Pencarian

From Paris To Eternity 3

From Paris To Eternity Karya Clio Freya Bagian 3

Fay terpaku menatap Reno, tidak bisa bahkan sekadar me?

rangkai kata-kata dalam pikirannya.

"Aku akan menjadi mentor kamu selama tiga hari ke depan,"

ucap Reno lagi.

Fay menatap Reno dengan nanar. Pemuda yang selama satu

tahun terakhir sudah menjadi kakak dalam hatinya, juga penyela?

mat, pahlawan bagi hidupnya. Bagaimana mungkin pemuda yang

sama memperkenalkan diri sebagai seorang "mentor" seolah tidak

ada yang salah dengan identitas itu? Bukankah peran itu sama de?

ngan peran yang tahun lalu dijalani Kent? Apakah Reno bagian

dari mereka? Bagaimana dengan semua kejadian tahun lalu yang

melibatkan Reno? Apakah semua itu hanya kebohongan besar?

Perlahan-lahan satu bentuk perasaan yang tidak dikenali me?

rasuk ke relung kalbu Fay yang terdalam. Perasaan dikhianati

From Paris-2.indd 125

yang begitu menghunjam itu langsung membuat rasa sesak yang

tidak tertahankan dan Fay merasa matanya sangat panas ketika

butir-butir air mata mulai merembes dari sudut-sudut matanya.

Fay melihat bibir Reno terbuka, mengeluarkan suara yang

membantunya menapak kembali ke dunia.

"Philippe tadi memintaku memberikan hukuman padamu ka?

rena waktu tempuh yang begitu lama," ucap Reno datar, kemu?

dian melanjutkan, "sekarang, jongkok dengan tangan di belakang

kepala, dan berjalanlah dengan posisi jongkok sepanjang jalan

berkerikil di depan rumah hingga ke ujung dan balik kembali."

Apa??

Fay menatap Reno dengan kobaran benci yang pasti sangat

jelas terlihat. Dengan keras kepala Fay tetap berdiri mematung.

Kalau Reno ingin ia melakukan hal serendah itu, Fay tidak akan

membuatnya sebegitu mudah!

"Ayo, Fay, mulai!" perintah Reno agak keras.

"TIDAK MAU!"

"C?mon, Fay, don?t do this to me. Aku memang berutang pen?

jelasan kepada kamu, tapi bisa kita bicarakan nanti. Sekarang

lakukan saja yang diperintahkan oleh Philippe. Aku tidak mau

harus memaksa kamu melakukannya."

"Ya sudah, paksa saja, kenapa ragu?? Aku toh tidak kenal

kamu!" sahut Fay lebih ketus sambil mendongak dan melotot

kepada Reno.

"Fay, please," ucap Reno mendesak. "Aku minta maaf atas apa

yang terjadi tahun lalu, tapi saat itu aku tidak punya pilihan ka?

rena memang diberi tugas untuk mendekati kamu...."

Ucapan Reno tidak bisa diselesaikan karena Fay memotong sam?

bil maju selangkah, "Saat itu kamu mungkin tidak punya pilihan,

tapi selama satu tahun terakhir ini kamu terus menipuku...." Ka?

limat Fay tidak bisa dilanjutkan. Air matanya sudah tumpah tanpa

ragu dan ia menutup mukanya dengan kedua tangan.

"Fay, ayolah, jangan menangis sekarang. Kita bicarakan saja

From Paris-2.indd 126

nanti. Lakukan perintah tadi." Suara Reno sudah terdengar lebih

seperti memohon dengan putus asa daripada memberi perintah.

"Ada apa?" suara Philippe yang ternyata sudah ada di belakang

mereka memutus perdebatan.

Fay langsung menghapus air matanya secara serabutan.

Philippe kembali bertanya, kali ini ditujukan ke Reno, "Apa

yang terjadi? Beri saya penjelasan yang masuk akal sekarang juga

atau nasib kamu akan berakhir sama dengan Fay malam ini!"

Reno baru saja membuka mulut untuk menjawab, tapi Fay

langsung menyambar dengan sengit, "Saya tidak mau latihan de?

ngan dia!"

Fay masih sempat melihat mata Philippe yang berkilat sebelum

pada detik berikutnya ia merasa kakinya terbang ke udara. Fay

terjengkang ke belakang dan mendarat dengan punggung meng?

hantam tanah disertai bunyi "buk" keras. Fay berteriak kesakitan

sambil menyumpah-nyumpah dalam hati?tulang-tulangnya di

punggung serasa berserakan! Mintapun!

Philippe berjalan mengitari Fay, kemudian membentaknya,

"ITU bukan pilihan yang ada di tanganmu. Bangun!"

Sambil mengerang dan mengernyit menahan sakit Fay berusaha

bangun?terasa seperti ada yang bergemeretakan di tubuhnya. Ia

memaksakan diri berdiri tegak, dengan dada yang rasanya sudah

pecah berantakan.

"Saya ingatkan sekali lagi, saya tidak punya toleransi terhadap

sikap membangkang seperti yang kamu tunjukkan tadi! Reno

akan mengawasi latihan di Jalur Tiga hingga jam makan malam,

dan kamu akan melakukan perintahnya?apa pun itu?tanpa

syarat!" ucap Philippe menusuk, lalu berbalik ke arah rumah.

Reno dan Kent juga langsung berbalik, mengarah ke belakang

rumah, berjalan di depan Fay sambil bercakap-cakap dengan suara

pelan.

Fay lagi-lagi merasa sangat dikhianati dengan kenyataan yang

baru ia sadari. Bukan hanya Reno yang telah menipunya, tapi

From Paris-2.indd 127

juga Kent! Momen perkenalan Reno dan Kent saat mereka ber?

dua bertemu di tempat kursus langsung terbayang kembali. Mus?

tahil mereka baru kenal saat itu! Fay mendadak merasa perutnya

mual penuh rasa muak atas semua kepalsuan yang terjadi. Ia

menghapus sisa-sisa air mata yang masih terlihat di wajahnya dan

dalam hati bertekad menghapus semua jejak kenangan dua pe?

muda di depannya ini dari dalam hatinya dan tidak akan ber?

bicara dengan mereka berdua seumur hidupnya!

Sampai di Jalur Tiga, Fay sengaja menjaga jarak di belakang

Reno dan Kent, tidak sudi berdekatan dengan dua orang brengsek

yang semua sikapnya diselubungi kepalsuan. Sejurus kemudian,

Fay dikagetkan gerakan Reno dan Kent yang mendadak berbalik

dan bergerak mendekatinya dengan tatapan marah. Refleks Fay

mundur satu langkah, sambil bergantian memandang Reno dan

Kent yang dari bahasa tubuh mereka seakan siap menyerangnya

kapan saja.

"FAY, bodoh sekali tindakanmu tadi! Lain kali coba pikir pan?

jang dulu sebelum bertindak!" kata Kent keras. Matanya menyo?

rotkan kekesalan yang sudah tidak bisa ditahan.

Fay merasa dadanya bagai dihantam kembali. Ia baru saja akan

membuka mulutnya untuk membalas perkataan Kent, tapi sudah

terdengar suara Reno yang menghardik lebih keras.

"JANGAN pernah melakukan hal bodoh seperti itu! Kamu

seharusnya sudah tahu Philippe seperti apa, dan apa pun yang

aku katakan atau berikan, pasti akan lebih baik daripada apa yang

kamu peroleh dari Philippe. Jadi, turuti saja apa yang kubilang

tanpa bertanya dulu! Kalau kamu butuh penjelasan, bisa kamu

tanyakan setelahnya!"

Fay terbelalak memandang Reno dan langsung menyemburkan

unek-uneknya. "Kamu masih berharap aku bisa percaya apa pun

yang keluar dari mulutmu?? KAMU GILA!"

Fay melihat muka dan telinga Reno merah padam, tapi ia

tidak peduli dan tetap memelototi Reno. Enak aja!

From Paris-2.indd 128

Kent menggeleng, "Kamu betul-betul keras kepala!"

"Terserah!" ucap Fay ketus.

Kent berkata kepada Reno, "Mulai saja sekarang."

Reno mengangguk sambil mengembuskan napas seperti ber?

usaha membuang emosinya, lalu berkata kepada Kent, "Kamu

tahu prosedurnya. Lakukan semua rintangan sebanyak tiga pu?

taran. Aku akan mencatat waktu tempuh untuk setiap putaran."

Kent mengangguk dan langsung bergerak.

Fay melihat Reno menatapnya sebelum berkata singkat, "Ikuti

Kent!"

Fay memutuskan untuk menunjukkan kepada Reno bahwa ia

mengikuti perintah pemuda itu dengan setengah hati hanya ka?

rena tidak ada pilihan lain. Dengan perlahan ia berlari, merayap

di jalur Kent yang lebih lebar, jongkok, memanjat, menuruni tali,

hingga ketika ia selesai dengan putaran pertama, Kent sudah men?

dahuluinya lagi untuk putaran terakhirnya. Dengan perasaan puas

Fay melihat Reno yang tampak kesal di sisi lapangan, tapi sampai

detik ini masih belum mengambil tindakan apa-apa. Apakah

Reno akan mengadukannya kepada Philippe? Terserah! Itu urusan

belakangan, yang jelas sekarang ia lebih puas!

"Awww...!" teriak Fay saat kakinya tersangkut sesuatu di tanah.

Fay bisa merasakan frame demi frame ketika ia melayang dan ta?

nah menjadi semakin dekat dengan wajahnya. Oh, no! D?j? vu!

Namun ternyata hasilnya tidak persis seperti yang terjadi se?

belumnya, karena kali ini Fay berhasil menggunakan tangan kiri?

nya untuk menopang tubuh, dengan hasil yang lebih parah dari?

pada yang ia bayangkan. Tangannya seperti dihunjam beribu

pisau di bagian dalam!

Fay menjerit sambil berguling di tanah, mendekap tangan kiri?

nya. Terlihat bengkak berwarna kebiruan menyembul di sepanjang

bagian dalam tangannya, tepat di bagian yang sama dengan luka

kecilnya yang masih diplester.

Reno dan Kent langsung berhamburan ke arah Fay. Reno yang

From Paris-2.indd 129

tiba lebih dahulu langsung berjongkok di sisi Fay. "Kenapa, Fay?"

Tanpa menunggu jawaban, Reno langsung mengambil tangan Fay,

yang langsung direspons dengan teriakan kesakitan oleh Fay.

Kent tiba di sisi Reno dan membungkuk untuk melihat tangan

Fay. Wajahnya langsung tampak cemas. "Doesn?t look good...."

Reno menelusuri bengkak di tangan Fay dengan sedikit te?

kanan menggunakan dua jari dan Fay langsung berteriak sambil

berusaha menarik tangannya.

"Sshh, diam dulu," ucap Reno menggagalkan usaha Fay.

Reno tampak berkonsentrasi penuh dan Fay berusaha menahan

rasa sakit yang menghunjam senti demi senti bengkaknya seiring

dengan telusuran jari Reno. Sejurus kemudian, sejumput lega ter?

lihat di wajah Reno. "Aku rasa tidak ada yang patah. Yang pasti

ada urat yang terpilin." Reno berdiri, membantu Fay berdiri, sam?

bil berkata, "Kita kembali saja sekarang. Paman bisa memperbaiki?

nya dengan mudah."

Kent berkata seperti menggumam, "Kemarin Philippe sudah

mengobati kaki Fay dengan cedera yang sama."

Reno menoleh kepada Fay. "Ceroboh sekali! Bagaimana mung?

kin hal seperti ini terjadi setiap hari kepadamu! Memangnya ini

akan kamu jadikan hobi baru ya?!"

Sialan! Fay membuang muka, menolak berurusan dengan se?

orang pengkhianat yang sudah menghancurkan kepercayaannya.

"Reno...," kata Kent dengan nada seperti menegur, tapi tidak

meneruskan kalimatnya. Ia hanya menatap Reno tanpa menjelas?

kan lebih lanjut.

Fay melihat ekspresi Reno yang sejenak terperangah, seperti

tersadar akan sesuatu, lalu terpaku menatap Kent.

"Apa sih maksudnya?" tanya Fay kesal. Ia sedang kesakitan se?

perti ini dan alih-alih membawanya segera ke rumah untuk di?

obati, dua pemuda di depannya ini malah tatap-tatapan dengan
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bego seperti ini!

"Aku telepon Paman sekarang," cetus Reno mengabaikan Fay,

From Paris-2.indd 130

mengeluarkan telepon genggamnya dari saku dan menjauh untuk

menelepon.

Fay ingin sekali menyikut Kent sambil bertanya ada apa, tapi

ia masih kesal dengan perkataan keras Kent yang menyalahkan?

nya.

Reno kembali. "Dia sudah dalam perjalanan ke sini."

"Apa-apaan sih?" tanya Fay kesal.

"SUDAH, jangan banyak bicara!" hardik Reno.

Fay melotot ke arah Reno, sesaat lupa dengan sakit di tangan?

nya. Ia tidak sempat mengeluarkan ucapan apa pun karena saat

itu Kent berbicara kepada Reno.

"Kita kembali saja sekarang, Philippe tidak perlu tahu apa yang

terjadi."

Reno mengangguk kemudian menoleh ke arah Fay. "Luruskan

tangan kamu dan berjalan seolah tidak ada apa-apa. Ingat, Fay,

apa pun yang terjadi, jangan sampai Philippe tahu kamu ce?

dera."

Fay mengentakkan kaki dengan kesal tapi tidak sempat tercetus

dengan tatapan Reno dan Kent yang begitu tajam. Apa-apaan

mereka? Philippe bisa mengobati tangannya dengan cepat seperti

dia mengobati kakinya kemarin pagi?satu jam hanya lebih se?

dikit?dan kedua cowok gila di depannya ini melarangnya ber?

bicara kepada Philippe. Apa mereka ingin membuat dirinya lebih

sengsara? Sambil berusaha meredamarah, Fay berjalan meng?

ikuti Reno dan Kent yang berjalan kembali ke arah rumah.

Begitu melihat Philippe menunggu mereka di depan rumah,

Reno yang berjalan di depan menoleh dan mengingatkan kembali,

"Ingat, Fay, jangan mengatakan apa pun!"

Fay hanya cemberut sambil mengomel-omel dalam hati.

"Latihan berjalan lancar?" tanya Philippe menyambut mereka

bertiga.

Reno mengangguk. "Sesuai rencana."

Fay melengos pelan. Apanya yang sesuai rencana!

From Paris-2.indd 131

Pandangan Philippe kini beralih ke arah Fay dan Fay dengan

serbasalah berusaha menatap lurus ke depan, mengabaikan tatapan

Philippe.

"Saya akan menghukum kamu atas waktu tempuh yang begitu

lama. Merayaplah di jalan depan rumah ini hingga ke ujung, dan

kembali ke sini. Lakukan sekarang!"

