Pencarian

Bukit Pemakan Manusia 23

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 23


"Oooh, apakah hal ini dikarenakan soal kepercayaan ?" Sun Tiong lo
manggut-manggut. "Yaa, kita membantu orang tanpa pamrih,
apakah kita mesti menuntut balas jasa setelah menolongnya terbebas dari totokan..?"
"Betul, kalau begitu baiklah kita menunggu sampai dia
mengabarkan sendiri kepada kita" "Aku rasa, tidak seharusnya kita
mempercayainya dengan begitu saja..." mendadak Sangkoan Ki berkata dengan kening berkerut
kencang. Nona Kim melirik sekejap ke arah Sangkoan Ki, lalu bertanya. "Atas
dasar apa kau berkata demikian ?" "Sesungguhnya dia dan bajingan
Mao adalah sepasang suami istri, di saat jalan darahnya tertotok, tentu saja hatinya marah
dan dendam, tapi setelah jalan darahnya bebas, masa dia bersedia untuk
mengijinkan kepada kita guna membekuk bangsat itu?"
"Lantas bagaimana baiknya menurut pendapatmu?" tanya nona Kim
lebih jauh. "Seharusnya kita menguasahi gerak-gerik mereka secara diam- diam."
Jangan dilihat Mo Kiau jiu adalah musuh bebuyutan Sangkoan Ki,
namun pandangannya terhadap masalah ini ternyata seirama dan
searah. Tampak Mo Kiau jiu manggut-manggut sembari menimbrung: "Yaa,
betul! Memang seharusnya kita berbuat demikian!" "Tidak, bila kita
sampai berbuat demikian maka hal ini akan
menodai harga diri kita sendiri." tolak Sun Tiong lo tegas-tegas dengan
wajah serius. "Bila menghadapi musuh, kita harus tahu lawan tahu diri dengan begitu
kemenangan barulah berada didepan mata, siapa berani menjamin
kalau Jin jin tidak mempunyai maksud tujuan lain?"
"Aku berani menjamin Wancu tak akan mempunyai maksud tujuan lain!"
Sun Tiong lo segera menegaskan. Oleh karena pemuda itu sudah berkata demikian, sudah barang tentu
tiada orang yang berani berkata apa-apa lagi dan persoalan diputuskan
begitu. ^oo@dw@oo^ WALAUPUN malam itu tidak terlalu gelap, namun
suasana diempat penjuru gelap gulita, sukar melihat pemandangan disekeliling
sana dengan nyata. Sebab tempat tersebut merupakan lorong bawah tanah, sedikitpun tiada
cahaya luar yang dapat masuk kesana.
Maka Jin jin menitahkan kepada Bi Kui dan In kiok timuk
mempersiapkan sebuah lentera dan berdiri dikiri kanan untuk memasuki
lorong bawah tanah tersebut. Mereka sedang melakukan pencarian yang lebih seksama lagi untuk
menemukan jejak Mao Tin hong. Sudah barang tentu Jin jin sangat hapal dengan daerah sekitar lorong
bawah tanah itu, apalagi jalan menuju keruang bawah memang hanya
sebuah. Setengah jalan sudah mereka tempuh, namun belum juga nampak
bayangan dari Mao Tin-hong. Maju lagi beberapa langkah, dibawah cahaya lentera yang menyinari
sekeliling tempat tersebut, Jin jin segera menurunkan tangannya
mencegah In kiok dan Bi kui untuk maju lebih kemuka, katanya:
"Setelah membelok pada tikungan didepan sana lalu berjalan lima kaki
lagi, kita akan sampai dimulut gua yang disegel tersebut, aku menduga
bajingan she Mao itu bisa jadi bersembunyi ditempat kegelapan dekat
tikungan tadi, kita mesti meningkatkan kewaspadaan, hati-hati kalau
sampai tersergap olehnya." "Wancu, ijinkanlah budak untuk berjalan dimuka." seru Bi kui tiba-tiba
sambil menyelinap kemuka. Seandainya Mao Tin hong betul-betuI menyembunyikan diri dekat
tikungan tersebut dan apa bila Bi kui jalan di muka, maka apabila ada
sergapan, niscaya budak itu akan mati lebih duIu.
Tapi, begitu Mao Tin hong menampakkan jejaknya, niscaya dia tak akan
mampu untuk melepaskan diri lagi. Jadi tindakan dari dayang ini boleh dibilang suatu langkah menyerempet
bahaya. Dimasa lalu, sekalipun Bi-kui dapat pula berbuat demikian, tapi hal
tersebut sudah pasti dilakukan karena menjalankan perintah atau paling
tidak untuk mencari muka. Berbeda sekali dengan hari ini, dia munculkan diri atas dasar kerelaan
serta kemauan sendiri tanpa paksaan ataupun mempunyai maksud
tujuan tertentu. Tentu saja Jin jin tidak memperkenankan dayang kesayangannya itu
menyerempet bahaya, cepat cegahnya.
"Tidak usah, kita punya cara lain!" Berbicara sampai disitu,
mendadak Jin jin bergeser ke depan lalu
sekuat tenaga melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke arah tengah
lorong. Bila disitu ada orang sedang bersembunyi sudah pasti dia akan segera
menampakkan diri. Siapa tahu walaupun serangan sudah dilepaskan namun tiada reaksi
apapun, rupanya lorong tersebut berada dalam keadaan kosong tanpa
seorang manusiapun. Dibawah sorotan cahaya lampu, apa yang terpapar didepan mata
membuat Jin jin dan dayang-dayangnya menjadi melongo dan berdiri
kaku.. Pintu masuk menuju ke lorong masih tetap tertutup rapat, tapi pada
jarak tiga depa dari pintu masuk tersebut telah terbuka sebuah gua
besar, dari situlah cahaya matahari memancar masuk.
Sambil mendepak-depak kakinya ke tanah lantaran gemas, Jin jin
berseru: "Aduh celaka, sudah pasti bajingan itu membawa pisau mestika yang
amat tajam. kalau tidak bagaimana mungkin dia bisa membuat pintu
lain untuk meloloskan diri ?".
"Ayo kita kejar, sudah pasti dia tak akan kabur terlampau jauh.
"Walaupun dia tak akan lepas dari wilayah Pek hoa wan, aku lihat
bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk menemukan jejaknya.
Alasan ini dapat dipahami oleh Bi kui maupun oleh Im kiok, Pek
hoa wan memang tidak mempunyai jalan keluar lain kecuali
melalui satu-satunya jalan yang tersedia, sebab empat penjuru berupa bukit
terjal yang betul-betul berbahaya, jangan lagi manusia, burungpun
sukar melewati tempat itu. Bila ingin kabur melalui tempat semula, berarti dia harus melewati
barisan lebih dulu, Mao Tin hong cukup memahami kelihayan dari ilmu
barisan tersebut dan menyadari akan- kemampuan sendiri, tak mungkin
dia akan menempuh jalan tersebut. Oleh sebab itu dapat disimpulkan kalau dia telah melarikan diri ke suatu
tempat diantara gerombolan bukit curam itu, justru karena itulah bukan
suatu pekerjaan yang gampang untuk menemukan seseorang diantara
tanah perbukitan yang luas itu. Kini Mao Tin hong sudah kabur, berarti tetap tinggal dalam lorong pun
tiada gunanya, maka Jin jin mengulapkan tangannya dan tanpa
mengucapkan sepatah kata pun keluar dan lorocg rahasia tersebut...
Menanti dia sudah berada kembali di permukaan tanah, tanpa terasa
keningnya berkerut dan langkahnya terasa berat.
Rupanya untuk membalas budi kebaikan Sun Tiong lo yang lelah
menyembuhkan lukanya, selain itu diapun beranggapan bahwa dia akan
semudah merogoh barang dalam saku sendiri untuk membekuk Mao Tin
bong kali ini, maka dia memasuki lorong rahasia tersebut tanpa
mengundang para jago uatuk melakukan perjalanan bersama-sama.
Siapa sangka apa yang terjadi ternyata di luar dugaannya, Mao Tin
hong telah melarikan diri dari kepungan. Bagaimana mungkin dia bisa
menerangkan hal ini pada para jago"
setelah berpikir cukup lama, akhirnya dia memutuskan dalam hatinya,
dia bersumpah akan menangkap kembali Mao Tin hong dan
menyerahkannya kepada para jago. Maka dengan wajah serius dia membalikkan badannya menggapai Im
kiok, lalu ujarnya: "Pergilah ke ruang penerima tamu dan ceritakan keadaan yang
sebenarnya kepada Sun sauhiap, katakanlah bahwa aku telah membawa
semua anak buahku melakukan pencarian di sekeliling bukit ini setelah
mengetahui Mao Tin hong meloloskan diri dari kepungan.
"Bila ada diantara para jago yang menyindir atau mencemooh, bahkan
menghina aku, kau tak boleh ribut dengan mereka, cukup katakan
kepada Ji sauhiap, asal aku belum mati maka budi tersebut pasti akan
kubalas !" Walaupun In kiok mengiakan berulang kali, namun dia sama sekali tidak
bergerak dari tempatnya semula. "Wancu!" katanya kemudian, "empat bukit amat luas, sedangkan
daerah disitu berbahaya sekali..."
"Kalau berbahaya lantas kenapa?" tanya Jin jin sembari menarik muka,
"memangnya aku tak boleh kesana?"
"Menurut pendapat budak, bagaimana kalau Wancu mengundang
kedatangan Sun sauhiap agar datang sendiri kemari serta menerangkan
duduk persoalan yang sebenarnya, kemudian bergabung dengan para
pendekar, kita bisa memecahkan diri dalam beberapa rombongan uttnk
melakukan penggeledahan disekeliling bukit ini."
Jin jin segera tertawa getir. "Kalau sebelum datang ke lorong rahasia
ini kita memberi kabar dulu kepada mereka, tentu saja kita bisa minta bantuan mereka untuk
melakukan pencarian bersama ke sekeliling bukit sini, tapi sekarang...
ibaratnya orang lagi makan empedu, walaupun pahit rasanya, namun
sukar untuk diutarakan." "Apakah majikan kuatir bila para jago tidak percaya ?" sela Bi kui dari
samping. Untuk kesekian kalinya Jin jin tertawa getir.
"Bila kau yang menghadapi persoalan seperti ini, apakah kau akan
percaya." Dengan cepat Bi kui menyambung. "Bukan begitu persoalannya,
andaikan para jago tidak percaya sekarang, sekalipun kita undang mereka tadi untuk bersama-sama
datang kemari, bila mereka jumpai orangnya sudah kabur, toh paling
tidak akan timbul kecurigaan dalam hatinya."
"Ehmm, betul juga ! Namun suasana waktu itu sudah pasti lebih mudah
dijelaskan daripada kita sekarang !"
Bi-kui tak ingin Jin jin menyerempet bahaya, dengan cepat ia berkata
lagi: "Menurut pendapat budak, Sun Ji hiap adalah seoran yang berdada
lapang dan berpandangan luas, mustahil dia akan menilai seseorang
dengan jiwa kerdil, sudah seharusnya majikan-menuruti segala
sesuatunya dengan cara blak-blakan, kemudian kita baru berupaya
untuk melakukan pencarian terhadap bajingan she Mao tersebut..."
Tapi Jin jin sudah menggelengkan kepalanya kembali. "Sudahlah, kau
tak usah banyak berbicara lagi, aku sudah
menetapkan begini!" Sesudah berhenti sejenak, dia berpaling ke arah
Im kiok dan ujarnya lagi sambil menggoyangkan tangannya berulang kali: "Ayo cepat
pergi, selesai menunaikan tugas itu kau boleh
menanti dalam kebun, bila menyaksikan bajingan Mao belum kabur
kedalam tanah perbukitan gunakan api lima warna dan sepuluh
dentuman untuk memberi kabar kepadaku !"
Menyaksikan keseriusan majikannya. lm kiok tak berani banyak
berbicara lagi dia mengiakan dan segera berlalu dari situ.
Dari kawanan dayangnya Jin jin pun memilih dua belas orang yang
bernyali paling besar tapi berilmu silat tinggi, lalu bersama Bi
Kui sekalian berenam bersama-sama berangkat ke bukit untuk
melakukan pencarian. Sebelum berangkat meninggalkan tempat itu, terlebih dulu Jin-jin
mencoba untuk menelaah keadaan situasinya lebih dulu, kalau di tinjau
dari keadaan yang dilakukan Mao Tin hong sewaktu kabur, demi
keamanannya mungkin sekali dia akan kabur ke tanah perbukitan
disebelah barat. Walaupun Jin jin berpendapat demikian, namun terlebih dulu dia
melakukan penggeledahan disekitar kebun, lalu mengikuti berbagai
petunjuk yang diperoleh dia menyimpulkan sembilan puluh persen Mao
Tin-hong sudah kabur ke bukit sebelah barat.
Maka iapun memimpin anak buahnya berangkat kearah barat untuk
melakukan pengejaran. ^oo@dw@oo^ Sun Tiong-lo mengundang masuk Im-kiok dan
menanyakan duduk perkaranya. Sangkoan Ki yang mengetahui hal tersebut, sambil
mendengus dingin segera ujarnya kepada Im kiok: "Nona, kenyataankah yang kau
katakan barusan." Im kiok sudah mendapat pesan dari Jin jin agar
menahan diri, maka sahutnya gamblang: "Percaya atau tidak terserah kalian sendiri,
tapi yang jelas majikan kami tak perlu membohongi kalian !" Mo Kiau jiu segera
tertawa terkekeh-kekeh, selanya tiba-tiba: "Nona, apa sebabnya
majikan kalian tidak memberi kabar lebih
dulu kepada kami sebelum memasuki ke lorong rahasia untuk
menangkap orang ?" "BiIa kami bisa menduga sejak semula kalau ada kemungkinan bagi
bajingan she Mao tersebut untuk melarikan diri, sudah pasti ma jikan
kami akan mengundang saudara sekalian untuk berangkat
bersama kesana, cuma... bila kalian tidak menemukan orangnya
ditempat, masa kalian tak akan menaruh curiga pula terhadap kami ?"
Sangkoan Ki segera tertawa dingin. "Terus terang saja kalau
berbicara, bukankah majikan she Mao
itu adalah satu keluarga dengan majikan kalian..." "ltu dulu." tukas Im
kiok dengan suara gemetar. "sekarang Sun ji
sauhiap sudah paham, mereka berdua sudah menjadi musuh bebuyutan.
"Hmm, tadi majikan kalian pernah menerangkan kalau tempat
terkurungnya she Mao itu ibaratnya jaring langit jala bumi mustahil dia
bisa kabur, tapi kenyataannya dia sudah melarikan diri, apa salah jika
kami tak percaya?" kata Bau ji pula dengan suara sedingin es.
