Anna Karenina 2

Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi Bagian 2


Levin samasekali tak ingat, tapi perempuan Prancis itu sudah sepuluh tahun lamanya ketawa karena lelucon yang memang disukainya itu.
"Nab, ah ke sana, pergilah main skats. Kitty k ita sudah baik mainnya sekarang i ni, betul tidak?"
Levin kembali menghampiri Kitty, wajah Kitty sudah tak lagi kereng, matanya sudah tampak tulus dan mesra lagi, tapi Levin merasa
14 Tiny bear (Ing): Anak beruang.
dalam kejelitaan itu ada sesuatu yang asing, ada ketenangan yang dibuatbuat. Ia pun jadi sedih. Kitty bercerita tentang pendidiknya yang tua itu dan keanehan-keanehannya, kemudian bertanya kepada Levin tentang kehidupannya di desa.
"Apa tidak membosankan musim dingin di desa ?" katanya. "Tidak, tidak membosankan, saya sangat sibuk," kata Levin yang merasa Kitty sedang menundukkan dia dengan nada bicaranya yang tenang. Dengan nada itu Levin tidak bakal kuasa melepaskan diri, seperti dulu pada awal musim dingin.
"Anda akan lama di sini?" tanya Kitty.
"Saya belum tahu," jawab Levin asal saja. Maka terpikir oleh Levin bahwa kalau ia sampai tunduk pada ucapan Kitty yang bernada ramah tenang itu, sampai pergi lagi tak bakal ia memperoleh keputusan apapun. Karena itu ia memutuskan untuk memberontak.
"Kok belum tahu?"
"Tak tahu saya. Itu tergantung Anda," kata Levin, yang seketika itu pula merasa ngeri mendengar kata-katanya sendiri.
Apakah Kittytidak mendengar kata-kata Levin itu, atau tidak berni at menden nya, tapi waktu itu ia tampak seperti terhuyung, dua kali kakinya terantuk, dan dengan bergegas i a meluncur menjauhi Levin. Ia menghampiri M-lle Linon, mengatakan sesuatu kepada nona tua itu, lalu menuju ke gubuk tempat para perempuan melepaskan sepatu skatsnya.
"Ya Tuhan, apa yang telah kuper buat! Ya Tuhan! Tolonglah aku, bimbinglah aku," kata Levin berdoa, dan bersamaan dengan itu ia merasa perlu membuat gerakan kuat, meluncur membuat lin besar dan kecil.
Waktu itu, salah seorang pemuda yang ada di situ, pemain terbaik di antara pemain skats yang baru, dengan papiros di mulut dan sepatu skats terpasang, keluar dari ruang minum kopi, dan berlari menuruni tangga, melompat-Iompat menimbulkan suara berderak-derak di tangga. Bagai terbang ia turun, dan tanpa mengubah letak tangannya yang bebas ia pun meluncur di atas es.
"Aha, penemuan baru!" kata Levin, dan seketika itu pula ia berlari ke atas untuk meniru penemuan baru tersebut.
"J angan bun uh diri, mesti terbiasa dulu!" teriakNi kolai Shcherbatskii kepada .
Levin menaiki tangga, ari naik sekencang mungkin, lalu berlari kembali turun, kedua tangannya menjaga keseimbangan badan dengan
gerakan yang belum biasa. D i anaktangga terakhir ia tersangkut, tapi ketika sebelah tangannya hampir menyentuh es ia membuat gerakan yang mantap, berhasil, dan sambil wa ia pun terns meluncur.
"Hebat sekali orang ini," pikir Kitty sambil keluar dari gubuk bersama M-lle Linon, ktu ia memandang Levin sambil tersenyum akrab diam-diam, seperti senyuman kepada saudara laki-laki t a. "Salahkah aku, dan apakah aku telah melakukan sesuatu yang burnk" Orang mengatakan: ini kegenitan. Alm tahu bukan dia yang kucintai; tapi, betapapun, bersama dia aku gembira, dan dia begitu hebat. Cuma, buat apa dia mengatakan itu" ... " demikian pikir Kitty.
Melihat Kitty keluar lapangan bersama ibu yang telah menjemputnya di tangga, dengan muka memerah karena telah melakukan gerakan cepat tadi, Levin pun berhenti, lalu terdiam sebentar. Ia lepaskan sepatunya, dan di pintu-keluar disusulnya ibu dan anak itu.
"Senangsekali melihatAnda di sini," kata Nyonya Pangeran. "Seperti biasa, hari Kamis kami menerima tamu."
"Jadi hari ini?"
"Kami akan senang sekali menerima Anda," kata Nyonya Pangeran din gin.
Sikap dingin ibunya itu membuat Kitty bersedih. Tak sanggup mengekang ke inginannya untuk meluruskan sikap dingin itu, maka ia putar kepalanya, dan sambil tersenyum a:
"Sampai bertemu lagi."
Waktu itu Stepan Arkadyich, dengan topi miring, dengan wajah dan mata berbinar, masuk ke taman seperti seorang pemenang yang tengah gembira. Tapi ketika ia menghampiri mertuanya, jawaban atas pertanyaan mertuanya tentang kesehatan Dolly ia berikan dengan wajah memelas bemada bersalah. Selesai bicara dengan mertuanya dengan suara lirih dan murung, i a menegakkan dada dan mengepit tangan Levin.
"Kita jadi pergi tidak?" tanyanya. " memikirkan kamu terns; aku senang sekali kamu datang," katanya sambil menatap mata Levin dengan wajah penuh makna.
"J adi, jadi," jawab Levin bahagia karena rnasih terngiang suara yang mengatakan: "Sampai bertemu lagi," dan rnelihat senyuman yang menyertai kata-kata itu.
"Ke Ang l ia atau Hermitage?" "Sarna saja buatku."
"Kalau beg itu ke Anglia," kata Stepan Arkadyich, yang memilih Anglia karena di tempat itu ia lebih banyak berutang daripada di Hermitage. Menurut dia, hotel Hermitage kurang baik, dan karena itu ia menghindari. "Kamu ada kereta sewaan, ya" Pas benar, sudah kusuruh pergi keretaku."
Sepanjang jalan kedua sahabat itu tak mengeluarkan sepatah kata pun. Levin memikir-mikirkan apa makna perubahan ekspresi di wajah Kitty tadi. ia meyakinkan dir i bahwa ada harapan baginya, sekali ia merasa putusasa dan melihat dengan jelas bahwa harapannya itu bak pungguk merindukan bulan. Sementara itu, ia merasa dirinya jadi orang yang lain samasekali, tidak mirip dengan dirinya sebelum melihat senyuman dan mendengar kata-kata Kitty: sampai emu lagi.
Sedangkan Stepan Arkadyich sepanjang jalan itu merencanakan menu makan siang.
"Kamu suka ikan turbot, kan?" katanya kepada Levin, mereka sampai.
"Apa?" tanya Levin. "Ikan turbot" Ya, aku senang sekali ikan turbot."
Ketika masuk ke hotel bersama Oblonskii, tidak boleh tidak Levin melihat sedikit kekhususan di wajah dan seluruh sosok Stepan Arkadyich, seolah ada sesuatu yang sedang ditahan-tahannya. Oblonskii mencopot mantel, dan dengan to pi miringnya ia masuk ke kamar makan sambil memberikan perintah i ni-itu kepada orang-orang Tartar yang berbaju smoking" s dan berserbet, yang segera mengerumuninya. Sambil mengangguk kirikanan kepada orang-orang yang sudah hadir, dan para kenalan yang ada di sini, seperti juga di mana-mana, menyambut Stepan Arkadyich dengan gembira. la menghampiri bufet, mencicipi wodka dengan ikan mentah, dan mengatakan sesuatu kepada perempuan Prancis yang bersolek dengan pita berenda-renda dan ram but berikal-ikal yang duduk di belakang meja tinggi sampai perempuan Prancis itu ketawa senang. Levin tidak mau minum wodka semata karena perempuan Prancis itu tidak menyenangkan perasaannya. Di matanya, perempuan itu terbuat
15 Baju smoking: Baju dengan kerutan-kerutan.
dari rambut, poudre de riz, 16 dan vinaigre de toilette17 yang semuanya asing. Ia buru-buru menjauhi perempuan itu, seakan menjauhi tempat yang tercemar. Seluruh jiwanya penuh dengan kenangan akan Kitty, dan di matanya bersinar senyuman kemenangan dan kebahagiaan.
"Di sini, Yang Mulia, silakan, di sini tak ada yang mengganggu, Yang Mulia," orang Tartar yang lengket kepada Levin; orang itu sudah tua, rambutnya memutih, berpantat lebar, dan ujung baju seragamnya terayun-ayun. "Silakan, Yang Mulia," katanya lagi kepada Levin, sebagai tanda hormat kepada Stepan Arkadyich dalam menjamu tamunya.
Secepat kilat orang Tartar itu menutup meja bulat yang sudah bertaplak itu, yang berada di bawah lampu perunggu, dengan taplak baru. Ia dekatkan kursi-kursi berlapis beledu, dan ia berhenti di depan Stepan Arkadyich sambil memegang serbet dan daftar makanan, menanti perintah.
"Kalau Yang Mulia mau kamar terpisah, sebentar itu bisa dikosongkan: di situ ada Pangeran Golitsin dengan Nyonya. Kerang segar baru diterima."
"Aah! Kerang!" Stepan Arkadyich merenung.
"Tidak akan mengubah rencana, Levin?" katanya sambil menghentikan jari di atas daftar makanan. Dan wajahnya pun tampak sangat bi ngung. "Apa baik kerang" Pikirlah!"
"Kerang Flensburg, Yang Mulia, dari Ostend tidak ada." "Boleh saja dari Flensburg, tapi apa segar?" "Baro kemarin terima, Tuan."
"Ya, bagaimana kalau diawali dengan kerang, baru kita ubah seluruh rencana" A?"
"Buatku sama saja. Untukku, yang paling baik sop kubis dan bubur; ta pi di sini tidak ada, kan ?"
"Bubur a la russe yang Tuan mau?" kata orang Tartar seperti pengasuh anak kepada anak asuhannya sambil membungkuk ke arah Levin.
"Tidak, cuma kelakar. Apa saja yang kamu pilih, itu baik. Habis main skats rasanya ingin makan. Danjangan dikira," tambahnya melihat kesan tak puas d i wajah Oblonskii, "bahwa aku tidak menghargai pilihanmu. Dengan senang hati aku akan makan sebaik-bai knya."
16 Poudre de r i z (Pr): Bedak darl tepung beras. 17 Vinaigre de toilette (Pr): Cairan rias.
"Aah! Bagaimanapun, ini kan salab satu kenikmatan hidup?" kata Stepan Arkadyicb. "Yab, kalau begitu, Kawan, bawakan kami kerang duapuluh; atau kalau duapuluh terlalu sedikit-tigapulublab, dan sop umbut .... "
"Printaniere," sambut orang Tartar. Tapi Stepan Arkadyich agaknya tidak mau menyenangkan hati o rang Tartar itu dengan menyebut namanama masakan dalam bahasa Prancis.
"Sop umbut, tahu kamu" Kemudian ikan turbot dengan saus kental, dan sesudah itu .. . roast beef; tapi awas, harus enak. Dan bagaimana kalau ayam kebiri, sesudab itu daging kaleng?"
Ingat tabiat Stepan Arkadyich, orang Tartar itu pun tidak menyebutkan lagi nama-nama masakan menurut daftar Prancisnya, tidak lagi mengulang-ulang mengikuti daftar itu, tapi cukup mengulang seluruh pesanan: "Sop printaniere, ikan turbot saus Beaumarchais, poularde a l'estragon, macedoine de fruit .... ," dan sesudah meletakkan daftar yang telab dilipat dan mengambil daftar lain berisi nama-nama anggur, seperti berpegas, ia pun segera menyerahkannya kepada Stepan Arkadyich. "Lalu kita mau minum apa?"
"Apa saja yang kamu mau, cuma sedikit sampanye," kata Levin. "Ha" Itu yang pertama" Tapi mungkin betuljuga itu. Kamu suka cap putih, ya?"
"Cachet blanc," sambut orang Tartar.
"Ya, buat kerang kasih merek itu, sesudah itu nanti kita lihatlah." "Baik, Tuan. Dan untuk anggur ringan, apa, Tuan?" "Kasih nuit. Tidak, lebih baik Chablis klasik." "Baik, Tuan. Juga keju Tuan itu?"
"Ya, ya, keju Parmesan. Atau barangkali kamu suka yang lain?" "Tidak, buatku sama saja," kata Levin yang tak mampu mengendalikan senyumnya.
Dan orang Tartar yang ujung baju seragamnya terayun-ayun itu pun berlari, dan lima menit kemudian sudah terbang kembali membawa masakan kerang yang cangkangnya sudah terbuka dan botol terjepit di jemarinya.
Stepan Arkadyich meremas serbet yang diaci, menyurukkannya ke dalam rompi; ia letakkan kedua tangannya dengan tenang, dan mulailah ia menyantap kerang itu.
"Lumayan juga," katanya sambil mencongkel kerang uk segi tiga itu cangkangnya dengan garpu perak, dan melahapnya satu demi satu. "Lumayan juga," ulangnya seraya mengarahkan matanya yang basah berseri kepada Levin dan orang Tartar bergantian.
makan kerangjuga, walaupun buatnya roti putih dengan keju lebih menyenangkan. Tapi ia suka melihat Oblonskii makan. Bahkan orang Tartar pun ikut memandang Stepan Arkadyich, sesudah pelayan itu mencopot prop botol dan menuangkan anggur yang berkilauan ke dalam gelas-gelas anggur sambil membenahi letak dasinya dan mengembangkan senyuman tanda puas.
"Kamu tak begitu suka kerang, ya?" kata Stepan Arkadyich sesudah mengosongkan gelasnya. "Atau barangkali sedang berpikir" Ha?"
Ia sebenamya ingin menyenangkan hati Levin. Dan Levin bukannya merasa tidak senang, ia malu. Ia merasa ngeri dengan apa yang ada dalam hatinya, dan merasa kikuk berada di tempat tersebut, di tengah kamarkamar tempat orang makan siang dengan perempuan, di tengah orangorang yang berlari hilir-mudik, dan di tengah suasana hiruk-pikuk; di tengah barang-barang perunggu, cermin, gas, dan orang Tartar-semua itu serasa menyinggung perasaannya. Ia takut menodai apa yang kini memenuhi jiwanya.
"Aku" Ya, aku sedang berpi ; tapi terus-terang, aku malu dengan semua ini," katanya. "Tidak terbayangkan olehmu, alangkah liar semua ini terasa olehku sebagai penduduk desa, seperti halnya kuku tuan yang kulihat di kantormu itu . ... "
"Ya, kulihat kuku Grinevich yang malang itu menarik perhatianmu," kata Stepan Arkadyich ketawa.
"Tak bisa aku menerima itu," jawab Levin. "Cobalah kamu masuk ke dalam diriku, dan cobalah lihat dari sudut pandang seorang penduduk desa. Kami di desa senantiasa berusaha menjaga tangan sedemikian rupa agar enak dibuat kerja; untuk itu kuku kami potong, dan kadangkadang lengan baju kami singsingkan. Tapi di sini orang malah sengaja memelihara kuku sepanjang mungkin, lalu ia lekatkan di lengan bajunya semacam piringan berbentuk manset agar tak ada yang bisa dilakukan dengan tangan itu . "
Stepan Arkadyich tersenyum riang.
