Pencarian

Panah Kekasih 22

Panah Kekasih Karya Gu Long Bagian 22


"Hahaha, mana berani lohu terima penghormatan seperti ini....
mana II berani..... Biar bicara begitu, matanya mengawasi terus Tian Mong-pek, sejujurnya dia merasa sangat bersedia, hanya menunggu pemuda itu menyampaikan niatnya sendiri.
sudah pasti Tian Mong-pek paham, pikirnya: "Aku sudah banyak bersalah terhadap dia ayah dan anak, bisa jadi anak II angkatnya, paling tidak bisa mengurangi rasa bersalahku....
Tanpa ragu lagi dia pun menyembah sambil berseru: "Ayah diatas, terimalah penghormatan dari ananda." Dengan hormat sekali diapun menyembah sembilan kali.
Dimasa lalu, dia tak pernah sudi berlutut dihadapan orang lain, tapi kali ini dia bersujud dengan hati ikhlas.
Para jago kembali bertepuk tangan sambil bersorak sorai, sementara Him Ceng-hiong buru buru menghidangkan sayur dan arak.
Tu Hun-thian kegirangan setengah mati, sambil tertawa terbahak bahak serunya: "Hahaha, bagus, bagus, selama ini lohu menyesal karena tak berputra, tak disangka menjelang masuk tanah, aku berhasil menerima seorang putra yang jauh lebih ampuh dari diriku." Dipegangnya lengan Tian Mong-pek lalu diamati berapa kejap, dia memandang seolah baru kali pertama bertemu pemuda itu, tentu saja hal ini membuat Tian Mong-pek jadi rikuh.
Terdengar Tu Hun-thian berkata lagi: "Bagus, anak baik, lelaki sejati .
. . . . .. aai, jika almarhum istriku dapat menyaksikan kejadian hari ini, dia....
dia pasti akan sangat kegirangan." Rasa girang, terharu dan terima kasih membuat orang tua ini meski masih tertawa, namun air matanya telah bercucuran, tangannya gemetar keras, jelas hatinya sedang bergolak.
Tian Mong-pek sendiripun merasa darah panas bergolak dihatinya, dia ikut sesenggukan hingga tak mampu bicara.
Siau Ong-sun menonton dari samping sambil tersenyum, dari balik mata yang bening terlihat pula cahaya air mata, rupanya kakek inipun dibuat trenyuh oleh adegan didepan mata.
Saat itulah Him Ceng-hiong melompat naik keatas mimbar dan berseru lantang: "sebetulnya kami persiapkan kalangan ini dengan harapan akan terbentuk pertahanan yang lebih kokoh dari dinding baja, susah bagi orang lain melewatinya, siapa sangka .
. . . .." Sambil menuding kearah Siau Ong-sun sekalian, terusnya: "Tapi bagi berapa orang Bulim cianpwee ini, ternyata tempat seperti ini sama seperti tempat bebas tanpa hambatan, bisa pergi datang dengan leluasa, kenyataan ini sebetulnya membuat siaute merasa sedih sekali." Sesudah membusungkan dada, dengan suara yang lebih nyaring terusnya: "Tapi hari ini, andaikata bukan kehadiran berapa orang cianpwee ini, mungkin perguruan panji kain putih sudah berantakan tak karuan, ditempat inipun tak mungkin bisa diselenggarakan banyak kejadian yang menggembirakan.
Oleh sebab itu kesedihan kami kini telah berubah jadi kegembiraan, sekarang juga akan siaute perintahkan untuk menghidangkan arak dan sayur, kami berharap locianpwee sekalian mau meneguk arak bersama kami." Perkataan itu segera disambut dengan tempik sorak para hadirin.
"Ucapan Him toako betul sekali .
. . . . .." teriak para jago, "tapi kalau hanya satu tegukan rasanya masih terlalu kurang, bukan begitu Him toako?" "Hahaha, betul, betul, satu cawan kelewat sedikit, mari kita menghabiskan tiga ratus cawan." Sambil tersenyum ujar Siau Ong-sun: "Yang mampu menghabiskan tiga ratus cawan hanya dewa arak Li Tay-pek, tapi kalau hanya menyuguhi secawan arak untuk para jago, rasanya hal ini kelewat pelit, tidak mirip ucapan seorang jago persilatan, Him tayhiap,
sambil tersenyum ujar Siau Ong-sun: "Yang mampu menghabiskan tiga ratus cawan hanya dewa arak Li Tay-pek, tapi kalau hanya menyuguhi secawan arak untuk para jago, rasanya hal ini kelewat pelit, tidak mirip ucapan seorang jago persilatan, Him tayhiap, tadi kau sudah salah bicara, maka sepantasnya dihukum dulu dengan tiga cawan arak." Him Ceng"hiong tertawa keras.
"Hahaha, sebutan locianpwee bikin cayhe malu saja, bagaimana pun, biar harus matipun cayhe akan habiskan ke tiga cawan arak itu .
. . . .." Sekonyong-konyong terdengar suara desingan angin tajam melesat lewat dari atas kepala para jago, menyusul kemudian....
duuk, duuk, duuk! Terdengar tiga benturan bergema dari atap bangunan.
Terlihat tiga batang panah panjang berwarna perak melesat masuk lewat jendela dan berjajar menancap diatas tiang penglari, bukan saja batang panah berwarna keperak perakan, ukuran panah pun panjangnya istimewa.
Seketika gelak tertawa berhenti, suasana jadi senyap.
Kecuali Siau Ong-sun yang tetap duduk tenang, seolah tak pernah terjadi sesuatu, para jago lainnya, paling tidak ada sebagian yang berubah paras mukanya.
Him Ceng"hiong segera tampil ke depan jendela, bentaknya sambil memberi hormat: "Sobat mana yang telah datang berkunjung" Boleh tahu ada urusan apa?" Padahal semua orang tahu bahwa kekuatan daya bidik ke tiga batang panah panjang itu sangat mengerikan, tapi kini, tanpa takut sedikitpun dia berdiri didepan jendela, seolah tidak kuatir menjadi sasaran tembak lawan, keberanian semacam ini benar benar luar biasa.
Terdengar dari luar jendela, dibalik kegelapan, seseorang segera menjawab: "Sahabat yang berada dalam ruangan, kedatangan kami bersaudara tidak membawa niat jahat, hanya ingin masuk ke dalam ruangan saja." Nada suara itu penuh kekuatan, jelas ilmu silat yang dimiliki sangat tangguh, dari bayangan yang bergerak dibalik kegelapan, bisa dilihat pula bahwa yang hadir bukan hanya tiga sampai lima orang saja.
"Ada urusan apa?" tanya Him Ceng"hiong tetap membusungkan dada.
"Ada seorang pria dan seorang wanita dari perguruan kami telah berhianat dan mencuri benda mustika milik perguruan, oleh sebab itu kami ingin menggeledah, apakah kedua orang itu berada bersama kalian." Mendengar perkataan itu, Him Ceng"hiong kembali tertawa keras, katanya: "Sobat sekalian, kalian enggan menyebut identitas tapi bersikeras ingin masuk untuk melakukan penggeledahan, apakah kalian tidak merasa bahwa tindakanmu kelewat pandang rendah semua orang yang berada disini!" Orang diluar jendela segera tertawa seram, katanya: "setelah menjumpai Liang-gin-toh-hun-sam-ciam (tiga panah perak pencabut sukma) namun masih belum bisa menebak asal usul kami, hal ini harus disalahkan kalian yang punya mata tak berbiji." Begitu perkataan itu disampaikan, para jago pun ramai ramai mulai berbisik.
"Lambang dari perguruan manakah tiga panah perak pencabut sukma itu?" "siaute sudah banyak tahun berkelana dalam dunia persilatan, namun belum pernah mendengar soal ini!" "Thio losam, ilmu meringankan tubuhmu paling bagus, coba kau naik keatas untuk mencabut panah itu dan memeriksanya." Tian Mong-pek dan Tu Hun-thian ingin bertindak, tapi segera dicegah Siau Ong-sun, maka merekapun duduk kembali sambil mengikuti setiap perubahan.
Coba kalau bukan begitu, dengan watak mereka berdua, sudah pasti sedari tadi sudah turun tangan.
Tampak seorang lelaki kurus kering segera melompat keatas tiang penglari, ternyata ilmu ginkang yang dimiliki cukup hebat.
Begitu tiba diatas tiang penglari, diapun mencabut ke tiga anak panah itu satu per satu, setelah diperiksa sejenak, diapun melompat turun kembali sambil berkata: "siaute tak dapat mengenali asal usul panah perak ini." Seseorang yang berada disisinya segera mengambil panah itu dan diperiksanya berapa saat, kemudian dengan kening berkerut katanya pula: "Diatas panah ini tak ada tulisan, pun tak ada lukisan....
aaah, agak istimewa bentuk panah ini." "Dimana letak keistimewaannya?" tanya seseorang.
"Panah ini berbentuk kepala ular, jangan jangan milik anggota kay"pang yang biasa menangkap ular....
aaah, bukan, bukan, ada yang tahu asal usul panah itu?" Him Ceng"hiong selama ini hanya mengawasi gerak gerik diluar jendela, katanya tiba tiba: "Disini hadir Siau dan Tu locianpwee, kenapa kalian tidak minta petunjuk beliau?" "Aah, betul, betul," sahut orang yang memegang anak panah itu sambil II menggeleng, "sudah seharusnya sejak tadi .
. . . .. Belum selesai ia berkata, tampak wajah Thio Lo-sam, orang yang mencabut panah dari tiang penglari itu mulai mengejang keras, dengan sinar mata ketakutan teriaknya: "Ce.....
celaka..... aku . . . . . .." "Kenapa kau?" tanya para jago kaget.
Tenggorokan Thio losam hanya naik turun, tak sepatah katapun sanggup diucapkan, sepasang lengannya bergoncang kian kemari namun persendiannya sudah kaku sehingga tak mampu ditekuk.
Terlihat butiran keringat sebesar kacang kedele bercucuran membasahi jidatnya, seluruh bentuk mukanya berubah, kini dia tampak menyeringai menyeramkan.
Para jago merasa terperanjat, dengan mata terbelalak dan mulut melongo mereka awasi setiap perubahan dengan mulut terbungkam, tak seorangpun tahu apa yang harus diperbuat, pun tak ada orang yang berusaha menolong.
Pada saat inilah Siau Ong-sun yang selama ini duduk tak bergerak melompat ke depan dengan kecepatan tinggi, mula mula dia totok dulu jalan darah di telapak tangan yang memegang ke tiga batang panah, kemudian menotolong jalan darah cian-keng-hiat di sepasang bahunya, setelah itu dia menotok pula empat belas buah jalan darah penting lainnya serta dua belas jalan darah diseputar jantung.
Kecepatan geraknya tak terkirakan, dalam waktu singkat ke tiga batang panah panjang itu sudah terjatuh ke tanah.
Dengan wajah serius Siau Ong-sun bungkukkan badan untuk memungut anak panah itu.
Para jago segera berteriak kaget: "Panah itu pasti telah dilumuri racun hebat, hati hati kokcu, jangan sampai tersentuh." "Betul, panah ini beracun bahkan sifat racunnya sangat ganas dan mampu merambah urat nadi melalui kulit badan, sayangnya racun semacam ini belum tentu mampu melukai diriku." Perlu diketahui, kekuatan yang terhimpun dalam tangannya luar biasa, boleh dibilang kebal dan tak mempan dibakar, jangan lagi obat beracun, ketajaman golok serta bara api pun jangan harap bisa melukai sepasang tangan bajanya.
Para jago yang menyaksikan hal ini merasa terkejut bercampur kagum.
Tampak Siau Ong-sun memperhatikan anak panah itu berapa saat, kemudian sambil menggeleng dan menghela napas katanya: "Aku tak dapat mengenali asal usul panah perak ini, saudara Tu...." "Biar kuperiksa." Sela Tu Hun-thian.
Ia tak berani tekebur, diambilnya selembar handuk untuk membungkuk tangannya, kemudian baru menerima panah perak itu.
Namun setelah diperiksa berapa saat, terlihat keningnya berkerut kencang setelah itu menggeleng berulang kali.
Melihat itu Siau Ong-sun menghela napas panjang, ujarnya: "Sudah lama saudara Tu berkelana dalam dunia persilatan, selama puluhan tahun hampir seantero jagad telah dilewati, jika saudara Tu pun tak mampu mengenali asal usul panah perak ini, mungkin...." Dia menghela napas dan tidak bicara lagi.
Him Ceng"hiong terlihat sangat gelisah, tanyanya: "Bagaimana dengan keadaan luka kedua orang itu?" "setelah berhasil mencegah menjalarnya racun itu ke dalam tubuh, mungkin jiwa mereka tidak berbahaya lagi, tapi lengannya....
aaai!" Siau Ong-sun menghela napas panjang.
Bagi orang yang belajar silat, kehilangan lengan jauh lebih menderita daripada kehilangan nyawa, tanpa terasa para jago jadi sedih bercampur marah, teriak mereka kemudian: "Peduli siapa mereka, ayoh kita serbu keluar dan beradu jiwa dengan mereka." Pada saat itulah, dari luar jendela kembali terdengar Seseorang berseru sambil tertawa dingin: "setelah memberi kalian cukup waktu, apakah kamu semua masih belum bisa menebak asal usul kami?" Dengan gusar bentak Him Ceng-hiong: "Kawanan tikus yang tak berani tampil diri, mana mungkin toaya sekalian ll bisa mengenali kalian .
. . . .. Mendadak terdengar desingan angin tajam menyambar tiba, "Sreet!" sebutir mutiara yang ada dikopiah Him Ceng"hiong telah terhajar hingga putus jadi dua.
Kecepatan serta daya serangan itu tak terlukiskan dengan kata.
Biar Him Ceng"hiong seorang lelaki sejatipun, tak urung berubah hebat paras mukanya.
Kembali orang diluar jendela berseru sambil tertawa seram: "Bila panah tadi mengarah tenggorokanmu, sekarang nyawamu sudah melayang.
Tapi tujuan perguruan setan bengis hanya ingin menggeledah murid murtad, kami tak ingin mencelakai nyawamu." Terdengar seorang yang lain menambahkan: "Bila tahu diri, lebih baik segera buang senjata dan membiarkan berapa orang saudara kami masuk dan melakukan penggeledahan.....
kami beri kalian waktu setengah perminum teh lagi .
. . . . .." Orang yang pertama tadi kembali berkata: "sampai waktunya, bila tiada jawaban dari kalian maka kami akan melepaskan panah bersama sama, jangan harap kalian bisa keluar dari sini dalam keadaan hidup." "Perguruan setan bengis?" bisik Siau Ong-sun dengan kening berkerut, "saudara Tu, pernah mendengar tentang perguruan ini?" "Belum pernah! Jawab Tu Hun-thian sambil menggeleng, setelah termenung sejenak, katanya lagi, "tapi kalau perguruan ini punya sedikit nama saja, seharusnya aku pasti tahu .
