Pencarian

Pendekar Gurun Neraka 2

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara Bagian 2


"Cap-capp...........!"

Sepasang cakar beracun itu menancap setengahnya lebih dan pemuda itu mengeluh panjang.

Walaupun Hek-mo-ko sudah mengurangi tenaganya, tetap saja senjatanya menan- cap di tubuh pemuda itu, di punggung sebelah atas.

Rasa nyeri yang amat hebat memasuki tubuh Bu Kong karena sepuluh buah kuku-kuku hitam yang dipasang di sarung tangan itu mengandung sepuluh macam racun yang amat berbisa.

Pemuda ini mendelik dan sadar akan kecurangan lawan, membalik sambil menghantam ke belakang, akan tetapi Hek-mo-ko sudah melompat jauh.

Tubuh Bu Kong terputar dan roboh, namun dia berusaha meloncat berdiri.

Tubuhnya bergoyang- goyang dan kepalanya berputar-putar sehingga dia melihat segala sesuatunya terbalik-balik.

Melihat93 bayangan hitam dari Hek-mo-ko, pemuda ini mengeluarkan teriakan parau dan tubuhnya melompat ke depan.

Akan tetapi, baru saja kakinya melompat, pemuda ini berteriak ngeri dan roboh tersungkur dengan darah mengucur deras dari belakang punggungnya ! Bekas jendral muda ini pingsan akibat racun di sarung tangan Hek-mo-ko dan suasana kembali sunyi.

Cheng-gan sian-jin menyumpah-nyumpah.

"Mo-ko, kau sungguh lancang dan bodoh! Dimana otakmu? Apakah kau tidak ingat akan pesan sri baginda? Pemuda ini seorang ahli perang yang amat tangguh dan tinggi ilmu silatnya. Kita hendak mempergunakan tenaganya untuk kepentingan kita. Akan tetapi kau hampir saja membunuhnya. Sungguh kau manusia yang tidak dapat diberi ampun! Hayo kau bawa dan sembuhkan dia, kalau tidak, hemm, sebelum cita-citaku terwujud, aku pasti akan membuatmu menjadi manusia yang tidak berguna!"

Hek-mo-ko gemetar tubuhnya dan tampak ketakutan. Dia tahu benar kesaktian Cheng-gan sian-jin ini dan dia tahu pula apa cita-cita tokoh mengerikan itu. Kalau dia tidak dapat menolong jiwa pemuda itu, tentu nyawanya juga akan ikut terancam.94

"Sian-jin, maafkan aku. Aku tidak sengaja karena kemarahan telah membuat mataku gelap. Percayalah, aku masih dapat menyembuhkan pemuda ini dan menyerahkannya kepadamu untuk dibuat menjadi robot hidup guna kepentingan cita-citamu yang akan datang."

Cheng gan Sian-jin mendengus marah akan tetapi mendengar kesanggupan Hek-mo-ko untuk memulihkan pemuda itu, sinar matanya yang tadi bengis memandang menjadi agak lunak.

Tanpa memperdulikan tubuh Bwee Li yang masih tergolek tak sadarkan diri di tempat itu, dua orang manusia iblis ini lalu melompat pergi sambil membawa tubuh Yap Bu Kong yang terluka parah.

Kalau saja ada orang yang kebetulan mendengar betapa Hek-mo-ko tadi mengatakan hendak menyerahkan pemuda itu kepada Cheng-gan sian-jin untuk dibuat menjadi robot hidup, tentu orang itu akan menjadi ngeri dan berdiri bulu romanya.

Robot hidup ! Inilah yang hendak diperbuat oleh Cheng-gan sian-jin terhadap pemuda yang gagah perkasa itu.

Tokoh besar peranakan Arya ini memang mempunyai suatu cita-cita tersembunyi di dalam batinnya, cita-citanya yang amat membahayakan kedudukan Tiongkok pada waktu itu.

Dia, tokoh besar yang memiliki ilmu-ilmu tinggi ini kembali95 hendak mengulang sejarahnya yang lalu, yakni hendak menjadi bengcu di seluruh kaum persilatan, bahkan, tokoh besar yang amat berbahaya ini secara diam-diam telah mulai mengumpulkan suku bangsanya untuk pada suatu saat bergerak menaklukkan semua kerajaan-kerajaan feodal yang pada waktu itu memang amat banyak di Tiongkok dan mengangkat diri sendiri sebagai kaisar! Dan untuk itu, dia amat membutuhkan seorang pemimpin pasukan yang pandai, seorang jenderal yang cakap untuk membantu di sampingnya menghadapi pasukan-pasukan kerajaan lain.

Cheng gan Sian-jin adalah manusia iblis yang amat cerdik dan berbahaya.

Dia berpura-pura membantu Raja Muda Kung Cu Kwang untuk memperoleh kepercayaan raja muda itu, dan dengan bantuan pasukan Kerajaan Wu, dia hendak merobohkan setiap kerajaan lain yang menghalang.

Dan apabila Wu dapat menalukkan kerajaan-kerajaan lain dengan bantuannya, kelak mudah baginya untuk menggulingkan Kung Cu Kwang dan singgasananya dan mengganti kedudukan kaisar dengan dirinya sendiri! Dengan demikian berarti bahwa untuk mencapai keberhasilan cita-citanya ini, secara tidak langsung Wu-lah yang diam-diam diperalat oleh tokoh besar itu.

Dan kelak jika semua cita-citanya terwujud, tidak sukar baginya untuk menendangi semua tokoh-tokoh96 penting dari Wu untuk diganti dengan orang-orang dari bangsanya sendiri! Sungguh seorang manusia iblis yang amat cerdik dan berbahaya! Dengan tertawannya Yap-goanswe, hati Cheng-gan Sian-jin menjadi lebih mantap dan yakin.

Hanya pemuda inilah satu-satunya orang yang dapat memimpin pasukan besar dan merobohkan setiap kerajaan-kerajaan lain yang menghalang.

Dia hen- dak membuat bekas jenderal muda yang gagah perkasa ini berada di bawah kekuasaannya dan selalu mematuhi semua perintah-perintahnya.

Dia hendak mempergunakan tenaga dan kepandaian pemuda itu sebaik-baiknya dan jika kelak dia tidak memerlukan lagi tenaga pemuda ini, mudah baginya untuk membunuh Yap-goanswe! Dunia mengalami ancaman bahaya yang hebat dengan munculnya raja iblis ini dan dua orang itu lalu meninggalkan pantai Tung-hai sambil tertawa menyeramkan.

Mereka sama sekali tidak menghiraukan Bwee Li yang masih menggeletak pingsan di tepi pantai dan merekapun juga agaknya sama sekali tidak ambil perduli amukan Dewa Hai- liong-ong yang kini setelah ditinggal pergi oleh dua manusia iblis itu menjadi semakin hebat dan ganas sepak terjangnya.97 Gelombang menerjang garang dan ombak membuih dahsyat.

Lautan Timur ini mengamuk sampai dua malam dan akhirnya, pada hari ketiga, angin ribut dan topan yang melanda daerah itu hilang.

Lautan kembali sunyi seperti sediakala.

Hanya bekas-bekas amukan dewa laut itu sajalah yang meninggalkan kesan mengerikan.

Dusun-dusun hancur, rumah- rumah nelayan lenyap dan pohon-pohon yang terdapat di sekitar tempat itu telah roboh dibawa hanyut oleh badai yang datang.

Hawa maut telah mulai menampakkan dirinya di pantai Tung-hai ini dan dia masih akan terus bergerak ke pedalaman untuk mencengkeram jiwa manusia lain yang belum sempat dijadikan korbannya! **"

Hek-tung Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju Hitam) adalah sebuah perkumpulan yang amat terkenal di kota Hun-kiang yang termasuk di Propinsi Kiang-si.

Perkumpulan ini merupakan sebuah perkumpulan para pengemis berbaju hitam yang menguasai semua kaum gelandangan untuk daerah selatan.

Ketuanya, yang dijuluki orang dengan ju- lukan Liong-tung Lo-kai (Pengemis Tua Bertongkat Naga), adalah seorang kakek yang ditakuti, baik oleh98 para anggautanya sendiri maupun oleh para penduduk Propinsi Kiang-si.

Telah tersohor sampai di seluruh Propinsi Kiang-si bahwa Liong-tung Lo-kai ini adalah seorang kakek yang amat sadis dan mudah menurunkan tangan maut, juga memiliki kepandaian yang amat tinggi.

Di samping itu kakek ini memiliki wajah yang mengerikan.

Matanya picak sebelah, hidungnya pesek dan besar, tubuhnya agak bongkok dan kakinya pincang, kulit mukanya kasar seperti kulit buaya.

Namun hebatnya, meskipun wajahnya buruk ketua Hek-tung Kai-pang ini memiliki tigapuluh orang lebih wanita-wanita yang menjadi isterinya.

Tentu saja dengan jalan paksaan ! Kakek itu memang terkenal mata keranjang dan suka mengambil gadis-gadis cantik yang diambilnya begitu saja dari rumah orang tuanya tanpa si orang tua berani melawan.

Selain itu, tidak jarang anak buah Hek-tung Kai-pang mendatangi rumah-rumah hartawan ataupun bangsawan untuk meminta sumbangan.

Dan yang membuat orang diam-diam membenci perkumpulan Hek-tung Kai-pang ini adalah sepak terjang mereka yang amat sewenang- wenang.99 Dalam meminta sumbanganpun mereka selalu menyebutkan nilainya, yaitu tidak boleh kurang dari limaratus tail perak untuk setiap hartawan! Tentu saja permintaan ini amat tinggi dan kurang ajar, sifatnya sudah bukan lagi merupakan sumbangan, akan tetapi seperti perampokan yang berjalan terang- terangan! Sudah banyak hartawan-hartawan kaya yang sakit hati dan menentang tindak-tanduk Hek- tung Kai pang dalam hal meminta sumbangan ini, namun semuanya itu pasti akan tewas di pagi harinya dengan kepala tergantung di muka rumah! Tentu saja kejadian berdarah ini mengguncang hati masyarakat.

Mereka diam-diam melaporkan hal ini kepada pejabat pemerintah untuk menindak kejahatan Hek-tung Kai-pang.

Akan tetapi orang- orang menjadi semakin kecut ketika melihat betapa setiap orang yang tadinya melapor itu keesokan harinya sudah tidak diketemukan lagi jejaknya! Mereka tidak tahu apakah mereka itu dibunuh oleh Hek-tung Kai-pang ataukah terdapat persekongkolan antara pihak pemerintah dengan Hek-tung Kai-pang sendiri.

Yang jelas, dengan adanya kejadian itu berulang-ulang, penduduk dicekam rasa takut dan akhirnya tidak ada lagi yang berani membuka mulut.

Mereka terpaksa menutup mulut dan mata kalau melihat kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh golongan pengemis baju hitam itu, baik kejahatan berupa pengambilan gadis-gadis cantik ataupun100 sumbangan-sumbangan paksaan terhadap para hartawan.

Dan hebatnya, menjelang ulang tahun ketua Hek- tung Kai-pang itu, kini setiap anggauta pengemis baju hitam meminta derma terhadap setiap penduduk, baik dia itu orang kaya ataupun orang miskin! Kejadian ini tentu saja membuat kebencian penduduk menjadi semakin berlipat ganda.

Kalau dulu hanya para hartawan saja yang menentang, kini ditambah lagi dengan golongan orang-orang miskin ini.

Mereka itu memberontak dan mengadakan persatuan sendiri untuk melawan kejahatan Hek-tung Kai-pang yang sudah melewati batas ini.

Kampung Loh-chung bersatu padu.

Semua pemuda dikumpulkan dan akhirnya mereka berhasil menyatukan seratus lima puluh orang.

Namun, belum lagi mereka ini menyerbu markas Hek-tung Kai-pang, tiba-tiba datang limabelas anggauta perkumpulan itu mendahului mereka.

Para penduduk yang sudah dipenuhi api dendam segera berteriak- teriak dan menggerakkan senjata, namun satu- persatu orang-orang kampung Loh-chung ini disapu bersih.

Seratus limapuluh jiwa roboh malang- melintang di tengah kampung dan tidak ada satu-pun dari mereka yang masih hidup!101 Peristiwa ini amat menggemparkan dan nama Hek- tung Kai-pang semakin ditakuti orang.

Hek-tung Kai- pang adalah seperti sebuah perkumpulan iblis, bukan perkumpulan pengemis.

Dan anehnya, sebegitu jauh perkumpulan ini melakukan kejahatannya, pihak pemerintah tetap saja tidak turun tangan! Dan pada hari itu, sebulan setelah kejadian yang mengerikan tadi, markas Hek-tung Kai-pang tampak sibuk.

Markas ini terletak di pinggir kota sebelah barat dan walaupun namanya saja adalah perkumpulan pengemis, namun gedung dari para pengemis itu sendiri sungguh tidak merupakan gedungnya orang-orang miskin.

Bahkan jauh daripada itu.

Markas besar para pengemis baju hitam ini dibangun seperti istana raja, dindingnya diukir dan pilar-pilarnya dicat emas sehingga tampak indah gemerlapan.

Kota Hun-kiang pada pagi hari itu tampak lebih ramai daripada biasanya.

Hal ini adalah disebabkan dengan munculnya pendatang-pendatang baru dari luar kota.

Umumnya adalah kaum pengemis juga karena mereka ini bukan lain adalah wakil-wakil cabang Hek-tung Kai-pang di lain daerah.

Di samping itu, juga terdapat beberapa orang yang bukan dari golongan pengemis, rata-rata berwajah menyeramkan dan agak liar, tanda bahwa orang- orang ini tentulah dari golongan hitam.102 Dari sebuah jalan raya yang membentang panjang di tengah kota, muncul seorang gadis berpakaian serba hijau.

Cantik jelita dan gagah gadis ini, sungguh amat jauh bedanya dengan golongan pengemis ataupun golongan hitam tadi.

Pakaiannya terbuat dari sutera halus, mencetak ketat tubuhnya yang ramping padat, pinggangnya dilingkari oleh sebuah rantai perak yang tampak gemerlapan tertimpa cahaya matahari pagi.

Usianya tidak akan lebih dari sembilanbelas tahun dan langkah kakinya yang ringan gesit ketika berjalan, menunjukkan bahwa gadis itu tentulah bukan wanita sembarangan.Karena kota Hun-kiang kebanyakan adalah kaum lelaki saja yang muncul setelah adanya penculikan gadis-gadis cantik oleh Liong-tung Lo-kai, maka tentu saja kehadiran gadis cantik berpakaian sutera hijau yang cantik jelita dan amat segar di pagi hari itu segera menarik perhatian orang.

Ada dua macam pandangan yang dilontarkan orang terhadap gadis itu.

Pertama adalah pandangan cemas sedangkan yang kedua adalah pandang mata yang bersinar gembira.

Yang pertama adalah pandang mata penduduk biasa dan yang kedua adalah pandang mata anggauta Hek-tung Kai-pang yang kebetulan pada pagi hari itu bertemu dengan gadis yang jelita ini.

