Pencarian

Playgirl Dari Pak King 18

Playgirl Dari Pak King Karya Batara Bagian 18


"Keparat...... plak-plak-plak!"

Dewa Mata Keranjang tertawa bergelak.

Sebelas isterinya yang menyerang dan berganti sasaran membuat kakek ini girang bukan main.

Meskipun bukan merupakan bantuan langsung akan tetapi perbuatan itu membuatnya lega, ia dapat terlepas dari himpitan lawan yang amat berat.

Dan ketika kakek ini terkekeh dan meloncat maju maka ia menghantam si gundul itu setelah sebelumnya mencipok pipi Bi Giok.

"Terima kasih, kau membuatku lega, Bi Giok. Daripada kita bermusuhan lebih baik bersatu. Ayo. sikat dan bunuh jahanam ini.... ngok!"

Bi Giok terkejut.

Ia tak menyangka dicium secepat itu, tangannyapun diremas dan jari-jemari Dewa Mata Keranjang membuatnya menggigil.

Remasan itu.

penuh kasih sayang dan langsung menusuk ke kalbunya yang paling dalam.

Ia menjerit lirih, terbelalak.

Tapi ketika Dewa Mata Keranjang menyambar tangannya lagi dan bergandeng menyerang lawan, si gundul mengelak dan1097 berkelit dari sambaran tongkat, maka Dewa Mata Keranjang berbisik penuh mesra.

"Ingatlah kasih sayang kita enambelas tahun yang lalu. Waktu itu kita masih bercumbu dan memadu kasih, Bi Giok. Aku masih mencintaimu dan kita bunuh jahanam Mongol ini!"

Nenek itu gemetar.

Tiba-tiba ia tak melepaskan tangannya dari genggaman Dewa Mata Keranjang.

Genggaman itu terasa begitu lembut dan mesra.

Nikmatnya! Dan ketika ia terisak dan menangis kecil maka Dewa Mata Keranjang mengecup air matanya itu membuat nenek ini tersedu-sedu.

Kasih sayang dan cinta kakek itu menonjol kembali, membuat ia tak kuat! "Aku......

aku......."

"Sudahlah, jelek-jelek kau isteriku, Bi Giok. Kalau ingin membunuhku kuserahkan jiwaku nanti. Percayalah, aku tak akan ingkar!"

"Tidak, aku...... aku......!"

Namun Dewa Mata Keranjang menciumnya lagi.

Ciuman kakek itu lembut dan sungguh-sungguh.

Di depan banyak orang kakek itu tak perduli, dasar Dewa Mata Keranjang.

Dan ketika nenek ini bangkit semangatnya dan menyerang sungguh-sungguh, yang lain terbelalak dan tertegun di tempat maka Dewa Mata Keranjang cepat menyambar lengan mereka satu per satu berseru kuat, suaranya meng getarkan sukma.

"Aku mencintai kalian semua. Kalau malam ini aku harus mampus di tangan Siang Lun Mogal biarlah kuteriakkan suara hatiku ini. Nah, aku mencintai kalian semua, May- may. Kalian isteri-isteriku semua. Kalian boleh menghukum aku nanti setelah jahanam ini roboh, atau1098 aku roboh di tangannya kalau kalian tak melindungi aku!"

Lalu ketika semua nenek itu bersinar dan bersemu dadu, Dewa Mata Keranjang berkelebatan menangkis pukulan Siang Lun Mogal maka May-may yang kebetulan terhuyung oleh Hoat-lek-kim-ciong-ko ditarik tubuhnya dan diselamatkan dari pukulan berbahaya itu.

"Dess!"

Dewa Mata Keranjang tergetar dan terdorong mundur.

Kakek ini membuang sisa pukulan lawan dan berkelebat lagi, menangkis pukulan kakek itu yang ditujukan kepada isteri-isterinya yang lain.

Lalu ketika semua isterinya menjerit dan memanggilnya perlahan, bergabung dan memeluk kakek itu tiba-tiba mereka menerjang dan menghadapi Siang Lun Mogal berbareng.

"Ha-ha, bagus!"

Kakek itu tertawa bergelak.

"Kalau begini aku hidup lagi, May-may. Mari kita robohkan musuh kita ini tapi harap kalian hati-hati. Ayo, bunuh dan hajar si gundul ini!"

Terkejutlah Siang Lun Mogal.

Perobahan yang tidak disangka tiba-tiba membulat mukanya berubah.

Sebelas nenek itu dan Dewa Mata Keranjang bersatu padu.

Dan ketika ia berkelit dan menangkis berseru keras, mendelik maka Dewa Mata Keranjang menyambut pukulannya, membiarkan sebelas isterinya menghantam dan menghajar dari kiri kanan, juga muka belakang.

"Des-des-dess!"

Marahlah kakek gundul ini.

Betapapun kuat Hoat-lek-kim- ciong-konya namun kalau dikeroyok seperti itu maka tetap saja ia kewalahan.

Dewa Mata Keranjang terdorong oleh pukulannya namun hajaran sebelas nenek-nenek itu membuatnya sakit-sakit.

Sinkangnya melindungi namun1099 sengatan cambuk atau rambut May-may membuatnya gusar.

Ia dihajar begitu enak seperti harimau terjebak ditusuki dari luar.

Dewa Mata Keranjang tertawa bergelak.

Dan ketika kembali sebelas nenek-nenek itu menyerang dan membuatnya kelabakan maka Dewa Mata Keranjang menyambut pukulannya, mencegat semua gerakannya.

"Kau dan aku sama-sama lelaki, biarkan jari jemari isteri- isteriku memijat tubuhmu. Kapan lagi mendapat pelayanan seperti ini, Siang Lun, jangan sia-siakan dan nikmati saja, ha-ha!"

Kakek gundul melotot.

Dewa Mata Keranjang menangkis semua pukulannya dan membiarkan sebelas isterinya menghajar tubuhnya dari muka belakang.

Cambuk dan rambut serta kuku tajam menusuk-nusuk, ia menggeliat.

Dan ketika kakek itu marah sekali sementara Dewa Mata Keranjang tergelak-gelak maka Wi Tok yang melihat itu menjadi terkejut sekali.

Pertandingannya dengan Tan Hong masih berjalan seru, semula berimbang.

Tapi ketika Koan-ciangkun datang melapor dan perasaannya goyah maka ia menjadi semakin goyah lagi melihat betapa sebelas nenek itu berbalik dan menyerang gurunya.

Wi Tok marah sekali dan melotot.

Ia memandang ke tempat lain namun keadaannya tidak bertambah baik.

Kiok Eng, yang membantu Tan-hujin menghadapi Wei-ho Sam-eng ternyata mampu menahan tiga kakek itu bersama sepasang suami isteri gagah itu.

Mereka ini bergerak ke sana ke mari dengan amat cepat sementara dari tangan wanita berhidung mancung itu keluar kilatan cahaya putih menyambar-nyambar.

Itulah Sian-kong- ciang atau Pukulan Sinar Dewa yang cahayanya semakin1100 terang saja.

Semakin kuat wanita itu menambah pukulannya maka semakin terang cahaya yang keluar dari tangannya itu.

Wi Tok mengenal baik siapa wanita ini, cucu sekaligus murid Sin-kun Bu-tek yang ditakuti gurunya.

Dan ketika ia mulai khawatir karena kehadiran wanita ini tentu dibayangi kakeknya maka tiba-tiba di pintu istana terdengar pekik gempita menjebol pintu gerbang.

"Bunuh pengkhianat, bebaskan putera mahkota!"

"Bunuh Liong-ongya dan Wi Tok!"

Pucatlah pemuda ini.

Bersamaan itu masuklah pasukan berkuda dipimpin seorang tinggi besar bersimbah golok, Bu-goanswe! Dan ketika jenderal itu membabat dan membantai musuhnya maka di belakang jenderal ini bergerak-gerak seseorang berbaju putih yang menangkis dan meruntuhkan semua senjata panah atau tombak.

"Ayah......!"

Lengking atau jerit Beng Li membuat jantung di dada Wi Tok tergetar.

Pria berbaju putih itu, yang bergerak dan membayang-bayangi Bu-goanswe kiranya adalah Fang Fang yang amat lihai itu.

Pria ini tersenyum kepada Beng Li dan Wi Tok melihat seraut wajah gagah dan tampan.

Pria itu berusia sekitar empatpuluhan tahun namun daya tariknya masih amat besar.

Kharismanya begitu kuat dan menonjol.

Rambutnya sudah ada yang memutih namun Wi Tok yakin wanita cantikpun akan tergetar melihat wajah ini.

Wajah yang simpatik serta lembut dan ganteng! Dan ketika pria itu berkelebat meninggalkan Bu- goanswe, mengebutkan ujung bajunya ke arah Wei-ho Sam-eng maka tiga kakek perkasa itu terlempar dan terbanting.

"Beng Li, kau di sini kiranya. Mana ibumu Eng Eng!"1101

"Aku tak tahu. Aku bersama Tan Hong, ayah, juga bibi Mien Nio. Mereka mengeroyokku dan hampir kami roboh!"

"Hush, kau harus menyebutnya nenek. Dia suboku, Beng Li, isteri kakekmu Dewa Mata Keranjang. Mundurlah dan berlindunglah di belakang pasukan..... bress!"

Pengeroyok Beng Li mencelat ke kiri kanan dan gadis itu sendiri disambar ayahnya.

Fang Fang melepaskan Bu- goanswe setelah tiba di istana.

Pertempuran di luar memporak-porandakan pemberontak, mereka terdesak dan terpukul mundur.

Dan karena Bu-goanswe seorang ahli perang yang pandai mengatur pasukan, dari utara dan selatan muncul Go-siauw-goan-swe (jenderal muda Go) dan Lu-ciangkun maka dari barat Kok-taijin menggempur menghimpit pasukan pemberontak.

Adanya Fang Fang dan orang-orang pandai di pihak pasukan ini membuat gentar pasukan pemberontak.

Couw Yang goanswe yang menyambut di timur akhirnya bertemu Bu-goanswe, dibabat dan roboh mandi darah oleh golok lebar di tangan jenderal tua itu.

Dan karena Fang Fang selalu melindungi jenderal ini, itulah pucuk pimpinan yang harus dijaga ke selamatannya maka pasukan pemberontak menjadi keder dan membalik melarikan diri, dikejar dan kota raja penuh teriakan dan jerit kematian.

Siapapun yang tak meletakkan senjata dibabat, pasukan Bu-goanswe bagai singa kelaparan haus darah.

Dan karena tokoh-tokoh kang-ouw masih berkumpul di dalam, berjaga dan mengepung gedung Sam-taijin yang diduga masih menyimpan putera mahkota maka serbuan cepat pasukan kerajaan betul- betul di luar dugaan Liong-ongya mau pun yang lain.

Hal ini karena terjadinya kebakaran yang dilakukan Beng Li dan dua temannya yang lain.

Mereka membuat1102 kekacauan yang menjadikan musuh kelabakan, sibuk dengan api sementara itu di empat pintu gerbang Bu- goanswe dan kawan-kawan mendobrak.

Dan karena di belakang jenderal itu berjaga bayangan Fang Fang yang meruntuhkan semua senjata jarak jauh, membuat jenderal itu bebas bergerak ke mana-mana maka di tempat lain di pintu gerbang utara seorang kakek yang bergerak amat cepat melindungi dan menjaga Go-siauw- goanswe yang tentu saja menjadi girang karena itulah Sin-kun Butek yang amat sakti! Para pemberontak memang keddoran.

Hadirnya orang-orang seperti kakek ini dan Fang Fang cepat membuat nyali kuncup, apalagi ketika Couw Yang goanswe terbunuh.

Jenderal Couw Yang adalah pemimpin pasukan di timur, tiga yang lain adalah bawahannya dan mereka ini terbirit-birit, dua tertangkap.

Dan ketika Koan-ciangkun berhasil meloloskan diri dan melapor ke dalam, celakanya Wi Tok dan kawan-kawan bertanding melawan musuh-musuh kuat maka lumpuhnya pimpinan di empat pintu gerbang ini membuat pasukan pemberontak cerai-berai dan Bu-goanswe akhirnya memasuki istana menjebol pintu gerbang yang dipalang pemberontak.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Menyerahlah, dan kalian diampuni. Atau mampus menerima hukuman!"

Seruan berulang-ulang jenderal itu amat berpengaruh dan kuat menindih semua hiruk-pikuk dan cepat sekali mereka yang kehilangan nyali membuang senjata.

Mereka yang nekat dan melarikan diri ditangkap, yang melawan dibunuh.

Dan karena jenderal itu bersikap tangan besi dan pemberontak runtuh nyalinya maka tak ayal lagi mereka membuang senjata dan cepat-cepat berlutut.

Pintu gerbang istana akhirnya roboh.1103 Wi Tok pucat.

Ia melihat tempat itu sudah terkepung dan datangnya Bu-goanswe bersama pasukannya ini benar- benar membuat gentar.

Jenderal itu gagah sekali di atas kudanya, bagai singa tua yang garang.

Dan ketika ia gugup menerima serangan Tan Hong maka Wi Tok terpelanting dan berteriak pada suhunya.

"Suhu, tolong.....!"

Siang Lun Mogal terkejut.

Kakek ini berubah dan bermuka gelap.

Ia juga tak menyangka cepatnya perobahan itu, istana tahu-tahu direbut.

Dan karena agaknya musuh telah mengepung tempat itu dan hanya mereka yang masih bertempur mendadak kakek ini meledakkan tangannya berseru mengguntur.

"Mundur semua, lihat api di atas kepala!"

Ajaib, semua orang terpekik. Api sebesar bukit tahu-tahu menyambar dari langit menimpa kepala mereka. Semua menjerit dan melempar tubuh. Dan ketika terdengar suara mendesis dan hawa panas maka rata-rata orang memejamkan mata karena ngeri.

"Wus-wush!"

Suara itu mirip api meniup kencang.

Pasukan merebahkan tubuh sementara kuda mereka meringkik panjang.

Ada bayangan-bayangan berkelebat.

Tapi ketika terdengar bentakan dan Dewa Mata Keranjang melesat ke depan maka kakek ini menepuk kedua tangannya tak kalah nyaring, berseru.

"He, tak ada api di atas kepala, Mogal. Yang ada hanya obor yang sudah padam. Lihat, api itu hilang!"

Terdengar suara benda dikebut.

Api hilang dan sebagai gantinya sebuah obor terbanting, apinya padam.

Dan ketika kakek itu tertawa dan mengejar lawannya maka si1104 gundul dan muridnya yang meluncur di atas kepala banyak orang dihantam dari belakang.

Kiranya kakek itu melarikan diri sambil membawa terbang muridnya.

"Ha-ha, tunggu dulu. Pertandingan kita belum seselai!"

Orang tertawa.

Dewa Mata Keranjang bersikap kocak dengan menggelincirkan kata-kata, bukan selesai tapi "seselai".

Lalu ketika kakek gundul membalik dan terpaksa menangkis maka Tan Hong berkelebat menyusul ayahnya, atau lebih tepat mengejar Wi Tok yang dibawa lari gurunya.

"Des-dess!"

Dewa Mata Keranjang terhuyung.