Walaupun Im kiok sudah mendapat pesan agar tidak ribut atau
membantah perkataan orang, namun dalam keadaan demikian sulit
rasanya untuk menahan sabar terus menerus.
Maka sambil berkerut kening dan memandang sekejap kearah Bau ji.
katanya dengan nada yang tinggi: "Kejadian yang sesungguhnya telah kuterangkan, dan akupun telah
mendapat perintah dari majikanku agar tidak ribut atau membantah
perkataan kalian, pokoknva majikan kami bertujuan untuk mengikat tali
persahabatan dengan hati yang tulus, nah aku sudah selesai
berbicara..." Perkataan "aku sudah selesai berbicara" itu dapat dirasakan oleh setiap
orang sebagai kata "mohon diri"
Sangkoan Ki segera memandang sekejap ke arah Mo Kiau jiu sembari
memberi tanda, kemudian ujarnya dengan cepat:
"Nona Im kiok, harap kau mendengarkan dulu sepatah
kataku." Sekarang Im kiok sedih tahu kalau Sang-koan Ki adalah "Kwa
Cun-seng", terhadapnya boleh dibilang tidak menaruh kesan yang
terlalu baik. Mendengar perkataan tersebut dengan kening berkerut dan nada
kurang sabar katanya "Silahkan Sangkoan tayhiap berbicara."


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tolong tanya wancu saat ini berada dimana ?" tanya Sangkoan Ki
sambil tertawa. "Majikan telah membawa kakak dan adikku untuk melakukan pencarian
disekitar bukit dengan maksud membekuk bajingan she Mao tersebut."
"Bolehkah lohu sekalian meninjau lorong bawah tanah yang pernah
dipakai untuk menyekap bajingan she Mao tersebut ?"
"Tentu saja boleh, mari !" sahut Im kiok. Selama ini Sun Tiong lo
hanya membungkam terus dalam seribu
bahasa, tiba-tiba dia mencegah semua orang untuk beranjak pergi
katanya: "Saudara sekalian, aku sangat mempercayai perkataan dari nona In kiok,
Wancu telah bersikap terus terang kepadaku akupun tahu kalau
peristiwa tersebut berlangsung diluar dugaan, dalam keadaan terdesak
rupanya Wancu menitahkan kepada nona Im kiok untuk menyampaikan
kabar ini, sedang ia sendiri sedang memburu bajingan she Mao tersebut
!" "Kepandaian silat yang dimiliki bajingan Mao itu sangat lihay.
kemampuannya luar biasa, sekalipun Wancu dan semua enghiong
perempuan lebih menguntungkan dalam soal posisi dan cepat atau
lambat pasti akan berhasil membekuk bajingan she Mao tersebut,
namun bila sampai terjadi pertarungan, sudah jelas Wancu masih belum
mampu untuk menandinginya." "Sekarang, bajingan Mao sudah kabur dan menyembunyikan diri diatas
bukit, yang paling penting buat kita sekarang adalah membekuk tua
bangka tersebut secepatnya, sedangkan soal lorong
bawah tanah yang pernah dipakai untuk mengurungnya, lebih baik kita
periksa dikemudian hari saja !"
Pada hakekatnya Sun Tiong lo sudah menjadi pemimpinnya para jago
lainnya, setelah dia memberikan pemyataannya maka meski para jago
lainnya kurang setuju dengan pendapat tersebut, tak seorangpun yang
berani berbicara lagi. Apalagi memang situasi sudah gawat dan mereka turut buru buru
membekuk buronan tersebut Maka tanpa banyak berbicara lagi semua orang berangkat mengikuti
dibelakang Im kiok. Tatkala mereka berjalan keluar dari ruang penerima tamu, Hou ji yang
pertama-tama menemukan sesuatu, katanya sambil menuding ke arah
bukit disebelah barat sana. "Siau liong cepat lihat, dibukit sebelah barat terdapat serombongan
manusia!" Mendengar seruan terhebat semua orang berpaling, lm kiok segera
berkata pula: "Mereka adalah majikan kami bersama para saudara lainnya..." Sun
Tiong lo termenung sambil berpikir sejenak, kemudian dia
bertanya: "Apakah nona Im kiok akan turut ke situ?" Im kiok segera
menggeleng. "Majikan telah berpesan agar budak masih tetap tinggal di
sini sambil berjaga-jaga meng hadapi segala kemungkinan yang tidak
diinginkan..." Sun Tiong lo segera manggut-manggut "Kalau toh demikian harap
nona laksanakan perintah dari wancu
kalian." Im kiok memandang sekejap ke arah rombongan manusia dibukit
sebelah barat sana, kemudian bertanya lagi:
"Bagaimana dengan sauhiap sendiri ?" Tentu saja Sun liong lo
memahami maksud hati Im kiok tersebut
maka sahutnya: "Aku hendak menyusul wancu sekalian agar bisa
bersama-sama merundingkan tentang pengepungan." Agaknya Im kiok masih tidak
lega, cepat katanya kembali: "Untuk membalas budi kebaikan sauhiap,
Wan cu telah melakukan hal tersebut, disaat dia menyaksikan bajingan Mao kabur dari
kepungan, dia sudah bertekad untuk membekuk buronan tersebut, akav
tetapi kepandaian silat yang dimiliki bajingan she mao itu..."
"Tak usah kuatir nona." tukas Sun Tiong lo "dengan cepat kami akan
berhasil menyusul Wan cu sekalian sedangkan didalam rencana kami
nanti sudah pasti tak akan memberi kesempatan kepada Wancu untuk
menyerempet bahaya." Mendengar perkataan itu, Im kiok segera menjura dalam-dalam dengan
wajah serius: "Sauhiap benar-benar berbudi luhur, budak merasa lega sekali setelah
ada janji dari sau hiap." Sun Tiong lo tak ingin menerima hormat mana dengan cepat dia
berkelit kesamping sembari berkata:
"Silahkan nona berlalu, akupun akan segera naik keatas bukit." In
kiok mengiakan dengan hormat, maka Sun Tiong lo memimpin
para jago lainnya berangkat menuju ke bukit sebelah barat.
^oo^dw^oo^ TANAH perbukitan bersusun-susun, pohon dengan daun
yang rindang dan lebat menyelimuti seluruh permukaan, kabut tebal
menyelimuti permukaan membuat suasana terasa menyeramkan.
Di permulaan musim kemarau ini, terlihat sesosok bayang manusia
sedang berkelebat lewat ditengah hutan belantara yang Iuas, dia
berlarian dengan langkah tergesa-gesa, bahkan kerap kali berpaling
kearah jalan semula. Malam sudah tiba, suasana, gelap gulita, Dimana langit cukup bersih,
maka diapun kerap kali mendongakkan kepalanya untuk memperhatikan
letak bintang. Orang ini tak lain adalah biang pembunuh Mao Tin hong yang sedang
melarikan diri. Kemarin, dengan mengandalkan pedang mestikanya yang tajam, ia
berhasil membuat sebuah lubang ditepi pintu lorong yang tertutup dan
kabur dari situ. Dia langsung kabur masuk ke jalan bukit dengan hutan belantara yang
sangat lebat itu. Meskipun dia tahu kalau disekitar sana tiada jalan lewat, namun lebih
baik menghindari barisan yang tak berperasaan atau bertemu dengan
Jin jin yang sudah pasti menghadang disitu.
Ia pernah memperhatikan keadaan di belakang sana dan menentukan
pula jejak dari para pengejarnya, sekalipun kedua belah pihak belum
saling beriring, namun jaraknya hanya selisih setengah bukit.
Maka dia berubah arah tujuannya, dengan mengandalkan kepandaian
silatnya yang lihay dia mencoba untuk melewati sebuah tebing yang
curam dan beralih dari bukit sebelah barat menuju ke bukit sebelah
utara. Sejak dia mengalihkan arahnya, beberapa kali Mao Tin hong mencoba
untuk melakukan pengintaian dari tempat yang tinggi, namun kali ini dia
tidak berhasil menemukan jejak para pengejarnya, meski hatinya jauh
lebih lega namun dia masih tetap kabur terus ke arah depan.
Sebab dia sudah mengambil keputusan, dari arah utara dia akan beralih
arah umur, bila demikian adanya maka dia akan bergerak ke
arah yang berlawanan dengan pengejarnya, siapa tahu dia berhasil
kabur dari kurungan dan kembali ke daratan Tionggoan"
Hari ini seharian penuh dia kabur terus tanpa berhenti, bukan saja tidak
nampak jejak para pengejarnya, burung atau hewan pun jarang sekali
dijumpai. Pada mulanya dia masih belum merasakan apa-apa, tapi lama kelamaan
timbul juga suatu perasaan aneh dalam hatinya.
Mula pertama dia mendengus dulu suatu bau yang sangat aneh,
menyusul kemudian dia menyaksikan pepohonan dan tumbuhtumbuhan
yang hidup disitu berbentuk sangat aneh, warnanya putih
seperti susu tapi berdaun kering dan layu.
Tanpa terasa dia menghentikan perjalanan sambil berkerut kening.
Dengan pengalamannya yang sangat luas serta pemeriksaannya yang
seksana, hatinya segera dibuat amat terkejut.
Ia mulai teringat kembali dengan ucapan Jin jin dahulu, karena daerah
utara merupakan daerah yang berbahaya, terutama sekali daerah yang
mendekati arah timur, boleh dibilang merupakan wilayah yang terakhir
di wilayah Biau, belum pernah ada orang yang berani mendekati tempat
tersebut. Menurut Jin jin, haI ini disebabkan dalam sekitar hutan belantara itu
terdapat sebuah kolam air yang luas sekali dengan kabut beracun yang
jahat menyelimuti sepanjang tahun, baik manusia ataupun hewan yang
melewati tempat itu pasti akan tewas tanpa ampun.
Sekarang dalam tergesa-gesanya untuk melarikan diri, ternyata dia
sudah mendekati daerah berkabut beracun itu.
Masih untung dia cepat menyadari akan hal ini, sekalipun sudah
melewati ujung dari daerah berbahaya tersebut untungnya saja masih
belum masuk lebih ke dalam, bila dia mundur sekarang juga, sudah
barang tentu jiwanya akan tetap selamat.
Dan untung pula para pengejar belum mencapai ditempat itu. sehingga
diapun tak usah berpikir dengan terburu napsu.
Tapi setelah dia memikirkan persoalan itu lebih seksama hatinya mulai
gugup dan bingung. Sebetulnya dia berencana untuk kabur dari utara menuju ke arah timur,
dengan demikian dia dapat menghindari barisan yang maha dahsyat
tersebut. Tapi kenyataan yang terbentang didepan mata sekarang menunjukan
bahwa hal tersebut tidak mungkin bisa terlaksana.
Bila dia ingin berbelok kearah timur melalui tempat itu, maka
pertama-tama harus dapat menembusi jantung kabut beracun tersebut
lebih dahulu, atau dengan perkataan lain jangan harap bisa menuju
kearah timur melalui daerah utara. Kalau cara ini tak bisa terwujud, berarti tinggal satu jalan lagi yakni
mundur kearah ke arah utara atau dari barat lari kearah selatan namun
cara inipun mustahil bisa dilakukan oleh Mao Tin hong, sebab para
pengejar sedang berpusat dikedua daerah tersebut.
Dengan demikian ia betul-betul berada dalam posisi terjepit maju tak
bisa mundurpun tak dapat, untuk sesaat diapun menjadi tak tahu apa
yang mesti dilakukan. Untung saja para pengejarnya belum sampai menyusuI ke sana, berarti
dia masih punya waktu untuk berpikir sebentar, maka dia pun mundur
sejauh beberapa li, mencari tempat untuk berteduh dan mulai memutar
otaknya. Lama-lama kemudian akhirnya dia harus mengambil keputusan dengan
cermat, oleh karena maju terus berarti mati, maka dia memutuskan akan
balik saja ke belakang, siapa tahu kalau perjalanan bisa ditempuh,
dengan sangat berhati-hati tindakan ini justru diluar dugaan orang Iain
". SeteIah mengambil keputusan meski sudah sangat lelah namun demi
keselamatan terpaksa dia harus berangkat pada malam itu
juga,dengan langkah yang ringan dan berhati-hati, dia meneruskan
kembali perjaIanannya. Mengetahui dirinya sudah terjerumus didaerah kabut beracun, dalam
beberapa pertimbangan kemudian Mao Tin hong terpaksa lurus balik
melalui jalan semula, dia harus menanggung resiko bertemu dengan
musuh ditengah jalan.. Sementara perjalanan masih di tempuh, mendadak Mao Tin hong
mendengar suara manusia sedang berbicara.
Bila ada manusia sedang berbicara ditempat ini, tanpa berpikir dua kali
Mao Tin-hong segera menyangka sebagai Jin jin dengan anak buahnya
atau kalau bukan tentu Sun Tiong lo dengan para jago lainnya.
Dengan perasaan tercekat, buru-buru dia kabur ke belakang sebatang
pohon besar dan menyembunyikan diri disana.
Memang mengenaskan sekali, seorang pentolan dunia persilatan yang
pernah disanjung dan dihormati oleh umat persilatan di seluruh dunia,
sekarang harus menyembunyikan diri bagaikan anjing terkena gebuk,
bukan saja tidak memiliki kegagahan lagi seperti dulu, bahkan dari
mendengar suaranya sudah dibuat ketakutan setengah mati...
Bahkan sambil bersembunyi dibelakang pohon besar, bernapas
keras-keras pun tak berani. Bukan cuma begitu, jantungnyapun turut berdebar amat keras,
seakan-akan kuatir sekali kalau sampai bertemu dengan musuh2nya....
Semua pernapasan dihimpun hawa murninya disalurkan ke seluruh
badan, dia telah bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tak
diinginkan. Sekarang dia masih belum tahu kalau Sun Tiong lo sekalian bukan saja
sudah bertemu dengan Jin jin, bahkan mereka telah bergabung menjadi
satu. Namun dia cukup paham, entah rombongan yang manapun dari kedua
rombongan itu, sudah pasti tak akan melepaskan dirinya dengan begitu
saja. Maka dia telah mengambil perhitungan yang paling jelek, bilamana perlu
dia harus membunuh sebanyak mungkin untuk mengembalikan modal.
Diapun berpikir demikian seandainya yang muncul adalah rombongan
dari Jin-jin walaupun dia diiringi segerombolan dayang- dayangnya
namun ia bisa memandang sebelah mata terhadap mereka, sebab dia
yakin mampu melukai musuhnya lalu mundur dengan selamat.
Tapi kalau yang datang adalah Sun Tiong lo dengan rombongannya...
