Pencarian

Dara Pendekar Bijaksana 3

Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A Bagian 3

Cin Wie, meski dia adalah orang kepercayaan Tong Cin Wie, tapi

Coa Im Cu adalah orang yang diundang oleh Tong Cin Wie, sudah

tentu Tong Cin Wie akan berfihak kepada Coa Im Cu.

Bagi Pek Hoa Nio Cu, lain pula pikirannya, ia sudah lama men-

dengar nama kepala berandal dari lima propinsi Utara ini, hingga

kepingin sekali dapat menyaksikan wajahnya, bagaimana

sebetulnya orang yang namanya sangat terkenal itu.

106

Pemimpin kawanan berandal dari Utara itu. adalah seorang

yang usianya empat puluhan, badannya sedang, wajahnya putih,

diatas bibirnya ada tumbuh kumis pendek, badannya mengenakan

baju panjang, tatkala ia tiba di Ie Chiu Wan, telah disambut oleh

para kawanan penjahat dengan sangat hormatnya.

Tong Cin Wie meski sebagai pemimpin kawanan berandal yang

sangat berpengaruh, namun sikapnya tidak kasar seperti kawanan

berandal yang lainnya. Kalau dilihat dari dandanannya dan caranya

ia berjalan, malah orang akan mengira dia adalah orang sekolahan.

Tong Cin Wie setelah memberi hormat kepada orang-orang

yang datang untuk memberi bantuan tenaga, lalu memberi hormat

kepada Oh Cu Kui yang bertindak selaku tuan rumah.

Dibelakang Tong Cin Wie, disebelah kanan terdapat paderi

berkepala gundul, disebelah kirinya berdiri seorang kakek-kakek

yang usianya kira-kira sudah enam puluh tahun lebih, dibarisan

belakang sekali ada bermacam-macam orang yang berlainan

bentuknya, ada yang gemuk ada yang pendek kate ada yang kurus

dan ada yang jangkung. Mereka itu berjumlah kira-kira dua puluh

lima orang lebih.

Oh Cu Kui setelah mengajak Tong Cin Wie masuk keruangan

tamu. lantas menyuruh orang bawahannya menyediakan perjamuan

besar.

Dalam perjamuan itu Tong Cin Wie berkata sambil tertawa,

"Oleh karena urusanku si orang she Tong seorang, telah membawa-

bawa dirinya begini banyak kawan-kawan."

Ia mengawasi semua orang yang hadir disitu dengan sepasang

matanya yang bersinar tajam.

107

Oh Cu Kui dalam hati merasa kagum, pikirnya, "pantas ia

menjadi pemimpin dari kawanan berandal di Utara, matanya saja

sndah begitu berpengaruh, apalagi perbuatannya.

Dengan suara sangat merendah ia berkata, "Tuan-tuan telah

sudi mengunjungi pondokku yang sangat kotor ini, bukan saja

membikin terang mukaku, tapi juga merupakan suatu peristiwa

yang paling besar dikampung ini, silahkan tuan-tuan dahar dan

minum arak yang tidak berarti ini, sekedar untuk menyambut

kedatangan tuan-tuan!"

Tong Cin Wie mengangguk-anggukkan kepalanya, dengan

tindakan lebar berjalan mentulju kemeja perjamuan. Paderi kepala

gundul berbadan gemuk itu, tangannya ada menggenggam tongkat

ja ngberatnya kira-kira lima puluh kati lebih.

Disehelah kirinya ada seorang kakek-kakek yang berbadan

kering, dibawah janggutnya ada tumbuh jenggotnya yang cuma

sekepal, tapi sudah putilt warnanya. Diluarnya kelihatannya sangat

jelek. tapi sikapnya sangat sombong.

Tong Cin Wie dan itu paderi kepala gundul, selalu harus

memhalas hormat kepada orang-orang yang menyambut padanya,

hanya itu kakek-kakek yang seolah-olah tidak melihat, ia berjalan

dengan caranya sendiri.

Tong Cin Wie memimpin kawan-kawannya duduk dimeja

perjamuan, agaknya ia sangat menghormat sekali kakek-kakek itu.

Tatkala Oh Cu Kui menyilahkan Tong Cin Wie duduk dikursi

pertama, Tong Cin Wie tidak berani menerima dan menyilahkan

orang tua itu duduk dikursi tersebut, tapi orang tua itu gelengkan

kepalanya, tangan kanannya mengelus jenggotnya, dan bersenyum,

ternyata ia menolak untuk menduduki kursi pertama itu.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

108

Tong Cin Wie mengangguk kepada paderi gemuk itu, tapi

sikepala gundul itu juga menolak, dengan demikian, hingga Tong

Cin Wie terpaksa menduduki kursi pertama. Kakek-kakek itu dan

paderi gemuk duduk dikanan kirinya.

Meja itu cuma diduduki oleh tiga orang, yang lainnya lamas

satu persatu mulai duduk ditempat masing-masing.

? ooOoo ?

IV.

Oh Ci Kui sebagai tuan rumah itupun angsurkan cawan araknya

sambil berkata: "Aku Oh Cu Kui cuma satu Bu-beng Siau-cut dari

rimba persilatan, tidak nyana mendapat kehormatan dari Tong

Twako yang telah sudi singgah dikediamanku, sungguh ini

merupakan satu kehormatan yang besar bagi aku, arak ini bukan

merupakan suatu penyambutan, cuma adalah satu tanda dari

hormatku."

Setelah berkata demikian Oh Cu Kui tenggak araknya sampai

kering.

Tong Cin Wie bersenyum dan sambil minum araknya iapirn

berkata: "Aku Tong Cin Wie yang cuma mendapat nama kosong,

karena ditunjang oleh para kawan dari lima provinsi Utara, baru

menduduki jabatan sebagai kepala, sebetulnya diantara saudara-

saudara yang ada disini banyak yang berkepandaian tinggi .. !"

ia menoleh mengawasi si kakek tua lalu berkata pula: "Seperti Thio

Pak Tao Lo-cian-pwee ini, pada tigapuluh tahun yang lalu namanya

sudah menggetarkan Kang-lam dan Kang-pak. senjatanya yang

109

merupakan bandringan Liu-seng-tui, pernah menempur kuil Siauw-

lim-sie punya lima Ngo-lo, berbicara tentang kepandaian ilmu silat,

aku Tong Cin Wie sedikitpun tidak menempil kepandaiannya

dengan Thio Lo-cian-pwee ini."

Meski Tong Cin Wie demikian mengumpak si kakek tua. tarsi

si kakek tua itu tetap tidak menunjukkan perubahan apa-apa pada

mukanya.

Tong Cin Wie setelah memperkenalkan diri si kakek tua itu.

kemhali menoleh dan mengawasi si Hweeshio gemuk yang duduk

disebelah kanannya seraja berkata: "Seperti Thay-si Sian-su ini,

saudara- tentunya sudah pernah mendengar namanya, tentang

kepandaiannya. juga jauh diatasku, tapi sifat Thio Lo-cian-pwee dan

Thay-si Sian-su tidak suka mencampuri segala urusan remeh

didunia Kang-ouw: yang seorang senang berpelesiran di rimba-

rimba dan di gunung-gunung dan yang seorang lagi menyekap

dirinya dalam kuil. Sebetulnya ia sudah tidak man lagi mengurus

segala urusar tetek-bengek, tapi kali ini ternyata telah menerima

undanganku. Dengan menyampingkan kebiasaannya diberikannya

bantuan kepadaku maka disini aku memberi hormat kepada kedua

Lo-cian-pwee dengan secawan arak." Disodorkan araknya kepada

kedua tokoh persilatan tersebut sesudah ia berkata demikian.

Thay-si Sian-su meletakkan cawannya lalu berkata kepada Coa

Im Cu Teng Hong sambil tertawa: "Ternyata kau sudah mendahului

aku kesini."

Teng Hong merasa mukanya panas lalu menjawab seraja

tertawa, "Setelah aku menerima suratmu yang mengajak aku ke

Selatan maka keesokan harinya aku lantas yang berangkat, karena

itu aku tiba dahulu disini."

Tong Cin Wie sebelumnya sudah mendengar dari Thay-si Sian-

su, bahwa ia sudah mengajak Teng Hong untuk memberi bantuan

110

tenaga hingga ketika mendengar pembicaraan kedua orang itu maka

mengertilah ia bahwa orang tersebut adalah Teng Hong. Maka

iapun herkata sambil tertawa:

"Tentu tuan ini adalah saudara Teng Hong, sudah lama aku

mendengar Lo-sian-su mengatakan tentang nama besarmu. hanya

menyesal sekali aku tidak mendapat kesempatan sekali untuk

menemui. Kali ini karena aku Tong Cin Wie mempunyai sedikit

urusan soal permusuhan pribadi saja sampai membuat saudara Teng

melakukan perjalanan begitu jauh, Siauw-tee merasa malu sendiri."

Sehabis berkata demikian lalu iapun menyoja untuk memberi

hormat.

Sifat Teng Hong sebetulnya ada sangat sombong, siapa saja ia

tidak pandang mata. cuma hari ini keadaan ada lain. Perubahan ini

bukan karena merasa jeri terhadap Tong Cin Wie dan kuatir Thay-si

Sian-su akan sesalkan silatnya yang jumawa dan tidak kenal aturan

itu, tapi karena takut pada si kakek tua Thio Pak Tao.

Sebelum nama Teng Hong terkenal maka kakek ini sudah lama

terkenal didunia Kang-ouw. Orang-orang didunia Kang-ouw

menyebutnya Cian Pi Sin Mo atau Iblis yang bertangan seribu dan

ketika nama Teng Hong terkenal di daerah Utara maka pada saat itu

pula Cian Pi Sin Mo telah hilang jejaknya. ada orang kata-kan

bahwa ia menyembunyikan diri diatas gunung. Ada pula yang

mengatakan bahwa ia sudah binasa.

Apa sebab Cian Pi Sin Mo lenyap dari dunia Kang-ouw tidak

ada orang yang ketahui hanya Tong Cin Wie dan Thay-si Sian-su.

Ia lenyap tapi setelah berumur sembilan puluh tahun yaitu sesudah

tiga puluh tahun menghilang tapi tiba-tiba kembali lagi.

Ucapan Tong Cin Wie menyunyung tinggi diri si Tua itu tadi

memang adalah hal yang sebenar-benarnya. Senjata Liu-seng-tui-

nya Thio Pak Tao didalam kuil Siauw-lim-sie. pernah digunakan

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

111

untuk melawan Siauw-lim Ngo-Lo. Ini adalah suatu kejadian besar

yang pernah menggetarkan dunia rimba persilatan pada tiga puluh

tahun berselang, akhirnya meski Cian Pi Sin Mo jatuh ditangannya

kepala kuil Siauw-lim-sie pada kala itu, namun dalam dua hari satu

malam ia telah bertempur seru dengan kelima tokoh dari kuil

Siauw-lim-sie itu.

Dirinya yang sudah bertempur sekian lama kemudian

bertempur lagi dengan kepala kuil Siauw-lim-sie itu meskipun ia

kalah tapi namanya lantas terkenal didaerah Kang-lam dan Kang-

pak. Bagi orang-orang rimba persilatan waktu itu semuanya

mengenal kakek tua ini.

Ketika Thio Pak Tao bertempur melawan kepala kuil Siauw-

lim-sie Sam Ho Siang, dahulu pundak kirinya telah dilukai dengan

ilmu silat Kim Kong Ci dari Sam Ho Siangjin dan tentang lukanya

ita cuma ia dan Sam Ho Siangjin saja yang tahu. Semua Lo-cian-

pwee dari Siauw-lim-sie serta murid-murid Siauw-lim-sie yang

menonton pertempuran tersebut, tidak seorangpun yang

mengetahui.

Karena mendapat luka. Thio Pak Tao segera meninggalkan kuil

Siauw-lim-sie lalu lari keluar perbatasan mengasingkan diri diatas

bukit Mo Thian Nia untuk memperdalatn ilmu silatnya lagi.
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selama itu tiga tahun lamanya ia bersemadi menghadap tembok

untuk menyernbuhkan lukanya dan ternyata membawa hasil.

Tentang diri Tong Cin Wie sebetulnya dia itu adalah anak

seorang petani pemelihara kuda didaerah Lian-ling. Oleh karena

timbul permusuhan dengan seorang she Ciu yang juga

mengusahakan pertanian dan pemeliharaan hewan maka timbullah

pertempuran hebat. Dalam pertempuran keluarga Tong dikalahkan,

ayah bundanya binasa dan harta bendanya dirampas oleh keluarga

Ciu. Hanya Tong Cin Wie sendiri yang dapat meloloskan diri.

112

Padaa kala itu umurnya baru 15-16 tahun hingga ia tidak tahu

kemana ia harus tumpangkan dirinya.

