From Paris To Eternity 3
From Paris To Eternity Karya Clio Freya Bagian 3
Fay terpaku menatap Reno, tidak bisa bahkan sekadar me?
rangkai kata-kata dalam pikirannya.
"Aku akan menjadi mentor kamu selama tiga hari ke depan,"
ucap Reno lagi.
Fay menatap Reno dengan nanar. Pemuda yang selama satu
tahun terakhir sudah menjadi kakak dalam hatinya, juga penyela?
mat, pahlawan bagi hidupnya. Bagaimana mungkin pemuda yang
sama memperkenalkan diri sebagai seorang "mentor" seolah tidak
ada yang salah dengan identitas itu? Bukankah peran itu sama de?
ngan peran yang tahun lalu dijalani Kent? Apakah Reno bagian
dari mereka? Bagaimana dengan semua kejadian tahun lalu yang
melibatkan Reno? Apakah semua itu hanya kebohongan besar?
Perlahan-lahan satu bentuk perasaan yang tidak dikenali me?
rasuk ke relung kalbu Fay yang terdalam. Perasaan dikhianati
From Paris-2.indd 125
yang begitu menghunjam itu langsung membuat rasa sesak yang
tidak tertahankan dan Fay merasa matanya sangat panas ketika
butir-butir air mata mulai merembes dari sudut-sudut matanya.
Fay melihat bibir Reno terbuka, mengeluarkan suara yang
membantunya menapak kembali ke dunia.
"Philippe tadi memintaku memberikan hukuman padamu ka?
rena waktu tempuh yang begitu lama," ucap Reno datar, kemu?
dian melanjutkan, "sekarang, jongkok dengan tangan di belakang
kepala, dan berjalanlah dengan posisi jongkok sepanjang jalan
berkerikil di depan rumah hingga ke ujung dan balik kembali."
Apa??
Fay menatap Reno dengan kobaran benci yang pasti sangat
jelas terlihat. Dengan keras kepala Fay tetap berdiri mematung.
Kalau Reno ingin ia melakukan hal serendah itu, Fay tidak akan
membuatnya sebegitu mudah!
"Ayo, Fay, mulai!" perintah Reno agak keras.
"TIDAK MAU!"
"C?mon, Fay, don?t do this to me. Aku memang berutang pen?
jelasan kepada kamu, tapi bisa kita bicarakan nanti. Sekarang
lakukan saja yang diperintahkan oleh Philippe. Aku tidak mau
harus memaksa kamu melakukannya."
"Ya sudah, paksa saja, kenapa ragu?? Aku toh tidak kenal
kamu!" sahut Fay lebih ketus sambil mendongak dan melotot
kepada Reno.
"Fay, please," ucap Reno mendesak. "Aku minta maaf atas apa
yang terjadi tahun lalu, tapi saat itu aku tidak punya pilihan ka?
rena memang diberi tugas untuk mendekati kamu...."
Ucapan Reno tidak bisa diselesaikan karena Fay memotong sam?
bil maju selangkah, "Saat itu kamu mungkin tidak punya pilihan,
tapi selama satu tahun terakhir ini kamu terus menipuku...." Ka?
limat Fay tidak bisa dilanjutkan. Air matanya sudah tumpah tanpa
ragu dan ia menutup mukanya dengan kedua tangan.
"Fay, ayolah, jangan menangis sekarang. Kita bicarakan saja
From Paris-2.indd 126
nanti. Lakukan perintah tadi." Suara Reno sudah terdengar lebih
seperti memohon dengan putus asa daripada memberi perintah.
"Ada apa?" suara Philippe yang ternyata sudah ada di belakang
mereka memutus perdebatan.
Fay langsung menghapus air matanya secara serabutan.
Philippe kembali bertanya, kali ini ditujukan ke Reno, "Apa
yang terjadi? Beri saya penjelasan yang masuk akal sekarang juga
atau nasib kamu akan berakhir sama dengan Fay malam ini!"
Reno baru saja membuka mulut untuk menjawab, tapi Fay
langsung menyambar dengan sengit, "Saya tidak mau latihan de?
ngan dia!"
Fay masih sempat melihat mata Philippe yang berkilat sebelum
pada detik berikutnya ia merasa kakinya terbang ke udara. Fay
terjengkang ke belakang dan mendarat dengan punggung meng?
hantam tanah disertai bunyi "buk" keras. Fay berteriak kesakitan
sambil menyumpah-nyumpah dalam hati?tulang-tulangnya di
punggung serasa berserakan! Mintapun!
Philippe berjalan mengitari Fay, kemudian membentaknya,
"ITU bukan pilihan yang ada di tanganmu. Bangun!"
Sambil mengerang dan mengernyit menahan sakit Fay berusaha
bangun?terasa seperti ada yang bergemeretakan di tubuhnya. Ia
memaksakan diri berdiri tegak, dengan dada yang rasanya sudah
pecah berantakan.
"Saya ingatkan sekali lagi, saya tidak punya toleransi terhadap
sikap membangkang seperti yang kamu tunjukkan tadi! Reno
akan mengawasi latihan di Jalur Tiga hingga jam makan malam,
dan kamu akan melakukan perintahnya?apa pun itu?tanpa
syarat!" ucap Philippe menusuk, lalu berbalik ke arah rumah.
Reno dan Kent juga langsung berbalik, mengarah ke belakang
rumah, berjalan di depan Fay sambil bercakap-cakap dengan suara
pelan.
Fay lagi-lagi merasa sangat dikhianati dengan kenyataan yang
baru ia sadari. Bukan hanya Reno yang telah menipunya, tapi
From Paris-2.indd 127
juga Kent! Momen perkenalan Reno dan Kent saat mereka ber?
dua bertemu di tempat kursus langsung terbayang kembali. Mus?
tahil mereka baru kenal saat itu! Fay mendadak merasa perutnya
mual penuh rasa muak atas semua kepalsuan yang terjadi. Ia
menghapus sisa-sisa air mata yang masih terlihat di wajahnya dan
dalam hati bertekad menghapus semua jejak kenangan dua pe?
muda di depannya ini dari dalam hatinya dan tidak akan ber?
bicara dengan mereka berdua seumur hidupnya!
Sampai di Jalur Tiga, Fay sengaja menjaga jarak di belakang
Reno dan Kent, tidak sudi berdekatan dengan dua orang brengsek
yang semua sikapnya diselubungi kepalsuan. Sejurus kemudian,
Fay dikagetkan gerakan Reno dan Kent yang mendadak berbalik
dan bergerak mendekatinya dengan tatapan marah. Refleks Fay
mundur satu langkah, sambil bergantian memandang Reno dan
Kent yang dari bahasa tubuh mereka seakan siap menyerangnya
kapan saja.
"FAY, bodoh sekali tindakanmu tadi! Lain kali coba pikir pan?
jang dulu sebelum bertindak!" kata Kent keras. Matanya menyo?
rotkan kekesalan yang sudah tidak bisa ditahan.
Fay merasa dadanya bagai dihantam kembali. Ia baru saja akan
membuka mulutnya untuk membalas perkataan Kent, tapi sudah
terdengar suara Reno yang menghardik lebih keras.
"JANGAN pernah melakukan hal bodoh seperti itu! Kamu
seharusnya sudah tahu Philippe seperti apa, dan apa pun yang
aku katakan atau berikan, pasti akan lebih baik daripada apa yang
kamu peroleh dari Philippe. Jadi, turuti saja apa yang kubilang
tanpa bertanya dulu! Kalau kamu butuh penjelasan, bisa kamu
tanyakan setelahnya!"
Fay terbelalak memandang Reno dan langsung menyemburkan
unek-uneknya. "Kamu masih berharap aku bisa percaya apa pun
yang keluar dari mulutmu?? KAMU GILA!"
Fay melihat muka dan telinga Reno merah padam, tapi ia
tidak peduli dan tetap memelototi Reno. Enak aja!
From Paris-2.indd 128
Kent menggeleng, "Kamu betul-betul keras kepala!"
"Terserah!" ucap Fay ketus.
Kent berkata kepada Reno, "Mulai saja sekarang."
Reno mengangguk sambil mengembuskan napas seperti ber?
usaha membuang emosinya, lalu berkata kepada Kent, "Kamu
tahu prosedurnya. Lakukan semua rintangan sebanyak tiga pu?
taran. Aku akan mencatat waktu tempuh untuk setiap putaran."
Kent mengangguk dan langsung bergerak.
Fay melihat Reno menatapnya sebelum berkata singkat, "Ikuti
Kent!"
Fay memutuskan untuk menunjukkan kepada Reno bahwa ia
mengikuti perintah pemuda itu dengan setengah hati hanya ka?
rena tidak ada pilihan lain. Dengan perlahan ia berlari, merayap
di jalur Kent yang lebih lebar, jongkok, memanjat, menuruni tali,
hingga ketika ia selesai dengan putaran pertama, Kent sudah men?
dahuluinya lagi untuk putaran terakhirnya. Dengan perasaan puas
Fay melihat Reno yang tampak kesal di sisi lapangan, tapi sampai
detik ini masih belum mengambil tindakan apa-apa. Apakah
Reno akan mengadukannya kepada Philippe? Terserah! Itu urusan
belakangan, yang jelas sekarang ia lebih puas!
"Awww...!" teriak Fay saat kakinya tersangkut sesuatu di tanah.
Fay bisa merasakan frame demi frame ketika ia melayang dan ta?
nah menjadi semakin dekat dengan wajahnya. Oh, no! D?j? vu!
Namun ternyata hasilnya tidak persis seperti yang terjadi se?
belumnya, karena kali ini Fay berhasil menggunakan tangan kiri?
nya untuk menopang tubuh, dengan hasil yang lebih parah dari?
pada yang ia bayangkan. Tangannya seperti dihunjam beribu
pisau di bagian dalam!
Fay menjerit sambil berguling di tanah, mendekap tangan kiri?
nya. Terlihat bengkak berwarna kebiruan menyembul di sepanjang
bagian dalam tangannya, tepat di bagian yang sama dengan luka
kecilnya yang masih diplester.
Reno dan Kent langsung berhamburan ke arah Fay. Reno yang
From Paris-2.indd 129
tiba lebih dahulu langsung berjongkok di sisi Fay. "Kenapa, Fay?"
Tanpa menunggu jawaban, Reno langsung mengambil tangan Fay,
yang langsung direspons dengan teriakan kesakitan oleh Fay.
Kent tiba di sisi Reno dan membungkuk untuk melihat tangan
Fay. Wajahnya langsung tampak cemas. "Doesn?t look good...."
Reno menelusuri bengkak di tangan Fay dengan sedikit te?
kanan menggunakan dua jari dan Fay langsung berteriak sambil
berusaha menarik tangannya.
"Sshh, diam dulu," ucap Reno menggagalkan usaha Fay.
Reno tampak berkonsentrasi penuh dan Fay berusaha menahan
rasa sakit yang menghunjam senti demi senti bengkaknya seiring
dengan telusuran jari Reno. Sejurus kemudian, sejumput lega ter?
lihat di wajah Reno. "Aku rasa tidak ada yang patah. Yang pasti
ada urat yang terpilin." Reno berdiri, membantu Fay berdiri, sam?
bil berkata, "Kita kembali saja sekarang. Paman bisa memperbaiki?
nya dengan mudah."
Kent berkata seperti menggumam, "Kemarin Philippe sudah
mengobati kaki Fay dengan cedera yang sama."
Reno menoleh kepada Fay. "Ceroboh sekali! Bagaimana mung?
kin hal seperti ini terjadi setiap hari kepadamu! Memangnya ini
akan kamu jadikan hobi baru ya?!"
Sialan! Fay membuang muka, menolak berurusan dengan se?
orang pengkhianat yang sudah menghancurkan kepercayaannya.
"Reno...," kata Kent dengan nada seperti menegur, tapi tidak
meneruskan kalimatnya. Ia hanya menatap Reno tanpa menjelas?
kan lebih lanjut.
Fay melihat ekspresi Reno yang sejenak terperangah, seperti
tersadar akan sesuatu, lalu terpaku menatap Kent.
"Apa sih maksudnya?" tanya Fay kesal. Ia sedang kesakitan se?
perti ini dan alih-alih membawanya segera ke rumah untuk di?
obati, dua pemuda di depannya ini malah tatap-tatapan dengan
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bego seperti ini!
"Aku telepon Paman sekarang," cetus Reno mengabaikan Fay,
From Paris-2.indd 130
mengeluarkan telepon genggamnya dari saku dan menjauh untuk
menelepon.
Fay ingin sekali menyikut Kent sambil bertanya ada apa, tapi
ia masih kesal dengan perkataan keras Kent yang menyalahkan?
nya.
Reno kembali. "Dia sudah dalam perjalanan ke sini."
"Apa-apaan sih?" tanya Fay kesal.
"SUDAH, jangan banyak bicara!" hardik Reno.
Fay melotot ke arah Reno, sesaat lupa dengan sakit di tangan?
nya. Ia tidak sempat mengeluarkan ucapan apa pun karena saat
itu Kent berbicara kepada Reno.
"Kita kembali saja sekarang, Philippe tidak perlu tahu apa yang
terjadi."
Reno mengangguk kemudian menoleh ke arah Fay. "Luruskan
tangan kamu dan berjalan seolah tidak ada apa-apa. Ingat, Fay,
apa pun yang terjadi, jangan sampai Philippe tahu kamu ce?
dera."
Fay mengentakkan kaki dengan kesal tapi tidak sempat tercetus
dengan tatapan Reno dan Kent yang begitu tajam. Apa-apaan
mereka? Philippe bisa mengobati tangannya dengan cepat seperti
dia mengobati kakinya kemarin pagi?satu jam hanya lebih se?
dikit?dan kedua cowok gila di depannya ini melarangnya ber?
bicara kepada Philippe. Apa mereka ingin membuat dirinya lebih
sengsara? Sambil berusaha meredamarah, Fay berjalan meng?
ikuti Reno dan Kent yang berjalan kembali ke arah rumah.
Begitu melihat Philippe menunggu mereka di depan rumah,
Reno yang berjalan di depan menoleh dan mengingatkan kembali,
"Ingat, Fay, jangan mengatakan apa pun!"
Fay hanya cemberut sambil mengomel-omel dalam hati.
"Latihan berjalan lancar?" tanya Philippe menyambut mereka
bertiga.
Reno mengangguk. "Sesuai rencana."
Fay melengos pelan. Apanya yang sesuai rencana!
From Paris-2.indd 131
Pandangan Philippe kini beralih ke arah Fay dan Fay dengan
serbasalah berusaha menatap lurus ke depan, mengabaikan tatapan
Philippe.
"Saya akan menghukum kamu atas waktu tempuh yang begitu
lama. Merayaplah di jalan depan rumah ini hingga ke ujung, dan
kembali ke sini. Lakukan sekarang!"
Fay menatap tanpa berkedip jalan berkerikil tajam yang me?
manjang di depan rumah. Dengan tangan berfungsi dengan se?
mestinya saja, hukuman ini dijamin bisa membuatnya bercucuran
air mata karena luka-luka yang pasti akan memenuhi sikunya,
terlebih latihan merayap yang ia lakoni sejak kemarin juga sudah
meninggalkan lecet di sikunya. Apalagi sekarang....
Perlahan-lahan Fay menjatuhkan lututnya ke jalan berbatu dan
serta-merta mengaduh ketika ujung-ujung kerikil yang runcing
bagai melesak ke dalam kulitnya. Ia mencoba meletakkan telapak
tangan kanannya, berharap bisa menopang tubuhnya yang mulai
dicondongkan ke depan, untungnya berhasil. Namun begitu ia
berusaha meletakkan telapak tangan kirinya, ototnya serasa ter?
cabut dan Fay berteriak kesakitan sambil mendekap tangan kiri?
nya.
"Ada apa?" tanya Philippe.
"Tangan saya terkilir," rintih Fay.
"Oh, kamu harusnya bicara sejak awal. Tentu saja saya tidak
akan meminta kamu melakukan hukuman ini dengan tangan
yang cedera."
Fay berdiri dan mengembuskan napas lega dengan reaksi di
luar dugaan itu. Untung ia tidak mengikuti ucapan dua cowok
sialan ini. Bisa-bisa sebentar lagi ia akan berakhir dengan cedera
dan luka yang lebih parah lagi!
"Saya akan memeriksa kamu di ruang tengah. Tunggu saya di
sana," ucap Philippe lagi.
Fay melangkah ke ruang tengah diikuti Reno dan Kent. De?
ngan perasaan menang Fay duduk di sofa sambil melirik Reno
From Paris-2.indd 132
dan Kent yang tetap berdiri dengan wajah kaku. Huh, dikira me?
reka itu siapa, bisa menyuruh-nyuruh seenak udel!
Sesaat kemudian Philippe masuk ke ruang tengah dengan tas
hitam di tangannya. Tidak seperti biasa, raut wajahnya yang biasa?
nya kaku kini terlihat santai. Philippe duduk di meja di hadapan
Fay dan memeriksa tangan Fay sebentar, melakukan persis seperti
yang sebelumnya dilakukan Reno, kemudian berkomentar, "Urat
kamu ada yang berpindah tempat, sama sekali bukan masalah
besar."
Sudut bibir Philippe terangkat sedikit membentuk senyum
samar-samar, kemudian dia berkata kepada Kent dan Reno, "Pe?
gangi dia."
Reno berjalan mendekati Fay, kemudian ketika tiba di dekat
sofa mendadak terjatuh ke arah depan seperti tersandung sesuatu.
Tubuhnya yang kekar menimpa tas hitam yang ada di atas meja,
membuat tas itu jatuh dan isinya berhamburan ke lantai. Terlihat
perban, alkohol, gunting kecil, dan benda-benda lain tersebar di
lantai. Reno buru-buru berdiri, tampak serbasalah ketika Philippe
berteriak kesal sambil mengangkat kedua tangan ke atas, "Un?
believable!"
"Maaf...," ucap Reno singkat sambil berusaha mengumpulkan
barang-barang yang bertebaran di lantai, dihujani tatapan marah
Philippe.
Fay tertawa dalam hati. Syukurin! Makanya jangan rese. Tau
rasa deh, malah dia sendiri yang jatuh!
Philippe menggeleng dan bangkit dari tempatnya untuk ber?
geser dan memberi ruang bagi Reno.
Dengan canggung Reno bangkit dari lantai sambil memegang
semua barang yang tadi berjatuhan di kedua tangannya, dengan
wajah panik persis seperti film kartun.
Seperti tokoh di film kartun!
Fay terkesiap. Saat itu juga kesadaran menghinggapi benaknya.
Philippe bukan ingin menyuntiknya! Philippe ingin mengobatinya
From Paris-2.indd 133
tanpa bius, itu sebabnya dia memerintahkan Reno dan Kent un?
tuk memeganginya dan Reno mencoba mengulur waktu!
Fay merasa sekujur tubuhnya dingin. Ya Tuhan, tanpa dibius!
Entah seperti apa sakitnya! Perkataan Kent kemarin pagi tentang
Philippe langsung terngiang-ngiang kembali di telinga dan dengan
wajah pucat pasi Fay melihat Reno kembali merunduk seperti
berusaha keras untuk menggapai sesuatu yang seolah-olah masuk
jauh ke kolong sofa.
"CUKUP! Biarkan saja dulu! Sekarang lakukan yang saya su?
ruh!" ucap Philippe tidak sabar.
Reno berdiri dan Fay tahu wajahnya sendiri sudah pias begitu
melihat raut wajah Reno yang putus asa karena sudah kehabisan
cara untuk mengulur waktu.
Tangan Reno terjulur ke arah Fay untuk memegang lengan
Fay, kemudian perlahan Reno menarik Fay maju sambil menekan?
nya ke arah lantai, memberi sinyal supaya Fay berlutut meng?
hadap ke meja.
Fay tidak punya kekuatan untuk melawan?wajah Reno yang
menyiratkan ketakberdayaan bagaikan virus menular yang lang?
sung membuat ia kehilangan harapan. Reno meraih tangan kiri
Fay yang cedera dan berikutnya Fay berteriak kesakitan ketika
Reno meluruskan tangannya itu di atas meja dengan satu gerakan
cepat tanpa peringatan. Dasar gila! Fay melirik Reno dengan kesal
tapi Reno sama sekali tidak melihat ke arahnya.
Tangan Fay kini terentang di meja, ditahan dua tangan kokoh
milik Reno, satu di lengan bagian atas dan yang lain di per?
gelangan tangannya.
Fay lagi-lagi tersentak ketika tangan kanannya diraih dan di?
piting ke belakang oleh Kent. Tidak menyakitkan, tapi cukup
kuat untuk membuatnya terkunci tanpa daya.
Philippe bergerak dan berdiri di hadapan Fay, di sisi meja yang
berseberangan, kemudian merogoh tas dan mengeluarkan alat lo?
gam seperti pencapit yang ujungnya berbentuk lingkaran pipih.
From Paris-2.indd 134
Philippe mencabut plester yang menutupi luka kecil Fay, lalu me?
nempelkan penjepit logam di dekat siku tempat bengkak tangan
Fay bermula, kemudian menekan benda logam itu perlahan sam?
bil mulai menggesernya.
Fay pun mulai menjerit ketika ototnya terasa seakan dicabuti.
"Good afternoon, everyone!" terdengar suara tenang mengalun
dari arah jalan masuk ke ruang tengah.
Philippe berhenti dan tertegun. "Andrew! What a pleasant
surprise...."
Fay merasa jantungnya bagai melorot ke tanah saking leganya.
Ia juga bisa merasakan kelegaan Reno dan Kent yang langsung
melepas pegangan mereka terhadap dirinya.
"Apa yang terjadi?" tanya Andrew.
Philippe menjawab, "Fay terkilir. Saya sedang mengobatinya."
"Kenapa perlu dipegangi, bius kamu habis?"
"Ya," jawab Philippe singkat.
Andrew berkata santai ke arah Kent, "Di bagasi saya ada kotak
obat. Coba cek apakah di sana ada cadangan obat bius."
Kent langsung beranjak dari tempatnya, mengarah ke luar de?
ngan langkah lebar.
Fay mengembuskan napas lega diam-diam.
Andrew bertanya kepada Philippe dan Reno, "Bagaimana jalan?
nya latihan hari ini? Well, selain masalah cedera Fay tentunya."
Philippe berkata tajam, "Tidak ada perbaikan yang berarti da?
lam kondisi fisiknya! Tidak hanya itu, dia juga membangkang
saat latihan!"
Andrew menatap Fay dengan tajam sambil berkata, "Fay, tidak
dibenarkan untuk melakukan pembangkangan terhadap perintah,
apa pun alasannya!"
"Hanya itu saja reaksi kamu?? Tidak heran kalau dia berani
bersikap seperti tadi!" ucap Philippe sambil menyapukan pan?
dangan menusuk ke Fay.
Fay menunduk, sama sekali tidak berani menatap wajah
From Paris-2.indd 135
Philippe. Ingin sekali rasanya ia bersembunyi di belakang badan
Andrew supaya tidak perlu merasakan tatapan Philippe yang
menghunjam.
Kent masuk ke ruangan membawa tiga buah suntikan dan me?
nyerahkannya ke Philippe.
"Banyak juga persediaan obat bius di mobil kamu," ucap
Philippe dingin.
Andrew menjawab ringan, "Hanya untuk berjaga-jaga."
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Philippe langsung bekerja dengan suntikan itu, dibantu Reno
yang tetap memegangi tangan Fay sementara Kent sudah duduk
di sofa.
Segera setelah tangannya kebas, Fay bisa dengan leluasa meng?
amati cara alat itu bekerja. Ternyata memang hanya menekannya
dengan keras sambil menggesernya sepanjang bengkak, dan de?
ngan bius lokal, rasanya seperti dielus-elus. Terbayang betapa sakit
rasanya kalau tidak dibius!
Andrew berkata, "Fay, kamu bisa beristirahat di kamar seka?
rang. Kamu akan dipanggil tepat sebelum makan malam."
Pukul 19.45. Lima belas menit lagi makan malam disajikan.
Fay mendesah sambil melirik ke arlojinya. Ia sudah berpakaian
rapi sedari tadi dan sedang mengulur waktu menunggu saat ma?
kan tiba sambil duduk di tempat tidur, sesekali mengamati ta?
ngannya yang sudah sembuh seperti sediakala.
Baru tiga hari ia ada di sini tapi sudah sedemikian banyak
yang terjadi. Tidak banyak yang bisa ia cerna dengan kedatangan?
nya di Paris kali ini. Berbeda dengan tahun lalu yang hari demi
harinya terasa masih punya makna walaupun ia jalani dengan
kegelisahan akan nasibnya, kali ini ia merasa semuanya ber?
langsung tanpa arti walaupun terasa begitu lama. Jam demi jam
yang ia lalui seperti hanya ditujukan untuk menyengsarakan diri?
From Paris-2.indd 136
nya, seakan nasib sedang menginjak-injak harga dirinya entah atas
dasar apa.
Mungkin karena dulu setidaknya masih ada kursus bahasa, jadi
masih ada unsur normal, pikir Fay.
Atau mungkin karena waktu itu setidaknya yang melatih ada?
lah Andrew, pikirnya lagi.
Fay menghela napas. Yang jelas, ia kini sudah tidak berani lagi
mengasihani diri sendiri akan sebuah nasib buruk, karena setiap
kali ia berpikiran seperti itu, berikutnya nasib membawanya ke
dalam keterpurukan yang lebih jauh lagi, yang hanya menyisakan
pertanyaan tanpa jawaban.
...sikap Philippe yang begitu keji...
...kepalsuan yang diumbar oleh Reno, tapi sikapnya yang
begitu melindungi...
...sikap Kent yang mendua, kadang seperti tak peduli tapi ka?
dang begitu perhatian...
Sepertinya hanya Andrew yang sekarang berpihak kepadanya.
Fay menyemangati diri sendiri. "One step at a time, Fay." Siapa
tahu langkah berikutnya adalah langkah terakhir yang akan mem?
bawa kaki kembali ke rumah, pikirnya tanpa sebuah keyakinan.
Pintu diketuk dan Andrew masuk.
Fay tersentak dari lamunan dan ketegangan yang biasa me?
nemaninya datang kembali ketika Andrew menghampirinya.
Andrew menarik kursi dan duduk menghadap ke tempat tidur
tempat Fay sedang duduk. "Bagaimana tangan kamu? Sudah pu?
lih seperti sediakala?" tanya Andrew dengan sebuah senyum yang
sangat simpatik.
Fay yang jengah dengan perhatian hangat itu hanya menjawab
singkat, "Sudah."
"Saya dengar kamu tadi menolak untuk berlatih dengan Reno.
Apa benar begitu?"
Sebersit perasaan bersalah dan takut menghampiri Fay sekaligus
dan ia membuang muka ketika menjawab, "Iya, saya tidak me?
From Paris-2.indd 137
nyangka Reno... Saya kira dia teman kursus..." Ucapannya tidak
bisa ia tuntaskan, tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan se?
muanya dengan tepat kepada Andrew.
"Saya tahu kamu pasti marah, mengira bahwa Reno menipu
kamu tahun lalu. Tapi saya yang menyuruhnya melakukan hal itu
untuk melindungi kamu, jadi dia tidak bisa disalahkan sepenuh?
nya."
Fay terperangah menatap Andrew. Ia tentu saja bisa menebak
Reno diberi perintah itu oleh Andrew, tapi fakta bahwa Andrew
berada di depannya dan mengatakan hal itu sendiri dengan nada
menenangkan tanpa ancaman apa pun benar-benar tidak bisa di?
percaya!
"Jadi, saya minta mulai sekarang kamu tidak bersikap ceroboh
seperti itu lagi. Saya sudah pernah memperingatkan bahwa sikap
Philippe agak keras, dan pembangkangan seperti itu hanya akan
merugikan kamu, karena jelas sikap seperti itu sangat menghibur
bagi Philippe," lanjut Andrew.
Lagi-lagi Fay bengong sesaat mendengar ucapan Andrew yang
terakhir. Tapi, melihat sorot jenaka di mata Andrew, ia langsung
mengerti bahwa itu kalimat sindiran?seolah menghukum sese?
orang adalah hobi yang menghibur bagi Philippe. Fay pun ter?
senyum.
Andrew membalas senyum Fay kemudian berdiri, "Makan ma?
lam sebentar lagi disajikan. Mau turun sekarang?"
Fay mengangguk dan dengan agak terburu-buru ia bangkit dari
tempat tidur mengikuti Andrew yang membukakan pintu untuk?
nya.
Di ruang makan, semua sudah duduk mengitari meja makan
sambil mengobrol santai ketika Fay dan Andrew masuk. Philippe
dan Reno duduk bersebelahan di satu sisi yang menghadap pintu
masuk sedangkan Kent ada di sisi yang membelakangi pintu, di
hadapan Reno.
Andrew menarik kursi kosong di hadapan Philippe dan mem?
From Paris-2.indd 138
persilakan Fay untuk duduk, lalu duduk di ujung meja di antara
Philippe dan Fay.
Mrs. Rice masuk sambil membawakan makanan pembuka dan
Andrew menyapanya dengan hangat, "Mrs. Rice, maaf merepot?
kan dengan kedatangan mendadak seperti ini."
Mrs. Rice tersenyum dan berkata, "Tidak masalah, Mr.
Andrew. Anda tahu saya selalu suka kejutan."
Semua tertawa penuh arti?kecuali Fay yang celingak-celinguk
kebingungan?dan suasana mulai mencair. Bahkan Philippe ter?
senyum?Fay melirik Philippe sekali lagi untuk memastikan.
