Pencarian

Low Pressure 4

Low Pressure Karya Sandra Brown Bagian 4

pada William setelah mereka bersama lebih dari setahun."

"Kau tidak terluka diasingkan begitu?"

"Tentu saja, tapi aku tak diberi pilihan selain menghargai keinginan Steven mendapatkan privasi. Bertahun-tahun lalu, ia minta jarak dari keluarga ini." Ia

tersenyum sedih. "Kukabulkan karena aku sayang

padanya, dan aku paham bagaimana dirinya."

Ekspresinya jadi merenung. "Masa kecilnya tidak

terlalu bahagia. Ia menyaksikan ayahnya meninggal

perlahan-lahan karena ALS yang menyerang sel saraf

di otak dan tulang belakang. Ia baru saja menginjak

usia remaja waktu aku menikah dengan Howard.

Yang jadi ayah tiri sangat baik baginya," ia cepat-cepat menambahkan. "Namun, transisi Steven ke dalam

keluarga barunya sulit."

Olivia tidak tahu betapa sulitnya.

"Ia baik-baik saja denganmu," ujarnya. "Kalian berdua langsung saling menerima. Tapi, kepribadiannya

dan Susan berseberangan. Steven tertutup, Susan sebaliknya." Jika Olivia percaya bahwa masalah kepribadian adalah satu-satunya masalah yang ada di antara

Steven dan Susan, jelaslah bahwa Steven menyembu251

nyikan pelecehan yang dilakukan Susan dari Olivia

dan Howard. Kalau mau mereka tahu, ia pasti memberitahu mereka, jadi rahasianya akan tetap aman

bersama Bellamy.

"Kadang aku berpikir" Olivia ragu-ragu, tapi

ketika Bellamy mendorongnya dengan anggukan, ia

meneruskan, "Kupikir Steven pasti merasa agak ditinggalkan saat Howard dan aku menikah. Ia memiliki aku

untuk dirinya sendiri selama bertahun-tahun, kemudian tiba-tiba harus membagi aku dengan laki-laki lain.

Dan cintaku pada Howard begitu total, begitu hebat,

sehingga Steven barangkali merasa agak diabaikan."

Ia menghapus air mata yang menetes lagi dan berbicara dengan suara serak karena emosi. "Howard

pangeran impianku, kau tahu. Kesatria penyelamatku.

Aku sangat mencintai suami pertamaku, namun yang

kurasakan terhadapnya seperti percikan bunga api dengan api unggun kalau dibandingkan dengan perasaanku pada ayahmu. Ketika kami bertemu, Howard

amat sangat mengagumkan di mataku. Bisakah kau

memahaminya?" Ia menatap mata Bellamy, mencari

pengertian di antara sesama wanita.

Bellamy mengangguk. Menurut dirinya saat berusia

12 tahun, Dent amat sangat mengagumkan. Begitu

juga dalam mimpi-mimpinya. "Ya. Aku tahu persis

maksudmu."

"Sakit panjang suami pertamaku menguras keuangan kami. Tak banyak yang tersisa setelah ia meninggal,

jadi aku beruntung masih punya pekerjaan di kantor

akuntan. Aku tidak miskin, tapi hidup pas-pasan.

252

"Jadi inilah aku, ibu tunggal yang bekerja. Dan

ada Howard, laki-laki kaya, orang penting, dan punya

jabatan. Ia memikat sekaligus menakutkan bagiku."

"Mengapa menakutkan?"

"Sejak awal aku tahu ia jatuh cinta padaku, tahu

ia menginginkan aku dalam hidupnya. Ia memberitahukan hal itu pada kencan kedua kami. Dan, demi

Tuhan, aku juga menginginkannya. Namun, aku takut tak bisa memenuhi harapannya. Bagaimana kalau

ia mengira aku menikah dengannya hanya demi keamanan dan keuntungan yang menyertainya? Aku

mencintainya apa adanya, dan ingin sekali membahagiakannya, mengisi dan menyempurnakan hidupnya

seperti yang ia lakukan pada hidupku."

Bellamy meremas tangannya. "Kau sudah berbuat

begitu. Sama sekali tidak ada keraguan, Olivia. Kaulah belahan jiwanya. Sebagai satu-satunya anaknya

yang masih hidup, aku hampir tidak rela mengatakan

ini, tapi ketika ia mengembuskan napas terakhir, namamulah yang akan disebutnya."

Sambil tersedu, Olivia mencondongkan tubuh ke

depan dan menyandarkan kening pada bahu Bellamy.

Selama beberapa saat Bellamy mengelus-elus punggungnya, menghibur Olivia sebisa mungkin karena

pangeran impiannya sebentar lagi pergi.

Akhirnya ia duduk tegak lagi dan menghapus air

mata. "Oke, aku sudah menangis. Kita teralih dari

topik tadi. Mengapa kau menemui Steven pada saat

seperti ini?"

"Bahkan waktu aku melakukan riset untuk bukuku,

253

ia enggan bicara denganku tentang Memorial Day itu.

Kami tidak pernah membicarakannya setelah dewasa.

Aku ingin mendengar sudut pandangnya."

Kehangatan yang ia rasakan bersama Olivia hanya

beberapa saat lalu kini berkurang banyak. Olivia

menunduk dan dengan bantalan jemari meng-usap

keningnya yang berkerut.

"Bellamy, Howard dan aku menahan diri ketika

kau menulis buku itu. Kami tidak suka, tapi merasa

tidak pada tempatnya kalau kami ikut campur. Tapi

obsesimu ini membingungkan dan meresahkan. Sangat meresahkan, kalau aku boleh jujur. Kami tidak

memahaminya." Ia mengangkat kepala dan menatap

Bellamy lekat-lekat. "Tidakkan kau ingin membiarkan

insiden itu berlalu, melupakannya?"

"Aku tidak bisa," bisik Bellamy sungguh-sungguh.

Namun, ia tidak mau memberitahu ibu tirinya bahwa

ia tak dapat melupakan apa yang tidak dapat diingatnya.

Ia lolos dari keharusan berbicara lebih banyak ketika perawat memasuki ruangan. "Mrs. Lyston, tidak

lama lagi dokter bisa berbicara dengan Anda. Sementara itu, Mr. Lyston sedang terjaga, kalau Anda

mau masuk."

Olivia mendorong Bellamy pelan. "Masuklah. Ia

pasti ingin bertemu denganmu." Kemudian, sambil

menggenggam tangan Bellamy, ia menambahkan,

"Tapi, berjanjilah padaku bahwa kau takkan meresahkannya dengan omongan tentang kematian Susan."

254

* * *

Bellamy kaget melihat betapa memburuk keadaan

ayahnya dalam dua hari setelah mereka bertemu. Pipi

dan rongga mata Howard seolah tenggelam, menyebabkan wajahnya kelihatan seperti tengkorak. Ia bernapas

lewat bibir yang pucat dan terbuka sedikit walaupun

mendapat tambahan oksigen lewat hidung. Di balik

selimut tipis, sosoknya tampak tak berdaya.

Bellamy berjalan ke samping tempat tidur dan meraih tangan kurus Howard. Karena sentuhannya, mata

pria itu terbuka perlahan. "Hai," sapa Bellamy.

"Hai, Cantik. Apa yang menarik?"

Itu salam istimewa mereka, yang selalu membuat

Bellamy kecil cekikikan, terutama kalau diikuti dengan sikutan lembut ke rusuk. Sekarang, ia tersenyum

sambil bercucuran air mata.

"Maaf aku tidak berdiri," kata Howard.

"Daddy dimaafkan." Bellamy membungkuk dan

mencium pipinya.

"Duduk."

Dengan hati-hati supaya tidak menyentuh semua

tube dan selang yang mengular dari balik selimut ke

berbagai mesin, Bellamy duduk di tepi tempat tidur.

"Mana Olivia?" tanya Howard.

"Menunggu untuk bicara dengan dokter."

"Orang itu akan memberitahunya bahwa ia harus

menyerah dan merelakan." Suaranya serak karena emosi dan matanya berkilau karena air mata yang tidak

menetes. "Bantu dia melalui semua ini, Bellamy."

255

"Daddy tahu aku pasti membantunya."

Howard menggenggam tangannya lebih erat. "Ada

lagi yang aku ingin kaulakukan untukku."

"Jangan pikirkan bisnis. Perusahaan Daddy seperti

mesin yang rajin diminyaki sehingga bisa dibilang

mampu jalan sendiri. Tapi, aku bersedia melakukan

apa pun yang Daddy ingin kulakukan."

"Ini bukan soal perusahaan. Ini tentang Susan."

Bellamy melirik ke belakang, nyaris mengira akan

melihat Olivia di sana, menegurnya agar mengingat

janji. "Tidak usahlah kita bicarakan dia, Daddy. Terlalu menyakitkan buat Daddy."

"Bukumu?"

"Membuat Daddy gusar. Aku tahu. Maafkan aku.

Aku tak pernah bermaksud?"

"Kau mengajukan pertanyaan-pertanyaan."

Tidak yakin apa yang dimaksud ayahnya, ia diam

saja.

"Apakah memang kau sengaja?"

"Tidak," jawabnya, pelan-pelan mengembuskan napas. "Tapi, seiring berkembangnya cerita, pertanyaanpertanyaan pun bermunculan. Kurasa pertanyaan-pertanyaan itu selama ini terkubur di alam bawah

sadarku."

"Alam bawah sadarku juga."

"Apa?"

"Aku punya pertanyaan-pertanyaan juga."

Bellamy terpana. "Misalnya?"

"Secara umum, aku menanyakan hal yang sama

dengan kolumnis tabloid itu. Allen Strickland dipen256

jara karena membunuh Susan. Tapi apakah ia memang melakukannya? Aku tidak ingin mati dalam

ketidakpastian, Bellamy."

"Apa yang membuat Daddy berpikir bukan dia

pelakunya?"

"Mungkin memang dia. Tapi, aku tidak mau tinggal di alam keabadian dengan mungkin. Aku harus

tahu."

Pertemuannya dengan Steven membuat Bellamy

merasa nasib Bellamy kecil lebih baik karena tidak

mengetahui semua yang terjadi di sekitarnya. Ia juga

jadi sadar bahwa Low Pressure ditulis dari perspektif

yang sangat naif.

Pada Memorial Day itu, ada arus-arus bawah yang

kuat, nuansa-nuansa yang, sebagai anak berusia 12

tahun, tidak disadarinya. Kalaupun merasakannya, ia

takkan cukup dewasa untuk mengenali dan memahaminya.

Dent telah memperingatkannya bahwa kebenaran

apa pun yang terungkap bisa saja sangat tidak menyenangkan, mungkin menggemparkan, bahkan lebih

buruk daripada fakta yang baru saja diketahuinya tentang Steven dan Susan. Ia sekarang nyaris percaya

bahwa cara paling aman untuk mendapatkan ketenangan pikiran adalah dengan tidak mengusik masa lalu.

Tetapi, sekarang ayahnya meminta ia menggali lebih dalam. Bagaimana ia bisa menolak mengabulkan?

atau setidaknya berusaha mengabulkan?permintaan

terakhir ayahnya? Permintaan ayahnya ini memperbarui tekad Bellamy untuk melanjutkan pencarian fakta

257

meski ada kemungkinan ia bakal menemukan hal-hal

yang tidak menyenangkan.

"Aku juga ingin tahu pasti, Daddy. Sejak aku menulis buku itu, sebetulnya baru-baru ini, ada hal-hal

yang baru sekarang kuketahui."

"Misalnya?"

"Susan berhubungan dengan cowok-cowok lain,

bukan cuma Dent Carter."

"Kau bicara dengan lelaki itu?"

"Salah satunya."

"Apakah kau percaya padanya?"

"Ia tidak memberiku alasan untuk tak memercayainya."

"Begitu ya. Apakah ia sudah mendekatimu?"

Bellamy menunduk.

Tahu apa arti sikapnya itu, Howard mengernyit.

"Tanya dirimu mengapa ia menempel padamu,

Bellamy."

"Mengapa Daddy pikir ia begitu?"

"Ia ingin membalas kita semua. Cara apa yang lebih baik untuk menertawakan kita daripada menidurimu?" Seolah pikiran itu membuatnya menderita, ia
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendesah dan memejamkan mata. Beberapa detik

berlalu sebelum ia membuka mata lagi. "Bicaralah

dengan detektif itu."

"Dale Moody?"

"Mulailah dengan dia. Aku mengamatinya selama

persidangan Strickland. Ia kelihatan gelisah. Cari tahu

kenapa." Ia meremas tangan Bellamy lagi. "Maukah

kau melakukan ini untukku?"

258

Bellamy hanya bisa memberi satu-satunya janji

yang dapat diberikannya. "Aku akan berusaha sebaik

mungkin."

"Kau selalu begitu." Howard mengulurkan tangan

dan menyentuh pipi Bellamy dengan jemari yang warna dan teksturnya mirip perkamen. "Kau selalu ingin

menyenangkan orang. Kau mau semua orang bahagia.

Kurasa kau bahkan menikah dengan pria yang tidak

kaucintai hanya karena tahu Olivia dan aku menyetujui orang itu."

"Semua sudah berlalu, Daddy."

"Jangan semudah itu memaafkan aku. Aku tidak

memikirkan kebahagiaanmu sesering kau memikirkan

kebahagiaanku. Kau bisa dibilang dikalahkan tragedi

Susan, yang menyita perhatian Olivia dan aku selama

persidangan Strickland. Kemudian kami begitu sibuk

membangun kembali kehidupan sehingga aku takut

kami cuma melihat gambaran besarnya dan tidak cukup memperhatikan apa yang ada di hadapan kami."

"Daddy, aku tidak pernah merasa dikalahkan atau

diabaikan. Sumpah. Aku pemalu. Aku tidak mau menarik perhatian orang kepada diriku." Ia menepuk-nepuk tangan ayahnya. "Daddy selalu ada setiap kali

aku membutuhkan Daddy, dan aku selalu tahu

Daddy menyayangiku."

Ia ingin memeluk Howard, mendekapnya erat-erat,

dan memohon agar ayahnya tidak meninggalkannya.

Kalau ayahnya meninggal, Bellamy takkan punya keluarga sedarah lagi, dan mengetahui hal itu membuat259

nya dipenuhi keputusasaan dan perasaan bahwa semua

telah berakhir yang menakutkan.

Namun, ia tidak mau menambah penderitaan

Howard dengan menampakkan ketakutan dan kesengsaraannya yang kekanak-kanakan. Bukan mau Howard

untuk meninggal. Pria itu tidak ingin meninggalkan

Olivia, atau Bellamy, atau hidup itu sendiri. Cara terbaik untuk menunjukkan kasih sayang pada ayahnya

adalah dengan membuat kepergiannya sedamai mungkin.

"Kalau aku melakukan ini," ia berkata pelan, "aku

tak bisa di sini bersamamu."

"Aku ingin kau di sini. Tapi, lebih penting bagiku

jika kau mencari tahu apakah mereka menghukum

orang yang tepat, dan kau tidak punya banyak waktu."

Sebagai tanda janjinya, Bellamy mencium kening

Howard lagi. "Aku mengerti, Daddy. Daddy menginginkan kedamaian. Daddy perlu tahu."

Howard memeluknya lebih lama dan berbisik,

"Kau juga."

Dent menggigit jalape?o serta omelet keju Jack dan

menutupnya dengan menyesap kopi. "Kau berencana

memberitahuku atau tidak?"