Waktu ituada beberapa anggota familinya, tapi karena mereka

takut pengaruh keluarga Ciu maka tidak ada seorangpun dari

mereka yang berani menerimanya. Satu bulan lamanya Tong Cin

Wie hidup terlunta-lunta, tapi selagi ia dalam keadaan kelaparan

dan kedinginan. ia telah ditemukan oleh seorang aneh yang

berlengan satu, yang akhirnya memungutnya sebagai murid.

Orang aneh berlengan satu itu sebetulnya adalah seorang. gagah

yang hersifat aneh. Namanya Tay Kouw orang itu sifatnya aneh dan

berhati kejam hingga banyak sekali musuhnya. Ketika ia bertempur

dengan musuh-musuhnya, lengan kanannya telah dilukai dengan

senjata rahasia yang beracun, hingga ia kehilangan lengan kanan.

Kehilangan tangannya ini menyebabkan adatnya bertambah

aneh dan kejam. Orang itu ketika telah kehilangan lengan tahulah ia

hahwa dalam masa yang pendek itu mampulah ia mencari musuh-

musuhnya untuk menuntut balas.

Karena itu ia lantas sembunyikan diri didaerah pegunungan.

Disana selainnya merawat lukanya maka dipelajarinya juga rive

ilmu obat'an yang beracun dan. senjata yang beracun. Akhirnya

sekali ia dapat menciptakan semacam senjata rahasia yang berupa

jarum, yang dinamainya Tui-hun-ciam.

Ketika luka-nya sembuh iapun segera mencari musuh-

musuhnya. Satu persatu musuh-musuhnya itu dibinasakan dengan

senjata rahasia Tui-hun-ciam-nya itu. Siapa saja yang kena senjata

rahasianya itu dalam dua belas jam pasti binasa. Hanya obat

pemunah racun yang dibikin oleh Teng Tay Kouw sendirilah yang

bisa menghilangkan racun itu.

113

Selama tiga hari ia tidak makan tidaklah ia mengeluh atau

menangis, karena Tay Kouw mengetahui ketabahannya maka

hatinya tergerak untuk mengambilnya sebagai murid. Ia diberi

pelajaran selama sepuluh tahun, kemudian Tong Cin Wie menjadi

seorang yang berilmu silat yang tinggi sekali.

Tong Cin Wie yang beradat kejam setelah mendapat didikan

dari Teng Tay Kouw seorang kejam sudah tentu sifatnya bertambah

kejam. Setelah pelajarannya tamat pertama-tama yang bisa

selesaikan adalah permusuhan dengan keluarga Ciu. Dengan senjata

turnbak Leng-coa-chio-nya dan sekantong jarum Tui-hun-ciain-nya

menyerbulah ia malam-malam keluarga Ciu. Semua orang dalam

keluarga Ciu dihabiskan dan semua rumah mereka habis dibakar.

Perusahaan-perusahaan yang diusahakan oleh keluarga Ciu dalam

tempo hanya satu malam telah dibikin rata dengan bumi.

Tong Cin Wie setelah menuntut balas, lantas mengernbara di

dunia Kang-ouw, dengan mengandalkan kepandaiannya yang tinggi

dan senjata rahasianya yang ampuh itu. Selama beberapa tahun

belum pernah ditemuinya tandingan hingga hatinya besar sekali.

Dianggapnya dalam Kwang-wa yang daerahnya luas tapi sedikit

penduduk itu ia tidak bisa berbuat banyak, maka lantas timbal

nikirannya untuk masuk kedaerah Tiong-goan.

Sebelum berangkat hendak diberitahukan maksudnya itu

kepada suhunya tapi ketika ia tiba digubuk suhunya ternyata tak ada

lagi. Gubuk itu kosong melompong.

Tong Cin Wie mencari di mana-mana, tapi tidak ditemui jejak

suhunya itu maka terpaksa berangkatlah ia tanpa memberitahukan

kepada suhunya. Walaupun baru dua tahun ia berada ditempatnya

yang baru itu tapi namanya telah dikenal. Ketika ia disana tujuh

tahun berhasillah ia menundukkan sebagian besar orang-orang dari

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

114

rimba hijau di lima provinsi Utara, hingga ia diangkat menjadi

Twako.

Tong Cin Wie setelah menduduki kursi Twako. sifatnya yang

gemar paras elok menonjollah hingga wanita-wanita yang ia merasa

cantik walau bagaimana pun berdayalah ia sampai bisa

memperolehnya. Oleh karena itu dalam gedungnya yang besar dan

mewah di pantai sungai Eng,-teng. terdapat banyak wanita-wanita

cantik sebagai simpanannya.

Pada suatn hari yaitu ketika sudah tiga hari menjadi Twako, ia

telah kedatangan dua orang yang berparas aneh. Orang-orang itu

ternyata adalah suhunya sendiri (Teng Tay Kouw) dan seorang tua

yang berbadan pendek yaitu Cian Pi Sin Mo Thio Pak Tao. Teng

Tay Kouw dan Cian Pi Sin Mo ketika bertemu Tong Cin Wie,

belum pernah membuka mulut tapi setelah menghabiskan empat

poci arak barulah Teng Tay Kouw goyangkan tangan kirinya untuk

memberi tanda, supaya pelayan-pelayan perempuan masuk

kedalam, kemudian ia menunjuk si kakek tua itu lain berkata kepada

Tong Cin Wie: "Ini adalah Thio Supekmu lekas kau memberi

hormat."

Kala itu Tong Cin Wie meski sudah menjadi Twako golongan

rimba hijau di lima provinsi daerah Utara, tapi setelah mendengar

ucapan suhunya segera bangkit meninggalkan korsinya lalu berlutut

dihadapan Cian Pi Sin Mo itu namun Thio Pak Tao seperti tidak

melihat ia terus minum araknya saja, seolah-olah tidak melihat ada

orang ditempat itu.

Tong Cin Wie merasa kurang senang dalam hatinya, tapi ia

tidak berani berbuat ape. Terpaksa ia menahan kesabaran lain

berkata dengan suara perlahan:

Disini Tong Cin Wie memberi hormat kepada Thio Supek."

115

Thio Pak Tao dengan mendadak letakkan cawannya, lantas

berkata sambil tertawa bergelak':

"Anak baik yang boleh diajar, bangunlah!"

Tong Cin Wie berbangkit lalu Teng Tay Kouw berkata kepada

Cian Pi Sin Mo: "Muridku ini ternyata lebih unggul dari aku, cuma

saja pohon yang tinggi gampang mendatangkan angin, selanjutnya

mau tolong jaga-jaga, aku sendiri tahu bahwa jiwaku mungkin tidak

tahan satu bulan lagi."

Ci anPi Sin Mo menjawab sambil tertawa: "Kau boleh mati

dengan mata meram! Dengan memandang persahabatan kita dan

pertandingan yang kita lakukan satu hari satu malam lamanya di

atas bukit Mo Thian Nia, aku terima haik permintaanmu ini.

Tang Tay Kouw tertawa bergelak-gelak, lalu bangkit sambil

mendorong mejanya dan berkata kepada Cian Pi Sin Mo:

"Kau Cian Pi Sin Mo ucapanmu itu sangat berharga, Teng Tay

Kouw seumur hidup telah membunuh banyak jiwa, apa artinya

kematian, Cin Wie, aku larang kau menuntut balas."

Tong Cin Wie terkejut, selagi hendak bertanya, tapi sudah

didahului oleh Thio Pak Tao, katanya:

"Kecuali aku Thio Pak Tao seorang, barangkali tidak ada

seorang pun yang bisa menuntut balas untuk kau."

Teng Tay Knew tertawa besar, sambil gerakken lengannya,

sekejap saja ia sudah berada diluar, tapi masih sempat menjawab

kepada Thio Pak Tao:

"Aku toch tidak minta kau untuk menuntut balas, sekarang aku

hendak pergi, aku hendak mencari suatu tempat yang sepi, yang

jarang didatangi oleh manusia, disana eku akan mati dengan tenang

"

116

Belum habis ucapan itu orangnya sudah hilang dari pandangan.

Tong Cin Wie memburu, tapi suhunya sudah tak kelihatan lagi.

Matanya hasah tapi muhitnya berseru: "Suhu .. , Suhu .. !"

Baru saja hilang suaranya, terdengar suara orang berkata di

belakangnya : "Perlu apa kau panggil? Ia sudah terkena serangan

ilmu silat yang maha tinggi, semua isi dalam badannya sudah

terluka parah, dalam tempo tujuh hari luka itu segera menghehat

dalam tubuh-nya, sekalipun tabib terpandai seperti Hoa-to hidup

kembali juga tidak akan berdaya menolongnya."

Ketika Tong Cin Wie menoleh, dilihatnya wajah Cian Pi Sin

Mo masih tetap dingin. sekalipun sahabat karibnya sudah dekat

menemui ajalnya, tapi sedikitpun tidak menunjukkan rasa duka.

Baru sadia Tong Cin Wie hendak menyawab, sudah didahului oleh

Thio Pak Tao:

"Meski Suhumu tidak memberitahukan orang yang melukai

diri-nya. tapi dalam hatiku dapat menebak. Musuhnya ini hebat

hingga kau tidak akan mampu membalas dendam sebab itu tunggu

sanpai kuselesai menyelidikinya. Bila telah mendapat penjelasan

tentang urusan ini barulah kita bicarakannya!"

Selesai kakek itu berkata demikian maka mengbilanglab ia tan-

pa pamit.

Sejak Tong Cin Wie turun gunung ia belum pernah menemui

tandingan. Karena itu didalam hati kecilnya dianggapnya

kepandaian silatnya tak ada yang bisa menandinginya selain dari

Suhunya, tapi setelah ia melihat ilmu lari pesat dan meringankan

tubuh Thio Pak Tao yang lebih tinggi setingkat daripada suhunya,

barulah ia mengetahui bahwa kepandaiannya belum seberapa.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

117

Waktu Cian Pi San Mo pergi beberapa lama lantas tidak

terdengar kabar beritanya lagi, dan Tong Cin Wie sendiri juga mulai

melupakan urusan tersebut.

Pada kala itu nama Tong Cin Wie sudah semakin kesohor

hingga hatinya semakin besar dan timbal keinginannya untuk

melebarkan. pengaruhnya kedaerah Kang-lam. Kebetulan pada saat

itu berpapasanlah ia dengan Ie Pak Sam Houw atau Tiga Macan dari

le Pak, yang baru saja lari pulang karena terluka oleh senjata

rahasia. Setelah mengetahui itu, Tong Cin Wie lantas menjadi

gusar, dan memerintahkan kepada orang-orangnya bergerak ke

selatan, sedangkan ia sendiri lalu berangkat ke kuil Ceng In Si

untuk mengundcmg Thay-si Sian-su.

Sepulangnya dari Ceng In Si bersama Thay-si Sian-su. Tiba-

tiba ia telah kedatangan Cian Pi Sin Mo Thio Pak Tao.

Ketika Tong Cin Wie melihat kedatangan orang tua itu, dalam

hati merasa girang tapi juga ada sedikit jeri. Ia girang karena

kedatangan orang berilmu tinggi itu tepat pada saatnya, hingga tidak
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

usah kuatirkan lawannya didaerah Kang-lam. Jeri karena sifat orang

tua yang aneh dan sukar dilayani, karena itu ketika ia bertemu

dengan Thio Pak Tao, ia cuma berkata sambil angkat tangannya

"Kedatangan Lo-cian-pwee tepat benar pada saatnya, hingga

bisa memberi bantuan sedikit tenaga bagi Boan-pwee .."

Bicara sampai disini, mendadak berhentilah ia sambil tertawa

sebab ia menanti reaksi Cian Pi Sin Mo.

Thio Pak Tao berkata sambil tertawa: "Aku dengan gurumu

pada sepuluh tahun berselang telah mengikat tali persahabatan

setelah melakukan pertandingan diatas bukit Mo Thian Nia, di

dalam dunia ini aku cuma mempunyai seorang sahabat yaitu dia

sendiri. Sahabatnyapun hanya seorang yaitu aku. Ia telah terkena

118

serangan hebat, sehingga binasa maka itu sudah tentu aku hendak

menuntut balas. Dalam tiga tahun ini aku telah melakukan

perjalanan keseluruh tempat dan hasilnya ialah telah kuketahui

orang yang melukainya. Walaupun demikian aku belum berani

pastikan jika aku belum bertemu dengan musuhnya itu. Adapun

kedatanganku kali ini, memang sengaja mencari kau, dan ada

hubungannya dengan penuntutan balas untuk Suhumu .. !"

Mendengar kata orang itu Tong Cin Wie terkejut hingga buru-

burulah ia memimpin orang tua itu keruangan dalam lalu dijamunya

dengan sernestinya.

Cian Pi Sin Mo yang sudah banyak minum arak. Tiba-tiba

berkata kepada Tong Cin Wie:

"Kalian masih berada didalam kegelapan, sehingga

mengundang banyak orang-orang keselatan, sebetninya semua

gerak-gerik kalian sudah diawasi oleh lain orang .." Ucapan

ini telah mengejutkan semua orang lalu bertanyalah Tong Cin Wie:

"Siapa sebenarnya orang yang mempunyai ilmu silat demikian

tinggi itu?"