Andrew kembali berkata, "Saya juga minta maaf telah meminta
dua pengacau ini kembali ke sini. Kalau makanan ada yang hi?
lang di dapur, Anda tentu tahu ke mana harus bertanya."
Reno dan Kent nyengir lebar mendengar ucapan itu.
Mrs. Rice menanggapi, "Jangan khawatir, Mr. Andrew. Kalau
itu yang terjadi, saya tidak akan bertanya lagi dan langsung meng?
ambil sapu untuk memukul mereka seperti saat terakhir kali me?
reka berdua ada di sini... tidak, tidak berdua, tapi berempat de?
ngan Sam dan Larry. Ah, mereka itu juga lahap sekali."
Reno dan Kent tertawa. Jelas ada cerita lain di balik insiden
itu yang tidak diketahui oleh Fay.
"Kekanak-kanakan sekali," tegur Philippe sambil menggeleng,
tapi tidak ada nada marah dalam suaranya.
Reno dan Kent mengatupkan mulut tanpa berusaha menyem?
bunyikan senyum mereka yang masih tersisa.
Makan malam dijalani dengan santai, dengan percakapan se?
putar hal-hal ringan yang bisa ditimpali oleh semua orang, mulai
dari kebodohan saat menyetir mobil hingga kecelakaan berburu
di Irlandia yang melibatkan seorang kerabat Andrew.
Sepanjang makan, Fay lebih banyak diam mendengarkan. Ha?
nya sekali saja ia bersuara, ketika mereka sedang membicarakan
tentang disorientasi arah yang diderita oleh?menurut mereka?
kaum hawa. Fay menolak mentah-mentah. Tapi argumennya
From Paris-2.indd 139
langsung patah ketika Andrew menggodanya dengan meng?
ingatkan insiden ia tersesat dua hari yang lalu. Fay jadi agak te?
gang ketika ingat apa yang terjadi sesudahnya, tapi kelihaian
Andrew dalam membawa arah percakapan membuatnya tenang
kembali.
Sebuah perasaan aneh menyelisip ke relung hati Fay. Sebuah
perasaan yang seharusnya ia tepis jauh-jauh, tapi langsung datang
kembali ketika semua yang ada di meja makan tertawa berderaiderai mendengar lelucon Reno tentang salah satu famili mereka.
Fay langsung ingat pada meja makan di rumahnya di Jakarta,
yang biasanya hanya ia tempati sendirian selama sepuluh menit
tiap malam. Pada momen-momen istimewa saat kedua orangtua?
nya hadir, waktunya bertambah menjadi dua puluh menit,
maksimal. Dan sudah pasti tidak pernah ada tawa berderai-derai
seperti malam ini.
Setelah menikmati makanan penutup berupa puding custard
rasa vanila dengan saus jeruk, Philippe berkata, "Andrew, besok
latihan akan saya mulai pagi-pagi sekali, pukul lima. Kalau kamu
tidak keberatan, saya akan meminta supaya Fay malam ini
menginap di sini saja. Besok akan menjadi hari yang berat bagi?
nya dan saya tidak ingin mendengar alasan dia tidak bisa melaku?
kan latihan sesuai harapan karena kurang beristirahat."
Andrew menoleh ke Fay. "Apa kamu membawa perlengkapan
untuk menginap seperti yang pernah saya perintahkan?"
Fay mengangguk.
"Bagus, kalau begitu tidak ada masalah," ucap Andrew lagi
sambil menatap Philippe.
Fay diam-diam menikmati kelegaan di hatinya, membayangkan
ia sebentar lagi sudah bisa berbaring melepas penat. Sejujurnya ia
cukup senang dengan ide Philippe, karena ia memang merasa sa?
ngat lelah. Tidur lebih cepat sama sekali bukan ide buruk, apalagi
kalau besok latihannya dimulai jam lima pagi. Ia bergidik mem?
bayangkan apa yang akan ditemuinya besok, terlebih Philippe
From Paris-2.indd 140
sendiri mengatakan besok akan menjadi hari yang berat! Seolaholah yang sekarang kurang berat aja.... Dasar barbar!
Fay menarik napas panjang tanpa kentara lalu bangkit dari
kursi mengikuti yang lain. Ketika ia berjalan menuju tangga, ter?
dengar suara Andrew, "Sweet dream."
Fay tersenyum sambil menggumamkan "thanks" pelan.
From Paris-2.indd 141
The Bracelet
FAY bermimpi ada suara ketukan di kepalanya. Semakin lama,
suara ketukan itu semakin keras, dan akhirnya menjadi jelas suara
yang didengarnya tadi adalah ketukan di pintu. Baru saja ia me?
ngumpulkan nyawa secara perlahan, mendadak pintu terbuka dan
Philippe muncul di pintu. Sang nyawa langsung menyatu saat itu
juga dan Fay langsung duduk tegak di tempat tidur, dengan dis?
orientasi waktu.
"Ganti baju kamu dan temui saya di bawah sekarang," ucap
Philippe datar, kemudian keluar dan menutup pintu kembali.
Fay mendesah. Rasanya baru saja ia terlelap ternyata sudah
pagi lagi. Sekilas ia melirik jam meja. Ketika melihat angka 22.30
tertera di sana, ia menjadi agak bingung. Ia mencocokkan angka
itu dengan arloji Swatch-nya, dan begitu melihat angka yang
sama, ia tertegun.
Setelah berganti baju dan merapikan kucir rambutnya, Fay pun
bergegas turun dengan ketegangan yang sudah memuncak hingga
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke kepala.
From Paris-2.indd 142
Begitu tiba di foyer, Philippe sudah berdiri tepat di depan
lemari geser menuju basement, yang sekarang terbuka lebar. Fay
merasa napasnya tercekat ketika Philippe memberinya kode untuk
turun terlebih dahulu, dengan tatapan seperti berkata, "ladies
first".
Sampai di bawah, langkah Fay terhenti. Tubuhnya kaku saat
pandangannya beradu dengan pintu besi yang mengarah ke
ruangan tempat ia berhadapan dengan Philippe hari Minggu. Na?
mun Philippe tidak mengarahkannya ke sana, melainkan ke ruang
di sebelah kiri yang masih gelap gulita. Begitu sakelar dinyalakan,
ruang itu langsung terlihat terang bagai bermandikan cahaya pu?
tih, menampakkan sebuah lorong dengan jeruji di kanan dan kiri
yang membatasi sel-sel tak berpenghuni.
Fay tersentak. Tempat apa ini? Penjara?
Philippe membuka lemari kecil di dekat sakelar dan mengambil
salah satu kunci yang tersusun rapi di sana. Ia kemudian men?
dahului Fay menuju sel yang paling dekat, membuka pintu dan
mempersilakan Fay masuk, lagi-lagi dengan kesopanan ala "ladies
first".
Dengan langkah yang serasa tidak menapak di lantai, Fay masuk
ke sel. Bau lembap yang basah langsung menyergap hidungnya.
Fay tersentak ketika tangan kanannya mendadak diraih oleh
Philippe tanpa permisi. Lalu pria itu memasang benda seperti
gelang logam pada pergelangan tangan Fay. Terdengar bunyi
"klik" saat gelang itu terpasang rapat.
"Kamu akan bermalam di sini sebagai hukuman atas pembang?
kangan kamu hari ini," ucap Philippe dengan suara menggema,
terpantulkan dinding batu di sel. Philippe berjalan keluar sel lalu
menutup dan mengunci pintu sel, kemudian mengeluarkan remote
dari saku.
Terdengar bunyi "bip" kecil di gelang yang dipakai Fay ber?
samaan dengan nyala satu titik hijau di bagian tengah. Fay me?
nelan ludah dengan susah-payah. Ia sama sekali tidak punya ide
From Paris-2.indd 143
apa fungsi gelang ini tapi ia yakin apa pun ini pastilah tidak akan
menyenangkan, mengingat ini melibatkan Philippe.
"Jangan mengharapkan keajaiban terjadi lagi malam ini," ucap
Philippe dingin sebelum berlalu, bagai mengonfirmasikan ke?
curigaan Fay barusan.
Fay berdiri terpaku dalam keheningan tanpa tahu harus ber?
buat apa. Ia mengangkat tangan dan mengamati benda yang kini
melingkar di pergelangan tangannya. Gelang ini terasa agak berat
dengan lebar sekitar empat senti dan agak lebih tebal sedikit dari?
pada Swatch yang masih melingkari pergelangan tangan kirinya.
Ukuran gelang ini sangat pas?Fay bisa merasakan dingin logam
di bagian dalam gelang yang bersentuhan dengan kulitnya.
Pandangan Fay kemudian beralih ke ruangan tempat ia kini
berada. Total ada enam sel terbuka yang dibatasi dengan jeruji
besi, tiga di masing-masing sisi. Di ujung, terlihat ada dua
ruangan tertutup yang berhadapan, dengan pintu besi yang persis
seperti pintu ruang yang dimasukinya kemarin.
Lantai sel hanya berupa semen dan dindingnya hanyalah su?
sunan batu yang bahkan tidak diplester. Di beberapa tempat di
dinding terlihat lumut kehijauan yang menempel. Dalam semua
sel, tidak ada perabot atau barang selain sebuah bangku panjang
dari besi yang menempel ke dinding, termasuk di sel yang ditem?
patinya.
Akhirnya Fay duduk di bangku, mencoba berpikir apa yang
akan terjadi padanya, termasuk apa kegunaan gelang di tangan?
nya. Namun, segera setelah telinganya terbiasa dengan dengingan
hening, ia mulai diserang kantuk. Ia pun merebahkan diri di
bangku besi sambil mengomel karena permukaan keras dan di?
ngin itu sangat tidak bersahabat bagi punggungnya yang hari ini
bernasib kurang baik. Tidak lama kemudian ia sudah agak me?
layang antara alam mimpi dan alam nyata.
Dalam keadaan setengah melayang, Fay bermimpi pergelangan
tangannya kesemutan dan semakin lama semakin sakit.
From Paris-2.indd 144
"AARGH...!" Fay terlompat sambil berteriak kesakitan.
Tangannya!
Dengan horor Fay melihat ke arah tangan kanannya yang kini
rasanya seperti ditusuk beribu jarum panas. Pergelangan tangan?
nya seperti terbakar perlahan-lahan dan ia meremas pergelangan
tangannya tanpa hasil. Lampu di gelangnya yang tadinya ber?
warna hijau kini berwarna oranye terang.
Fay kembali berteriak dan mengaduh, hanya ditimpali gema
yang terpantulkan sel-sel kosong yang kini menjadi penonton. Ia
mendekap tangannya di dada dan melorot ke lantai sambil me?
rintih dan terisak tanpa bisa berkata apa-apa lagi, merasakan pa?
nas seperti melumat pergelangan tangannya tanpa akhir.
Terdengar suara di kejauhan, "Fay...?"
Reno?
Sebelum pikiran Fay sempat mencerna, Reno sudah berdiri di
depan sel dan dengan cepat membuka pintu. Reno langsung me?
mapah dan membantu Fay duduk di bangku sambil berkata,
"Fay, duduk tenang dan jangan bergerak."
Tangan Reno terulur ke arah Fay, mengambil tangan kanan
Fay yang gemetar yang masih didekap erat di dada, kemudian
Reno membungkuk di depan Fay.
"Fay, dengar aku baik-baik. Yang harus kamu lakukan sekarang
adalah menjaga emosi supaya tetap stabil dan aliran darahmu
kembali normal. Sekarang tarik napas dalam-dalam... ayo, laku?
kan!"
Fay menutup mata dan mencoba melakukan apa yang dikata?
kan Reno. Tapi, rasa sakit di tangannya begitu menggigit dan ia
kembali terisak. Fay segera menarik tangannya kembali untuk
didekap di dada tapi tangan Reno menahannya.
Satu tangan Reno yang lain menyentuh dagu Fay.
"Please, Fay.... Lupakan rasa sakit yang kamu rasakan dan te?
nangkan dirimu supaya denyut nadimu kembali normal."
Fay merintih sambil menutup mata. "Tidak bisa... Rasanya pe?
From Paris-2.indd 145
dih sekali." Satu sentakan keras langsung terasa di dagu Fay, me?
maksanya membuka mata dan beradu pandang dengan tatapan
Reno yang tajam dan penuh kekerasan hati.
"BISA! Kosongkan pikiranmu. Perintahkan dirimu sendiri un?
tuk melakukannya."
Fay kembali menutup mata dan berkonsentrasi. Sayup-sayup
terdengar suara Reno, "Tarik napas dalam-dalam dan perintahkan
dirimu untuk tenang. Ulangi perkataan itu berkali-kali tanpa me?
mikirkan hal lain... Ingat, Fay, konsentrasi hanya pada perkataan
itu dan JANGAN memikirkan sakit yang kamu rasakan."
Fay melakukan apa yang diperintahkan Reno. Ia mengulang
kalimat "Tenang, Fay" berkali-kali sambil berkonsentrasi mende?
ngar ucapan dan napasnya sendiri.
Mendadak rasa sakit yang menyiksa di tangan Fay raib. Se?
tengah tak percaya Fay membuka mata perlahan dan yang terlihat
pertama olehnya adalah Reno yang sedang menatapnya.
"It?s okay," ucap Reno menenangkan.
Fay melirik gelang di tangannya; lampu di gelang itu kini su?
dah kembali berwarna hijau. "A... apa yang dipasang di perge?
langan tanganku ini?"
Reno duduk di sebelah Fay. "Alat ini digerakkan oleh tenaga
baterai dan diatur untuk bereaksi bila aliran darah lebih atau ku?
rang dari kondisi normal. Apa tadi kamu tertidur sebelum alat
itu bekerja?"
"Iya," jawab Fay sambil menyeka sisa-sisa air mata di pipi dan
sudut matanya.
Reno berkata, "Saat tidur, organ tubuh beristirahat dan me?
ngurangi aktivitas. Denyut nadi menjadi lebih lemah karena jan?
tung memompa lebih pelan. Bila denyut nadi berada di luar batas
yang ditentukan, gelang ini pertama-tama akan mengeluarkan
cairan kimia disusul dengan jarum-jarum halus yang akan me?
nusuk kulit, kemudian lewat jarum itu arus listrik dialirkan?
cairan kimia yang dikeluarkan pertama tadi akan menjadi peng?
From Paris-2.indd 146
hantar arus yang cukup baik hingga ke bagian dalam kulit selain
juga akan menambah rasa sakit ketika jarum mulai menusuk ku?
lit."
"Jadi, aku harus bagaimana?"
"Yang harus kamu lakukan malam ini adalah tetap terjaga hing?
ga baterainya habis, biasanya sekitar empat hingga lima jam."
"Bagaimana caranya aku bisa tetap terus terjaga? Aku capek
sekali setelah latihan tiga hari ini... Masa aku harus olahraga lagi
malam ini supaya tetap bangun?" keluh Fay.
"Tidak, Fay, kamu tidak boleh melakukan aktivitas fisik yang
berat karena itu akan memicu aliran darah menjadi lebih cepat
dan akhirnya malah bisa mengaktivasi alat ini lagi. Dulu waktu
hukumanku masih seperti ini, yang kulakukan adalah mengoceh
tidak menentu atau berpura-pura sedang mengobrol dengan orang
lain supaya tetap terjaga. Dan kalau alat ini telanjur bekerja, yang
kulakukan adalah mengosongkan pikiran dengan melakukan
yoga?mirip seperti yang kamu lakukan tadi."
Fay terdiam, mencoba mencerna perkataan Reno.
Reno juga terdiam.
Hening sejenak, hingga Reno kembali berbicara, "Fay, aku min?
ta maaf atas semua yang sudah terjadi. Aku memang memulai
semua ini dengan sebuah kebohongan, tapi semua yang terjadi
setelah itu tidak ada yang palsu."
Fay mendesah dan menatap Reno. Perkataan Andrew terngiang
kembali di telinga. Terlepas dari rasa sakit hatinya karena merasa
dikhianati Reno, memang sulit baginya untuk meng?enyahkan
Reno dari sudut istimewa dalam hatinya, terlebih se?telah semua
yang telah dilakukan Reno baginya.
Akhirnya Fay bersuara, "Cerita tentang kamu yang lahir di
Ekuador dan kematian keluargamu itu benar?"
"Iya, semua benar. Bahkan nama-nama yang pernah kusebutkan
padamu semuanya benar."
"Apa hubunganmu dengan Andrew atau Philippe?"
From Paris-2.indd 147
Reno menjawab, "Kamu ingat ceritaku bahwa setelah kepergian
orangtuaku, aku tinggal dengan seorang pamanku di London?"
Fay mengerutkan kening mencoba mengingat, "Iya...?"
Reno menyambung, "Paman itu adalah Andrew. Hanya saja
kediamannya yang ada di London bukanlah rumah utamaku. Aku
tinggal di kediamannya yang lain di pinggir kota Paris hingga
lulus sekolah."
Fay diam sebentar sebelum tersadar, "Jadi kamu sebenarnya
sudah bisa berbahasa Prancis?"
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oui, Mademoiselle. Bahasa Prancis sudah seperti bahasa ibu
bagiku. Maaf kalau aku terpaksa berbohong karena tugas yang
diberikan padaku adalah untuk mengawasimu selama kursus de?
ngan cara masuk ke kelas pemula."
Pantas kadang Reno berbicara dengan kata-kata yang tidak per?
nah diajarkan di kelas, pikir Fay sambil mereka ulang seluruh
kejadian dengan Reno selama kursus.
Fay kemudian bertanya dengan hati-hati, "Apa kamu kenal
dengan Kent?"
"Iya. Bisa dibilang dia itu ya adikku," jawab Reno.
"Kalau begitu, waktu kamu melarangku menemuinya, itu cuma
sandiwara?" tanya Fay dengan nada mulai meninggi.
"Tidak, Fay, itu bukan sandiwara. Aku memang tidak ingin
kamu menemuinya lagi karena aku tidak mau melihatmu ter?
sakiti," jawab Reno sambil menatap Fay dalam-dalam.
Fay sejenak larut dalam sorot teduh tatapan Reno yang me?
nenangkan dan terdiam. Ia lalu menyandarkan kepala ke dinding
dan menggumam, "Apa memang seperti itu tujuan Kent?"
Reno mendesah sambil mencondongkan badan. "Tidak seharus?
nya dia terlibat hubungan denganmu. Aku tidak bisa menjelaskan
lebih lanjut. Pada saatnya nanti mungkin kamu bisa mengerti."
Fay terdiam. Ia memang tidak mengerti?sekeras apa pun ia
mencoba mengerti apa yang terjadi, termasuk apa yang diucapkan
Kent padanya, ia tetap tidak mengerti.
From Paris-2.indd 148
Mendadak Fay teringat akan cerita Reno yang lain. "Bagaimana
dengan kejadian tahun lalu waktu kamu muncul tiba-tiba dan
akhirnya tertembak? Kamu bilang kebetulan melintas di sana ka?
rena sedang mencari rumah pedesaan untuk disewa selama sisa
liburan... cerita itu bohong, kan??" tuduh Fay.
"Ya. Itu hanya cerita yang kukarang untuk menutupi kejadian
yang sesungguhnya. Aksesku ke tugas yang kamu jalankan itu
sangat tertutup, tapi kupikir kalau aku mengikuti kamu mungkin
aku bisa membantu jika diperlukan. Aku sudah mengawasi ke?
diaman Alfred sejak kamu masuk dan aku membuntuti mobil van
yang keluar dari pintu belakang."
Reno meraih kepala Fay dan mengusapnya lembut. "Fay, sejak
kepergian keluargaku, kamulah satu-satunya orang yang bisa mem?
buatku merasa mempunyai keluarga kembali. Selain hal-hal yang
berkaitan dengan identitasku, semua yang terjadi tulus kulakukan
dari hati."
Fay merasa matanya mulai berkaca-kaca. Tangan Reno terulur
untuk menyeka air mata di sudut mata Fay. "Ssshhh... ingat, ja?
ngan terlalu emosional."
Fay mencoba tersenyum. "I?m okay."
Reno berdiri. "Aku harus pergi sekarang. Philippe tidak boleh
tahu aku masuk ke sini, jadi kumohon kamu tidak berkata apa
pun tentang ini."
"Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Fay.
Reno menjawab, "Aku tidak mungkin membiarkanmu berada
berdua saja dengan Philippe, apalagi setelah kamu membuatnya
marah seperti tadi sore. Aku tahu persis seperti apa pamanku
yang satu itu."
Seulas senyum membayang di wajah Fay ketika mendengar
perkataan Reno.
Reno memegang kepala Fay dengan dua tangan, kemudian
mendekat dan mencium kepala Fay lembut. "Take care, lil? sis...,"
From Paris-2.indd 149
ucap Reno lalu berjalan ke luar sel dan kembali menutup serta
mengunci pintu jeruji besi.
Senyum terkembang di wajah Fay melihat Reno menggerakkan
jari-jarinya membuka dan menutup mengisyaratkan orang yang
berbicara.
Begitu Reno tak terlihat lagi, Fay kembali ditemani kehe?
ningan.
Reno beringsut-ingsut masuk ke saluran ventilasi di basement yang
posisinya di bawah tangga putar, kemudian memasang kembali
jeruji besi penutup saluran tanpa kesulitan. Di ujung, saluran ini
berakhir di gudang dapur, dan dari sana ia bisa keluar melalui
area servis yang posisinya tidak jauh dari bekas istal di belakang
rumah?sebuah usaha yang tidak mudah untuk menjangkau adik
kecilnya, tapi ia tidak keberatan sama sekali selama ia bisa
menjaga Fay dengan baik.
Setidaknya kini perasaannya lebih ringan. Sepertinya Fay tadi
telah memaafkan kesalahannya dan ia yakin kini hubungannya
dengan adik kecilnya itu sudah kembali seperti sediakala. Itu saja
cukup baginya sekarang, walaupun ia sudah tahu nasib buruk
akan segera menyongsongnya?ia tahu dengan pasti, karena
Andrew sudah memperingatkannya tadi, sesampainya ia di markas
COU setelah meninggalkan kediaman Philippe.
Saat itu Reno baru saja mendudukkan badan di kursi ruang
kerja Andrew ketika pamannya itu langsung angkat bicara.
"Saya sudah dengar dari Philippe bagaimana Fay tadi melawan?
mu saat latihan."
"Yes, Sir. Tapi saya tidak menyalahkan dia karena..."
"Saya tidak menanyakan pendapat pribadimu tentang pelang?
garan itu!" potong Andrew.
Reno menutup mulutnya.
From Paris-2.indd 150
Andrew memajukan tubuh dan menatap Reno lekat-lekat, ke?
mudian berkata, "Selama satu tahun ini saya perhatikan hu?
bunganmu dengan Fay telah terjalin dengan baik."
Reno menatap pamannya sambil menjaga ekspresi wajahnya
agar tidak berubah. Jantungnya berdegup lebih kencang.
"Saya juga melihat intensitas kepercayaan yang ditunjukkan
oleh Fay kepadamu setiap kali semakin bertambah, terlihat de?
ngan nasihat-nasihat atas masalah pribadi yang dimintanya kepada?
mu... dan yang telah kamu tanggapi dengan baik... Terlalu baik
malah, hingga hubungan kalian menjadi lebih dalam daripada
yang seharusnya. Tentunya kamu sadar apa yang kamu lakukan
adalah pelanggaran protokol yang tidak ringan," ucap Andrew lagi
tanpa melepas pandangannya ke Reno.
"Yes, Sir." Reno menelan ludah lalu mengumpat dalam hati.
Pamannya berarti masih memonitor aktivitas Fay selama setahun
ini dan menyadap akun e-mail Fay di Yahoo!! Sial!
"Saya tidak heran kalau Fay marah ketika kamu muncul di
hadapannya tadi siang dengan identitas yang berbeda dari yang
dia kenal. Tapi kamu tidak perlu terlalu khawatir karena saya ya?
kin sebentar lagi hubungan kalian akan baik kembali seperti se?
mula. Saya tadi juga telah memberi penjelasan kepada Fay, mem?
buatnya mengerti bahwa kamu tidak punya pilihan lain tahun
lalu, jadi kamu tidak bisa terlalu disalahkan karena melakukan
perintah saya."
Reno berusaha menjaga agar wajahnya tetap datar walaupun
otaknya kini berputar keras?ia masih belum bisa menebak ke
mana arah pembicaraan pamannya.
"Saya pribadi bisa mengerti alasan pembangkangan Fay tadi,
tapi tidak demikian dengan Philippe. Berdasarkan percakapan
singkat antara saya dan Philippe tadi, sepertinya Fay akan kembali
menemui masalah malam ini."
"Masalah apa, Sir?" Reno mengutuk dirinya dalam hati karena
kecemasannya terdengar dengan jelas dalam nada suaranya.
From Paris-2.indd 151
"Sepertinya Philippe akan menggunakan The Bracelet pada Fay
malam ini. Saya tahu sejak kemarin dia sudah gatal ingin meng?
hukum Fay seberat-beratnya."
Reno langsung tegak dan berseru, "You can?t let that happen!"
Andrew tersenyum sambil menyandarkan badannya dengan
santai. "Sure I can... tapi belum sekarang."
Reno menyandar dengan gelisah. Ia merasa telah dijebak untuk
masuk permainan pamannya, entah apa.
"Saya akan memberi dua pilihan. Pilihan pertama, kita biarkan
saja Fay berusaha mengatasi gelang itu sendiri?berarti kamu bisa
pulang dan tidur nyenyak malam ini. Pilihan kedua, kamu masuk
untuk membantu Fay, tapi kamu akan tertangkap basah oleh
Philippe. Tentunya malam ini akan menjadi malam yang panjang
bagimu karena bisa saya pastikan Philippe akan mengorek semua
informasi tentang keberadaanmu di sana, mungkin hingga di
Ruang Putih kalau suasana hatinya sedang tidak enak... dan saya
tidak ingin dia tahu saya yang memberikan pilihan ini, jadi kamu
berjuang sendiri."
Ruang Putih adalah sebutan lain untuk ruang interogasi di
COU. Berhadapan dengan Philippe dalam ruang itu adalah hal
terakhir yang diharapkan semua orang. Tapi, Reno tahu maksud
lain yang tersirat di balik perkataan pamannya barusan kalau ia
sampai harus berhadapan dengan Philippe di Ruang Putih dan
gagal, ia akan berhadapan dengan Andrew, dan yang terakhir itu?
lah yang benar-benar harus dihindarinya.
Reno mengerutkan kening. "Saya yakin bisa masuk ke sana
tanpa tertangkap oleh Philippe."
Andrew tertawa ringan. "Reno, kamu tidak menyimak pilihan
yang saya sampaikan tadi."
Reno tertegun dan tidak bisa berkata-kata sejenak. Sudah sem?
bilan tahun ia berada di bawah asuhan Andrew, tapi pamannya
ini tidak pernah berhenti mengejutkannya.
"Maksudnya, saya akan disodorkan ke Philippe kalau saya me?
From Paris-2.indd 152
mutuskan untuk membantu Fay?" tanya Reno perlahan sambil
meresapi kalimatnya sendiri.
"Begitulah," jawab Andrew santai.
"Kenapa?"
"Anggap saja ini pertolongan cuma-cuma dari saya supaya hu?
bunganmu dan Fay menjadi baik seperti semula. Kamu juga bisa
menganggap ini sebagai harga paling ringan yang harus kamu
bayar atas pelanggaran protokol kamu."
"Kenapa Anda ingin hubungan saya dan Fay kembali normal?
Apakah Fay sudah dinyatakan lolos observasi dan akan menjadi
bagian dari COU?" tanya Reno dengan ketegangan yang begitu
kentara di ujung kalimatnya.
Pertanyaan itu langsung disambut hunjaman tatapan yang sa?
ngat menusuk dari pamannya.
"Saya ingatkan bahwa kamu baru saja melanggar batas dengan
menanyakan pertanyaan itu... tapi khusus kali ini akan saya ja?
wab?jawabannya adalah ?Ya?. Sekarang, saya sarankan kamu tidak
mencoba peruntunganmu lagi dengan menanyakan pertanyaan
lain di luar otoritasmu yang akan memaksa saya bertindak lebih
jauh."
Reno terdiam.
Andrew kembali berbicara, "Sebaiknya kamu putuskan sekarang
sebelum saya menjadi terlalu kesal dan memunculkan pilihan ke?
tiga yang pasti tidak berakhir baik bagimu dan Fay. Jadi, apa pi?
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lihan untuk adik kecilmu malam ini?"
Reno menatap Andrew dengan dada berdegup kencang ketika
mendengar istilah "adik kecil" yang ia gunakan di e-mail disebut?
kan oleh Andrew. "Kedua."
"Baik. Jadi kamu akan masuk ke kediaman Philippe untuk
memeriksa keadaan adik kecilmu. Saya tidak mau dikaitkan de?
ngan pilihan ini, jadi sekali lagi saya ingatkan kamu berjuang
sendirian. Gunakan imajinasimu untuk membuat skenario yang
kamu suka. Pastikan saja skenario itu cukup cerdas dan terdengar
From Paris-2.indd 153
masuk akal supaya kamu tidak terlalu lama berada di tangan
Philippe. You know how unpleasant it can get if he is upset."
"Tidak masalah, Sir," gumam Reno muram.
Reno merunduk ketika berjalan ke arah bekas istal, tempat ia
akan berusaha mengistirahatkan badannya selama beberapa jam
malam ini, setidaknya sampai nasib buruk sudah siap mengham?
piri.