. . . .." Dengan kening berkerut kembali ujar Siau Ong-sun: "Senjata rahasia mereka sangat ganas, kenapa tak berani masuk kemari II melainkan hanya gertak sambal dari luar jendela" Jangan jangan....
setelah menyapu sekejap seputar tempat itu, tambahnya: "Jangan jangan jumlah mereka tak banyak, jago yang lihay pun sedikit hingga yang bisa dilakukan hanya gertak sambal?" Hampir semua jago yang hadir merupakan jago kawakan yang pernah berkelana hampir puluhan tahun, setelah mendengar perkataan Siau Ong-sun ini, mereka jadi tersadar.
"Betul." "Sayang luka dalamku belum sembuh," sela Tian Mong-pek sambil menghela napas, "kalau tidak.....
kalau tidak.... aaai!" "Kalau tidak, kau akan menyerbu keluar paling dulu bukan?" sambung Siau Ong-sun sambil tersenyum.
II "Kalau tidak, sejak tadi aku sudah menyerbu keluar.
Kata Tian Mong-pek sambil tertawa getir.
"serbu keluar . . . . .. serbu keluar . . . . . .." teriak para jago.
"Jangan gegabah," cegah Siau Ong-sun dengan nada dalam, "musuh ditempat gelap, kita ditempat terang, bila menyerbu keluar, pasti akan jatuh korban dipihak kita, apalagi.....
menurut pendapatku, dibalik kesemuanya ini pasti ada sesuatu." "Sesuatu apa?" "Aku belum bisa menebak apa itu," kata Siau Ong-sun setelah termenung sejenak, "tapi tak ada salahnya untuk diselidiki.....
Him tayhiap, harap mundur selangkah, biar aku berbicara dengan dia." "Turut perintah!" Him Ceng"hiong segera mundur dari posisinya.
Saat itulah dari luar jendela kembali melesat masuk tiga batang panah panjang, lalu dari balik kegelapan terdengar seseorang membentak: "Batas waktu sudah habis .
. . . . .." "Harap tunggu sejenak lagi, aku ingin minta petunjuk dulu." Ujar Siau Ong-sun.
"Setuju atau tidak terserah kau, apa lagi yang ingin ditanyakan?" jawab orang diluar jendela sambil tertawa dingin.
"Apakah sobat sekalian datang dari bukit orang Biau" Apakah perguruan setan bengis merupakan partai yang pernah menghajar Tiam-cong-pat-kiam hingga terluka parah?" Orang diluar jendela itu termenung sejenak, kemudian tertawa seram.
"Hahaha. Ternyata kau punya pengetahuan luas, dugaanmu tepat sekali, bahkan sampai urusan Tiam-Cong-pay yang pernah dihancurkan pun tahu dengan jelas." Para jago saling bertukar pandangan dengan perasaan tak habis mengerti, pikir mereka: "Pengetahuan kokcu lembah kaisar memang mengagumkan, akhirnya dia teringat juga dengan asal usul perguruan setan bengis." Sebaliknya Tu Hun-thian berpikir dengan keheranan: "Sejak kapan di wilayah Tin"lam muncul perguruan setan bengis, kapan pula Tiam-cong-pat-kiam dihajar orang sampai terluka parah" Kalau sampai peristiwa yang menggetar sukma ini pernah terjadi dalam dunia persilatan, kenapa aku tak pernah tahu?" Biarpun pelbagai kecurigaan berkecamuk dalam benaknya, namun tak sepatah kata pun yang diucapkan.
Tampak sinar mata Siau Ong-sun berkilat, tampaknya ia semakin yakin dengan dugaannya, dengan suara dalam segera katqanya: "Tiam-cong-pat-kiam yang begitu tangguh pun keok ditangan partai kalian, cayhe mana berani membangkang perintah?" "jadi kau setuju?" "Betul, dipersilahkan kalian mengutus orang untuk melakukan penggeledahan." Para jago semakin melongo, kali ini mereka berdiri dengan mata terbelalak, tidak tahu permainan setan apa yang sedang dilakukan Bulim cianpwee ini, masa seorang Kokcu dari lembah kaisar bakal bersikap hormat dan takut kepada orang lain" Tapi karena kokcu lembah kaisar sudah setuju, tentu saja orang lain tak berani membantah, hanya Tu Hun-thian Vang tahu, sudah pasti tindakan Siau
Tapi karena kokcu lembah kaisar sudah setuju, tentu saja orang lain tak berani membantah, hanya Tu Hun"thian yang tahu, sudah pasti tindakan Siau Ong-sun ini dilandasi dengan sesuatu tujuan.
Betul saja, Siau Ong-sun segera berjalan menuju ke sisi Tu Hun"thian dan membisikkan sesuatu.
Sekulum senyuman segera menghiasi wajah Tu Hun"thian, sahutnya sambil manggut-manggut: "Bagus sekali, bagus sekali, akan segera kulakukan." Dalam pada itu orang diluar jendela telah berkata lagi sambil tertawa keras: "Anggap saja kau tahu diri dan akhirnya setuju .
. . . . . .. Tio samte, Chin sute, ikut aku masuk ke dalam, Ong jite, Sik ngo-te, Go jite, Thio patte bawa ke tujuh puluh dua orang ksatria kita tunggu dilu ar, sementara saudara yang lain lakukan perondaan di empat penjuru, jangan biarkan orang lain masuk kemari." Menyusul kemudian terdengar serentetan suara mengiakan.
Mendengar itu, para jago semakin terperanjat, pikir mereka: "Begitu banyakkah jagoan dari perguruan setan bengis yang datang kemari?" Hanya Siau Ong-sun tetap tersenyum, dia seakan menganggap kejadian yang serius dan menegangkan ini sebagai kejadian yang menggelikan, hal ini menimbulkan tanda tanya besar dalam benak para jago.
Tapi begitu melihat ada tiga sosok bayangan manusia muncul dari balik kegelapan, senyuman diwajah Siau Ong-sun lenyap seketika, ia berubah jadi tegang dan serius, seolah telah berubah jadi seseorang yang lain.
Ke tiga sosok bayangan manusia itu adalah tiga lelaki berbadan jangkung dan bertubuh lincah, mereka mengenakan pakaian ketat berwarna hitam, wajahnya mengenakan topeng setan terbuat dari tembaga, dipinggangnya tergantung kantung senjata rahasia, tangan kanannya mengenakan sarung tangan kulit menjangan berwarna hitam, sepintas memandang, gerak gerik mereka sangat aneh.
Orang yang bernyali kecil segera merasa bergidik, bulu kuduk tanpa terasa bangkit berdiri.
Dengan cepat ke tiga orang itu menerobos masuk melalui jendela.
Orang yang berada dipaling depan segera berkata: "Bila sobat sekalian pegang janji, akupun tak akan membuat keonaran, kalau tidak .
. . . .. hmm, hmm, bagaimana akibatnya, aku rasa tak usah dijelaskan pun kalian sudah mengerti." "Mana mungkin kami sekalian punya nyali sebesar itu, tak mungkin berani ingkar janji." Jawab Siau Ong-sun.
"Bagus, apakah sobat adalah liongtau disini" Boleh tahu siapa namamu?" tanya manusia berbaju hitam bertopeng setan itu.
Dengan kepala tertunduk rendah jawab Siau Ong-sun: "Aku hanya seorang bu-bing-siau-cut, malu untuk menyebut nama.
Anggota kami semua sudah berkumpul disini, silahkan kalian bertiga melakukan penggeledahan." Orang orang berbaju hitam bermuka setan itu serentak melangkah masuk, sorot mata mereka bersama sama memandang Tian Mong-pek sekejap, sekilas senyuman seakan melintas dalam pandangan itu, tapi dengan cepat mereka menggeledah kearah lain.
Para jago berdiri tegak tanpa bergerak, namun hawa amarah jelas menghiasi wajah mereka, hanya Tu Hun"thian yang tak kelihatan jejaknya, tak tahu sejak kapan dia sudah pergi.
Tanpa berhenti ketiga orang manusia berbaju hitam itu berjalan mengelilingi para jago, mereka tidak memeriksa dengan seksama, pun tidak melihat dengan jelas, apalagi ketika melalui didepan Tian Mong-pek, mereka seolah tidak memperhatikan sama sekali.
Situasi yang pada awalnya tampak begitu tegang dan serius, ternyata dilalui mereka secara main main, hal ini semakin membuat para jago semakin tak mengerti.
Akhirnya ke tiga orang itu berhenti ditepi jendela, salah seorang diantaranya berkata sambil tertawa: "Ternyata penghianat perguruan kami tak ada disini, kamipun tak ingin mengganggu lebih jauh." "Apakah kalian akan menggeledah sekali lagi?" tanya Siau Ong-sun sambil tertawa.
"Tidak usah, niat baik sahabat kami terima dihati saja....
." Tiba tiba ke tiga orang itu mengayunkan tangannya bersama, puluhan titik cahaya hitam yang lembut, bagaikan hujan badai langsung mengancam tubuh Tian Mong-pek.
Serangan itu cepat bagai kilat dan sama sekali tak terduga sebelumnya, membuat orang susah untuk menghindar.
Para jago sangat terperanjat, mereka sangka kali ini Tian Mong-pek pasti akan kena serangan dan sulit lolos dari kematian.
Ini dikarenakan Tian Mong-pek pribadi sudah tidak memiliki kekuatan untuk menghindar, orang lainpun tak sempat lagi untuk memberi pertolongan.
Siapa tahu tindakan keji dari manusia berbaju hitam bertopeng setan ini sudah berada didugaan Siau Ong-sun, karena itu jauh sebelumnya dia sudah membuat persiapan.
Tampak tubuhnya bergerak cepat, tangannya digetarkan dan terlihat seutas tali pinggang berwarna kuning yang panjangnya mencapai berapa kaki, bagaikan naga sakti di angkasa tahu tahu berubah jadi satu lingkaran dan menggulung ke arah puluhan titik cahaya hitam tadi.
Ketika hamburan cahaya hitam tadi masuk ke balik lingkaran tersebut, mendadak seakan terhisap oleh satu kekuatan yang maha besar, semua gerakan terhenti sama sekali , sementara lingkaran ikat pinggang kuning itu makin lama semakin mengecil dan akhirnya beratus batang senjata rahasia selembut rambut itu sudah tergulung semua jadi satu.
Mimpi pun manusia berbaju hitam bertopeng setan itu tak menyangka kalau seorang "bu-beng-siau-cut" ternyata memiliki ilmu silat yang begitu luar biasa.
Menurut rencana semula, begitu serangan bokongan mereka berhasil, ke tiga orang itu segera akan meloncat keluar dari jendela dan melarikan diri, tapi kini, mereka malah terperana hingga sama sekali tak mampu bergerak.
"Bajingan tengik yang tak tahu malu, jangan biarkan mereka kabur." Umpat para jago sambil meluruk maju ke depan.
Manusia berbaju hitam bertopeng setan itu kembali membentak, selapis cahaya tajam lagi lagi tersebar dari tangannya.
Sayang Siau Ong-sun sudah menerobos maju ke depan para jago, sekali lagi ikat pinggang kuningnya menggulung, semua ancaman senjata rahasia itu dengan gampang tersapu lenyap.
Perlu diketahui, Siau Ong-sun merasa sangat prihatin selama ini ketika melihat ragam senjata rahasia beracun yang beredar dalam dunia persilatan makin lama semakin banyak, sepak terjang mereka makin jumawa dan ngawur.
Oleh karena itu diapun menciptakan satu kepandaian khusus yang dilatihnya dengan tekun untuk mematahkan serangan senjata rahasia.
Dengan dasar tenaga dalamnya yang sudah dilatih puluhan tahun, begitu disalurkan ke dalam ikat pinggang itu, seketika timbullah lingkaran udara tak berwujud dalam lingkaran yang diciptakan, senjata rahasia macam apapun, begitu membentur pusaran hawa sakti itu, ibarat terhisap besi semberani, seketika lenyap tak berbekas.
Menyaksikan kemahiran dan kehebatan ilmu silat itu, para jago pun bersorak sorai memuji.
Dalam keadaan begini, orang berbaju hitam itu mana berani bertarung lebih jauh" Cepat dia gerakkan tubuh siap melarikan diri melalui jendela.
Tiba tiba dari luar jendela terdengar seseorang menegur sambil tertawa terbahak-bahak: "Hahaha, hendak ke mana kalian bertiga" Aku si panah yang lepas dari busur Tu Hun"thian sudah lama menunggu disini." II Begitu julukan "Panah yang lepas dari busur diucapkan, orang berbaju hitam itu tampak terkejut, sang pemimpin segera berteriak keras: "Kau sangka perguruan setan bengis gampang dianiaya" saudara sekalian, lepas panah." Tu Hun-thian tertawa makin keras: "Hahaha, ke delapan saudara dan ke tujuh puluh dua orang ksatriamu kalau dikumpulkan paling banter hanya lima orang, sayangnya mereka sudah kubereskan semua." Orang berbaju hitam itu semakin kaget, tapi sambil keraskan kepala ancamnya sambil tertawa: "Budak busuk, besar amat nyalimu, bila hari ini kau berani melukai seujung rambut saudaraku, dikemudian hari perguruan setan bengis pasti akan datang menuntut balas, akan kubunuh kalian seakar akarnya." Biarpun dia berlagak sok menyeramkan, sayang suara tertawanya sudah kedengaran mulai gemetar.
"Perguruan setan bengis?" kata Siau Ong-sun sambil tertawa, "didunia ini mana ada perguruan setan bengis?" Setelah menyapu sekejap sekeliling tempat itu, lanjutnya sambil tersenyum: "Sejak mereka menyebut diri sebagai perguruan setan bengis, aku sudah mulai curiga kalau nama perguruan itu merupakan hasil ciptaan mereka untuk membohongi kita, hanya saja belum berani memastikan.
Padahal di wilayah Tin-lam sama sekali tak ada bukit yang bernama bukit manusia Biau, sementara Tiam-Cong-pat-kiam sudah meninggal sejak enam puluh tahun berselang, sungguh menggelikan kawanan tolol ini masih beraninya mengaku." Mendengar sampai disini, tak tahan para jago tertawa terbahak bahak.
sambil tersenyum Siau Ong-sun berkata lebih lanjut: "Sejak itu aku segera tahu kalau panah perak berkepala ular serta perguruan setan bengis hanya merupakan rekayasa mereka untuk berbohong, tujuannya hanya untuk menutupi identitas mereka yang sebenarnya, sampai kemudian dia menggertak kalau masih ada delapan saudara dan tujuh puluh dua ksatria, kesemuanya hanya bertujuan agar kita semakin ketakutan, agar kita tidak menyulitkan mereka disaat mereka bertiga melakukan penggeledahan, maka akupun sambut rencana busuk mereka dengan berlagak pilon, ingin kulihat permainan apa lagi yang hendak mereka lakukan." Sekarang para jago baru sadar apa yang telah terjadi, tiba tiba terdengar seseorang bertanya: "Siapakah sebenarnya kawanan tolol ini?" "Mereka tak lain adalah anak buah dari Tong Ti." Kembali para jago tertegun, lewat sesaat kemudian baru terdengar seseorang berkata sambil menghela napas: "Tak heran kalau sifat racun yang digunakan dan senjata rahasia yang mereka pakai begitu menakutkan." Walaupun orang tak bisa melihat bagaimana perubahan wajah manusia berbaju hitam bertopeng setan itu, namun tampak jelas rasa takut yang memancar dari balik matanya.