Cian Pi Sin Mo menjawab sambil tertawa besar: "Orang itu

mungkin adalah orang yang melukai Suhumu tempo hari, walaupun

begitu sekarang aku belum bisa pastikan. Apakah pernah engkau

mendengar orang yang bernama Kang It Peng?"

Tong 'Uri Wie berpikir beberapa lama, lantas geleng kepada. Ia

tidak tahu karena ketika ia sedang menjagoi dirimba hijau didaerah

Utara, Kang It Peng sedang berada diatas gunung bersama cucu

perempuannya, karena ia sedang mendidik cucunya itu utuk

mengasingkan diri sebab musuh-musuhnya telah membinasakan

anak dan mantunya. Penjahat-penjahat tidak pernah mendengar

nama Kang It Peng. Begitu pun Tong Cin Wie yang tidak pernah

119

mendengar namanya hanya penjahat golongan tua itupun tidak

banyak mengetahuinya.

Tiba-tiba Thay-si Sian-su berkata, "Yang Lo-cian-pwee

sebutkan tadi itu bukankah Kong It Peng yang bergelar Gin Si Siu

atau si Kakek Jenggot Perak, yang namanya terkenal didaerah

Kang-lam dan Kang-pak pada duapuluh tahun berselang?"

Cian Pi Sin Mo menjawab sambil tertawa, "Ya itulah

orangnya. Sebelum aku mengasingkan diri, aku berniat menempur

dia. tapi selalu tidak mendapat kesempatan, siapa nyana sesudah

tiga puluh tahun ia masih hidup, nampaknya keinginanku ini

akhirnya akan terkabul juga."

? ooOoo ?

V.

Ketika mereka tiba dikota Ceng Jana Koan mereka disambut

oleh orangnya Tong Cin Wie yang diutus oleh Oey Ceng Tan

menunggu ditempat tersebut, untuk melanjutkan perjalanan ke Ie

Ciu Wan.

Tentang kedatangan di Ie Ciu Wan, sudah dijelaskan dibagian

alas. Tong Cin Wie setelah menanyakan Oey Cnog Tan tentang

usahanya menguntit jejak Chie Ciat-su, diam-diam merasa terkejut

juga.

Meski ia belum pernah mendengar tentang Kang It Peng. tapi ia

sudah ketahui siapa itu Sun Tay Beng yang bergelar Chio Bin Giant

Lo atau Raja Acherat yang berwajah berseri. Orang itu adalah satu

tokoh rimba persilatan didaerah Kang-lam yang paling sukar

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

120

dilayani. Senjata rahasianya yang bernama duri ikan terbang lebih

hebat dan sudah menjagoi didunia Kang-ouw.

Kalau mengingat Chie Kong Hiap cuma seorang bekas pegawai

negeri yang dilepaskan dari jabatan tapi bagaimana sampai bisa

mendapat perlindungan dari orang-orang gagah semacam mereka?

yang lebih mengherankan ialah itu orang yang menggunakan

senjata rahasia duri ikan terbang untuk melukai orang-orang

bawahannya adalah seorang wanita bukan Sun Tay Beng.

Meskipun ia menyebut dirinya budak yang keluarga Chie, tapi

tidak dapat dipercayai sepenuhnya. Anak dara itu tentu mem punyai

hubungan erat sekali dengan Sun Tay Beng, karena di dalam rimba

persilatan didaerah Kang-lam dan Kang-pak, yang mampu

menggunakan senjata rahasia serupa itu cuma Sun Tay Beng.

Anak dara itu sudah pasti murid atau anak Sun Tay Beng.

Kang-tang Lie-hiap baru kira-kira tiga tahun muncul didunia Kang-

ouw, tapi sudah membuat namanya besar dan membikin kucar-kacir

dunia rimba hijau. Kecuali Sun Tay Beng maka sudah tidak ada

orang yang mampu mendidik murid yang begitu gagah.

Kedatangan Tong Cin Wie sudah tentu dengan persiapan yang

lengkap, tapi ternyata sudah kebentur dengan lawan yang keras, hal

ini benar-benar diluar dugaannya.

Bagi Kong-tong Lie-hiap sendiri sebetulnya ia tidak perlu takut,

yang dikuatirkan jalah kalau Sun Tay Beng sendiri muncul.

Tong, Cin Wie berpikir sejenak, lalu memandang Cian Pi Sin

Mo dengan maksud ingin mendapat sedikit keterangan dari orang

tua itu tapi orang tua itu, tetap membungkam seolah-olah tidak mau

ambil perduli semua hal.

Tatkala Oey Ceng Tan melaporkan semua kejadian yang ia

alami. kebanyakan penjahat itu terheran-heran, sampai-sampai

121

Thay-si Sian-su sendiri juga gelengkan kepala dan pelototkan

matanya. Hanya Cian Pi Sin Mo, yang tetap pejamkan matanya,

seolah-olah sedang tidur nyenyak.

Tong Cin Wie mengetahui sifat orang tua itu yaitu kalau ia

tidak suka berbicara, sekalipun ditanya juga sia-sia saja, maka

terpaksa berkatalah ia sambil tertawa getir:

"Ternyata difihak sana ada orang yang menggunakan senjata

rahasia duri ikan terbang, sudah tentu tidak boleh dipandang ringan,

malam ini kita harus siapkan beberapa orang untuk meninjau ke

Siang Ke Cun."

Ia berbicara sampai disitu saja, ia sengaja tidak melanjutkan.

Sambil bersenyum iapun menatap wajah Teng Hong. Ia tidak tahu

bahwa Tong Hong sedang menderita luka dalam ketika bertempur

melawan Cin Tiong Liong sampai saat itu dan luka itu belum

sembuh. Waktu ia mengawasi Teng Hong dilihat-nya Teng Hong

seolah-olah berlaga tuli dan bisu hingga seketika itu lantas naik

darahnya. Pada saat itu, Thay-si Sian-su telah mengetahui gelagat

tidak baik, maka buru-buru menyelak sambil tertawa:

"Di fihak sana kalau benar bukan orang sembarangan, kita juga

tidak boleh bertindak secara gegabah, aku lihat sebaiknya aku yang

pergi sendiri, aku sudah pernah bertemu dengan Sun Tay Beng. Aku

ingin tahu apakah betul dia disana atau tidak?"

Meskipun Tong Cin Wie tidak puas melihat sikap Tong Hong

yang begitu jumawa pun merasa tidak enak untuk membuka mulut

kasar.

Melihat sikap Thay-si Sian-su itu iapun merubah sikap lalu

menjawab dengan tertawa:

122

"Kalau Sian-su ingin pergi sendiri maka hal ini adalah

kebetulan sekali, hanya urusan sekecil itu tidak perlu Sian-su turun

tangan sendiri, Sianw-tee sebetulnya merasa tidak enak."

Sambil tertawa Thay-si Sian-su pun berkata:

"Kita sudah lama bersahabat. apakah masih perlu saling

merendah?"

Sehabis berkata iapun berbangkit lalu minum araknya sampai

kering. Kemudian tertawalah ia bergelak-gelak, hingga suasana

yang genting reda kemhali. Walaupun begitu dalam hati Tong Cin

Wie, sudah terbit maksud untuk menyingkirkan Teng Hong.

Oh Cu Kui sebagai tuan rumah, ternyata pandai melayani

tamunya telah disediakan kamar-kamar untuk para tamunya.

Tong Cin Wie sendiri mendiami sebuah kamar besar dekat

taman bunga dan Oh Cu Kui telah ketahui sifatnya telah

menyediakan dua pelayan wanita cantik untuk melayani Twako dari

rimba hijau daerah Utara itu. Murid kepala Tong Cin Wie yang ben

nama Lauw Kiat, berdiam disamping kamarnya, supaya bisa men-

jalankan titahnya sewaktu-waktu.

Thio Pak Tao dan Thay-si Sian-su, juga mendiami lain kamar

dalam taman tersebut, yang tidak jauh terpisah dari kamar Tong Cin

Wie.

Tengah malam, mendadak angin Utara bertiup sangat hebatnya,

salju juga mulai turun, hingga diatas tanah salju itu mencapai tiga

cun tebalnya.

Tatkala hujan salju berhenti rembulan mulai kelihatan muncul

ditanah terbentang suatu pemandangan alam yang indah. Saat itu

Tong Cin Wie berdiri didepan pintu sambil mengawasi

pemandangan yang indah itu.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

123

Selagi Tong Cin Wie kesengsam dalam alum pikirannya, tiba-

tiba angin menderu, hingga orang she Tong itu terkejut, buru-

burulah ia kerahkan tenaga dalamnya, tangan kanannya diayun

hendak menyerang orang yang baru datang tapi orang itu

mengeluarkan kemahirannya dapat menahan dirinya yang sedang

berlari demikian kencang. Orang itu berhenti dihadapan Tong Cin

Wie lalu sambil tertawa berkatalah "Apa? Sampai aku pun kau tidak

mengenali lagi."

Tatkala orang tersebut berhenti, barulah Tong Cin Wie

mengenalnya. Orang itu adalah Thay-si Sian-su hingga buru-buru ia

menjawab:

"Kedatangan Thaysu terlalu mendadak, hingga hampir saja aku

keterlepasan tangan."

Sesudah berkata demikian menyuralah ia dan memberi hormat,

sebagai tanda pernyataan maaf.

Thay-si Sian-su berkata sambil tertawa bergelak-gelak, "Aku

hanya main-main saja, sekarang sudah lewat tengah malam, aku
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus berangkat ke Siang Ke Cun, sebelum jam tiga mungkin aku

sudah dapat kembali."

Sehabis ia berkata demikian dan tanpa menunggu jawaban

Tong Cin Wie iapun dengan cepat berlalu. Hanya dua tiga lompatan

ia sudah lenyap dari pandangan.

Tong Cin Wie kagum menyaksikun kegesitan Thay-si Sian-su

itu sebab meskipun badannya gemuk, tapi bisa lari laksana terbang.

Diam-diam Tong Cin Wie merasa girang sebab kepandaian ilmu

silat Thay-si Sian-su yang dilihatnya itu sudah pasti dapat

diandalkan. Hatinya tak takut lagi kepada Sun Tay Ben, Pikirannya

lagi walaupun Kang It Peng yang pernah disebut oleh Cian Pi Sin

Mo itu datang akan dilayani oleh Cian Pi Sin Mo.

124

Walaupun sudah jam tiga malam tapi Thay-si Sian-su belum

juga kembali, hingga Tong Cin Wie mulai merasa kuatir. Selagi ia

berpikir dengan gelisah, tiba-tiba terlihat olehnya dari jendela

bayangan orang yang lenyap dengan cepat. Tadinya ia mengira ada

Thay-si Sian-sulah yang kembali hingga berkatalah ia sambil

tertawa:

"Sian-su sudah pulang mengapa menjauhi aku? Bagaimana

keadaan di Siang Ke Cun? Apakah Chio Bin Giam Lo juga berada

disana?"

Ia bertanya berulang-ulang tapi tidak mendapat jawaban. hinga

timbullah curiga dalam hatinya. Tapi dasamya kejam hingga meski

merasa gelagat tidag baik, tapi masih berlagak tidak melihat.

Secara diam-diam iapun mengambil senjata rahasianya lalu

dengan cepat melompat melesatlah ia keluar dari jendela. Tapi baru

saja kakinya menginyak tanah, tiba-tiba ia mendengar jeritan ngeri.

Dengan segera Tong Cin Wie mengenali suara itu adalah suara

Lauw Kiat muridnya yang menjerit itu. Ketika ia menoleh

dilihatnya badan Lauw Kiat sudah tergelincir dari atas genteng.

Tong Cin Wie menggeram cepat-cepat menghampiri Lau Kiat.

Toako rimba hijau dari daerah Utara ini benar. lihay karena

walaupun terpisah satu tumbak dari Lauw Kiat tapi hisa bergerak

cepat untuk menyambut badan Lauw Kiat yang tergelincir dari atas

genteng.

Tatkala ia menampak pundak kiri Lauw Kiat mengucurkan

darah segera diketahuinya bahwa muridnya itu terkena serangan

senjata gelap hingga timbul gusamya. Tatkala itu Lauw Kiat

berkata: "Suhu ada orang diatas genteng .."

Tong Cin Wie meletakkan tubuh Latin Kiat diatas salju ia

sendiri lantas lompat keatas genteng.

125

Tong Cin memeriksa keadaan disekitarnya tapi tidak

menampak satu bayangan manusiapun. Karena mendongkolnya in

lantas membentak sambil tertawa dingin:

"Siapa itu yang melakukan perbuatan pengecut? Jika tak berani

mengunjukan diri apakah itu adalah perbuatan seorang eng- hiong?

Sahabat, keluarlah aku Tong Cin Wie ini ingin mencoba beberapa

jurus !"

