Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma Bagian 9
Atap Langit. Pemerintahan Wangsa Tang menjadi lemah dan para
panglima tentara di berbagai wilayah yang beradu wibawa berebut
kuasa. Pada tahun 763, tak kurang dari tiga perempat bagian dari
Negeri Atap Langit dikuasai para panglima tentara yang
784 pandangannya terbagi dua, separo masih setia dengan Wangsa
Tang, separonya lagi berpihak kepada An Lushan 1. Kedudukan
kekuasaan semacam inilah yang membayangi berbagai persoalan
negeri, dan keberadaan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang
maupun Harimau Perang tidak terlepas dari kedudukan semacam
itu. Tahun-tahun belakangan ini Negeri Atap Langit diwarnai perang
saudara, mengakibatkan terlalu banyak korban tewas, tata
kesejahteraan kacau-balau, dan kekuasaan para panglima wilayah
pinggiran melewati batas. Di Negeri Atap Langit, tata kekuasaan
tidak pernah dijalankan tentara, tetapi kali ini berlangsung yang
sebaliknya, yang hasilnya semakin memperlemah pemerintahan
Wangsa Tang 2. Sejak tahun 763, misalnya, terdapat setidaknya
lebih dari tiga puluh wilayah di bagian timur dan timur laut yang
menunjuk pejabat pemerintahannya sendiri, dan sama sekali tidak
membayar pajak 3. "Dunia persilatan, meskipun seperti dongeng, ikut dibentuk oleh
sejarah," ujar Panah Wangi. Aku hanya bisa menganggukanggukkan kepala.
Saat itulah orang yang sedang kami intai ternyata menoleh dan
langsung menatap kami! 785 BERSAMA tatapan mata itu meluncurlah dua bilah pisau terbang
ke arah kami, seolah-olah cukup dengan tatapan itulah maka
secepat kilat kedua pisau tersebut dapat meluncur ke arah
sasarannya! Dalam kepadatan dan keramaian di Pasar Timur, yang baru dibuka
siang hari dengan 300 pukulan tambur dan akan ditutup beberapa
saat menjelang senja dengan 300 pukulan gong 1, kedua pisau itu
seperti menemukan sendiri lintasan terlurus langsung ke jantung!
Dengan kecepatan kilat kami pun menangkap pisau itu, tetapi tidak
bisa mengembalikannya, selain karena pasar itu terlalu padat
sehingga kami tak bisa menemukan lintasan terlurus bagi pisau itu,
orangnya sudah tidak terlihat lagi.
Tanpa menarik perhatian, kami telah beradu punggung dan melihat
ke sekeliling. Pertarungan di dalam pasar adalah pertarungan yang
paling sulit dilakukan tanpa kegemparan, dan jika kegemparan itu
terjadi nanti, kami tak pernah tahu dari mana serangan mendadak
lain akan datang. Orang yang kami kira penjahat kambuhan dan sedang kami intai
untuk mendengar sekadar petunjuk atas apa yang akan
786 dilakukannya nanti malam, tampaknya sama sekali bukan sosok
seperti yang biasanya kami hadapi.
Pertama, tidak sembarang manusia dapat mengetahui betapa
sedang kami intai dan ikuti; kedua, bahkan sangat mungkin dialah
yang telah membuat kami mengikutinya, dan pasar ini memang
telah direncanakannya sebagai tempat menjebak kami; ketiga,
barangkali saja dialah justru yang sebelumnya telah mengintai dan
mengikuti kami! Kini dua pisau terbang melesat ke arahku, dan dua lagi ke arah
Panah Wangi. Kami masih memegang pisau tadi, dan kedua pisau
yang mengarah secepat kilat kepada masing-masing itu terlalu
cepat untuk ditangkap. Padahal jika dihindari pasti mengenai orang
lain di dalam pasar yang penuh sesak ini, yang tidak dapat pula
kami biarkan terjadi. Seperti saling mengerti, tanpa perjanjian apa pun kami sama-sama
menggerakkan pisau di tangan kami, sambil menyalurkan ilmu
daya perekat besi. Kedua pisau terbang itu pun menggeserkan
arahnya, melengketkan masing-masing dirinya ke pisau yang kami
pegang masing-masing. Trrrrrrrkkkk! 787 Ilmu ini biasa disalurkan ke dalam pedang dalam pertarungan agar
senjata lawan menempel, dan dengan penambahan lwe-kang atau
tenaga dalam tak dapat ditarik kembali.
Dalam I Ching disebutkan: patahkan rodanya ketepatan akan membawa keberuntungan 2
Jadi kami memang harus cepat, dan memang secepat pikiran kami
berkelebat menelusuri garis lurus pisau itu dengan tepat,
menerobos kerumunan manusia di Pasar Timur yang padat. Aku
berkelebat ke arah timur laut dan Panah Angin ke arah barat daya.
Pisau itu memang menelusuri ruang dalam suatu garis lurus, tetapi
karena kerumunan manusia di dalam pasar juga terus-menerus
bergerak, saat berikutnya ruang bagi garis lurus itu sudah lenyap.
Jika pisau terbang itu menancap di jantung kami, sebelum tubuh
kami yang jatuh sampai di bumi, pelempar pisau itu sudah tak
terjejaki oleh suatu garis lurus lagi. Namun karena kami berkelebat
secepat pikiran, sebelum garis lurus itu berubah, kami telah
menancapkan kedua pisau terbang itu pada dada kiri dan kanan
pelemparnya masing-masing.
788 Kami memang bergerak lebih cepat dari pisau itu jika kami
lemparkan kembali, yang jika kami lakukan tidak terjamin akan
lebih cepat dari rusaknya ruang segaris lurus tadi, dan menancap
pada tubuh siapa pun yang bernasib malang karena tanpa
disadarinya melanggar garis lurus, yang semula kosong sebagai
tempat meluncurnya pisau itu.
Saat tubuh para pelempar pisau terbang itu tergelimpang ambruk,
dengan dua pisau terbang yang dilemparnya tertancap pada dada
kiri dan kanan, sehingga menimbulkan jerit kepanikan di sudut
timur laut dan sudut barat daya, aku dan Panah Wangi telah
kembali saling memunggungi di tempat semula.
Tanpa terlalu kentara, sambil menyembunyikan pisau terbang
yang dilemparkan pertama kali ke balik baju, kami mengamati
sekeliling kami dengan kewaspadaan tinggi. Kami sangat
mengerti, betapa orang yang tadi kami intai dan menghilang, telah
berganti mengawasi dan memburu kami!
DALAM perburuan para penjahat kambuhan pada siang hari, kami
berusaha menghindari ketertandaan suatu ciri, yakni ciri Harimau
Perang pada diriku maupun ciri Panah Wangi pada Panah Wangi,
karena bukankah ciri-ciri itu yang diumumkan untuk dicari" Itu
berarti aku tidak menyoren sepasang pedang panjang melengkung
789 yang tersarung menyilang di punggung, dan Panah Wangi juga
tidak terlihat membawa busur maupun anak-anak panah dalam
sarung di punggungnya. Sebaliknya, dalam penyamaran untuk mengamati dunia hitam,
kami berusaha keras tidak menarik perhatian siapa pun, sehingga
dengan begitu bisa mendekati sumber-sumber keterangan
terpercaya tanpa memancing kecurigaan. Selama ini terbukti
betapa kami bisa mengamati tanpa diamati, sampai hari ini, saat
kami terjebak untuk mengintai seseorang sampai ber?ada di Pasar
Timur ini. Tentu tidak perlu kami lupakan, betapa jaringan rahasia sedang
saling bersilang dengan amat sangat ruwetnya di Chang'an,
terutama setelah penyusupan besar-besaran berlangsung pada
hari terakhir pengepungan. Penyusupan besar ini menyulitkan
pengamatan, karena keberagaman jaringan yang kemudian
diakibatkannya. Dua jaringan, yakni antara jaringan kaum pemberontak dan
jaringan dunia hitam, mungkin mudah dibedakan, tetapi kemudian
menjadi rumit, karena Chang'an yang penduduknya terbesar di
dunia sejak ratusan tahun sudah penuh berbagai jaringan.
790 Jaringan baru dan jaringan lama, seperti jaringan mata-mata,
perkumpulan rahasia, sampai jaringan dunia hitam yang terdapat
sebelumnya, kadang bermusuhan dan kadang melebur, antar yang
baru maupun antar yang lama, maupun antara yang baru dengan
yang lama. Kami belum menyadari begitu berlapis dan berkait-kelindan segala
jaringan itu, sehingga gerakan kami selama ini mungkin sekali telah
dimanfaatkan dan ditunggangi!
Harimau Perang, dengan segala kelicinan dan kelicikannya selama
ini, mengapa pula harus dianggap tak berperan sama sekali" Aku
tak tahu lagi, mestikah kubenci atau kukagumi orang ini. Ketika
memainkan peran sebagai Harimau Perang sang pembasmi
penjahat kambuhan setiap malam, aku menggubah suatu kesan
yang tiada lebih dan tiada kurang bersumber dari pengenalan.
Meski pertemuanku sangat terbatas, tetapi aku terus-menerus
berpikir dan membangun gambaran tentang dirinya, yang ternyata
lebih dari cukup bagi pemerananku yang meyakinkan.
Secara hukum Hakim Hou tentu tidak keliru mengeluarkan perintah
penangkapan Harimau Perang, tetapi dari kedai ke kedai kini orang
bicara tentang Harimau Perang sebagai pahlawan!
791 Pantaslah, setelah sejumlah usaha yang gagal, sekarang ia tidak
merasa perlu cepat-cepat mengambil pedang ini!
Dalam I Ching tertulis: Melangkah di belakang harimau.
Tidak akan menggigitmu. Membuka jalan pemahaman. 1
Kami masih beradu punggung dengan pisau terbang di balik baju.
Di pasar besar seperti ini, orang-orang berjalan cepat tanpa
menoleh, tetapi kami harus tetap menghindari perhatian siapa pun
yang barangkali sedang bertugas bagi Hakim Hou. Betapapun
wajah Panah Wangi yang cantik pada pengumuman yang
ditempelkan di mana-mana itu sungguh mirip dengan aslinya.
Tanpa caping dan baju kumal yang membuat kami seperti banyak
orang di Chang'an pada masa-masa sulit ini, kecantikan Panah
Wangi yang menonjol hanya akan mendatangkan bahaya bila tidak
disamarkan atau ditutupi.
Masih ada satu lawan yang bukan saja berbahaya, tetapi terbukti
telah mengecoh kami. Apakah dirinya juga petugas Dewan
Peradilan Kerajaan, yang memang sedang dikerahkan untuk
mencari dan menangkap kami dalam keadaan hidup atau mati"
792 Alangkah rawan keadaan kami jika selama ini sebetulnya telah
diawasi, dan memang dipancing agar tergiring ke pasar ini.
Pasar" Ya, kenapa pasar" Apakah karena tempat ini dianggap sulit
bagi kami untuk bertarung dengan segenap kemampuan kami"
Kami masih beradu punggung, tetapi bukan dalam kuda-kuda siap
bertarung. Tanpa kusadari aku memperhatikan sekelilingku. Ya,
pasar itu. Lambat laun aku mengerti kenapa kami berada di situ, tetapi aku
belum bisa menceritakannya sekarang, karena aku harus
menghubung-hubungkan sejumlah pengalaman, keterangan, dan
bukti-bukti, yang belum semuanya kuketahui dan masih harus
dicari. "Dia sudah pergi," kataku kepada Panah Wangi, dengan nada yang
menunjukkan dia tak harus lagi bersiaga.
"Pergi" Bagaimana kamu tahu?"
TERDAPAT 220 lajur di Pasar Timur, dan setiap lajur yang disebut
hang itu diberi nama, misalnya lajur daging, lajur rumah obat, atau
lajur busana siap pakai, lajur sutera murah, lajur kekang dan
pelana, lajur timbangan dan ukuran, lajur pengrajin emas dan
793 perak, lajur pedagang ikan mentah, lajur pedagang sayur dan
buah, dan masih banyak lagi, termasuk lajur pelayanan kotak
tempat penyimpanan uang. Dengan kedudukannya yang berada di wilayah timur, maka Pasar
Timur lebih melayani kaum bangsawan, perwakilan asing, maupun
orang-orang terhormat lain yang bertempat tinggal di sana. Orangorang kaya dan terkenal, mendapat penawaran barang-barang
mahal, yang didatangkan dari berbagai penjuru dunia.
Maka, di depan mataku pun terlihatlah suatu lajur, yang aku tidak
melihat dengan jelas namanya, tetapi terlihat jelas menjual barangbarang asing, antara lain batu-batu terindah, hiasan logam, gading
gajah, benda-benda keramat, dan banyak sekali mutiara.
Aku melangkah di lajur itu diikuti Panah Wangi yang masih
terheran-heran. Ya, aku pun terheran-heran dengan apa yang
kulakukan. Aku merasa melihat sesuatu yang sebelumnya
memang pernah kulihat, yang tentunya tidak seperti semestinya
jika terdapat di antara barang-barang asing ini.
Orang-orang masih lalu lalang. Dari busananya jelas mereka
orang-orang kaya, banyak di antara yang perempuan dengan
rambut disanggul ke atas, bahkan membawa anjing kecil yang
794 kadang menepi ke saluran air untuk kencing. Namun aku juga
memerhatikan busana para penjualnya. Tidak ada yang harus
menarik perhatian dari busana itu sendiri, karena jenis dan corak
busana itu sama saja dengan busana orang-orang Han yang
dikenakan di Chang'an. Namun, orangnya, ya orang-orang yang
mengenakan busana itu bukanlah orang-orang Han, melainkan
orang-orang Uighur! Meskipun begitu, hanya nama-namanya saja mereka itu Uighur,
sebetulnya mereka adalah orang-orang dari tempat yang lebih jauh
lagi dari sebelah barat laut Uighur, yang semakin banyak berada di
Chang'an setelah pemberontakan An Lushan. Busana Han tadi
tentu untuk menyamarkan ciri mereka, dan nama-nama Uighur itu
mereka pasang agar ikut menikmati perlindungan istimewa yang
didapat orang-orang Turks, yang sesuku dengan An Lushan.
Di sini mereka terkenal sebagai orang-orang yang pekerjaannya
meminjamkan uang, dan biasanya bekerja di Pasar Barat. Namun
tata keuangan yang ditimbulkan oleh pengepungan dan sesudahnya, rupanya juga membuat kaum bangsawan, pejabat
tinggi, bahkan para pedagang kaya di wilayah timur pun
kekurangan uang, sehingga mereka bisa ditemui di Pasar Timur ini
1. 795 Betapapun bukan keberadaan orang-orang Uighur itu yang
membuatku merasa terdapat sesuatu yang menghubungkan diriku
dengan sesuatu. Ya, sesuatu yang kulihat ketika berkelebat
menyusuri garis lurus, yang terbentuk dari jalur melesatnya kedua
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pisau, yang dilemparkan dengan tujuan membunuhku.
Aku terus melangkah sepanjang lajur itu, melewati tempat babutbabut dari Persia digantungkan. Saat berkelebat, memang
mungkin saja segalanya terpandang amat sangat lambat, tetapi
ketika nyawa jadi taruhan dan waktu bisa mengubah segalanya,
kupusatkan perhatianku untuk mengatasi waktu itu dahulu. Kini
sesuatu itu membuatku penasaran dan aku masih melangkah
mencari-cari sesuatu itu.
"Pendekar Tanpa Nama, apa yang kau cari sebenarnya?"
Panah Wangi tak dapat menahan diri untuk bertanya, tetapi aku
hanya mengangkat tangan untuk memintanya diam. Sulit untuk
menerangkan sesuatu yang belum bisa dijelaskan bukan"
Melewati gantungan babut-babut Persia, yang dalam keadaan
biasa akan membuat siapa pun berhenti untuk mengagumi,
mendadak tampak orang yang semula kami intai dan buntuti, yang
ternyata kemudian menjebak kami itu.
796 Kami tertegun, tetapi dia tampak seperti orang menunggu. Dalam
waktu singkat aku berpikir keras. Gagasan bahwa kami sudah jelas
terarahkan dan tergiring agaknya sama sekali tanpa maksud
membunuh dan melenyapkan kami.
Memang, kami telah dipancing, tetapi untuk apa" Para pelempar
pisau terbang yang bahkan dua di antaranya telah terkorbankan
nyawanya, hanya bertugas membawa kami masuk ke dalam
pasar, dengan maksud yang sama sekali belum kami ketahui.
Panah Wangi meraba pisau di balik bajunya, tetapi sambil
memandangnya dengan tatapan tertentu, aku menggelengkan
kepala. BAGAIMANAKAH kiranya kami bisa mempercayai orang ini" Baru
beberapa saat lalu dia mengirimkan sepasang pisau terbang yang
terarah ke jantung kami masing-masing, yang jika bukan kami
sasarannya besar kemungkinan sudah menancap dan tubuh kami
jatuh ke lantai batu pasar itu.
Mungkinkah ia memang tidak bermaksud membunuh kami" Aku
hanya berpikir, jika ingin membunuh kami, dengan pengelabuan
dan penggiringan yang berhasil dilakukannya, sudah banyak yang
797 bisa diperbuat untuk tujuan itu, yang sejak kapan aku sendiri tidak
bisa memastikannya. Ia melambai agar kami mendekat, sama seperti pedagang apa pun
yang sedang menawarkan barang jualannya. Ia seperti seorang
penjual peti hias, yang memang gunanya untuk menyimpan, tetapi
keseniannyalah yang ditawarkan untuk dibeli.
"Puan dan Tuan Pendekar, tengoklah peti-peti ini, bukan hanya
luarnya, isinya pun bagus sekali," katanya dengan wajah ramah.
Menyebut seseorang dengan kata "pendekar" adalah basa-basi
yang biasa, tetapi hanya jika tampak menyoren senjata,
sedangkan kami berdua tidak membawa senjata apa pun, kecuali
pisau terbang yang tadi dilemparkannya.
"Kami tidak membawa uang, Bapak," kataku, "Apakah bisa ditukar
dengan pisau terbang?"
Ia tertegun sejenak, tapi lantas tersenyum.
"Tidak ada yang lebih baik daripada senjata terbaik pada masa
seperti ini," jawabnya, "Arang tua ini dengan senang hati akan
menerimanya." 798 Aku dan Panah Wangi memberikan kembali pisau terbangnya
sendiri. "Terima kasih, Anak, dan peti manakah yang Anak berdua minati?"
Kami saling berpandangan tidak mengerti.
"Bapak yang tadi menawari," sahutku, "tentu lebih tahu peti seperti
apa yang cocok untuk kami."
Ia tersenyum lebar. Umurnya mungkin 50 tahun dan giginya hitam
karena sirih. "Coba tengok peti itu, Anak pasti akan tertarik," katanya sambil
menunjuk suatu deretan peti di tempat paling ujung.
Ia sendiri tidak beranjak, tetapi memberi tatapan yang bersungguhsungguh. Untuk sementara kami lupa betapa sebelumnya lelaki
bergigi hitam yang semenjak tadi berpura-pura bodoh itu pernah
seperti bermaksud mencabut nyawa kami.
Kami melangkah menuju sudut yang dimaksud. Tempat berjualan
peti ini cukup luas, karena peti-peti hias ini ada yang besar maupun
yang kecil, di samping ada pula berbagai lemari hias dan cermin
rias yang serbabagus. 799 Begitu banyak peti dan semuanya bagus, jadi kami tidak tahu peti
seperti apa yang dimaksud sebagai cocok.
Namun Panah Wangi menunjuk salah satu.
"Itu tampaknya lain," katanya.
Kudekati peti yang ditunjuknya dan tentu saja tampak berbeda. Peti
ini terselaputi lumpur yang sudah mengering. Aku seperti pernah
mengenalinya, dan tentu saja aku tidak segera mengenalinya,
karena aku melihatnya pertama kali di dasar Kolam Taiye dalam
kegelapan malam. Itulah peti yang berisi mata uang emas dari
Balai Kilauan Berlian di Istana Daming, yang telah jatuh tenggelam
ke dasar kolam dan menindih seorang kebiri. Kuingat bagaimana
peti ini menindih orang kebiri malang tersebut dalam posisi miring,
sehingga tutupnya terbuka, dan terlihat mata uang emas di
dalamnya. Kubuka tutup peti itu. Kosong!
Aku menoleh ke arah orang bergigi hitam berpura-pura bodoh yang
sempat kami kira penjahat kambuhan itu, yang ternyata sudah
tidak berada di tempatnya lagi!
800 Kami menuju ke tempatnya tadi berdiri di dekat babut-babut Persia.
Hanya ada penjual babut Persia di sana.
"Bapak, di manakah penjual peti-peti hias ini?"
"Bapak" Ibu maksudnya" Itu dia baru datang, katanya tadi pergi ke
kolam." Memang ada kolam di Pasar Timur itu, tempat burung-burung
dilepaskan dalam upacara pagi 1.
Ternyata tidak seorang pun mengenal lelaki bergigi hitam dengan
usia sekitar 50 tahun itu. Kuingat tatapan matanya yang tajam
sebelum melempar pisau terbang itu. Kukira ia sangat pandai
memainkan bermacam-macam peran.
"Jadi siapa yang membawa peti ini kemari, Ibu" Kenapa barang
kotor ini dijual di sini?"
"Oh, seorang kebiri dari istana yang membawanya," kata ibu paro
baya yang juga bergigi hitam karena sirih itu. "Katanya peti bekas
gudang perbendaharaan istana, pasti banyak yang menyukainya.
Saya membelinya murah sekali."
801 Lajur ini masih ramai dengan orang-orang berlalu-lalang. Banyak
pula para pedagang keliling mengambil barang dagangannya di
sekitar lajur ini. Kata perempuan penjual peti hias itu, masih akan
banyak lagi peti-peti semacam itu berdatangan lagi.
Aku langsung teringat jaringan orang-orang kebiri!
AKU perlu waktu untuk menceritakan semuanya kepada Panah
Wangi. Dengan perasaan yang menjadi sangat rawan karena
mengingatkan diriku kembali kepada Yan Zi. Kuceritakan tentang
bagaimana kami mengetahui keberadaan peti itu pertama kali di
dasar Kolam Taiye, ketika kami mencari Pedang Mata Cahaya
untuk tangan kiri, dengan menyusup ke dalam Istana Daming.
Kuceritakan pula pemandangan yang kusaksikan, yakni pemindahan peti-peti sejenis dengan gerobak tangan, dalam
pengawalan Pasukan Hutan Bersayap, yakni kesatuan pengawal
istana yang terdiri atas orang-orang kebiri. Dengan gerobak tangan
peti-peti itu dipindahkan dari Balai Semangat Kilauan Berlian ke
Istana Terlarang yang terletak di dalam Taman Terlarang, suatu
wilayah di luar tembok utara, di sebelah barat Istana Daming.
Kenyataan bahwa hanya kerabat maharaja yang diizinkan
memasuki wilayah terlarang telah membuatku bertanya-tanya
802 tentang makna pemindahan yang kupergoki dengan ilmu
halimunan itu. Pertanyaan penting tentunya, pemindahan itu
sekadar merupakan pemindahan tempat ataukah dengan kedok
pemindahan tempat yang terawasi secara resmi, sebetulnya
merupakan pencurian! "Tentu bukan merupakan sembarang pencurian," ujar Panah
Wangi, "karena mata uang emas dari tempat perbendaharaan
istana itu tidak dapat digunakan untuk membeli apa pun."
Aku tidak terlalu paham masalah tata keuangan, tetapi aku
mengerti bahwa jumlah mata uang yang beredar di seluruh Negeri
Atap Langit dijamin nilainya dengan mata uang emas ini. Jika mata
uang emas ini tidak ada lagi, maka Wangsa Tang berada di
ambang keruntuhan. Lantas kuceritakan pula tentang kecurigaanku bahwa dengan cara
yang belum kuketahui, Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang
berkemungkinan untuk berperan dalam pemindahan uang emas
tersebut. Pengepungan besar-besaran ternyata bukan untuk
me?ngalihkan perhatian dari pencurian pedang mestika yang akan
kulakukan, dan ternyata bukan pula untuk merebut Chang'an yang
ternyata tidak begitu mudah untuk dilakukan.
803 Sebaliknya, penyusupanku dengan Yan Zi maupun pengepungan
Chang'an yang mengerahkan balatentara besar, sungguh berhasil
jika dimaksudkan untuk menutupi pemindahan uang emas ini, yang
masih didukung pula oleh penyusupan besar-besaran dengan
kemungkinan menjadi jaringan rahasia besar yang menembus ke
segala tempat tersembunyi.
"Kamu menarik kesimpulan hanya berdasarkan kesamaan waktu?"
Kukira Panah Wangi sangat membantu dalam pengujian simpulansimpulanku, yang rasanya terlalu sering kutarik tanpa bukti
memadai. "Memang, tapi sangat tidak bisa diterima, jika kota dikepung musuh
tetapi pasukan pengawal maharaja hanya sibuk memindahkan
peti-peti berisi uang emas itu bukan?"
"Apakah itu bukan tindakan penyelamatan" Bukankah lebih aman
berada di Istana Terlarang?"
"Istana Terlarang berada di luar tembok Istana Daming, tentunya
lebih aman di Balai Semangat Kilauan Berlian, yang bahkan
memiliki temboknya sendiri, dibandingkan dengan Taman Terlarang yang langsung berhubungan dengan padang terbuka."
804 "Bagaimana keterlibatan maharaja dalam hal ini?"
"Sejauh kita mengetahui peran jaringan orang kebiri di istana, kita
tahu tidak akan ada ketertarikan dan kepentingan maharaja atas
berpeti-peti uang emas. Betapapun, bertahan atau tidaknya
pemerintahan Wangsa Tang hanya mungkin jika peti-peti uang
emas itu tetap berada dalam penguasaan mereka."
Panah Wangi manggut-manggut."Hmm, jadi ada sesuatu yang
akan dilakukan orang-orang kebiri dengan peti-peti uang emas
milik negara," katanya, "Apakah itu sesuatu yang baik atau sesuatu
yang buruk?" Aku tidak segera menjawab, karena aku pun sudah lama pusing
dengan ketiadaan jawab dari pertanyaan-pertanyaanku sendiri,
sementara jika berusaha menyidik dan menggali lebih dalam, aku
segera mempertanyakan kepentinganku sendiri sebagai orang
asing. Aku hanyalah seorang pengembara, yang tidak harus
bertanggung jawab terhadap apa pun yang terjadi di negeri ini,
kecuali berurusan dengan Harimau Perang.
"Benarkah Harimau Perang tidak tahu-menahu urusan ini?"
Panah Wangi melanjutkan pertanyaannya, yang membuatku
seperti terbangun dari tidur yang panjang. Mengapa Maharaja
805 Dezong harus memanggil Harimau Perang yang berada jauh di An
Nam" Apakah karena ia sudah tidak bisa mempercayai siapa pun
yang berada di dekatnya, dan justru terutama orang-orang kebiri"
Kami masih berada di dalam pasar, karena memang belum tahu
langkah apa lagi yang harus kami lakukan. Para Pengawal Burung
Emas tiba untuk memeriksa tempat kejadian perkara. Mayat kedua
pelempar pisau terbang tadi masih tergeletak di sudut timur laut
dan barat daya pasar ini, dengan kedua pisau mereka masing masing di dada kanan maupun kiri. Siapakah mereka sebenarnya"
AKU mencoba mengingat kembali, kenapa kami berada di pasar
ini. Ya, seseorang telah mengelabui kami, bersikap seperti
penjahat kambuhan, menjebak dua penjahat kambuhan bersenjata
pisau terbang pula, untuk menyerang dan seperti menguji kami.
Mayat mereka telah dibawa pergi para Pengawal Burung Emas.
Kemudian dia tunjukkan peti yang masih kukenali, tetapi tanpa isi
uang emasnya lagi. Dengan hilang lenyap seperti tadi, pesan
apakah yang disampaikannya kepada kami" Siapakah dia
sebenarnya" Namun aku memilih untuk memecahkan pesan daripada mencari
tahu siapa orangnya. 806 "Dia menunjukkan peti yang kosong dengan pengertian bahwa
dirimu pernah melihat isinya," kata Panah Wangi, "Itu seperti
memberi petunjuk untuk diikuti."
"Apa yang membuatnya berpikir diriku akan mengikuti petunjuknya
itu?" "Tentulah berdasarkan pengenalannya terhadap dirimu, jika tidak,
kukira dia tidak ingin melakukan sesuatu yang akan sia-sia."
Suatu letik gagasan berpijar dalam kepalaku.
Jika peti kosong itu harus dianggap petunjuk, maka tentunya begitu
pula peti-peti sejenis yang disebut perempuan paro baya bergigi
hitam itu masih akan berdatangan.
"Sebetulnya ia ingin menyampaikan bahwa sedang berlangsung
pengosongan peti-peti itu dari isinya."
Panah Wangi pun dengan cepat mengembangkannya.
"Isi peti-peti itu dipindahkan dan mungkin saja akan dibawa pergi,"
katanya, "dan ia menginginkan agar Pendekar Tanpa Na?ma
menghalanginya." 807 Aku tercenung. Apakah harus kuikuti saja pesan-pesan yang
disampaikan dengan cara seperti ini" Dunia persilatan kadang
seperti susastra yang sesungguhnya mengandalkan tanda-tanda
di balik bahasa. Jika aku menurutinya hanya berdasarkan naluri,
apakah jaminannya diriku tidak dipermainkan dan ditunggangi"
Namun aku memang bisa menunggu sampai mati jika menunggu
segala bukti dalam dunia penuh kerahasiaan ini.
Maka, hari ini aku hanya bisa membaca tanda-tanda, seperti
penafsiran yang telah disampaikan Panah Wangi bahwa satu peti
yang telah dikosongkan isinya menunjuk kepada pengosongan
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
peti-peti lain, dan jika aku menganggap diriku telah terlalu lambat
memikirkannya, diriku tak perlu menunggu kata-kata ibu penjual
peti hias bergigi hitam itu terbukti.
Namun inilah yang belum dipikirkan Panah Wangi, jika hanya
menyampaikan arti bahwa cadangan uang emas kerajaan sedang
dicuri, mengapa harus disampaikan di pasar ini, hari ini dan di sini"
Dalam I Ching digambarkan: mega dan guruh gambaran meninggi dikau harus 808 menekuk tajam dawai-dawai pembayangan itu 1 Kami duduk pada sebuah bangku di depan meja tempat
terdapatnya bermacam-macam penganan dalam sebuah kedai di
Pasar Timur. Kedai itu terletak di sebuah lajur tempat usaha jasa
hewan-tunggang keledai cepat berada. Maka tiada terhindarkan
bahwa sambil minum arak beras yang panas, mataku terusmenerus menatap deretan keledai-keledai yang siap disewa itu.
Keledai itu biasa disewakan untuk mereka yang tidak ingin berjalan
kaki untuk mencapai berbagai tujuan di Kota Chang'an yang
sangat luas ini 2. Dari saat ke saat, sambil bercakap-cakap dengan Panah Wangi
yang berbusana seperti lelaki, terlihat satu per satu orang datang
menyewa keledai itu. Ada yang menungganginya sendiri, artinya
tentu keledai itu harus dikembalikan lagi kemari; ada pula yang
menungganginya dengan penuntun yang memegang tali. Mungkin
dengan cara seperti inilah penyair Li Bai dahulu me-ngembara
sambil menulis puisi. Hanya saja jika perantauannya jauh sekali
809 dan tidak kembali, kukira keledai dan penuntunnya sebagai budak
tentu dibeli. Dari sekitar 50 ekor keledai, separonya sudah disewa, dan setelah
sebagian kembali kini terdapat 30 keledai yang menanti penyewa.
