Dara Pendekar Bijaksana 3
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A Bagian 3
Cin Wie, meski dia adalah orang kepercayaan Tong Cin Wie, tapi
Coa Im Cu adalah orang yang diundang oleh Tong Cin Wie, sudah
tentu Tong Cin Wie akan berfihak kepada Coa Im Cu.
Bagi Pek Hoa Nio Cu, lain pula pikirannya, ia sudah lama men-
dengar nama kepala berandal dari lima propinsi Utara ini, hingga
kepingin sekali dapat menyaksikan wajahnya, bagaimana
sebetulnya orang yang namanya sangat terkenal itu.
106
Pemimpin kawanan berandal dari Utara itu. adalah seorang
yang usianya empat puluhan, badannya sedang, wajahnya putih,
diatas bibirnya ada tumbuh kumis pendek, badannya mengenakan
baju panjang, tatkala ia tiba di Ie Chiu Wan, telah disambut oleh
para kawanan penjahat dengan sangat hormatnya.
Tong Cin Wie meski sebagai pemimpin kawanan berandal yang
sangat berpengaruh, namun sikapnya tidak kasar seperti kawanan
berandal yang lainnya. Kalau dilihat dari dandanannya dan caranya
ia berjalan, malah orang akan mengira dia adalah orang sekolahan.
Tong Cin Wie setelah memberi hormat kepada orang-orang
yang datang untuk memberi bantuan tenaga, lalu memberi hormat
kepada Oh Cu Kui yang bertindak selaku tuan rumah.
Dibelakang Tong Cin Wie, disebelah kanan terdapat paderi
berkepala gundul, disebelah kirinya berdiri seorang kakek-kakek
yang usianya kira-kira sudah enam puluh tahun lebih, dibarisan
belakang sekali ada bermacam-macam orang yang berlainan
bentuknya, ada yang gemuk ada yang pendek kate ada yang kurus
dan ada yang jangkung. Mereka itu berjumlah kira-kira dua puluh
lima orang lebih.
Oh Cu Kui setelah mengajak Tong Cin Wie masuk keruangan
tamu. lantas menyuruh orang bawahannya menyediakan perjamuan
besar.
Dalam perjamuan itu Tong Cin Wie berkata sambil tertawa,
"Oleh karena urusanku si orang she Tong seorang, telah membawa-
bawa dirinya begini banyak kawan-kawan."
Ia mengawasi semua orang yang hadir disitu dengan sepasang
matanya yang bersinar tajam.
107
Oh Cu Kui dalam hati merasa kagum, pikirnya, "pantas ia
menjadi pemimpin dari kawanan berandal di Utara, matanya saja
sndah begitu berpengaruh, apalagi perbuatannya.
Dengan suara sangat merendah ia berkata, "Tuan-tuan telah
sudi mengunjungi pondokku yang sangat kotor ini, bukan saja
membikin terang mukaku, tapi juga merupakan suatu peristiwa
yang paling besar dikampung ini, silahkan tuan-tuan dahar dan
minum arak yang tidak berarti ini, sekedar untuk menyambut
kedatangan tuan-tuan!"
Tong Cin Wie mengangguk-anggukkan kepalanya, dengan
tindakan lebar berjalan mentulju kemeja perjamuan. Paderi kepala
gundul berbadan gemuk itu, tangannya ada menggenggam tongkat
ja ngberatnya kira-kira lima puluh kati lebih.
Disehelah kirinya ada seorang kakek-kakek yang berbadan
kering, dibawah janggutnya ada tumbuh jenggotnya yang cuma
sekepal, tapi sudah putilt warnanya. Diluarnya kelihatannya sangat
jelek. tapi sikapnya sangat sombong.
Tong Cin Wie dan itu paderi kepala gundul, selalu harus
memhalas hormat kepada orang-orang yang menyambut padanya,
hanya itu kakek-kakek yang seolah-olah tidak melihat, ia berjalan
dengan caranya sendiri.
Tong Cin Wie memimpin kawan-kawannya duduk dimeja
perjamuan, agaknya ia sangat menghormat sekali kakek-kakek itu.
Tatkala Oh Cu Kui menyilahkan Tong Cin Wie duduk dikursi
pertama, Tong Cin Wie tidak berani menerima dan menyilahkan
orang tua itu duduk dikursi tersebut, tapi orang tua itu gelengkan
kepalanya, tangan kanannya mengelus jenggotnya, dan bersenyum,
ternyata ia menolak untuk menduduki kursi pertama itu.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
108
Tong Cin Wie mengangguk kepada paderi gemuk itu, tapi
sikepala gundul itu juga menolak, dengan demikian, hingga Tong
Cin Wie terpaksa menduduki kursi pertama. Kakek-kakek itu dan
paderi gemuk duduk dikanan kirinya.
Meja itu cuma diduduki oleh tiga orang, yang lainnya lamas
satu persatu mulai duduk ditempat masing-masing.
? ooOoo ?
IV.
Oh Ci Kui sebagai tuan rumah itupun angsurkan cawan araknya
sambil berkata: "Aku Oh Cu Kui cuma satu Bu-beng Siau-cut dari
rimba persilatan, tidak nyana mendapat kehormatan dari Tong
Twako yang telah sudi singgah dikediamanku, sungguh ini
merupakan satu kehormatan yang besar bagi aku, arak ini bukan
merupakan suatu penyambutan, cuma adalah satu tanda dari
hormatku."
Setelah berkata demikian Oh Cu Kui tenggak araknya sampai
kering.
Tong Cin Wie bersenyum dan sambil minum araknya iapirn
berkata: "Aku Tong Cin Wie yang cuma mendapat nama kosong,
karena ditunjang oleh para kawan dari lima provinsi Utara, baru
menduduki jabatan sebagai kepala, sebetulnya diantara saudara-
saudara yang ada disini banyak yang berkepandaian tinggi .. !"
ia menoleh mengawasi si kakek tua lalu berkata pula: "Seperti Thio
Pak Tao Lo-cian-pwee ini, pada tigapuluh tahun yang lalu namanya
sudah menggetarkan Kang-lam dan Kang-pak. senjatanya yang
109
merupakan bandringan Liu-seng-tui, pernah menempur kuil Siauw-
lim-sie punya lima Ngo-lo, berbicara tentang kepandaian ilmu silat,
aku Tong Cin Wie sedikitpun tidak menempil kepandaiannya
dengan Thio Lo-cian-pwee ini."
Meski Tong Cin Wie demikian mengumpak si kakek tua. tarsi
si kakek tua itu tetap tidak menunjukkan perubahan apa-apa pada
mukanya.
Tong Cin Wie setelah memperkenalkan diri si kakek tua itu.
kemhali menoleh dan mengawasi si Hweeshio gemuk yang duduk
disebelah kanannya seraja berkata: "Seperti Thay-si Sian-su ini,
saudara- tentunya sudah pernah mendengar namanya, tentang
kepandaiannya. juga jauh diatasku, tapi sifat Thio Lo-cian-pwee dan
Thay-si Sian-su tidak suka mencampuri segala urusan remeh
didunia Kang-ouw: yang seorang senang berpelesiran di rimba-
rimba dan di gunung-gunung dan yang seorang lagi menyekap
dirinya dalam kuil. Sebetulnya ia sudah tidak man lagi mengurus
segala urusar tetek-bengek, tapi kali ini ternyata telah menerima
undanganku. Dengan menyampingkan kebiasaannya diberikannya
bantuan kepadaku maka disini aku memberi hormat kepada kedua
Lo-cian-pwee dengan secawan arak." Disodorkan araknya kepada
kedua tokoh persilatan tersebut sesudah ia berkata demikian.
Thay-si Sian-su meletakkan cawannya lalu berkata kepada Coa
Im Cu Teng Hong sambil tertawa: "Ternyata kau sudah mendahului
aku kesini."
Teng Hong merasa mukanya panas lalu menjawab seraja
tertawa, "Setelah aku menerima suratmu yang mengajak aku ke
Selatan maka keesokan harinya aku lantas yang berangkat, karena
itu aku tiba dahulu disini."
Tong Cin Wie sebelumnya sudah mendengar dari Thay-si Sian-
su, bahwa ia sudah mengajak Teng Hong untuk memberi bantuan
110
tenaga hingga ketika mendengar pembicaraan kedua orang itu maka
mengertilah ia bahwa orang tersebut adalah Teng Hong. Maka
iapun herkata sambil tertawa:
"Tentu tuan ini adalah saudara Teng Hong, sudah lama aku
mendengar Lo-sian-su mengatakan tentang nama besarmu. hanya
menyesal sekali aku tidak mendapat kesempatan sekali untuk
menemui. Kali ini karena aku Tong Cin Wie mempunyai sedikit
urusan soal permusuhan pribadi saja sampai membuat saudara Teng
melakukan perjalanan begitu jauh, Siauw-tee merasa malu sendiri."
Sehabis berkata demikian lalu iapun menyoja untuk memberi
hormat.
Sifat Teng Hong sebetulnya ada sangat sombong, siapa saja ia
tidak pandang mata. cuma hari ini keadaan ada lain. Perubahan ini
bukan karena merasa jeri terhadap Tong Cin Wie dan kuatir Thay-si
Sian-su akan sesalkan silatnya yang jumawa dan tidak kenal aturan
itu, tapi karena takut pada si kakek tua Thio Pak Tao.
Sebelum nama Teng Hong terkenal maka kakek ini sudah lama
terkenal didunia Kang-ouw. Orang-orang didunia Kang-ouw
menyebutnya Cian Pi Sin Mo atau Iblis yang bertangan seribu dan
ketika nama Teng Hong terkenal di daerah Utara maka pada saat itu
pula Cian Pi Sin Mo telah hilang jejaknya. ada orang kata-kan
bahwa ia menyembunyikan diri diatas gunung. Ada pula yang
mengatakan bahwa ia sudah binasa.
Apa sebab Cian Pi Sin Mo lenyap dari dunia Kang-ouw tidak
ada orang yang ketahui hanya Tong Cin Wie dan Thay-si Sian-su.
Ia lenyap tapi setelah berumur sembilan puluh tahun yaitu sesudah
tiga puluh tahun menghilang tapi tiba-tiba kembali lagi.
Ucapan Tong Cin Wie menyunyung tinggi diri si Tua itu tadi
memang adalah hal yang sebenar-benarnya. Senjata Liu-seng-tui-
nya Thio Pak Tao didalam kuil Siauw-lim-sie. pernah digunakan
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
111
untuk melawan Siauw-lim Ngo-Lo. Ini adalah suatu kejadian besar
yang pernah menggetarkan dunia rimba persilatan pada tiga puluh
tahun berselang, akhirnya meski Cian Pi Sin Mo jatuh ditangannya
kepala kuil Siauw-lim-sie pada kala itu, namun dalam dua hari satu
malam ia telah bertempur seru dengan kelima tokoh dari kuil
Siauw-lim-sie itu.
Dirinya yang sudah bertempur sekian lama kemudian
bertempur lagi dengan kepala kuil Siauw-lim-sie itu meskipun ia
kalah tapi namanya lantas terkenal didaerah Kang-lam dan Kang-
pak. Bagi orang-orang rimba persilatan waktu itu semuanya
mengenal kakek tua ini.
Ketika Thio Pak Tao bertempur melawan kepala kuil Siauw-
lim-sie Sam Ho Siang, dahulu pundak kirinya telah dilukai dengan
ilmu silat Kim Kong Ci dari Sam Ho Siangjin dan tentang lukanya
ita cuma ia dan Sam Ho Siangjin saja yang tahu. Semua Lo-cian-
pwee dari Siauw-lim-sie serta murid-murid Siauw-lim-sie yang
menonton pertempuran tersebut, tidak seorangpun yang
mengetahui.
Karena mendapat luka. Thio Pak Tao segera meninggalkan kuil
Siauw-lim-sie lalu lari keluar perbatasan mengasingkan diri diatas
bukit Mo Thian Nia untuk memperdalatn ilmu silatnya lagi.
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selama itu tiga tahun lamanya ia bersemadi menghadap tembok
untuk menyernbuhkan lukanya dan ternyata membawa hasil.
Tentang diri Tong Cin Wie sebetulnya dia itu adalah anak
seorang petani pemelihara kuda didaerah Lian-ling. Oleh karena
timbul permusuhan dengan seorang she Ciu yang juga
mengusahakan pertanian dan pemeliharaan hewan maka timbullah
pertempuran hebat. Dalam pertempuran keluarga Tong dikalahkan,
ayah bundanya binasa dan harta bendanya dirampas oleh keluarga
Ciu. Hanya Tong Cin Wie sendiri yang dapat meloloskan diri.
112
Padaa kala itu umurnya baru 15-16 tahun hingga ia tidak tahu
kemana ia harus tumpangkan dirinya.
Waktu ituada beberapa anggota familinya, tapi karena mereka
takut pengaruh keluarga Ciu maka tidak ada seorangpun dari
mereka yang berani menerimanya. Satu bulan lamanya Tong Cin
Wie hidup terlunta-lunta, tapi selagi ia dalam keadaan kelaparan
dan kedinginan. ia telah ditemukan oleh seorang aneh yang
berlengan satu, yang akhirnya memungutnya sebagai murid.
Orang aneh berlengan satu itu sebetulnya adalah seorang. gagah
yang hersifat aneh. Namanya Tay Kouw orang itu sifatnya aneh dan
berhati kejam hingga banyak sekali musuhnya. Ketika ia bertempur
dengan musuh-musuhnya, lengan kanannya telah dilukai dengan
senjata rahasia yang beracun, hingga ia kehilangan lengan kanan.
Kehilangan tangannya ini menyebabkan adatnya bertambah
aneh dan kejam. Orang itu ketika telah kehilangan lengan tahulah ia
hahwa dalam masa yang pendek itu mampulah ia mencari musuh-
musuhnya untuk menuntut balas.
Karena itu ia lantas sembunyikan diri didaerah pegunungan.
Disana selainnya merawat lukanya maka dipelajarinya juga rive
ilmu obat'an yang beracun dan. senjata yang beracun. Akhirnya
sekali ia dapat menciptakan semacam senjata rahasia yang berupa
jarum, yang dinamainya Tui-hun-ciam.
Ketika luka-nya sembuh iapun segera mencari musuh-
musuhnya. Satu persatu musuh-musuhnya itu dibinasakan dengan
senjata rahasia Tui-hun-ciam-nya itu. Siapa saja yang kena senjata
rahasianya itu dalam dua belas jam pasti binasa. Hanya obat
pemunah racun yang dibikin oleh Teng Tay Kouw sendirilah yang
bisa menghilangkan racun itu.
113
Selama tiga hari ia tidak makan tidaklah ia mengeluh atau
menangis, karena Tay Kouw mengetahui ketabahannya maka
hatinya tergerak untuk mengambilnya sebagai murid. Ia diberi
pelajaran selama sepuluh tahun, kemudian Tong Cin Wie menjadi
seorang yang berilmu silat yang tinggi sekali.
Tong Cin Wie yang beradat kejam setelah mendapat didikan
dari Teng Tay Kouw seorang kejam sudah tentu sifatnya bertambah
kejam. Setelah pelajarannya tamat pertama-tama yang bisa
selesaikan adalah permusuhan dengan keluarga Ciu. Dengan senjata
turnbak Leng-coa-chio-nya dan sekantong jarum Tui-hun-ciain-nya
menyerbulah ia malam-malam keluarga Ciu. Semua orang dalam
keluarga Ciu dihabiskan dan semua rumah mereka habis dibakar.
Perusahaan-perusahaan yang diusahakan oleh keluarga Ciu dalam
tempo hanya satu malam telah dibikin rata dengan bumi.
Tong Cin Wie setelah menuntut balas, lantas mengernbara di
dunia Kang-ouw, dengan mengandalkan kepandaiannya yang tinggi
dan senjata rahasianya yang ampuh itu. Selama beberapa tahun
belum pernah ditemuinya tandingan hingga hatinya besar sekali.
Dianggapnya dalam Kwang-wa yang daerahnya luas tapi sedikit
penduduk itu ia tidak bisa berbuat banyak, maka lantas timbal
nikirannya untuk masuk kedaerah Tiong-goan.
Sebelum berangkat hendak diberitahukan maksudnya itu
kepada suhunya tapi ketika ia tiba digubuk suhunya ternyata tak ada
lagi. Gubuk itu kosong melompong.
Tong Cin Wie mencari di mana-mana, tapi tidak ditemui jejak
suhunya itu maka terpaksa berangkatlah ia tanpa memberitahukan
kepada suhunya. Walaupun baru dua tahun ia berada ditempatnya
yang baru itu tapi namanya telah dikenal. Ketika ia disana tujuh
tahun berhasillah ia menundukkan sebagian besar orang-orang dari
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
114
rimba hijau di lima provinsi Utara, hingga ia diangkat menjadi
Twako.
Tong Cin Wie setelah menduduki kursi Twako. sifatnya yang
gemar paras elok menonjollah hingga wanita-wanita yang ia merasa
cantik walau bagaimana pun berdayalah ia sampai bisa
memperolehnya. Oleh karena itu dalam gedungnya yang besar dan
mewah di pantai sungai Eng,-teng. terdapat banyak wanita-wanita
cantik sebagai simpanannya.
Pada suatn hari yaitu ketika sudah tiga hari menjadi Twako, ia
telah kedatangan dua orang yang berparas aneh. Orang-orang itu
ternyata adalah suhunya sendiri (Teng Tay Kouw) dan seorang tua
yang berbadan pendek yaitu Cian Pi Sin Mo Thio Pak Tao. Teng
Tay Kouw dan Cian Pi Sin Mo ketika bertemu Tong Cin Wie,
belum pernah membuka mulut tapi setelah menghabiskan empat
poci arak barulah Teng Tay Kouw goyangkan tangan kirinya untuk
memberi tanda, supaya pelayan-pelayan perempuan masuk
kedalam, kemudian ia menunjuk si kakek tua itu lain berkata kepada
Tong Cin Wie: "Ini adalah Thio Supekmu lekas kau memberi
hormat."
Kala itu Tong Cin Wie meski sudah menjadi Twako golongan
rimba hijau di lima provinsi daerah Utara, tapi setelah mendengar
ucapan suhunya segera bangkit meninggalkan korsinya lalu berlutut
dihadapan Cian Pi Sin Mo itu namun Thio Pak Tao seperti tidak
melihat ia terus minum araknya saja, seolah-olah tidak melihat ada
orang ditempat itu.
Tong Cin Wie merasa kurang senang dalam hatinya, tapi ia
tidak berani berbuat ape. Terpaksa ia menahan kesabaran lain
berkata dengan suara perlahan:
Disini Tong Cin Wie memberi hormat kepada Thio Supek."
115
Thio Pak Tao dengan mendadak letakkan cawannya, lantas
berkata sambil tertawa bergelak':
"Anak baik yang boleh diajar, bangunlah!"
Tong Cin Wie berbangkit lalu Teng Tay Kouw berkata kepada
Cian Pi Sin Mo: "Muridku ini ternyata lebih unggul dari aku, cuma
saja pohon yang tinggi gampang mendatangkan angin, selanjutnya
mau tolong jaga-jaga, aku sendiri tahu bahwa jiwaku mungkin tidak
tahan satu bulan lagi."
Ci anPi Sin Mo menjawab sambil tertawa: "Kau boleh mati
dengan mata meram! Dengan memandang persahabatan kita dan
pertandingan yang kita lakukan satu hari satu malam lamanya di
atas bukit Mo Thian Nia, aku terima haik permintaanmu ini.
Tang Tay Kouw tertawa bergelak-gelak, lalu bangkit sambil
mendorong mejanya dan berkata kepada Cian Pi Sin Mo:
"Kau Cian Pi Sin Mo ucapanmu itu sangat berharga, Teng Tay
Kouw seumur hidup telah membunuh banyak jiwa, apa artinya
kematian, Cin Wie, aku larang kau menuntut balas."
Tong Cin Wie terkejut, selagi hendak bertanya, tapi sudah
didahului oleh Thio Pak Tao, katanya:
"Kecuali aku Thio Pak Tao seorang, barangkali tidak ada
seorang pun yang bisa menuntut balas untuk kau."
Teng Tay Knew tertawa besar, sambil gerakken lengannya,
sekejap saja ia sudah berada diluar, tapi masih sempat menjawab
kepada Thio Pak Tao:
"Aku toch tidak minta kau untuk menuntut balas, sekarang aku
hendak pergi, aku hendak mencari suatu tempat yang sepi, yang
jarang didatangi oleh manusia, disana eku akan mati dengan tenang
"
116
Belum habis ucapan itu orangnya sudah hilang dari pandangan.
Tong Cin Wie memburu, tapi suhunya sudah tak kelihatan lagi.
Matanya hasah tapi muhitnya berseru: "Suhu .. , Suhu .. !"
Baru saja hilang suaranya, terdengar suara orang berkata di
belakangnya : "Perlu apa kau panggil? Ia sudah terkena serangan
ilmu silat yang maha tinggi, semua isi dalam badannya sudah
terluka parah, dalam tempo tujuh hari luka itu segera menghehat
dalam tubuh-nya, sekalipun tabib terpandai seperti Hoa-to hidup
kembali juga tidak akan berdaya menolongnya."
Ketika Tong Cin Wie menoleh, dilihatnya wajah Cian Pi Sin
Mo masih tetap dingin. sekalipun sahabat karibnya sudah dekat
menemui ajalnya, tapi sedikitpun tidak menunjukkan rasa duka.
Baru sadia Tong Cin Wie hendak menyawab, sudah didahului oleh
Thio Pak Tao:
"Meski Suhumu tidak memberitahukan orang yang melukai
diri-nya. tapi dalam hatiku dapat menebak. Musuhnya ini hebat
hingga kau tidak akan mampu membalas dendam sebab itu tunggu
sanpai kuselesai menyelidikinya. Bila telah mendapat penjelasan
tentang urusan ini barulah kita bicarakannya!"
Selesai kakek itu berkata demikian maka mengbilanglab ia tan-
pa pamit.
Sejak Tong Cin Wie turun gunung ia belum pernah menemui
tandingan. Karena itu didalam hati kecilnya dianggapnya
kepandaian silatnya tak ada yang bisa menandinginya selain dari
Suhunya, tapi setelah ia melihat ilmu lari pesat dan meringankan
tubuh Thio Pak Tao yang lebih tinggi setingkat daripada suhunya,
barulah ia mengetahui bahwa kepandaiannya belum seberapa.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
117
Waktu Cian Pi San Mo pergi beberapa lama lantas tidak
terdengar kabar beritanya lagi, dan Tong Cin Wie sendiri juga mulai
melupakan urusan tersebut.
Pada kala itu nama Tong Cin Wie sudah semakin kesohor
hingga hatinya semakin besar dan timbal keinginannya untuk
melebarkan. pengaruhnya kedaerah Kang-lam. Kebetulan pada saat
itu berpapasanlah ia dengan Ie Pak Sam Houw atau Tiga Macan dari
le Pak, yang baru saja lari pulang karena terluka oleh senjata
rahasia. Setelah mengetahui itu, Tong Cin Wie lantas menjadi
gusar, dan memerintahkan kepada orang-orangnya bergerak ke
selatan, sedangkan ia sendiri lalu berangkat ke kuil Ceng In Si
untuk mengundcmg Thay-si Sian-su.
Sepulangnya dari Ceng In Si bersama Thay-si Sian-su. Tiba-
tiba ia telah kedatangan Cian Pi Sin Mo Thio Pak Tao.
Ketika Tong Cin Wie melihat kedatangan orang tua itu, dalam
hati merasa girang tapi juga ada sedikit jeri. Ia girang karena
kedatangan orang berilmu tinggi itu tepat pada saatnya, hingga tidak
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
usah kuatirkan lawannya didaerah Kang-lam. Jeri karena sifat orang
tua yang aneh dan sukar dilayani, karena itu ketika ia bertemu
dengan Thio Pak Tao, ia cuma berkata sambil angkat tangannya
"Kedatangan Lo-cian-pwee tepat benar pada saatnya, hingga
bisa memberi bantuan sedikit tenaga bagi Boan-pwee .."
Bicara sampai disini, mendadak berhentilah ia sambil tertawa
sebab ia menanti reaksi Cian Pi Sin Mo.
Thio Pak Tao berkata sambil tertawa: "Aku dengan gurumu
pada sepuluh tahun berselang telah mengikat tali persahabatan
setelah melakukan pertandingan diatas bukit Mo Thian Nia, di
dalam dunia ini aku cuma mempunyai seorang sahabat yaitu dia
sendiri. Sahabatnyapun hanya seorang yaitu aku. Ia telah terkena
118
serangan hebat, sehingga binasa maka itu sudah tentu aku hendak
menuntut balas. Dalam tiga tahun ini aku telah melakukan
perjalanan keseluruh tempat dan hasilnya ialah telah kuketahui
orang yang melukainya. Walaupun demikian aku belum berani
pastikan jika aku belum bertemu dengan musuhnya itu. Adapun
kedatanganku kali ini, memang sengaja mencari kau, dan ada
hubungannya dengan penuntutan balas untuk Suhumu .. !"
Mendengar kata orang itu Tong Cin Wie terkejut hingga buru-
burulah ia memimpin orang tua itu keruangan dalam lalu dijamunya
dengan sernestinya.
Cian Pi Sin Mo yang sudah banyak minum arak. Tiba-tiba
berkata kepada Tong Cin Wie:
"Kalian masih berada didalam kegelapan, sehingga
mengundang banyak orang-orang keselatan, sebetninya semua
gerak-gerik kalian sudah diawasi oleh lain orang .." Ucapan
ini telah mengejutkan semua orang lalu bertanyalah Tong Cin Wie:
"Siapa sebenarnya orang yang mempunyai ilmu silat demikian
tinggi itu?"
