Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 17
ujukan kearah pedang yang berada ditangan Sun Tiong lo, bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan
yang tidak diinginkan. Walaupun tempat itu merupakan sebuah lorong rahasia, tapi berhubung
terpisah oleh dinding yang telah memagari ke empat penjuru maka pada
hakekatnya tempst itu merupakan sebuah tempat yang buntu, bila
pertarungan sampai terjadi, maka pihak yang kalah jangan harap bisa
lolos dari situ dalam keadaan selamat.
Soh hun ki cukup mengetahui akan hal ini, maka disaat ia bertekad
untuk bertarung maka diapun mengambil keputusan untuk
mengesampingkan soal keselamatan jiwanya.
Kalau pepatah pernah bilang "ditempat yang buntu pun masih ada
harapan untuk hidup" berarti meski berada disuatu tempat yang "mati"
jalan kehidupan masih selalu tersedia.
Maka keadaan sekarang jauh berbeda, tempat tersebut betuI- betul
buntu dan tiada harapan untuk hidup. apalagi buat Soh hun ki, pada
hakekatnya tempat tersebut merupakan suatu tempat yang mematikan
baginya, sebab walaupun dia berhasil menang pun jangan harap bisa
lolos dari lorong tersebut dengan selamat, seandainya dia dapat berpikir
lebih seksama dan mau mempertimbangkan kembali hasil adu
kekuatannya dengan Sun Tiong lo tadi mungkin dia akan sedikit merasa
mengerti akan kehidupan selanjutnya
Tapi dalam saat begini, dia sama sekali tak berpikir lebih jauh, dia
hanya tahu mencari kemenangan untuk melanjutkan hidupnya, dia
harus melangsungkan duel dengan Sun Tiong lo.
Sementara itu, Sun Tiong lo telah berada tujuh depa dari hadapan Soh
hun ki, dalam jarak sedekat, ini asal dia maju selangkah lagi sambil
melancarkan serangan, maka pedangnya akan segera mencapai depan
dada Soh hun ki. Sebaliknya Soh hun ki hanya berdiri menanti dengan sikap yang amat
tegang, walaupun sudah berada dalam keadaan seperti ini, namun dia
belum juga bergeser dari posisinya semula.
Dalam hal ini, Sun Tiong lo mau tak mau harus mengangguk memuji...
Maka anak muda itu segera berhenti, kemudian katanya pelan.
"Mengingat tak mudah untuk mencari nama bila kau tidak
melawan maka aku hanya akan memunahkan tenaga dalammu saja
dengan tetap meninggalkan ilmu silatmu seutuhnya, bagaimana
pendapatmu?" Soh hun-ki yang mendengar ucapan mana, segera salah mengartikan
perkataan itu, sambil tertawa seram ia lantas berseru:
"Tak usah bermimpi di siang hari bolong, kau anggap lohu sudah pasti
akan kalah ?" Sun Tiong-lo menghela napas panjang. "Yaaa, kalau toh kau enggan
menuruti nasehatku, aku pun tak ingin banyak berbicara lagi" Ujung pedangnya segera digetarkan ke
depan dan menusuk ke atas dada Soh-hun ki. Agaknya Soh hun ki tahu bahwa selisih jarak
mereka masih ada tujuh depa, sedang gerakan menusuk yang tidak dibarengi dengan
gerakan tubuh yang maju ke depan itu hanya bermaksud untuk
memancing lawannya masuk perangkap maka dia tetap tak bergerak
sama sekali dari posisinya semula. Itulah sebabnya sambil tertawa dingin, dia hanya mengawasi pedang
yang berada ditangan kanan Sun Tiong lo tanpa berkedip.
Siapa tahu disaat dia menganggap serangan musuh hanya merupakan
suatu tipu muslihat belaka, tahu-tahu ancaman mana berubah menjadi
suatu serangan sungguhan, segulung desingan angin tajam menyambar
kemuka dan menusuk ke tan-tian dipusatnya.
Menghadapi ancaman tersebut ia menjadi kaget dan merasakan
sukmanya serasa melayang meninggalkan raganya, dengan gugup
tubuhnya bergeser kekanan, lalu panji besi ditangan kirinya didayung
kemuka menggulung ketubuh pedang Sun Tiong lo.
Sayang, kembali Soh hun ki salah menduga. Tubuhnya yang bergeser
ke kanan memang merupakan suatu tindakan yang tepat, tapi panji
besinya yang menggulung kearah kiri justru mengenai sasaran yang
kosong. Tatkala ia merasakan ayunan senjata panji besi ditangan kirinya
mengenai sasaran yang kosong, dia segera sadar kalau gelagat tidak
menguntungkan, buru-buru dia ingin merubah gerakan guna
menyelamatkan diri. Sayang sekali tenaga pukulan yang amat kuat telah keburu menekan
keatas tubuhnya, diiringi suara aneh, panji tersebut sudah patah
menjadi dua bagian. Kini tangannya hanya sempat menggenggam sepotong besi sepanjang
tujuh inci saja, Sedangkan panji itu sendiri sudah terurai berai diatas
tanah dalam keadaan hancur berantakan.
Kini paras muka Soh-hun ki telah berubah menjadi pucat pias seperti
mayat, sekarang dia baru sadar, Sun Tiong-lo masih tetap berada
sejauh tujuh depa didepannya, tusukan pedang itu pun tidak menebusi
pusarnya. Oleh sebab itu, bisa disimpulkan kalau panji saktinya sama sekali tidak
saling membentur dengan senjata tajam lawan, atau dengan perkataan
lain, dalam selisih jarak seperti ini, tak mungkin senjata mereka dapat
saling membentur satu sama lainnya.
Tapi kenyataan sekarang, walaupun senjata mereka tidak saling
membentur namun kenyataannya panji bajanya telah hancur berkeping
keping diatas tanah, apa gerangan yang telah terjadi "
Kini, Soh hun-ki sudah mengerti apa gerangan yang telah terjadi, itulah
sebabnya paras mukanya kontan berubah menjadi pucat seperti mayat,
ditatapnya Sui Tiong lo dengan perasaan bergidik dan mata melotot
besar. Hawa pedang ! Tak bakal salah lagi, memang hawa pedang !
Semenjak terjun ke dalam dunia persilatan Soh hun-ki sudah
sering mendengar orang membicarakannya tapi sampai dia malang
melintang dalam dunia persilatan dan namanya menjadi termasyur,
belum penuh ia menjumpai seseorang yang benar-benar memiliki
kepandaian selihay itu. Sekarang, usia sudah menanjak tua, sungguh tak disangka hal tersebut
benar-benar terjadi, bahkan hawa pedang yang amat dahsyat itu
muncul ditangan seorang anak muda, dari sini bisa dibayangkan sampai
dimanakah taraf kepandaian silat yang dimiliki orang itu.
Kenyataan baru saja terbentang di depan mata, jelas hal tersebut tak
dapat diragukan lagi, tapi... tapiiii.... jurus serangan tersebut terlampau
cepat. Sedemikian cepatnya sampai Soh hun ki sendiripun hampir tak
percaya, tapi dia pun tak bisa tidak harus mempercayainya...
Itulah sebabnya setelah rasa kaget dan takut nya hilang, dengan cepat
ia menunjukkan sikap siap untuk melangsungkan suatu pertarungan
mati hidup. "Oooh kau ingin melangsungkan suatu pertarungan habis- habisan?"
tegur Sun Tiong lo dengan kening berkerut.
Soh hun ki merasakan hatinya terkesiap, tapi diluarannya tetap bersikap
angkuh. "Tentu saja" sahutnya, "Lohu tak bakal mengucurkan airmata sebelum
melihat peti mati." Sun Tiong lo mendengus dingin, dia mendesak maju lebih kedepan
sehingga selisih jarak antara kedua belah pihak tinggal lima depa saja...
Dengan gugup Soh hun-ki melompat mundur sejauh hampir satu kaki.
Sambil tertawa dingin Sun Tiong lo segera berkata. "Jalan tembus kini
sudah terbuka, setiap saat kau boleh
mengundurkan diri dari sini. aku tak akan memperebutkan waktu
denganmu, kini kau boleh maju beberapa langkah, gunakanlah jurus serangan yang paling kau
banggakan untuk melancarkan serangan!"
"Kau boleh menyerang lebih dulu !" tukas Soh hun-ki sambil
menggeleng dan berlagak tidak gentar.
Sun Tiong-lo semakin mengerutkan dahinya. "Sekarang, coba kau
berpaling dulu, lihatlah apakah kau
mempunyai jalan untuk mundur lagi ?"
Soh-hun ki kuatir Sun Tiong lo manfaatkan kesempatan tersebut untuk
melancarkan serangan, ia sama sekali tak berpaling melainkan
menggunakan panji besi ditangan kanannya untuk mengukur jarak,
ternyata sisa jarak dibelakang tubuhnya tinggal dua depa.
Maka dengan berhati-hati sekali dan kewaspadaan tinggi, dia maju tiga
langkah lagi ke depan. Tiga langkah tak sampai lima depa, dia sudah dapat melancarkan
serangan dengan meng gunakan panji besinya.
Dengan wajah bersungguh-sungguh Sun Tiong lo menatap wajah Soh
hun ki lekat-lekat, kemudian tegurnya:
"Menurut pendapatmu berapa juruskah serangan panjimu yang paling
diandalkan?" "Heeehhh... heeehhhh... hedwehhh... aku bukan anak kecil, aku tak
bakal termakan olen tipu musIihatmu itu!" seru Soh hun ki sambil
tertawa. Sun Tiong lo ikut tertawa. "Terserah bagaimanakah jalan pikiranmu
itu, sekarang aku hanya ingin memberi kesempatan sebanyak lima jurus untukmu didalam lima
jurus ini kau tak usah kuatir untuk melancarkan serangan dengan
sepenuh tenaga, tapi selewatnya lima jurus, kau haruslah ber-hati2!"
Mendengar perkataan itu, Soh hun ki menjadi sangat gembira, serunya
dengan cepat. "Sungguh" sungguhkah perkataanmu itu?" "Hmm.. aku toh tidak
perlu membohongi di rimu" jengek Sun
Tiong lo dengan suara dingin. Tapi Soh hun kie belum juga merasa lega,
kembali ujarnya: "Dalam lima jurus ini, apakah kau tak akan
melancarkan serangan balasan ?" "Yaa, sudah pasti tak akan melancarkan serangan balasan!" Sun Tiong
lo mengangguk. Soh hun ki berpikir lagi beberapa saat lamanya, tampaknya dia
berminat untuk melakukan percobaan, kembali dia berseru:
"Apakah kau hendak menggunakan Kiam-khi (hawa pedang) lagi untuk
melakukan pertahanan?" Sun Tiong lo memandang sekejap kearah Soh Luti-ki, lalu berkata
dengan sungguh-sungguh. "Oooh... aku mengira hingga kini aku masih belum mengetahui tenaga
dalam apakah yang telah menghancurkan panji besi yang beiada
ditangan kirimu, rupanya meski kau sudah tahu-namun masih belum
mau mempercayainya ?" Merah padam selembar wajah Soh-hun-ki karena jengah, cepat- cepat
dia berkata: "Walaupun lohu keras kepala, namun aku masih cukup tahu diri, bila
aku harus melawan ilmu Kiam Khi mu yang maha dahsyat tersebut
dengan menggunakan tenaga dalam sendiri, jelas hal ini merupakan
suatu tindakan tak tahu diri."
"Sebab mengenai ilmu Kiam-khi tersebut hidup sampai sekarang. lohu
hanya pernah mendengar tapi belum pernah menyaksikan dengan mata
kepala sendiri, aku benar-benar tidak mempercayainya dengan begitu
saja, dalam hal ini kau harus mengerti?"
"Yaa, aku mengerti." Sun Tiong-lo manggut-manggut, "itulah sebabnya
aku memberi kesempatan kepadamu untuk melancarkan lima jurus
serangan !" "Aaaaai, kau memiliki hawa Kiam-khi yang hebat, aku lihat lebih baik
tak usah dicoba lagi." seru Soh-hun-ki dengan tertawa getir.
Dengan cepat Sun Tiong-lo menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Dalam lima jurus yang pertama, kau tak usah menguatirkan tentang
hal ini lagi !" "Baiklah." kata Soh-hun-ki kemudian sambil membusungkan dada,
"padahal lohu juga mengerti, sekalipun kai bertarung menggunakan
tenaga dalam dan ilmu silat yang biasapun lohu bukan tandinganmu,
tapi kesempatan yang sangat baik ini tak akan kusia-siakan dengan
begitu saja, sebab kesempatan sebaik ini belum tentu akan kujumpai lagi
dimasa mendatang !" Berbicara sampai disitu, mendadak Soh hun ki meluruskan matanya ke
muka dan menatap wajah Sun Tiong lo lekat lekat.
Tergerak hati Sun Tiong lo, sebab saat ini lah dia menemukan bahwa
gembong iblis tua yang termashur karena kejahatannya itu, sekarang
sudah tidak nampak lagi wajah keganasan, kebuasan serta kekejian
hatinya lagi. Sementara dia masih keheranan, Soh hun kiz telah buka suara
memanggil: "Anak muda..." "Aku she Sun bernama Tiong lo." tukas sang
pemuda cepat. Soh hun ki menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya: "Maafkan kekerasan kepala lohu, entah bagaimana juga,
kau dan lohu berhadapan sebagai musuh bukan teman, lohu cukup
memanggilmu sebagai anak muda saja."
Sun Tiong lo menatap Soh hun ki lekat-lekat, kemudian katanya lebih
lanjut: "Baik, terserah mau sebut apa saja kepadaku!" "Kini, meski kita
berhadapan sebagai musuh bolehkah lohu
merepotkan kau sianak muda akan suatu hal?" "Boleh. asal pekerjaan
itu bisa kulakukan." "Aaah, cuma urusan rumah tangga lohu!" "Bolehkah
aku mengetahuinya?" tanya Sun Tiong lo dengan
kening berkerut. Soh hun ki tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya berkata kembali.
"Orang persilatan sedikit sekali yang mengetahui kalau lohu mempunyai
istri mempunyai anak, alasannya karena istriku sudah lama mati, sedang
anak menantuku juga sudah tak ada lagi."
Bagaimanakah ceritanya sampai mereka mati, kejadian tersebut sudah
berlalu sangat lama, rasanya kitapun tak usah membicarakan lagi, yang
hendak kubicarakan kini adalah seorang cucu perempuan lohu!"
Ketika berbicara sampai disitu, dia berhenti sebentar, kemudian
lanjutnya. "Anak muda, tahukah kau berapa usia lohu sekarang?" "Dengan cepat
Sun Tiong lo menggeleng. "Entahlah, tapi
tampaknya seperti lima puluh tahun atau lebih sedikit!" Soh hun ki
segera tertawa. "Berbicara sejujurnya, kini lohu sudah berusia tujuh
puluh dua tahun, berhubung semasa kawin dulu masih amat muda, maka pada
usia tujuh belas tahun sudah berputra, usia empat puluh tahun sudah
punya cucu, oleh sebab itu tahun ini cucu perempuanku telah berusia
tiga puluh dua tahun." "Oooh, kini cucu perempuanmu berada dimana?" "lnilah persoalan
yang hendak lohu titipkan kepadamu untuk
menyelidikinya..." Sun Tiong-Io tertegun. "Apakah kau menyuruh aku
mengarungi samudra, menjelajahi ujung langit untuk menemukan jejak cucu perempuan itu?" "Benar, kau
harus menemukan dia bahkan harus menyelamatkan
pula jiwanya." Sekali lagi SuoTiong-!o menjadi tertegun sesudah
mendengar perkataan itu. "MenoIong dia"- ia menegaskan "apakah dia sedang terancam oleh
sesuatu mara bahaya" Dengan cepat Soh hun-ki mengangguk
"Betul. keadaannya sekarang teramat berbahaya, mungkin saja saat ini
dia sudah mendapat ancaman yang membahayakan jiwanya karena dia
sudah melewati batas waktu janjinya untuk bertemu denganku cukup
Iama..." Mendengar sampai disitu, tanpa terasa Sun Tiong lo menukas dengan
cepat: "Tunggu sebentar, aku sudah mendengar sedikit duduknya perkara,
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentunya semula kau mengetahui tentang berita cucu perempuanmu itu,
bahkan mengadakan hubungan surat menyurat, tapi kali ini..."
Soh hun-ki segera mengangguk, kembali selanya: "Benar, anak
muda, dengarkan ceritaku lebih lanjut, walaupun
lohu tak becus namun terhadap Lok hun pay tidak benar-benar takluk
tapi aku dipaksa untuk menuruti perkataannya adalah cucu
perempuanku itu, maka dalam keadaan apa boleh buat, terpaksa aku
harus menuruti perintahnya hingga kini."
"Tapi lohu mengadakan perjanjian dengannya, yakni setiap tiga buIan
satu kali. kami kakek dan cucu diperbolehkan saling menulis surat untuk
menyatakan keselamatan masing-masing dan ia menyetujui serta
melaksanakannya, selama belasan tahun hal ini berlangsung terus tiada
putusnya. "Kali ini, suratnya memang datang tetapi jangan harap dia bisa
mengelabuhi lohu, gaya di dalam tulisannya mau pun nama suaranya
memang betul merupakan tulisan tangan cucu perempuanku sendiri, iapi
lohu dapat melihat kalau surat itu adalah sepucuk surat palsu !"
"Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi ?" tanya Sun Tiong-lo tanpa
terasa. Soh-bun-ki segera tertawa dingin. "Heeeh... heeehh... heeehkzh... bagaimana mungkin " Sudah belasan
tahun lohu mengadakan hubungan surat menyurat dengan cucu
perempuanku, aku percaya setiap suratku pasti diperiksa olehnya
dengan seksama, maka kalau dia ingin memalsukan gaya tulisannya, hal
ini sebetulnya bukan sesuatu yang sukar!"
"Aku rasa, bagaimanapun miripnya dia menirukan gaya tulisannya,
dengan demikian perbedaannya pasti ada dan perbedaan itu bisa
ditemukan dalam sekilas pandangan saja"
"Justru kebalikannya yang terjadi." Soh bun ki menggeleng, "begitu
miripnya gaya tulisan itu, mungkin cucu perempuanku yang melihat pun
akan merasa terkejut dan mengira dia yang benar- benar menulis
sepucuk surat itu sendiri, sebab tulisannya terlalu mirip."
"Oooh... kalau begitu, dalam setiap surat menyurat diantara kalian
berdua, selalu membuat kode rahasia sebagai tanda keasliannya?"
Soh hun ki melirik sekejap kearah Sun Tiong lo, kemudian serunya
memuji. "Anak muda, kecerdikannya sungguh menakutkan. betul sekali, memang
dalam surat-surat kami selalu diberi suatu kode rahasia untuk
menunjukkan keasliannya, dan aku yakin kode rahasia tersebut jangan
harap bisa diketahui orang lain. "Aku tahu, Lok hun pay memang amat liehay, selama belasan tahun
mungkin saja dia selalu meneliti dan memperhatikan surat kami, tapi
kenyataannya kode rahasia tersebut tak berhasil ia temukan, oleh
karena itulah aku baru tahu kalau surat terakhir yang kuterima bukanlah
surat yang ditulis oleh cucu perempuanku sendiri."
"Anak muda, sekarang lohu harus menitipkan persoalan ini kepadamu
untuk kau lakukan, apalagi kau adalah musuh besar Lok- hun-pay, maka
dari itu untuk melancarkan jalannya usahamu nanti, aku harus
memberitahukan kode rahasia ini kepadamu..."
"Tidak usah, aku percaya dengan semua perkataaanmu !" tukas Sun
Tiong lo sambil mengulapkan tangannya.
Tapi Soh hun-ki kembali menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya dengan cepat: "Tidak, aku harus memberitahukan kepadamu kode rahasia tersebut
tidak berada pada kertas kosongnya, melainkan dalam deretan
hurufnya, yakni dengan mengurangi garis dari setiap huruf tertentu !"
"Mengurangi garis dari setiap huruf tertentu ?" tanya Sun Tiong lo
keheranan. "Yaa, bukan begitu saja, bahkan setiap surat harus menuruti urutannya
secara beraturan, misalnya pada surat yang pertama dengan pembuka
kata. "Dipersembahkan kepada ayah tercinta," maka pada permulaan awal kata
dipersembuhkan tersebut dia akan mengurangi coretannya pada huruf D.
Bukan menghilangkannya sama sekali melainkan mengurangi coretan
bagian bawahnya sehingga bentuknya berupa tulisan "()"
"Sedang pada surat yang kedua, dia akan mengurangi coretannya pada
huruf "kepada" dan kemudian dengan mengurangi sebagian huruf "K"
tersebut, begitu pula pada surat ketiga, ia akan mengurangi coretan
pada tulisan "A" dari kata ayah, demikianlah selanjutnya.
"Bila sampai pada huruf kalimat yang terakhir, maka akan diulangi
kembali pada huruf kalimat permulaan, Aku yakin bagaimana pun
cerdiknya Lok hun pay, tak mungkin dia bisa menemukan rahasia dibalik
kode rahasia kami ini!" Sun Tiong lo menghela napas panjang, pujinya: "Yaaa, memang luar
biasa, orang lain memang jangan harap bisa
menemukan tanda rahasia tersebut!" Dengan
bangga Soh hun ki berkata lebih jauh:
"Persoalan ini merupakan salah satu persoalan yang paling kubanggakan
selama ini. Beberapa waktu berselang akupun menerima surat dari cucu
perempuanku, tapi semuanya berubah, dalam surat itu aku tak berhasil
menemukan lagi kode rahasia tersebut.
"ltulah sebabnya aku menyadari kalau cucu perempuanku sedang
menjumpai kesulitan, tapi kemampuanku sangat terbatas, bila kulawan
sudah pasti aku akan mati, ditambah pula aku pun tidak mengetahui
mati hidup dari bocah itu." "Maaf kalau aku menukas" sela Sun Tiong lo tiba-tiba, "tolong tanya
apakah kaupun tidak tahu dimana Lok hun pay bercokol?"
-oo0dw0oo- SOH HUN KI mengelengkan kepalanya. "Setan tua ini
amat licik, bagaimana mungkin aku bisa
mengetahui tempat persembunyiannya?" "Apakah kau pun pernah
menyaksikan raut wajah dari tua bangka tersebut ?" kembali Sun Tiong lo bertanya dengan kening
berkerut, Soh-hun-ki tertawa getir, "Setan tua itu mengenakan topeng !" "Wah,
kalau begitu sulit," kata Sun Tiong lo sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali. "Sebenarnya, lohu sudah
mempunyai rencana bagus untuk membalas dendam, aku ingin memancing dia memasuki loteng ini.
kemudian mengurungnya disini dengan alat rahasia, setelah itu
memaksanya untuk menyebutkan di manakah cucu perempuanku
sekarang berada. "Siapa tahu pada saat inilah, anak muda, kalian telah sampai lebih dulu
disini, membuat usahaku selama ini berantakan, sekarangpun lohu sudah
tak mampu mempertahankan diri lebih jauh, maka..."
"Dari mana munculnya kata sudah tak mampu mempertahankan diri
lagi itu?" tiba-tiba Sun Tiong-lo menukas,
Soh hun ki mendengus. "Hmm, anak muda, bukankah kau sengaja
bertanya setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya ?" "Atas dasar apakah berkata
demikian?" "Tadi kau sudah bilang hendak melangsungkan pertarungan
dalam lima gebrakan, lohu tahu kalau aku tak bakal menangkan dirimu,
dengan akibatnya tenaga dalamku akan punah, bila lohu sudah
kehilangan tenaga dalamku, apakah aku masih mampu untuk
mempertahankan diri?" seru Soh hun ki dengan gusar.
Sun Tiong-Io berkerut kening. "Persoalan ini lebih baik kita bicarakan
nanti saja, aku ingin bertanya dulu kepadamu seandainya pada suatu ketika aku dapat
berjumpa dengan cucu perempuanmu, dengan benda apa aku harus
memperkenalkan diri agar dia memahami duduk persoalan yang
sebenarnya ?" Soh bun ki memperlihatkan panji besi di tangan kanannya seraya
berkata. "Kau boleh mempergunakan gelang besi sebesar dua inci diujung panji
ini sebagai tanda pengenal !" "Baik kalau begitu berikan kepada sekarang!" ujar Sun Tiong lo sambil
menyodorkan tangannya kemuka. Tapi dengan cepat Soh hun ki menggeleng-gelengkan kepalanya
berulang kali, katanya: "Bila gelang besi itu kulepas maka panji ini akan segera terbelah menjadi
dua dan tak bisa dijadikan senjata lagi, padahal lohu masih harus
melawan seranganmu, maka sebelum pertarungan lima gebrakan
dilangsungkan tak nanti akan kulepaskan gelang tersebut untuk di
serahkan kepadamu..." Dengan wajah serius, anak muda kembali berkata: "Kau harus
mendengarkan secara baik-baik, aku telah berubah
pikiran sekarang dan tak akan memunahkan tenaga dalamu lagi, cuma
kau harus mengangkat sumpah dan tidak melakukan kejahatan lagi
dalam dunia persilatan sejak kini."
"Kemudian berikan gelang tersebut kepadaku dan segera tinggalkan
loteng ini, gantilah wajahmu dengan raut wajah lain, dengan cara
demikian secara diam-diam kaupun bisa mencari tahu jejak cucu
perempuanmu didalam dunia persilatan aku berharap kalian cucu dan
kakek bisa berjumpa lagi, carilah suatu tempat yang terpencil dan
berpemandangan indah, dan hiduplah disitu hingga akhir jaman !"
Beberapa patah kata itu segera membuat Soh hun-ki menjadi tertegun
ditempatnya. Dengan suara dalam, Sun Tiong lo kembali berkata: "Aku mempunyai
dendam kesumat sedalam lautan dengan Lokz-hun-pay, dan aku telah
bersumpah untuk menuntut belas kepadanya, bahkan sekarang aku
sudah mulai mencurigai seseorang sebagai Lok-hun pay, dia adalah
sahabat karib ayahku almarhum."
"Oooh, siapakah namanya?" sambung Soh-hun ki cepat. "Dia
bernama Mao Tin-hong!" ucapan Sun Tiong lo ini diutarakan
dengan sepatah demi sepatah kata. Soh hun ki segera menjerit kaget.
"Aaah. aku pernah berjumpa dengan orang ini dimasa lalu,
seharusnya dia terhitung seorang enghiong yang berjiwa Iurus ?" Sun
Tiong-Io tertawa hambar. "Aku toh sudah bilang tadi, dia seorang yang
mencurigakan saja !" "Hooh.." Soh hun ki berseru tertahan, tiba-tiba tanyanya lagi,
"anak muda, secara tiba-tiba saja kau berbuat kebaikan, apakah ada
suatu perintah yang hendak kau bebankan kepadaku ?"
Sun Tiong lo menggeleng. "Tidak ada, setelah perpisahan kita nanti
terserah kau boleh pergi kemanapun kau ingin pergi !" Soh hun ki, berpikir sebentar
kemudian katanya lagi: "Anak muda, terus terang saja kuberitahukan
kepadamu, bila tenaga dalamku masih utuh, aku akan tinggal sekian waktu lagi disini
untuk menunggu kedatangan Lok hun pay tersebut, aku tak akan
segera pergi meninggalkan tempat ini."
"Cuma aku boleh memberitahukan kepadamu, dalam sepuluh hari
mendatang, bila Lok hun-pay belum juga datang, maka aku akan
berusaha keras untuk mencari Empek angkatmu itu serta menyelidiki
gerak-geriknya secara diam-diam !"
Diam-diam Sun Tiong-Io tertawa geli sesudah mendengar perkataan itu,
tapi diluaran katanya dengan cepat:
"Aku akan berterima kasih sekali kepadamu, cuma lebih baik kau
bersikap lebih hati-hati, paling baik kalau kau menyaru orang lain."
Soh-hun-ki manggut-manggut. "Kau tak usah kuatir, aku sudah tahu
bagaimana aku harus bertindak untuk menghadapi hal hal seperti itu." Sun Tiong lo pun
mengangguk. "Kalau begitu, kau boleh serahkan gelang besi panji
besimu itu kepadaku sekarang." Sambil tertawa getir Soh hun ki menyerahkan
gelang berikut panji baja tersebut kepadanya. "Mulai sekarang, Soh hun ki sudah mati
dalam dunia persilatan, panji inipun tak akan dipergunakan lagi, lebih baik ambillah berikut
panjinya sehingga bila perlu gelang tersebut bisa kau ambil untuk
keperluanmu . , , ." Dengan suatu pandangan berarti Sunz Tiong lo memandang sekejap
wajah Soh hun ki, kemudian sambil tertawa dia menggulung
panji tersebut dan diselipkan dipinggangnya, lalu dengan wajah
bersungguh-sungguh katanya. "SeteIah berpisah nanti, kau harus bersikap sangat hati hati,
sepeninggal kami nanti, pintu utama dari bangunan ini akan terbuka,
dinding sebelah luar sana sudah ambrol dan kau boleh turun dari loteng
ini melewati tempat tersebut. Seusai berkata, Sun Tiong lo kembali menuju ke pintu ruangan dan
menggetarkan pintu tersebut membikin kode, pintu segera terbuka dan
dia pun menerobos masuk. Ternyata pintu itu tidak ditutup kembali, melainkan tetap terbuka agar
Soh hun ki bisa kabur dari bangunan berloteng itu...
