Pencarian

Golok Yanci Pedang Pelangi 6

Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Bagian 6


a, cuma perempuan bercadar itu yang terus mengawasi Ho Leng-hong.
Diam-diam Leng-hong memperhatikan pula perempuan itu, hanya saja ia tak dapat
menebak asal-usulnya" Lewat sesaat kemudian, pelahan gadis benang emas baru mendongakkan kepalanya,
lalu sambil tertawa kepada Ho Leng-hong katanya, "Benarkah Nyo-tayhiap ini
majikan Thian-po-hu?" Ketika gadis itu mendongakkan kepalanya, semakin terbuktilah bahwa dugaan Lenghong
tidak keliru, usia gadis itu paling banter Cuma delapan-sembilan belas tahunan,
mukanya masih ke kanak-kanakan, wajahnya cantik jelita, sinar matanya jernih
tenang, tapi juga menggidikkan hati.
Tanpa terasa Ho Leng-hong mengalihkan pandangannya ke arah lain, kemudian
jawabnya lirih, "Betul!" "Ada berapa banyak Thian-po-hu di dunia ini?"
"Hanya ada satu Thian-po-hu di kota Kiu-ki-shia."
"Kalau begitu, Nyo-tayhiap adalah majikan keturunan berapa dari Thian-po-hu?"
Ho Leng-hong tertegun sejenak, kemudian jawabnya, "Thian-po-hu didirikan oleh
mendiang ayahku dan mempunyai tujuh anak semenjak ayahku wafat, kakak
sulungku Han-wi beserta kelima saudara lainnya secara beruntun pergi meninggalkan
rumah dan tidak kembali lagi, kini akulah yang mewarisi kedudukan itu."
Sambil mendengar gadis itu manggut-manggut berulang kali, katanya lagi sambil
tersenyum, "kalau begitu, Nyo-tayhiap adalah majikan terakhir Thian-po-hu?"
"Betul!" "Tadi Nyo-tayhiap berkata bahwa enam saudaramu secara beruntun pergi
meninggalkan rumah untuk tidak kembali lagi, tahukah kau ke mana mereka telah
pergi?" "Kokcu, kalau sudah tahu apa gunanya bertanya lagi" Keenam saudaraku telah pergi
meninggalkan rumah lantaran hendak mencari ilmu golok sakti peninggalan Ang-ih
Hui-nio dan secara beruntun pergi ke Mi-kok ini, masakah Kokcu tidak tahu?"
Gadis itu tertawa, ia tidak mengaku juga tidak menyangkal, ia ingin mengalihkan
pembicaraan ke soal lain, katanya, "Ilmu golok Nyo-keh-sin-to telah merajai dunia,
apa gunanya kalian mencari ilmu golok lain yang lebih dahsyat?"
"Sebab gelar kehormatan Thian-he-te-it-to tersebut telah dirampas oleh pihak Hiangin-
hu dari Leng-lam pada pertemuan Lo-hu-to-hwe yang lalu, maka kami bersaudara
berhasrat untuk menjunjung kembali nama baik keluarga, oleh karena kami dengar
ilmu golok Ang-ih Hui-nio merupakan ilmu golok tandingan Nyo-keh-sin-to, maka
kami harus menemukannya." Gadis itu menggeleng kepala berulang kali, "Hakikatnya ilmu silat di dunia ini tiada
batasnya, betapa hebat sesuatu ilmu silat tak lebih hanya gerakan lincah yang
memanfaatkan kelemahan pihak lawan, kepandaian semacam ini mana pantas disebut
ilmu yang tiada tandingannya" Setelah menderita kekalahan, mengapa kalian tidak
mencoba untuk bertanya pada diri sendiri sudahkan kepandaian keluarga digunakan
semaksimalnya" Pernahkah terpikir hendak mempopulerkan kehebatan Nyo-keh-sinto"
Kalau yang dipikirkan hanya ingin belajar kepandaian orang lain, sungguh
tindakan ini adalah tindakan yang bodoh."
Ho Leng-hong tidak menyangka gadis semuda ini ternyata sanggup memberi
keterangan panjang lebar seperti ini, tergerak juga perasaannya.
"Apa yang Kokcu terangkan memang tepat dan masuk diakal," demikian katanya,
"sayang sekali hanya sejumlah kecil manusia di dunia ini yang dapat mawas diri serta
mengintropeksi diri sendiri, sementara sebagian besar lainnya tetap dungu dan tak
berguna." "Tolong tanya Nyo-tayhiap adalah manusia dari jenis yang mana?"