Cian Pi Sin Mo menjawab sambil tertawa besar: "Orang itu
mungkin adalah orang yang melukai Suhumu tempo hari, walaupun
begitu sekarang aku belum bisa pastikan. Apakah pernah engkau
mendengar orang yang bernama Kang It Peng?"
Tong 'Uri Wie berpikir beberapa lama, lantas geleng kepada. Ia
tidak tahu karena ketika ia sedang menjagoi dirimba hijau didaerah
Utara, Kang It Peng sedang berada diatas gunung bersama cucu
perempuannya, karena ia sedang mendidik cucunya itu utuk
mengasingkan diri sebab musuh-musuhnya telah membinasakan
anak dan mantunya. Penjahat-penjahat tidak pernah mendengar
nama Kang It Peng. Begitu pun Tong Cin Wie yang tidak pernah
119
mendengar namanya hanya penjahat golongan tua itupun tidak
banyak mengetahuinya.
Tiba-tiba Thay-si Sian-su berkata, "Yang Lo-cian-pwee
sebutkan tadi itu bukankah Kong It Peng yang bergelar Gin Si Siu
atau si Kakek Jenggot Perak, yang namanya terkenal didaerah
Kang-lam dan Kang-pak pada duapuluh tahun berselang?"
Cian Pi Sin Mo menjawab sambil tertawa, "Ya itulah
orangnya. Sebelum aku mengasingkan diri, aku berniat menempur
dia. tapi selalu tidak mendapat kesempatan, siapa nyana sesudah
tiga puluh tahun ia masih hidup, nampaknya keinginanku ini
akhirnya akan terkabul juga."
? ooOoo ?
V.
Ketika mereka tiba dikota Ceng Jana Koan mereka disambut
oleh orangnya Tong Cin Wie yang diutus oleh Oey Ceng Tan
menunggu ditempat tersebut, untuk melanjutkan perjalanan ke Ie
Ciu Wan.
Tentang kedatangan di Ie Ciu Wan, sudah dijelaskan dibagian
alas. Tong Cin Wie setelah menanyakan Oey Cnog Tan tentang
usahanya menguntit jejak Chie Ciat-su, diam-diam merasa terkejut
juga.
Meski ia belum pernah mendengar tentang Kang It Peng. tapi ia
sudah ketahui siapa itu Sun Tay Beng yang bergelar Chio Bin Giant
Lo atau Raja Acherat yang berwajah berseri. Orang itu adalah satu
tokoh rimba persilatan didaerah Kang-lam yang paling sukar
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
120
dilayani. Senjata rahasianya yang bernama duri ikan terbang lebih
hebat dan sudah menjagoi didunia Kang-ouw.
Kalau mengingat Chie Kong Hiap cuma seorang bekas pegawai
negeri yang dilepaskan dari jabatan tapi bagaimana sampai bisa
mendapat perlindungan dari orang-orang gagah semacam mereka?
yang lebih mengherankan ialah itu orang yang menggunakan
senjata rahasia duri ikan terbang untuk melukai orang-orang
bawahannya adalah seorang wanita bukan Sun Tay Beng.
Meskipun ia menyebut dirinya budak yang keluarga Chie, tapi
tidak dapat dipercayai sepenuhnya. Anak dara itu tentu mem punyai
hubungan erat sekali dengan Sun Tay Beng, karena di dalam rimba
persilatan didaerah Kang-lam dan Kang-pak, yang mampu
menggunakan senjata rahasia serupa itu cuma Sun Tay Beng.
Anak dara itu sudah pasti murid atau anak Sun Tay Beng.
Kang-tang Lie-hiap baru kira-kira tiga tahun muncul didunia Kang-
ouw, tapi sudah membuat namanya besar dan membikin kucar-kacir
dunia rimba hijau. Kecuali Sun Tay Beng maka sudah tidak ada
orang yang mampu mendidik murid yang begitu gagah.
Kedatangan Tong Cin Wie sudah tentu dengan persiapan yang
lengkap, tapi ternyata sudah kebentur dengan lawan yang keras, hal
ini benar-benar diluar dugaannya.
Bagi Kong-tong Lie-hiap sendiri sebetulnya ia tidak perlu takut,
yang dikuatirkan jalah kalau Sun Tay Beng sendiri muncul.
Tong, Cin Wie berpikir sejenak, lalu memandang Cian Pi Sin
Mo dengan maksud ingin mendapat sedikit keterangan dari orang
tua itu tapi orang tua itu, tetap membungkam seolah-olah tidak mau
ambil perduli semua hal.
Tatkala Oey Ceng Tan melaporkan semua kejadian yang ia
alami. kebanyakan penjahat itu terheran-heran, sampai-sampai
121
Thay-si Sian-su sendiri juga gelengkan kepala dan pelototkan
matanya. Hanya Cian Pi Sin Mo, yang tetap pejamkan matanya,
seolah-olah sedang tidur nyenyak.
Tong Cin Wie mengetahui sifat orang tua itu yaitu kalau ia
tidak suka berbicara, sekalipun ditanya juga sia-sia saja, maka
terpaksa berkatalah ia sambil tertawa getir:
"Ternyata difihak sana ada orang yang menggunakan senjata
rahasia duri ikan terbang, sudah tentu tidak boleh dipandang ringan,
malam ini kita harus siapkan beberapa orang untuk meninjau ke
Siang Ke Cun."
Ia berbicara sampai disitu saja, ia sengaja tidak melanjutkan.
Sambil bersenyum iapun menatap wajah Teng Hong. Ia tidak tahu
bahwa Tong Hong sedang menderita luka dalam ketika bertempur
melawan Cin Tiong Liong sampai saat itu dan luka itu belum
sembuh. Waktu ia mengawasi Teng Hong dilihat-nya Teng Hong
seolah-olah berlaga tuli dan bisu hingga seketika itu lantas naik
darahnya. Pada saat itu, Thay-si Sian-su telah mengetahui gelagat
tidak baik, maka buru-buru menyelak sambil tertawa:
"Di fihak sana kalau benar bukan orang sembarangan, kita juga
tidak boleh bertindak secara gegabah, aku lihat sebaiknya aku yang
pergi sendiri, aku sudah pernah bertemu dengan Sun Tay Beng. Aku
ingin tahu apakah betul dia disana atau tidak?"
Meskipun Tong Cin Wie tidak puas melihat sikap Tong Hong
yang begitu jumawa pun merasa tidak enak untuk membuka mulut
kasar.
Melihat sikap Thay-si Sian-su itu iapun merubah sikap lalu
menjawab dengan tertawa:
122
"Kalau Sian-su ingin pergi sendiri maka hal ini adalah
kebetulan sekali, hanya urusan sekecil itu tidak perlu Sian-su turun
tangan sendiri, Sianw-tee sebetulnya merasa tidak enak."
Sambil tertawa Thay-si Sian-su pun berkata:
"Kita sudah lama bersahabat. apakah masih perlu saling
merendah?"
Sehabis berkata iapun berbangkit lalu minum araknya sampai
kering. Kemudian tertawalah ia bergelak-gelak, hingga suasana
yang genting reda kemhali. Walaupun begitu dalam hati Tong Cin
Wie, sudah terbit maksud untuk menyingkirkan Teng Hong.
Oh Cu Kui sebagai tuan rumah, ternyata pandai melayani
tamunya telah disediakan kamar-kamar untuk para tamunya.
Tong Cin Wie sendiri mendiami sebuah kamar besar dekat
taman bunga dan Oh Cu Kui telah ketahui sifatnya telah
menyediakan dua pelayan wanita cantik untuk melayani Twako dari
rimba hijau daerah Utara itu. Murid kepala Tong Cin Wie yang ben
nama Lauw Kiat, berdiam disamping kamarnya, supaya bisa men-
jalankan titahnya sewaktu-waktu.
Thio Pak Tao dan Thay-si Sian-su, juga mendiami lain kamar
dalam taman tersebut, yang tidak jauh terpisah dari kamar Tong Cin
Wie.
Tengah malam, mendadak angin Utara bertiup sangat hebatnya,
salju juga mulai turun, hingga diatas tanah salju itu mencapai tiga
cun tebalnya.
Tatkala hujan salju berhenti rembulan mulai kelihatan muncul
ditanah terbentang suatu pemandangan alam yang indah. Saat itu
Tong Cin Wie berdiri didepan pintu sambil mengawasi
pemandangan yang indah itu.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
123
Selagi Tong Cin Wie kesengsam dalam alum pikirannya, tiba-
tiba angin menderu, hingga orang she Tong itu terkejut, buru-
burulah ia kerahkan tenaga dalamnya, tangan kanannya diayun
hendak menyerang orang yang baru datang tapi orang itu
mengeluarkan kemahirannya dapat menahan dirinya yang sedang
berlari demikian kencang. Orang itu berhenti dihadapan Tong Cin
Wie lalu sambil tertawa berkatalah "Apa? Sampai aku pun kau tidak
mengenali lagi."
Tatkala orang tersebut berhenti, barulah Tong Cin Wie
mengenalnya. Orang itu adalah Thay-si Sian-su hingga buru-buru ia
menjawab:
"Kedatangan Thaysu terlalu mendadak, hingga hampir saja aku
keterlepasan tangan."
Sesudah berkata demikian menyuralah ia dan memberi hormat,
sebagai tanda pernyataan maaf.
Thay-si Sian-su berkata sambil tertawa bergelak-gelak, "Aku
hanya main-main saja, sekarang sudah lewat tengah malam, aku
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harus berangkat ke Siang Ke Cun, sebelum jam tiga mungkin aku
sudah dapat kembali."
Sehabis ia berkata demikian dan tanpa menunggu jawaban
Tong Cin Wie iapun dengan cepat berlalu. Hanya dua tiga lompatan
ia sudah lenyap dari pandangan.
Tong Cin Wie kagum menyaksikun kegesitan Thay-si Sian-su
itu sebab meskipun badannya gemuk, tapi bisa lari laksana terbang.
Diam-diam Tong Cin Wie merasa girang sebab kepandaian ilmu
silat Thay-si Sian-su yang dilihatnya itu sudah pasti dapat
diandalkan. Hatinya tak takut lagi kepada Sun Tay Ben, Pikirannya
lagi walaupun Kang It Peng yang pernah disebut oleh Cian Pi Sin
Mo itu datang akan dilayani oleh Cian Pi Sin Mo.
124
Walaupun sudah jam tiga malam tapi Thay-si Sian-su belum
juga kembali, hingga Tong Cin Wie mulai merasa kuatir. Selagi ia
berpikir dengan gelisah, tiba-tiba terlihat olehnya dari jendela
bayangan orang yang lenyap dengan cepat. Tadinya ia mengira ada
Thay-si Sian-sulah yang kembali hingga berkatalah ia sambil
tertawa:
"Sian-su sudah pulang mengapa menjauhi aku? Bagaimana
keadaan di Siang Ke Cun? Apakah Chio Bin Giam Lo juga berada
disana?"
Ia bertanya berulang-ulang tapi tidak mendapat jawaban. hinga
timbullah curiga dalam hatinya. Tapi dasamya kejam hingga meski
merasa gelagat tidag baik, tapi masih berlagak tidak melihat.
Secara diam-diam iapun mengambil senjata rahasianya lalu
dengan cepat melompat melesatlah ia keluar dari jendela. Tapi baru
saja kakinya menginyak tanah, tiba-tiba ia mendengar jeritan ngeri.
Dengan segera Tong Cin Wie mengenali suara itu adalah suara
Lauw Kiat muridnya yang menjerit itu. Ketika ia menoleh
dilihatnya badan Lauw Kiat sudah tergelincir dari atas genteng.
Tong Cin Wie menggeram cepat-cepat menghampiri Lau Kiat.
Toako rimba hijau dari daerah Utara ini benar. lihay karena
walaupun terpisah satu tumbak dari Lauw Kiat tapi hisa bergerak
cepat untuk menyambut badan Lauw Kiat yang tergelincir dari atas
genteng.
Tatkala ia menampak pundak kiri Lauw Kiat mengucurkan
darah segera diketahuinya bahwa muridnya itu terkena serangan
senjata gelap hingga timbul gusamya. Tatkala itu Lauw Kiat
berkata: "Suhu ada orang diatas genteng .."
Tong Cin Wie meletakkan tubuh Latin Kiat diatas salju ia
sendiri lantas lompat keatas genteng.
125
Tong Cin memeriksa keadaan disekitarnya tapi tidak
menampak satu bayangan manusiapun. Karena mendongkolnya in
lantas membentak sambil tertawa dingin:
"Siapa itu yang melakukan perbuatan pengecut? Jika tak berani
mengunjukan diri apakah itu adalah perbuatan seorang eng- hiong?
Sahabat, keluarlah aku Tong Cin Wie ini ingin mencoba beberapa
jurus !"
Belum habis suaranya tiba-tiba dari tempat gelap muncul
seorang, yang berbadan langsing. Muka orang itu ditutup dengan
sutra hitam dan berdandan dalam pakaian malam yang serba
ringkas, nampaknya dia itu adalah seorang wanita.
Tong Cin Wie menegur dengan suara gusar:
"Kau siapa?"
Orang itu tertawa dingin, lantas menyahut dengan suara yang
merdu:
"Kiranya kau inilah yang menjadi Twako kawanan bandit dari
lima provinsi daerah Utara. Kau tidak mengetahui dan bertanya
diriku. Sudah cukup perbuatan-perbuatan jahatmu didaerah Utara
tapi mengapa masih mau datang mengaduk didaerah ini? Apa
sangkamu engkau bisa berbuat sewenang-wenang di Kang-lam ini
seperti didaerah Utara?"
Tong Cin Wie sangat gusar, ketika mendengar ucapan pedas si
gadis itu. Dasar ia seorang sombong hingga timbul kemarahannya.
Maka tertawa bergelak-gelaklah ia lalu menjawab:
"Sombong benar ucapanmu, sebutkan dulu namamu. supaya
aku bisa tahu siapa sebenarnya engkau?"
Nona yang berkedok hitam itupun menyahut sambil tertawa
dingin:
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
126
"Aku sudah katakan kau tak usah bertanya, kenapa kau tetap
ntembandel?"
Tiba-tiba Tong Cin Wie ingat sesuatu, maka lantas berkata
sambil tertawa:
"Bukankah kau ini Kong-tong Lie-Hiap? Aku tahu engkau
sebab engkau telah melukai muridku ini dengan duri ikan
terbangmu. Jangan kata kau yang masih bocah, sekalipun Sun Tay
Beng sendiri juga aku tidak pandang mata. Baiklah kita bertempur
karena aku ingin kenal senjatamu itu yang telah menggetarkai.
dunia Kang-ouw."
Sehabis ia berkata demikian melompatlah in menyamber nona
yang berkedok itu.
Nona berkedok itu memang benar adalah Kong-tong Lie-hiap
Kang Sian Cian, hingga tatkala Tong Cin Wie memimpin orang-
orangnya tiba dikota Ceng Jung Koan, hal itu sudah diketahui oleh
Cin Tiong Liong. Menampak roman orang-orang tersebut tahulah in
bahwa orang-orang bukan sembarangan, Cin Tang Liong diam-
diam merasa terkejut juga. Dan tatkala Tong Cin Wie herangkat ke
Ie Ciu Wan Cin Tiong Liong juga kembali ke Siang Ke Cun on
memberitahukan kepada Kang-tang Lie-hiap. supaya ia berjaga-
jaga. Meskipun ia tahu bahwa Kong-tong Lie-hiap ini bersi fat
tinggi Kati dikuatirkan ia akan menyatroni sendiri ke Ie Ciu Wan,
maka ia telah sengaja mengatakan bahwa kawanan bandit itu datang
dengan kawan-kawannya yang berjumlah besar, dan berpesan
supaya Kang Sian Cian jangan hertindak sembrono, sebaiknya
menanti kedatangan kedua Lo-cian-pwee.
Cin Tiong Liong sebenarnya mengharap supaya Kang Sin Cian
memperkuat penjagaannya dirumah keluarga Chie, sambil me- .
rung.gu kedatangan Kong It Peng dan Sun Tay Beng, baru turun
tangan terhadap musuhnya.
127
Siapa nyana perkataan Cin Tiong Liong, telah mendapat buah
yang sebaliknya karena Kang Sian Cian yang sudah tinggi
kepandaiannya, sejak turun gunung belum pernah menemui
tandingan hingga dengan demikian timbullah kesombongattnya. Ia
berpikir kepala penjahat itu sudah tiba, dalam dua tiga hari sudah
tentu akan menyerbu Siang Ke Cun, sedang berita Yayanya dan
Suhunya belum ada maka lebih baik jangan membiarkan kawanan
dit itu menyerbu, yang paling baik ialah turun tangan menggempur
lebih dahulu.
Nona cilik ini setelah berpikir demikian, dengan menyimpang
dari kebiasaannya iapun terima baik pesan- Cin Tiong Liong. Cin
Tiong Liong Calm betul sifat Kang Sian Cian yang jujur dan
berterus terang, apa yang sudah disanggupi tidak nanti akan
dirubah.
Kang Sian Cian diam-diam merasa geli dihati, setelah ia
menganta, ban Cin Tiong Liong meninggalkan kamarnya, malahan
ia berpesan supaya Ong Bun Ping disuruh lekas datang untuk
membantunya menjaga rumah keluarga Chie.
Tatkala Cin Tiong Liong memberitahukan hal Kang Sian Cian
kepada Ong Bun Ping, yang tersebut belakangan merasa bersangsi,
karena ia tahu betul sifat nona cilik itu, pasti ia akan mencari Tong
Cin Wie sendiri.
Karena kedua orang itu kuatir kalau-kalau Tong Cin Wie setiap
saat menyerbu Siang Ke Cun, maka baru saja malam tiba,
merekapun segera datang ke Siang Ke Cun untuk melakukan
penjagaan. Tapi baru saja tiba didekat rumah keluarga Chie, Kang
Sian Cian sudah menyambut mereka dengan dandanan yang serba
ringkas.
Nona itu lantas bertanya sambil tertawa: "Begini pagi kalian
sudah sampai."
128
Cin Thiong Liong menyahut sambil tertawa:
"Bukankah kau sendiri yang berpesan supaya kami datang lehih
siang? Kenapa sekarang kau balik bertanya? Kau ini nona cilik
benar-benar susah dilayani."
"Bagaimana aku berani sesalkan Cin Sioksiok dari Ong Suko,
aku cuma kata kalian datang dengan menempuh angin besar dan
hawa dingin, hatiku merasa berterima kasih sekali."
Diwaktu tengah malam tatkala rembulan sudah nampakkan diri,
Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping pun keluar dari karnar. Lantas
berkata kepada Kang Sian Cian:
"Kami akan melakukan pemeriksaan diluar kampung, kart
baik" jaga disini sebab penjahat sudah pada berkumpul dan kalau
mereka menyerbu maka keadaannya akan berbeda dengan beberapa
hari yang lain. Kita terdiri dari sedikit orang sudah tentu sukar
dibagi. Aku dengan Ong Siauw-tee akan keluar sebentar, malam ini
jika benar-benar akan hertempur dengan kawanan penjahat. walau
bagaimana pun jangan meninggalkan rumah keluarga Chie, supaja
tidak kena jebakan tipu muslihat musuh dan paling baik kita harus
beritahu suami-isteri Chie Ciat-su bahwa jika ada terjadi apa-apa
hendaknya mereka jangan gugup atau ketakatan."
Kang Sian Cian terima baik pembicaraan itu sedang Cin Tiong
Liong dan Ong Bun Ping segera berlalu. Sepeninggal dua orang itu
maka Kang Sian Cian pun segera menuju kekamar Sie Kiat. Baru
saja ia sampai didepan pinto sudah disambut oleh Sie Kiat dengan
perasaan girang.
Anak muda itu lantas menyambar tangan si nona sambil
memanggil-manggil, tapi si nona tidak menjawab, hingga Sie Kiat
merasa heran. lalu bertanya:
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
129
"Adik Sian kenapa engkau tidak perdulikan aku lagi, apakah
kau merasa gusar?"
Kang Sian Cian melihat sikap yang demikian mengharukan
maka ia lantas menjawab seraya menggelengkan kepala:
"Engkau ini selalu memikiri hal yang bukan-bukan, engkau
tidak pernah berbuat salah kenapa aku harus marah?" Selesai
berkata demikian iapun duduk disamping Sie Kiat.
Ketika Sie Kiat menampak sikap Sian Cian yang agak berlainan
dari biasa kembali bertanya:
"Adik Sian malam ini agaknya kau mempunyai banyak urusan,
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bolehkah kau beritahukan kepadaku?"
Kang Sian Cian sebetulnya ingin memberitahukan maksudnya
yaitu ia hendak menemui Tong Cin Wie. tapi ia kuatir akan dicegah
oleh Sie Kiat, hingga sambil bersenyurn berkatalah ia:
"Malam ini dikuatirkan penjahat akan datang menyatroni
hendaknya engkau lekas tidur."
Sie Kiat meski tidak ingin berlalu, tapi ia tidak berani
membantah pesan nonanya itu, hingga ia lantas masuk kekarnarnya
dengan perasaan dan sikap ogah-ogahan.
Setelair Sie Kiat masuk kekamarnya. Sian Cian pun naik keatas
genteng. Ketika ia menampak Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping
sedang melakukan penjagaan diluar rumah keluarga Chie, maka ia
pun mengambil jalan lain, sambil memakai tutup muka hitam terus
lari menuju ke Ie Ciu Wan.
Ketika Kang Sian Cian tiba di Ie Ciu Wan hari baru jam dua
malam. Karena ilmu meringankan tubuhnya yang baik, maka
gerakannya itu tidak menimbulkan bunyi. cuma karena ia tidak tahu
130
dimana letak kamar Tong Cin Wie, hingga ia mencari ubek-ubekan
sekian lama tapi masih juga belum menemukannya.
Akhirnya tibalah ia ditaman bunga. Disana ia melihat dalam
sebuah kamar ada sinar lampu maka pergilah ia ketempat tersebut,
dengan demikian ia telah menemui kamar Tong Cin Wie.
Kang Sian Cian belum pernah bertemu Tong Cin Wie, hingga
ia tidak ketahui bahwa orang yang mendiami kamar tersebut adalah
dia.
Kang Sian Cian bertindak hati-hati sekali, dengan cara
bergelantungan iapun melongok kedalam kamar. Ia menampak
seorang pertengahan umur, sedang duduk dan membaca buku
dibawah penerangan lampu, orang itu berpakaian panjang, mukanya
sedikit putih, matanya bersinar dan jidatnya sedikit menonyol.
Begitu ia melihat sudah bisa diketahuinya bahwa orang itu tinggi
sekali ilmu dalamnya, sekian lama ia mengawasi tapi masih belum
kenal siapa orang itu.
Tong Cin Wie yang lama menanti kedatangan Thay-si Sian-su,
dalam hati merasa gelisah. Karena itu iapun bangkit membuka
jendela. Perbuatannya itu mengejutkan Kang Sian Cian, hingga ia
segera meloncat keatas genteng tapi bayangannya telah tampak
diatas salju. Ketika ia mengetahui bahwa bayangan disalju itu,
burulah ia mendekam, tapi agak terlambat sebab sudah dilihat oleh
Tong Cin Wie.
Tong Cin Wie lantas bertindak hendak membinasakan musuh-
nya, tapi saat itu muridnya telah diserang oleh Kang Sian Cian.
Sebetulnya Lauw Kiat sudah tidur dikamarnya tapi tatkala
mendengar suara Tong Cin Wie iapun bangun lalu melompat keluar
melalui jendela diwaktu itu Kang Sian Cian segera menyerang
dengan senjata rahasia duri ikan terbang.
131
Lauw Kiat yang tidak menduga sama sekali, sudah tentu tidak
dapat mengelakan. Ketika ia merasa lengan kirinya sakit lantas
terjungkal dari atas genteng. Beruntung Tong Cin Wie mengetahui
pada saatnya lalu dengan sangat tepat dan dengan kecepatan seperti
kilat iapun menyambuti tubuh Lauw Kiat.
Tong Cin Wie dalam murkanya lantas menyerang Kang Sian
Cian.
Kong Sian Cian merasa serangan penjahat tersebut sangat hebat
hingga tidak berani menyambuti. Buru-buru ia menyingkir untuk
mengelakkan serangan tersebut.
Tong Cin Wie menyaksikan gerakan Kang Sian Cian demikian
gesit, diam-diam merasa terkejut juga. Kemudian iapun inenyerang
lagi tapi Kang Sian Cian kembali berkelit sambil meng-hunus
pedang untuk membabat tangan musuhnya itu.
Tong Cin Wie perdengarkan tertawa dingin, sambil memutar
tubuhnya. Ia mengelakkan serangan-serangan Kang Sian Cian lalu
kemudian menyerang bahagian kirinya si nona itu. Serangan itu
dilaku-kannya secara luar biasa dan cepat sekali sehingga nona itu
terkejut dan hampir saja ia terkena serangan. Maka buru-buru ia
meiesat kedepan dan pedangnya dipakai untuk menyamber secara
memutar balik.
Tong Cin Wie tidak menduga sama sekali bahwa Lang Sian
Cian dalam keadaan yang berbahaya tapi masih mampu melakukan
serangan pembalasan, malahan serangannya itu demikian cepat
hingga hanya sekejapan saja, ujung pedang sudah mengancam dada
Tong Cin Wie lalu dalam keadaan tergesa-gesa iapun terpaksa
mendekkan tubuhnya, hingga serangan itu lewat diatas kepalanya.
