Pencarian

Playgirl Dari Pak King 14

Playgirl Dari Pak King Karya Batara Bagian 14


"Locianpwe....!"

Jerit atau pekik kaget ini disertai mencelatnya Kiok Eng, pucat dan merah berganti-ganti.

"Kau..... kau bilang apa? Aku...... aku cemburu kepada ayahku itu? Kau....!"

"Duduklah, tenanglah,"

Kakek ini tak terkejut dan berseri- seri memandang gadis itu, mengangguk-angguk, pasti.

"Ya, aku melihat itu sebagai kesan dan kilas balik mata batinku, anak baik. Bukan cemburu dalam arti pasangan kekasih me lainkan perwujudan dari takutnya hilangnya sesuatu yang pernah kaunikmati dengan orang bernama Yong itu. Kau terpukul oleh kenyataan betapa orang itu ternyata adalah ayahmu. Dan ketika ibumu menyambut ayahmu demikian baik dan mesra, padahal itu katanya adalah musuh besar maka guncangan yang kau-alami ini menyentak hebat dan sesuatu yang indah dulu hancur berentakan. Kau tak dapat menerima ibumu bermesraan dengan ayahmu. Kau menginginkan kaulah yang baik dan selalu dekat dengan pria itu. Tapi karena pria itu adalah musuh sekaligus ayah kandungmu maka apa yang kaulihat dari ibumu itu mencuatkan benih kecewa yang akhirnya berkembang menjadi marah dan benci. Kau kecewa oleh sesuatu yang tidak sesuai keinginanmu, kau terguncang. Dan karena kau masih836 begini muda untuk menerima pukulan ini maka timbullah kebencian dan perlawananmu itu. Kau membabi buta dan ber tindak di luar kontrol-diri lagi, termasuk persahabatanmu dengan Wi Tok murid Siang Lun Mogal itu!"

"Locianpwe!"

Kiok Eng menjerit dan roboh.

Satu demi satu semua kata-kata kakek itu menusuk-nusuk perasaannya.

Ia merasa dicabik-cabik.

Dan karena sebagian besar dari kata-kata itu adalah benar belaka, sesungguhnya ia takut kehilangan kasih sayang ayahnya kalau sudah berbaik dengan ibunya maka gadis itu mengguguk dan tampak olehnya bahwa ia berpikiran tidak normal lagi.

Mana mung kin ayahnya melupakannya begitu saja? Mana mungkin ia tak dihiraukan? Tapi ka rena bayangan dulu itu membuatnya terpukul hebat, betapa ibunya memeluk dan menciumi ayahnya serta membelanya di depan sebelas guru-gurunya maka gadis ini panas terbakar dan ditambah sikap ibunya yang dianggap mempermainkan membuat ia menjadi gelap dan lari meninggalkan Bukit Angsa, lari untuk membuang jauh-jauh adegan ibunya memeluk ayahnya itu.

Adegan mesra! Maka ketika gadis ini mengguguk namun Sin-kun Butek mengelus-elus rambutnya, iba dan pe nuh kasih sayang maka kakek itu membisikkan bahwa manusia hidup harui memiliki keinginan yang wajar-wajar saja, jangan aneh-aneh.

Keinginan harus selalu berada di antara ratio dan emosi, antara pikiran dan perasaan.

"Kau tak perlu bersedih lagi sekarang ini, semuanya sudah terbuka. Sikapmu yang keras dan tak kenal kompromi adalah didikan gurumu yang tidak tepat. Hm bangkit dan tataplah hari depan dengan perasaan gembira, anak baik. Ketahuilah bahwa kasih sayang dan perhatian dari ayahmu itu tidak berobah, baik ia sebagai paman Yong maupun Fang Fang. Ia hanya akan marah837 kalau kau melakukan sepak terjang yang tidak benar, dan itupun adalah perwujudan dari perhatiannya yang besar. Bangkit dan temui ibumu dan jangan biarkan ia merana. Aku tetap di be lakangmu kalau ada yang mengganggu."

Kiok Eng tersedu-sedu.

Ia merasa han eur dan luluh namun juga bahagia oleh usapan dan kata-kata lembut kakek ini.

Itu sama seperti yang dirasakannya dulu dengan paman Yong, sewaktu ia belum tahu dan masih melakukan perjalanan ber sama-sama ke Bukit Angsa.

Tapi ketika ada jari-jari lain mengusap tengkuknya, gemetar maka Kiok Eng menjadi terkejut dan serentak menoleh.

"Ayah!"

Ternyata Fang Fang telah berada di situ.

Pria ini, pendekar yang dulu menya mar sebagai paman Yong tiba-tiba menitikkan air mata mengusap tengkuk puterinya itu, jatuh dan membuat Kiok Eng merasa dingin dan tentu saja terkejut se kali.

Bukan hanya air mata itu yang membuatnya terkejut melainkan juga sikap ayahnya.

Ayahnya memejamkan mata dan mengusap tengkuknya dengan gemetar.

Ayahnya telah mendengar semua itu dengan hati terharu.

Maka ketika Kiok Eng terkejut dan meloncat bangun, jari ayahnya menangkap maka sang ayah memeluknya berseru gemetar.

"Ya, aku. Aku telah mendengar semua nya itu. Hm, sekali lagi maafkan aku, Kiok Eng. Apa yang dikatakan Sin-kun Bu-tek locianpwe ini membuka keheranan ku atas sikapmu. Tak kusangka kau cemburu kepada ibumu sendiri, tak kusangka kau khawatir kehilangan kasih sayangku. Hm, tidak.., aku tetap mencintaimu, Kiok Eng, cinta seperti paman Yong dulu kepadamu, cinta seorang tua kepada anaknya. Tak kusangka pikiranmu demikian jauh838 melenceng hingga membuat' aku dan ibumu gusar. Sekarang sudah jelas..... ah, sudah jelas!"

Lalu ketika pendekar itu memeluk puterinya yang tersedu-sedu ma ka sejenak Fang Fang melarutkan diri da lam keharuan dan iba hati yang besar. Dan saat itu Ming Ming menyentuh datang pula.

"Dan aku...."

Wanita itu menangis penuh haru.

"Meskipun hanya ibu tirimu na mun tak kuanggap dirimu sebagai orang lain, Kiok Eng. Kau sama saja seperti Beng Li bagiku, kau anakku. Marilah kita sama-sama pulang dan temui ibumu di Bukit Angsa."

Kiok Eng mengguguk tak dapat menahan diri.

Ia dipeluk dari kiri kanan dan terasa benar betapa dua orang itu mencintainya.

Si kakek sudah mundur dan memberikan kesempatan kepada ayah dan anak.

Tapi ketika bayangan lain berkelebat dan Nagi serta suaminya muncul maka wanita itu berseru dengan nada gembira.

"Bagus, aku tak sampai ditegur. Kau telah diterima ayahmu sebagaimana orang tua yang baik, Kiok Eng, aku benar-benar gembira. Kalau ayahmu marah beri tahu saja aku!"

"Heh-heh, kau selalu mencari keributan. Masa begini caramu mengajari gadis itu bertikai dengan ayahnya, Nagi? Kalau ada perbedaan pendapat sebaiknya dibicarakan, bukan lari kemudian lapor kepadamu. Heh- heh, Fang Fang bisa menjewer puterinya kalau begitu!"

"Benar,"

Bhopal tersenyum dan tertawa lebar.

"Aku tak mengharap Fang-tai-hiap memarahi puterinya lagi, niocu. Ada persoalan biar diselesaikan ada keributan biar dicari pemecahannya. Ah, aku gembira Kiok Eng telah menerima ayahnya lagi!"

Kiok Eng melepaskan diri dan semua orang ternyata839 telah berada di sekelilingnya.

Gadis yang semula berdua dengan Sin-kun Bu-tek itu kini tiba-tiba berhadapan dengan yang lain, jengah dan malu namun tak dapat disembunyikan lagi wajah itu berseri gembira.

Kiok Eng merasakan benar betapa sang ayah menerimanya tulus.

Kemarahan atau sikap keras ayahnya itu tak tampak lagi, ini karena pendekar itu telah mendengar dan mengintai percakapan.

Maka ketika dia muncul dan isyarat kakek itu memberinya ja lan, Fang Fang juga tak mengira bahwa keliaran puterinya karena semacam "cem buru", hampir saja dia tertawa maka dilepasnya puterinya itu ketika semua orang datang.

Wajah pendekar ini terang dan benar-benar gembira sekali.

"Hm, ini karena jasa locianpwe Sin-kun Bu-tek. Terima kasih banyak atas se mua kebaikanmu ini, locianpwe. Tanpa ikut campurmu belum tentu puteriku yang bengal ini penurut. Dan aku juga tak tahu sumber permasalahannya. Kau orang tua benar-benar bermata tajam, terima kasih!"

"Ha-ha, apa artinya bantuanku ini. Kalau Tuhan tak menghendaki dan menyadarkan puterimu belum tentu usahaku ber hasil, Fang-taihiap. Ini semua karena ke- hendakNya. Sudahlah jangan bersyukur ke padaku melainkan kepadaNya saja. Aku turut gembira bahwa kalian ayah dan anak dapat akur kembali. Aku mengharap semuanya benar-benar puas!"

Fang Fang menarik napas gembira.

Ia memandang semua orang dan akhirnya berhenti pada puterinya itu.

Kiok Eng tampak demikian jinak dan penurut.

Lalu ketika dia bertanya apakah gadis itu mau menemui ibunya kembali, bersama ke Bukit Angsa maka Kiok Eng menunduk men jawab lirih.

"Terserah ayah....."840 Semua orang tersenyum. Sin-kun Bu tek melirik cucu dan menantunya lalu memberi kedipan. Sudah saatnya mereka pergi. Maka ketika Kiok Eng jelas bersama ayahnya lagi dan akan menuju ke Bu kit Angsa, kakek ini berdehem tiba-tiba ia menyambar lengan dua menantu dan cucunya itu berkata kepada Fang Fang.

"Agaknya sudah waktunya kita berpisah lagi. Kuharap Fang-taihiap mau mengerti perasaan puterinya ini. Hm, baik-baik dan jaga puterimu itu, taihiap, dan kau harap mematuhi ayahmu sebagaimana halnya seorang anak yang patuh. Kami juga akan pergi, selamat berpisah dan sam pai jumpa lagi!"

"Locianpwe....!"

Kakek itu tertawa.

Seruan Kiok Eng dibalasnya lambaian tangan karena secepat itu juga ia lenyap berkelebat memba wa cucu dan menantunya.

Sin-kun Bu-tek telah pergi.

Dan ketika Kiok Eng tertegun namun sang ayah menyentuh lengannya, memberi isyarat dan Fang fang me nyambar lengan isterinya maka pendekar itupun berkelebat meninggalkan rumah se derhana itu.

"Kitapun berangkat, marilah!"

Kiok Eng tak melawan diajak ayahnya ini.

Kini gadis itu benar-benar tunduk dan Fang Fang lega.

Lalu ketika ia meli rik isterinya dan Ming Ming tersenyum haru, mengangguk dan terbang meninggal kan tempat itu maka tiga orang ini menuju Bukit Angsa.

***** Sama seperti dulu ketika meninggalkan tempat itu maka pagi itupun Bukit Angsa segar berseri-seri.

Kiok Eng dan ayahnya telah tiba di hutan ini namun ga dis itu mengerutkan kening.

Ada sesuatu yang lain, tak ada841 kicau atau pekik monyet-monyet nakal di tempat itu.

Dan ke tika gadis ini melirik ayahnya karena tiba-tiba ayahnya itu berhenti, mengerutkan kening dan mengerutkan kening maka pendekar ini merasakan sesuatu yang tidak biasanya pula.

Ming Ming tertegun dan menjadi tidak enak.

"Ada apa,"

Tanya wanita ini yang sebenarnya berdegupan kencang akan bertemu madunya. Sudah lama ia tidak bertemu Ceng Ceng.

"Kenapa berhenti di sini, suamiku. Ada apa dan kenapa kau tiba-tiba menahan langkah. Apakah Ceng Ceng kira-kira tak senang melihat kehadiranku!"

"Hm, jangan bercuriga. Ceng Ceng tak ada apa-apa denganmu, Ming-moi, se perti yang berkali-kali kukatakan. Aku berhenti karena mendapat firasat aneh. Aku, hmm..... aku tak merasa ia ada di sana!"

"Apa?"

"Entahlah, di sini tiba-tiba perasaanku tak enak. Getar firasatku bicara lain. Bagaimana dengan kau!"

Fang Fang memandang puterinya dan gadis itu mengangguk.

Kiok Eng merasa tak enak karena tak ada kicau burung atau cecowetan mo nyet liar.

Biasanya tempat itu akan riuh di waktu pagi seperti ini.

Maka ketika ia terisak dan teringat ibunya, gadis ini ber kelebat tiba-tiba Kiok Eng berseru biarlah dia masuk dulu.

"Aku akan melihat ibu!"

Fang Fang mencengkeram lengan isterinya melihat anak gadisnya bergerak mendahului, Ia mengangguk pada isterinya itu kemudian berkelebat menyusul.

Dan ketika Ming Ming menjadi tak enak karena sikap dua orang ini begitu serius, sungguh-sungguh maka tak lama kemudian ia memasuki hutan itu untuk kemudian keluar842 menuju sebuah bukit indah ber leher panjang.

Nyaman sebenarnya menik mati pemandangan di situ dan diam- diam wanita mi kagum.

Tempat itu tak kalah menariknya dengan Bukit Mawar, tempatnya sendiri.

Namun karena saat itu suasananya tak enak dan suami serta anak tirinya nampak tegang maka wanita ini-pun menahan debar jantungnya untuk kemudian tiba-tiba mendengar jerit Kiok Eng di sana.

"Ibuu.!!"

Fang Fang berubah dan tiba-tiba menggerakkan tubuhnya cepat sekali.

Bagai iblis melesat ia membuat isterinya kaget, Ming Ming ditarik dan disendal ke depan.

Dan ketika kemudian mereka melewati puncak untuk kemudian turun ke bawah, ke balik bukit itu maka Kiok Eng tampak di depan sebuah rumah mungil menendang pintunya, menjerit dan melengking.

"Ibuu..!!"

Ming Ming pucat dan ngeri, Ia melihat gadis itu kalap menendang pintu rumah dan jendela, berkelebat dan berteriak-teriak di mana akhirnya mereka tiba di dalam.

Dan ketika Ming Ming tertegun tak melihat apa-apa, kecuali ruangan yang porak-poranda maka Kiok Eng masuk lagi membawa sesuatu, pakaian ibunya yang robek-robek.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Ayah, ibu...... ibu tak ada. Ia diculik seseorang. Lihat ini!"

Fang Fang bergerak dan menyambar pakaian itu. Ada noda darah dan bercak-bercak kotor di situ, ia terkejut dan tegang. Namun ketika ia tak mengerti siapa yang datang maka puterinya berkelebat keluar dan melengking-lengking.

"Ibu, siapa jahanam keparat itu. Siapa dia. Bedebah,843 katakan padaku dan kurobek-robek jantungnya!"

Ming Ming berkelebat dan memanggil gadis itu. Akan tetapi ketika Kiok Eng malah lari dan naik bukit, turun dan lenyap memasuki hutan maka wanita ini memanggil suaminya namun saat itu Fang Fang berkelebat di sampingnya, me ngejar Kiok Eng.

"Kiok Eng, tunggu.!"