Sebagian dari penuntunnya sedang makan bakpau bersama kami
sambil minum air jahe yang panas.
"Lama sekali orang ini," katanya, "padahal janjinya datang pagi."
"Setiap kali orang mau menyewa terpaksa tidak bisa kami layani
karena sudah telanjur janji," kata yang lain lagi.
"Dasar orang kebiri!"
Tentu kami langsung waspada dan memasang telinga, aku bahkan
ikut bertanya. "Banyakkah yang akan disewa?"
"Mereka bilang akan menyewa semua yang ada pada kami."
"Itu berarti semua keledai yang ada di situ?"
"Ya, semua yang ada di situ."
810 Aku memandang Panah Wangi agar dialah yang kini ganti
bertanya. "Banyak juga ya" Untuk apa istana menyewa keledai sebanyak
itu?" PENUNTUN keledai itu tidak sempat menjawab, karena yang
menjadi masalah sudah muncul di ujung lajur tersebut, dengan
seragam sutra mereka yang berwarna ungu dengan corak yang
tidak dapat kami ketahui sebetulnya gambar apa. Terdapat
beberapa jenjang jabatan orang kebiri di istana dan tiap jenjang
ditandai dengan warnanya.
Mereka segera beranjak meninggalkan kedai, yang dengan itu
segera menjadi lengang. Kami saling berpandangan dan segera
mengerti. Kami lihat semua keledai yang ada, lengkap dengan penuntunnya,
digiring berurutan keluar Pasar Timur dan kami pun mengikutinya.
Tentu kami harus cukup berjarak karena kami baru saja berada
dalam satu kedai dengan mereka semua. Setidaknya lima orang
kebiri an jen atau pengawal istana memimpin rombongan, dalam
jalanan ramai Chang'an, dengan cara yang tidak terlalu menarik
perhatian. 811 Keluar dari Pasar Timur, yang petaknya terbagi dalam sembilan
bidang bujur sangkar, melalui pintu utara, rombongan langsung
terbagi dua. Tigapuluh keledai dan penuntunnya dibawa berbelok
ke arah kiri, dan inilah yang kuikuti; sedangkan duapuluh keledai
berbelok ke kanan, dan inilah yang diikuti Panah Wangi. Nanti
Panah Wangi akan menceritakan bagaimana duapuluh keledai ini
segera berbelok ke kiri, di jalan yang dulu selalu digunakan
Maharaja Xuanzong untuk perayaan ulang tahunnya, sebelum
meninggal pada 756. Jalan ini menyempit di ujungnya karena sebuah petak menjorok,
dan mengambil sampai setengah dari lebar jalannya. Di da?lam
petak yang berseberangan dengan Istana Xingqing, tempat tetirah
Maharaja Xuanzong yang terbangun dari kayu gaharu, terdapat
gedung seorang pangeran dan gedung lain yang ditinggali para
pemain bunyi-bunyian istana. Separo dari rombongan yang diikuti
Panah Wangi memasuki celah sempit itu, dan Panah Wangi tidak
mengikutinya karena akan menjadi terlalu kentara, selain ada
kemungkinan para pengawal yang mondar-mandir di luar tembok
Istana Xingqing itu mencurigainya. Apalagi wajah Panah Wangi
pada kertas pengumuman Dewan Peradilan Kerajaaan bertempelan di segala penjuru.
812 Ia mengikuti yang separonya lagi, sepuluh keledai yang berbelok
ke kiri, menyusuri jalan yang sama sempitnya, berturut-turut di
selatan petak-petak barak Pengawal Burung Emas, petak kuil
leluhur kerajaan, dan petak pelayanan Dewan Peradilan Kerajaan.
Dari sini rombongan berbelok ke kanan lagi, melewati petak tempat
pembuatan barang-barang untuk dijual yang hasilnya untuk
kerajaan, menyeberangi jalan yang pada 713 menjadi tempat arakarakan besar.
Di sudut barat daya dari petak Istana Barat itu terdapatlah gerai
pendaftaran dan penyaluran orang-orang kebiri, yang berlanjut
dengan gedung pengadilan untuk perempuan penjahat. Di balik
tembok pada ujung jalan itu terdapatlah Taman Terlarang, tempat
Istana Terlarang berada, dikitari pepohonan buah seri, yang sangat
cepat berkembang, bunganya putih kecil-kecil, daunnya berbulu,
buahnya bulat kecil seperti anggur, kalau sudah matang berwarna
merah atau kuning dan manis rasanya 1; pohon per liar, kebun
anggur, lapangan bola, dan tempat bertanding main bola dari atas
kuda. Dengan tembok setinggi itu, bagamanakah caranya masuk
ke Taman Terlarang" Namun rombongan itu tidak melompati tembok karena keledai itu
tidak memungkinkannya. Pada saat itu Panah Wangi harus
berkelebat, masuk ke sebuah Kuil Dao di dalam petak terdekat,
813 yakni yang berseberangan dan berada di arah barat dari gerai
urusan orang-orang kebiri. Dari belakangnya ternyata muncul
rombongan yang tidak diikutinya. Mereka mencari jalan lain, dan
memecah-mecah jumlah, agaknya supaya tidak menarik perhatian
dengan keledai yang banyak itu.
Rombongan yang kuikuti menggunakan siasat yang sama.
Tigapuluh keledai dan penuntunnya dipecah menjadi tiga
kelompok, yang masing-masing dipimpin seorang kebiri, menempuh berbagai jalur berliku di bagian utara Chang'an. Seperti
Panah Wangi, aku harus memilih untuk mengikuti salah satu saja,
tetapi pilihan mana pun akan berakhir di tempat yang sama. Aku
pun masuk ke Kuil Dao, dan hampir saja melepaskan pukulan
Telapak Darah yang mematikan, ketika Panah Wangi menyentuh
pundakku. "Mereka masuk ke petak sebelah," ujar Panah Wangi, "masih mau
kita teruskan?" Aku mengangguk. MANTYASIH, bulan Paysa, tahun 872.
814 Ya, Pembaca yang Budiman, kita kembali ke masa kini lagi, saat
aku masih sedang menulis riwayat hidup ini di Kerajaan Mataram,
Yavabhumipala. Namun pekerjaan menulis segala sesuatu yang kuingat itu lagi-lagi
harus berhenti. Aku sedang tercenung menghadapi seorang
pencuri, tepatnya seseorang yang telah berhasil diperdaya agar
berperan sebagai pencuri.
Aku telah mengancamnya, bahwa dengan menotok berbagai
syaraf di kepala, aku bisa membuatnya gila, sehingga ia tidak
mengenal dirinya sendiri, jika tidak juga berterus terang tentang
siapa yang menyuruhnya. Setidaknya aku ingin mengetahui isi
kepala orang-orang yang telah menyuruhnya itu.
Apakah mereka mengira gulungan keropak ini adalah kitab ilmu
silat, yang jika dicuri dan dipelajari akan memberi janji kejayaan
dalam ilmu persilatan" Apakah mereka mengira gurat-gurat aksara
pada ribuan lempir lontar yang kutuliskan nyaris tanpa henti siang
dan malam agar tak terputus oleh kematian adalah suatu kitab ilmu
kesempurnaan" Atau adakah diketahui belaka adanya, betapa
memang kitab ini tiada lebih dan tiada kurang adalah banjaran
Pendekar Tanpa Nama, yang pada usia 100 tahun menuliskannya
dengan niat membongkar rahasia sejarah"
815 Sebenarnya hanya diriku sendirilah yang tahu pasti, apa yang telah
dan masih akan kutulis. Maka betapa pentinglah kiranya bagiku
untuk mengetahui apakah yang menjadi pikiran orang-orang di luar
sana, karena jika tidak pencarian diriku yang bagaikan tanpa henti
ini sungguh mengganggu pekerjaanku.
"Coba katakan sekarang mengapa kamu tidak mungkin mengatakan apa pun, tentang orang-orang yang menyuruhmu
itu?" "Mohon ampun!" Memang hanya itulah yang selalu dikatakannya bukan" Mungkin
aku memang sudah terlalu tua, terutama untuk memberinya rasa
sakit supaya ia berterus terang, tetapi aku lebih suka berpikir
betapa ia sudah mengatakan segalanya.
Aku tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi, tetapi aku
sungguh tergoda untuk mengetahui dari mana ia berasal, dan
siapa sajakah yang telah memperdayainya untuk mencuri dengan
tingkat bahaya yang tidak diketahuinya. Namun untuk menguntitnya ke mana pun ia akan pergi, berarti pula
meninggalkan gulungan keropak ini sama sekali tidak terjaga.
Sedangkan aku belumlah begitu sakti, sehingga dapat membelah
816 diriku menjadi dua orang, apalagi untuk waktu yang belum dapat
ditentukan. pandangan pikiran pandangan indera memisahkan badan hakiki dari badan dimatangkan; memisahkan yang halus dari yang kasar,
agar tinggal badan yang terdiri dari nafas dan pikiran 1
Maka aku pun berkata kepadanya.
"Kembalilah kepada mereka yang membuatmu menjadi seorang
pencuri, sampaikanlah bahwa yang kutulis bukanlah parwa, karena
diriku tidak mengerti akan keindahan kata-kata, dan bukan pula
guhya, karena sebagai orang tua yang terlalu siap untuk
meninggalkan dunia ini, kepentinganku dengan kerahasiaan sudah
tidak ada." Ia pun segera pergi, seperti takut pikiranku berubah lagi. Tinggallah
diriku kini, yang kali ini seperti baru dengan sesungguhnya
menyadari, meskipun aku merasa sedang bersembunyi, dalam
817 kenyataannya seolah-olah siapa pun dapat menemukan aku di
sini. "Kakek, siapa yang datang semalam?"
Seorang tetangga yang lewat menyapa, ketika aku mulai
mengguratkan aksara dengan pengutik, seperti waktu segera akan
habis sebelum aku menyelesaikan penulisan seluruh ingatan ini.
"Oh, orang suruhan yang bodoh sekali, maafkan keributan
semalam ya," jawabku.
"Ah, kebodohan, sulit sekali menghapuskannya bukan?"
Aku tersenyum. Tidak jadi menulis. Dari balai desa kudengar suara
seruling tiup sisi yang diiringi tetabuhan berujung lancip maupun
bebunyian berdawai 2. Tampaknya bagian dari persiapan sebuah
upacara keagamaan. Bahagialah mereka yang bisa hidup dalam
kenyamanan tanpa mengetahui terdapatnya ancaman apa pun,
seperti yang selalu terdapat dalam dunia persilatan!
Aku berjuang memusatkan perhatian. Dalam hati sedikit kusesali
mengapa bukan sejak dulu aku menjadi seorang penulis"
818 AKHIRNYA kuputuskan untuk pindah, tetapi aku belum tahu harus
pergi ke mana. Mereka tidak boleh menemukan diriku. Namun
mereka semua terlalu pandai untuk diingkari. Para kadatuan gudha
pariraksa atau pengawal rahasia istana, para veta?naghataka atau
pembunuh bayaran, para pemburu hadiah, para pencuri kitab,
tampaknya selalu mungkin untuk melacak jejak sampai kemari.
Aku pernah berpikir bahwa persembunyian terbaik adalah tempat
siapa pun tidak mengira, betapa seseorang sedang bersembunyi
di sana. Setelah setahun lebih aku menulis terus-menerus tanpa
putus, ternyata senjata rahasia bisa mengancam dari segala sudut
tak terduga. Mereka bisa melihatku, aku tidak bisa melihat mereka,
tidakkah ini sangat berbahaya" Karena terlalu memusatkan
perhatian kepada tulisan, tidak terbayang olehku bagaimana
perbincangan dari kedai ke kedai tentu akan berlangsung, tanpa
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dapat kuperkirakan bagaimana semua peristiwa akan digambarkan. Orang awam yang tidak dapat menyaksikan gerak berkelebat,
bagaimana mungkin bercerita tentang dunia persilatan dengan
tepat" Dari kedai ke kedai orang-orang awam yang ingin menjadi
atau ingin disangka pendekar mengarang cerita yang melebihi
penggambaran seorang penulis, yang kemudian dipercaya
sebagai nyata. Jika pengumuman tentang hadiah besar bagi
819 penangkapanku masih berlaku, segala peristiwa yang berhubungan denganku akan menjadi bahan cerita bersambung
yang tiada habisnya. Dari sini letik gagasan untuk mencariku
sangat mudah terbangkitkan, sehingga meskipun tampaknya tiada
hubungan antara dunia persilatan dan kehidupan sehari-hari, aku
tidak ingin siapa pun yang tidak kukehendaki muncul di hadapanku
lagi. Ini berarti aku harus meninggalkan Nawa, teman kecilku yang
semangatnya sangat tinggi untuk mengetahui segala sesuatu
tentang dunia ini; juga harus meninggalkan para tetangga di dalam
pura ini, yang meskipun kugauli dalam keadaan menyamar, artinya
dengan segala kepura-puraan yang dibutuhkan penyamaran,
hatiku terkesan oleh kehangatan mereka dengan sejujurnya.
Setelah 25 tahun bukan hanya memisahkan diri dari dunia, tetapi
juga memisahkan diri dari alam dalam kegelapan gua, aku baru
saja belajar kembali menyelami dan menikmati peradaban, meski
dalam kedudukan sebagai orang buronan yang harus ditangkap
dalam keadaan hidup atau mati. pergunakanlah Tujuh Api menyalakan samadhi membakar kenikmatan dunia
820 tinggal badan yang jernih
kristal tak tercela ruang tanpa unsur hasil kerja yoga 1 Sepekan kemudian aku sudah terkantuk-kantuk di dalam sebuah
mapadati atau pedati yang ditarik seekor kerbau, menjauhi
Mantyasih. Kepada Nawa telah kutinggalkan pedoman membaca
dan menulis di atas sejumlah lempir lontar, termasuk contohcontoh aksara Jawa selengkapnya. Kuharap minatnya tetap
bergelora untuk belajar dari guru yang lain. Dalam hati aku merasa
malu kepada diriku sendiri, yang begitu mementingkan diri dalam
penulisan riwayat yang tidak kunjung berakhir ini.
Pedati melewati jalan berbatu. Aku pergi tanpa arah yang jelas,
asal menjauhi tempat ramai. Dalam tiga hari sampailah kami di
Tepusan, lapisan terluar tiga lapis desa dari pusat. Dalam tata
wilayah Kerajaan Mataram terdapat susunan 24 desa dalam
lingkungan berkiblat, dan setiap kiblat memuat tiga desa. Pusatnya
adalah Mantyasih. Untuk sampai ke Tepusan kami telah melewati
Kedu dan Pamandayan 2. 821 Sais gerobak ini seorang Hindu dari kasta Sudra yang bernama
Tukai 3. Aku cukup berterima kasih dirinya sudi mengangkutku
tanpa bayaran. "Aku yang mesti berterima kasih kepadamu orang tua," katanya,
"aku tidak akan sendirian dalam perjalanan pulang."
Tukai mendapat tugas majikannya mengantar gerabah yang dibuat
di Tepusan 4 ke Mantyasih, dan ketika kembali pedatinya kosong.
Pantaslah padati atau magulunan ini penuh dengan jerami agar
tempayan, cawan, kendi, pasu, cowek, kuali, yang diangkutnya
tidak retak karena saling bersentuhan, atau mudah pecah ketika
pedati berguncang. Sebetulnya ia bisa sampai ke Tepusan lebih cepat jika tidak
membawa beban, tetapi rupanya Tukai membutuhkan teman
berbincang. Dengan teman berbincang ia berjalan terus ketika
malam tiba, dan baru beristirahat setelah lewat tengah malam
ketika suara burung-burung malam sudah hilang, tetapi berbagai
serangga, jengkerik, belalang tetap mendengung sementara
cunggareret dan walang krik melengking 5.
Tiada masalah selama dua malam setelah keberangkatan, tetapi
pada malam ketiga, ketika kami seharusnya hampir sampai ke
822 Tepusan, Tukai memperingatkan diriku yang bergolek-golek di
belakang. "Bersiap-siaplah orang tua, aku rasa ada begal di depan."
PEDATI ini pun berhenti. Aku berpura-pura tidur. Dalam
keterpejaman, dengan Ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam
Liang, dapat kulihat mereka berjumlah enam orang yang
membawa bermacam-macam senjata. Apakah yang terjadi selama
masa pemerintahan Rakai Kayuwangi yang panjang ini" Kudengar
ladang dan persawahan semakin luas, yang berarti seharusnya
semakin banyak orang mendapat pekerjaan, dan tampaknya
memang di mana-mana orang bekerja atau belajar tentang
sesuatu, seperti terbawa oleh berlangsungnya pembangunan
candi sepuluh tingkat Kamulan Bhumisambara.
Siapakah mereka" Pemerintahan Kayuwangi disebut berlangsung
tenang, tiada pemberontakan, tetapi bukan berarti tiada sempalan.
Bukanlah kepada Kayuwangi, yang pada tahun 872 ini telah
berkuasa 17 tahun, kelompok sempalan menolak peraturan,
melainkan kepada kekuasaan, sebagaimana selalu terdapat
sepanjang sejarah peradaban. Betapapun jumlah penduduk juga
meningkat cepat, dan tanpa sumber pangan yang cukup merata,
823 akan terdapat berbagai kelompok terpinggirkan yang harus
berjuang dengan segala cara demi keselamatan 1.
Tiga orang mencegat di depan. Kudengar tangan kiri Tukai meraba
di dalam pedati, mencari-cari goloknya. Tangan kanannya
memegang cambuk yang tadi sudah dilepas.
Orang yang terdepan mengacungkan golok, menunjuk langsung
ke arah Tukai. "Harta atau nyawa!"
Tukai tampak tenang. "Maafkan saya, tiada harta dalam pedati ini."
Orang yang lain lagi tertawa.
"Kenapa harus ada yang disebut pembohong di muka bumi ini?"
Di belakang pedati seseorang melihatku.
"Hanya ada orang tua, karung, dan jerami!"
"Hmmh! Jerami! Gerabahnya sudah laku semua! Mana uangnya?"
824 "Saya hanya mengantar, uangnya sudah di tangan majikan," ujar
Tukai. Tangan kirinya sudah memegang gagang. Bisakah aku mencegahnya" Pertarungan antarorang awam ini kadang sangat
kasar, jauh lebih mengerikan daripada pertarungan dalam dunia
persilatan. Tanpa jurus, tanpa seni, tanpa keanggunan. Hanya
saling membacok dengan tenaga gwakang atau tenaga kasar.
"Karung itu! Apa isinya" Pasti harta!"
"Itu hanya pakaian-pakaian tua, milik paman saya yang juga sudah
tua!" Tukai sesungguhnya tidak mengetahui bahwa karung itu berisi
gulungan keropak hasil pekerjaanku, mengguratkan aksara demi
aksara selama setahun lebih, menuliskan riwayat hidupku.
"Karungnya! Bawa kemari!"
Hampir bersamaan ketiga orang yang ada di belakang pedati
menjulurkan tangan, berusaha mengambil karung yang kubawa.
Aku pun terpaksa berpura-pura bodoh, mendekap karung itu
sambil berteriak-teriak ketakutan.
825 "Jangan! Mohon ampun! Hanya ini milik saya! Jangan!"
"Orang tua bodoh! Lepaskan!"
Dua orang memegangiku dengan agak rumit dari luar pedati, dan
orang ketiga berusaha merenggut karung tersebut. Bagiku ini juga
tidak mudah, karena lempir yang berasal dari daun lontar itu adalah
benda yang juga cukup rapuh.
"Lepaskan!" "Lepaskan!" "Lepaskan!" Tukai rupanya seorang pemberani. Ia tidak takut kepada begal
sama sekali. Melihat perlakuan ketiga begal tersebut kepada diriku,
ujung cambuknya dengan segera telah menyambar wajah-wajah
mereka. "Akh!" "Akh!" "Akh!" 826 Tukai memang hanya seorang sudra pekerja, tetapi jiwanya seperti
jiwa seorang pendekar. Dengan berani diserangnya para
perampok yang hanya mengenakan kancut, ikat kepala, dan
kalung tali kulit itu. "Kurang ajar terhadap orang tua! Siapa kalian" Jika kusampaikan
ini kepada rajya pariraksa bisa habis desa kalian dibakar!"
Ketiga tangan yang berusaha menarik karung itu terlepas. Dengan
segera ia melecut kerbaunya yang dengan terkejut lantas berlari
membawa pedati ini. Ketiga begal yang mencegat di depan
terpaksa minggir, tetapi seorang begal yang berada di belakang
sekarang meloncat masuk sambil mengayunkan parang. Aku
terpaksa menendangnya dan tubuhnya pun melayang, menabrak
kedua temannya yang juga sedang berlari mengejar. Ketiganya
segera bergelimpangan di atas tanah berembun.
Tiga begal yang lain sebetulnya juga mengejar, tetapi tanpa
diketahui Tukai, diam-diam kukirim totokan jarak jauh kepada
mereka, dan tubuh mereka pun langsung terkulai dalam gelap
malam tanpa rembulan. Namun Tukai tetap mengetahui bagaimana caranya aku menendang, yang sebenarnyalah kulakukan dengan Jurus
827 Melambaikan Kaki Seperti Selendang, yang dengannya kaki tidak
akan kalah lincahnya dari tangan.
''Hahahaha! Orang tua! Mengerti silat juga dikau rupanya!"
''Ahh... Sisa masa muda saja," kataku sambil memeluk karung.
Sedikit menyesal juga, gerakan yang berpura-pura seadanya itu
masih terbaca oleh seorang awam. Bagaimana jika seseorang dari
dunia persilatan melihatnya, jika hanya dari cara melangkah saja
seseorang itu bisa langsung menyerang
PERJALANAN Tukai berhenti di Desa Tri Tepusan. Masih kulihat
prasasti yang ditulis 30 tahun yang lalu itu, tentang penganugerahan tanah Sri Kahulunnan bagi pembangunan
Kamulan Bhumisambhara yang sampai hari ini belum selesai juga.
Namun aku tidak bisa terlalu lama berada di sana karena
sepanjang malam Tukai hanya menyebutkan bahwa Pendekar
Tanpa Nama yang sudah sangat tua masih saja dicari banyak
orang. "Apakah enaknya menjadi tua sebagai buronan," katanya, "Orangorang mengatakan ilmunya tinggi sekali, tetapi aku le?bih baik
tidak bisa bersilat sama sekali daripada diburu-buru dengan cara
seperti itu." 828 Tukai tidak keliru, karena hidup dengan tenang memang tidak perlu
dipertukarkan dengan kehidupan macam apa pun juga. Aku
sempat berpikir untuk melebur dengan kehidupan para kumbhakaraka atau pembuat gerabah yang berada di desa itu,
tetapi aku tidak merasa sudah cukup jauh dari Mantyasih, karena
Tepusan masih termasuk ke dalam 24 desa yang tergabung dalam
panatur desa atau panasta desa.
Itu berarti aku harus meneruskan perjalanan, dan untuk itu aku
memerlukan biaya perjalanan, karena jika di Mantyasih aku bisa
menjual kemampuan mengguratkan aksara pada lempir lontar, kini
aku tidak mungkin menetap lebih lama untuk menjalankan
pekerjaan semacam itu. Pekerjaan yang bisa kulakukan sambil
melakukan perjalanan adalah menjadi pedagang keliling, tetapi
aku tidak mungkin berkeliling dalam arti kembali ke tempat semula.
Jika pedagang keliling kembali ke tempat dia mengambil barang
dagangan, dengan menyerahkan uang seharga barang dan
menyimpan kelebihan yang menjadi keuntungannya, maka aku
harus membayar lebih dulu harga barang, apa pun barang yang
diperjualbelikan itu. Dengan sedikit uang yang kukumpulkan di
Mantyasih, di antara kesuntukanku menulis riwayat hidup ini, aku
mulai dengan membeli gerabah maupun pedati milik Tukai itu.
Gerabah kubeli sesuai harga jualnya tetapi pedati maupun
829 kerbaunya kubeli di atas harganya, bahkan dua kalinya, agar
majikan si Tukai mudah melepasnya.
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kepada Tukai kuserahkan 1 tahil mata uang emas yang senilai
dengan 60 mata uang yang terbuat dari campuran perak, tembaga,
dan timah. Uang emas itu dipotong seperti dadu dan diberi cap
beraksara Jawa yang bunyinya ta sebagai singkatan tahil. Kuingat
mata uang Mataram ini oleh orang-orang Negeri Atap Langit yang
berdagang di sepanjang pantai utara Yavabhumi disebut sho-p'okin, tetapi penduduk Mataram menyebut uang emas mereka
sendiri sebagai kati, suwarna, masa, dan kupang. Satu kati emas
sama dengan 20 dharana uang perak. Sementara 20 suwarna
sama dengan 20 tahil, dan 1 suwarna atau 1 tahil sama dengan 16
masa. Adapun 1 masa sendiri bernilai setara 4 kupang.
"Orang tua, ternyata dikau kaya, jadikanlah saya budakmu saja!"
"Itu sudah seluruh hartaku, Tukai, bukan apa-apa dibanding
pembelaanmu atas jiwaku."
"Ah, tidak ada yang saya lakukan untukmu, bawalah saya
bersamamu." "Tidak Tukai, dengan uang itu dirimu bisa membeli pedati dan
kerbaunya, jadilah majikan atas dirimu sendiri."
830 "Saya hanyalah seorang sudra, tiada pantas menjadi majikan siapa
pun juga." "Itu tidak benar Tukai, jadilah manusia merdeka!"
Dengan kalimat itu kutinggalkan Tepusan tanpa sempat mendapat
kesan yang lebih dalam, setelah lebih dari 25 tahun tak pernah
menengoknya lagi. Kami saling melambai di batas desa, tetapi
Tukai ternyata masih berteriak juga.
"Orang tua! Ada yang masih terlupa!"
"Ya" Apakah itu kiranya"!"
"Nama!" "Ya"!" "Nama! Saya belum tahu dikau punya nama!"
"Hahahahaha! Aku tak bernama! Hahahahaha!"
Sampai dia menjadi titik kecil, Tukai masih berdiri di sana. Apakah
yang dipikirkannya" Dengan sekeping uang emas, nasibnya telah
berbalik untuk seterusnya. Ternyata bukan dewa Brahma, Vishnu,
831 atau Siva, dan tidak juga Durga, yang menentukan nasib manusia.
Tidak juga Buddha. Nagarjuna berkata: segala sesuatu menurunkan
keberadaannya dari ketaktergantungan
dan tiada sesuatu dalam dirinya sendiri 1
Dengan uang itu kuharap Tukai akan membeli pedati dan
kerbaunya sendiri, sehingga akan diterimanya uang sewa yang
utuh, dan lambat laun kemudian bisa membeli tanah, lantas
menjadikannya sawah. Bukan sebaliknya, memasuki kedai dan
menghabiskan uangnya untuk menenggak tuak, arak, waragang,
badyag, atau budur, sebagaimana yang biasa dikatakan sebagai
perilaku rakyat kecil, yang betapapun selalu kutolak kepastiannya.
Namun jika memang akan terjadi, tentu akan terdengar kalimat
seperti ini: "Pendekar Tanpa Nama yang sudah tua renta melewati desa kita,
dan kita melewatkan 10.000 keping emas begitu saja!"
BEGITULAH aku merayap dengan barang dagangan di dalam
pedatiku, dengan kerbau yang meskipun tampak gagah tetaplah
832 kerbau, yang seperti selalu ingin bermalas-malasan di air. Sering
juga kubiarkan dia berendam pada siang hari yang panas,
sementara di bawah pohon yang rindang kuteruskan tulisanku.
Kata demi kata, kalimat demi kalimat, kutulis sebisa dan secepat
mungkin, mengingat umur yang memungkinkan diriku ini setiap
saat mati. Sangat sering dalam waktu yang lama tidak seorang pun melewati
tempat itu. Orang-orang pergi ke sawah atau berburu ke hutan,
tetapi tidak selalu pergi ke desa lain, apalagi jarak dari desa yang
satu ke desa yang lain itu cukup jauh. Dalam 25 tahun ini penduduk
memang bertambah, bahkan terlihat orang-orang asing baik dari
Jambhudvipa maupun Negeri Atap Langit, tetapi jarak antardesa
masih jauh seperti dulu. Sebetulnya sapi atau kuda beban lebih tahan berjalan jauh, tetapi
aku ingin segera pergi dari Desa Tri Tepusan, sehingga kubayar
saja harga kerbau itu kepada majikan si Tukai, lengkap dengan
pedatinya. Bahkan kubayar harga sejumlah besar gerabah yang
kemudian menjadi isinya, dan keberadaan karungku pun menjadi
tersamar. Di jalan, di batas desa, kadang terdapat rajya pariraksa yang
mencegat dan memeriksa, meski keadaan sebetulnya aman,
833 kecuali jika belum tertangkapnya diriku sungguh dianggap
membahayakan membawa kerajaan. lempir lontar Namun, meski bergambar mereka diriku, dan tampak sambil memegangnya membanding-bandingkannya dengan wajahku,
mereka tetap tidak dapat mengenaliku.
Tentu karena rambutku kusemir hitam, kuikat pada tusuk rambut
dari kulit penyu yang membentuk kadal memanjat, dan karenanya
aku lebih tampak seperti 60 tahun daripada 101 tahun, maka selalu
lolos dalam pemeriksaan-pemeriksaan itu.
Biasanya memang mereka menengok ke belakang pedati, bahkan
menusuk-nusukkan tombaknya, dan ketika melihat karung itu
tidaklah curiga. "Mau ke mana orang tua?"
Kusebut saja desa yang ada di depan dan kukatakan aku hanyalah
seorang pedagang. Mereka adalah pengawal pusat pemerintahan
di Mantyasih sehingga tidak mengenal penduduk desa, mungkin
pula menjalankan tugasnya dengan perasaan bosan.
Aku teringat Tukai. Apakah yang dilakukannya dengan uang emas
itu" Aku merasa sangat bodoh ketika menyadari betapa jika ia
masuk kedai dan minum tuak tentu akan banyak berbicara. Semua
834 orang akan segera mengetahui bahwa telah berlangsung peristiwa
seru pada tengah malam di luar batas desa, dan setelah
membantunya lolos dari sergapan para begal, tanpa pernah
disangka memberikan sekeping uang emas bernilai 20 dharana
uang perak. "Padahal dia sudah tua?"
"Tua!" "Dan dia bisa bersilat?"
"Bisa!" Perbincangan seperti ini terdengar langsung maupun terdengar
dari mulut lain di kedai lain, jika didengar pula oleh seorang
anggota kadatuan gudha pariraksa atau pengawal rahasia istana
maupun perkumpulan rahasia dari dunia hitam akan membuat
mereka segera melacak jejakku.
Namun jika si Tukai dengan semangat tinggi membeli pedati,
lengkap dengan kerbaunya pula, akan menimbulkan keheranan
yang lebih besar pula, terutama karena dilakukan seorang sudra.