Diam-diam dia menggelengkan kepala berulang kali, dia cukup tahu
kaIau nasibnya sudah amat tragis, bila hari ini harus bertemu dengan
mereka, berarti kematian sudah berada didepan mata.
Mao Tin hong yang berada dalam keadaan seperti ini sungguh
mencekam sekali keadaannya, rasa kaget, ngeri bercampur takut
bercampur aduk menjadi satu. Pepatah kuno bilang: Kalau rejeki pasti bukan bencana, kalau
bencana siapa-pun tak akan terhindar. Ada pula yang berkata begini : Yang harus datang,
akhirnya pasti akan datang juga. Maka suara pembicaraan manusia
itupun kian lama kian bertambah mendekat, Mao Tin hong juga makin lama merasa hatinya
makin ketakutan setengah mati. Ternyata yang muncul adalah seorang lelaki dan seorang perempuan,
bahkan mereka tidak maju lebih kedepan, melainkan berbelok kesebelah
kiri pohon dan menelusuri sebuah jalan setapak.
Ditengah malam yang sepi, pembicaraan ke dua orang itu dapat
terdengar jelas, apa Iagi didaerah yang tak bermanusia sama sekali,
tidak heran kalau sepasang laki perempuan itu berbicara tanpa ragu.
Terdengar yang pria serang berkata: "Aku merasa tubuhku ini makin
hari makin bertambah lembek saja rasanya, aai."
Begitu mendengar suara dan nada pembicaraan tersebut, Mao Tin-hong
sudah merasa hatinya agak lega separuh.
Menyusul kemudian yang perempuan menyahut. "Tapi sekarang kita
tak usah kuatir lagi, apabila kita berhasil juga
memperoleh buah Cu-ko tersebut !" "Buah Cu-ko...?" sepasang telinga
Mao Tin hong yang seakanakan berdiri tegak seperti keledai yang sedang mendengarkan sesuatu
suara aneh. Lelaki tadi kembali berkata: "Tapi apalah gunanya" Paling banter
hanya bisa hidup terus, namun kepandaian silatku tak pernah akan pulih kembali, kita harus
bersembunyi lagi ditempat yang terpencil macam neraka ini... hmmm..!"
"Sudahlah, tahanlah keadaan sedikit" hibur perempuan itu, "dunia
persilatan amat berbahaya, orang-orang dalam persilatanpun licik dan
busuk hatinya, coba kau lihat siapa sih diantara sekian jago kenamaan
dalam dunia persilatan yang berhasil memperoleh akhir hidup secara
baik?" "Sekalipun ilnu silatmu sudah punah sekarang dan tak mungkin bisa pulih
kembali untuk selamanya, namun ibarat sayang kehilangan kuda, siap
tahu kalau akibat musibah malah memperoleh keuntungan" Asal kita


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdua dapat hidup berdampingan secara begini sampai tua nanti, oooh,
. bukankah hidup kita ini sangat berbahagia?"
Lelaki tadi kembali mendengus dingin.
"Tentu saja bahagia, kepandaian silatmu bertambah maju dengan
pesatnya, mendaki bukit menyeberangi jurang semuanya bisa kau
lakukan dengan mudah tentu saja kau bahagia, tapi kau jangan lupa,
aku..." "Coba lihat kau melamun lagi" tukas perempuan itu cepat, "coba kalau
aku tidak mesti berburu dan mencari bahan makanan, aku benar-benar
tak sudi menggunakan ilmu silatku lagi, aku tak ingin berpisah
denganmu meski hanya sedikitpun!"
Lelaki itu menghela napas berat, lalu membelokkan pokok pembicaraan
kesoal lain, ujarnya. "Kalau kita bisa hidup dengan aman dan sentausa, hal ini masih
mendingan, kuatirnya bila suatu hari bencana besar muncul di depan
mata, mau kabur tak bisa, mau menghindar sukar bisa jadi aku harus
menggorok leher untuk menghabisi nyawa sendiri !"
Perempuan itu nampak amat sabar dan tabah, kembali dia menghibur
dengan lembut: "Kau tak usah kuatir, tak ada manusia yang bisa sampai disini, atau
seandainya ada. aku toh yakin masih sanggup untuk melindungi
keselamatan jiwamu !" "Sudahlah" kata lelaki yang berpikiran sempit itu, suami istri memang
seharusnya sehidup semati, tapi bila bencana tiba, siapa tahu akan
menyelamatkan diri sendiri " Sekarang saja kau bisa berkata begini,
coba kalau sampai keadaan tersebut yang pasti kau akan terbang dan
aku yang mampus !" Tampaknya habis sudah kesabaran perempuan itu, dengan suara
dalam dia segera berseru. "Apa maksudmu berkata demikian ?"
"Jangan marah, mungkin aku sedang kesal sehingga mengucapkan kata2
yang kurang sedap" Karena lelaki itu sudah mengaku salah, yang perempuan pun tidak
menegur lebih jauh, kata nya kemudian.
"Mari kita percepat langkah kita cepat sampai rumah dan cepat
beristirahat." Lelaki itu mengiakan menyusul kemudian langkahnya dipercepat dan
makin lama suara nya semakin menjauh.
Mao Tin hong yang bersembunyi di belakang pohon justru tertawa
girang sambil diam-diam bertepuk tangan, dia seperti menang lotre
serarus juta saja. Dalam keadaan begini, dia seakan-akan lupa kalau musuh tangguh
masih mengejarnya, sambil keluar dari belakang pohon gumamnya
seorang diri: "Bagus, bagus sekali, inilah yang dinamakan "Bila takdir belum sampai,
Thian akan merubah jalan" Dasar nasib aku Mao locu masih baik.
heeeh... heeeh... heeeh... ternyata aku dapat berjumpa dengan
sepasang lelaki perempuan anjing tersebut disini. !"
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambil bertepuk tangan dia
bergumam lagi. "Locu akan menguntil di belakang mereka lalu melakukan suatu
kunjungan yang sama sekali diluar dugaan mereka, setelah itu yang laki
di jagal, sedang yang perempuan, heeeh... heeeh..."
Dasar bajingan tua, dimana ada kesempatan, niat jahatnya segera
muncul. Dengan bangga dia tertawa dingin berulang kali, kemudian gumamnya
lebih jauh: "Seandainya tempat itu cukup rahasia dan terpencil letaknya, aku akan
hidup satu atau dua tahun baru keluar dari wilayah Biau ini, apalagi jika
buah Cu ko dapat menambah tenaga dalamku... heeeh... heeeh silahkan
saja perempuan cabul itu hidup tenang berapa waktu, haaah... haa.."
Sambil tertawa seram tiada hentinya, dia segera melompat ke depan
dan melakukan pengejaran. Waktu itu, laki dan perempuan tersebut belum keluar dari hutan
belantara tersebut namun suara tertawa dingin dan gumaman Mao Tin
hong yang lirih tak sampai mengejutkan mereka.
Namun Mao Tin hong tidak seharusnya lupa daratan pada saat ini serta
tertawa terbahak-bahak. Betul suara tertawanya tidak terhitung keras sekali, toh suara mana
terdengar juga oleh perempuan yang berada didepan.
Perempuan tersebut bukan cuma pintar, pengalamannyapun sangat luas,
dengan cepat dia tahu kalau gelagat tidak menguntungkan.
Sedangkan yang lelaki, kurang tenaga dalam nya sudah punah, apalagi
benaknya sedang dipenuhi oleh persoalan yang pelik, maka dia sama
sekali tidak mendengar atau merasakan apa-apa.
Perempuan itu sama sekali tidak berpaling namun otaknya berputar
keras mencari akal bagus untuk menghadapi keadaan tersebut, akhirnya
dia menemukan sebuah akal bagus dan segera melaksanakannya
menurut rencana. Jalan punya jalan, mendadak perempuan itu berbisik. "Kita tak usah
pulang kerumah kediaman, bagaimana berkunjung
dulu keloteng Si hunlo?" Laki-laki itu nampak tertegun kemudian
katanya, "Hari sudah begini malam, masa kau hendak berlatih ilmu lagi?" Perempuan itu
menggeleng pelan. "Tidak, aku masih ada urusan penting yang harus
segera diselesaikan." "Kalau hendak pergi, pergilah seorang diri, aku sudah
lelah !" dengus lelaki itu tak sabar. Perempuan itu segera merendahkan
suaranya dan berbisik: "Dengarkan perkataanku, tak usah berpaling,
dibelakang kita ada orang yang menguntil secara diam-diam, kalau kita langsung
pulang maka ibaratnya memancing srigala masuk ke rumah, lebih baik kita
menuju ke Si-hun-lo saja agar lebih gampang membereskan dirinya."
Mendengar perkataan tersebut, berubah hebat paras muka lelaki itu,
agak gugup dia berbisik: "Kau... kau tidak salah mendengar." "Bagaimana mungkin aku bisa
salah mendengar ?" sahut perempuan itu sambil berkerut kening. Lelaki tersebut menjadi gugup
bercampur kaget, dengan cepat dia berseru kembali: "Tahukah kau siapa dia " Apa sebabnya mengejar
kita ?" Perempuan itu menggeleng cepat. "Belum kulihat orangnya, tapi
bisa jadi di karena kan buah Cu ko tersebut !" "Padahal daerah kabut beracun ini jauh dari keramaian
manusia, bagaimana mungkin ada orang bisa sampai disini " Aneh betuI." lelaki
itu semakin tak tenang. Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan nada gelisah kuatir dia
berkata lagi: "Mampukah kita mengurungnya di loteng Si hun-loo ?" "Dapat, coba
dengarkan dengan seksama, setelah masuk
kedalam loteng nanti, kau harus selekasnya masuk ke ruang semedi di
atas loteng, apa pun yang akan terjadi diluar, kau tak usah munculkan
diri." "Buah Cu ko itu simpan saja dalam sakumu bila aku berhasil mengurung
orang tersebut maka akan kuketok pintu tiga kali sebagai kode, sampai
waktunya kau boleh membukakan pintu bagiku, jangan lupa !"
Sembari berkata perempuan itu mengeluarkan sebiji buah Cu ko dari
sakunya dan diserahkan pada sang lelaki untuk menyimpannya.
Waktu itu Mao Tin hong masih belum sadar kalau jejaknya sudah
ketahuan, bahkan dia masih mempunyai perhitungan yang begitu
matang sehingga makin dipikir semakin bangga hatinya, dia
menganggap kejadian ini bagaikan itik panggang yang siap dihidangkan.
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** SEMENTARA itu sepasang laki perempuan yang
berada didepan telah mempercepat langkahnya. Diam-diam Mao Tin hong kegirangan,
dia menganggap tujuannya sudah semakin mendekati didepan mata. Tak selang berapa saat
kemudian, sepasang laki perempuan itu
sudah berjalan keluar dari hutan. Berhubung keadaan medan didepan
sana terlalu terbuka dan hampir tiada tempat untuk menyembunyikan diri. maka dia mengambil
keputusan untuk memperjauh kuntitannya.
Kini sepasang laki perempuan tersebut sudah menelusuri sebuah jalan
setapak dan membelok beberapa tikungan.
Mao Tin hong menunggu sampai seperminum teh lamanya kemudian
baru menyusul dari belakang. Siapa tahu begitu sampai ditempat tikungan tersebut, aneh ! Bayangan
tubuh dari laki perempuan tersebut sudah lenyap tak berbekas.
Kejadian ini kontan saja membuat Mao Tia liong sangat cemas. dia
percepat larinya dan mengejar lebih jauh.
Akhirnya ia berhasil menemukan kembali jejak dari laki perempuan itu,
ternyata tersebut bukit diatas sebidang tanah yang luas berdiri sebuah
perkampungan kecil, dalam perkampungan
hanya terdapat sebuah bangunan loteng, ke sanalah laki perempuan itu
pergi. Setelah mengetahui arah tujuan dari korbannya, Mao Tia hong tidak
terlampau terburu napsu lagi, pertama-tama dia memperhatikan dulu
keadaan disekitar sana, kemudian memperhatikan pula situasi disekitar
perkampungan. dengan cepat dirasakan bahwa tempat tersebut memang
merupakan sebuah tempat persembunyian yang amat bagus.
Maka dengan langkah lebar dia berjalan menuju ke arah perkampungan
tersebut. Ketika mendekati perkampungan tersebut, tiba tiba Mao Tin hong
meningkatkan kewaspadaannya. Dengan cepat dia menghentikan langkahnya kemudian mengernyitkan
sepasang alis matanya. Ternyata dia menemukan kalau perkampungan tersebut dibangun aneh
dan sangat istimewa. Perkampuagan itu menempati daerah seluas berapa hektar, bila
dibandingkan perkampungan biasa memang agak kecilan, tapi saat ini
terutama diwilayah seperti ini. Mao Tin hong merasa perkampungan
tersebut cukup besar. Yang paling membuat hatinya gelisah adalah bangunan didalam
perkampungan tersebut. Didalam perkampungan tersebut, selain bunga dan pepohonan. hanya
sebuah bangunan loteng kecil yang indah dan mentereng saja berada
disitu. Kalau dibilang kecil bentuknya memang betul, namun menterengnya
mungkin tiada bandingannya dikolong langit ini.
Baik atap, tiang maupun bahan bangunan lainnya boleh dibilang
memakai bahan bangunan berkwalitet tinggi.
Padahal tempat ini tak lebih hanya sebuah wilayah terpencil diwilayah
Biau yang dekat dengan kolam beracun.
Siapa yang berdiam disitu" Dan siapa pula yang membangun
perkampungan dengan bangunan loteng kecil itu"
Jangan-jangan sepasang laki perempuan anjing itu" "Tidak. Sudah
pasti bukan mereka, mereka ! Hmm! Meskipun
yang perempuan itu mempunyai jiwa pertukangan. sayang, tidak kenal
seni, apalagi yang laki laki, dia tak lebih hanya seorang bajingan tengik
yang kemaruk perempuan, harta dan kedudukan.
Berdasarkan kemampuan kedua orang itu, jangan lagi berapa bulan
atau tahun, separuh hidup merekapun belum tentu sanggup
membangun loteng semacam itu. Lantas siapa " Yaa, siapa " Mungkinkah ditempat ini hidup seorang
jago berilmu tinggi " Mungkinkah sepasang laki- perempuan anjing itu berjodoh dan diterima
oleh tokoh sakti itu sebagai muridnya hingga mereka harus hidup
mengasingkan diri disana. "Mungkin ya, hal ini ada kemungkinannya !" Ya betul, cukup
berdasarkan buah Cu ko yang dibicarakan
sepasang laki perempuan anjing itu, benda mestika yang merupakan
mestika langka dalam dunia ini mana mungkin bisa mereka kenali
dengan begitu saja " Kalau benda "Cu-ko" nya saja tidak kenal, bagaimana mungkin bisa
dipetik " Baru aneh namanya kalau semuanya serba kebetulan dan
mereka benar-benar bisa mendapatkan sebiji buah Cu-ko.
