh seorang pendekar
menjadi lemah, meski tenaga dalamnya tidak berkurang.
Akibatnya, dalam pertarungan banyak yang anggota badannya
1197 mendadak terputus begitu saja ketika beradu tenaga dalam. Jarijari lepas dari buku-buku tangan, buku-buku tangan lepas dari
telapak tangan, telapak tangan lepas dari pergelangan tangan,
tangan lepas dari siku, siku lepas dari lengan. Tidak ada yang bisa
dilakukan tenaga dalam tentang hal itu.
Namun wajah mereka tetap terlindungi sampai mereka perlaya
dalam pertarungan. Bahkan tidak pernah terbuka lagi sampai
mereka dibakar atau dikuburkan. Begitulah wajah diperlakukan
berbeda daripada tumit atau lutut. Ketiadaan wajah tersepakati
agar tetap tidak diperlihatkan, karena memperlihatkan ketiadaan
wajah merupakan suatu keganjilan yang menggelisahkan.
Aku tidak memikirkan semua ini sampai dan ketika Tabib
Pengganti Wajah menangani diriku dengan menggunakan Batu
Naga itu. Adalah Panah Wangi yang mencari, menyelamatkan, dan
membawa Tabib Pengganti Wajah yang nyaris ditelan api. Adalah
Panah Wangi pula yang bertarung untuk mendapatkan Batu Naga
yang telah digunakan untuk memulihkan diriku. Bagaimanakah aku
akan pulih" Dalam keadaan setengah sadar kukira kudengar suara Tabib
Pengganti Wajah itu. 1198 "Kamu telah kehilangan wajahmu, Nak, tetapi kamu akan
mendapatkan wajah baru, yang sama sepenuhnya dengan
wajahmu yang lama," katanya. "Siapa pun yang menatapnya akan
mengira sedang menatap dirimu."
Kemudian hari, setiap kali aku teringat kalimat itu, aku merasa
diriku terbelah. Tung Chung-shu berkata: yang sampai pada gilirannya
menghasilkan yang berikutnya
dan diatasi yang berikutnya
tetapi yang sampai pada gilirannya 1
Aku belum tuntas memikirkan semua itu ketika Panah Wangi
berkata. "Pendekar Tanpa Nama, hari ini selubung wajahmu akan dibuka.
Seperti telah kamu ketahui, pengobatan dan pemulihan macam ini
belum pernah dilakukan oleh Tabib Pengganti Wajah, dan beliau
telah berpesan agar dirimu siap dengan kemungkinan seperti


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berikut. Pertama, wajahmu kembali seperti semula; kedua,
1199 wajahmu tetap hilang dan hanya menyisakan permukaan
tengkorak; ketiga, terdapat suatu wajah, tetapi bahkan dirimu
sendiri tidak mengenalinya. Apakah kamu telah menyiapkan diri
untuk semua kemungkinan itu?"
Kucoba membayangkan diriku dalam ketiga kemungkinan itu.
Ternyata aku merasa sulit membayangkan wajahku sendiri.
Mungkinkah karena pengaruh ledakan itu" Persoalan wajah
tengkorak telah kutemukan jalan keluarnya, yakni meniru cara-cara
para Pendekar Kusta, tetapi persoalan kemungkinan pertama
ternyata sama dengan kemungkinan ketiga, yakni bagaimana jika
aku tidak mengenali wajahku sendiri" Kusadari sekarang betapa
diriku nyaris tidak pernah bercermin, selain jika kebetulan
melihatnya di tepi telaga dan sejenisnya.
Selubung ini betapapun harus dibuka. Apa pun yang akan terjadi
nanti harus dibuka dan tiada lain selain dibuka.
"Jika selubung ini sudah waktunya dibuka, sebaiknya dibuka,"
kataku, setengah tidak sabar untuk mengetahui nasibku.
Kami berada di dalam bilik. Rumah aman yang merupakan gedung
besar ini di dalamnya tidak seperti sebuah rumah, karena
merupakan tempat bekerja mata-mata tentara. Namun karena
1200 peranan Panah Wangi di masa lalu kehadiran kami tidak pernah
diganggu-gugat. "Baiklah kita buka sekarang," ujar Panah Wangi.
Ia mulai membuka dan mengurai selubung kepalaku. Seperti
apakah wajahku" SEPERTI apakah wajahku yang sebenarnya" Kehidupan sebagai
pengembara yang bebas merdeka dan tidak terikat kepada segala
macam upacara membuatku tidak merasa perlu memperhatikan
kepantasan cara berbusana, dan begitu pula tidak merasa terlalu
perlu memperhatikan wajahku sendiri, sehingga aku memang tidak
pernah melihat cermin. Lagi pula dalam dunia persilatan, satusatunya ukuran ada dan tiada adalah keberadaan ilmu silatnya.
Tidak peduli betapapun tampan dan cantiknya seorang penyoren
pedang, betapapun mewah busananya dan betapapun mahal kuda
atau senjatanya, tiadalah artinya jika ilmu silatnya rendah dan
mudah jadi permainan lawan.
Bahkan agar tidak menjadi perhatian di dunia awam, seperti
kulakukan bersama Amrita, kami seperti meleburkan diri ke dalam
berbagai kelompok yang menjauhi perhatian tersebut. Jika perlu
semakin jauh semakin baik, meskipun justru sesama penyoren
1201 pedang sesungguhnyalah bagaikan tiada tempat bersembunyi
yang terbaik, karena jejak seorang pendekar akan dapat mereka
tandai cukup dari gerak dan langkahnya saja. Bukankah telah
kuceritakan betapa seorang penyoren pedang bisa langsung
menyerang, dari depan maupun dari belakang, ketika seorang
penganyam keranjang, pembuat tofu, pengamen, bahkan pengemis, diketahuinya sebagai pendekar yang menyamar.
Di dunia persilatan, ilmu silat adalah yang terpenting. Maka
kesempurnaan seseorang berada di jalan persilatan itu, menang
dalam pertarungan adalah penyempurnaan peringkat, kalah dan
tewas dalam pertarungan adalah puncak kesempurnaan itu
sendiri. Meskipun dalam kenyataannya tidak sedikit pendekar
gagah perkasa atau cantik jelita dengan busana dan pernakperniknya yang gilang-gemilang tetap saja hanyalah ilmu silatnya
yang menjadi ukuran penilaian. Dalam dunia semacam itu, yang
tanpa kukehendaki telah menjadi duniaku, apakah terlalu aneh jika
diriku kemudian bahkan tidak merasa pasti, seperti apakah
wajahku sendiri" Namun Panah Wangi ternyata peduli.
"Tanpa wajahmu, siapakah kamu, Pendekar" Kamu sudah tidak
bernama, janganlah tiada berwajah pula."
1202 Sudah tentu ini bukan kalimat seperti yang akan datang dari dunia
persilatan. "Tanpa wajahmu, bagaimanakah aku akan bisa menatap kamu,
Pendekar?" Ia masih terus mengurai selubung, sedikit demi sedikit sambil
membaca petunjuk tertulis Tabib Pengganti Wajah, sampai lepas
dan terbuka seluruhnya. Aku belum pasti seperti apakah wajahku
sesungguhnya, tetapi kulihat mata Panah Wangi berbinar-binar.
Laozi berkata: Dao yang dapat diuraikan bukanlah Dao yang sebenarnya;
nama yang dapat dinamai bukanlah nama tak tergantikan.
Yang tak ternamai adalah awal langit dan bumi;
yang ternamai adalah ibu segala sesuatu. 1
Selubung wajahku sudah terbuka setelah 40 hari melingkari
kepalaku dengan erat. Panah Wangi memelukku.
1203 "Pendekar Tanpa Nama, kamu sudah kembali!"
Tubuhnya meruapkan bau wangi yang kemudian menempel di
tubuhku. Aku duduk di sebuah bangku dan meraba wajahku.
Panah Wangi membungkuk dan memegang kedua lenganku.
Matanya berkata banyak, lantas tangannya memegang pula kedua
tanganku yang menempel di pipi, kurasakan remasan tangannya.
Semacam remasannya arus kehangatan menenangkanku. merasuki dadaku. Tampaknya Mata segala dan sesuatu berjalan dengan baik. "Kamu ingin melihat wajahmu?"
Aku mengangguk dan Panah Wangi menghilang keluar bilik. Ia
segera kembali dengan suatu benda yang disebut cermin. Kaca itu
menempel pada sebuah piringan perunggu dengan hiasan timbul
seekor naga. Kaca cerminnya jernih sekali. Tentu inilah kaca
cermin yang juga digunakan untuk mengatur gerakan pasukan di
medan tempur. Panah Wangi memeganginya di depanku dan aku tertegun.
Benarkah itu diriku" Panah Wangi melihat suatu gelagat pada
wajahku. "Pendekar Tanpa Nama, tidak ada yang berubah," katanya.
1204 Memang itu wajahku, aku mengenalinya, tetapi mengapa aku
merasakannya seperti bukan diriku"
"Itu wajahmu," katanya, "bukankah aku mengenalimu?"
Aku masih tertegun melihat wajah di dalam cermin yang juga
sedang memandangiku itu. Wajah itu tampak wajar, meski terlalu
wajar untuk seseorang yang selalu merasa terasing, dan selalu
merasa sendiri seperti diriku. Seperti wajahku, tetapi seperti bukan
diriku. Kehilangan sebesar apalagi yang bisa kudapatkan setelah
ini" Namun aku tidak mempunyai pilihan lain.
"Ada apa Pendekar Tanpa Nama" Kamu tampak kecewa."
Panah Wangi mengusap rambutku. Kami tidak pernah bersentuhan sebelum ini, tetapi kurasa karena dia lebih tua dariku
ia bersikap sebagai seorang kakak. Aku tidak ingin salah menduga,
mengingat perasaanku selama ini kepadanya yang kupendam
sedalam-dalamnya. "Aku merasa wajah itu terlalu bagus untukku."
Panah Wangi tertawa. "Ah! Pendekar Tanpa Nama! Itu karena Batu Naga!"
1205 MELEWATI 40 hari artinya melompati bulan Phalguna, dan
memasuki bulan Caitra yang di sini hanya disebut bulan
kesembilan 1, kami kembali melacak jejak Harimau Perang. Udara
telah menjadi lebih ramah, tidak lagi seperti ingin membekukan
darah di dalam tubuh, meskipun angin dingin yang kencang
memang tidak pernah berhenti menggosok dinding-dinding
Kotaraja Chang'an. Harimau Perang tampaknya seperti lenyap ditelan bumi, tetapi
kami tahu itu tidak mungkin terjadi. Selain jaringannya masih
sangat kuat dan setia, juga bahwa gadis yang selalu melukis dan
serumah dengannya itu tetap ditahan oleh Dewan Peradilan
Kerajaan atas perintah langsung Hakim Hou sendiri.
Jejak Harimau Perang kadang terlacak oleh para pemburu hadiah,
tetapi orang-orang yang tertandai sebagai pemburu hadiah itulah
yang akan ditemukan bergelimpangan di seantero kota dengan
dada tersayat saling menyilang. Dari berbagai tempat tergeletaknya mayat-mayat itu dapat diduga Harimau Perang
selalu berpindah-pindah dengan cepat.
Aku dan Panah Wangi sudah keluar dari rumah aman jaringan
mata-mata tentara, karena kami juga tidak ingin semua gerakan
kami diketahui jaringan tersebut, selain kami juga tidak pernah bisa
1206 tahu jaringan rahasia mana yang belum ditembus oleh jaringan
Harimau Perang maupun Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang.
Kedua tokoh ini dimaksudkan untuk diadu oleh Perdana Menteri
Zheng Yuqing, tetapi gagasannya tidak pernah sampai kepada
Maharaja Dezong, melainkan dua orang kebiri, Dou Wenchang
dan Huo Xianming. Meskipun, menurut Bajing Loncat yang
menjadi maharaja bayangan dan mendengarkan gagasan itu,
tidaklah disampaikannya semua gagasan Zheng Yuqing. Bajing
Loncat yang tiada lebih dan tiada kurang hanyalah dipaksa menjadi
maharaja bayangan selalu merasa harus membalas dengan cara
mempermainkan segala rahasia yang didapatnya itu.
Kami membahas serangan terakhir ke Chang'an, pembakaran dan
penganiayaan yang dilakukan orang-orang golongan hitam, yang
bertentangan dengan gambaran tentang keliaran dan kehitamannya, tampak rampak dalam keserempakan pengacauan
dan Chang'an niscaya akan berubah menjadi lautan api jika para
bhiksu Shaolin tidak turun tangan.
"Harimau Perang telah menemukan kunci-kunci bagaimana
mempertahankan Chang'an dalam menghadapi pengepungan
balatentara Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang," ujar Panah
Wangi. "Pasukan pertahanan kota bisa mengatasi keadaan
1207 dengan memanfaatkan hasil kerja jaringan mata-mata Harimau
Perang. "Namun penyusupan besar-besarannya di luar perhitungan
Harimau Perang, karena merupakan kebijakan mendadak Yang
Mulia Paduka Bayang-Bayang tanpa perundingan, meskipun
Harimau Perang sudah dapat membaca arahnya, yakni sebuah
perang kota, dan ia bukan tidak melakukan persiapan untuk
menangkalnya." "Ternyata kitalah yang mengganggunya."
"Tepatnya Hakim Hou, karena jika Harimau Perang tetap menjabat
sebagai kepala mata-mata Negeri Atap Langit, ia masih dapat
mempersiapkan jalur resmi dengan memanfaatkan segenap
keberdayaan yang ada pada pemerintahan Wangsa Tang. Namun
rupanya meski lepas dari jabatannya, Harimau Perang tetap
bekerja, menghubungi para pendekar golongan putih maupun
golongan merdeka agar mereka datang untuk membasmi
golongan hitam yang sudah berada di dalam kota, dan suatu hari
akan keluar serentak untuk melakukan pengacauan besar-besaran
yang terencana, meskipun ia belum tahu kapan harinya.
1208 "Itulah yang membuat kota sempat terbakar sehingga hanya para
bhiksu Shaolin yang kuil-kuil dan perguruannya terdapat di dalam
kota bisa dikerahkan membasmi pesta pora golongan hitam.
"Ia bukan hanya dilepaskan dari jabatannya, ia seorang buronan.
Bukan hanya para petugas Dewan Peradilan Kerajaan, tetapi para
pemburu hadiah berkeliaran di mana-mana mencarinya. Barangkali salah apa yang kita pikirkan tentang dirinya."
"Masalahnya, dirinya yang mana?"