"Aku . . . tentu saja dari golongan yang bodoh."
"Kalau begitu, maksud kedatangan Nyo-tayhiap ke lembah ini juga untuk mencari
ilmu golok yang maha sakti itu?" tanya gadis itu.
"O, tidak, pada hakikatnya aku tidak tahu di manakah letak Mi-kok ini,
sesungguhnya kedatangan kami ke sini hanya ingin mencari sarang Ci-moay-hwe, tak
tahunya malah terpancing sampai di Tay-pa-san ini."
"Apa yang terjadi dengan perkumpulan Ci-moay-hwe?"
"Keadaan yang sebetulnya masih kurang jelas, aku cuma tahu tentang munculnya
sebuah organisasi rahasia dalam dunia persilatan, semua anggota mereka adalah kaum
wanita dan cita-citanya adalah beradu kekuatan dengan kaum pria di dunia."
Gadis itu tertawa, "Ambisi orang-orang itu terlalu besar, Thian menciptakan makhluk
laki dan perempuan, Im dan Yang, dengan maksud agar ada perbedaan di antara
umatnya dengan tugas dan tanggung jawab yang berbeda, kaum pria bertugas keluar
dan kaum wanita bertugas ke dalam, sebetulnya tiada sesuatu yang pantas
diperebutkan, apalagi adu kekuatan. Ambil contoh saja lembah kita ini, meskipun
kaum wanita diwajibkan belajar silat, hal ini disebabkan ilmu silat leluhur kami lebih
cocok untuk kaum wanita, ini tidak berati kaum wanita lebih tangguh daripada kaum
prianya. Lagi pula, kecuali urusan ilmu silat, kaum lelaki tetap merupakan kepala
rumah tangga, mereka saling hormat menghormati, sayang menyayangi, bukankah hal
ini bagus sekali?" Sampai di sini, tiba-tiba ia menarik kembali senyumnya, kemudian berkata dengan
nada sungguh-sungguh, "Nyo-tayhiap, aku ingin bertanya lagi padamu dan kuharap
kau bersedia bicara terus terang."
"Silakan bertanya, Kokcu!"
Ditatapnya wajah Ho Leng-hong dengan sinar mata tajam, kemudian sepatah demi
sepatah katanya, "Benarkah kau Nyo Cu-wi, majikan Thian-po-hu?"
Hati Leng-hong tergerak, bukannya menjawab ia malah bertanya, "Apakah Kokcu
mencurigai diriku sebagai gadungan?"
"Betul, aku memang merasa curiga terhadap asal-usulmu."
"Kenapa?" "Sebab tahun yang lalu ada seorang Nyo Cu-wi yang mendatangi lembah ini, dia
menyebut dirinya sebagai pemilik Thian-po-hu."
"Oya" Tak nyana di dunia ini terdapat kejadian yang begini kebetulan" Kini Nyo Cuwi
tersebut berada di mana?" "Dia sudah mati!" "O, sayang sekali," kata Leng-hong pura-pura menyesal, "kalau tidak, ingin sekali
kujumpai sahabat yang mempunyai nama dan she yang sama dengan diriku itu."
"Maksudmu dia telah menyaru sebagai dirimu?"
Ho Leng-hong tersenyum, "Dia dan aku bukan hanya bernama dan she sama,
keduanya juga sama mengaku majikan dari Thian-po-hu, salah seorang di antara kami
sudah pasti adalah gadungan, tapi sekarang ia sudah mati, siapa yang asli dan siapa
gadungan rasanya tidak penting lagi artinya."
"Tidak, justru penting sekali artinya, seyogyanya kau mengaku secara terus terang,
sebab kalau tidak akan berakibat fatal bagimu."
Leng-hong berpikir sebentar, lalu katanya, "Orang yang sudah mati tak mungkin bisa
dijadikan sebagai saksi, sekalipun aku gadungan, seandainya aku berkeras menatakan
diriku adalah yang asli, bagaimana pula cara Kokcu akan membedakannya?"
"Tentu saja aku ada akal untuk membedakannya, cuma kuharap kau bersedia
mengaku terus terang, sebab jika aku sampai membuktikannya, kau tak ada
kesempatan untuk melakukan pemilihan lagi."