Gadis itu seperti kesetanan. Ia tak perduli dan lari bagai tak mendengar apa-apa. Namun ketika ayahnya menyambar dan menangkap lengannya maka gadis itu tersentak ke belakang mendengar seruan ayahnya yang penuh wibawa.

"Kiok Eng, tunggu. Ke mana kau mau pergi!"

Gadis ini terpelanting.

Disambar dan ditangkap ayahnya ia tak bisa melepaskan diri, begitu kuat cekalan sang ayah kepada lengannya.

Dan ketika ia kemudian tersedu- sedu dan menubruk ayahnya, dipeluk dan dirangkul maka Fang Fang mengusap puterinya ini berkata gemetar.

"Bagaimana tahu bahwa ibumu diculik. Apa buktinya. Aku tak melihat apa-apa kecuali kamar dan ruangan yang porak-poranda, Kiok Eng. Bagaimana kau tahu bahwa ibumu dibawa orang!"

"Ini...... ini..... surat ini!"

Gadis itu mengguguk.

"Ibu meninggalkan suratnya sebelum dibawa keluar, ayah. Ia sempat membuat suratnya namun tak sempat melanjutkan!"

Fang Fang terkejut dan menerima itu.

Sebuah surat kumal diterima dari kepalan puterinya dan ia mengerutkan kening.

itulah tulisan Ceng Ceng, memberi tahu bahwa seseorang menangkapnya tapi tak tahu844 siapa.

Agaknya Ceng Ceng belum mengenal orang itu.

Tapi ketika ia mengerutkan kening melihat sebalik, ada sebuah bulu halus menempel di situ maka pendekar ini mencabutnya dan melihat sehelai bulu burung kuning keemasan.

"Hm, kau tahu ini?"

Tanyanya kepada puterinya.

"Ada sedikit petunjuk di sini, Kiok Eng, tapi aku tak tahu milik siapa ini. Tentu bukan secara kebetulan.'"

Kiok Eng mendorong ayahnya melihat itu.

Ia buru-buru membaca surat ibunya dan meledak, tak tahu atau tak memperhatikan bagian belakang surat.

Maka ketika ayahnya menunjukkan itu dan ia tertegun, serasa mengenal itu mendadak wajahnya berobah dan ia mencelat mundur.

"Wi Tok!"

Sang ayah terkejut.

Kiok Eng tiba-tiba memekik dan kemarahannya menjadi lagi.

Ia mengenal baik bulu itu karena itulah yang biasa menempel di kepala Wi Tok.

Itu bulu garuda emas yang menjadi topi temannya.

Tapi ketika ia tertegun dan bingung serta heran, masa Wi Tok menculik ibunya maka Ming Ming berkelebat muncul dan mendengar seruan itu.

"Siapa, Wi Tok? Putera selir kaisar itu?"

"Hm!"

Fang Fang tak mendengar jawaban puterinya, Kiok Eng masih bingung "Aneh pemuda itu ke sini, Ming Ming, bagaimana pula ia tahu. Aku sangsi apakah benar pemuda itu!"

"Tapi Kiok Eng menyebutnya tadi!"

"Ya, tapi mungkin bukan. Hm, bagaimana pendapatmu."

Dan ketika sang ayah menepuk pundaknya maka Kiok Eng terkejut dan sadar kembali.845

"Ini..... ini milik Wi Tok, kukenal betul. Tapi, ah..... aku ragu, ayah. Kenapa dia menculik ibu, untuk apa!"

"Siapa tahu, pemuda itu anak jahat. Kau sendiri hampir di ambang kehancuran, Kiok Eng. Kalau tak ada Sin-kun Butek locianpwe barangkali tak di sini lagi. Hm, siapa guru pemuda itu yang lupa-lupa kuingat....."

"Siang Lun Mogal, tua bangka jahanam. Ah, barangkali kakek ini, ayah, boleh jadi. Tapi, eh..... nanti dulu. Bukankah subo mencari kakek itu!"

Fang Fang menarik napas dalam.

Ia teringat kekeh nenek Bi Giok ketika melarikan diri, juga May-may, betapa nenek-nenek itu menyetelkan ingin mencari Siang Lun Mogal hingga mereka berkeliaran di luar tembok besar.

Mereka berada di padang rumput! Maka mengerutkan kening dan curiga akhirnya Fang Fang menarik lengan isteri dan puterinya.

"Agaknya kita harus ke kota raja. Mari, tak guna di sini lagi!"

Kiok Eng menangis.

Ia marah sekali melihat ibunya diculik.

Ia akan menghajar penculik itu.

Tapi ragu bahwa itu adalah perbuatan Wi Tok, untuk apa Wi Tok menculik ibunya maka gadis ini ikut saja ketika sang ayah menarik dan menyendat tangannya.

Apa yang terjadi di tempat itu? Benarkah Wi Tok datang? Memang benar.

Pemuda ini, setelah gurunya dikalahkan Sin-kun Bu-tek lalu diajak terbang meninggalkan padang rumput menjauhi lawan.

Sin-kun Bu-tek sendiri tak mengejar dan lebih menitikberatkan pada pertolongan Kiok Eng.

Dan ketika kakek itu tiba di luar dan marah- marah, ia digagalkan musuh lamanya maka kakek ini membawa Wi Tok sambil mencaci maki tak keruan.846

"Jahanam, keparat terkutuk. Masih belum mampus juga tua bangka itu, Wi Tok, dan lemah sekali kepandaianmu ini. Ah, kalau saja kau telah mewarisi Hoat-lek-kim-ciong- ko sepenuhnya! Bodoh, sial!"

Wi Tok diam saja.

Ia tak membantah atau menjawab segala kata-kata gurunya kecuali diam dan diam.

Ia sendiri sedang kecewa oleh kegagalannya memiliki Kiok Eng.

Ia gagal dan harus melepaskan gadis itu.

Maka ketika ia dibawa gurunya dan mendapat makian panjang pendek, ia sedih berpisah dengan gadis yang dicintainya maka gurunya berhenti setelah dua hari dua malam melakukan perjalanan tiada henti.

"Stop, kau seperti patung saja. Bisa bicara apa tidak. Atau aku melemparmu kepada mereka dan biar gadis siluman itu membunuhmu!"

Wi Tok lesu, diam saja. Tapi ketika sang guru menendang dan membuatnya terlempar barulah dia mengeluh dan melompat bangun, terhuyung.

"Kalau suhu ingin membunuhku bunuhlah. Aku tak ada gairah hidup lagi, suhu. Aku kecewa kau tak dapat membawa gadis itu. Bunuhlah dan lebih baik aku mati di sini!"

"Apa?"

Sang guru melotot melihat muridnya berlutut.

"Kau minta mati? Kau cengeng oleh putusnya cinta? Bodoh! Goblok dan bodoh! Heh, bangun atau aku melemparmu ke pecomberan, Wi Tok. Masih banyak gadis lain yang bisa kauperoleh. Bangun!"

Wi Tok tersenyum getir. Ada selokan di situ yang dijadikan ancaman gurunya, kalau ia benar-benar dilempar dan hanya kotor oleh air pecomberan tentu saja ia tak mau. Maka bangkit dan lesu memandang gurunya iapun berkata lagi.

"Suhu marah-marah karena847 dikalahkan Sin-kun Bu-tek, kenapa harus marah-marah kepadaku yang bukan tandingannya? Aku sendiri sedih ditinggal kekasihku, suhu, tak ada gadis lain yang mampu menggantikannya. Pilihanku gadis yang hebat, ia gagah perkasa."

"Bedebah, hentikan mulutmu yang busuk. Gadis gagah perkasa tak hanya satu, Wi Tok, jumlahnya di dunia ini seabrek. Hayo kauhentikan ocehanmu tentang gadis itu dan senangkan hatiku dengan cara lain, atau kau kulempar dan mandi di air kotor itu!"

"Baiklah, apa yang suhu mau"

"Nah, bagus, mau bicara. Heh, aku ingin kau melakukan sesuatu yang menyenangkan hatiku, Wi Tok, bukan murung dan sedih melulu. Kau harus membantuku bagaimana kelak dapat membalas jahanam Sin-kun Bu- tek itu!"

"Ia terlalu lihai...."

"Benar, tapi bukan berarti tak dapat dikalahkan. Kalau Hoat-lek-kim-ciong-ko-ku sudah sempurna dan mahir betul tentu ia dapat kurobohkan. Dan kau, heh! Kau harus rajin melatih itu, Wi Tok. Kau harus pandai agar dapat membantu gurumu. Aku tak suka kau menjadi penonton dan melihat gurumu kalah!"

Wi Tok tersenyum pahit.

Kalau gurunya sudah mencak- mencak seperti ini maka diam adalah yang terbaik.

Tapi ketika ia hendak dilempar kalau tetap diam saja, selokan itu amat kotor maka tentu saja ia pura-pura menjawab dan sang guru sedikit lunak, meskipun masih berang.

"Nah, sekarang bagaimana pendapatmu. Apa yang dapat kaulakukan untuk menyenangkan gurumu!"

Pemuda ini berpikir, lalu sejenak kemudian ia menjawab,848

"Bagaimana kalau kita ke kota raja? Barangkali di sana kau dapat mendinginkan hatimu, suhu, bersenang- senang."

"Heh, maksudmu mencari wanita?"

"Bukan itu saja, tetapi banyak hal lain yang dapat suhu lakukan."

"Maksudmu?"

"Mungkin suhu ingin menikmati makanan enak-enak, atau mungkin mencari kedudukan."

"Hm-hm, kedudukan tak ada artinya bagiku. Kau yang muda yang harus mendapatkan itu, Wi Tok, bukan tua bangka macam aku ini. Belum apa-apa orang akan lari melihat mukaku!"

Wi Tok tersenyum.

"Kalau begitu bagaimana kalau kita ke Bukit Angsa."

"Bukit Angsa? Tempat apa itu?"

"Hm, aku tiba-tiba teringat sesuatu, suhu, barangkali kau senang. Itu adalah tempat Kiok Eng dan ibunya.."

"Keparat, gadis itu lagi! Heh, buang pikiranmu tentang bocah siluman itu, Wi Tok. Aku tak mau dengar!' Mengerti? aku tak mau dengar!"

"Suhu jangan berang dulu, ada sesuatu yang menarik...."

"Stop, jangan bicara itu. Aku tak tertarik pada gadis itu karena gara-gara dia kau lalu menjadi melempem, tidak bersemangat. Heh, sekali lagi jangan bicara tentang itu, Wi Tok. Atau kau kulempar ke selokan!"

Sang guru menyambar dan Wi Tok terkejut. Leher bajunya dicengkeram dan ia benar-benar siap dilempar. Sekali tercebur tentu bau! Tapi tertawa memandang gurunya ini pemuda itu berseru,849

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hei, kau. Dengar dulu kata-kataku, suhu. Aku bukan bicara tentang gadis itu melainkan ibunya. Bagaimana kalau ibunya kita tangkap dan jadikan tantangan bagi musuh-musuh kita!"

"Apa?"

"Lepaskan aku dulu, jangan sewot. Mari bicara baik-baik atau kau boleh lempar aku ke pecomberan!"

Siang Lun Mogal membanting. Ia tidak melempar muridnya ke selokan melainkan ke tanah, betapapun tetap saja muridnya mengeluh. Tapi ketika Wi Tok berdiri bangun dan mengurut punggungnya maka kakek itu berseru.

"Apa yang kaumaksud dengan kata-katamu tadi. Apa hubungannya ibu anak itu dengan musuh-musuhku!"

"Suhu bodoh,"

Wi Tok tak perduli gurunya melotot.

"Otakmu sarat dengan kemarahan melulu, tak dapat berpikir. Bukankah suhu tahu bahwa anak itu banyak hubungannya dengan orang-orang yang tidak suhu sukai? Ambil contoh misalnya Dewa Mata Keranjang, lalu muridnya Fang Fang. Apakah suhu tidak memiliki suatu akal bila kita menangkap atau menculik itu? Musuh- musuhmu akan keluar, suhu, dan aku tak perlu mencari- cari lagi. Dan kaupun dapat mencoba Hoat-lek-kim-ciong- komu kepada Dewa Mata Keranjang!"

"Ha-ha, bocah pintar, bagus! Tapi ini pun berarti gadis siluman itu akan mencarimu pula. Ha-ha, kau tak dapat mengelabuhi gurumu. Eh, monyet liar tikus busuk. Kau memberikan umpan sekali tepuk dua lalat tertangkap, Wi Tok. Pandai kau menyuruh gurumu tapi menyembunyikan keinginanmu pribadi. Ha-ha, tak apa, murid Siang Lun Mogal memang harus pintar!"

Dan ketika kakek itu terbahak-bahak sementara muridnya tersenyum malu, Wi Tok memang menyembunyikan maksudnya850 sendiri maka pemuda itu tertawa menyeringai diketahui akalnya.

"Suhu sudah tahu, bagus. Aku tak usah menyangkal tapi suhu juga untung."

Si kakek tergelak-gelak.

Mula-mula kakek itu mengangguk-angguk dan berseri tapi tiba-tiba kening dikernyitkan.

Mata muridnya yang berputar sejenak ditangkapnya cepat, tahulah dia bahwa muridnya ini menyembunyikan sesuatu.

Lalu ketika otaknya yang cerdik mencari tahu segera dia maklum bahwa usulan muridnya itu sesungguhnya juga mengandung maksud agar bertemu Kiok Eng.

Dan tentu saja ia gemas tapi girang.

"Baiklah,"

Katanya menghentikan tawa.

"Rencanamu bagus, Wi Tok, tapi sepanjang jalan kau harus memperdalam Hoat-lek-kim-ciong-ko ini. Aku tak takut kepada Dewa Mata Keranjang tapi tenagamu tentu diharapkan bila lawanku itu dibantu muridnya."

"Suhu tak usah khawatir, aku akan berlatih sebisaku. Sekarang tetapkah hati suhu untuk menuju Bukit Angsa."

"Kenapa tidak? Ayo, kita berangkat, Wi Tok. Aku tak sabar dan ingin tahu di mana tempat itu!"

Wi Tok mengangguk dan disambar gurunya.

Untung ia tahu tempat itu, yakni ketika Kiok Eng percaya kepadanya dan membuka rahasianya, tempat tinggal guru dan ibunya itu.

Maka ketika beberapa hari kemudian mereka tiba di tempat ini dan berada di depan rumah kecil itu maka Ceng Ceng wanita itu terkejut sekali.

Ibu Kiok Eng ini seakan berhadapan dengan seorang iblis yang tahu-tahu muncul begitu saja.

Wi Tok berlindung di belakang gurunya.851

"Siapa kalian?"

Wanita itu tersentak dan membuang ember di tangan, Ceng Ceng sedang menyiram tanaman.

Lalu ketika ia mundur dan kakek itu menyeringai, Siang Lun Mogal tahu-tahu mengulur lengannya maka Ceng Ceng memekik dan meloncat ke belakang.

Hampir saja ia tertangkap! "Heh, kaukah ibu Kiok Eng? Kau Ceng Ceng murid Lui- pian Sian-li Yan Bwee Kiok?"

Wanita ini terkejut, serentak melolos ikat pinggangnya yang panjang, membentak.

"Orang tua kurang ajar, siapa kau dan ada perlu apa datang ke sini. Aku benar ibu Kiok Eng dan apa urusanmu menyebut-nyebut anakku!"

"Heh-heh, galak. Aku Siang Lun Mogal, hujin, datang ingin membawamu baik-baik ke kota raja. Ini muridku, Wi Tok. Ia sahabat baik puterimu dan ingin mengundangmu ke istana."