Lantas kusampaikan kepada Panah Wangi betapa dalam berbagai
papasan dengan Harimau Perang kutemukan berbagai sosok yang
tidak terlalu dapat dipastikan apakah merupakan pribadi yang
sama. Kuceritakan pula bahwa dalam suatu bentrok di Danau
Taiye di Istana Daming, bahkan Yan Zi telah membunuhnya, tetapi
meskipun segalanya mirip, sampai kepada senjatanya yang
langka. Namun itu bukan Harimau Perang.
Panah Wangi bertanya, "Mungkinkah Harimau Perang itu memang
mempunyai banyak bayangan?"
"Harimau Perang bayangan" Berapa banyak" Bukankah ia lebih
sering menghilang?" 1209 "Ia tampaknya berkepentingan muncul di berbagai tempat yang
berjauhan pada saat bersamaan," ujar Panah Wangi. "Korbankorban yang ditemukan setelah diperiksa ternyata tewas dalam
waktu bersamaan. Ini bukanlah Harimau Perang yang berkelebat
dari sudut satu ke sudut lain mencari korban, melainkan para
pemburu hadiah yang menemukan dan menyerang Harimau
Perang dalam waktu bersamaan di berbagai tempat berbeda."


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kuhabiskan teh panas dalam chazong 2 di kedai itu. Ada berapa
banyak Harimau Perang"
Dalam Kitab Zhuangzi tertulis: pada mulanya adalah ketiadaan, dan ketiadaan tiada bernama KAMI berada di sebuah kedai di Pasar Timur. Hari sudah siang dan
kedai itu penuh. Uap mengepul ketika tudung roti kukus berisi
daging sapi dibuka, dan ketika ditutup kembali dan uap itu
menghilang kulihat sebuah kepala berkerudung menunduk. Tetapi
1210 sebelum itu masih sempat kulihat mata di dalam kerudung itu
menatap tajam, langsung ke arah kami!
Ketajaman matanya sangat menusuk dan menimbulkan perasaan
berdebar. Kami harus hati-hati terhadap mata semacam itu. Mata
itu kini kembali lenyap dalam kegelapan kerudung. Itu merupakan
ciri anggota perkumpulan rahasia, tetapi yang disebut ciri dalam
tipu daya kerahasiaan sekarang tidak bisa dipegang lagi, karena
ciri sering diperlihatkan untuk menjebak. Maka, ciri tindakan
rahasia, seperti mata yang melenyapkan diri ke dalam kegelapan
itu, tidaklah harus selalu dihubungkan dengan keanggotaan
perkumpulan rahasia. Betapapun kami berdua tidak tahu sejak kapan ia duduk di situ.
Menyelinap tanpa dapat kami ketahui seperti itu hanya berarti ilmu
penyusupannya tinggi, dan ilmu penyusupan adalah ciri perkumpulan rahasia, tetapi sudah kusebutkan betapa ciri seperti
itu tidak perlu memastikan penafsiran macam apa pun. Seorang
pendekar yang tidak terikat perkumpulan rahasia, dengan ilmu
silatnya yang tinggi terandaikan menguasai juga ilmu penyusupan.
Jadi mungkin saja dia seorang pendekar. Dengan kata mungkin
maka artinya tidak dapat dipastikan, yang bisa dipastikan hanyalah
meningkatkan kewaspadaan, karena siapa pun dia jelaslah sedang
mengamati kami dengan tajam.
1211 Kami sendiri semenjak keluar dari rumah aman itu terus-menerus
berada dalam penyamaran, sehingga sepintas lalu hanyalah akan
tampak sebagai pengelana bersahaja daripada kesan apa pun
yang lainnya. Pernah diriku bermaksud mengambil sepasang
pedang panjang melengkung milik Harimau Perang yang berhasil
kurebut, dan kugunakan untuk membantai para penjahat
kambuhan itu, tetapi seperti pernah diduga Panah Wangi ternyata
sudah tidak ada lagi. Ini juga berarti rumah penampungan tersebut
sudah tidak aman lagi bagiku. Mungkinkah seorang mata-mata
ditanam berbulan-bulan menantiku di situ, dan kini mengikuti kami
sampai kemari" Hsiang-Kuo berkata: orang bijak mengembara sepanjang jalan perubahan,
berenang bebas dalam arus pembaruan harian
sepuluh ribu hal berubah dengan sepuluh ribu cara,
dan orang bijak berada dalam keberlangsungan perubahan
bersamanya perubahan ini tanpa akhir,
dan orang bijak berubah bersamanya tanpa akhir 1
1212 Panah Wangi menatapku, aku menatapnya, dengan cara seperti
itu kami telah mencapai saling pengertian untuk memancingnya.
Kami pun beranjak dan menyusuri hang atau lajur-lajur Pasar
Timur. Dari hang yang menjual daging, termasuk kepala sapi putih
untuk obat; hang yang menjual bahan obat-obatan, tempat salah
seorang maharaja pernah memesan bahan-bahan yang bisa
membuatnya hidup abadi; hang kain sutra yang murah, hang
pakaian jadi, hang kerajinan emas dan perak, sampai hang
penjualan ikan, yang jelas hanya berputar-putar ternyata kami
memang diikutinya terus. Kami lewati lagi Usaha Jasa Keledai Cepat dan kukenali lagi
sebagian dari wajah-wajah lama itu, di samping terdapat juga
wajah-wajah baru. Kami membenamkan caping sedalam- dalamnya ketika melewati tempat itu, dan untungnya mereka
sendiri tampak sedang sibuk melayani pesanan besar yang
mengingatkanku kepada peristiwa di Taman Terlarang itu lagi.
Juga teringat lagi rahasia yang telah kubisikkan ke telinga Perdana
Menteri Zheng Yuqing. Betapa rahasianya rahasia!
Terdengar pukulan tambur 300 tanda pasar itu dibuka secara
resmi. Sebetulnya pasar memang baru dibuka siang hari, tetapi
semangat jual-beli yang tinggi, barangkali dalam bawah-sadar
perlawanan atas porak-porandanya kota, membuat kegiatan pasar
1213 telah berlangsung sebelumnya. Di Chang'an, pasar ini memang
sudah ditutup sebelum malam, sesuai dengan larangan keluar
rumah pada malam hari. Tetapi secara resmi baru akan ditutup
sekitar tiga penanakan nasi sebelum fajar dengan 300 pukulan lagi,
tetapi bukan pada tambur melainkan gong. Ini dimaksudkan bagi
pasar malam yang mulai hidup lagi dan diizinkan selama
berlangsung dalam petak-petak permukiman 2.
Kami harus memancingnya ke tempat sepi, maka kami keluar dari
Pasar Timur dan melangkah ke selatan.
"Kita menuju reruntuhan kuil tua, dua petak dari sini," kata Panah
Wangi. "Kita jebak dia di sana."
DI sebelah selatan Pasar Timur terdapatlah petak tempat
terdapatnya sebuah wihara Buddha dan kuil Dao. Kami memasuki
petak itu, dan di antara kerumunan orang-orang yang berziarah
dari dua agama, kami melihat sosok berkerudung itu memang dari
jauh membuntuti kami. Dari petak ini kami menyeberang terus ke
selatan, ke petak selanjutnya, tempat terdapatnya dua lagi wihara
Buddha pada masing-masing sudutnya, tetapi yang sebetulnya
juga merupakan petak hiburan, tempat kepengurusan bunyibunyian tiup dan tabuh. Setahuku terdapat juga dua peramal di
tempat itu. 1214 Petak selanjutnya, di seberang selatannya lagi, adalah sebuah
kebun tanaman obat-obatan, tempat terdapat juga reruntuhan kuil
yang tanahnya merupakan titik tertinggi di Chang'an. Ke sinilah
biasanya penduduk menyucikan diri mereka pada hari ketiga bulan
ketiga dan hari kesembilan bulan kesembilan 1. Namun sekarang
ini merupakan saat-saat sepi dan di sinilah kami bermaksud
menjebak penguntit kami itu. Setibanya di tempat itu, Panah Wangi
menghilang ke balik kebun, dan berkelebat ke belakangnya, dan
aku membalikkan badan, sehingga dia terkepung.
Panah Wangi muncul di belakangnya dan dia juga dengan cepat
berbalik, dan ternyata langsung melesat dan menyerang. Mereka
segera bertarung dengan sebat dan segera tidak dapat dilihat mata
orang awam, tetapi aku dapat melihat bahwa senjatanya adalah
pedang jian yang biasa digunakan para pengawal istana, sehingga
aku pun menduga ia tentu terhubungkan dengan istana. Apakah
urusannya istana dengan Panah Wangi" Apa bedanya dengan
Dewan Peradilan Kerajaan yang memang sudah lama memburunya" Beberapa saat mempelajari permainan kekuasaan
pemerintah Wangsa Tang, aku tahu bahwa meskipun Hakim Hou
sebagai pejabat kehakiman tertinggi menyatakan Panah Wangi
sebagai buronan, belum tentu pihak-pihak pemerintah Wangsa
Tang yang lain lantas akan memburunya juga.
1215 Kudengar dari cara pedang beradu, yang seperti saling
menggosok dengan sangat amat cepat, sampai meletikkan bungabunga api, ilmu silat orang berkerudung itu sangat tinggi, sama
sekali tidak di bawah ilmu silat Panah Wangi!
"Pendekar Panah Wangi! Ilmu silatmu tinggi sekali!"
"Oh, mengujiku"!"
Panah Wangi yang tidak hanya mahir memanah tetapi juga tiada
kurang piawainya bermain pedang, membabat dengan Jurus
Pedang Menari Mematuk Nyawa, sehingga orang berkerudung
yang tak kelihatan wajahnya itu terpaksa melejit jungkir-balik ke
atas. Panah Wangi mengejarnya ke atas, dan meneruskan
pembabatannya ketika lawannya menurun. Kembali terdengar
denting logam beradu dan letik bunga-bunga api tetap terlihat di
siang hari. Ketika keduanya menapak bumi kembali, lawannya berganti
menggulung Panah Wangi dengan Jurus Elang Mencakar Pedang
Menggunting, sehingga Panah Wangi kini berguling-guling di atas
bumi untuk melenting dan membalasnya dengan Jurus Naga
Terpeleset Mulut Mencaplok. Hanya terdengar suara angin dan
suara dentingan logam yang papas-memapas.
1216 "Hhhhmm!! Memang membanggakan dan bisa dipercaya!"
Namun tampaknya, setiap kali dipuji, setiap kali pula keberangan
Panah Wangi bertambah. "Apa maksudmu memuji-muji, ular beludak" Cobalah puji aku dari
lubang kuburmu!" Kali ini tidak sekadar berkata-kata, Panah Wangi sungguhsungguh ingin membuktikan ucapannya. Tampak ia melenting
mundur ke arah reruntuhan kuil, dan sebuah busur serta anak
panah telah berada di tangannya. Segera setelah itu Panah Wangi
sambil berkelebat berpindah-pindah tempat menghujani lawannya
dari segala penjuru, dengan kecepatan yang sangat tinggi,
sehingga mata orang awam tiadalah akan dapat melihatnya.
"Uh! Ini rupanya yang membuat dirimu disebut Panah Wangi!"
Sudah kukatakan betapa ilmu silat orang berkerudung itu tidak
berada di bawah Panah Wangi. Pedangnya berputar amat sangat
cepat seperti baling-baling menyambut serangan Panah Wangi
yang membidikkan panah dengan mantra, sehingga mampu
melepaskan anak panah seperti langit mencurahkan hujan. Udara
memang lantas berbau wangi.
1217 Seperti sudah kuketahui, bidikan Panah Wangi tidak pernah
meleset dan akan selalu tepat mengenai sasarannya. Meskipun
tegas dan tidak pandang bulu membasmi kejahatan, kecuali bagi
pemerkosa, Panah Wangi selalu menghabiskan riwayat hidup
lawan-lawannya tanpa sedikit pun penderitaan. Panahnya akan
menancap tepat pada dahi lawan-lawannya itu. Namun, lawannya
kali ini mampu mengelak maupun menangkis semuanya!
Siapakah dia" Sun Tzu berkata: perang menghindari yang kuat menyerang yang lemah RIBUAN anak panah yang dilesatkan dengan mantra oleh Panah
Wangi berhamburan dalam keadaan patah-patah di antara kebun
tanaman obat. Baling-baling yang terciptakan dari pedang jian
manusia berkerudung itu, bekerja dengan baik menangkis serbuan
1218 anak-anak panah mantra yang bagaikan tiada habisnya. Meski
terciptakan oleh mantra, anak-anak panah patah itu dengan nyata
berserakan di menimbunkannya mana-mana, ke atas sehingga beberapa seseorang gerobak jika harus harus membersihkan. Baling-baling masih mematahkan anak-anak panah dan menghamburkannya. Udara wangi tersebar kian kemari, tetapi
tampaknya Panah Wangi sudah ingin segera menyelesaikan
pertarungan ini. Mula-mula ia menyisipkan sejumlah pisau terbang
yang melesat lebih cepat dan lebih bertenaga di antara anak-anak
panah itu. Ketika manusia berkerudung itu menangkis pisau-pisau
tersebut, Panah Wangi melesat dengan pedang jian terhunus lurus
ke depan. Tentu Panah Wangi bermaksud menembus pertahanan lawannya
ketika sedang menangkis pisau-pisau itu, tetapi bukan saja
manusia berkerudung tersebut ternyata dapat menangkis kelimalimanya dengan lebih cepat, dia juga sudah berada di bawah tubuh
Panah Wangi yang sedang terbang dengan pedang jian terhunus
lurus ke depan. Jika manusia berkerudung itu mengangkat
pedangnya, tubuh Panah Wangi dari dada ke perut akan terbelah
menyemburkan darah. 1219 Namun ia tidak melakukannya. Sudah jelas ia tidak bermaksud
membunuh Panah Wangi. Karena ia hanya memukul perut Panah
Wangi dengan gwa-kang saja, bukan lwe-kang, sehingga Panah
Wangi yang melayang jatuh lantas terguling-guling ke kebun
tanaman obat itu dan tidak akan terluka dalam.
Aku sudah siap menggagalkan serangan berikutnya, ketika Panah
Wangi ternyata juga sudah muncul kembali dan akan melakukan
serangan balasan. Namun manusia berkerudung itu telah
menancapkan pedangnya ke tanah, dan ia sendiri menyungkum
tanah serta mengetuk-ketukkan kepalanya ke tanah sebanyak tiga
kali." ''Maafkan saya Pendekar Panah Wangi," ujarnya setelah


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengangkat kepala dan bersimpuh sambil menjura, ''Saya
hanyalah seorang utusan."
