Pencarian

Playgirl Dari Pak King 9

Playgirl Dari Pak King Karya Batara Bagian 9


"Eh-eh, kenapa menjauhi kota pula. Musuhku itu dulu tinggal di Nan-king, paman. Mungkin ia masih di sana dan kenapa malah menjauh!"

"Sst, Fang Fang sudah tak ada di Nan king lagi. Ia pergi. Ia tak ada di situ dan peruma kau mencarinya di sana!"

"Paman yakin?"

"Tentu saja. Aku tahu baik tokoh-tokoh kang-ouw, Beng Li. Aku punya banyak kenalan dengan mereka. Kita ke Liang-san dan di sana kita temui Fang Fang!"

Gadis itu terkejut.

Ibunya juga berkata bahwa kalau musuhnya itu tak ditemukan di Nan-king maka kemungkinan di Liang-san.

Tempat itu sebenarnya adalah tempat Dewa Mata Keranjang, guru dari musuhnya.

Dan karena yang dicari bukanlah Dewa Mata Keranjang, melainkan muridnya maka ia tak ke sana dulu melainkan mencari di beberapa kota dan Nan-king adalah tujuannya terakhir.

Tapi paman Yong yang baru dikenal ini sudah memastikan bahwa orang yang dicari tak ada di situ.

Musuhnya itu harus dicari di Liang-san dan ini tak salah.

Ibunya juga berkata begitu.

Maka ketika malam itu juga mereka meninggalkan Nan-king dan jauh dari kuil Thian- se bio, bentakan atau suara Hwa-i Sin-kai tak terdengar lagi maka selanjutnya gadis ini menurut saja dibawa teman barunya itu.

Beng Li menaruh kepercayaan dan entah kenapa dia merasa hormat.

Ada kagum dan suka di hatinya kepada pria empatpuluhan ini.

Dan karena pria itu jelas telah berbuat baik pula kepadanya, menolong dari keroyokan para pengemis Hwa-i Kai-pang maka gadis ini tak khawatir atau ragu berdekatan dengan paman Yong ini.

Bahkan gadis itu merasa nyaman! ada semacam nikmat513 dan kepercayaan besar kepada pria ini.

Dan karena di dalam perjalanan lelaki ini selalu bersikap baik dan lembut, seolah paman atau ayahnya sendiri maka gadis itu merasa seolah bukan orang lain lagi.

Mereka seperti keluarga! "Tujuh hari kita akan sampai di sana.

Karena itu jangan terburu-buru agar tak capai atau kehabisan tenaga setelah tiba di Liang-san.

Aku telah menyiapkan bekal ini untuk perjalanan kita.

Roti kering dan air."

"Terima kasih. Kau baik dan benar-benar teman perjalanan yang menyenangkan, paman Yong. Baru kali ini aku demikian gembira dan terharu melihat pria semacammu ini. Padahal ibu melarangku berdekatan dengan pria!"

"Ah, rupanya ibumu menaruh kebencian yang mendalam. Baik pria maupun wanita sama saja, Beng Li, ada yang baik dan tidak. Tapi yang paling baik adalah yang bersikap wajar-wajar saja. Aku suka kepadamu seperti puteriku sendiri."

"Hm, paman belum menemukan puteri paman itu? Berapa lama ia hilang?"

"Ah, sudahlah, tak usah kita bicara tentang ini, Beng Li. Nanti hatiku sedih lagi dan perjalanan kita terganggu. Ayolah, kita lanjutkan perjalanan!"

Beng Li menarik napas dalam.

Akhirnya dia tahu akan kisah paman Yong ini, seperti juga paman Yong mulai tahu siapa dia.

Dan karena masing-masing sudah menceritakan demi sedikit diri mereka, dalam perjalanan ini mereka berbincang dan mengobrol maka gadis itu tahu bahwa pria ini memiliki dua anak perempuan dan seorang anak lelaki.

Tapi anehnya, semua hilang! Paman Yong tampak sedih bicara tentang ini.

Dan ketika ditanya514 tentang isterinya maka dijawab maka isterinya itu meninggalkan dirinya.

"Ada kabar bahwa anak-anakku dibawa ibunya. Tapi sudahlah, aku sudah menemukan jejaknya dan satu persatu tentu akan berkumpul lagi denganku!"

Pembicaraan ditutup.

Malam tiba dan mereka beristirahat.

Dan seperti biasa paman Yong itu pula yang menyiapkan segalanya, mulai dari jerami untuk tidur gadis itu sampai kepada api unggun dan selimut.

Beng Li terharu.

Dan karena dalam perjalanan lelaki ini selalu bersikap lembut, penuh kasih sayang akhirnya gadis itu merasa jatuh cinta dan lekat, bukan sebagai kekasih melainkan sebagai paman atau ayahnya sendiri! "Hm, sudahlah, tidurlah.

Syukur kalau kau bisa menganggapku sebagai paman atau ayahmu sendiri, Beng Li.

Aku juga bisa menganggapmu sebagai anak atau puteriku sendiri.

Kau sebaya mereka.

Kau pantas sebagai anakku!"

Dan ketika gadis itu terisak dan didorong lembut, Beng Li menangis di dada laki-laki ini maka paman Yong itu menyelimutinya dan menyuruhnya tidur.

Itu adalah hari kelima dari perjalanan mereka.

Hari itu Beng Li tak dapat menahan perasaannya lagi.

Semakin dekat dengan lelaki ini semakin lekat rasa hatinya, Ia benar-benar serasa berdekatan dengan ayah kandung.

Dan ketika malam itu ia menangis menceritakan ayahnya, betapa kasih sayang atau cinta seorang ayah tak pernah dirasakannya sama sekali maka ia mengguguk dan paman Yong itu mengelus-elus rambutnya.

Mata pria inipun basah! "Aku...

aku tak pernah tahu ayahku.

Ini gara-gara Fang Fang.

Ayah tewas dan dibunuh lelaki itu.

Aku akan515 membalas dan menyeretnya ke depan ibu!"

"Hm, kau betul. Lelaki macam itu memang harus diseret dan dibawa ke ibumu, Beng Li. Tapi kau selama ini masih merahasiakan di mana ibumu itu. Kau tak pernah memberi tahu di mana ia tinggal.

"Aku.... aku belum berani. Nanti saja setelah bertemu musuhku itu, paman. Ibu melarangku keras!"

"Tapi kalau ada apa-apa?"

"Maksud paman?"

"Hm, semisal kau gagal melaksanakan tugasmu, Beng Li, kau roboh di tangan musuhmu itu. Bagaimana aku memberi kabar ibumu? Bukankah ibumu bakal menunggu-nunggu?"

Gadis ini terisak.

"Ibu.... ibu tinggal di Bukit Mawar. Kami berdua tinggal di telaga Ching-hai..."

"Astaga, di sebelah barat sana? Di propinsi Ching-hai?"

"Benar, paman, dan kaulah satu-satunya orang yang tahu tentang ini. Harap simpan rahasia ini atau aku akan mendapat marah ibu!"

"Hm, tidak, tentu kurahasiakan. Pantas, ibumu pandai mencari persembunyian Beng Li. Tempatnya jauh dan tak kusangka sama sekali. Ah, baik. Kalau ada apa-apa aku dapat memberinya kabar dan terima kasih atas kepercayaanmu ini!"

"Tapi paman akan membantuku, bukan?"

"Maksudmu?"

"Paman dapat membantu sebisanya kalau aku terdesak. Misalnya, menggigit dan menubruk musuhku kalau ia terlalu hebat!"516 Laki-laki itu tertawa. Beng Li teringat kejadian di Thian- se-bio ketika dulu ia menubruk dan menggigit para pengemis Hwa-i Kai-pang. Ia mengaku hanya bisa silat rendahan. Gadis itu percaya karena ketika menyergap dan menyerang anak-anak murid Hwa-i Kai-pang paman Yong ini memang membuktikan seperti itu. Tingkahnya seperti kera kelaparan, lucu sekali. Dan ketika laki-laki itu tertawa sementara gadis ini tersenyum maka lelaki itu berkata bahwa tentu saja ia akan melakukan sebisanya.

"Jangan khawatir. Fang Fang memang lihai. Tapi kalau ia kena sergapanku dan sekali kugigit tentu tak bakal lepas dan kau dapat merobohkannya!"

"Dan di sana mudah-mudahan tak ada gurunya itu...."

"Mudah-mudahan. Dan ini yang repot kalau sampai ada, Beng Li. Aku tak dapat diharap banyak karena betapapun aku orang lemah!"

"Tidak, paman sudah menunjukkan bahwa paman kuat berjalan!"

"Ah, itu kebiasaanku sehari-hari!"

"Dan pamanpun kuat pula berlari!"

"Ah, lari sekedar lari memang kuat, Beng Li. Tepi kalau diadu denganmu tentu kalah cepat. Kalau kau meninggalkan aku tentu tak mungkin kukejar!"

"Tidak, aku tak akan meninggalkanmu. Kau teman perjalanan yang menyenangkan, paman. Kau sahabat yang baik. Dan aku, hmm.... sudah menganggapmu sebagai paman atau ayahku sendiri!"

"Terima kasih, sekarang tidurlah, Beng Li. Besok pagi kita berangkat dan tinggal dua hari lagi sampai di Liang- san laki-laki ini mendorong dan menyelimuti gadis itu. Matanya berkaca-kaca dan bukan main terharunya gadis517 ini. Seekor nyamuk hinggap namun ditepuk mampus paman Yong itu. Datang lagi yang lain namun sang paman sudah mengebutkan ujung baju. Dan ketika api unggun diperbesar dan nyamuk kepanasan, lari dan pergi maka gadis itu menarik selimut ke atas kepalanya dan tidur, tersenyum lega. Sang paman termangu dan memberikan punggungnya. Malam itu Beng Li tidur pulas dan bermimpi indah. Semalam suntuk paman Yong ini menghadap api unggun, termenung dan termangu-mangu seperti orang kehilangan kesadarannya. Namun ketika ayam hutan berkokok dan matahari menyapukan sinarnya, Beng Li meloncat bangun maka dilihatnya paman Yong itu memberikan air dan menyuruh ia cuci muka. Segelas teh panas juga siap di rumput.

"Hm, paman selalu merepotkan diri. Semua serba ada. Ih, malu aku, paman. Aku seperti puteri yang selalu dilayani hambanya!"

"Ah, itu kewajibanku. Aku laki-laki, Beng Li, kau wanita. Sudah selayaknya kalau laki-laki membantu wanita."

"Tapi kau pria berumur, aku orang muda. Seharusnya aku melayani dirimu bukan sebaliknya!"

"Ha-ha, lain kali saja. Kalau tiba waktunya tentu kau akan melakukan itu. Sudahlah, cuci muka dan minum teh hangat ini. Segarkan tenggorokanmu!"

Gadis ini mengangguk.

Ia menyambar pedang dan buntalannya, menggulung selimut dan mengucap terima kasih.

Lalu ketika ia meneguk dan tenggorokan terasa segar, nikmat, maka mereka melanjutkan perjalanan lagi.

Hari keenam lewat dan akhirnya hari ketujuh.

Kian dekat hati gadis ini kian berdebar.

Ia tegang.

Puncak Liang-san terlihat dari kejauhan dan gunung yang hijau kebiru-518 biruan itu tampak tegar.

Kesannya angkuh dan sombong.

Dan karena di sana adalah tempat Dewa Mata Keranjang, juga muridnya mungkin ada di sana maka gadis ini gelisah namun paman Yong menghibur dan menenangkan hatinya.

Mereka sudah sampai di kaki gunung dan di sini paman Yong mengajaknya beristirahat.

Bekal telah habis, mereka perlu sarapan dulu dan biar kalau sudah mendaki gunung tenaga mereka kuat.

Dan ketika laki-laki itu menyuruh ia menunggu dan seperti biasa gadis ini menurut, entahlah ia tak pernah membantah maka laki-laki itu meninggalkan pesan agar duduk baik-baik.

"Ini adalah perjalanan kita terakhir. Perut kita kosong. Tak baik ke puncak dengan membiarkan perut kosong. Nah, tunggu dan duduk di sini baik-baik, Beng Li. Aku akan mencari makanan dan setelah itu kita mendaki."

"Baik, paman, dan jangan lama-lama."

Gadis itu terharu.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Paman Yong tersenyum dan untuk kesekian kalinya lagi ia begitu diperhatikan.

Berdekatan dengan lelaki ini benar-benar serasa berdekatan dengan paman atau ayahnya sendiri.

Maka begitu orang pergi iapun duduk dan menunggu.

Paman Yong bergerak dan tahu-tahu menghilang.

Beng Li agak terkejut juga namun tak menaruh kecurigaan.

Dan ketika ia melamun dan mengawasi puncak Liang- san yang tinggi maka paman Yong itu mendaki puncak dan justeru mendahului dengan gerakan seperti iblis! Apa yang dilakukan lelaki ini? Menyiapkan sesuatu.

Dan siapa dia sebenarnya? Tentu saja bukan lain adalah Fang Fang, orang yang sudah kita ketahui itu! Sebenarnya, begitu melihat Beng Li hati Fang Fang tergetar.

Dia kebetulan berada di Nan-king ketika gadis519 itu tiba, membuntuti secara diam-diam dan akhirnya berada di kuil Thian-se-bio itu.

Dan karena ia ingin tahu lebih jauh maka tentu saja semua kejadian dan peristiwa yang dialami gadis itu dilihatnya.

Dan pria ini terguncang.

Ilmu silat rambut yang dimainkan gadis itu jelas adalah Sin-mauw-hoat.

Dan ketika Beng Li berkelebatan dengan Sin-bian Gin-kang, ilmu meringankan tubuh itu adalah miliknya maka diam-diam ia tersenyum dan bangga.

Inilah puterinya! Melihat gadis itu sama seperti melihat Ming Ming.

Dan siapa di dunia ini yang memiliki ilmu silat rambut sakti kalau bukan Ming Ming murid May-may, nenek lihai itu! Tadinya Fang Fang hampir berteriak dan memanggil gadis ini sebagai Ming Ming.

Maklum, isteri atau kekasihnya itu juga selalu berpakaian merah dan apa yang dikenakan Beng Li mirip dengan ibunya.

Fang Fang hampir menubruk dari belakang gadis itu.

Dia hampir saja lupa diri.

Namun ketika diingat bahwa tak mungkin Ming Ming semuda itu, kekasih atau isterinya itu tentu sudah hampir empatpuluhan maka dia menahan diri dan akhirnya pembicaraan antara pengemis pincang dengan gadis itu memberi tahu kepadanya bahwa gadis itu bernama Beng Li.

Dan dia yakin itu adalah puterinya dari Ming Ming.

Melihat gadis ini tiada ubahnya melihat Ming Ming.

Wajah dan bentuk tubuh itu begitu sama.

Dan ternyata anak dari Ming Ming adalah perempuan! Fang Fang tertegun.

Keharuan besar membuat ia menitikkan air mata.

Sekarang tahulah dia akan semua anak-anaknya.

Ternyata dari tiga isterinya hanya Eng Eng yang melahirkan anak lelaki.

Dan anak itu adalah Kong Lee.

Sementara dua yang lain, Ceng Ceng dan Ming Ming melahirkan anak perempuan.

Pertama adalah Kiok Eng dan kedua adalah gadis ini, Beng Li.