Belum habis suaranya tiba-tiba dari tempat gelap muncul

seorang, yang berbadan langsing. Muka orang itu ditutup dengan

sutra hitam dan berdandan dalam pakaian malam yang serba

ringkas, nampaknya dia itu adalah seorang wanita.

Tong Cin Wie menegur dengan suara gusar:

"Kau siapa?"

Orang itu tertawa dingin, lantas menyahut dengan suara yang

merdu:

"Kiranya kau inilah yang menjadi Twako kawanan bandit dari

lima provinsi daerah Utara. Kau tidak mengetahui dan bertanya

diriku. Sudah cukup perbuatan-perbuatan jahatmu didaerah Utara

tapi mengapa masih mau datang mengaduk didaerah ini? Apa

sangkamu engkau bisa berbuat sewenang-wenang di Kang-lam ini

seperti didaerah Utara?"

Tong Cin Wie sangat gusar, ketika mendengar ucapan pedas si

gadis itu. Dasar ia seorang sombong hingga timbul kemarahannya.

Maka tertawa bergelak-gelaklah ia lalu menjawab:

"Sombong benar ucapanmu, sebutkan dulu namamu. supaya

aku bisa tahu siapa sebenarnya engkau?"

Nona yang berkedok hitam itupun menyahut sambil tertawa

dingin:

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

126

"Aku sudah katakan kau tak usah bertanya, kenapa kau tetap

ntembandel?"

Tiba-tiba Tong Cin Wie ingat sesuatu, maka lantas berkata

sambil tertawa:

"Bukankah kau ini Kong-tong Lie-Hiap? Aku tahu engkau

sebab engkau telah melukai muridku ini dengan duri ikan

terbangmu. Jangan kata kau yang masih bocah, sekalipun Sun Tay

Beng sendiri juga aku tidak pandang mata. Baiklah kita bertempur

karena aku ingin kenal senjatamu itu yang telah menggetarkai.

dunia Kang-ouw."

Sehabis ia berkata demikian melompatlah in menyamber nona

yang berkedok itu.

Nona berkedok itu memang benar adalah Kong-tong Lie-hiap

Kang Sian Cian, hingga tatkala Tong Cin Wie memimpin orang-

orangnya tiba dikota Ceng Jung Koan, hal itu sudah diketahui oleh

Cin Tiong Liong. Menampak roman orang-orang tersebut tahulah in

bahwa orang-orang bukan sembarangan, Cin Tang Liong diam-

diam merasa terkejut juga. Dan tatkala Tong Cin Wie herangkat ke

Ie Ciu Wan Cin Tiong Liong juga kembali ke Siang Ke Cun on

memberitahukan kepada Kang-tang Lie-hiap. supaya ia berjaga-

jaga. Meskipun ia tahu bahwa Kong-tong Lie-hiap ini bersi fat

tinggi Kati dikuatirkan ia akan menyatroni sendiri ke Ie Ciu Wan,

maka ia telah sengaja mengatakan bahwa kawanan bandit itu datang

dengan kawan-kawannya yang berjumlah besar, dan berpesan

supaya Kang Sian Cian jangan hertindak sembrono, sebaiknya

menanti kedatangan kedua Lo-cian-pwee.

Cin Tiong Liong sebenarnya mengharap supaya Kang Sin Cian

memperkuat penjagaannya dirumah keluarga Chie, sambil me- .

rung.gu kedatangan Kong It Peng dan Sun Tay Beng, baru turun

tangan terhadap musuhnya.

127

Siapa nyana perkataan Cin Tiong Liong, telah mendapat buah

yang sebaliknya karena Kang Sian Cian yang sudah tinggi

kepandaiannya, sejak turun gunung belum pernah menemui

tandingan hingga dengan demikian timbullah kesombongattnya. Ia

berpikir kepala penjahat itu sudah tiba, dalam dua tiga hari sudah

tentu akan menyerbu Siang Ke Cun, sedang berita Yayanya dan

Suhunya belum ada maka lebih baik jangan membiarkan kawanan

dit itu menyerbu, yang paling baik ialah turun tangan menggempur

lebih dahulu.

Nona cilik ini setelah berpikir demikian, dengan menyimpang

dari kebiasaannya iapun terima baik pesan- Cin Tiong Liong. Cin

Tiong Liong Calm betul sifat Kang Sian Cian yang jujur dan

berterus terang, apa yang sudah disanggupi tidak nanti akan

dirubah.

Kang Sian Cian diam-diam merasa geli dihati, setelah ia

menganta, ban Cin Tiong Liong meninggalkan kamarnya, malahan

ia berpesan supaya Ong Bun Ping disuruh lekas datang untuk

membantunya menjaga rumah keluarga Chie.

Tatkala Cin Tiong Liong memberitahukan hal Kang Sian Cian

kepada Ong Bun Ping, yang tersebut belakangan merasa bersangsi,

karena ia tahu betul sifat nona cilik itu, pasti ia akan mencari Tong

Cin Wie sendiri.

Karena kedua orang itu kuatir kalau-kalau Tong Cin Wie setiap

saat menyerbu Siang Ke Cun, maka baru saja malam tiba,

merekapun segera datang ke Siang Ke Cun untuk melakukan

penjagaan. Tapi baru saja tiba didekat rumah keluarga Chie, Kang

Sian Cian sudah menyambut mereka dengan dandanan yang serba

ringkas.

Nona itu lantas bertanya sambil tertawa: "Begini pagi kalian

sudah sampai."

128

Cin Thiong Liong menyahut sambil tertawa:

"Bukankah kau sendiri yang berpesan supaya kami datang lehih

siang? Kenapa sekarang kau balik bertanya? Kau ini nona cilik

benar-benar susah dilayani."

"Bagaimana aku berani sesalkan Cin Sioksiok dari Ong Suko,

aku cuma kata kalian datang dengan menempuh angin besar dan

hawa dingin, hatiku merasa berterima kasih sekali."

Diwaktu tengah malam tatkala rembulan sudah nampakkan diri,

Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping pun keluar dari karnar. Lantas

berkata kepada Kang Sian Cian:

"Kami akan melakukan pemeriksaan diluar kampung, kart

baik" jaga disini sebab penjahat sudah pada berkumpul dan kalau

mereka menyerbu maka keadaannya akan berbeda dengan beberapa

hari yang lain. Kita terdiri dari sedikit orang sudah tentu sukar

dibagi. Aku dengan Ong Siauw-tee akan keluar sebentar, malam ini

jika benar-benar akan hertempur dengan kawanan penjahat. walau

bagaimana pun jangan meninggalkan rumah keluarga Chie, supaja

tidak kena jebakan tipu muslihat musuh dan paling baik kita harus

beritahu suami-isteri Chie Ciat-su bahwa jika ada terjadi apa-apa

hendaknya mereka jangan gugup atau ketakatan."

Kang Sian Cian terima baik pembicaraan itu sedang Cin Tiong

Liong dan Ong Bun Ping segera berlalu. Sepeninggal dua orang itu

maka Kang Sian Cian pun segera menuju kekamar Sie Kiat. Baru

saja ia sampai didepan pinto sudah disambut oleh Sie Kiat dengan

perasaan girang.

Anak muda itu lantas menyambar tangan si nona sambil

memanggil-manggil, tapi si nona tidak menjawab, hingga Sie Kiat

merasa heran. lalu bertanya:

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

129

"Adik Sian kenapa engkau tidak perdulikan aku lagi, apakah

kau merasa gusar?"

Kang Sian Cian melihat sikap yang demikian mengharukan

maka ia lantas menjawab seraya menggelengkan kepala:

"Engkau ini selalu memikiri hal yang bukan-bukan, engkau

tidak pernah berbuat salah kenapa aku harus marah?" Selesai

berkata demikian iapun duduk disamping Sie Kiat.

Ketika Sie Kiat menampak sikap Sian Cian yang agak berlainan

dari biasa kembali bertanya:

"Adik Sian malam ini agaknya kau mempunyai banyak urusan,
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bolehkah kau beritahukan kepadaku?"

Kang Sian Cian sebetulnya ingin memberitahukan maksudnya

yaitu ia hendak menemui Tong Cin Wie. tapi ia kuatir akan dicegah

oleh Sie Kiat, hingga sambil bersenyurn berkatalah ia:

"Malam ini dikuatirkan penjahat akan datang menyatroni

hendaknya engkau lekas tidur."

Sie Kiat meski tidak ingin berlalu, tapi ia tidak berani

membantah pesan nonanya itu, hingga ia lantas masuk kekarnarnya

dengan perasaan dan sikap ogah-ogahan.

Setelair Sie Kiat masuk kekamarnya. Sian Cian pun naik keatas

genteng. Ketika ia menampak Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping

sedang melakukan penjagaan diluar rumah keluarga Chie, maka ia

pun mengambil jalan lain, sambil memakai tutup muka hitam terus

lari menuju ke Ie Ciu Wan.

Ketika Kang Sian Cian tiba di Ie Ciu Wan hari baru jam dua

malam. Karena ilmu meringankan tubuhnya yang baik, maka

gerakannya itu tidak menimbulkan bunyi. cuma karena ia tidak tahu

130

dimana letak kamar Tong Cin Wie, hingga ia mencari ubek-ubekan

sekian lama tapi masih juga belum menemukannya.

Akhirnya tibalah ia ditaman bunga. Disana ia melihat dalam

sebuah kamar ada sinar lampu maka pergilah ia ketempat tersebut,

dengan demikian ia telah menemui kamar Tong Cin Wie.

Kang Sian Cian belum pernah bertemu Tong Cin Wie, hingga

ia tidak ketahui bahwa orang yang mendiami kamar tersebut adalah

dia.

Kang Sian Cian bertindak hati-hati sekali, dengan cara

bergelantungan iapun melongok kedalam kamar. Ia menampak

seorang pertengahan umur, sedang duduk dan membaca buku

dibawah penerangan lampu, orang itu berpakaian panjang, mukanya

sedikit putih, matanya bersinar dan jidatnya sedikit menonyol.

Begitu ia melihat sudah bisa diketahuinya bahwa orang itu tinggi

sekali ilmu dalamnya, sekian lama ia mengawasi tapi masih belum

kenal siapa orang itu.

Tong Cin Wie yang lama menanti kedatangan Thay-si Sian-su,

dalam hati merasa gelisah. Karena itu iapun bangkit membuka

jendela. Perbuatannya itu mengejutkan Kang Sian Cian, hingga ia

segera meloncat keatas genteng tapi bayangannya telah tampak

diatas salju. Ketika ia mengetahui bahwa bayangan disalju itu,

burulah ia mendekam, tapi agak terlambat sebab sudah dilihat oleh

Tong Cin Wie.

Tong Cin Wie lantas bertindak hendak membinasakan musuh-

nya, tapi saat itu muridnya telah diserang oleh Kang Sian Cian.

Sebetulnya Lauw Kiat sudah tidur dikamarnya tapi tatkala

mendengar suara Tong Cin Wie iapun bangun lalu melompat keluar

melalui jendela diwaktu itu Kang Sian Cian segera menyerang

dengan senjata rahasia duri ikan terbang.

131

Lauw Kiat yang tidak menduga sama sekali, sudah tentu tidak

dapat mengelakan. Ketika ia merasa lengan kirinya sakit lantas

terjungkal dari atas genteng. Beruntung Tong Cin Wie mengetahui

pada saatnya lalu dengan sangat tepat dan dengan kecepatan seperti

kilat iapun menyambuti tubuh Lauw Kiat.

Tong Cin Wie dalam murkanya lantas menyerang Kang Sian

Cian.

Kong Sian Cian merasa serangan penjahat tersebut sangat hebat

hingga tidak berani menyambuti. Buru-buru ia menyingkir untuk

mengelakkan serangan tersebut.

Tong Cin Wie menyaksikan gerakan Kang Sian Cian demikian

gesit, diam-diam merasa terkejut juga. Kemudian iapun inenyerang

lagi tapi Kang Sian Cian kembali berkelit sambil meng-hunus

pedang untuk membabat tangan musuhnya itu.

Tong Cin Wie perdengarkan tertawa dingin, sambil memutar

tubuhnya. Ia mengelakkan serangan-serangan Kang Sian Cian lalu

kemudian menyerang bahagian kirinya si nona itu. Serangan itu

dilaku-kannya secara luar biasa dan cepat sekali sehingga nona itu

terkejut dan hampir saja ia terkena serangan. Maka buru-buru ia

meiesat kedepan dan pedangnya dipakai untuk menyamber secara

memutar balik.

Tong Cin Wie tidak menduga sama sekali bahwa Lang Sian

Cian dalam keadaan yang berbahaya tapi masih mampu melakukan

serangan pembalasan, malahan serangannya itu demikian cepat

hingga hanya sekejapan saja, ujung pedang sudah mengancam dada

Tong Cin Wie lalu dalam keadaan tergesa-gesa iapun terpaksa

mendekkan tubuhnya, hingga serangan itu lewat diatas kepalanya.