Kebetulan sekali, pikir mereka.

Hari ini adalah hari ulang tahun pangcu (ketua).

Kalau mereka dapat mempersembahkan gadis secantik manis ini, tentu mereka akan mendapatkan hadiah besar!103 Lima orang penunggang kuda berteriak-teriak dari ujung jalan raya dan kuda mereka tampak membalap kencang.

Semua orang menoleh dan gadis baju hijau itupun juga menengok sambil mengerutkan alisnya yang hitam panjang.

Semalam hujan baru saja turun dan belum ada debu-debu yang mengepul ketika lima ekor kuda yang tinggi besar itu datang.

Namun sebaliknya, karena tanah masih becek, tentu saja larinya kuda-kuda itu membuat lumpur bercipratan ke sana-sini.104

"He, minggir...........! Minggir kalian semua kalau tidak ingin terinjak mampus..........!"

Tiba -tiba terdengar bentakan nyaring disusul derap kaki kuda.

Semua orang segera menyibak ketika lima ekor kuda beserta penunggangnya yang berteriak-teriak itu meluncur datang.

Akan tetapi, begitu lima orang yang berada di atas kuda ini melihat si gadis berbaju105 hijau, tiba-tiba orang yang di depan berseru keras dan menarik kendali kudanya.

Gerakan ini dilakukan mendadak sehingga empat temannya yang lain terkejut dan mengikuti perbuatannya.

Lima ekor kuda tinggi besar itu meringkik keras dan hampir saja mereka saling bertumbukan.

"He, kawan-kawan, berhenti, lihat......!"

Orang pertama tadi berkata sambil menudingkan telun- juknya ke arah gadis cantik itu.

"Bukankah ini namanya pucuk dicinta ulam tiba? Kita memang sedang mencari-cari hadiah apa kiranya yang pantas disuguhkan kepada pangcu, dan secara tidak kita sangka ternyata hadiahnya sudah berada di depan mata. Ha-ha-ha, apakah ini bukan tandanya bahwa pangcu kita memang sedang diberi rejeki besar?"

Lima orang anggauta Hek-tung Kai-pang yang baru datang ini tertawa-tawa dan mereka berloncatan turun lalu menghampiri gadis itu.

"Hemm, kalian mau apa?"

Gadis itu bertanya dengan suara dingin, alisnya semakin dikerutkan dan wajah yang tadinya berseri-seri itu kini mulai lenyap senyumnya.

Orang-orang Hek-tung Kai-pang sudah biasa melakukan perbuatan seenak perut mereka sendiri.106 Kinipun menghadapi gadis itu, orang-orang ini sama sekali tidak memandang mata dan bersikap kasar.

"Nona, kami minta sukalah kau ikut bersama kami menghadap pangcu. Beliau tentu merasa senang sekali bertemu denganmu dan kutanggung pasti akan menarikmu menjadi isteri yang paling disayang, ha- ha!"

"Benar, dan daripada berjalan kaki, lebih baik membonceng bersamaku. Ketahuilah, nona, kudaku sangat kuat dan biar ada dua orang gadis seperti kau inipun kudaku masih sanggup berlari cepat!"

"Ah, jangan mau, nona. Walaupun kudanya kuat tetapi berdekatan dengan dia ini yang jarang mandi sungguh tidak sedap. Lebih baik dengan aku saja. Lihat, tubuhku lebih bersih dan kalau nona tidak suka duduk di belakang, boleh di depan saja, kupangku, ha-ha!"
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Bermacam-macam omongan kotor mulai dikeluarkan dan lima orang pengemis baju hitam ini berebut maju untuk memegang tubuh dara baju hijau, sikap mereka seperti seekor kucing yang mendapatkan makanan lezat.

Gadis itu menjadi merah mukanya dan tampaklah sekarang betapa sepasang mata jeli itu berapi-api.107 Begitu lima orang Hek-tung Kai-pang ini hendak menjamah tubuhnya, tiba-tiba terdengar lengking nyaring dan gadis itu berkelebat ke depan.

"Plak-plak-plak-des-dess!"

Lima kali berturut-turut pukulan dan tendangan dara ini mengenai sasarannya dan lima orang anggauta Hek-tung Kai-pang itu roboh terpelanting sambil berteriak kaget.

Sama sekali mereka ini tidak mengira bahwa gadis yang mereka ganggu itu ternyata bukan gadis sembarangan.

"Keparat!"

"Jahanam!"

"Setan betina!"

Mereka memaki dan berlompatan bangun.

Wajah orang-orang ini tampak merah karena marah dan malu.

Tadi mereka amat memandang rendah dan akibatnya dalam segebrakan saja mereka roboh.

Akan tetapi orang-orang ini tetap tidak memandang sebelah mata.

Sepandai-pandainya seorang wanita, sampai dimanakah kekuatannya?108

"Nona, kau gadis yang tidak tahu disayang orang!"

Orang pertama yang mukanya kuning membentak. Tadi pipinya digampar dan kini tampak merah.

"Kalau kau tidak suka dibawa secara baik-baik, biarlah aku yang akan membawamu ke depan pangcu dengan kekerasan!"

Tubuh si muka kuning ini lalu menubruk dengan kedua lengan terkembang seperti seekor harimau menerkam kambing. Cepat dan kuat tubrukan ini dan orang-orang yang menyaksikan kejadian yang menegangkan hati ini menjadi khawatir sekali.

"Wuuttt.......ehh!"

Si muka kuning berseru heran karena tubrukannya yang kuat dan cepat tadi ternyata luput.

Gadis baju hijau yang tadi berada di depannya itu tahu-tahu telah menghilang dan sebelum dia memutar tubuh untuk mencari, tiba-tiba sebuah bayangan yang membuat matanya kabur menampar pipinya yang sebelah.

"Plakk !"

Tanpa dapat dihindarinya lagi pipi kanannya digampar dan tubuhnya terjengkang roboh! Si muka kuning melompat bangun kembali dan wajahnya tampak buas. Tahulah dia sekarang bahwa gadis itu bukanlah gadis sembarangan !109

"Kawan-kawan, hajar dia!"

Orang ini membentak dan empat orang temannya yang lain sambil berteriak lalu menyerbu berbareng.

Segera gadis baju hijau dikeroyok oleh lima anggauta Hek-tung Kai-pang dan terjadilah pertandingan yang seru di tempat itu, ditonton oleh orang-orang banyak.

Gadis itu mengeluarkan suara jengekan dari hidungnya dan tiba-tiba tubuhnya berkelebat lenyap.

Lima orang lawannya terkejut dan sebelum mereka tahu di mana nona itu berada, tahu-tahu sepasang kaki membagi-bagi tendangan hebat.

"Ngek-blukk-dess.........aduhh, mati aku......!"

Lima orang kasar ini menjerit kesakitan dan tubuh mereka terlempar seperti layang-layang putus.

Ada yang dadanya ampeg, perutnya mulas dan ada pula yang rahangnya patah karena dagunya tadi terkena tendangan yang mencuat dari bawah ke atas! Gegerlah tempat itu dan para penduduk Hun-kiang yang menyaksikan peristiwa ini, diam-diam merasa puas dan girang sekali melihat kehebatan seorang lihiap (pendekar wanita) yang berani menentang perkumpulan Hek-tung Kai-pang.110 Akan tetapi, ketika dari jauh berlari-larian anggauta- anggauta Hek-tung Kai-pang yang lain, para pen- duduk menjadi cemas dan tegang juga.

Empat orang dari lima orang yang dihajar ini sudah melompat bangun.

Yang satu tidak dapat bangun kembali karena rahangnya yang patah membuatnya roboh pingsan.

Melihat betapa dalam beberapa gebrakan saja mereka telah dibuat jatuh bangun, orang-orang ini lalu mencabut senjata mereka, yaitu sebatang tongkat yang terbuat kayu besi dan hitam mengkilat karena sering digosok.

"Setan betina, karena kau berani menentang Hek- tung Kai-pang, maka jangan sesalkan kami kalau hari ini kau akan mengalami penghinaan hebat!"

Si muka kuning yang marah dan malu itu mengeluarkan ancamannya.

"Kami akan menangkapmu dan kalau pangcu tidak mau, kami akan menggilirmu berganti- ganti sampai kau tewas dalam keadaan telanjang bulat!"

Wajah yang cantik itu berobah merah dan sepasang mata yang jeli indah itu kini memandang si muka kuning dengan sinar berapi.

"Hmm, mulutmu kotor dan aku akan menyobek mulutmu itu. Kalian orang- orang yang tidak tahu diri dan pantas dibunuh!"111 Begitu kata-katanya selesai, tanpa menanti orang- orang itu menyerang, gadis ini meloncat ke depan dan kaki tangannya bergerak cepat. Empat orang Hek-tung Kai-pang menggerakkan tongkat-tongkat mereka dan empat sinar kehitaman menyambar datangnya bayangan gadis itu.

"Plak-plak-dess-krakk..........aughh...........!"

Terdengar jerit mengerikan dan seruan kaget dari empat orang ini.

Empat batang tongkat yang tadi menyambut tubuh gadis baju hijau itu dengan tepat mengenai sasarannya, akan tetapi begitu menghantam tiba-tiba tongkat mereka membalik seperti memukul karet.

Akibatnya, tanpa dapat mereka cegah lagi senjata mereka itu menghajar tubuh sendiri dan hidung mereka pecah terpukul tongkat.

Dan yang lebih mengerikan adalah keadaan si muka kuning karena seperti apa yang tadi dikatakan, gadis itu dengan kecepatan luar biasa telah merobek mulut orang ini sampai terkuak lebar dan si muka kuning menjerit ngeri dan roboh binasa! Kagetlah yang lain dan mereka menjadi pucat wajahnya.

Gadis baju hijau itu yang sudah menjadi marah ternyata tidak mau memberi ampun.

Begitu si muka kuning tewas, iapun membalik dan menghajar sisanya yang tadi berpelantingan ini.

Tentu saja tiga112 orang yang tadinya amat sombong dan penuh lagak ini memekik kesakitan.

Tubuh mereka ditendang jauh dan terlempar dengan tulang-tulang patah dan akhirnya mereka roboh tak sadarkan diri merasakan nyerinya tulang-tulang yang patah! Gemparlah kota Hun-kiang.

Para penduduk yang memang amat membenci golongan penjahat ini, bersorak-sorak girang dan ada beberapa orang di antaranya sudah melompat maju sambil meng- ayunkan golok penyembelih babi atau sabit yang sedianya hendak dipergunakan untuk mencari rum- put itu ke arah empat anggauta Hek-tung Kai-pang yang masih pingsan.

Namun, sebelum mereka melaksanakan maksudnya tiba-tiba dari belakang terdengar teriakan-teriakan marah dan belasan pengemis-pengemis baju hitam meluruk ke tempat itu! Dan melihat betapa beberapa orang di antaranya mengenakan tali merah dan biru di pinggang, mudah diduga bahwa orang-orang itu tentulah tokoh-tokoh Hek-tung Kai-pang kelas tiga atau dua.

Hal ini memang benar.

Yang mengenakan tali biru adalah tokoh tingkat tiga dan yang mengenakan tali merah adalah dari tingkat dua.

Tingkat satu hanya ada tiga orang saja, yakni merupakan murid-murid113 kepala Liong-tung Lo-kai dan mengenakan tali hitam.

Mereka ini tadi mendengar betapa ada seorang gadis cantik telah merobohkan saudara-saudara mereka, bahkan yang dua orang agaknya tewas dan yang lain luka-luka berat.

Liong-tung Lo-kai yang dikabari berita ini tentu saja merasa marah.

Hari itu adalah hari ulang tahunnya, bagaimana ada orang berani mengacau di dalam sarangnya? Apalagi ketika diketahuinya yang mengacau adalah seorang gadis cantik yang usianya ditaksir tidak lebih dari sembilanbelas tahun! Maka diperintahkannya anggauta dari tingkat dua dan tiga untuk menangkap pengacau itu.

Tingkat satu tetap berada di situ untuk mengurus dan menyambut datangnya beberapa tokoh penting.

Lagi pula Liong- tung Lo-kai menganggap bahwa dengan majunya anggauta-anggauta tingkat dua dan tiga yang masih dibantu oleh beberapa teman mereka tentu gadis itu akan dapat ditangkap.

Kali ini Liong-tung Lo-kai salah perhitungan.

Dia tidak tahu siapa adanya gadis itu.

Kalau saja dia tahu, tentu agaknya dia sendiri yang akan maju ! Siapakah sebetulnya gadis baju hijau yang amat lihai itu? Dia bukan lain adalah Kwan Pek Hong, murid114 tunggal yang amat disayang dari seorang hwesio Tibet yang berjuluk Ta Bhok Hwesio! Bagi para pembaca yang telah membaca ceritera "Hancurnya Sebuah Kerajaan"

Yang lalu, tentu telah berkenalan baik dengan gadis ini.

Gara-gara Yap-goanswe-lah maka Pek Hong hari itu tiba di kota Hun-kiang.

Seperti kita ketahui, gadis yang cantik manis ini telah jatuh hati terhadap jenderal muda itu.

Namun, ketika diketahuinya betapa pemuda itu telah mempunyai seorang kekasih yang ternyata berkhianat, baik berkhianat terhadap Kerajaan Yueh maupun berkhianat dalam cinta kasihnya terhadap bekas jenderal muda yang gagah perkasa itu, gadis ini mengalami pukulan batin yang hebat.

Diam-diam timbul cemburu dan sakit hatinya terhadap kekasih Yap-goanswe yang bernama Siu Li itu, murid seorang nenek iblis yang telah tewas dan bernama Mo-i Thai-houw.

Dia merasa terharu dan kasihan kepada Yap-goanswe yang diketahuinya telah dipermainkan oleh Siu Li si iblis cantik berhati palsu.

Perasaan ini bahkan semakin memperdalam cinta kasihnya terhadap pemuda yang tampan gagah dan yang amat dikaguminya itu dan diam-diam gadis ini lalu bertekad untuk mencari Siu Li dan diajak membuat perhitungan!115 Rasa cemburu dan sakit hati telah membakar gadis ini.

Dia menganggap bahwa Siu Li telah membuat dosa besar.

Pertama adalah berpura-pura membantu Yueh yang dipimpin oleh jenderal muda itu dan yang ternyata akhirnya adalah merupakan seorang mata- mata dari Wu, dan yang kedua adalah sikap palsunya terhadap Yap-goanswe, memikat hati jenderal muda itu dan mempermainkannya! Dua hal inilah yang menjadi alasan bagi Pek Hong untuk mencari Siu Li dan dimintai pertanggungan jawabnya.

Dia tidak terima dan akan membuat perhitungan! Gadis ini dahulu pernah membantu Bu Kong ketika pemuda itu memimpin pasukan Yueh dan melawan Wu-sam-tai ciangkun, maka pengkhianatan Siu Li terhadap Yueh membuatnya marah sekali.

Akan tetapi, yang membuat gadis ini meluap kemarahannya adalah kenyataan betapa Siu Li mempermainkan pemuda yang amat dikaguminya itu dalam asmara.