Fay menatap tanpa berkedip jalan berkerikil tajam yang me?

manjang di depan rumah. Dengan tangan berfungsi dengan se?

mestinya saja, hukuman ini dijamin bisa membuatnya bercucuran

air mata karena luka-luka yang pasti akan memenuhi sikunya,

terlebih latihan merayap yang ia lakoni sejak kemarin juga sudah

meninggalkan lecet di sikunya. Apalagi sekarang....

Perlahan-lahan Fay menjatuhkan lututnya ke jalan berbatu dan

serta-merta mengaduh ketika ujung-ujung kerikil yang runcing

bagai melesak ke dalam kulitnya. Ia mencoba meletakkan telapak

tangan kanannya, berharap bisa menopang tubuhnya yang mulai

dicondongkan ke depan, untungnya berhasil. Namun begitu ia

berusaha meletakkan telapak tangan kirinya, ototnya serasa ter?

cabut dan Fay berteriak kesakitan sambil mendekap tangan kiri?

nya.

"Ada apa?" tanya Philippe.

"Tangan saya terkilir," rintih Fay.

"Oh, kamu harusnya bicara sejak awal. Tentu saja saya tidak

akan meminta kamu melakukan hukuman ini dengan tangan

yang cedera."

Fay berdiri dan mengembuskan napas lega dengan reaksi di

luar dugaan itu. Untung ia tidak mengikuti ucapan dua cowok

sialan ini. Bisa-bisa sebentar lagi ia akan berakhir dengan cedera

dan luka yang lebih parah lagi!

"Saya akan memeriksa kamu di ruang tengah. Tunggu saya di

sana," ucap Philippe lagi.

Fay melangkah ke ruang tengah diikuti Reno dan Kent. De?

ngan perasaan menang Fay duduk di sofa sambil melirik Reno

From Paris-2.indd 132

dan Kent yang tetap berdiri dengan wajah kaku. Huh, dikira me?

reka itu siapa, bisa menyuruh-nyuruh seenak udel!

Sesaat kemudian Philippe masuk ke ruang tengah dengan tas

hitam di tangannya. Tidak seperti biasa, raut wajahnya yang biasa?

nya kaku kini terlihat santai. Philippe duduk di meja di hadapan

Fay dan memeriksa tangan Fay sebentar, melakukan persis seperti

yang sebelumnya dilakukan Reno, kemudian berkomentar, "Urat

kamu ada yang berpindah tempat, sama sekali bukan masalah

besar."

Sudut bibir Philippe terangkat sedikit membentuk senyum

samar-samar, kemudian dia berkata kepada Kent dan Reno, "Pe?

gangi dia."

Reno berjalan mendekati Fay, kemudian ketika tiba di dekat

sofa mendadak terjatuh ke arah depan seperti tersandung sesuatu.

Tubuhnya yang kekar menimpa tas hitam yang ada di atas meja,

membuat tas itu jatuh dan isinya berhamburan ke lantai. Terlihat

perban, alkohol, gunting kecil, dan benda-benda lain tersebar di

lantai. Reno buru-buru berdiri, tampak serbasalah ketika Philippe

berteriak kesal sambil mengangkat kedua tangan ke atas, "Un?

believable!"

"Maaf...," ucap Reno singkat sambil berusaha mengumpulkan

barang-barang yang bertebaran di lantai, dihujani tatapan marah

Philippe.

Fay tertawa dalam hati. Syukurin! Makanya jangan rese. Tau

rasa deh, malah dia sendiri yang jatuh!

Philippe menggeleng dan bangkit dari tempatnya untuk ber?

geser dan memberi ruang bagi Reno.

Dengan canggung Reno bangkit dari lantai sambil memegang

semua barang yang tadi berjatuhan di kedua tangannya, dengan

wajah panik persis seperti film kartun.

Seperti tokoh di film kartun!

Fay terkesiap. Saat itu juga kesadaran menghinggapi benaknya.

Philippe bukan ingin menyuntiknya! Philippe ingin mengobatinya

From Paris-2.indd 133

tanpa bius, itu sebabnya dia memerintahkan Reno dan Kent un?

tuk memeganginya dan Reno mencoba mengulur waktu!

Fay merasa sekujur tubuhnya dingin. Ya Tuhan, tanpa dibius!

Entah seperti apa sakitnya! Perkataan Kent kemarin pagi tentang

Philippe langsung terngiang-ngiang kembali di telinga dan dengan

wajah pucat pasi Fay melihat Reno kembali merunduk seperti

berusaha keras untuk menggapai sesuatu yang seolah-olah masuk

jauh ke kolong sofa.

"CUKUP! Biarkan saja dulu! Sekarang lakukan yang saya su?

ruh!" ucap Philippe tidak sabar.

Reno berdiri dan Fay tahu wajahnya sendiri sudah pias begitu

melihat raut wajah Reno yang putus asa karena sudah kehabisan

cara untuk mengulur waktu.

Tangan Reno terjulur ke arah Fay untuk memegang lengan

Fay, kemudian perlahan Reno menarik Fay maju sambil menekan?

nya ke arah lantai, memberi sinyal supaya Fay berlutut meng?

hadap ke meja.

Fay tidak punya kekuatan untuk melawan?wajah Reno yang

menyiratkan ketakberdayaan bagaikan virus menular yang lang?

sung membuat ia kehilangan harapan. Reno meraih tangan kiri

Fay yang cedera dan berikutnya Fay berteriak kesakitan ketika

Reno meluruskan tangannya itu di atas meja dengan satu gerakan

cepat tanpa peringatan. Dasar gila! Fay melirik Reno dengan kesal

tapi Reno sama sekali tidak melihat ke arahnya.

Tangan Fay kini terentang di meja, ditahan dua tangan kokoh

milik Reno, satu di lengan bagian atas dan yang lain di per?

gelangan tangannya.

Fay lagi-lagi tersentak ketika tangan kanannya diraih dan di?

piting ke belakang oleh Kent. Tidak menyakitkan, tapi cukup

kuat untuk membuatnya terkunci tanpa daya.

Philippe bergerak dan berdiri di hadapan Fay, di sisi meja yang

berseberangan, kemudian merogoh tas dan mengeluarkan alat lo?

gam seperti pencapit yang ujungnya berbentuk lingkaran pipih.

From Paris-2.indd 134

Philippe mencabut plester yang menutupi luka kecil Fay, lalu me?

nempelkan penjepit logam di dekat siku tempat bengkak tangan

Fay bermula, kemudian menekan benda logam itu perlahan sam?

bil mulai menggesernya.

Fay pun mulai menjerit ketika ototnya terasa seakan dicabuti.

"Good afternoon, everyone!" terdengar suara tenang mengalun

dari arah jalan masuk ke ruang tengah.

Philippe berhenti dan tertegun. "Andrew! What a pleasant

surprise...."

Fay merasa jantungnya bagai melorot ke tanah saking leganya.

Ia juga bisa merasakan kelegaan Reno dan Kent yang langsung

melepas pegangan mereka terhadap dirinya.

"Apa yang terjadi?" tanya Andrew.

Philippe menjawab, "Fay terkilir. Saya sedang mengobatinya."

"Kenapa perlu dipegangi, bius kamu habis?"

"Ya," jawab Philippe singkat.

Andrew berkata santai ke arah Kent, "Di bagasi saya ada kotak

obat. Coba cek apakah di sana ada cadangan obat bius."

Kent langsung beranjak dari tempatnya, mengarah ke luar de?

ngan langkah lebar.

Fay mengembuskan napas lega diam-diam.

Andrew bertanya kepada Philippe dan Reno, "Bagaimana jalan?

nya latihan hari ini? Well, selain masalah cedera Fay tentunya."

Philippe berkata tajam, "Tidak ada perbaikan yang berarti da?

lam kondisi fisiknya! Tidak hanya itu, dia juga membangkang

saat latihan!"

Andrew menatap Fay dengan tajam sambil berkata, "Fay, tidak

dibenarkan untuk melakukan pembangkangan terhadap perintah,

apa pun alasannya!"

"Hanya itu saja reaksi kamu?? Tidak heran kalau dia berani

bersikap seperti tadi!" ucap Philippe sambil menyapukan pan?

dangan menusuk ke Fay.

Fay menunduk, sama sekali tidak berani menatap wajah

From Paris-2.indd 135

Philippe. Ingin sekali rasanya ia bersembunyi di belakang badan

Andrew supaya tidak perlu merasakan tatapan Philippe yang

menghunjam.

Kent masuk ke ruangan membawa tiga buah suntikan dan me?

nyerahkannya ke Philippe.

"Banyak juga persediaan obat bius di mobil kamu," ucap

Philippe dingin.

Andrew menjawab ringan, "Hanya untuk berjaga-jaga."
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Philippe langsung bekerja dengan suntikan itu, dibantu Reno

yang tetap memegangi tangan Fay sementara Kent sudah duduk

di sofa.

Segera setelah tangannya kebas, Fay bisa dengan leluasa meng?

amati cara alat itu bekerja. Ternyata memang hanya menekannya

dengan keras sambil menggesernya sepanjang bengkak, dan de?

ngan bius lokal, rasanya seperti dielus-elus. Terbayang betapa sakit

rasanya kalau tidak dibius!

Andrew berkata, "Fay, kamu bisa beristirahat di kamar seka?

rang. Kamu akan dipanggil tepat sebelum makan malam."

Pukul 19.45. Lima belas menit lagi makan malam disajikan.

Fay mendesah sambil melirik ke arlojinya. Ia sudah berpakaian

rapi sedari tadi dan sedang mengulur waktu menunggu saat ma?

kan tiba sambil duduk di tempat tidur, sesekali mengamati ta?

ngannya yang sudah sembuh seperti sediakala.

Baru tiga hari ia ada di sini tapi sudah sedemikian banyak

yang terjadi. Tidak banyak yang bisa ia cerna dengan kedatangan?

nya di Paris kali ini. Berbeda dengan tahun lalu yang hari demi

harinya terasa masih punya makna walaupun ia jalani dengan

kegelisahan akan nasibnya, kali ini ia merasa semuanya ber?

langsung tanpa arti walaupun terasa begitu lama. Jam demi jam

yang ia lalui seperti hanya ditujukan untuk menyengsarakan diri?

From Paris-2.indd 136

nya, seakan nasib sedang menginjak-injak harga dirinya entah atas

dasar apa.

Mungkin karena dulu setidaknya masih ada kursus bahasa, jadi

masih ada unsur normal, pikir Fay.

Atau mungkin karena waktu itu setidaknya yang melatih ada?

lah Andrew, pikirnya lagi.

Fay menghela napas. Yang jelas, ia kini sudah tidak berani lagi

mengasihani diri sendiri akan sebuah nasib buruk, karena setiap

kali ia berpikiran seperti itu, berikutnya nasib membawanya ke

dalam keterpurukan yang lebih jauh lagi, yang hanya menyisakan

pertanyaan tanpa jawaban.

...sikap Philippe yang begitu keji...

...kepalsuan yang diumbar oleh Reno, tapi sikapnya yang

begitu melindungi...

...sikap Kent yang mendua, kadang seperti tak peduli tapi ka?

dang begitu perhatian...

Sepertinya hanya Andrew yang sekarang berpihak kepadanya.

Fay menyemangati diri sendiri. "One step at a time, Fay." Siapa

tahu langkah berikutnya adalah langkah terakhir yang akan mem?

bawa kaki kembali ke rumah, pikirnya tanpa sebuah keyakinan.

Pintu diketuk dan Andrew masuk.

Fay tersentak dari lamunan dan ketegangan yang biasa me?

nemaninya datang kembali ketika Andrew menghampirinya.

Andrew menarik kursi dan duduk menghadap ke tempat tidur

tempat Fay sedang duduk. "Bagaimana tangan kamu? Sudah pu?

lih seperti sediakala?" tanya Andrew dengan sebuah senyum yang

sangat simpatik.

Fay yang jengah dengan perhatian hangat itu hanya menjawab

singkat, "Sudah."

"Saya dengar kamu tadi menolak untuk berlatih dengan Reno.

Apa benar begitu?"

Sebersit perasaan bersalah dan takut menghampiri Fay sekaligus

dan ia membuang muka ketika menjawab, "Iya, saya tidak me?

From Paris-2.indd 137

nyangka Reno... Saya kira dia teman kursus..." Ucapannya tidak

bisa ia tuntaskan, tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan se?

muanya dengan tepat kepada Andrew.

"Saya tahu kamu pasti marah, mengira bahwa Reno menipu

kamu tahun lalu. Tapi saya yang menyuruhnya melakukan hal itu

untuk melindungi kamu, jadi dia tidak bisa disalahkan sepenuh?

nya."

Fay terperangah menatap Andrew. Ia tentu saja bisa menebak

Reno diberi perintah itu oleh Andrew, tapi fakta bahwa Andrew

berada di depannya dan mengatakan hal itu sendiri dengan nada

menenangkan tanpa ancaman apa pun benar-benar tidak bisa di?

percaya!

"Jadi, saya minta mulai sekarang kamu tidak bersikap ceroboh

seperti itu lagi. Saya sudah pernah memperingatkan bahwa sikap

Philippe agak keras, dan pembangkangan seperti itu hanya akan

merugikan kamu, karena jelas sikap seperti itu sangat menghibur

bagi Philippe," lanjut Andrew.

Lagi-lagi Fay bengong sesaat mendengar ucapan Andrew yang

terakhir. Tapi, melihat sorot jenaka di mata Andrew, ia langsung

mengerti bahwa itu kalimat sindiran?seolah menghukum sese?

orang adalah hobi yang menghibur bagi Philippe. Fay pun ter?

senyum.

Andrew membalas senyum Fay kemudian berdiri, "Makan ma?

lam sebentar lagi disajikan. Mau turun sekarang?"

Fay mengangguk dan dengan agak terburu-buru ia bangkit dari

tempat tidur mengikuti Andrew yang membukakan pintu untuk?

nya.

Di ruang makan, semua sudah duduk mengitari meja makan

sambil mengobrol santai ketika Fay dan Andrew masuk. Philippe

dan Reno duduk bersebelahan di satu sisi yang menghadap pintu

masuk sedangkan Kent ada di sisi yang membelakangi pintu, di

hadapan Reno.

Andrew menarik kursi kosong di hadapan Philippe dan mem?

From Paris-2.indd 138

persilakan Fay untuk duduk, lalu duduk di ujung meja di antara

Philippe dan Fay.

Mrs. Rice masuk sambil membawakan makanan pembuka dan

Andrew menyapanya dengan hangat, "Mrs. Rice, maaf merepot?

kan dengan kedatangan mendadak seperti ini."

Mrs. Rice tersenyum dan berkata, "Tidak masalah, Mr.

Andrew. Anda tahu saya selalu suka kejutan."

Semua tertawa penuh arti?kecuali Fay yang celingak-celinguk

kebingungan?dan suasana mulai mencair. Bahkan Philippe ter?

senyum?Fay melirik Philippe sekali lagi untuk memastikan.