Walaupun begitu Tong Cin Wie mengucurkan keringat dingin juga.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

132

Dalam penyerangan itu maka mulailah satu sama lain tidak

berani memandang ringan musuhnya lagi. Bagi Kang Sian Cian

sendiri below tahu bahwa serangannya tadi itu hampir saja

menamatkan riwajatnya Tong Cin Wie. Sejak ia turun gunung,

belum pernah menemui tandingan yang setimpal. Serangan Tong

Cin Wie tadi pun hampir saja mencelakakan diri Sian Cian hingga

dalam malu dan gusamya segera balas menyerang secara hebat dan

ganas. Tidak heran serangannya yang tadi itu hampir saja mene-

waskan jiwa si orang she Tong.

Tong Cin Wie karena terkejutnya tidak bisa mengetahui pedang

yang digunakan oleh Kang Sian Cian tadi, buru-buru ia kerahkan

seluruh kepandaiannya untuk melakukan perlawanan.

Ilmu pedang Kang Sian Cian yang ia mendapat dari Kang It

Peng ditambah lagi dengan pelajaran Sun Tay Beng, sudah tentu

bukan ilmu pedang senibarangan. Dengan pedangnya yang lemas

dan istimewa itu membuat dirinya seperti macan yang tumbuh

sayap.

Sekalipun Tong Cin Wie mempunyai kepandaian ilmu silat

yang tinggi sekali tapi harus merasa kewalahan ketika menghadapi

serangan ilmu pedangnya. Ujung pedangnya selalu ditujukan

kepada jalan darah yang berbahaya sehingga membuat Tong Cin

Wie amat terkejut hingga terpaksa ia mengeluarkan ilmu silat Kin-

na-ciu-hoatnya yang terdiri dari tiga puluh enam jurus.

Pertempuran mereka ketika sudah beberapa puluh jurus tiba-

tiba tampak bayangan orang berlari diatas genteng rumah menuju ke

dalam taman dan kawanan penjahat yang mendengar suara

pertempuran juga lantas pada memburu ketempat tersebut.

Kang Sian Cian ketika melihat sekitarnya telah penuh orang

yang masing-masing membawa senjata. Walaupun begitu mereka

tidak berani membantu Tong Cin Wie, nampaknya mereka hanya

133

menjaga supaya ia nona tidak dapat loloskan diri. Ilmu silat dan

ilmu pedang Kang Sian Cian meskipun telah tinggi tapi ia belum

cukup berpengalaman dan tatkala ia menampak dirinya dikurung

batinya lantas tergerak, pikirnya.

"Aku sedang bertempur disini tapi kalau mereka pencarkan

tenaga mereka untuk menyerbu ke Siang Ke Cun, niscaja jiwa

keluarga Chie akan terancam bahaya besar, meskipun Cin Siok-siok

dan Ong Suheng ada tapi aku kewalahan sebab terdiri dari dua

orang saja, maka kalau pertarungan ini dilanjutkan terus, bagaimana

kalau ada kejadian apa-apa atas diri keluarga Chie?"

Berpikir sampai disitu, terutama kalau memikirkan keselamatan

diri Sin Kiat maka gelisahlah ia. Sebenarnya ia ingin bertempur

dengan Tong Cin Wie, tapi karena pikiran tersebut, ia lantas

berpikir hendak kembali saja ke Siang Ke Cun.!

Karena pikirannya bercabang maka serangan Kong Sian Cian

mulai kendor, hingga Tong Cin Wie mendapat kesempatan untuk

melakukan serangan pembalasan. Dengan demikian Kang Sian Cian

terdesak mundur. Ia coba-coba memperbaiki kedudukannya, tapi

ternyata sudah terlambat.

Karena ia tahu bahwa sudah tidak ada lain jalan selain angkat

kaki maka pada satu kesempatan ia coba-coba melompat keatas

untuk kabur, tapi ia dicegat oleh tiga penjahat.

Melihat itu Kang Sian Cian amat gusar hingga diputar

pedangnya. Senjata ketiga penjahat itu, waktu itu juga terpapas

kutung semuanya. Ia tidak mau berhenti sampai disitu saja tapi

diayun pedangnya. Saat itu pinggang salah seorang dari penjahat itu

putuslah. Hal itu menyebabkan timbul kegaduhan. Disaat mereka

lagi gaduh Kang Sian Cian segera kabur.

134

Tong Cin Wie yang menyaksikan Kang Sian Cian dalarn tempo

sekejapan telah merubuhkan orangnya secara mudah sekali. dalam

hatinya timbul rasa gusar hingga seketika itu juga ia lantas

keluarkan kepandaian lari pesatnya untuk mengejar.

Kang Sian Cian yang mengetahui dirinya dikejar, hatinya diam-

diam mengeluh: "Kalau aku sendiri terus lari kembali ke Siang Ke

Cun, tentu mereka akan mengejar kesana pula."

Karena ia lagi bingung maka gerakan kakinya agak lambat,

hingga Tong Cin Win cepat berada dekat dibelakangnya. Dalam

kebingungan Kang Sian Cian lantas mengeluarkan tiga batang duri

ikan terbangnya untuk menyerang Tong Cin Wie.

Ketika Tong Cin Wie melihat tangan si nona bergerak iapun

segera mengetahui bahwa anak dara itu akan menggunakan sen-

senjata rahasia.

Tadinya ia masih anggap ringan kepada si nona tapi kini in

harus berhati-hati sebab senjata rahasia nona itu tab bersuara dan

salah sebuahnya telah kena pundaknya walaupun ia telah robohkan

diri. Duri ikan terbang yang lain meluncur terus dengan pesat

mengenai pengikut Tong Cin Wie. Terdengarlah suara jeritan salah

seorang bawahannya waktu itu juga roboh.

Dengan demikian menyebabkan Tong Cin Wie dan orang-

orangnya lantas urungkan pengejaran lalu kembali ke Ie Ciu Wan.

Kang Sian Cian merasa lega ketika melihat rumah keluarga

Chie tak apa-apa. Walaupun begitu hatinya agak kurang enak,

waktu ia melihat Tiong Liong dais Ong Bun Ping menyambutnya

serentak iapun segera memanggil Cin Tiong Liong.

"Cin Siok-siok."

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

135

"Kau bocah cilik ini, semakin besar semakin nakal," Cin Siok

Cin Tiong Liong berkata sambil tertawa, "Siokmu telah kau tipu

mentah-mentah!"

Kong Sian Cian berkata sambil bersenyum aleman:

"Aku pergi ke Ie Ciu Wan untuk menyerepi keadaan penya-Lat

itu. think nyana tank kepergok oleh mereka, setelah bertempur

setengah harian baru bisa meloloskan diri."

Cin Tiong Liong ketika melihat sikapnya merasa puas dalam
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hati sebab ia mengetahui bahwa keponakannya itu tidak mengalami

kekalahan.

Ong Bun Ping tahu ilmu silat dan ilmu pedang Sumoynya jauh

lebih tinggi dari dirinya, cuma ia belum mengetahui sampai dimana

tinggi kepandaian sang adik seperguruan itu. On Bun Ping telah

lima belas tahun berguru kepada Sun Tay Beng, senjatanya

sepasang Poan-koan-pit sudahlah ia melatihnya sampai mahir

sekali, orang-orang-orang yang lebih tua tingkatannya dikalangan

Kang-ouw jika menyebut halnya Ong Bun Ping, tidak seorangpun

yang tidak memberi pujian. Banyak diantara mereka yang ingin

menjodokan anak perempuannya kepada anak muda itu tapi selalu

ditolaknya dengan halus. Sun Tay Beng juga adalah seorang yang

beradat polos dan sembarangan. Dalam hal ini sama sekali ia tidak

mau ambil pusing, kalau orang mencarinya dan menyuruhnya

menunjukan kewibawaan supaya Ong Bun Ping menerima lamaran

itu tapi jawabannya yang disertai goyang-goyang tangan selalu

diperdengarkan.

"Aka cuma memberi pelajaran ilmu silat kepada muridku, tidak

mengajari dalam soal perkawinan. Kalian orang-orang tua ini selalu

suka mengurusi urusan anak muda. kalau kalian ingin ambil

menantu padanya, suruh sajalah anak perempuanmu berlutut di-

hadapannya. !"

136

Karena urusan perkawinan Ong Bun Ping ini saja entab sudah

banyak kawannya Sun Tay Beng yang merasa tidak senang dan

tersinggung karena sikapnya orang yang aneh itu. Seorang

diantaranya yang mempunyai huhungan erat dengannya pernah

meminta Sun Tay Beng menjadi perantara perkawinan antara

puterinya dan Ong Bun Ping, kawannya itu merasa jakin bahwa

permintaannya itu tak ditolak oleh Sun Tay Beng tapi siapa nyana

Sun Tay Beng tetap dengan sikapnya, sehingga kedua sobat itu

hampir saja bentrokan hebat. Kawannya itu karena murkahnya telah

memutuskan hubungannya dengan Sun Tay Beng. hal ini dibagian

belakang kita akan tuturkan lagi.

Meskipun Ong Bun Ping gagah dan tampan, tapi tidak gemar

kepada paras cantik, sekalipun barjak wanita cantik yang tela jatali

hati kepadanya, tapi hatinya tidak tergerak sedikitpun. Hanya

terhadap Kang Sian Cian, yang berkumpul hampir seiap hari dan

malam telah tertarik benar-benar. Waktu itu Kang Sian Ci, baru

berusia lima belas tahun hingga belumlah ia mengerti benar soal

cinta. Apa mau Ong Bun Ping sendiri sifatnya agak tinggi hati,

hingga meskipun ia telah menyinta begitu dalam kepada sang

Sumoy, tapi tidaklah ia mau menyatakan perasaannya itu. Dan Kang

Sian Cian yang agak bersifat binal dan masih kekanak-kanakan, dua

tahun lamanya selalu berguru kepada Sun Tay Bang, setiap kali

belajar silat dengan Ong Ban Ping, selalu si anak muda yang

menjadi pecundang.

Ketika Sun Tay Beng melihat bakat Kang Sian Cian yang luar

biasa itu lagi pula telah mendapat didikan ilmu pedang asli dari

Kang It Peng sahabat karibnya hatinya sangat girang. Maulah ia

jadikan nona itu sehagai satu mustika didalam rimba persilatan,

supaya kawan-kawannya didunia Kang-ouw dapat menyaksikan

kepandaian dan kelihayan murid-murid didikannya.

137

Tapi tenaga dalam, ilmu pedang dan ilmu meringankan tubuh

dari Kang It Peng, sudah menjagoi didaerah Kang-lam dan Kang-

pak, merupakan soal sulit padanya untuk memberi didikan kepada

nona yang berbakat itu. Setelah Sun Tay Beng mempelajari dalam-

dalam kepandaian ilmu silat yang dipunyai oleh Kang Sian Cian

maka iapun mengambil keputusan untuk menurunkan

kepandaiannya dalam menggunakan senjata rahasianya yang

tunggal, yang ia namai ?Duri Ikan Terbang? kepada Kang Sian Cian.

Begitu pula pedang lemasnya yang istimewa yang rnembuat

namanya terkenal didunia Kang-ouw telah diberikan kepada nona

itu.

Hanya dalam waktu dua tahun. Kang Siang Cian sudah dapat

melatih senjatanya yang bermutu itu sampai begitu mahir, sampai-

sampai tiga rupa serangan Sun Tay Beng yang paling lihay juga

dipelajarinya dengan baik.

Sun Tay Beng yang menyaksikan kecerdasan muridnya itu

diam-diam juga merasa girang, pada suatu hari ia Kang Sian Cian

lalu berkata kepadanya:

"Senjata duri terbang, ini adalah senjata rahasia yang paling

berbisa didalam dunia Kang-ouw. Kann orang yang mempelajari-

nya itu menyalah-gunakan pelajarannya, akan menerbitkan bencana

yang hebat. Sekarang kepandaian ini aku sudah turunkan kepamu,

tapi kuharap kau jangan sembarangan turunkan kepada lain orang.

Aka cuma memperbolehkan kau menurunkan kepada seorang saja,

agar supaya tidak menerbitkan bencana yang besar. Muridku

banyak tapi hanya kepada engkau kuberikan pelajaran ini."

Pada waktu Kang Sian Cian berraah dengan gurunya, umurnya

sudah tujuh belas tahun yaitu masa mengerti soal asmara, hingga

kalau pada saat itu Ong Bun Ping berani mengutarakan isi hatinya

mungkin Kang Sian Cian akan mernerimanya, namun Ong Bun

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

138

Ping tidak berbuat demikian, ini disebabkan sifatnya yang tinggi

hati dan merasa dirinya sendiri tidak menempil kepandaian si nona,

hingga rasa cintanya yang begitu besar terpaksa ia pendam didalam

hati saja. Tidaklah ditunjukannya pada mukanya dan sikapnya.