Si kakek gundul terpaksa melepas muridnya dan saat itulah Tan Hong menyambar, Wi Tok menangkis pukulannya.

Dan ketika pemuda itu terdorong sementara Tan Hong membentak maka pemuda ini mengejar lawannya dengan serangan susulan.

"Kaupun belum selesai dengan aku. Mari lanjutkan pertandingan kita, Wi Tok, jangan minta bantuan orang tua!"

Merahlah muka pemuda itu.

Ia berkelit, dan menangkis sementara gurunya diserang Dewa Mata Keranjang.

Empat orang ini kembali bertanding.

Namun karena di situ menunggu lawan-lawan lain yang bakal maju, Bu- goanswe membentak dan berseru pada pasukannya lagi maka khawatirlah pemuda ini tak dapat memusatkan perhatian.

Wei-ho Sam-eng mendapat bentakan Kiok Eng dan satu di antaranya yang pendek botak diterjang.

"Kaupun belum tuntas denganku. He, terima pukulanku, botak. Jangan lari dan rasakan ini..... dess!"

Kiok Eng membuat si botak terjengkang dan bergulingan.

Kala itu1105 Wei-ho Sam-eng juga pucat melihat keadaan.

Kebutan Fang Fang yang membuat mereka terlempar dan terguling-guling menjadikan mereka pucat.

Baru kali itulah mereka bertemu Fang Fang, kiranya inilah murid Dewa Mata Keranjang yang konon sudah melebihi kepandaian gurunya.

Dan ketika mereka membuktikan sementara pemberontak banyak yang menjatuhkan diri berlutut, menyerah, maka diam-diam tiga Elang ini memutar liar untuk melarikan diri.

Apalagi ketika Siang Lun Mogal menyambar muridnya tapi dicegat Dewa Mata Keranjang.

Namun maksud itu digagalkan Kiok Eng.

Setelah pengaruh sihir lenyap dan semua sadar maka musuh- musuhpun bergerak kembali.

Hanya Fang Fang yang tenang dan tetap di belakang, mengawasi atau menonton pertandingan itu, tak jauh dari puterinya.

Dan ketika Kiok Eng menerjang dan menyerang Wei-ho Sam-eng maka Mien Nio berkelebat dan menyerang yang lain.

Semua bergerak dan pasukanpun maju lagi.

Gelisahlah Wi Tok.

Setelah ia dan gurunya gagal melarikan diri maka tak ada jalan lain untuk bertempur habis-habisan.

Akan tetapi matanya tetap melirik kanan kiri, mencari kesempatan dan lowongan siapa tahu dapat menyelinap.

Dan ketika dilihatnya Beng Li tak jauh dari situ mendadak timbul pikiran liciknya untuk menangkap gadis itu.

Maka bergeraklah pemuda ini maju mundur.

Ang-mo-kang-nya terus dilancarkan dan bunyi kok-kok dari dalam perutnya tak ada hentinya.

Ia bergerak sampai betul-betul mendekati gadis baju merah itu.

Dan ketika ia melempar tubuh menghindar pukulan Tan Hong maka sambil bergulingan ini tiba-tiba ia menangkap kaki Beng Li, menyentaknya.

"Aiihhlihh.....!"1106 Jerit itu terdengar semua orang. Wi Tok tertawa bergelak menotok belakang lutut, Beng Li roboh dan disambar. Dan ketika ia meloncat bangun tertawa gembira maka Tan Hongpun tertegun mendengar seruannya.

"Berhenti, atau gadis ini kubunuh!"

Pucatlah pemuda itu.

Tan Hong tak mengira kelicikan lawannya dan Wi Tok pun mengangkat gadis itu dengan pukulan siap di kepala.

Tan Hong mundur dan terbelalak marah.

Dan ketika yang lain juga terkejut bersinar marah maka Wi Tok berseru agar ia dibebaskan.

"Aku minta ditukar dengan nyawa gadis ini, biarkan aku pergi. Atau ia mampus dan kalian menyesal!"

"Curang!"

Tan Hong berseru keras.

"Bukan begitu sikap seorang ksatria, Wi Tok, mana kegagahanmu sebagai laki-laki!"

"Ha-ha, aku tak perduli itu. Bukan waktunya bicara tentang kegagahan, Tan Hong, yang penting mencari untung. Kau terima atau tidak!"

Tan Hong memandang gemetar.

Tiba-tiba ia teringat suhengnya dan menengok ke kiri.

Suhengnya itulah yang lebih berkepentingan dibanding dirinya, Beng Li adalah puteri suhengnya Fang Fang.

Tapi ketika ia heran melihat suhengnya tersenyum, tenang-tenang saja maka Fang Fang berkata bahwa semuanya dikembalikan kepada Wi Tok.

"Yang curang tak akan mengalahkan kebenaran. Kalau ia menuntut itu biarlah ia menerima hasil perbuatannya.......dor!"

Sebuah letusan tiba-tiba terdengar, tepat mengenai tangan Wi Tok dan berteriaklah pemuda itu melepaskan Beng Li.

Dari arah lain berkelebat seorang pemuda gagah berambut pirang,1107 sebuah pistol masih mengepulkan asap mesiunya.

Dan ketika pemuda ini menyambar dan menyelamatkan Beng Li maka Wi Tok bergulingan meloncat bangun dengan tangan berdarah.

"Kau.... keparat!"

Pemuda itu tak menghiraukan, Ia membebaskan totokan Beng Li dan gadis itu berseri-seri, meloncat bangun. Lalu ketika gadis itu menubruk dan memeluk pemuda ini maka Franky, si rambut pirang mengecup keningnya.

"Kau selamat, syukurlah. Tapi berhati-hatilah karena tempat ini penuh ular berbahaya."

"Franky!"

Beng Li jengah, melepaskan diri dan menegur pemuda itu karena dengan bebas dan tenangnya pemuda itu mencium dirinya di tempat umum.

Semua mata memandang.

Namun ketika pemuda itu menarik napas panjang dan menarik lengannya maka ia tak malu- malu berkata.

"Maaf, di negeriku hal begini biasa, Beng Li, asal masih dalam batasan tertentu. Aku mencintaimu dan hakku menyatakan syukur dan kasih sayang. Aku lega bahwa kau selamat. Jahanam itu licik dan curang."

Beng Li tersipu-sipu.

Memang di negeri pemuda ini cium- mencium adalah biasa, apalagi kalau hanya antar pipi, atau kening.

Tapi karena bangsa Han bukan bangsa sebebas itu dan terikat adat yang masih kuat, untunglah teriakan atau seruan Dewa Mata Keranjang membuat orang menengok maka di sana kakek itu terlempar dan terbanting muntah darah.

"Ayah....!"

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tan Hong terkejut dan berkelebat menolong ayahnya.

Terbawa oleh perbuatan Wi Tok yang menangkap Beng Li membuat semua melupakan Dewa1108 Mata Keranjang.

Kakek itu bertanding lagi dibantu sebelas isterinya, serang-menyerang dan ganti-berganti pukulan.

Akan tetapi karena sebelumnya kakek ini sudah terluka, sebenarnya tak boleh ia bertanding berat maka meskipun sebelas isterinya "membantu namun bantuan itu tak berarti banyak.

Dan kakek ini berkali-kali memaksa diri menangkis Hoat-lek-kim-ciong-ko yang amat kuat itu, melindungi isterinya dan berkali-kali May-may dan yang lain berterima kasih.

Mereka melihat betapa bekas suami ini tak segan-segan menolong mereka, berkorban dan tiga kali terhantam dadanya.

Namun karena Dewa Mata Keranjang adalah kakek yang tahan pukul, kekuatan tubuhnya memang luar biasa maka Siang Lun Mogal diam-diam kagum akan tetapi juga khawatir, gemas karena lawan yang sudah terluka ini belum juga roboh.

Hal ini membuat kakek itu gusar dan penasaran.

Maka ketika satu saat rambut nenek May-may meledak di depan mukanya, hampir saja menyabet biji mata maka kakek itu menggereng dan tiba-tiba semua serangan lain diterima tubuhnya yang penuh terisi sinkang, diri sendiri bergerak dan kedua lengannya tiba-tiba didorongkan ke arah Dewa Mata Keranjang.

Dan karena ia sudah nekat menyerang dan diserang, tangan kanan menghantam dengan Hoat-lek-kim-ciong-ko sementara tangan kiri mendorong dengan pukul an Katak Merah maka Dewa Mata Keranjang terkejut tapi tak mungkin mengelak lagi.

"Terimalah!"

Kakek itu pucat.

Ang-mo-kang atau pukulan Katak Merah tak kalah berbahaya dibanding Hoat-lek-kim-ciong-ko, bedanya hanyalah pukulan itu tak berbau sihir, lain dengan Hoat-lek-kim-ciong-ko yang dapat dibantu dengan bentakan atau pandang mata, dorongan tenaga batinnya membantu dorongan sinkang atau tenaga sakti.1109 Maka ketika ia terkejut menerima pukulan langsung, mengelak berarti membahayakan isterinya yang lain maka apa boleh buat kakek ini menangkis dan benturan di antara dua orang ini membuat Dewa Mata Keranjang berteriak dan terbanting, kalah kuat karena dua pukulan berbeda menghimpitnya dengan tenaga yang berbeda pula.

"Desss!"

Kakek itu terguling-guling dan puteranya terkejut.

Tangan kiri Siang Lun Mogal kemerah-merahan sementara tangan kanannya berkilat biru.

Itulah hawa pukulan Ang- mo-kang dan Hoat-lek-kim-ciong-ko.

Dan ketika Dewa Mata Keranjang terbanting dan melontakkan darah maka Bhi Cu, nenek berpayudara besar melengking dan mencelat menghantam kakek gundul ini.

"Kau melukai suamiku!"

Siang Lun Mogal membalik.

Bhi Cu tak tahu betapa dalam keadaan seperti itu tubuh kakek ini berbahaya sekali.

Katak Merah masih mengeram di tubuhnya dan berbisa.

Seluruh kulit kakek ini ber-bintul-bintul mengeluarkan lendir, sekali Ang-mo-kang keluar maka bisa atau racunpun merembes, itulah hebatnya kakek gundul ini.

Maka ketika hantaman Bhi Cu diterima punggungnya dan kakek itu membalik maka tahu-tahu ia balas mencengkeram dan terdengar suara berkerotok ketika lengan nenek itu patah.

"Kaupun mengkhianati aku!"

Jerit atau teriakan Bhi Cu meremangkan bulu kuduk.

Pukulannya yang menghantam punggung bertemu kulit licin kasar, lendir atau bisa Ang-mo-kang mengenai telapaknya.

Dan ketika nenek itu merasa pedas dan gatal-gatal, juga perih maka saat itulah lawan1110 menangkap dan mencengkeram lengannya untuk kemudian diangkat dan dilempar tinggi-tinggi.

"Bresss!"

Bhi Cu terbanting dan menggeliat.

Nenek itu berusaha bangun akan tetapi roboh lagi, yang mengerikan adalah lengan yang dicengkeram kakek itu, merah membengkak dan lumat, leleh kemudian terkupas dan tampak urat dagingnya.

Lalu ketika nenek itu menggeliat dan merintih pendek tiba-tiba telapaknya pecah dan hancur.

"Keji!"

May-may dan lain-lain ngeri.

Mereka hendak menerjang dan menghantam kakek ini namun mundur kembali.

Apa yang dialami Bhi Cu sungguh mengerikan, lendir Ang-mo-kang mengalir dan mengelupas bagian tubuh yang lain, persis disiram air keras.

Lalu ketika nenek itu menjerit dan kejang-kejang maka terkekehlah kakek iblis itu berguncang-guncang.

"Heh-heh, siapa berani menyerang aku lagi. Ayo, sambut dan terima ini!"

Siang Lun Mogal berkelebat dan menerjang May-may.

Yang bersangkutan berteriak ngeri dan melempar tubuh bergulingan.

Lalu ketika kakek itu menyerang yang lain dan porak-poranda maka buyarlah sebelas nenek-nenek ini tak berani kecipratan lendir beracun.

Tan Hong terbelalak.

Ayahnya sudah duduk bersila tak memperdulikan ini-itu.

Dewa Mata Keranjang terluka berat.

Tapi ketika ia hendak bergerak tiba-tiba suhengnya mendahului.

"Siang Lun Mogal, ilmumu keji sekali. Tapi cobalah kaucipratkan kepadaku!"

Kakek ini terbelalak.

Ia sudah mengejar nenek May-may dan lain-lain tapi mereka itu melarikan diri.

Perutnya1111 berkokok dan semakin hebat saja.

Wi Tok belum mencapai tingkat seperti gurunya ini, mampu merembeskan racun di kulit tubuh.

Maka ketika bayangan putih berkelebat di depan dan itulah Fang Fang yang mengebutkan lengan bajunya tak ayal lagi kakek ini menghantam dan seluruh lendir di tubuh memuncrat deras.

"Prat!"

Sebuah tenaga menahan.

Aneh dan luar biasa butir-butir keringat terhenti di udara, tertekan atau didesak kebutan lengan baju itu.

Tapi ketika si kakek membentak dan menambah tenaganya mendadak butiran keringat itu hancur dan lendir memuncrat ke sana-sini.

"Kalian mundur!"

Fang Fang berseru berkelebat lenyap.

Pria kalem yang tampak tenang ini tiba-tiba bergerak cepat menghalau yang lain.

Beng Li dan Franky terpelanting ke belakang.

Lalu ketika ia melayani kakek itu yang terkekeh-kekeh, lendir Ang-mo-kang mengelupas kulit pohon maka penontonpun menjadi ngeri dan mundur menjauh, terbelalak dan pucat sementara si kakek gundul mengejar dan menghujani lawan.

Bertubi-tubi Ang-mo-kang menyambar namun terpental, lendir atau keringatnya memuncrat ke mana- mana.

Dan ketika si kakek dapat dihadapi dan Siang Lun Mogal terkejut oleh sinkang lawannya maka kakek ini terbelalak dan penasaran bukan main.

Fang Fang hanya mengebutkan ujung lengan bajunya dan pukulannya yang dahsyat terpental! "Keparat!"

Kakek itu meraung.

"Kau lebih hebat dari gurumu, Fang Fang, akan tetapi bukan berarti tak dapat kurobohkan. Balaslah, mana pukulanmu!"

Namun pria ini tak menjawab.

Fang Fang1112 mempergunakan ilmunya Sin-bian Gin-kang dan berkelebatan begitu cepatnya mengelilingi kakek itu.

Ia tak menyerang kecuali mengebut lendir Ang-mo-kang, terpental dan kian lama kian cepat hingga kakek itu pening.

Dan ketika tak lama kemudian baju pendekar ini menutup tubuh lawannya maka Siang Lun Mogal tak tampak lagi kecuali maki-makian dan bentakannya.

Penasaran! Apa yang dilakukan Fang Fang adalah menjajagi kepandaian lawan.

Ia sedang menguji sampai di mana kehebatan Ang-mo-kang dan tenaga sakti lawan.

Dan ketika ia mendapat kenyataan bahwa sinkang kakek itu masih di bawah sinkangnya, terbukti dari terpentalnya Ang-mo-kang berulang-ulang maka pendekar ini menarik napas dalam-dalam merasa sayang.

