Pencarian

Silence 3

Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick Bagian 3


itu muncul, aku mendengar dia berkata, Seharusnya kau
tidak dalam urusan ini lagi. Aku sekalipun tidak bisa
menjaga keselamatanmu. Keselamatanku berarti baginya. Tindakannya
malam ini menjadi bukti. Dan perbuatan lebih berarti
daripada kata-kata, ucapku dalam hati.
Persoalan ini menyisakan dua pertanyaan. Dalam
urusan apa aku tidak boleh terlibat lagi" Siapa di antara
dua orang"Jev dan ibuku"yang berbohong"
Jika mereka berpikir aku akan puas hanya dengan
duduk berpangku tangan, seperti gadis manis yang
bodoh, berarti mereka tidak secerdas yang mereka kira.
197 Hkatun dan atasan tak berlengan, aku sekali aRi SabtU akU bangUn pagi-pagi . Setelah memakai celana pendek
keluar untuk lari pagi. Rasanya aneh sekali menjejakkan
kakiku ke trotoar dan berkeringat sementara aku punya
banyak masalah. Tetapi aku berusaha keras tidak
memikirkan kejadian semalam. Mengingat kondisiku,
aku sudah cukup menguji nyali dengan keluyuran
malam-malam sendirian. Mulai sekarang aku akan
puas dengan mengurung diri di rumah begitu bulan
198 menampakkan wajah. Dan kalau aku tidak harus
berkunjung ke 7-Eleven itu lagi, itu jauh lebih baik.
Aku merasa aneh karena bukan Gabe yang
menghantui pikiranku, melainkan sepasang mata hitam
yang kehilangan ketajamannya ketika memandangku.
Mata itu berubah menjadi selembut sutra. Jev
melarangku mencarinya, tapi aku tidak sanggup berhenti
mengkhayalkan berbagai momen yang memungkinkan
kami bertemu lagi. Bahkan semalam aku bermimpi pergi
ke Ogunquit Beach bersama Vee, hanya untuk mendapati
Jev-lah yang bertugas sebagai penjaga pantai. Aku
meninggalkan mimpi itu dengan jantung berdebar-debar,
dan rasa nyeri yang aneh menjalar di dalam diriku. Aku
bisa menafsirkan mimpi itu dengan cukup baik. Bahwa
meskipun Jev membuat perasaanku kacau-balau, aku
ingin bertemu lagi dengannya.
Langit yang mendung membuat udara tetap sejuk.
Setelah stopwatch-ku berbunyi sebagai tanda aku
telah berlari sejauh tiga mil, aku tersenyum nakal dan
menantang diriku untuk berlari satu mil lagi. Rasanya
aku belum siap melepas khayalanku tentang Jev. Itu
satu. Kedua, aku sangat menikmati olahraga ini. Aku
pernah mengikuti kelas senam dan Zumba di gimnasium
bersama Vee. Tetapi dengan udara yang bersih,
bercampur aroma pinus dan kulit pohon yang berembun,
dengan sepenuh hati aku lebih memilih berkeringat di
199 alam terbuka. Setelah beberapa saat, aku melepaskan
earbud supaya bisa berkonsentrasi pada bebunyian alam
nan damai menyambut datangnya pagi.
Di rumah, aku berlama-lama mandi, kemudian
berdiri di depan lemari. Aku menggigit ujung kuku
sambil memeriksa busana yang kumiliki. Akhirnya aku
memilih jins ketat, sepatu bot selutut, dan kamisol sutra
warna biru toska. Vee pasti ingat busana ini. Karena
dialah yang membujukku membelinya saat obral di
pinggiran jalan pada musim panas lalu. Mematut diri
di cermin, kusimpulkan bahwa aku masih Nora Grey
yang lama. Aku agak cemas dengan topik yang akan kubicarakan
dengan Vee. Terutama mengingat isu penculikanku yang
sedang hangat-hangatnya. Tetapi aku menenangkan diri
dengan pikiran bahwa itulah yang membuat Vee dan
aku begitu serasi. Aku bisa menyetir percakapan kami
dengan mengangkat topik-topik tertentu. Dan Vee bisa
berceloteh panjang lebar tentang topik itu. Aku hanya
perlu memastikan topik yang ingin kubicarakan.
Tet api ada sat u hal ya ng h ila ng. A ku
menyimpulkannya saat menatap pantulan diriku di
cermin. Aku membutuhkan aksesori. Perhiasan. Bukan,
syal. Kubuka laci meja. Rasa mual menyerangku begitu
aku melihat bulu hitam yang panjang itu. Aku lupa
200 telah menyimpannya. Sekarang benda itu mungkin
sudah kotor. Aku membuat rencana dalam otakku
untuk membuangnya begitu aku kembali dari makan
siang. Tetapi rencana itu tidak didukung alasan yang
kuat. Meskipun perasaanku menjadi resah saat melihat
bulu itu, aku belum ingin membuangnya. Pertama-tama
aku ingin tahu, hewan apa yang memiliki bulu seperti
itu. Dan aku ingin menemukan penjelasan mengapa
aku merasa bertanggung jawab untuk menyimpannya.
Ini sesuatu yang menggelikan dan tidak masuk akal.
Tetapi memang begitulah adanya sejak aku siuman
di pemakaman. Setelah mendorong bulu itu ke ujung
belakang laci, aku mengambil syal pertama yang kulihat.
Kemudian aku berlari kecil menuruni tangga. Di
kantongku ada uang sepuluh dolar yang kuambil dari
kotak di dalam laci. Aku pun duduk di belakang kemudi
VW. Aku harus menonjok dasbor empat kali sebelum
mesinnya berbunyi. Kukatakan kepada diriku sendiri,
ini tidak serta-merta pertanda sial. Memang mobil
ini saja yang sudah tua seperti keju simpanan lama.
Bukannya mustahil mobil ini telah membawa sejumlah
tokoh penting. Kendaraan ini matang, berpengalaman,
dan menyimpan segala pesona tahun 1984. Dan yang
paling penting, aku tidak mengeluarkan satu sen pun
untuk mendapatkannya. 201 Setelah memasukkan bahan bakar senilai beberapa
dolar ke tangki, aku membawanya ke Enzo"s. Kurapikan
rambut dengan menjadikan kaca jendela toko sebagai
cermin, lalu aku masuk. Kulepaskan kacamata hitamku supaya bisa
menikmati desain toko yang mengesankan. Enzo"s
telah mengalami pemugaran besar-besaran sejak kali
terakhir aku mengingatnya. Serangkaian tangga yang
lebar menurun ke konter depan dan ruang makan yang
menjorok ke dalam seperti gua. Dua catwalk terbentang
di kedua sisi meja penerima tamu. Beberapa meja
aluminium tersebar di catwalk, membuat tempat ini
terkesan separuh kuno, separuh modern. Irama musik
bergaya big-band terdengar dari sistem stereo. Sejenak
aku merasa terperangkap waktu dan mendarat di suatu
bar. Vee berlutut di atas kursi supaya lebih tinggi. Dia
melambai-lambaikan tangan di atas kepala, persis seperti
baling-baling helikopter. "Babe! Di sini!"
Dia menyambutku dari sebelah kanan catwalk lalu
memelukku erat-erat. "Aku sudah memesan es moka dan
sepiring donat. Banyak sekali yang harus kita bicarakan.
Tadinya aku tidak ingin memberitahumu sekarang. Tapi
masa bodohlah dengan kejutan. Aku turun satu setengah
kilo. Kau bisa melihatnya?" Dia berputar di depanku.
202 "Kau terlihat mengagumkan," kataku, dan aku tidak
berbasa-basi. Lagi pula kali ini kami benar-benar bisa
bersama. Kalaupun berat badannya naik lima kilo, aku
tetap akan berpendapat dia cantik.
"Menurut majalah mode, badan montok sudah
tidak zamannya lagi. Jadi sekarang aku benar-benar
merasa percaya diri," katanya, menjatuhkan diri ke
kursi. Kami duduk di meja untuk empat orang. Tetapi
alih-alih mengambil kursi di seberang Vee, aku malah
memilih yang di sebelahnya. "Jadi," katanya, memajukan
badan seperti orang ingin bersekongkol, "ceritakan
tentang semalam. Horor sekali. Aku tidak percaya ibumu
pacaran dengan Hanky Panky."
Aku mengangkat alis. "Hanky Panky?"
"Itu julukan yang sangat tepat, sampai-sampai
kupingku sakit mendengarnya."
"Kurasa kita harus memanggilnya Cowok
Kebapakan." "Betul sekali!" Vee menepuk meja dengan telapak
tangannya. "Menurutmu, berapa umurnya" Dua lima"
Mungkin sebenarnya dia kakak Marcie. Mungkin dia
menderita oedipus complex, jadi ibu Marcie adalah ibu
sekaligus istrinya!"
Aku terbahak-bahak sampai tak sengaja menyembur.
Tetapi ini justru membuat tawa kami semakin keras.
203 "Oke, sudah... sudah," kataku, meluruskan tangan
ke paha dan berusaha memasang tampang serius. "Kita
jahat sekali. Bagaimana kalau Marcie dengar?"
"Apa yang akan dia lakukan" Meracuniku dengan
obat pencahar?" Sebelum aku sempat menanggapi, dua kursi kosong
di meja kami ditarik. Owen Seymour dan Joseph
Mancusi menempati kursi itu. Mereka adalah teman
sekolahku. Tahun lalu Owen sekelas denganku dan Vee
dalam mata pelajaran biologi. Dia tinggi ceking, dan
biasa memakai kaus polo Ralph Lauren dan kacamata
hitam yang membuatnya terlihat kuper. Di kelas enam,
dia mengalahkan aku dan terpilih sebagai anak yang
mewakili sekolah kami dalam lomba mengeja tingkat
kota. Bukan berarti aku dendam kepadanya. Sudah
bertahun-tahun aku tidak sekelas dengan Joseph, atau
Joey. Tetapi kami sudah kenal sejak SD. Ayahnya adalah
satu-satunya dokter chiropractor di Coldwater. Rambut
Joey di-bleach dan dia selalu mengenakan sandal jepit,
meskipun pada musim dingin. Dan dia pemain drum
dalam marching band. Aku tahu benar, Vee pernah
naksir kepadanya ketika kami di SMP.
Owen mendorong kacamatanya ke atas hidung dan
tersenyum polos. Aku mempersiapkan diri seandainya
dia memberondongku dengan pertanyaan seputar kasus
penculikanku. Tetapi dia hanya berkata dengan suara
204 agak gugup, "Kami melihat kalian duduk di sini dan
mungkin kami bisa, emm, mendampingi."
"Wah, kebetulan sekali." Nada bicara Vee yang ketus
membuatku kaget. Tidak biasanya Vee, yang notabene
genit, bersikap seperti ini. Tapi mungkin dia benar-benar
sudah insaf" "Dan apa maksudmu "mendampingi?"
Bahasa apa tuh?" "Emm, sudah punya rencana akhir minggu ini?"
tanya Joey, melipat tangan di atas meja, beberapa inci
saja dari tangan Vee. Vee menarik tangannya dan menegakkan badan.
"Ya, dan rencana kami tidak melibatkan kalian."
Oke, bukan insaf. Aku melirik ke arahnya, berusaha
memberi isyarat nonverbal, Ada apa" Tetapi dia kelewat
sibuk memelototi Owen. "Permisi," katanya, secara blakblakan menyatakan
sudah waktunya mereka pergi.
Owen dan Joey bertukar pandang kebingungan.
"Ingat ketika kita ikut mata pelajaran olahraga di
kelas tujuh?" tanya Joey kepada Vee. "Kau menjadi
pasanganku dalam pertandingan bulu tangkis. Kau
benar-benar hebat. Apakah kau masih ingat, kita
menjadi juara kelas?" Joey mengangkat tangan untuk
tos dengan Vee. "Aku sedang tidak berminat mengingat-ingat masa
lalu." 205 Joey menurunkan tangan perlahan. "Emm, oke.
Kalian benar-benar tidak ingin kami traktir limun atau
yang lainnya?" "Supaya kau bisa mencampurkan obat tidur ke
dalamnya" Tidaklah. Lagi pula kami sudah punya
minuman. Kalau tatapan kalian lebih tinggi dari dada
kami, pasti kalian lihat." Vee menggoyang-goyang
gelasnya di depan wajah Joey.
"Vee," kataku menggeram. Pertama, baik Owen atau
Joey tidak bersikap buruk sehingga pantas diperlakukan
seperti itu. Kedua, ada apa sebenarnya dengan Vee"
"Emm... oke... maaf telah mengganggu," kata Owen,
berdiri dengan kikuk. "Kami kira?"
"Perkiraan kalian salah," bentak Vee. "Rencana
busuk apa pun yang ada dalam otak kalian... itu tidak
akan terjadi." "Busuk?" ulang Owen, mendorong kacamatanya
lagi dan mengerjap seperti burung hantu.
"Kami mengerti," kata Joey. "Seharusnya kami tidak
ikut campur. Obrolan rahasia antarcewek. Aku punya
adik perempuan," katanya maklum. "Lain kali, emm,
aku akan bertanya dulu."
"Tidak akan ada lain kali," kata Vee. "Anggap saja
Nora dan aku?"Vee menggoyangkan ibu jarinya ke
kami berdua?"tertutup buat kalian."
206 Aku berdeham, tapi gagal menemukan cara untuk
mengalihkan pembicaraan ini ke arah yang positif.
Karena tidak punya ide, aku melakukan satu-satunya
hal yang bisa kuperbuat. Dengan senyum memohon
maaf, aku berkata kepada mereka, "Emm, terima kasih,
Teman-teman. Semoga hari kalian menyenangkan."
Ucapanku terkesan seperti pertanyaan.
"Yeah, trims untuk gangguannya," seru Vee saat
mereka beranjak pergi. Keruan saja mereka semakin
kebingungan. Setelah mereka cukup jauh, Vee berkata, "Ada apa
dengan cowok-cowok zaman sekarang" Mereka pikir,
mereka bisa datang begitu saja, menebar pesona, lalu hati
kita akan lumer" Tidak, ya. Tak akan. Kita lebih bijak
dari itu. Biar saja mereka merayu cewek lain. Makasih


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

banyak deh." Aku berdeham. "Wow."
"Jangan begitu. Aku tahu pendapatmu sama
denganku." Aku menggaruk-garuk alis. "Secara pribadi, kukira
mereka hanya ingin mengobrol... tapi tahu apa aku?"
imbuhku cepat-cepat ketika Vee membelalakkan mata.
"Ketika seorang cowok tiba-tiba datang dan langsung
menebar senyum seperti itu, kita harus waspada. Pasti
ada motif lain. Aku tahu betul itu."
207 Aku mengisap sedotan, tak tahu apa lagi yang harus
kuucapkan. Sepertinya aku malu bertatapan dengan
Owen atau Joey lagi. Tapi mungkin Vee sedang bete.
Ketika aku menonton film orisinal Lifetime, butuh
satu atau dua hari bagiku untuk memahami bahwa
cowok ganteng di sebelah rumah kita bisa jadi seorang
pembunuh berantai. Mungkin Vee sedang mengalami
fase menyadari realitas semacam itu.
Baru saja aku ingin bertanya langsung, ponselku
berbunyi. "Biar kutebak," kata Vee. "Itu pasti ibumu,
ingin mengecekmu. Aku sendiri kaget karena dia
membiarkanmu keluar rumah. Bukan rahasia lagi,
dia tidak suka kepadaku. Aku bahkan berpikir dia
menganggapku punya andil dalam penculikanmu." Vee
menggerutu. "Dia menyukaimu, hanya saja dia tidak me-
mahamimu," kataku sambil membuka SMS. Ternyata
dari Marcie Millar. BTW, KALUNG ITU BERUPA RANTAI PERAK.
KAU SDH MENEMUKANNYA"
"Berhentilah mengganggu," gumamku.
"Well?" kata Vee. "Apa kata ibumu?"
DR MN KAU DPT NOMORKU" Ketikku.
ORTU QT PACARAN, JGN TOLOL.
Kau yang tolol, kataku dalam hati.