Meski Kang Sian Cian merasa Suhengnya adalah seorang yang

baik, tapi karena menampak sikapnya terhadap dirinya sendiri yang

seolah-olah terbatas dengan persababatan antara Suheng dan

Sumoy, dan tidak menunjukkan tanda rasa cintanya, bagi ia sebagai

seorang wanita sudah tentu tidak berani membuka mulut lebih

dahulu untuk menyatakan perasaannya. Setelah ia meninggalkan

Sun Tay Beng yaitu selama dua tahun lamanya melakukan

perbuatan mulia didaerah Kang-lam, sehingga namanya terkenal

sampai mendapat julukan Kang-tang Lie-hiap, tapi toch tidak

melupakan diri Ong Bun Ping.

Siapa nyana ketika ia bertemu Chie Sie Kiat hatinia teiah di-

rubuhkan oleh pemuda yang lemah-lembut itu. Hal ini sudah tentu

tidak diketahui oleh Ong Bun Ping. Dua tahun kemudian setelah

Ong Bun Ping bertemu pula dengan Sumoynya dan ketika ia

menampak sang Surnoy itu ternyata bertambah cantik dun menarik

maka rasa cintanya yang ia pendam sekian lama telah berkobar

pula, tapi ia tetap merasa rendah diri, apalagi nama Kang Sian Cian

sudah began terkenal. Hal ini membuat ia tidak berani buka mulut.

Saat itu ketika ia menampak Kang Sian Cian pulang dari Ie Cin

Wan ia lantas bertanya:

"Sumoy, kepala penjahat dari Utara sudah berada di le Ciu Wan

kenapa engkau berani seorang diri menempuh bahaya? Ilmu silat

Tong Cin Wie tinggi sekali dan sifatnya juga kejam dan gangs."

Ia ucapkan kata-kata itu demikian rupa. seolah-olah hendak

menunjukkan perhatiannya yang besar terhadap dirinya si nona.

139

Ketika Kang Sian Cian menyaksikan sikap sang Suliengnya itu

ia agak terperanjat, karena selama dua tahun ia bergaul dengan

Suhen.gnya itu, belum pernah sang Suhengnya menunjukkan sikap

yang demikian terbuka padanya, setelah herpikir sejenak, barulah

menjawab, sambil bersenyum:

"Sin Ciu Tui Hun Tong Cin Wie yang kau maksudkan? Tidak

ada apaapanya yang luar biasa. aku telah bertempur dengan dia

sampai berpuluh jurus tapi belum mendapat keputusan, oleh karena

aku selalu memikirkan keadaan disini, maka aku lantas menerjang

kepungan, akhirnya ada dua penjahat yang terkena senjata

rahasiaku, hingga mereka mengalami sedikit kekalutan."

? ooOoo ?

VI.

Dan sekarang kita balik lagi kepada Thay-si Sian-su yang

meninggalkan Ie Ciu Wan untuk pergi menyerepi keadaan Siang Ke

Cun. Dalam tempo tidak lama ia sudah berada diluar kampung

Siang Ke Cun, Thay-si Sian-su berhenti sejenak lalu mulai

memeriksa keadaan tempat itu, selagi hendak masuk kekampung

tapi tiba-tiba dari atas sebatang pohon besar ia mendengar orang

berbicara dengan suara dingin:

"Ilmu lari pesatmu ternyata boleh juga, mengapa sekarang baru

sampai?"

Thay-si Sian-su terperanjat, ia mendongak keatas pohon itu tapi

tidak terdapat orang yang berkata itu, hingga hati-nya bersangsi.

Dengan ketakutan melihat benda yang berada sejarak tiga turnbak,

tapi ia tidak melihat sesuatu sedang pohon itu hanya dua tumbak

140

jauh darinya dan daun pohon itu sudah ron-tok. Ia heran hal ini

sebab suara itu datang dari pohon itu.

Thay-si Sian-su mengawasi beberapa lama tapi tetap masih

tidak dapat melihat apa-apa. Setelah berpikir sejenak lalu iapun

membentak dengan suara bengis:

"Kau manusia atau setan, lekas tunjukkan dirimu, supaya Hud-

yamu bisa lihat."

Baru saja habis kata-katanya telah terdengar pula suara orang

tadi:

"Kau si kepala gundul yang buta matamu, kau tidak sesalkan

dirimu sendiri yang tidak mempunyai mata, sehingga tidak dapat

lihat orang, sebaliknya mencurigai orang sebagai setan, apakah

semua orang yang berkepandaian tinggi dari Utara, tidak berguna

seperti kau ini? Kalau begitu sebaiknya kau lekas pulang saja

kesarangmu, supaya tidak membikin malu orang didaerah ini."

Selesai ia berkata demikian tampaklah seorang melayang

kebawah, lambat-lambat orang itu menghampiri Thay-si Sian-su.

Thay-si Sian-su mengawasi dengan seksama, ternyata orang

tersebut adalah seorang tua yang berumur kira-kira lima puluh tahun

lebih. Ia mengenakan pakaian panjang berwarna, tangannya

membawa tongkat yang berwarna hitam jengat, tubuhnya pendek,

dibawah janggutnya ada segumpal jenggot yang sudah berwarna

dua, wajahnya kelihatan keren, tapi tersungging sedikit senyuman.

Setelah Thay-si Sian-su mengawasi orang tersebut lalu berkata

dengan suara gusar. "Kau siapa? Apa kau ini Chio Bin Giam Lo?"

Orang tua itu tidak memperdulikan pertanyaannya tapi sambil

tertawa bergelak-gelak berkatalab ia:

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

141

"Kau seorang beribadat, kenapa lekas naik darah? Kalau aku

sebagai Budha, niscaja siang-siang sudah kudepak engkau keluar

dari pintu kuil."
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika Thay-si Sian-su menampak sikap orang itu yang

jumawa, serta tidak mau melayani pertanyaannya maka gusamya

pun tambah memuncak lalu kembali membentak dengan suara

sengit:

"Kau jangan berlagak gila dihadapanku, sekalipun kau tidak

mau memberitahukan namamu, aku juga tahu hahwa kau adalah

Chio Bin Giam Lo!"

Belum habis kata-katanya Thay-si Sian-su, orang tua itu

delikkan matanya sambil tertawa dingin:

"Bagainiana, kau ingin bertanding dengan aku?"

Ketika Thay-si Sian-su melihat sorot mata yang mengeluarkan

sinar tajam itu ia pun mengetahui bahwa ilmu tenaga-dalam orang

tua itu sudah mencapai puncak kesempurnaan, hingga diam-diam

berpikirlah bahwa Chio Bin Giam Lo ini benar-benar bukan cuma

nama kosong saja. Walaupun begitu ia anggap dirinya masih

mempunyai kekuatan untuk menghadapi orang itu maka lantas

berkatalah ia dengan sombongnya:

"Aku sudah lama mendengar bahwa tidak pernah menemui

tandingan waktu kau malang-melintang didaerah Kang-lam selama

sepuluh tahun. Malam ini Lolap mendapat kesempatan untuk

membuka mata, sudah tentu bersedia melayani kehendakinu."

Orang tua itu memang adalah Sun Tay Beng yang bergelar

Chio Bin Giam Lo, maka iapun berkata pula sambil tertawa:

"Kalian orang. yang menjadi Hweeshio, setelah binasa akan ke

Nirvana disebelah Barat, hal ini aku Giam Lo tidak mau tahu, cama

142

saja kau sekarang sudah memasuki lagi kedunia, itu berarti masuk

jaring sendiri, aku Giam Lo sudah tentu akan menangkap jiwamu.

Aku akan masukkan kau kedalam Neraka sebagai orang-orang jahat

yang lain dan kalau Hudya mencari aku, terpaksa aku akan ajak ia

bikin perhitungan dihadapannya Giok Hiong Thay Tee."

Sehabis berkata demikian ia kembali tertawa besar. Kedua

kakinya menjejak tanah lalu melompat ?keatas setinggi dua tumbak.

Ditengah udara ia pentang kedua lengannya dan tatkala ia turun

kembali ia sudah berada ditempat yang jau dari pendeta itu. Ketika

itu ia berseru:

"Hei Hweeshio lekas sedikit, kalau kau lambat, nanti pintu

akherat akan tertutup." Thay-si Sian-su sangat gusar hingga sambil

tertawa dingin ia berkata:

"Sun Tay Beng, kau jangan sombong dulu, aku akan lihat

senjata duri ikan terbanginu yang menggetarkan Kang-lam itu.

Sebetulnya apa lihaynya?"

Sehabis berkata ia juga lantas melompat melesat menerjang

kearah Sun Tay Beng. Sun Tay Beng tertawa kembali bergelak dan

berkata:

"Bagus! Hweeshio, malam ini kita adu lari dahulu."

Sehabis itu ia lantas gerakkan kakinya, dan tubuhnya melesat

laksana anak panah yang terlepas dari busurnya. Thay-si Sian-su

tidak mau mengalah mentah-mentah. Ia segera gerakkan kakinya

untuk mengejar lawannya, hingga dua orang yang namanya sudah

terkenal didunia Kang-ouw itu saling kejar-kejaran diatas salju pada

waktu malam yang gelap itu.

Sun Tay Beng bermaksud hendak berkenalan dengan Thay-si

Sian-su merasa hampir meledak perutnya saking menahan gusar,

tapi apa mau dikata sebab Sun Tay Beng lebih gesit daripadanya.

143

Meskipun Hweeshio itu telah mengeluarkan seluruh kepandaian

tapi tidak dapat menyandak.

Pertandingan adu lari itu sebentar saja sudah melalui beberapa

puluh Li, hingga Thay-si Sian-su jadi kalap lalu membentak dan

mengeluarkan kepandaiannya yang terakhir. Badannya yang gemuk

melompat beruntun tiga kali, ketika telah berada dibelakang Chio

Bin Clam Lo maka iapun sodorkan tangannya menyambret pundak

kanan lawannya itu.

Sun Tay Beng cuma sedikit menggerakkan pundaknya lantas

jambretan si Hweeshio itu kena tempat kosong. Oleh karena ia tidak

berhasil maka kemarahannya makin bertambah. Iapun melesatlah

lagi dan menyerang gegernya Sun Tay Beng dengan senjata

rahasianya yang berupa mutiara.

Thay-si Sian-su yang sudah dibikin kalap itu telah bertekad

bulat hendak membinasakan lawannya yang jail itu hingga serangan

dengan tangan dan senjata rahasianya itu dilasncarkan dengan

beruntun dahulu barulah ia membentak dengan suara bengis:

"Orang she Sun, kau sambuti Hudyamu punya Soa-bun-chit-

bong-cu !"

Ilmu tenaga-dalam Tay-si Sian-su sudah tinggi sekali hingga

kekuatan dari serangan tersebut amat hebat, meski tenaga dalam

Chio Bin Giam Lo sudah sempurna tapi ia tidak berani menyambut

serangan Hweeshio 'tersebut. Maka buru-burulah ia rebahkan diri

dan menggelinding sejauh lima kaki, hingga tiga butir mutiara itu

lewat melesat melewati bajunya, serangan tangan Hweeshio itupun

mengenai tanah saja hingga salju pecah berarakan.

Sun Tay Beng mulai gusar karena diserang begitu maka setelah

mengelakan serangan Thay-si Sian-su itu iapun segera melakukan

serangan pembalasan tanpa menunggu badannya lompat berdiri.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

144

Kakinya merabu menyerang lawannya dengan gesit sekali.

Ketika Thay-si Sian-su menappak Sun Tay Beng melakukan

serangannya dengan gesit diam-diam terperanjat, dengan jalan

melompat ke atas ia menghindarkan serangan dari kaki Sun Tay

Beng dan kemudian menenddang jalan darah Thian-leng-hiat dan

Kie-bin-hiat Sun Tay Beng.

Serangan Thay-si Sian-su ini dinamai Siang Liong Cut Tong

atau sepasang naga keluar dari gua. Serangan ini merupakan

serangannya yang istimewa.

Sun Tay Beng buru-buru memutar tubuhnya, ia berputaran

diatas salju untuk mengelakan tendangan Thay-si Sian-su, diam-

diam ia merasa terperanjat juga tapi walau begitu mulutnya masih

bisa berseru:

"Hweeshio, seranganmu kurang sedikit saja."

Sehabis berkata demikian iapun melesat keatas lain mengayun

tangan kirinya untuk menyerang geger belakang si Hweeshio itu.

Tangan kanannya eembabat bagian hawah lawannya.

Serangan yang berbareng ini dilakukannya dengan cepat sangat

tapi Thay-si Sian-su juga bukanlah orang sembarangan hingga ia

masih bisa berkelit.

Sun Tay Beng lantas berkata sambil tertawa:

"Aku tidak nyana bahwa kau si kepala gundul ini mempunyai

kepandaian jang berarti juga."

Berbareng dengan omongannya itu iapun lonyorkan kedua

tangannya, dengan tipu "Ja-ma-hun-cong" atau Kuda Liar membela

suri balik menotok jalan darah kedua dengan Thay-si Sian-su.