Hm! Pria520 itu berkaca-kaca.

Alangkah cantiknya anak perempuannya ini.

Kiok Eng juga cantik namun gadis ini lebih lembut.

Itu barangkali pengaruh dari ibu masing-masing, atau...

ah, tidak.

Kiok Eng lebih terpengaruh oleh sebelas gurunya yang galak dan keras.

Sedangkan Beng Li, anak perempuannya ini benar-benar mirip Ming Ming yang penyabar dan lembut.

Sekarang masalahnya, di manakah ibu gadis ini? Dan kenapa gadis itu sendirian? Fang Fang sudah menduga bahwa seperti yang lain, tentu gadis itu diperintahkan ibunya untuk mencari dirinya.

Dan benar.

Gambar lukisan yang disambar dan kemudian dikembalikannya lagi adalah gambar dirinya di waktu muda.

Fang Fang tersenyum pahit.

Ming Ming dan Ceng Ceng ternyata sama-sama menyimpan lukisannya, menyuruh puteri mereka untuk membalas dendam dan mencari "pembunuh"

Ayahnya.

Dan kecut membayangkan bahwa dirinya diadu oleh anak-anaknya sendiri pria ini menarik napas dalam-dalam.

Hm, kejadian berulang.

Dulu Kiok Eng juga begitu tapi setelah semuanya terbuka justeru gadis itu pergi dan membawa kemarahan besar.

Apakah sekarang ia harus mengulang apa yang terjadi dengan Kiok Eng? Tidak, ia tak mau itu.

Ia harus berhati-hati dan melihat dulu keadaan.

Ia tak mau gadis ini merasa dipermainkan dan kelak marah kepada ibu atau ayahnya sendiri.

Ia tak mau Beng Li kelak seperti Kiok Eng.

Maka ketika ia berhasil membujuk dan membawa gadis itu meninggalkan Nan- king, pergi ke Liang-san maka di sepanjang jalan tentu saja ia memperhatikan dengan lebih anak perempuannya itu hingga tak heran kalau gadis ini seperti berhadapan dengan bapaknya sendiri.

Fang Fang terharu dan bangga bukan main.

Setelah dia521 berdekatan dengan anak perempuannya ini maka ternyata gadis itu tidak setelengas Kiok Eng.

Ini dapat dimaklumi karena Beng Li hanya diasuh ibunya sendiri, lain dengan Kiok Eng di mana nenek-nenek sakti ikut campur.

Dan karena mereka adalah nenek-nenek yang mendendam kepada gurunya, Dewa Mata Keranjang maka kekerasan dan ketelengasan nenek-nenek itu menular di jiwa Kiok Eng meskipun sebenarnya Ceng Ceng, sang ibu tak seganas atau sekeras itu.

Fang Fang mencari akal bagaimana gadis ini kelak tahu ayahnya tanpa dibebani perasaan yang mengguncang.

Ia tak mau peristiwa Kiok Eng berulang.

Maka ketika diketahuinya bahwa Ming Ming tinggal di Bukit Mawar, di telaga Ching- hai iapun menjadi girang dan dibawanya anak gadisnya itu ke Liang-san.

Liang-san, sebagaimana diketahui telah ditinggalkan penghuninya beberapa bulan yang lalu.

Dewa Mata Keranjang dan anak isterinya turun gunung.

Tan Hong mencari Kiok Eng sementara ayah ibunya menyusul.

Dan tahu bahwa tempat itu aman, ia akan tenang "menyimpan"

Puterinya di sini maka Fang Fang pura- pura mencari sarapan tapi sebenarnya naik gunung dan terbang bagai siluman menyiapkan sesuatu.

Pria ini hendak membawa puterinya ke Air Terjun Dewa Dewi.

Ia hendak meninggalkan catatan-catatan ilmu silat selama puterinya menunggu.

Ia sendiri hendak ke telaga Ching-hai, menemui Ming Ming! Maka ketika ia merasa cukup dan Air Terjun Dewa-Dewi adalah tempat rahasia yang hanya guru dan keluarga gurunya saja yang dapat keluar masuk, orang lain jangan harap karena tempat itu penuh dengan jalanan pat-kwa (segi-delapan) yang membingungkan maka dia turun lagi dan begitu tiba di lereng tak jauh dari puterinya iapun berteriak, pura-pura kaget, jatuh dari sebuah tebing.522

"Beng Li, tolong....!"

Gadis itu terkejut.

Dia sedang menunggu paman Yong ketika tiba-tiba saja sang paman itu di atasnya.

Teriakan itu membuat ia mendongak dan dilihatnya sang paman bergelantungan.

Tebing yang cukup dalam menantinya, ujungnya menjorok dan ujung itulah yang kini dipegangi paman Yong.

Dan kaget bahwa sang paman berada dalam bahaya, Beng Li tak curiga bagaimana tahu-tahu lelaki itu ada di atasnya maka ia membentak dan langsung saja berkelebat naik gunung.

"Paman...!"

Namun Fang Fang sudah melepaskan ujung tebing itu.

Dia jatuh ke bawah dan Beng Li menjerit.

Gadis ini berkelebat tapi kalah cepat.

Dan ketika ia tiba di sana namun sang paman sudah meluncur ke jurang maka gadis ini melihat betapa pamannya itu terguling-guling dan masuk semak belukar.

"Paman...!"

Gadis itu terjun dengan berani.

Fang Fang terkejut namun juga kagum.

Betapa gagah dan mulianya gadis itu, tak segan-segan menolong orang lain dengan mempertaruhkan nyawa sendiri! Tapi karena ia harus berguling dan itu juga sudah diperhitungkan, ia berguling dan terus lenyap untuk akhirnya berada di tempat lain maka Beng Li kebingungan namun berteriak-teriak memanggil namanya.

Pria Ini lalu mengeluh dan suara ini didengar, Beng Li berkelebat namun heran tak melihat sang paman, mendengar keluhan lagi dan begitu seterusnya hingga tanpa terasa malah naik ke puncak! Beng Li tak sadar karena ia terus memanggil-manggil.

Keluhan paman Yong itu membuat ia gelisah, berkelebat dan naik turun mencari-cari sampai akhirnya ia523 memasuki hutan cemara.

Beng Li mengira pamannya itu dibawa siluman, mungkin diseret-seret! Dan ketika ia tertegun dan memasuki hu tan cemara ini, keluhan terus terdengar dan suara air bergemuruh membuat ia merasa seram, keluhan pamannya itu mulai hilang dan timbul maka Ia mendengar lapat-lapat panggilan pamannya itu, penuh erang.

"Beng Li, aku di sini. Cepat, aku delapan tindak di sebelah kirimu...!"

Gadis ini bergerak. Namun ketika tak dilihat apa-apa maka pamannya itu mengeluh lagi.

"Ah, aku dibawa ke sini, Beng Li, delapan langkah menikung ke kanan dan delapan langkah lurus ke depan!"

Gadis itu meremang.

Kalau saja Ia tak tahu bahwa sang paman adalah seorang yang begitu penuh perhatian dan baik kepadanya barangkali ia curiga.

Tapi karena ia tahu betapa pamannya itu orang lemah tak pandai silat, ilmunyapun tak seberapa maka ia mengejar dan mengira pamannya itu dibawa hantu atau siluman iapun membentak.

"Paman, siapa yang membawamu. Hantu ataukah jin. Atau barangkali Dewa Mata Keranjang atau muridnya!"

"Uh, aku... aku tak dapat melihat wajahnya. Ia mendekapku kuat-kuat, Beng Li, dari belakang. Kau kejarlah dan to..long aku...!"

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beng Li bergerak.

Ia percaya penuh dan rasa seram terganti rasa marah.

Ia memaki-maki musuh itu.

Namun karena ia terus ke dalam dan semakin jauh memasuki hutan ini, suara sang paman akhirnya lenyap maka yang didapat gadis itu adalah sebuah tempat peristirahatan524 dan air terjun yang amat indah dan luar biasa sekali! Gadis ini bingung.

Ia memanggil-manggil namun suaranya tertelan oleh gemuruh air terjun itu.

Ia tak tahu bahwa ia telah berada di tempat paling rahasia dari Liang-san.

Ia tak akan dapat keluar kalau tak ditolong penghuninya.

Dan ketika ia menangis dan membanting- banting kaki, berkelebat dan memasuki pesanggrahan atau tempat peristirahatan itu maka gadis ini tertegun melihat sebuah kitab catatan tergolek di situ.

Ia tak tahu bahwa semuanya itu diatur sang ayah.

Fang Fang melihat bahwa ada kelemahan-kelemahan yang dipunyai anak gadisnya itu, beberapa gerak atau ilmu- ilmu silat yang kurang matang, khususnya ilmu-ilmu silat yang dulu diberikannya kepada Ming Ming, warisan Dewa Mata Keranjang.

Maka ketika ia meninggalkan kitab catatan itu dan itu cukup bagi Beng Li untuk mengisi waktu selama ditinggalkan, gadis itu akan dapat belajar sebulan dua bulan maka Fang Fang berkelebat dan akhirnya turun gunung.

Ia telah meninggalkan puterinya di tempat aman! Pria ini lega dan tersenyum sendiri.

Ia puas.

Dan karena Ching-hai jauh dari Liang-san, dengan perjalanan biasa saja orang bisa melakukan perjalanan tiga atau empat minggu maka pria yang sudah mengetahui di mana isterinya itu berada lalu mengerahkan kesaktiannya dan begitu menjejakkan kaki iapun sudah melayang dan terbang tak menginjakkan kakinya di bumi lagi! Fang Fang telah memiliki kesaktian luar biasa dan Ching- hai yang ribuan kilometer itu hanya ditempuh tiga hari saja.

Siang malam lelaki ini tak pernah berhenti.

Ia berdebar, cemas-cemas girang.

Dan ketika telaga itu tampak dan akhirnya ia bertanya di525 mana Bukit Mawar itu, bergerak dan berhenti di sini maka sebuah rumah mungil tampak dari bawah bukit dan dari bawah sampai ke atas hanya bunga mawar melulu yang tampak, merah tua dan segar mengharum! Ia sudah mendapat peringatan dari seorang kakek bahwa tak baik ke tempat itu.

Penghuninya, seorang wanita cantik terkenal galak dan keras terhadap tamu, khususnya laki-laki.

Tapi karena yang dikunjungi adalah isterinya sendiri dan ia sudah merasa rindu dan kangen, perasaannya berguncang maka ia ingin membuktikan dan dipakainya sebuah topi bambu bertepi lebar.

Kacamata masih melekat di situ dan alangkah kencang degup jantung ini terasa.

Fang Fang melangkah tersaruk- saruk dan sikapnya yang seperti orang tua kesasar membuat ia terus naik.

Berkali-kali ia kagum akan harum bunga-bunga itu, sesekali memetik dan mencium harum bunganya.

Dan karena ia yakin bahwa Ming Ming tak akan segera mengenal dirinya, masing-masing sudah bukan orang muda lagi maka ketika ia terus naik dan tersaruk-saruk dengan tongkat akhirnya sebuah bentakan menghardiknya, ketus dan galak.

"Berhenti! Kau tua bangka dari mana berani naik ke sini. Apakah minta mampus!"

Fang Fang menoleh.

Suara bentakan itu di sebelah kanannya namun tak ada siapa-siapa di situ.

Ia tersenyum.

Tentu begini pula cara Ming Ming menyambut tamu, mempergunakan kepandaiannya dan belum apa- apa orang bakal dibuat takut.

Maklum, suara itu tanpa rupa.

Jadi seperti menghadapi siluman saja.

Namun karena ia merasa yakin dan suara itu masih dikenalnya sebagai suara Ming Ming, galak tapi merdu maka iapun membungkuk dan topi bambunya yang bertepi lebar semakin menyembunyikan wajahnya.

Suara dibuat526 tergetar dan mirip kakek-kakek ketika berseru.

"Maaf, di manakah aku dapat menemui Fang-hujin (Nyonya Fang)? Apakah tempat ini betul tempat tinggalnya?"

Terdengar seruan kaget.

Fang Fang Selirik dan bayangan merah berkelebat, tahu-tahu seorang wanita muncul.

Dan ketika ia mengangkat sedikit wajahnya dan wanita itu benar Ming Ming, yang gemetar dan menggigil maka wanita itu menuding, membentak.

Suaranya jelas tak keruan dan gemetar, jari-jari itu juga tak ..tetap.

Jilid XV "KAUkau siapa. Kenapa menyebutku Fang-hujin!"

"Ah, nyonya adalah Fang-hujin? Bagus, tak sia-sia aku datang, hujin. Aku diutus seseorang. Fang-hujin - diminta...... desss!"

Fang Fang terlempar dan menerima sebuah tendangan.

Ming Ming membentaknya dan marah sekali berkali-kali disebut Fang-hujin.

Panggilan itu amat dibencinya.

Dan ketika Fang Fang terguling- guling dan mengeluh, tentu saja ia pura-pura kesakitan maka wanita baju merah itu berkelebat di depannya dan berdiri lagi dengan tangan berkacak pinggang.

"Kau tua bangka sialan. Siapa menyuruhmu menyebutku Fang-hujin. Tidak tahukah kau bahwa aku bukan Fang- hujin!"

"Ah-ah, kalau begitu.... ah, siapakah hujin ini? Apakah aku salah masuk?"

"Hm, aku Ming Ming, bukan Fang-hujin. Tapi, eh.... kenapa kau membuatku memperkenalkan diri. Keparat,527 selama ini belum pernah aku menyebut diriku di depan orang lain, tua bangka. Kau jahanam dan membuatku kelepasan bicara. Pergilah, tempat ini tak boleh dimasuki siapa-pun!"

Dan Ming Ming yang bergerak dan menendang lagi akhirnya membuat Fang Fang terlempar tapi kali ini pria itu tak dapat bangun.

Fang Fang menjerit dan roboh, kacamatanya lepas.

Dan ketika ia merintih- rintih dan menggapai sana-sini, tak menemukan kacamatanya maka laki-laki itu mengeluh dan roboh, tengkurap.

Ming Ming tertegun karena tak disangkanya tendangannya tadi begitu keras.

Menurut perhitungannya kakek itu masih dapat bangun, berdiri dan pergi dan ia siap masuk lagi karena tentu kakek itu tak berani mengganggunya lagi.

Tapi ketika "kakek"

Ini malah roboh dan tengkurap, begitu kesakitan tiba-tiba iapun terkejut dan menyesal pula, apalagi kakek itu mencari-cari kacamatanya tak ketemu, telungkup dan merintih serta mengerang.

Ia tampaknya begitu menderita dan repot juga kalau begini.

Bukit Mawar tak boleh didatangi orang lain, apalagi laki-laki.

Dan ketika ia maju dan menolong kakek itu, topi lebar itu masih menutupi sebagian besar wajah maka wanita ini bertanya, agak lunak, suaranya lembut mengandung iba.

"Kau..... apamu yang sakit? Terlalu keraskah tendanganku?"

"Aduh, uuh..... pinggangku, hujin... sakit sekali. Rasanya patah.... aku tak dapat berdiri...!"

"Hm,"

Sang nyonya terkejut.

"Patah? Tak mungkin, tendanganku tidak terlampau keras!"

"Tapi pinggangku..... aduh!"

Kakek itu menjerit, Ming Ming menekannya dan tiba-tiba terdengar bunyi "krek".