Duduk di seberang laki-laki itu, Bellamy mengatur

letak serbet kertas di pangkuannya dan menggunakan

garpu untuk menata ulang makanan di piring, yang

disadari Dent hampir tidak disentuhnya. Selama ma260

kan, Bellamy tidak mau menatapnya, dan ketegangan

di bilik IHOP ini begitu terasa. Dent memutuskan

untuk mengonfrontasinya.

"Memberitahu apa?" tanya Bellamy.

"Mengapa kau mendiamkan aku. Dalam perjalanan

pulang, kau cuma mengucapkan tiga kata."

"Headset-nya tidak nyaman."

"Kau tidak terganggu waktu perjalanan ke sana."

"Yah, headset itu menyakiti telingaku dalam penerbangan pulang. Lagi pula, aku tidak mau mengganggu

konsentrasimu. Kau kan masih asing dengan kokpitnya, ingat?"

"Terima kasih. Kuhargai sikap waspadamu. Tapi,

sejak kita mendarat, sebenarnya malah sejak kita meninggalkan rumah sakit di Houston, kau terasa sekali

membisu. Tentu saja, aku ini memang cuma sopirmu." Perkataan itu akhirnya membuat Bellamy memandangnya.

"Apa maksud omonganmu?"

"Pikirkan saja sendiri."

"Kau yang menawarkan diri menerbangkan aku ke

sana, Dent."

"Tidak. Gall yang menawarkan aku."

"Kau kan tidak harus setuju."

"Tapi aku menyetujui. Dengan senang hati. Yang

menimbulkan pertanyaan mengapa kau memperlakukan aku seperti penderita lepra sejak kita sampai di

sana."

Wajah Bellamy bersemu merah, mengindikasikan

pada Dent bahwa wanita itu tahu persis mengapa

261

Dent diabaikan. Bellamy muncul dari ICU dengan

tampang terluka serta menderita, dan, waktu Dent

mendorong dirinya menjauhi dinding koridor tempat

ia menunggu, wanita itu lewat begitu saja di

hadapannya.

Secara naluriah, lengannya memeluk Bellamy untuk

menghibur, tapi ketika Dent menyentuhnya, tu-buh

Bellamy langsung kaku. Dent menurunkan tangan,

dan Bellamy meninggalkannya untuk bergabung dengan Olivia, yang berdiri di dekat situ, menangis

tanpa suara dan menghapus air mata dengan tisu. Sejak meninggalkan ICU itu, Bellamy menjaga jarak.

Tetapi, Dent tidak peduli. Ia hanya jadi kesal, terutama setelah Bellamy menyambutnya tadi malam

lalu meninggalkannya begitu saja dalam keadaan bergairah. Dan karena ia masih seperti itu. Bergairah.

"Kalau aku tidak mengelu-elukanmu," kata Bellamy

sengit, "mungkin karena pikiranku terpusat pada urusan lain. Misalnya, itu mungkin pertemuan terakhir

dengan ayahku yang masih hidup. Urusan penting

seperti itulah."

Sialan. Sekarang ia jadi merasa sangat bersalah karena sengaja memprovokasi Bellamy. Jadi orang baik

ternyata butuh usaha keras, dan ia rupanya masih harus belajar banyak sebelum bisa melakukannya dengan

benar. "Mengingat situasi saat ini, keluhanku tadi

egois. Aku minta maaf."

Bellamy menanggapi dengan mengangkat bahu.

"Apakah perpisahan kalian tadi emosional?"

Bellamy mengangguk.

262

"Kalau begitu, mengapa kalian berpisah?"

"Apa?"

"Kalau ia sudah begitu dekat dengan kematian, kenapa kau pergi? Kukira aku akan pulang sendirian,

bahwa kau akan tinggal di Houston supaya bisa mendampinginya ketika ia meninggal. Kenapa kau begitu

buru-buru ingin kembali ke Houston malam ini?"

Bellamy mengambil sepotong kentang goreng, tapi

mengembalikannya ke piring tanpa memakannya.

"Kami bicara serius."

Dent memandangnya lekat-lekat.

"Tentang masalah-masalah yang bersifat pribadi."

"Hmm." Tetapi, ia terus menatap wanita itu.

Akhirnya Bellamy berkata, "Ia menyarankan aku

untuk tidak memercayaimu."

Percumalah usaha Dent untuk jadi orang baik. Ia

menusuk sosis dengan garpu, menyalurkan kemarahannya. "Kata-kata terakhir Howard Lyston, dan ia

membicarakan aku. Aku tersanjung."

"Bukan cuma tentang kau. Ia minta aku melakukan

sesuatu untuknya."

"Memilihkan setelan jas untuk di peti mati?"

Bellamy melotot.

"Jelas urusan yang sangat penting, kalau tidak kau

pasti masih di sana."

Bellamy cemberut lagi beberapa detik, kemudian

membuang muka dan memandang ke luar jendela, ke

seberang lapangan parkir. Ketika menghadap Dent

lagi, ia berkata, "Sebelum meninggal, Daddy ingin

263

tahu pasti bahwa Allen Strickland memang orang

yang membunuh Susan."

Membaca ekspresi kaget Dent, ia bicara lagi, "Ya,

kau tidak salah dengar." Ia lalu menceritakan isi percakapannya dengan ayahnya.

Setelah ia selesai, Dent mengerutkan kening. "Selama bertahun-tahun ini ia menyimpan keraguan tentang Strickland?"

"Kelihatannya begitu."

"Dan ia mengatakannya sekarang? Sekarang. Ketika

ia menjelang ajal? Ya Tuhan!" Sejujurnya, ia beranggapan ayah Bellamy tak punya otak karena membebankan itu pada Bellamy pada saat seperti ini, tapi

dieditnya caranya mengekspresikan pendapat. "Ia

memberimu tugas yang sangat berat. Apakah ia menyadarinya?"

"Ia bilang aku harus tahu yang sebenarnya juga.

Pada dasarnya, kalau dipikir-pikir, ia hanya memintaku melakukan apa yang sudah kulakukan."

Ya, tapi gagal memenuhi keinginan sendiri bukanlah masalah. Beda dengan gagal memenuhi keinginan

ayahnya yang hampir meninggal. Dent tidak mengungkapkan pendapat itu sama sekali, karena yakin

Bellamy sudah memikirkannya. Pantas saja Bellamy

kelihatan seperti habis dipukuli dengan rantai yang

sekarang digunakannya untuk menarik beban dunia.

Dent berusaha menghilangkan kebenciannya pada

Howard Lyston dengan meneguk air es. "Oke, apa

tindakanmu selanjutnya?"

Dengan lelah ia menepiskan sehelai rambutnya

264

yang tergerai. "Daddy menyarankan aku bicara dengan Dale Moody."

"Aku tidak percaya aku bakal menyetujui apa pun

dengannya, tapi Moody pilihan yang bagus."

"Aku harus mencari orang itu dulu. Aku sempat

ingin mewawancarainya untuk bukuku. Ia tidak bisa

ditemukan."

"Akan kubantu."

Bellamy memandangnya dengan gelisah. "Dent,

aku tidak bisa terus memintamu?"

"Kau tidak minta." Tatapannya menajam. "Oh,

tunggu. Aku kan tidak bisa dipercaya."

"Menurutku tidak begitu."

"O ya? Kalau demikian, mengapa kau menatapku

seolah berusaha membongkar kedokku?"

"Aku tahu kau ingin membersihkan namamu."

Dent menunggu, dan ketika Bellamy tidak melanjutkan, ia mencondongkan tubuh ke depan. "Tapi?"

"Tapi, apakah itu satu-satunya motifmu bertahan

denganku?"

"Apa kata Daddy? Kau kan mendengarkan omongannya dan menghargai pendapatnya. Menurut dia,

kenapa aku tetap bersamamu?"

"Ia tidak bilang."

"Bohong. Apa yang dikatakannya padamu?"

"Tidak ada."

"Yeah, yang benar saja." Ia berusaha terus menatap

Bellamy sampai wanita itu menjawab, namun bibir

Bellamy tetap terkatup. "Baik," katanya. "Sejujurnya,

aku sedikit pun tidak peduli pada pendapat ayahmu

265
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentang aku. Tapi, aku akan berterus terang padamu

tentang mengapa aku ingin bertatap muka dengan

Moody: Pembalasan."

"Apakah itu seharusnya menghilangkan kekhawatiranku? Kau tidak bisa?"

"Tenang. Aku takkan melakukan apa pun yang bersifat isik." Sedetik kemudian, ia menambahkan,

"Mungkin." Ia menunjuk piring Bellamy. "Sudah?"

Ketika wanita itu mengangguk, Dent keluar dari bilik.

Bellamy mengatakan ingin ke kamar mandi. Dent

bilang ia akan membayar tagihan dan membawa mobil ke depan.

Udara malam pengap dan menyesakkan, tidak

membuat suasana hati Dent membaik. Berbeda dengan yang dikatakannya pada Bellamy, ia peduli pada

apa yang dikatakan ayah wanita itu tentang dirinya.

Bukannya ia tergantung pada pendapat orang tua itu,

tapi ia memedulikan pendapat Bellamy. Tepat setelah

Bellamy mengunjungi ayahnyalah wanita itu jadi dingin dan tak tersentuh, jadi rupanya Howard mengatakan atau melakukan sesuatu yang membuat Bellamy

waspada terhadap Dent Carter.

Dengan hati panas, ia melintasi tempat parkir,

yang, selarut saat itu, hanya seperempat penuh. Ia

mengeluarkan kunci dari saku dan hampir sampai di

mobil ketika merasa ada perubahan di udara panas,

gerakan mendadak di belakangnya.

Bahkan sebelum merasakan sensasinya sepenuhnya,

ia sudah terdorong ke bagian samping Vette, dan

266

menghantamnya dengan keras. Tangan yang kuat

memegangi bagian belakang kepala Dent, membenturkan wajahnya ke atap mobil dengan kekuatan yang

mampu membuat kulitnya robek.

Napas panas menderu di telinganya. "Ia cewek

yang hot, bukan, pilot? Sayang sebentar lagi ia bakal

mampus."

Dent berusaha mengangkat kepala, mencoba melepaskan diri dari penyerangnya, namun laki-laki itu

semantap balok jerami. Dan saat Dent menganalisis

situasi dan sadar bahwa ia benar-benar dalam bahaya,

ia merasakan tusukan belati tajam di dasar tulang

punggungnya. Ia berhenti meronta-ronta.

"Bagus. Yang kaurasakan itu baja 20 senti bermata

ganda yang setajam silet. Kau mungkin mendengar

suara letupan ketika belati itu membolongi tulang

punggungmu. Mungkin hal terakhir yang akan kaudengar."

"Apa maumu?" tanya Dent, berusaha mengulur

waktu sementara ia memikirkan cara untuk melepaskan diri dari cengkeraman lelaki itu.

"Apakah ia hebat? Licin dan rapat?" Ia memajukan

tubuh, menjilat sisi wajah Dent dari dagu sampai alis.

"Cewek-cewek kaya tidak bisa ditebak, bukan? Yang

aku tahu, ia akan mati berdarah-darah."

Dent, terdorong oleh amarah dan rasa jijik, menendang ke belakang dan menghantam tempurung

lutut orang itu dengan tumit sepatu bot. Penyerangnya mendengus dan tersentak mundur, tapi hanya

selangkah. Dent memanfaatkan peluang itu. Ia berba267

lik dan mengayunkan siku ke wajah laki-laki tersebut,

lalu mendaratkan tinju ke perutnya. Tetapi, rasanya

seperti memukul gumpalan daging dan malah membuat orang itu makin marah. Ia mengayunkan belati

ke arah Dent.

Dent berhasil lolos dengan berputar pada detik terakhir. Belati itu mengenai bawah punggungnya dengan luka melengkung lebar. Ia releks meraih ke

belakang. Belati menusuk punggung tangannya dan

memanjang sampai buku jari.

"Dent!"

Ia mendengar teriakan Bellamy, mendengar langkah

kaki wanita itu saat berlari mendatangi mereka. "Tidak!" teriaknya. "Jangan kemari."

Tetapi, Bellamy terus mendekat dan, ketika ia sampai di tempatnya, Dent mendorongnya kuat-kuat ke

tanah. "Ia bawa belati."

"Ia sudah pergi." Bellamy cepat-cepat berdiri dan

mendekati Dent. "Kau berdarah!"

"Hei! Ada apa?"

"Aku melihatnya. Bajingan itu mendorong wanita

itu ke tanah."

Tamu-tamu restoran, karena melihat keributan di

tempat parkir, berlarian ke luar dan bergegas mendatangi mereka. Dent memandang berkeliling, namun

penyerangnya sudah lenyap. "Ayo kita pergi dari sini,"

ujarnya pada Bellamy, bersusah payah mengatakannya

sambil mengertakkan gigi.

Syukurlah. Bellamy tidak bereaksi seperti wanita

pada umumnya. Ia tidak bertanya dulu, tidak me268

nuntut penjelasan, tidak menjerit atau memekik atau

memarahi Dent karena menyebabkan ia berada dalam

situasi ini. Tidak, ia hanya memeluk pinggang Dent

yang berdarah dan setengah menyangganya ke kursi

penumpang Vette. Ia membuka pintu dan mem-bantu

Dent duduk.

Kemudian ia menyambar kunci mobil dari pria itu,

membanting pintu, dan lari ke sisi lain mobil.

Bellamy berteriak pada orang-orang yang menonton.

"Aku tidak apa-apa! Salah paham. Itu saja." Ia lantas

duduk di kursi pengemudi dan menyalakan mesin.

"Kau bisa mengemudikan mobil manual?"

Sebagai jawaban, Bellamy ngebut ke luar tempat

parkir dan waktu melesat ke jalanan, ia sudah menggunakan gigi tiga.

"Apakah kau melihatnya?" tanya Dent.

"Hanya sekelebat waktu ia lari. Apakah ia merampokmu?"

"Tidak." Dent memutar leher untuk melihat ke

kaca belakang mobil. "Apakah kau melihat ada pickup

di spion?"

Bellamy melirik spion. "Tidak tahu. Hanya lampu

mobil. Memangnya ia akan membuntuti kita?"

"Entahlah. Bawa kita berputar-putar."

"Aku akan membawamu ke rumah sakit."

"Tidak."

Bellamy menoleh cepat dan memandangnya. "Tapi,

kau berdarah. Banyak."

"Yeah, ke kulit pelapis jok. Kau bagaimana?"

"Aku baik-baik saja."

269

"Aku tadi mendorongmu. Aku?"

"Aku tahu. Kau ingin aku menyingkir darinya.

Telapak tangan terluka, tapi selain itu aku baik-baik

saja. Lebih baik daripada kau."

Sambil menyemburkan serentetan makian, Dent

membuka semua kancing kemejanya dan menggunakan ujung kemeja untuk mengelap bagian samping

wajahnya, yang masih basah oleh air liur.

"Ke mana kita pergi?" tanya Bellamy.

"Sekarang ini, pokoknya melaju."

Bellamy melakukannya, dengan konsentrasi dan

kemampuan mengejutkan, menyelip-nyelip di antara

mobil-mobil dengan cepat tapi tidak sembrono sehingga bisa menarik perhatian polisi lalu lintas. Setelah

sepuluh menit dan pindah ke jalan bebas hambatan

lain, ia melesat menyeberangi dua jalur menuju pintu

keluar, dan ketika ia mendadak mengerem mobil di

dasar tanjakan, hanya mereka yang ada di situ.

