Naga Jawa Negeri Di Atap Langit 4
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma Bagian 4
dan setelah menyarungkan pedang mengambil hio di kuil itu lebih
dahulu supaya aku bisa pura-pura mengacung-acungkannya di
depan salah satu kuburan itu. Aku pilih saja salah satu kuburan
terdekat, dan setelah bersikap seolah-olah memang datang untuk
mengunjungi kuburan, mengacung-acungkan hio dan lantas
menancapkannya, aku melirik ke kiri. Tidak ada seorang pun.
Lantas melalui bagian belakang kuil Buddha aku melesat ke kuil
Pemuja Api itu. Menempelkan tubuh. Sepi sekali. Terdengar
gumam doa dari kuil Buddha, tetapi dari salah satu jendela kuil
orang Muhu ini tetap terdengar suara orang berbicara, seperti
bertengkar. Aku tidak tahu bahasanya! Seperti bahasa para
pedagang Parsi di Petak I-ning 1, tetapi bagaimana memastikannya" Bahasa semua orang asing itu sepertinya sama,
padahal sebetulnya banyak ragamnya! Huh! Coba aku tahu
bahasanya! Mereka bertengkar cukup lama, dengan suara keras
pula, sampai kudengar suara pedang dilepas dari sarungnya! Jelas
Harimau Perang mengeluarkan kedua pedang sekaligus dan
membabat! Pertengkaran itu langsung berhenti, kudengar suara
darah menyembur dan mendesis, lantas suara tubuh yang
menimpa tembok, itu pun waktu mau jatuh langsung ditendang lagi
287 sampai menyapu lantai ke tembok seberangnya. Itu tendangan
keras sekali akibat pertengkaran tadi. Bertengkar tentang apa"
Terdengar suara sepakan kaki, dan terdengar suara benda
menimpa tembok. Apa itu" Ah! Kedua pedang Harimau Perang itu
membabat leher sampai putus! Makanya darahnya menyembur!
Lantas kudengar ia memaki. Aku tidak tahu bahasanya. Tapi pasti
makian. Hanya satu kata. Jadi pasti makian. Hhh! Lantas ia
mengibaskan pedangnya. Kukira pedangnya langsung bersih.
Darahnya pasti bercipratan. Kudengar sepakan kaki lagi. Ah! Ada
yang terbang melewati jendela. Menggelinding di atas rerumputan.
Kepala! Aku seperti ingin menyerang dan melumpuhkan Harimau
Perang, tapi kutahu itu tak bisa kulakukan, karena kepentinganmu
untuk membongkar kegelapan atas gugurnya Amrita kekasihmu
harus kuutamakan. Makanya aku diam. Sepi. Lantas kudengar
suara langkah. Tidak ada orang lain di kuil Muhu ini. Tentu itu suara
langkahnya. Kudengar menuruni tangga kuil. Lantas sepi. Kuintip
lagi. Di luar gerbang petak hanya ada tembok kota. Tentu dia
sudah keluar. Aku tidak langsung keluar. Siapa tahu dia masih di
situ dan melihatku. Kutunggu beberapa saat, baru aku keluar.
Tidak ada orang. Hanya ada seorang pengemis bercaping.
Padahal tadi tidak ada!"
YAN ZI masih terus bicara tanpa putus.
288 "Ia menggumamkan kata-kata Kitab Daodejing! Jadi dia orang
Dao!" "Tunggu," aku menyela, "kata-kata dari Daodejing?"
"Ya. Kenapa?" "Dia tadi ada di situ."
Kutunjuk tempatnya. Pengemis bercaping itu memang sudah tidak
di tempatnya mengemis tadi.
"Siapa?" "Pengemis bercaping yang mengutip Laozi."
"Orang Dao!" "Belum tentu. Bukan hanya orang Dao membaca dan hapal
Daodejing." Namun yang berada di kepala Yan Zi dapat kumengerti, meskipun
Wangsa Tang menerima dan mendorong perkembangan Buddha
yang pesat di Negeri Atap Langit, para pengikut ajaran Dao,
terutama para pemuka agamanya, tidak menyukainya. Mereka
sangat khawatir bahwa ajaran Buddha Mahayana yang datang dari
289 Jambhudvipa akan menguasai Negeri Atap Langit dan menyingkirkan Dao sebagai jalan kebajikan hidup yang telah
dijalani setidaknya sejak Yang Chu mengajarkannya sekitar 600
tahun sebelumnya.1 Begitu pula yang dirasakan para pengikut
ajaran yang bertentangan dengan Dao, yakni ajaran Kong Fuzi
yang lebih tua lagi, yang sebetulnya menjadi pegangan utama,
bahkan juga dalam tata cara pemerintahan.2 Memang, pada masa
Maharaja Xuanzong saja, telah dihitung terdapat tak kurang dari
5358 wihara Buddha di Negeri Atap Langit. Dari berbagai
perbincangan, sekitar 50 tahun lalu tercatat 120.000 orang, lelaki
maupun perempuan, telah mengangkat sumpah menjadi bhiksu
dan bhiksuni, yang katanya semakin bertambah banyak setelah
Pemberontakan An-Shi 1. Apakah ada hubungan pengemis bercaping itu dengan Harimau
Perang" Bagaimana jika dia ternyata anggota Partai Pengemis"
"Sudahlah, teruskan dahulu ceritamu," kataku.
Ya, kutanya pengemis itu, karena aku yakin dirinya bukan
sembarang pengemis. "Ke mana orang Muhu tadi?" tanyaku. "Apa
benar dia penganut Muhu?" katanya. Namun aku tak punya waktu
untuk pusing. "Sudahlah, ke mana orang yang lewat tadi?"
Pengemis bercaping itu tertawa, "Dikau bertanya kepada seorang
290 pengemis, mengapa dikau bahkan sama sekali tidak berpikir untuk
memberinya sedekah, wahai Puan Pendekar?" Sudah jelas dia
bukan sembarang pengemis, tetapi aku tidak tertarik. Aku pun siap
pergi. "Dia sudah menghilang," katanya lagi, "tidak ada gunanya
dikau mengejar, tidak mungkin dikau menyusulnya. Dia tahu dikau
menguntitnya, jadi dia menggunakan ilmu halimunan." Ilmu
menghilang" Kenapa tidak" Dengan peranannya dalam jaringan
rahasia yang mutlak mengandalkan penyusupan, tidaklah terlalu
aneh Harimau Perang mempunyai ilmu menghilang. Aku tertegun
tak bisa ke mana pun. Jika dia memang memilikinya dan tahu diriku
mengikutinya, setidaknya sejak dari dalam kuil orang Muhu itu,
tidakkah dia bisa menebasku dengan kedua pedangnya setiap
saat" "Dia tidak ada di sini lagi," kata pengemis bercaping itu, "tapi
jika dikau memberikan sedekah kepada pengemis lata ini, Puan
Pendekar akan dapat menemukannya." Aku tidak memberi
tanggapan, bahkan mencabut pedang dengan waspada. Aku
belum tahu pengemis itu kawan atau lawan. Lagipula, bagaimana
kalau dia sendiri Harimau Perang" Ketika aku memegang pedang,
dia tidak melanjutkan kata-katanya. Hanya mengutip kembali dari
Daodejing: Kesederhanaan Bebas dari tanpa segala tujuan nama di luarnya 291 Tanpa hasrat, tenang dan diam Segalanya berjalan seperti kehendaknya.
MENDENGAR kutipan itu aku tak tahu kenapa lantas melemparkan uang setail perak. Ia menangkapnya dengan sebat.
Lantas tampak memperhatikan uang itu baik-baik. 'Hmmhh! Uang.
Betapa ia menggerakkan manusia bukan"' Aku tidak menjawab.
'Aku sudah memberimu sedekah, wahai pengemis lata,' kataku,
'sekarang katakanlah ke mana orang itu pergi.' Pengemis itu
tertawa lagi. 'Semoga tujuanmu di Kota Raya Chang'an ini tercapai,
Puan,' katanya, 'pergilah ke tempat dari mana kamu datang,
ketahuilah bahwa dia bukan orang Muhu, dia adalah orang Ta
ch'in.'' Aku tertegun. Seberapa jauh pengemis yang tidak dikenal itu bisa
dipercaya" Jika pengemis itu benar, Harimau Perang memang
nyaris mengelabui Yan Zi, yang jika bukan karena pengemis itu,
tentulah sudah mengiranya sebagai orang Muhu. Betapa dalam
pengelabuannya itu ia harus mengorbankan jiwa seorang pendeta
Muhu, dan melemparkan kepalanya keluar dengan cara seperti itu!
Orang-orang Ta ch'in pernah kudengar riwayat keberadaannya
dari suatu perbincangan di kedai. Mereka masuk ke Chang'an
sejak tahun 635. Adapun tahun itu memiliki makna bahwa sejak
292 permulaan berkuasanya Wangsa Tang pada 618, jalur daratan
antara Persia dan Negeri Atap Langit telah diganggu oleh orang
Turkestan. Orang-orang Turkestan Timur menantang kekuasaan
Wangsa Tang, sementara orang-orang Turkestan Barat menggoyang kemapanan sepanjang lembah Sungai Chu dengan
Tokmak sebagai pusatnya. Pada tahun 630 orang-orang Hun di bagian timur itu didesak oleh
balatentara Tang dan orang-orang Hun di bagian barat tanpa
bertempur sama sekali menyerah kepada balatentara Tang. Jalur
ke Persia dengan begitu terbuka kembali. Seperti terdapat dalam
Sejarah Tang atau Tang Shu, "Ketika rombongan kedutaan dari
Bukhara tiba di ibu kota untuk mengajukan penghormatan,
Maharaja Taizong menyambut duta besar dengan berkata, 'Orangorang Hun Barat telah menyerah, sekarang para pedagang aman
untuk melakukan perjalanan.' Semua suku menyambut berita itu
dengan sangat gembira."
Jadi, Alopen, kepala keagamaan Ta ch'in 1 dapat melakukan
perjalanan bersejarahnya sampai ke Chang'an. Betapapun,
sebelum tahun 635 banyak pedagang asal Persia telah menetap di
Chang'an, dan memang terdapat sejumlah pemeluk Ta ch'in di
antara mereka. Juga, mestinya terdapat Ta ch'in asal Sogdiana
atau Bukhara. Diperintahkannya Menteri Negara Fang Hsuan-ling
293 menemui Alopen di kubu pertahanan terdepan wilayah barat,
menyarankan terdapatnya persiapan matang bagi perkembangan
ini. Seperti bisa dipelajari dari naskah Maklumat Ta ch'in, maharaja
memberikan izin kepada Alopen menerjemahkan 'sutra Ta ch'in' di
dalam Perpustakaan Istana 2. Maharaja yang puas dengan
pencapaian Alopen mengeluarkan maklumat yang mengesahkan
kebajikan agama kaum Ta ch'in dan memerintahkan pembangunan wihara atau biara Ta ch'in di Petak I-ning oleh
petugas-petugas setempat. Wihara yang dimulai dengan 21
pendeta itu terletak di arah timur-laut dari persilangan yang
dibentuk dua jalan utama di Petak I-ning 3, letaknya di selatan
petak terdapatnya kuil Muhu yang diintai Yan Zi. Wihara Ta ch'in
tidak hanya dibangun di Chang'an, tetapi juga di Loyang,
Dunhuang, Ling-wu, dan Shannan.
Di kedai itu juga pernah kudengar seorang tua bercerita, pada 712
dan 713 kaum Dao menyerang orang-orang Ta ch'in dan merusak
wiharanya, sebelum akhirnya Maharaja Xuanzong memerintahkan
untuk membangunnya kembali. Pada 744 suatu perayaan suci Ta
ch'in 4) berlangsung di Istana Xingqing yang ditinggali saudara
tuanya, beserta empat saudara lain.
PADA masa Maharaja Suzong dibentuklah pasukan tentara yang
beranggotakan suku-bangsa dari berbagai negeri di luar Negeri
294 Atap Langit seperti Turkestan, Kashgar, Kucha, dan Khotan untuk
mengatasi berbagai pemberontakan. Di antara pasukan yang
terdiri atas orang-orang asing ini termasuk orang-orang Ta ch'in
dan Muhu, yang berkat pengaruh Panglima Kuo Tzu-I yang dikenal
cemerlang itu terhadap kalangan istana, kaum Ta ch'in bisa
menikmati perlindungan Suzong.
Masa terberatnya ketika agama Buddha yang berkembang pesat
diserang pada masa Maharani Wu Zetian, pendiri Wangsa Zhou
yang hanya bertahan dari 690 sampai 705. Maharani Wu Zetian
mendirikan Wangsa Zhou karena istana dikuasai kaum Dao. Jika
Buddha saja ditekan dari segala sisi, sampai-sampai 260.000
bhiksu dan bhiksuni diharuskan mencabut sumpah dan kembali
jadi orang biasa, maka, ...tentang orang-orang Ta ch'in dan Muhu, diminta kembali ke
kehidupan biasa, kembali ke panggilan hidup semula, dan kembali
membayar pajak, atau jika mereka orang asing harus dikembalikan
ke tempat asalnya. Maklumat dari istana itu juga menyebut jumlah 3.000 orang
sebagai pemeluk Ta ch'in dan Muhu. 1
295 "Tapi apakah benar Harimau Perang itu orang Ta ch'in" Kita tidak
tahu apa pun mengenai pengemis itu."
"Tentang itu ada ceritanya sendiri," sambung Yan Zi, yang segera
berbicara tanpa bisa diputus lagi.
*** Pembaca yang Budiman, baiklah kuceritakan kembali saja cerita
Yan Zi itu, karena kata-katanya yang mengalir bukan saja bisa
membuat Pembaca bingung, tetapi juga bisa kehilangan alur
ceritanya sama sekali. Meskipun diriku jelas bukan juru cerita nan
piawai, betapapun kiranya dapatlah kutentukan mana yang lebih
perlu bagi Pembaca atau tidak dari segenap cerita Yan Zi itu.
Syahdan, dari lorong itu Yan Zi melangkah kembali ke arah kuil Ta
ch'in seperti yang dimaksud pengemis itu, yakni dari mana ia
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
datang. Namun di tengah jalan pendengarannya segera menangkap ada langkah di antara banyak langkah lain yang terus
mengikuti dirinya. Di kota raya seperti Chang'an, langkah-langkah
tiadalah terbilang banyaknya. Untuk mengetahui bahwa langkahlangkah itu memang mengikutinya, Yan Zi berbalik lagi ke utara,
lantas menuju ke timur, sebelum akhirnya berjalan memutari
sebuah petak di selatan Istana Barat, petak bangunan-bangunan
296 milik istana juga, tempat segenap perlengkapan yang dibutuhkan
istana dibuat. Menjelang senja tempat itu sudah kosong, loronglorongnya sepi, sehingga langkah mana pun yang mengikutinya
tentu bukanlah kebetulan.
Alih-alih memancing, rupa-rupanya justru Yan Zi yang terpancing
memasuki lorong sepi itu, ketika di hadapannya muncul dua orang
bercaping lebar dengan pedang di pinggang. Tanpa menoleh ke
belakang, Yan Zi mengerti betapa dua orang bercaping lebar lain
telah siap mencegat jika dirinya berbalik, dengan tangan
menggenggam gagang pedang di pinggang masing-masing.
Yan Zi berhenti, dan empat orang yang mengepungnya itu pun ikut
berhenti. "Hmmhh!" Yan Zi menunjukkan sikapnya dengan meludah, "Siapa
kalian?" Salah seorang di hadapannya ganti meludah.
"Alangkah sombongnya seseorang yang tidak dikenal seperti
Puan," katanya, "Justru kami yang harus bertanya, siapakah Puan
yang sejak tadi begitu usil mengikuti majikan kami."
Yan Zi serentak tertawa terbahak-bahak.
297 "Majikan! Hahahahaha! Majikan! Rupanya orang-orang gagah ini
adalah hamba sahaya tanpa kemerdekaan! Hahahahaha!"
Mendadak terdengar siutan jarum-jarum beracun. Yan Zi secepat
kilat menggerakkan pedangnya. Criiiiinng! Serangan dari empat
jurusan itu bukan hanya berhasil ditangkisnya, melainkan juga
dibuatnya berbalik meluncur dengan cepat ke arah para
pelemparnya! Setiap orang rupanya telah melepaskan jarum-jarum beracun ini
dengan kecepatan sangat tinggi, sehingga ketika jarum-jarum
beracun ini berbalik kembali dengan kecepatan yang sama,
mereka tak bisa lagi menghindar dan hanya bisa menyampoknya
dengan sisi lebar pedang masing-masing. Saat itulah pertahanan
mereka terbuka, sehingga pedang Yan Zi dengan mudah
membuka kulit perut mereka.
Keempat pencegat itu segera bergelimpangan tanpa suara dengan
isi perut yang keluar semua. Darah menganak sungai dari empat
jurusan memenuhi jalanan, hanya seorang di antaranya yang
masih hidup. Yan Zi menginjak dadanya.
"AKU tidak akan membiarkanmu mati supaya kamu rasakan
kesakitan yang paling mungkin dari kehidupan ini sebelum mati."
298 Adakah ilmu penahan perginya nyawa" Aku tak tahu jika ilmu
semacam itu ada, tetapi orang malang yang sudah tertumpah isi
perutnya itu dengan kesakitannya yang amat parah menurut Yan
Zi tak kan mati jika ia belum menginginkannya.
"Sekarang katakan, siapa yang kau sebut sebagai majikan itu!"
Namun jika memang benar Harimau Perang adalah majikannya,
kesetiaannya kepada sang majikan haruslah dikatakan luar biasa.
Dengan wajah menahan sakit yang teramat sangat, sampai
nyawanya melayang tidak sepatah kata pun diucapkannya.
"Justru karena itu daku percaya bahwa mereka bagian dari
perkumpulan rahasia," ujar Yan Zi.
Pendapat Yan Zi tidak terlalu berlebihan, karena memegang
rahasia adalah keutamaan perkumpulan rahasia, termasuk juga
pengawal rahasia istana maupun jaringan mata-mata. Aku teringat
mendengar nama Harimau Perang terucap di tengah keriuhan.
Semua ini seperti membenarkan keberadaannya di Kotaraja
Chang'an. Ini membuat jantungku berdegup lebih cepat karena
gairah yang meningkat. Bukankah alasan keberadaanku di
Chang'an tiada lebih dan tiada kurang karena mengejar Harimau
Perang" Betapapun belum dapat ditentukan bahwa 299 keberadaannya merupakan suatu kepastian. Jika dalam kenyataannya Harimau Perang berada di Chang'an demi suatu
kepentingan yang dirahasiakan, aku tidak berharap akan dapat
menemukannya hanya secara kebetulan.
Namun cerita Yan Zi belum selesai.
Lorong semakin terasa sepi. Empat mayat bergelimpangan
menjadi bagian kesunyian. Pendengarannya yang tajam mendengar jejak kaki pada genting rumah dari sesosok bayangan
yang dengan ringan berkelebat menghilang. Yan Zi pun melenting
ke atas genting dan segera memburu bayangan itu.
Yan Zi Si Walet menguasai ilmu meringankan tubuh dengan sangat
baik, sehingga pergerakannya menjadi begitu cepat, amat sangat
cepat, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih cepat, tetapi bayangan
yang dikejarnya ternyata melesat tak kalah cepat, sama juga
bagaikan tiada lagi yang bisa lebih cepat.
Namun dengan kemampuannya yang begitu tinggi, bayangan yang
berkelebat lebih cepat dari cepat itu tampaknya sama sekali tidak
berminat mengadu ilmu, apalagi mengadu jiwa, karena memang
terus-menerus melejit, berusaha keras melepaskan diri dari
sergapan Yan Zi. Dari genting ke genting dari atap ke atap dari
300 wuwungan ke wuwungan dua bayangan berkelebat dan berkejaran
dari petak ke petak di Kotaraja Chang'an. Dalam remang senja,
bayangan itu memiliki kesempatan terbaik untuk menghilang,
sehingga Yan Zi dengan kecepatan luar biasa tinggi tak pernah
berhenti mencegat dan menyudutkannya, memotong arah lesatannya. Suatu kali mereka beradu telapak tangan, yang meletikkan suatu
pijar, hanya untuk saling terpental jauh, tetapi lantas saling beradu
kembali pada titik potong kejar-mengejar mereka, kali ini dengan
senjata masing-masing. Maka, dalam keremangan senja kadang
orang mendengar dentang dan melihat letik api dari senjata yang
beradu, meski tidak bisa melihat pertarungan itu karena bahkan
pandangan yang paling tajam pun, selama masih merupakan
pandangan mata awam, tidak akan bisa menyaksikan betapa
seringnya nyawa dipertaruhkan.
"Suara apa itu" Seperti suara pedang beradu di atas genting"
Kulihat juga letik api!"
"Sudahlah, diamkan saja. Tidak ada apa-apa. Itu para pendekar
saling kejar-mengejar dan berkelebat di atas genting. Kita tidak
akan bisa melihatnya."
301 Semakin remang pertarungan itu semakin mengerikan, karena
dalam kecepatan tinggi hanya diperlukan setitik kelemahan untuk
mengubah peruntungan, untuk terus hidup atau mati saat itu juga.
Dalam remang Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan yang
dipegang Yan Zi kurang dapat memanfaatkan cahaya yang
merupakan kedahsyatannya. Namun itu tidak berarti bahayanya
menjadi berkurang. Yan Zi menetak dan menebas bayangan
dengan penuh ketepatan, dan hanya karena lawannya berilmu
sangat tinggi saja, maka bukan hanya nyawanya masih dikandung
badan, tetapi serangan balasannya tiada kurang-kurangnya
membahayakan Yan Zi jua. Dalam kecepatan tingkat tertinggi,
tempat pemikiran tidak dapat memutuskan lebih cepat dari gerakan
pedang, tinggal kepekaan yang dapat diandalkan. Dalam
keremangan, sampai beberapa kali Yan Zi mesti menjauhkan
lehernya dari desisan menyambar, yang belum tentu sudah
diketahuinya merupakan sambaran pedang.
KEREMANGAN lebih terang daripada kegelapan malam, tetapi itu
tidak menjadikan keremangan lebih kurang berbahaya daripada
kegelapan. Sebaliknya keremangan memberikan lebih banyak
peluang tipuan, karena hakikat keremangan memanglah ketidakjelasan, tempat yang tampak bukanlah seperti tampaknya
dan yang tak tampak jauh lebih berbahaya dari yang tampak.
302 Demikianlah kedua petarung itu berkelebat papas-memapas di
atas genting-genting rumah Kotaraja Chang'an, sementara
kegiatan hidup sehari-hari tetap berlangsung di bawahnya. Pada
suatu titik pedang mereka saling menempel tanpa bisa saling
melepaskan diri lagi sambil tetap melayang di udara, sebagai
akibat penyaluran tenaga dalam, dan saat itulah sekilas Yan Zi
melihat suatu wajah dalam keremangan di bawah caping.
"Ah! Kamu!" Maka sang empunya wajah melepaskan pedangnya dan
menjatuhkan diri ke bawah, menghilang di tengah keramaian.
"Hhhh!" Yan Zi menyusulnya ke bawah sambil membawa pedang lawannya
dengan tangan kiri. Dengan dua pedang ia mendarat di sebuah
lorong antara dua petak, keramaiannya terletak di ujung lorong,
jalanan besar tempat buruannya menghilang. Jika tadi mereka
bentrok di bagian barat laut Chang'an di dekat Kuil Ta ch'in dan
Muhu, rupanya kejar-mengejar itu telah sampai di pojok tenggara
kotaraja itu. Diperiksanya pedang itu, ternyata pedang anggota pasukan
kerajaan. Meskipun pedang itu jelas merupakan hasil tempaan
303 terbaik, betapapun bukanlah suatu pedang mestika, jadi bisa
dilepaskannya begitu saja. Apakah ini berarti pemilik pedang itu
memang anggota pasukan kerajaan" Kemampuannya sendiri jelas
berada di atas kemampuan rata-rata pasukan kerajaan. Setidaknya kepala pasukan, bahkan mungkin perwira. Yan Zi tahu
bahwa di balik tembok terdapat penginapan yang sering digunakan
sebagai barak dan pusat pengendalian pasukan gerak cepat. Jika
memang ini berhubungan dengan sosok yang tadi diburunya,
apakah urusannya seorang perwira pasukan gerak cepat harus
memata-matai Yan Zi"
"Siapa yang kau lihat sebetulnya?"
"Pengemis itu!"
Waktu itu Chang'an sedang berada di hari terakhir dari tiga hari
perayaan Hari Kelimabelas pada bulan ke delapan dalam
penanggalan mereka, yang jika menggunakan tahun Saka yang
berlaku di Javadvipa adalah bulan Palguna. Pada saat itu ada
kebiasaan mengamati rembulan jika langit tak berawan, yang
hanya berlangsung di luar Chang'an karena di kotaraja berlaku
jam-malam. Para pegawai pemerintah Wangsa Tang diliburkan
tiga hari 1 sehingga jalanan lebih meriah dari biasa karena
perayaan tetap berlangsung sebelum malam tiba.
304 Yan Zi keluar dari lorong dan melangkah di jalan besar. Pedang
Mata Cahaya telah disarungkannya, dan pedang pasukan kerajaan
itu dipegangnya dengan ujung lurus ke bawah agar tidak seperti
membawa hawa kekerasan. Jalan besar itu rupanya memang dipenuhi serdadu. Mungkin
mereka sebagian dari yang mendapat giliran diliburkan dan kini
memenuhi jalanan, berbaur dengan orang-orang kebanyakan
meski tetap mengenakan seragam. Yan Zi bermaksud mengembalikan pedang itu ke barak dan pura-pura mengaku telah
menemukannya, siapa tahu akan menjadi lebih jelas siapa
pemiliknya. Namun di tepi jalan, dilihatnya pengemis itu lagi! Pengemis itu
menengadahkan tangannya seperti sudah lama sekali berada di
tempat itu. Namun Yan Zi berpikir bahwa pengemis itu telah
memanfaatkan daya kecepatannya untuk menyelipkan dirinya di
sana, tanpa seorang pun melihatnya datang dan mengambil
tempat, sehingga memang tampak seperti sudah lama berada di
sana. Menyadari betapa kecepatan pengemis itu tidak dapat diabaikan,
Yan Zi mendatanginya perlahan-lahan. Kemudian, di tengah orang
berlalu-lalang, dan perhatian diserap pertunjukan sulap dari
305 Jambhudvipa, dengan kecepatan yang tidak dapat diikuti mata,
Yan Zi membacokkan pedang yang dipegangnya ke tangan
tengadah itu, seperti akan memotongnya!
Tangan yang menengadah meminta belas kasihan itu sama sekali
tidak bergerak. Pedang itu berhenti dalam jarak seutas rambut
pada pergelangan tangannya. Kepala pengemis bercaping itu
tetap tertunduk, seperti tidak tahu-menahu betapa pergelangan
tangannya nyaris menyemburkan darah.
Siapakah pengemis itu" Ada kalanya aku membayangkan
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bagaimana orang semacam itu hidup. Jika dia pulang, misalnya,
pulang ke mana" Menunggu tak ada seorang pun melihatnya
sebelum melejit dari atap ke atap"
Ternyata lagi-lagi mulutnya menggumamkan suatu ayat dari
Daodejing. Dao itu Betapapun digunakan Tanpa kosong tetap tak harus diisi Tanpa Asal Dalam kosong dasar dari ketajaman segalanya yang di dunia ditumpulkan 306 Segala kekusutan Segala kilauan diredupkan Segala kebisingan diheningkan Seperti dasar Aku tak kolam tahu nan dia diuraikan tak pernah anak kering siapa Seperti sudah ada sebelum ada dunia 1
Yan Zi bergerak sekali lagi dan kali ini pedang membacok dari atas
ke bawah, seperti bermaksud membelah kepalanya!
Namun sekali lagi pedang itu berhenti dalam jarak seutas rambut.
Lantas terdengar suara tertawa dari balik caping, tidak keras dan
agak tertahan. "Jangan terlalu jumawa pengemis busuk," kata Yan Zi, "Jika dikau
bermain-main denganku, jangan dikau pikir aku tidak akan tega
mencabut nyawamu." Pengemis itu tidak menanggapi.
"Apakah kiranya pengemis malang ini berhak mendapatkan
kebahagiaan, dengan menerima sedekah sebuah pedang, yang
mungkin akan bisa dijualnya agar tidak mati kelaparan?"
307 "Hari ini sudah terlalu banyak kebaikanku untukmu, aku tidak akan
bersedekah kepada siapa pun yang hanya pura-pura menjadi
pengemis." Pengemis itu tertawa lagi, meski hanyalah Yan Zi yang
mendengarnya. "Aku memang hanya seorang pengemis, tapi bukan sembarang
pengemis," katanya perlahan, "Apakah Yan Zi Si Walet tidak
tertarik menukar pedang yang dipegangnya dengan pasangannya?" Bagaikan tersambar halilintar, Yan Zi tertegun dan terpaku. Ia
hampir saja bertanya, tetapi tidak ingin terpancing tipu daya
jaringan rahasia nan licin. Ia menggerakkan lagi pedangnya.
Trrrrraaaangngng! Untuk kedua kalinya Yan Zi terkejut, karena sebuah pedang telah
menangkis pedangnya, dan pada saat yang sama pengemis itu
berkelebat menghilang... "Orang kedua ini pun menghilang secepat datangnya," ujar Yan Zi
menutup ceritanya. 308 Bagaimana menyimpulkan ceritanya" Pertama, Harimau Perang
memang telah tiba di Chang'an. Berarti aku memang harus
memusatkan perhatian untuk mencarinya. Kedua, memang belum
pasti, apakah telah diketahui betapa Yan Zi sangat menghendaki
Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri, tetapi lebih baik kami
berpikir bahwa pedang mestika itu harus diambil segera. Ketiga,
keberadaan kami jelas telah diketahui jaringan rahasia tertentu
sebagai bagian dari rahasia itu sendiri - dan kenyataan bahwa
pengemis itu seperti memberitahukannya kepada kami, harus
menjadi catatan tersendiri.
Ia telah menyatakan dirinya bukan sembarang pengemis. Tentu
saja ini cukup jelas. Jaringan Partai Pengemis" Aku meragukannya, karena anggota Partai Pengemis sangat terikat
kepada partainya itu, sedangkan sikap yang ditunjukkannya lebih
tampak seperti gelandangan merdeka. Namun siapakah dia dan
apakah kepentingannya" Sebegitu jauh aku menganggap bahwa
keberadaannya tidak dimaksudkan untuk mengganggu, bahkan
dengan suatu cara mungkin saja sebetulnya membantu.
"Bagaimana dengan Ibu Pao?" Yan Zi bertanya.
Disadarinya kini, bisa saja Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri
itu tidak berada di tempatnya saat kami menemukan tempat
309 penyimpanannya, dan pikiran seperti ini tentu saja membuatnya
gelisah. Meskipun telah diketahui betapa berat Pedang Mata
Cahaya untuk tangan kiri itu, Yan Zi tentu berpikir bahwa
seseorang yang sakti akan bisa mengatasinya.
Kukatakan bahwa Ibu Pao menyanggupinya.
"Kapan?" katanya tak sabar.
Aku menghela napas. Seharusnya kematian Elang Merah menjadi
pelajaran, betapa dunia perkumpulan rahasia itu begitu penuh
dengan jebakan. Aku sendiri tidak sepenuhnya paham bahwa jika
kami masih selamat sampai hari ini, apakah itu karena kami
memang telah cukup berhati-hati, tetapi yang tampaknya jelas
tidak dapat dianggap cukup berhati-hati sehingga Elang Merah
terkorbankan, ataukah hanya karena kebetulan dan keberuntungan. Aku bahkan kadang-kadang merasa mungkin
kami memang sengaja dibiarkan hidup karena tidak terlalu
mengganggu kepentingan siapa pun, terutama dalam pertarungan
kekuasaan yang sedang berlangsung.
