Pencarian

Dendam Orang Orang Sinting 2

Raja Gendeng 20 Dendam Orang Orang Sinting Bagian 2


Kata Raja diringi tawa.

"Hah! Paduka jangan berkata begitu. Saya tidak mau berbagi dengan perempuan ini!"

Kata jiwa bersikeras dengan pendiriannya. Mendengar ucapan jiwa, Raja sempat dibuat bingung. Namun setelah berpikir sejenak dengan sikap berwibawa dia berucap.

"jiwa sahabatku aku ingin bertanya kepadamu, kepada siapakah engkau patuh?"

Pertanyaan itu karuan saja membuat jiwa penghuni pedang tersentak kaget.

Buru-buru dia menjawab.

"Tentu saja pada paduka Raja."

"Kalau kau memang sahabatku dan patuh pada perintahku. Aku memutuskan kau harus memberi kesempatan kepada jiwa perempuan tinggal dalam hulu pedang bersamamu!"

Tegas Raja.

"Perempuan seperti dia apakah pantas? "

"Panta? tidaknya kita harus menguji. Kau dan dia keluarlah dari hulu pedang."

Perintah Raja.

Walau tidak mengerti, jiwa pedang dan jiwa perempuan keluar dari hulu pedang patuhi perintah sang pendekar. Raja hanya merasakan desis angin dua kali berturut-turut lewat ditelinga yang kiri juga yang disebelah kanan.

"Kami sudah keluar, saat ini saya ada di sebelah kanan paduka sedangkan perempuan itu ada di depan sebelah kiri paduka!"

Menerangkan jiwa penghuni pedang

"Kalian berada di depan mataku pun aku tak mungkin bisa melihat terkecuali atau kehendak para dewa. Sekarang aku ingin agar kalian bisa menjelma, memperlihatkan diri dalam bentuk apapun!"

"Apakah permintaanku ini dapat dilakukan?"

Dua sosok gaib yang berdiri didepan Raja saling pandang. Jiwa penghuni pedang yang asli menganggukkan kepala.

"Aku bisa paduka. Saya akan memperlihatkan diri dalam bentuk cahaya biru. Warna itu adalah warna keadaan diri saya."

Menerangkan Jiwa sahabat Raja.

"Bagaimana dengan dirimu jiwa perempuan?"

Tanya Raja sambil menatap ke arah mana jiwa perempuan berada.

"Hik hik hik. Tentu saja saya bisa paduka. Karena saya suka yang serba hijau seperti ulat. Sekarang saya akan menampakan wujud saya dalam rupa cahaya hijau!"

"Lakukanlah!"

Perintah sang pendekar tak sabaran.

Dengan sikap seolah-olah ingin unjuk kehebatan masing-masing, jiwa penghuni pedang dan jiwa perempuan kerahkan tenaga sakti yang mereka miliki.

Begitu tenaga dalam dialirkan keseluruh tubuh tanpa jasad mereka.

Tiba-tiba saja...

Byar!

Byarr!

Dua cahaya tiba-tiba muncul di depan Raja.

Satu cahaya berwarna biru dan satunya lagi berupa cahaya hijau.

Munculnya dua cahaya berpijar disusul dengan adanya sebuah proses pembentukan diri berupa masing-masing satu sosok tubuh samar terlindung cahaya.

Sosok samar dalam naungan cahaya biru berwujud seorang laki-laki muda berbadan kurus sedangkan satunya lagi berupa sosok perempuan berpakaian serba hijau.

Baik perempuan maupun laki-laki di depan Raja samasama berwujud sosok samar yang baik tubuh maupun wajahnya tidak dapat dilihat dengan jelas

"Hei, kalian berdua seperti bayang-bayang saja."

Gumam sang pendekar sambil tersenyum. Raja kemudian menatap ke arah sosok jiwa sahabatnya. Kepada mahluk dari alam roh itu dia berucap.

"kau muncul di hadapanku, sayang aku tidak bisa melihatmu. Rupa dan raut wajahmu pun tidak lebih dari sekedar bayang-bayang."

"Paduka, saya sama seperti dia. Karena tidak mempunyai tubuh kasar atau jasad. Keadaannya ya seperti ini. Saya harap paduka tidak kecewa!"

Jawab jiwa penghuni pedang. Raja menggumam sambil mengusap dagunya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Diapun kemudian alihkan perhatian pada jiwa perempuan yang berdiri di sebelah kirinya.

"Kau juga. Wajahmu juga tidak dapat kukenali. Dengan keadaan seperti ini bagaimana mungkin jiwa pedang bisa mengatakan kau mempunyai wajah cantik, berkulit putih lembut. Pada hal yang kulihat saat ini dari tubuh sebelah atas sampai kekaki warnanya hijau semua. Penampilanmu mengingatkan aku pada kotoran kerbau. Bagaimana jiwa sobatku bisa mengatakan dirimu cantik? He he he."

Kata Raja disertai tawa mengejek.

"Paduka. Karena saya dan dia sama-sama tidak mempunyai tubuh kasar. Tentu saja keadaan kami tidak terlihat secara nyata. Kami tidak sempurna. Saya memang cantik. Malah saya memiliki wajah paling cantik di antara jiwa-jiwa perempuan yang lain"

"Dia benar gusti. Jiwa perempuan tidak berdusta. Dia memang sangat cantik. Kuntilanak dari liang kubur sekalipun tidak dapat menandingi kecantikannya. Ha ha ha!"

Kata jiwa pedang sambil bergurau.

"Jiwa penghuni pedang sialan. Aku yang sudah cantik begini malah dibandingkan dengan hantu. Harap kau tidak menghinaku seperti itu lagi.Kalau tidak....!" kata jiwa perempuan namun tidak meneruskan ucapannya.

Sebaliknya mahluk dalam naungan cahaya hijau melirik ke arah Raja yang termangu tertegun sambil kedip-kedipkan matanya. Karena wujudnya hanya berupa sosok samar terlindung cahaya, tentu sang pendekar melihat kedipan itu secara samar pula.

Bersikap selayaknya orang yang terkejut.Raja berseru.

"hei, kenapa dengan matamu. Mengapa berkedip seperti itu? Kelilipan ya, ha ha ha!"

"Gusti. Jangan diambil peduli. Dia bukan kelilipan, perempuan genit memang selalu begitu sering kedipkan mata."

Potong jiwa pedang sambil unjukan jiwa cemberut

"Jangan dengar ucapannya gusti."

"Jiwa sobat gusti itu sebenarnya merasa iri dengan kecantikan saya."

Tukas jiwa perempuan tidak mau kalah. Karena kedua jiwa tidak ada yang mau mengalah, sang maha sakti Raja Gendeng yang tidak mau dibuat pusing oleh ocehan mereka tibatiba bangkit berdiri

"Kalian berdua sebaiknya menjauh.
Mengambil jarak. Jangan saling pandang karena tatapan mata memiliki sejuta makna."

Walau tidak mengerti mengapa gusti rajanya meminta mereka menjaga jarak namun kedua mahluk itu dengan patuh mengikuti apa yang diperintahkan Raja.

Setelah melihat kedua mahluk itu saling menjauh Raja pun berujar.

"jiwa sobatku dan jiwa perempuan yang kelak menjadi sahabatku juga. Kalian dengar baik-baik. Aku tidak mau melihat kalian terus bertengkar."

Tegas Raja sambil menatap kedua mahluk itu silih berganti.

"Maafkan saya dan jiwa perempuan yang tidurnya selalu mendengkur itu paduka. Mungkin saya membuat paduka kesal."

"Aku kesal? Aku tidak kesal pada kalian. Aku hanya ingin kalian menjadi akur."

Sahut Raja sambil menahan tawa.

"Saya juga minta maaf gusti."

Timpal Jiwa perempuan sambil bungkukan badan menjura dalam-dalam.

"Hem, baiklah. Aku tak ingin mendengar kau dan jiwa sahabatku berselisih tempat tinggal. Kepada jiwa pedang harap suka berbagi dengan sesama. Tapi untuk menentukan layak tidaknya jiwa perempuan untuk bersama-sama dengan kita. Aku mau ada sebuah penjajakan yang cukup adil" terang Raja hingga membuat jiwa perempuan dan Jiwa pedang saling pandang.

"Penjajakan bagaimana yang paduka maksudkan?"

Karena tidak mengerti jiwa pedang ajukan pertanyaan.

"Aku ingin kau dan jiwa perempuan memperlihatkan kepadaku kehebatan yang kalian miliki."

"Apakah saya juga perlu memperlihatkan kehebatan yang lain. Seperti memperdengarkan suara saya yang merdu misalnya. Hik hik!"

Kata jiwa perempuan disertai tawa namun cepat katupkan mulutnya ketika melihat jiwa pedang delikan mata kepadanya.

"Jangan beriebihan, Jiwa perempuan."

Tukas jiwa pedang. Kemudian diapun berkata.

"paduka mengapa saya harus berkelahi dengannya? Menurut manusia laki-laki dan perempuan tidak boleh berkelahi. Tapi kalau bergumul itu memang tidak dilarang dan itupun tidak memakai senjata."

"Jangan bicara ngaco. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kau bicarakan kecuali sedikit."

Ucap Raja sambil menahan senyum.

"Ketahuilah, mulai sekarang aku mau kalian berdua tinggal dalam satu hulu pedang. Karena kalian hanya terdiri dari tubuh halus selembut angin maka aku yang menjadi pengendali kalian, Kalian berdua harus patuh pada aturanku, aturan seorang raja walau cuma Raja Gendeng. Aku berharap kita bertiga dapat bersatu menjadi satu kekuatan."

"Bila kita saling memberi dukungan satu sama lainnya, maka setiap persoalan yang kita hadapi dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya."

Jelas Raja.

Dua mahluk dari alam roh itu sama anggukkan kepala tanda setuju.

"Saya setuju. Saya sangat mendukung keputusan paduka itu."

Kata jiwa perempuan. Tidak mau kalah jiwa pedang melangkah maju dan buru-buru berucap.

"saya juga ikut mendukung. Tiga kekuatan bergabung menjadi satu, mengemban tugas dalam satu tujuan yaitu demi tegaknya sebuah keadilan. Kedengarannya bagus sekali."

"Ya. Tiga kekuatan tergabung dalam satu pedang. Dan aku lebih suka menyebutnya 313. Apakah kalian setuju?"

Tanya Raja sambil menatap dua mahluk yang berdiri mengambang di depannya.

"Tiga satu tiga. Menurut paduka apakah bukan angka yang aneh?"

Tanya jiwa perempuan.

"Tiga jiwa melebur dalam satu kesepakatan. Kita setiap saat bisa saling menjaga, saling mengingatkan. Pedang gila dapat kita jadikan pedoman sekaligus alat untuk mengatasi persoalan, bila lidah tidak bisa lagi diharapkan untuk mencapai kata sepakat. Aku rasa tidak ada yang aneh." gumam sang pendekar.