208 Kututup ponsel. Perhatianku kembali ke Vee. "Boleh
aku mengajukan pertanyaan bodoh?"
"Jenis yang kusuka."
"Apakah aku datang ke pesta Marcie, musim panas
lalu?" Aku bersiap mendengar tawa keras. Tetapi Vee hanya
mengunyah donat dan berkata, "Yeah, aku masih ingat.
Kau memaksaku ikut. Untuk itu kau masih punya utang
kepadaku." Perkiraanku meleset. "Pertanyaan yang lebih aneh
lagi. Apakah aku?"ini kalimat pamungkasnya"
"berteman dengan Marcie?"
Sekarang, reaksi Vee sesuai dengan yang
kuperkirakan. Dia nyaris tersedak dan menyemburkan
donatnya ke meja. "Kau dan cecunguk itu" Apa aku
tidak salah dengar" Aku tahu, kau kehilangan ingatan,
tapi bagaimana kau bisa melupakan sebelas tahun Masa
Kesengsaraan dengan Cewek Gatal itu?"
Nah, sekarang ada titik terang. "Kalau kami tidak
berteman, mengapa dia mengundangku?"
"Dia mengundang semua orang. Karena itu adalah
acara penggalangan dana untuk membiayai kostum
pemandu sorak yang baru. Dia memaksa kita mem-
berikan dua puluh dolar di depan pintu," jelas Vee. "Kita
hampir saja pergi, tapi kau harus memata-matai?" Vee
membekap mulutnya. 209 "Memata-matai siapa?" desakku.
"Marcie. Kita ingin memata-matai Marcie." Vee
menganggukkan kepala dengan agak terlalu ber-
semangat. "Lalu?" "Kita ingin mencuri diarinya," lanjut Vee. "Untuk
dimuat di kolom gosip eZine. Cukup heroik, bukan?"
Aku menatap Vee. Ada sesuatu yang ganjil dalam
penjelasannya. Tetapi aku tidak tahu apa itu. "Kau
hanya mengarang-ngarang saja, bukan" Kita tidak boleh
memuat diari seseorang."
"Tidak ada salahnya mencoba."
Aku menudingkan telunjuk ke Vee. "Aku tahu, kau
menutup-nutupi sesuatu."
"Siapa, aku?" "Katakan saja, Vee. Kau sudah berjanji tidak akan
berahasia lagi denganku," kataku mengingatkan.
Vee mengibas-ngibaskan tangannya. "Oke, oke.
Kita ingin memata-matai?"dia sengaja berhenti untuk
membuatku penasaran?"Anthony Amowitz."
Tahun lalu Anthony Amowitz sekelas denganku
dalam mata pelajaran olahraga. Tinggi badan dan
penampilannya standar. Tapi kepribadiannya seperti
babi. Belum lagi Vee sudah bersumpah tidak ada apa-apa
di antara mereka berdua. "Kau bohong."
"Aku"naksir dia." Wajahnya bersemu merah.
210 "Kau naksir Anthony Amowitz," ulangku sangsi.
"Pilihan yang tidak bijaksana. Bicarakan yang lain
saja deh." Setelah sebelas tahun, Vee masih bisa membuatku
terkejut. "Pertama, bersumpahlah kau tidak
menyembunyikan sesuatu dariku. Karena aku merasa
ceritamu tidak meyakinkan."
"Sumpah pramuka," kata Vee, matanya bening,
ekspresinya mantap. "Kita pergi ke sana untuk memata-
matai Anthony, titik. Tolong, hinaannya yang kelas
ringan saja. Aku sudah cukup malu."
Vee tidak mungkin berbohong kepadaku lagi. Kami
telah melewati pengalaman itu bersama-sama. Jadi,
alih-alih mencecarnya dengan pertanyaan yang akan
membuatnya semakin malu, aku memuaskan diri dengan
informasi yang telah diberikan.
"Oke," kataku menyerah, "kita kembali ke Marcie.
Dia memojokkanku di Coopersmith"s semalam. Dia
bilang, Patch, pacarnya, menitipkan kalung kepadaku."
Vee, yang sedang menyesap minuman, tersedak.
"Dia bilang Patch pacarnya?"
"Dia menggunakan istilah "selingan musim panas".
Menurutnya cowok itu teman kami berdua."
"Huh." 211 Aku mengetukkan jari ke meja dengan tidak sabaran.
"Mengapa aku merasa ada sesuatu yang dirahasiakan
lagi?" "Aku tidak kenal Patch mana pun," kata Vee.
"Omong-omong, bukankah itu nama anjing" Mungkin
Marcie hanya mengarang. Kalaupun dia punya satu
kelebihan, itu adalah meracuni pikiran orang. Sebaiknya
lupakan saja si Patch dan Marcie. Ampun deh, donat ini
enak sekali!" Dia menyodorkan satu donat ke mukaku.
Aku mengambil donat itu, lalu meletakkannya. "Apa
nama Jev berarti sesuatu bagimu?"
"Jev" Hanya Jev" Apa itu kependekan dari sesuatu?"
Reaksi itu menunjukkan Vee belum pernah men-
dengar nama itu. "Aku bertemu seseorang," jelasku. "Aku pikir kami
kenal satu sama lain, mungkin selama musim panas lalu.
Namanya Jev." "Tak dapat menolongmu, Say."
"Mungkin itu kependekan dari sesuatu. Jevin, Jevon,
Jevro...." "Tidak, tidak, dan tidak."
Aku membuka telepon genggamku.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Vee.
"Kirim SMS ke Marcie."
"Apa yang akan kau tanyakan?" Dia menegakkan
badan. "Dengar, Nora?"
212 Aku menggelengkan kepala, sudah bisa menerka
pikiran Vee. "Ini bukan awal dari perjalanan jangka
panjang, percayalah. Aku percaya kepadamu, bukan
Marcie. Ini akan menjadi SMS terakhirku kepadanya.
Aku akan bilang, jangan coba-coba membohongiku."
Raut wajah Vee menjadi rileks. Dia mengangguk
penuh semangat. "Katakan itu kepadanya. Katakan
kebohongannya akan sia-sia selama aku menjagamu."
Aku mengetik pesan dan menekan tombol kirim.
SDH CARI KE MANA2. TDK ADA. DSR TOLOL.
Kurang dari semenit, ponselku bergetar lagi.
CARI LAGI. "Menjengkelkan seperti biasanya," gumamku.
"Mau dengar pendapatku?" kata Vee. "Hubungan
ibumu dengan Hanky Panky mungkin tidak terlalu
buruk. Kalau dengan begitu posisimu jadi lebih tinggi di
depan Marcie. Aku memutuskan mendukung hubungan
itu sepenuh hati." Aku menatapnya dengan sorot mata malas. "Plis
deh." "Hei, bukan seperti itu. Kau tahu, "kan" Aku tidak
punya satu pun tulang jahat dalam tubuhku."
"Ya, bukan satu, tapi dua ratus enam?"
Vee nyengir. "Senang sekali melihatmu kembali."
213 ke pekarangan kami. Dia di rumah saat aku pergi tadi. SeleSai makan Siang, akU pUlang. VW, ibuku memasukkan mobil Taurus-nya tidak sampai semenit setelah aku memarkir
Mungkinkah dia keluar untuk makan siang bersama
Hank selama aku tidak ada" Aku tidak berhenti
tersenyum sejak meninggalkan Enzo"s, tapi sekarang
suasana hatiku mendadak muram.
Ibu keluar dari mobil dan menghampiriku.
"Bagaimana makan siangmu dengan Vee?"
214 "Sama seperti dulu. Bagaimana denganmu" Kencan
makan siang yang mesra?" tanyaku pura-pura lugu.
"Cuma pertemuan bisnis." Dia menghela napas
panjang. "Hugo memintaku pergi ke Boston minggu ini."
Ibu bekerja untuk Hugo Renaldi, pemilik perusahaan
lelang dengan nama yang sama. Hugo menyelenggarakan
lelang untuk kalangan jetset, dan ibuku bertugas
memastikan lelang itu berjalan mulus. Ini sesuatu
yang tidak bisa dilakukan dari jarak jauh. Jadi ibuku
kerap bepergian, meninggalkanku sendirian di rumah.
Tetapi kami sama-sama tahu, itu bukan kondisi yang
ideal. Ibu pernah berencana berhenti kerja, tapi kondisi
keuangannya tidak memungkinkan. Sedangkan Hugo
berani membayarnya jauh lebih tinggi dari tempat
kerja mana pun di Coldwater. Seandainya Ibu berhenti
kerja, kami harus berkorban. Pertama-tama, kami
harus merelakan rumah petani kami. Lantaran seluruh
memoriku bersama ayahku tersimpan di rumah ini,
bisa dibilang aku menjadi sentimental untuk mengambil
keputusan itu. "Aku mengecewakannya," kata Ibu. "Kukatakan
kepadanya, aku ingin mencari pekerjaan yang tidak
mengharuskan aku keluar rumah."
"Ibu bilang begitu?" Keterkejutanku hilang dengan
cepat, dan aku merasakan kegelisahan dalam nada
suaraku. "Ibu ingin berhenti" Apakah sudah ada
215 pekerjaan baru" Apakah ini berarti kita harus pindah?"
Aku tidak percaya dia mengambil keputusan tanpa
memberitahuku. Padahal dulu kami sudah sepakat, tidak
akan ada kata pindah. "Hugo akan melihat kemungkinan untuk memberiku
pekerjaan di dalam kota. Tapi aku tidak boleh berharap
banyak. Sekretarisnya sudah bertahun-tahun bekerja
dengannya dan kinerjanya baik. Tidak mungkin Hugo
mengeluarkannya sekadar untuk membuatku senang."
Aku menatap rumahku, tercengang. Perutku
menjadi mulas saat aku membayangkan keluarga lain
akan menempatinya. Bagaimana seandainya mereka
mengubah model rumah ini" Bagaimana seandainya
mereka membongkar kamar baca ayahku dan mengganti
lantai merah yang dulu kami pasang bersama-sama"
Bagaimana dengan rak bukunya" Rak-rak itu berdiri
tegak dan merupakan karya pertama kami. Rak itu
memiliki karakter! "Aku belum berniat menjual rumah ini," kata Ibu.
"Mungkin akan ada jalan keluar. Siapa tahu" Mungkin
saja Hugo ternyata membutuhkan dua orang sekretaris.
Bagaimana nanti sajalah."
Aku menoleh kepadanya. "Apakah Ibu bersikap
santai seperti ini karena Ibu berencana menikah dengan
Hank dan membiarkannya membiayai kita?" ucapan
sinis itu meluncur sebelum aku bisa menghentikannya.
216 Sekarang aku merasa agak bersalah. Kelancangan seperti
ini memang sudah terpendam di dalam diriku. Tetapi
itu keluar dari rasa ketakutan yang menyesakkan dada
dan menguasai diriku. Tubuh Ibu menjadi kaku. Kemudian dia melewati
garasi dan menekan tombol yang menutup pintu secara
otomatis. Aku berdiri saja di pekarangan. Perasaanku terbelah
antara keinginan untuk cepat-cepat meminta maaf dan
ketakutan yang menjadi-jadi karena dia mengelak dari
pertanyaanku. Jadi, itulah sebabnya. Dia mengencani
Hank dengan niat untuk menikah. Sepertinya tuduhan
Marcie benar. Ibuku memikirkan uang. Aku tahu kondisi
keuangan kami sempit. Tetapi bukankah kami bisa
bertahan" Aku kesal dengan ibuku karena merendahkan
dirinya. Aku juga kesal kepada Hank karena memberi
ibuku pilihan selain berdamai denganku.
Aku masuk kembali ke VW dan pergi. Jarak yang
kutempuh sudah melebihi lima belas mil, tapi kali ini


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku tidak peduli. Tidak ada tujuan dalam benakku. Aku
hanya ingin jauh dari Ibu. Mula-mula Hank, sekarang
pekerjaannya. Mengapa aku merasa dia terus-terusan
mengambil keputusan tanpa berunding denganku"
Ketika gerbang jalan tol tampak di depanku, aku
mengambil jalur ke sana dan menyusurinya hingga
ke pantai. Aku keluar di gerbang sebelum Delphic
217 Amusement Park dan mengikuti rambu-rambu menuju
pantai. Di sini tidak terlalu ramai ketimbang pantai-pantai
di selatan Maine. Garis pesisirnya berbatu. Tanaman
hijau bermunculan di tempat yang tak terjangkau arus
pasang. Alih-alih wisman dengan handuk pantai dan
keranjang piknik, aku malah menemukan pengendara
sepeda dan anjing yang mengejar burung camar.
Tetapi inilah yang kuinginkan. Aku butuh waktu
sendirian untuk menenangkan diri.
Kubelokkan VW ke sisi trotoar. Melalui kaca spion,
aku melihat mobil merah meluncur di belakangku.
Samar-samar aku merasa melihat mobil itu di jalan tol
tadi, selalu berselang beberapa mobil dariku. Barangkali
pengemudinya ingin menggunakan kesempatan terakhir
ke pantai sebelum cuaca memburuk.
Aku melompati rantai pembatas dan menanjak ke
tanggul berbatu. Udara di sini lebih dingin ketimbang di
Coldwater. Embusan angin membelai-belai punggungku.
Langit tampak abu-abu, alih-alih biru, dan berkabut.
Aku menghindari sapuan ombak dengan berjalan di
bebatuan yang lebih tinggi. Tanah di bawah kakiku
semakin sulit dilewati. Aku memusatkan perhatian
supaya tidak tergelincir, alih-alih membiarkan pikiranku
melayang ke pertengkaran dengan ibuku.
Tiba-tiba kakiku terpeleset di batu, dan aku ter-
huyung, jatuh dengan posisi miring. Sambil menyumpah-
218 nyumpah dalam hati, aku berusaha berdiri kembali.
Ketika itulah aku melihat bayangan besar di atasku.
Karena kaget, aku berbalik. Ternyata dia adalah si
pengemudi mobil merah. Tubuhnya lebih tinggi dari
rata-rata orang. Dan sepertinya dia lebih tua satu atau
dua tahun dariku. Rambutnya pendek, alis matanya
cokelat lembut, dan bulu-bulu halus menghiasi dagunya.
Melihat kausnya yang terlihat pas di badan, tampaknya
dia rajin ke gim. "Sudah waktunya kau keluar rumah," katanya,
mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Sudah berhari-
hari aku berusaha berbicara empat mata denganmu."
Aku menyeimbangkan tubuh di atas batu.
Kuperhatikan wajahnya, tapi sepertinya aku tidak kenal
dengannya. "Maaf, apakah aku mengenalmu?"
"Apakah ada yang mengikutimu?" Matanya terus
menyisir garis pantai. "Aku berusaha memperhatikan
semua mobil, tapi mungkin ada yang luput. Seandainya
kau memutari blok ini sebelum parkir, itu sangat
membantu." "Emm, terus terang, aku tidak tahu siapa kau."
"Itu ucapan yang aneh kalau ditujukan kepada orang
yang telah membelikanmu mobil."
Satu-dua menit berlalu sebelum aku teringat sesuatu.
"Sebentar. Kau"Scott Parnell?" Meskipun sudah
bertahun-tahun, ciri itu tetap ada. Lesung pipit di pipi.
219 Mata cokelat. Tanda-tanda baru di wajahnya adalah
luka gores di tulang pipi, jenggot, dan perpaduan bibir
tebal dan sensual dengan fitur yang simetris.
"Aku dengar kau mengalami amnesia. Jadi gosip
itu benar" Sepertinya sama parahnya dengan yang
dikatakan orang." Wah, wah, pede betul dia. Aku melipat tangan
di dada dan berkata dengan santai, "Mumpung kau
mengangkat topik itu, mungkin ini waktu yang tepat
untuk menjelaskan mengapa kau menaruh VW di
rumahku pada malam aku menghilang. Kalau kau
tahu soal amnesia yang kualami, tentunya kau sudah
mendengar bahwa aku diculik."