"Ya, itu tanda bahwa pekerjaan kasar tak perlu buat dia. Bagi dia, yang bekerja adalah otaknya .... "
"Mungkin juga. Tapi, bagaimanapun, terasa liar olehku, sama halnya sekarang i n i terasa liar olehku bahwa kami penduduk desa selalu berusaha lekas-lekas kenyang agar bisa menyelesaikan pekerjaan yang ada, sedangkan kita berdua sekarang ini berusaha tidak kenyang selama mungkin, dan untuk itu k ita makan kerang .... "
"Ya, dengan sendi rinya," sambut Stepan Arkadyich. "Tapi memang di situlah letak tujuan pendidikan: menc iptakan segala sesuatu demi kenikmatan."
"O, kalau itu yang dinam tujuan, aku maujadi orang liar sa ja." "Tanpa itu pun kamu sudah li ar. Semua keluarga Levin orang liar." Levin menarik napas panjang. Ia teringat abangnya Nikolai; ia mulai merasa malu dan pedih, dan ia pun mengerutkan dahinya; namun waktu itu Oblonskii sudah mulaii bicara tentang persoalan yang langsung menarik perhatiannya.
"Jadi, bagaimana, petang nanti berkunjung ke keluarga kami, keluarga Shcherbatskii?" kata Oblonskii sambil menjauhkan cangkang kerang yang sudah kosong dan mendekatkan keju dengan mata berseriseri.
"Ya, aku past i datang," jawab Levin, "walau terasa Nyonya Pangeran tak begitu bersemangat mengundang."
"Kamu ini ada-ada saja! Omong-kosong itu! Itu kan gaya dia .... Nah, mana sop itu, bawa ke sini, Kawan!... Itu sudah gaya Grande Dame," 18 kata Stepan Arkadyich. "Aku juga pergi, tapi aku akan menghad iri latihan Nyonya Pangeran Banina dulu. Tapi kamu ini benar-benar liar, kan" Coba jelaskan, kenapa kamu tiba-tiba menghilang dari Moskwa" Keluarga Shcherbatskii terns saja bertanya kepadaku tentang kamu, seolah aku pasti tahu. Padahal aku cuma tahu satu hal: kamu selalu melakukan apa yang tak dilakukan siapapun."
"Ya," kata Levin pelan gelis.ah. "Kamu betul, aku memang liar. Tapi keliaranku bukan karena aku pergi, tapi karena sekarang aku datang. Sekarang aku datang .... "
"Kamu orang yang betul-betul bahagia!" sambut Stepan Arkadyich sambil menatap mata Levin.
"Kenapa begitu?"
"Kukenal kuda bersemangat dar i capnya, dan pemuda jatuh cinta dari matanya," kata Stepan Arkadyich berdeklamasi. "Buatmu segalanya masih terbentang di depan."
"Apa untukmu sudah di b kang?"
"Tidak, barangkali bukan demikian, tapi masa depanmu terbentang,
18 Grande Dame (Pr): Nyonya Besar.
sedangkan bagiku adalah se karang ini-begitu urut-urutannya." "Lantas?"
"Ya tidak usahlah. Tentang diri sendi ri tidak akan aku bicara, dan lagi, mau dijelaskan semuanya pun tak bisa," kata Stepan Arkadyich. "Lalu kenapa kamu datang ke Moskwa" ... He, ambil ini!" nya kepada orang Tartar.
"Kamu menebak, ya" " jawab Levin tak berhenti m ena tap Stepan Arkadyich dengan matanya yang cemerlang.
"Ya, aku menebak, tapi belum bisa bicara tentang itu. Dari sini kamu bisa melihat, benar-tidaknya tebakanku," kata Stepan Arkadyich sambil memandang Levin dan tersenyum tipis.
"Jadi, apa yang bisa kamu katakan padaku?" kata Levin dengan suara bergetar, dan ia merasakan otot-otot di wajahnya bergetar pula. "Bagaimana pendapatmu tentang soal ini?"
Stepan Arkadyich dengan perlahan meneguk gelas Chablisnya sambil tak henti-hentinya menatap Levin.
"Al"Apa kamu tak salah" Apa kamu tahu, tentang apa kita bicara i ni?" kata Levin menghun jamkan pandang matanya ke arah lawan bicara. "Apa menurutmu itu mungkin?"
"Aku pikir m un gki n. Kenapa tidak mun g kin?"
"Sungguh, apa benar menurut pendapatmu itu mungkin" Coba, kamu katakan semuanya, apa pendapatmu! Dan kalau penolakan menanti" ... Aku bahkan yakin .... "
"Kenapa kamu mengira begitu?" kata Stepan Arkadyich tersenyum melihat kegelisahan Levin.
"Tapi terkadang aku memang merasa demikian. Itu akan mengerikan akibatnya buatku dan buat dia."
"Ah, kalau untuk anak gadis, tak ada yang namanya mengerikan. Semua anak gadis bangga dilamar."
"Ya, anak gadis umumnya, tapi dia tidak."
Stepan Arkadyich tersenyum . Ia begitu kenal p an Levin. Ia tahu bahwa bagi Levin gadis d i cl!unia ini terbagi jadi dua jenis: jenis yang pertama, semua gadis d i dunia ini, kecuali Kitty, punya kelemahankelemahan manusiawi, dan biasa sekali; jenis yang lain ialah Kitty seorang, yang tak pun ya kelemahan apapun, bahkan lebih mulia daripada seluruh umat manusia.
"Tunggu, ambil saus itu," kata Stepan Arkadyich sambil menahan tangan Levin yang sedang menjauhkan saus dari dirinya.
Levin mengambil saus itu, tapi ia tak memberikan k patan kepada Stepan Arkadyich untuk makan.
"Tidak, tunggu dulu, tunggu dulu," katanya. "Kamu mesti tahu, bagiku ini soal h idup atau mati. Belum pernah aku bicara soal ini dengan si apapun. Dan memang tak bisa kubicara dengan orang lain seperti dengan kamu. Kita berdua ini, dalam ha! apa saja, lai n: selera lain, pandangan lain, semuanya; tapi aku tahu, kamu menyayangiku dan mengerti aku, dan karena itujuga betapa aku menyayangimu. Tapi demi Tuhan, cobalah kamu berterus-terang sepenuhnya."
"Aku katakan padamu apa yang terpikir olehku," kata Stepan Arkadyich tersenyum. "Tapi mau kukatakan lagi padamu: istriku itu perempuan yang mengagumkan .... " Stepan Arkadyich menarik napas dalam, teringat hubungannya dengan sang istri. Sesudah diam sebentar ia pun melanjutkan: "Ia punya kemampuan melihat sesuatu sebelumnya. Ia mampu melihat nasib orang dengan jelas; bukan hanya itu, ia tahu apa yang bakal terjadi, terutama sekitar perkawinan. Ia, misalnya, sudah meramalkan bahwa Shakhovskaya akan kawin dengan Brenteln. Tak seorang pun percaya hal itu, tapi ternyata terjad i betul. Dan dia itu di pihakmu."
"Lalu bagaimana?"
"Ya beg itu itu, ia bukan hanya mencintaimu, bahkan mengatakan bahwa Kitty pasti jadi istrimu."
Mendengar kata-kata itu wajah Levin sekonyong-konyong bersinar karena senyuman, senyuman yang hampir-hampir jadi airmata karena haru.
"Di a yang mengatakan itu!" seru Levin. "Aku selalu bilang, istrimu itu sungguh perempuanjelita. Ya, cukuplah, cukuplah kit.a bicara ten tang ini," katanya sambil berdiri dari tempat duduk.
"Baiklah, tapi duduklah."
Tapi Levin sudah tidak jenak lagi duduk. Dengan langkah mantap dua kali ia mondar-mandir dalam kamar-sel itu, mengedip-ngedipkan mata agar airmatanya tak terlihat, dan barn setelah itu ia duduk kembali menghadap meja.
"Kamu mesti tahu," katanya, "bahwa ini bukan c inta. Aku memang jatuh cinta, tapi bukan itu sesungguhnya. Ini bukan soal perasaanku, tapi ada kekuatan dari luar yang menguasai diriku. Kamu mesti mengerti,
aku pergi dari rumah dulu itu karena aku sudah memutuskan bahwa hubungan itu tak mungkin terjadi, seolah kebahagiaan tak pernah ada di dunia ini; tapi di desa aku bergulat dengan diri sendiri, dan aku merasa bahwa tanpa hubungan itu tak ada artinya hidup ini. Dan aku perlu mengambil keputusan .... "
"Lalu buat apa kamu dulu pergi?"
"Ah, tunggulah! Betapa banyak hal yang terpikirkan dalam benakku ini! Betapa banyak pertanyaan bisa diajukan! Coba dengar. Kamu tentu tak membayangkan bahwa kamu telah berbuat sesuatu untukku dengan apa yang kamu katakan tadi. Aku begitu bahagia sampai-sampai menjijikkan jadinya; aku lupa segalanya. Aku baru tahu bahwa abangku Nikolai. .. kamu tahu tidak, dia ada di sini ... dan aku sudah lupa dia. Aku merasa bahwa dia pun bahagia. Ini semacam kegilaan. Tapi satu hal yang mengerikan .... Nab, kamu orang yang sudah kawin, jadi lebih mengenal perasaan ini .... Yang mengerikan adalah bahwa kita orang-orang tua ini sudah membawa masa lalu ... bukan membawa cinta, ta pi membawa dosa ... ketika tiba-tiba k ita berdekatan dengan makhluk yang begitu suci, tanpa dosa; i n i sungguh memuakkan, dan karena itu tak mungkin k ita tidak merasa bahwa diri kita tidak :pantas.
"Itu betul, dosamu memang banyak."
"Ah, bagaimanapun," kata Levin, "bagaimanapun muak aku membaca hidupku, aku menggigil, aku mengutuk, dan dengan getir aku mengeluh .... Ya."
"Apa boleh buat, demikianlah dunia ini adanya," kata Stepan Arkadyich.
"Hanya ada satu penghibur, seperti dalam doa yang dulu selalu kupanjatkan, yaitu jangan maafkan aku karena jasa-jasaku, tapi karena belas kasihan. Hanya doa itu yang bisa memberikan maaf."
Levin mengosongkan gelasnya, dan mereka pun tak bersuara.
"Ada satu hal lagi yang mesti kukatakan padamu. Kamu kenal Vronskii?" tanya Stepan Arkadyich kepada Levin.
"Tidak, tidak kenal. Kenapa kamu tanyakan itu?"
"Kasih yang lain," kata Stepan Arkadyich kepada orang Tartar yang mengis i lagi gelas-gelas dan berkeliling di sekitar mereka, layanannya tidak dibutuhkan.
"Buat apa aku kenal Vronskii?"
"Ya, kamu perlu kenal dia, karena d i a salah satu sainganmu." "Siapa Vronskii itu?" kata Levin. Wajahnya yang riang kekanakkanakan, yang tadi dikagumi Oblonski i, tiba-tiba kini berubahjadijahat tak menyenangkan.
"Vronskii itu satu dari anak-anak Pangeran Kirill lvanovich Vronskii, dan satu dari contoh terbaik pemuda jempolan Petersburg. Aku kenal dia di Tver, ketika berdinas di sana, dan ia datang untuk ikut rekrutmen. Kaya, tampan, punya hubungan luas, ajudan tsar, dan di samping itu ia seorang pemuda yang baik hati dan simpatik. Bahkan ia lebih daripada sekadar simpatik. Dia pun berpendidikan dan cerdas; dia orang yang bakaljauh langkahnya."
Levin mengerutkan dahi, diam.
"Ya, dia muncul di sini segera sesudah kamu; setahuku, dia jatuh c inta setengah mati pada Kitty, dan kamu mesti tahu, ibunya .... "
"Maafkan aku, tapi aku talk tahu apapun tentang itu," kata Levin murung sambil mengerutkan alis. Dan seketika itu ia ter ingat abangnya Nikolai, dan keburukan di rinya yang telah melupakan abangnya itu.
"Tapi tunggu, tunggu," kata Stepan Arkadyich tersenyum sambil menyentuh tangan Levin. "Tadi aku katakan apa yang kuketahui; dan sekarang kuulangi lagi, dalam masalah yang peka dan halus ini, sejauh bisa diterka, menurutku, peluang ada padamu."
Levin merebahkan badan ke punggung kursi; wajahnya pucat. "Tapi menurutku, ada baiknya kamu putuskan masalah ini selekasnya," sambung Oblonskii sambil menuangi lag i gelas Levin.
"Tidak, terimakasih, aku tak sanggup lagi minum," kata Levin menjauhkan gelasnya. "Nanti aku mabuk .... Lalu, bagaimana kabarmu sendiri?" sambungnya, agaknya ingin mengubah topik pembicaraan.
"Satu patah kata lagi: bagaimanapun aku nasihatkan, putuskan masalah ini selekasnya. Aku t idak menasihatkan untuk bicara sekarang," kata Stepan Arkadyich. "Pergi saja besok pagi, cara klasik buat melamar, mudah-mudahan Tuhan menyertaimu .... "
"Lalu bagaimana rencana Sekarang Levin merasa sangat menyesal telah bicara tentang soal itu dengan Stepan Arkadyich. Perasaan khusus-nya telah ternodai pembicaraan tentang persaingan dengan perwira Petersburg, ternodai p lan lamaran dan nasihat-:nasihat Stepan Arkadyich.
Stepan Arkadyich tersenyum. Ia mengerti apa yang sedang bergolak dalam dada Levin.
"Alm akan datang kapan-kapan," katanya. "Memang, Kawan, perempuan adalah sekrup tempat segalanya berputar. Persoalan diriku sendiri ini brengsek, sangat brengsek. Dan semua ini gara-gara perempuan. Coba kamu katakan dengan terus-terang," sambungnya sesudah mengambil cerutu dan dengan sebelah tangan memegang gelas. "Coba beri aku nasihat."
"Dalam hal apa?"
"Dalam hal ini. Kita andaikan kamu sudah beristri, kamu mencintai istrimu, tapi kamu kepincut perempuan lain .... "
"Maaf, kiranya aku samasekali tak mengerti soal itu, anda n ... tapi, bagai pun, aku tak mengerti, andaikan sekarang ini, sesudah kenyang makan, aku melewati toko kalach, dan andaikan aku mencuri kalach."
Mata Stepan Arkadyich berkilauan lebih hebat daripada biasanya. "Kenapa tidak" Roti kalach terkadang harum sekali baunya, membuat kita tak bisa menahan diri.
Himmlishch ist's, wenn ich bezwungen Meine irdishche Begiet;
Aber noch wenn's n icht gelungen, Hatt' ich auch recht hiibshch Plaisir!"19
Sambil mengucapkan itu, Stepan Arkadyich tersenyum tipis. Levin pun tidak dapat tidak tersenyum pula.
"Ya, tapi jangan main-main," sambung Oblonskii. "Kamu mesti tahu, walaupun perempuan itu maklh.luk yang manis, penurut, dan penuh rasa cinta, ia juga makhluk yang malang, kesepian, dan telah berkorban demi semuanya. Sekarang, ketika semuanya telah terjadi, ini kamu mesti tahu, apa kita lalu membuangnya" Umpamakan saja: kita berpisah agar tidak merusak kehidupan keluarga; tapi apakah kita tidak mengasihani dirinya, tidak ikut mengatur kehidupannya, tidak bersikap lembut kepadanya?"