Walaupun begitu Tong Cin Wie mengucurkan keringat dingin juga.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
132
Dalam penyerangan itu maka mulailah satu sama lain tidak
berani memandang ringan musuhnya lagi. Bagi Kang Sian Cian
sendiri below tahu bahwa serangannya tadi itu hampir saja
menamatkan riwajatnya Tong Cin Wie. Sejak ia turun gunung,
belum pernah menemui tandingan yang setimpal. Serangan Tong
Cin Wie tadi pun hampir saja mencelakakan diri Sian Cian hingga
dalam malu dan gusamya segera balas menyerang secara hebat dan
ganas. Tidak heran serangannya yang tadi itu hampir saja mene-
waskan jiwa si orang she Tong.
Tong Cin Wie karena terkejutnya tidak bisa mengetahui pedang
yang digunakan oleh Kang Sian Cian tadi, buru-buru ia kerahkan
seluruh kepandaiannya untuk melakukan perlawanan.
Ilmu pedang Kang Sian Cian yang ia mendapat dari Kang It
Peng ditambah lagi dengan pelajaran Sun Tay Beng, sudah tentu
bukan ilmu pedang senibarangan. Dengan pedangnya yang lemas
dan istimewa itu membuat dirinya seperti macan yang tumbuh
sayap.
Sekalipun Tong Cin Wie mempunyai kepandaian ilmu silat
yang tinggi sekali tapi harus merasa kewalahan ketika menghadapi
serangan ilmu pedangnya. Ujung pedangnya selalu ditujukan
kepada jalan darah yang berbahaya sehingga membuat Tong Cin
Wie amat terkejut hingga terpaksa ia mengeluarkan ilmu silat Kin-
na-ciu-hoatnya yang terdiri dari tiga puluh enam jurus.
Pertempuran mereka ketika sudah beberapa puluh jurus tiba-
tiba tampak bayangan orang berlari diatas genteng rumah menuju ke
dalam taman dan kawanan penjahat yang mendengar suara
pertempuran juga lantas pada memburu ketempat tersebut.
Kang Sian Cian ketika melihat sekitarnya telah penuh orang
yang masing-masing membawa senjata. Walaupun begitu mereka
tidak berani membantu Tong Cin Wie, nampaknya mereka hanya
133
menjaga supaya ia nona tidak dapat loloskan diri. Ilmu silat dan
ilmu pedang Kang Sian Cian meskipun telah tinggi tapi ia belum
cukup berpengalaman dan tatkala ia menampak dirinya dikurung
batinya lantas tergerak, pikirnya.
"Aku sedang bertempur disini tapi kalau mereka pencarkan
tenaga mereka untuk menyerbu ke Siang Ke Cun, niscaja jiwa
keluarga Chie akan terancam bahaya besar, meskipun Cin Siok-siok
dan Ong Suheng ada tapi aku kewalahan sebab terdiri dari dua
orang saja, maka kalau pertarungan ini dilanjutkan terus, bagaimana
kalau ada kejadian apa-apa atas diri keluarga Chie?"
Berpikir sampai disitu, terutama kalau memikirkan keselamatan
diri Sin Kiat maka gelisahlah ia. Sebenarnya ia ingin bertempur
dengan Tong Cin Wie, tapi karena pikiran tersebut, ia lantas
berpikir hendak kembali saja ke Siang Ke Cun.!
Karena pikirannya bercabang maka serangan Kong Sian Cian
mulai kendor, hingga Tong Cin Wie mendapat kesempatan untuk
melakukan serangan pembalasan. Dengan demikian Kang Sian Cian
terdesak mundur. Ia coba-coba memperbaiki kedudukannya, tapi
ternyata sudah terlambat.
Karena ia tahu bahwa sudah tidak ada lain jalan selain angkat
kaki maka pada satu kesempatan ia coba-coba melompat keatas
untuk kabur, tapi ia dicegat oleh tiga penjahat.
Melihat itu Kang Sian Cian amat gusar hingga diputar
pedangnya. Senjata ketiga penjahat itu, waktu itu juga terpapas
kutung semuanya. Ia tidak mau berhenti sampai disitu saja tapi
diayun pedangnya. Saat itu pinggang salah seorang dari penjahat itu
putuslah. Hal itu menyebabkan timbul kegaduhan. Disaat mereka
lagi gaduh Kang Sian Cian segera kabur.
134
Tong Cin Wie yang menyaksikan Kang Sian Cian dalarn tempo
sekejapan telah merubuhkan orangnya secara mudah sekali. dalam
hatinya timbul rasa gusar hingga seketika itu juga ia lantas
keluarkan kepandaian lari pesatnya untuk mengejar.
Kang Sian Cian yang mengetahui dirinya dikejar, hatinya diam-
diam mengeluh: "Kalau aku sendiri terus lari kembali ke Siang Ke
Cun, tentu mereka akan mengejar kesana pula."
Karena ia lagi bingung maka gerakan kakinya agak lambat,
hingga Tong Cin Win cepat berada dekat dibelakangnya. Dalam
kebingungan Kang Sian Cian lantas mengeluarkan tiga batang duri
ikan terbangnya untuk menyerang Tong Cin Wie.
Ketika Tong Cin Wie melihat tangan si nona bergerak iapun
segera mengetahui bahwa anak dara itu akan menggunakan sen-
senjata rahasia.
Tadinya ia masih anggap ringan kepada si nona tapi kini in
harus berhati-hati sebab senjata rahasia nona itu tab bersuara dan
salah sebuahnya telah kena pundaknya walaupun ia telah robohkan
diri. Duri ikan terbang yang lain meluncur terus dengan pesat
mengenai pengikut Tong Cin Wie. Terdengarlah suara jeritan salah
seorang bawahannya waktu itu juga roboh.
Dengan demikian menyebabkan Tong Cin Wie dan orang-
orangnya lantas urungkan pengejaran lalu kembali ke Ie Ciu Wan.
Kang Sian Cian merasa lega ketika melihat rumah keluarga
Chie tak apa-apa. Walaupun begitu hatinya agak kurang enak,
waktu ia melihat Tiong Liong dais Ong Bun Ping menyambutnya
serentak iapun segera memanggil Cin Tiong Liong.
"Cin Siok-siok."
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
135
"Kau bocah cilik ini, semakin besar semakin nakal," Cin Siok
Cin Tiong Liong berkata sambil tertawa, "Siokmu telah kau tipu
mentah-mentah!"
Kong Sian Cian berkata sambil bersenyum aleman:
"Aku pergi ke Ie Ciu Wan untuk menyerepi keadaan penya-Lat
itu. think nyana tank kepergok oleh mereka, setelah bertempur
setengah harian baru bisa meloloskan diri."
Cin Tiong Liong ketika melihat sikapnya merasa puas dalam
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hati sebab ia mengetahui bahwa keponakannya itu tidak mengalami
kekalahan.
Ong Bun Ping tahu ilmu silat dan ilmu pedang Sumoynya jauh
lebih tinggi dari dirinya, cuma ia belum mengetahui sampai dimana
tinggi kepandaian sang adik seperguruan itu. On Bun Ping telah
lima belas tahun berguru kepada Sun Tay Beng, senjatanya
sepasang Poan-koan-pit sudahlah ia melatihnya sampai mahir
sekali, orang-orang-orang yang lebih tua tingkatannya dikalangan
Kang-ouw jika menyebut halnya Ong Bun Ping, tidak seorangpun
yang tidak memberi pujian. Banyak diantara mereka yang ingin
menjodokan anak perempuannya kepada anak muda itu tapi selalu
ditolaknya dengan halus. Sun Tay Beng juga adalah seorang yang
beradat polos dan sembarangan. Dalam hal ini sama sekali ia tidak
mau ambil pusing, kalau orang mencarinya dan menyuruhnya
menunjukan kewibawaan supaya Ong Bun Ping menerima lamaran
itu tapi jawabannya yang disertai goyang-goyang tangan selalu
diperdengarkan.
"Aka cuma memberi pelajaran ilmu silat kepada muridku, tidak
mengajari dalam soal perkawinan. Kalian orang-orang tua ini selalu
suka mengurusi urusan anak muda. kalau kalian ingin ambil
menantu padanya, suruh sajalah anak perempuanmu berlutut di-
hadapannya. !"
136
Karena urusan perkawinan Ong Bun Ping ini saja entab sudah
banyak kawannya Sun Tay Beng yang merasa tidak senang dan
tersinggung karena sikapnya orang yang aneh itu. Seorang
diantaranya yang mempunyai huhungan erat dengannya pernah
meminta Sun Tay Beng menjadi perantara perkawinan antara
puterinya dan Ong Bun Ping, kawannya itu merasa jakin bahwa
permintaannya itu tak ditolak oleh Sun Tay Beng tapi siapa nyana
Sun Tay Beng tetap dengan sikapnya, sehingga kedua sobat itu
hampir saja bentrokan hebat. Kawannya itu karena murkahnya telah
memutuskan hubungannya dengan Sun Tay Beng. hal ini dibagian
belakang kita akan tuturkan lagi.
Meskipun Ong Bun Ping gagah dan tampan, tapi tidak gemar
kepada paras cantik, sekalipun barjak wanita cantik yang tela jatali
hati kepadanya, tapi hatinya tidak tergerak sedikitpun. Hanya
terhadap Kang Sian Cian, yang berkumpul hampir seiap hari dan
malam telah tertarik benar-benar. Waktu itu Kang Sian Ci, baru
berusia lima belas tahun hingga belumlah ia mengerti benar soal
cinta. Apa mau Ong Bun Ping sendiri sifatnya agak tinggi hati,
hingga meskipun ia telah menyinta begitu dalam kepada sang
Sumoy, tapi tidaklah ia mau menyatakan perasaannya itu. Dan Kang
Sian Cian yang agak bersifat binal dan masih kekanak-kanakan, dua
tahun lamanya selalu berguru kepada Sun Tay Bang, setiap kali
belajar silat dengan Ong Ban Ping, selalu si anak muda yang
menjadi pecundang.
Ketika Sun Tay Beng melihat bakat Kang Sian Cian yang luar
biasa itu lagi pula telah mendapat didikan ilmu pedang asli dari
Kang It Peng sahabat karibnya hatinya sangat girang. Maulah ia
jadikan nona itu sehagai satu mustika didalam rimba persilatan,
supaya kawan-kawannya didunia Kang-ouw dapat menyaksikan
kepandaian dan kelihayan murid-murid didikannya.
137
Tapi tenaga dalam, ilmu pedang dan ilmu meringankan tubuh
dari Kang It Peng, sudah menjagoi didaerah Kang-lam dan Kang-
pak, merupakan soal sulit padanya untuk memberi didikan kepada
nona yang berbakat itu. Setelah Sun Tay Beng mempelajari dalam-
dalam kepandaian ilmu silat yang dipunyai oleh Kang Sian Cian
maka iapun mengambil keputusan untuk menurunkan
kepandaiannya dalam menggunakan senjata rahasianya yang
tunggal, yang ia namai ?Duri Ikan Terbang? kepada Kang Sian Cian.
Begitu pula pedang lemasnya yang istimewa yang rnembuat
namanya terkenal didunia Kang-ouw telah diberikan kepada nona
itu.
Hanya dalam waktu dua tahun. Kang Siang Cian sudah dapat
melatih senjatanya yang bermutu itu sampai begitu mahir, sampai-
sampai tiga rupa serangan Sun Tay Beng yang paling lihay juga
dipelajarinya dengan baik.
Sun Tay Beng yang menyaksikan kecerdasan muridnya itu
diam-diam juga merasa girang, pada suatu hari ia Kang Sian Cian
lalu berkata kepadanya:
"Senjata duri terbang, ini adalah senjata rahasia yang paling
berbisa didalam dunia Kang-ouw. Kann orang yang mempelajari-
nya itu menyalah-gunakan pelajarannya, akan menerbitkan bencana
yang hebat. Sekarang kepandaian ini aku sudah turunkan kepamu,
tapi kuharap kau jangan sembarangan turunkan kepada lain orang.
Aka cuma memperbolehkan kau menurunkan kepada seorang saja,
agar supaya tidak menerbitkan bencana yang besar. Muridku
banyak tapi hanya kepada engkau kuberikan pelajaran ini."
Pada waktu Kang Sian Cian berraah dengan gurunya, umurnya
sudah tujuh belas tahun yaitu masa mengerti soal asmara, hingga
kalau pada saat itu Ong Bun Ping berani mengutarakan isi hatinya
mungkin Kang Sian Cian akan mernerimanya, namun Ong Bun
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
138
Ping tidak berbuat demikian, ini disebabkan sifatnya yang tinggi
hati dan merasa dirinya sendiri tidak menempil kepandaian si nona,
hingga rasa cintanya yang begitu besar terpaksa ia pendam didalam
hati saja. Tidaklah ditunjukannya pada mukanya dan sikapnya.
Meski Kang Sian Cian merasa Suhengnya adalah seorang yang
baik, tapi karena menampak sikapnya terhadap dirinya sendiri yang
seolah-olah terbatas dengan persababatan antara Suheng dan
Sumoy, dan tidak menunjukkan tanda rasa cintanya, bagi ia sebagai
seorang wanita sudah tentu tidak berani membuka mulut lebih
dahulu untuk menyatakan perasaannya. Setelah ia meninggalkan
Sun Tay Beng yaitu selama dua tahun lamanya melakukan
perbuatan mulia didaerah Kang-lam, sehingga namanya terkenal
sampai mendapat julukan Kang-tang Lie-hiap, tapi toch tidak
melupakan diri Ong Bun Ping.
Siapa nyana ketika ia bertemu Chie Sie Kiat hatinia teiah di-
rubuhkan oleh pemuda yang lemah-lembut itu. Hal ini sudah tentu
tidak diketahui oleh Ong Bun Ping. Dua tahun kemudian setelah
Ong Bun Ping bertemu pula dengan Sumoynya dan ketika ia
menampak sang Surnoy itu ternyata bertambah cantik dun menarik
maka rasa cintanya yang ia pendam sekian lama telah berkobar
pula, tapi ia tetap merasa rendah diri, apalagi nama Kang Sian Cian
sudah began terkenal. Hal ini membuat ia tidak berani buka mulut.
Saat itu ketika ia menampak Kang Sian Cian pulang dari Ie Cin
Wan ia lantas bertanya:
"Sumoy, kepala penjahat dari Utara sudah berada di le Ciu Wan
kenapa engkau berani seorang diri menempuh bahaya? Ilmu silat
Tong Cin Wie tinggi sekali dan sifatnya juga kejam dan gangs."
Ia ucapkan kata-kata itu demikian rupa. seolah-olah hendak
menunjukkan perhatiannya yang besar terhadap dirinya si nona.
139
Ketika Kang Sian Cian menyaksikan sikap sang Suliengnya itu
ia agak terperanjat, karena selama dua tahun ia bergaul dengan
Suhen.gnya itu, belum pernah sang Suhengnya menunjukkan sikap
yang demikian terbuka padanya, setelah herpikir sejenak, barulah
menjawab, sambil bersenyum:
"Sin Ciu Tui Hun Tong Cin Wie yang kau maksudkan? Tidak
ada apaapanya yang luar biasa. aku telah bertempur dengan dia
sampai berpuluh jurus tapi belum mendapat keputusan, oleh karena
aku selalu memikirkan keadaan disini, maka aku lantas menerjang
kepungan, akhirnya ada dua penjahat yang terkena senjata
rahasiaku, hingga mereka mengalami sedikit kekalutan."
? ooOoo ?
VI.
Dan sekarang kita balik lagi kepada Thay-si Sian-su yang
meninggalkan Ie Ciu Wan untuk pergi menyerepi keadaan Siang Ke
Cun. Dalam tempo tidak lama ia sudah berada diluar kampung
Siang Ke Cun, Thay-si Sian-su berhenti sejenak lalu mulai
memeriksa keadaan tempat itu, selagi hendak masuk kekampung
tapi tiba-tiba dari atas sebatang pohon besar ia mendengar orang
berbicara dengan suara dingin:
"Ilmu lari pesatmu ternyata boleh juga, mengapa sekarang baru
sampai?"
Thay-si Sian-su terperanjat, ia mendongak keatas pohon itu tapi
tidak terdapat orang yang berkata itu, hingga hati-nya bersangsi.
Dengan ketakutan melihat benda yang berada sejarak tiga turnbak,
tapi ia tidak melihat sesuatu sedang pohon itu hanya dua tumbak
140
jauh darinya dan daun pohon itu sudah ron-tok. Ia heran hal ini
sebab suara itu datang dari pohon itu.
Thay-si Sian-su mengawasi beberapa lama tapi tetap masih
tidak dapat melihat apa-apa. Setelah berpikir sejenak lalu iapun
membentak dengan suara bengis:
"Kau manusia atau setan, lekas tunjukkan dirimu, supaya Hud-
yamu bisa lihat."
Baru saja habis kata-katanya telah terdengar pula suara orang
tadi:
"Kau si kepala gundul yang buta matamu, kau tidak sesalkan
dirimu sendiri yang tidak mempunyai mata, sehingga tidak dapat
lihat orang, sebaliknya mencurigai orang sebagai setan, apakah
semua orang yang berkepandaian tinggi dari Utara, tidak berguna
seperti kau ini? Kalau begitu sebaiknya kau lekas pulang saja
kesarangmu, supaya tidak membikin malu orang didaerah ini."
Selesai ia berkata demikian tampaklah seorang melayang
kebawah, lambat-lambat orang itu menghampiri Thay-si Sian-su.
Thay-si Sian-su mengawasi dengan seksama, ternyata orang
tersebut adalah seorang tua yang berumur kira-kira lima puluh tahun
lebih. Ia mengenakan pakaian panjang berwarna, tangannya
membawa tongkat yang berwarna hitam jengat, tubuhnya pendek,
dibawah janggutnya ada segumpal jenggot yang sudah berwarna
dua, wajahnya kelihatan keren, tapi tersungging sedikit senyuman.
Setelah Thay-si Sian-su mengawasi orang tersebut lalu berkata
dengan suara gusar. "Kau siapa? Apa kau ini Chio Bin Giam Lo?"
Orang tua itu tidak memperdulikan pertanyaannya tapi sambil
tertawa bergelak-gelak berkatalab ia:
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
141
"Kau seorang beribadat, kenapa lekas naik darah? Kalau aku
sebagai Budha, niscaja siang-siang sudah kudepak engkau keluar
dari pintu kuil."
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika Thay-si Sian-su menampak sikap orang itu yang
jumawa, serta tidak mau melayani pertanyaannya maka gusamya
pun tambah memuncak lalu kembali membentak dengan suara
sengit:
"Kau jangan berlagak gila dihadapanku, sekalipun kau tidak
mau memberitahukan namamu, aku juga tahu hahwa kau adalah
Chio Bin Giam Lo!"
Belum habis kata-katanya Thay-si Sian-su, orang tua itu
delikkan matanya sambil tertawa dingin:
"Bagainiana, kau ingin bertanding dengan aku?"
Ketika Thay-si Sian-su melihat sorot mata yang mengeluarkan
sinar tajam itu ia pun mengetahui bahwa ilmu tenaga-dalam orang
tua itu sudah mencapai puncak kesempurnaan, hingga diam-diam
berpikirlah bahwa Chio Bin Giam Lo ini benar-benar bukan cuma
nama kosong saja. Walaupun begitu ia anggap dirinya masih
mempunyai kekuatan untuk menghadapi orang itu maka lantas
berkatalah ia dengan sombongnya:
"Aku sudah lama mendengar bahwa tidak pernah menemui
tandingan waktu kau malang-melintang didaerah Kang-lam selama
sepuluh tahun. Malam ini Lolap mendapat kesempatan untuk
membuka mata, sudah tentu bersedia melayani kehendakinu."
Orang tua itu memang adalah Sun Tay Beng yang bergelar
Chio Bin Giam Lo, maka iapun berkata pula sambil tertawa:
"Kalian orang. yang menjadi Hweeshio, setelah binasa akan ke
Nirvana disebelah Barat, hal ini aku Giam Lo tidak mau tahu, cama
142
saja kau sekarang sudah memasuki lagi kedunia, itu berarti masuk
jaring sendiri, aku Giam Lo sudah tentu akan menangkap jiwamu.
Aku akan masukkan kau kedalam Neraka sebagai orang-orang jahat
yang lain dan kalau Hudya mencari aku, terpaksa aku akan ajak ia
bikin perhitungan dihadapannya Giok Hiong Thay Tee."
Sehabis berkata demikian ia kembali tertawa besar. Kedua
kakinya menjejak tanah lalu melompat ?keatas setinggi dua tumbak.
Ditengah udara ia pentang kedua lengannya dan tatkala ia turun
kembali ia sudah berada ditempat yang jau dari pendeta itu. Ketika
itu ia berseru:
"Hei Hweeshio lekas sedikit, kalau kau lambat, nanti pintu
akherat akan tertutup." Thay-si Sian-su sangat gusar hingga sambil
tertawa dingin ia berkata:
"Sun Tay Beng, kau jangan sombong dulu, aku akan lihat
senjata duri ikan terbanginu yang menggetarkan Kang-lam itu.
Sebetulnya apa lihaynya?"
Sehabis berkata ia juga lantas melompat melesat menerjang
kearah Sun Tay Beng. Sun Tay Beng tertawa kembali bergelak dan
berkata:
"Bagus! Hweeshio, malam ini kita adu lari dahulu."
Sehabis itu ia lantas gerakkan kakinya, dan tubuhnya melesat
laksana anak panah yang terlepas dari busurnya. Thay-si Sian-su
tidak mau mengalah mentah-mentah. Ia segera gerakkan kakinya
untuk mengejar lawannya, hingga dua orang yang namanya sudah
terkenal didunia Kang-ouw itu saling kejar-kejaran diatas salju pada
waktu malam yang gelap itu.
Sun Tay Beng bermaksud hendak berkenalan dengan Thay-si
Sian-su merasa hampir meledak perutnya saking menahan gusar,
tapi apa mau dikata sebab Sun Tay Beng lebih gesit daripadanya.
143
Meskipun Hweeshio itu telah mengeluarkan seluruh kepandaian
tapi tidak dapat menyandak.
Pertandingan adu lari itu sebentar saja sudah melalui beberapa
puluh Li, hingga Thay-si Sian-su jadi kalap lalu membentak dan
mengeluarkan kepandaiannya yang terakhir. Badannya yang gemuk
melompat beruntun tiga kali, ketika telah berada dibelakang Chio
Bin Clam Lo maka iapun sodorkan tangannya menyambret pundak
kanan lawannya itu.
Sun Tay Beng cuma sedikit menggerakkan pundaknya lantas
jambretan si Hweeshio itu kena tempat kosong. Oleh karena ia tidak
berhasil maka kemarahannya makin bertambah. Iapun melesatlah
lagi dan menyerang gegernya Sun Tay Beng dengan senjata
rahasianya yang berupa mutiara.
Thay-si Sian-su yang sudah dibikin kalap itu telah bertekad
bulat hendak membinasakan lawannya yang jail itu hingga serangan
dengan tangan dan senjata rahasianya itu dilasncarkan dengan
beruntun dahulu barulah ia membentak dengan suara bengis:
"Orang she Sun, kau sambuti Hudyamu punya Soa-bun-chit-
bong-cu !"
Ilmu tenaga-dalam Tay-si Sian-su sudah tinggi sekali hingga
kekuatan dari serangan tersebut amat hebat, meski tenaga dalam
Chio Bin Giam Lo sudah sempurna tapi ia tidak berani menyambut
serangan Hweeshio 'tersebut. Maka buru-burulah ia rebahkan diri
dan menggelinding sejauh lima kaki, hingga tiga butir mutiara itu
lewat melesat melewati bajunya, serangan tangan Hweeshio itupun
mengenai tanah saja hingga salju pecah berarakan.
Sun Tay Beng mulai gusar karena diserang begitu maka setelah
mengelakan serangan Thay-si Sian-su itu iapun segera melakukan
serangan pembalasan tanpa menunggu badannya lompat berdiri.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
144
Kakinya merabu menyerang lawannya dengan gesit sekali.
Ketika Thay-si Sian-su menappak Sun Tay Beng melakukan
serangannya dengan gesit diam-diam terperanjat, dengan jalan
melompat ke atas ia menghindarkan serangan dari kaki Sun Tay
Beng dan kemudian menenddang jalan darah Thian-leng-hiat dan
Kie-bin-hiat Sun Tay Beng.
Serangan Thay-si Sian-su ini dinamai Siang Liong Cut Tong
atau sepasang naga keluar dari gua. Serangan ini merupakan
serangannya yang istimewa.
Sun Tay Beng buru-buru memutar tubuhnya, ia berputaran
diatas salju untuk mengelakan tendangan Thay-si Sian-su, diam-
diam ia merasa terperanjat juga tapi walau begitu mulutnya masih
bisa berseru:
"Hweeshio, seranganmu kurang sedikit saja."
Sehabis berkata demikian iapun melesat keatas lain mengayun
tangan kirinya untuk menyerang geger belakang si Hweeshio itu.
Tangan kanannya eembabat bagian hawah lawannya.
Serangan yang berbareng ini dilakukannya dengan cepat sangat
tapi Thay-si Sian-su juga bukanlah orang sembarangan hingga ia
masih bisa berkelit.
Sun Tay Beng lantas berkata sambil tertawa:
"Aku tidak nyana bahwa kau si kepala gundul ini mempunyai
kepandaian jang berarti juga."