Andrew kembali berkata, "Saya juga minta maaf telah meminta

dua pengacau ini kembali ke sini. Kalau makanan ada yang hi?

lang di dapur, Anda tentu tahu ke mana harus bertanya."

Reno dan Kent nyengir lebar mendengar ucapan itu.

Mrs. Rice menanggapi, "Jangan khawatir, Mr. Andrew. Kalau

itu yang terjadi, saya tidak akan bertanya lagi dan langsung meng?

ambil sapu untuk memukul mereka seperti saat terakhir kali me?

reka berdua ada di sini... tidak, tidak berdua, tapi berempat de?

ngan Sam dan Larry. Ah, mereka itu juga lahap sekali."

Reno dan Kent tertawa. Jelas ada cerita lain di balik insiden

itu yang tidak diketahui oleh Fay.

"Kekanak-kanakan sekali," tegur Philippe sambil menggeleng,

tapi tidak ada nada marah dalam suaranya.

Reno dan Kent mengatupkan mulut tanpa berusaha menyem?

bunyikan senyum mereka yang masih tersisa.

Makan malam dijalani dengan santai, dengan percakapan se?

putar hal-hal ringan yang bisa ditimpali oleh semua orang, mulai

dari kebodohan saat menyetir mobil hingga kecelakaan berburu

di Irlandia yang melibatkan seorang kerabat Andrew.

Sepanjang makan, Fay lebih banyak diam mendengarkan. Ha?

nya sekali saja ia bersuara, ketika mereka sedang membicarakan

tentang disorientasi arah yang diderita oleh?menurut mereka?

kaum hawa. Fay menolak mentah-mentah. Tapi argumennya

From Paris-2.indd 139

langsung patah ketika Andrew menggodanya dengan meng?

ingatkan insiden ia tersesat dua hari yang lalu. Fay jadi agak te?

gang ketika ingat apa yang terjadi sesudahnya, tapi kelihaian

Andrew dalam membawa arah percakapan membuatnya tenang

kembali.

Sebuah perasaan aneh menyelisip ke relung hati Fay. Sebuah

perasaan yang seharusnya ia tepis jauh-jauh, tapi langsung datang

kembali ketika semua yang ada di meja makan tertawa berderaiderai mendengar lelucon Reno tentang salah satu famili mereka.

Fay langsung ingat pada meja makan di rumahnya di Jakarta,

yang biasanya hanya ia tempati sendirian selama sepuluh menit

tiap malam. Pada momen-momen istimewa saat kedua orangtua?

nya hadir, waktunya bertambah menjadi dua puluh menit,

maksimal. Dan sudah pasti tidak pernah ada tawa berderai-derai

seperti malam ini.

Setelah menikmati makanan penutup berupa puding custard

rasa vanila dengan saus jeruk, Philippe berkata, "Andrew, besok

latihan akan saya mulai pagi-pagi sekali, pukul lima. Kalau kamu

tidak keberatan, saya akan meminta supaya Fay malam ini

menginap di sini saja. Besok akan menjadi hari yang berat bagi?

nya dan saya tidak ingin mendengar alasan dia tidak bisa melaku?

kan latihan sesuai harapan karena kurang beristirahat."

Andrew menoleh ke Fay. "Apa kamu membawa perlengkapan

untuk menginap seperti yang pernah saya perintahkan?"

Fay mengangguk.

"Bagus, kalau begitu tidak ada masalah," ucap Andrew lagi

sambil menatap Philippe.

Fay diam-diam menikmati kelegaan di hatinya, membayangkan

ia sebentar lagi sudah bisa berbaring melepas penat. Sejujurnya ia

cukup senang dengan ide Philippe, karena ia memang merasa sa?

ngat lelah. Tidur lebih cepat sama sekali bukan ide buruk, apalagi

kalau besok latihannya dimulai jam lima pagi. Ia bergidik mem?

bayangkan apa yang akan ditemuinya besok, terlebih Philippe

From Paris-2.indd 140

sendiri mengatakan besok akan menjadi hari yang berat! Seolaholah yang sekarang kurang berat aja.... Dasar barbar!

Fay menarik napas panjang tanpa kentara lalu bangkit dari

kursi mengikuti yang lain. Ketika ia berjalan menuju tangga, ter?

dengar suara Andrew, "Sweet dream."

Fay tersenyum sambil menggumamkan "thanks" pelan.

From Paris-2.indd 141

The Bracelet

FAY bermimpi ada suara ketukan di kepalanya. Semakin lama,

suara ketukan itu semakin keras, dan akhirnya menjadi jelas suara

yang didengarnya tadi adalah ketukan di pintu. Baru saja ia me?

ngumpulkan nyawa secara perlahan, mendadak pintu terbuka dan

Philippe muncul di pintu. Sang nyawa langsung menyatu saat itu

juga dan Fay langsung duduk tegak di tempat tidur, dengan dis?

orientasi waktu.

"Ganti baju kamu dan temui saya di bawah sekarang," ucap

Philippe datar, kemudian keluar dan menutup pintu kembali.

Fay mendesah. Rasanya baru saja ia terlelap ternyata sudah

pagi lagi. Sekilas ia melirik jam meja. Ketika melihat angka 22.30

tertera di sana, ia menjadi agak bingung. Ia mencocokkan angka

itu dengan arloji Swatch-nya, dan begitu melihat angka yang

sama, ia tertegun.

Setelah berganti baju dan merapikan kucir rambutnya, Fay pun

bergegas turun dengan ketegangan yang sudah memuncak hingga
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke kepala.

From Paris-2.indd 142

Begitu tiba di foyer, Philippe sudah berdiri tepat di depan

lemari geser menuju basement, yang sekarang terbuka lebar. Fay

merasa napasnya tercekat ketika Philippe memberinya kode untuk

turun terlebih dahulu, dengan tatapan seperti berkata, "ladies

first".

Sampai di bawah, langkah Fay terhenti. Tubuhnya kaku saat

pandangannya beradu dengan pintu besi yang mengarah ke

ruangan tempat ia berhadapan dengan Philippe hari Minggu. Na?

mun Philippe tidak mengarahkannya ke sana, melainkan ke ruang

di sebelah kiri yang masih gelap gulita. Begitu sakelar dinyalakan,

ruang itu langsung terlihat terang bagai bermandikan cahaya pu?

tih, menampakkan sebuah lorong dengan jeruji di kanan dan kiri

yang membatasi sel-sel tak berpenghuni.

Fay tersentak. Tempat apa ini? Penjara?

Philippe membuka lemari kecil di dekat sakelar dan mengambil

salah satu kunci yang tersusun rapi di sana. Ia kemudian men?

dahului Fay menuju sel yang paling dekat, membuka pintu dan

mempersilakan Fay masuk, lagi-lagi dengan kesopanan ala "ladies

first".

Dengan langkah yang serasa tidak menapak di lantai, Fay masuk

ke sel. Bau lembap yang basah langsung menyergap hidungnya.

Fay tersentak ketika tangan kanannya mendadak diraih oleh

Philippe tanpa permisi. Lalu pria itu memasang benda seperti

gelang logam pada pergelangan tangan Fay. Terdengar bunyi

"klik" saat gelang itu terpasang rapat.

"Kamu akan bermalam di sini sebagai hukuman atas pembang?

kangan kamu hari ini," ucap Philippe dengan suara menggema,

terpantulkan dinding batu di sel. Philippe berjalan keluar sel lalu

menutup dan mengunci pintu sel, kemudian mengeluarkan remote

dari saku.

Terdengar bunyi "bip" kecil di gelang yang dipakai Fay ber?

samaan dengan nyala satu titik hijau di bagian tengah. Fay me?

nelan ludah dengan susah-payah. Ia sama sekali tidak punya ide

From Paris-2.indd 143

apa fungsi gelang ini tapi ia yakin apa pun ini pastilah tidak akan

menyenangkan, mengingat ini melibatkan Philippe.

"Jangan mengharapkan keajaiban terjadi lagi malam ini," ucap

Philippe dingin sebelum berlalu, bagai mengonfirmasikan ke?

curigaan Fay barusan.

Fay berdiri terpaku dalam keheningan tanpa tahu harus ber?

buat apa. Ia mengangkat tangan dan mengamati benda yang kini

melingkar di pergelangan tangannya. Gelang ini terasa agak berat

dengan lebar sekitar empat senti dan agak lebih tebal sedikit dari?

pada Swatch yang masih melingkari pergelangan tangan kirinya.

Ukuran gelang ini sangat pas?Fay bisa merasakan dingin logam

di bagian dalam gelang yang bersentuhan dengan kulitnya.

Pandangan Fay kemudian beralih ke ruangan tempat ia kini

berada. Total ada enam sel terbuka yang dibatasi dengan jeruji

besi, tiga di masing-masing sisi. Di ujung, terlihat ada dua

ruangan tertutup yang berhadapan, dengan pintu besi yang persis

seperti pintu ruang yang dimasukinya kemarin.

Lantai sel hanya berupa semen dan dindingnya hanyalah su?

sunan batu yang bahkan tidak diplester. Di beberapa tempat di

dinding terlihat lumut kehijauan yang menempel. Dalam semua

sel, tidak ada perabot atau barang selain sebuah bangku panjang

dari besi yang menempel ke dinding, termasuk di sel yang ditem?

patinya.

Akhirnya Fay duduk di bangku, mencoba berpikir apa yang

akan terjadi padanya, termasuk apa kegunaan gelang di tangan?

nya. Namun, segera setelah telinganya terbiasa dengan dengingan

hening, ia mulai diserang kantuk. Ia pun merebahkan diri di

bangku besi sambil mengomel karena permukaan keras dan di?

ngin itu sangat tidak bersahabat bagi punggungnya yang hari ini

bernasib kurang baik. Tidak lama kemudian ia sudah agak me?

layang antara alam mimpi dan alam nyata.

Dalam keadaan setengah melayang, Fay bermimpi pergelangan

tangannya kesemutan dan semakin lama semakin sakit.

From Paris-2.indd 144

"AARGH...!" Fay terlompat sambil berteriak kesakitan.

Tangannya!

Dengan horor Fay melihat ke arah tangan kanannya yang kini

rasanya seperti ditusuk beribu jarum panas. Pergelangan tangan?

nya seperti terbakar perlahan-lahan dan ia meremas pergelangan

tangannya tanpa hasil. Lampu di gelangnya yang tadinya ber?

warna hijau kini berwarna oranye terang.

Fay kembali berteriak dan mengaduh, hanya ditimpali gema

yang terpantulkan sel-sel kosong yang kini menjadi penonton. Ia

mendekap tangannya di dada dan melorot ke lantai sambil me?

rintih dan terisak tanpa bisa berkata apa-apa lagi, merasakan pa?

nas seperti melumat pergelangan tangannya tanpa akhir.

Terdengar suara di kejauhan, "Fay...?"

Reno?

Sebelum pikiran Fay sempat mencerna, Reno sudah berdiri di

depan sel dan dengan cepat membuka pintu. Reno langsung me?

mapah dan membantu Fay duduk di bangku sambil berkata,

"Fay, duduk tenang dan jangan bergerak."

Tangan Reno terulur ke arah Fay, mengambil tangan kanan

Fay yang gemetar yang masih didekap erat di dada, kemudian

Reno membungkuk di depan Fay.

"Fay, dengar aku baik-baik. Yang harus kamu lakukan sekarang

adalah menjaga emosi supaya tetap stabil dan aliran darahmu

kembali normal. Sekarang tarik napas dalam-dalam... ayo, laku?

kan!"

Fay menutup mata dan mencoba melakukan apa yang dikata?

kan Reno. Tapi, rasa sakit di tangannya begitu menggigit dan ia

kembali terisak. Fay segera menarik tangannya kembali untuk

didekap di dada tapi tangan Reno menahannya.

Satu tangan Reno yang lain menyentuh dagu Fay.

"Please, Fay.... Lupakan rasa sakit yang kamu rasakan dan te?

nangkan dirimu supaya denyut nadimu kembali normal."

Fay merintih sambil menutup mata. "Tidak bisa... Rasanya pe?

From Paris-2.indd 145

dih sekali." Satu sentakan keras langsung terasa di dagu Fay, me?

maksanya membuka mata dan beradu pandang dengan tatapan

Reno yang tajam dan penuh kekerasan hati.

"BISA! Kosongkan pikiranmu. Perintahkan dirimu sendiri un?

tuk melakukannya."

Fay kembali menutup mata dan berkonsentrasi. Sayup-sayup

terdengar suara Reno, "Tarik napas dalam-dalam dan perintahkan

dirimu untuk tenang. Ulangi perkataan itu berkali-kali tanpa me?

mikirkan hal lain... Ingat, Fay, konsentrasi hanya pada perkataan

itu dan JANGAN memikirkan sakit yang kamu rasakan."

Fay melakukan apa yang diperintahkan Reno. Ia mengulang

kalimat "Tenang, Fay" berkali-kali sambil berkonsentrasi mende?

ngar ucapan dan napasnya sendiri.

Mendadak rasa sakit yang menyiksa di tangan Fay raib. Se?

tengah tak percaya Fay membuka mata perlahan dan yang terlihat

pertama olehnya adalah Reno yang sedang menatapnya.

"It?s okay," ucap Reno menenangkan.

Fay melirik gelang di tangannya; lampu di gelang itu kini su?

dah kembali berwarna hijau. "A... apa yang dipasang di perge?

langan tanganku ini?"

Reno duduk di sebelah Fay. "Alat ini digerakkan oleh tenaga

baterai dan diatur untuk bereaksi bila aliran darah lebih atau ku?

rang dari kondisi normal. Apa tadi kamu tertidur sebelum alat

itu bekerja?"

"Iya," jawab Fay sambil menyeka sisa-sisa air mata di pipi dan

sudut matanya.

Reno berkata, "Saat tidur, organ tubuh beristirahat dan me?

ngurangi aktivitas. Denyut nadi menjadi lebih lemah karena jan?

tung memompa lebih pelan. Bila denyut nadi berada di luar batas

yang ditentukan, gelang ini pertama-tama akan mengeluarkan

cairan kimia disusul dengan jarum-jarum halus yang akan me?

nusuk kulit, kemudian lewat jarum itu arus listrik dialirkan?

cairan kimia yang dikeluarkan pertama tadi akan menjadi peng?

From Paris-2.indd 146

hantar arus yang cukup baik hingga ke bagian dalam kulit selain

juga akan menambah rasa sakit ketika jarum mulai menusuk ku?

lit."

"Jadi, aku harus bagaimana?"

"Yang harus kamu lakukan malam ini adalah tetap terjaga hing?

ga baterainya habis, biasanya sekitar empat hingga lima jam."

"Bagaimana caranya aku bisa tetap terus terjaga? Aku capek

sekali setelah latihan tiga hari ini... Masa aku harus olahraga lagi

malam ini supaya tetap bangun?" keluh Fay.