Perjanjian kami dengan Yang Mulia Paduka Bayang-bayang,
misalnya, bagiku tampak sekali tidak berpihak kepada kepentingan
kami, melainkan dengan membantu kepentingan kami maka
310 kepentingan mereka akan terlancarkan, yakni menyerang Chang'an ketika kekuatan istana dipercaya sebagai terlemahkan
oleh hilangnya senjata mestika.
Betapapun, tampaknya kami tak bisa mengandalkan hanya salah
satu jaringan, karena kubayangkan jika kepercayaan atas
hilangnya daya kekuatan istana akan ditunjukkan dengan
hilangnya senjata mestika, maka terlalu banyak senjata mestika
lain, yang bukan saja lebih terkenal, melainkan barangkali saja
lebih mudah dicuri. MESKIPUN kepercayaan terhadap kehebatan suatu senjata
mestika mungkin ada benarnya, kukira para pemikir Buddha, Kong
Fuzi, maupun Dao di istana tidak akan pernah membenarkannya
seolah-olah senjata-senjata mestika itu adalah tiang-tiang negara.
Itulah, yang menurut perhitunganku, membuat penjagaan atas
senjata-senjata mestika terkenal tidak akan lebih ketat dari senjata
mestika lain - dan diperhitungkan pula oleh orang-orang Yang
Mulia Paduka Bayang-bayang. Pada saat mereka mendapatkan
senjata mestika yang mana pun, saat itulah mereka tidak akan
peduli lagi kepada kami. "Jadi kita memang tidak boleh tergantung kepada mereka," kataku
kemudian kepada Yan Zi. 311 Yan Zi mengangguk. Kurasa perempuan gunung ini belajar cukup
banyak semenjak meninggalkan kampungnya yang ter?sembunyi,
terutama semenjak kematian Elang Merah.
"Sebaiknya kita tetap tinggal di Petak Teruna saja," ujar Yan Zi,
"Selain karena semua ongkos sudah ditanggung pihak Yang Mulia
Paduka Bayang-bayang, juga kepindahan kita akan memancing
kecurigaan mereka." "Kaki Angin tidak keberatan bukan?"br /> "Tentu Kaki Angin akan berkata seperti itu, tetapi lebih baik mereka
ikut menyelidiki bersama kita daripada mereka menyelidiki kita."
Setelah melihat peluang yang bisa diberikan anak-anak asuh Ibu
Pao dari dalam istana, aku tidak keberatan untuk tetap bertahan di
Petak Teruna, meski aku sudah mulai muak dengan kehidupan
semu dunia hiburan di situ. Namun aku juga tidak terlalu yakin
bahwa kami tidak pernah diawasi semenjak kedatangan kami,
terutama oleh pihak Yang Mulia Paduka Bayang-bayang sendiri.
Bukankah aku pernah bercerita bahwa aku merasa selalu
dibuntuti" Banyak hal belum terpecahkan, dan barangkali tidak akan
terpecahkan, ketika rahasia yang satu menyusul rahasia yang lain,
312 berhubungan atau tidak berhubungan, bisa dihubungkan atau tidak
bisa dihubungkan... *** Pukulan genderang 400 kali, penanda gerbang-gerbang istana
ditutup, sudah lama selesai, dan kini pukulan yang 600 kali,
penanda gerbang-gerbang kota dan gerbang-gerbang setiap petak
juga harus ditutup, telah pula berakhir. Hari seperti mendadak jadi
gelap ketika jam malam tiba, dan semua orang tidak boleh tampak
berada di jalan utama di luar tembok yang memisahkan setiap
petak, jika tidak ingin berurusan dengan para Pengawal Burung
Emas. Namun malam tetap meriah di Petak Teruna. Kami memasuki bilik
kami masing-masing di Penginapan Teratai Emas dengan harapan
tetap bisa tidur dalam kemeriahan pesta para bangsawan, pejabat
pemerintah, lulusan ujian pegawai negeri, dan para pedagang kaya
yang bersenang-senang bagaikan tiada habisnya.
Dalam kelelahan pikiran, suara kecapi, nyanyian, dan pembacaan
puisi oleh orang-orang mabuk yang tertawa-tawa tanpa ke?jelasan
semakin terjauhkan. Tidak kuketahui sudah berapa lama aku
313 tertidur, ketika aku terbangun karena mendengar suara-suara
keras di luar penginapan.
Rupa-rupanya Pengawal Burung Emas telah memergoki seseorang di luar tembok Petak Teruna. Kudengar teriakan
melolong-lolong dan bentakan-bentakan.
"Ini kita sudah berada di depan Penginapan Teratai Emas! Siapa
yang kamu cari tadi katamu?"
Terdengar suara perempuan ketakutan menangis ketakutan. Ya,
menangis melolong-lolong meskipun tidak sekalipun pukulan ia
dapatkan ketika seharusnya ia mendapatkan 20 kali cambukan
rotan. "Hei! Perempuan gila! Jangan berteriak-teriak seperti itu! Tadi
kamu bilang ada keperluan penting dengan seorang tuan yang
tidak ada namanya! Kalau bukan Ibu Pao yang mengutusmu sudah
kuinjak-injak kamu sampai mati! Sekarang diam kamu! Kalau
tidak..." Mungkin Pengawal Burung Emas ini seperti akan memukulnya
sebagai ancaman agar diam, tetapi itu justru membuat lolongannya
menjadi-jadi. 314 "O, perempuan sial, apa perlu kamu ku..."
Di tengah lolongan, tiba-tiba kudengar tubuh yang jatuh. Hmm...
Seseorang telah menotoknya. Lantas terdengar suara ja?tuhnya
tubuh-tubuh lain. Rupanya bukan hanya satu Pengawal Burung
Emas yang meronda, mungkin satu regu terdiri atas tiga atau
empat orang, tetapi semuanya telah dilumpuhkan, bahkan
termasuk perempuan yang melolong-lolong itu. Malam sepi
kembali, meski di dalam gedung-gedung tempat hiburan di Petak
Teruna, suara orang bercanda, bernyanyi, dan tertawa-tawa dalam
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rangsangan arak sepanjang malam seperti tidak akan pernah
berhenti. Kudengar ketukan di pintu. Kutahu itulah Yan Zi.
KUBUKA pintu dan ia masuk membawa seorang perempuan tua
yang telah ditotoknya, tetapi hanya agar tidak bisa bersuara,
sehingga masih bisa dibawanya berjalan dan naik tangga ke lantai
dua. Keributan di luar tadi tampaknya tidak disadari sama sekali oleh
orang-orang yang sudah mabuk di dalam ini.
Didudukkannya ibu parobaya yang tampaknya juga latah itu di
tempat tidurku. 315 "Dengar Ibu! Kubebaskan dirimu dari totokan agar bisa berbicara!
Tapi jangan berteriak seperti tadi! Mengerti?"
Perempuan utusan Ibu Pao itu mengangguk-angguk. Tangan Yan
Zi bergerak ke lehernya, menotok kembali tempat yang tadi
ditotoknya, tapi kali ini untuk membebaskannya. Perempuan itu
langsung bisa berbicara dengan tersengal-sengal.
"Saya membawa pesan Ibu Pao," katanya, "Pesan itu harus
digambar, dan gambar itu harus dihapus lagi."
Ibu Pao ternyata bukan sekadar baik hati, terutama baik hati
kepada kami, tapi juga berdaya akal mencukupi agar pesan
rahasianya bisa sampai, dalam keadaan yang gawat dan
mendesak, sehingga tak bisa menunggu sampai esok hari.
"Ibu harus pergi mengiringi rombongan Maharaja dini hari sekali,
jadi pesannya harus sampai malam ini, karena pengawal istana
terbaik harus berada dekat Maharaja, termasuk para pengawal
gudang penyimpanan senjata mestika."
Aku langsung mengerti duduk perkaranya. Menurut Ibu Pao kami
mempunyai kesempatan yang baik untuk mencuri senjata mestika
itu. Namun di manakah kami mesti mengambilnya"
316 "Dengan apa kita menggambar?" Yan Zi bertanya.
Aku tertegun. Perempuan utusan Ibu Pao itu menggambarkan di
mana kami harus mengambil Pedang Mata Cahaya untuk tangan
kiri, dengan cara yang tidak terduga sama sekali. Sun Tzu berkata:
ia yang tahu bagaimana bertarung sesuai dengan kekuatan lawan akan menang 1
Tempat yang rumit digambarkan secara tidak biasa. Itulah yang
kami hadapi sekarang, yang membuatku menyadari betapa tak
mudah seandainya diriku menjadi anggota perkumpulan rahasia.
"Ibu Pao telah mendapat pesan secara rahasia dari anak asuhnya
untuk menyampaikan pesan ini secara rahasia pula," ujar
perempuan parobaya itu, kali ini dengan wajah sungguh-sungguh,
seolah-olah sebelumnya ia hanya berpura-pura saja.
Ia mulai dengan menunjuk meja di dalam bilik itu.
"Kita anggap meja ini sebagai Istana Daming," katanya. "Jelas?"
Aku dan Yan Zi mengangguk, meski masih agak kabur dengan apa
yang dimaksudnya. 317 "Kita sesuaikan saja dengan kedudukan kita sekarang," katanya
lagi. "Di sana utara bukan?"
Kami mengangguk lagi. "Berarti kita sepakati dahulu bahwa ini sisi utara," katanya lagi
sambil menunjuk. "Ini sisi selatan, lantas sisi kiri adalah timur dan
sisi kanan adalah barat. Paham?"
Cara bicaranya yang tegas membuat kami mengangguk seperti
orang bodoh. Jika perempuan ini tadi memang hanya berpurapura, jelas penyamarannya bagus sekali.
Lantas ia hanya menunjuk saja pada meja itu, kadang seperti
menggambar dengan ujung jari, tetapi tentu tidak ada gambarnya.
Aku mengerahkan daya tangkapku untuk mendapatkan gambaran
tentang Istana Daming, terutama jalan rahasia untuk sampai ke
tempat Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu disimpan.
"Perhatikan, kalian semestinya sudah tahu, terdapat lima gerbang
di selatan. Penjagaan di gerbang-gerbang biasanya paling kuat,
tetapi kini para pengawal istana terbaik disertakan dalam
rombongan Maharaja, sehingga meskipun tetap dijaga pengawal
istana pilihan, kini menjadi bagian paling lemah. Jadi kalian harus
memasuki istana dari selatan, yang kelima gerbangnya dari timur
318 ke barat masing-masing bernama Gerbang Xing An, Gerbang Jian
Fu, Gerbang Dan Feng, Gerbang Wang Xian, dan Gerbang Ting
Zheng. Bagaimana" Ada kesulitan?"
Sebetulnya aku susah menghafalkan nama-nama asli Negeri Atap
Langit seperti itu. Jadi aku menghafalnya dalam bahasa yang
kukenal dengan baik saja, yakni bahasa Jawa, yang artinya
berturut-turut adalah Gerbang Kegembiraan dan Kebahagiaan,
Gerbang Pendirian dan Kebahagiaan, Gerbang Burung Phoenix
Merah, Gerbang Menuju Para Dewa, dan Gerbang Istana
Pemerintahan. "Gerbang Xing An yang paling timur hanya menuju gang sempit,
karena itu biasanya tidak dijaga, dari sanalah kalian sebaiknya
masuk, dan berusahalah untuk melompati tembok dan masuk ke
tengah melalui Sungai Long Shou."
Ujung telunjuk perempuan itu bergerak di meja menggambarkan
sungai yang melalui gerbang kecil yang membatasinya dengan
wilayah Gerbang Jian Fu, menembus ke lapangan Balai Hanyuan,
dan keluar lagi melalui gerbang kecil lain menuju bagian Gerbang
Wang Xian dan keluar di balik tembok di dekat Gerbang Ting Zeng.
Lantas ujung telunjuknya itu kembali ke tengah.
319 "Itulah jalur Sungai Long Shou, kalian cukup menyelam dan di
bawah titian kecil di lapangan itu kalian muncul. Awas, lapangan
adalah tempat yang datar, gerakan apa pun mudah dipergoki,
tetapi justru karena itu dianggap tak perlu terlalu diawasi. Dari sini
melesatlah cepat ke Balai Hanyuan. Lumpuhkan penjaga di tempat
itu sebelum ia sempat memberi tanda kepada penjaga-penjaga
lainnya, lantas terus menuju Balai Xuan Zheng di utaranya."
Cara perempuan itu menjelaskan membuat kami tidak bisa
memotong dan hanya bisa menyimpannya baik-baik dalam
ingatan. Tentu tidak satu kata pun boleh lolos dalam ingatan
tersebut, karena hanya dengan menyimpannya baik-baik dalam
ingatan seluruhnya, dan harus seluruhnya, dan tiada kemungkinan
lain selain seluruhnya, maka gambaran yang terpetakan itu akan
mampu membawa kami ke tempat Pedang Mata Cahaya untuk
tangan kiri tersimpan. "Perhatikan, antara Balai Hanyuan dan Balai Xuan Zheng terdapat
suatu jarak yang harus dilewati, dalam jarak itu akan terdapat
penjaga yang pura-pura tidur, dan sudah sering mengecoh para
penyusup yang memasuki istana. Mereka tampak seperti tidur
nyenyak dan mendengkur, tetapi sebetulnya terjaga dan akan
mengejutkan penyusup yang lengah ketika mengendap-endap
melewatinya. Mereka sangat waspada terhadap penyusup yang
320 menyadari tipudaya itu, dan akan menyerangnya dengan jurusjurus tak terduga, maka kalian harus pura-pura tidak menyadarinya
dan ganti menjebak mereka."
"Lolos dari sini terdapatlah Balai Zi Chen yang berarti Balai
Peraduan Merah. Di sinilah tempat penjagaan terketat, dengan
pengawal-pengawal rahasia istana terhebat. Tetapi saat Maharaja
berada di luar istana menjadi tempat yang paling lemah, karena
meskipun tetap dijaga seperti biasa, para penjaganya bukan dari
tingkat para pendekar yang berilmu tinggi, melainkan mereka yang
mengandalkan tenaga kasar saja."
Ia berhenti sejenak. "Bisakah kalian dapatkan gambaran Istana Daming dari sini?"
"Sejauh yang telah disebut, cukup jelas, tetapi belum gambaran
yang lengkap," ujar Yan Zi.
"Itu pun sudah bagus," kata perempuan parobaya itu, yang lantas
melanjutkan, "setelah Peraduan Kamar Merah ini..."
Ia kembali menggambarkan segalanya di atas meja, yang lebih
baik kuceritakan kembali, bahkan juga kugambarkan kembali
berwujud gambar, karena jika terlalu setia merujuk kepada cara
321 penjelasan perempuan parobaya utusan Ibu Pao ini, siapa pun
tentu akan mengalami kesulitan yang sama dengan kami.
Demikianlah, dari Peraduan Kamar Merah kami dianjurkan melesat
ke Anjungan Cahaya Matahari yang Cerah, yang diapit Balai Peng
Lai atau Balai Pengadilan dan Balai Zhu Jing atau Balai Kaca
Mutiara di sebelah kiri dan kanannya. Disebutkan olehnya, di
tempat ini penjagaan tak berubah, tetap ketat seperti hari-hari
ketika Maharaja berada di istana, bahkan disebutkan bahwa jika
malam terdapat cara-cara penjagaan yang berbeda, dan untuk itu
seseorang akan menanti kami, karena setiap malam cara-cara
penjagaan itu berubah. "Senjata itu sendiri terletak di mana?" Yan Zi bertanya.
"SEMENJAK beredar kabar bahwa ada usaha mencuri senjatasenjata mestika, senjata-senjata terpenting dipisah-pisahkan
letaknya, dan hanya disisakan yang tak penting saja dalam tempat
penyimpanan, yang sementara itu tetap dijaga dengan ketat.
Sampai saat ini belum diketahui pedang yang kalian cari itu
termasuk yang dipindah atau tidak dipindah, dan jika dipindahkan
pun belum diketahui ke mana, tetapi kalian akan mengetahuinya
setelah berada di dalam Istana Daming."
322 "Siapa yang akan memberi tahu kami?"
"Orang yang akan menemui kalian itu...."
Yan Zi memandangku. Aku tahu maksudnya. Bagaimana jika
orang itu tidak muncul sama sekali, atau muncul dan menemui
kami tetapi belum tahu tempat penyimpanan Pedang Mata Cahaya
untuk tangan kiri itu" Namun yang lebih berbahaya tentunya jika
ternyata orang lainlah yang muncul dan kemudian menyesatkan
kami! Seperti bisa membaca pikiran, perempuan parobaya itu pun
berkata, "Ini adalah kesempatan yang tidak akan diketahui kapan
terbuka lagi. Jika Maharaja berada di istana, sangatlah sulit
menembus penjagaan yang ketat sekali."
Tentu ini pun kami maklumi. Sejauh kami tidak dapat memeriksa
sendiri segenap petunjuk itu, tampaknya kami mesti mengandalkan kepercayaan kami kepada Ibu Pao saja.
"Ibu Pao bukan tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya ini sangat
berbahaya, bahkan nyawanya sendiri jadi taruhan, tetapi sekali ia
telah memutuskan untuk menolong seseorang, maka hal itu
pastilah dilakukannya dengan sungguh-sungguh."
323 Sekali lagi, perempuan parobaya itu seperti bisa membaca pikiran
kami, dan kami hanya bisa manggut-manggut kembali.
"Menurut Ibu Pao, lakukanlah ketika bulan tertutup awan, dan
jangan lupa memberi tahu lebih dulu."
Maka kuingat Laozi berkata:
Ada dan yang ada Ada dan ada ada Maka kepanasan yang kedinginan berkekuatan yang serba yang ada Orang maju ketinggalan yang Ada dan yang yang Ada dan bergerak lemah bersemangat yang lesu Bijak darah menghindari dampak, pemborosan, dan keangkuhan 1
Para Pengawal Burung Emas yang tertotok telah dibangunkan
dengan Totokan Lupa Peristiwa, ilmu langka yang diturunkan
Angin Mendesau Berwajah Hijau kepada Yan Zi. Dengan totokan
seperti itu, mereka hanya akan merasa seperti bangun tidur, dan
lupa apa yang menyebabkan mereka tertidur. Apa pun yang
324 mereka pikirkan, kejadian sebenarnya akan selalu terlupakan. Yan
Zi ternyata lebih sakti dari yang pernah kuperkirakan. Apa jadinya
jika Si Walet itu memegang kedua Pedang Mata Cahaya di
tangan" Mereka digeletakkan di depan gerbang Petak Teruna dan utusan
Ibu Pao itu segera menghilang ke balik kelam. Angin yang dingin
dan basah bertiup dari luar tembok kota. Kudengar bunyi seperti
siulan, penanda ini bukan sembarang angin, melainkan angin
sangat kencang yang membuat semua tembok berbunyi seperti
sedang dirayapi ular raksasa. Segenap jalan dan lorong Chang'an
yang serbalurus, dan yang secara teratur saling memotong serta
membentuk petak-petak empat persegi panjang, tembok- temboknya yang tinggi bagaikan pengendali angin yang bertiup
dengan bunyi menggiriskan.
Aku merasa seperti sesuatu akan terjadi. Mungkin terbawa
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suasana. Mungkin pula karena memang ada bahaya mengancam
yang datang bersama segala tiupan.
Yan Zi ternyata juga merasakannya. Pedang Mata Cahaya
mendadak sudah dipegangnya.
"Mereka datang bersama angin," bisiknya.
325 Bersembunyi di balik angin memang merupakan cara menyerbu
yang dianjurkan untuk mendapatkan hasil terbaik, terutama
dilakukan oleh mereka yang menguasai ilmu meringankan tubuh
dengan sempurna, begitu rupa sehingga mampu menggunakan
angin sebagai kendaraannya.
"Mereka datang!"
Yan Zi mengucapkan itu sambil menggerakkan pedangnya, dan
aku pun mengibaskan tangan sembari menghindari sambaran
maut yang mengancam terputusnya nyawa. Dalam gelap kulihat
pedangnya sudah bersimbah darah. Para penyerbu yang
berselimutkan angin itu bergerak dengan kecepatan luar biasa.
Kami harus bergerak lebih cepat dari cepat bukan hanya karena
harus berkelit dan menghindar, tetapi juga agar dapat menangkis
dan membalasnya. Dalam sekejap tak dapat kuhitung sudah
berapa nyawa beterbangan percuma tanpa dapat kulihat tubuhnya,
karena angin telah membawanya pergi tak jelas ke mana.
Sama tak jelasnya dengan kait kelindan peristiwa dunia rahasia
yang tak pernah memberi kepastian sebab dan musababnya.
YAN Zi Si Walet bagaikan dewi maut yang menari-nari mencabuti
nyawa dengan Pedang Mata Cahaya.
326 "Awas!" Kini para penyerbu itu bermunculan dari tembok, seperti sentuhan
angin telah melahirkan manusia dari setiap batu bata. Kurasakan
seribu ujung pedang mengancam tengkuk, sehingga dengan
sendirinya terjelmalah Jurus Tanpa Bentuk menepuk seribu
tengkuk yang pemiliknya memegang pedang. Namun mayat yang
mana pun tiada sempat bergelimpangan karena disambar angin.
Bug! Kulihat Yan Zi tersungkur karena depakan dari belakang, yang
segera disusul seribu pedang memburu punggungnya, tetapi
segera kukibaskan tangan yang membuat seribu tangan pemegang pedang itu menyala terbakar! Jurus Kibasan Api yang
belum pernah kugunakan muncul dengan sendirinya sesuai
ancaman yang harus diatasinya. Angin segera membawa api itu
pergi meninggalkan suara terkekeh-kekeh.
"Hehehehehe, nama Pendekar Tanpa Nama ternyata sama sekali
tidak kosong. Hehehehehehe!"
Angin bertiup semakin kencang dan membawa semakin banyak
penyerang. Tampaknya saja begitu mudah kami mengatasi
serangan seperti ini, tetapi yang berlangsung ini tidaklah semudah
327 menceritakannya. Bukankah Pendekar Elang Merah yang selalu
memenangkan pertarungan juga tewas oleh serangan licik dari
belakang" Dalam dunia persilatan seseorang dituntut untuk selalu
waspada, bahkan untuk selalu terjaga dalam tidurnya. Namun
meskipun seseorang telah memenangkan seribu pertarungan,
hanya dibutuhkan setitik kelengahan saja tempat jarum beracun
dapat melesat melaluinya untuk mencabut nyawa.
Yan Zi berguling-guling di atas jalan berbatu sambil menggerakkan
pedang untuk melindungi tubuhnya dari sambaran segala macam
senjata. Suara logam beradu terdengar bagai tiada habishabisnya. Dalam kelebat gerak serba tak terlihat, samar-samar
dapat dijejaki gerak-gerak pembacokan yang sangat kejam. Aku
berkelebat cepat melumpuhkan sebanyak mungkin orang yang
datang dari balik angin bagaikan tiada habisnya. Aku masih
bertahan tanpa senjata dan hanya mengandalkan totokan serta
pukulan Telapak Darah jika keadaan memaksa. Setiap kali
seseorang terlumpuhkan, angin langsung membawanya pergi.
Tidak mungkinkah kutangkap salah seorang di antaranya dan
memaksanya bicara" Aku sudah letih dengan berbagai macam
serangan gelap yang setiap kali berhasil diatasi tetap tinggal
sebagai rahasia. 328 Kudengar pedang Yan Zi memakan korban berkali-kali. Di tengah
suara deru angin terdengar bunyi bacokan dan cipratan darah.
Biasanya korban pedang Yan Zi jatuh dengan luka sayatan yang
halus akibat ketajaman pedang mestika, meski darah segera
bersimbah juga dari balik lukanya. Namun kali ini jumlah penyerbu
yang banyak membuatnya tak sempat mengambil jarak, ibarat kata
Yan Zi hanya sempat mengayunkan pedangnya ke kanan dan ke
kiri yang setiap geraknya menelan korban.
Cras! Cras! Cras! Cras! Cras!
Hanya cipratan darah di tembok akan menandai peristiwa ini.
Kuingat dulu Sepasang Naga dari Celah Kledung
yang mengasuhku itu bercerita tentang sebuah jurus yang disebut Jurus
Selimut Angin. Mereka berdua hanya menyebutkan bahwa jurus ini
sudah jarang terdengar lagi dan jika masih ada pun terdapat di
negeri-negeri bagian utara, yang tentu berarti utara dari Javadvipa.
Inikah Jurus Selimut Angin itu" Sembari berkelebat dan
menangkis, nyaris tanpa sempat berpikir, tetap terpikir juga betapa
jurus ini hanya semacam sihir. Suatu permainan bayangan yang
meyakinkan, tetapi kemungkinan besar memang hanya bayangan,
jika sejak tadi tak pernah kusaksikan tubuh terjatuh setelah
dilumpuhkan, melainkan hilang lenyap dibawa angin yang masih
329 terus-menerus. Kulirik pada tembok, cipratan darah itu masih ada,
berarti darah yang nyata. Kuketahui betapa ilmu silat itu sering
terungkapkan penggambarannya seperti ilmu surat, tetapi kini
antara yang terlihat dan tersurat tidaklah terlalu berjarak, bahwa
darah itu memang nyata tetapi Jurus Selimut Angin sungguh mirip
sihir ketika sulit dipercaya sebagai nyata.
Sudah ratusan orang ditebas Yan Zi dan aku sudah tidak tahan lagi
ketika mengandaikan bahwa mereka yang ditewaskan ini sekadar
orang-orang suruhan. Kukirimkan pesan melalui Ilmu Bisikan
Sukma kepada Yan Zi dan kuhilangkan berat badanku untuk
sementara agar Jurus Selimut Angin menghisap dan menyedotku
sampai kepada sumbernya. "Hati-hati!" Jawabnya melalui Ilmu Bisikan Sukma juga. Ia masih berguling di
atas tanah menghindari bacokan dari segala arah.
TANPA pantulan cahaya matahari, Pedang Mata Cahaya memang
agak berkurang kemestikaannya, meski tetap saja adalah pedang
mestika. Kukira Yan Zi juga mengenal Jurus Selimut Angin ini. Jika
tidak, bagaimana ia bisa memperingatkan diriku lebih dahulu"
330 Kuingat bahwa gurunya pun bernama Angin Mendesau Berwajah
Hijau. Di dalam angin aku bagaikan terhisap sebuah lorong panjang.
Kubiarkan diriku dihisap dengan kuat, sembari menyiapkan Jurus
Kibasan Api. Begitu kulihat aku hampir mencapai sumbernya.
Kukibaskan tanganku dan lorong itu pun segera terbakar dan
menyala. "Hrrrruuuuuaaaaggghhh!!"
Terdengar raungan yang disusul jilatan api ke udara. Aku
menghindari api dengan melompat keluar dari lorong.
Api menyala sebentar di udara lantas menghilang, meninggalkan
bau hangus daging yang terbakar. Barulah kusadari kejamnya
Jurus Kibasan Api ini. Semoga aku tidak pernah harus
menggunakannya lagi. Dalam udara bulan Palguna yang dingin, bau daging terbakar
memberi perasaan yang aneh. Seluruh busananya menjadi abu
dan tubuhnya seperti arang. Yan Zi segera tiba, dan setelah
mengamati sejenak, segera menunjuk dengan pedangnya ke
suatu arah pada tubuh manusia yang hangus itu.
331 "Orang kebiri...," Yan Zi mendesis.
Aku tersentak. Tiada rahasia yang lebih rahasia selain rahasia
dalam jaringan orang kebiri. Namun kini suatu kenyataan
menyeruak, bahwa seorang kebiri berusaha melenyapkan kami.
Mendadak terdengar suara langkah orang banyak. Kami saling
berpandangan sejenak sebelum berkelebat menghilang ke balik
kelam. *** Di Penginapan Teratai Emas kami bersikap seperti pasangan.
Sepintas lalu tampaknya merupakan samaran yang mudah, tetapi
cukup menimbulkan masalah kepada diri kami sendiri. Semula Yan
Zi satu kamar dengan Elang Merah, bukan sekadar karena
keduanya perempuan, tetapi seperti yang telah kusaksikan
sepanjang perjalanan, kedua perempuan pendekar yang semula
bermusuhan itu telah menjadi akrab, sangat akrab, melebihi
keakraban persahabatan. Dengan pikiran kepada Amrita, dan bahkan juga Harini yang telah
lama kutinggalkan di Desa Balinawan, hubunganku dengan kedua
perempuan pendekar itu sangat jelas batasnya. Yan Zi Si Walet
kuperlakukan sebagai titipan yang harus kujaga sebaik-baiknya,
332 sedangkan Elang Merah meskipun secara tersembunyi kukagumi,
menempatkan dirinya selalu sebagai orang berutang budi yang
mengabdi, meski pandangan matanya tak cukup berdaya
menyembunyikan rahasia hatinya. Yan Zi bukan tak tahu apa yang
secara sangat amat samar terjadi antara diriku dan Elang Merah,
tetapi justru karena memang tidak pernah berlangsung hubungan
lebih jauh di antara kami, tidaklah bisa menjadi tegas bagaimana
dirinya harus bersikap. Setelah Elang Merah tiada lagi, sebetulnya keadaan itu belum
berubah, tetapi agaknya tinggal sekamar lebih menguntungkan
dan lebih aman bagi tugas kami daripada terpisah, karena akan
sangat mengurangi salah pengertian. Selain itu, selalu tampak
bersama tanpa menjadi pasangan selalu mengundang pertanyaan
yang tidak perlu, yang hanya memerlukan sedikit kekeliruan dalam
jawaban untuk menghancurkan benteng kerahasiaan yang sudah
dibangun. Dalam dunia yang penuh ilmu dan pertarungan rahasia
dalam penyusupan, basa-basi kehidupan sehari-hari lebih baik
dilupakan. Ternyata oleh Kaki Angin pun ini dianjurkan.
Di dalam kamar, tidur seranjang, meski telah melepaskan segala
hasrat ketubuhan yang meruap tanpa diminta, tetaplah kami harus
berjuang mengatasi perasaan jengah, karena di dalam kamar itu
juga kami membuka dan berganti baju, yang tak dapat menunggu
333 salah satu keluar lebih dahulu. Di balik selimut yang sama, tubuh
kami pun sering bersentuhan tanpa sengaja, yang bukannya tidak
menimbulkan masalah bagiku dan mungkin juga baginya.
Yan Zi memang 15 tahun lebih tua dariku, tetapi sejak pertemuan
pertama di Kampung Jembatan Gantung dahulu kukira seorang
remaja, sehingga bukan dirinya tetapi dirikulah yang harus
bersikap sebagai kakak terhadap adiknya; sementara bagi Yan Zi,
sepeninggal Elang Merah kedudukanku tentu berubah, ketika tidak
lagi menjadi sumber ketakutannya akan kehilangan.
Di balik selimut, segala hal yang mungkin terjadi tak pernah
menjadi kenyataan, meski bukan sama sekali tanpa pergolakan.
Pada suatu malam aku terbangun dengan tubuh Yan Zi
merayapiku sambil mendesahkan ucapan, "Meimei, Memei..."
Tentu Yan Zi mengigau karena merindukan Elang Merah, bukan
diriku. Nah, bukankah ini sulit"
Aku tidak mengetahui jalan keluar terbaik selain berpisah, dan kami
hanya bisa berpisah setelah berhasil mencuri Pedang Mata
Cahaya untuk tangan kiri.
"KITA masih belum tahu pedang itu disimpan di mana," kata Yan
Zi. 334 "Tampaknya kita tidak punya jalan lain selain percaya."
"Menunggu seseorang yang akan memberi tahu kita di Anjungan
Cahaya Matahari yang Cerah?"
Kami sudah berhasil memetakan coret-coretan tanpa bekas di
meja yang dilakukan anak buah Ibu Pao itu, sehingga mendapat
gambaran seperti berikut. Letak berbagai ruangan dan cara
penjagaan sangat jelas, tetapi kami tidak punya dasar untuk
menentukan apakah bisa atau tidak bisa mempercayai bahwa
seseorang akan menemui kami dan memberitahukan letak
penyimpanan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri. Siapa yang
bisa menjamin bahwa saat itu kami tidak akan dikepung dan
diserbu dari segala penjuru"
"Artinya kita harus siap dengan itu," kataku.