Sayang kenapa kakek selihai ini melenceng dari kebenaran.

"Hm, ilmumu hebat, tapi sesat. Kalau kau merobah sepak terjangmu berbuat ke baikan tentu banyak yang kauhasilkan, Siang Lun Mogal. Sayang bahwa kau semena-mena dan kejam. Hatimu terlampau keras, tak dapat dilunakkan!"

"Keparat, jangan banyak omong. Balas dan pukul aku, bocah. Aku juga mampu menahan pukulanmu!"

"Baiklah, sudah saatnya. Terima pukulanku, kakek sesat, tapi awas kalau mencelakai dirimu!"

Bayangan putih berhenti tiba-tiba dan Fang Fang tahu-tahu mendorongkan lengannya ke dada kakek ini.

Gerakan itu perlahan dan dapat dibaca tapi Siang Lun Mogal mengeluarkan seruan kaget, bukan apa-apa melainkan karena dadanya tiba-tiba sesak disambar hawa pukulan yang amat kuat, begitu kuatnya hingga ia megap-megap.

Tapi ketika kekek ini mengempos semangat dan menghantam pula, menyambut dorongan tangan itu1113 maka pecahlah ledakan menggetarkan di mana kakek gundul berteriak dan terbanting.

"Bresss!"

Siang Lun Mogal hampir tak percaya.

Ia kalah kuat dan pukulannya membalik, melempar tubuh dan bergulingan lalu melotot memandang lawannya itu.

Dan ketika ia terkejut namun marah sekali, masih ingin mencoba maka ia menerjang dan tangan kiri serta tangan kanannya mengeluarkan sinar berbeda, biru dan merah.

"Haaiiittttt........ dessss!"

Fang Fang menyambut dan menggerak kan sepasang lengannya ke depan.

Dari siku ke bawah meluncur sinar berkeredep, putih keperakan seperti butir-butir es.

Dan ketika sinar ini bertemu cahaya merah dan biru dari pukulan kakek itu, berkereces maka lendir atau keringat Siang Lun Mogal beku tak dapat menciprat, kaget dan berseru keras namun cahaya putih dari lengan lawannya itu menyambar terus, mendorong dan mendesaknya dan akhirnya kakek ini berteriak ngeri.

Ia tak dapat mengerahkan sinkangnya yang macet disambar hawa dingin, sinar atau cahaya putih itu adalah Im-kang yang amat kuat sekali, begitu kuatnya hingga ia menggigil dan beku.

Tapi ketika ia melempar tubuh dan membanting diri bergulingan, pucat maka kakek ini mengeluh dengan muka gentar, meloncat bangun dan terhuyung di sana, melotot.

"Kau.... kau hebat sekali, namun aku belum kalah!"

"Hm, keluarkan ilmumu yang lain. Kalau kau belum bertobat silakan maju, kakek sesat, aku siap melayanimu."
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Siang Lun Mogal menggosok-gosok tangannya.

Dari adu1114 pukulan tadi jelas ia kalah kuat, sinkangnya di bawah sinkang lawan.

Namun karena ia masih memiliki sihir dan dengan tenaga batin ini ia akan mengerahkan Hoat-lek- kim-ciong-konya, bukan keras lawan keras maka kakek itu membentak dan tiba-tiba kedua tangannya dilempar ke atas.

"Aku mengirimkan harimauku ini, terimalah!"

Orang-orang menjerit.

Dari telapak kakek itu keluarlah seekor harimau tinggi besar bertaring empat, mengaum dan meloncat menubruk Fang Fang.

Dan ketika semua berteriak dan menutup mata, begitu cepat lompatan harimau itu maka Fang Fang sebaliknya tenang-tenang saja, bertepuk tangan dan berseru.

"Tali kolor kembali kolor, enyahlah!"

Terdengar ledakan.

Orang membuka mata dan melihat harimau itu hancur, sebagai gantinya melayanglah tali kolor jatuh ke tanah.

Dan ketika mereka terbelalak dan heran serta kagum, sihir ditolak kekuatan batin maka kakek gundul terbelalak merah dengan mata semakin melotot.

"Jungan sombong, aku masih mempunyai ini!"

Siang Lun Mogal meledakkan kedua tangannya lagi dan meluncurlah dua mahluk menyerang Fang Fang.

Mereka itu adalah seekor biruang hitam ditunggangi seorang kakek berjenggot panjang.

Fang Fang terkejut karena kakek itu adalah Sin-kun Bu-tek! Tapi ketika mereka itu sudah berada di depannya dan biruang membuka mulut dengan cakar menegang maka pendekar ini cepat mengepalkan tangan kirinya dan membentak berpengaruh.

"Jangan mempergunakan orang suci untuk bermain ilmu1115 hitam. Baju dan kancing bajumu tak dapat menipu aku...... blaarr!"

Biruang lenyap dan sebagai gantinya mencelatlah sebuah kancing baju menghantam kakek itu.

Sin-kun Bu-tek juga lenyap menjadi baju kumal, baju si kakek gundul.

Dan karena baju ini juga terlempar oleh dorongan Fang Fang, menyambar dan menghalangi pandangan kakek itu maka kancing baju menghantam tepat mengenai dahi.

"Tak!"

Siang Lun Mogal terbanting dan menjerit.

Untuk terakhir kalinya ia benar-benar ketemu batunya.

Dalam Hoat-lek- kim ciong-ko tadi memang ia mencipta wajah Sin-kun Bu- tek, dengan begini ia berharap lawannya terkecoh dan saat itulah ia akan menghantam dari belakang.

Tapi ketika semuanya hancur dan sihirnya tak mempan menghadapi pria gagah ini, ia benar-benar pucat maka sadarlah kakek itu bahwa lawan masih memiliki kesaktian jauh di atas dirinya, baik tenaga sinkang maupun tenaga batin.

Tak ayal kakek ini memutar tubuh.

Ia meloncat dan mengibas orang-orang lain, menyambar muridnya.

Tapi ketika Wi Tok berseru bahwa mereka ke dalam gedung saja, di situ masih ada tawanan penting maka kakek ini mengangguk dan menghilang ke dalam.

Tawa atau tangisnya keluar dari tenggorokan.

Ributlah orang-orang di situ.

Berakhirnya pertandingan ini membuat orang-orang macam Wei-ho Sam-eng dan lain-lain gentar.

Di halaman gedung Sam-taijin ini masih banyak terdapat pembantu Wi Tok.

Dan karena jagoan mereka melarikan diri tak pelak lagi Wei-ho Sam-eng dan kawan-kawannya kabur, masuk ke dalam.

"Kejar!"

Kiok Eng membentak dan ber seru marah.1116 Setelah ia tadi menyerang si botak sampai terjengkang maka pertandingan ayahnya ini dengan Siang Lun Mogal menarik perhatian.

Pertandingan yang lain berhenti dan masing-masing menonton tegang.

Kiok Eng kagum bukan main kepada ayahnya itu, ada rasa bangga dan haru.

Ayahnya benar-benar orang sakti! Dan ketika akhirnya kakek itu dikalahkan dan lari ke dalam, Wei-ho Sam-eng dan lain-lain ikut masuk maka tak ayal gadis ini berkelebat dan mengejar lawannya, disusul oleh suami isteri gagah itu dan Bu-goanswe.

Dan ketika Tan Hong hendak ikut mengejar namun ragu memandang ayahnya, lalu juga suhengnya maka Fang Fang bergerak dan memeriksa suhunya itu.

Dewa Mata Keranjang telah membuka mata.

"Ha-ha, kau semakin luar biasa saja. Ah, kau tak memalukan gurumu, Fang Fang. Kejar dan tangkap si gundul itu atau ia mencelakakan teman-teman kita!"

"Aku ingin melihat lukamu......"

"Tidak, tidak apa-apa....... ha-ha, lihat aku dapat berdiri!"

Dan bergerak dengan kaki gemetaran kakek ini berdiri dan menelan tiga butir obat, tampak cerah dan Tan Hongpun diam-diam girang.

Fang Fang melihat itu namun mengerutkan kening, betapapun matanya yang tajam melihat sesuatu yang mengkhawatirkan.

Namun ketika kakek itu menepuk pundaknya dan mendorong agar pergi.

May-may dan lain-lain terisak memeluk kakek ini maka Dewa Mata Keranjang berseru.

"Aku tak apa-apa di sini, lihat isteri-isteriku membantu. Pergilah, tangkap dan robohkan kakek itu dan selamatkan putera mahkota!"

"Suhu tinggal di sini saja?"

"Ya, aku di sini saja, Fang Fang, ditemani isteriku yang1117 cantik-cantik ini. Ah, mana Mien Nio!"

Lalu ketika wanita itu muncul dan terisak di tengah-tengah kerumunan maka Dewa Mata Keranjang terkekeh lagi.

"Lihat, aku di sorga. Bidadari-bidadariku ini mengelilingiku. Hayo pergi dan selamatkan putera mahkota, Fang Fang, tua bangka ini masih sehat. Atau kukemplang kepalamu dan baru kau pergi!"

Fang Fang menarik napas dalam.

Ia melihat gurunya menggerak-gerakkan tongkat itu seperti waktu dulu ia masih kecil.

Biasanya tongkat itu lalu mendarat di kepalanya dan mengemplang.

Dan karena ia tak mau gurunya marah dan maklum bahwa gurunya ini orang aneh, semakin dibantah semakin marah akhirnya ia berkelebat berseru pada sutenya.

"Tan Hong, kau jaga ayahmu jangan ada apa-apa. Biarlah kukejar kakek itu dan kucari putera mahkota."

Tan Hong mengangguk. Ia setuju tapi sang ayah tertawa. Tongkat di tangan mengetuk kepalanya. Lalu ketika kakek itu berkata agar ia mengejar pula, di situ ada banyak nenek-nenek lihai maka Dewa Mata Keranjang tak mau diperlakukan seperti anak kecil.

"Ibumu dan May-may ada di sini. Kau datang bukan untuk menjaga ayahmu seperti anak kecil. Heh, pergi dan bantu suhengmu pula, Tan Hong, atau aku akan marah kalau kau membantah!"

Terpaksa pemuda ini pergi pula.

Ibunya dan lain-lain ada di situ dan ia sedikit lega.

Maka ketika ia berkelebat dan ibunya mengangguk, sang ayah tampak sehat dan berseri-seri maka masuklah anak-anak muda itu mencari dan mengejar Siang Lun Mogal dan kelompok pemberontak.1118 Ternyata di dalam gedung tak semudah mencari di luar.

Wi Tok dan gurunya menghilang entah ke mana dan Wei-ho Sam-eng serta kawan-kawan menjadi gelisah.

Di antara mereka maka tiga kakek ini adalah yang paling lihai.

Di belakang menyusul Siang-ang-boh-tan dan Hung-wangwe.

Hartawan ini akhirnya mundur ke gedung itu pula terdesak musuh, maksudnya ingin mencari perlindungan tapi celakanya si kakek gundul gentar menghadapi Fang Fang, paniklah hartawan ini dan rombongannya.

Dan karena di belakang hartawan itu berkelebat para pembantunya yang juga panik, si Pedang Kilat Wong Sin Kiam tampak di sini maka gedung Sam-tnijin itu penuh orang-orang ini yang tadinya mendukung Liong-ongya.

Hung-wangwe mulai berpikir untuk menyerah dan gemetar memegang pipa tembakau.

Huncwe atau senjatanya itu tak tetap di tangan, gemetaran dan lari memasuki kamar-kamar mencari guru dan murid itu.

Tapi ketika Siang Lun Mogal dan Wi Tok tak ditemukannya maka Kiok Eng dan kawan-kawan membentak di belakang.

"Berhenti, atau kalian mampus!"

Hartawan ini membalik.

Ia pucat melihat gadis itu dan akan menyerah, keadaan benar-benar tidak menguntungkan.

Namun ketika si Pedang Kilat membentak dan menyambut gadis itu maka laki-laki ini berseru agar yang lain menggerakkan senjata, yang muncul adalah Kiok Eng dan Beng Li, juga Franky si pemuda kulit putih.

"Tangkap dan keroyok mereka, jadikan sandera!"

Tangan Guntur dan Trisula Sakti meng angguk.

Mereka paling benci kepada Kiok Eng yang mempermainkan1119 mereka.

Berapa kali mereka ingin menangkap gadis ini namun gagal.

Maka ketika gadis itu masuk dan lawan hanya tiga orang saja, Wong Sin Kiam sudah menyambut dan membacok gadis itu maka dua orang ini meloncat dan mengeroyok Kiok Eng pula, membangkitkan keberanian yang lain dan Hung-wangwepun merobah jalan pikir annya lagi.

"Baiklah, kita tangkap dan robohkan gadis ini. Jadikan sandera!"

Namun Kiok Eng bukanlah gadis biasa.

Dulu di tempat Hung-wangwe itu ia menghadapi hartawan ini dan para pembantunya, membuat mereka cerai-berai dan huncwe maut bukanlah apa-apa.

Maka ketika ia mengelak dan menangkis Pedang Kilat, mengerahkan Kiam-ciang dan memukul pedang itu dari samping maka orang she Wong itu terpekik dihantam jari-jari lentik mungil yang tiada ubahnya jari-jari baja.

"Tranggg!"

Pedang ini terpental menghantam trisula.

Kek Cong si Trisula Sakti terkejut, terhuyung namun Tangan Guntur menyusul di belakangnya, menyerang Kiok Eng.

Namun ketika gadis itu miring kan tubuh dan menggerakkan kaki dari samping maka laki-laki itu mencelat dan terlempar berdebuk.

"Aduh!"

Kiok Eng berkelebatan cepat.

Lawan sudah mengeroyoknya dan tak ada yang tinggal diam.

Dari sekian orang maka pengeroyoknya adalah yang paling banyak, tak kurang dari lima belas, yang lain menyerang dun mengeroyok Beng Li serta Franky.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun ketika ia beterbangan dengan ilmunya Sin-bian Gin-kang (Ilmu Kapas Sakti) maka lawan tak mampu mengikuti gerakannya dan tendangan serta tamparannya mendarat1120 di tubuh orang-orang itu.

Hung-wangwe sendiri terhuyung dan bengkok huncwenya.

"Celaka, gadis ini terlalu kuat. Lari saja, cari perlindungan pada Wi Tok dan gurunya!"

Namun Kiok Eng mendengus.

Di ruang an dalam itu ia tak membiarkan lawan-lawannya pergi.

Mereka yang hendak lari disambar jarum lihainya, menjerit dan terpelanting roboh.

Dan ketika hal ini membuat pengeroyoknya gentar, Kiok Eng meledakkan rambutnya menyambar-nyambar maka pedang Wong Sin Kiam akhirnya mencelat, disusul trisula di tangan Trisula Sakti dan senjata-senjata lain yang tak tahan bertemu rambutnya.

Rambut gadis itu bagai kawat-kawat baja yang ampuhnya menggila, kulit yang tersabet bisa pecah dan menyobek tulang.

Dan ketika sebentar kemudian lima belas orang itu jatuh bangun menghadapi serangannya maka Kiok Eng tiba-tiba terkejut ketika di pihak lain terdengar jeritan Beng Li.

Gadis ini menoleh dan kaget.