Hal ini dianggapnya sangat hina dan memalukan dan pandangannya terhadap Siu Li berbalik seratus delapanpuluh derajat, ia menganggap bahwa Siu Li adalah seorang iblis betina yang tidak tahu malu! Gadis itu perlu dicari dan dibunuh! Inilah tekadnya yang sudah bulat.

Dan karena Pek Hong tahu betapa lihainya Siu Li, maka dia lalu memperdalam ilmunya kepada suhunya dan setelah merasa cukup kuat, pergilah dia untuk memulai pencariannya.

Kota demi116 kota dimasuki dan iapun telah mencari musuhnya itu dimana-mana.

Namun sama sekali belum juga dia dapat menemukan Siu Li.

Bahkan, dalam perjalanannya ini gadis itu menerima berita yang amat mengejutkan hatinya tentang Yap- goanswe, betapa jenderal muda itu dipecat dari kedudukannya dan hendak dihukum mati oleh Yun Chang karena perjinaannya bersama Bwee Li selir tersayang dari raja muda itu! Dan, sebagaimana biasanya berita yang tersiar dari mulut ke mulut, orang suka membumbui cerita itu supaya menjadi lebih hebat lagi.

Dikabarkan oleh orang-orang ini, yaitu orang-orang yang tidak menyenangi pemuda itu, betapa sebenarnya bukan hanya Bwee Li sajalah yang bermain gila dengan pemuda itu, melainkan hampir semua selir Yun Chang semuanya sudah pernah ditiduri oleh jenderal muda itu! Bukan main kagetnya hati Pek Hong.

Wajahnya sampai menjadi pucat dan bermacam perasaan mengaduk hatinya.

Terdapat kemarahan dan ke- muakan yang luar biasa di hatinya terhadap pemuda itu.

Siapa kira, pemuda yang dulunya amat sopan dan alim itu kiranya hanya di luarnya saja, di dalamnya ternyata merupakan seorang pemuda hidung belang dan pemogoran !117 Dan berita hancurnya Kerajaan Yueh yang diserbu oleh pasukan Wu yang kuat juga cukup mengguncangkan perasaannya, ia mendengar pula betapa Yun Chang akhirnya tewas dan banyak panglima-panglima gagah dari Yueh binasa.

Hanya sedikit saja yang dapat meloloskan diri dan kabarnya mereka ini dikejar-kejar oleh Wu-sam-tai-ciangkun.

Sejenak gadis ini tertegun.

Hancurnya Yueh di tangan musuh hanya sedikit saja mengguncang perasaannya.

Akan tetapi berita hebat mengenai Yap Bu Kong benar-benar membuatnya tidak mampu bicara.

Hatinya terlampau sakit, terlampau marah dan kecewa ketika dia mendengar perbuatan pemuda itu.

Dia sampai melakukan perjalanan kali ini adalah antara lain untuk membela pemuda itu.

Siapa nyana, pemuda yang dibelanya ternyata seorang pemuda bejat dan tidak tahu malu.

Sekarang ia tidak dapat membedakan lagi, mana yang lebih tidak tahu malu, Yap-goanswe ataukah Siu Li?! Karena dilanda kebingungan inilah akhirnya Pek Hong termangu-mangu dan ia tidak tahu lagi untuk apakah dia sekarang melakukan perjalanan.

Kakinya melangkah ke mana dia suka dan akhirnya di pagi hari itu gadis ini memasuki kota Hun-kiang.

Hatinya sedang tidak senang dan marah teringat perbuatan pemuda itu, maka gangguan pengemis-pengemis baju hitam ini membuatnya cepat naik darah.118 Begitu melihat betapa belasan orang-orang Hek-tung Kai-pang ini maju sambil berteriak-teriak dan menyerbu dengan senjata mereka, Pek Hong melengking nyaring dan sekali tangannya bergerak, terdengarlah suara "srett!"

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan rantai perak yang tadi menghias pinggangnya yang ramping telah dicabut dan berputaran di depan tubuhnya.

"Tar-tar-tarr....!"

Rantai perak itu menjetar nyaring di udara dan sekali tubuhnya melompat, sinar putih berkilauan menyambar datangnya belasan orang ini.

"Wuuttt....trak-trak-cringg......!"

Tiga orang anggauta Hek-tung Kai-pang yang berada paling depan menjerit dan roboh terjungkal, senjata mereka mencelat entah ke mana begitu bertemu dengan senjata gadis itu.

Dan sebelum mereka hilang kagetnya, tahu-tahu leher mereka dihantam rantai perak itu dan tanpa mengeluh lagi tiga orang ini semaput! Tokoh-tokoh Hek-tung Kai pang tingkat dua dan tiga terkejut sekali melihat kehebatan gadis baju hijau ini.

Anggauta yang bertali biru, yaitu sebanyak enam orang, berteriak memperingatkan yang lain agar hati- hati dan mereka ini lalu berpencar dan mengeroyok Pek Hong dari depan dan belakang.

Sedangkan anggauta bertali merah yang berjumlah empat orang mengepung dari samping kiri dan kanan dan sisanya119 yang lain membantu dalam saat-saat yang tidak terduga.

Terjadilah pertempuran yang lebih seru dari pada tadi.

Gadis ini dikeroyok dari segala penjuru dan tidak diberi kesempatan untuk berhenti bergerak.

Terpaksa Pek Hong lalu mengerahkan ilmunya meringankan tubuh dan mulailah bayangan hijau berkelebatan di antara belasan batang tongkat hitam itu.

Angin sambaran tongkat dari tokoh-tokoh bertali biru dan merah mendengung kuat, tanda bahwa tongkat-tongkat di tangan mereka digerakkan oleh tenaga lweekang yang cukup tinggi dan terhadap tokoh-tokoh inilah gadis itu lebih mencurahkan perhatiannya.

Orang-orang di pinggir jalan yang menonton pertandingan ini menjadi tegang hatinya dan mereka tidak melihat betapa di antara mereka seorang pemuda menyelinap kesana-sini untuk dapat berada di depan dan sikapnya sedikit mencurigakan.

Pemuda ini mengenakan pakaian pelajar yang terbuat dari bahan sederhana.

Wajahnya cakap dan sepasang matanya tajam membayangkan kecerdikan.

Tubuhnya sedang akan tetapi tegap dan kuat dan hal ini agak aneh bagi kebanyakan pelajar yang biasanya bertubuh lemah dan ringkih karena hanya otak120 mereka sajalah yang diberi makanan berupa buku- buku filsafat.

Setelah dia dapat menonton dengan enak di muka sendiri, pemuda ini tampak kagum dan sepasang matanya bersinar-sinar dan air mukanya me- nunjukkan bahwa dia sedang gembira.

Berkali-kali mulutnya mengeluarkan seruan kagum dan memuji kalau melihat Pek Hong mengelak dari belasan tongkat yang menyambar dan menvaksikan betapa dengan gerakan yang amat sebat sekali dara baju hijau itu telah membalas serangan-serangan lawannya.

Suatu ketika, anggauta Hek-tung Kai-pang tingkat rendahan yang membantu dari luar itu melihat kesempatan baik.

Gadis itu sedang dicecar hebat oleh sepuluh tokoh-tokoh tingkat dua dan tiga yang menyerang dari belakang, depan, samping kiri dan kanan.

Sedemikian hebatnya serangan-serangan ini karena mereka itu susul-menyusul seperti gelombang lautan dan gadis itu terpaksa merobohkan diri bergulingan.

Melihat betapa tubuh gadis itu bergulingan di atas tanah, orang-orang ini berteriak keras dan senjata mereka menyambar ke bawah dengan cepat.

Mereka kali ini merasa yakin bahwa gadis itu tentu akan dapat mereka robohkan.

Sama sekali tidak121 menyangka bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Pek Hong sebenarnya hanyalah siasat belaka.

Gadis baju hijau ini yang melihat betapa tokoh-tokoh Hek-tung Kai-pang tingkat dua dan tiga itu ternyata membuatnya repot karena serangan-serangan mereka cukup berbahaya juga, diam-diam merasa mendongkol dan gemas terhadap tokoh-tokoh rendahan yang menyerangnya dari luar seperti lakunya seorang pencuri.

Oleh sebab itu, ia lalu menggunakan siasat yang disebut "memukul yang lemah duluan, menghadapi yang kuat belakangan".

Demikianlah, dengan gerakan Trenggiling Berguling Miring, gadis ini lalu berpura-pura roboh dan terus melanjutkan gerakan ini dengan gulingan cepat dan tangan kirinya tidak tinggal diam, secepat kilat meraup pasir yang segera disawutkan ke arah pengemis-pengemis bertali biru dan merah, sementara sepasang kakinya melakukan tendangan berputar bertubi-tubi ke arah lutut tokoh-tokoh rendahan dari Hek-tung Kai-pang ini.

Akibatnya sungguh hebat.

Pengemis-pengemis bertali biru dan merah yang tidak menduga sedikitpun juga akan akal nona itu, berseru kaget ketika melihat benda-benda hitam bertaburan ke muka mereka.

Orang-orang ini tadinya sudah bersiap-siap untuk melancarkan serangan penutup apabila gadis itu melompat bangun dan berhasil lolos dari serangan saudara-saudara mereka.

Siapa kira, dalam keadaan122 bergulingan itu lawan mereka ini menyambitkan pasir-pasir tanah yang banyaknya sudah tidak terhitung lagi.

Tentu saja mereka gelagapan dan beberapa butir pasir masih sempat memasuki mata mereka yang menjadi pedih dan tak dapat dibuka.

Dan pada saat itulah terdengar teriakan-teriakan kaget di sana-sini.

Orang-orang Hek-tung Kai-pang tingkat rendahan yang tadinya sudah merasa girang karena yakin tubuh gadis itu akan terkena senjata mereka, merasa terkejut sekali karena dengan gerakan secepat kilat dan indah luar biasa Pek Hong telah melejit dengan gerakan Lee-hi-ta-teng (Ikan Le Melompat).

Semua tongkat yang tadi menyambar otomatis tak mengenai sasaran dan sebelum mereka menarik kembali senjata masing-masing, tahu-tahu tendangan gadis itu telah mengenai sambungan lutut mereka.

"Des-des-desss.....aduhhhh!"

Lima orang tertotok oleh ujung sepatu gadis itu dan segera mereka terpelanting jatuh dengan lutut terlepas sambungan tulangnya.

Dan sementara tokoh-tokoh tingkat dua dan tiga memaki-maki karena mata mereka belum dapat dibuka, gadis itu sudah meloncat ke depan dan rantai perak di tangan kanannya bekerja dibantu oleh kakinya yang123 menendangi sambungan lutut lawan.

"Plak-plak, dess......... aughh!"

Berturut-turut sepuluh orang Hek-tung Kai-pang ini menjerit kesakitan dan seperti saudara-saudara mereka yang lain, mereka inipun juga roboh berpelantingan, tongkat di tangan sudah melayang entah ke mana disambar rantai perak yang tidak mengenal ampun! Tentu saja peristiwa ini amat mengagumkan hati dan pemuda pelajar yang sejak tadi menonton dengan mata bersinar-sinar, bertepuk tangan sambil berseru.

"Bagus, lihai sekali!"

Dan dia lalu tertawa-tawa geli menyaksikan para pengemis itu merintih-rintih dan menggeliat-geliat di atas tanah.

Pek Hong menghapus peluhnya dan menoleh setelah menyimpan rantai perak itu yang kini sudah melibat lagi pinggangnya yang ramping.

Melihat betapa pemuda pelajar itu tertawa-tawa dan sepasang matanya memandang penuh kekaguman terhadapnya, gadis ini tiba-tiba menjadi merah pipinya.

Entah mengapa, pandang mata dan pujian itu membuat mukanya terasa panas dan hatinya berdebar aneh.

Ia cepat membuang muka dan tiba-tiba gadis ini terkejut ketika melihat betapa di dekatnya telah124 berdiri tiga orang laki-laki yang bersikap angker dengan mata tajam sedang memandangnya dengan wajah keruh.

Pek Hong terkejut dan ia menjadi heran ketika melihat betapa para penonton yang tadi berdiri di sekitar mereka tiba-tiba mengeluarkan suara ketakutan dan mereka itu semuanya segera mundur- mundur menjauhi! Tentu saja hal ini amat menarik perhatiannya dan gadis ini lalu memandang tiga orang laki laki itu penuh perhatian.

Mereka adalah tiga orang yang usianya sekitar empatpuluhan tahun dan yang tertua bermuka merah.

Melihat betapa tiga orang ini mengenakan baju tambal-tambalan, mudah diduga bahwa orang-orang inipun tentu masih kerabat dengan belasan anggauta Hek-tung Kai-pang yang dirobohkannya.

Dan melihat tali hitam yang melingkar di pinggang serta sinar mata yang tajam menusuk, tahulah gadis ini bahwa dia agaknya berhadapan dengan lawan-lawan yang memiliki kepandaian lebih tinggi daripada orang-orang tadi.

Gadis itu tersenyum mengejek dan dengan tenang ia melangkah maju dua tindak.

"Apakah kalian teman tikus-tikus ini?"

Tanyanya sambil menuding belasan orang yang masih merintih-rintih itu.

"Jika demikian, tentu kalian hendak membalas dendam. Nah, majulah agar aku tidak tanggung-tanggung membasmi penjahat penjahat rendah macam kalian ini!"125 Tiga orang itu memandang dengan sinar berapi namun mereka agaknya menahan diri dan tidak melayani tantangan ini. Si muka merah melangkah ke depan, tangannya menyodorkan sebuah surat dan berkata dengan suara dingin.

"Kalau nona benar- benar seorang gagah, kami tunggu kedatanganmu di markas Hek-tung Kai-pang. Pangcu melarang kami untuk membuat onar di sini dan hanya mengirimkan surat untuk nona. Terimalah!"

Dan dia lalu menyambitkan surat itu yang meluncur ke depan setelah tadi mengerahkan lweekangnya.

"Wuuttt!"

Pek Hong cepat menangkap dan gadis ini diam-diam terkejut ketika telapak tangannya tergetar.

Tahulah ia bahwa si muka merah itu memang memiliki tenaga lweekang kuat dan ia harus berhati-hati.

Akan tetapi, seperti yang sudah menjadi wataknya, dara ini sama sekali tidak mengenal takut.

Kata-kata "berani"

Tadi bahkan semakin membakar hatinya. Dia mendengus marah dan berkata kepada tiga orang itu.

"Sampaikan kepada pangcu kalian bahwa aku pasti datang. Ingin aku melihat apa yang hendak dilakukan oleh orang-orang Hek-tung Kai-pang yang agaknya pandainya hanya mengeroyok orang!"

Tiga orang itu tidak menjawab hanya muka mereka saja yang menjadi semakin merah karena marah.126 Mereka membalikkan tubuh dan menolong saudara- saudara mereka yang roboh di sana-sini itu.

Dua orang yang tewas mereka panggul dan akhirnya beramai-ramai orang-orang Hek-tung Kai-pang ini berlompatan pergi setelah melempar pandang mata penuh ancaman terhadap gadis itu yang masih berdiri dengan sikap angkuh.