"Bohong, aku tak kenal kalian! Eh, tak perlu pura-pura di sini, kakek siluman. Aku tak ada urusan dengan kalian dan pergilah dari sini. Atau aku menghajarmu..... tar-tar!"

Ceng Ceng menakut-nakuti dengan meledakkan ikat pinggangnya keras ke udara.

Suara ledakan itu se perti halilintar namun Siang Lun Mogal mana perduli.

Kakek itu terkekeh dan bahkan tergelak-gelak.

Lalu ketika ia maju lagi dan tak takut menyambar si nyonya, Ceng Ceng memekik maka nyonya itu menyabet namun secepat itu juga ujung ikat pinggangnya tertangkap.

"Bret!"

Ceng Ceng berkutat. Wanita ini menjerit dan menjejak namun ujung senjatanya tak mau lepas, bahkan ketika ia menarik malah putus! Dan ketika ia terjengkang dan bergulingan kaget sekali, kakek itu tertawa maka lawan berkelebat dan berseru kepadanya.852

"Hujin, aku ingin membawamu baik-baik. Menyerahlah, muridku masih sahabat puterimu!"

Akan tetapi wanita ini tentu saja tak mau ditangkap.

Ia membentak dan belasan jarum-jarum merah menyambar, ujung senjata juga melecut dari bawah, menuju mata kiri kakek itu.

Dan ketika si kakek mengelak dan terpaksa membatalkan serangan, menangkis atau mengebut runtuh semua jarum-jarum itu maka Ceng Ceng merah padam meloncat bangun, kaget sekali.

"Tua bangka dari mana ini berani kurang ajar di sini. Heh, sikap dan kata-katamu kasar, kakek iblis, aku tak percaya puteriku bersahabat dengan kalian. Pergilah atau aku siap menghadapi kalian dengan pertandingan mati hidup!"

"Heh-heh, gagah.... dan tak kenal takut. Bagus, aku semakin tertarik kepadamu, hujin. Bersiaplah karena kini aku tak mau main-main lagi!"

Kakek Mongol yang mulai marah dan diam-diam tak sabar itu menggosok-gosok telapak tangannya.

Ia mulai berkemak-kemik dan akan merobohkan lawan dengan Hoat-lek-kim-ciong-ko! Tapi ketika kakek itu bersiap menyerang sementara Ceng Ceng pucat dan merah berganti-ganti maka Wi Tok berkelebat maju dan menghalangi gurunya.

"Bibi, guruku tak bermaksud jahat. Percayalah, aku sahabat Kiok Eng dan justeru karena dia aku mengetahui tempat ini. Sabarlah dan kami tak akan berbuat apa- apa!"

"Heh, minggir!"

Sang guru membentak.

"Dia ingin main- main denganku, Wi Tok, tak dipercayapun tak apa. Ha- ha, aku akan merobohkannya!"

"Tidak, harap suhu menahan diri,"

Wi Tok membalik dan menyabarkan gurunya itu.

"Bukan maksud kita untuk853 mencelakai bibi ini, suhu. Aku tak ingin Kiok Eng marah karena ini. Sabar dan biar aku menghadapinya."

Lalu tak perduli gurunya melotot Wi Tok menjura dan bersikap baik-baik di depan wanita ini, calon mertuanya! "Bibi, aku Wi Tok dari istana, tak pernah bersikap kasar. Kami benar-benar ingin mengundang bibi baik-baik ke sana karena Kiok Eng menunggu."

"Hm!"

Ceng Ceng mengamati dan memandang pemuda ini bersinar-sinar.

"Sikapmu jauh lebih baik daripada tua bangka ini, anak muda, tapi aku masih tak percaya puteriku bersahabat denganmu. Tunjukkan buktinya kalau itu betul!"

"Bibi ingin minta bukti apa,"

Pemuda ini mengerutkan kening.

"Kalau aku dapat memberikannya tentu kubuktikan."

"Pernahkah Kiok Eng memberimu sesuatu?"

"Hm, memberi apa?"

"Apa saja, anak muda. Sebagian dari barang miliknya!"

"Ada,"

Wi Tok tersenyum, tiba-tiba mengangguk-angguk.

"Ia memberikan cintanya, bibi, boleh percaya atau tidak. Kami akan segera menikah!"

"Ha-ha!"

Siang Lun Mogal tertawa bergelak.

"Itu benar, hujin. Puterimu dan muridku saling jatuh cinta. Mereka akan menikah, dan kaisar mengundangmu untuk menyaksikan perkawinan itu!"

"Menikah?"

Ceng Ceng terkejut, membelalakkan mata.

"Gila, kalian orang-orang gila, anak muda. Tak mungkin itu. Kiok Eng tak mudah jatuh cinta, ia dilarang gurunya. Kau bohong!"

Wi Tok terkejut. Ia tak menyangka ini dan berubah854 merah. Pantas saja gadis itu tak gampang jatuh cinta, kiranya dilarang gurunya! Tapi tersenyum dan mengangguk-angguk dia tak mau kalah.

"Bibi, gadis seperti Kiok Eng adalah manusia biasa. Cinta adalah sesuatu yang tak mungkin dilarang. Mana mungkin gurunya berbuat seperti itu? Aku telah bertemu nenek May-may dan lain-lain, dan mereka baik kepadaku. Kalau bibi tidak percaya boleh tanya mereka karena baru-baru ini kami bertempur dengan Dewa Mata Keranjang!"

"Hm, aku hanya percaya kalau puteriku ada di sini!"

"Ia di kota raja...."

"Bohong!"

"Baik, barangkali ini sedikit bukti, bibi. Mana mungkin ia ke sini kalau kau masih marah kepadanya. Kiok Eng menceritakan kepadaku bahwa antara dirinya dan kau ada sedikit ganjalan. Nah, benar atau tidak!"

Ceng Ceng memandang pemuda itu dengan muka terkejut.

Ia mundur dan merah semburat dan Wi Tok tentu saja tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.

Memang betul Kiok Eng telah bercerita kepadanya, bahwa antara dirinya dan ibunya ada sedikit pertikaian.

Dan karena dilihatnya wanita itu tersentak dan dapat percaya, tentu saja ia tak mau kehilangan kesempatan ini maka pemuda itu berkata lagi dengan wajah berseri-seri, tak tahu bahwa sikapnya ini justeru membakar Ceng Ceng.

"Ia ingin kau datang ke istana, sebagai tanda maaf. Kalau bibi baik-baik dan mau percaya kepadaku biarlah di sana bibi buktikan sendiri. Nah, maukah bibi mempercayaiku dan dapatkah ini sebagai bukti."855

"Kau...., apa saja yang dikatakan kepadanya. Coba ceritakan apa sebab pertikaian kami, anak muda. Biar kudengar dan apa katanya!"

"Hm, ini...."

Wi Tok bingung.

"Ia tak memberi tahu aku selain bibi sedang tak senang, itu saja. Marilah bibi ke kota raja dan biarlah bicara di sana."

"Dengan kalian dua laki-laki? Dengan kalian yang baru saja kukenal ini? Tak masuk akal, bohong! Kau agaknya mengada-ada, anak muda. Tak mungkin puteriku begitu kalau benar ingin bertemu ibunya. Aku tahu wataknya. Kau rupanya sedikit mendapat bahan lalu pura-pura menjualnya sebagai orang pandai. Keparat, kau dusta kepadaku!"

Dan Ceng Ceng yang marah dan melengking menggerakkan ujung sabuknya tiba-tiba menyerang Wi Tok yang matanya berputaran itu.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Ia tadinya terkejut dan sedikit percaya namun tiba-tiba buyar.

Tak mungkin Kiok Eng menyuruh orang lain datang menemuinya, apalagi tentang rencana pernikahan segala! Maka ketika ia curiga kembali dan menerjang pemuda itu, merasa mendapat kesempatan sebelum kakek lihai itu bergerak maka ujung senjatanya meledak dan menyambar leher pemuda ini.

Sekali kena tentu terbelit! Namun Wi Tok adalah murid Siang Lun Mogal.

Ceng Ceng terlalu gegabah kalau menganggap pemuda ini berkepandaian rendah, sebab biarpun tak selihai gurunya akan tetapi pemuda ini adalah seorang murid gemblengan.

Kiok Eng saja sukar mengalahkannya.

Maka ketika pemuda itu mengelak dan senjata menyambar lewat, gurunya terkekeh maka sabuk itu menyambar lagi dan kali ini menggubat kaki, mematuk dan menyambar bagai ular.

"Rrttt!"856 Wi Tok ingin menunjukkan kepandaian. Ia merasa gemas juga akan akalnya yang gagal, bermula mau baik-baik tapi agaknya wanita ini tak dapat dibujuk. Terpaksa ia harus unjuk gigi dan apa boleh buat menghadapi dengan keras. Maka ketika ia membiarkan kakinya dibelit dan ujung sabuk mencengkeram kuat, disentak dan Wi Tok mengerahkan tenaga maka Ceng Ceng terkejut karena kaki pemuda itu tak bergeming.

"Ha-ha, calon menantumu ini bukan orang sembarangan. Kalau bukan kau tentu kubalas, bibi, tapi mengingat Kiok Eng biarlah kumengalah sedikit. Lepaskan, atau senjatamu putus!"

Ceng Ceng membentak, Ia menyentak dan mengangkat sabuknya kuat-kuat namun lawan benar-benar kokoh.

Wi Tok mengerahkan tenaga Seribu Katinya.

Tapi ketika Ceng Ceng melengking dan melemaskan senjatanya, lepas dan menyambar mata pemuda itu maka Wi Tok melempar tubuh ke kiri karena sabuk hampir saja mengenai matanya.."Tar!"

Pemuda itu marah. Ia meloncat bangun namun lawan mengejar, bertubi-tubi menjeietarkan ikat pinggang hingga naik turun bagai ular membuka mulut. Dan karena senjata itu cukup panjang hingga mampu bermain dengan amat bebas, menari dan "menggigit"

Di udara maka Wi Tok berlompatan dan sang guru terkekeh.

"Heh-heh, tak perlu sungkan. Balas dan robohkan dia, Wi Tok, jangan bodoh! Kita harus cepat pulang dan menawannya di sana!"

"Bagus, keluar belangnya. Sudah kuduga kalian bukan orang baik-baik, manusia-manusia busuk. Tak mungkin puteriku mau bergaul dengan kalian. Mampuslah, dan857 jangan kira aku menyerah!"

Ceng Ceng memekik dan menyerang lagi.

Ia sudah mendesak pemuda ini namun Wi Tok mengelak dan main mundur, hebatnya tak satupun serangannya mendarat di tubuh pemuda itu.

Lawan bagai belut, licin.

Dan ketika satu ketika sabuknya ditangkap dan ia melengking maka ujung sabuk putus lagi membuat Ceng Ceng terjengkang.

"Ha-ha, lucu sekali. Ayo, robohkan dan kejar dia, Wi Tok. Jangan beri kesempatan!"

Wi Tok tersenyum.

Ia telah dapat mengukur tenaga lawan dan tak takut mengejar.

Ceng Ceng pucat.

Maka ketika ia berkelebat dan wanita itu bergulingan meloncat bangun, ditubruk dan ditotok maka wanita ini melepaskan jarum-jarumnya dan Siang Lun Mogal tergelak-gelak.

"Heh-heh, jangan takut. Keluarkan Ang-mo-kangmu, Wi Tok. Agaknya dengan itu lawanmu segera roboh!"

"Aku tak sampai hati. Ia ibu dari wanita yang kucinta, suhu, mana mungkin kulukai. Bantulah, sebaiknya kita tangkap berdua."

Ceng Ceng gelisah.

Ia akhirnya meloncat bangun setelah pemuda itu mundur mengelak jarum-jarumnya, Wi Tok menge but dan jarum-jarum runtuh.

Tapi karena kakek itu hendak bergerak dan jelas membantu muridnya, inilah yang dikhawatirkan Ceng Ceng maka wanita itu tiba-tiba membentak berkelebat ke dalam rumahnya, lenyap.

"Wah, bersembunyi. Ha-ha, kita diajak kucing-kucingan, Wi Tok. Beranikah kau masuk!"

"Kenapa tidak,"

Pemuda itu berkelebat dan masuk.

"Kita harus membawanya suhu, dan tolong aku agar cepat!"

Akan tetapi dari dalam menyambar benda-benda halus.

Ceng Ceng menyambitkan jarum-jarum rahasianya dan858 Wi Tok hampir saja celaka, pemuda itu berteriak dan membanting tubuh keluar.

Namun ketika gurunya masuk dan mengebutkan lengan baju, meja dan kursi akhirnya jungkir balik maka Ceng Ceng pucat melihat lawan memasuki kamarnya.

Wanita ini melompat keluar jendela dan bersembunyi di kamar yang lain, dicari dan diburu sampai akhirnya semua kamar berantakan.

Ceng Ceng mengeluh.

Dan ketika kakek itu muncul di belakangnya dan membuat ia kaget setengah mati maka jari kakek itu menyambar punggungnya dan ia melempar tubuh menjerit.

"Aiihhhh..... bret!"

Siang Lun Mogal terkekeh-kekeh. Ceng Ceng bergulingan dengan baju robek, punggungnya yang mulus kelihatan. Dan ketika Wi Tok muncul di depan maka wanita ini putus asa dan menyambarkan sabuk panjangnya itu, yang kini tinggal beberapa jengkal.

"Mampuslah!"

Wi Tok menangkap. Ia telah muncul di situ mendengar suara gurunya, diserang dan mengelak namun tangan kiri terulur maju. Dan ketika ujung sabuk tepat tertangkap maka ia berseru pada gurunya agar merobohkan wanita itu.

"Serang, suhu, tapi jangan lukai!"

Kakek itu tertawa, Ia telah menggerakkan telunjuknya dan seberkas sinar hijau meluncur.

Sebuah totokan jarak jauh mengenai bahu Ceng Ceng.

Dan ketika wanita itu mengeluh dan roboh, Wi Tok merebut senjatanya maka Ceng Ceng tersedu-sedu memaki dua orang ini.

"Bunuhlah aku, bunuhlah. Aku tak takut mati!"

"Hm, heh-heh, masih menggairahkan. Eit, kami tak ingin859 membunuhmu, hujin, dan aku bahkan ingin menyayangmu. Kemarilah, kecantikanmu masih segar!"

Ceng Ceng menjerit dan melengos ketika kakek itu mencium pipinya.

Siang Lun Mogal bangkit gairahnya melihat tawanannya ini.

Meskipun empatpuluhan namun Ceng Ceng masih memiliki bentuk tubuh yang indah, wanita itu langsing dan padat.

Tapi ketika kakek itu mengulangi dan hendak memaksa lawannya maka Wi Tok berseru dan merebut wanita itu.

"Suhu, jangan gila. Ini calon mertuaku. Jangan biarkan Kiok Eng marah dan membuat hancur hatiku. Biar aku yang membawa dan mari kita pergi!"

Kakek itu terbelalak. Ia marah namun tiba-tiba terkekeh. Muridnya meloncat ke luar dan terbang naik bukit, sikapnya begitu sungguh-sungguh. Dan karena tak ingin muridnya kecewa maka kakek ini melesat dan mengejar pemuda itu.

"Baiklah, kau benar-benar tergila-gila kepada gadis siluman itu. Heh-heh, kalau nanti jadi menikah biarkan ibunya untukku, Wi Tok. Anak dengan anak orang tua dengan orang tua!"