Berbareng dengan omongannya itu iapun lonyorkan kedua
tangannya, dengan tipu "Ja-ma-hun-cong" atau Kuda Liar membela
suri balik menotok jalan darah kedua dengan Thay-si Sian-su.
Gerakan ini dilakukan secara bagus sekali hingga Thay-su
Sian-su menarik kembali serangannya. Kedua orang itu bertempur
145
beberapa jurus hingga masing-masing mengerti sampai dimana
kekuatan lawannya. Walaupun Thay-si Sian-su membentak keras
sambil pentang kedua tangannya untuk menyerang tapi Chio Bin
Giam Lo tetap dengan lagaknya yang jenaka, namun dalam hatinya
ia tidak berani pandang ringan lagi si kepala gundul itu.
Sesudah bertempur beberapa jurus lagi Chio Bin Giam Lo
lantas melompat mundur lalu berkata sambil menuding pada Thay
si Sian-su:
"Hweeshio, bertempur secara ini, rasanya kurang menarik,
sebaiknya malam ini kita bertempur tigaratus jurus diatas air telaga,
selagi airnya membeku! Bagaimana pikiranmu?"
Thay-si Sian-su pun segera menyawab dengan gusar:
"Sekalipun digunung golok atau dirimba pedang aku akan
melayani engkau juga."
Sun Tay Beng tertawa besar, lantas memutar tubuhnya lalu lari
menuju telaga. Ia diikuti segera oleh Thay-si Sian-su.
Kedua orang itu sama-sama mahir dalam ilmu lari pesat hingga
sebentar saja mereka sudah berada ditepi telaga.
Tatkala mereka mengawasi air telaga, benar saja telah beku dan
tebalnya semacam lapisan es.
Sun Tay Beng lantas melompat melesat keatas telaga, lalu
menggapai Thay-si Sian-su. Chio Bin Giam Lo sebenarnya suka
menggoda dengati mulut-nya, tapi sekarang ia tidak berani
membuka mulut, karena waktu itu ia mengambang diatas air. Kalau
ia tidak mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sudah cukup
sempurna maka ia tidak mampu berdiri diatas es itu. Ilmu ini
mengandalk,an kekuatan tenaga-dalam dan pernapasan. Meski ilmu
146
Sun Tay Beng sudah men-capai kesempurnaan, tapi tidak berani
membuka mulut atau menarik napas diwaktu itu.
Ketika itu Thay-si Sian-su sudah gusar sekali hingga melesat-
lab ia, sebentar saja ia telah berada didepan Chio Bin Giam Lo.
Bila bertempur diatas lapisan es yang tipis itu orang tidak boleh
berlaku gegabah sedikitpun. Sun Tay Beng mengerti bahwa bila ia
menyambuti serangan Thay-si Sian-su secara kekerasan maka ia
akan menghancurkan lapisan es tersebut. Dalam pertempuran itu
orang tidak boleh menggunakan kemahiran dan kecerdikan karena
itu ia lantas meloncat sambil kerahkan tenaga-dalamnya diam-diam
untuk membikin hancur bagian bawah dari lapisan es.
Karena serangan Thay-si Sian-su tadi tidak mendapat sasaran
maka kakinya lantas menginjak lapisan es yang sudah dihancurkan
oleh Chio Bin Giant Lo. Maka dikerahkan tenaga dalamnya sambil
menggunakan ilmu It Hok Cong Thian" atau "Seekor Burung
bangau melesat keudara" lalu naik keatas tapi siapa nyana Sun Tay
Beng setelah mengelakan serangan, badannya yang ditengah udara
lantas memutar balik, dan dengan kedua tangannya iapun
menyerang Thay-si Sian-su.
Gerakan Sun Tay Beng ini benar-benar diluar dugaan Thay-si
Sian-su hingga tatkala ia merasakan serangan angin berada diatas
kepala-nya maka tanpa pikir panjang lagi, ia lantas menyambuti
dengan kekuatan tenaga sepenuhnya. Waktu itu lapisan bawah dari
es yang diinyaknya memang sudah hancur dengan sendirinya tidak
sanggup lagi menyanggah dirinya yang begitu berat, apalagi ketika
itu Sun Tay Beni lagi menyerang dengan hebat, tidak ajal lagi diri
Hwee-shio gemuk itu lantas ambles kebawah.
Thay-si Sian-su lama sekali berdiam didaerah Utara hingga
sama sekali tidak pandai berenang. Ketika ia mengetahui bahwa
badannya akan tenggelam maka hatinya lantas gelisah apalagi
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
147
ketika air mulai masuk kedalam mulutnya. Dengan susah-pajah
barulah ia bisa merajap keluar dari runtuhan salju itu tapi waktu itu
Sun Tay Beng sudah melompat ketepi telaga. Disana ia tertawa
besar lalu meninggalkannya dalam keadaan basah kuyup.
Thay-si Sian-su yang dipermainkan demikian rupa hanya bisa
memaki-maki dengan mulutnya saja. Karena keadaannya basah-
kuyup sudah tentu tidak bisa meneruskan perjalanannya ke Siang
Ke Cun. Terpaksa ia kembali ke Ie Ciu Wan secara diam-diam agar
tidak dilihat orang.
Tatkala ia tiba di le Ciu Wan baru saja Kang-tang Lie-hiap
meninggalkan tempat itu sedang penjahat-penjahat lagi melakukan
pemeriksaan diseluruh pelosok.
Karena Thay-si Sian-su takut orang mendahului keadaannya
yang begitu mengenaskan itu terpaksa bersembunyilah ia ditempat
gelap dan setelah para penjahat, pada bubaran baru masuklah ia
kekamarnya dengan diam-diam. Saat itu sudah lewat jam empat
pagi ia merasa tidak enak untuk monemui Tong Cin Wie, maka
iapun segera tidur dipembaringannya.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Tong Cin Wie memasuki
kamar Thay-si Sian-su dan tatkala menampak pakaian Thay-si Sian-
su yang basah tergantung diatas tembok maka diam-diam merasa
terkejut dalam hati. Waktu itu mengertilah ia bahwa si Hweeshio itu
tadi malam telah mengalami kekalahan. Ketika ia menoleh
kepemba-ringan kebetulan waktu itu Thay-si Sian-su sedang turun
dari pem-baringan. Maka sambil mengawasi Tong Cin Wie si
Hweeshio itu pun berkata:
"Tadi malam aku pergi menyerepi Siang Ke Cun tapi ditengah
perjalanan telah berpapasan dengan Chio Bin Giam Lo Sun Tay
Beng. Kami bertempur beberapa puluh jurus lamanya. Ia sudah
menggunakan akal licin memancing aku keatas telaga yang airnya
148
lagi membeku. Dengan akal muslihatnya ia telah membikin aku
tenggelam kedalam air ..!
Tong Cin Wie kerutkan alisnya lalu berkata:
"Apakah Sun Tay Beng juga sudah datang?"
Thay-si Sian-su menjawab sambil anggukkan kepala:
"Tadi malam meskipun aku terjebak dengan akalnya yang
busuk, sehingga kecebur diair telaga, tapi aku sudah bertempur
beherapa puluh jurus dengannya ternyata Chio Bin Giam Lo itu
tidak segagah seperti apa yang disiarkan oleb orang diluaran, aku
jakin bahwa aku masih mempunyai cukup kepandaian untuk
melayani kepadanya sampai limaratus jurus. Sekarang sudah
kejadian begini rupa hendaknya kita tidak boleh ayal-ayalan lagi.
mungkin mereka masih minta bantuan orang lain pula maka itu kita
harus menggunakan seat ini yaitu selagi bala-bantuan mereka belum
tiba semuanya. Malam ini kita harus segera bergerak untuk
menyerbu mereka."
Tong Cin Wie mengangguk-angguk, diwajahnya menunjukkan
tertawanya yang kejam, lalu berkata:
"Ciu Wan tadi malam telah dibikin onar oleh satu bocah cilik,
duri ikan terbang telah melukai dua orang muridku jadi malam ini
kalau kita tidak unjuk gigi kepada mereka maka mereka akan
anggap bahwa rimba persilatan di Utara tidak ada orang yang
pandai. Ucapan Thay-si Sian-su tadi benar-benar cocok dengan
pikiranku jadi malam ini kita harus bergerak dengan serentak."
Sehabis ia berkata demikian iapun menjura dan meninggalkan
kamar Thay-si Sian-su lalu kemudian memanggil orang-orangnya,
supaya berkumpul diruangan tengah.
149
Tidak lama kemudian berkumpullah kawanan penjahat dari
Utara itu, dalam ruangan besar, dengan wajah keren Tong Cin Wie
bersama-sama Thay-si Sian-su dan Cian Pi Sin Mo masuk ke
ruangan besar dan dengan matanya yang tajam, Tong Cin Wie
mengawasi orang-orangnya, lalu kemudian duduk diatas kursinya.
Setelah tertawa dingin, Tong Cin Wie lamas berkata sambil
mengawasi Teng Hong.
"Duapuluh tahun berselang Teng-heng sudah terkenal didaerah
Kang-pak. Aku si orang she Tong sebetulnya masih terhitung ting-
katan muda, hingga tidak pastas rasanya kalau memerintahkan
Teng-heng akan tetapi karena Teng-heng sudah datang kesini untuk
memberi bantuan tenaga, maka rasanya kurang tepat kalau aku
masih merasa sungkan lagi. Dan pihak sana tadi malam telah
mengacau disarang kita maka tidak boleh tidak haruslah kita unjuk
gigi kepada mereka. Aku mendengar kata Thay-si Sian-su bahwa
kepandaian" ilmu silat Coa-heng-ciang-hoat dan pian-boat Teng-
heng, digolongan rimba persilatan daerah Utara merupakan ilmu
silat yang istimewa. Malam ini aku ingin Teng-heng keluarkan
sedikit tenaga yaitu membawa serta beherapa kawan untuk
menyerang gedung keluarga Chie dari sebelah kiri. Adapun orang-
orang yang datang kesini. semuanya adalah sahabat karibku, maka
Teng-heng boleh pilih dari mereka menurut kesukaan hatinya."
Tanpa menantikan jawaban Teng Hong, Tong Cin Wie lantas
suruh Oey Ceng Tan dan Ho Kong Hong memilih delapan orang
pandai untuk menyerang gedung keluarga Chie dari sebelah kanan,
dan ia Tong Cin Wie sendiri bersama Thay-si Sian-su, Kim-ling
Siang-koay dan Pek-hoa Nio-cu akan menyerang dari hagian
tengah.
Menurut Tong Cin Wie karena Siang-koay dan Pek-hoa Nio-cu
bukan orang-orang dari Utara. maka dengan mengajak mereka itu
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
150
berjalan sama-sama berarti telah menghormati tamunya, tapi
sebetulnya Tong Cin Wie ada mempunyai lain maksud.
Bagi Pek-hoa Nio-cu sudah tentu tidak merupakan soal, karena
setelah ia melihat Tong Cin Wie segera hatinya melupakan diri
Teng Hong. Apamau setelah ia mendengarkan ucapan merendah
dari Tong Cin Wie ia lantas menoleh dan membawa si Teng Hong
sambil bersenyum, mungkin perbuatannya ini tidak disengaja, tapi
siapa kira tertawanya itu telah menimbulkan panas hati Teng Hong
hingga bangkit lalu menjura kepada Tong Cin Wie kemudian
berkata dengan suara dingin:
"Aku mengucap terima kasih bahwa Toako telah memandang
diriku si orang she Teng, cuma saja aku si orang she Teng selama
beberapa puluh tahun berkelana didunia Kang-ouw selalu bergerak
seorang diri saja. Aku telah diajak oleh Thay-si Sian-su, sudah tentu
bersedia untuk memberikan bantuan tenaga kepada Twako tapi
kuminta agar Twako suka menjelaskan urusannya, aku si orang she
Teng akan tetap berpegang dengan kebiasaanku pergi dengan
seorang diri saja. Perkara membawa kawan kurasa perlu jadi tak
usah saja."
Wajah Tong Cin Wie berubah seketika tapi sambil tertawa
dingin lantas berkata: "Kalau demikian hainya, tentu Teng-heng
merasa tidak senang atas perintahku tadi."
Teng Hong menjawab sambil tertawa besar: "Urusan ada
urusan Twako sendiri, aku Teng Hong hanya memandang atas nama
sahabat untuk memberi bantuan kepadamu. Kalau kau katakan
demikian, aku si orang she Teng terpaksa lepas tangan saja."
Setelah berkata demikian iapun segera meninggalkan tempat
duduknya lalu berjalan leluar. Tong Cin Wie menoleh dan
mengawasi Thay-si Sian-su sejenak waktu itu terkilas maksud yang
keji diwajahnya. Maka dengan suara bengis iapun membentak:
151
"Orang she Teng berhentilah kau disitu dan tunggu aku!"
Berbareng dengan bentakkan itu melompatlah empat penjahat
lain mencegat Teng Hong. Teng Hong tertawa bergelak lain
berkata:
"Hai anak. kemarin sore, kepandaiamu begitu saja, sangkamu
dapat merintangi Teng Loyamu?"
Sehabis berkata demikian iapun menyerang dengan cepat,
hingga kedua orang diantara empat penghalang tadi sudah dibikin
rubuh dan dua yang lain lagi ketika Teng Hong turun tangan lantas
mereka keluarkan senjata untuk menyerang Teng Hong, tapi dengan
gesit ia melayani kedua penyerang itu dan sebentar saja mereka
rubuh ketanah lalu mati.
Melihat keempat orang itu rubuh lain mati maka Thay-si Sian-
su lantas membentak:
"Teng Hong! Kau sudah gila?"
Iapun mendorong meja lain melesat keluar untuk menghadang
Teng Hong.
Dengan wajah dingin berkatalah Teng Hong kepada Thay-si
Sian-su:
"Kalau bukan ajakanmu si Hweeshio tua aku tak turun gunung
untuk memberi bantuan tenaga, tidak nanti aku si orang she Teng
terhina demikian rupa. Bagaimana, apa kah juga hendak merintangi
aku?"
Thay-si Sian-su juga berubah wajahnya, lain berkata:
"Mengapa kau tidak mengenal sedikit aturan juga? Kalau ada
apa-apa kita toch bisa rundingkan, mengapa meski turun tangan
melukai orang? Dia adalah Twako yang diangkat oleh sahabat-
sahabat dari rimba hijau di daerah Utara, jadi perbuatanmu ini
152
menyebabkan malu. Kemana ia harus simpan mukanya setelah
engkau menunjuk sikap yang begitu?"
Teng Hong yang sudah menjadi kalap. kembali mendengar
Ucapan Thay-si Sian-su yang membela Tong Cin Wie, tidak api
yang disiram minyak maka dengan suara bengis ia menjawab:
"Tong Cin Wie cuma seorang dari tingkatan muda dari dunia
rimba persilatan, ketika namaku sudah terkenal didaerah Kang-pak
ia masih merupakan satu bocah ..!"
Beium habis kata-katanya itu kegusaran Thay-si Sian-su
timbullah. sambil tertawa dingin ia berkata:
"Teng Hong kau jangan gila. kalau Tong Cin Wie tidak
Pandang muka Lolap, siang-siang ia sudah membinasakan engkau
dengan jarum Tui-hun-ciamnya. Sangkamu jurus Coa-heng,-ciang-
hoat-mu yang sembilan puluh enam jurus dan Co-heng-pian-hoatmu
bisa meloloskan engkau dari ruangan ini?"
Teng Hong mendelik mengawasi Thay-si Sian-su, hingga
mukanya yang jelek itu kelihatan bertambah jelek lagi. Waktu itu
Thay-si Sian-su mengerti kawannya itu sudah kalap benar-benar
hingga sudah berjaga-jaga takut ia menyerang dengan tiba-tiba.
Saat itu semua kawanan bandit sudah pada berdiri, asal saja
Tong Cin Wie keluarkan perintah maka mereka akan segera
melakukan serangan serentak terhadap Teng Hong, tapi Tong Cin
Wie hanya mengawasi belakang Teng Hong sambil tertawa dingin.
Cian Pi Sin Mo Thin Pak Tao, masih tetap menyender
dikursinya sambil pejamkan matanya. Terhadap suasana yang gawat
ini, seolah-olah ia tidak ambil perhatian sama sekali.
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan mendadak Teng Hong menyerang dengan kedua
tangannya kearah Thay-si Sian-su. Serangan mama dilakukan
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
153
secara mendadak dan dibarengi dengan tenaga yang hebat.
Sekalipun Thay-si Sian-su sudah tinggi kepandaiatinya, tapi tidak
berani menyambuti serangan tersebut. Ia hanya berkelit kesamping
untuk mengelak serangan Teng Hong, kesempatan telah dipakai
oleh Teng Hong untuk melompat keluar.
Pada saat yang kritis itu, tiba-tiba terdengar suara Tong Cin
Wie yang dibarengi dengan tertawa dingin:
.,Rebah!"
Ucapan itu dibarengi dengan gerakan tangan kanannya dais saat
itu sebuah benda halus melesat dari tangannya. Berbareng dengan
itu lantas terdengar suara menggeramnya Teng Hong, kemudian
jatuh ngusruklah ia ditanah.
Tong Cin Wie benci sekali kepada Teng Hong yang jumawa.
Tatkala jarum Tui-hun-ciam itu menyerang dan mengenai jalan
darah. Teng Hong cuma merasakan jalan darah Hong-his-hiat dan
Kie-kut-hiatnya kesemutan, kekuatan tenaganya lantas lenyap
seketika, maka orangnya lantas rubuh, ia segera mengerti sudah
terkena serangan senjata beracun Tong Cin Wie, tatkala ia
menengok dan melihat Tong Cin Wie menghampiri, tiba-tiba
ingatlah ia senjata rahasia. Tui-hun-ciam itu maka dalam hati lantas
bercekat, hingga kesombongannya lenyap sama sekali. Sambil
pejamkan matanya ia terns rebah.
Tong Cin Wie segera mendekati Teng Hong sambil tertawa
dingin iapun berkata:
"Teng-heng tidak berniat membantu Siauw-tee, sudah tentu
Siauw-tee tidak akan memaksa, karena memandang mukanya Thay-
si Toheng, silahkan Teng-heng ambil jalan sendiri."
Ia berkata demikian sambil berjongkok untuk mencabut jarum
yang menancap pada kedua jalan darah ditubuh Teng Hong.
154
Jarum itu cuma lebih besar sedikit dari jarum biasa, karena
direndam dalam racun hingga warnanya biru berkilauan.
Setelah Tong Cin Wie menyimpan kembali jarumnya, lalu dari
sakunya mengeluarkan dua butir obat pil yang ia serahkan kepada
Teng Hong seraja berkata:
"Lekas kau telan dua pil pemunah racun sebab kalau terlambat
sedikit lagi maka racunnya akan masuk kedalam ulu hati dan
jantungmu dan kalau sudah demikian sukar tertolong lagi."
Teng Hong menyambuti obat tersebut, lalu ditelannya dan
kemudian dengan perlahan iapun bangkit dan ketika ia melihat
kekiri dan kekanan ternyata semua mata ditujukan kepadanya,
terutama Pek-hoa Nio-cu yang memandang padanya seolah
mengandung penuh perhatian dan belas kasihan.
Perempuan itu bukannya memperhatikan jiwa si orang she
Teng itu, akan tetapi memikirkan pelajaran ilmu Coa-heng-ciang-
hoat dan Coa-heng-pian-hoat yang masih belum selesai, kalau Teng
Hong berlalu sudah tentu tidak ada orang yang akan mengajarkan-
nya lagi. Akan tetapi karena perbuatannya itu yaitu melihat
semacam itu telah mengakibatkan Teng Hong mati.
Perbuatan Tong Cin Wie yang mengeluarkan jarumnya dari
tubuh Teng Hong serta memberi obat pemunah padanya, sebetulnya
bukan atas kemauannya sendiri tetapi untuk menjaga perhubungan
baik dengan Thay-si Sian-su, lagi pula dibawah mata orang banyak
seharusnya ia tidak boleh berbuat keterlaluan begitu juga supaya
tidak mengecewakan hati orang-orang yang berada disitu.
Setelah Teng Hong menelan obat ia melihat kawanan penjahat
pada mengawasi dirinya, waktu itu timbullah perasaan yang main
dan gusar hingga dengan perlahan ia memutar balik dirinya secara
155
diam-diam ia kerahkan seluruh tenaganya lalu dengan cepat
menyerang Tong Cin Wie dengan kedua tangannya.
Gerakan yang secara mendadak ini telah dilakukan diluar
dugaan semua orang, hingga membuat para penjahat pada
terperanjat. Sampaipun Thay-si Sian-su sendiri juga menjerit karena
terkejut sebab ia tahu benar kekuatan si orang she Teng itu dan ia
tahu serangan yang tiba-tiba itu akan melukai dirinya Tong Cin
Wie.
Tong Cin Wie siang-siang sudah berjaga, karena ia adalah
seotang yang licin hingga dalam segala hal ia selalu menjaga-jaga
serangan gelap dari pihak lawannya. Tatkala in melihat Teng Hong
melakukan serangan secara tiba-tiba dan justeru itu yang ia
inginkan, maka iapun berseru:
"Kau cari mampus?" Ia bertanya begitu seraya memutar
tubuhnya untuk menghindarkan serangan Teng Hong. Selain itu ia
lantas ayun tangan kanannya lalu menyerang batok kepala Teng
Hong.
Teng Hong yang belum sembuh dari lukanya itu sudah tentu
gerakannya agak tidak leluasa tambahan lagi Tong Cin Wie yang
sudah siap sedia, maka tatkala serangan Teng Hong belum
mengenai sasarannya sudah didahului oleh serangan Tong Cin Wie.
Semua ini telah terjadi dalam waktu sekejap mata, hingga Teng
Hong tidak keburu berkelit. Maka batok kepalanya waktu itu
remuklah, tubuhnya rubuh untuk tidak bangun lagi. Otaknya hancur
dan berdarah.
Thay-si Sian-su tidak menyesal sedikit juga ketika ia
menampak Teng Hong binasa ditangan Tong Cin Wie. Ia hanya
menarik napas sambil menggelengkan kepala lalu kembali
keruangan tengah.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
156
Tong Cin Wie berlagak minta maaf atas perbuatannya kepada
Thay-si Sian-su sudah itu duduklah kembali diatas korsinya.
Berhubung Teng Hong telah mati maka Tong Cin Wie lantas
perintahkan Hoan Kong Hong Ceng Tan menggantikan kedudukan
Teng Hong yang bertugas melakukan serangan dari sajap kanan dan
kiri.
? ooOoo ?
VII.
Kita balik lagi kepada Pek-hoa Nio-cu. setelah ia kembali
kekamarnya dipikirinya semua perbuatannya dan apa yang
dialaminya selama berada di Ie Ciu Wan ini dan dari diri Kim Ling
Siang-khoay, lalu kepada Jan San Ji-kui dan kemudian kepada Teng
Hong dan Oey Ceng Tan.
Yang paling dikasihaninya adalah Teng Hong, ia curna
berdekat-dekatan, sedikitpun belum pernah menerima apa-apa dari
dirinya tapi sudah mati secara mengenaskan ditangan Tong Cin
Wie. Tentang ilmu silat Coa-heng-ciang-hoat dan Pian-hoat yang
diajarkan kepadanya, sebetulnya terbit dari hati yang sejujurnya,
mengingat sampai disini, tanpa terasa ia telah menghela napas.
Ia telah mengerti maksud Tong Cin Wie membunuh Teng Hong
itu. Bila dilihat dari luar ialah disebabkan karena sikap Teng Hong
yang jumawa dan tidak mendengar perintah, tapi sebab-sebab yang
sebenarnya ialah karena dirinya.
Pek Hoa Nio-cu sebagai seorang yang banyak pengalaman
dalam asmara, berhati kejam dan cerdik, kekejaman dan
157
kecerdikan-nya tidak kalah dari Tong Cin Wie. Terhadap Teng
Hong bukan saja ia tidak cinta, malahan merasa jemu. Tong Cin
Wie membinasakan Teng Hong sudah tentu tidak menimbulkan rasa
kasihannya.
a hanya merasa bergidik terhadap perbuatan Tong Cin Wie
yang kejam. Twako dari golongan rimba hijau di Utara itu, benar-
benar lain daripada yang lain jadi dikemudian apabila ia membuat
perhubungan dengan Toako itu sudah tentu akan merupakan seekor
burung yang terkurung di-dalam sangkar yang hanya manda
dijadikan barang permainan si orang she Tong itu. Mengingat
sampai disini maka rupa-rupa pikiran telah timbul didalam hatinya,
hingga ia memandang bayangannya didalam kaca itu dengan
perasaan mendelu
Orang didalam kaca itu memang cantik, akan tetapi wajahnya
muram dan hatinya risau. Ia meraba-raba parasnya sendiri, hingga
didalam kaca itu tambah satu bayangan tangan yang putih meletak.
Satu perasaan yang belum pernah ada telah timbul didalam
hatinya Pek Hoa Nio-cu secara mendadak pada waktu itu dan
karena ia tak dapat menguasai dirinya sandiri maka air matanya
keluar dari kelopak matanya.
Berkatalah ia seorang diri, "Ah. Pek Hiang Lui Pek Hang
Lui ... perhuatanmu yaitu mempermainkan orang selama
beberapa tahun entah berapa banyak orang-orang gagah yang kau
buat mainan dan jatuh dihawah kakimu, tapi yang kau cintai benar-
benar ada berapa? Dan siapa itu yang benar-benar yang menyintai
kau? Apakah paras yang elok yang diberikan kepadarnu oleh Tuhan
Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Jaka Sembung 10 Mahligai Cinta Sepasang Pendekar Rajawali Sakti 97 Malaikat
Cin Wie, meski dia adalah orang kepercayaan Tong Cin Wie, tapi
Coa Im Cu adalah orang yang diundang oleh Tong Cin Wie, sudah
tentu Tong Cin Wie akan berfihak kepada Coa Im Cu.