Pek Hong memutar tubuh dan ia sudah tidak melihat lagi penduduk Hun-kiang yang tadi merubung tempat itu.

Agaknya orang-orang ini ketakutan dan lari pulang.

Apalagi setelah tadi mereka mendengar betapa gadis itu menerima tantangan Hek tung Kai- pang dan hendak menemui musuh-musuhnya di markas pusat.

Sungguh kelewat berani.

Mana mungkin hanya seorang diri saja melawan sekian banyaknya orang-orang Hek-tung Kai-pang? "Eh, nona, kau sungguh sembrono! Hek-tung Kai- pang adalah orang-orang jahat dan licik, mengapa kau hendak ke sana secara berterang? Wah, celaka......

itu amat berbahaya !"

Pek Hong kaget bukan main.

Dia sudah tidak melihat seorangpun di tempat itu, bagaimana ada orang bicara demikian dekat dengannya? Cepat dia membalik dan tahu-tahu si pelajar yang tadi disangkanya sudah pulang itu tiba-tiba saja berada di belakangnya dan enak-enak nyerocos bicara !127

"Ehh, kau........?!?"

Gadis ini terbelalak dan sejenak tertegun bingung. Pemuda itu tertawa.

"Kenapa, nona? Kau kelihatannya seperti orang kaget. Apakah aku mengejutkanmu?"

Pek Hong sudah dapat menekan hatinya dan menjawab.

"Benar, kau memang mengagetkan hatiku. Kau seperti iblis saja, tahu-tahu sudah berada di sini. Bukankah orang-orang lain sudah pergi semua? Untuk apa kau tinggal di sini dan tidak pulang seperti yang lain?"

"Pulang?"

Pemuda itu mengulang kata-kata ini dan wajah yang tampan itu tampak muram dan alis yang gagah itu berkerut. Dia menghela napas panjang lalu berkata.

"Nona, pelajar miskin seperti aku ini mana punya rumah? Aku hidup seperti burung. Langit adalah atap rumahku dan bumi merupakan tempat tidurku. Aku berselimutkan angin dan berbantal lengan, tidak bersanak tidak berkadang. Kawan- kawanku adalah sepasang kaki dan tangan ini yang membantuku hidup sampai hari ini. Aku pelajar sial yang tidak beruntung dan selalu dirundung malang............."

Ucapan ini terdengar mengharukan dan Pek Hong merasa kasihan.

"Kau......... apakah punya uang?"128 pertanyaan ini meluncur dari mulutnya seakan-akan tanpa disadari dan pemuda itu tampak terkejut mendengar pertanyaan yang aneh ini.

"Uang?"

Dia terbelalak.

"Uang untuk apa, nona? Tadi aku sudah bilang bahwa aku adalah pelajar miskin. Dari mana aku bisa memperoleh uang? Sedang untuk makanku sehari-hari saja aku harus menjual tenaga kepada orang yang mau memakai tenagaku. Kalau tidak ada yang mau paling-paling aku pergi ke hutan mencari apa adanya yang bisa dimakan. Nona, pertanyaanmu aneh sekali, dan untuk apakah kau menanyakan uang kepadaku? Apakah kau memerlukannya? Ahh, sayang, aku sama sekali tidak punya dan....."

Pemuda ini menghentikan kata-katanya dan sepasang matanya semakin terbelalak lebar. Dia melihat gadis itu merogoh sakunya dan terdengar suara berkerincingan dan ketika tangan yang halus putih itu diangkat, tampaklah segenggam uang perak berkilauan.

"Nih, terimalah untuk bekalmu......."

Pek Hong yang merasa kasihan lalu memberikan uang itu kepada si pemuda pelajar. Akan tetapi gadis ini kaget ketika tiba-tiba pemuda itu melangkah mundur dan wajah yang tampan itu129 kelihatan merah tanda marah.

"Nona!"

Pemuda itu membentak.
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Kalau tadi aku menceritakan kemiskinanku, bukanlah maksudku untuk memohon belas kasihan kepadamu! Siapa sudi menerima uang dari seorang wanita? Aku tidak butuh kasihan orang lain dan tidak minta dikasiha ni ! " ( Bersambung

Jilid ke III.) Pendekar Gurun Neraka ? Batara

Jilid 2130 PENDEKAR GURUN NERAKA Karya BATARA

Jilid 3 DENGAN sikap marah pemuda itu lalu membalikkan tubuh dan melangkah pergi ! Pek Hong tertegun dan mukanya menjadi merah.

Sama sekali tidak disangkanya bahwa maksud baiknya diterima salah oleh pelajar itu.

Diam-diam hatinya mendongkol dan panas.131

"Hemm, pemuda yang angkuh dan tinggi hati!"

Pikirnya marah. Gadis ini lalu menyimpan uangnya dan sejenak mengikuti kepergian siucai itu dengan pandang matanya. Akan tetapi betapa heran dan terkejut hatinya ketika ia sudah tidak melihat bayangan pemuda tadi! "Ehh, ke mana dia?"

Serunya heran dan matanya berputar ke sekeliling tempat itu, namun siucai yang dicarinya itu ternyata memang telah lenyap! Terkejutlah gadis ini dan teringatlah ia akan kedatangan pemuda tadi yang juga amat tiba-tiba dan tahu-tahu telah berada di belakangnya tanpa ia sadari.

Kini, seperti datangnya tadi, tanpa diketahuinya pemuda itupun juga lenyap dengan amat cepatnya.

Berdebarlah hatinya dan mulailah ia menaruh curiga.

Melihat gelagatnya, siucai itu agaknya bukan sembarang orang! "Hemm, aku harus berhati-hati,"

Katanya perlahan dan wajah tampan dari pemuda pelajar itu dengan keangkuhan sikapnya mulai menarik perhatiannya.

Akan tetapi, teringat urusannya dengan Hek-tung Kai-pang segera lamunannya tentang pemuda itu membuyar.

Cepat surat yang masih digenggamnya itu dibaca dan alis yang hitam panjang dari gadis ini132 berkerut marah.

Liong tung Lo-kai, ketua Hek-tung Kai-pang, mengundangnya datang ke markas sebagai tamu kehormatan jika ia bernyali naga.

Namun, apabila ia takut, ketua yang sombong itu menyuruhnya datang untuk minta ampun dan menerima dosa! Pek Hong tersenyum mengejek, sama sekali tidak merasa gentar menerima surat tantangan dari ketua Hek-tung Kai-pang.

Di tengah perjalanannya sedikit banyak ia memang telah mendengar tentang kekejaman-kekejaman perkumpulan pengemis ini, maka kebetulan sekali ia sekarang bertemu dengan penjahat-penjahat itu.

Ia akan datang, dan hendak diobrak-abriknya sarang penjahat berkedok pengemis yang sebenarnya merupakan pemeras-pemeras keji itu! Demikianlah, dengan sikap tabah dan tenang gadis ini kemudian meninggalkan tempat itu, pura -pura tidak tahu betapa beberapa pasang mata meng- intainya dari jauh, mata orang-orang Hek-tung Kai- pang ! Pada saat itu, pesta ulang tahun di markas pusat perkumpulan Hek-tung Kai-pang mengalami sedikit keguncangan.

Datangnya anggauta-anggauta yang terluka dan dipapah serta dua orang anggauta yang tewas membuat semua mata terbelalak kaget.133 Kenyataan ini sungguh mengejutkan bagi mereka, apalagi setelah mereka mendengar betapa yang merobohkan saudara-saudara mereka, itu hanyalah seorang gadis cantik berusia sembilan belasan tahun! Liong-tung Lo-kai sendiri menjadi amat marah dan geram.

Mata picaknya berputar liar dan sorot kekejaman membayang di mata tunggalnya itu.

Diam-diam pikirannya sudah mencari-cari pembalasan apa yang hendak ditimpakannya kepada gadis yang berani mati menentang perkumpulannya.

Akan tetapi di samping ini dia menjadi waspada dan maklum bahwa lawannya yang masih muda itu tentu bukan gadis sembarangan.

Setidak-tidaknya merupakan murid dari seorang tokoh besar yang belum diketahuinya dan hal ini membuat kakek itu bersikap hati-hati.

Laporan dari para penyelidik yang mengatakan bahwa gadis cantik itu ternyata menerima "undangan"

Ketua Hek-tung Kai-pang dan kini sedang menuju ke tempat itu membuat orang-orang menjadi berisik dan muncullah ketegangan di situ.

Dua orang tamu kehormatan dan merupakan teman lama Liong-tung Lo-kai yang bernama Hwa-tok- ciang Kim Siang dan Mo-kiam Sie Giam Tun diam- diam merasa tegang dan berdebar hati mereka.134

"Gadis itu berani mati sekali,"

Pikir mereka.

"Dan ini semua tentu mengandalkan kelihaiannya, hmm, ingin kita melihat siapa gerangan dia dan tentu bakal terjadi keramaian di sini."

Apa yang dipikirkan oleh dua orang itu agaknya memang akan menjadi kenyataan dan seperti biasanya sudah menjadi watak orang-orang kang- ouw yang berkepandaian tinggi, mendengar kelihaian seseorang membuat tangan mereka gatal-gatal untuk membuktikan sendiri.

"Pangcu, biarkanlah aku saja yang menangkapnya. Hitung-hitung sebagai hadiah ulang tahunmu!"

Mo- kiam Sie Giam Tun si ahli pedang berkata mendahului yang lain dan sepasang matanya bersinar-sinar gembira.

Membayangkan betapi lawannya adalah seorang wanita muda yang cantik, orang ini sudah mengilar dan ingin dia memper - mainkan gadis itu.

Tokoh ini memang memiliki kepandaian tinggi dan terkenal sekali dengan permainan ilmu pedangnya Hek-mo Kiam-sut (Ilmu Pedang Iblis Hitam) dan dia mempunyai pedang dari besi hitam yang dinamakan Hek-mo-kiam.

Dan seperti biasanya orang-orang golongan sesat, diapun tidak lupa untuk mengoleskan racun di batang pedangnya.

Hal ini terutama kalau dia menghadapi lawan-lawan berat dan sukar135 dikalahkan.

Maka dengan bantuan racunnya, sudah banyak dia merobohkan lawan-lawan kuat.

Di samping itu, Mo-kiam Sie Giam Tun ini juga tergolong orang yang mata keranjang dan menjadi buas kalau menghadapi wanita-wanita cantik.

Hwa-tok-ciang tertawa dan orang yang mendengar suara ketawa tokoh ini pasti akan mengkirik bulu tengkuknya karena suara tawa itu seperti tawa perempuan ! "Heh-heh, hi-hi-hikk! Mo-kiam si hidung belang, jangan kau tergesa-gesa maju dulu.

Siapa tahu begitu maju kau lalu jatuh tunggang-langgang? Ihh, seorang gadis cantik yang berani menentang Hek-tung Kai- pang tentulah bukan gadis lemah seperti yang biasa kaupermainkan, hi-hik!"

Hwa-tok-ciang lalu terkekeh-kekeh dan matanya mengerling kesana kemari dengan sikap genit.

Bagi yang sudah mengenal baik tokoh ini, tentu tidak akan merasa heran karena Hwa-tok-ciang ini adalah seorang tokoh banci yang gemar pemuda-pemuda ganteng! Si Pedang Iblis mendengus marah karena diejek dan dia menepuk pedangnya.

"Hwa-tok-ciang, sepandai- pandainya seorang wanita, apalagi masih muda belia,136 sampai di manakah tingkatnya? Aku yakin dengan Hek mo kiam pasti akan dapat merobohkannya. Kau tahu, berapa banyak lawan-lawanku yang tangguh roboh di ujung pedang ini? Sudah tidak terhitung banyaknya! Hek-mo-kiam tidak pernah gagal dalam melaksanakan tugasnya!"

Orang ini bersombong.

Tokoh banci itu hanya tertawa-tawa genit dan sepasang matanya menyambar-nyambar ke sekeliling dan akhirnya berhenti kepada wajah tampan seorang pelajar yang duduk dibagian tamu-tamu biasa! Melihat siucai tampan itu, sepasang mata Hwa-tok- ciang bersinar penuh nafsu.

Sudah seminggu ini dia tidak sempat mencari korban, dan kini secara tak disengaja tiba-tiba dia mendapatkan pemuda tampan di tempat itu.

Sungguh kebetulan! "Eh, pangcu, dia siapakah?"

Hwa-tok ciang berbisik perlahan kepada tuan rumah dan matanya menunjuk pemuda yang sudah diincarnya itu.

Liong-tung Lo-kai mengerutkan alisnya, diam-diam merasa mendongkol kepada rekannya ini yang hendak mencari kesenangan pribadi padahal dia sedang menghadapi musuh yang akan datang menyatroni.

Namun untuk menghormat tamu ter- paksa dia mengikuti pandangan tokoh banci ini dan melihat pelajar tampan yang duduk di bagian tamu biasa, dia menjawab.137

"Hwa-tok-ciang, golongan tamu-tamu biasa begitu mana aku bisa kenal? Paling-paling dia adalah penduduk Hun-kiang, mungkin mewakili ayahnya datang ke sini. Mau apa kau tanya-tanya? Huh, agaknya seleramu bangkit setiap melihat wajah ganteng. Dasar banci!"

"Hi-hi-hikk!"

Hwa-tok-ciang terkekeh sambil menutupi mulutnya dengan sikap kemayu, melirik ke arah Liong-tung Lo-kai dan berkata.

"Pangcu, agaknya kau cemburu melihat kesenanganku, ya? Ihh, jangan begitu dong, kan isteri-isterimu banyak? Apalagi kalau nanti Mo-kiam bisa menangkap dan mempersembahkan gadis itu, tentu kau dapat me- muaskan hati. Bukankah seekor kuda betina liar lebih menggairahkan daripada selir-selirmu yang lemah itu?"

Kakek ini mendengus tidak menjawab dan tiba-tiba matanya memandang tajam ke depan.

Seorang gadis cantik berbaju hijau melangkah masuk dengan sikap tenang dan anggauta-anggauta Hek-tung Kai-pang yang berdiri di luar pintu gerbang tiba-tiba menyibak minggir! Itulah Pek Hong, murid hwesio sakti Ta Bhok Hwesio yang bernyali naga! Ruangan gedung yang tadi bising dengan suara berisik, tiba-tiba sirap tanpa suara dan138 semua mata memandang kedatangan orang yang ditunggu-tunggu ini.

Gadis itu tersenyum mengejek dan orang-orang Hek- tung Kai-pang yang mendengar kelihaian dara ini memandang gentar namun gadis itu terus memasuki gedung.

Walaupun sikapnya seakan-akan tak perduli terhadap keadaan sekeliling, akan tetapi sesungguhnya gadis ini bersikap waspada.

Dengan langkah kaki ringan dan tenang gadis berjalan menuju ke kursi kehormatan dan akhirnya berhenti.

Sepasang matanya yang jeli bening itu memandang tamu di bagian itu satu persatu dengan sinar mencorong dan akhirnya beradu pandang dengan seorang kakek picak sebelah yang duduk dilindungi sebuah meja kecil penuh hidangan.