Gagasan siapakah kiranya yang mengira seorang sudra bisa
835 melompat jadi waisya" Cerita yang sama pastilah akan terdengar
juga! Nagasena berkata: alasan adalah satu hal kebijaksanaan adalah lain hal;
kambing dan domba lembu dan kerbau onta dan keledai memiliki alasan, tetapi tidak memiliki kebijaksanaan 1
Demikianlah dari Tepusan aku membawa gerabah seperti cawan,
mangkuk, tempayan, kendi, pasu, cowek, kuali yang terjual di
Turayun; dari Turayun aku mengambil barang-barang logam
seperti dandang, perisai, kawat, senjata tajam, dan menjualnya di
Langka. Dari Langka aku mengambil bledug atau garam dan
menjualnya di Tanjung. Dari Tanjung aku membawa salimut atau
selimut dan kalambi atau pakaian, baik itu wdihan untuk laki-laki
dan ken untuk perempuan, lantas menjualnya di Hampran.
836 Begitulah aku ternyata mengelilingi 24 desa yang terletak pada
delapan penjuru mata angin yang mengelilingi Mantyasih,
membawa gula aren, kletik atau minyak kelapa, dan aneka
pewarna, menyusuri desa-desa Sor, Ruhu, Tulang Air, dan Kayu
Asam 2. Menjual artinya aku menjual kepada kaum pedagang di batas
desa, yang akan menjualnya di pasar desa pada hari pasar.
Kuanggap semakin sedikit aku bersua manusia semakin baik.
Semakin sedikit gangguan semakin cepat pula selesainya kerja
penulisanku ini. Akhirnya kujual pedati dan kerbauku. Dengan menyandang karung
berisi gulungan-gulungan keropak, dari ribuan lempir lontar yang
berisi tulisanku selama setahun ini, kutatap kedua gunung kembar
itu, Sumbing dan Sindoro. Di antara kedua gunung itulah terletak
Celah Kledung! CHANG'AN, bulan Paysa, tahun 798. Ya, Pembaca yang Budiman,
kulanjutkan ingatanku yang terseling itu, ketika diriku dan Panah
Wangi bersembunyi di sebuah kuil Dao. Kami telah mengikuti
keledai-keledai yang bersama para penuntunnya diarahkan orangorang kebiri ke petak sebelah itu. Petak itu cukup kukenal, karena
pernah bersama Yan Zi dan Elang Merah mengunjungi kuil yang
837 didirikan untuk ayahanda Laozi. Namun petak itu juga menjadi
barak tentara dari kesatuan Pasukan Siasat Langit, dan mungkin
karena itu maka terdapatlah jalan tembus, yang menghubungkannya secara langsung dengan Taman Terlarang.
Mengingat kedudukan orang-orang kebiri yang tidak terpisahkan
dari maharaja, bahkan sampai kepada urusan tempat tidurnya 1.
Kukira jalan tembus itu pun hanya orang kebiri yang berhak
menggunakannya, setidaknya memberi izin penggunaannya. Kami
saling berpandangan. Bersama Panah Wangi, meskipun belum
lama mengenalnya, aku dengan segera telah mencapai saling
pengertian jika menghadapi lawan dalam pertarungan.
Kami keluar dari kuil Dao itu dan berkelebat menuju tembok
pembatas antarpetak. Pada tembok itu kami merayap cepat
dengan ilmu cicak, dan dengan ilmu bunglon kuharap para pendeta
Dao hanya melihat tembok ketika melihat ke arah kami. Melakukan
penyusupan pada hari terang seperti ini tingkat kesulitannya jauh
lebih tinggi daripada melakukannya pada malam hari. Namun jika
menggunakan ilmu halimunan, pengalamanku dipergoki ketika
sedang mengikuti ke mana gerobak tangan yang mengangkut petipeti berisi uang emas itu pergi, membuatku belum ingin
menggunakannya lagi. Maka kami pun bertindak seperti penyusup
838 biasa, yakni sembari menempel pada tembok seperti cicak, kepala
kami muncul perlahan-lahan.
Kepala kami belum lagi muncul sepenuhnya ketika sepasang
senjata rahasia berwujud gerigi cakra melesat langsung ke arah
jidat kami! "Penyusup!" Terdengar teriakan dari arah datangnya senjata rahasia itu. Kami
segera melepaskan ilmu cicak yang membuat tubuh kami rekat dan
melayang turun. Begitu menginjak tanah, para anggota Pasukan
Siasat Langit sudah muncul di pintu gerbang dari petak sebelah.
Setidaknya 15 orang yang tampaknya seperti pilihan, melesat maju
ke arah kami sambil melepaskan bermacam-macam senjata.
Panah, tombak, pisau terbang melesat, tetapi kami cukup
merendahkan tubuh, dan dengan sebelah lutut menyentuh tanah
kami lepaskan totokan-totokan jarak jauh, yang membuat mereka
bukannya ambruk, melainkan tetap berdiri kaku seperti patung.
Barisan depan itu segera menghalangi anggota pasukan lain yang
menyerbu serentak dan mampat di pintu gerbang. Aku melirik ke
arah tembok, tempat senjata-senjata yang luput itu menancap
maupun jatuh dan masuk ke dalam aliran kanal di bawahnya.
839 Semula aku hanya berpikir untuk mengambil senjata, tetapi baru
sekarang kusadari terdapat kanal itu. Kuingat pernah mempelajarinya sebelum menyusup ke dalam Istana Daming.
Kanal itu menyalurkan aliran sungai dari pegunungan di selatan
Chang'an menuju ke Taman Terlarang di luar tembok utara 2, yang
masuk dari balik tembok sebuah petak di sisi paling selatan, yakni
petak ketiga dari tembok barat. Melalui petak di selatan itu
seingatku bahkan tersalur pula aliran sungai lain melalui kanalkanal di dalam kota bagi kolam-kolam besar di Taman Barat,
tempat terdapatnya Istana Barat.
Dalam sekali tatap dengan Panah Wangi, kami langsung saling
mengerti dan secara bersamaan segera lenyap ke dalam air yang
mengalir di kanal, yang untunglah mengalir melalui petak ini.
Apabila para anggota Pasukan Siasat Langit ini berhasil
menyingkirkan kawan-kawannya, yang setelah tertotok menjadi
patung itu, sesampainya ke kanal ini kami sudah tiada tampak lagi.
Laozi berkata: di dunia ini tiada yang lebih patuh dan lemah 840 daripada air tapi untuk menyerang yang keras dan kuat tiada yang melampauinya
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena tiada gantinya 3 Di dalam air kami membiarkan diri kami dibawa arus, melewati
petak yang sebetulnya bermaksud kami intip tadi, dan melaju terus
ke utara. Tentunya kami akan segera memasuki Taman Terlarang, tetapi
ternyata... Dhug! Kami membentur terali besi!
Di atas kami pasti penuh dengan anggota pasukan pengawal
maharaja yang terkenal itu, maka kami tidak mungkin naik ke
permukaan; tetapi ketika berpikir kembali ke selatan, ternyata
841 sejumlah anggota Pasukan Siasat Langit sudah terjun pula
memburu kami! DI dalam air kanal yang dingin, melihat lima anggota Pasukan
Siasat Langit datang menyerang, Panah Wangi memberi tanda
menggorok leher. Segera kubalas dengan tanda jangan dan lebih
baik dilumpuhkan. Namun terjepit antara para pengawal dan jeruji
besi di dalam kanal, ini tidak begitu mudah dilakukan. Maka kuberi
tanda agar Panah Wangi menahan mereka sebentar, sementara
aku berbalik untuk membengkokkan dua batang jeruji besi supaya
cukup bagi tubuh kami berdua melewatinya.
Kulihat Panah Wangi berhasil menotok dua orang ketika aku
berbalik, dan aku pun menotok tiga orang sisanya. Mereka segera
kami dorong naik, bahkan agak seperti melemparnya agar terkapar
atau tertelungkup di tepian kanal, sehingga tidak menghirup air.
Apabila nanti ada orang lain menggantikan dan mengejar kami,
mereka hanya akan terbentur juga pada jeruji besi, dan mengira
kami pergi ke arah sebaliknya, karena setelah melewatinya lantas
kuluruskan kembali. Kanal yang lurus itu berubah menjadi sungai biasa, yang memiliki
banyak kelokan tetapi kukira adalah buatan. Kami melaju cepat
seperti ikan lumba-lumba sampai jalur sungai itu habis di tengah
842 Taman Terlarang, untuk muncul pelan-pelan ke permukaan seperti
buaya yang hanya kelihatan matanya di atas rawa. Dari sini kami
bisa melihat rombongan 30 keledai itu menuju Istana Larangan.
Tidak terlihat lagi para penuntun keledai dari usaha jasa Keledai
Cepat. Kami saksikan orang-orang kebiri yang sekarang menuntun
keledai-keledai itu. Apakah yang sebenarnya sedang terjadi"
Kuingat perjumpaanku yang pertama kali dengan orang kebiri itu,
di lautan kelabu gunung batu yang membatasi Daerah Perlindungan An Nam dengan Negeri Atap Langit dalam keadaan
sudah terpotong-potong di dalam karung. Namun yang penting
tentu adalah lak lilin merah atau segel kerajaan yang mengunci
ikatan karung itu. Kuingat lagi sekarang tujuh orang Uighur di atas tujuh kuda Uighur
yang perkasa membawa segala macam benda. Mereka meletakkan benda-benda berharga, termasuk kain sutra maupun
gulungan sutra, begitu juga kertas-kertas bertuliskan puisi Li Bai,
Wang Wei, dan Du Fu, ke dalam karung, kemudian meletakkannya
ke dalam keranjang. Setiap keledai membawa dua keranjang di kiri
dan kanan punggungnya. Lantas satu karung yang berbeda itu!
843 Sekarang aku ingat, Pasar Timur juga penuh dengan orang Uighur!
Keledai-keledai itu pasti juga disewa atau dibeli dari usaha jasa
Keledai Cepat, karena memang tidak ada usaha sejenis yang lain
di Chang'an. Mungkinkah kini terdapat hubungan antara pembunuhan kejam itu dan peristiwa yang belum juga usai
sekarang ini" Laozi berkata: mengambil semua yang kau inginkan tak pernah lebih baik dari berhenti selagi dirimu mampu 1 Angin bertiup. Dingin sekali. Kami beranjak ke tepian seperti buaya
merayap dari rawa ke daratan. Kemudian kami menggunakan lwekang atawa tenaga dalam untuk mengeringkan baju.
Panah Wangi memang orang yang berpikir cepat.
"Bukan soal untuk apa keledai itu, tetapi untuk tujuan apa, dan
siapa saja yang terlibat," katanya berbisik-bisik.
844 Tentang tujuan, persoalan masih sama, mencuri atau menyelamatkan" Tentang keterlibatan, segalanya masih gelap.
Sambil mengawasi bagaimana keledai itu seekor demi seekor
melewati jalan tembus, dari barak Pasukan Siasat Langit menuju
Taman Terlarang ini, yang dari sini masih jauh sekali, aku mencoba
membangun berbagai hubungan, dari pengetahuan yang sebetulnya sungguh terbatas.
Tiga orang kebiri menyimpan rahasia negara yang terbagi tiga.
Rahasia ini hanya akan terbuka jika ketiganya sepakat untuk
bergabung dan mengungkap rahasia masing-masing. Semula,
pengetahuan bahwa ketiga orang kebiri ini menyimpan rahasia itu
sendiri adalah suatu rahasia. Namun ketika terbuka, maut segera
mengancam ketiganya. Si Cerpelai kabur sampai lautan kelabu
gunung batu, Si Tupai menyusul dengan tubuh sudah terpotongpotong dalam karung.
Apakah sengaja dikirim ketika aku kebetulan bentrok dengan tujuh
penyoren pedang dari Uighur; ataukah hanya kebetulan lewat dan
kami yang penasaran kebetulan pula membukanya, semula
tidaklah terlalu jelas. Namun sekarang kurasa seseorang
diharapkan menerimanya --dan orang itu bukanlah Si Cerpelai
yang sudah lama membuka kedai di pegunungan itu
845 Adapun Si Musang nestapa pula nasibnya. Sebelum bunuh diri
dengan racun dalam pelariannya, lidahnya telah dipotong agar
tidak membuka rahasia, dan tetap dibiarkan hidup agar rahasia
tidak hilang serta diungkapkan kepada mereka.
Siapakah mereka" DI Taman Terlarang, di luar tembok utara Kotaraja Chang'an, lima
orang kebiri berbusana jubah ungu menggiring 30 keledai di antara
kerimbunan pohon-pohon persik, pir, dan liangliu. Mereka berjalan
sambil mengoceh. Jarak yang jauh membuat perbincangan hanya
terdengar sayup-sayup, dalam deru angin yang membuat
gemerisik dedaunan pohon liangliu menjadi-jadi. Terpaksa
kupasang lagi Ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang.
"Jadi mereka lari ke selatan?"
"Ya, para pengawal Pasukan Siasat Langit itu mengejarnya, dan
tidak ada jalan lain selain ke selatan, karena di bawah tembok pada
kanal ke arah Taman Terlarang itu terdapat jeruji besi yang tidak
bisa dilewati." "Mereka harus ditangkap dan langsung dibunuh, karena sudah
mengikuti sejauh itu."
846 "Kalau mereka terus di dalam air, para pengawal pasti bisa
menangkapnya karena bisa berenang dengan kecepatan lumbalumba."
"Bodoh! Tidak ada penyusup yang tidak bisa berenang seperti
lumba-lumba! Kedua orang itu pasti akan naik kalau ke selatan!"
Mereka segera mempercepat langkahnya.
"Sejak lama semua ini direncanakan. Tidak boleh gagal karena dua
penyusup tidak berhasil ditangkap."
"Kita masih bisa menunggu."
"Apalagi yang ditunggu?"
"Sampai Harimau Perang berkata aman!"
"Bagaimana mungkin Harimau Perang masih menentukan kalau
masih terus diburu seperti sekarang?"
"Bodoh lagi! Itu semua hanya fitnah, tetapi fitnah yang
menguntungkan. Tanpa harus berkeringat, Harimau Perang
sekarang pahlawan banyak orang. Biar saja penjahat kambuhan
itu habis dibunuh. Hakim Hou seharusnya berterima kasih dengan
847 pembersihan ini. Semenjak pengepungan usai, Chang'an bukan
kota yang dulu lagi."
"Apakah kita harus berterima kasih kepada orang yang melakukan
fitnah kepada Harimau Perang itu?"
"Aku heran, mengapa orang kebiri bodoh seperti dirimu bisa lolos
ujian dan diterima bekerja melayani maharaja di dalam istana.
Tutup mulutmu sekarang daripada dikarungkan seperti Si Tupai
yang terlalu banyak bicara."
Aku tertegun. Kusadari betapa licin manusia yang bernama
Harimau Perang itu, dan betapa luas jaringan yang diselusupinya,
baik sebagai mata-mata maupun sebagai dirinya sendiri. Namun
siapakah dirinya sendiri itu"
Aku juga tertegun karena munculnya nama Si Tupai. Seperti sudah
lama sekali tidak pernah kudengar nama itu. Sekarang mendadak
seperti diterjunkan langsung di antara para pelaku pembunuhannya! Jika tiga pemegang rahasia telah mati dibunuh, terdapat dua
kemungkinan. Pertama, pihak pembunuh mengetahui rahasia
yang sama, bahkan merupakan bagian dari rahasia itu. Kedua,
pihak pembunuh juga tidak mengetahui isi rahasia tersebut, dan
848 karena itu sebelum melenyapkan pemegang rahasia yang mungkin
merugikannya, berkepentingan mengetahui rahasia itu sebelum
menghapus segenap kemungkinannya.
Tiada percakapan lagi setelah itu.
Zhuangzi berkata: tiada yang lebih baik selain terangnya pemikiran yang tepat 1 Rombongan keledai itu mendadak tertutupi oleh sejumlah besar
kijang berbintik-bintik putih, salah satu di antara sekian jenis hewan
peliharaan liar di taman itu, yang kadang-kadang menjadi mangsa
perburuan maharaja, para pangeran, dan tamu yang sedang
diterimanya. Dengan ilmu pendengarannya sendiri, Panah Wangi juga
mengetahui perbincangan itu. Kulihat matanya langsung menyala
ketika nama Harimau Perang disebutkan. Sampai hari ini Panah
Wangi belum pernah menyampaikan apakah yang menjadi
urusannya dengan Harimau Perang, tetapi mata yang menyala itu
bagiku seperti menjanjikan cerita mengerikan.
849 Kami saling bertatapan sebentar, lantas beranjak untuk mengikutinya, tanpa harus menunggu gerombolan puluhan kijang
yang berpapasan itu melewatinya lebih dahulu.
Namun baru melangkah sebentar, sejumlah bayangan turun dari
balik rerimbunan pohon-pohon liangliu. Mereka langsung menyerang orang-orang kebiri yang menuntun keledai itu, dan
ternyatalah bahwa bukan sekadar jumlah penyerang itu sama
banyaknya, melainkan busananya pun sama, yakni jubah sutra
berwarna ungu! Serangan mendadak ini dilakukan dengan keterampilan tinggi. Dari
balik dedaunan pohon liangliu, yang dahan-dahannya jika tertiup
angin seperti lambaian penari, para penyerang melompat turun
langsung di belakang orang-orang kebiri. Dengan pisau melengkung mereka gorok leher korbannya, untuk langsung
didorong ke tepi. Lima orang kebiri yang tadi mengambil keledaikeledai ini dari usaha jasa Keledai Cepat di Pasar Timur, meregang
nyawa tanpa dipedulikan lagi.
Kelima pembunuhnya langsung mengambil alih keledai-keledai itu,
dan menuntunnya seperti tidak ada kejadian berarti.
850 Panah Wangi menggamit tanganku. Matanya terarah kepada
orang-orang kebiri yang bergelimpangan dan bersimbah darah dari
lehernya. Mereka masih bergerak-gerak. Masih hidup!
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
KAMI kembali menggunakan ilmu bunglon, sehingga tubuh
maupun busana kami tampak sebagai tanah dan rerumputan di
Taman Terlarang. Lantas dengan ilmu kadal kami merayap cepat
mendekati korban penggorokan yang masih hidup. Semestinya
darah yang mengalir dari tenggorokan dan juga mulut itu tidak
mungkin membuatnya berbicara, tetapi sebelum mati yang kami
dekati dengan sisa kemampuannya dapat mengucapkan satu kata.
"Huangdi...," katanya, dengan tangan terulur dan mata penuh
kekhawatiran. Panah Wangi menatapku. Kami mengerti artinya, tetapi apa
maknanya" Huangdi artinya maharaja. Namun apa yang
dimaksudnya" Dalam hubungannya dengan peti uang emas,
apakah itu berarti bahwa timbunan perbendaharaan negara akan
dicuri dari Istana Terlarang, ketika sebetulnya dipindahkan dari
Balai Semangat Kilauan Berlian untuk menyelamatkannya" Atau,
apakah mungkin justru maharaja sendiri yang disangka terlibat
dalam pencurian uang negara dan menjadikannya milik pribadi"
Meskipun yang terakhir ini seperti tidak mungkin, tetapi
851 persangkaannya sendiri adalah penting. Bukankah tidak kurang
dari sejarah, digerakkan dari prasangka yang satu kepada
prasangka yang lain"
Angin bertiup lebih kencang, membuat dedaunan pohon-pohon
liangliu yang bergemerisik itu lebih berisik lagi. Benarkah
rombongan keledai yang kami ikuti, berhubungan dengan salah
satu dari dua kemungkinan di atas" Betapapun semua dugaanku
juga bisa menjadi prasangka tanpa bukti, dan itu berarti keledaikeledai yang kini dituntun para pembunuh tersebut harus tetap
diikuti. Namun kurasa semangat kami berdua telah meninggi
semenjak kami ketahui betapa Harimau Perang terlibat perkara ini.
Semula kami ikuti rombongan itu dengan bersembunyi di balik
pepohonan, tetapi akhirnya kami pilih untuk mengikutinya dengan
naik ke pohon-pohon itu, bergerak lincah dan ringan seperti kera
ketika berpindah-pindah dari dahan ke dahan. Sempat kupikirkan
untuk menggunakan gin-kang atau ilmu meringankan tubuh dan
melangkah dengan mengendap-endap di atas pepohonan, tetapi
kukira setiap saat terlindungi oleh segala dedaunan ini jauh lebih
aman, apalagi para pembunuh yang sedang menuntun keledai itu
sering sekali menoleh ke belakang!
852 Apakah mereka sekadar penyusup yang menyamar sebagai orang
kebiri, ataukah orang-orang kebiri lain dari kesatuan yang sama"
Jika orang-orang kebiri yang terbunuh tadi menantikan perintah
Harimau Perang, apakah berarti orang-orang yang membunuh ini
berada pada pihak yang berlawanan dengan Harimau Perang,
ataukah sebaliknya ternyata justru diperintahkan oleh Harimau
Perang" Kusadari betapa ruwet jalinan kerahasiaan yang serba
berkait dan berkelindan, dan akan bertambah ruwet apabila
kemudian terjadi perubahan, pergantian, dan pertukaran pelaku,
yang selalu berlangsung dalam pertarungan abadi antara
kesetiaan dan pengkhianatan...
Sun Tzu berkata: jika telah diberi perhatian sepenuhnya
petugas rahasia dapat digunakan di mana saja;
tetapi yang menerima pembocoran
maupun membocorkannya keduanya harus mati 1 Istana Terlarang yang berada di dalam Taman Terlarang terbuat
dari kayu saja, tetapi kayu terbaik di seluruh Negeri Atap Langit,
853 meskipun terandaikan hanya untuk sementara, dan setiap saat
bisa diganti atau dibangun kembali. Tidaklah jelas bagiku apakah
sang maharaja ada di sana, tetapi kuketahui bagaimana orangorang kebiri membawa gerobak tangan berisi peti uang emas
memasuki Taman Terlarang.
Apakah Harimau Perang akan bisa dijumpai di sini" Di seluruh
Chang'an, bersembunyi di sini memang paling aman, karena
sebenarnyalah hanya maharaja dan keluarganya yang boleh
berada di Taman Terlarang.
Kenyataan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan.
Pertama, ketika masih menjabat sebagai kepala mata-mata Negeri
Atap Langit, mungkin saja memang terdapat hak istimewa Harimau
Perang untuk memasuki Taman Terlarang. Tetapi jika sudah tidak
menjabat dan bahkan Hakim Hou menyatakannya sebagai
buronan, mengapa pula keberadaannya di Taman Terlarang masih
menjadi kemungkinan" Apakah ini karena Maharaja Dezong
sendiri secara pribadi melindunginya" Untuk kepentingan apa"
Kedua, jika kemungkinan tersebut tidak berlaku, dan tetap saja
hanya orang kebiri yang diizinkan memasuki Taman Terlarang,
mengapa pula Harimau Perang bisa mendapatkan tempat dan
854 bahkan bekerja sama dengan orang-orang kebiri itu" Apakah
semua ini sudah direncanakan bersama Harimau Perang sejak
lama, ataukah Harimau Perang baru dilibatkan setelah tiba di
Chang'an dengan jabatan yang kini berkat ulahku telah dicabut itu"
Para penggorok leher yang menuntun 30 keledai itu mendekati
Istana Terlarang. "Huangdi...." Seperti terngiang kembali ucapan yang tersendat oleh darah di
mulut itu. Hanya awal sebuah kalimat. Apakah yang ingin
disampaikannya" Terbetik dalam kepalaku, apakah maharaja berada dalam bahaya"
ISTANA Terlarang adalah sekadar tempat tetirah, yang terletak
hanya di balik tembok Kotaraja Chang'an. Jika menuju Taman
Terlarang, terutama pada musim panas, Maharaja Dezong dengan
selir-selirnya lebih sering bercengkerama di udara terbuka. Mereka
bisa memancing di kolam, bermain catur di bawah pohon, atau
sang maharaja berleha-leha menyaksikan selir-selirnya itu menari
luyao yang sangat disukai pada masa itu, tempat para selirnya itu
memamerkan goyang pinggangnya yang langsing dengan anggun.
855 Ini akan disusul nyanyian chunjianghuayueye yang terdengar
jernih dalam iringan seruling bambu tegak yang disebut xi'an.
Jika maharaja sedang bersemangat tinggi, ia akan meminta selirselirnya membacakan puisi dan memperbincangkannya, mulai dari
yang sedang menjadi perbincangan di antara khalayak seperti
puisi-puisi para penyair masa pemerintahan Wangsa Tang seperti
Li Bai, Du Fu, Wang Wei, Liu Changqin, Chang Jian, dan Cui Hao
maupun dari masa silam seperti Qu Yuan dari zaman NegaraNegara Berperang dan Tao Yuan Ming semasa pemerintahan Jin
Timur yang sangat dikenal oleh kaum terpelajar di Negeri Atap
Langit. Telah umum diketahui, bukan sembarang perempuan bisa
menembus lingkaran-lingkaran penjagaan sang maharaja, karena
selain olah tubuh demi permainan cinta di atas ranjang, olah
kecerdasan dan perbendaharaan pengetahuannya pun sangat
menentukan untuk bisa dianggap layak berbincang dengan
maharaja. Namun, sekali kaum perempuan yang sudah teruji ini
masuk lingkaran, maka mereka membentuk jaringan yang kuat
sekali. Sudah bukan rahasia lagi, betapa jaringan putri istana
merupakan saingan terberat bagi jaringan orang kebiri, dalam
permainan kekuasaan di istana.
856 Aku teringat bagaimana mendengar semua itu dari Elang Merah
yang pernah menjadi mata-mata Kerajaan Tibet, meskipun dia
sendiri belum pernah menyusup ke dalam Taman Terlarang. Kini,
dalam bulan yang di Yavabhumipala disebut Paisya, iklim yang
hangat sudah meninggalkan wilayah timur laut Negeri Atap Langit.
Sebulan lagi udara sudah akan sangat dingin. Jika maharaja
sedang tetirah di sini, kukira tidak akan memilih tempat di luar,
tetapi memang tidak ada kepastian apakah maharaja berada di
dalam Istana Terlarang. Dalam I Ching disebutkan: Sumur. Pindahkan kota tapi jangan sumurnya.
Tiada kerugian, tiada keuntungan:
pergi menuju dan datang dari sumur.
Namun jika mengering, belum ada talinya, atau embernya rusak,
kemalangan. 1 857 Dari pohon terdekat tempat kami bersembunyi, tampaklah lima
orang penggorok leher tadi mendekat bersama 30 keledai yang
mereka tuntun. Istana Terlarang yang sangat sederhana jika
dibanding istana-istana lain di Chang'an tampak dijaga dengan
sangat ketat. Pasukan Hutan Bersayap yang berjumlah sekitar 100
orang tampak berjaga dengan busana tempur dan bersenjata
lengkap. Apakah yang terjadi" Lima orang yang mengambil alih 30 keledai
tadi telah dicegat di depan pintu gerbang oleh Pasukan Hutan
Bersayap. Mereka ternyata tidak boleh berjalan terus, tetapi 30
keledai itu tampak seperti mau diambil, meskipun mereka tidak
mau menyerahkannya. Lantas kami lihat terjadi pertengkaran.
Suara saling membantah terdengar keras. Kemudian lagi-lagi
kelima pembunuh tersebut bergerak sangat cepat dengan pisau
lengkungnya, menyambar leher para pengawal yang mencegat
mereka. Tubuh-tubuh segera bergelimpangan sembari menyemburkan
darah. Sejumlah anggota Pasukan Hutan Bersayap berlompatan
dengan penuh kemarahan ke arah lima orang tersebut, yang jika
dilihat dari perbandingan kekuatan dengan sekitar 100 pengawal
yang berjaga tersebut, haruslah dikatakan sangat nekad. Namun
kami segera melihat betapa tindakan itu telah diperhitungkan,
858 ketika anggota Pasukan Hutan Bersayap yang berlompatan
dengan penuh kemarahan itu hanyalah melompat menuju
kematian, karena serangan dari samping kiri dan kanan maupun
belakang di berbagai bagian tubuh yang mematikan.
Anggota pasukan lain yang terkejut pun segera ditewaskan oleh
orang-orang di samping kiri dan kanan atau belakangnya, sebelum
menyadari betapa di antara yang 100 orang ini ternyata 60 orang
berada di pihak lima pembunuh tersebut. Dari balik dedaunan
liangliu yang rimbun, kami mengikuti semua perkembangan yang
berlangsung sangat cepat. Telah terjadi perpecahan di dalam
Pasukan Hutan Bersayap, pasukan orang-orang kebiri yang
terkenal sangat tangguh dan sangat setia kepada tugas satusatunya, yakni menjaga keselamatan maharaja.
Sekarang sekitar 30 orang mengikuti lima pembunuh itu masuk ke
dalam, sedangkan sisanya bersiaga membentuk penjagaan ketat
melingkari Istana Terlarang. Kami lihat keledai-keledai itu dibiarkan
saja di luar. "Mereka bukan mau mencuri uang emas," kata Panah Wangi,
"mereka mau membunuh maharaja!"
859 KAMI berkelebat dari pohon liangliu itu dengan kecepatan kilat,
seperti kaki hanya menyentuh permukaan rumput, melesat dan
melesat, sehingga orang-orang kebiri yang berjaga tidak melihat
kami lewat, melejit melalui pintu gerbang seperti cahaya, langsung
masuk ke dalam Istana Terlarang.
Melewati pintu gerbang kami dapati pertarungan antara Pasukan
Hutan Bersayap yang seharusnya menjaga sang maharaja sampai
titik darah penghabisan, melawan para perempuan pengawal
berbusana serbamerah. Suara teriakan menggema, bunyi senjata
logam yang berbenturan terdengar berdentang-dentang. Orangorang kebiri itulah yang berusaha menembus chuihuamen atau
gerbang dalam, tetapi para perempuan pengawal berbusana yang
mengingatkan aku kepada anak buah Putri Anggrek Merah itu
mempertahankannya dengan ketat.
Pengawal Anggrek Merah, jika mereka memang para pengawal
Putri Anggrek Merah yang terbunuh itu, semuanya menggunakan
dua pedang dan ilmu pedang mereka jelas sangat tinggi. Dengan
kedua pedangnya seorang Pengawal Anggrek Merah bisa
mendesak tiga sampai empat orang anggota Pasukan Hutan
Bersayap yang berkhianat itu. Betapapun jumlah Pengawal
Anggrek Merah terlalu sedikit dibanding para penyerbu yang
seharusnya justru melindungi maharaja. Tentunya sejak lama
860 Pengawal Anggrek Merah itu telah menjadi lingkaran terakhir
keamanan maharaja, sebab jika tidak tentu orang-orang kebiri ini
sudah berhasil membunuhnya bukan"
Hanya tujuh perempuan perkasa Pengawal Anggrek Merah
menghadapi 35 anggota Pasukan Hutan Bersayap, tetapi ketujuh
Pengawal Anggrek Merah itu bukan hanya berhasil bertahan di
depan gerbang dalam, melainkan nyaris mendesak para anggota
Pasukan Hutan Bersayap itu ke luar lagi. Para Pengawal Anggrek
Merah ini menggunakan jurus-jurus yang berpadanan bagi
ketujuhnya, sehingga memang tidak mungkin menembusnya.