"Tidak, Fay, kamu tidak boleh melakukan aktivitas fisik yang

berat karena itu akan memicu aliran darah menjadi lebih cepat

dan akhirnya malah bisa mengaktivasi alat ini lagi. Dulu waktu

hukumanku masih seperti ini, yang kulakukan adalah mengoceh

tidak menentu atau berpura-pura sedang mengobrol dengan orang

lain supaya tetap terjaga. Dan kalau alat ini telanjur bekerja, yang

kulakukan adalah mengosongkan pikiran dengan melakukan

yoga?mirip seperti yang kamu lakukan tadi."

Fay terdiam, mencoba mencerna perkataan Reno.

Reno juga terdiam.

Hening sejenak, hingga Reno kembali berbicara, "Fay, aku min?

ta maaf atas semua yang sudah terjadi. Aku memang memulai

semua ini dengan sebuah kebohongan, tapi semua yang terjadi

setelah itu tidak ada yang palsu."

Fay mendesah dan menatap Reno. Perkataan Andrew terngiang

kembali di telinga. Terlepas dari rasa sakit hatinya karena merasa

dikhianati Reno, memang sulit baginya untuk meng?enyahkan

Reno dari sudut istimewa dalam hatinya, terlebih se?telah semua

yang telah dilakukan Reno baginya.

Akhirnya Fay bersuara, "Cerita tentang kamu yang lahir di

Ekuador dan kematian keluargamu itu benar?"

"Iya, semua benar. Bahkan nama-nama yang pernah kusebutkan

padamu semuanya benar."

"Apa hubunganmu dengan Andrew atau Philippe?"

From Paris-2.indd 147

Reno menjawab, "Kamu ingat ceritaku bahwa setelah kepergian

orangtuaku, aku tinggal dengan seorang pamanku di London?"

Fay mengerutkan kening mencoba mengingat, "Iya...?"

Reno menyambung, "Paman itu adalah Andrew. Hanya saja

kediamannya yang ada di London bukanlah rumah utamaku. Aku

tinggal di kediamannya yang lain di pinggir kota Paris hingga

lulus sekolah."

Fay diam sebentar sebelum tersadar, "Jadi kamu sebenarnya

sudah bisa berbahasa Prancis?"
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Oui, Mademoiselle. Bahasa Prancis sudah seperti bahasa ibu

bagiku. Maaf kalau aku terpaksa berbohong karena tugas yang

diberikan padaku adalah untuk mengawasimu selama kursus de?

ngan cara masuk ke kelas pemula."

Pantas kadang Reno berbicara dengan kata-kata yang tidak per?

nah diajarkan di kelas, pikir Fay sambil mereka ulang seluruh

kejadian dengan Reno selama kursus.

Fay kemudian bertanya dengan hati-hati, "Apa kamu kenal

dengan Kent?"

"Iya. Bisa dibilang dia itu ya adikku," jawab Reno.

"Kalau begitu, waktu kamu melarangku menemuinya, itu cuma

sandiwara?" tanya Fay dengan nada mulai meninggi.

"Tidak, Fay, itu bukan sandiwara. Aku memang tidak ingin

kamu menemuinya lagi karena aku tidak mau melihatmu ter?

sakiti," jawab Reno sambil menatap Fay dalam-dalam.

Fay sejenak larut dalam sorot teduh tatapan Reno yang me?

nenangkan dan terdiam. Ia lalu menyandarkan kepala ke dinding

dan menggumam, "Apa memang seperti itu tujuan Kent?"

Reno mendesah sambil mencondongkan badan. "Tidak seharus?

nya dia terlibat hubungan denganmu. Aku tidak bisa menjelaskan

lebih lanjut. Pada saatnya nanti mungkin kamu bisa mengerti."

Fay terdiam. Ia memang tidak mengerti?sekeras apa pun ia

mencoba mengerti apa yang terjadi, termasuk apa yang diucapkan

Kent padanya, ia tetap tidak mengerti.

From Paris-2.indd 148

Mendadak Fay teringat akan cerita Reno yang lain. "Bagaimana

dengan kejadian tahun lalu waktu kamu muncul tiba-tiba dan

akhirnya tertembak? Kamu bilang kebetulan melintas di sana ka?

rena sedang mencari rumah pedesaan untuk disewa selama sisa

liburan... cerita itu bohong, kan??" tuduh Fay.

"Ya. Itu hanya cerita yang kukarang untuk menutupi kejadian

yang sesungguhnya. Aksesku ke tugas yang kamu jalankan itu

sangat tertutup, tapi kupikir kalau aku mengikuti kamu mungkin

aku bisa membantu jika diperlukan. Aku sudah mengawasi ke?

diaman Alfred sejak kamu masuk dan aku membuntuti mobil van

yang keluar dari pintu belakang."

Reno meraih kepala Fay dan mengusapnya lembut. "Fay, sejak

kepergian keluargaku, kamulah satu-satunya orang yang bisa mem?

buatku merasa mempunyai keluarga kembali. Selain hal-hal yang

berkaitan dengan identitasku, semua yang terjadi tulus kulakukan

dari hati."

Fay merasa matanya mulai berkaca-kaca. Tangan Reno terulur

untuk menyeka air mata di sudut mata Fay. "Ssshhh... ingat, ja?

ngan terlalu emosional."

Fay mencoba tersenyum. "I?m okay."

Reno berdiri. "Aku harus pergi sekarang. Philippe tidak boleh

tahu aku masuk ke sini, jadi kumohon kamu tidak berkata apa

pun tentang ini."

"Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Fay.

Reno menjawab, "Aku tidak mungkin membiarkanmu berada

berdua saja dengan Philippe, apalagi setelah kamu membuatnya

marah seperti tadi sore. Aku tahu persis seperti apa pamanku

yang satu itu."

Seulas senyum membayang di wajah Fay ketika mendengar

perkataan Reno.

Reno memegang kepala Fay dengan dua tangan, kemudian

mendekat dan mencium kepala Fay lembut. "Take care, lil? sis...,"

From Paris-2.indd 149

ucap Reno lalu berjalan ke luar sel dan kembali menutup serta

mengunci pintu jeruji besi.

Senyum terkembang di wajah Fay melihat Reno menggerakkan

jari-jarinya membuka dan menutup mengisyaratkan orang yang

berbicara.

Begitu Reno tak terlihat lagi, Fay kembali ditemani kehe?

ningan.

Reno beringsut-ingsut masuk ke saluran ventilasi di basement yang

posisinya di bawah tangga putar, kemudian memasang kembali

jeruji besi penutup saluran tanpa kesulitan. Di ujung, saluran ini

berakhir di gudang dapur, dan dari sana ia bisa keluar melalui

area servis yang posisinya tidak jauh dari bekas istal di belakang

rumah?sebuah usaha yang tidak mudah untuk menjangkau adik

kecilnya, tapi ia tidak keberatan sama sekali selama ia bisa

menjaga Fay dengan baik.

Setidaknya kini perasaannya lebih ringan. Sepertinya Fay tadi

telah memaafkan kesalahannya dan ia yakin kini hubungannya

dengan adik kecilnya itu sudah kembali seperti sediakala. Itu saja

cukup baginya sekarang, walaupun ia sudah tahu nasib buruk

akan segera menyongsongnya?ia tahu dengan pasti, karena

Andrew sudah memperingatkannya tadi, sesampainya ia di markas

COU setelah meninggalkan kediaman Philippe.

Saat itu Reno baru saja mendudukkan badan di kursi ruang

kerja Andrew ketika pamannya itu langsung angkat bicara.

"Saya sudah dengar dari Philippe bagaimana Fay tadi melawan?

mu saat latihan."

"Yes, Sir. Tapi saya tidak menyalahkan dia karena..."

"Saya tidak menanyakan pendapat pribadimu tentang pelang?

garan itu!" potong Andrew.

Reno menutup mulutnya.

From Paris-2.indd 150

Andrew memajukan tubuh dan menatap Reno lekat-lekat, ke?

mudian berkata, "Selama satu tahun ini saya perhatikan hu?

bunganmu dengan Fay telah terjalin dengan baik."

Reno menatap pamannya sambil menjaga ekspresi wajahnya

agar tidak berubah. Jantungnya berdegup lebih kencang.

"Saya juga melihat intensitas kepercayaan yang ditunjukkan

oleh Fay kepadamu setiap kali semakin bertambah, terlihat de?

ngan nasihat-nasihat atas masalah pribadi yang dimintanya kepada?

mu... dan yang telah kamu tanggapi dengan baik... Terlalu baik

malah, hingga hubungan kalian menjadi lebih dalam daripada

yang seharusnya. Tentunya kamu sadar apa yang kamu lakukan

adalah pelanggaran protokol yang tidak ringan," ucap Andrew lagi

tanpa melepas pandangannya ke Reno.

"Yes, Sir." Reno menelan ludah lalu mengumpat dalam hati.

Pamannya berarti masih memonitor aktivitas Fay selama setahun

ini dan menyadap akun e-mail Fay di Yahoo!! Sial!

"Saya tidak heran kalau Fay marah ketika kamu muncul di

hadapannya tadi siang dengan identitas yang berbeda dari yang

dia kenal. Tapi kamu tidak perlu terlalu khawatir karena saya ya?

kin sebentar lagi hubungan kalian akan baik kembali seperti se?

mula. Saya tadi juga telah memberi penjelasan kepada Fay, mem?

buatnya mengerti bahwa kamu tidak punya pilihan lain tahun

lalu, jadi kamu tidak bisa terlalu disalahkan karena melakukan

perintah saya."

Reno berusaha menjaga agar wajahnya tetap datar walaupun

otaknya kini berputar keras?ia masih belum bisa menebak ke

mana arah pembicaraan pamannya.

"Saya pribadi bisa mengerti alasan pembangkangan Fay tadi,

tapi tidak demikian dengan Philippe. Berdasarkan percakapan

singkat antara saya dan Philippe tadi, sepertinya Fay akan kembali

menemui masalah malam ini."

"Masalah apa, Sir?" Reno mengutuk dirinya dalam hati karena

kecemasannya terdengar dengan jelas dalam nada suaranya.

From Paris-2.indd 151

"Sepertinya Philippe akan menggunakan The Bracelet pada Fay

malam ini. Saya tahu sejak kemarin dia sudah gatal ingin meng?

hukum Fay seberat-beratnya."

Reno langsung tegak dan berseru, "You can?t let that happen!"

Andrew tersenyum sambil menyandarkan badannya dengan

santai. "Sure I can... tapi belum sekarang."

Reno menyandar dengan gelisah. Ia merasa telah dijebak untuk

masuk permainan pamannya, entah apa.

"Saya akan memberi dua pilihan. Pilihan pertama, kita biarkan

saja Fay berusaha mengatasi gelang itu sendiri?berarti kamu bisa

pulang dan tidur nyenyak malam ini. Pilihan kedua, kamu masuk

untuk membantu Fay, tapi kamu akan tertangkap basah oleh

Philippe. Tentunya malam ini akan menjadi malam yang panjang

bagimu karena bisa saya pastikan Philippe akan mengorek semua

informasi tentang keberadaanmu di sana, mungkin hingga di

Ruang Putih kalau suasana hatinya sedang tidak enak... dan saya

tidak ingin dia tahu saya yang memberikan pilihan ini, jadi kamu

berjuang sendiri."

Ruang Putih adalah sebutan lain untuk ruang interogasi di

COU. Berhadapan dengan Philippe dalam ruang itu adalah hal

terakhir yang diharapkan semua orang. Tapi, Reno tahu maksud

lain yang tersirat di balik perkataan pamannya barusan kalau ia

sampai harus berhadapan dengan Philippe di Ruang Putih dan

gagal, ia akan berhadapan dengan Andrew, dan yang terakhir itu?

lah yang benar-benar harus dihindarinya.

Reno mengerutkan kening. "Saya yakin bisa masuk ke sana

tanpa tertangkap oleh Philippe."

Andrew tertawa ringan. "Reno, kamu tidak menyimak pilihan

yang saya sampaikan tadi."

Reno tertegun dan tidak bisa berkata-kata sejenak. Sudah sem?

bilan tahun ia berada di bawah asuhan Andrew, tapi pamannya

ini tidak pernah berhenti mengejutkannya.

"Maksudnya, saya akan disodorkan ke Philippe kalau saya me?

From Paris-2.indd 152

mutuskan untuk membantu Fay?" tanya Reno perlahan sambil

meresapi kalimatnya sendiri.

"Begitulah," jawab Andrew santai.

"Kenapa?"

"Anggap saja ini pertolongan cuma-cuma dari saya supaya hu?

bunganmu dan Fay menjadi baik seperti semula. Kamu juga bisa

menganggap ini sebagai harga paling ringan yang harus kamu

bayar atas pelanggaran protokol kamu."

"Kenapa Anda ingin hubungan saya dan Fay kembali normal?

Apakah Fay sudah dinyatakan lolos observasi dan akan menjadi

bagian dari COU?" tanya Reno dengan ketegangan yang begitu

kentara di ujung kalimatnya.

Pertanyaan itu langsung disambut hunjaman tatapan yang sa?

ngat menusuk dari pamannya.

"Saya ingatkan bahwa kamu baru saja melanggar batas dengan

menanyakan pertanyaan itu... tapi khusus kali ini akan saya ja?

wab?jawabannya adalah ?Ya?. Sekarang, saya sarankan kamu tidak

mencoba peruntunganmu lagi dengan menanyakan pertanyaan

lain di luar otoritasmu yang akan memaksa saya bertindak lebih

jauh."

Reno terdiam.

Andrew kembali berbicara, "Sebaiknya kamu putuskan sekarang

sebelum saya menjadi terlalu kesal dan memunculkan pilihan ke?

tiga yang pasti tidak berakhir baik bagimu dan Fay. Jadi, apa pi?
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lihan untuk adik kecilmu malam ini?"

Reno menatap Andrew dengan dada berdegup kencang ketika

mendengar istilah "adik kecil" yang ia gunakan di e-mail disebut?

kan oleh Andrew. "Kedua."

"Baik. Jadi kamu akan masuk ke kediaman Philippe untuk

memeriksa keadaan adik kecilmu. Saya tidak mau dikaitkan de?

ngan pilihan ini, jadi sekali lagi saya ingatkan kamu berjuang

sendirian. Gunakan imajinasimu untuk membuat skenario yang

kamu suka. Pastikan saja skenario itu cukup cerdas dan terdengar

From Paris-2.indd 153

masuk akal supaya kamu tidak terlalu lama berada di tangan

Philippe. You know how unpleasant it can get if he is upset."

"Tidak masalah, Sir," gumam Reno muram.

Reno merunduk ketika berjalan ke arah bekas istal, tempat ia

akan berusaha mengistirahatkan badannya selama beberapa jam

malam ini, setidaknya sampai nasib buruk sudah siap mengham?

piri.

