Oeyse Karya Thio Tjin Boen Bagian 1
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karya : Thio Tjin Boen Sumber : Dimhad Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ atau http:// http://dewikz.byethost22.com/
Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia Thio Tjin Boen dilahirkan di Pekalongan pada 1885 dan meninggal pada 1940
di Bandung. Selain sebagai novelis, Thio Tjin Boen dikenal sebagai wartawan dan penerjemah. Dia juga pernah bekerja sebagai editor di beberapa surat kabar antara lain Taman Sari, Warna Warta, Perniagaan (1926-29), dan mingguan Moestika yang didirikan di Semarang pada 1927. Novel buah tangannya cukup banyak. Salah satunya dimuat dalam antologi ini, yakni Cerita Oey Se (1903).
Karya-karyanya yang lain antara lain Njai Sumarah dalam dua jilid (1917), Sie Tjaij Kim (Nona Kim) dalam tiga jilid (1917), serta karya adaptasi dari La Dame aux Camelias, dll.
Cerita Oey Se, yaitu satu cerita yang amat endah dan lucu yang betul sudah kejadian di Jawa Tengah.
(1903) Oleh Thio Tjin Boen
SELAMAT KEPADA PEMBACA Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
MATAHARI sudah miring ke sebelah kulon orang-orang dessa yang tadi memacul di sawahnya sekarang sudah berhenti bekerja, sembari isap roko dan pacul di atas pundak marika itu berjalan pulang ke dessa bersama-sama dengan anak gumbala yang iringkan kerbonya, angin gunung yang meniup berdengung dengung ada bercampur dengan suaranya ayer yang berjalan di kali kena langgar batu batu besar, adalah seperti suara naga menyembur, orang-orang perampuan di dalem dessa yang tau waktu sudah sore, sudah masuk di dapur akan menyediakan barang makanan buat suaminya yang baru pulang dari sawah, sedeng anak anak rame bermain main di jalan. Sementara itu pada jalanan di bawah gunung yang amat teduh adalah berjalan seorang lelaki yang tinggi besar dengan menggendong bungkusan di belakangnya menuju ke seblah wetan, dari sebab kancing bajunya dibuka hingga baju itu jadi geleberan ketiup angin, tangannya yang tiada berhenti menyusut keringat pada mukanya, kakinya yang kotor dan celana hitam seinggan1) dengkul, 1)Sebatas. (Peny.) nyata sekali orang itu, orang jauh dan sudah berjalan Seantero hari, sekarang ia menoleh ke kiri ke kanan akan mencari tempat buat menginap sebab hari sudah jadi sore Sedeng orang itu berjalan perlahan perlahan sekali ia mandek, ia lihat di depannya ada satu anak kecil yang pegang layangan, ada pun begitu aneh keadaannya la-yangan itu sebab kertasnya dipake uang kertas bukan kertas layangan sebagimana biasa, dengan teramat sangat merasa heran dalam hatinya, ia lalu samperin anak itu dan menanya katanya:
"He, kacung, dari mana kau beli layangan ini?"
Jawab anak itu, "Bukan dapet beli, tapi bapa saya yang bikin."
"He, ajaib," kata orang itu di dalem dirinya. Cara bagimana seorang kampung yang miskin bisa bikin layangan dan dipakenya kertas uang" Tentu ada rasiahnya, ah, baik aku tanya lagi pada ini anak; "Hei, kacung di mana bapamu sudah beli kertas macam ini?"
"Saya tida tau, bapa," jawab anak itu. "Tapi di rumah masih ada banyak sekali, 2 keranjang penuh terisi kertas semacam ini, apa bapa mau bikin layangan buat bapa punya anak?"
"Ya, di mana rumahmu" Coba anter aku ke sana," berkata orang itu dengan suara gumetar.
Kedua orang itu berjalan masuk ke dalam kampung, di situ cuma ada terdiri 2-3 rumah gubuk yang buruk sekali macamnya, pada seputernya tempat itu melainkan gunung saja yang kelihatan dengan puhunannya yang amat rapat, pada seputar kampung itu ditanamnya puhun bambu kecil yang jadi seperti pager dan pake satu pintu, kedua orang itu masuk ke itu pintu dan lantas suda ada di dalam perkarangan dari itu rumah, 2-3 ekor anjing keluar dari kolong rumah sembari mengonggong, sementara itu keluarlah dari dalam salah suatu rumah itu seorang lelaki yang memandang kepada itu anak sembari menunjuk kepada orang yang ada di rumahnya, katanya: "Tu'pa bapa saya".
"Aai, man," berkata orang itu. "Saya datang kemari dari tempat jauh, perlunya saya mau pergi ke Wonosobo, tapi sampe di sini, hari sudah jadi sore, jalan lebih jauh saya tida sanggup, tulunglah paman kasih saya pinjam tempat buat ilangkan cape semalam ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang yang punya rumah diam sebentar, kemudian katanya: "Paman orang jauh, marilah duduk, eh, anak anak ambil tiker, ya ...kalu perkara menginap boleh sih boleh, cumah saya tida punya tempat yang baik buat paman berbaring."
"Ah, tida mengapa," kata si tamu sembari duduk di tikar, dan pulung tembako pake daon kelobot. "Asal ada tempat buat ini malam saja meneduh jangan sampe kena embun "itu sudah cukup, besok pagi pagi saya boleh meneruskan perjalanan ke Wonosobo."
Sementara keluarlah seorang perampuan bawa 2 cangkir aer kopi dan 1 piring gula aren yang diatur di tikar, maka kata si tuan rumah: "Marilah paman minum kopi, paman tentu aus ya, cumah inilah tida ada apa-apa temannya, minumlah."
Si tetamu minum itu dengan enak, sembari bercerita memandang ke seblah kulon melihat matahari turun, memang matahari di waktu sore bagus sekali kelihatannya lagi tiada terlalu menyakiti mata, hingga orang boleh membuka matanya besar besar akan memandang matahari itu yang sebagi bola besar sedang turun perlahan perlahan ke belakang gunung dan kirim cahayanya yang merah kekuningan sampe kepada gunung dan lembah, maka saolah-olah sekalian itu ditutup belaka dengan emas, lebih nyata lagi kalu orang lihat pada puncak puncak puhunan yang kena sinar itu, hingga daon dan dahan sekaliannya mengkeredap bergumirlapan cahyanya sampe memakan ke tempat tempat yang jauh.
Tiada lama kemudian hari sudah jadi gelap segala barang sesuatu yang tadi kelihatan begitu nyata sekarang sudah tiada tampak lagi sebab layar hitam yang amat halus besar dan lebar sudah mulai turun sampe ke bumi, maka akan melawan cahya gelap itu dipasang oranglah satu pelita, setelah itu masuklah orang-orang itu ke dalam rumah yang pintunya lantas ditutup, di dalam rumah sudah disedia makanan buat ganjel perut, yaitu nasi merah yang keras sekali dengan pepesan tempe dan gorengan ikan welut (lindung) maka kata si tuan rumah:
"Man, terimalah seadanya, tau inilah kebiasaan orang di dalam utan, lain seperti di kota."
"Wa, saya jadi bikin susah sama Tuan rumah."
Maka sekalian orang yang ada di dalam rumah si tuan rumah bersama anak istri dan itu tetamu rame rame duduk sila berkuliling akan bersantap, enak sekali dan mesum caranya orang orang itu makan, nasi merah yang keras itu di kepal kepalnya dan ditetal di sambel lombok tengis yang dicampur oncom, ramelah suara mulutnya bercrop crop dan huh-hah sembari mengucur aer mata sebab kepedasan, tangannya yang kotor itu bukannya dicuci dengan aer, tapi diusap usapkan di sarungnya, memang jarang didapat ada orang Selam2 kalu makan mulutnya tiada berceplak hampir semuanya begitu. Setelah habis bersantap lalu minum kopi sembari isap roko, maka mulailah si tetamu berkata:
"Tadi di jalan saya dapat lihat paman punya anak main layangan, ah lucu sekali itu anak, apa layangan itu paman sendiri yang bikin?"
"Ya," jawab si tuan rumah sembari mesem. "Betul itu layangan saya yang bikin, iseng iseng buat anak main."
"Tida kira paman begitu pande bikin layangan, sayang saya sendiri tidak bisa bikin."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya juga mau bikin layangan, tapi di kota orang pake layangan besar besar, kalu 20 lembar dari kertas ini belon cukup buat bikin satu layangan."
"O! Paman suka juga adu layangan, nah ambillah secukupnya kertas ini."
"Bukan, apa paman mau pake lagi ini kertas?"
"Tida, pake buat apa..."
"Nah, kalu begitu, biar saya beli saja semua, bagi-mana?"
"Ah, paman main main ini."
"Masa, betul eh saya mau beli, tapi semua itu lembar saja, satu lembar seduit." "Betul betul..." "Ya!"
Semua orang itu tertawa, maka kata nyonya rumah kepada tetamunya: "Apa betul." "Betul paman."
"Nah baiklah, kebetulan duitnya besok saya mau beli apa apa."
"Betul," kata si tetamu dengan suara gumetar dan mata mendelik bahwa sangat girangnya. "Nah, itunglah ada berapa lembar semua."
Si tuan rumah lalu itung itu kertas, tapi orang dusun tida tau itungan maka dibantu itung oleh si tetamu yang sesungguhnya satu Cina toto yang sudah lama sekali tinggal di Pekalongan. Oey Se namanya. Sebab itu ia pandei omong Jawa, lebih lagi di itu tempo ia berpakeian cara orang Selam maka orang tida kira bahwa orang itu satu Cina adanya. Setelah habis diitung, si tetamu yaitu Oey Se suru tuan rumah cari lagi barangkali masih ada, si tuan rumah rasa juga begitu, sebab ada harganya ia lalu cari lagi sana sini, ada yang ditempel di dinding rumah, itupun disuru kope sampe habis semua bersama itu layangan juga dibeli, sama sekali ada satu jumlah beberapa ribu lembar, maka sekarang Oey Se dapat harta kira kira kurang lebih f 5-000.000 (lima milliun rupiah) tapi sebab di dusun tiada kenal itungan, maka ia dibayar saja f 14.
Si tuan rumah jadi kaget lihat duit begitu putih sebab uang f 14 buat orang miskin begitu ada besar sekali harganya, lebih lagi si Oey Se jadi lemas dan merasa tida karuan di dalam dirinya, bahwa sangat suka hatinya ia berkata sendirian "Ha, go cay ka ti lay - go cay ka ti lay".
Waktu itu sudah jauh malam, si tuan rumah sudah masuk tidur, Oey Se lalu bungkus semua kertas itu di buntelannya, sudah itu lalu ia baringkan dirinya di tiker, tapi bagimana juga ia pejamkan matanya tapi tida juga bisa pules, sebab kepalanya penuh dengan rupa rupa pikiran, achirnya ia beringat, buat apa susah susah kalu ada uang cukup di tangan, cumah heran dari mana ini orang dapat itu kertas uang semua.
Sekalian pembaca pun tentu mau menanya juga begitu, ya" Na, di bawah inilah pembaca akan dapat jawaban dari pertanyaan itu.
Tuan rumah itu Merto namanya sesunggunya bukan orang baik, ia ini orang jahat, adapun sering terjadi terbitlah kejahatan sebab kekurangan, begitu juga sesudah jadi dengan si Merto yang miskin dan sangat bodo itu; seorang yang belon merasa kena susah, ia tiada akan bisa menimbang kejahatan atau pelanggaran yang terjadi karena orang yang hilap, sebab sangat kekurangan, orang yang bodo tiada berpelajaran niscaya kurang bisa membedakan perkara baik dan jahat; perkara timbang menimbang ada jauh sekali dari pada orang yang begitu, sebab hatinya gelap, dari pada pikiran yang gelap tida akan terbit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perkara baik, itu boleh dikata tentu. Kekurangan sering menjadikan hati nekat dan kemudian menerbitkan perkara jelek; begitu sudah jadi dengan si Merto, kutika ia sudah terlalu kedeseh, tida ada satu pekerjaan yang boleh memberi hatsil di waktu ia kena susah, maka nekatlah pikirannya.
Sekali peristiwa pada suatu hari adalah liwat di situ seorang Ollanda (Belanda) dengan seorang kulinya yang pikul 2 peti kayu, sampe di itu kampung si kuli kena sakit perut hingga tida bisa meneruskan perjalanannya, kepaksa si Tuan cari lain orang buat gantinya; orang pengganti itu ialah si Merto, lalu ia pikul itu peti dan ikut tuan itu berjalan dari belakang, si Merto dapat menduga bahwa isinya dalam peti itu tentulah uang banyak; sebab beringat begitu, maka timbullah pikiran jelek dalam hati si Merto yang ingin sekali merampas uang itu.
Setelah perjalanan marika itu sampe di suatu hutan besar napsunya si Merto makin jadi, tetaplah hatinya, bahwa inilah waktu yang baik akan merampas uang dalam peti itu, maka perlahan perlahan ia cabut golok dari pinggangnya sembari tunda pikulannya di tanah, lalu ia hampirkan tuannya yang tiada menduga suatu apa, ah dasar takdir, maka dengan tabahkan hatinya si Merto memanggil: "n'Doro!"
Baru saja tuan itu menoleh, goloknya si Merto yang amat tajam sudah sampe di lehernya, yang lantas juga rubuh ke tanah sembari mengucap:
"God!" Matanya si Merto seperti menyala, lalu ia hantam lagi ke 2 kalinya, maka kepalanya tuan itu seinggan leher melompat terpisah dari badannya, si Merto segera menggali lobang buat tanam mayit itu. Setelah itu si Merto berjalan perlahan perlahan menunggu hari jadi malam, barulah ia pulang ke rumahnya.
Sesampenya di rumah, pertama ia minta istrinya jangan ribut, lalu ia buka itu peti dengan paksa, setelah terbuka, sama sekali si Merto jatoh terduduk lemas, sebab isinya dalam peti itu bukan seperti yang ia sudah harap, hanya isinya pakeian dan kertas potongan banyak sekali (itu dia uang kertas) uang perak dan tembaga cumah ada sedikit saja kira kira f 10 lebih, tadinya ia mau bakar saja itu kertas semua, tapi entah bagimana ia lantas dapat pikiran lain ia mau pake kertas itu buat menutup lobang lobang pada dinding rumah, begitulah sudah jadi kekayaan yang sangat besar itu yang didapat dengan lantaran meniwaskan jiwa sesamanya manusia sudah didapat oleh lain orang, yaitu oleh Oey Se sebagimana pembaca sudah tau.
Memang harta itu tiada boleh diburu, kalau bukan bagiannya, maski sudah di hadapan mata ya boleh lolos, maka baiklah orang musti sabar dan musti tunduk kepada nasib, sebab kaya dan miskin itu sudah ada dengan takdir, tida ada satu kuasa di dalam dunia ini yang melebihi kekuasaan Tuhan, hal si Merto itulah harus dibuat tuladan orang banyak. Tapi maski begimana juga adanya, manusia hidup di dalam dunia musti rajin bekerja dan berrichtiar, sebab tida ada satu barang yang boleh didapat dengan tiada mengeluarkan keringat lebih dulu.
*** MALAM hari sudah liwat, perlahan perlahan fajar yang hitam itu sudah terangkat naik dari muka bumi, maka tampaklah cahaya merah di udara pada sebelah wetan, burung burung pun sudah keluar dari sarangnya beterbangan dari satu ke lain cabang puhun, sambil kasih dengar bunyi suaranya yang amat merduh, seolah olah memuji kebesaran Tuhan yang telah memperlindungkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekalian machluknya di dunia ini hingga berselamat dan dipanjangkan umurnya sampe liwat malam itu; orang orang yang merasa masih ada napasnya sudah rata berlalu dari pembaringannya, orang orang perempuan dengan berkeridong kain lebar atau kain panas sudah masuk di dapur nyalakan api, maka berkumpullah orang orang jongkok berkuliling api itu akan melawan syethan angin, pun Oey Se turut juga berkumpul di situ.
Tiada lama kemudian, aer dalam teko yang di atas api sudah mateng begitu juga ubi singkong yang ditambus,3 maka dengan senang orang orang itu minum kopi dan makan ubi bakaran.
Setelah itu mata hari sudah kirim sinarnya yang angat, segala benda yang tadi tertutup oleh pedut3 sekarang sudah nyata kelihatan, sedang orang orang perampuan bawa bakul terisi beras pergi ke pancuran dan anak anak sudah pergi ke kandang keluarkan kerbonya yang digiringnya ke sawah, maka Oey Se yang sampe sekarang masih menyaru seperti orang Selam lalu keluarkan 25
uang tembaga dan kasihkan itu pada si Merto, sesudahnya berjabatan tangan dan ambil selamat tinggal lalu ia pikul bungkusannya kemudian ia keluar dari kampung itu akan meneruskan perjalanannya, tetapi bukan ke Wonosobo seperti sudah dimaksudkan, hanya ia balik lagi ke Pekalongan.
Sebagimana pembaca sudah dapat tau, Oey Se itu satu Cina toto adanya, ia tinggal berumah di kampung Cina passar Keplekan dalam kota Pekalongan, sudah lama sekali ia tinggal di sana dan sudah beristeri juga, daripada isteri itu ia dapat dua orang anak lelaki dan perampuan, tetapi Oey Se itu ada miskin sekali, pencariannya membeli dan menjuwal kopi, ia bilang hendak pergi ke Wonosobo yaitu hendak membeli kopi, tapi sekarang ia urungkan niatnya itu, sebab ia telah beruntung dapat itu uang kertas dari si Merto sebegimana sudah diceritakan di atas ini: pada fikirannya buat apalah sekarang ia musti siksa lagi dirinya kalu sudah ada uang begitu banyak, bukankah lebih senang tinggal diam di rumah sendiri"
Masa itu matahari sudah mulai tinggi aer embun yang jatoh semalam dan yang sampe sekarang masih ada tergantung di ujung daon kena sinarnya matahari jadi ber-gumirlapan seolah olah intan yang dihamburkan, kupu kupu dan kumbang banyak beterbangan di sini sana akan mengisap sarinya kembang yang penuh di sepanjang jalan pada lereng lereng gunung semua itu bagus sekali di pemandangan, tapi Oey Se tiada memperdulikan itu semua keeilokan dunia, sebab hatinya penuh dengan kesukaan dan kegirangan yang orang tiada sanggup ceritakan itu, kalu ada sayap ia kepingin terbang saja supaya bisa lekas sampe ke rumahnya dan kepingin lantas banggain saja kekayaannya di hadepan istrinya yang tentu jadi girang sekali dan akan menyatakan kegirangannya itu tentu sekali ia pelok cium suaminya: tapi sebentar saja ia dapat pikiran lain, lebih dulu ia mau goda istrinya, sebab pada pikirnya:
"Aku sudah dapat harta ini ada dengan susah payah musti berjalan begitu jauh meliwatin gunung gunung dan hutan besar, kalu di jalan diterkam binatang buas atau dipegat begal, tentu jadi habis perkara, sekarang akupun musti bikin ia cape lebih dulu, kemudian barulah kasih ia senang bersama sama aku kepingin tau bagimana nanti tingkahnya, biar lebih dulu aku terima ia marah dan cubitin badanku, sebab pada kamudiannya tentu sekali ia obatin tapak pencubitnya pada kulit badanku dengan pelok ciumnya, ha, ha, ha!"
Sama sekali Oey Se dapat ingat pikirannya yang barusan, ya itu hutan besar, begal dan lain lain, tapi setelah mendapat harta itu ia melainkan ingat saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hendak bersuka cita, tapi kepada yang memberi harta itu ia tiada ingat sama sekali, maka setelah beringat begitu, Oey Se lalu bersojah ke atas langit dan berlutut di pinggir jalan akan memuji syukur kepada yang telah memberi harta itu, yaitu kepada Tuhan pokoknya rachman dan rachim, dan muhun juga diperlindungkan atas perjalanannya supaya selamat bisa sampe ke rumah.
Sudah habis berdo'a, ia lalu bangun berdiri dan berjalan terus.
*** SORE SORE isterinya Oey Se sudah tutup pintu dan sudah berbaring bersama anak anaknya, maski sudah lama sekali nyonya Oey Se berbaring, sedang anak anaknya sudah tidur pules, tapi ia sendiri belum juga bisa pules, sebab dalam kepalanya penuh dengan rupa rupa pikiran, ia bebalik sana sini juga percumah sang pules tida juga menghampirkan dia, maka lalu ia bangun kebut kebutin dengan selimut akan mengusir nyamuk; setelah itu ia lalu berduduk bengong di atas pembaringan sembari awasin anak anaknya yang tidur dengan senang, ia lihat muka anak anak itu bersih terang, lebih lagi anaknya yang perempuan yang memang amat eilok dan manis sekali, ia jadi senang juga dalam hatinya, maka dengan membuang napas panjang katanya pada diri sendiri:
"Eilok sekali parasnya anakku ini, ah, anak sunggu jelek sekali peruntunganmu, sebab ayahmu terlampau miskin, coba kali tida begitu, niscaya angkau boleh beruntung mendapat suami cakap dan berharta, sekarang ini lain sekali, maski orang takut akan kemiskinan orang tuamu ..."
Bicaranya itu terputus sebab ia menguap dan lehernya jadi lemas dan mukanya jadi tunduk, tapi ia angkat lagi kepalanya dengan kaget sebab ia dengar ada orang mengetok pintu, pada pikirnya, tentu orang yang mengetok pintu itu sudah kesalahan: sedang berpikir begitu, terdengar lagi suaranya orang ketok pintu lebih keras, sebab begitu ngantuknya jadi hilang dan ia lalu menanya:
"Siapa itu di luar?"
Jawab yang di luar: "Aku!"
Nyonya Oey Se kenalin suara itu suara suaminya, maka dengan merasa heran ia turun dari pembaringan buka pintu kamar dan berjalan keluar menuju ke pintu sembari menanya lagi: "Siapa, kau siapa?"
"Aku, ah!" Jawab yang di luar
"Oey, Se!" "Ya! Buka". Nyonya membuka pintu, setelah dilihat, betul saja suaminya yang lantas masuk ke dalam dan pasang lampu di meja, sembari mengancing lagi pintu istrinya menanya:
"Kenapa kau sudah pulang apa sudah beres?"
"Apa beres?" jawab Oey Se sembari banting bungkusannya di meja dan duduk di bangku dengan bikin muka asem. "Beres, apanya yang beres?"
"Ai! Mengapa angkau?"
"Mengapa apa?" "Bukankah angkau pergi ke Wonosobo...?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya." "Na ya, dan..."
"Dan ...Apanya lagi dikata."
"Alah! Habis bagaimana?" menanya lagi istrinya dengan kuatir.
"Sudah! Uang habis aku buat main," berkata Oey Se sembari banting uang f 2.25 di meja, "Nah, ini tinggalnya!"
"Aduh, tobaat! Teriak isterinya dengan mengucur aer mata. "Angkau berani main, ah. Matilah anakku tida makan ini sekali!"
Ia lalu jatohkan dirinya di tanah dan menangis meng-gerung-gerung. Sekutika itu anak anaknya jadi kaget bangun lalu keluar samperin ibunya yang sedang menangis berguling di tanah, maka kata ibunya sembari pelok anak anaknya:
"Ah, anak, bapamu seperti mau bunuh angkau semua, ah, Oey Se, keliwatan sekali a...angkau."
Anak anak itu turut menangis sembari panggil panggil ibunya, hingga jadi rame suara orang bertangisan: melihat itu semua, Oey Se seperti dikitik kitik rasanya kepingin tertawa, maka katanya:
"Sudah, tida guna angkau menangis, sudah begitu sudah, apa mau dikata uang habis cinggal habis apa tida boleh dicari lagi?"
"Diam!" treiak istrinya. "Cari cari, ah! Dimana angkau mau cari, ah, ah."
"Apa! Angkau kira aku begitu tiada berguna, tida bisa cari uang sunggu kau mau?"
"Tutup mulut, lebih baik! "
Aai, angkau tida percaya ... Berkata Oey Se sembari lemparkan selembar uang kertas di hadepan isterinya. "Nah, angkau mau." Si isteri lihat selembar kertas berkembang. Ia lalu pungut serta dilihat, aduh ...f 1000. Ia jadi kaget, belon sampe ia berkata kata, Oey Se sudah lempar lagi dua lembar, seraya katanya:
"Mau lagi" Nah! Tuh ambil, 'nih jumput, nangis saja bisanya, hih, monyet asu teles, lagi?"
Si istri yang masih mengembeng aer mata jadi tertawa dan sembari susut aer matanya ia bangun berdiri, maka katanya:
"He, he, dari mana angkau dapat ini?" "Sudah, tau diberes."
"Wala, olo olo," berkata istrinya sembari buka ke dua bahu tangannya lalu pelok suaminya dan diciumnya. "Manis angkau ya."
"Nah, begitu baru patut." kata Oey Se sembari susut pipinya yang basah kena aer mata istrinya." Ha, ha, ha!"
"Sebetulnya saja dari mana angkau dapat ini Se?" menanya isterinya sembari duduk di krosi dan pangku anaknya. "Apa masih ada banyak?"
"Tuh, bungkusan penuh, lain kali nanti aku ceritakan."
"Wah, kainku besok. Cek!" kata anaknya yang perampuan.
Berkata anaknya yang lelaki: "Topi sama sepatu."
Kata pula isterinya: "Giwang barlian, gelang mas, dan..."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Alah, pakeian saja diurus," kata Oey Se. "Pikir dulu, apa musti kerja dengan uang begini banyak. Orang tau kita memang orang miskin, jangan sampe orang cem-buruin kita punya uang dapat mencuri."
Waktu itu sudah jauh malam, anak anak sudah pergi tidur lagi, Oey Se lalu ceritakan hal ichwalnya pada isterinya dan suru isteri itu musti tutup rasiah, lagi dengan uang itu baik dibuat dagang saja, bermula buka toko kecil, kemudian gampang boleh dibikin besar, yaitu supaya orang luar tiada cemburuan, si isteri yang cuma tau barang mas intan pun musti mengaku, bahwa perkataan suaminya itu benar sekali adanya Liwat berapa hari dari apa yang sudah terjadi, Oey Se sudah tinggal di rumah lain, yang ada sedikit besar dan buka toko kecil, tokonya itu ada di hadepan passar yang setiap hari rame sekali orang berjalan pergi datang, makin lama tokonya jadi makin besar dan berdagang banyak rupa macam barang.
Lama berkelamaan namanya Oey Se sudah dikenal banyak orang pada segala tempat sebagi satu sudagar yang besar sekali, segala barang yang musti dijual oleh toko toko kecil dan di lain negeri, hampir semua musti dipesan dari toko Oey Se, rumah rumah sewaan pun ada banyak Oey Se punya, lagi ia sudah bikin satu gedong besar sekali buat ia pake sendiri, rumah itu sudah dibikin menurut model rumah bangsa Europa, dasarnya semua dari batu marmer ada punya perkarangan lebar, taman bungah yang luas, empang tempat piara ikan, puhun buah buah ada segala rumah itu yang tinggi besar dan bagus ada sembabat sekali dengan perabotnya yang halus sekali perbuatannya, krosi meja, kaca, pigura, lampu besar besar pot-pot Jepang yang halus, semua itu diatur rapih menurut cara aturan rumah tangga orang
Europa, orang taksir bahwa paling sedikit Oey Se musti pake uang f 200.000, buat jadikan itu semua; rumah itu sampe ini hari masih ada berdiri, tetapi telah dipunyai oleh lain orang yaitu tuan tanah Gringsing (Krengseng).
Oleh karena itu semua, maka banyaklah orang besar besar yang jadi sobat kerib dari Oey Se, malumlah "ada gula ada semut" tapi kebanyakan antara sobat itu hanya saja bersifat manusia sesunggunya berhati ular, sebab dalam dunia ini melainkan harta juga dipandang orang, jarang sekali ada orang yang bersobat dengan lantaran cinta kaseh tiada dengan lantaran memandang harta, memang begitulah sudah adat dunia, maka tiada salahnya yang orang sering berkata, bahwa dunia ini pendusta besar yang sekali-kali tiada boleh dipercaya.
Akan tetapi Oey Se itu seorang amat cerdik pada segala bangsa ia suka berkenalan tiada pilih tinggi dan rendah, kaya dan miskin hanya sama rata diperbuat olehnya, sebab itu orang banyak puji padanya, dan segala orang suka sekali menulung kalu saja Oey Se perlu akan pertu-lungannya itu, lagi sebab banyak bercampur dengan manusia, Oey Se jadi tambah pengetahuannya dalam hal yang perlu. Oey Se bukan saja berdagang di Pekalongan, tapi di Singapore dan lain lain tempat ada juga perseronya, juga dengan pertulungannya sobat sobat bangsa Europa, sedikit sedikit ia bisa juga pesan sendiri barang barang terus dari Europa. Anaknya yang lelaki biasa disebut orang si Lanang sudah dikirim pada seorang baik dan kemudian supaya bisa membantu ayahnya bekerja, sementara anaknya yang perampuan diajar saja dari rupa rupa pekerjaan orang perampuan.
*** Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
PERISTIWA pada suatu hari Oey Se sedang ada di dalam rumahnya tengah berduduk di atas suatu krosi panjang sembari membaca suatu buku hikayat zaman dahulu kala, sebab asyik membaca hingga ingetannya sama sekali ada pada itu buku maka kagetlah ia kutika seorang budak memberi tau, bahwa seorang tuan bangsa Europa minta ketemu padanya.
Oey Se berlalu dari krosi sembari angkat kaca yang menempel pada hidungnya dan taro itu bersama buku di atas meja, lalu ia berjalan keluar, sampe di pertengahan sebelah luar ia dapat lihat seorang Blanda sedang berduduk menghadap ke pintu luar yang setelah mendengar secara orang berjalan di belakangnya, lantas berbalik dan bangun berdiri dengan menjura, katanya:
"Apa ini hari saya ada begitu beruntung dapat bertemu dengan taw-ke4 Oey Se?"
Mendengar perkatannya, melihat rupanya yang cakap bercambang tebal warnanya kuning mas dan sikap tubuhnya -yang tegap ada dikenakan pakaian yang perlente, nyata sekali ia seorang bangsawan, maka dengan cepat Oey Se sambut tangannya itu tuan yang diganyang ganyang-kennya seraya katanya:
"Tiada salah, tuan, saya inilah Oey Se, silahkan duduk tuan."
Kedua orang itu berduduk berhadap hadapan, belon sampe bicaranya apa apa lain, Oey Se sudah suguhkan serutu kepada tetamunya yang lantas terima dan isap itu dengan enak; maka katalah Oey Se:
"Saya merasa beruntung sekali yang seorang bangsawan sebagi tuan suda sudi kotorkan kaki akan datang kerumah saya yang buruk ini, apakah saya boleh dapat tau juga perkara apa yang tuan hendak percayakan pada saya?"
"Saya datang di Pekalongan perlu hendak membeli buah kopi, saya dapat kabar bahwa sobat ada punya barang itu."
"Betul" jawab Oey Se dengan perlahan. "Tapi ini sekarang tiada ada begitu banyak, kalu tuan bisa syabar menunggu lagi beberapa hari..."
"O, boleh sekali, sekarang saya ada tinggal menumpang di rumah makan, saya sampe percaya pada sobat, maka nanti sore saya mau kirim uang pada sobat, sebab di rumah makan ada banyak orang, jadi kurang baik."
"Terima kasih yang tuan suka percaya pada saya tapi uang apa yang tuan mau kirim suru saya simpan?"
"Uang mas, sobat saya selempang orang jadi cemburuan melihat saya ada begitu banyak uang mas, lagi sebab di sini saya dapat kabar ada banyak maling."
"Ya, itu betul, sebab begitu, saya suruh tulung simpan tuan punya uang itu dan tuan tida usah selempang apa apa."
"Na, nanti sore saya datang lagi bersama itu uang, sobat!"
"Baik, tuan." Dua dua bangun berdiri. Sesudahnya bertabean, tuan itu lantas berangkat pulang ke rumah makan tempat ia menginap.
*** SEBAGIMANA sudah di janji, pada itu sore tuan itu datang lagi dengan kereta yang lantas disambut dengan hormat oleh Oey Se, sesudahnya bertabean, tuan itu minta orang angkat 2 peti besar dari dalam kereta, dua orang hamba dari Oey
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Se lantas angkat itu peti satu persatu di bawa masuk ke dalam rumah yang diikut dari belakang oleh Oey Se dan tetamunya. Sampe di dalam Oey Se silahkan tetamunya berduduk, maka katalah Oey Se:
"Sekarang itu dua peti terisi uang mas sudah disimpan di dalam kamer saya sendiri, hingga tuan tida usah chawatir apa apa."
"O, sebab itu juga saya sudah minta sobat tulung simpan itu."