Namun bukan anggota Pasukan Hutan Bersayap pilihan jika tiada
dapat menggunakan akal. Maka, jika sebelumnya tidak kurang dari
lima orang kebiri bersenjata pedang pendek melengkung berusaha
menjatuhkan seorang Pengawal Anggrek Merah, segera dikurangi
menjadi tiga orang sedangkan dua orang mencari jalan lain.
Diawali dengan suitan melengking, tidak kurang dari 14 orang
menarik diri dari pengepungan, dan membagi diri menjadi dua
kelompok yang masing-masing terdiri atas tujuh orang. Kedua
kelompok ini melompat ke atas wuwungan huilang atau jalan
tertutup tembok di kiri dan kanan gerbang dalam.
861 Kami sejak tadi mengikuti perkembangan ini dengan juga membagi
diri. Sebelum kaki para anggota Pasukan Hutan Bersayap itu
menginjak masing-masing wuwungan huilang, Panah Wangi
sudah berada di atap wuwungan dongxiangfang atau bangunan
sayap timur yang jauh lebih tinggi lagi, seperti juga aku yang sudah
berada di wuwungan xixiangfang atau bangunan sayap barat.
Maka terlihatlah bagaimana 14 orang kebiri yang turun di liyuan
atau halaman dalam utama itu, segera disambut dua orang
anggota Pengawal Anggrek Merah yang sepasang pedangnya
telah menjadi gulungan cahaya terganas.
Di manakah maharaja" Apakah berada di zhengfang atau
shangfang yakni ruang utama yang menghadap ke selatan,
dengan dikitari pengawal-pengawal pilihan" Suara logam yang
beradu terus berdentang-dentang, dalam tiupan angin yang
semakin kencang dan menerbangkan guguran dedaunan di
halaman. Lantas terdengar teriakan dan korban berjatuhan.
Seorang kebiri ambruk dengan sayatan bersilang di dadanya,
disusul seorang kebiri lain terguling tanpa nyawa dengan sayatan
bersilang di punggungnya, penanda tergunakannya Jurus Dua
Pedang Saling Bersilang. 862 Tinggal 12 orang kebiri yang saling memunggungi, dikepung dua
perempuan Pengawal Anggrek Merah berbusana serbamerah,
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang melangkah maju dengan sikap siap menghabisi.
"Dasar manusia tanpa kejantanan," ujar salah seorang Pengawal
Anggrek Merah itu, "kalian potong kejantanan kalian agar bisa
mengabdi kepada maharaja dan melindungi istana, mengapa
sekarang kalian bermaksud menculiknya?"
Sebelum menjawab, salah seorang kebiri itu meludah.
"Menculik" Cuih! Babu para gundik mulai bertingkah! Apa yang
kalian tahu tentang pengabdian"! Pengabdian yang dikecewakan!
Sungguh mahal harganya!"
"Huh! Pengawal raja! Kematian pun terlalu ringan bagi kalian!"
Lantas keduanya berkelebat dan terbentuklah lingkaran merah
mengelilingi 12 orang itu. Ilmu pengawal maharaja seperti Pasukan
Hutan Bersayap sebetulnya sangat tinggi, tetapi ilmu kedua
perempuan anggota kesatuan Pengawal Anggrek Merah itu ruparupanya jauh lebih tinggi, sehingga korban pada pihak Pasukan
Hutan Bersayap semakin banyak berjatuhan.
Kudengar lagi suara perempuan pengawal itu.
863 "Fitnah kalian jugalah yang membuat Putri Anggrek Merah
terbunuh! Jangan bermimpi bisa keluar dari tempat ini dalam
keadaan hidup!" DI atas wuwungan xixiangfang atau bangunan sayap barat, kulihat
di wuwungan dongxiangfang atau sayap timur di seberang sana
Panah Wangi juga sedang menatapku. Kukira apa yang kami
pikirkan sama, jika benar sang maharaja akan diculik, di manakah
kiranya dirinya berada sekarang" Bahwa para pembunuh itu dalam
kenyataannya telah datang kemari, melalui suatu cara penyusupan
yang telah kami ikuti sendiri, memang hanya bisa terjadi setelah
suatu jaringan rahasia menyampaikan bahwa maharaja berada di
tempat ini. Mengingat kedudukan Taman Terlarang yang tanpa tembok, dan
langsung berhadapan dengan padang terbuka, sebenarnyalah
Istana Terlarang keamanannya tidak terjamin seperti berbagai
istana tempat tetirah lainnya di seluruh Chang'an. Namun justru
keterbukaan dan keliaran Taman Terlarang itulah satu-satunya
tempat tetirah yang bisa membuat maharaja merasa dirinya
manusia biasa, sama dengan banyak orang lain yang hidupnya
terbebaskan dari berbagai aturan.
864 Di Taman Terlarang maharaja menikmati kehidupan di alam
terbuka dan tanpa tembok, meski sebetulnya keamanannya sangat
amat terjamin oleh penjagaan Pasukan Hutan Bersayap. Semula,
demi kenyamanan maharaja, penjagaan tidaklah terlalu ketat.
Betapapun kehadiran seorang Uighur yang berlari menyerbu
dengan pisau, dan seorang warga Tibet yang datang menyerbu
dengan melemparkan tombak sambil menunggang kuda, membuat
penjagaan diperketat beberapa kali lipat.
Di liyuan atau halaman dalam utama, dari 12 orang anggota
Pasukan Hutan Bersayap korban-korban terus berjatuhan, masih
dengan Jurus Dua Pedang Saling Bersilang yang memberikan
garis silang sayatan pedang mendalam pada dada atau punggung.
Hanya tinggal empat orang sekarang, yang bertahan setengah
putus asa, dalam serangan dua pasang pedang yang menggulung
seperti angin puting beliung. Dari tempatku menyaksikan di atas
wuwungan, jika kupandang dengan mata awam hanya tampak
seperti kelebat bayangan berwarna merah; tetapi dengan mata
orang-orang persilatan maka kusaksikan keindahan tarian dengan
dua pedang. Persaingan antara jaringan orang kebiri dan jaringan putri istana
tampak di sini, dengan catatan bahwa di dalam tiap jaringan itu
terdapat juga kelompok-kelompok yang tidak selalu hanya sekadar
865 bersaing, tetapi juga saling bertentangan sampai timbul bentrokan.
Dalam peristiwa ini tampak betapa lingkaran keamanan yang
terakhir, yakni penjagaan yang menempel pada maharaja
sekarang bukanlah Pasukan Hutan Bersayap yang terdiri atas
orang-orang kebiri, oleh suatu sebab yang belum kuketahui,
melainkan kelompok yang berasal dari jaringan putri istana.
Dalam I Ching tergambarkan: Langit dan air tercurah ke bawah: gambaran perselisihan. Dikau harus mengambil arah baru
hanya setelah menimbang cermat
dari permulaan. 1 Aku melejit sebentar kembali ke wuwungan huilang atau jalan
bertembok di samping chuihuan atau gerbang dalam dan
tampaklah pertarungan di qianyuan atau halaman depan itu hampir
berakhir. Pertarungan yang tadi antara tujuh anggota Pengawal
Anggrek Merah melawan 21 anggota Pasukan Hutan Bersayap
866 telah menjadi pertarungan antara tujuh orang melawan tujuh orang
saja. Empatbelas mayat bersimbah darah di qianyuan itu.
Belum kulupakan bahwa di luar masih ada 30 anggota Pasukan
Hutan Bersayap yang berjaga-jaga. Jika mereka menyerbu masuk,
tenaga mereka yang masih segar bisa menjadi masalah besar bagi
para Pengawal Anggrek Merah yang kini menjaga maharaja itu.
Selain itu aku khawatir mereka yang rupanya telah tersebar
mengelilingi Istana Terlarang ini sudah masuk pula dari berbagai
penjuru lain, mencari maharaja yang disembunyikan entah di
mana. Aku pun melompat turun ke sisi luar tembok halaman, merapat ke
tembok dengan ilmu bunglon, dan segera kusaksikan pemandangan itu. Tidak kurang dari 500 anggota Pasukan Hutan
Bersayap telah mengelilingi Istana Terlarang. Mereka membawa
berbagai senjata, termasuk barisan panah, bagaikan siap
berperang. Bahkan barisan berkuda tidak kurang dari 100 orang.
Apakah ini karena maharaja yang menjadi sasaran" Istana
Terlarang seolah menjadi tidak terlarang, karena segala tabu telah
dilanggar para petugas yang harus menjaganya.
Aku terkesiap. Tempat ini terlalu jauh dari mana pun, termasuk dari
barak Pasukan Siasat Langit yang juga berada di bawah
867 kepemimpinan orang kebiri. Setinggi apa pun ilmu silat para
Pengawal Anggrek Merah, jumlah ini terlalu besar untuk dilawan
dan dimenangkan. Lagi pula tidak kurang-kurangnya perwira
berilmu tinggi di antara orang-orang kebiri.
Jika orang-orang kebiri itu bermaksud menambus maharaja,
dengan cara membakar seluruh bangunan istana, tentu mereka
mampu menjalankannya. Sedangkan jika perkembangan menuju
ke arah itu, masih mungkinkah diriku dan Panah Wangi tetap
tinggal jadi saksi mata saja"
PASUKAN Hutan Bersayap yang mengepung Istana Terlarang
dengan cepat segera mempersempit dan memperketat lingkaran,
sehingga dalam waktu singkat telah menjadi sangat dekat.
Aku dan Panah Wangi sudah siap untuk berpihak, setelah
beberapa saat lamanya hanya menjadi penonton, yang tiada lain
selain menonton, karena merasa tidak berkepentingan dengan
perselisihan dan pertentangan antar golongan maupun antar
kelompok di setiap golongan yang bercokol di dalam istana.
Sekarang kuingat lelaki paro baya yang bergigi hitam di Pasar
Timur, yang telah membuat kami bukan hanya mengira dirinya
penjahat dan mengikutinya, tetapi pula telah mendorong kami
868 masuk dan mengikuti peristiwa ini, yang tak pernah kami ketahui
dengan sengaja atau tidak membuat kami mendengar keterlibatan
Harimau Perang. Tanpa urusan Harimau Perang kami bisa begitu saja pergi, tetapi
kini bukan saja kami terus bertahan menanti kemunculannya,
tetapi merasa tak bisa berdiam diri jika tak hanya perempuanperempuan Pengawal Anggrek Merah itu habis dibantai, melainkan
juga Sang Maharaja Negeri Atap Langit Dezong sendiri, karena
kedudukan mereka yang amat sangat lemahnya. Bukan karena
Dezong seorang maharaja, dan bukan pula karena para Pengawal
Anggrek Merah itu perempuan-perempuan tercantik pula, tetapi
tiada lain dan tiada bukan karena berada dalam kedudukan tidak
berdaya. Kami telah naik lagi ke wuwungan xixiangfang dan wuwungan
dongxiangfang, di tempat tadi kami masing-masing mengawasi
pertarungan di luyian atau halaman dalam, dan ternyatalah bahwa
empat dari komplotan pembunuh itu telah ditewaskan. Dua
perempuan Pengawal Anggrek Merah segera menyeberangi
chuihuamen atau gerbang dalam, dan menemukan betapa kawankawan mereka yang tujuh orang juga telah menewaskan lawanlawannya.
869 Mereka tentu tahu bahwa masih ada 30 orang lagi anggota
Pasukan Hutan Bersayap yang berjaga di luar dan bermaksud
segera menghabisinya, tetapi mungkin belum sempat mengetahui
betapa jumlah itu telah bertambah 500 orang bersenjata lengkap,
termasuk 100 anggota pasukan berkuda yang sedang melaju
dengan kecepatan penuh. Liyuan langsung kosong dan sepi, yang menimbulkan pertanyaan
kepadaku di manakah kiranya maharaja bersembunyi. Berapa
orang pengawal yang ditinggalkan bersama maharaja" Pengawal
Anggrek Merah ini pun tentu tidak mengira bahwa dari 100 anggota
Pasukan Hutan Bersayap yang berjaga tadi, 60 orang telah
berubah tugasnya, dari melindungi maharaja dengan seluruh jiwa
dan raga, berganti jadi membunuhnya!
Sun Tzu berkata: petarung yang terampil bergerak dan tidak digerakkan 1 Kami berkelebat ke depan. Kuberi tanda kepada Panah Wangi
bahwa kami sebaiknya hanya menggunakan totokan jarak jauh,
bukan karena kebetulan tidak membawa senjata dalam 870 penyamaran di hari siang, tetapi berdasarkan pertimbangan atas
keberpihakan. Tanpa pengetahuan yang pasti tentang siapa yang
benar dan siapa yang salah, mencabut nyawa orang begitu saja
rasanya terlalu gegabah. Namun apa yang terjadi kemudian ternyata di luar dugaan.
Tigapuluh orang kebiri yang berjaga di luar melihat kedatangan
sesama kesatuannya itu justru bersiaga untuk melawan! Sedangkan Pasukan Hutan Bersayap yang datang ini ternyata
memang sengaja menyerang untuk membasmi!
Barisan kuda terdepan melaju sambil melepaskan anak panah
masing-masing dengan keterampilan tinggi, yang segera terdengar
mendesing ke arah para anggota Pasukan Hutan Bersayap yang
berjaga. "Mati kalian pengkhianat!"
Para penyerbu di atas kuda ini terus melepaskan anak panahnya
secara berturut-turut sambil melaju. Ratusan anak panah
berdesing-desing ke arah sasarannya dan segera memakan
korban. Limabelas orang segera tewas dengan dua sampai tiga
anak panah menembus tubuhnya. Sisa 15 orang yang mampu
menangkis segera mundur memasuki mendongr atau jalan
871 gerbang di bawah damen atau gerbang, hanya untuk didesak
keluar lagi oleh para Pengawal Anggrek Merah yang telah
memasuki qianyuan atau halaman depan.
Kembali keluar, seluruh Pasukan Hutan Bersayap penyerbu yang
berjumlah 500 orang itu telah membentuk pagar betis. Limabelas
orang kebiri terkepung begitu rupa sehingga bahkan tak mungkin
lagi untuk melawan. Ratusan tombak panjang terulur melingkari
kelimabelas orang ini. Seseorang berusaha bunuh diri tetapi pisau
lengkungnya segera terpental. Seorang perwira Pasukan Hutan
Bersayap turun dari kudanya,
menyibak barisan tombak, mendekati orang-orang yang terkurung dengan wajah putus asa.
Ia masuk dan berjalan di tengah-tengah mereka.
"Pelindung maharaja mau membunuh maharaja"! Jangan harap
kalian bisa mati terlalu cepat!"
LIMA belas orang kebiri dari Pasukan Hutan Bersayap yang
termasuk anggota komplotan pembunuh maharaja itu, digelandang
pergi bersama 400 dari 500 anggota Pasukan Hutan Bersayap
yang datang menyerbu. Tidak dapat kubayangkan hukuman yang
akan mereka terima nanti. Di Negeri Atap Langit hukuman sungguh
dimakudkan sebagai contoh agar khalayak merasa ngeri untuk
872 melakukan perbuatan sejenis, dan kali ini bukan hanya khalayak
dalam arti orang banyak, tetapi para anggota tentara, baik perwira
maupun anak buahnya, yang harus dibuat gentar.
Selama tinggal di Chang'an kuketahui betapa memang berat
semua hukuman itu, bahkan bagi hukuman-hukuman yang
dianggap ringan, yang kuanggap tetap saja merupakan hukuman
berat. Kuingat mereka yang tidak disekap maupun tidak dihukum
mati sebagai tanda kebersalahan kepalanya dipasung, begitu pula
tangannya, dan kakinya pun diborgol, tergantung besar dan kecil
atau jenis kesalahannya. Pasungnya terbuat dari kayu dan
borgolnya dari besi. Sedemikian rupa pemasungan tersebut
sampai yang terhukum tidak dapat melakukan kegiatan apa pun
tanpa bantuan orang lain, seperti makan, minum, apa pun yang
mesti dilakukan manusia, meskipun dibiarkan berkeliaran.
Hanya terdapat kurang dari 1.900 bangunan penjara di seluruh
Negeri Atap Langit dengan sekitar 10.000 petugas penjara, yang
lebih digunakan sebagai tempat penahanan sementara, selama
pemeriksaan dan sebelum tertuduh diajukan ke pengadilan.
Namun saat itu tindakan kekerasan sudah dilakukan mulai dari
pencambukan dengan rotan sampai pemasungan, terutama bagi
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
para tahanan berbahaya yang selalu menanti kesempatan untuk
melarikan diri 1. Dalam hal orang-orang kebiri ini, aku dan Panah
873 Wangi yang kemudian bertiarap di atas genteng dengan ilmu
bunglon pada wuwungan menfangr atau deretan ruang di samping
mendongr atau jalan masuk tadi, sempat melihat mereka dilucuti
seluruh busananya, lantas kedua tangannya diikat dan ditarik
seekor kuda yang ditunggangi dengan semaunya, berjalan
maupun berlari. Empat ratus anggota Pasukan Hutan Bersayap yang terdiri dari
orang-orang kebiri, menyeret lima belas kawan-kawan mereka
sendiri menuju ke arah barak Pasukan Siasat Langit di balik
tembok yang membatasinya dengan Taman Terlarang. Seratus
orang yang terdiri 75 orang dari pasukan berjalan kaki dan 25
orang dari pasukan berkuda tetap tinggal di Istana Terlarang.
Perwira yang memimpin Pasukan Hutan Bersayap ini tampak
gagah, sehingga tentunya akan terbetik pendapat, "Sayang sekali!"
pada benak para Pengawal Anggrek Merah yang sekali lagi tiada
kuingkari serbacantik jelita itu. Kukira bukan hanya ilmu silat yang
dipertimbangkan Putri Anggrek Merah ketika menerima atau
memilih perempuan-perempuan pengawalnya, melainkan juga
parasnya. Tidak terlalu kudengar percakapan mereka, tetapi kukira tidak akan
lain selain menanyakan keberadaan maharaja. Mereka pun
bergegas melangkah ke qianyuan atau halaman dalam, terus
874 melangkah melalui chuihuamen atau gerbang dalam menuju ke
liyuan atau halaman utama. Mereka berhenti di sana. Kami
mengendap-endap dari wuwungan menfangr, melejit ke atap
yuanqiang atau tembok halaman, hanya untuk terbang kembali ke
wuwungan dongxiangfang atau bangunan sayap barat. Kami
dengar percakapan mereka.
"Mohon Tuan Perwira Pasukan Hutan Bersayap menunggu di sini
sejenak, karena mesti meminta izin maharaja untuk membawa
Tuan ke hadapannya di zhengfang," ujar seorang Pengawal
Anggrek Merah. Dengan pengetahuan bahasa Negeri Atap Langit yang masih
terbatas, kuketahui maksudnya adalah maharaja diharap bersedia
menerima perwira pengawal raja di ruangan utama. Maharaja
sendiri tentu berada di tempat tersembunyi. Sebagai perwira
kesatuan Pasukan Hutan Bersayap yang tugasnya memang hanya
menjaga keselamatan maharaja, tentulah diketahuinya kerumitan
maupun perumitan yang diperlukan, meski sekadar untuk suatu
pertemuan dengan manusia yang paling berkuasa di Negeri Atap
Langit itu. Dua orang Pengawal Anggrek Merah menghilang masuk ke dalam
zhengfang. Apakah maharaja berada di erfang atau ruang sisi, atau
875 di houzhaofang yang ada di belakang, yang di rumah-rumah orang
Chang'an berarti deretan kamar di belakang bagi orang-orang tua
dan masih muda, kami juga tidak tahu.
Hanya saja kekosongan dan kesunyian Istana Terlarang ini
mengherankan aku. Mungkinkah pengepungan Chang'an oleh
balatentara pemberontak yang digerakkan Yang Mulia Paduka
Bayang-Bayang itu menjadi penyebabnya" Kuingat betapa petipeti uang emas dengan gerobak tangan dibawa kemari dari Balai
Semangat Kilauan Berlian di Istana Daming, bahkan pada
pengepungan hari pertama!
Mendadak muncul dua Pengawal Anggrek Merah tadi dengan
berlari. "Maharaja!" Mereka berteriak dengan wajah pucat pasi.
"Maharaja telah diculik!"
MAHARAJA telah diculik! Benarkah" Mungkinkah" Dengan satu
suitan liyuan atau halaman dalam itu sudah penuh anggota
Pasukan Hutan Bersayap. Setidaknya 40 orang kebiri telah
mengepung sembilan Pengawal Anggrek Merah dengan senjata
876 terhunus. Namun sembilan perempuan perkasa itu tampak tidak
mengenal takut. Mereka beradu punggung membentuk lingkaran
bergerigi tajam, masing-masing memegang sepasang pedang jian
yang lurus panjang dengan dua sisi tajam dalam kuda-kuda
meyakinkan. Perwira Pasukan Hutan Bersayap itu berkata sambil menunjuk
dengan pedang. "Maharaja telah diculik katamu"! Huh! Sudah lama Harimau
Perang curiga, Putri Anggrek Merah adalah pembunuh bayaran
yang bekerja untuk Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang," katanya,
seolah-olah setiap anggota Pengawal Anggrek Merah itu adalah
Putri Anggrek Merah sendiri.
"Tidak akan aneh tentunya jika sekarang anak buahnya
meneruskan tugas itu," katanya lagi, "Kalian sekap di mana
maharaja sekarang?" "Dalam penjagaan kalian yang ceroboh saja maharaja bisa kami
selamatkan dari pembunuhan, di tangan kami tentunya membunuh
maharaja semudah membalik tangan," jawab anggota Pengawal
Anggrek Merah, ''Tapi bagaimana kami melakukannya, jika
877 ternyata saudara-saudara kami yang menjaga maharaja terkapar
dengan darah membasahi lantai seperti itu!"
Perwira itu tertegun. Menurunkan pedangnya. Mengangkat
tangannya. Maka tombak dan panah yang siap merajam itu
diturunkan pula. Para Pengawal Anggrek Merah pun menurunkan
pedang jian mereka. "Apa maksud Puan?"
"Kami tinggalkan lima orang untuk menjaga maharaja, Tuan lihat
sendiri apa yang terjadi di dalam sana."
Perwira itu berkelebat masuk ke dalam zhengfang dan dengan
segera keluar kembali. "Hanya empat kawan kalian terkapar," katanya, "di mana yang satu
lagi" Tentu dia yang melarikan maharaja! Ataukah kalian semua
memang bersekongkol"!"
Mendengar kalimat seperti itu, yang tampak menjadi pemimpin
Pengawal Anggrek Merah dengan sebat menggerakkan kedua
pedang, dan tiba-tiba terpelantinglah perwira Pasukan Hutan
Bersayap itu ke tanah, pedangnya terlepas, sementara kedua
pedang jian perempuan itu menyilang di lehernya sampai
878 menancap ke tanah. Bahkan ketika perempuan Pengawal Anggrek
Merah itu melepaskan kedua pedangnya, perwira itu tidak bisa
bergerak jika tidak ingin lehernya terluka.
Perempuan itu menginjak dada perwira tersebut. Dalam perlindungan delapan Pengawal Anggrek Merah yang melingkari
keduanya dengan punggung saling berhadapan, siap menghadapi
segala serangan. Mereka dikepung oleh Pasukan Hutan Bersayap
yang kembali mengangkat senjata, tetapi ragu-ragu untuk
menyerang. "Membunuhmu semudah membalik telapak tangan, tapi takkan
kulakukan," katanya lantang, '"Jangan halangi kami mengejar
pengkhianat itu, karena siapa pun pasti kami terjang."
Mayat-mayat yang masih bergelimpangan di liyuan itu menegaskan, betapa sembilan perempuan Pengawal Anggrek
Merah tersebut memang bisa membuktikan kata-katanya.
Ketegangan seperti setan lewat, tanpa satu kata pun terucap.
Hanya angin yang seperti selalu saja menderu, menderu, dan tiada
lain selain menderu. Aku teringat ketika Balai Anggrek Merah
diserang orang-orang golongan hitam yang dipekerjakan sebagai
pengawal istana, dan juga bagaimana Putri Anggrek Merah
879 ditewaskan suatu sosok yang sepintas lalu mengingatkan kepada
Harimau Perang, tetapi yang kemudian setelah ditewaskan Yan Zi
ternyata nama Harimau Perang masih disebut-sebut lagi.
Sampai sekarang aku hanya mampu meraba-raba. Apakah Putri
Anggrek Merah memang mata-mata atau pembunuh bayaran
ataukah kedua-duanya, ataukah kekasih tercinta dan setia
menjaga maharaja yang difitnah orang-orang kebiri" Namun
peristiwa ini jelas memperlihatkan perselisihan lama antara
jaringan putri istana dan jaringan orang kebiri.
Angin masih juga menderu. Namun lantas terdengar suara perwira
itu. "Biarkan mereka lewat!"
Sembilan perempuan Pengawal Anggrek Merah melangkah tanpa
gangguan, lantas keluar melewati chuihuamen dan damen atau
gerbang pintu masuk, naik ke atas kuda mereka yang ditambatkan
di depan daozuor atau deretan kamar-kamar yang pintunya
menghadap ke dalam. Hanya tinggal empat kuda yang masih
tertambat di sana, kuda empat Pengawal Anggrek Merah yang
ditewaskan kawan mereka sendiri.
880 Sembilan kuda segera tampak mencongklang ke arah utara,
mengikuti jejak kuda yang tampak lebih dalam dari jejak kuda lain,
karena ditunggangi dua orang. Aku dan Panah Wangi saling
berpandangan. Apa yang harus kami lakukan"
Kitab Dao Saikondan menyebutkan: Istirahat dalam istirahat
bukanlah istirahat sebenarnya;
bisa juga beristirahat, bahkan dalam gerakan MATAHARI yang mengendap ke barat membuat padang rumput
keemas-emasan. Angin lebih kencang lagi menderu di sini,
sehingga laju kuda yang melawan tiupan angin terkurangi. Kami
sudah beberapa lama mengikuti perjalanan para Pengawal
Anggrek Merah itu dari kejauhan. Telah kami berikan Totokan Lupa
Peristiwa kepada dua anggota Pasukan Hutan Bersayap yang
sedang bercengkerama di tempat terpisah dan lengah, karena
mungkin mengira masalah sudah selesai, lantas kami sambar
kudanya. Kuda tempur itu berperalatan lengkap; sarung anak
panah, busur, dan tombak; bahkan bekal seperti daging asap dan
881 kantung air dari kulit terdapat di situ, bagaikan pasukan itu
sebetulnya sudah siap untuk suatu perjalanan panjang.
Para Pengawal Anggrek Merah itu mencongklang dengan cepat
karena jejak kuda yang terbaca dengan jelas. Apakah yang terjadi
sehingga seorang Pengawal Anggrek Merah yang telah diterima
untuk mengawal maharaja, karena memenuhi persyaratan
kemampuan dan kesetiaan, akhirnya menculik maharaja setelah
membunuh empat orang kawannya sendiri" Apakah ia seorang
mata-mata tidur, yang telah ditanam dalam waktu sangat amat
lama dan sekarang dibangunkan, ataukah sekadar kekasih yang
sakit hati dan sekarang membalas dendam"
Bukan rahasia lagi jika pengawal rahasia maharaja juga sangat
mungkin terdapat di antara putri-putri istana yang memijati dan
memandikannya. Orang-orang kebiri memang mendidik dan
membesarkan maharaja sejak bayi, tetapi sebagai teman tidur
tentu maharaja tidak mencari orang kebiri, karena seorang
permaisuri ditambah sejumlah selir dan putri-putri istana pun tiada
akan pernah cukup untuk menggenapi malam-malam birahi.
Namun jika seorang putri istana, termasuk permaisuri dan para
selir, harus menunggu untuk dikehendaki maharaja menemani
tidurnya, maka seorang perempuan pengawal rahasia yang
882 merangkap sebagai kekasih rahasia akan selalu berada di
dekatnya. Sebelum ditempatkan di Balai Anggrek Merah, Putri Anggrek
Merah adalah pengawal rahasia semacam itu. Setelah menempati
Balai Anggrek Merah, tetap ditinggalkannya para pengawal
terpercaya untuk menjaga keselamatan maharaja, sambil juga
memijati, memandikan, menjauhkan maharaja dan dari menidurkannya, jaringan yang orang-orang jelas kebiri. Sebaliknya, jika putri-putri istana lain akan dilayani orang-orang
kebiri, Putri Anggrek Merah tidak mengizinkan siapa pun berada di
dekat-dekatnya, biarpun hanya untuk makan dan minum, apalagi
memandikannya, kecuali para Pengawal Anggrek Merah.
Cerita semacam ini terlacak dari perbincangan orang banyak, dari
kedai yang satu ke kedai yang lain, sejak pertama kali aku
memasuki Chang'an. Tentu agak sulit memeriksa, bagian mana
yang sungguh-sugguh nyata, bagian mana yang dibesar-besarkan
atau sebaliknya dikurangi, tetapi bahwa memang terdapat
jaringan-jaringan yang pecah, melebur, dan bersaing, kukira dapat
kuterima keberadaannya dengan bukti peristiwa ini.
Apakah kiranya kepentingan kami" Masih sama, yakni keterlibatan
Harimau Perang. Namun tidak dapat kami ingkari, betapa
883 terculiknya seorang maharaja itulah yang membuat kami ikuti arah
perjalanan ini. Apalagi Panah Wangi sendiri adalah warga negara
Negeri Atap Langit. Nasib sang maharaja akan berpengaruh
kepada nasibnya juga! Dalam I Ching tertuliskan: keberlimpahan jaya penguasa mendekatimu tidak perlu takut: seperti matahari siang hari 1
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kami berkuda ke arah barat laut, artinya ke arah wilayah orangorang Uighur.
Matahari semakin rendah tetapi kami tetap menjaga jarak, yang
sebetulnya sudah cukup jauh. Namun sebelum langit menjadi
gelap dan masih kemerah-merahan. Mereka berhenti dan
berloncatan turun. Dari kejauhan begini, dengan alang-alang yang meninggi, agak
sulit mengetahui apa yang terjadi. Waktu kugunakan Ilmu
884 Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang, yang kudengar
hanyalah suara isak tangis!
"Moy-moooooooooy!!!"
Moy-moy adalah panggilan untuk su-moy yang berarti adik
seperguruan. Rupanya mereka menemukan kawan mereka itu,
dan mereka semua rupanya seperguruan, yang menjelaskan
betapa padunya jurus-jurus berpadanan yang mereka mainkan itu.
Namun bukankah dia juga yang membunuh empat Pengawal
Anggrek Merah lain yang menjaga maharaja" Sedangkan karena
tentunya empat pengawal yang lain itu juga seperguruan, tidakkah
semestinya berlangsung kemarahan yang besar"
Tampaknya mendengar saja memang tidak cukup. Kupandang
Panah Wangi dan ia segera mengerti. Sejak tadi kami telah turun
dari kuda dan kami merunduk. Panah Wangi segera merayap
dengan ilmu kadal dan lenyap di balik lautan alang-alang.