Baru saja Raja selesai berucap, tiba-tiba jiwa perempuan, mahluk cantik ini mendehem. Mendengar ini Raja pun berkata.

"Apa yang hendak kau sampaikan?"

"Anu paduka. Saya ingin mengatakan jika paduka berkenan menerima diri saya dan jiwa pedang sudi berbagi tempat dengan saya. Saya pasti akan ikut berjuang bersama paduka dalam keadaan senang dan susah."

Raja Gendeng 20 Dendam Orang Orang Sinting di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Oh bagus itu. Aku senang mendengarnya."

Sambut Raja disertai tawa.

"Tiga Satu Tiga. Kelak dikemudian hari orang akan mengenal sang maha sakti Raja Gendeng pendekar tiga satu tiga. Saya setuju paduka. Tapi kemudian apa yang harus aku lakukan paduka?"

Berkata jiwa pedang. Dalam hati dia berharap junjungannya tidak meminta melakukan sesuatu yang membahayakan.

Raja manggut-manggut Mata menerawang. Sementara matahari pagi terlihat semakin tinggi.

"Bagaimana kalau aku meminta kalian menunjukkan kehebatan masing-masing?"

Kedua jiwa yang berada di depannya melengak kaget

"Gusti. Apakah keputusan itu tidak keliru?"

Sentak jiwa perempuan.

"Apakah saya tidak salah mendengar gusti!"

Kata jiwa pedang pula.

"Tidak ada yang keliru dan aku yakin telingamu tidak salah mendengar jiwa sobatku."

Tegas Raja. Dua mahluk alam roh didepannya saling tatap, sekujur tubuh samar dalam ujud cahaya tampak bergetar.

Tiba-tiba saja jiwa perempuan berjumpalitan mundur sambil keluarkan seruan.

"Cihui ahah...siapa yang takut. Orang ingin mengetahui kehebatan saya. Biar hanya perempuan tapi saya ini bukan perempuan sembarangan."

Kata mahluk itu sambil melenggang lenggokkan tubuhnya menari-nari. Melihat jiwa perempuan yang sepert mengejeknya, jiwa pedang pun merasa di tantang.

"Aku juga tidak takut pada perempuan bau sepertimu. Lihat serangan!"

Teriak jiwa pedang.

Baru saja jiwa pedang hendak menyerang jiwa perempuan. Tiba-tiba gadis itu berseru.

"Hei, jangan buru-buru. Kau hendak menyerangku dibagian tubuh yang mana? Yang disebelah atas atau yang disebelah bawah? Kalau yang disebelah atas pasti indah dan jika yang disebelah bawah kujamin sangat menyeramkan. Hik hik hik."

Goda jiwa perempuan disertai tawa mengakak

"Gadis mesum sialan!"

"Jika kuserang semuanya memang mengapa?"

Geram Jiwa pedang dengan suara berdengus

"Jika begitu serakah namanya. Hi hi hil"

Sahut jiwa perempuan.

Sambil mengumbar tawa dia kembangkan kedua tangan bersikap selayaknya orang yang siap memeluk.

Raja yang mendengar ucapan jiwa perempuan menjadi geli.

Sambil sembunyikan senyum dia palingkan kepala ke jurusan lain.

Selagi sang pendekar menoleh, kesempatan itu dipergunakan jiwa pedang untuk menyerang jiwa perempuan.

Serangan yang dilancarkan jiwa pedang yang datangnya secepat kilat menyambar menderu ke bagian kaki.

Disebelah atas serangan dua tangan jiwa pedang melanda bagian kepala dan bahu kiri lawannya.

Melihat empat serangan ganas datang bersamaan dan berlangsung cepat luar biasa.

Tidak ada pilihan lain lagi bagi jiwa perempuan.

Sambil melompat mundur hindari tendangan kaki dan hantaman dua tangan, jiwa perempuan lambungkan tubuh ke atas.

Empat serangan ganas lolos dari sasaran.

Namun dengan memutar tubuh dan hentakan kaki tahu-tahu jiwa pedang telah berada di depan lawan berdiri sejajar berhadap-hadapan.

Tidak ingin celaka keduluan orang, jiwa perempuan tarik dua tangan ke belakang.

Begitu dua tangan bergerak ke depan tahu-tahu...

Desss!

Dessss!

Dua pukulan telak mendarat tepat di dada jiwa pedang.

Membuat mahluk itu terjungkal ke belakang tapi hebatnya sambil menahan sakit, kakinya masih sempat berkelebat menyambar pinggul jiwa perempuan.

Dheg...!

"Ughk..!"

Jiwa perempuan menjerit tertahan, dia jatuh terbanting.
Tapi belum sempat tubuhnya yang seringan kapas itu menyentuh tanah, tiba-tiba dia sentakan kedua kaki. Gerakan kaki ini diringi dengan gerakan kepala.

Wuut!

Dilain kejap jiwa perempuan telah bangkit berdiri.

Memandang ke depan dan dilihatnya jiwa pedang telah tegak pula dengan tubuh setengah membungkuk menahan sakit di bagian perutnya.

Tapi di luar dugaan jiwa pedang tiba-tiba dorong kedua tangan ke arah jiwa perempuan.

Dua gulung cahaya berbentuk bundar pipih seperti meteor berwarna biru redup berkiblat.

Jiwa perempuan yang tadinya sempat tersenyum mengira lawan tidak berdaya tercekat.

"Bola Akherat Melanda Bumi!"

Desis jiwa perempuan yang rupanya mengenali dua pukulan sakti yang dilakukan lawannya itu.

Konon dedengkotnya iblis sekalipun pasti binasa kalau sampai terkena serangan sehebat itu.

Tak ingin mati konyol. Jiwa perempuan segera geser kaki kirinya ke belakang.

Kaki kanan di tekuk membentuk kuda-kuda.

Sedangkan dua tangan dijulurkan lurus ke depan, Dua ibu jari lalu diacungkan dan selanjutnya dua ibu jari diputar sebat.

Cahaya hijau terang menderu bergulung- gulung membentuk sebuah lingkaran bundar selayaknya sarang laba-laba.

Raja yang melihat betapa panas cahaya hijau berbentuk jaring raksasa itu segera merasakan sekujur tubuhnya dilumat api.

Sambil berdecak penuh kagum pemuda ini segera melompat mundur untuk menghindari sengatan hawa panas luar biasa itu.

Baru saja sang pendekar berdiri di tempat yang aman.

Dua cahaya biru yang melesat dari tangan jiwa pedang menghantam jaring raksasa yang berasal dari putaran dua telunjuk jiwa perempuan.

Buuum!

Buuuum!

Wuarkh...!

Ledakan keras berdentum menggelegar dua kali berturut-turut disusul dengan suara jerit mengerikan.

Dua sosok tubuh berupa cahaya biru dan hijau sama-sama terpelanting jauh ke belakang. Guncangan hebat disertai getaran keras luar biasa membuat tempat itu porak poranda seperti dilanda gempa.

Raja sendiri bila tidak berlaku waspada dengan menyalurkan tenaga dalam ke bagian tangan dan sekujur tubuhnya lalu menahan ledakan dengan gerakan mendorong kedua tangan ke depan, kemungkinan besar bisa ikut dibuat celaka.

Berkat perlindungan dan sikap pertahanan diri yang dilakukannya, sang pendekar hanya terpental sejauh tiga tombak lalu jatuh terduduk dengan sekujur tubuh serasa luluh lantak

"Edan. Mengapa mereka sepertinya hendak saling bunuh? Aku hanya minta mereka untuk saling menjajal kemampuan masing-masing. Tapi mengapa yang terjadi seperti ini?"

Desis Raja dengan nafas megap-megap, wajah pucat dan dada serasa mau meledak.

Khawatir terjadi sesuatu yang tidak diingini, terdorong oleh keinginan untuk memulihkan diri secepatnya, pemuda itu segera duduk bersila pejamkan kedua mata.

Sambil mengatur aliran darah yang kacau sang pendekar mengatur nafasnya.

Setelah kekuatannya pulih dan segala kekacauan yang terjadi dalam alur nafas dan aliran darah menjadi normal kembali, murid nenek sakti Nini Balang Kudu dan Ki Panaraan Jagad Biru sang manusia setengah dewa itu layangkan pandang ke depan.

Dia melihat di tengah kepulan asap dan kobaran api kawasan seluas lebih dari dua ratus tombak dalam keadaan hancur porak poranda.

Sebagian pohon hancur menjadi kepingan dan sebagian lagi ludes dimakan api.

Lubang-lubang sebesar kubangan kerbau terdapat dimana-mana dalam keadaan menganga hitam dipenuhi asap.

Penasaran tidak melihat kedua jiwa itu, pemuda ini lalu bangkit.

Tapi baru saja dia hendak memutar tubuh sambil layangkan pandang ke segenap penjuru arah, tiba-tiba saja sang pendekar merasakan rasa sakit yang nyeri luar biasa pada bagian telapak tangannya.

Heran bercampur rasa ingin tahu membuat Raja mengangkat tangan kanannya lalu memperhatikan bagian telapak tangan yang sakit.

Keningnya berkerut dan dua matanya membelalak lebar dalam keheranan juga perasaan tidak percaya.

Dia melihat di telapak tangan terdapat dua luka aneh, seperti luka torehan benda panas yang menyala.

Pada bagian luka yang menghitam tertera angka 313.

Sadar dengan ucapannya sendiri.

Dan merasa apa yang terjadi dengannya semua telah direstui para dewa.

Rajapun tiba-tiba jatuhkan diri berlutut di atas tanah.

Dengan suara bergetar dan tangan dirangkap ke depan dada dari dalam mulutnya terdengar ucapan.

"Aku Sang Maha Sakti Raja Gendeng pewaris tahta istana pulau es di kawasan pantai selatan mengucapkan banyak terima kasih atas restu yang diberikan dewa. Aku dan dua jiwa sahabatku memang telah bersumpah untuk mengikat persaudaraan dalam sebuah kekuatan untuk memyelesaikan setiap masalah yang kami alami. Semoga tanda ini menjadi isyarat yang baik untuk melanjutkan perjuangan di masa yang akan datang."

"Waduh, mati aku."

Raja Gendeng 20 Dendam Orang Orang Sinting di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pekik jiwa pedang yang jatuh terpental akibat sambaran petir.

Jiwa perempuan walau tubuhnya menjadi miring hanya bisa mengomel begitu terkena sambaran petir.

Raja mengerang.

Tangan yang terajah secara aneh dengan tiga angka ganjil 313 terasa meleleh akibat hantaman petir itu.

Tapi dia kemudian merasa heran sendiri ketika telapak tangan yang tadinya terasa nyeri tiba-tiba berubah menjadi sejuk.