"Oo..... omong kosong, siapa..... siapa yang anak buah Tong Ti?" "Masih mau menyangkal" Cepat mengaku." Hardik Tu Hun"thian sambil menarik muka.
"Tiii..... tidak ada . . . . .. tidak ada yang perlu diakui." Seru orang berbaju hitam itu ketakutan.
Biarpun masih ingin bersikeras menyangkal, namun ucapannya justru mulai gemetar dan menunjukkan rasa ketakutan yang makin mengental.
sambil tersenyum kata Siau Ong-sun: "Karena mereka enggan mengaku, biar aku yang mewakili mereka memberi penjelasan .
. . . .. ketika si Tangan pencabut nyawa Tong Ti tahu kalau Tian Mong-pek telah mendengar rahasianya, tentu saja dia berniat hendak membunuhnya, ini dikarenakan nama Tian Mong-pek sangat tersohor, hubungannya mencapai seantero jagad, maka dia tak berani membunuh secara blak blakan, karena itulah diapun sengaja memerintahkan anak buahnya mengenakan topeng tembaga, menyaru sebagai murid perguruan setan bengis untuk melakukan pembokongan, dengan begitu bila usahanya berhasil, kalian bisa cuci tangan bukan?" Pertanyaan terakhir jelas ditujukan kepada manusia berbaju hitam itu, namun mana berani manusia berbaju hitam itu menjawab.
Mendengar penjelasan ini, kontan saja para jago mengumpat, kata mereka sambil menghela napas: "Benar benar siasat keji, bila Tian tayhiap sampai tewas ditangan mereka, sudah pasti sanak keluarganya akan mencari pihak perguruan setan bengis untuk membalas dendam, saat itu asal mereka memusnahkan panah perak berkepala ular serta topeng setan tembaga hijau, perguruan setan bengis pun seketika akan lenyap dari dunia ini.
Lalu sanak keluarganya harus ke mana mencari mereka?" Perlahan Siau Ong-sun berkata: "Mereka anggap senjata rahasia yang diandalkan sangat tangguh, mereka pun sangka Tian Mong-pek berjalan seorang diri, karena itu mereka bagi kekuatannya jadi berapa kelompok untuk melakukan pengejaran, siapa tahu Tian Mong-pek sudah sampai disini bahkan dikelilingi begitu banyak jago silat .
. . . .." "Darimana mereka tahu kalau Tian tayhiap sudah sampai disini?" ada orang yang tak tahan menyela, "sekalipun ada anak buah perguruan panji putih yang bekerja sebagai mata mata keluarga Tong, seharusnya tidak secepat itu berita ini sampai ke tangan mereka!" "Alasannya amat sederhana .
. . . .." kata Siau Ong-sun, "biarpun Yo Swan si bajingan itu berhasil kita hajar sampai terluka dan sebelum kabur lewat pintu belakang masih menjerit kesakitan, namun beruntung dia tidak mati, sementara waktu itu kita sudah sibuk memeriksa keadaan luka Uh-ji, dengan manfaatkan kesempatan inilah dia berhasil kabur.
Tapi kemudian ia berjumpa dengan para pengejar dari keluarga Tong, dari mulut dialah Tian Mong-pek diketahui berada disini.
Aku duga siasat busuk ini pasti berasal dari otak Yo Swan, sebab target mereka hanya Tian Mong-pek seorang.
Akan tetapi setelah melihat posisi Tian Mong-pek, mau tak mau terpaksa mereka berlagak melakukan pemeriksaan dan mundur ke samping jendela.
Niatnya, begitu berhasil dengan serangan bokongannya, mereka segera akan melompat jendela untuk kabur, asal tidak tertangkap, tak bakal ada yang bisa membongkar rencana busuk ini, sayangnya .
. . . . .." sambil tersenyum dia menghentikan perkataannya.
Tu Hun"thian tertawa tergelak, sambungnya: "Sayangnya mereka telah bertemu dengan kokcu lembah kaisar yang dapat menduga kejadian secara tepat, jauh sebelum mereka bertindak, siasat busuk mereka sudah ketahuan terlebih dulu." Kini para jago semakin paham, mereka baru mengerti apa yang dibisikkan Siau Ong-sun ke telinga Tu Hun"thian waktu itu, sudah pasti dia diminta membasmi sisa komplotannya yang tertinggal diluar dan memutuskan jalan mundur mereka.
Bab S0. Budi dari sahabat lama. Mendengar Siau Ong-sun dapat membeberkan semua keadaan seolah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, ke tiga orang berbaju hitam itu merasa terkejut bercampur kagum, butir keringat menetes keluar membasahi topeng tembaga hijau yang menutupi wajahnya.
Tiba tiba terdengar salah seorang diantaranya berseru dengan nada benci: "Bajingan benar manusia yang bernama Yo Swan, ternyata dia tidak menerangkan kalau kokcu lembah kaisar berada disini, kalau tidak, mana mungkin kami tiga bersaudara berani menyatroni kemari." Siau Ong-sun tertawa, katanya: "Tidak bisa salahkan dia, karena dia sendiripun tidak tahu kalau aku II berada disini .
. . . . . .. Sesudah berpaling memandang Tian Mong-pek sekejap, lanjutnya dengan suara dalam: "Dari sini bisa disimpulkan kalau antara Yo Swan dengan Tong Ti pasti sudah menjalin kontak, hanya tidak diketahui apakah Lan Toa-sianseng sudah mengetahui kejadian ini?" Dengan nada dendam kata Tian Mong"pek: "Menurut pendapatku, meskipun Lan Thian-jui, So Kin-soat dan Tong Ti seolah saling tidak terkait, padahal diam diam mereka sudah menjalin persekongkolan." Orang berbaju hitam yang menjadi pimpinan itu berkilat matanya, tiba tiba ia berseru: "Dugaan Tian kongcu tepat sekali, sebenarnya semua urusan ini merupakan hasil rancangan Lan Toa-sianseng secara diam diam." Suasana seketika jadi gaduh, para jago dan pendekar yang hadir disana saling berbisik membicarakan hal ini, siapa pun tak menyangka Lan Toa-sianseng yang begitu tersohor ternyata secara diam diam telah merancangkan rencana busuk itu.
Padahal sejak awal Tian Mong-pek sudah mencurigai Lan Toa-sianseng, setelah mendapat bukti sekarang, dia semakin gusar.
Hanya Siau Ong-sun seorang yang tetap tenang, tampaknya dia sedang berpikir dan sama sekali tak terpengaruh oleh perkataan itu.
"Yo Swan si bajingan tengik itu kini berada dimana?" tanya Him Ceng-hiong dengan suara dalam.
"Setelah memberi petunjuk arah jalan, dengan membawa luka dia segera pergi, bahkan kami sempat mengirim dua orang saudara untuk menghantarnya, mungkin saat ini sudah pergi entah kemana." Sahut orang berbaju hitam itu.
"Lantas si Tangan pencabut nyawa Tong Ti berada dimana?" tanya Tu Hun-thian.
Lelaki berbaju hitam itu menghela napas panjang, sahutnya dengan kepala tertunduk: "Lo"cou-cong kami baru saja meninggal dunia, situasi dalam perguruan mengalami perubahan besar, saat ini dia sedang berada dirumah untuk berkabung." Saat ini Tian Mong-pek baru mendengar kabar kematian Tong Bu-im, hatinya tergetar, pikirnya: "Ternyata firasat jelekku menjadi kenyataan, Tong Lojin benar benar telah mati .
. . . . .." Siau Ong-sun menghela napas panjang, ujarnya: "Bu-im lojin adalah seorang pendekar hebat, tak nyana begitu cepat dia pergi .
. . . . .. padahal dunia persilatan sedang dirundung masalah, II aaai .
. . . . .. Sampai disitu dia berhenti bicara dan tertunduk sedih.


Panah Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah terhening berapa saat, ujar Tu Hun-thian: "Dalam situasi dan kondisi semacam ini, ternyata Tong Ti masih berada dirumah.
Kenyataan ini sungguh membuat orang sukar percaya." Tiba tiba dari antara para jago ada yang menimbrung: "Cayhe bisa membuktikan kalau apa yang dia katakan memang benar, baru saja cayhe tinggalkan gedung keluarga Tong .
. . . . .." Secara ringkas diapun menuturkan keadaan dalam gedung keluarga Tong waktu itu.
Tu Hun"thian mendengus dingin, katanya: II "Tak disangka Tong Ti masih tahu untuk berkabung .
. . . .. sambil menunjuk keluar jendela, tambahnya: "Diluar jendela tergeletak lima orang, ditambah tiga ora ng disini, apa yang hendak kita lakukan terhadap mereka?" Thio losam yang tergeletak disamping, saat itu sudah setengah sekarat, mendengar pertanyaan itu, kontan teriaknya: "Bunuh mereka .
. . . . .. bunuh mereka . . . . .." Suasana jadi gaduh, ada sebagian jago menyatakan setuju, ada pula yang menolak.
Dengan suara keras Him Ceng-hiong berseru: "Lebih baik kokcu yang putuskan soal ini, kita semua tak boleh bertindak gegabah." Siau Ong-sun berpikir sejenak, kemudian katanya: "Orang orang inipun bekerja karena perintah atasan, bukan atas dasar kemauan sendiri, menurut pendapatku, lebih baik biarkan saja mereka pergi, bagaimana menurut saudara Tu?" Biarpun Thio Lo-sam sekalian merasa tak sependapat, namun mereka tak berani buka suara.
Setelah tersenyum, ujar Tu Hun-thian: "Karena kokcu berbelas kasian, sedang akupun bukan termasuk manusia gemar membunuh .
. . . . . .. tanggalkan kantung senjata rahasia mereka, biarkan mereka pergi!" Seolah mendapat pengampunan, begitu mendengar keputusan tersebut, kawanan manusia berbaju hitam itu segera menanggalkan kantung senjata rahasia masing masing, kemudian sesudah menjura, tanpa bicara lagi segera beranjak pergi.
"Jangan lupa dengan rekan rekan kalian diluar jendela....." teriak Tu Hun-thian.
Lalu sesudah tersenyum, katanya lagi: "Aku rasa orang orang itu pastilah murid atau cucu murid Tong Ti, ada baiknya dibebaskan semua." Perlu diketahui, pengalamannya dalam dunia persilatan boleh dibilang nomor satu, dari sepak terjang orang orang itu, dia tahu kalau mereka hanyalah orang orang berilmu rendah, kalau bukan begitu, tak mungkin semudah itu membebaskan mereka semua.
Terdengar dari luar jendela bergema suara batuk batuk, lalu terlihat delapan sosok manusia melompati pagar dengan tergopoh gopoh.
Tanpa menghentikan langkahnya, ke delapan orang manusia berbaju hitam itu berlarian sejauh dua li lebih dan kemudian berhenti didalam sebuah hutan.
Lelaki berbaju hitam yang menjadi pimpinan itu berseru: "Gotong dia keluar." Dua orang anak buahnya mengiakan dan melompat ke balik pepohonan yang lebat, dari situ mereka menggotong keluar seseorang.
Terlihat orang itu sangat lemah, napasnya lirih, ternyata dia bukan lain adalah Yo Swan.
Ternyata pengakuan orang berbaju hitam itu yang mengatakan dia sudah dibawa jauh hanya kata kata bohong, dia hanya sembunyikan Yo Swan dibalik pepohonan, hanya saja karena terkena hawa malam, kini lukanya bertambah parah.
Begitu melihat orang berbaju hitam itu kembali dengan selamat, dia jadi kegirangan, tanyanya dengan napas terengah: "Suu....
sudah berhasil?" Pemimpin kawanan manusia berbaju hitam itu tertawa dingin, ujarnya: "Kau jangan bertanya aku dulu, aku mau tanya, sudah berapa tahun sejak So Kin"soat menunjuk kau masuk ke perguruan Au"sian"kiong?" Nada suaranya berat dan tegas, dibandingkan dengan sikap hormatnya yang menjawab setiap pertanyaan yang diajukan tadi, dia seolah merupakan dua orang yang berbeda.
"Rasanya sudah hampir belasan tahun." Jawab Yo Swan setelah tertegun.
"Hmm, diwaktu biasa, kau selalu pintar, pandai bekerja, kemampuanmu tiga kali lipat melebihi orang lain, tapi selama belasan tahun, pernahkah kau berhasil melaksanakan satu tugas besar?" Diatas wajah Yo Swan yang pucat pias, segera terlintas perasaan ngeri dan ketakutan, serunya gemetar: \\ .
. . . .. tapi dalam setiap tugas, siautit selalu berusaha dengan sepenuh tenaga, hanya Thian tidak membantu aku, setiap kali urusan hampir berhasil, tahu tahu saja gagal total, toa....
toasiok, kau toh sudah tahu tentang semua permasalahan ini!" Orang berbaju hitam itu tertawa dingin.
"Hmm, aku hanya tahu kalau kau sok pintar, padahal sama sekali tak berguna." "Tapi....
tapi tadi....." "Tadi.....
Hmm, Hmm, kenapa tadi?" tukas orang berbaju hitam itu gusar, "kalau bukan aku sengaja berlagak berilmu cetek dan bersikap bungkuk bungkuk macam budak, mungkin tubuhku saat ini sudah dicincang Siau Ong-sun dan Tu Hun"thian jadi delapan keping." "Hah" Siau Ong-sun juga berada disana" Siautit benar benar tidak mengetahui akan hal ini." "Masalah apapun kau tidak tahu, buat apa tetap hidup terus" Apalagi dengan keadaanmu sekarang, mungkin untuk hidup terus juga susah." "Toa....
toasiok," rengek Yo Swan, "mohon kau orang tua sudi membawa serta diriku, jangan biarkan aku tetap tinggal disini, dikemudian II hari .
. . . .. dikemudian hari aku pasti akan membantu kau orang tua .
. . . .. Tapi begitu melihat sorot mata orang berbaju hitam itu dingin bagaikan es, dia semakin bergidik, kata seterusnya langsung membeku di tenggorokan dan tak sanggup lagi dilanjutkan.