"Dikepung dan diserbu dari segala penjuru?"
"Tentu, baiklah kita bicarakan segenap kemungkinannya jika
dikepung dan diserbu dari segala penjuru, terutama dengan
berbagai jenis senjata dari berbagai jenis ilmu."
Maka kami pun bicara tentang berbagai kemungkinan yang akan
dihadapi dari sudut ilmu persilatan. Siasat macam apa yang akan
335 kami hadapi, ilmu jenis apa untuk mengatasinya, dan apa yang
harus kami lakukan jika keadaan berkembang tidak dapat diatasi.
Termasuk di antaranya mempertimbangkan apakah maknanya
bahwa seorang pendekar kebiri telah menyerbu kami, dan hanya
kami, dengan Jurus Selimut Angin yang jelas digunakan untuk
memastikan kematian itu. Jika dari berbagai serangan gelap tidak
banyak yang dapat kami tebak dan perkirakan, maka dari serangan
terdapat satu petunjuk untuk diperbincangkan, yakni bahwa
penyerangnya adalah orang kebiri.
"Orang kebiri selalu berada di lingkaran jaringan rahasia terdalam,"
ujar Yan Zi. "Apakah kita memiliki petunjuk yang berhubungan
dengan orang kebiri?"
Tentu Yan Zi teringat tentang orang kebiri yang disebut Si Musang,
yang mati bunuh diri di Kampung Jembatan Gantung di tengah
lautan kelabu gunung batu itu. Kami masih ingat catatan yang
ditinggalkannya. Kami hanya orang-orang tersingkir, dibuang, diasingkan, dibunuh,
dan dilupakan... Aku juga teringat segenap riwayat orang kebiri yang diserahkan Si
Cerpelai kepadaku, dengan kesan membuat urusannya menjadi
336 urusanku, dan itu terjadi setelah terbongkar bahwa salah satu
karung yang dibawa keledai pengangkut barang-barang dagangan
yang dikawal para mata-mata Uighur berisi potongan-potongan
tubuh Si Tupai. Perlahan-lahan kususun kembali ingatanku, bahwa yang telah
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuketahui adalah Si Cerpelai sudah lama tinggal di lautan kelabu
gunung dengan membawa suatu rahasia negara, tetapi yang
padanya hanya terdapat sepertiga dari rahasia negara tersebut.
Dua pertiga yang lain terbagi dua antara yang diketahui oleh Si
Tupai, yang tampaknya terbongkar sehingga dicincang; dan
diketahui Si Musang yang tidak dibunuh tetapi lidahnya dipotong.
Kemungkinan rahasia yang dipegangnya belum terungkap,
sehingga di satu pihak masih diharapkan agar suatu saat dibuka,
tetapi juga tak mungkin dibocorkan karena diandaikan katakatanya tidak akan bisa dimengerti. Namun jika akhirnya ia diburu
oleh Golongan Murni maupun pasukan pemerintah untuk dibunuh,
kemungkinan terbuka bahwa rahasianya sudah terbongkar, atau
sebaliknya diandaikan tak mungkin dibuka, sehingga diputuskan
untuk dibunuh agar tetap menjadi rahasia selama-lamanya.
Mendengar ceritaku, mata Yan Zi berbinar!
Aku tertegun. Apakah ia mengetahui rahasia itu"
337 Hui-neng berkata: Pencerahan Kejernihan tak berasal cermin Sebetulnyalah segala dari bukanlah sesuatu pohon patokan tiada Ke manakah debu bisa menempel" 1
Apakah kiranya yang akan dikatakan Yan Zi" Aku tidak berani
menebaknya. Biarlah kutunggu saja bagaimana ia akan bercerita.
"Rahasia negara yang dibagi tiga! Angin Mendesau Berwajah Hijau
yang menceritakannya!"
Aku menunggu. "Tapi ia sebetulnya juga tidak mengetahui apa isi rahasia itu,
karena yang disebut rahasia dibagi tiga itu pun sebetulnya kata
sandi belaka." "Sandi rahasia yang dibagi tiga?"
"Ya." Aku tertegun. Tentu ini rahasia yang penting sekali. Jika
terbongkar, yang terbongkar hanyalah suatu sandi yang masih
harus dipecahkan lagi. Kalau begitu, untuk siapakah pesan rahasia
338 ini kiranya ditujukan, jika ketiga orang kebiri yang sudah terbunuh
itu pun masing-masing hanya mengetahui sepertiga dari kata
sandinya. Hmm... Berapa banyak rahasia yang terpendam selamanya dalam
puing-puing sejarah"
"TENTUNYA seseorang harus menerima pesan itu," kataku. "Jika
rahasia memang harus dirahasiakan, dan kalau perlu hilang dari
sejarah, maka pesan rahasia untuk disampaikan dan dipecahkan."
"Seberapa pentingkah rahasia ini" Apakah masih berlaku?"
Itu juga pertanyaanku. Apakah yang akan terjadi jika rahasia itu
tidak akan terungkap selamanya" Aku menggeleng keras
bagaikan berusaha mengusir sesuatu dari kepalaku. Jangankan
rahasia kematian Amrita, teka-teki Harimau Perang, letak
disimpannya Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri, bahkan diriku
sendiri pun masih merupakan rahasia besar bagiku.
Betapapun rahasia dalam ketiga perkara itu telah melibatkan
diriku. "Rahasia orang kebiri terhubungkan dengan kepentingan istana,"
kataku, "tetapi kita hanya bisa memecahkannya satu per satu."
339 Yan Zi mengangguk. "Kapan kita masuk Istana Daming?"
"Seperti pesan Ibu Pao, kita menunggu rembulan gelap," kataku.
"Meski begitu kita akan masuk untuk menyelidikinya lebih dahulu."
Yan Zi mengerutkan kening. Aku tidak menunggu dia bertanya.
"Kita belum tahu apa yang akan terjadi setelah bertemu dengan
orang yang menunggu kita itu. Memang benar sampai detik ini kita
masih percaya kepada Ibu Pao, tetapi Ibu Pao pun masih ada
kemungkinan ditipu. Tidak ada salahnya kita berjaga-jaga dengan
menyelidikinya lebih dahulu."
Yan Zi mengangguk-angguk.
Kusampaikan kepadanya bahwa sebelum rembulan gelap itu tiba,
kami harus mengelilingi dan mengamati Istana Daming itu
sesering-seringnya, agar wilayah di luarnya kami akrabi seperti
rumah kami sendiri. Apabila kami telah hapal di luar kepala
segenap lekuk liku keadaan dan jalanan yang ada di luar itu,
barulah layak kami memasukinya dengan sangat hati-hati karena
kami tak dapat mempertaruhkan nyawa kami kepada keberuntungan maupun kepercayaan yang mungkin saja semu.
340 "Kenapa tidak dari dulu kita lakukan ini" Berbulan-bulan kita
mencari keterangan di segenap sudut Kotaraya Chang'an, sampai
Meimei tewas pula, tetap saja kita masuk sendiri karena tak
percaya keterangan paling mendekati."
Aku tidak menjawab. Yan Zi menggerutu seolah-olah kami telah
membuang waktu sampai menyia-nyiakan jiwa Elang Merah.
Tetapi kukira Yan Zi Si Walet juga seharusnya mengerti betapa
baru sekarang kami mendapat petunjuk yang langsung mendekati.
Aku hanya memikirkan kemungkinan terburuk bahwa jika kami
ternyata dijebak, atau jaringan Ibu Pao itulah yang memang
dijebak, kami sudah mengenal seluk beluk Istana Daming maupun
keadaan lingkungan yang berada di luarnya. Dalam bahasa siasat,
kami harus mempersiapkan jalan untuk lari, baik jika ternyata
memang dijebak maupun jika Pedang Mata Cahaya untuk tangan
kiri itu sudah ditemukan. Tiada jaminan bahwa rencana ini akan
berjalan mulus begitu saja. Meskipun para pengawal terbaik
mengikuti maharaja keluar istana, tidaklah mungkin penjagaan
istana diserahkan kepada sembarang pengawal. Bahkan mengingat berkurangnya jumlah pengawal, bukankah besar
kemungkinannya betapa yang akan ditinggalkannya adalah para
pengawal istana dengan ilmu silat tertinggi"
341 "Hanya ada satu cara membuktikannya," ujar Yan Zi.
Ya, kami hanya bisa mempertegas segala dugaan dengan
menyelinap ke dalam Istana Daming itu sendiri. Tzu Lu berkata:
Orang setelah takut bijak, mempelajari mempelajari sesuatu yang apa baru, pun, sampai menjalankan pelajarannya yang pertama.1
Masih beberapa hari lagi bulan mati. Kami merencanakan untuk
masuk sehari sebelum bulan gelap sepenuhnya, lantas masuk lagi
pada malam berikutnya setelah memberitahukannya lebih dahulu
kepada Ibu Pao agar orang yang disebut akan memberitahukan
tempat penyimpanan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu
siap menyambut kami. Dalam sisa waktu itu pergilah aku ke Pagoda Angsa Liar,
bangunan tertinggi di Kotaraya Chang'an. Bangunan-bangunan
Aliran Hanya Kesadaran Buddha di sekitar pagoda itu merupakan
tempat Xuanzang menerjemahkan kitab-kitab suci dalam bahasa
Sanskerta yang dibawanya dari Jambhudvipa ke bahasa Negeri
Atap Langit, yang dikerjakan Xuanzang dan murid-murid terpilih
selama 19 tahun terakhir dalam sisa hidupnya. Tidak kurang dari
342 75 naskah Buddha terpenting telah berhasil mereka terjemahkan,
dan itu sudah mencapai seperempat dari seluruh naskah baku.
Keberadaan naskah-naskah ini, meskipun tidak menghalangi
terpecahnya Buddha Mahayana menjadi berbagai aliran, berjasa
sebagai rujukan resmi dalam perbincangan dan perdebatan.
SETELAH Xuanzang meninggal dunia, naskah-naskah terjemahan
itu disalin oleh para bhiksu yang datang mencarinya dari Cipango
dan Koryo, sehingga ajaran Mahayana yang tersebar lebih bisa
dipertanggungjawabkan. Namun aku tidak datang untuk belajar agama. Aku hanya ingin
meminjam ruangan teratas dari Pagoda Angsa Liar ini. Sebagai
bangunan tertinggi di Kotaraya Chang'an, aku bisa memanfaatkannya untuk membaca keadaan dengan lebih baik, di
tempat penyair Du Fu memandang kota dari ruangan teratas,
seperti terbaca dari sajaknya, Tentang Mendaki Pagoda Besar di
Chang'an berikut ini: Di puncak pagoda Benar-benar memasuki Angin Diriku seseorang berdentam tak terbebas merasa angkasa; tanpa henti; dari perhatian 343 dan di sini/kekhawatiranku Menghadirkan kembali Membuat Dan seseorang menusuk melalui Seseorang akan bintang akan Dan itu daya kedalaman terpesona mengerti dan seluk-beluk ular bangunannya; dan matahari sudah Mega-mega Buddha naga pandangan mengerti ini, rahasia-rahasianya; pembukaan memasuki Seseorang bangunan berkehendak ke Menatap Tujuh dan Bima dipaksa musim Sakti; turun, gugur; menggelapkan gunung; Sungai-sungai Wei yang jernih dan Ching yang berlumpur seperti
menyatu; Di bawah kami adalah kabut, jadi seseorang sulit menyadari
Di bawah Di sana Dekat terhampar sulit makam Dan
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi sana Menghibur di Maharaja menangisi Danau kota dirumuskan kuna seseorang kini ibu Giok, dirinya kami; udara Shun, kebangkitannya; Ratu Langit dengan Barat anggur, Ketika Matahari terbenam di balik Pegunungan Kun Lun
Dan bangau-bangau kuning terbang tanpa tujuan, Sementara angsa-angsa liar mengalir ke arah langit senja, mencari
kehidupan.1 344 Kudengar Du Fu mendaki pagoda yang sebenarnya bernama
Pagoda Kebaikan dan Keanggunan ini bersama para penyair lain
dalam suatu perjalanan wisata2, yang tentunya dipandu para
bhiksu. Aku tidak akan punya kemewahan seperti itu, karena aku
harus menutupi segenap gerak-gerikku sendiri, yang sebaiknya
kuandaikan selalu diikuti.
Dengan tujuan mendapat pemandangan sejelas-jelasnya, saat
terbaik untuk mengerjakan niatku adalah ketika hari terang
benderang. Jika aku harus bergerak tanpa diketahui orang, tentu
aku tidak dapat mengandalkan izin, apalagi para bhiksu di Pagoda
Angsa Liar. Tidak ada cara lain, aku harus mendakinya dari luar,
tetapi bukan sekadar mendaki seperti orang awam yang selain
membutuhkan waktu akan menarik perhatian pula, melainkan
dengan ilmu meringankan tubuh melenting dari tingkat ke tingkat
sampai ke puncaknya. "Apa jaminannya bahwa para bhiksu Shaolin yang bertugas jaga
tidak akan melihat Pendekar Tanpa Nama?" Yan Zi dengan cepat
menanyakan yang sudah kupikirkan.
"Pertama, meskipun daku hanya dapat melakukan pengamatan
ketika hari terang, daku hanya mungkin menyelinap ketika hari
sudah gelap. Kedua, waktu pengamatanku adalah ketika hari
345 sudah terang; dan harus segera menghilang sebelum dapat
diketahui bahwa seorang penyusup telah bertengger di puncak
Pagoda Angsa Liar." "Itu berarti Pendekar Tanpa Nama akan masuk beberapa saat
sebelum hari terang dan keluar lagi beberapa saat setelah hari
terang." "Begitulah!" "Lantas apa yang harus daku kerjakan" Sebaiknya daku juga
mendapat kesempatan untuk menyaksikan Chang'an dari atas
awan." Seharusnya aku tidak perlu heran bahwa Yan Zi Si Walet pernah
membaca puisi Du Fu. "Kita berdua akan menembus penjagaan para bhiksu Shaolin
menjelang fajar tiba," kataku. "Kita akan saling menjaga, saling
mengawasi, dan masing-masing harus mendapat kesempatan
yang sama untuk mencerap pemandangan Chang'an lantas
mengabadikannya dalam ingatan."
Aku memang seperti baru teringat bahwa Yan Zi selain menjadi
murid Angin Mendesau Berwajah Hijau telah pula diserahkan
346 kepada Perguruan Shaolin, terutama untuk menguasai cara
menggunakan Pedang Mata Cahaya yang bahkan pantulan
cahayanya lebih tajam dari logam apa pun di dunia. Kuharapkan
jika para bhiksu penjaga dari Perguruan Shaolin memergoki kami,
maka Yan Zi akan mengetahui cara yang mudah untuk
mengatasinya. Wu Dalam menangani seseorang harus titik dan kekuatan dan Qi berkata: pasukan, mempertimbangkan kelemahan secepatnya lawan memutuskan di manakah titik bahaya.3
Malam tidaklah terlalu gelap karena rembulan belum mati, apalagi
saat-saat mendekati fajar, tetapi angin yang meniupkan udara
dingin membuat Kotaraya Chang'an menjadi sepi.
JAM malam masih berlaku pada dini hari itu, para Pengawal
Burung Emas masih bertugas mengawasi keadaan, sehingga kami
harus tetap waspada meskipun seisi kota bagaikan tertidur.
Begitulah kami menyelinap dari Penginapan Teratai Emas, yang
seperti biasanya pada dini hari seperti itu hanya menyisakan
orang-orang mabuk yang terkapar. Kami bergerak dengan ringan,
berjingkat dari sudut ke sudut menuju ke selatan. Dari Petak
347 Teruna kami hanya perlu mengarahkan diri kami lurus ke tembok
selatan, maka sekitar tujuh petak atau 14 petak jika terhitung di kiri
maupun kanan jalan, tentu akan sampai ke petak Kuil Da Ci'en
tempat Pagoda Angsa Liar berada. Dengan perhitungan mata
angin, letaknya berada di bagian tenggara Chang'an, di dekat
Danau Kelokan Ular. Pada petak pertama yang kami lewati terdapat wihara Buddha
yang berdampingan dengan kuil Dao, tetapi siang hari orang tidak
datang untuk berdoa, melainkan untuk membeli apa yang disebut
kue-kue kering. Seorang penjaja keliling selalu berhenti lama di
sana, dan kaum perempuan serta teruna penghibur tidak pernah
ketinggalan menghabiskannya. Penginapan seperti Penginapan
Teratai Emas yang menyediakan makan dan minum tampaknya
bahkan memesan pula kue-kue kering itu dari sana.
Pada malam hari, gedung yang pernah ditempati seorang pejabat
pasukan kerajaan dan dikembalikan kepada maharaja oleh
anaknya itu, terkesan sepi. Namun sebetulnya maharaja jika
menjamu para pejabatnya selalu di taman yang ada di sana.
Tidaklah mengherankan jika petak ini berada di seberang Petak
Teruna. 348 Kami baru mau menyeberang ke petak kedua di sebelah kanan
jalan, yakni tempat terdapatnya gedung penyimpanan catatan
segala kegiatan kerajaan, dan gedung pengarah pengamatan
bintang di sampingnya 1, ketika terdengar suara orang bercakapcakap. Agaknya dua orang perempuan. Mungkin mereka bercakap
di balik pintu gerbang, dan agak mengherankan jika pada saat
menjelang dini hari yang sangat dingin seperti ini ada orang
bercakap-cakap di balik pintu gerbang.
Yan Zi memberi isyarat bahwa kami sebaiknya berhenti dan
mendengarkan. Ternyata salah satu perempuan itu menangis.
"Berhentilah menangis, hantu itu akan bersama munculnya
matahari, sudahlah, jangan takut!"
"Bagaimana daku tidak akan takut, jika hantu itu menyeretku dari
atas tempat tidur dan berusaha membuka bajuku..."
"Betul itu hantu" Bagaimana dikau tahu itu hantu?" "Apakah
manusia bisa mengambang di udara?"
Tangisan itu masih terus berkepanjangan. Kami saling berpandangan, mata Yan Zi merah menyala dalam kegelapan
seperti bara yang siap menjelma api. Tiada hantu di sini selain
manusia berpikiran mesum yang mempunyai ilmu meringankan
349 tubuh tingkat tinggi. Sangat mungkin ilmu silatnya juga tinggi.
Namun tentu saja Yan Zi tidak peduli. Kukenal sikapnya yang tanpa
ampun apabila dengan ilmu silatnya seseorang melecehkan
perempuan. Aku terkesiap, kemungkinan besar orangnya masih berada di
sekitar petak ini, karena jika bergerak tentu kami mengetahuinya.
Dari balik tembok, dari dalam petak yang dari balik gerbangnya
kami dengar suara tangisan itu, berkelebat sesosok bayangan.
Seorang Pengawal Burung Emas! Namun Yan Zi sudah berkelebat
mengejar dan siap menghukumnya!
Aku pun berkelebat, dengan perasaan khawatir betapa Yan Zi akan
mengacaukan segalanya. Jika Pengawal Burung Emas yang
mesum itu terbunuh, seluruh pasukan Pengawal Burung Emas
tidak akan tinggal diam dan akan sangat bisa menyulitkan.
"Jangan dibunuh!"
Kukirim pesan kepadanya lewat Ilmu Bisikan Sukma. Lantas aku
tidak mengejarnya lagi, karena kukira waktu yang tersedia untuk
melakukan pengamatan dari atas Pagoda Angsa Liar itu cukup
sedikit. Makanya aku pun tidak lagi menyusuri jalanan, melainkan
350 berlari dan melenting dari atap bangunan yang satu ke bangunan
yang lain. Petak demi petak kulampaui secepat kilat.
"Aku tidak akan membunuhnya," Yan Zi membalas pesanku,
"sekarang pun bangsat ini sudah kulumpuhkan, tetapi aku harus
tetap menghukumnya."
Aku tidak dapat menduga apa yang akan dilakukannya, karena
dengan segera tampaklah sudah Pagoda Angsa Liar menjulang
kehitaman dalam kegelapan, yang kuketahui betapa kegelapan itu
akan berubah menjadi keremang-remangan dan ketika matahari
terbit segera menjadi terang.
KUIL Pagoda Da Ci'en menyimpan segenap naskah sutra yang
dibawa oleh Xuan Zang dari Jambhudvipa. Kuil itu sendiri sudah
berdiri sejak tahun 648, adalah pagodanya yang bertingkat lima
dibangun tahun 652 oleh Maharaja Gaozong semasa Pemerintaan
Yonghui 1, dan Maharani Wu Zetian semasa pemerintaan
Chang'an menambahkan dua tingkat lagi saat membangunnya
kembali dari tahun 701 sampai 704 2. Terdapat sepuluh halaman
gedung yang dikelilingi oleh tembok di sini, dan 1.897 jendela yang
menganjur. Di dalam pagoda yang juga disebut Pagoda Angsa
Besar ini --karena ada Pagoda Angsa Kecil di barat laut kota-mereka yang lulus ujian sarjana tingkat lanjut mencatatkan
351 namanya sebagai pegawai pemerintah Wangsa Tang. Terdapat
gedung tempat mandi dan halaman luas berlantai batu tempat
hiburan diselenggarakan. Pada bangunan kuil di sebelah barat
bagian bawah terdapat kolam tempat makhluk-makhluk bebas
hidup. Pada sebuah gedung di bangsal ini juga terdapat rumah
mandi bagi para bhiksu 3.
Memang bukan hanya pagoda yang terdapat di sana, tetapi juga
bangunan-bangunan kuil tempat murid-murid Xuan Zang menyelenggarakan kegiatan mereka, dan terdapatlah tembok
serta gerbang yang membatasi permukiman para bhiksu ini
dengan dunia luar. Sebagai bagian dari Kotaraya Chang'an ini pun
Pagoda Angsa Liar cukup terpencil, seperti berusaha menjaga
kesuciannya. Meski aku punya pendapat berbeda, bahwa
betapapun wibawa agama, yang berasal dari luar Negeri Atap
Langit pula, tak boleh menenggelamkan wibawa maharaja yang
dilambangkan dengan istana.
Dalam persaingan terselubung seperti itu, aku tidak terlalu heran
jika golongan agama ini kemudian memiliki kesatuan pengawalnya
sendiri, yang tentunya berasal dari kuil-kuil Perguruan Shaolin.
Mereka itulah yang harus kuhindari jika ingin waktu bagi
pengamatan singkatku ini tiada terkurangi.
352 Begitulah aku mengintip dari balik tembok bagian barat tepat di
samping pagoda, lantas merayap masuk seperti ular, dan di?am
sejenak untuk mendengarkan. Hanya terdengar suara angin,
lantas genta-genta kecil yang berkelining karena angin itu.
Tampaknya sungguh-sungguh sepi. Dedaunan pohon xiong di
samping pagoda kemudian juga bergemerisik karena angin
bertambah kuat. Kupejamkan mataku kali ini, dan merapal Ilmu
Pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang, yang
mampu melacak bahkan langkah serangga di balik dedaunan.
Beruntung! Terdengar kerikil bergeser karena langkah kaki...
Aku diam mematung. Langit masih gelap, tetapi pada saat menjadi
terang aku harus sudah ada di puncak pagoda itu. Siapa pun dia
yang melangkah itu harus kulumpuhkan segera jika memergoki
keberadaanku. Namun ketika angin berhenti, suara langkah itu pun tidak terdengar
lagi. Aku terkesiap. Apakah dia mengetahui keberadaanku" Aku
segera menggunakan ilmu bunglon untuk menyamakan diri
dengan tembok, dan bersiap menggunakan ilmu halimunan, yang
akan membuatku sama sekali tidak terlihat meskipun berada di
tempat yang sama. 353 Keheningan yang menegangkan seperti ini tidak terlalu kuduga,
tetapi aku harus selalu siap menyingkirkan segala rintangan
menghadang. Dengan keadaan seperti ini, seseorang akan terjerat
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketegangan yang mengerikan menghadapi musuh yang tidak
terlihat. Seseorang yang tidak sabar untuk diam dan menunggu,
menghadapi kemungkinan tercabut nyawanya segera pada
gerakan pertama. Tiada suara maupun gerakan apa pun. Dengan segera kuketahui,
orang yang juga diam dan menunggu ini pasti ilmu silatnya sangat
tinggi. Aku menghela napas dalam hati. Ternyata Pagoda Angsa
Liar ini tidak bisa sekadar dipinjam sebagai menara pengawasan.
Apakah darah kembali harus tertumpah demi kepentingan
pengamatan ini" Aku bersikap waspada. Dari jauh telah kudengar deru angin. Siapa
pun di antara kami yang bermaksud menyerang harus me?nunggu
datangnya angin itu, ketika kemudian pohon xiong gemerisik dan
genta berkelining, karena perhatian akan terpecah sementara oleh
perubahan suasana itu. Namun jika memang demikian seharusnya, yang akan diikuti dengan setia karena pertaruhannya
adalah nyawa, mestinya suatu serangan pada saat inilah yang
akan bisa sangat mematikan - kecuali yang diserang menguasai
Jurus Penjerat Naga. Sejauh kuketahui, selain Sepasang Naga
354 dari Celah Kledung yang telah menghilang nun jauh di Javadvipa
sana, pewarisnya adalah diriku seorang.
DALAM keterpejaman Ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam
Lubang kuketahui dengan pasti betapa angin itu baru akan tiba.
Inilah kesempatanku. Aku berkelebat.
Tanpa kita mendaki tak bisa menilai Tanpa kita tak tak ketinggian menuruni Tanpa kita gunung, bisa menilai mendengar bisa tahu mutu langit lembah, kedalaman pepatah belajar kata-kata bumi empu, orang suci, meski ribuan tahun lalu tak menjadi tak guna 1
Ketika angin berhembus kembali seseorang telah terkapar
memuntahkan darah di kaki pagoda. Ternyata dia bukan seorang
bhiksu! Seorang penyusup! Apa yang mau dilakukannya" Aku
mendekat dan memeriksa. "Kaki Angin!" Apakah yang dicarinya di Kuil Pagoda Angsa Liar" Mungkinkah ia
sengaja mengikuti kami"
355 Ternyata dia masih hidup!
"Kaki Angin! Apa yang kamu lakukan di tempat ini?"
Ia membuka mata. Darah mengalir di sudut-sudut mulutnya.
"Harimau Perang...," katanya.
Aku berharap Kaki Angin bisa tetap hidup. Dalam seluk-beluk
kerahasiaan seperti ini, sebuah keterangan lebih penting dan
terutama lebih menyelamatkan nyawa seperti emas.
Namun tidak ada orang yang terkena pukulan Telapak Darah bisa
tetap hidup. Pertarungan yang berlangsung dengan kecepatan
pikiran seperti tadi, tidak akan memberi kesempatan seorang
petarung untuk memeriksa wajah, karena sudah berlangsung di
wilayah hidup dan mati. "Ia jelas mengikuti kita tadi," ujar Yan Zi, yang hinggap seringan
burung dari balik tembok, "tinggalkan saja, kita harus segera ke
atas." Bagaimana Yan Zi telah menghukum anggota Pengawal Burung
Emas yang berjiwa mesum itu" Aku tak mungkin menanyakannya
sekarang. 356 Langit memang sudah ungu muda, sebentar lagi menjadi merah
jingga, lantas pagi mendatang. Saat itulah kami harus segera
menghilang. Yan Zi menjejakkan kaki dan melayang ke atas. Aku menjejakkan
kaki dan melayang ke atas.
Tujuh kali lagi kami menjejak atap tiap tingkat dan sampailah di
puncak ketika langit dengan sangat jelas berubah warna perlahanlahan.
Di puncak Pagoda Angsa Liar kami menghirup napas dalamdalam, menatap pemandangan dan diam. Teringat kembali puisi
Du Fu: di puncak pagoda seseorang benar-benar merasa
memasuki angkasa. Kami menghadap ke utara. Chang'an yang masih lelap tergelar
lengkap, meski Istana Daming yang berada di sudut timur laut
hanya samar-samar belaka. Ini sungguh kota dunia, dengan kuil
berbagai agama berdampingan di sana-sini, kadang bahkan dalam
satu petak. Wihara Buddha, kuil Dao, kuil pengikut Kong Fuzi,
tempat peribadatan kaum Ta ch'in yang puncaknya bersalib,
maupun orang-orang Muhu yang menyembah api berselangseling, bahkan juga berdampingan dalam satu petak. Kulihat
357 permukiman orang-orang hu jen di tepi barat, tempat para
pedagang Persia dan suku Uighur berada, yang disebut Petak Ining. Kulihat Sungai Wei dan Sungai Ching yang disebutkan dalam
puisi Du Fu, meskipun Du Fu mungkin menyaksikannya dari
jendela di dalam ruangan di bawah atap tempat kami berdiri, itu
pun yang menghadap ke timur, tempat jendela itu lebih menghadap
langsung. Langit terus bertambah terang, Kotaraya Chang'an menghamparkan dirinya. Gerbang-gerbang, danau-danau, kolamkolam, gedung-gedung pemerintahan, rumah-rumah abu, gardugardu penjagaan, penginapan, gedung-gedung yang disewakan,
maupun tanah pekuburan tampak dengan jelas. Tembok-tembok
yang teratur rapi membuatku mengandaikan betapa Chang'an
bukanlah kota yang tumbuh dengan sendirinya, melainkan
direncanakan oleh para perancangnya di atas lembaran yang
disebut kertas. Mereka tentu menggambar sebuah kotak yang
nyaris memenuhi bidang kertas, dan kotak yang panjang dan
lebarnya nyaris sama itu mereka bagi dengan garis-garis yang
akan menjadi jalan besar dan kecil di dalam kota, sementara hasil
pembagiannya akan menjadi petak-petak besar dan kecil, tempat
ukuran luasnya akan menjadi hasil pembagian maupun hasil
kelipatan yang sangat teratur.
358 Namun dari sini tak dapat kulihat apa pun dari Istana Daming.
Mungkinkah memang sengaja bahwa bangunan setinggi 210
langkah ke atas 2 ini dijauhkan dari istana" Pernah kudengar
percakapan di sebuah kedai bahwa peletakannya berdasarkan
feng shui. Lebih dari 150 tahun yang lalu, yakni awal abad VII,
seorang pejabat Sui mengamati bahwa suatu danau besar di
bagian tenggara Chang'an mendesakkan akibat yang merugikan
bagi ibu kota, dan menganjurkan pendirian pagoda yang bisa
melawan pengaruhnya. DALAM feng shui, air, unsur yin seperti rembulan, gelap, liat,
betina, bisa mendesakkan daya kebaikan hati maupun kedengkian
di suatu kota, kediaman, atau kuburan, bergantung tempat dan
wataknya. Dalam hal ini, danau itu tidak mengalir sama sekali.
Menetap dan tidak hidup. Untuk mengobatinya, para juru feng shui
menawarkan penempatan sesuatu yang tinggi, seringkali sebatang
pohon untuk suatu rumah, yang menghadirkan kembali unsur yang
seperti matahari, cahaya, keras, api, dan jantan, di antara
bangunan itu dengan air. Suatu pagoda akan sangat bagus untuk
itu. Maka, pada tahun 611, seorang maharaja membangun pagoda
dari kayu yang tingginya 330 langkah ke atas dengan 120 langkah
pada lingkarannya di sudut tenggara Chang'an 1.
359 Aku masih menyerap Chang'an, juga bergantian dengan Yan Zi
untuk saling bertukar kedudukan dan arah pandang, agar kami
berdua menguasai hal yang sama. Meski hanya samar-samar
dapat kuketahui keberadaan Taman Barat di belakang Istana
Barat, dan terletak di sebelah barat Istana Daming, sementara di
sebelah timurnya terdapat Taman Timur yang lebih kecil. Namun
yang terpenting kukira adalah mengamati kanal-kanalnya, sehubungan dengan rencana serangan Chang'an oleh gabungan
pasukan pemberontak di bawah kepemimpinan Yang Mulia
Paduka Bayang-bayang, sekadar untuk mengalihkan perhatian
dari pencurian Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri. Mungkinkah para penyusup akan dikirim melalui kanal-kanal,
bahkan bila perlu meracuninya"
Aku masih asyik menduga ketika Yan Zi memberi isyarat bahwa
kami harus segera pergi. Namun ketika kami memandang ke
bawah ternyata para bhiksu penjaga yang berasal dari Perguruan
Shaolin telah mengerumuni mayat Kaki Angin!