Panah Wangi masih panas hatinya.
"Ambil pedangmu! Kita teruskan pertarungan ini sampai salah
seorang di antara kita binasa!''
Orang itu menyungkum tanah kembali.
"Ampuni saya Puan Pendekar! Ampuni saya!"
Setelah itu ia tidak pernah mengangkat kepalanya lagi.
1220 Sun Tzu berkata: jika lawan dekat di tangan dan tidak bergerak,
ia mengandalkan kedudukan yang kuat. 1
Panah Wangi membabatkan pedangnya. Orang itu kepalanya bisa
terpenggal. Namun pedang itu terhenti dalam jarak hanya satu jari
dari lehernya. Orang itu tetap menyungkum tanah.
"Apa yang harus kulakukan terhadap penghinaan macam ini?" ujar
Panah Wangi sambil memandangku.
Kuberi tanda agar ia mendinginkan hatinya, karena ini bukan
seperti lawan yang sudah terlalu sering kami hadapi.
Kami biarkan ia menyungkum tanah tanpa tanggapan. Setelah ia
berhenti dan mengangkat kepalanya, dan wajahnya tetap
terlindungi oleh kegelapan, aku pun mengajukan pertanyaan.
"Kamu mengatakan dirimu hanyalah seorang utusan, siapakah
kiranya yang mengutus kamu?"
Dari dalam ruang gelap di dalam kerudung itu terdengar suara,
"Yang Mulia Paduka Putra Mahkota Pangeran Song."
Kami tertegun. 1221 "Pangeran Song" Apa maksudnya?"
Kepala di dalam kerudung itu menoleh ke arah Panah Wangi.
"Yang Mulia Paduka berkenan menerima Pendekar Panah Wangi
sebagai pengawal pribadinya."
Panah Wangi langsung naik pitam.
"Dengan bahasa apa kamu bicara"! Membolak-balik perkara! Apa
maksudnya dengan kata-kata 'berkenan menerima'?"
"Oh, itu adalah bahasa istana, Puan."
"Kata-kata itu hanya berarti aku pernah melamar, padahal tidak
akan pernah! Jadi benar kamu mengujiku?"
Ia kembali menyungkum tanah.
"Mohon ampun! Saya hanyalah seorang utusan!"
Panah Wangi seperti sudah akan membabat, tetapi sekali lagi
pedang jian itu terhenti pada jarak selebar satu jari saja.
"Pulanglah wahai utusan! Sampaikan kepada majikanmu bahwa
Panah Wangi tidak sudi menjadi pengawal pribadinya!"
1222 Orang berkerudung itu mendongak, lantas menyungkum tanah,
bahkan mengetuk-ketukkan dahinya ke tanah, tidak kuhitung lagi
sampai berapa kali. "Mohon ampun! Sudilah menjadi pengawal! Sudilah! Mohon
ampun! Agar saya tidak harus memaksa! Mohon ampun! Titah
Yang Mulia Paduka Putra Mahkota! Jika Puan tidak bersedia agar
dipaksa! Mohon ampun! Agar dipaksa! Mohon ampun! Sudilah!
Mohon ampun!" Panah Wangi memandangku. Aku mengerti, dengan pengetahuan
ilmu silat utusan Pangeran Song itu tinggi sekali, tentulah ini
merupakan persoalan yang pelik.
AKU sudah mendengar cerita Panah Wangi tentang Pangeran
Song. Siapa yang bisa mengingkari bahwa Panah Wangi cantik
jelita tiada tara. Namun sebagai pengembara dalam dunia
persilatan, ia menutupi kecemerlangan wajahnya dengan segala
cara. Mulai dari mengenakan caping lebar, menutupi wajah dengan
kain dan hanya kelihatan matanya, sampai mengenakan kerudung
seperti penderita penyakit kusta. Tetapi, semakin meningkat
umurnya, semakin ia merasa tiada perlu menutup-nutupi
wajahnya, karena merasa dirinya sudah menjadi wanita tua.
Dengan busana ringkas untuk lelaki yang dikenakannya, juga tentu
1223 senjata-senjatanya, perhatian terhadap wajahnya memang sedikit
banyak teralihkan, meskipun tidak berarti keberadaan parasnya
terabaikan. Namun apalah yang bisa menjadikannya sekadar sebagai seorang
wanita tua dalam usia 30 tahun bukan" Tidak pula sebuah
gelanggang pertarungan bisa memudarkan kecantikannya, ketika
capingnya hancur berkeping-keping dan wajahnya yang gilanggemilang mendadak hadir bagaikan besi berani yang menarik
serbuk-serbuk besi di sekitarnya. Ya, Pangeran Li Song, putra
mahkota yang setiap keinginannya tidak bisa tak dipenuhi telah
terhisap besi berani bernama Pendekar Panah Wangi, dan kini
menghendakinya sebagai pengawal pribadi. Sudah bukan rahasia
lagi bahwa kedudukan pengawal pribadi sering menjadi tempat
penyimpanan kekasih gelap. Semula terjadi dengan pengawal
pribadi para putri istana, tetapi kemudian peran pengawal pribadi
sebagai kekasih ini juga bisa dijalani perempuan pengawal, apabila
yang dikawalnya bukanlah putri, melainkan putra-putra istana.
Putra Mahkota Pangeran Song menikahi Putri Xiao pada 781, dan
terkenal sebagai pengawal yang bersama adiknya, Pangeran Li Yi,
melindungi Maharaja Dezong dalam pelarian ke Fengtian tahun
783, ketika pasukan perbatasan dari Lingkar Jingyuan memberontak. Pemimpin pemberontak Panglima Zhu Ci yang
1224 mengangkat diri menjadi maharaja negeri baru Qin, mengepung
dan menyerang Fengtian dengan tiada hentinya, dan adalah
Pangeran Song yang dengan segala daya memimpin pertahanannya. Adalah Pangeran Song pula yang disebut begitu
peduli kepada para prajurit dan mengunjungi mereka yang terluka.
Namun, pada 787 ia menceraikan Putri Xiao akibat perilaku liar
Putri Gao, ibu mertuanya yang merupakan putri mahkota dari
pemerintahan terdahulu, yang membuat Maharaja Dezong
kemudian membunuhnya ketika Pangeran Song sedang sakit.
Maharaja bahkan pernah berpikir untuk menggantikannya dengan
Pangeran Li Yi sebagai putra mahkota. Hubungan Dezong dengan
putra mahkotanya itu baru membaik pada tahun 795. Jadi baru tiga
tahun lalu, seperti terlihat dari suatu perkara lain yang ceritanya
kutunda dulu. Masalah nyata sedang berada di depan mata.
''Mohon ampun! Sudilah menjadi pengawal pribadi! Sudilah!"
''Kurang ajar! Menyuruh aku menjadi gundik! Kupenggal kepalamu!'' ''Mohon ampun! Bukan menjadi gundik! Hanya pengawal pribadi!
Percayalah! Jika tidak terbukti, silakan penggal kepala saya!
Percayalah Puan Pendekar! Percayalah!"
1225 ''Aku tidak percaya!'' ''Aku percaya.'' Panah Wangi dengan terkejut dan setengah marah menoleh.
''Pendekar Tanpa Nama! Apa maksudmu?"
Kuberi tanda agar ia bersabar dan mendekat. Perbincangan kami
tidak perlu didengar utusan Pangeran Song yang berilmu tinggi itu.
Ia masih menyungkum tanah untuk menunjukkan tanda kesungguhan. ''Pangeran Song terkenal beradab, menggemari seni, dan juga
selalu berlatih menuliskan huruf-huruf dengan indah. Kurasa ia
tidak akan memaksa dirimu untuk menjadi kekasihnya jika ia jatuh
cinta kepadamu. Pertarunganmu dengan orang itu membuktikan
bahwa dirimu diuji untuk mencari pengawal pribadi.''
Panah Wangi meludah. Cuih!
''Jangan terlalu percaya peradaban! Cuma akal bulus seorang
perayu!" Panah Wangi mungkin benar. Namun aku juga mungkin tidak
keliru, bahwa Pangeran Song sungguh-sungguh jatuh cinta dan
1226 berusaha dengan segala cara mendekatkan Panah Wangi kepada
dirinya. Barangkali aku pun hanya terdorong dengan semangat
memata-matai, yakni masuk ke tempat yang paling dalam di dalam
kehidupan istana, karena suatu rahasia yang telanjur kudengar
tetapi tidak pernah kuungkapkan. Jadi aku harus membuang
pikiranku. Betapapun utusan Pangeran Song itu memang memaksa, dengan
mengandalkan ketinggian ilmunya. Aku teringat rahasia itu.
Terbetik dalam kepalaku, bagaimana kalau dia ternyata bukan
utusan Pangeran Song"
''Katakan saja 'tidak' dan kita pergi sekarang," kataku, meski yang
kulakukan sebetulnya siap bertarung.
Kulihat orang yang menyungkum tanah itu mengangkat kepalanya.
Dari dalam kerudung yang menyembunyikan wajahnya itu,
sepasang mata menatapku dengan tajam, dan aku merasakan
adanya suatu bahaya serangan!
"AWAS !" Kudorong Panah Wangi dan bayangan berkelebat itu lewat tanpa
bisa membabat. 1227 "Luput!" Panah Wangi tampak berang.
"Sebentar menyembah, sebentar menumpahkan darah, apa
maumu!" Ia sudah siap terbang menyerang dengan pedang terhunus lurus
ke depan, tetapi aku mencegahnya. Lagi pula bayangan itu sudah
berkelebat mendekat. Aku tidak bergerak, setelah kuperingatkan agar Panah Wangi tidak
ikut campur, karena lawan kali ini jelas bukan sembarang lawan,
melainkan bayangan berkelebat. Bahkan kini bayangan itu hilang
dan tinggal kelebat, yang membabat dengan sangat cepat, begitu
cepat, bagaikan tiada lagi yang lebih cepat.
Aku tetap tidak bergerak, segala pembabatan luput, karena
sebetulnya aku berada dalam kecepatan tertinggi. Bahkan untuk
membunuhnya bagiku kini semudah membalik tangan. Namun aku
yang bertangan kosong kali ini hanyalah memberinya sodokan tinju
tanpa lwe-kang, sama dengan perlakuannya kepada Panah
Wangi. 1228 Ia terlontar ke arah reruntuhan kuil dan aku melayang untuk
mengejarnya. Ia jatuh terbanting-banting untuk kemudian terguling-guling dan hanya terhenti ketika membentur tembok
reruntuhan. Waktu berusaha bangkit, aku sudah menekan dadanya dengan
pedangnya sendiri. "Pendekar Tanpa Nama! Mengapa kamu ikut campur" Panah
Wangi adalah seorang buronan! Kamu adalah orang asing, tidak
selayaknya terlibat urusan negeri kami!"
Aku tidak menjawab, pedang itu saja yang kutancapkan di tanah.
Lantas melangkah pergi. Baru saat itulah aku bicara.
"Pendekar Panah Wangi tidak ingin bekerja untuk Pangeran Song.
Kembalilah. Sampaikan itu kepadanya."
Ketika aku melangkah menjauh, Panah Wangi mendekat, tetapi
saat berpapasan kugamit dirinya agar menjauh bersamaku.
"Sebaiknya kita tidak mendengarkan apa pun dari dia," kataku.
Kutahu Panah Wangi masih penasaran dengan sodokan pada
perut yang sebetulnya sudah kubalaskan itu. Namun, sebagai
1229 orang yang pernah menjadi mata-mata tentara tentunya Panah
Wangi juga penasaran dengan asal manusia berkerudung itu.
Rasa penasaran itulah yang membuatnya menoleh ke belakang.
"Ah!" Panah Wangi melihat utusan Pangeran Song itu menusukkan
pedang ke tubuhnya sendiri!
Kami berkelebat menuju puing-puing reruntuhan kuil. Ia masih
hidup, tetapi tidak ada lagi yang bisa kami lakukan untuk
membuatnya tetap hidup. "Hati-hatilah," katanya, "Yang Mulia Putra Mahkota tidak bisa
menerima penolakan..."
Dalam I Ching tertulis: tiada yang setara tanpa peningkatan; tiada kepergian tanpa (sesuatu 1230 yang) kembali 1 Setelah nyawanya tampak seperti telah pergi, dengan ujung
pedang kusingkapkan kerudung itu, ingin menyaksikan kejelasan
wajah di balik kegelapan yang bagai tanpa batas.
"Jangan," terdengar suara di balik puing-puing reruntuhan, "itu
memang tanpa batas, jika kalian terperosok tiada akan pernah bisa
kembali." Setelah pemilik suara itu muncul, ternyata adalah seorang
perempuan rahib Dao yang masih muda. Tidak terlalu jelas
bagaimana ia bisa berada dan apakah yang dilakukannya.


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Reruntuhan kuil tersebut sudah tidak bisa digunakan sebagai kuil
lagi, tetapi pengemis dan gelandangan yang tidak pernah tampak
setelah tambur larangan keluar rumah ditabuh, barangkali antara
lain menyuruk ke situ. Meskipun tersedia bangsal penampungan
bagi mereka yang terlantar dan kehilangan tempat tinggal, bagi
mereka yang merasa dirinya gelandangan sejati tentu lebih merasa
sahih menemukan tempat penampungannya sendiri.
Namun hari masih siang, para pengemis dan gelandangan masih
bertebaran di seantero Chang'an mencari makan dan minum untuk
hari ini. Apa yang dilakukannya di sini"
1231 "Apakah terdapat langit di dalamnya?"
Panah Wangi bertanya setengah mencibir. Perempuan rahib Dao
yang masih muda itu tersenyum bijak.
"Oh, Puan, ketahuilah betapa kerudung seperti itulah yang
semestinya dikenakan seorang buronan."
Panah Wangi tampak terkesiap, tentu ia merasa begitu sia-sia
telah menyamarkan diri dan ciri sebaik-baiknya, tetapi seolah-olah
setiap orang bisa mengenalinya.
"Puan telah menyamarkan wajah dengan sangat baik, sehingga
tiada berlangsung kerumunan banyak orang untuk melihat wajah
Puan," ujar perempuan rahib itu lagi yang seperti bisa masuk ke
dalam benak Panah Wangi. "Tetapi siapakah kiranya bisa
menyamarkan cahaya sukma?"
Aku tahu apa yang dimaksudnya. Manusia juga terdiri atas tubuh
dan sukma, dan bagi yang mampu melihatnya sukma ini tampak
sebagai pancaran cahaya. "Tunggu sebentar dan perhatikan," katanya lagi.