Ternyata Beng Li roboh di tangan Ceng Kok Hwesio.

Entah dari mana tahu-tahu muncullah hwesio Siauw-bin-bio itu dari ruang lain, toyanya menyambar dan tepat menghantam kaki adiknya.

Dan karena Beng Li tak menduga sementara serangan itu juga cepat, menyambar dari bawah maka ia terbanting dan hwesio ini sudah menotok dan menangkapnya.

Franky terbelalak dan mundur.

"Ha-ha, satu jiwa tukar satu jiwa. Ayo, bebaskan pinceng dan antarkan keluar!"

"Kami ikut!"

Hung-wangwe tiba-tiba berseru dan meloncat girang.

"Kau dan kami sama-sama pembantu pemberontak, Ceng Kok lo-suhu. Bagus kau menangkapnya dan biarlah kami bersamamu!"1121

"Benar,"

Yang lain melompat dan berseru.

"Kau dan kami satu rombongan, lo-suhu. Kami ikut dan kita keluar bersama-sama!"

"Ha-ha, mana gadis itu mau. Pinceng paling berkepentingan. Kalau ia tidak mengabulkan maaf saja tak dapat ikut!"

Ributlah orang-orang itu. Mereka marah dan hendak merebut Beng Li namun toya si hwesio bergerak. Siapa mendekat dihajarnya. Dan ketika Hung-wangwe mundur dan terbelalak marah mendadak terdengar letusan dan hwesio itu menjerit.

"Dor!"

Berkelebatlah bayangan gadis asing.

Yuliah, atau yang dulu menyebut Elisa muncul di ruangan itu dari pintu belakang.

Bersama gadis ini muncul pula pemuda baju hijau gagah perkasa, Kong Le! Dan ketika hwesio itu terhuyung dan melepaskan tawanannya maka bayangan lain menyambar dan langsung merampas Beng Li dibawa keluar kepungan, berjungkir ba lik.

"Ibu....!"

Kiranya Eng Eng.

Wanita ini, basah penuh keringat berhasil menyelamatkan Beng Li dari bahaya.

Ia membebaskan totokan gadis itu pula.

Lalu ketika ia melayang turun dan Beng Li selamat di lantai maka Yuliah melepaskan tembakan lagi ke atas.

Tadi ia melukai pergelangan hwesio itu dengan amat tiris sekali.

"Siapa yang ingin menyerah harap lemparkan senjata masing-masing. Bu-goanswe akan mengampuni kalian bila bersikap baik-baik!"

Pucatlah orang-orang itu. Mereka yang tadinya menaruh1122 harapan mendadak buyar lagi. Ceng Kok Hwesio melotot di sana. Dan ketika ia tak menghiraukan tembakan dan melompat maju tiba-tiba hwesio itu menyerang Yuliah.

"Kaulah yang mampus dan roboh!"

Kong Le bergerak. Pemuda ini menyambut dan membentak marah. Tapi ketika ia terpental sementara toya terus menyambar Yuliah maka gadis itu mengangkat tangannya dan pistol meletus ke perut hwesio itu.

"Dor!"



Jilid XXXI TERJEREMBABLAH Ceng Kok Hwesio.

Hwesio ini tak menghiraukan peringatan dan iapun roboh.

Hung- wangwe dan orang-orang lain terbelalak.

Betapa ampuhnya senjata api itu.

Lalu ketika semua orang menjadi pucat dan gentar, Yuliah masih menujukan pistolnya pada para pemberontak itu akhirnya Hung- wangwe melempar senjata dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

"Kami menyerah!"

Gerakan itu diikuti yang lain.

Berturut-turut Trisula Sakti dan teman-temannya membuang senjata, mereka ngeri oleh kepulan asap itu.

Dan karena Kiok Eng juga memandang mereka dengan mata bersinar-sinar, jarum di tangan gadis itu juga siap merobohkan mereka akhirnya semua menyerah dan datanglah pasukan Bu- goanswe menangkap dan mengikat orang-orang ini.

Kiok Eng merasa tak perlu lagi di situ dan berkelebat melanjutkan pengejaran.

Yang diincar adalah Wi Tok dan gurunya, terutama pemuda itu karena di tangan pemuda inilah nasib putera mahkota terancam.

Dan ketika yang1123 lain juga berkelebat dan Beng Li menyusul encinya, diikuti Franky dan Kong Le maka semua yang ada di situ naik ke atas.

Ternyata di lantai dua mereka bertemu Siang-ang-boh- tan dan Wei-ho Sam-eng.

Di sini mereka mendapat perlawanan berat akan tetapi karena para pemberontak sudah kuncup nyalinya maka perlawanan mereka dibarengi kegelisahan hebat.

Tak ditemukannya Wi Tok dan gurunya membuat Wei-ho Sam-eng dan sepasang wanita cabul ini gentar.

Teriakan dan suara riuh di luar mencekam perasaan.

Pengawal roboh satu demi satu sementara pasukan Bu-goanswe tampak semakin garang saja.

Hal ini tidak aneh karena pemberontak betul-betul dipukul jauh ke dalam dan mereka terdesak hebat.

Seruan Bu-goanswe agar mereka menyerah atau mati membuat pemberontak gentar.

Para pimpinan yang menghilang membuat mereka jatuh semangat dan melemparkan senjata, menyerah sebelum dibantai dan ini diikuti oleh yang lain dengan cepat.

Kebakaran yang mengamuk di kompleks istana membuat suasana menjadi terang-benderang, untunglah Bu-goanswe bertindak cepat dengan menyuruh tawanan memadamkan api.

Dan ketika sorak dan kemenangan membuat Wei-ho Sani-eng tak tenang bertempur, lari dan meninggalkan ruangan akhirnya mereka terus melarikan diri diikuti Siang-ang-boh-tan.

Sebenarnya dua gadis ini ingin menyerah saja namun rasa malu membuat mereka menahan diri, apalagi tiga kakek Wei-ho Sam-eng juga tidak melemparkan senjata.

Mereka menunggu tiga kakek itu menyerah dulu kemudian mereka mengikuti.

Tapi ketika tiga orang itu malah lari dan meninggalkan pertempuran, dua enci adik ini otomatis mengikuti maka merekapun tak mau jauh tertinggal sementara Siu Hwa mulai melirik ke sebatang1124 pohon di luar jendela, tiba-tiba membelok dan berseru pada adiknya agar meloncat dan melarikan diri lewat situ.

Siu Lin tak mau membuang waktu.

Begitu ia melihat ini tak ayal gadis inipun berjungkir balik menerobos jendela.

Kakaknya sudah lebih dulu di sana tapi tiba-tiba terdengar bentakan.

Lima sosok bayangan berkelebat dan lima benda hitam menyambar, cepat sekali.

Dan ketika dua gadis itu menggerakkan pedang menangkis maka runtuhlah lima buah senjata rahasia yang bukan lain lempengan bunga besi yang tepiannya bergerigi.

"Ngo-lian-hoa (Bunga Lima Teratai)!"

Siu Lin terkejut dan gadis baju kuning itu sudah melayang turun ke bawah.

Ia dapat menghalau senjata gelap itu namun terkejut ketika telapaknya pedas tergetar.

Inilah tanda bahwa lawan yang dihadapi bukanlah orang sembarangan.

Dan ketika lima orang sudah mengepung mereka dan menyerang, di tangan mereka terdapat trisula pendek yang menusuk dan bergerak dengan cepat maka dua gadis ini membelalakkan mata dan mengelak serta membentak.

"Siapa kalian, apakah orang-orang Ngo lian-pai!"

"Kami adalah Ngo-houw-busu, perwira dan anak buah Bu-goanswe. Menyerah dan buang senjata kalian, nona- nona, atau roboh dan kami bunuh!"

Seorang di antaranya berseru dan menusuk lagi.

Inilah Twa-houw (Harimau Pertama) yang dulu ditundukkan Kiok Eng, merasa dikhianati Liong-ongya dan akhirnya berbalik menjadi musuh.

Merekalah orang pertama yang melapor Sam- taijin, laporan tentang sesuatu yang tidak beres di perbatasan dan inilah yang dulu mau dihabisi Liong- ongya, lewat Kiok Eng.

Tapi karena gadis itu tak jadi melaksanakan tugasnya melihat lima orang ini adalah perwira-perwira gagah yang sepatutnya di lindungi maka Ngo-houw-busu akhirnya meninggalkan Liong-ongya dan1125 kini tahu-tahu berada di rombongan Bu-goanswe.

Tidak heran kalau kemarahan bekas lima perwira itu kini ditumpahkan kepada pemberontak.

Mereka menumpas dan ikut bergerak di pasukan Bu-goanswe dan tiba-tiba melihat dua gadis cantik itu.

Tak ayal mereka bergerak dan melepaskan amgi (senjata rahasia) ketika dua enci adik itu berjungkir balik, tentu saja mencegat dan diam- diam mereka terkejut juga bahwa senjata rahasia mereka dipukul runtuh.

Segera mereka tahu bahwa lawan adalah musuh yang tangguh.

Dan ketika mereka cepat mengepung dan membentuk barisan ngo-heng-tin (barisan lima unsur) maka Siu Lin maupun Siu Hwa menjadi marah tak dapat segera menerobos.

"Tar-tar-tar!"

Sabuk itupun dilepas dan akhirnya meledak menyambar seorang di antara Ngo-houw-busu.

Tidak ini saja karena tiba-tiba kakak beradik itu melepas hek-ciam, jarum berbisa yang di sambitkan dengan penuh kemarahan kepada lima orang itu.

Dan ketika Ngo-houw- busu mundur dan menangkis dengan trisula mereka maka kakak beradik inipun memekik dan meloncat keluar melarikan diri.

Akan tetapi tiba-tiba muncul sepasang suami isteri gagah perkasa itu.

Mereka dicegat dan dibentak dan pucatlah kakak beradik ini.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Kalau tadi mereka berhadapan dengan lima perwira tangguh kini mereka bertemu cucu sekaligus murid Bu-tek Sin-kun.

Nagi dan suaminya mencegat dan suling di tangan wanita itu menotok, tak ayal lagi dikelit dan bertemu pedang namun senjata di tangan Siu Lin terpental.

Dan ketika di sana encinya juga berhadapan dengan laki-laki tinggi besar berkulit hitam itu maka Sepasang Seruni Merah ini tak dapat melarikan diri lagi.

Diam-diam mereka menyesal kenapa memisahkan diri dari V\ei-ho Sam-eng.1126

"Menyerah atau kalian mati. Buang senjata dan cepat berlutut!"

Nagi, wanita bersuling itu membentak lawannya.

Siu Lin melengking dan bentakan dibalas tusukan akan tetapi pedangnya terpental.

Untuk kesekian kalinya lagi wanita lihai itu memang hebat, tenaganya masih di atas tenaga gadis baju kuning ini.

Dan ketika Siu Lin melepaskan lagi ikat pinggangnya dan dengan pedang di tangan kanan serta sabuk di tangan kiri menerjang dan marah menghadapi lawan maka cucu Sin-kun Bu-tek itu mengelak ke kiri kanan namun ujung suling menyelinap dan bergerak seperti ular putih menotok dan mencari kesempatan.

"Trang-trangg!"

Pedang terpental dan sabuk membalik.

Gadis ini menjadi penasaran dan semakin marah.

Akan tetapi karena lawan benar-benar lihai dan mampu menghalau semua serangannya maka gadis ini menjadi putus asa dan di sana encinya bertanding tak kalah seru dengan suami wanita itu.

Siu Hwa sedikit beruntung.

Bhopal, lawannya adalah laki- laki lembut yang berkali-kali menyuruhnya menyerah.

Tidak seperti isterinya yang keras dan beradat panas adalah menantu Sin-kun Bu-tek ini berwatak welas asih dan mudah kasihan.

Melihat betapa gadis baju biru itu pucat dikepung pasukan Bu-goanswe, tak dapat lolos dan tak mungkin melarikan diri maka ia menyerukan agar gadis itu menyerah saja.

"Buang senjatamu dan bersikaplah baik-baik, kami tak mungkin membunuhmu!"

Siu Hwa bersinar-sinar.

Dari pertemuan dan adu tenaga segera ia maklum bahwa pria yang dihadapinya ini bukan musuh main-main.

Akan tetapi karena ia melihat betapa1127 lawan berwatak lembut, inilah kelemahannya maka iapun membentak pura-pura ingin menyerah.

"Aku mau membuang senjata kalau kaupun tak menyerangku lagi. Atau biar aku roboh dan kita bertempur mengadu jiwa!"

"Kau hanya ikut-ikutan saja,"

Lawan menarik napas dalam.

"Kalau kau benar-benar mau menyerah tentu aku tak menyerangmu lagi, nona. Baiklah kita akhiri dan buang senjatamu!"

Pria gagah ini me loncat mundur setelah berkata seperti itu.

Ia tak menyangka sama sekali bahwa Siu Hwa adalah gadis licik dan culas.

Ia tak tahu baik siapa gadis ini.

Maka begitu ia mundur dan menyimpan senjatanya mendadak gadis itu melepaskan jarum-jarum hitam dan terkekeh menyemburkan pedangnya.

"Aahhlih!"

Pria ini tentu saja terkejut.

Ia tak menyangka sama sekali bahwa lawan yang sudah diberi kesempatan mendadak menyerang dan melepaskan jarum secara gelap.

Tak mungkin ia menangkis karena senjata sudah disimpan.

Dan ketika yang dapat dilakukan adalah membanting tubuh bergulingan maka lawan berkelebat dan meneruskan serangan ke arah isterinya.

"Hi-hik, mari kita lari dan bunuh lawan kita ini!"

Nagi terpekik.

Saat itu ia mendesak lawan dan Siu Lin pucat mempertahankan diri.

Dalam beberapa gebrakan lagi ia pasti roboh.

Maka ketika tiba-tiba enci-nya datang dan menusuk dari belakang, Nagi membalik dan menangkis buru-buru maka pedang terpental namun sabuk di tangan Siu Hwa meledak mengenai pipinya.

"Tar!"

Loloslah wanita itu melarikan diri.

Pengawal yang1128 mengepung bukan halangan, jarum kembali bergerak dan menyapu mereka itu.

Dan ketika terdengar jerit dan pekik kesakitan, delapan orang roboh oleh kecurangan gadis ini maka enci adik sudah meloncat dan meninggalkan pertempuran.

Bukan main marahnya Nagi.

Wanita ini sudah meloncat bangun dan memaki-maki suaminya.

Sang suami tertegun dan membelalakkan mata dengan muka merah.

Sang isteri memakinya apakah ia sudah tergila-gila dengan gadis baju biru itu.

Dan ketika pria ini melenggong namun menjadi geram, merasa tertipu maka iapun meloncat dan membentak bahwa ia tak tergila-gila kepada siapapun.

"Aku hanya memberinya kesempatan dan menyuruhnya menyerah baik-baik, tapi gadis itu sungguh licik dan curang. Baik, kejar dan tak akan kuampuni lagi siluman betina itu, isteriku. Aku bukan tergila-gila dan hanya mencintaimu seorang! Wanita ini berkurang kemarahannya. Beberapa orang tersenyum mendengar itu namun mereka berkelebat mengejar. Untunglah Ngo-houw-busu masih berjaga, membentak dan mencegat enci adik itu dan terkejutlah mereka berdua. Tadi mereka tak melihat lima perwira ini menyangka mereka bergerak di tempat lain, tak tahunya menunggu dan bersembunyi di balik barisan pengawal. Maka ketika mereka dicegat dan kembali kakak beradik ini tertahan maka Siu Hwa melengking melepaskan jarumnya.