"Jahanam, keparat jahanam! Tua bangka tak tahu malu. Kalau suamiku tahu rasakan kalian nanti, manusia- manusia busuk. Lihat kalian akan dijadikan perkedel!"

"Ha-ha, suamimu mampus. Kau janda kembang yang masih menarik, hujin, lama tak disentuh menimbulkan selera besar. Heii, bukankah Kiok Eng menceritakan dirinya tak berayah!"

"Benar,"

Wi Tok mengangguk, tak enak juga gurunya mempermainkan wanita ini.

"Tapi sudahlah jangan menggoda, suhu. Jelek-jelek ia calon mertuaku, ibu Kiok860 Eng!"

Ceng Ceng merah padam. Berkali-kali ia disebut calon mertua dan guru serta murid itu sama-sama tak tahu malu. Maka membentak bahwa ia bukan seorang janda, nama Fang Fang dianggap dapat menggertak maka wanita itu berseru, melengking.

"Tua bangka, aku masih bersuami. Suamiku masih hidup. Siapa bilang aku janda karena suamiku adalah Fang Fang. Hayo, lepaskan aku atau Fang Fang akan menghajar kalian!"

Wi Tok terkejut dan berhenti. Ia bagai disengat mendengar itu namun tiba-tiba tertawa. Dianggapnya wanita itu main-main. Dan ketika di sana gurunya juga tertegun dan sejenak berhenti, melotot maka pemuda ini meneruskan larinya berseru tertawa.

"Bibi, gurauanmu sempat mengejutkan aku. Ha-ha, Fang Fang adalah orang yang paling dibenci Kiok Eng, kau bohong!"

"Benar, keparat wanita ini,"

Siang Lun Mogal juga terkekeh dan memaki, melanjutkan perjalanannya.

"Kalau benar itu maka kepalamu kupecahkan di sini, wanita busuk. Tutup mulutmu dan jangan mengada-ada!"

"Siapa mengada-ada! Kalian yang tidak tahu malu dan laki-laki pengecut. He, tanyakan semua orang siapa isterinya Fang Fang, kakek iblis. Aku adalah isterinya dan tak perlu mengada-ada!"

"Biarkan ia membual,"

Wi Tok tak percaya dan meneruskan larinya.

"Mari cepat ke kota raja, suhu. Jangan, dengarkan ocehannya dan kita cepat-cepat mengaso!"

Namun Ceng Ceng meronta dan memaki-maki pemuda861 ini.

Wi Tok akhirnya menotok urat gagunya dan baru setelah itu tawanan tak dapat berkata-kata lagi, Ceng Ceng dipondong dan akhirnya mendelik, pingsan.

Dan ketika sesampainya di kota raja pemuda itu langsung memasuki istana, datang dan menemui ibunya maka Siang Lun Mogal sendiri menghilang dan entah ke mana.

"Aku mau memeriksa tempat-tempat yang dulu. Kautemuilah ibumu dan nanti bertemu lagi."

Wi Tok mengangguk dan berkelebat menemui ibunya.

Tentu saja sang ibu kaget melihat puteranya datang, bahkan membawa seorang pingsan, wanita cantik.

Tapi ketika wanita itu tertegun dan puteranya tertawa maka Wi Tok meletakkan tawanan di pembaringan ibunya.

"Tak usah khawatir, harap ibu tenang-tenang saja. Aku akan menemui Liong-ongya, ibu, melapor hasil kerjaku."

"Dia.... siapa dia? Kenapa kaubawa ke sini?"

"Ia calon mertuaku, calon besan ibu."

"Apa?"

"Sudanlah, tenang-tenang saja, ibu. aku mau pergi sebentar!"

Wi Tok tertawa dan meninggalkan kamar ibunya. Ia hendak menemui pamannya itu dan bicara, ada sesuatu yang dirasa penting. Maka ketika sang ibu terbelalak dan menarik napas dalam maka Liong-ongya sudah mendengar datangnya pemuda itu.

Jilid XXIV KIRANYA pangeran ini sudah menunggu Wi Tok di dalam. Begitu pemuda itu muncul iapun bangkit berdiri menyambut, tersenyum-senyum. Lalu ketika ia mempersilakan pemuda itu dan Wi Tok mengangguk862 pangeran inipun tertawa berkata.

"Wi Tok, lama sekali perjalananmu, tak pernah memberi kabar. Nah, aku gelisah tapi senang hari ini kau datang. Apa laporanmu dan hasil gembira apa yang kaubawa."

"Aku membawa seorang wanita, calon mertuaku. Ini kabar gembira pertama yang hendak kuberitahukan padamu, paman, sedang kabar lain adalah kabar-kabar baik tapi ada juga yang buruk."

"Ha-ha, selamanya kau begini. Eh, mari minum dulu dan nikmati hidangan kecil. Aku sudah menunggumu dengan tak sabar mendengar hasilnya!"

Liong-ongya memanggil pelayan dan keluarlah dua gadis gemulai membawa nampan berisi minuman dan makanan.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wi Tok memandang mereka dengan kagum namun cintanya kepada Kiok Eng mengalahkan segala-galanya, ia mengangguk dan tersenyum kecil saja.

Lalu ketika tuan rumah mempersilakannya dan menanya hasil perjalanannya maka pemuda ini menarik napas dalam berkata hati-hati, hubungannya dengan Kiok Eng tentu saja tak disebut-sebut.

"Aku sudah bertemu orang-orang yang kucari, termasuk Dewa Mata Keranjang dan puteranya. Aku sudah bertanding dengan mereka dan mengadu kepandaian, paman, tapi harus kuakui bahwa mereka itu lihai. Dewa Mata Keranjang dibantu isterinya, aku terpaksa mundur. Sedang Tan Hong, hmm... puteranya itu kutangkap dan kupermainkan di Liang-san!"

"Bagus, ha-ha, tapi sayang sekali tak kaubawa ke sini. Eh, tapi bagaimana dengan tugas utamamu, Wi Tok, Kiok Eng itu. Apakah belum ketemu!"

"Ini, hmm.... sudah. Tapi gadis itu lolos lagi, paman. Aku sudah bertanding dan dapat mengalahkannya. Tapi863 datang orang-orang lain yang membantunya, kakek lihai Sin-kun Bu-tek!"

Wi Tok mempergunakan nama ini untuk menyembunyikan rahasianya sendiri.

Kalau saja Kiok Eng dapat diajaknya baik-baik dan menerima cintanya tanpa banyak persyaratan tentu dia tak akan datang menemui pamannya ini.

Bukankah pamannya itu juga mencintai Kiok Eng! Tapi karena gadis itu lolos dan ada musuh-musuh kuat, Sin-kun Bu-tek dan anak serta menantunya itu maka ia harus mencari akal dan kalau perlu meminta bantuan pamannya ini, para pengawal, atau orang-orang pandai istana! "Sin-kun Bu-tek?"

Liong-ongya terkejut dan membelalakkan mata.

"Maksudmu kakek sakti berjenggot panjang itu? Kakek pengembara yang lihai dan memiliki cucu perempuan cantik?"

"Benar,"

Wi Tok tertegun juga, kagum "Kau agaknya tahu, paman, betul kakek itu!"

"Hm, lalu bagaimana. Bagaimana kakek itu dapat muncul!"

"Aku tak tahu dari mana ia datang, karena tahu-tahu muncul dan membantu Kiok Eng. Untuk ini aku gagal, paman, tapi lain kali pasti tidak. Dan aku membawa guruku ke sini!"

"Gurumu?"

"Benar."

"Di mana dia?"

"Sudah di sini, paman, namun entah di mana. Suhu mungkin mencari makanan enak."

"Ha-ha, bagus sekali. Kalau begitu tak perlu gagal!"864 Liong-ongya tertawa gembira dan wajah yang tadi kecut dan tampak kecewa tiba-tiba menjadi terang dan senang. Tentu saja Wi Tok tak perlu menceritakan betapa gurunya itu kalah oleh kakek sakti Sin-kun Bu-tek. Gurunya masih belum sempurna melatih Hoat-lek-kim- ciong-ko. Maka ketika ia mengangguk dan tertawa pula maka pangeran itu menyambar arak berseru keras.

"Wi Tok, kalau begitu selamat datang untuk gurumu. Mari minum!"

Pemuda ini menerima araknya lalu minum.

Liong-ongya gembira dan pemuda ini juga senang.

Tapi ketika Wi Tok ditanya lainnya tentang calon mertua itu tiba-tiba pemuda ini teringat omongan Ceng Ceng betapa ia adalah isteri Fang Fang.

Kini ia ingin menguji.

"Calon mertuaku itu masih malu-malu memasuki istana, nanti saja paman dapat berkenalan. Tapi ada pertanyaan untukmu paman, dapatkah kiranya kau menjawab."

"Pertanyaan apa."

"Tentang Fang Fang."

"Hm!"

Wajah itu seketika gelap.

"Ada apa dengan murid Dewa Mata Keranjang ini, Wi Tok. Apa yang ingin kautanyakan."

"Kecil saja, tahukah paman nama isterinya."

"Isterinya?"

Pangeran itu berkerut kening.

"Isterinya banyak, Wi Tok. Yang mana yang ingin kautanyakan!"

"Hm,"

Wi Tok bingung.

"Isterinya tidak seorang?"

"Benar, seingatku ada tiga!"

Wah! Wi Tok terkejut.

Selama ini ia tak pernah menyelidiki hal itu dan jawaban pamannya ini tentu saja membuat dia tercengang.

Tapi ketika pamannya tertawa865 dan berseru bahwa hal itu biasa, apa lagi bagi murid Dewa Mata Keranjang maka pamannya itu mengangkat cawan.

"Wi Tok, empat atau lima barangkali masih tidak aneh juga. Lihat Dewa Mata Keranjang itu, berapa isterinya. Sebelas! Ha-ha, bukankah ini masih lebih hebat lagi? Tapi kau tampaknya serius menanyakan ini, ada apa dan isteri yang mana!"

"Coba paman sebutkan saja siapa-siapa isteri Fang Fang itu, barangkali ada yang kukenal."

Akhirnya pemuda ini pura-pura tertawa tetapi perasaannya mulai tidak nyaman.

"Hm, begitu? Baik, kuingat-ingat. Pertama adalah Eng Eng, murid Bhi-kong-ciang nenek Lin Lin. Kedua, hmm..... agaknya murid May-may, gadis cantik bernama Ming Ming. Sedang ketiga kalau tidak salah adalah wanita bernama Ceng Ceng."

Sampai di sini cawan yang dipegang Wi Tok tiba-tiba jatuh, pecah.

Pemuda itu terkejut sekali dan Liong-ongya ikut-ikut kaget.

Pemuda itu berubah namun cepat dapat menguasai diri lagi.

Sekilas bayangan menakutkan membuat Wi Tok tersentak, teringat Kiok Eng.

Siapa ayah gadis itu! Dan ketika secara kebetulan dua pelayan cantik tadi muncul di pintu, kaget mendengar suara pecah maka Wi Tok tertawa bergelak menghilangkan kecurigaan pamannya.

Tak menyangka bahwa ibu Kiok Eng itu benar-benar isteri Fang Fang! "Ha-ha, kalian mengejutkan aku saja.

Eh, tak perlu bersembunyi di luar pintu, nona-nona cantik.

Kukira siapa dan hampir kutimpuk dengan cawan ini.

Maaf, aku membuat pamanku marah dan harus membersihkan lantai!"

Wi Tok membungkuk dan menyapu sisa-sisa866 pecahan cawan, dua dayang berlari cepat dan Liong ongya tentu saja tak membiarkan pemuda itu membersihkan sendiri.

Pangeran ini bangkit dan terheran-heran, menyuruh Wi Tok membiarkan itu disapu pelayannya berdua.

Lalu ketika pemuda itu berpindah kursi dan Wi Tok sudah menguasai dirinya lagi maka pemuda ini menarik napas dalam-dalam berkata pada pamannya, tegang menahan perasaan.

"Maaf, paman, aku merusakkan barangmu. Dua pelayanmu tadi membuat aku kaget mengira musuh yang bersembunyi. Aku siap menimpuk dengan cawan itu."

"Tak apa, kau membuat kaget saja. Syukur kau tak sampai menyerang dan biar mereka kusuruh pergi ke belakang."

Liong-ongya menyangka benar-benar begitu dan cepat memerintahkan pelayannya ini menjauh.

Memang tadi mereka di luar pintu menunggu perintah- perintah lain, siapa tahu harus menambah minuman atau makanan lagi.

Namun karena Wi Tok dibuat terkejut dan pangeran lega akhirnya pembicaraan dilanjutkan lagi dan kini Wi Tok mulai tak menunjukkan kegembiraan, wajahnya sedikit gelap.

"Kupikir tak ada lagi yang perlu kulaporkan di sini, kecuali bahwa paman agaknya harus membantuku. Aku dan suhu merencanakan sesuatu untuk mengundang musuh- musuhku, paman, juga memancing Kiok Eng agar ke sini. Apakah paman sanggup memberikan perwira-perwira tangguh untuk sewaktu-waktu dipakai tenaganya. Siapa tahu musuh harus dikepung!"

"Hm, tentu. Tapi kapan gadis itu datang, Wi Tok, aku sudah tak sabar. Ia menghinaku!"

"Paman tak usah khawatir,"

Wi Tok tertawa mengejek.

"Gadis itu pasti kutangkap. Sekarang biarlah aku867 menemui suhu dan ganti bicara di sana."

"Nanti dulu!"

Liong-ongya bangkit dan memanggil.

"Kau belum menyebut siapa calon mertuamu itu, Wi Tok. Kapan dapat kukenal!"

"Hm, ini..."

Pemuda itu tertegun, lalu tertawa.

"Tak lama lagi, paman. Sudahlah besok aku berkunjung lagi dan sekarang ingin menemui suhu!"

Liong-ongya tak dapat mencegah ketika pemuda itu meloncat dan berkelebat keluar.

Wi Tok berdebaran keras setelah tahu siapa tawanannya itu, tak menyangka bahwa itu benar-benar isteri Fang Fang, ibu Kiok Eng.

Dan ketika ia bingung namun juga marah mengira Kiok Eng mempermainkannya maka pemuda ini kembali ke kamar ibunya untuk melihat tawanan, Ceng Ceng masih tertotok pingsan.

"Siapa dia itu,"

Sang ibu menyongsong dan bertanya kepada puteranya.

"Kenapa calon mertua harus kauperlakukan seperti ini, anakku. Masa begitu caramu memperlakukan orang!"

"Ibu harap keluar dulu,"

Wi Tok menjawab pendek dan agak marah.

"Aku ingin bicara dengan wanita ini dan tidak diganggu. Harap ibu keluar dan jangan ceritakan bahwa aku membawa seseorang."

Sang ibu terbelalak.

Kalau saja Wi Tok tidak menampakkan muka marah setelah tadi begitu gembira dan berseri-seri tentu wanita ini akan bertanya banyak- banyak.

Dia terheran-heran oleh sikap puteranya ini, menangkap seseorang dan menaruhnya di kamarnya.

Tapi karena ia begitu sayang dan tak mau ribut, Wi Tok adalah putera tunggalnya maka wanita ini keluar dan menutup pintu kamar.868

"Baiklah, tapi setelah itu ceritakan ke pada ibumu, Wi Tok. Apa artinya semua ini dan kapan ibu sempat bercakap-cakap denganmu."

Wi Tok menyambar kursi dan marah memandang tubuh tawanannya itu.

Setelah ia tahu bahwa ini adalah isteri Fang Fang dan Kiok Eng berarti puterinya maka pemuda itu merasa marah menyangka dipermainkan.