Dengan pandangan menyeramkan orang berbaju hitam itu menatapnya, topeng setan tembaga hijau itu tampak berkilauan ditengah kegelapan malam, mimik muka semacam itu betul betul mengerikan hati.
Tiba tiba dia angkat telapak tangannya.....
"Toasiok, kumohon, ampuni aku.....
ampuni aku!" jerit Yo Swan ketakutan.
Jeritan ngeri yang memilukan hati, terdengar begitu menyayat ditengah kegelapan malam.
Sayang manusia berbaju hitam itu tak pernah tergerak hatinya, telapak tangannya tetap dilanjutkan menghantam ke bawah, katanya sambil tertawa seram: "Kau sudah cacat, isi perutmu juga sudah terluka parah, percuma hidup terus di dunia ini, lebih baik toasiok beri kepuasan untukmu!" satu pukulan dahsyat langsung dihantamkan keatas dada Yo Swan.
Yo Swan segera menjerit ngeri: "Tong Ti, kau....
kau . . . . .." Sepasang kakinya mengejang, nyawa nya putus seketika.
Begitulah nasib pemuda yang licik dan berhati busuk itu, bukan tewas ditangan orang yang telah dicelakai, sebaliknya malah mampus ditangan orang sendiri.
Jeritan ngerinya yang terakhir kali, dipenuhi perasaan benci yang mendalam serta perasaan penyesalan.
Orang berbaju hitam itu segera menendang jenasah Yo Swan ke dalam semak belukar, setelah itu dia baru melepas topeng setan tembaga hijaunya dan menghembuskan napas panjang, katanya sambil tertawa terbahak: "Siau Ong-sun, sekarang kau pasti sudah mengenali diriku bukan!" Ditengah kegelapan malam, terlihat wajahnya kurus kering dan menyeramkan, dia tak lain adalah Tong Ti.
Orang lain menyangka dia masih berada dalam ruang rahasia sambil berkabung, siapa yang tahu kalau dia justru sudah berada disini" Ke tujuh orang manusia berbaju hitam lainnya berdiri dengan muka serius, saking takutnya, mereka sampai tak berani menghembuskan napas panjang.
Terdengar Tong Ti bergumam: "Tian Mong-pek wahai Tian Mong-pek, walaupun hari ini aku tak dapat membunuhmu, tapi asal aku berhasil tiba lebih dulu di bukit Kun-san, kau toh tetap tak bisa meloloskan diri." Waktu itu, Tu Hun"thian sedang mengobati luka racun panah dari Thio Lo-sam berdua, sementara Siau Ong-sun telah masuk ke dalam ruang rahasia untuk mengobati luka dalam Tian Mong-pek.
Keadaan luka yang diderita Tian Mong-pek teramat susah untuk diobati, andaikata dia tidak bertemu Siau Ong-sun tepat waktu, mungkin seluruh ilmu silat yang dimiliki tak dapat pulih kembali seperti sedia kala.
Tapi kini dia telah bertemu Siau Ong-sun yang tiba tepat waktu, itu berarti keadaan lukanya sudah tidak menguatirkan lagi, Siau Hui-uh tahu akan kemampuan ayahnya, maka diapun dapat pergi dengan perasaan lega.
Kendatipun begitu, Siau Ong-sun dan Tian Mong-pek tetap membutuhkan waktu satu harian penuh sebelum dapat keluar dari ruang rahasia, saat itu wajah Siau Ong-sun tampak sayu dan letih, sebaliknya wajah Tian Mong-pek jauh lebih ceria daripada sebelumnya.
Para jago pun menyambut kesembuhan itu dengan riang gembira.
Hingga keesokan hari ke tiga, ketika fajar baru saja menyingsing, Siau Ong-sun, Tu Hun"thian serta Tian Mong-pek baru berangkat meninggalkan tempat itu.
Him Ceng-hiong dengn memimpin para jago menghantar hingga satu li lebih sebelum berpisah.
Dalam pada itu Siau Ong-sun bertiga melakukan perjalanan diiringi gurauan dan perbincangan, sekalipun tidak dilakukan dengan terburu buru, namun dengan ilmu meringankan tubuh yang mereka miliki, perjalanan itu terhitung cukup cepat.
Setelah berjalan lebih kurang satu li, tiba tiba Tian Mong"pek menemukan satu kejadian yang aneh, serunya tanpa sadar: "Apa itu?" Siau Ong-sun dan Tu Hun-thian memiliki ketajaman mata yang luar biasa, mereka pun segera melihat keanehan itu.
Terlihat dua baris semut putih bergerak Secara rombongan ditepi jalan, satu rombongan berjalan memasuki semak belukar, sementara barisan yang lain merangkak keluar dari semak.
Kawanan semut itu aneh bentuknya, bentuk tubuh mereka sebesar beras ketan, satu kali lipat lebih besar dari semut pada umumnya, bahkan sewaktu merangkak, gerakannya cepat sekali.
Tanpa terasa mereka bertiga menghentikan langkahnya.
"Dibalik semak itu pasti ada yang aneh," ujar Tian Mong-pek, "coba ananda tengok ke dalam sana." sambil berkata, dia segera melompat masuk ke balik semak belukar.
Siau Ong-sun saling bertukar pandangan sekejap dengan Tu Hun"thian.
II "saudara Tu, ujar Siau Ong-sun kemudian, "pengetahuanmu amat luas, sudah pasti tahu bukan apa nama dari semut jenis itu?" "Semut pemakan mayat!" Tiba tiba terdengar Tian Mong-pek menjerit kaget sambil mundur tiga langkah, badannya kelihatan limbung.
Buru buru Tu Hun"thian bertanya: "Apakah didalam semak ada sesosok mayat?" Ketika Tian Mong-pek berpaling, terlihat wajahnya pucat pias bagai mayat, rasa ngeri dan seram terpancar dari matanya.
"Mayat itu . . . . .. mayat itu adalah.... adalah . . . . .." Dari mimik mukanya, Siau Ong-sun serta Tu Hun"thian segera tahu kalau jenasah yang berada dalam semak belukar itu tentu seseorang yang dikenal, dengan kening berkerut mereka berdua ikut melompat masuk ke dalam semak.
Diantara semak belukar, terlihat sesosok mayat membujur kaku disitu, walaupun mayat itu sudah digigit ribuan semut pemakan bangkai hingga hancur tak karuan, namun raut mukanya masih dapat dikenal, dia tak lain adalah Yo Swan.
Kedua orang itu merasa terperanjat, untuk sesaat mereka pun berdiri termangu.
sambil menghela napas dengan nada berat, ujar Tu Hun-thian: "siapa menanam kebusukan, akhirnya harus menuai kebusukan pula, bocah ini keblinger karena kepintarannya, terakhir toh dia harus menerima akhir yang tragis." Ketika berpaling, dilihatnya Siau Ong-sun sedang menghentakkan kakinya berulang kali sambil tertawa getir, katanya: "Tak kusangka kita berdua tetap tertipu oleh muslihat orang lain." "Tertipu siapa .
. . . . .." tanya Tu Hun"thian dengan kening berkerut, tapi setelah berpikir sejenak, sahutnya, "Aah, betul, Tong Ti, sudah pasti pemimpin dari rombongan manusia berbaju hitam itu adalah penyamaran dari Tong Ti." Kembali Siau Ong-sun tertawa getir.
"Sayang kita telah teledor saat itu dan tidak perintahkan mereka untuk melepas topengnya, aaai, setelah melepas harimau kembali ke gunung, kerepotan yang bakal kita hadapi pasti akan semakin banyak." Bagaimana pun, kedua orang ini adalah jago-jago berpengalaman, pandangan serta analisa mereka jauh melebihi orang awam, dari keadaan mayat Yo Swan, mereka segera dapat menebak duduk perkara yang sebenarnya.
Tian Mong-pek tampak sangat sedih, dia tak tega menyaksikan keadaan Yo Swan yang mengenaskan, pintanya dengan kepala tertunduk: II "Ananda mempunyai satu permintaan .
. . . . .. Belum sampai dia mengajukan permintaannya, Siau Ong-sun telah menyela: "Biarpun Yo Swan licik dan jahat, kematiannya kelewat mengenaskan, apakah kau hendak mengubur jenasahnya?" II "Bagaimana pun, ananda pernah angkat saudara dengan dia, ucap Tian Mong-pek sedih, "sekalipun dia .
. . . . . .." sambil menghela napas Tu Hun-thian memotong: "Meskipun dia tega kepadamu, namun kau tak boleh kehilangan rasa setia kawan .
. . . .. aaai, baiklah. Kau sulut api terlebih dulu disekeliling jenasahnya." "Kenapa harus memasang api?" tanya Tian Mong-pek tertegun.
"Kalau tidak dibakar, bagaimana caramu untuk mengusir kawanan semut putih itu?" "Memalukan!" pikir Tian Mong-pek, maka diapun menyulut api disekitar semak belukar itu, dengan menggunakan asap yang tebal dia usir kawanan semut putih itu, kemudian ditengah hutan ia menggali sebuah liang dan mengubur jenasah Yo Swan.
Tu Hun-thian memandang Siau Ong-sun sekejap, ujarnya kemudian sambil menghela napas: "Sepanjang hidup Yo Swan banyak melakukan kejahatan, tapi ia dapat berkenalan dengan seorang sahabat macam Tian Mong-pek, boleh dibilang hal ini merupakan satu keberuntungan baginya."
"Sepanjang hidup Yo Swan banyak melakukan kejahatan, tapi ia dapat berkenalan dengan seorang sahabat macam Tian Mong-pek, boleh dibilang hal ini merupakan satu keberuntungan baginya." Setelah memberi hormat tiga kali didepan gundukan tanah liat, dengan sedih Tian Mong-pek baru melanjutkan perjalanan.
Sepanjang jalan mereka sama sekali tak berhenti, tak sampai dua hari, pemandangan alam sebelah utara telaga Tong-ting telah muncul didepan mata.
Sejauh mata memandang, terlihat bayangan bukit bersembunyi dibalik awan tebal.
Mereka bertiga pun mencari menginap dan menangsal perut.
Saat itulah tiba tiba Siau Ong-sun berkata sambil menghela napas: "Dalam hati kecilku selalu terganjal satu masalah yang sangat mencurigakan, kalau tidak diselidiki, rasanya tak lega hatiku." "Apakah dikarenakan urusan Lan .
. . . . .." tanya Tu Hun-thian sambil tersenyum.
"Benar," sahut Siau Ong-sun sambil menghela napas, "tapi untuk menyelidiki urusan ini, tenagaku seorang masih terlalu minum, apakah saudara Tu bersedia membantuku?" "sudah seharusnya begitu .
. . . .. aai, Lan Thian-jui adalah seorang pendekar besar, kalau sampai dia benar benar melakukan perbuatan yang bodoh, hal ini patut disesali." Setelah berhenti sejenak, kembali lanjutnya: "Ketika hari itu orang berbaju hitam itu mengatakan kalau segala sesuatu ini merupakan perencanaan yang dilakukan Lan Thian-jui, aku pun pernah menaruh rasa marah dan benci kepada Lan Toa-sianseng ini, tapi sekarang kita sudah tahu kalau orang berbaju hitam itu adalah Tong Ti, tentu keadaan jadi berbeda, sebab apa yang dibeberkan Tong Ti bisa jadi merupakan siasat membolak balikkan fakta." Walaupun perkataan ini seolah menjelaskan kepada Siau Ong-sun, padahal yang benar dia sedang menerangkan kepada Tian Mong-pek.
Anak muda itu segera menghela napas panjang, katanya: "Walaupun ananda merasa bahwa semua pertanda tampaknya mengarah pada Lan Toa-sianseng, padahal siapa yang tidak berharap kalau segala sesuatunya ini hanya salah paham .
. . . . .. Namun begitu teringat kalau ada berapa kejadian dilengkapi dengan bukti dan tak mungkin merupakan satu kesalah pahaman, kembali anak muda itu menghela napas.
Sejujurnya hingga kini dia masih menaruh perasaan kagum atas kegagahan Lan Toa-sianseng, dia tak tega menyaksikan nama besar pendekar ini bakal hilang dengan begitu saja.
Bagaimana mungkin Siau Ong-sun tidak mengetahui suara hatinya, setelah menghela napas katanya: "Persahabatanku dengan Lan Thian-jui sudah berlangsung hampir lima puluh tahun lamanya, bagaimana pun, aku pun berharap semuanya itu salah." "Benar." Sahut Tian Mong-pek dengan kepala tertunduk.
"Kini lukamu telah sembuh, kemampuanmu sudah mampu untuk mendobrak telaga naga sarang harimau, besok kau bisa naik gunung seorang diri, bertindaklah sesuai keadaan .
. . . . .." Sesudah memandang Tu Hun"thian sekejap, lanjutnya: "Sekarang juga kita berdua harus berangkat." Setelah kepergian kedua orang tua itu, Tian Mong-pek mulai putar otak memikirkan masalah itu, hampir semalaman dia tak mampu tidur nyenyak.
Menjelang tengah malam, tiba tiba terdengar suara derap kaki kuda bergerak lewat dari luar jendela.
Derap kaki kuda itu sangat ramai, sudah jelas bukan hanya terdiri dari satu ekor.
Karena susah tidur, timbul rasa ingin tahu dihati kecil Tian Mong-pek, dia berniat mencari tahu apa yang terjadi, apalagi tak jauh dari sana terletak bukit Kun-san, siapa tahu para penunggang kuda itu ada hubungannya dengan panah kekasih.
Berpikir begitu, dengan cepat dia betulkan pakaian, menyoren pedang hitamnya lalu melompat keluar, dalam berapa lompatan kemudian ia sudah melihat gulungan debu kuda didepan sana.
Tian Mong-pek segera mengintil dari belakang, biarpun ilmu meringankan tubuhnya hebat, namun terasa sulit untuk mengejar kawanan kuda itu, masih untung berada ditengah malam yang hening sehingga dia dapat mengejar dengan mengikuti arah suara.
Sepertanak nasi kemudian, selisih jarak mereka bertambah jauh, kini yang terdengar hanya suara derap kuda yang sayup sayup dibawa angin.
Dasar Tian Mong-pek memang keras kepala, tentu saja dia tak mau balik ditengah jalan.
Tenaga dalamnya saat ini amat sempurna, biar berlarian sepuluh li lagipun bukan masalah baginya.
Siapa tahu pada saat itulah suara derap kaki kuda yang berada didepan sana tiba tiba berhenti, suasana jadi sangat hening.
Tian Mong-pek tidak parah semangat, sambil menghimpun tenaga ia meluncur terus ke depan.
Lebih kurang seratusan kaki kemudian, terlihat cahaya riak menggulung didepan mata, ternyata dia sudah tiba di tepi telaga Tong-ting.