"Bunuh dan robohkan mereka!"

Ngo-houw-busu berkelit.

Mereka telah tahu kelihaian gadis-gadis ini dan bersikap menghadang saja, suami isteri itu sudah berkelebat dan tiba di situ.

Dan ketika1129 cucu dan menantu Sin-kun Bu-tek ini menyerang lawan maka Bhopal menyodokkan ujung suling ke pinggang gadis itu.

"Kau menipu, robohlah!"

Siu Hwa terkejut.

Sesungguhnya ia sudah berharap dapat meloloskan diri dari situ.

Hadangan Ngo-houw- busu ini membuatnya marah.

Maka ketika ia berkelit dan meledakkan ikat pinggangnya maka satu dari lima perwira itu mengaduh, tengkuknya kena tampar.

Akan tetapi pria tinggi hitam ini sudah mengejarnya lagi.

Bhopal amat marah ditipu tadi, terutama oleh kata-kata isterinya betapa ia dicurigai tergila-gila dengan gadis ini.

Maka ketika ia membentak dan menyerang lagi, tak memberi ampun maka Siu Hwa terhuyung ketika pedangnya bertemu badan suling.

"Trangg!"

Gadis itu menggigit bibir dan tiba-tiba terisak. Lagi untuk kesekian kali iapun menjadi pucat. Maka ketika tiba-tiba ia didesak dan mengelak maju mundur akhirnya gadis ini menangis dan tangis itu membuat lawan tertegun.

"Taihiap, ampuni aku. Biarkanlah aku pergi. Aku tak akan mengganggu dan membantu pemberontak karena aku hanya terbujuk oleh Wi Tok!"

"Kalau begitu buang senjatamu, menyerahlah baik-baik!"

"Tak mungkin aku melepaskan senjataku, taihiap, kecuali kau mengawal dan mengantar aku sampai keluar dari tempat ini."

"Apa?"

"Aku menyerah baik-baik dan melepaskan senjataku kalau kau melindungiku ke luar dari tempat ini. Tak1130 mungkin kulepaskan senjata karena mereka pasti menyerang."

"Hm, maksudmu aku membawamu keluar? Kau tak mau ditangkap?"

"Tentu, malu aku, taihiap. Biarkanlah aku lari atau lindungi aku keluar dari tempat ini. Aku bersumpah akan patuh pada setiap kata-katamu!"

Tergetarlah menantu Sin-kun Bu-tek ini.

Tangis itu berderai-derai dan lagi-lagi sebagai pria lembut hati laki- laki ini tak sanggup menolak.

Sikap dan kata-kata gadis itu begitu sungguh-sungguh.

Pedang terpental dan nyaris membacok leher kalau saja gadis itu tidak melempar kepalanya.

Dan kelika kembali sambil tersedu-sedu Sin Hwa minta ampun, ia akan melepaskan senjata tapi pria itu harus membawanya keluar akhirnya begitu saja laki- laki ini mengangguk.

"Baiklah, aku akan membawamu keluar. Tapi berjanjilah bahwa kau harus merobah segala sepak terjangmu yang buruk!"

"Aku berjanji, sumpah!"

Tersenyumlah pria berkulit hitam ini. Ia percaya dan mundur dan saat itu meloncatlah gadis itu dengan girang sekali. Tangisnya telah meluluhkan pria itu. Dan ketika ia berkelebat membelah kepungan maka Ngo-houw-busu tertegun.

"He, kenapa ia kaulepaskan, taihiap. Gadis itu harus ditangkap atau dibunuh!"

"la bertobat, aku percaya. Biarkanlah ia pergi dan ia hanya terbawa-bawa saja oleh pemberontak!"

Ngo-houw-busu membelalakkan mata.

Seorang di antaranya tiba-tiba bergerak, maksudnya hendak1131 mencegah gadis itu karena betapapun ia tak percaya.

Tapi begitu ia bergerak dan maju selangkah tiba-tiba jarum hitam menyambar lehernya, disusul oleh jarum- jarum yang lain dan berteriaklah lima perwira itu dengan marah sekali.

Saudara mereka termuda roboh.

Lalu ketika gadis itu melempar jarum ke arah yang lain dan melarikan diri maka laki-laki itu terkejut berseru keras.

"Nona, kau tak boleh bersikap kejam!"

"Kalau begitu antarkan aku sampai di luar pintu gerbang, mereka pasti menyerangku!"

"Baik, tapi......"

Belum habis suara ini tiba-tiba jarum yang lain menyambar dari bawah, tepat mengenai lutut pria ini dan robohlah Bhopal.

Ia terkecoh oleh tipu daya gadis itu.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu ketika gadis itu meloncat dan menyerang Nagi maka Siu Lin disambar encinya diajak melarikan diri.

"Hi-hik, pria bodoh. Kalau kau tergila-gila kepadaku bilang saja, taihiap, tapi lihat isterimu melotot di sana!"

Bhopal bergulingan mencabut jarum dengan amat marah sekali.

Ia berteriak ketika lututnya terluka dan rasa panas mengganggu daerah ini.

Ia meloncat bangun tapi roboh lagi.

Dan ketika di sana dua gadis itu berkelebat sementara isterinya memaki-maki maka menyesallah ia kenapa melepaskan gadis-gadis siluman itu.

"Kau, jahanam keparat. Apa yang membuatmu lemah hati, suamiku. Apakah wajah cantik itu menggetarkanmu. Atau tangis buaya itu membuatmu terlena-lena!"

Pria gagah ini merah padam.

Ia kesakitan dilukai jarum sementara sang isteri mencaci-maki.

Ia benar-benar merasa bodoh.

Dan ketika ia hendak bangun lagi namun roboh mengeluh, lutut atau bagian kakinya menjadi kaku dan panas maka ia tak dapat mengejar dan sang isteri1132 terpaksa menolongnya dulu.

"Maaf, gadis itu benar-benar licik. Ia katanya menyerah dan mau bersikap baik-baik, niocu, tapi....... ah, aku benar-benar ditipunya!"

"Kau bukan tergila-gila kepada gadis siluman itu?"

"Astaga, omongan apa ini, niocu. Kalau begitu biarkan saja aku mampus. Tak perlu kau menolongku!"

"Tapi mereka melarikan diri, mereka lolos!"

"Itu salahku, aku menyesal......"

Tapi ketika sang suami menghentikan kata-katanya mendadak terdengar jerit atau seruan kaget dua gadis itu.

Siang-ang-boh-tan tampak menabrak seseorang dan mereka terpental berjungkir balik.

Entah dari mana muncul seorang kakek berambut panjang, matanya ramah tapi tubuhnya mengeluarkan cahaya gaib bersinar-sinar.

Cahaya inilah yang ditabrak dan dua gadis itu terpelanting, mereka berteriak dan bergulingan meloncat bangun tapi ketika lari ke arah lain kakek itu tiba-tiba menghadang lagi.

Seperti iblis saja kakek ini selalu di depan Siang-ang- boh-tan.

Dan ketika dua gadis itu melotot dan mengayun pedang mereka maka......

cess, pedang seakan terbenam ke dalam hawa dingin dan pedang mereka tak dapat dicabut lagi, tertanam.

"Kakek siluman!"

Siu Hwa dan Siu Lin menjadi ngeri namun saat itu berkelebat bayangan Ngo-houw-busu.

Mereka yang tinggal empat orang ini menerjang dengan marah sekali, kakak beradik itu membalik dan menangkis dengan sabuk mereka.

Dan ketika terdengar suara keras sabuk bertemu trisula maka kakek bersinar gaib itu berseru perlahan.

"Buang senjata kalian dan menyerahlah baik-baik. Atau1133 kalian roboh dihukum perbuatan jahat kalian"

Siu Hwa dan Siu Lin menjadi marah sekali.

Di sana suami isteri gagah itu sudah bangkit lagi, yang wanita meloncat dan berseru girang.

Dan karena kakek itu menjadi gara-gara hingga mereka terhenti di situ maka Siu Hwa membalik dan tiba-tiba menusuk kakek ini dengan ujung sabuk yang bergetar penuh tenaga sinkang.

"Kau yang mampus dan roboh!"

Kakek ini mengerutkan kening.

Ia tak mengelak dan diam saja ditusuk cepat.

Ujung sabuk sudah menegang kaku seperti baja, kalau sudah begini maka senjata itupun tiada ubahnya pedang.

Tapi ketika sabuk terpental bertemu cahaya gaib itu maka ujungnya menyambar dahi Siu Hwa dan robohlah gadis itu menjerit tertahan.

"Crep!"

Bagai ujung pedang senjata penuh sinkang ini menusuk nonanya.

Kejadian berlangsung cepat dan Siu Hwapun terjengkang.

Dahinya berlubang oleh keganasannya sendiri.

Dan ketika sang adik menjerit dan saat itu Ngo-houw-busu menerjang berbareng maka kakek sakti ini mengangkat tangannya berseru perlahan.

"Yang berdosa telah menerima hukum annya, biarlah yang ini kita ampuni........

"plak-plak-plak!"

Empat trisula mencelat dari tangan dan tersedu-sedulah gadis itu menubruk encinya.

Siu Hwa tewas seketika setelah menggeliat sejenak, sang adik mengguguk dan memanggil-manggil namanya.

Dan ketika Ngo-houw- busu tertegun melihat senjata mencelat dipukul mudah, gadis yang mengguguk itu dilindungi kakek ini maka Nagi yang juga meloncat dan sudah siap menotokkan sulingnya dicegah.

"Kong-kong tak adil, gadis ini siluman berbahaya!"1134

"Sudahlah, kematian encinya lebih dari cukup, Nagi. Perbuatan jahat akan menghukumnya kelak kalau ia tak bertobat. Biarkan ia pergi dan lepaskan gadis ini."

Siu Lin memekik meloncat bangun.

Ia nekat dan hendak menyerang kakek ini namun mata bersinar penuh wibawa itu menahannya gentar.

Ia sadar dan tak jadi menyerang.

Dan ketika ia dipersilakan keluar dan kakek itu mengebut semua orang maka jalan terbuka lebar baginya untuk lari.

"Pergilah, atau orang lain akan menahanmu nanti. Bawa encimu dan bertobatlah, nona. Masih terbuka jalan panjang untuk membersihkan dosa!"

Gadis itu mengguguk dan menyambar mayat encinya. Kakek ini telah memberinya kesempatan dan maklumlah ia dengan siapa dirinya berhadapan. Maka membentak dan melarikan diri gadis itu mengancam.

"Sin-kun Bu-tek, hari ini kau membunuh enciku. Awas di lain kesempatan aku akan membunuh dirimu!"

Kakek ini menggeleng-geleng kepala.

Ia sama sekali tak takut ancaman itu malah matanya memancarkan rasa sedih.

orang telah meracuni dirinya dengan dendam.

Tak mau melihat siapa salah siapa benar dan tenggelam ke lembah kesesatan.

Dan ketika gadis itu lenyap sementara kakek ini menepuk cucunya tiba-tiba iapun berkelebat menghilang dan berseru.

"Nagi, putera mahkota belum ketemu. Marilah kita cari dan sebaiknya kalian ikuti aku!"

Suami isteri itu mengangguk.

Mereka berkelebat pula dan sang suami rupanya sudah tertolong cepat.

Ia telah menelan penawar racun dan lututpun pulih, meskipun masih nyeri.

Dan ketika dua orang itu lenyap sementara1135 Ngo-houw-busu menyambar senjata mereka lagi ternyata di sebuah tempat lain terjadi pertempuran tak kalah sengit, yakni antara Tan Hong dengan seorang di antara Wei-ho Sam-eng.

Akhirnya tiga kakek itu berpencar setelah dikejar-kejar Kiok Eng.

Mereka tak begitu takut menghadapi gadis baju hitam itu melainkan semata jerih kalau Bu goanswe dan pasukannya datang mengepung.

Maka ketika mereka menghilang dan berjungkir balik di wuwungan paling tinggi, di sinilah orang tertua dari mereka memberi tanda maka Twa-eng, suheng atau kakak perguruan menuding kiri kanan.

"Kita berpencar, cari selamat sendiri-sendiri. Jangan bergerombol dan siapa yong selamat harap kembali ke Wei-ho!"

Ajakan itu disetujui.

Mula-mula Ji-eng dan Sam-eng hendak membantah, bertiga tentu lebih kuat.

Tapi ketika sang twa-heng berseru bahwa Wei-ho Sam-eng tak boleh habis semua, satu di antara mereka harus selamat maka dua yang lain mengangguk dan jadilah mereka berpencar.

Dan di belakang istana orang tertua dari Wei- ho Sam-eng ini ketemu Tan Hong.

"Berhenti, dan menyerahlah. Mana Wi Tok dan gurunya, Twa-eng. Jangan lari dan hadapi aku!"

Tan Hong melihat kakek itu dan langsung membentak.

Ia telah mencari Wi Tok namun belum juga ketemu.

Dan karena kawan- kawannya mengejar ke dalam sementara ia berputar keluar, siapa tahu musuh di situ maka ke betulan yang dilihat adalah satu di antara Tiga Elang Wei-ho itu.

Twa-eng terkejut namun tentu saja ia tidak tinggal diam.

Begitu Tan Hong membentaknya iapun membalik dan menangkis, dua lengan beradu.

Tapi ketika ia terdorong1136 dan merasa marah maka iapun mencabut senjatanya berupa dayung pendek yang ujungnya dilapisi besi.

"Bagus, kau akan kuhabisi di sini!"

Tan Hong mengelak dan melayani kakek ini dengan hati- hati.

Dengan Sin-bian Ginkangnya (Ilmu Kapas Sakti) ia berkelebatan menghindar pukulan lawan, dayung menyambar dan menderu namun selalu mengenai angin kosong.

Dan ketika kakek itu membentak dan menjadi penasaran maka lawan menggerakkan tangan kirinya melepas pukulan sinkang.

"Duk-plak!"

Tan Hong mengerahkan Pek-in-kang hingga kakek itu terdorong. Dayung ditangkis dengan tangan yang lain dan senjata itupun terpental. Lalu ketika kakek ini menyerang lagi maka pemuda itu berseru agar lawan menyerah baik-baik.

"Persetan mulutmu!"

Kakek itu membentak.

"Kau atau aku yang roboh, bocah tak perlu banyak mulut dan terima ini.... wherr!"

Dayung menyambar lagi dengan amat hebatnya hingga pohon di belakang Tan Hong bergetar.

Dari situ dapat diketahui betapa kuat tenaga ayunan itu, kakek ini benar-benar marah dan rupanya ingin segera menyelesaikan pertempuran.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Semakin cepat tentunya semakin baik.

Namun karena Tan Hong bukanlah pemuda sembarangan dan ia adalah putera Dewa Mata Keranjang, kepandaiannya sudah mencapai tingkat tinggi dan hanya selisih sedikit dengan sang ayah maka sambil miringkan kepala pemuda ini menampar sisi dayung dengan Pek-in-kang.