Gerakan ini dilakukan secara bagus sekali hingga Thay-su

Sian-su menarik kembali serangannya. Kedua orang itu bertempur

145

beberapa jurus hingga masing-masing mengerti sampai dimana

kekuatan lawannya. Walaupun Thay-si Sian-su membentak keras

sambil pentang kedua tangannya untuk menyerang tapi Chio Bin

Giam Lo tetap dengan lagaknya yang jenaka, namun dalam hatinya

ia tidak berani pandang ringan lagi si kepala gundul itu.

Sesudah bertempur beberapa jurus lagi Chio Bin Giam Lo

lantas melompat mundur lalu berkata sambil menuding pada Thay

si Sian-su:

"Hweeshio, bertempur secara ini, rasanya kurang menarik,

sebaiknya malam ini kita bertempur tigaratus jurus diatas air telaga,

selagi airnya membeku! Bagaimana pikiranmu?"

Thay-si Sian-su pun segera menyawab dengan gusar:

"Sekalipun digunung golok atau dirimba pedang aku akan

melayani engkau juga."

Sun Tay Beng tertawa besar, lantas memutar tubuhnya lalu lari

menuju telaga. Ia diikuti segera oleh Thay-si Sian-su.

Kedua orang itu sama-sama mahir dalam ilmu lari pesat hingga

sebentar saja mereka sudah berada ditepi telaga.

Tatkala mereka mengawasi air telaga, benar saja telah beku dan

tebalnya semacam lapisan es.

Sun Tay Beng lantas melompat melesat keatas telaga, lalu

menggapai Thay-si Sian-su. Chio Bin Giam Lo sebenarnya suka

menggoda dengati mulut-nya, tapi sekarang ia tidak berani

membuka mulut, karena waktu itu ia mengambang diatas air. Kalau

ia tidak mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sudah cukup

sempurna maka ia tidak mampu berdiri diatas es itu. Ilmu ini

mengandalk,an kekuatan tenaga-dalam dan pernapasan. Meski ilmu

146

Sun Tay Beng sudah men-capai kesempurnaan, tapi tidak berani

membuka mulut atau menarik napas diwaktu itu.

Ketika itu Thay-si Sian-su sudah gusar sekali hingga melesat-

lab ia, sebentar saja ia telah berada didepan Chio Bin Giam Lo.

Bila bertempur diatas lapisan es yang tipis itu orang tidak boleh

berlaku gegabah sedikitpun. Sun Tay Beng mengerti bahwa bila ia

menyambuti serangan Thay-si Sian-su secara kekerasan maka ia

akan menghancurkan lapisan es tersebut. Dalam pertempuran itu

orang tidak boleh menggunakan kemahiran dan kecerdikan karena

itu ia lantas meloncat sambil kerahkan tenaga-dalamnya diam-diam

untuk membikin hancur bagian bawah dari lapisan es.

Karena serangan Thay-si Sian-su tadi tidak mendapat sasaran

maka kakinya lantas menginjak lapisan es yang sudah dihancurkan

oleh Chio Bin Giant Lo. Maka dikerahkan tenaga dalamnya sambil

menggunakan ilmu It Hok Cong Thian" atau "Seekor Burung

bangau melesat keudara" lalu naik keatas tapi siapa nyana Sun Tay

Beng setelah mengelakan serangan, badannya yang ditengah udara

lantas memutar balik, dan dengan kedua tangannya iapun

menyerang Thay-si Sian-su.

Gerakan Sun Tay Beng ini benar-benar diluar dugaan Thay-si

Sian-su hingga tatkala ia merasakan serangan angin berada diatas

kepala-nya maka tanpa pikir panjang lagi, ia lantas menyambuti

dengan kekuatan tenaga sepenuhnya. Waktu itu lapisan bawah dari

es yang diinyaknya memang sudah hancur dengan sendirinya tidak

sanggup lagi menyanggah dirinya yang begitu berat, apalagi ketika

itu Sun Tay Beni lagi menyerang dengan hebat, tidak ajal lagi diri

Hwee-shio gemuk itu lantas ambles kebawah.

Thay-si Sian-su lama sekali berdiam didaerah Utara hingga

sama sekali tidak pandai berenang. Ketika ia mengetahui bahwa

badannya akan tenggelam maka hatinya lantas gelisah apalagi

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

147

ketika air mulai masuk kedalam mulutnya. Dengan susah-pajah

barulah ia bisa merajap keluar dari runtuhan salju itu tapi waktu itu

Sun Tay Beng sudah melompat ketepi telaga. Disana ia tertawa

besar lalu meninggalkannya dalam keadaan basah kuyup.

Thay-si Sian-su yang dipermainkan demikian rupa hanya bisa

memaki-maki dengan mulutnya saja. Karena keadaannya basah-

kuyup sudah tentu tidak bisa meneruskan perjalanannya ke Siang

Ke Cun. Terpaksa ia kembali ke Ie Ciu Wan secara diam-diam agar

tidak dilihat orang.

Tatkala ia tiba di le Ciu Wan baru saja Kang-tang Lie-hiap

meninggalkan tempat itu sedang penjahat-penjahat lagi melakukan

pemeriksaan diseluruh pelosok.

Karena Thay-si Sian-su takut orang mendahului keadaannya

yang begitu mengenaskan itu terpaksa bersembunyilah ia ditempat

gelap dan setelah para penjahat, pada bubaran baru masuklah ia

kekamarnya dengan diam-diam. Saat itu sudah lewat jam empat

pagi ia merasa tidak enak untuk monemui Tong Cin Wie, maka

iapun segera tidur dipembaringannya.

Keesokan harinya pagi-pagi sekali Tong Cin Wie memasuki

kamar Thay-si Sian-su dan tatkala menampak pakaian Thay-si Sian-

su yang basah tergantung diatas tembok maka diam-diam merasa

terkejut dalam hati. Waktu itu mengertilah ia bahwa si Hweeshio itu

tadi malam telah mengalami kekalahan. Ketika ia menoleh

kepemba-ringan kebetulan waktu itu Thay-si Sian-su sedang turun

dari pem-baringan. Maka sambil mengawasi Tong Cin Wie si

Hweeshio itu pun berkata:

"Tadi malam aku pergi menyerepi Siang Ke Cun tapi ditengah

perjalanan telah berpapasan dengan Chio Bin Giam Lo Sun Tay

Beng. Kami bertempur beberapa puluh jurus lamanya. Ia sudah

menggunakan akal licin memancing aku keatas telaga yang airnya

148

lagi membeku. Dengan akal muslihatnya ia telah membikin aku

tenggelam kedalam air ..!

Tong Cin Wie kerutkan alisnya lalu berkata:

"Apakah Sun Tay Beng juga sudah datang?"

Thay-si Sian-su menjawab sambil anggukkan kepala:

"Tadi malam meskipun aku terjebak dengan akalnya yang

busuk, sehingga kecebur diair telaga, tapi aku sudah bertempur

beherapa puluh jurus dengannya ternyata Chio Bin Giam Lo itu

tidak segagah seperti apa yang disiarkan oleb orang diluaran, aku

jakin bahwa aku masih mempunyai cukup kepandaian untuk

melayani kepadanya sampai limaratus jurus. Sekarang sudah

kejadian begini rupa hendaknya kita tidak boleh ayal-ayalan lagi.

mungkin mereka masih minta bantuan orang lain pula maka itu kita

harus menggunakan seat ini yaitu selagi bala-bantuan mereka belum

tiba semuanya. Malam ini kita harus segera bergerak untuk

menyerbu mereka."

Tong Cin Wie mengangguk-angguk, diwajahnya menunjukkan

tertawanya yang kejam, lalu berkata:

"Ciu Wan tadi malam telah dibikin onar oleh satu bocah cilik,

duri ikan terbang telah melukai dua orang muridku jadi malam ini

kalau kita tidak unjuk gigi kepada mereka maka mereka akan

anggap bahwa rimba persilatan di Utara tidak ada orang yang

pandai. Ucapan Thay-si Sian-su tadi benar-benar cocok dengan

pikiranku jadi malam ini kita harus bergerak dengan serentak."

Sehabis ia berkata demikian iapun menjura dan meninggalkan

kamar Thay-si Sian-su lalu kemudian memanggil orang-orangnya,

supaya berkumpul diruangan tengah.

149

Tidak lama kemudian berkumpullah kawanan penjahat dari

Utara itu, dalam ruangan besar, dengan wajah keren Tong Cin Wie

bersama-sama Thay-si Sian-su dan Cian Pi Sin Mo masuk ke

ruangan besar dan dengan matanya yang tajam, Tong Cin Wie

mengawasi orang-orangnya, lalu kemudian duduk diatas kursinya.

Setelah tertawa dingin, Tong Cin Wie lamas berkata sambil

mengawasi Teng Hong.

"Duapuluh tahun berselang Teng-heng sudah terkenal didaerah

Kang-pak. Aku si orang she Tong sebetulnya masih terhitung ting-

katan muda, hingga tidak pastas rasanya kalau memerintahkan

Teng-heng akan tetapi karena Teng-heng sudah datang kesini untuk

memberi bantuan tenaga, maka rasanya kurang tepat kalau aku

masih merasa sungkan lagi. Dan pihak sana tadi malam telah

mengacau disarang kita maka tidak boleh tidak haruslah kita unjuk

gigi kepada mereka. Aku mendengar kata Thay-si Sian-su bahwa

kepandaian" ilmu silat Coa-heng-ciang-hoat dan pian-boat Teng-

heng, digolongan rimba persilatan daerah Utara merupakan ilmu

silat yang istimewa. Malam ini aku ingin Teng-heng keluarkan

sedikit tenaga yaitu membawa serta beherapa kawan untuk

menyerang gedung keluarga Chie dari sebelah kiri. Adapun orang-

orang yang datang kesini. semuanya adalah sahabat karibku, maka

Teng-heng boleh pilih dari mereka menurut kesukaan hatinya."

Tanpa menantikan jawaban Teng Hong, Tong Cin Wie lantas

suruh Oey Ceng Tan dan Ho Kong Hong memilih delapan orang

pandai untuk menyerang gedung keluarga Chie dari sebelah kanan,

dan ia Tong Cin Wie sendiri bersama Thay-si Sian-su, Kim-ling

Siang-koay dan Pek-hoa Nio-cu akan menyerang dari hagian

tengah.

Menurut Tong Cin Wie karena Siang-koay dan Pek-hoa Nio-cu

bukan orang-orang dari Utara. maka dengan mengajak mereka itu

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

150

berjalan sama-sama berarti telah menghormati tamunya, tapi

sebetulnya Tong Cin Wie ada mempunyai lain maksud.

Bagi Pek-hoa Nio-cu sudah tentu tidak merupakan soal, karena

setelah ia melihat Tong Cin Wie segera hatinya melupakan diri

Teng Hong. Apamau setelah ia mendengarkan ucapan merendah

dari Tong Cin Wie ia lantas menoleh dan membawa si Teng Hong

sambil bersenyum, mungkin perbuatannya ini tidak disengaja, tapi

siapa kira tertawanya itu telah menimbulkan panas hati Teng Hong

hingga bangkit lalu menjura kepada Tong Cin Wie kemudian

berkata dengan suara dingin:

"Aku mengucap terima kasih bahwa Toako telah memandang

diriku si orang she Teng, cuma saja aku si orang she Teng selama

beberapa puluh tahun berkelana didunia Kang-ouw selalu bergerak

seorang diri saja. Aku telah diajak oleh Thay-si Sian-su, sudah tentu

bersedia untuk memberikan bantuan tenaga kepada Twako tapi

kuminta agar Twako suka menjelaskan urusannya, aku si orang she

Teng akan tetap berpegang dengan kebiasaanku pergi dengan

seorang diri saja. Perkara membawa kawan kurasa perlu jadi tak

usah saja."

Wajah Tong Cin Wie berubah seketika tapi sambil tertawa

dingin lantas berkata: "Kalau demikian hainya, tentu Teng-heng

merasa tidak senang atas perintahku tadi."

Teng Hong menjawab sambil tertawa besar: "Urusan ada

urusan Twako sendiri, aku Teng Hong hanya memandang atas nama

sahabat untuk memberi bantuan kepadamu. Kalau kau katakan

demikian, aku si orang she Teng terpaksa lepas tangan saja."

Setelah berkata demikian iapun segera meninggalkan tempat

duduknya lalu berjalan leluar. Tong Cin Wie menoleh dan

mengawasi Thay-si Sian-su sejenak waktu itu terkilas maksud yang

keji diwajahnya. Maka dengan suara bengis iapun membentak:

151

"Orang she Teng berhentilah kau disitu dan tunggu aku!"

Berbareng dengan bentakkan itu melompatlah empat penjahat

lain mencegat Teng Hong. Teng Hong tertawa bergelak lain

berkata:

"Hai anak. kemarin sore, kepandaiamu begitu saja, sangkamu

dapat merintangi Teng Loyamu?"