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, Soh hun ki baru mulai beranjak
keluar dari ruangan batu itu, ketika menyaksikan dinding batu yang
berhasil digugurkan Sun Tiong-lo, sepasang alis matanya segera
berkenyit kencang. Ketika menyaksikan alat alat rahasia dengan roda bergigi yang kini
terbentang lebar tanpa perlindungan, helaan napas sedih segera
bergema, agaknya dia merasa amat sayang dengan benda yang telah
dikerjakan dengan susah payah selama banyak tahun ini.
Dia tidak segera menerobos keluar dari loteng itu, malahan segera
melongok sekejap ke sekeliling tempat luar.
Waktu itu suasana amat hening dan tak kedengaran sedikit suara pun,
ketika yakin kalau Sun Tiong-lo sekalian telah berlalu dengan melewati
pagar besi, maka dia mulai tertawa terbahak-bahak dengan amat
senangnya. Dibalik gelak tertawanya itu, kembali timbul wajah keji, buas dan
menyeringai seram yang menggidikkan hati.
Menyusul kemudian, iapun bergumam seorang diri. "Berbahaya,
sungguh berbahaya, aku tak boleh mengampuni
perempuan cabul itu!" Siapakah "perempuan cabul" yang dimaksud kan" Suatu teka teki yang
sangat aneh. Kakinya di depak-depakkan berulang kali di lantai, tampaknya ia seperti
merasa amat gusar, tapi sebentar kemudian telah tertawa
terbahak-bahak lagi. Ditengah gelak tertawa itu, kembali dia bergumam seorang diri: "Aku
harus segera mencari akal, berusaha keras untuk mencari
sebuah akal yang bagus, meski kali ini aku bisa lolos secara mujur, lain
kali belum tentu akan semujur ini nasibku, sepasang panji besi itu..."
Bergumam sampai disitu, mendadak ia berhenti barbicara sambil
manggut-manggut, ke mudian melanjutkan:
"Lebih baik loteng ini kupunahkan saja, kemudian pergi lebih dulu
meninggalkan tempat ini." Maka dia menerobos keluar dari lubang diatas dinding dan melayang
keluar alam bebas, lalu dari pintu gerbang dibawah loteng sekali lagi dia
masuk kedalam loteng batu itu dan secara mudah menemukan sumbu
obat peledaknya, setelah menyulut sumbu tadi, diapun cepat-cepat
berlalu meninggalkan tempat tersebut.
Tatkala suatu ledakan dahsyat menggelagar memecahkan keheningan
dia, Soh hun ki telah berada setengah li jauhnya dari bangunan loteng
tersebut, dia tak berhenti karena ledakan mana, melainkan melanjutkan
terus perjalanan nya kedepan. Tujuannya sekarang adalah reruntuhan ruang tengah kuil Tong thian
koan. Tatkala dia melangkah masuk ke balik reruntuhan bangunan itu,
mendadak tergerak hatinya dan segera berhenti, kemudian dengan
suatu gerakan cepat dia menyembunyikan diri dibalik reruntuhan
tersebut. Tak lama kemudian, He he koancu diikuti tiga orang tokoh muda anak
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
muridnya telah muncul dari belakang bangunan tersebut keempat
orang itu berjalan dengan sikap yang sangat berhati hati dan
wajah amat serius, seringkali mereka berpaling memandang ke
sekeliling tempat itu. Sekulum senyuman menyeringai yang licik dan menyeramkan segera
menghiasi wajah Soh hun ki, setelah berpikir sejenak, secara diam-diam
ia lantas melakukan penguntilan. Tempo hari ia sudah pernah tertipu, maka kali ini dia bertindak dengan
lebih berhati-hati lagi. Walaupun dia tahu kalau Sun Tiong-lo sekalian telah melakukan
perjalanan secara terpisah dengan He he koancu, tapi untuk
berhati-hatinya, dia lebih suka melakukan penguntilan secara diamdiam,
daripada turun tangan secara gegabah.
Tapi sementara dia melakukan penguntilan terhadap He-he koancu
sekalian berempat, dengan ilmu Kim kong ci yang lihay secara
diam-diam dia pun telah meninggalkan kode rahasia diatas dinding kuil
yang menyolok di pandang, entah apa kegunaan kode rahasia tersebut.
Waktu itu, He he koancu berempat sedang berada dalam perjalanan
untuk kembali ke kuil Hian bian koan di kota Hun ho propinsi San Say,
sedangkan Soh hun ki menguntit terus dari kejauhan sambil menunggu
saat yang terbaik untuk turun tangan.
Pada malam hari kedua, Hehe koancu berempat menginap disebuah
rumah penginapan, mereka mengambil di ruangan sebelah barat, Hehe
koancu tinggal di kamar kelas utama, sedangkan ketiga orang muridnya
beristirahat dalam kamar depan. Kini Soh hun ki yakin kalau Sun Tiong lo sekalian sudah menempuh arah
perjalanan yang berlawanan dengan perjalanan yang ditempuh oleh He
he koancu, bahkan bisa jadi mereka terpisah sejauh puluhan atau
ratusan li, tentu saja mereka tak akan munculkan diri secara tiba-tiba
disitu. Tapi, dia masih tetap bersikap sangat berhati-hati sekali, dicarinya kamar
dirumah penginapan lain untuk beristirahat cuma
setelah dia masuk kerumah penginapan tersebut dan mendapatkan
kamar, kembali dia keluar rumah dan berputar-putar kian kemari.
Padahal pada saat inilah secara diam-diam dia sedang meninggalkan
kode rahasia dengan ilmu Kimde kong ci di depan pintu gerbang rumah
penginapan serta tempat-tempat strategis lainnya persis seperti apa
yang ditinggalkan di atas reruntuhan dinding dari kuil Tong thian koan.
Kentongan kedua sudah menjelang tiba, api lentera dikota itu sudah
dipadamkan, semua orang pun telah berangkat menuju ke alam impian.
Tapi diluar halaman kamar dimana Soh hun ki berdiam, kini sudah mulai
kelihatan ada satu gerakan. Secara beruntun muncul tiga sosok bayangan manusia yang serba putih
meluncur turun ditengah halaman tersebut.
Mereka semua mengenakan kain cadar warna putih untuk menutupi
wajahnya, salah seorang diantara mereka sedang maju mendekati pintu
kamar pada waktu itu dan mengetuk pelan.
Menyusul kemudian pintu itu terbuka dan ia memberi tanda kepada dua
orang manusia berbaju putih lainnya untuk ikut masuk pula ke dalam
ruangan tersebut. Waktu itu, Soh hun-ki yang berada dalam ruangan telah berganti wajah
maupun dandanannya. Tiga orang manusia berbaju putih itu segera membungkukkan badan
dan memberi hormat kepada Soh hun-ki, kemudian pemimpin mereka
berkata dengan lirih. "Hamba telah mengikuti kode rahasia dari majikan untuk menyusul
kemari tepat pada waktunya. "Majikan?"" Rupanya Soh-hun-ki tak lain adalah Lok hun pay sendiri . . .
Peristiwa ini benar-benar sangat aneh dan sama sekali diluar dugaan
siapapun jua. Seandainya Sun Tiong lo dan Hou-ji serta Bau-ji sekalian tahu bahwa
Soh hun ki tidak lain adalah Lok hun pay, tak mungkin mereka akan
melepaskan bajingan tersebut dari dalam lorong rahasia tersebut
dengan begitu saja. Seringkali kejadian yang berlangsung dalam dunia memang begitu
kebetulan sehingga sukar bagi orang lain untuk menduga sebelumnya.
Sekarang, Soh hun ki sudah pulih kembali menjadi Lok hun pay. terhadap
ketiga orang manusia berbaju putih itu dia mengulapkan tangannya, lalu
katanya lagi dengan suara dalam dan menyeramkan.
"Secara diam-diam kalian semua sudah pernah bertemu dengan He-he
koancu, aku percaya kalian tak bakal salah melihat orang lagi, sekarang
mereka guru dan murid berempat sedang berada dirumah penginapan
Thian tiang kek can. Tapi kalian harus perhatikan baik- baik, jangan
turun tangan didalam rumah penginapan tersebut, kalau bisa bekuk
mereka kemudian diseret keluar kota dan habisi mereka disitu, setelah
selesai mengerjakan tugasnya ini, kalian dipersilahkan boleh segera
berangkat ke Gakz yang dan menjumpai aku di perahu loteng ditengah
telaga !" Tiga orang manusia berbaju putih itu mengiakan dengan hormat.
Lok-hun-pay segera menuding kearah ruang samping kiri dibalik
kegelapan sana, lalu kata nya lagi kepada pemimpin tersebut: "Pakaian
dari Son-hun-ki tersebut berada didalam sana, kau tahu
bukan apa yang harus dikerjakan, Semoga kalian berhasil dengan
sukses. jangan lupa, kita jumpa lagi di perahu loteng !"
Manusia berbaju putih yang menjadi pemimpin itu mengiakan dengan
hormat. Lok-hun pay segera mengulapkan tangannya dan berjalan keluar dari
ruangan, sebaliknya manusia berbaju putih itu masuk kedalam ruangan
tersebut, tak Iama kemudian dia sudah muncul kembali dengan
Soh-hun-ki. oooOdwOooo Cahaya lentera didalam kamar rumah penginapan
Thian tiang telah dipadamkan sedari tadi. Tiga buah kamar diruang depan
ditempati ketiga orang murid He he koancu, mungkin pada saat itu mereka sudah terlelap dalam impian,
siapapun tak menduga kalau bencana besar telah berada didepan mata.
He he koancu yang menempati kamar utama tampaknya belum tertidur
karena pikirannya masih dibebani banyak persoalan meski sementara
telah dipadamkan namun seorang diri ia masih duduk termenung disitu,
entah apa saja yang dipikirkan. Dia duduk disudut ruangan, suatu tempat yang sebetulnya sangat aneh
tidak lazim orang duduk ditempat seperti ini.
Pembaringannya terletak didekat jendela belakang, sementara didekat
jendela sebelah muka terdapat sebuah meja kecil.
Ia telah memindahkan kursi didepan meja itu ke sudut dinding diujung
pembaringan dekat dinding ruangan, tempat itu merupakan tempat
yang tergelap dari ruangan tersebut.
Tanpa cahaya lentera, kecuali pendatang tersebut sudah tahu
sebelumnya dimanakah ia sedang duduk, bagaimana pun telitinya
dia,tidak mungkin orang akan menyangka kalau ia bakal memilih tempat
seperti itu untuk tempat duduknya. Yang lebih aneh lagi ialah selimut diatas pembaringan ditata sedemikian
rupa sehingga seolah-olah ada orang sedang tidur disana, dilihat dari
semua persiapannya itu, bisa diduga kalau He he koancu telah
menyadari akan datangnya ancaman bahaya maut yang setiap saat
akan mengancam keselamatan jiwanya.
Seandainya memang begitu, bukankah lebih baik dia mengajak ketiga
orang muridnya melarikan diri ditengah kegelapan begini, dari pada
harus menanti maut dalam penginapan Thian-tiang "
Oleh karena itu persiapan dari He he koan cu sekarang membuat orang
selain heran dan tak habis mengerti.
Tak selang berapa saat kemudian, mendadak He-he koancu
mengerutkan dahinya kencang-kencang.
Dia sudah mendengar dari balik halaman kamar sana ada manusia yang
berjalan malam sedang bergerak mendekat.
Tapi dia belum juga bergerak, hanya keningnya saja yang segera
berkerut kencang. Menyusul kemudian, pintu kamar itu dibuka orang tanpa menimbulkan
sedikit suarapun, namun He he koancu masih tetap tak berkutik, tentu
saja dia pun tidak bersuara untuk menegur ataupun membentak.
Bayangan manusia berkelebat lewat, lamat-lamat dapat terlihat dua
sosok bayangan putih bergerak mendekati pembaringannya, kemudian
salah seorang diantaranya membungkukkan badan sambil melancarkan
cengkeraman maut ke atas pembaringan.
Tapi begitu mencengkeram, orang itu segera menjerit kaget:
"Aaaaah, tak ada orangnya, dalam selimut hanya bantal" "Cepat
memasang tentera !" seru yang lain cepat. Pada saat itulah, He he
koancu yang duduk disudut ruangan dibalik kegelapan berseru: "Tidak usah, aku berada disini." Begitu suara
tersebut berkumandang, dua orang manusia
berbaju putih itu segera mengundurkan diri kedepan jendela. Tapi mereka
adalah manusia-manusia yang cukup berpengalaman dalam menghadapi musuh, walaupun harus mundur
dalam keadaan amat terperanjat namun selisih jarak antara kedua
orang itu masih tetap berjarak beberapa depa, sehingga halmana tidak
sampai membuat mereka berdua harus mengalami sergapan secara
bersama-sama. Tadi mereka mundur karena tak pernah menyangka akan terjadinya
perubahan tersebut, setelah mundur sekarang kedua orang itu baru
menghimpun tenaga dalamnya dan memperhatikan He he koancu
dengan lebih seksama. He-he Koancu masih belum juga bergerak dari tempat duduknya
semula, tapi dengan suara sedingin es dia berseru:
"Kami guru dan murid berempat tidak bermaksud untuk melarikan diri,
bahkan sudah menduga kalau kalian bakal datang, maka kalian
berduapun tak usah menunjukkan sikap semacam ini."
Salah seorang diantara dua manusia berbaju putih itu mendengus dingin.
"Hmm, bagus sekali, kalau toh demikian kami pun akan mengutarakan
maksud kedatangan kami secara terus terang..."
Belum habis ia berkata, kembali He-he koancu telah menukas:
"Tidak usah, maksud kedatangan kalian cukup kuketahui dengan
amat jeIas!" "Kalau memang demikian, hal mana lebih baik lagi" seru
manusia berbaju putih itu sambil tertawa, "Kalau memang demikian silakan
koancu..." Sekali lagi He-he koancu menukas: "Mengapa Lok hun-pay tidak
datang sendiri ?" Tanpa berpikir panjang lagi, manusia berbaju putih
itu menyahut: "Majikan masih ada urusan lain..." Tapi rekannya yang
lain segera menyadari akan kesalahan
tersebut, seperti teringat akan sesuatu, buru-buru ia menukas. "Siapa
yang koancu maksudkan " Siapa sih Lok hun pay itu ?" Dalam pada itu,
manusia berbaju putih yang salah berbicara tadi
segera menyadari akan kesilafan sendiri, mendadak saja seluruh
tubuhnya gemetar keras. Tentu saja keadaan tersebut tidak lolos dari pengamatan He-he koancu,
dengan cepat dia mendengus dingin. "Hmm!" Tak usah mencoba untuk mengelabuhi aku, apalagi kalian toh
mendapat perintah untuk membunuh kami guru dan murid hingga
seakar-akarnya" Kami berempat tahu kalau kami tak mampu berbuat
banyak dan tentu akan tewas ditangan kalian, mengapa pula kalian
mesti merasa takut..." Manusia berbaju putih yang membuka suara pertama kali tadi segera
mengulapkan tangannya, lalu dengan suara dalam berkata:
"Waktu yang tersedia untuk kita tak terlalu banyak, lebih baik koancu
segera mengundang semua muridmu dan ikut kami pergi dari sini?"
"Pergi dari sini?" He he koancu segera tertawa dingin, "heeeh...
heeehh... heeehh... aku rasa tak akan segampang itu...!"
"Kau bilang apa?" bentak manusia berbaju putih pertama dengan amat
gusarnya. He-he koancu tak mau mengalah, diapun membentak dengan suara
dalam. "Aku bilang, dengan mengandalkan kalian bertiga, jangan harap pun
koancu guru dan murid berempat akan menyerah dengan begitu saja,
apalagi disuruh mandah digusur keluar kota dan dibunuh ditempat itu,
huuuh, tak akan segampang ini."
Padahal didalam ruangan tersebut cuma ha dir dua orang manusia
berbaju putih, tapi He he koancu mengatakan mereka bertiga, hal
tersebut mau tak mau membuat dua orang manusia berbaju putih itu
merasa terperanjat sekali. Belum sempat mereka mengucapkan sesuatu, He he koancu telah
berkata lebih jauh. "Menurut pendapatku, lebih baik kalian sekalian mengundang masuk
rekanmu itu, dari pada dia mesti keanginan diluar!"
"Hmm... kau anggap dengan kemampuan kami berdua masih belum
cukup untuk membekukmu?" dengus manusia berbaju putih pertama.
"Terserah, cuma aku lihat ada baiknya bila kau menuruti perkataanku
saja, paling baik ka au kau undang rekanmu turut."
Agaknya manusia berbaju putih yang lain berhasil menangkap sesuatu
yang tak beres dari ucapan koancu itu, tiba-tiba ia berseru:
"Apakah kau mempunyai bala bantuan di-luar ?" "Ada atau tidak
merupakan urusanku sendiri, kalian tak usah
banyak bertanya." Manusia berbaju putih yang pertama tadi tampaknya
sudah tidak sabar lagi, tiba-tiba ia berseru. "Ada juga boleh... tak ada juga boleh,
lohu sama sekali tidak menganggapnya sebagai suatu persoalan, sekarang lohu hanya ingin
bertanya sepatah kata saja kepadamu, kau hendak bangkit berdiri untuk
melangsungkan suatu pertarungan ataukah mengikuti kami pergi dari
sini ?" Pelan-pelan He he koancu bangkit berdiri, kemudian sahutnya:
"Pergi pun boleh juga, ayo berangkat !" "Mana ketiga orang
muridmu ?" tanya manusia berbaju puih yang
pertama. "Untuk menghindari segala kemungkinan yang tidak
diinginkan aku telah memerintahkan kepada mereka untuk pergi jauh-jauh dari
sini." sahut He-he koancu ketus.
"Omong kosong." bentak pemimpin berbaju putih itu ketus. "Ayo cepat
katakan, mereka berada dimana ?"
He-he koancu memandang sekejap ke arah lawannya dengan
pandangan sinis, kemudian jengeknya:
"Andaikata kau menganggap aku sedang berbohong, mengapa tidak
mencoba untuk menangkapnya sendiri ?" katanya dingin.
Manusia berbaju putih yang lain segera berpaling dan ujarnya kepada
rekannya itu: "Lebih baik kita undang koancu lebih dulu, sedang soal yang lain bisa
diselesaikan belakang saja !" Pemimpin berbaju putih itu mengiakan dan segera berkelebat ke
samping, sedangkan manusia berbaju putih yang lain maju ke depan
pintu dengan langkah lebar sedangkan He-he koancu berjalan diapit di
tengah-tengah. Sesudah berjalan keluar dari ruangan dan tiba dihalaman, mendadak
He-he koancu berhenti sambil berkata:
"Pun-koancu masih mempunyai beberapa persoalan yang hendak
kutanyakan lebih dulu." "Koancu, lohu menasehati kepadamu agar ber tindak lebih jujur,
janganlah mencoba untuk berbuat curang atau licik kepada kami!"
pemimpin berbaju putih itu memperingatkan.
He-he koancu segera mendengus dingin, "Hmm, janganlah kau anggap
lantaran pun koancu bersedia pergi mengikuti kalian, berarti aku sudah
menyerah begitu saja, kalian pun tak usah menganggap pun koancu
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebagai seorang tawanan, sekarang dengarkan dulu baik-baik, aku
hendak memberitahukan beberapa persoalan kepada kalian."
"Kalau ada persoalan cepat saja diutarakan lohu sudah tak mempunyai
banyak waktu lagi!" tukas pemimpin berbaju putih itu cepat.
He-he koancu melirik sekejap kearahnya, kemudian baru pelan- pelan
ujarnya: "Bukankah kalian datang bertiga, apakah kalian tidak memanggilnya lebih
dahulu sebelum melakukan perjalanan bersama-sama?"
Mendengnar perkataan ini, pemimpin berbaju putih merasakan hatinya
terkesiap, serunya tanpa terasa: "Mengapa kau sangat memperhatikan tentang persoalan ini ?" He-he
koancu tidak menjawab, dia hanya-tertawa dingin tiada
hentinya. Sementara itu manusia berbaju putih yang lain sudah melejit
ketengah udara dengan kecepatan tinggi lalu melayang turun diatas
atap-rumah, sorot matanya yang berada dibalik kain cadar dengan
tajam memperhatikan sekeliling tempat itu.
Tak lama kemudian, manusia berbaju putih itu sudah bertepuk tangan
sebanyak tiga kali, kemungkinan besar inilah kode rahasia mereka umuk
mengadakan kontak, tapi aneh, sekali pun sudah bertepuk tangan
beberapa kali, namun tak kedengaran sedikit suara sahutanpun.
Pemimpin berbaju putih yang berada dibawah itu segera menyadari
kalau gelagat tidak beres, tanpa terasa serunya kepada rekan yang
berada diatas atap rumah: "Bagaimana" Apakah orangnya tak ada?" Manusia berbaju putih
yang ada diatas atap rumah belum sempat
menjawab, He he koan-cu sudah menukas: "Dia tak mungkin ada disitu,
kecuaIi..." Ketika berbicara sampai disitu, He he koancu sengaja
menghentikan perkataannya, kemudian mengalihkan sorot matanya ke
wajah pemimpin berbaju putih itu. Sementara itu orang berbaju putih yang berada di atas atap rumah pun
sudah merasakan keadaan yang tak beres, dia segera melayang turun
kebawah seraya berseru: "Tampaknya situasi telah mengalami sedikit perubahan, lebih baik kita
cepat-cepat meninggalkan tempat ini!"
Namun pemimpin berbaju putih itu segera menggelengkan kepalanya
berulang kali, sambil menuding ke arah He he koancu, ujarnya kepada
rekan tersebut: "Tunggu duIu, tampaknya dia mengetahui dengan jelas atas kejadian
yang berlangsung disini !" "Ehmm. sedikitpun tak salah, aka memang mengetahui dengan jelas atas
semua kejadian disini!" He-he koancu segera menyambung dengan suara
mengejek. Mendadak pemimpin berbaju putih itu maju dua langkah ke depan dan
menghampiri Hehe koancu, setelah itu serunya dengan suara dalam:
"Ayo bicara, sekarang dia berada dimana?"
He-he koancu tertawa dingin. -oo0dw0oo-
Jilid 34 "HEEEHH... HEEEHH... HEEEHH... KAU... anggap aku bisa digertak
dengan seenaknya saja?" jengeknya.
Pemimpin berbaju putih itu mendengus dingin, mendadak ia
mengayunkan telapak tangannya sambil bersiap-siap melancarkan se
buah pjkulan dahsyat. Manusia berbaju putih yang lain menjadi amat gugup cepat cepat
serunya: "Saudara Thio, tunggu sebentar!"
Pemimpin berbaju putih itu she Thio bernama Yok sim, ketika
mendengar seruan tersebut ia nampak tertegun, lalu serunya sambil
berpaling: "Hei, mengapa kau memanggil aku ?" "Betul, kalian memang
terhitung pintar sekali." mendadak He-he
koancu menukas, "menurut apa yang kuketahui, setiap anggota
Lok-hun-pay tak seorang pun yang mengetahui nama dan indetitas
lawannya, apabila suatu ketika namanya telah disebut, hal itu berarti
saat nya untuk mati sudah tiba, sekarang..."
Tidak menunggu He-he koancu menyelesaikan perkataannya, Thio
Yok-sim sudah menukas dengan suara dalam: "Urusan yang kau ketahui
terlampau banyak sayang sekali..."
Belum habis dia berkata, mendadak dia sudah melancarkan sebuah
sodokan dengan jari tangan mengancam jalan darah kematian
Tam-thian diatas pusar He he koancu.
Serangan mana bukan cuma tajam dan mematikan, bahkan dilepaskan
dengan kecepatan luar biasa. Dengan kepandaian silat yang dimilikinya sekarang, bila dibandingkan
dengan He he koancu maka He he koancu masih ketinggalan cukup
banyak, apa lagi serangan mana dilancarkan dengan setengah
menyergap, pada hakekatnya sulit buat He-he koancu menghindarkan
diri. Siapa tahu, disaat ujung jari tangannya sudah hampir menempel diujung
baju He he koancu itulah, mendadak He he koancu mengayun kan
tangan kanannya sambil melancarkan kebutan, ke lima jari tangannya
segera tersapu telak diatas pergelangan kanan lawan.
Seketika itu juga dia merasakan sakit yang luar biasa biasa hingga
merasuk ke tulang sum-sum, lengan kanannya menjadi kesemutan,dan
kaki, serta merta jari tangannya itu sudah tak mampu untuk bergerak
lagi. Dalam tertegunnya lagi-Iagi dia hendak melancarkan serangan, tapi He
he koancu sudah keburu buka suara, katanya.
"Pun koancu menganjurkan kepadamu agar sedikitlah tahu diri, paling
baik lagi jika tidak mempergunakan kekerasan !"
Sementara itu manusia berbaju putih yang lain telah berhasil
memahami segala sesuatunya, sambil maju ke muka dia berseru.
"Koancu, mengapa kau tidak menyuruh semua teman-temanmu itu
keluar dari tempat persembunyian agar kita bisa berbincang- bincang
dengan sebaik-sebaiknya ?" He he koancu melirik sekejap ke arahnya lalu bertanya: "Ooh,
sekarang kalian baru berpikir untuk mengadakan
pembicaraan dengan kami ?" Manusia berbaju putih itu tertawa.
"Koancu !" dia berkata. "walaupun sekarang orang kami ada yang
terjatuh ke tangan koancu, bahkan ditinjau dari kepandaian ilmu se
rangan yang koancu gunakan barusan, tampak nya tenaga dalam yang
kau miliki betul-betul sudah teramat lihay, cuma..."
Tampaknya He he koancu seperti sudah menduga kalau pihak lawan
hendak membicarakan soal apa, dengan cepat dia menimbrung:
"Kalian keliru, pun koancu sama sekali tidak bermaksud untuk
menyandera orang dan memaksa kalian untuk menuruti perkataanku."
Tampaknya Thio Yok sim pun sudah mulai menyadari sekarang kalau
persoalan yang sedang dihadapi tak boleh dihadapi segera gegabah,
maka dia pun bertanya: "Bagaimana kalau mempersilahkan teman-temanmu itu keluar agar kita
bisa berbincang lebih jauh?" He he Koancu segera menggeleng "Sekarang masih belum dapat
dikerjakan!" katanya "Oooh, apakah masih ada batas waktunya?" "Tiada batas waktu
apa-apa, cuma ada sebuah syarat yang harus
dipenuhi lebih dulu" ujar He-he koancu dengan wajah serius. Thio Yok
sim segera mendengus dingin, "Hmm, masa ada
syaratnya segala" Apakah koancu tidak merasa kalau tindakanmu itu
melampaui batas.." "Dengarkan baik-baik" kata He he koancu dengan suara dalam, "syarat
tersebut bukan berasal dari pun koancu, melainkan sahabat
kalian yang menyaru sebagai Soh hun ki dan menyaru pula sebagai Lok
hun pay tersebut yang mengusulkan."
"Oooh..." Manusia berbaju putih yang lain berseru, "sekarang aku makin
percaya kalau sahabatku itu sudah kehilangan segala kebebasannya,
namun aku masih saja tetap selalu menaruh curiga, karena Koancu
sama sekali tak pernah bertemu dengan sahabatku itu,"
He-he koancu tertawa hampa. "Segala sesuatunya tentu saja sudah
dipersiapkan lebih dahulu " katanya. "Tapi kami sama sekali tidak mendengar suara pertarungan
yang sedang berlangsung." Sekali lagi He he koancu mendengus dingin,
"Tentu saja, seandainya terdengar suara pertarungan yang berkumandang sampai
disini, majikan kalian yang khusus mengutus orang lain untuk mengantar
kematian itu sudah pasti akan memburu kemari sendiri."
Ucapan mana segera membuat Thio Yok-sim dan manusia berbaju putih
yang lain menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Selang berapa saat kemudian, Thio Yok sim bertanya lagi. "Apakah
sahabatmu itu adalah Sun Tiong lo?" He-he koancu
manggut-manggut "Benar, memang Sun sauhiap
orangnya." Thio Yok sim menundukkan kepalanya semakin rendah Iagi.
"Sekarang dia berada dimana" Kami memang hendak mencari
dia." katanya lebih jauh. Belum sempat He he koancu menjawab, dari
belakang tubuh Thio Yok-sim dan manusia berbaju putih itu sudah kedengaran
seseorang bertanya. "Ada urusan apa kalian berdua datang mencari diriku ?"
Thio Yok pim dan manusia berbaju putih yang lain menjadi amat
terkejut sesudah mendengar perkataan tersebut, dengan cepat mereka
berpaling kebelakang, ternyata Sun Tionglo sudah muncul diri disana:
Maka Thio Yok-sim segera berkata: "Lohu adalah Thio Yok-sim, aku
kenal dengan lote, cuma lote tak mungkin kenal dengan diri lohu, kini lohu ingin bertanya lebih dahulu,
apakah sahabatku berada dalam keadaan selamat ?"