1232 Kemudian terdengar bunyi desis. Tubuh manusia itu meleleh untuk
berubah menjadi asap, yang segera diterbangkan angin. Setelah
itu busananya yang berujung kerudung seperti membakar diri,
berubah menjadi api yang hanya menyisakan abu, yang juga
segera diterbangkan angin.
Tinggal pedang jian, yang semula menancap pada tubuhnya, tegak
tertancap kesepian di depan reruntuhan.
TANPA kami kehendaki kini musuh kami bertambah satu, yakni
Pangeran Li Song, putra mahkota Negeri Atap Langit. Jika tidak
terdapat kejadian pemberontakan di atau luar rencana penggulingan yang besar, kekuasaan, seperti maka pria penggemar seni yang jatuh cinta kepada Panah Wangi itulah yang
akan menjadi maharaja negeri besar ini.
Telah kami saksikan, betapa utusannya yang berkerudung dan
tiada dapat dilihat wajahnya pun merasa lebih baik membunuh
dirinya sendiri daripada menghadapi kemarahan Pangeran Song
tersebut. "... Yang Mulia Putra Mahkota tidak bisa menerima penolakan,"
katanya sebelum mati. 1233 Kalimat itu bagai wasiat yang kenyataannya mengharu-biru
kehidupan kami. Sebegitu tipisnyakah batas antara cinta dan
benci" Pangeran Li Song yang dalam pemerintahan Wangsa Tang
bagaikan memiliki perangkat kekuasaan tersendiri, menyalurkan
kemurkaannya dengan mengerahkan segala keberdayaan untuk
menangkap Panah Wangi. Alih-alih diriku yang menggagalkan penangkapan itu, adalah
Panah Wangi yang menjadi sasaran perburuan besar-besaran di
seluruh Chang'an. Bukan hanya pengawal pribadi yang dimiliki
Pangeran Song, melainkan juga satu pasukan pilihan yang terdiri
atas 1.000 orang yang membela kepentingannya. Masih ditambah
dengan jaringan mata-mata dan perkumpulan rahasia yang
mendapat dukungan sepenuhnya dari pemerintahan Wangsa
Tang. Pertimbangan bahwa putra mahkota adalah maharaja masa
depan membuat segenap gerak dan tindakan Pangeran Song
diberi makna penting. Hanya sehari setelah pedang jian manusia berkerudung itu
ditemukan, Chang'an bukan hanya diperintahkan untuk dikepung
oleh pasukan pertahanan kota itu sendiri, agar Panah Wangi tidak
dapat meloloskan diri dari salah satu gerbang maupun melompati
temboknya, tetapi juga disisir segenap jalur jalan dan loronglorongnya.
1234 Pasukan pilihan Pangeran Song dibantu para Pengawal Burung
Emas melakukan pemeriksaan mendadak pada 108 petak
pemukiman di dalam tembok Kotaraja Chang'an, setelah menyisir
jalanan dengan mengawalinya dari empat sisi secara serentak.
Petak persegi panjang yang 108 itu dibentuk oleh potongan salingsilang 14 jalan raya timur-barat dengan 11 jalan raya utara-selatan.
Pasukan menyisir jalan dari semua gerbang, yakni Gerbang
Mingde di tengah tembok selatan, Gerbang Chengtian yang
merupakan pintu masuk ke Kota Kerajaan di belakang Pusat
Tatakota, Gerbang Chunming dan Gerbang Yanxing di sisi timur,
serta Gerbang Jinguang dan Gerbang Yanping di sisi barat.
Di jalan itu setiap anggota pasukan telah memegang selembar
gambar Panah Wangi, yang jauh lebih jelas dan lebih mendekati
kekinian wajahnya daripada yang terdapat dalam selebaran
Dewan Peradilan Kerajaan, seolah penggambarnya merujuk
orang-orang terakhir yang telah melihat Panah Wangi. Sering
terlihat adegan anggota pasukan menghentikan seorang perempuan, lantas membandingkan wajahnya dengan gambar
Panah Wangi yang ia acungkan ke sebelah kepalanya. Di manamana di jalanan Chang'an nyaris hampir semua anggota pasukan
melakukannya, sebelum akhirnya masuk ke dalam petak.
1235 Di dalam 108 petak empat persegi panjang yang masing-masing
bertembok dengan pintu gerbang di setiap sisi, terdapatlah petakpetak yang lebih kecil, yang membuat petak-petak itu disebut kotakota kecil di dalam kota yang lebih besar. Petak-petak kecil ini tidak
luput dari pemeriksaan dan penggeledahan cermat, sehingga
meskipun Panah Wangi tidak juga mereka temukan, tanpa sengaja
mereka pergoki terdapatnya buronan lain seperti penjahat
kambuhan yang lolos dari penangkapan, musuh tawanan yang
lolos dari penjara, pejabat tinggi yang menghindari penangkapan
karena penggelapan uang kerajaan, maupun senjata-senjata
mestika istana yang dicuri dan diperjualbelikan.
Gambar Panah Wangi yang telah diperbarui ditempelkan kembali
di tempat-tempat umum, lebih banyak lagi disebarkan, begitu
banyak sampai bertebaran di jalanan dan diinjak-injak orang...
Tidak kurang dari sebulan lamanya segenap sudut Chang'an terusmenerus dibongkar. Pasar, kuil, sekolah, penginapan, rumah
hiburan, bahkan lorong gelap penderita kusta yang rahasia pun
ditemukan sebelum akhirnya digeledah dan orang-orangnya
disisir, sekaligus menjadi kesempatan untuk mengusir. Para
penderita kusta satu per satu tudungnya dibuka agar menjadi jelas
bukan Panah Wangi yang berada di dalamnya. Setelah itu mereka
1236 dinaikkan ke dalam sejumlah gerobak yang segera menjadi kafilah
menuju keluar kota, dengan tujuan yang belum diketahui.
Di suatu tempat yang aman kami masih bersembunyi, dan Panah
Wangi membaca I Ching atau Kitab Perubahan: kuda yang baik mengikuti.
dalam kesulitan mangkus untuk bertahan.
Dengan latihan harian kuda kereta,
suatu pertahanan adalah mangkus
memiliki tempat untuk dituju
MASA pemeriksaan dan penggeledahan telah usai, tetapi itu tidak
berarti perburuan telah dihentikan.
"Jangan pernah percaya itu," kataku kepada Panah Wangi, tentu
karena kesan pengendoran lebih sering berarti penjebakan.
"Cobalah kamu melenting ke atas genting pada malam buta, ketika
kamu kira tidak seorang pun di kota ini mencari sesuatu di langit
pekat tanpa bintang, jangan kamu kira tidak akan ada jarum
beracun, pisau terbang, atau seorang penyu?sup berilmu
1237 kelelawar yang sedang terbang malam melesat ke arahmu,"
tambahku lagi. Panah Wangi pun menurut. Mungkin juga karena sedang tertarik
perhatiannya kepada Kitab Perubahan, kitab yang selalu dibuka
orang-orang Negeri Atap Langit jika sedang menghadapi
persoalan. Tentang perburuan atas dirinya itu sendiri, apalah yang
ditakuti seorang pendekar yang akan selalu menguji pencapaian
kesempurnaannya dari pertarungan yang satu ke pertarungan
yang lain, sampai suatu ketika dirinya terkalahkan dan perlaya"
Begitulah kami berhasil menghindar dan bersembunyi di suatu
tempat yang akan kuceritakan nanti, karena suatu cerita lain perlu
segera kusampaikan, yang berhubungan dengan berhentinya
pemeriksaan dan penggeledahan Chang'an setelah berlangsung
satu bulan, justru karena Panah Wangi juga telah lama menjadi
buronan Dewan Peradilan Kerajaan.
Meskipun para petugas Dewan Peradilan Kerajaan dan pasukan
Pangeran Song melacak buronan yang sama, tetapi tujuan dan
penyebabnya sangat berbeda.
Para petugas Dewan Peradilan Kerajaan memburu Panah Wangi
sebagai pembunuh banyak orang yang harus ditangkap dan
1238 dihukum mati, yang juga berarti jika tidak bisa tertangkap karena
melawan dapatlah kiranya dibinasakan. Hakim Hou telah
menyatakan betapa dirinya tidak peduli jika yang dibantai Panah
Wangi adalah para penjahat kambuhan, yang adalah para
pembunuh dan para pemerkosa.
Pasukan Pangeran Song mencari-cari Panah Wangi bukan
sebagai pembunuh, melainkan sebagai pendekar yang akan
diminta menjadi pengawal pribadi putra mahkota. Hanya setelah
utusannya yang mengenakan kerudung berkedalaman langit itu
terbunuh, olehku dan bukan oleh Panah Wangi, maka semua
orang dikerahkan memburu Panah Wangi ke setiap sudut, lorong,
dan lubang, hanya untuk ditangkap, bukan dibunuh.
Lao Tan berkata: mengapa tidak dikau pimpin saja dia
melihat kesatuan antara hidup dan mati
dan bahwa diterima atau tidak diterima
adalah sejenis sehingga membebaskannya 1239 dari segala belenggunya" 1
Suatu ketika mata-mata kedua belah pihak menyampaikan bahwa
Panah Wangi tampak berkelebat memasuki salah satu dari bekas
Taman An Lushan, yang terletak di bagian selatan Chang'an,
tepatnya petak keempat dari tembok selatan dan petak keempat
pula dari tembok barat, di sebelah selatan dari petak tempat
terdapatnya dua rumah abu keluarga, di sebelah barat dari petak
tempat terdapatnya gedung yang pernah menjadi ajang pestapesta bagi lulusan sekolah lanjut. Pada petak-petak di sisi serong
kanan maupun kiri ke depan dan ke belakang, penuh dengan kuil
Dao, wihara Buddha, dan rumah abu. Sedangkan pada petak di
sebelah selatannya terdapat kebun yang menyiapkan bahan
pangan 2. Semua ini menunjukkan betapa bekas Taman An Lushan itu bukan
berada di tempat yang sepi. Di tempat itulah para petugas Dewan
Peradilan Kerajaan bentrok dengan pasukan Pangeran Song,
ketika di depan gerbang taman masing-masing berkutat merasa
paling berhak menangkap Panah Wangi dengan senjata terhunus.
"Minggir! Panah Wangi adalah tersangka Dewan Peradilan
Kerajaan!" 1240 "Bukan! Urusan Panah Wangi diambil alih Yang Mulia Putra
Mahkota Pangeran Song!"
"Pejabat tertinggi urusan hukum adalah Hakim Hou, hanya dari
hakim tinggi kami mengikuti perintah."
"Oh, kekuasaan tertinggi di Negeri Atap Langit dipegang oleh
maharaja, dan tempat maharaja akan segera digantikan oleh putra
mahkota!" "Tentu, tetapi itu belum terjadi hari ini!"
"Panah Wangi dibutuhkan oleh Pangeran Song, kami tidak akan
menyerahkan Panah Wangi."
Belum diketahui dengan jelas apa yang menjadi pemicunya, tetapi
pertengkaran mulut itu segera menjadi bentrokan bersenjata
antara para petugas Dewan Peradilan Kerajaan dengan pasukan
Pangeran Song. Mungkin karena mata-mata masing-masing begitu yakin dengan
para pengintai mereka, maka kedua belah pihak masing-masing
setidaknya mengerahkan 200 orang, yang kini telah bertarung
secara terbuka. 1241 Tidak lama kemudian darah pun tumpah di Taman An Lushan.
DEMIKIANLAH dikisahkan kepada kami kemudian bahwa pertarungan terbuka antara sekitar 200 orang petugas Dewan
Peradilan Kerajaan melawan 200 orang anggota pasukan
Pangeran Song itu berlangsung cepat, ganas, dan mengenaskan.
Penduduk yang bermukim di sekitar bekas Taman An Lushan itu,
para peziarah tiga agama yang mendengar keributan, dan arus
khalayak yang sedang melewatinya, beramai-ramai memanjat
tembok atau mengintip dari pintu gerbang. Mereka saksikan
betapa orang-orang bersenjata yang

Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semestinya mempersembahkan kemampuannya kepada rakyat itu saling
membunuh tanpa ampun dengan secepat-cepatnya, dengan
pikiran jika tidak dilakukan dengan cepat maka dirinya sendirilah
yang akan segera terbunuh.
Korban berjatuhan dengan cepat. Gebrakan pertama saja
langsung mengakibatkan 100 orang dari kedua belah pihak mati.
Seratus orang sisanya melanjutkan pertempuran bagaikan
menghadapi musuh dari negeri dan bangsa lain. Bentrokan
berlangsung kasar, kejam, dan semuanya tiada yang tidak
berakibat dengan kematian. Tiada tempat bagi luka parah dan luka
berat, apalagi jika hanya luka-luka ringan. Hanya kematian, dalam
segala bentuknya, mendapat restu dan jalan untuk selalu
1242 menghadirkan dirinya sendiri, dengan cara yang tiada lain selain
kejam. Begitu seseorang berhasil membabat putus leher seseorang yang
lain dengan kelewang, saat itu pula punggungnya tertusuk tombak
panjang yang bukan hanya menancap, melainkan mengangkat
tubuhnya ke atas, yang karena bebannya, maka tubuh itu akan
merosot, sehingga tombak akan menembus sepenuhnya. Namun,
saat itu punggung sang penusuk tombak tertembus sepuluh anak
panah yang membuatnya sebelum mati merayap-rayap seperti
landak. Tidak akan diketahuinya betapa pemanah itu ternyata
sudah tewas pula dengan pisau terbang menancap pada
jantungnya. Taman An Lushan yang indah kini menjadi ladang pembantaian.
Raung amarah bercampur jerit kesakitan, kepedihan, dan
kegagalan, terdengar bersama terlihatnya semburan darah dari
terbelahnya leher, tertancapnya dada, dan tersobeknya lambung.
Kadang kaki dan tangan terputus pula tanpa sengaja, meski
pukulan gada besi pada kepalanyalah yang akan menerbangkan
nyawa. Setiap kali seseorang membunuh, segera pula ia terbunuh.