Bunyi itu seperti tulang patah dan Ming Ming tentu saja tercekat.

Tak disangkanya tendangannya tadi terlalu528 keras.

Ia pucat! Dan ketika ia tertegun dan bingung serta kaget maka kakek itu berkata bahwa tulangnya yang tua tak dapat menerima tendangan itu.

"Aku hampir enam puluh tahun, tulangku rapuh. Aduh, tolong atau tinggalkan aku di sini, hujin. Biar orang yang menyuruhku datang...!"

"Hm, kau suruhan siapa!"

"Aku.... aku tak berani mengatakan. Nanti kau marah!"

"Tidak!"

Ming Ming penasaran, keinginan-tahunya mendadak timbul.

"Katakan kepadaku, orang tua. Jangan takut. Aku tak akan marah!"

"Tapi.... tapi aku tak berani. Aduh, sewaktu sehat saja kau telah mencelakai aku, hujin, apalagi kalau sekarang aku sakit. Kau tentu membunuhku. Tidak... tidak, aku tak berani mengatakannya kecuali kau membawaku dan menolongku dulu!"

"Hm!"

Wanita ini tertegun.

Tiba-tiba untuk kedua kali ia terpancing emosi.

Kalau saja kakek ini tidak patah pinggangnya tentu sudah ia tampar dan hajar.

Tapi karena kakek itu begitu kesakitan dan ia terbawa keinginan tahunya siapa orang di balik kakek ini maka ia membungkuk dan menyambar tubuh itu.

Tapi begitu teringat sesuatu mendadak ia melepaskannya lagi.

"Brukk..... aduh!"

Si kakek berteriak.

"Mati aku, hujin. Mati aku! Aduh, kau kejam dan tidak berperasaan!"

Ming Ming terkejut lagi.

Sebenarnya ia tidak sengaja melepas tubuh itu.

Ia kaget dan sedang tersentak oleh perasaannya sendiri kenapa tiba-tiba ia hendak529 membawa kakek ini ke rumahnya.

Bukankah selama ini tempat tinggalnya tak pernah dimasuki orang asing, apalagi laki-laki.

Dan karena kakek itu adalah laki-laki dan inilah yang membuat ia tertegun dan tersentak, jari- jarinya lepas maka kakek itu terbanting dan akibatnya kini berteriak-teriak! "Hm, diamlah!"

Akhirnya wanita ini membungkuk dan menyambar lagi.

"Aku bingung membawamu ke mana, orang tua. Tapi biarlah kau di luar pintuku dan di sana kau kurawat. Tapi imbalannya adalah janji itu, siapa penyuruhmu!"

Kakek ini mengeluh.

Ia dibawa dan dipanggul pergi dan Ming Ming harus menekan segala perasaannya yang tak keruan.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Membawa dan memondong seorang laki-laki barulah kali itu dilakukan, biarpun ini kakek-kakek.

Dan ketika secara tak sengaja belakang tengkuknya dihembus kakek itu, napas kakek itu menyambarnya maka ia merasa mengkirik dan merinding! Ming Ming cepat-cepat membawa kakek ini berkelebat ke rumah mungil itu.

Itulah rumahnya.

Dan ketika ia menendang balai-balai dan meletakkan kakek itu di luar pintu, di teras rumah maka kakek ini mengeluh minta makan.

"Aku.... perutku lapar. Aduh, perutku minta isi, hujin. Tolong suapi aku...!"

"Apa?"

"Tolong suapi aku, perutku lapar. Aku..... aku tak dapat menggerakkan tanganku!"

Wanita ini bingung.

Untuk kedua kalinya mukanya merah padam.

Tadi oleh hembusan di belakang tengkuk dan sekarang permintaan gila itu.

Ia disuruh menyuapi.

Edan! Dan ketika tentu saja ia menjadi marah dan tak sudi, permintaan itu menyinggung perasaannya maka wanita530 ini membentak dan berkelebat ke dalam.

"Tua bangka, jangan minta yang macam-macam. Kalau kau mau mampus silakan mampus, aku tak sudi menyuapimu!"

"Ooh, kalau begitu perjanjian kita batal. Aku juga tak dapat memberitahumu siapa penyuruhku itu!"

Ming Ming tertegun. Di dalam rumah mendadak ia merandek, alispun berkerut. Dan ketika terdengar bunyi berkeruyuk dan kakek itu merintih-rintih, wanita ini serba salah akhirnya keinginan tahunya lebih besar daripada perasaan malu dan enggannya.

"Baiklah,"

Dia keluar lagi.

"Kuturuti permintaanmu, tua bangka. Tapi setelah sembuh kau harus makan sendiri!"

"Ah, hujin mau? Terima kasih. Aku tak dapat menahan laparku, hujin. Perutku berkeruyuk. Tolong, berikan bubur dan suapi aku!"

Kakek itu girang.

"Hm!"

Ming Ming ke belakang dan mengambil bubur.

Kalau saja ia tak tertarik dan ingin tahu siapa orang di balik kakek itu tentu ia sudah menendang dan melempar keluar kakek ini.

Ia dibuat kheki dan marah, perasaan sebalpun menumpuk.

Dan ketika ia datang dan membawa semangkok bubur, kakek itu berseri-seri maka dengan gemetar dan lahap ia minta disuapi.

Ming Ming berdiri.

Menahan rasa gusarnya ia menyuapi kakek ini, tidak melihat ke bawah melainkan membiarkan kakek itu memberikan mulutnya untuk melahap bubur.

Sekali bubur nyasar ke hidung, kakek itu batuk-batuk.

Dan ketika wanita ini geli namun menahan perasaannya, untuk selanjutnya ia merawat dan membiarkan kakek itu di teras rumah maka aneh sekali Ming Ming lupa bertanya siapa kakek itu sebenarnya, siapa namanya.531 Ming Ming memanggil kakek ini sebagai "tua bangka"

Dan kakek itupun mengangguk-anggukkan kepalanya tersenyum, Ia tidak marah, bahkan sering tertawa lebar. Dan ketika tiga hari kemudian ia tertegun dan teringat ini, bertanya maka kakek itu tertawa geli.

"Namaku? Ah, kau sudah menyebutku. Aku si tua bangka, hujin, itulah namaku. Sebut dan panggil saja aku seperti itu, tua bangka. Ha-ha!"

Nyonya ini semburat merah.

Dua hari kemudian kakek ini sudah tampak baik, suara krak-krek itu tak terdengar lagi.

Barangkali tulang itu sudah menyambung.

Tapi ketika ia melihat kacamata di bawah bantal, nyonya ini tertegun maka ia terkejut dan membelalakkan mata.

"Kau... dari mana kacamata itu? Kapan kauambil?"

"Ah, ini? Ah... eh, ini milikku, hujin. Sudah lima hari yang lalu di sini. Kenapa!"

"Kenapa? Eh, kau selama ini berbaring saja, tua bangka. Kau tak pernah turun. Bagaimana bisa mendapatkan itu!"

"Aku... eh, aku mengaitnya dengan kaki. Benda itu terlempar di bawah balai-balai. Aku menjepit dan mengambilnya dengan bantuan kakiku...!"

Wanita ini terbelalak.

Ia merasa aneh dan curiga namun tak dapat membuktikan.

Mulailah kakek itu diperhatikan dari kaki sampai kepala.

Dan ketika ia mulai heran kenapa selama ini kakek itu selalu menutupi mukanya dengan topi bambu lebar, hanya hidung ke bawah yang tampak maka Ming Ming berdiri mengerutkan keningnya.

Melihat kakek ini sudah mulai sembuh.

"Hm, kau sekarang harus memenuhi janjimu. Katakan siapa orang yang menyuruhmu itu dan kenapa kau menganggapku Fang-hujin!"532

"Aku belum sembuh....."

"Bohong! Tulangmu sudah tidak krak-krek lagi!"

"Ah, itu bukan berarti sembuh, hujin. Tulang biasanya sembuh setelah tiga empat bulan!"

"Dan selama itu kau mau menginap di sini? Selama itu kau minta tetap kusuapi dan makan minum gratis? Tua bangka menyebalkan! Jangan main-main kau, orang tua. Asal kau sudah dapat duduk dan menggerakkan kaki tanganmu berarti kau harus angkat kaki. Dan besok rupanya kau harus pergi. Katakan atau nanti kupatahkan tulangmu lagi!"

"Aduh, jangan.... aduh!"

Kakek itu menjerit ketika secara main-main Ming Ming menekan pinggang kakek ini.

Wanita itu seakan mengancam padahal sebenarnya diam-diam ia hendak memeriksa.

Ada sesuatu yang ganjil dirasanya.

Kakek itu rasanya main-main.

Dan ketika ia ter kejut bahwa pinggang itu utuh, sama sekali tak patah atau retak maka ia melotot karena jerit atau teriakan itu pura-pura.

Masa ditekan sepelan itu saja berteriak-teriak, padahal pinggang itu tak apa-apa.

Dan ketika ia sadar bahwa kakek ini main-main, kemarahannya meledak tiba-tiba ia membentak dan betul-betul menghantam kakek itu, pinggangnya! "Kau siluman jahanam.

Kau pura-pura.

Coba berteriaklah betul-betul dan lihat aku mematahkan pinggangmu.....

bress!"

Kakek itu menggulingkan tubuh dan pukulan atau hantaman ini mengenai balai-balai.

Tak ayal lagi balai- balai itu patah dan hancur.

Ming Ming memang menghantamnya sekuat tenaga.

Dan ketika wanita itu terkejut karena si kakek dapat mengelak, roboh dan menggulingkan diri di sana maka kemarahannya semakin533 memuncak karena benar kakek itu ternyata tak apa-apa.

Sehat wal'afiat! "Keparat, kurang ajar.

Kau kiranya selama ini menipuku! Jahanam, siapa kau, tua bangka.

Berani benar kau mempermainkan aku dan berhari-hari ini minta suap.

Terkutuk, kubunuh kau.

Bedebah...!"

Dan Ming Ming yang berkelebat dan mencengkeram kakek itu tiba-tiba dibuat terkejut karena untuk kedua kalinya kakek itu dapat menghindar.

Sambil bergulingan kakek ini berkaok-kaok, ia melejit ketika cengkeraman datang.

Dan ketika serangan itu luput dan Ming Ming mendelik karena bagaimana kakek yang tadinya tampak lemah ini mendadak dapat mengelak dua kali pukulannya, hal yang tak mungkin terjadi maka ia membentak dan Sin- mauw-hoat, Silat Rambut Sakti itu meledak bertepatan dengan terurainya gulungan rambut yang panjang hitam, rambut lebat yang pecah dan menyambar-nyambar kakek itu.

"Tar-tar-tar!"

Ming Ming menerjang dan marah bukan main.

Sekarang ia betul-betul merasa ditipu dan diserangnya kakek itu bertubi-tubi.

Rambutnya meledak dan lantai pecah- pecah.

Debu dan kerikil berhamburan.

Tapi ketika kakek ini dapat mengelak dan sudah meloncat bangun, tangannya bergerak-gerak menghalau rambut maka terkesiaplah Ming Ming bahwa lawannya itu dapat mendorong atau mementalkan hujan rambutnya itu, tak pernah sampai! "Bagus, kau rupanya pandai silat.

Cukup sombong! Baik, coba ikuti gerakanku, tua bangka sialan.

Dan sanggupkah kau mengimbangi aku!"

Ming Ming membentak dan mengeluarkan Sin-bian Gin-kang-nya.

Silat ini adalah ilmu meringankan tubuh yang amat lihai534 dan sekali ia melayang tubuhpun sudah beterbangan seperti walet menyambar-nyambar.

Tubuh nyonya itu segera lenyap mengelilingi lawan.

Ia mengerahkan semua ilmunya hingga orang biasapun akan silau.

Tapi ketika "kakek"

Itu juga bergerak dan melayang seringan kapas, naik turun dan menyambar-nyambar mengikuti gerakannya maka wanita itu kaget bukan main karena ilmu yang dipakai kakek itu sama. Sin-bian Gin-kang (Ginkang Kapas Sakti)! "Kau siapa! Kau... kau siapa!"

Ming Ming pucat dan merah berganti-ganti.

Ia benar-benar kaget dan bola matanya terbelalak lebar-lebar, bentakan atau suaranya jadi menggigil.

Namun ketika lawan hanya tertawa dan ia tergetar oleh tawa embut itu, lawan tak menjawab maka ia melengking dan sedetik disangkanya kakek ini adalah Dewa Mata Keranjang.

"Kau Dewa Mata Keranjang. Kau kakek busuk! Keparat, apa maumu, Dewa Mata Keranjang. Ada apa mempermainkan orang muda!"

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ha-ha, adakah Dewa Mata Keranjang perlu menyembunyikan diri? Apakah pernah dia memakai caping bambu?"

"Kalau begitu siapa kau? Jahanam keparat bedebah dari mana?"

"Aku adalah aku, Fang-hujin. Utusan seseorang. Namaku tua bangka."

"Keparat, kau main-main.... tar!"

Dan rambut yang meledak dan menghantam ke depan akhirnya disusul oleh tamparan dan pukulan, luput dan marahlah wanita ini karena semua serangannya tak ada yang berhasil.

Dia sudah berkelebatan namun lawan mampu mengimbangi, bahkan lebih cepat daripada dia.

Dan ketika wanita ini535 menangis dan lawan tampak tertegun, kesempatan itu tak disia-siakan wanita ini untuk menyambar muka itu maka topi bambu terlempar ketika lawan mengelak, kurang cepat.

"Pratt!"

Wajah pria gagah tampak di situ.

Selama berhari-hari ini wanita itu belum pernah melihat jelas.

Diapun tak ingin tahu karena untuk apa mengetahui wajah seorang kakek.

Tapi ketika topi bambu terlempar dan kumis buatan itu juga lepas dari bibir lawan, yang ada hanya kacamata putih yang kini bergetar di atas tulang hidung maka wanita ini tersentak karena sepasang mata lembut yang amat dikenalnya itu memandangnya mesra! "Fang Fang!"

Tak ada orang lain lagi yang mampu mainkan ilmu silat itu selain Dewa Mata Keranjang dan muridnya. Tadi Ming Ming sudah berdebar dan cemas menerka lawan. Kalau "kakek"

Ini bukan Dewa Mata Keranjang maka yang ada di hadapannya tentulah Fang Fang.

Dia sudah panas dingin dan tak keruan membayangkan dugaannya itu benar.

Maka ketika topi itu terlempar sementara kumis buatan juga lepas dari bibir tipis itu, sepasang mata lembut itu tak mungkin menipunya maka wanita ini berseru tertahan ketika pria di depannya itu betul Fang Fang, tersentak dan menghentikan serangan dan untuk sejenak Ming Ming menggigil.

Ia terbelalak, mulut itu setengah terbuka dan ketika ia mengeluh mendadak Fang Fang maju ke depan.

Pria ini menyambarnya ketika ia, terhuyung.

Dan ketika sedu-sedan dan tangis atau jerit kecil melengking dari mulutnya, Fang Fang terharu dan memeluk isterinya itu maka dilepaslah kacamata itu dan Fang Fang bergetar membisikkan kata-kata, haru dan girang serta bahagia menjadi satu.536

"Benar, aku, Ming Ming. Sekarang kau tahu siapa aku. Ah, bertahun-tahun aku mencarimu, gagal dan baru sekarang aku mendapatkanmu. Ming Ming, aku masih mencintaimu. Kau ibu dari anakku Beng Li...!"