Dari pendengarannya tentang Hek-tung Kai-pang, gadis ini sedikit banyak telah mendengar ciri-ciri Liong-tung Lo-kai, yaitu seorang kakek bermuka buruk dan buta sebelah, kakinya pincang dan agak bongkok akan tetapi yang dikabarkan orang memiliki kepandaian tinggi.

Maka begitu melihat kakek berpakaian hitam dari sutera halus dan mahal yang bajunya disulam dengan gambar sebatang tongkat berwarna kuning, tahulah ia bahwa inilah ketua Hek- tung Kai-pang yang dijuluki orang Liong-tung Lo-kai atau Pengemis Tua Bertongkat Naga! Hanya dia tidak139 melihat di mana tongkat sang ketua itu, mungkin disembunyikan di suatu tempat.

"Hek-tung Kai-pangcu (ketua Hek-tung Kai-pang), beginikah caramu menyambut tamu? Apakah kau tidak memberi didikan sopan-santun kepada anak buahmu yang menyambut tamu dengan mata melotot seperti kucing kelaparan?"

Pek Hong memecahkan kesunyian dengan suaranya yang halus dan nyaring.

Karena semua orang agaknya sedang menahan napas melihat keberanian gadis yang luar biasa ini, maka kata-kata itu terdengar amat lantang dan semua orang dapat mendengarnya.

Liong-tung Lo-kai sendiri yang diam-diam merasa marah sejenak tertegun dan silau oleh kecantikan gadis itu.

Sama sekali tidak disangkanya bahwa lawan yang mengacau Hek-tung Kai-pang ternyata demikian cantik manisnya! Seketika nafsu berahinya timbul dan kalau tadinya dia berniat untuk membunuh gadis itu, sekarang timbul pikiran lain.

Tidak.

Dia tidak hendak membunuh gadis ini, akan tetapi hendak menangkapnya hidup-hidup dan kalau gadis itu mau dijadikan isterinya, tentu akan merupakan seorang pembantu yang memuaskan.

Selain dapat memperkuat kedudukan Hek-tung Kai- pang, juga sekaligus merupakan teman bermain cinta yang hebat! Dia sudah mulai bosan dengan wanita-140 wanita yang lemah dan yang pandainya hanya menangis itu, dan dia ingin mendapatkan gadis seperti ini, kuat dan bernyali naga! Liong-tung Lo-kai tiba-tiba tertawa karena hatinya memang gembira setelah dia mendapatkan rencana itu dan anggauta-anggauta Hek-tung Kai-pang yang tadinya mengira bahwa ketua mereka tentu akan menyambut musuh dengan sikap bengis, menjadi heran dan tidak mengerti mengapa ketua mereka tertawa seperti itu.

"Bagus, ha-ha-ha! Nona sungguh bernyali besar dan pantas menjadi tamu kehormatanku. Nona, kalau kami belum sempat mempersilahkanmu duduk, maaf, sekarang juga aku mempersilahkan nona duduk dan menikmati hidangan. Terimalah!"

Kaki Liong-tung Lo-kai tiba-tiba menendang meja kecil di depannya yang penuh hidangan itu dan tangannya menyambar sebuah kursi dan melemparkannya secepat kilat ke arah gadis itu.

Semua mata terbelalak.

Hebat sekali apa yang dipertunjukkan oleh ketua Hek-tung Kai-pang ini.

Meja yang penuh hidangan makanan itu terbang meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa, dan anehnya, tidak ada satupun mangkok piring yang terguling! Dan kursi yang dilemparkan terakhir oleh tangan kakek itu tiba-tiba mengeluarkan suara141 bercuit dan mendadak mendahului terbangnya meja berikut hidangannya, menyambar kepala Pek Hong.

Demonstrasi yang dipertunjukkan oleh Liong -tung Lo-kai memang luar biasa.

Hanya orang dengan lweekang yang sudah mencapai tingkat tinggi142 sajalah yang bisa mengirim serangan seperti itu, yang membuat segala benda di atas meja seakan-akan lengket dan tidak akan jatuh.143 Akan tetapi apa yang diperlihatkan oleh gadis itu ternyata lebih luar biasa lagi.

Pek Hong yang melihat betapa kursi itu terbang ke arahnya mendahului meja yang penuh makanan, menggerakkan kedua tangannya dan secepat kilat ia telah menangkap kursi itu, meletakkan di atas lantai dan.......

berjungkir balik di atas kursi dengan kepala di bawah kaki di atas, lalu ketika meja kecil itu datang, dengan kedua kakinya gadis ini menyambut meja itu! "Tapp........!"

Tampaklah pemandangan yang amat luar biasa sekali.

Gadis cantik itu berjungkir balik di atas kursi dan sepasang kakinya menyangga meja berikut hidangan yang ada tanpa sedikitpun ada yang tumpah! Gemparlah ruangan itu.

Semua orang terkejut sekali melihat kelihaian dara remaja ini dan Liong-tung Lo- kai sendiri terbelalak kaget dan mata tunggalnya melotot lebih lebar! "Ahh.......!"

Kakek ini berseru terkejut, maklum bahwa agaknya dalam hal lwekang, dara cantik itu tidak berada di sebelah bawah tingkatnya! Sedangkan Mo-kiam Sie Giam Tun dan Hwa-tok- ciang juga terperanjat di dalam hati mereka.

Si Pedang Iblis ini yang tadi bersombong di depan orang144 lain, kini setelah menyaksikan kehebatan gadis itu terpaksa tidak berani memandang rendah.

Akan tetapi teringat akan usulnya sendiri, tokoh ini sudah melompat dari kursinya dan biar bagaimanapun juga, dia merasa bahwa dengan ilmu pedangnya Hek-mo Kiam-sut pasti dia dapat merobohkan gadis itu.

Apa yang baru dipertunjukkan oleh lawan adalah tentang kecepatan gerak dan tenaga lweekang yang memang luar biasa, namun tentang kepandaian silat dari gadis baju hijau ini belum dibuktikannya.

Oleh sebab itu, sambil melompat maju orang ini berteriak.

"Pangcu, biarkan aku yang menangkap kucing liar ini!"

Dan sebelum ucapannya habis, tubuhnya menubruk ke depan untuk menangkap gadis yang masih berjungkir balik dengan kepala di bawah itu. Pek Hong mendengus.

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Huhh ....!"

Dan sepa sang kakinya yang menyangga meja kecil itu tiba-tiba digerakkan ke depan.

Akibatnya, meja yang tadi disangganya ini sekonyong-konyong terlempar menyambut datangnya tubrukan Mo-kiam Sie Giam Tun dan karena ia melepaskan daya "sedot"-nya, otomatis segala mangkok piring dan isinya berham- buran keluar menyambar muka Si Pedang Iblis! "Keparat......!"

Sie Giam Tun memaki marah namun dia benar-benar lihai.

Karena tubuhnya sedang145 menubruk ke depan dan tidak ada kesempatan untuk menangkis dan juga karena dia tidak sudi tersiram segala macam kuah masakan, laki-laki ini mengeluarkan seruan keras dan tiba-tiba tubuhnya membalik, berjungkir balik di udara sebanyak tiga kali dan tangannya sudah mencabut Hek-mo-kiam dan membabat kaki dara itu dari atas dengan serangan ganas! Pek Hong terkejut akan tetapi sama sekali ia tidak gugup.

Melihat lawannya dapat mengelak dan bahkan kini menyerangnya dari atas dengan pedang hitamnya yang mengaung dahsyat, gadis ini melakukan perbuatan yang amat berani.

Sambaran pedang Hek-mo-kiam di tangan lawan disambut dengan ujung sepatunya dan kursi yang dipegangnya tiba-tiba digerakkan, diangkat dan dibawa meloncat ke depan mendekati lawan dan dari bawah ia lalu menotok lutut lawan! "Tring-trinngg......eehh......celaka!"

Mo- kiam Sie Giam Tun berseru kaget dan semua penonton juga terbelalak heran.

Pedang Hek-mo- kiam yang disambut ujung sepatu gadis itu tiba-tiba mengeluarkan suara keras seperti bertemu dengan besi atau baja dan terpental ke belakang, dan sementara laki-laki itu terkejut setengah mati, tahu- tahu totokan jari tangan Pek Hong telah tiba di depan146 lututnya! Tentu saja kejadian ini amat mengagetkan Giam Tun dan sambil memekik keras dia cepat menjejakkan kakinya dan berpoksai lima kali menjauhi lawan dan selamat dan serangan berbahaya itu, berdiri dengan muka pucat dan mata terbelalak lebar.

Dalam gebrakan yang berlangsung amat cepatnya ini Si Pedang Iblis yang sombong itu hampir saja roboh dan mukanya menjadi merah saking malu dan marahnya.

Giam Tun hendak menerjang kembali dengan sinar mata beringas, akan tetapi Liong-tung Lo-kai tiba-tiba berseru dan menggoyang tangannya.

"Mo-kiam, tahan dulu kemarahanmu! Harap kau suka duduk sebagai penonton karena dia merupakan tamu kehormatanku. Biarlah pesta ulang tahunku hari ini diramaikan oleh pertunjukan istimewa nona ini,"

Kakek itu berhenti sebentar dan menoleh ke arah tiga orang murid kepalanya yang bertali hitam, memberi isyarat dengan pandang mata dan melanjutkan.

"Kalian majulah dan bentuk Sha-kak- tin untuk menandinginya!"

Dan wajah ketua Hek-tung Kai-pang ini tampak berseri-seri gembira.

Tiga orang murid kepala yang dipimpin oleh si muka merah yang sebelumnya memang telah bertemu dengan gadis itu di dalam kota Hun-kian, melompat maju dengan gerakan cepat dan ringan.147 Tongkat hitam di tangan mereka menggigil karena tiga orang ini menahan marah dan amat membenci gadis yang telah merobohkan dan membunuh sau- dara-saudara mereka.

Sinar mata mereka berapi-api dan sikap mereka penuh ancaman.

Sudah sejak tadi mereka menahan diri dan tidak berani bergerak karena suhu mereka belum memberikan tanda.

Maka, begitu kini ketua mereka menyuruh mereka maju dan membentuk Sha-kak-tin (Barisan Segi Tiga) yang merupakan ilmu gabungan yang dimainkan oleh tiga orang, mereka menjadi girang dan amat bernafsu untuk segera merobohkan gadis itu.

Si Pedang Iblis yang disuruh mundur tampak tidak puas hatinya.

Kekalahan yang hampir dialaminya tadi adalah karena kesalahannya yang memandang enteng lawan.

Juga sama sekali tidak disangkanya bahwa ujung sepatu gadis itu ternyata dilindungi oleh sebatang logam sehingga tadi berani dipakai untuk menangkis pedangnya.

Kalau tadi dia bersikap waspada, tidak mungkin dia akan kalah! Dia masih merasa penasaran dan ingin mencoba lagi sepuasnya, namun karena tiga orang murid kepala Hek-tung Kai- pang telah berdiri menghadapi gadis yang lihai itu, terpaksa sambil menggerutu diapun lalu kembali ke tempat duduknya dengan air muka keruh.

Sementara itu, Pek Hong telah berdiri seperti biasa dan kursi yang tadi dipegangnya sudah dilempar ke sudut ruangan.

Gadis ini berdiri tegak sambil148 bertolak pinggang, dadanya membusung ke depan dan rambutnya agak kusut.

Dalam keadaan seperti ini, ia nampak cantik dan menggairahkan sekali, membuat Liong tung Lo-kai yang sudah mengilar untuk menjadikan gadis itu sebagai isterinya diam- diam menelan ludahnya dan kalamenjingnya naik turun.

"Liong-tung Lo kai, mengapa kau menyuruh si mata sipit itu mundur? Aku tidak mau bekerja kepalang tanggung, suruh saja dia maju sekalian dan boleh kaukerahkan semua anak buahmu. Bukankah sejak dahulu Hek-tung Kai-pang adalah sebuah perkumpulan yang suka main keroyok? Hayo kalian maju semua, dan kau juga Liong-tung Lo-kai, turunlah dari kursimu dan majulah ke sini!"

Si Pedang Iblis yang disindir menjadi merah mukanya dan hendak melompat maju, namun ketua Hek-tung Kai-pang menekan tangannya.

Hebat kata-kata ini dan amat tajam sekali, juga terdengar amat sombong.

Akan tetapi sebenarnya ada maksud tersembunyi di dalam hati Pek Hong.

Ia sengaja mengeluarkan kata-kata itu untuk menyinggung harga diri tokoh-tokoh Hek-tung Kai- pang.

Bukan kehendaknya untuk menandingi sekian banyaknya orang.

Kalau hal itu sampai terjadi, tentu saja dia akan kalah kehabisan tenaga.

Gadis ini149 bermaksud untuk membasmi Hek-tung Kai-pang dengan cara melenyapkan tokoh-tokohnya dan kalau mereka sampai tersinggung oleh ucapannya dan tidak main keroyok, ia mempunyai harapan untuk dapat mengatasi kepandaian orang-orang Hek-tung Kai- pang.

Si muka merah melotot marah dan dua orang sutenya juga ikut mendelik.

"Siluman betina!"

Si muka merah membentak.

"Siapa mau mengeroyokmu? Sha-kak-tin selamanya dimainkan oleh tiga orang dan kalau kau tidak berani menghadapinya, lebih baik kau lekas berlutut dan menerima dosa!"

Pek Hong melirik dan tersenyum mengejek.

"Hem, kalian ini orang-orang yang besar mulut. Suruh guru kalian yang maju, aku segan mengotorkan tangan menyentuh tubuh kalian yang apek."

Tiga orang itu tidak kuat menahan marah dan sambil berseru keras mereka lalu mulai menerjang.

Sesuai dengan barisan yang mereka pakai, yaitu Barisan Segi Tiga, mereka ini mengurung Pek Hong di tengah- tengah dalam kedudukan tiga sudut.

Si muka merah berada di depan dan dua orang sutenya menyerang dari kiri kanan belakang gadis itu.

Tongkat mereka menyambar susul-menyusul dan kaki merekapun150 bergerak dengan teratur.

Hebat dan ganas permainan berpasangan yang dimainkan tiga orang murid kepala Hek-tung Kai pang ini.

Mereka adalah tokoh-tokoh di bawah sang ketua sendiri, jadi tingkat kepandaian mereka merupakan tokoh-tokoh kelas dua di perkumpulan itu.

Tenaga lweekang mereka kuat dan gerak kaki mereka juga mantap.

Tongkat yang menghantam lawan sampai mengeluarkan bunyi yang bersiuran tanda bahwa tenaga mereka hebat sekali, dan serangan bertubi-tubi yang dilancarkan itu semuanya menurut irama, tidak ngawur.

Si muka merah yang menjadi pelopor dalam serangan Barisan Segi Tiga ini selalu mengarah bagian depan tubuh lawan.

Tongkatnya mengemplang, menyodok dan membabat bertubi-tubi ke arah tubuh Pek Hong dan sekali mengenai sasarannya, agaknya akan menimbulkan luka berat bagi musuh.