SENJA seolah begitu cepat menggelap, setelah Panah Wangi
merayap dengan ilmu kadal untuk mengintai para Pengawal
Anggrek Merah, yang dalam perburuan tersangka penculik
maharaja telah berhenti dan bertangisan di tengah jalan, mungkin
karena isi kepalaku penuh dengan berbagai dugaan yang belum
Keris Pusaka Sang Megatantra 12 Bentrok Para Pendekar Karya Gu Long Darah Dan Cinta Di Kota Medang 6
Atap Langit. Pemerintahan Wangsa Tang menjadi lemah dan para
panglima tentara di berbagai wilayah yang beradu wibawa berebut
kuasa. Pada tahun 763, tak kurang dari tiga perempat bagian dari
Negeri Atap Langit dikuasai para panglima tentara yang
784 pandangannya terbagi dua, separo masih setia dengan Wangsa
Tang, separonya lagi berpihak kepada An Lushan 1. Kedudukan
kekuasaan semacam inilah yang membayangi berbagai persoalan
negeri, dan keberadaan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang
maupun Harimau Perang tidak terlepas dari kedudukan semacam
itu. Tahun-tahun belakangan ini Negeri Atap Langit diwarnai perang
saudara, mengakibatkan terlalu banyak korban tewas, tata
kesejahteraan kacau-balau, dan kekuasaan para panglima wilayah
pinggiran melewati batas. Di Negeri Atap Langit, tata kekuasaan
tidak pernah dijalankan tentara, tetapi kali ini berlangsung yang
sebaliknya, yang hasilnya semakin memperlemah pemerintahan
Wangsa Tang 2. Sejak tahun 763, misalnya, terdapat setidaknya
lebih dari tiga puluh wilayah di bagian timur dan timur laut yang
menunjuk pejabat pemerintahannya sendiri, dan sama sekali tidak
membayar pajak 3. "Dunia persilatan, meskipun seperti dongeng, ikut dibentuk oleh
sejarah," ujar Panah Wangi. Aku hanya bisa menganggukanggukkan kepala.
Saat itulah orang yang sedang kami intai ternyata menoleh dan
langsung menatap kami! 785 BERSAMA tatapan mata itu meluncurlah dua bilah pisau terbang
ke arah kami, seolah-olah cukup dengan tatapan itulah maka
secepat kilat kedua pisau tersebut dapat meluncur ke arah
sasarannya! Dalam kepadatan dan keramaian di Pasar Timur, yang baru dibuka
siang hari dengan 300 pukulan tambur dan akan ditutup beberapa
saat menjelang senja dengan 300 pukulan gong 1, kedua pisau itu
seperti menemukan sendiri lintasan terlurus langsung ke jantung!
Dengan kecepatan kilat kami pun menangkap pisau itu, tetapi tidak
bisa mengembalikannya, selain karena pasar itu terlalu padat
sehingga kami tak bisa menemukan lintasan terlurus bagi pisau itu,
orangnya sudah tidak terlihat lagi.
Tanpa menarik perhatian, kami telah beradu punggung dan melihat
ke sekeliling. Pertarungan di dalam pasar adalah pertarungan yang
paling sulit dilakukan tanpa kegemparan, dan jika kegemparan itu
terjadi nanti, kami tak pernah tahu dari mana serangan mendadak
lain akan datang. Orang yang kami kira penjahat kambuhan dan sedang kami intai
untuk mendengar sekadar petunjuk atas apa yang akan
786 dilakukannya nanti malam, tampaknya sama sekali bukan sosok
seperti yang biasanya kami hadapi.
Pertama, tidak sembarang manusia dapat mengetahui betapa
sedang kami intai dan ikuti; kedua, bahkan sangat mungkin dialah
yang telah membuat kami mengikutinya, dan pasar ini memang
telah direncanakannya sebagai tempat menjebak kami; ketiga,
barangkali saja dialah justru yang sebelumnya telah mengintai dan
mengikuti kami! Kini dua pisau terbang melesat ke arahku, dan dua lagi ke arah
Panah Wangi. Kami masih memegang pisau tadi, dan kedua pisau
yang mengarah secepat kilat kepada masing-masing itu terlalu
cepat untuk ditangkap. Padahal jika dihindari pasti mengenai orang
lain di dalam pasar yang penuh sesak ini, yang tidak dapat pula
kami biarkan terjadi. Seperti saling mengerti, tanpa perjanjian apa pun kami sama-sama
menggerakkan pisau di tangan kami, sambil menyalurkan ilmu
daya perekat besi. Kedua pisau terbang itu pun menggeserkan
arahnya, melengketkan masing-masing dirinya ke pisau yang kami
pegang masing-masing. Trrrrrrrkkkk! 787 Ilmu ini biasa disalurkan ke dalam pedang dalam pertarungan agar
senjata lawan menempel, dan dengan penambahan lwe-kang atau
tenaga dalam tak dapat ditarik kembali.
Dalam I Ching disebutkan: patahkan rodanya ketepatan akan membawa keberuntungan 2
Jadi kami memang harus cepat, dan memang secepat pikiran kami
berkelebat menelusuri garis lurus pisau itu dengan tepat,
menerobos kerumunan manusia di Pasar Timur yang padat. Aku
berkelebat ke arah timur laut dan Panah Angin ke arah barat daya.
Pisau itu memang menelusuri ruang dalam suatu garis lurus, tetapi
karena kerumunan manusia di dalam pasar juga terus-menerus
bergerak, saat berikutnya ruang bagi garis lurus itu sudah lenyap.
Jika pisau terbang itu menancap di jantung kami, sebelum tubuh
kami yang jatuh sampai di bumi, pelempar pisau itu sudah tak
terjejaki oleh suatu garis lurus lagi. Namun karena kami berkelebat
secepat pikiran, sebelum garis lurus itu berubah, kami telah
menancapkan kedua pisau terbang itu pada dada kiri dan kanan
pelemparnya masing-masing.
788 Kami memang bergerak lebih cepat dari pisau itu jika kami
lemparkan kembali, yang jika kami lakukan tidak terjamin akan
lebih cepat dari rusaknya ruang segaris lurus tadi, dan menancap
pada tubuh siapa pun yang bernasib malang karena tanpa
disadarinya melanggar garis lurus, yang semula kosong sebagai
tempat meluncurnya pisau itu.
Saat tubuh para pelempar pisau terbang itu tergelimpang ambruk,
dengan dua pisau terbang yang dilemparnya tertancap pada dada
kiri dan kanan, sehingga menimbulkan jerit kepanikan di sudut
timur laut dan sudut barat daya, aku dan Panah Wangi telah
kembali saling memunggungi di tempat semula.
Tanpa terlalu kentara, sambil menyembunyikan pisau terbang
yang dilemparkan pertama kali ke balik baju, kami mengamati
sekeliling kami dengan kewaspadaan tinggi. Kami sangat
mengerti, betapa orang yang tadi kami intai dan menghilang, telah
berganti mengawasi dan memburu kami!
DALAM perburuan para penjahat kambuhan pada siang hari, kami
berusaha menghindari ketertandaan suatu ciri, yakni ciri Harimau
Perang pada diriku maupun ciri Panah Wangi pada Panah Wangi,
karena bukankah ciri-ciri itu yang diumumkan untuk dicari" Itu
berarti aku tidak menyoren sepasang pedang panjang melengkung
789 yang tersarung menyilang di punggung, dan Panah Wangi juga
tidak terlihat membawa busur maupun anak-anak panah dalam
sarung di punggungnya. Sebaliknya, dalam penyamaran untuk mengamati dunia hitam,
kami berusaha keras tidak menarik perhatian siapa pun, sehingga
dengan begitu bisa mendekati sumber-sumber keterangan
terpercaya tanpa memancing kecurigaan. Selama ini terbukti
betapa kami bisa mengamati tanpa diamati, sampai hari ini, saat
kami terjebak untuk mengintai seseorang sampai ber?ada di Pasar
Timur ini. Tentu tidak perlu kami lupakan, betapa jaringan rahasia sedang
saling bersilang dengan amat sangat ruwetnya di Chang'an,
terutama setelah penyusupan besar-besaran berlangsung pada
hari terakhir pengepungan. Penyusupan besar ini menyulitkan
pengamatan, karena keberagaman jaringan yang kemudian
diakibatkannya. Dua jaringan, yakni antara jaringan kaum pemberontak dan
jaringan dunia hitam, mungkin mudah dibedakan, tetapi kemudian
menjadi rumit, karena Chang'an yang penduduknya terbesar di
dunia sejak ratusan tahun sudah penuh berbagai jaringan.
790 Jaringan baru dan jaringan lama, seperti jaringan mata-mata,
perkumpulan rahasia, sampai jaringan dunia hitam yang terdapat
sebelumnya, kadang bermusuhan dan kadang melebur, antar yang
baru maupun antar yang lama, maupun antara yang baru dengan
yang lama. Kami belum menyadari begitu berlapis dan berkait-kelindan segala
jaringan itu, sehingga gerakan kami selama ini mungkin sekali telah
dimanfaatkan dan ditunggangi!
Harimau Perang, dengan segala kelicinan dan kelicikannya selama
ini, mengapa pula harus dianggap tak berperan sama sekali" Aku
tak tahu lagi, mestikah kubenci atau kukagumi orang ini. Ketika
memainkan peran sebagai Harimau Perang sang pembasmi
penjahat kambuhan setiap malam, aku menggubah suatu kesan
yang tiada lebih dan tiada kurang bersumber dari pengenalan.
Meski pertemuanku sangat terbatas, tetapi aku terus-menerus
berpikir dan membangun gambaran tentang dirinya, yang ternyata
lebih dari cukup bagi pemerananku yang meyakinkan.
Secara hukum Hakim Hou tentu tidak keliru mengeluarkan perintah
penangkapan Harimau Perang, tetapi dari kedai ke kedai kini orang
bicara tentang Harimau Perang sebagai pahlawan!
791 Pantaslah, setelah sejumlah usaha yang gagal, sekarang ia tidak
merasa perlu cepat-cepat mengambil pedang ini!
Dalam I Ching tertulis: Melangkah di belakang harimau.
Tidak akan menggigitmu. Membuka jalan pemahaman. 1
Kami masih beradu punggung dengan pisau terbang di balik baju.
Di pasar besar seperti ini, orang-orang berjalan cepat tanpa
menoleh, tetapi kami harus tetap menghindari perhatian siapa pun
yang barangkali sedang bertugas bagi Hakim Hou. Betapapun
wajah Panah Wangi yang cantik pada pengumuman yang
ditempelkan di mana-mana itu sungguh mirip dengan aslinya.
Tanpa caping dan baju kumal yang membuat kami seperti banyak
orang di Chang'an pada masa-masa sulit ini, kecantikan Panah
Wangi yang menonjol hanya akan mendatangkan bahaya bila tidak
disamarkan atau ditutupi.
Masih ada satu lawan yang bukan saja berbahaya, tetapi terbukti
telah mengecoh kami. Apakah dirinya juga petugas Dewan
Peradilan Kerajaan, yang memang sedang dikerahkan untuk
mencari dan menangkap kami dalam keadaan hidup atau mati"
792 Alangkah rawan keadaan kami jika selama ini sebetulnya telah
diawasi, dan memang dipancing agar tergiring ke pasar ini.
Pasar" Ya, kenapa pasar" Apakah karena tempat ini dianggap sulit
bagi kami untuk bertarung dengan segenap kemampuan kami"
Kami masih beradu punggung, tetapi bukan dalam kuda-kuda siap
bertarung. Tanpa kusadari aku memperhatikan sekelilingku. Ya,
pasar itu. Lambat laun aku mengerti kenapa kami berada di situ, tetapi aku
belum bisa menceritakannya sekarang, karena aku harus
menghubung-hubungkan sejumlah pengalaman, keterangan, dan
bukti-bukti, yang belum semuanya kuketahui dan masih harus
dicari. "Dia sudah pergi," kataku kepada Panah Wangi, dengan nada yang
menunjukkan dia tak harus lagi bersiaga.
"Pergi" Bagaimana kamu tahu?"
TERDAPAT 220 lajur di Pasar Timur, dan setiap lajur yang disebut
hang itu diberi nama, misalnya lajur daging, lajur rumah obat, atau
lajur busana siap pakai, lajur sutera murah, lajur kekang dan
pelana, lajur timbangan dan ukuran, lajur pengrajin emas dan
793 perak, lajur pedagang ikan mentah, lajur pedagang sayur dan
buah, dan masih banyak lagi, termasuk lajur pelayanan kotak
tempat penyimpanan uang. Dengan kedudukannya yang berada di wilayah timur, maka Pasar
Timur lebih melayani kaum bangsawan, perwakilan asing, maupun
orang-orang terhormat lain yang bertempat tinggal di sana. Orangorang kaya dan terkenal, mendapat penawaran barang-barang
mahal, yang didatangkan dari berbagai penjuru dunia.
Maka, di depan mataku pun terlihatlah suatu lajur, yang aku tidak
melihat dengan jelas namanya, tetapi terlihat jelas menjual barangbarang asing, antara lain batu-batu terindah, hiasan logam, gading
gajah, benda-benda keramat, dan banyak sekali mutiara.
Aku melangkah di lajur itu diikuti Panah Wangi yang masih
terheran-heran. Ya, aku pun terheran-heran dengan apa yang
kulakukan. Aku merasa melihat sesuatu yang sebelumnya
memang pernah kulihat, yang tentunya tidak seperti semestinya
jika terdapat di antara barang-barang asing ini.
Orang-orang masih lalu lalang. Dari busananya jelas mereka
orang-orang kaya, banyak di antara yang perempuan dengan
rambut disanggul ke atas, bahkan membawa anjing kecil yang
794 kadang menepi ke saluran air untuk kencing. Namun aku juga
memerhatikan busana para penjualnya. Tidak ada yang harus
menarik perhatian dari busana itu sendiri, karena jenis dan corak
busana itu sama saja dengan busana orang-orang Han yang
dikenakan di Chang'an. Namun, orangnya, ya orang-orang yang
mengenakan busana itu bukanlah orang-orang Han, melainkan
orang-orang Uighur! Meskipun begitu, hanya nama-namanya saja mereka itu Uighur,
sebetulnya mereka adalah orang-orang dari tempat yang lebih jauh
lagi dari sebelah barat laut Uighur, yang semakin banyak berada di
Chang'an setelah pemberontakan An Lushan. Busana Han tadi
tentu untuk menyamarkan ciri mereka, dan nama-nama Uighur itu
mereka pasang agar ikut menikmati perlindungan istimewa yang
didapat orang-orang Turks, yang sesuku dengan An Lushan.
Di sini mereka terkenal sebagai orang-orang yang pekerjaannya
meminjamkan uang, dan biasanya bekerja di Pasar Barat. Namun
tata keuangan yang ditimbulkan oleh pengepungan dan sesudahnya, rupanya juga membuat kaum bangsawan, pejabat
tinggi, bahkan para pedagang kaya di wilayah timur pun
kekurangan uang, sehingga mereka bisa ditemui di Pasar Timur ini
1. 795 Betapapun bukan keberadaan orang-orang Uighur itu yang
membuatku merasa terdapat sesuatu yang menghubungkan diriku
dengan sesuatu. Ya, sesuatu yang kulihat ketika berkelebat
menyusuri garis lurus, yang terbentuk dari jalur melesatnya kedua
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pisau, yang dilemparkan dengan tujuan membunuhku.
Aku terus melangkah sepanjang lajur itu, melewati tempat babutbabut dari Persia digantungkan. Saat berkelebat, memang
mungkin saja segalanya terpandang amat sangat lambat, tetapi
ketika nyawa jadi taruhan dan waktu bisa mengubah segalanya,
kupusatkan perhatianku untuk mengatasi waktu itu dahulu. Kini
sesuatu itu membuatku penasaran dan aku masih melangkah
mencari-cari sesuatu itu.
"Pendekar Tanpa Nama, apa yang kau cari sebenarnya?"
Panah Wangi tak dapat menahan diri untuk bertanya, tetapi aku
hanya mengangkat tangan untuk memintanya diam. Sulit untuk
menerangkan sesuatu yang belum bisa dijelaskan bukan"
Melewati gantungan babut-babut Persia, yang dalam keadaan
biasa akan membuat siapa pun berhenti untuk mengagumi,
mendadak tampak orang yang semula kami intai dan buntuti, yang
ternyata kemudian menjebak kami itu.
796 Kami tertegun, tetapi dia tampak seperti orang menunggu. Dalam
waktu singkat aku berpikir keras. Gagasan bahwa kami sudah jelas
terarahkan dan tergiring agaknya sama sekali tanpa maksud
membunuh dan melenyapkan kami.
Memang, kami telah dipancing, tetapi untuk apa" Para pelempar
pisau terbang yang bahkan dua di antaranya telah terkorbankan
nyawanya, hanya bertugas membawa kami masuk ke dalam
pasar, dengan maksud yang sama sekali belum kami ketahui.
Panah Wangi meraba pisau di balik bajunya, tetapi sambil
memandangnya dengan tatapan tertentu, aku menggelengkan
kepala. BAGAIMANAKAH kiranya kami bisa mempercayai orang ini" Baru
beberapa saat lalu dia mengirimkan sepasang pisau terbang yang
terarah ke jantung kami masing-masing, yang jika bukan kami
sasarannya besar kemungkinan sudah menancap dan tubuh kami
jatuh ke lantai batu pasar itu.
Mungkinkah ia memang tidak bermaksud membunuh kami" Aku
hanya berpikir, jika ingin membunuh kami, dengan pengelabuan
dan penggiringan yang berhasil dilakukannya, sudah banyak yang
797 bisa diperbuat untuk tujuan itu, yang sejak kapan aku sendiri tidak
bisa memastikannya. Ia melambai agar kami mendekat, sama seperti pedagang apa pun
yang sedang menawarkan barang jualannya. Ia seperti seorang
penjual peti hias, yang memang gunanya untuk menyimpan, tetapi
keseniannyalah yang ditawarkan untuk dibeli.
"Puan dan Tuan Pendekar, tengoklah peti-peti ini, bukan hanya
luarnya, isinya pun bagus sekali," katanya dengan wajah ramah.
Menyebut seseorang dengan kata "pendekar" adalah basa-basi
yang biasa, tetapi hanya jika tampak menyoren senjata,
sedangkan kami berdua tidak membawa senjata apa pun, kecuali
pisau terbang yang tadi dilemparkannya.
"Kami tidak membawa uang, Bapak," kataku, "Apakah bisa ditukar
dengan pisau terbang?"
Ia tertegun sejenak, tapi lantas tersenyum.
"Tidak ada yang lebih baik daripada senjata terbaik pada masa
seperti ini," jawabnya, "Arang tua ini dengan senang hati akan
menerimanya." 798 Aku dan Panah Wangi memberikan kembali pisau terbangnya
sendiri. "Terima kasih, Anak, dan peti manakah yang Anak berdua minati?"
Kami saling berpandangan tidak mengerti.
"Bapak yang tadi menawari," sahutku, "tentu lebih tahu peti seperti
apa yang cocok untuk kami."
Ia tersenyum lebar. Umurnya mungkin 50 tahun dan giginya hitam
karena sirih. "Coba tengok peti itu, Anak pasti akan tertarik," katanya sambil
menunjuk suatu deretan peti di tempat paling ujung.
Ia sendiri tidak beranjak, tetapi memberi tatapan yang bersungguhsungguh. Untuk sementara kami lupa betapa sebelumnya lelaki
bergigi hitam yang semenjak tadi berpura-pura bodoh itu pernah
seperti bermaksud mencabut nyawa kami.
Kami melangkah menuju sudut yang dimaksud. Tempat berjualan
peti ini cukup luas, karena peti-peti hias ini ada yang besar maupun
yang kecil, di samping ada pula berbagai lemari hias dan cermin
rias yang serbabagus. 799 Begitu banyak peti dan semuanya bagus, jadi kami tidak tahu peti
seperti apa yang dimaksud sebagai cocok.
Namun Panah Wangi menunjuk salah satu.
"Itu tampaknya lain," katanya.
Kudekati peti yang ditunjuknya dan tentu saja tampak berbeda. Peti
ini terselaputi lumpur yang sudah mengering. Aku seperti pernah
mengenalinya, dan tentu saja aku tidak segera mengenalinya,
karena aku melihatnya pertama kali di dasar Kolam Taiye dalam
kegelapan malam. Itulah peti yang berisi mata uang emas dari
Balai Kilauan Berlian di Istana Daming, yang telah jatuh tenggelam
ke dasar kolam dan menindih seorang kebiri. Kuingat bagaimana
peti ini menindih orang kebiri malang tersebut dalam posisi miring,
sehingga tutupnya terbuka, dan terlihat mata uang emas di
dalamnya. Kubuka tutup peti itu. Kosong!
Aku menoleh ke arah orang bergigi hitam berpura-pura bodoh yang
sempat kami kira penjahat kambuhan itu, yang ternyata sudah
tidak berada di tempatnya lagi!
800 Kami menuju ke tempatnya tadi berdiri di dekat babut-babut Persia.
Hanya ada penjual babut Persia di sana.
"Bapak, di manakah penjual peti-peti hias ini?"
"Bapak" Ibu maksudnya" Itu dia baru datang, katanya tadi pergi ke
kolam." Memang ada kolam di Pasar Timur itu, tempat burung-burung
dilepaskan dalam upacara pagi 1.
Ternyata tidak seorang pun mengenal lelaki bergigi hitam dengan
usia sekitar 50 tahun itu. Kuingat tatapan matanya yang tajam
sebelum melempar pisau terbang itu. Kukira ia sangat pandai
memainkan bermacam-macam peran.
"Jadi siapa yang membawa peti ini kemari, Ibu" Kenapa barang
kotor ini dijual di sini?"
"Oh, seorang kebiri dari istana yang membawanya," kata ibu paro
baya yang juga bergigi hitam karena sirih itu. "Katanya peti bekas
gudang perbendaharaan istana, pasti banyak yang menyukainya.
Saya membelinya murah sekali."
801 Lajur ini masih ramai dengan orang-orang berlalu-lalang. Banyak
pula para pedagang keliling mengambil barang dagangannya di
sekitar lajur ini. Kata perempuan penjual peti hias itu, masih akan
banyak lagi peti-peti semacam itu berdatangan lagi.
Aku langsung teringat jaringan orang-orang kebiri!
AKU perlu waktu untuk menceritakan semuanya kepada Panah
Wangi. Dengan perasaan yang menjadi sangat rawan karena
mengingatkan diriku kembali kepada Yan Zi. Kuceritakan tentang
bagaimana kami mengetahui keberadaan peti itu pertama kali di
dasar Kolam Taiye, ketika kami mencari Pedang Mata Cahaya
untuk tangan kiri, dengan menyusup ke dalam Istana Daming.
Kuceritakan pula pemandangan yang kusaksikan, yakni pemindahan peti-peti sejenis dengan gerobak tangan, dalam
pengawalan Pasukan Hutan Bersayap, yakni kesatuan pengawal
istana yang terdiri atas orang-orang kebiri. Dengan gerobak tangan
peti-peti itu dipindahkan dari Balai Semangat Kilauan Berlian ke
Istana Terlarang yang terletak di dalam Taman Terlarang, suatu
wilayah di luar tembok utara, di sebelah barat Istana Daming.
Kenyataan bahwa hanya kerabat maharaja yang diizinkan
memasuki wilayah terlarang telah membuatku bertanya-tanya
802 tentang makna pemindahan yang kupergoki dengan ilmu
halimunan itu. Pertanyaan penting tentunya, pemindahan itu
sekadar merupakan pemindahan tempat ataukah dengan kedok
pemindahan tempat yang terawasi secara resmi, sebetulnya
merupakan pencurian! "Tentu bukan merupakan sembarang pencurian," ujar Panah
Wangi, "karena mata uang emas dari tempat perbendaharaan
istana itu tidak dapat digunakan untuk membeli apa pun."
Aku tidak terlalu paham masalah tata keuangan, tetapi aku
mengerti bahwa jumlah mata uang yang beredar di seluruh Negeri
Atap Langit dijamin nilainya dengan mata uang emas ini. Jika mata
uang emas ini tidak ada lagi, maka Wangsa Tang berada di
ambang keruntuhan. Lantas kuceritakan pula tentang kecurigaanku bahwa dengan cara
yang belum kuketahui, Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang
berkemungkinan untuk berperan dalam pemindahan uang emas
tersebut. Pengepungan besar-besaran ternyata bukan untuk
me?ngalihkan perhatian dari pencurian pedang mestika yang akan
kulakukan, dan ternyata bukan pula untuk merebut Chang'an yang
ternyata tidak begitu mudah untuk dilakukan.
803 Sebaliknya, penyusupanku dengan Yan Zi maupun pengepungan
Chang'an yang mengerahkan balatentara besar, sungguh berhasil
jika dimaksudkan untuk menutupi pemindahan uang emas ini, yang
masih didukung pula oleh penyusupan besar-besaran dengan
kemungkinan menjadi jaringan rahasia besar yang menembus ke
segala tempat tersembunyi.
"Kamu menarik kesimpulan hanya berdasarkan kesamaan waktu?"
Kukira Panah Wangi sangat membantu dalam pengujian simpulansimpulanku, yang rasanya terlalu sering kutarik tanpa bukti
memadai. "Memang, tapi sangat tidak bisa diterima, jika kota dikepung musuh
tetapi pasukan pengawal maharaja hanya sibuk memindahkan
peti-peti berisi uang emas itu bukan?"
"Apakah itu bukan tindakan penyelamatan" Bukankah lebih aman
berada di Istana Terlarang?"
"Istana Terlarang berada di luar tembok Istana Daming, tentunya
lebih aman di Balai Semangat Kilauan Berlian, yang bahkan
memiliki temboknya sendiri, dibandingkan dengan Taman Terlarang yang langsung berhubungan dengan padang terbuka."
804 "Bagaimana keterlibatan maharaja dalam hal ini?"
"Sejauh kita mengetahui peran jaringan orang kebiri di istana, kita
tahu tidak akan ada ketertarikan dan kepentingan maharaja atas
berpeti-peti uang emas. Betapapun, bertahan atau tidaknya
pemerintahan Wangsa Tang hanya mungkin jika peti-peti uang
emas itu tetap berada dalam penguasaan mereka."
Panah Wangi manggut-manggut."Hmm, jadi ada sesuatu yang
akan dilakukan orang-orang kebiri dengan peti-peti uang emas
milik negara," katanya, "Apakah itu sesuatu yang baik atau sesuatu
yang buruk?" Aku tidak segera menjawab, karena aku pun sudah lama pusing
dengan ketiadaan jawab dari pertanyaan-pertanyaanku sendiri,
sementara jika berusaha menyidik dan menggali lebih dalam, aku
segera mempertanyakan kepentinganku sendiri sebagai orang
asing. Aku hanyalah seorang pengembara, yang tidak harus
bertanggung jawab terhadap apa pun yang terjadi di negeri ini,
kecuali berurusan dengan Harimau Perang.
"Benarkah Harimau Perang tidak tahu-menahu urusan ini?"
Panah Wangi melanjutkan pertanyaannya, yang membuatku
seperti terbangun dari tidur yang panjang. Mengapa Maharaja
805 Dezong harus memanggil Harimau Perang yang berada jauh di An
Nam" Apakah karena ia sudah tidak bisa mempercayai siapa pun
yang berada di dekatnya, dan justru terutama orang-orang kebiri"
Kami masih berada di dalam pasar, karena memang belum tahu
langkah apa lagi yang harus kami lakukan. Para Pengawal Burung
Emas tiba untuk memeriksa tempat kejadian perkara. Mayat kedua
pelempar pisau terbang tadi masih tergeletak di sudut timur laut
dan barat daya pasar ini, dengan kedua pisau mereka masing masing di dada kanan maupun kiri. Siapakah mereka sebenarnya"
AKU mencoba mengingat kembali, kenapa kami berada di pasar
ini. Ya, seseorang telah mengelabui kami, bersikap seperti
penjahat kambuhan, menjebak dua penjahat kambuhan bersenjata
pisau terbang pula, untuk menyerang dan seperti menguji kami.
Mayat mereka telah dibawa pergi para Pengawal Burung Emas.
Kemudian dia tunjukkan peti yang masih kukenali, tetapi tanpa isi
uang emasnya lagi. Dengan hilang lenyap seperti tadi, pesan
apakah yang disampaikannya kepada kami" Siapakah dia
sebenarnya" Namun aku memilih untuk memecahkan pesan daripada mencari
tahu siapa orangnya. 806 "Dia menunjukkan peti yang kosong dengan pengertian bahwa
dirimu pernah melihat isinya," kata Panah Wangi, "Itu seperti
memberi petunjuk untuk diikuti."
"Apa yang membuatnya berpikir diriku akan mengikuti petunjuknya
itu?" "Tentulah berdasarkan pengenalannya terhadap dirimu, jika tidak,
kukira dia tidak ingin melakukan sesuatu yang akan sia-sia."
Suatu letik gagasan berpijar dalam kepalaku.
Jika peti kosong itu harus dianggap petunjuk, maka tentunya begitu
pula peti-peti sejenis yang disebut perempuan paro baya bergigi
hitam itu masih akan berdatangan.
"Sebetulnya ia ingin menyampaikan bahwa sedang berlangsung
pengosongan peti-peti itu dari isinya."
Panah Wangi pun dengan cepat mengembangkannya.
"Isi peti-peti itu dipindahkan dan mungkin saja akan dibawa pergi,"
katanya, "dan ia menginginkan agar Pendekar Tanpa Na?ma
menghalanginya." 807 Aku tercenung. Apakah harus kuikuti saja pesan-pesan yang
disampaikan dengan cara seperti ini" Dunia persilatan kadang
seperti susastra yang sesungguhnya mengandalkan tanda-tanda
di balik bahasa. Jika aku menurutinya hanya berdasarkan naluri,
apakah jaminannya diriku tidak dipermainkan dan ditunggangi"
Namun aku memang bisa menunggu sampai mati jika menunggu
segala bukti dalam dunia penuh kerahasiaan ini.
Maka, hari ini aku hanya bisa membaca tanda-tanda, seperti
penafsiran yang telah disampaikan Panah Wangi bahwa satu peti
yang telah dikosongkan isinya menunjuk kepada pengosongan
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
peti-peti lain, dan jika aku menganggap diriku telah terlalu lambat
memikirkannya, diriku tak perlu menunggu kata-kata ibu penjual
peti hias bergigi hitam itu terbukti.
Namun inilah yang belum dipikirkan Panah Wangi, jika hanya
menyampaikan arti bahwa cadangan uang emas kerajaan sedang
dicuri, mengapa harus disampaikan di pasar ini, hari ini dan di sini"
Dalam I Ching digambarkan: mega dan guruh gambaran meninggi dikau harus 808 menekuk tajam dawai-dawai pembayangan itu 1 Kami duduk pada sebuah bangku di depan meja tempat
terdapatnya bermacam-macam penganan dalam sebuah kedai di
Pasar Timur. Kedai itu terletak di sebuah lajur tempat usaha jasa
hewan-tunggang keledai cepat berada. Maka tiada terhindarkan
bahwa sambil minum arak beras yang panas, mataku terusmenerus menatap deretan keledai-keledai yang siap disewa itu.
Keledai itu biasa disewakan untuk mereka yang tidak ingin berjalan
kaki untuk mencapai berbagai tujuan di Kota Chang'an yang
sangat luas ini 2. Dari saat ke saat, sambil bercakap-cakap dengan Panah Wangi
yang berbusana seperti lelaki, terlihat satu per satu orang datang
menyewa keledai itu. Ada yang menungganginya sendiri, artinya
tentu keledai itu harus dikembalikan lagi kemari; ada pula yang
menungganginya dengan penuntun yang memegang tali. Mungkin
dengan cara seperti inilah penyair Li Bai dahulu me-ngembara
sambil menulis puisi. Hanya saja jika perantauannya jauh sekali
809 dan tidak kembali, kukira keledai dan penuntunnya sebagai budak
tentu dibeli. Dari sekitar 50 ekor keledai, separonya sudah disewa, dan setelah
sebagian kembali kini terdapat 30 keledai yang menanti penyewa.