Ketika sampai di peraduannya yang menempati sudut gelap di

istal paling pojok yang dialasi serakan jerami kering, Reno me?

rebahkan diri dengan seulas senyum tipis di wajah, membalas se?

nyum Maria yang ia yakin sedang ditebarkan di surga. Ia pun

menutup mata, berusaha tidakbil pusing dengan pikiran apa

yang akan menimpanya.

Entah berapa lama Reno telah jatuh tertidur ketika mendadak

matanya terbuka, diperintah jantungnya yang mendadak sudah

berpacu kencang.

Ada orang lain di dalam istal!

Reno setengah melompat untuk berdiri lalu mengendap-endap

sambil menempelkan tubuh di pembatas kayu istal menuju arah

suara gesekan sepatu yang terdengar olehnya.

Bayangan hitam berkelebat di lantai, mendekat.

Sekilas Reno menunduk dan mengintip dari celah-celah kayu

yang membatasi istal dengan lorong di luar. Ia sudah siap me?

masrahkan diri untuk tertangkap ketika matanya melihat celana

jins yang dipakai si penyusup.

Bukan Philippe!

Secepat kilat Reno melemparkan diri keluar dari istal, me?

nerjang siapa pun yang ada di sana sebelum didahului. Tubuhnya

menghantam tubuh penyusup itu dan mereka berdua bergulingan

di lantai. Reno segera bangkit dan sekilas melihat penyusup yang

From Paris-2.indd 154

menggunakan topeng ski itu melakukan hal yang sama. Ketika

Reno bersiap menyerang dengan kepalan tangan yang sudah

mengudara, terdengar suara yang ia kenal bergema pelan, "Tahan!

Ini aku!"

Kent.

Reno menurunkan tangan sementara Kent membuka topeng

ski.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Reno dengan kening

berkerut.

"Pasti sama dengan apa yang kamu lakukan, memeriksa ke?

adaan Fay," sahut Kent jengkel.

Wajah Reno mengeras. "Kenapa kamu masih juga mendekati

Fay?! Aku tidak main-main dengan ancaman tahun lalu, dan an?

caman itu masih berlaku sekarang!"

"Keputusanku untuk meninggalkan dia bukan atas pengaruh

ancaman kamu. Aku tahu apa yang terbaik untuk dia," jawab

Kent dingin.

"Lantas, untuk apa kamu ke sini??"

"Aku hanya ingin memastikan keadaannya baik-baik saja.

Mana aku tahu kalau kamu juga melakukan hal yang sama!"

"Kalau begitu kamu bisa pergi sekarang...."

"I will!" potong Kent sebelum bertanya lagi. "Is she okay?"

Reno menjawab enggan, "Paman mengirim dia ke basement

dan memasang The Bracelet."

Kent terpaku sejenak, kemudian menggeleng sambil berkata,

"Aku tidak mengerti apa yang direncanakan mereka terhadap

Fay.... Belum ada satu minggu dia di sini tapi sudah dua kali di?

kirim ke basement!"

"Maksud kamu ini bukan yang pertama?" Reno terperangah.

Kent mendelik. "Itu yang aku katakan tadi! Hari Minggu dia

tersesat saat sedang lari di Jalur Dua. Philippe pasti mengira dia

melarikan diri, karena waktu ditemukan hampir tengah malam

dia ada di koordinat delapan... kamu kan tahu itu hanya tinggal

From Paris-2.indd 155

dua ratus meter saja ke jalan raya. Jadi dia langsung ditanyai oleh

Philippe dan Russel di basement."

"Shit!" umpat Reno pelan. "Apa yang terjadi di basement?"

Suara Kent bergetar ketika berkata, "Aku tidak tahu persis.

Yang jelas luka yang diplester di tangannya baru ada setelah ke?

jadian itu?kamu tahu sendiri apa yang jadi favorit Philippe.

Kalau Andrew tidak datang, aku tidak terbayang akan ada berapa

plester di tangannya dengan tuduhan seberat itu!"

Reno menunduk, membayangkan betapa ketakutan adik kecil?

nya itu dan dadanya bergolak penuh kemarahan. "Kenapa dia

bisa ceroboh seperti itu, tersesat di jalur sebegitu mudah!" ucap?

nya lagi.

Kent terdiam sebentar sebelum menjawab datar, "Aku yang

membuat dia tersesat. Aku mencabut papan penunjuk arah di

koordinat tiga."

Reno menatap Kent dengan gamang ketika berusaha mencerna

apa yang ia dengar dan tahu-tahu tubuhnya sudah bergerak me?

nerjang Kent, yang langsung terpelanting ke belakang menghan?

tam lantai.

Dengan kemarahan yang sudah memuncak hingga ke ujung

kepala dan dengan posisi berada di atas Kent, Reno menekan le?

ngan kanannya ke leher Kent. Tangan kirinya sengaja ia posisikan

di pergelangan tangan kanan untuk memberi tekanan lebih be?

sar.

Wajah Kent memerah karena sulit bernapas. Sekuat tenaga

Kent berusaha menahan tekanan lengan Reno dengan kedua ta?

ngan, kemudian berusaha mendorong Reno untuk membebaskan

jalur napasnya.

Reno baru saja mengumpulkan tenaga baru untuk kembali

menekan leher Kent ketika terdengar suara tercekik Kent yang

berusaha bicara, "...Aku... diperintah... Andrew...."

Apa???

Reno membiarkan Kent mendorongnya hingga ia terduduk di

From Paris-2.indd 156

lantai dengan kedua lutut tertekuk ke atas. Setelah tidak bisa ber?

kata-kata sesaat, ia akhirnya bertanya lamat-lamat, "Jadi maksud

kamu kejadian di basement hanya sandiwara?"

"Tidak. Andrew memberitahuku untuk melakukan hal itu se?

cara diam-diam. Philippe benar-benar marah dan semua kejadian

di basement pasti tidak dibuat-buat," jawab Kent sambil menger?

nyit memegang lehernya.

"Kenapa?" desis Reno sambil menerawang memikirkan skenario

yang mungkin dipikirkan pamannya.

"Mana kutahu!" sergah Kent sambil berdiri. "Aku kira kamu

bisa memberitahu aku!" ucapnya lagi sambil mengibaskan jeramijerami kering yang menempel di badannya. Dia kemudian me?

natap Reno dan berkata, "Aku mengandalkan kamu untuk

menjaganya. Selama kamu ada di dekatnya, aku tidak akan men?

dekatinya lagi. Tapi kalau kamu tidak ada, jangan cegah aku un?

tuk melindunginya, dengan caraku! And do me a favor, would you,

jangan masukkan aku ke dalam laporanmu... Satu tahun terakhir

hidupku sudah cukup susah. Perbatasan Siberia bukan tempat

yang bagus walau hanya untuk dua bulan."

Reno mengernyit mendengar lokasi itu disebut. Ia juga pernah

merasakan hal yang sama. "Tentu saja tidak. Sejak kapan aturan

The Groundhouse tidak berlaku?" ucapnya sambil berdiri. The

Groundhouse adalah istilah di antara para keponakan keluarga

McGallaghan untuk menamai kelompok mereka dan aturanaturan main yang berlaku di antara mereka sendiri, di luar penge?

tahuan para paman.

Kent menjawab dengan wajah masam, "Yang jelas, kamu me?

langgar aturan itu tahun lalu ketika memasukkan namaku di la?

poranmu ke Paman."

Reno berkacak pinggang dan melengos. "Oh, c?mon. Kamu kan

tahu aturan pertama The Groundhouse untuk saling melindungi

tidak mungkin diterapkan untuk kasus ini. Aku sedang melaku?

kan observasi atas Fay dan aku tidak tahu poin apa saja yang di?

From Paris-2.indd 157

nilai oleh Paman. Kalau aku tidak melaporkan semua hal yang

terkait dengan aktivitas dan perilaku Fay, siapa tahu itu malah

akan jadi bumerang untuknya dan menyebabkan Paman mengam?

bil keputusan lain di akhir observasinya."

Tubuh Kent menegang. "Kamu tahu apa keputusan Paman atas

observasi Fay?"

"Fay lolos, jadi dia akan bergabung dengan COU."

"Kamu yakin dia memang sudah lolos observasi dan bukannya

observasi itu dilanjutkan tahun ini, dengan observer lain barang?

kali?"

"Aku sudah tanya Paman dan dia bilang begitu."

"Apakah Fay sudah diberitahu dia akan bergabung dengan

COU?"

Reno menjawab agak ragu, "Aku rasa belum."

Kent terdiam sejenak tapi tidak menanggapi lebih lanjut. "Se?

baiknya aku pergi sekarang," ucapnya kemudian sambil berlalu.

Reno tidak berkata-kata lagi, membiarkan kalimat Kent

mengambang di udara sembari mencoba mencerna rentetan ke?

jadian seputar adik kecilnya. Akhirnya ia berdiri dan kembali ke

peraduannya di pojok istal. Matanya kini benar-benar terjaga,

dipicu pikirannya yang kalut.

Sebagaimana yang telah dipelajarinya selama bertahun-tahun

menjadi bagian dari COU dan keluarga McGallaghan, ia tahu

kepastian akan masa depan adalah barang langka yang tidak per?

nah nyata. Selama ini ia tidak pernah keberatan menjalaninya.

Tapi kini galau timbul di hatinya, karena sepertinya hidup belum

menjanjikan akhir yang membahagiakan bagi adik kecilnya.

Terdengar langkah kaki mendekat dan Reno menoleh.

Kent berlari kembali ke arahnya. "Aku melihat bayangan

Philippe mengendap-endap dari bangunan utama mengarah ke

sini."

Reno menunjuk jendela kecil di samping istal. "Lewat sana!"

Kent bergegas menuju tempat yang ditunjuk Reno. Tapi begitu

From Paris-2.indd 158

menyadari Reno tidak mengambil langkah yang sama, dia segera

berhenti dan menoleh kembali, "Ayo, Philippe sebentar lagi sam?

pai."

"Aku tidak ikut," ucap Reno pahit. "Kamu pergi saja." Reno

melihat Kent terpaku menatapnya dan sambil menelan ludah ia

kembali mendesak Kent, "Sana, pergi!"
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kamu gila! Kamu bisa habis di tangan Philippe!" Kent masih

mengerutkan kening, tapi sesaat kemudian keningnya melebar

kembali, seperti mengerti apa yang terjadi. "My God... Aku rasa

aku cuma bisa bilang ?good luck to you?."

Reno melengos sambil mengibaskan tangan memberi kode

Kent untuk buru-buru pergi.

Kent menggerakkan tangannya seperti memberi hormat. "Wish

you the very best of luck... I mean it. Thanks." Kent kemudian ber?

balik, dan setelah dengan sigap mengangkat tubuh melewati jen?

dela, dia segera menghilang dari pandangan.

Reno tersenyum pahit sambil berbalik masuk kembali ke istal

dan duduk di peraduannya di pojok. Ia tidak heran kalau Kent

bisa menebak apa yang terjadi karena dia sudah tinggal dan di?

didik Andrew sejak kecil?jenis kegilaan pamannya itu memang

tidak bisa ditebak begitu saja, tapi satu hal yang mereka tahu

pasti, paman mereka itu memang gila!

Reno duduk tanpa bergerak. Suasana saat ini begitu senyap.

Selain napasnya sendiri, tidak terdengar suara lain?bahkan tidak

suara alam. Tangannya meraba-raba lantai dan mengambil se?

genggam jerami. Tanpa berpikir tangannya melempar jeramijerami itu sambil berhitung dalam hati. Pada hitungan ketiga ia

tahu Philippe sudah ada di dalam?instingnya berkata begitu.

Bulu kuduknya meremang dan adrenalin berpacu dalam pem?

buluh darahnya. Kewaspadaannya meningkat drastis terlepas dari

keinginan untuk mengabaikannya dengan alasan perbuatan yang

sia-sia. Skema istal dengan Philippe yang bergerak perlahan de?

ngan keanggunan seorang elf sebagaimana deskripsi Tolkien dalam

From Paris-2.indd 159

Lord of the Rings, secara visual terlihat nyata dalam pikiran

Reno.

Pada hitungan kedua puluh terdengar suara "klik" yang sangat

ia kenal di dekat telinga.

"Good luck to me," ucap Reno pasrah dalam hati ketika mata?

nya beradu pandang dengan mata Philippe yang bersorot di?

ngin.

Fay tersentak ketika tangannya terasa seperti kesemutan dan sam?

bil menggerutu ia mencubit pipinya sendiri. Cahaya kelap-kelip

berwarna oranye di gelangnya berubah warna menjadi hijau dan

rasa kesemutannya pun hilang. Sejak tadi ia sudah berdiri tegak

di tengah ruangan, berusaha melawan kantuk yang menyerangnya

bertubi-tubi. Baru sekarang ia tahu orang memang bisa ketiduran

sambil berdiri!

Sekilas Fay melirik arlojinya?pukul 02.00 dini hari. Ia baru

saja akan melangkah untuk memulai kembali ritual jalan modarmandir yang membosankan ketika terdengar langkah kaki men?

dekat.

Kemunculan sosok Philippe membuat jantung Fay berdegup.

Detik berikutnya jantungnya seakan mau lompat keluar ketika

melihat Reno berjalan dengan enggan di belakang Philippe!

Philippe membuka pintu sel dan memberi Fay kode untuk

keluar. Philippe mengeluarkan remote dan dengan satu bunyi

"bip" kecil, lampu hijau di gelang Fay mati diikuti munculnya

dua celah di gelang. Philippe meraih tangan Fay tanpa berkatakata dan melepas gelang itu.

"Kamu bisa beristirahat di kamar..." Ucapan Philippe terhenti

ketika terdengar nada getar telepon genggam berbunyi di saku

celananya dan Philippe langsung menyingkir ke arah tangga un?

tuk mengangkatnya.

From Paris-2.indd 160

Fay berbisik kepada Reno, "Apa yang terjadi?"

"Aku tertangkap basah oleh Philippe saat sedang berada di

istal," jawab Reno.

"Kamu kan sudah dari tadi meninggalkan tempat ini.... Me?

mangnya kamu tidak langsung pergi?"

"Aku masih ingin menengok kamu sekali lagi."

Air mata Fay mulai mengintip di sudut mata. "Aku minta

maaf, Reno... Kamu akan... Philippe nanti..." Bayangan ujung

pisau tajam milik Philippe kembali terbayang.

"I?ll be okay, lil? sis," ucap Reno sambil mencoba tersenyum.

Air mata Fay menetes. Perasaan bersalah memenuhi rongga

batinnya?kalau saja ia tidak bersikap kekanak-kanakan saat la?

tihan, Reno tidak akan terlibat masalah seperti ini. Fay menutup

mukanya dengan kedua tangan dan mulai terisak pelan, "Reno,

aku minta maaf...."