Satu per satu secara berurutan ambruk terguling bersimbah darah,
sampai tinggal dua orang terakhir yang masih berhadapan
1243 Dalam Kitab Zhuangzi tertulis: kekosongan, ke tanpa gerakan,
keteguhan, ke tanpa rasaan,
ketenangan, ke-diam-an, dan tanpa-tindakan; inilah penyempurnaan Dao dan kepribadiannya 1 Dua anggota dari dua kelompok yang bersengketa itu telah
dikepung oleh kesatuan Pengawal Burung Emas. Memang benar
bahwa Pengawal Burung Emas, bahkan juga pasukan pertahanan
kota, telah diperbantukan kepada pasukan Pangeran Song untuk
membantu penggeledahan. Namun dalam bentrokan dengan para
petugas Dewan Peradilan Kerajaan di bekas Taman An Lushan
yang menelan korban jiwa 398 orang itu, pertarungan hanyalah
melibatkan kesatuan yang bertugas demi kepentingan Pangeran
Song. 1244 Kedua orang yang masih hidup dari bentrokan itu ditahan dan
diperiksa oleh kesatuan Pengawal Burung Emas. Hasil pemeriksaan dengan segera disampaikan kepada Panglima
Pasukan Pertahanan Kotaraja, yang dengan segera menyampaikannya kepada Hakim Hou. Berbekal gulungan berkasberkas pemeriksaan itu Hakim Hou bertemu dengan Perdana
Menteri Zheng Yuqing. Setelah membaca berkas-berkas itu Perdana Menteri Zheng
Yuqing berkata kepada Hakim Hou.
"Untuk urusan yang menyangkut perilaku dan tindak-tanduk Putra
Mahkota Negeri Atap Langit, sebaiknya Yang Mulia Ha?kim Agung
menyampaikannya kepada Sang Maharaja sendiri."
Pada hari yang ketepatan waktunya diurus oleh orang-orang kebiri,
Maharaja Dezong menerima Hakim Hou di Istana Daming.
Dikisahkan betapa Sang Maharaja selama berkenan mendengarkan uraian Hakim Hou telah mengerutkan kening.
Kepada Hakim Hou, Sang Maharaja bersabda.
"Masalah Putra Mahkota akan diurus dengan baik."
1245 Cerita semacam ini dapat kami dengar pada kemudian hari, karena
terdapatnya jaringan orang-orang kebiri yang berurat-berakar di
segenap sudut Istana Daming. Namun dari kisah lanjutannya,
bahwa ternyata Maharaja Dezong memanggil Putra Mahkota Li
Song, kami belum mendengar apa pun karena putra mahkota
menolak kehadiran siapa pun dalam pertemuan. Konon putra
mahkota memang membenci jaringan orang-orang kebiri di dalam
istana, yang selalu disebut berperan lebih menentukan daripada
pemerintah resmi Wangsa Tang sendiri!
Tidak satu manusia pun di muka bumi mengetahui isi pembicaraan
ayah dan anak yang paling berkuasa di Negeri Atap Langit itu.
Namun hasilnya kemudian disampaikan kepada Hakim Hou,
Panglima Pasukan Pertahanan Kotaraja, dan Perdana Menteri
Zheng Yuqing. Apakah kiranya yang disampaikan itu"
BENTROKAN di bekas Taman An Lushan yang mengakibatkan
korban tewas 398 orang, baik dari pihak para petugas Dewan
Peradilan Kerajaan maupun dari pihak pasukan Putra Mahkota
Negeri Atap Langit Pangeran Li Song, telah memaksa Hakim Hou,
atas anjuran Perdana Menteri Zheng Yuqing, meminta pertimbangan Maharaja Dezong.
1246 Setelah memanggil dan berbicara dengan Pangeran Song,
akhirnya Maharaja Dezong menyampaikan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan, seperti Hakim Hou, Panglima Pasukan
Pertahanan Kotaraja, dan Perdana Menteri Zheng Yuqing, bahwa
perburuan Pendekar Panah Wangi yang dilakukan Dewan
Peradilan Kerajaan maupun pasukan pilihan yang diper?bantukan
kepada Pangeran Song harus dihentikan.
Adapun karena atas nama hukum Pendekar Panah Wangi tetap
harus ditangkap, maka tugas itu diberikan kepada Pasukan Hutan
Bersayap yang terdiri atas orang-orang kebiri ...
"Lagi-lagi orang kebiri," ujar Panah Wangi ketika mendengar kabar
tersebut. "Itu merupakan pilihan satu-satunya bagi maharaja yang pada
masa sekarang ini hanya bisa mempercayai orang-orang kebiri,"
kataku. Kecurigaan maharaja terhadap putranya sendiri mungkin belum
sepenuhnya kembali. Sampai di sini kukira harus kusambung
ceritaku yang terputus dulu itu, tentang suatu perkara yang pernah
mengakibatkan hubungan maharaja dengan putra mahkotanya itu
merenggang. 1247 Pada sebuah kedai pernah kudengar cerita bahwa sebelas tahun
yang lalu, yakni tahun 787, Perdana Menteri Zhang Yanshang
memergoki betapa perwira pengawal istana Li Sheng secara
rahasia telah mengunjungi Putri Gao, bekas seorang putri mahkota
yang kemudian menjadi ibu mertua Pangeran Song. Karena ayah
Li Sheng, yakni Li Shuming, adalah lawan Zhang dalam permainan
kekuasaan, Zhang langsung mencurigai Li Sheng dan Putri Gao
melakukan perselingkuhan.
Atas nasihat perdana menteri lain, Li Mi, yang khawatir suatu
penyelidikan akan menodai nama Pangeran Song, maka Maharaja
Dezong tidak mengambil tindakan apa pun, selain memindahkan
Li Sheng agar tidak dapat berhubungan dengan Putri Gao.
Betapapun, pada musim gugur tahun itu juga kejadian tersebut
merebak sebagai perbincangan khalayak, dengan nama-nama
yang sudah bertambah. Selain berhubungan dengan Li Sheng,
ternyata Putri Gao juga menjalin hubungan dengan sejumlah
perwira lain seperti Xiao Ding, Li Wan, dan Wei Ke.
Lebih parah lagi, Putri Gao juga dituduh menggunakan sihir untuk
mengutuk maharaja. Maka Putri Gao pun ditangkap dan
dipenjarakan, dan maharaja murka kepada Pangeran Li Song,
yang membuatnya berpikir menggantikan Li Song dengan Li Yi
1248 sebagai putra mahkota. Kemurkaan ini belum berkurang dengan
kematian Putri Gao atas perintah bunuh oleh maharaja, dan tidak
berkurang juga kemurkaannya dengan penceraian Putri Xiao, anak
Putri Gao itu. Hanya permohonan Li Mi yang mampu meredamnya.
Tiga tahun lalu, ketika bekas perdana menteri Lu Zi dan
kelompoknya diasingkan karena tuduhan palsu Pei Yanling,
seorang pejabat yang disukai maharaja, sarjana kerajaan Yang
Cheng memimpin sejumlah pejabat muda mengajukan keberatan
secara resmi kepada maharaja, yang hanyalah memancing
kembali kemurkaannya. Yang Cheng dan kawan-kawan sebetulnya akan dihukum, tetapi adalah Pangeran Song yang
berhasil mencegahya setelah berbicara kepada maharaja.
"Anjuran putra mahkota juga agar Pei Yanling dan pejabat
kesayangan maharaja lain, We Qumou, yang dinilai buruk dan
tidak dianggap layak oleh khalayak, agar tidak diangkat sebagai
perdana menteri," ujar juru kisah di kedai itu. 1
Kisah yang memang dirangkai dari berbagai percakapan di kedai
itu menjelaskan betapa hubungan maharaja dan putra mahkotanya
dapat dirusak, tetapi juga dapat diperbarui oleh orang-orang di
sekitarnya. 1249 Hui-tze berkata: pandangan itu datang dari ini;
dan pandangan ini adalah akibat dari itu 2
Satu hal yang belum jelas dan tampaknya harus diselidiki adalah
ketepatan penyebab bentrokan di bekas Taman An Lushan itu.
Disebutkan bahwa mata-mata kedua belah pihak menyampaikan
betapa bayangan berkelebat yang memasuki taman itu adalah
bayangan Panah Wangi. Jika keliru, mengapa kekeliruannya bisa sama" Mungkinkah
memang ada bayangan berkelebat dan sangat mirip Panah Wangi,
sehingga kekeliruannya tentu akan sama"
Tapi mungkin juga sebetulnya tidak ada bayangan sama sekali.
"Aku kira mereka sudah diadu domba," ujar Panah Wangi.
Mungkinkah" BUKAN hanya diriku dan Panah Wangi yang berpikir bahwa
bentrokan antara para petugas Dewan Peradilan Kerajaan dan
para anggota pasukan Pangeran Song di bekas Taman An Lushan
itu, sebetulnya merupakan hasil suatu adu domba. Panglima
1250 Pasukan Hutan Bersayap yang mendapat tugas untuk menggantikan kedua pasukan tersebut untuk memburu Panah
Wangi, mempunyai pemikiran yang sama.
Kemudian hari kami dengar Panglima Pasukan Hutan Bersayap itu
berkata, ''Mata-mata dari kedua belah itu harus ditangkap dan
diperiksa. Kita harus memastikan apakah Peristiwa Taman An
Lushan ini merupakan kesengajaan suatu adu domba atau tidak."
Urusan penyelidikan dan penyidikan kemudian diserahkan kepada
pengawal rahasia istana, terutama yang merupakan bagian dari an
jen atau orang-orang kebiri yang mengawal istana dan seisinya,
termasuk maharaja. Pada mulanya mata-mata masing-masing pihak itulah yang
dipanggil, dan seperti diketahui masing-masingnya memanfaatkan
jasa para pengintai. "Apa yang dikatakan oleh para pengintai itu?"
Mata-mata masing-masing mengatakan kembali kata-kata kedua
pengintai yang sama sekali sama, dengan kesamaan ketepatan
yang tiada sedikit pun berbeda.
1251 "Terlihat bayangan berkelebat memasuki Taman An Lushan, ciricirinya mirip seperti ciri-ciri Pendekar Panah Wangi, sampai
sekarang belum keluar lagi. Harap cepat kalau ingin menangkap.'
Begitulah kata-katanya, Tuan."
Ternyatalah bahwa kalimat tersebut sama belaka. Tiada lebih dan
tiada kurang sama tepat, baik setiap kata maupun tinggi dan
rendah nadanya. "Seperti dipelajari oleh dua orang secara bersama-sama dengan
pemberi petunjuk yang sama," kata seorang pemeriksa.
"Mungkin juga disampaikan oleh seorang pengintai yang sama,"
kata pemeriksa yang lain. "Ia sendirilah yang berkelebat seperti
bayangan ke tempat kedua mata-mata itu, sehingga keduanya
menerima pesan yang seolah-olah rahasia tersebut pada saat
yang nyaris bersamaan, lantas secepatnya masing-masing
menyampaikan pesan tersebut, dan pasukan segera dikirimkan ke
Taman An Lushan." "Sungguh jebakan yang berhasil."
"Tepatnya jebakan kejam yang berhasil."
1252

Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kita harus bisa menangkap pengintai keparat itu. Tentunya ia
dibayar oleh pihak ketiga."
"Atau dialah pihak ketiga itu sendiri!"
Para pemeriksa bertanya kepada kedua mata-mata tersebut.
"Apakah kalian sudah biasa memanfaatkan jasa masing-masing
pengintai kalian?" Ternyata keduanya mengakui bahwa mereka telah bertemu
dengan orang baru. "Kepada saya dikatakan bahwa dia diperintahkan oleh pemimpinnya untuk menggantikan anggota perkumpulan yang
biasa berhubungan dengan saya," kata salah seorang mata-mata
itu. Ia telah menggunakan jasa suatu perkumpulan rahasia, tetapi
perkumpulan rahasia itu pun tidak pernah mengakui betapa telah
menugaskan maupun beranggotakan pengintai, yang menyatakan
telah melihat bayangan berkelebat dengan ciri-ciri Panah Wangi
memasuki bekas Taman An Lushan.
1253 Mata-mata yang lain menyampaikan pengalaman yang sama.
Masing-masing mendapat pertanyaan yang sama dan masingmasing memberikan jawaban dengan pengertian yang sama pula.
"Jadi kalian belum pernah bertemu dengan pengintai itu
sebelumnya?" "Seperti pernah melihatnya tetapi belum pernah, Tuan."
"Bagaimana kalian lantas bisa percaya kepadanya?"
"Dia mengetahui kata sandi yang sudah disepakati dengan
perkumpulan rahasia itu."
"Ah, demikian" Seperti apakah ciri orang itu?"
"Mohon ampun! Sebenarnyalah wajahnya tidak pernah terlihat
dengan jelas, Tuan."
"Tidak pernah terlihat" Bagaimana maksudnya?"
"Tertutup oleh rambutnya, Tuan, juga tertutup oleh bayangan."
"Hmm, wajahnya tidak pernah tertimpa cahaya?"
1254 "Tidak pernah, Tuan, meski tidak tampak seperti sengaja
menghindari cahaya."
"Apakah itu bukan sesuatu seperti yang selalu berlaku pada orangorang dari perkumpulan rahasia?"
"Oh, ini berbeda Tuan, karena ke mana pun wajahnya menghadap,
bayangan itu seperti tabir yang mengikuti wajahnya."
"Hmm. Ajaib. Apalagi cirinya?"
"Ia tidak mengenakan fu tou, rambutnya lurus panjang, tubuhnya
tinggi besar, busananya memberi tekanan bahwa bahunya lebar."
"Hmm. Hmm. Hmm. Masih adakah ciri yang lain?"
"Senjatanya, Tuan..."
"Ada apa dengan senjatanya?"
"Sepasang pedang panjang melengkung yang jarang kita lihat,
Tuan, tersoren saling menyilang di punggungnya."
"Hmm. Bagaimanakah kiranya dia pergi?"
"Dia menghilang, Tuan, sosoknya memudar ke balik cahaya."
1255 "Hmmm...." Para pemeriksa yang terdiri atas orang-orang kebiri anggota
pengawal rahasia istana itu saling berpandangan. Mereka
menatap kedua mata-mata itu.
"Kalian berdua sebetulnya mata-mata atau bukan mata-mata?"
"Mata-mata, Tuan."
"Tapi mengapa kalian seperti tidak punya mata?"
Sekarang kedua mata-mata itulah yang saling berpandangan.
"Coba buka mata kalian," kata salah seorang pemeriksa kepada
mereka, "Lihat selebaran yang tertempel di dinding itu."
Pemeriksa menunjuk gambar dua buronan dengan pedang.
"Inikah orangnya?"
Ada gambar Panah Wangi di situ, tetapi yang ditunjuknya adalah
gambar Harimau Perang. "Iiiii...ya, Tuan," kata mereka tergagap.
Pengawal rahasia itu menyabetkan pedangnya.