"Lagi ada saya mau bicara pada tuan, saya harep di ini malem tuan suka terima saya punya hormat di meja makan, ya seadanyalah kebiasaan orang Cina."
"O,..." "Juga saya dapat rasa menyesal sedikit, sebab saya tentu lebih merasa beruntung kalu tuan tiada bermalem di rumah makan, tetapi bermalem saja di sini pada saya."
"Terima kasih, memang bermula pun saya sudah ada ingetan akan menumpang saja bermalem pada sobat, tetapi jadi kurang baik di mata orang banyak yang nanti menduga jelek pada kita orang, cumah sebab sobat punya budi yang manis itu, maka ini malem saya mau terima saja sobat punya undangan pesta makan."
"Saya senang sekali yang tuan suka terima saya punya undangan yang sudah dibikin tiada dengan sepertinya, nah, saya rasa tuan punya kereta itu baik disuru pulang saja dulu akan membawa kabar pada tuan yang empunya rumah makan."
"Saya turut saja."
Kereta itu sudah berangkat pergi dengan perjanjian pukul 9 akan kombali ambil itu tuan, setelah itu seorang hamba datang memberi tau, bahwa hidangan sudah diangkat. Oey Se bangun dari krosinya dan dengan hormat ia silahkan tetamunya masuk ke pertengahan belakang di situ meja sudah ditutup buat dua orang, lampunya dipasang terang sekali, prabot makan semua bagus mengkilap, dua dua lalu berduduk di krosi; tuan itu jadi bengong melihat di suatu pojok ada teratur gamelan dan sudah sedia sekalian wiyaganya, di luar itu penuh dengan pot kembang yang menghamburkan bau bauan amat sedap mempenuhi udara.
Kutika mulai bersantap, nyatalah bahwa makanan itu boleh dibilang nommor satu sekali dan minumannya amat halus, lagi gamelan itu mulailah dipalu orang dengan perlahan sekali membawa lagu "Pulo ganti" yang amat merdu sekali hingga suaranya sebagi orang berbisik bisik.
Tuan itu sangat merasa heran, sebab ia belon pernah mendapatkan di waktu makan, ada dikasih dengar suara gamelan, tapi ia merasa senang juga dan lega hatinya.
Pada waktu makan buah buahan, ronggeng yang dari tadi tinggal duduk saja, lalu bangun berdiri dan mulai menari, membelit belit badannya sebagai ular lemas sekali dan sebentar bentar menyanyi menurut lagu gamelan, suaranya begitu halus, begitu merdu bercampur jadi satu dengan suara rebab; alah, blong coponglah lobang kuping terus menerus rasanya, aha, jangan kata orang yang suka tandak, sekalipun bangsa santeri, yah, niscaya berkedutan keras sekali urat uratnya. Memang pada gamelan itu seperti ada setan yang menyandingnya, barangkali itulah rohnya Sunan Bonang, kata orang di Jawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sampe pukul 10 kerameian itu berhenti, tuan itu yang dapat senang hati lalu memberi persen pada ronggeng itu 4 uang ringgit, setelah itu ia bangun berdiri dan pegang tangannya Oey Se sembari membilang terima kasih atas budinya itu, maka keluarlah ia dianter oleh Oey Se naik kereta yang memang sudah ada menunggu, dan lantas juga berangkat pergi; di jalan tuan itu merasa senang sekali dan puji sekalian perbuatannya Oey Se, sampe kereta itu masuk di halaman gedong rumah makan, ia lalu turun dari kereta dan berjalan masuk kedalam kamernya.
*** SETELAH tuan itu sudah pulang, Oey Se masuk lagi kedalam dimana gamelan itu masih terus dipalu orang, dan isteri bersama anak anaknya, tengah duduk bersantap, Oey Se lalu tarik satu krosi panjang ke dekat, meja makan, lalu ia baringkan dirinya di situ, maka katalah ia kepada isterinya:
"Ha, isteriku, bagimana pendapatanmu atas itu tuan yang tadi makan bersama aku?" "Baik sekali dia itu, bukan?" "Ya, chem ...
Oey Se lalu diam dan merasa senang sekali dalam hatinya, maski ini malam isteri dan anaknya laat makan, tapi ia bakal dapat banyak untung dari itu tuan, cumah ia merasa heran, apa sebab itu tuan tida berani simpan uang di dalam kamernya sendiri di rumah makan; apa betul itu dua peti yang sekarang ada disimpan di dalam kamer, isinya semua uang mas, kalu begitu niscaya bagus sekali cahyanya itu mas yang begitu banyak.
"Ah, ya tentu bagus sekali" kata ia dalam dirinya. "Apakah tida boleh aku coba lihat itu, apakah jahatnya kalu orang melihat barang lain orang" Boleh sekali, tapi peti itu dikonci dan anak konci itu dipegang oleh yang punya sendiri, he, apa akal sekarang."
Oey Se membuang napas panjang selaku orang yang bersusah sebab tida kesampean maksudnya.
Tiada lama kemudian anak dan isterinya sudah berlalu dari meja makan dan waktu itu sudah jauh malem, maka Oey Se suruh berhenti saja hal memalu gamelan sebab selempang orang tetangga jadi kurang senang hati tergoda dalam tidurnya. Sekutika itu sudah jadi sepi melainkan adalah koki yang masih bekerja di dapur membersihkan perabot makan yang dipake tadi.
Sekunyung-kunyung Oey Se angkat badannya seraya katanya pada diri sendiri: O, ya, budakku si Drono pandei membuat anak konci, ah, aku nanti coba kepandeiannya."
Setelah berpikir begitu, maka lalu ia berseru memanggil si Drono, sebentar itu juga si Drono sudah datang bersila di dasar dekat krosi yang lantas ditanya oleh Oey Se:
"Angkau kerja apa di dapur?"
"Kulo (hamba) bantu koki, mencuci piring di dapur, Bah gede." "Sudah angkau tinggal disini, aku mau tanya padamu, apa betul dulu angkau sudah tau di hukum buang?"
"Nggeh." "Aku tida mau tanya apa sebab angkau dihukum itu, cumah aku mau tanya apa pekerjaanmu dalam tempat hukuman itu, ceritakanlah."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nggeh katah mawon, baaah gede" (banyak)
"Boso mulih kadi buangan, kowe dorong nyambut gawe opo?" (Sesudahnya pulang dari pembuangan, angkau bekerja apa).
"Boten nopo nopo" (tida apa apa).
"Lho, jare kowe pinter gawe sosi, opo iyo?" (katanya angkau bisa bikin konci, apa betul").
"Nggeh." "Nenggane saiki ono loket ora keno mabuka karang sosine ilang, kepriye opo kowe bisa m'buka?" (kalu sekarang ada peti tida boleh dibuka sebab koncinya hilang, bagimana apa angkau bisa buka).
"Ng'geh saged mawon." (Ya, bisa).
Mendengar ini, Oey Se lalu bangun berdiri dengan hati berdebar debar, dengan tiada syabar lagi ia bawa di Drono masuk ke kamer di tempat mana peti itu ada tersimpan, maka katanya:
"Nah, ini dia petinya, coba angkau buka."
"Ah, ini gampang, bah gede, tapi musti lebih dulu bikin konci palsu dari kuningan, ah, besok satu hari jadi itu, dan besok malam boleh lantas terbuka peti ini."
"Betul?" menanya Oey Se dengan bersorot girang.
"Tentu, bah gede."
Oey Se jadi senang sekali maski sesungguhnya ia sudah tiada syabar, kalu boleh ia mau suru bongkar saja peti itu, tetapi tentu jadi rusak dan si tuan yang punya boleh lantas tangkap dia, sebab itu maka seberapa boleh ia syabarkan hatinya akan menunggu sampe besok malam, pada si Drono ia pesan musti hati hati sekali jangan sampe lain orang dapat tau itu perkara yang amat besar bahayanya, sudah itu ia suru saja si Drono pergi tidur dan ia sendiri pun masuk ke dalam kamernya.
*** PAGI PAGI sekali tokonya Oey Se sudah dibuka, tiada lama lagi datanglah bilang ratus orang kampung memikul ubi kentang; kacang dan lain lain masuk ke gudang, memang Oey Se beli itu barang yang dikirimnya ke Singapur akan dijual di sana, tetapi itu ubi kentang dan lain lain cumah buat tutup mata politie, sebenarnya yang banyak dipikul orang orang itu ialah buah kopi, sebab dari situlah Oey Se bisa dapat untung besar sekali.
Itu tempo Oey Se ada juga berduduk di dalam itu gudang memegang buku dan potlood akan menuliskan berapa banyak barang itu yang dibeli di itu hari, buku begitu biasa dinamain "becipow". Ribut sekali di dalam gudang itu dari suaranya orang begitu banyak, jurutulis yang menimbang barang pake dacin besar senantiasa berseru "lakcap gow pekcap ji" suara itu disambut oleh Oey Se yang lantas tulis angka angka Cina di itu buku pada satu satu orang kampung yang sudah ditimbang barangnya dikasihnya sepotong kertas kecil seperti surat uang dari harganya ia punya barang yang musti diterima dari kassier di toko.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sampe matahari sudah tinggi di langit, barulah di dalam gudang itu jadi sepi sebab sudah ditinggal pergi oleh sekalian tetamunya, melainkan tinggallah beberapa orang kuli yang menjait karung dan lain lain.
Di rumah Oey Se dapetin dua orang tetamu perempuan yang sedang duduk berbicara dengan istrinya, sebab orang orang itu perampuan adanya, maka Oey Se tiada boleh turut campur bicara, sebab itu ia terus saja ke belakang, belon lama ia berdiri di situ, ia dapat lihat si Drono bawa masuk ke dalam suatu kamer satu potong papan kuningan. Oey Se dapat duga apa yang si Drono mau bikin, tapi ia tida bicara satu apa, hanya ia berjalan keluar pergi ke tokonya.
Dalam toko itu ia tida bekerja satu apa, ia duduk saja omong omong dengan jurutulis, tapi sembari beromong hatinya ingat saja kepada itu konci yang sedang dibikin oleh si Drono, ternyata ia kurang senang hati karena takut konci tida bisa jadi dibikin, kemudian ia dapat ingat yang di rumah ada dua tetamu orang perampuan, ia tiada dapat duga apa maksudnya dua orang perampuan itu datang menenamu, sedang begitu sudah datang waktu akan makan tengah hari, maka berkumpullah orang orang di toko yang semua Cina duduk memuterin meja makan dalam mana ada juga Oey Se turut dahar bubur.
Maski sedikit, selamanya Oey Se suka makan berkumpul dengan orang orangnya, kendati di rumah ia nanti makan lagi bersama anak istrinya.
Setelah habis makan, Oey Se lalu berjalan pulang ke gedongnya, di situ ia dapatin tetamunya yang tadi itu sudah tida ada, maka ia hampirkan istrinya hendak menanya apa yang dimaksudkan oleh tetamu tadi, belon sampe istrinya menjawab, datanglah satu bujang memberi tau makanan sudah diangkat, maka tanya isterinya:
"Angkau turut makan?"
"Sudah, aku sudah makan di toko, pergilah angkau makan, tapi ... ah biarlah aku turut makan lagi." Maka lalu ia turut isterinya masuk ke dalam.
Tengah bersantap istrinya berkata: "Itu tetamu tadi mau melamar anak kita."
"O, siapa sih, apa katanya?"
"Isterinya Tjoa Hun"
"O! dia orang hartawan, apa katanya?"
"Katanya, ya biasa saja bagimana mustinya orang bicara kalu minta anak orang."
"Buat siapa?" "Buat Tjoa Beng Sek ia punya anak." "Berapa umurnya itu anak?" "Tujuh belas tahon."
"Ya, boleh jadi, aku juga, tau itu anak muda cakap dan pintar, nah si Kim 15
tahon, habis apa angkau bilang padanya?"
"Aku minta tempo buat berdami dulu." "Ya ... Eh si Drono ..." "Si Drono" Dia di kebon, mau apa?" "Ah, sudah, biar kalu dia di kebon, tapi aku juga penuju si Beng Sek." "Nah, tentu jadi."
"Ya jadiken saja," berkata Oey Se sembari pegang glas aer dan bangun berdiri.
"Ya betul baik jadikan."
"Ya, tunggu dia datang kembali, tanduk (tambah) lagi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah, aku kenyang, ee, sama si Kim jangan omong dulu perkara ini."
"Memang, moso kenoho, pijar" (mana boleh).
*** SEBAGIMANA pembaca sudah dapat tau. Oey Se dengan si Drono sudah berdami pada malam kemarin akan bikin konci palsu buat mencuri buka itu dua peti uang, di itu hari kutika Oey Se dapat lihat si Drono berjalan masuk ke dalam suatu kamer dengan membawa satu potong papan kuningan, ialah sedang bekerja membuat itu konci.
Pada malam itu sehabisnya berdahar kombali dipalu orang gamelan, sedang Oey Se ada berduduk di atas suatu bangku panjang sembari isap cui bun jwe serupa pedudan
Cina. Seketika datanglah si Drono duduk bersila di dasar dekat Oey Se punya tempat berduduk, ia kasih tanda suruh orang itu duduk lebih dekat yang lantas ditanya dengan perkataan. " Apa Kabar!"
Jawabnya dengan suara perlahan "Sudah jadi."
"Sudah?" "Ng'geh." "O," berserulah Oey Se dengan girang dan angkat badannya. "Itu baik Drono, tapi tunggu saja sampe semua orang sudah tidur."
"Ng'geh" jawab si Drono sembari bangkit mau lalu. Tapi Oey Se berkata lagi:
"Ingat, pada itu orang orang jangan bicara satu apa, hah, mengarti?"
"Ng'geh jawab si Drono sembari manggutkan kepalanya dan berlalu dari situ turut duduk berkumpul dengan wiyaga.
Tempo Oey Se beromong dengan si Drono, sekalian wiyaga-itu mengawasin juga kepadanya tapi tida ada seorang yang dapat tau apa yang dibicarakan oleh marika itu, maka kutika si Drono datang lantas juga ditanyakan oleh salah satu wiyaga itu, si Drono menjawab saja dengan pendek, katanya:
"Ora opo opo, mengko esok inyong di kongkon mageri kebon sing sisih beh ng'lor" (tida apa apa, aku di suru mager besok di kebon sebelah kaler).
Orang orang yang memalu gamelan itu sebentar bentar berhenti dan ganti lain lagu, seperti gunung sari (rangsang), gonjang ganjing, rangu rangu, babat kenceng, celuntang, barong dll. Si Drono yang memang pandei mengendang dan uro uro (menyanyi) lalu pegang kendang dan katanya:
"Ah, Gambir sawit pegot." Maka gamelan itu di bunyikan lagi melagukan
"Gambir sawit" si Drono yang pukul kendang.
Lagu itu disebut pegot, sebab tiap tiap dapat satu gong lantas berhenti dan disambung oleh suara orang yang menyanyi, yaitu si Drono juga pake lagu
"dangdang gulo" (musti miring) sampe satu pada lalu diganti lagi oleh gamelan, begitu seterusnya.
Bagus dan merduh suaranya si Drono itu, memang perkara uro uro atau mujo musti dipake orang wetan sebab lagunya tulen betul dan wiletennya sedikit saja mengarang dengan singkat saja, tapi kena semua apa yang dimaksudkan; lain sekali dengan orang Preangan, yang ditirunya nyanyian ronggeng dan lagunya sudah banyak dirobah, hingga jadilah seupama "sayur" kurang garam. Sampe
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
liwat jam 11, maka disudahilah memalu gamelan itu, dan sekalian wiyaga itu sudah pulang, bujang-bujang pun sudah tidur di kamer dapur, pendeknya semua sudah tinggal sepi, melainkan tinggallah Oey Se dan si Drono yang belon masuk tidur, sebab ada suatu hal yang mau dikerjakan olehnya di luar taunya orang lain.
"Loceng buatan Europa yang ada tergantung pada tembok sudah berbunyi 12
kali, sedang di dalam rumah itu sudah jadi sepi sekali, Oey Se lalu tiup lampu dan ajak si Drono masuk ke dalam kamer, pintu pintu semua ditutup, maka dengan tiada syabar lagi Oey Se lalu suru si Drono coba buka itu peti, si Drono turut itu dan masuken anak konci yang ia bikin tadi siang ke dalam lobang konci dari itu peti, ach, bagus sedang betul, pandei sunggu si Drono itu; satu suara
"trek" ada terdengar ...peti itu lantas sudah terbuka.
Melihat itu, Oey Se jadi berdehem, hatinya memukul keras sekali berketak ketik sampe nyata dadanya berombak ombak, hampir ia berseru, tapi ia tahan hatinya, lalu ia suru temannya berlalu, ia sendiri dengan tangan ber-gumetar lantas angkat tutupnya itu peti, serta terbuka ...aduh! Gilang gemilang cahayanya mas sampe sakit rasanya mata yang memandang, sama sekali Oey Se jadi gagu dan berdiri sambil pelok tangan sekutika, tiada tertahan lagi sama sekali ia berseru:
"A . . . ap . . . agooo! Uang mat pukgini moancia ...! Begitu keras ia berseru sampe si Drono jadi sedar dari lelapnya, tapi ia ini tinggal gagu matanya tiada berkesip memandang ke dalam itu peti yang sorotnya seperti api menyala sampe barang barang yang putih di dalam itu kamer jadi seperti dicat merah. Oey Se lalu pegang pundaknya itu orang yang lantas usap mukanya dan urut dadanya, katanya: "Laillah ...!
Oey Se jadi tertawa, kemudian katanya: "Hati hati, Drono! Jangan orang luar dapat tau ini hal, niscaya aku suru angkat kepalamu dari angkau punya pundak itu, mengarti" Na, pergi angkau tidur, besok ada opahmu ya!"
"Ng'geh, kulo nuwun!" maka keluarlah si Drono dari dalam kamer itu yang lantas dikonci dari dalam oleh Oey Se.
Di dalam kamer, Oey Se duduk di satu krosi, ia beringat itu mas begitu bagus, begitu banyak, begitu besar harganya, sayang sekali dipunyakan oleh itu pe kau (monyet putih Europa) tapi apakah aku tiada boleh mempunyai itu"
Begitulah Oey Se sudah menanya pada dirinya sendiri, sekutika lamanya ia berpikir, maka berkatalah dalam dirinya:
"Boleh sekali aku mempunyai dia, tapi ini 2 peti tida boleh dikosongin saja, hanya musti diisi penuh lagi seperti ini, nah, kalu diganti dengan uang perak ...
ya, ya, memang boleh, ini rejeki dari Tuhan jangan ditolak. Tuhan punya tangan sudah bawakan gunung mas padaku-tapi apa nanti jadi dari itu tuan. Ach kasihan jangan nanti ia bunuh diri, betul kasihan, kasihan sekali ... Ach persetan sama dia, mati atau hidup, tida berguna buat aku, ini mas musti jadi aku punya, maka ... ya, coba aku itungkan."
Begitulah memang adat manusia yang teumaha, makin kaya makin suka mengumpulkan uang, makin jadi angkuh tida suka lihat sesamanya dapat sedikit senang lagi tiap tiap manusia hendak berbuat jahat, adalah dalam hatinya seperti orang yang berkata "j a n g a n" yaitulah ingetan suci yang diberikan Tuhan seperti suatu pelita yang kecil sekali apinya akan penerangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
budi akal, tetapi manusia terlalu lembek hatinya tiada kuat menolak penggoda iblis yang menjadikan napsu jahat, hingga jadi gelap gulita seantero ingetannya yang mana api pelita yang kecil itu yang berkelak kelik tiada cukup sinarnya buat memberi penerangan dalam kegelapan yang amat sangat itu, maka binasalah anak manusia yang begitu senantiasa merayap dan salah raba dalam perjalanan kehidupannya.
Begitu juga sudah jadi dengan Oey Se, ia cumah ingar nanti jadi enak jadi senang kalu sudah mempunyai uang itu buat menambah kekayaannya, ia tiada sekali ingat bahwa tida ada suatu apa yang boleh tersembuni dari pemandangan Tuhan; sebab maski dimana juga, sekalipun pada suatu tempat yang cumah seluas leyang semut, Allah itu senangtiasa ada, pun orang Cina ada juga kepercayaan, bahwa Cauw Kun Kong (Toapekkong dapur) setiap hari 3 kali menghadap kehadlerat Maha Besar Tuhan akan merapport atas segala apa perbuatan dan keadaan manusia di dalam dunia; maka adalah suatu peri bahasa: "Musti hati hati di waktu ada sendiri"
Terlalu lama, kita menunda cerita, dari itu baiklah kita kombali. Setelah Oey Se habis berpikir begitu, lantas juga pikirannya itu ia buktikan dengan perbuatan, ia ganti seadannya uang mas dalam dua peti itu dengan uang perak, dan sesudanya dikonci lagi petinya, ia lantas berjalan ke belakang dan lempar konci palsu itu ke dalam sumur, setelah itu ia pergi tidur dengan senang sekali, itu tida usah diceritakan lagi.
***
Oeyse Karya Thio Tjin Boen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
BESOKNYA pukul 8 pagi Oey Se sudah ada di gudangnya bersama itu tuan, yang nyata ada senang sekali, sebab ia lihat dalam gudang itu penuh dengan karung tumpukan yang terisi kopi, dalam dirinya ia berkata:
"Tida kira aku bakal dapat ini barang begini banyak, wah, untunglah aku, niscaya aku punya persero semua akan bersuka hati sekali, akupun niscaya akan dipuji lantaran ini orang Cina."
Setelah berpikir begitu, tuan itu lantas kasih tangan pada Oey Se yang sambut itu dengan ramah sekali, maka katanya:
"Ach, sobat, angkau ini orang pandei sekali."
"Tida jugalah, tuan," jawab Oey Se sembari tertawa. "Hari kapan tuan mau berangkat dengan ini barang?"
"Hari lusa ada kapal yang mau berlayar saya harep hari besok ini semua sudah seleseh termuat sebab malamnya pukul 2 itu kapal akan berangkat."
"Baik, tuan." "Apa sekarang sudah sedia?"
"Sudah." "Nah, lantas kita boleh beritung dari harganya."
Sebegitulah ke 2 orang bicara, lalu keluar dari itu gudang dan berjalan menuju ke gedongnya Oey Se; tiada lama sudah sampe dan masuk di pertengahan, Oey Se silahkan tetamunya berduduk sementara kepada bujang di surunya panggil jurutulis, sedang begitu, Oey Se sudah suguhkan kepada tetamunya serupa minuman yang minum itu perlahan perlahan bersama sama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oey Se sembari bercerita dan isap cerutu seperti kenalan lama. Tiba tiba masuklah jurutulis, maka katanya Oey Se kepadanya:
"Angkau itung ini, jadi berapa jumblah uangnya dan bikin satu kwitantie buat ini tuan."
Jurutulis itu manggut, lalu pergi ke meja tulis, sedang begitu, masuklah dua nyonya Cina yang sembari tertawa menanya kepada Oey Se katanya:
"Encek sudah dahar?"
Oey Se bangun berdiri, jawabnya: "Belon tapi ma'nya si Kim ada di dalam, saya rasa baik enso masuk saja dianter ini bujang."
"Saya", maka masuklah kedua nyonya itu dengan satu bujang ada berjalan di depan.
Oey Se sembari kombali berduduk, menengok kepada jurutulisnya, katanya:
"Sudah?" "Belon." Jawan jurutulis itu sembari mainkan jerijinya di atas papan berhitung (syhui phoa).
Berkata lagi Oey Se kepada tetamunya: "Begitu tuan orang Cina kalu berhitung, ha, ha."
"Ya," jawab itu tuan dengan tersenyum. "Tapi cepat sekali kalu mengitung pake itu."
Jurutulis itu kasihkan sepotong kertas kepada Oey Se yang kasih kombali kepada itu tuan sembari berkata:
"Sebegini jumblahnya tuan."
"O, ya" berkata itu tuan sembari lihat itu kwitantie. "Na, sobat suru angkat saja itu peti bawa kemari supaya saya lantas boleh bayar."
Oey Se jadi terkejut sedikit tapi ia ini memang taba sekali hatinya, maka ia berlalu dari krosi dan perintah dua orang pikul itu peti bawa datang. Setelah itu peti datang, itu tuan lantas keluarkan konci sedang Oey Se merames tangannya sendiri, tapi ia tunggu saja apa yang akan jadi dengan syabar. Sama sekali itu peti terbuka, tapi aduh . . itu tuan melompat dan berseru keras sekali, kemudian ia tinggal berdiri diam seperti kena disamber kilat, sedang pada jidatnya keluar titik titik besar aer keringat, dan matanya tinggal memandang kepada Oey Se dengan tiada berkesip, tapi Oey Se tinggal syabar tida berobah barang sedikit aer mukanya, maka katanya: "Mengapa tuan?"
Itu tuan diam saja, cumah dengan telunjuknya ia menunjuk kedalam itu peti, Oey Se berdiri dari krosinya dan paksakan matanya akan melihat ke dalam itu peti sembari katanya:
"Ya, ini uang banyak, mengapa tuan jadi begitu kaget melihat tuan punya uang sendiri?"
Tuan itu memandang lagi kepada Oey Se dengan tajam sekali seperti mau lihat tembus ke dalam hatinya, dengan mengertak gigi dan usap jidatnya dengan tangan, ia berkata:
"Ini peti saya punya, tapi uang...bukan!" "Begitu" Habis siapa punya ini "Saya rasa ada maling sudah bongkar ini peti." "Terima kasih, tuan! Di ini rumah saya tida ada maling, saya tida mengarti bicara tuan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya isi dalam ini peti uang mas, tapi ... sekarang jadi uang perak!"
"Ajaib! Maka boleh jadi! Apa tuan tida keliru?"
"Ach! Berseru itu tuan dengan membanting kaki "Saya sendiri yang taro, begimana boleh keliru toch!"
"O! jadi ...uang mas?"
"Ya, God...!" "Mengapa jadi uang perak, aneh betul ini." "Ya,ya, yaaa, ...orang sudah pake konci palsu buat buka ini peti, dan tukar uang mas itu dengan pe..."
"E, orang tida begitu gila!" treiak Oey Se sembari putuskan bicaranya itu tuan.
"Peti ditaro disini, tapi konci tuan pegang sendiri, sekarang tuan mau tuduh orang jadi pencuri, terima kasih! Lantas saya boleh dakwa tuan di hadepan hukum!"
Tuan itu tinggal diam sedang ingetannya sudah jadi kalang kabut sekali, ia pikir dalam hal ini tida ada bukti hingga ini perkara jadi gelap sekali, betul dalam hatinya ia duga pasti Oey Se punya perbuatan, tapi mustahil Oey Se begitu kaya hingga ada mempunyai uang perak begitu banyak buat tukar itu uang mas, ya apa boleh buat, uang sudah ada dalam tangan bangsat tentu tida gampang boleh didapat kombali; maka katanya:
"Nah, sudah suru orang angkat saja itu peti ke dalam kereta, dan itu kwitantie sobat simpan saja dulu."
Peti itu sudah ada dalam kereta, itu tuan lantas pake topinya dengan tiada permisi lagi ia berjalan saja keluar dan melompat ke dalam kereta yang lantas dilarikan, Oey Se balik masuk ke dalam maka katanya:
"Cawlang, besi co li ki si! Modaro mono arep ora (orang busuk, mau mati pergi mati)
*** LIWAT dua hari apa yang sudah diceritakan, Oey Se naik perahu bersama banyak barang bekelan pergi ke tengah laut di mana ada kapal besar sedang berlabuh menunggu muatan, serta sampe, Oey Se lantas naik di kapal bersama barang barangnya, setelah itu, orang orang anter Oey Se turun lagi di perahu dan berdayung menuju di darat sedang Oey Se ada berdiri dan mengawasin dari kapal sembari kibar kibarkan sapu tangan yang disambut oleh orang orang di perahu dengan mengulang ulangkan topi.
Setelah perahu itu sudah jauh. Oey Se lalu naik ke atas dek, sedang ia lihat lihat keadaan di situ, tiba tiba ia dapat lihat itu tuan dengan cepat Oey Se sodorkan tangannya, yang disambut oleh itu tuan dengan dingin sekali. Maka kata Oey Se: "Tiada kira saya dapat bertemu tuan di sini."
"Saya juga," berkata itu tuan yang lantas berobah aer mukanya jadi merah,
"Saya menyesal sekali tida kasih kabar pada sobat yang saya tida jadi beli itu kopi." '"Ach, tida apa, itu perkara kerja, tuan."
"Bangsat!" kata itu tuan dalam dirinya, kemudian katanya lagi: "Sobat mau ke mana ini?"
"Ke Singapore."
"O, saya cumah sampe di Betawi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, jadi kita orang bersama sama, dalam satu pelayaran, tapi sebegitu lama saya belon dapat tau tuan punya nama, apakah saya boleh dapat tau itu?"
Tadinya itu tuan tida mau kasih tau namanya, tapi ia ingat lagi tida mengapa, juga ia sendiri dulu sudah tau tanya namanya Oey Se, maka katanya:
"Saya punya nama Vigni."
"Terima kasih, tuan."
"Na, sobat, sampe ketemu lagi," berkata tuan Vigni sembari manggut dan berjalan pergi.
Oey Se pun bales manggut lantas pergi berdiri di pinggir langkan sembari memandang ke laut, itu tempo tida ada angin, maka aer laut rata diam kalis saja sebagi kaca yang amat bening, di kejauhan ia lihat banyak perahu perahu ikan, tapi daratan tida begitu nyata terlihat sebab jauhnya, Oey Se jadi bengong, ia ingat orang orang di rumah, ia ingat lain lain hal lagi pengabisan ia dapat ingat pada tuan Vigni, maka katanya dalam dirinya:
"Ach, betul taba sekali hatinya orang Europa, dari Vigni saja jadi nyata, ia dapat cilaka begitu besar lantaran si Drono masih juga ia bisa bersyabar, patut sekali dalam segala perkara bangsa Europa itu jadi masyhur melebihkan lain bangsa, hm."
*** BESOKNYA orang orang di darat sudah tidak dapat lihat itu kapal, nyatalah pada malam itu, kapal itu sudah berlayar, sedang pada pagi itu rame sekali orang dan kereta mundar mundir di jalan, terdengarlah di rumah kebupaten ada suara seperti orang yang sedang bersusah hati membuang napas panjang dan kedengaran lagi seperti ada suara orang berkata kata sendirian.
He, siapa itu yang begitu bersusah hati, kita kepingin sekali tau siapa orangnya begitu juga tentu sekalian pembaca, coba kita intip dan dengarin, apa bicaranya"
Na, marilah, hai, tuan tuan pembaca! Jangan takut, biar di rumah kebupaten, kita orang masih boleh pasang kuping. Dengarlah.
"Ach, Kim! Kim! Sungguh teramat eilok sekali angkau ini, kalu angkau ini orang Islam ...ach...niscaya aku datang bersila di bawah kakimu akan minta dikasihani, memang pantas sekali kalu angkau duduk berjejer dengan aku, sekarang tida puas aku cumah dapat pandang dan cium saja gambarmu, aku kepingin dapat pelok cium orang yang punya ini gambar, kalu ini satu malam aku bisa dapat berdamping dengan angkau maka besok aku dipasang dengan 12
senapan pun suka hati ..."
Aai! Regent! Regent Pekalongan begitu tergila gilakan nona Kim Nio anak perampuan dari Oey Se; memang Regent itu ada bersobat dengan Oey Se, maka gambarnya nona Kim yang dengan ayahnya dan ibunya dan sudaranya ada di rumah regent, begitu pun gambarnya regent dan sekalian kulawarganya ada juga di rumahnya Oey Se.
Sudah lama regent itu tergila gila pada nona Kim, tapi tida bisa dapat maksudnya, sebab anak perampuan bangsa Cina tida tau keluar pintu, lagi Oey Se itu orang kaya besar, kendati orang itu berpangkat regent, tida nanti Oey Se mau buat mantu, sebab lain bangsa, kalu sampe ada juga orang perampuan Cina bersuami pada lelaki dari lain bangsa, harus dikatakan orang itu sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiada hargakan dirinya sendiri dan tiada harus dicampuri orang baik baik sebab melanggar aturan hukum adab. Karena itu cara bagimana regent itu berani mengharap cintanya seorang perampuan Cina yang tida nanti membalas cinta kepadanya, boleh dibilang juga regent itu sudah harap jatohnya aer embun tengah hari.
Regent itu yang terlalu suka memboroskan uang, ada miskin sekali, itulah sebabnya ia suka sekali ambil persobatan dengan orang orang Cina, sebab ia tau dengan jalan begitu ia boleh harap akan bisa penuhkan isi kantongnya maski sesunggunya ia tiada begitu suka kepada bangsa itu.