"Yah, maafkan aku. Kamu tahu, bag iku, semua perempuan itu hanya
19 Bagus sekall kalau bisa kuperangl Nafsu duniawiku;
Tapi kalau itu tak berhasil,
Tetap aku merasakan kenikmatan!
terbagi jadi dua jenis ... tapi tidak. .. lebih tepatnya: ada perempuan, dan ada.... Tak pernah aku memandang dan tak bakal aku memandang makhluk jelita yang sudah jatuh, seperti perempuan Prancis yang bersolek dan berikal-ikal di belakang meja tinggi itu-mereka itu, buatku, makhluk najis, dan semua oran.g yang telah jatuh macam itu, setali tiga uang dengan mereka."
"Lalu bagai perempuan dalam Injil itu?"
"Ah, jangan bicara itu! Kristus tentu t idak bakal mengatakan itu sekiranya ia tahu orang akan menggunakan perkataannya secara keliru. Dari seluruh lnjil, cuma kata-kata itu yang diingat orang. Nah, jadi aku tidak mengatakan apa yang terpikir olehku, yang terasa olehku. Aku hanya merasa muak pada perempuan yang telah jatuh. Kamu hanya takut pada Iaba-Iaba, sedangkan aku menganggap Iaba-Iaba sebagai makhlukjorok. Kamu barangkaJi tidak mempelajari laba-Iaba dan tidak tahu watak-wataknya: sama dengan aku."
"Bagus juga kamu mengatakan itu; ini sama halnya dengan seorang tuan dalam tulisan Dickens, yang dengan tangan kiri melontarkan pertanyaan-pertanyaan sukar J.ewat bahu kanan. Tapi menolak suatu fakta bukanlah jawaban. Apa yang harus kuperbuat, coba kamu bilang, apa yang harus kuperbuat" Istri menua, sedangkan kita masih penuh vi talitas. Belum lagi menoleh, ki ta sudah merasa tak sanggup lagi menyayangi istri dengan cinta kita, betapapun hormatnya kita pada dia. Dan tiba-tiba muncul cinta lain, dan kita pun jatuh, jatuh!" kata Stepan Arkadyich dengan putusasa bercampur pilu.
Levin menyeringai. "Ya, jatuh," sambung Oblonskii. "Ta pi apa yang harus kulakukan ?" "Jangan mencuri kalach."
Oblonskii ketawa. "O, moralis! Tapi kamu harus tahu, ada dua macam perempuan: yang satu cuma berpegang pada hak-haknya, dan hak itu cinta kita yang tidak bisa kita berikan kepadanya; dan yang lain mengorbankan segalanya demi kita dan tidak menuntut apa-apa. Apa yang barns kita lakukan" Bagaimana langkah kita" Ini benar-benar konflik yang mengerikan."
"Kalau kamu mau dengar pendapatku tentang ha! itu, akan kukatakan bahwa aku tak percaya ada konflik di sini. Sebabnya begini. Menurut pendapatku, cinta ... dua jenis c inta, yang, ingat tidak, disebut Plato dalam tulisannya Pire, dua jenis c inta yang berfungsi sebagai batu ujian bagi manusi a. Sebagian orang cuma mengerti jenis yang satu,
sebagian lagi jenis yang lain. Dan mereka yang cuma tahu cinta non- Platonis sia-sia belaka bicara tentang tragedi. Dalam cinta semacam itu tidak mungkin ada tragedi. 'Saya ucapkan terimakasih atas ken ikmatan yang telah Anda berikan, sampai jumpa lagi'. Nah, itulah satu-satunya tragedi. Demikian juga dengan c inta Platonis, tidak mungkin pula ada tragedi, sebab dalam c inta semacam itu segalanya tampak benderang dan murni, karena .... "
Waktu itu n pun teringat dosa-dosanya dan pergulatan batin yang pernah dialaminya. Dan sekonyong-konyong ia menambahkan:
"Tapi kemungkinan juga kamu benar. Kemungkinan besar .... Tapi aku sendiri tak tahu, betul-betul tak tahu."
"Begini," kata Stepan Arkadyich, "kamu ini orang yang sangat utuh. Itulah hal positifyang ada pada dirimu, tapi sekali gus negatif. Watakmu begitu utuh, dan kamu mau dunia tersusun dari gejala-gejala yang utuh, padahal hal seperti itu mustahil. Kita ambil contoh, kamu benci kegiatan birokrat pemerintah, karena menurut hematmu urusan kita ini harus sesuai dengan tujuan, agar kegiatan orang punya tujuan, agar cinta dan kehidupan keluarga selalu satu. Padahal hal seperti itu tak pernah ada. Semua keanekaragaman, semua ke jelitaan, semua keindahan hidup ini terdiri atas cahaya dan bayangan."
Levin menarik napas dalam-dalam, samasekali tidak memberi tanggapan apa-apa. Ia sibuk memikirkan urusannya sendiri dan tidak mendengarkan omongan Oblonskii.
Dan tiba-tiba mereka berdua merasa, sekalipun mereka bersahabat, sekalipun mereka makan siang dan min um bir bersama, yang semestinya justru lebih mendekatkan mereka berdua, masing-masing lnya sibuk memikirkan urusannya sendiri, dan urusan pihak yang satu tidak menjadi urusan pihak lainnya. Bukan sekali itu saja Oblonskii sesudah makan siang mengalami suasana saling berjauhan, jauh dari suasana akrab, dan ia tahu apa yang mesti dilakukan dalam menghadapi peristiwa seperti itu.
"Bon!" serunya, lalu masuk ke ruang sebelah, di mana ia berjumpa dengan seorang ajudan yang dikenalnya, dan mulailah dengan ajudan itu ia bicara tentang seorang aktris dan sponsornya. Dan dalam percakapan dengan ajudan itu Oblonskii merasa lega dan tenang lagi, sesudah percakapannya dengan n menyebabkan otak dan jiwanya tegang.
Orang Tartar muncul dengan bon duapuluh enam rubei" 0 lebih beberapa kopek dan beberapa rube! lagi untuk wodka, dan tanpa memerhatikan lagi jumlahnya, Levin langsung membayar dan pulang untuk bergan t i pakai a n dan kemudian pergi ke rumah keluarga Shcherbatskii, di mana nasibnya akan ditentukan. Di waktu lain, sebagai penduduk desa, Levin tentu akan ngeri harus membayar bag iannya yang sebesar empatbelas rube! itu.
XII Putri Shcherbatskaya berusia delapanbelas tahun. Ia keluar rumah musim semi yang Jalu. Posisinya di kalangan bangsawan Jebih baik ketimbang kedua kakak perempuannya, bahkan Jebih besar ketimbang yang diduga Nyonya Pangeran. Para pemuda yang telah berdansa dengan dia di bal-bal di Moskwa, hampir semuanya jatuh cinta kepada Kitty, bahkan pada musim semi yang Ialu itu sudah muncul calon-calon serius untuknya: Levin, dan begitu Levin pergi, ada GrafVronskii.
Munculnya Levin pada a wa l musim semi itu, kunjungannya yang amat sering, dan pengungkapan rasa cintanya yang terus-terang kepada Kitty, telah menimbulkan pembi.caraan serius pertama di antara orangtua Kitty mengenai masa depan anak itu, dan juga jadi penyebab timbulnya pertengkaran-pertengkaran di antara Pangeran dan Nyonya Pangeran. Pangeran berada di pihak Levin. Ia katakan, buat Kitty, tak ada yang Jebih baik ketimbang Levin. Adapun Nyonya Pangeran, yang memang terbiasa menghindari soal seperti umumnya perempuan, mengatakan, Kitty masih terlalu muda, dan Levin samasekali belum menunjukkan tanda-tanda serius dengan niatnya. Ia katakan juga bahwa Kitty tidak memperlihatkan rasa sayangnya kepada Levin, dan masih ada alasanalasan lain Jagi. Namun ia tak mengungkapkan hal yang paling penting, bahwa i a mengharapkan calon yang Jebih baik buat putrinya itu, bahwa baginya Levin tidak simpatik, dan ia tidak memahami jiwa pemuda itu. Ket ika Levin tiba-tiba pergi dulu itu, Nyonya Pangeran merasa g irang; dengan penuh kemenangan ia bilang kepada suaminya: "Percaya tidak, aku yang benar." Dan ketika Vronskii muncul, ia lebih girang lagi. Ia tekankan pendapatnya bahwa Kitty harus mendapat bukan hanya calon suami yang baik, tapijuga cemerlang.
20 Rubel (Rus): Satuan uang Rusia, satu rubel sama dengan seratus kopek.
Buat sang ibu, betapa tidak setaranya Vronskii dibandingkan dengan Levin. Yang tidak menyenangkan sang ibu pada diri Levin adalah pendapat-pendapatnya yang aneh dan tajam, begitu pula sikapnya yang kikuk di kalangan bangsawan, yang menurut pendapatnya itu merupakan cerminan watak Levin yang angkuh, dan juga akibat keh idupannya yang liar di desa mengurus ternak dan petani. Sang ibu juga sangat tidaksenang terhadap sikap Levin, karena sesudah jatuh cinta kepada putrinya, satu setengah bulan lamanya ia rajin bertandang ke rumah, tapi ia seolah-olah hanya menantikan sesuatu, melihat-lihat, seakan merasa gamang apakah kehormatan yang diserahkannya tidak terlalu besar jika ia mengajukan lamaran; i a tak tahu bahwa sesudah mengunjungi rumah gadis yang jadi calon istrinya, i a harus mengutarakan perasaannya. Dan tiba-tiba, tanpa mengungkapkan perasaannya, ia pergi begitu saja. "Untung sekali ia tidak begitu tampan dan menarik, tidak cukup membuat Kitty jatuh cinta kepadanya," pikir sang ibu.
Sedangkan Vronskii bisa memenuhi semua harapan sang ibu. Ia kaya, pandai, bangsawan, punya harapan besar dalam karir militer dan kebangsawanan, dan orangnya memesona. Tidak mungkinlah mengharapkan yang lebih baik ketimbang dia.
Dalam bal-bal pesta dansa yang diadakan, Vronskii jelas memacari Kitty, berdansa dengannya, dan selalu bertandang ke rumah. Karena itu, tak disangsikan lagi, ia punya niat serius. Namun demikian, sepanjang musim sem i itu sang ibu berada dalam keadaan resah dan gelisah yang luarbiasa.
Nyonya Pangeran sendiri kawin tigapuluh tahun yang lalu dengan perantaraan bibinya. Calon pengantin laki-laki, yang sudah diketahui lebih dulu segalanya, datang, melihat calon pengantin perempuan, dan disaksikan banyak orang; bibi yang jadi mak comblang mendengarkan dan menyampaikan kesan yang diperoleh masing-masing pihak kepada pihak lainnya; kesan itu baik adanya; kemudian, pada hari yang telah ditentukan, diajukan lamaran yang telah ditunggu-tunggu kepada orangtuanya. Semuanya berjalan mulus dan sederhana. Setidaknya, itulah kesan yang ditangkap Nyonya Pangeran. Tapi untuk anakanaknya, ia merasakan betapa tidak mudah dan tidak sederhananya urusan yang tampaknya sepele itu, urusan mengawinkan anak-anaknya. Betapa banyak rasa ngeri harus diderita, betapa banyak pikiran harus ditimbang, betapa banyak uang harus dikeluarkan, dan betapa banyak pertengkaran dengan suami harus di l angsungkan sewaktu mengawinkan
kedua anaknya yang tua itu, Darya dan Natalya! Sekarang, untuk mengentaskan sang anak terkec il, harus dialaminya lagi rasa nger i yang sama seperti dulu, kebimbangan yang sama seperti dulu, dan pertengkaran dengan suami yang lebih hebat lagi d ibandingkan sewaktu mengawinkan anak-anaknya yang lebih tua. Seperti semua ayah, sang Pangeran Tua sangat teliti dalam menjaga kehormatan dan kesucian anak-anak perempuannya; tanpa alasan yang jelas ia jadi pencemburu, terutama kepada Kitty yang me"mang kesayangannya, dan selalu saja ia ribut dengan sang istri, yang dianggapnya mencemarkan nama anaknya. Nyonya Pangeran sudah biasa dengan semua itu sejak berurusan dengan anak-anaknya yang pertama, tapi sekarang ia merasa kecerewetan Pangeran punya dasar yang lebih layak. Ia melihat, akhir-akhir ini kehidupan masyarakat sudah banyak berubah, dan kewajiban seorang ibu jadi makin sulit. Ia melihat, anak-anak seusia Kitty sudah jadi kelompok tersendiri, mengikuti suatu kursus, bebas bergaul dengan lakilaki, bepergian sendirian, banyak di antara mereka tidak mau mengurung diri, dan yang penting, semuanya yakin benar bahwa memilih suami adalah urusan diri mereka sendiri, bukan urusan orangtua. "Sekarang ini orang tidak dikawinkan seperti zaman dulu," demikian pendapat dan kata-kata gadis muda, bahkan juga kebanyakan orangtua. Tapi bagaimana sekarang ini orang mengawinkan anaknya, Nyonya Pangeran tidak bisa mencari masukan dari siapapun. Kebiasaan orang Pranc is, bahwa orangtua memutuskan nasi b anak-anaknya, tidak d iterima, dikecam. K ebiasaan orang Inggris, yakni memberikan kebebasan penuh kepada anak gadisnya, juga tidak diterima, tidak bisa diterapkan untuk masyarakat Rusia. K ebiasaan Rusia untuk menjodohkan calon pengantin dianggap tak baik; cara itu ditertawakan semua orang, juga oleh Nyonya Pangeran sendiri. Tapi bagaimana mesti kawin dan mengawinkan, tidak seorang pun tahu. Semua orang yang pemah diajak bicara oleh Nyonya Pangeran mengatakan satu hal: "Anda harus tahu, di zaman kita ini sudah waktunya kebiasaan lama ditinggalkan. Anak-anak muda itulah yang akan kawin, bukan orangtua. Karena itu, biarkan mereka mengatur urusan mereka sendiri." Tapi menyarankan nasihat demikian hanya baik untuk orang yang tid!ak punya anak gadis; sedangkan Nyonya Pangeran tahu, ketika anak muda saling mendekati, ada kemungkinan anak gadisnya jatuh cinta, dan d i a bisa jatuh c inta kepada orang yang sebetulnya tidak iat kawin, atau jatuh cinta kepada orang yang tidak pantas jadi suaminya. Betapapun orang meyakinkan Nyonya Pangeran
bahwa di zaman k ita ini anak muda sendiri yang harus menentukan nasibnya, tidak bakal dia percaya, sama halnya tidak bakal dia percaya bahwa di zaman kapanpun, mainan yang paling baik untuk anak-anak usia lima tahun adalah pistol yang ada pelurunya. Karena itu, Nyonya Pangeran lebi h gelisah memikirkan nasib Kitty ketimbang nasib anakanaknya yang lebih tua.
Sekarang ia takut bahwa Vronskii hanya sekadar memacari anaknya. Ia melihat, anaknya telah jatuh cinta kepada laki-laki itu. Maka i a pun menghibur diri bahwa Vronskii orang yang tulus, dan karena itu tidak bakal ia berbuat yang bukan-bukan. Selain itu, ia juga tahu bahwa pergaulan bebas sekarang ini mudah memusingkan seorang gadis, sedangkan pandangan kaum lelaki umumnya enteng saja terhadap kesalahan semacam itu. Minggu lalu Kitty menceritakan kepada ibunya tentang percakapannya dengan Vronskii sewaktu mereka berdansa mazurka.21 Percakapan itu membuat Nyonya Pangeran tenang, tapi belum sepenuhnya. Vronski i mengatakan kepada Kitty bahwa mereka berdua, Vronskii bersaudara, dalam segala hal terbiasa tunduk kepada sang ibu, sehingga tak pernah mereka memutuskan perkara penting tanpa berkonsultasi lebih dulu dengannya. "Dan sekarang saya sedang menanti kedatangan Ibu dari Petersburg sebagai kebahagiaan yang luarbiasa," kata Vronskii.