Dibawah pohon ditepi telaga, terlihat puluhan ekor kuda bergelimpangan ditanah, mulut mereka berbuih putih, tampaknya kuda kuda itu dipacu terus hingga kelelahan dan kini tinggal menunggu ajalnya.
Ketika menengok lagi ketengah telaga, terlihat ada tiga buah perahu besar sedang berlayar ke tengah telaga, kini jaraknya sudah berada puluhan kaki dari tepi pantai, sedang arah mereka adalah bukit Kun-san.
Tian Mong-pek tiba selangkah lebih lambat, bukan saja gagal melihat tampang puluhan orang penunggang kuda itu, diapun gagal melihat manusia mana saja yang ada diatas perahu.
Tapi dia yakin antara puluhan orang penunggang kuda itu dengan perahu besar pasti punya hubungan yang erat dengan So Kin-soat yang berada diatas bukit Kun-san.
Untuk sesaat dia merasa amat sedih dan masgul.
Jauh memandang bukit Kun-san, yang tampak hawa kabut dan awan yang tebal, berada disudut manakah So Kin"soat saat ini" Dimanakah letak jalan masuk menuju ke perbukitan itu" Tian Mong-pek sedikitpun tak paham.
Apalagi dia tahu bahwa sepanjang jalan menuju ke sana telah disiapkan begitu banyak perangkap dan jebakan, kemungkinan besar sebagian besar perangkap itu dipersiapkan untuk menghadapi dirinya.
Bila Tian Mong-pek menerjang masuk secara sembarangan, mungkin sebelum bertemu So Kin-soat, dia sudah mati duluan.
Kalau sampai begini, bukankah dia bakal menyesal sepanjang masa" Saat itu fajar sudah mulai menyingsing di ufuk timur, kabut tipis menyelimuti permukaan telaga Tong-ting.
Sejauh mata memandang, terlihat telaga Tong-ting yang luasnya mencapai delapan ratus li itu terasa begitu luas, hembusan angin pagi yang menerpa riak, terlihat persis seperti percikan hujan dari tengah angkasa.
Tian Mong-pek berdiri termangu disisi telaga, mengawasi pemandangan alam yang begitu indah, dia tak tahu harus merasa murung atau girang.
sampai lama, lama kemudian, ia merasa bajunya mulai basah oleh embun pagi, namun perasaan sedih justru mengalir keluar dari lubuk hatinya.
Akhirnya setelah menghela napas panjang, dia berlutut diatas tanah dan bergumam: "Suhu, walaupun tecu tak dapat mengubur jenasah kau orang tua, namun disaat iblis bengsi berhasil ditumpas, aku pasti akan menyambangi kuburanmu.
Aku tahu, kau orang tua penuh welas asih, tentunya tak akan menyalahkan tecu bukan.
Biarlah layonmu untuk sementara diurusi Ui Hau II sekalian.....
sambil bergumam, air mata jatuh bercucuran.
Sesudah tundukkan kepala termenung berapa saat, kembali bisiknya: "Ayah, dendam kau orang tua adalah dendam seluruh umat persilatan di dunia ini, ananda tak pernah sehari pun melupakannya, demi kau orang tua, demi seluruh umat persilatan dikolong langit, ananda bersumpah akan membongkar rahasia iblis jahat itu, harap kau orang tua tak usah kuatir." Doa itu diucapkan dengan tekad yang bulat, jelas pemuda ini telah mengubah dendam pribadi menjadi dendam masyarakat, mengubah amarah jadi kekuatan.
Lewat berapa saat kemudian, terdengar dia kembali berkata: "Nona Tong, budi kebaikanmu tak pernah kulupakan.....
Chin locianpwee, urusanmu telah kuserahkan kepada orang yang dapat dipercaya, sampai detik terakhir, perguruan panji kain putih tak pernah terjatuh ke tangan kaum laknat....
tapi..... tapi Kiong locianpwee, aku merasa amat bersalah II kepada kau orang tua, karena aku gagal menjaga Ling-ling .
. . . . . .. Tanpa terasa dia membayangkan kelucuan Kiong Ling-ling, kemudian membayangkan pula nasib Kiong Ling-ling yang mengenaskan .
. . . .. Tian Mong-pek merasa bajunya telah basah, entah basah karena embun pagi ataukah karena air mata.
Kabut tipis diatas permukaan telaga semakin tebal, secerca cahaya terang mulai muncul diufuk timur, tiba tiba diantara sayupnya angin pagi, terdengar suara seorang wanita sedang menangis.
suara tangisannya memilukan hati, ditengah remang-remangnya sinar pagi, suara itu terdengar lebih menusuk perasaan.
Tapi saat itu masih menjelang fajar, ditepi telaga yang begini terpencil, kenapa bisa muncul suara tangisan gadis muda" Jangan jangan dia adalah gadis lemah yang baru saja dirogol orang" Mungkinkah gadis berhati lembut sedang memprotes ketidak adilan kehidupan di dunia ini" Jiwa kependekaran Tian Mong-pek seketika tumbuh, dia seolah sudah melupakan kepedihan sendiri, dengan langkah cepat ditelusurilah arah dimana berasalnya isak tangis tadi.
Makin berjalan, dia semakin mendekati perbukitan Kun-san, meski alur tanah sudah mulai mendatar, namun disana sini masih terlihat gundukan kecil, seperti taburan bintang yang mengelilingi rembulan.
Dibelakang sebuah gundukan bukit kecil, terlihat asap tipis mengepul ke angkasa dan tersebar ke empat penjuru.
Tian Mong-pek tak berani bertindak gegabah, dia bertiarap diatas gundukan tanah itu sambil melongok ke bawah.
Terlihat dua orang gadis berbaju kabung sedang berlutut ditepi telaga, didepan mereka terdapat sebuah hiolo kecil yang me mbakar dupa wangi.
Isak tangis itu ternyata berasal dari dua orang gadis ini, asap yang tipis, bau harum yang lembut menciptakan satu gambaran indah yang misterius.
Tian Mong-pek tertegun, pikirnya sambil menghela napas: "Tak disangka, didunia ini masih terdapat orang yang sedang bersedih hati seperti aku, sepagi ini sudah bersembahyang ditepi telaga.
Kalau dilihat kepedihan mereka, sudah pasti yang dikenang adalah orang yang paling dikasihi .
. . . .. aaai, bisa membuat orang lain begitu sedih, sudah pasti dia adalah orang yang luar biasa .
. . . . .. bisa ditangisi gadis semacam ini, biarpun orang itu sudah mati, terhitung dia cukup punya rejeki." Meskipun wataknya keras dan angkuh, pemuda ini termasuk orang yang melankonis, melihat orang lain sedih, hati pun ikut merasa pedih.
Dua orang itu memiliki bahu yang putih, pinggang yang ramping dan memiliki rambut hitam yang panjang, terurai di belakang bahu.
Orang yang disebelah kiri, bertubuh lebih kurus dan lemah, isak tangisnya yang paling memedihkan hati, terdengar ia berbisik dengan nada gemetar: II "Tian Mong-pek, paman Tian, semoga arwahmu beristirahat tenang .
. . . . . .. Tian Mong-pek merasa amat terperanjat, nyaris dia terguling dari atas gundukan tanah, mimpi pun dia tak menyangka kalau dialah yang sedang dikenang dua orang gadis itu.
Terdengar gadis itu berkata lagi dengan gemetar: "Sepanjang hidup, kami tak akan bisa melupakan dirimu, kau telah mati.....
hidupku pun jadi tak menarik, aku .
. . . .. kalau bisa aku ingin sekali menemanimu mati, tapi aku .
. .

Panah Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

. .. aku justru tak boleh mati.....
tak boleh mati . . . . . .." sambil membelai permukaan tanah, dia menangis makin sedih.
Dari sini terlihat sekali luapan rasa cinta kasihnya yang begitu murni, begitu sejati.
Menyaksikan kesemuanya itu, Tian Mong-pek merasa hatinya makin kecut, kalau bisa dia ingin benar benar mati, agar bisa ditukar dengan air mata dari cinta sejati .
. . . . . .. Tapi dia masih hidup segar bugar didunia ini, isak tangis itu, ucapan itu, dia merasa amat dikenal, amat dekat dihatinya, seolah berasal dari seseorang yang baru saja dikenang.
Mendadak satu ingatan melintas, tak tahan lagi teriaknya keras: "Ling-ling, kau kah?" Terlihat kedua orang gadis itu membalikkan tubuh dengan badan gemetar, wajah mereka masih dibasahi air mata, mata pun masih merah bengkak karena banyak menangis.
Ternyata orang yang disebelah kiri adalah Kiong Ling-ling yang sudah banyak tahun tak ada kabarnya, sementara gadis yang ada disebelah kanan adalah Siau-lan, si gadis kebun yang jatuh cinta kepada Tian Mong-pek waktu berada di kebun Ban-hoa-wan di lembah kaisar.
Tian Mong-pek segera berlarian menuruni bukit kecil itu, sambil rentangkan lengannya, dia berseru: "Ling-ling, paman Tian belum mati .
. . . . .." Perasaan hatinya sangat tergoncang, kalau bisa, dia ingin merangkul tubuh Kiong Ling-ling dan memeluknya erat.
Siapa tahu Kiong Ling-ling dan Siau-lan mundur satu langkah, dengan mata melotot seru Siau-lan: "Kau....
kau belum mati?" Tiba tiba ia menutup wajahnya dengan kedua belah tangan, lalu kabur dari situ.
Tian Mong-pek jadi tertegun, tanyanya bingung: "Ke....
kenapa jadi begini?" sambil menyeka air mata, sahut Kiong Ling-ling sambil tertawa paksa: "Mungkin dia.....
dia menjadi malu, maka.....
maka langsung kabur." Tiba tiba saja nada suaranya berubah jadi sangat tenang, seakan isak tangis tadi bukan berasal dari dia.
Perlu diketahui, walaupun perawakan tubuhnya kurus dan lemah, namun wataknya amat keras, sama seperti Tian Mong-pek, sampai matipun tak mau mengaku kalah, kalau tidak, mana mungkin dia lebih suka ditusuk yaya nya dengan pedang daripada berbicara, lebih suka hidup menggelandang daripada mendapat perlindungan dalam lembah Kaisar.
Bila Tian Mong-pek mati, dia rela menemani pemuda itu untuk pergi mati, tapi setelah tahu kalau Tian Mong-pek masih hidup, dia tak ingin pemuda itu mengetahui kalau dia sangat mencintainya.
Ini dikarenakan ia sudah tumbuh dewasa, sudah menjadi gadis remaja, gadis dengan pemikirannya, gadis dengan perasaan cintanya, karena dia tahu yang sangat dicintai Tian Mong-pek adalah orang lain, bukan dirinya.
Penjelasannya bagi Siau-lan, sesungguhnya merupakan suara hatinya pula, sudah barang tentu Tian Mong-pek tak dapat memahami perasaan halus gadis gadis muda itu.
Untuk sesaat Tian Mong-pek jadi tertegun, dia tak habis mengerti kenapa gadis gadis itu, yang satu langsung kabur, yang lain langsung bersikap dingin, seolah yang mereka tangisi tadi bukan dirinya, seperti juga mereka merasa tak senang karena melihat dirinya belum mati.
Pikirnya sambil tertawa getir: II "Mungkin mereka sangat berharap aku benar benar sudah mati....
Berpikir begitu, tanpa sadar katanya: "Aaai, mungkin aku memang jauh lebih baik mati beneran daripada hidup." Kiong Ling-ling merasa kecut hatinya.
"Paman Tian," pikirnya, "benarkah kau tak tahu bagaimana perasaan Ling-ling kepadamu" Aaai, kau telah memiliki tambatan hati, mungkin lebih baik selamanya kau tak usah tahu." Setelah tertawa hambar, dengan kepala tertunduk tanyanya: "Apakah bibi Siau baik baik saja?" Seandainya Tian Mong-pek mengetahui perasaan hatinya, seharusnya diapun dapat menangkap nada sedih dibalik pertanyaan itu, namun dikarenakan ia enggan menunjukkan perasaan hatinya yang sejati, terpaksa Tian Mong-pek hanya menjawab: "Baik." Walaupun dia merasa Kiong Ling-ling semakin tumbuh besar, diapun dapat merasakan sikap terhadap dirinya yang semakin dingin dan hambar, melihat raut mukanya yang makin cantik, sudah jauh dari wajah kurus seorang bocah cilik dimasa lalu, pemuda ini ikut merasa gembira, kata nya lagi sambil tertawa: "Ling-ling, beritahu paman, kenapa kau bisa sampai disini?" "Tak lama setelah aku dan enci siau"lan kabur dari lembah kaisar, belum lama hidup bergelandangan, kami telah bertemu dengan seseorang yang berhati sangat baik." Dia sama sekali tidak mengungkit bagaimana dia bersama Siau-lan hidup menderita karena kedinginan dan kelaparan, diapun tidak menyinggung seandainya Siau-lan tidak memiliki ilmu silat, mereka berdua telah diperkosa orang.
Ini dikarenakan dia tak ingin Tian Mong-pek merasa sedih karena dia, merasa bersalah karena dia.
Hanya jawabnya hambar: "Melihat kami berdua sangat mengenaskan, nyonya yang baik hati itupun membawa kami pulang kemari." "Disini" Di bukit Kun-san?" tergerak hati Tian Mong-pek.
"Betul, dia mengajak kami naik ke Kun-san dan tinggal di sebuah perkampungan .
. . . . . .. "Apakah nvonva yang baik hati itu adalah So Kin-soat?" tanya Tian
"Betul, dia mengajak kami naik ke Kun-san dan tinggal di sebuah perkampungan .
. . . . . .." "Apakah nyonya yang baik hati itu adalah So Kin-soat?" tanya Tian Mong-pek makin terperanjat.
Melihat perubahan wajah pemuda itu, Kiong Ling-ling ikut terperanjat, tanyanya gemetar: "Paaa....
paman, dari mana bisa tahu" Apakah paman juga kenal dia?" Tian Mong-pek menghentakkan kakinya berulang kali, tak mampu mengucapkan apapun, hanya pikirnya: "Mereka datang dari bukit Kun-lun, kenapa So Kin-soat bisa bertemu dengan mereka?" setelah berpikir lebih lanjut, diapun segera sadar, pikirnya: "Aah benar, rumput pelumat impian yang digunakan untuk membuat panah kekasih, meski sebagian besar dipasok Tong Ti, namun selama Tong Lojin masih hidup, tentu saja Tong Ti tak berani secara terus terang mengirim seluruh pasokan rumput pelumat impian kemari, dia paling hanya bisa mencuri sebagian kecil, padahal kebutuhan panah kekasih makin lama semakin banyak, produksi mereka kian hari kian meningkat, sudah pasti pasokan rumput pelumat impian yang dibutuhkan semakin tekor.