"Mobil itu adalah tanda permohonan maaf karena
sikapku yang kurang baik." Matanya masih memantau
pepohonan. Siapakah yang dia takuti membuntuti kami"
"Tolong ceritakan tentang malam itu." Mungkin
pantai ini bukan tempat yang tepat untuk membahas
persoalan ini, tapi aku sudah tidak sabar untuk
mendapatkan jawaban. "Sepertinya kita sama-sama
ditembak Rixon pada malam itu. Dan itulah yang
kukatakan kepada polisi. Kau, aku, dan Rixon di
rumah seram. Tidak ada orang lain. Itu pun seandainya
orang yang bernama Rixon benar-benar ada. Aku tidak
tahu bagaimana menurutmu, tapi aku mulai berpikir
keberadaannya hanya karanganmu saja. Mungkin kau-
220 lah yang menembakku. Dan kau butuh seseorang untuk
dijadikan kambing hitam. Apakah kau memaksaku untuk
menyebutkan nama Rixon kepada polisi" Pertanyaan
berikutnya, apakah kau yang menembakku, Scott?"
"Rixon sudah di neraka sekarang, Nora."
Aku mengernyit. Dia mengatakannya dengan yakin,
dan dengan kesan melankolis sekadarnya. Seandainya
berbohong, dia pantas mendapatkan penghargaan.
"Rixon sudah mati?"
"Dia dibakar di neraka. Tapi yeah, semacam itulah."
Aku mengamati wajahnya untuk memastikan apakah
ada tanda-tanda kebohongan di sana. Bukannya ingin
berdebat tentang kehidupan setelah mati dengannya,
tapi aku butuh konfirmasi bahwa Rixon telah lenyap
untuk selamanya. "Tahu dari mana" Apakah kau sudah
memberi tahu polisi" Siapa yang membunuhnya?"
"Aku tidak tahu kepada siapa kita harus berterima
kasih. Tapi aku tahu, dia sudah lenyap. Berita cepat
tersiar, percayalah kepadaku."
"Mungkin kau bisa membodohi seisi dunia. Tapi
aku tidak mudah dibohongi. Kau menaruh mobil
di pekarangan rumahku pada malam aku diculik.
Setelah itu kau bersembunyi"New Hampshire, benar"
Maafkan aku jika kata terakhir yang melekat dalam
benakku ketika aku melihatmu adalah "naif". Kurasa
221 kau mengerti, maksudnya adalah Aku tidak percaya
kepadamu." Scott menghela napas. "Sebelum Rixon menembak
kita, kau meyakinkanku bahwa aku benar-benar seorang
Nephilim. Kaulah yang memberi tahu bahwa aku
tidak bisa mati. Kaulah salah satu alasan mengapa aku
melarikan diri. Kau benar. Nasibku tidak akan berakhir
seperti Black Hand. Aku tidak akan membantunya lagi
merekrut Nephilim untuk menjadi anggota pasukannya."
Angin meniup busanaku, berembus bagaikan
salju yang menerpa kulitku. Nephilim. Kata itu lagi.
Seolah mengikuti ke mana pun aku pergi. "Aku
memberi tahu bahwa kau Nephilim?" tanyaku dengan
gugup. Kupejamkan mata, berdoa semoga dia meralat
ucapannya. Berdoa semoga dia menggunakan kata
"tidak bisa mati" hanya sebagai perumpamaan. Berdoa
semoga dia akan menjelaskan bahwa dia adalah terminal
terakhir dari rangkaian omong kosong yang berawal
kemarin malam, dengan Gabe. Omong kosong besar.
Dan korban leluconnya adalah aku.
Tetapi kebenaran itu ada di sana. Di sudut gelap,
tempat memoriku sedianya utuh. Aku tidak sanggup
merasionalisasikannya. Tetapi aku bisa merasakannya.
Di dalam diriku. Membara di dadaku. Scott tidak
membual. 222 "Aku ingin tahu, mengapa kau tidak bisa mengingat
peristiwa itu," katanya. "Kupikir amnesia tidak
permanen. Ada apa?" "Aku tidak tahu mengapa aku tidak ingat!" bentak-
ku. "Oke" Aku tidak tahu. Aku terbangun beberapa
malam lalu di pemakaman sendirian. Aku bahkan
tidak ingat bagaimana aku bisa berada di sana." Entah
mengapa, mendadak aku merasa ingin menumpahkan
segalanya kepada Scott. Hidungku mulai berair. Dan bisa
kurasakan, air mata menggenang di pelupuk mataku.
"Polisi menemukan aku dan membawaku ke rumah
sakit. Mereka bilang aku menghilang hampir tiga bulan.
Mereka bilang aku mengalami amnesia karena pikiranku
memblokir trauma itu untuk melindungi diriku sendiri.
Tapi kau tahu, apa yang paling gila" Aku mulai berpikir
aku tidak memblokir apa pun. Aku menemukan catatan.
Tampaknya seseorang menyelinap ke rumahku dan
meletakkannya di atas bantal. Di sana tertulis, meskipun
aku sudah di rumah, aku tidak aman. Ada dalang di
balik semua ini. Dia tahu sesuatu yang tidak kuketahui.
Dia tahu kejadian yang menimpaku."
Ketika itulah aku sadar, aku sudah kebanyakan
bicara. Tidak ada bukti bahwa catatan itu ada. Parahnya
lagi, logika membuktikan catatan itu tidak ada. Tetapi
kalau catatan itu hanya khayalanku, mengapa pikiran
tentang hal itu tidak mau hilang"
223 Mengapa aku tidak bisa menerima bahwa aku
mengarang, mengkhayal, atau berhalusinasi"
Scott mengamatiku dengan dahi berkerut. "Dia?"
Aku mengangkat tangan. "Lupakan."
"Apa lagi yang tertulis dalam catatan itu?"
"Kubilang, lu pak a n. Kau punya tisu?" Bisa
kurasakan kulit di bawah mataku membengkak. Dan
rasanya mengendus saja tidak cukup untuk membuat
hidungku kering. Seolah-olah itu belum cukup, dua air
mata menetes di pipiku. "Hei," kata Scott dengan lembut sambil memegang
bahuku. "Semuanya akan baik-baik saja. Jangan me-
nangis, oke" Aku di sampingmu. Aku akan membantumu
keluar dari persoalan ini." Ketika aku tidak menarik diri,
dia menarikku ke dadanya dan menepuk-nepuk punggung-
ku. Mulanya canggung, tapi kemudian tepukannya
menjadi sentuhan yang menenangkan. "Pada malam kau
menghilang, aku pergi bersembunyi. Tidak aman bagiku
berada di sini. Tapi ketika aku melihatmu di televisi,
bahwa kau telah kembali dan tidak bisa mengingat apa-
apa, aku harus keluar dari persembunyian. Aku harus
mencarimu. Aku berutang budi kepadamu."
Aku tahu, seharusnya aku menarik diri. Hanya
karena ingin memercayai Scott, bukan berarti aku harus
percaya seratus persen kepadanya. Atau menurunkan
pertahananku. Tetapi aku lelah meninju dinding sehingga
224 kubiarkan pertahanan diriku melonggar. Sudah lama
sekali aku tidak merasakan betapa nyamannya dipeluk.
Dalam dekapan Scott, aku nyaris bisa meyakinkan
diriku bahwa aku tidak sendirian. Scott sudah berjanji
akan melalui semua ini bersama-sama. Dan aku ingin
percaya pada janji itu. Lagi pula, dia mengenalku. Dia adalah mata rantai
yang menghubungkan aku ke masa lalu. Itu lebih berarti
ketimbang apa pun. Setelah melewati berbagai usaha
yang sia-sia untuk membangkitkan memori, akhirnya
dia hadir. Ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan.
Sambil menyeka mata dengan punggung tangan, aku
berkata, "Mengapa di sini tidak aman bagimu?"
"Black Hand ada di sini." Seolah-olah ingat nama
itu tidak ada artinya bagiku, dia berkata, "Sekadar ingin
memastikan, kau tidak ingat sama sekali" Sama sekali?"
"Ya." Dengan satu kata itu, aku merasa seolah
berdiri di gerbang sebuah labirin terlarang yang terentang
hingga ke ufuk. "Sialan sekali," katanya. Meskipun pilihan katanya
buruk, aku percaya dia menyesal untukku. "Black Hand
adalah julukan seorang Nephil yang berkuasa. Dia
membentuk pasukan bawah tanah, dan dulu aku adalah
salah satu tentaranya, katakanlah begitu. Sekarang aku
desertir. Seandainya aku tertangkap, nasibku tidak akan
baik." 225 "Tunggu dulu. Nephil itu apa?"
Scott menyunggingkan senyum. "Siap-siap terkejut,
Grey. Nephil adalah," jelasnya dengan sabar, "makhluk
abadi." Senyumnya tersungging semakin tinggi melihat
raut wajahku yang kebingungan. "Aku tidak bisa mati.
Tidak seorang pun di antara kami yang bisa mati."
"Apa maksudnya?" tanyaku. Dia tidak mungkin
mengatakan abadi benar-benar abadi.
Scott menunjuk ke ombak yang mendebur ke
bebatuan di bawah kami. "Seandainya aku terjun, aku
akan tetap hidup." Oke, mungkin dia pernah nekat terjun, dan selamat.
Itu tidak membuktikan apa-apa. Dia tidak abadi. Dia
hanya percaya hal itu karena dia jenis remaja yang
gemar berbuat nekat, lalu sesumbar ke mana-mana. Dan
sekarang dia percaya bahwa dirinya tidak terkalahkan.
Scott mengangkat alis seperti orang yang mengejek.
"Kau tidak percaya kepadaku" Semalam aku meng-
habiskan waktu dua jam di laut, menyelam untuk
mencari ikan. Dan aku tidak mati kedinginan. Aku bisa
menahan napas di bawah air selama delapan, sembilan
menit. Kadang-kadang aku pingsan. Tapi ketika aku
sadar, aku selalu mengambang di permukaan dengan
seluruh tanda-tanda vital bekerja dengan baik."
Aku membuka mulut, tapi butuh waktu semenit
untuk mengeluarkan kata-kata. "Itu tidak masuk akal."
226 "Masuk akal, kalau aku abadi."


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebelum aku sempat menghentikan, Scott
mengeluarkan pisau Swiss Army dan menorehkannya
ke paha. Aku menjerit dan melompat untuk
menyelamatkannya. Tetapi aku tidak tahu apakah aku
harus mencabut pisau itu atau menstabilkannya. Sebelum
aku bisa memutuskan, dia mencabut pisau itu sendiri.
Scott menyumpah-nyumpah kesakitan, darah merembes
di jinsnya. "Scott!" jeritku.
"Kita bertemu lagi besok," katanya dengan suara
lebih lunak. "Kau akan lihat sendiri lukaku sudah pulih,
seolah-olah ini tidak pernah terjadi."
"Oh, yeah?" bentakku, masih gusar. Apakah dia
sudah sinting" Mengapa dia melakukan tindakan
sebodoh itu" "Ini bukan yang pertama. Aku pernah mencoba
membakar diriku hidup-hidup. Kulitku gosong. Satu-dua
hari kemudian, aku kembali seperti semula."
Sekarang pun aku bisa melihat darah di jinsnya
mengering. Pendarahan itu berhenti. Dia dalam proses
penyembuhan. Hanya dalam hitungan detik, alih-alih
beberapa minggu. Aku tidak ingin memercayai mataku,
tapi melihat adalah memercayai.
Mendadak aku teringat Gabe. Lebih jelas ketimbang
yang kuinginkan. Kukerahkan gambaran tongkat besi
227 yang menancap di punggungnya. Jev bersumpah luka
itu tidak akan membunuh Gabe....
Sama seperti Scott bersumpah lukanya akan sembuh
tanpa meninggalkan goresan barang sedikit pun.
"Oke, kalau begitu," bisikku, meskipun aku sama
sekali tidak merasa oke. "Betul kau sudah percaya" Aku bisa saja menabrakkan
diri ke mobil kalau kau masih membutuhkan bukti."
"Kurasa aku percaya kepadamu," kataku, gagal
menghilangkan kesan kebingungan dalam nada suaraku.
Kupaksa diriku keluar dari kabut kegamangan.
Untuk kali ini aku hanya ingin mengikuti arus. Jangan
memikirkan berbagai hal sekaligus. Pusatkan perhatian
pada satu hal saja, kataku dalam hati. Scott adalah
makhluk abadi. O ke. Berikutnya apa"
"Apakah kita mengenal Black Hand?" tanyaku,
mendadak haus informasi. Mungkin saja Scott punya
jawabannya. Apa lagi yang tidak kuketahui" Berapa
banyak lagi kepercayaanku yang bisa dia putar balikkan"
Dan yang terpenting, bisakah dia membuat memoriku
utuh kembali" "Kali terakhir bertemu, kita sama-sama penasaran.
Musim panas kemarin aku berusaha mencari petunjuk.
Ini tidak mudah, mengingat aku hidup dalam pelarian,
tidak punya uang, hidup sendirian. Dan Black Hand
bukan orang yang bisa disebut sembrono. Tapi aku
228 menipiskan kemungkinan ke satu orang." Matanya
menatapku lekat-lekat. "Kau siap mendengar yang
sebenarnya" Black Hand adalah Hank Millar."
"Apa?" Kami tengah duduk di atas dua bongkol pohon di
dalam gua, sekitar seperempat mil dari pantai. Tempat
ini menempel ke tebing yang menjorok ke laut, dan jauh
dari jalan. Kondisinya semigelap, berlangit-langit rendah,
tapi aman dari angin. Dan seperti yang dibutuhkan
Scott, melindungi kami dari mata-mata Black Hand.
Scott menolak mengatakan apa pun sampai dia yakin
tidak ada orang lain. Scott menggoreskan korek api ke sol sepatu dan
menyalakan perapian di celah batu. Api menyinari
dinding gua yang kasar. Baru kali ini aku bisa melihat
isi gua dengan jelas. Ada sebuah ransel dan kantong
tidur disandarkan ke dinding belakang. Sebuah cermin
retak ditopangkan ke batu yang mencuat seperti rak.
Ada pula pisau cukur, kaleng krim cukur, dan deodoran
stik. Tidak jauh dari mulut gua, terdapat sebuah kotak
peralatan berukuran besar. Di atasnya ada beberapa
piring, sendok-garpu, dan sebuah wajan. Di sampingnya
229 tergeletak alat pancing dan jebakan hewan. Gua ini
membuatku terkesan sekaligus sedih. Jelaslah Scott
tidak berdaya. Terpaksa berjuang dan bertahan dengan
kekuatannya sendiri. Tetapi kehidupan macam apa yang
bisa dijalani dengan terus bersembunyi dan berlari dari
satu tempat ke tempat lain"
"Aku mengawasi Hank selama berbulan-bulan,"
kata Scott. "Ini bukan seperti menikam dari belakang."
"Kau yakin Hank adalah Black Hand" Jangan
tersinggung, tapi dia tidak mirip militer bawah tanah
atau?" makhluk abadi. Gagasan itu sepertinya tidak
nyata. Bukan, absurd. "Dia pemilik agen mobil paling
sukses di kota ini. Dia anggota klub kapal pesiar, dan
mendanai sendiri klub pendukungnya. Mengapa dia
repot-repot mengurusi dunia Nephilim" Dia sudah
memiliki segalanya."
"Karena dia Nephilim juga," jelas Scott. "Dan dia
tidak memiliki segalanya. Selama Cheshvan, salah satu
bulan dalam kalender Yahudi, semua Nephilim yang telah
mengucapkan sumpah kesetiaan harus menyerahkan
tubuhnya selama dua minggu. Mereka tidak punya
pilihan selain melepaskannya kepada makhluk lain yang
akan menguasainya"yaitu malaikat terbuang. Rixon
adalah malaikat terbuang yang dulu menguasai Black
Hand. Dari situlah aku tahu dia dibakar di neraka.
Black Hand mungkin saja bebas. Tapi dia tidak lupa
230 dan tidak akan memaafkan. Dia ingin menghancurkan
semua malaikat terbuang. Itu sebabnya dia membentuk
pasukan." "Sebentar. Siapa yang kau maksud dengan malaikat
terbuang?" Apakah suatu geng" Karena kesannya seperti
itu. Keraguanku menjadi-jadi. Hank Millar adalah orang
terakhir di Coldwater yang rela merendahkan diri untuk
bergabung dengan geng. "Dan apa maksudmu dengan
"menguasai?""