Dengan tangan mencengkeram kemudi kuat-kuat,

ia menoleh dan memandang Dent, pertanyaannya jelas meski tak diucapkan.

"Kurasa aku baru saja diperkenalkan pada teman

preman kita yang naik truk modiikasi itu."

Ray murka.

Telinganya dipenuhi suara yang sama menjengkelkannya dengan suara gergaji mesin. Mungkin yang

didengarnya itu darahnya sendiri, mengalir deras di

270

pembuluh. Jantungnya memompa kuat dan cepat karena marah dan frustrasi.

Ia tadi sudah nyaris sekali merobek perut Dent

Carter. Nyaris sekali. Bangsat mujur itu berhasil selamat, gara-gara Bellamy dan teriakan takutnya, yang

menarik perhatian orang-orang di dalam restoran.

Carter berdarah, tapi tidak cukup parah sehingga

bisa menewaskannya. Ray tadi bisa saja membunuhnya. Tetapi, ia tidak mau menunggu selama ini untuk

membalas kematian abangnya tapi lalu mengacaukan

segalanya pada saat-saat terakhir.

Jadi ia lari sebelum orang bisa melihat jelas wajahnya. Ia lari dua blok ke tempat ia memarkir truk,

kemudian cepat-cepat meninggalkan lokasi. Ingat, bukan karena takut, tapi karena berhati-hati.

"Tahu kapan saat menarik tali pancing dan kapan

saat harus memutusnya," begitu Allen memberitahu.

Namun, kerja keras malam ini tidak sia-sia sepenuhnya. Ia berhasil membuat lawan berdarah. Ia membuat kedua orang itu berpikir, dan itu terasa memuaskan. Mereka sekarang akan khawatir, bukan? Ia suka

membayangkan mereka pusing memikirkan siapa dirinya dan hidup dalam ketakutan sebab tidak tahu kapan Ray akan menyerang lagi.

Selama berminggu-minggu ia membuntuti Bellamy

bagai anjing pelacak hebat. Karena bosan, hari ini ia

memutuskan untuk menyerang begitu ada kesempatan.

Tetapi, ia kehilangan jejak mereka. Seharian ia bolakbalik antara rumah wanita itu dan rumah Carter, namun mereka tidak muncul juga.

271

Tetapi, cepat atau lambat, Carter pasti akan datang

ke lapangan terbang reyot itu, jadi, ketika hari sudah

gelap, Ray memarkir truk di tempat yang takkan terlihat dari jalan raya dan mengawasi jalanan menuju

lapangan terbang.

Ia memang pintar. Karena, benar saja, sekitar pukul

sepuluh, Corvette merah itu ngebut ke jalan raya.

Dengan selalu berada dalam jarak aman, Ray mengikutinya ke IHOP. Dari balik jendela ia memandangi

mereka makan. Dan, empat puluh menit kemudian,

ketika Dent keluar sendirian, Ray, tak memercayai

keberuntungannya, menyambar peluang itu.

Ya, Carter memang belum mati. Namun, Ray

berhasil menyampaikan pesan. Mulai malam ini, ia

bukan hanya mengubah aturan permainan. Ia mengubah permainannya.

272

"Tempatku jelek."

Dent masuk ke apartemennya lebih dulu daripada

Bellamy, menyalakan lampu di langit-langit, kemudian

segera berjalan ke tempat tidur dan menarik bedcover

untuk menutupi seprai awut-awutan dan bantal-bantal.

Ada dua bantal, Bellamy menyadari. Masing-masing menampakkan bekas ditiduri.

"Aku akan mandi untuk membersihkan darah supaya kita bisa melihat seberapa parah lukanya. Anggap

saja rumah sendiri." Ia menyambar celana pendek dari

laci lemari, kemudian masuk ke kamar mandi dan

menutup pintunya.

Dalam perjalanan kemari, mereka mampir di toko

serbaada. Perlengkapan P3K yang dijual di sana terbatas, tapi Bellamy membeli semuanya, karena tidak

Bab 14

273

tahu apa yang dibutuhkannya untuk mengobati

Dent.

Sekarang ia meletakkan tas-tas belanja di meja makan ceruk dapur dan duduk di salah satu kursi, kemudian memandang sekelilingnya. Dent tidak melebihlebihkan. Apartemennya memang jelek. Tidak ada

kamar, pembagian ruangan di tempat itu hanya ditandai dengan lantainya. Area tidur dipasangi karpet

yang berbeda warna dengan area duduk. Dapurnya

yang cuma secuil dipasangi karpet vinyl. Hanya kamar

mandi yang tertutup.

Selain tempat tidur yang berantakan, tempat itu

lumayan rapi. Namun, perabotannya yang ala kadarnya tampak seperti perabotan sewaan yang murah,
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagian atasnya sudah cuil dan kain pelapisnya menipis. Keran di bak cuci piring bocor dan meneteskan

air dengan suara keras serta teratur. Lembaran-lembaran kain yang difungsikan sebagai gorden tergantung

lunglai di relnya yang bengkok. Tak ada gambar apa

pun di dinding. Tidak ada buku, atau bahkan rak

untuk menaruh buku atau hiasan.

Ini tempat yang menyedihkan, menunjukkan kesendirian penghuninya.

Yang lebih menyedihkan adalah perbedaan tempat

ini dengan kondominium Bellamy di New York terletak cuma pada kualitas perabotannya. Perabotan

Bellamy dibeli melalui dekorator dan berharga mahal.

Semuanya berselera tinggi dan sedap dipandang.

Namun, perabotan itu tak menyimpan kenangan

atau perasaan apa pun baginya. Siapa pun bisa memi274

likinya. Perabotan itu tidak melambangkan rumah. Isi

kondominiumnya tak punya kepribadian, seperti kursi

yang didudukinya di dapur kecil Dent ini.

Perbandingan itu menyebabkan ia merasa makin

tertekan.

Dent keluar dari kamar mandi cuma memakai celana pendek yang tadi dibawanya. Ia mengeringkan

rambut dengan selembar handuk dan menekankan

selembar handuk lagi ke bagian bawah punggung.

Mukanya luka di dua tempat. Luka-luka itu dibiarkan

saja berdarah. Ia membelitkan kain lap di tangannya

yang terluka.

"Sudah berapa lama kau tinggal di sini?" tanya

Bellamy.

"Dua tahun, kira-kira. Sejak aku harus menjual

rumah. Ketika keluar dari perusahaan penerbangan,

aku tak lagi mampu mengikuti gaya hidupku yang

biasanya. Harga jual rumah ternyata buruk. Aku terpaksa menjualnya dengan harga murah, tapi bagaimana lagi."

"Tabungan?"

"Semua kupakai untuk membayar uang muka pembelian pesawat."

Dengan handuk yang dipakainya untuk mengeringkan rambut, ia menepuk-nepuk luka berdarah di tulang pipi, persis di bawah mata kanan. "Kuharap kau

tidak pingsan melihat darah. Bangsat itu membuatku

bercucuran."

"Mestinya kita menghubungi polisi."

"Kita bakal muncul di halaman depan Statesman

275

besok. Para saksi melihatku mendorongmu ke tanah.

Aku mungkin akan ditangkap, masuk tahanan selama

diinterogasi, dan ketika semua akhirnya jelas, kita

akan jadi berita hanya karena siapa diri kita."

Ia benar, tentu saja. Itulah sebabnya Bellamy membiarkan Dent berhasil membujuknya untuk tidak

pergi ke Instalasi Gawat Darurat. Ayahnya hampir

meninggal; Olivia nyaris tak bisa lagi bertahan. Jangan sampai mereka besok membuka koran dan membaca keterlibatan putri mereka dalam penyerangan di

tempat parkir restoran pancake 24 jam.

"Apakah kau akan mengenalinya kalau melihatnya

lagi?" Bellamy bertanya.

"Bajingan besar. Kuat. Lengan kanan bertato. Ular

dengan taring meneteskan bisa. Kau bilang orang di

pickup itu memiliki lengan kiri penuh tato yang disandarkannya di jendela mobil yang terbuka. Kalau dihubung-hubungkan" Dibiarkannya Bellamy melanjutkan sendiri.

Dalam perjalanan kemari, ia menceritakan detaildetail serangan tadi. "Tapi aku melewatkan bagian-bagian kotornya."

"Bagian-bagian kotor?"

"Hal-hal tidak pantas yang ia katakan tentang

kau."

Yang paling menakutkan, ia memberitahu Bellamy

tentang ancaman si penyerang. Sekarang Bellamy berkata, "Ia ingin membunuh kita."

"Itulah yang dikatakan orang itu."

"Tapi, mengapa? Siapa sih dia?"

276

"Aku masih berpikir-pikir. Aku juga masih berdarah."

"Oh, maaf." Ia memberi isyarat agar Dent berjalan

ke meja, tempat ia tetap duduk. "Berbaliklah."

Dent memunggungi Bellamy. Celana pendeknya

terpasang rendah di pinggul, menampakkan garis merah berdarah yang mirip senyum lebar di sepanjang

bagian bawah punggung.

"Dent, kau harus ke IGD."

Dent mengintip ke balik bahu, berusaha mengirangira seberapa parah lukanya. "Aku ragu mereka bakal

percaya aku terluka karena bercukur."

"Kau bisa bilang ini kecelakaan."

"Kecelakaan apa?"

"Entahlah," jawab Bellamy sambil mengangkat tangan, suaranya bergetar karena frustrasi.

Dent berbalik untuk menghadapinya dan mengangkat dagu wanita itu. "Hei, kau tadi bereaksi dengan saraf baja, lalu mengemudi seperti pembalap

Mario Andretti. Kau takkan goyah sekarang karena

tak tahan tekanan, kan?"

Bellamy menggeser dagunya dari ujung jemari

Dent dan, sambil memegang tulang pinggul lelaki itu,

membaliknya dengan gerakan yang tidak terlalu lembut. Ia menuangkan isi tas belanja ke meja dan membuka tutup botol kaca cokelat yang tampak menakutkan. "Kuharap antiseptik ini rasanya membakar."

Pasti begitu, karena Dent mendesis dan memaki

waktu Bellamy mengoleskannya. Untuk mengalihkan

perhatian pria itu, ia memberikan gumpalan kapas

277

yang sudah dibasahi larutan antiseptik. "Tepukkan ke

wajah dan tanganmu. Bagaimana lukanya?"

Dent membuka lilitan kain lap dan melihat. "Lukanya tidak dalam. Jemari mungkin akan kaku besok

pagi, tapi masih untunglah tidak putus."

Bellamy bergidik. "Untung saja. Tapi, mengapa ia

memperingatkanmu? Waktu yang dihabiskannya untuk menyampaikan peringatan itu kan bisa digunakannya untuk membunuhmu."

"Kecewa?"

"Aku serius," ujar Bellamy, berbicara sambil mendongak sementara Dent menunduk memandangnya

dari balik bahu.

"Mungkin ia takut ada yang melihat dari dalam

restoran. Atau ia cuma berani menggertak. Atau ia

orang sinting yang tak bisa menggunakan akal sehat.

Tak ada yang bisa menebak alasannya sampai kita

tahu siapa dia dan kenapa ia membenci kita." Diperhatikannya kegiatan Bellamy. "Hampir selesai?"

"Perdarahannya sudah berkurang."

"Karena kau nyaris membakarnya dengan cairan

itu."

Bellamy membuka gulungan perban dan dengan

lembut meletakkannya di atas luka. "Berputar," perintahnya. Dent berputar tiga kali sementara ia membelitkan perban di perutnya, lalu memasang beberapa

plester secara vertikal untuk menempelkannya.

"Plesternya bisa mengenai bulu."

"Aku berusaha menghindarinya, tapi aku tidak bisa

melihat apa yang kulakukan kalau kau tidak mengge278

ser tanganmu." Dent mengubah posisi tangan, dan

Bellamy menekankan potongan plester terakhir hanya

beberapa sentimeter dari alur bulu halus yang memanjang di perut Dent dan menghilang ke balik ban

pinggang celana pendeknya. Dengan lagak tak acuh,

ia berkata cepat, "Nah. Beres."

Namun, waktu ia menengadah dan memandang

wajah Dent, intensitas tatapan pria itu ketika menunduk memandangnya membuat napas Bellamy tersekat.

Dengan suara rendah, pelan, sugestif, Dent berkata,

"Mumpung kau berada di daerah situ, apa lagi yang

ingin kaulakukan"

Bergerak perlahan, ia mengulurkan tangan dan menyusuri bibir bawah Bellamy dengan telapak ibu jarinya, lalu menyibakkan rambut wanita itu dan dengan

lembut mengusap-usap telinganya. Gairah melanda

bagian bawah tubuh Bellamy dan menimbulkan erangan di tenggorokan yang tak berdaya dicegahnya.

Saat mengobati punggung Dent tadi, ia berusaha

tidak mengacuhkan bentuk bokong pria itu di balik

kain tipis celana pendeknya, tapi sekarang godaan untuk memeluknya dan merasakan kekencangan otototot itu di telapak tangannya hampir tak tertahankan.

Ia ingin bilang Masa bodohlah dan mencondongkan

tubuh ke depan, menciumi alur bulu yang menarik

itu, kemudian menyusurinya dengan bibir sampai ke

pangkal paha yang begitu dekat sehingga membuat

tubuhnya lemas karena gairah. Mencium bagian tubuh Dent yang itu, membelainya

279

Terdengar suara lagi dari bibir Bellamy, tapi ketika

bergerak, ia tidak menyentuh pria itu, atau mencium

kulitnya yang berbau sabun dan lelaki, berbau Dent.

Ia malah menepiskan tangan Dent yang membelai-belai, berdiri, dan mengelilingi pria itu.

"Jangan macam-macam, Dent. Sekarang bukan saat

yang tepat?"

Apa pun yang akan dikatakannya?dan belakangan

Bellamy tidak bisa mengingatnya?tak jadi terucap.

Dent menyambarnya ketika ia berusaha lewat, menarik Bellamy, dan memegang rahang wanita itu untuk

mengangkat wajahnya. "Kau tumbuh menjadi wanita

yang sangat menarik, Bellamy. Caramu memegang

persneling tadi sangat menggairahkan."

Jika ciuman semalam merupakan undangan menggoda untuk berbuat nakal, yang kali ini merupakan

pelajaran tentang kekuasaan. Ciuman itu posesif, seksi, dan begitu mendominasi sehingga Bellamy waswas.

Tetapi, ia tidak takut pada Dent. Yang ia takutkan

adalah kepasrahannya pada laki-laki itu, harapan terlarangnya bahwa Dent akan mewujudkan setidaknya

sebagian dari apa yang dijanjikan ciumannya.

Namun, Bellamy tidak mau ditaklukkan sepenuhnya, dan, merasakan hal itu, Dent mengangkat kepala

lalu menarik tangannya dari wajah Bellamy, tapi hanya untuk menyusurkannya ke payudara wanita itu.

Ia meremas dan menggoda dengan ujung jemari sementara bukti gairahnya mendesak pangkal paha

wanita itu.

"Biarkan dirimu memikirkan hal lain selama bebe280

rapa saat ini," bujuknya, menyapu-nyapukan bibir ke

bibir Bellamy. "Rileks dan bersenang-senanglah sebentar."