"Dia baik sekali" jawab Sun Tiong Io dengan ranah tamah, "aman
tenteram dan tak ada persoalan apapun."
"Lohu Kang Tat, bagaimana kalau lote menunjukkan tempat lain agar
kita bisa berbincang lebih jauh?" kata manusia berbaju putih yang lain
dengan cepat. Sun Tiong-lo manggut-manggut, kepada He he koancu segera ujarnya:
"Koancu, bagaimana kalau kupinjam kamar mu untuk sementara waktu
?" "Tentu saja boleh, silahkan kongcu" sahut He-he koancu sambil tertawa
lebar. Setelah mengucapkan terima kasih Sun Tionglo segera mempersilahkan
tamunya masuk. Serombongan manusia masuk kembali ke dalam kamar dan mengambiI
tempat duduk. He-he koancu yang pertama kali membuka suara lebih dulu, tanyanya
kepada Thio Yok-sim dan Kang Tat berdua:
"Boleh aku memasang lentera ?" Thio Yok-sim berpikir sebentar, lalu
ujarnya kepada Kang Tat: "Saudara Kang, kejadian ini sama sekali di
luar dugaan kami, menurut pendapatmu..." Tampaknya semenjak tadi Kang Tat sudah mengambil keputusan dia
segera menyela: "Saudara Thio, waktu seperti ini belum tentu bisa kita jumpai, biar saja
memasang lampu" Sun Tiong lo yang berada disisinya segera menimbrung dengan suara
yarg ramah: "Apabila kalian berdua merasa kurang leluasa, tak apalah, mari kita
berbincang-bincang didalam kegelapan saja."
"Sun lote, sebutan ini mungkin terlampau meninggikan diriku, tapi
sebutan mana benar-benar muncul dari hati lohu yang tulus." ucap
Kang Tat kemudian "lote, sudah cukup lama lohu bersaudara tak bisa
bertemu orang, hari ini adalah kesempatan yang paling baik, sekali pun
gara-gara pertemuan ini kami harus kehilangan segala-galanya,
kamipun sama sekali tidak merasa menyesal!"
Berbicara sampai disitu, He-he koancu telah memasang lentera, Sun
Tiong Io segera berpaling kearah He he koancu seraya ujarnya:
"Dapatkah kurepotkan koancu untuk mengundang suhengku dan
kakakku dengan menemani sobat she Cukat itu untuk datang kemari "
sekarang kita semua adalah teman bukan musuh."
Sambil tertawa He he koancu segera berlalu dari situ, sebelum pergi
mendadak ia bertanya: "Apakah nona juga turut datang ?" Sun Tiong lo mengangguk. "Ya,
ada sementara persoalan memang perlu didengar dan
disaksikan dengan mata kepala sendiri." He he koancu segera
memahami maksudnya dan membalikkan badan berlalu dari sana. Tak selang berapa saat kemudian Hou-ji, Bau
ji. Nona Kim dan manusia berkerudung putih yang menyaru sebagai Soh hun ki itu sudah
muncul disitu didampingi He he koancu, begitu masuk ke
dalam ruangan, manusia ber kerudung putih itu segera berdiri tertegun.
Rupanya Kang Tat dan Thio Yok-sim sudah melepaskan kain kerudung
mereka dan muncul dengan raut wajah aslinya.
Setelah tertegun sesaat, manusia berkerudung yang baru masuk itu
segera menyadari apa gerangan yang telah terjadi, diapun segera
melepaskan pula kain kerudung sendiri.
Setelah tertawa getir. dia baru berkata. "Malam ini kita bisa hidup lagi
sebagai manusia, sungguh suatu peristiwa yang tak gampang!"
Semua orang sudah duduk dan saling berkenalan, kemudian Cukat Tan
yang baru datang buka suara lebih dulu, katanya:
"Saudara Kang, saudara Thio, apakah kalian sudah bertekad untuk
mengadakan pembicaraan secara blak-blakan dengan Sun lote?"
Kang Tat mengangguk. "Yaa, kami sudah tak punya pilihan lain."
sahutnya. "Masih ingatkah janji kita dengan Mo tua?" sambung Thio
Yok sim, "kini..." "Baik. kalau begitu kita boleh berbicara secara blak-blakan,
paling banter juga mati." tukas Cukat Tan cepat. Pada saat itulah Sun Tiong lo
turut berkata sambil tertawa: "Bukankah kalian bertiga sudah bertekad
hendak melepaskan diri dari pengaruh Lok-hun pay?" "Betul, lohu sekalian sudah cukup
menderita selama ini!" sahut Kang Tat cepat. "Lohu mengerti" ucap Thio Yok-sim pula. "lote pasti
mempunyai banyak persoalan yang hendak ditanyakan, untuk menyatakan kejujuran
dan ketulusan kami, sekarang lote boleh mengajukan pertanyaan apa
saja, kemudian lohu semua baru..."
"PadahaI aku pun tidak mempunyai berapa persoalan, yang bakaI
merepotkan kalian bertiga" tukas Sun Tiong-lo.
"Entah berapa pun banyaknya persoalan asal lohu sekalian tahu, pasti
akan kami jawab sejujurnya !" seru Cukat Tan cepat.
Dengan wajah bersungguh-sungguh Sun Tiong lo segera berkata:
"Kalau begitu, kuucapkan banyak terima kasin dulu kepada kalian
bertiga, persoalan yang kujumpai hanya ada dua macam, pertama,
apakah Lokz-hun-pay adalah Moo Tin hong dari Bukit pemakan manusia
?" Pada saat yang hampir bersamaan Cukat Tan, Kang Tat dan Thio
Yok-sim bersama-sama menjawab: "Dugaan lote tepat sekali, memang dialah orangnya !" Nona Kim jadi
amat terperanjat sekali, dengan suara dalam ia
segera membentak. "Omong kosong, kalian jangan mengapa belo tak
karuan." Cukat Tan memandang nona Kim sekejap, lalu sahutnya.
"Nona, lohu bersaudara adalah enam orang adik angkatnya yang
disebut sebagai Lak-yu si enam sahabat, padahal kami tak lebih hanya
budak-budaknya yang sudah banyak tahun menderita dan tersiksa
akibat dari ulahnya..." "Omong kosong belaka..." kembali nona Kim menukas sambil
mendengus dingin, "ayahku..."
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sun Tiong lo segera mencegah nona Kim untuk berbicara lebih jauh,
selanya. "Nona Kim, mengapa kau tidak mendengarkan dulu sampai kuajukan
sebuah pertanyaan yang lain sebelum mengumbar amarahmu itu?"
Dengan cepat nona Kim menggeleng. "Aku tak sudi
mendengarkan aku tak sudi mendengarkan."
Sun Tiong lo hanya tersenyum kepadanya kemudian ujarnya lagi
kepada Thio Yok sim: "Persoalan kedua adalah, nona Kim itu apa benar adalah putri
kesayangan dari Lok-hun-pay ?"
"Dalam persoalan ini lohu mengetahui paling jelas" jawab Kang Tat
dengan cepat, "Loh hun pay tak pernah mempunyai anak !"
Nona Kim menjadi tertegun sesudah mendengar perkataan tersebut
untuk beberapa saat lamanya dia hanya bisa berdiri tertegun saja.
Kang Tat melirik sekejap kearah gadis itu, kemudian ujarnya lebih
lanjut: "Nona she Kwik, putri seorang musuh besar dari Lok hun pay, yang
ditakuti oleh Lok hun pay waktu itu cuma dua orang, yang satu adalah
ayah nona dan yang lain adalah ayah lote ini, maka dia berusaha
menggunakan tipu daya untuk mencuri nona dan memeliharanya, tujuan
yang sesungguhnya tak lain adalah ingin mengancam ayah nona agar
tidak mencampuri urusannya lagi."
"Apakah usul ini berasal dari dia sendiri ?" tanya Sun Tiong lo
kemudian. Dengan cepat Thio Yok sim menggeleng. "Bukan, usul ini berasal
dari seorang kepercayaannya she Kwa !" Mendengar itu, tanpa
terasa Bau ji berkata kepada Soen Tiong lo
: "Jite, mungkinkah orang itu adalah manusia she Kwa yang harus
kita curigai itu?" Sun Tiong lo manggut-manggut. "Ya, sembilan puluh
persen tak salah lagi." Perasaan nona Kim waktu itu sangat sedih sekali,
mendadak ia mendongakkan kepalanya sambil bertanya:
"Kini orang she Kwa tersebut ada dimana?" "Kini orang itu berada di
tengah telaga Tong ting ou dikota Gak
yang..!" "Di tengah telaga?" seru nona Kim dengan wajah tertegun.
"Ya, sekarang dia berada di atas perahu besar ditengah telaga
tersebut.." sahut Cukat Tan. "Sebelum lohu kemari, Lok hun pay telah
menitahkan kepada kami agar setelah urusan disini selesai kami harus naik keperahu
tersebut untuk bertemu dengannya, orang she Kwa itupun mungkin
berada disana." sambung Thio Yok sim pula.
Mendengar ucapan mana, nona Kim segera berseru. "Kalau begitu
bagus sekali, mari kita segera berangkat, sekarang
juga aku akan mencarinya dan menanyai persoalan ini sampai menjadi
jelas kembali." katanya kemudian.
"Ke sana sih harus ke sana, cuma nona Kim harus menuruti semua
perkataanku sebab kalau tidak, bukan saja urusan akan menjadi kacau
balau tak karuan bahkan bisa jadi akan menyebabkan timbulnya pelbagai
kerepotan !" Bau-ji memandang sekejap kearah nona Kim lalu ujarnya pula:
"Biasanya apa yang diduga oleh saudaraku ini tak pernah salah.
mengapa kau tidak mengurangi sifatmu yang jelek itu dengan menuruti
perkataannya ?" katanya kemudian.
Nona Kim melirik sekejap ke arah Bau ji, kemudian mendengus dan
tidak berbicara lagi. Sedang Bau ji segera berseru dengan gemas: "Benar-benar
menjengkelkan tahu begini, sejak berada di bukit
pemakan manusia dulu, aku sudah membekuknya!" katanya kemudian
"Sebelum diperoleh bukti yang jelas, bagaimana mungkin dia bersedia
mengakui semua kesalahannya ?" kata Sun Tiong lo
dengan wajah serius, "sekalipun sekarang kita juga harus berusaha
mengumpulkan bukti yang sebanyak-banyaknya agar dia tak bisa
memberi bantahan Iagi, barulah kita menuntut balas kepadanya !"
Kini, nona Kim mulai teringat kembali akan perkataan dari Su-nio,
apalagi setelah dicocokkan dengan apa yang dikatakan Kang Tat, Thio
Yok sim dan Cukat Tan, ia merasa asal-usulnya memang semakin
mencurigakan. Sesudah termenung beberapa saat, dia pun bertanya lagi kepada Cukat
Tat dengan suara lembut: "Bila seperti apa yang kalian katakan, selama ini selalu dipaksa Lok hun
pay untuk menuruti perintahnya, padahal sampai kini belasan tahun
sudah lewat, mengapa secara tiba-tiba kau berubah sikap..?"
Cukat Tan tertawa getir. "Membekunya salju setebal tiga depa, toh
tak mungkin membeku dalam seharian, aku rasa ucapan lohu ini dapat nona mengerti, kini
keadaan sudah menjadi-jadi, kebetulan sekali bertemu dengan
kesempatan baik." "Apa yang kau maksudkan sebagai kesempatan baik?" "Kesempatan
baik yang kami maksudkan adalah pertemuan kami
dengan Sun lote." sambung Kang Tat cepat "seingat kami selama
beIasan tahun belum pernah kami jumpai seorang manusiapun yang
sanggup menaklukan mereka, dan sekarang orangnya sudah ada, maka
dari itu..." "Oooh." kembali nona Kim menukas "Mungkin kalian lupa, bila kejadian
ini sesungguhnya, maka darah yang menodai tangan kalian sela ma
inipun harus dicarikan akal agar bisa dicuci sampai bersih..."
Thio Yok-sim menghela napas panjang. "Soal ini sudah kami
rundingkan, bahkan telah mangambil suatu
keputusan ! " "Bolehkah kau
utarakan ?" "Tentu saja boleh !" sela Kang Tat lagi "setelah Lok-hun-pay berhasil
diringkus, kami akan mengumpulkan segenap umat persilatan yang
sebenarnya, bila sudah beres, maka kami pun akan menghabisi hidup
kami untuk menebus dosa-dosa ini !"
Perkataan tersebut diutarakan dengan suara yang lantang dan gagah,
hal ini membuat nona Kim segera menundukkan kepalanya
rendah-rendah. Pada saat inilah, dengan berterus terang.Sun Tiong lo bertanya kepada
ke tiga orang itu: "Kalian bertiga menghendaki aku melakukan apa saja?" "Lohu
sekalian tidak mempunyai permintaan lain" ucap Kang Tat,
"aku hanya memohon ke pada lote agar sudi mengikuti petunjuk kami
dan secepatnya membekuk pembunuh keji tersebut, agar dia tak bisa
berbuat sewenang-wenang lagi ditempat luaran"
Sun Tiong lo manggut-manggut. "Hal ini merupakan salah satu dari
tujuan kami, tentu saja permintaanmu tak akan kutampik" Maka merekapun bekerja sama
sambil merundingkan tindakan yang akan mereka ambil selanjutnya. Keesokan harinya, He-he koancu
dan murid-muridnya berpamit untuk berangkat pulang ke San say, sedangkan Sun Tiong lo sekalian
balik kembali ke Gak yang. Kang Tat, Thio Yok-sim dan Cukat Tan juga berangkat ke kota
Gak-yang, hanya mereka menempuh jalan lain.
Mereka telah berhasil merundingkan suatu cara yang amat bagus untuk
menghadapi peristiwa tersebut, dan sekarang sedang melakukan suatu
tindakan serta pelaksanaan dari rencana tersebut.
Telaga Tong ting ou yang amar termashur namanya didaratan
Tionggoan itu, kini berada dalam kegelapan malam yang tenang dan
tiada berombak. Sampan-sampan berlabuh di sepanjang pesisir dan nampak sangat
indah dibawah cahaya rembulan. Sebuah perahu loteng berlabuh ditengah telaga, sunyi, hening, tak
kedengaran apa-apa. Tiada cahaya lentera dari perahu itu, juga tak nampak sesosok
bayangan manusiapun, mungkinkah hanya perahu kosong belaka "
Tidak ! Kalau dilihat dari jangkar besar di buritan perahu yang terbenam
dalam telaga, dapat diduga kalau diatas perahu itu ada orangnya, hanya
sekarang orang tersebut belum sampai menampakkan diri.
"Perahu loteng yang megah dan perkasa dibangun dengan kuat dan
kokoh ini boleh di bilang sangat menyolok mata, dalam wilayah telaga
Tong thig-cu. boleh dibilang merupakan sesuatu yang jarang
ditemukan, itulah sebabnya menarik perhatian orang.
Thio Yok-sim, Kang Tat dan Cukat Tan kini sudah tiba di-tepi telaga
Tong ting cu. Kentongan pertama baru Iewat, orang yang berpesiar ditepi telagapun
kian lama kian bertambah sedikit. Thio Yok sim berada didepan, Kang Tat dan Cukat Tan mengikuti
dibelakang, mereka sudah berhenti dibawah pohon yang liu ditepi
telaga, dibawah sinar rembulan mereka sedang celingukan keempat
penjuru untuk menemukan jejak "perahu loteng" tersebut.
Cukat Tan yang pertama-tama menemukan "perahu loteng" tersebut,
tiba-tiba saja serunya sambil menuding ke depan sana.
"ltu, coba lihat, perahunya berada disana !" Thio Yok sim dan Kang
Tat segera berpaling kesana, kemudian
bersama mengangguk. "Bagaimana, kapan kita akan kesana?" tanya
Kang Tat kemudian dengan suara lirih. "Sekarang juga mari kita berangkat, loji sudah bilang, kita harus segera
berangkat menuju ke atas perahu loteng itu."
Dengan cepat Cukat Tan menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tunggu dulu, bukannya aku menaruh curiga atau bagaimana, setelah
peristiwa Toan-thian cian, aku mempunyai suatu jalan pemikiran yang
sangat aneh, tampaknya Mao loji sedang bermain gila !"
"Bermain gila" Bermain gila apa?" seru Thio Yok sim dan Kang Tat
hampir bersamaan waktunya. "Saudara berdua, dengan kelicikan Mao loji, setelah ia memerintahkan
kepada kita sekalian untuk melakukan pembunuhan terhadap He he
koancu dirumah penginapan Thian-tiang, mungkinkah dia akan pergi
dengan begitu saja ?" Kang Tat dan Thio Yok sim menjadi tertegun dan berdiri bodoh, untuk
beberapa saat lamanya dia sampai tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun. Kembali Cukat Tan melanjutkan. "Seandainya Mao loji tidak pergi
melainkan membuntuti kita secara diam-diam, aku percaya dengan
kemampuan yang dimiliki tua bangka tersebut, sulit rasanya buat kita
untuk mengetahui jejaknya. "Itu berarti pembicaraan kita dengan He he koancu dirumah penginapan
Thian tiang, serta kemunculan sahabat Sun yang mengadakan
pembicaraan dengan kita, semuanya pasti diketahui olehnya dengan
jelas. "Seandainya apa yang kuduga benar, saudara Kang, saudara Thio, bila
kita langsung menuju ketengah telaga dan memasuki perahu loteng,
bukankah hal ini ibaratnya kunang-kunang yang menubruk api?"
Thio Yok sim berpikir sebentar, kemudian manggut-manggut.
"Benar, apa yang diucapkan taudara Cukat memang benar, kita
memang perlu berhati-hati." "Setelah diperingatkan oleh saudara Cukat, pandanganku pun ada
sedikit berbeda" kata Kang Tat pula.
"Oooh, bagaimanakah menurut pendapat saudara Kang ?"
"Andaikata pada malam itu Mao loji menguntit dibelakang kita,
maka sudah barang tentu Mao loji dapat menyaksikan bukan bagaimana
sahabat Sun menangkap Cukat heng ?"
Tanpa berpikir panjang. Cukat Tan segera menyahut : "Ucapanmu
memang benar." "Harap saudara Cukat pertimbangkan kembali
setelah Mao loji mengetahui kalau sahabat Sun menyembunyikan diri dirumah
penginapan Thian-tiang. dia segera pergi ataukah akan menyadap
pembicaraan kita lebih lanjut?"
Kali ini Cukat Tan berpikir sebentar, kemudian baru menjawab:
"Kalau dibicarakan dari kelicikan Mao loji, kemungkinan pergi
jauh lebih besar !" Kang Tat manggut-manggut, katanya kemudian:
"Betul, siaute pun berpendapat demikian, oleh sebab itulah siaute
rasa apa yang kemudian kita bicarakan didalam kamar tidur He he
koancu, tak sepatah kata pun yang terdengar oleh loji!"
"Bcnar, kemungkinan besar loji sudah berada puluhan li jauhnya dari
sana waktu itu." sambung Thio Yok Sim.
Saat itulah Kang Tat baru berkata kepada Cukat Tan. "Saudara
Cukat, semenjak kita berpisah dengan sahabat Sun
dirumah penginapan Thian-tiang, sepanjang jalan menuju ke utara,
apakah saudara Cukat pernah membicarakan kembali peristiwa
tertangkapnya kau ditangan Sun...."
Cukat Tan dapat memahami arti kata dari ucapan Kang Tat tersebut,
segera selanya. "Maksud saudara Kang, Mao loji sesungguh nya tidak mengintil
dibelakang kita?" Kang Tat mengangguk. "Benar, kalau toh saudara Cukat bisa berpikir
sampai kesitu, tentunya kau menganggap pendapat siaute benar bukan?" katanya.
Cukat Tan segera manggut-manggut. "Yaa, seharusnya benar !" Thio
Yok sim tak dapat menangkap arti pembicaraan orang,
segera menukas: "Sebenarnya apa gerangan yang telah terjadi?" Cukat
Tat tertawa. "Beginilah duduknya persoalan, ketika berada di rumah
penginapan Thian-tiang, siaute pernah melakukan penjagaan untuk
kalian berdua tapi aku segera dipancing oleh seorang manusia penjalan
malam yang berakibat berkobarnya suatu pertarungan apa lacur aku
kena tertawan." "Bukankah kau pernah membicarakan persoalan ini sewaktu ada
dijalan?" tukas Thio Yok sim. "tapi apa hubungannya dengan Mao loji."
"Jangan terburu nafsu" kembali Cukat Tat tertawa, "menurut dugaan
saudara Kang, andaikata pada waktu itu Mao loji sedang menguntit
dibelakang kita, sudah pasti dia telah menyaksikan segala sesuatunya
itu, dengan kelicikannya, sudah pasti dia tak akan memasuki rumah
penginapan Thian tiang lagi !"
"Hal ini tak bakal salah lagi, Tapi kalau toh dia sudah melihat bahwa
saudara Cukat kena ditawan, dan sekarang menemukan saudara Cukat
berada dalam keadaan sehat wal'afiat, coba pikirlah, masa dia akan
mempercayai kita lagi ?" Menyaksikan Thio Yok-sim belum juga mengerti, Kang Tat segera
menimbrung dari samping. "Beginilah kejadiannya, setelah kukumpulkan semua
kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dan kupikirkan lagi dengan
lebih seksama, aku lantas berpendapat bahwa Mao loji sesungguhnya
tidak menguntit dibelakang kita pada malam itu."
"Ooooh, atas dasar apa kau berani berkata demikian ?" "Andaikata
Mao loji memang benar-benar menguntit dibelakang
kita pada waktu itu, apa lagi setelah menyaksikan saudara Cukat
tertawan atau mendengar kita melakukan perundingan rahasia, aku
yakin jauh hari sebelum kita tiba disini, segala sesuatunya pasti sudah
terjadi, bahkan dapat diduga kita sudah mampus secara mengenaskan."
Tentunya saudara Thio cukup memahami watak dari Mao loji,
bayangkan sendiri mungkinkah dia tidak melakukan penghadangan di
tengah jalan, sebaliknya malah memberi kesempatan buat kita untuk
melarikan diri ?" Sekarang Thio Yok sim baru mengerti, dia segera menganggukkan
kepalanya berulang kali. "Betul, betul, ucapanmu memang amat tepat" Kembali Kang Tat
berkata. "Oleh sebab itu aku rasa kita harus
pergi ke perahu loheng sekarang juga!" "Baik!" seru Thio Yok sim.
Sedangkan Cukat Tan juga tidak memberikan penampikan, maka
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merekapun menelusuri jalan setapak ditepi pantai untuk mencuri perahu
yang bisa dipakai untuk menyeberang ke-tengah telaga.
Sambil berjalan kembali mereka berbincang-bincang, terdengar Thio
Yok sim berkata. "Entah pada saat ini sahabat Sun sudah datang atau belum?"
"Mereka berjalan dengan memotong jalan, sepantasnya sudah sampai
ditempat tujuan." Thio Yok-sim memperhatikan lagi perahu loteng yang berlabuh ditengah
telaga, kemudian ujarnya lagi: "Bila kita perhatikan dari perahu loteng tersebut, tampaknya seperti
belum pernah terjadi suatu peristiwa apapun."
"Sahabat Sun sekalian tidak akan bertindak gegabah, mereka pasti
bertindak dengan menurut rencana dan penghitungan yang masak."
"Moga moga saja demikian, kalau tidak, bila Mao loji sampai terlepas
dari jaring, untuk mencarinya lagi pasti akan sulit sekali !"
Mendadak Cukat Tan menghentikan langkahnya kemudian berseru
tertahan dengan nada tegang. "Aaah, tidak benar ! peristiwa ini tidak beres nampaknya..." Kang Tat
dan Thio Yok sim kelihatan tertegun, kemudian
bersama sama berseru: "Apa yang tidak beres ?" "Mustahil, kalau Mao
loji tidak mempersiapkan orang dan perahu
ditepi pesisir untuk menantikan kedatangan kita, padahal sudah hampir
setengah harian lamanya kita berada disini, mengapa masih belum
nampak batang hidung mereka " Aku lihat persoalan ini kurang beres."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, Kang-Tat dan Thio Yok sim segera
manggut-manggut berulang kali. Kembali Thio Yok sim berkata. "Persoalan diatas air, mungkin aku
mengetahui lebih banyak daripada kalian berdua, tempat itu merupakan
tanggung jawab dari "bajingan -Kwa," bangsat itu sangat teliti dan
seksama, lebib baik kita bertindak lebih berhati-hati lagi"
"Jadi maksud saudara Sun, bukannya tiada orang sendiri yang
menyiapkan perahu penye berang, melainkan bajingan kwa kelewat
licik sehingga secara sengaja menyembunyikan perahu dan orangnya
agar tidak munculkan diri untuk sementara waktu."
"Betul, bajingan ini amat teliti, kalau tidak percaya kita boleh berjalan
menyelusuri telaga ini, aku yakin tak selang berapa saat kemudian,
apalagi bajingan itu sudah merasa yakin kalau disini tiada orang yang
menguntit kita, ia akan menitahkan orangnya untuk munculkan diri dan
menyambut kedatangan kita." Maka mereka bertiga pun tidak berbicara lagi, mereka berjalan santai
menelusuri pesisir: Waktu itu maIam semakin kelam, para pelancong pun banyak yang
sudah pulang, sepanjang pantai suasana hening dan sepi ditambah pula
mereka bertiga semuanya mengenakan kain kerudung berwarna putih,
hingga nampaknya amat menyolok mata.
Setelah berjalan sejauh setengah lie lebih, dari kejauhan sana baru
muncul seseorang yang berjalan mendekat.
Karena terlampau jauh, mereka tak sempat melihat jelas bagaimanakah
tampang dan dandanan orang itu, namun Thio Yok sim, Kang Tat dan
Cukat Tan menyadari bahwa sembilan puluh persen orang itu adalah
petugas yang di kirim untuk menyambut kedatangan mereka.
Benar juga, tanpa ragu orang itu berjalan mendekat dan langsung
menyongsong kehadapan mereka. Thio Yok sim, Kang Tat dan Cuka Tan segera berhenti. Sewaktu tiba
dihadapan mereka bertiga, ternyata orang itu tidak
berhenti melainkan ber jalan terus melalui samping mereka, ketika
saling berpapasan inilah, orang tersebut segera berbisik:
"Jalan terus kemuka dan berhenti dibawah pohon Iiu nomor sepuluh
dari sini." Selesai mengucapkan perkataan itu, orang tadi sudah menjauh kembali
dari mereka. Menanti bayangan punggung orang itu sudah menjauh, Thio Yok- sim
baru mendengus dingin, bisiknya: "Bagaimana " Ucapan siaute tidak salah bukan ?" Cukat Tan
tertawa. "Bajingan Kwa jauh lebih keji dan buas daripada Mao loji,
sampai waktunya dia tak boleh diampuni !" "Saudara Cukat, bilamana perlu dan
kita harus bertarung melawan bajingan Kwa, kau harus berhati-hati" kata Kang Tat pula,
"menurut pendapat siaute, tenaga dalam yang dimiliki bangsat itu
mungkin masih jauh lebih hebat daripada kita enam sahabat."
Mendengar perkataan itu, Cukat Tan menjadi tertegun, kemudian
serunya kurang percaya: "Aaaah, masa ada kejadian seperti ini ?" "Ehmm, seandainya dia
tidak memiliki kelebihan yang luar biasa,
bagaimana mungkin ia dapat menyelundup didalam gedung keluarga
Sun Pak gi dimasa lalu dan menjadi mata-matanya bajingan Mao " Dan
lagi diapun pernah seorang diri membinasakan Ji hway-su kiam..."
"Darimana saudara Kang bisa tahu kalau dialah yang telah membunuh Ji
hway-su kiam (empat jago pedang dari Ji-hway) ?" sela Thio Yok sim
cepat. "Waktu itu mereka bermusuhan dengan Ji hway su kiam lantaran barang
kiriman "penting" dari perusahaan Tay hoo piaukiok, aku mendapat
perintah untuk membawa barang kiriman itu, tapi ketahuan su kiam
sehingga mereka melakukan pengejaran.
"Diluar kora Ku keh ceng akupun berjumpa dengan bajingan Kwa yang
di tugas untuk menyambut kedatanganku malam itu juga, dia mengirim
surat kepada Su kiam dan menantangnya untuk berduel, aku kesitu,
bajingan Kwa juga kesitu, tapi hanya dia seorang yang turun tangan."
Cukat Tan menyadari akan sesuatu, dengan cepat dia
menukas: "Tidak heran kalau saudara Kang bisa berkata demikian, rupanya kau
telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri."
Kang Tat tertawa. "Waktu itu si bajingan Kwa tak pernah menduga akan
terjadinya peristiwa seperti hari ini kalau tidak bagaimana mungkin
siaute berani mengucapkannya keluar " Dan diapun tak nanti akan
memperlihatkan kepandaian saktinya itu dihadapan kita." setelah
berhenti sejenak, sambil merendahkan suaranya kembali dia berkata.
"Sekarang kita jangan berbicara lagi, kita harus bersikap seperti dahulu
lagi, seharian penuh belum tentu saling berbincang sepatah kata
dengan rekan sendiri, apalagi sudah hampir sampai ditempat tujuan
segala sesuatunya harus bertindak menurut keadaan."