Bagi Pek Hoa Nio Cu, lain pula pikirannya, ia sudah lama men-
dengar nama kepala berandal dari lima propinsi Utara ini, hingga
kepingin sekali dapat menyaksikan wajahnya, bagaimana
sebetulnya orang yang namanya sangat terkenal itu.
106
Pemimpin kawanan berandal dari Utara itu. adalah seorang
yang usianya empat puluhan, badannya sedang, wajahnya putih,
diatas bibirnya ada tumbuh kumis pendek, badannya mengenakan
baju panjang, tatkala ia tiba di Ie Chiu Wan, telah disambut oleh
para kawanan penjahat dengan sangat hormatnya.
Tong Cin Wie meski sebagai pemimpin kawanan berandal yang
sangat berpengaruh, namun sikapnya tidak kasar seperti kawanan
berandal yang lainnya. Kalau dilihat dari dandanannya dan caranya
ia berjalan, malah orang akan mengira dia adalah orang sekolahan.
Tong Cin Wie setelah memberi hormat kepada orang-orang
yang datang untuk memberi bantuan tenaga, lalu memberi hormat
kepada Oh Cu Kui yang bertindak selaku tuan rumah.
Dibelakang Tong Cin Wie, disebelah kanan terdapat paderi
berkepala gundul, disebelah kirinya berdiri seorang kakek-kakek
yang usianya kira-kira sudah enam puluh tahun lebih, dibarisan
belakang sekali ada bermacam-macam orang yang berlainan
bentuknya, ada yang gemuk ada yang pendek kate ada yang kurus
dan ada yang jangkung. Mereka itu berjumlah kira-kira dua puluh
lima orang lebih.
Oh Cu Kui setelah mengajak Tong Cin Wie masuk keruangan
tamu. lantas menyuruh orang bawahannya menyediakan perjamuan
besar.
Dalam perjamuan itu Tong Cin Wie berkata sambil tertawa,
"Oleh karena urusanku si orang she Tong seorang, telah membawa-
bawa dirinya begini banyak kawan-kawan."
Ia mengawasi semua orang yang hadir disitu dengan sepasang
matanya yang bersinar tajam.
107
Oh Cu Kui dalam hati merasa kagum, pikirnya, "pantas ia
menjadi pemimpin dari kawanan berandal di Utara, matanya saja
sndah begitu berpengaruh, apalagi perbuatannya.
Dengan suara sangat merendah ia berkata, "Tuan-tuan telah
sudi mengunjungi pondokku yang sangat kotor ini, bukan saja
membikin terang mukaku, tapi juga merupakan suatu peristiwa
yang paling besar dikampung ini, silahkan tuan-tuan dahar dan
minum arak yang tidak berarti ini, sekedar untuk menyambut
kedatangan tuan-tuan!"
Tong Cin Wie mengangguk-anggukkan kepalanya, dengan
tindakan lebar berjalan mentulju kemeja perjamuan. Paderi kepala
gundul berbadan gemuk itu, tangannya ada menggenggam tongkat
ja ngberatnya kira-kira lima puluh kati lebih.
Disehelah kirinya ada seorang kakek-kakek yang berbadan
kering, dibawah janggutnya ada tumbuh jenggotnya yang cuma
sekepal, tapi sudah putilt warnanya. Diluarnya kelihatannya sangat
jelek. tapi sikapnya sangat sombong.
Tong Cin Wie dan itu paderi kepala gundul, selalu harus
memhalas hormat kepada orang-orang yang menyambut padanya,
hanya itu kakek-kakek yang seolah-olah tidak melihat, ia berjalan
dengan caranya sendiri.
Tong Cin Wie memimpin kawan-kawannya duduk dimeja
perjamuan, agaknya ia sangat menghormat sekali kakek-kakek itu.
Tatkala Oh Cu Kui menyilahkan Tong Cin Wie duduk dikursi
pertama, Tong Cin Wie tidak berani menerima dan menyilahkan
orang tua itu duduk dikursi tersebut, tapi orang tua itu gelengkan
kepalanya, tangan kanannya mengelus jenggotnya, dan bersenyum,
ternyata ia menolak untuk menduduki kursi pertama itu.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
108
Tong Cin Wie mengangguk kepada paderi gemuk itu, tapi
sikepala gundul itu juga menolak, dengan demikian, hingga Tong
Cin Wie terpaksa menduduki kursi pertama. Kakek-kakek itu dan
paderi gemuk duduk dikanan kirinya.
Meja itu cuma diduduki oleh tiga orang, yang lainnya lamas
satu persatu mulai duduk ditempat masing-masing.
? ooOoo ?
IV.
Oh Ci Kui sebagai tuan rumah itupun angsurkan cawan araknya
sambil berkata: "Aku Oh Cu Kui cuma satu Bu-beng Siau-cut dari
rimba persilatan, tidak nyana mendapat kehormatan dari Tong
Twako yang telah sudi singgah dikediamanku, sungguh ini
merupakan satu kehormatan yang besar bagi aku, arak ini bukan
merupakan suatu penyambutan, cuma adalah satu tanda dari
hormatku."
Setelah berkata demikian Oh Cu Kui tenggak araknya sampai
kering.
Tong Cin Wie bersenyum dan sambil minum araknya iapirn
berkata: "Aku Tong Cin Wie yang cuma mendapat nama kosong,
karena ditunjang oleh para kawan dari lima provinsi Utara, baru
menduduki jabatan sebagai kepala, sebetulnya diantara saudara-
saudara yang ada disini banyak yang berkepandaian tinggi .. !"
ia menoleh mengawasi si kakek tua lalu berkata pula: "Seperti Thio
Pak Tao Lo-cian-pwee ini, pada tigapuluh tahun yang lalu namanya
sudah menggetarkan Kang-lam dan Kang-pak. senjatanya yang
109
merupakan bandringan Liu-seng-tui, pernah menempur kuil Siauw-
lim-sie punya lima Ngo-lo, berbicara tentang kepandaian ilmu silat,
aku Tong Cin Wie sedikitpun tidak menempil kepandaiannya
dengan Thio Lo-cian-pwee ini."
Meski Tong Cin Wie demikian mengumpak si kakek tua. tarsi
si kakek tua itu tetap tidak menunjukkan perubahan apa-apa pada
mukanya.
Tong Cin Wie setelah memperkenalkan diri si kakek tua itu.
kemhali menoleh dan mengawasi si Hweeshio gemuk yang duduk
disebelah kanannya seraja berkata: "Seperti Thay-si Sian-su ini,
saudara- tentunya sudah pernah mendengar namanya, tentang
kepandaiannya. juga jauh diatasku, tapi sifat Thio Lo-cian-pwee dan
Thay-si Sian-su tidak suka mencampuri segala urusan remeh
didunia Kang-ouw: yang seorang senang berpelesiran di rimba-
rimba dan di gunung-gunung dan yang seorang lagi menyekap
dirinya dalam kuil. Sebetulnya ia sudah tidak man lagi mengurus
segala urusar tetek-bengek, tapi kali ini ternyata telah menerima
undanganku. Dengan menyampingkan kebiasaannya diberikannya
bantuan kepadaku maka disini aku memberi hormat kepada kedua
Lo-cian-pwee dengan secawan arak." Disodorkan araknya kepada
kedua tokoh persilatan tersebut sesudah ia berkata demikian.
Thay-si Sian-su meletakkan cawannya lalu berkata kepada Coa
Im Cu Teng Hong sambil tertawa: "Ternyata kau sudah mendahului
aku kesini."
Teng Hong merasa mukanya panas lalu menjawab seraja
tertawa, "Setelah aku menerima suratmu yang mengajak aku ke
Selatan maka keesokan harinya aku lantas yang berangkat, karena
itu aku tiba dahulu disini."
Tong Cin Wie sebelumnya sudah mendengar dari Thay-si Sian-
su, bahwa ia sudah mengajak Teng Hong untuk memberi bantuan
110
tenaga hingga ketika mendengar pembicaraan kedua orang itu maka
mengertilah ia bahwa orang tersebut adalah Teng Hong. Maka
iapun herkata sambil tertawa:
"Tentu tuan ini adalah saudara Teng Hong, sudah lama aku
mendengar Lo-sian-su mengatakan tentang nama besarmu. hanya
menyesal sekali aku tidak mendapat kesempatan sekali untuk
menemui. Kali ini karena aku Tong Cin Wie mempunyai sedikit
urusan soal permusuhan pribadi saja sampai membuat saudara Teng
melakukan perjalanan begitu jauh, Siauw-tee merasa malu sendiri."
Sehabis berkata demikian lalu iapun menyoja untuk memberi
hormat.
Sifat Teng Hong sebetulnya ada sangat sombong, siapa saja ia
tidak pandang mata. cuma hari ini keadaan ada lain. Perubahan ini
bukan karena merasa jeri terhadap Tong Cin Wie dan kuatir Thay-si
Sian-su akan sesalkan silatnya yang jumawa dan tidak kenal aturan
itu, tapi karena takut pada si kakek tua Thio Pak Tao.
Sebelum nama Teng Hong terkenal maka kakek ini sudah lama
terkenal didunia Kang-ouw. Orang-orang didunia Kang-ouw
menyebutnya Cian Pi Sin Mo atau Iblis yang bertangan seribu dan
ketika nama Teng Hong terkenal di daerah Utara maka pada saat itu
pula Cian Pi Sin Mo telah hilang jejaknya. ada orang kata-kan
bahwa ia menyembunyikan diri diatas gunung. Ada pula yang
mengatakan bahwa ia sudah binasa.
Apa sebab Cian Pi Sin Mo lenyap dari dunia Kang-ouw tidak
ada orang yang ketahui hanya Tong Cin Wie dan Thay-si Sian-su.
Ia lenyap tapi setelah berumur sembilan puluh tahun yaitu sesudah
tiga puluh tahun menghilang tapi tiba-tiba kembali lagi.
Ucapan Tong Cin Wie menyunyung tinggi diri si Tua itu tadi
memang adalah hal yang sebenar-benarnya. Senjata Liu-seng-tui-
nya Thio Pak Tao didalam kuil Siauw-lim-sie. pernah digunakan
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
111
untuk melawan Siauw-lim Ngo-Lo. Ini adalah suatu kejadian besar
yang pernah menggetarkan dunia rimba persilatan pada tiga puluh
tahun berselang, akhirnya meski Cian Pi Sin Mo jatuh ditangannya
kepala kuil Siauw-lim-sie pada kala itu, namun dalam dua hari satu
malam ia telah bertempur seru dengan kelima tokoh dari kuil
Siauw-lim-sie itu.
Dirinya yang sudah bertempur sekian lama kemudian
bertempur lagi dengan kepala kuil Siauw-lim-sie itu meskipun ia
kalah tapi namanya lantas terkenal didaerah Kang-lam dan Kang-
pak. Bagi orang-orang rimba persilatan waktu itu semuanya
mengenal kakek tua ini.
Ketika Thio Pak Tao bertempur melawan kepala kuil Siauw-
lim-sie Sam Ho Siang, dahulu pundak kirinya telah dilukai dengan
ilmu silat Kim Kong Ci dari Sam Ho Siangjin dan tentang lukanya
ita cuma ia dan Sam Ho Siangjin saja yang tahu. Semua Lo-cian-
pwee dari Siauw-lim-sie serta murid-murid Siauw-lim-sie yang
menonton pertempuran tersebut, tidak seorangpun yang
mengetahui.
Karena mendapat luka. Thio Pak Tao segera meninggalkan kuil
Siauw-lim-sie lalu lari keluar perbatasan mengasingkan diri diatas
bukit Mo Thian Nia untuk memperdalatn ilmu silatnya lagi.
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selama itu tiga tahun lamanya ia bersemadi menghadap tembok
untuk menyernbuhkan lukanya dan ternyata membawa hasil.
Tentang diri Tong Cin Wie sebetulnya dia itu adalah anak
seorang petani pemelihara kuda didaerah Lian-ling. Oleh karena
timbul permusuhan dengan seorang she Ciu yang juga
mengusahakan pertanian dan pemeliharaan hewan maka timbullah
pertempuran hebat. Dalam pertempuran keluarga Tong dikalahkan,
ayah bundanya binasa dan harta bendanya dirampas oleh keluarga
Ciu. Hanya Tong Cin Wie sendiri yang dapat meloloskan diri.
112
Padaa kala itu umurnya baru 15-16 tahun hingga ia tidak tahu
kemana ia harus tumpangkan dirinya.
Waktu ituada beberapa anggota familinya, tapi karena mereka
takut pengaruh keluarga Ciu maka tidak ada seorangpun dari
mereka yang berani menerimanya. Satu bulan lamanya Tong Cin
Wie hidup terlunta-lunta, tapi selagi ia dalam keadaan kelaparan
dan kedinginan. ia telah ditemukan oleh seorang aneh yang
berlengan satu, yang akhirnya memungutnya sebagai murid.
Orang aneh berlengan satu itu sebetulnya adalah seorang. gagah
yang hersifat aneh. Namanya Tay Kouw orang itu sifatnya aneh dan
berhati kejam hingga banyak sekali musuhnya. Ketika ia bertempur
dengan musuh-musuhnya, lengan kanannya telah dilukai dengan
senjata rahasia yang beracun, hingga ia kehilangan lengan kanan.
Kehilangan tangannya ini menyebabkan adatnya bertambah
aneh dan kejam. Orang itu ketika telah kehilangan lengan tahulah ia
hahwa dalam masa yang pendek itu mampulah ia mencari musuh-
musuhnya untuk menuntut balas.
Karena itu ia lantas sembunyikan diri didaerah pegunungan.
Disana selainnya merawat lukanya maka dipelajarinya juga rive
ilmu obat'an yang beracun dan. senjata yang beracun. Akhirnya
sekali ia dapat menciptakan semacam senjata rahasia yang berupa
jarum, yang dinamainya Tui-hun-ciam.
Ketika luka-nya sembuh iapun segera mencari musuh-
musuhnya. Satu persatu musuh-musuhnya itu dibinasakan dengan
senjata rahasia Tui-hun-ciam-nya itu. Siapa saja yang kena senjata
rahasianya itu dalam dua belas jam pasti binasa. Hanya obat
pemunah racun yang dibikin oleh Teng Tay Kouw sendirilah yang
bisa menghilangkan racun itu.
113
Selama tiga hari ia tidak makan tidaklah ia mengeluh atau
menangis, karena Tay Kouw mengetahui ketabahannya maka
hatinya tergerak untuk mengambilnya sebagai murid. Ia diberi
pelajaran selama sepuluh tahun, kemudian Tong Cin Wie menjadi
seorang yang berilmu silat yang tinggi sekali.
Tong Cin Wie yang beradat kejam setelah mendapat didikan
dari Teng Tay Kouw seorang kejam sudah tentu sifatnya bertambah
kejam. Setelah pelajarannya tamat pertama-tama yang bisa
selesaikan adalah permusuhan dengan keluarga Ciu. Dengan senjata
turnbak Leng-coa-chio-nya dan sekantong jarum Tui-hun-ciain-nya
menyerbulah ia malam-malam keluarga Ciu. Semua orang dalam
keluarga Ciu dihabiskan dan semua rumah mereka habis dibakar.
Perusahaan-perusahaan yang diusahakan oleh keluarga Ciu dalam
tempo hanya satu malam telah dibikin rata dengan bumi.
Tong Cin Wie setelah menuntut balas, lantas mengernbara di
dunia Kang-ouw, dengan mengandalkan kepandaiannya yang tinggi
dan senjata rahasianya yang ampuh itu. Selama beberapa tahun
belum pernah ditemuinya tandingan hingga hatinya besar sekali.
Dianggapnya dalam Kwang-wa yang daerahnya luas tapi sedikit
penduduk itu ia tidak bisa berbuat banyak, maka lantas timbal
nikirannya untuk masuk kedaerah Tiong-goan.
Sebelum berangkat hendak diberitahukan maksudnya itu
kepada suhunya tapi ketika ia tiba digubuk suhunya ternyata tak ada
lagi. Gubuk itu kosong melompong.
Tong Cin Wie mencari di mana-mana, tapi tidak ditemui jejak
suhunya itu maka terpaksa berangkatlah ia tanpa memberitahukan
kepada suhunya. Walaupun baru dua tahun ia berada ditempatnya
yang baru itu tapi namanya telah dikenal. Ketika ia disana tujuh
tahun berhasillah ia menundukkan sebagian besar orang-orang dari
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
114
rimba hijau di lima provinsi Utara, hingga ia diangkat menjadi
Twako.
Tong Cin Wie setelah menduduki kursi Twako. sifatnya yang
gemar paras elok menonjollah hingga wanita-wanita yang ia merasa
cantik walau bagaimana pun berdayalah ia sampai bisa
memperolehnya. Oleh karena itu dalam gedungnya yang besar dan
mewah di pantai sungai Eng,-teng. terdapat banyak wanita-wanita
cantik sebagai simpanannya.
Pada suatn hari yaitu ketika sudah tiga hari menjadi Twako, ia
telah kedatangan dua orang yang berparas aneh. Orang-orang itu
ternyata adalah suhunya sendiri (Teng Tay Kouw) dan seorang tua
yang berbadan pendek yaitu Cian Pi Sin Mo Thio Pak Tao. Teng
Tay Kouw dan Cian Pi Sin Mo ketika bertemu Tong Cin Wie,
belum pernah membuka mulut tapi setelah menghabiskan empat
poci arak barulah Teng Tay Kouw goyangkan tangan kirinya untuk
memberi tanda, supaya pelayan-pelayan perempuan masuk
kedalam, kemudian ia menunjuk si kakek tua itu lain berkata kepada
Tong Cin Wie: "Ini adalah Thio Supekmu lekas kau memberi
hormat."
Kala itu Tong Cin Wie meski sudah menjadi Twako golongan
rimba hijau di lima provinsi daerah Utara, tapi setelah mendengar
ucapan suhunya segera bangkit meninggalkan korsinya lalu berlutut
dihadapan Cian Pi Sin Mo itu namun Thio Pak Tao seperti tidak
melihat ia terus minum araknya saja, seolah-olah tidak melihat ada
orang ditempat itu.
Tong Cin Wie merasa kurang senang dalam hatinya, tapi ia
tidak berani berbuat ape. Terpaksa ia menahan kesabaran lain
berkata dengan suara perlahan:
Disini Tong Cin Wie memberi hormat kepada Thio Supek."
115
Thio Pak Tao dengan mendadak letakkan cawannya, lantas
berkata sambil tertawa bergelak':
"Anak baik yang boleh diajar, bangunlah!"
Tong Cin Wie berbangkit lalu Teng Tay Kouw berkata kepada
Cian Pi Sin Mo: "Muridku ini ternyata lebih unggul dari aku, cuma
saja pohon yang tinggi gampang mendatangkan angin, selanjutnya
mau tolong jaga-jaga, aku sendiri tahu bahwa jiwaku mungkin tidak
tahan satu bulan lagi."
Ci anPi Sin Mo menjawab sambil tertawa: "Kau boleh mati
dengan mata meram! Dengan memandang persahabatan kita dan
pertandingan yang kita lakukan satu hari satu malam lamanya di
atas bukit Mo Thian Nia, aku terima haik permintaanmu ini.
Tang Tay Kouw tertawa bergelak-gelak, lalu bangkit sambil
mendorong mejanya dan berkata kepada Cian Pi Sin Mo:
"Kau Cian Pi Sin Mo ucapanmu itu sangat berharga, Teng Tay
Kouw seumur hidup telah membunuh banyak jiwa, apa artinya
kematian, Cin Wie, aku larang kau menuntut balas."
Tong Cin Wie terkejut, selagi hendak bertanya, tapi sudah
didahului oleh Thio Pak Tao, katanya:
"Kecuali aku Thio Pak Tao seorang, barangkali tidak ada
seorang pun yang bisa menuntut balas untuk kau."
Teng Tay Knew tertawa besar, sambil gerakken lengannya,
sekejap saja ia sudah berada diluar, tapi masih sempat menjawab
kepada Thio Pak Tao:
"Aku toch tidak minta kau untuk menuntut balas, sekarang aku
hendak pergi, aku hendak mencari suatu tempat yang sepi, yang
jarang didatangi oleh manusia, disana eku akan mati dengan tenang
"
116
Belum habis ucapan itu orangnya sudah hilang dari pandangan.
Tong Cin Wie memburu, tapi suhunya sudah tak kelihatan lagi.
Matanya hasah tapi muhitnya berseru: "Suhu .. , Suhu .. !"
Baru saja hilang suaranya, terdengar suara orang berkata di
belakangnya : "Perlu apa kau panggil? Ia sudah terkena serangan
ilmu silat yang maha tinggi, semua isi dalam badannya sudah
terluka parah, dalam tempo tujuh hari luka itu segera menghehat
dalam tubuh-nya, sekalipun tabib terpandai seperti Hoa-to hidup
kembali juga tidak akan berdaya menolongnya."
Ketika Tong Cin Wie menoleh, dilihatnya wajah Cian Pi Sin
Mo masih tetap dingin. sekalipun sahabat karibnya sudah dekat
menemui ajalnya, tapi sedikitpun tidak menunjukkan rasa duka.
Baru sadia Tong Cin Wie hendak menyawab, sudah didahului oleh
Thio Pak Tao:
"Meski Suhumu tidak memberitahukan orang yang melukai
diri-nya. tapi dalam hatiku dapat menebak. Musuhnya ini hebat
hingga kau tidak akan mampu membalas dendam sebab itu tunggu
sanpai kuselesai menyelidikinya. Bila telah mendapat penjelasan
tentang urusan ini barulah kita bicarakannya!"
Selesai kakek itu berkata demikian maka mengbilanglab ia tan-
pa pamit.
Sejak Tong Cin Wie turun gunung ia belum pernah menemui
tandingan. Karena itu didalam hati kecilnya dianggapnya
kepandaian silatnya tak ada yang bisa menandinginya selain dari
Suhunya, tapi setelah ia melihat ilmu lari pesat dan meringankan
tubuh Thio Pak Tao yang lebih tinggi setingkat daripada suhunya,
barulah ia mengetahui bahwa kepandaiannya belum seberapa.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
117
Waktu Cian Pi San Mo pergi beberapa lama lantas tidak
terdengar kabar beritanya lagi, dan Tong Cin Wie sendiri juga mulai
melupakan urusan tersebut.
Pada kala itu nama Tong Cin Wie sudah semakin kesohor
hingga hatinya semakin besar dan timbal keinginannya untuk
melebarkan. pengaruhnya kedaerah Kang-lam. Kebetulan pada saat
itu berpapasanlah ia dengan Ie Pak Sam Houw atau Tiga Macan dari
le Pak, yang baru saja lari pulang karena terluka oleh senjata
rahasia. Setelah mengetahui itu, Tong Cin Wie lantas menjadi
gusar, dan memerintahkan kepada orang-orangnya bergerak ke
selatan, sedangkan ia sendiri lalu berangkat ke kuil Ceng In Si
untuk mengundcmg Thay-si Sian-su.
Sepulangnya dari Ceng In Si bersama Thay-si Sian-su. Tiba-
tiba ia telah kedatangan Cian Pi Sin Mo Thio Pak Tao.
Ketika Tong Cin Wie melihat kedatangan orang tua itu, dalam
hati merasa girang tapi juga ada sedikit jeri. Ia girang karena
kedatangan orang berilmu tinggi itu tepat pada saatnya, hingga tidak
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
usah kuatirkan lawannya didaerah Kang-lam. Jeri karena sifat orang
tua yang aneh dan sukar dilayani, karena itu ketika ia bertemu
dengan Thio Pak Tao, ia cuma berkata sambil angkat tangannya
"Kedatangan Lo-cian-pwee tepat benar pada saatnya, hingga
bisa memberi bantuan sedikit tenaga bagi Boan-pwee .."
Bicara sampai disini, mendadak berhentilah ia sambil tertawa
sebab ia menanti reaksi Cian Pi Sin Mo.
Thio Pak Tao berkata sambil tertawa: "Aku dengan gurumu
pada sepuluh tahun berselang telah mengikat tali persahabatan
setelah melakukan pertandingan diatas bukit Mo Thian Nia, di
dalam dunia ini aku cuma mempunyai seorang sahabat yaitu dia
sendiri. Sahabatnyapun hanya seorang yaitu aku. Ia telah terkena
118
serangan hebat, sehingga binasa maka itu sudah tentu aku hendak
menuntut balas. Dalam tiga tahun ini aku telah melakukan
perjalanan keseluruh tempat dan hasilnya ialah telah kuketahui
orang yang melukainya. Walaupun demikian aku belum berani
pastikan jika aku belum bertemu dengan musuhnya itu. Adapun
kedatanganku kali ini, memang sengaja mencari kau, dan ada
hubungannya dengan penuntutan balas untuk Suhumu .. !"
Mendengar kata orang itu Tong Cin Wie terkejut hingga buru-
burulah ia memimpin orang tua itu keruangan dalam lalu dijamunya
dengan sernestinya.
Cian Pi Sin Mo yang sudah banyak minum arak. Tiba-tiba
berkata kepada Tong Cin Wie:
"Kalian masih berada didalam kegelapan, sehingga
mengundang banyak orang-orang keselatan, sebetninya semua
gerak-gerik kalian sudah diawasi oleh lain orang .." Ucapan
ini telah mengejutkan semua orang lalu bertanyalah Tong Cin Wie:
"Siapa sebenarnya orang yang mempunyai ilmu silat demikian
tinggi itu?"