Memang orang Cina tida bisa hidup rukun satu sama lain, hanya bersaingan selamanya, kalu dapat lihat satu orang ada bersobat dengan pegawai negeri, maka yang lain pun mau turut juga ambil persobatan biar dengan jalan menghabiskan banyak uang, hal itu tiada lain cumah mau cari senderan, tapi kalu tawcangnya sudah copot, ia baru merasa kebodoannya sendiri, coba saja siapa antara orang orang yang bersobat dengan segala pegawai negeri tiada terporot dompet uangnya" Antara 10 orang, tentu adalah 12 orang yang jadi begitu.
Tida gampang seorang yang berpangkat besar mau ambil persobatan dengan orang kecil, kalu tida ada yang boleh diharap.
Pun itu regent yang selamanya kekurangan uang, tau juga akal begitu, ia pun tau bahwa Oey Se itu kaya besar, kalu seandenya ia bisa dapat peristerikan nona Kim, ia tentu akan beruntung sekali, sebab bukan saja ia akan dapat isteri yang eilok, tetapi ia akan dapat juga uang banyak sebagian dari hartanya Oey Se; ya bapa dengan anak, maski pada pertama kali si bapa marah, tapi kemudian kalu dapat lihat anaknya bersengsara, tentu hatinya si bapa tiada akan tinggal keras sebagi batu.
Seberapa buasnya macan, tiada akan makan anak, apa pula manusia.
Inilah pengharapannya regent yang pemboros itu, pemadat dan pentopan besar, hingga orang orang menamai dia "Bajingan kimit kimit."
Tapi biar bagimana juga, pengharapan besar itulah senderan bagi orang hidup di dalam dunia, apa yang tida bisa didapat sekarang, barang kali lain masalah.
*** KAPAL yang berlayar dari Pekalongan sudah sampe di Betawi, tuan Vigni bersama penumpang yang lain turun di sekoci tambangan pada sesudahnya memberi tangan kepada Oey Se, seraya katanya:
"Sekarang saya baru bisa percaya sobat, bahwa dunia ini penjusta besar jarang sekali ada perkara yang patut sudah terjadi di dalam dunia ini boleh dibilang semua terbalik jadinya. Dalam perut manusia memang penuh dengan dosa, tida ada satu manusia yang tida tau berbuat durhaka, semua orang berlomba lomba memburu kekayaan, banyak manusia yang berdengki hati kalu melihat sesamanya mendapat senang, ha, ha, ha! Tapi percayalah, sobat, orang begitu tiada akan selamat, jalan orang yang terkutuk, Allah itu maha adil, segala apa perbuatan tida ada yang akan tida dibalas, kita sendiri tida dapat, tapi tiada urung anak cucu kita akan dapat rasain keadilan Tuhan. Ha! ha! ha! ha! sobat, selamat sampe bertemu kombali!!"
Oey-Se sembari pegang tangannya itu tuan, turut juga tertawa, tapi "daek medu" orang Sunda bilang, hatinya seperti dijepit, sampe ia tida bisa berkata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
barang sepatah kata, akan sambut perkataannya tuan Vigni yang sebagi menyumpahi. Oey Se rasain kepalanya jadi pusing dan keringat dingin membasahi tubuhnya yang jadi ber-gumetar, ia merasa juga dosanya amat besar hingga berdiri bulu kuduknya, ia dapat rasa tentu yang segala hukuman yang tertulis dalam kitab "Cu In Giok Lek" akan menimpali semua ke atas kepalanya.
Sebab ingat hal itu semua, maka ia berniat di Singgapur hendak membeli patung berhala "Kam Yang Hut Couw" akan disujudnya setiap hari, supaya kemudian hari ia dapat terlepas dari pada siksa neraka.
Memang manusia yang berdosa, selamanya mau menyangkal dari tuduhan orang tapi kalu sudah merasa betul dosanya, ia lantas mau cari jalan buat mengentengkan dosanya. Tapi itu sudah kasep, semua tiada berguna, orang Cina pun ada peri bahasa kata: "Hek Cwe I, Thian, Bu Se To la" artinya: "Kalu ada berdosa pada Tuhan, tida ada tempat buat minta ampun."
Kasihan itu tuan Vigni, coba lihatlah ia sekarang sedang berdayung dengan perahu ke pantei, kutika ia naik ke darat, datanglah satu tuan yang berpakeian putih dengan mesem ia sodorkan tangannya kepada tuan Vigni yang sambut itu dan digoncang goncangkannya seraya katanya:
"Selamat datang Vigni, kami senang sekali sebab nyata angkau berselamat dalam pelayaran."
"Terima kasih, Pix, angkau bawa juga kereta?"
"Tentu, kami tida mau angkau yang sudah cape musti berjalan kaki, apa lagi ini waktu ada begini panas hawanya."
"Terima kasih, memang angkau sobatku yang paling baik."
"Ha, ha, begitulah satu sobat dari satu persero, nah, marilah kita tunggu di loods sampe itu barang semua sudah beres!"
Kedua tuan tuan berjalan menuju di loods, di situ banyak sekali kuli kuli Banten yang sedang bekerja, hingga jadi rame sekali suaranya. Setelah sudah beres barang barang diangkat, ke 2 tuan tuan Vigni dan Pix naik di kereta yang lantas di larikan, tiada lama kereta itu sudah masuk di suatu pekarangan dari satu rumah besar, ke 2 tuan tuan turun dari kereta dan masuk ke dalam rumah.
Di rumah itulah tuan Vigni dan Pix tinggal berumah.
"Permisi, kami mau ganti pakeian" berkata tuan Vigni dan masuk ke dalam kamernya.
"Ya, kamermu semua tinggal beres," berkata tuan Pix yang berduduk pada satu krosi panjang.
Sedang begitu, satu suara "der" yang kerasa sekali ada terdengar yang membikin Pix jadi kaget sekali, sigera ia memburu ke dalam dari mana suara itu ada terdengar, sampe di depan suatu kamer, ia dapat cium bau obat bedil, Pix jadi pucat, hatinya seperti melompat keluar, dengan gugup ia tolak itu pintu dan melongok ke dalam.
Aduh! dengan senapan di tangan kanan dan satu envelop di tangan kiri tuan Vigni terbaring di atas darahnya yang mengumpyang di dasar. "Aduh! Vigni!
Vigni! Sobatku, ach...binasalah!..." treak Pix sembari menghampirkan mayit itu ia tempelkan tangannya pada hidung, dada dan tangannya Vigni, tapi napasnya sudah tida ada. "Kecil! Kecil! Datang lekas!!"
Si Kecil masuk seraya katanya dengan gugup:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tuan ...tuan!"
"Doctor...sini panggil datang...lekas!"
Sebagi kancil si kecil melompat keluar sedang Pix masih tinggal di dalam kamer: beberapa lamanya ia tinggal bengong, ia dapat lihat envelop pada tangannya mayit, sama sekali ia dapat ingetan, ia pukul kepalanya dengan ke dua jerijinya dan segira ambil itu envelop dan masukkan ke dalam saku celana, sementara itu Doktor datang dan manggutkan kepalanya di hadepan Pix yang tinggal diam saja dengan muka pucat dan mata terbuka besar. Doktor tidak perdulikan itu, ia lalu berjongkok di hadepan itu mayit, sedang begitu datanglah Resident dan Assistant Resident yang lantas menanya kepada Doktor.
Jawabnya sudah mati sebab bunbunannya berlobang bekas pelor jalan.
Dari pada tuan Pix didapat kenyataan yang tuan Vigni sudah bunuh diri dengan tida ada satu sebab.
Besoknya, tuan Vigni yang kemaren sudah bicara dengan muka senang pada Oey Se, sekarang ada diletakken dalam peti ditarik dengan kereta dan diiring ke kubur.
Pulang dari tempat kuburan, Pix ada berduduk sendiri di dalam rumah dengan hati susah sebab nyata aer mukanya gelap dan membuang napas panjang beberapa kali, kemudian ia keluarkan envelop yang kemaren ia simpan dalam saku, ia buka itu dan baca surat yang ada di dalamnya; bunyinya:
"Sobatku Pix!" "Tatkala kami masih ada di dalam kapal, memang kami sudah rasa tiada akan lama lagi hidup di dunia, maka sigera kami menuliskan surat ini akan jadi saksi dari ketulusan hati kami, maka kami harap angkau suka dengar dan timbang baik baik apa yang ada dituturkan di bawah ini."
"Pertama kutika kami sampe di Pekalongan kami dapat tau yang seorang Cina di itu tempat ada jual itu barang yang kita harep lantas juga kami datang di rumahnya itu orang Cina yang kaya besar, setelah seleseh berdami dengan itu orang, kami lantas kirim simpan padanya itu 2 peti uang, sebab kami sampe percaya kepadanya, inilah salah kami. Kutika sampe pada hari yang barang itu musti dimuat ke dalam kapal, kami minta ia keluarkan itu 2 peti yang kami kirim padanya, serta kami buka satu peti,...ach, sobatku! Cilaka sungguh, sebab uang itu sudah berganti sipatnya jadi uang perak semua. Apa kami musti bikin, sebab konci dari itu peti, kami yang pegang" Durhaka, terkutuklah itu Cina, boleh jadi ia sudah gunakan konci palsu buat buka itu peti dan tukar isinya dengan uang perak, tapi ini perkara gelap sekali. Begitulah keadaanku sampe kami pulang dengan tangan kosong, sebab begitu, kami dapat rasa malu akan hidup lebih lama, haraplah angkau sobatku yang tercinta dan bercinta suka ampunkan dosaku, supaya kami boleh tutup mata dengan senang.
Sebab itu Cina masih ada harapan besar buat hidup di dunia, maka kami tiada suka sebutkan namanya, biarlah ia puaskan bersuka suka sebab kami sampe percaya Tuhan tiada nanti lepaskan ia dari keadilannya. Selamat tinggal."
Dari sobatmu VIGNI Yang bercilaka
"Aduh!" teriak Pix sesudahnya membaca itu surat dan menggerung serta tumpah aer mata. "Ach. Vigni! Vigni... sobatku! Cumah ini saja lantarannya, hingga angkau ...ach, memang angkau selamanya baik, mengapa angkau begitu tega membuang jiwa percumah cumah toch uang gampang dicari lagi, ia terkutuk sungguh itu orang.'...Ya Allah, ya Tuhan tunjukkanlah keadilanmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan hukum itu manusia yang amat durhaka! Ha, apa boleh buat... ach...
nasib..." KUTIKA kapal berangkat membawa orang orang dari Betawi, dari orang orang itu Oey Se dapat kabar dari halnya tuan Vigni yang sudah membunuh diri, begitu nyata orang itu bercerita sampe Oey Se jadi gemetaran seperti sudah melihat dengan mata sendiri hal yang amat ngeri itu; ia merasa jadi lebih besar dosanya sebab kematiannya tuan
Vigni yang terjadi sebab ia punya perbuatan.
Pada waktu ia ada sendiri di dalam kamer, ia merasa berkelebatan saja rupanya Vigni berbayang bayang di bulu mata, sampe ia tidur jadi kaget mendusin dengan berteriak teriak, sebab ia rasa sunggu sunggu seperti dapat lihat tuan Vigni datang berdiri di hadepannya dengan badan penuh darah dan tangan memegang bedil sembari berseru seru dan mengancam, Oey Se jadi takut dan lari sekuat kuatnya tapi dari belakang senantiasa dikejar oleh Vigni, sebab sudah terlalu cape, Oey Se tida kuat berlari lari lagi, ia jatoh kesumpat dan berguling di tanah, sementara itu Vigni sudah sampe lalu angkat senapannya mau pukul pada Oey Se, sebab takut, ia berteriak, lalu ia kaget dan mendusin, kiranya ia mengimpi dan sudah ada berbaring di dasar jatoh dari pembaringan, ia lihat di kolong ada gelap, ia jadi mengkirik dan buru buru melompat ke atas pembaringannya, ia tinggal berduduk bengong dengan hati berdebar debar seperti orang yang baru habis lari, dan badannya basah dari pada keringat dingin. Sekutika lamanya baru ia berani berkisar sedikit, seraya katanya:
"Aay...aiy...cikoa. Hampir kepalaku hancur dihantam gagang senapan, hoooo...itu iblis, biar aku nanti sem-bayangin dia."
Sampe pagi Oey Se tiada berani tidur lagi, sebab tiap tiap ia meramkan matanya, lantas kelihatan tupanya Vigni.
Baik juga Oey Se ada sedikit taba hatinya, kalu tida begitu, sudah tentu ia musti dapat sakit demam; sedari itu waktu, selamanya ia merasa kurang senang hatinya, sampe ia naik di darat di Singapur.
Begitu memang kalu orang berbuat jahat, tentu hatinya tida bisa senang, itulah suatu hukuman yang amat besar, biasa disebut orang "naraka" bukan di kolong bumi atau di langit sebagi orang banyak suka berkata, tapi sesunggunya di dalam dunia orang sudah musti dapat rasain hukuman itu.
PADA suatu hari di waktu malam rumahnya Oey Se di Pekalongan ada amat terang dari pada cahaya api lampu yang banyak dipasang, dan ada banyak tetamu yang sedang bermakan minum, antara mana ada tuan tuan Olanda dan priyai priyai Jawa semua sobatnya Oey Se Regent pun tiada ketinggalan.
Oey Se sudah bikin feesta itu, maksudnya akan merayakan: 1. Ia sudah dapat tambah jumblahnya isi rumah dengan satu perampuan bangsa makau
2. Nonah Oey Kim Nio anak dari Oey Se sudah tetap bertundangan dengan babah Tjoa Beng Sek anak dari Tjoa Hoeh.
Itu tempo amat rame tetamu saling sunte angkat gelas champagne minum selamatnya Oey Se yang dapat isteri muda dan nona Kim yang bertundangan; sampe jauh malam, barulah sekalian tetamu itu bubar pulang ke-rumahnya masing masing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Antara sekalian tetamu itu, cumah adalah seorang yang tiada merasa senang hati, orang itu ialah regent Pekalongan yang sembari berjalan pulang ia angkat angkat genggeman tangannya dan mengertak giginya, ia merasa sangat panas dalam hati, sebab sekarang luputlah pengharepannya semua, ia punya ingat ingatan yang begitu bagus, sekarang musti dibongkar semua, bukankah pembaca juga tau, bahwa regent itu sangat tergila gilakan nona Oey Kim Nio dengan tiada setaunya yang punya diri" Tapi sekarang nona yang sangat ia cintakan itu terserah ketangan lain orang.
Kutika pecah kabar yang nona Kim sudah bertun-dangan, kabar ini sudah didengar oleh regent dengan marah besar, kalu boleh ia mau putus saja butir kepalanya itu lelaki yang sudah rebut ia punya kecintaan, hingga ia jadi berseru seru, katanya:
"Akulah musuhnya orang sedunia!"
Tetapi terpaksa ia musti datang ke rumahnya Oey Se kutika trima undangan, yaitu supaya tiada kentara ia benci kepada itu orang, lagi ia sudah terlalu banyak makan rejekinya Oey Se jadi tiada baik kalu ditampik ondangannya.
*** PEMBACA tentu jadi heran, apa ertinya "Tambah jumblahnya isi rumah dengan satu perampuan bangsa Makau?" Ya, memang ini musti diterangkan, di bawah inilah keterangannya.
Bukankah pembaca tau yang Oey Se pergi ke Singa-pur" Na, lagi...ia dapat susah hati lantaran mengimpi kutika ada di kapal, bukan"
Itu dia, maka tatkala ia sampe di Singapur negeri yang begitu rame, begitu eilok, hampir segala keeilokan dunia ada semua di situ, tempat bersuka suka tida usah dicerita lagi, inilah obat penawar bagi Oey Se yang sedang bersusah hati.
Perampuan perampuan kepelesiran memang jadi seperti garamnya di dalam dunia, nah, garam itulah Oey Se mau cari, buat dapat itu tiada susah, Oey Se yang tau betul selak seluknya lantas juga masuk di suatu rumah besar yang berloteng tiga tingkat, tida usah dicerita lagi yang orang orang di dalam rumah itu sudah hormatin Oey Se sebagi hormatin satu raja. Tuan rumah yang disebut Ba taw (kepala sundel)5 datang dengan terbongkok bongkok tunjukkan pada Oey Se gambar gambar dari perampuan perampuan eilok yang ada dalam rumah itu.
Oey Se musti pilih itu dan tunjuk nommor 17.
Tuan rumah itu jadi kaget, maka katanya: "Ha, ha, taw-ke betul awas sekali, ini nona Hiang Nio namanya memang nommor satu sekali, bagus, eilok, kecil, molek . . . ach sudahlah di dunia tida ada dua, lagi ...masih baik, orang semua berebut dia, cumah ia ini baru sekali datang berapa hari ini, sebab baru dibeli di Makau." Oey Se tersenyum katanya:
"Jadi Hiang Nio punya cawan mas masih tertutup rapat belon sekali meles?"
"Ya, begitu, orang berebut tawar, tapi sia sia, nah, sekarang saya mau tau taw-ke dari Jawa berapa berani bayar?"
"Aku mau lihat dulu buktinya."
"Boleh, boleh sekali," kata si Ba taw sembari naik ke loteng diikut oleh Oey Se.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
As...! Kalu mau dikata syorga, ya inilah syorga di dunia, Oey Se berjalan itu ada meliwatin banyak kamer kamer, ada yang terbuka dan tertutup pintunya: yang tertutup ialah ada tetamunya di dalam, yang terbuka menandakan kosong masih menunggu muatan; dari kamer kamer yang terbuka itu keluar bau bauan yang amat sedap yang seumur hidup Oey Se belon tau dapat cium baunya, di rumahnya ia biasa bakar dupa setanggi
Makassar yang kesohor, tapi wanginya, tida ada separonya dari yang ia dapat bauin sekarang, itu saja sudah bikin Oey Se punya hati berketak ketik seperti ada kidangnya di dalam sampe lupa sama sekali sama anak isteri di rumah, apa lagi kutika ia masuk di kamer no. 17, ach! Jadi muda kombali rasanya.
Satu tempat tidur besi yang besar ada terdiri pake kelambu dari kain jala jala yang halus dan terbuka kanan kiri hingga kelihatanlah spreynya dan sarung bantalnya yang putih seperti kembang melati, dalamnya ada tergantung gubaan kembang siantan di tenganya ditaro bunga karang yang basah dari pada aer wangi, baunya lipat ganda harum mempenuhi dalam kamer itu.
Di depan tempat tidur ada tergantung lampu pake kap biru hingga sorot apinya jadi blauw muda, dasarnya di tutup pake permadani tebal. Lian-lian, 6
kaca besar, pigura pigura meja toilet peranti berias, tempat cuci muka dan banyak lagi, pendeknya periasan dalam kamer itu lengkap sekali, lebih bagus dari pada kamer penganten.
Oey Se jadi bengong, tambah lagi kutika nona Hiang Nio datang menghampirkan seraya katanya: "Selamat datang taw-ke, duduklah." Aduh! Itu perkataan "taw-ke" yang keluar dari mulut yang kecil antara bibir yang merah delima lagi gigi yang kecil putih sebagi perak dan rata berbaris; alah, manis sekali, empuk sekali, sampe ingetannya Oey Se jadi melayang les lesan, lemaslah sendi tulangnya, urat uratnya berkedutan dan hatinya memukul keras sekali, Oey Se lalu berduduk dan pada tuan rumah katanya: "Betul sekali" "Ya, apa saya bilang?"
Sementara itu, nona Hiang Nio bawain dengan dua tangan satu cangkir terisi aer the yang masih panas dan amat panas dan amat harum baunya, Oey Se terima dan minum itu dengan enak, tetapi tiada luput matanya tetap memandang kepada Hiang Nio yang teramat eilok sem-babat betul dengan lehernya yang junjang dan badannya yang langsing kecil molek, sama sekali Oey Se tepak dadanya sendiri seraya katanya kepada tuan rumah yang masih tinggal berdiri:
"Kalu aku bawa dia ke Jawa boleh sekali bukan?"
"Memang boleh" kata si Bataw 7 sembari meringis.
"Nah, bilang, berapa angkau mau?"
"Sunggu mati taw-ke, saya keluarkan uang 2000 ringgit buat dapat ini nona Hiang Nio, tae ke taw-ke di sini berebut mau piara dan sudah taro harga 3000
ringgit." Berpikirlah Oey Se, 3 atau 4000 perkara kecil, apa guna uang banyak kalu tiada dipake, lagi orang hidup jarang sampe 100 tahon, ach! Uang panas dari Vigni. Setelah mendapat pikiran itu lalu katanya:
"Hah, aku bayar 3500 ringgit, bagimana sekarang?"
Sebab si bataw cumah goyang kepala saja, maka Oey Se berkata lagi:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seperti lelang ini, "Nah, 4000 ringgit."
Si Bataw diam sebentar, kamudian katanya dengan suara sebagai orang susah:
"Ya...apa boleh buat, sebetulnya saya masih merasa berat, tapi sebab saya tau taw-ke ada kaya besar maka saya suka kasih Hiang Nio pada taw-ke, yaitu supaya nona Hiang Nio dapat senang sampe di hari tua, nah, nona terima untung saja, ini taw-ke sekarang jadi suamimu."
Nona Hiang Nio dengan malu malu rupanya datang samperin lalu bersoya pada Oey Se yang bales itu dengan hati yang tiada terbilang girangnya. Tadinya Oey Se mau menginap di situ tapi ia pikir sebab Hiang Nio sudah jadi isterinya, tiada pantas sekarang ini musti tinggal di rumah begitu, maka ia suru si bataw sediakan kereta rambangan, dan pada Hiang Nio disuru bereskan ia punya barang semua sebab ini malam juga musti pulang ke tumah sendiri.
Tiada lama lagi 3 peti yang berisi barang barangnya nona Hiang Nio sudah dibawa turun dari loteng dan ditaro dalam kereta, Oey Se dandan tangannya Hiang Nio turun dari loteng ketemukan tuan rumah ia kasih sepotong kertas, katanya:
"Ini wissel basarnya 4100 ringgit, besok angkau boleh terima di bank, tapi ada lebih 100, biarlah angkau ambil saja buat pembeli the, nah, selamat tinggal."
Dengan terbongkok bongkok si bataw terima itu dengan senyumnya yang sebagai iblis seraya katanya:
"Owc.weh, taw-ke, terima kasih oweh. Ha, ha, selamat jalan oweh, aaih, nona Hiang Nio selamat ya, biar bisa tumpangin diri ya, ai gelap ini nanti owe ambil lampu."
Sembari berkata ia bawa lampu anter tetamunya sampe naik di kereta, kutika kereta itu hampir berangkat si bataw menjura beberapa kali seraya katanya:
"Baik baik jalan, taw-ke, nona, Kionghi ya sin Kiam cay, wah, kalu begini bagus jalannya, sudah tentu aku musti pergi lagi ke Makau buat jadi culik, curi lagi anak anak perawan yang bagus."
Oey Se jadi senang sekali, dalam kereta yang ada berdamping dengan nona muda yang begitu eilok dan cantik, pengrasaannya sendirilah laki laki dalam dunia ini, lebih lagi girangnya nona Hiang Nio sebab sekarang dirinya sudah terlepas dari kurungan yang boleh membawa cilaka dan nama busuk seumur hidup. Memang juga nona Hiang Nio anak orang baik baik di Macau yang sudah kena ditipu dan dibawa lari ke Singapur oleh itu bataw, sering sekali kejadian sebegitu rupa dengan perampuan perampuan bangsa Macau yang kemudian terpaksa jadi perampuan jahat.
Tiada lama; kereta itu sudah sampe di toko, Oey Se turun sembari memimpin isterinya dan masuk ke tokonya, orang orang di itu toko jadi kaget melihat tuannya pulang membawa satu perampuan muda, tapi semua musti tinggal diam saja, hanya musti turunkan 3 peti barang barang dari dalam kereta yang lantas pergi sesudanya diberi uang sewa, dan barang barang itu musti dibawa masuk ke dalam.
Liwat tiga hari dari watas itu malam, Oey Se bersama nona Hiang Nio turun ke kapal akan berlayar pulang ke Pekalongan. Setelah sampe di rumah sendiri, tentu sekali sang isteri menggusari dia, tapi nasi sudah jadi bubur, lagi menurut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aturan orang Cina boleh beristeri lebih dari seorang jadi si isteri tiada boleh bicara apa apa lagi, hanya ia musti sediakan saja apa apa yang perlu buat bikin feesta merayakan anaknya punya hari bertundangan atau anter panjer namanya.
Begitulah sudah jadi, yang Oey Se membuat feesta, sebagimana pembaca sudah dapat tau di atas ini.
Tiada berselang lama lagi, Oey Se membuat feesta lebih besar lagi, yaitu merayakan hari kawinnya nona Kim Nio dengan Tjoa Beng Sek, pada waktu feesta itu, bukan saja sudah diundang tetamu tetamu orang Cina, tetapi juga orang orang Belanda dan Jawa pun sekalian ambtenaar dan priyai priyai sudah datang mengunjungi feesta itu dan memberi selamat kepada penganten, hingga bukan bukanlah ramenya feesta kawin itu, sebab wayang Makau saja dan cap ji ki satu bulan lamanya, Oey Se tiada pandang ongkos buat meramekan feesta itu, yang mana sampe sekarang belon pernah ada orang membuat feesta begitu besar dan rame.
EMPAT tahon sudah liwat dari apa yang sudah diceritakan di atas, pada suatu hari pada pintu luar dari rumah Oey Se ada tergantung kain putih, dan di depan pintu itu ada dibakar sepotong kayu besar. Itulah tanda ada kematian.
Di dalam rumah ribut suara orang menangis, orang orang itu semua berkumpul di dalam suatu kamer dan rata menangis menghadap pembaringan dalam mana ada terbaring mayitnya Tjoa Beng Sek suami dari nona Kim.
Itu tempo dengan rambut terurei urei nona Kim ada berguling di tanah dengan menangis terlalu amat sedih, ia banting banting dirinya, lebih pula kutika ia dapat lihat di sampingnya ada satu babu tua yang sedang mendukung satu anak kecil umur 3 tahon, yaitu anak dari nona Kim, Tjoa Liem Nio namanya, ia jadi makin keras menangis sesambatan dengan memanggil nama suaminya yang sudah begitu tega hati meninggalkan ia dan anaknya yang masih begitu kecil.
Orang orang yang mendengar ratap tangisnya nona Kim, semua pun turut tumpah aer mata sebab mereras sekali kedengarannya, Oey Se dan isterinya sembari menepes aernya mata membujuk seberapa boleh dengan perkataan lemah lembut kepada Kim Nio supaya ia jangan terlalu bersedihan.
Tetapi Kim Nio tiada dapat dihiburkan kalu di waktu duduk makan, ia lihat suaminya tida ada bersama sama, ia lantas menangis, apa pula di waktu malam, sering Kim Nio tutup mukanya dengan bantal dan menangis sedih.
Dalam hatinya Kim Nio merasa kesepian amat sangat ia rasa seperti hidup sendiri diri di dalam dunia, ia sering lihat berkelibat seperti suaminya masuk ke dalam kamer, ia lekas buru ke dalam, tapi tida ada apa apa, maka menggerunglah ia menangis; sebentar lagi ia dengar seperti suara suaminya memanggil di belakang, ia buru ke belakang setelah dilihat tida ada, ia menggerung lagi menangis, ach! Perampuan memang hatinya kurang taba, di itu tempo yang Kim Nio dapat kesusahan, peng-rasaannya kalu boleh ia pun mau turut mati saja, lebih lagi kutika peti mati dari suaminya dibawa ke kubur, alah, Kim Nio menangis sesambatan seumpama hendak menembuskan bumi rasanya.
Oey Se dan isterinya tiada tega melihat anaknya begitu, maka ia jaga, ia hiburkan ia bujuk bujuk anaknya dengan kartu dengan rupa rupa permainan, dengan bepergian ke lain lain tempat, hingga Kim Nio jadi terhibur juga hatinya yang susah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi adalah seorang yang jadi suka hati mendengar hal kematiannya Tjoa Beng Sek, orang itu ialah regent, ia rasa inilah suatu tempo yang baik akan menyam-pekan niatnya, sebab sudah tida ada yang memalangin. Atsal saja yang punya sendiri diri mau, betul Kim Nio ada tinggal di rumah orang tuanya, tetapi
...ach, anak yang sudah sampe umur tida usah lagi musti taluk di bawah perentah orang tuanya, peri bahasa pun ada bilang: "Cilik anak - gede sanak", apa yang kita mau, boleh lantas dikerjakan, begitulah pikirannya itu regent.
Sekarang tinggal saja musti dicari akal cara bagimana supaya bisa dapat persambungan antara ia dan Kim Nio, ach! Tiada lebih baik pake saja kuasanya aer ludah (jopo = guna-guna) ia dapat ingat khiai Sentono di Dijeng (Dieng), itu orang tua yang masyhur dari pada pekerjaannya jadi dukun besar, kalu perkara pengrangkap buat orang perampuan belon tau gagal, lantas juga regent suruan orang pergi panggil itu dukun.
Tiada berapa hari kemudian, orang suruan itu sudah kembali bersama sama khiai Sentono yang diterima oleh regent dengan sangat suka cita, regent minta dukun itu siang malam musti berdamping saja di dekatnya, kemudian regent lantas ceritakan resiah hatinya dan minta ditulung oleh itu dukun besar.
Dukun itu berjanji mau menulung seberapa boleh, tapi lebih dulu musti ada persumbangan, perampuan perampuan tua yang biasa berdagang itulah yang musti dipake, kalu sudah ada itu, ach! Gampanglah semua, ibarat pintu yang sudah terbuka, kita tinggal masuk saja.
Mendengar itu regent jadi suka hati sekali, ia lantas atur itu, maka kejadianlah ada satu perampuan tua tukang ngeber (cengkau) sering datang kerumahnya Oey Se, orang itu memang dari kebupaten suruan regent, perlunya cumah buat ketemukan Kim Nio, sebab orang itu pandei membuang tingkah dan pintar bicara, jadilah disukai oleh orang orang di rumah Oey Se, Kim Nio pun jadi suka kepadanya, seringkah Kim Nio minta dipijetin oleh itu perempuan tua, nah, sembari pijat itulah si orang tua leluasa beromong omong, pertama tama ia omongin dari hal kesusahannya Kim Nio, kemudian ia puji puji Kim Nio, nona yang begitu eilok, badannya begitu halus kecil molek, kulitnya langsep putih kuning, sayang masih begitu muda sudah musti berpisah dari kepelesiran dunia.
Lama kelamaan hawa terlalu sering digosok gosok hingga jadi tergerak juga hatinya, alah sepuntul puntulnya piso, kalu digosok ya tajam juga. Kim Nio pikir betul juga seperti katanya itu orang tua, ia yang masih begitu eilok, begitu muda, mengapa sudah jadi tersia sia dirinya.
Aduh! Inilah alamatnya angin yang bederu deru membawa asap hitam itu sudah hampir sampe, kalu Kim Nio ingat itu, lantas juga ia dapat ingat suaminya yang sudah tida ada lagi, maka menangislah ia seorang diri: adapun si orang tua yang pande melihat gelagat, ia jadi suka hati melihat halnya Kim Nio, maka buru buru ia kabarkan pada regent.
Khiai Sentono mendengar itu lantas katanya:
"Sekarang itu pintu seudah terbuka, tapi masih juga musti.tinggal bersyabar, buah buah yang banyak disuka oleh orang di sini yaitu buah delima, tapi buah itu musti dibeli dari Batang, dalam buah itu nanti di bacakan jampe dan musti dikasih makan pada itu nona sampe tiga kali, sudah itu barulah Kanjeng sendiri musti berkeramas dan berpuasa 40 kepal nasi, kedua 39 kepal dan seterusnya sampe ke 40 harinya l kepal nasi, dan setiap malam musti membakar kemenyan sembari berdoa, bacaannya nanti saya kasih, paling perlu sekali musti syabar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan sekali kali tiada boleh berdekat dengan orang perampuan. Sesudahnya berpuasa dapat 3 hari musti pergi ketemukan itu nona, tapi lebih dulu musti berdoa dan taro minyak pada alis, minyak itu ada juga pada saya, yaitu minyak perbuatan Sunan Mang-kurat, lagi kalu mau keluar dari pintu akan pergi ke rumah itu nona, musti makan sirih dan musti dibuang di dalam rumahnya itu nona, pada sebelonnya dibuang ampasnya, aernya musti diludahkan dulu seberapa boleh musti biar kena pada pakeiannya itu nona, dari situ lantas tida usah diketemukan lagi kalu belon cukup 40 hari".
Regent itu yang sangat keras maksudnya, turut saja apa yang diajarkan oleh itu khiai, ia suruh orang beli buah delima dan sesudahnya didoakan oleh itu khiai lantas juga disuru itu perampuan tua bawa ke rumahnya Kim Nio.