Dua orang sutenya bergerak di samping kanan kiri lawan dan tongkat mereka menusuk-nusuk cepat dari sisi kepala sampai bagian pinggul.

Mula-mula, dalam jurus-jurus pertama Pek Hong berhasil dibuat kerepotan, ia belum mengenal baik akan sifat dari Sha-kak-tin yang dimainkan oleh tiga orang murid Hek-tung Kai-pang ini.

Gadis itu tidak berani bersikap sembrono dan tubuhnya berloncatan kesana kemari dan beterbangan di antara sambaran senjata tongkat.

Ginkangnya yang tinggi membuat loncatannya ringan dan gesit dan bayangan hijau151 berkelebatan cepat di antara gulungan sinar hitam tongkat-tongkat itu.

Limapuluh jurus berlalu dan tiga orang murid Liong- tung Lo-kai ini diam-diam merasa amat penasaran dan marah.

Selama itu, belum juga senjata mereka berhasil menyentuh tubuh lawan.

Gadis itu seperti bayangan saja yang tidak dapat dipukul roboh! Tentu saja kenyataan ini membuat kemarahan mereka semakin meledak.

Di tempat itu banyak orang dan mereka yang terkenal sebagai tokoh-tokoh kelas dua di Hek-tung Kai-pang masa sama sekali tidak dapat memukul roboh seorang gadis remaja? Sungguh terlalu dan amat memalukan! "Hyaaattt.........!"

Akhirnya si muka merah membentak keras dan berlaku nekat.

Dia tiba-tiba menjatuhkan diri bergulingan dan kalau tadinya dia selalu menyerang tubuh bagian depan, sekarang dia menyerang dari bawah dengan putaran tongkatnya yang bertubi-tubi.

Dengan perbuatannya ini dimaksudkan agar gadis yang lihai itu tidak ada kesempatan turun karena dia selalu menghadang kaki gadis itu dan siap menghantam.

Perbuatannya ini otomatis membuyarkan barisan Sha-kak-tin akan tetapi memberi kesempatan lebih luas bagi dua orang sutenya untuk melancarkan serangan-serangan terhadap gadis itu yang selalu berkelebatan seperti burung.

Si muka merah ini memang siap untuk152 mengorbankan diri asal gadis yang amat dibencinya itu dapat dirobohkan.

Dua orang sutenya sejenak terkejut karena suheng mereka membuyarkan Sha-kak-tin.

Akaa tetapi, setelah melihat perbuatan si muka merah yang selalu menjaga turunnya gadis itu dengan tongkat terputar seperti kitiran, akhirnya mereka maklum bahwa suheng mereka sedang menjalankan siasat lain yaitu dengan menyuruh mereka melancarkan serangan gencar ke arah bayangan hijau yang bergerak-gerak seperti burung walet itu.

Dengan adanya perbuatan si muka merah, tentu saja gadis itu tidak akan dapat turun dan mudahlah bagi mereka untuk menyerang dan merobohkan lawan yang tidak mempunyai jalan keluar ini! Melihat perobahan lawan, Pek Hong terkejut.

Selama ini ia memang sedang mencoba untuk menyelidiki barisan Sha-kak tin itu dan setelah limapuluh jurus berlangsung, akhirnya ia mendapat jalan atau kuncinya untuk melumpuhkan tiga orang lawannya yang melakukan serangan secara teratur dan berpasangan itu.

Memang tidak mudah baginya untuk cepat-cepat merobohkan mereka tanpa senjata, akan tetapi tiga orang itupun juga tidak mudah untuk merobohkannya.

Dengan ginkangnya yang disebut Coan-goat-hui membuat tubuhnya dapat menyelinap di antara sambaran senjata dengan amat ringan dan cepatnya dan setelah dia merasa puas dan siap untuk153 merobohkan tiga orang lawannya, tiba-tiba saja si muka merah yang malu dan penasaran itu merobah sikap, yaitu membuntu jalan turunnya.

Apa yang dilakukan oleh si muka merah ini amat membahayakan kedudukannya.

Tidak mungkin baginya untuk selalu mengerahkan ginkang tanpa turun sejenak di atas lantai.

Oleh sebab itu, melihat betapa si muka merah menghadang jalan turunnya dan dua orang yang lain lalu menyerang gencar dengan serangan-serangan ganas yang mengancam jiwanya, gadis ini tiba-tiba melengking panjang dan terpaksa ia mengeluarkan senjata rantainya.

"Wuutt...tar-tarrr!"

Senjata itu mulai meledak di tangannya dan ketika dua batang tongkat hita m menyambar leher dan pinggangnya, Pek Hong menggerakkan rantai peraknya secepat kilat.

"Syutt..... rrtt - rrtt!"

Dalam gebrakan yang amat cepat ini tahu-tahu dua batang tongkat itu terlibat rantai dan sebelum dua orang anggauta Hek-tung Kai-pang ini hilang kagetnya, gadis itu membetot kuat sehingga tubuh mereka tertarik ke depan dan."plak-plakk!"

Tangan kiri Pek Hong menampar pipi mereka dengan amat kerasnya !154 Dua orang ini berteriak mengaduh dan tongkat mereka terampas.

Pek Hong tidak menghentikan gerakannya sampai di situ karena begitu tangan kirinya menampar, kakinya segera menendang dua kali berturut-turut dan akibatnya, dua orang itu roboh sambil menjerit ngeri.

Celakanya, si muka merah yang pada saat itu menjaga di bagian bawah dengan putaran tongkatnya, tak sempat menarik senjatanya yang menghantam robohnya dua orang sutenya itu.

"Bluk-blukk !"

Tongkat hitam di tangannya menghantam keras dan karena si muka merah ini mengerahkan lweekang pada hantamannya tadi, dua orang sutenya terpukul hebat dan tulang punggung mereka patah, dalam waktu yang hampir bersamaan keduanya roboh binasa dengan mata mendelik ! Tentu saja kejadian ini amat menggemparkan dan semua orang berseru kaget.

Si muka merah sendiri juga sampai pucat mukanya ketika dia melihat betapa secara tidak disengaja dia telah membunuh sute- sutenya sendiri.

Peristiwa itu datang terlalu cepat dan dia hendak melompat bangun.

Namun, gerakannya kalah cepat dan tahu-tahu ujung sepatu gadis itu telah menghantam dagunya.

"Krakkk......!"155 Terdengar bunyi tulang patah dan rahang si muka merah yang bertemu dengan logam yang tersembunyi di dalam sepatu Pek Hong hancur remuk dan sekaligus tengkorak kepalanya juga retak-retak. Si muka merah berteriak ngeri dan tongkatnya terlempar, berputar-putar sejenak dan akhirnya roboh, terkapar tanpa nyawa menyusul dua orang sutenya ! Gegerlah tempat itu dan semua orang bangkit dari kursi masing-masing. Liong-tung Lo-kai tertegun di kursinya dan terpukau, seakan-akan dia sedang mengalami mimpi buruk. Akan tetapi begitu dia sadar bahwa tiga orang murid utamanya memang benar-benar telah binasa, ketua Hek-tung Kai-pang ini mengeluarkan pekik dahsyat dan tubuhnya tiba - tiba mencelat dari atas kursinya dan terbang ke depan! Semua mata terbelalak dan anggauta Hek-tung Kai- pang yang merasa marah dengan kejadian ini, segera berlompatan dan maju mengurung dengan sikap beringas. Sepak terjang gadis itu yang berani membunuh tiga orang murid kepala Hek-tung Kai- pang di sarang sendiri adalah benar-benar merupakan kejadian yang amat hebat! "Wessss........ darrrr!"156 Tongkat bergagang naga yang dilapis emas berkilauan yang tahu-tahu telah berada di tangan tokoh Hek-tung Kai-pang ini luput mengenai sa- sarannya dan lantai ruangan itu pecah berhamburan. Pek Hong telah melompat jauh ketika tadi Liong-tung Lo-kai mencelat dari kursinya dan menyerang, ia tidak berani sembarangan menangkis karena dari suara angin pukulan itu, ia tahu betapa hebat tenaga yang terkandung di dalamnya, apalagi karena ketua Hek tung Kai-pang ini dalam kemarahan yang meluap-luap. Kali ini Liong-tung Lo-kai memang mencapai puncak kemarahannya. Tadinya ketika dia mendengar laporan bahwa anggauta-anggauta Hek-tung Kai- pang rendahan ada yang tewas di tangan Pek Hong, dia masih dapat mengampuni karena dia berpikir untuk menundukkan gadis itu dan menjadikannya sebagai isteri sekaligus pembantu istimewa. Akan tetapi, melihat betapa gadis itu telah membunuh tiga orang murid utama yang amat disayangnya, maklumlah dia bahwa gadis ini tidak mungkin lagi dapat diajak bekerja sama, bahkan merupakan musuh berbahaya yang harus segera dilenyapkan. Hilanglah sudah semua rencananya tadi seperti awan tipis ditiup angin, dan menyaksikan kepandaian dara itu, agaknya hanya dia seoranglah yang dapat merobohkannya! Tidak ada kompromi lagi baginya dan dia harus dapat membunuh gadis ini!157 Begitu serangan pertamanya luput, Tongkat Naga di tangan kakek picak ini sudah menyambar lagi. Dan sungguh hebat ilmu silat ketua Hek-tung Kai-pang itu. Suara angin pukulannya menderu-deru dan dinding ruangan besar itu dilanda angin kuat sehingga beberapa orang yang berada di situ segera berkibar-kibar pakaiannya. Pek Hong kaget melihat kenyataan ini. Tahulah ia bahwa lweekang kakek iblis itu benar-benar amat dahsyat dan berbahaya. Baru angin pukulan tongkatnya saja agaknya telah mampu untuk me- robohkan orang-orang yang berkepandaian lumayan. Gadis ini tidak berani main-main lagi dan cepat dia mengerahkan ginkangnya yang disebut Coan-goat- hui (Terbang Menerjang Bulan) dan memainkan Ilmu Silat Hong-thian-lo hai-kun (Badai Mengamuk di Samudra) dan segera tubuhnya berkelebatan kesana - sini mengelak dari sambaran tongkat dan senjatanya meledak-ledak membentuk lingkaran ombak yang bergulung-gulung seakan-akan hendak menelan tubuh Liong-tung Lo-kai. Terjadilah pertandingan yang amat luar biasa di ruangan itu. Liong-tung Lo kai yang amat marah sudah mainkan ilmu silat simpanannya, yaitu Lo- thian-liong-tung-hoat atau Ilmu Tongkat Naga Pengacau Langit. Dan seperti namanya, senjata di tangan kakek picak ini benar-benar seperti seekor naga yang sedang mengamuk, berkelebatan158 menyambar-nyambar di udara dan mengibas, mematuk atau menyabet dengan serangan maut. Ketua Hek-tung Kai-pang ini sebenarnya amat jarang sekali mengeluarkan ilmu silat simpanannya itu karena ilmu silat ini yang banyaknya ada tujuh puluh dua jurus, amat memakan banyak tenaga dan kalau dia tidak sedang menghadapi lawan yang betul-betul tangguh, tidak mau dia mengeluarkan ilmu silatnya ini. Sekarang terpaksa dia harus mengeluarkannya karena lawannya yang masih muda itu ternyata amat lihai dan telah merobohkan cukup banyak anggauta- anggauta Hek-tung Kai-pang. Kalau dia tidak dapat segera merobohkan gadis itu, tentu namanya akan terancam bahaya kehancuran. Selama Hek-tung Kai- pang berdiri, belum pernah ada musuh yang dapat menahan serangannya. Maka, dapat dibayangkan betapa kagetnya hati kakek ini ketika melihat betapa setelah mereka bertempur dalam gebrakan-gebrakan cepat dan hampir limapuluh jurus, ternyata dia belum berhasil merobohkan lawannya. Jangankan merobohkan, mendesak saja dia belum sanggup. Ginkang gadis itu luar biasa sekali cepat dan ringannya. Sebelum tongkatnya tiba tubuh lawan telah terdorong seperti kapas dan tentu saja semua serangannya menjadi tidak ada artinya lagi. Padahal, biasanya kalau dia sudah mengeluarkan ilmu silatnya ini, paling banyak duapertiga bagian saja lawan pasti akan terdesak159 hebat dan akhirnya roboh oleh tongkatnya. Namun gadis yang satu ini benar-benar mengejutkan. Sudah hampir habis ilmu silatnya dimainkan dan napasnya mulai memburu, tanda-tanda lawan terdesak sama sekali belum nampak ! Mulailah wajah kakek itu menjadi pucat dan mata tunggalnya merah berapi-api. Jelas bahwa selama ini, gadis itu tidak berani menangkis tongkatnya. Selalu menghindar menjauhi adu tenaga. Hal ini karena Pek Hong tahu bahwa dalam hal lweekang, dia masih kalah oleh kakek itu. Akan tetapi mengenai ginkang, jelas ia menang banyak, apalagi karena Liong-tung Lo kai sendiri kurang leluasa gerakannya karena kakinya pincang. Hal ini amat menguntungkan baginya dan mengandaikan ginkangnya itulah, di samping tenaganya yang masih muda, gadis itu belum dapat didesak ketua Hek-tung Kai-pang ini. Akan tetapi pertandingan yang hebat dan menegangkan ini berjalan dengan luar biasa serunya. Liong-tung Lo-kai napasnya semakin memburu dan keringatnya mengucur deras. Tenaga lweekang yang dikerahkan untuk melakukan Lo-thian-liong-tung- hoat benar-benar menguras seluruh tenaga dalamnya. Apalagi kemarahan yang meluap-luap itu juga membutuhkan energi besar. Sebentar saja, duapuluh jurus kembali telah berlalu dan Lo-thian-liong tung- hoat tinggal dua jurus terakhir saja!160 Ketua Hek-tung Kai-pang ini benar-benar meledak kemarahannya dan kalau dia tidak dapat merobohkan lawan setelah menghabiskan seluruh ilmu silatnya, benar-benar kenyataan ini akan menampar mukanya. Oleh sebab itu, kakek ini tiba-tiba mengeluarkan bentakan menggeledek dan berlaku nekat. Tongkat Naga yang gagangnya dilapis emas sehingga tampak berkilauan ini mendadak menyambar tanpa suara dan angin pukulan yang biasanya mendahului ujung tongkat, tiba-tiba lenyap! Inilah dua jurus pamungkas yang berbahaya sekal i. Kalau tadinya tubuh lawan selalu terdorong mundur oleh hawa pukulan tongkat, kini sudah tidak ada lagi angin pukulan itu karena tampaknya seolah-olah tongkat di tangan ketua Hek-tung Kai-pang itu menyambar tanpa tenaga. Padahal, begitu ujung tongkat mendekati lawan, tiba-tiba saja tongkat itu mengaung dengan suara dahsyat penuh tenaga sakti tersembunyi yang tadi disimpan oleh kakek ini, menghantam dua kali berturut-turut dengan gerakan menyilang dari atas ke bawah disusul tarikan ke dalam secepat kilat untuk akhirnya dilanjutkan dengan sodokan maut ke ulu hati ! Dan hebatnya, kakek ini yang merasa khawatir kalau-kalau serangannya masih tidak berhasil, tiba-tiba memencet kepala naga yang berada di pangkal tongkat dan berhamburanlah jarum-jarum hitam yang halus dari ujung tongkat!161

"Curang..........!"