1256 PEMBACA yang baik, yang telah sudi mengikuti catatan
kenanganku itu sampai di situ, izinkanlah diriku meletakkan dahulu
tanah dan karas ini untuk sementara agar Pembaca maupun diriku
sendiri tidak lupa, betapa kita sebetulnya bukan berada di
Chang'an, Negeri Atap Langit pada tahun 798, melainkan di Celah
Kledung, yang terjepit antara Gunung Sumbing dan Gunung
Sindoro, di tengah-tengah Yavabhumipala, pada bulan Margasirsa
tahun 872, di Negeri Mataram dalam penguasaan Rakai
Kayuwangi. Ya, sudah sebulan lamanya aku berada di sini, menulis terusmenerus tanpa henti, karena tiada lagi gangguan para tikshna atau
vetanaghataka, yakni pembunuh bayaran, yang dalam masa
paceklik akan beralih menjadi pemburu hadiah. Begitulah para
pemburu hadiah ini akan menerima sekadar upah maupun ganti
rugi, atau berhak atas hadiah seperti yang dijanjikan pengumuman,
jika berhasil menangkap atau membunuh seorang buronan.
Namun aku bisa melupakan semua itu di sini. Tiada lagi jarumjarum beracun yang melesat dan berdesis mengancam nyawa,
tiada desingan pisau terbang yang siap menancap tepat pada
jantung, tiada lagi bayangan mengendap-endap berkelebat
menyelinap, masuk ke dalam kita. Seolah-olah dunia persilatan
tidak ada di sini. Kukira juga sudah tidak ada orang menyebut1257
nyebut Sepasang Naga dari Celah Kledung. Usiaku sudah 101
tahun, jika kutinggalkan Celah Kledung pada usia 15 tahun, berarti
sudah 86 tahun aku meninggalkannya. Dalam waktu selama itu
sudah tentu banyak yang berubah.
Celah Kledung adalah wilayah antara Gunung Sumbing dan
Gunung Sindoro yang dahulu hanyalah berupa hutan dan di dalam
hutan itu terdapat jalan, nyaris hanya setapak, tempat mereka yang
cukup bernyali akan melewatinya sebagai jalan pintas. Keberuntungan yang dimungkinkan oleh jalan pintas itu terhadap
dunia perdagangan, membuat para pedagang tidak membuang
kesempatan untuk meraup keuntungan tersebut. Barang dagangan yang diangkut melalui Celah Kledung, dari mana pun,
ke mana pun, lebih cepat sampai daripada melalui jalan lain yang
mana pun, sehingga juga menjadi lebih murah biayanya, padahal
bisa tetap dijual dengan harga yang sama!
Semula memang hanya yang memiliki semangat tinggi dan
cadangan keberanian berlebih yang akan melewatinya, karena
keberadaannya sebagai jalan setapak di tengah hutan telah
memancing para begal, perampok, untuk mencari mangsanya
pada berbagai titik sepanjang jalan setapak itu. Dahulu kala, ketika
untuk pertama kalinya kaum kalana itu merajalela, adalah
Sepasang Naga dari Celah Kledung yang membasminya. Kini,
1258 setelah berpuluh-puluh tahun, orang-orang dari dunia hitam itu
muncul kembali dan berkuasa bagaikan raja-raja kecil, meskipun
khalayak tidak pula menjadi ciut nyalinya.
Bukan saja Celah Kledung itu terus-menerus dan semakin sering
dilewati rombongan pedagang yang dilengkapi pengawal bersenjata, tetapi khalayak bahkan telah membangun pemukiman,
membuka ladang, dan setelah berpuluh-puluh tahun kini persawahan membentang pada kedua sisi jalan, yang sudah
bukan jalan setapak lagi, di kaki Gunung Sumbing maupun Gunung
Sindoro. Dalam jarak 86 tahun aku merasakan Celah Kledung sungguh
telah berubah. Betapapun terdapat juga yang sama sekali belum
berubah. Di bagian hutan yang masih pekat, dan sengaja dibiarkan
tidak menjadi persawahan, agar binatang-binatang tetap memiliki
dunianya sendiri, masih terdapat lahan yang dulu menjadi rumah
Sepasang Naga dari Celah Kledung, orang tua asuhku, tempatku
dibesarkan dengan segenap warisan ilmu yang menjadi bagian
diriku sampai hari ini. Memang pondok itu sudah tidak ada lagi, tetapi tanahnya masih
ada dan tidak pernah digunakan siapa pun, serta tidak pernah
1259 terlanggar oleh apa pun, bagaikan dengan tidak sengaja telah
terkeramatkan. Pada 86 tahun yang lalu, pemukim lain di tempat itu mengenal
siapa Sepasang Naga dari Celah Kledung sebagai orang yang
telah menyelamatkan desa mereka dari penindasan kaum
penyamun, karena memang jauh dari jangkauan rajya pariraksa
atau para pengawal kotaraja. Setelah kedua orang tuaku
berangkat meninggalkan diriku, dan aku sendiri pergi mengembara, semakin lama semakin sedikit yang mengenal kami
secara pribadi, tetapi riwayatnya tetap bertahan. Berpuluh-puluh
tahun setelah pondok kami aus, doyong, dan akhirnya rubuh,
tanahnya tetap terkosongkan, meskipun lumut dan tumbuhtumbuhan merambah...
Sankaracharya berkata: Sang Diri adalah nyata selain itu semuanya angan-angan 1260 DEMIKIANLAH di Celah Kledung aku masih terus menulis. Ketika
aku baru tiba dan menumpang tidur di balai desa, di antara
penduduk, terdapatlah seorang tua yang lebih tua usianya
daripada diriku, yakni 103 tahun, yang mengenaliku.
"Itu pengembara tua yang menginap di balai desa, aku
mengenalinya, itulah anak suami-istri perkasa yang disebut
Sepasang Naga," katanya. "Kukira waktu itu dia tidak punya nama.
Bantulah jika dia ingin kembali ke bekas tempat tinggalnya."
Hmm. Apakah ini tidak lantas berarti aku seperti tidak
bersembunyi" Seseorang berkata kepadaku.
"Orang tua yang tidak punya nama, ketahuilah bahwa kami tidak
begitu paham apa yang sebetulnya terjadi pada masa lalu, tetapi
kami menghormati orang tua itu, dan pada dasarnya kami
menghormati orang-orang tua, yang telah lebih dulu memberikan
tenaganya kepada desa ini daripada kami. Jadi marilah kami bantu
dirimu untuk membangun kembali rumahmu."
Begitulah aku tidak bisa menghindari perhatian kepada diriku,
terutama karena diriku sendiri memang sekarang ingin tinggal di
sini. Para pemukim ini ternyata sangat terampil. Sebagian dari
mereka bahkan pernah diminta ikut membangun rumah-rumah
1261 para pejabat tinggi di Mantyasih. Bagiku mereka bangunkan
sebuah rumah berlantai batu, memperluas dasar bangunan yang
sudah ada sejak masa orang tua asuhku dulu itu.
Dahulu kala, sesuai dengan sifat dunia persilatan, tempat ini dipilih
karena mempertimbangkan masalah keamanan, sehingga meskipun penghuninya terkenal tetapi tempatnya sendiri sulit
dicari. Tempatnya bukan sekadar berjarak dari pemukiman,
melainkan juga sangat tersembunyi. Seperti telah diketahui, baru
setelah melewati celah sempit sekali antara dua dinding batu,
maka seseorang akan dapat mencapai tempat itu.
Hanya penduduk desa tetangga kami yang mengerti jalan
masuknya dari jalan setapak di belakang untuk meminta obat
maupun nasehat jika tertimpa masalah yang pelik. Seperti terdapat
kesepakatan bahwa Sepasang Naga tidak ingin tempat tinggalnya
diketahui banyak orang secara terbuka, dan penduduk desa
menghormatinya, yang berpuluh tahun kemudian tampak sebagai
bentuk pengeramatan. "Bagi kami Sepasang Naga adalah dongeng tentang bagaimana
desa kami diselamatkan dari penindasan para penyamun," kata
seseorang yang lain. "Kami tidak mengira bahwa suatu ketika akan
berjumpa dengan anaknya yang disebut-sebut tidak bernama.
1262 Keadaan sesungguhnya pada masa itu sungguh tidak kami
ketahui," Dhammapada berkata: biarkan orang bijak menjaga pemikirannya,
meskipun sulit dipahami, sangat berseni,
dan mereka bergegas ke mana pun mereka terdaftar;
pemikiran terjaga baik membawa kebahagiaan 1
Jika para guptagati atau mata-mata istana, ataupun perkumpulan
rahasia mendekati permukiman yang tidak dihuni oleh terkalu
banyak orang ini, kuharap saja latar belakangku tidak sedang
diceritakan di sebuah kedai. Seorang penyelidik akan dengan
sangat mudah menghubungkan keberadaan diriku dengan
Pendekar Tanpa Nama yang dicari-cari itu.
Riwayat hidupku masih jauh lebih panjang daripada yang telah
kutulis. Aku masih hidup sekarang ini pada umur 101 tahun,
sedangkan riwayat yang kutulis baru mencapai umur 26. Hhhhh.
Masih cukupkah umurku untuk menuliskan sisa yang 75 tahun


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi" Ataukah sebaiknya kulompati saja yang kuanggap kurang
penting, dan hanya menulis yang berhubungan langsung dengan
1263 persoalanku sekarang" Namun itulah persoalannya bukan" Aku
tidak pernah bisa mengetahui, bagian manakah dari riwayat
hidupku yang membuatku kini menjadi buronan, harus ditangkap
hidup atau mati, dengan hadiah yang terlalu besar itu"
Sepuluh ribu keping emas! Itu seperti perbendaharaan kerajaan
besar seperti Negeri Atap Langit dalam pemerintahan Wangsa
Tang, bukan Kerajaan Mataram. Sudikah Wangsa Sanjaya ini
mempertaruhkan segenap perbendaharaannya hanya demi seorang tua seperti aku" Namun setiap orang yang memburuku
pun tahu, keping-keping emas itu bisa diganti dengan tanah,
sawah, dan bangunan rumah, atau apa pun yang setara. Kiranya
itulah yang telah membuat diriku menjadi mangsa perburuan tiada
akhir. Kali ini aku tidak ingin menghindar lagi, meskipun aku juga tidak
akan mungkin menyerah, setidaknya sebelum penulisan riwayat
hidupku ini selesai. Tidaklah mungkin dan tidaklah terlalu aman
membawa buntalan keropak itu ke mana-mana, bahkan di tempat
ini pun aku belum mengetahui cara penyimpanan yang terbaik.
Betapa rawan nasib suatu keterbukaan bukan" Betapapun, jika
aku perlaya dalam perlawananku terhadap perburuan ini,
kuinginkan agar apa pun yang sempat kutulis tetap terselamatkan,
sebagaimana suatu riwayat hidup yang ditulis untuk dihidupkan.
1264 Namun di balik kerimbunan hutan itu, suatu bayangan berkelebat.
CHANG'AN, bulan Magha, tahun 799 1. Kesimpulan bahwa
pengadu domba para petugas Dewan Peradilan Kerajaan dan
pasukan Pangeran Song adalah Harimau Perang sampai ke
telinga kami melalui jaringan mata-mata tentara, yang juga telah
membantu kami bersembunyi di dalam kuil Kaum Penyembah Api
2. Kuil itu tidak luput diaduk-aduk oleh pasukan Pangeran Song
yang pada dasarnya menggerebek seluruh kotaraja dengan
seketika, tetapi kami disembunyikan di sebuah langit-langit yang
penuh dengan ular. Apabila pasukan Pangeran Song menggeledah tempat itu, dan menengok ke balik langit-langit,
mereka akan mengira hanya terdapat ular di sana, yang sengaja
dipelihara para padri Kaum Penyembah Api untuk membasmi
tikus. Namun, ketika pasukan putra mahkota itu menggeledah,
jumlah ular itu mereka perbanyak dengan sihir.
"Banyak sekali ular di tempat kalian, mengerikan sekali! Apa ular
itu yang kalian suruh menari?"
"Oh, itu bukan kami, Tuan. Ini hanya ular untuk menangkap tikus."
"Banyak sekali!"
1265 "Tikusnya juga banyak sekali, Tuan, kami tidak ingin wabah itu
berulang." Wabah penyakit yang berasal dari keberadaan tikus mungkin
pernah melanda Chang'an, wabah yang kudengar bisa menghabiskan penduduk di berbagai kota besar seluruh dunia.
Namun begitu para penggeledah itu pergi, ular sihir segera mereka
pudarkan kembali, dan ular sebenarnya juga mereka pindahkan.
Kuil Kaum Penyembah Api ini sebetulnya terletak di tengah-tengah
keramaian, yakni tepat pada keserongan timur laut dari Pasar
Barat, pada sebuah petak terdapatnya lima vihara Buddha, sebuah
kuil Dao, sebuah kuil Kaum Penyembah Api, dan sebuah kuil juga
tetapi disebut gereja, tempat pengikut aliran Nestoria dari Persia
menjalankan upacara agama mereka. Namun pada petak yang
sama terdapat juga penginapan dan rumah-rumah sewaan,
sehingga terbentuk suasana ramai dan hiruk-pikuk hampir setiap
saat seperti yang bisa diharapkan dari sebuah kota dunia seperti
Chang'an. Para pengamen dengan bunyi-bunyian mereka, para penjaja
keliling, para tukang cerita, pesulap, maupun mereka yang
memperagakan keterampilan binatang, keluar-masuk tempat itu,
campur-baur dengan para peziarah yang hilir-mudik, ditambah
1266 para pedagang luar kota yang mengalir masuk setelah pasar tutup.
Larangan keluar rumah boleh menutup Pasar Timur dan Pasar
Barat, tetapi kebebasan membuka pasar malam di dalam petak
dimanfaatkan sepenuhnya 3.
Kong Fuzi berkata: khalayak tidak akan mengikuti
apa yang diperintahkan kepada mereka,
jika perintahnya bertentangan
dengan apa yang mereka sendiri lakukan 4
Harimau Perang. Penemuan atas peranannya jelas memecah
perhatian. Yang semula hanya tertuju kepada Panah Wangi kini
terarah pula kepada Harimau Perang. Namun perburuan yang
ditangani oleh Pasukan Hutan Bersayap ini sama sekali berbeda.
Tidak beramai-ramai dan menarik perhatian seperti yang dilakukan
pasukan Pangeran Song. Tidak pula menggunakan cara-cara
Dewan Peradilan Kerajaan yang secara resmi menempelkan
gambar Harimau Perang dan Panah Wangi, menyebarkannya ke
mana-mana, lantas menawarkan hadiah pula jika dapat menangkapnya hidup atau mati.