Lalu ia melumat bibir Bellamy lagi. Rileks? Mustahil. Tidak ketika tubuhnya mendesaknya untuk memikat Dent, mengimbangi gerakan lidah laki-laki itu. Ia

ingin menyusupkan jemari ke balik rambut Dent dan

memegangi kepalanya sementara ia menenggelamkan

diri dalam ciuman pria tersebut yang memabukkan.

Namun, Bellamy memaksa diri untuk tidak melakukan apa-apa, untuk tidak menanggapi dengan gairah ataupun kebencian. Dipaksanya dirinya mematung

dan tak bereaksi.

Dengan cepat menyadari hanya dirinya yang beraksi, Dent memiringkan kepala ke belakang dan menatap wajah Bellamy.

"Daddy bilang kau akan berusaha mengalahkan

kami dengan meniduriku."

Dent segera melepaskannya. "Oh, itu yang dikatakan Daddy. Pantaslah kau jadi sedingin es."

Luka-luka di wajahnya terbuka lagi dan mengeluarkan darah, membuat ia tampak makin berbahaya saat

marah ketika berjalan ke lemari dan meraih ke dalam

untuk menyentakkan celana jins dari gantungan. Ia

memakainya dengan gerakan kaku dan tersentak-sentak, namun saat berusaha mengancingkannya, dengan

tak berdaya ia mengangkat tangan. "Ini bisa makan

waktu."

Bellamy merah padam, tapi bukan karena malu. Ia

menunjuk tempat tidur yang berantakan. "Apakah

281

kau betul-betul mengharapkan aku mau tidur denganmu padahal kau bahkan belum mengganti seprai setelah ditiduri wanita lain?"

Dent menyisir rambutnya yang masih basah dengan jemari. "Dengar, aku meninggalkannya di sana

pada pagi aku menerbangkanmu ke Houston. Aku

tidak ingat padanya sampai kita melewati pintu dan

melihat tempat tidur itu. Aku bahkan tak tahu namanya."

"Kau tidak mau repot-repot bertanya?"

"Ya."

"Seperti kau tidak peduli bahwa Susan punya cowok-cowok lain saat ia berpacaran denganmu?"

"Kenapa aku harus peduli?"

"Kau tidak mencintainya? Sedikit pun?"

"Mencintainya?" Ia tertawa. "Sialan, tidak. Aku cuma

remaja penuh gairah, dan ia menyediakan diri."
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dan cuma itu arti kakakku bagimu?"

Dent berkacak pinggang. "Memangnya menurutmu

seberapa penting arti diriku baginya?"

"Kau cukup penting sehingga ia marah besar waktu

kau datang terlambat ke barbekyu. Kurasa ia lebih

suka kau tidak datang sekalian daripada?"

Seluruh darah di kepala Bellamy tiba-tiba seperti

terkuras. Ia terhuyung karena pusing, tapi bayangan

di benaknya sangat jelas: Dent, di atas motor, menggerak-gerakkan tangan dengan marah pada Susan,

yang juga marah.

Ingatan itu begitu mendadak terbentang seperti

kartu ucapan pop up, detail-detailnya terang dan men282

colok. Napas Bellamy terengah-engah dan putus-putus

seperti debar jantungnya. "Kau ada di sana. Di rumah

perahu. Bersama Susan. Sebelum tornado."

Dent memaki dan maju selangkah ke arahnya.

"Bellamy?"

"Tidak!" Ia mengulurkan kedua tangan, telapaknya

membuka, lalu memegang kepala sementara kata-kata

tercurah dari ingatannya. "Susan tidak kembali ke rumah perahu bersama rombongan minum bir. Aku

jadi khawatir, mengira ia muntah-muntah karena terlalu banyak minum. Hari itu panas serta pengap, dan

kupikir"

"Dengar. Biar kujelaskan."

"Aku pergi mencarinya, bukan?"

Dent tidak berkata apa-apa.

"Kau tahu aku mencarinya. Karena karena kau

melihat aku memandangi kalian berdua, kan? Benar,

kan?"

"Bellamy?"

"Selama ini," ia berteriak, "kau kan bisa memberitahu aku! Kenapa kau tidak bilang bahwa yang kuingat

salah? Kenapa kau tidak?" Jawabannya sejelas sambaran kilat. "Kau tidak terbang dengan Gall. Kau tak

punya alibi. Kau ada di taman negara bagian itu, dan

kau bertengkar dengan Susan."

Sesaat, tak ada yang bergerak, lalu Bellamy lari ke

pintu dan menyentakkannya.

"Sial! Bellamy!"

Bellamy lari begitu kencang melewati ambang pintu sehingga satu-satunya yang mencegahnya jatuh dari

283

lantai dua cuma pagar pengaman. Ia menabrak pagar

pengaman itu dengan keras, menghantamkan tulang

panggulnya sehingga terasa sakit. Ia berteriak karena

kesakitan, lalu karena takut ketika tangan Dent mencengkeram lengan atasnya.

Teriakan melengkingnya membuat dua pria di tempat parkir menengadah. Mereka tadi bersandar dengan

santai di kap mobil, namun Rocky Van Durbin langsung siaga. Ia berteriak, "Di sana!" dan menunjukkan

Bellamy pada fotografernya, yang sudah siap. Kilat

dari kameranya menyambar dalam cahaya yang membutakan.

Dent melepaskan cengkeraman Bellamy pada pagar

pengaman dan menyeretnya masuk lagi ke apartemen,

lalu menendang pintu hingga menutup.

Ia menyalurkan kekesalan pada pintu itu, meninjunya

untuk menekankan setiap patah kata penuh kemarahan yang menyembur dari bibirnya. Ia ingin melesat

menuruni tangga dan membuat Van Durbin menyesal

pernah mengenal Denton Carter, lalu menggarap si

fotografer dan menghancurkan kameranya.

Tetapi, waktu ia mengalami serangan yang sama

setelah kematian Susan, dan lagi selama penyelidikan

NTSB mengenai kecelakaan pesawat yang nyaris terjadi, ada Gall di sampingnya, memperingatkan tentang

bahaya amukan tanpa berpikir panjang. "Reporter

menyukai reaksi marah. Kau ingin mengalahkan mereka? Abaikan mereka."

284

Luka di tulang pipinya berdenyut-denyut. Dan ketika ia mengusap wajah dengan punggung tangan, yang

sudah berlumuran darah akibat luka di buku jari, tangannya dipenuhi darah yang lebih merah, lebih baru.

Ia menduga luka di punggungnya juga terbuka lagi.

Waktu ia berbalik menghadap ruangan, Bellamy

mengerut, membuat Dent makin marah. "Kalau kau

lebih takut padaku daripada pada mereka, silakan keluar."

Ia membuka jalan lebar-lebar ke pintu bagi wanita

itu dengan memungut jinsnya yang berlumuran darah

dari lantai kamar mandi dan mengambil ponsel dari

saku. Ia lalu berjalan ke dapur dan mencari nomor

telepon manajer kompleks, yang dituliskan penyewa

sebelumnya di kertas pelapis dinding yang sudah pudar.

Dengan penuh emosi ia menekan nomor itu, dan

teleponnya hampir seketika dijawab. "Yeah, surat peringatan yang kaumasukkan ke kotak surat semua

orang minggu lalu? Tentang pria ekshibisionis yang

berdiri telanjang di hadapan wanita di Unit Utara?

He-eh. Yah, ada dua laki-laki di lapangan parkir Selatan. Mereka memotret orang-orang dari balik jendela

dengan lensa tele. Aku hampir yakin mereka juga

yang kulihat bicara dengan anak-anak perempuan kecil di taman bermain siang ini. Sebaiknya kau menelepon polisi. Oke. Bye."

Ia menutup telepon dan memandang Bellamy, yang

dari tadi tidak bergerak atau mengalihkan tatapan

matanya yang terbelalak dari Dent. "Itu mestinya bisa

285

menyibukkan Van Durbin dan sobatnya beberapa

lama." Ia mengancingkan jins dan merobek sebagian

perban, yang dilipat dan digunakannya untuk menghentikan perdarahan di pipi. "Aku akan minum bir.

Mau?"

Bellamy tidak menjawab.

Dent mengambil sekaleng bir dari kulkas, membukanya, dan mengisap busa yang tumpah dari bagian

atas kaleng, lalu meneguk banyak-banyak. Ia duduk

berselonjor di satu-satunya kursi santai di apartemen

itu dan dengan tenang menyesap bir, sementara

Bellamy memandanginya seolah ia binatang eksotis

dan mungkin berbahaya yang seharusnya dikurung di

kandang.

Lingkaran di bawah mata wanita itu begitu gelap

sehingga tampak seperti lebam akibat ditinju. Wajahnya pucat pasi, namun itu mungkin karena kilau

cahaya lampu langit-langitnya yang tak kenal ampun.

Bellamy tampak sangat lelah, tapi Dent begitu marah

sehingga tidak mau melunak padanya.

"Well?" katanya.

"Apa?" Suara Bellamy terdengar serak karena lama

berdiam diri.

"Kau takkan bertanya?"

"Bukannya kau akan langsung membantah?"

"Ya. Tapi, coba pikirkan betapa ini bakal jadi twist

hebat bagi plot Low Pressure: Bagian Dua. Kau bisa

membuat pembacamu terkejut setengah mati. Pembunuhnya ternyata si pacar. Ia, si penderita kelainan

seks, lolos meski telah melakukan pembunuhan.

286

"Maju ke delapan belas tahun kemudian. Ia mendekati si adik perempuan, yang sekarang sudah tumbuh dewasa. Berkembang indah. Membuatnya bergairah. Wanita itu menciumnya dengan panas sampai si

pria menanggapi undangannya, lalu ia menutup diri

bagai putri malu. Ketika wanita tersebut bilang ?Tidak!? padanya, ia marah, merenggut tubuhnya yang

menggiurkan, dan" Dent mengangkat bahu dengan

gaya dramatis. "Hal-hal mengerikan. Bikin orang tak

bisa berhenti membacanya."

Bellamy menatapnya kesal, lalu pergi ke jendela,

tempat lampu warna-warni berpendar di bilah-bilah

kerai yang tidak rata. "Polisi sudah datang. Tiga mobil patroli."

"Bagaimana kalau kau lari ke bawah sana dan memberitahu mereka bahwa kau akhirnya berhasil menangkap pembunuh kakakmu?"

"Karena aku tidak percaya kau pelakunya. Tapi,

kau memang brengsek."

Dent mendengus. "Kau penulis dan itu hinaan paling buruk yang bisa kaupikirkan? Si adik ternyata

juga hanya bisa bicara yang baik-baik. Kalau kau

mau, aku bisa memberimu beberapa kata kotor."

"Aku tidak mau terlibat dalam pembicaraan tolol

ini, Dent."

Dent menghabiskan bir dan meletakkan kalengnya

di meja kopi yang goyah itu.

Setelah beberapa saat, Bellamy berkata, "Van

Durbin akan bilang tuduhannya salah."

"Tentu saja. Tapi, ia harus menjelaskan apa yang

287

dilakukannya di bawah sana bersama fotografer, yang

akhirnya akan membuatnya mengakui bahwa ia mengintaimu. Ia harus pandai-pandai cari alasan."

"Mereka akan melacak telepon tadi ke teleponmu."

"Tidak bisa. Itu telepon sekali pakai. Nomornya tidak muncul di caller ID. Akhirnya mereka akan sadar

bahwa pemberitahuan itu cuma hoax dan melepaskan

mereka, tapi sementara itu si kecoak akan ditahan.

Kalau sedang mujur, ia akan dipukuli di penjara."

Bellamy berpaling dari jendela. "Kau pintar. Kau

bereaksi cepat terhadap situasi krisis."

"Kemampuan yang membuatku jadi pilot andal."

Ia mengerutkan bibir sambil berpikir. "Kurasa itu juga

membuatku jadi pembunuh yang hebat, bukan?"

Bellamy duduk di bangku panjang yang serasi dengan kursi yang ditempati Dent, bertengger di ujung

bantalannya seolah siap melompat kabur kalau memang diperlukan. "Mengapa kau berbohong pada

polisi?"

"Aku merasa tidak bagus bagiku kalau kuberitahu

mereka bahwa aku mencegat Susan di rumar perahu

dan bahwa kami bertengkar sebagai kekasih. Dan jangan anggap penting kata ?kekasih? itu. Aku tidak

memaksudkannya secara hariah."

"Bagaimana kau tahu ia akan ada di rumah perahu?"

"Aku melaju di jalan kecil?kau tahu jalan itu,

yang menuju paviliun?" Bellamy mengangguk. "Susan

menghentikanku. Ia sendirian."

"Apa yang ia lakukan waktu itu?"

288

"Berdandan."

"Berdandan?"

"Ia menatap dirinya di cermin kotak bedak, memakai lipstik, merapikan rambut. Hal-hal yang biasa dilakukan cewek."

"Aku menggambarkan padamu betapa cantik Susan

waktu kembali ke paviliun."

"Oh, jadi sekarang kaupikir aku mengarang cerita

ini supaya sesuai dengan ingatanmu?"

Dengan lelah Bellamy berkata, "Lanjutkan."

"Aku mengatakan sesuatu yang kurang-lebih berarti, ?Aku datang, lebih baik terlambat daripada tidak?. Tapi ia tidak sependapat. Ia bilang padaku bahwa ia sudah membuat rencana-rencana lain yang tidak

melibatkan aku. Mula-mula aku berusaha membujuknya. Aku minta maaf karena memilih naik pesawat

daripada dirinya. Aku berjanji untuk memberikan

kompensasi, berjanji takkan mengulanginya. Omong

kosong yang diucapkan cowok ketika?"

"Mengumbar janji."

Dent mengangkat bahu. "Ia tidak terima. Aku bisa

melihat bahwa yang tersisa dari Memorial Day-ku

dengan cepat berubah jadi menyebalkan, jadi aku marah, kukatakan padanya" Ia terdiam, dan waktu

Bellamy memandangnya dengan alis terangkat sebelah,

ia berkata, "Lebih banyak omong kosong yang diucapkan cowok waktu sesuatu yang pasti menjadi tidak

pasti lagi. Tidak seperti kau, aku punya kosa kata

yang penuh warna. Kuejek dia dengan kata-kata

deskriptif dan jelek."

289
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bellamy menerawang beberapa saat dan ketika memusatkan perhatian pada lelaki itu lagi, ia berkata,

"Dalam pikiranku, aku bisa melihat kalian berdua

bertengkar. Tapi, aku tidak bisa mengingat apa pun

setelah itu."

"Aku pergi menuju langit senja."

"Tidak ada langit senja. Langitnya mendung tebal."

"Cuma ungkapan lagi."

Kerut karena berpikir menghias kening Bellamy

saat ia terbenam di bantalan bangku panjang, membuat Dent malu pada benda jelek itu. Bangku tersebut memang sampah, persis seperti semua hal lain di

tempat ini. Ketika ia menjual rumahnya, yang dilengkapi kolam renang dan halaman belakang berhutan

lebat di tebing menghadap ke pusat kota, ia tidak

memedulikan kondisi hidupnya, hanya membeli yang

penting.

Ia menyewa tempat ini karena memang cuma ini

yang ia mampu. Ia tidur di sini. Kadang bercinta di

sini. Mandi dan menyimpan pakaian di sini. Ia selalu

membeli makanan jadi dan hanya satu-dua kali menggunakan kompor. Kulkasnya bisa dibilang kosong.