"Bagaimana kalau ada kesempatan untuk memilih, dan bagaimana kalau tak ada
kesempatan?" tanya Leng-hong sambil tertawa.
"Berbicara terus terang berarti ada kesempatan hidup, berbohong berarti kematian."
Leng-hong termenung sebentar, kemudian katanya, "Kurasa semua perkataanku
adalah sejujurnya, soal Kokcu mau percaya atau tidak jelas tidak berani kupaksa,
lebih baik Kokcu segera membuktikannya sendiri."
"Kau tidak menyesal?" "Tentu saja tidak." "Bagus!" gadis itu lantas berpaling ke arah perempuan bercadar itu sambil
mengangguk, "Coba periksalah dia, sebetulnya dia ini asli atau palsu?"
Perempuan itu mengiakan, pelahan ia melepaskan kain cadar yang menutupi
wajahnya. Tiba-tiba mata Leng-hong terbeliak lebar, jeritnya, "Wan . . . kun . . . ."
Tak salah lagi, dia memang Pang Wan-kun.
Ditinjau dari raut wajahnya, ia tak berbeda dengan Pang Wan-kun gadungan dari Cimoay-
hwe, Cuma sikap maupun gerak-geriknya jauh lebih anggun daripada
perempuan gadungan itu. Bagaimana pun juga, seorang mungkin dapat menyaru raut wajah orang lain,
mungkin juga dapat meniru suara bahkan gerak-geriknya, tapi sikap dan gaya
seseorang sukar untuk ditiru. Sikap dan gaya melambangkan kepribadian seseorang, melambangkan tingkat
pendidikan serta pengetahuannya, melambangkan pula semua pengaruh lingkungan
serta pengalaman yang pernah dialaminya semenjak kecil.
Di dunia yang luas ini tak mungkin ada dua manusia yang memiliki pengalaman yang
sama, sebab itu tak ada pula dua orang yang memiliki sikap serta gaya yang sama.
Oleh sebab itu, meski baru bertemu sekali, Ho Leng-hong merasa yakin bahwa Pang
Wan-kun yang berada di hadapannya itulah Pang Wan-kun yang asli, ia tak mungkin
Pang Wan-kun jadi-jadian dari Ci-moay-hwe.
Lantaran itulah Ho Leng-hong bersuara kaget . . . dengan masih hidupnya Pang Wankun
di lembah Mi-kok ini berarti penyamaran si gadungan segera akan terbongkar.
Ho Leng-hong mengawasi Pang Wan-kun dengan mata melotot, hampir saja
jantungnya mau melompat keluar dari rongga dadanya, sementara Pang Wan-kun
sendiri pun mengawasi pemuda itu tanpa berkedip, wajahnya tetap dingin dan tawar
tanpa emosi. Walaupun sudah lewat sekian lama, akan tetapi ia tetap tidak bicara ataupun
bergerak, ditatapnya Ho Leng-hong tanpa berkedip.
"Pang Wan-kun, sudah kaulihat jelas?" tanya gadis itu tiba-tiba.
Pelahan Pang Wan-kun mengangguk. "Apa yang dikatakan tadi juga sudah kaudengar semua?" kembali gadis itu bertanya.
Sekali lagi Pang Wan-kun mengangguk.
"Nah, sekarang beritahukan kepadaku, orang ini benar-benar suamimu Nyo Cu-wi?"
desak gadis itu. Pang Wan-kun tidak menjawab, tetap kepalanya tertunduk rendah.
Sedemikian gelisahnya Ho Leng-hong waktu itu, hampir saja ia merengek, memohon
kepadanya agar jangan memberi jawaban negatif, sebab jawabannya itu berarti maut
baginya. "Mengapa kau tidak menjawab?" tanya gadis itu lagi, "sebenarnya dia benar-benar
Nyo Cu-wi atau bukan?" Sekali lagi Pang Wan-kun mendongakkan kepalanya menatap Ho Leng-hong,
akhirnya ia menarik napas panjang, "Dia....dia memang benar...."
Baru empat patah kata itu diucapkan, matanya lantas berkaca-kaca, mendadak ia
menutup wajahnya dan menangis tersedu-sedu.
Pengakuan ini sungguh di luar dugaan Ho Leng-hong, ia tak dapat mengatakan
terkejut ataukah bergirang" Untuk sesaat pemuda itu hanya berdiri mematung.