Ia akan membalas perbuatan itu! Tapi ketika ia tertegun teringat cerita Kiok Eng, betapa gadis itu membenci Fang Fang mendadak ia bingung dan merandek sendiri.

Tak mungkin Kiok Eng main-main karena sikapnya itu betul- betul tak dibuat-buat.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Ia merasakan benar.

Namun ketika pikirannya tak dapat berjalan baik oleh bingung dan marah akhirnya ia ingin tahu sendiri dari mulut Ceng Ceng, dan Wi Tokpun membuka totokan.

"Hm, bangunlah. Kau sudah di sini, hujin. Di tempatku. Sadar dan ceritakan ke padaku kenapa Kiok Eng membenci ayahnya sendiri!"

Ceng Ceng mengeluh dan membuka mata.

Setelah sekian lama ditotok dan tak sadarkan diri tentu saja mula- mula ia merasa sakit dan kaku tubuhnya, meng geliat dan bangkit duduk namun kepalanya pening.

Ia roboh dan terkejut berada di sebuah pembaringan.

Kamar yang harum dan luas menerimanya.

Dan ketika ia tertegun dan sejenak merasa aneh, bingung maka suara pemuda itu didengarnya lagi dan Wi Tok duduk di kursi dengan sikap dingin.

"Bibi, aku tak akan membuatmu sengsara asal kau tak bertindak macam-macam. Kau di tempatku kini, di istana. Nah, duduk dan pulihkan kekuatanmu dan mari bercakap-cakap secara baik-baik."

Wanita ini terbelalak.

Tiba-tiba ia meloncat bangun dan869 merah padam melihat dirinya bersama seorang pemuda di kamar sendirian, hampir saja membentak.

Tapi ketika melihat betapa pemuda itu amat tenang meskipun agak dingin, ia teringat pemuda ini yang amat lihai akhirnya ia menahan diri dan maju dengan mata bersinar-sinar, sikapnya menunjukkan marah.

"Kau dan gurumu telah menangkap aku, bagus. Sekarang mana Kiok Eng seperti janjimu?"

"Harap bibi duduk,"

Wi Tok melempar kursi dan ditangkap wanita ini, Ceng Ceng berkilat.

"Kita bicara baik-baik dan justeru untuk ini aku ingin bertanya."

Kalau saja Ceng Ceng tak tahu betapa lawannya ini sungguh lihai, juga kakek gundul yang mungkin berada di luar tentu tak sudi ia duduk dan menerima kursi itu.

Namun Ceng Ceng menahan diri, ia harus sabar.

Maka ketika ia duduk sementara matanya mencari kesempatan, sewaktu-waktu ia akan merobohkan lawannya ini maka Wi Tok pura-pura tak tahu dan mulai bertanya.

"Aku mempercayai dirimu bahwa Fang Pang adalah suamimu, dan baru sekarang kutahu bahwa Kiok Eng puteri kalian berdua. Hm, maafkan sikapku, bibi, tapi ke- napa Kiok Eng harus membenci ayahnya. Ada apa di antara dirinya dengan suamimu itu dan harap beri tahukan terus terang agar aku dapat memperlakukanmu baik-baik."

"Kau!"

Wanita ini menggigil.

"Ada apa harus mencampuri urusan rumah tangga orang lain? Tidak adakah pekerjaan lain bagimu kecuali masuk dan mencampuri urusan yang bukan urusanmu? Aku tak mau menjawab pertanyaanmu, anak muda. Ini urusan kami pribadi!"

"Hm, aku harus perduli,"

Wi Tok tertawa mengejek.

"Ini870 menyangkut urusanku juga, bibi, pribadi. Aku ingin tahu agar tak kuanggap Kiok Eng mempermainkan aku."

"Aku tak mau menjawab!"

"Bibi harus menjawab."

"Tidak, bedebah! Kau tak bisa memaksa orang, anak muda. Lihat kalau suamiku atau Kiok Eng datang!"

Ceng Ceng meloncat dan tiba-tiba menyambar kursi yang didudukinya, Ia melempar itu dan menyerang Wi Tok. Tapi ketika Wi Tok menangkis dan kursi hancur maka ia terbanting dan mengeluh di sudut. Wi Tok berdiri dan tertawa mengejek.

"Aku masih bersabar atau nanti guruku tahu. Hm, dengar dan perhatikan baik-baik, Fang-hujin. Karena cintaku kepada Kiok Eng maka aku masih memperlakukanmu secara baik-baik di sini. Guruku tidak tahu bahwa Fang Fang adalah suamimu, kau dikira main-main. Tapi karena aku tahu dan sekarang percaya maka kau harus bersikap baik atau aku menyerahkanmu kepada guruku. Kau tahu apa yang akan dilakukan guruku kalau kau jatuh di tangannya!"

Ceng Ceng terhuyung bangun.

Ia pucat memandang pemuda ini dan ancaman itu membuatnya ngeri.

Kakek gundul yang menyeramkan itu memang tak segan-segan mengganggunya, kalau tak ada pemuda ini tentu dia bernasib lebih mengerikan.

Tapi karena iapun harus menjaga harga diri dan tak boleh begitu saja menyerah maka ia membentak.

"Wi Tok, kau anak muda kurang ajar. Kalau benar mencintai puteriku kenapa aku kauperlakukan seperti ini. Kau bohong, mana Kiok Eng!"

"Ia akan datang, kalau kau mau bersikap baik. Nah,871 ceritakan dulu sebab musabab Kiok Eng memusuhi ayahnya, bibi, dan kau tak akan kuganggu lagi."

Ceng Ceng mendelik, Ia menahan marah melihat sikap pemuda ini, maklum bahwa ia benar-benar tak berdaya. Dan karena pemuda itu dinilainya masih baik dibanding gurunya, ia juga harus bersikap cerdik akhirnya ia mendesis mengepal tinju, balik bertanya.

"Katakan dulu apa perlumu mengetahui ini. Apa yang kaumaksud dengan Kiok Eng mempermainkanmu!"

"Hm, aku belum percaya penuh, masih menduga-duga. Tapi baiklah kujawab bahwa kenapa selama ini ia mau dekat-dekat dengan aku, padahal ayahnya jelas musuhku."

Ceng Ceng tertegun.

"Begitukah? Ia.... ia menerima cintamu?"

"la mencintaiku, dan mendukung aku memusuhi suamimu. Tapi kenapa ada kejadian seperti ini dan apakah ia mempermainkan aku!"

Wi Tok berbohong, tentu saja Kiok Eng tak menerima cintanya apalagi setelah gadis itu ditolong Sin-kun Bu-tek.

Satu-satunya jalan memiliki gadis itu adalah dengan paksaan, dan ia menyesal kenapa tak melakukan itu ketika gadis itu dalam kekuasaannya, dirobohkan gurunya dengan ilmu Hoat-lek-kim-ciong-ko itu.

Dan kini ketika ia menyesal dan gemas serta marah, juga heran kenapa Kiok Eng memusuhi ayahnya sendiri maka jawaban itu amat ditunggu pemuda ini untuk dimengerti.

Tapi Ceng Ceng berkerut kening di sana.

Sebagai orang yang mengenal watak puterinya dengan baik tentu saja ia tak percaya omongan ini.

Kiok Eng mencintai pemuda ini? Bohong, dan pemuda itu menculiknya pula! Tapi karena ia harus menjawab atau nanti mendapat872 perlakuan tak enak, apalagi kalau si kakek gundul datang akhirnya ia menarik napas dalam dan tiba-tiba mendapat pikiran baik, yakni bilang saja bahwa suaminya hendak memaksa Kiok Eng berjodoh dengan pemuda lain! "Hm, aku tak berani menjawab khawatir kau marah.

Bagaimana ini, diteruskan atau tidak!"

"Marah? Marah karena apa?"

Wi Tok tertegun dan memandang wanita itu. Melihat Ceng Ceng hampir seperti melihat Kiok Eng.

"kecuali bahwa perbedaan usia mereka yang menyolok. Maka ketika ia heran kenapa wanita ini takut dia marah, Wi Tok tercengang maka ia tertawa dan melangkah maju, memberikan kursi lain.

"Harap bibi tak usah takut atau khawatir, duduklah. Aku tak mungkin marah mendengar apapun yang jujur darimu. Nah, katakan, bibi. Aku tak akan marah! Ceng Ceng menerima dan mengaku bahwa pemuda itu dapat bersikap baik juga. Seandainya tak ada urusan ini mungkin pemuda itu tak bersikap ramah, ia menyambar dan duduk tegak. Lalu ketika pemuda itu dipandangnya tajam iapun berkata.

"Baiklah, kau sendiri yang minta, tepati janjimu. Kiok Eng bermusuhan dengan ayahnya sendiri karena masalah perjodohan!"

"Perjodohan?"

Wi Tok terkejut, tergetar juga.

"Hm, apa maksudnya, bibi. Terangkan padaku."

"Ayahnya hendak menjodohkan dengan pemuda lain,"

Ceng Ceng tiba-tiba membakar.

"Tapi Kiok Eng menolak dan terjadi pertikaian itu!"

"Dijodohkan dengan siapa?"

Wi Tok agak berubah, mengejar.

"Hm, siapa lagi kalau bukan Tan Hong, putera Dewa Mata Keranjang itu, sutenya. Nah, aku sudah menjawab873 dan kau sekarang tahu!"

Ceng Ceng tiba-tiba teringat pemuda itu dan menyebut Tan Hong sekenanya saja.

Ia sengaja menjawab seperti ini agar pemuda itu tahu rasa, betapapun ia ingin membalas.

Dan ketika benar saja Wi Tok berseru tertahan dan berubah pucat, teringatlah pemuda itu akan peristiwa di Liang-san tiba-tiba saja pemuda ini merah padam dan terbakar! Memang waktu itu Wi Tok melihat sinar mata mesra putera Dewa Mata Keranjang ini kepada Kiok Eng.

Bahkan waktu ditotokpun Tan Hong lebih banyak diam, mengalah.

Maka ketika tiba-tiba nama itu disebut dan ia mendidih, api cemburunya terbakar tiba-tiba Wi Tok tak dapat menahan diri dan pinggir meja dipukulnya hancur.

"Keparat, pemuda itu? Hm, tahu begi tu kubunuh dia, Kiok Eng tak mencintainya!"

Ceng Ceng terkejut.

Wi Tok tiba-tiba menyambarnya dan sebelum ia mengelak tahu-tahu pundaknya ditotok.

Ia belum pulih betul dan karena itu serangan itu membuatnya tersentak.

Dan ketika ia roboh dan pemuda itu menyeringai, ia memaki-maki maka Wi Tok melemparnya ke pembaringan ibunya.

"Bibi, keteranganmu cukup, tapi kau membuatku terbakar. Biarlah kau di sini dulu dan nanti pelayan menemanimu!"

"Kau...!"

Wanita itu melotot.

"Kau curang, Wi Tok. Kau pengecut. Mana buktinya kau tidak marah!"

"Hm, aku tidak marah, tidak kepadamu. Bukankah aku marah kepada orang lain? Cukup, kau di sini dulu, calon gak-bo (ibu mertua). Aku akan mengundang Tan Hong dan orang-orang lainnya itu untuk menerima pelajaran!"

Wi Tok melompat pergi dan meninggalkan Ceng Ceng.

Ia memang tidak marah kepada wanita itu melainkan874 kepada Tan Hong, ia memang tak berdusta.

Dan ketika Cen Ceng memaki-maki namun pemuda itu sudah lenyap, gusar karena seenaknya saja pemuda itu menyebutnya calon gak-bo maka pintu tertutup dan selanjutnya wanita ini ditawan di situ.

Sendiri! ***** Keesokannya Wi Tok baru ditemui suhunya ini.

Semalam, setelah kembali ke kamarnya sendiri di mana ia mendapat tempat tinggal dari kaisar maka suhunya muncul bersungut-sungut.

Entah apa yang terjadi ia tak tahu, yang jelas rupanya suhunya itu mencari seseorang namun tak ketemu.

Maka ketika jendela dibuka dan ia melompat bangun, Wi Tok kesiangan pagi itu gurunya sudah berkata kepadanya dengan nada tak senang.

"Wi Tok, agaknya tempat ini kurang enak bagi kita. Kau tak seharusnya tidur di sini, di belakang istana. Kau seharusnya di depan dan dekat dengan ayahandamu. Mana orang-orang macam Han-Ciangkun atau Tiong- taijin itu. Kenapa semuanya sudah berubah!"

"Suhu bicara apa,"

Pemuda ini terkejut.

"Tampaknya ada sesuatu yang tidak menyenangkan hatimu, suhu, bagaimana datang-datang sudah marah."

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm, siapa tidak marah. Orang-orang yang kukenal ternyata tak ada semua. aku harus melacak jejak!"

"Jejak apa, apa yang suhu cari."

Kakek itu menyambar dan mencengkeram muridnya.

"Eh, Wi Tok. Kau ingat atau tidak apa yang pernah kupesankan padamu? Kau tahu bahwa kau harus menggantikan kedudukan ayahmu? Ada putera mahkota di sini yang harus disingkirkan, anak bodoh, atau kau kehilangan kesempatan dan selamanya menjadi putera875 selir. Kau harus menjadi kaisar!"

Wi Tok terkejut dan terhempas dilempar gurunya ini.

Mereka berada di kompleks istana tapi gurunya seakan tak perduli, suaranya keras nyaring seakan tak takut didengar orang lain saja.

Maka ketika ia berubah dan tentu saja teringat itu, meloncat bangun maka ia berseru agar gurunya tidak keras-keras bicara.

"Sst, ini bahaya, bukan rumah kita sendiri. Jangan keras- keras bicara, suhu, nanti didengar orang. Perlahanlah sedikit dan ceritakan pengalamanmu. Siapa yang kau cari dan ada apa!"

"Aku mencari orang-orang yang kukenal, tapi tak ada semua. Rupanya duapuluh tahun meninggalkan tempat ini sudah terjadi banyak perobahan!"

"Hm, suhu ceritakan kepadaku, marilah bicara baik-baik. Aku dapat membantumu dan kemarin Liong-ongya juga sudah berjanji."

Wi Tok mempersilakan gurunya duduk dan segera dia bertanya ke mana saja gurunya semalam. Ia tak dikunjungi dan kakek itu bersungut-sungut. Tapi ketika si kakek duduk dan memandang semua isi kamar maka ia mendengus.

"Terlampau sederhana untukmu, kamar jelek. Kau seharusnya dikelilingi dayang-dayang cantik dan hidup bagai di sorga!"

"Sudahlah suhu tak perlu mengumpat ini. Aku siap mendengarkan dan katakanlah perlahan saja, kita di tempat orang."

Kakek itu menyumpah lalu membetulkan tempat duduknya.

Ia berkata bahwa semalam ia keluyuran, mencari Cun-ongya dan orang-orang lain, Han-ciangkun atau Lauw-taijin dan Thai-taijin.

Tapi ketika semua itu tak876 ada dan mereka katanya tewas, duapuluh tahun yang lalu maka sang kakek memukul meja dengan muka geram.

"Mereka sudah tak ada semua, dicelakai si Fang Fang itu. Kau tak bisa mendapatkan kedudukanmu kalau tidak di bantu orang-orang ini!"

"Suhu hendak meminta tolong mereka? Siapa Cun- ongya dan orang-orang yang kausebutkan itu?"

"Cun-ongya adik tiri kaisar, Wi Tok, sedang yang lain itu adalah orang-orang kepercayaan pangeran ini. Tapi semua tiada lagi, dibunuh Fang Fang!"