Ketika sampai di peraduannya yang menempati sudut gelap di
istal paling pojok yang dialasi serakan jerami kering, Reno me?
rebahkan diri dengan seulas senyum tipis di wajah, membalas se?
nyum Maria yang ia yakin sedang ditebarkan di surga. Ia pun
menutup mata, berusaha tidakbil pusing dengan pikiran apa
yang akan menimpanya.
Entah berapa lama Reno telah jatuh tertidur ketika mendadak
matanya terbuka, diperintah jantungnya yang mendadak sudah
berpacu kencang.
Ada orang lain di dalam istal!
Reno setengah melompat untuk berdiri lalu mengendap-endap
sambil menempelkan tubuh di pembatas kayu istal menuju arah
suara gesekan sepatu yang terdengar olehnya.
Bayangan hitam berkelebat di lantai, mendekat.
Sekilas Reno menunduk dan mengintip dari celah-celah kayu
yang membatasi istal dengan lorong di luar. Ia sudah siap me?
masrahkan diri untuk tertangkap ketika matanya melihat celana
jins yang dipakai si penyusup.
Bukan Philippe!
Secepat kilat Reno melemparkan diri keluar dari istal, me?
nerjang siapa pun yang ada di sana sebelum didahului. Tubuhnya
menghantam tubuh penyusup itu dan mereka berdua bergulingan
di lantai. Reno segera bangkit dan sekilas melihat penyusup yang
From Paris-2.indd 154
menggunakan topeng ski itu melakukan hal yang sama. Ketika
Reno bersiap menyerang dengan kepalan tangan yang sudah
mengudara, terdengar suara yang ia kenal bergema pelan, "Tahan!
Ini aku!"
Kent.
Reno menurunkan tangan sementara Kent membuka topeng
ski.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Reno dengan kening
berkerut.
"Pasti sama dengan apa yang kamu lakukan, memeriksa ke?
adaan Fay," sahut Kent jengkel.
Wajah Reno mengeras. "Kenapa kamu masih juga mendekati
Fay?! Aku tidak main-main dengan ancaman tahun lalu, dan an?
caman itu masih berlaku sekarang!"
"Keputusanku untuk meninggalkan dia bukan atas pengaruh
ancaman kamu. Aku tahu apa yang terbaik untuk dia," jawab
Kent dingin.
"Lantas, untuk apa kamu ke sini??"
"Aku hanya ingin memastikan keadaannya baik-baik saja.
Mana aku tahu kalau kamu juga melakukan hal yang sama!"
"Kalau begitu kamu bisa pergi sekarang...."
"I will!" potong Kent sebelum bertanya lagi. "Is she okay?"
Reno menjawab enggan, "Paman mengirim dia ke basement
dan memasang The Bracelet."
Kent terpaku sejenak, kemudian menggeleng sambil berkata,
"Aku tidak mengerti apa yang direncanakan mereka terhadap
Fay.... Belum ada satu minggu dia di sini tapi sudah dua kali di?
kirim ke basement!"
"Maksud kamu ini bukan yang pertama?" Reno terperangah.
Kent mendelik. "Itu yang aku katakan tadi! Hari Minggu dia
tersesat saat sedang lari di Jalur Dua. Philippe pasti mengira dia
melarikan diri, karena waktu ditemukan hampir tengah malam
dia ada di koordinat delapan... kamu kan tahu itu hanya tinggal
From Paris-2.indd 155
dua ratus meter saja ke jalan raya. Jadi dia langsung ditanyai oleh
Philippe dan Russel di basement."
"Shit!" umpat Reno pelan. "Apa yang terjadi di basement?"
Suara Kent bergetar ketika berkata, "Aku tidak tahu persis.
Yang jelas luka yang diplester di tangannya baru ada setelah ke?
jadian itu?kamu tahu sendiri apa yang jadi favorit Philippe.
Kalau Andrew tidak datang, aku tidak terbayang akan ada berapa
plester di tangannya dengan tuduhan seberat itu!"
Reno menunduk, membayangkan betapa ketakutan adik kecil?
nya itu dan dadanya bergolak penuh kemarahan. "Kenapa dia
bisa ceroboh seperti itu, tersesat di jalur sebegitu mudah!" ucap?
nya lagi.
Kent terdiam sebentar sebelum menjawab datar, "Aku yang
membuat dia tersesat. Aku mencabut papan penunjuk arah di
koordinat tiga."
Reno menatap Kent dengan gamang ketika berusaha mencerna
apa yang ia dengar dan tahu-tahu tubuhnya sudah bergerak me?
nerjang Kent, yang langsung terpelanting ke belakang menghan?
tam lantai.
Dengan kemarahan yang sudah memuncak hingga ke ujung
kepala dan dengan posisi berada di atas Kent, Reno menekan le?
ngan kanannya ke leher Kent. Tangan kirinya sengaja ia posisikan
di pergelangan tangan kanan untuk memberi tekanan lebih be?
sar.
Wajah Kent memerah karena sulit bernapas. Sekuat tenaga
Kent berusaha menahan tekanan lengan Reno dengan kedua ta?
ngan, kemudian berusaha mendorong Reno untuk membebaskan
jalur napasnya.
Reno baru saja mengumpulkan tenaga baru untuk kembali
menekan leher Kent ketika terdengar suara tercekik Kent yang
berusaha bicara, "...Aku... diperintah... Andrew...."
Apa???
Reno membiarkan Kent mendorongnya hingga ia terduduk di
From Paris-2.indd 156
lantai dengan kedua lutut tertekuk ke atas. Setelah tidak bisa ber?
kata-kata sesaat, ia akhirnya bertanya lamat-lamat, "Jadi maksud
kamu kejadian di basement hanya sandiwara?"
"Tidak. Andrew memberitahuku untuk melakukan hal itu se?
cara diam-diam. Philippe benar-benar marah dan semua kejadian
di basement pasti tidak dibuat-buat," jawab Kent sambil menger?
nyit memegang lehernya.
"Kenapa?" desis Reno sambil menerawang memikirkan skenario
yang mungkin dipikirkan pamannya.
"Mana kutahu!" sergah Kent sambil berdiri. "Aku kira kamu
bisa memberitahu aku!" ucapnya lagi sambil mengibaskan jeramijerami kering yang menempel di badannya. Dia kemudian me?
natap Reno dan berkata, "Aku mengandalkan kamu untuk
menjaganya. Selama kamu ada di dekatnya, aku tidak akan men?
dekatinya lagi. Tapi kalau kamu tidak ada, jangan cegah aku un?
tuk melindunginya, dengan caraku! And do me a favor, would you,
jangan masukkan aku ke dalam laporanmu... Satu tahun terakhir
hidupku sudah cukup susah. Perbatasan Siberia bukan tempat
yang bagus walau hanya untuk dua bulan."
Reno mengernyit mendengar lokasi itu disebut. Ia juga pernah
merasakan hal yang sama. "Tentu saja tidak. Sejak kapan aturan
The Groundhouse tidak berlaku?" ucapnya sambil berdiri. The
Groundhouse adalah istilah di antara para keponakan keluarga
McGallaghan untuk menamai kelompok mereka dan aturanaturan main yang berlaku di antara mereka sendiri, di luar penge?
tahuan para paman.
Kent menjawab dengan wajah masam, "Yang jelas, kamu me?
langgar aturan itu tahun lalu ketika memasukkan namaku di la?
poranmu ke Paman."
Reno berkacak pinggang dan melengos. "Oh, c?mon. Kamu kan
tahu aturan pertama The Groundhouse untuk saling melindungi
tidak mungkin diterapkan untuk kasus ini. Aku sedang melaku?
kan observasi atas Fay dan aku tidak tahu poin apa saja yang di?
From Paris-2.indd 157
nilai oleh Paman. Kalau aku tidak melaporkan semua hal yang
terkait dengan aktivitas dan perilaku Fay, siapa tahu itu malah
akan jadi bumerang untuknya dan menyebabkan Paman mengam?
bil keputusan lain di akhir observasinya."
Tubuh Kent menegang. "Kamu tahu apa keputusan Paman atas
observasi Fay?"
"Fay lolos, jadi dia akan bergabung dengan COU."
"Kamu yakin dia memang sudah lolos observasi dan bukannya
observasi itu dilanjutkan tahun ini, dengan observer lain barang?
kali?"
"Aku sudah tanya Paman dan dia bilang begitu."
"Apakah Fay sudah diberitahu dia akan bergabung dengan
COU?"
Reno menjawab agak ragu, "Aku rasa belum."
Kent terdiam sejenak tapi tidak menanggapi lebih lanjut. "Se?
baiknya aku pergi sekarang," ucapnya kemudian sambil berlalu.
Reno tidak berkata-kata lagi, membiarkan kalimat Kent
mengambang di udara sembari mencoba mencerna rentetan ke?
jadian seputar adik kecilnya. Akhirnya ia berdiri dan kembali ke
peraduannya di pojok istal. Matanya kini benar-benar terjaga,
dipicu pikirannya yang kalut.
Sebagaimana yang telah dipelajarinya selama bertahun-tahun
menjadi bagian dari COU dan keluarga McGallaghan, ia tahu
kepastian akan masa depan adalah barang langka yang tidak per?
nah nyata. Selama ini ia tidak pernah keberatan menjalaninya.
Tapi kini galau timbul di hatinya, karena sepertinya hidup belum
menjanjikan akhir yang membahagiakan bagi adik kecilnya.
Terdengar langkah kaki mendekat dan Reno menoleh.
Kent berlari kembali ke arahnya. "Aku melihat bayangan
Philippe mengendap-endap dari bangunan utama mengarah ke
sini."
Reno menunjuk jendela kecil di samping istal. "Lewat sana!"
Kent bergegas menuju tempat yang ditunjuk Reno. Tapi begitu
From Paris-2.indd 158
menyadari Reno tidak mengambil langkah yang sama, dia segera
berhenti dan menoleh kembali, "Ayo, Philippe sebentar lagi sam?
pai."
"Aku tidak ikut," ucap Reno pahit. "Kamu pergi saja." Reno
melihat Kent terpaku menatapnya dan sambil menelan ludah ia
kembali mendesak Kent, "Sana, pergi!"
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kamu gila! Kamu bisa habis di tangan Philippe!" Kent masih
mengerutkan kening, tapi sesaat kemudian keningnya melebar
kembali, seperti mengerti apa yang terjadi. "My God... Aku rasa
aku cuma bisa bilang ?good luck to you?."
Reno melengos sambil mengibaskan tangan memberi kode
Kent untuk buru-buru pergi.
Kent menggerakkan tangannya seperti memberi hormat. "Wish
you the very best of luck... I mean it. Thanks." Kent kemudian ber?
balik, dan setelah dengan sigap mengangkat tubuh melewati jen?
dela, dia segera menghilang dari pandangan.
Reno tersenyum pahit sambil berbalik masuk kembali ke istal
dan duduk di peraduannya di pojok. Ia tidak heran kalau Kent
bisa menebak apa yang terjadi karena dia sudah tinggal dan di?
didik Andrew sejak kecil?jenis kegilaan pamannya itu memang
tidak bisa ditebak begitu saja, tapi satu hal yang mereka tahu
pasti, paman mereka itu memang gila!
Reno duduk tanpa bergerak. Suasana saat ini begitu senyap.
Selain napasnya sendiri, tidak terdengar suara lain?bahkan tidak
suara alam. Tangannya meraba-raba lantai dan mengambil se?
genggam jerami. Tanpa berpikir tangannya melempar jeramijerami itu sambil berhitung dalam hati. Pada hitungan ketiga ia
tahu Philippe sudah ada di dalam?instingnya berkata begitu.
Bulu kuduknya meremang dan adrenalin berpacu dalam pem?
buluh darahnya. Kewaspadaannya meningkat drastis terlepas dari
keinginan untuk mengabaikannya dengan alasan perbuatan yang
sia-sia. Skema istal dengan Philippe yang bergerak perlahan de?
ngan keanggunan seorang elf sebagaimana deskripsi Tolkien dalam
From Paris-2.indd 159
Lord of the Rings, secara visual terlihat nyata dalam pikiran
Reno.
Pada hitungan kedua puluh terdengar suara "klik" yang sangat
ia kenal di dekat telinga.
"Good luck to me," ucap Reno pasrah dalam hati ketika mata?
nya beradu pandang dengan mata Philippe yang bersorot di?
ngin.
Fay tersentak ketika tangannya terasa seperti kesemutan dan sam?
bil menggerutu ia mencubit pipinya sendiri. Cahaya kelap-kelip
berwarna oranye di gelangnya berubah warna menjadi hijau dan
rasa kesemutannya pun hilang. Sejak tadi ia sudah berdiri tegak
di tengah ruangan, berusaha melawan kantuk yang menyerangnya
bertubi-tubi. Baru sekarang ia tahu orang memang bisa ketiduran
sambil berdiri!
Sekilas Fay melirik arlojinya?pukul 02.00 dini hari. Ia baru
saja akan melangkah untuk memulai kembali ritual jalan modarmandir yang membosankan ketika terdengar langkah kaki men?
dekat.
Kemunculan sosok Philippe membuat jantung Fay berdegup.
Detik berikutnya jantungnya seakan mau lompat keluar ketika
melihat Reno berjalan dengan enggan di belakang Philippe!
Philippe membuka pintu sel dan memberi Fay kode untuk
keluar. Philippe mengeluarkan remote dan dengan satu bunyi
"bip" kecil, lampu hijau di gelang Fay mati diikuti munculnya
dua celah di gelang. Philippe meraih tangan Fay tanpa berkatakata dan melepas gelang itu.
"Kamu bisa beristirahat di kamar..." Ucapan Philippe terhenti
ketika terdengar nada getar telepon genggam berbunyi di saku
celananya dan Philippe langsung menyingkir ke arah tangga un?
tuk mengangkatnya.
From Paris-2.indd 160
Fay berbisik kepada Reno, "Apa yang terjadi?"
"Aku tertangkap basah oleh Philippe saat sedang berada di
istal," jawab Reno.
"Kamu kan sudah dari tadi meninggalkan tempat ini.... Me?
mangnya kamu tidak langsung pergi?"
"Aku masih ingin menengok kamu sekali lagi."
Air mata Fay mulai mengintip di sudut mata. "Aku minta
maaf, Reno... Kamu akan... Philippe nanti..." Bayangan ujung
pisau tajam milik Philippe kembali terbayang.
"I?ll be okay, lil? sis," ucap Reno sambil mencoba tersenyum.
Air mata Fay menetes. Perasaan bersalah memenuhi rongga
batinnya?kalau saja ia tidak bersikap kekanak-kanakan saat la?
tihan, Reno tidak akan terlibat masalah seperti ini. Fay menutup
mukanya dengan kedua tangan dan mulai terisak pelan, "Reno,
aku minta maaf...."
Tangan Reno terulur untuk menyibak kedua tangan Fay yang
menutupi muka dan menghapus air mata Fay yang sudah mem?
basahi pipi. Reno kemudian menyentuh dagu Fay dan berkata,
"Fay, kamu tidak perlu merasa bersalah dan meminta maaf. Ku?
minta mulai sekarang kamu benar-benar berusaha tidak terlibat
kesulitan lagi dengan Philippe."
Fay mengangguk dengan air mata yang semakin deras. Dengan
suara tercekat ia bertanya, "Apa yang akan dilakukan Philippe
kepada kamu?"
"Aku tidak tahu. Yang pasti, Philippe tidak akan membiarkan
aku mendampingi latihanmu. So, can you promise me to stay out
of trouble?"
Fay mengangguk.
Terdengar langkah kaki kembali mendekat dan Reno meng?
hapus air mata di kedua pipi Fay dengan satu gerakan cepat
menggunakan kedua tangannya.
Philippe menyipitkan mata. "Well, well... Ada saat mengharu?
From Paris-2.indd 161
kan rupanya." Pandangan Philippe beralih kepada Fay. "Kembali
ke kamarmu sekarang. Latihan pagi dimulai jam lima?tiga jam
lagi."
Fay buru-buru mengangguk lalu berlalu dari hadapan Philippe,
menuju tangga. Saat kakinya menjejak di anak tangga terakhir
yang membawanya ke foyer, terdengar teriakan Reno.
Fay jatuh terduduk saat itu juga.
Hening sejenak.
Terdengar kembali suara teriakan yang menyayat gendang
telinga.
Fay meninggalkan basement dengan langkah terseok-seok me?
nuju kamarnya di lantai dua. Begitu menelungkupkan badan di
atas kasur, ia terisak histeris dengan perasaan terguncang.
Ia tahu tidak ada satu pun tindakannya yang benar sejak hari
pertama ia tiba di Paris. Dan kali ini akibat yang menyakitkan
dari tindakannya tidak hanya menimpa dirinya, tapi juga orang
lain. Perkataan Kent yang sebelumnya menyulut kemarahan kini
terasa masuk akal "Tidak perlu mencari sebuah alasan atas se?
buah tindakan, yang lebih penting adalah akibatnya."
Mulai sekarang, ia tidak akan mempertanyakan lagi apa pun
yang diperintahkan oleh Philippe atau siapa pun. Tak peduli apa
alasannya, ia akan melakukannya tanpa bertanya, dan dengan se?
baik-baiknya, kalau itu bisa membuat hidup orang-orang yang ia
sayangi lebih mudah.
Dengan pikiran itu, Fay jatuh tertidur.
Tiga jam kemudian, Fay dibangunkan suara alarm jam meja. Fay
mengerang ketika tangannya terasa kaku dan nyeri saat digerak?
kan?rupanya posisinya yang menelungkup di kasur sejak jatuh
tertidur tiga jam lalu sama sekali belum berubah. Sambil menarik
napas panjang, Fay langsung memaksa dirinya bergerak ke kamar
From Paris-2.indd 162
mandi untuk bersiap-siap?satu-satunya tekad yang berhasil mem?
buatnya bergerak adalah ingatan akan Reno.
Fay baru saja tiba di foyer ketika mendadak terlihat bayangan
Philippe yang muncul dari arah lemari geser yang mengarah ke
basement. Dengan napas yang langsung terasa berhenti mendadak,
Fay buru-buru naik kembali ke anak tangga pertama supaya tidak
terlihat oleh Philippe. Apakah Reno masih ada di basement? Bagai?
mana keadaannya? Pikiran itu berkecamuk dalam benak Fay hing?
ga ia disadarkan suara Philippe.
"Selamat pagi, Fay," sapa Philippe datar, seolah kejadian tiga
jam lalu bukan hal yang luar biasa.
"Se... selamat pagi," balas Fay gugup sambil berharap Philippe
menganggap dirinya baru saja turun dari lantai atas dan tidak
menyadari ia sudah berdiri di sini dari tadi. Dasar apes! Fay me?
nelan ludah sebelum mengumpulkan nyali untuk bertanya, "A...
apakah Reno masih di basement?"
Alis Philippe terangkat sedikit. "Apakah ada bedanya bagi
kamu dia ada di basement atau tidak?"
Fay gelagapan sebentar dan akhirnya menjawab pasrah, "T...
tidak tahu."
"Then, don?t ask! Keluar sekarang, latihan segera dimulai!"
Fay mengikuti Philippe sambil mengomel dalam hati. Dasar
jutek! Apa susahnya sih menjawab pertanyaan tadi?!
Latihan pagi dijalani Fay dengan benak dipenuhi kekhawatiran
akan nasib Reno hingga bahkan pemandangan indah dari wajah
Kent yang selalu berada di sisinya tidak bisa membuatnya me?
layang seperti biasa. Saat kakinya mengayun menapaki jalur lari,
benaknya sibuk bertanya-tanya apakah Reno masih ada di
basement, tergolek tak berdaya setelah entah apa yang dilakukan
Philippe.
Setelah sarapan, Kent bertanya, "Sejak pagi aku perhatikan pi?
kiranmu seperti berada di tempat lain?walaupun sebenarnya ada
From Paris-2.indd 163
bagusnya juga. Kamu sadar tidak waktu tempuhmu tadi baik se?
kali sampai-sampai Philippe mengecek arlojinya lagi?"
Fay membetulkan kucirnya dengan gelisah dan menjawab,
"Tadi malam aku ke basement lagi dan Philippe memasang benda
seperti gelang di tanganku... sakitnya mintapun!" Fay berhenti
sebentar untuk menarik napas sambil memperhatikan Kent yang
masih menatapnya dengan ekspresi tak berubah, lalu melanjutkan,
"Reno datang untuk membantuku dan tertangkap oleh Philippe
dan aku tidak tahu bagaimana nasib Reno sekarang. Tadi pagi
aku coba tanya Philippe tapi dia tidak mau menjawab."
"Kamu tanya Philippe?? Yapun, Fay... kamu benar-benar
tidak pernah pikir panjang!"
"Memangnya seharusnya nggak boleh tanya dia, ya? Habis aku
tidak tahu lagi harus bagaimana," ucap Fay membela diri.
"Aku yakin Reno sudah pergi. Tadi pagi di depan gerbang
mobilku berpapasan dengan satu mobil van yang baru saja keluar.
You just have to trust me on this. Aku tahu pasti kegunaan mobil
van itu."
"Apakah itu pertanda baik atau malah buruk?" tanya Fay
lagi.
Kent terdiam sebentar sebelum menjawab, "Biasanya itu berarti
sudah usai."
Latihan selanjutnya dijalani Fay dengan sepenuh hati. Kom?
binasi antara janji yang diucapkannya kepada Reno dan pikiran
yang melanglang buana tidak keruan ternyata membuahkan hasil
yang tidak mengecewakan. Fay bahkan berani bersumpah sempat
melihat wajah Philippe yang terkagum-kagum padanya?yah,
mungkin sedikit melebih-lebihkan sih, agak takjub mungkin lebih
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tepat?saat ia berhasil melalui latihan rintangan dengan sukses,
dengan napas yang tidak terlalu berkejar-kejaran seperti biasanya.
Walaupun ia masih tertinggal jauh di belakang Kent, setidaknya
selisihnya tidak sampai satu putaran. Latihan di Jalur Dua pun
tidak menyengsarakan sebagaimana sebelumnya dengan kesadaran
From Paris-2.indd 164
sang kaki yang sepertinya cukup tahu diri untuk tidak beristirahat
berlebihan, terutama di hadapan Philippe.
Jam tujuh malam, latihan dinyatakan selesai oleh Philippe. Fay
baru saja akan naik ke kamarnya di atas ketika Philippe me?
manggilnya kembali ke foyer.
Philippe menyodorkan telepon genggamnya. "Fay, Andrew
ingin bicara. Letakkan saja di atas meja ruang tengah kalau kamu
sudah selesai."
"How is your day, young lady?"
"Not bad," jawab Fay. Garing!
"Latihan kamu dengan Philippe sudah berakhir. Besok saya
yang akan memberikan sesi selanjutnya di kediaman saya."
"Oke," jawab Fay dengan kelegaan yang tak bisa dilukiskan.
"Lucas akan tiba kurang-lebih satu jam lagi, jadi kamu punya
cukup waktu untuk berkemas-kemas. Sampai jumpa besok pagi,
Fay."
Begitu telepon ditutup, Fay langsung melompat-lompat ke?
girangan. Tidak bisa ia percaya secara resmi sesi latihan dengan
Philippe sudah usai, tuntas, tamat, selesai! Dan ia akan meninggal?
kan kediaman Philippe sebentar lagi. Fiuuuh... Hip hip horeee...!
sorak Fay norak dalam hati sambil meluruskan tangan kanannya
yang terkepal di atas kepala. Merdeka!
Setelah meletakkan telepon di meja ruang tengah, setengah
berlari Fay menuju kamarnya, melompati dua anak tangga sekali?
gus di setiap langkahnya dengan senyum setengah gila terpampang
di wajahnya.
"Bagaimana jalannya latihan hari ini?" tanya Andrew pada
Philippe. Di telepon Philippe baru saja memberitahunya bahwa
Fay sudah meninggalkan kediamannya.
From Paris-2.indd 165
"Tidak buruk. Harus saya akui, saya cukup terkejut dengan
perubahan drastis pada hasil latihan hari ini."
"Apa saja yang berubah sepanjang pengamatan kamu?"
"Perubahan yang jelas terbaca adalah waktu tempuh Fay yang
membaik secara signifikan di semua jalur."
"Jadi, bila sekarang saya meminta kamu menilai kemampuannya
dalam rentang nol hingga sepuluh, berapa nilai yang akan kamu
berikan?"
"Kemampuannya saat ini akan saya beri nilai enam, tapi moti?
vasinya saya beri nilai delapan. Seperti yang kamu ketahui, moti?
vasi yang dimiliki seorang agen punya andil yang cukup besar
dalam penilaian. Kemampuan seseorang akan dengan mudah bisa
dibentuk bila motivasinya sesuai."
Philippe terdiam sebentar kemudian berkata, "Hal yang ter?
akhir itu agak mengejutkan saya..."
"Ya?" tanya Andrew santai.
"Sikap Fay dalam menyikapi latihan dan menjalankan perintah
berubah total padahal tidak ada perubahan yang signifikan dalam
cara saya melatihnya, baik dalam memberikan ancaman ataupun
hukuman."
Andrew menjelaskan, "Motivasi Fay tidak bisa digerakkan oleh
faktor eksternal secara langsung. Selama ini, faktor eksternal se?
perti iming-iming uang atau ancaman hampir selalu bisa meng?
gerakkan para agen kita untuk berprestasi sesuai harapan, tapi ti?
dak berlaku bagi Fay."
"Saya bisa mengerti kalau ada orang-orang yang tidak bisa di?
gerakkan oleh iming-iming uang, tapi ancaman seharusnya cukup
untuk menggerakkan siapa pun, terutama para agen kita. Motivasi
untuk hidup adalah hal mendasar yang harus dimiliki seorang
agen lapangan yang selalu menguji batas kehidupan setiap hari.
Tanpa motivasi cukup, sama saja mereka mengundang kematian
mereka sendiri dalam setiap langkah."
Andrew menanggapi, "Bagi yang lain, motivasi yang muncul
From Paris-2.indd 166
adalah imbas, sedangkan bagi Fay, motivasi adalah akar. Bila
benih-benih motivasi yang sudah ada dalam dirinya dipupuk de?
ngan tepat, motivasi yang tumbuh akan menyatu dengan dirinya
dan tidak bisa digeser lagi."
Philippe berdecak. "Pastikan saja motivasinya tetap bertahan
pada level yang dia tunjukkan sekarang ini."
Andrew tersenyum. "No problem, Philippe... No problem at
all."
From Paris-2.indd 167
Persiapan
FAY menyuap sendok terakhir omelette sarapannya tanpa ter?
gesa-gesa. Di hari Kamis pagi ini ia duduk sendirian di kursi
ruang makan kediaman Andrew dan sejak tadi ia melakukan hal
yang persis dengan apa yang ia lakukan saat menghuni meja ma?
kan seorang diri di rumah menerawangkan pikiran untuk meng?
usir bosan.
Fay menyandar ke kursi, membiarkan pandangannya melayang
ke luar jendela dengan pemandangan deretan puncak gedung.
Belum juga satu minggu ia tiba di Paris, tapi rasanya sudah
empat windu! Ia ingat perasaannya ketika meninggalkan kediaman
Philippe tadi malam?ia seperti dihinggapi perasaan "home sweet
home" yang biasanya muncul sehabis menginap semalam atau dua
malam di luar rumah. Seolah ada sisi hatinya yang merasa nya?
man karena akan segera pulang ke rumah. Tadi malam ia masih
bisa menegur dirinya sendiri, "Rumah yang mana?!", tapi ia tidak
bisa mengingkari perasaannya sekarang yang begitu nyaman, se?
olah semua telah berakhir dan ia sudah tiba di rumah.
From Paris-2.indd 168
Aneh... mungkin karena saking senangnya bisa meninggalkan
kediaman Philippe, pikir Fay lagi.
Ingatan Fay langsung melayang pada papa dan mamanya yang
sekarang pasti sedang menikmati liburan mereka di satu tempat
entah di mana dierika Selatan. Ia berpikir alangkah menye?
nangkannya kalau bisa menikmati liburan bersama mereka?walau?
pun dijamin detik demi detiknya akan berlangsung garing bak
kerupuk kulit, sudah pasti lebih baik daripada apa yang sekarang
ia hadapi di Paris.
"Tapi di sini kan ada Kent," sanggah satu sisi pikiran Fay yang
kecentilan.
"Tapi percuma aja kalau sikapnya kayak batu," sergah sisi judes?
nya tanpapun.
Fay tercenung ingat bagaimana kemarin, di sesi latihan yang
berlangsung hampir sepuluh jam, hanya satu kali ia dan Kent
sempat bercakap-cakap, yaitu saat membicarakan Reno setelah
sarapan. Di luar itu, ia hanya menerima sapaan standar "selamat
pagi" dan "apa kabar" dari Kent. Basi!
Ingatan Fay melayang kepada Reno. Suara teriakan Reno yang
ia dengar di basement langsung kembali menghantui, mengundang
pertanyaan-pertanyaan lain. Apa yang terjadi pada Reno dini hari
kemarin? Di mana Reno sekarang? Bagaimana kondisinya?
Fay menarik napas panjang dan akhirnya memutuskan untuk
duduk-duduk di ruang tengah. Tanpa pretensi, Fay melangkah
masuk ke ruang tengah dan berikutnya langsung melompat sam?
bil memekik kaget ketika sebuah bantal mendarat tepat di muka?
nya. Setelah bengong beberapa detik, pikirannya baru bisa men?
cerna.
Reno?!