Berdasarkan dari dugaan itu, Mao Tin hong menganggap dalam loteng
itu pasti ada penghuninya, dan penghuni dalam loteng itu sudah pasti
adalah seorang Tokoh persilatan yang sudah lama mengasingkan diri
dari keramaian dunia. Berpikir sampai disini, Mao Tin hong benar-benar tidak berani masuk, dia
hanya bisa berdiri termangu-mangu diluar perkampungan saja.
Tapi setelah berpikir lebih Ianjut, dia berpendapat kalau dia harus
memasuki bangunan loteng itu. Oleh karena sekarang dia sudah terpojok sehingga maju tak bisa
mundurpun tak dapat, hanya ada satu jalan ini saja yang dapat
ditempuh, maka sambil menghimpun tenaga dalamnya bersiap sedia
menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, dia memasuki
perkampungan tersebut dengan berhati-hati sekali.
Pintu perkampungan yang lama sudah rusak, kini telah diganti dengan
dua lembar pintu baru. Ke dua lembar pintu baru itu terbuat dari kayu, hal mana menambah
kecurigaan dan kesangsian dalam hatinya, dia tidak habis mengerti
manusia macam apakah pemilik perkampungan tersebut.
Sudah berapa tombak dia memasuki perkampungan itu, namun tiada
yang menghadang, tiada yang menegur, suasana masih tetap
sunyi-senyap tak kedengaran suara apa-apa.
Tapi justru makin sepi suasananya, makin berhati-hati dia melangkah ke
daIam. Tiba dipintu loteng, pelan-pelan dia mendorong pintu tersebut ke
belakang. Dalam dugaannya semula, pintu loteng itu pasti tertutup rapat- rapat,
tapi bagaimana kenyataannya " Hanya sekali dorongan pelan saja,
pintu itu sudah terbuka lebar. Mao Tin hong berkerut kening, kemudian setelah berpikir sejenak
akhirnya dia melangkah masuk ke dalam.
Demi keselamatan sendiri disamping menyelidiki keadaan dalam
bangunan loteng itu, Mao Tin hong telah mengambil keputusan untuk
memasukinya, maka setelah melangkah ke dalam dia segera menegur:
"Adakah seseorang disini ?"
Didalam dugaannya, tak mungkin ada orang yang akan menjawab
pertanyaannya itu, sebab entah siapakah pemilik bangunan loteng itu
dan apa maksudnya membangun disana, yang pasti dia tak ingin
berjumpa dengan orang luar. Sebagaimana diketahui, dia masuk setelah sepasang laki- perempuan
itu masuk, berarti sepasang laki perempuan itu bisa jadi telah
mengetahui jejaknya dan melaporkan hal ini kepada pemilik bangunan
loteng itu, sedang pemilik bangunan loteng itu tentu akan memandang
dirinya sebagai musuh. Siapa tahu apa yang kemudian terjadi sama sekali diluar dugaannya,
baru selesai dia berbicara, suara jawaban sudah terdengar
berkumandang. Jawaban itu muncul dari atas loteng: "Mao sancu, silahkan naik ke
loteng !" Begitu mendengar suaranya, Mao Tin hong segera
mengetahui siapa yang sedang berbicara, seharusnya dia tak perlu kuatir terhadap
orang ini, tapi anehnya sekujur badannya bergetar keras begitu
mendengar teguran mana. Sementara Mao Tin hong masih tertegun, suara dari atas loteng telah


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkumandang kembali: "Bagaimana" Apakah Mao sancu tak mau memberi muka?" Terpaksa
Mao Tin hong harus menenangkan gejolak
perasaannya, kemudian menyahut: "Kukira siapa, ternyata Su nio
dan.." Su nio" Betul, orang yang berada diloteng itu memang Su nio
dari bukit pemakan manusia dulu, dari sini dapat disimpulkan kalau lelaki yang
berada bersamanya tak lain adalah Khong It-hong
Baru saja Mao Tin hong menyebutkan nama "Su-nio", dari atas loteng
lantas berkumandang lagi seruan dingin.
"Mao sancu, selirmu Su-nio yang dulu sudah lama mampus, yang
berhadapan muka dengan sancu sekarang adalah aku, aku she nona
dari keluarga Mo!" Ucapan "aku she Mo" dan "nona dari keluarga Mo" ini bagi Mao Tin-hong
boleh dibilang jauh lebih mengejutkan dan mengerikan hatinya
ketimbang kemunculan Sun Tiong lo secara tiba-tiba dihadapan
matanya. Dari balik matanya memancar keluar sorot mata ketakutan untuk sesaat
sulit baginya untuk menjawab pertanyaaan tersebut.
Tapi "Su nio", bukan, yang benar adalah nona Mo sudah berkata lagi:
"Sancu, bila dugaanku tak salah, tampaknya kau sedang ketakutan ?"
"Sunio, siapa suruh kau mengacau belo" Siapa bilang kalau kau she Mo
?" Mau Tin hong berkerut kening.
Nona Mo segera tertawa, "Kalau ayahku sendiri yang bilang, masa hal
ini bisa salah ?" sahutnya kemudian.
Sekali lagi Mao Tin hong merasakan hatinya terkesiap. "Ayahmu"
Omong kosong, masa kau tahu siapa ayahmu " Dia
berasal dari marga apa ?" Kembali nona Mo mendengus dingin.
"Sudahlah orang she Mao. percuma saja sandiwaramu itu, terus
terang saja kukatakan kepadamu, pembunuhan berdarah dari keluarga
Mo dan penghinaan serta aib yang pernah kuterima akan kutuntut balas
kepadamu sekarang juga !" Diam-diam Mao Tin-hong menggigit bibirnya kencang-kencang,
kemudian katanya: "Baiklah, terserah apapun yang hendak kau
ucapkan, tapi akupun harus mengatakan pula kepadamu secara terus
terang, kau tidak she Mo, Mo Kiau jiu bukan ayahmu !"
Pelan-pelan nona Mo menampakkan dirinya dari tempat
persembunyiannya, kemudian setelah tertawa dingin kemudian dia
berkata: "Aneh, aku toh belum pernah memberitahukan kepadamu kalau ayahku
adalah Mo Kiau jiu " Darimana kau bisa tahu?"
Sekali Iagi Mao Tin hong dibikin tertegun, tapi dengan cepat dia
berkata lagi: "Sekalipun kau tak pernah mengatakannya, namun aku hanya kenal
dengan seorang saja yang she Mo."
"Cuuuh . . ." nona Mo mendesis penuh amarah "mengapa tidak kau
katakan bahwa cuma Mo Kiau jiu seorang yang mempunyai ikatan saat
ajalmu !" Mao Tin hong memutar sepasang biji matanya, memandang sekejap
kesana kemari, mendadak dia mengalihkan pembicaraan ke soal lain
katanya: "Jangan kita persoalkan dulu masalah tersebut Su nio, lohu ingin
berjumpa dulu dengan pemilik loteng ini !".
"Dengarkan baik-baik, aku bernama nona Mo." hardik nona Mo dengan
marah. Tiba-tiba Mao Tin hong melototkan sepasang matanya bulat- bulat,
lalu bentaknya. "Budak sialan, kau anggap aku sudah tak mampu membunuhmu
sekarang juga ?" Nona Mo tertawa dingin pula. "Betul, aku tahu apa yang sedang kau
pikir kan dalam hatimu, sekarang bukankah kau ingin mencari dulu
siapa gerangan pemilik loteng! ini kemudian baru membekukku disaat
aku sedang tidak siap." "ltu menurut pendapatmu." tukas Mao Tin hong. "seandainya aku tak
ingin melepaskan dirimu, betapapun cerdiknya kau dan Khong It hong,
waktu itu memangnya bisa kabur dari cengkeramanku ?"
Mendengar ucapan mana Nona Mo segera tertawa terkekeh- kekeh.
"Heeehh... heeeh... wah, wah. wah. kalau begitu kau memang orang
yang saleh bajik dan bijaksana !"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan kembali dengan
suara keras: "Mao Tin hong. nonapun ingin memberitahukan kepadamu secara terus
terang, Khong It hong berada didalam loteng ini cuma sayang..."
Mao Tin hong sengaja berlaku laping dada, katanya kemudian sambil
tertawa: "Sudahlah, anggap saja kau memang nona Mo. sekarang undanglah
pemilik loteng agar munculkan diri."
"Asal kau dapat memasuki loteng ini, seperti apa yang telah kukatakan
tadi, akan ku undang kau untuk naik ke atas loteng !" kata nona Mo
pula sambil tartawa lebar. "Ooooh..." Mao Tin hong mendongakkan kepalanya dan mulai
memperhatikan keadaan disekeliling bangunan loteng tersebut.
Perabot dalam loteng itu amat sederhana tapi segala sesuatunya
teratur sangat rapi. Anak tangga berada disebelah kanan pintu masuk dan melingkar ke
atas hingga berhenti diatas loteng sebelah kiri, oleh sebab itu bawah
loteng terbentang sebuah ruangan meja baja yang antik, dibelakang
meja merupakan sebuah bangku panjang.
Di sebelah kanan meja baja terdapat sebuah patung sastrawan yang
terbuat dari kayu, tingginya seperti manusia biasa dan sedang duduk
sambil membaca buku. Disebelah kiri meja baja merupakan sebuah lampu duduk dengan lilin
yang masih utuh, namun belum disulut.
Pada dinding ruangan terdapat lukisan-lukisan orang
kenamaan. Di sebelah kanan ruangan, kecuali terdapat anak tangga yang
melingkar pada bagian depan, dibagian belakang terdapat
sebuah almari buku yang sangat besar, selain itu terdapat pula
sebuah rak antik yang diletakkan dekat dinding berseberangan
dengan pintu masuk.. Mao Tin hong mencoba untuk memperhatikan anak tangga melingkar
tersebut, nampaknya bukan terbuat dari dari kayu namun semuanya
terbuat amat indah dan artistik. Mao Tin hong berdiri di pintu masuk bawah loteng yang tak jauh
letaknya dari loteng bagian atas, dia hanya sempat melihat bagian kiri
dan kanannya, sedangkan bagian atasnya sama sekali tidak terlihat.
Walaupun demikian dia dapat melihat tiga bagian Iainnya, disebelah
samping berupa jendela, dibalik pintu tentu saja kamar tidur atau
mungkin juga kamar baca atau kamar tamu.
Kalau dilihat dari keadaan bangunan tersebut, tampaknya tiada jebakan
apapun. Sementara dia masih termenung, nona Mo telah berkata lagi:
"Bagaimana" Apakah segala sesuatunya telah terlihat jelas?" Mao
Tin hong segera tertawa. "Ehmm, boleh dibilang tempat ini
merupakan sebuah loteng yang cukup indah." Baru saja dia selesai berkata, Nona Mo telah
mengucapkan katakata yang menggidikkan hati. "Benar, tentu saja boleh dibilang sebuah
loteng yang sangat indah, tapi aku pikir lebih cocok kalau tempat ini dinamakan uang raja
akhirat atau sarang naga gua harimau, sebab nama tersebut jauh lebih
cocok!" Mao Tin hong segera mendengus dingin, "pengetahuan lohu sudah
cukup luas, gertak sambalmu itu tak akan bisa membuat hatiku keder."
"Tentu saja" nona Mo segera menimpali lagi dengan suara amat dingin,
"Itulah sebabnya silahkan Mao Toa sancu naik keatas loteng!?"
Saat ini Mao Tin hong sudah cukup berpengalaman, tentu saja dia tak
sudi tertipu dengan begitu saja, sambil tertawa dingin tiada hentinya dia
menggeleng, lalu sambil menunjuk kearah kursi dibelakang meja
katanya. "Lohu sudah letih, tolong kau sampaikan kepada pemilik loteng ini agar
dia saja yang turun sendiri!" Mendadak nona Mo tertawa cekikikan "Haaah... haaahh... betul- betul
seorang pemberani, beginikah macam Sancu dari Bukit pemakan
manusia?" Walaupun panas hatinya namun Mao Tin hong masih berusaha untuk
menahan sindiran tersebut, dengan cepat dia tertawa hambar.
"Sudah, terserah apa pun yang hendak kau katakan, pokoknya lohu
akan menunggu kedatangan pemilik loteng disini saja"
Selesai berkata dia lantas melangkah kedepan dan menuju kebelakang
meja baca itu. Mendadak nona Mo berseru lagi sambil tertawa terkekeh-kekeh: "Mao
sancu, beranikah kau duduk dikursi itu?" Disaat dia
mengucapkan perkataan tersebut persis disaat Mao Tin hong hendak
duduk. Kontan saja iblis tua ini terkesiap dan segera menghentikan langkahnya
didepan patung arca diatas meja baca tersebut.
Nona Mo yang berada diambang loteng segera mengalihkan pokok
pembicaraannya setelah menyaksikan keadaan tersebut
"Loteng ini penuh jebakan dan ancaman bahaya maut, seandainya aku
tidak bermaksud baik-baik melayani sancu, setiap saat aku dapat
membuat sancu mampus seketika, kau tak percaya " segera akan
kutunjukkan kepadamu !" Begitu selesai berkata, mendadak nona Mo menuding kearah pintu
loteng yang sedang terpentang itu. Mau tak mau Mao Tin hong mengalihkan sorot matanya dari tubuh nona
Mo kearah pintu loteng tersebut. Akan tetapi pintu loteng itu masih terbuka lebar dan sama sekali tiada
perubahan apapun. Melihat hal ini, Mao Tin hong segera tertawa terbahak-bahak.
"Haahh... haaahh... cukup, cukup sudah Su nio, permainan
macam ini belum mempan untuk membohongi diriku." Siapa tahu belum
habis dia berkata, mendadak... "Blaamm.!" Kedua belah pintu loteng itu
seakan-akan dikendalikan oleh sukma gentayangan tahu-tahu sudah menutup kembali secara otomatis.
Berubah hebat paras muka Mao Tin hong, buru-buru dia kabur menuju
kearah jendela, tapi orang yang berada diloteng itu sudah berkata lagi:
"Terlambat sudah, sekarang segala sesuatunya sudah terlambat..."
Dibawah loteng terdapat tiga buah jendela, meskipun tidak berada
dalam keadaan terbuka, namun dilihat dari bentuk ukiran kayunya yang
begitu tipis, bagaimana mungkin dapat menghaIangi Mao Tin hong yang
berilmu tinggi untuk meloloskan diri dari kurungan..."