"Hm, ada Liong-ongya di sini...."

"Aku tak tahu wataknya. Aku tak pernah berhubungan dengannya pula, Wi Tok, siapa tahu jebakan di tengah jalan. Aku tak percaya orang itu!"

"Kalau begitu bagaimana kehendak suhu, apa yang harus kulakukan."

Kakek itu bersinar-sinar. Ia memandang muridnya dengan penuh harap dan tiba-tiba bangkit berdiri. Ia menyambar muridnya menyuruh duduk lebih dekat. Lalu ketika ia menyeringai dan tertawa maka ia berseru.

"Wi Tok, agaknya ada satu jalan, kita membagi pekerjaan. Kaucarilah Tiong-taijin dan bawa ia ke mari!"

"Tiong-taijin? Siapa dia ini?"

"Dia bekas pembantu Cun-ongya juga, calon besan Han- ciangkun. Aku tak tahu di rnana ia tinggal tapi mungkin di luar kota raja."

"Ia masih menduduki jabatannya?"

"Tentu saja tidak, ia dikenakan tuduhan memberontak!"877

"Hm, bagaimana aku menyelidikinya, dari mana harus mulai."

"Ha-ha, pamanmu itu, Liong-ongya. Siapa lagi!"

"Ah, suhu hendak menarik dia guna menjalankan rencana ini? Bukankah suhu tak mempercayainya?"

"Goblok! Pakai siasat dan otakmu, Wi Tok. Peralat dia demi keuntungan kita. Kudengar dia bukan pangeran baik-baik, saudara lain ibu dari Cun-ongya itu. Katakan padanya bagaimana kalau dia menjadi kaisar!"

"Ah!"

Wi Tok terkejut.

"Bagaimana ini? Bukankah suhu menghendaki aku yang memperoleh kedudukan itu?"

"Ha-ha, tolol, benar-benar goblok! Kau tak pandai mempergunakan otakmu yang encer, Wi Tok. Kau agaknya menjadi bodoh setelah urusanmu dengan gadis liar Kiok Eng itu. Kau harus membuang jauh-jauh dulu urusan perempuan, di istana bisa banyak diperoleh. Tujukan pikiranmu kepada hal utama ini dan kedudukan kaisar adalah segala-galanya. Bicarakan kepada pamanmu bagaimana kalau dia menjadi kaisar tapi di tengah jalan kita bunuh dia!"

"Hm!"

Wi Tok bangkit dan bersinar, sadar, tiba-tiba tertawa.

"Suhu hendak memperalat dia supaya berada di depan? Lalu kita membunuhnya di belakang setelah saatnya tepat? Ha-ha, cerdik, pintar. Kau hebat, suhu. Siasatmu sungguh cerdik dan pintar. Bagus, aku mengerti dan kuhubungi dia lagi!"

Wi Tok berdiri dan mencengkeram kedua lengan suhunya.

Ia begitu gembira dan kagum bahwa suhunya menemukan sebuah akal yang bagus.

Sekarang ia mengerti apa yang dimaui gurunya ini, mengajak pamannya bersekongkol sementara nanti diam-diam878 dibunuh, kalau perjuangan sudah mencapai puncaknya.

Dan ketika sang guru tertawa bergelak dan ganti menepuk-nepuk kedua pundak muridnya maka kakek itu berseri meloncat keluar.

"Nah, kau sudah tahu tugasmu. Cari Tiong-taijin melalui pamanmu ini, bujuk dia agar tergerak. Aku hendak mencari orang lain untuk memperkuat kedudukan di belakang!"

Siang Lun Mogal berkelebat dan lenyap.

Wi Tok mengangguk-angguk dan bersinar-sinar.

Kalau semuanya gagal pamannya itulah yang menjadi korban, pamannya itulah yang menjadi dalang.

Lalu ketika ia membersihkan tubuh dan meloncat keluar maka Liong- ongya tentu saja terkejut mendengar usul keponakannya ini, bujukan yang mulai dilancarkan Wi Tok secara licin dan cerdik.

"Suhu melihat sesuatu yang tidak memuaskan di istana ini, adanya kaum penjilat dan orang-orang yang tak semestinya menduduki jabatan. Bagaimana pikiran paman kalau kita menyingkirkan orang-orang ini? Tidakkah paman menginginkan suatu perobahan radikal demi rakyat dan negara?"

"Hm, apa maksudmu, Wi Tok, kenapa pembicaraan tiba- tiba berubah. Di mana suhumu dan apa yang dikehendaki suhumu."

"Suhu melihat tatanan yang tidak beres di sini, kaum penjilat dan orang-orang yang tidak semestinya menduduki jabatan. Sam-taijin misalnya, bukankah ia selalu mengawasi paman dan tidak senang kepada paman? Orang seperti ini dilihat oleh suhu, paman, dan suhu tiba-tiba membodohkan paman yang tak mau mengambil tindakan!"879

"Tindakan bagaimana,"

Liong-ongya terkejut.

"Bukankah Sam-taijin orang yang amat dipercaya sri baginda, ayahmu!"

"Hm, aku mulai tak senang kepada ayahku. Dia lemah dan tidak tegas. Bukan kah karena Sam-taijin maka statusku belum diakui, paman, padahal jelas ibuku adalah Wi Kiem. Aku tak senang kepada ayah yang lemah dan menurut kepada orang lain."

"Wi Tok, bicara apa kau ini. Bukankah omonganmu dapat menyulitkan dirimu sendiri!"

"Hm, aku bicara apa adanya saja,"

Pemuda itu tertawa mengejek.

"Tak ada orang lain dengar kecuali kau, paman. Kalau ada apa-apa tentu kau yang memberi tahu. Aku dibodoh-bodohkan suhu dan kau juga. Katanya kau seperti kerbau yang menurut saya dikendalikan orang lain, tak bereaksi terhadap orang-orang macam Sam-taijin itu!"

Liong-ongya kaget dan berseru tertahan.

Ia pucat memandang pemuda ini dan bangkit menggigil, tangan terangkat tapi Wi Tok tenang-tenang saja tertawa.

Lalu ketika pemuda itu menarik lengannya dan menyuruhnya duduk, alangkah beraninya pemuda itu maka Wi Tok berkata bahwa sang paman harus menyingkirkan orang- orang semacam Sam-taijin yang merupakan duri dalam daging.

"Istana dipenuhi orang-orang penjilat, paman dan aku sebagai kerabat istana harus membersihkan ini. Nah, bagaimana keberanian paman untuk membersihkan semua itu. Apakah paman tidak teringat kepada Cun- ongya yang dulu gagal mengangkat cita-citanya. Tidakkah paman berkeinginan mendapatkan kekuasaan lebih tinggi dan aku serta suhu membantu di belakang!"880 Pangeran ini terbelalak. Kata-kata Wi Tok mulai terang- terangan dan tentu saja ia kaget sekali. Jelas kemana arah pemuda ini. Dan ketika ia tertegun namun mata mulai bersinar, pembicaraan akan mendiang kakaknya itu disebut-sebut tiba-tiba mukanya merah namun tentu saja ia harus hati-hati karena tidak tahu seberapa jauh segala akibat dari pembicaraan ini.

"Wi Tok,"

Suaranya agak gemetar.

"sadarkah kau akan semua yang kauucapkan ini dan tahukah kau segala akibat dari semua kata-katamu. Kau agaknya hendak mengadakan pemberontakan, mengulang kakakku yang gagal. Sampai di manakah persiapanmu untuk ini dan seberapa jauh kita dapat bergerak. Kaisar dan orang- orangnya amat kuat!"

"Hm, suhuku di belakang,"

Wi Tok mulai melihat persetujuan sang paman ini.

"Masalah persiapan tentu saja kita buat, paman, kalau kau mendukung. Suhu ingin kedudukan Koksu (Guru Negara) kalau kau menggantikan ayah dan aku cukup putera mahkota. Bagaimana!"

"Hm!"

Pangeran ini bersinar-sinar, masih menguji.

"Rencana ini rencana berbahaya, Wi Tok. Lagi pula menggulingkan ayahmu bukan hal mudah. Ada orang- orang kuat di belakang sana, lagi pula kau puteranya!"

"Huh, putera apa? Mendapatkan status saja sulitnya bukan main, paman, aku masih belum diakui. Diakuipun tak mungkin aku kelak menggantikan kedudukannya, aku bukan putera mahkota!"

Liong-ongya mengangguk-angguk.

Sekarang ia yakin benar akan kekecewaan pemuda ini dan itu dapat dimaklumi.

Kalau pun Wi Tok diakui istana tak mungkin pemuda itu dapat mengganti kedudukan ayahandanya, ia881 hanya putera selir.

Maka ketika pemuda itu minta kedudukan putera mahkota kelak kalau ia menguasai negeri, hal yang mudah diatur akhirnya pangeran yang tergerak dan mulai tertarik akan ini mengangkat cawannya, wajah penuh harap dan mulai gembira.

"Baiklah, aku setuju. Tapi banyak kesulitan di depan, Wi Tok, aku tak tahu bagaimana kita mengatasinya. Di balik istana ada orang-orang seperti Dewa Mata Keranjang dan muridnya itu, sementara Sam-taijin tentu tak akan membiarkan ini dan menarik Bu-goanswe dan Kok-tai-jin yang telah pensiun!"

"Hm, siapa dua orang ini."

"Sahabat Fang Fang dan Dewa Mata Keranjang."

"Aku akan mengatasinya. Suhu mencari bala bantuan di luar, paman, orang-orang kang-ouw. Kalau rencana ini kausetujui harap kau menyusun kekuatan dari dalam sementara aku dan suhu dari luar. Ada lagi yang hendak kutanyakan, di manakah Tiong-taijin bekas calon besan Han ciangkun!"

"Ah, orang itu? Mau apa?"

"Suhu menyuruhku mencarinya. Katanya dari orang ini akan dapat ditarik teman-teman lama yang dulu memberontak."

"Bagus!"

Wajah Liong-ongya berseri.

"Tepat sekali suhumu itu, Wi Tok. Ha-ha tepat sekali. Ah, aku tak ingat ini dan melalui dia memang dapat disusun kekuatan baru untuk menyerang istana. Dia tinggal di kota Bun-cit, selatan kota raja. Kau dapat menghubunginya dan bawa saja suratku agar tidak banyak menimbulkan keraguan!"

Wi Tok gembira dan berseri-seri.

Ternyata sekali tepuk dua lalat terjebak, pertama adalah pamannya ini dan882 kedua alamat atau tempat tinggal Tiong-taijin itu.

Ia sendiri tak mengetahui di mana dan siapa bekas pembesar ini tapi pamannya tentu tahu.

Sebagai orang istana tentu Liong-ongya tahu orang-orang yang dicari suhunya, antara lain Tiong-taijin itu.

Dan ketika ia tertawa sementara pembicaraan semakin menarik, jauh dan panjang akhirnya didapat keputusan bahwa tiga hal utama yang harus dikerjakan dulu.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Pertama Wi Tok mendatangi dan menghubungi Tiong- taijin itu.

Dari sini Tiong-taijin disuruh mengumpulkan teman-teman lama yang dulu dibebaskan kaisar, menyusun kekuatan di luar.

Hanya bekas pembesar itulah yang tahu dan dapat menghubungi teman-teman lama untuk rencana pemberontakan ini.

Kedua Liong- ongya sendiri mengatur siasat dari dalam.

Ia akan mencari dan menghubungi orang-orang yang tidak puas dengan Sam-taijin.

Pangeran ini tentu saja tidak langsung mengatakan pemberontakannya melainkan secara cerdik ingin menumbangkan Sam-taijin itu.

Dan ini dapat diperoleh kalau ia didukung oleh orang-orang yang tidak menyenangi penasihat sri baginda itu, karena di istana cukup banyak para menteri atau pembesar yang pernah terluka oleh Sam-taijin ini, entah karena kedudukannya diganti atau digeser keluar kota raja, dia dapat mengetahui itu.

Dan ketiga karena rencana pemberontakan ini harus dibantu orang-orang kang-ouw, itulah tugas Siang Lun Mogal maka Wi Tok diminta memberi tahu gurunya bahwa yang dicari harus orang- orang yang meyakinkan, jangan setengah-setengah.

"Agaknya orang-orang sesat paling gampang ditarik, suhumu tentu dapat mengumpulkan mereka. Tapi carilah yang benar-benar pandai dan ini kuserahkan kepada gurumu. Nah, hubungi dan datanglah ke tempat Tiong- taijin, Wi Tok, antar suratku karena tak mungkin aku883 meng hubunginya. Kau satu-satunya orang yang bebas bergerak dan dapat mendatangi siapapun. Wi Tok mengangguk. Memang tak mungkin bagi pamannya itu menghubungi Tiong-taijin. Apa kata orang kalau bekas pemberontak itu didatangi Liong-ongya, tentu pangeran ini bakal dicurigai. Dan karena juga tak mungkin mengundang laki-laki itu ke tempat pangeran, istana bisa membelalakkan mata maka yang terbaik adalah dia mendatangi Tiong-taijin itu. Wi Tok berseri dan bercahaya.

"Aku pikir cukup, semuanya jelas dan terang. Kita masing-masing akan mulai melaksanakan pekerjaan kita, paman, semoga berhasil dan kita rebut kemenangan!"

Wi Tok dan pamannya saling membenturkan cawan.

Mereka gembira dan begitu optimis setelah masing- masing menyatakan rencananya.

Mereka merasa akan mampu melakukan pekerjaan itu.

Maka ketika Wi Tok meninggalkan tempat itu untuk mulai ke Bun-cit, mencari Tiong-taijin ini maka tak sukar bagi pemuda itu menemukan di mana bekas pembesar ini tinggal.

Ternyata bekas pembesar ini menjadi petani! Wi Tok terkejut dan heran, tapi ketika mendapat penjelasan maka dia tertawa dan mengangguk-angguk.

Bekas pembesar itu dapat ditemuinya dengan mudah, apalagi setelah surat Liong-ongya di berikan.

"Hm, kiranya aku berhadapan dengan Wi-ongya (Pangeran Wi)? Silakan masuk, silakan duduk. Tempatku kotor dan tak seindah istana, pangeran. Maaf bahwa ru mahku bersahaja saja. Aku tak dapat memberikan apa- apa!"

Wi Tok disambut seorang laki-laki tua berusia enampuluhan tahun berambut putih namun masih884 nampak sehat.

Inilah bekas pembesar Tiong yang dulu bekerja di kota raja, tertangkap dan akhirnya dihukum namun segera dibebaskan, ketika pemberontakan terjadi dan didalangi Cun-ongya.

Laki-laki ini dianggap tak begitu berbahaya dan tak dihukum mati.

Maka ketika ia harus meninggalkan jabatannya dan diusir dari kota raja, tak boleh lagi memegang tampuk kekuasaan maka tinggallah bekas pembesar ini di Bun-cit, sebuah kota kabupaten yang tidak begitu ramai dan hidup sebagai petani.

Orang sudah melupakan segala keterkaitan laki-laki ini dengan pemberontakan dulu.

Tiong-taijin sekarang memang sudah bersikap baik-baik, bersahaja dan hidup sebagai petani dengan tanahnya yang luas.

Dan karena dia juga beramal dan sering berbuat baik kepada penduduk, namanya dihormat orang maka Tiong-taijin yang sekarang ini sudah dilupakan sebagai bekas pemberontak, apalagi hanya orang-orang tertentu atau penguasa Buncit yang tahu.