1267 Setelah peranan Harimau Perang dalam petaka di bekas Taman
An Lushan yang menelan korban 398 orang itu dipastikan, secara
resmi dinyatakan bahwa pengumuman itu dicabut, dalam arti
hadiah tidak ditawarkan lagi, dan perburuan hanya tugas Pasukan
Hutan Bersayap. Sepintas lalu bagi yang diburu ancaman
penangkapan itu bagaikan berkurang, tetapi kami sungguh
mengerti betapa justru perasaan nyaman yang ditimbulkannya
itulah yang akan menjebak kami ke dalam kelengahan. Orangorang kebiri dari Pasukan Hutan Bersayap ini ilmu silatnya dikenal
sangat tinggi karena tugasnya adalah menjaga istana raja.
Di antara mereka pengawal rahasia istana adalah yang tertinggi
ilmunya, karena mereka memang selalu diandalkan untuk tugas
yang sulit dan harus berhasil.
"Kita tidak bisa terus-menerus bersembunyi seperti ini jika ingin
mendapatkan Harimau Perang," kataku.
"Cara terbaik sudah kita lakukan, tetapi hasilnya seperti ini," ujar
Panah Wangi. "Tidak cukup baik," kataku, "jika mengambil senjatanya, dan
menggunakan senjata itu untuk membunuh para penjahat
kambuhan seolah dia yang melakukannya, ternyata tidak cukup
1268 untuk memancingnya, harus digunakan sesuatu yang berharga
dari senjata baginya."
"Bagi seorang pendekar, apakah kiranya yang akan lebih berharga
daripada senjatanya sendiri, wahai Pendekar Tanpa Nama?"
Aku diam sejenak, sebelum akhirnya berkata.
"Kalau kita culik gadis yang selalu melukis, yang tinggal di
rumahnya, dan sekarang masih disandera oleh Hakim Hou dengan
memasukkannya ke dalam tahanan, kukira dia akan mencari kita.
TIDAK pernah diketahui apakah Harimau Perang itu mempunyai
istri atau seorang kekasih, sejumlah tanda bahkan menunjukkan
kemungkinannya sebagai orang kebiri! Siapakah kiranya gadis
yang selalu melukis dan tiada lain melukis di rumahnya itu, yang
telah disandera oleh Hakim Hou ketika menggerebek kediamannya, tetapi Harimau Perang telah pergi, hilang lenyap
bagaikan ditelan bumi"
"Bukan tidak mungkin dia adalah seorang budak," ujar Panah
Wangi, "tetapi Harimau Perang tidak akan mengambil atau
membeli seorang budak jika tidak memiliki keistimewaan."
1269 Ada dua jenis budak di Chang'an. Yakni yang dimiliki negara
maupun yang menjadi kepemilikan pribadi. Budak adalah lapisan
terbawah dalam khalayak Chang'an yang lapisannya tumpangtindih. Pada awal masa pemerintahan Wangsa Tang, sumber
budak di Chang'an berasal dari penaklukan balatentaranya atas
berbagai wilayah seperti Koguryo, Uighur Dalam, Uighur Jauh, dan
bagian utara Jambhudvipa. Pada paro pertama abad ke-7,
pemerintahan Wangsa Tang mengirim utusan untuk menggabungkan pasukan dengan pihak Tibet, Nepal, dan
Magadha, lantas mengumpulkan budak sampai mendapatkan
tidak kurang dari 2.000 budak yang dibawa ke Chang'an. Budakbudak ini terdiri atas lelaki maupun perempuan, masih ditambah
ri?buan ternak dan kuda. Semula yang dijadikan budak adalah anggota pasukan asing
maupun penduduk yang tertawan dalam penyerbuan. Ketika
balatentara Wangsa Tang menaklukkan Koguryo bagian utara
pada tahun 688, disebutkan tidak kurang dari 200.000 tawanan
berhasil mereka giring. Salah seorang keturunan dari budak-budak
ini menjadi budak pribadi maharaja Wangsa Tang paling terkenal,
Xuanzong, yang memerintah dari tahun 712 sampai 756. Namun
pada 713 budak ini sudah dibebaskan karena suatu jasa tertentu,
1270 dan maharaja menempatkannya pada berbagai penugasan bagi
kerajaan. Adapun budak yang menjadi milik pribadi biasanya adalah kerabat
para pemberontak dan orang-orang yang dihukum mati. Di antara
mereka, kaum perempuannya dibawa ke istana, dan kadang pada
saat pelantikan seorang maharaja baru mereka dibebaskan.
Setelah Xuanzong dilantik, ia mendapat 40.000 perempuan untuk
mengisi haremnya. Namun karena ia berkuasa selama 44 tahun,
jumlah itu malah terus bertambah.
Jenis budak ketiga adalah budak-budak yang secara resmi
dipersembahkan oleh negeri-negeri lain kepada maharaja. Budakbudak jenis ini termasuk para seniman dan penghibur yang sangat
berbakat. Raja Tokhara 1 misalnya, mengirim seorang pelukis
yang sangat mahir dalam penggambaran lambang-lambang
Buddha, bunga-bunga, dan burung-burung. Dari Kambuja pernah
dikirimkan orang-orang bule. Pada 699, dari Cipango pernah
dikirim seorang pemanah Ainu yang tubuhnya berbulu. Namun
yang selalu paling dirayakan adalah budak-budak pemain bunyibunyian, penari, dan penyanyi. Koguryo, Cipango, para penguasa
Pagan, dan negeri-negeri di utara Uighur, selalu mengisi
kebutuhan budak jenis ini ke Chang'an, yang segera ditampung
oleh Balai Pengurus Bunyi-Bunyian.
1271 Para pedagang pun menyalurkan budak-budak bagi para
pelanggan kaya, dan mereka mengambilnya dari orang-orang
asing maupun penduduk asli yang menghuni bagian selatan
Negeri Atap Langit. Orang-orang asing ini termasuk orang-orang
Hun dari barat laut, yang dihargai berdasarkan kemahiran mereka
menaiki kuda dan menangani ternak; orang-orang Persia yang
ditangkap bajak laut asal Negeri Atap Langit di tenggara; dan kaum
wanita Koguryo, yang kecantikannya membuat mereka menjadi
barang dagangan terlaris, terutama untuk menjadi pembantu
rumah tangga. Menjual sesama warga Negeri Atap Langit adalah tabu, dan hukum
pemerintahan Wangsa Tang memberi ancaman hukuman berat
bagi yang melanggarnya. Menculik sesama warga dan menjualnya
sebagai budak merupakan pelanggaran yang bisa dihukum cekik.
Betapapun ini hanya berlaku bagi yang tidak sudi menjadi budak,
karena para pengutang dan petani sewa justru menjual diri mereka
sendiri sebagai budak ketika tidak mampu membayar. Bila perlu
anak lelaki mereka pun dijual sebagai budak untuk jangka waktu
tertentu maupun seumur hidup.
Namun, hukum perbudakan tidak berlaku bagi penduduk asli di
bagian selatan dari kemaharajaan ini, dan memang dari sanalah
sumber budak terbanyak. Para pedagang budak menganggap
1272 mereka sebagai manusia liar, jadi di luar peradaban, sehingga
hukum Negeri Atap Langit tidak perlu berlaku bagi mereka. Baik
pejabat setempat maupun maharaja sendiri tidak dapat menghentikan perdagangan ini.
"Hukum yang berlaku bagi budak adalah yang juga berlaku bagi
hewan peliharaan dan harta benda tidak bergerak 2," ujar Panah
Wangi lagi. Terbayang olehku akan seorang gadis yang terus-menerus
melukis. "Kita harus membebaskannya," kataku.
AKU dan Panah Wangi masih mempertimbangkan sejumlah
perkara lagi sebelum memutuskan untuk menculik gadis yang
disebutkan selalu melukis itu, agar manusia yang bernama
Harimau Perang bisa keluar dari tempat persembunyiannya dan
kami sambar. Misalnya saja jika memang gadis itu seorang budak,
maka terdapat peraturan bahwa jika seseorang menculik budak
yang menjadi hak milik orang lain haruslah dihukum berat dengan
membuangnya ke luar negeri sejauh-jauhnya.
Hukuman yang sama diberikan kepada seseorang yang

Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangkap budak pelarian dan tidak mengembalikannya kepada
1273 penguasa dalam waktu lima hari. Jika budak milik pemerintah
melarikan diri maka hukumannya adalah gebukan tongkat tebal 60
kali. Itu baru hukuman untuk hari pertama pelariannya. Semakin
lama pelariannya semakin banyak pula hukumannya.
Budak laki-laki tidak dapat mengawini anak perempuan orang
bebas. Jika majikan mereka mengizinkannya, mereka terancam
hukuman kerja paksa selama dua setengah tahun, dan
pernikahannya dibatalkan. Jika membunuh majikan, hukumannya
adalah penggal kepala atau hukum cekik kalau penyebab
kematiannya adalah kecelakaan. Sebaliknya, jika majikan yang
membunuh budak tanpa alasan kuat, ia akan menerima hukuman
kerja paksa satu tahun lamanya. Betapapun jika budak itu
melakukan tindak kejahatan, dan majikan itu tidak memohon
kesahihan yang berwenang, ia dapat dihukum gebuk dengan
tongkat tebal 100 kali. "Kita belum tahu apa hukuman kita, tetapi kita tidak akan
tertangkap," kataku dengan meyakinkan meski yang kupikirkan
hanyalah Harimau Perang. "Kupikirkan tempat untuk menampung gadis yang selalu melukis
itu dan apa yang akan kita lakukan dengannya," ujar Panah Wangi.
1274 Namun aku tahu betapa tidak mudah menculik gadis yang selalu
melukis itu. Menyadari penjara dan tempat tahanan sementaranya
mudah dibobol, Negeri Atap Langit telah lama memiliki cara
membebani para pesakitan dengan aneka macam borgol. Jika
memang para tahanan itu suatu ketika lolos, tetap saja tidak dapat
berbuat bebas. Borgol itu ada yang mulai dari borgol kaki, tangan,
sampai kereta kotak yang memendam seluruh tubuh, dan hanya
memperlihatkan kepala. Jelas siapa pun sulit melepaskan diri
dengan cara seperti itu. Sementara itu, mengetahui di mana gadis
itu disekap, tidak lebih dibanding mencari jarum di antara tumpukan
jerami. Kong Fuzi berkata: sekarang aku tahu mengapa kehidupan akhlak tidak berjalan
yang pandai terkelirukan kepada sesuatu yang lebih tinggi;
yang pandir tidak tahu apa itu kehidupan akhlak
sekarang aku tahu mengapa kehidupan akhlak tidak dimengerti
adat mulia ingin hidup terlalu tinggi di atas tata akhlak sendiri;
adat tercela tidak hidup cukup tinggi,
1275 tidak mencapai tata akhlak sendiri. 1
"Aku punya akal," ujar Panah Wangi.
Begitulah akal Panah Wangi itu langsung kami jalankan. Mulamula kami mencari rumah yang disediakan pemerintah bagi
Harimau Perang dalam kedudukannya sebagai kepala mata-mata
Negeri Atap Langit. Dari rumah yang masih belum diisi orang itu, selalu muncul
seorang perempuan tua yang membawakan makanan. Dalam
penyelidikan kami, orang-orang di sekitar rumah itu mengatakan
bahwa makanan tersebut diperuntukkan bagi gadis yang selalu
melukis, yang akhirnya kami ketahui bernama Anggrek Putih.
Ternyata hantaran makanan itu tidak langsung disampaikannya
kepada Anggrek Putih, melainkan kepada seorang anggota
Pengawal Burung Emas yang berada di sebuah gardu yang
berjarak sepuluh petak. Dari gardu itu seorang petugas pengantar
barang, surat, dan juga uang, akan mengambil dan mengantarkannya ke alamat yang disebutkan anggota Pengawal
Burung Emas tersebut. Jadi mengantar makanan diperbolehkan
tetapi tempat penahanan dirahasiakan. Dapat diandaikan pihak
pengantar barang tidak tahu-menahu perihal Anggrek Putih
1276 sebagai tahanan. Petugasnya pun berganti-ganti, hampir selalu
anak remaja, antara 12 sampai 15 tahun, tetapi yang kadangkadang juga berganti orang dewasa.
Kami selidiki dari mana para pengantar itu berasal, dan ternyata
hanyalah dari sebuah lorong kumuh tempat banyak anak bermainmain, dengan sejumlah orang dewasa yang duduk-duduk
mengawasinya. Apabila saat pengambilan dan pengiriman
makanan itu tiba, salah satu anak yang terbesar akan ditunjuk
menjadi petugas pengantar hari itu.
Namun Hakim Hou bukan orang bodoh. Mengetahui pencapaian
Harimau Perang sebagai mata-mata tangguh, dengan penguasaan
atas segala seluk-beluk kerahasiaan, maka tempat penahanan
Anggrek Putih hampir selalu berpindah-pindah.
"Makin sulit saja pekerjaan kita," Panah Wangi menggerutu
Dalam pengamatan beberapa minggu akhirnya kami ketahui
bahwa tempat penahanan Anggrek Putih memang berpindahpindah, tetapi perpindahannya tidak sembarang, melainkan teracu
kepada suatu pengulangan tertata. Jadi kami tinggal memilih
tempat dan waktu jika bermaksud menculik Anggrek Putih. Namun,
persoalan tidak berhenti di sini, karena kami tidak bermaksud
1277 menyusup melainkan menyamar sehingga harus mempelajari pula
jadwal para pengantar surat.
Masalahnya, tidak ada pengulangan tertata dalam penggiliran
siapa yang mengantar makanan pada hari tertentu dan ke mana,
selain karena anak-anak remaja itu silih berganti datangnya,
orang-orang dewasa yang duduk-duduk di sana tidak hanya
menerima satu pesanan. Dalam satu hari, selain mengantar
barang mereka juga mengantar surat, uang, dan buntalan-buntalan
yang bisa berisi apa saja, dalam jumlah banyak dan kecepatan
tinggi, sehingga tidak jarang sampai tidak ada lagi yang bermain,
karena semuanya mendapatkan tugas.
"Itu berarti siapa saja bisa menggantikan mereka," ujar Panah
Wangi. "Harus remaja, antara 12-15 tahun," kataku.
"Tidak, orang-orang dewasa itu menggantikannya, kalau tidak ada
anak lain lagi." Dewasa artinya 20 tahun ke atas. Aku memasuki umur 27
sekarang, apakah tidak terlalu tua"
1278 "Pendekar Tanpa Nama," Panah Wangi tersenyum seperti bisa
membayangkan apa yang kupikirkan, "seperti tidak pernah
bercermin saja, tidakkah dikau pernah bercermin waktu itu, ketika
baru saja selubung wajahmu dibuka?"