"setelah Tong Ti dan So Kin-soat melakukan perundingan, merekapun hanya bisa pergi ke Lam-jiang untuk mencari Leng Yok-su, menggunakan melemahan dari Leng Yok-su, melancarkan serangan yang lembut dan mesra.
"Pernah selama sekian waktu dunia persilatan tidak nampak jejak So Kin-soat, ini dikarenakan dia sedang pergi ke Lam-jiang.
"Benar saja, akhirnya Leng Yong-su terpikat oleh kecantikan wajahnya, produksi rumput pelumat impian pun mulai dipasok kepada perempuan itu, inilah sebab kebutuhan Tong Lojin untuk rumput pelumat impian makin hari makin bertambah sedikit." Tian Mong-pek jadi teringat kembali dengan perkataan Tong Lojin kepadanya ditengah malam buta waktu itu, kenapa pengiriman rumput pelumat impian untuk perguruan keluarga Tong makin lama semakin bertambah sedikit, kenapa Leng Yok-su enggan menanam rumput itu lagi.
Sebenarnya dia tak habis mengerti dengan semua alasan itu, tapi sekarang dia jadi paham semua.
"Kemudian Leng Yok-su sadar kalau cinta kasih So Kin-soat terhadapnya ternyata palsu, dalam gusarnya, diapun enggan menanam rumput pelumat impian lagi, ketika sumber pasokan rumput beracun itu tiba tiba terhenti, panah kekasih pun tak bisa diproduksi lagi.
"Kemudian Leng Yok-su menyumbangkan sisa rumput yang dimiliki untuk Tong Lojin, dalam cemas dan paniknya, Tong Ti pun menyerempet bahaya pergi mencuri rumput tersebut dan perintahkan orang untuk mengirim ke bukit Kun-san.
Sewaktu So Kin-soat bertemu Ling-ling dan siau-lan, sudah pasti saat itu dia sedang dalam perjalanan pulang ke bukit Kun-san setelah berkunjung ke Lam-jiang.
"Selama ini, dia selalu berkeinginan memupuk kekuatan sendiri, setelah melihat bakat dari Ling-ling, sudah pasti dia tak akan melepaskannya, maka kedua orang itu dibawa pulang ke bukit Kun-san." Berpikir begitu, semua teka teki yang meragukan pemuda itupun seketika terbongkar.
Terdengar Kiong Ling-ling berkata: "So hujin adalah orang baik, paman .
. . . .. kau bukan sedang marah kepadanya bukan?" Tiba tiba Tian Mong-pek menarik gadis itu, menatap wajahnya lekat lekat, lalu sepatah demi sepatah kata ujarnya: "Pernahkah paman membohongimu?" "Belum pernah." "Maukah kau mempercayai perkataan paman?" Kelihatannya Kiong Ling-ling segera dibuat tertegun oleh tingkah lakunya yang aneh, oleh pertanyaannya yang aneh, matanya terbelalak lebar, namun dia hanya bisa mengangguk, tak sanggup berbicara sepatah kata pun.
"Kalau begitu, paman beritahu." Ujar Tian Mong-pek, "So Kin-soat adalah perempuan paling kejam, paling licik, paling busuk didunia ini, dia sedikitpun tidak baik." Sepasang mata Kiong Ling-ling terbelalak makin besar, penuh diliputi rasa kaget, penuh diliputi rasa curiga, heran, tak percaya .
. . . .. Disaat ia hidup menggelandang, So Kin-soat telah menampung dirinya, memberi makan, pakaian dan hidup yang nyaman, mewariskan ilmu silat kepadanya .
. . . .. Dihari hari biasa So Kin-soat selalu tersenyum lembut kepadanya, setiap kata, setiap ucapannya penuh kasih sayang.....
Sejak kecil Kiong Ling-ling kehilangan orang tuanya, hidup berkelana ikut kakeknya, setelah mengalami pelbagai peristiwa, belum pernah ia rasakan kehidupan yang nyaman dan bahagia.
Walaupun Tian Mong-pek mencintainya, melindunginya, namun bagaimana pun dia adalah seorang lelaki.
Siau Hui-uh pun sangat baik terhadapnya, tapi watak Siau Hui-uh mana bisa dibandingkan dengan kelembutan So Kin-soat" Dalam lubuk hati Kiong Ling-ling yang paling dalam, dia telah menganggap So Kin-soat sebagai orang yang paling dikasihi, bahkan telah menggantikan posisi seorang ibu didalam hatinya.
Tapi sekarang, Tian Mong-pek telah melukiskan sosok ibu yang penuh kasih sayang itu menjadi seorang wanita yang teramat keji dan busuk, perubahan yang amat besar itu muncul secara mendadak, membuat gadis itu, secara kejiwaan, tak bisa menerima dengan begitu saja.
Kembali Tian Mong-pek berkata dengan lembut: "Ling-ling, percayalah kepada paman, tak mungkin paman akan membohongimu, So Kin-soat bukan saja keji dan telengas, dia....
dia lah dalang utama dalam pembuatan panah kekasih." Sekujur tubuh Kiong Ling-ling bergetar keras, air mata telah jatuh berlinang membasahi pipinya, tak tahan, dia menutup wajahnya dengan kedua belah tangan dan menangis tersedu"sedu.
Dengan lembut Tian Mong-pek membelai rambutnya yang hitam, katanya: "Ling-ling, aku tahu kau baik sekali, tak pernah tega untuk mencelakai orang yang pernah memberi kebaikan kepadamu, tapi usiamu masih muda, ketahuilah, banyak orang meski baik kepadamu pada tampilannya, namun maksud tujuannya sangat keji.
Demi seluruh umat persilatan di dunia ini, seharusnya kau busungkan dada, bantu paman untuk menyingkap rahasia paling besar dari dunia persilatan.....
Ling-ling, bersediakah kau menjawab berapa buah pertanyaan dari paman?" Air mata membasahi seluruh wajah Kiong Ling-ling, p erasaan hatinya dipenuhi siksaan, sedih dan serba salah.
Sejujurnya dia tak tega menghianati So Kin-soat, tapi Tian Mong"pek adalah enghiong sejati yang menjadi panutan hatinya selama ini, setiap perkataannya yang begitu tegas, membuat orang lain mau tak mau harus menurutinya.
Untuk sesaat, perasaan hatinya dipenuhi keraguan, kebimbangan, sulit baginya untuk ambil keputusan.
setelah menghela napas, kembali ujar Tian Mong-pek: "Bila keberatan, paman tak akan memaksamu, kau.....
kau harus baik baik jaga diri, paman harus pergi .
. . . . . .." Dengan sedih dia membalikkan badan.
Tiba tiba Kiong Ling-ling angkat wajahnya dan memanggil: II "Paman Tian .
. . . .. Terkejut bercampur girang, Tian Mong-pek membalikkan badan.
"Kau . . . . . .." Sambil menyeka air mata, kata Kiong Ling-ling: "Ling-ling percaya dengan perkataan paman, bila paman ingin ajukan pertanyaan, asal Ling-ling tahu, pasti akan kujawab." "Kau benar benar bersedia?" "Biarpun usia Ling-ling masih muda, tak tahu urusan, tapi setiap kata yang telah Ling-ling ucapkan, selamanya tak akan disesali kembali." Meskipun tubuhnya yang kurus dan lemah tiada hentinya gemetar ditengah hembusan angin pagi, namun sikap dan mimik mukanya menunjukkan ketegasan, dalam pandangan Tian Mong-pek, tubuhnya yang kecil kurus itu sesungguhnya jauh lebih tinggi besar daripada siapapun.
setelah termenung lama sekali, Tian Mong-pek baru bertanya: "Kau pernah bertemu Lan Thian-jui?" "Pernah." "Pernahkah datang ke bukit Kun-san?" "Bukan hanya datang, mungkin saat ini masih berada diatas bukit." Bergetar sekujur tubuh Tian Mong-pek, sambil mengepal tinju, dia termenung berapa saat, kemudian baru katanya lagi: "Tahukah kau, bagaimana hubungannya dengan So Kin-soat?" Kiong Ling-ling berpikir sejenak, kemudian sahutnya: "Selama berada dihadapanku, mereka berdua selalu berhubungan dengan penuh tata kesopanan, tapi suatu hari, tanpa sengaja aku melihat mereka berdua sedang ribut sengit gara gara satu urusan, kemudian So....
So hujin menangis sedih sambil berkata: "Baik, apakah kau sudah melupakan .
. . . ..", belum selesai perkataan itu diucapkan, Lan Toa-sianseng segera memotong: "Baik, aku kabulkan permintaanmu." Tapi kelihatan sekali kalau dia sangat marah, bahkan sempat membanting cawan keatas lantai." Walaupun dia tidak menerangkan secara jelas, namun dari pembicaraan tadi sudah terlihat jelas bahwa Lan Toa-sianseng memang mempunyai hubungan yang luar biasa dengan So Kin-soat.
Dengan jengkel seru Tian Mong-pek" II "Bagus, bagus sekali .
. . . . .. Mendadak tanyanya lagi: "Bagaimana caraku untuk pergi ke perkampungan milik So Kin-soat" Apakah sepanjang jalan penuh jebakan?" "Perkampungan yang ditinggali So hujin bernama Cian-liong-san-ceng (Perkampungan naga mendekam), dikelilingi tiga puncak bukit disekitarnya, didepan perkampungan terdapat benteng bambu yang susah dilewati karena alam yang berbahaya, konon disekeliling perkampungan disiapkan banyak pasukan, khususnya dalam dua hari terakhir, penjagaan ditempat itu makin ketat.
Jika ingin menuju ke tempat tinggalnya, hanya bisa lewat jalan air, melalui pintu benteng pertama, setelah melewati benteng air akan muncul pemandu jalan yang akan menghantar jalan setapak yang langsung menuju ke perkampungan." "Selain itu, apakah .
. . . . .." Tian Mong-pek berkerut kening.
"Selain itu, masih ada lagi sebuah lorong rahasia yang langsung berhubungan dengan paviliun penerima tamu ditengah bukit, tapi jarang sekali ada yang mengetahui lorong rahasia itu." "Apakah kau tahu?" tanya Tian Mong-pek girang.
Kiong Ling-ling tertunduk lemas, sahutnya setelah menghela napas sedih: "Barusan aku datang kemari dengan melewati lorong bawah tanah itu." Tian Mong-pek merasa terkejut bercampur girang, pintanya: "Ling-ling, cepat ajak paman melewati lorong rahasia itu....." Tiba tiba ia teringat akan sesuatu, bila Kiong Ling-ling mengetahui lorong bawah tanah itu, berarti So Kin-soat memang sangat mempercayai gadis ini, dengan watak si nona, seharusnya dia tak akan tega membiarkan orang yang begitu percaya kepadanya merasa sedih dan kecewa.
Kini, bila dia minta petunjuk cara lewat lorong rahasia itu, bukankah sama halnya dengan memaksakan kehendak" Sekalipun dia setuju, sudah pasti hati kecilnya merasa sangat sedih.
Selama hidup, Tian Mong-pek hanya tahu memikirkan nasib orang lain dan jarang memikirkan diri sendiri, sekarang, mana dia tega membuat gadis malang itu bertambah sedih" Berpikir sampai disitu, seketika itu juga ia berhenti bicara.
Kiong Ling-ling angkat wajahnya dan menatap pemuda itu sampai lama sekali, kemudian dia baru berkata sambil menghela napas sedih: "Aku tahu, paman pasti tak tega bikin aku sedih, karena itu tidak kau lanjutkan perkataanmu, tapi.....
Ling-ling pun tak tega membuat paman sedih .
. . . .. paman, ikutilah aku!" Walaupun hanya berapa patah kata, namun mengandung maksud dalam yang tak terhingga.
Tian Mong-pek merasa hatinya jadi kecut, dia tak tahu harus tertawa atau menangis, tiba tiba serunya dengan lantang: "Paman berani angkat sumpah, tak sepatah kata pun kutuduh So Kin-soat dengan tuduhan palsu, asal dikemudian hari So Kin-soat mau bertobat, paman akan memandang pada wajahmu, tidak akan mencelakai jiwanya." Kiong Ling-ling tertawa sedih, tanpa bicara lagi dia berjalan menuju ke kaki bukit.
Terlihat gerakan tubuhnya lincah, enteng dan indah, hanya dalam waktu yang singkat, ilmu silatnya telah peroleh kemajuan pesat.
Jelas selama ini dia rajin berlatih dan kecerdasan otaknya luar biasa.
Mengikuti di belakang tubuhnya, Tian Mong-pek merasa semakin sedih dan terharu, ketika tiba dikaki bukit, tiba tiba dari balik semak belukar terlihat ada sebuah lempengan besi berwarna hitam.
Kalau bukan diajak Kiong Ling-ling, biar dicari selama setahun pun belum tentu Tian Mong-pek akan menemukan lempengan besi itu.
Tampak Ling-ling menyingkap lempengan besi itu ke samping, didalamnya tampak sebuah lorong bawah tanah.
Biarpun lorong itu lembab dan gelap, namun setiap jarak berapa kaki tergantung sebuah lentera tembaga, lentera itu tampak basah oleh minyak, sudah jelas lorong itu sering dilewati orang.
Kembali Tian Mong"pek berpikir: "Tempat tinggal So Kin-soat dinamai naga mendekam, entah butuh berapa banyak waktu dan tenaga untuk membangun lorong rahasia semacam ini.
Dari sini bisa dibuktikan kalau ambisinya memang besar.
Seorang wanita bisa menciptakan maha karya sebesar ini, perencanaan secermat ini dan organisasi massa seluas ini, bahkan semuanya bisa dilaksanakan secara tertutup dan rahasia, hal ini semakin membuktikan bahwa dia memang perempuan luar biasa dengan kelebihan mengagumkan." Lambat laun lorong rahasia itu semakin mendaki ke atas, entah berjalan berapa saat kemudian, tiba tiba Kiong Ling-ling berbisik: "Jalan keluar lorong berada disini." Diatas mereka kembali muncul sebuah lempengan besi, lempengan itu berada berapa kaki diatas langit langit lorong, untuk mendaki keatas, dihubungkan dengan sebuah tangga besi.
"Apakah diluar sana ada penjaganya?" tanya Tian Mong-pek.
Belum sempat Kiong Ling-ling menjawab, tiba tiba terdengar suara tertawa yang memekikkan telinga berkumandang masuk ke dalam lorong dari atas, begitu keras suara tertawa itu membuat Tian Mong-pek merasa kendang telinga nya sakit.
Ditinjau dari kemampuan orang itu mengirim suara tertawanya hingga tembus lempengan besi, bisa diduga, tenaga dalam yang dia miliki pasti menakutkan.
Bab S1. Kawanan naga dari telaga Tong-ting.
"Diatas ada orang." Seru Tian Mong"pek kaget.