Ia tahu tak mungkin Pang Wan-kun salah mengenali suaminya, apalagi dalam
dinding penjara tercantum pula kata-kata "kekasih masuk istana es, aku masuk
penjara", jelas Pang Wan-kun sudah mengetahui akan jejak Nyo Cu-wi, tapi mengapa
mengakui seorang asing sebagai suaminya.
Cuma tak ada waktu lagi bagi Ho Leng-hong untuk memikirkan sebab musababnya,
cepat-cepat ia berlagak sedih dan terharu, katanya dengan suara gemetar, "Wan-kun,
terima kasih pada langit dan bumi, ternyata kau masih hidup, sudah lama amat
menderita kucari dirimu." Si gadis memandang sekejap ke arah Ho Leng-hong, lalu memandang pula Pang
Wan-kun, setelah itu sambil tertawa katanya, "Di dunia ini memang terlalu banyak
kejadian aneh, tahun yang lalu seorang Nyo Cu-wi telah mati dan tahun ini muncul
lagi seorang Nyo Cu-wi, ternyata kedua orang Nyo Cu-wi itu semuanya adalah asli!"
Pang Wan-kun menundukkan kepalanya rendah-rendah, "Tahun yang lalu aku hanya
mendengar beritanya saja dan tidak kusaksikan dengan mata kepala sendiri, setelah
aku melihat sendiri sekarang, kuyakini dia inilah yang asli."
"Mau yang asli juga boleh, yang palsu juga tak mengapa, asal kau bersedia
mengakuinya, itu sudah cukup. Cuma setelah kau akui keasliannya, maka segala
sesuatunya harus dilaksanakan menurut peraturan lembah ini, tentunya kau tak akan
menyesal bukan?" "Aku tak akan menyesal!" "Baik," kata nona itu kemudian sambil mengangguk, "kuberi waktu semalam untuk
kalian, sebelum fajar menyingsing besok harus sudah ada keputusan."
Diberinya tanda di atas selembar dokumen, lalu katanya lagi, "Oleh karena Nyo Cuwi
adalah suami Pang Wan-kun, untuk sementara waktu pelaksanaan hukuman Kheksin
ditangguhkan, pengawasan sementara waktu diserahkan kepada Pang Wan-kun
dan harus memberi laporan sebelum fajar menyingsing besok. Sekarang bawa
menghadap Pang Goan....." "Lapor Kokcu," cepat Pang Wan-kun berkata, "Pang Goan adalah saudara
kandungku, tolong Kokcu bersedia menyerahkan tanggung jawab pengawasan atas
dirinya kepadaku." Tapi gadis itu menggeleng, "Dia adalah orang yang telah divonis bersalah, menurut
peraturan lembah, meski saudara juga tidak ada ampun sesuai peraturan kita....."
"Kokcu, mengingat jasaku yang melayani Kokcu selama setahun ini, sudilah kiranya
meluluskan permintaanku ini?" Dengan dahi berkerut gadis itu termenung sebentar, akhirnya ia berkata, "Baiklah,
akan kuberi waktu sehari kepadamu, termasuk Hui Beng-cu kuserahkan semua
pertanggungan jawabnya padamu, semoga kalian berunding baik dan memberi
laporan kepadaku sebelum fajar besok."
"Terima kasih Kokcu," cepat Pang Wan-kun memberi hormat.
Gadis itu menutup dokumen-dokumennya dan menarik napas panjang seperti ada
maksud tapi seperti tak sengaja melirik sekejap ke arah Ho Leng-hong lalu tersenyum,
kemudian bangkit dan mengundurkan diri.
"Jit-long, mari ikut aku," bisik Pang Wan-kun kemudian.
"Perlukah kita menunggu Toako sekalian?"
"Tidak perlu, sebentar mereka akan datang sendiri ke tempatku."
Sesudah mengundurkan diri dari ruang tengah mereka berbelok ke barat dan
melewati beberapa halaman, akhirnya sampai di depan sebuah rumah tembok kecil
yang indah. Pang Wan-kun membuka pintu dan mempersilakan Ho Leng-hong masuk ke dalam,
dalam ruang tengah tampak sebuah patung dewi Kwan-im, asap dupa memenuhi
seluruh ruangan tapi tempatnya bersih dan teratur rapi.