Ia tidak terlalu memikirkan gaya hidupnya sampai

ia memandang habitat kumuhnya ini dari mata

Bellamy. Dan sekarang ia sadar bahwa apa pun yang

dilakukannya di balik dinding-dinding ini tidaklah

bisa dibilang hidup.

Dan persis itulah pendapatnya mengenai ayahnya.

290

Kesamaan itu menyentakkan Dent, dan dengan

marah ia menolak.

Ia bersyukur Bellamy mengalihkan perhatiannya

dengan bertanya lagi, "Setelah meninggalkan taman,

ke mana kau pergi?"

"Ke mana-mana. Tidak ke mana-mana. Gall sudah

mengunci hanggar dan pergi ketika aku pergi, jadi

tidak ada gunanya kembali ke sana. Aku tidak mau

pulang dan menonton ayahku menonton TV. Jadi

aku keliling-keliling saja, menenangkan diri, dan mencari kesenangan di tempat lain."

"Siapa yang bisa jadi saksimu?"

"Tak satu orang pun. Tapi memang itu yang kulakukan. Cuaca memburuk dengan sangat cepat. Kilat

sambung-menyambung. Ketika hujan deras mulai turun, aku berteduh di kolong jalan layang. Langit

berubah warna jadi hitam kehijauan. Aku beberapa

kilometer dari corong angin, tapi aku melihat waktu

corong itu turun dari awan dan sadar bahwa corong

itu berada persis di atas taman negara bagian, jadi

aku naik lagi ke motor dan kembali." Ia membentangkan tangan. "Kau tahu sisanya."

Bellamy tenggelam dalam keheningan lagi.

Dent berdiri dari kursi, pergi ke jendela, dan memandang ke balik bilah-bilai kerai. Lapangan parkir

di bawah sekarang sudah sepi; kendaraan-kendaraan

yang ada di sana cuma milik penghuni. Ia tersenyum

memikirkan Van Durbin berada di tangan polisi yang

mengira mereka menangkap orang sakit jiwa.

Tetapi, senyumnya menghilang ketika denyut rasa

291

sakit mengingatkannya pada orang yang menyerangnya. Ia ingin muntah kalau mengingat lidah lelaki itu

menyusuri pipinya dan omongan kasarnya tentang

Bellamy. Sebelum Dent bahkan menyadarinya, tangannya mengepal, memukul-mukul bagian luar paha.

"Satu hal membuatku bingung."

Ia menoleh pada Bellamy. "Hanya satu?"

"Ini masalah besar. Aku bisa bersaksi bahwa kau meninggalkan taman. Aku melihatmu pergi. Kenapa kau

tidak memberitahu Moody bahwa aku melihatmu pergi

dari taman pada saat Susan masih hidup dan sehat?"

"Tidak ada gunanya. Kau kan kehilangan ingatanmu."

"Kau baru tahu itu kemarin, dan kau terkejut waktu mendengarnya."

Dent lalu sadar ia terjebak, tapi sudah terlambat.

Bellamy duduk tegak. "Daripada berbohong pada

Moody dan mengarang alibi dengan Gall, kenapa kau

tidak memberitahu Moody saja bahwa aku bisa bersaksi mendukungmu?" Ketika Dent tetap tidak mengatakan apa pun, ia mendesak. "Dent? Mengapa?"

"Kupikir lebih baik Moody tidak tahu aku pernah

berada di sana." Tiba-tiba ia bangun dari kursi, berjalan ke tempat tidur, dan mulai melepas seprai.

Bellamy mengikuti. "Bukan cuma itu. Aku tahu

pasti."

"Kenapa kau berpikir begitu?"

"Karena kau tidak mau menatap mataku."

292

Dent berbalik mendadak. "Oke, sekarang aku menatapmu."

"Apa yang tidak kupahami?"

Dent menggeleng. "Aku tidak mau membicarakannya lagi malam ini. Otakku butuh istirahat, otakmu

juga." Ia melanjutkan melepas seprai dari tempat tidur.

"Aku perlu tahu."

"Tidak malam ini."

"Ya. Malam ini."

"Kenapa malam ini?"

"Karena ayahku bisa meninggal kapan saja."

"Dan kau akan tidak bisa memenuhi permintaan

terakhirnya."

"Ya."

"Sayang sekali. Aku tidak mau membicarakannya

lagi malam ini."

Ia menggulung seprai lalu menjejalkannya ke keranjang rotan di kamar mandi, kemudian pergi ke lemari

dan mulai mengaduk-aduk benda-benda yang memenuhi rak-rak di atas gantungan baju. "Pasti ada seprai

bersih di dalam sini."

"Kenapa kau tidak mau mengisi kekosongan yang

satu ini untukku?"

Ia mengitari Bellamy sambil membawa seprai ke

tempat tidur.

"Apa yang tidak kauinginkan untuk kuingat?"

"Tak ada."

"Aku tidak percaya."

"Pegang ujung sana."

293

Tanpa sadar Bellamy menyelipkan ujung seprai ke

sudut kasur, lalu menegakkan tubuh dan memandang

tempat tidur. "Apa yang kaulakukan?"

"Mengganti seprai supaya kau tidak jijik ketika

naik ke tempat tidur."

Ia memandangi Dent memasang lapisan atas. Pria

itu menjepit bantal dengan dagu dan memasang sarungnya. "Kaupikir seprai baru akan mengubah pikiranku tentang kita tidur bersama?"

"Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiranmu,

A.k.a., tapi aku cuma berencana tidur. Aku capek

dan, sejujurnya, tidak lagi bergairah." Ia memandang

Bellamy dari atas sampai bawah dengan kritis. "Lagi

pula, kau kelihatan seperti zombi dalam video hriller.

Jangan tersinggung."

Ia menepuk kancing celana jinsnya. "Celana ini

akan tetap tertutup sepanjang malam ini, jadi jangan

pikir kau bisa meraba-rabanya sementara mataku terpejam. Malah, gara-gara si brengsek bertato ular itu,

aku mungkin harus tidur tengkurap." Ia menunjuk

dinding. "Matikan lampu."

Ia berbaring menelungkup dan memukul-mukul

bantal sampai sesuai dengan keinginannya, lalu merebahkan kepala dan menutup maja.

Merasa tidak bisa melakukan apa-apa lagi, Bellamy

melangkah ke dinding tempat sakelar dan mematikan

lampu langit-langit, lalu meraba-raba jalan menuju

tempat tidur. Ia menendang sepatunya sampai lepas

tapi lalu telentang dengan berpakaian lengkap dan

tubuh tegang, sadar ada Dent di sampingnya, dan

294

tidak memercayai omongan pria itu bahwa ia cuma

akan tidur dan tidak berbuat macam-macam.

Setelah beberapa menit, Dent bergumam, "Silakan

rileks. Aku takkan mencekikmu dengan celana dalammu sementara kau tidur."

"Kalau ingin membunuhku, kau sudah melakukannya."

"Ya ampun, terima kasih atas kepercayaanmu."

Bellamy hanya ingat kenangan itu sekelebat, tapi

kenangan itu penting. Dent menyembunyikan sisanya,

dan ia harus tahu alasannya. Ia ingin membebaskan

semuanya dari alam bawah sadar, melihat adegan di

rumah perahu itu secara lengkap, mendengar pertengkaran antara Dent dan Susan sampai selesai.

Ia merasa pertengkaran di antara mereka vital bagi

rangkaian kejadian yang terjadi setelahnya, dan kalau

bisa mengingatnya, ia akan mengingat lebih banyak.

Berbicara pelan dalam kegelapan, ia berkata, "Kalau

memang tidak penting, kau akan memberitahuku apa

yang kulihat atau kudengar waktu itu."

Dent berbaring tanpa suara.

"Yang berarti ingatanku memblok sesuatu yang penting."

Dent tidak berkata apa-apa.

"Kau tak mencintai Susan."

Hening.

"Apakah kau bahkan menyukainya?"

"Bellamy?"

"Ya?"

"Tidurlah."

295

Bellamy terjaga dan mencium aroma kopi yang

baru diseduh. Setelah dengan susah payah membuka

matanya yang bengkak, ia melihat Dent duduk di

meja makan, berpakaian rapi, menyesap isi gelas yang

mengepul-ngepul sambil membolak-balik buku telepon. Merasa Bellamy sudah bangun, ia memandang

ke arah tempat tidur.

"Kejutan! Kau masih hidup."

Mengabaikan ejekannya, Bellamy duduk tegak dan

menggeliat untuk menghilangkan pegal. "Jam berapa

sekarang?

"Menjelang jam 9."

"Aku tidak bermaksud bangun sesiang ini. Aku

harus menelepon Olivia."

"Gelas-gelas di lemari kanan bak cuci piring."

Ia menemukan gelas-gelas itu, mengisi salah satuBab 15

296

nya dengan kopi, dan menelepon, lalu meninggalkan

pesan ketika teleponnya langsung terhubung ke voice

mail. "Kurasa kalau ada perubahan, aku pasti dikabarinya." Ia bergabung dengan Dent di meja makan.

"Tidak ada sarapan. Maaf."

"Kopi sudah cukup." Tapi ternyata tidak. Bellamy

meringis waktu menyesapnya.

"Resep Gall," Dent menjelaskan. "Bisa bikin gajah

semaput."

"Susu?"

"Sudah kulihat. Basi."

"Tidak apa-apa," kata Bellamy, dengan berani minum satu teguk lagi. "Pagi ini aku memang butuh

kopi yang mantap."

"Tidur nyenyak?"

"Sangat. Kau?"
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lumayan. Aku tetap terjaga beberapa lama, berharap kau mencoba meraba-rabaku." Lalu, "Ah, semu

merahnya kembali. Aku sempat khawatir juga. Tadi

malam kau pucat pasi ketika memikirkan akan tidur

dengan pembunuh."

"Dent."

"Apakah saat bangun pagi ini, kau yakin aku aman

bagimu?"

"Tidak bersalah. Tapi jauh dari aman."

"Ada bedanya?"

"Menurut pendapatku. Bagaimana punggungmu?"

"Kurasa lukanya menutup tadi malam. Tidak ada

darah segar di perban."

Dent masih kelihatan seperti habis bertempur lama,

297

babak-belur. Luka-luka di wajahnya mulai mengering,

namun membengkak dan dikelilingi lebam berwarna

gelap.

Sambil menunjuk buku telepon yang, kalau dilihat

tampangnya, sudah berumur beberapa generasi, ia

bertanya siapa yang dicari Dent.

Menghindari pertanyaan itu, Dent mengulurkan

kakinya yang panjang di kolong meja. "Mari kita berdiskusi sebentar."

"Baiklah. Aku mendengarkan."

"Anggaplah semua ini?paket tikus sampai petualangan di tempat parkir tadi malam?merupakan

pembalasan."

"Karena buku itu?"

"Karena itu dan/atau insiden yang menginspirasinya.

Di dapurmu kemarin, salah satu dari kita berkomentar bahwa daftar orang yang menyimpan dendam

separah itu dan mau bersusah payah sedemikian rupa

untuk membalaskannya pastilah pendek."

"Kau yang bilang begitu, atau kurang-lebih begitu.

Kau bertanya siapa menurutku orang misterius tersebut."

"Oke, mari kita sebut kemungkinan-kemungkinannya." Ia mengacungkan satu jari seolah akan menghitung. "Aku."

"Kau tidak pura-pura ditikam."

"Jadi aku bisa dieliminasi? Terima kasih," ujarnya

masam. Jari kedua bergabung dengan yang pertama.

"Orangtuamu."

298

"Kita bisa mencoret mereka juga. Kanker itu alibi

yang kuat."

Dent mengacungkan jari ketiga. "Steven. Ia punya

masalah dan luka lama serius."

"Tapi, bukan dia yang menyerangmu semalam.

Lagi pula, ia takkan mau melukaiku, seberapa marahnya pun ia karena buku itu."

"Kurasa," sahut Dent, tapi dengan nada ragu. "Itu

calon-calon utamanya. Kalau bukan salah satunya,

berarti orang yang lebih jauh."

"Tangensial?hubungannya sangat tidak langsung."

"Kembali memakai kata-kata hebat. Tapi, yeah."

"Dale Moody?"

"Mungkin saja. Tapi apa motifnya? Selain ditulis

sebagai orang yang tidak terlalu pintar atau kompeten

dalam bukumu."

"Daddy bilang ia tampak resah selama persidangan.

Mestinya kan ia senang dengan vonisnya. Ada apa?"

Tentu saja Dent tak punya jawabannya, namun

sambil berpikir ia mengatakan, "Moody bertubuh tegap, atau dulu begitu, seperti orang yang menyerangku. Mari kita tandai namanya. Siapa lagi?"

"Bagaimana dengan Rupe Collier?"

"Jelas bukan dia di IHOP."

"Baik. Jadi tinggal siapa?"

"Strickland."

Bellamy tersentak.

"Bukan Allen," kata Dent. "Tapi mungkin adiknya,

Roy."

"Ray," Bellamy mengoreksi.

299

Dent menunjuk buku telepon. "Dialah yang kucari."

"Kenapa dia terpikir olehmu?"

"Proses eliminasi. Dari sekelompok orang yang terlibat ini, bahkan yang tangensial?apakah aku mengucapkannya dengan benar??ia dan Allen yang paling

berandalan." Ia menunduk memandang luka di bukubuku jarinya. "Ia pasti sangat marah karena bagaimana abangnya digambarkan dalam bukumu."

"Gambaran yang adil."

"Tentang pembunuh. Tapi, bagaimana kalau Allen

bukan pembunuh? Alasan yang sempurna untuk pembalasan dendam adalah abangmu dijebloskan ke penjara karena kejahatan yang tidak dilakukannya."

"Lalu meninggal di sana."

"Allen tidak sekadar meninggal, Bellamy. Ia dibunuh."

Bellamy mengernyit mendengar kata itu. Kata tersebut menggantung di antara mereka selama beberapa

saat yang terasa lama. Baru menjalani tak sampai dua

tahun dari hukuman penjara dua puluh tahun karena

pembunuhan tak direncanakan, Allen Strickland ditikam sampai mati di Huntsville oleh sesama narapidana.

Setelah keheningan panjang, Dent menarik kakinya

dan bersandar di meja. "Kita sudah membicarakan

setiap aspek urusan ini, tapi kau tak pernah menyebut

akhir hidup Strickland. Mengapa?"

"Kebiasaan, kurasa," jawabnya pelan.

"Kebiasaan?"

300

"Aku ingat hari ketika kami mengetahui bahwa ia

dibunuh. Waktu itu aku kelas 1 SMA. Rupe Collier

menelepon orangtuaku tepat ketika aku akan berangkat sekolah."

"Bagaimana reaksi mereka terhadap berita itu?"

"Mereka tidak bergembira ketika mendengarnya.

Itu reaksi yang tidak pantas dan keterlaluan. Namun,

mereka juga tidak begitu munaik sehingga mengungkapkan turut berdukacita. Daddy hanya tampak

sangat muram. Aku ingat ia berkata, ?Itulah akhirnya,

kalau begitu.?

"Dan cara ia mengucapkannya seolah seolah mengatakan kami tidak boleh membicarakannya lagi. Ia

kemudian berdiri dan meninggalkan ruangan. Olivia

mengikutinya. Setahuku, tidak seorang pun di rumah

kami pernah menyebut-nyebut kematian Allen

Strickland lagi."