Cian Pi Sin Mo menjawab sambil tertawa besar: "Orang itu
mungkin adalah orang yang melukai Suhumu tempo hari, walaupun
begitu sekarang aku belum bisa pastikan. Apakah pernah engkau
mendengar orang yang bernama Kang It Peng?"
Tong 'Uri Wie berpikir beberapa lama, lantas geleng kepada. Ia
tidak tahu karena ketika ia sedang menjagoi dirimba hijau didaerah
Utara, Kang It Peng sedang berada diatas gunung bersama cucu
perempuannya, karena ia sedang mendidik cucunya itu utuk
mengasingkan diri sebab musuh-musuhnya telah membinasakan
anak dan mantunya. Penjahat-penjahat tidak pernah mendengar
nama Kang It Peng. Begitu pun Tong Cin Wie yang tidak pernah
119
mendengar namanya hanya penjahat golongan tua itupun tidak
banyak mengetahuinya.
Tiba-tiba Thay-si Sian-su berkata, "Yang Lo-cian-pwee
sebutkan tadi itu bukankah Kong It Peng yang bergelar Gin Si Siu
atau si Kakek Jenggot Perak, yang namanya terkenal didaerah
Kang-lam dan Kang-pak pada duapuluh tahun berselang?"
Cian Pi Sin Mo menjawab sambil tertawa, "Ya itulah
orangnya. Sebelum aku mengasingkan diri, aku berniat menempur
dia. tapi selalu tidak mendapat kesempatan, siapa nyana sesudah
tiga puluh tahun ia masih hidup, nampaknya keinginanku ini
akhirnya akan terkabul juga."
? ooOoo ?
V.
Ketika mereka tiba dikota Ceng Jana Koan mereka disambut
oleh orangnya Tong Cin Wie yang diutus oleh Oey Ceng Tan
menunggu ditempat tersebut, untuk melanjutkan perjalanan ke Ie
Ciu Wan.
Tentang kedatangan di Ie Ciu Wan, sudah dijelaskan dibagian
alas. Tong Cin Wie setelah menanyakan Oey Cnog Tan tentang
usahanya menguntit jejak Chie Ciat-su, diam-diam merasa terkejut
juga.
Meski ia belum pernah mendengar tentang Kang It Peng. tapi ia
sudah ketahui siapa itu Sun Tay Beng yang bergelar Chio Bin Giant
Lo atau Raja Acherat yang berwajah berseri. Orang itu adalah satu
tokoh rimba persilatan didaerah Kang-lam yang paling sukar
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
120
dilayani. Senjata rahasianya yang bernama duri ikan terbang lebih
hebat dan sudah menjagoi didunia Kang-ouw.
Kalau mengingat Chie Kong Hiap cuma seorang bekas pegawai
negeri yang dilepaskan dari jabatan tapi bagaimana sampai bisa
mendapat perlindungan dari orang-orang gagah semacam mereka?
yang lebih mengherankan ialah itu orang yang menggunakan
senjata rahasia duri ikan terbang untuk melukai orang-orang
bawahannya adalah seorang wanita bukan Sun Tay Beng.
Meskipun ia menyebut dirinya budak yang keluarga Chie, tapi
tidak dapat dipercayai sepenuhnya. Anak dara itu tentu mem punyai
hubungan erat sekali dengan Sun Tay Beng, karena di dalam rimba
persilatan didaerah Kang-lam dan Kang-pak, yang mampu
menggunakan senjata rahasia serupa itu cuma Sun Tay Beng.
Anak dara itu sudah pasti murid atau anak Sun Tay Beng.
Kang-tang Lie-hiap baru kira-kira tiga tahun muncul didunia Kang-
ouw, tapi sudah membuat namanya besar dan membikin kucar-kacir
dunia rimba hijau. Kecuali Sun Tay Beng maka sudah tidak ada
orang yang mampu mendidik murid yang begitu gagah.
Kedatangan Tong Cin Wie sudah tentu dengan persiapan yang
lengkap, tapi ternyata sudah kebentur dengan lawan yang keras, hal
ini benar-benar diluar dugaannya.
Bagi Kong-tong Lie-hiap sendiri sebetulnya ia tidak perlu takut,
yang dikuatirkan jalah kalau Sun Tay Beng sendiri muncul.
Tong, Cin Wie berpikir sejenak, lalu memandang Cian Pi Sin
Mo dengan maksud ingin mendapat sedikit keterangan dari orang
tua itu tapi orang tua itu, tetap membungkam seolah-olah tidak mau
ambil perduli semua hal.
Tatkala Oey Ceng Tan melaporkan semua kejadian yang ia
alami. kebanyakan penjahat itu terheran-heran, sampai-sampai
121
Thay-si Sian-su sendiri juga gelengkan kepala dan pelototkan
matanya. Hanya Cian Pi Sin Mo, yang tetap pejamkan matanya,
seolah-olah sedang tidur nyenyak.
Tong Cin Wie mengetahui sifat orang tua itu yaitu kalau ia
tidak suka berbicara, sekalipun ditanya juga sia-sia saja, maka
terpaksa berkatalah ia sambil tertawa getir:
"Ternyata difihak sana ada orang yang menggunakan senjata
rahasia duri ikan terbang, sudah tentu tidak boleh dipandang ringan,
malam ini kita harus siapkan beberapa orang untuk meninjau ke
Siang Ke Cun."
Ia berbicara sampai disitu saja, ia sengaja tidak melanjutkan.
Sambil bersenyum iapun menatap wajah Teng Hong. Ia tidak tahu
bahwa Tong Hong sedang menderita luka dalam ketika bertempur
melawan Cin Tiong Liong sampai saat itu dan luka itu belum
sembuh. Waktu ia mengawasi Teng Hong dilihat-nya Teng Hong
seolah-olah berlaga tuli dan bisu hingga seketika itu lantas naik
darahnya. Pada saat itu, Thay-si Sian-su telah mengetahui gelagat
tidak baik, maka buru-buru menyelak sambil tertawa:
"Di fihak sana kalau benar bukan orang sembarangan, kita juga
tidak boleh bertindak secara gegabah, aku lihat sebaiknya aku yang
pergi sendiri, aku sudah pernah bertemu dengan Sun Tay Beng. Aku
ingin tahu apakah betul dia disana atau tidak?"
Meskipun Tong Cin Wie tidak puas melihat sikap Tong Hong
yang begitu jumawa pun merasa tidak enak untuk membuka mulut
kasar.
Melihat sikap Thay-si Sian-su itu iapun merubah sikap lalu
menjawab dengan tertawa:
122
"Kalau Sian-su ingin pergi sendiri maka hal ini adalah
kebetulan sekali, hanya urusan sekecil itu tidak perlu Sian-su turun
tangan sendiri, Sianw-tee sebetulnya merasa tidak enak."
Sambil tertawa Thay-si Sian-su pun berkata:
"Kita sudah lama bersahabat. apakah masih perlu saling
merendah?"
Sehabis berkata iapun berbangkit lalu minum araknya sampai
kering. Kemudian tertawalah ia bergelak-gelak, hingga suasana
yang genting reda kemhali. Walaupun begitu dalam hati Tong Cin
Wie, sudah terbit maksud untuk menyingkirkan Teng Hong.
Oh Cu Kui sebagai tuan rumah, ternyata pandai melayani
tamunya telah disediakan kamar-kamar untuk para tamunya.
Tong Cin Wie sendiri mendiami sebuah kamar besar dekat
taman bunga dan Oh Cu Kui telah ketahui sifatnya telah
menyediakan dua pelayan wanita cantik untuk melayani Twako dari
rimba hijau daerah Utara itu. Murid kepala Tong Cin Wie yang ben
nama Lauw Kiat, berdiam disamping kamarnya, supaya bisa men-
jalankan titahnya sewaktu-waktu.
Thio Pak Tao dan Thay-si Sian-su, juga mendiami lain kamar
dalam taman tersebut, yang tidak jauh terpisah dari kamar Tong Cin
Wie.
Tengah malam, mendadak angin Utara bertiup sangat hebatnya,
salju juga mulai turun, hingga diatas tanah salju itu mencapai tiga
cun tebalnya.
Tatkala hujan salju berhenti rembulan mulai kelihatan muncul
ditanah terbentang suatu pemandangan alam yang indah. Saat itu
Tong Cin Wie berdiri didepan pintu sambil mengawasi
pemandangan yang indah itu.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
123
Selagi Tong Cin Wie kesengsam dalam alum pikirannya, tiba-
tiba angin menderu, hingga orang she Tong itu terkejut, buru-
burulah ia kerahkan tenaga dalamnya, tangan kanannya diayun
hendak menyerang orang yang baru datang tapi orang itu
mengeluarkan kemahirannya dapat menahan dirinya yang sedang
berlari demikian kencang. Orang itu berhenti dihadapan Tong Cin
Wie lalu sambil tertawa berkatalah "Apa? Sampai aku pun kau tidak
mengenali lagi."
Tatkala orang tersebut berhenti, barulah Tong Cin Wie
mengenalnya. Orang itu adalah Thay-si Sian-su hingga buru-buru ia
menjawab:
"Kedatangan Thaysu terlalu mendadak, hingga hampir saja aku
keterlepasan tangan."
Sesudah berkata demikian menyuralah ia dan memberi hormat,
sebagai tanda pernyataan maaf.
Thay-si Sian-su berkata sambil tertawa bergelak-gelak, "Aku
hanya main-main saja, sekarang sudah lewat tengah malam, aku
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harus berangkat ke Siang Ke Cun, sebelum jam tiga mungkin aku
sudah dapat kembali."
Sehabis ia berkata demikian dan tanpa menunggu jawaban
Tong Cin Wie iapun dengan cepat berlalu. Hanya dua tiga lompatan
ia sudah lenyap dari pandangan.
Tong Cin Wie kagum menyaksikun kegesitan Thay-si Sian-su
itu sebab meskipun badannya gemuk, tapi bisa lari laksana terbang.
Diam-diam Tong Cin Wie merasa girang sebab kepandaian ilmu
silat Thay-si Sian-su yang dilihatnya itu sudah pasti dapat
diandalkan. Hatinya tak takut lagi kepada Sun Tay Ben, Pikirannya
lagi walaupun Kang It Peng yang pernah disebut oleh Cian Pi Sin
Mo itu datang akan dilayani oleh Cian Pi Sin Mo.
124
Walaupun sudah jam tiga malam tapi Thay-si Sian-su belum
juga kembali, hingga Tong Cin Wie mulai merasa kuatir. Selagi ia
berpikir dengan gelisah, tiba-tiba terlihat olehnya dari jendela
bayangan orang yang lenyap dengan cepat. Tadinya ia mengira ada
Thay-si Sian-sulah yang kembali hingga berkatalah ia sambil
tertawa:
"Sian-su sudah pulang mengapa menjauhi aku? Bagaimana
keadaan di Siang Ke Cun? Apakah Chio Bin Giam Lo juga berada
disana?"
Ia bertanya berulang-ulang tapi tidak mendapat jawaban. hinga
timbullah curiga dalam hatinya. Tapi dasamya kejam hingga meski
merasa gelagat tidag baik, tapi masih berlagak tidak melihat.
Secara diam-diam iapun mengambil senjata rahasianya lalu
dengan cepat melompat melesatlah ia keluar dari jendela. Tapi baru
saja kakinya menginyak tanah, tiba-tiba ia mendengar jeritan ngeri.
Dengan segera Tong Cin Wie mengenali suara itu adalah suara
Lauw Kiat muridnya yang menjerit itu. Ketika ia menoleh
dilihatnya badan Lauw Kiat sudah tergelincir dari atas genteng.
Tong Cin Wie menggeram cepat-cepat menghampiri Lau Kiat.
Toako rimba hijau dari daerah Utara ini benar. lihay karena
walaupun terpisah satu tumbak dari Lauw Kiat tapi hisa bergerak
cepat untuk menyambut badan Lauw Kiat yang tergelincir dari atas
genteng.
Tatkala ia menampak pundak kiri Lauw Kiat mengucurkan
darah segera diketahuinya bahwa muridnya itu terkena serangan
senjata gelap hingga timbul gusamya. Tatkala itu Lauw Kiat
berkata: "Suhu ada orang diatas genteng .."
Tong Cin Wie meletakkan tubuh Latin Kiat diatas salju ia
sendiri lantas lompat keatas genteng.
125
Tong Cin memeriksa keadaan disekitarnya tapi tidak
menampak satu bayangan manusiapun. Karena mendongkolnya in
lantas membentak sambil tertawa dingin:
"Siapa itu yang melakukan perbuatan pengecut? Jika tak berani
mengunjukan diri apakah itu adalah perbuatan seorang eng- hiong?
Sahabat, keluarlah aku Tong Cin Wie ini ingin mencoba beberapa
jurus !"
Belum habis suaranya tiba-tiba dari tempat gelap muncul
seorang, yang berbadan langsing. Muka orang itu ditutup dengan
sutra hitam dan berdandan dalam pakaian malam yang serba
ringkas, nampaknya dia itu adalah seorang wanita.
Tong Cin Wie menegur dengan suara gusar:
"Kau siapa?"
Orang itu tertawa dingin, lantas menyahut dengan suara yang
merdu:
"Kiranya kau inilah yang menjadi Twako kawanan bandit dari
lima provinsi daerah Utara. Kau tidak mengetahui dan bertanya
diriku. Sudah cukup perbuatan-perbuatan jahatmu didaerah Utara
tapi mengapa masih mau datang mengaduk didaerah ini? Apa
sangkamu engkau bisa berbuat sewenang-wenang di Kang-lam ini
seperti didaerah Utara?"
Tong Cin Wie sangat gusar, ketika mendengar ucapan pedas si
gadis itu. Dasar ia seorang sombong hingga timbul kemarahannya.
Maka tertawa bergelak-gelaklah ia lalu menjawab:
"Sombong benar ucapanmu, sebutkan dulu namamu. supaya
aku bisa tahu siapa sebenarnya engkau?"
Nona yang berkedok hitam itupun menyahut sambil tertawa
dingin:
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
126
"Aku sudah katakan kau tak usah bertanya, kenapa kau tetap
ntembandel?"
Tiba-tiba Tong Cin Wie ingat sesuatu, maka lantas berkata
sambil tertawa:
"Bukankah kau ini Kong-tong Lie-Hiap? Aku tahu engkau
sebab engkau telah melukai muridku ini dengan duri ikan
terbangmu. Jangan kata kau yang masih bocah, sekalipun Sun Tay
Beng sendiri juga aku tidak pandang mata. Baiklah kita bertempur
karena aku ingin kenal senjatamu itu yang telah menggetarkai.
dunia Kang-ouw."
Sehabis ia berkata demikian melompatlah in menyamber nona
yang berkedok itu.
Nona berkedok itu memang benar adalah Kong-tong Lie-hiap
Kang Sian Cian, hingga tatkala Tong Cin Wie memimpin orang-
orangnya tiba dikota Ceng Jung Koan, hal itu sudah diketahui oleh
Cin Tiong Liong. Menampak roman orang-orang tersebut tahulah in
bahwa orang-orang bukan sembarangan, Cin Tang Liong diam-
diam merasa terkejut juga. Dan tatkala Tong Cin Wie herangkat ke
Ie Ciu Wan Cin Tiong Liong juga kembali ke Siang Ke Cun on
memberitahukan kepada Kang-tang Lie-hiap. supaya ia berjaga-
jaga. Meskipun ia tahu bahwa Kong-tong Lie-hiap ini bersi fat
tinggi Kati dikuatirkan ia akan menyatroni sendiri ke Ie Ciu Wan,
maka ia telah sengaja mengatakan bahwa kawanan bandit itu datang
dengan kawan-kawannya yang berjumlah besar, dan berpesan
supaya Kang Sian Cian jangan hertindak sembrono, sebaiknya
menanti kedatangan kedua Lo-cian-pwee.
Cin Tiong Liong sebenarnya mengharap supaya Kang Sin Cian
memperkuat penjagaannya dirumah keluarga Chie, sambil me- .
rung.gu kedatangan Kong It Peng dan Sun Tay Beng, baru turun
tangan terhadap musuhnya.
127
Siapa nyana perkataan Cin Tiong Liong, telah mendapat buah
yang sebaliknya karena Kang Sian Cian yang sudah tinggi
kepandaiannya, sejak turun gunung belum pernah menemui
tandingan hingga dengan demikian timbullah kesombongattnya. Ia
berpikir kepala penjahat itu sudah tiba, dalam dua tiga hari sudah
tentu akan menyerbu Siang Ke Cun, sedang berita Yayanya dan
Suhunya belum ada maka lebih baik jangan membiarkan kawanan
dit itu menyerbu, yang paling baik ialah turun tangan menggempur
lebih dahulu.
Nona cilik ini setelah berpikir demikian, dengan menyimpang
dari kebiasaannya iapun terima baik pesan- Cin Tiong Liong. Cin
Tiong Liong Calm betul sifat Kang Sian Cian yang jujur dan
berterus terang, apa yang sudah disanggupi tidak nanti akan
dirubah.
Kang Sian Cian diam-diam merasa geli dihati, setelah ia
menganta, ban Cin Tiong Liong meninggalkan kamarnya, malahan
ia berpesan supaya Ong Bun Ping disuruh lekas datang untuk
membantunya menjaga rumah keluarga Chie.
Tatkala Cin Tiong Liong memberitahukan hal Kang Sian Cian
kepada Ong Bun Ping, yang tersebut belakangan merasa bersangsi,
karena ia tahu betul sifat nona cilik itu, pasti ia akan mencari Tong
Cin Wie sendiri.
Karena kedua orang itu kuatir kalau-kalau Tong Cin Wie setiap
saat menyerbu Siang Ke Cun, maka baru saja malam tiba,
merekapun segera datang ke Siang Ke Cun untuk melakukan
penjagaan. Tapi baru saja tiba didekat rumah keluarga Chie, Kang
Sian Cian sudah menyambut mereka dengan dandanan yang serba
ringkas.
Nona itu lantas bertanya sambil tertawa: "Begini pagi kalian
sudah sampai."
128
Cin Thiong Liong menyahut sambil tertawa:
"Bukankah kau sendiri yang berpesan supaya kami datang lehih
siang? Kenapa sekarang kau balik bertanya? Kau ini nona cilik
benar-benar susah dilayani."
"Bagaimana aku berani sesalkan Cin Sioksiok dari Ong Suko,
aku cuma kata kalian datang dengan menempuh angin besar dan
hawa dingin, hatiku merasa berterima kasih sekali."
Diwaktu tengah malam tatkala rembulan sudah nampakkan diri,
Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping pun keluar dari karnar. Lantas
berkata kepada Kang Sian Cian:
"Kami akan melakukan pemeriksaan diluar kampung, kart
baik" jaga disini sebab penjahat sudah pada berkumpul dan kalau
mereka menyerbu maka keadaannya akan berbeda dengan beberapa
hari yang lain. Kita terdiri dari sedikit orang sudah tentu sukar
dibagi. Aku dengan Ong Siauw-tee akan keluar sebentar, malam ini
jika benar-benar akan hertempur dengan kawanan penjahat. walau
bagaimana pun jangan meninggalkan rumah keluarga Chie, supaja
tidak kena jebakan tipu muslihat musuh dan paling baik kita harus
beritahu suami-isteri Chie Ciat-su bahwa jika ada terjadi apa-apa
hendaknya mereka jangan gugup atau ketakatan."
Kang Sian Cian terima baik pembicaraan itu sedang Cin Tiong
Liong dan Ong Bun Ping segera berlalu. Sepeninggal dua orang itu
maka Kang Sian Cian pun segera menuju kekamar Sie Kiat. Baru
saja ia sampai didepan pinto sudah disambut oleh Sie Kiat dengan
perasaan girang.
Anak muda itu lantas menyambar tangan si nona sambil
memanggil-manggil, tapi si nona tidak menjawab, hingga Sie Kiat
merasa heran. lalu bertanya:
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
129
"Adik Sian kenapa engkau tidak perdulikan aku lagi, apakah
kau merasa gusar?"
Kang Sian Cian melihat sikap yang demikian mengharukan
maka ia lantas menjawab seraya menggelengkan kepala:
"Engkau ini selalu memikiri hal yang bukan-bukan, engkau
tidak pernah berbuat salah kenapa aku harus marah?" Selesai
berkata demikian iapun duduk disamping Sie Kiat.
Ketika Sie Kiat menampak sikap Sian Cian yang agak berlainan
dari biasa kembali bertanya:
"Adik Sian malam ini agaknya kau mempunyai banyak urusan,
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bolehkah kau beritahukan kepadaku?"
Kang Sian Cian sebetulnya ingin memberitahukan maksudnya
yaitu ia hendak menemui Tong Cin Wie. tapi ia kuatir akan dicegah
oleh Sie Kiat, hingga sambil bersenyurn berkatalah ia:
"Malam ini dikuatirkan penjahat akan datang menyatroni
hendaknya engkau lekas tidur."
Sie Kiat meski tidak ingin berlalu, tapi ia tidak berani
membantah pesan nonanya itu, hingga ia lantas masuk kekarnarnya
dengan perasaan dan sikap ogah-ogahan.
Setelair Sie Kiat masuk kekamarnya. Sian Cian pun naik keatas
genteng. Ketika ia menampak Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping
sedang melakukan penjagaan diluar rumah keluarga Chie, maka ia
pun mengambil jalan lain, sambil memakai tutup muka hitam terus
lari menuju ke Ie Ciu Wan.
Ketika Kang Sian Cian tiba di Ie Ciu Wan hari baru jam dua
malam. Karena ilmu meringankan tubuhnya yang baik, maka
gerakannya itu tidak menimbulkan bunyi. cuma karena ia tidak tahu
130
dimana letak kamar Tong Cin Wie, hingga ia mencari ubek-ubekan
sekian lama tapi masih juga belum menemukannya.
Akhirnya tibalah ia ditaman bunga. Disana ia melihat dalam
sebuah kamar ada sinar lampu maka pergilah ia ketempat tersebut,
dengan demikian ia telah menemui kamar Tong Cin Wie.
Kang Sian Cian belum pernah bertemu Tong Cin Wie, hingga
ia tidak ketahui bahwa orang yang mendiami kamar tersebut adalah
dia.
Kang Sian Cian bertindak hati-hati sekali, dengan cara
bergelantungan iapun melongok kedalam kamar. Ia menampak
seorang pertengahan umur, sedang duduk dan membaca buku
dibawah penerangan lampu, orang itu berpakaian panjang, mukanya
sedikit putih, matanya bersinar dan jidatnya sedikit menonyol.
Begitu ia melihat sudah bisa diketahuinya bahwa orang itu tinggi
sekali ilmu dalamnya, sekian lama ia mengawasi tapi masih belum
kenal siapa orang itu.
Tong Cin Wie yang lama menanti kedatangan Thay-si Sian-su,
dalam hati merasa gelisah. Karena itu iapun bangkit membuka
jendela. Perbuatannya itu mengejutkan Kang Sian Cian, hingga ia
segera meloncat keatas genteng tapi bayangannya telah tampak
diatas salju. Ketika ia mengetahui bahwa bayangan disalju itu,
burulah ia mendekam, tapi agak terlambat sebab sudah dilihat oleh
Tong Cin Wie.
Tong Cin Wie lantas bertindak hendak membinasakan musuh-
nya, tapi saat itu muridnya telah diserang oleh Kang Sian Cian.
Sebetulnya Lauw Kiat sudah tidur dikamarnya tapi tatkala
mendengar suara Tong Cin Wie iapun bangun lalu melompat keluar
melalui jendela diwaktu itu Kang Sian Cian segera menyerang
dengan senjata rahasia duri ikan terbang.
131
Lauw Kiat yang tidak menduga sama sekali, sudah tentu tidak
dapat mengelakan. Ketika ia merasa lengan kirinya sakit lantas
terjungkal dari atas genteng. Beruntung Tong Cin Wie mengetahui
pada saatnya lalu dengan sangat tepat dan dengan kecepatan seperti
kilat iapun menyambuti tubuh Lauw Kiat.
Tong Cin Wie dalam murkanya lantas menyerang Kang Sian
Cian.
Kong Sian Cian merasa serangan penjahat tersebut sangat hebat
hingga tidak berani menyambuti. Buru-buru ia menyingkir untuk
mengelakkan serangan tersebut.
Tong Cin Wie menyaksikan gerakan Kang Sian Cian demikian
gesit, diam-diam merasa terkejut juga. Kemudian iapun inenyerang
lagi tapi Kang Sian Cian kembali berkelit sambil meng-hunus
pedang untuk membabat tangan musuhnya itu.
Tong Cin Wie perdengarkan tertawa dingin, sambil memutar
tubuhnya. Ia mengelakkan serangan-serangan Kang Sian Cian lalu
kemudian menyerang bahagian kirinya si nona itu. Serangan itu
dilaku-kannya secara luar biasa dan cepat sekali sehingga nona itu
terkejut dan hampir saja ia terkena serangan. Maka buru-buru ia
meiesat kedepan dan pedangnya dipakai untuk menyamber secara
memutar balik.
Tong Cin Wie tidak menduga sama sekali bahwa Lang Sian
Cian dalam keadaan yang berbahaya tapi masih mampu melakukan
serangan pembalasan, malahan serangannya itu demikian cepat
hingga hanya sekejapan saja, ujung pedang sudah mengancam dada
Tong Cin Wie lalu dalam keadaan tergesa-gesa iapun terpaksa
mendekkan tubuhnya, hingga serangan itu lewat diatas kepalanya.