Ketiga orang itu tidak berbicara lagi, mereka segera berjalan bersama
tak siapa pun tidak menggubris yang lain.
Setibanya di depan pohon liu nomor sepuluh, mendadak dari balik
kegelapan muncul seseorang, orang itu mengenakan pakaian serba
hitam dengan kain kerudung berwarna hitam pucat setelah memberi
hormat kepada ke tiga orang itu, katanya:
"Hamba mendapat perintah untuk menunggu kedatangan kalian disini,
harap mengikuti hamba naik ke sampan !"
Ketiga orang itu bersama-sama mendengus dingin, untuk menyesuaikan
diri dengan peranan masing-masing. Begitulah, dipimpin oleh manusia berbaju hitam itu, mereka segera naik
ke atas sebuah sampan berukuran sedang.
Sampan semacam ini panjang dan sempit dibagian depannya dengan
keistimewaan bisa bergerak cepat. Di depan dan belakang sampan, masing-masing duduk seorang lelaki
kekar yang memegang dayung. Mereka bertiga duduk dibagian tengah, satu di muka dan di belakang,
sementara lelaki petunjuk jalan itu pun tidak turut serta naik.
Dari sini bisa diduga kalau lelaki tersebut masih bertugas untuk
menunggu kedatangan orang penting lainnya.
Sementara itu sampan sudah bergerak dengan cepat bagai seekor ikan
disungai, dengan cekatannya bergerak menuju kearah perahu loteng
ditengah telaga sana. Pada saat itulah, mendadak dari tepi telaga kurang lebih setengah li dari
situ, melesat pula sebuah sampan cepat bergerak menuju ketengah
telaga. Diatas sarapan itu tak kelihatan cahaya lentera, apa lagi kentongan
kedua sudah lewat, sehingga sulit untuk melihat jelas paras muka orang
yang berada diperahu tersebut. Akan tetapi kalau dilihat dan bayangan hitam yang berada di atas
sampan, bisa diketahui kalau mereka adalah dua orang.
Walau perahu itu bukan berbentuk sampan yang bisa bergerak cekatan
namun kecepatannya sungguh mengagumkan.
Ada perahu yang berlayar di telaga sesungguhnya merupakan suatu
kejadian yang lumrah tentu saja tiada orang yang memperhatikan secara
khusus. Tapi arah jalur pelayaran perahu itu sangat aneh, tampaknya
merekapun sedang bergerak mendekati arah perahu loteng.
Thio Yok-sim yang duduk dibagian depan nampak agak termenung
sebentar, kemudian tanyanya kepada lelaki pendayung tersebut:
"Kalian berdua termasuk anggota dari markas cabang disini ?"
Tampaknya lelaki itu selain pandai mendayung sampan, tenaga
dalam dan kepandaian silatnya terhitung hebat juga, mendengar perta
nyaan tersebut segera sahutnya. "Benar, malam ini hamba mendapat tugas untuk melakukan
perondaan." "Jalankan perahu lebih lamban!" perintah Thio Yok sim.
Lelaki itu tertegun lalu serunya: "Kau menitahkan kepada hamba agar
jangan menempuh perjalanan terlalu cepat?" "Benar lambankan sedikit, aku ada urusan."
Lelaki itu segera mengangkat dayungnya dan memberi tanda
kepada orang yang berada di belakang dengan tangan kirinya. Orang
yang dibelakang masih mendayung tiada hentinya, tapi
jalannya sampan pun, secara otomatis menjadi lebih lamban. Kang Tat
dan Cukat Tan yang duduk dibelakang berpeluk tangan
belaka. lalu terdengar Kang Tat bertanya: "Mengapa harus
melambankan jalannya sampan ?" Ucapan dingin dan sama sekali tidak
berperasaan. Thio Yok sim mengerti akan maksud rekannya, diapun
segera menjawab dengan suara dingin: "Perahu yang berada disebelah kiri
sangat mencurigakan !" Perkataan tersebut diutarakan lebih dingin,
sehingga sangat tak sedap didengar. Mendengar perkataan tersebut, Kang Tat segera
berpaling dan menatapnya. Sedang Cukat Tan berseru pula: "Perahu yang ada
disebelah kanan, lebih aneh lagi." Mendengar ucapan itu, kembali Thio
Yok sim berpaling, dan yang diucapkan memang benar. Kurang lebih pala jarak setengah panahan
disebelah kanan, muncul pula sebuah sampan yang bergerak cepat, dengan perahu
disebelah kiri persis membentuk sudut segitiga, kalau di lihat dari
bentuknya jelas mereka bermaksud untuk menjepit dan mengurung
perahu yang mereka tumpangi. Thio Yok-sim sengaja mendengus
dingin, kemudian berseru: "Mereka yang seharusnya datang kini sudah berdatangan." "Mereka
yang datang biar datang, kita yang mau pergi biar pergi,
ayo dayung sampan kuat-kuat !" seru Kang Tat cepat. Begitu perintah
diturunkan, sampanpun segera meluncur kembali
dengan kecepatan tinggi. Pada saat itulah lelaki si pendayun sampan itu
berkata: "Apakah hamba perlu untuk melepaskan tanda rahasia ke arah
perahu loteng ?" tanyanya. "Apakah kau yakin kalau kedua perahu itu
berisi musuh-musuh kita ?" seru Cukat Tan. Dengan cepat lelaki pendayung itu
menggeleng. "Hamba tak berani memastikan !" "Hmm, kalau toh
begitu, siapa yang suruh kau bersikap seolaholah
menjumpai masalah gawat saja " Bila majikan minta pertanggungan
jawabmu, bagaimana kau harus menjawab?"
"Sampai sekarang majikan belum kembali ke perahu, dalam perahu
loteng cuma ada penanggung jawab dari markas cabang kita."
Tergerak hati Thio Yok sim setelah mendengar perkataan itu, serunya
dengan cepat. "Apakah dia adalah seorang dari tingkatan berbaju emas ?" "Ya, dia
berasal dari tingkat manusia berbaju emas." Sekali lagi Thio Yok sim
mendengus dingin, "Hmm, tahukah kau
akan kedudukan lohu di dalam partai ?" tegurnya ketus. "Hamba
tahu." jawab lelaki itu dengan nada yang sangat berhatihati
sekali. Sekali lagi Thio Yok sim mendengus dingin. "Asal tahu saja
lebih baik lagi hati-hati kalau bertugas, apa yang
harus kalian lakukan, lohu akan memberitahukan kepadamu"
Lelaki itu mengiakan dengan hormat, dia tidak berbicara lagi dan
melanjutkan tugasnya mendayung sampan.
Walaupan sampan itu bergerak amat cepat, tapi berhubung perahu
loteng itu berlabuh ditengah telaga dan kelewat jauh, maka sekarang
perjalanan yang mereka tempuh baru seper-dua atau sepertiganya saja.
Dua buah perahu cepat yang berada dikiri kanan perahu tersebut masih
tetap bergerak dari jarak tertentu, mereka seperti mengawasi seperti
juga lagi melindungi, dengan kecepatan yang sama melaju terus kearah
depan. Begitulah, tiga buah perahu bergerak maju menembusi ombak.
sepertanak nasi kemudian, jarak mereka dengan perahu loteng itu
sudah semakin mendekat. Mendadak dari atas perahu loteng itu muncul setitik cahaya
keperak-perakan yang meleset ke tengah udara dan menembusi
kegelapan. Setelah mencapai ketinggian lima puluhan kaki, terdengar suara ledakan
nyaring, yang disusul munculnya sembilan kuntum lentera perak yang
melayang-layang ditengah udara, separuh bagian permukaan telaga
segera menjadi terang benderang bermandikan cahaya.
Thio Yok sim hanya melirik sekejap kearah beberapa buah lentera perak
itu, sementara mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Kang Tat dan Cukat Tan juga menanggapi dengan berlagak seolah-olah
tidak melihat. Lama kelamaan habis sudah kesabaran lelaki pendayung sampan itu,
mendadak katanya. "Tanda rahasia telah dilepaskan, tampaknya orang yang berada
diperahu loteng sudah mengetahui kalau dua buah perahu yang berada
disebelah kiri dan kanan itu mencurigakan maka mereka
melepaskan tanda rahasia, sekarang kita harus melepaskan juga tanda
rahasia untuk memberikan jawaban".
Thio Yok sim segera mendengus dingin. "Hmmm. apakah
orang-orang diperahu loteng tidak kenal dengan
perahu kita ini ?" serunya. "Kenal sih kenal, cuma menurut peraturan
tanda rahasia, kita..." "Tutup mulut !" bentak Thio Yok sim dengan
nyaring, "kau tak usah banyak berbicara lagi, tugasmu sekarang adalah mendayun
sampan dan bergerak ke depan !"
Lelaki itu tak berani banyak berbicara lagi dia segera menyambar
dayung dan mendayung dengan sepenuh tenaga, sehingga sampan itu
pun bergerak makin cepat lagi. Tak lama kemudian, kembali tampak serentetan cahaya kuning muncul
dari arah perahu loteng dan melurcur ke tengah angkasa.
Ledakan nyaring sekali lagi berkumandang memecahkan keheningan
disusul kemudian sembilan buah lentera kuning melayang turun ke atas
tanah... Lelaki itu tak bisa menahan diri lagi, sekali lagi dia berseru dengan
perasaan gelisah: "Dengan memberanikan diri hamba melapor kini lentera kuning sudah
dilepaskan, pertanda orang yang berada di perahu loteng sedang
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menegur kepada kita, apa sebabnya tidak menjawab tanda rahasia
mereka ?" "Lohu hanya akan mengucapkan perkataan ini sekali lagi lanjutkan
perahu tersebut menuju ke depan. Bila kau berani banyak bicara atau
melakukan tindakan yang tidak menurut perintah, lohu akan segera
mencabut nyawamu !" ancam Thio Yok sim dingin.
Lelaki itu menjadi ketakutan setengah mati sehingga sekujur tubuhnya
gemetar kali ini dia benar-benar tak berani buka suara Iagi.
Sewaktu sampan itu sudah hampir mendekati perahu loteng itu,
mendadak Thio Yok sim memerintahkan kembali: "Hentikan sampan !"
Begitu perintah diturunkan, dua orang lela ki itu segera mendayung
secara terbalik hingga perahu itu terhenti.
Mendadak pada saat itulah, dua sampan cepat yang berada disebelah
kiri dan kanan maju secara piring ke samping, kemudian sesudah
membentuk satu putaran busur, mereka balik kembali kearah semula
dan mengundurkan diri. Menanti kedua sampan itu sudah jauh dari pandangan mata, Thio
Yok-sim baru menitahkan kepada lelaki itu untuk meneruskan
perjalanannya lagi.. Ketika sampan itu merapat pada sayap kiri perahu loteng, dari atas
perahu loteng itu segera diturunkan sebuah tambang untuk memanjat,
tetapi pada waktu itu Thio Yok sim Kang Tat dan Cukat Tan sudah
melompat naik ke perahu loteng tersebut.
Diatas geladak perahu loteng telah menanti seorang manusia
berkerudung emas serta lima orang lelaki berkerudung kain hitam
dibelakangnya, mereka bersama-sama membungkukkan badan
menyambut kedatangan ketiga orang itu.
Pertama tama manusia berbaju emas itu yang berkata lebih dulu.
"Hamba menyambut kedatangan kalian bertiga." Dia hanya
menyebut "kalian beniga" tidak menyebut sebutan
"Tiancu" yang seharusnya dipakai untuk "Lak yu?" (enam sahabat),
kalau dihari biasa tentu kau akan murka, tapi kini Thio Yok sim, Kang
Tat mau pun Cukat Tan sama sekali tak perduli atas panggilan
panggilan itu. Thio Yok sim mempunyai suatu maksud tertentu waktu itu, maka
sambil mendengus dingin katanya: "Hun caycu (wakil ketua markas cabang) apakah majikan tiada dalam
perahu?" "Sejak pagi tadi majikan telah keluar, hingga kini beliau belum balik
kembali" jawab hun caycu berbaju emas itu dengan hormat.
Sekali lagi Thio Yok sim mendengus. "Hmm, sekali tebak lohu sudah
tahu, sudah pasti majikan tidak berada dalam perahu."
"Hamba mempersilahkan kalian bertiga untuk melihat-lihat kamar tidur,
sehingga hamba..." "Tidak usah" tukas Thio Yok sim. "sekarang bawa dulu lohu bertiga
keruang rapat" Sekali lagi Hun caycu itu mengiakan dengan hormat, kemudian
membalikkan tubuh dan memimpin ketiga orang itu menuju keruang
tengah dalam perahu tersebut. Thio Yok sim, Kang Tat dan Cukat Tan segera duduk tanpa
sungkan-sungkan sementara dua orang lelaki segera muncul
menghidangkan air teh wangi, setelah itu mengundurkan diri dari dalam
ruangan. Ketika Thio Yok sim sedang menghirup air teh, Hun caycu itu sudah
membungkukkan badannya sambil berkata:
"Bilamana kalian bertiga tiada perintah lainnya, hamba ingin mohon diri
lebih dulu." Thio Yok-sim segera meletakkan cawan air tehnya keras-keras ke atas
meja, lalu serunya: "Hun caycu, tahukah kau bahwa perahu ini sangat menyolok mata?"
"Hamba tahu, tapi Tiancu nomor satu memerintahkan agar perahu ini
berlabuh disini !" "Hmmm. kalau begitu sewaktu melihat munculnya ke dua buah sampan
yang mencurigakan tadi atas perintah Tiancu nomor satu juga kau di
perintahkan untuk melepaskan tanda rahasia perak dan kuningan
dengan memaksa lohu memberi jawaban..?"
Cepat-cepat Hun caycu menggeleng. "Itu mah tidak, Tiancu dan majikan telah pergi bersama-sama..."
katanya. "Oooh, lantas siapa yang memerintahkan untuk melepaskan kode
rahasia tersebut ?" "Hamba sendiri, karena hamba melihat perahu itu mencurigakan..."
Thio Yok sim segera menggebrak meja keras-keras, tukasnya dengan
suara dalam: "Tutup mulut, sekarang lohu bertanya pada lagi, apakah kau merasa
keheranan apa sebabnya dari sampan tidak didapati kode rahasia yang
menjawab pertanyaanmu tadi?" "Yaaa, hamba memang hendak mohon diri untuk menanyai kedua orang
anak buah hamba itu!" Hun caycu tertawa dingin.
"Hee... heeh... tak usah ditanyakan lagi, lohu lah yang menurunkan
perintah melarang mereka untuk melepaskan kode rahasia dan memberi
jawaban." Sesungguhnya hal tersebut sama sekali tak meleset dari dugaan Hun
caycu tersebut, tetapi dia toh berpura-pura kaget dan berdiri
termangu-mangu disitu sampai lama sekali.
Kemudian ia baru bertanya lagi sambil tersenyum: "Bolehkah hamba
bertanya apa alasannya?" "BoIeh! sekalipun tidak kau tanyakan, lohu
juga akan memberitahukan kepadamu, walaupun perahu loteng itu agak menyolok
pandangan, tapi sama sekali tidak mencurigakan oleh sebab itulah
majikan baru menitahkan untuk melakukan pertemuan diatas perahu.
"Kedua sampan cepat tadi memang melakukan pengepungan dan
pengejaran yang ketat semenjak lohu sekalian berangkat menuju ke
tengah telaga, padahal sampan itu bukan milik partai kita, berarti
mereka adalah musuh bukan teman..."
"Akan tetapi, seandainya pihak lawan benar-benar sudah mempunyai
bukti, mengapa mereka cuma mengejar sampan kecil dan bukannya
melakukan penyelidikan atas perahu loteng ini" Dari sini bisa disimpulkan
kalau pihak lawan cuma menaruh curiga."
"Kedudukanmu didalam partai amat tinggi yakni seorang caycu deri
cabang markas besar tentunya kau cukup memahami bukan
pertarungan serta tindakan dari partai kita terhadap lawan, dengan
munculnya kedua buah sampan itu. entah siapakah mereka, sudah
seharusnya kalian berupaya untuk menahan mereka.
"lnilah yang menyebabkan lohu sekalian meski sudah mengetahui akan
hal ini, tapi sengaja berlagak acuh, padahal tujuan kami adalah
membiarkan mereka mendekati perahu loteng, kemudian baru turun
tangan untuk membekuk mereka. "Sebab bila kita bertindak pada waktu itu, maka dengan jarak yang
amat jauh dari pantai sulit buat mereka untuk melarikan diri, Sebetulnya
kami sudah merencanakan segala sesuatunya dengan lancar dan
sempurna, siapa tahu rencana kami harus berantakan akibat ulahmu
yang sama sekali tidak bertanggung jawab itu."
"Sekali melepaskan kode rahasia masih belum puas. eh. tahu- tahu
melepaskan lagi kode rahasia untuk kedua kalinya kalau dibilang kau
kan tidak tahu, rasanya keenakan bagimu, bila dibilang kau sengaja
melepaskan tanda agar musuh bisa kabur, rasanya juga kebangetan."
"Lohu tahu, mungkin kau masih bisa membeberkan alasanmu yang kuat
untuk membela diri maka sekarang kuberi kesempatan kepadamu untuk
membeberkan alasanmu itu, lohu ingin tahu sampai dimanakah
kebenaran dari alasanmu itu." Kali ini, Hun caycu tersebut benar-benar dibikin tertegun, dia tak pernah
berpikir sebanyak itu, juga tak pernah menyangka kalau persoalannya
akan berkembang menjadi begitu serius, kini dia mulai merasakan
hatinya berdebar-debar. Menyaksikan Hun caycu membungkam terus sampai cukup lama,
dengan gusar Thio Yok sim membentak lagi:
"Ayo cepat beberkan alasanmu, cepat!" Hun caycu merasa tak
mampu berkata-kata lagi, di dalam cemasnya dia lantas mempergunakan suatu cara yang sepatutnya tak
boleh dia gunakan, sayang ia tak berpikir kelewat jauh.
Sesudah gelagapan beberapa waktu, diapun berkata: "Hamba
mempunyai alasan, tapi harus hamba laporkan sendiri
kepada Tiancu nomor satu." Celaka! Thio Yok sim yang pada dasarnya
memang berniat untuk memberi pelajaran kepadanya, Thio Yok sim kini semakin bertekad
untuk membunuhnya, maka ia segera mendengus dingin.
"Hmm! Hu-caycu... apakah kau tidak tahu kalau lohu sekalian juga
Tiancu ?" "Soal itu hamba tahu." Thio Yok-sim segera tertawa seram:
"Heeeehh... heeehh... heeehh... tentunya kau masih belum melupakan peraturan dari majikan
bukan?" "Hamba tidak berani melupakannya !" Thio Yok sim
manggut-manggut "Bagus, kalau begitu lohu ingin
bertanya kepadamu, atas dasar alasan apakah kau tak bisa melaporkan
alasanmu tersebut kepada lohu sekalian..."
Sementara itu Bun caycu sudah berhasil menemukan jawaban yang
tepat, maka sahutnya dengan cepat: "Sebelum berangkat Tiancu nomor satu telah berpesan kepada hamba,
bahwa didalam menghadapi persoalan apa saja, hamba hanya
melaporkan semua peristiwa tersebut kepadanya dan tak boleh
dilaporkan kepada orang lain, oleh sebab itu hamba tidak berani
membangkang perintah !" "Apakah dia mengatakan termasuk juga lohu sekalian ?" seru Thio Yok
sim dengan gusar. "Tiancu nomor satu mengatakan, hamba dilarang melaporkan semua
kejadian kepada siapapun!" "Oooh, aku mengerti sekarang, kalau begitu lohu sekalian juga
termasuk dalam ucapan "siapapun" tersebut bukan?"
"Harap Tiancu memaklumi!" jawab Hun caycu sambil tersenyum.
Inilah untuk pertama kalinya dia menggunakan sebutan "Tiancu"
untuk memanggil Thio Yok sim. Thio Yok sim segera tertawa
terbahak-bahak. "Haaah... haaahh... haaahh... bagus sekali, berulang
kali majikan telah menegaskan bahwa semua anggota partai harus menghormati
atasannya menuruti tingkat kedudukan masing-masing dan tak boleh
merahasiakan sesuatu terhadap atasan, jadi rupanya kau menganggap
lohu sekalian kurang berhak untuk..."
"Hamba tidak berani." buru-buru Hun caycu menukas, "apabila tiada
perintah dari Tiancu nomor satu..."
"Tutup mulut!" bentak Thio Yok sim, "jangan kau anggap lohu tidak
memahami maksud hatimu itu, sudah jelas kau merasa tersudut karena
tak mampu menjawab maka kau lantas mempergunakan kedudukanmu
sebagai orang kepercayaan Kwa tiancu untuk membohong dan
menggertak lohu..." Hun-caycu ini memang bernyali besar, cepat-cepat dia menukas
kembali dengan tegas. "Maaf kalau terpaksa hamba harus menegur, rasanya tiancu tidak
seharusnya menyebut nama Tiancu nomor satu secara langsung!"
Thio Yok-sim mendongakkan kepalanya lalu tertawa tergelak- gelak,
kepada Kang Tat dan Cukat Tan segera serunya:
"Apakah kalian berdua sudah mendengar jelas ucapannya itu ?"
"Yaa, kami mendengarnya amat jelas!" jawab Kang Tat. Cukat Tan
juga ikut mengangguk. "Orang ini berani mengucapkan kata-kata semacam itu, kalau dibilang
yang sebenarnya, dia memang pantas untuk menerima kematian."
Begitu ucapan tersebut diutarakan paras muka Hu-caycu yang berada
dibalik sebelah kain cadar berwarna emas itu segera berubah hebat,
cepat-cepat serunya: "Tiancu, apa salah hamba, mengapa kau menjatuhkan hukuman mati
kepadaku ?" "Lepaskan kain cadar emasmu dan sebutkan siapa namamu !" bentak
Thio Yok-sim gusar. Dengan gugup Hun caycu itu melompat mundur ke belakang, sambil
mundur serunya: "Hamba merasa yakin tak pernah bersalah, mengapa tiancu hendak
membunuhku..." Thio Yok-sim mendengus dingin. "Hmmm, kau tak lebih cuma
seorang manusia berbaju emas yang ditugaskan menjaga markas besar diatas air ini, darimana kau bisa
mengetahui nama dari Tiancu nomor satu" Ayo bicara ! Hmmm, hmm,
tak heran kalau malam ini kau sengaja melepaskan kode rahasia
sehingga musuh pada kabur menyelamatkan diri !"
Hun caycu itu tak mampu membantah lagi, dia segera melakukan suatu
tindakan yang merupakan pelanggaran pantangan terbesar, mendadak
sambil membalikkan badan dia mendorong pintu dan siap sedia untuk
melarikan diri. Siapa tahu belum lagi tubuhnya melejit ke tengah udara, Thio Yok sim
telah berhasil mencengkeram bahunya.
Berbicara dari kepandaian silat dan tenaga dalam yang di milikinya
bagaimana mungkin seorang manusia berbaju emas bisa menandingi
seorang Tiancu seperti dia" Dengan suatu gerakan yang amat cepat, Thio Yok sim segera
mencengkeram bahu lawan dengan tangan kanannya, setelah itu
dengan jari telunjuk kirinya dia menyodok ulu hati orang-Hun caycu
mendengus tertahan, lalu muntah darah dan menemui ajalnya seketika.
Thio Yok sim segera melemparkan jenazah itu ke tanah, kemudian
sambil berpaling ke arah Kang Tat dan Cukat Tan, katanya:
"Sekarang kita telah berhasil menyingkirkan seorang kuku garudanya
bajingan she Kwa itu!" "Seandainya loji pulang, bagaimana kita harus menjawab kepadanya"
"sambung Cukat Tan. "SegaIa sesuatunya kita laporkan saja kenyataan yang sebenarnya dan
bagaimana dia mengetahui nama she Kwa itu, katakan saja dalam
keadaan terdesaknya ketika kutanyai tentang alasannya melepaskan
tanda rahasia, ternyata dia bersikeras mengatakan kalau alasannya cuma
bisa dilaporkan pada Kwa tiancu" Kang Tat dan Cukat Tan
manggut-manggut, kemudian mereka memanggil anak murid yang ada di
luar ruangan untuk masuk. Mendapat perintah, kedua orang lelaki itu masuk, tapi mereka jadi
tertegun setelah menyaksikan mayat yang terkapar ditanah.
Dengan sikap acuh dan seakan-akan tak ada suatu urusan apapun, Thio
Yok sim berpesan. "Gotong keluar jenazah itu, ingat, jangan bertindak sembarangan
sebelum ada perintah!" Dua orang lelaki itu mengiakan dengan badan gemetar, kemudian
menggotong pergi mayat Hun caycu dari situ.
oooOdezOooo PADA jarak satu lie dari perahu loteng itu, berlabuh
pula sebuah perahu yang amat besar. Perahu itu biasa dan sederhana, tidak jauh
berbeda dengan perahu telaga yang lain. Perahu itu sudah kuno, dipandang dari luar pun sama sekali tak nampak
menyoIok, tapi bila kau dapat memasuki ruangan perahu tersebut maka
akan segera dijumpai kalau perahu itu adalah sebuah perahu besar
yang amat aneh. Di tengah ruangan perahu tidak terdapat sekatan yang membagi antara
ruang muka dan belakang, ruangan tersebut terbuka dari muka sampai
belakang.
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kain sutra berwarna merah yang mahal harganya digunakan sebagai
tirai untuk melapisi dinding perahu tersebut, sementara lantainya dilapisi
oleh permadani tebal yang berwarna kuning emas.
Disekeliling ruangan terdapat pula banyak sekali kasur untuk duduk
yang tebal lagi lunak khusus dipersiapkan sebagai tempat duduk
manusia yang berkunjung kesana. Ruang perahu yang besar itu mencapai tiga kaki lebarnya dan enam
kaki panjang, dibelakang sana terdapat sebuah pintu yang berlapiskan
kaca, sementara dibalik pintu itu merupakan ruangan apa, tak
seorangpun yang tahu. Diatas ruang perahu yang memanjang, tergantung sembilan buah lampu
kristal yang indah. Cahaya lampu yang lembut memancarkan tujuh warna, menambah
suasana misterius perahu ini. Kalau suasana didalam ruangan perahu begini, maka kalau dilihat dari
luar, seluruh perahu itu nampak gelap-gulita, siapapun pasti akan
mengira kalau orang yang berada didalam perahu itu sudah terlelap
kealam impian. Tapi kenyataannya tidak demikian, tuan rumah sedang duduk didalam
ruangan perahu yg megah dan misterius itu untuk menantikan
kedatangan seorang tamu kemudian merundingkan suatu masalah
besar. Tak selang beberapa saat kemudian, pintu kristal didepan ruangan itu
terbuka dan masuk lah seorang gadis cantik berdandan
menyolok yang cuma mengenakan kain tipis untuk menutupi anggota
badannya. Disaat pintu itu berputar ke samping kanan itulah, gadis cilik itu
membungkukkan badan sambil berkata:
"Sudah hendak mengabarkan bahwa sang tamu telah datang !" katanya
kemudian. Pintu kristal itu membuka kearah sebelah kanan, sedang gadis cantik itu
segera berdiri disebelah kanan setelah masuk ke dalam pintu hal ini
menunjukkan kalau hujin tersebut sedang duduk ditempat itu.
Tak salah lagi, rupanya pintu kristal tersebut tidak terdiri dari sebuah
saja, di sebelah kiripun terdapat sebuah, bahkan kedua lembar daun
pintu itu berbentuk menonjol keluar, sehingga bentuk ruang belakang
perahu itu menjadi cekung. Ditengah-tengah kedua lembar daun pintu itu adalah sebuah ruangan
yang dalam, didalam nya terdapat sebuah kursi singgasana yang tempat
pegangannya bertaburkan intan permata.
Di atas singgasana itu duduk seseorang, tapi seandainya tidak
diperhatikan dengan seksama siapa pun tak akan melihat akan
kehadirannya disitu. Sekalipun kau perhatikan dengan seksama, mungkin akan membuat
hatimu terperanjat, mungkin kau akan mengira telah menyaksikan suatu
makhluk aneh. Rambutnya yang panjang digelung indah dengan sekuntum bunga
besar. Kulit wajahnya halus dan lembut, putih ditengah merah, merah
dibalik putih, amat menawan hati. Sepasang alis matanya melentik bagaikan semut beriring, sepasang
matanya jeli dan berkedip-kedip bagaikan bintang timur, apalagi kalau
sedang tersenyum, akan terlihat bibirnya yang kecil mungil.
Dia mempunyai potongan muka berbentuk kwaci, dagunya bulat lagi
menonjol, sangat menarik hati. Tapi yang nampak hanya kepalanya saja, sedang sisanya seperti bahu,
dada, lengan, kaki dan tubuh lainnya sama sekali tak nampak.