Steven tidak mengungkitnya tadi malam. Begitu

juga ayah Bellamy, yang menyinggung tentang dipenjaranya Strickland tapi tidak tentang bagaimana orang

itu meninggal. Barangkali pertanyaan yang diajukan

Van Durbin dalam kolomnya kemarin membuat mereka semua terlalu gundah untuk membicarakan kemungkinan bahwa Allen bukan cuma diperlakukan

tidak adil, tapi juga mati sia-sia.

"Aku mengetahui nama Ray Strickland ketika melakukan riset untuk bukuku," ia memberitahu Dent.

"Ia dikutip dalam beberapa artikel koran tentang persidangan itu, selalu mengatakan abangnya tidak bersalah. Tapi, kalau memang dia yang di IHOP, aku tak

301

mengenalinya. Aku ingat orang dalam foto-foto itu

berambut lebat dan memiliki kumis yang panjangnya

sampai rahang."

"Silet bisa membereskan keduanya dalam lima menit."

"Apakah kau menemukan nomor teleponnya?"

"Tidak. Tapi, aku merasa kita tidak perlu mencarinya. Ia akan menemukan kita."

Itu pikiran yang meresahkan. "Mungkin bagaimanapun kita sebaiknya melibatkan polisi. Kita bisa

melaporkan serangan terhadapmu, memberitahukan

namanya, dan?"

"Dan kalau Ray Strickland, adik almarhum Allen,

ternyata orang taat hukum, taat pajak, rajin ke gereja,

dan tinggal di pinggiran bersama istri dan anak-anak

yang manis, kau akan punya satu musuh lagi. Yang

jelas, itu bakal jadi berita, dan Van Durbin, jika kita

anggap ia masih hidup setelah menginap semalam di

tahanan, akan?"

Bellamy melambai untuk menghentikan perkataannya. "Aku paham maksudmu." Sambil sibuk berpikir,

ia menggigit-gigit bibir bawah. "Kita tidak tahu bahwa Strickland si pengemudi pickup, tapi rasanya memang dia."

"Menurutku juga. Low Pressure berakhir dengan

dihukumnya Allen. Kau tidak menulis tentang kematiannya di penjara. Ray mungkin menganggap itu tidak pantas. Ia bisa saja berpikir itu tidak adil. Dalam

pikirannya, kau mengeksploitasi tragedi pribadinya,

tapi kau tidak menceritakan seluruh kisahnya."

302

Bellamy menumpukan siku di meja dan memegang

kepala. "Ya Tuhan. Dengan senang hati aku bersedia

minta maaf."

"Menurutku, orang yang kutemui tadi malam takkan menganggapnya cukup." Ia mengembuskan napas

dengan berat. "Di sisi lain, bisa saja aku salah. Yang

paling susah, kita tidak tahu dengan siapa kita berhadapan."

Bellamy menurunkan tangannya lagi ke meja. "Masih ada Moody."

Dengan ibu jari, Dent mengelus-elus halaman

buku telepon yang sudah keriting. "Aku juga berusaha

mencari namanya."

"Semoga beruntung."

"Waktu berusaha menemukannya dulu, apakah kau

menghubungi Kepolisian Austin?"

"Aku mulai dari sana. Aku diberitahu bahwa ia

sudah pensiun, namun hanya itu yang kuketahui.

Bagian SDM bilang tidak punya alamatnya, tidak ada

informasi kontak apa pun."

"Ia pasti mengambil pensiun."

"Pensiunnya disetorkan otomatis ke rekening bank.

Bank itu berpusat di Carolina Utara, dan mereka

menutup teleponku waktu aku menanyakan informasi

rahasia tentang nasabah mereka. Aku mencari di

Google dan berusaha mendapatkan nomor jaminan

sosialnya, tapi menyerah ketika dicurigai sebagai pencuri identitas."

"Keluarga?"

"Mantan istri yang mengatakan tidak tahu di mana

303

orang itu berada, tapi berharap Moody ada di kuburan."

"Mungkin saja. Apakah kau memeriksa catatan kematian?"

"Juga catatan pajak, daftar pemilih Pemilu, kantor

pencatatan kendaraan bermotor." Ia menggeleng. "Percayalah, aku sudah mencari ke mana-mana. Dan bukan cuma di Texas."

"Ia polisi. Ia pasti tahu cara menghilang."

"Bukan cuma dia yang hilang," kata Bellamy, nada

suaranya menyebabkan Dent memperhatikannya. "Dengan sogokan beberapa gelas bir, aku membujuk seorang detektif supaya mengizinkan aku membaca arsip kasus Susan Lyston. Uangku terbuang percuma. Ia

melaporkan bahwa arsipnya hilang."

"Kau percaya padanya? Mungkin ia hanya menginginkan sogokan yang lebih manis. Aku juga, kalau

jadi dia."

Bellamy menanggapi senyum mengundang Dent

dengan memutar bola mata. "Ia tampak sungguh-sungguh bingung, marah, dan malu atas kegagalan dirinya

dan kantor polisinya menemukan arsip tersebut. Kurasa ia sungguh-sungguh mau membantu."

"Atau ia sungguh-sungguh ingin bercinta dan mendapat ucapan terima kasih dalam bukumu."

"Tidak semua laki-laki berpikir seperti kau."

"Jelas ya." Itu jawaban otomatis, karena Dent tampak sudah memusatkan perhatian pada hal lain. Ia

menerawang dan mengetuk-ngetukkan kuku ibu jari

304

pada gigi depan. "Aku punya ide tentang siapa yang

kira-kira tahu di mana Moody berada."

Ia berdiri dan membawa buku telepon. Sambil menunjuk gelas kopi Bellamy yang setengah kosong, ia

berkata, "Bawa itu. Kau bisa menghabiskannya di perjalanan."

"Aku tak bisa pergi ke mana pun tanpa mampir
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dulu ke rumahku. Tampangku kacau."

Dent memandanginya dari kepala sampai kaki. "Betul. Oke. Bagus, malah. Aku ingin menitipkan Vetteku di garasimu."

"Kenapa?"

"Terlalu gampang dilihat oleh bajingan berpisau

itu."

Ia memarkir mobilnya di belakang mobil Bellamy di

jalan masuk. "Aku akan ganti mobil sementara kau

melakukan bongkar pasang."

"Aku tampak separah itu?"

"Beri dirimu setidaknya lima belas menit." Ia menggoda Bellamy, tapi senyum jailnya mendadak berubah.

"Apa itu?"

Di pintu depan rumah tersandar amplop manila

besar.

"Waktu bicara dengan tukang cat rumah kemarin,

aku minta dia menaruh perkiraan biaya di kotak surat, tapi kurasa amplopnya terlalu besar."

Tetapi, saat ia memungut amplop itu dan membaca

305

label bertulisan tebal yang ditempelkan di bagian depannya, perutnya langsung mulas. "Van Durbin."

Bellamy membuka pita perekatnya dan mengeluarkan beberapa foto ukuran 20 x 25 cm. Semuanya

menampilkan ia dan Dent. Sambil melihat sekilas

foto-foto tersebut, ia berkata, "Ini diambil?"

"Kemarin. Di bandara Austin."

Di latar belakang tampak jelas area penjualan tiket

tempat mereka mampir di kios otomatis untuk mengambil boarding pass penerbangan ke Atlanta. Ada juga

foto mereka bergegas menuju barisan pemeriksaan

keamanan, juga foto salah satu dari mereka sedang

antre menunggu giliran.

Foto keempat, jelas dari jarak jauh dengan lensa

telefoto, diambil setelah mereka melewati pemeriksaan

keamanan dan terburu-buru ke gerbang keberangkatan. Mereka memunggungi kamera.

Dan tangan Dent dengan kokoh berada di bagian

bawah punggung Bellamy.

Bellamy melihat foto-foto itu untuk kedua kalinya,

sekarang menyadari bahwa dalam setiap foto, pria itu

menyentuhnya. Ia tidak ingat ada kontak isik sebanyak itu di antara mereka, tapi buktinya sekarang ada

di depan mata.

Gambar yang paling mengagetkan diambil sementara mereka menunggu dalam antrean pemeriksaan

keamanan. Dent menarik sepotong daun kecil?sisa

perjalanan mereka ke taman di dekat rumah

Bellamy?dari rambut Bellamy. Waktu itu tindakan

tersebut tidak terasa penting. Lamanya cuma satu-dua

306

detik, tapi kamera mengabadikan mereka dengan wajah berdekatan, jemari Dent di rambutnya. Mereka

saling tersenyum dan berpandangan dengan ekspresi

yang menunjukkan sesuatu yang lebih daripada godaan Dent bahwa ia tidak bisa membawa Bellamy ke

mana pun tanpa harus membersihkannya dulu.

Foto-foto tersebut menyiratkan keintiman yang

sekarang membuat Bellamy merah padam, salah tingkah, dan bersyukur bahwa ia memunggungi pria itu.

Ia berdeham. "Van Durbin pasti meninggalkannya di

sini kemarin sebelum menemukan kita di apartemenmu tadi malam."

"Orang yang sibuk." Dent terdengar seperti bicara

sambil melamun, dan Bellamy bertanya-tanya apakah

lelaki itu juga kaget melihat dirinya tertangkap dalam

foto-foto yang mengungkapkan begitu banyak hal.

"Kenapa ia mau repot-repot mengantarkannya langsung?" tanya Bellamy.

"Untuk memberitahu kita bahwa kita bisa melarikan

diri tapi tak bisa bersembunyi darinya. Kuharap si

brengsek itu mengalami malam yang seru di penjara."

Bellamy merasa Dent mencondongkan tubuh untuk

memandang foto-foto tersebut lebih cermat dari balik

bahunya. Berbicara dengan suara pelan, ia berkata,

"Kau tahu, kalau melihat semua foto ini, bisa-bisa?"

"Oh!" Bellamy tiba-tiba berseru. "Itu Jerry."

"Hah?"

"Jerry." Ia menunjuk seraut wajah di antara orangorang yang memenuhi bandara. Lelaki itu meman307

dang dirinya dan Dent, bukan kamera, tapi wajahnya

kelihatan jelas.

"Siapa si Jerry ini?"

Bellamy tertawa. "Ia ia bukan siapa-siapa. Penggemar berat." Sambil menggeleng-geleng tak percaya, ia

berkata, "Kebetulan yang aneh sekali."

Sambil mengepit foto-foto tersebut, ia membuka

kunci pintu depan dan mereka berdua masuk. "Biar

aku duluan." Dent menepikannya sementara meraih

ke balik kemeja yang longgar dan mengacungkan pistol.

Bellamy terkesiap. "Dari mana itu?"

"Toko Gadai Pepe, kurasa itu namanya. Sekarang

jadi kedai tamale."

"Dent! Aku tidak mau berurusan dengan senjata

api apa pun."

"Cuma satu ini. Dan kau tidak perlu menyentuhnya."

"Mau apa kau dengan senjata itu?"

"Menggertak teman bertato kita supaya tidak macam-macam. Sekarang tetaplah di sini sampai aku

selesai memeriksa."

Setelah memeriksa dengan sigap, ia kembali dan

melaporkan bahwa keadaan rumah seperti saat mereka

meninggalkannya kemarin dulu. Bellamy lega melihatnya menyelipkan kembali pistol tadi.

"Aku memeriksa kotak surat dan menemukan ini."

Ia mengacungkan amplop surat berisi taksiran si tukang cat. "Kelihatannya pas. Dan aku suka bahwa ia

308

juga ipar si tukang kunci. Aku jadi tidak perlu memberikan kunci rumah pada orang lain."

Ia meraih ponsel, tapi Dent berkata, "Nanti saja

kau telepon dia. Aku ingin dengar tentang Jerry, penggemar beratmu."

"Ia menjuluki dirinya penggemarku yang nomor

wahid." Bellamy mengambil foto yang menampakkan

Jerry. "Fokusnya kabur, tapi aku hampir yakin itu

dia."

Dent mengamati laki-laki di foto tersebut.

Keningnya yang berkerut membuat Bellamy bertanya, "Apa?"

"Entahlah. Sesuatu. Coba ceritakan padaku tentang

dia."

"Tidak banyak yang bisa kuberitahukan. Aku tidak

kenal dia, bahkan tak tahu nama belakangnya. Ia datang ke salah satu acara penandatanganan bukuku

pada masa-masa awal dan setelah itu beberapa kali

datang pada acara kemunculan pribadiku dan kuliahkuliah di New York, selalu membawa beberapa buku

untuk kutandatangani."

"New York? Jadi apa yang dilakukannya di bandara

Austin kemarin?"

"Aku tidak tahu."

"Kau bilang mulai merasa diawasi ketika sampai di

Austin. Pernah merasa seperti itu di New York?"

"Kadang-kadang. Tapi, kukira itu cuma klaustrofobia, karena dikerumuni orang."

"Kau kan selalu dikerumuni di New York."

"Ya, tapi?"

309

"Ini lain? Dan berawal ketika kau mulai mempromosikan bukumu?"

Ia mengangguk. "Kali pertama terjadi, aku sedang

menandatangani buku-buku di toko buku misteri.

Kukira atmosfernya yang menyeramkan, banyaknya

orang mengantre, menyebabkan aku gelisah dan agak

panik. Aku merasa kehabisan udara."

"Apakah ada Jerry di sana?"

"Kurasa."

"Kapan kau terakhir kali bertemu dia?"

"Hari?" Ia tiba-tiba terdiam.

Dent membentuk tangannya jadi corong dan menaruhnya di dekat telinga. "Hari apa?"

"Aku meninggalkan kota."

"Hari yang sama dengan kejadian paket tikus. Di

mana kau melihat Jerry hari itu?"

"Di luar studio TV. Tapi, aku yakin kedua hal itu

tidak berhubungan."

"Yah, aku sebaliknya. Pasti berhubungan, maksudku. Barangkali Jerry membuntutimu."

"Dengan niat jahat? Jelas tidak. Ia tak berbahaya."

Dent mengangkat sebelah alis, seakan mempertanyakan pendapat itu.

"Aku berani bersumpah padamu, Dent, ia sama

berbahayanya dengan segelas susu. Kutu buku. Halus.

Berpenampilan biasa-biasa saja. Ia selalu membaur

dalam keramaian."

"Aku ketakutan sekarang. Inilah tipe yang harus

kauwaspadai. Orang sinting."

Bellamy memandangnya dengan kesal. "Kau kan

310

belum pernah bertemu dia. Bagaimana kau bisa

tahu?"

"Bagaimana kau bisa tahu ia bukan orang yang

berbahaya? Bagaimana kau bisa tahu tidak ada mayatmayat penulis terkubur di ruang bawah tanahnya?"

"Sudahlah."

"Oke, kalau begitu jelaskan mengapa ia mengikutimu sampai ke Texas."

"Kata siapa ia mengikutiku? Aku yakin kejadian

kemarin hanyalah kebetulan."

"Ia penggemar nomor wahidmu. Ia kebetulan melihatmu di bandara yang terpisah lima belas, dua puluh

negara bagian dari tempat kau seharusnya berada, tapi

ia tidak buru-buru datang untuk menyapamu, menunjukkan kehadirannya? Ia tidak bilang, ?Ya Tuhan! Aku

tidak percaya ini! Penulis favoritku bisa sampai ke

tempat sejauh ini!?"

"Kalau kaukatakan seperti itu"

"Benar." Dent mengambil foto Jerry dari Bellamy

dan membawanya ke jendela, tempat cahayanya lebih

terang. Lama ia mempelajarinya, kemudian dagunya

tiba-tiba terangkat dan ia menoleh pada Bellamy.