Akan tetapi dikala ucapan "Terlambat" bergema disisi telinga Mao Tin
hong, tiba-tiba saja dari atas jendela diketiga sisi ruangan tersebut telah
meluncur jatuh benda yang segera menutupi rapat daun jendela
tersebut, dengan demikian keadaan menjadi tertutup rapat.
Begitu pintu dan daun jendela sudah tertutup rapat, suasana diatas
ruang lotengpun berubah menjadi gelap gulita.
Saat ini Mao Tin hong benar-benar keder dan pecah nyalinya, tubuhnya
segera menyelinap ke depan, dan berdasarkan daya ingatan nya ketika
memasuk pintu gerbang tadi, dia mencoba untuk meraba pintu kayu
tersebut. Apa yang kemudian tertera olehnya membuat gembong iblis ini semakin
terkesiap, siapa bilang pintu tersebut terbuat dari kayu" Yaa siapa yang
bilang" Apa yang tersentuh ternyata tak lain adalah pintu gerbang yang terbuat
dari baja asli. Kalau toh pintunya sudah begini, tak bisa disangkal lagi demikian pula
dengan daun jendelanya. Mao Tin hong benar-benar merasa amat menyesal, tapi kalau nasi
sudah menjadi bubur, apa pula gunanya menyesal"
Tiba-tiba nona Mo yang berada diatas loteng berseru kembali:
"Suasana dalam loteng gelap gulita dan bukan tempat yang
cocok untuk menerima tamu, meski kau harus mati, aku akan
membunuhmu ditempat yang terang benderang, agar kau mati tanpa
menyesal, kemarilah pasang lentera.
Begitu ucapan "pasang lentera" bergema, benar-benar ketemu setan
disiang hari bolong, lampu lentera yang berada di tepi meja baca
tersebut secara otomatis telah menyulut sendiri sehingga suasana dalam
ruangan berubah menjadi terang benderang.
Nyali Mao Tin hong yang begitu besarpun tak urung dibikin terperanjat
juga setelah menyaksikan kejadian ini, tanpa terasa dia mundur
selangkah dari posisi semula. Nona Mo yang berada diatas loteng kembali menyindir. "Sayang
sekali sancu agak terlambat untuk mundur dari situ,
sekarang kau sudah tiada jalan lagi untuk mengundurkan diri dari
tempat ini." Sambil mengigit bibir menahan diri, Mao Tin hong segera berseru:
"Perempuan celaka, kau anggap dengan mengandalkan pintu baja dan
daun jendela baja, maka kau sudah sanggup untuk menghalangi
kepergian sancu?" "Ooh, tentu saja tidak, loteng yang kau tempati sekarang seluruhnya
terbuat dari baja asli." jawaban nona Mo ternyata jauh hebat.
Mao Tin hong menjadi berdiri bodoh setelah mendengar perkataan ini,
sekarang dia mu lai menyesali diri sendiri, dia menyesal mengapa hari ini
dia telah melakukan perbuatan bodoh.
Nona Mo tidak berdiam sampai disitu saja, kembali dia berkata: Mao
Sancu, sebenarnya kau hendak naik ke atas loteng atau
tidak...?" Dalam keadaan seperti ini bagaimana mungkin Mao Tin hong
bersedia menaiki loteng tersebut lagi" Sudah barang tentu pertanyaan
dari nona Mo ini tidak memperoleh jawaban.
Maka nona itupun mendengus dingin berulang kali, kemudian tahu-tahu
bayangan tubuhnya-sudah lenyap dari pandangan.
Lewat beberapa saat kemudian, nona Mo baru kedengaran berbicara
lagi. "Mao sancu kalau toh kau tak berani menaiki loteng ini, maka majikan
pemilik loteng inipun tak nanti akan turun untuk bertemu dengan kau,
maaf akupun tak bisa menemani kau lebih jauh, terpaksa aku akan
membiarkan kau berada seorang diri dibawah loteng."
"Sebelum berpisah, memandang pada hubungan kita selama banyak
tahun, aku perlu mengucapkan beberapa hal kepadamu, moga-moga
saja kau dapat mempergunakan waktu senggang ini untuk
memikirkannya, tapi jika kau segan untuk mendengarkan lebih baik
anggaplah perkataanku ini sebagai angin berlalu !"
Setelah berhenti sejenak nona Mo menghela napas dan berkata lebih
jauh. "Pertama, disekitar ruang bawah loteng itu terdapat racun jahat, racun
itu tak berwarna maupun berbau atau berasa, orang yang kena cunan
pun tak akan merasakan gejala apa-apa, oleh sebab itu kuanjurkan
kepadamu jangan sembarangan menyentuh semua barang yang berada
disini. "Ke dua, didalam ruang bawah loteng ini tiada bahan makanan, tapi
untung sekali masih ada air yang mengalir disini, jadi kau bisa memakai
air itu untuk menghilangkan dahaga, cuma apakah air tersebut beracun
atau tidak, maaf kalau aku tak dapat memberi penjelasan kepadamu."
"Ke tiga, kau tak boleh berbaring di atas tanah, mengapa tak boleh
silahkan kau tebak sendiri atau kalau tidak silahkan kau berbaring untuk
mencoba sendiri, tanggung kau pasti akan mengerti dengan segera."
"Ke empat, lentera dan lilin terbatas sekali persediaannya disini,
walaupun sudah di sulut sekarang namun kau tak boleh


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memadamkannya, kecuali kau dapat memadamkan lentera tersebut
tanpa menimbulkan setitik asap pun.
"Ke lima, kau jangan lupa kalau setiap waktu setiap detik masih ada
aku yang selalu ingin membunuhmu untuk membalas dendam, oleh
sebab itu kau harus selalu menjaga semangat dan kekuatanmu untuk
bersiap-siap menghadapi sergapanku.
"Nah, ke lima hal yang sederhana itu sudah kuutarakan, asal Mao sancu
belum melupakan kata kataku ini. mungkin kau masih mempunyai
peluang untuk keluar dari loteng ini dengan selamat, selamat tinggal !"
Begitu perempuan itu mengatakan hendak pergi, dia lantas berkelebat
pergi dan lenyap dari pandangan. Sekarang Mao Tin hong berada seorang diri di ruang bawah loteng,
perasaannya waktu itu benar-benar tidak dapat terlukiskan dengan
kata-kata. Yang paling merisaukan perasaan gembong iblis tua ini tak lain adalah
perkataan dari nona Mo barusan, ucapan tersebut membuat manusia
laknat yang licik dan jahat ini mulai gelisah dan tak tenteram
perasaannya. Sambil tetap berdiri tak bergerak dari posisi semula, dia memutar
otaknya dan memikirkan terus ke lima persoalan tersebut.
Menurut keterangan, seantero bangunan bawah loteng ini telah dipolesi
dengan racun, teringat keadaan ini tanpa terasa Mao Tin- hong
menggunakan cahaya lentera yang redup disekeliling tempat ini untuk
memperhatikan dengan seksama setiap sudut, meja maupun lantai yang
berada disana. Akan tetapi ia tidak berhasil menemukan sesuatu perbedaan disitu, tapi
dia tak mau percaya dengan begitu saja, sebab andaikata racun tersebut
benar-benar tidak terendus, tidak berwarna dan tidak berbau, sudah
barang tentu dia tak dapat menemukannya.
Diruang bawah loteng tiada bahan makanan, perkataan ini tak bakal
salah tapi dibilang disitu terdapat sumber air minum, teringat akan hal
ini seketika itu juga Mao Tin-hong merasakan lapar dan dahaga sekali.
Kalau tak dapat berbaring untuk beristirahat sejenak di sini bagaimana
mungkin hal ini bisa terjadi" Bukankah ini berarti dia harus berdiri terus
hingga selamanya " Tetapi dalam keadaan tanpa air tanpa makanan, sampai berapa
lamakah dia mampu mempertahankan diri "
Yang paling membuat Mao Tin hong tidak tenang dan keheranan adalah
mengapa lilin tersebut tak boleh padam " Apakah takut asap lilin akan
menyambar bila lilin tersebut padam " Apakah asap lilin tersebut amat
beracun " Makin dipikir dia merasa semakin ketakutan dan hatinya pun makin
lama semakin tidak tenang. Yang lebih aneh lagi adalah dia yang belum lama berdiri disitu, ternyata
tubuhnya terasa letih sekali, kalau bisa dia ingin sekali duduk dikursi
empuk dan tidur sebentar. Tapi lelah yang dialaminya sekarang cukup beralasan, karena dia sudah
kabur seharian penuh tanpa makan atau minum, sepasang kakinya
belum pernah berhenti atau beristirahat barang sekejap pun, bayangkan
saja bagaimana mungkin tidak lelah"
Perasaan dahaga, lapar lelah dan panik membuat kelopak matanya mulai
terasa berat sekali dan ingin saling berkatup.
Hal ini tak boleh sampai terjadi, sekalipun tak tahanpun harus
dipertahankan dengan segala kemampuan, tentu saja diapun tak dapat
berdiri mematung terus menerus, maka diputuskan untuk berjalan-jalan
disekitar sana. Namun baru saja dia akan melangkah maju mendadak dalam benaknya
terlintas kembali peringatan tentang "Racun yang meIiputi seluruh
permukaaan", cepat-cepat niat tersebut di urungkan kembali.
Waktupun sedetik demi sedetik berlaIu, dia benar-benar sudah tak
mampu menahan diri lagi, dalam keadaan begini dia mulai teringat
untuk berjalan jalan melalui tempat yang pernah dilalui sebelumnya.
Maka dengan amat berhati-hati dia mulai menelusuri jalan semula
didalam ruang loteng. Kurang-ajar, siapa yang memasak Ang sio bak ditengah malam buta
seperti ini" Bau harum yang mudah membuat orang lapar ini berhembus lewat
diudara dan menerpa lubang hidung Mao Tin hong, langsung masuk
kedalam rongga dadanya. Sambil menelan air liur dia mendongakkan kepalanya, tak salah lagi,
bau harum "Ang sio bak" tersebut berasal dari arah loteng, langsung
berhembus dari atas kebawah. Biasanya hanya koki termashur yang bisa membuat hidangan seharum
ini, tiba-tiba saja Mao Tin hong teringat kalau Su nio adalah seorang
tukang masak yang amat lihay, apalagi membuat Ang siok bak seperti
ini harum dan lezatnya bukan main. Sekali lagi dia membasahi bibirnya sambil menelan air liur, banjir saja
air liurnya meleleh keluar saking laparnya.
DaIam keadaan beginilah tiba-tiba dari atas loteng berkumandang suara
seseorang tua lagi parau. "Ambilah arak Mao tay yang paling wangi !" Menyusul suara sahutan
dari Su nio, terdengar suara botol arak
diletakkan di meja serta suara cawan yang terbentur dengan botol arak,
Kini Mao Tin hong mengerti, diatas loteng tentu terdapat sebuah
ruangan yang pintunya tidak tertutup, oleh sebab itu semua suara yang
berasal dari atas serta bau harum arak dan Ang sio bak dapat torendus
dari bawah. Tiba-tiba saja Mao Tin hong membalikkan badan kemudian menuju ke
arah anak tangga loteng dengan langkah lebar.
Namun setibanya didepan tangga, tiba-tiba saja dia berhenti lalu
menampar mulut sendiri sekeras-kerasnya, setelah itu membalikkan
badan dan kembali ketempat semula. Diam-diam ia menyumpahi diri sendiri yang hampir saja terperangkap
gara-gara menuruti hawa napsu. Dia hanya tahu gusar kepada sendiri dan menampar mulut sendiri
keras-keras, tapi dia lupa kalau pintu ruangan diatas loteng belum
tertutup, maka dari atas terdengar suara Khong It hong sedang
bertanya dengan keheranan: "Suhu, suara apakah itu ?"
Sebelum gurunya Khong It hong menjawab, nona Mo sudah mencela
lebih dulu: "Bodoh, apa lagi yang kau tanyakan " Sudah pasti Mao loji sedang
menampar diri sendiri." "Aku tidak percaya !" Nona Mo segera mendengus. "Hmm... katanya
saja kau pernah menjadi murid kesayangan si
setan tua itu, mengapa kau masih belum memahami wataknya " Sudah
pasti bau harum hidangan disini telah memancing napsunya sehingga
dia hendak melangkah naik kemari, tapi ditengah jalan rupanya dia
menyadari kesilafannya yang hampir saja membuatnya terjebak, maka
diapun menampar mulut sendiri !"
"Aah, aku tetap tidak percaya, kau toh tidak menyaksikan kejadian
tersebut dengan mata kepala sendiri ?" seru Khong It-hong dengan
cepat. Menyusul kemudian, terdengar suara tua dan parau tadi kembali
berkumandang: "It hong, kau memang betul-betul goblok, tapi yang dikatakan si budak
benar, memang demikianlah keadaannya !"
Setelah suasana hening sejenak, terdengar nona Mo berkata pula:
"Tampaknya si tua bangka itu sukar masuk It-hong, tutup saja pintu itu
!" Benar juga, bersama dengan selesainya perkataan itu, terdengar suara
pintu itu ditutup orang. Diam-diam Mao Tin-hong menghembuskan napas penuh kesesalan,
pikirnya kemudian: "Ooh, Thian ! Aku benar-benar sangat beruntung, hampir saja aku
masuk perangkap, tampaknya tempat yang paling berbahaya
berada di atas loteng tersebut, maka itulah si budak berusaha keras
memancingku naik ke loteng." "Hmm. Mao loji sudah menjadi siluman manusia, bagaimana mungkin
bisa tertipu oleh akal muslihat budak busuk semacam kau " Siapa apa
yang dia lukiskan tentang ruang dibawah loteng ini hanya gertak sambal
belaka ?" Berpikir sampai disitu. diapun menemukan sebuah akal, lalu sambil
menghimpun tenaga dalamnya dia mengebaskan tangannya keatas
permukaan tanah, lapisan debu yang menempel disitu segera
menyambar keman-mana. tak selang berapa saat kemudian dia sudah
tiba di belakang meja baca. Memandang kursi dibelakang meja baca itu dia tertawa dingin tiada
hentinya, kemudian dengan ilmu Leng siu si wu ( menghisap benda
diudara kosong) disedotnya kursi tadi sehingga terbalik, kemudian dia
mengebaskan tangannya menyapu bersih permukaan kursi sebelum
duduk diatasnya. Pada mula pertama duduk dikursi itu, hatinya masih berdebar keras
karena kuatir terjadi suatu perisitwa, akan tetapi setelah dilihat nya
tiada perubahan atau gerak-gerik yang terjadi, Mao Tin hong baru
merasa lega sambil tertawa geli dia lantas bangkit berdiri dan berjalan
menuju kearah sumber air. Diendusnya air yang menetes keluar lewat situ, terasa air itu memang
mengandung sesuatu bau. tapi setelah dipikirkan lebih seksama
disimpulkan kalau air tersebut tak lain bau lembab tanah belaka.