Mungkin perempuan itu adalah makhluk aneh yang mempunyai kepala
saja. Seandainya ada orang yang kebetulan menyaksikan peristiwa tersebut
entah dia a Bara Naga 14 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Bentrok Para Pendekar 24
ujukan kearah pedang yang berada ditangan Sun Tiong lo, bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan
yang tidak diinginkan. Walaupun tempat itu merupakan sebuah lorong rahasia, tapi berhubung
terpisah oleh dinding yang telah memagari ke empat penjuru maka pada
hakekatnya tempst itu merupakan sebuah tempat yang buntu, bila
pertarungan sampai terjadi, maka pihak yang kalah jangan harap bisa
lolos dari situ dalam keadaan selamat.
Soh hun ki cukup mengetahui akan hal ini, maka disaat ia bertekad
untuk bertarung maka diapun mengambil keputusan untuk
mengesampingkan soal keselamatan jiwanya.
Kalau pepatah pernah bilang "ditempat yang buntu pun masih ada
harapan untuk hidup" berarti meski berada disuatu tempat yang "mati"
jalan kehidupan masih selalu tersedia.
Maka keadaan sekarang jauh berbeda, tempat tersebut betuI- betul
buntu dan tiada harapan untuk hidup. apalagi buat Soh hun ki, pada
hakekatnya tempat tersebut merupakan suatu tempat yang mematikan
baginya, sebab walaupun dia berhasil menang pun jangan harap bisa
lolos dari lorong tersebut dengan selamat, seandainya dia dapat berpikir
lebih seksama dan mau mempertimbangkan kembali hasil adu
kekuatannya dengan Sun Tiong lo tadi mungkin dia akan sedikit merasa
mengerti akan kehidupan selanjutnya
Tapi dalam saat begini, dia sama sekali tak berpikir lebih jauh, dia
hanya tahu mencari kemenangan untuk melanjutkan hidupnya, dia
harus melangsungkan duel dengan Sun Tiong lo.
Sementara itu, Sun Tiong lo telah berada tujuh depa dari hadapan Soh
hun ki, dalam jarak sedekat, ini asal dia maju selangkah lagi sambil
melancarkan serangan, maka pedangnya akan segera mencapai depan
dada Soh hun ki. Sebaliknya Soh hun ki hanya berdiri menanti dengan sikap yang amat
tegang, walaupun sudah berada dalam keadaan seperti ini, namun dia
belum juga bergeser dari posisinya semula.
Dalam hal ini, Sun Tiong lo mau tak mau harus mengangguk memuji...
Maka anak muda itu segera berhenti, kemudian katanya pelan.
"Mengingat tak mudah untuk mencari nama bila kau tidak
melawan maka aku hanya akan memunahkan tenaga dalammu saja
dengan tetap meninggalkan ilmu silatmu seutuhnya, bagaimana
pendapatmu?" Soh hun-ki yang mendengar ucapan mana, segera salah mengartikan
perkataan itu, sambil tertawa seram ia lantas berseru:
"Tak usah bermimpi di siang hari bolong, kau anggap lohu sudah pasti
akan kalah ?" Sun Tiong-lo menghela napas panjang. "Yaaa, kalau toh kau enggan
menuruti nasehatku, aku pun tak ingin banyak berbicara lagi" Ujung pedangnya segera digetarkan ke
depan dan menusuk ke atas dada Soh-hun ki. Agaknya Soh hun ki tahu bahwa selisih jarak
mereka masih ada tujuh depa, sedang gerakan menusuk yang tidak dibarengi dengan
gerakan tubuh yang maju ke depan itu hanya bermaksud untuk
memancing lawannya masuk perangkap maka dia tetap tak bergerak
sama sekali dari posisinya semula. Itulah sebabnya sambil tertawa dingin, dia hanya mengawasi pedang
yang berada ditangan kanan Sun Tiong lo tanpa berkedip.
Siapa tahu disaat dia menganggap serangan musuh hanya merupakan
suatu tipu muslihat belaka, tahu-tahu ancaman mana berubah menjadi
suatu serangan sungguhan, segulung desingan angin tajam menyambar
kemuka dan menusuk ke tan-tian dipusatnya.
Menghadapi ancaman tersebut ia menjadi kaget dan merasakan
sukmanya serasa melayang meninggalkan raganya, dengan gugup
tubuhnya bergeser kekanan, lalu panji besi ditangan kirinya didayung
kemuka menggulung ketubuh pedang Sun Tiong lo.
Sayang, kembali Soh hun ki salah menduga. Tubuhnya yang bergeser
ke kanan memang merupakan suatu tindakan yang tepat, tapi panji
besinya yang menggulung kearah kiri justru mengenai sasaran yang
kosong. Tatkala ia merasakan ayunan senjata panji besi ditangan kirinya
mengenai sasaran yang kosong, dia segera sadar kalau gelagat tidak
menguntungkan, buru-buru dia ingin merubah gerakan guna
menyelamatkan diri. Sayang sekali tenaga pukulan yang amat kuat telah keburu menekan
keatas tubuhnya, diiringi suara aneh, panji tersebut sudah patah
menjadi dua bagian. Kini tangannya hanya sempat menggenggam sepotong besi sepanjang
tujuh inci saja, Sedangkan panji itu sendiri sudah terurai berai diatas
tanah dalam keadaan hancur berantakan.
Kini paras muka Soh-hun ki telah berubah menjadi pucat pias seperti
mayat, sekarang dia baru sadar, Sun Tiong-lo masih tetap berada
sejauh tujuh depa didepannya, tusukan pedang itu pun tidak menebusi
pusarnya. Oleh sebab itu, bisa disimpulkan kalau panji saktinya sama sekali tidak
saling membentur dengan senjata tajam lawan, atau dengan perkataan
lain, dalam selisih jarak seperti ini, tak mungkin senjata mereka dapat
saling membentur satu sama lainnya.
Tapi kenyataan sekarang, walaupun senjata mereka tidak saling
membentur namun kenyataannya panji bajanya telah hancur berkeping
keping diatas tanah, apa gerangan yang telah terjadi "
Kini, Soh hun-ki sudah mengerti apa gerangan yang telah terjadi, itulah
sebabnya paras mukanya kontan berubah menjadi pucat seperti mayat,
ditatapnya Sui Tiong lo dengan perasaan bergidik dan mata melotot
besar. Hawa pedang ! Tak bakal salah lagi, memang hawa pedang !
Semenjak terjun ke dalam dunia persilatan Soh hun-ki sudah
sering mendengar orang membicarakannya tapi sampai dia malang
melintang dalam dunia persilatan dan namanya menjadi termasyur,
belum penuh ia menjumpai seseorang yang benar-benar memiliki
kepandaian selihay itu. Sekarang, usia sudah menanjak tua, sungguh tak disangka hal tersebut
benar-benar terjadi, bahkan hawa pedang yang amat dahsyat itu
muncul ditangan seorang anak muda, dari sini bisa dibayangkan sampai
dimanakah taraf kepandaian silat yang dimiliki orang itu.
Kenyataan baru saja terbentang di depan mata, jelas hal tersebut tak
dapat diragukan lagi, tapi... tapiiii.... jurus serangan tersebut terlampau
cepat. Sedemikian cepatnya sampai Soh hun ki sendiripun hampir tak
percaya, tapi dia pun tak bisa tidak harus mempercayainya...
Itulah sebabnya setelah rasa kaget dan takut nya hilang, dengan cepat
ia menunjukkan sikap siap untuk melangsungkan suatu pertarungan
mati hidup. "Oooh kau ingin melangsungkan suatu pertarungan habis- habisan?"
tegur Sun Tiong lo dengan kening berkerut.
Soh hun ki merasakan hatinya terkesiap, tapi diluarannya tetap bersikap
angkuh. "Tentu saja" sahutnya, "Lohu tak bakal mengucurkan airmata sebelum
melihat peti mati." Sun Tiong lo mendengus dingin, dia mendesak maju lebih kedepan
sehingga selisih jarak antara kedua belah pihak tinggal lima depa saja...
Dengan gugup Soh hun-ki melompat mundur sejauh hampir satu kaki.
Sambil tertawa dingin Sun Tiong lo segera berkata. "Jalan tembus kini
sudah terbuka, setiap saat kau boleh
mengundurkan diri dari sini. aku tak akan memperebutkan waktu
denganmu, kini kau boleh maju beberapa langkah, gunakanlah jurus serangan yang paling kau
banggakan untuk melancarkan serangan!"
"Kau boleh menyerang lebih dulu !" tukas Soh hun-ki sambil
menggeleng dan berlagak tidak gentar.
Sun Tiong-lo semakin mengerutkan dahinya. "Sekarang, coba kau
berpaling dulu, lihatlah apakah kau
mempunyai jalan untuk mundur lagi ?"
Soh-hun ki kuatir Sun Tiong lo manfaatkan kesempatan tersebut untuk
melancarkan serangan, ia sama sekali tak berpaling melainkan
menggunakan panji besi ditangan kanannya untuk mengukur jarak,
ternyata sisa jarak dibelakang tubuhnya tinggal dua depa.
Maka dengan berhati-hati sekali dan kewaspadaan tinggi, dia maju tiga
langkah lagi ke depan. Tiga langkah tak sampai lima depa, dia sudah dapat melancarkan
serangan dengan meng gunakan panji besinya.
Dengan wajah bersungguh-sungguh Sun Tiong lo menatap wajah Soh
hun ki lekat-lekat, kemudian tegurnya:
"Menurut pendapatmu berapa juruskah serangan panjimu yang paling
diandalkan?" "Heeehhh... heeehhhh... hedwehhh... aku bukan anak kecil, aku tak
bakal termakan olen tipu musIihatmu itu!" seru Soh hun ki sambil
tertawa. Sun Tiong lo ikut tertawa. "Terserah bagaimanakah jalan pikiranmu
itu, sekarang aku hanya ingin memberi kesempatan sebanyak lima jurus untukmu didalam lima
jurus ini kau tak usah kuatir untuk melancarkan serangan dengan
sepenuh tenaga, tapi selewatnya lima jurus, kau haruslah ber-hati2!"
Mendengar perkataan itu, Soh hun ki menjadi sangat gembira, serunya
dengan cepat. "Sungguh" sungguhkah perkataanmu itu?" "Hmm.. aku toh tidak
perlu membohongi di rimu" jengek Sun
Tiong lo dengan suara dingin. Tapi Soh hun kie belum juga merasa lega,
kembali ujarnya: "Dalam lima jurus ini, apakah kau tak akan
melancarkan serangan balasan ?" "Yaa, sudah pasti tak akan melancarkan serangan balasan!" Sun Tiong
lo mengangguk. Soh hun ki berpikir lagi beberapa saat lamanya, tampaknya dia
berminat untuk melakukan percobaan, kembali dia berseru:
"Apakah kau hendak menggunakan Kiam-khi (hawa pedang) lagi untuk
melakukan pertahanan?" Sun Tiong lo memandang sekejap kearah Soh Luti-ki, lalu berkata
dengan sungguh-sungguh. "Oooh... aku mengira hingga kini aku masih belum mengetahui tenaga
dalam apakah yang telah menghancurkan panji besi yang beiada
ditangan kirimu, rupanya meski kau sudah tahu-namun masih belum
mau mempercayainya ?" Merah padam selembar wajah Soh-hun-ki karena jengah, cepat- cepat
dia berkata: "Walaupun lohu keras kepala, namun aku masih cukup tahu diri, bila
aku harus melawan ilmu Kiam Khi mu yang maha dahsyat tersebut
dengan menggunakan tenaga dalam sendiri, jelas hal ini merupakan
suatu tindakan tak tahu diri."
"Sebab mengenai ilmu Kiam-khi tersebut hidup sampai sekarang. lohu
hanya pernah mendengar tapi belum pernah menyaksikan dengan mata
kepala sendiri, aku benar-benar tidak mempercayainya dengan begitu
saja, dalam hal ini kau harus mengerti?"
"Yaa, aku mengerti." Sun Tiong-lo manggut-manggut, "itulah sebabnya
aku memberi kesempatan kepadamu untuk melancarkan lima jurus
serangan !" "Aaaaai, kau memiliki hawa Kiam-khi yang hebat, aku lihat lebih baik
tak usah dicoba lagi." seru Soh-hun-ki dengan tertawa getir.
Dengan cepat Sun Tiong-lo menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Dalam lima jurus yang pertama, kau tak usah menguatirkan tentang
hal ini lagi !" "Baiklah." kata Soh-hun-ki kemudian sambil membusungkan dada,
"padahal lohu juga mengerti, sekalipun kai bertarung menggunakan
tenaga dalam dan ilmu silat yang biasapun lohu bukan tandinganmu,
tapi kesempatan yang sangat baik ini tak akan kusia-siakan dengan
begitu saja, sebab kesempatan sebaik ini belum tentu akan kujumpai lagi
dimasa mendatang !" Berbicara sampai disitu, mendadak Soh hun ki meluruskan matanya ke
muka dan menatap wajah Sun Tiong lo lekat lekat.
Tergerak hati Sun Tiong lo, sebab saat ini lah dia menemukan bahwa
gembong iblis tua yang termashur karena kejahatannya itu, sekarang
sudah tidak nampak lagi wajah keganasan, kebuasan serta kekejian
hatinya lagi. Sementara dia masih keheranan, Soh hun kiz telah buka suara
memanggil: "Anak muda..." "Aku she Sun bernama Tiong lo." tukas sang
pemuda cepat. Soh hun ki menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya: "Maafkan kekerasan kepala lohu, entah bagaimana juga,
kau dan lohu berhadapan sebagai musuh bukan teman, lohu cukup
memanggilmu sebagai anak muda saja."
Sun Tiong lo menatap Soh hun ki lekat-lekat, kemudian katanya lebih
lanjut: "Baik, terserah mau sebut apa saja kepadaku!" "Kini, meski kita
berhadapan sebagai musuh bolehkah lohu
merepotkan kau sianak muda akan suatu hal?" "Boleh. asal pekerjaan
itu bisa kulakukan." "Aaah, cuma urusan rumah tangga lohu!" "Bolehkah
aku mengetahuinya?" tanya Sun Tiong lo dengan
kening berkerut. Soh hun ki tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya berkata kembali.
"Orang persilatan sedikit sekali yang mengetahui kalau lohu mempunyai
istri mempunyai anak, alasannya karena istriku sudah lama mati, sedang
anak menantuku juga sudah tak ada lagi."
Bagaimanakah ceritanya sampai mereka mati, kejadian tersebut sudah
berlalu sangat lama, rasanya kitapun tak usah membicarakan lagi, yang
hendak kubicarakan kini adalah seorang cucu perempuan lohu!"
Ketika berbicara sampai disitu, dia berhenti sebentar, kemudian
lanjutnya. "Anak muda, tahukah kau berapa usia lohu sekarang?" "Dengan cepat
Sun Tiong lo menggeleng. "Entahlah, tapi
tampaknya seperti lima puluh tahun atau lebih sedikit!" Soh hun ki
segera tertawa. "Berbicara sejujurnya, kini lohu sudah berusia tujuh
puluh dua tahun, berhubung semasa kawin dulu masih amat muda, maka pada
usia tujuh belas tahun sudah berputra, usia empat puluh tahun sudah
punya cucu, oleh sebab itu tahun ini cucu perempuanku telah berusia
tiga puluh dua tahun." "Oooh, kini cucu perempuanmu berada dimana?" "lnilah persoalan
yang hendak lohu titipkan kepadamu untuk
menyelidikinya..." Sun Tiong-Io tertegun. "Apakah kau menyuruh aku
mengarungi samudra, menjelajahi ujung langit untuk menemukan jejak cucu perempuan itu?" "Benar, kau
harus menemukan dia bahkan harus menyelamatkan
pula jiwanya." Sekali lagi SuoTiong-!o menjadi tertegun sesudah
mendengar perkataan itu. "MenoIong dia"- ia menegaskan "apakah dia sedang terancam oleh
sesuatu mara bahaya" Dengan cepat Soh hun-ki mengangguk
"Betul. keadaannya sekarang teramat berbahaya, mungkin saja saat ini
dia sudah mendapat ancaman yang membahayakan jiwanya karena dia
sudah melewati batas waktu janjinya untuk bertemu denganku cukup
Iama..." Mendengar sampai disitu, tanpa terasa Sun Tiong lo menukas dengan
cepat: "Tunggu sebentar, aku sudah mendengar sedikit duduknya perkara,
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentunya semula kau mengetahui tentang berita cucu perempuanmu itu,
bahkan mengadakan hubungan surat menyurat, tapi kali ini..."
Soh hun-ki segera mengangguk, kembali selanya: "Benar, anak
muda, dengarkan ceritaku lebih lanjut, walaupun
lohu tak becus namun terhadap Lok hun pay tidak benar-benar takluk
tapi aku dipaksa untuk menuruti perkataannya adalah cucu
perempuanku itu, maka dalam keadaan apa boleh buat, terpaksa aku
harus menuruti perintahnya hingga kini."
"Tapi lohu mengadakan perjanjian dengannya, yakni setiap tiga buIan
satu kali. kami kakek dan cucu diperbolehkan saling menulis surat untuk
menyatakan keselamatan masing-masing dan ia menyetujui serta
melaksanakannya, selama belasan tahun hal ini berlangsung terus tiada
putusnya. "Kali ini, suratnya memang datang tetapi jangan harap dia bisa
mengelabuhi lohu, gaya di dalam tulisannya mau pun nama suaranya
memang betul merupakan tulisan tangan cucu perempuanku sendiri, iapi
lohu dapat melihat kalau surat itu adalah sepucuk surat palsu !"
"Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi ?" tanya Sun Tiong-lo tanpa
terasa. Soh-bun-ki segera tertawa dingin. "Heeeh... heeehh... heeehkzh... bagaimana mungkin " Sudah belasan
tahun lohu mengadakan hubungan surat menyurat dengan cucu
perempuanku, aku percaya setiap suratku pasti diperiksa olehnya
dengan seksama, maka kalau dia ingin memalsukan gaya tulisannya, hal
ini sebetulnya bukan sesuatu yang sukar!"
"Aku rasa, bagaimanapun miripnya dia menirukan gaya tulisannya,
dengan demikian perbedaannya pasti ada dan perbedaan itu bisa
ditemukan dalam sekilas pandangan saja"
"Justru kebalikannya yang terjadi." Soh bun ki menggeleng, "begitu
miripnya gaya tulisan itu, mungkin cucu perempuanku yang melihat pun
akan merasa terkejut dan mengira dia yang benar- benar menulis
sepucuk surat itu sendiri, sebab tulisannya terlalu mirip."
"Oooh... kalau begitu, dalam setiap surat menyurat diantara kalian
berdua, selalu membuat kode rahasia sebagai tanda keasliannya?"
Soh hun ki melirik sekejap kearah Sun Tiong lo, kemudian serunya
memuji. "Anak muda, kecerdikannya sungguh menakutkan. betul sekali, memang
dalam surat-surat kami selalu diberi suatu kode rahasia untuk
menunjukkan keasliannya, dan aku yakin kode rahasia tersebut jangan
harap bisa diketahui orang lain. "Aku tahu, Lok hun pay memang amat liehay, selama belasan tahun
mungkin saja dia selalu meneliti dan memperhatikan surat kami, tapi
kenyataannya kode rahasia tersebut tak berhasil ia temukan, oleh
karena itulah aku baru tahu kalau surat terakhir yang kuterima bukanlah
surat yang ditulis oleh cucu perempuanku sendiri."
"Anak muda, sekarang lohu harus menitipkan persoalan ini kepadamu
untuk kau lakukan, apalagi kau adalah musuh besar Lok- hun-pay, maka
dari itu untuk melancarkan jalannya usahamu nanti, aku harus
memberitahukan kode rahasia ini kepadamu..."
"Tidak usah, aku percaya dengan semua perkataaanmu !" tukas Sun
Tiong lo sambil mengulapkan tangannya.
Tapi Soh hun-ki kembali menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya dengan cepat: "Tidak, aku harus memberitahukan kepadamu kode rahasia tersebut
tidak berada pada kertas kosongnya, melainkan dalam deretan
hurufnya, yakni dengan mengurangi garis dari setiap huruf tertentu !"
"Mengurangi garis dari setiap huruf tertentu ?" tanya Sun Tiong lo
keheranan. "Yaa, bukan begitu saja, bahkan setiap surat harus menuruti urutannya
secara beraturan, misalnya pada surat yang pertama dengan pembuka
kata. "Dipersembahkan kepada ayah tercinta," maka pada permulaan awal kata
dipersembuhkan tersebut dia akan mengurangi coretannya pada huruf D.
Bukan menghilangkannya sama sekali melainkan mengurangi coretan
bagian bawahnya sehingga bentuknya berupa tulisan "()"
"Sedang pada surat yang kedua, dia akan mengurangi coretannya pada
huruf "kepada" dan kemudian dengan mengurangi sebagian huruf "K"
tersebut, begitu pula pada surat ketiga, ia akan mengurangi coretan
pada tulisan "A" dari kata ayah, demikianlah selanjutnya.
"Bila sampai pada huruf kalimat yang terakhir, maka akan diulangi
kembali pada huruf kalimat permulaan, Aku yakin bagaimana pun
cerdiknya Lok hun pay, tak mungkin dia bisa menemukan rahasia dibalik
kode rahasia kami ini!" Sun Tiong lo menghela napas panjang, pujinya: "Yaaa, memang luar
biasa, orang lain memang jangan harap bisa
menemukan tanda rahasia tersebut!" Dengan
bangga Soh hun ki berkata lebih jauh:
"Persoalan ini merupakan salah satu persoalan yang paling kubanggakan
selama ini. Beberapa waktu berselang akupun menerima surat dari cucu
perempuanku, tapi semuanya berubah, dalam surat itu aku tak berhasil
menemukan lagi kode rahasia tersebut.
"ltulah sebabnya aku menyadari kalau cucu perempuanku sedang
menjumpai kesulitan, tapi kemampuanku sangat terbatas, bila kulawan
sudah pasti aku akan mati, ditambah pula aku pun tidak mengetahui
mati hidup dari bocah itu." "Maaf kalau aku menukas" sela Sun Tiong lo tiba-tiba, "tolong tanya
apakah kaupun tidak tahu dimana Lok hun pay bercokol?"
-oo0dw0oo- SOH HUN KI mengelengkan kepalanya. "Setan tua ini
amat licik, bagaimana mungkin aku bisa
mengetahui tempat persembunyiannya?" "Apakah kau pun pernah
menyaksikan raut wajah dari tua bangka tersebut ?" kembali Sun Tiong lo bertanya dengan kening
berkerut, Soh-hun-ki tertawa getir, "Setan tua itu mengenakan topeng !" "Wah,
kalau begitu sulit," kata Sun Tiong lo sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali. "Sebenarnya, lohu sudah
mempunyai rencana bagus untuk membalas dendam, aku ingin memancing dia memasuki loteng ini.
kemudian mengurungnya disini dengan alat rahasia, setelah itu
memaksanya untuk menyebutkan di manakah cucu perempuanku
sekarang berada. "Siapa tahu pada saat inilah, anak muda, kalian telah sampai lebih dulu
disini, membuat usahaku selama ini berantakan, sekarangpun lohu sudah
tak mampu mempertahankan diri lebih jauh, maka..."
"Dari mana munculnya kata sudah tak mampu mempertahankan diri
lagi itu?" tiba-tiba Sun Tiong-lo menukas,
Soh hun ki mendengus. "Hmm, anak muda, bukankah kau sengaja
bertanya setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya ?" "Atas dasar apakah berkata
demikian?" "Tadi kau sudah bilang hendak melangsungkan pertarungan
dalam lima gebrakan, lohu tahu kalau aku tak bakal menangkan dirimu,
dengan akibatnya tenaga dalamku akan punah, bila lohu sudah
kehilangan tenaga dalamku, apakah aku masih mampu untuk
mempertahankan diri?" seru Soh hun ki dengan gusar.
Sun Tiong-Io berkerut kening. "Persoalan ini lebih baik kita bicarakan
nanti saja, aku ingin bertanya dulu kepadamu seandainya pada suatu ketika aku dapat
berjumpa dengan cucu perempuanmu, dengan benda apa aku harus
memperkenalkan diri agar dia memahami duduk persoalan yang
sebenarnya ?" Soh bun ki memperlihatkan panji besi di tangan kanannya seraya
berkata. "Kau boleh mempergunakan gelang besi sebesar dua inci diujung panji
ini sebagai tanda pengenal !" "Baik kalau begitu berikan kepada sekarang!" ujar Sun Tiong lo sambil
menyodorkan tangannya kemuka. Tapi dengan cepat Soh hun ki menggeleng-gelengkan kepalanya
berulang kali, katanya: "Bila gelang besi itu kulepas maka panji ini akan segera terbelah menjadi
dua dan tak bisa dijadikan senjata lagi, padahal lohu masih harus
melawan seranganmu, maka sebelum pertarungan lima gebrakan
dilangsungkan tak nanti akan kulepaskan gelang tersebut untuk di
serahkan kepadamu..." Dengan wajah serius, anak muda kembali berkata: "Kau harus
mendengarkan secara baik-baik, aku telah berubah
pikiran sekarang dan tak akan memunahkan tenaga dalamu lagi, cuma
kau harus mengangkat sumpah dan tidak melakukan kejahatan lagi
dalam dunia persilatan sejak kini."
"Kemudian berikan gelang tersebut kepadaku dan segera tinggalkan
loteng ini, gantilah wajahmu dengan raut wajah lain, dengan cara
demikian secara diam-diam kaupun bisa mencari tahu jejak cucu
perempuanmu didalam dunia persilatan aku berharap kalian cucu dan
kakek bisa berjumpa lagi, carilah suatu tempat yang terpencil dan
berpemandangan indah, dan hiduplah disitu hingga akhir jaman !"
Beberapa patah kata itu segera membuat Soh hun-ki menjadi tertegun
ditempatnya. Dengan suara dalam, Sun Tiong lo kembali berkata: "Aku mempunyai
dendam kesumat sedalam lautan dengan Lokz-hun-pay, dan aku telah
bersumpah untuk menuntut belas kepadanya, bahkan sekarang aku
sudah mulai mencurigai seseorang sebagai Lok-hun pay, dia adalah
sahabat karib ayahku almarhum."
"Oooh, siapakah namanya?" sambung Soh-hun ki cepat. "Dia
bernama Mao Tin-hong!" ucapan Sun Tiong lo ini diutarakan
dengan sepatah demi sepatah kata. Soh hun ki segera menjerit kaget.
"Aaah. aku pernah berjumpa dengan orang ini dimasa lalu,
seharusnya dia terhitung seorang enghiong yang berjiwa Iurus ?" Sun
Tiong-Io tertawa hambar. "Aku toh sudah bilang tadi, dia seorang yang
mencurigakan saja !" "Hooh.." Soh hun ki berseru tertahan, tiba-tiba tanyanya lagi,
"anak muda, secara tiba-tiba saja kau berbuat kebaikan, apakah ada
suatu perintah yang hendak kau bebankan kepadaku ?"
Sun Tiong lo menggeleng. "Tidak ada, setelah perpisahan kita nanti
terserah kau boleh pergi kemanapun kau ingin pergi !" Soh hun ki, berpikir sebentar
kemudian katanya lagi: "Anak muda, terus terang saja kuberitahukan
kepadamu, bila tenaga dalamku masih utuh, aku akan tinggal sekian waktu lagi disini
untuk menunggu kedatangan Lok hun pay tersebut, aku tak akan
segera pergi meninggalkan tempat ini."
"Cuma aku boleh memberitahukan kepadamu, dalam sepuluh hari
mendatang, bila Lok hun-pay belum juga datang, maka aku akan
berusaha keras untuk mencari Empek angkatmu itu serta menyelidiki
gerak-geriknya secara diam-diam !"
Diam-diam Sun Tiong-Io tertawa geli sesudah mendengar perkataan itu,
tapi diluaran katanya dengan cepat:
"Aku akan berterima kasih sekali kepadamu, cuma lebih baik kau
bersikap lebih hati-hati, paling baik kalau kau menyaru orang lain."
Soh-hun-ki manggut-manggut. "Kau tak usah kuatir, aku sudah tahu
bagaimana aku harus bertindak untuk menghadapi hal hal seperti itu." Sun Tiong lo pun
mengangguk. "Kalau begitu, kau boleh serahkan gelang besi panji
besimu itu kepadaku sekarang." Sambil tertawa getir Soh hun ki menyerahkan
gelang berikut panji baja tersebut kepadanya. "Mulai sekarang, Soh hun ki sudah mati
dalam dunia persilatan, panji inipun tak akan dipergunakan lagi, lebih baik ambillah berikut
panjinya sehingga bila perlu gelang tersebut bisa kau ambil untuk
keperluanmu . , , ." Dengan suatu pandangan berarti Sunz Tiong lo memandang sekejap
wajah Soh hun ki, kemudian sambil tertawa dia menggulung
panji tersebut dan diselipkan dipinggangnya, lalu dengan wajah
bersungguh-sungguh katanya. "SeteIah berpisah nanti, kau harus bersikap sangat hati hati,
sepeninggal kami nanti, pintu utama dari bangunan ini akan terbuka,
dinding sebelah luar sana sudah ambrol dan kau boleh turun dari loteng
ini melewati tempat tersebut. Seusai berkata, Sun Tiong lo kembali menuju ke pintu ruangan dan
menggetarkan pintu tersebut membikin kode, pintu segera terbuka dan
dia pun menerobos masuk. Ternyata pintu itu tidak ditutup kembali, melainkan tetap terbuka agar
Soh hun ki bisa kabur dari bangunan berloteng itu...