Sebab Kim Nio sudah kenal baik dengan itu perampuan tua, jadi tiada curiga lagi, hanya dengan senang hati Kim Nio sudah terima itu buah delima, dari wates itu saban minggu itu perampuan tua bawakan pada Kim Nio satu buah delima.
*** SEKALI peristiwa pada suatu hari sedang Kim Nio berduduk menjait seorang diri di galeriy sebelah dalam, sekunyung-kunyung kupingnya berbunyi nging nging, dan hatinya berdebar debar, sementara dadanya senantiasa berkedutan, dalam dirinya dirasa tiada keruan seperti orang bingung, tiada tau bagimana ia jadi sedih dan tiada dirasa aer matanya turun sebagi ujan lebat. Kim Nio sendiri jadi heran hal apa yang sudah membikin ia jadi begitu sedih.
Di waktu makan, ibunya panggil ia, tapi ia tida mau, hanya ia bilang saja masih kenyang, sampe malam di pembaringan pun ia tida bisa tidur, bulak balik saja menggelesahan sementara dalam dirinya sudah dirasa jadi lebih tiada keruan, ia tinggal duduk di atas pembaringan dengan binggung, sekunyung-kunyung ia pelok anaknya dengan tangisnya yang amat sedih sampe tersedu sedu, sampe anak itu yang lagi tidur jadi kaget den mendusin dan pakeiannya basah dari pada aer mata, Kim Nio cumah bisa berkata saja:
"Ach, kasihan anakku!"
Besoknya itu perampuan tua datang lagi pada ini orang, Kim Nio cerita apa yang suda jadi dengan dia di hari kemaren dan paginya juga, apa sebab maka boleh jadi begitu.
Jawabnya: "Ach! Memang seperti nona orang masih begitu muda sudah paksakan diri mau bikin hati sendiri jadi tua, mana boleh, sudah tentu saja jadi begitu apa pula non, pun saya sendiri yang sudah begini tua, alah, sunggu saya langsung ngamuk kalu bapanya anak anak berani tinggalkan saya sendiri di rumah."
Kim Nio tida kata apa apa, ia tinggal diam saja dengan tundukkan kepalanya, tiba tiba ia jadi sedih dan aer matanya turun berhamburan.
Si orang tua jadi girang melihat begitu dalam hatinya ia puji Khiai Sentono betul manjur doanya, pada Kim Nio ia ajak omong omong dan dibujuk dengan perkataan yang boleh menyenangkan hati, tapi sebentar bentar ia putar bicaranya akan membirahikan hatinya Kim Nio.
Liwat dua hari dari apa yang sudah diceritakan, ada berhenti satu kereta pake kuda dua di depan tangga rumahnya Oey Se, satu oppas ada berdiri pegang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
payung yang dibukanya di depan kereta yang dari dalamnya turunlah regent berjalan dipayungin masuk ke rumah Oey Se yang sambut dia dengan hormat dan manis bahasa dan disilahkan masuk ke pertengahan sebelah dalam. Baru saja regent mau duduk di krosi, ia berdiri lagi dan menjura pada orang orang yang baru masuk.
"Tabe nyonya! Tabe Kacung! Aai tabe nona Kim . . .!
Kutika dapat lihat regent, mukanya Kim Nio berobah jadi pucat dan jadi menunduk, tapi ia jadi kaget dan angkat kombali mukanya ketika ia merasa tangannya dipegang oleh regent dengan dikutik kutik pake jerijinya, Kim Nio diam saja, cumah kedengarannya ia membuang napas panjang sekali, tapi ia tida merasa pada bajunya ada titik titik tanda merah dari pada aer sirih yang berlompat dari mulutnya regent, kemudia semua orang rata berduduk dengan muka tertawa tanda suka hati.
Tiada lama lagi, datanglah jongos membawa aer teh dan kuwe kuwe, kutika Oey Se ajak tetamunya dahar kuwe, regent itu berkata:
"Aai, saya makan sirih...as...as! Permisi sobat!"
Ia tundukkan mukanya pada mulut tempolong di bawah meja akan buang itu ampas sirih, tapi cilaka, sebagian dari ampas sirih itu mengenai kainnya Kim Nio sampe dia ini jadi kaget. Regent itu pun seperti kaget rupanya, mukanya jadi merah, seraya katanya:
"Aai! Maafkan nona, sunggu saya ..."
"Tida apa," jawab Kim Nio dengan suara perlahan sekali.
Sesudahnya sedikit lama bercerita cerita sembari dahar kuwe kuwe, regent itu bangun dari krosinya dan minta permisi buat pulang, sekali lagi orang orang bertabeian dan dikutik kutik lagi tangannya Kim Nio dengan jerijinya, maka regent itu keluarlah naik dikeretanya dan berjalan pergi.
Tapi Kim Nio ...aih! tida tau sebab apa Kim Nio masuk di kamarnya dan menangis amat sedih terus saben hari Kim Nio bersedihan saja, ibu bapanya kira ia bersedihan itu sebab kematian suaminya, jadi dibujuknya supaya ia jangan terlalu ingat saja musti jaga diri supaya tinggal sehat dan pandang saja Liem Nio yang masih kecil, kasihan apa nanti jadi dengan itu anak, kalu ibunya senantiasa tinggal bersedihan saja.
Maski bagimana juga orang memberi ingatan, tapi percumah, Kim Nio masih juga tinggal begitu sampe badannya jadi kurus, ingatannya cumah kepingin lari keluar saja dan di matanya terbayang bayang saja rupanya itu regent tiada barang sekejap ia bisa lupakan.
*** TATKALA pada suatu hari si perempuan tua datang ketemukan Kim Nio, ia lantas pura pura bikin dirinya jadi seperti orang berkaget sekali, maka katanya:
"Aai, mengapa beberapa hari ini nona ada begitu sedih?"
Kim Nio tida jawab dengan mulut, hanya ia jawab dengan aer mata yang berhamburan membasahi bajunya. Si orang tua menanya lagi dengan membujuk, katanya:
"Ach, nonaku yang eilok, sungguh hancurlah rasanya hati saya di dalam melihat nona begitu betsedihan, saya sudah terima nona punya budi terlalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak, maka saya senang sekali kalu bisa bantu pikul nona punya kesusahan yang amat berat itu, bukankah nona sampe percaya pada saya, baiklah ceritakan hal apa yang menjadikan nona begitu bersedihan ceritakanlah, supaya jadi lega nona punya hati, lagi barangkali saja saya si tua ini bisa bantu cari pikiran buat kebaikan nona ..."
Kutika Kim Nio tiada juga mau berkata, maka si tua berkata lagi dengan suara perlahan:
"Barangkali nona bersedihan sebab ada suatu maksud yang resiah dan yang dikira tiada bakal menjadi, tetapi jangan kurang pengharapan, barangkali saja Allah nanti kabulkan, coba saja ceritakan, saya nanti pergi kunjungkan keramat keramat yang angker, supaya sigera terkabul nona punya maksud".
Kim Nio angkat mukanya, sembari menepas aer matanya, ia berkata dengan susah, katanya:
"Haaah! ...susah jadi orang," kemudian ia tunduk lagi.
"Mana boleh kata begitu" kata si orang tua dengan bersorot girang. "Nona sudah kira kita saja begitu, tetapi sering kejadian apa yang bermula dikira susah, kemudian gampang saja didapatnya."
"Ya, tapi aku punya...ach, susah!" jawab Kim Nio yang menangis lebih sedih lagi.
Si tua tempelkan mulutnya pada kuping Kim Nio, katanya dengan berbisik:
"Apa sebab suami yang sudah wafat?"
Kim Nio goyang kepala dan tiada menjawab suatu apa. Si tua jadi girang sekali maka ia berbisik lagi, katanya:
"Sekarang saya dapat duga apa yang bikin nona begitu sedih, barangkali
!...a...i...itu orang yang...kapan hari."
"Siapa?" tanya Kim Nio dengan kaget.
"Yang pake kereta."
Kim Nio melompat bangun dan tarik tangannya itu orang tua bawa masuk ke dalam kamernya yang lantas dikonci pintunya dari dalam.
"Siapa angkau mau bilang?" tanya Kim Nio.
Si orang tua jadi kaget, tapi mau atau tida ia musti bilang juga, maka ia tabakan hatinya, katanya:
"Jangan gusar, nona, saya mau bilang ...regent."
Kim Nio seperti limbung, kemudian ia duduk di atas tempat tidur, ia tarik tangannya si tua supaya jadi lebih dekat, maka katanya:
"Begimana angkau boleh tau?"
"Sebab dari Kanjeng datang menenamu di sini, saya lihat nona senantiasa bersedihan saja, apa salah dugaan saya?"
Mukanya Kim Nio jadi merah dan bertunduk sekutika lamanya, sedang si tua awasi n dia dengan mata teramat tajem, kemudian katanya:
"Betul awas sekali angkau ini, Mak!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oeyse Karya Thio Tjin Boen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah, apa saya kata" kata si tua dengan teramat girang. "Memang susah orang muda musti paksakan hatinya jadi tua, syukur nona mau percayakan itu resiah pada saya, jangan selempang saya punya mulut tida bocor, tapi apa betul nona ada cinta pada regent?"
Kim Nio manggutkan kepalanya , seraya katanya:
"Tapi susah sebab lain bangsa."
"Nah, begitu, senanglah saya punya hati, sebab coba nona pikir apa bedanya Cina dan Islam, lagi nona belon tau bagimana bagus agama Islam yang begitu suci, wah, kalu nona sudah dapat tau itu, tentu nona lantas mau masuk Islam dan pergi ke tanah suci naik haji, sudah tentu nona akan naik syorga. Kalu nona percaya sama saya; nona punya maksud itu perkara kecil, saya tanggung musti kesampeian pendeknya nona tau ada saja sama saya, asal saja jangan nona minta ambil atau petik bintang di langit, itu saya tida sanggup, tapi ini perkara ach!...seperti caplok nasi ke dalam mulut begitu punya gampang, memang pantas nona berpasangan dengan regent, alah, sama juga matahari dan bulan rupa, lagi kurang bagimana disembah oleh orang setanah Jawa, tida gampang kalu bukan bidadari yang menyurup (titis) masa ada itu rejeki begitu besar jadi ratu."
Kim Nio jadi bengong mendengar itu semua, tapi si tua senantiasa membujuk dan ceritakan hal agama sampe Kim Nio jadi tergerak sunggu hatinya; kemudian si tua berjanji akan bersanggup akan sampekan itu maksud.
Kutika si tua bilang mau pulang dan janji besok akan kombali, Kim Nio pesan padanya jangan sampe resiah pecah, si tua berjalan pulang sesudahnya terima dari Kim Nio satu ringgit.
Besoknya ia datang lagi dan bujuk lagi pada Kim Nio sembari ceritakan terus hal agama, dari watas itulah Kim Nio dan regent mulai berbales balesan surat yang dibawa oleh itu orang tua.
Oey Se dan isterinya jadi senang sedikit melihat anaknya sudah mulai segar dan suka tertawa, maka kedua orang tua itu lepas saja Kim Nio saben hari duduk berkumpul dengan itu perampuan tua.
*** PADA suatu malam di rumahnya Oey Se ada rame rameian feesta nayub, ronggengnya dipake yang masyhur sekali, nyai Dasiah namanya, semua tetamu rata bersuka hati sekali masing masing angkat gelas minum selamatnya Oey Se yang sudah dapat putera lagi lelaki dari isteri yang muda, yaitu nona Hiang Nio sebagimana pembaca sudah dapat tau, setelah itu, sekalian tetamu lantas mengibing ganti berganti, cuma regent tida datang di itu feesta sebab katanya ada halangan.
Sedang begitu dari dalam rumah ada kelihatan dua orang yang berpakaian serba hitam ada berjalan pelahan pelahan ke belakang meliwatin kebon dan sampelah di ujung kebon yang berpagar tembok pake satu pintu, itu orang buka itu pintu dan lantas dua dua sudah ada di luar pagar, kutika itu di udara ada amat gelap, bintang bintang hampir tiada kelihatan sinarnya, sementara angin malam senantiasa meniup amat dingin, keadaannya amat sepi sekali, cumah kedengaran saja suara balang dan jangkrik dan suara aer yang mengalir di sungai di luar pagar itu: satu dari itu dua orang yang berpakeian hitam, berdehem
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiba tiba dari dalam sungai ada orang sautin, katanya:
"Ehem!...di sini."
O, kiranya orang itu ada di dalam perahu, setelah mendengar itu suara, kedua orang yang di darat lantas turun di tangga dan melompat ke dalam perahu yang lantas didayung ke tengah.
Setelah ada di dalam perahu, satu dari itu dua orang yang di darat dan seorang yang ada dalam perahu jadi berpelokan satu sama lain, cumah kedengaran saja orang berkata kata: "Kim!" "Dhen!"
"Aai...Kim Nio ku yang tercinta sudah lama sekali aku menunggu di sini."
"Ach, Dhen! Hampir saja jadi gagal aku dari pagi ..." Kemudian tida ada kedengaran apa apa lagi, cumah ada kedengaran suara seg segan seperti suara orang menangis dan suara dayung (penggayuh) yang naik turun di atas aer.
*** MALAM itu sudah liwat, maka pagi pagi sekali sudah ada kedengaran suara orang ribut ribut di rumahnya Oey Se, kutika orang bangun pagi pagi di dapat pintu kebon semua tinggal terbuka, dikira ada maling masuk, lantas orang periksa barang barang di dapur dan di dalam rumah, tapi semua tinggal beres sebagimana adanya. Oey Se merasa heran sekali dari itu perkara, lebih lagi ia jadi heran, sebab sampe di itu waktu Kim Nio belon juga keluar dari kamernya, ia lantas suru isterinya pergi tengok.
Astaga! Pintu kamer itu pun suda terbuka, Kim Nio hilang!
"Ach! Binasa! Anakku buang diri di kali!!" teriak nyonya Oey Se sembari menangis keras.
"Apa sudah jadi!" tanya Oey Se dengan gugup. "Kim Nio hilang, barangkali sudah mati buang diri di kali!"
Orang orang jadi lebih kalang kabut, tiada lama lagi di pinggir kali sudah penuh orang dan politie sementara di tengah sungai penuh perahu yang mau cari mayitnya Kim Nio, sampe matahari sudah tinggal di langit belon juga didapat apa yang dicari.
Nyonya Oey Se sudah tida dapat ditahan lagi, ia menangis sesambatan, pun Oey Se sudah hilang sama sekali pengharapannya, maka ia pun menangis juga, hingga jadi riuh rendah suaranya orang menangis di dalam rumah itu. Begitulah memang cinta orang tua kepada anak anaknya, tetapi tiada kurang anak yang berdurhaka kepada orangtuanya, lihat saja itu Kim Nio, orang tuanya di rumah sedang ribut tangisin dia, tapi dia si anak sedang bersenang hati bercinta cintaan dengan si lelaki kecintaannya dengan tiada sekali ingat kepada orang tuanya dan nona Lien Nio anaknya yang masih kecil. Ach! Jahat sekali ilmunya khiai Sentono itu, tapi adakah lebih jahat dari pada suka membuat konci palsu"
Allah itu maha adil. *** REGENT senang sekali, itu boleh dikata tentu, lebih lagi sebab Kim Nio ada bawa juga uang banyak sekali, katanya buat mengamal kepada fakir miskin menurut titahnya Nabi Muhamad supaya kemudian hari ia boleh diterima dalam syorga pada langit yang ketujuh, pun Khiai Sentono dan itu perampuan tua dapat hadiah dan persalin banyak sekali. Beberapa hari kemudian Penghulu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
datang di kabupaten akan nikahkan regent dan Kim Nio yang sudah masuk Islam dan bergelar Siti Fatimah Radhen Ayu Kanoman. "
Mulut manusia lebih nyaring dari pada suara gong itu memang betul, dan asap itu tiada boleh ditutup. Oey Se dan isterinya yang sudah beberapa hari tinggal bermasgul sebab memikirkan anaknya yang hilang yang dikira sudah mati, sudah jadi makanan buaya di sungai, tiba tiba ia dapat kabar dari orang yang boleh dipercaya, bahwa Kim Nio tiada mati, tapi sudah masuk Islam dan sudah dinikah oleh regent jadi Radhen Ayu Kanoman.
Oey Se jadi berjingkrak jingkrak seperti kena di antuk kalajengking kutika ia dengar itu kabar, ia lantas kasih tau pada isterinya yang dua dua jadi menangis sedih.
Bukan bukan marahnya Oey Se, tapi apa mau bikin" Cumah ia bisa berkata:
"Cawa cawa cat!" (anak perampuan memang bangsat).
Oey Se dapat ingat kutika ia bikin feesta nayub, regent diondang tida datang, jadi ini sebabnya, nyata si bangsat dan si sundel sudah berjanji dan si perampuan tua itulah yang jadi tengahnya antara itu dua orang dalam dirinya ia berkata:
"Ya, Allah, ya Tuhan, berat sekali tanganmu menimpa kepalaku, ach! Vigni.
Vigni...O, inilah pembalesannya. Ya Tuhan.. .ampun".
Tapi dalam hatinya Oey Se masih merasa penasaran, ia belon percaya betul itu kabar, maka ia suruh anaknya yang lelaki babah Kacung pergi cari tau lebih terang. Kebetulan sang regent pergi meronda bersama tuan Resident, maka Kacung datang di Kebupaten yang amat lebar sekali perkarangannya dan ada terdiri dua tiga rumah gedong, dengan pertunjukkannya oppas. Kacung masuk di salah satu rumah itu.
Kim Nio alias Fatimah dapat tau yang datang itu sudaranya, lalu ia datang di luar akan ketemukan, serta Kacung melihat sudara perampuannya ada berpakeian seperti perampuan Jawa, lantas juga ia jadi marah, katanya:
"Ach! Busuk sunggu perbuatanmu ini, Kim! Angkau tau apa nanti jadi dengan orang tua kita dari pada perbuatanmu ini, hah?"
Mendengar ini Kim Nio jadi limbung dan jatohkan dirinya di atas suatu bangku divan seraya menutup mukanya ia menangis tersedu sedu, Kacung berkata lagi:
"Sunggu tiada beruntung orang tuaku dapat ini satu anak perampuan geladak, akan menurutkan nafsu hati angkau lebih suka hinakan diri sendiri begitu rupa, angkau masih ada itu muka buat hidup di dunia" Ya... tebal sekali kulit mukamu ini, geladak!"
Kim Nio menepas aer matanya dan angkat mukanya seraya memandang kepada sudaranya, katanya:
"Cung! Cung! Ingat sama siapa angkau ada bicara, cukuplah angkau katai n aku, tapi aku sudah jadi begini, ya apa boleh buat...aku tida bisa..robah lagi."
"Tutup mulutmu, anjing!" teriak Kacung dengan lebih marah lagi. "Aku tau sama siapa aku ada bicara, yaitu dengan seorang perampuan hina sisa dunia, lebih baik lekas turut aku sekarang pulang ke rumah, masih angkau boleh dapat ampun, ayoh!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tida bisa," jawab Kim Nio dengan suara susah.
"Angkau tida bisa?"
"Sunggu Cung, tida bisa."
"Begitu" Nah, dari sekarang terputuslah tali persaudaraan antara kita orang, muga muga Allah nanti kutuk angkau!"
Kacung keluar dari pintu dan berjalan pergi, sedang Kim Nio menangis keras, sebab ada juga rasa menyesal di dalam hatinya atas perbuatannya yang sangat tiada patut itu. Baru sekarang ia bisa menyesal, tetapi percumah, Cina tanggung Jawa wurung mati tergantung di awang awang (udara). Peribahasa pun ada bilang: "Sesal dahulu pen-dapetan, sesal kemudian tida ada gunanya."
Kutika Kacung sampe di rumah ia lantas ceritakan pada ibu bapanya bagimana ia sudah bertemu dengan sudaranya. Oey Se jadi marah sekali, ia lantas suru gantung kain putih di depan pintu rumahnya seperti ada kematian, Oey Se upamakan anaknya yang perampuan si Kim Nio sudah mati, lagi dibikinnya boneka rumput dimasukkan ke dalam peti mati yang lantas dikubur di belakang kebon dan di pakein batu bong paiy (batu nisan) dipahat namanya Kim Nio, diupamakan Kim Niolah yang dikubur di situ.
Liwat satu bulan dari apa yang sudah diceritakan, Oey Se dan sekalian anak isterinya naik di kapal dan berlayar akan pergi mengalih ke Betawi, sekalian tanah dan rumahnya yang di Pekalongan semua dijual dilelang, ia punya rumah besar dapat dibeli oleh seorang Cina bangsawan kaum Oey juga.
*** SEBAGIMANA pembaca sudah dapat tau, bahwa Oey Se sudah mengalih ke Betawi sebab ia merasa amat malu dari pada perbuatan ia punya anak perampuan si Kim Nio, sekarang Oey Se sudah bangunkan lagi rumah besar di kampung Cina Kali Besar di Betawi dan dagang besar lebih dari kutika dulu tatkala ia masih berumah di Pekalongan, sebab ia ada kaya besar, maka Betawi pun tiada kurang orang yang bersobat dengan dia.
Oey Se sudah tiada mau ingat lagi pada anaknya yang perampuan yang ia pandang sudah tida ada lagi di dalam dunia, sekarang ia pikirin saja halnya ia punya anak lelaki yang babah Kacung yang sekarang sudah besar dan sedangnya musti beristeri, ia sudah juga berdamikan atas hal itu dengan isterinya, tapi Kacung tida mau terima, ia tiada mau kawin kalu tida ada perampuan yang betul betul ia penuju, pendeknya ia mau cari sendiri satu nona yang terlalu eilok dan cantik buat isterinya dan yang paling ia penuju, kalu belon dapat itu, ia tiada mau kawin biar selama lamanya.
Pada suatu hari Kacung dapat dengar dari sobat sobatnya yang di Senen ada seorang Cina miskin mempunyai seorang anak perampuan yang amat eilok dan cantik hingga susah dicari tandingannya, lagi anak perampuan itu sekarang sedang maja puteri dan belon terima peminang orang.
Kabar ini sudah didengar oleh Kacung dengan sangat suka cita, ia bermaksud mau lihat dengan mata sendiri halnya itu nona, maka cari daya upaya akan sampekan maksudnya.
*** SEKALI peristiwa pada suatu hari, Kacung sedang ada di dalam rumahnya, ia dapat satu surat dari seorang yang tiada dikenal, dalam suratnya orang itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
minta Kacung datang di suatu rumah makan sebab ada kabar perlu sekali buat kebaikannya Kacung.
Kutika terima itu surat, Kacung merasa kurang senang di dalam hati, ada ingatannya tida mau pergi ketemukan, tapi itu surat ada begitu perlu rupanya sampe Kacung kepingin sekali dapat tau maksudnya itu orang, jadi ia suruh kusier pasang kereta akan pergi di itu rumah makan yang ditunjukin di dalam surat. Tuan rumah makan terima Kacung punya datang dengan hormat dan tunjukin di kamer mana tetamu itu ada yang minta Kacung datang. Setelah Kacung masuk di kamer itu. Ia jadi kaget sekali.
"Astaga! Aku kira siapa, angkau Kim yang panggil aku, angkau masih berani datang di sini buat ketemuin aku?"
Kim Nio alias Fatimah jadi girang sekali ketika dapat lihat sudaranya, maka katanya:
"Ach, Cung duduklah! Bagimana Entia dan Encim ada baik"
"Ya! Habis apa angkau mau?" "Duduklah dulu, nanti aku mau cerita." "Ayo lekas, aku tida ada tempo!"
"Aai, Cung! Cung!" berserulah Kim Nio dan mulai menangis sedih. "Dari jauh aku datang cumah sebab kangen pada orang tua, pada si Lien anakku dan pada angkau sudaraku, habis angkau masih juga berkerasan, ai keliwatan sekali, ach!
Kenapa Malaikat maut tida lekas ambil saja aku..."
Kacung melihat begitu jadi dapet rasa kasihan juga, maka ia lantas duduk di krosi dan katanya:
"Sudah! Nah, sekarang bagimana, cuma aku heran, cara bagimana angkau bisa dapat tau aku punya tempat tinggal?"
"Ach, angkau memang baik," kata Kim Nio dengan suara girang. "Apa angkau tida tau yang kecintaan ibu kepada anaknya tida bisa terputus begitu juga ibu kita, kalu ia tulis surat padaku, apa tiada boleh" Tapi aku tida puas hati cumah dapat suratnya saja, aku kepingin ketemu betul betul orangnya, dari itu aku datang sekarang ini."
"Apa angkau punya Jawa..."
"Sudah, aku tau apa angkau mau bilang" kata Kim Nio sembari memutusin bicara sudaranya. "Hal itu tida usah disebut sebut lagi, sudah dasar aku punya untung, cumah harap saja angkau anak laki laki bisa bikin senang orang tua."
"Baik jadi angkau mau datang ke rumah?" "Ya, bagimana pikiranmu?" "Hm, itu tida boleh, Entia boleh muntah darah kalu lihat angkau, tapi sebab angkau begitu sunggu hati, baik, aku nanti tulung, nanti malam aku datang di sini sama sama Encim dan si Lien."
"Angkau baik sekali sudaraku." Berseru Kim Nio sembari pelok sudaranya.
"Tapi jangan salah ya." Kacung lepaskan dirinya dari pelokan sudaranya dan lantas berdiri katanya:
"Nah, Kim aku pulang sampe nanti malam!"
Betul pada itu malam Kacung datang bersama ibu dan keponakannya perampuan akan ketemu Kim Nio di luar taunya Oey Se, sedih sekali pertemuannya itu ibu dengan anak, aer mata yang tumpah banyak sekali, sudah kenyang menangis, lantas bercerita cerita sampe Kacung bilang sudah laat musti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pulang. Tapi Kim Nio dengan nangis nangis minta nona Lien ia punya anak, tinggal buat temankan ia di ini malam.
Permintaan itu dikabulkan juga, maka jadi Kacung saja dengan ibunya yang pulang.
Besoknya Oey Se baru keluar dari pintu lantas datang seorang Selam kasihkan satu surat padanya, yang lantas disuru Kacung baca; Kacung jadi kaget sekali, sama sekali ia banting banting kaki dengan marahnya, katanya:
"Tia! Cilaka besar sudah jadi dalam ini rumah, tadi malam ia sudah bawa lari si Lien Nio dan tadi pagi dengan pertulungan kapal ia sudah berangkat pulang ke Pekalongan!"
"Ha!" teriak Oey Se dengan kaget dan napsu. "Itu geladak sudah datang curi anaknya dari rumahku, ayo cari! Darimana jalannya."
Kacung diam saja sebab sudah merasa dia punya salah, kemudian katanya:
"Mungkin sudah lama Kim Nio bersembunyi di dekat sini dan sudah dapat bujuk si Lien, tentu si Lien jalan dari jendela kamer buat turut ibunya minggat."
Oey Se pikir boleh juga begitu, maka ia tida mau ambil pusing lagi, dalam hatinya ia pikir, cucu perampuan yang tida pake kita punya she (nama kaum) bukan kita punya darah, biara apa dia punya suka boleh bikin, cumah pada Kacung dipesan jangan sampe orang luar dapat tau ini perkara.
Nyonya Oey Se kaget sekali kutika ia dengar itu kabar, tapi Kacung hiburkan seberapa boleh, familie luar persetan sama dia, guna apa dibuat pikiran.
*** ANTARA orang orang Cina yang banyak berumah di Senen, ada juga seorang Cina miskin penghidupannya dari pada menjual tawhu dan piara babi, orang itu Tjan Pu namanya, isterinya sudah lama meninggal dunia dan tinggalkan seorang anak perampuan Tjan Song Khiauw namanya yang amat eilok sekali parasnya, jarang didapat keduanya lagi anak gadis yang begitu eilok pada zaman cerita ini Pada suatu hari yang nona Song Khiauw ada di kandang sedang piara babi, masuklah seorang selam kuli Banten (orang Bantam) pikul aer katanya:
"Nona, Encek di luar suruh saya pikul aer bawa kemari."
"Ya, bawa kemari, masukkan di dapur, lu tau tempayan, nah, tuang di situ."
"Yang mana, nona, tempayannya?"
Nona Song Khiauw masuk ke dapur dan tunjukkan itu tempayan, nona Song Khiauw kasih pada si Banten uang tembaga satu sent yang terima itu lantas pergi menuju ke pinggir kali, sembari mandi dan ganti pakeian, ia berkata pada diri sendiri:
"Alah, pundakku sampe lecet, tapi tida mengapa, kalu aku tida pake ini akal, di mana bisa ketemu itu nona yang begitu eilok dan boto, tiada salah seperti katanya sobat sobatku sunggu eilok sekali barangkali Ong Ciauw Koen7 yang menjelma, aduh! Aku lebih suka mati kalu tida bisa dapat itu nona buat isteriku, sunggu aku Oey Jin em she (tida mau jadi orang she Oey) kalu tida bisa dapat dia, baik sekarang juga kasih tau pada ibuku."
"O! kiranya orang itu ialah Kacung alias Oey Sek Lan puteranya Oey Se, yang sudah menyaru jadi kuli Banten pikul aer cumah buat dapat lihat rupanya nona
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Song Khiauw, sekarang ia merasa penuju sekali pada itu nona, maka kutika ia sampe di rumahnya lantas juga ia kasih tau pada ibunya yang lantas pergi lamar itu nona, ach! Dasar jodo, maka hal itu sudah dibikin dengan gampang sekali.
Tiada lama kemudian, Oey Se bikin feesta besar sekali akan merayakan hari kawinnya ia punya anak Oey Sek Lan dengan nona Tjan Song Khiauw.
Dari watas itu Oey Se dan sekalian kulawarganya ada hidup dengan beruntung sekali di Betawi. Nyonya Oey Se sudah lama tiada dapat kabar dari anaknya yang perampuan di Kim Nio alias Fatimah, cumah yang belakangan sekali ia tulis surat pada ibunya akan memberi tau, bahwa suaminya yaitu regent Pekalongan sudah pensiun yang gantikan dia anaknya yang nommer dua dari Padmi, dan yang paling tua jadi Patih di Pekalongan juga, pun ia punya anak nona Tjoa Lien Nio sudah masuk Islam dan dapat sama sudara tiri.
*** KIM NIO alias Fatimah bekas Radhen Ayu Kanoman, maski ia sudah jadi Islam tapi masih juga ia suka berkenalan dengan nyonya nyonya Cina yang panggil dia Radhen Ayu. Juga ada banyak orang orang Cina lelaki perampuan yang sudah dibujuk oleh Fatimah dan masuk Islam, maka sekalian mualap itu sekaliannya ditulung oleh Radhen Ayu Fatimah orang modal akan berdagang, ada juga yang turut tinggal di Kabupaten dengan tiada bekerja suatu apa, tapi dapat penghidupan cukup dan senang sekali hingga di antaranya ada juga yang dapat titel Radhen.
Pada suatu hari Radhen Ayu Fatimah datang bersanja dibekas ia punya rumah dulu yang sekarang sudah dipunyai oleh seorang hartawan kaum Oey juga yang memang ada bersobat baik dengan dia.
Nyonya Oey bawa Fatimah jalan jalan di kebon, di situ ia dapat lihat suatu kuburan pake batu bongpaiy yang dipahatkan ia punya nama Cina, yaitu Oey Kim Nio anak dari Oey Se.
Fatimah jadi kaget sekali, dalam dirinya ia berkata:
"O, ayahku pandang, bahwa aku ini sudah tida ada di dalam dunia, yaitu sudah mati dan dikubur di sini."
Kutika Fatimah pulang sampe di rumahnya ia lantas jatoh sakit keras sekali, sebab kaget melihat kuburannya sendiri, suaminya yaitu regent pensiun panggil dukun dukun dan doktor yang pande buat tulung dan obatkan Fatimah, tapi semua percumah, sampe pada suatu hari baik Fatimah sudah tiada dapat di tulung lagi, kepandeiannya dukun dan doktor tiada kuat menangkis tangannya Malaikat maut yang kuat sebagi besi menekam dadanya Fatimah hingga melayanglah jiwanya ke dunia yang baka.
Oey Kim Nio alias Fatimah bekas Radhen Ayu Kanoman, puteri dari sudagar besar Oey Se sudah mati...
Cumah setiap malam sampe beberapa bulan lamanya di kuburannya Fatimah orang dapat denger suara perampuan menangis, dan merintih, katanya:
"Gatel! Gatel! Gatel!!!!"
Sebab itu, orang bilang akan Fatimah itu. Cina tanggung-Jawa wurung-mayitnya tida diterima oleh bumi.
TAMAT Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
PERINGATAN Barang siapa tuan tuan pembaca yang sudi ini cerita, haraplah seboleh-boleh ambil kiasnya, yaitu bagaimana orang yang suka berbuat jahat, yang mana achirnya pun menerima pembalasannya juga. Amin!!!