Kitty menceritakan kata-kata Vronskii tanpa memberikan makna khusus. Tapi Nyonya Pangeran menangkap kata-kata itu secara lain. Ia tahu, suatu saat orangtua itu dinantikan kedatangannya, dan ia pun tahu bahwa orangtua itu akan merasa bahagia dengan pilihan anaknya, dan i a bakal heran mengetahui bahwa anaknya tidak mengajukan lamaran karena takut menyinggung peras aann ya. Sekalipun demikian, sang ibu menginginkan sekali perkawinan anaknya, terlebih ia menginginkan dirinya terbebas dari gangguan cemas yang dideritanya, dan ia percaya akan berhasil. Betapapun sedihnya Nyonya Pangeran melihat kemalangan anaknya yang besar, Dolly, yang kini bersiap-siap meninggalkan suaminya, kegelisahan sekitar nasib anaknya yang kecil tetap menelan seluruh perasaannya. Dan hari itu, melihat Levin muncul, ia pun jadi makin gelisah lagi. Ia khawatir anaknya, yang menurut perasaannya pernah punya rasa sayang kepada Levin, jangan-jangan karena ketulusannya lantas menolak Vronskii, dan jangan-jangan pula
21 Mazurka: Tarian rakyat Polandia.
kedatangan Levin bakal mengeruhkan dan menghambat urusan yang sudah mendekati penyelesaian itu.
"Apa sudah lama dia datang?" tanya Nyonya Pangeran tentang Levin, ketika mereka tiba kembali di rumah.
"Baru saja, Mama."
"Satu ha! yang ingin kukatakan," kata Nyonya Pangeran; dari wajahnya yang serius dan bersemangat, Kitty bisa menduga apa yang akan dibicarakan.
"Mama," kata Kitty yang mendadak memerah wajahnya, dan memutar badan ke arah ibunya. "Jangan, Mama, jangan bicarakan soal itu. Saya mengerti, saya mengerti semuanya."
Ia memang mengharapkan apa yang diharapkan ibunya, tapi alasan harapan ibunya itu menyinggung perasaannya.
"Mama cuma mau bilang, memberi harapan kepada seseorang ... .'' "Mama sayang, demi Tuhan, jangan bicarakan soal itu. Mengerikan membicarakan hal itu."
"Ya sudah, ya sudah," kata sang ibu ketika dilihatnya airmata mengembang d i mata anaknya. "Tapi satu hal, Sayang: kamu sudah janji pada Mama, dengan Mama tidak akan ada rahasi a. Betul?"
"Tidak akan, Mama, tidak ada," jawab Kitty yang jadi merah wajahnya, dan menatap tajam wajah ibunya. "Tapi sekarang tak ada yang mesti saya bicarakan. Sa y a ... saya ... misalnya saya mau, ah, ta pi saya tak tahu apa yang mesti saya katakan, dan bagaimana caranya ... tak tahusaya .... "
"Tidak, mata itu tak bisa berbohong," pikir sang ibu tersenyum, melihat kegelisahan dan kebahagiaan Kitty. Nyonya Pangeran tersenyum karena ia merasa bahwa walaupun dirinya orang yang malang, apa yang sedang terjadi sungguh berarti dalam jiwanya.
XIII Sesudah makan siang sebelum pertemuan dimulai, perasaan Kitty mirip dengan perasaan yang merundung seorang pemuda menjelang pertempuran. Jantungnya berdetak keras, pikirannya berloncat-loncatan.
Ia m , pertemuan yang akan berlangsung, di mana Levin dan Vronskii untuk pertama kali bertemu, amat menentukan nasibnya. Dania terus-menerus membayangkan mereka berdua kadang berjauhan, kadang berdekatan. Bila mengenang masa lalunya, dengan gembira dan mesra ia teringat hubungannya dengan Levin. Kenangan tentang masa kecilnya dan persahabatan Levin dengan saudara laki-lakinya memberi daya tarik puitis pada hubungannya sendiri dengan pemuda itu. Cinta Levin kepadanya-tentang itu ia yakin benar-patut dipuji dan mendatangkan kegembiraan baginya. Ia mudah terkenang Levin. Adapun kenangannya tentang Vronskii bercampur dengan perasaan kikuk, walaupun pemuda itu jauh lebih kental darah birunya dan lebih tenang. Memang, seolah ada yang palsu, sesuatu yang bukan dalam diri Vronskii-karena pemuda itu sangat sederhana dan baik-melainkan dalam dirinya sendiri. Adapun Levin, ia merasa laki-laki itu amat sederhana dan tidak ada yang ditutuptutupi. Namun, begitu memikirkan masa depannya bersama Vro i , di depan matanya terbentang gambaran yang cemerlang bahagia, sedangkan bersama Levin masa depan yang tergambar berkabut.
k e lantai atas untuk berpakaian guna menghadapi pertemuan, dan bercermin, dengan gembira ia melihat dirinya sedang berada pada salah satu hari terbaiknya, dan merasa menggenggam seluruh energi yang memancar. Perasaan itu memang amat diperlukannya dalam menghadapi peristiwa yang bakal terjadi: jadi, ia merasa memilik i kesehatan fisik dan ketenangan batin.
Pukul setengah delapan, bergitu ia turun dan masuk ke kamar tamu, pesuruh melaporkan: "Konstantin Dmitrich Levin." Nyonya Pangeran masih berada di kam , sedangkan Pangeran belum keluar. "Yah, apa boleh buat," pikir Kitty, dan seluruh darah pun menyerbu ke jantung. Menoleh ke cermin, ia jadi ngeri melihat wajahnya yang mendadak p u cat-pasi.
Sekarang ia tahu benar bahwa Levin sengaja datang lebih awal agar bisa berduaan dengannya dan menga jukan lamaran. Baru sekarang, untuk pertama kalinya, urusan itu terlihat sisi yang lain samasekali dan baru. Barn sekarang i a mengerti, urusan itu bukan hanya menyangkut dirinya sendiri, seperti persoalan dengan siapa ia bakal bahagia dan siapa yang dic intainya, tapi di saat itu pula ia harus melukai hati orang yang dicintainya. Dan ia melukai batinya dengan kejam .... Karena apa" Karena orang itu baik, mencintai d irinya, dan jatuh cinta kepadanya. Tapi apa boleh buat, itu memang tak bisa dielakkan, dan harus.
"Ya, Tuhan, apa aku sendiri yang harus mengatakan itu padanya?" pi ya. "Apa yang akan kukatakan padanya" Apakah akan kukatakan padanya bahwa aku tak mencintainya" Itu tidak benar. Kalau beg itu, apa yang akan kukatakan padanya" Apakah akan kukatakan bahwa aku
mencintai orang lain" Tidak, itu tak mungkin. Lebih baik aku pergi, lebih baik aku pergi."
Ia sudah mendekati pintu ketika didengarnya langkah . "Tidak! Ini tidak jujur. Buat apa aku takut" Aku toh tidak melakukan sesuatu yang jahat. Apa yang akan terja d i biarlah terjadi! Akan kukatakan sejujurnya. Dengan dia, tak mungkin aku Ini dia," katanya dalam hati, sesudah melihat sepenuhnya Levin yang amat ragu, dengan mata cemerlang terarah pada diri sendiri. Kitty menatap Levin Iangsung ke wajahnya seolah memohon maaf, dan mengulurkan tanga nn y a .
"Rupanya saya tidak datang pada waktunya, terlalu awal," kata Levin sambil memandang kamar tamu yang masih kosong. Dan ketika ia tahu apa yang diharapkannya terlaksana, yaitu tidak ada sesuatu yang menghalanginya untuk mengungkapkan perasaan, wajahnya mendadak murung.
"O, tidak," kata Kitty, lalu duduk menghadap meja .
"Saya memang ingin berduaan dengan Anda," kata Levin memulai tanpa duduk lebih dulu, dan tanpa memandang Kitty, aga r keberaniannya tidak lenyap.
"Mama sebentar lagi keluar. Kemarin ia sangat lelah. Kemarin .... " Kitty bicara, tapi ia sendiri tak apa yang keluar dari bibirnya, dan ia tak juga meluruhkan pandangan matanya yang ada memohon dan membelai.
Levin menatap Kitty; wajah Kitty memerah, dan i a terdiam. "Saya bilang pada Anda bahwa saya tak tahu apakah akan lama tinggal di sini ... itu tergantung Anda .... "
Kitty makin lama makin rendah menundukkan kepalanya, tak tahu apa yang hendak ia jawab atas pernyataan itu.
"Itu tergantung Anda," kata n mengulang. "Saya mau bilang ... saya mau bilang.... Untuk itu saya datang... agar ... jadi istri saya!" ucapnya, tak tahu lagi apa yang harus dikatakan; tapi karena merasa kata yang paling mengerikan sudah terucapkan, ia pun berhenti dan hanya menatap Kitty.
Kitty berna pas berat tanpa balik menatap Levin. Ia merasa amat gembira. Jiwanya dipenuhi rasa bahagia. Tak pernah ia menduga bahwa cinta yang telah diungkapkan itu menimbulkan kesan demikian kuat padanya. Namun itu hanya sekejap mata. Ia mulai terkenang Vronski i. Ia angkat matanya yangjernih tulus, dan seraya menatap wajah Levin yang putusasa, ia lekas-lekas menjawab:
"Itu tidak mungkin ... maatkan saya .... "
0, padahal satu menit sebelumnya ia merasa begitu dekat dengan
, dan merasa dirinya begitu berarti dalam hidup Levin! Sekarang i a merasa begitu asing dan begitujauh dari laki-laki itu!
"Memang tak bisa lain daripada itu," kata Levin dengan memandang Kitty.
la pun membungkuk dan hendak pergi.
XIV Tapi saat itu pula keluar Nyonya Pangeran. Di wajahnya terbayang rasa ngeri melihat mereka hanya berdua dengan wajah murung. Levin membungkuk kepadanya, tapi tak mengatakan sepatah kata pun. Kitty hanya terdiam tanpa mengan t wajah. "Syukurlah, Kitty sudah menolak," pikir sang ibu, dan wajahnya pun bersinar oleh senyumnya yang biasa itu, senyuman yang ia pasang dalam menyambut para tamu tiap hari Kamis. Ia mengambil tempat duduk dan mulai mengajukan pertanyaan kepada Levin mengenai kehidupannya di desa. Levin kembali duduk, menanti kedatangan para tamu agar bisa pergi tanpa mencolok.
Lima menit kemudian masuk sahabat Kitty, yang pada musim semi lalu baru kawin, Nyonya GrafNordston.
Nyonya itu perempuan berbadan kurus berkulit kuning, matanya hitam cemerlang, tapi penyakitan dan sarafnya suka terganggu. la mencintai Kitty, dan seperti biasa cinta orang yang sudah kawin kepada anak gadis, cintanya kepada Kitty diwujudkan dalam keinginan untuk menjodohkan Kitty sesuai idealnya sendiri mengenai kebahagiaan, dan karena itu ia ingin menjodohkan Kitty dengan Vronskii. Levin, yang pada awal musim semi sering di jumpainya, tidak menyenangkan hatinya. Maka acara tetap yang disukainya bila bertemu Levin adalah mengolok-oloknya.
"Saya senang bila dari puncak kebesarannya ia memandang saya, atau menghentikan pembicaraannya yang cerdas dengan saya karena saya bodoh, atau merendahkan diri di hadapan saya. Saya senang sekali itu: ia merendahkan diri! Saya senang sekali ia kesal terhadap saya," demikian katanya tentang Levin.
Nyonya Graf Nordston benar. Levin memang kesal dan membenci perempuan itu karena hal-hal yang dibanggakannya, dan karena i a menempatkan diri sebagai bangsawan; Levin juga membencinya karena
ia berpenyakit saraf, dan karena ia punya rasa benci yang dalam dan bersikap masa bodoh terhadap segala yang bersifat kasar dan rutin.
Antara Nordston dan Levin terjalin suatu hubungan yang kerap terjadi di kalangan bangsawan, ya itu dua orang yang tampaknya sangat bersahabat tapi sebenarnya saling membenci sedemikian rupa sampai mereka tidak saling tegur, dan bahkan tidak bisa saling merasa terhina. Nyonya Nordston seketika itu pula menyerang Levin. "A! Konstantin Dmitr ich! Temyata kembali lagi ke Kota Babilon kita yang menjijikkan ini," katanya sambil mengulurkan tangannya yang kecil kuning; i a teringat kata-kata yang pemah diucapkan Levin awal musim semi bahwa Moskwa adalah Babilon. "Jadi bagaimana, Babilon yang jadi baik, atau Anda yang malah rusak?" tambahnya disertai tawa sinis sambil menoleh ke arah Kitty.
"Sangat saya puji, Nyonya Graf, bahwa Anda masih ingat kata-kata saya," jawab Levin yang telah berhasil mengendalikan perasaannya, dan kini, seperti biasa, kembali pada sikapnya yang lucu dan bermusuhan dengan Nyonya Graf Nordston. "Temyata kata-kata itu amat besar pengaruhnya buat Nyonya."
"Bagaimana tidak" Semuanya saya tulis. Jadi bagaimana, Kitty,
kam k t ) . " " umams a s agi, ya . ...
Dan mulailah ia berbicara dengan Kitty. Betapapun rikuhnya Levin untuk pergi sekarang, bagi dia lebih baik memilih rikuh daripada sepanjang pertemuan tinggal di situ dan melihat Kitty sesekali menoleh kepadanya tapi menghindari pandangan matanya. Ia hendak berdiri, tapi Nyonya Pangeran, yang melihat dia terdiam, menegurnya:
" lama Anda tinggal di Moskwa" Kalau tak salah Anda aktif di zemstvo. Karena itu, sukar bagi Anda tinggal lama."
"Tidak, Nyonya Pangeran, saya tidak aktif lagi di zemstvo," kata Levin. "Saya datang untuk beberapa hari."
"Entah apanya yang luar biasa," pikir Nyonya Graf Nordston seraya mernandang wajah Levin yang kereng serius, "tarnpaknya pikirannya sedang tak normal. Biar kuseret dia. Senang sekali aku bisa membuat dia tampak bego di hadapan Kitty. Ya, biar d ia tahu."
"Konstantin Dmitrich," katanya kepada Levin. "Saya ingin mendapat pen jelasan, apa itu berarti-Anda tentu tahu semua-di tempat kami, di Desa Kaluzhkaya, semua petani, laki-perempuan, menghabiskan hartanya buat minum, dan sekarang mereka tak sanggup mernbayar apa-apa kepada kita. Apa itu artinya" Anda selalu memuji petani, kan?"
Waktu itu seorang nyonya masuk ke ruangan, dan Levin pun ber-
diri. "Maaf Nyonya Graf, saya sungguh tidak tahu hal itu, dan tidak bisa mengatakan apa-apa," kata Levin, lalu menoleh ke arah seorang militer yang masuk sesudah nyonya itu.
"ltu tentu Vronskii," pi kir Levin, dan untuk membuktikan kebenaran dugaannya, ia pun menoleh ke arah Kitty. Kitty sudah sempat menoleh ke arah Vronskii, dan kini ia menoleh ke arah Levin. Dan lewat pandangan matanya saja, yang langsung berbinar-binar, Levin segera tahu bahwa Kitty mencintai orang itu, dan ia benar-benar bisa memahaminya, seolah Kitty sendiri yang menyampaikan kepadanya dengan kata-kata. Tapi orang macam apa Vronskii itu"
Sekarang, baik atau buruk, Levin tidak bisa tidak harus tinggal; ia perlu mengetahui orang macam apa laki-laki yang dicintai Kitty itu.