Tangan Reno terulur untuk menyibak kedua tangan Fay yang

menutupi muka dan menghapus air mata Fay yang sudah mem?

basahi pipi. Reno kemudian menyentuh dagu Fay dan berkata,

"Fay, kamu tidak perlu merasa bersalah dan meminta maaf. Ku?

minta mulai sekarang kamu benar-benar berusaha tidak terlibat

kesulitan lagi dengan Philippe."

Fay mengangguk dengan air mata yang semakin deras. Dengan

suara tercekat ia bertanya, "Apa yang akan dilakukan Philippe

kepada kamu?"

"Aku tidak tahu. Yang pasti, Philippe tidak akan membiarkan

aku mendampingi latihanmu. So, can you promise me to stay out

of trouble?"

Fay mengangguk.

Terdengar langkah kaki kembali mendekat dan Reno meng?

hapus air mata di kedua pipi Fay dengan satu gerakan cepat

menggunakan kedua tangannya.

Philippe menyipitkan mata. "Well, well... Ada saat mengharu?

From Paris-2.indd 161

kan rupanya." Pandangan Philippe beralih kepada Fay. "Kembali

ke kamarmu sekarang. Latihan pagi dimulai jam lima?tiga jam

lagi."

Fay buru-buru mengangguk lalu berlalu dari hadapan Philippe,

menuju tangga. Saat kakinya menjejak di anak tangga terakhir

yang membawanya ke foyer, terdengar teriakan Reno.

Fay jatuh terduduk saat itu juga.

Hening sejenak.

Terdengar kembali suara teriakan yang menyayat gendang

telinga.

Fay meninggalkan basement dengan langkah terseok-seok me?

nuju kamarnya di lantai dua. Begitu menelungkupkan badan di

atas kasur, ia terisak histeris dengan perasaan terguncang.

Ia tahu tidak ada satu pun tindakannya yang benar sejak hari

pertama ia tiba di Paris. Dan kali ini akibat yang menyakitkan

dari tindakannya tidak hanya menimpa dirinya, tapi juga orang

lain. Perkataan Kent yang sebelumnya menyulut kemarahan kini

terasa masuk akal "Tidak perlu mencari sebuah alasan atas se?

buah tindakan, yang lebih penting adalah akibatnya."

Mulai sekarang, ia tidak akan mempertanyakan lagi apa pun

yang diperintahkan oleh Philippe atau siapa pun. Tak peduli apa

alasannya, ia akan melakukannya tanpa bertanya, dan dengan se?

baik-baiknya, kalau itu bisa membuat hidup orang-orang yang ia

sayangi lebih mudah.

Dengan pikiran itu, Fay jatuh tertidur.

Tiga jam kemudian, Fay dibangunkan suara alarm jam meja. Fay

mengerang ketika tangannya terasa kaku dan nyeri saat digerak?

kan?rupanya posisinya yang menelungkup di kasur sejak jatuh

tertidur tiga jam lalu sama sekali belum berubah. Sambil menarik

napas panjang, Fay langsung memaksa dirinya bergerak ke kamar

From Paris-2.indd 162

mandi untuk bersiap-siap?satu-satunya tekad yang berhasil mem?

buatnya bergerak adalah ingatan akan Reno.

Fay baru saja tiba di foyer ketika mendadak terlihat bayangan

Philippe yang muncul dari arah lemari geser yang mengarah ke

basement. Dengan napas yang langsung terasa berhenti mendadak,

Fay buru-buru naik kembali ke anak tangga pertama supaya tidak

terlihat oleh Philippe. Apakah Reno masih ada di basement? Bagai?

mana keadaannya? Pikiran itu berkecamuk dalam benak Fay hing?

ga ia disadarkan suara Philippe.

"Selamat pagi, Fay," sapa Philippe datar, seolah kejadian tiga

jam lalu bukan hal yang luar biasa.

"Se... selamat pagi," balas Fay gugup sambil berharap Philippe

menganggap dirinya baru saja turun dari lantai atas dan tidak

menyadari ia sudah berdiri di sini dari tadi. Dasar apes! Fay me?

nelan ludah sebelum mengumpulkan nyali untuk bertanya, "A...

apakah Reno masih di basement?"

Alis Philippe terangkat sedikit. "Apakah ada bedanya bagi

kamu dia ada di basement atau tidak?"

Fay gelagapan sebentar dan akhirnya menjawab pasrah, "T...

tidak tahu."

"Then, don?t ask! Keluar sekarang, latihan segera dimulai!"

Fay mengikuti Philippe sambil mengomel dalam hati. Dasar

jutek! Apa susahnya sih menjawab pertanyaan tadi?!

Latihan pagi dijalani Fay dengan benak dipenuhi kekhawatiran

akan nasib Reno hingga bahkan pemandangan indah dari wajah

Kent yang selalu berada di sisinya tidak bisa membuatnya me?

layang seperti biasa. Saat kakinya mengayun menapaki jalur lari,

benaknya sibuk bertanya-tanya apakah Reno masih ada di

basement, tergolek tak berdaya setelah entah apa yang dilakukan

Philippe.

Setelah sarapan, Kent bertanya, "Sejak pagi aku perhatikan pi?

kiranmu seperti berada di tempat lain?walaupun sebenarnya ada

From Paris-2.indd 163

bagusnya juga. Kamu sadar tidak waktu tempuhmu tadi baik se?

kali sampai-sampai Philippe mengecek arlojinya lagi?"

Fay membetulkan kucirnya dengan gelisah dan menjawab,

"Tadi malam aku ke basement lagi dan Philippe memasang benda

seperti gelang di tanganku... sakitnya mintapun!" Fay berhenti

sebentar untuk menarik napas sambil memperhatikan Kent yang

masih menatapnya dengan ekspresi tak berubah, lalu melanjutkan,

"Reno datang untuk membantuku dan tertangkap oleh Philippe

dan aku tidak tahu bagaimana nasib Reno sekarang. Tadi pagi

aku coba tanya Philippe tapi dia tidak mau menjawab."

"Kamu tanya Philippe?? Yapun, Fay... kamu benar-benar

tidak pernah pikir panjang!"

"Memangnya seharusnya nggak boleh tanya dia, ya? Habis aku

tidak tahu lagi harus bagaimana," ucap Fay membela diri.

"Aku yakin Reno sudah pergi. Tadi pagi di depan gerbang

mobilku berpapasan dengan satu mobil van yang baru saja keluar.

You just have to trust me on this. Aku tahu pasti kegunaan mobil

van itu."

"Apakah itu pertanda baik atau malah buruk?" tanya Fay

lagi.

Kent terdiam sebentar sebelum menjawab, "Biasanya itu berarti

sudah usai."

Latihan selanjutnya dijalani Fay dengan sepenuh hati. Kom?

binasi antara janji yang diucapkannya kepada Reno dan pikiran

yang melanglang buana tidak keruan ternyata membuahkan hasil

yang tidak mengecewakan. Fay bahkan berani bersumpah sempat

melihat wajah Philippe yang terkagum-kagum padanya?yah,

mungkin sedikit melebih-lebihkan sih, agak takjub mungkin lebih
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tepat?saat ia berhasil melalui latihan rintangan dengan sukses,

dengan napas yang tidak terlalu berkejar-kejaran seperti biasanya.

Walaupun ia masih tertinggal jauh di belakang Kent, setidaknya

selisihnya tidak sampai satu putaran. Latihan di Jalur Dua pun

tidak menyengsarakan sebagaimana sebelumnya dengan kesadaran

From Paris-2.indd 164

sang kaki yang sepertinya cukup tahu diri untuk tidak beristirahat

berlebihan, terutama di hadapan Philippe.

Jam tujuh malam, latihan dinyatakan selesai oleh Philippe. Fay

baru saja akan naik ke kamarnya di atas ketika Philippe me?

manggilnya kembali ke foyer.

Philippe menyodorkan telepon genggamnya. "Fay, Andrew

ingin bicara. Letakkan saja di atas meja ruang tengah kalau kamu

sudah selesai."

"How is your day, young lady?"

"Not bad," jawab Fay. Garing!

"Latihan kamu dengan Philippe sudah berakhir. Besok saya

yang akan memberikan sesi selanjutnya di kediaman saya."

"Oke," jawab Fay dengan kelegaan yang tak bisa dilukiskan.

"Lucas akan tiba kurang-lebih satu jam lagi, jadi kamu punya

cukup waktu untuk berkemas-kemas. Sampai jumpa besok pagi,

Fay."

Begitu telepon ditutup, Fay langsung melompat-lompat ke?

girangan. Tidak bisa ia percaya secara resmi sesi latihan dengan

Philippe sudah usai, tuntas, tamat, selesai! Dan ia akan meninggal?

kan kediaman Philippe sebentar lagi. Fiuuuh... Hip hip horeee...!

sorak Fay norak dalam hati sambil meluruskan tangan kanannya

yang terkepal di atas kepala. Merdeka!

Setelah meletakkan telepon di meja ruang tengah, setengah

berlari Fay menuju kamarnya, melompati dua anak tangga sekali?

gus di setiap langkahnya dengan senyum setengah gila terpampang

di wajahnya.

"Bagaimana jalannya latihan hari ini?" tanya Andrew pada

Philippe. Di telepon Philippe baru saja memberitahunya bahwa

Fay sudah meninggalkan kediamannya.

From Paris-2.indd 165

"Tidak buruk. Harus saya akui, saya cukup terkejut dengan

perubahan drastis pada hasil latihan hari ini."

"Apa saja yang berubah sepanjang pengamatan kamu?"

"Perubahan yang jelas terbaca adalah waktu tempuh Fay yang

membaik secara signifikan di semua jalur."

"Jadi, bila sekarang saya meminta kamu menilai kemampuannya

dalam rentang nol hingga sepuluh, berapa nilai yang akan kamu

berikan?"

"Kemampuannya saat ini akan saya beri nilai enam, tapi moti?

vasinya saya beri nilai delapan. Seperti yang kamu ketahui, moti?

vasi yang dimiliki seorang agen punya andil yang cukup besar

dalam penilaian. Kemampuan seseorang akan dengan mudah bisa

dibentuk bila motivasinya sesuai."

Philippe terdiam sebentar kemudian berkata, "Hal yang ter?

akhir itu agak mengejutkan saya..."

"Ya?" tanya Andrew santai.

"Sikap Fay dalam menyikapi latihan dan menjalankan perintah

berubah total padahal tidak ada perubahan yang signifikan dalam

cara saya melatihnya, baik dalam memberikan ancaman ataupun

hukuman."

Andrew menjelaskan, "Motivasi Fay tidak bisa digerakkan oleh

faktor eksternal secara langsung. Selama ini, faktor eksternal se?

perti iming-iming uang atau ancaman hampir selalu bisa meng?

gerakkan para agen kita untuk berprestasi sesuai harapan, tapi ti?

dak berlaku bagi Fay."

"Saya bisa mengerti kalau ada orang-orang yang tidak bisa di?

gerakkan oleh iming-iming uang, tapi ancaman seharusnya cukup

untuk menggerakkan siapa pun, terutama para agen kita. Motivasi

untuk hidup adalah hal mendasar yang harus dimiliki seorang

agen lapangan yang selalu menguji batas kehidupan setiap hari.

Tanpa motivasi cukup, sama saja mereka mengundang kematian

mereka sendiri dalam setiap langkah."

Andrew menanggapi, "Bagi yang lain, motivasi yang muncul

From Paris-2.indd 166

adalah imbas, sedangkan bagi Fay, motivasi adalah akar. Bila

benih-benih motivasi yang sudah ada dalam dirinya dipupuk de?

ngan tepat, motivasi yang tumbuh akan menyatu dengan dirinya

dan tidak bisa digeser lagi."

Philippe berdecak. "Pastikan saja motivasinya tetap bertahan

pada level yang dia tunjukkan sekarang ini."

Andrew tersenyum. "No problem, Philippe... No problem at

all."

From Paris-2.indd 167

Persiapan

FAY menyuap sendok terakhir omelette sarapannya tanpa ter?

gesa-gesa. Di hari Kamis pagi ini ia duduk sendirian di kursi

ruang makan kediaman Andrew dan sejak tadi ia melakukan hal

yang persis dengan apa yang ia lakukan saat menghuni meja ma?

kan seorang diri di rumah menerawangkan pikiran untuk meng?

usir bosan.

Fay menyandar ke kursi, membiarkan pandangannya melayang

ke luar jendela dengan pemandangan deretan puncak gedung.

Belum juga satu minggu ia tiba di Paris, tapi rasanya sudah

empat windu! Ia ingat perasaannya ketika meninggalkan kediaman

Philippe tadi malam?ia seperti dihinggapi perasaan "home sweet

home" yang biasanya muncul sehabis menginap semalam atau dua

malam di luar rumah. Seolah ada sisi hatinya yang merasa nya?

man karena akan segera pulang ke rumah. Tadi malam ia masih

bisa menegur dirinya sendiri, "Rumah yang mana?!", tapi ia tidak

bisa mengingkari perasaannya sekarang yang begitu nyaman, se?

olah semua telah berakhir dan ia sudah tiba di rumah.

From Paris-2.indd 168

Aneh... mungkin karena saking senangnya bisa meninggalkan

kediaman Philippe, pikir Fay lagi.

Ingatan Fay langsung melayang pada papa dan mamanya yang

sekarang pasti sedang menikmati liburan mereka di satu tempat

entah di mana dierika Selatan. Ia berpikir alangkah menye?

nangkannya kalau bisa menikmati liburan bersama mereka?walau?

pun dijamin detik demi detiknya akan berlangsung garing bak

kerupuk kulit, sudah pasti lebih baik daripada apa yang sekarang

ia hadapi di Paris.

"Tapi di sini kan ada Kent," sanggah satu sisi pikiran Fay yang

kecentilan.

"Tapi percuma aja kalau sikapnya kayak batu," sergah sisi judes?

nya tanpapun.

Fay tercenung ingat bagaimana kemarin, di sesi latihan yang

berlangsung hampir sepuluh jam, hanya satu kali ia dan Kent

sempat bercakap-cakap, yaitu saat membicarakan Reno setelah

sarapan. Di luar itu, ia hanya menerima sapaan standar "selamat

pagi" dan "apa kabar" dari Kent. Basi!

Ingatan Fay melayang kepada Reno. Suara teriakan Reno yang

ia dengar di basement langsung kembali menghantui, mengundang

pertanyaan-pertanyaan lain. Apa yang terjadi pada Reno dini hari

kemarin? Di mana Reno sekarang? Bagaimana kondisinya?

Fay menarik napas panjang dan akhirnya memutuskan untuk

duduk-duduk di ruang tengah. Tanpa pretensi, Fay melangkah

masuk ke ruang tengah dan berikutnya langsung melompat sam?

bil memekik kaget ketika sebuah bantal mendarat tepat di muka?

nya. Setelah bengong beberapa detik, pikirannya baru bisa men?

cerna.

Reno?!