Pisau Terbang Li 6 Pahlawan Padang Rumput Karya Liang Yu Sheng Pendekar Kidal 16
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karya : Thio Tjin Boen Sumber : Dimhad Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ atau http:// http://dewikz.byethost22.com/
Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia Thio Tjin Boen dilahirkan di Pekalongan pada 1885 dan meninggal pada 1940
di Bandung. Selain sebagai novelis, Thio Tjin Boen dikenal sebagai wartawan dan penerjemah. Dia juga pernah bekerja sebagai editor di beberapa surat kabar antara lain Taman Sari, Warna Warta, Perniagaan (1926-29), dan mingguan Moestika yang didirikan di Semarang pada 1927. Novel buah tangannya cukup banyak. Salah satunya dimuat dalam antologi ini, yakni Cerita Oey Se (1903).
Karya-karyanya yang lain antara lain Njai Sumarah dalam dua jilid (1917), Sie Tjaij Kim (Nona Kim) dalam tiga jilid (1917), serta karya adaptasi dari La Dame aux Camelias, dll.
Cerita Oey Se, yaitu satu cerita yang amat endah dan lucu yang betul sudah kejadian di Jawa Tengah.
(1903) Oleh Thio Tjin Boen
SELAMAT KEPADA PEMBACA Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
MATAHARI sudah miring ke sebelah kulon orang-orang dessa yang tadi memacul di sawahnya sekarang sudah berhenti bekerja, sembari isap roko dan pacul di atas pundak marika itu berjalan pulang ke dessa bersama-sama dengan anak gumbala yang iringkan kerbonya, angin gunung yang meniup berdengung dengung ada bercampur dengan suaranya ayer yang berjalan di kali kena langgar batu batu besar, adalah seperti suara naga menyembur, orang-orang perampuan di dalem dessa yang tau waktu sudah sore, sudah masuk di dapur akan menyediakan barang makanan buat suaminya yang baru pulang dari sawah, sedeng anak anak rame bermain main di jalan. Sementara itu pada jalanan di bawah gunung yang amat teduh adalah berjalan seorang lelaki yang tinggi besar dengan menggendong bungkusan di belakangnya menuju ke seblah wetan, dari sebab kancing bajunya dibuka hingga baju itu jadi geleberan ketiup angin, tangannya yang tiada berhenti menyusut keringat pada mukanya, kakinya yang kotor dan celana hitam seinggan1) dengkul, 1)Sebatas. (Peny.) nyata sekali orang itu, orang jauh dan sudah berjalan Seantero hari, sekarang ia menoleh ke kiri ke kanan akan mencari tempat buat menginap sebab hari sudah jadi sore Sedeng orang itu berjalan perlahan perlahan sekali ia mandek, ia lihat di depannya ada satu anak kecil yang pegang layangan, ada pun begitu aneh keadaannya la-yangan itu sebab kertasnya dipake uang kertas bukan kertas layangan sebagimana biasa, dengan teramat sangat merasa heran dalam hatinya, ia lalu samperin anak itu dan menanya katanya:
"He, kacung, dari mana kau beli layangan ini?"
Jawab anak itu, "Bukan dapet beli, tapi bapa saya yang bikin."
"He, ajaib," kata orang itu di dalem dirinya. Cara bagimana seorang kampung yang miskin bisa bikin layangan dan dipakenya kertas uang" Tentu ada rasiahnya, ah, baik aku tanya lagi pada ini anak; "Hei, kacung di mana bapamu sudah beli kertas macam ini?"
"Saya tida tau, bapa," jawab anak itu. "Tapi di rumah masih ada banyak sekali, 2 keranjang penuh terisi kertas semacam ini, apa bapa mau bikin layangan buat bapa punya anak?"
"Ya, di mana rumahmu" Coba anter aku ke sana," berkata orang itu dengan suara gumetar.
Kedua orang itu berjalan masuk ke dalam kampung, di situ cuma ada terdiri 2-3 rumah gubuk yang buruk sekali macamnya, pada seputernya tempat itu melainkan gunung saja yang kelihatan dengan puhunannya yang amat rapat, pada seputar kampung itu ditanamnya puhun bambu kecil yang jadi seperti pager dan pake satu pintu, kedua orang itu masuk ke itu pintu dan lantas suda ada di dalam perkarangan dari itu rumah, 2-3 ekor anjing keluar dari kolong rumah sembari mengonggong, sementara itu keluarlah dari dalam salah suatu rumah itu seorang lelaki yang memandang kepada itu anak sembari menunjuk kepada orang yang ada di rumahnya, katanya: "Tu'pa bapa saya".
"Aai, man," berkata orang itu. "Saya datang kemari dari tempat jauh, perlunya saya mau pergi ke Wonosobo, tapi sampe di sini, hari sudah jadi sore, jalan lebih jauh saya tida sanggup, tulunglah paman kasih saya pinjam tempat buat ilangkan cape semalam ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang yang punya rumah diam sebentar, kemudian katanya: "Paman orang jauh, marilah duduk, eh, anak anak ambil tiker, ya ...kalu perkara menginap boleh sih boleh, cumah saya tida punya tempat yang baik buat paman berbaring."
"Ah, tida mengapa," kata si tamu sembari duduk di tikar, dan pulung tembako pake daon kelobot. "Asal ada tempat buat ini malam saja meneduh jangan sampe kena embun "itu sudah cukup, besok pagi pagi saya boleh meneruskan perjalanan ke Wonosobo."
Sementara keluarlah seorang perampuan bawa 2 cangkir aer kopi dan 1 piring gula aren yang diatur di tikar, maka kata si tuan rumah: "Marilah paman minum kopi, paman tentu aus ya, cumah inilah tida ada apa-apa temannya, minumlah."
Si tetamu minum itu dengan enak, sembari bercerita memandang ke seblah kulon melihat matahari turun, memang matahari di waktu sore bagus sekali kelihatannya lagi tiada terlalu menyakiti mata, hingga orang boleh membuka matanya besar besar akan memandang matahari itu yang sebagi bola besar sedang turun perlahan perlahan ke belakang gunung dan kirim cahayanya yang merah kekuningan sampe kepada gunung dan lembah, maka saolah-olah sekalian itu ditutup belaka dengan emas, lebih nyata lagi kalu orang lihat pada puncak puncak puhunan yang kena sinar itu, hingga daon dan dahan sekaliannya mengkeredap bergumirlapan cahyanya sampe memakan ke tempat tempat yang jauh.
Tiada lama kemudian hari sudah jadi gelap segala barang sesuatu yang tadi kelihatan begitu nyata sekarang sudah tiada tampak lagi sebab layar hitam yang amat halus besar dan lebar sudah mulai turun sampe ke bumi, maka akan melawan cahya gelap itu dipasang oranglah satu pelita, setelah itu masuklah orang-orang itu ke dalam rumah yang pintunya lantas ditutup, di dalam rumah sudah disedia makanan buat ganjel perut, yaitu nasi merah yang keras sekali dengan pepesan tempe dan gorengan ikan welut (lindung) maka kata si tuan rumah:
"Man, terimalah seadanya, tau inilah kebiasaan orang di dalam utan, lain seperti di kota."
"Wa, saya jadi bikin susah sama Tuan rumah."
Maka sekalian orang yang ada di dalam rumah si tuan rumah bersama anak istri dan itu tetamu rame rame duduk sila berkuliling akan bersantap, enak sekali dan mesum caranya orang orang itu makan, nasi merah yang keras itu di kepal kepalnya dan ditetal di sambel lombok tengis yang dicampur oncom, ramelah suara mulutnya bercrop crop dan huh-hah sembari mengucur aer mata sebab kepedasan, tangannya yang kotor itu bukannya dicuci dengan aer, tapi diusap usapkan di sarungnya, memang jarang didapat ada orang Selam2 kalu makan mulutnya tiada berceplak hampir semuanya begitu. Setelah habis bersantap lalu minum kopi sembari isap roko, maka mulailah si tetamu berkata:
"Tadi di jalan saya dapat lihat paman punya anak main layangan, ah lucu sekali itu anak, apa layangan itu paman sendiri yang bikin?"
"Ya," jawab si tuan rumah sembari mesem. "Betul itu layangan saya yang bikin, iseng iseng buat anak main."
"Tida kira paman begitu pande bikin layangan, sayang saya sendiri tidak bisa bikin."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya juga mau bikin layangan, tapi di kota orang pake layangan besar besar, kalu 20 lembar dari kertas ini belon cukup buat bikin satu layangan."
"O! Paman suka juga adu layangan, nah ambillah secukupnya kertas ini."
"Bukan, apa paman mau pake lagi ini kertas?"
"Tida, pake buat apa..."
"Nah, kalu begitu, biar saya beli saja semua, bagi-mana?"
"Ah, paman main main ini."
"Masa, betul eh saya mau beli, tapi semua itu lembar saja, satu lembar seduit." "Betul betul..." "Ya!"
Semua orang itu tertawa, maka kata nyonya rumah kepada tetamunya: "Apa betul." "Betul paman."
"Nah baiklah, kebetulan duitnya besok saya mau beli apa apa."
"Betul," kata si tetamu dengan suara gumetar dan mata mendelik bahwa sangat girangnya. "Nah, itunglah ada berapa lembar semua."
Si tuan rumah lalu itung itu kertas, tapi orang dusun tida tau itungan maka dibantu itung oleh si tetamu yang sesungguhnya satu Cina toto yang sudah lama sekali tinggal di Pekalongan. Oey Se namanya. Sebab itu ia pandei omong Jawa, lebih lagi di itu tempo ia berpakeian cara orang Selam maka orang tida kira bahwa orang itu satu Cina adanya. Setelah habis diitung, si tetamu yaitu Oey Se suru tuan rumah cari lagi barangkali masih ada, si tuan rumah rasa juga begitu, sebab ada harganya ia lalu cari lagi sana sini, ada yang ditempel di dinding rumah, itupun disuru kope sampe habis semua bersama itu layangan juga dibeli, sama sekali ada satu jumlah beberapa ribu lembar, maka sekarang Oey Se dapat harta kira kira kurang lebih f 5-000.000 (lima milliun rupiah) tapi sebab di dusun tiada kenal itungan, maka ia dibayar saja f 14.
Si tuan rumah jadi kaget lihat duit begitu putih sebab uang f 14 buat orang miskin begitu ada besar sekali harganya, lebih lagi si Oey Se jadi lemas dan merasa tida karuan di dalam dirinya, bahwa sangat suka hatinya ia berkata sendirian "Ha, go cay ka ti lay - go cay ka ti lay".
Waktu itu sudah jauh malam, si tuan rumah sudah masuk tidur, Oey Se lalu bungkus semua kertas itu di buntelannya, sudah itu lalu ia baringkan dirinya di tiker, tapi bagimana juga ia pejamkan matanya tapi tida juga bisa pules, sebab kepalanya penuh dengan rupa rupa pikiran, achirnya ia beringat, buat apa susah susah kalu ada uang cukup di tangan, cumah heran dari mana ini orang dapat itu kertas uang semua.
Sekalian pembaca pun tentu mau menanya juga begitu, ya" Na, di bawah inilah pembaca akan dapat jawaban dari pertanyaan itu.
Tuan rumah itu Merto namanya sesunggunya bukan orang baik, ia ini orang jahat, adapun sering terjadi terbitlah kejahatan sebab kekurangan, begitu juga sesudah jadi dengan si Merto yang miskin dan sangat bodo itu; seorang yang belon merasa kena susah, ia tiada akan bisa menimbang kejahatan atau pelanggaran yang terjadi karena orang yang hilap, sebab sangat kekurangan, orang yang bodo tiada berpelajaran niscaya kurang bisa membedakan perkara baik dan jahat; perkara timbang menimbang ada jauh sekali dari pada orang yang begitu, sebab hatinya gelap, dari pada pikiran yang gelap tida akan terbit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perkara baik, itu boleh dikata tentu. Kekurangan sering menjadikan hati nekat dan kemudian menerbitkan perkara jelek; begitu sudah jadi dengan si Merto, kutika ia sudah terlalu kedeseh, tida ada satu pekerjaan yang boleh memberi hatsil di waktu ia kena susah, maka nekatlah pikirannya.
Sekali peristiwa pada suatu hari adalah liwat di situ seorang Ollanda (Belanda) dengan seorang kulinya yang pikul 2 peti kayu, sampe di itu kampung si kuli kena sakit perut hingga tida bisa meneruskan perjalanannya, kepaksa si Tuan cari lain orang buat gantinya; orang pengganti itu ialah si Merto, lalu ia pikul itu peti dan ikut tuan itu berjalan dari belakang, si Merto dapat menduga bahwa isinya dalam peti itu tentulah uang banyak; sebab beringat begitu, maka timbullah pikiran jelek dalam hati si Merto yang ingin sekali merampas uang itu.
Setelah perjalanan marika itu sampe di suatu hutan besar napsunya si Merto makin jadi, tetaplah hatinya, bahwa inilah waktu yang baik akan merampas uang dalam peti itu, maka perlahan perlahan ia cabut golok dari pinggangnya sembari tunda pikulannya di tanah, lalu ia hampirkan tuannya yang tiada menduga suatu apa, ah dasar takdir, maka dengan tabahkan hatinya si Merto memanggil: "n'Doro!"
Baru saja tuan itu menoleh, goloknya si Merto yang amat tajam sudah sampe di lehernya, yang lantas juga rubuh ke tanah sembari mengucap:
"God!" Matanya si Merto seperti menyala, lalu ia hantam lagi ke 2 kalinya, maka kepalanya tuan itu seinggan leher melompat terpisah dari badannya, si Merto segera menggali lobang buat tanam mayit itu. Setelah itu si Merto berjalan perlahan perlahan menunggu hari jadi malam, barulah ia pulang ke rumahnya.
Sesampenya di rumah, pertama ia minta istrinya jangan ribut, lalu ia buka itu peti dengan paksa, setelah terbuka, sama sekali si Merto jatoh terduduk lemas, sebab isinya dalam peti itu bukan seperti yang ia sudah harap, hanya isinya pakeian dan kertas potongan banyak sekali (itu dia uang kertas) uang perak dan tembaga cumah ada sedikit saja kira kira f 10 lebih, tadinya ia mau bakar saja itu kertas semua, tapi entah bagimana ia lantas dapat pikiran lain ia mau pake kertas itu buat menutup lobang lobang pada dinding rumah, begitulah sudah jadi kekayaan yang sangat besar itu yang didapat dengan lantaran meniwaskan jiwa sesamanya manusia sudah didapat oleh lain orang, yaitu oleh Oey Se sebagimana pembaca sudah tau.
Memang harta itu tiada boleh diburu, kalau bukan bagiannya, maski sudah di hadapan mata ya boleh lolos, maka baiklah orang musti sabar dan musti tunduk kepada nasib, sebab kaya dan miskin itu sudah ada dengan takdir, tida ada satu kuasa di dalam dunia ini yang melebihi kekuasaan Tuhan, hal si Merto itulah harus dibuat tuladan orang banyak. Tapi maski begimana juga adanya, manusia hidup di dalam dunia musti rajin bekerja dan berrichtiar, sebab tida ada satu barang yang boleh didapat dengan tiada mengeluarkan keringat lebih dulu.
*** MALAM hari sudah liwat, perlahan perlahan fajar yang hitam itu sudah terangkat naik dari muka bumi, maka tampaklah cahaya merah di udara pada sebelah wetan, burung burung pun sudah keluar dari sarangnya beterbangan dari satu ke lain cabang puhun, sambil kasih dengar bunyi suaranya yang amat merduh, seolah olah memuji kebesaran Tuhan yang telah memperlindungkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekalian machluknya di dunia ini hingga berselamat dan dipanjangkan umurnya sampe liwat malam itu; orang orang yang merasa masih ada napasnya sudah rata berlalu dari pembaringannya, orang orang perempuan dengan berkeridong kain lebar atau kain panas sudah masuk di dapur nyalakan api, maka berkumpullah orang orang jongkok berkuliling api itu akan melawan syethan angin, pun Oey Se turut juga berkumpul di situ.
Tiada lama kemudian, aer dalam teko yang di atas api sudah mateng begitu juga ubi singkong yang ditambus,3 maka dengan senang orang orang itu minum kopi dan makan ubi bakaran.
Setelah itu mata hari sudah kirim sinarnya yang angat, segala benda yang tadi tertutup oleh pedut3 sekarang sudah nyata kelihatan, sedang orang orang perampuan bawa bakul terisi beras pergi ke pancuran dan anak anak sudah pergi ke kandang keluarkan kerbonya yang digiringnya ke sawah, maka Oey Se yang sampe sekarang masih menyaru seperti orang Selam lalu keluarkan 25
uang tembaga dan kasihkan itu pada si Merto, sesudahnya berjabatan tangan dan ambil selamat tinggal lalu ia pikul bungkusannya kemudian ia keluar dari kampung itu akan meneruskan perjalanannya, tetapi bukan ke Wonosobo seperti sudah dimaksudkan, hanya ia balik lagi ke Pekalongan.
Sebagimana pembaca sudah dapat tau, Oey Se itu satu Cina toto adanya, ia tinggal berumah di kampung Cina passar Keplekan dalam kota Pekalongan, sudah lama sekali ia tinggal di sana dan sudah beristeri juga, daripada isteri itu ia dapat dua orang anak lelaki dan perampuan, tetapi Oey Se itu ada miskin sekali, pencariannya membeli dan menjuwal kopi, ia bilang hendak pergi ke Wonosobo yaitu hendak membeli kopi, tapi sekarang ia urungkan niatnya itu, sebab ia telah beruntung dapat itu uang kertas dari si Merto sebegimana sudah diceritakan di atas ini: pada fikirannya buat apalah sekarang ia musti siksa lagi dirinya kalu sudah ada uang begitu banyak, bukankah lebih senang tinggal diam di rumah sendiri"
Masa itu matahari sudah mulai tinggi aer embun yang jatoh semalam dan yang sampe sekarang masih ada tergantung di ujung daon kena sinarnya matahari jadi ber-gumirlapan seolah olah intan yang dihamburkan, kupu kupu dan kumbang banyak beterbangan di sini sana akan mengisap sarinya kembang yang penuh di sepanjang jalan pada lereng lereng gunung semua itu bagus sekali di pemandangan, tapi Oey Se tiada memperdulikan itu semua keeilokan dunia, sebab hatinya penuh dengan kesukaan dan kegirangan yang orang tiada sanggup ceritakan itu, kalu ada sayap ia kepingin terbang saja supaya bisa lekas sampe ke rumahnya dan kepingin lantas banggain saja kekayaannya di hadepan istrinya yang tentu jadi girang sekali dan akan menyatakan kegirangannya itu tentu sekali ia pelok cium suaminya: tapi sebentar saja ia dapat pikiran lain, lebih dulu ia mau goda istrinya, sebab pada pikirnya:
"Aku sudah dapat harta ini ada dengan susah payah musti berjalan begitu jauh meliwatin gunung gunung dan hutan besar, kalu di jalan diterkam binatang buas atau dipegat begal, tentu jadi habis perkara, sekarang akupun musti bikin ia cape lebih dulu, kemudian barulah kasih ia senang bersama sama aku kepingin tau bagimana nanti tingkahnya, biar lebih dulu aku terima ia marah dan cubitin badanku, sebab pada kamudiannya tentu sekali ia obatin tapak pencubitnya pada kulit badanku dengan pelok ciumnya, ha, ha, ha!"
Sama sekali Oey Se dapat ingat pikirannya yang barusan, ya itu hutan besar, begal dan lain lain, tapi setelah mendapat harta itu ia melainkan ingat saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hendak bersuka cita, tapi kepada yang memberi harta itu ia tiada ingat sama sekali, maka setelah beringat begitu, Oey Se lalu bersojah ke atas langit dan berlutut di pinggir jalan akan memuji syukur kepada yang telah memberi harta itu, yaitu kepada Tuhan pokoknya rachman dan rachim, dan muhun juga diperlindungkan atas perjalanannya supaya selamat bisa sampe ke rumah.
Sudah habis berdo'a, ia lalu bangun berdiri dan berjalan terus.
*** SORE SORE isterinya Oey Se sudah tutup pintu dan sudah berbaring bersama anak anaknya, maski sudah lama sekali nyonya Oey Se berbaring, sedang anak anaknya sudah tidur pules, tapi ia sendiri belum juga bisa pules, sebab dalam kepalanya penuh dengan rupa rupa pikiran, ia bebalik sana sini juga percumah sang pules tida juga menghampirkan dia, maka lalu ia bangun kebut kebutin dengan selimut akan mengusir nyamuk; setelah itu ia lalu berduduk bengong di atas pembaringan sembari awasin anak anaknya yang tidur dengan senang, ia lihat muka anak anak itu bersih terang, lebih lagi anaknya yang perempuan yang memang amat eilok dan manis sekali, ia jadi senang juga dalam hatinya, maka dengan membuang napas panjang katanya pada diri sendiri:
"Eilok sekali parasnya anakku ini, ah, anak sunggu jelek sekali peruntunganmu, sebab ayahmu terlampau miskin, coba kali tida begitu, niscaya angkau boleh beruntung mendapat suami cakap dan berharta, sekarang ini lain sekali, maski orang takut akan kemiskinan orang tuamu ..."
Bicaranya itu terputus sebab ia menguap dan lehernya jadi lemas dan mukanya jadi tunduk, tapi ia angkat lagi kepalanya dengan kaget sebab ia dengar ada orang mengetok pintu, pada pikirnya, tentu orang yang mengetok pintu itu sudah kesalahan: sedang berpikir begitu, terdengar lagi suaranya orang ketok pintu lebih keras, sebab begitu ngantuknya jadi hilang dan ia lalu menanya:
"Siapa itu di luar?"
Jawab yang di luar: "Aku!"
Nyonya Oey Se kenalin suara itu suara suaminya, maka dengan merasa heran ia turun dari pembaringan buka pintu kamar dan berjalan keluar menuju ke pintu sembari menanya lagi: "Siapa, kau siapa?"
"Aku, ah!" Jawab yang di luar
"Oey, Se!" "Ya! Buka". Nyonya membuka pintu, setelah dilihat, betul saja suaminya yang lantas masuk ke dalam dan pasang lampu di meja, sembari mengancing lagi pintu istrinya menanya:
"Kenapa kau sudah pulang apa sudah beres?"
"Apa beres?" jawab Oey Se sembari banting bungkusannya di meja dan duduk di bangku dengan bikin muka asem. "Beres, apanya yang beres?"
"Ai! Mengapa angkau?"
"Mengapa apa?" "Bukankah angkau pergi ke Wonosobo...?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya." "Na ya, dan..."
"Dan ...Apanya lagi dikata."
"Alah! Habis bagaimana?" menanya lagi istrinya dengan kuatir.
"Sudah! Uang habis aku buat main," berkata Oey Se sembari banting uang f 2.25 di meja, "Nah, ini tinggalnya!"
"Aduh, tobaat! Teriak isterinya dengan mengucur aer mata. "Angkau berani main, ah. Matilah anakku tida makan ini sekali!"
Ia lalu jatohkan dirinya di tanah dan menangis meng-gerung-gerung. Sekutika itu anak anaknya jadi kaget bangun lalu keluar samperin ibunya yang sedang menangis berguling di tanah, maka kata ibunya sembari pelok anak anaknya:
"Ah, anak, bapamu seperti mau bunuh angkau semua, ah, Oey Se, keliwatan sekali a...angkau."
Anak anak itu turut menangis sembari panggil panggil ibunya, hingga jadi rame suara orang bertangisan: melihat itu semua, Oey Se seperti dikitik kitik rasanya kepingin tertawa, maka katanya:
"Sudah, tida guna angkau menangis, sudah begitu sudah, apa mau dikata uang habis cinggal habis apa tida boleh dicari lagi?"
"Diam!" treiak istrinya. "Cari cari, ah! Dimana angkau mau cari, ah, ah."
"Apa! Angkau kira aku begitu tiada berguna, tida bisa cari uang sunggu kau mau?"
"Tutup mulut, lebih baik! "
Aai, angkau tida percaya ... Berkata Oey Se sembari lemparkan selembar uang kertas di hadepan isterinya. "Nah, angkau mau." Si isteri lihat selembar kertas berkembang. Ia lalu pungut serta dilihat, aduh ...f 1000. Ia jadi kaget, belon sampe ia berkata kata, Oey Se sudah lempar lagi dua lembar, seraya katanya:
"Mau lagi" Nah! Tuh ambil, 'nih jumput, nangis saja bisanya, hih, monyet asu teles, lagi?"
Si istri yang masih mengembeng aer mata jadi tertawa dan sembari susut aer matanya ia bangun berdiri, maka katanya:
"He, he, dari mana angkau dapat ini?" "Sudah, tau diberes."
"Wala, olo olo," berkata istrinya sembari buka ke dua bahu tangannya lalu pelok suaminya dan diciumnya. "Manis angkau ya."
"Nah, begitu baru patut." kata Oey Se sembari susut pipinya yang basah kena aer mata istrinya." Ha, ha, ha!"
"Sebetulnya saja dari mana angkau dapat ini Se?" menanya isterinya sembari duduk di krosi dan pangku anaknya. "Apa masih ada banyak?"
"Tuh, bungkusan penuh, lain kali nanti aku ceritakan."
"Wah, kainku besok. Cek!" kata anaknya yang perampuan.
Berkata anaknya yang lelaki: "Topi sama sepatu."
Kata pula isterinya: "Giwang barlian, gelang mas, dan..."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Alah, pakeian saja diurus," kata Oey Se. "Pikir dulu, apa musti kerja dengan uang begini banyak. Orang tau kita memang orang miskin, jangan sampe orang cem-buruin kita punya uang dapat mencuri."
Waktu itu sudah jauh malam, anak anak sudah pergi tidur lagi, Oey Se lalu ceritakan hal ichwalnya pada isterinya dan suru isteri itu musti tutup rasiah, lagi dengan uang itu baik dibuat dagang saja, bermula buka toko kecil, kemudian gampang boleh dibikin besar, yaitu supaya orang luar tiada cemburuan, si isteri yang cuma tau barang mas intan pun musti mengaku, bahwa perkataan suaminya itu benar sekali adanya Liwat berapa hari dari apa yang sudah terjadi, Oey Se sudah tinggal di rumah lain, yang ada sedikit besar dan buka toko kecil, tokonya itu ada di hadepan passar yang setiap hari rame sekali orang berjalan pergi datang, makin lama tokonya jadi makin besar dan berdagang banyak rupa macam barang.
Lama berkelamaan namanya Oey Se sudah dikenal banyak orang pada segala tempat sebagi satu sudagar yang besar sekali, segala barang yang musti dijual oleh toko toko kecil dan di lain negeri, hampir semua musti dipesan dari toko Oey Se, rumah rumah sewaan pun ada banyak Oey Se punya, lagi ia sudah bikin satu gedong besar sekali buat ia pake sendiri, rumah itu sudah dibikin menurut model rumah bangsa Europa, dasarnya semua dari batu marmer ada punya perkarangan lebar, taman bungah yang luas, empang tempat piara ikan, puhun buah buah ada segala rumah itu yang tinggi besar dan bagus ada sembabat sekali dengan perabotnya yang halus sekali perbuatannya, krosi meja, kaca, pigura, lampu besar besar pot-pot Jepang yang halus, semua itu diatur rapih menurut cara aturan rumah tangga orang
Europa, orang taksir bahwa paling sedikit Oey Se musti pake uang f 200.000, buat jadikan itu semua; rumah itu sampe ini hari masih ada berdiri, tetapi telah dipunyai oleh lain orang yaitu tuan tanah Gringsing (Krengseng).
Oleh karena itu semua, maka banyaklah orang besar besar yang jadi sobat kerib dari Oey Se, malumlah "ada gula ada semut" tapi kebanyakan antara sobat itu hanya saja bersifat manusia sesunggunya berhati ular, sebab dalam dunia ini melainkan harta juga dipandang orang, jarang sekali ada orang yang bersobat dengan lantaran cinta kaseh tiada dengan lantaran memandang harta, memang begitulah sudah adat dunia, maka tiada salahnya yang orang sering berkata, bahwa dunia ini pendusta besar yang sekali-kali tiada boleh dipercaya.
Akan tetapi Oey Se itu seorang amat cerdik pada segala bangsa ia suka berkenalan tiada pilih tinggi dan rendah, kaya dan miskin hanya sama rata diperbuat olehnya, sebab itu orang banyak puji padanya, dan segala orang suka sekali menulung kalu saja Oey Se perlu akan pertu-lungannya itu, lagi sebab banyak bercampur dengan manusia, Oey Se jadi tambah pengetahuannya dalam hal yang perlu. Oey Se bukan saja berdagang di Pekalongan, tapi di Singapore dan lain lain tempat ada juga perseronya, juga dengan pertulungannya sobat sobat bangsa Europa, sedikit sedikit ia bisa juga pesan sendiri barang barang terus dari Europa. Anaknya yang lelaki biasa disebut orang si Lanang sudah dikirim pada seorang baik dan kemudian supaya bisa membantu ayahnya bekerja, sementara anaknya yang perampuan diajar saja dari rupa rupa pekerjaan orang perampuan.
*** Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
PERISTIWA pada suatu hari Oey Se sedang ada di dalam rumahnya tengah berduduk di atas suatu krosi panjang sembari membaca suatu buku hikayat zaman dahulu kala, sebab asyik membaca hingga ingetannya sama sekali ada pada itu buku maka kagetlah ia kutika seorang budak memberi tau, bahwa seorang tuan bangsa Europa minta ketemu padanya.
Oey Se berlalu dari krosi sembari angkat kaca yang menempel pada hidungnya dan taro itu bersama buku di atas meja, lalu ia berjalan keluar, sampe di pertengahan sebelah luar ia dapat lihat seorang Blanda sedang berduduk menghadap ke pintu luar yang setelah mendengar secara orang berjalan di belakangnya, lantas berbalik dan bangun berdiri dengan menjura, katanya:
"Apa ini hari saya ada begitu beruntung dapat bertemu dengan taw-ke4 Oey Se?"
Mendengar perkatannya, melihat rupanya yang cakap bercambang tebal warnanya kuning mas dan sikap tubuhnya -yang tegap ada dikenakan pakaian yang perlente, nyata sekali ia seorang bangsawan, maka dengan cepat Oey Se sambut tangannya itu tuan yang diganyang ganyang-kennya seraya katanya:
"Tiada salah, tuan, saya inilah Oey Se, silahkan duduk tuan."
Kedua orang itu berduduk berhadap hadapan, belon sampe bicaranya apa apa lain, Oey Se sudah suguhkan serutu kepada tetamunya yang lantas terima dan isap itu dengan enak; maka katalah Oey Se:
"Saya merasa beruntung sekali yang seorang bangsawan sebagi tuan suda sudi kotorkan kaki akan datang kerumah saya yang buruk ini, apakah saya boleh dapat tau juga perkara apa yang tuan hendak percayakan pada saya?"
"Saya datang di Pekalongan perlu hendak membeli buah kopi, saya dapat kabar bahwa sobat ada punya barang itu."
"Betul" jawab Oey Se dengan perlahan. "Tapi ini sekarang tiada ada begitu banyak, kalu tuan bisa syabar menunggu lagi beberapa hari..."
"O, boleh sekali, sekarang saya ada tinggal menumpang di rumah makan, saya sampe percaya pada sobat, maka nanti sore saya mau kirim uang pada sobat, sebab di rumah makan ada banyak orang, jadi kurang baik."
"Terima kasih yang tuan suka percaya pada saya tapi uang apa yang tuan mau kirim suru saya simpan?"
"Uang mas, sobat saya selempang orang jadi cemburuan melihat saya ada begitu banyak uang mas, lagi sebab di sini saya dapat kabar ada banyak maling."
"Ya, itu betul, sebab begitu, saya suruh tulung simpan tuan punya uang itu dan tuan tida usah selempang apa apa."
"Na, nanti sore saya datang lagi bersama itu uang, sobat!"
"Baik, tuan." Dua dua bangun berdiri. Sesudahnya bertabean, tuan itu lantas berangkat pulang ke rumah makan tempat ia menginap.
*** SEBAGIMANA sudah di janji, pada itu sore tuan itu datang lagi dengan kereta yang lantas disambut dengan hormat oleh Oey Se, sesudahnya bertabean, tuan itu minta orang angkat 2 peti besar dari dalam kereta, dua orang hamba dari Oey
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Se lantas angkat itu peti satu persatu di bawa masuk ke dalam rumah yang diikut dari belakang oleh Oey Se dan tetamunya. Sampe di dalam Oey Se silahkan tetamunya berduduk, maka katalah Oey Se:
"Sekarang itu dua peti terisi uang mas sudah disimpan di dalam kamer saya sendiri, hingga tuan tida usah chawatir apa apa."
"O, sebab itu juga saya sudah minta sobat tulung simpan itu."
"Lagi ada saya mau bicara pada tuan, saya harep di ini malem tuan suka terima saya punya hormat di meja makan, ya seadanyalah kebiasaan orang Cina."