Banyak persoalan yang mencurigakan memenuhi benak Leng-hong, tak tahan lagi ia
tanya, "Wan-kun, di sinikah tempat kediamanmu" Leluasakah kita bercakap-cakap di
sini?" "Jangan gelisah dulu, duduklah, setelah memasang hio di depan Budha baru kita
bicara lagi." Terpaksa Leng-hong harus menahan sabar dan mempersilakan Pang Wan-kun
mencuci tangan, memasang hio menyembah Budha, semua gerak-geriknya sangat
lamban tapi penuh sujud, untuk memasang hio dan berdoa di depan patung suci saja
membutuhkan waktu sekian lama. Leng-hong berusaha menenangkan hatinya, menurut pendapatnya selama setahun
hidup di lembah Mi-kok, Pang Wan-kun tentu banyak mengalami suka-duka,
pengakuannya kepada dirinya yang Nyo Cu-wi gadungan pun pasti ada alasan
tertentu. Betul juga, ketika selesai berdoa, ucapan pertama dari Pang Wan-kun adalah, "Aku
tahu kau bukan Cu-wi, bahkan Kokcu juga tahu, maka sekarang kita tak perlu
berbohong lagi." Sedikit banyak malu juga Ho Leng-hong, katanya sambil tertawa, "Leluasakah kita
berbicara di sini nona?" "Sangat leluasa, kecuali beberapa orang kepercayaan Kokcu, orang lain tak berani
sembarangan masuk ke sini, jangan kuatir."
Leng-hong manggut-manggut, katanya, "Nona Pang, pertama-tama hendak
kuterangkan dulu kepadamu, meski aku bukan Nyo Cu-wi yang sesungguhnya, akan
tetapi kakakmu betul-betul adalah majikan Cian-sui-hu."
"Aku tahu!" Maka secara ringkas Leng-hong menceritakan asal-usulnya dan bagaimana caranya ia
dipergunakan untuk menyaru sebagai Nyo Cu-wi dan tinggal di Thian-po-hu.
Pang Wan-kun mendengarkan semua keterangan itu dengan tenang, seakan-akan
kejadian tersebut telah berada dalam dugaannya.
Setelah Leng-hong selesai bercerita, Wan-kun berkata sambil menghela napas
panjang, "Semua ini adalah permainan busuk Ci-moay-hwe, kita selangkah demi
selangkah telah masuk ke dalam perangkap mereka."
"Apakah kalian suami isteri juga tertipu oleh Ci-moay-hwe?" tanya Leng-hong
tercengang. Wan-kun tertawa getir, "Siapa bilang bukan, justru mereka yang memberitahukan
alamat Mi-kok ini kepada Jit-long . . . ."
Bicara sampai di sini, Pang Goan dan Hui Beng-cu secara beruntun telah di antar
pula ke tempat Pang Wan-kun, ternyata yang mengantar mereka adalah Pui Hui-ji,
gadis Bok-lan-pek-tui yang bertugas menjaga pintu itu.
Perjumpaan antara kakak beradik ini sedikit banyak menimbulkan kesedihan bagi
kedua pihak, dalam penuturan pengalaman kemudian diketahuilah cara bagaimana
Pang Wan-kun suami istri meninggalkan Thian-po-hu . . . .
Ternyata ketika Pang Wan-kun menikah dengan Nyo Cu-wi, meski ia tahu kejadian
yang menimpa Nyo-keh-hengte dalam Mi-kok, namun ia sendiri tak tahu di manakah


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

letak lembah tersebut, setelah menikah iapun tak pernah menceritakan hal ini kepada
Nyo Cu-wi. Waktu ia mengetahui dirinya sedang mengandung dan hendak memberitahukan kabar
gembira ini kepada suaminya, tiba-tiba Nyo Cu-wi meninggalkan surat dan pergi dari
rumah. Yang lebih mengherankan lagi, ternyata dalam surat Nyo Cu-wi mengetahui bahwa
isterinya telah mengandung, bahkan memberi pesan baik lelaki atau perempuan yang
bakal dilahirkan, pokoknya Thian-po-hu sudah mempunyai keturunan, sedang ia akan
meneruskan perjuangan saudara-saudaranya untuk mencari ilmu golok peninggalan
Ang-ih Hui-nio agar nama baik Thian-po-hu bisa dibangun kembali, seandainya
dalam setahu ia tidak pulang, maka Pang Wan-kun dipersilakan menjadi majikan
Thian-po-hu. Pang Wan-kun segera putar otak memikirkan persoalan itu, ia merasa hanya pelawan
Bwe-ji yang mengetahui dia sedang mengandung, ketika Bwe-ji ditanya baru
diketahuinya bahwa pelayan itu mempunyai hubungan cinta gelap dengan Nyo Cu-wi,
bahkan diketahui juga sebelum meninggalkan rumah, Nyo Cu-wi pernah berunding
secara rahasia dengan Thian Pek-tat, sedang Thian Pek-tat juga sangat banyak
mengetahui kejadian di Thian-po-hu, kemungkinan besar dia yang telah
membocorkan alamat Mi-kok itu kepada Nyo Cu-wi.