"Plak!"

Pukulan Awan Putih itu membuat kakek ini berteriak.1137 Kalau ia menyambarkan dayung dengan kuat maka Tan Hong juga menambah sinkangnya dalam tamparan tadi.

Pukulannya membuat dayung bersuara retak dan pecah, kakek itu terkejut dan marah sekali.

Namun ketika ia membalik dan menyerang lagi maka sepak terjangnya masih ganas dan amat berbahaya.

"Hm!"

Tan Hong mulai tak sabar.

"Kau tak tahu diri, orang tua. Sekali lagi kuberi kesempatan untuk menyerah dan membuang senjatamu baik-baik.!"

Akan tetapi kata-kata itu disambut bentakan dan pekik keras.

Kakek ini memutar sebelah kakinya dan tiba-tiba meloncat ke kiri, dari situ ia menghantamkan dayung pendeknya sementara tangan kiri mendorong dengan pukulan panas.

Ia rupanya nekat dan marah sekali.

Dan ketika Tan Hong berkerut dan tahu betapa berbahayanya pukulan ini maka pemuda itupun memutar pinggangnya dan dengan satu kaki terangkat ia menerima dayung dan tangan yang lain menyambut pukulan kakek itu dengan Pek-in-kang, mengerahkan tenaganya.

"Dess-krakk!"

Dayung patah dan mencelat dari tangan kakek itu.

Lawan terlempar dan terbanting bergulingan dan pucatlah kakek ini.

Kalau saja ia bertiga dengan saudaranya mungkin keadaan menjadi lain, paling tidak tak akan secepat itu senjatanya hancur.

Dan ketika ia bergulingan meloncat bangun dengan keluhan tertahan, tangan kirinya gosong bertemu Pek-in-kang maka pemuda itu berkelebat dan kini ganti mengejarnya.

"Kau tak mau menyerah, baiklah, terima ini!"

Si kakek berkelit dan mengelak susah payah, pucat dan gemetaran dan kembali tiba-tiba kaki pemuda itu bergerak dari bawah ke atas.

Dan ketika ia terpelanting1138 dan jatuh lagi, bergulingan maka ketika ia meloncat bangun dan terhuyung gentar pemuda itupun melayang dan melepas pukulan ke dada, kali ini tak mungkin mengelak.

"Roboh dan terimalah hukumanmu!"

Kakek itu terjengkang dan berteriak dan pukulan Tan Hong tepat sekali mengenai dadanya.

Pukulan itu amat kuat dan menggetarkan jantungnya, kakek ini meng geliat kemudian tengkurap, mulutnya melontakkan darah segar.

Dan ketika ia tak bergerak-gerak lagi dan roboh di tanah maka Tan Hong menarik napas dalam menyesali kekerasan kepala kakek ini.

Twa-eng atau orang pertama dari Wei-ho Sam-eng binasa.

Satu dari pemberontak tewas.

Dan ketika Tan Hong berkelebat dan meninggalkan tempat itu maka di tempat yang lain ternyata Kiok Eng bertemu dengan si botak bekas lawannya itu.

"Hm, ke mana kau lari?"

Di atas wuwungan gadis ini melihat lawannya. Berjungkir balik bagai walet menyambar Kiok Eng menghadang lawannya. Dan ketika ia turun tepat di depan si botak itu maka orang kedua dari Wei-ho Sam-eng ini pucat.

"Keparat, kau gadis siluman jahanam!"

Kiok Eng tertawa mengejek.

Ia kebetulan saja melihat bayangan kakek ini di atas wuwungan, berkelebat dan mengejar dan tentu saja tak mau membiarkan lawan.

Si botak marah dan menerjangnya.

Dan ketika ia berkelit dan menangkis dengan Kiam-ciang maka lawan terpental dan kaget berseru keras.

"Duk!"

Kiam-ciang atau Tangan Pedang seperti senjata ampuh saja.

Kulit lawan terbeset sedikit dan si botak bergulingan meloncat bangun, sesungguhnya ia gentar1139 berhadapan dengan gadis ini.

Namun karena tak mungkin lari sebelum merobohkan gadis ini akhirnya iapun mencabut dayung pendeknya dan membentak lalu menyerang kembali.

"Bagus, tak usah tanggung-tanggung. Mana saudaramu yang lain dan kenapa sendirian saja!"

Kiok Eng mengelak dan menangkis dan lawan marah memaki-maki.

Di atas wuwungan itu mereka sendiri dan bebas.

Tapi karena Kiok Eng telah mengenal kepandaian lawannya ini dan berkelebat mengandalkan Sin-bian Gin-kang akhirnya sambaran dayung mengenai angin kosong karena bayangan gadis itu selalu mendahului dan jauh lebih cepat daripada senjata lawan.

"Hi-hik, menyerahlah, botak, atau kau mampus!"

"Lebih baik mampus!"

Lawan membentak dan semakin penasaran.

"Saudaraku yang lain akan membalas kematianku, gadis keparat, dan mereka akan menagih hutang jiwa!"

"Hm, kau benar-benar manusia tak tahu untung. Kau telah menentukan nasibmu sendiri, botak, dan sekarang jangan kira aku takut ancamanmu...... trang-trang!"

Lengan Kiok Eng beradu dengan dayung dan terpekiklah lawan betapa dayung di tangannya terbacok.

Bagai pedang saja dayung itu putus menjadi dua, dan ketika Kiok Eng tertawa dan maju berkelebat maka rambut di kepalanya itu meledak menghantam pipi lawan.

"Aduh!"

Si botak terpelanting dan terjungkal.

Serangan ini tak diduganya sama sekali dan ia bergulingan jatuh ke bawah.

Untunglah menyambar sebuah papan kayu ia tak sampai terbanting, menyentak dan berjungkir balik lagi namun Kiok Eng tak mau memberi kesempatan.

Gadis ini mengejar dan satu ledakan lagi mengenai pundak, lawan1140 berteriak dan roboh terguling-guling.

Tapi ketika kakek itu menyambar patahan dayungnya dan menyambit berseru keras, melempar tubuh ke bawah maka ia berusaha melarikan diri akan tetapi tiba-tiba muncullah pasukan Bu-goan swe dan Ngo-houw-busu.

"Mampus kau!"

Kiok Eng terkekeh.

"Mati di sini atau di bawah sudah nasibmu, Wei-ho Sam-eng. Biarlah kau merasa kan yang lain dan lihat berapa lama kau roboh!"

Kakek ini menjadi marah.

Ia terbanting ke bawah tapi meloncat bangun ketika empat perwira itu menyerang bersama pengawal.

Orang termuda Ngo-houw-busu beristirahat setelah tadi terluka jarum Siang-ang-boh-tan.

Tapi karena empat perwira ini sudah cukup dibantu belasan orang, Ji-eng atau orang kedua Wei ho Sam-eng itu kacau semangatnya oleh kehadiran Kiok Eng maka meskipun ilmunya lebih tinggi dan sebenarnya masih di atas Ngo-houw-busu itu tapi iapun terdesak hebat dan sekali saja ia berhasil menendang seorang pengawal.

Selebihnya ia maju mundur dan Kiok Engpun berjaga- jaga.

Gadis ini telah melayang turun dan menonton pertandingan itu, nyali si botak semakin menciut saja.

Dan ketika trisula menyambar berbareng dari empat penjuru, ia memekik dan menangkis mempergunakan golok rampasan akhirnya senjatanya terpental sementara Twa-houw dan Su-houw bergerak amat cepat dan trisula di tangan mereka menancap di perut kakek botak itu.

"Crep-uhh!"

Si botak terbelalak.

Dua perwira itu menusuknya cepat tapi ia mendelik ke arah Kiok Eng.

Ia menuding namun tak ada suara yang keluar, lehernya tertembus dua jarum halus yang diam-diam dijentik-kan Kiok Eng, roboh dan terjerembab.

Dan ketika dua perwira itu bangga mencabut senjatanya, mengira merekalah yang1141 merobohkan kakek lihai ini maka Kiok Eng terkekeh dan berkelebat lenyap.

"Bagus, kepandaian kalian sudah maju pesat, Ngo-houw- busu. Mari cari yang lain lagi dan basmi pemberontak!"

Mereka girang.

Pujian ini menambah semangat dan bergeraklah empat orang itu menyusul Kiok Eng.

Mayat si kakek botak dibiarkan saja.

Dan ketika semua bergerak dan mencari musuh lagi maka Wi Tok dan gurunya seakan lenyap ditelan bumi.

Kiok Eng tak menemukan guru dan murid ini sehingga iapun heran.

Tak mungkin mereka lolos tanpa diketahui se orangpun.

Pasukan Bu-goanswe menyerbu bagai air bah dan istana akhirnya dikuasai, siapapun yang masuk keluar tentu terlihat.

Dan ketika gadis itu heran dan tak mengerti bagaimana dua orang itu meninggalkan tempat maka di ruang bawah tanah terjadi sesuatu yang menegang kan sekaligus mengibakan.

Kiranya Wi Tok telah menemukan lubang rahasia di dapur Sam-taijin.

Di tempat ini, mengajak gurunya bergerak serba cepat akhirnya pemuda itu memukul semua dinding dengan tak sabar.

Pukulannya memperoleh suara kosong di balik meja sayur, langsung saja mengangkat sebuah papan batu dan di sinilah lubang itu menganga.

Tanpa banyak cakap pemuda ini meloncat masuk, Siang Lun Mogal tertegun namun terkekeh.

Dan ketika iapun lenyap dan berada di terowongan gelap gulita maka muridnya menyalakan lilin dan bergeraklah mereka menuruni sebuah jalanan rahasia di bawah tanah.

Tapi Wi Tok berhenti.

Duapuluh langkah dari lubang terowongan tiba-tiba iapun dihadapkan pada empat jalan1142 kecil berbeda arah.

Ada yang naik dan turun namun ada pula yang membelok ke kanan.

Di sinilah ia ragu dan berhenti.

Dan ketika gurunya juga tertegun mengerutkan kening maka ia bertanya mana sebaiknya yang dilalui.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tak tahu, tapi barangkali berpencar saja. Aku naik ke jalanan menanjak itu, Wi Tok, dan kau terserah mana yang kaupilih."

"Ah, kita harus tetap berdua. Bagaimana kalau Fang Fang menghadang aku, suhu, tentu celaka. Tidak, kita pilih saja salah satu dan selalu bersama-sama!"

"Hm, Fang Fang itu mengejutkan. Kesaktiannya di atas Dewa Mata Keranjang, ia dapat menghancurkan Hoat- lek-kim-ciong-koku. Baik, kalau begitu ke atas saja, Wi Tok, baru mencari lain kalau buntu!"

Guru dan murid akhirnya mengangguk.

Siang Lun Mogal meloncat dan mendaki lorong bawah tanah itu diikuti muridnya.

Tentu saja mereka amat berhati-hati dan waspada.

Tapi ketika di atas menemui jalan buntu, bahkan terdengar ribut-ribut dan seakan orang berlarian maka kakek ini tertegun mengepal tinju.

"Keparat, rupanya ruangan lain, di atas banyak musuh. Putar dan kembali ke tempat tadi, Wi Tok, cari putera mahkota!"

Sekarang Wi Tok meloncat diikuti gurunya.

Lilin hampir padam dan terpaksa menyulut yang baru.

Mereka berada di tempat tadi dan kini memilih lorong yang membelok.

Ternyata di sini terdapat anak cabang dan Wi Tok mengumpat, ia bingung.

Dan ketika gurunya juga mendesis dan menjadi marah maka anak cabang tadi diikuti namun mereka menuju ke tempat becek penuh lumpur.

Tikuspun berlarian dan mencicit-cicit.1143

"Jahanam, ini lubang pembuangan dari kamar mandi istana!"

Siang Lun Mogal juga melotot. Tiga tikus diinjaknya mati dan mereka kembali ke tempat tadi. Namun karena jalanan sudah sering membelok dan bercabang akhirnya mereka lupa di mana asal mula turun! "Celaka, mana tempat tadi, suhu. Aku kehilangan arah!"

"Aku juga. Eh, jangan biarkan lilinmu padam, Wi Tok, awas jatuh!"

Akan tetapi lilin terlanjur jatuh.

Wi Tok tak sadar betapa alat penerangan itu sudah menipis, tinggal sumbunya saja dan jarinyapun terbakar.

Dan ketika ia melepaskan itu mengambil yang lain ternyata lilinpun habis! Keterburuan di tengah kepanikan memang membuat orang tak mampu melakukan persiapan matang.

Wi Tok tak sadar lilinnya hanya beberapa saja.

Maka ketika ia mengumpat dan ruanganpun gelap gulita maka gurunya terkejut berseru padanya.

"Kita keluar!"

Akan tetapi keluar ke mana.

Sedikit cahaya yang ada di depan sudah lenyap tak berbekas.

Kakek itu mengandalkan pendengaran lewat desir angin di lorong bawah tanah, celakanya lorong itu berputar-putar hingga suara anginpun melingkar-lingkar.

Kakek ini tak bersama muridnya lagi.

Dan ketika Wi Tok juga terkejut gurunya tak kedengaran maka ia berteriak memanggil suhunya itu.

"Suhu....!"

Siang Lun Mogal bingung.

Ia berada di cabang bawah tanah hingga suara muridnya berputar-putar.

Ia membentak dan suaranya melingkar-lingkar pula.

Dan1144 ketika guru dan murid bingung tak menemukan sasaran akhirnya mereka sendiri-sendiri dan Wi Tok mulai ketakutan! Namun tiba-tiba pemuda ini melihat seberkas cahaya.

Sedetik saja cahaya itu namun cukup baginya.

Di atas kepalanya ada anak tangga berbatu.

Maka ketika ia meloncat dan akhirnya merangkak menuju atas, kembali seberkas cahaya berkilat sekilas maka ia berada di sebuah tempat lebar di mana tiba-tiba ia tertegun melihat Liong-ongya dan dua orang laki-laki berdiri di situ.

"Paman.....!"

"Wi Tok!"

Kegembiraan dan keharuan meledak sejenak.

Bertemu dengan sesama teman di tempat seperti itu sungguh menggirangkan sekali.

Wi Tok menubruk dan memeluk pamannya ini sementara Liong-ongya juga merangkul dan menepuk-nepuk keponakannya.

Dan ketika masing- masing sama tertawa dan berbinar-binar maka Wi Tok bertanya bagaimana pamannya dapat berada di situ.

"Sama denganmu, kebetulan saja. Aku menemukan tempat ini tapi bingung dibuat berputar-putar."

"Aku juga. Ah, dan mereka ini..., Pek busu dan Liong Kun bersamamu, paman. Kita sekarang sama-sama terperangkap musuh. Keparat Bu-goanswe dan pasukannya itu, juga Kiok Eng dan Fang Fang!"

"Ya-ya, semuanya kacau dan berantakan. Tapi di mana gurumu, Wi Tok, bukankah tadi kau memanggil- manggilnya."

"Suhu tersesat di tempat ini, tapi kita dapat mencari putera mahkota dan Sam-taijin!"