Tiba-tiba terdengar bentakan ini dari golongan tamu dan sesosok tubuh melayang ke depan dan sinar putih yang banyak jumlahnya berkeredepan menyambar jarum-jarum hitam yang keluar dari ujung Tongkat Naga di tangan ketua Hek-tung Kai-pang.

Semua orang terkejut dan cepat memandang siapa tamu yang berteriak tadi.

Kiranya dia adalah pemuda pelajar yang tadi dibicarakan oleh Hwa-tok-ciang! Pemuda ini melesat dari tempat duduknya dan tangan kanannya bergerak melemparkan jarum-jarum halus berwarna putih sehingga tampak sinar-sinar berkeredepan tadi, dan sementara itu tangan kirinya mengebutkan kipas hitam ke muka Liong-tung Lo- kai.

Tentu saja perbuatan pemuda pelajar ini mengejutkan semua orang, termasuk Hwa-tok-ciang sendiri yang tadi mengincar pemuda itu untuk teman bermain cintanya.

Akan tetapi, yang paling kaget adalah Liong-tung Lo-kai.
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Sebuah kipas hitam tahu-tahu telah menutup mukanya dan serangkum hawa panas menyambar datang.

Jarum-jarum hitam mengandung racun yang tadi dilepaskan, mengeluarkan suara "tang-ting-tang-ting"

Nyaring ketika bertemu dengan hamburan jarum putih milik siucai itu dan semuanya runtuh ke atas lantai.162

"Haiiitttt.......!"

"Hayaa.......!"

Dua teriakan terdengar berbareng.

Yang pertama adalah dari gadis itu sedangkan yang kedua adalah dari mulut Liong-tung Lo-kai.

Kedua-duanya sama- sama terkejut.

Pek Hong terkejut melihat kecuranga n ketua Hek tung Kai-pang, sedangkan kakek picak ini terkejut melihat kipas hitam mengebut mukanya.

Pek Hong menggerakkan rantainya.

Dua serangan terakhir dari musuhnya amat berbahaya dan ia tidak sempat lagi untuk mengelak.

Terpaksa ia mengadu tenaga keras lawan keras dan sebisa-bisanya mencoba untuk melompat ke samping menghindarkan diri dari sisa-sisa jarum yang menyambar.

Namun, gerakannya kurang cepat dan dua batang jarum hitam menancap di leher dan pundaknya, dan tangkisannya terhadap tongkat lawan membuat senjatanya hampir terlepas.

"Plak-trang-tranggg........!"

"Aduhh........!"

Gadis itu mengeluh dan kalau saja pada saat itu tidak ada siucai yang datang mengganggu dengan163 serangannya ke arah ketua Hek-tung Kai-pang se- hingga kakek ini terkejut dan tenaganya otomatis berkurang, tentu rantai perak di tangan nona itu akan terlepas dari tangannya.

Pek Hong marah bukan main dan tubuhnya terhuyung-huyung akibat serangan ini dan dua jarum hitam yang menancap di pundak dan lehernya menimbulkan rasa gatal-gatal panas.

Terkejutlah dia dan maklum bahwa ia terkena jarum beracun.

"Keparat Liong-tung Lo-kai manusia curang.......!"

Bentaknya dan ia hendak menerjang lagi. Akan tetapi mendadak rasa gatal-gatal panas itu menghebat dan kepalanya pusing tujuh keliling. Lompatannya yang sudah dilakukan terhenti di tengah jalan dan gadis ini terguling.

"Bunuh dia......!"

"Cincang tubuhnya........!"

"Balaskan kematian saudara-saudara kita....."

Anggauta-anggauta Hek-tung Kai-pang berteriak- teriak dan orang-orang ini menubruk gadis itu dengan tongkat di tangan.

Namun, mereka salah duga kalau menganggap bahwa Pek Hong sudah tidak berbahaya164 lagi.

Memang betul bahwa akibat racun yang memasuki tubuhnya membuat gadis ini seakan-akan lumpuh, akan tetapi kalau untuk menghadapi orang- orang Hek-tung Kai-pang tentu saja ia masih bisa.

Begitu empat orang menubruknya dengan tongkat hitam, gadis ini menjerit keras dan tubuhnya berputar memakai pinggulnya, sekali babat rantai di tangannya meledak di atas kepala empat orang itu yang berteriak ngeri dan tewas disambar rantai perak.

"Mundur kalian semua. Biarkan aku yang menangkap kucing betina ini !"

Mo-kiam Sie giam Tun yang hendak menebus rasa malunya karena tadi hampir saja dipecundangi oleh gadis itu, berteriak dan melompat maju.

Pedang Hek-mo-kiam berkelebat ke arah kaki Pek Hong dan sekali mengenai sasaran, tentu akan membuntungi gadis cantik itu! Pek Hong sudah berkunang-kunang matanya dan ia masih duduk dengan pinggul di atas lantai.

Akan tetapi, melihat sambaran pedang hitam ke arah kakinya, ia masih sempat menghindar dan rantainya balas menyambar.

"Trang......aihhhh!"

Gadis ini menjerit kaget menggulingkan tubuh.

Rantai peraknya yang tadi menangkis pedang Hek- mo-kiam terpental jauh karena tenaganya menurun165 banyak akibat gangguan racun jarum hitam.

Si Pedang Iblis terbahak-bahak dan mengejarnya dengan wajah membayangkan kekejaman, pedangnya menyambar tak kenal ampun dengan lima kali bacokan cepat.

Akan tetapi, sungguh patut dipuji semangat dan ketabahan gadis itu.

Meskipun ia selalu dikejar pedang hitam, namun ia selalu dapat bergulingan menyelamatkan diri.

Ia tidak dapat berdiri karena kepalanya berdenyut-denyut dan terasa berat.

Diam- diam Pek Hong mengeluh di dalam hati bahwa agaknya hari ini ia akan tewas.

Bukan kematiannya yang memberatkan hati, namun rasa penasarannya yang masih bertimbun-timbun dan belum ada penyelesaiannya itulah yang membuatnya tidak akan dapat mati dengan mata meram.

Pada saat-saat yang amat berbahaya ini, tiba-tiba saja bayangan Yap- goanswe muncul di depan matanya.

Gadis ini mengeluh panjang dan ketika serangan Hek-mo-kiam menyambar lehernya, ia kurang cepat mengelak.

"Singg.......brett!"

Lehernya selamat akan tetapi sebagai gantinya pundak kanannya terbabat pedang dan darah segar muncrat ke luar.

Pek Hong menjerit dan karena rasa panas akibat jarum hitam semakin menghebat dan kepalanya berat bukan main, akhirnya gadis ini roboh pingsan di atas lantai.166 Mo-kiam Sie Giam Tun tertawa menyeramkan dan sinar matanya membayangkan kekejian.

Melihat betapa gadis itu berhasil dirobohkannya, ia merasa sakit hatinya agak berkurang.

Namun, dia belum puas.

Dia hendak membalas dendamnya sepuas hati dulu baru kemudian membunuh gadis ini.

Oleh sebab itu, pedangnya kembali digerakkan, kali ini menyambar kancing-kancing baju gadis itu untuk membuatnya terlepas dan telanjang bulat.

Hanya dengan pembalasan seperti itu sajalah dendamnya dapat dibalas dan dia hendak mempermainkan korbannya ini sepuas hati!167

"Ha-ha-ha, kuda liar, nasibmu memang buruk !"

Laki- laki ini tertawa dan mengayun pedangnya.

"Singggg - plakk!"

Begitu pedang menyambar, begitu pula Si Pedang Iblis ini berteriak mengaduh.

Seorang pria gagah perkasa berjubah biru gelap dengan sepasang mata168 mencorong tajam seperti mata seekor naga sakti tahu- tahu telah berada di ruangan ini, tangannya menangkis pedang Hek-mo-kiam begitu saja sehingga pedang itu terlempar dari tangan pemiliknya dan Giam Tun sendiri mencelat tiga meter jauhnya dengan lengan patah ! Terkejutlah semua orang dan Giam Tun melompat bangun dengan mulut menyeringai dan mata bersinar marah.

Akan tetapi, begitu melihat pria gagah perkasa yang bersikap angker penuh wibawa ini, tiba- tiba saja wajah Giam Tun berobah kaget dan pucat.

Matanya terbelalak seperti melihat setan di siang hari dan tanpa disadarinya meluncurlah teriakan dari mulutnya.

"Takla Sin-jin (Malaikat Dari Gurun Takla)........!"

Si Pedang Iblis memutar tubuhnya dan....melarikan diri tanpa menghiraukan pedangnya ! Gemparlah semua orang ketika mendengar teriakan ini.

Siapa yang belum pernah mendengar nama Malaikat Dari Gurun Takla? Tidak ada seorangpun yang belum mendengar nama besar tokoh dari utara ini ! Begitu pula halnya dengan orang-orang Hek- tung Kai-pang yang tadi menonton sepak terjang Mo- kiam Sie Giam Tun.

Keributan segera terjadi di situ dan setelah terbelalak sebentar melihat munculnya169 pendekar besar yang mereka takuti ini, orang-orang Hek-tung Kai-pang berteriak-teriak dan buyar cerai berai! "Takla Sin-jin......! Takla Sin-jin......!"

Berserabutanlah orang-orang ini keluar dari ruangan itu, mulut mereka berteriak-teriak seperti kedatangan hantu.

Si Pedang Iblis sendiri menjadi pelopornya dan dia yang pertama kali sudah sampai di pintu keluar.

Akan tetapi, dari belakang terdengar suara berpengaruh dan pria gagah perkasa itu men- dorongkan tangan kanannya ke depan sambil membentak.

"Mo-kiam, kembali kau ke sini dan serahkan dulu obat penawar racunmu !"

Dan.......sungguh aneh, Giam Tun yang tinggal selangkah lagi untuk sampai di luar pintu itu tiba-tiba saja berseru kaget.

Sebuah tenaga yang tidak nampak menahan kakinya dan seketika laki-laki ini terpelanting.

Sebelum dia hilang dari kagetnya, tenaga mujijat itu menyedot lalu menarik dan....tanpa dapat dicegah lagi tubuh Si Pedang Iblis terseret memasuki ruangan dalam untuk akhirnya berhenti di depan kaki Malaikat Dari Gurun Takla itu ! "Ampun.......

ampun, taihiap......

ampun!"

Laki-laki yang tadinya amat sombong ini mengeluh dan merintih-rintih, dengan tangan menggigil merogoh saku bajunya sebelah dalam dan cepat mengeluarkan obat penawar racun akibat pedang Hek-mo-kiam.

Takla Sin-jin menerima, alisnya berkerut dan hidungnya mengendus obat itu untuk meneliti kebenarannya.

Setelah dia tahu bahwa obat itu memang benar, tangannya digerakkan ke bawah dan menepuk perlahan pundak kiri laki-laki itu sambil berkata dingin.

"Sekarang pergilah!"

"Krakk ..!"

Si Pedang Iblis berteriak keras dan terguling, tulang pundaknya patah dan kini kedua lengannya sengkleh tergantung.

Sambil menggigit bibir menahan sakit laki-laki ini bangkit berdiri dan dengan langkah terhuyung-huyung cepat melarikan diri, diam-diam menyumpah diri sendiri yang amat sial bertemu dengan "hantu"

Itu.

Sebentar saja ruangan gedung Hek-tung Kai-Pang yang tadinya gaduh oleh suara pertempuran, menjadi sunyi kembali.

Liong-tung Lo-kai yang tadi bertanding dengan pelajar bersenjata kipas hitam itu171 posisinya terdesak terus.

Sebelumnya dia telah mengeluarkan tenaga yang tidak sedikit ketika menghadapi Pek Hong.

Maka, ketika pelajar ini maju menyerangnya, hati kakek itu terkejut sekali.

Siapa menyangka bahwa siucai yang tadi justeru diincar oleh Hwa-tok-ciang ini ternyata merupakan seorang musuh? Liong-tung Lo-kai mengumpat caci dengan maki-makian kotor dan dia menjadi semakin terkejut melihat kehebatan siucai ini.

Untunglah, pada saat- saat yang amat gawat ini Hwa-tok-ciang si tokoh banci tiba-tiba melompat dari kursinya dan membantu.

Sudah sejak tadi Hwa-tok-ciang mengamati pertandingan antara ketua Hek-tung Kai-pang ini dengan pelajar itu.

Diam-diam hatinya terperanjat sekali, tidak menduga bahwa siucai yang duduk di golongan tamu biasa dan yang diincarnya untuk dijadikan kekasihnya ini ternyata bukan siucai biasa.

Akan tetapi, bukannya kecewa, sebaliknya tokoh banci ini menjadi semakin girang.

Dia tidak memperdulikan tentang Pek Hong yang dihadapi oleh rekannya Si Pedang Iblis dan yang kalau dilihat sepintas lalu tentu gadis itu akan segera dapat dirobohkan.

Yang penting baginya adalah menangkap siucai itu.

Kalau dia berhasil mendapatkan pemuda seperti itu, tentu dia akan puas sekali.

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pemuda tampan itu hebat, ilmu silatnya juga tinggi dan segera hatinya tertarik.172 Bila membayangkan bahwa kalau pemuda sehebat ini dapat dijadikan kekasihnya, tentu akan merupakan kawan bermain cinta yang "Tar"

Dan perkasa! Dan hal inilah yang menggembirakan.

Belum pernah dia mendapatkan pemuda tampan semacam itu, dan mumpung ada kesempatan, dia hendak menangkap siucai lihai itu bersama-sama Liong-tung Lo-kai.

Akan tetapi, angan-angan ternyata lebih mudah dipikirkan daripada dibuktikan.

Siucai berkipas hitam itu kiranya memang betul-betul hebat dan majunya Hwa-tok-ciang sedikit sekali mempengaruhi permainannya.

Serangan-serangan kipas hitamnya luar biasa sekali dan setiap kebutan kipas membawa angin panas.

Dan pemuda itu kini menambah senjatanya dengan sebuah jarum perak yang panjangnya sekitar lima inci dan melihat senjata ini, ketua Hek-tung Kai-pang terkejut dan berteriak.

"Gin-ciam Siucai (Pelajar Berjarum Perak)....!"

Seruan ini mengejutkan Hwa-tok ciang yang terbelalak matanya.

Memang sudah lama dia men- dengar munculnya seorang tokoh muda yang dijuluki orang Gin-ciam Siucai atau Pelajar Berjarum Perak.

Namun, karena tidak pernah bertemu muka, ia belum mengenalnya.

Baru setelah Liong tung Lo-kai menyebut nama ini dan melihat senjata khas di tangan kiri siucai itu, tokoh banci ini menjadi kaget.173 Wah, kalau yang datang ini adalah Gin-ciam Siucai, tentu saja berat untuk menangkapnya hidup-hidup.