Sebagian dari penuntunnya sedang makan bakpau bersama kami
sambil minum air jahe yang panas.
"Lama sekali orang ini," katanya, "padahal janjinya datang pagi."
"Setiap kali orang mau menyewa terpaksa tidak bisa kami layani
karena sudah telanjur janji," kata yang lain lagi.
"Dasar orang kebiri!"
Tentu kami langsung waspada dan memasang telinga, aku bahkan
ikut bertanya. "Banyakkah yang akan disewa?"
"Mereka bilang akan menyewa semua yang ada pada kami."
"Itu berarti semua keledai yang ada di situ?"
"Ya, semua yang ada di situ."
810 Aku memandang Panah Wangi agar dialah yang kini ganti
bertanya. "Banyak juga ya" Untuk apa istana menyewa keledai sebanyak
itu?" PENUNTUN keledai itu tidak sempat menjawab, karena yang
menjadi masalah sudah muncul di ujung lajur tersebut, dengan
seragam sutra mereka yang berwarna ungu dengan corak yang
tidak dapat kami ketahui sebetulnya gambar apa. Terdapat
beberapa jenjang jabatan orang kebiri di istana dan tiap jenjang
ditandai dengan warnanya.
Mereka segera beranjak meninggalkan kedai, yang dengan itu
segera menjadi lengang. Kami saling berpandangan dan segera
mengerti. Kami lihat semua keledai yang ada, lengkap dengan penuntunnya,
digiring berurutan keluar Pasar Timur dan kami pun mengikutinya.
Tentu kami harus cukup berjarak karena kami baru saja berada
dalam satu kedai dengan mereka semua. Setidaknya lima orang
kebiri an jen atau pengawal istana memimpin rombongan, dalam
jalanan ramai Chang'an, dengan cara yang tidak terlalu menarik
perhatian. 811 Keluar dari Pasar Timur, yang petaknya terbagi dalam sembilan
bidang bujur sangkar, melalui pintu utara, rombongan langsung
terbagi dua. Tigapuluh keledai dan penuntunnya dibawa berbelok
ke arah kiri, dan inilah yang kuikuti; sedangkan duapuluh keledai
berbelok ke kanan, dan inilah yang diikuti Panah Wangi. Nanti
Panah Wangi akan menceritakan bagaimana duapuluh keledai ini
segera berbelok ke kiri, di jalan yang dulu selalu digunakan
Maharaja Xuanzong untuk perayaan ulang tahunnya, sebelum
meninggal pada 756. Jalan ini menyempit di ujungnya karena sebuah petak menjorok,
dan mengambil sampai setengah dari lebar jalannya. Di da?lam
petak yang berseberangan dengan Istana Xingqing, tempat tetirah
Maharaja Xuanzong yang terbangun dari kayu gaharu, terdapat
gedung seorang pangeran dan gedung lain yang ditinggali para
pemain bunyi-bunyian istana. Separo dari rombongan yang diikuti
Panah Wangi memasuki celah sempit itu, dan Panah Wangi tidak
mengikutinya karena akan menjadi terlalu kentara, selain ada
kemungkinan para pengawal yang mondar-mandir di luar tembok
Istana Xingqing itu mencurigainya. Apalagi wajah Panah Wangi
pada kertas pengumuman Dewan Peradilan Kerajaaan bertempelan di segala penjuru.
812 Ia mengikuti yang separonya lagi, sepuluh keledai yang berbelok
ke kiri, menyusuri jalan yang sama sempitnya, berturut-turut di
selatan petak-petak barak Pengawal Burung Emas, petak kuil
leluhur kerajaan, dan petak pelayanan Dewan Peradilan Kerajaan.
Dari sini rombongan berbelok ke kanan lagi, melewati petak tempat
pembuatan barang-barang untuk dijual yang hasilnya untuk
kerajaan, menyeberangi jalan yang pada 713 menjadi tempat arakarakan besar.
Di sudut barat daya dari petak Istana Barat itu terdapatlah gerai
pendaftaran dan penyaluran orang-orang kebiri, yang berlanjut
dengan gedung pengadilan untuk perempuan penjahat. Di balik
tembok pada ujung jalan itu terdapatlah Taman Terlarang, tempat
Istana Terlarang berada, dikitari pepohonan buah seri, yang sangat
cepat berkembang, bunganya putih kecil-kecil, daunnya berbulu,
buahnya bulat kecil seperti anggur, kalau sudah matang berwarna
merah atau kuning dan manis rasanya 1; pohon per liar, kebun
anggur, lapangan bola, dan tempat bertanding main bola dari atas
kuda. Dengan tembok setinggi itu, bagamanakah caranya masuk
ke Taman Terlarang" Namun rombongan itu tidak melompati tembok karena keledai itu
tidak memungkinkannya. Pada saat itu Panah Wangi harus
berkelebat, masuk ke sebuah Kuil Dao di dalam petak terdekat,
813 yakni yang berseberangan dan berada di arah barat dari gerai
urusan orang-orang kebiri. Dari belakangnya ternyata muncul
rombongan yang tidak diikutinya. Mereka mencari jalan lain, dan
memecah-mecah jumlah, agaknya supaya tidak menarik perhatian
dengan keledai yang banyak itu.
Rombongan yang kuikuti menggunakan siasat yang sama.
Tigapuluh keledai dan penuntunnya dipecah menjadi tiga
kelompok, yang masing-masing dipimpin seorang kebiri, menempuh berbagai jalur berliku di bagian utara Chang'an. Seperti
Panah Wangi, aku harus memilih untuk mengikuti salah satu saja,
tetapi pilihan mana pun akan berakhir di tempat yang sama. Aku
pun masuk ke Kuil Dao, dan hampir saja melepaskan pukulan
Telapak Darah yang mematikan, ketika Panah Wangi menyentuh
pundakku. "Mereka masuk ke petak sebelah," ujar Panah Wangi, "masih mau
kita teruskan?" Aku mengangguk. MANTYASIH, bulan Paysa, tahun 872.
814 Ya, Pembaca yang Budiman, kita kembali ke masa kini lagi, saat
aku masih sedang menulis riwayat hidup ini di Kerajaan Mataram,
Yavabhumipala. Namun pekerjaan menulis segala sesuatu yang kuingat itu lagi-lagi
harus berhenti. Aku sedang tercenung menghadapi seorang
pencuri, tepatnya seseorang yang telah berhasil diperdaya agar
berperan sebagai pencuri.
Aku telah mengancamnya, bahwa dengan menotok berbagai
syaraf di kepala, aku bisa membuatnya gila, sehingga ia tidak
mengenal dirinya sendiri, jika tidak juga berterus terang tentang
siapa yang menyuruhnya. Setidaknya aku ingin mengetahui isi
kepala orang-orang yang telah menyuruhnya itu.
Apakah mereka mengira gulungan keropak ini adalah kitab ilmu
silat, yang jika dicuri dan dipelajari akan memberi janji kejayaan
dalam ilmu persilatan" Apakah mereka mengira gurat-gurat aksara
pada ribuan lempir lontar yang kutuliskan nyaris tanpa henti siang
dan malam agar tak terputus oleh kematian adalah suatu kitab ilmu
kesempurnaan" Atau adakah diketahui belaka adanya, betapa
memang kitab ini tiada lebih dan tiada kurang adalah banjaran
Pendekar Tanpa Nama, yang pada usia 100 tahun menuliskannya
dengan niat membongkar rahasia sejarah"
815 Sebenarnya hanya diriku sendirilah yang tahu pasti, apa yang telah
dan masih akan kutulis. Maka betapa pentinglah kiranya bagiku
untuk mengetahui apakah yang menjadi pikiran orang-orang di luar
sana, karena jika tidak pencarian diriku yang bagaikan tanpa henti
ini sungguh mengganggu pekerjaanku.
"Coba katakan sekarang mengapa kamu tidak mungkin mengatakan apa pun, tentang orang-orang yang menyuruhmu
itu?" "Mohon ampun!" Memang hanya itulah yang selalu dikatakannya bukan" Mungkin
aku memang sudah terlalu tua, terutama untuk memberinya rasa
sakit supaya ia berterus terang, tetapi aku lebih suka berpikir
betapa ia sudah mengatakan segalanya.
Aku tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi, tetapi aku
sungguh tergoda untuk mengetahui dari mana ia berasal, dan
siapa sajakah yang telah memperdayainya untuk mencuri dengan
tingkat bahaya yang tidak diketahuinya. Namun untuk menguntitnya ke mana pun ia akan pergi, berarti pula
meninggalkan gulungan keropak ini sama sekali tidak terjaga.
Sedangkan aku belumlah begitu sakti, sehingga dapat membelah
816 diriku menjadi dua orang, apalagi untuk waktu yang belum dapat
ditentukan. pandangan pikiran pandangan indera memisahkan badan hakiki dari badan dimatangkan; memisahkan yang halus dari yang kasar,
agar tinggal badan yang terdiri dari nafas dan pikiran 1
Maka aku pun berkata kepadanya.
"Kembalilah kepada mereka yang membuatmu menjadi seorang
pencuri, sampaikanlah bahwa yang kutulis bukanlah parwa, karena
diriku tidak mengerti akan keindahan kata-kata, dan bukan pula
guhya, karena sebagai orang tua yang terlalu siap untuk
meninggalkan dunia ini, kepentinganku dengan kerahasiaan sudah
tidak ada." Ia pun segera pergi, seperti takut pikiranku berubah lagi. Tinggallah
diriku kini, yang kali ini seperti baru dengan sesungguhnya
menyadari, meskipun aku merasa sedang bersembunyi, dalam
817 kenyataannya seolah-olah siapa pun dapat menemukan aku di
sini. "Kakek, siapa yang datang semalam?"
Seorang tetangga yang lewat menyapa, ketika aku mulai
mengguratkan aksara dengan pengutik, seperti waktu segera akan
habis sebelum aku menyelesaikan penulisan seluruh ingatan ini.
"Oh, orang suruhan yang bodoh sekali, maafkan keributan
semalam ya," jawabku.
"Ah, kebodohan, sulit sekali menghapuskannya bukan?"
Aku tersenyum. Tidak jadi menulis. Dari balai desa kudengar suara
seruling tiup sisi yang diiringi tetabuhan berujung lancip maupun
bebunyian berdawai 2. Tampaknya bagian dari persiapan sebuah
upacara keagamaan. Bahagialah mereka yang bisa hidup dalam
kenyamanan tanpa mengetahui terdapatnya ancaman apa pun,
seperti yang selalu terdapat dalam dunia persilatan!
Aku berjuang memusatkan perhatian. Dalam hati sedikit kusesali
mengapa bukan sejak dulu aku menjadi seorang penulis"
818 AKHIRNYA kuputuskan untuk pindah, tetapi aku belum tahu harus
pergi ke mana. Mereka tidak boleh menemukan diriku. Namun
mereka semua terlalu pandai untuk diingkari. Para kadatuan gudha
pariraksa atau pengawal rahasia istana, para veta?naghataka atau
pembunuh bayaran, para pemburu hadiah, para pencuri kitab,
tampaknya selalu mungkin untuk melacak jejak sampai kemari.
Aku pernah berpikir bahwa persembunyian terbaik adalah tempat
siapa pun tidak mengira, betapa seseorang sedang bersembunyi
di sana. Setelah setahun lebih aku menulis terus-menerus tanpa
putus, ternyata senjata rahasia bisa mengancam dari segala sudut
tak terduga. Mereka bisa melihatku, aku tidak bisa melihat mereka,
tidakkah ini sangat berbahaya" Karena terlalu memusatkan
perhatian kepada tulisan, tidak terbayang olehku bagaimana
perbincangan dari kedai ke kedai tentu akan berlangsung, tanpa
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dapat kuperkirakan bagaimana semua peristiwa akan digambarkan. Orang awam yang tidak dapat menyaksikan gerak berkelebat,
bagaimana mungkin bercerita tentang dunia persilatan dengan
tepat" Dari kedai ke kedai orang-orang awam yang ingin menjadi
atau ingin disangka pendekar mengarang cerita yang melebihi
penggambaran seorang penulis, yang kemudian dipercaya
sebagai nyata. Jika pengumuman tentang hadiah besar bagi
819 penangkapanku masih berlaku, segala peristiwa yang berhubungan denganku akan menjadi bahan cerita bersambung
yang tiada habisnya. Dari sini letik gagasan untuk mencariku
sangat mudah terbangkitkan, sehingga meskipun tampaknya tiada
hubungan antara dunia persilatan dan kehidupan sehari-hari, aku
tidak ingin siapa pun yang tidak kukehendaki muncul di hadapanku
lagi. Ini berarti aku harus meninggalkan Nawa, teman kecilku yang
semangatnya sangat tinggi untuk mengetahui segala sesuatu
tentang dunia ini; juga harus meninggalkan para tetangga di dalam
pura ini, yang meskipun kugauli dalam keadaan menyamar, artinya
dengan segala kepura-puraan yang dibutuhkan penyamaran,
hatiku terkesan oleh kehangatan mereka dengan sejujurnya.
Setelah 25 tahun bukan hanya memisahkan diri dari dunia, tetapi
juga memisahkan diri dari alam dalam kegelapan gua, aku baru
saja belajar kembali menyelami dan menikmati peradaban, meski
dalam kedudukan sebagai orang buronan yang harus ditangkap
dalam keadaan hidup atau mati. pergunakanlah Tujuh Api menyalakan samadhi membakar kenikmatan dunia
820 tinggal badan yang jernih
kristal tak tercela ruang tanpa unsur hasil kerja yoga 1 Sepekan kemudian aku sudah terkantuk-kantuk di dalam sebuah
mapadati atau pedati yang ditarik seekor kerbau, menjauhi
Mantyasih. Kepada Nawa telah kutinggalkan pedoman membaca
dan menulis di atas sejumlah lempir lontar, termasuk contohcontoh aksara Jawa selengkapnya. Kuharap minatnya tetap
bergelora untuk belajar dari guru yang lain. Dalam hati aku merasa
malu kepada diriku sendiri, yang begitu mementingkan diri dalam
penulisan riwayat yang tidak kunjung berakhir ini.
Pedati melewati jalan berbatu. Aku pergi tanpa arah yang jelas,
asal menjauhi tempat ramai. Dalam tiga hari sampailah kami di
Tepusan, lapisan terluar tiga lapis desa dari pusat. Dalam tata
wilayah Kerajaan Mataram terdapat susunan 24 desa dalam
lingkungan berkiblat, dan setiap kiblat memuat tiga desa. Pusatnya
adalah Mantyasih. Untuk sampai ke Tepusan kami telah melewati
Kedu dan Pamandayan 2. 821 Sais gerobak ini seorang Hindu dari kasta Sudra yang bernama
Tukai 3. Aku cukup berterima kasih dirinya sudi mengangkutku
tanpa bayaran. "Aku yang mesti berterima kasih kepadamu orang tua," katanya,
"aku tidak akan sendirian dalam perjalanan pulang."
Tukai mendapat tugas majikannya mengantar gerabah yang dibuat
di Tepusan 4 ke Mantyasih, dan ketika kembali pedatinya kosong.
Pantaslah padati atau magulunan ini penuh dengan jerami agar
tempayan, cawan, kendi, pasu, cowek, kuali, yang diangkutnya
tidak retak karena saling bersentuhan, atau mudah pecah ketika
pedati berguncang. Sebetulnya ia bisa sampai ke Tepusan lebih cepat jika tidak
membawa beban, tetapi rupanya Tukai membutuhkan teman
berbincang. Dengan teman berbincang ia berjalan terus ketika
malam tiba, dan baru beristirahat setelah lewat tengah malam
ketika suara burung-burung malam sudah hilang, tetapi berbagai
serangga, jengkerik, belalang tetap mendengung sementara
cunggareret dan walang krik melengking 5.
Tiada masalah selama dua malam setelah keberangkatan, tetapi
pada malam ketiga, ketika kami seharusnya hampir sampai ke
822 Tepusan, Tukai memperingatkan diriku yang bergolek-golek di
belakang. "Bersiap-siaplah orang tua, aku rasa ada begal di depan."
PEDATI ini pun berhenti. Aku berpura-pura tidur. Dalam
keterpejaman, dengan Ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam
Liang, dapat kulihat mereka berjumlah enam orang yang
membawa bermacam-macam senjata. Apakah yang terjadi selama
masa pemerintahan Rakai Kayuwangi yang panjang ini" Kudengar
ladang dan persawahan semakin luas, yang berarti seharusnya
semakin banyak orang mendapat pekerjaan, dan tampaknya
memang di mana-mana orang bekerja atau belajar tentang
sesuatu, seperti terbawa oleh berlangsungnya pembangunan
candi sepuluh tingkat Kamulan Bhumisambara.
Siapakah mereka" Pemerintahan Kayuwangi disebut berlangsung
tenang, tiada pemberontakan, tetapi bukan berarti tiada sempalan.
Bukanlah kepada Kayuwangi, yang pada tahun 872 ini telah
berkuasa 17 tahun, kelompok sempalan menolak peraturan,
melainkan kepada kekuasaan, sebagaimana selalu terdapat
sepanjang sejarah peradaban. Betapapun jumlah penduduk juga
meningkat cepat, dan tanpa sumber pangan yang cukup merata,
823 akan terdapat berbagai kelompok terpinggirkan yang harus
berjuang dengan segala cara demi keselamatan 1.
Tiga orang mencegat di depan. Kudengar tangan kiri Tukai meraba
di dalam pedati, mencari-cari goloknya. Tangan kanannya
memegang cambuk yang tadi sudah dilepas.
Orang yang terdepan mengacungkan golok, menunjuk langsung
ke arah Tukai. "Harta atau nyawa!"
Tukai tampak tenang. "Maafkan saya, tiada harta dalam pedati ini."
Orang yang lain lagi tertawa.
"Kenapa harus ada yang disebut pembohong di muka bumi ini?"
Di belakang pedati seseorang melihatku.
"Hanya ada orang tua, karung, dan jerami!"
"Hmmh! Jerami! Gerabahnya sudah laku semua! Mana uangnya?"
824 "Saya hanya mengantar, uangnya sudah di tangan majikan," ujar
Tukai. Tangan kirinya sudah memegang gagang. Bisakah aku mencegahnya" Pertarungan antarorang awam ini kadang sangat
kasar, jauh lebih mengerikan daripada pertarungan dalam dunia
persilatan. Tanpa jurus, tanpa seni, tanpa keanggunan. Hanya
saling membacok dengan tenaga gwakang atau tenaga kasar.
"Karung itu! Apa isinya" Pasti harta!"
"Itu hanya pakaian-pakaian tua, milik paman saya yang juga sudah
tua!" Tukai sesungguhnya tidak mengetahui bahwa karung itu berisi
gulungan keropak hasil pekerjaanku, mengguratkan aksara demi
aksara selama setahun lebih, menuliskan riwayat hidupku.
"Karungnya! Bawa kemari!"
Hampir bersamaan ketiga orang yang ada di belakang pedati
menjulurkan tangan, berusaha mengambil karung yang kubawa.
Aku pun terpaksa berpura-pura bodoh, mendekap karung itu
sambil berteriak-teriak ketakutan.
825 "Jangan! Mohon ampun! Hanya ini milik saya! Jangan!"
"Orang tua bodoh! Lepaskan!"
Dua orang memegangiku dengan agak rumit dari luar pedati, dan
orang ketiga berusaha merenggut karung tersebut. Bagiku ini juga
tidak mudah, karena lempir yang berasal dari daun lontar itu adalah
benda yang juga cukup rapuh.
"Lepaskan!" "Lepaskan!" "Lepaskan!" Tukai rupanya seorang pemberani. Ia tidak takut kepada begal
sama sekali. Melihat perlakuan ketiga begal tersebut kepada diriku,
ujung cambuknya dengan segera telah menyambar wajah-wajah
mereka. "Akh!" "Akh!" "Akh!" 826 Tukai memang hanya seorang sudra pekerja, tetapi jiwanya seperti
jiwa seorang pendekar. Dengan berani diserangnya para
perampok yang hanya mengenakan kancut, ikat kepala, dan
kalung tali kulit itu. "Kurang ajar terhadap orang tua! Siapa kalian" Jika kusampaikan
ini kepada rajya pariraksa bisa habis desa kalian dibakar!"
Ketiga tangan yang berusaha menarik karung itu terlepas. Dengan
segera ia melecut kerbaunya yang dengan terkejut lantas berlari
membawa pedati ini. Ketiga begal yang mencegat di depan
terpaksa minggir, tetapi seorang begal yang berada di belakang
sekarang meloncat masuk sambil mengayunkan parang. Aku
terpaksa menendangnya dan tubuhnya pun melayang, menabrak
kedua temannya yang juga sedang berlari mengejar. Ketiganya
segera bergelimpangan di atas tanah berembun.
Tiga begal yang lain sebetulnya juga mengejar, tetapi tanpa
diketahui Tukai, diam-diam kukirim totokan jarak jauh kepada
mereka, dan tubuh mereka pun langsung terkulai dalam gelap
malam tanpa rembulan. Namun Tukai tetap mengetahui bagaimana caranya aku menendang, yang sebenarnyalah kulakukan dengan Jurus
827 Melambaikan Kaki Seperti Selendang, yang dengannya kaki tidak
akan kalah lincahnya dari tangan.
''Hahahaha! Orang tua! Mengerti silat juga dikau rupanya!"
''Ahh... Sisa masa muda saja," kataku sambil memeluk karung.
Sedikit menyesal juga, gerakan yang berpura-pura seadanya itu
masih terbaca oleh seorang awam. Bagaimana jika seseorang dari
dunia persilatan melihatnya, jika hanya dari cara melangkah saja
seseorang itu bisa langsung menyerang
PERJALANAN Tukai berhenti di Desa Tri Tepusan. Masih kulihat
prasasti yang ditulis 30 tahun yang lalu itu, tentang penganugerahan tanah Sri Kahulunnan bagi pembangunan
Kamulan Bhumisambhara yang sampai hari ini belum selesai juga.
Namun aku tidak bisa terlalu lama berada di sana karena
sepanjang malam Tukai hanya menyebutkan bahwa Pendekar
Tanpa Nama yang sudah sangat tua masih saja dicari banyak
orang. "Apakah enaknya menjadi tua sebagai buronan," katanya, "Orangorang mengatakan ilmunya tinggi sekali, tetapi aku le?bih baik
tidak bisa bersilat sama sekali daripada diburu-buru dengan cara
seperti itu." 828 Tukai tidak keliru, karena hidup dengan tenang memang tidak perlu
dipertukarkan dengan kehidupan macam apa pun juga. Aku
sempat berpikir untuk melebur dengan kehidupan para kumbhakaraka atau pembuat gerabah yang berada di desa itu,
tetapi aku tidak merasa sudah cukup jauh dari Mantyasih, karena
Tepusan masih termasuk ke dalam 24 desa yang tergabung dalam
panatur desa atau panasta desa.
Itu berarti aku harus meneruskan perjalanan, dan untuk itu aku
memerlukan biaya perjalanan, karena jika di Mantyasih aku bisa
menjual kemampuan mengguratkan aksara pada lempir lontar, kini
aku tidak mungkin menetap lebih lama untuk menjalankan
pekerjaan semacam itu. Pekerjaan yang bisa kulakukan sambil
melakukan perjalanan adalah menjadi pedagang keliling, tetapi
aku tidak mungkin berkeliling dalam arti kembali ke tempat semula.
Jika pedagang keliling kembali ke tempat dia mengambil barang
dagangan, dengan menyerahkan uang seharga barang dan
menyimpan kelebihan yang menjadi keuntungannya, maka aku
harus membayar lebih dulu harga barang, apa pun barang yang
diperjualbelikan itu. Dengan sedikit uang yang kukumpulkan di
Mantyasih, di antara kesuntukanku menulis riwayat hidup ini, aku
mulai dengan membeli gerabah maupun pedati milik Tukai itu.
Gerabah kubeli sesuai harga jualnya tetapi pedati maupun
829 kerbaunya kubeli di atas harganya, bahkan dua kalinya, agar
majikan si Tukai mudah melepasnya.
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kepada Tukai kuserahkan 1 tahil mata uang emas yang senilai
dengan 60 mata uang yang terbuat dari campuran perak, tembaga,
dan timah. Uang emas itu dipotong seperti dadu dan diberi cap
beraksara Jawa yang bunyinya ta sebagai singkatan tahil. Kuingat
mata uang Mataram ini oleh orang-orang Negeri Atap Langit yang
berdagang di sepanjang pantai utara Yavabhumi disebut sho-p'okin, tetapi penduduk Mataram menyebut uang emas mereka
sendiri sebagai kati, suwarna, masa, dan kupang. Satu kati emas
sama dengan 20 dharana uang perak. Sementara 20 suwarna
sama dengan 20 tahil, dan 1 suwarna atau 1 tahil sama dengan 16
masa. Adapun 1 masa sendiri bernilai setara 4 kupang.
"Orang tua, ternyata dikau kaya, jadikanlah saya budakmu saja!"
"Itu sudah seluruh hartaku, Tukai, bukan apa-apa dibanding
pembelaanmu atas jiwaku."
"Ah, tidak ada yang saya lakukan untukmu, bawalah saya
bersamamu." "Tidak Tukai, dengan uang itu dirimu bisa membeli pedati dan
kerbaunya, jadilah majikan atas dirimu sendiri."
830 "Saya hanyalah seorang sudra, tiada pantas menjadi majikan siapa
pun juga." "Itu tidak benar Tukai, jadilah manusia merdeka!"
Dengan kalimat itu kutinggalkan Tepusan tanpa sempat mendapat
kesan yang lebih dalam, setelah lebih dari 25 tahun tak pernah
menengoknya lagi. Kami saling melambai di batas desa, tetapi
Tukai ternyata masih berteriak juga.
"Orang tua! Ada yang masih terlupa!"
"Ya" Apakah itu kiranya"!"
"Nama!" "Ya"!" "Nama! Saya belum tahu dikau punya nama!"
"Hahahahaha! Aku tak bernama! Hahahahaha!"
Sampai dia menjadi titik kecil, Tukai masih berdiri di sana. Apakah
yang dipikirkannya" Dengan sekeping uang emas, nasibnya telah
berbalik untuk seterusnya. Ternyata bukan dewa Brahma, Vishnu,
831 atau Siva, dan tidak juga Durga, yang menentukan nasib manusia.
Tidak juga Buddha. Nagarjuna berkata: segala sesuatu menurunkan
keberadaannya dari ketaktergantungan
dan tiada sesuatu dalam dirinya sendiri 1
Dengan uang itu kuharap Tukai akan membeli pedati dan
kerbaunya sendiri, sehingga akan diterimanya uang sewa yang
utuh, dan lambat laun kemudian bisa membeli tanah, lantas
menjadikannya sawah. Bukan sebaliknya, memasuki kedai dan
menghabiskan uangnya untuk menenggak tuak, arak, waragang,
badyag, atau budur, sebagaimana yang biasa dikatakan sebagai
perilaku rakyat kecil, yang betapapun selalu kutolak kepastiannya.
Namun jika memang akan terjadi, tentu akan terdengar kalimat
seperti ini: "Pendekar Tanpa Nama yang sudah tua renta melewati desa kita,
dan kita melewatkan 10.000 keping emas begitu saja!"
BEGITULAH aku merayap dengan barang dagangan di dalam
pedatiku, dengan kerbau yang meskipun tampak gagah tetaplah
832 kerbau, yang seperti selalu ingin bermalas-malasan di air. Sering
juga kubiarkan dia berendam pada siang hari yang panas,
sementara di bawah pohon yang rindang kuteruskan tulisanku.
Kata demi kata, kalimat demi kalimat, kutulis sebisa dan secepat
mungkin, mengingat umur yang memungkinkan diriku ini setiap
saat mati. Sangat sering dalam waktu yang lama tidak seorang pun melewati
tempat itu. Orang-orang pergi ke sawah atau berburu ke hutan,
tetapi tidak selalu pergi ke desa lain, apalagi jarak dari desa yang
satu ke desa yang lain itu cukup jauh. Dalam 25 tahun ini penduduk
memang bertambah, bahkan terlihat orang-orang asing baik dari
Jambhudvipa maupun Negeri Atap Langit, tetapi jarak antardesa
masih jauh seperti dulu. Sebetulnya sapi atau kuda beban lebih tahan berjalan jauh, tetapi
aku ingin segera pergi dari Desa Tri Tepusan, sehingga kubayar
saja harga kerbau itu kepada majikan si Tukai, lengkap dengan
pedatinya. Bahkan kubayar harga sejumlah besar gerabah yang
kemudian menjadi isinya, dan keberadaan karungku pun menjadi
tersamar. Di jalan, di batas desa, kadang terdapat rajya pariraksa yang
mencegat dan memeriksa, meski keadaan sebetulnya aman,
833 kecuali jika belum tertangkapnya diriku sungguh dianggap
membahayakan membawa kerajaan. lempir lontar Namun, meski bergambar mereka diriku, dan tampak sambil memegangnya membanding-bandingkannya dengan wajahku,
mereka tetap tidak dapat mengenaliku.
Tentu karena rambutku kusemir hitam, kuikat pada tusuk rambut
dari kulit penyu yang membentuk kadal memanjat, dan karenanya
aku lebih tampak seperti 60 tahun daripada 101 tahun, maka selalu
lolos dalam pemeriksaan-pemeriksaan itu.
Biasanya memang mereka menengok ke belakang pedati, bahkan
menusuk-nusukkan tombaknya, dan ketika melihat karung itu
tidaklah curiga. "Mau ke mana orang tua?"
Kusebut saja desa yang ada di depan dan kukatakan aku hanyalah
seorang pedagang. Mereka adalah pengawal pusat pemerintahan
di Mantyasih sehingga tidak mengenal penduduk desa, mungkin
pula menjalankan tugasnya dengan perasaan bosan.
Aku teringat Tukai. Apakah yang dilakukannya dengan uang emas
itu" Aku merasa sangat bodoh ketika menyadari betapa jika ia
masuk kedai dan minum tuak tentu akan banyak berbicara. Semua
834 orang akan segera mengetahui bahwa telah berlangsung peristiwa
seru pada tengah malam di luar batas desa, dan setelah
membantunya lolos dari sergapan para begal, tanpa pernah
disangka memberikan sekeping uang emas bernilai 20 dharana
uang perak. "Padahal dia sudah tua?"
"Tua!" "Dan dia bisa bersilat?"
"Bisa!" Perbincangan seperti ini terdengar langsung maupun terdengar
dari mulut lain di kedai lain, jika didengar pula oleh seorang
anggota kadatuan gudha pariraksa atau pengawal rahasia istana
maupun perkumpulan rahasia dari dunia hitam akan membuat
mereka segera melacak jejakku.
Namun jika si Tukai dengan semangat tinggi membeli pedati,
lengkap dengan kerbaunya pula, akan menimbulkan keheranan
yang lebih besar pula, terutama karena dilakukan seorang sudra.