Apa yang harus kami lakukan" Sebelum para bhiksu Shaolin itu
dengan segala kepekaannya mendongak ke atas, kami harus
segera menghilang. Maka aku dan Yan Zi pun saling menjejak
telapak kaki untuk meminjam tenaga masing-masing. Yan Zi
melesat dan menghilang ke barat sedangkan aku ke arah timur.
360 Pada saat langit terang dengan sempurna kami sudah berada di
sebuah kedai di Pasar Barat menyantap bubur panas dan sayur
asin dengan sumpit. Tentu bubur itu tidak mungkin dipindahkan ke
mulut dengan sumpit, jadi aku menuangkannya sedikit demi sedikit
ke mulutku sambil meniupnya lewat bibir mangkok kayu. Kulihat
Yan Zi menyeruputnya sekali tenggak hanya dengan sekali tiup.
Pendekar Walet itu melihat diriku yang bertanya-tanya.
"Untuk apa punya tenaga dalam kalau tidak bisa mendinginkan
bubur," katanya sambil tersenyum.
Namun kami segera berbincang tentang Kaki Angin. Kehadirannya
di Kuil Pagoda Angsa Liar mengingatkan kembali perjanjian kami
dengan Yang Mulia Paduka Bayang-bayang. Mengingat kesaktian
Yang Mulia Paduka Bayang-bayang yang mampu mendengar
percakapan dari jarak jauh, dan mata-mata dari mana pun yang
sangat mungkin berkeliaran di pasar, kami berbicara dengan Ilmu
Bisikan Sukma. Dengan Ilmu Pemisah Suara seseorang dapat mendengar dan
berbicara dari jauh, semakin tinggi ilmunya semakin jauh ia dapat
terpisah dari suaranya; sedangkan dengan Ilmu Pemecah Suara
siapa pun tidak dapat mengetahui sumber suara itu ketika
suaranya terdengar di mana-mana.
361 "Kaki Angin berada di sana pasti karena mengikuti kita," kata Yan
Zi. "Belum tentu," kataku, "bisa saja hanya karena kebetulan. Tidak
mungkin Kaki Angin mengawasi kita siang dan malam. Pergerakan
kita sangatlah kita rahasiakan."
"Tapi semua percakapan kita, juga dengan Ibu Pao dan utusannya
itu, tentunya sudah tersadap oleh Yang Mulia Paduka Bayangbayang yang memiliki Ilmu Pemisah Suara maupun Ilmu Pemecah
Suara." "Apakah ia bisa mendengar juga ketika tidur" Aku tak terlalu yakin
ia menggunakan seluruh waktunya untuk mengawasi kita."
"Berarti kita tidak bisa berdebat untuk memastikan hal itu, tetapi
kita bisa mempertimbangkan kehadiran Kaki Angin itu."
Betapapun kemungkinan bahwa Kaki Angin memang membuntuti
tidak bisa diabaikan, setidaknya mengingatkan betapa perjanjian
kami dengan Yang Mulia Paduka Bayang-bayang tetap harus
diperhitungkan. Satu-satunya petunjuk yang diberikan Kaki Angin adalah kata-kata
terakhirnya sebelum tewas.
362 "Harimau Perang...," katanya.
Harus segera kumaklumi bahwa keduanya sama-sama bergerak
sebagai petugas rahasia. Aku pun teringat Sun Tzu: segenap
peperangan didasarkan kepada muslihat
KEHADIRAN Kaki Angin di Kuil Pagoda Angsa Liar tentu lebih
terhubungkan dengan Harimau Perang daripada dengan kami.
Belum terlalu jelas bagiku apakah Kaki Angin itu lawan, kawan,
ataukah kawan yang berubah menjadi lawan dari Harimau
Perang" Adapun yang cukup jelas, Harimau Perang bekerja untuk
pemerintah Wangsa Tang, sedangkan Kaki Angin bekerja untuk
Yang Mulia Paduka Bayang-bayang, anggota persekutuan
keluarga besar Yan Guifei dari Shannan yang tidak dapat
menerima bahwa hubungan darah menjadi alasan pembantaian.
Tampaknya mereka dalam kedudukan yang berlawanan, tetapi
dalam kerja jaringan rahasia, segala sesuatunya di?mungkinkan.
Makna ucapan Kaki Angin
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kerahasiaan. Jalan setapak betapapun masih Zhuangzi terbentuk oleh sepatu terselaputi berkata: yang melewatinya; mereka tiada lain sepatu dalam diri mereka sendiri.1
363 Kami berbincang tentang keberadaan kami dalam dua kemungkinan, masuk ke Istana Daming dan mencuri Pedang Mata
Cahaya berdasarkan petunjuk guptaduta atau pembawa pesan
rahasia Ibu Pao, pada saat bulan mati ketika maharaja pergi;
ataukah pada saat Yang Mulia Paduka Bayang-bayang mengerahkan pasukannya untuk mengepung kota agar perhatian
teralihkan. Jika kesepakatan kami dengan Yang Mulia Paduka
Bayang-bayang itu masih harus kami pegang, kami tentu berada
dalam kesulitan, karena dengan menyelidiki segala sesuatunya
sendiri seperti selama ini sebenarnyalah perjanjian itu telah
terlanggar. Dengan kematian Kaki Angin, satu-satunya penghubung yang kami kenal dari pihak Yang Mulia Paduka
Bayang-bayang, kami hanya bisa berpikir untuk menjalankan
rencana Ibu Pao. "Kita tidak usah merasa bersalah," kata Yan Zi, "Selain tidak ada
perkembangan apa pun dengan mereka, kita tidak mungkin hanya
menunggu saja, dan Kaki Angin juga tidak pernah muncul bahkan
sekarang mati." "Baiklah kita lanjutkan saja apa yang sudah kita mulai," jawabku,
"sedangkan akibatnya kita hadapi bersama."
364 Namun ketika kami kembali ke Penginapan Teratai Emas, di salah
satu lorong Petak Teruna seseorang telah menunggu. Ia
mengenakan caping dan tongkat pengembara, busananya cukup
lusuh sehingga kiranya tidak ada yang akan curiga jika ia
menyamar sebagai pengemis lata. Ia membiarkan kami lewat,
setelah itu ia menyusul dan berjalan di samping kami. Dengan
segera tampaklah bagi kami, dan bagi siapa pun yang hidup di
dunia persilatan, betapa langkahnya adalah langkah seorang
pendekar. "Semoga Pendekar Tanpa Nama dan Pendekar Yan Zi Si Walet
masih mengenali hamba sahaya Yang Mulia Paduka Bayangbayang ini, yang telah menjemputnya pada suatu senja di muka
gua di daerah Sungai Yangtze."
Suara perempuan yang renyah tersebut dengan segera mengingatkan aku kepada perjalanan kami di anak Sungai
Yangtze. Inilah perempuan pendekar bersenjata kipas besi yang
bekerja untuk Yang Mulia Paduka Bayang-bayang. Jika orang
kepercayaan yang tampaknya juga menjadi pengawal pribadi itu
dilepas sampai ke sini, tentulah karena suatu tugas yang penting
sekali. 365 Apakah diketahuinya kami telah melanggar kesepakatan waktu itu,
bahwa segenap langkah kami menjadi bagian rencana bersama
dengan Yang Mulia Paduka Bayang-bayang, dan bahwa seluk
beluk penyelidikan dan pencarian keterangan akan menjadi
tanggung jawab pihak Yang Mulia Paduka Bayang-bayang"
Aku baru akan membuka mulut ketika Yan Zi telah menjawab
dengan ketus. "Dirimu yang mengawasi telah kukenali dari tadi, tapi aku sedang
tidak berselera membunuh orang pagi ini."
Perempuan pendekar yang muda itu tampaknya cukup sabar.
"Tentu saja belas kasih Pendekar Yan Zi membuat hamba sahaya
ini masih bisa menghirup udara pagi," katanya, "sehingga hamba
sahaya ini bisa menyampaikan pesan junjungannya, Yang Mulia
Paduka Bayang-bayang."
Aku segera menyahut agar pertengkaran terselubung keduanya
selesai. Tampaknya kematian Kaki Angin sudah diketahui, tetapi
lebih baik aku mengujinya sekarang ini juga!
"Sampaikan penyesalan pengembara dari Javadvipa yang
gegabah ini bahwa kematian Kaki Angin tidak dapat dihindarkan."
366 Perempuan pendekar yang sangat ringan langkahnya itu tertawa
kecil. "Setiap perbuatan ada akibatnya, Kaki Angin telah menerima
akibat yang sewajarnyalah diterima seorang pengkhianat."
Pengkhianat" "Segala sesuatu yang seharusnya disampaikan kepada Yang
Mulia Paduka Bayang-bayang justru disampaikan kepada Harimau
Perang, kepala mata-mata pemerintah Wangsa Tang sehingga
hubungan kerja sama kita menjadi terhalang."
UCAPAN perempuan pendekar bersenjata kipas besi ini adalah
titik terang, tetapi hanya setitik, karena tidak menjelaskan
bagaimana cara pihaknya tahu betapa Kaki Angin telah
berhubungan dengan Harimau Perang.
Seperti dapat menebak apa yang kupikirkan, perempuan pendekar
itu berkata lagi. "Yang Mulia Paduka Bayang-bayang mengetahui segalanya, tetapi
Yang Mulia Paduka Bayang-bayang juga memaklumi semuanya."
367 Dengan jawaban seperti itu kutafsirkan bahwa yang pertama
adalah sekadar pemujaan kepada majikannya, sedangkan yang
kedua adalah pesan bahwa mereka bisa mengerti betapa kami
telah mengambil tindakan sendiri, yang juga berarti kini kami harus
bergabung kembali. "Jadi siapakah kini yang menggantikan Kaki Angin?"
"Yang Mulia Paduka Bayang-bayang menugaskan diriku untuk
menemani Pendekar Tanpa Nama dan Pendekar Yan Zi Si Walet
dalam tugasnya yang penuh dengan marabahaya."
Aku dan Yan Zi saling melirik. Pendekar bersenjata kipas besi itu
tersenyum. "Tidak usah khawatir, aku tidak perlu satu kamar dengan kalian."
Aku sudah bermaksud menanyakan sesuatu ketika teringat suatu
pepatah yang pernah kudengar diucapkan tukang cerita di tepi
jalan Chang'an: Berpikirlah dua kali, setelah itu diam. 1
Kami bersepakat untuk menyusup masuk Istana Daming bertiga,
tetapi pencurian Pedang Mata Cahaya tetap harus dilaksanakan
saat Chang'an diserang. 368 "Itu tidak mungkin," kata Yan Zi, "mengepung kota ini dalam
beberapa hari." Perempuan itu tersenyum lagi.
"Pendekar Yan Zi agaknya belum terlalu mengenal Yang Mulia
Paduka Bayang-bayang. Baiklah kita menyusup dulu ke dalam
istana untuk mengetahui tempat penyimpanan senjata itu, lantas
kita lihat apa yang bisa dilakukan kemudian. Tentu tidak perlu
mengerahkan seratus ribu tentara jika pedang itu bisa dicuri begitu
saja oleh dua orang."
Kami hanya mengangguk. Tidak ada lagi yang bisa dibicarakan
selain menanti saat penyusupan.
"Siapakah nama Andika jika kami harus menyebut nama kepada
jaringan rahasia Ibu Pao?"
Tentu, justru dalam jaringan rahasia, segala sesuatu dipersyaratkan untuk dikenal sejelas-jelasnya.
"Meskipun aku tidak menyukainya, dalam dunia persilatan aku
disebut Kipas Sakti."
369 Kami belum pernah mendengar nama itu, mungkin karena ia masih
sangat muda, tetapi kukira karena sebagian besar waktunya
menjadi pengawal rahasia Yang Mulia Paduka Bayang-bayang.
Bukan saja Kipas Sakti lantas tidak pernah lagi mengembara,
melainkan juga keberadaan dirinya tidak dapat diperkenalkan
seperti para pendekar kelana yang mencari lawan demi
kesempurnaan ilmunya. Sama seperti para pengawal rahasia
istana yang tentu tinggi ilmunya tetapi lebih mengutamakan
pengabdian dalam kerahasiaan daripada mencari nama.
Menjadi pertanyaanku tentunya mengapa seorang pendekar
kelana melepaskan kebebasan dan kemerdekaannya untuk
menjadi pengawal rahasia bagi pemimpin suatu golongan yang
terpinggirkan pula. Kipas Sakti kini menuju Penginapan Teratai Emas bersama Yan
Zi. Aku memisahkan diri menuju rumah Ibu Pao untuk menemui
pembantunya yang pandai berpura-pura itu.
"Kami jadi menyusup ke dalam Istana Daming sehari sebelum
bulan sepenuhnya mati."
"Baik, akan kusampaikan kepada kawan kita yang akan menemui
kalian di anjungan Qing Hui."
370 Adapun Qing Hui berarti Cahaya Matahari yang Cerah.
"Masih ada satu soal lagi?"
"Apa itu?" "Kami membawa teman satu lagi."
"Hmm. Menyusup beramai-ramai di Istana Daming bukanlah
tindakan yang bijak. Dua saja sebetulnya sudah terlalu banyak.
Mengapa harus bertiga?"
Kujelaskan seperlunya tentang siapa Kipas Sakti.
"Hmm, orang-orang Shannan itu masih dianggap buronan karena
jaringan keluarga Yan Guifei masih dianggap sebagai duri dalam
daging meskipun menurutku itu terlalu berlebihan. Dia boleh saja
kalian bawa, tetapi dengan masuk bertiga keselamatan kalian tidak
bisa lagi kami jamin."
Aku menghela napas dalam hati. Aku masih cukup muda, tetapi
rasanya sudah terlalu banyak menyaksikan tubuh yang ambruk
dengan nyawa beterbangan dalam pertarungan.
Teringat betapa sejak kutinggalkan Celah Kledung dan mengembara pada usia 15 tahun, satu per satu nyawa melayang
371 di tanganku. Tentu saja karena jika aku tidak melakukannya
nyawaku pun sudah melayang tak jelas ke mana. Namun ada
kalanya pelepasan nyawa ini bisa diganti pelumpuhan tubuh saja
sebetulnya, tetapi aku tak selalu berhasil melakukannya. Hanya
sepuluh tahun kemudian, setelah keluar dari gua, gerakanku cukup
memadai untuk menghindari serangan tanpa harus membalasnya
- meski serangan mendadak dan kepungan banyak orang terlalu
sering membuatku terpaksa menumpahkan darah tanpa sempat
memikirkannya... DI Penginapan Teratai Emas yang tak pernah tidur, Kipas Sakti
mendapat kamar di sebelah kamar kami. Dalam waktu singkat, dia
sudah berperkara dengan banyak tamu lelaki yang mengira dirinya
pemain ketangkasan yang bisa diajak berkencan. Para tamu lelaki
yang kurang memiliki kesabaran untuk merayu karena terbiasa
membeli kesenangan dengan uang, dan langsung mengulurkan
tangannya ke arah dada Kipas Sakti, tiba-tiba saja jatuh terbanting.
Bahkan ada yang tidak bisa bangun lagi sehingga harus diangkut
dengan tandu. Apabila adegan semacam itu berlangsung beberapa kali, besar
kemungkinan akan menarik perhatian, maka Yan Zi memperingatkan. 372 "Selama tinggal beberapa bulan di sini, aku dan Elang Merah
sering mengalami perlakuan yang sama, tetapi tidak sekalipun
kami pernah membuat keributan."
"Kalau diperlakukan seperti itu, apa yang akan dilakukan seorang
pendekar kenamaan seperti Yan Zi Si Walet?"
"Kita bukan lagi pendekar di sini," jawab Yan Zi, yang aku heran
kali ini tampak bisa bersabar. "Kita berada dalam tugas
penyamaran. Untuk berhasil dalam penyamaran kita harus
menghindari segala bentuk pengamatan. Waktu kami baru datang
ada saja yang penasaran dan melakukan pendekatan, tetapi kami
berusaha menghindarkannya seperti cara-cara awam."
"Hidupku di padang rumput, kepada setiap lelaki seperti itu
perempuan awam pun wajib membantingnya."
"Kita bukan berada di padang rumput sekarang, kita berada di
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kotaraja Chang'an, kota terbesar dengan penduduk terbesar pula
di dunia! Jika ingin selamat dan tujuan kita berhasil, jagalah tindaktandukmu!"
Kipas Sakti tidak menjawab dan kurasa ia mencoba mengerti. Aku
mengambil kesimpulan, meskipun sedang menjalankan tugas
rahasia, dan memang merupakan pengawal rahasia Yang Mulia
373 Paduka Bayang-bayang, dia sudah jelas bukanlah seseorang yang
terdidik seperti seorang anggota perkumpulan rahasia. Ia
memahami kerahasiaan lebih sebagai anggota pasukan pemberontak yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain di
alam bebas, menghindari perburuan pasukan pemerintah Wangsa
Tang. Kipas Sakti barangkali mengira begitu lepas dari kesatuannya ia tidak terikat lagi dengan bentuk kerahasiaan yang
selama ini dikenalnya. Justru penemuan ini membuatku lebih memahami perlawanan
Yang Mulia Paduka Bayang-bayang. Meskipun sakti, sebetulnya
pemberontakan Yang Mulia Paduka Bayang-bayang jauh dari
keinginan untuk merebut kekuasaan. Segenap keluarga besar
Yang Guifei di Shannan tertindas, dan karena itu harus melawan,
karena tanpa perintah maharaja tetap saja siapa pun yang memiliki
hubungan darah dengan Yang Guifei, permaisuri kesayangan
maharaja, akan diburu sampai mati, seperti hubungan darah itu
merupakan jaringan kejahatan. Maka penindasan yang tak perlu
itu pun hanya menyebabkan perlawanan meluas.
"Kuharap saja ia tidak membuat masalah dalam penyusupan
besok," ujar Yan Zi.
374 "Kukira tidak, Yang Mulia Paduka Bayang-bayang tidak akan
percaya kepada sembarang orang," kataku.
Betapapun aku sangat percaya bahwa ilmu silat Kipas Sakti sangat
tinggi. Kuingat dari pertemuan kami pada remang senja hari di atas
perahu dulu itu, maupun dari perjumpaan kali ini, aku tidak pernah
bisa mengukur tinggi atau rendahnya ilmu silat yang dia miliki, baik
dari langkah maupun gerak-geriknya yang mana pun. Adapun
ketika membanting para tamu lelaki yang mencoba berbuat tidak
pantas kepadanya, ia menggunakan jurus bela diri tanpa tenaga
dalam yang banyak dikuasai oleh orang-orang awam, sehingga
kemampuan sebenarnya tetaplah tersembunyi juga, yang justru
menandakan betapa tinggi ilmu silatnya.
Disebutkan bahwa Tzu-kung, murid Kong Fuzi, bertanya, apakah
kiranya yang membentuk seorang manusia utama. Maka, sang
guru berkata, "Ia bertindak sebelum berbicara, dan setelah itu
berbicara sesuai tindakannya." 1
*** Malam telah turun di Kotaraja Chang'an. Langit gelap tanpa
rembulan. Kami bertiga mengendap-endap tapi bergerak cepat
sepanjang tembok sisi barat. Seperti anjuran utusan Ibu Pao yang
375 berpura-pura bodoh itu, kami mendekati Gerbang Xing An di ujung
barat pada sisi selatan dengan maksud merayapi temboknya,
melenting masuk jika tak ada penjaga, lantas menyelam ke dalam
Sungai Long Shou tanpa suara, mengikuti arusnya melalui bawah
titian, lantas muncul di lapangan luas di depan Balai Hanyuan.
Kami bertiga berbaju ringkas warna hitam. Wajah kami tertutup
seperti anggota perkumpulan rahasia yang sedang menyusup,
hanya mata kami saja yang terlihat. Kami kerjakan apa yang telah
dianjurkan. Namun ketika masuk ke dalam air kami buka penutup
wajah, karena mulut kami mengepit buluh yang melaluinya kami
mengambil dan mengeluarkan napas. Melalui sungai kami lewati
Gerbang Jianfu dan terus mengikuti arus bagaikan sepotong kayu.
Telah kami sadari betapa sungai itu mungkin saja menjadi jalan
masuk penyusupan, maka telinga para pengawal istana tentu
dilatih pula mendengarkan suara aliran, sehingga harus tahu bunyi
gerakan yang tidak datang dari ikan.
Air sungai itu sangat dingin meskipun musim dingin belum tiba.
Pada musim dingin air sungai itu membeku, jadi saat ini pun sudah
bisa dianggap sebagai sangat dingin. Namun rasa dingin itu bukan
saja dapat diatasi dengan tenaga dalam, melainkan tersamarkan
oleh ketegangan. Bagaimana jika ketika kami muncul para
pengawal istana sudah menantikan kami" Betapapun kami
376 percaya pemberitahuan Ibu Pao bahwa para pengawal maharaja
yang tangguh tentu menyertainya keluar istana, meski percaya
juga bahwa tidak sembarang pengawal yang akan memikul
tanggung jawab keamanan dalam kekosongan istana.
Begitulah arus sungai membawa kami melewati pula Gerbang
Wang Xian, dan kami harus berhenti dan keluar di balik tembok
dekat Gerbang Ting Zeng. Pada setiap gerbang itu ada penjaganya
dan jika kami kepergok sehingga terjadi bentrokan maka kami akan
segera terkepung pasukan pengawal istana yang berilmu tinggi.
Kami bertiga memunculkan kepala lebih dulu. Setelah yakin tiada
suara langkah maupun napas manusia, kami merayap keluar dari
dalam air. Yan Zi yang pertama kali mengeringkan baju dengan
tenaga dalam yang disalurkan melalui sekujur tubuhnya yang
dibalut baju hitam. "Jangan sampai terbakar," kataku melalui Ilmu Bisikan Sukma.
Mereka yang tidak terbiasa mengeringkan baju dengan tenaga
dalam akan mengerahkan tenaga seperti orang bertarung, dan
sedikit saja kelebihan dalam pengerahan itu akan membuat
bajunya bukan hanya kering melainkan terbakar. Sedangkan jika
377 bajunya terbakar dan hancur, mendadak saja tubuhnya akan
telanjang. "Kamu pikir aku ingin telanjang dalam malam dingin seperti ini?"
Yan Zi menjawab melalui Ilmu Bisikan Sukma juga.
Dalam sekejap busana hitam kami sudah kering semua. Kami tutup
lagi wajah kami sampai hanya sepasang mata yang tersisa, lantas
bergerak maju di tengah lapangan yang sungguh luas itu. Malam
tanpa rembulan bagai selimut kegelapan sangat membantu dalam
kerja penyusupan. Hanya saja setiap langkah penyusupan
tentunya sudah dipelajari dalam cara-cara penjagaan istana.
Maka, Serang Kejutkan Inilah seperti lawan ia kunci kata ketika ketika kemenangan Sun ia Tzu: tidak tidak siap menduganya ahli siasat Ini tidak bisa dirancang sebelumnya 1
Yan Zi memberi tanda dan kami melesat. Para pengawal yang
berada di Balai Hanyuan kami lumpuhkan segera, nyaris dalam
waktu bersamaan. Yan Zi sengaja membawa senjata-senjata
rahasia yang biasa digunakan dalam penyusupan, Kipas Sakti
rupanya juga memang memilikinya, dan aku cukup menggunakan
378 pukulan jarak jauh saja. Para pengawal itu mengulai seperti karung
kosong, sebelum jatuh ke tanah kami telah tiba dan menahan
tubuhnya. Mereka hanya dilumpuhkan, karena jika dibunuh, kami
takut ketika kami mengambil senjata itu besok malam, penjagaan
akan menjadi jauh lebih kuat.
Angin bertiup kencang. Pohon-pohon xiong yang gemerisik
sungguh mengganggu, karena kami tak akan mendengar jika
terdapat pergerakan yang mengancam kami. Kuberi tanda agar
Yan Zi dan Kipas Sakti menunggu angin berhenti, setelah itu
barulah kami menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk berlari
tanpa menapak tanah, menuju ke utara, ke arah Balai Xuanzheng.
Dari jauh sudah terlihat para penjaga yang pura-pura tidur. Menurut
utusan Ibu Pao, sudah banyak penyusup, baik dari perkumpulan
rahasia maupun pencuri biasa, yang terkecoh dengan sikap para
penjaga itu, dan menjadi lengah. Namun pemberitahuan ini tidak
membuat kami lagi-lagi menyerangnya dengan serangan mendadak, karena untuk serangan macam itu pun kuandaikan
mereka selalu siap. MAKA kami pun dengan suatu cara memberitahukan keberadaan
kami dan justru memancingnya agar menyerang, suatu kemungkinan yang kami duga tidak pernah mereka alami. Dalam
379 penyerangan itulah kami akan mendapat peluang untuk memanfaatkan titik kelemahan.
Demikianlah dari arah Balai Hanyuan kami menyebar ketiga arah.
Yan Zi ke kiri, Kipas Sakti ke kanan, dan aku tetap di tengah.
Namun jika terandaikan kami seharusnya menggunakan ilmu
meringankan tubuh agar tiada suara yang terdengar, kami justru
mengurangi ringannya tubuh kami agar kerikil tetap bergeser,
meski jangan terlalu keras agar tetap memberi kesan sebagai
keberadaan penyusup yang mengendap-endap, di samping agar
hanya para penjaga di bagian itu saja yang mendengarnya.
Para penjaga yang telah sengaja kami biarkan mendengar
langkah-langkah kami itu tetap pura-pura tidur di pelataran. Mereka
tampak menunggu serangan, tetapi kami bertiga di tiga tempat
berbeda yang sangat berjauhan letaknya, tetap membuat suarasuara, yang jelas tidak mendekat ke arah mereka. Antara Balai
Hanyuan dan Balai Xuanzheng terdapat bangunan besar dalam
perpadanan sangat teratur, baik bangunan besar yang berhadapan
maupun bangunan-bangunan lebih kecil di sebelah kiri dan kanan
maupun di belakang, membentuk gugus-gugus yang saling
berhadapan. Di tempat seperti itulah Yan Zi dan Kipas Sakti
berada, sedangkan aku berada di tempat yang sepenuhnya
terbuka. 380 Berbeda dengan Yan Zi dan Kipas Sakti yang bermaksud
memancing para penjaga itu memasuki celah-celah di antara
bangunan dan menyergapnya dalam gelap, aku membuat suarasuara dan menempatkan diri di tempat terbuka, meski lebih jauh
letaknya, karena aku memang ingin para penyerangku terpisah
jauh dari para penjaga lainnya. Setidaknya terdapat 15 orang
penjaga yang terpisah ke tiga jurusan bersenjatakan tombak dan
pedang. Di tempat Yan Zi, mereka akan terpancing masuk lorong,
dan tentulah Yan Zi akan melumpuhkan mereka di sana dengan
totokan jalan darah agar mereka langsung tertidur. Kipas Sakti
belum kuketahui kebiasaannya, tetapi jelas kukatakan kepadanya,
"Jangan dibunuh."
Ya, kami belum akan mencuri Pedang Mata Cahaya untuk tangan
kiri malam ini, jika sebelumnya terjadi kegemparan yang
berlebihan, tiada jaminan kelanjutannya akan menjadi lebih lancar!
Bagaikan terdapat kerja kilat menembus kepalaku!
Dengan ilmu halimunan aku segera melenyapkan diri dari
pandangan para penjaga yang berlari-lari ke arahku, dan sembari
melesat ke arah Kipas Sakti, dengan Ilmu Bisikan Sukma kukirim
pesan kepada Yan Zi. 381 "Hindari mereka! Hindari mereka! Menghilang atau sembunyi!"
Kuketahui Yan Zi mampu segera melakukannya. Namun kepada
Kipas Sakti, meskipun bisa segera membisikkan pesan yang
sama, tak dapat kupastikan tanggapannya. Sedangkan waktu
berkelebat secepat kilat.
Kulihat dalam kegelapan Kipas Sakti telah melepaskan senjatasenjata rahasianya!
Waktu aku tiba di tempat Kipas Sakti telah melepas senjata-senjata
rahasianya, kelima pengawal yang terpancing mengejarnya itu
tiada sadar betapa terancamnya nyawa mereka. Jarum-jarum
beracun itu tinggal sejengkal saja dari leher mereka. Maka
kugunakan Jurus Tanpa Bentuk sehingga robohlah kelima
pengawal istana itu dan jarum-jarum beracun Kipas Sakti
mendesing di atas kepala mereka. Dari jauh kuberikan kepada
mereka Totokan Lupa Peristiwa, dan ketika Kipas Sakti seperti
akan mempertanyakan itu, kuberi tanda agar tetap berada di
tempatnya. Mengikuti sikapku, Kipas Sakti juga bersembunyi.
Melalui Ilmu Bisikan Sukma kudengar Yan Zi berkata, "Aku
sembunyi di balik bangunan."
382 Kami menunggu. Sesosok bayangan datang dari balik kegelapan.
Ia hanya sedikit saja menggerakkan kakinya, tapi bisa terbang di
udara dan mendarat tanpa suara. Ia berbusana serbaputih,
waspada dalam kuda-kuda, dan memegang hulu pedangnya.
Ia melihat sosok-sosok pengawal yang bergelimpangan menggeliat bangun seperti baru saja tertidur.
"Apa yang kalian kerjakan di sini?"
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia bergerak cepat dan kelima pengawal itu terlempar ke lima arah
untuk jatuh terbanting dan mengerang-erang.
"Besok kalian jangan kembali ke istana, kupindahkan kalian ke
pasukan penjaga perbatasan," ujarnya, sebelum akhirnya menjejakkan kami dan terbang kembali ke arah Yan Zi. Kuingat
lima pengawal tadi mengejarnya.
"Totok mereka," bisikku kepada Yan Zi. "Mereka tak boleh tahu
tentang kita," lanjutnya.
Artinya Yan Zi harus melakukannya dengan Totokan Lupa
Peristiwa dari jarak jauh.
383 DARI balik persembunyian, segera kudengar para pengawal yang
roboh sebelum pengawal istana berbusana serbaputih itu tiba.
Tentu ia temukan lima orang yang bergeletakan seperti orang tidur.
Namun peristiwa selanjutnya tidaklah seperti kuharapkan.
"Hmmmhhh!" Kudengar ia mendengus, dan terdengar suara
pedang dicabut dari sarungnya.
"Ada yang ingin bermain-main dengan Kelelawar Putih rupanya!"
Mungkinkah Kekuatan Pengetahuan Padukan diketahuinya saja tak tak pengetahuan permainanku" setara setara dan pengetahuan latihan latihan Maka seseorang mendapat kekuatan 1
Aku melesat ke tempat Yan Zi telah menotok para pengawal itu.
Mereka seperti baru bangun tidur, belum menyadari berlangsung
pertarungan tingkat tinggi di depan mata mereka, karena
pertarungan itu memang tidak dapat diikuti mata siapa pun yang
ilmu silatnya tidak setara. Namun Kipas Sakti yang ilmu silatnya
tinggi dapat mengagumi sambil mengerjap-ngerjapkan matanya,
karena betapapun gerak pertarungan Yan Zi dan penyoren pedang
yang menyebut dirinya Kelelawar Putih itu memang sangat amat
384 cepatnya, sehingga jangankan cahaya, bahkan suaranya pun
sama sekali tak terdengar.