"O,..." "Juga saya dapat rasa menyesal sedikit, sebab saya tentu lebih merasa beruntung kalu tuan tiada bermalem di rumah makan, tetapi bermalem saja di sini pada saya."
"Terima kasih, memang bermula pun saya sudah ada ingetan akan menumpang saja bermalem pada sobat, tetapi jadi kurang baik di mata orang banyak yang nanti menduga jelek pada kita orang, cumah sebab sobat punya budi yang manis itu, maka ini malem saya mau terima saja sobat punya undangan pesta makan."
"Saya senang sekali yang tuan suka terima saya punya undangan yang sudah dibikin tiada dengan sepertinya, nah, saya rasa tuan punya kereta itu baik disuru pulang saja dulu akan membawa kabar pada tuan yang empunya rumah makan."
"Saya turut saja."
Kereta itu sudah berangkat pergi dengan perjanjian pukul 9 akan kombali ambil itu tuan, setelah itu seorang hamba datang memberi tau, bahwa hidangan sudah diangkat. Oey Se bangun dari krosinya dan dengan hormat ia silahkan tetamunya masuk ke pertengahan belakang di situ meja sudah ditutup buat dua orang, lampunya dipasang terang sekali, prabot makan semua bagus mengkilap, dua dua lalu berduduk di krosi; tuan itu jadi bengong melihat di suatu pojok ada teratur gamelan dan sudah sedia sekalian wiyaganya, di luar itu penuh dengan pot kembang yang menghamburkan bau bauan amat sedap mempenuhi udara.
Kutika mulai bersantap, nyatalah bahwa makanan itu boleh dibilang nommor satu sekali dan minumannya amat halus, lagi gamelan itu mulailah dipalu orang dengan perlahan sekali membawa lagu "Pulo ganti" yang amat merdu sekali hingga suaranya sebagi orang berbisik bisik.
Tuan itu sangat merasa heran, sebab ia belon pernah mendapatkan di waktu makan, ada dikasih dengar suara gamelan, tapi ia merasa senang juga dan lega hatinya.
Pada waktu makan buah buahan, ronggeng yang dari tadi tinggal duduk saja, lalu bangun berdiri dan mulai menari, membelit belit badannya sebagai ular lemas sekali dan sebentar bentar menyanyi menurut lagu gamelan, suaranya begitu halus, begitu merdu bercampur jadi satu dengan suara rebab; alah, blong coponglah lobang kuping terus menerus rasanya, aha, jangan kata orang yang suka tandak, sekalipun bangsa santeri, yah, niscaya berkedutan keras sekali urat uratnya. Memang pada gamelan itu seperti ada setan yang menyandingnya, barangkali itulah rohnya Sunan Bonang, kata orang di Jawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sampe pukul 10 kerameian itu berhenti, tuan itu yang dapat senang hati lalu memberi persen pada ronggeng itu 4 uang ringgit, setelah itu ia bangun berdiri dan pegang tangannya Oey Se sembari membilang terima kasih atas budinya itu, maka keluarlah ia dianter oleh Oey Se naik kereta yang memang sudah ada menunggu, dan lantas juga berangkat pergi; di jalan tuan itu merasa senang sekali dan puji sekalian perbuatannya Oey Se, sampe kereta itu masuk di halaman gedong rumah makan, ia lalu turun dari kereta dan berjalan masuk kedalam kamernya.
*** SETELAH tuan itu sudah pulang, Oey Se masuk lagi kedalam dimana gamelan itu masih terus dipalu orang, dan isteri bersama anak anaknya, tengah duduk bersantap, Oey Se lalu tarik satu krosi panjang ke dekat, meja makan, lalu ia baringkan dirinya di situ, maka katalah ia kepada isterinya:
"Ha, isteriku, bagimana pendapatanmu atas itu tuan yang tadi makan bersama aku?" "Baik sekali dia itu, bukan?" "Ya, chem ...
Oey Se lalu diam dan merasa senang sekali dalam hatinya, maski ini malam isteri dan anaknya laat makan, tapi ia bakal dapat banyak untung dari itu tuan, cumah ia merasa heran, apa sebab itu tuan tida berani simpan uang di dalam kamernya sendiri di rumah makan; apa betul itu dua peti yang sekarang ada disimpan di dalam kamer, isinya semua uang mas, kalu begitu niscaya bagus sekali cahyanya itu mas yang begitu banyak.
"Ah, ya tentu bagus sekali" kata ia dalam dirinya. "Apakah tida boleh aku coba lihat itu, apakah jahatnya kalu orang melihat barang lain orang" Boleh sekali, tapi peti itu dikonci dan anak konci itu dipegang oleh yang punya sendiri, he, apa akal sekarang."
Oey Se membuang napas panjang selaku orang yang bersusah sebab tida kesampean maksudnya.
Tiada lama kemudian anak dan isterinya sudah berlalu dari meja makan dan waktu itu sudah jauh malem, maka Oey Se suruh berhenti saja hal memalu gamelan sebab selempang orang tetangga jadi kurang senang hati tergoda dalam tidurnya. Sekutika itu sudah jadi sepi melainkan adalah koki yang masih bekerja di dapur membersihkan perabot makan yang dipake tadi.
Sekunyung-kunyung Oey Se angkat badannya seraya katanya pada diri sendiri: O, ya, budakku si Drono pandei membuat anak konci, ah, aku nanti coba kepandeiannya."
Setelah berpikir begitu, maka lalu ia berseru memanggil si Drono, sebentar itu juga si Drono sudah datang bersila di dasar dekat krosi yang lantas ditanya oleh Oey Se:
"Angkau kerja apa di dapur?"
"Kulo (hamba) bantu koki, mencuci piring di dapur, Bah gede." "Sudah angkau tinggal disini, aku mau tanya padamu, apa betul dulu angkau sudah tau di hukum buang?"
"Nggeh." "Aku tida mau tanya apa sebab angkau dihukum itu, cumah aku mau tanya apa pekerjaanmu dalam tempat hukuman itu, ceritakanlah."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nggeh katah mawon, baaah gede" (banyak)
"Boso mulih kadi buangan, kowe dorong nyambut gawe opo?" (Sesudahnya pulang dari pembuangan, angkau bekerja apa).
"Boten nopo nopo" (tida apa apa).
"Lho, jare kowe pinter gawe sosi, opo iyo?" (katanya angkau bisa bikin konci, apa betul").
"Nggeh." "Nenggane saiki ono loket ora keno mabuka karang sosine ilang, kepriye opo kowe bisa m'buka?" (kalu sekarang ada peti tida boleh dibuka sebab koncinya hilang, bagimana apa angkau bisa buka).
"Ng'geh saged mawon." (Ya, bisa).
Mendengar ini, Oey Se lalu bangun berdiri dengan hati berdebar debar, dengan tiada syabar lagi ia bawa di Drono masuk ke kamer di tempat mana peti itu ada tersimpan, maka katanya:
"Nah, ini dia petinya, coba angkau buka."
"Ah, ini gampang, bah gede, tapi musti lebih dulu bikin konci palsu dari kuningan, ah, besok satu hari jadi itu, dan besok malam boleh lantas terbuka peti ini."
"Betul?" menanya Oey Se dengan bersorot girang.
"Tentu, bah gede."
Oey Se jadi senang sekali maski sesungguhnya ia sudah tiada syabar, kalu boleh ia mau suru bongkar saja peti itu, tetapi tentu jadi rusak dan si tuan yang punya boleh lantas tangkap dia, sebab itu maka seberapa boleh ia syabarkan hatinya akan menunggu sampe besok malam, pada si Drono ia pesan musti hati hati sekali jangan sampe lain orang dapat tau itu perkara yang amat besar bahayanya, sudah itu ia suru saja si Drono pergi tidur dan ia sendiri pun masuk ke dalam kamernya.
*** PAGI PAGI sekali tokonya Oey Se sudah dibuka, tiada lama lagi datanglah bilang ratus orang kampung memikul ubi kentang; kacang dan lain lain masuk ke gudang, memang Oey Se beli itu barang yang dikirimnya ke Singapur akan dijual di sana, tetapi itu ubi kentang dan lain lain cumah buat tutup mata politie, sebenarnya yang banyak dipikul orang orang itu ialah buah kopi, sebab dari situlah Oey Se bisa dapat untung besar sekali.
Itu tempo Oey Se ada juga berduduk di dalam itu gudang memegang buku dan potlood akan menuliskan berapa banyak barang itu yang dibeli di itu hari, buku begitu biasa dinamain "becipow". Ribut sekali di dalam gudang itu dari suaranya orang begitu banyak, jurutulis yang menimbang barang pake dacin besar senantiasa berseru "lakcap gow pekcap ji" suara itu disambut oleh Oey Se yang lantas tulis angka angka Cina di itu buku pada satu satu orang kampung yang sudah ditimbang barangnya dikasihnya sepotong kertas kecil seperti surat uang dari harganya ia punya barang yang musti diterima dari kassier di toko.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sampe matahari sudah tinggi di langit, barulah di dalam gudang itu jadi sepi sebab sudah ditinggal pergi oleh sekalian tetamunya, melainkan tinggallah beberapa orang kuli yang menjait karung dan lain lain.
Di rumah Oey Se dapetin dua orang tetamu perempuan yang sedang duduk berbicara dengan istrinya, sebab orang orang itu perampuan adanya, maka Oey Se tiada boleh turut campur bicara, sebab itu ia terus saja ke belakang, belon lama ia berdiri di situ, ia dapat lihat si Drono bawa masuk ke dalam suatu kamer satu potong papan kuningan. Oey Se dapat duga apa yang si Drono mau bikin, tapi ia tida bicara satu apa, hanya ia berjalan keluar pergi ke tokonya.
Dalam toko itu ia tida bekerja satu apa, ia duduk saja omong omong dengan jurutulis, tapi sembari beromong hatinya ingat saja kepada itu konci yang sedang dibikin oleh si Drono, ternyata ia kurang senang hati karena takut konci tida bisa jadi dibikin, kemudian ia dapat ingat yang di rumah ada dua tetamu orang perampuan, ia tiada dapat duga apa maksudnya dua orang perampuan itu datang menenamu, sedang begitu sudah datang waktu akan makan tengah hari, maka berkumpullah orang orang di toko yang semua Cina duduk memuterin meja makan dalam mana ada juga Oey Se turut dahar bubur.
Maski sedikit, selamanya Oey Se suka makan berkumpul dengan orang orangnya, kendati di rumah ia nanti makan lagi bersama anak istrinya.
Setelah habis makan, Oey Se lalu berjalan pulang ke gedongnya, di situ ia dapatin tetamunya yang tadi itu sudah tida ada, maka ia hampirkan istrinya hendak menanya apa yang dimaksudkan oleh tetamu tadi, belon sampe istrinya menjawab, datanglah satu bujang memberi tau makanan sudah diangkat, maka tanya isterinya:
"Angkau turut makan?"
"Sudah, aku sudah makan di toko, pergilah angkau makan, tapi ... ah biarlah aku turut makan lagi." Maka lalu ia turut isterinya masuk ke dalam.
Tengah bersantap istrinya berkata: "Itu tetamu tadi mau melamar anak kita."
"O, siapa sih, apa katanya?"
"Isterinya Tjoa Hun"
"O! dia orang hartawan, apa katanya?"
"Katanya, ya biasa saja bagimana mustinya orang bicara kalu minta anak orang."
"Buat siapa?" "Buat Tjoa Beng Sek ia punya anak." "Berapa umurnya itu anak?" "Tujuh belas tahon."
"Ya, boleh jadi, aku juga, tau itu anak muda cakap dan pintar, nah si Kim 15
tahon, habis apa angkau bilang padanya?"
"Aku minta tempo buat berdami dulu." "Ya ... Eh si Drono ..." "Si Drono" Dia di kebon, mau apa?" "Ah, sudah, biar kalu dia di kebon, tapi aku juga penuju si Beng Sek." "Nah, tentu jadi."
"Ya jadiken saja," berkata Oey Se sembari pegang glas aer dan bangun berdiri.
"Ya betul baik jadikan."
"Ya, tunggu dia datang kembali, tanduk (tambah) lagi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah, aku kenyang, ee, sama si Kim jangan omong dulu perkara ini."
"Memang, moso kenoho, pijar" (mana boleh).
*** SEBAGIMANA pembaca sudah dapat tau. Oey Se dengan si Drono sudah berdami pada malam kemarin akan bikin konci palsu buat mencuri buka itu dua peti uang, di itu hari kutika Oey Se dapat lihat si Drono berjalan masuk ke dalam suatu kamer dengan membawa satu potong papan kuningan, ialah sedang bekerja membuat itu konci.
Pada malam itu sehabisnya berdahar kombali dipalu orang gamelan, sedang Oey Se ada berduduk di atas suatu bangku panjang sembari isap cui bun jwe serupa pedudan
Cina. Seketika datanglah si Drono duduk bersila di dasar dekat Oey Se punya tempat berduduk, ia kasih tanda suruh orang itu duduk lebih dekat yang lantas ditanya dengan perkataan. " Apa Kabar!"
Jawabnya dengan suara perlahan "Sudah jadi."
"Sudah?" "Ng'geh." "O," berserulah Oey Se dengan girang dan angkat badannya. "Itu baik Drono, tapi tunggu saja sampe semua orang sudah tidur."
"Ng'geh" jawab si Drono sembari bangkit mau lalu. Tapi Oey Se berkata lagi:
"Ingat, pada itu orang orang jangan bicara satu apa, hah, mengarti?"
"Ng'geh jawab si Drono sembari manggutkan kepalanya dan berlalu dari situ turut duduk berkumpul dengan wiyaga.
Tempo Oey Se beromong dengan si Drono, sekalian wiyaga-itu mengawasin juga kepadanya tapi tida ada seorang yang dapat tau apa yang dibicarakan oleh marika itu, maka kutika si Drono datang lantas juga ditanyakan oleh salah satu wiyaga itu, si Drono menjawab saja dengan pendek, katanya:
"Ora opo opo, mengko esok inyong di kongkon mageri kebon sing sisih beh ng'lor" (tida apa apa, aku di suru mager besok di kebon sebelah kaler).
Orang orang yang memalu gamelan itu sebentar bentar berhenti dan ganti lain lagu, seperti gunung sari (rangsang), gonjang ganjing, rangu rangu, babat kenceng, celuntang, barong dll. Si Drono yang memang pandei mengendang dan uro uro (menyanyi) lalu pegang kendang dan katanya:
"Ah, Gambir sawit pegot." Maka gamelan itu di bunyikan lagi melagukan
"Gambir sawit" si Drono yang pukul kendang.
Lagu itu disebut pegot, sebab tiap tiap dapat satu gong lantas berhenti dan disambung oleh suara orang yang menyanyi, yaitu si Drono juga pake lagu
"dangdang gulo" (musti miring) sampe satu pada lalu diganti lagi oleh gamelan, begitu seterusnya.
Bagus dan merduh suaranya si Drono itu, memang perkara uro uro atau mujo musti dipake orang wetan sebab lagunya tulen betul dan wiletennya sedikit saja mengarang dengan singkat saja, tapi kena semua apa yang dimaksudkan; lain sekali dengan orang Preangan, yang ditirunya nyanyian ronggeng dan lagunya sudah banyak dirobah, hingga jadilah seupama "sayur" kurang garam. Sampe
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
liwat jam 11, maka disudahilah memalu gamelan itu, dan sekalian wiyaga itu sudah pulang, bujang-bujang pun sudah tidur di kamer dapur, pendeknya semua sudah tinggal sepi, melainkan tinggallah Oey Se dan si Drono yang belon masuk tidur, sebab ada suatu hal yang mau dikerjakan olehnya di luar taunya orang lain.
"Loceng buatan Europa yang ada tergantung pada tembok sudah berbunyi 12
kali, sedang di dalam rumah itu sudah jadi sepi sekali, Oey Se lalu tiup lampu dan ajak si Drono masuk ke dalam kamer, pintu pintu semua ditutup, maka dengan tiada syabar lagi Oey Se lalu suru si Drono coba buka itu peti, si Drono turut itu dan masuken anak konci yang ia bikin tadi siang ke dalam lobang konci dari itu peti, ach, bagus sedang betul, pandei sunggu si Drono itu; satu suara
"trek" ada terdengar ...peti itu lantas sudah terbuka.
Melihat itu, Oey Se jadi berdehem, hatinya memukul keras sekali berketak ketik sampe nyata dadanya berombak ombak, hampir ia berseru, tapi ia tahan hatinya, lalu ia suru temannya berlalu, ia sendiri dengan tangan ber-gumetar lantas angkat tutupnya itu peti, serta terbuka ...aduh! Gilang gemilang cahayanya mas sampe sakit rasanya mata yang memandang, sama sekali Oey Se jadi gagu dan berdiri sambil pelok tangan sekutika, tiada tertahan lagi sama sekali ia berseru:
"A . . . ap . . . agooo! Uang mat pukgini moancia ...! Begitu keras ia berseru sampe si Drono jadi sedar dari lelapnya, tapi ia ini tinggal gagu matanya tiada berkesip memandang ke dalam itu peti yang sorotnya seperti api menyala sampe barang barang yang putih di dalam itu kamer jadi seperti dicat merah. Oey Se lalu pegang pundaknya itu orang yang lantas usap mukanya dan urut dadanya, katanya: "Laillah ...!
Oey Se jadi tertawa, kemudian katanya: "Hati hati, Drono! Jangan orang luar dapat tau ini hal, niscaya aku suru angkat kepalamu dari angkau punya pundak itu, mengarti" Na, pergi angkau tidur, besok ada opahmu ya!"
"Ng'geh, kulo nuwun!" maka keluarlah si Drono dari dalam kamer itu yang lantas dikonci dari dalam oleh Oey Se.
Di dalam kamer, Oey Se duduk di satu krosi, ia beringat itu mas begitu bagus, begitu banyak, begitu besar harganya, sayang sekali dipunyakan oleh itu pe kau (monyet putih Europa) tapi apakah aku tiada boleh mempunyai itu"
Begitulah Oey Se sudah menanya pada dirinya sendiri, sekutika lamanya ia berpikir, maka berkatalah dalam dirinya:
"Boleh sekali aku mempunyai dia, tapi ini 2 peti tida boleh dikosongin saja, hanya musti diisi penuh lagi seperti ini, nah, kalu diganti dengan uang perak ...
ya, ya, memang boleh, ini rejeki dari Tuhan jangan ditolak. Tuhan punya tangan sudah bawakan gunung mas padaku-tapi apa nanti jadi dari itu tuan. Ach kasihan jangan nanti ia bunuh diri, betul kasihan, kasihan sekali ... Ach persetan sama dia, mati atau hidup, tida berguna buat aku, ini mas musti jadi aku punya, maka ... ya, coba aku itungkan."
Begitulah memang adat manusia yang teumaha, makin kaya makin suka mengumpulkan uang, makin jadi angkuh tida suka lihat sesamanya dapat sedikit senang lagi tiap tiap manusia hendak berbuat jahat, adalah dalam hatinya seperti orang yang berkata "j a n g a n" yaitulah ingetan suci yang diberikan Tuhan seperti suatu pelita yang kecil sekali apinya akan penerangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
budi akal, tetapi manusia terlalu lembek hatinya tiada kuat menolak penggoda iblis yang menjadikan napsu jahat, hingga jadi gelap gulita seantero ingetannya yang mana api pelita yang kecil itu yang berkelak kelik tiada cukup sinarnya buat memberi penerangan dalam kegelapan yang amat sangat itu, maka binasalah anak manusia yang begitu senantiasa merayap dan salah raba dalam perjalanan kehidupannya.
Begitu juga sudah jadi dengan Oey Se, ia cumah ingar nanti jadi enak jadi senang kalu sudah mempunyai uang itu buat menambah kekayaannya, ia tiada sekali ingat bahwa tida ada suatu apa yang boleh tersembuni dari pemandangan Tuhan; sebab maski dimana juga, sekalipun pada suatu tempat yang cumah seluas leyang semut, Allah itu senangtiasa ada, pun orang Cina ada juga kepercayaan, bahwa Cauw Kun Kong (Toapekkong dapur) setiap hari 3 kali menghadap kehadlerat Maha Besar Tuhan akan merapport atas segala apa perbuatan dan keadaan manusia di dalam dunia; maka adalah suatu peri bahasa: "Musti hati hati di waktu ada sendiri"
Terlalu lama, kita menunda cerita, dari itu baiklah kita kombali. Setelah Oey Se habis berpikir begitu, lantas juga pikirannya itu ia buktikan dengan perbuatan, ia ganti seadannya uang mas dalam dua peti itu dengan uang perak, dan sesudanya dikonci lagi petinya, ia lantas berjalan ke belakang dan lempar konci palsu itu ke dalam sumur, setelah itu ia pergi tidur dengan senang sekali, itu tida usah diceritakan lagi.
***
Oeyse Karya Thio Tjin Boen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
BESOKNYA pukul 8 pagi Oey Se sudah ada di gudangnya bersama itu tuan, yang nyata ada senang sekali, sebab ia lihat dalam gudang itu penuh dengan karung tumpukan yang terisi kopi, dalam dirinya ia berkata:
"Tida kira aku bakal dapat ini barang begini banyak, wah, untunglah aku, niscaya aku punya persero semua akan bersuka hati sekali, akupun niscaya akan dipuji lantaran ini orang Cina."
Setelah berpikir begitu, tuan itu lantas kasih tangan pada Oey Se yang sambut itu dengan ramah sekali, maka katanya:
"Ach, sobat, angkau ini orang pandei sekali."
"Tida jugalah, tuan," jawab Oey Se sembari tertawa. "Hari kapan tuan mau berangkat dengan ini barang?"
"Hari lusa ada kapal yang mau berlayar saya harep hari besok ini semua sudah seleseh termuat sebab malamnya pukul 2 itu kapal akan berangkat."
"Baik, tuan." "Apa sekarang sudah sedia?"
"Sudah." "Nah, lantas kita boleh beritung dari harganya."
Sebegitulah ke 2 orang bicara, lalu keluar dari itu gudang dan berjalan menuju ke gedongnya Oey Se; tiada lama sudah sampe dan masuk di pertengahan, Oey Se silahkan tetamunya berduduk sementara kepada bujang di surunya panggil jurutulis, sedang begitu, Oey Se sudah suguhkan kepada tetamunya serupa minuman yang minum itu perlahan perlahan bersama sama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oey Se sembari bercerita dan isap cerutu seperti kenalan lama. Tiba tiba masuklah jurutulis, maka katanya Oey Se kepadanya:
"Angkau itung ini, jadi berapa jumblah uangnya dan bikin satu kwitantie buat ini tuan."
Jurutulis itu manggut, lalu pergi ke meja tulis, sedang begitu, masuklah dua nyonya Cina yang sembari tertawa menanya kepada Oey Se katanya:
"Encek sudah dahar?"
Oey Se bangun berdiri, jawabnya: "Belon tapi ma'nya si Kim ada di dalam, saya rasa baik enso masuk saja dianter ini bujang."
"Saya", maka masuklah kedua nyonya itu dengan satu bujang ada berjalan di depan.
Oey Se sembari kombali berduduk, menengok kepada jurutulisnya, katanya:
"Sudah?" "Belon." Jawan jurutulis itu sembari mainkan jerijinya di atas papan berhitung (syhui phoa).
Berkata lagi Oey Se kepada tetamunya: "Begitu tuan orang Cina kalu berhitung, ha, ha."
"Ya," jawab itu tuan dengan tersenyum. "Tapi cepat sekali kalu mengitung pake itu."
Jurutulis itu kasihkan sepotong kertas kepada Oey Se yang kasih kombali kepada itu tuan sembari berkata:
"Sebegini jumblahnya tuan."
"O, ya" berkata itu tuan sembari lihat itu kwitantie. "Na, sobat suru angkat saja itu peti bawa kemari supaya saya lantas boleh bayar."
Oey Se jadi terkejut sedikit tapi ia ini memang taba sekali hatinya, maka ia berlalu dari krosi dan perintah dua orang pikul itu peti bawa datang. Setelah itu peti datang, itu tuan lantas keluarkan konci sedang Oey Se merames tangannya sendiri, tapi ia tunggu saja apa yang akan jadi dengan syabar. Sama sekali itu peti terbuka, tapi aduh . . itu tuan melompat dan berseru keras sekali, kemudian ia tinggal berdiri diam seperti kena disamber kilat, sedang pada jidatnya keluar titik titik besar aer keringat, dan matanya tinggal memandang kepada Oey Se dengan tiada berkesip, tapi Oey Se tinggal syabar tida berobah barang sedikit aer mukanya, maka katanya: "Mengapa tuan?"
Itu tuan diam saja, cumah dengan telunjuknya ia menunjuk kedalam itu peti, Oey Se berdiri dari krosinya dan paksakan matanya akan melihat ke dalam itu peti sembari katanya:
"Ya, ini uang banyak, mengapa tuan jadi begitu kaget melihat tuan punya uang sendiri?"
Tuan itu memandang lagi kepada Oey Se dengan tajam sekali seperti mau lihat tembus ke dalam hatinya, dengan mengertak gigi dan usap jidatnya dengan tangan, ia berkata:
"Ini peti saya punya, tapi uang...bukan!" "Begitu" Habis siapa punya ini "Saya rasa ada maling sudah bongkar ini peti." "Terima kasih, tuan! Di ini rumah saya tida ada maling, saya tida mengarti bicara tuan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya isi dalam ini peti uang mas, tapi ... sekarang jadi uang perak!"
"Ajaib! Maka boleh jadi! Apa tuan tida keliru?"
"Ach! Berseru itu tuan dengan membanting kaki "Saya sendiri yang taro, begimana boleh keliru toch!"
"O! jadi ...uang mas?"
"Ya, God...!" "Mengapa jadi uang perak, aneh betul ini." "Ya,ya, yaaa, ...orang sudah pake konci palsu buat buka ini peti, dan tukar uang mas itu dengan pe..."
"E, orang tida begitu gila!" treiak Oey Se sembari putuskan bicaranya itu tuan.
"Peti ditaro disini, tapi konci tuan pegang sendiri, sekarang tuan mau tuduh orang jadi pencuri, terima kasih! Lantas saya boleh dakwa tuan di hadepan hukum!"
Tuan itu tinggal diam sedang ingetannya sudah jadi kalang kabut sekali, ia pikir dalam hal ini tida ada bukti hingga ini perkara jadi gelap sekali, betul dalam hatinya ia duga pasti Oey Se punya perbuatan, tapi mustahil Oey Se begitu kaya hingga ada mempunyai uang perak begitu banyak buat tukar itu uang mas, ya apa boleh buat, uang sudah ada dalam tangan bangsat tentu tida gampang boleh didapat kombali; maka katanya:
"Nah, sudah suru orang angkat saja itu peti ke dalam kereta, dan itu kwitantie sobat simpan saja dulu."
Peti itu sudah ada dalam kereta, itu tuan lantas pake topinya dengan tiada permisi lagi ia berjalan saja keluar dan melompat ke dalam kereta yang lantas dilarikan, Oey Se balik masuk ke dalam maka katanya:
"Cawlang, besi co li ki si! Modaro mono arep ora (orang busuk, mau mati pergi mati)
*** LIWAT dua hari apa yang sudah diceritakan, Oey Se naik perahu bersama banyak barang bekelan pergi ke tengah laut di mana ada kapal besar sedang berlabuh menunggu muatan, serta sampe, Oey Se lantas naik di kapal bersama barang barangnya, setelah itu, orang orang anter Oey Se turun lagi di perahu dan berdayung menuju di darat sedang Oey Se ada berdiri dan mengawasin dari kapal sembari kibar kibarkan sapu tangan yang disambut oleh orang orang di perahu dengan mengulang ulangkan topi.
Setelah perahu itu sudah jauh. Oey Se lalu naik ke atas dek, sedang ia lihat lihat keadaan di situ, tiba tiba ia dapat lihat itu tuan dengan cepat Oey Se sodorkan tangannya, yang disambut oleh itu tuan dengan dingin sekali. Maka kata Oey Se: "Tiada kira saya dapat bertemu tuan di sini."
"Saya juga," berkata itu tuan yang lantas berobah aer mukanya jadi merah,
"Saya menyesal sekali tida kasih kabar pada sobat yang saya tida jadi beli itu kopi." '"Ach, tida apa, itu perkara kerja, tuan."
"Bangsat!" kata itu tuan dalam dirinya, kemudian katanya lagi: "Sobat mau ke mana ini?"
"Ke Singapore."
"O, saya cumah sampe di Betawi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, jadi kita orang bersama sama, dalam satu pelayaran, tapi sebegitu lama saya belon dapat tau tuan punya nama, apakah saya boleh dapat tau itu?"
Tadinya itu tuan tida mau kasih tau namanya, tapi ia ingat lagi tida mengapa, juga ia sendiri dulu sudah tau tanya namanya Oey Se, maka katanya:
"Saya punya nama Vigni."
"Terima kasih, tuan."
"Na, sobat, sampe ketemu lagi," berkata tuan Vigni sembari manggut dan berjalan pergi.
Oey Se pun bales manggut lantas pergi berdiri di pinggir langkan sembari memandang ke laut, itu tempo tida ada angin, maka aer laut rata diam kalis saja sebagi kaca yang amat bening, di kejauhan ia lihat banyak perahu perahu ikan, tapi daratan tida begitu nyata terlihat sebab jauhnya, Oey Se jadi bengong, ia ingat orang orang di rumah, ia ingat lain lain hal lagi pengabisan ia dapat ingat pada tuan Vigni, maka katanya dalam dirinya:
"Ach, betul taba sekali hatinya orang Europa, dari Vigni saja jadi nyata, ia dapat cilaka begitu besar lantaran si Drono masih juga ia bisa bersyabar, patut sekali dalam segala perkara bangsa Europa itu jadi masyhur melebihkan lain bangsa, hm."
*** BESOKNYA orang orang di darat sudah tidak dapat lihat itu kapal, nyatalah pada malam itu, kapal itu sudah berlayar, sedang pada pagi itu rame sekali orang dan kereta mundar mundir di jalan, terdengarlah di rumah kebupaten ada suara seperti orang yang sedang bersusah hati membuang napas panjang dan kedengaran lagi seperti ada suara orang berkata kata sendirian.
He, siapa itu yang begitu bersusah hati, kita kepingin sekali tau siapa orangnya begitu juga tentu sekalian pembaca, coba kita intip dan dengarin, apa bicaranya"
Na, marilah, hai, tuan tuan pembaca! Jangan takut, biar di rumah kebupaten, kita orang masih boleh pasang kuping. Dengarlah.
"Ach, Kim! Kim! Sungguh teramat eilok sekali angkau ini, kalu angkau ini orang Islam ...ach...niscaya aku datang bersila di bawah kakimu akan minta dikasihani, memang pantas sekali kalu angkau duduk berjejer dengan aku, sekarang tida puas aku cumah dapat pandang dan cium saja gambarmu, aku kepingin dapat pelok cium orang yang punya ini gambar, kalu ini satu malam aku bisa dapat berdamping dengan angkau maka besok aku dipasang dengan 12
senapan pun suka hati ..."
Aai! Regent! Regent Pekalongan begitu tergila gilakan nona Kim Nio anak perampuan dari Oey Se; memang Regent itu ada bersobat dengan Oey Se, maka gambarnya nona Kim yang dengan ayahnya dan ibunya dan sudaranya ada di rumah regent, begitu pun gambarnya regent dan sekalian kulawarganya ada juga di rumahnya Oey Se.
Sudah lama regent itu tergila gila pada nona Kim, tapi tida bisa dapat maksudnya, sebab anak perampuan bangsa Cina tida tau keluar pintu, lagi Oey Se itu orang kaya besar, kendati orang itu berpangkat regent, tida nanti Oey Se mau buat mantu, sebab lain bangsa, kalu sampe ada juga orang perampuan Cina bersuami pada lelaki dari lain bangsa, harus dikatakan orang itu sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiada hargakan dirinya sendiri dan tiada harus dicampuri orang baik baik sebab melanggar aturan hukum adab. Karena itu cara bagimana regent itu berani mengharap cintanya seorang perampuan Cina yang tida nanti membalas cinta kepadanya, boleh dibilang juga regent itu sudah harap jatohnya aer embun tengah hari.
Regent itu yang terlalu suka memboroskan uang, ada miskin sekali, itulah sebabnya ia suka sekali ambil persobatan dengan orang orang Cina, sebab ia tau dengan jalan begitu ia boleh harap akan bisa penuhkan isi kantongnya maski sesunggunya ia tiada begitu suka kepada bangsa itu.