Ada orang yang sewaktu berjumpa dengan pesaingnya yang tampak babagia, di bidang apapun, seketika itu pula menampik semua yang baik pada diri sang pesaing, dan yang tampak pada d ir inya hanya hal yang buruk-buruk saja; tapi ada orang yang sebaliknya, sangat ingin menemukan dalam diri sang pesaing yang bahagia itu keutamaankeutamaan yang menyebabkan dia sanggup mengalahkan orang lain, dan mencari dalam dirinya hal-hal yang baik saja, sekalipun i a mencarinya dengan rasa perih yang mengiris hati. Levin termasuk jenis orang yang kedua. Tapi, baginya, memang tidak sukar menemukan halhal yang baik dan memikat pada diri Vronskii, karena semua itu segera mencolok matanya. Sosok Vronskii tidak tinggi, rambutnya hitam lebat, dan wajahnya tampak tampan, akrab, sangat tenang, dan teguh. Wajah dan sosoknya serba sederhana dan sekaligus indah, mulai rambut hitamnya yang dipangkas pendek dan dagunya yang baru saja dicukur, sampai seragam barunya yang longgar rapi. Setelah memberi jalan kepada nyonya yang memasuki ruangan tadi, Vronskii menghampiri Nyonya Pangeran, dan kemudian Kitty.
Sewaktu menghampiri Kitty, dengan mata indah berbinar dan sangat mesra, i a ulurkan tangannya yang tak besar tapi lebar kepada gadis itu, d iiringi senyuman yang tampak nyaris bahagia dan khidmat bercampur rendah hati (begitulah kesan n), dan membungkukkan badan dengan penuh rasa hormat dan saksama.
Sesudah memberikan salam kepada semua orang dan mengucapkan satu-dua patah kata kepada mereka, i a pun duduk, dan tidak sekalipun i a
menoleh ke arah Levin yang terns saja memandangnya.
"Izinkan saya memperkenalkan," kata Nyonya Pangeran sambil menunjuk Levin. "Konstantin Dmitrich Levin. I n i Graf Alekse i Kirillovich Vronski i."
Vronski i iri, lalu menjabat tangan Levin sambil menatap matanya dengan sikap bersahabat.
"Kalau tidak salah, musim dingin yang lalu pernah makan siang bersama Anda," katanya seraya menyunggingkan senyumnya yang sederhana terbuka, "ta pi Anda tiba-tiba sudah pergi ke desa."
"Konstantin Dmitrich tidak suka dan membenci kota serta kita, orang kota," kata Nyonya GrafNordston.
"Kalau begitu, kata-kata saya itu besar pengaruhnya buat Nyonya. Buktinya Nyonya begitu ingat," kata Levin; dan ketika teringat bahwa dirinya pernah mengatakan hal itu, wajahnya pun memerah.
Vronskii menoleh ke arah Levin dan Nyonya Graf Nordston, lalu tersenyum.
"Apa Anda selalu berada di desa?" tanyanya. "Saya pikir, musim dingin di sana membosankan."
"Tidak membosankan kalau ada pekerjaan; bersama kami tidak membosankan," jawab Levin tajam.
"Saya mencinta desa," kata Vronskii merasakan, namun purapura tidak merasakan, nada bicara Levin.
"Tapi, Graf, saya kira Anda tidak akan setuju tinggal di desa selamanya," kata Nyonya GrafNordston.
"Itu saya tidak tahu; belum pernah saya mencoba dalam waktu lama. Di desa saya menghayati suatu perasaan yang an eh, "katanya melan jutkan. "Di mana pun, tak pernah saya merasa rindu seperti kerinduan pada desa, desa Rusia, dengan sepatu kulit pohon dan petaninya, seperti ketika saya bersama Mama tinggal di Nizza. Anda barangkali belum tahu, Nizza itu sendiri sebetulnya membosankan. Dan Napoli, Sorriento, itu cuma baik untukjangka pendek. Justru di sana Rusia terkenang dengan gamblang, dan terutama terkenang desanya. Semua itu tepat sepert i.. .. "
Ia berbicara sambil menoleh ke arah Kitty dan Levin, serta mengalihkan pandangan matanya yang tenang bersahabat yang satu kepada yang lain; dan ia agaknya berbicara tentang apa yang d iingatnya saja.
Tapi ketika ia melihat Nyonya GrafNordston hendak mengatakan sesuatu, ia pun berhenti, dan tanpa menyelesaikan kalimat yang sudah dimulainya, ia segera mendengarkan nyonya itu dengan penuh perhatian.
Percakapan tak pernab terbenti satu menit pun, sampai-sampai Nyonya Pangeran Tua yang selalu punya cadangan bahan pembicaraan untuk digunakan sewaktu-waktu bila orang tidak menemukan tema pembicaraan-dua senjata berat: pendidikan ik dan rill, serta wajib militer umum-tidak sempat mengajukannya, sedangkan Nyonya Graf Nordston tidak sempat mengganggu Levin.
Levin sebenarnya ingin, tapi ia tidak bisa nimbrung percakapan; tiap saat ia berkata dalam hati: "Sekarang saja aku pergi," tapi tidak juga i a pergi, sepertinya sedang menantikan sesuatu.
Percakapan mulai beralih ke meja putar dan rob, dan Nyonya Graf Nordston yang percaya kepada spiritualisme mulai bercerita tentang keajaiban-keajai ban yang pemah dilihatnya.
"Demi Tuban, Nyonya Graf, ajaklab saya, ajaklab saya menemui mereka! Belum pernab saya melibat hal-bal luarbiasa, walaupun sudah mencarinya ke mana-mana," kata Vronskii tersenyum.
"Baiklah, hari Sabtu nanti," jawab Nyonya GrafNordston. "Konstantin Dmitrich, apakah Anda percaya?" tanyanya kepada Levin.


Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa Nyonya bertanya pada saya" Kan Anda sudab tahu apa yang akan saya katakan."
"Tapi saya ingin mendengar pendapat Anda."
"Pendapat saya hanya ini," jawab Levin, "bahwa meja putar itu kini membuktikan bahwa apa yang dinamakan masyarakat berpendidikan itu ternyata tak lebih tinggi daripada masyarakat petani. Mereka percaya pada mata, pada sibir, pada pesona, sedangkan kita .... "
"O, jadi Anda tidak percaya?"
"Tidak bisa saya percaya, Nyonya Graf." "Bagaimana kalau saya sendiri melihatnya?"
"Para perempuan petani pun mengatakan bahwa mereka melihat sendiri peri rumah."
"Jadi, menurut Anda, saya berbobong?"
Dan nyonya itu pun ketawa dengan nada kurang senang. "Bukan beg itu, Masha. Konstantin Dmitrich mengatakan, ia tidak percaya," kata Kitty, yang memerah wajabnya karena kata-kata Levin, dan Levin tahu itu. Maka dengan lebibjengkel lagi Nyonya GrafNordston hendak menjawab, tapi saat itu pula Vronskii dengan senyum mengembang gembira tamp ii menyelamatkan percakapan yang terancam jadi tak menyenangkan itu.
"Apa Anda samasekali tidak mau mengakui adanya kemungkinan lain?" tanyanya. "Kenapa begitu" Kita mengaku i adanya listrik, padahal kita tidak melihatnya; jadi kenapa tak mungkin ada energi baru yang belum kita kenal, yang .... "
"Ketika listrik ditemukan," kata Levin cepat, "yang diketahui baru gejalanya, dan belum diketahui dari mana asalnya dan apa yang dihasilkan; dan abad-abad berlalu, sebelum akhirnya orang berpikir tentang faedahnya. Sebaliknya, para cenayang itu mulai dengan meja-meja dan menulis kepada roh-roh, dan roh-roh itu menampakkan diri, dan mereka bicara bahwa roh-roh itu adalah energi belum dikenal."
Vronskii dengan penuh perhatian mendengarkan Levin, seperti memang jadi kebiasaannya; agaknya ia tertarik pada kata-kata Levin.
"Tapi roh-roh itu bicara: sekarang kita memang belum tahu energi apa itu, tapi energi itu ada, dan dengan syarat apa ia bisa muncul. Tapi biarlah para sarjana yang mengungkapkan bentuk energi itu. Tidak, saya melihat alasannya kenapa tidak mungkin ada energi barn kalau energi itu ... . "
"Ya, karena," sela Levin, "dalam hallistrik, tiap kita menggesekkan damar ke bulu binatang, muncul gejala yang kita kenal itu, sedangkan dalam hal roh, tidak terjadi tiap kali, jadi itu bukan gejala alam."
Agaknya karena merasa bahwa sifat percakapan mulai berubah dan terlalu serius untuk kamar tamu, Vronskii pun t idak lagi mengajukan keberatan, dan untuk m h pokok pembicaraan ia tersenyum gembira dan menoleh ke arah nyonya-nyonya itu.
"Marilah sekarang kita coba, Nyonya Graf," katanya memulai; tapi Levin hendak menyelesaikan uraiannya menurutjalan pikirannya.
"Saya pikir," demikian ia melanjutkan, "usaha para spirituali s untuk membuktikan keajaiban-keajaiban itu sebagai energi baru adalah usaha yang paling tak berhasil. Mereka langsung bicara tentang energi rohani, tapi sekaligus ingin menghubungkan usaha itu dengan pengalaman material."
Semua orang menanti kapan ia menyelesaikan uraiannya, dan ia menyadarinya.
"Saya kira Anda bisa jadi medium yang baik sekali," kata Nyonya Graf Nordston. "Dalam diri Anda ada antusi asme."
Levin membuka mulutnya, hendak mengatakan sesuatu, lalu wajahnya memerah, tapi ia tak mengucapkan sepatah kata pun. "Bagaimana, Nona Pangeran, kalau sekarang kita adakan percobaan dengan meja-meja itu?" kata Vronskii. "Nyonya Pangeran, apakah Nyonya mengizinkan?"
Dan Vronskii segera berdiri, mencan-can meja kecil dengan matanya.
Kitty bangkit di belakang meja, dan matanya beradu dengan mata Levin ketika ia melewatinya. la merasa kasihan sedalam-dalamnya kepada Levin, terutama untuk kemalangan yang i a sebabkan. "Kalau saya boleh dimaatkan, maatkanlah," demikian bunyi tatapan matanya, "saya amat bahagia."
"Saya membenci semuanya, ya Anda, ya diri sendiri," jawab tatapan mata Levin, dan i a segera mengambil topinya. Namun belum tiba nasibnya untuk pergi. Begitu orang berkumpul di dekat meja kecil dan Levin hendak pergi, masuklah Pangeran Tua , dan sesudah bertukar salam dengan para perempuan, ia menyapa Levin.
"Oh!" katanya memulai dengan gembira. "Sudah lama" Saya tak tahu kamu di sini. Senang sekali saya melihat Anda."
Pangeran Tua kadang menggunakan 'kamu' dan kadang 'Anda' bila berbicara dengan Levin. Ia memeluk Levin, dan sewaktu berbicara dengan Levin, ia tidak melihat Vronskii, yang waktu itu sudah berdir i menanti Pangeran menyapanya.
Melihathal itu, Kitt ymerasa bahwasambutan ayahnyalebih berpihak kepada Levin. la juga menyaksikan, betapa dingin ayahnya akhirnya membalas ketika Vronskii membungkuk kepadanya. la saksikan pula betapa Vronskii, dengan bingung tapi tetap ramah, memandang ayahnya, mencoba mengerti tapi takjua mengerti, lantaran apa Pangeran bersikap tidak bersahabat kepada dia, dan wajah Kitty pun memerah.
"Pengeran, apa boleh Konstantin Dmitrich kami minta?" kata Nyonya GrafNordston. "Kami ingin melakukan percobaan."
"Percobaan apa" Memutar meja" Maaf Nyonya-nyonya dan Tuantuan, tapi menurut saya main cincin lebih menggembirakan,'' kata Pangeran Tua sambil menoleh ke arah Vronskii, dan menduga-duga apa yang hendak dilakukannya. "Main c incin masih ada maknanya."
Dengan mata kereng Vronskii menatap heran Pangeran, tapi dengan senyuman tipis seketika itu pula ia mulai berbicara dengan Nyonya Graf Nordston tentang bal besar yang akan diadakan minggu depan. "Saya harap Anda datang," kalta Vronskii kepada Kitty. Begitu Pangeran Tua meninggalkan Levin, tanpa diketahui orang, Levin langsung keluar. Kesan terakhir yang diperolehnya dalam perte-
muan itu adalab wajah Kitty yang tersenyum bahagia ketika menjawab Vronskii tentang pesta dansa itu.
Ketika pertemuan itu berakhir, Kitty bercerita kepada ibunya tentang percakapannya dengan Levin. Meskipun merasa amat kasihan kepada Levin, Kitty toh girang juga dilamar. Ia merasa yakin dirinya telah mengambil langkah yang tepat.. Tapi di tempat tidur lama ia tak bisa memejamkan mata. Ada satu kesan yang terus-menerus mengejarnya, yaitu kesan tentang wajah Levin dengan alisnya yang mengerut, dan kedua matanya yang mesra memandang murung dan putusasa dari bawah alis itu. Waktu itu Levin berdiri mendengarkan pembicaraan ayah Kitty sambil sesekali menoleh ke arah Kitty dan Vronskii bergantian. Dan Kitty merasa amat kasiban kepada Iaki-laki itu sampai airmatanya mengembang. Tapi saat itu pula ia teringat orang yang menggantikan laki-Iaki itu. Dengan jelas ia terkenang wajahnya yang tegas dan berani, terkenang ketenangannya yang berwibawa, dan sikap baiknya kepada siapapun, yang terpancar dalam semua perbuatan yang dilakukannya. Terkenang i a pada cinta orang yang dicintainya itu pada dirinya, kembali ia merasa gembira dalam hatinya, dan sambil tersenyum bahagia ia letakkan kepalanya ke bantal. "Kasiban, kasiban, tapi apa boleh buat" Aku tak bersalah," katanya pada diri sendiri; namun ada suara dalam di rinya yang mengatakan hal fain. Apakab ia menyesal karena telah mem ikat n atau karena telah menolaknya-ia tak tahu. Tapi, bagaimanapun, kebahagiaan yang ia rasakan kini memang telah teracuni beberapa keraguan. "Ya Tuhan, ampunilah aku!" begitu Kitty berkata pada diri sendiri sewaktu ia terlena.
Waktu itu di bawah, di kamar Pangeran, berlangsung adegan yang sering berulang di antara kedua orangtua berkaitan dengan sang anak gadis yang mereka sayangi.
"Apa" Ya itu!'' teriak Pangeran sambil mengayun-ayunkan tangannya dan mengetatkan kbalatnya yang terbuat dari bulu tupai. "Dalam dirimu, tidak ada kebanggaan dan barga diri. Karena itu kamu mempermalukan dan merusak anak gadismu dengan perjodohan yang hina dan bodoh ini!"
"Tapi demi Tuhan, Pangeran, apa yang sudah saya perbuat?" kata Nyonya Pangeran bampir menangis.
Nyonya Pangeran, yang merasa bahagia dan puas setelah bercakapcakap dengan anak gad isnya, mendatangi Pangeran untuk minta d iri sebelum tidur, seperti biasa; walaupun tak bermaksud berbicara dengan sang suami tentang lamaran yang diajukan n dan penolakan Kitty, i a b isyarat kepada sang suami bahwa menurut anggapannya urusan dengan Vronskii sudah tuntas, dan begitu ibu Vronskii datang nanti, persoalan akan diputuskan. Tapi justru ketika kata-kata itu diucapkan, Pangeran tiba-tiba meluap dan mulai meneriakkan kata-kata yang tak pantas.