Mulut Scott membentuk senyum mengejek, tapi dia
menjawab dengan sabar. "Definisi malaikat terbuang
adalah sampah surga dan mimpi buruk Nephil. Mereka
memaksa kami mengucapkan sumpah setia, kemudian
menguasai tubuh kami selama Cheshvan. Mereka
adalah parasit. Mereka tidak bisa merasakan apa-apa
dengan tubuh mereka sehingga mereka menjajah tubuh
kami. Yeah, Grey," katanya menatap raut wajahku
yang pastinya tercengang. "Mereka benar-benar masuk
dan menggunakan tubuh kami seolah itu adalah milik
mereka sendiri. Secara mental, Nephil ada di tubuh itu,
tapi tidak punya kendali apa pun."
Aku berusaha mencerna penjelasan Scott. Lebih
dari sekali aku membayangkan lagu tema The Twilight
Z one berputar menjadi musik latar belakang. Tetapi
persoalannya, aku tahu Scott tidak berbohong. Dan
memori-memori itu pun bermunculan kembali. Agak
231 pecah-pecah, memang. Tetapi ada. Ternyata selama
ini aku sudah tahu. Sejak kapan atau bagaimana,
aku tidak tahu. Tetapi aku tahu. Semuanya. Aku
berkata, "Kemarin malam aku melihat tiga cowok
memukuli seorang Nephil. Itukah yang mereka lakukan"
Memaksanya menyerahkan tubuh selama dua minggu"
Itu tidak manusiawi. Menjijikkan!"
Scott hanya menunduk. Tangannya menggoyang-
goyangkan api dengan tongkat. "Oh, Scott. Aku tidak
terpikir. Aku merasa sangat menyesal karena kau harus
melalui semua itu. Pasti berat sekali kalau kau harus
menyerahkan tubuhmu."
"Aku belum bersumpah setia. Dan aku tidak
akan melakukannya." Dia melemparkan tongkat ke
api, percikan keemasan beterbangan ke udara gua
yang gelap dan berasap. "Itulah satu-satunya yang
diajarkan Black Hand kepadaku. Malaikat terbuang
bisa melancarkan permainan pikiran sesuka mereka.
Mereka bisa memenggal kepalaku, menarik lidahku,
dan membakarku menjadi abu. Tapi aku tidak akan
mengucapkan sumpah itu. Aku sanggup menahan
sakit. Tapi aku tidak sanggup menghadapi konsekuensi
sumpah itu." "Permainan pikiran?" Kulit di belakang leherku
merinding. Sekali lagi, pikiranku melayang ke Gabe.
232 "Itulah kelebihan malaikat terbuang," katanya getir.
"Mengacaukan pikiran orang. Membuat mereka melihat
hal-hal yang tidak riil. Nephilim mewarisi keahlian itu
dari malaikat terbuang."
Sepertinya aku benar tentang Gabe. Tetapi dia tidak
menggunakan keterampilan seorang ahli sulap untuk
menciptakan ilusi pengubahan dirinya menjadi beruang,
seperti yang dijelaskan Jev. Dia menggunakan senjata
Nephilim"pengendalian pikiran.
"Tunjukkan bagaimana cara kerjanya. Aku ingin
tahu bagaimana persisnya."
"Aku sudah lama tidak latihan," hanya itu yang
dikatakannya. Scott berbaring terlentang dan menautkan
kedua tangan di belakang kepala.
"Setidaknya kau bisa berusaha?" kataku, meninju
lututnya dengan bercanda, berharap membuat suasana
hatinya menjadi lebih cerah. "Tunjukkan apa sebenarnya
yang kita hadapi. Ayolah. Buat aku terkejut. Buat aku
melihat sesuatu yang tidak kusangka-sangka. Setelah
itu, ajarkan aku bagaimana melakukannya."
Senyumku pun menghilang ketika Scott hanya terus
menatap perapian sementara cahaya menyinari sisi-sisi
keras pada sosoknya. Jelaslah ini bukan perkara enteng
baginya. "Begini," katanya. "Kekuatan itu membuat
ketagihan. Ketika kau mencicipinya, kau akan kesulitan
233 untuk berhenti. Ketika aku melarikan diri tiga bulan
lalu, dan menyadari kekuatan yang kumiliki, aku
menggunakan-nya pada setiap kesempatan. Kalau lapar,
aku akan masuk ke sebuah toko, memasukkan barang-
barang yang kuinginkan ke keranjang, dan memainkan
pikiran kasir sehingga dia membiarkan aku melenggang
keluar tanpa membayar. Ini tidak sulit. Malah
membuatku merasa hebat. Tetapi saat aku memata-matai
Black Hand, baru aku tahu bahwa dia melakukan hal
yang sama. Jadi aku langsung menghentikan kebiasaan
itu. Aku tidak ingin hidup seperti itu. Aku tidak ingin
menjadi seperti dirinya."
Scott mengeluarkan cincin dari sakunya, dan
mengangkatnya sehingga disinari cahaya. Kelihatannya
cincin itu terbuat dari besi. Dan puncaknya dicetak
dengan bentuk kepalan tangan. Cahaya halo berwarna
biru seolah memancar dari logam itu. Tetapi hanya
sedetik, dan aku menyimpulkan itu sebagai permainan
cahaya. "Semua Nephilim memiliki kekuatan super. Ini
menjadikan kami lebih kuat secara fisik ketimbang
manusia. Tapi ketika memakai cincin ini, aku merasakan
kekuatan yang jauh berbeda," kata Scott dengan mimik
serius. "Black Hand yang memberikan cincin ini setelah
dia berusaha merekrut aku menjadi anggota pasukannya.
Entah apa yang tersimpan dalam cincin ini. Mungkin
234 kutukan atau semacam mantra. Tapi yang jelas ada
sesuatu di dalamnya. Siapa pun yang memakai cincin ini
pasti akan menjadi makhluk yang nyaris tak terkalahkan
secara fisik. Sebelum kau menghilang pada bulan Juni,
kau mencuri cincinku. Dorongan untuk mendapatkannya
kembali begitu dahsyat sehingga aku tidak bisa tidur,
makan, atau beristirahat sampai aku menemukannya.
Seolah-olah aku ini seorang pecandu yang mencari
satu-satunya zat yang bisa membuatku merasa "tinggi".
Aku pernah menyelinap ke rumahmu malam-malam,
setelah kau diculik. Dan aku menemukan cincin ini di
kamarmu. Tepatnya di dalam kotak biolamu."
"Selo," ralatku dengan bergumam. Samar-samar
ingatan itu muncul di dalam diriku. Semacam sensasi
bahwa aku pernah melihat cincin ini sebelumnya.
"Aku bukan cowok paling cerdas di kota ini. Tapi
aku tahu, cincin ini bukannya tidak berbahaya. Black
Hand telah melakukan sesuatu terhadap cincin ini.
Dia ingin setiap anggota pasukannya memiliki suatu
kelebihan. Itu sebabnya apabila aku tidak memakai
cincin ini, hanya mengandalkan kekuatan alamiahku
saja, dorongan untuk memiliki kekuatan yang lebih itu
sangat besar. Satu-satunya cara untuk menundukkannya
adalah dengan berhenti menggunakan kekuatanku sebisa
mungkin." 235 Aku berusaha bersimpati kepada Scott. Tetapi
aku agak kecewa. Aku ingin lebih memahami cara
Gabe mempermainkan pikiranku, kalau-kalau aku
berhadapan dengannya lagi. Dan seandainya benar
bahwa Hank adalah Black Hand, pemimpin milisi bawah
tanah nonmanusia, aku harus tahu seandainya dia
masuk ke kehidupanku dengan alasan yang lebih gelap
ketimbang hanya bertemu muka. Lagi pula, kalau dia
kelewat sibuk memerangi malaikat terbuang, bagaimana
dia punya waktu untuk mengelola agen mobilnya,
menjadi seorang ayah, dan pacar ibuku" Mungkin ini
kecurigaanku saja. Tetapi jika ucapan Scott benar, aku
yakin ancaman itu ada. Aku butuh seseorang yang berdiri di pihakku. Orang


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang bisa melawan Hank, kalau kondisi memaksa.
Sekarang satu-satunya orang yang kukenal adalah Scott.
Aku ingin dia mantap dengan tekadnya. Tetapi pada saat
yang sama, dia adalah satu-satunya orang yang kukenal
berseberangan dengan Hank.
"Mungkin kau bisa menggunakan kekuatan cincin
itu demi kebaikan," usulku dengan suara lembut.
Scott menggosok rambut dengan tangannya, tampak
jelas bahwa dia tidak ingin membicarakan topik itu lagi.
"Keputusanku sudah bulat. Aku tidak ingin memakai
cincin itu karena membuatku terhubung dengannya."
236 "Apakah kau tidak cemas, jika kau tidak memakai
cincin itu maka yang beruntung adalah Hank?"
Matanya menatapku, tapi dia enggan menjawab. "Kau
lapar" Aku bisa menangkap ikan. Rasanya akan nikmat
setelah dipanggang." Tanpa menunggu tanggapanku,
dia meraih kail dan menuruni bebatuan.
Aku membuntutinya. Mendadak saja aku berharap
bisa mengganti sepatu botku dengan sepatu tenis. Scott
bisa melewati bebatuan dengan lincah, sementara aku
terpaksa menjejakkan langkah satu per satu dengan
hati-hati. "Oke, aku tidak akan membicarakan kekuatanmu
lagi," seruku dari belakang. "Tapi aku belum puas.
Masih banyak hal yang membingungkan. Kita kembali
ke malam ketika aku menghilang. Apakah kau punya
dugaan, siapa yang menculikku?"
Scott duduk di atas batu, mengaitkan umpan ke mata
kailnya. Dia hampir selesai dengan pekerjaannya ketika
aku sampai di sebelahnya.
"Awalnya aku mengira dia adalah Rixon," katanya.
"Tapi sekarang aku tahu dia di neraka. Aku ingin
kembali dan mencarimu, tapi itu sulit. Black Hand punya
banyak mata-mata. Dan mengingat kejadian di rumah
seram, aku mengira polisi mencariku."
"Tapi?" 237 "Tapi ternyata tidak." Mata Scott menerawang.
"Apakah kau tidak merasa aneh" Polisi pasti tahu,
malam itu aku ada di rumah seram bersamamu dan
Rixon. Pasti kau memberi tahu mereka. Mungkin kau
juga mengatakan aku pun tertembak. Lalu, mengapa
mereka tidak datang mencariku" Mengapa mereka
membiarkanku begitu saja" Seolah-olah?" Scott
terdiam. "Seolah-olah apa?"
"Seseorang datang dan memberikan keterangan yang
berbeda. Maksudku bukan secara fisik. Tapi melalui
permainan pikiran. Menghapus memori. Orang itu
cukup kuat untuk mengalihkan perhatian polisi."
"Maksudmu, dia Nephil?"
Scott mengangkat bahu. "Cukup masuk akal, bukan"
Mungkin Black Hand tidak ingin polisi mencariku.
Mungkin dia ingin mencari dan menghabisiku sendirian.
Kalau dia berhasil menemuiku, percayalah, dia tidak
akan menyerahkanku ke polisi untuk diinterogasi. Dia
akan mengurungku di penjaranya dan membuatku
menyesal karena telah lari darinya."
Jadi, kami mencari seseorang yang cukup kuat
untuk mengecoh pikiran, atau seperti yang diungkapkan
Scott, menghapus memori. Aku bukannya tidak melihat
korelasinya dengan amnesiaku sendiri. Mungkinkah
ini pekerjaan Nephil" Aku merasa ada simpul yang
238 mengencang di perutku saat memikirkan kemungkinan
itu. "Berapa banyak Nephilim yang memiliki kekuatan
semacam itu?" tanyaku.
"Siapa yang tahu" Jelas Black Hand."
"Kau tahu Nephil yang bernama Jev" Atau malaikat
terbuang, dalam hal ini?" imbuhku, semakin curiga
bahwa kemungkinan besar Jev adalah salah satunya.
Bukannya aku mengatakan pikiran itu membuatku
agak tenang. "Tidak. Tapi kau harus menjelaskan lebih banyak.
Karena begitu aku tahu tentang Nephilim, nyaris
seketika itu juga aku bersembunyi. Mengapa?"
"Kemarin malam aku bertemu cowok bernama
Jev. Dia tahu tentang Nephilim. Dia menghentikan tiga
cowok?" Aku berhenti. Rasanya aku tidak perlu bicara
samar. "Dia menghentikan malaikat terbuang yang
memaksa Nephil bernama B.J. untuk mengucapkan
sumpah setia. Mungkin kedengarannya sinting, tapi Jev
memiliki energi besar. Aku merasakannya seperti daya
listrik. Kekuatan itu lebih kuat dari yang dikerahkan
cowok-cowok lainnya."
"Kemungkinan itu indikator kekuatannya," kata
Scott. "Dia memiliki kekuatan sebesar itu, tapi kau tidak
pernah mendengar tentang dia?"
239 "Percaya atau tidak, pengetahuanku tentang hal ini
tidak lebih besar ketimbang dirimu."
Aku teringat ucapan Jev. Aku berusaha membunuh-
mu. Apa artinya" Apakah dia punya andil dalam
penculikanku" Dan apakah dia cukup kuat untuk
menghapus memoriku" Mengingat intensitas kekuatan
yang memancar dari sosoknya, sepertinya kemampuannya
jauh lebih besar ketimbang hanya mempermainkan
pikiran. Jauh lebih besar.
"Mengingat perbuatanku terhadap Black Hand, aku
sendiri heran bahwa aku masih bebas," kata Scott. "Dia
pasti tidak suka karena aku telah mengerjainya."
"Mumpung kau membicarakannya, mengapa kau
keluar dari pasukan Hank?"
Scott menghela napas, menjatuhkan tangan ke
lutut. "Ini bukan jenis pembicaraan yang kusuka.
Tidak mudah menjelaskannya. Pada malam ayahmu
meninggal, aku ditugaskan mengawasinya. Dia akan
melakukan pertemuan yang berbahaya, dan Black Hand
ingin memastikan dia aman. Black Hand berkata jika
aku sukses, itu membuktikan aku bisa diandalkan. Dia
ingin aku bergabung dengan pasukannya. Tapi bukan
itu yang kuinginkan."
Sebuah firasat mengerikan membuat tulang
punggungku berdesir. Aku tidak mengharapkan Scott
240 mengikutsertakan ayahku ke dalam persoalan ini.
"Ayahku"kenal Hank Millar?"
"Aku melanggar perintah Black Hand. Tapi per-
buatanku malah membuat seseorang yang tidak berdosa
mati." Aku mengerjapkan mata. Kata-kata Scott seperti
semangkuk es yang disiramkan kepadaku. "Kau
membiarkan ayahku mati" Kau membiarkannya masuk
ke dalam bahaya dan tidak menolongnya?"
Scott merentangkan tangan. "Aku tidak tahu
akhirnya akan begini. Kupikir Black Hand itu sinting.
Aku mengecapnya sebagai lelaki gila yang egoistis.
Kesadaranku tentang dunia Nephilim datang terlambat."
Mataku tertuju lurus ke depan, menatap samudra.
Suatu sensasi yang tidak menyenangkan mencekat
dadaku, menekanku tanpa ampun. Ayahku. Selama ini
Scott tahu yang sebenarnya. Dia menyimpannya sampai
aku mendesaknya untuk bercerita.
"Rixon menarik pelatuk," kata Scott, suaranya
menyusup ke dalam pikiranku secara perlahan. "Aku
membiarkan ayahmu masuk perangkap, tapi Rixon-lah
yang mengakhirinya."
"Rixon," ulangku. Kemudian semuanya kembali
sebagai penggalan-penggalan yang menyakitkan hati.