Ketika sang maha sakti memperhatikan telapak tangan untuk kesekian kalinya dia dibuat melongo tercengang.

"Wah, angka-angka di telapak tanganku tiba-tiba lenyap. Dan aku dapat merasakan dari telapak tanganku ada hawa aneh sejuk mengalir kesekujur tubuhku. Apa yang telah terjadi?"

Pikir Raja.

Pemuda itu sama sekali tidak tahu guratan luka yang terbentuk di telapak tangannya terjadi akibat dia berusaha menghalau dua pukulan sakti sekaligus.

Pukulan pertama yang berusaha dihalau sang pendekar adalah pukulan sakti Bola Akherat Melanda Bumi yang menderu dari tangan jiwa pedang.

Sedangkan yang kedua adalah serangan bertahan jiwa perempuan untuk melindungi diri.

Jiwa perempuan menggunakan dua jari telunjuknya yang pada akhirnya membentuk jaring raksasa yang memancarkan cahaya hijau terang.

Sebenarnya ilmu perisai diri yang digunakan gadis alam roh itu bukan ilmu sembarangan.

Di alam roh ilmu yang dipergunakan oleh jiwa perempuan dikenal dengan nama Para Jiwa Datang Jiwa Kembali.

Ilmu ini sifatnya menahan serangan yang datang sekaligus juga sanggup membalikkan serangan hingga dapat membahayakan penyerangnya.

Harusnya jiwa pedang menemui nasib celaka ketika serangannya berbalik menghantam diri sendiri.

Tapi mengingat keduanya hanya menguji kemampuan masing-masing dan tidak bermaksud ingin saling bunuh.

Dan akibat kesepakatan yang disetujui baik oleh Raja, jiwa pedang maupun jiwa perempuan, maka atas kuasa para dewa Raja mendapat tiga tanda luka membentuk tiga buah angka keramat 313 itu.

Agaknya sang pendekar telah menyadari kejadian aneh yang dialami oleh dirinya sehingga dalam sekejab kemudian aliran hawa dingin sejuk yang menjalar kesekujur tubuhnya lenyap.

Dia lalu menatap ke arah jiwa pedang dan jiwa perempuan.

"Kalian berdua apakah baik-baik saja?"

Tanya pemuda itu.

Sambil duduk menjelepok di atas tanah Jiwa pedang yang sosoknya dalam keadaan awut-awutan tidak karuan rupa itu manggut-manggut.

Dengan nafas masih memburu dia menjawab.

"gusti, saya hanya semaput, hampir pingsan saja."

"Saya juga gusti. Saya merasa sekujur tubuh halus saya seperti mau copot bertanggalan. Dia menyerang dengan ilmu pukulan yang sangat berbahaya."

Dengus jiwa perempuan sambil mengusapi beberapa bagian tubuhnya yang dipenuhi lubang di sana-sini.

"Kalian kuminta menunjukkan kemampuan yang kalian miliki, bukan selayaknya orang yang mau saling bunuh seperti ini." kata Raja.

"Aku saja hampir menjadi korban."

"Tidak mengapa gusti. Kenyataannya gusti Raja tidak kekurangan sesuatu apa. Tapi gusti...." kata jiwa Pedang

"Tapi apa jiwa sobatku?"

Tanya Raja sambil tatap jiwa pedang juga jiwa perempuan di depannya

"Begini gusti. Saya dan dia telah cukup lama unjuk diri di depan gusti. Penampakan diri walau dalam ujud cahaya bagi kami adalah sesuatu yang tidak biasa. Selain itu penampakan diri kami terlalu banyak menguras tenaga.Dalam keadaan seperti ini kami mengalami serangan hawa dingin yang sangat hebat."

Terang jiwa pedang.

"Lalu"

"Lalu-lalu. Gusti ini bagaimana."

Sela jiwa perempuan.

"Sekarang tentu saja kami ingin kembali ke wujud sebenarnya, wujud gaib mahluk alam roh."

"Oh tentu saja. Aku tidak pernah melarang kalian kembali ke dunia halus, dunia lelembut. Yang terpenting di antara kita telah terjadi sebuah kesepakatan. Kita akan selalu mendukung dalam susah dan duka."

"Jadi senangnya...
kapan gusti!"

"Jangan ngawur jiwa perempuan. Kita masih harus menyelesaikan tugas.
Mutiara Tujuh Setan harus dikembalikan ke tangan orang yang paling berhak. Aku telah berjanji pada Tiga Setan Putih atau tiga perwira setan untuk membantu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Sekarang kembalilah kalian berdua ke hulu pedang!"

"Terima kasih gusti." kata jiwa pedang dan jiwa perempuan berbarengan.

Dua mahluk rangkapkan kedua tangan. Setelah tundukan kepala sebagai tanda penghormatan, mereka melangkah mundur.

Raja melihat masing-masing dari kedua jiwa itu melangkah mundur saling menjauh. Kemudian masih sambil rangkapkan kedua tangan keduanya pejamkan mata

Dan..

Wuuus!

Wuuus!

Dua sosok jiwa lenyap. Dan Raja mendengar suara mengiang di telinganya.

"Kami sudah kembali. Dan kami sekarang akan memulai hidup berdampingan dengan damai."

Kata jiwa pedang.

"Benar paduka. Dia sekarang bersikap lebih bersahabat dengan saya."

Kata jiwa perempuan pula.

"Aku senang mendengarnya. Mudah-mudahan kelak kalian berjodoh. Ha ha ha!"

Gurau sang pendekar di sertai gelak tawa.

*****

Untuk sementara kita tinggalkan Raja yang menunggu di tepi dangau, serta gadis berpakaian ungu Durganini yang sedang mandi di sungai.

Kembali pada Ki Ageng Sadayana dan Bethala Karma sang mahluk terkutuk dari luar jagad.

Setelah sadar Bethala Karma adalah makluk yang selama ini telah menimbulkan banyak masalah.

Akhirnya tanpa merasa gentar Ki Ageng Sadayana memberanikan diri untuk berterus terang.

Setelah mengetahui bahwa kakek berpakaian hitam berambut panjang menjela ini adalah salah satu orang yang ikut membantu Tiga Perwira Setan juga menyelamatkan Mutiara Tujuh Setan yang menjadi incarannya, maka murka Bethala Karma bukan kepalang.

Kemudian berkatalah mulut yang terdapat di sebelah kiri dengan suara menggembor.

"Tua bangka keparat! Disaat aku hampir menemukan jejak ditangan siapa Mutiara Tujuh Setan itu berada. Tiba-tiba kau memunculkan diri ditempat ini, bertingkah selayaknya seorang pahlawan ingin membela kematian Sora Magandala, sang penjaga penjara api tempat dimana aku di- kurung selama belasan tahun. Harusnya aku pergi ke tempat dimana pembawa mutiara itu berada saat ini. Tapi karena kehadiranmu segala keinginanku jadi tertunda. Kau telah melakukan kesalahan besar Ki Ageng Sadayana. Tindakanmu membantu Tiga Perwira pengkhianat itu sudah membuatmu harus dibunuh. Siapa yang akan membelamu?"

"Ya, siapa yang akan melindungimu dari kami?"

Kata mulut yang berada di kepala yang kanan pula tak kalah dingin.

Ki Ageng Sadayana tertawa dingin.

Dengan sikap tenang pula dia berkata.

"Aku tidak takut pada mahluk sepertimu. Atas restu dewa aku bisa melindungi keselamatan diriku sendiri."

"Begitu? Aku ingin tahu seberapa dekat hubunganmu dengan para dewa. Apakah sedekat kuku jariku Ini dengan urat nadi di lehermu? Shaaaa!"

Geram Bethala Karma.

Sambil katubkan kedua mulutnya, Bethala Karma hentakan empat kaki kembarnya sekaligus.

Dengan gerakan yang luar biasa cepat, tahu-tahu sepuluh jari tangan kiri depan belakang menyambar ke batang leher Ki Ageng Sadayana.

Sementara itu sepuluh jari tangan kanannya mencari sasaran dibagian dada dan perut.

Tindakan yang dilakukan oleh Bethala Karma ternyata tidak cukup sampai di situ saja.

Sambil menyerang dibagian tubuh sebelah atas, kedua kaki menyambar ganas kaki si kakek. Tendangan itu bukan tendangan biasa karena Bethala Karma menggunakan ilmu tendangan maut yang dikenal dengan nama Gunting Bahala Melanda Langit.

Bila tendangan itu mengenai sasaran. Ki Ageng Sadayana bukan hanya kehilangan kedua kakinya.

Tapi juga bisa membuatnya tewas seketika dengan kaki leleh membusuk keracunan.

Dari deru angin yang datang menghantam mendahului gerakan kaki lawan.

Agaknya Ki Ageng Sadayana maklum dengan ganasnya tendangan lawan.

Sebaliknya serangan jari tangan yang mengincar bagian leher dan dada serta perutnya tidak dapat dipandang enteng.

Sekali sepuluh jari membeset lehernya atau sepuluh jari lain mencabik dada juga perutnya, maka si kakek dapat tewas seketika.

Sadar lawan bermaksud menghabisinya dengan tiga serangan mautnya sekaligus, si kakek segera sentakan tubuhnya kebelakang, Dalam keadaan jungkir balik menghindari dari serangan lawan, Ki Ageng Sadayana masih sempat hantamkan kedua tangan sambuti serangan kaki dan tangan orang dengan pukulan sakti Menghalau Bala Mengubur Bencana.

Dari telapak tangan Ki Ageng Sadayana kemudian menderu dua gelombang angin dashyat menebar hawa dingin luar biasa.

Dua gelombang angin bergulung-gulung melabrak ke arah lawan.

Di belakangnya menyusul dua larik cahaya biru memapas ke arah kaki Bethala Karma.

Ditengah jalan cahaya biru bergerak menyilang laksana gunting raksasa menyambut dua kaki ganda lawan.

Bethala Karma menggeram.

Dua pasang tangan yang tadinya dipergunakan untuk menyerang kini dia gerakan sedemikian rupa memapaki dua gulung angin yang siap menghantam bagian tubuh sebelah atas.

Sementara dua kaki yang dipergunakan untuk menendang dipergunakannya untuk menyambuti sambaran cahaya biru.

Wuuus!

Glaar!
Raja Gendeng 20 Dendam Orang Orang Sinting di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Rerrt!

Braak!

Suara dentuman menggelegar disusul dengan suara berderaknya tendangan yang menghantam cahaya biru.

Bethala Karma meraung keras.

Tubuhnya terhuyung ke belakang.

Tangan bergetar, dua kaki mengepulkan asap berwarna kebiruan.

Namun dia tidak mengalami cidera yang berarti.

Tidak jauh didepannya sejarak empat tombak dimana lawan berdiri dengan tubuh terhuyung.

Ki Ageng Sadayana jatuh terjengkang dengan wajah pucat.