Namun aku dapat melihat bahwa sebetulnya Yan Zi telah
mengurung Kelelawar Putih yang berbusana serbaputih itu, yang
menjadi salah satu penyebab mengapa tiada secercah pun cahaya
dapat tertangkap mata para pengawal. Itu berarti Yan Zi bergerak
Rahasia Istana Terlarang 16 Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San Karya Liang Ie Shen Pendekar Pedang Kail Emas 5
dan setelah menyarungkan pedang mengambil hio di kuil itu lebih
dahulu supaya aku bisa pura-pura mengacung-acungkannya di
depan salah satu kuburan itu. Aku pilih saja salah satu kuburan
terdekat, dan setelah bersikap seolah-olah memang datang untuk
mengunjungi kuburan, mengacung-acungkan hio dan lantas
menancapkannya, aku melirik ke kiri. Tidak ada seorang pun.
Lantas melalui bagian belakang kuil Buddha aku melesat ke kuil
Pemuja Api itu. Menempelkan tubuh. Sepi sekali. Terdengar
gumam doa dari kuil Buddha, tetapi dari salah satu jendela kuil
orang Muhu ini tetap terdengar suara orang berbicara, seperti
bertengkar. Aku tidak tahu bahasanya! Seperti bahasa para
pedagang Parsi di Petak I-ning 1, tetapi bagaimana memastikannya" Bahasa semua orang asing itu sepertinya sama,
padahal sebetulnya banyak ragamnya! Huh! Coba aku tahu
bahasanya! Mereka bertengkar cukup lama, dengan suara keras
pula, sampai kudengar suara pedang dilepas dari sarungnya! Jelas
Harimau Perang mengeluarkan kedua pedang sekaligus dan
membabat! Pertengkaran itu langsung berhenti, kudengar suara
darah menyembur dan mendesis, lantas suara tubuh yang
menimpa tembok, itu pun waktu mau jatuh langsung ditendang lagi
287 sampai menyapu lantai ke tembok seberangnya. Itu tendangan
keras sekali akibat pertengkaran tadi. Bertengkar tentang apa"
Terdengar suara sepakan kaki, dan terdengar suara benda
menimpa tembok. Apa itu" Ah! Kedua pedang Harimau Perang itu
membabat leher sampai putus! Makanya darahnya menyembur!
Lantas kudengar ia memaki. Aku tidak tahu bahasanya. Tapi pasti
makian. Hanya satu kata. Jadi pasti makian. Hhh! Lantas ia
mengibaskan pedangnya. Kukira pedangnya langsung bersih.
Darahnya pasti bercipratan. Kudengar sepakan kaki lagi. Ah! Ada
yang terbang melewati jendela. Menggelinding di atas rerumputan.
Kepala! Aku seperti ingin menyerang dan melumpuhkan Harimau
Perang, tapi kutahu itu tak bisa kulakukan, karena kepentinganmu
untuk membongkar kegelapan atas gugurnya Amrita kekasihmu
harus kuutamakan. Makanya aku diam. Sepi. Lantas kudengar
suara langkah. Tidak ada orang lain di kuil Muhu ini. Tentu itu suara
langkahnya. Kudengar menuruni tangga kuil. Lantas sepi. Kuintip
lagi. Di luar gerbang petak hanya ada tembok kota. Tentu dia
sudah keluar. Aku tidak langsung keluar. Siapa tahu dia masih di
situ dan melihatku. Kutunggu beberapa saat, baru aku keluar.
Tidak ada orang. Hanya ada seorang pengemis bercaping.
Padahal tadi tidak ada!"
YAN ZI masih terus bicara tanpa putus.
288 "Ia menggumamkan kata-kata Kitab Daodejing! Jadi dia orang
Dao!" "Tunggu," aku menyela, "kata-kata dari Daodejing?"
"Ya. Kenapa?" "Dia tadi ada di situ."
Kutunjuk tempatnya. Pengemis bercaping itu memang sudah tidak
di tempatnya mengemis tadi.
"Siapa?" "Pengemis bercaping yang mengutip Laozi."
"Orang Dao!" "Belum tentu. Bukan hanya orang Dao membaca dan hapal
Daodejing." Namun yang berada di kepala Yan Zi dapat kumengerti, meskipun
Wangsa Tang menerima dan mendorong perkembangan Buddha
yang pesat di Negeri Atap Langit, para pengikut ajaran Dao,
terutama para pemuka agamanya, tidak menyukainya. Mereka
sangat khawatir bahwa ajaran Buddha Mahayana yang datang dari
289 Jambhudvipa akan menguasai Negeri Atap Langit dan menyingkirkan Dao sebagai jalan kebajikan hidup yang telah
dijalani setidaknya sejak Yang Chu mengajarkannya sekitar 600
tahun sebelumnya.1 Begitu pula yang dirasakan para pengikut
ajaran yang bertentangan dengan Dao, yakni ajaran Kong Fuzi
yang lebih tua lagi, yang sebetulnya menjadi pegangan utama,
bahkan juga dalam tata cara pemerintahan.2 Memang, pada masa
Maharaja Xuanzong saja, telah dihitung terdapat tak kurang dari
5358 wihara Buddha di Negeri Atap Langit. Dari berbagai
perbincangan, sekitar 50 tahun lalu tercatat 120.000 orang, lelaki
maupun perempuan, telah mengangkat sumpah menjadi bhiksu
dan bhiksuni, yang katanya semakin bertambah banyak setelah
Pemberontakan An-Shi 1. Apakah ada hubungan pengemis bercaping itu dengan Harimau
Perang" Bagaimana jika dia ternyata anggota Partai Pengemis"
"Sudahlah, teruskan dahulu ceritamu," kataku.
Ya, kutanya pengemis itu, karena aku yakin dirinya bukan
sembarang pengemis. "Ke mana orang Muhu tadi?" tanyaku. "Apa
benar dia penganut Muhu?" katanya. Namun aku tak punya waktu
untuk pusing. "Sudahlah, ke mana orang yang lewat tadi?"
Pengemis bercaping itu tertawa, "Dikau bertanya kepada seorang
290 pengemis, mengapa dikau bahkan sama sekali tidak berpikir untuk
memberinya sedekah, wahai Puan Pendekar?" Sudah jelas dia
bukan sembarang pengemis, tetapi aku tidak tertarik. Aku pun siap
pergi. "Dia sudah menghilang," katanya lagi, "tidak ada gunanya
dikau mengejar, tidak mungkin dikau menyusulnya. Dia tahu dikau
menguntitnya, jadi dia menggunakan ilmu halimunan." Ilmu
menghilang" Kenapa tidak" Dengan peranannya dalam jaringan
rahasia yang mutlak mengandalkan penyusupan, tidaklah terlalu
aneh Harimau Perang mempunyai ilmu menghilang. Aku tertegun
tak bisa ke mana pun. Jika dia memang memilikinya dan tahu diriku
mengikutinya, setidaknya sejak dari dalam kuil orang Muhu itu,
tidakkah dia bisa menebasku dengan kedua pedangnya setiap
saat" "Dia tidak ada di sini lagi," kata pengemis bercaping itu, "tapi
jika dikau memberikan sedekah kepada pengemis lata ini, Puan
Pendekar akan dapat menemukannya." Aku tidak memberi
tanggapan, bahkan mencabut pedang dengan waspada. Aku
belum tahu pengemis itu kawan atau lawan. Lagipula, bagaimana
kalau dia sendiri Harimau Perang" Ketika aku memegang pedang,
dia tidak melanjutkan kata-katanya. Hanya mengutip kembali dari
Daodejing: Kesederhanaan Bebas dari tanpa segala tujuan nama di luarnya 291 Tanpa hasrat, tenang dan diam Segalanya berjalan seperti kehendaknya.
MENDENGAR kutipan itu aku tak tahu kenapa lantas melemparkan uang setail perak. Ia menangkapnya dengan sebat.
Lantas tampak memperhatikan uang itu baik-baik. 'Hmmhh! Uang.
Betapa ia menggerakkan manusia bukan"' Aku tidak menjawab.
'Aku sudah memberimu sedekah, wahai pengemis lata,' kataku,
'sekarang katakanlah ke mana orang itu pergi.' Pengemis itu
tertawa lagi. 'Semoga tujuanmu di Kota Raya Chang'an ini tercapai,
Puan,' katanya, 'pergilah ke tempat dari mana kamu datang,
ketahuilah bahwa dia bukan orang Muhu, dia adalah orang Ta
ch'in.'' Aku tertegun. Seberapa jauh pengemis yang tidak dikenal itu bisa
dipercaya" Jika pengemis itu benar, Harimau Perang memang
nyaris mengelabui Yan Zi, yang jika bukan karena pengemis itu,
tentulah sudah mengiranya sebagai orang Muhu. Betapa dalam
pengelabuannya itu ia harus mengorbankan jiwa seorang pendeta
Muhu, dan melemparkan kepalanya keluar dengan cara seperti itu!
Orang-orang Ta ch'in pernah kudengar riwayat keberadaannya
dari suatu perbincangan di kedai. Mereka masuk ke Chang'an
sejak tahun 635. Adapun tahun itu memiliki makna bahwa sejak
292 permulaan berkuasanya Wangsa Tang pada 618, jalur daratan
antara Persia dan Negeri Atap Langit telah diganggu oleh orang
Turkestan. Orang-orang Turkestan Timur menantang kekuasaan
Wangsa Tang, sementara orang-orang Turkestan Barat menggoyang kemapanan sepanjang lembah Sungai Chu dengan
Tokmak sebagai pusatnya. Pada tahun 630 orang-orang Hun di bagian timur itu didesak oleh
balatentara Tang dan orang-orang Hun di bagian barat tanpa
bertempur sama sekali menyerah kepada balatentara Tang. Jalur
ke Persia dengan begitu terbuka kembali. Seperti terdapat dalam
Sejarah Tang atau Tang Shu, "Ketika rombongan kedutaan dari
Bukhara tiba di ibu kota untuk mengajukan penghormatan,
Maharaja Taizong menyambut duta besar dengan berkata, 'Orangorang Hun Barat telah menyerah, sekarang para pedagang aman
untuk melakukan perjalanan.' Semua suku menyambut berita itu
dengan sangat gembira."
Jadi, Alopen, kepala keagamaan Ta ch'in 1 dapat melakukan
perjalanan bersejarahnya sampai ke Chang'an. Betapapun,
sebelum tahun 635 banyak pedagang asal Persia telah menetap di
Chang'an, dan memang terdapat sejumlah pemeluk Ta ch'in di
antara mereka. Juga, mestinya terdapat Ta ch'in asal Sogdiana
atau Bukhara. Diperintahkannya Menteri Negara Fang Hsuan-ling
293 menemui Alopen di kubu pertahanan terdepan wilayah barat,
menyarankan terdapatnya persiapan matang bagi perkembangan
ini. Seperti bisa dipelajari dari naskah Maklumat Ta ch'in, maharaja
memberikan izin kepada Alopen menerjemahkan 'sutra Ta ch'in' di
dalam Perpustakaan Istana 2. Maharaja yang puas dengan
pencapaian Alopen mengeluarkan maklumat yang mengesahkan
kebajikan agama kaum Ta ch'in dan memerintahkan pembangunan wihara atau biara Ta ch'in di Petak I-ning oleh
petugas-petugas setempat. Wihara yang dimulai dengan 21
pendeta itu terletak di arah timur-laut dari persilangan yang
dibentuk dua jalan utama di Petak I-ning 3, letaknya di selatan
petak terdapatnya kuil Muhu yang diintai Yan Zi. Wihara Ta ch'in
tidak hanya dibangun di Chang'an, tetapi juga di Loyang,
Dunhuang, Ling-wu, dan Shannan.
Di kedai itu juga pernah kudengar seorang tua bercerita, pada 712
dan 713 kaum Dao menyerang orang-orang Ta ch'in dan merusak
wiharanya, sebelum akhirnya Maharaja Xuanzong memerintahkan
untuk membangunnya kembali. Pada 744 suatu perayaan suci Ta
ch'in 4) berlangsung di Istana Xingqing yang ditinggali saudara
tuanya, beserta empat saudara lain.
PADA masa Maharaja Suzong dibentuklah pasukan tentara yang
beranggotakan suku-bangsa dari berbagai negeri di luar Negeri
294 Atap Langit seperti Turkestan, Kashgar, Kucha, dan Khotan untuk
mengatasi berbagai pemberontakan. Di antara pasukan yang
terdiri atas orang-orang asing ini termasuk orang-orang Ta ch'in
dan Muhu, yang berkat pengaruh Panglima Kuo Tzu-I yang dikenal
cemerlang itu terhadap kalangan istana, kaum Ta ch'in bisa
menikmati perlindungan Suzong.
Masa terberatnya ketika agama Buddha yang berkembang pesat
diserang pada masa Maharani Wu Zetian, pendiri Wangsa Zhou
yang hanya bertahan dari 690 sampai 705. Maharani Wu Zetian
mendirikan Wangsa Zhou karena istana dikuasai kaum Dao. Jika
Buddha saja ditekan dari segala sisi, sampai-sampai 260.000
bhiksu dan bhiksuni diharuskan mencabut sumpah dan kembali
jadi orang biasa, maka, ...tentang orang-orang Ta ch'in dan Muhu, diminta kembali ke
kehidupan biasa, kembali ke panggilan hidup semula, dan kembali
membayar pajak, atau jika mereka orang asing harus dikembalikan
ke tempat asalnya. Maklumat dari istana itu juga menyebut jumlah 3.000 orang
sebagai pemeluk Ta ch'in dan Muhu. 1
295 "Tapi apakah benar Harimau Perang itu orang Ta ch'in" Kita tidak
tahu apa pun mengenai pengemis itu."
"Tentang itu ada ceritanya sendiri," sambung Yan Zi, yang segera
berbicara tanpa bisa diputus lagi.
*** Pembaca yang Budiman, baiklah kuceritakan kembali saja cerita
Yan Zi itu, karena kata-katanya yang mengalir bukan saja bisa
membuat Pembaca bingung, tetapi juga bisa kehilangan alur
ceritanya sama sekali. Meskipun diriku jelas bukan juru cerita nan
piawai, betapapun kiranya dapatlah kutentukan mana yang lebih
perlu bagi Pembaca atau tidak dari segenap cerita Yan Zi itu.
Syahdan, dari lorong itu Yan Zi melangkah kembali ke arah kuil Ta
ch'in seperti yang dimaksud pengemis itu, yakni dari mana ia
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
datang. Namun di tengah jalan pendengarannya segera menangkap ada langkah di antara banyak langkah lain yang terus
mengikuti dirinya. Di kota raya seperti Chang'an, langkah-langkah
tiadalah terbilang banyaknya. Untuk mengetahui bahwa langkahlangkah itu memang mengikutinya, Yan Zi berbalik lagi ke utara,
lantas menuju ke timur, sebelum akhirnya berjalan memutari
sebuah petak di selatan Istana Barat, petak bangunan-bangunan
296 milik istana juga, tempat segenap perlengkapan yang dibutuhkan
istana dibuat. Menjelang senja tempat itu sudah kosong, loronglorongnya sepi, sehingga langkah mana pun yang mengikutinya
tentu bukanlah kebetulan.
Alih-alih memancing, rupa-rupanya justru Yan Zi yang terpancing
memasuki lorong sepi itu, ketika di hadapannya muncul dua orang
bercaping lebar dengan pedang di pinggang. Tanpa menoleh ke
belakang, Yan Zi mengerti betapa dua orang bercaping lebar lain
telah siap mencegat jika dirinya berbalik, dengan tangan
menggenggam gagang pedang di pinggang masing-masing.
Yan Zi berhenti, dan empat orang yang mengepungnya itu pun ikut
berhenti. "Hmmhh!" Yan Zi menunjukkan sikapnya dengan meludah, "Siapa
kalian?" Salah seorang di hadapannya ganti meludah.
"Alangkah sombongnya seseorang yang tidak dikenal seperti
Puan," katanya, "Justru kami yang harus bertanya, siapakah Puan
yang sejak tadi begitu usil mengikuti majikan kami."
Yan Zi serentak tertawa terbahak-bahak.
297 "Majikan! Hahahahaha! Majikan! Rupanya orang-orang gagah ini
adalah hamba sahaya tanpa kemerdekaan! Hahahahaha!"
Mendadak terdengar siutan jarum-jarum beracun. Yan Zi secepat
kilat menggerakkan pedangnya. Criiiiinng! Serangan dari empat
jurusan itu bukan hanya berhasil ditangkisnya, melainkan juga
dibuatnya berbalik meluncur dengan cepat ke arah para
pelemparnya! Setiap orang rupanya telah melepaskan jarum-jarum beracun ini
dengan kecepatan sangat tinggi, sehingga ketika jarum-jarum
beracun ini berbalik kembali dengan kecepatan yang sama,
mereka tak bisa lagi menghindar dan hanya bisa menyampoknya
dengan sisi lebar pedang masing-masing. Saat itulah pertahanan
mereka terbuka, sehingga pedang Yan Zi dengan mudah
membuka kulit perut mereka.
Keempat pencegat itu segera bergelimpangan tanpa suara dengan
isi perut yang keluar semua. Darah menganak sungai dari empat
jurusan memenuhi jalanan, hanya seorang di antaranya yang
masih hidup. Yan Zi menginjak dadanya.
"AKU tidak akan membiarkanmu mati supaya kamu rasakan
kesakitan yang paling mungkin dari kehidupan ini sebelum mati."
298 Adakah ilmu penahan perginya nyawa" Aku tak tahu jika ilmu
semacam itu ada, tetapi orang malang yang sudah tertumpah isi
perutnya itu dengan kesakitannya yang amat parah menurut Yan
Zi tak kan mati jika ia belum menginginkannya.
"Sekarang katakan, siapa yang kau sebut sebagai majikan itu!"
Namun jika memang benar Harimau Perang adalah majikannya,
kesetiaannya kepada sang majikan haruslah dikatakan luar biasa.
Dengan wajah menahan sakit yang teramat sangat, sampai
nyawanya melayang tidak sepatah kata pun diucapkannya.
"Justru karena itu daku percaya bahwa mereka bagian dari
perkumpulan rahasia," ujar Yan Zi.
Pendapat Yan Zi tidak terlalu berlebihan, karena memegang
rahasia adalah keutamaan perkumpulan rahasia, termasuk juga
pengawal rahasia istana maupun jaringan mata-mata. Aku teringat
mendengar nama Harimau Perang terucap di tengah keriuhan.
Semua ini seperti membenarkan keberadaannya di Kotaraja
Chang'an. Ini membuat jantungku berdegup lebih cepat karena
gairah yang meningkat. Bukankah alasan keberadaanku di
Chang'an tiada lebih dan tiada kurang karena mengejar Harimau
Perang" Betapapun belum dapat ditentukan bahwa 299 keberadaannya merupakan suatu kepastian. Jika dalam kenyataannya Harimau Perang berada di Chang'an demi suatu
kepentingan yang dirahasiakan, aku tidak berharap akan dapat
menemukannya hanya secara kebetulan.
Namun cerita Yan Zi belum selesai.
Lorong semakin terasa sepi. Empat mayat bergelimpangan
menjadi bagian kesunyian. Pendengarannya yang tajam mendengar jejak kaki pada genting rumah dari sesosok bayangan
yang dengan ringan berkelebat menghilang. Yan Zi pun melenting
ke atas genting dan segera memburu bayangan itu.
Yan Zi Si Walet menguasai ilmu meringankan tubuh dengan sangat
baik, sehingga pergerakannya menjadi begitu cepat, amat sangat
cepat, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih cepat, tetapi bayangan
yang dikejarnya ternyata melesat tak kalah cepat, sama juga
bagaikan tiada lagi yang bisa lebih cepat.
Namun dengan kemampuannya yang begitu tinggi, bayangan yang
berkelebat lebih cepat dari cepat itu tampaknya sama sekali tidak
berminat mengadu ilmu, apalagi mengadu jiwa, karena memang
terus-menerus melejit, berusaha keras melepaskan diri dari
sergapan Yan Zi. Dari genting ke genting dari atap ke atap dari
300 wuwungan ke wuwungan dua bayangan berkelebat dan berkejaran
dari petak ke petak di Kotaraja Chang'an. Dalam remang senja,
bayangan itu memiliki kesempatan terbaik untuk menghilang,
sehingga Yan Zi dengan kecepatan luar biasa tinggi tak pernah
berhenti mencegat dan menyudutkannya, memotong arah lesatannya. Suatu kali mereka beradu telapak tangan, yang meletikkan suatu
pijar, hanya untuk saling terpental jauh, tetapi lantas saling beradu
kembali pada titik potong kejar-mengejar mereka, kali ini dengan
senjata masing-masing. Maka, dalam keremangan senja kadang
orang mendengar dentang dan melihat letik api dari senjata yang
beradu, meski tidak bisa melihat pertarungan itu karena bahkan
pandangan yang paling tajam pun, selama masih merupakan
pandangan mata awam, tidak akan bisa menyaksikan betapa
seringnya nyawa dipertaruhkan.
"Suara apa itu" Seperti suara pedang beradu di atas genting"
Kulihat juga letik api!"
"Sudahlah, diamkan saja. Tidak ada apa-apa. Itu para pendekar
saling kejar-mengejar dan berkelebat di atas genting. Kita tidak
akan bisa melihatnya."
301 Semakin remang pertarungan itu semakin mengerikan, karena
dalam kecepatan tinggi hanya diperlukan setitik kelemahan untuk
mengubah peruntungan, untuk terus hidup atau mati saat itu juga.
Dalam remang Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan yang
dipegang Yan Zi kurang dapat memanfaatkan cahaya yang
merupakan kedahsyatannya. Namun itu tidak berarti bahayanya
menjadi berkurang. Yan Zi menetak dan menebas bayangan
dengan penuh ketepatan, dan hanya karena lawannya berilmu
sangat tinggi saja, maka bukan hanya nyawanya masih dikandung
badan, tetapi serangan balasannya tiada kurang-kurangnya
membahayakan Yan Zi jua. Dalam kecepatan tingkat tertinggi,
tempat pemikiran tidak dapat memutuskan lebih cepat dari gerakan
pedang, tinggal kepekaan yang dapat diandalkan. Dalam
keremangan, sampai beberapa kali Yan Zi mesti menjauhkan
lehernya dari desisan menyambar, yang belum tentu sudah
diketahuinya merupakan sambaran pedang.
KEREMANGAN lebih terang daripada kegelapan malam, tetapi itu
tidak menjadikan keremangan lebih kurang berbahaya daripada
kegelapan. Sebaliknya keremangan memberikan lebih banyak
peluang tipuan, karena hakikat keremangan memanglah ketidakjelasan, tempat yang tampak bukanlah seperti tampaknya
dan yang tak tampak jauh lebih berbahaya dari yang tampak.
302 Demikianlah kedua petarung itu berkelebat papas-memapas di
atas genting-genting rumah Kotaraja Chang'an, sementara
kegiatan hidup sehari-hari tetap berlangsung di bawahnya. Pada
suatu titik pedang mereka saling menempel tanpa bisa saling
melepaskan diri lagi sambil tetap melayang di udara, sebagai
akibat penyaluran tenaga dalam, dan saat itulah sekilas Yan Zi
melihat suatu wajah dalam keremangan di bawah caping.
"Ah! Kamu!" Maka sang empunya wajah melepaskan pedangnya dan
menjatuhkan diri ke bawah, menghilang di tengah keramaian.
"Hhhh!" Yan Zi menyusulnya ke bawah sambil membawa pedang lawannya
dengan tangan kiri. Dengan dua pedang ia mendarat di sebuah
lorong antara dua petak, keramaiannya terletak di ujung lorong,
jalanan besar tempat buruannya menghilang. Jika tadi mereka
bentrok di bagian barat laut Chang'an di dekat Kuil Ta ch'in dan
Muhu, rupanya kejar-mengejar itu telah sampai di pojok tenggara
kotaraja itu. Diperiksanya pedang itu, ternyata pedang anggota pasukan
kerajaan. Meskipun pedang itu jelas merupakan hasil tempaan
303 terbaik, betapapun bukanlah suatu pedang mestika, jadi bisa
dilepaskannya begitu saja. Apakah ini berarti pemilik pedang itu
memang anggota pasukan kerajaan" Kemampuannya sendiri jelas
berada di atas kemampuan rata-rata pasukan kerajaan. Setidaknya kepala pasukan, bahkan mungkin perwira. Yan Zi tahu
bahwa di balik tembok terdapat penginapan yang sering digunakan
sebagai barak dan pusat pengendalian pasukan gerak cepat. Jika
memang ini berhubungan dengan sosok yang tadi diburunya,
apakah urusannya seorang perwira pasukan gerak cepat harus
memata-matai Yan Zi"
"Siapa yang kau lihat sebetulnya?"
"Pengemis itu!"
Waktu itu Chang'an sedang berada di hari terakhir dari tiga hari
perayaan Hari Kelimabelas pada bulan ke delapan dalam
penanggalan mereka, yang jika menggunakan tahun Saka yang
berlaku di Javadvipa adalah bulan Palguna. Pada saat itu ada
kebiasaan mengamati rembulan jika langit tak berawan, yang
hanya berlangsung di luar Chang'an karena di kotaraja berlaku
jam-malam. Para pegawai pemerintah Wangsa Tang diliburkan
tiga hari 1 sehingga jalanan lebih meriah dari biasa karena
perayaan tetap berlangsung sebelum malam tiba.
304 Yan Zi keluar dari lorong dan melangkah di jalan besar. Pedang
Mata Cahaya telah disarungkannya, dan pedang pasukan kerajaan
itu dipegangnya dengan ujung lurus ke bawah agar tidak seperti
membawa hawa kekerasan. Jalan besar itu rupanya memang dipenuhi serdadu. Mungkin
mereka sebagian dari yang mendapat giliran diliburkan dan kini
memenuhi jalanan, berbaur dengan orang-orang kebanyakan
meski tetap mengenakan seragam. Yan Zi bermaksud mengembalikan pedang itu ke barak dan pura-pura mengaku telah
menemukannya, siapa tahu akan menjadi lebih jelas siapa
pemiliknya. Namun di tepi jalan, dilihatnya pengemis itu lagi! Pengemis itu
menengadahkan tangannya seperti sudah lama sekali berada di
tempat itu. Namun Yan Zi berpikir bahwa pengemis itu telah
memanfaatkan daya kecepatannya untuk menyelipkan dirinya di
sana, tanpa seorang pun melihatnya datang dan mengambil
tempat, sehingga memang tampak seperti sudah lama berada di
sana. Menyadari betapa kecepatan pengemis itu tidak dapat diabaikan,
Yan Zi mendatanginya perlahan-lahan. Kemudian, di tengah orang
berlalu-lalang, dan perhatian diserap pertunjukan sulap dari
305 Jambhudvipa, dengan kecepatan yang tidak dapat diikuti mata,
Yan Zi membacokkan pedang yang dipegangnya ke tangan
tengadah itu, seperti akan memotongnya!
Tangan yang menengadah meminta belas kasihan itu sama sekali
tidak bergerak. Pedang itu berhenti dalam jarak seutas rambut
pada pergelangan tangannya. Kepala pengemis bercaping itu
tetap tertunduk, seperti tidak tahu-menahu betapa pergelangan
tangannya nyaris menyemburkan darah.
Siapakah pengemis itu" Ada kalanya aku membayangkan
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bagaimana orang semacam itu hidup. Jika dia pulang, misalnya,
pulang ke mana" Menunggu tak ada seorang pun melihatnya
sebelum melejit dari atap ke atap"
Ternyata lagi-lagi mulutnya menggumamkan suatu ayat dari
Daodejing. Dao itu Betapapun digunakan Tanpa kosong tetap tak harus diisi Tanpa Asal Dalam kosong dasar dari ketajaman segalanya yang di dunia ditumpulkan 306 Segala kekusutan Segala kilauan diredupkan Segala kebisingan diheningkan Seperti dasar Aku tak kolam tahu nan dia diuraikan tak pernah anak kering siapa Seperti sudah ada sebelum ada dunia 1
Yan Zi bergerak sekali lagi dan kali ini pedang membacok dari atas
ke bawah, seperti bermaksud membelah kepalanya!
Namun sekali lagi pedang itu berhenti dalam jarak seutas rambut.
Lantas terdengar suara tertawa dari balik caping, tidak keras dan
agak tertahan. "Jangan terlalu jumawa pengemis busuk," kata Yan Zi, "Jika dikau
bermain-main denganku, jangan dikau pikir aku tidak akan tega
mencabut nyawamu." Pengemis itu tidak menanggapi.
"Apakah kiranya pengemis malang ini berhak mendapatkan
kebahagiaan, dengan menerima sedekah sebuah pedang, yang
mungkin akan bisa dijualnya agar tidak mati kelaparan?"
307 "Hari ini sudah terlalu banyak kebaikanku untukmu, aku tidak akan
bersedekah kepada siapa pun yang hanya pura-pura menjadi
pengemis." Pengemis itu tertawa lagi, meski hanyalah Yan Zi yang
mendengarnya. "Aku memang hanya seorang pengemis, tapi bukan sembarang
pengemis," katanya perlahan, "Apakah Yan Zi Si Walet tidak
tertarik menukar pedang yang dipegangnya dengan pasangannya?" Bagaikan tersambar halilintar, Yan Zi tertegun dan terpaku. Ia
hampir saja bertanya, tetapi tidak ingin terpancing tipu daya
jaringan rahasia nan licin. Ia menggerakkan lagi pedangnya.
Trrrrraaaangngng! Untuk kedua kalinya Yan Zi terkejut, karena sebuah pedang telah
menangkis pedangnya, dan pada saat yang sama pengemis itu
berkelebat menghilang... "Orang kedua ini pun menghilang secepat datangnya," ujar Yan Zi
menutup ceritanya. 308 Bagaimana menyimpulkan ceritanya" Pertama, Harimau Perang
memang telah tiba di Chang'an. Berarti aku memang harus
memusatkan perhatian untuk mencarinya. Kedua, memang belum
pasti, apakah telah diketahui betapa Yan Zi sangat menghendaki
Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri, tetapi lebih baik kami
berpikir bahwa pedang mestika itu harus diambil segera. Ketiga,
keberadaan kami jelas telah diketahui jaringan rahasia tertentu
sebagai bagian dari rahasia itu sendiri - dan kenyataan bahwa
pengemis itu seperti memberitahukannya kepada kami, harus
menjadi catatan tersendiri.
Ia telah menyatakan dirinya bukan sembarang pengemis. Tentu
saja ini cukup jelas. Jaringan Partai Pengemis" Aku meragukannya, karena anggota Partai Pengemis sangat terikat
kepada partainya itu, sedangkan sikap yang ditunjukkannya lebih
tampak seperti gelandangan merdeka. Namun siapakah dia dan
apakah kepentingannya" Sebegitu jauh aku menganggap bahwa
keberadaannya tidak dimaksudkan untuk mengganggu, bahkan
dengan suatu cara mungkin saja sebetulnya membantu.
"Bagaimana dengan Ibu Pao?" Yan Zi bertanya.
Disadarinya kini, bisa saja Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri
itu tidak berada di tempatnya saat kami menemukan tempat
309 penyimpanannya, dan pikiran seperti ini tentu saja membuatnya
gelisah. Meskipun telah diketahui betapa berat Pedang Mata
Cahaya untuk tangan kiri itu, Yan Zi tentu berpikir bahwa
seseorang yang sakti akan bisa mengatasinya.
Kukatakan bahwa Ibu Pao menyanggupinya.
"Kapan?" katanya tak sabar.
Aku menghela napas. Seharusnya kematian Elang Merah menjadi
pelajaran, betapa dunia perkumpulan rahasia itu begitu penuh
dengan jebakan. Aku sendiri tidak sepenuhnya paham bahwa jika
kami masih selamat sampai hari ini, apakah itu karena kami
memang telah cukup berhati-hati, tetapi yang tampaknya jelas
tidak dapat dianggap cukup berhati-hati sehingga Elang Merah
terkorbankan, ataukah hanya karena kebetulan dan keberuntungan. Aku bahkan kadang-kadang merasa mungkin
kami memang sengaja dibiarkan hidup karena tidak terlalu
mengganggu kepentingan siapa pun, terutama dalam pertarungan
kekuasaan yang sedang berlangsung.