"Kemarin, Di taman. Dua kekasih berbaring di

selimut, asyik sendiri. Kakek-nenek bermain bola dengan cucu. Sekelompok pemandu sorak berlatih. Dan

orang yang datang belakangan. Orang yang tampak

biasa-biasa saja. Terus memunggungi kita selama ia

tampak seperti berbicara di ponsel." Ia mengetuk foto

tersebut. "Dia Jerry-mu."

311

* * *

Rupe duduk di kursi praktik dokter gigi sampai tengah malam kemarin. Ia menelepon dokter giginya

bahkan sebelum pergi ke rumah sakit setelah pertemuannya yang penuh kekerasan dengan Dale

Moody.

Untunglah ia dan si dokter gigi teman bermain

golf, jadi Rupe punya nomor ponselnya. "Tidak, aku

tak bisa menunggu sampai jam praktik biasa besok,"

katanya waktu dokter gigi itu menolak. "Ini keadaan

darurat. Aku akan datang jam delapan."

Di rumah sakit, dokter IGD mengenalinya meskipun mukanya babak-belur. "Wah, bukankah kau si

Raja Mobil? Apa yang terjadi? Ada yang tidak puas

dengan mobilmu?"

"Aku menabrak pintu." Ia harus bicara dengan

hati-hati supaya jaket gigi-giginya yang melonggar

tidak copot. Ia sudah kehilangan satu gigi, sehingga
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada celah besar di barisan gigi atasnya yang seputih

mutiara.

"Yeah, aku juga pernah mengalaminya," ujar dokter

itu, menambahkan dengan mencemooh, "waktu aku

berutang."

Ha-ha. Aku mengerti. Dokter tersebut ternyata dokter magang, dan begitu ia berhenti dengan lelucon

garingnya, yang ditanggapi Rupe dengan pura-pura

menganggapnya lucu, ia memastikan bahwa hidung

Rupe memang "hancur berkeping-keping".

Rupe harus mengertakkan gigi meski jaket gigi-gigi312

nya hampir copot waktu dokter itu mengembalikan

posisi hidung Rupe sebisanya, memplester lalu memberitahu Rupe bahwa mungkin dibutuhkan operasi

plastik untuk membuatnya kelihatan bagus lagi.

"Tapi tidak bisa ada tindakan apa pun sampai bengkaknya mengempis."

"Butuh waktu berapa lama?"

"Beberapa minggu. Enam, mungkin delapan." Kemungkinan proses penyembuhan yang panjang dan

perlahan tampaknya menyenangkan orang itu. Ia

merobek resep obat penahan sakit dari buku resepnya

dan ketika menyerahkannya pada Rupe, berkata, dengan nada sok akrab, "Sering-sering mampir ya."

Lucu sekali. Itu kalimat penutup semua iklan televisi Rupe.

Ia mampir ke rumah cuma untuk menenggak dua

butir obat penahan sakit dengan scotch dan menukar

baju. Masih tampak jejak tumit sepatu bot Moody di

situ. Untunglah istri dan anak-anaknya sedang di

Galveston bersama ipar Rupe selama dua minggu, jadi

ia tidak harus menjelaskan apa pun. Ketika mereka

pulang nanti, tampangnya pasti sudah membaik, dan

ia bakal punya penjelasan masuk akal tentang penampilannya yang berubah.

Pada pukul 20.00, dokter giginya menyambutnya

di pintu belakang kantor, lalu Rupe harus menghabiskan empat jam yang sangat menyiksa dengan lampu

terang menyilaukan menyorot mata dan alat-alat tajam di dalam mulut.

Ketika ia bangun esok paginya, hidungnya serasa

313

berdenyut-denyut, matanya bengkak sampai menutup,

dan walau jaket gigi-giginya sudah dipasang kembali

dan akan bertahan sampai seribu tahun lagi, gusinya

terlalu sakit bahkan untuk menyesap kopi.

Saat menatap bayangan dirinya di cermin kamar

mandi, ia bergumam, "Moody sialan," dan bertekad

menemukan mantan polisi tersebut lalu membunuhnya.

Akhirnya ia menelepon Haymaker.

"Hai, Rupe," jawab Haymaker riang, "apa kabar?"

"Dasar bangsat, kau mengadukan aku padanya,

ya?"

"Siapa? Mengadukanmu pada siapa? Apa sih maksudmu?" Suara Haymaker terdengar sangat polos sehingga terasa menjengkelkan.

"Akan kuhancurkan kau."

"Kalau bisa, lakukan saja. Kau tahu apa pendapatku, Rupe? Kurasa kau sudah kehilangan kehebatanmu.

Kemampuan yang dulu kaumiliki, sekarang tak ada

artinya."

"Kuberi kau kesempatan terakhir, Haymaker."

"Untuk melakukan apa? Pembayaranku tidak terlambat. Aku bahkan membayar untuk satu bulan ke

depan. Jadi jangan kau kirim salah satu premanmu

gara-gara kaleng rombeng yang kaujual pada istriku

itu. Kalau tidak, aku terpaksa melaporkannya hilang."

"Katakan di mana Moody."

"Oh," sahutnya, memanjang-manjangkan kata itu.

"Jadi itu toh masalahnya. Moody. Kau belum menemukan dia?"

314

Rupe berani bersumpah bahwa Haymaker menahan

tawa. "Kalau kau tidak memberitahu aku?"

"Sumpah, Rupe. Dale tidak memberitahukan alamat terbarunya padaku. Kau siksa aku pun percuma

saja."

"Cari tahu di mana dia. Waktumu sampai jam

yang sama besok. Kalau gagal, kau akan jadi musuhku

selama sisa hidupmu. Dan, Haymaker, kau tidak

menginginkan itu."

"Uh, Rupe. Kurasa kau tidak perlu mencemaskan

Moody."

"Aku tidak cemas. Aku bisa membungkamnya untuk selamanya. Aku bisa membungkammu untuk

selamanya. Dan aku bahkan tidak harus mengotori

tanganku. Aku bahkan tak harus meninggalkan kantorku. Aku bisa?"

"Maksudku," kata Haymaker, menyelanya, "kurasa

membunuh Dale dan aku takkan menyelesaikan masalahmu. Karena, kau tahu, aku memandang ke luar

jendela depan rumahku saat kita bicara ini, dan coba

tebak siapa yang datang?"

315

Sementara Bellamy mandi dan berpakaian, Dent

menukar mobil, lalu membuat roti panggang dan telur orak-arik, yang dimakan Bellamy dengan lahap

ketika bergabung lagi dengannya di dapur. Dengan

pakaian lebih santai daripada yang pernah dilihat

Dent, ia memakai celana jins ketat dan kemeja putih.

Bellamy tampak cantik dan wangi.

Begitu mereka masuk ke jalan I-35, pulang ke

Austin naik mobil Bellamy, ia bertanya pada Dent ke

mana mereka pergi. "Haymaker. Ia partner Moody

selama penyelidikan."

"Aku samar-samar mengingatnya."

"Aku lebih sering bertemu mereka daripada kau

dan punya kesan mereka berteman di luar kantor.

Mungkin ia bisa memberitahu kita di mana Moody

berada." Kemudian ia membahas soal Jerry lagi. "Apa

Bab 16

316

pendapatmu tentang penggemar nomor wahidmu

yang berada di taman Georgetown kemarin lalu sepertinya mengikuti kita ke bandara?"

"Kuakui memang ia terkesan membuntuti. Kalau

bertemu dia lagi, aku akan memberitahunya bahwa

perbuatannya membuatku merasa tidak nyaman."

"Oh, ia pasti bakal ketakutan mendengarnya."

Bellamy memandangnya dengan sebal dan percakapan pun berakhir.

Donald Haymaker tinggal di salah satu daerah

lama Austin, yang belum diserbu anak-anak muda

yang mencari rumah untuk direnovasi dan dimodernisasi. Ketika mereka berjalan menuju teras kecil rumah

pria itu, Bellamy bertanya, "Menurutmu, bagaimana

kita akan disambut?"

Dent tidak sempat mengatakan dugaannya. Mantan

polisi itu membuka pintu bahkan sebelum mereka

membunyikan bel. Ia memandang mereka dengan

rasa penasaran yang sama dengan yang mereka rasakan terhadapnya.

Perut Donald sekarang membuncit, tampak lucu

karena kontras dengan kakinya yang kurus mulus dan

lututnya yang menonjol. Matanya kecil dan menyipit,

hidungnya mencuat dan runcing di ujung. Pakaikan

topi konyol, maka ia akan tampak seperti salah satu

peri Rice Krispies.

Ia sengaja memperhatikan luka dan lebam di wajah

Dent. "Masih suka cari masalah rupanya."

"Kurasa tak perlu ada acara perkenalan."

Haymaker mendengus. "Kau pasti akan kukenali

317

di mana pun. Dengan wajah babak-belur seperti itu

sekalipun." Kemudian ia mengalihkan tatapan kepada

Bellamy. "Kau? Aku takkan mengenali kalau tidak

melihatmu di TV."

"Boleh kami masuk?" ia bertanya sopan.

Haymaker hanya ragu sesaat, kemudian menepi.

Setelah ruang foyer kecil ada ruang duduk penuh barang yang berisi TV layar datar besar. Foto-foto keluarga berjajar di rak perapian. Seekor anjing kampung tidur di pojok sofa. Yang paling memakan

tempat di ruangan itu adalah kursi santai berlapis kulit buatan dengan noda minyak yang ukuran dan

bentuknya sesuai dengan kepala Haymaker.

Pria itu memberi mereka isyarat ke arah sofa dan

Bellamy duduk di sana, terjepit di antara Dent dan si

anjing, yang tidak disuruh turun dari tempatnya agar

mereka bisa duduk. Haymaker sendiri duduk di kursi

santai dan mengatur kemiringannya agar nyaman dengan sandaran kaki yang terangkat. Alas kaus kakinya

berwarna kelabu.

Ia nyengir jail. "Apa yang bisa kubantu?"

Dent langsung ke pokok permasalahan. "Hubungi

temanmu Dale Moody."

Si mantan polisi tertawa agak terlalu keras dan lepas sehingga terkesan dipaksakan. "Si gaek Dale,"

katanya, menggeleng-geleng dan tersenyum sayang.

"Apa kabarnya ya dia sekarang?"

"Yah, yang jelas ia dikeluarkan dari Kepolisian

Austin."

Haymaker langsung duduk tegak di kursi santainya

318

dan menuding penuh emosi dengan telunjuk. "Bohong besar. Dari mana kau mendengarnya? Dale keluar dari kantor itu atas kemauan sendiri. Ia tidak

dipecat. Ia bahkan tidak diskors."

"Jadi tidak ada yang tahu apa yang dilakukannya

padaku?"

Di sampingnya, Bellamy bergerak kaget, namun

tidak mengatakan apa-apa. Dent sudah memintanya

membiarkan pria itu menggoyang Haymaker. Ia tak

memberitahu Bellamy bagaimana akan melakukannya.

Lidah Haymaker terjulur untuk menjilat bibir.

"Oke, yeah, Dale memang polisi keras. Ia tidak pandai berbasa-basi. Kadang ia agak kebablasan, terutama

dengan berandalan-berandalan seperti kau yang mengira diri mereka lebih pintar daripada dia."

"Aku memang lebih pintar daripada dia. Aku tidak

takut pada gertakannya dan tidak mengaku, dan ia

tidak melaksanakan ancamannya. Kedua mataku masih berfungsi dengan baik."

Ia menoleh pada Bellamy. "Moody datang ke rumahku ketika ayahku sedang bekerja. Ia memaksaku

telentang di meja dapur dan menekankan obeng ke

kelopak mataku. Katanya, kalau aku tidak mengaku

mencekik Susan, ia akan menusuk bola mataku sehingga menghancurkan kesempatanku menerbangkan

pesawat untuk selamanya.

"Waktu itu aku sendirian. Aku tak punya pengacara.

Selama satu jam lebih, Moody mencoba memaksaku

mengaku dengan mengancam akan membutakan mata319

ku." Ia menoleh kembali pada Haymaker. "Dan bajingan ini memegangiku selama Moody melakukannya."

Haymaker memutar-mutar bahu. "Tidak ada kerusakan yang terjadi, bukan? Kau tetap baik-baik saja."

"Allen Strickland tidak."

Kata-kata Bellamy yang diucapkan dengan suara

pelan itu tampak jelas memengaruhi Haymaker. Ia

jadi makin resah, menyebabkan kulit buatan yang didudukinya berdecit-decit. "Kau tak bisa menyalahkan

Dale bahwa Strickland terbunuh di penjara. Bocah itu

kan disidangkan. Ia diputuskan bersalah oleh juri

yang terdiri atas masyarakat awam seperti dirinya?"

"Hanya berdasarkan bukti tidak langsung."

"Aku tidak tahu apa-apa soal itu," ia berkata cepatcepat. "Aku hanya hadir pada beberapa interogasi

yang dilakukan Dale terhadapnya, lalu aku ditugaskan

menangani kasus lain."

"Kau tidak membantu Moody dan Rupe Collier
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengatur kasus itu agar memberatkan Strickland?"

"Ya." Kemudian, sadar ia masuk perangkap,

Haymaker mulai mundur. "Maksudku, mereka tidak

mengatur apa pun. Mereka memiliki kasus cukup solid sehingga bisa diputuskan. Juri juga berpendapat

begitu."

"Apa pendapat Detektif Moody?"

Sebagai jawaban atas pertanyaan Dent, mata hitam

kecilnya berkedip gelisah. "Apa maksudmu?"

"Apakah murni kebetulan bahwa Moody meninggalkan kepolisian tidak lama setelah Allen Strickland

meninggal di Huntsville?"

320

Haymaker bergerak-gerak gelisah lagi. "Dale tidak

memberitahukan alasan pengunduran dirinya padaku.

Ia ia punya masalah dengan alkohol. Banyak polisi

yang begitu, kau tahu," katanya defensif.

"Kenapa ia suka mabuk?"

"Masalah rumah tangga. Ia menikah dengan nenek

sihir. Istriku memang bukan yang paling hebat, tapi

istri Dale?"

"Kami ke sini bukan untuk membicarakan masalah

pernikahannya atau kebiasaan minum-minumnya."

Dent memajukan tubuh, menumpukan lengan di

paha ketika ia bergerak mendekati mantan detektif

tersebut dan memelankan suara seolah akan memberitahukan rahasia. "Bellamy dan aku berpendapat

bahwa mungkin alasan Dale Moody mengundurkan

diri sebagai polisi, dan kemudian seolah hilang ditelan

bumi, adalah karena ia tidak sanggup menanggung

rasa bersalah."

Haymaker tidak mau menatap mereka berdua.

"Aku bukan pendeta atau psikolognya."

"Tapi, kau kan teman baiknya. Satu-satunya." Dent

memberi Haymaker waktu beberapa lama untuk

bertanya-tanya bagaimana Dent bisa mengetahui fakta

itu, lalu ia memberitahu laki-laki tua tersebut. "Setelah insiden dengan obeng, aku mengincar Moody,

jadi aku mulai membuntutinya. Kaulah satu-satunya

orang yang bergaul dengannya setelah jam kantor.

Cuma kau teman minumnya. Kuikuti kalian berdua

selama berminggu-minggu, malam demi malam, dari

bar ke bar.