Satu per satu. Rixon membuatku masuk ke rumah
seram. Rixon mengakui secara terang-terangan bahwa
241 dialah yang membunuh ayahku. Rixon mengarahkan
senjatanya kepadaku. Aku tidak bisa mengingat
gambaran selengkapnya. Tapi kilasan memori itu sudah
cukup untuk membuat perutku mual.
"Kalau bukan Rixon yang menculikku, lalu siapa?"
tanyaku. "Masih ingat ucapanku bahwa aku melewati musim
panas dengan membuntuti Black Hand" Pada permulaan
Agustus, dia melakukan perjalanan ke White Mountain
National Forest. Dia menuju sebuah kabin terpencil dan
berada di sana selama hampir dua puluh menit saja.
Perjalanan yang cukup jauh untuk sebuah kunjungan
singkat, bukan" Aku tidak berani berjalan cukup
dekat untuk mengintip jendela. Tapi aku menguping
percakapan via telepon yang dilakukannya beberapa hari
kemudian di Coldwater. Kepada lawan bicaranya, dia
mengatakan gadis itu masih di kabin, dan dia harus tahu
gadis itu dalam kondisi baik. Itulah yang dikatakannya.
Selain itu, dia mengatakan tidak boleh ada kesalahan.
Aku menduga bahwa gadis yang dia maksud adalah?"
"Aku," kataku, menuntaskan ucapannya dengan
perasaan terperangah. Hank Millar, makhluk abadi.
Hank Millar, Black Hand. Hank, kemungkinan adalah
penculikku. "Ada satu orang yang mungkin tahu jawabannya,"
kata Scott, mengangkat alis. "Kalaupun ada orang yang
242 mengetahui cara untuk mendapatkan informasi, itu
adalah dia. Tapi mencarinya bukan perkara gampang.
Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Dan
mengingat situasi sekarang, kemungkinan dia tidak
bersedia membantu kita. Terutama karena kali terakhir
aku bertemu dengannya, dia nyaris membuat rahangku
patah karena mencoba menciummu."
Aku mengernyit. "Menciumku" Siapa dia?"
Scott mengerutkan kening. "Oh, ya. Aku sudah
mengira kau juga tidak mengingatnya. Dia adalah
mantanmu"Patch."
243 T"patCh UnggU SebentaR," peRintahkU. dengan cerita Marcie. Atau Vee. adalah mantanku?" Ini tidak sesuai
"Kalian putus. Kurasa itu ada kaitannya dengan
Marcie." Scott membalikkan tangan. "Hanya itu yang
kutahu. Aku pindah ke luar kota di tengah-tengah drama
itu." "Kau yakin dia pacarku?"
"Itulah yang kau katakan, bukan aku."
"Seperti apa dia?"
"Menakutkan." 244 "Di mana dia sekarang?" tanyaku lebih mendesak.
"Seperti yang kukatakan, tidak mudah menemukan-
nya." "Kau tahu tentang kalung yang diberikannya
kepadaku?" "Kau terlalu banyak bertanya."
"Marcie bilang, Patch adalah pacarnya. Menurutnya,
Patch memberiku kalung yang adalah miliknya. Sekarang
dia menginginkan kalung itu kembali. Dia juga bilang,
Patch membuatku melihat sisi baik pada dirinya dan
menyatukan kami." Scott menggosok-gosok dagu. Matanya tertawa.
"Dan kau percaya?"
Pikiranku macet. Patch pacarku" Mengapa Marcie
berbohong" Demi mendapatkan kalung itu" Apa yang
dia inginkan dari kalung itu"
Jika benar Patch adalah pacarku, itu menjelaskan
sensasi d"j" vu setiap kali aku mendengar namanya
disebut, tapi" Kalau dia pacarku, dan aku berarti baginya, di mana
dia sekarang" "Apa lagi yang kau ketahui tentang Patch?"
"Aku tidak terlalu tahu tentang dia. Dan yang
kuketahui sudah membuatku takut. Aku akan mencoba
melacaknya, tapi jangan banyak berharap. Sementara itu,
kita fokuskan perhatian ke satu hal yang pasti. Kalau
245 kita bisa menggali informasi dari Hank, mungkin kita
bisa mengetahui alasannya memanfaatkan dirimu dan
ibumu, dan apa rencana Hank berikutnya. Kemudian,
mungkin kita bisa menemukan cara untuk menjegalnya.
Kita harus mendapatkan sesuatu dari sana. Kau ikut,
Grey?" "Oh, ya," kataku penuh nafsu.
Aku bersama Scott sampai matahari tergelincir di
ufuk. Setelah menyantap ikan yang menjadi hidangan
malamku, aku berjalan kembali menyusuri garis pantai.
Scott berpisah denganku di rantai pembatas. Dia tidak
ingin sering-sering menampakkan wajahnya di tempat
umum. Aku maklum dengan sikapnya yang berhati-hati.
Aku berjanji akan menemuinya lagi, tapi dia menolak.
Terlalu berisiko, katanya. Karena itu, dialah yang akan
menemuiku. Sepanjang perjalanan pulang aku merenung. Aku
memikirkan seluruh ucapan Scott. Ada perasaan
aneh dalam diriku. Mungkin nafsu untuk membalas
dendam. Atau kebencian dalam bentuk termurni. Aku
belum punya cukup bukti untuk memastikan Hank
adalah dalang penculikanku. Tetapi aku sudah berjanji
kepada Scott, aku akan melakukan segalanya untuk
menyelesaikan masalah ini. Dan itu berarti aku akan
246 memastikan Hank menerima ganjaran setimpal, jika
dia terlibat. Kemudian ada Patch, yang katanya adalah mantan
pacarku. Cowok yang penuh misteri, meninggalkan


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesan mendalam terhadap Marcie maupun aku. Dan
sekarang dia menghilang ditelan bumi. Aku tidak bisa
membayangkan diriku bersama seorang pacar. Tapi
seandainya harus, aku membayangkan cowok manis
yang mengerjakan PR matematika tepat waktu dan
mungkin bahkan jago baseball. Suatu gambaran yang
luar biasa bersih ketimbang informasi yang kuperoleh
tentang Patch. Yang memang tidak banyak.
Aku harus menemukan cara untuk mengubahnya.
Di rumah, aku menemukan sebuah catatan
menempel di meja. Ibuku pergi bersama Hank. Makan
malam, setelah itu menonton orkestra simfoni di
Portland. Membayangkan ibuku berduaan dengan Hank
membuatku ingin terjun bebas. Tapi Scott, yang tahu
bahwa Hank Millar mengencani ibuku, telah memberikan
peringatan. Aku tidak boleh mengungkapkan segala yang
kuketahui, baik kepada Hank maupun ibuku. Hank
boleh saja percaya bahwa dia telah membodohi kami.
Biarlah. Untuk sementara ini, yang penting ibuku aman.
Aku berdebat dalam hati untuk menelepon Vee.
Aku ingin menunjukkan kepadanya bahwa aku tahu dia
berbohong tentang Patch. Tapi aku merasa pasif-agresif.
247 Lebih baik mendiamkannya satu hari. Biar dia meluruskan
sikapnya. Kalau aku menyerangnya, dia akan panik
sehingga kebenaran itu tidak terungkap. Sebenarnya aku
merasa sakit hati dengan pengkhianatannya. Tapi demi
kebaikannya sendiri, aku berharap dia punya alasan
yang sangat baik. Aku membuka secangkir puding cokelat dan
menyantapnya di depan TV sambil menikmati siaran
ulangan sitkom untuk mengisi malam. Akhirnya jam
dinding menunjukkan waktu telah lewat dari pukul
sebelas. Aku pun naik ke kamarku. Aku berganti baju,
dan saat aku mengembalikan syal ke tempatnya di
dalam laci, aku melihat bulu hitam itu lagi. Sesuatu yang
mengingatkanku pada warna mata Jev. Hitam pekat
yang menyerap seluruh partikel cahaya. Aku teringat saat
duduk di sampingnya di dalam Tahoe. Ketika itu aku
tidak merasa ketakutan meskipun Gabe ada di sana. Jev
membuatku merasa aman. Dan aku berharap memiliki
cara untuk mengembalikan perasaan itu lagi setiap kali
aku membutuhkannya. Dan di atas segalanya, aku ingin bertemu dengan
Jev lagi. Aku tengah memimpikan Jev ketika mataku mendadak
terbuka. Bunyi deritan kayu menembus tidurku,
membuatku tersentak. Suatu sosok membungkuk di
jendela, menghalangi cahaya bulan. Sosok itu melompat
248 ke dalam dan mendarat di kamarku tanpa menimbulkan
bunyi, seperti seekor kucing.
Aku langsung terduduk, napasku tercekat.
"Shhh," gumam Scott, meletakkan jari di bibir.
"Jangan sampai ibumu bangun."
"Ap-apa yang kau lakukan?" tanyaku terbata.
Dia menutup jendela. "Sudah kubilang, aku akan
menemuimu." Aku membaringkan badan ke ranjang kembali,
berusaha memulihkan degup jantungku yang tidak
keruan. Barusan aku nyaris menjerit sampai paru-paruku
pecah. "Kau tidak mengatakan kau akan menyusup ke
dalam kamarku." "Hank di sini?"
"Tidak. Dia pergi bersama ibuku. Aku tidur, tapi
aku belum mendengar mereka pulang."
"Cepat ganti pakaian."
Aku melirik jam, kemudian menatapnya tajam.
"Sudah hampir tengah malam, Scott."
"Perhatian sekali. Tapi kita akan pergi ke suatu
tempat yang jauh lebih mudah disusupi setelah tengah
malam." Astaga. "Kita akan menyusup?" kataku dengan agak
jengkel. Kesadaranku belum sepenuhnya utuh karena
dibangunkan dengan sangat mendadak. Apalagi Scott
serius ingin melakukan sesuatu yang ilegal.
249 Akhirnya mataku mampu menyesuaikan diri dengan
suasana kamarku yang remang-remang. Aku melihat
Scott nyengir. "Kau tidak takut untuk sedikit melanggar
hukum, bukan?" "Tidak sama sekali. Apa salahnya melakukan satu
pelanggaran" Toh aku tidak bercita-cita masuk ke
perguruan tinggi atau mencari pekerjaan suatu hari
nanti," sindirku. Scott pura-pura tidak mendengar ucapanku. "Aku
menemukan salah satu gudang Black Hand." Dia
menyeberangi kamar, dan menyembulkan kepala ke
lorong di luar. "Kau yakin mereka belum kembali?"
"Kemungkinan Hank punya banyak gudang.
Dia menjual mobil. Tentu harus punya tempat untuk
menyimpannya." Aku berguling, menarik selimut hingga
ke dagu, dan memejamkan mata. Mudah-mudahan saja
Scott mengerti isyaratku. Yang kuinginkan hanyalah
kembali ke dalam mimpiku bersama Jev. Aku ingin
khayalan itu bertahan lebih lama.
"Gudang itu terletak di distrik industri. Kalau
Hank menyimpan mobil di sana, sama artinya dia ingin
dirampok. Ini kesempatan besar. Aku bisa merasakannya,
Grey. Dia menyimpan sesuatu yang jauh lebih berharga
ketimbang mobil. Kita harus memeriksanya. Kita harus
mengungkapkan misteri seputar dirinya sebanyak
mungkin." 250 "Menyusup ke dalam properti orang lain itu ilegal.
Kalau ingin membekuk Hank, kita harus melakukannya
dengan cara yang sah."
Scott menghampiri tempat tidur. Dia menarik
selimutku sampai dia bisa melihat wajahku. "Dia sendiri
tidak mengikuti peraturan. Satu-satunya cara supaya kita
berhasil adalah mengimbangi permainannya. Apakah
kau tidak penasaran dengan isi gudang itu?"
Pikiranku melayang ke halusinasi itu. Gudang dan
malaikat di dalam kurungan. Tapi aku berkata, "Tidak,
kalau itu bisa membuatku dipenjara."
Scott duduk bersandar, dahinya berkerut.
"Bagaimana dengan janjimu membantuku menangkap
Black Hand?" Itu persoalannya. Tekadku lumer setelah aku me-
mikirkan keputusanku. Seandainya cerita Scott
tentang Hank benar, bagaimana mungkin kami bisa
mengalahkannya berdua saja" Harus ada rencana yang
lebih baik. Rencana yang lebih cerdas.
"Aku ingin membantu, dan aku akan membantu.
Tapi kita tidak boleh nekat," kataku. "Aku kelewat
lelah untuk berpikir. Kembalilah ke gua. Temui aku lagi
setelah matahari terbit. Mungkin aku bisa membujuk
ibuku untuk pergi ke gudang Hank dan menanyakan
isi tempat itu." 251 "Kalau aku berhasil mengalahkan Hank, aku
akan memperoleh kehidupanku kembali," kata Scott.
"Tidak perlu lagi bersembunyi. Aku bisa menemui
ibuku lagi. Omong-omong tentang ibu, ibumu akan
aman. Kita sama-sama tahu, kau menginginkannya
sebagaimana aku," gumamnya dengan nada yang
tidak kusukai. Kesannya dia menilaiku dengan cara
yang tidak membuatku nyaman. Aku tidak ingin Scott
berpandangan seperti itu terhadapku. Apalagi tengah
malam begini. Apalagi aku baru memimpikan Jev. "Aku
tidak akan membiarkanmu mengalami kejadian buruk,"
katanya lembut, "kalau itu yang kau cemaskan."
"Bagaimana aku bisa yakin?"
"Bukan begitu. Tapi ini kesempatanmu untuk
menguji tekadku. Untuk melihat seperti apa sebenarnya
aku." Aku menggigit bibir bawah, berpikir. Rasanya aku
bukan model cewek yang suka menyelinap keluar malam-
malam. Tapi naga-naganya aku bakalan melakukan-
nya dua kali dalam seminggu ini. Sepertinya aku telah
berubah seratus delapan puluh derajat. Tapi bukan
perubahan yang buruk, bukan" Setan di pundakku
seolah mengejek. Ide keluar malam-malam untuk memata-matai
gudang Hank bukanlah sesuatu yang membuatku
nyaman. Tapi aku merasionalisasikannya dengan
252 pikiran bahwa aku tidak sendirian. Ada Scott di
sampingku. Dan kalaupun aku punya satu keinginan,
itu adalah mengenyahkan Hank dari kehidupanku
untuk selamanya. Mungkin Scott benar. Hank
adalah Nephilim. Hank punya kemampuan untuk
mempermainkan pikiran satu atau dua polisi. Tetapi
kalau dia melakukan sesuatu yang ilegal, tidak mungkin
dia bisa mempermainkan satu angkatan kepolisian. Saat
ini memberi petunjuk supaya polisi bisa melacak Hank
sepertinya adalah awal yang baik untuk membongkar
rencana-rencananya. Apa pun itu.
"Apakah ini aman?" tanyaku. "Kau yakin kita tidak
akan tertangkap?" "Aku sudah memantau tempat itu berhari-hari.
Tidak ada orang di sana pada malam hari. Kita akan
mengambil foto dari jendela. Risikonya kecil. Kau ikut
atau tidak?" Aku menghela napas. "Oke! Aku ganti baju dulu.
Berbaliklah. Aku hanya mengenakan piyama." Piyama
yang tidak lain adalah baju tanpa lengan dan celana
pendek"aku tidak ingin gambaran itu masuk ke pikiran
Scott. Scott tersenyum. "Itu sama saja dengan melarang
anak kecil melirik stoples permen. Aku ini cowok."
Ugh. 253 Lesung pipit di pipinya bertambah dalam. Dan itu
jauh dari keren. Karena tidak ingin berpikir macam-macam dengan
Scott, aku langsung mengambil keputusan tegas.
Hubungan kami sudah cukup rumit. Kalau ingin bekerja
sama, tidak boleh ada asmara di antara kami.
Dengan senyuman lemah, dia mengangkat tangan
seperti orang kalah, dan memunggungiku. Aku turun
dari tempat tidur, berjingkat melintasi kamar, dan
menutup pintu kloset. Karena pintunya tidak rapat, aku tidak menyalakan
lampu supaya aman sehingga aku terpaksa meraba-raba
tumpukan baju. Aku menarik jins ketat, kaus tebal, dan
jaket bertudung. Untuk alas kaki, kupilih sepatu tenis.