Perjanjian kami dengan Yang Mulia Paduka Bayang-bayang,
misalnya, bagiku tampak sekali tidak berpihak kepada kepentingan
kami, melainkan dengan membantu kepentingan kami maka
310 kepentingan mereka akan terlancarkan, yakni menyerang Chang'an ketika kekuatan istana dipercaya sebagai terlemahkan
oleh hilangnya senjata mestika.
Betapapun, tampaknya kami tak bisa mengandalkan hanya salah
satu jaringan, karena kubayangkan jika kepercayaan atas
hilangnya daya kekuatan istana akan ditunjukkan dengan
hilangnya senjata mestika, maka terlalu banyak senjata mestika
lain, yang bukan saja lebih terkenal, melainkan barangkali saja
lebih mudah dicuri. MESKIPUN kepercayaan terhadap kehebatan suatu senjata
mestika mungkin ada benarnya, kukira para pemikir Buddha, Kong
Fuzi, maupun Dao di istana tidak akan pernah membenarkannya
seolah-olah senjata-senjata mestika itu adalah tiang-tiang negara.
Itulah, yang menurut perhitunganku, membuat penjagaan atas
senjata-senjata mestika terkenal tidak akan lebih ketat dari senjata
mestika lain - dan diperhitungkan pula oleh orang-orang Yang
Mulia Paduka Bayang-bayang. Pada saat mereka mendapatkan
senjata mestika yang mana pun, saat itulah mereka tidak akan
peduli lagi kepada kami. "Jadi kita memang tidak boleh tergantung kepada mereka," kataku
kemudian kepada Yan Zi. 311 Yan Zi mengangguk. Kurasa perempuan gunung ini belajar cukup
banyak semenjak meninggalkan kampungnya yang ter?sembunyi,
terutama semenjak kematian Elang Merah.
"Sebaiknya kita tetap tinggal di Petak Teruna saja," ujar Yan Zi,
"Selain karena semua ongkos sudah ditanggung pihak Yang Mulia
Paduka Bayang-bayang, juga kepindahan kita akan memancing
kecurigaan mereka." "Kaki Angin tidak keberatan bukan?"br /> "Tentu Kaki Angin akan berkata seperti itu, tetapi lebih baik mereka
ikut menyelidiki bersama kita daripada mereka menyelidiki kita."
Setelah melihat peluang yang bisa diberikan anak-anak asuh Ibu
Pao dari dalam istana, aku tidak keberatan untuk tetap bertahan di
Petak Teruna, meski aku sudah mulai muak dengan kehidupan
semu dunia hiburan di situ. Namun aku juga tidak terlalu yakin
bahwa kami tidak pernah diawasi semenjak kedatangan kami,
terutama oleh pihak Yang Mulia Paduka Bayang-bayang sendiri.
Bukankah aku pernah bercerita bahwa aku merasa selalu
dibuntuti" Banyak hal belum terpecahkan, dan barangkali tidak akan
terpecahkan, ketika rahasia yang satu menyusul rahasia yang lain,
312 berhubungan atau tidak berhubungan, bisa dihubungkan atau tidak
bisa dihubungkan... *** Pukulan genderang 400 kali, penanda gerbang-gerbang istana
ditutup, sudah lama selesai, dan kini pukulan yang 600 kali,
penanda gerbang-gerbang kota dan gerbang-gerbang setiap petak
juga harus ditutup, telah pula berakhir. Hari seperti mendadak jadi
gelap ketika jam malam tiba, dan semua orang tidak boleh tampak
berada di jalan utama di luar tembok yang memisahkan setiap
petak, jika tidak ingin berurusan dengan para Pengawal Burung
Emas. Namun malam tetap meriah di Petak Teruna. Kami memasuki bilik
kami masing-masing di Penginapan Teratai Emas dengan harapan
tetap bisa tidur dalam kemeriahan pesta para bangsawan, pejabat
pemerintah, lulusan ujian pegawai negeri, dan para pedagang kaya
yang bersenang-senang bagaikan tiada habisnya.
Dalam kelelahan pikiran, suara kecapi, nyanyian, dan pembacaan
puisi oleh orang-orang mabuk yang tertawa-tawa tanpa ke?jelasan
semakin terjauhkan. Tidak kuketahui sudah berapa lama aku
313 tertidur, ketika aku terbangun karena mendengar suara-suara
keras di luar penginapan.
Rupa-rupanya Pengawal Burung Emas telah memergoki seseorang di luar tembok Petak Teruna. Kudengar teriakan
melolong-lolong dan bentakan-bentakan.
"Ini kita sudah berada di depan Penginapan Teratai Emas! Siapa
yang kamu cari tadi katamu?"
Terdengar suara perempuan ketakutan menangis ketakutan. Ya,
menangis melolong-lolong meskipun tidak sekalipun pukulan ia
dapatkan ketika seharusnya ia mendapatkan 20 kali cambukan
rotan. "Hei! Perempuan gila! Jangan berteriak-teriak seperti itu! Tadi
kamu bilang ada keperluan penting dengan seorang tuan yang
tidak ada namanya! Kalau bukan Ibu Pao yang mengutusmu sudah
kuinjak-injak kamu sampai mati! Sekarang diam kamu! Kalau
tidak..." Mungkin Pengawal Burung Emas ini seperti akan memukulnya
sebagai ancaman agar diam, tetapi itu justru membuat lolongannya
menjadi-jadi. 314 "O, perempuan sial, apa perlu kamu ku..."
Di tengah lolongan, tiba-tiba kudengar tubuh yang jatuh. Hmm...
Seseorang telah menotoknya. Lantas terdengar suara ja?tuhnya
tubuh-tubuh lain. Rupanya bukan hanya satu Pengawal Burung
Emas yang meronda, mungkin satu regu terdiri atas tiga atau
empat orang, tetapi semuanya telah dilumpuhkan, bahkan
termasuk perempuan yang melolong-lolong itu. Malam sepi
kembali, meski di dalam gedung-gedung tempat hiburan di Petak
Teruna, suara orang bercanda, bernyanyi, dan tertawa-tawa dalam
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rangsangan arak sepanjang malam seperti tidak akan pernah
berhenti. Kudengar ketukan di pintu. Kutahu itulah Yan Zi.
KUBUKA pintu dan ia masuk membawa seorang perempuan tua
yang telah ditotoknya, tetapi hanya agar tidak bisa bersuara,
sehingga masih bisa dibawanya berjalan dan naik tangga ke lantai
dua. Keributan di luar tadi tampaknya tidak disadari sama sekali oleh
orang-orang yang sudah mabuk di dalam ini.
Didudukkannya ibu parobaya yang tampaknya juga latah itu di
tempat tidurku. 315 "Dengar Ibu! Kubebaskan dirimu dari totokan agar bisa berbicara!
Tapi jangan berteriak seperti tadi! Mengerti?"
Perempuan utusan Ibu Pao itu mengangguk-angguk. Tangan Yan
Zi bergerak ke lehernya, menotok kembali tempat yang tadi
ditotoknya, tapi kali ini untuk membebaskannya. Perempuan itu
langsung bisa berbicara dengan tersengal-sengal.
"Saya membawa pesan Ibu Pao," katanya, "Pesan itu harus
digambar, dan gambar itu harus dihapus lagi."
Ibu Pao ternyata bukan sekadar baik hati, terutama baik hati
kepada kami, tapi juga berdaya akal mencukupi agar pesan
rahasianya bisa sampai, dalam keadaan yang gawat dan
mendesak, sehingga tak bisa menunggu sampai esok hari.
"Ibu harus pergi mengiringi rombongan Maharaja dini hari sekali,
jadi pesannya harus sampai malam ini, karena pengawal istana
terbaik harus berada dekat Maharaja, termasuk para pengawal
gudang penyimpanan senjata mestika."
Aku langsung mengerti duduk perkaranya. Menurut Ibu Pao kami
mempunyai kesempatan yang baik untuk mencuri senjata mestika
itu. Namun di manakah kami mesti mengambilnya"
316 "Dengan apa kita menggambar?" Yan Zi bertanya.
Aku tertegun. Perempuan utusan Ibu Pao itu menggambarkan di
mana kami harus mengambil Pedang Mata Cahaya untuk tangan
kiri, dengan cara yang tidak terduga sama sekali. Sun Tzu berkata:
ia yang tahu bagaimana bertarung sesuai dengan kekuatan lawan akan menang 1
Tempat yang rumit digambarkan secara tidak biasa. Itulah yang
kami hadapi sekarang, yang membuatku menyadari betapa tak
mudah seandainya diriku menjadi anggota perkumpulan rahasia.
"Ibu Pao telah mendapat pesan secara rahasia dari anak asuhnya
untuk menyampaikan pesan ini secara rahasia pula," ujar
perempuan parobaya itu, kali ini dengan wajah sungguh-sungguh,
seolah-olah sebelumnya ia hanya berpura-pura saja.
Ia mulai dengan menunjuk meja di dalam bilik itu.
"Kita anggap meja ini sebagai Istana Daming," katanya. "Jelas?"
Aku dan Yan Zi mengangguk, meski masih agak kabur dengan apa
yang dimaksudnya. 317 "Kita sesuaikan saja dengan kedudukan kita sekarang," katanya
lagi. "Di sana utara bukan?"
Kami mengangguk lagi. "Berarti kita sepakati dahulu bahwa ini sisi utara," katanya lagi
sambil menunjuk. "Ini sisi selatan, lantas sisi kiri adalah timur dan
sisi kanan adalah barat. Paham?"
Cara bicaranya yang tegas membuat kami mengangguk seperti
orang bodoh. Jika perempuan ini tadi memang hanya berpurapura, jelas penyamarannya bagus sekali.
Lantas ia hanya menunjuk saja pada meja itu, kadang seperti
menggambar dengan ujung jari, tetapi tentu tidak ada gambarnya.
Aku mengerahkan daya tangkapku untuk mendapatkan gambaran
tentang Istana Daming, terutama jalan rahasia untuk sampai ke
tempat Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu disimpan.
"Perhatikan, kalian semestinya sudah tahu, terdapat lima gerbang
di selatan. Penjagaan di gerbang-gerbang biasanya paling kuat,
tetapi kini para pengawal istana terbaik disertakan dalam
rombongan Maharaja, sehingga meskipun tetap dijaga pengawal
istana pilihan, kini menjadi bagian paling lemah. Jadi kalian harus
memasuki istana dari selatan, yang kelima gerbangnya dari timur
318 ke barat masing-masing bernama Gerbang Xing An, Gerbang Jian
Fu, Gerbang Dan Feng, Gerbang Wang Xian, dan Gerbang Ting
Zheng. Bagaimana" Ada kesulitan?"
Sebetulnya aku susah menghafalkan nama-nama asli Negeri Atap
Langit seperti itu. Jadi aku menghafalnya dalam bahasa yang
kukenal dengan baik saja, yakni bahasa Jawa, yang artinya
berturut-turut adalah Gerbang Kegembiraan dan Kebahagiaan,
Gerbang Pendirian dan Kebahagiaan, Gerbang Burung Phoenix
Merah, Gerbang Menuju Para Dewa, dan Gerbang Istana
Pemerintahan. "Gerbang Xing An yang paling timur hanya menuju gang sempit,
karena itu biasanya tidak dijaga, dari sanalah kalian sebaiknya
masuk, dan berusahalah untuk melompati tembok dan masuk ke
tengah melalui Sungai Long Shou."
Ujung telunjuk perempuan itu bergerak di meja menggambarkan
sungai yang melalui gerbang kecil yang membatasinya dengan
wilayah Gerbang Jian Fu, menembus ke lapangan Balai Hanyuan,
dan keluar lagi melalui gerbang kecil lain menuju bagian Gerbang
Wang Xian dan keluar di balik tembok di dekat Gerbang Ting Zeng.
Lantas ujung telunjuknya itu kembali ke tengah.
319 "Itulah jalur Sungai Long Shou, kalian cukup menyelam dan di
bawah titian kecil di lapangan itu kalian muncul. Awas, lapangan
adalah tempat yang datar, gerakan apa pun mudah dipergoki,
tetapi justru karena itu dianggap tak perlu terlalu diawasi. Dari sini
melesatlah cepat ke Balai Hanyuan. Lumpuhkan penjaga di tempat
itu sebelum ia sempat memberi tanda kepada penjaga-penjaga
lainnya, lantas terus menuju Balai Xuan Zheng di utaranya."
Cara perempuan itu menjelaskan membuat kami tidak bisa
memotong dan hanya bisa menyimpannya baik-baik dalam
ingatan. Tentu tidak satu kata pun boleh lolos dalam ingatan
tersebut, karena hanya dengan menyimpannya baik-baik dalam
ingatan seluruhnya, dan harus seluruhnya, dan tiada kemungkinan
lain selain seluruhnya, maka gambaran yang terpetakan itu akan
mampu membawa kami ke tempat Pedang Mata Cahaya untuk
tangan kiri tersimpan. "Perhatikan, antara Balai Hanyuan dan Balai Xuan Zheng terdapat
suatu jarak yang harus dilewati, dalam jarak itu akan terdapat
penjaga yang pura-pura tidur, dan sudah sering mengecoh para
penyusup yang memasuki istana. Mereka tampak seperti tidur
nyenyak dan mendengkur, tetapi sebetulnya terjaga dan akan
mengejutkan penyusup yang lengah ketika mengendap-endap
melewatinya. Mereka sangat waspada terhadap penyusup yang
320 menyadari tipudaya itu, dan akan menyerangnya dengan jurusjurus tak terduga, maka kalian harus pura-pura tidak menyadarinya
dan ganti menjebak mereka."
"Lolos dari sini terdapatlah Balai Zi Chen yang berarti Balai
Peraduan Merah. Di sinilah tempat penjagaan terketat, dengan
pengawal-pengawal rahasia istana terhebat. Tetapi saat Maharaja
berada di luar istana menjadi tempat yang paling lemah, karena
meskipun tetap dijaga seperti biasa, para penjaganya bukan dari
tingkat para pendekar yang berilmu tinggi, melainkan mereka yang
mengandalkan tenaga kasar saja."
Ia berhenti sejenak. "Bisakah kalian dapatkan gambaran Istana Daming dari sini?"
"Sejauh yang telah disebut, cukup jelas, tetapi belum gambaran
yang lengkap," ujar Yan Zi.
"Itu pun sudah bagus," kata perempuan parobaya itu, yang lantas
melanjutkan, "setelah Peraduan Kamar Merah ini..."
Ia kembali menggambarkan segalanya di atas meja, yang lebih
baik kuceritakan kembali, bahkan juga kugambarkan kembali
berwujud gambar, karena jika terlalu setia merujuk kepada cara
321 penjelasan perempuan parobaya utusan Ibu Pao ini, siapa pun
tentu akan mengalami kesulitan yang sama dengan kami.
Demikianlah, dari Peraduan Kamar Merah kami dianjurkan melesat
ke Anjungan Cahaya Matahari yang Cerah, yang diapit Balai Peng
Lai atau Balai Pengadilan dan Balai Zhu Jing atau Balai Kaca
Mutiara di sebelah kiri dan kanannya. Disebutkan olehnya, di
tempat ini penjagaan tak berubah, tetap ketat seperti hari-hari
ketika Maharaja berada di istana, bahkan disebutkan bahwa jika
malam terdapat cara-cara penjagaan yang berbeda, dan untuk itu
seseorang akan menanti kami, karena setiap malam cara-cara
penjagaan itu berubah. "Senjata itu sendiri terletak di mana?" Yan Zi bertanya.
"SEMENJAK beredar kabar bahwa ada usaha mencuri senjatasenjata mestika, senjata-senjata terpenting dipisah-pisahkan
letaknya, dan hanya disisakan yang tak penting saja dalam tempat
penyimpanan, yang sementara itu tetap dijaga dengan ketat.
Sampai saat ini belum diketahui pedang yang kalian cari itu
termasuk yang dipindah atau tidak dipindah, dan jika dipindahkan
pun belum diketahui ke mana, tetapi kalian akan mengetahuinya
setelah berada di dalam Istana Daming."
322 "Siapa yang akan memberi tahu kami?"
"Orang yang akan menemui kalian itu...."
Yan Zi memandangku. Aku tahu maksudnya. Bagaimana jika
orang itu tidak muncul sama sekali, atau muncul dan menemui
kami tetapi belum tahu tempat penyimpanan Pedang Mata Cahaya
untuk tangan kiri itu" Namun yang lebih berbahaya tentunya jika
ternyata orang lainlah yang muncul dan kemudian menyesatkan
kami! Seperti bisa membaca pikiran, perempuan parobaya itu pun
berkata, "Ini adalah kesempatan yang tidak akan diketahui kapan
terbuka lagi. Jika Maharaja berada di istana, sangatlah sulit
menembus penjagaan yang ketat sekali."
Tentu ini pun kami maklumi. Sejauh kami tidak dapat memeriksa
sendiri segenap petunjuk itu, tampaknya kami mesti mengandalkan kepercayaan kami kepada Ibu Pao saja.
"Ibu Pao bukan tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya ini sangat
berbahaya, bahkan nyawanya sendiri jadi taruhan, tetapi sekali ia
telah memutuskan untuk menolong seseorang, maka hal itu
pastilah dilakukannya dengan sungguh-sungguh."
323 Sekali lagi, perempuan parobaya itu seperti bisa membaca pikiran
kami, dan kami hanya bisa manggut-manggut kembali.
"Menurut Ibu Pao, lakukanlah ketika bulan tertutup awan, dan
jangan lupa memberi tahu lebih dulu."
Maka kuingat Laozi berkata:
Ada dan yang ada Ada dan ada ada Maka kepanasan yang kedinginan berkekuatan yang serba yang ada Orang maju ketinggalan yang Ada dan yang yang Ada dan bergerak lemah bersemangat yang lesu Bijak darah menghindari dampak, pemborosan, dan keangkuhan 1
Para Pengawal Burung Emas yang tertotok telah dibangunkan
dengan Totokan Lupa Peristiwa, ilmu langka yang diturunkan
Angin Mendesau Berwajah Hijau kepada Yan Zi. Dengan totokan
seperti itu, mereka hanya akan merasa seperti bangun tidur, dan
lupa apa yang menyebabkan mereka tertidur. Apa pun yang
324 mereka pikirkan, kejadian sebenarnya akan selalu terlupakan. Yan
Zi ternyata lebih sakti dari yang pernah kuperkirakan. Apa jadinya
jika Si Walet itu memegang kedua Pedang Mata Cahaya di
tangan" Mereka digeletakkan di depan gerbang Petak Teruna dan utusan
Ibu Pao itu segera menghilang ke balik kelam. Angin yang dingin
dan basah bertiup dari luar tembok kota. Kudengar bunyi seperti
siulan, penanda ini bukan sembarang angin, melainkan angin
sangat kencang yang membuat semua tembok berbunyi seperti
sedang dirayapi ular raksasa. Segenap jalan dan lorong Chang'an
yang serbalurus, dan yang secara teratur saling memotong serta
membentuk petak-petak empat persegi panjang, tembok- temboknya yang tinggi bagaikan pengendali angin yang bertiup
dengan bunyi menggiriskan.
Aku merasa seperti sesuatu akan terjadi. Mungkin terbawa
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suasana. Mungkin pula karena memang ada bahaya mengancam
yang datang bersama segala tiupan.
Yan Zi ternyata juga merasakannya. Pedang Mata Cahaya
mendadak sudah dipegangnya.
"Mereka datang bersama angin," bisiknya.
325 Bersembunyi di balik angin memang merupakan cara menyerbu
yang dianjurkan untuk mendapatkan hasil terbaik, terutama
dilakukan oleh mereka yang menguasai ilmu meringankan tubuh
dengan sempurna, begitu rupa sehingga mampu menggunakan
angin sebagai kendaraannya.
"Mereka datang!"
Yan Zi mengucapkan itu sambil menggerakkan pedangnya, dan
aku pun mengibaskan tangan sembari menghindari sambaran
maut yang mengancam terputusnya nyawa. Dalam gelap kulihat
pedangnya sudah bersimbah darah. Para penyerbu yang
berselimutkan angin itu bergerak dengan kecepatan luar biasa.
Kami harus bergerak lebih cepat dari cepat bukan hanya karena
harus berkelit dan menghindar, tetapi juga agar dapat menangkis
dan membalasnya. Dalam sekejap tak dapat kuhitung sudah
berapa nyawa beterbangan percuma tanpa dapat kulihat tubuhnya,
karena angin telah membawanya pergi tak jelas ke mana.
Sama tak jelasnya dengan kait kelindan peristiwa dunia rahasia
yang tak pernah memberi kepastian sebab dan musababnya.
YAN Zi Si Walet bagaikan dewi maut yang menari-nari mencabuti
nyawa dengan Pedang Mata Cahaya.
326 "Awas!" Kini para penyerbu itu bermunculan dari tembok, seperti sentuhan
angin telah melahirkan manusia dari setiap batu bata. Kurasakan
seribu ujung pedang mengancam tengkuk, sehingga dengan
sendirinya terjelmalah Jurus Tanpa Bentuk menepuk seribu
tengkuk yang pemiliknya memegang pedang. Namun mayat yang
mana pun tiada sempat bergelimpangan karena disambar angin.
Bug! Kulihat Yan Zi tersungkur karena depakan dari belakang, yang
segera disusul seribu pedang memburu punggungnya, tetapi
segera kukibaskan tangan yang membuat seribu tangan pemegang pedang itu menyala terbakar! Jurus Kibasan Api yang
belum pernah kugunakan muncul dengan sendirinya sesuai
ancaman yang harus diatasinya. Angin segera membawa api itu
pergi meninggalkan suara terkekeh-kekeh.
"Hehehehehe, nama Pendekar Tanpa Nama ternyata sama sekali
tidak kosong. Hehehehehehe!"
Angin bertiup semakin kencang dan membawa semakin banyak
penyerang. Tampaknya saja begitu mudah kami mengatasi
serangan seperti ini, tetapi yang berlangsung ini tidaklah semudah
327 menceritakannya. Bukankah Pendekar Elang Merah yang selalu
memenangkan pertarungan juga tewas oleh serangan licik dari
belakang" Dalam dunia persilatan seseorang dituntut untuk selalu
waspada, bahkan untuk selalu terjaga dalam tidurnya. Namun
meskipun seseorang telah memenangkan seribu pertarungan,
hanya dibutuhkan setitik kelengahan saja tempat jarum beracun
dapat melesat melaluinya untuk mencabut nyawa.
Yan Zi berguling-guling di atas jalan berbatu sambil menggerakkan
pedang untuk melindungi tubuhnya dari sambaran segala macam
senjata. Suara logam beradu terdengar bagai tiada habishabisnya. Dalam kelebat gerak serba tak terlihat, samar-samar
dapat dijejaki gerak-gerak pembacokan yang sangat kejam. Aku
berkelebat cepat melumpuhkan sebanyak mungkin orang yang
datang dari balik angin bagaikan tiada habisnya. Aku masih
bertahan tanpa senjata dan hanya mengandalkan totokan serta
pukulan Telapak Darah jika keadaan memaksa. Setiap kali
seseorang terlumpuhkan, angin langsung membawanya pergi.
Tidak mungkinkah kutangkap salah seorang di antaranya dan
memaksanya bicara" Aku sudah letih dengan berbagai macam
serangan gelap yang setiap kali berhasil diatasi tetap tinggal
sebagai rahasia. 328 Kudengar pedang Yan Zi memakan korban berkali-kali. Di tengah
suara deru angin terdengar bunyi bacokan dan cipratan darah.
Biasanya korban pedang Yan Zi jatuh dengan luka sayatan yang
halus akibat ketajaman pedang mestika, meski darah segera
bersimbah juga dari balik lukanya. Namun kali ini jumlah penyerbu
yang banyak membuatnya tak sempat mengambil jarak, ibarat kata
Yan Zi hanya sempat mengayunkan pedangnya ke kanan dan ke
kiri yang setiap geraknya menelan korban.
Cras! Cras! Cras! Cras! Cras!
Hanya cipratan darah di tembok akan menandai peristiwa ini.
Kuingat dulu Sepasang Naga dari Celah Kledung
yang mengasuhku itu bercerita tentang sebuah jurus yang disebut Jurus
Selimut Angin. Mereka berdua hanya menyebutkan bahwa jurus ini
sudah jarang terdengar lagi dan jika masih ada pun terdapat di
negeri-negeri bagian utara, yang tentu berarti utara dari Javadvipa.
Inikah Jurus Selimut Angin itu" Sembari berkelebat dan
menangkis, nyaris tanpa sempat berpikir, tetap terpikir juga betapa
jurus ini hanya semacam sihir. Suatu permainan bayangan yang
meyakinkan, tetapi kemungkinan besar memang hanya bayangan,
jika sejak tadi tak pernah kusaksikan tubuh terjatuh setelah
dilumpuhkan, melainkan hilang lenyap dibawa angin yang masih
329 terus-menerus. Kulirik pada tembok, cipratan darah itu masih ada,
berarti darah yang nyata. Kuketahui betapa ilmu silat itu sering
terungkapkan penggambarannya seperti ilmu surat, tetapi kini
antara yang terlihat dan tersurat tidaklah terlalu berjarak, bahwa
darah itu memang nyata tetapi Jurus Selimut Angin sungguh mirip
sihir ketika sulit dipercaya sebagai nyata.
Sudah ratusan orang ditebas Yan Zi dan aku sudah tidak tahan lagi
ketika mengandaikan bahwa mereka yang ditewaskan ini sekadar
orang-orang suruhan. Kukirimkan pesan melalui Ilmu Bisikan
Sukma kepada Yan Zi dan kuhilangkan berat badanku untuk
sementara agar Jurus Selimut Angin menghisap dan menyedotku
sampai kepada sumbernya. "Hati-hati!" Jawabnya melalui Ilmu Bisikan Sukma juga. Ia masih berguling di
atas tanah menghindari bacokan dari segala arah.
TANPA pantulan cahaya matahari, Pedang Mata Cahaya memang
agak berkurang kemestikaannya, meski tetap saja adalah pedang
mestika. Kukira Yan Zi juga mengenal Jurus Selimut Angin ini. Jika
tidak, bagaimana ia bisa memperingatkan diriku lebih dahulu"
330 Kuingat bahwa gurunya pun bernama Angin Mendesau Berwajah
Hijau. Di dalam angin aku bagaikan terhisap sebuah lorong panjang.
Kubiarkan diriku dihisap dengan kuat, sembari menyiapkan Jurus
Kibasan Api. Begitu kulihat aku hampir mencapai sumbernya.
Kukibaskan tanganku dan lorong itu pun segera terbakar dan
menyala. "Hrrrruuuuuaaaaggghhh!!"
Terdengar raungan yang disusul jilatan api ke udara. Aku
menghindari api dengan melompat keluar dari lorong.
Api menyala sebentar di udara lantas menghilang, meninggalkan
bau hangus daging yang terbakar. Barulah kusadari kejamnya
Jurus Kibasan Api ini. Semoga aku tidak pernah harus
menggunakannya lagi. Dalam udara bulan Palguna yang dingin, bau daging terbakar
memberi perasaan yang aneh. Seluruh busananya menjadi abu
dan tubuhnya seperti arang. Yan Zi segera tiba, dan setelah
mengamati sejenak, segera menunjuk dengan pedangnya ke
suatu arah pada tubuh manusia yang hangus itu.
331 "Orang kebiri...," Yan Zi mendesis.
Aku tersentak. Tiada rahasia yang lebih rahasia selain rahasia
dalam jaringan orang kebiri. Namun kini suatu kenyataan
menyeruak, bahwa seorang kebiri berusaha melenyapkan kami.
Mendadak terdengar suara langkah orang banyak. Kami saling
berpandangan sejenak sebelum berkelebat menghilang ke balik
kelam. *** Di Penginapan Teratai Emas kami bersikap seperti pasangan.
Sepintas lalu tampaknya merupakan samaran yang mudah, tetapi
cukup menimbulkan masalah kepada diri kami sendiri. Semula Yan
Zi satu kamar dengan Elang Merah, bukan sekadar karena
keduanya perempuan, tetapi seperti yang telah kusaksikan
sepanjang perjalanan, kedua perempuan pendekar yang semula
bermusuhan itu telah menjadi akrab, sangat akrab, melebihi
keakraban persahabatan. Dengan pikiran kepada Amrita, dan bahkan juga Harini yang telah
lama kutinggalkan di Desa Balinawan, hubunganku dengan kedua
perempuan pendekar itu sangat jelas batasnya. Yan Zi Si Walet
kuperlakukan sebagai titipan yang harus kujaga sebaik-baiknya,
332 sedangkan Elang Merah meskipun secara tersembunyi kukagumi,
menempatkan dirinya selalu sebagai orang berutang budi yang
mengabdi, meski pandangan matanya tak cukup berdaya
menyembunyikan rahasia hatinya. Yan Zi bukan tak tahu apa yang
secara sangat amat samar terjadi antara diriku dan Elang Merah,
tetapi justru karena memang tidak pernah berlangsung hubungan
lebih jauh di antara kami, tidaklah bisa menjadi tegas bagaimana
dirinya harus bersikap. Setelah Elang Merah tiada lagi, sebetulnya keadaan itu belum
berubah, tetapi agaknya tinggal sekamar lebih menguntungkan
dan lebih aman bagi tugas kami daripada terpisah, karena akan
sangat mengurangi salah pengertian. Selain itu, selalu tampak
bersama tanpa menjadi pasangan selalu mengundang pertanyaan
yang tidak perlu, yang hanya memerlukan sedikit kekeliruan dalam
jawaban untuk menghancurkan benteng kerahasiaan yang sudah
dibangun. Dalam dunia yang penuh ilmu dan pertarungan rahasia
dalam penyusupan, basa-basi kehidupan sehari-hari lebih baik
dilupakan. Ternyata oleh Kaki Angin pun ini dianjurkan.
Di dalam kamar, tidur seranjang, meski telah melepaskan segala
hasrat ketubuhan yang meruap tanpa diminta, tetaplah kami harus
berjuang mengatasi perasaan jengah, karena di dalam kamar itu
juga kami membuka dan berganti baju, yang tak dapat menunggu
333 salah satu keluar lebih dahulu. Di balik selimut yang sama, tubuh
kami pun sering bersentuhan tanpa sengaja, yang bukannya tidak
menimbulkan masalah bagiku dan mungkin juga baginya.
Yan Zi memang 15 tahun lebih tua dariku, tetapi sejak pertemuan
pertama di Kampung Jembatan Gantung dahulu kukira seorang
remaja, sehingga bukan dirinya tetapi dirikulah yang harus
bersikap sebagai kakak terhadap adiknya; sementara bagi Yan Zi,
sepeninggal Elang Merah kedudukanku tentu berubah, ketika tidak
lagi menjadi sumber ketakutannya akan kehilangan.
Di balik selimut, segala hal yang mungkin terjadi tak pernah
menjadi kenyataan, meski bukan sama sekali tanpa pergolakan.
Pada suatu malam aku terbangun dengan tubuh Yan Zi
merayapiku sambil mendesahkan ucapan, "Meimei, Memei..."
Tentu Yan Zi mengigau karena merindukan Elang Merah, bukan
diriku. Nah, bukankah ini sulit"
Aku tidak mengetahui jalan keluar terbaik selain berpisah, dan kami
hanya bisa berpisah setelah berhasil mencuri Pedang Mata
Cahaya untuk tangan kiri.
"KITA masih belum tahu pedang itu disimpan di mana," kata Yan
Zi. 334 "Tampaknya kita tidak punya jalan lain selain percaya."
"Menunggu seseorang yang akan memberi tahu kita di Anjungan
Cahaya Matahari yang Cerah?"
Kami sudah berhasil memetakan coret-coretan tanpa bekas di
meja yang dilakukan anak buah Ibu Pao itu, sehingga mendapat
gambaran seperti berikut. Letak berbagai ruangan dan cara
penjagaan sangat jelas, tetapi kami tidak punya dasar untuk
menentukan apakah bisa atau tidak bisa mempercayai bahwa
seseorang akan menemui kami dan memberitahukan letak
penyimpanan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri. Siapa yang
bisa menjamin bahwa saat itu kami tidak akan dikepung dan
diserbu dari segala penjuru"
"Artinya kita harus siap dengan itu," kataku.