Pakaian hitamnya tampak hangus tercabik dan terlihat hangus di beberapa bagian.

Benturan dua tenaga sakti yang berlangsung dalam beberapa kejaban mata membuat si kakek merasakan seluruh tubuhnya disebelah luar seperti luluh lantak.

Belum sempat orang tua ini bangkit, selagi dia menghimpun tenaga sambil mengatur nafasnya, Bethala Karma telah berdiri didepannya sambil tertawa tergelak-gelak

"Kakek tua kaki tangan tiga perwira pengkhianat. Ajal telah berada di depan mata. Jika kau masih punya ilmu yang menjadi andalan.
Lebih baik segera tunjukan sebelum terlambat!"

Teriak mahluk itu dengan suara menggeledek.

Ki Ageng Sadayana tidak menjawab.

Ketika melihat lawan mengangkat dua kaki sebelah kanan tinggi-tinggi dan kaki itu siap menghantam remuk dadanya.

Ki Ageng Sadayana segera mengerahkan aji kesaktian Pelumpuh Raga Penghancur Jiwa.

Sambil meniup telapak tangan kiri kanan, si kakek yang terkapar di atas tanah segera gulingkan diri.

Sementara kakinya berkelebat menyambar dua kaki kiri Bethala Karma yang bertumpuh di atas tanah.

Tep!

Kreeept!

Dua tangan berkelebat menyambar.

Sekedipan mata dua kaki Bethala Karma yang dipergunakan untuk menopang berat badan telah kena di- cengkeram oleh Ki Ageng Sadayana.

Begitu kaki lawan berada dalam cengkeramannya.

Si Kakek meniup kaki itu dua kali berturut-turut.

Kejut dihati Bethala Karma bukan olah-olah ketika dia dapati dua kaki dalam cengkeraman lawan ternyata sulit untuk dilepaskan walau dia meronta sekuat tenaga.

Lebih celaka lagi ketika lawan meniup kaki dalam cengkeraman, tiba-tiba saja sang mahluk merasakan sekujur tubuhnya berubah kaku seperti patung dan tak dapat bergerak sama sekali.

"Tua bangka gila.
Ilmu apa yang kau pergunakan ini?"

Teriak sang mahluk dalam kemurkaan.

Dia menggeliat dan meronta sambil diam-diam kerahkan tenaga dalam dan mengalirkannya keseluruh tubuh.

Bukannya menjawab, sekali lagi si kakek meniup.

Tiupan kali ini disusul dengan sentakan tangan maksudnya untuk membuat roboh mahluk itu.

Si kakek berpikir begitu mahluk itu roboh dia akan segera hantamkan dua pukulan ke kedua kepala mahluk bertubuh serba kembar ini.

Jangankan ambruk, sesuai keinginannya, tubuh Bethala Karma sedikitpun tidak bergeming.

Di lain pihak.

Begitu menerima tiupan yang ketiga, Bethala Karma tiba-tiba merasakan sekujur tubuhnya seperti seekor ular raksasa yang tidak kelihatan.

Lilitan itu semakin lama semakin bertambah kuat, membuatnya semakin sulit bernafas, sementara seluruh tulang-tulangnya seakan hendak remuk siap bertanggalan. Selagi Bethala Karma berusaha keras meloloskan diri dari jeritan ilmu aneh yang diterapkan lawannya, Ki Ageng Sadayana yang merasa gagal merobohkan lawan, segera bangkit berdiri.

Sekali kakek ini menghentakan kaki, seketika itu juga sosok Ki Ageng mendarat di kedua bahu lawan.

Sambil alirkan tenaga dalam kebagian kedua tangan, Ki Ageng Sadayana pentang kedua tangan ke samping.

Dua tangan yang telah berubah merah laksana bara itu lalu digerakan berbarengan menghantam kepala yang disebelah kiri juga yang disebelah kanan Bethala Karma.

Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh menjadi kenyataan yang tidak pernah diperhitungkan oleh orangtua itu.

Dia mengira ilmu ajian Pelumpuh Raga Penghancur Jiwa benar-benar telah berhasil membuat lawan tidak berdaya, sehingga si kakek berlaku sedikit lengah.

Beberapa saat kemudian setelah kena ilmu aneh lawan.

Bethala Karma memang sempat tidak berdaya.

Tapi mahluk yang datang dari luar jagad itu, segera memutar otak mencari cara meloloskan diri dari pengaruh ilmu lawan.

Merasa terdesak dan terancam bahaya besar, mahluk itu segera mengerahkan ilmu sakti yang disebut Dalam Kegelapan Melepas Segala Bencana. Ketika Bethala Karma mengerahkan ilmu saktinya.

Dari bagian tangan dan kaki mahluk itu terlihat kepulan asap berwarna biru.

Kemudian terdengar desiran halus seperti mata pedang yang membabat putus benda-benda tak terlihat yang melilit tubuhnya.Tidaklah mengherankan, saat kaki Ki Ageng Sadayana menjejak bahu lawan dan dua tangannya yang merah membara siap membuat remuk kedua kepala mahluk itu.

Bethala Karma bertindak cepat mendahului serangan ganas lawannya.

Dua pasang tangan bergerak, menderu dengan kecepatan laksana kilat menyambar ke bagian perut.

Serangan ini disusul dengan serangan dua tangan lainnya dan kali ini yang di arah adalah bagian bawah perut Ki Ageng Sadayana.

Terkejut tidak menyangka lawan bisa lolos dari perangkap mematikan ilmu Pelumpuh Raga Penghancur Jiwa.

Dalam kagetnya Ki Ageng Sadayana terpaksa batalkan serangan, lalu gerakan tangan ke bawah menangkis serangan ganas yang mengarah ke bagian perutnya.

Plak..!

Deees!

Benturan keras terjadi membuat Bethala Karma terjajar.

Dan tanpa menghiraukan tangannya yang seakan remuk akibat benturan dengan lawan.

Ki Ageng Sadayana mempergunakan kesempatan ini untuk berjumpalitan selamatkan diri ke belakang.

Sayang gerakan yang dilakukan si kakek walau terbilang cepat namun masih kalah cepat dengan sambaran tangan lawan.

Kreeees!

Craaas!

Tanpa ampun lagi selain serangan jari-jari lawan berhasil menyambar robek tubuh sebelah bawah Ki Ageng.

Salah satu kakinya juga terbetot tanggal ditarik oleh tangan di sebelah kanan.

"Arkh..."

Raungan Ki Ageng Sadayana melengking setinggi langit.

Tubuh orangtua itu jatuh terhempas dengan luka robek mengerikan bermandikan darah.

Melihat lawan roboh Bethala Karma melangkah lebar menghampiri.

Sejenak dia tatap orang tua yang tidak berdaya itu.

Puas memperhatikan keadaan lawan dia dongakkan kepala lalu ketawa terbahak- bahak.

"Pada akhirnya setiap orang yang berpihak pada tiga perwira setan harus menemui ajal di- tanganku. Sekarang kau benar-benar merasakan bagaimana pedihnya pembalasanku. Tapi aku bukanlah mahluk yang tidak punya perasaan. Aku akan menyudahi penderitaanmu"

Berkata demikian Bethala Karma ayunkan lima jemari tangannya yang ditumbuhi kuku runcing mencuat panjang. Dalam keadaan tidak berdaya Ki Ageng tidak sanggup menghindar dari serangan maut itu

Crass!

Tanpa ampun lima kuku mencuat hitam menghujam dibagian tenggorokan Ki Ageng Sadayana.

Ketika lawan menyentakan jemari tangannya darah kembali menyembur dari tubuh si kakek. Ki Ageng Sadayana tewas seketika dengan mata terbeliak

Cuahhhh!

"Hanya membuang waktu saja."

Dengus Bethala Karma sambil meludah. Kemudian tanpa menoleh lagi mahluk bertubuh serba dua ini berkelebat tinggalkan tempat itu.


******

Kembali ke dangau tempat dimana Raja berada. Setelah sekian lama Raja menunggu terrnyata Durganini gadis kerdil yang sekujur tubuhnya ditumbuhi bulu-bulu halus lebat tidak kunjung kembali dari sungai.

Sang pendekar jadi curiga.

Jangan-jangan telah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada gadis itu. Diapun memutuskan untuk menyusul Durganini yang belum juga kembali.

Namun baru saja beberapa tindak Raja melangkah Durganini datang. Berdiri tegak di depan sang pendekar. Gadis ini menatap Raja dengan pandangan heran bercampur curiga.

Ditatap seperti itu tentu saja membuat Raja jadi salah tingkah.

"Heh, apa yang terjadi denganmu? Kau kesambet setan penghuni sungai? Mengapa engkau menatap aku selayaknya orang menatap pencuri?"

Gurau sang pendekar disertai senyum.

Walau Raja tetap bersikap ramah seperti biasa.

Namun gadis ini sedikitpun tidak bergeming.

Sebaliknya dengan mata nyalang Durganini layangkan pandang ke seluruh penjuruh arah.

Kemudian dengan tidak disangka-sangka dari mulutnya terdengar ucapan,
Raja Gendeng 20 Dendam Orang Orang Sinting di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Apa yang terjadi denganmu? Tempat ini luluh lantak seperti baru terjadi perang besar. Ketika di sunga? aku bahkan mendengar teriakan dan dentuman. Aku tidak melihat musuh dan kau tidak kekurangan sesuatu apa. Mengapa bisa begini?"

"Ah itu rupanya. Kau curiga padaku dan kau sepertinya takut. Percayalah aku tidak menggigit, tidak ada yang perlu ditakuti. Yang kau saksikan ini hanya masalah kecil menyangkut dua orang sahabatku yang sedang berusaha menyesuaikan diri."

Jawab Raja tenang.

"Masalah kecil katamu? Jangan mengira aku tidak melihat adanya perkelahian di tempat ini?"

Dengus Durganini sinis.

Dalam hati dia berkata,

"pendekar ini menyembunyikan sesuatu dariku. Tadi aku sangat mempercayainya, namun sekarang aku harus bersikap waspada!"

"?o sahabatku hanya bersenda gurau, jangan diambil hati."

"Ho. Betul. Ini masalah kecil. Dua Sosok berupa cahaya biru dan hijau itu? Mahluk seperti apakah mereka?"

Tanya Durganini sambil tatap mata Raja dalam-dalam.

Raja terkejut tak menyangka Durganini melihat jiwa pedang dan Jiwa perempuan.

"Mereka eng... mereka itu mahluk dari kehidupan gaib. Mereka tidak jahat. Selama ini bahkan salah satu di antaranya bahkan sering membantu aku!"

Terang pemuda itu. Raja kemudian menjelaskan siapa mereka.

"Lalu mengapa mereka terlibat perkelahian hebat seperti itu?"