Khawatir kami akan harus berlari.
Setelah mengancingi celana jins, aku membuka
pintu kloset. "Kau tahu apa yang kupikirkan sekarang?"
tanyaku kepada Scott. Matanya mengawasiku. "Bahwa kau terlihat imut
di balik pintu tadi?"
Mengapa dia harus berkata seperti itu" Aku merasa
pipiku memerah dan berharap Scott tidak melihatnya di
kamar yang remang. "Semoga saja aku tidak akan menyesali tindakanku
ini," kataku. 254254 bukan mobil bersuara paling lembut untuk cowok yang Moda tR anSpoRtaSi yang dimiliki Dodge Charger keluaran 1971. Jelas Scott tidak lain adalah
tidak ingin menarik perhatian orang. Apalagi knalpotnya
seperti sudah mau patah. Aku yakin bunyi mobil ini
terdengar dari jarak beberapa blok.
"Mata-mata Black Hand ada di mana-mana,"
katanya untuk yang keseratus kalinya. Seolah ingin
menekankan informasi itu, matanya menatap kaca
255 spion. "Kalau kita ketahuan...." Dia tidak meneruskan
ucapannya. "Aku paham," kataku. Ucapan yang gagah, tapi
tubuhku gemetar. Aku tidak ingin memikirkan tindakan
yang akan dilakukan Hank seandainya dia curiga aku
dan Scott memata-matainya.
"Seharusnya aku tidak membawamu ke gua,"
kata Scott. "Hank akan melakukan apa pun untuk
menemukanku. Aku tidak memikirkan akibatnya
terhadap dirimu." "Tidak apa-apa," kataku, tapi gemetar itu belum
juga hilang. "Kau kaget melihatku sehingga tidak
memikirkan hal itu. Aku juga masih belum bisa
berpikir," imbuhku diiringi tawa lemah. "Kalau tidak,
aku tidak akan menyelinap ke gudangnya. Apakah ada
kamera pengintai di sana?"
"Tidak. Rasanya Black Hand tidak ingin ada bukti
tentang kejadian yang berlangsung di sana. Rekaman
video bisa bocor ke tangan lain," imbuhnya serius.
Scott memarkir Charger di tepian Wentworth River,
di bawah pohon yang berdahan rendah. Kemudian kami
keluar. Setelah berjalan sekitar satu blok, aku tidak bisa
melihat mobil itu ketika menoleh ke belakang. Kurasa
Scott memang sudah memilih tempat ini. Kami berjalan
di tepian sungai sementara cahaya bulan kelewat tipis
untuk menimbulkan bayangan.
256 Setelah menyeberangi Front Street, kami berjalan di
antara gudang-gudang tua. Semuanya terbuat dari bata,
ramping dan tinggi. Kelihatannya sang arsitek tidak
ingin memboroskan ruang. Jendela gudang tampak rata,
berjeruji besi, atau dilapisi koran dari sebelah dalam.
Sampah dan semak berjejalan di fondasinya.


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itu gudang Black Hand," bisik Scott. Dia menunjuk
ke sebuah struktur bata berlantai empat, dengan tangga
darurat, dan jendela melengkung. "Minggu lalu dia ke
sana lima kali. Selalu sebelum pagi, ketika seisi kota
tidur. Dia memarkir mobil beberapa blok dari bangunan
itu, lalu berjalan kaki. Kadang-kadang dia memutari
suatu blok dua kali untuk memastikan tidak ada yang
membuntuti. Kau masih berpikir tempat itu hanya untuk
menyimpan mobil?" Harus kuakui, nyaris tidak mungkin Hank meng-
ambil tindakan berhati-hati seperti itu untuk menyimpan
Toyota. Kecuali untuk tempat tadah. Tapi rasanya itu
juga tidak mungkin. Hank adalah salah satu orang
terkaya dan paling berpengaruh di kota kami. Dia tidak
akan sebegitu melaratnya sampai-sampai harus mencari
uang sampingan. Tidak, pasti ada hal lain. Dan rasanya
itu bukan sesuatu yang baik.
"Apakah kita bisa mengintip ke dalam?" tanyaku,
ingin tahu apakah jendela bangunan itu diberi penutup
257 seperti bangunan lainnya atau tidak. Tetapi sulit untuk
memastikannya, karena kami masih kelewat jauh.
"Mungkin kita bisa memastikannya setelah berjalan
satu blok lagi." Kami berjalan menepi ke tiap bangunan sehingga
tudung jaketku bergesekan dengan bata. Di ujung blok,
kami sudah cukup dekat dengan gudang Hank. Ternyata
jendela di lantai satu dan duanya ditutupi surat kabar,
sementara jendela lantai tiga dan empat tidak ditutupi.
"Kau tahu apa yang kupikirkan?" tanya Scott
dengan mata berkilat-kilat dengan ide berbahaya.
"Memanjat tangga darurat dan mengintip ke
dalam?" "Kita bisa melihat banyak. Pecundang yang naik."
"Tidak, ya. Ini idemu. Kau yang harus naik."
"Pengecut." Dia nyengir, tapi keringat mengucur
di dahinya. Scott mengeluarkan kamera murahan.
"Ruangannya gelap, tapi aku akan mencoba mendapatkan
gambar yang baik." Tanpa berkata-kata lagi, kami berlari menyeberangi
jalan sambil membungkuk. Setelah itu, kami cepat-
cepat melintasi gang di belakang bangunan Hank dan
berhenti di belakang tempat sampah yang dipenuhi
grafiti. Aku memegang lutut dan berusaha menstabilkan
napasku yang tersengal-sengal, entah karena berlari atau
ketakutan. Setelah berjalan sejauh ini, mendadak aku
258 berharap tetap di belakang Charger saja. Atau tidak
meninggalkan rumah sekalian. Ketakutan terbesarku
adalah tertangkap oleh Hank. Seberapa yakinkah Scott
bahwa kami tidak akan tertangkap kamera pengintai"
"Kau mau naik atau tidak?" tanyaku, diam-diam
berharap dia ketakutan juga dan mengambil keputusan
untuk kembali ke mobil. "Atau masuk. Mungkin saja Black Hand lupa
mengunci pintu," katanya sambil mengayunkan kepala
ke arah barisan pintu gudang.
Aku baru menyadari barisan pintu itu setelah Scott
menunjuknya. Pintu itu agak tinggi dari permukaan tanah
dan menjorok ke dalam. Sempurna untuk bongkar-muat
kargo secara rahasia. Ada tiga pintu berdampingan, dan
sesuatu berdetak di kepalaku ketika melihatnya. Pintu-
pintu itu mirip sekali dengan yang ada dalam benakku
ketika halusinasi itu datang saat aku di kamar mandi
sekolah. Gudang itu juga memiliki kesan menakutkan
yang sama dengan halusinasiku bersama Jev di pinggir
jalan. Kesamaan ini rasanya bukan kebetulan, tapi
aku tidak tahu bagaimana mengemukakannya kepada
Scott. Bagaimana aku mengatakan kepadanya bahwa
aku sudah pernah melihat tempat ini dalam salah satu
halusinasiku" Sepertinya dia akan menertawakanku.
Sementara aku memikirkan korelasi yang
menakutkan itu, Scott melompat ke undakan semen dan
259 berusaha menjangkau pintu pertama. "Dikunci." Dia
bergeser ke keypad-nya. "Menurutmu, berapa kodenya"
Tanggal ulang tahun Hank?"
"Kelewat mudah ditebak."
"Ulang tahun putrinya?"
"Meragukan." Bagiku, sosok Hank jauh dari kesan
bodoh. "Kalau begitu, kembali ke rencana A." Scott
menghela napas. Dia melompat, dan meraih cincin bawah tangga
darurat. Lapisan karat mengelupas dan logamnya
mengeluarkan bunyi berderit. Tetapi tuasnya masih
berfungsi. Rantai itu bergerak dan tangga pun tergelar.
"Tangkap aku kalau aku jatuh," hanya itu yang
dikatakannya sebelum naik. Scott menguji beberapa
anak tangga pertama, melambung-lambungkan bobot
tubuhnya. Merasa yakin tangga itu cukup kuat, dia
melanjutkan ke atas sambil menjejakkan kakinya
dengan hati-hati supaya tidak menimbulkan bunyi. Aku
mengawasinya naik menuju tempat pendaratan pertama.
Merasa harus berjaga-jaga sementara Scott naik, aku
menolehkan kepala ke kanan-kiri bangunan. Di depan,
persisnya di sudut bangunan sebelah, sebuah bayangan
panjang seperti pisau terlihat di trotoar. Berikutnya
muncul seorang lelaki. Aku mundur.
"Scott," bisikku.
260 Scott sudah kelewat jauh untuk mendengar suaraku.
Aku melirik ke ujung bangunan untuk kali kedua.
Lelaki itu berdiri di sudut. Posisinya memunggungiku.
Sebatang rokok yang menyala menimbulkan sinar
oranye di antara jarinya. Dia mencondongkan badan
ke jalan, melongok ke kanan dan kiri. Kurasa dia tidak
sedang menunggu tumpangan. Dan kurasa dia bukan
sedang rehat dari tempat kerjanya untuk merokok.
Kebanyakan gudang di distrik ini tidak dipakai sejak
bertahun-tahun lalu. Lagi pula sekarang sudah lewat
tengah malam. Tidak ada yang bekerja pada jam seperti
ini. Perkiraanku, dia adalah penjaga gudang Hank.
Satu bukti lagi bahwa sesuatu yang disembunyikan
Hank di sini pasti bernilai tinggi.
Lelaki itu menindas puntung rokok dengan sepatu
botnya, melirik jam tangan, dan berjalan ke arah gang.
Dari bahasa tubuhnya, sepertinya dia bosan.
"Scott!" desisku, membuat corong ke mulut. "Ada
masalah." Scott sudah jauh melewati tingkat kedua. Tinggal
beberapa langkah lagi dia akan sampai di lantai ketiga.
Di tangannya ada kamera yang siap mengambil gambar
begitu dia membidik. Sadar Scott tidak bisa mendengar suaraku, aku
mengambil beberapa kerikil dan kulemparkan ke
261 arahnya. Alih-alih mengenai Scott, batu itu membentur
tangga darurat dan menimbulkan bunyi berkelentang.
Aku menutup mulut, tubuhku kaku lantaran
ketakutan. Scott menunduk dan diam tak bergerak. Aku
berpegangan ke samping bangunan.
Kemudian aku berlari ke tempat sampah dan
berjongkok di belakangnya. Melalui celah antara tempat
sampah dan bangunan, aku melihat pegawai Hank
berlari. Pasti dia mendengar bunyi kerikil yang kulempar,
karena matanya langsung ke atas, berusaha menemukan
sumber bunyi. "Hei!" teriaknya ke Scott, lalu melompat ke cincin
bawah tangga dan memanjat dengan kecepatan dan ke-
kuatan yang hanya bisa ditandingi oleh segelintir manusia.
Dan tubuhnya jangkung. Seperti yang dijelaskan Scott,
itu adalah salah satu ciri Nephil.
Scott memanjat tangga darurat, dua-dua anak tangga
sekaligus. Karena tergesa-gesa, kameranya terjatuh dan
hancur berkeping-keping di gang. Scott menoleh sekilas
dengan perasaan kecewa lalu melanjutkan naik lagi. Di
lantai empat, dia memanjat tangga yang menempel ke
langit-langit, dan menghilang di atas.
Aku mempertimbangkan sejumlah pilihan yang ada
dengan tergesa-gesa. Nephil itu hanya satu tangga di
belakang Scott, hanya beberapa detik saja sebelum bisa
262 menangkapnya di atap. Apakah dia akan menghajar
Scott" Atau menyeretnya ke bawah untuk diinterogasi"
Perutku mulas. Apakah dia akan meminta Hank datang
untuk mengurus Scott secara langsung"
Aku berlari ke depan bangunan dan menjulurkan
leher, berusaha melihat posisi Scott. Saat melakukannya,
sebuah bayangan melintas di atas. Bukan di tepian atap,
melainkan di udara. Di antara bangunan ini dengan
bangunan di seberang jalan. Aku mengerjap untuk
menjernihkan pandangan, dan membuka mata persis
ketika semacam komet kedua melintasi langit. Tangan
dan kakinya bergerak atletis.
Mulutku menganga. Scott dan Nephil itu melompati
bangunan. Aku tidak tahu bagaimana mereka me-
lakukannya, dan tidak ada waktu untuk memikirkannya.
Aku berlari ke arah Charger, berusaha mengantisipasi
tindakan Scott berikutnya. Kalau kami bisa mendahului
Nephil itu ke mobil, berarti masih ada peluang untuk
kabur. Sambil memompa tangan lebih kuat lagi, kuikuti
bunyi sepatu mereka di atas.
Separuh jalan menuju mobil, tiba-tiba Scott berbelok
ke kanan, dan Nephil itu mengikuti. Aku mendengar
bunyi langkah kaki yang luar biasa cepat di tengah
kegelapan. Saat mereka melakukannya, terdengar bunyi
benda logam jatuh ke trotoar depan. Aku memungut
kunci mobil. Aku tahu rencana Scott. Dia mengalihkan
263 Nephil itu untuk memberiku waktu ke mobil sebelum
mereka datang. Tetapi mereka lebih cepat"jauh lebih
cepat. Tanpa tambahan beberapa menit dari usaha Scott
mengulur waktu, jelas aku tidak akan berhasil. Tapi tetap
saja, Scott tidak mungkin bermain kejar-kejaran dengan
Nephil itu selamanya. Aku harus bertindak cepat.
Di jalan depan, aku mengerahkan kekuatan
terakhirku dan berlari melewati blok terakhir menuju
Charger. Kepalaku pening, kabut hitam mengaburkan
pandanganku. Aku bersandar ke mobil dengan posisi
membungkuk, berusaha menstabilkan napas. Kuawasi
atap bangunan dengan cermat, kalau-kalau ada tanda
kehadiran Scott atau Nephil itu.
Suatu sosok muncul di sisi bangunan depan. Tangan
dan kakinya mengayuh-ngayuh udara sementara
tubuhnya meluncur ke bawah. Di lantai empat, Scott
jatuh, tubuhnya berguling-guling. Sang Nephil tepat
di belakangnya, tapi melayang. Dia menarik Scott dari
tanah dan melancarkan pukulan keras ke sisi kepalanya.
Scott tersentak, tapi tetap sadar. Aku tidak yakin dia
mampu mempertahankan kondisinya setelah pukulan
kedua. Tanpa berpikir panjang, aku masuk ke mobil
dan menghidupkannya. Dengan lampu sein menyala,
aku menjalankannya lurus ke depan. Tanganku
264 mencengkeram kemudi erat-erat sehingga kelihatan
seperti tidak dialiri darah. Jangan gagalkan usaha ini.
Scott dan Nephil itu berbalik menghadapku, sosok
mereka kabur terkena sinar lampu. Scott berteriak, tapi
aku tidak bisa menangkap kata-katanya. Nephil itu juga
berteriak. Pada saat terakhir, dia melepas Scott dan
mengelak dari bumper mobil. Scott tidak seberuntung
itu. Tubuhnya terpental ke atas kap. Aku tidak punya
waktu untuk memikirkan cedera yang dialaminya.
Scott menggulingkan tubuhnya untuk masuk ke kursi
di sebelahku. "Jalan!" Kutancap gas. "Apa yang terjadi barusan?" pekikku.
"Kau melompati bangunan seolah itu kotak kayu!"
"Sudah kubilang, aku lebih kuat dari rata-rata
cowok." "Yeah, well, kau tidak menyebut soal terbang!
Dan kau pernah bilang, kau tidak suka menggunakan
kekuatan itu!" "Mungkin kau telah mengubah pandanganku." Dia
tersenyum puas. "Bagaimana, kau terkesan?"
"Kau nyaris tertangkap tadi, tapi hanya itu yang
kau pikirkan?" "Sepertinya begitu." Kelihatannya Scott benar-benar
puas. Dia mengepal-ngepalkan tangan, tempat cincin
Black Hand melingkari jari tengahnya. Kurasa ini bukan
265 waktu yang tepat untuk memaksanya memberikan
penjelasan. Terutama mengingat kelegaan yang
kurasakan karena Scott memutuskan untuk memakai
cincin itu lagi. Dengan begitu, Scott punya peluang untuk
menghadapi Hank. Dan dengan begitu, aku juga.