"Hi, lil? sis? How are you?" Reno memampangkan cengiran
lebarnya yang jail dan dengan muka bandelnya ia berjalan ke
arah Fay.
"Yapun, Reno, kabar kamu gimana?" tanya Fay dengan
From Paris-2.indd 169
perasaan sangat lega seperti batu besar baru saja diangkat dari
dadanya.
Reno melingkarkan tangannya di bahu Fay dan mengecup ri?
ngan kepala gadis itu, sebelum mengajaknya ke sofa. "Kabarku
baik... berhubung kamu tanya sekarang dan bukan kemarin
pagi."
"Kamu sudah di sini rupanya," ucap Andrew yang tiba-tiba
sudah berdiri di jalan masuk ke ruang tengah. Andrew melirik
bantal yang tergeletak di lantai sambil berdecak, lalu memungut
dan melemparkannya ke sofa. "Bagaimana keadaan kamu?"
"Not bad," jawab Reno tak acuh.
"Kamu ditunggu dua jam lagi di kantor oleh Steve untuk mem?
bicarakan latihan," lanjut Andrew.
Reno mengangguk.
Andrew tersenyum ke arah Fay, "Bagaimana kabarmu? Saya
dengar dari Philippe tadi malam, ada kemajuan signifikan dalam
latihanmu?"
Fay merasa pipinya hangat. "Lumayan."
"Sebentar lagi saya akan memberi penjelasan tentang tugas
kamu di ruang kerja saya. Akan saya panggil kalau waktunya
tiba."
"Oke," jawab Fay sambil mengangguk, menyaksikan Andrew
berjalan meninggalkan ruangan dengan langkah tegap.
Begitu Andrew tidak terlihat, Fay langsung bertanya, "Apa
yang terjadi di basement? Aku mendengar teriakanmu saat di
tangga."
Reno menjawab enggan, "Tidak terlalu menyenangkan, but I
survived."
"Kenapa sih semuanya harus disembunyikan segala?" gerutu
Fay. "Aku kan juga sudah pernah berhadapan dengan Philippe.
Lagi pula aku bukan anak kecil yang bakal nangis kalau di?
ceritain."
Reno tertawa. "Umur sih sudah bukan anak kecil, tapi ke?
From Paris-2.indd 170
lakuan masih." Sebelum Fay sempat protes, Reno melanjutkan
lebih serius, "Ada hal-hal yang lebih baik tidak kamu ketahui."
Fay pantang menyerah. "Kamu mau latihan apa? Untuk tugas?
Atau itu termasuk yang tidak boleh diketahui juga?"
Reno menggeleng sambil berdecak. "Fay, kamu itu bisa nggak
ya memasang rem sedikit kalau bertanya? Kalau Paman dengar,
kamu pasti dapat masalah lagi."
"Lho, wajar dong aku tanya, kan dia tadi ngomongnya di
depanku. Kalau dia nggak mau ada yang tahu, ya ngomongnya
jangan di depan orang lain dong. Tadi dia juga menyebutkan
nama ?Steve?... Aku sih rencananya mau tanya ke kamu Steve itu
siapa," ucap Fay sambil lalu.
Reno tertawa kecil. "Dasar keras kepala. Untuk tugas, tidak
bisa kuberitahukan. Mengenai Steve, bisa aku jawab?dia juga
pamanku."
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Galak juga?"
Reno nyengir lebar. "Iya... siapa sih yang nggak?"
"Kent pernah bilang paman kamu yang namanya Raymond
lumayan baik kok."
"Dia memang yang paling baik...," Reno berpikir sebentar se?
belum melanjutkan, "...sebenarnya ada yang lebih baik daripada
Raymond. Namanya James, tapi dia tidak... mm... gimana ngo?
mongnya ya... James agak berbeda. Dia bukan tipe operasional
seperti yang lain, jadi aku hampir tidak pernah berurusan dengan
dia."
"Maksudnya operasional seperti apa?"
Reno mendesah. "Agak susah menjelaskannya... James bukan
tipe orang yang menangani masalah-masalah fisik... Dia lebih ke
otak."
Fay tertawa. "Jadi maksud kamu, yang lain nggak pakai otak,
gitu?"
Reno ikut tertawa sambil mengangkat kedua tangannya. "Oke,
aku menyerah. Ternyata sulit juga ketika harus membungkus satu
From Paris-2.indd 171
cerita supaya masih bisa dimengerti tanpa membuka inti cerita?
nya. Sabar saja dulu, lain kali aku ceritakan lengkap."
"Hah! Memangnya suatu hari nanti hal-hal ini jadi tidak ra?
hasia dan bisa diceritakan ke aku, gitu?" sindir Fay.
"Mungkin saja."
Fay menelengkan kepala mendengar jawaban Reno yang ter?
dengar enggan dan seperti diucapkan dengan hati-hati. Fay me?
nyipitkan matanya sedikit ketika akhirnya bertanya, "Kalau yang
kamu sebut ?kantor? tadi, pasti aku tidak boleh tanya-tanya sama
sekali ya...?"
Reno kembali berdecak dan menggeleng, kemudian tatapan
matanya beralih ke arah jalan masuk ke ruang tengah.
Fay mengikuti arah pandangan Reno dan melihat Kent masuk
ke ruangan. Sambil membuang muka Fay mengutuki diri sendiri
yang dadanya masih saja berdesir setiap kali melihat cowok pirang
nyebelin itu... Yah, kadang dia baik sih... tapi tetep nyebelin...
tapi bikin melayang... tapi...
"Good morning," sapa Kent.
Standar, pikir Fay masam sambil membalas sapaan Kent pe?
lan.
Kent berjalan ke arah Reno yang masih duduk dan menjulur?
kan tangannya yang terkepal seperti tinju sambil menyapa, "Are
you okay?"
Reno menyambut dengan gerakan yang sama, menjulurkan
kepalan tangannya juga hingga menyentuh kepalan Kent, sambil
nyengir. "Kapan-kapan kamu harus coba juga... Nggak jelek
kok... apalagi kalau pingsannya cepat."
Kent tertawa ringan. "Dasar bodoh. No thanks."
Fay masih sempat lemas sebentar mendengar tawa Kent yang
mengalun, meskipun sebenarnya ia sedang bengong melihat apa
yang dilakukan kedua cowok itu di depannya. Baru kali inilah ia
benar-benar melihat mereka bercakap-cakap santai?walaupun
menggunakan bahasa planet.
From Paris-2.indd 172
"Apa sih maksudnya?" akhirnya Fay bersuara.
"Bukan apa-apa, just a normal chat between family members,"
jawab Reno santai sambil mengucek-ucek rambut Fay.
"Kamu sempat pulang kemarin?" tanya Kent sambil duduk di
hadapan Reno.
"Nggak. Kenapa?"
"Tadi pagi aku dengar sekilas dari Larry, kemarin ada peng?
geledahan. Steve sedang bermalam di rumah dan rupanya sedang
kurang kerjaan, dan Andrew tentu tidak menolak kalau ada yang
mengambil inisiatif seperti itu."
"Whooa... Ada yang kena?" Reno menegakkan tubuh dengan
raut tertarik.
"Cuma si Sam. Si kuda nil tolol itu menggeletakkan pisau tem?
pur begitu saja di laci meja. Steve langsung kegirangan dan
sepertinya Sam akan dirumahkan dengan Steve. Taruhan, dia pasti
sudah mintapun ke Steve pada hari ketiga."
Fay menyimak dengan perasaan tersisih dan bertanya dengan
muram, "Kalau bukan family member nggak boleh ngerti, ya?"
Reno tersenyum dan menggodanya, "Adik kecilku marah... It?s
okay, urusan rumah. Kamu boleh tau kok. Bagian mana yang
ingin kamu tanyakan?"
"Cerita tentang Sam dan Steve tadi, maksudnya apa?"
Reno menyandar santai dan menjelaskan.
"Yang paling ditakuti oleh kami, para keponakan yang polospolos ini, adalah bila sewaktu kami lagi kumpul dan bersenangsenang, setidaknya hadir dua orang paman dengan salah satunya
sedang dalam kondisi jiwa yang labil." Reno berhenti sebentar
ketika mendengar Kent tertawa pelan, kemudian sambil nyengir
ia melanjutkan, "Dalam kondisi seperti itu, biasanya muncul ide
yang aneh-aneh dari mereka, salah satunya yang paling umum
adalah inspeksi mendadak untuk mengetahui kejahatan apa yang
mungkin sedang direncanakan oleh kami semua."
"Kejahatan seperti apa?" tanya Fay terperangah.
From Paris-2.indd 173
Reno mendesah. "Yah, kadang sangat tidak penting dan tidak
berguna... seperti pergi tanpa izin untuk gila-gilaan semalam sun?
tuk di Ibiza... Atau mengempiskan semua ban mobil di garasi...
Atau menghabiskan semua persediaan makanan Mrs. Rice dan
memindahkan semua peralatan dapurnya ke gedung bekas istal di
belakang rumah Philippe... Atau membantai anjing herder Sir
Callaway, tetangga Paman yang sudah rabun dan setengah
gila...."
Fay terbelalak.
Kent tertawa. "Jangan didengar, Fay. Tidak pernah separah
yang terakhir itu kok."
Fay mengangguk masih shock, lalu bertanya, "Jadi, apa yang
dilakukan paman kalian saat inspeksi?"
"Menggeledah semua sudut yang pernah kami kunjungi, mulai
dari kamar, ruang belajar, mobil, hingga kamar mandi. Tujuannya
adalah menemukan benda-benda terlarang atau petunjuk lain
yang bisa berguna untuk mengetahui rencana kami," jawab
Kent.
"Kenapa Sam menyimpan pisau di kamarnya?" tanya Fay
lagi.
Kent menjawab, "Sam kolektor pisau langka. Pisau yang di?
temukan di laci itu adalah salah satu koleksi baru miliknya."
Fay mengerutkan kening. "Kalau begitu, kenapa paman kamu
marah?"
Kent menjawab, "Banyak kegiatan dan barang yang masuk
kategori terlarang di rumah. Walaupun semua tergantung pada
kasusnya, secara umum ada tiga kategori Merah, Oranye, dan
Kuning. Semua barang yang punya potensi untuk melemahkan
fisik dan mengakibatkan kecanduan, dikategorikan ke Daftar Me?
rah. Contohnya adalah obat-obatan psikotropika, beberapa jenis
minuman keras, dan rokok."
"Kenapa rokok dan minuman keras disamakan dengan obatobatan psikotropika?" tanya Fay.
From Paris-2.indd 174
"Paman memastikan bahwa kami tidak punya ketergantungan
fisik dan psikologis terhadap benda apa pun. Dia tidak mau kami
memiliki kelemahan yang punya potensi untuk menggagalkan
tugas dan membahayakan kami. Bayangkan saja kalau kami sudah
kecanduan, bisa saja saat tugas kami menyempatkan diri untuk
mencari barang-barang itu, dan itu tentu menjadi kelemahan
yang fatal untuk kasus-kasus tertentu."
"Jadi kalian tidak ada yang pernah merokok atau minum mi?
numan keras?" tanya Fay takjub.
Kent menjawab, "Aku bisa pastikan beberapa dari kami pernah
mencobanya, tapi kami tahu bagaimana membatasi diri sehingga
tidak punya ketergantungan."
Reno menambahkan, "Meminum beberapa minuman keras ti?
dak dilarang untuk mereka yang berumur di atas delapan belas
tahun, dalam jumlah wajar, contohnya wine. Tapi Paman tidak
memperbolehkan kami menyimpan sendiri untuk konsumsi pri?
badi. Di rumah, wine dan minuman keras lain disimpan di tem?
pat-tempat tertentu, sehingga konsumsinya bisa dimonitor. Bila
sempat ditemukan barang-barang itu di tempat lain, sudah pasti
masuk Daftar Merah dan kami semua akan diinterogasi."
"Bagaimana dengan pisau milik Sam?" tanya Fay lagi.
"Barang-barang persenjataan seperti pistol atau pisau, masuk ke
Daftar Oranye. Tapi ada juga di antara barang-barang sejenis yang
masuk ke Daftar Kuning?boleh dimiliki asal dengan izin. Pisau
yang dimiliki Sam masuk kategori terakhir?masalahnya, Sam ti?
dak meminta izin terlebih dulu sebelum membeli."
"Apa itu berarti Sam akan mendapat masalah juga?"
Reno tertawa. "Menemukan benda di Daftar Kuning bagi para
pamanku seperti mendapat hiburan cuma-cuma... Mereka tidak
benar-benar marah, tapi bisa mengerjai terhukum sampai mereka
puas."
Kent menimpali, "Dalam kasus Sam, dia akan dirumahkan
bersama Steve, salah seorang paman kami, selama satu minggu...
From Paris-2.indd 175
sebenarnya mirip dengan latihan yang kamu jalani dengan
Philippe, hanya mungkin kadarnya lebih berat."
Fay meringis. Latihannya dengan Philippe saja sudah cukup
menyengsarakan, tidak terbayang seperti apa latihan yang akan
dijalani Sam kalau Kent mengatakan kadar latihan Sam akan le?
bih berat.
Reno menambahkan sambil tersenyum, "Tenang, nggak separah
kedengarannya kok. Sipir-sipir itu kalau untuk urusan di rumah
lebih punya toleransi. Aku rasa mereka memang sengaja memberi
ruang supaya kami bisa melampiaskan emosi berlebih akibat
urusan-urusan kantor, asalkan bukan Daftar Merah..."
Reno mendadak berhenti bicara dan mengarahkan tatapannya
ke jalan masuk ruang tengah.
Ternyata Andrew sudah berdiri di sana dan langsung berkata,
"Saya akan membicarakan tugas Fay dan Kent di ruang kerja saya
sekarang. Reno, kamu sebaiknya ke kantor sekarang juga untuk
menemui Steve?dia tadi menelepon dan sepertinya agak terlalu
bersemangat."
Kent mengeluarkan bunyi suara tawa tertahan.
Andrew kembali berkata "Malam nanti saya mengadakan
jamuan makan malam. Saya minta kalian bersiap-siap."
"Fay ikut?" tanya Reno.
Andrew mengangguk. "Ya. Fay juga saya undang. Make sure
you all make the necessary preparation."
Reno dan Kent mengangguk.
Setelah Andrew pergi, Fay bertanya, "Memangnya apa yang
harus disiapkan untuk makan malam?"
Reno nyengir. "Kamu nggak bakal percaya kalau nggak lihat
sendiri. Ini ritual yang aneh sekaligus seru. Semuanya begitu
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
resmi dan penuh tata krama, bahkan harus pakai tuksedo se?
gala?kamu tahu kan... jas dan dasi kupu-kupu."
"Kayak pesta aja," seru Fay takjub. "Wah, berarti aku juga ha?
rus pakai baju resmi dong...."
From Paris-2.indd 176
Kent menimpali, "Makan malam sebenarnya dimulai pukul
setengah delapan, tapi ada ketentuan setengah jam sebelumnya
semua sudah harus berkumpul di ruang duduk. Selama menunggu
pintu ruang makan dibuka biasanya kami mengobrol sambil ma?
kan atau minum yang ringan-ringan. Baru pada pukul setengah
delapan pintu ruang makan dibuka dan semua masuk ber?
bondong-bondong."
"Berapa orang yang hadir?" tanya Fay lagi.
"Biasanya baru diadakan kalau setidaknya ada delapan anggota
keluarga yang bisa hadir."
"Nggak ada ceweknya, ya?" Fay baru sadar selama ini semua
selalu menyebutkan kata nephew atau keponakan laki-laki, dan
uncle atau paman.
"Sepanjang sejarah McGallaghan yang aku tahu, hanya ada
beberapa wanita, tapi sekarang tidak ada," jawab Reno sambil
berdiri lalu mengecup kepala Fay. "Gotta go now... good luck, lil?
sis."
"Thanks... good luck to you too," balas Fay sambil tersenyum.
Reno lalu melangkah menuju lift, sedangkan Fay dan Kent
menuju tangga mengikuti Andrew.
Di ruang kerja Andrew, sebuah foto sudah terpampang di layar
kaca besar di salah satu dinding ruangan ketika Fay dan Kent
masuk, menampilkan seorang pria dengan kepala plontos mema?
kai kacamata hitam yang sedang berbicara di telepon genggam.
Begitu Fay dan Kent duduk, Andrew langsung menjelaskan.
"Pria yang dikenal dengan nama sandi ?Blueray? ini adalah se?
orang middleman atau perantara. Jadi dia menjadi penengah un?
tuk dua pihak yang tidak ingin berhubungan langsung dengan
alasan apa pun. Tidak lama lagi dia akan menjadi perantara bagi
sebuah transaksi. Sebuah barang akan diberikan kepadanya oleh
pihak pertama untuk kemudian diantar olehnya ke pihak ke?
dua?barang itulah yang saya inginkan."
Fay bertanya, "Barang apa?"
From Paris-2.indd 177
Andrew menjawab, "Sebuah chip."
Terdengar suara Kent seperti mengomel di sebelahnya. Fay me?
noleh ke arah Kent dengan bingung, dan lebih bingung lagi ke?
tika melihat raut muka Kent yang tampak kesal.
Andrew tersenyum tipis kemudian berkata pada Kent, "Mungkin
kamu bisa menjelaskan kepada Fay apa arti keterangan saya tadi."
Kent menjelaskan, "Ukuran sebuah chip sangat kecil, jadi me?
dia yang digunakan untuk mengirimkan chip itu bisa apa saja.
Bila pria ini cukup cerdas dan berhati-hati, akan sangat sulit bagi
kita untuk tahu apakah barang itu sudah di tangan dia atau
belum."
Hah???
Kent pasti melihat tampang bego Fay karena dia menjelaskan
kembali, "Kalau dia membeli rokok, bagaimana kita tahu bahwa
rokok yang diberikan ke tangannya memang benar-benar rokok
dan bukannya sudah ada chip yang diselipkan di dalamnya? Atau
kalau dia masuk ke kamar mandi kemudian keluar lagi, bagai?
mana kita bisa tahu apakah chip itu sudah diletakkan sebelumnya
di kamar mandi? Atau kalau dia bertabrakan dengan seseorang di
jalan, apakah itu murni tabrakan atau chip itu berpindah ta?
ngan?"
Fay spontan bertanya, "Harus serumit itukah?"
Andrew menjawab, "Sebagian besar?kalau tidak semua?aktivi?
tas yang dijalankan Blueray adalah ilegal. Sebisa mungkin semua
pihak yang terlibat tidak mau terlihat, jadi hampir pasti sebuah
pertemuan biasa bukanlah sebuah pilihan."
"Akan sulit sekali untuk membuntutinya tanpa dicurigai, ter?
lebih dengan kondisi seperti tadi, berarti kami harus ada dalam
posisi yang cukup dekat," ucap Kent.
Andrew kembali menerangkan, "Blueray akan tiba di Paris be?
sok malam dengan pesawat charter dari Munich. Dia membuat
reservasi atas nama ?Scott Preston? di sebuah hotel bintang empat
untuk satu malam, lalu akan berangkat dengan pesawat menuju
From Paris-2.indd 178
Paloma hari Sabtu sore. Satu hal yang pasti, tidak mungkin dia
pergi ke Paloma kalau barang itu belum ada di tangan."
"Pembelinya ada di Paloma?" tanya Kent.
"Ya. Dan begitu dia tiba di Paloma, tidak akan ada kesempatan
sama sekali untuk mendekatinya karena risikonya terlalu besar?
menurut informasi yang saya terima, pihak yang akan menerima
barang itu adalah keluarga mafia Italia yang berkuasa di Paloma."
"Jadi kemungkinannya hanya Sabtu pagi," gumam Kent.
"Hari Sabtu pagi dia akan mengikuti tur mengunjungi objek
wisata di luar kota Paris?bukan hal yang lazim dilakukan se?
orang pebisnis biasa untuk mengisi waktu luang yang hanya se?
tengah hari. Saya yakin serah terima barang akan dilakukan di
salah satu objek wisata yang dikunjungi olehnya."
Kent bertanya, "Apakah kami akan ikut tur yang sama?"
"Tentu saja. Kalian akan check-in di hotel yang sama dan akan
mengikuti tur yang sama dengannya. Karena posisi kalian dengan
Blueray cukup dekat, saya tidak menyiapkan tim lengkap untuk
mendukung operasi?saya tidak mau Blueray curiga dan meng?
gagalkan pengambilan barang. Satu-satunya tim pendukung di
lapangan adalah Russel. Tugas kalian adalah membuntuti Blueray
dan melaporkan ke Pusat bila barang sudah ada di tangannya.
Bila keadaan memungkinkan, Kent akan mengambil barang itu,
tapi bila tidak, Russel yang akan menyelesaikan pekerjaan selanjut?
nya?keputusan itu akan ada di tangan Raymond, yang akan
menjadi pemimpin operasi ini. Ada pertanyaan?"
Kent dan Fay menggeleng.
Andrew melanjutkan, "Sekarang, sedikit pengantar untuk Fay
tentang teori pengintaian.
"Tujuan utama pengintaian terhadap seorang target adalah
mengawasi gerak-gerik target tanpa diketahui olehnya, untuk men?
dapat petunjuk tentang informasi atau aktivitas tertentu.
"Ada banyak jenis pengintaian dengan alat atau tanpa alat,
diam atau bergerak, dengan kendaraan atau tanpa kendaraan. Apa
From Paris-2.indd 179
pun jenisnya, inti dari semua itu sama, lakukan ?tanpa diketahui
target??sangat mudah bila dilakukan terhadap orang awam, tapi
sangat sulit bila target sudah waspada terhadap usaha-usaha
pengintaian.
"Dalam operasi normal, pengintaian adalah kerja tim, bukan
perorangan. Tapi ada kalanya pengintaian harus dilakukan seorang
diri, dengan risiko yang lebih besar untuk dikenali target. Secara
umum, pihak yang melakukan pengintaian tidak boleh mencolok
dan tidak mudah dikenali. Dalam kasus kalian tidak berlaku, ka?
rena kalian akan ada di tur yang sama, dan dengan tur kecil se?
perti itu sudah pasti kalian akan dikenali oleh Blueray. Selama tur
berlangsung, hal ini tentu akan memudahkan kalian, karena ka?
lian bisa dengan tenang mengamatinya atau bahkan bercakapcakap dengannya. Tapi pada acara bebas saat peserta tur bisa
berjalan-jalan di luar rombongan tanpa pemandu, kalian akan
lebih sulit mengikutinya karena dia mengenali kalian.
"Supaya lebih mudah membayangkannya, sekarang anggap ka?
lian ada di posisi target, yang sedang dibuntuti. Ada banyak cara
untuk mengecek kalian dibuntuti atau tidak. Cara yang paling
umum adalah dengan memainkan kecepatan langkah?kadang
dipercepat dan kadang diperlambat tanpa kentara, misalnya ber?
pura-pura mengejar bus yang akan berangkat, atau berhenti untuk
mengikat tali sepatu. Bila orang yang kalian curigai masih ada
dengan jarak sama, berarti dia memang menjaga jarak dan ke?
mungkinan besar dia memang membuntuti. Cara lain yang juga
umum adalah masuk ke satu toko atau restoran selama beberapa
saat, kemudianati pintu apakah orang tersebut masuk atau
tidak, dan bila tidak, ketika kalian keluar perhatikan apakah
orang tersebut masih ada atau tidak.
"Dalam kasus kalian sebagai pihak yang membuntuti, bila tar?
get kalian melakukan hal-hal seperti itu?memainkan kecepatan
langkah, berhenti di etalase, masuk ke toko?kalian bisa meng?
asumsikan dia curiga sedang diikuti.
From Paris-2.indd 180
"Musuh sekaligus teman terbaik saat dibuntuti atau mem?
buntuti seseorang adalah pantulan kaca?dan kaca ada di manamana. Pantulan dari kaca etalase, kaca mobil yang melintas dan
yang sedang diparkir di pinggir jalan, kaca gedung perkantoran...
percaya atau tidak, kita dikelilingi kaca dan cermin, dan itu bisa
jadi senjata yang menguntungkan atau merugikan di posisi mana
pun kamu berada."
Andrew menatap Fay dan berkata, "Untuk melepaskan diri dari
penguntitan, kemampuan Analisis Perimeter dan Antisipasi Peri?
laku akan sangat membantu. Karena kamu akan bersama Kent
sepanjang waktu, saya tidak akan memberikan penjelasan secara
mendalam. Yang harus kamu lakukan nanti adalah melihat reaksi
Kent dan melakukan hal yang sama." Dia menyodorkan satu ber?
kas dokumen kepada Fay. "Ini informasi tempat-tempat yang akan
kamu kunjungi. Di dalamnya ada denah ch?teau Fontainebleau,
peta kota Fontainebleau, dan peta kota Barbizon. Saya minta
kamu menghafalkan bagian-bagian yang ditandai dengan lingkaran
merah sebagai persiapan tugas kamu besok. Kent sudah menerima
berkas yang lebih lengkap di kantor."
Andrew melanjutkan, "Besok pagi Raymond akan datang un?
tuk memberi pengarahan tugas kepada kalian berdua. Fay, saya
mengizinkan kamu makan di luar siang ini. Setelah itu ada yang
ingin saya bicarakan dengan kamu. Kent, kamu ke kantor seka?
rang."
Setelah Andrew berlalu, Kent beranjak sambil bertanya, "Kamu
mau makan siang di mana?"
"Nggak tau. Mungkin aku mau minta diantar ke sekitar tem?
pat kursusku dulu saja."
Kent mengangkat alisnya sedikit. "Baik, sampai jumpa setelah
makan siang."
From Paris-2.indd 181
"Heh, kok lewat sini?" tanya Reno kepada Kent yang sedang me?
megang kemudi mobil. Mereka baru saja makan siang dan Reno
menumpang mobil Kent karena mobilnya sedang diservis di beng?
kel. Mereka sekarang sedang dalam perjalanan kembali ke apar?
temen Andrew.
Kent tidak menjawab.
Reno melirik Kent, dan setelah melihat tidak ada tanda-tanda
Kent akan menanggapi pertanyaannya, ia mengulurkan tangan
dan menggoyang setir mobil.
"HEI...!" seru Kent.
Terdengar suara klakson dengan keras dari arah kanan.
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kamu gila, ya?" gerutu Kent.
"Aku tadi tanya kenapa kamu lewat sini, ini kan memutar!"
Reno berdecak kesal dan akhirnya memilih melihat gedung-ge?
dung di luar. Tubuhnya langsung tegak ketika melewati tempat
kursusnya tahun lalu. Ia ingat tadi Kent sekilas berkata Fay akan
makan siang di sekitar tempat kursus.
"Kamu cari Fay, ya? Aku kan sudah bilang kamu tidak usah
mendekatinya lagi..."
"Aku tahu!" potong Kent. "Would you just shut your mouth for
a minute?"
Kent memelankan laju kendaraannya setelah satu blok melewati
tempat kursus dan membiarkan mobil perlahan menyusuri ja?
lan.
Reno mengerutkan kening dan baru saja akan kembali mem?
buka mulut ketika melihat Fay sedang melambaikan tangan sam?
bil tersenyum ke arah seorang pemuda bertopi. Wajah pemuda
itu tak terlihat dan segera dia menjauh lalu menghilang ke ti?
kungan di seberang jalan. Fay kemudian berjalan di trotoar se?
belum masuk ke limusin hitam yang diparkir di tepi jalan.
"Siapa itu?" tanya Reno sambil menegakkan tubuh.
Kent mendengus. "Mana kutahu! Kalau tadi dia menyeberang
di depan mobilku, pasti sudah aku serempet."
From Paris-2.indd 182
"Kamu sudah tahu Fay makan siang dengan pemuda tadi?"
"Tidak tahu, cuma insting," gumam Kent. "Aku lihat Fay ma?
kan siang dengan pemuda itu hari Minggu kemarin di sekitar
sini. Dan tadi waktu Fay bilang mau makan lagi di daerah sini,
aku agak curiga."
Reno terdiam. Tidak mungkin Fay punya hubungan istimewa
dengan seseorang tanpa ia ketahui?untuk urusan-urusan remeh
seperti sahabatnya, Lisa, yang naksir pemuda bernama Doni saja,
Fay tidak pernah ragu untuk menceritakannya dalam e-mail-e-mailnya! Berarti Fay baru kenal dengan pemuda itu. Di mana mereka
bertemu?
Dengan gelisah Reno menarik sabuk pengaman yang mendadak
terasa menyesakkan. Skenario yang diusung otaknya terasa kurang
pas. Kalau baru kenal, bagaimana Fay bisa bertemu lagi dengan
pemuda itu?kebetulan biasa?
Mobil Kent dengan mulus menyalip limusin hitam yang di?
tumpangi Fay.
Reno menahan diri supaya tidak menoleh untuk mencoba me?
lihat Fay?satu hal yang sebenarnya juga percuma dengan kaca
gelap pekat seperti itu.
Setelah beberapa saat menyelami pikiran dalam keheningan,
Reno akhirnya bertanya, "Kamu tidak coba tanya Fay siapa pe?
muda yang kamu lihat hari Minggu itu?"
Sorot mata Kent yang jengkel saat melirik menyadarkan Reno
bahwa pertanyaan itu tidak perlu?sudah pasti Kent membuntuti
Fay diam-diam. Sesaat Reno dihinggapi kekesalan baru karena
Kent ternyata masih juga belum bisa menjauhi Fay sepenuhnya.