"Mereka tidak berkelahi, hanya mencari keringat. Sekarang mereka telah kembali ke hulu pedang?"

Kata Raja sambi menunjuk ke arah hulu pedang di punggungnya.

Durganini memandang ke arah hulu pedang itu.

"Mahluk-mahluk tadi tinggal di dalam pedangmu?"

Desisnya disertai tatapan tidak percaya.

Raja mengangguk.

Sambil tersenyum dia berkata,

"Mereka adalah mahluk-mahluk sinting. Menetap di hulu pedang gila bukanlah sesuatu yang aneh. Kau tidak usah merisaukan mahluk-mahluk itu.Dan yang paling penting lagi kau tidak usah curiga kepadaku. Sekarang ini sebaiknya kita lanjutkan saja perjalanan. Aku ingin segera bertemu dengan tiga perwira setan."

"Setelah kau menyerahkan Mutiara Tujuh Setan tugasku hanya tinggal satu lagi yaitu menyingkirkan Bethala Karma, mahluk keji yang konon di negeri asalrnya adalah seorang panglima perang yang kerap menyulut bibit pertikaian dimana- mana."

Mendengar ucapan Raja, Durganini diam membisu.

Dalam diam dia merasa senang untuk segera menyerahkan mutiara tujuh setan pada tiga perwira setan. Setelah mempertimbangkan akhirnya Durganini berucap.

"Baiklah aku turuti keinginanmu. Aku tidak mau membawa-bawa mutiara ini lagi. Aku tidak mungkin sanggup melindungi benda keramat di dalam tubuhku ini lebih lama. Tapi harap jangan berkecil hati bila aku tidak bisa mempercayai kamu sepenuhnya."

Mendengar pengakuan polos dari Durganini, Raja malah tertawa terkekeh

"Percaya atau tidak percaya aku tidak peduli. Karena tiga perwira setan pernah memintaku untuk membantu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Sudahlah, mari kita lanjutkan saja perjalanan ini.
Mudah-mudahan kita bisa bertemu dengan mahluk-mahluk botak itu secepat mungkin."

Kata Raja.

Belum sempat Durganini menjawab.

Tiba-tiba Raja mendengar suara mengiang ditelinga kanan.

"Gusti...saya melihat ada orang datang kemari."

Raja tercekat.

Jelas yang baru bicara melalui suara mengiang tadi adalah jiwa pedang. Belum hilang rasa kagetnya kini terdengar pula suara mengiang di telinga yang kiri.

"Gusti. Yang datang ada tiga. Semua berpakaian putih, kepala botak plontos. Saya juga melihat ada tanda di kening mereka berupa rajah berbentuk titik hitam. Dan titik tanda itu ada yang satu, dua dan tiga"

"Terima kasih. Kalian telah memberi tahu."

Kata Raja melalui suara mengiang pula.

Raja pun lalu tersenyum. Melihat pemuda itu tidak kunjung beranjak dari tempatnya. Sebaliknya malah senyum-senyum sendiri, Durganini pun mendamprat.

"Apa yang terjadi padamu? Mengajak diriku pergi tinggalkan tempat ini. Tapi tidak juga jalan malah senyum-senyum sendiri seperti orang gila."

Senyum sang pendekar seketika lenyap.

Sambil menatap ke satu tempat jurusan di depannya dia menjawab,

"Kita tidak jadi pergi. Lebih baik kita tunggu saja di sini. Mereka nampaknya sedang menuju ke sini."

"Heh, bagaimana kau bisa tahu? Apakah mahluk-mahluk aneh yang bersamamu yang memberi tahu engkau?"

Baru saja Raja hendak anggukan kepala sekaligus membuka mulut tiba-tiba di kejauhan terlihat tiga bayangan putih berlari cepat menuju ke arah mereka.

Walau ketiga sosok serba putih itu berlari kencang namun Raja yang sebelumnya pernah bertemu segera kenali siapa mereka adanya.

Lain halnya dengan Durganini.

Gadis ini memang belum pernah bertemu dengan mahluk yang dikenali dengan nama Tiga Setan Putih atau tiga perwira setan.

Melihat tiga sosok bayangan berlari menuju ke arah mereka diam-diam dia segera kerahkan tenaga dalam dan mengalirkannya ke bagian kedua belah tangan juga kaki.

Durganini siap menyerang atau membela diri.

Namun segala kerisauan dihatinya perlahan-lahan berangsur surut ketika melihat Raja menyambut kedatangan ketiga pria itu dengan senyum.

Setelah bungkukan badan sebagai tanda penghormatan yang dibalas dengan sikap yang sama oleh ketiga pria itu maka Raja berkata,

"Sahabat bertiga datang tepat pada waktunya."

Raja memperkenalkan Durganini pada tiga pria itu yang bukan lain adalah tiga perwira setan.

"Saya dan dia baru saja hendak pergi mencari kalian dan ternyata kami beruntung karena tidak harus menguras tenaga dan membuang waktu lebih lama."

"Aku perwira tiga, bertindak mewakili sahabatku perwira satu dan perwira dua mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan yang pendekar berikan."

Ujar perwira tiga yang di keningnya terdapat tiga rajah berupa titik hitam.

"Jangan berterima kasih padaku"

Sergah sang pendekar.
"Berterima kasihlah pada Durganini. Dia yang telah dipercaya oleh Ki Raga Sontang untuk membawa Mutiara Tujuh Setan dan menyerahkannya pada sahabat bertiga."

Terang sang pendekar sambil melirik pada Durganini. Si gadis tersipu.

Sebelum Durganini sempat membuka mulut, Raja melanjutkan ucapannya.

"Dia telah banyak berkorban dan telah kehilangan saudaranya. Dia bahkan hampir menemul ajal demi mempertahankan mutiara yang dibawanya."

Penjelasan Raja membuat tiga perwira setan terhenyak.

Serentak mereka menghadap ke arah Durganini.

Sambil menjura ketiganya berkata,

"kami Tiga Perwira Setan tidak akan melupakan segala jasa besarmu Durganini. Kami mengucapkan rasa terima kasih yang tiada terhingga atas segala pengorbananmu!"

Setelah ketiganya berkata demikian, perwira tiga sebagai perwira tertinggi dari dua perwira lainnya menambahkan.

"Aku secara pribadi mengucapkan turut berduka dan keprihatinan mendalam atas tewasnya saudaramu."

Durganini anggukan kepala.

Sambil menghela nafas gadis ini lalu berujar,

"mungkin sudah menjadi suratan takdir saudaraku tewas di tangan iblis Momok Laut Biru. Tapi iblis itu sendiri juga menemui ajal di tangan raja.Aku dan dia telah berusaha melakukan tugas dengan sebaik-baiknya."

"Kita telah bertemu.
Mutiara Tujuh Setan saat ini berada di dalam tubuhku. Kalian bertiga lebih tahu bagaimana cara mengambilnya!"

Tiga perwira setan diam-diam terkejut.

Tapi rasa heran mereka hanya berlangsung sesaat.

Ketiganya kemudian saling berpandangan.

Sejenak sunyi.

Raja memilih diam.

Demikian juga dengan Durganini. Rasanya tidak ada tempat yang aman di dunia ini.

Kenyataan itu disadari benar oleh tiga perwira setan.

Mereka tahu Durganini menyimpan mutiara dalam tubuhnya semata-mata untuk melindungi mutiara dari tangan-tangan orang yang tidak bertanggung jawab.

"Tiga Perwira!"

Berkata sang Maha sakti Raja Gendeng memecah kesunyian. Tiga perwira sama mengangkat wajah dan memandang ke arah sang pendekar.

"Dengan segala kesengsaraan Durganin telah melakukan tugas yang diberikan kakek Raga Sontang dengan baik. Sekarang bagaimana caranya kalian mengambil mutiara dari dalam tubuhnya Durganini terserah perwira bertiga. Kalau aku yang diminta melakukannya mana mungkin karena aku pasti tidak tega membedah tubuhnya."

Kata Raja lalu berjingkrak ngeri.

Durganini hanya senyum-senyum saja melihat kelakuan Raja.

Namun belum sempat gadis ini mengatakan sesuatu, perwira satu telah melangkah maju

"Sahabat Raja. Kami mengenal Mutiara Tujuh Setan selayaknya mengenal diri kami sendiri.Untuk mengambil mutiara dari dalam tubuh Durganini tidakiah sulit."

Perwira satu lalu memandang ke arah dangau yang sebagian atapnya lenyap akibat ledakan. Tapi lantai dangau yang cukup tinggi masih dalam keadaan baik.

Seakan mengetahui apa yang dipikirkan perwira satu, perwira tiga kemudian membuka mulut.

"Durganini harus berbaring di lantai dangau itu. Begitu berbaring kami akan mengeluarkan Mutiara Tujuh Setan lalu kami akan membawa kembali ke istana Kuno di negeri kami. Mutiara itu adalah lambang kebersamaan sekaligus kebahagiaan bagi seluruh penduduk negri."
Raja Gendeng 20 Dendam Orang Orang Sinting di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Cara seperti itu memakan waktu."

Perwira dua tiba-tiba membuka ucapan.

Semua orang sekarang perhatiannya kini tertuju pada sang perwira.

"Apakah paman mempunyai cara yang lebih baik?"

Tanya Raja.

Perwira dua anggukan kepala Kepada Durganini, sang perwira yang usianya hampir sembilan ratus tahun namun memiliki penampilan seperti orang yang berusia empat puluh tahun itu berujar,

"Durganini! sebaiknya engkau duduk. Bersikap sesantai mungkin. Duduk selayaknya orang yang bersemadi."

Pinta perwira dua, Walau sempat ragu namun setelah melihat Raja meyakinkannya dengan anggukan kepala gadis ini patuhi juga permintaan perwira dua.

Setelah duduk bersila, Durganini pejamkan mata.

Dibawah pengawasan Raja yang semakin bersikap waspada denga segala kemungkinan yang akan terjadi, tiga perwira segera melangkah maju.

Perwira tiga duduk dengan jarak tidak lebih dari satu langkah di depan Durganini.

Sedangkan perwira satu duduk dibelakang agak di sebelah kiri si gadis.

Kemudian perwira dua duduk agak disebelah kanannya perwira satu.

Dengan duduk di tiga sudut ketiga perwira itu lalu julurkan sepasang tangannya masing-masing tepat sejajar antara rongga perut dan rongga dada.

Walau ujung jemari tangan mereka tidak sampai menyentuh si gadis.

Namun ketiga perwira ini segera mengetahul di sebelah mana letaknya mutiara sakti berada.

"Agak di atas tepat di pertengahan dada."

Gumam perwira tiga lebih memastikan. Dua perwira anggukan kepala.

"Pergunakan mantra pemanggil"

Seru perwira satu.

Sementara itu Raja yang berdiri agak jauh dibelakang mereka mulai gelisah dan dicekam rasa tegang.