Gagasan siapakah kiranya yang mengira seorang sudra bisa
835 melompat jadi waisya" Cerita yang sama pastilah akan terdengar
juga! Nagasena berkata: alasan adalah satu hal kebijaksanaan adalah lain hal;
kambing dan domba lembu dan kerbau onta dan keledai memiliki alasan, tetapi tidak memiliki kebijaksanaan 1
Demikianlah dari Tepusan aku membawa gerabah seperti cawan,
mangkuk, tempayan, kendi, pasu, cowek, kuali yang terjual di
Turayun; dari Turayun aku mengambil barang-barang logam
seperti dandang, perisai, kawat, senjata tajam, dan menjualnya di
Langka. Dari Langka aku mengambil bledug atau garam dan
menjualnya di Tanjung. Dari Tanjung aku membawa salimut atau
selimut dan kalambi atau pakaian, baik itu wdihan untuk laki-laki
dan ken untuk perempuan, lantas menjualnya di Hampran.
836 Begitulah aku ternyata mengelilingi 24 desa yang terletak pada
delapan penjuru mata angin yang mengelilingi Mantyasih,
membawa gula aren, kletik atau minyak kelapa, dan aneka
pewarna, menyusuri desa-desa Sor, Ruhu, Tulang Air, dan Kayu
Asam 2. Menjual artinya aku menjual kepada kaum pedagang di batas
desa, yang akan menjualnya di pasar desa pada hari pasar.
Kuanggap semakin sedikit aku bersua manusia semakin baik.
Semakin sedikit gangguan semakin cepat pula selesainya kerja
penulisanku ini. Akhirnya kujual pedati dan kerbauku. Dengan menyandang karung
berisi gulungan-gulungan keropak, dari ribuan lempir lontar yang
berisi tulisanku selama setahun ini, kutatap kedua gunung kembar
itu, Sumbing dan Sindoro. Di antara kedua gunung itulah terletak
Celah Kledung! CHANG'AN, bulan Paysa, tahun 798. Ya, Pembaca yang Budiman,
kulanjutkan ingatanku yang terseling itu, ketika diriku dan Panah
Wangi bersembunyi di sebuah kuil Dao. Kami telah mengikuti
keledai-keledai yang bersama para penuntunnya diarahkan orangorang kebiri ke petak sebelah itu. Petak itu cukup kukenal, karena
pernah bersama Yan Zi dan Elang Merah mengunjungi kuil yang
837 didirikan untuk ayahanda Laozi. Namun petak itu juga menjadi
barak tentara dari kesatuan Pasukan Siasat Langit, dan mungkin
karena itu maka terdapatlah jalan tembus, yang menghubungkannya secara langsung dengan Taman Terlarang.
Mengingat kedudukan orang-orang kebiri yang tidak terpisahkan
dari maharaja, bahkan sampai kepada urusan tempat tidurnya 1.
Kukira jalan tembus itu pun hanya orang kebiri yang berhak
menggunakannya, setidaknya memberi izin penggunaannya. Kami
saling berpandangan. Bersama Panah Wangi, meskipun belum
lama mengenalnya, aku dengan segera telah mencapai saling
pengertian jika menghadapi lawan dalam pertarungan.
Kami keluar dari kuil Dao itu dan berkelebat menuju tembok
pembatas antarpetak. Pada tembok itu kami merayap cepat
dengan ilmu cicak, dan dengan ilmu bunglon kuharap para pendeta
Dao hanya melihat tembok ketika melihat ke arah kami. Melakukan
penyusupan pada hari terang seperti ini tingkat kesulitannya jauh
lebih tinggi daripada melakukannya pada malam hari. Namun jika
menggunakan ilmu halimunan, pengalamanku dipergoki ketika
sedang mengikuti ke mana gerobak tangan yang mengangkut petipeti berisi uang emas itu pergi, membuatku belum ingin
menggunakannya lagi. Maka kami pun bertindak seperti penyusup
838 biasa, yakni sembari menempel pada tembok seperti cicak, kepala
kami muncul perlahan-lahan.
Kepala kami belum lagi muncul sepenuhnya ketika sepasang
senjata rahasia berwujud gerigi cakra melesat langsung ke arah
jidat kami! "Penyusup!" Terdengar teriakan dari arah datangnya senjata rahasia itu. Kami
segera melepaskan ilmu cicak yang membuat tubuh kami rekat dan
melayang turun. Begitu menginjak tanah, para anggota Pasukan
Siasat Langit sudah muncul di pintu gerbang dari petak sebelah.
Setidaknya 15 orang yang tampaknya seperti pilihan, melesat maju
ke arah kami sambil melepaskan bermacam-macam senjata.
Panah, tombak, pisau terbang melesat, tetapi kami cukup
merendahkan tubuh, dan dengan sebelah lutut menyentuh tanah
kami lepaskan totokan-totokan jarak jauh, yang membuat mereka
bukannya ambruk, melainkan tetap berdiri kaku seperti patung.
Barisan depan itu segera menghalangi anggota pasukan lain yang
menyerbu serentak dan mampat di pintu gerbang. Aku melirik ke
arah tembok, tempat senjata-senjata yang luput itu menancap
maupun jatuh dan masuk ke dalam aliran kanal di bawahnya.
839 Semula aku hanya berpikir untuk mengambil senjata, tetapi baru
sekarang kusadari terdapat kanal itu. Kuingat pernah mempelajarinya sebelum menyusup ke dalam Istana Daming.
Kanal itu menyalurkan aliran sungai dari pegunungan di selatan
Chang'an menuju ke Taman Terlarang di luar tembok utara 2, yang
masuk dari balik tembok sebuah petak di sisi paling selatan, yakni
petak ketiga dari tembok barat. Melalui petak di selatan itu
seingatku bahkan tersalur pula aliran sungai lain melalui kanalkanal di dalam kota bagi kolam-kolam besar di Taman Barat,
tempat terdapatnya Istana Barat.
Dalam sekali tatap dengan Panah Wangi, kami langsung saling
mengerti dan secara bersamaan segera lenyap ke dalam air yang
mengalir di kanal, yang untunglah mengalir melalui petak ini.
Apabila para anggota Pasukan Siasat Langit ini berhasil
menyingkirkan kawan-kawannya, yang setelah tertotok menjadi
patung itu, sesampainya ke kanal ini kami sudah tiada tampak lagi.
Laozi berkata: di dunia ini tiada yang lebih patuh dan lemah 840 daripada air tapi untuk menyerang yang keras dan kuat tiada yang melampauinya
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena tiada gantinya 3 Di dalam air kami membiarkan diri kami dibawa arus, melewati
petak yang sebetulnya bermaksud kami intip tadi, dan melaju terus
ke utara. Tentunya kami akan segera memasuki Taman Terlarang, tetapi
ternyata... Dhug! Kami membentur terali besi!
Di atas kami pasti penuh dengan anggota pasukan pengawal
maharaja yang terkenal itu, maka kami tidak mungkin naik ke
permukaan; tetapi ketika berpikir kembali ke selatan, ternyata
841 sejumlah anggota Pasukan Siasat Langit sudah terjun pula
memburu kami! DI dalam air kanal yang dingin, melihat lima anggota Pasukan
Siasat Langit datang menyerang, Panah Wangi memberi tanda
menggorok leher. Segera kubalas dengan tanda jangan dan lebih
baik dilumpuhkan. Namun terjepit antara para pengawal dan jeruji
besi di dalam kanal, ini tidak begitu mudah dilakukan. Maka kuberi
tanda agar Panah Wangi menahan mereka sebentar, sementara
aku berbalik untuk membengkokkan dua batang jeruji besi supaya
cukup bagi tubuh kami berdua melewatinya.
Kulihat Panah Wangi berhasil menotok dua orang ketika aku
berbalik, dan aku pun menotok tiga orang sisanya. Mereka segera
kami dorong naik, bahkan agak seperti melemparnya agar terkapar
atau tertelungkup di tepian kanal, sehingga tidak menghirup air.
Apabila nanti ada orang lain menggantikan dan mengejar kami,
mereka hanya akan terbentur juga pada jeruji besi, dan mengira
kami pergi ke arah sebaliknya, karena setelah melewatinya lantas
kuluruskan kembali. Kanal yang lurus itu berubah menjadi sungai biasa, yang memiliki
banyak kelokan tetapi kukira adalah buatan. Kami melaju cepat
seperti ikan lumba-lumba sampai jalur sungai itu habis di tengah
842 Taman Terlarang, untuk muncul pelan-pelan ke permukaan seperti
buaya yang hanya kelihatan matanya di atas rawa. Dari sini kami
bisa melihat rombongan 30 keledai itu menuju Istana Larangan.
Tidak terlihat lagi para penuntun keledai dari usaha jasa Keledai
Cepat. Kami saksikan orang-orang kebiri yang sekarang menuntun
keledai-keledai itu. Apakah yang sebenarnya sedang terjadi"
Kuingat perjumpaanku yang pertama kali dengan orang kebiri itu,
di lautan kelabu gunung batu yang membatasi Daerah Perlindungan An Nam dengan Negeri Atap Langit dalam keadaan
sudah terpotong-potong di dalam karung. Namun yang penting
tentu adalah lak lilin merah atau segel kerajaan yang mengunci
ikatan karung itu. Kuingat lagi sekarang tujuh orang Uighur di atas tujuh kuda Uighur
yang perkasa membawa segala macam benda. Mereka meletakkan benda-benda berharga, termasuk kain sutra maupun
gulungan sutra, begitu juga kertas-kertas bertuliskan puisi Li Bai,
Wang Wei, dan Du Fu, ke dalam karung, kemudian meletakkannya
ke dalam keranjang. Setiap keledai membawa dua keranjang di kiri
dan kanan punggungnya. Lantas satu karung yang berbeda itu!
843 Sekarang aku ingat, Pasar Timur juga penuh dengan orang Uighur!
Keledai-keledai itu pasti juga disewa atau dibeli dari usaha jasa
Keledai Cepat, karena memang tidak ada usaha sejenis yang lain
di Chang'an. Mungkinkah kini terdapat hubungan antara pembunuhan kejam itu dan peristiwa yang belum juga usai
sekarang ini" Laozi berkata: mengambil semua yang kau inginkan tak pernah lebih baik dari berhenti selagi dirimu mampu 1 Angin bertiup. Dingin sekali. Kami beranjak ke tepian seperti buaya
merayap dari rawa ke daratan. Kemudian kami menggunakan lwekang atawa tenaga dalam untuk mengeringkan baju.
Panah Wangi memang orang yang berpikir cepat.
"Bukan soal untuk apa keledai itu, tetapi untuk tujuan apa, dan
siapa saja yang terlibat," katanya berbisik-bisik.
844 Tentang tujuan, persoalan masih sama, mencuri atau menyelamatkan" Tentang keterlibatan, segalanya masih gelap.
Sambil mengawasi bagaimana keledai itu seekor demi seekor
melewati jalan tembus, dari barak Pasukan Siasat Langit menuju
Taman Terlarang ini, yang dari sini masih jauh sekali, aku mencoba
membangun berbagai hubungan, dari pengetahuan yang sebetulnya sungguh terbatas.
Tiga orang kebiri menyimpan rahasia negara yang terbagi tiga.
Rahasia ini hanya akan terbuka jika ketiganya sepakat untuk
bergabung dan mengungkap rahasia masing-masing. Semula,
pengetahuan bahwa ketiga orang kebiri ini menyimpan rahasia itu
sendiri adalah suatu rahasia. Namun ketika terbuka, maut segera
mengancam ketiganya. Si Cerpelai kabur sampai lautan kelabu
gunung batu, Si Tupai menyusul dengan tubuh sudah terpotongpotong dalam karung.
Apakah sengaja dikirim ketika aku kebetulan bentrok dengan tujuh
penyoren pedang dari Uighur; ataukah hanya kebetulan lewat dan
kami yang penasaran kebetulan pula membukanya, semula
tidaklah terlalu jelas. Namun sekarang kurasa seseorang
diharapkan menerimanya --dan orang itu bukanlah Si Cerpelai
yang sudah lama membuka kedai di pegunungan itu
845 Adapun Si Musang nestapa pula nasibnya. Sebelum bunuh diri
dengan racun dalam pelariannya, lidahnya telah dipotong agar
tidak membuka rahasia, dan tetap dibiarkan hidup agar rahasia
tidak hilang serta diungkapkan kepada mereka.
Siapakah mereka" DI Taman Terlarang, di luar tembok utara Kotaraja Chang'an, lima
orang kebiri berbusana jubah ungu menggiring 30 keledai di antara
kerimbunan pohon-pohon persik, pir, dan liangliu. Mereka berjalan
sambil mengoceh. Jarak yang jauh membuat perbincangan hanya
terdengar sayup-sayup, dalam deru angin yang membuat
gemerisik dedaunan pohon liangliu menjadi-jadi. Terpaksa
kupasang lagi Ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang.
"Jadi mereka lari ke selatan?"
"Ya, para pengawal Pasukan Siasat Langit itu mengejarnya, dan
tidak ada jalan lain selain ke selatan, karena di bawah tembok pada
kanal ke arah Taman Terlarang itu terdapat jeruji besi yang tidak
bisa dilewati." "Mereka harus ditangkap dan langsung dibunuh, karena sudah
mengikuti sejauh itu."
846 "Kalau mereka terus di dalam air, para pengawal pasti bisa
menangkapnya karena bisa berenang dengan kecepatan lumbalumba."
"Bodoh! Tidak ada penyusup yang tidak bisa berenang seperti
lumba-lumba! Kedua orang itu pasti akan naik kalau ke selatan!"
Mereka segera mempercepat langkahnya.
"Sejak lama semua ini direncanakan. Tidak boleh gagal karena dua
penyusup tidak berhasil ditangkap."
"Kita masih bisa menunggu."
"Apalagi yang ditunggu?"
"Sampai Harimau Perang berkata aman!"
"Bagaimana mungkin Harimau Perang masih menentukan kalau
masih terus diburu seperti sekarang?"
"Bodoh lagi! Itu semua hanya fitnah, tetapi fitnah yang
menguntungkan. Tanpa harus berkeringat, Harimau Perang
sekarang pahlawan banyak orang. Biar saja penjahat kambuhan
itu habis dibunuh. Hakim Hou seharusnya berterima kasih dengan
847 pembersihan ini. Semenjak pengepungan usai, Chang'an bukan
kota yang dulu lagi."
"Apakah kita harus berterima kasih kepada orang yang melakukan
fitnah kepada Harimau Perang itu?"
"Aku heran, mengapa orang kebiri bodoh seperti dirimu bisa lolos
ujian dan diterima bekerja melayani maharaja di dalam istana.
Tutup mulutmu sekarang daripada dikarungkan seperti Si Tupai
yang terlalu banyak bicara."
Aku tertegun. Kusadari betapa licin manusia yang bernama
Harimau Perang itu, dan betapa luas jaringan yang diselusupinya,
baik sebagai mata-mata maupun sebagai dirinya sendiri. Namun
siapakah dirinya sendiri itu"
Aku juga tertegun karena munculnya nama Si Tupai. Seperti sudah
lama sekali tidak pernah kudengar nama itu. Sekarang mendadak
seperti diterjunkan langsung di antara para pelaku pembunuhannya! Jika tiga pemegang rahasia telah mati dibunuh, terdapat dua
kemungkinan. Pertama, pihak pembunuh mengetahui rahasia
yang sama, bahkan merupakan bagian dari rahasia itu. Kedua,
pihak pembunuh juga tidak mengetahui isi rahasia tersebut, dan
848 karena itu sebelum melenyapkan pemegang rahasia yang mungkin
merugikannya, berkepentingan mengetahui rahasia itu sebelum
menghapus segenap kemungkinannya.
Tiada percakapan lagi setelah itu.
Zhuangzi berkata: tiada yang lebih baik selain terangnya pemikiran yang tepat 1 Rombongan keledai itu mendadak tertutupi oleh sejumlah besar
kijang berbintik-bintik putih, salah satu di antara sekian jenis hewan
peliharaan liar di taman itu, yang kadang-kadang menjadi mangsa
perburuan maharaja, para pangeran, dan tamu yang sedang
diterimanya. Dengan ilmu pendengarannya sendiri, Panah Wangi juga
mengetahui perbincangan itu. Kulihat matanya langsung menyala
ketika nama Harimau Perang disebutkan. Sampai hari ini Panah
Wangi belum pernah menyampaikan apakah yang menjadi
urusannya dengan Harimau Perang, tetapi mata yang menyala itu
bagiku seperti menjanjikan cerita mengerikan.
849 Kami saling bertatapan sebentar, lantas beranjak untuk mengikutinya, tanpa harus menunggu gerombolan puluhan kijang
yang berpapasan itu melewatinya lebih dahulu.
Namun baru melangkah sebentar, sejumlah bayangan turun dari
balik rerimbunan pohon-pohon liangliu. Mereka langsung menyerang orang-orang kebiri yang menuntun keledai itu, dan
ternyatalah bahwa bukan sekadar jumlah penyerang itu sama
banyaknya, melainkan busananya pun sama, yakni jubah sutra
berwarna ungu! Serangan mendadak ini dilakukan dengan keterampilan tinggi. Dari
balik dedaunan pohon liangliu, yang dahan-dahannya jika tertiup
angin seperti lambaian penari, para penyerang melompat turun
langsung di belakang orang-orang kebiri. Dengan pisau melengkung mereka gorok leher korbannya, untuk langsung
didorong ke tepi. Lima orang kebiri yang tadi mengambil keledaikeledai ini dari usaha jasa Keledai Cepat di Pasar Timur, meregang
nyawa tanpa dipedulikan lagi.
Kelima pembunuhnya langsung mengambil alih keledai-keledai itu,
dan menuntunnya seperti tidak ada kejadian berarti.
850 Panah Wangi menggamit tanganku. Matanya terarah kepada
orang-orang kebiri yang bergelimpangan dan bersimbah darah dari
lehernya. Mereka masih bergerak-gerak. Masih hidup!
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
KAMI kembali menggunakan ilmu bunglon, sehingga tubuh
maupun busana kami tampak sebagai tanah dan rerumputan di
Taman Terlarang. Lantas dengan ilmu kadal kami merayap cepat
mendekati korban penggorokan yang masih hidup. Semestinya
darah yang mengalir dari tenggorokan dan juga mulut itu tidak
mungkin membuatnya berbicara, tetapi sebelum mati yang kami
dekati dengan sisa kemampuannya dapat mengucapkan satu kata.
"Huangdi...," katanya, dengan tangan terulur dan mata penuh
kekhawatiran. Panah Wangi menatapku. Kami mengerti artinya, tetapi apa
maknanya" Huangdi artinya maharaja. Namun apa yang
dimaksudnya" Dalam hubungannya dengan peti uang emas,
apakah itu berarti bahwa timbunan perbendaharaan negara akan
dicuri dari Istana Terlarang, ketika sebetulnya dipindahkan dari
Balai Semangat Kilauan Berlian untuk menyelamatkannya" Atau,
apakah mungkin justru maharaja sendiri yang disangka terlibat
dalam pencurian uang negara dan menjadikannya milik pribadi"
Meskipun yang terakhir ini seperti tidak mungkin, tetapi
851 persangkaannya sendiri adalah penting. Bukankah tidak kurang
dari sejarah, digerakkan dari prasangka yang satu kepada
prasangka yang lain"
Angin bertiup lebih kencang, membuat dedaunan pohon-pohon
liangliu yang bergemerisik itu lebih berisik lagi. Benarkah
rombongan keledai yang kami ikuti, berhubungan dengan salah
satu dari dua kemungkinan di atas" Betapapun semua dugaanku
juga bisa menjadi prasangka tanpa bukti, dan itu berarti keledaikeledai yang kini dituntun para pembunuh tersebut harus tetap
diikuti. Namun kurasa semangat kami berdua telah meninggi
semenjak kami ketahui betapa Harimau Perang terlibat perkara ini.
Semula kami ikuti rombongan itu dengan bersembunyi di balik
pepohonan, tetapi akhirnya kami pilih untuk mengikutinya dengan
naik ke pohon-pohon itu, bergerak lincah dan ringan seperti kera
ketika berpindah-pindah dari dahan ke dahan. Sempat kupikirkan
untuk menggunakan gin-kang atau ilmu meringankan tubuh dan
melangkah dengan mengendap-endap di atas pepohonan, tetapi
kukira setiap saat terlindungi oleh segala dedaunan ini jauh lebih
aman, apalagi para pembunuh yang sedang menuntun keledai itu
sering sekali menoleh ke belakang!
852 Apakah mereka sekadar penyusup yang menyamar sebagai orang
kebiri, ataukah orang-orang kebiri lain dari kesatuan yang sama"
Jika orang-orang kebiri yang terbunuh tadi menantikan perintah
Harimau Perang, apakah berarti orang-orang yang membunuh ini
berada pada pihak yang berlawanan dengan Harimau Perang,
ataukah sebaliknya ternyata justru diperintahkan oleh Harimau
Perang" Kusadari betapa ruwet jalinan kerahasiaan yang serba
berkait dan berkelindan, dan akan bertambah ruwet apabila
kemudian terjadi perubahan, pergantian, dan pertukaran pelaku,
yang selalu berlangsung dalam pertarungan abadi antara
kesetiaan dan pengkhianatan...
Sun Tzu berkata: jika telah diberi perhatian sepenuhnya
petugas rahasia dapat digunakan di mana saja;
tetapi yang menerima pembocoran
maupun membocorkannya keduanya harus mati 1 Istana Terlarang yang berada di dalam Taman Terlarang terbuat
dari kayu saja, tetapi kayu terbaik di seluruh Negeri Atap Langit,
853 meskipun terandaikan hanya untuk sementara, dan setiap saat
bisa diganti atau dibangun kembali. Tidaklah jelas bagiku apakah
sang maharaja ada di sana, tetapi kuketahui bagaimana orangorang kebiri membawa gerobak tangan berisi peti uang emas
memasuki Taman Terlarang.
Apakah Harimau Perang akan bisa dijumpai di sini" Di seluruh
Chang'an, bersembunyi di sini memang paling aman, karena
sebenarnyalah hanya maharaja dan keluarganya yang boleh
berada di Taman Terlarang.
Kenyataan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan.
Pertama, ketika masih menjabat sebagai kepala mata-mata Negeri
Atap Langit, mungkin saja memang terdapat hak istimewa Harimau
Perang untuk memasuki Taman Terlarang. Tetapi jika sudah tidak
menjabat dan bahkan Hakim Hou menyatakannya sebagai
buronan, mengapa pula keberadaannya di Taman Terlarang masih
menjadi kemungkinan" Apakah ini karena Maharaja Dezong
sendiri secara pribadi melindunginya" Untuk kepentingan apa"
Kedua, jika kemungkinan tersebut tidak berlaku, dan tetap saja
hanya orang kebiri yang diizinkan memasuki Taman Terlarang,
mengapa pula Harimau Perang bisa mendapatkan tempat dan
854 bahkan bekerja sama dengan orang-orang kebiri itu" Apakah
semua ini sudah direncanakan bersama Harimau Perang sejak
lama, ataukah Harimau Perang baru dilibatkan setelah tiba di
Chang'an dengan jabatan yang kini berkat ulahku telah dicabut itu"
Para penggorok leher yang menuntun 30 keledai itu mendekati
Istana Terlarang. "Huangdi...." Seperti terngiang kembali ucapan yang tersendat oleh darah di
mulut itu. Hanya awal sebuah kalimat. Apakah yang ingin
disampaikannya" Terbetik dalam kepalaku, apakah maharaja berada dalam bahaya"
ISTANA Terlarang adalah sekadar tempat tetirah, yang terletak
hanya di balik tembok Kotaraja Chang'an. Jika menuju Taman
Terlarang, terutama pada musim panas, Maharaja Dezong dengan
selir-selirnya lebih sering bercengkerama di udara terbuka. Mereka
bisa memancing di kolam, bermain catur di bawah pohon, atau
sang maharaja berleha-leha menyaksikan selir-selirnya itu menari
luyao yang sangat disukai pada masa itu, tempat para selirnya itu
memamerkan goyang pinggangnya yang langsing dengan anggun.
855 Ini akan disusul nyanyian chunjianghuayueye yang terdengar
jernih dalam iringan seruling bambu tegak yang disebut xi'an.
Jika maharaja sedang bersemangat tinggi, ia akan meminta selirselirnya membacakan puisi dan memperbincangkannya, mulai dari
yang sedang menjadi perbincangan di antara khalayak seperti
puisi-puisi para penyair masa pemerintahan Wangsa Tang seperti
Li Bai, Du Fu, Wang Wei, Liu Changqin, Chang Jian, dan Cui Hao
maupun dari masa silam seperti Qu Yuan dari zaman NegaraNegara Berperang dan Tao Yuan Ming semasa pemerintahan Jin
Timur yang sangat dikenal oleh kaum terpelajar di Negeri Atap
Langit. Telah umum diketahui, bukan sembarang perempuan bisa
menembus lingkaran-lingkaran penjagaan sang maharaja, karena
selain olah tubuh demi permainan cinta di atas ranjang, olah
kecerdasan dan perbendaharaan pengetahuannya pun sangat
menentukan untuk bisa dianggap layak berbincang dengan
maharaja. Namun, sekali kaum perempuan yang sudah teruji ini
masuk lingkaran, maka mereka membentuk jaringan yang kuat
sekali. Sudah bukan rahasia lagi, betapa jaringan putri istana
merupakan saingan terberat bagi jaringan orang kebiri, dalam
permainan kekuasaan di istana.
856 Aku teringat bagaimana mendengar semua itu dari Elang Merah
yang pernah menjadi mata-mata Kerajaan Tibet, meskipun dia
sendiri belum pernah menyusup ke dalam Taman Terlarang. Kini,
dalam bulan yang di Yavabhumipala disebut Paisya, iklim yang
hangat sudah meninggalkan wilayah timur laut Negeri Atap Langit.
Sebulan lagi udara sudah akan sangat dingin. Jika maharaja
sedang tetirah di sini, kukira tidak akan memilih tempat di luar,
tetapi memang tidak ada kepastian apakah maharaja berada di
dalam Istana Terlarang. Dalam I Ching disebutkan: Sumur. Pindahkan kota tapi jangan sumurnya.
Tiada kerugian, tiada keuntungan:
pergi menuju dan datang dari sumur.
Namun jika mengering, belum ada talinya, atau embernya rusak,
kemalangan. 1 857 Dari pohon terdekat tempat kami bersembunyi, tampaklah lima
orang penggorok leher tadi mendekat bersama 30 keledai yang
mereka tuntun. Istana Terlarang yang sangat sederhana jika
dibanding istana-istana lain di Chang'an tampak dijaga dengan
sangat ketat. Pasukan Hutan Bersayap yang berjumlah sekitar 100
orang tampak berjaga dengan busana tempur dan bersenjata
lengkap. Apakah yang terjadi" Lima orang yang mengambil alih 30 keledai
tadi telah dicegat di depan pintu gerbang oleh Pasukan Hutan
Bersayap. Mereka ternyata tidak boleh berjalan terus, tetapi 30
keledai itu tampak seperti mau diambil, meskipun mereka tidak
mau menyerahkannya. Lantas kami lihat terjadi pertengkaran.
Suara saling membantah terdengar keras. Kemudian lagi-lagi
kelima pembunuh tersebut bergerak sangat cepat dengan pisau
lengkungnya, menyambar leher para pengawal yang mencegat
mereka. Tubuh-tubuh segera bergelimpangan sembari menyemburkan
darah. Sejumlah anggota Pasukan Hutan Bersayap berlompatan
dengan penuh kemarahan ke arah lima orang tersebut, yang jika
dilihat dari perbandingan kekuatan dengan sekitar 100 pengawal
yang berjaga tersebut, haruslah dikatakan sangat nekad. Namun
kami segera melihat betapa tindakan itu telah diperhitungkan,
858 ketika anggota Pasukan Hutan Bersayap yang berlompatan
dengan penuh kemarahan itu hanyalah melompat menuju
kematian, karena serangan dari samping kiri dan kanan maupun
belakang di berbagai bagian tubuh yang mematikan.
Anggota pasukan lain yang terkejut pun segera ditewaskan oleh
orang-orang di samping kiri dan kanan atau belakangnya, sebelum
menyadari betapa di antara yang 100 orang ini ternyata 60 orang
berada di pihak lima pembunuh tersebut. Dari balik dedaunan
liangliu yang rimbun, kami mengikuti semua perkembangan yang
berlangsung sangat cepat. Telah terjadi perpecahan di dalam
Pasukan Hutan Bersayap, pasukan orang-orang kebiri yang
terkenal sangat tangguh dan sangat setia kepada tugas satusatunya, yakni menjaga keselamatan maharaja.
Sekarang sekitar 30 orang mengikuti lima pembunuh itu masuk ke
dalam, sedangkan sisanya bersiaga membentuk penjagaan ketat
melingkari Istana Terlarang. Kami lihat keledai-keledai itu dibiarkan
saja di luar. "Mereka bukan mau mencuri uang emas," kata Panah Wangi,
"mereka mau membunuh maharaja!"
859 KAMI berkelebat dari pohon liangliu itu dengan kecepatan kilat,
seperti kaki hanya menyentuh permukaan rumput, melesat dan
melesat, sehingga orang-orang kebiri yang berjaga tidak melihat
kami lewat, melejit melalui pintu gerbang seperti cahaya, langsung
masuk ke dalam Istana Terlarang.
Melewati pintu gerbang kami dapati pertarungan antara Pasukan
Hutan Bersayap yang seharusnya menjaga sang maharaja sampai
titik darah penghabisan, melawan para perempuan pengawal
berbusana serbamerah. Suara teriakan menggema, bunyi senjata
logam yang berbenturan terdengar berdentang-dentang. Orangorang kebiri itulah yang berusaha menembus chuihuamen atau
gerbang dalam, tetapi para perempuan pengawal berbusana yang
mengingatkan aku kepada anak buah Putri Anggrek Merah itu
mempertahankannya dengan ketat.
Pengawal Anggrek Merah, jika mereka memang para pengawal
Putri Anggrek Merah yang terbunuh itu, semuanya menggunakan
dua pedang dan ilmu pedang mereka jelas sangat tinggi. Dengan
kedua pedangnya seorang Pengawal Anggrek Merah bisa
mendesak tiga sampai empat orang anggota Pasukan Hutan
Bersayap yang berkhianat itu. Betapapun jumlah Pengawal
Anggrek Merah terlalu sedikit dibanding para penyerbu yang
seharusnya justru melindungi maharaja. Tentunya sejak lama
860 Pengawal Anggrek Merah itu telah menjadi lingkaran terakhir
keamanan maharaja, sebab jika tidak tentu orang-orang kebiri ini
sudah berhasil membunuhnya bukan"
Hanya tujuh perempuan perkasa Pengawal Anggrek Merah
menghadapi 35 anggota Pasukan Hutan Bersayap, tetapi ketujuh
Pengawal Anggrek Merah itu bukan hanya berhasil bertahan di
depan gerbang dalam, melainkan nyaris mendesak para anggota
Pasukan Hutan Bersayap itu ke luar lagi. Para Pengawal Anggrek
Merah ini menggunakan jurus-jurus yang berpadanan bagi
ketujuhnya, sehingga memang tidak mungkin menembusnya.