"Benar, akupun hendak mencari mereka itu. Marilah kita1145 temukan sekalian gurumu itu. Bersamanya tentu kita lebih kuat."

Lalu ketika dua orang di sebelah Liong-ongya mengangguk dan memandang Wi Tok maka pemuda ini diminta mencari gurunya dan mereka bergerak ke lorong lain, diam-diam saling memberi tanda dan Wi Tok tak tahu itu.

Untuk sejenak pemuda ini lupa kepada maksud jahat pamannya, ia lupa kepada cerita Kui-hwa.

Dan ketika ia bergerak dan memanggil-manggil gurunya, penerangan di tangan tiga orang itu akhirnya ia dapat menemukan kembali tempat semula di mana ia masuk pertama kali di mulut ruang bawah tanah itu.

"Suhu tak ada, aku telah memasuki dua tempat itu. Apakah kalian tak menemukan Sam-taijin dan putera mahkota, paman. Apakah kalian telah memeriksa tempat yang lain itu."

"Belum, kami belum menemukan siapa pun. Kalau begitu kita cari di tempat itu, Wi Tok, hanya dua tempat ini yang belum diperiksa."

"Ya, dan secepatnya. Mari!"

Lalu ketika pemuda ini meloncat dan menuruni lorong itu maka tiga orang di belakangnya bergerak dan mengikuti cepat.

Di sini Wi Tok memilih lorong sebelah kiri untuk ke mudian tembus menuju ruang hangat yang kering dan bersih.

Suara berkericik membuat pemuda itu menoleh dan hidungnya tiba-tiba mencium daging bakar.

Ia terbelalak dan tiga temannya juga berseru heran.

Asap daging bakar diikuti dan akhirnya tampaklah sebuah perapian dengan kelinci panggang di atasnya.

Kelinci yang baru dicuwil sedikit dan buru-buru ditinggalkan.

Dan ketika pemuda itu tertawa bergelak dan melihat berkelebatnya dua bayangan di celah guha maka pemuda ini meloncat dan Liong-ongyapun girang bukan main.

"Itu putera mahkota dan Sam-taijin!"1146 Dua orang ini pucat. Mereka adalah seorang pemuda dan seorang lelaki tua bertubuh gemuk. Memang benar inilah Sam-taijin dan putera mahkota Bing Yu. Dan ketika Wi Tok meloncat namun dua orang itu menghilang di balik celah batu maka pemuda ini tertegun karena di situ terdapat tiga celah di mana masing-masing serupa dan hampir tak jauh berbeda.

"Kita kejar dan bagi perhatian. Paman dan yang lain masuki celah di kiri kanan itu!"

Liong-ongya mengangguk.

Ia menyambar pemuda tegap di sebelahnya sementara Pek-busu dikedip dan diberi isyarat rahasia.

Wi Tok telah meloncat di tengah-tengah itu.

Dan ketika masing-masing begitu gembira mengejar buruan mendadak terdengar seruan keras dan pekik kaget Wi Tok.

"Aiihhhhh.....!"

Bersamaan itu terdengar jerit dan pekik tertahan Liong- ongya.

Mereka yang sama-sama memasuki celah kiri dan tengah tiba-tiba muncul lagi dengan muka pucat.

Wi Tok membanting hancur seekor ular yang melilit lengannya.

Lalu ketika di sana Liong-ongya dan pemuda tegap itu juga menunjukkan muka ngeri maka dua orang ini tergagap dengan wajah pucat pasi.

"Ada hantu di dalam, berkelotakan. Tempat itu...... tempat itu penuh tengkorak!"

"Dan kau, apa yang kautemukan, Wi Tok. Kenapa kau berteriak."

"Aku memasuki sarang ular, ratusan jumlahnya. Dua orang itu tak ada di sana dan ular-ular yang kutemui!"

Berkeringatlah tiga orang ini.

Wi Tok memang menemukan sarang ular yang amat mengerikan, sebuah1147 sumur dangkal dengan ular yang saling belit.

Tubuh yang menjijikkan itu membuat ia ingin muntah.

Dan ketika beberapa di antaranya menyerang dan ia mengibas maka satu menempel dan tadi ia banting hancur.

Tiga orang ini membelalakkan mata.

Tiba-tiba mereka saling pandang dan Wi Tokpun ingat Pek-busu.

Perwira baju putih itu belum muncul.

Dan ketika ia mengira perwira itu menemukan buruannya mendadak perwira itu muncul dan berkelebat kecewa.

"Tak ada apa-apa, di sana kosong. Buntu!"

Wi Tok tertegun. Ia merasa aneh namun tak curiga. Tapi ketika secara kebetulan ia melihat perwira itu mengedip pada pamannya mendadak ia marah dan membentak.

"Pek-busu, jangan bohong ke padaku. Apa sesungguhnya yang kaulihat!"

"Maaf, eh.... tak ada apa-apa. Aku tak menemukan apa- apa di sana, kongcu, justeru buru-buru kembali mendengar teriakan kalian. Apa yang terjadi!"

"Hm, kau bohong. Coba kuperiksa dan minggirlah!"

Pek-busu terkejut.

Ia didorong dan pemuda itupun meloncat ke dalam.

Hanya celah itulah yang menyembunyikan buruan.

Tapi ketika pemuda ini meloncat mendadak perwira itu mencabut senjatanya dan menusuk, diikuti pula pemuda tegap di sebelah Liong-ongya yang meledakkan cambuknya.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Wi Tok, jangan main-main di sini. Keluarlah dan kita cari di tempatku tadi'"

Pemuda ini terkejut.

Ia tak menyangka diserang dua orang itu dan tempat yang sempit membuat ia tak mungkin mengelak.

Pedang menusuk punggungnya sementara cambuk membelit leher.

Ia hendak dicekik1148 dan dibunuh dari belakang.

Dan ketika pemuda ini menjadi marah menggerakkan tangan ke belakang maka cambuk yang menjerat leher ditangkap sementara pedang yang menusuk punggung dibiarkan saja, Wi Tok mengerahkan sinkang.

"Tak-rrtttt!"

Dua orang itu sama-sama berteriak kaget.

Ujung cambuk bukan sekedar ditangkap melainkan ditarik ke depan, pemiliknya terangkat dan terbawa naik ke atas.

Lalu ketika pemuda itu melewati Wi Tok dan jatuh di dalam sana maka Pek-busu terhuyung pedangnya mental.

"Hm, bagus sekali. Apa-apaan kalian ini, tikus-tikus busuk. Berani hendak membunuhku dan berlaku curang. Sekarang siapa di dalam itu!"

Wi Tok sudah melompat masuk dan marah sekali memandang lawannya.

Liong Kun, pemuda tegap itu terbanting dan bergulingan di dalam guha.

Di sudut, menggigil ketakutan tampaklah dua orang itu, Sam-taijin dan putera mahkota! Dan ketika pemuda itu tertawa mengejek dan berseri-seri maka dua lawannya menerjang lagi dan Pek busu tampak beringas, begitu juga Liong Kun.

Lenyaplah kesabaran Wi Tok.

Tiba-tiba ia mencium sesuatu yang tidak beres pada tiga temannya ini dan teringatlah dia akan cerita Kui-hwa.

Maka membentak dan melepas kemarahan iapun menangkis dan tertawa bergelak, tawa yang penuh ancaman dan mengerikan.

"Bagus, maju dan kuhabisi kalian, Liong Kun. Lihat betapa kalian segera kurobohkan!"

Tiga orang itu bergerak saling serang dan menangkis.

Wi Tok menghadapi lawannya dengan mata berapi-api dan iapun mempergunakan Ang-mo-kangnya dan Kin-na- hoat.

Tusukan pedang lebih banyak dibiarkan karena ia1149 telah melindungi diri dengan sinkang, mental dan membuat perwira baju putih itu pucat dan berseru penasaran akan tetapi murid Siang Lun Mogal ini memang lihai sekali.

Akhirnya satu kali pedang ditangkap ujungnya, ditarik dan membuat pemiliknya terbawa maju dan saat itulah pemuda ini mempergunakan tangannya yang lain mencengkeram perwira itu.

Pek-busu menjerit ketika leher baju kena tangkap, diangkat dan dibanting dan ia menumbuk dinding dengan amat hebatnya.

Dan ketika perwira itu berdebuk dan menggeliat serta merintih, sejenak tak mampu melompat bangun maka Liong Kun keponakan langsung Liong-ongya ini gelisah menghadapi lawan.

Cambuknya meledak dan menggigit namun berkali-kali pula nyaris ditangkap.

Wi Tok tertawa tergelak-gelak.

Pukulan Ang-mo-kangnya dielak pemuda itu dan luput juga.

Akan tetapi ketika ia berkelebatan dan mendesak lawan akhirnya pemuda itu berseru agar Pek-busu bangkit kembali.

"Bantu aku dan jangan tiduran di sana. Kita bunuh pemuda ini, Pek-busu, ambil kembali pedangmu!"

"Ha-ha, apa maksud kalian sebenarnya. Kalian hendak mengangkangi dan memiliki sendiri tawanan, Liong Kun. Apakah paman kita yang baik itu memerintahkan kalian!"

Liong-ongya pucat.

Ia melihat pertandingan itu dan menjublak bingung.

Sesungguhnya memang ia memerintahkan agar Wi Tok segera dibunuh begitu tawanan di temukan.

Hal ini agar pemuda itu tak menjadi duri dalam daging dan dengan tawanan mereka dapat lolos.

Tapi ketika Pek-busu terbanting dan menggeliat di sana, sejenak tak mampu melompat bangun maka pangeran ini gelisah juga dan bingung.

Akan tetapi Sam-taijin tiba-tiba mem bawa temannya lari1150 keluar.

Saat itu Wi Tok membelakangi mereka dan saat itu dipergunakan sebaik-baiknya untuk lari ke luar.

Liong- ongya melihat ini dan otomatis mengejar.

Dan ketika Wi Tok terkejut melihat itu maka pemuda inipun membentak namun buruan sudah kabur dan lolos.

"Heii, berhenti, Sam-taijin. Jangan lari!"

Kesempatan itu dipergunakan Liong Kun meledakkan cambuknya.

Di sana Pek busu juga sudah melompat bangun dan menyambar pedangnya, langsung menusuk dan menyerang lagi.

Dan ketika dua orang ini tampak mati-matian menghalangi Wi Tok maka pemuda itu menjadi marah dan membalik serta menangkis mereka itu.

"Des-dess!"

Liong Kun dan temannya terlempar bergulingan.

Wi Tok meloncat keluar dan meninggalkan lawan-lawannya ini, rupanya Sam-taijin dan putera mahkota memang penting.

Namun karena ruangan tiba-tiba gelap Liong-ongya memadamkan lilinnya maka pemuda itu terkejut dan sadarlah dia bahwa seharusnya dia mempunyai lilin sendiri.

Namun pemuda ini tidak kekurangan akal.

Di saat seperti itu mendadak pikirannya hidup, ia mencongkel sebutir batu guha dan memukulkannya ke dinding.

Muncratlah lelatu api dan teranglah lorong guha sekejap.

Dan ketika di sana ia melihat bayangan pamannya maka iapun membentak dan berseru mengejar.

"Berhenti!"

Namun Liong-ongya kehilangan sasaran.

Meniup padam api lilinnya membuat kesulitan diri sendiri.

Ia tak dapat melihat pula larinya putera mahkota dan Sam taijin.

Dan1151 ketika ia jatuh bangun mencari keselamatan maka perbuatan Wi Tok yang memukul-mukul dinding ruangan dengan batu di tangan membuat ia terkejar ke manapun ia lari.

Wi Tok menyangka pamannya itu tahu di mana adanya buruan.

Akan tetapi perbuatan Wi Tok menguntungkan Pek-busu dan Liong Kun.

Muncratnya bunga api yang dilakukan pemuda itu membuat mereka tahu ke mana lawan menuju.

Dan karena mereka harus melindungi Liong- ongya sebagai majikan maka Wi Tok diserang dan cambuk menjeletar menyengat punggungnya.

"Keparat!"

Wi Tok membalik.

"Kubunuh kalian, Liong Kun. Terimalah dan jangan ganggu aku lagi!"

Di lorong bawah tanah itu Wi Tok merendahkan tubuh dan mengerahkan sinkang di perut.

Bunyi kok-kok terdengar disusul hantaman kuat ke depan, tangan pemuda itu mendorong, Dan ketika terdengar jerit dan tubuh terhempas maka Pek-busu melempar tubuh bergulingan menyelamatkan diri.

"Dess!"

Pemuda tegap itu mengeluh dan menabrak dinding.

Untung pukulan cukup jauh hingga tidak berakibat fatal, ia dapat terhuyung bangun dan menyambar cambuknya kembali, mengejar dan bersama Pek-busu dua orang ini mencari Wi Tok yang sudah menghilang.

Pemuda itu mencari Sam-taijin yang dirasa amat penting, bergerak mencari pamannya pula karena pamannya itulah yang disangka tahu di mana korbannya, padahal sesungguhnya Liong ongya kehilangan jejak lelaki tua itu! Dan karena berkali-kali Wi Tok harus memukulkan batunya membuat penerangan, hal ini memberi kesempatan kepada pamannya untuk kabur akhirnya jejak Liong ongya itupun hilang dan tak diketahui di mana1152 bersembunyi.

"Keparat!"

Wi Tok memekik dan teringat suhunya.

"Di mana kau, suhu. Tawanan berada di sini. Datang dan cepatlah ke mari!"

Hal ini membuat kecut dua orang di belakang.

Pek-busu dan Liong Kun yang mendengar itu seketika gentar.

Menghadapi pemuda itu saja mereka kewalahan, apalagi kalau gurunya datang.

Maka ketika mereka memperlambat gerakan dan akhirnya berhenti di tempat gelap maka di sini keduanya saling bisik bagaimana baiknya.

Majikan mereka entah di mana lagi.

"Tak tahulah, aku juga bingung, Liong kongcu. Bagaimana baiknya sekarang."

"Kau bodoh, tergesa-gesa. Kau seharusnya tak menyerang lawanmu dulu, ciangkun. Nanti saja menunggu isyarat paman!"

"Ah, kalau begitu Sam-taijin dan putera mahkota akan jatuh di tangan pemuda itu, dan kita gigit jari!"

"Hm, benar juga. Tapi bagaimana ia tiba-tiba curiga dan masuk ke tempatmu!"

"Entahlah, aku tak tahu, kongcu, mungkin perasaannya saja."

Pek-busu tentu saja tak menerangkan gerak matanya yang tertangkap.

Gara-gara isyarat yang terlihat itulah Wi Tok menjadi curiga.

Dan ketika mereka merangkak dan hati-hati mencari jalan maka di tempat lain Sam-taijin dan putera mahkota berhimpit di guha ular! Siapapun tak mengira bahwa dua orang ini bersembunyi di tempat itu.

Bagaimana tidak, Wi Tok yang berteriak dan pucat keluar lagi sudah diserang ular-ular berbahaya itu.

Mereka adalah u-lar-ular berbisa dan inilah ruangan1153 bawah tanah di mana istana biasanya menjatuhkan hukuman kepada orang-orang jahat yang membahayakan negara.

Mereka dibuang kc sumur ular itu dan sesungguhnya di atas kepala adalah jalan menuju kamar senjata.