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, Soh hun ki baru mulai beranjak
keluar dari ruangan batu itu, ketika menyaksikan dinding batu yang
berhasil digugurkan Sun Tiong-lo, sepasang alis matanya segera
berkenyit kencang. Ketika menyaksikan alat alat rahasia dengan roda bergigi yang kini
terbentang lebar tanpa perlindungan, helaan napas sedih segera
bergema, agaknya dia merasa amat sayang dengan benda yang telah
dikerjakan dengan susah payah selama banyak tahun ini.
Dia tidak segera menerobos keluar dari loteng itu, malahan segera
melongok sekejap ke sekeliling tempat luar.
Waktu itu suasana amat hening dan tak kedengaran sedikit suara pun,
ketika yakin kalau Sun Tiong-lo sekalian telah berlalu dengan melewati
pagar besi, maka dia mulai tertawa terbahak-bahak dengan amat
senangnya. Dibalik gelak tertawanya itu, kembali timbul wajah keji, buas dan
menyeringai seram yang menggidikkan hati.
Menyusul kemudian, iapun bergumam seorang diri. "Berbahaya,
sungguh berbahaya, aku tak boleh mengampuni
perempuan cabul itu!" Siapakah "perempuan cabul" yang dimaksud kan" Suatu teka teki yang
sangat aneh. Kakinya di depak-depakkan berulang kali di lantai, tampaknya ia seperti
merasa amat gusar, tapi sebentar kemudian telah tertawa
terbahak-bahak lagi. Ditengah gelak tertawa itu, kembali dia bergumam seorang diri: "Aku
harus segera mencari akal, berusaha keras untuk mencari
sebuah akal yang bagus, meski kali ini aku bisa lolos secara mujur, lain
kali belum tentu akan semujur ini nasibku, sepasang panji besi itu..."
Bergumam sampai disitu, mendadak ia berhenti barbicara sambil
manggut-manggut, ke mudian melanjutkan:
"Lebih baik loteng ini kupunahkan saja, kemudian pergi lebih dulu
meninggalkan tempat ini." Maka dia menerobos keluar dari lubang diatas dinding dan melayang
keluar alam bebas, lalu dari pintu gerbang dibawah loteng sekali lagi dia
masuk kedalam loteng batu itu dan secara mudah menemukan sumbu
obat peledaknya, setelah menyulut sumbu tadi, diapun cepat-cepat
berlalu meninggalkan tempat tersebut.
Tatkala suatu ledakan dahsyat menggelagar memecahkan keheningan
dia, Soh hun ki telah berada setengah li jauhnya dari bangunan loteng
tersebut, dia tak berhenti karena ledakan mana, melainkan melanjutkan
terus perjalanan nya kedepan. Tujuannya sekarang adalah reruntuhan ruang tengah kuil Tong thian
koan. Tatkala dia melangkah masuk ke balik reruntuhan bangunan itu,
mendadak tergerak hatinya dan segera berhenti, kemudian dengan
suatu gerakan cepat dia menyembunyikan diri dibalik reruntuhan
tersebut. Tak lama kemudian, He he koancu diikuti tiga orang tokoh muda anak
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
muridnya telah muncul dari belakang bangunan tersebut keempat
orang itu berjalan dengan sikap yang sangat berhati hati dan
wajah amat serius, seringkali mereka berpaling memandang ke
sekeliling tempat itu. Sekulum senyuman menyeringai yang licik dan menyeramkan segera
menghiasi wajah Soh hun ki, setelah berpikir sejenak, secara diam-diam
ia lantas melakukan penguntilan. Tempo hari ia sudah pernah tertipu, maka kali ini dia bertindak dengan
lebih berhati-hati lagi. Walaupun dia tahu kalau Sun Tiong-lo sekalian telah melakukan
perjalanan secara terpisah dengan He he koancu, tapi untuk
berhati-hatinya, dia lebih suka melakukan penguntilan secara diamdiam,
daripada turun tangan secara gegabah.
Tapi sementara dia melakukan penguntilan terhadap He-he koancu
sekalian berempat, dengan ilmu Kim kong ci yang lihay secara
diam-diam dia pun telah meninggalkan kode rahasia diatas dinding kuil
yang menyolok di pandang, entah apa kegunaan kode rahasia tersebut.
Waktu itu, He he koancu berempat sedang berada dalam perjalanan
untuk kembali ke kuil Hian bian koan di kota Hun ho propinsi San Say,
sedangkan Soh hun ki menguntit terus dari kejauhan sambil menunggu
saat yang terbaik untuk turun tangan.
Pada malam hari kedua, Hehe koancu berempat menginap disebuah
rumah penginapan, mereka mengambil di ruangan sebelah barat, Hehe
koancu tinggal di kamar kelas utama, sedangkan ketiga orang muridnya
beristirahat dalam kamar depan. Kini Soh hun ki yakin kalau Sun Tiong lo sekalian sudah menempuh arah
perjalanan yang berlawanan dengan perjalanan yang ditempuh oleh He
he koancu, bahkan bisa jadi mereka terpisah sejauh puluhan atau
ratusan li, tentu saja mereka tak akan munculkan diri secara tiba-tiba
disitu. Tapi, dia masih tetap bersikap sangat berhati-hati sekali, dicarinya kamar
dirumah penginapan lain untuk beristirahat cuma
setelah dia masuk kerumah penginapan tersebut dan mendapatkan
kamar, kembali dia keluar rumah dan berputar-putar kian kemari.
Padahal pada saat inilah secara diam-diam dia sedang meninggalkan
kode rahasia dengan ilmu Kimde kong ci di depan pintu gerbang rumah
penginapan serta tempat-tempat strategis lainnya persis seperti apa
yang ditinggalkan di atas reruntuhan dinding dari kuil Tong thian koan.
Kentongan kedua sudah menjelang tiba, api lentera dikota itu sudah
dipadamkan, semua orang pun telah berangkat menuju ke alam impian.
Tapi diluar halaman kamar dimana Soh hun ki berdiam, kini sudah mulai
kelihatan ada satu gerakan. Secara beruntun muncul tiga sosok bayangan manusia yang serba putih
meluncur turun ditengah halaman tersebut.
Mereka semua mengenakan kain cadar warna putih untuk menutupi
wajahnya, salah seorang diantara mereka sedang maju mendekati pintu
kamar pada waktu itu dan mengetuk pelan.
Menyusul kemudian pintu itu terbuka dan ia memberi tanda kepada dua
orang manusia berbaju putih lainnya untuk ikut masuk pula ke dalam
ruangan tersebut. Waktu itu, Soh hun-ki yang berada dalam ruangan telah berganti wajah
maupun dandanannya. Tiga orang manusia berbaju putih itu segera membungkukkan badan
dan memberi hormat kepada Soh hun-ki, kemudian pemimpin mereka
berkata dengan lirih. "Hamba telah mengikuti kode rahasia dari majikan untuk menyusul
kemari tepat pada waktunya. "Majikan?"" Rupanya Soh-hun-ki tak lain adalah Lok hun pay sendiri . . .
Peristiwa ini benar-benar sangat aneh dan sama sekali diluar dugaan
siapapun jua. Seandainya Sun Tiong lo dan Hou-ji serta Bau-ji sekalian tahu bahwa
Soh hun ki tidak lain adalah Lok hun pay, tak mungkin mereka akan
melepaskan bajingan tersebut dari dalam lorong rahasia tersebut
dengan begitu saja. Seringkali kejadian yang berlangsung dalam dunia memang begitu
kebetulan sehingga sukar bagi orang lain untuk menduga sebelumnya.
Sekarang, Soh hun ki sudah pulih kembali menjadi Lok hun pay. terhadap
ketiga orang manusia berbaju putih itu dia mengulapkan tangannya, lalu
katanya lagi dengan suara dalam dan menyeramkan.
"Secara diam-diam kalian semua sudah pernah bertemu dengan He-he
koancu, aku percaya kalian tak bakal salah melihat orang lagi, sekarang
mereka guru dan murid berempat sedang berada dirumah penginapan
Thian tiang kek can. Tapi kalian harus perhatikan baik- baik, jangan
turun tangan didalam rumah penginapan tersebut, kalau bisa bekuk
mereka kemudian diseret keluar kota dan habisi mereka disitu, setelah
selesai mengerjakan tugasnya ini, kalian dipersilahkan boleh segera
berangkat ke Gakz yang dan menjumpai aku di perahu loteng ditengah
telaga !" Tiga orang manusia berbaju putih itu mengiakan dengan hormat.
Lok-hun-pay segera menuding kearah ruang samping kiri dibalik
kegelapan sana, lalu kata nya lagi kepada pemimpin tersebut: "Pakaian
dari Son-hun-ki tersebut berada didalam sana, kau tahu
bukan apa yang harus dikerjakan, Semoga kalian berhasil dengan
sukses. jangan lupa, kita jumpa lagi di perahu loteng !"
Manusia berbaju putih yang menjadi pemimpin itu mengiakan dengan
hormat. Lok-hun pay segera mengulapkan tangannya dan berjalan keluar dari
ruangan, sebaliknya manusia berbaju putih itu masuk kedalam ruangan
tersebut, tak Iama kemudian dia sudah muncul kembali dengan
Soh-hun-ki. oooOdwOooo Cahaya lentera didalam kamar rumah penginapan
Thian tiang telah dipadamkan sedari tadi. Tiga buah kamar diruang depan
ditempati ketiga orang murid He he koancu, mungkin pada saat itu mereka sudah terlelap dalam impian,
siapapun tak menduga kalau bencana besar telah berada didepan mata.
He he koancu yang menempati kamar utama tampaknya belum tertidur
karena pikirannya masih dibebani banyak persoalan meski sementara
telah dipadamkan namun seorang diri ia masih duduk termenung disitu,
entah apa saja yang dipikirkan. Dia duduk disudut ruangan, suatu tempat yang sebetulnya sangat aneh
tidak lazim orang duduk ditempat seperti ini.
Pembaringannya terletak didekat jendela belakang, sementara didekat
jendela sebelah muka terdapat sebuah meja kecil.
Ia telah memindahkan kursi didepan meja itu ke sudut dinding diujung
pembaringan dekat dinding ruangan, tempat itu merupakan tempat
yang tergelap dari ruangan tersebut.
Tanpa cahaya lentera, kecuali pendatang tersebut sudah tahu
sebelumnya dimanakah ia sedang duduk, bagaimana pun telitinya
dia,tidak mungkin orang akan menyangka kalau ia bakal memilih tempat
seperti itu untuk tempat duduknya. Yang lebih aneh lagi ialah selimut diatas pembaringan ditata sedemikian
rupa sehingga seolah-olah ada orang sedang tidur disana, dilihat dari
semua persiapannya itu, bisa diduga kalau He he koancu telah
menyadari akan datangnya ancaman bahaya maut yang setiap saat
akan mengancam keselamatan jiwanya.
Seandainya memang begitu, bukankah lebih baik dia mengajak ketiga
orang muridnya melarikan diri ditengah kegelapan begini, dari pada
harus menanti maut dalam penginapan Thian-tiang "
Oleh karena itu persiapan dari He he koan cu sekarang membuat orang
selain heran dan tak habis mengerti.
Tak selang berapa saat kemudian, mendadak He-he koancu
mengerutkan dahinya kencang-kencang.
Dia sudah mendengar dari balik halaman kamar sana ada manusia yang
berjalan malam sedang bergerak mendekat.
Tapi dia belum juga bergerak, hanya keningnya saja yang segera
berkerut kencang. Menyusul kemudian, pintu kamar itu dibuka orang tanpa menimbulkan
sedikit suarapun, namun He he koancu masih tetap tak berkutik, tentu
saja dia pun tidak bersuara untuk menegur ataupun membentak.
Bayangan manusia berkelebat lewat, lamat-lamat dapat terlihat dua
sosok bayangan putih bergerak mendekati pembaringannya, kemudian
salah seorang diantaranya membungkukkan badan sambil melancarkan
cengkeraman maut ke atas pembaringan.
Tapi begitu mencengkeram, orang itu segera menjerit kaget:
"Aaaaah, tak ada orangnya, dalam selimut hanya bantal" "Cepat
memasang tentera !" seru yang lain cepat. Pada saat itulah, He he
koancu yang duduk disudut ruangan dibalik kegelapan berseru: "Tidak usah, aku berada disini." Begitu suara
tersebut berkumandang, dua orang manusia
berbaju putih itu segera mengundurkan diri kedepan jendela. Tapi mereka
adalah manusia-manusia yang cukup berpengalaman dalam menghadapi musuh, walaupun harus mundur
dalam keadaan amat terperanjat namun selisih jarak antara kedua
orang itu masih tetap berjarak beberapa depa, sehingga halmana tidak
sampai membuat mereka berdua harus mengalami sergapan secara
bersama-sama. Tadi mereka mundur karena tak pernah menyangka akan terjadinya
perubahan tersebut, setelah mundur sekarang kedua orang itu baru
menghimpun tenaga dalamnya dan memperhatikan He he koancu
dengan lebih seksama. He-he Koancu masih belum juga bergerak dari tempat duduknya
semula, tapi dengan suara sedingin es dia berseru:
"Kami guru dan murid berempat tidak bermaksud untuk melarikan diri,
bahkan sudah menduga kalau kalian bakal datang, maka kalian
berduapun tak usah menunjukkan sikap semacam ini."
Salah seorang diantara dua manusia berbaju putih itu mendengus dingin.
"Hmm, bagus sekali, kalau toh demikian kami pun akan mengutarakan
maksud kedatangan kami secara terus terang..."
Belum habis ia berkata, kembali He-he koancu telah menukas:
"Tidak usah, maksud kedatangan kalian cukup kuketahui dengan
amat jeIas!" "Kalau memang demikian, hal mana lebih baik lagi" seru
manusia berbaju putih itu sambil tertawa, "Kalau memang demikian silakan
koancu..." Sekali lagi He-he koancu menukas: "Mengapa Lok hun-pay tidak
datang sendiri ?" Tanpa berpikir panjang lagi, manusia berbaju putih
itu menyahut: "Majikan masih ada urusan lain..." Tapi rekannya yang
lain segera menyadari akan kesalahan
tersebut, seperti teringat akan sesuatu, buru-buru ia menukas. "Siapa
yang koancu maksudkan " Siapa sih Lok hun pay itu ?" Dalam pada itu,
manusia berbaju putih yang salah berbicara tadi
segera menyadari akan kesilafan sendiri, mendadak saja seluruh
tubuhnya gemetar keras. Tentu saja keadaan tersebut tidak lolos dari pengamatan He-he koancu,
dengan cepat dia mendengus dingin. "Hmm!" Tak usah mencoba untuk mengelabuhi aku, apalagi kalian toh
mendapat perintah untuk membunuh kami guru dan murid hingga
seakar-akarnya" Kami berempat tahu kalau kami tak mampu berbuat
banyak dan tentu akan tewas ditangan kalian, mengapa pula kalian
mesti merasa takut..." Manusia berbaju putih yang membuka suara pertama kali tadi segera
mengulapkan tangannya, lalu dengan suara dalam berkata:
"Waktu yang tersedia untuk kita tak terlalu banyak, lebih baik koancu
segera mengundang semua muridmu dan ikut kami pergi dari sini?"
"Pergi dari sini?" He he koancu segera tertawa dingin, "heeeh...
heeehh... heeehh... aku rasa tak akan segampang itu...!"
"Kau bilang apa?" bentak manusia berbaju putih pertama dengan amat
gusarnya. He-he koancu tak mau mengalah, diapun membentak dengan suara
dalam. "Aku bilang, dengan mengandalkan kalian bertiga, jangan harap pun
koancu guru dan murid berempat akan menyerah dengan begitu saja,
apalagi disuruh mandah digusur keluar kota dan dibunuh ditempat itu,
huuuh, tak akan segampang ini."
Padahal didalam ruangan tersebut cuma ha dir dua orang manusia
berbaju putih, tapi He he koancu mengatakan mereka bertiga, hal
tersebut mau tak mau membuat dua orang manusia berbaju putih itu
merasa terperanjat sekali. Belum sempat mereka mengucapkan sesuatu, He he koancu telah
berkata lebih jauh. "Menurut pendapatku, lebih baik kalian sekalian mengundang masuk
rekanmu itu, dari pada dia mesti keanginan diluar!"
"Hmm... kau anggap dengan kemampuan kami berdua masih belum
cukup untuk membekukmu?" dengus manusia berbaju putih pertama.
"Terserah, cuma aku lihat ada baiknya bila kau menuruti perkataanku
saja, paling baik ka au kau undang rekanmu turut."
Agaknya manusia berbaju putih yang lain berhasil menangkap sesuatu
yang tak beres dari ucapan koancu itu, tiba-tiba ia berseru:
"Apakah kau mempunyai bala bantuan di-luar ?" "Ada atau tidak
merupakan urusanku sendiri, kalian tak usah
banyak bertanya." Manusia berbaju putih yang pertama tadi tampaknya
sudah tidak sabar lagi, tiba-tiba ia berseru. "Ada juga boleh... tak ada juga boleh,
lohu sama sekali tidak menganggapnya sebagai suatu persoalan, sekarang lohu hanya ingin
bertanya sepatah kata saja kepadamu, kau hendak bangkit berdiri untuk
melangsungkan suatu pertarungan ataukah mengikuti kami pergi dari
sini ?" Pelan-pelan He he koancu bangkit berdiri, kemudian sahutnya:
"Pergi pun boleh juga, ayo berangkat !" "Mana ketiga orang
muridmu ?" tanya manusia berbaju puih yang
pertama. "Untuk menghindari segala kemungkinan yang tidak
diinginkan aku telah memerintahkan kepada mereka untuk pergi jauh-jauh dari
sini." sahut He-he koancu ketus.
"Omong kosong." bentak pemimpin berbaju putih itu ketus. "Ayo cepat
katakan, mereka berada dimana ?"
He-he koancu memandang sekejap ke arah lawannya dengan
pandangan sinis, kemudian jengeknya:
"Andaikata kau menganggap aku sedang berbohong, mengapa tidak
mencoba untuk menangkapnya sendiri ?" katanya dingin.
Manusia berbaju putih yang lain segera berpaling dan ujarnya kepada
rekannya itu: "Lebih baik kita undang koancu lebih dulu, sedang soal yang lain bisa
diselesaikan belakang saja !" Pemimpin berbaju putih itu mengiakan dan segera berkelebat ke
samping, sedangkan manusia berbaju putih yang lain maju ke depan
pintu dengan langkah lebar sedangkan He-he koancu berjalan diapit di
tengah-tengah. Sesudah berjalan keluar dari ruangan dan tiba dihalaman, mendadak
He-he koancu berhenti sambil berkata:
"Pun-koancu masih mempunyai beberapa persoalan yang hendak
kutanyakan lebih dulu." "Koancu, lohu menasehati kepadamu agar ber tindak lebih jujur,
janganlah mencoba untuk berbuat curang atau licik kepada kami!"
pemimpin berbaju putih itu memperingatkan.
He-he koancu segera mendengus dingin, "Hmm, janganlah kau anggap
lantaran pun koancu bersedia pergi mengikuti kalian, berarti aku sudah
menyerah begitu saja, kalian pun tak usah menganggap pun koancu
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebagai seorang tawanan, sekarang dengarkan dulu baik-baik, aku
hendak memberitahukan beberapa persoalan kepada kalian."
"Kalau ada persoalan cepat saja diutarakan lohu sudah tak mempunyai
banyak waktu lagi!" tukas pemimpin berbaju putih itu cepat.
He-he koancu melirik sekejap kearahnya, kemudian baru pelan- pelan
ujarnya: "Bukankah kalian datang bertiga, apakah kalian tidak memanggilnya lebih
dahulu sebelum melakukan perjalanan bersama-sama?"
Mendengnar perkataan ini, pemimpin berbaju putih merasakan hatinya
terkesiap, serunya tanpa terasa: "Mengapa kau sangat memperhatikan tentang persoalan ini ?" He-he
koancu tidak menjawab, dia hanya-tertawa dingin tiada
hentinya. Sementara itu manusia berbaju putih yang lain sudah melejit
ketengah udara dengan kecepatan tinggi lalu melayang turun diatas
atap-rumah, sorot matanya yang berada dibalik kain cadar dengan
tajam memperhatikan sekeliling tempat itu.
Tak lama kemudian, manusia berbaju putih itu sudah bertepuk tangan
sebanyak tiga kali, kemungkinan besar inilah kode rahasia mereka umuk
mengadakan kontak, tapi aneh, sekali pun sudah bertepuk tangan
beberapa kali, namun tak kedengaran sedikit suara sahutanpun.
Pemimpin berbaju putih yang berada dibawah itu segera menyadari
kalau gelagat tidak beres, tanpa terasa serunya kepada rekan yang
berada diatas atap rumah: "Bagaimana" Apakah orangnya tak ada?" Manusia berbaju putih
yang ada diatas atap rumah belum sempat
menjawab, He he koan-cu sudah menukas: "Dia tak mungkin ada disitu,
kecuaIi..." Ketika berbicara sampai disitu, He he koancu sengaja
menghentikan perkataannya, kemudian mengalihkan sorot matanya ke
wajah pemimpin berbaju putih itu. Sementara itu orang berbaju putih yang berada di atas atap rumah pun
sudah merasakan keadaan yang tak beres, dia segera melayang turun
kebawah seraya berseru: "Tampaknya situasi telah mengalami sedikit perubahan, lebih baik kita
cepat-cepat meninggalkan tempat ini!"
Namun pemimpin berbaju putih itu segera menggelengkan kepalanya
berulang kali, sambil menuding ke arah He he koancu, ujarnya kepada
rekan tersebut: "Tunggu duIu, tampaknya dia mengetahui dengan jelas atas kejadian
yang berlangsung disini !" "Ehmm. sedikitpun tak salah, aka memang mengetahui dengan jelas atas
semua kejadian disini!" He-he koancu segera menyambung dengan suara
mengejek. Mendadak pemimpin berbaju putih itu maju dua langkah ke depan dan
menghampiri Hehe koancu, setelah itu serunya dengan suara dalam:
"Ayo bicara, sekarang dia berada dimana?"
He-he koancu tertawa dingin. -oo0dw0oo-
Jilid 34 "HEEEHH... HEEEHH... HEEEHH... KAU... anggap aku bisa digertak
dengan seenaknya saja?" jengeknya.
Pemimpin berbaju putih itu mendengus dingin, mendadak ia
mengayunkan telapak tangannya sambil bersiap-siap melancarkan se
buah pjkulan dahsyat. Manusia berbaju putih yang lain menjadi amat gugup cepat cepat
serunya: "Saudara Thio, tunggu sebentar!"
Pemimpin berbaju putih itu she Thio bernama Yok sim, ketika
mendengar seruan tersebut ia nampak tertegun, lalu serunya sambil
berpaling: "Hei, mengapa kau memanggil aku ?" "Betul, kalian memang
terhitung pintar sekali." mendadak He-he
koancu menukas, "menurut apa yang kuketahui, setiap anggota
Lok-hun-pay tak seorang pun yang mengetahui nama dan indetitas
lawannya, apabila suatu ketika namanya telah disebut, hal itu berarti
saat nya untuk mati sudah tiba, sekarang..."
Tidak menunggu He-he koancu menyelesaikan perkataannya, Thio
Yok-sim sudah menukas dengan suara dalam: "Urusan yang kau ketahui
terlampau banyak sayang sekali..."
Belum habis dia berkata, mendadak dia sudah melancarkan sebuah
sodokan dengan jari tangan mengancam jalan darah kematian
Tam-thian diatas pusar He he koancu.
Serangan mana bukan cuma tajam dan mematikan, bahkan dilepaskan
dengan kecepatan luar biasa. Dengan kepandaian silat yang dimilikinya sekarang, bila dibandingkan
dengan He he koancu maka He he koancu masih ketinggalan cukup
banyak, apa lagi serangan mana dilancarkan dengan setengah
menyergap, pada hakekatnya sulit buat He-he koancu menghindarkan
diri. Siapa tahu, disaat ujung jari tangannya sudah hampir menempel diujung
baju He he koancu itulah, mendadak He he koancu mengayun kan
tangan kanannya sambil melancarkan kebutan, ke lima jari tangannya
segera tersapu telak diatas pergelangan kanan lawan.
Seketika itu juga dia merasakan sakit yang luar biasa biasa hingga
merasuk ke tulang sum-sum, lengan kanannya menjadi kesemutan,dan
kaki, serta merta jari tangannya itu sudah tak mampu untuk bergerak
lagi. Dalam tertegunnya lagi-Iagi dia hendak melancarkan serangan, tapi He
he koancu sudah keburu buka suara, katanya.
"Pun koancu menganjurkan kepadamu agar sedikitlah tahu diri, paling
baik lagi jika tidak mempergunakan kekerasan !"
Sementara itu manusia berbaju putih yang lain telah berhasil
memahami segala sesuatunya, sambil maju ke muka dia berseru.
"Koancu, mengapa kau tidak menyuruh semua teman-temanmu itu
keluar dari tempat persembunyian agar kita bisa berbincang- bincang
dengan sebaik-sebaiknya ?" He he koancu melirik sekejap ke arahnya lalu bertanya: "Ooh,
sekarang kalian baru berpikir untuk mengadakan
pembicaraan dengan kami ?" Manusia berbaju putih itu tertawa.
"Koancu !" dia berkata. "walaupun sekarang orang kami ada yang
terjatuh ke tangan koancu, bahkan ditinjau dari kepandaian ilmu se
rangan yang koancu gunakan barusan, tampak nya tenaga dalam yang
kau miliki betul-betul sudah teramat lihay, cuma..."
Tampaknya He he koancu seperti sudah menduga kalau pihak lawan
hendak membicarakan soal apa, dengan cepat dia menimbrung:
"Kalian keliru, pun koancu sama sekali tidak bermaksud untuk
menyandera orang dan memaksa kalian untuk menuruti perkataanku."
Tampaknya Thio Yok sim pun sudah mulai menyadari sekarang kalau
persoalan yang sedang dihadapi tak boleh dihadapi segera gegabah,
maka dia pun bertanya: "Bagaimana kalau mempersilahkan teman-temanmu itu keluar agar kita
bisa berbincang lebih jauh?" He he Koancu segera menggeleng "Sekarang masih belum dapat
dikerjakan!" katanya "Oooh, apakah masih ada batas waktunya?" "Tiada batas waktu
apa-apa, cuma ada sebuah syarat yang harus
dipenuhi lebih dulu" ujar He-he koancu dengan wajah serius. Thio Yok
sim segera mendengus dingin, "Hmm, masa ada
syaratnya segala" Apakah koancu tidak merasa kalau tindakanmu itu
melampaui batas.." "Dengarkan baik-baik" kata He he koancu dengan suara dalam, "syarat
tersebut bukan berasal dari pun koancu, melainkan sahabat
kalian yang menyaru sebagai Soh hun ki dan menyaru pula sebagai Lok
hun pay tersebut yang mengusulkan."
"Oooh..." Manusia berbaju putih yang lain berseru, "sekarang aku makin
percaya kalau sahabatku itu sudah kehilangan segala kebebasannya,
namun aku masih saja tetap selalu menaruh curiga, karena Koancu
sama sekali tak pernah bertemu dengan sahabatku itu,"
He-he koancu tertawa hampa. "Segala sesuatunya tentu saja sudah
dipersiapkan lebih dahulu " katanya. "Tapi kami sama sekali tidak mendengar suara pertarungan
yang sedang berlangsung." Sekali lagi He he koancu mendengus dingin,
"Tentu saja, seandainya terdengar suara pertarungan yang berkumandang sampai
disini, majikan kalian yang khusus mengutus orang lain untuk mengantar
kematian itu sudah pasti akan memburu kemari sendiri."
Ucapan mana segera membuat Thio Yok-sim dan manusia berbaju putih
yang lain menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Selang berapa saat kemudian, Thio Yok sim bertanya lagi. "Apakah
sahabatmu itu adalah Sun Tiong lo?" He-he koancu
manggut-manggut "Benar, memang Sun sauhiap
orangnya." Thio Yok sim menundukkan kepalanya semakin rendah Iagi.
"Sekarang dia berada dimana" Kami memang hendak mencari
dia." katanya lebih jauh. Belum sempat He he koancu menjawab, dari
belakang tubuh Thio Yok-sim dan manusia berbaju putih itu sudah kedengaran
seseorang bertanya. "Ada urusan apa kalian berdua datang mencari diriku ?"
Thio Yok pim dan manusia berbaju putih yang lain menjadi amat
terkejut sesudah mendengar perkataan tersebut, dengan cepat mereka
berpaling kebelakang, ternyata Sun Tionglo sudah muncul diri disana:
Maka Thio Yok-sim segera berkata: "Lohu adalah Thio Yok-sim, aku
kenal dengan lote, cuma lote tak mungkin kenal dengan diri lohu, kini lohu ingin bertanya lebih dahulu,
apakah sahabatku berada dalam keadaan selamat ?"