The Bourne Supremacy Karya Robert Ludlum Lembah Nirmala Karya Khu Lung Pendekar Hina Kelana 35 Penghuni Goa
Fay terpaku menatap Reno, tidak bisa bahkan sekadar me?
rangkai kata-kata dalam pikirannya.
"Aku akan menjadi mentor kamu selama tiga hari ke depan,"
ucap Reno lagi.
Fay menatap Reno dengan nanar. Pemuda yang selama satu
tahun terakhir sudah menjadi kakak dalam hatinya, juga penyela?
mat, pahlawan bagi hidupnya. Bagaimana mungkin pemuda yang
sama memperkenalkan diri sebagai seorang "mentor" seolah tidak
ada yang salah dengan identitas itu? Bukankah peran itu sama de?
ngan peran yang tahun lalu dijalani Kent? Apakah Reno bagian
dari mereka? Bagaimana dengan semua kejadian tahun lalu yang
melibatkan Reno? Apakah semua itu hanya kebohongan besar?
Perlahan-lahan satu bentuk perasaan yang tidak dikenali me?
rasuk ke relung kalbu Fay yang terdalam. Perasaan dikhianati
From Paris-2.indd 125
yang begitu menghunjam itu langsung membuat rasa sesak yang
tidak tertahankan dan Fay merasa matanya sangat panas ketika
butir-butir air mata mulai merembes dari sudut-sudut matanya.
Fay melihat bibir Reno terbuka, mengeluarkan suara yang
membantunya menapak kembali ke dunia.
"Philippe tadi memintaku memberikan hukuman padamu ka?
rena waktu tempuh yang begitu lama," ucap Reno datar, kemu?
dian melanjutkan, "sekarang, jongkok dengan tangan di belakang
kepala, dan berjalanlah dengan posisi jongkok sepanjang jalan
berkerikil di depan rumah hingga ke ujung dan balik kembali."
Apa??
Fay menatap Reno dengan kobaran benci yang pasti sangat
jelas terlihat. Dengan keras kepala Fay tetap berdiri mematung.
Kalau Reno ingin ia melakukan hal serendah itu, Fay tidak akan
membuatnya sebegitu mudah!
"Ayo, Fay, mulai!" perintah Reno agak keras.
"TIDAK MAU!"
"C?mon, Fay, don?t do this to me. Aku memang berutang pen?
jelasan kepada kamu, tapi bisa kita bicarakan nanti. Sekarang
lakukan saja yang diperintahkan oleh Philippe. Aku tidak mau
harus memaksa kamu melakukannya."
"Ya sudah, paksa saja, kenapa ragu?? Aku toh tidak kenal
kamu!" sahut Fay lebih ketus sambil mendongak dan melotot
kepada Reno.
"Fay, please," ucap Reno mendesak. "Aku minta maaf atas apa
yang terjadi tahun lalu, tapi saat itu aku tidak punya pilihan ka?
rena memang diberi tugas untuk mendekati kamu...."
Ucapan Reno tidak bisa diselesaikan karena Fay memotong sam?
bil maju selangkah, "Saat itu kamu mungkin tidak punya pilihan,
tapi selama satu tahun terakhir ini kamu terus menipuku...." Ka?
limat Fay tidak bisa dilanjutkan. Air matanya sudah tumpah tanpa
ragu dan ia menutup mukanya dengan kedua tangan.
"Fay, ayolah, jangan menangis sekarang. Kita bicarakan saja
From Paris-2.indd 126
nanti. Lakukan perintah tadi." Suara Reno sudah terdengar lebih
seperti memohon dengan putus asa daripada memberi perintah.
"Ada apa?" suara Philippe yang ternyata sudah ada di belakang
mereka memutus perdebatan.
Fay langsung menghapus air matanya secara serabutan.
Philippe kembali bertanya, kali ini ditujukan ke Reno, "Apa
yang terjadi? Beri saya penjelasan yang masuk akal sekarang juga
atau nasib kamu akan berakhir sama dengan Fay malam ini!"
Reno baru saja membuka mulut untuk menjawab, tapi Fay
langsung menyambar dengan sengit, "Saya tidak mau latihan de?
ngan dia!"
Fay masih sempat melihat mata Philippe yang berkilat sebelum
pada detik berikutnya ia merasa kakinya terbang ke udara. Fay
terjengkang ke belakang dan mendarat dengan punggung meng?
hantam tanah disertai bunyi "buk" keras. Fay berteriak kesakitan
sambil menyumpah-nyumpah dalam hati?tulang-tulangnya di
punggung serasa berserakan! Mintapun!
Philippe berjalan mengitari Fay, kemudian membentaknya,
"ITU bukan pilihan yang ada di tanganmu. Bangun!"
Sambil mengerang dan mengernyit menahan sakit Fay berusaha
bangun?terasa seperti ada yang bergemeretakan di tubuhnya. Ia
memaksakan diri berdiri tegak, dengan dada yang rasanya sudah
pecah berantakan.
"Saya ingatkan sekali lagi, saya tidak punya toleransi terhadap
sikap membangkang seperti yang kamu tunjukkan tadi! Reno
akan mengawasi latihan di Jalur Tiga hingga jam makan malam,
dan kamu akan melakukan perintahnya?apa pun itu?tanpa
syarat!" ucap Philippe menusuk, lalu berbalik ke arah rumah.
Reno dan Kent juga langsung berbalik, mengarah ke belakang
rumah, berjalan di depan Fay sambil bercakap-cakap dengan suara
pelan.
Fay lagi-lagi merasa sangat dikhianati dengan kenyataan yang
baru ia sadari. Bukan hanya Reno yang telah menipunya, tapi
From Paris-2.indd 127
juga Kent! Momen perkenalan Reno dan Kent saat mereka ber?
dua bertemu di tempat kursus langsung terbayang kembali. Mus?
tahil mereka baru kenal saat itu! Fay mendadak merasa perutnya
mual penuh rasa muak atas semua kepalsuan yang terjadi. Ia
menghapus sisa-sisa air mata yang masih terlihat di wajahnya dan
dalam hati bertekad menghapus semua jejak kenangan dua pe?
muda di depannya ini dari dalam hatinya dan tidak akan ber?
bicara dengan mereka berdua seumur hidupnya!
Sampai di Jalur Tiga, Fay sengaja menjaga jarak di belakang
Reno dan Kent, tidak sudi berdekatan dengan dua orang brengsek
yang semua sikapnya diselubungi kepalsuan. Sejurus kemudian,
Fay dikagetkan gerakan Reno dan Kent yang mendadak berbalik
dan bergerak mendekatinya dengan tatapan marah. Refleks Fay
mundur satu langkah, sambil bergantian memandang Reno dan
Kent yang dari bahasa tubuh mereka seakan siap menyerangnya
kapan saja.
"FAY, bodoh sekali tindakanmu tadi! Lain kali coba pikir pan?
jang dulu sebelum bertindak!" kata Kent keras. Matanya menyo?
rotkan kekesalan yang sudah tidak bisa ditahan.
Fay merasa dadanya bagai dihantam kembali. Ia baru saja akan
membuka mulutnya untuk membalas perkataan Kent, tapi sudah
terdengar suara Reno yang menghardik lebih keras.
"JANGAN pernah melakukan hal bodoh seperti itu! Kamu
seharusnya sudah tahu Philippe seperti apa, dan apa pun yang
aku katakan atau berikan, pasti akan lebih baik daripada apa yang
kamu peroleh dari Philippe. Jadi, turuti saja apa yang kubilang
tanpa bertanya dulu! Kalau kamu butuh penjelasan, bisa kamu
tanyakan setelahnya!"
Fay terbelalak memandang Reno dan langsung menyemburkan
unek-uneknya. "Kamu masih berharap aku bisa percaya apa pun
yang keluar dari mulutmu?? KAMU GILA!"
Fay melihat muka dan telinga Reno merah padam, tapi ia
tidak peduli dan tetap memelototi Reno. Enak aja!
From Paris-2.indd 128
Kent menggeleng, "Kamu betul-betul keras kepala!"
"Terserah!" ucap Fay ketus.
Kent berkata kepada Reno, "Mulai saja sekarang."
Reno mengangguk sambil mengembuskan napas seperti ber?
usaha membuang emosinya, lalu berkata kepada Kent, "Kamu
tahu prosedurnya. Lakukan semua rintangan sebanyak tiga pu?
taran. Aku akan mencatat waktu tempuh untuk setiap putaran."
Kent mengangguk dan langsung bergerak.
Fay melihat Reno menatapnya sebelum berkata singkat, "Ikuti
Kent!"
Fay memutuskan untuk menunjukkan kepada Reno bahwa ia
mengikuti perintah pemuda itu dengan setengah hati hanya ka?
rena tidak ada pilihan lain. Dengan perlahan ia berlari, merayap
di jalur Kent yang lebih lebar, jongkok, memanjat, menuruni tali,
hingga ketika ia selesai dengan putaran pertama, Kent sudah men?
dahuluinya lagi untuk putaran terakhirnya. Dengan perasaan puas
Fay melihat Reno yang tampak kesal di sisi lapangan, tapi sampai
detik ini masih belum mengambil tindakan apa-apa. Apakah
Reno akan mengadukannya kepada Philippe? Terserah! Itu urusan
belakangan, yang jelas sekarang ia lebih puas!
"Awww...!" teriak Fay saat kakinya tersangkut sesuatu di tanah.
Fay bisa merasakan frame demi frame ketika ia melayang dan ta?
nah menjadi semakin dekat dengan wajahnya. Oh, no! D?j? vu!
Namun ternyata hasilnya tidak persis seperti yang terjadi se?
belumnya, karena kali ini Fay berhasil menggunakan tangan kiri?
nya untuk menopang tubuh, dengan hasil yang lebih parah dari?
pada yang ia bayangkan. Tangannya seperti dihunjam beribu
pisau di bagian dalam!
Fay menjerit sambil berguling di tanah, mendekap tangan kiri?
nya. Terlihat bengkak berwarna kebiruan menyembul di sepanjang
bagian dalam tangannya, tepat di bagian yang sama dengan luka
kecilnya yang masih diplester.
Reno dan Kent langsung berhamburan ke arah Fay. Reno yang
From Paris-2.indd 129
tiba lebih dahulu langsung berjongkok di sisi Fay. "Kenapa, Fay?"
Tanpa menunggu jawaban, Reno langsung mengambil tangan Fay,
yang langsung direspons dengan teriakan kesakitan oleh Fay.
Kent tiba di sisi Reno dan membungkuk untuk melihat tangan
Fay. Wajahnya langsung tampak cemas. "Doesn?t look good...."
Reno menelusuri bengkak di tangan Fay dengan sedikit te?
kanan menggunakan dua jari dan Fay langsung berteriak sambil
berusaha menarik tangannya.
"Sshh, diam dulu," ucap Reno menggagalkan usaha Fay.
Reno tampak berkonsentrasi penuh dan Fay berusaha menahan
rasa sakit yang menghunjam senti demi senti bengkaknya seiring
dengan telusuran jari Reno. Sejurus kemudian, sejumput lega ter?
lihat di wajah Reno. "Aku rasa tidak ada yang patah. Yang pasti
ada urat yang terpilin." Reno berdiri, membantu Fay berdiri, sam?
bil berkata, "Kita kembali saja sekarang. Paman bisa memperbaiki?
nya dengan mudah."
Kent berkata seperti menggumam, "Kemarin Philippe sudah
mengobati kaki Fay dengan cedera yang sama."
Reno menoleh kepada Fay. "Ceroboh sekali! Bagaimana mung?
kin hal seperti ini terjadi setiap hari kepadamu! Memangnya ini
akan kamu jadikan hobi baru ya?!"
Sialan! Fay membuang muka, menolak berurusan dengan se?
orang pengkhianat yang sudah menghancurkan kepercayaannya.
"Reno...," kata Kent dengan nada seperti menegur, tapi tidak
meneruskan kalimatnya. Ia hanya menatap Reno tanpa menjelas?
kan lebih lanjut.
Fay melihat ekspresi Reno yang sejenak terperangah, seperti
tersadar akan sesuatu, lalu terpaku menatap Kent.
"Apa sih maksudnya?" tanya Fay kesal. Ia sedang kesakitan se?
perti ini dan alih-alih membawanya segera ke rumah untuk di?
obati, dua pemuda di depannya ini malah tatap-tatapan dengan
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bego seperti ini!
"Aku telepon Paman sekarang," cetus Reno mengabaikan Fay,
From Paris-2.indd 130
mengeluarkan telepon genggamnya dari saku dan menjauh untuk
menelepon.
Fay ingin sekali menyikut Kent sambil bertanya ada apa, tapi
ia masih kesal dengan perkataan keras Kent yang menyalahkan?
nya.
Reno kembali. "Dia sudah dalam perjalanan ke sini."
"Apa-apaan sih?" tanya Fay kesal.
"SUDAH, jangan banyak bicara!" hardik Reno.
Fay melotot ke arah Reno, sesaat lupa dengan sakit di tangan?
nya. Ia tidak sempat mengeluarkan ucapan apa pun karena saat
itu Kent berbicara kepada Reno.
"Kita kembali saja sekarang, Philippe tidak perlu tahu apa yang
terjadi."
Reno mengangguk kemudian menoleh ke arah Fay. "Luruskan
tangan kamu dan berjalan seolah tidak ada apa-apa. Ingat, Fay,
apa pun yang terjadi, jangan sampai Philippe tahu kamu ce?
dera."
Fay mengentakkan kaki dengan kesal tapi tidak sempat tercetus
dengan tatapan Reno dan Kent yang begitu tajam. Apa-apaan
mereka? Philippe bisa mengobati tangannya dengan cepat seperti
dia mengobati kakinya kemarin pagi?satu jam hanya lebih se?
dikit?dan kedua cowok gila di depannya ini melarangnya ber?
bicara kepada Philippe. Apa mereka ingin membuat dirinya lebih
sengsara? Sambil berusaha meredamarah, Fay berjalan meng?
ikuti Reno dan Kent yang berjalan kembali ke arah rumah.
Begitu melihat Philippe menunggu mereka di depan rumah,
Reno yang berjalan di depan menoleh dan mengingatkan kembali,
"Ingat, Fay, jangan mengatakan apa pun!"
Fay hanya cemberut sambil mengomel-omel dalam hati.
"Latihan berjalan lancar?" tanya Philippe menyambut mereka
bertiga.
Reno mengangguk. "Sesuai rencana."
Fay melengos pelan. Apanya yang sesuai rencana!
From Paris-2.indd 131
Pandangan Philippe kini beralih ke arah Fay dan Fay dengan
serbasalah berusaha menatap lurus ke depan, mengabaikan tatapan
Philippe.
"Saya akan menghukum kamu atas waktu tempuh yang begitu
lama. Merayaplah di jalan depan rumah ini hingga ke ujung, dan
kembali ke sini. Lakukan sekarang!"
Fay menatap tanpa berkedip jalan berkerikil tajam yang me?
manjang di depan rumah. Dengan tangan berfungsi dengan se?
mestinya saja, hukuman ini dijamin bisa membuatnya bercucuran
air mata karena luka-luka yang pasti akan memenuhi sikunya,
terlebih latihan merayap yang ia lakoni sejak kemarin juga sudah
meninggalkan lecet di sikunya. Apalagi sekarang....
Perlahan-lahan Fay menjatuhkan lututnya ke jalan berbatu dan
serta-merta mengaduh ketika ujung-ujung kerikil yang runcing
bagai melesak ke dalam kulitnya. Ia mencoba meletakkan telapak
tangan kanannya, berharap bisa menopang tubuhnya yang mulai
dicondongkan ke depan, untungnya berhasil. Namun begitu ia
berusaha meletakkan telapak tangan kirinya, ototnya serasa ter?
cabut dan Fay berteriak kesakitan sambil mendekap tangan kiri?
nya.
"Ada apa?" tanya Philippe.
"Tangan saya terkilir," rintih Fay.
"Oh, kamu harusnya bicara sejak awal. Tentu saja saya tidak
akan meminta kamu melakukan hukuman ini dengan tangan
yang cedera."
Fay berdiri dan mengembuskan napas lega dengan reaksi di
luar dugaan itu. Untung ia tidak mengikuti ucapan dua cowok
sialan ini. Bisa-bisa sebentar lagi ia akan berakhir dengan cedera
dan luka yang lebih parah lagi!
"Saya akan memeriksa kamu di ruang tengah. Tunggu saya di
sana," ucap Philippe lagi.
Fay melangkah ke ruang tengah diikuti Reno dan Kent. De?
ngan perasaan menang Fay duduk di sofa sambil melirik Reno
From Paris-2.indd 132
dan Kent yang tetap berdiri dengan wajah kaku. Huh, dikira me?
reka itu siapa, bisa menyuruh-nyuruh seenak udel!
Sesaat kemudian Philippe masuk ke ruang tengah dengan tas
hitam di tangannya. Tidak seperti biasa, raut wajahnya yang biasa?
nya kaku kini terlihat santai. Philippe duduk di meja di hadapan
Fay dan memeriksa tangan Fay sebentar, melakukan persis seperti
yang sebelumnya dilakukan Reno, kemudian berkomentar, "Urat
kamu ada yang berpindah tempat, sama sekali bukan masalah
besar."
Sudut bibir Philippe terangkat sedikit membentuk senyum
samar-samar, kemudian dia berkata kepada Kent dan Reno, "Pe?
gangi dia."
Reno berjalan mendekati Fay, kemudian ketika tiba di dekat
sofa mendadak terjatuh ke arah depan seperti tersandung sesuatu.
Tubuhnya yang kekar menimpa tas hitam yang ada di atas meja,
membuat tas itu jatuh dan isinya berhamburan ke lantai. Terlihat
perban, alkohol, gunting kecil, dan benda-benda lain tersebar di
lantai. Reno buru-buru berdiri, tampak serbasalah ketika Philippe
berteriak kesal sambil mengangkat kedua tangan ke atas, "Un?
believable!"
"Maaf...," ucap Reno singkat sambil berusaha mengumpulkan
barang-barang yang bertebaran di lantai, dihujani tatapan marah
Philippe.
Fay tertawa dalam hati. Syukurin! Makanya jangan rese. Tau
rasa deh, malah dia sendiri yang jatuh!
Philippe menggeleng dan bangkit dari tempatnya untuk ber?
geser dan memberi ruang bagi Reno.
Dengan canggung Reno bangkit dari lantai sambil memegang
semua barang yang tadi berjatuhan di kedua tangannya, dengan
wajah panik persis seperti film kartun.
Seperti tokoh di film kartun!
Fay terkesiap. Saat itu juga kesadaran menghinggapi benaknya.
Philippe bukan ingin menyuntiknya! Philippe ingin mengobatinya
From Paris-2.indd 133
tanpa bius, itu sebabnya dia memerintahkan Reno dan Kent un?
tuk memeganginya dan Reno mencoba mengulur waktu!
Fay merasa sekujur tubuhnya dingin. Ya Tuhan, tanpa dibius!
Entah seperti apa sakitnya! Perkataan Kent kemarin pagi tentang
Philippe langsung terngiang-ngiang kembali di telinga dan dengan
wajah pucat pasi Fay melihat Reno kembali merunduk seperti
berusaha keras untuk menggapai sesuatu yang seolah-olah masuk
jauh ke kolong sofa.
"CUKUP! Biarkan saja dulu! Sekarang lakukan yang saya su?
ruh!" ucap Philippe tidak sabar.
Reno berdiri dan Fay tahu wajahnya sendiri sudah pias begitu
melihat raut wajah Reno yang putus asa karena sudah kehabisan
cara untuk mengulur waktu.
Tangan Reno terjulur ke arah Fay untuk memegang lengan
Fay, kemudian perlahan Reno menarik Fay maju sambil menekan?
nya ke arah lantai, memberi sinyal supaya Fay berlutut meng?
hadap ke meja.
Fay tidak punya kekuatan untuk melawan?wajah Reno yang
menyiratkan ketakberdayaan bagaikan virus menular yang lang?
sung membuat ia kehilangan harapan. Reno meraih tangan kiri
Fay yang cedera dan berikutnya Fay berteriak kesakitan ketika
Reno meluruskan tangannya itu di atas meja dengan satu gerakan
cepat tanpa peringatan. Dasar gila! Fay melirik Reno dengan kesal
tapi Reno sama sekali tidak melihat ke arahnya.
Tangan Fay kini terentang di meja, ditahan dua tangan kokoh
milik Reno, satu di lengan bagian atas dan yang lain di per?
gelangan tangannya.
Fay lagi-lagi tersentak ketika tangan kanannya diraih dan di?
piting ke belakang oleh Kent. Tidak menyakitkan, tapi cukup
kuat untuk membuatnya terkunci tanpa daya.
Philippe bergerak dan berdiri di hadapan Fay, di sisi meja yang
berseberangan, kemudian merogoh tas dan mengeluarkan alat lo?
gam seperti pencapit yang ujungnya berbentuk lingkaran pipih.
From Paris-2.indd 134
Philippe mencabut plester yang menutupi luka kecil Fay, lalu me?
nempelkan penjepit logam di dekat siku tempat bengkak tangan
Fay bermula, kemudian menekan benda logam itu perlahan sam?
bil mulai menggesernya.
Fay pun mulai menjerit ketika ototnya terasa seakan dicabuti.
"Good afternoon, everyone!" terdengar suara tenang mengalun
dari arah jalan masuk ke ruang tengah.
Philippe berhenti dan tertegun. "Andrew! What a pleasant
surprise...."
Fay merasa jantungnya bagai melorot ke tanah saking leganya.
Ia juga bisa merasakan kelegaan Reno dan Kent yang langsung
melepas pegangan mereka terhadap dirinya.
"Apa yang terjadi?" tanya Andrew.
Philippe menjawab, "Fay terkilir. Saya sedang mengobatinya."
"Kenapa perlu dipegangi, bius kamu habis?"
"Ya," jawab Philippe singkat.
Andrew berkata santai ke arah Kent, "Di bagasi saya ada kotak
obat. Coba cek apakah di sana ada cadangan obat bius."
Kent langsung beranjak dari tempatnya, mengarah ke luar de?
ngan langkah lebar.
Fay mengembuskan napas lega diam-diam.
Andrew bertanya kepada Philippe dan Reno, "Bagaimana jalan?
nya latihan hari ini? Well, selain masalah cedera Fay tentunya."
Philippe berkata tajam, "Tidak ada perbaikan yang berarti da?
lam kondisi fisiknya! Tidak hanya itu, dia juga membangkang
saat latihan!"
Andrew menatap Fay dengan tajam sambil berkata, "Fay, tidak
dibenarkan untuk melakukan pembangkangan terhadap perintah,
apa pun alasannya!"
"Hanya itu saja reaksi kamu?? Tidak heran kalau dia berani
bersikap seperti tadi!" ucap Philippe sambil menyapukan pan?
dangan menusuk ke Fay.
Fay menunduk, sama sekali tidak berani menatap wajah
From Paris-2.indd 135
Philippe. Ingin sekali rasanya ia bersembunyi di belakang badan
Andrew supaya tidak perlu merasakan tatapan Philippe yang
menghunjam.
Kent masuk ke ruangan membawa tiga buah suntikan dan me?
nyerahkannya ke Philippe.
"Banyak juga persediaan obat bius di mobil kamu," ucap
Philippe dingin.
Andrew menjawab ringan, "Hanya untuk berjaga-jaga."
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Philippe langsung bekerja dengan suntikan itu, dibantu Reno
yang tetap memegangi tangan Fay sementara Kent sudah duduk
di sofa.
Segera setelah tangannya kebas, Fay bisa dengan leluasa meng?
amati cara alat itu bekerja. Ternyata memang hanya menekannya
dengan keras sambil menggesernya sepanjang bengkak, dan de?
ngan bius lokal, rasanya seperti dielus-elus. Terbayang betapa sakit
rasanya kalau tidak dibius!
Andrew berkata, "Fay, kamu bisa beristirahat di kamar seka?
rang. Kamu akan dipanggil tepat sebelum makan malam."
Pukul 19.45. Lima belas menit lagi makan malam disajikan.
Fay mendesah sambil melirik ke arlojinya. Ia sudah berpakaian
rapi sedari tadi dan sedang mengulur waktu menunggu saat ma?
kan tiba sambil duduk di tempat tidur, sesekali mengamati ta?
ngannya yang sudah sembuh seperti sediakala.
Baru tiga hari ia ada di sini tapi sudah sedemikian banyak
yang terjadi. Tidak banyak yang bisa ia cerna dengan kedatangan?
nya di Paris kali ini. Berbeda dengan tahun lalu yang hari demi
harinya terasa masih punya makna walaupun ia jalani dengan
kegelisahan akan nasibnya, kali ini ia merasa semuanya ber?
langsung tanpa arti walaupun terasa begitu lama. Jam demi jam
yang ia lalui seperti hanya ditujukan untuk menyengsarakan diri?
From Paris-2.indd 136
nya, seakan nasib sedang menginjak-injak harga dirinya entah atas
dasar apa.
Mungkin karena dulu setidaknya masih ada kursus bahasa, jadi
masih ada unsur normal, pikir Fay.
Atau mungkin karena waktu itu setidaknya yang melatih ada?
lah Andrew, pikirnya lagi.
Fay menghela napas. Yang jelas, ia kini sudah tidak berani lagi
mengasihani diri sendiri akan sebuah nasib buruk, karena setiap
kali ia berpikiran seperti itu, berikutnya nasib membawanya ke
dalam keterpurukan yang lebih jauh lagi, yang hanya menyisakan
pertanyaan tanpa jawaban.
...sikap Philippe yang begitu keji...
...kepalsuan yang diumbar oleh Reno, tapi sikapnya yang
begitu melindungi...
...sikap Kent yang mendua, kadang seperti tak peduli tapi ka?
dang begitu perhatian...
Sepertinya hanya Andrew yang sekarang berpihak kepadanya.
Fay menyemangati diri sendiri. "One step at a time, Fay." Siapa
tahu langkah berikutnya adalah langkah terakhir yang akan mem?
bawa kaki kembali ke rumah, pikirnya tanpa sebuah keyakinan.
Pintu diketuk dan Andrew masuk.
Fay tersentak dari lamunan dan ketegangan yang biasa me?
nemaninya datang kembali ketika Andrew menghampirinya.
Andrew menarik kursi dan duduk menghadap ke tempat tidur
tempat Fay sedang duduk. "Bagaimana tangan kamu? Sudah pu?
lih seperti sediakala?" tanya Andrew dengan sebuah senyum yang
sangat simpatik.
Fay yang jengah dengan perhatian hangat itu hanya menjawab
singkat, "Sudah."
"Saya dengar kamu tadi menolak untuk berlatih dengan Reno.
Apa benar begitu?"
Sebersit perasaan bersalah dan takut menghampiri Fay sekaligus
dan ia membuang muka ketika menjawab, "Iya, saya tidak me?
From Paris-2.indd 137
nyangka Reno... Saya kira dia teman kursus..." Ucapannya tidak
bisa ia tuntaskan, tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan se?
muanya dengan tepat kepada Andrew.
"Saya tahu kamu pasti marah, mengira bahwa Reno menipu
kamu tahun lalu. Tapi saya yang menyuruhnya melakukan hal itu
untuk melindungi kamu, jadi dia tidak bisa disalahkan sepenuh?
nya."
Fay terperangah menatap Andrew. Ia tentu saja bisa menebak
Reno diberi perintah itu oleh Andrew, tapi fakta bahwa Andrew
berada di depannya dan mengatakan hal itu sendiri dengan nada
menenangkan tanpa ancaman apa pun benar-benar tidak bisa di?
percaya!
"Jadi, saya minta mulai sekarang kamu tidak bersikap ceroboh
seperti itu lagi. Saya sudah pernah memperingatkan bahwa sikap
Philippe agak keras, dan pembangkangan seperti itu hanya akan
merugikan kamu, karena jelas sikap seperti itu sangat menghibur
bagi Philippe," lanjut Andrew.
Lagi-lagi Fay bengong sesaat mendengar ucapan Andrew yang
terakhir. Tapi, melihat sorot jenaka di mata Andrew, ia langsung
mengerti bahwa itu kalimat sindiran?seolah menghukum sese?
orang adalah hobi yang menghibur bagi Philippe. Fay pun ter?
senyum.
Andrew membalas senyum Fay kemudian berdiri, "Makan ma?
lam sebentar lagi disajikan. Mau turun sekarang?"
Fay mengangguk dan dengan agak terburu-buru ia bangkit dari
tempat tidur mengikuti Andrew yang membukakan pintu untuk?
nya.
Di ruang makan, semua sudah duduk mengitari meja makan
sambil mengobrol santai ketika Fay dan Andrew masuk. Philippe
dan Reno duduk bersebelahan di satu sisi yang menghadap pintu
masuk sedangkan Kent ada di sisi yang membelakangi pintu, di
hadapan Reno.
Andrew menarik kursi kosong di hadapan Philippe dan mem?
From Paris-2.indd 138
persilakan Fay untuk duduk, lalu duduk di ujung meja di antara
Philippe dan Fay.
Mrs. Rice masuk sambil membawakan makanan pembuka dan
Andrew menyapanya dengan hangat, "Mrs. Rice, maaf merepot?
kan dengan kedatangan mendadak seperti ini."
Mrs. Rice tersenyum dan berkata, "Tidak masalah, Mr.
Andrew. Anda tahu saya selalu suka kejutan."
Semua tertawa penuh arti?kecuali Fay yang celingak-celinguk
kebingungan?dan suasana mulai mencair. Bahkan Philippe ter?
senyum?Fay melirik Philippe sekali lagi untuk memastikan.