"Apa yang sudah kamu lakukan" Pertama-tama, kamu lakukan sebisa mungkin untuk memikat calon pengantin laki-laki, dan seluruh Moskwa akan bicara tentang itu, dan memang sepantasnya. Kalau kamu mengadakan pertemuan, undanglah semua, bukan hanya calon-calon pengantin yang dipilih. Undang .semua tyutek (orang sok, demikian Pangeran menyebut orang-orang muda Moskwa), panggil para musikus, dan suruh para tamu menari; tidak seperti sekarang ini: mengundang calon-calon menantu dan mempertemukan mereka dengan anak. Melihat itu aku muak, muak, dan kamu berhasil, berhasil mengacaukan isi kepala anak gad ismu. Levin adalah orang yang seribu lebih baik. Sedangkan si perlente dari Petersburg itu bisa diproduksi dengan mesin berlus in-lusin, semuanya sama saja, dan semuanya gombal. Biarpun d i a berdarah pangeran, anak gadisku tak perlu mengejarnya!" "Tapi apa sudah saya perbuat?"
"Ya itu .. .," teriak Pangeran berang.
"Saya tahu, kalau mendengarkan kamu, tidak bakalkita mengawinkan anak kita itu. u begitu, kita mesti pergi ke desa."
"Memang lebih baik kita pergi ke sana."
"Tunggu. Tapi apa saya mencoba memikatnya" Samasekali tidak! Cuma ada seorang pemuda yang baik sekali telah jatuh cinta pada Kitty, dan Kitty rupanya .... "
"Nah, begitu sangkamu! Tapi 'bagaimana Kitty sesungguhnya mencintai, sedangkan pemuda itu tak berniat memperistrinya seperti juga ku" Oh' s ki ku
. . b I 'O . . I' N' a . ... . . e ran ya ma ta 1m uta.... , sp1ntua 1sme, o, 1zza, o, pesta bal. .. .'" Dan setiap mengucapkan kata-kata itu Pangeran menirukan tingkah istrinya dengan menyembah. "Jadi begitulah kita akan membuat Katenka tak bahagia, dan begitulah anak itu hanya akan berkhayal.. . . " "Tapi kenapa kamu mengira begitu?"
"Aku bukannya mengira-ngira, tapi melihatnya; untuk itulah kami punya mata; t idak seperti perempuan. Aku melihat ada orang yang bermaksud serius, yaitu Levin; dan aku melihat burung puyuh yang takabur, yang cuma mau menyenangkan diri."
"Ah, kamu ini cuma berkhayal.. .. "
"Kamu akan ingat kata-kataku kalau sudah terlambat, seperti terjadi dengan Dashenka."
"Baiklah, baiklah, tidak akan kita bicara lagi," kata Nyonya Pangeran menghentikan kata-kata Pangeran, begitu diingatnya nasib Dolly yang malang.
"Bagus, dan selamat malam."
Dan berpisahlah suami-istri itu sesudah saling membuat tanda salib dan berciuman, tapi masing-masing tetap berpegang pada pendiriannya.
Nyonya Pangeran mula-mula merasa begitu yakin bahwa malam itu amat menentukan nasib Kitty, dan tidak mungkin ada keraguan mengenai niat Vronskii; tapi kini kata-kata suaminya mengeruhkan pikirannya. Seperti Kitty, begitu kembali ke kamarnya sendiri dan dengan rasa nger i menyongsong gelapnya masa depan, ia pun mengulang-ulang kata-kata ini dalamjiwanya: "Ya Tuhan, ampunilah aku!"
XVI Vronskii tidak pernah mengenal kehidupan rumahtangga. Di masa muda, ibunya terkenal sebagai perempuan bangsawan terkemuka, dan setelah bersuami, terutama setelah suaminya meninggal, ia punya banyak kisah c inta yang terkenal di seluruh kalangan bangsawan. Ayah hampir tak diingatnya, dan i a sendiri dididik dalam Korps Page.
Begitu tamat dari sekolah sebagai perwira muda yang berhasil, ia Jangsung menempuh jalan hidup yang juga dilalui kalangan militer Petersburg yang kaya. Sekalipun sesekali i a muncul di kalangan bangsawan Petersburg, kisah c intanya kebanyakan berada di Juar kalangan itu.
D i Moskwa, untuk pertama kali sesudah menjalani hidup yang mewah dan liar di Petersburg, ia merasakan mesranya berhubungan dekat dengan seorang gadis dari kelas yang sama dengan dia, jelita dan masih murni, yang telah jatuh cinta kepadanya. Samasekali tak terpikir oleh dia bahwa sesuatu yang tak baik dalam hubungannya dengan Kitty bisa terjadi. Dalam pesta-pesta dansa yang di adakan orang, biasanya ia hanya berdansa dengan gadis itu; dan ia kerap m ungi keluarganya.
Ia bicara dengan gadis itu tentang segala hal yang memang dibicarakan kalangan bangsawan, yaitu omong-kosong apa saja, tapi omong-kosong yang secara tak sengaja diisinya dengan makna khusus untuk gadis itu. Meskipun tak pernah mengatakan kepada gadis itu sesuatu yang kiranya tak bisa diucapkan d i tengah-tengah orang banyak, i a merasa bahwa gadis itu makin lama makin tergantung padanya, dan makin ia rasakan ha! itu, makin ia merasa senang, dan perasaannya terhadap gadis itu pun makin bertambah mesra. Ia tidak tahu bahwa tindakannya itu, dalam hubungannya dengan Kitty, punya istilah tertentu, yang disebut memikat nona-nona muda tanpa niat memperistrinya, dan bahwa tindakan memikat itu merupakan salah satu perbuatan buruk yang memang umum di kalangan anak muda yang berhasil seperti dia. Ia mengira, dialah yang menemukan kesenangan itu untuk pertama kalinya, dan ia menikmati penemuannya itu.
Sekiranya ia mendengar apa yang dibicarakan kedua orangtua Kitty malam itu, dan sekiranya ia berdiri pada sudut pandang keluarga Kitty dan tahu betapa Kitty akan merasa tersiksajika tidak dikawini, Vronskii tentu akan terheran-heran dan tidak memercayai ha! itu. Ia tak percaya bahwa apa yang memberikan kepuasan besar dan baik kepada dia itu, dan terutama kepada Kitty, adalah sesuatu yang salah. Dan lebih-lebih i a tak percaya bahwa ia harus mengawini Kitty.
Beristri, buatnya, tidak pernah jadi niat. Ia bukan hanya tidak menyukai kehidupan berkeluarga, tapi juga hidup dalam keluarga, dan terutama sebagai suami, sesuai pandangan umum dunia lajang yang merupakan dunianya. Ia mengangapnya sebagai sesuatu yang asing, berlawanan, dan lebih-lebih lagi menggelikan. Tapi sekalipun Vronskii samasekali tak mampu menerka apa yang dibicarakan kedua orangtua Kitty, ketika malam itu meninggalkan keluarga Shcherbatskii, ia merasa bahwa hubungan batiniah antara dirinya dan Kitty malam itu sudah menjadi begitu mantap, sehingga perlu ia mengambil suatu langkah. Tapi apa yang bisa dilakukan, dan apa yang barns dilakukan, ia tak mampu memik irkannya.
"Baik sekali," demikian pikirnya sepulang dari keluarga Shcherbatskii, dan seperti biasa ia memperoleh perasaan bersih segar yang menyenangkan, yang sebagian diisebabkan karena sepanjang petang i a tidak merokok. Bersamaan dengan itu ia juga merasa memperoleh perasaan lembut yang baru dari Kitty karena c inta gadis itu, "ya, baik sekali bahwa tak ada yang telah diucapkan, olehku sendiri maupun oleh Kitty, tapi kami benar-benar sudah saling memahami dalam percakapan dengan mata dan nada bicara yang tak mencolok, sehingga sekarangjadi lebih jelas daripada sebelumnya betapa ia mencintaiku. Dan alangkah manisnya, alangkah sederhananya, dan yang lebih penting, alangkah mudahnya ia percaya! Alm sendiri jadi merasa lebih baik, lebih bersih. Aku merasa dalam diriku ada hat i, ada banyak ha! yang baik. Oh, mata yang mesra dan penuh cinta! Ketika ia mengatakan: dan sangat.. .. "
"Yah, apa salahnya" Tak ada salahnya. Aku merasa senang, dan dia pun merasa senang." Lalu terpikir olehnya, di mana ia harus menghabi waktunya malam itu.
Ia mulai membanding-bandingkan tempat yang bisa didatangi. "Klub" Berkumpul dengan para setan, atau minum sampanye bersama Ignatov" Ah, tidak, tidak akan aku pergi ke sana. Ke Chateau des fleurs saja, di sana aku bisa bertemu Oblonskii, mendengarkan beberapa kuplet lagu, melihat tar ian cancan.22 Tapi tidak, bosan aku. Justru karena itu keluarga Shcherbatskii senang, dan aku bisa merasakan diriku jadi lebib baik. Lebib baik aku pulang sa ja." Maka pergilah ia menuju ke kamarnya di hotel Dusseau dan memesan makan malam, tapi sesudah melepaskan pakaian, dan baru sebentar saja merebahkan kepala ke bantal, seperti bi asa, i a pun tertidur lelap.
XVII Hari berikutnya, pukul sebelas pagi, Vronskii berangkat ke stasiun keretaapi Petersburg menjemput ibunya. Wajah pertama yang segera dijumpainya di anaktangga besar itu adalah wajah Oblonskii. Ia sedang menjemput saudara perempuannya yang datang dengan keretaapi yang sama.
"A! Yang Mulia!" seru ObloillSkii. "Menjemput siapa?" "Aku menjemput Ibu," jawab Vronskii tersenyum, seperti selalu diperlihatkan orang yang berju m pa dengan Oblonskii, sambil menjabat tangan Oblonskii serta naik tangga bersama. "Beliau datang dar i Petersburg."
"Sampai jam dua aku menantimu. Ke mana kamu sesudah dari keluarga Shcherbatskii?"
22 Cancan: Tarian khas Prancis.
"Pulang," jawab Vronskii. "Terus-terang, aku amat senang sesudah berkunjung ke rumah keluarga Shcherbatskii kemarin, sampai-sampai aku tak ingin pergi ke mana-mana."
"Kukenal kuda bersemangat dari capnya, dan pemuda jatuh c inta dari matanya," demikian Stepan Arkadyich berdeklamasi, persis seperti pernah ia deklamasikan di hadapan Levin.
Vronskii tersenyum dengan wajah tak menolak kata-kata itu, tapi seketika itu pula ia mengubah topik percakapan.
"Kamu sendiri, siapa yang kamu jemput?"
"Al"Honni soit qui mal y pense!2s Saudara perempuanku, Anna. " "O, Karenina itu, ya?" tanya Vronskii.
"Kamu kenal dia?"
"Kalau tak salah, kenal. Atau tidak, barangkali .... Ah, tapi aku tak ingat," jawab Vronskii kacau, sementara itu terbayang samar-samar dalam benaknya sesuatu yang kaku dan membosankan pada nama Karenina itu.
"Tapi iparku Aleksei Aleksandrovich yang termasyhur itu tentu kamu kenal. Seluruh dunia kenal dia."
"Ya, aku kenal dia reputasi dan orangnya. tahu, ia orang pandai, berpendidikan, agak seperti . . .. Ta pi kamu tahu, orang itu tidak cocok. .. not in my line, ?" 4 kata Vronskii.
"Ya, i a memang orang yang sangat luarbiasa; agak konservatif, tapi terkenal," ujar Stepan Arkadyich. "Ya, terkenal."
"Ya, itu Iebih baik Iagi untuk di a," kata Vronskii tersenyum. "O, kamu ada di sini?" ucapnya kepada bujang ibunya yang berbadan tinggi, sudah tua, yang berdiri di dekat pintu. "Mari sini."
Akhir-akhir ini, di luar hal-hal yang menyenangkan pada Stepan Arkadyich yang sudah diketahui semua orang, Vronskii merasa dirinya lebih terikat lagi pada lelaki itu, karena dalam bayangannya orang ini punya hubungan dengan Kitty.
"Jadi bagaimana, hari Minggu kita bikin makan malam buat para diva itu?" katanya kepada Stepan Arkadyich sambil tersenyum dan
23 Hanni soit qui ma/ y pense (Pr): Malulah barangsiapa yang berpikir buruk tentang
itu. 24 Not in my line (Ing): Bukan dalam kom p ete n s i saya.
mengepit tangannya. "Tentu. Biar aku yang men.gumpulkan iurannya. Oh, ya, apa kamu kemarin berkenalan dengan sahabatku Levin?" tanya Stepan Arkadyich. "Tentu. Tapi entah kenapa, ia buru-buru pergi."
"Di a itu orang hebat," sambung Oblonskii. "Betul tidak?" "Tak tahulah aku," jawab V:ronskii. "Entah kenapa, dalam omongan semua orang Moskwa-tentu saja selain yang sedang kuajak bicara ini," selanya berkelakar, "ada sesuatu yang ta jam. Rasanya mereka pasang kuda-kuda melulu, marah terus, seolah ingin menunjukkan sesuatu .... "
"Ya, memang ada yang begitu, memang ada ... ; kata Stepan Arkadyich sambil ketawa gembira.
"Sudah dekat, ya?" tanya Vronskii kepada seorang pegawai stasiun. "Ya, kereta sudah kelihatan," jawab si pegawai.
Makin dekatnya keretaapi ditandai dengan persiapan-persiapan yang dilakukan di stasiun, kuli-kuli yang berlarian, munculnya polis i dan pegawai, serta datangnya keluarga yang menjemput. Dalam kepulan asap udara dingin tampak para pekerja yang mengenakan mantel kulit domba dan sepatu kulit felt" s lunak menyeberang rel kereta yang menikung. Terdengar peluit lokomotif di kejauhan dan gerak sesuatu yang berat.
"Tidak," kata Stepan Arkadyich yang sangat ingin menceritakan kepada Vronskii maksud Levin terhadap Kitty. "Tidak, kamu tidak tepat menilai sahabatku . la memang orang yang sangat gelisah dan kadang bersikap tak menyenangkan, tapi kadang-kadang juga ia sangat menyenangkan. la orang yang sungguh tulus dan jujur, dan hatinya betul-betul emas. Ta pi sikapnya kemarin itu karena sebab-sebab khusus," demikian sambung Stepan Arkadyich, dan ia tersenyum pen.uh makna. la samasekali sudah melupakan simpatinya yang tulus, yang kemarin ditunjukkan kepada sahabatnya itu, dan sekarang ia merasakan hal itu pula, hanya saja sekarang ini perasaan tersebut ditunjukkan kepada Vronskii. "Ya, ada penyebabnya kenapa ia merasa sangat bahagia, atau sebaliknya, merasa sangat tidak. bahagia."