"Di mulut keluar lorong bawah tanah ini terdapat tempat untuk II bersembunyi, ujar Kiong Ling-ling sambil berkerut kening, "mari, biar Ling-ling temani paman untuk menengok dulu keatas, kita lihat siapa yang berada disana." Mereka berdua menaiki tangga besi, keluar dari lorong bawah tanah.
Kini Tian Mong-pek baru tahu, ternyata bagian atas dari lorong bawah tanah itu merupakan sebuah kuburan, didepan kuburan berdiri sebuah tugu batu yang secara persis menutupi jalan keluar lorong.
Batu prasasti itu lebar dan tinggi besar, cukup untuk bersembunyi tiga sampai lima orang, sekeliling sana merupakan pepohonan yang rindang, hal ini membuat orang yang bersembunyi dibelakang prasasti menjadi jauh lebih aman.
setelah melirik sekejap seputar tempat itu, kembali Tian Mong-pek merasa terperanjat.
Ternyata disamping kuburan merupakan sebuah jalan setapak yang melingkar dari bawah gunung menuju ke atas, dikedua sisinya merupakan pepohonan yang rintang, disebuah tanah dasar terdapat pavilion bersegi delapan, posisi pavilion itu membelah jalan setapak tadi jadi dua bagian.
Ini berarti setiap orang yang ingin naik gunung, harus melewati dulu pavilion tersebut.
Saat itu, didepan pavilion bersegi delapan itu berdiri tujuh, delapan belasan orang, hal ini membuat perjalanan orang yang mau naik ke puncak bukit jadi terhalang.
Dalam pavilion, diatas meja batu, berdiri seorang kakek tinggi kekar yang mengenakan baju warna biru, dia tak lain adalah Lan Toa-sianseng yang tersohor diseantero jagad.
Saat itu, para jago yang berkumpul didepan pavilion sudah diliputi rasa gusar, ada yang mengepal tinjunya, ada pula yang menggenggam gagang senjata, situasi sudah amat kritis, ibarat anak panah yang sudah diatas gendawa, siap bertempur melawan Lan Toa-sianseng.
Tampaknya orang yang menjadi pimpinan rombongan masih dapat mengendalikan ketenangan, tegurnya dengan nada berat: "Lan Toa-sianseng, namamu sudah tersohor diseluruh k olong langit, hari ini, kenapa kau harus melakukan perbuatan seperti ini?" Orang ini berperawakan kurus kering, sinar matanya tajam, biarpun usianya masih pertengahan namun sikap serta pandangannya sangat terlatih, dalam sekilas pandang dapat diketahui kalau dia adalah jago silat kelas satu.
"Apa yang telah lohu lakukan?" bentak Lan Toa-sianseng.
Dengan suara lantang ujar pendekar berusia pertengahan itu: "Sejak tadi sudah cayhe ungkap, berdasarkan penelusuran kami sekalian puluhan orang yang telah menelusuri enam puluh tiga propinsi di utara maupun selatan, dapat disimpulkan bahwa dalang dari panah kekasih berdiam di perkampungan Cian-liong-san-ceng ini, tapi sekarang Lan Toa-sianseng berusaha menghalangi jalan pergi kami, bukankah hal ini sangat membingungkan?" Lan Toa-sianseng segera mendongakkan kepala dan tertawa nyaring.
"Hahahaha, lohu hanya tahu bertugas menjaga tempat ini, siapapun dia, karena urusan apa kedatangannya, jangan harap bisa naik ke puncak bukit, urusan kan sangat sederhana, apa yang membuat kalian bingung?" Terperanjat hati para jago setelah mendengar penegasan ini.
Tiba tiba terdengar seseorang berkata dengan nada nyaring: "Lan Toa-sianseng, apa sebabnya kau berbuat begini" Tolong beri sedikit penjelasan." Orang ini mengenakan jubah seorang tosu, rambutnya disanggul keatas dan menyoren pedang, wajahnya bersih dan gagah.
Kembali Lan Toa-sianseng tertawa keras.
"Hahaha, lohu hanya tahu melakukan pekerjaan yang kusukai, apa yang kusuka, akan kulakukan, siapapun jangan harap menca mpuri urusan lohu, apalagi memberi penjelasan kepada angkatan muda macam kalian." Tosu muda itu jadi gusar, serunya: "Sejak awal kami sudah curiga, bisa jadi anda mempunyai hubungan rahasia dengan panah kekasih, setelah kejadian hari ini, terbukti kalau kecurigaan kami memang benar.
"Kalau benar lantas kenapa?" "Jangan jangan kaulah dalang dari panah kekasih." Bentak tosu muda itu makin marah.
Lan Toa-sianseng tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha . . . . .. dasar angkatan muda . . . . . . .. dasar angkatan muda....." "Jadi kau sudah mengakui?" desak tosu itu.
"Hahaha.... silahkan saja kau masukkan semua kejahatan yang pernah terjadi dikolong langit dalam bon hutang lohu, memang kau sangka lohu takut?" "Bagus! Bagus!" teriak tosu muda itu semakin gusar, "ternyata kau tak pandang sebelah mata pun terhadap semua orang di kolong langit, menganggap semua orang di jagad ini sebagai kanak kanak, kecuali manusia macam kau, mana ada orang lain yang bisa membuat senjata rahasia sekeji panah kekasih" Sekarang aku baru mengerti!" "Sreet!" dia cabut keluar pedangnya, kemudian setelah berhenti tertawa, sepatah demi sepatah kata ucapnya: "Giok-khong-cu dari Bu-tong-pay datang minta petunjuk!" Tadi, walaupun dia sangat marah, tapi setelah mencabut pedang ditangan, sikapnya segera berubah jadi serius, sepasang mata tertuju ke ujung pedang, selangkah demi selangkah dia berjalan menuju ke pavilion segi delapan.
Perasaan hati para jago ikut bergolak.
Perlu diketahui, tosu muda ini merupakan jago pedang angkatan muda dari Bu-tong-pay, meskipun usianya masih muda, ilmu pedangnya sudah mencapai taraf yang luar biasa.
Tapi bila dia harus dibandingkan dengan Lan Toa-sianseng, pendekar nomor satu dari dunia persilatan yang sudah puluhan tahun menggetarkan sungai telaga, jelas kemampuannya masih ketinggalan jauh.
Itulah sebabnya diam diam para jago menguatirkan keselamatan jiwanya.
Pendekar berusia pertengahan itu segera menyingkir ke samping memberi jalan, pesannya: "Waspada dan hati hati hiante." Giok-khong-cu mengangguk, pergelangan tangannya bergetar, "Nguung!" pedangnya segera menampilkan suara dengungan bagai pekik naga.
"Lan Thian-jui!" serunya lantang, "sekalipun kau tidak turun, aku tetap akan turun tangan." Berkilat sinar mata Lan Toa-sianseng, bujuknya: "Tidak gampang untuk mencari nama, lebih baik mundurlah!" Dari nada suaranya, jelas timbul perasaan sayang dihati jago tua ini, dia tak tega membiarkan jago muda ini keok ditangannya.
Berkenyit alis mata Giok-khong-cu, pedangnya yang mendengungkan pekikan naga tiba tiba menyiratkan selapis cahaya berwarna hijau kebiru-biruan, dia langsung babat dada Lan Toa-sianseng.
Serangan ini mengandung kekuatan yang terpendam, walaupun merupakan ilmu pedang yang disertai tenaga dalam, namun sama sekali tidak benar benar membacok dada Lan Toa-sianseng.
Tampaknya tosu muda ini hanya bermaksud paksa Lan Toa-sianseng turun dari meja, karena itu meski ujung pedangnya menggurat, namun masih ada selisih jarak satu inci dari tubuh lawan.
Lan Toa-sianseng sama sekali bergeming, katanya lagi dengan suara dalam: "Bila kau mampu paksa lohu turun dari meja ini, anggaplah aku yang kalah dan terserah apa keputusanmu nanti." "Baik!" sahut Giok-khong-cu gusar.
Begitu kata "baik" diucapkan, pedangnya telah berubah jadi bianglala dan melancarkan belasan babatan, terlihat cahaya kehijauan menyelimuti angkasa, setiap tusukan, setiap babatan hampir semuanya mengancam bagian mematikan ditubuh Lan Toa-sianseng.
Para pendekar menonton jalannya pertempuran dengan wajah tegang, setiap kali tusukan yang secara jelas menusuk ke tubuh Lan Toa-sianseng, entah mengapa, hanya sedikit Lan Toa-sianseng miringkan badan, tusukan itu mengenai sasaran kosong.
Saat itu, para jago yang berada di empat penjuru sudah dipaksa mundur berapa langkah oleh pekatnya hawa pedang, namun Lan Toa-sianseng bagaikan malaikat langit masih tetap duduk diatas meja batu, sama sekali tak bergerak.
Berubah paras muka pendekar berusia pertengahan itu, tiba tiba serunya dengan lantang: "Bila ditinjau dari beradu kepandaian, Giok-khong toheng sudah dianggap kalah, tapi pertempuran hari ini adalah demi kesejahteraan seluruh umat persilatan, meskipun sepanjang hidup aku Lok Tiau-yang belum pernah cari kemenangan dengan andalkan jumlah banyak, terpaksa hari ini harus melanggar kebiasaan ini." Ditengah suara bentakan, dia telah meloloskan tongkat rotan lemas sepanjang dua meter.
Begitu tangannya bergetar, tongkat lemas itu seketika menjadi tegang, ujung tongkat segera membiaskan sepuluh kuntum bunga tongkat yang disertai desingan angin tajam menyerang ke tubuh Lan Thian-jui.
Ternyata pendekar berusia pertengahan ini tak lain adalah jagoan dari wilayah barat-laut yang disebut orang Say-sang tayhiap (pendekar perbatasan) Lok Tiau-yang.
Sebenarnya dia bersama Jin-gi-oh suhiap merupakan sahabat sehidup semati, sejak Oh Thian-ling tewas di dusun It-jin-cun, sumur Tian-sui-cing, Lok Tiau-yang segera mengumpulkan kawanan jagoan kolong langit termasuk Giok-khong-cu dari Bu-tong-pay untuk melacak rahasia panah kekasih dan balaskan dendam bagi Oh Thian-ling.
setelah melalui pelacakan selama banyak tahun, boleh dibilang mereka peras otak banting tulang habis habisan, akhirnya dalam perjalanan menuju kuil Kim"san-sie, tanpa sengaja mereka menemukan buku transaksi dari panah kekasih.
setelah melalui pelacakan lagi yang ketat, akhirnya diketahui bahwa sumber rahasia dari panah kekasih ternyata berada dipuncak gunung Kun-san di telaga Tong-ting.
Sedang kitab transaksi rahasia itu tak lain adalah benda petaka yang menyebabkan kematian hwesio beralis abu abu dari kuil Kim-san-sie.
Ternyata lapisan atas kitab transaksi itu terbuat dari kulit ular api yang tahan dibakar, meskipun semua benda peninggalan hongtiang kuil Kim-san-sie telah dibakar habis, tapi kitab transaksi rahasia ini masih tetap dalam keadan utuh.
Waktu itu Tian Mong-pek sudah pergi, sedang Lok Tiau-yang sekalian kebetulan naik gunung, oleh karena para pendeta dari kuil Kim-san-sie menaruh kepercayaan penuh terhadap Lok Tiau-yang dan Giok-khong-cu sekalian, akhirnya mereka serahkan kitab rahasia transaksi itu kepada mereka.
Hanya sayangnya, walaupun didalam buku transaksi itu dapat ditemukan banyak petunjuk, namun sama sekali tidak dicantumkan nama dari pemilik panah kekasih.
Tentu saja pertama tama Lok Tiau-yang sekalian pergi mencari Chin Siu-ang, waktu itu meskipun Chin Siu-ang sudah berangkat ke Siok-tiong, namun dari tempat tinggal keluarga Chin, mereka berhasil menemukan banyak petunjuk bahkan tahu dengan pasti kalau panah kekasih yang dijual Chin Siu-ang selama ini ternyata berasal dari bukit Kun-san dan bukan bikinan Chin Siu-ang sendiri.
Maka para jago yang berjiwa pendekar ini serentak meluruk ke gunung Kun-san.
siapa sangka disana mereka bertemu dengan Lan Toa-sianseng yang bertugas menjaga bukit.
Mula mula mereka terperanjat dan tidak percaya, karena selama ini Lan Toa-sianseng dianggap seorang pendekar sejati, mereka pun tidak percaya kalau Lan Toa-sianseng bisa punya hubungan dengan panah kekasih.
Tapi setelah kejadian berkembang, mau tak mau mereka harus mempercayai hal tersebut.
Kini, setelah Lok Tiau-yang ikut turun tangan, kawanan pendekar lain pun tidak ragu lagi.
Terdengar suara senjata diloloskan dari sarung, cahaya tajam berkilauan didepan pavilion sudut delapan, dalam waktu singkat puluhan jenis senjata bersama-sama menyerang ke tubuh Lan Toa-sianseng.
Tiba tiba Lan Toa-sianseng membentak nyaring: "Tahan!" Dengan cepat dia bangkit berdiri.
Bentakan itu ibarat guntur yang membelah bumi disiang hari bolong, mau tak mau para pendekar jadi tergetar.
"Kalian benar benar tidak menuruti peraturan dunia persilatan?" bentak Lan Toa-sianseng.
Perawakan tubuhnya yang tinggi besar, kini terlihat menakutkan setelah dia bangkit berdiri diatas meja.
Giok"khong-cu tertawa dingin, jengeknya: "Buat apa bicara soal peraturan dunia persilatan denganmu?" Sreeet, satu bacokan diarahkan sepasang kaki lawan.
Lan Toa-sianseng segera rentangkan sepasang lengannya sambil membentak gusar: "Baik!" Tiba tiba dia angkat kakinya lalu menginjak pedang Giok-khong-cu yang sedang menyambar secepat kilat.
sebilah pedang baja yang kuat, seketika terinjak hingga patah jadi tiga bagian.
Dalam kaget dan gusarnya, Lok Tiau-yang menggerakkan tongkat rotannya menyambar tubuh bagian bawah lawan.
Giok-khong-cu sendiri, meski kalah tidak sampai jadi kalut, kembali dia merangsek, kutungan pedangnya sekali lagi melancarkan tiga buah serangan berantai.
Biarpun orang ini tampak lemah lembut, tapi begitu turun tangan, keberanian dan kegagahannya sungguh mengagumkan.
Terdorong oleh serangan juang itu, serentak para jago meluruk maju ke depan pavilion.
Lan Toa-sianseng membentak keras, dia melompat turun dari atas meja, dengan tangan kiri dia cengkeram ujung tongkat Lok Tiau-yang, kaki kanan menendang sebilah golok panjang, tangan kanan membabat pergelangan tangan Giok-khong-cu, kemudian satu putaran badan ia sudah menendang tubuh seseorang hingga terpental sejauh satu kaki.