Kendatipun demikian, dia tak berani bertindak gegabah, sambil
mendongakkan kepalanya dia mencoba untuk memperhatikan keadaan
di sekeliling sana. Apa yang kemudian terlihat, membuatnya dia tertawa bangga.
Rupanya dia telah menyaksikan sejilid kitab kuno terletak diatas
meja baca, dibalik kitab itu terdapat dua batang batas buku yang
terbuat dari gading gajah. Sebagaimana diketahui gading bisa dipakai untuk mencari tahu adakah
sesuatu benda mengandung racun atau tidak, dengan tangan kemudian
dimasukkan kedalam air. Setelah dicoba dan dicoba berulang kali, terlihat kalau air itu sana
sekali tidak mengandung racun. Senyum lebar mulai menghiasi wajah Mao-Tin hong, dia telah mengambil
keputusan setelah meneguk beberapa teguk air, dia akan beristirahat
diatas kursi, tapi sebelum tidur dia harus melakukan beberapa buah
pekerjaan lebih dulu. Diambilnya sebuah teko tembaga yang terletak dimeja dan diam- diam
dibawanya menuju kemulut anak tangga, kemudian setelah
meletakannya disitu, dia balik sambil tersenyum.
Teko tembaga tersebut diletakkan persis di mulut anak tangga, dengan
demikian bila ada orang turun dari loteng dan orang itu bertindak
kurang waspada niscaya kakinya akan terperosok masuk kedalam teko
tembaga tersebut. Suara terbenturnya teko oleh kaki akan segera menyadarkan dia dari
tidurnya dengan sendirinya diapun tak sampai tersergap oleh serangan
lawan. Sekembalinya kekursi kembali, satu ingatan melintas dalam benaknya.
"Aah, tidak bisa begini kalau lentera itu tetap berada dalam keadaan
terang benderang berarti orang yang berada diloteng bisa melihat teko
tembaga tersebut yaa, betul. lentera itu harus dipadamkan, aku harus
melakukannya begitu setelah minum air, kemudian memadamkan
lentera dan beristirahat sebentar. Begitulah, dengan mengikuti keputusan yang diambilnya sendiri, dia
melakukan segala sesuatunya dengan cepat dan ternyata segala
sesuatunya dapat berjalan dengan lancar kecuali air yang diminum
terasa rada aneh, tiada sesuatu yang mencurigakan.
Soal air pun dia telah menduganya sejak semula, karena sebelumnya ia
sudah memeriksa air tadi dengan seksama.
Setelah memadamkan lentera, diapun berbaring diatas meja dengan
santai. Tapi... tiba-tiba saja dia merasakan sesuatu yang tidak beres, mengapa
kepalanya terasa berat, pusing dan seperti mengantuk sekali.
Karena lapar " Tidak tidak benar demikian. Sekarang dia baru mulai
menduga jangan-jangan dibalik air yang
diteguknya tadi ada hal-hal yang kurang beres, diapun mengerti bahwa
ketidak beresan itu terletak dalam soal apa sebab gading hanya bisa
dipakai untuk mengetes ada tidaknya racun, tapi tak dapat dipakai
untuk mengetahui apakah air tersebut mengandung obat pemabut atau
tidak. Walaupun demikian Mao Tin hong sangat mengerti tentang obat
pemabok itu, sebab dialah yang ahli membuat obat pemabok seperti
ini. Seperti apa yang dikatakan sebagai Su Nio, obat pemabok yang tidak
berwarna, tidak ber bau maupun berasa seharusnya dengan tenaga
dalam yang dimilikinya, dia mampu mendesak obat pemabok tersebut
ke suatu bagian dari perutnya sebelum obat itu mulai bekerja, kemudian
mendesak nya keluar melalui pori-pori tubuhnya.
Tapi kali ini dia tak sanggup berbuat demikian, alasannya karena obat
tersebut adalah obat yang sengaja dia ciptakan karena dulu dia
mendapatkan bahwa obat pemabuk biasa mempunyai ciri semacam ini,
itulah sebabnya dia sengaja menciptakan obat pemabuk yang tak bisa
dipunahkan bila tidak menelan obat penawarnya.
Makin lama kepalanya terasa makin berat, lebih berat sekali..
^oodwoo^ Sun Tiong lo serta Bau ji, Hou ji serta nona Kim sekalian
serta Jin-jin dan sekalian dayangnya yang melakukan pengepungan akhir nya
berjumpa satu dengan lainnya ditepi kolam.
Masing-masing rombongan telah melakukan pencarian yang teliti dan
seksama disetiap jengkal tanah yang berada disekeliling situ, akan tetapi
bayangan tubuh dari Mao Tin hong belum juga ditemukan.
Untuk memecahkan teka-teki ini rasanya hanya ada satu jalan saja,
yakni didalam keadaan terdesak Mao Tin hong menjadi nekad dengan
memasuki wilayah yang diliputi kabut beracun.
Pertama-tama Jin jin yang berkata lebih dulu, ujarnya kepada Sun Tiong
lo. "Ji sauhiap, tampaknya dia telah memasuki wilayah kabut beracun...!"
Sebelum Sun Tiong lo sempat menjawab, Mo Kiau jiu telah berkata
pula: "Wancu, menurut pendapat lohu, belum tentu demikian keadaannya..."
"Oooh, kalau begitu bagaimanakah menurut pendapat Mo tayhiap?"
tanya Jin jin. "Wancu sudah cukup lama berpisah dengan bajingan tua she Mao ini.
mungkin kau belum begitu jelas memahami watak serta perbuatan dari
bajingan tua ini. menurut apa yang kuketahui sebelum keadaan
benar-benar menjadi buntu, mustahil bajingan tua itu akan mencari
kematian buat diri sendiri!" Jin jin tertawa. "Mo tayhiap kau tidak tahu, walaupun wilayah kabut
beracun penuh dengan ancaman mara bahaya sehingga setiap orang yang
kurang teliti bisa mengakibatkan kematian tapi aku percaya dia pasti
mempunyai cara untuk mengatasi ancaman tersebut !"
"Jadi menurut pendapat Wancu, didalam wilayah kabut beracun
tersebut masih terdapat daerah yang aman ?" tanya Sun Tionglo sambil
berpaling kearah Jin-jin. Jin jin segera mengangguk. "Benar, walaupun aku tidak mengetahui keadaan yang sesunguhnya, tapi
kalau berbicara tentang hal ini..."
"Maksud Wancu, kau hanya mengetahui ada kemungkinan tersebut
namun tidak mengetahui secara lebih mendalam ?" sela Mo Kiau-jiu
dengan cepat.

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Betul ! Tiada orang yang pernah memasuki daerah tersebut, tapi aku
masih ingat ketika mendiang ayahku masih hidup dulu, tanpa sengaja
beliau pernah pun berkata, meskipun daerah tersebut penuh dengan
ancaman bahaya maut, bukan berarti suatu daerah yang mematikan.."
Mo Kiau jiu segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Lohu
mengerti sekarang, "kalau toh demikian adanya, lohu
berani memastikan bajingan tua she Mao itu sudah pasti tak akan
memasuki wilayah berkabut beracun itu untuk menyerempet ancaman
bahaya maut..." "Tapi kenyataannya kepungan kita yang begitu ketatpun tidak berhasil
menemukan jejaknya." seru Jin jin dengan kening berkerut.
Mendadak Mo Kiau jiu seperti menyadari akan sesuatu, dengan wajah
berubah hebat dia segera menyela: "Tahukah wancu, apakah ditempat ini terdapat tempat lain yang bisa
dipakai olehnya untuk meloloskan diri?"
"Hal ini tak mungkin bisa terjadi" Jin jin segera menggelengkan
kepalanya berulang kali. Mo Kiau jiu tersenyum. "Bukankah wancu pernah berkata tadi bahwa
didalam wilayah daerah berkabut racun itu besar kemungkinan ada daerah yang aman.
Jin jin segera mengangguk. "Ya. kemungkinan ini memang ada, tapi hal terhebat hanya dapat
dijumpai sukar diminta apalagi siapakah yang bisa begitu kebetulannya.
Sekali lagi Mo Kiau jiu menyela: "Lohu justru mengetahui suaru
tempat yang termasuk daerah kabut beracun, tapi tempat itu justru merupakan tempat-yang paling
aman diwilayah kabut beracun itu, siapa tahu secara kebetulan bajingan
tua she Mao itu kabur kesitu."
"Ooooh, kalau begitu mari kita segera berangkat ke sana." seru Sun
Tiong lo. Jin jin yang pintar segera dapat menangkap ucapan dibalik ucapan
tersebut, katanya dengan cepat. "Mao tayhiap maaf kalau aku ingin numpang bertanya mengapa kau
bisa begitu hapal dengan deerah sekitarnya tempat ini ?"
"Wancu!" sahut Mo kiau-jiu sambil menundukkan kepalanya
rendab-rendah. "seharusnya aku masih termasuk setengah orang suku
Biau." "Kendatipun Mo tayhiap berasal dari suku Biau, tapi kecuali kau pernah
berkunjung ke mari, kalau tidak mustahil kau bisa mengenal dengan
begitu jelas tentang kebun pek hoa wan ku ini ?"
Mo Kiau jiu memandang sekejan kearah Sun Tiong lo, sementara
mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Dengan perasaan keheranan Sun Tiong lo segera bertanya: "Mo
tayhiap, kesulitan apa sih yang kau hadapi?" Mo Kiau jiu menghela
napas panjang. "Aai, ada satu hal sudah lama sekali lohu
rahasiakan..." Sangkoan Ki yang telah kehilangan tenaga dalamnya
segera berteriak sesudah mendengar perkataan itu:
"Bagus sekali, rupanya persoalan apa pun telah kau rahasiakan, kalau
toh begitu mengapa tidak kau utarakan secara blak-blakan sekarang..?"
Dengan gusar Mo Kiau jiu melotot sekejap ke arah Singkoan Ki,
kemudian tidak menggubris dirinya lagi.
Sikap Sun Tiong-Io amat tenang, pelan-pelan ia berkata:
"Seandainya Mo tayhiap merasa ada sesuatu yang kurang leluasa
untuk diutarakan, lebih baik tak usah dibicarakan lagi." Mo Kiau jiu
menggeleng. "Bukan masalah leluasa atau tidak, hanya persoalan ini
sudah berlangsung banyak tahun yang silam, bukan cuma panjang ceritanya
lagi pula tiada artinya sekarang, aku hanya akan membicarakan soal
yang terpenting saja" "Kalau memang ingin diucapkan, cepat-cepatlah disampaikan." tidak
tahan Sangkoan Ki menyela. Kembali Mo Kiau jiu melotot sekejap ke arah Sangkoan Ki, kemudian
baru ujarnya: "Dulu, oleh karena suatu persoalan, aku pernah berdiam selama dua
tahun didalam wilayah kabut beracun ini dan mendirikan suatu
bangunan aneh untuk seseorang."
Mendengar ucapan ini, dengan penuh curiga Jin jin segera berseru:
"Ah, mata ada kejadian semacam inl" lalu... bagaimana cara Mo tayhiap
memasuki daerah kebun beracun itu ?"
Mo Kiau jiu tertawa jengah. "Masalah bagaimana caraku dapat
melalui tempat kalian dengan selamat sampai di wilayah kabut itu, untuk sementara tak usah kita
bicarakan tapi lohu berjanji setelah berhasil menangkap Mao Tin hong
nanti, pasti akan kubeberkan semua cerita ini sejelas- jelasnya."
Jin-jin memang seorang wanita yang berjiwa besar, dia segera
mengangguk: "Baik, kita tetapkan dengan sepatah kata ini." Mo Kiau jiu
manggut-manggut, katanya lebih jauh: "Didalam perkampungan
yang kubangun itu terdapat sebuah bangunan loteng yang sangat istimewa, rahasia ini dibilang hanya
diketahui oleh lohu ayah dan anak berdua."
"Di manakah anakmu ?" "Oooh, dahulu dia pernah berdiam di Bukit
pemakan manusianya bajingan atau she Mao, sekarang..." "Mo tayhiap, apakah putrimu
adalah Su Nio ?" seperti menyadari
sesuatu Sun Tiong-lo segera berseru. Mo Kiau jiu menundukkan
kepalanya semakin rendah. "Yaaa, benar memang dia, anak yang
bernasib jelek." "Dia dan Khong It hong telah kabur dari bukit pemakan
manusia, sampai sekarang kabar beritanya tidak diketahui." Kemudian setelah
berhenti sejenak, dengan mata berkedip dia
melanjutkan: "Mo tayhiap kau maksudkan putrimu juga tahu tentang
bangunan loteng itu ?" "Ya, dia tahu bahkan memiliki sebuah peta jalan." Sun
Tiong lo tidak berbicara lagi, tapi dia justru sudah memahami
duduknya persoalan. Setelah termenung beberapa saat, Jin jin bertanya
pula secara tiba-tiba: "Mo tayhiap, menurut pendapatmu, mungkin kah Mao Tin
hong telah melarikan diri ke bangunan tersebut ?"
Pelan pelan Mo Kiau jiu mengangguk.
"Seandainya nasibnya sedang baik, kemungkinan tersebut tetap ada."
Sambil menggertak gigi Bau ji berseru: "Mari berangkat kita lihat
apakah dia memang benar-benar disitu,
Mo tayhiap harap membawa jalan." Mo Kiau jiu tidak menolak, sambil
manggut-manggut dia beranjak pergi lebih dulu. Maka kawanan jago lainnya segera mengikuti pula
dibelakang mereka. Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, Mo Kiau jiu segera
berhenti sambil berkata: "Nah, sudah sampai, selewatnya jalan setapak
tersebut akan terlihat perkampungannya" "Ehmm" Sun Tiong lo mengangguk, "hari
sudah terang tanah, sebelum fajar menyingsing lebih baik kita kepung perkampungan ini
rapat-rapat, tapi kalian jangan terlalu menyerempet bahaya, lebih baik
penggeledahan dilakukan setelah terang tanah nanti"
"Semua orang mengangguk dan menelusuri jalan setapak tersebut
mendekati bangunan rumah itu. Sun Tiong lo, nona Kim, Jin jin dan Mo Kiau jiu berjalan di depan,
menanti semua orang telah mengurung bangunan rumah itu, tiba tiba
Mo Kiau jiu menarik ujung baju Sun Tiong lo sambil berkata:
"Ji sauhiap, harap ikut aku sebentar, ada persoalan yang hendak
kubicarakan denganmu." Sm Tiong lo mengangguk dan mengikuti Mo Kiau jiu menyingkir dari
situ. Nona Kim ingin turut ke situ namun Jin jin segera menghalanginya
segera berkata. "Nona mereka ada persoaIan pribadi yang hendak
dibicarakan. "Persoalan pribadi " Masa kaum lelaki pun mempunyai persoalan
pribadi ?" tanya nona Kim agak tertegun.