Walaupun begitu Tong Cin Wie mengucurkan keringat dingin juga.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
132
Dalam penyerangan itu maka mulailah satu sama lain tidak
berani memandang ringan musuhnya lagi. Bagi Kang Sian Cian
sendiri below tahu bahwa serangannya tadi itu hampir saja
menamatkan riwajatnya Tong Cin Wie. Sejak ia turun gunung,
belum pernah menemui tandingan yang setimpal. Serangan Tong
Cin Wie tadi pun hampir saja mencelakakan diri Sian Cian hingga
dalam malu dan gusamya segera balas menyerang secara hebat dan
ganas. Tidak heran serangannya yang tadi itu hampir saja mene-
waskan jiwa si orang she Tong.
Tong Cin Wie karena terkejutnya tidak bisa mengetahui pedang
yang digunakan oleh Kang Sian Cian tadi, buru-buru ia kerahkan
seluruh kepandaiannya untuk melakukan perlawanan.
Ilmu pedang Kang Sian Cian yang ia mendapat dari Kang It
Peng ditambah lagi dengan pelajaran Sun Tay Beng, sudah tentu
bukan ilmu pedang senibarangan. Dengan pedangnya yang lemas
dan istimewa itu membuat dirinya seperti macan yang tumbuh
sayap.
Sekalipun Tong Cin Wie mempunyai kepandaian ilmu silat
yang tinggi sekali tapi harus merasa kewalahan ketika menghadapi
serangan ilmu pedangnya. Ujung pedangnya selalu ditujukan
kepada jalan darah yang berbahaya sehingga membuat Tong Cin
Wie amat terkejut hingga terpaksa ia mengeluarkan ilmu silat Kin-
na-ciu-hoatnya yang terdiri dari tiga puluh enam jurus.
Pertempuran mereka ketika sudah beberapa puluh jurus tiba-
tiba tampak bayangan orang berlari diatas genteng rumah menuju ke
dalam taman dan kawanan penjahat yang mendengar suara
pertempuran juga lantas pada memburu ketempat tersebut.
Kang Sian Cian ketika melihat sekitarnya telah penuh orang
yang masing-masing membawa senjata. Walaupun begitu mereka
tidak berani membantu Tong Cin Wie, nampaknya mereka hanya
133
menjaga supaya ia nona tidak dapat loloskan diri. Ilmu silat dan
ilmu pedang Kang Sian Cian meskipun telah tinggi tapi ia belum
cukup berpengalaman dan tatkala ia menampak dirinya dikurung
batinya lantas tergerak, pikirnya.
"Aku sedang bertempur disini tapi kalau mereka pencarkan
tenaga mereka untuk menyerbu ke Siang Ke Cun, niscaja jiwa
keluarga Chie akan terancam bahaya besar, meskipun Cin Siok-siok
dan Ong Suheng ada tapi aku kewalahan sebab terdiri dari dua
orang saja, maka kalau pertarungan ini dilanjutkan terus, bagaimana
kalau ada kejadian apa-apa atas diri keluarga Chie?"
Berpikir sampai disitu, terutama kalau memikirkan keselamatan
diri Sin Kiat maka gelisahlah ia. Sebenarnya ia ingin bertempur
dengan Tong Cin Wie, tapi karena pikiran tersebut, ia lantas
berpikir hendak kembali saja ke Siang Ke Cun.!
Karena pikirannya bercabang maka serangan Kong Sian Cian
mulai kendor, hingga Tong Cin Wie mendapat kesempatan untuk
melakukan serangan pembalasan. Dengan demikian Kang Sian Cian
terdesak mundur. Ia coba-coba memperbaiki kedudukannya, tapi
ternyata sudah terlambat.
Karena ia tahu bahwa sudah tidak ada lain jalan selain angkat
kaki maka pada satu kesempatan ia coba-coba melompat keatas
untuk kabur, tapi ia dicegat oleh tiga penjahat.
Melihat itu Kang Sian Cian amat gusar hingga diputar
pedangnya. Senjata ketiga penjahat itu, waktu itu juga terpapas
kutung semuanya. Ia tidak mau berhenti sampai disitu saja tapi
diayun pedangnya. Saat itu pinggang salah seorang dari penjahat itu
putuslah. Hal itu menyebabkan timbul kegaduhan. Disaat mereka
lagi gaduh Kang Sian Cian segera kabur.
134
Tong Cin Wie yang menyaksikan Kang Sian Cian dalarn tempo
sekejapan telah merubuhkan orangnya secara mudah sekali. dalam
hatinya timbul rasa gusar hingga seketika itu juga ia lantas
keluarkan kepandaian lari pesatnya untuk mengejar.
Kang Sian Cian yang mengetahui dirinya dikejar, hatinya diam-
diam mengeluh: "Kalau aku sendiri terus lari kembali ke Siang Ke
Cun, tentu mereka akan mengejar kesana pula."
Karena ia lagi bingung maka gerakan kakinya agak lambat,
hingga Tong Cin Win cepat berada dekat dibelakangnya. Dalam
kebingungan Kang Sian Cian lantas mengeluarkan tiga batang duri
ikan terbangnya untuk menyerang Tong Cin Wie.
Ketika Tong Cin Wie melihat tangan si nona bergerak iapun
segera mengetahui bahwa anak dara itu akan menggunakan sen-
senjata rahasia.
Tadinya ia masih anggap ringan kepada si nona tapi kini in
harus berhati-hati sebab senjata rahasia nona itu tab bersuara dan
salah sebuahnya telah kena pundaknya walaupun ia telah robohkan
diri. Duri ikan terbang yang lain meluncur terus dengan pesat
mengenai pengikut Tong Cin Wie. Terdengarlah suara jeritan salah
seorang bawahannya waktu itu juga roboh.
Dengan demikian menyebabkan Tong Cin Wie dan orang-
orangnya lantas urungkan pengejaran lalu kembali ke Ie Ciu Wan.
Kang Sian Cian merasa lega ketika melihat rumah keluarga
Chie tak apa-apa. Walaupun begitu hatinya agak kurang enak,
waktu ia melihat Tiong Liong dais Ong Bun Ping menyambutnya
serentak iapun segera memanggil Cin Tiong Liong.
"Cin Siok-siok."
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
135
"Kau bocah cilik ini, semakin besar semakin nakal," Cin Siok
Cin Tiong Liong berkata sambil tertawa, "Siokmu telah kau tipu
mentah-mentah!"
Kong Sian Cian berkata sambil bersenyum aleman:
"Aku pergi ke Ie Ciu Wan untuk menyerepi keadaan penya-Lat
itu. think nyana tank kepergok oleh mereka, setelah bertempur
setengah harian baru bisa meloloskan diri."
Cin Tiong Liong ketika melihat sikapnya merasa puas dalam
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hati sebab ia mengetahui bahwa keponakannya itu tidak mengalami
kekalahan.
Ong Bun Ping tahu ilmu silat dan ilmu pedang Sumoynya jauh
lebih tinggi dari dirinya, cuma ia belum mengetahui sampai dimana
tinggi kepandaian sang adik seperguruan itu. On Bun Ping telah
lima belas tahun berguru kepada Sun Tay Beng, senjatanya
sepasang Poan-koan-pit sudahlah ia melatihnya sampai mahir
sekali, orang-orang-orang yang lebih tua tingkatannya dikalangan
Kang-ouw jika menyebut halnya Ong Bun Ping, tidak seorangpun
yang tidak memberi pujian. Banyak diantara mereka yang ingin
menjodokan anak perempuannya kepada anak muda itu tapi selalu
ditolaknya dengan halus. Sun Tay Beng juga adalah seorang yang
beradat polos dan sembarangan. Dalam hal ini sama sekali ia tidak
mau ambil pusing, kalau orang mencarinya dan menyuruhnya
menunjukan kewibawaan supaya Ong Bun Ping menerima lamaran
itu tapi jawabannya yang disertai goyang-goyang tangan selalu
diperdengarkan.
"Aka cuma memberi pelajaran ilmu silat kepada muridku, tidak
mengajari dalam soal perkawinan. Kalian orang-orang tua ini selalu
suka mengurusi urusan anak muda. kalau kalian ingin ambil
menantu padanya, suruh sajalah anak perempuanmu berlutut di-
hadapannya. !"
136
Karena urusan perkawinan Ong Bun Ping ini saja entab sudah
banyak kawannya Sun Tay Beng yang merasa tidak senang dan
tersinggung karena sikapnya orang yang aneh itu. Seorang
diantaranya yang mempunyai huhungan erat dengannya pernah
meminta Sun Tay Beng menjadi perantara perkawinan antara
puterinya dan Ong Bun Ping, kawannya itu merasa jakin bahwa
permintaannya itu tak ditolak oleh Sun Tay Beng tapi siapa nyana
Sun Tay Beng tetap dengan sikapnya, sehingga kedua sobat itu
hampir saja bentrokan hebat. Kawannya itu karena murkahnya telah
memutuskan hubungannya dengan Sun Tay Beng. hal ini dibagian
belakang kita akan tuturkan lagi.
Meskipun Ong Bun Ping gagah dan tampan, tapi tidak gemar
kepada paras cantik, sekalipun barjak wanita cantik yang tela jatali
hati kepadanya, tapi hatinya tidak tergerak sedikitpun. Hanya
terhadap Kang Sian Cian, yang berkumpul hampir seiap hari dan
malam telah tertarik benar-benar. Waktu itu Kang Sian Ci, baru
berusia lima belas tahun hingga belumlah ia mengerti benar soal
cinta. Apa mau Ong Bun Ping sendiri sifatnya agak tinggi hati,
hingga meskipun ia telah menyinta begitu dalam kepada sang
Sumoy, tapi tidaklah ia mau menyatakan perasaannya itu. Dan Kang
Sian Cian yang agak bersifat binal dan masih kekanak-kanakan, dua
tahun lamanya selalu berguru kepada Sun Tay Bang, setiap kali
belajar silat dengan Ong Ban Ping, selalu si anak muda yang
menjadi pecundang.
Ketika Sun Tay Beng melihat bakat Kang Sian Cian yang luar
biasa itu lagi pula telah mendapat didikan ilmu pedang asli dari
Kang It Peng sahabat karibnya hatinya sangat girang. Maulah ia
jadikan nona itu sehagai satu mustika didalam rimba persilatan,
supaya kawan-kawannya didunia Kang-ouw dapat menyaksikan
kepandaian dan kelihayan murid-murid didikannya.
137
Tapi tenaga dalam, ilmu pedang dan ilmu meringankan tubuh
dari Kang It Peng, sudah menjagoi didaerah Kang-lam dan Kang-
pak, merupakan soal sulit padanya untuk memberi didikan kepada
nona yang berbakat itu. Setelah Sun Tay Beng mempelajari dalam-
dalam kepandaian ilmu silat yang dipunyai oleh Kang Sian Cian
maka iapun mengambil keputusan untuk menurunkan
kepandaiannya dalam menggunakan senjata rahasianya yang
tunggal, yang ia namai ?Duri Ikan Terbang? kepada Kang Sian Cian.
Begitu pula pedang lemasnya yang istimewa yang rnembuat
namanya terkenal didunia Kang-ouw telah diberikan kepada nona
itu.
Hanya dalam waktu dua tahun. Kang Siang Cian sudah dapat
melatih senjatanya yang bermutu itu sampai begitu mahir, sampai-
sampai tiga rupa serangan Sun Tay Beng yang paling lihay juga
dipelajarinya dengan baik.
Sun Tay Beng yang menyaksikan kecerdasan muridnya itu
diam-diam juga merasa girang, pada suatu hari ia Kang Sian Cian
lalu berkata kepadanya:
"Senjata duri terbang, ini adalah senjata rahasia yang paling
berbisa didalam dunia Kang-ouw. Kann orang yang mempelajari-
nya itu menyalah-gunakan pelajarannya, akan menerbitkan bencana
yang hebat. Sekarang kepandaian ini aku sudah turunkan kepamu,
tapi kuharap kau jangan sembarangan turunkan kepada lain orang.
Aka cuma memperbolehkan kau menurunkan kepada seorang saja,
agar supaya tidak menerbitkan bencana yang besar. Muridku
banyak tapi hanya kepada engkau kuberikan pelajaran ini."
Pada waktu Kang Sian Cian berraah dengan gurunya, umurnya
sudah tujuh belas tahun yaitu masa mengerti soal asmara, hingga
kalau pada saat itu Ong Bun Ping berani mengutarakan isi hatinya
mungkin Kang Sian Cian akan mernerimanya, namun Ong Bun
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
138
Ping tidak berbuat demikian, ini disebabkan sifatnya yang tinggi
hati dan merasa dirinya sendiri tidak menempil kepandaian si nona,
hingga rasa cintanya yang begitu besar terpaksa ia pendam didalam
hati saja. Tidaklah ditunjukannya pada mukanya dan sikapnya.
Meski Kang Sian Cian merasa Suhengnya adalah seorang yang
baik, tapi karena menampak sikapnya terhadap dirinya sendiri yang
seolah-olah terbatas dengan persababatan antara Suheng dan
Sumoy, dan tidak menunjukkan tanda rasa cintanya, bagi ia sebagai
seorang wanita sudah tentu tidak berani membuka mulut lebih
dahulu untuk menyatakan perasaannya. Setelah ia meninggalkan
Sun Tay Beng yaitu selama dua tahun lamanya melakukan
perbuatan mulia didaerah Kang-lam, sehingga namanya terkenal
sampai mendapat julukan Kang-tang Lie-hiap, tapi toch tidak
melupakan diri Ong Bun Ping.
Siapa nyana ketika ia bertemu Chie Sie Kiat hatinia teiah di-
rubuhkan oleh pemuda yang lemah-lembut itu. Hal ini sudah tentu
tidak diketahui oleh Ong Bun Ping. Dua tahun kemudian setelah
Ong Bun Ping bertemu pula dengan Sumoynya dan ketika ia
menampak sang Surnoy itu ternyata bertambah cantik dun menarik
maka rasa cintanya yang ia pendam sekian lama telah berkobar
pula, tapi ia tetap merasa rendah diri, apalagi nama Kang Sian Cian
sudah began terkenal. Hal ini membuat ia tidak berani buka mulut.
Saat itu ketika ia menampak Kang Sian Cian pulang dari Ie Cin
Wan ia lantas bertanya:
"Sumoy, kepala penjahat dari Utara sudah berada di le Ciu Wan
kenapa engkau berani seorang diri menempuh bahaya? Ilmu silat
Tong Cin Wie tinggi sekali dan sifatnya juga kejam dan gangs."
Ia ucapkan kata-kata itu demikian rupa. seolah-olah hendak
menunjukkan perhatiannya yang besar terhadap dirinya si nona.
139
Ketika Kang Sian Cian menyaksikan sikap sang Suliengnya itu
ia agak terperanjat, karena selama dua tahun ia bergaul dengan
Suhen.gnya itu, belum pernah sang Suhengnya menunjukkan sikap
yang demikian terbuka padanya, setelah herpikir sejenak, barulah
menjawab, sambil bersenyum:
"Sin Ciu Tui Hun Tong Cin Wie yang kau maksudkan? Tidak
ada apaapanya yang luar biasa. aku telah bertempur dengan dia
sampai berpuluh jurus tapi belum mendapat keputusan, oleh karena
aku selalu memikirkan keadaan disini, maka aku lantas menerjang
kepungan, akhirnya ada dua penjahat yang terkena senjata
rahasiaku, hingga mereka mengalami sedikit kekalutan."
? ooOoo ?
VI.
Dan sekarang kita balik lagi kepada Thay-si Sian-su yang
meninggalkan Ie Ciu Wan untuk pergi menyerepi keadaan Siang Ke
Cun. Dalam tempo tidak lama ia sudah berada diluar kampung
Siang Ke Cun, Thay-si Sian-su berhenti sejenak lalu mulai
memeriksa keadaan tempat itu, selagi hendak masuk kekampung
tapi tiba-tiba dari atas sebatang pohon besar ia mendengar orang
berbicara dengan suara dingin:
"Ilmu lari pesatmu ternyata boleh juga, mengapa sekarang baru
sampai?"
Thay-si Sian-su terperanjat, ia mendongak keatas pohon itu tapi
tidak terdapat orang yang berkata itu, hingga hati-nya bersangsi.
Dengan ketakutan melihat benda yang berada sejarak tiga turnbak,
tapi ia tidak melihat sesuatu sedang pohon itu hanya dua tumbak
140
jauh darinya dan daun pohon itu sudah ron-tok. Ia heran hal ini
sebab suara itu datang dari pohon itu.
Thay-si Sian-su mengawasi beberapa lama tapi tetap masih
tidak dapat melihat apa-apa. Setelah berpikir sejenak lalu iapun
membentak dengan suara bengis:
"Kau manusia atau setan, lekas tunjukkan dirimu, supaya Hud-
yamu bisa lihat."
Baru saja habis kata-katanya telah terdengar pula suara orang
tadi:
"Kau si kepala gundul yang buta matamu, kau tidak sesalkan
dirimu sendiri yang tidak mempunyai mata, sehingga tidak dapat
lihat orang, sebaliknya mencurigai orang sebagai setan, apakah
semua orang yang berkepandaian tinggi dari Utara, tidak berguna
seperti kau ini? Kalau begitu sebaiknya kau lekas pulang saja
kesarangmu, supaya tidak membikin malu orang didaerah ini."
Selesai ia berkata demikian tampaklah seorang melayang
kebawah, lambat-lambat orang itu menghampiri Thay-si Sian-su.
Thay-si Sian-su mengawasi dengan seksama, ternyata orang
tersebut adalah seorang tua yang berumur kira-kira lima puluh tahun
lebih. Ia mengenakan pakaian panjang berwarna, tangannya
membawa tongkat yang berwarna hitam jengat, tubuhnya pendek,
dibawah janggutnya ada segumpal jenggot yang sudah berwarna
dua, wajahnya kelihatan keren, tapi tersungging sedikit senyuman.
Setelah Thay-si Sian-su mengawasi orang tersebut lalu berkata
dengan suara gusar. "Kau siapa? Apa kau ini Chio Bin Giam Lo?"
Orang tua itu tidak memperdulikan pertanyaannya tapi sambil
tertawa bergelak-gelak berkatalab ia:
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
141
"Kau seorang beribadat, kenapa lekas naik darah? Kalau aku
sebagai Budha, niscaja siang-siang sudah kudepak engkau keluar
dari pintu kuil."
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika Thay-si Sian-su menampak sikap orang itu yang
jumawa, serta tidak mau melayani pertanyaannya maka gusamya
pun tambah memuncak lalu kembali membentak dengan suara
sengit:
"Kau jangan berlagak gila dihadapanku, sekalipun kau tidak
mau memberitahukan namamu, aku juga tahu hahwa kau adalah
Chio Bin Giam Lo!"
Belum habis kata-katanya Thay-si Sian-su, orang tua itu
delikkan matanya sambil tertawa dingin:
"Bagainiana, kau ingin bertanding dengan aku?"
Ketika Thay-si Sian-su melihat sorot mata yang mengeluarkan
sinar tajam itu ia pun mengetahui bahwa ilmu tenaga-dalam orang
tua itu sudah mencapai puncak kesempurnaan, hingga diam-diam
berpikirlah bahwa Chio Bin Giam Lo ini benar-benar bukan cuma
nama kosong saja. Walaupun begitu ia anggap dirinya masih
mempunyai kekuatan untuk menghadapi orang itu maka lantas
berkatalah ia dengan sombongnya:
"Aku sudah lama mendengar bahwa tidak pernah menemui
tandingan waktu kau malang-melintang didaerah Kang-lam selama
sepuluh tahun. Malam ini Lolap mendapat kesempatan untuk
membuka mata, sudah tentu bersedia melayani kehendakinu."
Orang tua itu memang adalah Sun Tay Beng yang bergelar
Chio Bin Giam Lo, maka iapun berkata pula sambil tertawa:
"Kalian orang. yang menjadi Hweeshio, setelah binasa akan ke
Nirvana disebelah Barat, hal ini aku Giam Lo tidak mau tahu, cama
142
saja kau sekarang sudah memasuki lagi kedunia, itu berarti masuk
jaring sendiri, aku Giam Lo sudah tentu akan menangkap jiwamu.
Aku akan masukkan kau kedalam Neraka sebagai orang-orang jahat
yang lain dan kalau Hudya mencari aku, terpaksa aku akan ajak ia
bikin perhitungan dihadapannya Giok Hiong Thay Tee."
Sehabis berkata demikian ia kembali tertawa besar. Kedua
kakinya menjejak tanah lalu melompat ?keatas setinggi dua tumbak.
Ditengah udara ia pentang kedua lengannya dan tatkala ia turun
kembali ia sudah berada ditempat yang jau dari pendeta itu. Ketika
itu ia berseru:
"Hei Hweeshio lekas sedikit, kalau kau lambat, nanti pintu
akherat akan tertutup." Thay-si Sian-su sangat gusar hingga sambil
tertawa dingin ia berkata:
"Sun Tay Beng, kau jangan sombong dulu, aku akan lihat
senjata duri ikan terbanginu yang menggetarkan Kang-lam itu.
Sebetulnya apa lihaynya?"
Sehabis berkata ia juga lantas melompat melesat menerjang
kearah Sun Tay Beng. Sun Tay Beng tertawa kembali bergelak dan
berkata:
"Bagus! Hweeshio, malam ini kita adu lari dahulu."
Sehabis itu ia lantas gerakkan kakinya, dan tubuhnya melesat
laksana anak panah yang terlepas dari busurnya. Thay-si Sian-su
tidak mau mengalah mentah-mentah. Ia segera gerakkan kakinya
untuk mengejar lawannya, hingga dua orang yang namanya sudah
terkenal didunia Kang-ouw itu saling kejar-kejaran diatas salju pada
waktu malam yang gelap itu.
Sun Tay Beng bermaksud hendak berkenalan dengan Thay-si
Sian-su merasa hampir meledak perutnya saking menahan gusar,
tapi apa mau dikata sebab Sun Tay Beng lebih gesit daripadanya.
143
Meskipun Hweeshio itu telah mengeluarkan seluruh kepandaian
tapi tidak dapat menyandak.
Pertandingan adu lari itu sebentar saja sudah melalui beberapa
puluh Li, hingga Thay-si Sian-su jadi kalap lalu membentak dan
mengeluarkan kepandaiannya yang terakhir. Badannya yang gemuk
melompat beruntun tiga kali, ketika telah berada dibelakang Chio
Bin Clam Lo maka iapun sodorkan tangannya menyambret pundak
kanan lawannya itu.
Sun Tay Beng cuma sedikit menggerakkan pundaknya lantas
jambretan si Hweeshio itu kena tempat kosong. Oleh karena ia tidak
berhasil maka kemarahannya makin bertambah. Iapun melesatlah
lagi dan menyerang gegernya Sun Tay Beng dengan senjata
rahasianya yang berupa mutiara.
Thay-si Sian-su yang sudah dibikin kalap itu telah bertekad
bulat hendak membinasakan lawannya yang jail itu hingga serangan
dengan tangan dan senjata rahasianya itu dilasncarkan dengan
beruntun dahulu barulah ia membentak dengan suara bengis:
"Orang she Sun, kau sambuti Hudyamu punya Soa-bun-chit-
bong-cu !"
Ilmu tenaga-dalam Tay-si Sian-su sudah tinggi sekali hingga
kekuatan dari serangan tersebut amat hebat, meski tenaga dalam
Chio Bin Giam Lo sudah sempurna tapi ia tidak berani menyambut
serangan Hweeshio 'tersebut. Maka buru-burulah ia rebahkan diri
dan menggelinding sejauh lima kaki, hingga tiga butir mutiara itu
lewat melesat melewati bajunya, serangan tangan Hweeshio itupun
mengenai tanah saja hingga salju pecah berarakan.
Sun Tay Beng mulai gusar karena diserang begitu maka setelah
mengelakan serangan Thay-si Sian-su itu iapun segera melakukan
serangan pembalasan tanpa menunggu badannya lompat berdiri.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
144
Kakinya merabu menyerang lawannya dengan gesit sekali.
Ketika Thay-si Sian-su menappak Sun Tay Beng melakukan
serangannya dengan gesit diam-diam terperanjat, dengan jalan
melompat ke atas ia menghindarkan serangan dari kaki Sun Tay
Beng dan kemudian menenddang jalan darah Thian-leng-hiat dan
Kie-bin-hiat Sun Tay Beng.
Serangan Thay-si Sian-su ini dinamai Siang Liong Cut Tong
atau sepasang naga keluar dari gua. Serangan ini merupakan
serangannya yang istimewa.
Sun Tay Beng buru-buru memutar tubuhnya, ia berputaran
diatas salju untuk mengelakan tendangan Thay-si Sian-su, diam-
diam ia merasa terperanjat juga tapi walau begitu mulutnya masih
bisa berseru:
"Hweeshio, seranganmu kurang sedikit saja."
Sehabis berkata demikian iapun melesat keatas lain mengayun
tangan kirinya untuk menyerang geger belakang si Hweeshio itu.
Tangan kanannya eembabat bagian hawah lawannya.
Serangan yang berbareng ini dilakukannya dengan cepat sangat
tapi Thay-si Sian-su juga bukanlah orang sembarangan hingga ia
masih bisa berkelit.
Sun Tay Beng lantas berkata sambil tertawa:
"Aku tidak nyana bahwa kau si kepala gundul ini mempunyai
kepandaian jang berarti juga."
Berbareng dengan omongannya itu iapun lonyorkan kedua
tangannya, dengan tipu "Ja-ma-hun-cong" atau Kuda Liar membela
suri balik menotok jalan darah kedua dengan Thay-si Sian-su.