"Kau tahu apa yang kupikirkan?" kataku, salah
tingkah. "Wajahmu memerah."
"Aku berkeringat." Begitu sadar apa yang dia
maksud, cepat-cepat aku menambahkan, "Aku tidak
terkesan! Yang kau lakukan tadi"bisa saja mem-
buatmu?" Aku menepis rambut yang jatuh ke wajahku
dan menenangkan diri. "Kurasa kau sembrono, dan kau
cukup konyol untuk membuat semua ini seperti lelucon
besar!" Senyumnya semakin lebar. "Tak perlu penjelasan


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi. Aku sudah tahu jawabannya."
266266 perjalanan pikiranku dihantui dua kekhawatiran. SCott mengantaRkU pUlang. dia menjalankan mobil dengan jauh lebih santai ketimbang yang kulakukan tadi. Sepanjang
Pertama, entah bagaimana Nephil itu mengikuti
kami meskipun Scott sudah berjaga-jaga. Dan kedua,
ibuku sampai di rumah lebih dulu daripada aku. Dia
menemukan kamar tidurku kosong dan langsung
menghubungiku melalui speed dial. Tetapi mungkin dia
akan marah besar dengan tindakan sembronoku yang
267 kedua kalinya dalam waktu kurang dari seminggu ini.
Dan itu membuatnya tidak bisa berkata apa-apa.
"Well, itu tadi sangat menyenangkan," kataku
kepada Scott, suaraku pelan.
Dia menepuk kemudi. "Tiga puluh detik lagi.
Hanya itu yang kubutuhkan. Seandainya kameraku
tidak jatuh, kita sudah mendapatkan foto gudang."
Scott menggeleng-gelengkan kepala dengan perasaan
menyesal. Aku ingin mengatakan sekiranya dia berencana
kembali ke sana, sebaiknya dia punya rencana lain.
Tetapi tidak jadi, karena dia berkata dengan nada serius,
"Seandainya penjaga itu melihatku dengan jelas, dia
akan memberi tahu Hank. Kalaupun wajahku tidak
terlihat, dia bisa melihat capku. Hank akan tahu orang
itu adalah aku. Dia akan mengerahkan satu tim untuk
memeriksa area itu." Matanya tertuju kepadaku. "Aku
mendengar kabar tentang Nephilim yang dipenjara
selamanya. Dalam ruang bawah tanah di hutan, atau
di bawah bangunan. Nephil tidak bisa dibunuh, tapi
bisa mengalami penyiksaan. Sementara ini, aku harus
benar-benar bersembunyi."
"Cap apa?" Scott menurunkan kerah kausnya. Terlihatlah
lingkaran kecil yang bergambar kepalan tangan. Sama
dengan yang ada pada cincinnya. Memang, luka bakar
268 di kulitnya sudah sembuh. Tetapi aku tidak sanggup
membayangkan betapa sakitnya ketika pengecapan
itu dilakukan. "Cap Black Hand. Begitulah caranya
memaksaku bergabung dalam pasukannya. Untungnya
dia tidak menanam alat pelacak di tubuhku."
Aku sedang tidak ingin bercanda, dan tidak
membalas senyum getirnya. "Menurutmu penjaga itu
melihat capmu?" "Tidak tahu." "Apakah dia melihatku?"
Scott menggeleng. "Dengan lampu sein yang me-
nyorot, kami tidak bisa melihat apa-apa. Aku hanya tahu
kaulah yang datang karena aku mengenali Charger."
Penjelasan ini seharusnya bisa membuatku lebih
tenang. Tetapi aku sangat tegang, sehingga menghela
napas lega pun tidak kulakukan.
"Hank bisa sampai di sini kapan saja." Scott
menggoyangkan ibu jarinya ke jalan. "Aku harus pergi.
Beberapa minggu ini aku harus bersembunyi. Mudah-
mudahan saja penjaga itu tidak melihat capku. Mudah-
mudahan saja dia mengira aku begundal biasa."
"Tapi dia tahu kau Nephilim. Karena aku belum
pernah mendengar tentang manusia yang bisa melompati
bangunan. Kalau Hank tahu, dia tidak akan menganggap
ini sebagai kebetulan."
269 "Ya, itu membuat alasanku untuk bersembunyi
semakin kuat. Kalau aku menghilang, mungkin Hank
akan berpikir aku ketakutan dan meninggalkan kota ini.
Aku akan menemuimu lagi. Kita akan membuat rencana
baru untuk mengalahkannya."
Aku merasa kesabaranku menipis. "Bagaimana
denganku" Kau yang memasukkan ide ini ke kepalaku.
Kau tidak boleh mundur. Dia pacar ibuku. Aku tidak
bisa bersembunyi. Kalau dia terlibat dalam penculikan-
ku, aku ingin dia mendapatkan ganjaran. Kalau dia
merencanakan sesuatu yang lebih buruk lagi, aku ingin
dia dicegah. Tidak dalam beberapa minggu atau bulan
lagi, tapi sekarang."
"Tapi siapa yang akan mengenyahkannya?" suara-
nya lembut, tapi tegas. "Polisi" Separuh dari mereka
menerima gaji darinya. Dan separuh lagi akan tunduk
akibat permainan pikiran yang dilancarkannya. Dengar-
kan aku, Nora. Kita berencana mengatasi masalah
ini. Kita harus membiarkan suasana tenang dulu dan
membuat Black Hand mengira dialah yang berkuasa.
Setelah itu, kita bertemu lagi dan merancang serangan
baru pada saat dia lengah."
"Dia berkuasa. Bukan kebetulan bahwa dia
mendadak mengencani ibuku. Membangun pasukan
Nephilim, itu yang menjadi prioritas utamanya, bukan
ibuku. Cheshvan akan dimulai bulan depan, Oktober.
270 Jadi, mengapa ibuku yang dipilih, dan mengapa sekarang"
Bagaimana ibuku bisa masuk ke dalam rencananya" Aku
harus menemukan jawabannya sebelum terlambat!"
Scott menggosok-gosok telinganya dengan jengkel.
"Seharusnya aku tidak mengatakan apa-apa kepadamu.
Kau bisa hancur. Black Hand akan menghubungimu
meskipun dari jarak yang jauh. Lalu kau akan membuka
mulut. Kau akan mengungkapkan tentang aku dan gua
tempat persembunyianku."
"Tidak usah mencemaskan aku," kataku ketus. Aku
mendorong pintu Charger dengan kasar dan memberi
tatapan menusuk kepada Scott sebelum membanting
pintu. "Oke, bersembunyilah. Tapi bukan ibumu yang
setiap hari semakin cinta kepada monster itu. Aku akan
menyingkirkan dia dengan atau tanpamu."
Tentu saja, aku tidak tahu caranya. Hank telah
menancapkan kukunya ke kota ini. Bahkan bisa dibilang,
dia adalah jantung kota ini. Dia punya teman, sekutu,
dan karyawan. Belum lagi uang, sumber daya, dan
pasukan pribadi. Dan yang paling membuatku khawatir,
ibuku berada dalam cengkeramannya.
Dua hari berlalu tanpa kejadian berarti. Sesuai
ucapannya, Scott menghilang. Kalau diingat-ingat, aku
menyesal telah membentaknya. Dia hanya melakukan
sesuatu yang harus dilakukannya. Aku tidak bisa
menyalahkannya. Aku boleh saja menuduhnya mundur
271 begitu saja. Tetapi bukan itu persoalannya. Dia tahu
kapan harus mendorong dan kapan harus menarik
kembali. Dia lebih cerdas ketimbang yang kusangka.
Dan lebih sabar. Faktor lainnya adalah aku. Aku tidak suka Hank
Millar, apalagi percaya kepadanya. Jadi, semakin cepat
aku bisa menghabisinya, semakin baik. Cheshvan
menggelayut seperti awan hitam di belakang benakku.
Semacam pengingat bahwa Hank merencanakan
sesuatu. Aku tidak punya bukti kuat bahwa ibuku
adalah bagian dari rencana itu. Tetapi yang jelas ada
bendera merah. Tampaknya Hank ingin menuntaskan
rencananya sebelum Cheshvan, termasuk membangun
dan menggembleng pasukan Nephilim-nya untuk
merebut kembali kendali atas tubuh mereka dari
malaikat terbuang. Kalau dipikir-pikir, mengapa dia
meluangkan banyak waktu dengan ibuku" Mengapa dia
butuh kepercayaan dari ibuku" Singkatnya, mengapa dia
membutuhkan ibuku" Baru ketika aku duduk di kelas sejarah, mendengar-
kan uraian guruku tentang peristiwa yang memicu
Reformasi Protestan Inggris dengan setengah hati, lampu
di dalam kepalaku menyala. H ank mengenal Scott.
Mengapa baru sekarang terpikir olehku" Jika Hank
curiga Scott adalah Nephil yang menyusup ke gudangnya
dua malam lalu, tentulah dia tahu, Scott tidak akan
272 kembali ke sana dalam waktu dekat setelah tertangkap.
Bahkan mungkin Hank sudah menduga Scott akan
langsung bersembunyi, dan itu memang benar. Hank
pasti tidak mengira akan ada penyusupan lagi malam ini.
Tidak akan.... Malam pun datang dan pergi. Pukul sepuluh, Ibu
memberi kecupan selamat malam kepadaku dan masuk
ke kamarnya. Satu jam kemudian lampu kamarnya
dipadamkan. Aku menunggu satu atau dua menit lagi
untuk memastikan kondisi sudah aman, kemudian
menyibakkan selimutku. Busanaku sudah lengkap. Aku
mengambil kantong berisi lampu senter, kamera, dan
kunci mobil dari bawah ranjang.
Saat mendorong VW di Hawthorne Lane, aku
merasa berterima kasih kepada Scott karena membelikan
kendaraan yang ringan. Aku tentu tidak bisa mendorong
truk. Setelah sekitar seperempat mil dari rumah, dan jauh
dari jangkauan pendengaran ibuku, aku menghidupkan
mobil. Dua puluh menit kemudian, aku memarkir VW
beberapa blok dari lokasi tempat Scott memarkir Charger
dua malam lalu. Suasana tidak berubah. Masih gedung-
gedung yang sama, menjulang berimpit-impitan. Masih
lampu-lampu jalanan yang sama, dalam kondisi butuh
273 reparasi. Di kejauhan, kereta api mengumandangkan
siulan menyedihkan. Lantaran gudang Hank dijaga, aku membuang
jauh-jauh keinginan untuk berada terlalu dekat dengan
bangunan itu. Aku harus menemukan cara lain untuk
mengintip bagian dalamnya. Sebuah ide muncul.
Kalaupun ada sisi menguntungkan dari tempat ini, itu
adalah konstruksi bangunan yang saling berdampingan
satu sama lain. Dengan begitu, ada kemungkinan aku
bisa melihat bagian dalam gudang Hank dari bangunan
yang berdiri persis di belakangnya.
Mengikuti rute yang Scott dan aku tempuh
sebelumnya, aku berlari mendekati gudang. Sambil
membungkukkan badan, aku melakukan pengamatan
pertama. Tampaknya tangga darurat telah diangkat.
Berarti Hank sangat berhati-hati. Dan ada kertas baru
yang menutupi jendela di lantai tiga. Tetapi siapa pun
yang mendapat tugas itu, dia belum melakukannya
hingga ke lantai empat. Setiap sepuluh menit, seorang
penjaga keluar dan mengelilingi pinggiran gudang.
Yakin sudah memperoleh informasi yang cukup
untuk melakukan langkah berikutnya, aku memutari
blok dan muncul di dekat bangunan yang bersebelahan
dengan gudang itu. Begitu sang penjaga selesai
mengelilingi bangunan dan masuk kembali, aku berlari
ke tempat terbuka. Hanya saja kali ini aku bersembunyi
274 di gang sebelah gudang, alih-alih gang yang berada persis
di belakangnya. Sambil berdiri di atas tempat sampah yang terbalik,
aku menarik tangga darurat menuju lantai dasar.
Sebenarnya aku takut ketinggian. Tetapi aku tidak akan
membiarkan ketakutan menghalangiku. Setelah menarik
napas pendek beberapa kali, aku naik ke pendaratan
pertama. Aku berniat tidak melihat ke bawah, tapi
godaan itu begitu kuat. Mataku menyapu gang di bawah
melalui ukiran besi tangga darurat. Perutku kram dan
pandanganku kabur. Aku naik ke tingkat dua. Kemudian ke tingkat tiga.
Sambil menahan mual, aku berusaha membuka jendela.
Beberapa jendela pertama terkunci, tapi akhirnya aku
berhasil mendorong salah satu jendela. Dengan kamera
di tangan, aku menyusupkan diri.
Aku baru saja berdiri tegak ketika mataku dibutakan
cahaya. Kuangkat tanganku menutupi mata. Dari
sekeliling, aku mendengar bunyi tubuh bergeser. Ketika
membuka mata lagi, aku melihat barisan demi barisan
dipan. Masing-masing berisi satu tubuh yang tertidur.
Semuanya lelaki. Semuanya luar biasa tinggi.
Nephilim. Sebelum sempat berpikir, pinggangku ditarik dari
belakang. 275 "Pergi!" perintah seseorang dengan suara pelan,
sambil menyeretku ke arah jendela yang barusan
kuterobos. Aku merasa sepasang tangan yang kuat menyeretku
melewati jendela dan menuju tangga darurat. Jev me-
natapku dari atas ke bawah, sorot matanya marah.
Tanpa berkata-kata, dia mendorongku ke arah anak
tangga. Teriakan-teriakan dari depan gudang mengiringi
usaha kami untuk turun secepat-cepatnya. Bukannya
mustahil kami akan terpaksa bergelantungan di tangga.
Sambil mendesah tidak sabaran, Jev merengkuhku.
"Jangan lepaskan peganganmu."
Aku berpegangan kuat-kuat ketika kami menukik
ke bawah. Tak mau repot-repot menggunakan tangga
darurat, Jev melompat dari satu lantai ke lantai di
bawahnya. Udara berdesir saat gravitasi menarik kami
ke arah gang di bawah. Sebelum aku bisa menjerit,
tubuhku tersentak sebagai dampak pendaratan. Ketika
itulah aku baru berdiri kembali.
Jev meraih tangan dan menarikku ke jalan. "Mobilku
diparkir tiga blok dari sini."
Kami berbelok, berlari satu blok, memotong gang.
Di depan, aku melihat Tahoe putih diparkir di trotoar.
Jev membuka pintu, dan kami masuk.
Saking kencangnya, mobil berderit di belokan dan
melaju lurus kembali sampai jarak kami sudah cukup
276 jauh dari Nephilim. Akhirnya Tahoe melonjak ke sebuah


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pom bensin kecil yang terletak di antara Coldwater dan
Portland. Tanda bahwa pom bensin itu tutup terpampang
di jendela yang hanya diterangi lampu-lampu remang
dari sebelah dalam. Jev mematikan mesin. "Apa yang kau lakukan di
sana?" Volume suaranya pelan, nadanya gusar.
"Menaiki tangga darurat, memangnya kau tidak
lihat?" balasku. Celana panjangku robek, lutut dan
tanganku tergores, dan marah menjadi satu-satunya cara
untuk menghindari ledakan tangis.
"Well, selamat. Kau nyaris membuat dirimu
sendiri terbunuh. Jangan katakan kau di sana karena
kebetulan. Tidak ada yang keluyuran di lingkungan itu
malam-malam. Dan tempat yang kau masuki itu adalah
rumah penyimpanan Nephilim. Jadi sekali lagi, aku
tidak percaya kau di sana karena kebetulan. Siapa yang
menyuruhmu ke sana?"
Aku mengerjap. "Rumah penyimpanan Nephilim?"
"Kau pura-pura bodoh?" Dia menggeleng-gelengkan
kepala. "Mengherankan sekali."