Tiga perwira setan angkat tangan tinggi- tinggi.

Mulut berkomat-kamit, jemari tangan mulai bergetar sementara mantra-mantra dan doa mulai dipanjatkan membuat suasana disekitarnya dicekam suasana mistis.

Bersamaan dengan doa dan mantra yang dibaca berulang kali maka jemari tangan para perwira itu kini bergerak turun ke jurusan mana mutiara tersimpan.

Walau jemari-jemari yang bergetar itu tidak menyentuh bagian tubuhnya namun Durganini dapat segera merasakan sekujur tubuhnya merinding.

Perlahan namun pasti seiring dengan menggigilnya tubuh sang dara.

Dibagian tubuh yang sebelah dalam terjadi pergolakan hebat.

Mutiara Tujuh Setan yang mendekam di dalam dada yang tadinya diam kini mulai bergerak, mengayun membentur tubuh bagian dalam di sebelah kiri dan kanan.

"Ugk..."

Durganini mengaduh. Tiba-tiba saja dekap dadanya yang berdenyut sakit. Melihat ini sang Maha Sakti Raja Gendeng berubah cemas. Dia khawatir dengan keselamatan si gadis.

Bagusnya dalam keadaan dimana Durganini terlihat seperti sangat menderita, perwira tiga tiba-tiba berkata,

"Semuanya tenang.Keadaan ini tidak akan berlangsung lama. Mutiara Tujuh Setan akan keluar dari tubuhnya. Aku akan memanggil pulang tujuh mahluk penghuni mutiara itu."

Selesai berucap demikian tanpa mengalihkan perhatiannya dari Durganini, perwira tiga berseru ditujukan pada Raja.

"Sobat pendekar sang maha sakti. Lindungi kami berempat dari mara bahaya yang datang dari sekeliling kita. Dalam keadaan seperti ini kami tidak mungkin bisa membantu."

"Lakukan saja tugasmu dengan sebaik-baiknya paman perwira. Urusan di luar itu menjadi tanggung jawabku."

Jawab Raja.

Perwira tiga dan dua perwira lainnya hanya sempat mengangguk. Saat itu pula dari mulut mereka terdengar ucapan.

"Tujuh mahluk sakti penghuni mutiara setan. Kami bertiga perwira penyelamat mengharapkan kalian segera keluar dari tubuh gadis yang tidak berdosa ini. Kami akan membawa kalian bersama mutiara kembali ke istana Kuno di negeri kita. Jangan membuat ulah, jangan mempersulit keadaan. Keluarlah dengan segera. Jangan lupa membawa serta mutiara rumah keabadian bagi kalian!"

Tiga mulut perwira mengatup bersamaan.

Tiga pasang telapak tangan menengadah, jemari di acungkan lurus ke tubuh Durganini dari arah depan, samping dan belakang.

Kemudian telapak tangan yang berkembang itu bergerak mendorong ke atas. Durganini merasakan isi bagian tubuhnya terdorong ke atas seperti hendak terbongkar.

Rasa sakit yang luar biasa membuatnya sulit bernafas.

Kejadian yang dialaminya ini sangat berbeda dengan yang dahulu ketika para penghuni mutiara yang terdiri dari tujuh kepala lucu tanpa badan keluar dengan sendirinya untuk memberikan pertolongan kepada Durganini.

Namun segala penderitaan yang dialami Durganini ternyata tidak berlangsung lama.

Ketika tiga perwira setan tiba-tiba balikan telapak tangan masing-masing lalu tangan dijulur dan ditempelkan di punggung.

Satu hawa dingin sejuk mengalir deras dari tangan tiga perwira.

Sesuatu bergerak meluncur keluar.

"Hoek..."

Sebuah benda berwarna putih berkilau melesat dari mulut Durganini.

Perwira Tiga yang duduk di depannya gerakan tangan kanan menyambar benda putih berkilau yang tiada lain adalah Mutiara Tujuh Setan adanya.

Sambil memegang mutiara dalam genggaman, perwira tiga berseru ditujukan pada dua perwira sahabatnya.

"Kalian Bantu Durganini pulihkan diri. Aku akan mengamankan mutiara ini!"

"Baiklah...!" perwira satu dan dua menjawab bersamaan.

Mereka kemudian menolong Durganini yang terkulai tidak sadarkan diri. Belum sempat perwira tiga memyimpan mutiara tujuh setan dibalik kotak putih yang terletak dibalik pakaiannya.

Tiba-tiba saja terdengar suara raungan dahsyat disertai berkiblatnya cahaya merah menggidikan.

Cahaya merah yang menderu dari balik semak belukar ditengah jalan memecah diri menjadi empat bagian. Satu cahaya menghantam perwira tiga. Dua cahaya lain menghantam perwira dua dan satu. Sedangkan satu cahaya lagi menghantam Raja.

Melihat serangan mengarah pada dirinya, sang pendekar bukan mengkhawatirkan keselamatannya sendiri, sebaliknya pemuda ini justru mengkhawatirkan keselamatan Durganini dan tiga perwira lainnya.

Tapi mengingat jarak antara dirinya dan Durganini terlalu jauh, Raja memutuskan untuk menangkis serangan itu. Dia menghantam dua cahaya yang mengarah ke dua perwira yang sedang menolong Durganini.

"Paman berdua lekas menyingkir!"

Teriak Raja. Sementara dia sendiri segera melompat ke depan sambil menghantamkan dua tangannya. Tangan kiri melepas pukulan Badai Es sedangkan tangan kanan melepas pukulan sakti Badai Laut Selatan.

Segulung angin dahsyat disertai suara deru mengerikan laksana amukan ombak di laut. Deru angin melanda dua cahaya merah yang siap menerjang ke arah dua perwira. Kedua perwira itu sendiri juga menangkis dua serangan cahaya merah dengan pukulan Dibalik Gelap Ada Cahaya.

Sementara sambil bergulingan selamatkan diri perwira tiga dorongkan salah satu tangannya menghalau cahaya yang siap melabrak menggulung tubuhnya

Buuum!

Buuuum!

Gleeeger!

Terdengar suara ledakan menggelegar empat kali berturut-turut. Kawasan dimana ledakan terjadi mengalami guncangan seperti dilanda gempa hebat.

Kepulan debu, pasir, asap dan kobaran api bertebaran memenuhi segenap penjuru membuat keadaan jadi gelap gulita.

Ditengah kekacawan dan kegelapan yang terjadi. Satu sosok tubuh melesat cepat diketinggian lalu jejakan kaki diantara perwira tiga yang jatuh terhenyak, perwira satu dan dua yang berkaparan dan Raja yang jatuh berlutut.

Ketika kepulan asap dan debu berangsur lenyap. Semua orang yang melihat dan berada di tempat itu terkecuali sang maha sakti Raja Gendeng sama melengak begitu melihat dihadapan mereka berdiri tegak seorang laki-laki bertubuh tinggi bertelinga lebar dengan sekujur tubuh ditumbuhi sisik tebal berwarna hitam kecoklatan.

Sosok yang hanya menggunakan celana pelindung aurat itu memiliki bagian tubuh serba dua dan memiliki sepasang mata pada setiap kepala, dua pasang tangan juga dua pasang kaki.

Melihat kedua perwira yang bertindak membantu Durganini dan perwira tiga merasa jerih atas kehadiran mahluk itu sang pendekarpun ajukan pertanyaan.

"Paman perwira, memangnya dedemit berkulit macam ular itu siapa? Mengapa kalian nampak resah?"

"Dialah panglima perang Bethala Karma. Dia dijuluki sang penghancur. Dia yang membunuh empat sahabat kami. Dia datang bukan hanya ingin mengambil Mutiara tujuh Setan di tanganku ini. Dia juga ingin menghabisi kami!"

Jawab perwira tiga

"Hmm, begitu."

Dengus Raja sambil menatap mahluk tinggi berkepala dua yang saat itu menatap tajam ke arah mutiara yang berada di tangan perwira tiga.

"Mahluk jelek begini rupa mengapa harus ditakuti?"

Kata sang pendekar.

Kemudian kepada tiga perwira itu dia berkata,

"kalian boleh merasa jerih. Karena itu sebaiknya menyingkirlah. Jaga mutiara dan gadis itu. Biarkan aku yang akan menghadapinya!"

"Tapi pendekar, dia sangat ganas dan berbahaya."

Kata perwira satu. Kemudian tanpa menunggu lagi dia dan perwira dua menyingkir sambil membopong Durganini.

"Dia tak dapat dipandang sebelah mata, Raja. Bagaimana mungkin aku bisa berpangku tangan membiarkan kau menghadapi bahaya seorang diri?"

Kata perwira tiga sambil bangkit dan siap hendak bergabung dengan teman-temannya.

"Paman perwira tiga. Aku akan memandangnya dengan dua buah mata. Kuharap turuti semua permintaanku. Selamatkan Mutiara Tujuh Setan. Kalian hanya boleh membantu bila aku benar-benar telah dibuatnya tidak berdaya!"

Teriak sang pendekar jadi hilang kesabarannya.

Dengan berat hati perwira tiga segera turuti permintaan Raja.

Namun setelah bergabung dengan dua perwira lain dan berhasil memulihkan Durganini dari pingsannya, ketiga perwira ini diam-diam membuat rencana.

Bethala Karma rupanya merasa tidak senang dengan tindakan yang dilakukan Raja.

Pembunuh dari luar jagat ini lalu berseru dengan suara lantang hingga membuat pengang telinga orang yang mendengarnya.

Raja Gendeng 20 Dendam Orang Orang Sinting di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ternyata ada satu lagi manusia yang ingin mencari mampus! Kau tidak tahu siapa diriku?"

"Aku sudah mendengar sepak terjangmu. Mendengar kekejian yang kau lakukan membuat semua bulu disekujur tubuhku merinding. Tapi sebagai manusia dan seorang raja pula, mengapa harus takut dengan mahluk buruk sepertimu?"

Tanya pemuda itu disertai seringai dingin.

"Kau seorang raja sungguhan?"

Sentak Bethala Karma dengan mata mendelik tidak percaya.

"Ehh, setan kunyuk. Kau kira aku raja bohongan? Tentu saja aku raja. Dibandingkan dirimu yang hanya seorang panglima perang. Maka kedudukanku jauh lebih tinggi dibandingkan dirimu."

Jawab Raja sambil tertawa mengekeh.

"Sekarang lebih baik kau bertutut didepan rajamu. Dengan begitu mungkin aku hanya meminta sepasang tangan, sepasang kaki, sepasang telinga dan satu kepalamu ha ha ha!"

"Pemuda gila tidak tahu diri. Beraninya kau bicara begitu pada Bethala Karma? Sekarang juga kau harus serahkan selembar nyawa busukmu!"

Teriak sang mahluk dalam kemurkaan.

Belum lagi suara teriakannya lenyap, Bethala Karma telah melompat ke depan.