Vronskii berhenti, dan langsung bertanya:
"Jadi, apa sebetulnya persoalannya" Atau barangkali kemarin ia sudah mengajukan lamaran kepada belle soeur-mu26 itu" .. ." "Barangkali," kata Stepan Arkadyich. "Aku memang merasakan hal
25 Felt (Ing): Sejenis kulit yang halus. 26 Belle soeur (Pr): lpar perempuan.
itu kemarin. Ya, kal au i a berangkat lebih awal, dan perasaannya sedang tidak senang, mestinya begitu.... Sudah lama ia jatuh cinta, dan aku sangat kasihan padanya. n
"Oh, begitu,ya! ... Ta pi menurutpendapatku, Kittybisamengharapkan jodoh yang lebih baik," kata Vronskii, yang sesudah membusungkan dada kembali berjalan. "Tapi aku tidak kenal dia," tambahnya. "Ya, ini keadaan yang sulit! Karena itu pula, kebanyakan orang lebih suka berhubungan dengan yang namanya Klara. Di situ kegagalan hanya diukur dari kurangnya uang yang ada pada kita, sedangkan di sini harga diri kita diuji dalam bobot. Tapi, yah, itu kereta sudah datang."
Dan memang, di k e jauhansudah terdengarpeluitkeretaapi. Be her a pa menit kemudian peron pun berguncang. Sambil mengembuskan asap dingin ke bawah, lokomotif bergerak mendekat; tuas roda tengahnya bergerak maju-mundur perlahan dan teratur; masinis membungkuk, berpakaian rapat terselimuti lapisan salju. Di belakang gerbong bahan bakar menyusul gerbong barang dan seekor anjing yang menyalak, yang bergerak makin pelan dan lebih mengguncangkan peron. Akhirnya menyusul gerbong-gerbong penumpang yang juga berguncang sebelum berhenti.
Kondektur yang masih muda meloncat turun dan meniup peluit sambil berjalan, dan sesudah itu para penumpang yang kurang sabar ikut turun satu per satu: seorang pengawal berjalan tegap dan memandang ke kiri-kanan dengan kereng, seorang pedagang cekatan memegang tas sambil tersenyum riang, dan seorang petan i yang memanggul karung.
Vronskii, yang berdiri di samping Oblonskii, mengamati gerbonggerbong dan orang-orang yang keluar dan samasekali sudah lupa kepada ibunya. Hal yang baru saja diketahuinya tentang Kitty menghidupkan semangatnya dan menggembirakan hatinya. Tanpa ia rasakan, dadanya membusung dan kedua matanya berbinar. Ia merasajadi pemenang.
"Nyonya Graf Vronskaya di kupe itu," kata si kondektur muda menghampiri Vronskii.
Kata-kata kondektur itu menyadarkan dan memaksa Vronskii memikirkan ibunya dan pertemuan yang akan segera berlangsung. Dalam hati, sebetulnya ia tidak menaruh hormat kepada ibunya, dan tidak juga mencintainya, walaupun sesuai pemahaman kalangan bangsawan dan pendidikan yang didapatnya, tidak mungkin ia membayangkan sikap lain terhadap ibunya selain sikap tunduk dan hormat yang setinggitingginya; tapi makin i a tunduk dan hormat yang hanya di kulit saja itu, makin be g pula ia menghargai dan mencinta i sang ibu di dalam ha tin ya.
XVIII Vronski i mengikuti kondektur masuk ke gerbong, ta pi s memasuki kupe yang ditunjukkan kepadamya, ia terpaksa berhenti untuk memberi jalan kepada seorang perempuan yang sedang keluar. Dari sikapnya yang umum di kalangan bangsawan, dan dengan sekali saja memandang penampilan perempuan itu, Vronskii sudah bisa memastikan bahwa perempuan itu tergolong kalan,gan bangsawan tinggi. Ia pun meminta maaf dan baru setelah itu memasuki gerbong, tapi saat itu pula ia merasa perlu sekali lagi menoleh ke arah perempuan itu-bukan karena perempuan itu sangat cantik, juga bukan karena kei ndahan dan keluwesan seluruh tubuhnya, melainkan karena dalam ekspresi wajahnya yang ayu sewaktu melewatinya, terasa olehnya bahwa dalam diri perempuan itu terdapat sesuatu yang sangat mesra dan hangat. Ketika ia sedang menoleh, ke: betulan perempuan itu juga memutar kepalanya. Matanya yang kelaibu bercahaya, yang seolah menghitam karena bulu matanya yang lebat, dengan nada bersahabat dan penuh perhatian memandang wajah Vronskii seolah sudah mengenalnya, tapi seketika itu pula pandangannya dialihkan kepada orang banyak yang lewat, seakan ia sedang mencari-cari seseorang. Dalam adu pan dang yang singkat itu Vronskii sempat menangkap gerak tertahan yang bermain di wajah perempuan itu dan menggelepar di antara kedua matanya, disertai senyuman yang hampir-hampir tak terlihat di kedua bibirnya yang merah muda. Seakan ada sesuatu yang melimpah dalam perempuan itu, dan tanpa sepengetahuannya menyembul dalam kilas pandang atau senyumnya. Perempuan itu sengaja memadamkan cahaya di matanya, namun itu bertentangan dengan kehendaknya, dan cahaya itu menyala terus dalam senyumnya yang hampir tak terlihat.
Vronskii masuk ke dalam gerbong. Ibunya, seorang perempuan tua kurus bermata hitam dan berkacamata, memicingkan mata mengamati anaknya, lalu tersenyum sed ikiit dengan bibirnya yang tipis. Ia bangkit dari tempat duduknya dan menyerahkan tas kepada pembantunya, mengulurkan tangannya yang lencir kepada Vronskii, mengangkat kepala dan tangan anaknya, dan akhirnya d iciumnya wajah sang anak.
"Terima telegram" Sehat" Syukurlah."
"Ba ik-baik saja di perjalanan?" kata sang anak sambil duduk di dekat ibunya, dan, d i luar kemauannya sendiri, mendengar-dengarkan suara perempuan di seberang pintu sana. Ia tahu itu suara perempuan yang tad i dijumpainya sewaktu masuk gerbong.
"Bagaimanapun, tak setuju dengan Nyonya," kata suara perempuan itu.
"Memang beg itu pandangan o:rang Petersburg, Nyonya." "Bukan pandangan orang Petersburg, tapi pandangan perempuan," jawabnya.
"Nab, izinkan saya mencium tangan Nyonya."
"Selamat tinggal, Ivan Petrovich. Tapi tolong lihat, apa saudara saya sudah datang, dan suruh dia kemari," kata perempuan itu di pintu, dan kemudian masuk lagi ke ku p e.
"Bagaimana, sudah ketemu saudara Anda?" kata Vronskaya kepada perempuan itu.
Kini ingatlah Vronskii bahwa perempuan itulah yang bernama Karenina.
"Saudara Nyonya ada di sini," kata Vronskii menjelaskan sambil bangkit.
"Maaf, saya hampir pangling kepada Nyonya. Tapi, perkenalan kita "Tidak," jawab perempuan itu. "Tapi saya seharusnya mengenal Anda, sebab dengan Ibu barangkali sepanjang perjalanan kami hanya membicarakan Anda," katanya, dan akhirnya ia melepaskan dorongan yang mendesak keluar dalam bentuk senyuman. "Tapi saudara saya belum juga terlihat."
"Panggillah dia, Alyosha," kata Nyonya Pangeran. Vronskii turun ke peron, berseru:
"Oblonskii! D i sini!"
Namun Karenina tak sabar lagi menanti saudaranya. Begitu melibat saudaranya, dengan langkah ringan dan mantap, ia pun keluar dari gerbong. Dan begitu Oblonski i mendekat, dengan gerakan yang memukau Vronskii karena mantap dan indah, ia peluk leher saudaranya itu dengan tangan , ditariknya ke arah badannya, dan diciumnya erat-erat. Vronskii, tanpa memejamkan mata, terns menatap Kareni na, dan tanpa disadarinya ia pun tersenyum. Tapi ketika teringat ibunya menanti, i a
pun masuk lagi ke dalam gerbong.
"Manis sekali, ya?" kata Nyonya Pangeran tentang Karenina. "Suaminya mendudukkan dia bersamaku, dan aku senang sekali. Sepanjang perjalanan kam i ngobrol terus. Dan tentang kamu, orang bilang ... vous filez le parfait amour. Tant m ieux, mon cher, tant mieux."27
"Saya tak mengerti apa yang Maman28 maksudkan itu," jawab Vronski i dingin. "Nah, Maman, mari jalan."
Waktu itu juga Karenina kembali masuk ke dalam gerbong untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Nyonya Pangeran.
"Nab, Nyonya Pangeran, Nyonya telah bertemu dengan putra Nyonya, dan saya dengan saudara saya," katanya gembira, "dan seluruh cerita saya sudah habis; tak ada lagi yang bisa diceritakan."
"O, tidak, "kata Nyonya Pangeran sambil memegang tangan Karenina. "Mau rasanya saya bersama Nyonya keliling dunia tanpa merasa bosan. Nyonya adalah salah satu perempuan manis yang menyenangkan untuk diajak bicara atau berdiam di'ri. Tentang putra Nyonya, saya harap Nyonya tidak usah mengkhawat irkannya, sebab tidak mungkinlah samasekali tidak pernah berpisah dengannya."
Karenina berdiri tanpa gerak, membawakan d iri sangat tegap, dan kedua matanya tersen .
"Anna Arkadevna in i," demikian kata Nyonya Pangeran memberi penjelasan kepada anaknya, "punya putra umur delapan tahun; ia belum pernah berpisah dengan putranya itu, dan sekarang ini ia terus saja merasa tersiksa karena harus meni'nggalkan putranya itu."
"Ya, saya dan Nyonya Pangeran tak habis-habisnya bicara tentang anak saya, dan Nyonya Pangerirn tentang putranya," kata Karenina, dan kembali senyuman menerangi wajahnya, sen an yang sangat mesra, tertuju kepada Vronskii.
"Tentu pembicaraan itu sangat membosankan Anda," kata Vronskii cepat, karena ia telah menangkap bola kekenesan yang dilemparkan Karenina kepadanya. Tapi Karenina rupanya tak mau melanjutkan percakapan dengan nada seperti itu. Maka katanya kepada Nyonya Pangeran:
"Saya ucapkan banyak ter imakasih. Kemarin itu saya betul-betul tak
27 Vous filez le parfait amour. Tant mieux, mon cher, tant mieux (Pr): Ka mu hidup pen uh
kasih mesra. Untunglah, sayangku, untunglah. 28 Mamon (Pr): Mama.
tahu bagaimana caranya menghabiskan waktu. Selamat tinggal, Nyonya Pangeran."
"Selamat berpisah, Sahabat," jawab Nyonya Pangeran. "Izinkan saya mencium wajah Anda yang manis. Sebagai orangtua, saya boleh bicara terus-terang bahwa saya sudah jatuh cinta pada Anda."
Walaupun kodian bunyinya, Karenina agaknya memercayai katakata itu dengan sepenuh hati dan merasa gembira. Wajahnya memerah, dan ia sedikit membungkuk, menyodorkan wajahnya untuk dicium bibir Nyonya Pangeran, lalu berdiri tegak kembali, dan dengan senyuman tersungging di antara bibir dan matanya, ia mengulurkan tangan kepada Vronskii. Vronskii menjabat tangan mungil yang diulurkan kepadanya, dan ia merasakan jabatan tangan Karenina yang energik, yang dengan erat dan berani mengguncang-guncangkan tangannya. Kemudian perempuan itu keluar dengan langkah bergegas, yang anehnya sanggup menyangga tubuhnya yang cukup montok itu.
"Manis sekali," kata orang tua itu.
Anak laki-lakinya juga berpiki.r demik ian. Dengan tatapan matanya ia iringi perempuan itu tubuhnya yang indah belum menghilang, dan senyuman pun tersungging di wajahnya. Dari jendela ia bisa melihat perempuan itu menghampiri saudaranya, menumpangkan tangannya ke tangan saudaranya, lalu sibuk menceritakan sesuatu kepada saudaranya, tapi agaknya bukan tentang sesuatu yang ada hubungan dengan dia, dengan Vronskii, dan ini dirasakannya sangat mengecewakan.
"Jadi bagaimana, Maman" Maman sehat-sehat saja?" demikian Vronskii mengulangi pertanyaan kepada ibunya.
"Semuanya baik, baik sekali. Alexandre bai k sekali. Maria juga jadi baik sekali. Dia menarik sekali sekarang."
Dan kembali ia bercerita bahwa yang paling menarik baginya adalah pembaptisan sang cucu, yang menyebabkan ia pergi ke Petersburg, dan tentang kebaikan tsar yang luarbiasa kepada anak laki-lakinya yang tua.
"Ini dia Levrentii," kata Vronskii menjenguk ke jendela, "sekarang mari jalan, kalau Ibu tak keberatan."
Bujang tua itu, yang ikut dalam perjalanan bersama Nyonya Pangeran, muncul di gerbong untuk melaporkan bahwa semuanya telah siap. Maka Nyonya Pangeran pun bangkit untuk pergi.
"Mari, orang sudah pada pulang," kata Vronskii.
Bujang perempuan membawa karung dan anjing, sedangkan bujang laki-laki dan kuli membawa karung-karung yang lain. Vronskii mengepit
tangan ibunya, tapi ketika mereka keluar dari gerbong, t iba-tiba saja beberapa orang dengan wajah nger i berlarian. Kepala stasiun juga ikut berlari mengenakan topi yang warnanya lain samasekali. Agaknya sesuatu yang luarbiasa telah terjadi. Dari kereta orang-orang berlarian ke belakang.
"A " A " D . " M I ka d
. . , T "1 ' " pa.... pa.... 1 mana . . .. e empar n 1n.... ergi as.... terdengar suara di antara orang-orang yang berlarian.
Stepan Arkadyich dan saudara perempuannya, yang tangannya ia kepit, dengan wajah ketakutanjuga berbalik dan berhen t i di dekat pintumasuk gerbong untuk menghindari orang banyak.
Kedua perempuan masuk ke dalam gerbong, sedangkan Vronskii dan Stepan Arkadyich pergi mengikuti orang banyak untuk mencari tahu duduk perkara kecelakaan.
Entah karena mabuk, entah karena berselimutkan pakaian tebal saking dinginnya udara, penjaga tak mendengar suara kereta yang berjalan mundur, dan tergilaslah dia.
Sebelum Vronskii dan Oblonskii kembali, para perempuan sudah mengetahui duduk perkara peristiwa dari bujang.
Oblonskii dan Vronskii melihat mayat yang sudah tak berbentuk itu. Oblonskii agaknya merasa tersi ksa melihatnya. Ia mengerutkan dahi dan tampak mau menangis.
"Oh, mengerikan sekali! Oh, Anna, kalau kamu melihatnya sendiri! Ah, mengerikan sekali!" ujarnya.
Vronskii diam saja, wajahnya yang tampan tampak serius, tapi tenang sekali.
"O, sekiranya Nyonya melihat sendiri, Nyonya Pangeran," kata Stepan Arkadyich. "Dan istrinya ada di situ .... Kasihan sekali melihat istrinya .... Ia menubruk mayat itu. Orang bilang, cuma suami itu yang biasa mencari makan buat seluruh keluarganya yang besar. Mengerikan sekali!"
"Apa tak ada yang bisa dilakukan untuk perempuan itu?" kata Karenina dengan suara berbisik gundah.
Vronskii menoleh kepadanya, dan seketika itu ia keluar dari gerbong.
"Sebentar lagi saya kembali, Maman," tambahnya sambil berputar di pintu.
Ketika beberapa menitkemudian Vronskii kembali, StepanArkadyich sudah bicara dengan Nyonya Pangeran tentang seorang penyanyi barn, sedangkan Nyonya Pangeran dengan gelisah melihat-lihat terns ke arah pintu menanti anaknya.