Ketika Thian Pek-tat didesak kemudian, akhirnya diketahui lembah Mi-kok teretak di
tengah pegunungan Tay-pa-san. Tapi menurut pengakuan Thian Pek-tat, katanya Nyo Cu-wi sudah mengetahui
tentang peristiwa Ang-ih Hui-nio, iapun tahu keenam saudaranya pergi tak kembali
lantaran persoalan itu, cuma keluarga Nyo belum ada keturunan dan lagi ia merasa
mempunyai tanggung jawab besar, maka rahasia tersebut selalu dipendam dalam hati
saja. Waktu itu Pang Wan-kun sendiri tak sempat menganalisa benar atau tidaknya
persoalan itu, waktu itu juga ia berangkat ke Tay-pa-san.
Sepanjang jalan ia tidak berhasil menemukan jejak Nyo Cu-wi, tapi merasa seolaholah
ada orang yang secara diam-diam memberi petunjuk kepadanya, sehingga tanpa
susah payah ia berhasil menemukan Mi-kok.
Setelah di lembah ini ia baru tahu Nyo Cu-wi telah tiba di situ sehari sebelumnya,
bahkan telah memilih jalan "menerobos istana es" dan "menembus liang api" . . .
karena itulah kedua suami isteri tak pernah berjumpa muka lagi.
Pang Wan-kun disekap dalam penjara, ia berpikir dengan cermat, demi janin dalam
kandungannya sambil menahan rasa sedih terpaksa ia memilih untuk menetap dalam
lembah sambil menunggu kesempatan . . . .
Setelah mendengar kisah tersebut, Ho Leng-hong bertiga menghela napas terharu, di
antaranya Hui Beng-cu yang sebenarnya tidak mengetahui tentang diri Ho Leng-hong,
sekarang baru tahu bahwa dia bukan Nyo Cu-wi, sebab itu dalam kesedihan terselip
juga beberapa bagian rasa kaget dan tercengang.
Dengan air mata bercucuran Pang Goan berkata, "Adikku, kau terlampau bodoh,
setelah mengetahui kepergian Cu-wi waktu itu, sepantasnya kalau kaupulang dulu ke
rumah untuk berunding denganku."
"Sesungguhnya akupun berhasrat pulang ke rumah untuk minta petunjuk Toako, tapi
berhubung waktu sangat mendesak dan tidak memungkinkan diriku pulang dulu ke
Cian-sui-hu, dan lagi setibanya di Tay-pa-san akupun merasa mulai terikat oleh
sesuatu, maka seperti sadar-tak-sadar akupun menerobos masuk ke dalam lembah
ini." "Kalau demikian, kemungkinan besar Thian Pek-tat adalah orangnya Ci-moay-hwe,"
kata Leng-hong, "Tapi mengapa ia menyerobot Yan-ci-po-to itu dan diantar ke Mikok
sini?" "Bajingan itu banyak tipu muslihatnya, delapan bagian dia adalah mata-mata
bermuka dua, mulut untuk Ci-moay-hwe dan kemudian berpihak kepada lembah Mikok
. . . . ." Tiba-tiba hatinya tergerak, katanya lagi, "Ah, benar! Bukankah Mi-kok melarang
anggotanya keluar dari tempat ini dan tak pernah berhubungan dengan dunia luar"
Kenapa Thian Pek-tat beserta Hui-goan Taysu dari Siau-lim-pay dapat mengadakan
kontak dengan pihak Mi-kok?" Pang Wan-kun menghela napas, katanya, "Sungguhpun masalah ini merupakan suatu
rahasia besar, kalau aku tidak berdiam selama setahun di sini, mungkin rahasia ini tak
akan kita ketahui untuk selamanya."