Jln Jin segera tertawa cekikikan. "Tentu saja ada, persoalan pribadi
kaum pria, mungkin masih jauh lebih banyak ketimbang wanita." Dengan perasaan tidak habis
mengerti nona Kim menggeleng, kemudian diliriknya sekejap Sun Tiong lo yang berada disisinya dengan
matanya yang jeli. Sementara itu, Sun Tiong lo telah memandang sekejap sekeliling
tempat itu, setelah yakin kalau tak ada orang yang mengikuti, dia lantas
berbisik. "Mo tayhiap kau ada urusan apa?" Dengan suara setengah berbisik
Mo Kiau-jiu berkata: "Ji sauhiap,
sekarang didalam loteng itu ada orangnya." "Ooh, darimana kau bisa
tahu?" "Segenap bangunan loteng ini terbuat dari baja murni dengan
bagian luarnya diberi lapisan batu-batu sebagai bahan untuk
mengelabuhi orang, kini semua pintu dan jendela berada dalam keadaan
tertutup, hal ini menunjukkan kalau didalam bangunan loteng tersebut
ada orangnya." Sun Tiong lo segera manggut-manggut. "Dapatkah Mo tayhiap
menduga siapa gerangan yang berada disitu.?" "Kemungkinan besar bajingan tua she Mao, cuma bisa jadi
pula..?" "Bisa jadi pula putrimu serta Khong It hong?" sambung Sun
Tiong lo dengan cepat sebelum pihak lawan menyelesaikan katakatanya.
Mo Kiao jiu segera mengangguk. "Benar, delapan sampai sembilan puluh persen pasti putriku, sebab
bajingan tua she Mo tidak kenal dengan rahasia bangunan loteng ini,
apa lagi putriku pun tiba tiba lenyap dari peredaran dunia persilatan."
"Mo-tayhiap, selain daripada itu masih ada satu kemungkinan lagi.."
sela Sun Tiong lo untuk kesekian kalinya.
"Ooya" Apa yang ji sauhiap maksudkan?" "Kemungkinan besar
putrimu dan Khong It-hong tiba lebih
duluan disana, dan sekarang secara kebetulan Mao Tin hong sampai
pula ditempat ini, padahal putrimu bukan tandingan bajingan Mao
apalagi kepandaian silat dari Khong It hong pun sudah punah..."
Berubah hebat paras muka Mo Kiau jiu setelah mendengar ucapan
tersebut, dia segera berseru: "Maksud jt sauhiap, bajingan tua Mao telah berhasil menangkap putriku
dan memaksanya untuk memberikan semua rahasia bangunan loteng
ini?" Sun Tiong lo manggut-manggut. "Yaa, bagaimana pun juga kita
mesti berpikir dahulu ke hal-hal yang jeleknya" Untuk beberapa saat lamanya Mo Kiau jiu menbungkam
dalam seribu bahasa, dia tidak tahu apa lagi yang mesti diucapkan. Sambil
tersenyum Sun Tionglo segera menghibur: "Mo tayhiap tak usah kuatir,
sebentar bila fajar telah menyingsing, boanpwe akan perintahkan agar semua orang bertindak
dengan berhati-hati, bila didalam loteng itu hanya terdapat putrimu dan
Khong It hong..." Ucapan tersebut makin tidak melegakan Mo Kiau jiu segera selanya
kembali. "Andaikata apa yang dikatakan Ji sauhiap benar, putriku sudah ditawan
bajingan Mao dan dipaksa untuk berkomplot dengannya memusuhi
kalian, apa pula yang harus kita lakukan ?"
Sekali lagi Sun Tiong lo menghibur. "Mo tayhiap tak usah kuatir,
boanpwe akan berusaha keras untuk melindungi keselamatan putrimu !" Mo Kiau-ju menundukkan kepalanya
dan tidak berbicara lagi, rupanya diapun sadar bahwa masalah telah berkembang sejauh itu,
terpaksa segala sesuatunya biar diatur oleh nasib tapi walaupun
demikian kenyataannya, diapun ingin berjuang untuk terakhir kalinya
demi putri kesayangannya itu. ^oo^dw^oo^ Pelan-pelan Mao Tin hong sadar dari tidurnya, dia
dapat pula bergerak, cuma sekujur tubuhnya lemas seolah-olah sama sekali tak
berkekuatan, diapun tak mampu mengerahkan sedikit tenaga pun.
Sedang dihadapan matanya berdiri seseorang, sewaktu diamati lebih
seksama, ternyata orang itu adalah Khong It hong.
Dengan cepat Mao Tin hong melompat bangun, sayang sekali tiba-tiba
saja kepalanya terasa pening. telinganya amat sakit. matanya
berkunang-kunang dan seluruh tulang belulangnya seperti pada copot.
Dalam keadaan begini terpaksa dia duduk kembali. Sambil tertawa
seram Khong It-hong berkata: "Sancu, bagaimana kita harus saling
menyebut sekarang?" seperti dahuIu, tanpa menyebutmu sebagai Gi-hu atau guru atau sancu
saja" "Nyali anjingmu betul-betul amat besar!" dengus Mao Tin hong penuh
amarah. Kembali Khong It hong tertawa seram.
"Orang she Mao, kau keliru, nyaliku lebih besar dari harimau, anjing itu
makhluk macam apa" Kalau aku tak bernyali harimau, bagai mana
mungkin aku berani berbicara secara begini denganmu?"
"Anggap saja kau memang hebat. hmm." Mao Tin hong menggigit bibir
kencang-kencang sambil menahan emosi.
Khong lt hong tertawa terkekeh-kekeh. "Sudahlah tak usah marah,
dengan kecerdasan mu, bukan saja sekarang tak boleh marah bahkan harus menjawab pertanyaanku
dengan sopan dan jujur, tentunya kau sudah memahami maksudku
bukan ?" Tergerak hati Mao Tin hong sesudah mendengar ucapan tersebut, cepat
dia berseru: "Aku tidak begitu mengerti !" katanya. Tiba-tiba Khong It hong
menghela napas panjang, katanya lebih
jauh: "Aaah kadangkala nasib manusia memang dapat berubah
menjadi sangat jelek, dahulu Mao sancu, begitu pintar dan cekatan
persoalan apa saja segera diketahui dengan jelas bila disinggung tapi
sekarang, mengapa kebebalan otakmu seperti kayu balok saja ?"
Sambil berusaha keras menahan hawa amarah yang membara. Mao Tin
hong berkata: "Bila kau ingin berbicara, utarakan saja dengan berterus lerans." atau
kalau tidak, lebih baik jangan banyak mulut!"
"Oh seharusnya sancu mengerti, kau telah menelan obat pemabuk
buatanmu sendiri, bila tiada obat penawarnya maka kau tak akan sadar,
dan sekarang kau dapat sadar kembali, tentu hal ini disebabkan kau
telah menelan obat penawarnya."
Mao Tin hong tertawa dingin. "Betul, aku memang sudah menelan obat penawar bahkan kau yang
memberikan kepadaku. Khong It hong segera tertawa terbahak-bahak. "Haaaahh... hhaaahh
bukankah hal tersebut sudah betul ?" "Betul sekali Iagi." Mao Tin
hong tertawa dingin. "aku rasa belum
tentu demikian, aku ingin bertanya kepadamu, kalau toh kau sudah
memberi obat penawar kepadaku dan menyadarkan kembali diriku,
mengapa pula secara diam-diam kau mencekokkan pil pelemas tulang
kepadaku ?" Khong It-hong tertawa licik, diseretnya sebuah kursi dan duduk didepan
Mao Tin hong, mereka dipisahkan oleh meja baca tersebut sehingga
mirip sekali sepasang teman lama yang saling bertemu.
Setelah duduk pelan-pelan Khong It hong baru berkata. "Sancu, kau


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

amat lihay, ternyata kau dapat menduga kalau aku
telah memberi pil pelemas tulang kepadamu !" Mao Tin hong
mendengus tanpa menjawab. Kembali Khong It hong berkata: "Padahal
sancu, itu belum terhitung seberapa, aku mempunyai
obat penawarnya !" "Bagus sekali !" Mau tak mau Mao Tin hong harus
membuka suara. "berikan obat penawarnya kepadaku." Dengan hormat sekali
Khong It hong mengiakan, kemudian katanya lagi sambil tertawa: "Sancu, adilkah bila aku berbuat begini ?"
Tak terlukiskan rasa mendongkol Mao Tin-hong menghadapi
keadaan seperti ini, saking gemasnya dia sampai menggertak gigi tiada
hentinya. "Khong It hong, aku telah memberi pelajaran kepadamu tapi kau malah
yang menghadapiku, malah mengatakan tidak adil, sekarang
aku ingin bertanya kepadamu, sesungguhnya apa maksud tujuanmu ?"
"Betul, betul, memang seharusnya kau bertanya secara demikian" Khong
It hong segera bertepuk tangan keras-keras, "sancu maksud tujuanku
sangat sederhana yaitu merepotkan sancu untuk mengadakan pertukaran
secara adil denganku !" Mao Tin-hong seperti enggan banyak berbicara, dia hanya berkata
singkat: "Teruskan !" Sambil tertawa cekikikan Khong It hong berkata: "Aku
sudah kehilangan tenaga dalamku, sancu, untuk
melepaskan keleningan harus dicari orang yang mengikat keleningan
tersebut, inilah sebabnya aku pingin mempergunakan obat penawar dari
pil pelemas tulang itu dengan kepandaian silatku yang telah punah..!"
"Aku tak dapat memenuhi keinginanmu itu" "Oooh... sancu enggan
melakukannya atau benar-benar tak mampu melakukan ?" Mao Tin hong tertawa getir. "Au tak mampu
melakukan bukannya enggan melakukan, coba
bayangkan saja seluruh tubuhku lemas tak bertenaga, bagaimana
mungkin hawa murniku bisa dihimpun untuk menembus jalan darahmu."
Belum selesai dia berkata, Khong lt hong sudah berkata pula: "Itu
mah bukan soal penting, asal kau menyetujui akan kuberikan
dengan segera obat penawarnya dan akupun bisa memperoleh kembali
tenaga dalamku untuk membantu menembusi jalan darahku."
Mendengar perkataan ini, diam-diam Mao Tin hong tertawa kegirangan,
namun diluarnya dia tetap berkata sambil tertawa dingin:
"Heee... heeeh... heeeh... kau anggap aku akan percaya " Kau akan
memberi obat penawarnya kepadaku" Memangnya kau tidak kuatir ?"
"Tidak kuatir... tidak kuatir, ada kalanya kita memang meski percaya
dengan musuh, seperti apa yang sedang kuhadapi sekarang."
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata Iebih jauh. "Tentu,
saja, agar Sancu bersedia untuk membantuku dengan
sepenuh tenaga, sebelum sancu menelan pil penawar racun itu, aku
mohon agar sancu bersedia meneIan dulu sebutir pil Kiu-yang wan!"
Mendadak Mao Tin hong melompat bangun, kemudian bentaknya
dengan penuh kegusaran. "Sesungguhnya berapa banyak obatku yang telah kau curi?"
"Haaah... haah... haaah... tidak banyak, tidak banyak, cuma tiga
macam itu saja" "Manis sekali perhitunganmu, bila kutelan Kiu-yang
wan tersebut, api racun yang membara akan membuat tenaga dalamku berlipat ganda
hingga poan hiat mu bisa kutembusi, tapi aku sendiri..."
Khong It hong tahu apa yang hendak diucapkan Mao Tin hong sambil
menggelengkan kepalanya dia menyela.
"Tidak usah terburu napsu Sancu, aku pasti akan menyerahkan obat
pemunahnya untukmu!" Mao Tin hong mendengus. "Hmm, sampai waktunya tenaga dalamku
sudah tak mampu menyamai keadaanku sekarang. "Betul sekali." dia berkata, kembali
Khong It hong menyela: "Harap sancu jangan lupa, sekarang kau sama
sekali tak bertenaga mengapa tidak sancu pikirkan, biarpun tenaga dalammu
berkurang tiga bagian, toh jauh lebih baik daripada tak berkekuatan
lagi." Mendengar sampai disitu, Mao Tin hong segera duduk kembali dan
menghela napas: "Aaai. bila harimau masuk kota, anjingpun berani menganiaya..."
Khong lt hong tertawa terkekeh-kekeh tiada hentinya tanpa
menjawab. Dengan wajah serius Mao Tin hong segera berseru: "Tidak!
Aku tak mau melakukannya, sebab keadaan tersebut jauh
lebih sengsara daripada mati.." Sambil menggelengkan kepalanya sekali
lagi Khong It hong menukas. "Keliru sancu, kau keliru besar, pepatah bilang asal hayat
masih dikandung badan, janganlah gampang menyerahkan dengan begitu
saja, saperti misalnya aku, kalau aku ambil keputusan pendek sejak
dulu, bukankah aku sudah-mati lama sekali ?"
Tergerak hati Mao Tin hong setelah mendengar perkataan itu, dengan
cepat dia mengambil keputusan, tapi diapun cukup sadar kalau kelicikan
Khong It hong tidak berada dibawahnya maka dia sengaja mendengus
dan tidak berbicara lagi.. Tampaknya Khong It hong tak ingin mengulur waktu lebih lama lagi,
dia berkata lagi: "Bagaimana sancu " Aku sedung menantikan jawabanmu !"
Pelan-pelan Mao Tin hong mendongakkan-kepalanya, kemudian
dengan lagak seakan-akan apa boleh buat dia menyahut. "Baiklah, bawa
kemari obatnya." Khong It hong tertawa terbahak-bahak. "Sancu
mungkin kau sangat dahaga bukan" Obatnya sudah
kusiapkan termasuk airnya." Berbicara sampai disitu, dia membalikkan
badan dan naik keatas anak tangga, rupanya di situ telah dipersiapkan air dan botol
obat, botol obatnya terdiri dari dua macam, tak dapat disangkal lagi, yang
satu berisi obat penawar untuk pil pelemas tulang, sedang yang lain
berisikan pil Kiu yang wan. Pertama-tama dia membuka dulu botol porselen yang berisikan pil Kiu
yang wan, kemudian mengambil sebutir pil sebesar kacang kedelai yang
berwarna merah darah dan diletakkan bersama diatas meja baca
bersama airnya. Kemudian setelah mundur dua langkah, katanya lagi sambil tertawa
licik: "Silahkan minum obat sancu!" Dengan tangan yang terkulai lemas
Mao Tin hong memaksakan diri untuk menggerakan tangan kirinya mengambil pil itu, kemudian
baru mengambil cawannya. Dalam keadaan sekujur badan tak bertenaga ternyata tangannya
gemetar keras sehingga pil itu tergelinding jatuh keatas meja.