Mula-mula lelaki ini tentu saja terkejut dan tergetar melihat kedatangan Wi Tok.

Wajah dan sikap pemuda itu menunjukkan sebagai pemuda bangsawan, darah biru tak dapat disembunyikan.

Tapi ketika Wi Tok mengeluarkan surat pamannya dan Liong-ongya memperkenalkan siapa pemuda itu, tentu saja lelaki ini gembira maka segera ia membungkuk dan memberi hormat sebagaimana layaknya orang menerima pangeran.

Dan Wi Tok tersenyum-senyum, sekilas melihat di balik kaca dua orang wanita mengintai lalu akhirnya masuk bersembunyi di ruangan dalam.

"Hm, apa maksud pangeran mencari hamba. Ada kabar apa dari Liong-ongya untuk hamba. Dapatkah pangeran memberitahunya dan heran juga bahwa hamba seorang885 petani dicari-cari!"

Wi Tok tersenyum dan tertawa.

Setelah dia bertemu dan berkenalan dengan lelaki ini maka matanya yang tajam cepat memberitahunya bahwa lelaki ini memang bukan lelaki biasa.

Ada kematangan dan kecerdikan di situ, juga kehati-hatian yang tinggi.

Tapi karena surat pamannya sudah diterima dan tak perlu ia berpura-pura maka ia langsung berkata bahwa dirinya ingin berhubungan dengan sahabat atau bekas teman-teman lelaki ini.

"Aku datang membawa perintah pamanku, barangkali taijin telah membaca tadi. Yakni bahwa paman ingin mencari dan menemukan bekas teman-teman seperjuangan dulu untuk diajak kerja sama lagi mendongkel beberapa penjilat dan kaum jahat di istana. Nah, inilah maksudku dan taijin tak usah kaget karena taijin tentunya masih menyimpan dendam lama terhadap orang-orang yang membuat hidup taijin kini seperti ini!"

Kalau saja lelaki ini tak cukup matang dan sudah makan asam garam kehidupan tentu bekas pembesar ini akan terlonjak dan bangkit dari kursinya.

Dapat dibayangkan betapa kaget dan terguncang Tiong-taijin ini.

Datang- datang tamunya ini langsung bicara tentang pemberontakan lagi! Tapi karena dia sudah kenyang akan asam garam kehidupan dan tiba-tiba tertawa, Wi Tok melengak maka laki-laki itu berseru.

"Ongya, kau rupanya main-main. Ah, mana berani aku melakukan itu dan bertindak macam-macam. Aku bukan seorang pembesar lagi, harap jangan menyebutku taijin (pembesar)!"

"Hm!"

Wi Tok terpukul juga, namun ikut tertawa.

"Kau rupanya masih ragu dan tak percaya, taijin. Baiklah, tak apa. Kalau begitu katakan saja di mana bekas teman-886 temanmu dulu dan aku mendatangi mereka."

"Aku bukan lagi seorang pembesar, harap jangan menyebutku taijin..!"

"Baiklah, kusebut saja paman. Hm, tunjukkan padaku di mana bekas kawan-kawan lama yang dapat kuhubungi, paman. Aku yang akan membujuk mereka dan kau boleh melihat dulu. Aku serius!"

Lelaki ini menarik napas dalam.

"Baiklah, coba ongya tunggu sebentar kulihat daftar di dalam."

Wi Tok melihat tuan rumah bangkit dan masuk buru-buru.

Ia tak tahu apa yang hendak dilakukan lelaki ini tapi bayangan seorang wanita berkelebat di dalam kaca pintu, rupanya menyambut.

Dan ketika ia tersenyum dan menunggu, itulah puteri lelaki ini maka Tiong-taijin atau yang namanya Tiong Beng ini sudah gemetar di dalam kamar lain, bersama puterinya yang bertanya siapa dan dari mana tamu itu.

"Celaka, utusan Liong-ongya. Aku tak tahu apakah ini malapetaka atau bukan, Tiong Li. Aku tak tahu apakah jebakan untukku atau bukan. Pemuda itu putera selir dari sri baginda, datang bertanya alamat teman-teman sepemberontakan!"

Wanita itu, yang usianya empatpuluhan tahun dan masih cantik juga anggun tampak terkejut.

Ia menyongsong ayahnya ini ketika sang ayah buru-buru masuk ke dalam.

Tadi bersama puterinya, Li Keng ia mengintai dan melihat datangnya tamu aneh ini, seorang pemuda tampan dan sekilas saja sudah diketahui sebagai pemuda keturunan bangsawan.

Tiong Li merasa heran dan kaget melihat Wi Tok, sementara puterinya kagum dan terkesima memandang Wi Tok.

Pemuda itu memang gagah dan tampan, topi bulunya membuatnya semakin887 cakap saja, ganteng.

Maka ketika ibu dan anak akhirnya menyelinap masuk, bayangan mereka inilah yang tadi ditangkap Wi Tok maka kini Tiong Li menyuruh puterinya ke dalam sementara ia menunggu ayahnya yang tentu ke belakang dan biasanya akan memberi tahu siapa tamu yang datang.

Tiong-taijin ini hanya hidup bertiga dengan puteri dan cucu perempuannya, tentu saja juga dengan beberapa pelayan di rumah, isterinya telah meninggal sebelas tahun yang lalu.

"Hm, siapa dia, selir yang mana. Apa maksud kedatangannya dan kenapa wajahmu tiba-tiba tegang, ayah. Apa yang dia maui."

"Pemuda itu mencari teman-teman sepemberontakan dulu, agaknya hendak mengulang kisah lama. Aku kaget dan ragu apakah benar!"

"Maksud ayah?"

"Siapa tahu hanya jebakan, Tiong Li. Istana ingin melihat apakah aku berjiwa pemberontak lagi atau tidak'"

"Hm, boleh jadi, tapi janggal. Kisah itu sudah lama terlewat, ayah, lagi pula kau bukan tokoh penting. Kurasa tak mungkin ini dan ia pasti sungguh-sungguh. Sekarang bagaimana keputusanmu dan apa yang hendak kaulakukan."

"Justeru aku ingin bertanya kepadamu, apa yang sebaiknya kulakukan!"

"Kita boleh curiga, dan memang harus berhati-hati. Tapi sayang juga kalau maksud ini sampai tak kita tanggapi. Bagaimana kalau kita adakan penjajakan pertama? Suruh ia tinggal beberapa hari di sini, ayah, kita lihat wataknya. Kalau ia benar dapat kita pakai, dan aku masih menaruh dendam terhadap kematian ayahnya Li888 Keng!"

"Hm, aku juga. Aku kehilangan kedudukan dan hidup mulia sebagai pembesari Tiong Li. Aku kehilangan nama baik di masa jayaku dulu. Aku juga membenci istana!"

"Kalau begitu suruh saja pemuda itu tinggal di sini, kita katakan bahwa orang-orang yang dimaksud sedang kita undang datang!"

"Hm, baik, dan....."

Lelaki itu mendekatkan mulutnya ke telinga puterinya, berbisik-bisik. Lalu ketika puterinya berseri dan mengangguk girang akhirnya lelaki itu keluar dan Tiong Li tertawa-tawa.

"Bagus, bagus, ayah. Terima kasih!"

Tiong-taijin sudah kembali ke ruang tamu sementara, dia dan anaknya tak tahu betapa Wi Tok berkelebat dan mengikuti pembicaraan itu dari belandar! Hanya terhadap bisikan ini Wi Tok tak tahu, ia mengerutkan kening.

Tapi ketika tuan rumah kembali menemuinya dan ia tentu saja harus cepat-cepat di sana, tentu saja ia mendahului maka Wi Tok ter-senyum-senyum menanya lelaki ini, pura-pura tak tahu bahwa ia sudah tahu apa yang hendak dikatakan.

"Bagaimana, apakah paman Tiong dapat memberikan daftar itu."

"Hm, begini."

Lelaki itu duduk dan tertawa.

"Bagaimana kalau mereka itu kupanggil ke mari, ongya. Di sini dapat bercakap-cakap sekaligus kau meyakinkan mereka. Bukannya curiga, tapi kau tentunya harus mampu meyakinkan mereka dan membuat mereka tergerak!"

"Baik, dan paman sendiri, hmm..... bagaimana dengan paman? Apakah paman tak mau membantuku mengulang perjuangan ini? Apakah pamun ragu?"889

"Maaf, aku sepenuhnya mendukung. Kau yang salah menerima sikapku, ongya. Bukankah dengan datangnya kawan-kawan nanti merupakan bukti untukmu!"

Wi Tok mengangguk.

"Benar, jadi bagai mana sekarang. Apakah aku menunggu."

"Ongya sebaiknya menunggu di sini, kalau tidak keberatan. Aku menyuruh orang-orangku pergi tapi harap sabar karena mereka ada yang jauh dari sini."

"Tak apa, terima kasih, paman. Tapi ini berarti membuatmu repot!"

"Ha-ha, sudah biasa....!"

"Dan paman dapat hidup sebagai petani. Aih, tak kusangka dan tak kuduga, paman. Bagaimana hidupmu bisa begini berubah!"

Lelaki itu tertawa bergelak.

Saat itu muncul dua orang memasuki ruangan, yang satu adalah wanita empatpuluhan sedang yang lain gadis remaja tujuhbelas atau delapanbelas tahun.

Gadis ini membawa penampan dan pembicaraan tentu saja berhenti, semua menoleh dan Wi Tok berdetak.

Bibir kecil tipis dengan hidung mancung tampak malu-malu membawa penampan itu, pakaiannya sutera biru dan ini mirip dengan yang dikenakan Wi Tok.

Dan ketika gadis itu membungkuk dan mendesah perlahan, suaranya halus merdu maka Wi Tok seakan menghudapi bidadari dari sorga.

Bau harum tubuh juga menyambar.

"Kong-kong (kakek), kongcu, silakan minum. Aku tak dapat membuat apa-apa kecuali ini!"

"Hush, ini Wi-ongya (Pangeran Wi), bukan tamu sembarangan. Eh, jangan panggil ia kongcu (tuan muda), Li Keng. Kau harus menyebutnya ongya. Maafkan890 puteriku dan harap ongya tidak marah!"

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tion Li, wanita itu cepat-cepat membungkuk dan memberi hormat di depan Wi Tok.

Pemuda ini masih terpana dan kagum, tak disangkanya di tempat itu ada wanita cantik! Tapi ketika Wi Tok sadar dan semburat mukanya, tertawa maka ia buru-buru mengangkat tangan menjawab wanita itu, yang tentu saja dikenalnya sebagai puteri Tiong-taijin.

"Ah, siapa ini. Kenapa paman Tiong tak memperkenalkannya kepadaku."

"Maaf,"

Tuan rumah mengangguk dan tertawa.

"Itu puteriku Tiong Li, ongya, ini cucuku Li Keng, Han Li Keng. Maafkan mereka karena cucuku malu-malu diantar ibunya."

Sejak tadi jantung di dada Wi Tok sudah tersirap.

Raut wajah gadis ini mirip dengan Kiok Eng, oval, meskipun tentu saja lebih lembut dan tampak pemalu.

Tapi karena ia sudah berdetak dan semua yang berbau Kiok Eng mudah membuatnya berdebar maka ia tak mengalihkan perhatiannya ketika Tiong-taijin bicara kepadanya.

Baru setelah gadis itu meletakkan nampan dan memutar tubuh, berlari kecil maka Wi Tok menelan ludah mendengar tuan rumah tertawa.

"Ongya, kau rupanya tak suka cucuku tampil di sini. Ia agaknya mengganggumu. Maafkan dia dan mari bercakap-cakap lagi."

"Ah, tidak. Eh, hmm.... cucumu cantik sekali, paman. Tak kusangka ada gadis secantik ini di sini. Aku tidak merasa terganggu, bahkan senang!"

Wi Tok tak tedeng aling- aling dan tentu saja tertawa girang.

Melihat gadis itu sama dengan melihat Kiok Eng, ada kemiripan.

Dan ketika sang ibu tersenyum lalu mundur, tadi mengantar891 puterinya menyuguhkan tamu maka percakapan dilanjutkan lagi dan Wi Tok menerima dengan gembira untuk tinggal beberapa hari di situ.

Kebetulan! "Beberapa sahabatku jauh di luar Bun cit, barangkali ongya harus beberapa hari bersabar menunggu.

Bukankah ongya tidak keberatan?"

"Ha-ha, sebulanpun tak apa, paman. Urusan ini penting, asal kau yang tidak terganggu!"

"Ah, mana mungkin terganggu. Mendapat kunjungan ini saja sudah merupakan kehormatan besar bagiku. Terima kasih, ongya boleh menunggu sampai mereka datang!"

Wi Tok segera tentu saja diberi kamar bagus dan luas.

Tidak tanggung-tanggung, kamar Tiong-taijin sendiri diberikan! Lalu ketika pemuda itu mulai tinggal di situ, tuan rumah sibuk memanggil pelayan dan menyuruh ini- itu maka tak lama kemudian Tiong Li sudah menemani puterinya bercakap-cakap dengan Wi Tok.

Hal ini disengaja dan itulah siasat tuan rumah, yakni bisik-bisik yang dilakukan Tiong-taijin tadi.

Dan ketika Wi Tok bercakap dengan si cantik, yang sedikit demi sedikit mulai hilang malunya maka sang ibu mundur sementara bekas pembesar itu mengirim orangnya ke bupati Hok! "Antarkan suratku dan tunggu jawabannya.

Hati-hati, jangan diketahui orang lain!"

Pelayan pergi terburu-buru.

Cepat sekali di rumah itu tersiar kabar datangnya pangeran gagah tampan ini, Wi- ongya yang kini sudah dijamu dan disuruh tinggal di situ.

Dan sementara Wi Tok gembira ditemani Li Keng, gadis yang mirip Kiok Eng maka.

di sana pelayan Tiong-tai jin itu sudah menghadap Hok-taijin atau bupati Hok.

Apa yang dibawa bekas pembesar ini? Bukan lain892 pertanyaan tentang Wi Tok, apakah betul pemuda itu putera kaisar dari selir dan apa saja yang telah didengar Hok-taijin tentangnya.

Jelasnya bekas pembesar ini minta keterangan bupati itu untuk menentukan sikap, apakah ia melanjutkan hubungannya dengan Wi Tok atau tidak! Nyata Tiong-taijin ini memang orang yang amat berhati- hati.

Surat dari Liong-ongya saja tidak cukup.

Ia perlu bukti dari orang lain, siapa tahu surat itu palsu! Tapi ketika jawaban dari Hok-taijin mengejutkan sekaligus menggirangkan hatinya, menjawab bahwa pemuda itu memang benar-benar seorang pangeran yang baru-baru ini menggegerkan kota raja, putera selir Wi Kiem yang masih diproses statusnya maka Tiong-taijin itu tak ragu- ragu lagi menerima Wi Tok.

Girang! "Kalau kau benar menerima pemuda itu maka satu kebanggaan besar bagimu, Tiong-twako (kakak Tiong).

Pemuda itu adalah putera selir Wi Kiem yang hilang dua puluh tahun lalu.

Kabar di kota raja telah kudengar, dan ia memang tampaknya dekat dengan Liong-ongya.

Jangan ragu-ragu dan terima dia sebagaimana mestinya.

Apa yang dibawa rupanya sesuai keinginan kita.

Sakit hati bisa terbalas!"

Orang tentu terheran-heran membaca surat balasan Hok- taijin itu.