Gerakan ini dilakukan secara bagus sekali hingga Thay-su
Sian-su menarik kembali serangannya. Kedua orang itu bertempur
145
beberapa jurus hingga masing-masing mengerti sampai dimana
kekuatan lawannya. Walaupun Thay-si Sian-su membentak keras
sambil pentang kedua tangannya untuk menyerang tapi Chio Bin
Giam Lo tetap dengan lagaknya yang jenaka, namun dalam hatinya
ia tidak berani pandang ringan lagi si kepala gundul itu.
Sesudah bertempur beberapa jurus lagi Chio Bin Giam Lo
lantas melompat mundur lalu berkata sambil menuding pada Thay
si Sian-su:
"Hweeshio, bertempur secara ini, rasanya kurang menarik,
sebaiknya malam ini kita bertempur tigaratus jurus diatas air telaga,
selagi airnya membeku! Bagaimana pikiranmu?"
Thay-si Sian-su pun segera menyawab dengan gusar:
"Sekalipun digunung golok atau dirimba pedang aku akan
melayani engkau juga."
Sun Tay Beng tertawa besar, lantas memutar tubuhnya lalu lari
menuju telaga. Ia diikuti segera oleh Thay-si Sian-su.
Kedua orang itu sama-sama mahir dalam ilmu lari pesat hingga
sebentar saja mereka sudah berada ditepi telaga.
Tatkala mereka mengawasi air telaga, benar saja telah beku dan
tebalnya semacam lapisan es.
Sun Tay Beng lantas melompat melesat keatas telaga, lalu
menggapai Thay-si Sian-su. Chio Bin Giam Lo sebenarnya suka
menggoda dengati mulut-nya, tapi sekarang ia tidak berani
membuka mulut, karena waktu itu ia mengambang diatas air. Kalau
ia tidak mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sudah cukup
sempurna maka ia tidak mampu berdiri diatas es itu. Ilmu ini
mengandalk,an kekuatan tenaga-dalam dan pernapasan. Meski ilmu
146
Sun Tay Beng sudah men-capai kesempurnaan, tapi tidak berani
membuka mulut atau menarik napas diwaktu itu.
Ketika itu Thay-si Sian-su sudah gusar sekali hingga melesat-
lab ia, sebentar saja ia telah berada didepan Chio Bin Giam Lo.
Bila bertempur diatas lapisan es yang tipis itu orang tidak boleh
berlaku gegabah sedikitpun. Sun Tay Beng mengerti bahwa bila ia
menyambuti serangan Thay-si Sian-su secara kekerasan maka ia
akan menghancurkan lapisan es tersebut. Dalam pertempuran itu
orang tidak boleh menggunakan kemahiran dan kecerdikan karena
itu ia lantas meloncat sambil kerahkan tenaga-dalamnya diam-diam
untuk membikin hancur bagian bawah dari lapisan es.
Karena serangan Thay-si Sian-su tadi tidak mendapat sasaran
maka kakinya lantas menginjak lapisan es yang sudah dihancurkan
oleh Chio Bin Giant Lo. Maka dikerahkan tenaga dalamnya sambil
menggunakan ilmu It Hok Cong Thian" atau "Seekor Burung
bangau melesat keudara" lalu naik keatas tapi siapa nyana Sun Tay
Beng setelah mengelakan serangan, badannya yang ditengah udara
lantas memutar balik, dan dengan kedua tangannya iapun
menyerang Thay-si Sian-su.
Gerakan Sun Tay Beng ini benar-benar diluar dugaan Thay-si
Sian-su hingga tatkala ia merasakan serangan angin berada diatas
kepala-nya maka tanpa pikir panjang lagi, ia lantas menyambuti
dengan kekuatan tenaga sepenuhnya. Waktu itu lapisan bawah dari
es yang diinyaknya memang sudah hancur dengan sendirinya tidak
sanggup lagi menyanggah dirinya yang begitu berat, apalagi ketika
itu Sun Tay Beni lagi menyerang dengan hebat, tidak ajal lagi diri
Hwee-shio gemuk itu lantas ambles kebawah.
Thay-si Sian-su lama sekali berdiam didaerah Utara hingga
sama sekali tidak pandai berenang. Ketika ia mengetahui bahwa
badannya akan tenggelam maka hatinya lantas gelisah apalagi
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
147
ketika air mulai masuk kedalam mulutnya. Dengan susah-pajah
barulah ia bisa merajap keluar dari runtuhan salju itu tapi waktu itu
Sun Tay Beng sudah melompat ketepi telaga. Disana ia tertawa
besar lalu meninggalkannya dalam keadaan basah kuyup.
Thay-si Sian-su yang dipermainkan demikian rupa hanya bisa
memaki-maki dengan mulutnya saja. Karena keadaannya basah-
kuyup sudah tentu tidak bisa meneruskan perjalanannya ke Siang
Ke Cun. Terpaksa ia kembali ke Ie Ciu Wan secara diam-diam agar
tidak dilihat orang.
Tatkala ia tiba di le Ciu Wan baru saja Kang-tang Lie-hiap
meninggalkan tempat itu sedang penjahat-penjahat lagi melakukan
pemeriksaan diseluruh pelosok.
Karena Thay-si Sian-su takut orang mendahului keadaannya
yang begitu mengenaskan itu terpaksa bersembunyilah ia ditempat
gelap dan setelah para penjahat, pada bubaran baru masuklah ia
kekamarnya dengan diam-diam. Saat itu sudah lewat jam empat
pagi ia merasa tidak enak untuk monemui Tong Cin Wie, maka
iapun segera tidur dipembaringannya.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Tong Cin Wie memasuki
kamar Thay-si Sian-su dan tatkala menampak pakaian Thay-si Sian-
su yang basah tergantung diatas tembok maka diam-diam merasa
terkejut dalam hati. Waktu itu mengertilah ia bahwa si Hweeshio itu
tadi malam telah mengalami kekalahan. Ketika ia menoleh
kepemba-ringan kebetulan waktu itu Thay-si Sian-su sedang turun
dari pem-baringan. Maka sambil mengawasi Tong Cin Wie si
Hweeshio itu pun berkata:
"Tadi malam aku pergi menyerepi Siang Ke Cun tapi ditengah
perjalanan telah berpapasan dengan Chio Bin Giam Lo Sun Tay
Beng. Kami bertempur beberapa puluh jurus lamanya. Ia sudah
menggunakan akal licin memancing aku keatas telaga yang airnya
148
lagi membeku. Dengan akal muslihatnya ia telah membikin aku
tenggelam kedalam air ..!
Tong Cin Wie kerutkan alisnya lalu berkata:
"Apakah Sun Tay Beng juga sudah datang?"
Thay-si Sian-su menjawab sambil anggukkan kepala:
"Tadi malam meskipun aku terjebak dengan akalnya yang
busuk, sehingga kecebur diair telaga, tapi aku sudah bertempur
beherapa puluh jurus dengannya ternyata Chio Bin Giam Lo itu
tidak segagah seperti apa yang disiarkan oleb orang diluaran, aku
jakin bahwa aku masih mempunyai cukup kepandaian untuk
melayani kepadanya sampai limaratus jurus. Sekarang sudah
kejadian begini rupa hendaknya kita tidak boleh ayal-ayalan lagi.
mungkin mereka masih minta bantuan orang lain pula maka itu kita
harus menggunakan seat ini yaitu selagi bala-bantuan mereka belum
tiba semuanya. Malam ini kita harus segera bergerak untuk
menyerbu mereka."
Tong Cin Wie mengangguk-angguk, diwajahnya menunjukkan
tertawanya yang kejam, lalu berkata:
"Ciu Wan tadi malam telah dibikin onar oleh satu bocah cilik,
duri ikan terbang telah melukai dua orang muridku jadi malam ini
kalau kita tidak unjuk gigi kepada mereka maka mereka akan
anggap bahwa rimba persilatan di Utara tidak ada orang yang
pandai. Ucapan Thay-si Sian-su tadi benar-benar cocok dengan
pikiranku jadi malam ini kita harus bergerak dengan serentak."
Sehabis ia berkata demikian iapun menjura dan meninggalkan
kamar Thay-si Sian-su lalu kemudian memanggil orang-orangnya,
supaya berkumpul diruangan tengah.
149
Tidak lama kemudian berkumpullah kawanan penjahat dari
Utara itu, dalam ruangan besar, dengan wajah keren Tong Cin Wie
bersama-sama Thay-si Sian-su dan Cian Pi Sin Mo masuk ke
ruangan besar dan dengan matanya yang tajam, Tong Cin Wie
mengawasi orang-orangnya, lalu kemudian duduk diatas kursinya.
Setelah tertawa dingin, Tong Cin Wie lamas berkata sambil
mengawasi Teng Hong.
"Duapuluh tahun berselang Teng-heng sudah terkenal didaerah
Kang-pak. Aku si orang she Tong sebetulnya masih terhitung ting-
katan muda, hingga tidak pastas rasanya kalau memerintahkan
Teng-heng akan tetapi karena Teng-heng sudah datang kesini untuk
memberi bantuan tenaga, maka rasanya kurang tepat kalau aku
masih merasa sungkan lagi. Dan pihak sana tadi malam telah
mengacau disarang kita maka tidak boleh tidak haruslah kita unjuk
gigi kepada mereka. Aku mendengar kata Thay-si Sian-su bahwa
kepandaian" ilmu silat Coa-heng-ciang-hoat dan pian-boat Teng-
heng, digolongan rimba persilatan daerah Utara merupakan ilmu
silat yang istimewa. Malam ini aku ingin Teng-heng keluarkan
sedikit tenaga yaitu membawa serta beherapa kawan untuk
menyerang gedung keluarga Chie dari sebelah kiri. Adapun orang-
orang yang datang kesini. semuanya adalah sahabat karibku, maka
Teng-heng boleh pilih dari mereka menurut kesukaan hatinya."
Tanpa menantikan jawaban Teng Hong, Tong Cin Wie lantas
suruh Oey Ceng Tan dan Ho Kong Hong memilih delapan orang
pandai untuk menyerang gedung keluarga Chie dari sebelah kanan,
dan ia Tong Cin Wie sendiri bersama Thay-si Sian-su, Kim-ling
Siang-koay dan Pek-hoa Nio-cu akan menyerang dari hagian
tengah.
Menurut Tong Cin Wie karena Siang-koay dan Pek-hoa Nio-cu
bukan orang-orang dari Utara. maka dengan mengajak mereka itu
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
150
berjalan sama-sama berarti telah menghormati tamunya, tapi
sebetulnya Tong Cin Wie ada mempunyai lain maksud.
Bagi Pek-hoa Nio-cu sudah tentu tidak merupakan soal, karena
setelah ia melihat Tong Cin Wie segera hatinya melupakan diri
Teng Hong. Apamau setelah ia mendengarkan ucapan merendah
dari Tong Cin Wie ia lantas menoleh dan membawa si Teng Hong
sambil bersenyum, mungkin perbuatannya ini tidak disengaja, tapi
siapa kira tertawanya itu telah menimbulkan panas hati Teng Hong
hingga bangkit lalu menjura kepada Tong Cin Wie kemudian
berkata dengan suara dingin:
"Aku mengucap terima kasih bahwa Toako telah memandang
diriku si orang she Teng, cuma saja aku si orang she Teng selama
beberapa puluh tahun berkelana didunia Kang-ouw selalu bergerak
seorang diri saja. Aku telah diajak oleh Thay-si Sian-su, sudah tentu
bersedia untuk memberikan bantuan tenaga kepada Twako tapi
kuminta agar Twako suka menjelaskan urusannya, aku si orang she
Teng akan tetap berpegang dengan kebiasaanku pergi dengan
seorang diri saja. Perkara membawa kawan kurasa perlu jadi tak
usah saja."
Wajah Tong Cin Wie berubah seketika tapi sambil tertawa
dingin lantas berkata: "Kalau demikian hainya, tentu Teng-heng
merasa tidak senang atas perintahku tadi."
Teng Hong menjawab sambil tertawa besar: "Urusan ada
urusan Twako sendiri, aku Teng Hong hanya memandang atas nama
sahabat untuk memberi bantuan kepadamu. Kalau kau katakan
demikian, aku si orang she Teng terpaksa lepas tangan saja."
Setelah berkata demikian iapun segera meninggalkan tempat
duduknya lalu berjalan leluar. Tong Cin Wie menoleh dan
mengawasi Thay-si Sian-su sejenak waktu itu terkilas maksud yang
keji diwajahnya. Maka dengan suara bengis iapun membentak:
151
"Orang she Teng berhentilah kau disitu dan tunggu aku!"
Berbareng dengan bentakkan itu melompatlah empat penjahat
lain mencegat Teng Hong. Teng Hong tertawa bergelak lain
berkata:
"Hai anak. kemarin sore, kepandaiamu begitu saja, sangkamu
dapat merintangi Teng Loyamu?"
Sehabis berkata demikian iapun menyerang dengan cepat,
hingga kedua orang diantara empat penghalang tadi sudah dibikin
rubuh dan dua yang lain lagi ketika Teng Hong turun tangan lantas
mereka keluarkan senjata untuk menyerang Teng Hong, tapi dengan
gesit ia melayani kedua penyerang itu dan sebentar saja mereka
rubuh ketanah lalu mati.
Melihat keempat orang itu rubuh lain mati maka Thay-si Sian-
su lantas membentak:
"Teng Hong! Kau sudah gila?"
Iapun mendorong meja lain melesat keluar untuk menghadang
Teng Hong.
Dengan wajah dingin berkatalah Teng Hong kepada Thay-si
Sian-su:
"Kalau bukan ajakanmu si Hweeshio tua aku tak turun gunung
untuk memberi bantuan tenaga, tidak nanti aku si orang she Teng
terhina demikian rupa. Bagaimana, apa kah juga hendak merintangi
aku?"
Thay-si Sian-su juga berubah wajahnya, lain berkata:
"Mengapa kau tidak mengenal sedikit aturan juga? Kalau ada
apa-apa kita toch bisa rundingkan, mengapa meski turun tangan
melukai orang? Dia adalah Twako yang diangkat oleh sahabat-
sahabat dari rimba hijau di daerah Utara, jadi perbuatanmu ini
152
menyebabkan malu. Kemana ia harus simpan mukanya setelah
engkau menunjuk sikap yang begitu?"
Teng Hong yang sudah menjadi kalap. kembali mendengar
Ucapan Thay-si Sian-su yang membela Tong Cin Wie, tidak api
yang disiram minyak maka dengan suara bengis ia menjawab:
"Tong Cin Wie cuma seorang dari tingkatan muda dari dunia
rimba persilatan, ketika namaku sudah terkenal didaerah Kang-pak
ia masih merupakan satu bocah ..!"
Beium habis kata-katanya itu kegusaran Thay-si Sian-su
timbullah. sambil tertawa dingin ia berkata:
"Teng Hong kau jangan gila. kalau Tong Cin Wie tidak
Pandang muka Lolap, siang-siang ia sudah membinasakan engkau
dengan jarum Tui-hun-ciamnya. Sangkamu jurus Coa-heng,-ciang-
hoat-mu yang sembilan puluh enam jurus dan Co-heng-pian-hoatmu
bisa meloloskan engkau dari ruangan ini?"
Teng Hong mendelik mengawasi Thay-si Sian-su, hingga
mukanya yang jelek itu kelihatan bertambah jelek lagi. Waktu itu
Thay-si Sian-su mengerti kawannya itu sudah kalap benar-benar
hingga sudah berjaga-jaga takut ia menyerang dengan tiba-tiba.
Saat itu semua kawanan bandit sudah pada berdiri, asal saja
Tong Cin Wie keluarkan perintah maka mereka akan segera
melakukan serangan serentak terhadap Teng Hong, tapi Tong Cin
Wie hanya mengawasi belakang Teng Hong sambil tertawa dingin.
Cian Pi Sin Mo Thin Pak Tao, masih tetap menyender
dikursinya sambil pejamkan matanya. Terhadap suasana yang gawat
ini, seolah-olah ia tidak ambil perhatian sama sekali.
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan mendadak Teng Hong menyerang dengan kedua
tangannya kearah Thay-si Sian-su. Serangan mama dilakukan
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
153
secara mendadak dan dibarengi dengan tenaga yang hebat.
Sekalipun Thay-si Sian-su sudah tinggi kepandaiatinya, tapi tidak
berani menyambuti serangan tersebut. Ia hanya berkelit kesamping
untuk mengelak serangan Teng Hong, kesempatan telah dipakai
oleh Teng Hong untuk melompat keluar.
Pada saat yang kritis itu, tiba-tiba terdengar suara Tong Cin
Wie yang dibarengi dengan tertawa dingin:
.,Rebah!"
Ucapan itu dibarengi dengan gerakan tangan kanannya dais saat
itu sebuah benda halus melesat dari tangannya. Berbareng dengan
itu lantas terdengar suara menggeramnya Teng Hong, kemudian
jatuh ngusruklah ia ditanah.
Tong Cin Wie benci sekali kepada Teng Hong yang jumawa.
Tatkala jarum Tui-hun-ciam itu menyerang dan mengenai jalan
darah. Teng Hong cuma merasakan jalan darah Hong-his-hiat dan
Kie-kut-hiatnya kesemutan, kekuatan tenaganya lantas lenyap
seketika, maka orangnya lantas rubuh, ia segera mengerti sudah
terkena serangan senjata beracun Tong Cin Wie, tatkala ia
menengok dan melihat Tong Cin Wie menghampiri, tiba-tiba
ingatlah ia senjata rahasia. Tui-hun-ciam itu maka dalam hati lantas
bercekat, hingga kesombongannya lenyap sama sekali. Sambil
pejamkan matanya ia terns rebah.
Tong Cin Wie segera mendekati Teng Hong sambil tertawa
dingin iapun berkata:
"Teng-heng tidak berniat membantu Siauw-tee, sudah tentu
Siauw-tee tidak akan memaksa, karena memandang mukanya Thay-
si Toheng, silahkan Teng-heng ambil jalan sendiri."
Ia berkata demikian sambil berjongkok untuk mencabut jarum
yang menancap pada kedua jalan darah ditubuh Teng Hong.
154
Jarum itu cuma lebih besar sedikit dari jarum biasa, karena
direndam dalam racun hingga warnanya biru berkilauan.
Setelah Tong Cin Wie menyimpan kembali jarumnya, lalu dari
sakunya mengeluarkan dua butir obat pil yang ia serahkan kepada
Teng Hong seraja berkata:
"Lekas kau telan dua pil pemunah racun sebab kalau terlambat
sedikit lagi maka racunnya akan masuk kedalam ulu hati dan
jantungmu dan kalau sudah demikian sukar tertolong lagi."
Teng Hong menyambuti obat tersebut, lalu ditelannya dan
kemudian dengan perlahan iapun bangkit dan ketika ia melihat
kekiri dan kekanan ternyata semua mata ditujukan kepadanya,
terutama Pek-hoa Nio-cu yang memandang padanya seolah
mengandung penuh perhatian dan belas kasihan.
Perempuan itu bukannya memperhatikan jiwa si orang she
Teng itu, akan tetapi memikirkan pelajaran ilmu Coa-heng-ciang-
hoat dan Coa-heng-pian-hoat yang masih belum selesai, kalau Teng
Hong berlalu sudah tentu tidak ada orang yang akan mengajarkan-
nya lagi. Akan tetapi karena perbuatannya itu yaitu melihat
semacam itu telah mengakibatkan Teng Hong mati.
Perbuatan Tong Cin Wie yang mengeluarkan jarumnya dari
tubuh Teng Hong serta memberi obat pemunah padanya, sebetulnya
bukan atas kemauannya sendiri tetapi untuk menjaga perhubungan
baik dengan Thay-si Sian-su, lagi pula dibawah mata orang banyak
seharusnya ia tidak boleh berbuat keterlaluan begitu juga supaya
tidak mengecewakan hati orang-orang yang berada disitu.
Setelah Teng Hong menelan obat ia melihat kawanan penjahat
pada mengawasi dirinya, waktu itu timbullah perasaan yang main
dan gusar hingga dengan perlahan ia memutar balik dirinya secara
155
diam-diam ia kerahkan seluruh tenaganya lalu dengan cepat
menyerang Tong Cin Wie dengan kedua tangannya.
Gerakan yang secara mendadak ini telah dilakukan diluar
dugaan semua orang, hingga membuat para penjahat pada
terperanjat. Sampaipun Thay-si Sian-su sendiri juga menjerit karena
terkejut sebab ia tahu benar kekuatan si orang she Teng itu dan ia
tahu serangan yang tiba-tiba itu akan melukai dirinya Tong Cin
Wie.
Tong Cin Wie siang-siang sudah berjaga, karena ia adalah
seotang yang licin hingga dalam segala hal ia selalu menjaga-jaga
serangan gelap dari pihak lawannya. Tatkala in melihat Teng Hong
melakukan serangan secara tiba-tiba dan justeru itu yang ia
inginkan, maka iapun berseru:
"Kau cari mampus?" Ia bertanya begitu seraya memutar
tubuhnya untuk menghindarkan serangan Teng Hong. Selain itu ia
lantas ayun tangan kanannya lalu menyerang batok kepala Teng
Hong.
Teng Hong yang belum sembuh dari lukanya itu sudah tentu
gerakannya agak tidak leluasa tambahan lagi Tong Cin Wie yang
sudah siap sedia, maka tatkala serangan Teng Hong belum
mengenai sasarannya sudah didahului oleh serangan Tong Cin Wie.
Semua ini telah terjadi dalam waktu sekejap mata, hingga Teng
Hong tidak keburu berkelit. Maka batok kepalanya waktu itu
remuklah, tubuhnya rubuh untuk tidak bangun lagi. Otaknya hancur
dan berdarah.
Thay-si Sian-su tidak menyesal sedikit juga ketika ia
menampak Teng Hong binasa ditangan Tong Cin Wie. Ia hanya
menarik napas sambil menggelengkan kepala lalu kembali
keruangan tengah.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
156
Tong Cin Wie berlagak minta maaf atas perbuatannya kepada
Thay-si Sian-su sudah itu duduklah kembali diatas korsinya.
Berhubung Teng Hong telah mati maka Tong Cin Wie lantas
perintahkan Hoan Kong Hong Ceng Tan menggantikan kedudukan
Teng Hong yang bertugas melakukan serangan dari sajap kanan dan
kiri.
? ooOoo ?
VII.
Kita balik lagi kepada Pek-hoa Nio-cu. setelah ia kembali
kekamarnya dipikirinya semua perbuatannya dan apa yang
dialaminya selama berada di Ie Ciu Wan ini dan dari diri Kim Ling
Siang-khoay, lalu kepada Jan San Ji-kui dan kemudian kepada Teng
Hong dan Oey Ceng Tan.
Yang paling dikasihaninya adalah Teng Hong, ia curna
berdekat-dekatan, sedikitpun belum pernah menerima apa-apa dari
dirinya tapi sudah mati secara mengenaskan ditangan Tong Cin
Wie. Tentang ilmu silat Coa-heng-ciang-hoat dan Pian-hoat yang
diajarkan kepadanya, sebetulnya terbit dari hati yang sejujurnya,
mengingat sampai disini, tanpa terasa ia telah menghela napas.
Ia telah mengerti maksud Tong Cin Wie membunuh Teng Hong
itu. Bila dilihat dari luar ialah disebabkan karena sikap Teng Hong
yang jumawa dan tidak mendengar perintah, tapi sebab-sebab yang
sebenarnya ialah karena dirinya.
Pek Hoa Nio-cu sebagai seorang yang banyak pengalaman
dalam asmara, berhati kejam dan cerdik, kekejaman dan
157
kecerdikan-nya tidak kalah dari Tong Cin Wie. Terhadap Teng
Hong bukan saja ia tidak cinta, malahan merasa jemu. Tong Cin
Wie membinasakan Teng Hong sudah tentu tidak menimbulkan rasa
kasihannya.
a hanya merasa bergidik terhadap perbuatan Tong Cin Wie
yang kejam. Twako dari golongan rimba hijau di Utara itu, benar-
benar lain daripada yang lain jadi dikemudian apabila ia membuat
perhubungan dengan Toako itu sudah tentu akan merupakan seekor
burung yang terkurung di-dalam sangkar yang hanya manda
dijadikan barang permainan si orang she Tong itu. Mengingat
sampai disini maka rupa-rupa pikiran telah timbul didalam hatinya,
hingga ia memandang bayangannya didalam kaca itu dengan
perasaan mendelu
Orang didalam kaca itu memang cantik, akan tetapi wajahnya
muram dan hatinya risau. Ia meraba-raba parasnya sendiri, hingga
didalam kaca itu tambah satu bayangan tangan yang putih meletak.
Satu perasaan yang belum pernah ada telah timbul didalam
hatinya Pek Hoa Nio-cu secara mendadak pada waktu itu dan
karena ia tak dapat menguasai dirinya sandiri maka air matanya
keluar dari kelopak matanya.
Berkatalah ia seorang diri, "Ah. Pek Hiang Lui Pek Hang
Lui ... perhuatanmu yaitu mempermainkan orang selama
beberapa tahun entah berapa banyak orang-orang gagah yang kau
buat mainan dan jatuh dihawah kakimu, tapi yang kau cintai benar-
benar ada berapa? Dan siapa itu yang benar-benar yang menyintai
kau? Apakah paras yang elok yang diberikan kepadarnu oleh Tuhan
Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Jaka Sembung 10 Mahligai Cinta Sepasang Pendekar Rajawali Sakti 97 Malaikat