Dengan gerakan enteng dua tangan disebelah kiri menyambar ganas berusaha membeset bagian bahu hingga ke perut Raja.

Mendapat serangan secepat itu Raja segera berkelit menghindar.

Serangan pertama dapat dihindari pemuda ini.

Namun belum sempat dia berdiri tegak dua tangan yang disebelah kanan menderu mengancam dua titik mematikan ditubuh sang pendekar.

Tak ingin celaka Raja segera pergunakan jurus Tarian Sang Rajawali yang digabungkan dengan jurus Tangan Dewa Menggusur Gunung.

Ketika tubuhnya meliuk-liuk hindari serangan selayaknya orang menari, Raja lalu hantamkan tangannya ke depan.

Terdengar suara deru mengerikan menyertai jotosan yang dilakukan sang pendekar.

Di depannya tanpa menghiraukan deru angin dan dua tinju lawan Bethala Karma terus merangsak maju.

Plak!

plak!

desss!

Dua benturan keras terjadi.

Dan satu jotosan Raja yang sanggup menembus dan mendarat di dada lawan hanya membuat Bethala Karma terdorong mundur dua langkah.

Walau tubuhnya sempat terguncang tapi mahluk itu dengan seketika dapat melakukan serangan balik.

Kali ini bukan hanya dua pasang tangannya yang bergerak menghantam, tapi juga dua kaki depan kanan dan kiri ikut melepaskan tendangan.

Mendapat serangan bertubi-tubi sang pendekar terpaksa melompat mundur.

Tapi lawan nampaknya sudah tidak memberi kesempatan pada Raja untuk meloloskan diri dari serbuan serangannya.

Dan ketika melihat Raja berkelit hindari serangan empat tangan, secepat kilat kaki kiri menderu mencari sasaran dibagian perut raja.

Decesss!

Ugkh...!

Sang Maha Sakti Raja Gendeng yang baru mengikrarkan diri sebagai Raja Gendeng 313 terpental ke atas dengan tubuh setengah membungkuk dengan rasa sakit yang luar biasa.

Tapi tanpa menghiraukan segala penderitaan yang dirasakannya Raja segera berlaku sigap begitu melihat Bethala Karma lancarkan lagi pukulan tangan kosong ke arahnya.

Melihat dua tangan terjulur siap menghantam hancur kedua kakinya, Raja Gendeng 313 segera menangkis serangan itu dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan dia kibaskan sekaligus melepas pukulan Kabut Kematian.

Dua tangan beradu keras dengan Raja, benturan yang terjadi mengakibatkan guncangan keras pada kedua belah pihak

Selagi Raja jungkir balik diudara akibat bentrokan tenaga dalam, Bethala Karma melihat segulung cahaya merah redup disertai tebaran asap putih berbau harum yang mematikan.

Sang mahluk menggeram.

Tiga perwira dan Durganini yang mendapat isyarat dari Raja segera menutup jalan nafas.

Sebaliknya Bethala Karma dengan sikap congkak segera kibaskan tangan ke depan menghalau tebaran asap dan serangan cahaya merah yang mengincar kedua kepalanya.

Byaaar!

Benturan cahaya merah dengan kibasan tangan membuat keadaan disekitarnya kembali dilanda guncangan.

Pecahan cahaya merah berpentalan ke segenap penjuru.

Bethala Karma menyeringai dingin.

Namun seringainya lenyap seketika begitu dia merasakan nafasnya menjadi sesak dan lehernya terasa sakit laksana dicekik.

Mahluk itu mendelik.

Dua pasang tangan berusaha menggapai sekaligus melakukan usapan dilehernya.

Melihat ini Raja tidak menyia-nyiakan kesempatan.

Sambil lambungkan tubuhnya dekat lawan dia menghantam dada lawan dengan tendangan bertubi-tubi.

Terdengar suara bak, bik, buk berulangkali.

Bethala Karma jatuh terjengkang.

Menyangka lawan terluka parah, pemuda ini tidak memberi kesempatan lagi.

Selagi tubuh yang menggelepar berusaha bangkit, kesempatan itu segera dipergunakan oleh Raja dengan menghantam tubuh tinggi besar tersebut dengan pukulan sakti Cakra Halilintar.

Diantara ilmu pukulan sakti yang dimiliki pendekar.

Dua pukulan maut yang dilepaskan Raja termasuk pukulan yang paling dashyat.

Tidaklah aneh ketika Raja hantamkan tinju kirinya.

Dari tangan yang terkepal menderu ganas serangkum cahaya biru disertai semburan hawa panas luar biasa.

Sebaliknya, dari tangan kanan sang pendekar melesat satu cahaya putih kemerahan berbentuk bulat pipih bergerigi berbentuk cakra.

Mendapat dua serangan dashyat itu Bethala Karma hanya sempat menggerakan empat kakinya secara bersilangan untuk menghalau dua pukulan dahsyat lawannya. Akibat yang kemudian ditinggalkan oleh serangan Raja sungguh mengerikan.

Tubuh lawan yang terkena pukulan Seribu Jejak Kematian amblas lenyap ke dalam bumi.

Sebaliknya, empat kaki yang dipergunakan untuk menangkis serangan Cakra Halilintar terbabat putus menjadi empat bagian.
Kutungan empat kaki jatuh berpelantingan tak jauh dari tubuh Bethala Karma yang amblas terpendam.

Menyangka lawan menemul ajal, Raja segera balikan badan menghadap ke arah tiga perwira dan Durganini yang berdiri dengan sikap waspada.

"Pendekar! Kami yakin, Bethala Karma tidak bisa dihabisi dengan cara semudah itu."

Seru perwira tiga. Dua perwira lainnya anggukan kepala. Namun mereka lebih memilih pusatkan perhatian ke arah lubang menganga dimana asap tebal masih mengepul.

"Apakah betul demikian? Bagaimana mungkin orang yang terkena pukulanku masih bisa hidup lagi dan...!"

Ucapan kaget sang pendekar terhenti sampai di situ karena mendadak dia melihat bahwa kutungan empat kaki tiba-tiba melayang disertai deru mengerikan menuju ke arah lubang.

"Astaga! Semua pemandangan ini sangat sulit untuk kupercaya!"

Sentak Raja dengan mata terbelalak dan mulut menganga.

"Raja, pergunakan senjatamu!"

Teriak Durganini yang diam-diam mengihawatirkan keselamatan pendekar itu.

"Kita harus membantunya. Kita habisi Bethala Karma dengan menggunakan mutiara ini."

Kata perwira tiga pada dua perwira sahabatnya.

"Hanya itu jalan satu-satunya yang paling baik."

Jawab kedua perwira itu hampir bersamaan.

Sementara di depan sana, dari balik kepulan asap yang membubung dari lubang menganga.

Tiba-tiba Bethala Karma menyeruak kembali.

Raja melihat walau sebagian sisik yang memenuhi sekujur tubuh Bethala Karma mengelupas hangus.

Namun mahluk ini tidak kekurangan suatu apa.

Malah empat kakinya yang tanggal kini telah menyatu seperti semula.

Dengan sikap mengancam sang mahluk melangkah maju, Sementara dari mulutnya terdengar ucapan menggembor.

"Hanya kau manusia yang satu-satunya hampir membuat diriku celaka! Sekarang terimalah kematianmu!"

Berkata demikian Bethala Karma tiba- tiba acungkan dua puluh jari tangannya. Dia juga membuka mulut lebar-lebar. Melihat lawan siap semburkan cairan mematikan dari tangan, mulut juga ke empat matanya.

Perwira dua berseru.

"pendekar, lindungi dirimu dengan senjata. Dia hendak menghabisimu dengan Cairan Beracun Neraka Mendidih."

Seru perwira tiga menyebut nama serangan yang dilakukan Bethala Karma

"Kedua jiwa sahabatku. Sekarang saatnya untuk bertindak!"

Kata Raja melalui ilmu mengirimkan suara.

"Kami telah siap dari tadi!"

Jawab jiwa pedang dan jiwa perempuan bersamaan.

Cahaya kuning keemasan tiba-tiba memancar dari hulu pedang berpindah dalam genggaman Raja.

Ternyata pancaran cahaya emas itu berasal dari pedang gila yang kini berada dalam genggaman pendekar.

Raja Gendeng 20 Dendam Orang Orang Sinting di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanpa menghiraukan senjata yang tergenggam di tangan pemuda itu, sambil menghambur ke depan Bethala Karma menahan nafas sekaligus pancarkan cairan mautnya dari seluruh ujung jemari tangan, mulut juga empat mata yang terdapat di dua kepala.

Cairan putih menyembur dari bagian-bagian tubuh mahluk itu disertai suara desis mengerikan.

Hebatnya lagi ketika semburan cairan laksana curah hujan itu bergesekan dengan udara, cairan putih berubah menjadi semburan cahaya merah yang panasnya seratus kali lipat dari panas api biasa.

Dua perwira setan segera menarik Durganini menuju ke tempat yang aman.

Sedangkan perwira Tiga segera melangkah maju siap membantu pemuda itu.

Didepan sana Raja segera memutar senjata membentuk sebuah perisai pertahanan kokoh.

Deru mengerikan dan pancaran cahaya emas menyertai berkelebatnya senjata sakti itu.

Sementara Jiwa pedang dan jiwa perempuan segera pergunakan senjata aneh berupa Payung Gaib Dewa Naga.

Senjata gaib itu, sebenarnya tersimpan di dalam hulu pedang.

Selama menghuni pedang gila, jiwa pedang baru kali ini mempergunakan senjata kasat mata itu bersama jiwa perempuan.

Mendapat perlindungan payung dari atas.

Dan perisai pedang yang dilakukan oleh Raja sendiri.

Membuat semburan cairan yang memancar dari beberapa bagian tubuh Bethala Karma bukan saja tak sanggup mengenai lawannya.

Lebih celaka lagi sebagian malah berbalik menghantam diri sang mahiuk, membuat Bethala Karma kaget lalu melompat menghindar selamatkan diri disertai sumpah serapah.

Berbaliknya cairan yang seharusnya mengenai diri sang pemilik menghantam tempat kosong membuat tanah menyala dilamun amukan api.

"Jahanam, itu punya ilmu apa dia? Mengapa seperti ada perisai yang tidak terlihat melindungi nya. Aku tak yakin hanya dengan memutar pedang sanggup membuatnya lolos dari serangan mautku!"

Geram Bethala Karma.

Namun tidak ada waktu baginya untuk berpikir lama.

Kemarahan yang mengalir diseluruh tubuhnya membuat mahluk itu berlaku nekat.

Tanpa menghiraukan sambaran pedang yang berkelebat menderu mengincar bagian-bagian yang mematikan di tubuhnya dia merangsak maju.

Melihat lawan, Raja merasa inilah kesempatan terbaik untuk menyerang kembali.