Itulah gudang di belakang tempat tinggal putera mahkota sendiri.

Namun karena atap guha adalah papan batu yang tak dapat diangkat dari bawah, terlampau berat bagi orang biasa maka Sam-taijin dan putera mahkota juga tak dapat berbuat apa-apa dan sebagai pemilik terowongan tentu saja pembesar ini tahu.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebenarnya di antara tempat tinggal lelaki itu dengan kaisar terdapat hubungan bawah tanah.

Jalan ini menembus ke tiga pintu utama, yakni bangsal agung di mana tadi Wi Tok dan gurunya mendengar suara orang berlari-lari dan gudang senjata itu serta kamar pribadi kaisar.

Yang terakhir ini harus melewati guha di sebelah guha ular, tempat yang penuh tengkorak itu.

Tapi karena keadaan benar-benar berbahaya dan Sam-taijin tak berani keluar, jadilah ia bersembunyi saja di ruang bawah tanah itu maka untuk sementara waktu ini pembesar itu merasa aman.

Akan tetapi Wi Tok mengetahui keberadaan mereka.

Asap kelinci bakar tercium, mereka cepat-cepat bersembunyi tapi kepergok Pek-busu.

Perwira itu begitu gembira namun tak menangkap mereka.

Hal ini disebabkan karena ada Wi Tok di luar.

Tawanan amatlah berharga dan tak boleh jatuh di tangan orang lain.

Tapi ketika Wi Tok mencurigai gerak-gerik perwira itu dan masuk dengan marah maka merekapun ketahuan dan hanya karena lawan saling serang sendiri membuat dua orang ini lolos lagi dan Sam-taijin diam-diam telah mempersiapkan sebilah pisau di balik saku bajunya.1154

"Biarlah, tenanglah. Kutusuk siapapun yang mendekat dirimu, pangeran, dan paduka berjaga-jaga pula dengan pisau kecil ini. Jangan bergerak kalau lawan benar-benar belum menangkap kita!"

Itulah sebabnya kenapa dua orang ini menggigil dan berangkulan saja di sudut.

Mereka sebenarnya bersiap sedia untuk sekali waktu menusuk.

Sekali tikam tak boleh gagal.

Dan ketika mereka lolos namun dikejar Liong- ongya, sementara Liong ongya dikejar Wi Tok maka tiga kelompok ini seakan orang main petak umpet yang suatu saat bisa tertangkap dan celaka.

Akan tetapi Sam-taijin adalah seorang abdi istana yang benar-benar setia.

Membawa dan melindungi putera mahkota dari ancaman bahaya ia harus pontang-panting.

Di guha ular itupun ia harus rela berkorban, berdiri paling dekat dengan sumur! Tapi ketika semua ular bergeser dan justeru menjauh, heranlah lelaki tua ini maka ia tertegun dan putera mahkota tiba-tiba teringat sesuatu.

"Cincinku...... cincin ini yang membuat mereka ketakutan, paman. Ini adalah Bi-hong-coa yang kupakai secara kebetulan. Kita beruntung!"

"Ah, kalau begitu kebetulan. Kita masuk saja!"

Sam-taijin girang, langsung menarik temannya dan mencebur ke sumur.

Tak ayal lagi ratusan ular tertimpa dan mereka berserabutan, ada yang terinjak mati! Dan ketika anehnya tak ada satu pun yang menggigit maka hampir saja lelaki tua ini tergelak-gelak.

"Aduh, untung seribu untung. Kita selamat, pangeran. Cincinmu menyelamatkan kita. Kalau saja kutahu sejak dulu!"

"Sst, jangan berisik. Bagaimana dengan Tiong-taijin, paman. Bukankah ia harus kita selamatkan juga!"1155

"Hamba di sini!"

Sebuah suara tiba-tiba terdengar, lirih.

"Hamba menggoda tengkorak-tengkorak itu, pangeran, membuat mereka takut dan terbirit-birit. Hamba selamat!"

Putera mahkota tiba-tiba tersenyum.

Di dalam sumur yang remang-remang tampaklah lubang kecil sebesar kepalan.

Tadi lubang itu ditutup tapi kini dibuka, seseorang menampakkan diri dengan matanya yang bulat nakal.

Inilah Tiong-taijin bekas pembesar itu.

Ternyata dialah yang memainkan tulang-belulang tengkorak hingga berkelotakan, membuat Liong-ongya dan keponakannya terbirit-birit.

Dan ketika di tempat itu segera terdengar percakapan bisik-bisik maka di sini Sam-taijin menghapus keringat berpikir keras.

"Kita tak bisa terus-menerus di tempat ini, lama-lama ketahuan. Kau harus berusaha sesuatu untuk menyelamatkan pangeran, Tiong-wangwe. Bantu kami bagaimana canranya keluar."

"Eh, taijin bicara apa. Bukankah di luar amat berbahaya!"

"Keadaan sudah berubah. Tidakkah kaudengar makian Wi Tok tadi, wangwe, Bu-goanswe dan pasukannya telah menyerbu istana. Mereka dikejar-kejar, di luar sudah berobah. Kita harus keluar dan satu-satunya jalan sebenarnya di atas sumur ini!"

"Bagaimana kalau kita bertiga mengangkat."

"Ke marilah, mari kita coba."

"Tapi hamba tak dapat membuat hantu-hantu ini bekerja lagi!"

"Tinggalkan tempatmu, taijin, jangan hiraukan itu. Ke marilah dan hati-hati!"

Kepala di balik lubang itu lenyap.

Putera mahkota berkerut kening dan sedetik tampak berpikir.

Ia ingat1156 sesuatu dan memandang heran.

Lalu ketika ia bertanya bukankah tempat di sebelah itu menuju kamar kaisar maka Sam-taijin menggeleng dan berkata.

"Tidak boleh orang lain tahu. Itu satu-satunya rahasia yang harus kujaga, pangeran. Kalau sembarangan saja Tiong-taijin tahu maka hamba berdosa besar!"

"Hm, begitu kiranya. Kau benar-benar penasihat ayah yang amat setia!"

Putera mahkota kagum, mengerti dan ia memuji kesetiaan Sam-taijin yang luar biasa ini.

Itu adalah jalan tembus yang tak boleh diketahui orang lain, dia sendiripun baru tahu setelah bersama lelaki tua ini.

Dan ketika mereka menunggu Tiong-taijin tapi tak kunjung muncul mendadak lelaki itu berada di lubang kecil lagi, seruannya menunjukkan gugup.

"Celaka, di mulut guha ular-ular itu bermunculan, pangeran, mana berani hamba masuk. Salah-salah tempat hamba juga menjadi sarangnya!"

"Kalau begitu pakai cincin ini,"

Sang pangeran sadar.

"Cepat dan masuk ke mari, paman Tiong. Jangan takut mereka karena semuanya pasti minggir!"

Lelaki ini menerima girang. Dari lubang itu ia menangkap Bi-hong-coa, mengenakannya dan menuju tempat itu. Dan ketika benar saja di luar sana ular-ular menjadi takut maka iapun berindap dan akhirnya berada di sumur ini, terjun ke bawah.

"Terima kasih, pangeran. Cincin paduka benar-benar ampuh!"

"Sudahlah, kita cepat berusaha,"

Sam-taijin memotong pujian ini dan pangeran pun menerima cincinnya kembali.

Sumur ular benar-benar bersih setelah ketakutan oleh benda di jari pangeran itu.

Bi-hong coa ternyata penolak1157 ular yang amat hebat.

Dan ketika ketiganya cepat meletakkan tangan di atas guha, mengerahkan tenaga dan mendorong cepat ternyata batu itu tak bergerak sedikitpun dan debunya malah berhamburan menutupi mata.

"Keparat, berat amat. Kita coba sekali lagi, pangeran, tapi tutup mata kalian agar tak kemasukan debu!"

Putera mahkota mengangguk.

Sebenar nya dia adalah orang lemah namun di saat itu tiba-tiba semangatpun bangkit.

Ke inginan menyelamatkan diri begitu besar.

Namun ketika dicoba dan dicoba lagi ternyata papan batu itu tak bergeming dan tiga orang ini mandi keringat.

Tiong-taijinpun batuk-batuk.

"Ugh, celaka. Setengah jam kita berkutat, pangeran, sia- sia saja!"

"Hm, perlahan sedikit. Batukmu dapat didengar orang lain, wangwe, tutup dengan baju agar tidak kedengaran!"

"Maaf,"

Lelaki ini sadar.

"Tenggorokanku gatal, taijin, tapi aku akan menahannya. Sekarang bagaimana dengan ini, apakah tidak kita coba lagi."

"Kita beristirahat sebentar, coba kucari akal."

Tiga orang itu menghapus keringat.

Kalau saja batu tidak seberat itu dan sama sekali tidak bergeming tentu mereka tak begitu bingung dan gelisah.

Tiba-tiba terdengar suara orang di luar dan itulah Wi Tok! Tapi ketika suara itu lenyap lagi dan Sam-taijin tercekat maka tiga orang ini menahan napas dan kuncuplah nyali untuk meneruskan pekerjaan.

Dan saat itu tiba-tiba terdengar ketukan dari atas.

Suara itu mula-mula perlahan dan ber pindah-pindah.

Tapi ketika tepat di atas kepala ketukan terdengar terus-1158 menerus mendadak suara gemuruh diiringi sorak-sorai mengejutkan.

Dan saat itu muncullah sebuah wajah cantik dari gadis baju hitam.

"Kiok Eng!"

Bukan main girangnya tiga orang di bawah sumur.

Kiok Eng, gadis itu tertawa merdu mengulurkan tangannya.

Di belekang gadis ini tampak Bu-goanswe dan sri baginda.

Puluhan orang berkerumun dan bersorak-sorak.

Itulah pengawal atau pasukan Bu-goanswe.

Pemberontak telah berhasil ditumpas dan istana dikuasai kembali.

Dan ketika Sam-taijin mendorong pangeran untuk lebih dulu naik maka putera mahkota berseri-seri melihat betapa ayah dan semua kawan-kawannya di sana.

Kiok Eng menariknya cepat dan Sam-taijin nomor dua.

Tapi ketika pembesar itu menolak dengan menyodorkan Tiong-taijin, ia belakangan saja maka orang she Tiong itupun keluar dan barulah pembesar ini belakangan.

Tapi liba-tiba terdengar jerit kaget.

Kiok Eng yang menarik pembesar ini ter tahan sesuatu di bawah, Wi Tok tahu-tahu muncul dan mencengkeram sepasang Kaki lelaki tua ini.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dan ketika Kiok Eng terkejut dan Wi Tok menarik maka pembesar itu masuk lagi ke lubang sumur disusul tawa bergelak dan melesatnya bayangan Siang Lun Mogal ke arah putera mahkota.

"Minggir!"



Jilid XXXII BUKAN main kagetnya Kiok Eng.

Terpaksa ia melepaskan papan batu yang menutup dengan amat kerasnya, bunyi berdebum menggetarkan tempat itu.

Dan ketika ia meloncat dan memutar tubuh ternyata putera mahkota telah berada di tangan kakek gundul itu.1159

"Ha-ha, siapa berani menyerang aku. Bebaskan aku dan muridku, Bu-goanswe, atau bocah ini mampus!"

Tergetarlah semua orang.

Kiok Eng menjublak dengan muka pucat tak dapat berkata-kata, Bu-goanswe dan yang lain juga tertegun sementara kaisar lenyap bersembunyi.

Kok-taijin menarik lengan kaisar menjauhkan diri dari kakek gundul berbahaya ini.

Namun ketika semua terkejut tak mampu berkata-kata, sama seperti Kiok Eng mendadak terdengar kekeh lembut dan muncullah Sin-kun Bu-tek dengan suling di tangan.

"Heh-heh, kau selamanya licik dan curang. Pemuda itu tak pernah melakukan kesalahan kepadamu, Siang Lun, kenapa kau tangkap dan kini mengancamnya. Ah kau membuat semua orang takut, biarlah sulingku ini menyejukkan hati semua orang termasuk kau."

Lalu ketika kakek itu bersila tak memperdulikan lawannya maka bertiuplah irama merdu mendayu-dayu, naik turun dengan nada penuh kasih dan ketegangan serta kemarahan lenyap.

Siang Lun Mogal sendiri seperti di- nina-bobok dan sejenak kakek itu tertegun, cengkeramannya mengendor.

Dan ketika semua orang juga terbawa irama suling yang kini merancak tiba-tiba semua pengawal tersenyum dan hati tergelitik untuk menari-nari! Siang Lun Mogal juga hendak menggerakkan kakinya akan tetapi tiba-tiba dia tersentak.

Suling itu berpengaruh luar biasa bagi orang-orang lain akan tetapi bukan untuknya.

Maka ketika ia sadar bahwa Sin-kun Bu-tek hendak membawanya ke lain jurusan, melupakan putera mahkota mendadak kakek gundul ini berseru keras mendorongkan tangan kirinya menghantam kakek yang duduk bersila itu.

"Sin-kun Bu-tek, jangan coba-coba mempengaruhi aku.1160 Enyahlah!"

Dorongan kakek gundul bukan sekedar dorongan karena itulah pukulan Hoat-lek-kim-ciong-ko yang amat hebat.

Sinar biru menyambar disusul deru angin dahsyat.

Bu- goanswe dan pasukannya yang berada di kedua tepinya berteriak, keserempet dan terpelanting dan kakek di depan itu tak mengelak atau menangkis.

Suling kini ditiup dengan nada meninggi dan tiba-tiba kakek itu terangkat naik, terlempar dan terdorong oleh pukulan dahsyat itu hingga tubuhnya meluncur sepuluh tombak lebih.

Akan tetapi ketika ia jatuh dengan tubuh tetap duduk bersila, suara suling kini melengking-lengking maka pucatlah kakek gundul itu karena gendang telinganya seakan dikorek benda tajam mirip ujung belati! Marahlah kakek gundul ini.

Segera ia merasakan telinganya sakit dan kembali menghantam dengan Hoat- lek-kim-ciong-konya yang dahsyat itu.

Akan tetapi ketika tubuh lawan terangkat dan jatuh bersila lagi, tetap menyuling maka kakek gundul ini gusar bukan main dan saat itulah ia menerjang dengan penuh kemarahan akan tetapi tiba-tiba berkesiur angin dingin dan belakang punggungnya di-totok orang.

Kakek Mongol ini terkejut.

Ia membalik dan menangkis akan tetapi angin totokan lenyap.

Sebagai gantinya ia merasa diserobot orang dan saat itulah putera mahkota terenggut cepat.

Bagai bayangan iblis saja seorang pria berbaju putih mengikuti gerakannya, tetap berada di belakang punggung dan saat itulah pundak kanannya terasa nyeri.

Ia ditepuk dan loloslah putera mahkota dari gendongannya.

Dan ketika ia terbelalak dan pukulannya menghantam pohon, roboh dengan hiruk-pikuk maka di tempat lain, di sebelah kanannya telah berdiri murid Dewa Mata Keranjang yang ditakutinya itu.1161

Kesatria Cahaya Karya Paulo Coelho Pedang Siluman Darah 19 Rahasia Suling Never Too Far Too Far 2 Karya Abbi
^