Memang orang Cina tida bisa hidup rukun satu sama lain, hanya bersaingan selamanya, kalu dapat lihat satu orang ada bersobat dengan pegawai negeri, maka yang lain pun mau turut juga ambil persobatan biar dengan jalan menghabiskan banyak uang, hal itu tiada lain cumah mau cari senderan, tapi kalu tawcangnya sudah copot, ia baru merasa kebodoannya sendiri, coba saja siapa antara orang orang yang bersobat dengan segala pegawai negeri tiada terporot dompet uangnya" Antara 10 orang, tentu adalah 12 orang yang jadi begitu.
Tida gampang seorang yang berpangkat besar mau ambil persobatan dengan orang kecil, kalu tida ada yang boleh diharap.
Pun itu regent yang selamanya kekurangan uang, tau juga akal begitu, ia pun tau bahwa Oey Se itu kaya besar, kalu seandenya ia bisa dapat peristerikan nona Kim, ia tentu akan beruntung sekali, sebab bukan saja ia akan dapat isteri yang eilok, tetapi ia akan dapat juga uang banyak sebagian dari hartanya Oey Se; ya bapa dengan anak, maski pada pertama kali si bapa marah, tapi kemudian kalu dapat lihat anaknya bersengsara, tentu hatinya si bapa tiada akan tinggal keras sebagi batu.
Seberapa buasnya macan, tiada akan makan anak, apa pula manusia.
Inilah pengharapannya regent yang pemboros itu, pemadat dan pentopan besar, hingga orang orang menamai dia "Bajingan kimit kimit."
Tapi biar bagimana juga, pengharapan besar itulah senderan bagi orang hidup di dalam dunia, apa yang tida bisa didapat sekarang, barang kali lain masalah.
*** KAPAL yang berlayar dari Pekalongan sudah sampe di Betawi, tuan Vigni bersama penumpang yang lain turun di sekoci tambangan pada sesudahnya memberi tangan kepada Oey Se, seraya katanya:
"Sekarang saya baru bisa percaya sobat, bahwa dunia ini penjusta besar jarang sekali ada perkara yang patut sudah terjadi di dalam dunia ini boleh dibilang semua terbalik jadinya. Dalam perut manusia memang penuh dengan dosa, tida ada satu manusia yang tida tau berbuat durhaka, semua orang berlomba lomba memburu kekayaan, banyak manusia yang berdengki hati kalu melihat sesamanya mendapat senang, ha, ha, ha! Tapi percayalah, sobat, orang begitu tiada akan selamat, jalan orang yang terkutuk, Allah itu maha adil, segala apa perbuatan tida ada yang akan tida dibalas, kita sendiri tida dapat, tapi tiada urung anak cucu kita akan dapat rasain keadilan Tuhan. Ha! ha! ha! ha! sobat, selamat sampe bertemu kombali!!"
Oey-Se sembari pegang tangannya itu tuan, turut juga tertawa, tapi "daek medu" orang Sunda bilang, hatinya seperti dijepit, sampe ia tida bisa berkata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
barang sepatah kata, akan sambut perkataannya tuan Vigni yang sebagi menyumpahi. Oey Se rasain kepalanya jadi pusing dan keringat dingin membasahi tubuhnya yang jadi ber-gumetar, ia merasa juga dosanya amat besar hingga berdiri bulu kuduknya, ia dapat rasa tentu yang segala hukuman yang tertulis dalam kitab "Cu In Giok Lek" akan menimpali semua ke atas kepalanya.
Sebab ingat hal itu semua, maka ia berniat di Singgapur hendak membeli patung berhala "Kam Yang Hut Couw" akan disujudnya setiap hari, supaya kemudian hari ia dapat terlepas dari pada siksa neraka.
Memang manusia yang berdosa, selamanya mau menyangkal dari tuduhan orang tapi kalu sudah merasa betul dosanya, ia lantas mau cari jalan buat mengentengkan dosanya. Tapi itu sudah kasep, semua tiada berguna, orang Cina pun ada peri bahasa kata: "Hek Cwe I, Thian, Bu Se To la" artinya: "Kalu ada berdosa pada Tuhan, tida ada tempat buat minta ampun."
Kasihan itu tuan Vigni, coba lihatlah ia sekarang sedang berdayung dengan perahu ke pantei, kutika ia naik ke darat, datanglah satu tuan yang berpakeian putih dengan mesem ia sodorkan tangannya kepada tuan Vigni yang sambut itu dan digoncang goncangkannya seraya katanya:
"Selamat datang Vigni, kami senang sekali sebab nyata angkau berselamat dalam pelayaran."
"Terima kasih, Pix, angkau bawa juga kereta?"
"Tentu, kami tida mau angkau yang sudah cape musti berjalan kaki, apa lagi ini waktu ada begini panas hawanya."
"Terima kasih, memang angkau sobatku yang paling baik."
"Ha, ha, begitulah satu sobat dari satu persero, nah, marilah kita tunggu di loods sampe itu barang semua sudah beres!"
Kedua tuan tuan berjalan menuju di loods, di situ banyak sekali kuli kuli Banten yang sedang bekerja, hingga jadi rame sekali suaranya. Setelah sudah beres barang barang diangkat, ke 2 tuan tuan Vigni dan Pix naik di kereta yang lantas di larikan, tiada lama kereta itu sudah masuk di suatu pekarangan dari satu rumah besar, ke 2 tuan tuan turun dari kereta dan masuk ke dalam rumah.
Di rumah itulah tuan Vigni dan Pix tinggal berumah.
"Permisi, kami mau ganti pakeian" berkata tuan Vigni dan masuk ke dalam kamernya.
"Ya, kamermu semua tinggal beres," berkata tuan Pix yang berduduk pada satu krosi panjang.
Sedang begitu, satu suara "der" yang kerasa sekali ada terdengar yang membikin Pix jadi kaget sekali, sigera ia memburu ke dalam dari mana suara itu ada terdengar, sampe di depan suatu kamer, ia dapat cium bau obat bedil, Pix jadi pucat, hatinya seperti melompat keluar, dengan gugup ia tolak itu pintu dan melongok ke dalam.
Aduh! dengan senapan di tangan kanan dan satu envelop di tangan kiri tuan Vigni terbaring di atas darahnya yang mengumpyang di dasar. "Aduh! Vigni!
Vigni! Sobatku, ach...binasalah!..." treak Pix sembari menghampirkan mayit itu ia tempelkan tangannya pada hidung, dada dan tangannya Vigni, tapi napasnya sudah tida ada. "Kecil! Kecil! Datang lekas!!"
Si Kecil masuk seraya katanya dengan gugup:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tuan ...tuan!"
"Doctor...sini panggil datang...lekas!"
Sebagi kancil si kecil melompat keluar sedang Pix masih tinggal di dalam kamer: beberapa lamanya ia tinggal bengong, ia dapat lihat envelop pada tangannya mayit, sama sekali ia dapat ingetan, ia pukul kepalanya dengan ke dua jerijinya dan segira ambil itu envelop dan masukkan ke dalam saku celana, sementara itu Doktor datang dan manggutkan kepalanya di hadepan Pix yang tinggal diam saja dengan muka pucat dan mata terbuka besar. Doktor tidak perdulikan itu, ia lalu berjongkok di hadepan itu mayit, sedang begitu datanglah Resident dan Assistant Resident yang lantas menanya kepada Doktor.
Jawabnya sudah mati sebab bunbunannya berlobang bekas pelor jalan.
Dari pada tuan Pix didapat kenyataan yang tuan Vigni sudah bunuh diri dengan tida ada satu sebab.
Besoknya, tuan Vigni yang kemaren sudah bicara dengan muka senang pada Oey Se, sekarang ada diletakken dalam peti ditarik dengan kereta dan diiring ke kubur.
Pulang dari tempat kuburan, Pix ada berduduk sendiri di dalam rumah dengan hati susah sebab nyata aer mukanya gelap dan membuang napas panjang beberapa kali, kemudian ia keluarkan envelop yang kemaren ia simpan dalam saku, ia buka itu dan baca surat yang ada di dalamnya; bunyinya:
"Sobatku Pix!" "Tatkala kami masih ada di dalam kapal, memang kami sudah rasa tiada akan lama lagi hidup di dunia, maka sigera kami menuliskan surat ini akan jadi saksi dari ketulusan hati kami, maka kami harap angkau suka dengar dan timbang baik baik apa yang ada dituturkan di bawah ini."
"Pertama kutika kami sampe di Pekalongan kami dapat tau yang seorang Cina di itu tempat ada jual itu barang yang kita harep lantas juga kami datang di rumahnya itu orang Cina yang kaya besar, setelah seleseh berdami dengan itu orang, kami lantas kirim simpan padanya itu 2 peti uang, sebab kami sampe percaya kepadanya, inilah salah kami. Kutika sampe pada hari yang barang itu musti dimuat ke dalam kapal, kami minta ia keluarkan itu 2 peti yang kami kirim padanya, serta kami buka satu peti,...ach, sobatku! Cilaka sungguh, sebab uang itu sudah berganti sipatnya jadi uang perak semua. Apa kami musti bikin, sebab konci dari itu peti, kami yang pegang" Durhaka, terkutuklah itu Cina, boleh jadi ia sudah gunakan konci palsu buat buka itu peti dan tukar isinya dengan uang perak, tapi ini perkara gelap sekali. Begitulah keadaanku sampe kami pulang dengan tangan kosong, sebab begitu, kami dapat rasa malu akan hidup lebih lama, haraplah angkau sobatku yang tercinta dan bercinta suka ampunkan dosaku, supaya kami boleh tutup mata dengan senang.
Sebab itu Cina masih ada harapan besar buat hidup di dunia, maka kami tiada suka sebutkan namanya, biarlah ia puaskan bersuka suka sebab kami sampe percaya Tuhan tiada nanti lepaskan ia dari keadilannya. Selamat tinggal."
Dari sobatmu VIGNI Yang bercilaka
"Aduh!" teriak Pix sesudahnya membaca itu surat dan menggerung serta tumpah aer mata. "Ach. Vigni! Vigni... sobatku! Cumah ini saja lantarannya, hingga angkau ...ach, memang angkau selamanya baik, mengapa angkau begitu tega membuang jiwa percumah cumah toch uang gampang dicari lagi, ia terkutuk sungguh itu orang.'...Ya Allah, ya Tuhan tunjukkanlah keadilanmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan hukum itu manusia yang amat durhaka! Ha, apa boleh buat... ach...
nasib..." KUTIKA kapal berangkat membawa orang orang dari Betawi, dari orang orang itu Oey Se dapat kabar dari halnya tuan Vigni yang sudah membunuh diri, begitu nyata orang itu bercerita sampe Oey Se jadi gemetaran seperti sudah melihat dengan mata sendiri hal yang amat ngeri itu; ia merasa jadi lebih besar dosanya sebab kematiannya tuan
Vigni yang terjadi sebab ia punya perbuatan.
Pada waktu ia ada sendiri di dalam kamer, ia merasa berkelebatan saja rupanya Vigni berbayang bayang di bulu mata, sampe ia tidur jadi kaget mendusin dengan berteriak teriak, sebab ia rasa sunggu sunggu seperti dapat lihat tuan Vigni datang berdiri di hadepannya dengan badan penuh darah dan tangan memegang bedil sembari berseru seru dan mengancam, Oey Se jadi takut dan lari sekuat kuatnya tapi dari belakang senantiasa dikejar oleh Vigni, sebab sudah terlalu cape, Oey Se tida kuat berlari lari lagi, ia jatoh kesumpat dan berguling di tanah, sementara itu Vigni sudah sampe lalu angkat senapannya mau pukul pada Oey Se, sebab takut, ia berteriak, lalu ia kaget dan mendusin, kiranya ia mengimpi dan sudah ada berbaring di dasar jatoh dari pembaringan, ia lihat di kolong ada gelap, ia jadi mengkirik dan buru buru melompat ke atas pembaringannya, ia tinggal berduduk bengong dengan hati berdebar debar seperti orang yang baru habis lari, dan badannya basah dari pada keringat dingin. Sekutika lamanya baru ia berani berkisar sedikit, seraya katanya:
"Aay...aiy...cikoa. Hampir kepalaku hancur dihantam gagang senapan, hoooo...itu iblis, biar aku nanti sem-bayangin dia."
Sampe pagi Oey Se tiada berani tidur lagi, sebab tiap tiap ia meramkan matanya, lantas kelihatan tupanya Vigni.
Baik juga Oey Se ada sedikit taba hatinya, kalu tida begitu, sudah tentu ia musti dapat sakit demam; sedari itu waktu, selamanya ia merasa kurang senang hatinya, sampe ia naik di darat di Singapur.
Begitu memang kalu orang berbuat jahat, tentu hatinya tida bisa senang, itulah suatu hukuman yang amat besar, biasa disebut orang "naraka" bukan di kolong bumi atau di langit sebagi orang banyak suka berkata, tapi sesunggunya di dalam dunia orang sudah musti dapat rasain hukuman itu.
PADA suatu hari di waktu malam rumahnya Oey Se di Pekalongan ada amat terang dari pada cahaya api lampu yang banyak dipasang, dan ada banyak tetamu yang sedang bermakan minum, antara mana ada tuan tuan Olanda dan priyai priyai Jawa semua sobatnya Oey Se Regent pun tiada ketinggalan.
Oey Se sudah bikin feesta itu, maksudnya akan merayakan: 1. Ia sudah dapat tambah jumblahnya isi rumah dengan satu perampuan bangsa makau
2. Nonah Oey Kim Nio anak dari Oey Se sudah tetap bertundangan dengan babah Tjoa Beng Sek anak dari Tjoa Hoeh.
Itu tempo amat rame tetamu saling sunte angkat gelas champagne minum selamatnya Oey Se yang dapat isteri muda dan nona Kim yang bertundangan; sampe jauh malam, barulah sekalian tetamu itu bubar pulang ke-rumahnya masing masing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Antara sekalian tetamu itu, cumah adalah seorang yang tiada merasa senang hati, orang itu ialah regent Pekalongan yang sembari berjalan pulang ia angkat angkat genggeman tangannya dan mengertak giginya, ia merasa sangat panas dalam hati, sebab sekarang luputlah pengharepannya semua, ia punya ingat ingatan yang begitu bagus, sekarang musti dibongkar semua, bukankah pembaca juga tau, bahwa regent itu sangat tergila gilakan nona Oey Kim Nio dengan tiada setaunya yang punya diri" Tapi sekarang nona yang sangat ia cintakan itu terserah ketangan lain orang.
Kutika pecah kabar yang nona Kim sudah bertun-dangan, kabar ini sudah didengar oleh regent dengan marah besar, kalu boleh ia mau putus saja butir kepalanya itu lelaki yang sudah rebut ia punya kecintaan, hingga ia jadi berseru seru, katanya:
"Akulah musuhnya orang sedunia!"
Tetapi terpaksa ia musti datang ke rumahnya Oey Se kutika trima undangan, yaitu supaya tiada kentara ia benci kepada itu orang, lagi ia sudah terlalu banyak makan rejekinya Oey Se jadi tiada baik kalu ditampik ondangannya.
*** PEMBACA tentu jadi heran, apa ertinya "Tambah jumblahnya isi rumah dengan satu perampuan bangsa Makau?" Ya, memang ini musti diterangkan, di bawah inilah keterangannya.
Bukankah pembaca tau yang Oey Se pergi ke Singa-pur" Na, lagi...ia dapat susah hati lantaran mengimpi kutika ada di kapal, bukan"
Itu dia, maka tatkala ia sampe di Singapur negeri yang begitu rame, begitu eilok, hampir segala keeilokan dunia ada semua di situ, tempat bersuka suka tida usah dicerita lagi, inilah obat penawar bagi Oey Se yang sedang bersusah hati.
Perampuan perampuan kepelesiran memang jadi seperti garamnya di dalam dunia, nah, garam itulah Oey Se mau cari, buat dapat itu tiada susah, Oey Se yang tau betul selak seluknya lantas juga masuk di suatu rumah besar yang berloteng tiga tingkat, tida usah dicerita lagi yang orang orang di dalam rumah itu sudah hormatin Oey Se sebagi hormatin satu raja. Tuan rumah yang disebut Ba taw (kepala sundel)5 datang dengan terbongkok bongkok tunjukkan pada Oey Se gambar gambar dari perampuan perampuan eilok yang ada dalam rumah itu.
Oey Se musti pilih itu dan tunjuk nommor 17.
Tuan rumah itu jadi kaget, maka katanya: "Ha, ha, taw-ke betul awas sekali, ini nona Hiang Nio namanya memang nommor satu sekali, bagus, eilok, kecil, molek . . . ach sudahlah di dunia tida ada dua, lagi ...masih baik, orang semua berebut dia, cumah ia ini baru sekali datang berapa hari ini, sebab baru dibeli di Makau." Oey Se tersenyum katanya:
"Jadi Hiang Nio punya cawan mas masih tertutup rapat belon sekali meles?"
"Ya, begitu, orang berebut tawar, tapi sia sia, nah, sekarang saya mau tau taw-ke dari Jawa berapa berani bayar?"
"Aku mau lihat dulu buktinya."
"Boleh, boleh sekali," kata si Ba taw sembari naik ke loteng diikut oleh Oey Se.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
As...! Kalu mau dikata syorga, ya inilah syorga di dunia, Oey Se berjalan itu ada meliwatin banyak kamer kamer, ada yang terbuka dan tertutup pintunya: yang tertutup ialah ada tetamunya di dalam, yang terbuka menandakan kosong masih menunggu muatan; dari kamer kamer yang terbuka itu keluar bau bauan yang amat sedap yang seumur hidup Oey Se belon tau dapat cium baunya, di rumahnya ia biasa bakar dupa setanggi
Makassar yang kesohor, tapi wanginya, tida ada separonya dari yang ia dapat bauin sekarang, itu saja sudah bikin Oey Se punya hati berketak ketik seperti ada kidangnya di dalam sampe lupa sama sekali sama anak isteri di rumah, apa lagi kutika ia masuk di kamer no. 17, ach! Jadi muda kombali rasanya.
Satu tempat tidur besi yang besar ada terdiri pake kelambu dari kain jala jala yang halus dan terbuka kanan kiri hingga kelihatanlah spreynya dan sarung bantalnya yang putih seperti kembang melati, dalamnya ada tergantung gubaan kembang siantan di tenganya ditaro bunga karang yang basah dari pada aer wangi, baunya lipat ganda harum mempenuhi dalam kamer itu.
Di depan tempat tidur ada tergantung lampu pake kap biru hingga sorot apinya jadi blauw muda, dasarnya di tutup pake permadani tebal. Lian-lian, 6
kaca besar, pigura pigura meja toilet peranti berias, tempat cuci muka dan banyak lagi, pendeknya periasan dalam kamer itu lengkap sekali, lebih bagus dari pada kamer penganten.
Oey Se jadi bengong, tambah lagi kutika nona Hiang Nio datang menghampirkan seraya katanya: "Selamat datang taw-ke, duduklah." Aduh! Itu perkataan "taw-ke" yang keluar dari mulut yang kecil antara bibir yang merah delima lagi gigi yang kecil putih sebagi perak dan rata berbaris; alah, manis sekali, empuk sekali, sampe ingetannya Oey Se jadi melayang les lesan, lemaslah sendi tulangnya, urat uratnya berkedutan dan hatinya memukul keras sekali, Oey Se lalu berduduk dan pada tuan rumah katanya: "Betul sekali" "Ya, apa saya bilang?"
Sementara itu, nona Hiang Nio bawain dengan dua tangan satu cangkir terisi aer the yang masih panas dan amat panas dan amat harum baunya, Oey Se terima dan minum itu dengan enak, tetapi tiada luput matanya tetap memandang kepada Hiang Nio yang teramat eilok sem-babat betul dengan lehernya yang junjang dan badannya yang langsing kecil molek, sama sekali Oey Se tepak dadanya sendiri seraya katanya kepada tuan rumah yang masih tinggal berdiri:
"Kalu aku bawa dia ke Jawa boleh sekali bukan?"
"Memang boleh" kata si Bataw 7 sembari meringis.
"Nah, bilang, berapa angkau mau?"
"Sunggu mati taw-ke, saya keluarkan uang 2000 ringgit buat dapat ini nona Hiang Nio, tae ke taw-ke di sini berebut mau piara dan sudah taro harga 3000
ringgit." Berpikirlah Oey Se, 3 atau 4000 perkara kecil, apa guna uang banyak kalu tiada dipake, lagi orang hidup jarang sampe 100 tahon, ach! Uang panas dari Vigni. Setelah mendapat pikiran itu lalu katanya:
"Hah, aku bayar 3500 ringgit, bagimana sekarang?"
Sebab si bataw cumah goyang kepala saja, maka Oey Se berkata lagi:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seperti lelang ini, "Nah, 4000 ringgit."
Si Bataw diam sebentar, kamudian katanya dengan suara sebagai orang susah:
"Ya...apa boleh buat, sebetulnya saya masih merasa berat, tapi sebab saya tau taw-ke ada kaya besar maka saya suka kasih Hiang Nio pada taw-ke, yaitu supaya nona Hiang Nio dapat senang sampe di hari tua, nah, nona terima untung saja, ini taw-ke sekarang jadi suamimu."
Nona Hiang Nio dengan malu malu rupanya datang samperin lalu bersoya pada Oey Se yang bales itu dengan hati yang tiada terbilang girangnya. Tadinya Oey Se mau menginap di situ tapi ia pikir sebab Hiang Nio sudah jadi isterinya, tiada pantas sekarang ini musti tinggal di rumah begitu, maka ia suru si bataw sediakan kereta rambangan, dan pada Hiang Nio disuru bereskan ia punya barang semua sebab ini malam juga musti pulang ke tumah sendiri.
Tiada lama lagi 3 peti yang berisi barang barangnya nona Hiang Nio sudah dibawa turun dari loteng dan ditaro dalam kereta, Oey Se dandan tangannya Hiang Nio turun dari loteng ketemukan tuan rumah ia kasih sepotong kertas, katanya:
"Ini wissel basarnya 4100 ringgit, besok angkau boleh terima di bank, tapi ada lebih 100, biarlah angkau ambil saja buat pembeli the, nah, selamat tinggal."
Dengan terbongkok bongkok si bataw terima itu dengan senyumnya yang sebagai iblis seraya katanya:
"Owc.weh, taw-ke, terima kasih oweh. Ha, ha, selamat jalan oweh, aaih, nona Hiang Nio selamat ya, biar bisa tumpangin diri ya, ai gelap ini nanti owe ambil lampu."
Sembari berkata ia bawa lampu anter tetamunya sampe naik di kereta, kutika kereta itu hampir berangkat si bataw menjura beberapa kali seraya katanya:
"Baik baik jalan, taw-ke, nona, Kionghi ya sin Kiam cay, wah, kalu begini bagus jalannya, sudah tentu aku musti pergi lagi ke Makau buat jadi culik, curi lagi anak anak perawan yang bagus."
Oey Se jadi senang sekali, dalam kereta yang ada berdamping dengan nona muda yang begitu eilok dan cantik, pengrasaannya sendirilah laki laki dalam dunia ini, lebih lagi girangnya nona Hiang Nio sebab sekarang dirinya sudah terlepas dari kurungan yang boleh membawa cilaka dan nama busuk seumur hidup. Memang juga nona Hiang Nio anak orang baik baik di Macau yang sudah kena ditipu dan dibawa lari ke Singapur oleh itu bataw, sering sekali kejadian sebegitu rupa dengan perampuan perampuan bangsa Macau yang kemudian terpaksa jadi perampuan jahat.
Tiada lama; kereta itu sudah sampe di toko, Oey Se turun sembari memimpin isterinya dan masuk ke tokonya, orang orang di itu toko jadi kaget melihat tuannya pulang membawa satu perampuan muda, tapi semua musti tinggal diam saja, hanya musti turunkan 3 peti barang barang dari dalam kereta yang lantas pergi sesudanya diberi uang sewa, dan barang barang itu musti dibawa masuk ke dalam.
Liwat tiga hari dari watas itu malam, Oey Se bersama nona Hiang Nio turun ke kapal akan berlayar pulang ke Pekalongan. Setelah sampe di rumah sendiri, tentu sekali sang isteri menggusari dia, tapi nasi sudah jadi bubur, lagi menurut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aturan orang Cina boleh beristeri lebih dari seorang jadi si isteri tiada boleh bicara apa apa lagi, hanya ia musti sediakan saja apa apa yang perlu buat bikin feesta merayakan anaknya punya hari bertundangan atau anter panjer namanya.
Begitulah sudah jadi, yang Oey Se membuat feesta, sebagimana pembaca sudah dapat tau di atas ini.
Tiada berselang lama lagi, Oey Se membuat feesta lebih besar lagi, yaitu merayakan hari kawinnya nona Kim Nio dengan Tjoa Beng Sek, pada waktu feesta itu, bukan saja sudah diundang tetamu tetamu orang Cina, tetapi juga orang orang Belanda dan Jawa pun sekalian ambtenaar dan priyai priyai sudah datang mengunjungi feesta itu dan memberi selamat kepada penganten, hingga bukan bukanlah ramenya feesta kawin itu, sebab wayang Makau saja dan cap ji ki satu bulan lamanya, Oey Se tiada pandang ongkos buat meramekan feesta itu, yang mana sampe sekarang belon pernah ada orang membuat feesta begitu besar dan rame.
EMPAT tahon sudah liwat dari apa yang sudah diceritakan di atas, pada suatu hari pada pintu luar dari rumah Oey Se ada tergantung kain putih, dan di depan pintu itu ada dibakar sepotong kayu besar. Itulah tanda ada kematian.
Di dalam rumah ribut suara orang menangis, orang orang itu semua berkumpul di dalam suatu kamer dan rata menangis menghadap pembaringan dalam mana ada terbaring mayitnya Tjoa Beng Sek suami dari nona Kim.
Itu tempo dengan rambut terurei urei nona Kim ada berguling di tanah dengan menangis terlalu amat sedih, ia banting banting dirinya, lebih pula kutika ia dapat lihat di sampingnya ada satu babu tua yang sedang mendukung satu anak kecil umur 3 tahon, yaitu anak dari nona Kim, Tjoa Liem Nio namanya, ia jadi makin keras menangis sesambatan dengan memanggil nama suaminya yang sudah begitu tega hati meninggalkan ia dan anaknya yang masih begitu kecil.
Orang orang yang mendengar ratap tangisnya nona Kim, semua pun turut tumpah aer mata sebab mereras sekali kedengarannya, Oey Se dan isterinya sembari menepes aernya mata membujuk seberapa boleh dengan perkataan lemah lembut kepada Kim Nio supaya ia jangan terlalu bersedihan.
Tetapi Kim Nio tiada dapat dihiburkan kalu di waktu duduk makan, ia lihat suaminya tida ada bersama sama, ia lantas menangis, apa pula di waktu malam, sering Kim Nio tutup mukanya dengan bantal dan menangis sedih.
Dalam hatinya Kim Nio merasa kesepian amat sangat ia rasa seperti hidup sendiri diri di dalam dunia, ia sering lihat berkelibat seperti suaminya masuk ke dalam kamer, ia lekas buru ke dalam, tapi tida ada apa apa, maka menggerunglah ia menangis; sebentar lagi ia dengar seperti suara suaminya memanggil di belakang, ia buru ke belakang setelah dilihat tida ada, ia menggerung lagi menangis, ach! Perampuan memang hatinya kurang taba, di itu tempo yang Kim Nio dapat kesusahan, peng-rasaannya kalu boleh ia pun mau turut mati saja, lebih lagi kutika peti mati dari suaminya dibawa ke kubur, alah, Kim Nio menangis sesambatan seumpama hendak menembuskan bumi rasanya.
Oey Se dan isterinya tiada tega melihat anaknya begitu, maka ia jaga, ia hiburkan ia bujuk bujuk anaknya dengan kartu dengan rupa rupa permainan, dengan bepergian ke lain lain tempat, hingga Kim Nio jadi terhibur juga hatinya yang susah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi adalah seorang yang jadi suka hati mendengar hal kematiannya Tjoa Beng Sek, orang itu ialah regent, ia rasa inilah suatu tempo yang baik akan menyam-pekan niatnya, sebab sudah tida ada yang memalangin. Atsal saja yang punya sendiri diri mau, betul Kim Nio ada tinggal di rumah orang tuanya, tetapi
...ach, anak yang sudah sampe umur tida usah lagi musti taluk di bawah perentah orang tuanya, peri bahasa pun ada bilang: "Cilik anak - gede sanak", apa yang kita mau, boleh lantas dikerjakan, begitulah pikirannya itu regent.
Sekarang tinggal saja musti dicari akal cara bagimana supaya bisa dapat persambungan antara ia dan Kim Nio, ach! Tiada lebih baik pake saja kuasanya aer ludah (jopo = guna-guna) ia dapat ingat khiai Sentono di Dijeng (Dieng), itu orang tua yang masyhur dari pada pekerjaannya jadi dukun besar, kalu perkara pengrangkap buat orang perampuan belon tau gagal, lantas juga regent suruan orang pergi panggil itu dukun.
Tiada berapa hari kemudian, orang suruan itu sudah kembali bersama sama khiai Sentono yang diterima oleh regent dengan sangat suka cita, regent minta dukun itu siang malam musti berdamping saja di dekatnya, kemudian regent lantas ceritakan resiah hatinya dan minta ditulung oleh itu dukun besar.
Dukun itu berjanji mau menulung seberapa boleh, tapi lebih dulu musti ada persumbangan, perampuan perampuan tua yang biasa berdagang itulah yang musti dipake, kalu sudah ada itu, ach! Gampanglah semua, ibarat pintu yang sudah terbuka, kita tinggal masuk saja.
Mendengar itu regent jadi suka hati sekali, ia lantas atur itu, maka kejadianlah ada satu perampuan tua tukang ngeber (cengkau) sering datang kerumahnya Oey Se, orang itu memang dari kebupaten suruan regent, perlunya cumah buat ketemukan Kim Nio, sebab orang itu pandei membuang tingkah dan pintar bicara, jadilah disukai oleh orang orang di rumah Oey Se, Kim Nio pun jadi suka kepadanya, seringkah Kim Nio minta dipijetin oleh itu perempuan tua, nah, sembari pijat itulah si orang tua leluasa beromong omong, pertama tama ia omongin dari hal kesusahannya Kim Nio, kemudian ia puji puji Kim Nio, nona yang begitu eilok, badannya begitu halus kecil molek, kulitnya langsep putih kuning, sayang masih begitu muda sudah musti berpisah dari kepelesiran dunia.
Lama kelamaan hawa terlalu sering digosok gosok hingga jadi tergerak juga hatinya, alah sepuntul puntulnya piso, kalu digosok ya tajam juga. Kim Nio pikir betul juga seperti katanya itu orang tua, ia yang masih begitu eilok, begitu muda, mengapa sudah jadi tersia sia dirinya.
Aduh! Inilah alamatnya angin yang bederu deru membawa asap hitam itu sudah hampir sampe, kalu Kim Nio ingat itu, lantas juga ia dapat ingat suaminya yang sudah tida ada lagi, maka menangislah ia seorang diri: adapun si orang tua yang pande melihat gelagat, ia jadi suka hati melihat halnya Kim Nio, maka buru buru ia kabarkan pada regent.
Khiai Sentono mendengar itu lantas katanya:
"Sekarang itu pintu seudah terbuka, tapi masih juga musti.tinggal bersyabar, buah buah yang banyak disuka oleh orang di sini yaitu buah delima, tapi buah itu musti dibeli dari Batang, dalam buah itu nanti di bacakan jampe dan musti dikasih makan pada itu nona sampe tiga kali, sudah itu barulah Kanjeng sendiri musti berkeramas dan berpuasa 40 kepal nasi, kedua 39 kepal dan seterusnya sampe ke 40 harinya l kepal nasi, dan setiap malam musti membakar kemenyan sembari berdoa, bacaannya nanti saya kasih, paling perlu sekali musti syabar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan sekali kali tiada boleh berdekat dengan orang perampuan. Sesudahnya berpuasa dapat 3 hari musti pergi ketemukan itu nona, tapi lebih dulu musti berdoa dan taro minyak pada alis, minyak itu ada juga pada saya, yaitu minyak perbuatan Sunan Mang-kurat, lagi kalu mau keluar dari pintu akan pergi ke rumah itu nona, musti makan sirih dan musti dibuang di dalam rumahnya itu nona, pada sebelonnya dibuang ampasnya, aernya musti diludahkan dulu seberapa boleh musti biar kena pada pakeiannya itu nona, dari situ lantas tida usah diketemukan lagi kalu belon cukup 40 hari".
Regent itu yang sangat keras maksudnya, turut saja apa yang diajarkan oleh itu khiai, ia suruh orang beli buah delima dan sesudahnya didoakan oleh itu khiai lantas juga disuru itu perampuan tua bawa ke rumahnya Kim Nio.
Sebab Kim Nio sudah kenal baik dengan itu perampuan tua, jadi tiada curiga lagi, hanya dengan senang hati Kim Nio sudah terima itu buah delima, dari wates itu saban minggu itu perampuan tua bawakan pada Kim Nio satu buah delima.