Fang Fang mencium dan memeluk ketat tubuh itu.

Ming Ming mengguguk dan kacau-balau, perasaannya tak keruan.

Sejenak dia membiarkan ciuman itu dan bisik- bisik mesra.

Tapi ketika ia terkejut mendengar Beng Li disebut-sebut, bagaimana Fang Fang bisa tahu mendadak ia berontak dan....

plak-plak, pipi Fang Fang kena gampar.

"Kau... bagaimana bisa tahu tentang Beng Li. Kapan kau bertemu anakku itu dan di mana dia sekarang. Bagaimana kau tahu tempat tinggalku!"

"Hm,"

Fang Fang terhuyung dan mengusap pipinya.

"Aku telah bertemu anak kita itu, Ming Ming. Dan dia cantik sekali seperti ibunya. Maaf, aku tahu karena aku mencarinya."

"Bohong! Tak akan tahu kalau tak diberi tahu bocah itu. Keparat, mana anak itu, Fang Fang. Kenapa dia melanggar larangan ibunya. Beng Li...!"

Dan Ming Ming yang meloncat dan terbang di luar rumah akhirnya memanggil-manggil dan mencari puterinya itu.

Wanita ini marah sekali dan berulang-ulang ia mengancam.

Anak itu akan dihajarnya.

Tapi ketika Fang Fang bergerak dan menyusul isterinya ini, berkelebat maka ditangkapnya isterinya itu dan dengan lembut ia mencengkeram lengan ini.

"Ming Ming, ia tak ada di sini. Ia jauh dari sini. Dengarlah kata-kataku dan maaf kalau ada yang tak berkenan...."

"Lepaskan tanganku!"

Wanita itu membentak.

"Tentu kau menipu dan membujuknya, Fang Fang. Kau.... kau, ah....537 plak-plak!"

Ming Ming menampar dan melepas kemarahannya lagi.

Ia menendang dan Fang Fangpun terlempar.

Tapi ketika dengan sabar pria itu bangkit dan mengebut-ngebutkan bajunya, menarik napas dalam- dalam dan maju melangkah lagi maka wanita ini tertegun melihat kepasrahan yang bulat.

Fang Fang memberikan pipinya untuk ditampar lagi.

"Moi-moi, kau marah dan aku memaklumi kemarahanmu. Pukullah, hajarlah. Aku tak akan membalas tapi setelah itu sukalah kau bicara baik-baik dengan aku. Delapan belas tahun ini aku mencari-cari, kalaupun dipukul dan dimaki tak berat bagiku. Tamparlah, hajarlah.... aku menyerah, Ming-moi. Silakan pukul dan kalau perlu bunuh!"

Wanita itu menjerit.

Ming Ming melihat kepasrahan total dalam sikap laki-laki ini, ia tak tahan.

Maka ketika ia melompat dan menampar lagi, tak dikelit maka untuk yang kedua ia menghentikan pukulannya dan melihat pipi Fang Fang berdarah! "Kau...

jahanam keparat.

Di mana anakku itu.

Kauapakan dia.

Mana Beng Li!"

"Hm, pukullah... hajarlah. Puaskan dulu sakit hatimu, moi-moi, lampiaskan dulu kemarahanku. Semua ini setimpal bagiku. Jauh lebih ringan daripada penderitaanku yang belasan tahun mencarimu."

"Tidak... tidak! Aku, ah.... mana anakku Beng Li, Fang Fang. Kauapakan dia?"

"Kau tidak memukulku lagi? Kau tidak melampiaskan sakit hatimu dulu?"

Wanita ini tersedu-sedu.

Ia mencengkeram dan mengguncang-guncang wajah Fang Fang, ditanyanya538 mana anaknya itu.

Dan ketika Fang Fang tersenyum dan meraih dirinya, memeluk dan mengusap-usap rambut yang masih hitam lebat itu pria inipun tak dapat menahan air matanya pula.

"Moi-moi, kaupikir apakah aku ini? Masakah aku mencelakai anak sendiri? Dia di Liang-san, moi-moi, menunggumu. Aku datang untuk membawamu dan kita selesaikan urusan kita di depan enak kita sendiri."

Wanita itu menarik kepalanya.

"Maksudmu?"

"Hm,"

Fang Fang mengecup butir-butir air mata yang deras mengucur itu.

"Maksudku jelas, moi-moi. Kau harus memberi tahu bahwa musuh yang dicari-cari anakmu itu adalah ayahnya juga, ayah kandung. Kau tak boleh menanamkan kebencian secara keliru. Kau harus jujur sebagaimana aku harus jujur kepadamu juga!"

Wanita ini merenggut lepas tubuhnya. Wajah dan sikap yang tadi mulai melunak mendadak keras lagi, garang. Lalu ketika mata itu berapi-api memandang Fang Fang meluncurlah kata-kata dan bentakannya.

"Fang Fang, kaumaksudkan bahwa sakit hatiku belasan tahun ini harus lenyap? Kau minta supaya kau bebas dari dosa dan enak saja menerima ampun? Tidak, perbuatan dan dosamu terlampau berat, Fang Fang. Aku tak mungkin mengampunimu dan melupakan perbuatanmu begitu saja. Kau membuat aku bertahun-tahun hidup menderita!"

"Dan aku juga sama,"

Pria ini menarik napas dalam dan berkaca-kaca.

"Belasan tahun aku mencari anak-anakku, Ming Ming. Dan ketika bertemu maka semua ibunya menanamkan permusuhan seperti itu. Aku juga539 menderita."

"Maksudmu?"

"Hm, Ceng Ceng dan Eng Eng juga begitu. Mereka menyuruh anak-anaknya membenci aku. Aku dinyatakan sebagai pembunuh ayahnya, padahal aku ayahnya. Kalian bersikap tak adil, Ming Ming, cari menangnya sendiri. Kalian boleh membunuh aku tapi anak-anak itu tak boleh ditipu ibunya sendiri!"

Ming Ming terkejut.

Ia terbelalak dan marah namun sebelum ia menjawab tiba-tiba lengannya disambar kembali, kali ini bukan pegangan lembut melainkan kuat dan penuh wibawa.

Dan ketika ia tertegun tak dapat melepaskan diri, Fang Fang menahannya maka pria itu berkata, gemetar.

"Ming Ming, perbuatan itu terjadi bukan salahku semata. Kaupun salah, kita berdua sama-sama salah. Kenapa sekarang kesalahan ini ditimpakan kepadaku seorang dan kau menghindar? Mana tanggung jawab dan watak gagahmu? Tidak, aku tidak menghindar dari semua dosa dan salahku, Ming Ming. Hanya kuminta agar dosa dan kesalahanmupun diperhitungkan, jangan aku saja!"

"Aku....? Aku salah? Kau mencari-cari kawan? Keparat, jelaskan salahku, Fang Fang. Mana salahku! Jangan mencari-cari!"

"Hm, mari kita mundur pada peristiwa di Liang-san dulu, bagaimana mula-mula kita bertemu. Waktu itu, hmm..... waktu itu kita sama-sama jatuh cinta. Kau dan aku sama- sama suka. Dan ketika kau dan aku sama-sama tak dapat menguasai diri maka terjadilah apa yang sebetulnya belum boleh terjadi. Kita bermain cinta, sama- sama mereguk manisnya madu cinta. Kalau kemudian lahir a nak kita Beng Li maka itu terjadi karena kita sama-540 sama melakukannya. Aku tak pernah memaksa! Apakah sampai di sini aku salah?"

Wanita itu tertegun, membelalakkan mata.

"Lihat,"

Fang Fang melanjutkan.

"Kau dan aku sama- sama salah, Ming Ming. Seandainya waktu itu kau menolak tentu tak akan terjadi itu. Tapi kau menerima, aku tak memaksa. Bukankah kesalahan ini kesalahan kita berdua?"

"Tapi.... tapi....!"

Ming Ming melotot.

"Kau seperti gurumu, Fang Fang. Kau tidak hanya bermain cinta dengan aku. Kau juga melakukannya dengan Eng Eng dan Ceng Ceng!"

"Itu di luar pembicaraan kita,"

Pria ini mengerutkan alis.

"Tak ada hubungannya dengan Beng Li, moi-moi. Aku hanya hendak mengajak dirimu bicara tentang persoalan ini, persoalan kita, persoalan antara dirimu dengan diriku. Eng Eng dan yang lain adalah persoalanku di luar persoalan ini, tak ada sangkut-pautnya dengan Beng Li. Beng Li lahir karena perbuatan kita berdua!"

"Benar, tapi.... tapi hatiku sakit, Fang Fang. Kau melukai aku! Kau seperti Dewa Mata Keranjang!"

"Guruku tak usah dibawa-bawa. Perbuatanku tak bersangkut-paut dengan guruku, moi-moi. Hadirnya Beng Li bukanlah perbuatan guruku. Itu perbuatanku, perbuatan kita. Dan di sini saja kita berkisar untuk membuktikan bahwa kesalahan itu adalah kesalahan kita berdua, bukan orang lain atau aku pribadi!"

Ming Ming menjerit.

Dipojokkan sampai di sini memang tiba-tiba ia tak dapat berkutik.

Harus diakui bahwa iapun ikut bersalah, ia juga punya "andil".

Kesalahan itu bukan milik Fang Fang, melainkan kesalahan mereka berdua.541 Tapi karena ia merasa sakit hati bahwa Fang Fang tidak hanya melakukannya dengan dirinya seorang melainkan juga wanita lain, ada Eng Eng dan Ceng Ceng di sana maka tiba-tiba ia memberontak dan meledakkan rambutnya.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Fang Fang, kau pandai bicara. Bilang saja kalau kau hendak melepaskan tanggung jawab!"

Dan rambut yang meledak dan menghajar pipi Fang Fang tiba-tiba membuat pipi lelaki itu robek dan Fang Fang terhuyung.

Ming Ming berkelebat dan melanjutkan rambutnya lagi bertubi-tubi, tak dihindari dan Fang Fang menerima itu semua tanpa pengerahan sinkang.

Wanita ini terkejut, Fang Fang akhirnya roboh.

Dan ketika darah mengucur dan tak sedikitpun pria itu mengeluh, muka dan leher itu bengkak-bengkak maka yang terdengar adalah rintihan Fang Fang agar wanita itu melanjutkan serang annya.

"Bunuhlah, boleh kaubunuh. Aku tak akan melawan. Lihat bahwa aku tak melepaskan tanggung jawab, Ming Ming. aku siap kauhukum kalau sepantasnya dihukum. Pukullah, seranglah..... bunuhlah aku..!"

Ming Ming terbelalak.

Tadinya dia tak percaya bahwa Fang Fang menerima serangan-serangannya begitu saja.

Pria ini adalah pria yang sakti dan dengan sin-kangnya rambutnya tak berarti apa-apa.

Jangankan rambut, pedangpun tak dapat membacok Fang Fang.

Tapi ketika laki-laki itu roboh dan betapa darah mengucur dari segenap luka, bibir dan mata itu tersenyum padanya tiba- tiba Ming Ming menjerit dan menubruk pria ini.

"Fang Fang, kau.... kau kejam!"

"Tidak, aku sudah sepantasnya menerima hukuman. Bunuhlah kalau mau kau bunuh, Ming-moi. Aku tak akan melawan. Aku sadar bahwa aku bersalah dan aku siap542 menerima hukuman. Bunuhlah..."

"Tidak... tidak! Kau, ah.... kau ayah Beng Li!"

Dan mengguguk serta merobek pakaian sendiri akhirnya wanita ini mengusap dan membersihkan darah itu.

Ming Ming melihat betapa Fang Fang bersungguh-sungguh.

Pria sakti murid Dewa Mata Keranjang ini tak melawan.

Dan ketika ia tersedu dan menciumi luka itu, juga wajah Fang Fang akhirnya Fang Fang meraih dan memeluk kepala ini, lembut.

Suaranya bergetar oleh haru.

"Ming Ming, kau tak membunuhku? Kau tak melampiaskan sakit hatimu? Bunuh dan hajarlah aku sesukamu, moi-moi. Percayalah bahwa aku tak melawan. Tapi kalau kau dapat melihat kata-kataku tadi angkatlah aku ke dalam dan obati aku di sana. Luka-lukaku cukup perih!"

Wanita ini menciumi Fang Fang.

Ia mengguguk dan menyesal dan akhirnya membawa pria itu ke dalam.

Ditangisinya sang kekasih dengan mata basah.

Dan ketika Fang Fang diletakkan di kamar pribadinya, di pembaringan berkasur empuk maka bau harum mengagumkan pria itu dan Fang Fang memuji.

"Kau benar-benar wanita yang tak lupa harum bunga. Hm, kesukaanmu akan mawar terbawa sampai tua, moi- moi. Sudah sekian tahunpun selalu ditemani harum bunga. Hebat!"

"Kau tak usah banyak bicara,"

Wanita ini mengusap air mata.

"Tunggu dan kubuatkan obat luka, Fang Fang. Tinggallah di sini dan jangan banyak bergerak!"

Fang Fang mengangguk.

Dia merasa perih dan sakit oleh luka-luka cambukan itu.

Dia sama sekali tak mengerahkan sin kang ketika dilecut dan dihajar.

Rambut Ming Ming tiada ubahnya kawat baja.

Teralis besipun543 bisa dihajar patah! Maka ketika dia ditidurkan dan sikap serta kata-kata wanita itu membuatnya haru, bahagia maka Fang Fang merasakan nikmatnya di pembaringan kekasihnya ini.

Dia menerawang dan memeriksa isi kamar.

Tak ada yang berlebihan di kamar itu, hanya sebuah meja dan sepasang kursi, juga cermin untuk bersolek.

Dan ketika dia tersenyum melihat sebatang pedang pendek di tembok kamar, tergantung licin dan mengkilat maka iapun terharu karena dari situ ia tahu bahwa sesungguhnya isterinya ini tak pernah melupakannya.

Pedang itu adalah pemberiannya! Tapi ketika tak lama kemudian Ming Ming masuk dan membawa semangkok obat luka, juga perban dan pakaian kering maka wanita itu tersipu memberikannya.

"Ini pakaianmu dulu, pernah kusimpan. Mungkin masih pas dan cukup baik."

Fang Fang tertegun.

"Astaga, kau pernah menyimpannya? Masih bagus?"

"Aku menaruhnya di peti pakaian, Fang Fang, masih bagus. Mari lepaskan pakaianmu yang penuh darah itu dan biar aku menggantikannya. Nanti kucuci!"

Fang Fang tiba-tiba tersedak.

Ming Ming memang isteri yang paling lembut dibanding yang lain.

Wanita ini keras di luar tapi sesungguhnya lembut di dalam.

Ia bangkit, duduk.

Dan ketika dengan hati-hati wanita itu melepas pakaiannya mengganti dengan yang kering, pakaian itu kotor dan bernoda darah maka Fang Fang memejamkan mata dan tiba-tiba menitikkan air mata.

"Ming Ming, maafkan aku. Sekian tahun aku meninggalkanmu tapi tak sedetik pun juga kau melupakan aku. Maaf, moi-moi.... aku menyesal atas kejadian-kejadian di masa lalu...."544

"Sudahlah, berikan leher dan pipimu, juga punggung. Banyak luka-lukamu di situ dan biar kubalur dengan obat ini. awas, mungkin semakin perih!"