"Dikepung dan diserbu dari segala penjuru?"
"Tentu, baiklah kita bicarakan segenap kemungkinannya jika
dikepung dan diserbu dari segala penjuru, terutama dengan
berbagai jenis senjata dari berbagai jenis ilmu."
Maka kami pun bicara tentang berbagai kemungkinan yang akan
dihadapi dari sudut ilmu persilatan. Siasat macam apa yang akan
335 kami hadapi, ilmu jenis apa untuk mengatasinya, dan apa yang
harus kami lakukan jika keadaan berkembang tidak dapat diatasi.
Termasuk di antaranya mempertimbangkan apakah maknanya
bahwa seorang pendekar kebiri telah menyerbu kami, dan hanya
kami, dengan Jurus Selimut Angin yang jelas digunakan untuk
memastikan kematian itu. Jika dari berbagai serangan gelap tidak
banyak yang dapat kami tebak dan perkirakan, maka dari serangan
terdapat satu petunjuk untuk diperbincangkan, yakni bahwa
penyerangnya adalah orang kebiri.
"Orang kebiri selalu berada di lingkaran jaringan rahasia terdalam,"
ujar Yan Zi. "Apakah kita memiliki petunjuk yang berhubungan
dengan orang kebiri?"
Tentu Yan Zi teringat tentang orang kebiri yang disebut Si Musang,
yang mati bunuh diri di Kampung Jembatan Gantung di tengah
lautan kelabu gunung batu itu. Kami masih ingat catatan yang
ditinggalkannya. Kami hanya orang-orang tersingkir, dibuang, diasingkan, dibunuh,
dan dilupakan... Aku juga teringat segenap riwayat orang kebiri yang diserahkan Si
Cerpelai kepadaku, dengan kesan membuat urusannya menjadi
336 urusanku, dan itu terjadi setelah terbongkar bahwa salah satu
karung yang dibawa keledai pengangkut barang-barang dagangan
yang dikawal para mata-mata Uighur berisi potongan-potongan
tubuh Si Tupai. Perlahan-lahan kususun kembali ingatanku, bahwa yang telah
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuketahui adalah Si Cerpelai sudah lama tinggal di lautan kelabu
gunung dengan membawa suatu rahasia negara, tetapi yang
padanya hanya terdapat sepertiga dari rahasia negara tersebut.
Dua pertiga yang lain terbagi dua antara yang diketahui oleh Si
Tupai, yang tampaknya terbongkar sehingga dicincang; dan
diketahui Si Musang yang tidak dibunuh tetapi lidahnya dipotong.
Kemungkinan rahasia yang dipegangnya belum terungkap,
sehingga di satu pihak masih diharapkan agar suatu saat dibuka,
tetapi juga tak mungkin dibocorkan karena diandaikan katakatanya tidak akan bisa dimengerti. Namun jika akhirnya ia diburu
oleh Golongan Murni maupun pasukan pemerintah untuk dibunuh,
kemungkinan terbuka bahwa rahasianya sudah terbongkar, atau
sebaliknya diandaikan tak mungkin dibuka, sehingga diputuskan
untuk dibunuh agar tetap menjadi rahasia selama-lamanya.
Mendengar ceritaku, mata Yan Zi berbinar!
Aku tertegun. Apakah ia mengetahui rahasia itu"
337 Hui-neng berkata: Pencerahan Kejernihan tak berasal cermin Sebetulnyalah segala dari bukanlah sesuatu pohon patokan tiada Ke manakah debu bisa menempel" 1
Apakah kiranya yang akan dikatakan Yan Zi" Aku tidak berani
menebaknya. Biarlah kutunggu saja bagaimana ia akan bercerita.
"Rahasia negara yang dibagi tiga! Angin Mendesau Berwajah Hijau
yang menceritakannya!"
Aku menunggu. "Tapi ia sebetulnya juga tidak mengetahui apa isi rahasia itu,
karena yang disebut rahasia dibagi tiga itu pun sebetulnya kata
sandi belaka." "Sandi rahasia yang dibagi tiga?"
"Ya." Aku tertegun. Tentu ini rahasia yang penting sekali. Jika
terbongkar, yang terbongkar hanyalah suatu sandi yang masih
harus dipecahkan lagi. Kalau begitu, untuk siapakah pesan rahasia
338 ini kiranya ditujukan, jika ketiga orang kebiri yang sudah terbunuh
itu pun masing-masing hanya mengetahui sepertiga dari kata
sandinya. Hmm... Berapa banyak rahasia yang terpendam selamanya dalam
puing-puing sejarah"
"TENTUNYA seseorang harus menerima pesan itu," kataku. "Jika
rahasia memang harus dirahasiakan, dan kalau perlu hilang dari
sejarah, maka pesan rahasia untuk disampaikan dan dipecahkan."
"Seberapa pentingkah rahasia ini" Apakah masih berlaku?"
Itu juga pertanyaanku. Apakah yang akan terjadi jika rahasia itu
tidak akan terungkap selamanya" Aku menggeleng keras
bagaikan berusaha mengusir sesuatu dari kepalaku. Jangankan
rahasia kematian Amrita, teka-teki Harimau Perang, letak
disimpannya Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri, bahkan diriku
sendiri pun masih merupakan rahasia besar bagiku.
Betapapun rahasia dalam ketiga perkara itu telah melibatkan
diriku. "Rahasia orang kebiri terhubungkan dengan kepentingan istana,"
kataku, "tetapi kita hanya bisa memecahkannya satu per satu."
339 Yan Zi mengangguk. "Kapan kita masuk Istana Daming?"
"Seperti pesan Ibu Pao, kita menunggu rembulan gelap," kataku.
"Meski begitu kita akan masuk untuk menyelidikinya lebih dahulu."
Yan Zi mengerutkan kening. Aku tidak menunggu dia bertanya.
"Kita belum tahu apa yang akan terjadi setelah bertemu dengan
orang yang menunggu kita itu. Memang benar sampai detik ini kita
masih percaya kepada Ibu Pao, tetapi Ibu Pao pun masih ada
kemungkinan ditipu. Tidak ada salahnya kita berjaga-jaga dengan
menyelidikinya lebih dahulu."
Yan Zi mengangguk-angguk.
Kusampaikan kepadanya bahwa sebelum rembulan gelap itu tiba,
kami harus mengelilingi dan mengamati Istana Daming itu
sesering-seringnya, agar wilayah di luarnya kami akrabi seperti
rumah kami sendiri. Apabila kami telah hapal di luar kepala
segenap lekuk liku keadaan dan jalanan yang ada di luar itu,
barulah layak kami memasukinya dengan sangat hati-hati karena
kami tak dapat mempertaruhkan nyawa kami kepada keberuntungan maupun kepercayaan yang mungkin saja semu.
340 "Kenapa tidak dari dulu kita lakukan ini" Berbulan-bulan kita
mencari keterangan di segenap sudut Kotaraya Chang'an, sampai
Meimei tewas pula, tetap saja kita masuk sendiri karena tak
percaya keterangan paling mendekati."
Aku tidak menjawab. Yan Zi menggerutu seolah-olah kami telah
membuang waktu sampai menyia-nyiakan jiwa Elang Merah.
Tetapi kukira Yan Zi Si Walet juga seharusnya mengerti betapa
baru sekarang kami mendapat petunjuk yang langsung mendekati.
Aku hanya memikirkan kemungkinan terburuk bahwa jika kami
ternyata dijebak, atau jaringan Ibu Pao itulah yang memang
dijebak, kami sudah mengenal seluk beluk Istana Daming maupun
keadaan lingkungan yang berada di luarnya. Dalam bahasa siasat,
kami harus mempersiapkan jalan untuk lari, baik jika ternyata
memang dijebak maupun jika Pedang Mata Cahaya untuk tangan
kiri itu sudah ditemukan. Tiada jaminan bahwa rencana ini akan
berjalan mulus begitu saja. Meskipun para pengawal terbaik
mengikuti maharaja keluar istana, tidaklah mungkin penjagaan
istana diserahkan kepada sembarang pengawal. Bahkan mengingat berkurangnya jumlah pengawal, bukankah besar
kemungkinannya betapa yang akan ditinggalkannya adalah para
pengawal istana dengan ilmu silat tertinggi"
341 "Hanya ada satu cara membuktikannya," ujar Yan Zi.
Ya, kami hanya bisa mempertegas segala dugaan dengan
menyelinap ke dalam Istana Daming itu sendiri. Tzu Lu berkata:
Orang setelah takut bijak, mempelajari mempelajari sesuatu yang apa baru, pun, sampai menjalankan pelajarannya yang pertama.1
Masih beberapa hari lagi bulan mati. Kami merencanakan untuk
masuk sehari sebelum bulan gelap sepenuhnya, lantas masuk lagi
pada malam berikutnya setelah memberitahukannya lebih dahulu
kepada Ibu Pao agar orang yang disebut akan memberitahukan
tempat penyimpanan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu
siap menyambut kami. Dalam sisa waktu itu pergilah aku ke Pagoda Angsa Liar,
bangunan tertinggi di Kotaraya Chang'an. Bangunan-bangunan
Aliran Hanya Kesadaran Buddha di sekitar pagoda itu merupakan
tempat Xuanzang menerjemahkan kitab-kitab suci dalam bahasa
Sanskerta yang dibawanya dari Jambhudvipa ke bahasa Negeri
Atap Langit, yang dikerjakan Xuanzang dan murid-murid terpilih
selama 19 tahun terakhir dalam sisa hidupnya. Tidak kurang dari
342 75 naskah Buddha terpenting telah berhasil mereka terjemahkan,
dan itu sudah mencapai seperempat dari seluruh naskah baku.
Keberadaan naskah-naskah ini, meskipun tidak menghalangi
terpecahnya Buddha Mahayana menjadi berbagai aliran, berjasa
sebagai rujukan resmi dalam perbincangan dan perdebatan.
SETELAH Xuanzang meninggal dunia, naskah-naskah terjemahan
itu disalin oleh para bhiksu yang datang mencarinya dari Cipango
dan Koryo, sehingga ajaran Mahayana yang tersebar lebih bisa
dipertanggungjawabkan. Namun aku tidak datang untuk belajar agama. Aku hanya ingin
meminjam ruangan teratas dari Pagoda Angsa Liar ini. Sebagai
bangunan tertinggi di Kotaraya Chang'an, aku bisa memanfaatkannya untuk membaca keadaan dengan lebih baik, di
tempat penyair Du Fu memandang kota dari ruangan teratas,
seperti terbaca dari sajaknya, Tentang Mendaki Pagoda Besar di
Chang'an berikut ini: Di puncak pagoda Benar-benar memasuki Angin Diriku seseorang berdentam tak terbebas merasa angkasa; tanpa henti; dari perhatian 343 dan di sini/kekhawatiranku Menghadirkan kembali Membuat Dan seseorang menusuk melalui Seseorang akan bintang akan Dan itu daya kedalaman terpesona mengerti dan seluk-beluk ular bangunannya; dan matahari sudah Mega-mega Buddha naga pandangan mengerti ini, rahasia-rahasianya; pembukaan memasuki Seseorang bangunan berkehendak ke Menatap Tujuh dan Bima dipaksa musim Sakti; turun, gugur; menggelapkan gunung; Sungai-sungai Wei yang jernih dan Ching yang berlumpur seperti
menyatu; Di bawah kami adalah kabut, jadi seseorang sulit menyadari
Di bawah Di sana Dekat terhampar sulit makam Dan
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi sana Menghibur di Maharaja menangisi Danau kota dirumuskan kuna seseorang kini ibu Giok, dirinya kami; udara Shun, kebangkitannya; Ratu Langit dengan Barat anggur, Ketika Matahari terbenam di balik Pegunungan Kun Lun
Dan bangau-bangau kuning terbang tanpa tujuan, Sementara angsa-angsa liar mengalir ke arah langit senja, mencari
kehidupan.1 344 Kudengar Du Fu mendaki pagoda yang sebenarnya bernama
Pagoda Kebaikan dan Keanggunan ini bersama para penyair lain
dalam suatu perjalanan wisata2, yang tentunya dipandu para
bhiksu. Aku tidak akan punya kemewahan seperti itu, karena aku
harus menutupi segenap gerak-gerikku sendiri, yang sebaiknya
kuandaikan selalu diikuti.
Dengan tujuan mendapat pemandangan sejelas-jelasnya, saat
terbaik untuk mengerjakan niatku adalah ketika hari terang
benderang. Jika aku harus bergerak tanpa diketahui orang, tentu
aku tidak dapat mengandalkan izin, apalagi para bhiksu di Pagoda
Angsa Liar. Tidak ada cara lain, aku harus mendakinya dari luar,
tetapi bukan sekadar mendaki seperti orang awam yang selain
membutuhkan waktu akan menarik perhatian pula, melainkan
dengan ilmu meringankan tubuh melenting dari tingkat ke tingkat
sampai ke puncaknya. "Apa jaminannya bahwa para bhiksu Shaolin yang bertugas jaga
tidak akan melihat Pendekar Tanpa Nama?" Yan Zi dengan cepat
menanyakan yang sudah kupikirkan.
"Pertama, meskipun daku hanya dapat melakukan pengamatan
ketika hari terang, daku hanya mungkin menyelinap ketika hari
sudah gelap. Kedua, waktu pengamatanku adalah ketika hari
345 sudah terang; dan harus segera menghilang sebelum dapat
diketahui bahwa seorang penyusup telah bertengger di puncak
Pagoda Angsa Liar." "Itu berarti Pendekar Tanpa Nama akan masuk beberapa saat
sebelum hari terang dan keluar lagi beberapa saat setelah hari
terang." "Begitulah!" "Lantas apa yang harus daku kerjakan" Sebaiknya daku juga
mendapat kesempatan untuk menyaksikan Chang'an dari atas
awan." Seharusnya aku tidak perlu heran bahwa Yan Zi Si Walet pernah
membaca puisi Du Fu. "Kita berdua akan menembus penjagaan para bhiksu Shaolin
menjelang fajar tiba," kataku. "Kita akan saling menjaga, saling
mengawasi, dan masing-masing harus mendapat kesempatan
yang sama untuk mencerap pemandangan Chang'an lantas
mengabadikannya dalam ingatan."
Aku memang seperti baru teringat bahwa Yan Zi selain menjadi
murid Angin Mendesau Berwajah Hijau telah pula diserahkan
346 kepada Perguruan Shaolin, terutama untuk menguasai cara
menggunakan Pedang Mata Cahaya yang bahkan pantulan
cahayanya lebih tajam dari logam apa pun di dunia. Kuharapkan
jika para bhiksu penjaga dari Perguruan Shaolin memergoki kami,
maka Yan Zi akan mengetahui cara yang mudah untuk
mengatasinya. Wu Dalam menangani seseorang harus titik dan kekuatan dan Qi berkata: pasukan, mempertimbangkan kelemahan secepatnya lawan memutuskan di manakah titik bahaya.3
Malam tidaklah terlalu gelap karena rembulan belum mati, apalagi
saat-saat mendekati fajar, tetapi angin yang meniupkan udara
dingin membuat Kotaraya Chang'an menjadi sepi.
JAM malam masih berlaku pada dini hari itu, para Pengawal
Burung Emas masih bertugas mengawasi keadaan, sehingga kami
harus tetap waspada meskipun seisi kota bagaikan tertidur.
Begitulah kami menyelinap dari Penginapan Teratai Emas, yang
seperti biasanya pada dini hari seperti itu hanya menyisakan
orang-orang mabuk yang terkapar. Kami bergerak dengan ringan,
berjingkat dari sudut ke sudut menuju ke selatan. Dari Petak
347 Teruna kami hanya perlu mengarahkan diri kami lurus ke tembok
selatan, maka sekitar tujuh petak atau 14 petak jika terhitung di kiri
maupun kanan jalan, tentu akan sampai ke petak Kuil Da Ci'en
tempat Pagoda Angsa Liar berada. Dengan perhitungan mata
angin, letaknya berada di bagian tenggara Chang'an, di dekat
Danau Kelokan Ular. Pada petak pertama yang kami lewati terdapat wihara Buddha
yang berdampingan dengan kuil Dao, tetapi siang hari orang tidak
datang untuk berdoa, melainkan untuk membeli apa yang disebut
kue-kue kering. Seorang penjaja keliling selalu berhenti lama di
sana, dan kaum perempuan serta teruna penghibur tidak pernah
ketinggalan menghabiskannya. Penginapan seperti Penginapan
Teratai Emas yang menyediakan makan dan minum tampaknya
bahkan memesan pula kue-kue kering itu dari sana.
Pada malam hari, gedung yang pernah ditempati seorang pejabat
pasukan kerajaan dan dikembalikan kepada maharaja oleh
anaknya itu, terkesan sepi. Namun sebetulnya maharaja jika
menjamu para pejabatnya selalu di taman yang ada di sana.
Tidaklah mengherankan jika petak ini berada di seberang Petak
Teruna. 348 Kami baru mau menyeberang ke petak kedua di sebelah kanan
jalan, yakni tempat terdapatnya gedung penyimpanan catatan
segala kegiatan kerajaan, dan gedung pengarah pengamatan
bintang di sampingnya 1, ketika terdengar suara orang bercakapcakap. Agaknya dua orang perempuan. Mungkin mereka bercakap
di balik pintu gerbang, dan agak mengherankan jika pada saat
menjelang dini hari yang sangat dingin seperti ini ada orang
bercakap-cakap di balik pintu gerbang.
Yan Zi memberi isyarat bahwa kami sebaiknya berhenti dan
mendengarkan. Ternyata salah satu perempuan itu menangis.
"Berhentilah menangis, hantu itu akan bersama munculnya
matahari, sudahlah, jangan takut!"
"Bagaimana daku tidak akan takut, jika hantu itu menyeretku dari
atas tempat tidur dan berusaha membuka bajuku..."
"Betul itu hantu" Bagaimana dikau tahu itu hantu?" "Apakah
manusia bisa mengambang di udara?"
Tangisan itu masih terus berkepanjangan. Kami saling berpandangan, mata Yan Zi merah menyala dalam kegelapan
seperti bara yang siap menjelma api. Tiada hantu di sini selain
manusia berpikiran mesum yang mempunyai ilmu meringankan
349 tubuh tingkat tinggi. Sangat mungkin ilmu silatnya juga tinggi.
Namun tentu saja Yan Zi tidak peduli. Kukenal sikapnya yang tanpa
ampun apabila dengan ilmu silatnya seseorang melecehkan
perempuan. Aku terkesiap, kemungkinan besar orangnya masih berada di
sekitar petak ini, karena jika bergerak tentu kami mengetahuinya.
Dari balik tembok, dari dalam petak yang dari balik gerbangnya
kami dengar suara tangisan itu, berkelebat sesosok bayangan.
Seorang Pengawal Burung Emas! Namun Yan Zi sudah berkelebat
mengejar dan siap menghukumnya!
Aku pun berkelebat, dengan perasaan khawatir betapa Yan Zi akan
mengacaukan segalanya. Jika Pengawal Burung Emas yang
mesum itu terbunuh, seluruh pasukan Pengawal Burung Emas
tidak akan tinggal diam dan akan sangat bisa menyulitkan.
"Jangan dibunuh!"
Kukirim pesan kepadanya lewat Ilmu Bisikan Sukma. Lantas aku
tidak mengejarnya lagi, karena kukira waktu yang tersedia untuk
melakukan pengamatan dari atas Pagoda Angsa Liar itu cukup
sedikit. Makanya aku pun tidak lagi menyusuri jalanan, melainkan
350 berlari dan melenting dari atap bangunan yang satu ke bangunan
yang lain. Petak demi petak kulampaui secepat kilat.
"Aku tidak akan membunuhnya," Yan Zi membalas pesanku,
"sekarang pun bangsat ini sudah kulumpuhkan, tetapi aku harus
tetap menghukumnya."
Aku tidak dapat menduga apa yang akan dilakukannya, karena
dengan segera tampaklah sudah Pagoda Angsa Liar menjulang
kehitaman dalam kegelapan, yang kuketahui betapa kegelapan itu
akan berubah menjadi keremang-remangan dan ketika matahari
terbit segera menjadi terang.
KUIL Pagoda Da Ci'en menyimpan segenap naskah sutra yang
dibawa oleh Xuan Zang dari Jambhudvipa. Kuil itu sendiri sudah
berdiri sejak tahun 648, adalah pagodanya yang bertingkat lima
dibangun tahun 652 oleh Maharaja Gaozong semasa Pemerintaan
Yonghui 1, dan Maharani Wu Zetian semasa pemerintaan
Chang'an menambahkan dua tingkat lagi saat membangunnya
kembali dari tahun 701 sampai 704 2. Terdapat sepuluh halaman
gedung yang dikelilingi oleh tembok di sini, dan 1.897 jendela yang
menganjur. Di dalam pagoda yang juga disebut Pagoda Angsa
Besar ini --karena ada Pagoda Angsa Kecil di barat laut kota-mereka yang lulus ujian sarjana tingkat lanjut mencatatkan
351 namanya sebagai pegawai pemerintah Wangsa Tang. Terdapat
gedung tempat mandi dan halaman luas berlantai batu tempat
hiburan diselenggarakan. Pada bangunan kuil di sebelah barat
bagian bawah terdapat kolam tempat makhluk-makhluk bebas
hidup. Pada sebuah gedung di bangsal ini juga terdapat rumah
mandi bagi para bhiksu 3.
Memang bukan hanya pagoda yang terdapat di sana, tetapi juga
bangunan-bangunan kuil tempat murid-murid Xuan Zang menyelenggarakan kegiatan mereka, dan terdapatlah tembok
serta gerbang yang membatasi permukiman para bhiksu ini
dengan dunia luar. Sebagai bagian dari Kotaraya Chang'an ini pun
Pagoda Angsa Liar cukup terpencil, seperti berusaha menjaga
kesuciannya. Meski aku punya pendapat berbeda, bahwa
betapapun wibawa agama, yang berasal dari luar Negeri Atap
Langit pula, tak boleh menenggelamkan wibawa maharaja yang
dilambangkan dengan istana.
Dalam persaingan terselubung seperti itu, aku tidak terlalu heran
jika golongan agama ini kemudian memiliki kesatuan pengawalnya
sendiri, yang tentunya berasal dari kuil-kuil Perguruan Shaolin.
Mereka itulah yang harus kuhindari jika ingin waktu bagi
pengamatan singkatku ini tiada terkurangi.
352 Begitulah aku mengintip dari balik tembok bagian barat tepat di
samping pagoda, lantas merayap masuk seperti ular, dan di?am
sejenak untuk mendengarkan. Hanya terdengar suara angin,
lantas genta-genta kecil yang berkelining karena angin itu.
Tampaknya sungguh-sungguh sepi. Dedaunan pohon xiong di
samping pagoda kemudian juga bergemerisik karena angin
bertambah kuat. Kupejamkan mataku kali ini, dan merapal Ilmu
Pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang, yang
mampu melacak bahkan langkah serangga di balik dedaunan.
Beruntung! Terdengar kerikil bergeser karena langkah kaki...
Aku diam mematung. Langit masih gelap, tetapi pada saat menjadi
terang aku harus sudah ada di puncak pagoda itu. Siapa pun dia
yang melangkah itu harus kulumpuhkan segera jika memergoki
keberadaanku. Namun ketika angin berhenti, suara langkah itu pun tidak terdengar
lagi. Aku terkesiap. Apakah dia mengetahui keberadaanku" Aku
segera menggunakan ilmu bunglon untuk menyamakan diri
dengan tembok, dan bersiap menggunakan ilmu halimunan, yang
akan membuatku sama sekali tidak terlihat meskipun berada di
tempat yang sama. 353 Keheningan yang menegangkan seperti ini tidak terlalu kuduga,
tetapi aku harus selalu siap menyingkirkan segala rintangan
menghadang. Dengan keadaan seperti ini, seseorang akan terjerat
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketegangan yang mengerikan menghadapi musuh yang tidak
terlihat. Seseorang yang tidak sabar untuk diam dan menunggu,
menghadapi kemungkinan tercabut nyawanya segera pada
gerakan pertama. Tiada suara maupun gerakan apa pun. Dengan segera kuketahui,
orang yang juga diam dan menunggu ini pasti ilmu silatnya sangat
tinggi. Aku menghela napas dalam hati. Ternyata Pagoda Angsa
Liar ini tidak bisa sekadar dipinjam sebagai menara pengawasan.
Apakah darah kembali harus tertumpah demi kepentingan
pengamatan ini" Aku bersikap waspada. Dari jauh telah kudengar deru angin. Siapa
pun di antara kami yang bermaksud menyerang harus me?nunggu
datangnya angin itu, ketika kemudian pohon xiong gemerisik dan
genta berkelining, karena perhatian akan terpecah sementara oleh
perubahan suasana itu. Namun jika memang demikian seharusnya, yang akan diikuti dengan setia karena pertaruhannya
adalah nyawa, mestinya suatu serangan pada saat inilah yang
akan bisa sangat mematikan - kecuali yang diserang menguasai
Jurus Penjerat Naga. Sejauh kuketahui, selain Sepasang Naga
354 dari Celah Kledung yang telah menghilang nun jauh di Javadvipa
sana, pewarisnya adalah diriku seorang.
DALAM keterpejaman Ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam
Lubang kuketahui dengan pasti betapa angin itu baru akan tiba.
Inilah kesempatanku. Aku berkelebat.
Tanpa kita mendaki tak bisa menilai Tanpa kita tak tak ketinggian menuruni Tanpa kita gunung, bisa menilai mendengar bisa tahu mutu langit lembah, kedalaman pepatah belajar kata-kata bumi empu, orang suci, meski ribuan tahun lalu tak menjadi tak guna 1
Ketika angin berhembus kembali seseorang telah terkapar
memuntahkan darah di kaki pagoda. Ternyata dia bukan seorang
bhiksu! Seorang penyusup! Apa yang mau dilakukannya" Aku
mendekat dan memeriksa. "Kaki Angin!" Apakah yang dicarinya di Kuil Pagoda Angsa Liar" Mungkinkah ia
sengaja mengikuti kami"
355 Ternyata dia masih hidup!
"Kaki Angin! Apa yang kamu lakukan di tempat ini?"
Ia membuka mata. Darah mengalir di sudut-sudut mulutnya.
"Harimau Perang...," katanya.
Aku berharap Kaki Angin bisa tetap hidup. Dalam seluk-beluk
kerahasiaan seperti ini, sebuah keterangan lebih penting dan
terutama lebih menyelamatkan nyawa seperti emas.
Namun tidak ada orang yang terkena pukulan Telapak Darah bisa
tetap hidup. Pertarungan yang berlangsung dengan kecepatan
pikiran seperti tadi, tidak akan memberi kesempatan seorang
petarung untuk memeriksa wajah, karena sudah berlangsung di
wilayah hidup dan mati. "Ia jelas mengikuti kita tadi," ujar Yan Zi, yang hinggap seringan
burung dari balik tembok, "tinggalkan saja, kita harus segera ke
atas." Bagaimana Yan Zi telah menghukum anggota Pengawal Burung
Emas yang berjiwa mesum itu" Aku tak mungkin menanyakannya
sekarang. 356 Langit memang sudah ungu muda, sebentar lagi menjadi merah
jingga, lantas pagi mendatang. Saat itulah kami harus segera
menghilang. Yan Zi menjejakkan kaki dan melayang ke atas. Aku menjejakkan
kaki dan melayang ke atas.
Tujuh kali lagi kami menjejak atap tiap tingkat dan sampailah di
puncak ketika langit dengan sangat jelas berubah warna perlahanlahan.
Di puncak Pagoda Angsa Liar kami menghirup napas dalamdalam, menatap pemandangan dan diam. Teringat kembali puisi
Du Fu: di puncak pagoda seseorang benar-benar merasa
memasuki angkasa. Kami menghadap ke utara. Chang'an yang masih lelap tergelar
lengkap, meski Istana Daming yang berada di sudut timur laut
hanya samar-samar belaka. Ini sungguh kota dunia, dengan kuil
berbagai agama berdampingan di sana-sini, kadang bahkan dalam
satu petak. Wihara Buddha, kuil Dao, kuil pengikut Kong Fuzi,
tempat peribadatan kaum Ta ch'in yang puncaknya bersalib,
maupun orang-orang Muhu yang menyembah api berselangseling, bahkan juga berdampingan dalam satu petak. Kulihat
357 permukiman orang-orang hu jen di tepi barat, tempat para
pedagang Persia dan suku Uighur berada, yang disebut Petak Ining. Kulihat Sungai Wei dan Sungai Ching yang disebutkan dalam
puisi Du Fu, meskipun Du Fu mungkin menyaksikannya dari
jendela di dalam ruangan di bawah atap tempat kami berdiri, itu
pun yang menghadap ke timur, tempat jendela itu lebih menghadap
langsung. Langit terus bertambah terang, Kotaraya Chang'an menghamparkan dirinya. Gerbang-gerbang, danau-danau, kolamkolam, gedung-gedung pemerintahan, rumah-rumah abu, gardugardu penjagaan, penginapan, gedung-gedung yang disewakan,
maupun tanah pekuburan tampak dengan jelas. Tembok-tembok
yang teratur rapi membuatku mengandaikan betapa Chang'an
bukanlah kota yang tumbuh dengan sendirinya, melainkan
direncanakan oleh para perancangnya di atas lembaran yang
disebut kertas. Mereka tentu menggambar sebuah kotak yang
nyaris memenuhi bidang kertas, dan kotak yang panjang dan
lebarnya nyaris sama itu mereka bagi dengan garis-garis yang
akan menjadi jalan besar dan kecil di dalam kota, sementara hasil
pembagiannya akan menjadi petak-petak besar dan kecil, tempat
ukuran luasnya akan menjadi hasil pembagian maupun hasil
kelipatan yang sangat teratur.
358 Namun dari sini tak dapat kulihat apa pun dari Istana Daming.
Mungkinkah memang sengaja bahwa bangunan setinggi 210
langkah ke atas 2 ini dijauhkan dari istana" Pernah kudengar
percakapan di sebuah kedai bahwa peletakannya berdasarkan
feng shui. Lebih dari 150 tahun yang lalu, yakni awal abad VII,
seorang pejabat Sui mengamati bahwa suatu danau besar di
bagian tenggara Chang'an mendesakkan akibat yang merugikan
bagi ibu kota, dan menganjurkan pendirian pagoda yang bisa
melawan pengaruhnya. DALAM feng shui, air, unsur yin seperti rembulan, gelap, liat,
betina, bisa mendesakkan daya kebaikan hati maupun kedengkian
di suatu kota, kediaman, atau kuburan, bergantung tempat dan
wataknya. Dalam hal ini, danau itu tidak mengalir sama sekali.
Menetap dan tidak hidup. Untuk mengobatinya, para juru feng shui
menawarkan penempatan sesuatu yang tinggi, seringkali sebatang
pohon untuk suatu rumah, yang menghadirkan kembali unsur yang
seperti matahari, cahaya, keras, api, dan jantan, di antara
bangunan itu dengan air. Suatu pagoda akan sangat bagus untuk
itu. Maka, pada tahun 611, seorang maharaja membangun pagoda
dari kayu yang tingginya 330 langkah ke atas dengan 120 langkah
pada lingkarannya di sudut tenggara Chang'an 1.
359 Aku masih menyerap Chang'an, juga bergantian dengan Yan Zi
untuk saling bertukar kedudukan dan arah pandang, agar kami
berdua menguasai hal yang sama. Meski hanya samar-samar
dapat kuketahui keberadaan Taman Barat di belakang Istana
Barat, dan terletak di sebelah barat Istana Daming, sementara di
sebelah timurnya terdapat Taman Timur yang lebih kecil. Namun
yang terpenting kukira adalah mengamati kanal-kanalnya, sehubungan dengan rencana serangan Chang'an oleh gabungan
pasukan pemberontak di bawah kepemimpinan Yang Mulia
Paduka Bayang-bayang, sekadar untuk mengalihkan perhatian
dari pencurian Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri. Mungkinkah para penyusup akan dikirim melalui kanal-kanal,
bahkan bila perlu meracuninya"
Aku masih asyik menduga ketika Yan Zi memberi isyarat bahwa
kami harus segera pergi. Namun ketika kami memandang ke
bawah ternyata para bhiksu penjaga yang berasal dari Perguruan
Shaolin telah mengerumuni mayat Kaki Angin!