Namun bukan anggota Pasukan Hutan Bersayap pilihan jika tiada
dapat menggunakan akal. Maka, jika sebelumnya tidak kurang dari
lima orang kebiri bersenjata pedang pendek melengkung berusaha
menjatuhkan seorang Pengawal Anggrek Merah, segera dikurangi
menjadi tiga orang sedangkan dua orang mencari jalan lain.
Diawali dengan suitan melengking, tidak kurang dari 14 orang
menarik diri dari pengepungan, dan membagi diri menjadi dua
kelompok yang masing-masing terdiri atas tujuh orang. Kedua
kelompok ini melompat ke atas wuwungan huilang atau jalan
tertutup tembok di kiri dan kanan gerbang dalam.
861 Kami sejak tadi mengikuti perkembangan ini dengan juga membagi
diri. Sebelum kaki para anggota Pasukan Hutan Bersayap itu
menginjak masing-masing wuwungan huilang, Panah Wangi
sudah berada di atap wuwungan dongxiangfang atau bangunan
sayap timur yang jauh lebih tinggi lagi, seperti juga aku yang sudah
berada di wuwungan xixiangfang atau bangunan sayap barat.
Maka terlihatlah bagaimana 14 orang kebiri yang turun di liyuan
atau halaman dalam utama itu, segera disambut dua orang
anggota Pengawal Anggrek Merah yang sepasang pedangnya
telah menjadi gulungan cahaya terganas.
Di manakah maharaja" Apakah berada di zhengfang atau
shangfang yakni ruang utama yang menghadap ke selatan,
dengan dikitari pengawal-pengawal pilihan" Suara logam yang
beradu terus berdentang-dentang, dalam tiupan angin yang
semakin kencang dan menerbangkan guguran dedaunan di
halaman. Lantas terdengar teriakan dan korban berjatuhan.
Seorang kebiri ambruk dengan sayatan bersilang di dadanya,
disusul seorang kebiri lain terguling tanpa nyawa dengan sayatan
bersilang di punggungnya, penanda tergunakannya Jurus Dua
Pedang Saling Bersilang. 862 Tinggal 12 orang kebiri yang saling memunggungi, dikepung dua
perempuan Pengawal Anggrek Merah berbusana serbamerah,
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang melangkah maju dengan sikap siap menghabisi.
"Dasar manusia tanpa kejantanan," ujar salah seorang Pengawal
Anggrek Merah itu, "kalian potong kejantanan kalian agar bisa
mengabdi kepada maharaja dan melindungi istana, mengapa
sekarang kalian bermaksud menculiknya?"
Sebelum menjawab, salah seorang kebiri itu meludah.
"Menculik" Cuih! Babu para gundik mulai bertingkah! Apa yang
kalian tahu tentang pengabdian"! Pengabdian yang dikecewakan!
Sungguh mahal harganya!"
"Huh! Pengawal raja! Kematian pun terlalu ringan bagi kalian!"
Lantas keduanya berkelebat dan terbentuklah lingkaran merah
mengelilingi 12 orang itu. Ilmu pengawal maharaja seperti Pasukan
Hutan Bersayap sebetulnya sangat tinggi, tetapi ilmu kedua
perempuan anggota kesatuan Pengawal Anggrek Merah itu ruparupanya jauh lebih tinggi, sehingga korban pada pihak Pasukan
Hutan Bersayap semakin banyak berjatuhan.
Kudengar lagi suara perempuan pengawal itu.
863 "Fitnah kalian jugalah yang membuat Putri Anggrek Merah
terbunuh! Jangan bermimpi bisa keluar dari tempat ini dalam
keadaan hidup!" DI atas wuwungan xixiangfang atau bangunan sayap barat, kulihat
di wuwungan dongxiangfang atau sayap timur di seberang sana
Panah Wangi juga sedang menatapku. Kukira apa yang kami
pikirkan sama, jika benar sang maharaja akan diculik, di manakah
kiranya dirinya berada sekarang" Bahwa para pembunuh itu dalam
kenyataannya telah datang kemari, melalui suatu cara penyusupan
yang telah kami ikuti sendiri, memang hanya bisa terjadi setelah
suatu jaringan rahasia menyampaikan bahwa maharaja berada di
tempat ini. Mengingat kedudukan Taman Terlarang yang tanpa tembok, dan
langsung berhadapan dengan padang terbuka, sebenarnyalah
Istana Terlarang keamanannya tidak terjamin seperti berbagai
istana tempat tetirah lainnya di seluruh Chang'an. Namun justru
keterbukaan dan keliaran Taman Terlarang itulah satu-satunya
tempat tetirah yang bisa membuat maharaja merasa dirinya
manusia biasa, sama dengan banyak orang lain yang hidupnya
terbebaskan dari berbagai aturan.
864 Di Taman Terlarang maharaja menikmati kehidupan di alam
terbuka dan tanpa tembok, meski sebetulnya keamanannya sangat
amat terjamin oleh penjagaan Pasukan Hutan Bersayap. Semula,
demi kenyamanan maharaja, penjagaan tidaklah terlalu ketat.
Betapapun kehadiran seorang Uighur yang berlari menyerbu
dengan pisau, dan seorang warga Tibet yang datang menyerbu
dengan melemparkan tombak sambil menunggang kuda, membuat
penjagaan diperketat beberapa kali lipat.
Di liyuan atau halaman dalam utama, dari 12 orang anggota
Pasukan Hutan Bersayap korban-korban terus berjatuhan, masih
dengan Jurus Dua Pedang Saling Bersilang yang memberikan
garis silang sayatan pedang mendalam pada dada atau punggung.
Hanya tinggal empat orang sekarang, yang bertahan setengah
putus asa, dalam serangan dua pasang pedang yang menggulung
seperti angin puting beliung. Dari tempatku menyaksikan di atas
wuwungan, jika kupandang dengan mata awam hanya tampak
seperti kelebat bayangan berwarna merah; tetapi dengan mata
orang-orang persilatan maka kusaksikan keindahan tarian dengan
dua pedang. Persaingan antara jaringan orang kebiri dan jaringan putri istana
tampak di sini, dengan catatan bahwa di dalam tiap jaringan itu
terdapat juga kelompok-kelompok yang tidak selalu hanya sekadar
865 bersaing, tetapi juga saling bertentangan sampai timbul bentrokan.
Dalam peristiwa ini tampak betapa lingkaran keamanan yang
terakhir, yakni penjagaan yang menempel pada maharaja
sekarang bukanlah Pasukan Hutan Bersayap yang terdiri atas
orang-orang kebiri, oleh suatu sebab yang belum kuketahui,
melainkan kelompok yang berasal dari jaringan putri istana.
Dalam I Ching tergambarkan: Langit dan air tercurah ke bawah: gambaran perselisihan. Dikau harus mengambil arah baru
hanya setelah menimbang cermat
dari permulaan. 1 Aku melejit sebentar kembali ke wuwungan huilang atau jalan
bertembok di samping chuihuan atau gerbang dalam dan
tampaklah pertarungan di qianyuan atau halaman depan itu hampir
berakhir. Pertarungan yang tadi antara tujuh anggota Pengawal
Anggrek Merah melawan 21 anggota Pasukan Hutan Bersayap
866 telah menjadi pertarungan antara tujuh orang melawan tujuh orang
saja. Empatbelas mayat bersimbah darah di qianyuan itu.
Belum kulupakan bahwa di luar masih ada 30 anggota Pasukan
Hutan Bersayap yang berjaga-jaga. Jika mereka menyerbu masuk,
tenaga mereka yang masih segar bisa menjadi masalah besar bagi
para Pengawal Anggrek Merah yang kini menjaga maharaja itu.
Selain itu aku khawatir mereka yang rupanya telah tersebar
mengelilingi Istana Terlarang ini sudah masuk pula dari berbagai
penjuru lain, mencari maharaja yang disembunyikan entah di
mana. Aku pun melompat turun ke sisi luar tembok halaman, merapat ke
tembok dengan ilmu bunglon, dan segera kusaksikan pemandangan itu. Tidak kurang dari 500 anggota Pasukan Hutan
Bersayap telah mengelilingi Istana Terlarang. Mereka membawa
berbagai senjata, termasuk barisan panah, bagaikan siap
berperang. Bahkan barisan berkuda tidak kurang dari 100 orang.
Apakah ini karena maharaja yang menjadi sasaran" Istana
Terlarang seolah menjadi tidak terlarang, karena segala tabu telah
dilanggar para petugas yang harus menjaganya.
Aku terkesiap. Tempat ini terlalu jauh dari mana pun, termasuk dari
barak Pasukan Siasat Langit yang juga berada di bawah
867 kepemimpinan orang kebiri. Setinggi apa pun ilmu silat para
Pengawal Anggrek Merah, jumlah ini terlalu besar untuk dilawan
dan dimenangkan. Lagi pula tidak kurang-kurangnya perwira
berilmu tinggi di antara orang-orang kebiri.
Jika orang-orang kebiri itu bermaksud menambus maharaja,
dengan cara membakar seluruh bangunan istana, tentu mereka
mampu menjalankannya. Sedangkan jika perkembangan menuju
ke arah itu, masih mungkinkah diriku dan Panah Wangi tetap
tinggal jadi saksi mata saja"
PASUKAN Hutan Bersayap yang mengepung Istana Terlarang
dengan cepat segera mempersempit dan memperketat lingkaran,
sehingga dalam waktu singkat telah menjadi sangat dekat.
Aku dan Panah Wangi sudah siap untuk berpihak, setelah
beberapa saat lamanya hanya menjadi penonton, yang tiada lain
selain menonton, karena merasa tidak berkepentingan dengan
perselisihan dan pertentangan antar golongan maupun antar
kelompok di setiap golongan yang bercokol di dalam istana.
Sekarang kuingat lelaki paro baya yang bergigi hitam di Pasar
Timur, yang telah membuat kami bukan hanya mengira dirinya
penjahat dan mengikutinya, tetapi pula telah mendorong kami
868 masuk dan mengikuti peristiwa ini, yang tak pernah kami ketahui
dengan sengaja atau tidak membuat kami mendengar keterlibatan
Harimau Perang. Tanpa urusan Harimau Perang kami bisa begitu saja pergi, tetapi
kini bukan saja kami terus bertahan menanti kemunculannya,
tetapi merasa tak bisa berdiam diri jika tak hanya perempuanperempuan Pengawal Anggrek Merah itu habis dibantai, melainkan
juga Sang Maharaja Negeri Atap Langit Dezong sendiri, karena
kedudukan mereka yang amat sangat lemahnya. Bukan karena
Dezong seorang maharaja, dan bukan pula karena para Pengawal
Anggrek Merah itu perempuan-perempuan tercantik pula, tetapi
tiada lain dan tiada bukan karena berada dalam kedudukan tidak
berdaya. Kami telah naik lagi ke wuwungan xixiangfang dan wuwungan
dongxiangfang, di tempat tadi kami masing-masing mengawasi
pertarungan di luyian atau halaman dalam, dan ternyatalah bahwa
empat dari komplotan pembunuh itu telah ditewaskan. Dua
perempuan Pengawal Anggrek Merah segera menyeberangi
chuihuamen atau gerbang dalam, dan menemukan betapa kawankawan mereka yang tujuh orang juga telah menewaskan lawanlawannya.
869 Mereka tentu tahu bahwa masih ada 30 orang lagi anggota
Pasukan Hutan Bersayap yang berjaga di luar dan bermaksud
segera menghabisinya, tetapi mungkin belum sempat mengetahui
betapa jumlah itu telah bertambah 500 orang bersenjata lengkap,
termasuk 100 anggota pasukan berkuda yang sedang melaju
dengan kecepatan penuh. Liyuan langsung kosong dan sepi, yang menimbulkan pertanyaan
kepadaku di manakah kiranya maharaja bersembunyi. Berapa
orang pengawal yang ditinggalkan bersama maharaja" Pengawal
Anggrek Merah ini pun tentu tidak mengira bahwa dari 100 anggota
Pasukan Hutan Bersayap yang berjaga tadi, 60 orang telah
berubah tugasnya, dari melindungi maharaja dengan seluruh jiwa
dan raga, berganti jadi membunuhnya!
Sun Tzu berkata: petarung yang terampil bergerak dan tidak digerakkan 1 Kami berkelebat ke depan. Kuberi tanda kepada Panah Wangi
bahwa kami sebaiknya hanya menggunakan totokan jarak jauh,
bukan karena kebetulan tidak membawa senjata dalam 870 penyamaran di hari siang, tetapi berdasarkan pertimbangan atas
keberpihakan. Tanpa pengetahuan yang pasti tentang siapa yang
benar dan siapa yang salah, mencabut nyawa orang begitu saja
rasanya terlalu gegabah. Namun apa yang terjadi kemudian ternyata di luar dugaan.
Tigapuluh orang kebiri yang berjaga di luar melihat kedatangan
sesama kesatuannya itu justru bersiaga untuk melawan! Sedangkan Pasukan Hutan Bersayap yang datang ini ternyata
memang sengaja menyerang untuk membasmi!
Barisan kuda terdepan melaju sambil melepaskan anak panah
masing-masing dengan keterampilan tinggi, yang segera terdengar
mendesing ke arah para anggota Pasukan Hutan Bersayap yang
berjaga. "Mati kalian pengkhianat!"
Para penyerbu di atas kuda ini terus melepaskan anak panahnya
secara berturut-turut sambil melaju. Ratusan anak panah
berdesing-desing ke arah sasarannya dan segera memakan
korban. Limabelas orang segera tewas dengan dua sampai tiga
anak panah menembus tubuhnya. Sisa 15 orang yang mampu
menangkis segera mundur memasuki mendongr atau jalan
871 gerbang di bawah damen atau gerbang, hanya untuk didesak
keluar lagi oleh para Pengawal Anggrek Merah yang telah
memasuki qianyuan atau halaman depan.
Kembali keluar, seluruh Pasukan Hutan Bersayap penyerbu yang
berjumlah 500 orang itu telah membentuk pagar betis. Limabelas
orang kebiri terkepung begitu rupa sehingga bahkan tak mungkin
lagi untuk melawan. Ratusan tombak panjang terulur melingkari
kelimabelas orang ini. Seseorang berusaha bunuh diri tetapi pisau
lengkungnya segera terpental. Seorang perwira Pasukan Hutan
Bersayap turun dari kudanya,
menyibak barisan tombak, mendekati orang-orang yang terkurung dengan wajah putus asa.
Ia masuk dan berjalan di tengah-tengah mereka.
"Pelindung maharaja mau membunuh maharaja"! Jangan harap
kalian bisa mati terlalu cepat!"
LIMA belas orang kebiri dari Pasukan Hutan Bersayap yang
termasuk anggota komplotan pembunuh maharaja itu, digelandang
pergi bersama 400 dari 500 anggota Pasukan Hutan Bersayap
yang datang menyerbu. Tidak dapat kubayangkan hukuman yang
akan mereka terima nanti. Di Negeri Atap Langit hukuman sungguh
dimakudkan sebagai contoh agar khalayak merasa ngeri untuk
872 melakukan perbuatan sejenis, dan kali ini bukan hanya khalayak
dalam arti orang banyak, tetapi para anggota tentara, baik perwira
maupun anak buahnya, yang harus dibuat gentar.
Selama tinggal di Chang'an kuketahui betapa memang berat
semua hukuman itu, bahkan bagi hukuman-hukuman yang
dianggap ringan, yang kuanggap tetap saja merupakan hukuman
berat. Kuingat mereka yang tidak disekap maupun tidak dihukum
mati sebagai tanda kebersalahan kepalanya dipasung, begitu pula
tangannya, dan kakinya pun diborgol, tergantung besar dan kecil
atau jenis kesalahannya. Pasungnya terbuat dari kayu dan
borgolnya dari besi. Sedemikian rupa pemasungan tersebut
sampai yang terhukum tidak dapat melakukan kegiatan apa pun
tanpa bantuan orang lain, seperti makan, minum, apa pun yang
mesti dilakukan manusia, meskipun dibiarkan berkeliaran.
Hanya terdapat kurang dari 1.900 bangunan penjara di seluruh
Negeri Atap Langit dengan sekitar 10.000 petugas penjara, yang
lebih digunakan sebagai tempat penahanan sementara, selama
pemeriksaan dan sebelum tertuduh diajukan ke pengadilan.
Namun saat itu tindakan kekerasan sudah dilakukan mulai dari
pencambukan dengan rotan sampai pemasungan, terutama bagi
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
para tahanan berbahaya yang selalu menanti kesempatan untuk
melarikan diri 1. Dalam hal orang-orang kebiri ini, aku dan Panah
873 Wangi yang kemudian bertiarap di atas genteng dengan ilmu
bunglon pada wuwungan menfangr atau deretan ruang di samping
mendongr atau jalan masuk tadi, sempat melihat mereka dilucuti
seluruh busananya, lantas kedua tangannya diikat dan ditarik
seekor kuda yang ditunggangi dengan semaunya, berjalan
maupun berlari. Empat ratus anggota Pasukan Hutan Bersayap yang terdiri dari
orang-orang kebiri, menyeret lima belas kawan-kawan mereka
sendiri menuju ke arah barak Pasukan Siasat Langit di balik
tembok yang membatasinya dengan Taman Terlarang. Seratus
orang yang terdiri 75 orang dari pasukan berjalan kaki dan 25
orang dari pasukan berkuda tetap tinggal di Istana Terlarang.
Perwira yang memimpin Pasukan Hutan Bersayap ini tampak
gagah, sehingga tentunya akan terbetik pendapat, "Sayang sekali!"
pada benak para Pengawal Anggrek Merah yang sekali lagi tiada
kuingkari serbacantik jelita itu. Kukira bukan hanya ilmu silat yang
dipertimbangkan Putri Anggrek Merah ketika menerima atau
memilih perempuan-perempuan pengawalnya, melainkan juga
parasnya. Tidak terlalu kudengar percakapan mereka, tetapi kukira tidak akan
lain selain menanyakan keberadaan maharaja. Mereka pun
bergegas melangkah ke qianyuan atau halaman dalam, terus
874 melangkah melalui chuihuamen atau gerbang dalam menuju ke
liyuan atau halaman utama. Mereka berhenti di sana. Kami
mengendap-endap dari wuwungan menfangr, melejit ke atap
yuanqiang atau tembok halaman, hanya untuk terbang kembali ke
wuwungan dongxiangfang atau bangunan sayap barat. Kami
dengar percakapan mereka.
"Mohon Tuan Perwira Pasukan Hutan Bersayap menunggu di sini
sejenak, karena mesti meminta izin maharaja untuk membawa
Tuan ke hadapannya di zhengfang," ujar seorang Pengawal
Anggrek Merah. Dengan pengetahuan bahasa Negeri Atap Langit yang masih
terbatas, kuketahui maksudnya adalah maharaja diharap bersedia
menerima perwira pengawal raja di ruangan utama. Maharaja
sendiri tentu berada di tempat tersembunyi. Sebagai perwira
kesatuan Pasukan Hutan Bersayap yang tugasnya memang hanya
menjaga keselamatan maharaja, tentulah diketahuinya kerumitan
maupun perumitan yang diperlukan, meski sekadar untuk suatu
pertemuan dengan manusia yang paling berkuasa di Negeri Atap
Langit itu. Dua orang Pengawal Anggrek Merah menghilang masuk ke dalam
zhengfang. Apakah maharaja berada di erfang atau ruang sisi, atau
875 di houzhaofang yang ada di belakang, yang di rumah-rumah orang
Chang'an berarti deretan kamar di belakang bagi orang-orang tua
dan masih muda, kami juga tidak tahu.
Hanya saja kekosongan dan kesunyian Istana Terlarang ini
mengherankan aku. Mungkinkah pengepungan Chang'an oleh
balatentara pemberontak yang digerakkan Yang Mulia Paduka
Bayang-Bayang itu menjadi penyebabnya" Kuingat betapa petipeti uang emas dengan gerobak tangan dibawa kemari dari Balai
Semangat Kilauan Berlian di Istana Daming, bahkan pada
pengepungan hari pertama!
Mendadak muncul dua Pengawal Anggrek Merah tadi dengan
berlari. "Maharaja!" Mereka berteriak dengan wajah pucat pasi.
"Maharaja telah diculik!"
MAHARAJA telah diculik! Benarkah" Mungkinkah" Dengan satu
suitan liyuan atau halaman dalam itu sudah penuh anggota
Pasukan Hutan Bersayap. Setidaknya 40 orang kebiri telah
mengepung sembilan Pengawal Anggrek Merah dengan senjata
876 terhunus. Namun sembilan perempuan perkasa itu tampak tidak
mengenal takut. Mereka beradu punggung membentuk lingkaran
bergerigi tajam, masing-masing memegang sepasang pedang jian
yang lurus panjang dengan dua sisi tajam dalam kuda-kuda
meyakinkan. Perwira Pasukan Hutan Bersayap itu berkata sambil menunjuk
dengan pedang. "Maharaja telah diculik katamu"! Huh! Sudah lama Harimau
Perang curiga, Putri Anggrek Merah adalah pembunuh bayaran
yang bekerja untuk Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang," katanya,
seolah-olah setiap anggota Pengawal Anggrek Merah itu adalah
Putri Anggrek Merah sendiri.
"Tidak akan aneh tentunya jika sekarang anak buahnya
meneruskan tugas itu," katanya lagi, "Kalian sekap di mana
maharaja sekarang?" "Dalam penjagaan kalian yang ceroboh saja maharaja bisa kami
selamatkan dari pembunuhan, di tangan kami tentunya membunuh
maharaja semudah membalik tangan," jawab anggota Pengawal
Anggrek Merah, ''Tapi bagaimana kami melakukannya, jika
877 ternyata saudara-saudara kami yang menjaga maharaja terkapar
dengan darah membasahi lantai seperti itu!"
Perwira itu tertegun. Menurunkan pedangnya. Mengangkat
tangannya. Maka tombak dan panah yang siap merajam itu
diturunkan pula. Para Pengawal Anggrek Merah pun menurunkan
pedang jian mereka. "Apa maksud Puan?"
"Kami tinggalkan lima orang untuk menjaga maharaja, Tuan lihat
sendiri apa yang terjadi di dalam sana."
Perwira itu berkelebat masuk ke dalam zhengfang dan dengan
segera keluar kembali. "Hanya empat kawan kalian terkapar," katanya, "di mana yang satu
lagi" Tentu dia yang melarikan maharaja! Ataukah kalian semua
memang bersekongkol"!"
Mendengar kalimat seperti itu, yang tampak menjadi pemimpin
Pengawal Anggrek Merah dengan sebat menggerakkan kedua
pedang, dan tiba-tiba terpelantinglah perwira Pasukan Hutan
Bersayap itu ke tanah, pedangnya terlepas, sementara kedua
pedang jian perempuan itu menyilang di lehernya sampai
878 menancap ke tanah. Bahkan ketika perempuan Pengawal Anggrek
Merah itu melepaskan kedua pedangnya, perwira itu tidak bisa
bergerak jika tidak ingin lehernya terluka.
Perempuan itu menginjak dada perwira tersebut. Dalam perlindungan delapan Pengawal Anggrek Merah yang melingkari
keduanya dengan punggung saling berhadapan, siap menghadapi
segala serangan. Mereka dikepung oleh Pasukan Hutan Bersayap
yang kembali mengangkat senjata, tetapi ragu-ragu untuk
menyerang. "Membunuhmu semudah membalik telapak tangan, tapi takkan
kulakukan," katanya lantang, '"Jangan halangi kami mengejar
pengkhianat itu, karena siapa pun pasti kami terjang."
Mayat-mayat yang masih bergelimpangan di liyuan itu menegaskan, betapa sembilan perempuan Pengawal Anggrek
Merah tersebut memang bisa membuktikan kata-katanya.
Ketegangan seperti setan lewat, tanpa satu kata pun terucap.
Hanya angin yang seperti selalu saja menderu, menderu, dan tiada
lain selain menderu. Aku teringat ketika Balai Anggrek Merah
diserang orang-orang golongan hitam yang dipekerjakan sebagai
pengawal istana, dan juga bagaimana Putri Anggrek Merah
879 ditewaskan suatu sosok yang sepintas lalu mengingatkan kepada
Harimau Perang, tetapi yang kemudian setelah ditewaskan Yan Zi
ternyata nama Harimau Perang masih disebut-sebut lagi.
Sampai sekarang aku hanya mampu meraba-raba. Apakah Putri
Anggrek Merah memang mata-mata atau pembunuh bayaran
ataukah kedua-duanya, ataukah kekasih tercinta dan setia
menjaga maharaja yang difitnah orang-orang kebiri" Namun
peristiwa ini jelas memperlihatkan perselisihan lama antara
jaringan putri istana dan jaringan orang kebiri.
Angin masih juga menderu. Namun lantas terdengar suara perwira
itu. "Biarkan mereka lewat!"
Sembilan perempuan Pengawal Anggrek Merah melangkah tanpa
gangguan, lantas keluar melewati chuihuamen dan damen atau
gerbang pintu masuk, naik ke atas kuda mereka yang ditambatkan
di depan daozuor atau deretan kamar-kamar yang pintunya
menghadap ke dalam. Hanya tinggal empat kuda yang masih
tertambat di sana, kuda empat Pengawal Anggrek Merah yang
ditewaskan kawan mereka sendiri.
880 Sembilan kuda segera tampak mencongklang ke arah utara,
mengikuti jejak kuda yang tampak lebih dalam dari jejak kuda lain,
karena ditunggangi dua orang. Aku dan Panah Wangi saling
berpandangan. Apa yang harus kami lakukan"
Kitab Dao Saikondan menyebutkan: Istirahat dalam istirahat
bukanlah istirahat sebenarnya;
bisa juga beristirahat, bahkan dalam gerakan MATAHARI yang mengendap ke barat membuat padang rumput
keemas-emasan. Angin lebih kencang lagi menderu di sini,
sehingga laju kuda yang melawan tiupan angin terkurangi. Kami
sudah beberapa lama mengikuti perjalanan para Pengawal
Anggrek Merah itu dari kejauhan. Telah kami berikan Totokan Lupa
Peristiwa kepada dua anggota Pasukan Hutan Bersayap yang
sedang bercengkerama di tempat terpisah dan lengah, karena
mungkin mengira masalah sudah selesai, lantas kami sambar
kudanya. Kuda tempur itu berperalatan lengkap; sarung anak
panah, busur, dan tombak; bahkan bekal seperti daging asap dan
881 kantung air dari kulit terdapat di situ, bagaikan pasukan itu
sebetulnya sudah siap untuk suatu perjalanan panjang.
Para Pengawal Anggrek Merah itu mencongklang dengan cepat
karena jejak kuda yang terbaca dengan jelas. Apakah yang terjadi
sehingga seorang Pengawal Anggrek Merah yang telah diterima
untuk mengawal maharaja, karena memenuhi persyaratan
kemampuan dan kesetiaan, akhirnya menculik maharaja setelah
membunuh empat orang kawannya sendiri" Apakah ia seorang
mata-mata tidur, yang telah ditanam dalam waktu sangat amat
lama dan sekarang dibangunkan, ataukah sekadar kekasih yang
sakit hati dan sekarang membalas dendam"
Bukan rahasia lagi jika pengawal rahasia maharaja juga sangat
mungkin terdapat di antara putri-putri istana yang memijati dan
memandikannya. Orang-orang kebiri memang mendidik dan
membesarkan maharaja sejak bayi, tetapi sebagai teman tidur
tentu maharaja tidak mencari orang kebiri, karena seorang
permaisuri ditambah sejumlah selir dan putri-putri istana pun tiada
akan pernah cukup untuk menggenapi malam-malam birahi.
Namun jika seorang putri istana, termasuk permaisuri dan para
selir, harus menunggu untuk dikehendaki maharaja menemani
tidurnya, maka seorang perempuan pengawal rahasia yang
882 merangkap sebagai kekasih rahasia akan selalu berada di
dekatnya. Sebelum ditempatkan di Balai Anggrek Merah, Putri Anggrek
Merah adalah pengawal rahasia semacam itu. Setelah menempati
Balai Anggrek Merah, tetap ditinggalkannya para pengawal
terpercaya untuk menjaga keselamatan maharaja, sambil juga
memijati, memandikan, menjauhkan maharaja dan dari menidurkannya, jaringan yang orang-orang jelas kebiri. Sebaliknya, jika putri-putri istana lain akan dilayani orang-orang
kebiri, Putri Anggrek Merah tidak mengizinkan siapa pun berada di
dekat-dekatnya, biarpun hanya untuk makan dan minum, apalagi
memandikannya, kecuali para Pengawal Anggrek Merah.
Cerita semacam ini terlacak dari perbincangan orang banyak, dari
kedai yang satu ke kedai yang lain, sejak pertama kali aku
memasuki Chang'an. Tentu agak sulit memeriksa, bagian mana
yang sungguh-sugguh nyata, bagian mana yang dibesar-besarkan
atau sebaliknya dikurangi, tetapi bahwa memang terdapat
jaringan-jaringan yang pecah, melebur, dan bersaing, kukira dapat
kuterima keberadaannya dengan bukti peristiwa ini.
Apakah kiranya kepentingan kami" Masih sama, yakni keterlibatan
Harimau Perang. Namun tidak dapat kami ingkari, betapa
883 terculiknya seorang maharaja itulah yang membuat kami ikuti arah
perjalanan ini. Apalagi Panah Wangi sendiri adalah warga negara
Negeri Atap Langit. Nasib sang maharaja akan berpengaruh
kepada nasibnya juga! Dalam I Ching tertuliskan: keberlimpahan jaya penguasa mendekatimu tidak perlu takut: seperti matahari siang hari 1
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kami berkuda ke arah barat laut, artinya ke arah wilayah orangorang Uighur.
Matahari semakin rendah tetapi kami tetap menjaga jarak, yang
sebetulnya sudah cukup jauh. Namun sebelum langit menjadi
gelap dan masih kemerah-merahan. Mereka berhenti dan
berloncatan turun. Dari kejauhan begini, dengan alang-alang yang meninggi, agak
sulit mengetahui apa yang terjadi. Waktu kugunakan Ilmu
884 Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang, yang kudengar
hanyalah suara isak tangis!
"Moy-moooooooooy!!!"
Moy-moy adalah panggilan untuk su-moy yang berarti adik
seperguruan. Rupanya mereka menemukan kawan mereka itu,
dan mereka semua rupanya seperguruan, yang menjelaskan
betapa padunya jurus-jurus berpadanan yang mereka mainkan itu.
Namun bukankah dia juga yang membunuh empat Pengawal
Anggrek Merah lain yang menjaga maharaja" Sedangkan karena
tentunya empat pengawal yang lain itu juga seperguruan, tidakkah
semestinya berlangsung kemarahan yang besar"
Tampaknya mendengar saja memang tidak cukup. Kupandang
Panah Wangi dan ia segera mengerti. Sejak tadi kami telah turun
dari kuda dan kami merunduk. Panah Wangi segera merayap
dengan ilmu kadal dan lenyap di balik lautan alang-alang.
SENJA seolah begitu cepat menggelap, setelah Panah Wangi
merayap dengan ilmu kadal untuk mengintai para Pengawal
Anggrek Merah, yang dalam perburuan tersangka penculik
maharaja telah berhenti dan bertangisan di tengah jalan, mungkin
karena isi kepalaku penuh dengan berbagai dugaan yang belum
Keris Pusaka Sang Megatantra 12 Bentrok Para Pendekar Karya Gu Long Darah Dan Cinta Di Kota Medang 6