Benar saja, Fang Fang berjengit.

Begitu dia memberikan pipi dan lehernya, juga punggung tiba-tiba saja obat di tangan Ming Ming menyengat.

Rasa panas dan terbakar membuat dia tersentak.

Tapi ketika Ming Ming meniup dan memberikan bedak dingin, meresap dan menghalau rasa panas maka Fang Fang lega dan pria ini tersenyum.

Ming Ming selesai dan kini duduk di tepi pembaringan, dua pasang mata beradu pandang, lembut namun wanita itu tiba-tiba terisak, memejam! "Moi-moi, bagaimana sekarang? Kau dan aku bisa bicara baik-baik?"

"Aku.... aku tak mau bicara itu lagi. Kau selamanya pandai berdebat. Kau seperti gurumu, pintar berkilah!"

"Hm, bukan mengelak sebuah tanggung jawab, moi-moi, melainkan hendak bicara secara jujur dan terbuka saja. Kau ..... kau sakit oleh kata-kataku tadi?"

"Aku tak mau dengar legi. Aku ingin tahu di muna Beng Li!"

"Ia di Liang-san...."

"Kau tidak bohong? Kau bicara benar?"

"Ah, untuk apa bohong, moi-moi? Justeru aku akan mengajakmu ke sana. Anak itu kutinggal di tempat Air Terjun Dewa-Dewi!"

"Apa? Kaukurung ia di sana?"

"Bukan begitu, aku hanya ingin ia tak keluar...."

"Sama saja! Tempat itu penuh dengan jalanan pat-kwa. Mana mungkin ia keluar kalau tidak kau sendiri atau545 gurumu yang menolong. Kau jahat. Kau.... kau....!"

"Ah, diamlah,"

Fang Fang memegang dan menekan lembut tangan itu.

"Jangan selalu bercuriga buruk, moi- moi. Sudah kukatakan tadi bahwa aku ingin mengajakmu ke sana. Aku, hmm.... urusan ini harus diselesaikan. Tak boleh kau menanam kebencian kepada ayah kandungnya sendiri dengan mengatakan bahwa aku pembunuh ayahnya!"

Lalu ketika Ming Ming tersedu dan menutupi muka pria ini memeluk dan merangkul pinggang itu, menarik napas dalam.

"Kau mau membantuku untuk menyelesaikan urusan ini, bukan? Katakan terus terang kepada anak kita bahwa aku ayah kandungnya, moi-moi. Katakan secara jujur bahwa kau menyesatkan pikiran anak itu karena sakit hatimu kepadaku. Selanjutnya aku menyerah, apakah Beng Li tetap membenciku atau tidak. Aku pasrah!"

Ming Ming menghentikan tangis.

Tiba-tiba dia melihat perubahan besar pada watak pria yang dicintanya ini.

Fang Fang sekarang begitu lembut, sikap dan tutur katanya begitu bijak! Dan ketika ia mengerutkan kening dan memandang tajam, yakin bahwa semua itu tidak dibuat-buat maka iapun menarik napas dan berbisik.

"Kau sekarang berobah, banyak berobah!"

"Hm,"

Fang Fang tertawa.

"Orang hidup pasti berubah, moi-moi, dan aku juga. Masa harus tetap muda dan tak pernah tua!"

"Bukan... bukan itu. Tapi sikapmu, kata-katamu! Kau banyak berubah, Fang Fang. Sekarang kau mirip pendeta!"

"Apa, pendeta? Ha-ha! Kau main-main, moi-moi. Kalau aku pendeta tak mungkin datang mencari isteri. Ah, ada- ada saja kau ini!"546

"Tidak, benar!"

Wanita itu serius.

"Kau berobah, Fang Fang. Kau sekarang lembut dan halus budi. Sikapmu tidak ugal-ugalan lagi. Tapi apakah ini sementara saja karena untuk menjatuhkan aku!"

"Hm, menjadi murid Dewa Mata Keranjang memang berat,"

Fang Fang tak marah, tersenyum getir.

"Apa saja boleh kaukatakan tentang aku, moi-moi. Tapi duapuluh tahun mengalami pahit getir hidup harus semakin dewasa. Kalau tetap sama berarti kebodohan, tak berubah. Aku sudah tobat akan perbuatan masa laluku dan sekarang aku masih memetik hasil perbuatanku dulu. Hm, aku ingin menyelesaikan urusan ini dan selanjutnya akan menyelesaikan urusan lain!"

Wanita itu tertegun.

"Kau.... kau mau mencari Ceng Ceng atau Eng Eng?"

"Aku sudah ketemu mereka, tapi bukan itu."

Sejenak warna merah membakar wajah wanita ini.

Siapa tidak panas dan cemburu kalau pria yang dicinta terang- terangan mengatakan bertemu wanita lain, kekasih lama! Tapi mendengar bahwa bukan untuk itu pria ini menyelesaikan urusannya maka wanita ini heran juga, mengerutkan kening.

"Kau..., menyelesaikan apa lagi? Urusan apa lagi?"

"Sama seperti yang kuhadapi sekarang moi-moi, anak dari Eng Eng dan Ceng Ceng."

"Hm!"

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mulut itu mendengus.

"Itu salahmu sendiri, Fang Fang. Laki-laki macam kau memang harus dibegitukan. Kau hidung belang!"

"Ya, dulu, sekarang tidak. Aku memang hidung belang, moi-moi, dan untuk itu aku patut menerima dosa. Aku berpikir untuk menjernihkan persoalan kita dengan Beng547 Li dulu dan setelah itu meninggalkan kalian untuk menyelesaikan urusanku dengan anak-anak Ceng Ceng dan Eng Eng itu. Aku memang patut menerima hukuman'"

Aneh, Ming Ming tiba-tiba terharu.

Sikap dan wajah Fang Fang demikian sungguh-sungguh.

Tak ada kesan dibuat-buat atau pura-pura.

Wajah itu sedih dan murung.

Dan teringat betapa laki-laki ini rela menerima hajarannya tanpa melawan, luka-luka itu sebagai buktinya maka wanita ini terisak dan entah kenapa ia tiba-tiba kasihan sekali.

Marah dan cemburunya buyar.

"Kau...., ada apa dengan anak-anak itu? Dan perempuan jugakah anak Eng Eng?"

"Hm, anak Eng Eng laki-laki, moi-moi Namanya Kong Lee. Hanya Beng Li dan Kiok Englah yang perempuan. Dan mereka sekarang sudah dewasa semua. Aku ngeri melihat mereka terutama Kiok Eng!"

"Ada apa dengan anak itu?"

"Dia menaruh kemarahan dan entah apalagi kepada aku dan ibunya. Dia minggat. Dan karena ia dididik subo- subonya yang ganas dan kejam maka anak itu bisa berbuat telengas!"

"Kau sudah bertemu Ceng Ceng?"

"Sudah....."

"Apa yang kaulakukan?"

Fang Fang tertegun. Dia mengerutkan kening dan tiba- tiba mata Ming Ming berapi. Hm, cemburu. Kumat lagi! Dan karena tak mungkin ia memberi tahu itu maka Fang Fang mengelak dengan pertanyaan pula.548

"Maksudmu, melakukan apa? Apa yang kau ingin?"

Ming Ming semburat.

Tiba-tiba dia juga bingung apa yang harus dia jawab.

Masa harus bertanya terang-terangan apakah Fang Fang bermesra-mesraan dengan Ceng Ceng pula, memeluk dan merangkulnya seperti itu.

Ih! Dan ketika ia malu dan jengah sendiri, gugup, maka tak ada jawaban lain kecuali kembali pada soal Kiok Eng! "Aku, hmm....

aku bertanya apa yang kaulakukan yang ada hubungannya dengan anak perempuan itu.

Bagaimana kemudian!"

"Aku harus mencarinya,"

Fang Fang lega, diam-diam tersenyum.

"Aku mengejar anak itu tapi tak ketemu. Mungkin dia bersembunyi bersama sebelas gurunya itu."

"Apakah subo ada di sana?"

Fang Fang mengangguk.

Yang dimaksud adalah May- may karena nenek itulah guru Ming Ming.

Sin-mauw Sin- ni Ang Hoa May adalah nenek sakti yang mempunyai murid tunggal, yaitu Ming Ming ini.

Tapi ketika wanita itu mengerutkan kening dan tampak tak senang Fang Fang pun bertanya.

"Kenapa? Apakah selama ini kau tak pernah berjumpa subomu?"

"Kau dan subo kupikir tadinya sama, Fang Fang. Sama- sama tak memperhatikan aku lagi. Tapi setelah kau datang tahulah aku kenapa subo tak pernah mencariku. Mungkin karena sudah punya Kiok Eng itu!"

"Hm, hati orang siapa tahu. Kaulah yang bersembunyi demikian jauh, moi-moi Kalau bukan karena Beng Li tak mungkin aku menemukanmu. Nenek itu mungkin mencarimu tapi kesal tak pernah ketemu maka dia tak mencarimu lagi. Betapapun aku girang menemukanmu di549 sini dan selain maaf aku ingin membawamu pergi!"

"Hm, kau kejam menjebak anakku. Kalau tadi aku membunuhmu bagaimana Beng Li, Fang Fang. Kau benar-benar laki-laki kejam tak berperasaan!"

"Hidup mati di tangan Tuhan,"

Fang Fang menarik napas dalam.

"Di sana ada guruku dan Tan Hong, moi-moi. Kalau bukan aku tentu mereka yang menyelamatkan."

"Tan Hong? Siapa ini?"

"Suteku, putera guruku."

"Cis, setua itu masih juga punya anak? Gurumu benar- benar tak tahu malu, tua-tua keladi!"

"Hm, orang hidup memang beraneka ragam. Tan Hong adalah putera suhu dengan Mien Nio, Ming Ming. Mungkin kau ingat ini."

"Ya-ya, dan mungkin masih ada bini yang lain lagi. Ah, membicarakan laki-laki macam kalian sungguh menyebalkan!"

Dan membanting kaki keluar kamar akhirnya wanita itu meninggalkan Fang Fang yang lagi- lagi harus menarik napas dalam.

Dia sendiri tak berkomentar apa apa karena hanya akan membuat marah isterinya itu saja.

Ming Ming bisa mendidih kalau bicara tentang penyelewengan laki-laki.

Wanita rupanya dikodratkan untuk hanya menerima nasib.

Maka ketika dia tak memberi komentar dan itu benar, sehari dilewatkan dengan tenang maka hari kedua Fang Fang agak sembuh.

Luka di kulit memang tak seberapa dan sikap Ming Mingpun baik.

Perawatan yang dilakukan sungguh-sungguh dan sesekali wanita itu terisak.

Ming Ming kasihan juga melihat keadaan pria ini.

Betapapun itu adalah ayah dari puterinya Beng Li.

Dan ketika hari ketiga Fang Fang benar-benar sembuh dan luka itu550 mengering, Fang Fang menarik napas dalam maka pagi itu dia turun dari pembaringan memegang lengan isterinya.

Tiga hari ini mereka rukun dan Ming Mingpun mulai dapat menerima keadaan.

"Hari ini kita harus pergi, kita ke Liang-san. Berkemaslah dan kita temui puteri kita Beng Li."

"Kau sudah kuat berjalan?"

"Kurasa sudah, moi-moi. Hanya sedikit rasa kaku di kulit yang kering."

"Kalau begitu baiklah, kusiapkan pakaian dan kita pergi!"

"Nanti dulu! Kau sudah mandi?"

Wanita itu tertegun.

"Hm, aku juga belum mandi, moi-moi. Mari ke telaga dan kita mandi!"

Mendadak warna merah semburat di wajah wanita itu.

Ming Ming, yang selama belasan tahun ini tak pernah disentuh lelaki tiba-tiba menggigil dan terbelalak memandang Fang Fang.

Lelaki itu sudah membuatnya panas dingin dalam beberapa hari ini.

Ciuman dan pelukan lembut Fang Fang sesungguhnya telah merangsang rindu berahinya.

Hanya karena dia wanita dan tabu untuk memulai dulu maka wani ta ini seakan tak bereaksi, padahal sesungguhnya keadaannya bagaikan gunung es yang berapi, yang siap meletus! Maka begitu Fang Fang menahan lengannya dan kata-kata itu diikuti desah dan ciuman lembut, Ming Ming mengeluh mendadak ia roboh dan sudah disambar suaminya ini.

Fang Fang memeluk dan mencumbunya hangat.

"Lama kita tak bersatu, moi-moi. ijinkanlah aku menyentuhmu melepas rindu dan berahi ini!"551 Ming Ming menangis. Tiba-tiba saja Ia menggeliat dan tersedu-sedu di pelukan suaminya itu. Rasa bahagia dan nikmat datang! Dan ketika ia membiarkan saja perbuatan suaminya yang berkelebat dan terbang ke telaga maka di tempat sunyi itu Ming Ming bagaikan pengantin baru. Fang Fang bahagia dan terharu. Isterinya ini tiba-tiba meledak dan masih panas. Di telaga itu akhirnya mereka melepaskan rindu dendam. Dan ketika perjalanan terpaksa ditunda karena sehari itu mereka mereguk madu cinta, Ming Ming mengeluh dan tiba-tiba menjadi manja maka malam itu dilanjutkan di rumah mereka di mana Fang Fang membawa kembali isterinya ini.

"Aku tak mau pergi, kita pulang. Bawa aku ke rumah dan besok saja baru berangkat!"

Fang Fang tersenyum bahagia.

Ia mengangguk dan tertawa mencium isterinya ini.

Merekapun melanjutkan lagi di rumah, di pembaringan di mana selama tiga hari ini Fang Fang dirawat.

Dan ketika malam itu mereka memadu kasih, Ming Ming ternyata masih seperti dulu dan panas melepas gejolak birahi maka Fang Fang kewalahan tapi ketika keesokannya hendak berangkat ternyata ditunda lagi.

"Tidak... tidak, aku masih belum puas! Nanti kalau bersama anak kita tak dapat kita bersenang-senang, Fang Fang. Biarlah di sini dulu dan urusan Liang-san gampang!" - "Eh, kau tak segera ingin ketemu anakmu Beng Li?"

"Ia aman di sana, kau sendiri bilang. Biarlah di sana dan kita bersenang-senang dulu!"

Dan ketika Fang Fang tertawa melihat isterinya tak malu-malu, gejolak itu menjebol apa saja maka dia melayani dan tampak betapa wanita ini kehausan.

Ming Ming tak mau diganggu552 dan belasan tahun menahan berahi amatlah berat.

Hari itu mereka bermain cinta lagi Fang Fang benar-benar kewalahan.

Dan ketika itu masih dilanjutkan pada hari- hari berikut, seminggu kemudian barulah wanita ini puas dan melepaskan suaminya maka Fang Fang menarik napas dalam-dalam melihat isteri tergolek puas di atas pembaringan, senyum mengembang dan penuh bahagia.

"Besok boleh pergi.... besok kita pergi. Hari ini kita beristirahat dan mengembalikan semua tenaga kita!"

"Hm,"

Fang Fang mencubit dagu isterinya itu.

"Kau nakal, moi-moi. Bilang pergi tapi tak pernah pergi!"

"Kau yang nakal. Siapa yang mengajak mandi di telaga dulu!"