Andrew kembali berkata, "Saya juga minta maaf telah meminta
dua pengacau ini kembali ke sini. Kalau makanan ada yang hi?
lang di dapur, Anda tentu tahu ke mana harus bertanya."
Reno dan Kent nyengir lebar mendengar ucapan itu.
Mrs. Rice menanggapi, "Jangan khawatir, Mr. Andrew. Kalau
itu yang terjadi, saya tidak akan bertanya lagi dan langsung meng?
ambil sapu untuk memukul mereka seperti saat terakhir kali me?
reka berdua ada di sini... tidak, tidak berdua, tapi berempat de?
ngan Sam dan Larry. Ah, mereka itu juga lahap sekali."
Reno dan Kent tertawa. Jelas ada cerita lain di balik insiden
itu yang tidak diketahui oleh Fay.
"Kekanak-kanakan sekali," tegur Philippe sambil menggeleng,
tapi tidak ada nada marah dalam suaranya.
Reno dan Kent mengatupkan mulut tanpa berusaha menyem?
bunyikan senyum mereka yang masih tersisa.
Makan malam dijalani dengan santai, dengan percakapan se?
putar hal-hal ringan yang bisa ditimpali oleh semua orang, mulai
dari kebodohan saat menyetir mobil hingga kecelakaan berburu
di Irlandia yang melibatkan seorang kerabat Andrew.
Sepanjang makan, Fay lebih banyak diam mendengarkan. Ha?
nya sekali saja ia bersuara, ketika mereka sedang membicarakan
tentang disorientasi arah yang diderita oleh?menurut mereka?
kaum hawa. Fay menolak mentah-mentah. Tapi argumennya
From Paris-2.indd 139
langsung patah ketika Andrew menggodanya dengan meng?
ingatkan insiden ia tersesat dua hari yang lalu. Fay jadi agak te?
gang ketika ingat apa yang terjadi sesudahnya, tapi kelihaian
Andrew dalam membawa arah percakapan membuatnya tenang
kembali.
Sebuah perasaan aneh menyelisip ke relung hati Fay. Sebuah
perasaan yang seharusnya ia tepis jauh-jauh, tapi langsung datang
kembali ketika semua yang ada di meja makan tertawa berderaiderai mendengar lelucon Reno tentang salah satu famili mereka.
Fay langsung ingat pada meja makan di rumahnya di Jakarta,
yang biasanya hanya ia tempati sendirian selama sepuluh menit
tiap malam. Pada momen-momen istimewa saat kedua orangtua?
nya hadir, waktunya bertambah menjadi dua puluh menit,
maksimal. Dan sudah pasti tidak pernah ada tawa berderai-derai
seperti malam ini.
Setelah menikmati makanan penutup berupa puding custard
rasa vanila dengan saus jeruk, Philippe berkata, "Andrew, besok
latihan akan saya mulai pagi-pagi sekali, pukul lima. Kalau kamu
tidak keberatan, saya akan meminta supaya Fay malam ini
menginap di sini saja. Besok akan menjadi hari yang berat bagi?
nya dan saya tidak ingin mendengar alasan dia tidak bisa melaku?
kan latihan sesuai harapan karena kurang beristirahat."
Andrew menoleh ke Fay. "Apa kamu membawa perlengkapan
untuk menginap seperti yang pernah saya perintahkan?"
Fay mengangguk.
"Bagus, kalau begitu tidak ada masalah," ucap Andrew lagi
sambil menatap Philippe.
Fay diam-diam menikmati kelegaan di hatinya, membayangkan
ia sebentar lagi sudah bisa berbaring melepas penat. Sejujurnya ia
cukup senang dengan ide Philippe, karena ia memang merasa sa?
ngat lelah. Tidur lebih cepat sama sekali bukan ide buruk, apalagi
kalau besok latihannya dimulai jam lima pagi. Ia bergidik mem?
bayangkan apa yang akan ditemuinya besok, terlebih Philippe
From Paris-2.indd 140
sendiri mengatakan besok akan menjadi hari yang berat! Seolaholah yang sekarang kurang berat aja.... Dasar barbar!
Fay menarik napas panjang tanpa kentara lalu bangkit dari
kursi mengikuti yang lain. Ketika ia berjalan menuju tangga, ter?
dengar suara Andrew, "Sweet dream."
Fay tersenyum sambil menggumamkan "thanks" pelan.
From Paris-2.indd 141
The Bracelet
FAY bermimpi ada suara ketukan di kepalanya. Semakin lama,
suara ketukan itu semakin keras, dan akhirnya menjadi jelas suara
yang didengarnya tadi adalah ketukan di pintu. Baru saja ia me?
ngumpulkan nyawa secara perlahan, mendadak pintu terbuka dan
Philippe muncul di pintu. Sang nyawa langsung menyatu saat itu
juga dan Fay langsung duduk tegak di tempat tidur, dengan dis?
orientasi waktu.
"Ganti baju kamu dan temui saya di bawah sekarang," ucap
Philippe datar, kemudian keluar dan menutup pintu kembali.
Fay mendesah. Rasanya baru saja ia terlelap ternyata sudah
pagi lagi. Sekilas ia melirik jam meja. Ketika melihat angka 22.30
tertera di sana, ia menjadi agak bingung. Ia mencocokkan angka
itu dengan arloji Swatch-nya, dan begitu melihat angka yang
sama, ia tertegun.
Setelah berganti baju dan merapikan kucir rambutnya, Fay pun
bergegas turun dengan ketegangan yang sudah memuncak hingga
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke kepala.
From Paris-2.indd 142
Begitu tiba di foyer, Philippe sudah berdiri tepat di depan
lemari geser menuju basement, yang sekarang terbuka lebar. Fay
merasa napasnya tercekat ketika Philippe memberinya kode untuk
turun terlebih dahulu, dengan tatapan seperti berkata, "ladies
first".
Sampai di bawah, langkah Fay terhenti. Tubuhnya kaku saat
pandangannya beradu dengan pintu besi yang mengarah ke
ruangan tempat ia berhadapan dengan Philippe hari Minggu. Na?
mun Philippe tidak mengarahkannya ke sana, melainkan ke ruang
di sebelah kiri yang masih gelap gulita. Begitu sakelar dinyalakan,
ruang itu langsung terlihat terang bagai bermandikan cahaya pu?
tih, menampakkan sebuah lorong dengan jeruji di kanan dan kiri
yang membatasi sel-sel tak berpenghuni.
Fay tersentak. Tempat apa ini? Penjara?
Philippe membuka lemari kecil di dekat sakelar dan mengambil
salah satu kunci yang tersusun rapi di sana. Ia kemudian men?
dahului Fay menuju sel yang paling dekat, membuka pintu dan
mempersilakan Fay masuk, lagi-lagi dengan kesopanan ala "ladies
first".
Dengan langkah yang serasa tidak menapak di lantai, Fay masuk
ke sel. Bau lembap yang basah langsung menyergap hidungnya.
Fay tersentak ketika tangan kanannya mendadak diraih oleh
Philippe tanpa permisi. Lalu pria itu memasang benda seperti
gelang logam pada pergelangan tangan Fay. Terdengar bunyi
"klik" saat gelang itu terpasang rapat.
"Kamu akan bermalam di sini sebagai hukuman atas pembang?
kangan kamu hari ini," ucap Philippe dengan suara menggema,
terpantulkan dinding batu di sel. Philippe berjalan keluar sel lalu
menutup dan mengunci pintu sel, kemudian mengeluarkan remote
dari saku.
Terdengar bunyi "bip" kecil di gelang yang dipakai Fay ber?
samaan dengan nyala satu titik hijau di bagian tengah. Fay me?
nelan ludah dengan susah-payah. Ia sama sekali tidak punya ide
From Paris-2.indd 143
apa fungsi gelang ini tapi ia yakin apa pun ini pastilah tidak akan
menyenangkan, mengingat ini melibatkan Philippe.
"Jangan mengharapkan keajaiban terjadi lagi malam ini," ucap
Philippe dingin sebelum berlalu, bagai mengonfirmasikan ke?
curigaan Fay barusan.
Fay berdiri terpaku dalam keheningan tanpa tahu harus ber?
buat apa. Ia mengangkat tangan dan mengamati benda yang kini
melingkar di pergelangan tangannya. Gelang ini terasa agak berat
dengan lebar sekitar empat senti dan agak lebih tebal sedikit dari?
pada Swatch yang masih melingkari pergelangan tangan kirinya.
Ukuran gelang ini sangat pas?Fay bisa merasakan dingin logam
di bagian dalam gelang yang bersentuhan dengan kulitnya.
Pandangan Fay kemudian beralih ke ruangan tempat ia kini
berada. Total ada enam sel terbuka yang dibatasi dengan jeruji
besi, tiga di masing-masing sisi. Di ujung, terlihat ada dua
ruangan tertutup yang berhadapan, dengan pintu besi yang persis
seperti pintu ruang yang dimasukinya kemarin.
Lantai sel hanya berupa semen dan dindingnya hanyalah su?
sunan batu yang bahkan tidak diplester. Di beberapa tempat di
dinding terlihat lumut kehijauan yang menempel. Dalam semua
sel, tidak ada perabot atau barang selain sebuah bangku panjang
dari besi yang menempel ke dinding, termasuk di sel yang ditem?
patinya.
Akhirnya Fay duduk di bangku, mencoba berpikir apa yang
akan terjadi padanya, termasuk apa kegunaan gelang di tangan?
nya. Namun, segera setelah telinganya terbiasa dengan dengingan
hening, ia mulai diserang kantuk. Ia pun merebahkan diri di
bangku besi sambil mengomel karena permukaan keras dan di?
ngin itu sangat tidak bersahabat bagi punggungnya yang hari ini
bernasib kurang baik. Tidak lama kemudian ia sudah agak me?
layang antara alam mimpi dan alam nyata.
Dalam keadaan setengah melayang, Fay bermimpi pergelangan
tangannya kesemutan dan semakin lama semakin sakit.
From Paris-2.indd 144
"AARGH...!" Fay terlompat sambil berteriak kesakitan.
Tangannya!
Dengan horor Fay melihat ke arah tangan kanannya yang kini
rasanya seperti ditusuk beribu jarum panas. Pergelangan tangan?
nya seperti terbakar perlahan-lahan dan ia meremas pergelangan
tangannya tanpa hasil. Lampu di gelangnya yang tadinya ber?
warna hijau kini berwarna oranye terang.
Fay kembali berteriak dan mengaduh, hanya ditimpali gema
yang terpantulkan sel-sel kosong yang kini menjadi penonton. Ia
mendekap tangannya di dada dan melorot ke lantai sambil me?
rintih dan terisak tanpa bisa berkata apa-apa lagi, merasakan pa?
nas seperti melumat pergelangan tangannya tanpa akhir.
Terdengar suara di kejauhan, "Fay...?"
Reno?
Sebelum pikiran Fay sempat mencerna, Reno sudah berdiri di
depan sel dan dengan cepat membuka pintu. Reno langsung me?
mapah dan membantu Fay duduk di bangku sambil berkata,
"Fay, duduk tenang dan jangan bergerak."
Tangan Reno terulur ke arah Fay, mengambil tangan kanan
Fay yang gemetar yang masih didekap erat di dada, kemudian
Reno membungkuk di depan Fay.
"Fay, dengar aku baik-baik. Yang harus kamu lakukan sekarang
adalah menjaga emosi supaya tetap stabil dan aliran darahmu
kembali normal. Sekarang tarik napas dalam-dalam... ayo, laku?
kan!"
Fay menutup mata dan mencoba melakukan apa yang dikata?
kan Reno. Tapi, rasa sakit di tangannya begitu menggigit dan ia
kembali terisak. Fay segera menarik tangannya kembali untuk
didekap di dada tapi tangan Reno menahannya.
Satu tangan Reno yang lain menyentuh dagu Fay.
"Please, Fay.... Lupakan rasa sakit yang kamu rasakan dan te?
nangkan dirimu supaya denyut nadimu kembali normal."
Fay merintih sambil menutup mata. "Tidak bisa... Rasanya pe?
From Paris-2.indd 145
dih sekali." Satu sentakan keras langsung terasa di dagu Fay, me?
maksanya membuka mata dan beradu pandang dengan tatapan
Reno yang tajam dan penuh kekerasan hati.
"BISA! Kosongkan pikiranmu. Perintahkan dirimu sendiri un?
tuk melakukannya."
Fay kembali menutup mata dan berkonsentrasi. Sayup-sayup
terdengar suara Reno, "Tarik napas dalam-dalam dan perintahkan
dirimu untuk tenang. Ulangi perkataan itu berkali-kali tanpa me?
mikirkan hal lain... Ingat, Fay, konsentrasi hanya pada perkataan
itu dan JANGAN memikirkan sakit yang kamu rasakan."
Fay melakukan apa yang diperintahkan Reno. Ia mengulang
kalimat "Tenang, Fay" berkali-kali sambil berkonsentrasi mende?
ngar ucapan dan napasnya sendiri.
Mendadak rasa sakit yang menyiksa di tangan Fay raib. Se?
tengah tak percaya Fay membuka mata perlahan dan yang terlihat
pertama olehnya adalah Reno yang sedang menatapnya.
"It?s okay," ucap Reno menenangkan.
Fay melirik gelang di tangannya; lampu di gelang itu kini su?
dah kembali berwarna hijau. "A... apa yang dipasang di perge?
langan tanganku ini?"
Reno duduk di sebelah Fay. "Alat ini digerakkan oleh tenaga
baterai dan diatur untuk bereaksi bila aliran darah lebih atau ku?
rang dari kondisi normal. Apa tadi kamu tertidur sebelum alat
itu bekerja?"
"Iya," jawab Fay sambil menyeka sisa-sisa air mata di pipi dan
sudut matanya.
Reno berkata, "Saat tidur, organ tubuh beristirahat dan me?
ngurangi aktivitas. Denyut nadi menjadi lebih lemah karena jan?
tung memompa lebih pelan. Bila denyut nadi berada di luar batas
yang ditentukan, gelang ini pertama-tama akan mengeluarkan
cairan kimia disusul dengan jarum-jarum halus yang akan me?
nusuk kulit, kemudian lewat jarum itu arus listrik dialirkan?
cairan kimia yang dikeluarkan pertama tadi akan menjadi peng?
From Paris-2.indd 146
hantar arus yang cukup baik hingga ke bagian dalam kulit selain
juga akan menambah rasa sakit ketika jarum mulai menusuk ku?
lit."
"Jadi, aku harus bagaimana?"
"Yang harus kamu lakukan malam ini adalah tetap terjaga hing?
ga baterainya habis, biasanya sekitar empat hingga lima jam."
"Bagaimana caranya aku bisa tetap terus terjaga? Aku capek
sekali setelah latihan tiga hari ini... Masa aku harus olahraga lagi
malam ini supaya tetap bangun?" keluh Fay.
"Tidak, Fay, kamu tidak boleh melakukan aktivitas fisik yang
berat karena itu akan memicu aliran darah menjadi lebih cepat
dan akhirnya malah bisa mengaktivasi alat ini lagi. Dulu waktu
hukumanku masih seperti ini, yang kulakukan adalah mengoceh
tidak menentu atau berpura-pura sedang mengobrol dengan orang
lain supaya tetap terjaga. Dan kalau alat ini telanjur bekerja, yang
kulakukan adalah mengosongkan pikiran dengan melakukan
yoga?mirip seperti yang kamu lakukan tadi."
Fay terdiam, mencoba mencerna perkataan Reno.
Reno juga terdiam.
Hening sejenak, hingga Reno kembali berbicara, "Fay, aku min?
ta maaf atas semua yang sudah terjadi. Aku memang memulai
semua ini dengan sebuah kebohongan, tapi semua yang terjadi
setelah itu tidak ada yang palsu."
Fay mendesah dan menatap Reno. Perkataan Andrew terngiang
kembali di telinga. Terlepas dari rasa sakit hatinya karena merasa
dikhianati Reno, memang sulit baginya untuk meng?enyahkan
Reno dari sudut istimewa dalam hatinya, terlebih se?telah semua
yang telah dilakukan Reno baginya.
Akhirnya Fay bersuara, "Cerita tentang kamu yang lahir di
Ekuador dan kematian keluargamu itu benar?"
"Iya, semua benar. Bahkan nama-nama yang pernah kusebutkan
padamu semuanya benar."
"Apa hubunganmu dengan Andrew atau Philippe?"
From Paris-2.indd 147
Reno menjawab, "Kamu ingat ceritaku bahwa setelah kepergian
orangtuaku, aku tinggal dengan seorang pamanku di London?"
Fay mengerutkan kening mencoba mengingat, "Iya...?"
Reno menyambung, "Paman itu adalah Andrew. Hanya saja
kediamannya yang ada di London bukanlah rumah utamaku. Aku
tinggal di kediamannya yang lain di pinggir kota Paris hingga
lulus sekolah."
Fay diam sebentar sebelum tersadar, "Jadi kamu sebenarnya
sudah bisa berbahasa Prancis?"
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oui, Mademoiselle. Bahasa Prancis sudah seperti bahasa ibu
bagiku. Maaf kalau aku terpaksa berbohong karena tugas yang
diberikan padaku adalah untuk mengawasimu selama kursus de?
ngan cara masuk ke kelas pemula."
Pantas kadang Reno berbicara dengan kata-kata yang tidak per?
nah diajarkan di kelas, pikir Fay sambil mereka ulang seluruh
kejadian dengan Reno selama kursus.
Fay kemudian bertanya dengan hati-hati, "Apa kamu kenal
dengan Kent?"
"Iya. Bisa dibilang dia itu ya adikku," jawab Reno.
"Kalau begitu, waktu kamu melarangku menemuinya, itu cuma
sandiwara?" tanya Fay dengan nada mulai meninggi.
"Tidak, Fay, itu bukan sandiwara. Aku memang tidak ingin
kamu menemuinya lagi karena aku tidak mau melihatmu ter?
sakiti," jawab Reno sambil menatap Fay dalam-dalam.
Fay sejenak larut dalam sorot teduh tatapan Reno yang me?
nenangkan dan terdiam. Ia lalu menyandarkan kepala ke dinding
dan menggumam, "Apa memang seperti itu tujuan Kent?"
Reno mendesah sambil mencondongkan badan. "Tidak seharus?
nya dia terlibat hubungan denganmu. Aku tidak bisa menjelaskan
lebih lanjut. Pada saatnya nanti mungkin kamu bisa mengerti."
Fay terdiam. Ia memang tidak mengerti?sekeras apa pun ia
mencoba mengerti apa yang terjadi, termasuk apa yang diucapkan
Kent padanya, ia tetap tidak mengerti.
From Paris-2.indd 148
Mendadak Fay teringat akan cerita Reno yang lain. "Bagaimana
dengan kejadian tahun lalu waktu kamu muncul tiba-tiba dan
akhirnya tertembak? Kamu bilang kebetulan melintas di sana ka?
rena sedang mencari rumah pedesaan untuk disewa selama sisa
liburan... cerita itu bohong, kan??" tuduh Fay.
"Ya. Itu hanya cerita yang kukarang untuk menutupi kejadian
yang sesungguhnya. Aksesku ke tugas yang kamu jalankan itu
sangat tertutup, tapi kupikir kalau aku mengikuti kamu mungkin
aku bisa membantu jika diperlukan. Aku sudah mengawasi ke?
diaman Alfred sejak kamu masuk dan aku membuntuti mobil van
yang keluar dari pintu belakang."
Reno meraih kepala Fay dan mengusapnya lembut. "Fay, sejak
kepergian keluargaku, kamulah satu-satunya orang yang bisa mem?
buatku merasa mempunyai keluarga kembali. Selain hal-hal yang
berkaitan dengan identitasku, semua yang terjadi tulus kulakukan
dari hati."
Fay merasa matanya mulai berkaca-kaca. Tangan Reno terulur
untuk menyeka air mata di sudut mata Fay. "Ssshhh... ingat, ja?
ngan terlalu emosional."
Fay mencoba tersenyum. "I?m okay."
Reno berdiri. "Aku harus pergi sekarang. Philippe tidak boleh
tahu aku masuk ke sini, jadi kumohon kamu tidak berkata apa
pun tentang ini."
"Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Fay.
Reno menjawab, "Aku tidak mungkin membiarkanmu berada
berdua saja dengan Philippe, apalagi setelah kamu membuatnya
marah seperti tadi sore. Aku tahu persis seperti apa pamanku
yang satu itu."
Seulas senyum membayang di wajah Fay ketika mendengar
perkataan Reno.
Reno memegang kepala Fay dengan dua tangan, kemudian
mendekat dan mencium kepala Fay lembut. "Take care, lil? sis...,"
From Paris-2.indd 149
ucap Reno lalu berjalan ke luar sel dan kembali menutup serta
mengunci pintu jeruji besi.
Senyum terkembang di wajah Fay melihat Reno menggerakkan
jari-jarinya membuka dan menutup mengisyaratkan orang yang
berbicara.
Begitu Reno tak terlihat lagi, Fay kembali ditemani kehe?
ningan.
Reno beringsut-ingsut masuk ke saluran ventilasi di basement yang
posisinya di bawah tangga putar, kemudian memasang kembali
jeruji besi penutup saluran tanpa kesulitan. Di ujung, saluran ini
berakhir di gudang dapur, dan dari sana ia bisa keluar melalui
area servis yang posisinya tidak jauh dari bekas istal di belakang
rumah?sebuah usaha yang tidak mudah untuk menjangkau adik
kecilnya, tapi ia tidak keberatan sama sekali selama ia bisa
menjaga Fay dengan baik.
Setidaknya kini perasaannya lebih ringan. Sepertinya Fay tadi
telah memaafkan kesalahannya dan ia yakin kini hubungannya
dengan adik kecilnya itu sudah kembali seperti sediakala. Itu saja
cukup baginya sekarang, walaupun ia sudah tahu nasib buruk
akan segera menyongsongnya?ia tahu dengan pasti, karena
Andrew sudah memperingatkannya tadi, sesampainya ia di markas
COU setelah meninggalkan kediaman Philippe.
Saat itu Reno baru saja mendudukkan badan di kursi ruang
kerja Andrew ketika pamannya itu langsung angkat bicara.
"Saya sudah dengar dari Philippe bagaimana Fay tadi melawan?
mu saat latihan."
"Yes, Sir. Tapi saya tidak menyalahkan dia karena..."
"Saya tidak menanyakan pendapat pribadimu tentang pelang?
garan itu!" potong Andrew.
Reno menutup mulutnya.
From Paris-2.indd 150
Andrew memajukan tubuh dan menatap Reno lekat-lekat, ke?
mudian berkata, "Selama satu tahun ini saya perhatikan hu?
bunganmu dengan Fay telah terjalin dengan baik."
Reno menatap pamannya sambil menjaga ekspresi wajahnya
agar tidak berubah. Jantungnya berdegup lebih kencang.
"Saya juga melihat intensitas kepercayaan yang ditunjukkan
oleh Fay kepadamu setiap kali semakin bertambah, terlihat de?
ngan nasihat-nasihat atas masalah pribadi yang dimintanya kepada?
mu... dan yang telah kamu tanggapi dengan baik... Terlalu baik
malah, hingga hubungan kalian menjadi lebih dalam daripada
yang seharusnya. Tentunya kamu sadar apa yang kamu lakukan
adalah pelanggaran protokol yang tidak ringan," ucap Andrew lagi
tanpa melepas pandangannya ke Reno.
"Yes, Sir." Reno menelan ludah lalu mengumpat dalam hati.
Pamannya berarti masih memonitor aktivitas Fay selama setahun
ini dan menyadap akun e-mail Fay di Yahoo!! Sial!
"Saya tidak heran kalau Fay marah ketika kamu muncul di
hadapannya tadi siang dengan identitas yang berbeda dari yang
dia kenal. Tapi kamu tidak perlu terlalu khawatir karena saya ya?
kin sebentar lagi hubungan kalian akan baik kembali seperti se?
mula. Saya tadi juga telah memberi penjelasan kepada Fay, mem?
buatnya mengerti bahwa kamu tidak punya pilihan lain tahun
lalu, jadi kamu tidak bisa terlalu disalahkan karena melakukan
perintah saya."
Reno berusaha menjaga agar wajahnya tetap datar walaupun
otaknya kini berputar keras?ia masih belum bisa menebak ke
mana arah pembicaraan pamannya.
"Saya pribadi bisa mengerti alasan pembangkangan Fay tadi,
tapi tidak demikian dengan Philippe. Berdasarkan percakapan
singkat antara saya dan Philippe tadi, sepertinya Fay akan kembali
menemui masalah malam ini."
"Masalah apa, Sir?" Reno mengutuk dirinya dalam hati karena
kecemasannya terdengar dengan jelas dalam nada suaranya.
From Paris-2.indd 151
"Sepertinya Philippe akan menggunakan The Bracelet pada Fay
malam ini. Saya tahu sejak kemarin dia sudah gatal ingin meng?
hukum Fay seberat-beratnya."
Reno langsung tegak dan berseru, "You can?t let that happen!"
Andrew tersenyum sambil menyandarkan badannya dengan
santai. "Sure I can... tapi belum sekarang."
Reno menyandar dengan gelisah. Ia merasa telah dijebak untuk
masuk permainan pamannya, entah apa.
"Saya akan memberi dua pilihan. Pilihan pertama, kita biarkan
saja Fay berusaha mengatasi gelang itu sendiri?berarti kamu bisa
pulang dan tidur nyenyak malam ini. Pilihan kedua, kamu masuk
untuk membantu Fay, tapi kamu akan tertangkap basah oleh
Philippe. Tentunya malam ini akan menjadi malam yang panjang
bagimu karena bisa saya pastikan Philippe akan mengorek semua
informasi tentang keberadaanmu di sana, mungkin hingga di
Ruang Putih kalau suasana hatinya sedang tidak enak... dan saya
tidak ingin dia tahu saya yang memberikan pilihan ini, jadi kamu
berjuang sendiri."
Ruang Putih adalah sebutan lain untuk ruang interogasi di
COU. Berhadapan dengan Philippe dalam ruang itu adalah hal
terakhir yang diharapkan semua orang. Tapi, Reno tahu maksud
lain yang tersirat di balik perkataan pamannya barusan kalau ia
sampai harus berhadapan dengan Philippe di Ruang Putih dan
gagal, ia akan berhadapan dengan Andrew, dan yang terakhir itu?
lah yang benar-benar harus dihindarinya.
Reno mengerutkan kening. "Saya yakin bisa masuk ke sana
tanpa tertangkap oleh Philippe."
Andrew tertawa ringan. "Reno, kamu tidak menyimak pilihan
yang saya sampaikan tadi."
Reno tertegun dan tidak bisa berkata-kata sejenak. Sudah sem?
bilan tahun ia berada di bawah asuhan Andrew, tapi pamannya
ini tidak pernah berhenti mengejutkannya.
"Maksudnya, saya akan disodorkan ke Philippe kalau saya me?
From Paris-2.indd 152
mutuskan untuk membantu Fay?" tanya Reno perlahan sambil
meresapi kalimatnya sendiri.
"Begitulah," jawab Andrew santai.
"Kenapa?"
"Anggap saja ini pertolongan cuma-cuma dari saya supaya hu?
bunganmu dan Fay menjadi baik seperti semula. Kamu juga bisa
menganggap ini sebagai harga paling ringan yang harus kamu
bayar atas pelanggaran protokol kamu."
"Kenapa Anda ingin hubungan saya dan Fay kembali normal?
Apakah Fay sudah dinyatakan lolos observasi dan akan menjadi
bagian dari COU?" tanya Reno dengan ketegangan yang begitu
kentara di ujung kalimatnya.
Pertanyaan itu langsung disambut hunjaman tatapan yang sa?
ngat menusuk dari pamannya.
"Saya ingatkan bahwa kamu baru saja melanggar batas dengan
menanyakan pertanyaan itu... tapi khusus kali ini akan saya ja?
wab?jawabannya adalah ?Ya?. Sekarang, saya sarankan kamu tidak
mencoba peruntunganmu lagi dengan menanyakan pertanyaan
lain di luar otoritasmu yang akan memaksa saya bertindak lebih
jauh."
Reno terdiam.
Andrew kembali berbicara, "Sebaiknya kamu putuskan sekarang
sebelum saya menjadi terlalu kesal dan memunculkan pilihan ke?
tiga yang pasti tidak berakhir baik bagimu dan Fay. Jadi, apa pi?
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lihan untuk adik kecilmu malam ini?"
Reno menatap Andrew dengan dada berdegup kencang ketika
mendengar istilah "adik kecil" yang ia gunakan di e-mail disebut?
kan oleh Andrew. "Kedua."
"Baik. Jadi kamu akan masuk ke kediaman Philippe untuk
memeriksa keadaan adik kecilmu. Saya tidak mau dikaitkan de?
ngan pilihan ini, jadi sekali lagi saya ingatkan kamu berjuang
sendirian. Gunakan imajinasimu untuk membuat skenario yang
kamu suka. Pastikan saja skenario itu cukup cerdas dan terdengar
From Paris-2.indd 153
masuk akal supaya kamu tidak terlalu lama berada di tangan
Philippe. You know how unpleasant it can get if he is upset."
"Tidak masalah, Sir," gumam Reno muram.
Reno merunduk ketika berjalan ke arah bekas istal, tempat ia
akan berusaha mengistirahatkan badannya selama beberapa jam
malam ini, setidaknya sampai nasib buruk sudah siap mengham?
piri.