Tiba tiba saja dia langsung melompat sambil tusukan pedang ke arah dada.

Serangan ini sebenarnya hanya tipuan saja.

Begitu lawan berkelit.

Pedang dia arahkan ke bagian perut.

Crakkk!

Jresss!

Pedang menembus perut Bethala Karma.

Tapi hebatnya dia tidak tewas menemui ajal.

Sebaliknya malah sempat lakukan serangan balik.

Satu jotosan mengenai dada sang pendekar.

Membuat pemuda itu terpelanting sedangkan pedangnya terlepas dari genggaman dan masih menancap di perut lawan.

Terpental jatuh dalam keadaan terbanting, Raja merasa dadanya terasa remuk.

Dari mulut menyembur darah segar.

Masih bagus pemuda ini memakai baju sakti pelindung dirinya.

Kalau tidak kemungkinan Raja telah menemui ajal.

Satu lagi kelebihan pakaian sakti yang menempel ditubuhnya.

Walau saat itu Raja menderita cidera di bagian dalam, Namun pakaian pelindung berwarna kelabu segera bereaksi membantu menyembuhkan luka dibagian dalam dengan waktu yang terbilang singkat

"Gila betul.Bagaimana mungkin dia bisa selamat dari pukulan maut dan beracun Selaka Bunga Mayat? Kalau tidak melihat dengan mata kepala sendiri mana mungkin aku..."

Belum sempat Bethala Karma menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja dia melihat perwira tiga berlari kearahnya sambil berseru.

"Mahluk jahanam itu, kalau dia tidak dihantam dulu dengan Mutiara Tujuh Setan, dia tidak akan mengenal kata mati!"

Sambil berteriak demikian sang perwira juga berteriak ditujukan pada sang pendekar,

"ambil pedang pergunakan pedangmu!"

Mendengar teriakan sang perwira. Raja pun berteriak ditujukan kepada jiwa pedang melalui suara mengiang.

"Jiwa pedang lekas datang padaku."

"Saya dan jiwa perempuan sedang berusaha. Tapi mahluk jelek ini seperti yang gusti lihat mencengkeram pedang dengan erat.."

Menatap ke arah Bethala Karma.

Raja memang melihat sang mahluk menggenggam erat pedang gila yang baru dia tarik lepas dari perutnya.

Sementara itu ketika melihat perwira tiga datang menyerang dengan melemparkan Mutiara Tujuh Setan ke arahnya, Bethala Karma dengan menggunakan dua tangan kembar di sebelah kiri berusaha menangkap Mutiara yang menderu sebat ke arahnya.

Tapi mengingat perhatian Bethala Karma terbagi dua antara memegangi pedang yang di- anggapnya aneh dan datangnya serangan.

Tentu saja usahanya untuk menangkis sekaligus menangkap Mutiara Tujuh Setan tidak berjalan sesuai dengan yang dia inginkan.

Apalagi setelah menyambitkan mutiara, perwira tiga dengan dibantu oleh perwira dua menyusul datang dengan masing- masing melakukan tendangan yang tertuju ke bagian kaki Bethala Karma.

Sesaat mahluk ini menjadi bingung tidak tahu mana yang harus dia hadapi.

Mutiara yang memancarkan cahaya putih terang yang diikuti tujuh cahaya lain dibelakangnya berkelebat menderu.

Bethala Karma yang hendak menggunakan Pedang Gila untuk menangkis jadi terperangah sendiri.

Pedang gila bukannya bergerak ke arah yang dia inginkan melainkan melesat berlawanan arah.

Hulu pedang dalam genggaman bahkan memancarkan cahaya panas mengerikan membuat sang mahluk memekik kaget dan lepaskan senjata itu.

Begitu terlepas, pedang melesat ke arah pemiliknya.

Bethala Karma menggeram.

Segala kegilaan yang terjadi pada pedang itu benar-benar membuat sang mahluk menjadi bingung.

Tapi dia tidak punya waktu berpikir lebih lama.

Dia harus bisa menangkis sekaligus menangkap Mutiara Tujuh Setan.

Sambil menatap ke arah mutiara yang berpijar.

Dua tangan dipakai untuk menangkis sedangkan dua tangan lainnya dia pakai untuk menangkap mutiara itu.

Tapi yang terjadi kemudian sungguh diluar dugaan.

Di saat perhatian Bethala Karma sepenuhnya tertuju kepada mutiara.

Tiba-tiba perwira tiga dan perwira dua menghajar kakinya, membuat sang mahluk terguncang.

Tangkisan dan cengkeramannya meleset.

Tanpa ampun Mutiara Tujuh setan menghantam dada, amblas dan menembus puggung sebelah belakang.

Satu lubang menganga mengerikan menghiasi dada Bethala Karma.

Sementara mutiara terus melesat ke arah ketinggian lalu berbalik kembali ke arah perwira tiga.

Raja yang telah menggenggam pedang dan berada tidak jauh dari Bethala Karma segera mengambil tindakan.

"Sekaranglah saatnya!"

Teriak pemuda itu.

Laksana kilat dia melompat ke arah lawan, pedang menderu bertabur cahaya emas menyilaukan lalu membabat ke arah lawannya.

Dalam keadaan luka parah Bethala Karma berusaha hindari tebasan pedang namun gerakan yang dia lakukan ternyata kalah cepat dengan serangan pedang.

Creees!

Breeest!

Ujung pedang mengoyak bahu kiri hingga ke dada mahluk itu.

Bethala Karma meraung setinggi langit.

Dia yang telah kehilangan sebagian besar kesaktiannya akibat dihantam Mutiara Tujuh Setan oleh perwira tiga roboh.

Ketika tubuhnya memyentuh tanah mahluk ini berkelojotan sebentar.

Lalu entah dari mana datangnya api tiba-tiba muncul memberangus bagian luka dan melalap sekujur tubuhnya.

Setelah kobaran api lenyap.

Jasad sang mahluk pun ikut raib tidak meninggalkan bekas.

Raja yang sempat tertegun segera sarungkan pedang ke belakang punggungnya.

Ketika pemuda ini balikan badan.

Dia melihat perwira satu, Durganini dan perwira dua sedang duduk mengelilingi perwira Tiga.

Selain itu Raja juga melihat diatas tangan perwira Tiga dimana Mutiara Tujuh Setan tergeletak bermunculan tujuh cahaya berwarna wami dalam rupa sosok mahluk berkepala botak namun memiliki bagian tubuh jauh lebih kecil dari ukuran kepalanya.

Ketujuh mahluk berwarna merah, biru, kuning, putih, jingga, coklat dan ungu itu melayang-layang diantara para perwira dan Durganini sambil tertawa senda gurau.

"Ketujuh mahluk inikah penghuni Mutiara Tujuh Setan?"
Raja Gendeng 20 Dendam Orang Orang Sinting di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Tanya Raja begitu berada dihadapan mereka.

Tujuh mahluk mutiara hentikan gerakan.

Menatap kearah Raja dengan malu-malu, silih berganti, mulut mereka membuka mengucapkan sesuatu dalam bahasa yang tidak dimengerti Raja dan Durganini.

Kemudian...

Wuus!

Tujuh mahluk penghuni mutiara amblaskan diri ke dalam mutiara lalu lenyap dari pandangan mata.

Cahaya terang yang dipancarkan mutiara meredup.

Perwira tiga menyimpan benda keramat itu kedalam kotak putih lalu menyimpannya di balik pakaian.

Diikuti oleh teman-temannya, perwira ini bangkit berdiri.

Setelah menghadap ke arah Raja dan Durganini yang berdiri di samping pendekar itu ketiganya menjura hormat.

"Tujuh mahluk setan penghuni mutiara tadi mengucapkan banyak terima kasih tidak terhingga padamu juga Durganini."

Terang perwira itu.

"Kami tidak mungkin membalas budi kebaikanmu berdua. Terutama jasa-jasamu paduka Raja pendekar." kata perwira dua pula.

"Mudah-mudahan yang mahakuasa yang membalasnya."

Timpal perwira satu pula.

"Aku melakukan sesuai kemampuanku. Tapi yang lebih banyak membantu adalah Raja."

Kata Durganini sambil melirik pemuda disampingnya.

"Aku ho ho ho...manusia geblek sepertiku mana bisa berbuat apa-apa kalau tidak direstui dewa. Kuharap kalian tidak usah berlebihan. Berterima kasihlah pada dewa yang telah melindungi kita semua."

Mendengar ucapan Raja, tiga perwira serentak dongakkan kepala menatap ke langit.

"Ya, kami berterima kasih pada para dewa juga," berkata tiga perwira bersamaan.

Baru saja mereka berucap demikian, serombongan burung lewat terbang di ketinggian.

Cairan hangat mengguyur wajah dan hidung mereka.

Tiga perwira sama mengusap cairan sama menjilat dengan lidah masing-masing.

"Huh, apaan ini, hangat dan asin."

Dengus perwira tiga.

Setelah melihat kawanan burung dan pandang tiga perwira di depannya sang pemuda dan Durganini tertawa tergelak-gelak

"Kalian telah direstui sekawanan burung, buktinya mereka bersuka hati dengan mengencing kalian, ha ha ha..."

"Apa?" sentak ketiga perwira itu dengan mulut melongo terbodoh.

"Kalian perwira hebat, tapi bodoh. Hi..hi.. hi..."

Kata Durganini sambil tergelak.

Tiga perwira usap usap kepala yang botak plontos. Tidak lama kemudian ketiganya berpamitan pada Raja dan gadis berbulu itu.

"Kami akan segera kembali ke negeri kami. Semoga setelah tewasnya Bethala Karma negeri kami menjadi aman tenteram."

Kata perwira tiga mewakili dua saudaranya.

"Aku mengucapkan selamat jalan. Dalam perjalanan aku juga berharap tidak lagi ada kawanan burung yang buang hajad di atas kepala botak paman bertiga!"

Sahut Raja sambil tersenyum.

Tiga perwira kini tertawa namun cepat bungkukan badan tiga kali lalu...

des!

Sekejaban mata ketiganya lenyap dari hadapan Raja dan Durganini,

Seperginya tiga perwira setan.

Durganini dengan berat hati memilih berpisah dengan Raja.

Gadis itu berniat menyambangi makam saudaranya Durgandala.

Sedangkan Raja kembali melanjutkan perjalanan.

TAMAT

Episode Berikutnya.

Perawan Bayangan Rembulan


Lebih seru, lucu dan menegangkan!!

carilah segera...!

Jangan Sampai Kehabisan!!


(Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..
mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini.Terima kasih)

Situbondo,25 September 2019

Sampai jumpa di episode berikutnya...

Terima Kasih

*** Saiful Bahri Situbondo ******








Selagi Hari Terang While Light Lasts Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur Pendekar Rajawali Sakti 213 Gadis
^