"Ha-ha, aku hanya sehari itu, bukan seminggu!"

"Tapi kau membangkitkan semua gairahku. Kau yang salah! Kau membuat bulu-bulu tubuhku merinding, Fang Fang. Aku tak mau kausalahkan!"

"Ha-ha, benar. Kalau begitu kita mencebur lagi dan ini terakhir sebelum berangkat ke Liang-san!"

Ming Ming menjerit, ditubruk dan dicium suaminya dan selanjutnya ia terkekeh-kekeh.

Fang Fang juga gemas dan mereka berguling.

Dan ketika malam itu merupakan malam paling indah bagi mereka maka paginya mereka benar-benar bersiap dan berangkat.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Pagi itu Ming Ming tampak segar dan berseri-seri.

Bak sekuntum bunga yang baru didekati kumbang tampak betapa bunga ini mekar berseri.

Ming Ming cantik sekali pagi itu.

Pakaiannya yang serba merah dan rambut yang digerai di belakang pundak membuat ia tampak anggun dan feminin.

Fang Fang sampai kagum.

Dan ketika ia mencium dan melepas pujian, tak habis-habisnya553 mengagumi sang kekasih maka Ming Ming mengerling dan genit mengibaskan rambut.

"Sudah, sekarang kau yang tak tahan! Kapan kita ke Liang-san kalau terus-terusan begini!"

"Hm, kau jelita dan ayu rupawan. aduh, melihatmu sekarang tak ubahnya melihatmu pada usia tujuh belas tahun, moi-moi. Cantik dan segar berseri-seri!"

"Ini rayuanmu memikat wanita? Cih, aku sudah bukan gadis lagi, Fang Fang. Aku ibu Beng Li!"

"Benar, tapi ah.... tubuh dan wajahmu seperti gadis belia, Ming-moi. Bisa jatuh hati untuk kedua kalinya aku nanti!"

"Hm, kau sudah mendapatkan segalanya. Tak perlu memuji atau jatuh cinta untuk kedua kali, Fang Fang. Salah-salah aku mati berdiri kalau kau seperti gurumu Dewa Mata Keranjang. Ayo, berangkat!"

Fang Fang tertawa.

Seminggu ini dia sudah menceritakan bahwa dia bukanlah Fang Fang dua puluh tahun yang lalu.

Dia sekarang adalah Fang Fang yang matang dan penuh kedewasaan.

Jatuh cinta untuk kesekian kalinya tabu.

Tiga isteri sudah cukup! Dan karena Ming Ming dapat menerima itu dan tidak marah, betapapun apa yang terjadi sudah terjadi maka di akhir pembicaraan pria ini menutup dengan helaan napas panjang.

"Kau dan Eng Eng maupun Ceng Ceng adalah saudara. Subo kalian sama-sama isteri guruku Dewa Mata Keranjang. Kalaupun kalian saling memusuhi hanya gara-gara aku baiklah kalian bertiga boleh bunuh aku, Ming Ming. Aku rela demi menebus dosaku terhadap kalian. Tapi kalau tidak harap kalian tak usah mengingat- ingat masalah yang hanya menyakitkan hati sendiri554 karena kita sekarang bukanlah orang-orang muda lagi. Aku ingin menyayang kalian dan hidup rukun bersama anak-anak!"

Ming Ming menarik napas dalam-dalam.

Seminggu berdekatan dengan Fang Fang telah membuktikan kepadanya bahwa Fang Fang sekarang sudah berubah.

Pria ini tidak lagi ugal-ugalan atau mata keranjang.

Sikapnya baik dan arif, penuh kepasrahan dan menyadari dosa-dosa lama.

Bayangkan kalau Fang Fang masih seperti gurunya.

Usia lima puluh tahun-pun masih mencari daun muda!' Maka menghela napas membuang semua perasaan menyakitkan, Fang Fang telah menceritakan bahwa pertemuannya dengan Ceng Ceng juga berakhir baik-baik iapun tak perlu cemburu dan pasrah kepada nasib.

"Sesukamulah, aku telah dapat menerima. Tapi kalau Eng Eng tak dapat kau atasi dan dia masih mendendam padamu harap kauselesaikan seperti kau menyelesaikan dengan aku dan Ceng Ceng!"

"Terima kasih. Kau dapat mengerti perasaanku, Ming- moi. Semoga aku dapat mengatasi keruwetan ini dan hidup bahagia bersama kalian!"

Pembicaraan selesai.

Fang Fang telah dapat menyelesaikan persoalannya dengan Ming Ming.

Wanita itu mengerti kesulitannya, ini sebuah kemajuan.

Dan ketika hari itu mereka berangkat untuk menyelesaikan persoalan lain, Beng Li, maka Fang Fang sudah mengajak wanita ini ke Liang-san.

Ming Ming benar-benar menerima keadaannya dengan total.

Apa yang dikata Fang Fang benar, yang sudah terjadi tak mungkin ditarik lagi.

Dan ketika hari itu mereka melakukan perjalanan dan di sepanjang jalan Fang Fang555 juga menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya kepada isterinya ini, Ming Ming lega maka di sepanjang jalan mereka bercengkerama dan sesekali Ming Ming bersikap manja juga.

Fang Fang adalah suami yang baik dan Ming Ming melihat itu.

Pria ini adil dan tidak berat sebelah.

Ming Ming mengenal lebih jauh lagi watak suaminya itu.

Tapi ketika mereka tiba di Liang-san dan Fang Fang tertegun di kaki gunung Ming Ming merasa terkejut dan heran.

Mereka sudah sampai di tempat tujuan.

"Ada apa, kenapa berhenti!"

"Hm, getar firasatku mengatakan lain. Ada kucium sesuatu yang tidak beres, Ming-moi, sesuatu yang tidak enak. Ada perobahan di puncak gunung!"

Ming Ming membelalakkan mata.

Namun belum dia bicara sesuatu tiba-tiba suaminya itu sudah menarik dan membawanya terbang ke puncak.

Bagai rajawali menyambar tahu-tahu Fang Fang mengangkat naik isterinya ini, berkelebat dan tahu-tahu pohon dan dinding-dinding jurang berseliweran, begitu cepat hingga tahu-tahu ada di puncak.

Begitu cepatnya Fang Fang berlari cepat.

Ming Ming kagum! Tapi ketika tiba di puncak dan melihat bangunan roboh maka wanita itu menjerit kecil dan Fang Fang berubah.

"Ada orang mengobrak-abrik. Tempat ini dibakar!"

Ming Ming mengangguk.

Bau hangus masih tersisa dan wanita itu tertegun.

Ini perbuatan siapa! Namun ketika ia bengong dan terbelalak kaget, tempat itu mengingatkannya pada peristiwa belasan tahun yang lalu maka Fang Fang berkelebat dan memeriksa puncak.

Rumah atau tempat tinggal gurunya dibumihanguskan.

Ada tanda-tanda kekerasan di situ.

Dan ketika Fang556 Fang pucat dan mengeluh membelalakkan mata tiba-tiba Ming Ming berteriak melihat sebuah kain merah tertancap di dinding yang roboh.

Wanita itu berkelebat dan Fang Fang mengikuti.

Sekali cabut kain itu ditarik.

Namun begitu mengetahui tiba-tiba wanita ini menjerit.

"Beng Li! Ini perbuatan Beng Li!"

Fang Fang terkejut.

Ia menyambar kain merah itu karena terdapat tulisan di situ.

Tulisan ini yang membuat Ming Ming berteriak.

Dan ketika Fang Fang membaca dan mengerutkan alisnya maka pria inipun menggigil dan sekali remas surat atau kain merah itu hancur.

Isinya menyatakan ancaman bahwa Beng Li membakar dan akan mencari Fang Fang.

Tahu bahwa ditipu! Orang Yong jahanam, tak kusangka kau adalah keparat Fang Fang.

Kau penipu, mempermainkan aku.

Awas aku bebas dan inilah hukumannya bagimu! Beng Li Fang Fang pucat.

Ternyata yang membakar dan merusak tempat itu adalah Beng Li.

Gadis itu lolos dan keluar dari Air Terjun Dewa-Dewi.

Dan kaget serta heran bagaimana Beng Li dapat keluar, tempat itu penuh jalanan pat-kwa tiba-tiba pria ini menarik lengan isterinya dan sekali berkelebat iapun turun gunung menuju bagian belakang.

"Aneh bahwa anak itu dapat keluar. Mari kita ke sana dan lihat apa yang terjadi!"

Ming Ming menjadi ngeri, Ia dibawa melompati jurang- jurang lebar dan bagai garuda mementang sayap Fang Fang membawanya ke belakang gunung.

Pohon dan dinding-dinding jurang kembali berseliweran.

Dan ketika mereka tiba di hutan cemara di mana dulu Fang Fang557 membawa puterinya maka di sini pria itu masuk dan sebentar kemudian jalanan berlika-liku diterobos dan dilewati.

Ming Ming menggigil dan tak lama kemudian bunyi gemuruh air terjun terdengar.

Kalau saja saat itu mereka tak dikagetkan oleh peristiwa Beng Li mungkin indah dan romantisnya tempat itu menggugah kenangan lama.

Di situlah dulu dia dan Fang Fang memadu cinta pertama kalinya.

Tempat itu memang indah! Tapi karena semuanya menjadi kacau dan Beng Li lepas dari jebakan ayahnya maka wanita ini diam saja sampai kemudian mereka tiba di pesanggrahan kecil di mana dulu Beng Li disembunyikan.

Suara ah-uh membuat Ming Ming berdua terkejut.

Bagai iblis meloncat Fang Fang telah datang di tempat ini.

Dan begitu memandang sekonyong-konyong pria ini berseru tertahan.

"Sute...!"

Ming Ming tertegun.

Seorang pemuda tampan, berbaju putih, tampak meringkuk dan tertotok di sudut.

Mulutnya disumpal kain dan suara ah-uh dari mulutnya inilah yang terdengar.

Tapi begitu Fang Fang bergerak dan membebaskan pemuda itu, mencabut sumpalannya maka Tan Hong, pemuda ini, terhuyung melompat bangun.

Wajah dan matanya berapi-api.

''Suheng, anak itu....

puterimu....

kurang ajar sekali.

Ia mengeroyok dan merobohkan aku.

Mereka bersekongkol dan menghina aku!"

"Siapa yang kaumaksudkan,"

Fang Fang gemetar dan menahan marah.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa kau bilang mereka, sute. Berapa orang yang datang!"

"Dua, eh... tiga dengan gadis kuntilanak itu. Gadis bernama Beng Li!"558

"Ia puteriku!"

Ming Ming tiba-tiba melompat maju dan bersinar-sinar, Tan Hong ganti terkejut.

"Apa yang ia lakukan kepadamu, Tan Hong. Dan kau inikah putera Dewa Mata Keranjang!"

"Ini.... siapa ini...?"

Pemuda itu tertegun.

"Isteriku, sute. Ming Ming, ibu dari Beng Li atau murid dari locianpwe Sin-mauw Sin-ni."

"Ah, jadi....?"

"Benar, ceritakan padaku apa yang terjadi, sute. Bagaimana kau ada di sini dan tiba-tiba Beng Li lolos!"

"Ini gara-gara Kiok Eng. Puterimu yang ganas itu menipu dan memperdayai aku. Dialah yang membebaskan Beng Li!"

"Hm, dan orang ketiga?"

"Tidak kukenal, tapi wajah dan sikapnya seperti bangsawan. Ia sombong tapi lihai bukan main!"

Fang Fang terkejut.

Ia mengerutkan kening dan berita itu benar-benar tak enak sekali.

Sekarang tahulah dia bagaimana Beng Li tahu bahwa dirinya adalah Fang Fang.

Yong Lip itu bukan lain adalah Fang Fang.

Dan merah mendengar Kiok Eng datang di situ, datang dan membawa pergi Beng Li maka dia mengepalkan tinju dan bunyi berkeratak dari buku-buku jarinya menunjukkan betapa pria ini marah sekali.

Kiok Eng bisa mengaduk- aduk api kebencian di dada Beng Li! "Hm, ceritakan padaku bagaimana semuanya ini terjadi.

Bagaimana kau roboh dan Kiok Eng melepaskan Beng Li!"

Tan Hong menahan marah.

Mukanya juga merah padam namun ketika ia melirik Ming Ming ditahannya suaranya559 itu.

Ia ragu.

Namun ketika Fang Fang menepuk pundaknya dan menyuruh ia bercerita, bebas saja maka Tan Hong duduk dan di pesanggrahan kecil itu Fang Fang men dengar kisah sutenya.

***** Dua hari yang lalu, setelah sekian hari Beng Li ditinggal pamannya Yong Lip maka di Liang-san datang dua orang mendaki gunung.

Mereka bergerak cepat dan agak terburu-buru.

Satu di antara mereka adalah gadis berpakaian hitam dengan kacamatanya yang nyentrik itu.

Siapa lagi kalau bukan Kiok Eng! Dan ketika gadis itu bergerak cepat menuju puncak, temannya juga mengimbangi dan bergerak seperti melayang maka orang tentu kagum melihat dua orang ini.

Teman Kiok Eng adalah seorang pemuda gagah tampan berpakaian indah.

Sabuknya berkancing emas dan berkilau-kilauan dari jauh.

Pemuda ini mengenakan topi indah dari kulit harimau, bulunya halus loreng-loreng sementara di bagian belakang topi, disisipkan gagah tampak tiga helai bulu burung rajawali yang hitam ke emasan.

Sekali melihat pemuda ini saja orang akan tahu bahwa pemuda ini berdarah bangsawan.

Sikap dan pandang matanya berwibawa, tajam berkilat sementara tarikan bibir di sudut kanan itu agak sombong.

Pemuda ini tak dapat menyembunyikan kebangsawanannya justeru ingin menonjol-nonjolkan.

Dia tampak jumawa.

Dan ketika dia mampu mengimbangi Kiok Eng yang berlari cepat, sedikitpun napasnya tak tampak ngos- ngosan kecuali wajah yang sedikit memerah itu maka orang akan semakin tahu lagi bahwa pemuda ini di samping berdarah bangsawan juga seorang pemuda lihai yang berkepandaian tinggi! Siapakah dia? Orang tentu terkejut.

Pemuda ini adalah560 putera kaisar nomor dua puluh, putera dari selir tapi yang baru datang di kota raja setelah enam belas tahun dibawa seorang tokoh sakti ke Mongolia.

Pemuda itu bernama Wi Tok dan karena sejak kecil tak berada di istana maka kehadirannya banyak dilupakan orang, apalagi karena dia seorang putera dari selir pula.

Sang ibu, Wi Kiem, masih ada di istana dan hidup.

Enam belas tahun yang lalu puteranya itu dibawa seorang tokoh aneh, kepalanya botak namun dililit sorban, datang dan meminta anaknya itu dan karena wanita ini merasa tak berdaya maka ia merelakannya saja.

Kakek atau orang aneh itu berkata bahwa kelak kalau Wi Tok sudah berusia dua puluh tahun pemuda itu akan dikembalikan.

Wi Kiem atau selir ini mengangguk saja, air mata deras mengucur.

Dan ketika selama penantian itu ia menangis saja, putera satu-satunya dibawa orang maka enam belas tahun kemudian benar saja puteranya itu datang.

Tapi sang ibu tentu saja tak mengenali.