Apa yang harus kami lakukan" Sebelum para bhiksu Shaolin itu
dengan segala kepekaannya mendongak ke atas, kami harus
segera menghilang. Maka aku dan Yan Zi pun saling menjejak
telapak kaki untuk meminjam tenaga masing-masing. Yan Zi
melesat dan menghilang ke barat sedangkan aku ke arah timur.
360 Pada saat langit terang dengan sempurna kami sudah berada di
sebuah kedai di Pasar Barat menyantap bubur panas dan sayur
asin dengan sumpit. Tentu bubur itu tidak mungkin dipindahkan ke
mulut dengan sumpit, jadi aku menuangkannya sedikit demi sedikit
ke mulutku sambil meniupnya lewat bibir mangkok kayu. Kulihat
Yan Zi menyeruputnya sekali tenggak hanya dengan sekali tiup.
Pendekar Walet itu melihat diriku yang bertanya-tanya.
"Untuk apa punya tenaga dalam kalau tidak bisa mendinginkan
bubur," katanya sambil tersenyum.
Namun kami segera berbincang tentang Kaki Angin. Kehadirannya
di Kuil Pagoda Angsa Liar mengingatkan kembali perjanjian kami
dengan Yang Mulia Paduka Bayang-bayang. Mengingat kesaktian
Yang Mulia Paduka Bayang-bayang yang mampu mendengar
percakapan dari jarak jauh, dan mata-mata dari mana pun yang
sangat mungkin berkeliaran di pasar, kami berbicara dengan Ilmu
Bisikan Sukma. Dengan Ilmu Pemisah Suara seseorang dapat mendengar dan
berbicara dari jauh, semakin tinggi ilmunya semakin jauh ia dapat
terpisah dari suaranya; sedangkan dengan Ilmu Pemecah Suara
siapa pun tidak dapat mengetahui sumber suara itu ketika
suaranya terdengar di mana-mana.
361 "Kaki Angin berada di sana pasti karena mengikuti kita," kata Yan
Zi. "Belum tentu," kataku, "bisa saja hanya karena kebetulan. Tidak
mungkin Kaki Angin mengawasi kita siang dan malam. Pergerakan
kita sangatlah kita rahasiakan."
"Tapi semua percakapan kita, juga dengan Ibu Pao dan utusannya
itu, tentunya sudah tersadap oleh Yang Mulia Paduka Bayangbayang yang memiliki Ilmu Pemisah Suara maupun Ilmu Pemecah
Suara." "Apakah ia bisa mendengar juga ketika tidur" Aku tak terlalu yakin
ia menggunakan seluruh waktunya untuk mengawasi kita."
"Berarti kita tidak bisa berdebat untuk memastikan hal itu, tetapi
kita bisa mempertimbangkan kehadiran Kaki Angin itu."
Betapapun kemungkinan bahwa Kaki Angin memang membuntuti
tidak bisa diabaikan, setidaknya mengingatkan betapa perjanjian
kami dengan Yang Mulia Paduka Bayang-bayang tetap harus
diperhitungkan. Satu-satunya petunjuk yang diberikan Kaki Angin adalah kata-kata
terakhirnya sebelum tewas.
362 "Harimau Perang...," katanya.
Harus segera kumaklumi bahwa keduanya sama-sama bergerak
sebagai petugas rahasia. Aku pun teringat Sun Tzu: segenap
peperangan didasarkan kepada muslihat
KEHADIRAN Kaki Angin di Kuil Pagoda Angsa Liar tentu lebih
terhubungkan dengan Harimau Perang daripada dengan kami.
Belum terlalu jelas bagiku apakah Kaki Angin itu lawan, kawan,
ataukah kawan yang berubah menjadi lawan dari Harimau
Perang" Adapun yang cukup jelas, Harimau Perang bekerja untuk
pemerintah Wangsa Tang, sedangkan Kaki Angin bekerja untuk
Yang Mulia Paduka Bayang-bayang, anggota persekutuan
keluarga besar Yan Guifei dari Shannan yang tidak dapat
menerima bahwa hubungan darah menjadi alasan pembantaian.
Tampaknya mereka dalam kedudukan yang berlawanan, tetapi
dalam kerja jaringan rahasia, segala sesuatunya di?mungkinkan.
Makna ucapan Kaki Angin
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kerahasiaan. Jalan setapak betapapun masih Zhuangzi terbentuk oleh sepatu terselaputi berkata: yang melewatinya; mereka tiada lain sepatu dalam diri mereka sendiri.1
363 Kami berbincang tentang keberadaan kami dalam dua kemungkinan, masuk ke Istana Daming dan mencuri Pedang Mata
Cahaya berdasarkan petunjuk guptaduta atau pembawa pesan
rahasia Ibu Pao, pada saat bulan mati ketika maharaja pergi;
ataukah pada saat Yang Mulia Paduka Bayang-bayang mengerahkan pasukannya untuk mengepung kota agar perhatian
teralihkan. Jika kesepakatan kami dengan Yang Mulia Paduka
Bayang-bayang itu masih harus kami pegang, kami tentu berada
dalam kesulitan, karena dengan menyelidiki segala sesuatunya
sendiri seperti selama ini sebenarnyalah perjanjian itu telah
terlanggar. Dengan kematian Kaki Angin, satu-satunya penghubung yang kami kenal dari pihak Yang Mulia Paduka
Bayang-bayang, kami hanya bisa berpikir untuk menjalankan
rencana Ibu Pao. "Kita tidak usah merasa bersalah," kata Yan Zi, "Selain tidak ada
perkembangan apa pun dengan mereka, kita tidak mungkin hanya
menunggu saja, dan Kaki Angin juga tidak pernah muncul bahkan
sekarang mati." "Baiklah kita lanjutkan saja apa yang sudah kita mulai," jawabku,
"sedangkan akibatnya kita hadapi bersama."
364 Namun ketika kami kembali ke Penginapan Teratai Emas, di salah
satu lorong Petak Teruna seseorang telah menunggu. Ia
mengenakan caping dan tongkat pengembara, busananya cukup
lusuh sehingga kiranya tidak ada yang akan curiga jika ia
menyamar sebagai pengemis lata. Ia membiarkan kami lewat,
setelah itu ia menyusul dan berjalan di samping kami. Dengan
segera tampaklah bagi kami, dan bagi siapa pun yang hidup di
dunia persilatan, betapa langkahnya adalah langkah seorang
pendekar. "Semoga Pendekar Tanpa Nama dan Pendekar Yan Zi Si Walet
masih mengenali hamba sahaya Yang Mulia Paduka Bayangbayang ini, yang telah menjemputnya pada suatu senja di muka
gua di daerah Sungai Yangtze."
Suara perempuan yang renyah tersebut dengan segera mengingatkan aku kepada perjalanan kami di anak Sungai
Yangtze. Inilah perempuan pendekar bersenjata kipas besi yang
bekerja untuk Yang Mulia Paduka Bayang-bayang. Jika orang
kepercayaan yang tampaknya juga menjadi pengawal pribadi itu
dilepas sampai ke sini, tentulah karena suatu tugas yang penting
sekali. 365 Apakah diketahuinya kami telah melanggar kesepakatan waktu itu,
bahwa segenap langkah kami menjadi bagian rencana bersama
dengan Yang Mulia Paduka Bayang-bayang, dan bahwa seluk
beluk penyelidikan dan pencarian keterangan akan menjadi
tanggung jawab pihak Yang Mulia Paduka Bayang-bayang"
Aku baru akan membuka mulut ketika Yan Zi telah menjawab
dengan ketus. "Dirimu yang mengawasi telah kukenali dari tadi, tapi aku sedang
tidak berselera membunuh orang pagi ini."
Perempuan pendekar yang muda itu tampaknya cukup sabar.
"Tentu saja belas kasih Pendekar Yan Zi membuat hamba sahaya
ini masih bisa menghirup udara pagi," katanya, "sehingga hamba
sahaya ini bisa menyampaikan pesan junjungannya, Yang Mulia
Paduka Bayang-bayang."
Aku segera menyahut agar pertengkaran terselubung keduanya
selesai. Tampaknya kematian Kaki Angin sudah diketahui, tetapi
lebih baik aku mengujinya sekarang ini juga!
"Sampaikan penyesalan pengembara dari Javadvipa yang
gegabah ini bahwa kematian Kaki Angin tidak dapat dihindarkan."
366 Perempuan pendekar yang sangat ringan langkahnya itu tertawa
kecil. "Setiap perbuatan ada akibatnya, Kaki Angin telah menerima
akibat yang sewajarnyalah diterima seorang pengkhianat."
Pengkhianat" "Segala sesuatu yang seharusnya disampaikan kepada Yang
Mulia Paduka Bayang-bayang justru disampaikan kepada Harimau
Perang, kepala mata-mata pemerintah Wangsa Tang sehingga
hubungan kerja sama kita menjadi terhalang."
UCAPAN perempuan pendekar bersenjata kipas besi ini adalah
titik terang, tetapi hanya setitik, karena tidak menjelaskan
bagaimana cara pihaknya tahu betapa Kaki Angin telah
berhubungan dengan Harimau Perang.
Seperti dapat menebak apa yang kupikirkan, perempuan pendekar
itu berkata lagi. "Yang Mulia Paduka Bayang-bayang mengetahui segalanya, tetapi
Yang Mulia Paduka Bayang-bayang juga memaklumi semuanya."
367 Dengan jawaban seperti itu kutafsirkan bahwa yang pertama
adalah sekadar pemujaan kepada majikannya, sedangkan yang
kedua adalah pesan bahwa mereka bisa mengerti betapa kami
telah mengambil tindakan sendiri, yang juga berarti kini kami harus
bergabung kembali. "Jadi siapakah kini yang menggantikan Kaki Angin?"
"Yang Mulia Paduka Bayang-bayang menugaskan diriku untuk
menemani Pendekar Tanpa Nama dan Pendekar Yan Zi Si Walet
dalam tugasnya yang penuh dengan marabahaya."
Aku dan Yan Zi saling melirik. Pendekar bersenjata kipas besi itu
tersenyum. "Tidak usah khawatir, aku tidak perlu satu kamar dengan kalian."
Aku sudah bermaksud menanyakan sesuatu ketika teringat suatu
pepatah yang pernah kudengar diucapkan tukang cerita di tepi
jalan Chang'an: Berpikirlah dua kali, setelah itu diam. 1
Kami bersepakat untuk menyusup masuk Istana Daming bertiga,
tetapi pencurian Pedang Mata Cahaya tetap harus dilaksanakan
saat Chang'an diserang. 368 "Itu tidak mungkin," kata Yan Zi, "mengepung kota ini dalam
beberapa hari." Perempuan itu tersenyum lagi.
"Pendekar Yan Zi agaknya belum terlalu mengenal Yang Mulia
Paduka Bayang-bayang. Baiklah kita menyusup dulu ke dalam
istana untuk mengetahui tempat penyimpanan senjata itu, lantas
kita lihat apa yang bisa dilakukan kemudian. Tentu tidak perlu
mengerahkan seratus ribu tentara jika pedang itu bisa dicuri begitu
saja oleh dua orang."
Kami hanya mengangguk. Tidak ada lagi yang bisa dibicarakan
selain menanti saat penyusupan.
"Siapakah nama Andika jika kami harus menyebut nama kepada
jaringan rahasia Ibu Pao?"
Tentu, justru dalam jaringan rahasia, segala sesuatu dipersyaratkan untuk dikenal sejelas-jelasnya.
"Meskipun aku tidak menyukainya, dalam dunia persilatan aku
disebut Kipas Sakti."
369 Kami belum pernah mendengar nama itu, mungkin karena ia masih
sangat muda, tetapi kukira karena sebagian besar waktunya
menjadi pengawal rahasia Yang Mulia Paduka Bayang-bayang.
Bukan saja Kipas Sakti lantas tidak pernah lagi mengembara,
melainkan juga keberadaan dirinya tidak dapat diperkenalkan
seperti para pendekar kelana yang mencari lawan demi
kesempurnaan ilmunya. Sama seperti para pengawal rahasia
istana yang tentu tinggi ilmunya tetapi lebih mengutamakan
pengabdian dalam kerahasiaan daripada mencari nama.
Menjadi pertanyaanku tentunya mengapa seorang pendekar
kelana melepaskan kebebasan dan kemerdekaannya untuk
menjadi pengawal rahasia bagi pemimpin suatu golongan yang
terpinggirkan pula. Kipas Sakti kini menuju Penginapan Teratai Emas bersama Yan
Zi. Aku memisahkan diri menuju rumah Ibu Pao untuk menemui
pembantunya yang pandai berpura-pura itu.
"Kami jadi menyusup ke dalam Istana Daming sehari sebelum
bulan sepenuhnya mati."
"Baik, akan kusampaikan kepada kawan kita yang akan menemui
kalian di anjungan Qing Hui."
370 Adapun Qing Hui berarti Cahaya Matahari yang Cerah.
"Masih ada satu soal lagi?"
"Apa itu?" "Kami membawa teman satu lagi."
"Hmm. Menyusup beramai-ramai di Istana Daming bukanlah
tindakan yang bijak. Dua saja sebetulnya sudah terlalu banyak.
Mengapa harus bertiga?"
Kujelaskan seperlunya tentang siapa Kipas Sakti.
"Hmm, orang-orang Shannan itu masih dianggap buronan karena
jaringan keluarga Yan Guifei masih dianggap sebagai duri dalam
daging meskipun menurutku itu terlalu berlebihan. Dia boleh saja
kalian bawa, tetapi dengan masuk bertiga keselamatan kalian tidak
bisa lagi kami jamin."
Aku menghela napas dalam hati. Aku masih cukup muda, tetapi
rasanya sudah terlalu banyak menyaksikan tubuh yang ambruk
dengan nyawa beterbangan dalam pertarungan.
Teringat betapa sejak kutinggalkan Celah Kledung dan mengembara pada usia 15 tahun, satu per satu nyawa melayang
371 di tanganku. Tentu saja karena jika aku tidak melakukannya
nyawaku pun sudah melayang tak jelas ke mana. Namun ada
kalanya pelepasan nyawa ini bisa diganti pelumpuhan tubuh saja
sebetulnya, tetapi aku tak selalu berhasil melakukannya. Hanya
sepuluh tahun kemudian, setelah keluar dari gua, gerakanku cukup
memadai untuk menghindari serangan tanpa harus membalasnya
- meski serangan mendadak dan kepungan banyak orang terlalu
sering membuatku terpaksa menumpahkan darah tanpa sempat
memikirkannya... DI Penginapan Teratai Emas yang tak pernah tidur, Kipas Sakti
mendapat kamar di sebelah kamar kami. Dalam waktu singkat, dia
sudah berperkara dengan banyak tamu lelaki yang mengira dirinya
pemain ketangkasan yang bisa diajak berkencan. Para tamu lelaki
yang kurang memiliki kesabaran untuk merayu karena terbiasa
membeli kesenangan dengan uang, dan langsung mengulurkan
tangannya ke arah dada Kipas Sakti, tiba-tiba saja jatuh terbanting.
Bahkan ada yang tidak bisa bangun lagi sehingga harus diangkut
dengan tandu. Apabila adegan semacam itu berlangsung beberapa kali, besar
kemungkinan akan menarik perhatian, maka Yan Zi memperingatkan. 372 "Selama tinggal beberapa bulan di sini, aku dan Elang Merah
sering mengalami perlakuan yang sama, tetapi tidak sekalipun
kami pernah membuat keributan."
"Kalau diperlakukan seperti itu, apa yang akan dilakukan seorang
pendekar kenamaan seperti Yan Zi Si Walet?"
"Kita bukan lagi pendekar di sini," jawab Yan Zi, yang aku heran
kali ini tampak bisa bersabar. "Kita berada dalam tugas
penyamaran. Untuk berhasil dalam penyamaran kita harus
menghindari segala bentuk pengamatan. Waktu kami baru datang
ada saja yang penasaran dan melakukan pendekatan, tetapi kami
berusaha menghindarkannya seperti cara-cara awam."
"Hidupku di padang rumput, kepada setiap lelaki seperti itu
perempuan awam pun wajib membantingnya."
"Kita bukan berada di padang rumput sekarang, kita berada di
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kotaraja Chang'an, kota terbesar dengan penduduk terbesar pula
di dunia! Jika ingin selamat dan tujuan kita berhasil, jagalah tindaktandukmu!"
Kipas Sakti tidak menjawab dan kurasa ia mencoba mengerti. Aku
mengambil kesimpulan, meskipun sedang menjalankan tugas
rahasia, dan memang merupakan pengawal rahasia Yang Mulia
373 Paduka Bayang-bayang, dia sudah jelas bukanlah seseorang yang
terdidik seperti seorang anggota perkumpulan rahasia. Ia
memahami kerahasiaan lebih sebagai anggota pasukan pemberontak yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain di
alam bebas, menghindari perburuan pasukan pemerintah Wangsa
Tang. Kipas Sakti barangkali mengira begitu lepas dari kesatuannya ia tidak terikat lagi dengan bentuk kerahasiaan yang
selama ini dikenalnya. Justru penemuan ini membuatku lebih memahami perlawanan
Yang Mulia Paduka Bayang-bayang. Meskipun sakti, sebetulnya
pemberontakan Yang Mulia Paduka Bayang-bayang jauh dari
keinginan untuk merebut kekuasaan. Segenap keluarga besar
Yang Guifei di Shannan tertindas, dan karena itu harus melawan,
karena tanpa perintah maharaja tetap saja siapa pun yang memiliki
hubungan darah dengan Yang Guifei, permaisuri kesayangan
maharaja, akan diburu sampai mati, seperti hubungan darah itu
merupakan jaringan kejahatan. Maka penindasan yang tak perlu
itu pun hanya menyebabkan perlawanan meluas.
"Kuharap saja ia tidak membuat masalah dalam penyusupan
besok," ujar Yan Zi.
374 "Kukira tidak, Yang Mulia Paduka Bayang-bayang tidak akan
percaya kepada sembarang orang," kataku.
Betapapun aku sangat percaya bahwa ilmu silat Kipas Sakti sangat
tinggi. Kuingat dari pertemuan kami pada remang senja hari di atas
perahu dulu itu, maupun dari perjumpaan kali ini, aku tidak pernah
bisa mengukur tinggi atau rendahnya ilmu silat yang dia miliki, baik
dari langkah maupun gerak-geriknya yang mana pun. Adapun
ketika membanting para tamu lelaki yang mencoba berbuat tidak
pantas kepadanya, ia menggunakan jurus bela diri tanpa tenaga
dalam yang banyak dikuasai oleh orang-orang awam, sehingga
kemampuan sebenarnya tetaplah tersembunyi juga, yang justru
menandakan betapa tinggi ilmu silatnya.
Disebutkan bahwa Tzu-kung, murid Kong Fuzi, bertanya, apakah
kiranya yang membentuk seorang manusia utama. Maka, sang
guru berkata, "Ia bertindak sebelum berbicara, dan setelah itu
berbicara sesuai tindakannya." 1
*** Malam telah turun di Kotaraja Chang'an. Langit gelap tanpa
rembulan. Kami bertiga mengendap-endap tapi bergerak cepat
sepanjang tembok sisi barat. Seperti anjuran utusan Ibu Pao yang
375 berpura-pura bodoh itu, kami mendekati Gerbang Xing An di ujung
barat pada sisi selatan dengan maksud merayapi temboknya,
melenting masuk jika tak ada penjaga, lantas menyelam ke dalam
Sungai Long Shou tanpa suara, mengikuti arusnya melalui bawah
titian, lantas muncul di lapangan luas di depan Balai Hanyuan.
Kami bertiga berbaju ringkas warna hitam. Wajah kami tertutup
seperti anggota perkumpulan rahasia yang sedang menyusup,
hanya mata kami saja yang terlihat. Kami kerjakan apa yang telah
dianjurkan. Namun ketika masuk ke dalam air kami buka penutup
wajah, karena mulut kami mengepit buluh yang melaluinya kami
mengambil dan mengeluarkan napas. Melalui sungai kami lewati
Gerbang Jianfu dan terus mengikuti arus bagaikan sepotong kayu.
Telah kami sadari betapa sungai itu mungkin saja menjadi jalan
masuk penyusupan, maka telinga para pengawal istana tentu
dilatih pula mendengarkan suara aliran, sehingga harus tahu bunyi
gerakan yang tidak datang dari ikan.
Air sungai itu sangat dingin meskipun musim dingin belum tiba.
Pada musim dingin air sungai itu membeku, jadi saat ini pun sudah
bisa dianggap sebagai sangat dingin. Namun rasa dingin itu bukan
saja dapat diatasi dengan tenaga dalam, melainkan tersamarkan
oleh ketegangan. Bagaimana jika ketika kami muncul para
pengawal istana sudah menantikan kami" Betapapun kami
376 percaya pemberitahuan Ibu Pao bahwa para pengawal maharaja
yang tangguh tentu menyertainya keluar istana, meski percaya
juga bahwa tidak sembarang pengawal yang akan memikul
tanggung jawab keamanan dalam kekosongan istana.
Begitulah arus sungai membawa kami melewati pula Gerbang
Wang Xian, dan kami harus berhenti dan keluar di balik tembok
dekat Gerbang Ting Zeng. Pada setiap gerbang itu ada penjaganya
dan jika kami kepergok sehingga terjadi bentrokan maka kami akan
segera terkepung pasukan pengawal istana yang berilmu tinggi.
Kami bertiga memunculkan kepala lebih dulu. Setelah yakin tiada
suara langkah maupun napas manusia, kami merayap keluar dari
dalam air. Yan Zi yang pertama kali mengeringkan baju dengan
tenaga dalam yang disalurkan melalui sekujur tubuhnya yang
dibalut baju hitam. "Jangan sampai terbakar," kataku melalui Ilmu Bisikan Sukma.
Mereka yang tidak terbiasa mengeringkan baju dengan tenaga
dalam akan mengerahkan tenaga seperti orang bertarung, dan
sedikit saja kelebihan dalam pengerahan itu akan membuat
bajunya bukan hanya kering melainkan terbakar. Sedangkan jika
377 bajunya terbakar dan hancur, mendadak saja tubuhnya akan
telanjang. "Kamu pikir aku ingin telanjang dalam malam dingin seperti ini?"
Yan Zi menjawab melalui Ilmu Bisikan Sukma juga.
Dalam sekejap busana hitam kami sudah kering semua. Kami tutup
lagi wajah kami sampai hanya sepasang mata yang tersisa, lantas
bergerak maju di tengah lapangan yang sungguh luas itu. Malam
tanpa rembulan bagai selimut kegelapan sangat membantu dalam
kerja penyusupan. Hanya saja setiap langkah penyusupan
tentunya sudah dipelajari dalam cara-cara penjagaan istana.
Maka, Serang Kejutkan Inilah seperti lawan ia kunci kata ketika ketika kemenangan Sun ia Tzu: tidak tidak siap menduganya ahli siasat Ini tidak bisa dirancang sebelumnya 1
Yan Zi memberi tanda dan kami melesat. Para pengawal yang
berada di Balai Hanyuan kami lumpuhkan segera, nyaris dalam
waktu bersamaan. Yan Zi sengaja membawa senjata-senjata
rahasia yang biasa digunakan dalam penyusupan, Kipas Sakti
rupanya juga memang memilikinya, dan aku cukup menggunakan
378 pukulan jarak jauh saja. Para pengawal itu mengulai seperti karung
kosong, sebelum jatuh ke tanah kami telah tiba dan menahan
tubuhnya. Mereka hanya dilumpuhkan, karena jika dibunuh, kami
takut ketika kami mengambil senjata itu besok malam, penjagaan
akan menjadi jauh lebih kuat.
Angin bertiup kencang. Pohon-pohon xiong yang gemerisik
sungguh mengganggu, karena kami tak akan mendengar jika
terdapat pergerakan yang mengancam kami. Kuberi tanda agar
Yan Zi dan Kipas Sakti menunggu angin berhenti, setelah itu
barulah kami menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk berlari
tanpa menapak tanah, menuju ke utara, ke arah Balai Xuanzheng.
Dari jauh sudah terlihat para penjaga yang pura-pura tidur. Menurut
utusan Ibu Pao, sudah banyak penyusup, baik dari perkumpulan
rahasia maupun pencuri biasa, yang terkecoh dengan sikap para
penjaga itu, dan menjadi lengah. Namun pemberitahuan ini tidak
membuat kami lagi-lagi menyerangnya dengan serangan mendadak, karena untuk serangan macam itu pun kuandaikan
mereka selalu siap. MAKA kami pun dengan suatu cara memberitahukan keberadaan
kami dan justru memancingnya agar menyerang, suatu kemungkinan yang kami duga tidak pernah mereka alami. Dalam
379 penyerangan itulah kami akan mendapat peluang untuk memanfaatkan titik kelemahan.
Demikianlah dari arah Balai Hanyuan kami menyebar ketiga arah.
Yan Zi ke kiri, Kipas Sakti ke kanan, dan aku tetap di tengah.
Namun jika terandaikan kami seharusnya menggunakan ilmu
meringankan tubuh agar tiada suara yang terdengar, kami justru
mengurangi ringannya tubuh kami agar kerikil tetap bergeser,
meski jangan terlalu keras agar tetap memberi kesan sebagai
keberadaan penyusup yang mengendap-endap, di samping agar
hanya para penjaga di bagian itu saja yang mendengarnya.
Para penjaga yang telah sengaja kami biarkan mendengar
langkah-langkah kami itu tetap pura-pura tidur di pelataran. Mereka
tampak menunggu serangan, tetapi kami bertiga di tiga tempat
berbeda yang sangat berjauhan letaknya, tetap membuat suarasuara, yang jelas tidak mendekat ke arah mereka. Antara Balai
Hanyuan dan Balai Xuanzheng terdapat bangunan besar dalam
perpadanan sangat teratur, baik bangunan besar yang berhadapan
maupun bangunan-bangunan lebih kecil di sebelah kiri dan kanan
maupun di belakang, membentuk gugus-gugus yang saling
berhadapan. Di tempat seperti itulah Yan Zi dan Kipas Sakti
berada, sedangkan aku berada di tempat yang sepenuhnya
terbuka. 380 Berbeda dengan Yan Zi dan Kipas Sakti yang bermaksud
memancing para penjaga itu memasuki celah-celah di antara
bangunan dan menyergapnya dalam gelap, aku membuat suarasuara dan menempatkan diri di tempat terbuka, meski lebih jauh
letaknya, karena aku memang ingin para penyerangku terpisah
jauh dari para penjaga lainnya. Setidaknya terdapat 15 orang
penjaga yang terpisah ke tiga jurusan bersenjatakan tombak dan
pedang. Di tempat Yan Zi, mereka akan terpancing masuk lorong,
dan tentulah Yan Zi akan melumpuhkan mereka di sana dengan
totokan jalan darah agar mereka langsung tertidur. Kipas Sakti
belum kuketahui kebiasaannya, tetapi jelas kukatakan kepadanya,
"Jangan dibunuh."
Ya, kami belum akan mencuri Pedang Mata Cahaya untuk tangan
kiri malam ini, jika sebelumnya terjadi kegemparan yang
berlebihan, tiada jaminan kelanjutannya akan menjadi lebih lancar!
Bagaikan terdapat kerja kilat menembus kepalaku!
Dengan ilmu halimunan aku segera melenyapkan diri dari
pandangan para penjaga yang berlari-lari ke arahku, dan sembari
melesat ke arah Kipas Sakti, dengan Ilmu Bisikan Sukma kukirim
pesan kepada Yan Zi. 381 "Hindari mereka! Hindari mereka! Menghilang atau sembunyi!"
Kuketahui Yan Zi mampu segera melakukannya. Namun kepada
Kipas Sakti, meskipun bisa segera membisikkan pesan yang
sama, tak dapat kupastikan tanggapannya. Sedangkan waktu
berkelebat secepat kilat.
Kulihat dalam kegelapan Kipas Sakti telah melepaskan senjatasenjata rahasianya!
Waktu aku tiba di tempat Kipas Sakti telah melepas senjata-senjata
rahasianya, kelima pengawal yang terpancing mengejarnya itu
tiada sadar betapa terancamnya nyawa mereka. Jarum-jarum
beracun itu tinggal sejengkal saja dari leher mereka. Maka
kugunakan Jurus Tanpa Bentuk sehingga robohlah kelima
pengawal istana itu dan jarum-jarum beracun Kipas Sakti
mendesing di atas kepala mereka. Dari jauh kuberikan kepada
mereka Totokan Lupa Peristiwa, dan ketika Kipas Sakti seperti
akan mempertanyakan itu, kuberi tanda agar tetap berada di
tempatnya. Mengikuti sikapku, Kipas Sakti juga bersembunyi.
Melalui Ilmu Bisikan Sukma kudengar Yan Zi berkata, "Aku
sembunyi di balik bangunan."
382 Kami menunggu. Sesosok bayangan datang dari balik kegelapan.
Ia hanya sedikit saja menggerakkan kakinya, tapi bisa terbang di
udara dan mendarat tanpa suara. Ia berbusana serbaputih,
waspada dalam kuda-kuda, dan memegang hulu pedangnya.
Ia melihat sosok-sosok pengawal yang bergelimpangan menggeliat bangun seperti baru saja tertidur.
"Apa yang kalian kerjakan di sini?"
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia bergerak cepat dan kelima pengawal itu terlempar ke lima arah
untuk jatuh terbanting dan mengerang-erang.
"Besok kalian jangan kembali ke istana, kupindahkan kalian ke
pasukan penjaga perbatasan," ujarnya, sebelum akhirnya menjejakkan kami dan terbang kembali ke arah Yan Zi. Kuingat
lima pengawal tadi mengejarnya.
"Totok mereka," bisikku kepada Yan Zi. "Mereka tak boleh tahu
tentang kita," lanjutnya.
Artinya Yan Zi harus melakukannya dengan Totokan Lupa
Peristiwa dari jarak jauh.
383 DARI balik persembunyian, segera kudengar para pengawal yang
roboh sebelum pengawal istana berbusana serbaputih itu tiba.
Tentu ia temukan lima orang yang bergeletakan seperti orang tidur.
Namun peristiwa selanjutnya tidaklah seperti kuharapkan.
"Hmmmhhh!" Kudengar ia mendengus, dan terdengar suara
pedang dicabut dari sarungnya.
"Ada yang ingin bermain-main dengan Kelelawar Putih rupanya!"
Mungkinkah Kekuatan Pengetahuan Padukan diketahuinya saja tak tak pengetahuan permainanku" setara setara dan pengetahuan latihan latihan Maka seseorang mendapat kekuatan 1
Aku melesat ke tempat Yan Zi telah menotok para pengawal itu.
Mereka seperti baru bangun tidur, belum menyadari berlangsung
pertarungan tingkat tinggi di depan mata mereka, karena
pertarungan itu memang tidak dapat diikuti mata siapa pun yang
ilmu silatnya tidak setara. Namun Kipas Sakti yang ilmu silatnya
tinggi dapat mengagumi sambil mengerjap-ngerjapkan matanya,
karena betapapun gerak pertarungan Yan Zi dan penyoren pedang
yang menyebut dirinya Kelelawar Putih itu memang sangat amat
384 cepatnya, sehingga jangankan cahaya, bahkan suaranya pun
sama sekali tak terdengar.
Namun aku dapat melihat bahwa sebetulnya Yan Zi telah
mengurung Kelelawar Putih yang berbusana serbaputih itu, yang
menjadi salah satu penyebab mengapa tiada secercah pun cahaya
dapat tertangkap mata para pengawal. Itu berarti Yan Zi bergerak
Rahasia Istana Terlarang 16 Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San Karya Liang Ie Shen Pendekar Pedang Kail Emas 5