"Dia baik sekali" jawab Sun Tiong Io dengan ranah tamah, "aman
tenteram dan tak ada persoalan apapun."
"Lohu Kang Tat, bagaimana kalau lote menunjukkan tempat lain agar
kita bisa berbincang lebih jauh?" kata manusia berbaju putih yang lain
dengan cepat. Sun Tiong-lo manggut-manggut, kepada He he koancu segera ujarnya:
"Koancu, bagaimana kalau kupinjam kamar mu untuk sementara waktu
?" "Tentu saja boleh, silahkan kongcu" sahut He-he koancu sambil tertawa
lebar. Setelah mengucapkan terima kasih Sun Tionglo segera mempersilahkan
tamunya masuk. Serombongan manusia masuk kembali ke dalam kamar dan mengambiI
tempat duduk. He-he koancu yang pertama kali membuka suara lebih dulu, tanyanya
kepada Thio Yok-sim dan Kang Tat berdua:
"Boleh aku memasang lentera ?" Thio Yok-sim berpikir sebentar, lalu
ujarnya kepada Kang Tat: "Saudara Kang, kejadian ini sama sekali di
luar dugaan kami, menurut pendapatmu..." Tampaknya semenjak tadi Kang Tat sudah mengambil keputusan dia
segera menyela: "Saudara Thio, waktu seperti ini belum tentu bisa kita jumpai, biar saja
memasang lampu" Sun Tiong lo yang berada disisinya segera menimbrung dengan suara
yarg ramah: "Apabila kalian berdua merasa kurang leluasa, tak apalah, mari kita
berbincang-bincang didalam kegelapan saja."
"Sun lote, sebutan ini mungkin terlampau meninggikan diriku, tapi
sebutan mana benar-benar muncul dari hati lohu yang tulus." ucap
Kang Tat kemudian "lote, sudah cukup lama lohu bersaudara tak bisa
bertemu orang, hari ini adalah kesempatan yang paling baik, sekali pun
gara-gara pertemuan ini kami harus kehilangan segala-galanya,
kamipun sama sekali tidak merasa menyesal!"
Berbicara sampai disitu, He-he koancu telah memasang lentera, Sun
Tiong Io segera berpaling kearah He he koancu seraya ujarnya:
"Dapatkah kurepotkan koancu untuk mengundang suhengku dan
kakakku dengan menemani sobat she Cukat itu untuk datang kemari "
sekarang kita semua adalah teman bukan musuh."
Sambil tertawa He he koancu segera berlalu dari situ, sebelum pergi
mendadak ia bertanya: "Apakah nona juga turut datang ?" Sun Tiong lo mengangguk. "Ya,
ada sementara persoalan memang perlu didengar dan
disaksikan dengan mata kepala sendiri." He he koancu segera
memahami maksudnya dan membalikkan badan berlalu dari sana. Tak selang berapa saat kemudian Hou-ji, Bau
ji. Nona Kim dan manusia berkerudung putih yang menyaru sebagai Soh hun ki itu sudah
muncul disitu didampingi He he koancu, begitu masuk ke
dalam ruangan, manusia ber kerudung putih itu segera berdiri tertegun.
Rupanya Kang Tat dan Thio Yok-sim sudah melepaskan kain kerudung
mereka dan muncul dengan raut wajah aslinya.
Setelah tertegun sesaat, manusia berkerudung yang baru masuk itu
segera menyadari apa gerangan yang telah terjadi, diapun segera
melepaskan pula kain kerudung sendiri.
Setelah tertawa getir. dia baru berkata. "Malam ini kita bisa hidup lagi
sebagai manusia, sungguh suatu peristiwa yang tak gampang!"
Semua orang sudah duduk dan saling berkenalan, kemudian Cukat Tan
yang baru datang buka suara lebih dulu, katanya:
"Saudara Kang, saudara Thio, apakah kalian sudah bertekad untuk
mengadakan pembicaraan secara blak-blakan dengan Sun lote?"
Kang Tat mengangguk. "Yaa, kami sudah tak punya pilihan lain."
sahutnya. "Masih ingatkah janji kita dengan Mo tua?" sambung Thio
Yok sim, "kini..." "Baik. kalau begitu kita boleh berbicara secara blak-blakan,
paling banter juga mati." tukas Cukat Tan cepat. Pada saat itulah Sun Tiong lo
turut berkata sambil tertawa: "Bukankah kalian bertiga sudah bertekad
hendak melepaskan diri dari pengaruh Lok-hun pay?" "Betul, lohu sekalian sudah cukup
menderita selama ini!" sahut Kang Tat cepat. "Lohu mengerti" ucap Thio Yok-sim pula. "lote pasti
mempunyai banyak persoalan yang hendak ditanyakan, untuk menyatakan kejujuran
dan ketulusan kami, sekarang lote boleh mengajukan pertanyaan apa
saja, kemudian lohu semua baru..."
"PadahaI aku pun tidak mempunyai berapa persoalan, yang bakaI
merepotkan kalian bertiga" tukas Sun Tiong-lo.
"Entah berapa pun banyaknya persoalan asal lohu sekalian tahu, pasti
akan kami jawab sejujurnya !" seru Cukat Tan cepat.
Dengan wajah bersungguh-sungguh Sun Tiong lo segera berkata:
"Kalau begitu, kuucapkan banyak terima kasin dulu kepada kalian
bertiga, persoalan yang kujumpai hanya ada dua macam, pertama,
apakah Lokz-hun-pay adalah Moo Tin hong dari Bukit pemakan manusia
?" Pada saat yang hampir bersamaan Cukat Tan, Kang Tat dan Thio
Yok-sim bersama-sama menjawab: "Dugaan lote tepat sekali, memang dialah orangnya !" Nona Kim jadi
amat terperanjat sekali, dengan suara dalam ia
segera membentak. "Omong kosong, kalian jangan mengapa belo tak
karuan." Cukat Tan memandang nona Kim sekejap, lalu sahutnya.
"Nona, lohu bersaudara adalah enam orang adik angkatnya yang
disebut sebagai Lak-yu si enam sahabat, padahal kami tak lebih hanya
budak-budaknya yang sudah banyak tahun menderita dan tersiksa
akibat dari ulahnya..." "Omong kosong belaka..." kembali nona Kim menukas sambil
mendengus dingin, "ayahku..."
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sun Tiong lo segera mencegah nona Kim untuk berbicara lebih jauh,
selanya. "Nona Kim, mengapa kau tidak mendengarkan dulu sampai kuajukan
sebuah pertanyaan yang lain sebelum mengumbar amarahmu itu?"
Dengan cepat nona Kim menggeleng. "Aku tak sudi
mendengarkan aku tak sudi mendengarkan."
Sun Tiong lo hanya tersenyum kepadanya kemudian ujarnya lagi
kepada Thio Yok sim: "Persoalan kedua adalah, nona Kim itu apa benar adalah putri
kesayangan dari Lok-hun-pay ?"
"Dalam persoalan ini lohu mengetahui paling jelas" jawab Kang Tat
dengan cepat, "Loh hun pay tak pernah mempunyai anak !"
Nona Kim menjadi tertegun sesudah mendengar perkataan tersebut
untuk beberapa saat lamanya dia hanya bisa berdiri tertegun saja.
Kang Tat melirik sekejap kearah gadis itu, kemudian ujarnya lebih
lanjut: "Nona she Kwik, putri seorang musuh besar dari Lok hun pay, yang
ditakuti oleh Lok hun pay waktu itu cuma dua orang, yang satu adalah
ayah nona dan yang lain adalah ayah lote ini, maka dia berusaha
menggunakan tipu daya untuk mencuri nona dan memeliharanya, tujuan
yang sesungguhnya tak lain adalah ingin mengancam ayah nona agar
tidak mencampuri urusannya lagi."
"Apakah usul ini berasal dari dia sendiri ?" tanya Sun Tiong lo
kemudian. Dengan cepat Thio Yok sim menggeleng. "Bukan, usul ini berasal
dari seorang kepercayaannya she Kwa !" Mendengar itu, tanpa
terasa Bau ji berkata kepada Soen Tiong lo
: "Jite, mungkinkah orang itu adalah manusia she Kwa yang harus
kita curigai itu?" Sun Tiong lo manggut-manggut. "Ya, sembilan puluh
persen tak salah lagi." Perasaan nona Kim waktu itu sangat sedih sekali,
mendadak ia mendongakkan kepalanya sambil bertanya:
"Kini orang she Kwa tersebut ada dimana?" "Kini orang itu berada di
tengah telaga Tong ting ou dikota Gak
yang..!" "Di tengah telaga?" seru nona Kim dengan wajah tertegun.
"Ya, sekarang dia berada di atas perahu besar ditengah telaga
tersebut.." sahut Cukat Tan. "Sebelum lohu kemari, Lok hun pay telah
menitahkan kepada kami agar setelah urusan disini selesai kami harus naik keperahu
tersebut untuk bertemu dengannya, orang she Kwa itupun mungkin
berada disana." sambung Thio Yok sim pula.
Mendengar ucapan mana, nona Kim segera berseru. "Kalau begitu
bagus sekali, mari kita segera berangkat, sekarang
juga aku akan mencarinya dan menanyai persoalan ini sampai menjadi
jelas kembali." katanya kemudian.
"Ke sana sih harus ke sana, cuma nona Kim harus menuruti semua
perkataanku sebab kalau tidak, bukan saja urusan akan menjadi kacau
balau tak karuan bahkan bisa jadi akan menyebabkan timbulnya pelbagai
kerepotan !" Bau-ji memandang sekejap kearah nona Kim lalu ujarnya pula:
"Biasanya apa yang diduga oleh saudaraku ini tak pernah salah.
mengapa kau tidak mengurangi sifatmu yang jelek itu dengan menuruti
perkataannya ?" katanya kemudian.
Nona Kim melirik sekejap ke arah Bau ji, kemudian mendengus dan
tidak berbicara lagi. Sedang Bau ji segera berseru dengan gemas: "Benar-benar
menjengkelkan tahu begini, sejak berada di bukit
pemakan manusia dulu, aku sudah membekuknya!" katanya kemudian
"Sebelum diperoleh bukti yang jelas, bagaimana mungkin dia bersedia
mengakui semua kesalahannya ?" kata Sun Tiong lo
dengan wajah serius, "sekalipun sekarang kita juga harus berusaha
mengumpulkan bukti yang sebanyak-banyaknya agar dia tak bisa
memberi bantahan Iagi, barulah kita menuntut balas kepadanya !"
Kini, nona Kim mulai teringat kembali akan perkataan dari Su-nio,
apalagi setelah dicocokkan dengan apa yang dikatakan Kang Tat, Thio
Yok sim dan Cukat Tan, ia merasa asal-usulnya memang semakin
mencurigakan. Sesudah termenung beberapa saat, dia pun bertanya lagi kepada Cukat
Tat dengan suara lembut: "Bila seperti apa yang kalian katakan, selama ini selalu dipaksa Lok hun
pay untuk menuruti perintahnya, padahal sampai kini belasan tahun
sudah lewat, mengapa secara tiba-tiba kau berubah sikap..?"
Cukat Tan tertawa getir. "Membekunya salju setebal tiga depa, toh
tak mungkin membeku dalam seharian, aku rasa ucapan lohu ini dapat nona mengerti, kini
keadaan sudah menjadi-jadi, kebetulan sekali bertemu dengan
kesempatan baik." "Apa yang kau maksudkan sebagai kesempatan baik?" "Kesempatan
baik yang kami maksudkan adalah pertemuan kami
dengan Sun lote." sambung Kang Tat cepat "seingat kami selama
beIasan tahun belum pernah kami jumpai seorang manusiapun yang
sanggup menaklukan mereka, dan sekarang orangnya sudah ada, maka
dari itu..." "Oooh." kembali nona Kim menukas "Mungkin kalian lupa, bila kejadian
ini sesungguhnya, maka darah yang menodai tangan kalian sela ma
inipun harus dicarikan akal agar bisa dicuci sampai bersih..."
Thio Yok-sim menghela napas panjang. "Soal ini sudah kami
rundingkan, bahkan telah mangambil suatu
keputusan ! " "Bolehkah kau
utarakan ?" "Tentu saja boleh !" sela Kang Tat lagi "setelah Lok-hun-pay berhasil
diringkus, kami akan mengumpulkan segenap umat persilatan yang
sebenarnya, bila sudah beres, maka kami pun akan menghabisi hidup
kami untuk menebus dosa-dosa ini !"
Perkataan tersebut diutarakan dengan suara yang lantang dan gagah,
hal ini membuat nona Kim segera menundukkan kepalanya
rendah-rendah. Pada saat inilah, dengan berterus terang.Sun Tiong lo bertanya kepada
ke tiga orang itu: "Kalian bertiga menghendaki aku melakukan apa saja?" "Lohu
sekalian tidak mempunyai permintaan lain" ucap Kang Tat,
"aku hanya memohon ke pada lote agar sudi mengikuti petunjuk kami
dan secepatnya membekuk pembunuh keji tersebut, agar dia tak bisa
berbuat sewenang-wenang lagi ditempat luaran"
Sun Tiong lo manggut-manggut. "Hal ini merupakan salah satu dari
tujuan kami, tentu saja permintaanmu tak akan kutampik" Maka merekapun bekerja sama
sambil merundingkan tindakan yang akan mereka ambil selanjutnya. Keesokan harinya, He-he koancu
dan murid-muridnya berpamit untuk berangkat pulang ke San say, sedangkan Sun Tiong lo sekalian
balik kembali ke Gak yang. Kang Tat, Thio Yok-sim dan Cukat Tan juga berangkat ke kota
Gak-yang, hanya mereka menempuh jalan lain.
Mereka telah berhasil merundingkan suatu cara yang amat bagus untuk
menghadapi peristiwa tersebut, dan sekarang sedang melakukan suatu
tindakan serta pelaksanaan dari rencana tersebut.
Telaga Tong ting ou yang amar termashur namanya didaratan
Tionggoan itu, kini berada dalam kegelapan malam yang tenang dan
tiada berombak. Sampan-sampan berlabuh di sepanjang pesisir dan nampak sangat
indah dibawah cahaya rembulan. Sebuah perahu loteng berlabuh ditengah telaga, sunyi, hening, tak
kedengaran apa-apa. Tiada cahaya lentera dari perahu itu, juga tak nampak sesosok
bayangan manusiapun, mungkinkah hanya perahu kosong belaka "
Tidak ! Kalau dilihat dari jangkar besar di buritan perahu yang terbenam
dalam telaga, dapat diduga kalau diatas perahu itu ada orangnya, hanya
sekarang orang tersebut belum sampai menampakkan diri.
"Perahu loteng yang megah dan perkasa dibangun dengan kuat dan
kokoh ini boleh di bilang sangat menyolok mata, dalam wilayah telaga
Tong thig-cu. boleh dibilang merupakan sesuatu yang jarang
ditemukan, itulah sebabnya menarik perhatian orang.
Thio Yok-sim, Kang Tat dan Cukat Tan kini sudah tiba di-tepi telaga
Tong ting cu. Kentongan pertama baru Iewat, orang yang berpesiar ditepi telagapun
kian lama kian bertambah sedikit. Thio Yok sim berada didepan, Kang Tat dan Cukat Tan mengikuti
dibelakang, mereka sudah berhenti dibawah pohon yang liu ditepi
telaga, dibawah sinar rembulan mereka sedang celingukan keempat
penjuru untuk menemukan jejak "perahu loteng" tersebut.
Cukat Tan yang pertama-tama menemukan "perahu loteng" tersebut,
tiba-tiba saja serunya sambil menuding ke depan sana.
"ltu, coba lihat, perahunya berada disana !" Thio Yok sim dan Kang
Tat segera berpaling kesana, kemudian
bersama mengangguk. "Bagaimana, kapan kita akan kesana?" tanya
Kang Tat kemudian dengan suara lirih. "Sekarang juga mari kita berangkat, loji sudah bilang, kita harus segera
berangkat menuju ke atas perahu loteng itu."
Dengan cepat Cukat Tan menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tunggu dulu, bukannya aku menaruh curiga atau bagaimana, setelah
peristiwa Toan-thian cian, aku mempunyai suatu jalan pemikiran yang
sangat aneh, tampaknya Mao loji sedang bermain gila !"
"Bermain gila" Bermain gila apa?" seru Thio Yok sim dan Kang Tat
hampir bersamaan waktunya. "Saudara berdua, dengan kelicikan Mao loji, setelah ia memerintahkan
kepada kita sekalian untuk melakukan pembunuhan terhadap He he
koancu dirumah penginapan Thian-tiang, mungkinkah dia akan pergi
dengan begitu saja ?" Kang Tat dan Thio Yok sim menjadi tertegun dan berdiri bodoh, untuk
beberapa saat lamanya dia sampai tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun. Kembali Cukat Tan melanjutkan. "Seandainya Mao loji tidak pergi
melainkan membuntuti kita secara diam-diam, aku percaya dengan
kemampuan yang dimiliki tua bangka tersebut, sulit rasanya buat kita
untuk mengetahui jejaknya. "Itu berarti pembicaraan kita dengan He he koancu dirumah penginapan
Thian tiang, serta kemunculan sahabat Sun yang mengadakan
pembicaraan dengan kita, semuanya pasti diketahui olehnya dengan
jelas. "Seandainya apa yang kuduga benar, saudara Kang, saudara Thio, bila
kita langsung menuju ketengah telaga dan memasuki perahu loteng,
bukankah hal ini ibaratnya kunang-kunang yang menubruk api?"
Thio Yok sim berpikir sebentar, kemudian manggut-manggut.
"Benar, apa yang diucapkan taudara Cukat memang benar, kita
memang perlu berhati-hati." "Setelah diperingatkan oleh saudara Cukat, pandanganku pun ada
sedikit berbeda" kata Kang Tat pula.
"Oooh, bagaimanakah menurut pendapat saudara Kang ?"
"Andaikata pada malam itu Mao loji menguntit dibelakang kita,
maka sudah barang tentu Mao loji dapat menyaksikan bukan bagaimana
sahabat Sun menangkap Cukat heng ?"
Tanpa berpikir panjang. Cukat Tan segera menyahut : "Ucapanmu
memang benar." "Harap saudara Cukat pertimbangkan kembali
setelah Mao loji mengetahui kalau sahabat Sun menyembunyikan diri dirumah
penginapan Thian-tiang. dia segera pergi ataukah akan menyadap
pembicaraan kita lebih lanjut?"
Kali ini Cukat Tan berpikir sebentar, kemudian baru menjawab:
"Kalau dibicarakan dari kelicikan Mao loji, kemungkinan pergi
jauh lebih besar !" Kang Tat manggut-manggut, katanya kemudian:
"Betul, siaute pun berpendapat demikian, oleh sebab itulah siaute
rasa apa yang kemudian kita bicarakan didalam kamar tidur He he
koancu, tak sepatah kata pun yang terdengar oleh loji!"
"Bcnar, kemungkinan besar loji sudah berada puluhan li jauhnya dari
sana waktu itu." sambung Thio Yok Sim.
Saat itulah Kang Tat baru berkata kepada Cukat Tan. "Saudara
Cukat, semenjak kita berpisah dengan sahabat Sun
dirumah penginapan Thian-tiang, sepanjang jalan menuju ke utara,
apakah saudara Cukat pernah membicarakan kembali peristiwa
tertangkapnya kau ditangan Sun...."
Cukat Tan dapat memahami arti kata dari ucapan Kang Tat tersebut,
segera selanya. "Maksud saudara Kang, Mao loji sesungguh nya tidak mengintil
dibelakang kita?" Kang Tat mengangguk. "Benar, kalau toh saudara Cukat bisa berpikir
sampai kesitu, tentunya kau menganggap pendapat siaute benar bukan?" katanya.
Cukat Tan segera manggut-manggut. "Yaa, seharusnya benar !" Thio
Yok sim tak dapat menangkap arti pembicaraan orang,
segera menukas: "Sebenarnya apa gerangan yang telah terjadi?" Cukat
Tat tertawa. "Beginilah duduknya persoalan, ketika berada di rumah
penginapan Thian-tiang, siaute pernah melakukan penjagaan untuk
kalian berdua tapi aku segera dipancing oleh seorang manusia penjalan
malam yang berakibat berkobarnya suatu pertarungan apa lacur aku
kena tertawan." "Bukankah kau pernah membicarakan persoalan ini sewaktu ada
dijalan?" tukas Thio Yok sim. "tapi apa hubungannya dengan Mao loji."
"Jangan terburu nafsu" kembali Cukat Tat tertawa, "menurut dugaan
saudara Kang, andaikata pada waktu itu Mao loji sedang menguntit
dibelakang kita, sudah pasti dia telah menyaksikan segala sesuatunya
itu, dengan kelicikannya, sudah pasti dia tak akan memasuki rumah
penginapan Thian tiang lagi !"
"Hal ini tak bakal salah lagi, Tapi kalau toh dia sudah melihat bahwa
saudara Cukat kena ditawan, dan sekarang menemukan saudara Cukat
berada dalam keadaan sehat wal'afiat, coba pikirlah, masa dia akan
mempercayai kita lagi ?" Menyaksikan Thio Yok-sim belum juga mengerti, Kang Tat segera
menimbrung dari samping. "Beginilah kejadiannya, setelah kukumpulkan semua
kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dan kupikirkan lagi dengan
lebih seksama, aku lantas berpendapat bahwa Mao loji sesungguhnya
tidak menguntit dibelakang kita pada malam itu."
"Ooooh, atas dasar apa kau berani berkata demikian ?" "Andaikata
Mao loji memang benar-benar menguntit dibelakang
kita pada waktu itu, apa lagi setelah menyaksikan saudara Cukat
tertawan atau mendengar kita melakukan perundingan rahasia, aku
yakin jauh hari sebelum kita tiba disini, segala sesuatunya pasti sudah
terjadi, bahkan dapat diduga kita sudah mampus secara mengenaskan."
Tentunya saudara Thio cukup memahami watak dari Mao loji,
bayangkan sendiri mungkinkah dia tidak melakukan penghadangan di
tengah jalan, sebaliknya malah memberi kesempatan buat kita untuk
melarikan diri ?" Sekarang Thio Yok sim baru mengerti, dia segera menganggukkan
kepalanya berulang kali. "Betul, betul, ucapanmu memang amat tepat" Kembali Kang Tat
berkata. "Oleh sebab itu aku rasa kita harus
pergi ke perahu loheng sekarang juga!" "Baik!" seru Thio Yok sim.
Sedangkan Cukat Tan juga tidak memberikan penampikan, maka
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merekapun menelusuri jalan setapak ditepi pantai untuk mencuri perahu
yang bisa dipakai untuk menyeberang ke-tengah telaga.
Sambil berjalan kembali mereka berbincang-bincang, terdengar Thio
Yok sim berkata. "Entah pada saat ini sahabat Sun sudah datang atau belum?"
"Mereka berjalan dengan memotong jalan, sepantasnya sudah sampai
ditempat tujuan." Thio Yok-sim memperhatikan lagi perahu loteng yang berlabuh ditengah
telaga, kemudian ujarnya lagi: "Bila kita perhatikan dari perahu loteng tersebut, tampaknya seperti
belum pernah terjadi suatu peristiwa apapun."
"Sahabat Sun sekalian tidak akan bertindak gegabah, mereka pasti
bertindak dengan menurut rencana dan penghitungan yang masak."
"Moga moga saja demikian, kalau tidak, bila Mao loji sampai terlepas
dari jaring, untuk mencarinya lagi pasti akan sulit sekali !"
Mendadak Cukat Tan menghentikan langkahnya kemudian berseru
tertahan dengan nada tegang. "Aaah, tidak benar ! peristiwa ini tidak beres nampaknya..." Kang Tat
dan Thio Yok sim kelihatan tertegun, kemudian
bersama sama berseru: "Apa yang tidak beres ?" "Mustahil, kalau Mao
loji tidak mempersiapkan orang dan perahu
ditepi pesisir untuk menantikan kedatangan kita, padahal sudah hampir
setengah harian lamanya kita berada disini, mengapa masih belum
nampak batang hidung mereka " Aku lihat persoalan ini kurang beres."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, Kang-Tat dan Thio Yok sim segera
manggut-manggut berulang kali. Kembali Thio Yok sim berkata. "Persoalan diatas air, mungkin aku
mengetahui lebih banyak daripada kalian berdua, tempat itu merupakan
tanggung jawab dari "bajingan -Kwa," bangsat itu sangat teliti dan
seksama, lebib baik kita bertindak lebih berhati-hati lagi"
"Jadi maksud saudara Sun, bukannya tiada orang sendiri yang
menyiapkan perahu penye berang, melainkan bajingan kwa kelewat
licik sehingga secara sengaja menyembunyikan perahu dan orangnya
agar tidak munculkan diri untuk sementara waktu."
"Betul, bajingan ini amat teliti, kalau tidak percaya kita boleh berjalan
menyelusuri telaga ini, aku yakin tak selang berapa saat kemudian,
apalagi bajingan itu sudah merasa yakin kalau disini tiada orang yang
menguntit kita, ia akan menitahkan orangnya untuk munculkan diri dan
menyambut kedatangan kita." Maka mereka bertiga pun tidak berbicara lagi, mereka berjalan santai
menelusuri pesisir: Waktu itu maIam semakin kelam, para pelancong pun banyak yang
sudah pulang, sepanjang pantai suasana hening dan sepi ditambah pula
mereka bertiga semuanya mengenakan kain kerudung berwarna putih,
hingga nampaknya amat menyolok mata.
Setelah berjalan sejauh setengah lie lebih, dari kejauhan sana baru
muncul seseorang yang berjalan mendekat.
Karena terlampau jauh, mereka tak sempat melihat jelas bagaimanakah
tampang dan dandanan orang itu, namun Thio Yok sim, Kang Tat dan
Cukat Tan menyadari bahwa sembilan puluh persen orang itu adalah
petugas yang di kirim untuk menyambut kedatangan mereka.
Benar juga, tanpa ragu orang itu berjalan mendekat dan langsung
menyongsong kehadapan mereka. Thio Yok sim, Kang Tat dan Cuka Tan segera berhenti. Sewaktu tiba
dihadapan mereka bertiga, ternyata orang itu tidak
berhenti melainkan ber jalan terus melalui samping mereka, ketika
saling berpapasan inilah, orang tersebut segera berbisik:
"Jalan terus kemuka dan berhenti dibawah pohon Iiu nomor sepuluh
dari sini." Selesai mengucapkan perkataan itu, orang tadi sudah menjauh kembali
dari mereka. Menanti bayangan punggung orang itu sudah menjauh, Thio Yok- sim
baru mendengus dingin, bisiknya: "Bagaimana " Ucapan siaute tidak salah bukan ?" Cukat Tan
tertawa. "Bajingan Kwa jauh lebih keji dan buas daripada Mao loji,
sampai waktunya dia tak boleh diampuni !" "Saudara Cukat, bilamana perlu dan
kita harus bertarung melawan bajingan Kwa, kau harus berhati-hati" kata Kang Tat pula,
"menurut pendapat siaute, tenaga dalam yang dimiliki bangsat itu
mungkin masih jauh lebih hebat daripada kita enam sahabat."
Mendengar perkataan itu, Cukat Tan menjadi tertegun, kemudian
serunya kurang percaya: "Aaaah, masa ada kejadian seperti ini ?" "Ehmm, seandainya dia
tidak memiliki kelebihan yang luar biasa,
bagaimana mungkin ia dapat menyelundup didalam gedung keluarga
Sun Pak gi dimasa lalu dan menjadi mata-matanya bajingan Mao " Dan
lagi diapun pernah seorang diri membinasakan Ji hway-su kiam..."
"Darimana saudara Kang bisa tahu kalau dialah yang telah membunuh Ji
hway-su kiam (empat jago pedang dari Ji-hway) ?" sela Thio Yok sim
cepat. "Waktu itu mereka bermusuhan dengan Ji hway su kiam lantaran barang
kiriman "penting" dari perusahaan Tay hoo piaukiok, aku mendapat
perintah untuk membawa barang kiriman itu, tapi ketahuan su kiam
sehingga mereka melakukan pengejaran.
"Diluar kora Ku keh ceng akupun berjumpa dengan bajingan Kwa yang
di tugas untuk menyambut kedatanganku malam itu juga, dia mengirim
surat kepada Su kiam dan menantangnya untuk berduel, aku kesitu,
bajingan Kwa juga kesitu, tapi hanya dia seorang yang turun tangan."
Cukat Tan menyadari akan sesuatu, dengan cepat dia
menukas: "Tidak heran kalau saudara Kang bisa berkata demikian, rupanya kau
telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri."
Kang Tat tertawa. "Waktu itu si bajingan Kwa tak pernah menduga akan
terjadinya peristiwa seperti hari ini kalau tidak bagaimana mungkin
siaute berani mengucapkannya keluar " Dan diapun tak nanti akan
memperlihatkan kepandaian saktinya itu dihadapan kita." setelah
berhenti sejenak, sambil merendahkan suaranya kembali dia berkata.
"Sekarang kita jangan berbicara lagi, kita harus bersikap seperti dahulu
lagi, seharian penuh belum tentu saling berbincang sepatah kata
dengan rekan sendiri, apalagi sudah hampir sampai ditempat tujuan
segala sesuatunya harus bertindak menurut keadaan."