Bocah laki-laki berusia empat tahun itu kini telah berubah menjadi seorang pemuda gagah tampan.

Matanya yang mencorong bagai mata seekor naga sakti justeru membuat wanita ini kaget.

Selir itu terpekik ketika sang putera tiba-tiba muncul di depannya seperti iblis.

Pemuda gagah tampan ini memandangnya sejenak dengan penuh selidik, sorot mata itu membuat wanita ini gemetar.

Namun ketika sebuah gelang ditatap dan direnggut, dicocokkan dengan gelang yang ada di tangan kiri pemuda itu maka pemuda ini berseri-seri dan tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut di depannya.

"Ibu....!"

Wanita ini bengong.

Perasaannya terkesiap mendengar panggilan itu.

Pelayannya, yang menggigil di sudut membelalakkan mata lebar-lebar.

Pintu sudah ditutup dan pemuda itu bertiga saja di situ.

Adalah pantangan besar bagi siapapun masuk ke kamar selir, biarpun selir561 itu sudah tua dan jarang ditengok kaisar.

Maka ketika pemuda ini datang dan selir itu terkejut, kaisar bisa marah menyangka dia macam-macam sekonyong- konyong panggilan itu bagai embun segar di padang gurun tandus.

Dia terkejut dan berdetak melihat pemuda itu merenggut gelang di tangan kanannya, mula-mula mengira pemuda itu merampok dan akan mengambil harta bendanya.

Tapi ketika gelang itu dicocokkan dan pemuda itu menjatuhkan diri berlutut, berseru memanggil namanya maka wanita ini tersedu ketika pemuda itu melepas gelang di tangan kirinya dan memberikan itu kepadanya.

"Lihatlah.... lihat, ibu. Itu namamu di gelang yang kupakai. Dan ini namaku di gelang yang kaupakai. Aku puteramu Wi Tok!"

"Ah, kau...... kau Wi Tok?"

"Benar, ibu, dan lihatlah dua gelang kembar itu!"

Sang ibu menjerit.

Akhirnya dia melihat dan mencocokkan itu.

Enam belas tahun yang lalu orang aneh itu memberinya gelang, kembar di mana masing- masing gelang bertuliskan namanya dan nama puteranya.

Gelang puteranya diserahkan dirinya sementara gelang dirinya dipakai puteranya.

Orang aneh itu berkata bahwa kelak pertemuan itu akan dibuktikan dengan gelang kembar itu.

Maka ketika puteranya muncul dan menyambar gelangnya, mencocokkan dan memperlihatkan gelangnya sendiri tak ayal lagi wanita ini menjerit dan menubruk puteranya, tersedu-sedu.

"Kau.... kau Wi Tok. Ah, benar. Di lehermu ini ada kulit tebal sebesar kuku!"

Wi Tok semakin girang lagi.

Dia sekarang yakin bahwa562 inilah benar-benar ibunya.

Dia juga rindu dan menahan- nahan perasaan selama enam belas tahun ini.

Dulu dia sering ditampar dan dipukuli gurunya.

Calon laki-laki gagah tak boleh cengeng.

Maka ketika kini dia muncul dan berhadapan dengan ibu kandungnya, sang ibu juga yakin bahwa inilah puteranya yang dulu dibawa orang sakti itu maka Wi Tok menerima tumpahan rindu dan tangis ibunya.

Sang dayang bengong dan melotot.

Tapi begitu ia menjerit dan bangkit berlari, sadar, maka ia bersorak namun pintu kamar tiba-tiba ditendang pengawal.

Kedatangan pemuda itu rupanya diketahui juga! "Keparat dari mana berani masuk ke kamar selir.

Apakah siap mampus!"

Sang ibu terkejut dan memekik menutupi mulut.

Wi Tok, puteranya tahu-tahu dibentak dan sepuluh pengawal memasuki pintu.

Mereka sudah mendengar laporan dan jerit tangis di dalam kamar.

Seorang pemuda dikatakan masuk dan berada di dalam.

Selir Wi Kiem adalah seorang selir berumur empatpuluhan namun karena tetap menjaga kecantikannya maka selir itu segar dan masih memiliki daya tarik.

Kaisar sesekali menyentuhnya juga.

Dan karena pantangan besar bagi seorang pria memasuki keputren, tanpa ijin kaisar siapapun dilarang masuk maka datangnya pemuda itu membuat marah para pengawal yang menerima laporan.

Mereka berdatangan dan menendang pintu kamar.

Wi Tok dibentak agar menyerah.

Tapi ketika pemuda itu tertawa lebar dan membalik, bangkit berdiri maka pengawalpun tertegun karena sikap dan wajah pemuda ini begitu berwibawa.

Sinar kebangsawanannya memancar.

"Hm, kalian tikus-tikus busuk ada apa mengganggu kami ibu dan anak. Aku sedang gembira, pergilah. Atau nanti563 kuhajar dan kalian kulempar-lempar keluar!"

Pengawal tertegun.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Mereka terbelalak dan Wi Kiempun cepat-cepat berlari.

Selir ini memberi tahu bahwa pemuda itu adalah puteranya, Wi Tok.

Tapi karena enam belas tahun tak ada di istana dan nama itu dilupakan orang, apalagi Wi Tok hanya putera dari selir maka komandannya, Peng-ciangkun menolak dengan gelengan keras.

"Kami tak dapat memutuskan ini. Sri bagindalah yang berhak. Harap ibunda selir mundur dan pemuda ini kami tangkap untuk memberi jawaban sendiri di hadapan sri baginda!"

"Kalau begitu biar dia menyerah, aku yang akan melapor sri baginda....."

Tapi baru wanita itu membalik untuk membujuk puteranya tiba-tiba Wi Tok berkelebat lenyap dan tertawa.

"Ibu, orang-orang ini tak tahu adat. Biar mereka kulempar keluar dan memanggil sri baginda sendiri..... plak-plak- dess!"

Peng-ciangkun dan kawan-kawan berteriak.

Mereka hanya melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu sebuah tangan bagai petir menyambar.

Bagian tubuh yang terkena rasanya bagai terbakar, panas! Dan ketika mereka mencelat dan Wi Kiem terkejut, ibu selir ini terbelalak maka puteranya sudah berdiri di tengah kamar lagi dan tertawa-tawa.

Jilid XVI "HA-HA, biarkan saja. Mereka boleh maju kalau ingin menerima hajaranku lagi!"

Komandan dan pengawalnya marah.

Mereka terkejut tapi564 bukan gentar.

Pemuda itu ada di sarang macan, mereka di tempat sendiri.

Dan karena gebrakan tadi tidak sampai membuat mereka patah tulang, hanya terpelanting dan sudah bangkit tak merasa sakit maka Peng-ciangkun dan anak buahnya ini tak mau tahu bahwa yang mereka hadapi adalah benar-benar seorang lihai.

Mereka bahkan menerjang lagi dan membentak marah, senjata menusuk dan membacok membuat sang selir menjerit.

Puteranya mendapat hujan serangan.

Ngeri! Tapi ketika Wi Tok tertawa mengejek dan berkelebat lagi, lenyap maka tahu- tahu jeritan dan teriakan terdengar lagi.

Dua dari sepuluh orang itu roboh terbanting, kaki mereka patah.

Dan ketika Peng-ciangkun di sana juga berdebuk dan pingsan, pundaknya patah maka yang lain terbelalak dan baru merasa gentar.

Tujuh sisanya ini mengeluh dan bergulingan bangun, senjata mereka mencelat entah ke mana.

Dan ketika mereka berdiri sementara Wi Tok sudah di tengah kamar, tegak dengan tawa aneh maka mereka berlompatan dan.....

berlarian menjerit-jerit.

"Ada maling masuk kaputren! Ada maling masuk kaputren....!"

Wi Kiem terbelalak.

Selir ini hampir tak percaya tapi tiba- tiba dia menjadi girang.

Puteranya ternyata demikian gagah, demikian perkasa! Dan ketika dia menubruk namun sang dayang tersedu dan menjatuhkan diri berlutut, di sana menggeletak Peng-ciangkun dan dua anak buahnya maka dayang ini mengingatkan selirnya.

"Ampun.... celaka...! Duh, bagaimana ini, paduka. Sri baginda tentu marah dan akan menghukum kita semua. Aduh, Peng-ciangkun rupanya mati....!"

Sang selir terkejut dan sadar.

Ia tadi begitu bangga dan girang bahwa puteranya sekarang tiba-tiba menjadi demikian gagah.

Ibu mana tak senang! Namun ketika ia565 ingat dan melepaskan pelukannya, membalik maka mukapun tiba-tiba berkerut dan cemas.

Wajah itu gelap.

"Wi Tok, kau.... kau membunuh Peng-ciangkun. Ah, bagaimana ini. Celaka! Kau terlalu sembrono!"

"Ha-ha, siapa membunuh. Aku hanya membuatnya pingsan saja, ibu. Salahnya sendiri kenapa menyerang aku. Sudah kuhajar namun tidak kapok. Kalau tidak dibuat begitu tentu yang lain tak mau sudah dan menyerang aku."

"Kau..... kau tidak membunuhnya?"

"Tidak, aku cukup tahu diri. Lihat kusadarkan dia dan ambil pembalut!"

Pemuda itu bergerak dan menyambar Peng-ciangkun. Pundak yang patah ditekan, sang ibu memberi selendang panjang untuk pembebat. Dan ketika komandan itu mengeluh dan membuka mata, terkejut melihat pemuda itu maka Wi Tok tertawa memandang ibunya.

"Lihat, dia masih hidup. Kalau macam-macam tentu saja tak bakalan lama. Eh, kau tahu diri tidak, orang she Peng. Atau masih mau coba-coba lagi dan berani menangkap aku!"

Perwira ini mengaduh.

Ditekan dan disambung tulang pundaknya itu membuat dia mengaduh.

Rasa sakit menusuk tulang, menggigit.

Dan ketika ia melotot namun tak berani cuap-cuap, sang selir girang sementara dari luar berlompatan bayangan banyak orang maka Wi Kiem selir itu terkejut lagi melihat enam puluh sampai tujuh puluh orang muncul.

Kini di pimpin Tong-ciangkun, atasan Peng-cien kun! "Anak muda, kau membuat dosa besar.

Keluarlah dan menyerahlah baik-baik atau aku dan semua anak buahku566 membunuhmu!"

"Hm, siapa itu,"

Pemuda ini bangkit dan menoleh, sama sekali tak gentar, tertawa dingin.

"Tidak tahukah kalian siapa aku, tikus-tikus busuk. Aku adalah Wi Tok putera ibuku Wi Kiem. Jangan banyak tingkah atau nanti semua kuhajar!"

"Dia.... dia Tong-ciangkun!"

Sang ibu berbisik dan gemetar, tiba-tiba lari keluar.

"Dia.... dia anakku Wi Tok, Tong-ciang kun. Ampunilah dia dan jangan ganggu. Aku yang akan menghadap dan memberi penjelasan kepada sri baginda!"

Dan menangis serta tersedu di depan panglima muda itu selir ini mengguncang kaki.

"Ciang kun, jangan serang anakku. Jangan bunuh dia. Mundurlah dan biarkan kami berdua menghadap baginda baik-baik!"

"Hm, tak bisa. Puteramu atau bukan dia telah menyerang pengawal istana, paduka selir, dan melukai mereka pula. Tak sepantasnya kalau puteramu melawan petugas istana. Dia tetap akan kami tangkap dan diharap menyerah baik-baik, atau kami bergerak dan terpaksa membunuhnya!"

Selir ini mengguguk.

Kalau sekarang Tong-ciangkun dan puluhan pengawal itu menyerang puteranya tentu celakalah puteranya.

Mana mungkin Wi Tok menghadapi hampir seratus orang begini.

Tentu tewas dia! Tapi ketika dia berlari dan berlutut di depan puteranya, membujuk, ternyata puteranya itu tertawa geli.

"Ibu, bangkitlah dan jangan buat malu aku. Tadi sudah kukatakan bahwa mereka ini orang-orang yang tak tahu diri. Kalau aku menyerang maka itu adalah karena mereka menyerang dulu. Kenapa harus menyalahkan aku. Kalau perwira itu menolak permintaanmu untuk567 menghadap secara baik-baik, nekat dan ingin menangkap atau membunuh aku biarlah dia coba dulu dan rasakan bagaimana nanti. Bangunlah, lihat saja apa yang terjadi. Tak perlu kau khawatir karena biarpun seluruh pasukan di istana ini dikerahkan untuk menangkap aku belum tentu berhasil!"

Dan menangkap serta menyambar ibunya bangun berdiri, menoleh dan tertawa berkelebat keluar tiba-tiba pemuda ini sudah menghadapi sekian banyak orang itu dengan sikap sombong. Sepasang matanya berkilat dan bersinar-sinar penuh kepercayaan diri.

"Kau....!"

Katanya menuding panglima she Tong itu.

"Tidak dengarkah bahwa jelek-jelek aku putera ibuku, Tong-ciangkun. Berarti jelek-jelek aku putera sri baginda kaisar pula. Beranikah kau kepadaku dan hendak menangkap serta membunuh aku. Rangkap berapakah nyawamu!"

Panglima itu terkejut.

Mata dan pandangan pemuda ini benar-benar membuatnya mundur selangkah dan kata- kata itu membuat dia pucat.

Tadi dia mendengar laporan bahwa ada pengacau di kaputren, Peng-ciangkun dirobohkan dan pemuda itu katanya putera dari selir Wi Kiem.

Tapi karena sebagaimana biasanya para pengacau, juga sebagaimana biasanya putera kaisar yang rata-rata galak di luar namun lemah di dalam, ia tak takut dan datang dengan marah tiba-tiba saja berhadapan dengan pemuda ini serasa berhadapan dengan pimpinan yang penuh wibawa dan begitu kuat.

Sikap dan kata-kata pemuda itu begitu berpengaruh hingga sejenak ia tertegun, mundur dan berubah dan tiba-tiba panglima ini melunak garangnya.

Kalau benar pemuda ini putera kaisar berarti jelek-jelek junjungannya juga, tak boleh ia terlalu keras.

Maka membungkuk dan berdebar oleh sikap dan pandang mata itu perwira atau568 panglima muda ini berkata.

"Maaf, kalau benar kau ingin menghadap baginda secara baik-baik dan membuktikan dirimu adalah putera beliau tentu saja kami tak akan berlaku kasar, anak muda. Tapi karena sementara ini kau dianggap pembuat onar dengan memasuki kaputren tanpa ijin, kami hanyalah petugas istana harap kau dan paduka selir jalan di tengah dan.kami mengawal."

"Hm!"

Wi Tok tertawa mengejek.

"Bagus kalau kau bersikap lembut, Tong-ciang kun. Tapi jangan perintah kami untuk jalan di tengah atau di pinggir. Aku dan ibuku akan menghadap ayahanda kaisar, kami di depan dan kalian mengiring!"

Panglima ini mengerutkan kening.

Dua pembantunya di kiri kanan berbisik, mata menunjuk pada paduka selir.

Dan ketika panglima itu mengangguk dan menarik napas panjang akhirnya Wi Tok diperkenankan ke depan dan mereka mengiring, namun Wi Kiem sang selir dijaga lebih rapat, setengah dikepung! "Baik, silakan, anak muda.