*** SEKALI peristiwa pada suatu hari sedang Kim Nio berduduk menjait seorang diri di galeriy sebelah dalam, sekunyung-kunyung kupingnya berbunyi nging nging, dan hatinya berdebar debar, sementara dadanya senantiasa berkedutan, dalam dirinya dirasa tiada keruan seperti orang bingung, tiada tau bagimana ia jadi sedih dan tiada dirasa aer matanya turun sebagi ujan lebat. Kim Nio sendiri jadi heran hal apa yang sudah membikin ia jadi begitu sedih.
Di waktu makan, ibunya panggil ia, tapi ia tida mau, hanya ia bilang saja masih kenyang, sampe malam di pembaringan pun ia tida bisa tidur, bulak balik saja menggelesahan sementara dalam dirinya sudah dirasa jadi lebih tiada keruan, ia tinggal duduk di atas pembaringan dengan binggung, sekunyung-kunyung ia pelok anaknya dengan tangisnya yang amat sedih sampe tersedu sedu, sampe anak itu yang lagi tidur jadi kaget den mendusin dan pakeiannya basah dari pada aer mata, Kim Nio cumah bisa berkata saja:
"Ach, kasihan anakku!"
Besoknya itu perampuan tua datang lagi pada ini orang, Kim Nio cerita apa yang suda jadi dengan dia di hari kemaren dan paginya juga, apa sebab maka boleh jadi begitu.
Jawabnya: "Ach! Memang seperti nona orang masih begitu muda sudah paksakan diri mau bikin hati sendiri jadi tua, mana boleh, sudah tentu saja jadi begitu apa pula non, pun saya sendiri yang sudah begini tua, alah, sunggu saya langsung ngamuk kalu bapanya anak anak berani tinggalkan saya sendiri di rumah."
Kim Nio tida kata apa apa, ia tinggal diam saja dengan tundukkan kepalanya, tiba tiba ia jadi sedih dan aer matanya turun berhamburan.
Si orang tua jadi girang melihat begitu dalam hatinya ia puji Khiai Sentono betul manjur doanya, pada Kim Nio ia ajak omong omong dan dibujuk dengan perkataan yang boleh menyenangkan hati, tapi sebentar bentar ia putar bicaranya akan membirahikan hatinya Kim Nio.
Liwat dua hari dari apa yang sudah diceritakan, ada berhenti satu kereta pake kuda dua di depan tangga rumahnya Oey Se, satu oppas ada berdiri pegang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
payung yang dibukanya di depan kereta yang dari dalamnya turunlah regent berjalan dipayungin masuk ke rumah Oey Se yang sambut dia dengan hormat dan manis bahasa dan disilahkan masuk ke pertengahan sebelah dalam. Baru saja regent mau duduk di krosi, ia berdiri lagi dan menjura pada orang orang yang baru masuk.
"Tabe nyonya! Tabe Kacung! Aai tabe nona Kim . . .!
Kutika dapat lihat regent, mukanya Kim Nio berobah jadi pucat dan jadi menunduk, tapi ia jadi kaget dan angkat kombali mukanya ketika ia merasa tangannya dipegang oleh regent dengan dikutik kutik pake jerijinya, Kim Nio diam saja, cumah kedengarannya ia membuang napas panjang sekali, tapi ia tida merasa pada bajunya ada titik titik tanda merah dari pada aer sirih yang berlompat dari mulutnya regent, kemudia semua orang rata berduduk dengan muka tertawa tanda suka hati.
Tiada lama lagi, datanglah jongos membawa aer teh dan kuwe kuwe, kutika Oey Se ajak tetamunya dahar kuwe, regent itu berkata:
"Aai, saya makan sirih...as...as! Permisi sobat!"
Ia tundukkan mukanya pada mulut tempolong di bawah meja akan buang itu ampas sirih, tapi cilaka, sebagian dari ampas sirih itu mengenai kainnya Kim Nio sampe dia ini jadi kaget. Regent itu pun seperti kaget rupanya, mukanya jadi merah, seraya katanya:
"Aai! Maafkan nona, sunggu saya ..."
"Tida apa," jawab Kim Nio dengan suara perlahan sekali.
Sesudahnya sedikit lama bercerita cerita sembari dahar kuwe kuwe, regent itu bangun dari krosinya dan minta permisi buat pulang, sekali lagi orang orang bertabeian dan dikutik kutik lagi tangannya Kim Nio dengan jerijinya, maka regent itu keluarlah naik dikeretanya dan berjalan pergi.
Tapi Kim Nio ...aih! tida tau sebab apa Kim Nio masuk di kamarnya dan menangis amat sedih terus saben hari Kim Nio bersedihan saja, ibu bapanya kira ia bersedihan itu sebab kematian suaminya, jadi dibujuknya supaya ia jangan terlalu ingat saja musti jaga diri supaya tinggal sehat dan pandang saja Liem Nio yang masih kecil, kasihan apa nanti jadi dengan itu anak, kalu ibunya senantiasa tinggal bersedihan saja.
Maski bagimana juga orang memberi ingatan, tapi percumah, Kim Nio masih juga tinggal begitu sampe badannya jadi kurus, ingatannya cumah kepingin lari keluar saja dan di matanya terbayang bayang saja rupanya itu regent tiada barang sekejap ia bisa lupakan.
*** TATKALA pada suatu hari si perempuan tua datang ketemukan Kim Nio, ia lantas pura pura bikin dirinya jadi seperti orang berkaget sekali, maka katanya:
"Aai, mengapa beberapa hari ini nona ada begitu sedih?"
Kim Nio tida jawab dengan mulut, hanya ia jawab dengan aer mata yang berhamburan membasahi bajunya. Si orang tua menanya lagi dengan membujuk, katanya:
"Ach, nonaku yang eilok, sungguh hancurlah rasanya hati saya di dalam melihat nona begitu betsedihan, saya sudah terima nona punya budi terlalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak, maka saya senang sekali kalu bisa bantu pikul nona punya kesusahan yang amat berat itu, bukankah nona sampe percaya pada saya, baiklah ceritakan hal apa yang menjadikan nona begitu bersedihan ceritakanlah, supaya jadi lega nona punya hati, lagi barangkali saja saya si tua ini bisa bantu cari pikiran buat kebaikan nona ..."
Kutika Kim Nio tiada juga mau berkata, maka si tua berkata lagi dengan suara perlahan:
"Barangkali nona bersedihan sebab ada suatu maksud yang resiah dan yang dikira tiada bakal menjadi, tetapi jangan kurang pengharapan, barangkali saja Allah nanti kabulkan, coba saja ceritakan, saya nanti pergi kunjungkan keramat keramat yang angker, supaya sigera terkabul nona punya maksud".
Kim Nio angkat mukanya, sembari menepas aer matanya, ia berkata dengan susah, katanya:
"Haaah! ...susah jadi orang," kemudian ia tunduk lagi.
"Mana boleh kata begitu" kata si orang tua dengan bersorot girang. "Nona sudah kira kita saja begitu, tetapi sering kejadian apa yang bermula dikira susah, kemudian gampang saja didapatnya."
"Ya, tapi aku punya...ach, susah!" jawab Kim Nio yang menangis lebih sedih lagi.
Si tua tempelkan mulutnya pada kuping Kim Nio, katanya dengan berbisik:
"Apa sebab suami yang sudah wafat?"
Kim Nio goyang kepala dan tiada menjawab suatu apa. Si tua jadi girang sekali maka ia berbisik lagi, katanya:
"Sekarang saya dapat duga apa yang bikin nona begitu sedih, barangkali
!...a...i...itu orang yang...kapan hari."
"Siapa?" tanya Kim Nio dengan kaget.
"Yang pake kereta."
Kim Nio melompat bangun dan tarik tangannya itu orang tua bawa masuk ke dalam kamernya yang lantas dikonci pintunya dari dalam.
"Siapa angkau mau bilang?" tanya Kim Nio.
Si orang tua jadi kaget, tapi mau atau tida ia musti bilang juga, maka ia tabakan hatinya, katanya:
"Jangan gusar, nona, saya mau bilang ...regent."
Kim Nio seperti limbung, kemudian ia duduk di atas tempat tidur, ia tarik tangannya si tua supaya jadi lebih dekat, maka katanya:
"Begimana angkau boleh tau?"
"Sebab dari Kanjeng datang menenamu di sini, saya lihat nona senantiasa bersedihan saja, apa salah dugaan saya?"
Mukanya Kim Nio jadi merah dan bertunduk sekutika lamanya, sedang si tua awasi n dia dengan mata teramat tajem, kemudian katanya:
"Betul awas sekali angkau ini, Mak!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oeyse Karya Thio Tjin Boen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah, apa saya kata" kata si tua dengan teramat girang. "Memang susah orang muda musti paksakan hatinya jadi tua, syukur nona mau percayakan itu resiah pada saya, jangan selempang saya punya mulut tida bocor, tapi apa betul nona ada cinta pada regent?"
Kim Nio manggutkan kepalanya , seraya katanya:
"Tapi susah sebab lain bangsa."
"Nah, begitu, senanglah saya punya hati, sebab coba nona pikir apa bedanya Cina dan Islam, lagi nona belon tau bagimana bagus agama Islam yang begitu suci, wah, kalu nona sudah dapat tau itu, tentu nona lantas mau masuk Islam dan pergi ke tanah suci naik haji, sudah tentu nona akan naik syorga. Kalu nona percaya sama saya; nona punya maksud itu perkara kecil, saya tanggung musti kesampeian pendeknya nona tau ada saja sama saya, asal saja jangan nona minta ambil atau petik bintang di langit, itu saya tida sanggup, tapi ini perkara ach!...seperti caplok nasi ke dalam mulut begitu punya gampang, memang pantas nona berpasangan dengan regent, alah, sama juga matahari dan bulan rupa, lagi kurang bagimana disembah oleh orang setanah Jawa, tida gampang kalu bukan bidadari yang menyurup (titis) masa ada itu rejeki begitu besar jadi ratu."
Kim Nio jadi bengong mendengar itu semua, tapi si tua senantiasa membujuk dan ceritakan hal agama sampe Kim Nio jadi tergerak sunggu hatinya; kemudian si tua berjanji akan bersanggup akan sampekan itu maksud.
Kutika si tua bilang mau pulang dan janji besok akan kombali, Kim Nio pesan padanya jangan sampe resiah pecah, si tua berjalan pulang sesudahnya terima dari Kim Nio satu ringgit.
Besoknya ia datang lagi dan bujuk lagi pada Kim Nio sembari ceritakan terus hal agama, dari watas itulah Kim Nio dan regent mulai berbales balesan surat yang dibawa oleh itu orang tua.
Oey Se dan isterinya jadi senang sedikit melihat anaknya sudah mulai segar dan suka tertawa, maka kedua orang tua itu lepas saja Kim Nio saben hari duduk berkumpul dengan itu perampuan tua.
*** PADA suatu malam di rumahnya Oey Se ada rame rameian feesta nayub, ronggengnya dipake yang masyhur sekali, nyai Dasiah namanya, semua tetamu rata bersuka hati sekali masing masing angkat gelas minum selamatnya Oey Se yang sudah dapat putera lagi lelaki dari isteri yang muda, yaitu nona Hiang Nio sebagimana pembaca sudah dapat tau, setelah itu, sekalian tetamu lantas mengibing ganti berganti, cuma regent tida datang di itu feesta sebab katanya ada halangan.
Sedang begitu dari dalam rumah ada kelihatan dua orang yang berpakaian serba hitam ada berjalan pelahan pelahan ke belakang meliwatin kebon dan sampelah di ujung kebon yang berpagar tembok pake satu pintu, itu orang buka itu pintu dan lantas dua dua sudah ada di luar pagar, kutika itu di udara ada amat gelap, bintang bintang hampir tiada kelihatan sinarnya, sementara angin malam senantiasa meniup amat dingin, keadaannya amat sepi sekali, cumah kedengaran saja suara balang dan jangkrik dan suara aer yang mengalir di sungai di luar pagar itu: satu dari itu dua orang yang berpakeian hitam, berdehem
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiba tiba dari dalam sungai ada orang sautin, katanya:
"Ehem!...di sini."
O, kiranya orang itu ada di dalam perahu, setelah mendengar itu suara, kedua orang yang di darat lantas turun di tangga dan melompat ke dalam perahu yang lantas didayung ke tengah.
Setelah ada di dalam perahu, satu dari itu dua orang yang di darat dan seorang yang ada dalam perahu jadi berpelokan satu sama lain, cumah kedengaran saja orang berkata kata: "Kim!" "Dhen!"
"Aai...Kim Nio ku yang tercinta sudah lama sekali aku menunggu di sini."
"Ach, Dhen! Hampir saja jadi gagal aku dari pagi ..." Kemudian tida ada kedengaran apa apa lagi, cumah ada kedengaran suara seg segan seperti suara orang menangis dan suara dayung (penggayuh) yang naik turun di atas aer.
*** MALAM itu sudah liwat, maka pagi pagi sekali sudah ada kedengaran suara orang ribut ribut di rumahnya Oey Se, kutika orang bangun pagi pagi di dapat pintu kebon semua tinggal terbuka, dikira ada maling masuk, lantas orang periksa barang barang di dapur dan di dalam rumah, tapi semua tinggal beres sebagimana adanya. Oey Se merasa heran sekali dari itu perkara, lebih lagi ia jadi heran, sebab sampe di itu waktu Kim Nio belon juga keluar dari kamernya, ia lantas suru isterinya pergi tengok.
Astaga! Pintu kamer itu pun suda terbuka, Kim Nio hilang!
"Ach! Binasa! Anakku buang diri di kali!!" teriak nyonya Oey Se sembari menangis keras.
"Apa sudah jadi!" tanya Oey Se dengan gugup. "Kim Nio hilang, barangkali sudah mati buang diri di kali!"
Orang orang jadi lebih kalang kabut, tiada lama lagi di pinggir kali sudah penuh orang dan politie sementara di tengah sungai penuh perahu yang mau cari mayitnya Kim Nio, sampe matahari sudah tinggal di langit belon juga didapat apa yang dicari.
Nyonya Oey Se sudah tida dapat ditahan lagi, ia menangis sesambatan, pun Oey Se sudah hilang sama sekali pengharapannya, maka ia pun menangis juga, hingga jadi riuh rendah suaranya orang menangis di dalam rumah itu. Begitulah memang cinta orang tua kepada anak anaknya, tetapi tiada kurang anak yang berdurhaka kepada orangtuanya, lihat saja itu Kim Nio, orang tuanya di rumah sedang ribut tangisin dia, tapi dia si anak sedang bersenang hati bercinta cintaan dengan si lelaki kecintaannya dengan tiada sekali ingat kepada orang tuanya dan nona Lien Nio anaknya yang masih kecil. Ach! Jahat sekali ilmunya khiai Sentono itu, tapi adakah lebih jahat dari pada suka membuat konci palsu"
Allah itu maha adil. *** REGENT senang sekali, itu boleh dikata tentu, lebih lagi sebab Kim Nio ada bawa juga uang banyak sekali, katanya buat mengamal kepada fakir miskin menurut titahnya Nabi Muhamad supaya kemudian hari ia boleh diterima dalam syorga pada langit yang ketujuh, pun Khiai Sentono dan itu perampuan tua dapat hadiah dan persalin banyak sekali. Beberapa hari kemudian Penghulu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
datang di kabupaten akan nikahkan regent dan Kim Nio yang sudah masuk Islam dan bergelar Siti Fatimah Radhen Ayu Kanoman. "
Mulut manusia lebih nyaring dari pada suara gong itu memang betul, dan asap itu tiada boleh ditutup. Oey Se dan isterinya yang sudah beberapa hari tinggal bermasgul sebab memikirkan anaknya yang hilang yang dikira sudah mati, sudah jadi makanan buaya di sungai, tiba tiba ia dapat kabar dari orang yang boleh dipercaya, bahwa Kim Nio tiada mati, tapi sudah masuk Islam dan sudah dinikah oleh regent jadi Radhen Ayu Kanoman.
Oey Se jadi berjingkrak jingkrak seperti kena di antuk kalajengking kutika ia dengar itu kabar, ia lantas kasih tau pada isterinya yang dua dua jadi menangis sedih.
Bukan bukan marahnya Oey Se, tapi apa mau bikin" Cumah ia bisa berkata:
"Cawa cawa cat!" (anak perampuan memang bangsat).
Oey Se dapat ingat kutika ia bikin feesta nayub, regent diondang tida datang, jadi ini sebabnya, nyata si bangsat dan si sundel sudah berjanji dan si perampuan tua itulah yang jadi tengahnya antara itu dua orang dalam dirinya ia berkata:
"Ya, Allah, ya Tuhan, berat sekali tanganmu menimpa kepalaku, ach! Vigni.
Vigni...O, inilah pembalesannya. Ya Tuhan.. .ampun".
Tapi dalam hatinya Oey Se masih merasa penasaran, ia belon percaya betul itu kabar, maka ia suruh anaknya yang lelaki babah Kacung pergi cari tau lebih terang. Kebetulan sang regent pergi meronda bersama tuan Resident, maka Kacung datang di Kebupaten yang amat lebar sekali perkarangannya dan ada terdiri dua tiga rumah gedong, dengan pertunjukkannya oppas. Kacung masuk di salah satu rumah itu.
Kim Nio alias Fatimah dapat tau yang datang itu sudaranya, lalu ia datang di luar akan ketemukan, serta Kacung melihat sudara perampuannya ada berpakeian seperti perampuan Jawa, lantas juga ia jadi marah, katanya:
"Ach! Busuk sunggu perbuatanmu ini, Kim! Angkau tau apa nanti jadi dengan orang tua kita dari pada perbuatanmu ini, hah?"
Mendengar ini Kim Nio jadi limbung dan jatohkan dirinya di atas suatu bangku divan seraya menutup mukanya ia menangis tersedu sedu, Kacung berkata lagi:
"Sunggu tiada beruntung orang tuaku dapat ini satu anak perampuan geladak, akan menurutkan nafsu hati angkau lebih suka hinakan diri sendiri begitu rupa, angkau masih ada itu muka buat hidup di dunia" Ya... tebal sekali kulit mukamu ini, geladak!"
Kim Nio menepas aer matanya dan angkat mukanya seraya memandang kepada sudaranya, katanya:
"Cung! Cung! Ingat sama siapa angkau ada bicara, cukuplah angkau katai n aku, tapi aku sudah jadi begini, ya apa boleh buat...aku tida bisa..robah lagi."
"Tutup mulutmu, anjing!" teriak Kacung dengan lebih marah lagi. "Aku tau sama siapa aku ada bicara, yaitu dengan seorang perampuan hina sisa dunia, lebih baik lekas turut aku sekarang pulang ke rumah, masih angkau boleh dapat ampun, ayoh!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tida bisa," jawab Kim Nio dengan suara susah.
"Angkau tida bisa?"
"Sunggu Cung, tida bisa."
"Begitu" Nah, dari sekarang terputuslah tali persaudaraan antara kita orang, muga muga Allah nanti kutuk angkau!"
Kacung keluar dari pintu dan berjalan pergi, sedang Kim Nio menangis keras, sebab ada juga rasa menyesal di dalam hatinya atas perbuatannya yang sangat tiada patut itu. Baru sekarang ia bisa menyesal, tetapi percumah, Cina tanggung Jawa wurung mati tergantung di awang awang (udara). Peribahasa pun ada bilang: "Sesal dahulu pen-dapetan, sesal kemudian tida ada gunanya."
Kutika Kacung sampe di rumah ia lantas ceritakan pada ibu bapanya bagimana ia sudah bertemu dengan sudaranya. Oey Se jadi marah sekali, ia lantas suru gantung kain putih di depan pintu rumahnya seperti ada kematian, Oey Se upamakan anaknya yang perampuan si Kim Nio sudah mati, lagi dibikinnya boneka rumput dimasukkan ke dalam peti mati yang lantas dikubur di belakang kebon dan di pakein batu bong paiy (batu nisan) dipahat namanya Kim Nio, diupamakan Kim Niolah yang dikubur di situ.
Liwat satu bulan dari apa yang sudah diceritakan, Oey Se dan sekalian anak isterinya naik di kapal dan berlayar akan pergi mengalih ke Betawi, sekalian tanah dan rumahnya yang di Pekalongan semua dijual dilelang, ia punya rumah besar dapat dibeli oleh seorang Cina bangsawan kaum Oey juga.
*** SEBAGIMANA pembaca sudah dapat tau, bahwa Oey Se sudah mengalih ke Betawi sebab ia merasa amat malu dari pada perbuatan ia punya anak perampuan si Kim Nio, sekarang Oey Se sudah bangunkan lagi rumah besar di kampung Cina Kali Besar di Betawi dan dagang besar lebih dari kutika dulu tatkala ia masih berumah di Pekalongan, sebab ia ada kaya besar, maka Betawi pun tiada kurang orang yang bersobat dengan dia.
Oey Se sudah tiada mau ingat lagi pada anaknya yang perampuan yang ia pandang sudah tida ada lagi di dalam dunia, sekarang ia pikirin saja halnya ia punya anak lelaki yang babah Kacung yang sekarang sudah besar dan sedangnya musti beristeri, ia sudah juga berdamikan atas hal itu dengan isterinya, tapi Kacung tida mau terima, ia tiada mau kawin kalu tida ada perampuan yang betul betul ia penuju, pendeknya ia mau cari sendiri satu nona yang terlalu eilok dan cantik buat isterinya dan yang paling ia penuju, kalu belon dapat itu, ia tiada mau kawin biar selama lamanya.
Pada suatu hari Kacung dapat dengar dari sobat sobatnya yang di Senen ada seorang Cina miskin mempunyai seorang anak perampuan yang amat eilok dan cantik hingga susah dicari tandingannya, lagi anak perampuan itu sekarang sedang maja puteri dan belon terima peminang orang.
Kabar ini sudah didengar oleh Kacung dengan sangat suka cita, ia bermaksud mau lihat dengan mata sendiri halnya itu nona, maka cari daya upaya akan sampekan maksudnya.
*** SEKALI peristiwa pada suatu hari, Kacung sedang ada di dalam rumahnya, ia dapat satu surat dari seorang yang tiada dikenal, dalam suratnya orang itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
minta Kacung datang di suatu rumah makan sebab ada kabar perlu sekali buat kebaikannya Kacung.
Kutika terima itu surat, Kacung merasa kurang senang di dalam hati, ada ingatannya tida mau pergi ketemukan, tapi itu surat ada begitu perlu rupanya sampe Kacung kepingin sekali dapat tau maksudnya itu orang, jadi ia suruh kusier pasang kereta akan pergi di itu rumah makan yang ditunjukin di dalam surat. Tuan rumah makan terima Kacung punya datang dengan hormat dan tunjukin di kamer mana tetamu itu ada yang minta Kacung datang. Setelah Kacung masuk di kamer itu. Ia jadi kaget sekali.
"Astaga! Aku kira siapa, angkau Kim yang panggil aku, angkau masih berani datang di sini buat ketemuin aku?"
Kim Nio alias Fatimah jadi girang sekali ketika dapat lihat sudaranya, maka katanya:
"Ach, Cung duduklah! Bagimana Entia dan Encim ada baik"
"Ya! Habis apa angkau mau?" "Duduklah dulu, nanti aku mau cerita." "Ayo lekas, aku tida ada tempo!"
"Aai, Cung! Cung!" berserulah Kim Nio dan mulai menangis sedih. "Dari jauh aku datang cumah sebab kangen pada orang tua, pada si Lien anakku dan pada angkau sudaraku, habis angkau masih juga berkerasan, ai keliwatan sekali, ach!
Kenapa Malaikat maut tida lekas ambil saja aku..."
Kacung melihat begitu jadi dapet rasa kasihan juga, maka ia lantas duduk di krosi dan katanya:
"Sudah! Nah, sekarang bagimana, cuma aku heran, cara bagimana angkau bisa dapat tau aku punya tempat tinggal?"
"Ach, angkau memang baik," kata Kim Nio dengan suara girang. "Apa angkau tida tau yang kecintaan ibu kepada anaknya tida bisa terputus begitu juga ibu kita, kalu ia tulis surat padaku, apa tiada boleh" Tapi aku tida puas hati cumah dapat suratnya saja, aku kepingin ketemu betul betul orangnya, dari itu aku datang sekarang ini."
"Apa angkau punya Jawa..."
"Sudah, aku tau apa angkau mau bilang" kata Kim Nio sembari memutusin bicara sudaranya. "Hal itu tida usah disebut sebut lagi, sudah dasar aku punya untung, cumah harap saja angkau anak laki laki bisa bikin senang orang tua."
"Baik jadi angkau mau datang ke rumah?" "Ya, bagimana pikiranmu?" "Hm, itu tida boleh, Entia boleh muntah darah kalu lihat angkau, tapi sebab angkau begitu sunggu hati, baik, aku nanti tulung, nanti malam aku datang di sini sama sama Encim dan si Lien."
"Angkau baik sekali sudaraku." Berseru Kim Nio sembari pelok sudaranya.
"Tapi jangan salah ya." Kacung lepaskan dirinya dari pelokan sudaranya dan lantas berdiri katanya:
"Nah, Kim aku pulang sampe nanti malam!"
Betul pada itu malam Kacung datang bersama ibu dan keponakannya perampuan akan ketemu Kim Nio di luar taunya Oey Se, sedih sekali pertemuannya itu ibu dengan anak, aer mata yang tumpah banyak sekali, sudah kenyang menangis, lantas bercerita cerita sampe Kacung bilang sudah laat musti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pulang. Tapi Kim Nio dengan nangis nangis minta nona Lien ia punya anak, tinggal buat temankan ia di ini malam.
Permintaan itu dikabulkan juga, maka jadi Kacung saja dengan ibunya yang pulang.
Besoknya Oey Se baru keluar dari pintu lantas datang seorang Selam kasihkan satu surat padanya, yang lantas disuru Kacung baca; Kacung jadi kaget sekali, sama sekali ia banting banting kaki dengan marahnya, katanya:
"Tia! Cilaka besar sudah jadi dalam ini rumah, tadi malam ia sudah bawa lari si Lien Nio dan tadi pagi dengan pertulungan kapal ia sudah berangkat pulang ke Pekalongan!"
"Ha!" teriak Oey Se dengan kaget dan napsu. "Itu geladak sudah datang curi anaknya dari rumahku, ayo cari! Darimana jalannya."
Kacung diam saja sebab sudah merasa dia punya salah, kemudian katanya:
"Mungkin sudah lama Kim Nio bersembunyi di dekat sini dan sudah dapat bujuk si Lien, tentu si Lien jalan dari jendela kamer buat turut ibunya minggat."
Oey Se pikir boleh juga begitu, maka ia tida mau ambil pusing lagi, dalam hatinya ia pikir, cucu perampuan yang tida pake kita punya she (nama kaum) bukan kita punya darah, biara apa dia punya suka boleh bikin, cumah pada Kacung dipesan jangan sampe orang luar dapat tau ini perkara.
Nyonya Oey Se kaget sekali kutika ia dengar itu kabar, tapi Kacung hiburkan seberapa boleh, familie luar persetan sama dia, guna apa dibuat pikiran.
*** ANTARA orang orang Cina yang banyak berumah di Senen, ada juga seorang Cina miskin penghidupannya dari pada menjual tawhu dan piara babi, orang itu Tjan Pu namanya, isterinya sudah lama meninggal dunia dan tinggalkan seorang anak perampuan Tjan Song Khiauw namanya yang amat eilok sekali parasnya, jarang didapat keduanya lagi anak gadis yang begitu eilok pada zaman cerita ini Pada suatu hari yang nona Song Khiauw ada di kandang sedang piara babi, masuklah seorang selam kuli Banten (orang Bantam) pikul aer katanya:
"Nona, Encek di luar suruh saya pikul aer bawa kemari."
"Ya, bawa kemari, masukkan di dapur, lu tau tempayan, nah, tuang di situ."
"Yang mana, nona, tempayannya?"
Nona Song Khiauw masuk ke dapur dan tunjukkan itu tempayan, nona Song Khiauw kasih pada si Banten uang tembaga satu sent yang terima itu lantas pergi menuju ke pinggir kali, sembari mandi dan ganti pakeian, ia berkata pada diri sendiri:
"Alah, pundakku sampe lecet, tapi tida mengapa, kalu aku tida pake ini akal, di mana bisa ketemu itu nona yang begitu eilok dan boto, tiada salah seperti katanya sobat sobatku sunggu eilok sekali barangkali Ong Ciauw Koen7 yang menjelma, aduh! Aku lebih suka mati kalu tida bisa dapat itu nona buat isteriku, sunggu aku Oey Jin em she (tida mau jadi orang she Oey) kalu tida bisa dapat dia, baik sekarang juga kasih tau pada ibuku."
"O! kiranya orang itu ialah Kacung alias Oey Sek Lan puteranya Oey Se, yang sudah menyaru jadi kuli Banten pikul aer cumah buat dapat lihat rupanya nona
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Song Khiauw, sekarang ia merasa penuju sekali pada itu nona, maka kutika ia sampe di rumahnya lantas juga ia kasih tau pada ibunya yang lantas pergi lamar itu nona, ach! Dasar jodo, maka hal itu sudah dibikin dengan gampang sekali.
Tiada lama kemudian, Oey Se bikin feesta besar sekali akan merayakan hari kawinnya ia punya anak Oey Sek Lan dengan nona Tjan Song Khiauw.
Dari watas itu Oey Se dan sekalian kulawarganya ada hidup dengan beruntung sekali di Betawi. Nyonya Oey Se sudah lama tiada dapat kabar dari anaknya yang perampuan di Kim Nio alias Fatimah, cumah yang belakangan sekali ia tulis surat pada ibunya akan memberi tau, bahwa suaminya yaitu regent Pekalongan sudah pensiun yang gantikan dia anaknya yang nommer dua dari Padmi, dan yang paling tua jadi Patih di Pekalongan juga, pun ia punya anak nona Tjoa Lien Nio sudah masuk Islam dan dapat sama sudara tiri.
*** KIM NIO alias Fatimah bekas Radhen Ayu Kanoman, maski ia sudah jadi Islam tapi masih juga ia suka berkenalan dengan nyonya nyonya Cina yang panggil dia Radhen Ayu. Juga ada banyak orang orang Cina lelaki perampuan yang sudah dibujuk oleh Fatimah dan masuk Islam, maka sekalian mualap itu sekaliannya ditulung oleh Radhen Ayu Fatimah orang modal akan berdagang, ada juga yang turut tinggal di Kabupaten dengan tiada bekerja suatu apa, tapi dapat penghidupan cukup dan senang sekali hingga di antaranya ada juga yang dapat titel Radhen.
Pada suatu hari Radhen Ayu Fatimah datang bersanja dibekas ia punya rumah dulu yang sekarang sudah dipunyai oleh seorang hartawan kaum Oey juga yang memang ada bersobat baik dengan dia.
Nyonya Oey bawa Fatimah jalan jalan di kebon, di situ ia dapat lihat suatu kuburan pake batu bongpaiy yang dipahatkan ia punya nama Cina, yaitu Oey Kim Nio anak dari Oey Se.
Fatimah jadi kaget sekali, dalam dirinya ia berkata:
"O, ayahku pandang, bahwa aku ini sudah tida ada di dalam dunia, yaitu sudah mati dan dikubur di sini."
Kutika Fatimah pulang sampe di rumahnya ia lantas jatoh sakit keras sekali, sebab kaget melihat kuburannya sendiri, suaminya yaitu regent pensiun panggil dukun dukun dan doktor yang pande buat tulung dan obatkan Fatimah, tapi semua percumah, sampe pada suatu hari baik Fatimah sudah tiada dapat di tulung lagi, kepandeiannya dukun dan doktor tiada kuat menangkis tangannya Malaikat maut yang kuat sebagi besi menekam dadanya Fatimah hingga melayanglah jiwanya ke dunia yang baka.
Oey Kim Nio alias Fatimah bekas Radhen Ayu Kanoman, puteri dari sudagar besar Oey Se sudah mati...
Cumah setiap malam sampe beberapa bulan lamanya di kuburannya Fatimah orang dapat denger suara perampuan menangis, dan merintih, katanya:
"Gatel! Gatel! Gatel!!!!"
Sebab itu, orang bilang akan Fatimah itu. Cina tanggung-Jawa wurung-mayitnya tida diterima oleh bumi.
TAMAT Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
PERINGATAN Barang siapa tuan tuan pembaca yang sudi ini cerita, haraplah seboleh-boleh ambil kiasnya, yaitu bagaimana orang yang suka berbuat jahat, yang mana achirnya pun menerima pembalasannya juga. Amin!!!
Pisau Terbang Li 6 Pahlawan Padang Rumput Karya Liang Yu Sheng Pendekar Kidal 16