"Kupikir bangunan itu kosong. Kupikir bangunan
yang di sebelahnyalah gudang Nephilim."
"Kedua-duanya dimiliki oleh Nephil. Nephil yang
sangat berkuasa. Satunya tempat jebakan dan satunya
277 lagi ditempati sekitar empat ratus Nephilim. Bisa tebak
kau masuk ke mana?" Jebakan. Cerdas sekali Hank. Sayangnya itu
tidak terpikir olehku dua puluh menit lalu. Dia akan
memindahkan seluruh anak buahnya besok pagi. Dan
aku akan kehilangan satu-satunya petunjuk. Tetapi
setidaknya, sekarang aku tahu yang dia sembunyikan.
Gudang itu adalah tempat menginap bagi sebagian dari
pasukan Nephilim-nya. "Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk menjauhi
masalah" Untuk menjalani kehidupan yang normal?"
kata Jev. "Kehidupan normal tidak bertahan lama. Setelah
kau pergi, tanpa sengaja aku bertemu dengan teman
lama. Dia Nephil." Kata-kata itu meluncur tanpa
kupikirkan. Tapi rasanya tidak berbahaya kalau aku
bercerita soal Scott kepada Jev. Lagi pula Jev berpihak
kepadaku ketika aku mendesak Gabe untuk melepaskan
B.J. Jadi tidak mungkin dia membenci Nephilim seperti
yang jelas-jelas ditunjukkan Gabe.
Sorot mata Jev menusuk. "Nephil yang mana?"
"Aku tidak harus menjawab."
"Lupakan. Aku sudah tahu. Satu-satunya Nephil
yang cukup lugu untuk disebut teman adalah Scott
Parnell." 278 Aku terlambat menyembunyikan rasa terkejutku.
"Kau kenal Scott?"
Jev tidak menjawab. Tapi dari tampangnya yang
garang, aku bisa memastikan dia tidak terlalu menyukai
Scott. "Di mana tempat tinggalnya?" tanya Jev.
Pikiranku melayang ke gua itu. Tetapi aku sudah
berjanji kepada Scott untuk merahasiakannya. "Dia"
tidak bilang. Aku bertemu dengannya ketika aku
olahraga. Pertemuan singkat. Kami bahkan tidak saling
bertukar nomor telepon."
"Di mana kau olahraga?"
"Pinggir kota." Kebohongan itu meluncur dengan
ringannya. "Dia keluar dari restoran saat aku melintasi
tempat itu. Dia mengenaliku, dan kami berbicara selama
satu menit." "Bohong. Scott tidak akan berada di tempat terbuka
seperti itu. Black Hand menaruh harga di kepalanya.
Aku berani taruhan, kau bertemu di tempat yang
terpencil. Hutan di dekat rumahmu, barangkali?"
katanya menebak. "Dari mana kau tahu tempat tinggalku?" tanyaku
gugup. "Ada Nephil berbahaya yang membayang-bayangimu.
Seandainya ada yang kau cemaskan, seharusnya itulah
yang kau cemaskan." 279 "Berbahaya" Dia memberikan penjelasan tentang
Nephilim dan malaikat terbuang, lebih dari yang
kudengar darimu!" Aku menenangkan diri. Aku
tidak ingin membicarakan Scott. Aku ingin berbicara
tentang kami dan memaksa Jev mengungkapkan
hubungan kami di masa lalu. Sudah berhari-hari aku
mengkhayalkan pertemuan dengannya. Dan sekarang,
setelah mendapatkan yang kuinginkan, aku tidak akan
membiarkannya pergi begitu saja. Aku harus tahu, siapa
dia bagiku. "Apa yang dia ceritakan kepadamu" Bahwa dia
adalah korban" Bahwa malaikat terbuang adalah
pihak yang jahat" Boleh saja dia menyalahkan malaikat
terbuang demi eksistensi rasnya. Tapi dia bukan
korban. Dan dia bukannya tidak berbahaya. Kalau dia
mendekatimu, itu karena dia membutuhkan sesuatu.
Selebihnya adalah kebohongan belaka."
"Lucu sekali kau mengatakan itu. Dia tidak pernah
meminta bantuan dariku. Sejauh ini hanya tentang aku.
Dia berusaha membantu memulihkan memoriku. Jangan
terkejut begitu. Hanya karena kau begundal, tidak
berarti yang lainnya begundal juga. Setelah memberi
tahu tentang Nephilim dan malaikat terbuang, dia
mengatakan bahwa Hank Millar sedang membangun
pasukan Nephilim bawah tanah. Mungkin nama itu
280 tidak ada artinya bagimu. Tapi bagiku sebaliknya,
karena Hank berkencan dengan ibuku."
Kejengkelan di wajahnya menghilang. "Apa kau
bilang?" tanyanya dengan nada menyeramkan.
"Aku menyebutmu begundal, dan aku sungguh-
sungguh." Dia menyipitkan mata, berpikir keras. Sepertinya
ada sesuatu dalam ucapanku yang penting baginya. Otot
rahangnya mengencang. Sorot matanya menjadi dingin
dan menakutkan. Dari tempat dudukku sekalipun, aku
bisa merasakan tubuhnya menegang. Ada emosi dahsyat
yang dirasakannya"dan itu bukan sesuatu yang baik.
"Kepada siapa saja kau bercerita tentang aku?"
tanyanya. "Mengapa kau berpikir aku menceritakan dirimu
kepada orang lain?" Matanya menusuk. "Apakah ibumu tahu?"
Aku ingin melontarkan sindiran, tapi kelewat lelah
untuk mengucapkannya. "Mungkin aku menyebut
namamu, tapi dia tidak mengenalmu. Kembali ke poin
semula. Di mana aku mengenalmu?"
"Kalau aku memintamu melakukan sesuatu
untukku, apakah kau mau?" Setelah mendapatkan
perhatianku, dia melanjutkan, "Aku akan mengantarmu
pulang. Lupakan kejadian malam ini. Berusahalah
281 bersikap normal, terutama jika di dekat Hank. Jangan
sebut namaku." Sebagai jawaban, aku menatapnya tajam lalu keluar
dari Tahoe. Dia mengikutiku.
"Jawaban apa itu?" tanyanya, tapi suaranya tidak
separau tadi. Aku menjauh dari Tahoe dengan langkah-langkah
panjang, kalau-kalau Jev berniat memaksaku kembali
ke mobil. "Aku tidak mau pulang. Tidak sekarang.
Sejak kau menyelamatkan aku dari Gabe malam itu,
aku berpikir bagaimana caranya bertemu denganmu
lagi. Aku terlalu banyak menghabiskan waktu dengan
menebak-nebak bagaimana kita berkenalan, bagaimana
kau mengenalku. Mungkin aku tidak mengingat dirimu
atau apa pun sejak lima bulan lalu. Tapi aku punya
perasaan, Jev. Dan saat pertama aku melihatmu malam
itu, aku merasakan sesuatu yang tak pernah kurasakan
sebelumnya. Aku tidak sanggup menatapmu tanpa
menahan napas. Apa artinya itu" Mengapa kau tidak
ingin aku mengingatmu" Siapa kau bagiku?"
Setelah itu, aku berhenti berjalan dan berbalik
menghadapnya. Matanya hitam pekat, dan aku merasa
segala macam emosi tersembunyi di sana. Rasa sesal,
tersiksa, khawatir. "Malam itu, mengapa kau memanggilku Angel?"
tanyaku. 282 "Kalau aku berpikir jernih, aku akan membawamu
pulang sekarang juga," katanya pelan.
"Tapi?" "Tapi aku tergoda untuk melakukan sesuatu yang
mungkin akan kusesali."
"Mengungkapkan yang sebenarnya?" kataku
berharap. Mata hitam itu menatapku lekat-lekat. "Pertama,
aku harus membawamu dari jalan ini. Anak buah Hank
kemungkinan tidak jauh di belakang kita."
283 menyerah. Seolah mendapat aba-aba, deCitan ban terdengar dari arah belakang. Hank boleh berbangga hati. Anak buahnya tidak mudah
Jev menarikku ke belakang dinding bata yang
sudah rusak. "Kita tidak bisa ke mobil tanpa terlihat
mereka. Kalaupun bisa, aku tidak akan menyeretmu ke
arena balap dengan Nephilim. Mereka bisa melenggang
dari mobil yang hancur total tanpa terluka. Tapi kau
tidak. Sebaiknya kita mengandalkan kaki dan kembali
ke mobil setelah mereka pergi. Ada kelab malam satu
284 blok dari sini. Bukan tempat yang paling aman, tapi
kita bisa bersembunyi di sana." Dia menggamit sikuku,
mengajakku maju. "Anak buah Hank pasti melihat Tahoe yang kau
tinggalkan. Mereka tahu kita berjalan kaki. Mereka
akan memeriksa kelab dan mengenali wajahku. Lampu
di gudang menyala selama lima detik sebelum kau
menyeretku keluar. Seseorang di ruangan itu pasti
melihatku dengan jelas. Aku bisa bersembunyi di kamar
mandi kelab, tapi jika mereka mulai bertanya ke sana-ke
mari, aku tidak akan lama-lama bersembunyi."
"Gudang yang kau masuki itu untuk anggota baru.
Enam belas atau tujuh belasan tahun dalam hitungan
manusia. Mereka belum lama mengucapkan sumpah.
Dalam hitungan Nephilim, usia mereka kurang dari
setahun. Aku lebih kuat dari mereka. Dan aku lebih
berpengalaman dalam urusan mempermainkan pikiran.
Aku akan membuatmu trans. Kalau mereka melihat
kita, yang mereka lihat adalah cowok berjaket hitam
dan rambut spike dan cewek pirang platinum dengan
korset dan sepatu bot tempur."
Mendadak aku merasa pening. Trans. Bagaimana
permainan pikiran itu terjadi" Melalui mantra"
Jev mengangkat daguku, memandang lurus ke
mataku. "Kau percaya kepadaku?" Saat ini tidak
penting apakah aku percaya kepadanya atau tidak.
285 Karena faktanya aku harus percaya. Kalau tidak, aku
harus menghadapi anak buah Hank sendirian. Bisa
dibayangkan bagaimana akhirnya.
Aku mengangguk. "Bagus. Terus berjalan."
Aku mengikuti Jev menuju sebuah pabrik tak terpakai
yang sekarang berfungsi sebagai kelab malam bernama
Bloody Mary. Jev membayar tiket masuk. Begitu kami
di dalam, mataku tidak bisa langsung menyesuaikan diri
dengan lampu yang berkedap-kedip, membuat ruangan
menjadi gelap-terang secara bergantian. Dinding-dinding
di sini mudah dibongkar pasang sehingga bisa dilepas
apabila ruangan menjadi sesak dengan tubuh-tubuh yang
berjingkrakan. Ventilasinya buruk. Indra penciumanku
langsung diserang oleh aroma tubuh bercampur parfum,
asap rokok, dan muntahan. Rata-rata pengunjungnya
lima belas tahun lebih tua dariku. Dan aku satu-satunya
orang yang berbusana ala remaja sekolahan. Tetapi
Jev pasti berhasil menerapkan keterampilannya mem-
permainkan pikiran. Karena di tengah-tengah lautan
rantai, baju kulit, rambut spike, dan jaring ikan, tidak
ada yang mengalihkan perhatiannya ke arahku.
Kami mendesak ke tengah kerumunan sehingga
kami bisa bersembunyi tapi tetap bisa mengawasi pintu.
286 "Rencana A, tetap di sini sampai mereka keluar,"
teriak Jev kepadaku di tengah dentuman musik. "Mereka
akan menyerah dan kembali ke gudang."
"Dan rencana B?"
"Kalau mereka mengikuti kita ke posisi ini, kita
kabur melalui pintu belakang."
"Dari mana kau tahu ada pintu belakang?"
"Aku sudah pernah ke sini. Bukan pilihan utamaku,
tapi yang jelas tempat favorit kalanganku."
Aku tidak ingin memikirkan arti dari kata "kalangan-
ku". Untuk saat ini, aku tidak ingin memikirkan apa pun
kecuali sampai di rumah dengan selamat.
Aku melihat ke sekeliling. "Kupikir kau ingin
mempermainkan pikiran mereka. Tapi mengapa aku
merasa orang-orang menatap kita?"
"Hanya kita di ruangan ini yang tidak berdansa."
Dansa. Lelaki dan perempuan yang penampilannya
sangat menyerupai anggota band Kiss itu mengayun-
ayunkan kepalanya ke atas dan ke bawah sambil
menggoyang-goyangkan badan. Seorang cowok dengan
bretel rantai menggulung celana jinsnya, naik ke tangga
yang menempel ke dinding, lalu melompat ke tengah


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kerumunan. "Boleh aku berdansa denganmu?" tanya Jev sambil
mengangkat sedikit bibirnya, membentuk senyum
simpatik. 287 "Bukankah kita harus mencari jalan keluar dari sini"
Sebagai tindakan darurat seandainya rencana A dan B
tidak bisa dijalankan?"
Dia meraih tangan kananku, menarik tubuhku
dalam dansa lambat yang sepertinya aneh di tengah
musik yang ingar-bingar. Seolah bisa membaca
pikiranku, dia berkata, "Sebentar lagi mereka tidak akan
memperhatikan kita. Masing-masing berlomba untuk
menjadi pedansa paling ekstrem. Santailah."
Jantungku berdebar-debar. Bukan karena aku tahu
anak buah Hank tidak jauh dari kami. Tetapi berdansa
seperti ini dengan Jev menghilangkan peluangku untuk
menahan perasaan. Tangannya begitu kuat. Tubuhnya
hangat. Dia tidak memakai cologne. Tetapi ada seberkas
aroma hujan dan rumput yang baru dipangkas, meruap
dari tubuhnya. Belum lagi mata itu. Dalam, misterius,
tak tertembus. Aku hanya ingin menyandarkan tubuh
kepadanya dan... memasrahkan diri.
"Begitu, lebih baik," gumamnya ke telingaku.
Sebelum sempat merespons, dia memutar tubuhku.
Belum pernah aku berdansa seperti ini. Dan ternyata
keahlian Jev berdansa sungguh mengejutkan. Kalau
street dance, mungkin aku sudah bisa menebak, tapi
tidak yang seperti ini. Caranya berdansa membuat
pikiranku melayang ke waktu dan tempat yang berbeda.
Dia begitu percaya diri dan elegan... lembut dan seksi.
288 "Apakah kau pikir mereka tidak akan heran melihat
cowok berjaket kulit berdansa seperti ini?" tukasku
ketika dia memutar tubuhku lagi untuk masuk ke
rengkuhannya. "Teruslah berdansa, dan aku akan menunjukkan
kepadamu seperti apa cowok itu." Dia tidak
tersenyum, tapi aku mencium adanya rasa senang yang
disembunyikan. Kesenangan karena satu di antara kami
mendapatkan sesuatu dalam situasi yang jauh dari lucu
ini. "Bagaimana trans itu berlangsung" Melalui mantra?"
"Lebih rumit dari itu, tapi hasilnya sama."
"Bisa ajarkan aku?"
"Kalau aku mengajarkan segala yang kuketahui
kepadamu, kita harus meluangkan banyak waktu dengan
berdua saja." Tidak yakin apa yang dia maksud, aku berkata,
"Aku yakin kita bisa tetap... profesional."
"Simpan untuk dirimu saja," katanya dengan nada
yang sama datarnya hingga sulit bagiku menebak
maksudnya. Tangannya di punggungku, dan aku menjadi lebih
gugup ketimbang yang kurasakan sebelumnya. Aku
mendapati diriku bertanya-tanya, apakah hubungan
di antara kami sedahsyat ini sebelumnya. Apakah
berdekatan dengannya selalu menimbulkan perasaan
289 seperti bermain dengan api" Hangat dan terang,
mendalam dan berbahaya"
Supaya pembicaraan kami tidak bergerak lebih jauh
ke teritori yang membuat rikuh, aku menyandarkan
kepalaku ke dadanya, meskipun aku tahu itu tidak
Seruling Perak 1 Jodoh Rajawali 09 Prasasti Tonggak Keramat Kelelawar Iblis Merah 1
^