Ketika sampai di peraduannya yang menempati sudut gelap di
istal paling pojok yang dialasi serakan jerami kering, Reno me?
rebahkan diri dengan seulas senyum tipis di wajah, membalas se?
nyum Maria yang ia yakin sedang ditebarkan di surga. Ia pun
menutup mata, berusaha tidakbil pusing dengan pikiran apa
yang akan menimpanya.
Entah berapa lama Reno telah jatuh tertidur ketika mendadak
matanya terbuka, diperintah jantungnya yang mendadak sudah
berpacu kencang.
Ada orang lain di dalam istal!
Reno setengah melompat untuk berdiri lalu mengendap-endap
sambil menempelkan tubuh di pembatas kayu istal menuju arah
suara gesekan sepatu yang terdengar olehnya.
Bayangan hitam berkelebat di lantai, mendekat.
Sekilas Reno menunduk dan mengintip dari celah-celah kayu
yang membatasi istal dengan lorong di luar. Ia sudah siap me?
masrahkan diri untuk tertangkap ketika matanya melihat celana
jins yang dipakai si penyusup.
Bukan Philippe!
Secepat kilat Reno melemparkan diri keluar dari istal, me?
nerjang siapa pun yang ada di sana sebelum didahului. Tubuhnya
menghantam tubuh penyusup itu dan mereka berdua bergulingan
di lantai. Reno segera bangkit dan sekilas melihat penyusup yang
From Paris-2.indd 154
menggunakan topeng ski itu melakukan hal yang sama. Ketika
Reno bersiap menyerang dengan kepalan tangan yang sudah
mengudara, terdengar suara yang ia kenal bergema pelan, "Tahan!
Ini aku!"
Kent.
Reno menurunkan tangan sementara Kent membuka topeng
ski.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Reno dengan kening
berkerut.
"Pasti sama dengan apa yang kamu lakukan, memeriksa ke?
adaan Fay," sahut Kent jengkel.
Wajah Reno mengeras. "Kenapa kamu masih juga mendekati
Fay?! Aku tidak main-main dengan ancaman tahun lalu, dan an?
caman itu masih berlaku sekarang!"
"Keputusanku untuk meninggalkan dia bukan atas pengaruh
ancaman kamu. Aku tahu apa yang terbaik untuk dia," jawab
Kent dingin.
"Lantas, untuk apa kamu ke sini??"
"Aku hanya ingin memastikan keadaannya baik-baik saja.
Mana aku tahu kalau kamu juga melakukan hal yang sama!"
"Kalau begitu kamu bisa pergi sekarang...."
"I will!" potong Kent sebelum bertanya lagi. "Is she okay?"
Reno menjawab enggan, "Paman mengirim dia ke basement
dan memasang The Bracelet."
Kent terpaku sejenak, kemudian menggeleng sambil berkata,
"Aku tidak mengerti apa yang direncanakan mereka terhadap
Fay.... Belum ada satu minggu dia di sini tapi sudah dua kali di?
kirim ke basement!"
"Maksud kamu ini bukan yang pertama?" Reno terperangah.
Kent mendelik. "Itu yang aku katakan tadi! Hari Minggu dia
tersesat saat sedang lari di Jalur Dua. Philippe pasti mengira dia
melarikan diri, karena waktu ditemukan hampir tengah malam
dia ada di koordinat delapan... kamu kan tahu itu hanya tinggal
From Paris-2.indd 155
dua ratus meter saja ke jalan raya. Jadi dia langsung ditanyai oleh
Philippe dan Russel di basement."
"Shit!" umpat Reno pelan. "Apa yang terjadi di basement?"
Suara Kent bergetar ketika berkata, "Aku tidak tahu persis.
Yang jelas luka yang diplester di tangannya baru ada setelah ke?
jadian itu?kamu tahu sendiri apa yang jadi favorit Philippe.
Kalau Andrew tidak datang, aku tidak terbayang akan ada berapa
plester di tangannya dengan tuduhan seberat itu!"
Reno menunduk, membayangkan betapa ketakutan adik kecil?
nya itu dan dadanya bergolak penuh kemarahan. "Kenapa dia
bisa ceroboh seperti itu, tersesat di jalur sebegitu mudah!" ucap?
nya lagi.
Kent terdiam sebentar sebelum menjawab datar, "Aku yang
membuat dia tersesat. Aku mencabut papan penunjuk arah di
koordinat tiga."
Reno menatap Kent dengan gamang ketika berusaha mencerna
apa yang ia dengar dan tahu-tahu tubuhnya sudah bergerak me?
nerjang Kent, yang langsung terpelanting ke belakang menghan?
tam lantai.
Dengan kemarahan yang sudah memuncak hingga ke ujung
kepala dan dengan posisi berada di atas Kent, Reno menekan le?
ngan kanannya ke leher Kent. Tangan kirinya sengaja ia posisikan
di pergelangan tangan kanan untuk memberi tekanan lebih be?
sar.
Wajah Kent memerah karena sulit bernapas. Sekuat tenaga
Kent berusaha menahan tekanan lengan Reno dengan kedua ta?
ngan, kemudian berusaha mendorong Reno untuk membebaskan
jalur napasnya.
Reno baru saja mengumpulkan tenaga baru untuk kembali
menekan leher Kent ketika terdengar suara tercekik Kent yang
berusaha bicara, "...Aku... diperintah... Andrew...."
Apa???
Reno membiarkan Kent mendorongnya hingga ia terduduk di
From Paris-2.indd 156
lantai dengan kedua lutut tertekuk ke atas. Setelah tidak bisa ber?
kata-kata sesaat, ia akhirnya bertanya lamat-lamat, "Jadi maksud
kamu kejadian di basement hanya sandiwara?"
"Tidak. Andrew memberitahuku untuk melakukan hal itu se?
cara diam-diam. Philippe benar-benar marah dan semua kejadian
di basement pasti tidak dibuat-buat," jawab Kent sambil menger?
nyit memegang lehernya.
"Kenapa?" desis Reno sambil menerawang memikirkan skenario
yang mungkin dipikirkan pamannya.
"Mana kutahu!" sergah Kent sambil berdiri. "Aku kira kamu
bisa memberitahu aku!" ucapnya lagi sambil mengibaskan jeramijerami kering yang menempel di badannya. Dia kemudian me?
natap Reno dan berkata, "Aku mengandalkan kamu untuk
menjaganya. Selama kamu ada di dekatnya, aku tidak akan men?
dekatinya lagi. Tapi kalau kamu tidak ada, jangan cegah aku un?
tuk melindunginya, dengan caraku! And do me a favor, would you,
jangan masukkan aku ke dalam laporanmu... Satu tahun terakhir
hidupku sudah cukup susah. Perbatasan Siberia bukan tempat
yang bagus walau hanya untuk dua bulan."
Reno mengernyit mendengar lokasi itu disebut. Ia juga pernah
merasakan hal yang sama. "Tentu saja tidak. Sejak kapan aturan
The Groundhouse tidak berlaku?" ucapnya sambil berdiri. The
Groundhouse adalah istilah di antara para keponakan keluarga
McGallaghan untuk menamai kelompok mereka dan aturanaturan main yang berlaku di antara mereka sendiri, di luar penge?
tahuan para paman.
Kent menjawab dengan wajah masam, "Yang jelas, kamu me?
langgar aturan itu tahun lalu ketika memasukkan namaku di la?
poranmu ke Paman."
Reno berkacak pinggang dan melengos. "Oh, c?mon. Kamu kan
tahu aturan pertama The Groundhouse untuk saling melindungi
tidak mungkin diterapkan untuk kasus ini. Aku sedang melaku?
kan observasi atas Fay dan aku tidak tahu poin apa saja yang di?
From Paris-2.indd 157
nilai oleh Paman. Kalau aku tidak melaporkan semua hal yang
terkait dengan aktivitas dan perilaku Fay, siapa tahu itu malah
akan jadi bumerang untuknya dan menyebabkan Paman mengam?
bil keputusan lain di akhir observasinya."
Tubuh Kent menegang. "Kamu tahu apa keputusan Paman atas
observasi Fay?"
"Fay lolos, jadi dia akan bergabung dengan COU."
"Kamu yakin dia memang sudah lolos observasi dan bukannya
observasi itu dilanjutkan tahun ini, dengan observer lain barang?
kali?"
"Aku sudah tanya Paman dan dia bilang begitu."
"Apakah Fay sudah diberitahu dia akan bergabung dengan
COU?"
Reno menjawab agak ragu, "Aku rasa belum."
Kent terdiam sejenak tapi tidak menanggapi lebih lanjut. "Se?
baiknya aku pergi sekarang," ucapnya kemudian sambil berlalu.
Reno tidak berkata-kata lagi, membiarkan kalimat Kent
mengambang di udara sembari mencoba mencerna rentetan ke?
jadian seputar adik kecilnya. Akhirnya ia berdiri dan kembali ke
peraduannya di pojok istal. Matanya kini benar-benar terjaga,
dipicu pikirannya yang kalut.
Sebagaimana yang telah dipelajarinya selama bertahun-tahun
menjadi bagian dari COU dan keluarga McGallaghan, ia tahu
kepastian akan masa depan adalah barang langka yang tidak per?
nah nyata. Selama ini ia tidak pernah keberatan menjalaninya.
Tapi kini galau timbul di hatinya, karena sepertinya hidup belum
menjanjikan akhir yang membahagiakan bagi adik kecilnya.
Terdengar langkah kaki mendekat dan Reno menoleh.
Kent berlari kembali ke arahnya. "Aku melihat bayangan
Philippe mengendap-endap dari bangunan utama mengarah ke
sini."
Reno menunjuk jendela kecil di samping istal. "Lewat sana!"
Kent bergegas menuju tempat yang ditunjuk Reno. Tapi begitu
From Paris-2.indd 158
menyadari Reno tidak mengambil langkah yang sama, dia segera
berhenti dan menoleh kembali, "Ayo, Philippe sebentar lagi sam?
pai."
"Aku tidak ikut," ucap Reno pahit. "Kamu pergi saja." Reno
melihat Kent terpaku menatapnya dan sambil menelan ludah ia
kembali mendesak Kent, "Sana, pergi!"
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kamu gila! Kamu bisa habis di tangan Philippe!" Kent masih
mengerutkan kening, tapi sesaat kemudian keningnya melebar
kembali, seperti mengerti apa yang terjadi. "My God... Aku rasa
aku cuma bisa bilang ?good luck to you?."
Reno melengos sambil mengibaskan tangan memberi kode
Kent untuk buru-buru pergi.
Kent menggerakkan tangannya seperti memberi hormat. "Wish
you the very best of luck... I mean it. Thanks." Kent kemudian ber?
balik, dan setelah dengan sigap mengangkat tubuh melewati jen?
dela, dia segera menghilang dari pandangan.
Reno tersenyum pahit sambil berbalik masuk kembali ke istal
dan duduk di peraduannya di pojok. Ia tidak heran kalau Kent
bisa menebak apa yang terjadi karena dia sudah tinggal dan di?
didik Andrew sejak kecil?jenis kegilaan pamannya itu memang
tidak bisa ditebak begitu saja, tapi satu hal yang mereka tahu
pasti, paman mereka itu memang gila!
Reno duduk tanpa bergerak. Suasana saat ini begitu senyap.
Selain napasnya sendiri, tidak terdengar suara lain?bahkan tidak
suara alam. Tangannya meraba-raba lantai dan mengambil se?
genggam jerami. Tanpa berpikir tangannya melempar jeramijerami itu sambil berhitung dalam hati. Pada hitungan ketiga ia
tahu Philippe sudah ada di dalam?instingnya berkata begitu.
Bulu kuduknya meremang dan adrenalin berpacu dalam pem?
buluh darahnya. Kewaspadaannya meningkat drastis terlepas dari
keinginan untuk mengabaikannya dengan alasan perbuatan yang
sia-sia. Skema istal dengan Philippe yang bergerak perlahan de?
ngan keanggunan seorang elf sebagaimana deskripsi Tolkien dalam
From Paris-2.indd 159
Lord of the Rings, secara visual terlihat nyata dalam pikiran
Reno.
Pada hitungan kedua puluh terdengar suara "klik" yang sangat
ia kenal di dekat telinga.
"Good luck to me," ucap Reno pasrah dalam hati ketika mata?
nya beradu pandang dengan mata Philippe yang bersorot di?
ngin.
Fay tersentak ketika tangannya terasa seperti kesemutan dan sam?
bil menggerutu ia mencubit pipinya sendiri. Cahaya kelap-kelip
berwarna oranye di gelangnya berubah warna menjadi hijau dan
rasa kesemutannya pun hilang. Sejak tadi ia sudah berdiri tegak
di tengah ruangan, berusaha melawan kantuk yang menyerangnya
bertubi-tubi. Baru sekarang ia tahu orang memang bisa ketiduran
sambil berdiri!
Sekilas Fay melirik arlojinya?pukul 02.00 dini hari. Ia baru
saja akan melangkah untuk memulai kembali ritual jalan modarmandir yang membosankan ketika terdengar langkah kaki men?
dekat.
Kemunculan sosok Philippe membuat jantung Fay berdegup.
Detik berikutnya jantungnya seakan mau lompat keluar ketika
melihat Reno berjalan dengan enggan di belakang Philippe!
Philippe membuka pintu sel dan memberi Fay kode untuk
keluar. Philippe mengeluarkan remote dan dengan satu bunyi
"bip" kecil, lampu hijau di gelang Fay mati diikuti munculnya
dua celah di gelang. Philippe meraih tangan Fay tanpa berkatakata dan melepas gelang itu.
"Kamu bisa beristirahat di kamar..." Ucapan Philippe terhenti
ketika terdengar nada getar telepon genggam berbunyi di saku
celananya dan Philippe langsung menyingkir ke arah tangga un?
tuk mengangkatnya.
From Paris-2.indd 160
Fay berbisik kepada Reno, "Apa yang terjadi?"
"Aku tertangkap basah oleh Philippe saat sedang berada di
istal," jawab Reno.
"Kamu kan sudah dari tadi meninggalkan tempat ini.... Me?
mangnya kamu tidak langsung pergi?"
"Aku masih ingin menengok kamu sekali lagi."
Air mata Fay mulai mengintip di sudut mata. "Aku minta
maaf, Reno... Kamu akan... Philippe nanti..." Bayangan ujung
pisau tajam milik Philippe kembali terbayang.
"I?ll be okay, lil? sis," ucap Reno sambil mencoba tersenyum.
Air mata Fay menetes. Perasaan bersalah memenuhi rongga
batinnya?kalau saja ia tidak bersikap kekanak-kanakan saat la?
tihan, Reno tidak akan terlibat masalah seperti ini. Fay menutup
mukanya dengan kedua tangan dan mulai terisak pelan, "Reno,
aku minta maaf...."
Tangan Reno terulur untuk menyibak kedua tangan Fay yang
menutupi muka dan menghapus air mata Fay yang sudah mem?
basahi pipi. Reno kemudian menyentuh dagu Fay dan berkata,
"Fay, kamu tidak perlu merasa bersalah dan meminta maaf. Ku?
minta mulai sekarang kamu benar-benar berusaha tidak terlibat
kesulitan lagi dengan Philippe."
Fay mengangguk dengan air mata yang semakin deras. Dengan
suara tercekat ia bertanya, "Apa yang akan dilakukan Philippe
kepada kamu?"
"Aku tidak tahu. Yang pasti, Philippe tidak akan membiarkan
aku mendampingi latihanmu. So, can you promise me to stay out
of trouble?"
Fay mengangguk.
Terdengar langkah kaki kembali mendekat dan Reno meng?
hapus air mata di kedua pipi Fay dengan satu gerakan cepat
menggunakan kedua tangannya.
Philippe menyipitkan mata. "Well, well... Ada saat mengharu?
From Paris-2.indd 161
kan rupanya." Pandangan Philippe beralih kepada Fay. "Kembali
ke kamarmu sekarang. Latihan pagi dimulai jam lima?tiga jam
lagi."
Fay buru-buru mengangguk lalu berlalu dari hadapan Philippe,
menuju tangga. Saat kakinya menjejak di anak tangga terakhir
yang membawanya ke foyer, terdengar teriakan Reno.
Fay jatuh terduduk saat itu juga.
Hening sejenak.
Terdengar kembali suara teriakan yang menyayat gendang
telinga.
Fay meninggalkan basement dengan langkah terseok-seok me?
nuju kamarnya di lantai dua. Begitu menelungkupkan badan di
atas kasur, ia terisak histeris dengan perasaan terguncang.
Ia tahu tidak ada satu pun tindakannya yang benar sejak hari
pertama ia tiba di Paris. Dan kali ini akibat yang menyakitkan
dari tindakannya tidak hanya menimpa dirinya, tapi juga orang
lain. Perkataan Kent yang sebelumnya menyulut kemarahan kini
terasa masuk akal "Tidak perlu mencari sebuah alasan atas se?
buah tindakan, yang lebih penting adalah akibatnya."
Mulai sekarang, ia tidak akan mempertanyakan lagi apa pun
yang diperintahkan oleh Philippe atau siapa pun. Tak peduli apa
alasannya, ia akan melakukannya tanpa bertanya, dan dengan se?
baik-baiknya, kalau itu bisa membuat hidup orang-orang yang ia
sayangi lebih mudah.
Dengan pikiran itu, Fay jatuh tertidur.
Tiga jam kemudian, Fay dibangunkan suara alarm jam meja. Fay
mengerang ketika tangannya terasa kaku dan nyeri saat digerak?
kan?rupanya posisinya yang menelungkup di kasur sejak jatuh
tertidur tiga jam lalu sama sekali belum berubah. Sambil menarik
napas panjang, Fay langsung memaksa dirinya bergerak ke kamar
From Paris-2.indd 162
mandi untuk bersiap-siap?satu-satunya tekad yang berhasil mem?
buatnya bergerak adalah ingatan akan Reno.
Fay baru saja tiba di foyer ketika mendadak terlihat bayangan
Philippe yang muncul dari arah lemari geser yang mengarah ke
basement. Dengan napas yang langsung terasa berhenti mendadak,
Fay buru-buru naik kembali ke anak tangga pertama supaya tidak
terlihat oleh Philippe. Apakah Reno masih ada di basement? Bagai?
mana keadaannya? Pikiran itu berkecamuk dalam benak Fay hing?
ga ia disadarkan suara Philippe.
"Selamat pagi, Fay," sapa Philippe datar, seolah kejadian tiga
jam lalu bukan hal yang luar biasa.
"Se... selamat pagi," balas Fay gugup sambil berharap Philippe
menganggap dirinya baru saja turun dari lantai atas dan tidak
menyadari ia sudah berdiri di sini dari tadi. Dasar apes! Fay me?
nelan ludah sebelum mengumpulkan nyali untuk bertanya, "A...
apakah Reno masih di basement?"
Alis Philippe terangkat sedikit. "Apakah ada bedanya bagi
kamu dia ada di basement atau tidak?"
Fay gelagapan sebentar dan akhirnya menjawab pasrah, "T...
tidak tahu."
"Then, don?t ask! Keluar sekarang, latihan segera dimulai!"
Fay mengikuti Philippe sambil mengomel dalam hati. Dasar
jutek! Apa susahnya sih menjawab pertanyaan tadi?!
Latihan pagi dijalani Fay dengan benak dipenuhi kekhawatiran
akan nasib Reno hingga bahkan pemandangan indah dari wajah
Kent yang selalu berada di sisinya tidak bisa membuatnya me?
layang seperti biasa. Saat kakinya mengayun menapaki jalur lari,
benaknya sibuk bertanya-tanya apakah Reno masih ada di
basement, tergolek tak berdaya setelah entah apa yang dilakukan
Philippe.
Setelah sarapan, Kent bertanya, "Sejak pagi aku perhatikan pi?
kiranmu seperti berada di tempat lain?walaupun sebenarnya ada
From Paris-2.indd 163
bagusnya juga. Kamu sadar tidak waktu tempuhmu tadi baik se?
kali sampai-sampai Philippe mengecek arlojinya lagi?"
Fay membetulkan kucirnya dengan gelisah dan menjawab,
"Tadi malam aku ke basement lagi dan Philippe memasang benda
seperti gelang di tanganku... sakitnya mintapun!" Fay berhenti
sebentar untuk menarik napas sambil memperhatikan Kent yang
masih menatapnya dengan ekspresi tak berubah, lalu melanjutkan,
"Reno datang untuk membantuku dan tertangkap oleh Philippe
dan aku tidak tahu bagaimana nasib Reno sekarang. Tadi pagi
aku coba tanya Philippe tapi dia tidak mau menjawab."
"Kamu tanya Philippe?? Yapun, Fay... kamu benar-benar
tidak pernah pikir panjang!"
"Memangnya seharusnya nggak boleh tanya dia, ya? Habis aku
tidak tahu lagi harus bagaimana," ucap Fay membela diri.
"Aku yakin Reno sudah pergi. Tadi pagi di depan gerbang
mobilku berpapasan dengan satu mobil van yang baru saja keluar.
You just have to trust me on this. Aku tahu pasti kegunaan mobil
van itu."
"Apakah itu pertanda baik atau malah buruk?" tanya Fay
lagi.
Kent terdiam sebentar sebelum menjawab, "Biasanya itu berarti
sudah usai."
Latihan selanjutnya dijalani Fay dengan sepenuh hati. Kom?
binasi antara janji yang diucapkannya kepada Reno dan pikiran
yang melanglang buana tidak keruan ternyata membuahkan hasil
yang tidak mengecewakan. Fay bahkan berani bersumpah sempat
melihat wajah Philippe yang terkagum-kagum padanya?yah,
mungkin sedikit melebih-lebihkan sih, agak takjub mungkin lebih
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tepat?saat ia berhasil melalui latihan rintangan dengan sukses,
dengan napas yang tidak terlalu berkejar-kejaran seperti biasanya.
Walaupun ia masih tertinggal jauh di belakang Kent, setidaknya
selisihnya tidak sampai satu putaran. Latihan di Jalur Dua pun
tidak menyengsarakan sebagaimana sebelumnya dengan kesadaran
From Paris-2.indd 164
sang kaki yang sepertinya cukup tahu diri untuk tidak beristirahat
berlebihan, terutama di hadapan Philippe.
Jam tujuh malam, latihan dinyatakan selesai oleh Philippe. Fay
baru saja akan naik ke kamarnya di atas ketika Philippe me?
manggilnya kembali ke foyer.
Philippe menyodorkan telepon genggamnya. "Fay, Andrew
ingin bicara. Letakkan saja di atas meja ruang tengah kalau kamu
sudah selesai."
"How is your day, young lady?"
"Not bad," jawab Fay. Garing!
"Latihan kamu dengan Philippe sudah berakhir. Besok saya
yang akan memberikan sesi selanjutnya di kediaman saya."
"Oke," jawab Fay dengan kelegaan yang tak bisa dilukiskan.
"Lucas akan tiba kurang-lebih satu jam lagi, jadi kamu punya
cukup waktu untuk berkemas-kemas. Sampai jumpa besok pagi,
Fay."
Begitu telepon ditutup, Fay langsung melompat-lompat ke?
girangan. Tidak bisa ia percaya secara resmi sesi latihan dengan
Philippe sudah usai, tuntas, tamat, selesai! Dan ia akan meninggal?
kan kediaman Philippe sebentar lagi. Fiuuuh... Hip hip horeee...!
sorak Fay norak dalam hati sambil meluruskan tangan kanannya
yang terkepal di atas kepala. Merdeka!
Setelah meletakkan telepon di meja ruang tengah, setengah
berlari Fay menuju kamarnya, melompati dua anak tangga sekali?
gus di setiap langkahnya dengan senyum setengah gila terpampang
di wajahnya.
"Bagaimana jalannya latihan hari ini?" tanya Andrew pada
Philippe. Di telepon Philippe baru saja memberitahunya bahwa
Fay sudah meninggalkan kediamannya.
From Paris-2.indd 165
"Tidak buruk. Harus saya akui, saya cukup terkejut dengan
perubahan drastis pada hasil latihan hari ini."
"Apa saja yang berubah sepanjang pengamatan kamu?"
"Perubahan yang jelas terbaca adalah waktu tempuh Fay yang
membaik secara signifikan di semua jalur."
"Jadi, bila sekarang saya meminta kamu menilai kemampuannya
dalam rentang nol hingga sepuluh, berapa nilai yang akan kamu
berikan?"
"Kemampuannya saat ini akan saya beri nilai enam, tapi moti?
vasinya saya beri nilai delapan. Seperti yang kamu ketahui, moti?
vasi yang dimiliki seorang agen punya andil yang cukup besar
dalam penilaian. Kemampuan seseorang akan dengan mudah bisa
dibentuk bila motivasinya sesuai."
Philippe terdiam sebentar kemudian berkata, "Hal yang ter?
akhir itu agak mengejutkan saya..."
"Ya?" tanya Andrew santai.
"Sikap Fay dalam menyikapi latihan dan menjalankan perintah
berubah total padahal tidak ada perubahan yang signifikan dalam
cara saya melatihnya, baik dalam memberikan ancaman ataupun
hukuman."
Andrew menjelaskan, "Motivasi Fay tidak bisa digerakkan oleh
faktor eksternal secara langsung. Selama ini, faktor eksternal se?
perti iming-iming uang atau ancaman hampir selalu bisa meng?
gerakkan para agen kita untuk berprestasi sesuai harapan, tapi ti?
dak berlaku bagi Fay."
"Saya bisa mengerti kalau ada orang-orang yang tidak bisa di?
gerakkan oleh iming-iming uang, tapi ancaman seharusnya cukup
untuk menggerakkan siapa pun, terutama para agen kita. Motivasi
untuk hidup adalah hal mendasar yang harus dimiliki seorang
agen lapangan yang selalu menguji batas kehidupan setiap hari.
Tanpa motivasi cukup, sama saja mereka mengundang kematian
mereka sendiri dalam setiap langkah."
Andrew menanggapi, "Bagi yang lain, motivasi yang muncul
From Paris-2.indd 166
adalah imbas, sedangkan bagi Fay, motivasi adalah akar. Bila
benih-benih motivasi yang sudah ada dalam dirinya dipupuk de?
ngan tepat, motivasi yang tumbuh akan menyatu dengan dirinya
dan tidak bisa digeser lagi."
Philippe berdecak. "Pastikan saja motivasinya tetap bertahan
pada level yang dia tunjukkan sekarang ini."
Andrew tersenyum. "No problem, Philippe... No problem at
all."
From Paris-2.indd 167
Persiapan
FAY menyuap sendok terakhir omelette sarapannya tanpa ter?
gesa-gesa. Di hari Kamis pagi ini ia duduk sendirian di kursi
ruang makan kediaman Andrew dan sejak tadi ia melakukan hal
yang persis dengan apa yang ia lakukan saat menghuni meja ma?
kan seorang diri di rumah menerawangkan pikiran untuk meng?
usir bosan.
Fay menyandar ke kursi, membiarkan pandangannya melayang
ke luar jendela dengan pemandangan deretan puncak gedung.
Belum juga satu minggu ia tiba di Paris, tapi rasanya sudah
empat windu! Ia ingat perasaannya ketika meninggalkan kediaman
Philippe tadi malam?ia seperti dihinggapi perasaan "home sweet
home" yang biasanya muncul sehabis menginap semalam atau dua
malam di luar rumah. Seolah ada sisi hatinya yang merasa nya?
man karena akan segera pulang ke rumah. Tadi malam ia masih
bisa menegur dirinya sendiri, "Rumah yang mana?!", tapi ia tidak
bisa mengingkari perasaannya sekarang yang begitu nyaman, se?
olah semua telah berakhir dan ia sudah tiba di rumah.
From Paris-2.indd 168
Aneh... mungkin karena saking senangnya bisa meninggalkan
kediaman Philippe, pikir Fay lagi.
Ingatan Fay langsung melayang pada papa dan mamanya yang
sekarang pasti sedang menikmati liburan mereka di satu tempat
entah di mana dierika Selatan. Ia berpikir alangkah menye?
nangkannya kalau bisa menikmati liburan bersama mereka?walau?
pun dijamin detik demi detiknya akan berlangsung garing bak
kerupuk kulit, sudah pasti lebih baik daripada apa yang sekarang
ia hadapi di Paris.
"Tapi di sini kan ada Kent," sanggah satu sisi pikiran Fay yang
kecentilan.
"Tapi percuma aja kalau sikapnya kayak batu," sergah sisi judes?
nya tanpapun.
Fay tercenung ingat bagaimana kemarin, di sesi latihan yang
berlangsung hampir sepuluh jam, hanya satu kali ia dan Kent
sempat bercakap-cakap, yaitu saat membicarakan Reno setelah
sarapan. Di luar itu, ia hanya menerima sapaan standar "selamat
pagi" dan "apa kabar" dari Kent. Basi!
Ingatan Fay melayang kepada Reno. Suara teriakan Reno yang
ia dengar di basement langsung kembali menghantui, mengundang
pertanyaan-pertanyaan lain. Apa yang terjadi pada Reno dini hari
kemarin? Di mana Reno sekarang? Bagaimana kondisinya?
Fay menarik napas panjang dan akhirnya memutuskan untuk
duduk-duduk di ruang tengah. Tanpa pretensi, Fay melangkah
masuk ke ruang tengah dan berikutnya langsung melompat sam?
bil memekik kaget ketika sebuah bantal mendarat tepat di muka?
nya. Setelah bengong beberapa detik, pikirannya baru bisa men?
cerna.
Reno?!