"Hi, lil? sis? How are you?" Reno memampangkan cengiran

lebarnya yang jail dan dengan muka bandelnya ia berjalan ke

arah Fay.

"Yapun, Reno, kabar kamu gimana?" tanya Fay dengan

From Paris-2.indd 169

perasaan sangat lega seperti batu besar baru saja diangkat dari

dadanya.

Reno melingkarkan tangannya di bahu Fay dan mengecup ri?

ngan kepala gadis itu, sebelum mengajaknya ke sofa. "Kabarku

baik... berhubung kamu tanya sekarang dan bukan kemarin

pagi."

"Kamu sudah di sini rupanya," ucap Andrew yang tiba-tiba

sudah berdiri di jalan masuk ke ruang tengah. Andrew melirik

bantal yang tergeletak di lantai sambil berdecak, lalu memungut

dan melemparkannya ke sofa. "Bagaimana keadaan kamu?"

"Not bad," jawab Reno tak acuh.

"Kamu ditunggu dua jam lagi di kantor oleh Steve untuk mem?

bicarakan latihan," lanjut Andrew.

Reno mengangguk.

Andrew tersenyum ke arah Fay, "Bagaimana kabarmu? Saya

dengar dari Philippe tadi malam, ada kemajuan signifikan dalam

latihanmu?"

Fay merasa pipinya hangat. "Lumayan."

"Sebentar lagi saya akan memberi penjelasan tentang tugas

kamu di ruang kerja saya. Akan saya panggil kalau waktunya

tiba."

"Oke," jawab Fay sambil mengangguk, menyaksikan Andrew

berjalan meninggalkan ruangan dengan langkah tegap.

Begitu Andrew tidak terlihat, Fay langsung bertanya, "Apa

yang terjadi di basement? Aku mendengar teriakanmu saat di

tangga."

Reno menjawab enggan, "Tidak terlalu menyenangkan, but I

survived."

"Kenapa sih semuanya harus disembunyikan segala?" gerutu

Fay. "Aku kan juga sudah pernah berhadapan dengan Philippe.

Lagi pula aku bukan anak kecil yang bakal nangis kalau di?

ceritain."

Reno tertawa. "Umur sih sudah bukan anak kecil, tapi ke?

From Paris-2.indd 170

lakuan masih." Sebelum Fay sempat protes, Reno melanjutkan

lebih serius, "Ada hal-hal yang lebih baik tidak kamu ketahui."

Fay pantang menyerah. "Kamu mau latihan apa? Untuk tugas?

Atau itu termasuk yang tidak boleh diketahui juga?"

Reno menggeleng sambil berdecak. "Fay, kamu itu bisa nggak

ya memasang rem sedikit kalau bertanya? Kalau Paman dengar,

kamu pasti dapat masalah lagi."

"Lho, wajar dong aku tanya, kan dia tadi ngomongnya di

depanku. Kalau dia nggak mau ada yang tahu, ya ngomongnya

jangan di depan orang lain dong. Tadi dia juga menyebutkan

nama ?Steve?... Aku sih rencananya mau tanya ke kamu Steve itu

siapa," ucap Fay sambil lalu.

Reno tertawa kecil. "Dasar keras kepala. Untuk tugas, tidak

bisa kuberitahukan. Mengenai Steve, bisa aku jawab?dia juga

pamanku."
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Galak juga?"

Reno nyengir lebar. "Iya... siapa sih yang nggak?"

"Kent pernah bilang paman kamu yang namanya Raymond

lumayan baik kok."

"Dia memang yang paling baik...," Reno berpikir sebentar se?

belum melanjutkan, "...sebenarnya ada yang lebih baik daripada

Raymond. Namanya James, tapi dia tidak... mm... gimana ngo?

mongnya ya... James agak berbeda. Dia bukan tipe operasional

seperti yang lain, jadi aku hampir tidak pernah berurusan dengan

dia."

"Maksudnya operasional seperti apa?"

Reno mendesah. "Agak susah menjelaskannya... James bukan

tipe orang yang menangani masalah-masalah fisik... Dia lebih ke

otak."

Fay tertawa. "Jadi maksud kamu, yang lain nggak pakai otak,

gitu?"

Reno ikut tertawa sambil mengangkat kedua tangannya. "Oke,

aku menyerah. Ternyata sulit juga ketika harus membungkus satu

From Paris-2.indd 171

cerita supaya masih bisa dimengerti tanpa membuka inti cerita?

nya. Sabar saja dulu, lain kali aku ceritakan lengkap."

"Hah! Memangnya suatu hari nanti hal-hal ini jadi tidak ra?

hasia dan bisa diceritakan ke aku, gitu?" sindir Fay.

"Mungkin saja."

Fay menelengkan kepala mendengar jawaban Reno yang ter?

dengar enggan dan seperti diucapkan dengan hati-hati. Fay me?

nyipitkan matanya sedikit ketika akhirnya bertanya, "Kalau yang

kamu sebut ?kantor? tadi, pasti aku tidak boleh tanya-tanya sama

sekali ya...?"

Reno kembali berdecak dan menggeleng, kemudian tatapan

matanya beralih ke arah jalan masuk ke ruang tengah.

Fay mengikuti arah pandangan Reno dan melihat Kent masuk

ke ruangan. Sambil membuang muka Fay mengutuki diri sendiri

yang dadanya masih saja berdesir setiap kali melihat cowok pirang

nyebelin itu... Yah, kadang dia baik sih... tapi tetep nyebelin...

tapi bikin melayang... tapi...

"Good morning," sapa Kent.

Standar, pikir Fay masam sambil membalas sapaan Kent pe?

lan.

Kent berjalan ke arah Reno yang masih duduk dan menjulur?

kan tangannya yang terkepal seperti tinju sambil menyapa, "Are

you okay?"

Reno menyambut dengan gerakan yang sama, menjulurkan

kepalan tangannya juga hingga menyentuh kepalan Kent, sambil

nyengir. "Kapan-kapan kamu harus coba juga... Nggak jelek

kok... apalagi kalau pingsannya cepat."

Kent tertawa ringan. "Dasar bodoh. No thanks."

Fay masih sempat lemas sebentar mendengar tawa Kent yang

mengalun, meskipun sebenarnya ia sedang bengong melihat apa

yang dilakukan kedua cowok itu di depannya. Baru kali inilah ia

benar-benar melihat mereka bercakap-cakap santai?walaupun

menggunakan bahasa planet.

From Paris-2.indd 172

"Apa sih maksudnya?" akhirnya Fay bersuara.

"Bukan apa-apa, just a normal chat between family members,"

jawab Reno santai sambil mengucek-ucek rambut Fay.

"Kamu sempat pulang kemarin?" tanya Kent sambil duduk di

hadapan Reno.

"Nggak. Kenapa?"

"Tadi pagi aku dengar sekilas dari Larry, kemarin ada peng?

geledahan. Steve sedang bermalam di rumah dan rupanya sedang

kurang kerjaan, dan Andrew tentu tidak menolak kalau ada yang

mengambil inisiatif seperti itu."

"Whooa... Ada yang kena?" Reno menegakkan tubuh dengan

raut tertarik.

"Cuma si Sam. Si kuda nil tolol itu menggeletakkan pisau tem?

pur begitu saja di laci meja. Steve langsung kegirangan dan

sepertinya Sam akan dirumahkan dengan Steve. Taruhan, dia pasti

sudah mintapun ke Steve pada hari ketiga."

Fay menyimak dengan perasaan tersisih dan bertanya dengan

muram, "Kalau bukan family member nggak boleh ngerti, ya?"

Reno tersenyum dan menggodanya, "Adik kecilku marah... It?s

okay, urusan rumah. Kamu boleh tau kok. Bagian mana yang

ingin kamu tanyakan?"

"Cerita tentang Sam dan Steve tadi, maksudnya apa?"

Reno menyandar santai dan menjelaskan.

"Yang paling ditakuti oleh kami, para keponakan yang polospolos ini, adalah bila sewaktu kami lagi kumpul dan bersenangsenang, setidaknya hadir dua orang paman dengan salah satunya

sedang dalam kondisi jiwa yang labil." Reno berhenti sebentar

ketika mendengar Kent tertawa pelan, kemudian sambil nyengir

ia melanjutkan, "Dalam kondisi seperti itu, biasanya muncul ide

yang aneh-aneh dari mereka, salah satunya yang paling umum

adalah inspeksi mendadak untuk mengetahui kejahatan apa yang

mungkin sedang direncanakan oleh kami semua."

"Kejahatan seperti apa?" tanya Fay terperangah.

From Paris-2.indd 173

Reno mendesah. "Yah, kadang sangat tidak penting dan tidak

berguna... seperti pergi tanpa izin untuk gila-gilaan semalam sun?

tuk di Ibiza... Atau mengempiskan semua ban mobil di garasi...

Atau menghabiskan semua persediaan makanan Mrs. Rice dan

memindahkan semua peralatan dapurnya ke gedung bekas istal di

belakang rumah Philippe... Atau membantai anjing herder Sir

Callaway, tetangga Paman yang sudah rabun dan setengah

gila...."

Fay terbelalak.

Kent tertawa. "Jangan didengar, Fay. Tidak pernah separah

yang terakhir itu kok."

Fay mengangguk masih shock, lalu bertanya, "Jadi, apa yang

dilakukan paman kalian saat inspeksi?"

"Menggeledah semua sudut yang pernah kami kunjungi, mulai

dari kamar, ruang belajar, mobil, hingga kamar mandi. Tujuannya

adalah menemukan benda-benda terlarang atau petunjuk lain

yang bisa berguna untuk mengetahui rencana kami," jawab

Kent.

"Kenapa Sam menyimpan pisau di kamarnya?" tanya Fay

lagi.

Kent menjawab, "Sam kolektor pisau langka. Pisau yang di?

temukan di laci itu adalah salah satu koleksi baru miliknya."

Fay mengerutkan kening. "Kalau begitu, kenapa paman kamu

marah?"

Kent menjawab, "Banyak kegiatan dan barang yang masuk

kategori terlarang di rumah. Walaupun semua tergantung pada

kasusnya, secara umum ada tiga kategori Merah, Oranye, dan

Kuning. Semua barang yang punya potensi untuk melemahkan

fisik dan mengakibatkan kecanduan, dikategorikan ke Daftar Me?

rah. Contohnya adalah obat-obatan psikotropika, beberapa jenis

minuman keras, dan rokok."

"Kenapa rokok dan minuman keras disamakan dengan obatobatan psikotropika?" tanya Fay.

From Paris-2.indd 174

"Paman memastikan bahwa kami tidak punya ketergantungan

fisik dan psikologis terhadap benda apa pun. Dia tidak mau kami

memiliki kelemahan yang punya potensi untuk menggagalkan

tugas dan membahayakan kami. Bayangkan saja kalau kami sudah

kecanduan, bisa saja saat tugas kami menyempatkan diri untuk

mencari barang-barang itu, dan itu tentu menjadi kelemahan

yang fatal untuk kasus-kasus tertentu."

"Jadi kalian tidak ada yang pernah merokok atau minum mi?

numan keras?" tanya Fay takjub.

Kent menjawab, "Aku bisa pastikan beberapa dari kami pernah

mencobanya, tapi kami tahu bagaimana membatasi diri sehingga

tidak punya ketergantungan."

Reno menambahkan, "Meminum beberapa minuman keras ti?

dak dilarang untuk mereka yang berumur di atas delapan belas

tahun, dalam jumlah wajar, contohnya wine. Tapi Paman tidak

memperbolehkan kami menyimpan sendiri untuk konsumsi pri?

badi. Di rumah, wine dan minuman keras lain disimpan di tem?

pat-tempat tertentu, sehingga konsumsinya bisa dimonitor. Bila

sempat ditemukan barang-barang itu di tempat lain, sudah pasti

masuk Daftar Merah dan kami semua akan diinterogasi."

"Bagaimana dengan pisau milik Sam?" tanya Fay lagi.

"Barang-barang persenjataan seperti pistol atau pisau, masuk ke

Daftar Oranye. Tapi ada juga di antara barang-barang sejenis yang

masuk ke Daftar Kuning?boleh dimiliki asal dengan izin. Pisau

yang dimiliki Sam masuk kategori terakhir?masalahnya, Sam ti?

dak meminta izin terlebih dulu sebelum membeli."

"Apa itu berarti Sam akan mendapat masalah juga?"

Reno tertawa. "Menemukan benda di Daftar Kuning bagi para

pamanku seperti mendapat hiburan cuma-cuma... Mereka tidak

benar-benar marah, tapi bisa mengerjai terhukum sampai mereka

puas."

Kent menimpali, "Dalam kasus Sam, dia akan dirumahkan

bersama Steve, salah seorang paman kami, selama satu minggu...

From Paris-2.indd 175

sebenarnya mirip dengan latihan yang kamu jalani dengan

Philippe, hanya mungkin kadarnya lebih berat."

Fay meringis. Latihannya dengan Philippe saja sudah cukup

menyengsarakan, tidak terbayang seperti apa latihan yang akan

dijalani Sam kalau Kent mengatakan kadar latihan Sam akan le?

bih berat.

Reno menambahkan sambil tersenyum, "Tenang, nggak separah

kedengarannya kok. Sipir-sipir itu kalau untuk urusan di rumah

lebih punya toleransi. Aku rasa mereka memang sengaja memberi

ruang supaya kami bisa melampiaskan emosi berlebih akibat

urusan-urusan kantor, asalkan bukan Daftar Merah..."

Reno mendadak berhenti bicara dan mengarahkan tatapannya

ke jalan masuk ruang tengah.

Ternyata Andrew sudah berdiri di sana dan langsung berkata,

"Saya akan membicarakan tugas Fay dan Kent di ruang kerja saya

sekarang. Reno, kamu sebaiknya ke kantor sekarang juga untuk

menemui Steve?dia tadi menelepon dan sepertinya agak terlalu

bersemangat."

Kent mengeluarkan bunyi suara tawa tertahan.

Andrew kembali berkata "Malam nanti saya mengadakan

jamuan makan malam. Saya minta kalian bersiap-siap."

"Fay ikut?" tanya Reno.

Andrew mengangguk. "Ya. Fay juga saya undang. Make sure

you all make the necessary preparation."

Reno dan Kent mengangguk.

Setelah Andrew pergi, Fay bertanya, "Memangnya apa yang

harus disiapkan untuk makan malam?"

Reno nyengir. "Kamu nggak bakal percaya kalau nggak lihat

sendiri. Ini ritual yang aneh sekaligus seru. Semuanya begitu
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

resmi dan penuh tata krama, bahkan harus pakai tuksedo se?

gala?kamu tahu kan... jas dan dasi kupu-kupu."

"Kayak pesta aja," seru Fay takjub. "Wah, berarti aku juga ha?

rus pakai baju resmi dong...."