Aku ingat wajah itu. Memang wajahku tetapi seperti bukan diriku.
Apakah karena terlalu muda"
"Tenanglah, kamu akan tampak seperti orang-orang itu."
Kukira mereka berusia antara 20 sampai 25 tahun. Apakah diriku
tidak seperti memaksakan diri"
"Sudahlah, percayalah, kita kerjakan saja."
Cara Anggrek Putih itu dipindahkan tidak pernah sama. Ada
kalanya dengan tandu tertutup, ada kalanya disamarkan seperti
bukan tahanan, ada kalanya juga dikawal secara resmi, tetapi yang
paling membingungkan jika tiba-tiba saja sudah berada di tempat
baru. "Kita harus cepat sekarang," kata Panah Wangi, "sebelum
pengulangan tertata atas rumah penyekapan itu berubah."
"Atau sebelum Harimau Perang mendekati kita," kataku.
1279 Memang aku memikirkan Harimau Perang. Langkah-langkah apa
saja yang telah dia pikirkan dan akan diambilnya" Gerakannya
mengadu domba kedua pasukan itu cepat dan tepat, tetapi
mengapa dilakukannya ketika Anggrek Putih dikuasai Hakim Hou.
Apakah dia begitu percaya betapa Hakim Hou hanya akan
melakukan tindakan sesuai undang-undang" Namun, mengapa
pula ia tidak merasa perlu menyembunyikan ciri-cirinya, ketika ciriciri itu dimanfaatkan orang, seperti kulakukan sehingga dia diburu
Hakim Hou, telah amat sangat merugikannya.
Mungkinkah ia sebenarnya bukan Harimau Perang" Dari semua
pengalaman berpapasan dengannya, sulit sekali terbentuk suatu
sosok yang utuh, seperti ia memecah diri ke dalam beberapa
pribadi, ataukah, untuk ke sekian kalinya, Harimau Perang
memang sebuah nama untuk sekian sosok, bahkan satu
kelompok" Di satu pihak seperti menjadi lawan, di lain pihak untuk
apa dia berkirim surat atas namanya, melalui seorang pengantar
surat ketika kami memburu sang maharaja bayangan, yang belum
kami ketahui keberadaannya sebagai bayangan, ke Sha"
Di satu pihak ia seperti menghindar untuk dikenal, di lain pihak ia
meninggalkan jejak diri dan memperlihatkan ciri-cirinya. Dengan
kata lain, menghadapinya aku tidak pernah merasa berada dalam
1280 kepastian. Tanpa kepastian tentang lawan, tidakkah suatu
pertarungan sangat berbahaya bagi diri kita"
Panah Wangi berkata, "Justru dengan membebaskan dan
membawa pergi Anggrek Putih, kita akan tahu pribadi Harimau
Perang yang sebenarnya."
Aku tidak dengan serta-merta setuju, tetapi kukira setidaknya
usaha ini patut dicoba, terutama karena kerja keras yang telah
kami lakukan demi urusan ini. Ya, selama beberapa minggu ini
kami melakukan pengamatan dengan menyamar sebagai pengemis. Kami sudah keluar pagi buta dari loteng kuil Kaum
Penyembah Api dengan mengenakan busana compang-camping
seperti pengemis, cara terbaik untuk tidak menarik perhatian dan
mengamati dengan tenang. Bukankah jika dengan tidak sengaja
seseorang menatap seorang pengemis yang dekil dan berbusana
compang-camping, dia akan segera memalingkan muka" Banyak
orang tidak suka segala sesuatu yang kotor dan menjijikkan
menjadi bagian hidupnya, meskipun hanya memandangnya,
makanya mereka akan memalingkan muka.
"Jangan terlihat cantik," kataku kepada Panah Wangi, "kita tidak
ingin orang-orang memandang kita terlalu lama dan lantas
mengenali kamu." 1281 "Bagaimana caranya," sahutnya, "wajah seperti ini juga bukanlah
kemauanku." Maka kukatakan kepadanya, "Tekan saja capingmu dalam-dalam."
Menyamar sebagai pengemis dan setiap orang yang menatap
kami membuang muka karena jijik, tidak berarti tiada manusia di
dunia ini yang memperhatikan kami. Apalagi ketika harus berbaur
pada saat-saat tertentu di Lorong Pengemis, ketika para pengemis
menikmati saat-saat istirahat, makan siang, maupun berbagi hasil
sebelum gelap dan terdengar pukulan pada tambur 400 kali, saat
gerbang-gerbang istana ditutup, disusul 600 kali, saat gerbanggerbang kota maupun petak-petak ditutup 1.
Para pengemis di Chang'an ternyata juga perlu istirahat, setelah
mengembarai Chang'an sekaligus menikmati perolehan mereka
hari itu. Sebagai paria, lapisan tanpa kasta, mereka diandaikan
sudah cukup beruntung seandainya hanya mendapat sisa-sisa
makanan. Namun itu tidak berarti mereka hanyalah pelahap sisasisa makanan. Lagipula sisa-sisa makanan tersebut tidaklah selalu
begitu buruknya. Seperti jika mendapat sisa makanan pesta para
bangsawan, dapat dikatakan makanan yang banyak itu tidak
pernah habis, sehingga yang disebut sisa sebetulnya sama sekali
baru. 1282 Kendi-kendi arak adalah sisa terbaik, karena biasanya air kata-kata
ini selalu habis dalam pesta rakyat maupun pesta bangsawan,
sesuai kebiasaan lomba ganbei, yakni minum arak sekali tenggak.
Apabila yang disebut sisa-sisa seperti ini yang mereka bawa, maka
Lorong Pengemis akan menjadi lebih ramai dari biasa, penuh
suara tawa, dan ketika berangkat mengemis kembali langkah
mereka sudah sempoyongan sambil bernyanyi-nyanyi. Dapat
dipastikan betapa bau arak menyembur dari mulut mereka, dan
bagaimana orang-orang akan semakin menjauhinya.
Di antara mereka ini sering terselip para anggota Partai Pengemis,
yang tentu jauh lebih peduli daripada para pemabuk itu, meskipun
sama-sama mengetahui bahwa kami berdua adalah orang baru.
Betapapun kami merasa perlu masuk dan bila perlu melebur
dengan khalayak pengemis ini, karena merupakan dunia yang
tidak pernah dibongkar dan diambil peduli. Kecuali, tentu,
keberadaan Partai Pengemis yang membuat penyamaran kami
mesti benar-benar meyakinkan.
"Kita harus sungguh-sungguh berbau," kataku.
Bagi Panah Wangi, ketika keharuman menjadi bagian dari cirinya,
menjadikan dirinya berbau busuk bukanlah pekerjaan mudah.
1283 "Tidak cukup bau bawang," kataku, "mulai sekarang kita jangan
mandi." Mengzi berkata: tidak ada bagian tubuh yang tidak dicintai seseorang.
dan karena tidak ada bagian tubuh yang tidak dicintai,
tidak ada bagian yang tidak dirawatnya. 2
Aku juga melarang Panah Wangi bersentuhan dengan air kecuali
untuk minum, supaya wajahnya jadi dekil, berdaki, dan meyakinkan sebagai pengemis. Sangat penting bagi kami bahwa
penyamaran sebagai pengemis tidak mendapat masalah dari
dunia para pengemis sendiri.
Di Lorong Pengemis kami pernah mendapat persoalan seperti ini,
''He, pengemis buduk, mana setoran kalian"''
Kami tercengang. Setoran apa" Pengemis yang bertanya
badannya tinggi besar, tidak sesuai gambaran sebagaimana yang
bisa diharapkan tentang pengemis.
1284 "Jangan bertanya...," sergahku ketika Panah Wangi seperti akan
bertanya, karena itu hanya akan menjelaskan betapa kami
bukanlah pengemis sebenarnya.
Padahal, pengemis yang bertanya pun badannya tinggi besar,
tidak sesuai gambaran sebagaimana yang bisa diharapkan tentang
pengemis. Jika dalam Perguruan Shaolin terdapat Bhiksu
Pengawal, kukira ini juga semacam Pengemis Pengawal.
Aku pun menjawab, "Kami belum mendapat apa pun, Tuan."
Pengemis Pengawal itu mendatangiku.
"Pengemis buduk, jawabanmu salah semua, jelas kalian pengemis


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gadungan yang belum pernah dihajar!"
Ia menggerakkan tangannya siap memukul. Aku segera menotoknya sehingga ia tergelimpang. Namun kejadiannya cepat
sekali, sehingga aku bisa berpura-pura terkejut karena pengemis
tinggi besar ini pingsan tiba-tiba.
Para pengemis lain berdatangan.
''Ada apa" Ada apa"''
1285 Dalam kepanikan banyak orang, aku bergerak cepat melepaskan
Totokan Lupa Peristiwa, sehingga ketika terbangun nanti dirinya
tidak ingat lagi kejadian ini, lantas menghilang bersama Panah
Wangi. Itulah hari pertama penyamaran yang hampir saja merusak segala
penyamaran. Hari-hari selanjutnya aku belajar cara-cara penyamaran yang jauh lebih membutuhkan kesabaran, dan tentu
juga jauh lama, yakni tidak lain dan tidak bukan menjadi pengemis
yang sesungguhnya. Tidak berarti kami lantas membutuhkan waktu bertahun-tahun,
tetapi sungguh kami harus mengikuti setiap langkah yang paling
wajar, dari perpindahan orang biasa menjadi seorang pengemis.
Dari dunia wangi ke dunia bau dan tidak keluar lagi. Tidur di situ,
makan di situ, bercinta di situ....
DEMIKIANLAH menyamar sebagai pengemis di Chang'an hanya
bisa berhasil dengan menjadi pengemis itu sendiri, melebur,
masuk-merasuk ke segenap seluk-beluk jaringan kaum pengemis,
yang ternyata bahkan Partai Pengemis sendiri tiada bisa
menembusnya. Setelah hidup bersama mereka, makan-minum
bersama mereka, bercinta bersama mereka, dapatlah kuketahui
berurat-berakarnya hubungan antarpengemis dalam 1286 kepariaannya, dan betapa bagi mereka golongan bernama Partai
Pengemis bukanlah bagian dari mereka.
"Busana mereka memang seperti pengemis, mereka juga dekil dan
bau seperti pengemis, tetapi mereka sama sekali bukanlah
pengemis. Mereka adalah orang-orang persilatan, yang meminjam
jalan kepengemisan hanya sebagai cara dan ciri kehidupan
mereka, tetapi jalan hidup mereka tetaplah jalan para penyoren
pedang dalam dunia persilatan," ujar seorang pengemis tua.
"Perhatian utama mereka adalah ilmu silat, mengembara di dunia
yang luas untuk mencari lawan tangguh guna menguji kesempurnaan ilmu mereka. Hanya saja jika untuk mendukung
hidupnya para pendekar itu mencari pekerjaan yang tersedia di
sekitarnya, orang-orang Partai Pengemis menyambung hidupnya
cukup dari hasil mengemis saja, sesuai dengan garis partai yang
sudah menjadi ketentuan bagi setiap anggotanya.
"Mereka mengemis, kami juga mengemis, tetapi mereka tidaklah
sama dengan kami, yang mengemis karena memang tidak
mendapat tempat dalam pekerjaan. Juga tidak mendapat tempat
di tengah khalayak, keberadaannya diingkari, dianggap kotoran,
sehingga dari waktu ke waktu harus selalu disapu seperti menyapu
debu dari kolong, tidak dianggap ada sebagai manusia.
1287 "Sedangkan keberadaan Partai Pengemis yang tersebar luas di
mana-mana selama ada pengemis, menjadikan mereka kuat
sebagai kelompok, selalu diperhitungkan apakah bisa menjadi
sekutu, bahkan sebetulnya juga menjual jasa jaringannya, yang
rahasia maupun bukan rahasia, untuk mendapatkan keterangan,
mengedarkan maupun menyebarkannya. Kepengemisan mereka
bagai suatu ejekan bagi kami."
Tentu aku belum lupa dengan kisah Pengemis Tua Berjenggot
Putih yang dikeluarkan dari keanggotaan Partai Pengemis karena
menggugat keterlibatan Partai Pengemis dalam permainan
kekuasaan, yang semakin menjauhkannya dari filsafat kegelandangan yang menjadi semangat para pendirinya dahulu
kala. Dhammapada berkata: jangan punya pelaku kejahatan sebagai teman,
jangan punya manusia rendah sebagai teman:
milikilah orang saleh sebagai teman,
berkawanlah dengan orang-orang terbaik. 1
1288 Kami akhirnya bisa bekerja dengan tenang. Kami dapat
mengawasi rumah-rumah, gardu, dan lorong-lorong tanpa harus
khawatir terhadap para pengemis itu sendiri, karena kami memang
telah menjadi pengemis sebagai bagian dari dunia mereka. Itulah
pengemis sebagai bagian dari lumut pada tembok, kerikil di bawah
semak, ranting pada dahan, yang berarti tidak akan menarik
perhatian karena memang meskipun benar manusia, tetapi tidak
terhadirkan sebagai pribadi melainkan makhluk pengemis. Maka
meskipun kami sebetulnya ada, kehadiran kami sungguh tidak
terasa. Keadaan sempurna bagi kerja mata-mata.
Rumah tempat Anggrek Putih disekap sudah kami ketahui, tetapi
mengganti pengantar makanannya tidak begitu mudah, karena
penggantian mesti dilakukan segera begitu kesempatannya tiba.
Itulah saat tidak ada remaja yang bisa ditugaskan karena sudah
habis untuk melayani semua pesan penghantaran hari itu.
Begitulah dalam pengawasan Panah Wangi di lorong itu seorang
anak muda tampak bergegas, bahkan setengah berlari, menempuh lekuk-liku jalanan Chang'an menuju gardu Pengawal
Burung Emas. Jika digambarkan, peta Chang'an tampak sederhana karena sangat teratur, jelas, dan rapi, tetapi mengalami
sendiri berdiri di tengah keramaian jalanannya yang hiruk-pikuk,
keteraturan petak-petak dan saling-silang jalan yang serbamirip
1289 juga bisa membingungkan, terutama jika seseorang yang sedang
dibuntuti tahu cara memanfaatkannya.
Namun anak muda yang bergegas itu tidak tahu sedang dibuntuti
oleh seorang perempuan pengemis, karena apalah artinya
seorang pengemis di celah-celah keramaian kota raya yang dari
Misteri Pulau Neraka 8 Panji Akbar Matahari Terbenam Seri 3 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Naga Beracun 8
^