Sehabis berkata demikian iapun menyerang dengan cepat,

hingga kedua orang diantara empat penghalang tadi sudah dibikin

rubuh dan dua yang lain lagi ketika Teng Hong turun tangan lantas

mereka keluarkan senjata untuk menyerang Teng Hong, tapi dengan

gesit ia melayani kedua penyerang itu dan sebentar saja mereka

rubuh ketanah lalu mati.

Melihat keempat orang itu rubuh lain mati maka Thay-si Sian-

su lantas membentak:

"Teng Hong! Kau sudah gila?"

Iapun mendorong meja lain melesat keluar untuk menghadang

Teng Hong.

Dengan wajah dingin berkatalah Teng Hong kepada Thay-si

Sian-su:

"Kalau bukan ajakanmu si Hweeshio tua aku tak turun gunung

untuk memberi bantuan tenaga, tidak nanti aku si orang she Teng

terhina demikian rupa. Bagaimana, apa kah juga hendak merintangi

aku?"

Thay-si Sian-su juga berubah wajahnya, lain berkata:

"Mengapa kau tidak mengenal sedikit aturan juga? Kalau ada

apa-apa kita toch bisa rundingkan, mengapa meski turun tangan

melukai orang? Dia adalah Twako yang diangkat oleh sahabat-

sahabat dari rimba hijau di daerah Utara, jadi perbuatanmu ini

152

menyebabkan malu. Kemana ia harus simpan mukanya setelah

engkau menunjuk sikap yang begitu?"

Teng Hong yang sudah menjadi kalap. kembali mendengar

Ucapan Thay-si Sian-su yang membela Tong Cin Wie, tidak api

yang disiram minyak maka dengan suara bengis ia menjawab:

"Tong Cin Wie cuma seorang dari tingkatan muda dari dunia

rimba persilatan, ketika namaku sudah terkenal didaerah Kang-pak

ia masih merupakan satu bocah ..!"

Beium habis kata-katanya itu kegusaran Thay-si Sian-su

timbullah. sambil tertawa dingin ia berkata:

"Teng Hong kau jangan gila. kalau Tong Cin Wie tidak

Pandang muka Lolap, siang-siang ia sudah membinasakan engkau

dengan jarum Tui-hun-ciamnya. Sangkamu jurus Coa-heng,-ciang-

hoat-mu yang sembilan puluh enam jurus dan Co-heng-pian-hoatmu

bisa meloloskan engkau dari ruangan ini?"

Teng Hong mendelik mengawasi Thay-si Sian-su, hingga

mukanya yang jelek itu kelihatan bertambah jelek lagi. Waktu itu

Thay-si Sian-su mengerti kawannya itu sudah kalap benar-benar

hingga sudah berjaga-jaga takut ia menyerang dengan tiba-tiba.

Saat itu semua kawanan bandit sudah pada berdiri, asal saja

Tong Cin Wie keluarkan perintah maka mereka akan segera

melakukan serangan serentak terhadap Teng Hong, tapi Tong Cin

Wie hanya mengawasi belakang Teng Hong sambil tertawa dingin.

Cian Pi Sin Mo Thin Pak Tao, masih tetap menyender

dikursinya sambil pejamkan matanya. Terhadap suasana yang gawat

ini, seolah-olah ia tidak ambil perhatian sama sekali.
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan mendadak Teng Hong menyerang dengan kedua

tangannya kearah Thay-si Sian-su. Serangan mama dilakukan

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

153

secara mendadak dan dibarengi dengan tenaga yang hebat.

Sekalipun Thay-si Sian-su sudah tinggi kepandaiatinya, tapi tidak

berani menyambuti serangan tersebut. Ia hanya berkelit kesamping

untuk mengelak serangan Teng Hong, kesempatan telah dipakai

oleh Teng Hong untuk melompat keluar.

Pada saat yang kritis itu, tiba-tiba terdengar suara Tong Cin

Wie yang dibarengi dengan tertawa dingin:

.,Rebah!"

Ucapan itu dibarengi dengan gerakan tangan kanannya dais saat

itu sebuah benda halus melesat dari tangannya. Berbareng dengan

itu lantas terdengar suara menggeramnya Teng Hong, kemudian

jatuh ngusruklah ia ditanah.

Tong Cin Wie benci sekali kepada Teng Hong yang jumawa.

Tatkala jarum Tui-hun-ciam itu menyerang dan mengenai jalan

darah. Teng Hong cuma merasakan jalan darah Hong-his-hiat dan

Kie-kut-hiatnya kesemutan, kekuatan tenaganya lantas lenyap

seketika, maka orangnya lantas rubuh, ia segera mengerti sudah

terkena serangan senjata beracun Tong Cin Wie, tatkala ia

menengok dan melihat Tong Cin Wie menghampiri, tiba-tiba

ingatlah ia senjata rahasia. Tui-hun-ciam itu maka dalam hati lantas

bercekat, hingga kesombongannya lenyap sama sekali. Sambil

pejamkan matanya ia terns rebah.

Tong Cin Wie segera mendekati Teng Hong sambil tertawa

dingin iapun berkata:

"Teng-heng tidak berniat membantu Siauw-tee, sudah tentu

Siauw-tee tidak akan memaksa, karena memandang mukanya Thay-

si Toheng, silahkan Teng-heng ambil jalan sendiri."

Ia berkata demikian sambil berjongkok untuk mencabut jarum

yang menancap pada kedua jalan darah ditubuh Teng Hong.

154

Jarum itu cuma lebih besar sedikit dari jarum biasa, karena

direndam dalam racun hingga warnanya biru berkilauan.

Setelah Tong Cin Wie menyimpan kembali jarumnya, lalu dari

sakunya mengeluarkan dua butir obat pil yang ia serahkan kepada

Teng Hong seraja berkata:

"Lekas kau telan dua pil pemunah racun sebab kalau terlambat

sedikit lagi maka racunnya akan masuk kedalam ulu hati dan

jantungmu dan kalau sudah demikian sukar tertolong lagi."

Teng Hong menyambuti obat tersebut, lalu ditelannya dan

kemudian dengan perlahan iapun bangkit dan ketika ia melihat

kekiri dan kekanan ternyata semua mata ditujukan kepadanya,

terutama Pek-hoa Nio-cu yang memandang padanya seolah

mengandung penuh perhatian dan belas kasihan.

Perempuan itu bukannya memperhatikan jiwa si orang she

Teng itu, akan tetapi memikirkan pelajaran ilmu Coa-heng-ciang-

hoat dan Coa-heng-pian-hoat yang masih belum selesai, kalau Teng

Hong berlalu sudah tentu tidak ada orang yang akan mengajarkan-

nya lagi. Akan tetapi karena perbuatannya itu yaitu melihat

semacam itu telah mengakibatkan Teng Hong mati.

Perbuatan Tong Cin Wie yang mengeluarkan jarumnya dari

tubuh Teng Hong serta memberi obat pemunah padanya, sebetulnya

bukan atas kemauannya sendiri tetapi untuk menjaga perhubungan

baik dengan Thay-si Sian-su, lagi pula dibawah mata orang banyak

seharusnya ia tidak boleh berbuat keterlaluan begitu juga supaya

tidak mengecewakan hati orang-orang yang berada disitu.

Setelah Teng Hong menelan obat ia melihat kawanan penjahat

pada mengawasi dirinya, waktu itu timbullah perasaan yang main

dan gusar hingga dengan perlahan ia memutar balik dirinya secara

155

diam-diam ia kerahkan seluruh tenaganya lalu dengan cepat

menyerang Tong Cin Wie dengan kedua tangannya.

Gerakan yang secara mendadak ini telah dilakukan diluar

dugaan semua orang, hingga membuat para penjahat pada

terperanjat. Sampaipun Thay-si Sian-su sendiri juga menjerit karena

terkejut sebab ia tahu benar kekuatan si orang she Teng itu dan ia

tahu serangan yang tiba-tiba itu akan melukai dirinya Tong Cin

Wie.

Tong Cin Wie siang-siang sudah berjaga, karena ia adalah

seotang yang licin hingga dalam segala hal ia selalu menjaga-jaga

serangan gelap dari pihak lawannya. Tatkala in melihat Teng Hong

melakukan serangan secara tiba-tiba dan justeru itu yang ia

inginkan, maka iapun berseru:

"Kau cari mampus?" Ia bertanya begitu seraya memutar

tubuhnya untuk menghindarkan serangan Teng Hong. Selain itu ia

lantas ayun tangan kanannya lalu menyerang batok kepala Teng

Hong.

Teng Hong yang belum sembuh dari lukanya itu sudah tentu

gerakannya agak tidak leluasa tambahan lagi Tong Cin Wie yang

sudah siap sedia, maka tatkala serangan Teng Hong belum

mengenai sasarannya sudah didahului oleh serangan Tong Cin Wie.

Semua ini telah terjadi dalam waktu sekejap mata, hingga Teng

Hong tidak keburu berkelit. Maka batok kepalanya waktu itu

remuklah, tubuhnya rubuh untuk tidak bangun lagi. Otaknya hancur

dan berdarah.

Thay-si Sian-su tidak menyesal sedikit juga ketika ia

menampak Teng Hong binasa ditangan Tong Cin Wie. Ia hanya

menarik napas sambil menggelengkan kepala lalu kembali

keruangan tengah.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

156

Tong Cin Wie berlagak minta maaf atas perbuatannya kepada

Thay-si Sian-su sudah itu duduklah kembali diatas korsinya.

Berhubung Teng Hong telah mati maka Tong Cin Wie lantas

perintahkan Hoan Kong Hong Ceng Tan menggantikan kedudukan

Teng Hong yang bertugas melakukan serangan dari sajap kanan dan

kiri.

? ooOoo ?

VII.

Kita balik lagi kepada Pek-hoa Nio-cu. setelah ia kembali

kekamarnya dipikirinya semua perbuatannya dan apa yang

dialaminya selama berada di Ie Ciu Wan ini dan dari diri Kim Ling

Siang-khoay, lalu kepada Jan San Ji-kui dan kemudian kepada Teng

Hong dan Oey Ceng Tan.

Yang paling dikasihaninya adalah Teng Hong, ia curna

berdekat-dekatan, sedikitpun belum pernah menerima apa-apa dari

dirinya tapi sudah mati secara mengenaskan ditangan Tong Cin

Wie. Tentang ilmu silat Coa-heng-ciang-hoat dan Pian-hoat yang

diajarkan kepadanya, sebetulnya terbit dari hati yang sejujurnya,

mengingat sampai disini, tanpa terasa ia telah menghela napas.

Ia telah mengerti maksud Tong Cin Wie membunuh Teng Hong

itu. Bila dilihat dari luar ialah disebabkan karena sikap Teng Hong

yang jumawa dan tidak mendengar perintah, tapi sebab-sebab yang

sebenarnya ialah karena dirinya.

Pek Hoa Nio-cu sebagai seorang yang banyak pengalaman

dalam asmara, berhati kejam dan cerdik, kekejaman dan

157

kecerdikan-nya tidak kalah dari Tong Cin Wie. Terhadap Teng

Hong bukan saja ia tidak cinta, malahan merasa jemu. Tong Cin

Wie membinasakan Teng Hong sudah tentu tidak menimbulkan rasa

kasihannya.

a hanya merasa bergidik terhadap perbuatan Tong Cin Wie

yang kejam. Twako dari golongan rimba hijau di Utara itu, benar-

benar lain daripada yang lain jadi dikemudian apabila ia membuat

perhubungan dengan Toako itu sudah tentu akan merupakan seekor

burung yang terkurung di-dalam sangkar yang hanya manda

dijadikan barang permainan si orang she Tong itu. Mengingat

sampai disini maka rupa-rupa pikiran telah timbul didalam hatinya,

hingga ia memandang bayangannya didalam kaca itu dengan

perasaan mendelu

Orang didalam kaca itu memang cantik, akan tetapi wajahnya

muram dan hatinya risau. Ia meraba-raba parasnya sendiri, hingga

didalam kaca itu tambah satu bayangan tangan yang putih meletak.

Satu perasaan yang belum pernah ada telah timbul didalam

hatinya Pek Hoa Nio-cu secara mendadak pada waktu itu dan

karena ia tak dapat menguasai dirinya sandiri maka air matanya

keluar dari kelopak matanya.

Berkatalah ia seorang diri, "Ah. Pek Hiang Lui Pek Hang

Lui ... perhuatanmu yaitu mempermainkan orang selama

beberapa tahun entah berapa banyak orang-orang gagah yang kau

buat mainan dan jatuh dihawah kakimu, tapi yang kau cintai benar-

benar ada berapa? Dan siapa itu yang benar-benar yang menyintai

kau? Apakah paras yang elok yang diberikan kepadarnu oleh Tuhan


Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Jaka Sembung 10 Mahligai Cinta Sepasang Pendekar Rajawali Sakti 97 Malaikat
^