Bagaimana, isi surat itu seolah mendukung pemberontakan? Bukankah pembesar ini adalah bawahan istana? Dan lagi surat itu isinya begitu akrab.

Tiong-taijin memanggilnya adik Hok sementara Hok-taijin memanggil Tiong-twako! Untuk ini orang harus memandang jauh ke belakang.

Dulu, di jaman gagalnya pemberontak, yang waktu itu dipimpin Thai-taijin dan Lauw-taijin maka pembantu atau orang-orang di balik layar yang masih bersembunyi893 amatlah banyak.

Dan mereka itu rata-rata berada di kota raja, pusat pemerintahan.

Hal ini tak aneh karena dalang atau biang penyakit sesungguhnya berada di kota raja ini, yakni Cun-ongya.

Hanya karena adanya Fang Fang dan Dewa Mata Keranjang itulah maka semua rencana jadi gagal, bahkan hancur (baca.

Playboy Dari Nanking).

Fang Fang dan gurunya itu memang mengkandaskan cita-cita Cun- ongya.

Namun karena pangeran itu adalah adik tiri kaisar dan aib namanya kalau istana tercoreng namanya maka kambing hitam lalu diberikan kepada Thai-taijin dan Lauw-taijin, dua bekas menteri yang memang menonjol dan menentang kaisar.

Dan karena Cun-ongya kerabat istana maka namanya tetap bersih dan tewasnya pangeran itu bahkan ditimpakan kesalahannya kepada pemberontak di mana sewaktu dimakamkan pangeran itu mendapat kehormatan dan segala puja-puji sebagaimana layaknya seorang pangeran! Para pemberontak memang tertumpas, tokoh-tokoh penting binasa semua.

Namun karena mereka memiliki keluarga, dan keluarga inilah yang diam-diam memendam sakit hati maka di antara sekian banyak keluarga yang tercerai-berai maka Hok-taijin itu adalah bekas anak angkat dari adik Lauw-taijin yang terbunuh kakaknya! Orang tak akan tahu siapa bupati ini kalau tidak menelusur jalan hidupnya.

Tapi Tiong-taijin, yang diusir dan akhirnya tinggal di kota kecil itu tahu.

Hal ini tak aneh karena diam-diam bekas pembesar ini sesungguhnya masih terus menggalang persahabatan dengan bekas teman-teman seperjuangannya dulu.

Puterinya, Tiong Li adalah gadis yang dulu sudah terikat jodoh dengan putera Han-ciangkun (perwira Han) yang tewas dibunuh.894 Gadis itu memang belum terikat pernikahan namun sudah berhubungan jauh, hamil dan akhirnya lahirlah puterinya bernama Li Keng itu, Han Li Keng.

Dan karena Han-ciangkun sendiri masih hidup, perwira itu pernah pula ditangkap namun dibebaskan, bukti-bukti keterlibatannya lemah maka perwira itu dibebastugaskan alias dipensiun, tinggal di kota Kak-teng tak jauh dari Bun-cit.

Mudah diduga bahwa dua orang bekas pembesar- pembesar tinggi ini selalu saling kontak, apalagi Tiong Li melahirkan puterinya.

Namun karena mereka harus selalu hati-hati terhadap pengintai orang lain, terutama orang-orangnya kaisar maka Han-ciangkun sendiri tak pernah datang ke kota Bun-cit kecuali malam hari, itupun sekali dua.

Yang banyak berhubungan justeru wanita puteri Tiong-taijin itu, ibu Li Keng.

Dan karena wanita inilah maka masing-masing selalu dapat tahu keadaan yang lain di mana mereka menjadi mengerti dan mengangguk-angguk, termasuk berita Hok-taijin itu.

Cepat sekali Tiong-taijin menempel.

Caranya mudah, sering memberi hadiah-hadiah atau semacam upeti.

Dan karena ia memang bekas pembesar yang kaya, tanahnya luas dan mampu menambah kekayaan maka hubungannya dengan bupati itu menjadi semakin baik dan akrab.

Dan akhirnya rahasia bupati itu diketahui Tiong-taijin yang memegangnya sebagai kartu penting! "Aku sama denganmu, sama-sama pedih oleh sakit hati.

Tapi kita tak berdaya oleh semua akibat ini, adik Hok.

Kita tak memiliki kekuatan lagi untuk membalas.

Entah kalau kelak ada pengganti Cun ongya!"

"Hm,"

Bupati itu mengangguk-angguk.

"Kau cerdik dan pandai menemukan diriku, Tiong-twako, tapi harap jangan bawa keluar karena kedudukanku yang sekarang895 kuperoleh dengan susah payah. Aku harus membayar mahal untuk ini!"

"Aku tahu,"

Tiong-taijin tersenyum.

"Sebagai bekas pembesar aku tahu itu, adik Hok. Semua jabatan tinggi memang harus dibayar mahal. Jangan khawatir, asal kau tidak menggangguku tak mungkin aku menguarkannya di luar. Bukan aku saja, Han-ciangkunpun tahu dan beberapa sahabat lain. Mereka tak akan memberitakannya di luar asal kita tetap sama-sama baik. Toh kita sesungguhnya senasib sepenanggungan. Kau seharusnya membalas budi ayah angkatmu, juga mendiang uwakmu!"

Bupati ini kecut.

Terpaksa ia mengakui kelicinan Tiong- taijin ini karena secara tersamar sudah diancam.

Kalau ia berbuat macam-macam kepada bekas pembesar ini umpamanya, atau membunuh meminjam tangan orang lain tentu Han-ciangkun besan Tiong-taijin ini tak akan tinggal diam.

Dan di sana katanya masih banyak yang tahu riwayatnya, berbahaya memang.

Kedudukannya bisa terancam dan goyah kalau ia dilaporkan.

Tapi karena Tiong-taijin ini juga bekas pemberontak dan laporan pemberontak tak mungkin ditelan, masih harus ditelusur dan itu yang bisa membuatnya tak enak maka bupati ini menerima jabat tangan Tiong-taijin yang licin dan cerdik mengikat lehernya.

Sekali ia macam-macam jerat itu bakal ditarik, dan itu berarti kematiannya.

Maka ketika keduanya berhubungan baik dan ini tentu saja dilakukan secara hati-hati, hampir tak ada orang luar tahu maka datangnya Wi Tok itu segera diberitahukan sekaligus Tiong-taijin ini ingin tahu kebenarannya.

Memang orang seperti bupati Hok ini pasti mendengar berita di kota raja itu.

Sebulan sekali dia harus melapor wilayahnya, memberi upeti sekaligus melakukan896 kewajiban sebagaimana bawahan terhadap atasan.

Maka ketika pemuda itu datang di wilayahnya dan menjadi utusan Liong-ongya, Wi Tok sendiri tak menduga bahwa rencana itu sudah diberitahukan bupati maka pemuda ini sudah memasuki jebakan Tiong-taijin yang licin dan cerdik dengan mengumpankan cucunya! Li Keng adalah gadis cantik yang luwes dan sebenarnya pandai.

Bibirnya yang kecil tipis dengan hidung yang mancung indah cukup membuat dara ini banyak disukai orang, terutama pemuda.

Tapi karena dia adalah cucu Tiong-taijin dan tentu saja tak sembarangan pemuda berani mengganggunya, ibarat kembang gadis itu adalah kembang berduri maka selama ini tak ada pemuda yang mengganggu atau menggodanya.

Kini tiba-tiba saja Wi Tok datang, bagaimana Li Keng tak senang.

Namun karena dia tak pernah bergaul dengan pria dan selama ini yang dekat hanya kong-kong atau pelayannya, juga kakeknya Han-ciangkun yang jarang-jarang datang maka gadis itu malu-malu menghadapi Wi Tok.

Akan tetapi sang ibu menuntun dan cerdik membimbingnya, rencana bagus telah dipikirkan untuk gadis ini.

"Kau tak usah malu-malu atau likat berteman Wi-ongya, Li Keng, tadi ibu telah memperkenalkanmu di ruang tamu. Nah, dia menginap di sini, untuk beberapa hari. Ada urusan penting yang harus ditunggunya dan layanilah dia baik-baik. Kalau kau dapat menjadi isterinya alangkah bahagia ibumu dan kakekmu semua. Dia putera kaisar!"

"Ah, ibu bicara apa? Siapa pingin cepat menikah?"

Gadis ini terkejut, tentu saja semburat merah.

"Hi-hik, tak usah malu-malu. Tadi ibu melihatmu terkagum-kagum, Keng-ji, dan pemuda itupun terpesona memandangmu. Ah, cocok benar kau menjadi jodohnya.897 Semoga impian ibu menjadi kenyataan!"
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Tiong Li meninggalkan anak perempuannya.

Li Keng merah padam dan gadis ini ingin menjerit.

Ia merasa ibunya terlalu menggodanya.

Tapi ketika ia masuk kamar dan membenamkan muka di bantal, menjerit di situ maka gejolak mudanya terbakar dan ia terguncang oleh kata- kata ibunya ini.

Ia menjadi isteri pemuda gagah tampan itu? Ia menjadi menantu kaisar? Oh, alangkah bangganya! Dan karena pada dasarnya memang ia sudah terkagum dan suka memandang pemuda itu, sejak masuk di halaman ia sudah mengintai bersama ibunya maka sesungguhnya gadis ini langsung jatuh cinta dan terguncang tak keruan.

Dan kini ibunya bicara seperti itu.

Siapa tidak senang! Namun karena ia terdidik cukup baik dan tentu saja dihimpit rasa malu, tak mungkin untuk melepaskan perasaan itu maka Li Keng menangis gembira di kamarnya namun sore itu sang kakek datang dan mengetuk pintu.

Siang tadi ia sudah menemani bersama ibunya.

"Heii, bangun. Siapkan air hangat dan minuman untuk Wi-ongya, Li Keng. Bukankah itu tugasmu karena jangan diberikan pelayan!"

Gadis ini tergagap.

Kakeknya masuk di situ dan Tiong- taijin tampak berseri-seri.

Memang cucunya inilah yang diperintahkan melayani Wi Tok, bukan pelayan di situ.

Dan ketika gadis itu meloncat bangun dan merah serta gugup, Tiong-taijin tertawa maka kakek itu berkata bahwa sore ini sebaiknya Wi-ongya dibawa berjalan-jalan mengitari perbukitan.

"Dua ekor kuda telah kusiapkan di belakang, bawalah. Tadi Wi-ongya telah kuberi tahu dan pemuda itu setuju.898 Bahkan ia ingin minta diantar melihat sawah-sawah kita yang menguning!"

"Kong-kong...... kong-kong menyuruhku berdua dengan seorang pemuda? Aku menemani Wi-ongya mengitari bukit? Ah, bagaimana kata orang nanti, kong-kong. Bu kankah selama ini kau tak memperkenankan aku bepergian!"

"Yang ini lain. Tamu kita adalah tamu agung, Li Keng. Siapa berani menegurmu. Ia siap di samping dan akan membelamu. Cepatlah, pemuda itu sudah menunggu!"

Gemetar gadis ini menerima perintah itu.

Tak dapat disangkal ia mulai biasa dan hilang likatnya.

Wi Tok pemuda yang ramah dan pandai bicara, menyenangkan hatinya.

Siang tadipun pemuda itu melepas gurauan- gurauan segar di mana ia dan ibunya terkekeh.

Sesekali ia lupa menutup mulutnya.

Tapi ketika kini tiba-tiba disuruh berdua dan mengitari bukit dengan dua ekor kuda, Li Keng memang terbiasa menunggang kuda tak urung gadis ini pucat dan merah berubah-ubah.

"Ayolah, cepat. Wi-ongya menunggu!"

"Aku sudah di sini,"

Suara pemuda itu tiba-tiba terdengar dan Wi Tokpun muncul, tepat di depan kamar.

"Kalau Keng-moi (adik Keng) enggan biarlah tak usah dipaksa- paksa, paman Tiong. Aku yang tidak enak. Masa ingin ditemani cucumu saja harus main paksa, apa kata orang nanti!"

"Ha-ha, kau sudah di sini,"

Tiong-taijin berseru dan kagum.

Pemuda itu sudah berdandan dan ikat pinggang hitamnya tampak gagah dan lebar, topi bulu itu masih melekat di kepala namun baju Wi Tok diganti, bukan biru melainkan merah, kontras sekali dengan ikat pinggangnya yang lebar hitam.

Maka ketika kakek itu899 kagum sementara Li Keng sendiri terpesona dan takjub, alangkah gagah dan tampannya pemuda ini maka dua pelayan datang berlari-lari menyerahkan dua ekor kuda.

Sang ibu akhirnya muncul dan Tiong Lipun memuji.

Jilid XXV "ADUH, pangeran semakin gagah dan tampan saja. Ah, pangling aku!"

Wi Tok tersenyum.

"Terima kasih, bibi. Rasanya aku biasa-biasa saja tapi sore ini memang aku lebih gembira. Li Keng hendak mengajakku jalan-jalan."

"Silakan, nikmatilah udara sore yang indah. Hei, layani baik-baik Wi-ongya, Li Keng. Ajak keliling bukit dan tunjukkan tempat matahari terbenam!"

Li Keng kemerah-merahan.

Gadis ini tersipu malu namun sang kakek sudah menyuruhnya menerima kuda.

Dua pelayan mundur dan iapun mengangguk.

Wi Tok tak ragu-ragu melompat duluan, gagah di atas kudanya.

Dan ketika pemuda itu berseru agar dia melompat pula, Li Keng menggerakkan kakinya maka dengan ringan dan lincah ia telah duduk di atas kudanya pula.

Gerakan itu memancing pujian Wi Tok, gadis ini tersenyum bangga.

Lalu ketika Wi Tok mengeprak kudanya dan mengajak lari maka.

gadis itu tertawa ingin menunjukkan kebolehan, gadis ini mulai terbawa kegembiraannya.

"Ongya, hati-hati kalau balapan. Bukit di sana itu naik turun!"

"Ha-ha, bersamamu tak ada yang sukar, Keng-moi. Mari berendeng dan kita nikmati perjalanan kita!"

Membalaplah kuda si gadis cantik ini.

Wi Tok keluar duluan dan tak ragu-ragu lagi memacu kudanya, pemuda900 ini sengaja menguji nona rumah.

Tapi ketika gadis itu sudah di belakangnya dan tak lama kemudian menyusul, berendeng dan ringkik kuda membuat gembira akhirnya Li Keng meledakkan cambuknya berseru ter tawa.

"Ongya, belok kanan. Kita putari bukit itu dari arah timur!"

Wi Tok tertawa mengangguk.

Ia sendiri sudah memutar kudanya mengikuti gadis itu.

Bau harum menyambar hidung dan Wi Tok bangkit gairahnya.

Rambut di belakang gadis itu berkibar, pakaian singsat temannya ini menunjukkan betapa ramping dan padat tubuh itu, Wi Tok bersinar-sinar.

Dan ketika mereka mulai melewati jalanan naik turun, berbatu namun pemandangan begitu indah di sekeliling akhirnya timbullah birahi Wi Tok untuk mulai mendapatkan gadis jelita ini.

Li Keng tampak begitu cantik dan mempesona sore itu.

"Keng-moi, hati-hati. Jalanan menurun dan banyak bebatuan licin!"

"Hi-hik, aku sudah terbiasa melewati tempat ini. Kaulah yang berhati-hati, ongya. Di ujung sana jalanan cekung dan kaki kuda dapat terpeleset!"

Girls Of Riyadh Karya Rajaa Alsanea Siluman Ular Putih 16 Pasukan Kumbang Lima Sekawan 19 Karang Setan
^