Semua serangan itu dilakukan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Selama semua peristiwa itu berlangsung, Tian Mong-pe k yang bersembunyi dibelakang batu prasasti berapa kali ingin turun tangan, tapi selalu dicegah Kiong Ling-ling.
Tapi sekarang dia sudah tak mampu menahan sabar lagi, tanpa pedulikan tarikan tangan Kiong Ling-ling, dia berpekik panjang lalu melambung ke udara, berjumpalitan berapa kali dan meluncur ke arah pavilion.
Semua serangan itu dilakukan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Selama semua peristiwa itu berlangsung, Tian Mong"pek yang bersembunyi dibelakang batu prasasti berapa kali ingin turun tangan, tapi selalu dicegah Kiong Ling-ling.
Tapi sekarang dia sudah tak mampu menahan sabar lagi, tanpa pedulikan tarikan tangan Kiong Ling-ling, dia berpekik panjang lalu melambung ke udara, berjumpalitan berapa kali dan meluncur ke arah pavilion.
Suara pekikan yang menusuk telinga serta ilmu mering ankan tubuh yang luar biasa segera mencekam hati semua orang, bukan saja para jago dibuat tertegun, bahkan Lan Toa-sianseng pun ikut menghentikan serangan.
Tapi dalam sekilas pandang ia sudah mengenali bayangan tubuh Tian Mong-pek, tegurnya sambil tertawa keras: II "Aku kira siapa, ternyata saudara cilik .
. . . . .. Dengan cepat Tian Mong-pek melayang turun dihadapannya, paras mukanya waktu itu kaku sama sekali tak ada senyuman.


Panah Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Masa kaupun ikut mencurigai aku?" kembali Lan Toa-sianseng menegur dengan kening berkerut.
"Kenapa Yo Swan belum mati?" tanya Tian Mong-pek dengan suara dalam, "kenapa kau bisa menemukan gua rahasia tempat meramu panah" Kenapa kau tidak membiarkan orang orang ini melewati jalan gunung" Aku harap kau bisa memberi penjelasan." Lan Toa-sianseng mengamatinya berapa saat, mendadak ia mendongak dan tertawa keras lagi.
"Hahaha, lohu tak ingin memberi penjelasan atas semua persoalan ini dan tak sudi memberi penjelasan." "Kau harus memberi penjelasan." Tegas Tian Mong-pek.
"Kalau tak mau, lantas kenapa?" Tian Mong"pek mengamati wajahnya beberapa saat, mendadak dia berpaling kearah lain, seolah tak ingin melihat wajahnya lagi, hanya dari balik bajunya perlahan-lahan dia meloloskan sebilah pedang hitam.
Sekalipun wajahnya sangat tenang, namun hatinya sangat goncang, karena dia lebih suka siapapun di dunia ini yang menjadi pemilik panah kekasih, daripada orang itu adalah Lan Toa-sianseng.
Selama ini dia hanya berharap Lan Toa-sianseng mau memberi penjelasan, berharap kejadian ini hanya sebuah salah paham, karena dia lebih suka bermusuhan dengan siapapun, daripada bermusuhan dengan Lan Toa-sianseng.
Sejujurnya, dia tak tega dan tak ingin mengetahui kalau orang tua yang dihormati dan disayangi ini ternyata adalah seorang gembong iblis yang pantas mati, musuh besar yang harus dibantai hingga tewas.
Tapi sekarang, urusan telah berkembang jadi begini, dia tak punya pilihan lain.
Sinar mata Lan Toa-sianseng sendiripun berkilauan, tubuhnya yang tinggi besar gemetar tiada hentinya, jelas pendekar nomor satu didunia ini pun merasakan hatinya amat goncang.
Kawanan jago pun tampaknya ikut merasa iba oleh situasi yang dihadapi dua orang jagoan itu, untuk berapa saat semua orang hanya memandang dengan sayu, tak seorangpun yang buka suara.
"Apakah kau ingin bertarung melawan lohu?" akhirnya Lan Toa-sianseng bertanya dengan nada dalam.
"Pertarungan mati hidup, rasanya tiada pilihan lain." Jawab Tian Mong-pek tanpa berpaling.
Mendadak Lan Toa-sianseng melontarkan satu pukulan, membuat meja batu hijau itu hancur berkeping.
"Baik!" kata Lan Toa-sianseng kemudian, "mari kita mulai!" Tian Mong-pek menggetarkan badannya lalu berputar arah, serunya lantang: "Memandang pada hubungan kita dimasa lampau, hari ini akan mengalah tiga jurus untukmu." "Hahaha, bagus!" sahut Lan Toa-sianseng sambil tertawa keras, "tak kusangka masih ada orang yang berani mengalah tiga jurus untuk aku Lan II Thian-jui.
Bagus..... bagus . . . . .. Suara tertawanya sangat keras hingga menusuk pendengaran, sampai lama sekali masih mendengung di udara.
Suara tertawa ini meski menusuk pendengaran, namun sama sekali tiada perasaan gembira, sebaliknya yang ada hanya rasa sedih dan marah.
Paras muka para jago semakin berubah, sebab hingga sekarang mereka baru tahu kalau pemuda angkuh yang sedang dibakar api kemarahan ini tak lain adalah Tian Mong-pek yang belakangan sangat menggemparkan sungai telaga.
Lok Tiau-yang paling kuatir, teriaknya tanpa terasa: II "Keponakan Tian, kau .
. . . . .. Tian Mong-pek membungkuk sambil memberi hormat, ujarnya dengan serius: "Lok cianpwee adalah sahabat karib paman ke empat ku, sampai matipun kesetiakawanan ini tidak memudar, boleh dibilang kau adalah seorang lelaki sejati, terimalah hormat dari keponakanmu." "Aku.....
aku . . . . .." saking sedihnya Lok Tiau-yang sampai sesenggukan dan tak mampu bicara.
"Aku berharap paman Lok dan cianpwee sekalian, dengan mengingat pada mendiang ayahku dan mendiang pamanku, hari ini jangan mencoba membantu diriku." Terenyuh perasaan hati para jago melihat kegagahan pemuda ini, gejolak darah panas membuat mereka tak sanggup berbicara.
Terlebih Lok Tiau-yang, dengan air mata bercucuran dia mundur berapa langkah, gumamnya: II "Lelaki sejati .
. . . .. lelaki sejati . . . . .. Dengan sorot matanya yang lebih tajam dari kilat, Lan Toa-sianseng menyapu sekejap wajah Tian Mong"pek, tiba tiba katanya sambil tertawa latah: "Kau benar benar akan mengalah tiga jurus untuk lohu?" "Tentu saja." "Dengan kepandaian silatmu, sebenarnya kau masih bisa bertahan berapa waktu, tapi bila kau mengalah, hehehe.....
lohu anjurkan, lebih baik tak usah mengalah!" "Terlepas mati hidup kalah menang, Tian Mong"pek tak sudi menjadi orang rendah yang menjilat ludah sendiri." Sambil meluruskan ujung pedangnya, ia berkata lagi serius: "Silahkan turun tangan." Walaupun para jago merasa kagum dan salut atas kegagahan pemuda ini, tak urung diam diam mereka menghela napas.
Sebab siapapun tahu, pertarungan antara jago tangguh, seringkali ditentukan oleh selisih jurus, bila dalam tiga jurus posisi Tian Mong-pek dipaksa berada dibawah angin, niscaya dia akan menderita kekalahan.
Tentu saja Tian Mong-pek juga menyadari akan hal ini, terbayang disaat Lan Toa-sianseng bertarung melawan Kokcu lembah kaisar waktu itu, untuk memperebutkan satu jurus pun harus dilewati dalam pertarungan yang sengit.
Kedahsyatan dan kehebatan pertarungan itu tak pernah akan dilupakan Tian Mong-pek, bahkan bila dibayangkan kini, dia seolah melihat semua adegan itu mengulang didepan mata.
Tampak Lan Toa-sianseng mengayun tangannya, tiba tiba dia melancarkan tiga serangan berantai.
Biarpun ke tiga serangan itu ada yang awal, ada yang belakangan, tapi seolah dilancarkan pada saat yang bersamaan, dalam waktu singkat seluruh tubuh Tian Mong-pek sudah terkurung dibawah bayang bayang lawan.
Tian Mong-pek sendiri meski tahu kalau serangan awal yang dilancarkan lawan pasti dahsyat, namun diapun tidak mengira kalau serangannya begitu menakutkan, kini ia baru terperanjat.
Siapa tahu ke tiga jurus serangan dari Lan Toa-sianseng ini walaupun kelihatan cepat dan dahsyat, ternyata serangan itu tidak disertai tenaga pukulan.
Berada dalam kondisi tanpa tekanan apa pun, Tian Mong"pek segera mengayun pedangnya dan mendobrak kepungan lawan.
Ditengah sorak sorai para jago, terdengar Lan Toa-sianseng berseru sambil tertawa keras: "Hahaha, bocah muda, ternyata boleh juga kepandaianmu" Tian Mong-pek tersenyum kecut, dia tak tahu bagaimana perasaan hatinya sekarang.
Perlu diketahui, jika dalam ke tiga serangannya tadi Lan Toa-sianseng sertakan tenaga penuh, dalam kondisi tertekan hebat oleh tenaga pukulannya, mana mungkin pedang Tian Mong-pek dapat bergerak sekehendak hati" Dan kini, serangan yang dilancarkan Lan Toa-sianseng seolah tanpa perasaan, tapi dalam kenyataan dia telah meninggalkan perasaan yang mendalam, hal mana bukan saja membuat Tian Mong-pek mendapat kesempatan untuk menyerang, bahkan telah selamatkan mukanya, bagaimana mungkin dia tidak merasa berterima kasih.
"Andaikata dia kejam dan jahat, kenapa begitu baik sikapnya kepadaku?" demikian pemuda itu berpikir.
Sayang situasi dan keadaan tidak memberi kesempatan kepadanya untuk berpikir lebih jauh.
Ditengah suara tertawa yang memekik telinga, pedang hitam ditangannya telah membentuk bukit pedang yang berlapis lapis.
Diantara kibaran ujung baju Lan Toa-sianseng yang terhembus angin, dia pun melancarkan berapa kali serangan balasan.
Pertempuran sengit yang terjadi kini berbeda sekali dengan keadaan tadi, biarpun para jago tahu kalau Tian Mong-pek adalah ja go hebat, mereka tak menyangka kalau ilmu pedang yang dimiliki telah mencapai tingkat sehebat itu.
Tampak pedang hitam ditangannya diputar bagai mempermainkan rerumputan, aliran ilmu pedangnya meski ringan dan lincah, namun tak bisa menutupi kekuatan besar yang disertakan dalam memutar senjata berat itu.
Giok-khong-cu adalah jago pedang nomor wahid dari kalangan muda, tapi setelah menyaksikan kehebatan ilmu pedang yang dimiliki Tian Mong-pek, tanpa sadar rasa sedih melintas diwajahnya.
Dalam waktu singkat puluhan jurus sudah lewat, biarpun ilmu pedang Tian Mong-pek cepat dan lincah, namun tubuh Lan Toa-sianseng yang tinggi kekar dapat berkeliaran ditengah cahaya pedang itu dengan leluasa.
Sekarang para pendekar baru tahu, biarpun ilmu silat keras dari Thian-jui tojin sangat menggetarkan kolong langit, namun kecepatan dan kelincahan gerakan tubuhnya sangat mengejutkan hati.
Bersamaan itu, para jago pun merasakan, meski ilmu silat yang dimiliki Tian Mong-pek sangat lihay, namun dia masih bukan tandingan dari tokoh nomor wahid itu.
II "Sayang . . . . .. sayang . . . . .. gumam Giok-khong-cu. Dia merasa sayang karena Tian Mong"pek tidak membiarkan orang lain ikut campur dalam pertempuran ini, kalau tidak, walaupun sekarang posisi pemuda itu berada dibawah angin, itupun karena kepandaiannya selisih satu tingkat.
Apabila ada orang lain yang ikut membantu, sudah pasti Lan Toa-sianseng bisa dibinasakan seketika.
Kini, Tian Mong-pek harus bertarung seorang diri, dilihat dari posisinya, jelas lebih banyak celakanya daripada selamat.
Terlebih Lok Tiau-yang, dia menghela napas tiada hentinya, dengan sedih ujarnya: "Anak baik .
. . . .. lelaki sejati, masih muda belia sudah mampu bertarung ratusan jurus melawan Lan Toa-sianseng, aaai....
ada berapa orang didunia ini macam dia?" Para pendekar lainnya hanya bisa saling bertatap muka, rasa sedih menyelimuti wajah mereka.
Dalam waktu singkat puluhan gebrakan kembali lewat, kini ada sementara jago yang tak tega lagi untuk menonton jalannya pertarungan, mereka melengos kearah lain.
Melihat situasi semakin kritis, Giok-khong-cu segera membisik Lok Tiau-yang: II "Kita harus ambil keputusan sesuai keadaan, apa perlu .
. . . .. Biarpun perkataan itu berhenti ditengah jalan, namun jelas maksudnya untuk turun tangan membantu.
Setelah termenung sejenak, Lok Tiau-yang menghela napas sedih, katanya: "Tadi, dia sudah berkata sangat jelas, jika kita bersikeras membantu, II kuatirnya .
. . . . . .. Diiringi helaan napas dia menengok lagi ke tengah arena.
Kini permainan pedang Tian Mong"pek sudah semakin bebal dan berat, peluh mulai membasahi jidatnya, jelas ia sudah tak mampu bertahan lebih lama.
Kembali Lok Tiau-yang menghela napas panjang, ujarnya: "Biarpun ilmu pedang yang dimiliki keponakan Mong"pek sangat hebat, sayang sewaktu bertarung, dia kekurangan semangat serta keberanian hiante, kalau tidak .
. . . . .." I "Aaai, pendapat saudara tepat sekali," sahut Giok-khong-cu sambil menghela napas pula, "namun bagaimanapun, aku betul betul tak tega menyaksikan jago muda ini tewas di medan laga hari ini." Sambil bicara, jago pedang dari Bu-tong ini telah mencabut keluar sebilah pedang pendek dari sakunya.
Lok Tiau-yang tahu, pedang pendek ini dia persiapkan untuk melakukan pertarungan mati hidup.
Setelah Giok-khong-cu mencabut pedang pendeknya, niscaya dia akan turun tangan sekali lagi tanpa pedulikan segala resiko.
Berkilat mata Lok Tiau-yang, katanya kemudian: "Selama hidup, Jin-gi-su-hiap selalu menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, baiklah, sekalipun hari ini aku bakal diomeli orang, tak mungkin lagi bagiku untuk berpeluk tangan saja." "Memang seharusnya begitu." Seru Giok-khong"cu kegirangan.
Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 18 Wiro Sableng 130 Meraga Sukma Pahlawan Harapan 10
^