321

"Kemudian Gall, yang tak pernah bisa kubohongi,

bertanya apa yang ingin kulakukan. Ketika kuberitahu, ia menyebutku otak udang dan mengatakan bahwa kalau aku ingin menyerang polisi dan menghancurkan hidupku, silakan saja, tapi ia tak mau ambil

bagian. Ia mengusirku dan melarangku kembali."

Ia membentangkan tangan. "Cintaku pada terbang

lebih besar daripada kebencianku pada Moody. Kulupakan rencana balas dendamku, dan satu-satunya hal

yang kudapat dari pengintaian amatirku adalah

pengetahuan bahwa Detektif Moody cuma punya satu

teman."

Ia memiringkan kepala ke arah Haymaker. "Kalau

ada yang tahu di mana ia berada, kaulah orangnya."

Pria tua itu menggosok-gosokkan telapan tangan di

kaki celana pendek longgar motif kotak-kotak yang

dipakainya. "Apa yang kauinginkan darinya?" Memandang Bellamy, ia berkata, "Kau sudah menghina dia

dalam bukumu. Kau mau melukainya lebih dalam?"

"Aku ingin mewawancarainya untuk bukuku tapi

tak bisa menemukannya," ia berkata. "Aku menulis

seakurat mungkin, berdasarkan pengamatan gadis praremaja. Aku tak berniat menjelek-jelekkan Detektif

Moody. Untuk apa? Ia menangkap dan membantu

menghukum orang yang membunuh kakakku."

"Benar sekali," ujar Haymaker, sambil memukul

lengan kursinya yang berlapis busa. "Selesai."

"Tidak, belum selesai," bantah Bellamy. "Tidak kalau kaupikir aku ?menghinanya?. Apakah ia juga beranggapan begitu?"

322

"Aku tidak tahu apa anggapannya."

"Kau bohong," kata Dent.

Bellamy menyentuh lutut Dent untuk memperingatkannya. Dengan suara yang lebih lembut, tidak

terlalu mendesak, ia bertanya, "Apakah Moody juga

memandangnya seperti itu, Mr. Haymaker? Kalau ya,

bukankah ia akan menyambut kesempatan untuk meluruskan aku?"

"He-eh. Tidak mungkin. Ia takkan mau bicara denganmu." Haymaker menggeleng tegas.

"Dari mana kau tahu?"

"Sebab ia tidak mau membicarakannya denganku,

padahal aku teman baiknya temannya satu-satunya.

Seperti yang dikatakan si sok tahu ini." Ia melirik

masam pada Dent. Dent tidak menanggapi. Bellamy

berhasil melakukan apa yang tidak bisa dilakukannya,

jadi ia menyerahkan kontrol pada wanita itu.

Bellamy bertanya pada Haymaker, "Pernahkah kau

berusaha membujuknya untuk membicarakan masalah

tersebut?"

"Selama delapan belas tahun yang panjang. Aku

tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, yang

kutahu, Dale jadi berbeda setelah bocah itu terbunuh

di penjara. Sesudah kejadian tersebut, ia mabuk selama sebulan, lalu tahu-tahu memberitahuku bahwa ia

akan keluar dari Kepolisian, meninggalkan keluarganya, meninggalkan Austin, selesai."

"Tapi kalian masih berkomunikasi?"

Ia mengubah posisi duduk, menggaruk kepala, dan

tampak mempertimbangkan seberapa banyak yang

323

akan diberitahukannya. Waktu memandang Dent,

ekspresinya penuh kebencian, tapi ia membalas tatapan tenang Bellamy.

Setelah mengembuskan napas panjang, ia bergumam, "Kami bicara di telepon. Sesekali. Tidak teratur.

Biasanya ia tidak menjawab atau tidak balas meneleponku kalau kutinggalkan pesan. Aku mengkhawatirkan orang itu. Ia tidak sehat. Napasnya berbunyi keras sekali."

"Sangat menyedihkan," komentar Dent tanpa emosi. "Di mana ia tinggal?"

"Aku tak tahu."

Dent memandang ke sekeliling ruangan. "Punya

obeng yang bisa kupinjam?"

"Sudah kubilang, aku tidak tahu ia tinggal di

mana!" teriak Haymaker. "Demi Tuhan, aku tidak

tahu. Kau boleh mencongkel mataku, aku tetap tidak

bisa memberitahumu." Ia lalu mengangkat dagu dengan gaya membangkang. "Kalaupun aku bisa, kalaupun ia tinggal persis di sebelahku, aku takkan memberitahu kalian berdua, karena Dale tidak bakal mau

bicara dengan kalian. Kalian cuma buang-buang waktu datang kemari."

Dent dan Bellamy bertukar pandang, masing-masing mengakui bahwa mereka percaya pada orang itu

tapi tidak tahu harus berbuat apa lagi setelah ini.

Kemudian, bergerak tiba-tiba, Dent mengulurkan

tangan melintasi ruang di antara dirinya dan meja

kecil di siku tuan rumah mereka lalu mengambil ponsel yang ada di situ.

324

Kursi santai Haymaker langsung tersentak tegak.

"Hei!" ia mencoba merampas telepon itu dari tangan

Dent.

Dent memegangnya tepat di luar jangkauan pria

itu. "Nomor telepon Moody ada di sini, kan? Telepon

dia. Bilang kami ingin bicara dengannya. Bilang menurutmu itu ide yang bagus. Ia akan diberi kesempatan untuk memvalidasi hasil penyelidikannya."

"Ia tidak harus memvalidasi apa pun."

"Kalau begitu, itu yang bisa ia jelaskan pada kami."

Berbicara karena dorongan naluri, Dent menambahkan, "Minimal, ia dapat menjelaskan bagaimana ia

dan Rupe Collier mengatur kasus agar memberatkan

Allen Strickland."

Tatapan mata kecil Haymaker berpindah-pindah di

antara mereka. "Kau tidak punya bukti apa pun terhadap mereka."

"Jadi memang ada pengaturan?" tanya Bellamy.

"Bukan itu yang kukatakan," semburnya. "Jangan

sembarangan menafsirkan omonganku, missy."

"Kami tidak terlalu tertarik pada apa yang bisa kaukatakan, Haymaker. Kami ingin bicara dengan

Moody." Dent menyeringai jahat. "Kalau ia membengkokkan hukum, kami akan memberinya kesempatan

untuk membersihkan jiwa. Ketika meninggal, ia bakal

masuk surga, bukan neraka. Semua senang."

"Teleponlah dia, Mr. Haymaker," Bellamy mendesak dengan lembut.

Haymaker berdebat dalam hati beberapa lama, lalu

325

mengangkat tangan tanda menyerah. "Oke. Baik.

Akan kupikirkan."

Dent berkata, "Kau punya waktu lima detik."

"Dengar, kembalilah besok?"

Dent menirukan suara bel dalam acara kuis yang

menandakan jawaban yang salah. "Tidak bisa menunggu sampai besok."

"Mengapa?" Haymaker memandang Bellamy. "Kenapa kalian terburu-buru?"

"Aku punya alasan untuk perlu bertemu dia sesegera mungkin. Telepon dia."

Si mantan polisi terus bergerak-gerak gelisah, terus

menimbang-nimbang.

"Waktu habis." Dent menggeserkan ibu jari di dasar layar ponsel, menyalakannya. "Kalau kau telepon

dia, berarti kau teman yang peduli sehingga menawarkan saran. Kalau aku yang menelepon dia, kau sahabat yang mengkhianatinya. Silakan pilih."

Waktu Steven melihat nama itu di caller ID telepon,

ia memberi tanda pada William untuk menggantikannya di meja hostess dan cepat-cepat pergi ke kantor

yang relatif tenang di belakang dapur Maxey?s yang

sibuk. Teleponnya sudah berhenti bergetar ketika ia

mengurung diri di sana, jadi sekarang ia yang menelepon. Olivia mengangkat setelah dering pertama.

"Maaf aku tadi tidak langsung menjawab, Ibu. Apakah tentang Howard?"

"Kondisinya bagai telur di ujung tanduk."

326

Steven tahu dari suara Olivia yang serak bahwa

ibunya itu habis menangis.

"Aku juga," Olivia menambahkan dengan gemetar.

"Tanduk yang sangat runcing. Kadang pikirannya jernih, lalu ia tenggelam dalam kondisi setengah sadar

yang membuatku ngeri. Aku takut ia tidak akan sadar

lagi. Ia tampak begitu tua dan lemah, aku sampai

hampir tak percaya ia Howard-ku."

"Ya Tuhan. Aku tahu betapa semua ini pasti terasa

berat bagi Ibu." Kalau William hampir meninggal seperti itu, Steven pasti akan merasa dunianya runtuh

dan ia tak berdaya menghentikannya. "Aku sedih Ibu

hanya sendirian di sana menghadapi semua ini."

"Bellamy datang semalam." Ketika Steven tidak

berkata apa-apa, Olivia menambahkan dengan lembut,

"Aku tahu ia menemuimu, Steven. Ia memberitahu

aku. Aku terkejut ia mau pergi jauh begitu, mengingat kondisi Howard. Howard mendesak untuk bicara dengannya tadi malam."

"Aku yakin Howard takut kalau-kalau setiap pertemuannya dengan Bellamy merupakan pertemuan terakhir mereka."

"Persis. Karena itulah aku bertanya-tanya mengapa

ia menyuruh Bellamy pergi."

"O ya?"

"Bellamy belum satu jam di sini. Ia menemui

Howard selama sepuluh, mungkin lima belas menit,

lalu ia dan Dent pergi."

"Dent masih bersamanya?"

"Ia yang menerbangkan Bellamy."

327

"Sepertinya mereka akrab sekali."

"Membuat kita kecewa. Tak bisa kubayangkan apa

yang ada di benak Bellamy."

"Bellamy mungkin menganggap Dent cowok perkasa. Seperti Susan."

Olivia tidak berkata apa-apa untuk menanggapi
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

komentar itu, mungkin karena ia gusar dengan pikiran tersebut dan tidak sanggup memikirkan implikasinya.

"Mereka terbang kembali ke Austin malam-malam,"

ia melanjutkan. "Aku tidak tahu kenapa Bellamy terburu-buru begitu, mengapa ia tidak tinggal di sini

sampai pagi, setidaknya."

"Apakah Ibu bertanya padanya?"

"Ia memberitahuku bahwa Howard menyuruhnya

pulang untuk melakukan sesuatu baginya, tapi waktu

kudesak, ia mengelak. Ketika kutanya Howard,

Howard bilang itu bukan masalah penting."

"Yah, kalau begitu?"

"Tapi, aku menduga mereka merahasiakan sesuatu

dariku, dan aku takut." Ia mulai menangis.

"Ibu, jangan begitu. Ibu berprasangka yang tidaktidak. Ibu kelelahan dan terlalu banyak pikiran, dan

dalam situasi seperti sekarang, siapa yang tidak begitu?"

"Tidak ada yang mau terus terang membicarakan

masalahnya."

"Masalah apa?"

"Aku tak tahu!" ia berteriak keras. "Itu dia masalahnya. Aku merasa cuma aku yang tidak dilibatkan.

328

Aku tidak suka hubunganmu dengan Bellamy merenggang. Aku senang kalian bertemu. Tapi, apa yang begitu mendesak sehingga ia meninggalkan ayahnya

yang sekarat dan pergi menjumpaimu sekarang? Apa

yang kalian bicarakan?"

"Kami bercerita mengenai kehidupan masing-masing. Ia berkenalan dengan William. Aku memberitahunya tentang restoran-restoranku, menyelamatinya

karena kesuksesan bukunya. Begitulah."

"Kenapa kau bohong padaku, Steven? Bellamy

memberitahuku sendiri bahwa ia menemuimu untuk

berbicara?sebagai orang dewasa?tentang Memorial

Day itu."

Steven menunduk dan memejamkan mata, ia mencubit pangkal hidung sampai terasa sakit. "Baiklah,

ya. Bellamy ingin mendengar perspektifku tentang

berbagai kejadian karena jelas ada hal-hal yang tidak

diketahuinya."

"Aku tidak mengerti kenapa ia begitu berminat

pada peristiwa itu. Betul-betul tidak mengerti. Semua

kan sudah selesai."

"Bagi dia, tidak. Peristiwa tersebut terjadi pada

masa sekarang."

"Apakah menurutmu itu sehat? Bagi kita?"

"Tidak."

"Jadi apa yang kaukatakan padanya? Apakah kau

memberitahu dia?"

"Bahwa aku jadi gigolo Susan hari itu?"

"Keterlaluan sekali omonganmu! Tentang kakak tiri

dan dirimu sendiri."

329

"Bagaimana Ibu akan mengatakannya?"

"Tidak akan sekasar itu."

"Yah, aku tidak memberitahukannya pada

Bellamy."

"Memang tidak ada alasan bagimu untuk memberitahunya. Anak laki-laki dan anak perempuan sejak

dulu menggunakan perantara. Susan ingin berdansa

dengan Allen Strickland, dan ia minta kau menyampaikan pesan itu pada pemuda tersebut. Konsekuensinya memang tragis, namun, waktu itu, itu tindakan polos, yang akan dilakukan gadis remaja mana

pun."

Namun, Susan bukanlah gadis mana pun dan jelas

tidak polos.

Steven tidak pernah memberitahu ibunya atau

Howard tentang rahasia mengerikan itu, apa yang terjadi di kamarnya hampir setiap malam, namun ia

mengakui pada mereka apa yang terjadi dalam acara

barbekyu tersebut.

"Kalau memang tindakan itu tidak berbahaya, Ibu,

mengapa Ibu dan Howard ingin aku merahasiakannya

dari polisi?"

"Kami cuma berpendapat kalau Allen Strickland

tidak mengungkapkannya ketika mereka menanyainya,

kau tak perlu sukarela memberitahukannya. Tidak

relevan."

"Detektif Moody mungkin akan tidak setuju."

Pria itu pasti ingin tahu betapa manipulatifnya

Susan dan bahwa gadis itulah yang memulai hubungan dengan Strickland.

330

"Di sana, memakai kemeja biru, berdiri di sebelah si

tolol berkumis panjang itu. Kurasa mereka bersaudara.

Pastikan kau memberitahu orang yang benar. Jangan

sampai si idiot yang datang ke sini."

"Aku tidak mau memberitahu mereka apa pun."

"Steven"

"Kalau kau memang begitu kepingin berdansa dengannya, bilang saja sendiri dan jangan ganggu aku.

Fuck!"

"Steven bilang fu-ck. Steven bilang fu-ck."

Ejekan Susan yang diucapkannya dengan berirama

itu membuat Steven marah. Namun, Susan tahu itu,

dan memanfaatkannya.

"Tentu saja kau cuma mengucapkan kata itu, tidak

melakukannya. Karena kau takut." Ia mencondongkan

tubuh dekat-dekat dan merapatkan bibir ke telinga

Steven, lalu berbisik, "Tapi, aku tahu kau ingin. Aku

tahu kau mau melakukannya denganku. Aku tahu kau

mau melakukannya sekarang juga."

Ketika Steven berusaha menjauh, Susan menghalangi

jalannya. "Kauberitahu pemuda itu bahwa aku ingin

berdansa dengannya, kalau tidak aku akan bilang pada


Wiro Sableng 122 Roh Dalam Keraton Roro Centil 18 Penunggang Kuda Setan Pencuri Petir Lightning Thief Percy
^