Sebelum ada pengakuan sri baginda kaisar sendiri kami masih menganggapmu sebagai orang luar!"

Wi Tok tertawa lagi.

Tentu saja dia tahu penjagaan lebih ketat kepada ibunya itu namun diam-diam dia tak khawatir.

Bukan sombong, semua istanapun tak mungkin menandinginya.

Ia justeru ingin bertemu jago-jago terlihai untuk menjajal dan dilihat ilmunya.

Tapi karena ia ingin datang secara baik-baik dan betapapun ibunya ada di situ, ia tak ingin ibunya celaka gara-gara dia maka pemuda ini melangkah lebar dan menggandeng lengan ibunya ia berjalan keluar kaputren diiring Tong-ciangkun dan puluhan pengawalnya itu.569 Gagah dan sombong pemuda ini berjalan di depan.

Topi bulunya yang berhiaskan bulu rajawali tampak indah dan agung.

Kancing ikat pinggangnya yang memantulkan cahaya keemas-emasan tampak membuatnya lebih gagah lagi.

Dan karena wajahnya juga tampan dan gagah berwibawa, betapapun sinar kebangsawanan itu tak dapat ditutupi lagi maka ketika istana geger dan seluruh kaputren melongok, kaget dan heran serta kagum memandang pemuda itu maka sri baginda juga tercengang dan kagum ketika diberi tahu.

Tak ayal lagi ruang balairungpun penuh orang.

Para menteri dan pangeran berjajar di sini, duduk dan mendampingi baginda ketika menyambut pemuda itu.

Wi Kiem, sang ibu terhenyak dan tergetar.

Wajah para bangsawan rata-rata tajam dan marah kepadanya.

Geger itu menimbulkan rasa tak senang juga.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maklum, baru kali ini kaisar disuruh hadir untuk menghadapi seseorang.

Dan ketika selir itu berlutut dan menggigil di ujung permadani, Wi Tok juga berlutut namun tidak menggigil seperti ibunya maka di ujung sana, tempat duduk singgasana kaisar terdengar seruan keras dan lantang, penuh wibawa.

"Heii, Wi Kiem. Benarkah anak muda yang kaubawa ini adalah puteraku. Dari mana ia datang dan bagaimana tahu-tahu muncul di sini!" .

"Ampunkan hamba....!"

Wi Kiem berlutut dan bersujud, suaranya penuh isak.

"Apa yang paduka dengar adalah benar adanya, sri baginda. Mohon ampun bahwa inilah putera hamba yang dulu hilang. Ini adalah Wi Tok, putera paduka. Enam belas tahun yang lalu dibawa orang sakti ke Mongol dan baru sekarang datang dan menghadap paduka!"

"Apa buktinya!"

Sri baginda berseru, tak mau begitu saja.570

"Selama ini tak pernah dikabarkan orang akan putera atau keturunanmu, Wi Kiem. Akupun tak ingat dan bagaimana sekarang tiba-tiba ada seorang pemuda mengaku keturunan istana!"

"Hamba menerima gelang ini,"

Selir itu mengeluarkan gelang kembar.

"Ini sebagai tanda dan saksinya, sri baginda. Enam belas tahun yang lalu orang aneh itu meninggalkan ini. Dan lagi ada tanda kulit tebal di bagian tengkuk putera hamba ini...."

"Tak dapat diterima begitu saja!"

Sri baginda memotong.

"Bukti yang kaukatakan bersifat pribadi, Wi Kiem, tidak umum. Bisa saja kau mengada-ada dan bohong agar pemuda ini menjadi puteraku. Alasanmu tak dapat kuterima!"

"Ada bukti lain,"

Selir itu berseru, tak mau kalah.

"Pencatat silsilah atas setiap kelahiran paduka dapat ditanya, sri baginda. Di ruang perpustakaan tentu tercatat nama dan tanda-tanda putera hamba ini. Silakan periksa!"

Sri baginda tertegun.

Semua mata terbelalak namun para menteri dan pangeran mengerutkan alisnya.

Betapa beraninya selir itu dengan menyuruh baginda memeriksa.

Memang benar bahwa di setiap kelahiran putera-puteri istana terdapat ahli catat dan silsilah.

Nama dan tanda- tanda anak tertentu dicatat di situ, di masukkan ruang perpustakaan untuk kelak digunakan bilamana perlu.

Dan ketika kini selir itu menuntut itu namun sikapnya dapat dianggap lancang karena mendahului baginda, hal ini merupakan larangan maka semua yang ada di situ tiba-tiba membelalakkan mata namun seorang laki-laki berpakaian indah tiba-tiba berdiri dan membungkuk melipat punggung dalam-dalam di hadapan sri baginda.571

"Ampunkan hamba,"

Laki-laki itu berkata, tangan dirangkap dengan amat hormat.

"Barangkali selir paduka benar, sri baginda. Namun betapapun ada syarat-syarat tertentu bagi putera yang hilang untuk kembali dan diterima lagi di istana. Barangkali paduka tahu bahwa seorang anak yang hendak kembali kepada ayahnya harus melakukan jasa terlebih dahulu, baru kemudian dinilai dan dipertimbangkan hal-hal berikutnya. Apakah paduka setuju bila anak ini diuji dan ditentukan dulu kesetiaannya kepada istana? Kalau boleh hamba akan bicara lebih lanjut!"

"Hm, teruskanlah,"

Kaisar bersinar dan berseri-seri memandang laki-laki ini, adiknya lain ibu, Liong-ongya! "Kau barangkali benar, adik pangeran. Coba teruskan dan bagaimana menurut pendapat-mu!"

"Begini,"

Pangeran itu tersenyum.

"Ada banyak tugas yang bisa diselesaikan oleh orang yang setia kepada negara, sri baginda. Dan karena satu di antara tugas hamba adalah mengamankan negeri, dua pemberontak lolos dari tempat ini biarlah pemuda bernama Wi Tok ini diserahi tugas untuk menangkap itu dan tugas-tugas lain yang dapat hamba persiapkan!"

"Ah, siapa yang kaumaksud!"

"Putera mendiang Hok-goanswe. Tentu semua orang di sini tahu bahwa gara-gara pemuda bernama Tan Hong itu maka dua putera Hok-goanswe dibebaskan menyelamatkan diri. Mereka harus dicari, ditangkap. Lalu juga pemuda baju putih itu, putera Dewa Mata Keranjang!"

Sri baginda terhenyak, muka berubah. Namun belum dia menjawab pangeran ini bicara lagi.

"Maaf, kewibawaan istana harus ditegakkan, sri baginda.572 Biarpun Dewa Mata Keranjang sendiri harus ditentang kalau kelakuannya buruk. Puteranya bersalah, harus kita tangkap. Kalau dia membela dan menentang kita maka kitapun harus menentangnya. Kebetulan ada anak muda ini dan biarkan ia menunjukkan jasa kepada negeri dan ayahnya. Bagaimana menurut pendapat paduka!"

"Hm-hm, kau benar. Kau yang bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan negara, adik pangeran. Apa yang kaukatakan tidak salah sedikitpun juga. Baiklah, anak muda ini harus menunjukkan kesetiaannya kepada kita. Kuserahkan dia kepadamu sampai benar-benar pantas disebut anakku!"

Selesailah sidang.

Wi Kiem agak kecewa karena puteranya tak segera mendapat pengakuan.

Namun karena itu juga betul dan kata-kata Liong-ongya beralasan, biarlah puteranya menunjukkan jasa dahulu maka ketika dia keluar dan kembali ke kaputren maka puteranya justeru ke gedung Liong-ongya untuk mulai bertugas.

Kaisar telah menyerahkan anak muda ini kepada adiknya.

Liong-ongya sekarang mengambil alih pemuda itu.

Dan karena pemuda itu menganggap keponakan kepada Liong-ongya, diam-diam pangeran ini berseri dan mengepal tinju maka di ruangan dalam, sekeluarnya dari istana Wi Tok mulai mendapat gosokan dan hasutan.

Keji benar pangeran ini.

"Kau barangkali belum tahu akan adanya beberapa kejadian di sini, karena kau baru datang. Tapi baiklah kuceritakan sedikit kepadamu, Wi Tok. Bahwa belum lama berselang ada pemberontakan yang berhasil kupadamkan. Hok-goanswe, pimpinan pemberontak telah terbunuh. Namun dua puteranya yang melarikan diri harus ditangkap dan dibawa ke sini karena ia dapat573 membawa cita-cita ayahnya yang gagal. Kau belum mendengar ini?"

"Belum."

"Tentu, kau tentu belum mendengar. Dalam perjalanan tentu sudah aman dan kau tak diganggu siapapun. Hm, tapi tahukah kau orang-orang di belakang Hok-goanswe itu? Tahukah kau bahwa bekas pemberontak itu dibantu orang-orang lihai yang jahat dan bermaksud buruk?"

"Coba sebutkan siapa mereka itu, paman. Dan kau tadi bicara tentang Dewa Mata Keranjang, juga pemuda bernama Tan Hong. Aku sedikit banyak sudah mendengar tentang Dewa Mata Keranjang ini tapi belum yang lain!"

"Bagus, kau harus tahu, Wi Tok. Karena masih ada satu lagi yang harus kau hadapi, seorang gadis lihai yang telah berkhianat kepada istana, lari meninggalkan tugas. Nah gadis inipun harus kautangkap dan seret ke mari dan kau akan segera dapat kubantu untuk dapat diakui ayahmu sebagai putera kandungnya!"

"Siapa gadis ini,"

Wi Tok bersinar-sinar.

"Dan selihai apakah dia, paman. Kenapa kau agaknya membencinya!"

"Dia gadis penipu, pembohong! Dia mengakali aku habis- habisan dan pergi begitu saja setelah mendapat uang dan banyak kesenangan!"

"Siapakah dia ini..."

"Eng Kiok, namanya Eng Kiok. Tapi suhengnya menyebutnya Kiok Eng dan dia gadis yang benar-benar amat lihai, tak ada tandingannya di istana ini!"

"Eng Kiok? Kiok Eng? Hm, aneh sekali, paman. Siapa yang kaumaksud dengan suhengnya itu dan sebegitu574 hebatkah dia hingga tak ada tandingan di istana!"

"Benar, dia memang lihai, amat lihai. Dan suhengnya itu bukan lain adalah si Tan Hong bocah keparat itu!"

"Eh, berarti murid Dewa Mata Keranjang pula?"

"Aku tak mengerti. Antara Tan Hong dan gadis ini selalu bermusuhan, Wi Tok, aku tak tahu apa sebabnya. Tapi pemuda itu menyebut sumoi kepada pemuda itu tapi Eng Kiok tak menyebut suheng kepadanya!"

"Hm, menarik sekali. Aneh. Dan bagaimana ciri-ciri gadis ini."

"Cantik jelita, gagah perkasa. Selalu berpakaian hitam- hitam dan memakai kacamata hitam pula!"

Wi Tok melengak.

"Berkacamata? Hitam-hitam?"

"Benar, dan itulah ciri-ciri khasnya, Wi Tok, tapi berhati- hatilah karena gadis ini sungguh-sungguh lihai!"

Wi Tok tertawa mengejek.

Saat itu datang dua orang, laki-laki di mana mereka ini membungkuk dan memberi hormat di depan Liong-ongya.

Satu di antaranya adalah pemuda tigapuluhan tahun yang gagah dan tegap, pakaiannya ringkas dan gerak-geriknya yang cekatan jelas menunjukkan bahwa dia bukanlah pemuda sem- barangan.

Sementara temannya, seorang perwira berpakaian putih tampak mengiring di samping kanan membawa penampan.

Mereka ini membawa sebotol arak dengan dua cawan kecil, jadi rupanya akan melayani pemuda putera selir Wi Kiem itu.

Dan ketika mereka membungkuk dan memberi hormat, pemuda di sebelah berkata bahwa dia akan menyuguhkan arak maka perwira itu, yang mengangguk dan membuka botol arak sudah mengisi dua cawan sementara pemuda itu menyodorkannya ke depan, ke arah Liong-ongya dan Wi575 Tok.

"Harap diterima sebagai penyegar tenggorokan. Kami tak memiliki apa-apa kecuali arak ini."

"Ha-ha, ini dua pembantuku Liong Kun dan Pek-busu. Bagus, mari minum, Wi Tok. Kami tak punya apa-apa selain ini. Berikan!"

Dan Liong-ongya yang memberi tanda kepada pemuda itu sudah disambut Wi Tok yang menerima arak.

Cawan masih terletak di penampan karena pemuda tegap itulah yang kini mengambil alih, perwira baju putih mundur setindak.

Dan ketika Liong- ongya gampang mengangkat cawannya, sementara cawan Wi Tok melekat dan tak dapat diangkat maka pemuda itu tertegun dan tiba-tiba dia melihat sinar mengejek pada wajah pemuda tegap itu.

Liong-ongya sudah menenggak dan menghabiskan araknya.

"Mari, silakan ambil, saudara Wi Tok. Itu bagianmu!"

Pemuda ini sadar.

Tiba-tiba ia tertawa setelah hilang rasa terkejutnya.

Cawan itu melekat dan tak dapat ditarik.

Pemuda tegap itu mengerahkan sinkang dan ingin menguji, tak mungkin cawan dapat diangkat kalau dia tidak mengerahkan sinkang dan membalas.

Maka ketika dia berseru dan menepuk sisi nampan, cawan meloncat dan disambar pemuda ini maka Liong Kun, pemuda tegap itu terkejut dan berseru tertahan karena tiba-tiba menerima beban berat di mana dia tertekan dan hampir roboh ke bawah.

Nampan yang ditepuk itu seakan ditindih benda ribuan kati yang membuat dia berjongkok, menahan! "Ha-ha, terima kasih, saudara Liong Kun, terima kasih.

Tapi arakmu nakal benar tak mau diangkat.

Biar kusuruh dia terbang dan maaf aku minum dengan cara begini saja!"576 Semua orang terbelalak.

Cawan itu, yang meloncat dan menyambar pemuda ini tiba-tiba berhenti di udara, miring dan tumpah isinya namun Wi Tok sudah menyambut itu dengan mulutnya.

Isinya ditenggak habis.

Lalu ketika pemuda itu mengebut dan tertawa lagi maka cawan bergerak dan pulang lagi ke pangkalannya, nampan di tangan pemuda tegap itu.

"Plek!"

Liong Kun terhuyung dan tergetar hebat.

Untuk kedua kalinya lagi ia menahan beban seberat ribuan kati.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Cawan melayang dan jatuh di atas penampannya tapi berbareng dengan itu ia seakan kejatuhan batu besar.

Cawan kecil itu berubah seakan benda berat sebesar gajah, hampir saja ia tak kuat menahan! Tapi ketika tenaga dahsyat itu hilang dan ia dapat berdiri tegak, nampan dan cawan menjadi benda biasa lagi maka pemuda itu pucat namun Liong-ongya justeru tertawa bergelak.

"Ha-ha, bagus.... hebat sekali. Ah, kau dapat menghadapi keponakanku Liong Kun ini, Wi Tok. Kau membuat kami semua terkejut. Ah, mungkin kau selihai gadis baju hitam itu, tapi cobalah main-main dengan mereka ini dan berapa jurus kau dapat merobohkan!"

Musuh Dalam Selimut Karya Liang Ie Shen Bocah Sakti Karya Wang Yu Kucing Suruhan Karya S B Chandra
^