Tiga orang lainnya hanya diam saja dan mendengarkan kisah itu selanjutnya.
Dengan sedih Pang Wan-kun berkata pula, "Sejak Ang-ih Hui-nio mengasingkan diri
dalam lembah Mi-kok, ia tak pernah berhubungan dengan dunia luar, iapun berharap
lembah tersebut dapat menjadi surgaloka di luar keramaian manusia, sebab itu
dibuatlah suatu peraturan yang melarang ahli warisnya meninggalkan Tay-pa-san, tapi
orang lain juga dilarang memasuki lembah ini, barang siapa masuk ke lembah ini, bila
orang itu tidak berdosa, hanya ada dua pilihan baginya, yakni menetap dalam lembah
atau memasuki istana es dan menembusi liang api untuk mencari hidup . . . . . ."
Ia tidak memberi penjelasan tentang apa yang dimaksudkan sebagai "memasuki
istana es" dan "menembusi liang api" tersebut, sambungnya pula, "Tapi belakangan
ini, berhubung tujuh bersaudara keluarga Nyo dari Thian-po-hu berturut-turut
mendatangi lembah Mi-kok, rupanya kejadian ini menimbulkan perhatian Ci-moayhwe,
merekapun mengutus jago-jago lihaynya untuk menyeludup ke lembah Mi-kok,
mereka kebanyakan berpura-pura ingin menetap di situ, padahal sesungguhnya ingin
menarik perhatian anggota Mi-kok agar bersedia bekerja sama dengan pihak mereka,
lalu dengan ilmu golok yang tiada tandingannya dari Ang-ih Hui-nio mereka juga
akan merajai dunia persilatan. Untunglah Kokcu lembah ini Tong Siau-sian, meski
masih kecil namun kecerdasannya melebihi orang lain dan lagi sifatnya tawar
terhadap segala macam keramaian. Maka begitu orang-orang Ci-moay-hwe
mengetahui tak mungkin menarik perhatiannya, diam-diam merekapun membeli
beberapa orang Popo dan tokoh berbenang biru untuk membantu mereka mendesak
kepada Tong Siau-sian agar terjun kembali ke dunia persilatan, tapi Kokcu tak mau,
secara diam-diam mereka lantas melakukan segala persiapan dan mengadakan kontak
dengan dunia luar, kupikir dengan cara inilah Thian Pek-tat serta Hui-goan Taysu
berhasil mengadakan kontak dengan pihak Mi-kok."
"Apakah Kokcu Tong Siau-sian tidak mengetahui persoalan ini?" tanya Leng-hong.
"Ia telah mendapat kabar selentingan tentang itu, Cuma lantaran tak ada bukti, dan
lagi tidak tahu berapa banyak orangnya yang telah berkomplot dengan orang luar, ia
tidak mengambil tindakan untuk sementara waktu, dan lagi sekalipun kedudukannya
sebagai Kokcu amat terhormat, hakikatnya ia berada dalam posisi terjepit, ia sangat
membutuhkan bantuan orang lain, kalau tidak, tak mungkin dia mau menuruti
permintaanku setelah diketahui bahwa kau adalah Nyo Cu-wi gadungan."
"Adikku, bagaimana hubunganmu dengan Tong Siau-sian?" tanya Pang Goan.
"Dia sangat baik kepadaku, selama setahun ini ia selalu melindungi dan
memperhatikan diriku, sekalipun sepintas lalu tampak bagaikan majikan dan
bawahan, namun kenyataannya kami adalah sahabat karib."
"Kalau begitu bagus sekali," kata Pang Goan dengan gembira, "kita bersedia
membantunya untuk menyelidiki siapa-siapa yang telah dibeli orang luar, bahkan
membantunya juga untuk menangkap agen Ci-moay-hwe, tentu saja bila diapun
bersedia menukar ilmu golok sakti Ang-ih Hui-nio kepada kita."
Tapi Pang Wan-kun menggeleng kepala berulang kali, "Urusan ini tak segampang
apa yang kaubayangkan, sebagai seorang Kokcu, mana mungkin dia meminjam
kekuatan luar untuk menindak anggota perguruannya sendiri" Lagipula, jumlah
anggota lembah yang berkomplot dengan Ci-moay-hwe tentu tidak sedikit jumlahnya,
bila kita melakukan suatu tindakan, bukannya membantu, malah kemungkinan besar
akan mencelakainya." "Kalau begitu, apa maksudnya menyerahkan kami kepadamu?" tanya Pang Goan.