"Hi, lil? sis? How are you?" Reno memampangkan cengiran
lebarnya yang jail dan dengan muka bandelnya ia berjalan ke
arah Fay.
"Yapun, Reno, kabar kamu gimana?" tanya Fay dengan
From Paris-2.indd 169
perasaan sangat lega seperti batu besar baru saja diangkat dari
dadanya.
Reno melingkarkan tangannya di bahu Fay dan mengecup ri?
ngan kepala gadis itu, sebelum mengajaknya ke sofa. "Kabarku
baik... berhubung kamu tanya sekarang dan bukan kemarin
pagi."
"Kamu sudah di sini rupanya," ucap Andrew yang tiba-tiba
sudah berdiri di jalan masuk ke ruang tengah. Andrew melirik
bantal yang tergeletak di lantai sambil berdecak, lalu memungut
dan melemparkannya ke sofa. "Bagaimana keadaan kamu?"
"Not bad," jawab Reno tak acuh.
"Kamu ditunggu dua jam lagi di kantor oleh Steve untuk mem?
bicarakan latihan," lanjut Andrew.
Reno mengangguk.
Andrew tersenyum ke arah Fay, "Bagaimana kabarmu? Saya
dengar dari Philippe tadi malam, ada kemajuan signifikan dalam
latihanmu?"
Fay merasa pipinya hangat. "Lumayan."
"Sebentar lagi saya akan memberi penjelasan tentang tugas
kamu di ruang kerja saya. Akan saya panggil kalau waktunya
tiba."
"Oke," jawab Fay sambil mengangguk, menyaksikan Andrew
berjalan meninggalkan ruangan dengan langkah tegap.
Begitu Andrew tidak terlihat, Fay langsung bertanya, "Apa
yang terjadi di basement? Aku mendengar teriakanmu saat di
tangga."
Reno menjawab enggan, "Tidak terlalu menyenangkan, but I
survived."
"Kenapa sih semuanya harus disembunyikan segala?" gerutu
Fay. "Aku kan juga sudah pernah berhadapan dengan Philippe.
Lagi pula aku bukan anak kecil yang bakal nangis kalau di?
ceritain."
Reno tertawa. "Umur sih sudah bukan anak kecil, tapi ke?
From Paris-2.indd 170
lakuan masih." Sebelum Fay sempat protes, Reno melanjutkan
lebih serius, "Ada hal-hal yang lebih baik tidak kamu ketahui."
Fay pantang menyerah. "Kamu mau latihan apa? Untuk tugas?
Atau itu termasuk yang tidak boleh diketahui juga?"
Reno menggeleng sambil berdecak. "Fay, kamu itu bisa nggak
ya memasang rem sedikit kalau bertanya? Kalau Paman dengar,
kamu pasti dapat masalah lagi."
"Lho, wajar dong aku tanya, kan dia tadi ngomongnya di
depanku. Kalau dia nggak mau ada yang tahu, ya ngomongnya
jangan di depan orang lain dong. Tadi dia juga menyebutkan
nama ?Steve?... Aku sih rencananya mau tanya ke kamu Steve itu
siapa," ucap Fay sambil lalu.
Reno tertawa kecil. "Dasar keras kepala. Untuk tugas, tidak
bisa kuberitahukan. Mengenai Steve, bisa aku jawab?dia juga
pamanku."
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Galak juga?"
Reno nyengir lebar. "Iya... siapa sih yang nggak?"
"Kent pernah bilang paman kamu yang namanya Raymond
lumayan baik kok."
"Dia memang yang paling baik...," Reno berpikir sebentar se?
belum melanjutkan, "...sebenarnya ada yang lebih baik daripada
Raymond. Namanya James, tapi dia tidak... mm... gimana ngo?
mongnya ya... James agak berbeda. Dia bukan tipe operasional
seperti yang lain, jadi aku hampir tidak pernah berurusan dengan
dia."
"Maksudnya operasional seperti apa?"
Reno mendesah. "Agak susah menjelaskannya... James bukan
tipe orang yang menangani masalah-masalah fisik... Dia lebih ke
otak."
Fay tertawa. "Jadi maksud kamu, yang lain nggak pakai otak,
gitu?"
Reno ikut tertawa sambil mengangkat kedua tangannya. "Oke,
aku menyerah. Ternyata sulit juga ketika harus membungkus satu
From Paris-2.indd 171
cerita supaya masih bisa dimengerti tanpa membuka inti cerita?
nya. Sabar saja dulu, lain kali aku ceritakan lengkap."
"Hah! Memangnya suatu hari nanti hal-hal ini jadi tidak ra?
hasia dan bisa diceritakan ke aku, gitu?" sindir Fay.
"Mungkin saja."
Fay menelengkan kepala mendengar jawaban Reno yang ter?
dengar enggan dan seperti diucapkan dengan hati-hati. Fay me?
nyipitkan matanya sedikit ketika akhirnya bertanya, "Kalau yang
kamu sebut ?kantor? tadi, pasti aku tidak boleh tanya-tanya sama
sekali ya...?"
Reno kembali berdecak dan menggeleng, kemudian tatapan
matanya beralih ke arah jalan masuk ke ruang tengah.
Fay mengikuti arah pandangan Reno dan melihat Kent masuk
ke ruangan. Sambil membuang muka Fay mengutuki diri sendiri
yang dadanya masih saja berdesir setiap kali melihat cowok pirang
nyebelin itu... Yah, kadang dia baik sih... tapi tetep nyebelin...
tapi bikin melayang... tapi...
"Good morning," sapa Kent.
Standar, pikir Fay masam sambil membalas sapaan Kent pe?
lan.
Kent berjalan ke arah Reno yang masih duduk dan menjulur?
kan tangannya yang terkepal seperti tinju sambil menyapa, "Are
you okay?"
Reno menyambut dengan gerakan yang sama, menjulurkan
kepalan tangannya juga hingga menyentuh kepalan Kent, sambil
nyengir. "Kapan-kapan kamu harus coba juga... Nggak jelek
kok... apalagi kalau pingsannya cepat."
Kent tertawa ringan. "Dasar bodoh. No thanks."
Fay masih sempat lemas sebentar mendengar tawa Kent yang
mengalun, meskipun sebenarnya ia sedang bengong melihat apa
yang dilakukan kedua cowok itu di depannya. Baru kali inilah ia
benar-benar melihat mereka bercakap-cakap santai?walaupun
menggunakan bahasa planet.
From Paris-2.indd 172
"Apa sih maksudnya?" akhirnya Fay bersuara.
"Bukan apa-apa, just a normal chat between family members,"
jawab Reno santai sambil mengucek-ucek rambut Fay.
"Kamu sempat pulang kemarin?" tanya Kent sambil duduk di
hadapan Reno.
"Nggak. Kenapa?"
"Tadi pagi aku dengar sekilas dari Larry, kemarin ada peng?
geledahan. Steve sedang bermalam di rumah dan rupanya sedang
kurang kerjaan, dan Andrew tentu tidak menolak kalau ada yang
mengambil inisiatif seperti itu."
"Whooa... Ada yang kena?" Reno menegakkan tubuh dengan
raut tertarik.
"Cuma si Sam. Si kuda nil tolol itu menggeletakkan pisau tem?
pur begitu saja di laci meja. Steve langsung kegirangan dan
sepertinya Sam akan dirumahkan dengan Steve. Taruhan, dia pasti
sudah mintapun ke Steve pada hari ketiga."
Fay menyimak dengan perasaan tersisih dan bertanya dengan
muram, "Kalau bukan family member nggak boleh ngerti, ya?"
Reno tersenyum dan menggodanya, "Adik kecilku marah... It?s
okay, urusan rumah. Kamu boleh tau kok. Bagian mana yang
ingin kamu tanyakan?"
"Cerita tentang Sam dan Steve tadi, maksudnya apa?"
Reno menyandar santai dan menjelaskan.
"Yang paling ditakuti oleh kami, para keponakan yang polospolos ini, adalah bila sewaktu kami lagi kumpul dan bersenangsenang, setidaknya hadir dua orang paman dengan salah satunya
sedang dalam kondisi jiwa yang labil." Reno berhenti sebentar
ketika mendengar Kent tertawa pelan, kemudian sambil nyengir
ia melanjutkan, "Dalam kondisi seperti itu, biasanya muncul ide
yang aneh-aneh dari mereka, salah satunya yang paling umum
adalah inspeksi mendadak untuk mengetahui kejahatan apa yang
mungkin sedang direncanakan oleh kami semua."
"Kejahatan seperti apa?" tanya Fay terperangah.
From Paris-2.indd 173
Reno mendesah. "Yah, kadang sangat tidak penting dan tidak
berguna... seperti pergi tanpa izin untuk gila-gilaan semalam sun?
tuk di Ibiza... Atau mengempiskan semua ban mobil di garasi...
Atau menghabiskan semua persediaan makanan Mrs. Rice dan
memindahkan semua peralatan dapurnya ke gedung bekas istal di
belakang rumah Philippe... Atau membantai anjing herder Sir
Callaway, tetangga Paman yang sudah rabun dan setengah
gila...."
Fay terbelalak.
Kent tertawa. "Jangan didengar, Fay. Tidak pernah separah
yang terakhir itu kok."
Fay mengangguk masih shock, lalu bertanya, "Jadi, apa yang
dilakukan paman kalian saat inspeksi?"
"Menggeledah semua sudut yang pernah kami kunjungi, mulai
dari kamar, ruang belajar, mobil, hingga kamar mandi. Tujuannya
adalah menemukan benda-benda terlarang atau petunjuk lain
yang bisa berguna untuk mengetahui rencana kami," jawab
Kent.
"Kenapa Sam menyimpan pisau di kamarnya?" tanya Fay
lagi.
Kent menjawab, "Sam kolektor pisau langka. Pisau yang di?
temukan di laci itu adalah salah satu koleksi baru miliknya."
Fay mengerutkan kening. "Kalau begitu, kenapa paman kamu
marah?"
Kent menjawab, "Banyak kegiatan dan barang yang masuk
kategori terlarang di rumah. Walaupun semua tergantung pada
kasusnya, secara umum ada tiga kategori Merah, Oranye, dan
Kuning. Semua barang yang punya potensi untuk melemahkan
fisik dan mengakibatkan kecanduan, dikategorikan ke Daftar Me?
rah. Contohnya adalah obat-obatan psikotropika, beberapa jenis
minuman keras, dan rokok."
"Kenapa rokok dan minuman keras disamakan dengan obatobatan psikotropika?" tanya Fay.
From Paris-2.indd 174
"Paman memastikan bahwa kami tidak punya ketergantungan
fisik dan psikologis terhadap benda apa pun. Dia tidak mau kami
memiliki kelemahan yang punya potensi untuk menggagalkan
tugas dan membahayakan kami. Bayangkan saja kalau kami sudah
kecanduan, bisa saja saat tugas kami menyempatkan diri untuk
mencari barang-barang itu, dan itu tentu menjadi kelemahan
yang fatal untuk kasus-kasus tertentu."
"Jadi kalian tidak ada yang pernah merokok atau minum mi?
numan keras?" tanya Fay takjub.
Kent menjawab, "Aku bisa pastikan beberapa dari kami pernah
mencobanya, tapi kami tahu bagaimana membatasi diri sehingga
tidak punya ketergantungan."
Reno menambahkan, "Meminum beberapa minuman keras ti?
dak dilarang untuk mereka yang berumur di atas delapan belas
tahun, dalam jumlah wajar, contohnya wine. Tapi Paman tidak
memperbolehkan kami menyimpan sendiri untuk konsumsi pri?
badi. Di rumah, wine dan minuman keras lain disimpan di tem?
pat-tempat tertentu, sehingga konsumsinya bisa dimonitor. Bila
sempat ditemukan barang-barang itu di tempat lain, sudah pasti
masuk Daftar Merah dan kami semua akan diinterogasi."
"Bagaimana dengan pisau milik Sam?" tanya Fay lagi.
"Barang-barang persenjataan seperti pistol atau pisau, masuk ke
Daftar Oranye. Tapi ada juga di antara barang-barang sejenis yang
masuk ke Daftar Kuning?boleh dimiliki asal dengan izin. Pisau
yang dimiliki Sam masuk kategori terakhir?masalahnya, Sam ti?
dak meminta izin terlebih dulu sebelum membeli."
"Apa itu berarti Sam akan mendapat masalah juga?"
Reno tertawa. "Menemukan benda di Daftar Kuning bagi para
pamanku seperti mendapat hiburan cuma-cuma... Mereka tidak
benar-benar marah, tapi bisa mengerjai terhukum sampai mereka
puas."
Kent menimpali, "Dalam kasus Sam, dia akan dirumahkan
bersama Steve, salah seorang paman kami, selama satu minggu...
From Paris-2.indd 175
sebenarnya mirip dengan latihan yang kamu jalani dengan
Philippe, hanya mungkin kadarnya lebih berat."
Fay meringis. Latihannya dengan Philippe saja sudah cukup
menyengsarakan, tidak terbayang seperti apa latihan yang akan
dijalani Sam kalau Kent mengatakan kadar latihan Sam akan le?
bih berat.
Reno menambahkan sambil tersenyum, "Tenang, nggak separah
kedengarannya kok. Sipir-sipir itu kalau untuk urusan di rumah
lebih punya toleransi. Aku rasa mereka memang sengaja memberi
ruang supaya kami bisa melampiaskan emosi berlebih akibat
urusan-urusan kantor, asalkan bukan Daftar Merah..."
Reno mendadak berhenti bicara dan mengarahkan tatapannya
ke jalan masuk ruang tengah.
Ternyata Andrew sudah berdiri di sana dan langsung berkata,
"Saya akan membicarakan tugas Fay dan Kent di ruang kerja saya
sekarang. Reno, kamu sebaiknya ke kantor sekarang juga untuk
menemui Steve?dia tadi menelepon dan sepertinya agak terlalu
bersemangat."
Kent mengeluarkan bunyi suara tawa tertahan.
Andrew kembali berkata "Malam nanti saya mengadakan
jamuan makan malam. Saya minta kalian bersiap-siap."
"Fay ikut?" tanya Reno.
Andrew mengangguk. "Ya. Fay juga saya undang. Make sure
you all make the necessary preparation."
Reno dan Kent mengangguk.
Setelah Andrew pergi, Fay bertanya, "Memangnya apa yang
harus disiapkan untuk makan malam?"
Reno nyengir. "Kamu nggak bakal percaya kalau nggak lihat
sendiri. Ini ritual yang aneh sekaligus seru. Semuanya begitu
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
resmi dan penuh tata krama, bahkan harus pakai tuksedo se?
gala?kamu tahu kan... jas dan dasi kupu-kupu."
"Kayak pesta aja," seru Fay takjub. "Wah, berarti aku juga ha?
rus pakai baju resmi dong...."
From Paris-2.indd 176
Kent menimpali, "Makan malam sebenarnya dimulai pukul
setengah delapan, tapi ada ketentuan setengah jam sebelumnya
semua sudah harus berkumpul di ruang duduk. Selama menunggu
pintu ruang makan dibuka biasanya kami mengobrol sambil ma?
kan atau minum yang ringan-ringan. Baru pada pukul setengah
delapan pintu ruang makan dibuka dan semua masuk ber?
bondong-bondong."
"Berapa orang yang hadir?" tanya Fay lagi.
"Biasanya baru diadakan kalau setidaknya ada delapan anggota
keluarga yang bisa hadir."
"Nggak ada ceweknya, ya?" Fay baru sadar selama ini semua
selalu menyebutkan kata nephew atau keponakan laki-laki, dan
uncle atau paman.
"Sepanjang sejarah McGallaghan yang aku tahu, hanya ada
beberapa wanita, tapi sekarang tidak ada," jawab Reno sambil
berdiri lalu mengecup kepala Fay. "Gotta go now... good luck, lil?
sis."
"Thanks... good luck to you too," balas Fay sambil tersenyum.
Reno lalu melangkah menuju lift, sedangkan Fay dan Kent
menuju tangga mengikuti Andrew.
Di ruang kerja Andrew, sebuah foto sudah terpampang di layar
kaca besar di salah satu dinding ruangan ketika Fay dan Kent
masuk, menampilkan seorang pria dengan kepala plontos mema?
kai kacamata hitam yang sedang berbicara di telepon genggam.
Begitu Fay dan Kent duduk, Andrew langsung menjelaskan.
"Pria yang dikenal dengan nama sandi ?Blueray? ini adalah se?
orang middleman atau perantara. Jadi dia menjadi penengah un?
tuk dua pihak yang tidak ingin berhubungan langsung dengan
alasan apa pun. Tidak lama lagi dia akan menjadi perantara bagi
sebuah transaksi. Sebuah barang akan diberikan kepadanya oleh
pihak pertama untuk kemudian diantar olehnya ke pihak ke?
dua?barang itulah yang saya inginkan."
Fay bertanya, "Barang apa?"
From Paris-2.indd 177
Andrew menjawab, "Sebuah chip."
Terdengar suara Kent seperti mengomel di sebelahnya. Fay me?
noleh ke arah Kent dengan bingung, dan lebih bingung lagi ke?
tika melihat raut muka Kent yang tampak kesal.
Andrew tersenyum tipis kemudian berkata pada Kent, "Mungkin
kamu bisa menjelaskan kepada Fay apa arti keterangan saya tadi."
Kent menjelaskan, "Ukuran sebuah chip sangat kecil, jadi me?
dia yang digunakan untuk mengirimkan chip itu bisa apa saja.
Bila pria ini cukup cerdas dan berhati-hati, akan sangat sulit bagi
kita untuk tahu apakah barang itu sudah di tangan dia atau
belum."
Hah???
Kent pasti melihat tampang bego Fay karena dia menjelaskan
kembali, "Kalau dia membeli rokok, bagaimana kita tahu bahwa
rokok yang diberikan ke tangannya memang benar-benar rokok
dan bukannya sudah ada chip yang diselipkan di dalamnya? Atau
kalau dia masuk ke kamar mandi kemudian keluar lagi, bagai?
mana kita bisa tahu apakah chip itu sudah diletakkan sebelumnya
di kamar mandi? Atau kalau dia bertabrakan dengan seseorang di
jalan, apakah itu murni tabrakan atau chip itu berpindah ta?
ngan?"
Fay spontan bertanya, "Harus serumit itukah?"
Andrew menjawab, "Sebagian besar?kalau tidak semua?aktivi?
tas yang dijalankan Blueray adalah ilegal. Sebisa mungkin semua
pihak yang terlibat tidak mau terlihat, jadi hampir pasti sebuah
pertemuan biasa bukanlah sebuah pilihan."
"Akan sulit sekali untuk membuntutinya tanpa dicurigai, ter?
lebih dengan kondisi seperti tadi, berarti kami harus ada dalam
posisi yang cukup dekat," ucap Kent.
Andrew kembali menerangkan, "Blueray akan tiba di Paris be?
sok malam dengan pesawat charter dari Munich. Dia membuat
reservasi atas nama ?Scott Preston? di sebuah hotel bintang empat
untuk satu malam, lalu akan berangkat dengan pesawat menuju
From Paris-2.indd 178
Paloma hari Sabtu sore. Satu hal yang pasti, tidak mungkin dia
pergi ke Paloma kalau barang itu belum ada di tangan."
"Pembelinya ada di Paloma?" tanya Kent.
"Ya. Dan begitu dia tiba di Paloma, tidak akan ada kesempatan
sama sekali untuk mendekatinya karena risikonya terlalu besar?
menurut informasi yang saya terima, pihak yang akan menerima
barang itu adalah keluarga mafia Italia yang berkuasa di Paloma."
"Jadi kemungkinannya hanya Sabtu pagi," gumam Kent.
"Hari Sabtu pagi dia akan mengikuti tur mengunjungi objek
wisata di luar kota Paris?bukan hal yang lazim dilakukan se?
orang pebisnis biasa untuk mengisi waktu luang yang hanya se?
tengah hari. Saya yakin serah terima barang akan dilakukan di
salah satu objek wisata yang dikunjungi olehnya."
Kent bertanya, "Apakah kami akan ikut tur yang sama?"
"Tentu saja. Kalian akan check-in di hotel yang sama dan akan
mengikuti tur yang sama dengannya. Karena posisi kalian dengan
Blueray cukup dekat, saya tidak menyiapkan tim lengkap untuk
mendukung operasi?saya tidak mau Blueray curiga dan meng?
gagalkan pengambilan barang. Satu-satunya tim pendukung di
lapangan adalah Russel. Tugas kalian adalah membuntuti Blueray
dan melaporkan ke Pusat bila barang sudah ada di tangannya.
Bila keadaan memungkinkan, Kent akan mengambil barang itu,
tapi bila tidak, Russel yang akan menyelesaikan pekerjaan selanjut?
nya?keputusan itu akan ada di tangan Raymond, yang akan
menjadi pemimpin operasi ini. Ada pertanyaan?"
Kent dan Fay menggeleng.
Andrew melanjutkan, "Sekarang, sedikit pengantar untuk Fay
tentang teori pengintaian.
"Tujuan utama pengintaian terhadap seorang target adalah
mengawasi gerak-gerik target tanpa diketahui olehnya, untuk men?
dapat petunjuk tentang informasi atau aktivitas tertentu.
"Ada banyak jenis pengintaian dengan alat atau tanpa alat,
diam atau bergerak, dengan kendaraan atau tanpa kendaraan. Apa
From Paris-2.indd 179
pun jenisnya, inti dari semua itu sama, lakukan ?tanpa diketahui
target??sangat mudah bila dilakukan terhadap orang awam, tapi
sangat sulit bila target sudah waspada terhadap usaha-usaha
pengintaian.
"Dalam operasi normal, pengintaian adalah kerja tim, bukan
perorangan. Tapi ada kalanya pengintaian harus dilakukan seorang
diri, dengan risiko yang lebih besar untuk dikenali target. Secara
umum, pihak yang melakukan pengintaian tidak boleh mencolok
dan tidak mudah dikenali. Dalam kasus kalian tidak berlaku, ka?
rena kalian akan ada di tur yang sama, dan dengan tur kecil se?
perti itu sudah pasti kalian akan dikenali oleh Blueray. Selama tur
berlangsung, hal ini tentu akan memudahkan kalian, karena ka?
lian bisa dengan tenang mengamatinya atau bahkan bercakapcakap dengannya. Tapi pada acara bebas saat peserta tur bisa
berjalan-jalan di luar rombongan tanpa pemandu, kalian akan
lebih sulit mengikutinya karena dia mengenali kalian.
"Supaya lebih mudah membayangkannya, sekarang anggap ka?
lian ada di posisi target, yang sedang dibuntuti. Ada banyak cara
untuk mengecek kalian dibuntuti atau tidak. Cara yang paling
umum adalah dengan memainkan kecepatan langkah?kadang
dipercepat dan kadang diperlambat tanpa kentara, misalnya ber?
pura-pura mengejar bus yang akan berangkat, atau berhenti untuk
mengikat tali sepatu. Bila orang yang kalian curigai masih ada
dengan jarak sama, berarti dia memang menjaga jarak dan ke?
mungkinan besar dia memang membuntuti. Cara lain yang juga
umum adalah masuk ke satu toko atau restoran selama beberapa
saat, kemudianati pintu apakah orang tersebut masuk atau
tidak, dan bila tidak, ketika kalian keluar perhatikan apakah
orang tersebut masih ada atau tidak.
"Dalam kasus kalian sebagai pihak yang membuntuti, bila tar?
get kalian melakukan hal-hal seperti itu?memainkan kecepatan
langkah, berhenti di etalase, masuk ke toko?kalian bisa meng?
asumsikan dia curiga sedang diikuti.
From Paris-2.indd 180
"Musuh sekaligus teman terbaik saat dibuntuti atau mem?
buntuti seseorang adalah pantulan kaca?dan kaca ada di manamana. Pantulan dari kaca etalase, kaca mobil yang melintas dan
yang sedang diparkir di pinggir jalan, kaca gedung perkantoran...
percaya atau tidak, kita dikelilingi kaca dan cermin, dan itu bisa
jadi senjata yang menguntungkan atau merugikan di posisi mana
pun kamu berada."
Andrew menatap Fay dan berkata, "Untuk melepaskan diri dari
penguntitan, kemampuan Analisis Perimeter dan Antisipasi Peri?
laku akan sangat membantu. Karena kamu akan bersama Kent
sepanjang waktu, saya tidak akan memberikan penjelasan secara
mendalam. Yang harus kamu lakukan nanti adalah melihat reaksi
Kent dan melakukan hal yang sama." Dia menyodorkan satu ber?
kas dokumen kepada Fay. "Ini informasi tempat-tempat yang akan
kamu kunjungi. Di dalamnya ada denah ch?teau Fontainebleau,
peta kota Fontainebleau, dan peta kota Barbizon. Saya minta
kamu menghafalkan bagian-bagian yang ditandai dengan lingkaran
merah sebagai persiapan tugas kamu besok. Kent sudah menerima
berkas yang lebih lengkap di kantor."
Andrew melanjutkan, "Besok pagi Raymond akan datang un?
tuk memberi pengarahan tugas kepada kalian berdua. Fay, saya
mengizinkan kamu makan di luar siang ini. Setelah itu ada yang
ingin saya bicarakan dengan kamu. Kent, kamu ke kantor seka?
rang."
Setelah Andrew berlalu, Kent beranjak sambil bertanya, "Kamu
mau makan siang di mana?"
"Nggak tau. Mungkin aku mau minta diantar ke sekitar tem?
pat kursusku dulu saja."
Kent mengangkat alisnya sedikit. "Baik, sampai jumpa setelah
makan siang."
From Paris-2.indd 181
"Heh, kok lewat sini?" tanya Reno kepada Kent yang sedang me?
megang kemudi mobil. Mereka baru saja makan siang dan Reno
menumpang mobil Kent karena mobilnya sedang diservis di beng?
kel. Mereka sekarang sedang dalam perjalanan kembali ke apar?
temen Andrew.
Kent tidak menjawab.
Reno melirik Kent, dan setelah melihat tidak ada tanda-tanda
Kent akan menanggapi pertanyaannya, ia mengulurkan tangan
dan menggoyang setir mobil.
"HEI...!" seru Kent.
Terdengar suara klakson dengan keras dari arah kanan.
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kamu gila, ya?" gerutu Kent.
"Aku tadi tanya kenapa kamu lewat sini, ini kan memutar!"
Reno berdecak kesal dan akhirnya memilih melihat gedung-ge?
dung di luar. Tubuhnya langsung tegak ketika melewati tempat
kursusnya tahun lalu. Ia ingat tadi Kent sekilas berkata Fay akan
makan siang di sekitar tempat kursus.
"Kamu cari Fay, ya? Aku kan sudah bilang kamu tidak usah
mendekatinya lagi..."
"Aku tahu!" potong Kent. "Would you just shut your mouth for
a minute?"
Kent memelankan laju kendaraannya setelah satu blok melewati
tempat kursus dan membiarkan mobil perlahan menyusuri ja?
lan.
Reno mengerutkan kening dan baru saja akan kembali mem?
buka mulut ketika melihat Fay sedang melambaikan tangan sam?
bil tersenyum ke arah seorang pemuda bertopi. Wajah pemuda
itu tak terlihat dan segera dia menjauh lalu menghilang ke ti?
kungan di seberang jalan. Fay kemudian berjalan di trotoar se?
belum masuk ke limusin hitam yang diparkir di tepi jalan.
"Siapa itu?" tanya Reno sambil menegakkan tubuh.
Kent mendengus. "Mana kutahu! Kalau tadi dia menyeberang
di depan mobilku, pasti sudah aku serempet."
From Paris-2.indd 182
"Kamu sudah tahu Fay makan siang dengan pemuda tadi?"
"Tidak tahu, cuma insting," gumam Kent. "Aku lihat Fay ma?
kan siang dengan pemuda itu hari Minggu kemarin di sekitar
sini. Dan tadi waktu Fay bilang mau makan lagi di daerah sini,
aku agak curiga."
Reno terdiam. Tidak mungkin Fay punya hubungan istimewa
dengan seseorang tanpa ia ketahui?untuk urusan-urusan remeh
seperti sahabatnya, Lisa, yang naksir pemuda bernama Doni saja,
Fay tidak pernah ragu untuk menceritakannya dalam e-mail-e-mailnya! Berarti Fay baru kenal dengan pemuda itu. Di mana mereka
bertemu?
Dengan gelisah Reno menarik sabuk pengaman yang mendadak
terasa menyesakkan. Skenario yang diusung otaknya terasa kurang
pas. Kalau baru kenal, bagaimana Fay bisa bertemu lagi dengan
pemuda itu?kebetulan biasa?
Mobil Kent dengan mulus menyalip limusin hitam yang di?
tumpangi Fay.
Reno menahan diri supaya tidak menoleh untuk mencoba me?
lihat Fay?satu hal yang sebenarnya juga percuma dengan kaca
gelap pekat seperti itu.
Setelah beberapa saat menyelami pikiran dalam keheningan,
Reno akhirnya bertanya, "Kamu tidak coba tanya Fay siapa pe?
muda yang kamu lihat hari Minggu itu?"
Sorot mata Kent yang jengkel saat melirik menyadarkan Reno
bahwa pertanyaan itu tidak perlu?sudah pasti Kent membuntuti
Fay diam-diam. Sesaat Reno dihinggapi kekesalan baru karena
Kent ternyata masih juga belum bisa menjauhi Fay sepenuhnya.
The Bourne Supremacy Karya Robert Ludlum Lembah Nirmala Karya Khu Lung Pendekar Hina Kelana 35 Penghuni Goa