Bersama keroyokan ketua Hek-tung Kai-pang, sukar baginya untuk memperoleh pemuda tampan ini tanpa menewaskannya.

Diam-diam Hwa-tok-ciang menyesal di dalam hati.

Pemuda ini hebat, dan dia tertarik sekali.

Gairahnya sudah bangkit melihat ketampanan dan kehebatan pemuda ini.

Akan tetapi agaknya dia hanya akan mendapatkan mayatnya saja! "Gin-ciam Siucai, kau menyerahlah saja.

Marilah kau ikut bersamaku dan kita berdua membangun sorga.

Percayalah, tampan, bahwa bersahabat denganku tidak rugi.

Kau akan mendapatkan hal-hal luar biasa yang belum pernah kaurasakan dalam hidupmu, heh-heh, hi-hikk!"

Hwa-tok-ciang berusaha membujuk dan terkekeh genit dengan kerling menyambar persis wanita, senjatanya berupa sebuah selendang sutera dan sebatang kebutan dari ekor kuda bergerak menari- nari mengurung pemuda itu.

"Manusia banci! Siapa sudi mendekatimu? Aku bahkan muak dan ingin membunuhmu karena kau telah menculik pemuda-pemuda tampan untuk menjadi barang permainanmu!"174 Sepasang mata yang penuh nafsu dari si banci ini tiba-tiba saja berobah penuh kemarahan. Kata-kata itu membuat semua nafsunya lenyap terganti kekejaman.

"Hiehh, agaknya kau minta mampus, ya? Hi-hikk, permintaanmu kuturuti dan pergilah kau menghadap Giam-lo-ong !"

Sepasang senjata aneh di tangan Hwa- tok-ciang ini tiba-tiba berobah gerakannya.

Selendang di tangan kirinya menjetar nyaring di udara dan tiba-tiba menukik ke mata kanan, siap mematuk untuk mencokel mata Gin-ciam Siucai, sedangkan kebutan bulu kudanya yang berwarna merah itu tiba-tiba menjadi kaku seperti ujung tombak dan menusuk tenggorokan! Hebat dua serangan yang dilancarkan sekaligus ini, apalagi Liong tung Lo-kai juga tidak tinggal diam, tongkat Liong-tung (Tongkat Naga) di tangannya juga ikut menyambar kepala lawan, sekali kena tentu akan menghancurkan tengkorak Gin-ciam Siucai ! Namun Gin-ciam Siucai betul-betul bukan pemuda sembarangan.

Diapun juga hendak cepat-cepat menyelesaikan pertempuran ini karena ketika matanya melirik ke arah Pek Hong, dia melihat be- tapa gadis itu sudah lemah gerakan-gerakannya dan sebentar lagi tentu roboh.

Hatinya menjadi khawa tir dan melihat banyaknya orang yang mengurung dengan sikap mengancam, diam-diam pemuda ini menjadi cemas.

Dia harus dapat merobohkan dua175 orang lawannya yang tangguh ini dan mengajak gadis itu melarikan diri.

"Hyaattt.....!"

Pemuda ini berteriak keras dan kepalanya menunduk, jarum perak di tangan kirinya bergerak ke atas menangkis selendang yang menusuk matanya sedangkan kipas hitam mengebut kebutan ekor kuda yang menyambar tenggorokannya.

Dua gerakan ini dilakukan hampir berbareng dan ketika Tongkat Naga di tangan ketua Hek tung Kay-pang itu menderu ke batok kepalanya, Gin-ciam Siucai merobohkan tubuh sejajar lantai dan kaki kanannya tiba-tiba mencuat dan menendang tongkat seperti sikap kalajengking menyengat.

"Brettt wutt-plakk !"

Dalam gebrakan-gebrakan yang amat cepat ini Gin ciam Siucai menunjukkan kebolehannya.

Selendang Hwa-tok-ciang tertangkis jarum dan robek, sedangkan kebutan bulu kudanya bertemu dengan hawa panas dari kipas hitam di tangan pemuda itu sehingga terpental balik dan dua detik kemudian, tongkat di tangan Liong-tung Lo-kai bertemu dengan telapak kaki pemuda itu yang menjengit seperti sengat kalajengking.176 Akibatnya, Hwa-tok-ciang menjerit marah sedangkan ketua Hek-tung Kai-pang berseru kaget.

Namun sebaliknya, karena tiga buah serangan tadi dikerjakan dalam waktu yang tidak banyak selisihnya dan pemuda itu harus memecah perhatiannya, siucai ini kurang kuat ketika menangkis tongkat yang berat di tangan Liong-tung Lo-kai.

Kakinya tergetar hebat dan tubuhnya terlempar tiga langkah jauhnya.

"Mampus kau........!"

Ketua Hek-tung Kai-pang telah meloncat ke depan dan kembali mengayun senjatanya, mulutnya berteriak geram dan lompatannya amat cepat.

Pada saat itu, pemuda ini belum sempat bangun.

Dia masih terguling-guling dan tentu saja serangan tongkat itu amat membahayakan jiwanya, terpaksa diapun terus melanjutkan gulingannya dan tongkat di tangan ketua Hek-tung Kai-pang itu meledak di atas lantai ruangan yang pecah berhamburan terhantam senjata maut di tangan kakek picak ini ! Sementara itu, Hwa-tok-ciang melengking tinggi seperti kuntilanak dan tiba-tiba sambil terkekeh menyeramkan laki- laki banci ini menyerang bertubi-tubi dengan kebutannya.

Selendangnya yang robek dibuang gemas dan kini tangan kirinya mengiringi dengan pukulan-pukulan jarak jauh yang mematikan.177 Akan tetapi biarpun keadaan Gin-ciam siucai ini sudah jelek posisinya dan diserang gencar, masih saja dia berhasil menyelamatkan diri.

Dalam keadaan bergulingan itu jarum dan kipas ditangannya bergerak-gerak menangkis dan selalu senjata lawan terpental mundur.

Sayangnya, karena kedudukannya yang tidak menguntungkan, setiap kali menangkis tentu tangannya tergetar dan setengah lumpuh.

Terutama sekali kalau beradu dengan tongkat naga di tangan kakek iblis itu.

Akhirnya setelah mati-matian mengelak kesana-sini dengan susah payah, pemuda itu dapat melompat bangun.

Peluh membasahi seluruh mukanya yang kini kotor terkena debu.

Liong-tung Lo-kai yang merasa amat marah kepada pemuda ini dan penasaran karena walaupun dibantu oleh Hwa-tok-ciang ternyata belum juga dapat merobohkan lawannya, memekik keras dan mencelat ke depan.

Tongkat di tangannya menyambar tanpa bunyi dengan gerak silang dari atas ke bawah dilanjutkan dengan sodokan maut ke arah ulu hati.

Serangan ini adalah merupakan jurus pamungkas dari ilmu silatnya yang amat diandalkan, seperti yang pernah dilakukannya terhadap Pek Hong dan seperti tadi juga, sekali ibu jarinya memencet sebuah alat rahasia di gagang tongkat, berhamburanlah jarum-jarum hitam ke arah pemuda itu ! "Cet-cet-cett........!"178 Belasan hek-tok-ciam menyambar tubuh Gin-ciam Siucai dan pemuda ini berseru keras sambil mengebutkan kipasnya ke depan.

Jarum-jarum itu terpukul runtuh akan tetapi serangan terakhir berupa sodokan maut ke arah ulu hatinya kurang cepat dielakkan.

"Dukkk.!"

Sebagai gantinya, dadanya terkena tongkat dan Gin-ciam Siucai menyeringai sambil menggigit bibir.

Tubuhnya terdorong ke belakang dan kakinya tiba-tiba dikait oleh Hwa-tok-ciang yang tahu-tahu berada di belakangnya.

Tanpa ampun lagi, pemuda ini roboh terjengkang.

"Mati kau, keparat !"

Liong-tung Lo-kai berseru girang dan secepat kilat senjatanya menghantam leher.

"Eh, pangcu, jangan.!"

Hwa-tok-ciang tiba-tiba berteriak dan kebutannya menangkis. Karena si banci ini mengerahkan lweekang ke dalam kebutannya ini, maka senjata itu berobah keras dan sanggup menangkis tongkat naga di tangan ketua Hek-tung Kai-pang.

"Takk !"

"Aiihhh !"179 Tongkat si kakek picak bertemu dengan gagang kebutan dan Liong-tung Lo-kai berseru kaget dengan mata melotot. Namun, karena tenaganya memang lebih besar, tongkat itu masih terus menyambar ke bawah dan."bukk !"

Pinggang Gin-ciam Siucai terhajar ujung tongkat ! Hwa-tok-ciang terbelalak lebar dan matanya berkedip- kedip.

Diam-diam dia merasa kaget karena telapak tangannya panas dan tergetar ketika tadi menangkis sebisa- bisanya serangan maut Liong-tung Lo-kai yang ditujukan kepada pemuda tampan itu.

Dia melihat betapa Gin-ciam Siucai mengeluh dan sejenak menegang, akan tetapi pemuda itu sudah cepat bergulingan dan melompat bangun dengan muka pucat.

Untunglah bahwa hantaman tongkat tadi sudah berkurang banyak karena ditangkis oleh kebutan Hwa-tok-ciang, kalau tidak, tentu pinggangnya akan patah dan nyawanya melayang pergi ! "Manusia banci!"

Hek-tung Kai-pangcu yang amat marah itu membentak dan mata tunggalnya berputar ganas.

"Apa yang kaulakukan ini? Kenapa kau tidak membolehkan aku membunuhnya? Apakah kau hendak membelanya? Kalau begitu, kau adalah musuhku!"

Dan Liong-tung Lo-kai sudah siap menerjang. Tentu saja Hwa-tok-ciang terkejut.

"Lo-kai, jangan salah paham!"

Dia berteriak dan mengangkat tangannya.

"Bukannya aku membela pemuda itu,180 akan tetapi kalau dia dibunuh kan sayang? Aku ingin menangkapnya dan menghibur diri dengan pemuda seperti itu."

Si banci ini berkata cepat-cepat, khawatir kalau ketua Hek-tung pang itu menyerangnya.

"Cuhh, dasar kau laki-laki tidak normal ! Untuk apa kau bermain-main dengan api? Dia harus kita bunuh!"

Kakek ini berkata gusar dan membalik, menghadapi Gin ciam Siucai dengan sinar mata berapi.

Halangan rekannya tadi benar-benar membuat kakek ini marah dan mendongkol.

Si banci itu benar-benar memualkan perutnya.

Masa musuh yang amat berbahaya seperti ini mau dilindungi? Akan tetapi, sebelum kakek ini kembali menyerang, tiba-tiba dia mendengar teriakan Mo-kiam Sie Giam Tun yang menyebut-nyebut nama Malaikat Dari Gurun Takla! Tentu saja dia kaget setengah mati dan ketika kakek iblis ini menoleh, dia melihat seorang pria setengah baya yang gagah perkasa dan bersikap angker berdiri di ruangan itu.

Terkejutlah dua orang ini.

Nama Takla Sin-jin merupakan nama yang menakutkan bagi mereka, melebihi nama-nama hantu yang bagaimanapun juga! Kehadiran Malaikat Gurun Takla atau Malaikat Gurun Neraka yang amat tiba-tiba di tempat mereka adalah sungguh amat mengejutkan.

Bagaimana tokoh181 besar yang tempat tinggalnya jauh di utara ini bisa muncul di tempat mereka? Liong-tung Lo-kai dan Hwa tok-ciang sejenak tertegun dan mereka sempat menyaksikan betapa hanya dengan sebelah lengan "melambai"

Saja, rekan mereka Si Pedang Iblis di "sedot"

Dan terseret ke depan kaki pendekar sakti itu.

Kejadian ini membuat muka keduanya pucat dan gentar bukan main.

Malaikat Gurun Neraka itu seperti bukan manusia saja kepandaiannya.

Kesaktiannya luar biasa sekali dan pendekar sakti itu memang pantas mendapatkan julukan Malaikat ! Tanpa banyak cakap, ketua Hek-tung Kai-pang yang sudah pucat mukanya ini lalu memutar tubuh dan menyelinap pergi dengan tergesa-gesa.

Perbuatannya ditiru oleh Hwa-tok-ciang dan si banci inipun juga dengan cepat menghilang dari tempat itu.

Hanya sekilas laki-laki berselera wanita itu melirik ke arah Gin-ciam Siucai dengan air muka kecewa.

Demikianlah, Liong-tung Lo-kai melarikan diri sambil menyumpah-nyumpah sepanjang jalan, sedangkan Hwa-tok-ciang menggerutu kesal karena pemuda tampan yang sudah hampir ditangkapnya itu terpaksa dilepaskan lagi.

Ini semua gara-gara munculnya Takla Sin-jin.

Dengan datangnya pendekar besar itu, siapa berani bermain kayu?182 Sedang rekan mereka saja, yaitu Mo-kiam Sie Giam Tun yang memiliki kepandaian tidak banyak selisihnya dengan mereka, roboh tanpa berdaya di depan tokoh besar itu.

Dengan perginya ketua Hek-tung Kai-pang serta tokoh-tokoh lainnya termasuk anggauta perkumpulan ini, gedung yang tadinya penuh orang itu kini menjadi sepi.

Meja kursi porak-poranda dan disana-sini makanan-makanan berhamburan keterjang orang.
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Yang tinggal di dalam gedung itu hanyalah tiga orang saja, yakni Malaikat Gurun Neraka yang masih berdiri dengan sikap angker serta Gin-ciam Siucai yang menekan dadanya yang ampeg tersodok tongkat, dan Pek Hong yang pingsan di lantai ruangan.

Keadaan sunyi bukan main dan Gin-ciam Siucai melangkah maju tertatih-tatih dan akhirnya berhenti di depan pendekar sakti itu, menjura dan memberi hormat.

"Locianpwe, boanpwe Kwa Sun Hok menghaturkan terima kasih atas pertolongan locianpwe mengusir orang-orang Hek-tung Kai- pang......."

Takla Sin-jin memandang tajam dan siucai itu yang ternyata bernama Kwa Sun Hok tergetar hatinya melihat tatapan mata yang demikian tajam mencorong dan berkilauan.

Jantungnya berdetak183 kencang dan diam-diam Sun Hok kagum bukan main.

Tokoh dari Gurun Neraka ini benar-benar hebat, pikirnya di dalam hati.

Perbawanya amat besar dan sepasang matanya yang seperti mata seekor naga sakti itu dapat membuat orang lumpuh semangatnya dan keder nyalinya! Tidak heran bila Yap goanswe, murid tunggal tokoh besar ini juga memiliki nama besar dan ditakuti lawan.

"Orang muda, kau siapakah?"

Pendekar sakti itu bertanya dan memandang penuh selidik.

"Ilmu silatmu mengingatkan aku akan seseorang. Apakah kau muridnya ?"

Dewa Arak 30 Dalam Cengkeraman Biang Pendekar Naga Putih 09 Mencari Jejak Wiro Sableng 051 Raja Sesat Penyebar
^