Ketiga orang itu tidak berbicara lagi, mereka segera berjalan bersama
tak siapa pun tidak menggubris yang lain.
Setibanya di depan pohon liu nomor sepuluh, mendadak dari balik
kegelapan muncul seseorang, orang itu mengenakan pakaian serba
hitam dengan kain kerudung berwarna hitam pucat setelah memberi
hormat kepada ke tiga orang itu, katanya:
"Hamba mendapat perintah untuk menunggu kedatangan kalian disini,
harap mengikuti hamba naik ke sampan !"
Ketiga orang itu bersama-sama mendengus dingin, untuk menyesuaikan
diri dengan peranan masing-masing. Begitulah, dipimpin oleh manusia berbaju hitam itu, mereka segera naik
ke atas sebuah sampan berukuran sedang.
Sampan semacam ini panjang dan sempit dibagian depannya dengan
keistimewaan bisa bergerak cepat. Di depan dan belakang sampan, masing-masing duduk seorang lelaki
kekar yang memegang dayung. Mereka bertiga duduk dibagian tengah, satu di muka dan di belakang,
sementara lelaki petunjuk jalan itu pun tidak turut serta naik.
Dari sini bisa diduga kalau lelaki tersebut masih bertugas untuk
menunggu kedatangan orang penting lainnya.
Sementara itu sampan sudah bergerak dengan cepat bagai seekor ikan
disungai, dengan cekatannya bergerak menuju kearah perahu loteng
ditengah telaga sana. Pada saat itulah, mendadak dari tepi telaga kurang lebih setengah li dari
situ, melesat pula sebuah sampan cepat bergerak menuju ketengah
telaga. Diatas sarapan itu tak kelihatan cahaya lentera, apa lagi kentongan
kedua sudah lewat, sehingga sulit untuk melihat jelas paras muka orang
yang berada diperahu tersebut. Akan tetapi kalau dilihat dan bayangan hitam yang berada di atas
sampan, bisa diketahui kalau mereka adalah dua orang.
Walau perahu itu bukan berbentuk sampan yang bisa bergerak cekatan
namun kecepatannya sungguh mengagumkan.
Ada perahu yang berlayar di telaga sesungguhnya merupakan suatu
kejadian yang lumrah tentu saja tiada orang yang memperhatikan secara
khusus. Tapi arah jalur pelayaran perahu itu sangat aneh, tampaknya
merekapun sedang bergerak mendekati arah perahu loteng.
Thio Yok-sim yang duduk dibagian depan nampak agak termenung
sebentar, kemudian tanyanya kepada lelaki pendayung tersebut:
"Kalian berdua termasuk anggota dari markas cabang disini ?"
Tampaknya lelaki itu selain pandai mendayung sampan, tenaga
dalam dan kepandaian silatnya terhitung hebat juga, mendengar perta
nyaan tersebut segera sahutnya. "Benar, malam ini hamba mendapat tugas untuk melakukan
perondaan." "Jalankan perahu lebih lamban!" perintah Thio Yok sim.
Lelaki itu tertegun lalu serunya: "Kau menitahkan kepada hamba agar
jangan menempuh perjalanan terlalu cepat?" "Benar lambankan sedikit, aku ada urusan."
Lelaki itu segera mengangkat dayungnya dan memberi tanda
kepada orang yang berada di belakang dengan tangan kirinya. Orang
yang dibelakang masih mendayung tiada hentinya, tapi
jalannya sampan pun, secara otomatis menjadi lebih lamban. Kang Tat
dan Cukat Tan yang duduk dibelakang berpeluk tangan
belaka. lalu terdengar Kang Tat bertanya: "Mengapa harus
melambankan jalannya sampan ?" Ucapan dingin dan sama sekali tidak
berperasaan. Thio Yok sim mengerti akan maksud rekannya, diapun
segera menjawab dengan suara dingin: "Perahu yang berada disebelah kiri
sangat mencurigakan !" Perkataan tersebut diutarakan lebih dingin,
sehingga sangat tak sedap didengar. Mendengar perkataan tersebut, Kang Tat segera
berpaling dan menatapnya. Sedang Cukat Tan berseru pula: "Perahu yang ada
disebelah kanan, lebih aneh lagi." Mendengar ucapan itu, kembali Thio
Yok sim berpaling, dan yang diucapkan memang benar. Kurang lebih pala jarak setengah panahan
disebelah kanan, muncul pula sebuah sampan yang bergerak cepat, dengan perahu
disebelah kiri persis membentuk sudut segitiga, kalau di lihat dari
bentuknya jelas mereka bermaksud untuk menjepit dan mengurung
perahu yang mereka tumpangi. Thio Yok-sim sengaja mendengus
dingin, kemudian berseru: "Mereka yang seharusnya datang kini sudah berdatangan." "Mereka
yang datang biar datang, kita yang mau pergi biar pergi,
ayo dayung sampan kuat-kuat !" seru Kang Tat cepat. Begitu perintah
diturunkan, sampanpun segera meluncur kembali
dengan kecepatan tinggi. Pada saat itulah lelaki si pendayun sampan itu
berkata: "Apakah hamba perlu untuk melepaskan tanda rahasia ke arah
perahu loteng ?" tanyanya. "Apakah kau yakin kalau kedua perahu itu
berisi musuh-musuh kita ?" seru Cukat Tan. Dengan cepat lelaki pendayung itu
menggeleng. "Hamba tak berani memastikan !" "Hmm, kalau toh
begitu, siapa yang suruh kau bersikap seolaholah
menjumpai masalah gawat saja " Bila majikan minta pertanggungan
jawabmu, bagaimana kau harus menjawab?"
"Sampai sekarang majikan belum kembali ke perahu, dalam perahu
loteng cuma ada penanggung jawab dari markas cabang kita."
Tergerak hati Thio Yok sim setelah mendengar perkataan itu, serunya
dengan cepat. "Apakah dia adalah seorang dari tingkatan berbaju emas ?" "Ya, dia
berasal dari tingkat manusia berbaju emas." Sekali lagi Thio Yok sim
mendengus dingin, "Hmm, tahukah kau
akan kedudukan lohu di dalam partai ?" tegurnya ketus. "Hamba
tahu." jawab lelaki itu dengan nada yang sangat berhatihati
sekali. Sekali lagi Thio Yok sim mendengus dingin. "Asal tahu saja
lebih baik lagi hati-hati kalau bertugas, apa yang
harus kalian lakukan, lohu akan memberitahukan kepadamu"
Lelaki itu mengiakan dengan hormat, dia tidak berbicara lagi dan
melanjutkan tugasnya mendayung sampan.
Walaupan sampan itu bergerak amat cepat, tapi berhubung perahu
loteng itu berlabuh ditengah telaga dan kelewat jauh, maka sekarang
perjalanan yang mereka tempuh baru seper-dua atau sepertiganya saja.
Dua buah perahu cepat yang berada dikiri kanan perahu tersebut masih
tetap bergerak dari jarak tertentu, mereka seperti mengawasi seperti
juga lagi melindungi, dengan kecepatan yang sama melaju terus kearah
depan. Begitulah, tiga buah perahu bergerak maju menembusi ombak.
sepertanak nasi kemudian, jarak mereka dengan perahu loteng itu
sudah semakin mendekat. Mendadak dari atas perahu loteng itu muncul setitik cahaya
keperak-perakan yang meleset ke tengah udara dan menembusi
kegelapan. Setelah mencapai ketinggian lima puluhan kaki, terdengar suara ledakan
nyaring, yang disusul munculnya sembilan kuntum lentera perak yang
melayang-layang ditengah udara, separuh bagian permukaan telaga
segera menjadi terang benderang bermandikan cahaya.
Thio Yok sim hanya melirik sekejap kearah beberapa buah lentera perak
itu, sementara mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Kang Tat dan Cukat Tan juga menanggapi dengan berlagak seolah-olah
tidak melihat. Lama kelamaan habis sudah kesabaran lelaki pendayung sampan itu,
mendadak katanya. "Tanda rahasia telah dilepaskan, tampaknya orang yang berada
diperahu loteng sudah mengetahui kalau dua buah perahu yang berada
disebelah kiri dan kanan itu mencurigakan maka mereka
melepaskan tanda rahasia, sekarang kita harus melepaskan juga tanda
rahasia untuk memberikan jawaban".
Thio Yok sim segera mendengus dingin. "Hmmm. apakah
orang-orang diperahu loteng tidak kenal dengan
perahu kita ini ?" serunya. "Kenal sih kenal, cuma menurut peraturan
tanda rahasia, kita..." "Tutup mulut !" bentak Thio Yok sim dengan
nyaring, "kau tak usah banyak berbicara lagi, tugasmu sekarang adalah mendayun
sampan dan bergerak ke depan !"
Lelaki itu tak berani banyak berbicara lagi dia segera menyambar
dayung dan mendayung dengan sepenuh tenaga, sehingga sampan itu
pun bergerak makin cepat lagi. Tak lama kemudian, kembali tampak serentetan cahaya kuning muncul
dari arah perahu loteng dan melurcur ke tengah angkasa.
Ledakan nyaring sekali lagi berkumandang memecahkan keheningan
disusul kemudian sembilan buah lentera kuning melayang turun ke atas
tanah... Lelaki itu tak bisa menahan diri lagi, sekali lagi dia berseru dengan
perasaan gelisah: "Dengan memberanikan diri hamba melapor kini lentera kuning sudah
dilepaskan, pertanda orang yang berada di perahu loteng sedang
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menegur kepada kita, apa sebabnya tidak menjawab tanda rahasia
mereka ?" "Lohu hanya akan mengucapkan perkataan ini sekali lagi lanjutkan
perahu tersebut menuju ke depan. Bila kau berani banyak bicara atau
melakukan tindakan yang tidak menurut perintah, lohu akan segera
mencabut nyawamu !" ancam Thio Yok sim dingin.
Lelaki itu menjadi ketakutan setengah mati sehingga sekujur tubuhnya
gemetar kali ini dia benar-benar tak berani buka suara Iagi.
Sewaktu sampan itu sudah hampir mendekati perahu loteng itu,
mendadak Thio Yok sim memerintahkan kembali: "Hentikan sampan !"
Begitu perintah diturunkan, dua orang lela ki itu segera mendayung
secara terbalik hingga perahu itu terhenti.
Mendadak pada saat itulah, dua sampan cepat yang berada disebelah
kiri dan kanan maju secara piring ke samping, kemudian sesudah
membentuk satu putaran busur, mereka balik kembali kearah semula
dan mengundurkan diri. Menanti kedua sampan itu sudah jauh dari pandangan mata, Thio
Yok-sim baru menitahkan kepada lelaki itu untuk meneruskan
perjalanannya lagi.. Ketika sampan itu merapat pada sayap kiri perahu loteng, dari atas
perahu loteng itu segera diturunkan sebuah tambang untuk memanjat,
tetapi pada waktu itu Thio Yok sim Kang Tat dan Cukat Tan sudah
melompat naik ke perahu loteng tersebut.
Diatas geladak perahu loteng telah menanti seorang manusia
berkerudung emas serta lima orang lelaki berkerudung kain hitam
dibelakangnya, mereka bersama-sama membungkukkan badan
menyambut kedatangan ketiga orang itu.
Pertama tama manusia berbaju emas itu yang berkata lebih dulu.
"Hamba menyambut kedatangan kalian bertiga." Dia hanya
menyebut "kalian beniga" tidak menyebut sebutan
"Tiancu" yang seharusnya dipakai untuk "Lak yu?" (enam sahabat),
kalau dihari biasa tentu kau akan murka, tapi kini Thio Yok sim, Kang
Tat mau pun Cukat Tan sama sekali tak perduli atas panggilan
panggilan itu. Thio Yok sim mempunyai suatu maksud tertentu waktu itu, maka
sambil mendengus dingin katanya: "Hun caycu (wakil ketua markas cabang) apakah majikan tiada dalam
perahu?" "Sejak pagi tadi majikan telah keluar, hingga kini beliau belum balik
kembali" jawab hun caycu berbaju emas itu dengan hormat.
Sekali lagi Thio Yok sim mendengus. "Hmm, sekali tebak lohu sudah
tahu, sudah pasti majikan tidak berada dalam perahu."
"Hamba mempersilahkan kalian bertiga untuk melihat-lihat kamar tidur,
sehingga hamba..." "Tidak usah" tukas Thio Yok sim. "sekarang bawa dulu lohu bertiga
keruang rapat" Sekali lagi Hun caycu itu mengiakan dengan hormat, kemudian
membalikkan tubuh dan memimpin ketiga orang itu menuju keruang
tengah dalam perahu tersebut. Thio Yok sim, Kang Tat dan Cukat Tan segera duduk tanpa
sungkan-sungkan sementara dua orang lelaki segera muncul
menghidangkan air teh wangi, setelah itu mengundurkan diri dari dalam
ruangan. Ketika Thio Yok sim sedang menghirup air teh, Hun caycu itu sudah
membungkukkan badannya sambil berkata:
"Bilamana kalian bertiga tiada perintah lainnya, hamba ingin mohon diri
lebih dulu." Thio Yok-sim segera meletakkan cawan air tehnya keras-keras ke atas
meja, lalu serunya: "Hun caycu, tahukah kau bahwa perahu ini sangat menyolok mata?"
"Hamba tahu, tapi Tiancu nomor satu memerintahkan agar perahu ini
berlabuh disini !" "Hmmm. kalau begitu sewaktu melihat munculnya ke dua buah sampan
yang mencurigakan tadi atas perintah Tiancu nomor satu juga kau di
perintahkan untuk melepaskan tanda rahasia perak dan kuningan
dengan memaksa lohu memberi jawaban..?"
Cepat-cepat Hun caycu menggeleng. "Itu mah tidak, Tiancu dan majikan telah pergi bersama-sama..."
katanya. "Oooh, lantas siapa yang memerintahkan untuk melepaskan kode
rahasia tersebut ?" "Hamba sendiri, karena hamba melihat perahu itu mencurigakan..."
Thio Yok sim segera menggebrak meja keras-keras, tukasnya dengan
suara dalam: "Tutup mulut, sekarang lohu bertanya pada lagi, apakah kau merasa
keheranan apa sebabnya dari sampan tidak didapati kode rahasia yang
menjawab pertanyaanmu tadi?" "Yaaa, hamba memang hendak mohon diri untuk menanyai kedua orang
anak buah hamba itu!" Hun caycu tertawa dingin.
"Hee... heeh... tak usah ditanyakan lagi, lohu lah yang menurunkan
perintah melarang mereka untuk melepaskan kode rahasia dan memberi
jawaban." Sesungguhnya hal tersebut sama sekali tak meleset dari dugaan Hun
caycu tersebut, tetapi dia toh berpura-pura kaget dan berdiri
termangu-mangu disitu sampai lama sekali.
Kemudian ia baru bertanya lagi sambil tersenyum: "Bolehkah hamba
bertanya apa alasannya?" "BoIeh! sekalipun tidak kau tanyakan, lohu
juga akan memberitahukan kepadamu, walaupun perahu loteng itu agak menyolok
pandangan, tapi sama sekali tidak mencurigakan oleh sebab itulah
majikan baru menitahkan untuk melakukan pertemuan diatas perahu.
"Kedua sampan cepat tadi memang melakukan pengepungan dan
pengejaran yang ketat semenjak lohu sekalian berangkat menuju ke
tengah telaga, padahal sampan itu bukan milik partai kita, berarti
mereka adalah musuh bukan teman..."
"Akan tetapi, seandainya pihak lawan benar-benar sudah mempunyai
bukti, mengapa mereka cuma mengejar sampan kecil dan bukannya
melakukan penyelidikan atas perahu loteng ini" Dari sini bisa disimpulkan
kalau pihak lawan cuma menaruh curiga."
"Kedudukanmu didalam partai amat tinggi yakni seorang caycu deri
cabang markas besar tentunya kau cukup memahami bukan
pertarungan serta tindakan dari partai kita terhadap lawan, dengan
munculnya kedua buah sampan itu. entah siapakah mereka, sudah
seharusnya kalian berupaya untuk menahan mereka.
"lnilah yang menyebabkan lohu sekalian meski sudah mengetahui akan
hal ini, tapi sengaja berlagak acuh, padahal tujuan kami adalah
membiarkan mereka mendekati perahu loteng, kemudian baru turun
tangan untuk membekuk mereka. "Sebab bila kita bertindak pada waktu itu, maka dengan jarak yang
amat jauh dari pantai sulit buat mereka untuk melarikan diri, Sebetulnya
kami sudah merencanakan segala sesuatunya dengan lancar dan
sempurna, siapa tahu rencana kami harus berantakan akibat ulahmu
yang sama sekali tidak bertanggung jawab itu."
"Sekali melepaskan kode rahasia masih belum puas. eh. tahu- tahu
melepaskan lagi kode rahasia untuk kedua kalinya kalau dibilang kau
kan tidak tahu, rasanya keenakan bagimu, bila dibilang kau sengaja
melepaskan tanda agar musuh bisa kabur, rasanya juga kebangetan."
"Lohu tahu, mungkin kau masih bisa membeberkan alasanmu yang kuat
untuk membela diri maka sekarang kuberi kesempatan kepadamu untuk
membeberkan alasanmu itu, lohu ingin tahu sampai dimanakah
kebenaran dari alasanmu itu." Kali ini, Hun caycu tersebut benar-benar dibikin tertegun, dia tak pernah
berpikir sebanyak itu, juga tak pernah menyangka kalau persoalannya
akan berkembang menjadi begitu serius, kini dia mulai merasakan
hatinya berdebar-debar. Menyaksikan Hun caycu membungkam terus sampai cukup lama,
dengan gusar Thio Yok sim membentak lagi:
"Ayo cepat beberkan alasanmu, cepat!" Hun caycu merasa tak
mampu berkata-kata lagi, di dalam cemasnya dia lantas mempergunakan suatu cara yang sepatutnya tak
boleh dia gunakan, sayang ia tak berpikir kelewat jauh.
Sesudah gelagapan beberapa waktu, diapun berkata: "Hamba
mempunyai alasan, tapi harus hamba laporkan sendiri
kepada Tiancu nomor satu." Celaka! Thio Yok sim yang pada dasarnya
memang berniat untuk memberi pelajaran kepadanya, Thio Yok sim kini semakin bertekad
untuk membunuhnya, maka ia segera mendengus dingin.
"Hmm! Hu-caycu... apakah kau tidak tahu kalau lohu sekalian juga
Tiancu ?" "Soal itu hamba tahu." Thio Yok-sim segera tertawa seram:
"Heeeehh... heeehh... heeehh... tentunya kau masih belum melupakan peraturan dari majikan
bukan?" "Hamba tidak berani melupakannya !" Thio Yok sim
manggut-manggut "Bagus, kalau begitu lohu ingin
bertanya kepadamu, atas dasar alasan apakah kau tak bisa melaporkan
alasanmu tersebut kepada lohu sekalian..."
Sementara itu Bun caycu sudah berhasil menemukan jawaban yang
tepat, maka sahutnya dengan cepat: "Sebelum berangkat Tiancu nomor satu telah berpesan kepada hamba,
bahwa didalam menghadapi persoalan apa saja, hamba hanya
melaporkan semua peristiwa tersebut kepadanya dan tak boleh
dilaporkan kepada orang lain, oleh sebab itu hamba tidak berani
membangkang perintah !" "Apakah dia mengatakan termasuk juga lohu sekalian ?" seru Thio Yok
sim dengan gusar. "Tiancu nomor satu mengatakan, hamba dilarang melaporkan semua
kejadian kepada siapapun!" "Oooh, aku mengerti sekarang, kalau begitu lohu sekalian juga
termasuk dalam ucapan "siapapun" tersebut bukan?"
"Harap Tiancu memaklumi!" jawab Hun caycu sambil tersenyum.
Inilah untuk pertama kalinya dia menggunakan sebutan "Tiancu"
untuk memanggil Thio Yok sim. Thio Yok sim segera tertawa
terbahak-bahak. "Haaah... haaahh... haaahh... bagus sekali, berulang
kali majikan telah menegaskan bahwa semua anggota partai harus menghormati
atasannya menuruti tingkat kedudukan masing-masing dan tak boleh
merahasiakan sesuatu terhadap atasan, jadi rupanya kau menganggap
lohu sekalian kurang berhak untuk..."
"Hamba tidak berani." buru-buru Hun caycu menukas, "apabila tiada
perintah dari Tiancu nomor satu..."
"Tutup mulut!" bentak Thio Yok sim, "jangan kau anggap lohu tidak
memahami maksud hatimu itu, sudah jelas kau merasa tersudut karena
tak mampu menjawab maka kau lantas mempergunakan kedudukanmu
sebagai orang kepercayaan Kwa tiancu untuk membohong dan
menggertak lohu..." Hun-caycu ini memang bernyali besar, cepat-cepat dia menukas
kembali dengan tegas. "Maaf kalau terpaksa hamba harus menegur, rasanya tiancu tidak
seharusnya menyebut nama Tiancu nomor satu secara langsung!"
Thio Yok-sim mendongakkan kepalanya lalu tertawa tergelak- gelak,
kepada Kang Tat dan Cukat Tan segera serunya:
"Apakah kalian berdua sudah mendengar jelas ucapannya itu ?"
"Yaa, kami mendengarnya amat jelas!" jawab Kang Tat. Cukat Tan
juga ikut mengangguk. "Orang ini berani mengucapkan kata-kata semacam itu, kalau dibilang
yang sebenarnya, dia memang pantas untuk menerima kematian."
Begitu ucapan tersebut diutarakan paras muka Hu-caycu yang berada
dibalik sebelah kain cadar berwarna emas itu segera berubah hebat,
cepat-cepat serunya: "Tiancu, apa salah hamba, mengapa kau menjatuhkan hukuman mati
kepadaku ?" "Lepaskan kain cadar emasmu dan sebutkan siapa namamu !" bentak
Thio Yok-sim gusar. Dengan gugup Hun caycu itu melompat mundur ke belakang, sambil
mundur serunya: "Hamba merasa yakin tak pernah bersalah, mengapa tiancu hendak
membunuhku..." Thio Yok-sim mendengus dingin. "Hmmm, kau tak lebih cuma
seorang manusia berbaju emas yang ditugaskan menjaga markas besar diatas air ini, darimana kau bisa
mengetahui nama dari Tiancu nomor satu" Ayo bicara ! Hmmm, hmm,
tak heran kalau malam ini kau sengaja melepaskan kode rahasia
sehingga musuh pada kabur menyelamatkan diri !"
Hun caycu itu tak mampu membantah lagi, dia segera melakukan suatu
tindakan yang merupakan pelanggaran pantangan terbesar, mendadak
sambil membalikkan badan dia mendorong pintu dan siap sedia untuk
melarikan diri. Siapa tahu belum lagi tubuhnya melejit ke tengah udara, Thio Yok sim
telah berhasil mencengkeram bahunya.
Berbicara dari kepandaian silat dan tenaga dalam yang di milikinya
bagaimana mungkin seorang manusia berbaju emas bisa menandingi
seorang Tiancu seperti dia" Dengan suatu gerakan yang amat cepat, Thio Yok sim segera
mencengkeram bahu lawan dengan tangan kanannya, setelah itu
dengan jari telunjuk kirinya dia menyodok ulu hati orang-Hun caycu
mendengus tertahan, lalu muntah darah dan menemui ajalnya seketika.
Thio Yok sim segera melemparkan jenazah itu ke tanah, kemudian
sambil berpaling ke arah Kang Tat dan Cukat Tan, katanya:
"Sekarang kita telah berhasil menyingkirkan seorang kuku garudanya
bajingan she Kwa itu!" "Seandainya loji pulang, bagaimana kita harus menjawab kepadanya"
"sambung Cukat Tan. "SegaIa sesuatunya kita laporkan saja kenyataan yang sebenarnya dan
bagaimana dia mengetahui nama she Kwa itu, katakan saja dalam
keadaan terdesaknya ketika kutanyai tentang alasannya melepaskan
tanda rahasia, ternyata dia bersikeras mengatakan kalau alasannya cuma
bisa dilaporkan pada Kwa tiancu" Kang Tat dan Cukat Tan
manggut-manggut, kemudian mereka memanggil anak murid yang ada di
luar ruangan untuk masuk. Mendapat perintah, kedua orang lelaki itu masuk, tapi mereka jadi
tertegun setelah menyaksikan mayat yang terkapar ditanah.
Dengan sikap acuh dan seakan-akan tak ada suatu urusan apapun, Thio
Yok sim berpesan. "Gotong keluar jenazah itu, ingat, jangan bertindak sembarangan
sebelum ada perintah!" Dua orang lelaki itu mengiakan dengan badan gemetar, kemudian
menggotong pergi mayat Hun caycu dari situ.
oooOdezOooo PADA jarak satu lie dari perahu loteng itu, berlabuh
pula sebuah perahu yang amat besar. Perahu itu biasa dan sederhana, tidak jauh
berbeda dengan perahu telaga yang lain. Perahu itu sudah kuno, dipandang dari luar pun sama sekali tak nampak
menyoIok, tapi bila kau dapat memasuki ruangan perahu tersebut maka
akan segera dijumpai kalau perahu itu adalah sebuah perahu besar
yang amat aneh. Di tengah ruangan perahu tidak terdapat sekatan yang membagi antara
ruang muka dan belakang, ruangan tersebut terbuka dari muka sampai
belakang.
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kain sutra berwarna merah yang mahal harganya digunakan sebagai
tirai untuk melapisi dinding perahu tersebut, sementara lantainya dilapisi
oleh permadani tebal yang berwarna kuning emas.
Disekeliling ruangan terdapat pula banyak sekali kasur untuk duduk
yang tebal lagi lunak khusus dipersiapkan sebagai tempat duduk
manusia yang berkunjung kesana. Ruang perahu yang besar itu mencapai tiga kaki lebarnya dan enam
kaki panjang, dibelakang sana terdapat sebuah pintu yang berlapiskan
kaca, sementara dibalik pintu itu merupakan ruangan apa, tak
seorangpun yang tahu. Diatas ruang perahu yang memanjang, tergantung sembilan buah lampu
kristal yang indah. Cahaya lampu yang lembut memancarkan tujuh warna, menambah
suasana misterius perahu ini. Kalau suasana didalam ruangan perahu begini, maka kalau dilihat dari
luar, seluruh perahu itu nampak gelap-gulita, siapapun pasti akan
mengira kalau orang yang berada didalam perahu itu sudah terlelap
kealam impian. Tapi kenyataannya tidak demikian, tuan rumah sedang duduk didalam
ruangan perahu yg megah dan misterius itu untuk menantikan
kedatangan seorang tamu kemudian merundingkan suatu masalah
besar. Tak selang beberapa saat kemudian, pintu kristal didepan ruangan itu
terbuka dan masuk lah seorang gadis cantik berdandan
menyolok yang cuma mengenakan kain tipis untuk menutupi anggota
badannya. Disaat pintu itu berputar ke samping kanan itulah, gadis cilik itu
membungkukkan badan sambil berkata:
"Sudah hendak mengabarkan bahwa sang tamu telah datang !" katanya
kemudian. Pintu kristal itu membuka kearah sebelah kanan, sedang gadis cantik itu
segera berdiri disebelah kanan setelah masuk ke dalam pintu hal ini
menunjukkan kalau hujin tersebut sedang duduk ditempat itu.
Tak salah lagi, rupanya pintu kristal tersebut tidak terdiri dari sebuah
saja, di sebelah kiripun terdapat sebuah, bahkan kedua lembar daun
pintu itu berbentuk menonjol keluar, sehingga bentuk ruang belakang
perahu itu menjadi cekung. Ditengah-tengah kedua lembar daun pintu itu adalah sebuah ruangan
yang dalam, didalam nya terdapat sebuah kursi singgasana yang tempat
pegangannya bertaburkan intan permata.
Di atas singgasana itu duduk seseorang, tapi seandainya tidak
diperhatikan dengan seksama siapa pun tak akan melihat akan
kehadirannya disitu. Sekalipun kau perhatikan dengan seksama, mungkin akan membuat
hatimu terperanjat, mungkin kau akan mengira telah menyaksikan suatu
makhluk aneh. Rambutnya yang panjang digelung indah dengan sekuntum bunga
besar. Kulit wajahnya halus dan lembut, putih ditengah merah, merah
dibalik putih, amat menawan hati. Sepasang alis matanya melentik bagaikan semut beriring, sepasang
matanya jeli dan berkedip-kedip bagaikan bintang timur, apalagi kalau
sedang tersenyum, akan terlihat bibirnya yang kecil mungil.
Dia mempunyai potongan muka berbentuk kwaci, dagunya bulat lagi
menonjol, sangat menarik hati. Tapi yang nampak hanya kepalanya saja, sedang sisanya seperti bahu,
dada, lengan, kaki dan tubuh lainnya sama sekali tak nampak.
Mungkin perempuan itu adalah makhluk aneh yang mempunyai kepala
saja. Seandainya ada orang yang kebetulan menyaksikan peristiwa tersebut
entah dia a Bara Naga 14 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Bentrok Para Pendekar 24