"Sekarang mari kitajalan," kata Vronskii sambil masuk. Mereka keluar bersama-sama. Vronskii berjalan di depan bersama ibunya. Di belakang Karenina bersama saudaranya. D i pintu-keluar kepala stasiun mengejar Vronskii.
"Tuan memberi pembantu saya duaratus rubel. Mohon d i jelaskan, untuk siapa uang itu?"
"Jandanya," kata Vronskii sambil mengangkat bahu. "Aku tak mengerti pertanyaan itu."
"Anda kasih itu?" seru Oblonskii dari belakang, kemudian sambil menekan tangan saudaranya ia tambahkan: "Baik betul, baik betul! Betul tidak, dia baik" Hormat saya, Nyonya Pangeran."
Dan bersama saudara perempuannya ia pun berhenti, mencari-cari pembantu perempuan.
Ketika mereka keluar dari stasiun, kereta Vronskii sudah berangkat. Orang-orang yang keluar dari stasiun masih juga bicara tentang peristiwa yang baru terjadi.
"Kematian yang mengerikan!" kata seorang tuan yang sedang lewat. "Kata orang terpotong jadi dua."
"Kalau menurut saya sebaliknya, itu kematian yang paling enak, hanya sekejap," sahut yang lain.
"Bagaimana bisa tidak ada langkah pengamanan?" kata yang ketiga.
Karenina mengambil tempat duduk di dalam kereta, dan Stepan Arkadyich dengan heran melihat betapa bibir saudaranya itu gemetar dan ia tak mampu menahan airmata.
"Ada apa, Anna?" tanya Stepan Arkadyich ketika mereka telah berjalan beberapa ratus sazhen. " 9
"Suatu pertanda buruk," kata Anna.
"Ah, omong-kosong!" kata Ste.pan Arkadyich. "Kamu sudah datang, itu yang penting. Kamu tak bisa membayangkan besarnya harapanku padamu."
"Kamu sudah lama kenal Vronskii itu?" tanya Anna. "Ya. Kamu tahu, kami mengharapkan d i a kawin dengan Kitty." "O, begitu?" kata Anna lirih. "Nah, sekarang mari bicara tentang
29 Sazhen (Rus): Ukuran panjang, setara dengan 2, 134 m.
dirimu," sambung Anna sambiR menggoyangkan kepala, seolah secara fisik ia ingin membuang sesuatu yang menekan dan mengganggu perasaannya. "Mari ki ta bicara tentang urusanmu. Aku sudah menerima surat, dan ini sekarang aku datang."
"Ya, seluruh harapanku kutumpahkan padamu," kata Stepan Arkadyich.
"Coba ceritakan semuanya padaku." Dan Stepan Arkadyich pun bercerita.
Ketika kereta tiba di rumah, Oblonskii menurunkan saudaranya, menarik napas dalam-dalam, m. enjabat tangannya, lalu pergi ke kantor.
XIX Ketika Anna masuk ke kamar, Dolly sedang duduk di kamar tamu bersama anak laki-lakinya yang montok dan berkepala putih, yang kini mirip ayahnya, dan mendengarkan bacaan sang anak dari sebuah buku bacaan Prancis. Anak itu membaca sambil memutar-mutar dan mencoba mencabut kancingjaketnya yang sudah hampir Iepas. Sang ibu beberapa kali menyingkirkan tangannya, tapi tangan yang montok itu kembali memegang kancing. Akhirnya sang ibu mencabut kancing itu dan memasukkannya ke dalam kantong sang anak.
"Diam tangannya itu, Grisha," katanya, lalu kembali mengerjakan selimut, pekerjaan lama yang selalu digarapnya pada saat-saat yang berat baginya; dan kini ia merajut dengan resah, menggerak-gerakkan jemar i sembari terus menghitung lubang jerat. Meski kemarin i a sudah minta disampaikan kepada sang suami bahwa baginya tak penting apakah saudara perempuan suaminya datang atau tidak, ia bersi ap juga menyambut kedatangannya, dan dengan gelisah menantikan iparnya itu.
Dolly memang betul-betul tertekan kesedihan; selurul! dirinya tertelan kesedihan itu. Namun ia ingat, Anna iparnya adalah istr i salah seorang tokoh penting di Petersburg dan merupakan grande dame Petersburg. Lantaran itulah ia tidak rnelaksanakan apa yang telah dikatakannya kepada sang suami, artinya ia tidak lupa bahwa iparnya akan datang. "Ya, bukankah Anna samasekali tak bersalah," pikir Dolly. "Tentang dirinya, tak ada ha! lain yang kuketahui selain yang bai kbaik belaka, dan yang kulihat pada dia tak lai n adalah kemesraan dan persahabatan." Memang, sepanjang ia ingat, kesannya selama ia berada di Petersburg dan tinggal di keluarga Karenin, i a cuma tidak senang pada rumah mereka. "Tapi apa lantaran itu aku tidak akan menerima dia" Hanya saja, jangan coba-coba ia menghibur diriku," demikian pikir Dolly. "Semua penghiburan, baik bujukan maupun ampunan Kristen, semua itu sudah ribuan kali kupi kir ulang, dan semuanya tak sesuai."
Hari-hari belakangan itu Dolly hanya bersama anak-anaknya. Bicara tentang kesedihannya i a tak mau, sedangkan bicara tentang orang lain dengan rasa pedih di hati, ia tak sanggup. Ia tahu, entah dengan cara bagaimana, pada akhirnya ia akan membeberkan semuanya kepada Anna, dan terkadang ia pun merasa senang bahwa i a akan membeberkan semua itu, tapi terkadang pula hal itu membuat dirinya sangat marah, bahwa i a harus bicara dengan perempuan itu, saudara suaminya, tentang penghinaan terhadap dirinya, dan mendengarkan dari dia kalimat-kalimat yang sudah disiajpkan lebih dulu, berisi bujukan dan penghiburan.
Seperti sering terjadi, meski melihat jam ketika dari menit ke menit menantikan tamunya, ia justru melewatkan menit ka sang tamu tiba. Karena itu ia tak mendengar loncengnya.
Ia menoleh terkejut sudah mendengar desir gaun dan langkah ringan di pintu. Maka, tanpa dikehendakinya, yang tampak di wajahnya yang tersiksa itu bukannya kegembiraan, melainan keheranan. Ia pun bangkit memeluk ip .
"Bagaimana di perjalanan?" katanya seraya mencium. "O, Dolly, alangkah senang aku melihatmu!"
"Aku pun senang," kata Dolly sambil tersenyum dan mencoba menebakdari ekspresi wajahAnna apakahAnnasudah tahu persoalannya. "Pasti sudah tahu," p ya, ia melihat nada prihatin di wajah Anna. "Nah, mari aku antarkan ke kamarmu," sambungnya, mencoba sedapat mungkin menunda saat ia mesti memberikan penjelasan.
"Ini Grisha" Ya Tuhan, bukan main, sudah besar!" kata Anna. Ia cium anak laki-laki itu tanpa melepaskan matanya ke arah Dolly, lalu berhenti, dan wajahnya memerah. "Tidak, aku mohon jangan pergi dulu."
Ia lepaskan kerudungnya, topinya; dengan topi itu ia tindas ikatan rambutnya yang hitam dan menjalar ke mana-mana, lalu sambil menggeleng-gelengkan kepala ia uraikan rambut itu.
"Aku lihat kamu penuh kebahagiaan dan kesehatan," kata Dolly hampir mengiri.
"Aku" ... Ya," kata Anna. "Ya Tuhan, Tanya! Ini seumur Seryozha anakku," sambungnya tentang gadis kecil yang berlari masuk. Dipegangnya tangan anak itu dan dic iumnya. "Anak yang mani s sekali, manis sekali! Tunjukkan semua anakmu."
Maka mulailah ia menyebut nama anak-anak itu, dan Anna bukan hanya ingat nama-namanya saja, ta pi juga tahun dan bulan kelahirannya, wataknya, penyakitnya. Maka tidak mungkinlah Dolly t idak terharu karena itu.
"Ayolah kita ke tempat mereka," ajak Dolly. "Hanya sayang Vasya sedang tidur sekarang."
Setelah melihat anak-anak, akhirnya mereka duduk berdua di kamar tamu menjelang minum kopi. Anna menerima nampan, lalu menggesemya.
"Dolly ,'' katanya, "ia sudah mengatakann y a pa ." Dolly menatap Anna dengan sikap dingin. Sekarang ia menantikan kalimat pura-pura bemada prihatin, tapi ternyata Anna samasekali tidak mengucapkan kalimat demikian.
"Dolly, Mani s!" kata Anna .. "Aku tak hendak bicara padamu atas nama dia, dan juga tidak hendak menghiburmu; itu tak boleh kulakukan. Tapi, Sayang, aku cuma merasa kasihan padamu, kasihan dengan sepenuh hatiku!"
Dari balik bulu matanya yang lebat, dari matanya yang bercahaya, tiba-tiba terbit airmata. la mendudukkan diri lebih dekat lagi kepada iparnya, dan memegang tangan ipamya itu dengan tangannya yang kecil tapi bertenaga. Dolly tidak menjauhkan diri, tapi wajahnya tidak juga meninggalkan ekspresi dingin. Katanya:
"Tidak usah menghiburku. Semua telah hilang sesudah kejadian itu, semua sudah Ienyap!"
Dan begitu kata-kata itu diucapkan, ekspresi wajahnya tiba-tiba melunak. Anna mengangkat tangan Dolly yang kurus-kering, mencium tangan itu, katanya:
"Tapi , Dolly, apa yang harus kita lakukan, apa yang harus kita Iakukan" Bagaimana mengambil Iangkah yang positif dalam keadaan yang mengerikan ini" Itu yang harus kita pikirkan."
"Semua sudah berakhir, dan tak ada lagi yang lain," kata Dolly. "Dan yang lebih buruk lagi, kalau kamu mau tahu, aku tak bisa membuang dia; anak-anak itulah; aku terikat. Tapi hidup bersama dia aku tak sanggup; melihat dia saja aku sudah tersiksa."
"Dolly, sayangku, ia memang sudah bicara denganku, tapi aku ingin mendengar sendiri dari kamu. Coba katakan padaku semuanya." Dolly menatap Anna dengan nada bertanya.
Rasa simpati dan cinta yang tak dibuat-buat tampak di wajah Anna.
"Bolehlah,"kataDollytiba-tiba. "Tapipertama-tamaharuskukatakan ini. Kamu tahu, bagaimana dulu aku kawin. Dengan pendidikan yang diberikan Maman padaku, aku bukan hanya lugu, ta pi juga bodoh. W itu aku samasekali tak tahu apa-apa. Orang bilang, itu aku tahu, suami biasanya bercerita pada istrinya tentang kehidupan masa lalunya, tapi Stiva ... ," kemudian ia membetulkan nada bicaranya, "Stepan Arkadyich tak pemah mengatakan apa-apa padaku. Kamu barangkali tak percaya, tapi sampai sekarang ini aku menyangka bahwa akulah satu-satunya perempuan yang dikenalnya. Begitulah aku hidup dengan kepercayaanku itu selama delapan tahun. Kamu hendaknya tahu bahwa aku bukan hanya t idak mencurigai ketidaksetiaannya, tapi juga menganggap hal itu mustahil. Dan coba bayangkan, dengan pengertian seperti itu, tibatiba aku tahu seluruh kebusukan itu, seluruh ha! yang menjijikkan itu .... Coba bayangkan. Dalam keadaan yakin sepenuhnya akan kebahagiaan sendiri, tiba-tiba ... ," dem ikian sambung Dolly sambil menahan sedusedan, "dan menerima surat ... surat suamiku pada gendaknya, pengasuh anak-anakku. Tidak, ini sungguh mengerikan!. .. " Dan serta-merta ia mengeluarkan saputangan, dan menutup wajahnya dengan saputangan itu. "Aku masih bisa memaham i apa yang dinamakan nafsu sekejap," demikian sambungnya sesudah diam sebentar, "tapi menipuku secara berencana dan licik. .. dan dengan siapa pula" ... Untuk terns jadi suamiku, sedangkan ada perempuan itu ... ini sungguh mengerikan! Kamu tak bisa memahami diriku dalam ha! ini."
"O, tidak, aku bisa memahamimu! Aku bisa mengerti, Dolly sayang, aku bisa mengerti," kata Anna sambil menekan tangan Dolly.
"Dan apa menurutmu ia menger t i betapa ngerinya posisiku sekarang ini?" sambung Dolly. "Samasekali tidak! D ia bahagia dan puas."
"O, tidak!" tukas Anna cepat. "Dia patut dikasihani, dan hatinya remuk karena sesal.. .. "
"Apa memang dia bisa menyesal?" tukas Dolly, dan dengan saksama mengamati iparnya.
"Ya, aku kenal dia. Tak bisa aku tanpa rasa kasihan melihatnya. Kita berdua mengenalnya. la orang baik, tapi memang t inggi hati. Dan sekarang ia sudah dihinakan. Yang penting, yang menyentuh hatiku (dan di sini Anna menduga-duga soal pokok yang bakal menyentuh hati Dolly) ... ada dua hal yang menyiksa dirinya: yaitu ia malu pada anakanak, dan kedua, i a telah menyakitimu, padahal i a mencintaimu ... ya, mencintaimu lebih daripada segalanya di dunia in i," demikian dengan buru-buru ditukasnya Dolly yang ingin mengajukan keberatan. "'Tidak, tidak, i a tidak bakal mengampuniku,' begitu i a mengatakan terusmenerus."
Dolly, sambil termenung, mendengarkan kata-kata ip a itu. "Ya, aku mengerti bahwa posisinya sangat sulit: orang yang bersalah lebih berat daripada orang yang tidak bersalah," kata Dolly, "itu kalau ia merasa bahwa seluruh kemalangan ini karena kesalahannya. Tapi coba, bagaimana aku bisa memaafkan, bagaimana aku bisa kembali menjadi istrinya sesudah peristiwa dengan perempuan itu" Sekarang hidup bersama dia, buatku, adalah siksaan, justru karena aku menghargai cintaku padanya di masa lalu .... "
Dan kata-kata itu tertahan sedu-sedannya.
Tapi seolah disengaja, tiap kali sikapnya melunak, kembali ia bicara tentang hal yang membikinnya kesal.
"Dia memang masih muda, memang cantik," sambungnya. "Kamu tahu tidak, Anna, masa mudaku dan kecantikanku sudah d iambil, oleh siapa" Oleh dia dan anak-anaknya. Aku telah berbakti padanya, dan demi kebaktian itu telah lewat segala yang ada padaku, dan sekarang, buat dia, tentu saja makhluk yang masih segar dan tak senonoh lebih menyenangkan. Mereka berdua tentu sudah membicarakan aku, atau lebihjelek lagi, sudah menyepelekan aku, kamu mengerti itu tidak?" Dan kembali kedua matanya menyala karena rasa benci. "Dan sesudah itu ia berniat mengatakan padaku .... Lalu apa aku harus percaya padanya" Tidak, semua sudah berakhir, semua yang jadi penghiburan, berkah kerja, dan penderitaan .... Kamu percaya tidak padaku" Baru saja aku mengajar Grisha: dulu pekerjaan itu jadi kegembiraan, tapi sekarang siksaan. Buat apa aku berusaha, bekerja keras" Buat apa anak-anak" Yang mengerikan, jiwaku sudah terjungkir balik secara tiba-tiba; di dalamnya bukan cinta, kemesraan, melainkan kebencian semata, ya, kebencian pada dia. Rasanya mau aku membunuhnya dan ... . "
Strawberry Shortcake 2 Goosebumps - Percuma Menakut-nakutiku Maut Bermata Satu 1
^