Ketika pil itu menggelinding jatuh kebawah meja, buru-buru Mao Tin
hong memungutnya dengan tangan kanan, kemudian setelah dilihat
sekejap lagi, dia menghela napas dan melemparkan pil tersebut
kedalam mulutnya. Menyusul kemudian dia mengambil air dingin dan meneguknya sampai
habis, bahkan kemudian membuka mulutnya lebar-lebar dan
diperlihatkan kepada Khong It hong.
Khong It bong tertawa licik, sengaja dia menggelengkan kepalanya
sembari berkata. "Sancu, buat apa kau mesti berbuat demikian" Masa aku tidak percaya
kepada sancu?" Kemudian setelah berhenti sejenak dan tertawa seram, dia berkata lagi:
"Sancu, sekarang kau harus miuum obat penawar untuk pil pelemas
tulang itu, kali ini aku akan mengambilkan air teh untukmu, harap kau
tunggu sebentar aku segera akan turun kembali.
Mao Tin hong menggelengkan kepalanya berulang kali. "Khong It
hong, sebentar kita akan bekerja dimana?" "Menurut pendapat
sancu?" Khong It hong balik bertanya sambil
mengerdipkan matanya berulang kali. Bila kau tidak kuatir
membangunkan Su Nio..." "Dia sedang tidur amat nyenyak, mungkin
umuk beberapa saat mendatang dia tak akan mendusin!" kata Khong It hong sambil
mengangkat bahu. Mao Tin hong mendengus berat-berat, "Hmm, telah kuduga, andaikata
kau tidak berbuat sesuatu dengannya, mustahil kau berani bersikap
begini berani kepadaku. Khong It hong tidak menanggapi persoalan itu. dia hanya berkata
begini: "Sancu. harap kau tunggu sebentar, tempat ini jarang didatangi
manusia, cocok sekali sebagai tempat bersemedi."
Mao Tin hong tidak berbicara lagi, dia memperhatikan Khong It bong
naik ke atas anak tangga. Belum lama setelah bayangan tubuh Khong It bong lenyap dari
pandangan, sambil menggunakan sisa tenaga yang dimilikinya Mao Tin
hong mengambil keluar sebutir pil berwarna merah dari antara jepitan
tangannya dan cepat-cepat dimasukkan ke dalam saku.
Barusan, rupanya dia tidak sungguh-sungguh menelan pil Kiu yang wan
tersebut, melainkan memanfaatkan kesempatan dikala pil itu
menggelinding di meja, tangan kanannya segera mengeluarkan sebutir
mutiara kecil berwarna merah yang sama bentuknya dengan obat itu
untuk mengibuli lawannya. Kendatipun Khong It hong licik dan banyak tipu muslihatnya, toh ia
terkecoh juga. Sebenarnya Mao Tin hong hendak memakai alasan demi kelancaran
bersemedi nanti, dia hendak menipu Khong lt hong
membawanya ke atas loteng. siapa tahu Khong It hong cukup
berhati-hati sehingga tidak terperangkap oleh tipu musIihatnya.
Selang beberapa saat kemudian, Khong It hong baru nampak muncul
sambil membawa-sebuah cawan berisi air teh dan segera diserahkan
kepada Mao Tin-hong. Mao Tin hong cukup memahami maksud hati Khong It-hong, rupanya
dia sengaja mengulurkan waktu agar pil Kiu yang wan yang di telannya
itu keburu bekerja lebih dulu. Padahal Mao Tin-hong tidak sungguh-sungguh menelan pil itu, maka ia
dapat bersikap tenang sekali, walaupun diluarnya dia berpura pura
seperti tidak tahan oleh daya kerja obat itu!
Setelah menerima air teh dan obat penawar pil pelemas tuIang, kail ini
Mao Tin hong bekerja cepat, tidak perduli air teh itu masih panas atau
tidak, sekaligus menelan pil itu dan meneguk air tehnya.
Menyaksikan hal tersebut sambil tertawa Khong It hong berkata kepada
Mao Tin hong: "Sancu, ada satu hal lupa kuberitahukan kepadamu." Aku pun sudah
tahu kalau kau sudah lupa mengatakan persoalan
apa..." sahut Mao Tin hong sambil tertawa seram pula. "Ooh, bagus
sekali, kali ini sancu telah bersikap cerdik, tolong
tanya perkataan apakah yang sudah lupa kukatakan padamu tadi." Mao
Tin hong tertawa. "Kau lupa memberitahukan kepadaku kalau didalam
pil Kiu-yang wan tersebut telah ditambah lagi dengan obat-obatan lain, sehingga di
dalam bersemedi nanti aku berani melakukan suatu tindakan lain, maka
setelah kau mati maka akupun tak dapat hidup lebih jauh, bukankah
begitu ?" "Betul, betul. betul sekali " Khong It hong segera bertepuk tangan
sambil memuji. "Sancu memang tetap seorang sancu, bagaimanapun
juga aku harus mengagumi dirimu !"
Sambil tersenyum Mao Tin hong menggelengkan kepalanya berulang
kali. "Tidak, akulah yang seharusnya kagum kepadamu, coba bayangkan
dengan kepandaian silat dan kecerdikanku ternyata aku dapat menerima
kau sebagai murid kesayanganku, menganggap kau sebagai orang
kepercayaanku bahkan menganggap kau sebagai anak angkatku, tapi
akhirnya kau toh sebagai manusia berhati serigala yang tak mengenal
budi, Khong It hong, coba bayangkan, bagaimana mungkin aku tidak
kagum kepadamu ?" Khong It hong tidak gusar, malahan katanya sambil tertawa:
"Ucapan inipun bagus sekali, kita memang benar-benar berasal
dari jenis manusia yang sama, wataknya sama, jalan pemikirannyapun
sama, selanjutnya kita harus bersikap lebih mesrah lagi agar bisa hidup
berdampingan beberapa tahun lebin lama !"
"Bagaimana berdampingannya ?" Khong It-hong tertawa
terkekeh-kekeh. "Gampang sekali, dulu kepandaian silatmu sangat
lihay, tenaga dalammu amat sempurna maka setelah meminjam kekuatan Kiu
yang-wan untuk menembusi jalan darah poan hiat ku maka selama
hidup kau tak bakal dapat menandingiku lagi."
"Saat itu kitapun harus saling bertukar panggilan lama, aku akan
menjadi majikannya dan kau sebagai budakku, kita sama-sama terjun
kedalam dunia persilatan untuk merajai kolong langit. bukankah begitu?"
Mao Tin hong tertawa terbahak-bahak. "Haaha... haaah... aku tidak
begitu, Khong It hong, aku rasa kau kelewat awal untuk berbangga lebih
dulu, jangan lupa sekarang aku toh belum membantu untuk menembusi
jalan darah poan hiat mu!" Khong It hong manggut-manggut. "Benar tapi sancu pun jangan lupa, bila kau berani mengingkari janji,
belum tentu aku akan mati, tapi sancu pasti tak akan hidup terus
didunia ini" Sekali lagi Mao Tio bnng tertawa terbahak-bahak, sekarang dia sudah
merasa kalau tenaga dalamnya telah pulih kembali, tentu saja dia tak
usah merasa takut lagi. Khong lt hong tidak bohong, diapun tahu kalau tenaga daIam yang
dimiliki Mao Tin hong sekarang telah pulih kembali tapi diapun merasa
punya pegangan, kecuali Mao Tin hong sudah bosan hidup dan ingin
mencari kematian untuk diri sendiri...
Tapi ucapan selanjutnya dari Mao Tin hong telah memotong jalan
pikiran Khong It hong, bahkan membuatnya bergidik dan paras
mukanya berubah menjadi pucat pasi seperti mayat.
"Betul betul !" Selesai tertawa, Mao Tin hong melontarkan ke dua
patah kata tersebut. Kemudian setelah tertawa dingin dengan nada yang
menyeramkan ia berkata lebih jauh. "Khong It hong terus terang saja
kukatakan kepadamu Pil Kui yang wan mu itu sama sekali tidak lohu telan, aku hanya memanfaatkan
obat penawar racun pelepas tulang saja?"
Ketika Khong It hong mendengar dengan terperanjat, Mao Tin- hong
berkata lebih jauh: "Hm, kalau mengandalkan sedikit kemampuanmu itu lantas kau hendak
mempermainkan lohu, heeeh, heeeh, masih selisih jauh sekali bocah
bodoh, sekarang sudah waktunya bagi lohu untuk menganiaya dirimu !"
Gemetar keras sekujur badan Khong it hong karena ngeri, katanya
kemudian: "Tii.. tidak mungkin, aku... aku menyaksikan kau menekan pil itu..."
Mao Tin hong merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan pil Kiu
yang wan tersebut lalu sambil diperlihatkan kepada lawannya, dia
berkata: "Pentangkan mata anjingmu lebar-lebar dan perlihatkan ini dengan
jelas." Khong It hong begitu dapat melihat jelas, segera mundur lagi beberapa
langkah. Sekarang dia sudah berada dekat dengan anak tangga menuju ke
loteng. Sambil tertawa seram Mao Tin hong segera berseru: "Khong It hong


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tak berguna, sekarang asal lohu
menggerakan tanganku maka walaupun kau berada beberapa kaki
jauhnyapun akan tertangkap juga, lebih baik bersikaplah lebih alim dan
cepat berdiri baik-baik di hadapanku!"
Khong It hong mundur lagi, tangannya sudah meraba diatas anak
tangga. Sambil tertawa seram Mao Tin hong segera membentak: "Tampaknya
sebelum melihat peti mati, kau tak akan
mencucurkan air mata, baik, aku akan menyuruh kau rasakan
kelihayanku!" Sambil berkata dia menyentilkan jari tangannya kedepan, segulung
desingan angin tajam segera menyerang tangan kanan Khong It hong
yang berpegangan pada anak tangga hingga kelima jari tangannya
hancur berantakan. Khong It hong menjerit kesakitan, dia segera membalikkan badan dan
sekuat tenaga melarikan diri keatas loteng.
Tentu saja Mao Tin hong tidak membiarkan dia kabur keloteng,
tubuhnya berkelebat ke-depan dan tahu-tahu sudah sampai dibelakang
punggung Khong It hong, begitu dicengkeram dia segera melemparkan
tubuh lawannya kesisi kanan meja baca dekat patung.
Terlentang diatas lantai, Khong It hong menjerit kesakitan seperti babi
mau dlsembelih, jeritan ngerinya kali ini berkumandang sampai diluar
loteng sana. Sambil tertawa dingin Mao Tin hong berjalan mendekati Khong It hong,
kemudian serunya: "Ayo cepat bangun!" Khong It hong meronta bangun dan mundur
dengan ketakutan, ketika tubuhnya menyentuh patung manusia di belakangnya mendadak
satu harapan melintas dalam benaknya.
Pada saat itulah orang-orang yang berada diluar loteng telah berhasil
mencapai diluar dinding ruang. Yang muncul tidak banyak, mereka adalah Sun Tiong lo, Bau ji Hau ji,
Jin jin dan Mo Kiau jiu. Sebenarnya mereka tidak berniat mendekati tempat tersebut, tapi dua
kali jeritan ngeri itu membuat mereka harus mendatangi tempat
tersebut lebih awal. Dengan paras muka berubah hebat dan kening berkerut Mo Kiau jiu
segera berseru: "Tidak menjadi masalah, Ji sauhiap, harap ikuti aku, mari kita masuk
kedalam." "Masuk" Apakah masih ada pintu pintu lain?" "Ada, diloteng dan
perkampungan ini, terus terang saja aku
menguasainya penuh, sebab akulah yang membangunkan tempat ini
sebagai tempat pertapaan seorang jago persilatan yang berilmu tinggi."
"Agaknya majikan tua tempat ini mempunyai maksud lain, dia berpesan
kepadaku agar membuatkan pintu rahasia lain tanpa diketahui oleh jago
yang bertapa disini, dan hari ini..."
"Baik, mari kita masuk!" Belum habis dia berkata, mendadak tangga berputar itu terangkat keatas
dan muncul sebuah pintu rahasia, Sun Tiong lo sekalian tahu-tahu sudah
berada di ruang dalam loteng itu. Mo Tin hong dapat mendengar pula suara bergesernya anak tangga,
ketika dia berpaling dan melihat jelas kemunculan Sun Tiong lo sekalian,
ia menjadi terperanjat dan untuk beberapa seat lamanya berdiri
tertegun disitu. Disaat Mao Tin hong sedang tertegun itulah Khong It hong berteriak
secara tiba-tiba: "Mao Tin hong hari ini kau sudah ditakdirkan untuk mampus..."
Karena teriakannya itu, tanpa terasa Mao Tin hong berpaling ke
belakang. Mendadak saja Khong It hong menggerakkan tangan kirinya
menekan ikat pinggang patung manusia dibelakangnya. Dari mulut,
mata dan hidung patung manusia tadi segera
memancar keluar lima gulung pancuran air yang segera memancar ke
muka. Kebetulan sekali Mao Tin hong berdiri di hadapannya dalam jarak tak
sampai dua depa, dalam keadaan tak siap apalagi sedang gugup
bagaimana mungkin dia dapat menghindarkan diri"
Tak ampun lagi sekujur badannya dari kepala sampai kaki tersembur air
tersebut. Tiba-tiba Mao Tin hong melompat-lompat sambil menutupi wajahnya
dan lari kesana ke mari seperti orang gila, mulutnya berteriak-teriak dan
menjerit seperti babi disembelih, kematian seperti ini tentu saja
membuat semua orang tertegun. Yang memahami keadaan tersebut hanya Mo Kiau jiu seorang, sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali dia berkata:
"Ia terkena air racun penghancur tulang, mustahil Mao Tin hong dapat
hidup lebih jauh bahkan jenasahnya akan hancur tak berbekas."
Ucapan itu memang tak salah, tak selang berapa saat kemudian tubuh
Mao Tin hong telah berubah menjadi separuh badan ditambah separuh
gumpalan air berbau busuk. Tapi Khong It-hong yang menyemburkan air beracun itupun tak dapat
lolos dari kematian, tapi sebelum kematiannya dia sempat
memberitahukan dimana Su nio berada, sehingga Mo Kiau-jiu pun dapat
berkumpul kembali dengan putrinya. Sampai disini pula kisah "Bukit pemakan manusia" ini, sampai jumpa
dilain cerita. TAMAT Bentrok Para Pendekar 12 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Bara Naga 13
^