From Paris-2.indd 176

Kent menimpali, "Makan malam sebenarnya dimulai pukul

setengah delapan, tapi ada ketentuan setengah jam sebelumnya

semua sudah harus berkumpul di ruang duduk. Selama menunggu

pintu ruang makan dibuka biasanya kami mengobrol sambil ma?

kan atau minum yang ringan-ringan. Baru pada pukul setengah

delapan pintu ruang makan dibuka dan semua masuk ber?

bondong-bondong."

"Berapa orang yang hadir?" tanya Fay lagi.

"Biasanya baru diadakan kalau setidaknya ada delapan anggota

keluarga yang bisa hadir."

"Nggak ada ceweknya, ya?" Fay baru sadar selama ini semua

selalu menyebutkan kata nephew atau keponakan laki-laki, dan

uncle atau paman.

"Sepanjang sejarah McGallaghan yang aku tahu, hanya ada

beberapa wanita, tapi sekarang tidak ada," jawab Reno sambil

berdiri lalu mengecup kepala Fay. "Gotta go now... good luck, lil?

sis."

"Thanks... good luck to you too," balas Fay sambil tersenyum.

Reno lalu melangkah menuju lift, sedangkan Fay dan Kent

menuju tangga mengikuti Andrew.

Di ruang kerja Andrew, sebuah foto sudah terpampang di layar

kaca besar di salah satu dinding ruangan ketika Fay dan Kent

masuk, menampilkan seorang pria dengan kepala plontos mema?

kai kacamata hitam yang sedang berbicara di telepon genggam.

Begitu Fay dan Kent duduk, Andrew langsung menjelaskan.

"Pria yang dikenal dengan nama sandi ?Blueray? ini adalah se?

orang middleman atau perantara. Jadi dia menjadi penengah un?

tuk dua pihak yang tidak ingin berhubungan langsung dengan

alasan apa pun. Tidak lama lagi dia akan menjadi perantara bagi

sebuah transaksi. Sebuah barang akan diberikan kepadanya oleh

pihak pertama untuk kemudian diantar olehnya ke pihak ke?

dua?barang itulah yang saya inginkan."

Fay bertanya, "Barang apa?"

From Paris-2.indd 177

Andrew menjawab, "Sebuah chip."

Terdengar suara Kent seperti mengomel di sebelahnya. Fay me?

noleh ke arah Kent dengan bingung, dan lebih bingung lagi ke?

tika melihat raut muka Kent yang tampak kesal.

Andrew tersenyum tipis kemudian berkata pada Kent, "Mungkin

kamu bisa menjelaskan kepada Fay apa arti keterangan saya tadi."

Kent menjelaskan, "Ukuran sebuah chip sangat kecil, jadi me?

dia yang digunakan untuk mengirimkan chip itu bisa apa saja.

Bila pria ini cukup cerdas dan berhati-hati, akan sangat sulit bagi

kita untuk tahu apakah barang itu sudah di tangan dia atau

belum."

Hah???

Kent pasti melihat tampang bego Fay karena dia menjelaskan

kembali, "Kalau dia membeli rokok, bagaimana kita tahu bahwa

rokok yang diberikan ke tangannya memang benar-benar rokok

dan bukannya sudah ada chip yang diselipkan di dalamnya? Atau

kalau dia masuk ke kamar mandi kemudian keluar lagi, bagai?

mana kita bisa tahu apakah chip itu sudah diletakkan sebelumnya

di kamar mandi? Atau kalau dia bertabrakan dengan seseorang di

jalan, apakah itu murni tabrakan atau chip itu berpindah ta?

ngan?"

Fay spontan bertanya, "Harus serumit itukah?"

Andrew menjawab, "Sebagian besar?kalau tidak semua?aktivi?

tas yang dijalankan Blueray adalah ilegal. Sebisa mungkin semua

pihak yang terlibat tidak mau terlihat, jadi hampir pasti sebuah

pertemuan biasa bukanlah sebuah pilihan."

"Akan sulit sekali untuk membuntutinya tanpa dicurigai, ter?

lebih dengan kondisi seperti tadi, berarti kami harus ada dalam

posisi yang cukup dekat," ucap Kent.

Andrew kembali menerangkan, "Blueray akan tiba di Paris be?

sok malam dengan pesawat charter dari Munich. Dia membuat

reservasi atas nama ?Scott Preston? di sebuah hotel bintang empat

untuk satu malam, lalu akan berangkat dengan pesawat menuju

From Paris-2.indd 178

Paloma hari Sabtu sore. Satu hal yang pasti, tidak mungkin dia

pergi ke Paloma kalau barang itu belum ada di tangan."

"Pembelinya ada di Paloma?" tanya Kent.

"Ya. Dan begitu dia tiba di Paloma, tidak akan ada kesempatan

sama sekali untuk mendekatinya karena risikonya terlalu besar?

menurut informasi yang saya terima, pihak yang akan menerima

barang itu adalah keluarga mafia Italia yang berkuasa di Paloma."

"Jadi kemungkinannya hanya Sabtu pagi," gumam Kent.

"Hari Sabtu pagi dia akan mengikuti tur mengunjungi objek

wisata di luar kota Paris?bukan hal yang lazim dilakukan se?

orang pebisnis biasa untuk mengisi waktu luang yang hanya se?

tengah hari. Saya yakin serah terima barang akan dilakukan di

salah satu objek wisata yang dikunjungi olehnya."

Kent bertanya, "Apakah kami akan ikut tur yang sama?"

"Tentu saja. Kalian akan check-in di hotel yang sama dan akan

mengikuti tur yang sama dengannya. Karena posisi kalian dengan

Blueray cukup dekat, saya tidak menyiapkan tim lengkap untuk

mendukung operasi?saya tidak mau Blueray curiga dan meng?

gagalkan pengambilan barang. Satu-satunya tim pendukung di

lapangan adalah Russel. Tugas kalian adalah membuntuti Blueray

dan melaporkan ke Pusat bila barang sudah ada di tangannya.

Bila keadaan memungkinkan, Kent akan mengambil barang itu,

tapi bila tidak, Russel yang akan menyelesaikan pekerjaan selanjut?

nya?keputusan itu akan ada di tangan Raymond, yang akan

menjadi pemimpin operasi ini. Ada pertanyaan?"

Kent dan Fay menggeleng.

Andrew melanjutkan, "Sekarang, sedikit pengantar untuk Fay

tentang teori pengintaian.

"Tujuan utama pengintaian terhadap seorang target adalah

mengawasi gerak-gerik target tanpa diketahui olehnya, untuk men?

dapat petunjuk tentang informasi atau aktivitas tertentu.

"Ada banyak jenis pengintaian dengan alat atau tanpa alat,

diam atau bergerak, dengan kendaraan atau tanpa kendaraan. Apa

From Paris-2.indd 179

pun jenisnya, inti dari semua itu sama, lakukan ?tanpa diketahui

target??sangat mudah bila dilakukan terhadap orang awam, tapi

sangat sulit bila target sudah waspada terhadap usaha-usaha

pengintaian.

"Dalam operasi normal, pengintaian adalah kerja tim, bukan

perorangan. Tapi ada kalanya pengintaian harus dilakukan seorang

diri, dengan risiko yang lebih besar untuk dikenali target. Secara

umum, pihak yang melakukan pengintaian tidak boleh mencolok

dan tidak mudah dikenali. Dalam kasus kalian tidak berlaku, ka?

rena kalian akan ada di tur yang sama, dan dengan tur kecil se?

perti itu sudah pasti kalian akan dikenali oleh Blueray. Selama tur

berlangsung, hal ini tentu akan memudahkan kalian, karena ka?

lian bisa dengan tenang mengamatinya atau bahkan bercakapcakap dengannya. Tapi pada acara bebas saat peserta tur bisa

berjalan-jalan di luar rombongan tanpa pemandu, kalian akan

lebih sulit mengikutinya karena dia mengenali kalian.

"Supaya lebih mudah membayangkannya, sekarang anggap ka?

lian ada di posisi target, yang sedang dibuntuti. Ada banyak cara

untuk mengecek kalian dibuntuti atau tidak. Cara yang paling

umum adalah dengan memainkan kecepatan langkah?kadang

dipercepat dan kadang diperlambat tanpa kentara, misalnya ber?

pura-pura mengejar bus yang akan berangkat, atau berhenti untuk

mengikat tali sepatu. Bila orang yang kalian curigai masih ada

dengan jarak sama, berarti dia memang menjaga jarak dan ke?

mungkinan besar dia memang membuntuti. Cara lain yang juga

umum adalah masuk ke satu toko atau restoran selama beberapa

saat, kemudianati pintu apakah orang tersebut masuk atau

tidak, dan bila tidak, ketika kalian keluar perhatikan apakah

orang tersebut masih ada atau tidak.

"Dalam kasus kalian sebagai pihak yang membuntuti, bila tar?

get kalian melakukan hal-hal seperti itu?memainkan kecepatan

langkah, berhenti di etalase, masuk ke toko?kalian bisa meng?

asumsikan dia curiga sedang diikuti.

From Paris-2.indd 180

"Musuh sekaligus teman terbaik saat dibuntuti atau mem?

buntuti seseorang adalah pantulan kaca?dan kaca ada di manamana. Pantulan dari kaca etalase, kaca mobil yang melintas dan

yang sedang diparkir di pinggir jalan, kaca gedung perkantoran...

percaya atau tidak, kita dikelilingi kaca dan cermin, dan itu bisa

jadi senjata yang menguntungkan atau merugikan di posisi mana

pun kamu berada."

Andrew menatap Fay dan berkata, "Untuk melepaskan diri dari

penguntitan, kemampuan Analisis Perimeter dan Antisipasi Peri?

laku akan sangat membantu. Karena kamu akan bersama Kent

sepanjang waktu, saya tidak akan memberikan penjelasan secara

mendalam. Yang harus kamu lakukan nanti adalah melihat reaksi

Kent dan melakukan hal yang sama." Dia menyodorkan satu ber?

kas dokumen kepada Fay. "Ini informasi tempat-tempat yang akan

kamu kunjungi. Di dalamnya ada denah ch?teau Fontainebleau,

peta kota Fontainebleau, dan peta kota Barbizon. Saya minta

kamu menghafalkan bagian-bagian yang ditandai dengan lingkaran

merah sebagai persiapan tugas kamu besok. Kent sudah menerima

berkas yang lebih lengkap di kantor."

Andrew melanjutkan, "Besok pagi Raymond akan datang un?

tuk memberi pengarahan tugas kepada kalian berdua. Fay, saya

mengizinkan kamu makan di luar siang ini. Setelah itu ada yang

ingin saya bicarakan dengan kamu. Kent, kamu ke kantor seka?

rang."

Setelah Andrew berlalu, Kent beranjak sambil bertanya, "Kamu

mau makan siang di mana?"

"Nggak tau. Mungkin aku mau minta diantar ke sekitar tem?

pat kursusku dulu saja."

Kent mengangkat alisnya sedikit. "Baik, sampai jumpa setelah

makan siang."

From Paris-2.indd 181

"Heh, kok lewat sini?" tanya Reno kepada Kent yang sedang me?

megang kemudi mobil. Mereka baru saja makan siang dan Reno

menumpang mobil Kent karena mobilnya sedang diservis di beng?

kel. Mereka sekarang sedang dalam perjalanan kembali ke apar?

temen Andrew.

Kent tidak menjawab.

Reno melirik Kent, dan setelah melihat tidak ada tanda-tanda

Kent akan menanggapi pertanyaannya, ia mengulurkan tangan

dan menggoyang setir mobil.

"HEI...!" seru Kent.

Terdengar suara klakson dengan keras dari arah kanan.
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kamu gila, ya?" gerutu Kent.

"Aku tadi tanya kenapa kamu lewat sini, ini kan memutar!"

Reno berdecak kesal dan akhirnya memilih melihat gedung-ge?

dung di luar. Tubuhnya langsung tegak ketika melewati tempat

kursusnya tahun lalu. Ia ingat tadi Kent sekilas berkata Fay akan

makan siang di sekitar tempat kursus.

"Kamu cari Fay, ya? Aku kan sudah bilang kamu tidak usah

mendekatinya lagi..."

"Aku tahu!" potong Kent. "Would you just shut your mouth for

a minute?"

Kent memelankan laju kendaraannya setelah satu blok melewati

tempat kursus dan membiarkan mobil perlahan menyusuri ja?

lan.

Reno mengerutkan kening dan baru saja akan kembali mem?

buka mulut ketika melihat Fay sedang melambaikan tangan sam?

bil tersenyum ke arah seorang pemuda bertopi. Wajah pemuda

itu tak terlihat dan segera dia menjauh lalu menghilang ke ti?

kungan di seberang jalan. Fay kemudian berjalan di trotoar se?

belum masuk ke limusin hitam yang diparkir di tepi jalan.

"Siapa itu?" tanya Reno sambil menegakkan tubuh.

Kent mendengus. "Mana kutahu! Kalau tadi dia menyeberang

di depan mobilku, pasti sudah aku serempet."

From Paris-2.indd 182

"Kamu sudah tahu Fay makan siang dengan pemuda tadi?"

"Tidak tahu, cuma insting," gumam Kent. "Aku lihat Fay ma?

kan siang dengan pemuda itu hari Minggu kemarin di sekitar

sini. Dan tadi waktu Fay bilang mau makan lagi di daerah sini,

aku agak curiga."

Reno terdiam. Tidak mungkin Fay punya hubungan istimewa

dengan seseorang tanpa ia ketahui?untuk urusan-urusan remeh

seperti sahabatnya, Lisa, yang naksir pemuda bernama Doni saja,

Fay tidak pernah ragu untuk menceritakannya dalam e-mail-e-mailnya! Berarti Fay baru kenal dengan pemuda itu. Di mana mereka

bertemu?

Dengan gelisah Reno menarik sabuk pengaman yang mendadak

terasa menyesakkan. Skenario yang diusung otaknya terasa kurang

pas. Kalau baru kenal, bagaimana Fay bisa bertemu lagi dengan

pemuda itu?kebetulan biasa?

Mobil Kent dengan mulus menyalip limusin hitam yang di?

tumpangi Fay.

Reno menahan diri supaya tidak menoleh untuk mencoba me?

lihat Fay?satu hal yang sebenarnya juga percuma dengan kaca

gelap pekat seperti itu.

Setelah beberapa saat menyelami pikiran dalam keheningan,

Reno akhirnya bertanya, "Kamu tidak coba tanya Fay siapa pe?

muda yang kamu lihat hari Minggu itu?"

Sorot mata Kent yang jengkel saat melirik menyadarkan Reno

bahwa pertanyaan itu tidak perlu?sudah pasti Kent membuntuti

Fay diam-diam. Sesaat Reno dihinggapi kekesalan baru karena

Kent ternyata masih juga belum bisa menjauhi Fay sepenuhnya.


The Bourne Supremacy Karya Robert Ludlum Lembah Nirmala Karya Khu Lung Pendekar Hina Kelana 35 Penghuni Goa
^