"Oleh karena aku bersedia menetap di lembah ini, maka menurut peraturan lembah,
kalian sebagai sanak keluargaku mendapat kesempatan juga untuk tinggal di sini,
maksudnya tentu saja agar aku bisa mengajak kalian menetap di sini dan membantu
dia." "Ah, mana mungkin?" kata Pang Goan, "kalau kami tinggal di sini, bukankah selama
hidup tak mungkin keluar lagi" Bagaimanapun juga, tidak seharusnya kita
meninggalkan hasil karya leluhur untuk hidup dalam lembah ini. Aku orang pertama
yang tidak setuju dengan usul tersebut."
"Bagaimana pula jika kami tidak bersedia menetap di sini?" tanya Leng-hong
kemudian. Pang Wan-kun tertawa getir, "Waktu itu karena memikirkan anakku, maka kupilih
untuk tetap tinggal di sini, sungguhpun aku tak ingin menetap sampai tua di lembah
ini, akan tetapi jika tidak bersedia menetap, kita hanya ada satu jalan, yakni
menembus istana es dan menerobos liang api, padahal jelas jalan ini adalah jalan
kematian." "Apa yang dimaksudkan dengan memasuki istana es dan menerobos liang api?"
"Lembah ini letaknya sangat istimewa, tempatnya persis di atas sumber air dan liang
api yang berdekatan letaknya, di belakang lembah situ ada sebuah jalan tembus,
separuh di antaranya berhawa sangat dingin dan sepanjang tahun diliputi oleh salju
beku yang tebal dan tak pernah cair, tempat itu dinamakan "Peng-kiong" (istana es),
sukar bagi orang untuk hidup selama satu jam di sana, kemudian separuh jalan
berikutnya orang akan melewati sebuah jalan yang panasnya bagaikan dalam neraka,
dari bawah lembah tiada hentinya menyembur api dahsyat, jangankan tubuh manusia,
besipun akan meleleh bila berada di situ, tempat itu disebut "liang api", bila orang tak
mau menetap di sini, kecuali menembusi istana es dan liang api, jangan harap bisa
keluar dari Mi-kok ini!" "Apakah tujuh bersaudara keluarga Nyo dari Thian-po-hu memilih jalan ini semua?"
tanya Leng-hong. "Benar!" Wan-kun mengangguk, "mereka semua tewas dalam istana es, tak
seorangpun berbasil lolos dalam keadaan selamat."
"Belum pernah ada orang bisa melewati jalan itu dengan selamat?"
"Belum pernah, semenjak Mi-kok ini ada, belum pernah ada seorang pun yang bisa
melewati istana es dan liang api dengan selamat, sebab itu dalam lembah ini tersiar
sebuah syair yang sangat populer, katanya, "Berlatih golok dalam istana es, melatih
sukma dalam liang api"!" "Apa pula arti dari ucapan tersebut?" tanya Leng-hong tercengang.
"Maksudnya semua jurus ilmu golok maha sakti peninggalan Ang-ih Hui-nio yang
bernama Ang-siu-to-hoat (rahasia ilmu golok baju merah) berada dalam gua salju
tersebut, barang siapa masuk ke istana itu maka dia pasti akan tertarik perhatiannya
oleh kelihaian ilmu golok yang terdapat di situ, tapi bila ingin menguasai seluruh
jurus serangan ilmu golok tersebut, paling sedikit seorang membutuhkan waktu
selama satu jam, bila ilmu golok itu berhasil diingat semua, tentu orangnya akan mati
kedinginan lebih dulu. Mengenai kata yang terakhir, tentu saja berarti kalau orang
tidak mati kedinginan dia akan mati terbakar dalam liang api, sebab itu barang siapa
memasuki istana es dan liang api, belum pernah ada yang berhasil keluar dalam
keadaan selamat." Sesudah mendengar keterangan tersebut, perasaan mereka bertiga mulai menjadi
murung dan berat. Lama sekali Ho Leng-hong termenung, kemudian sambil menghela napas katanya,
"Wah, dingin dan panas merupakan siksaan yang tak dapat ditahan oleh tubuh
manusia, agaknya terpaksa kita harus memilih jalan menetap di lembah ini."
Hui Beng-cu yang sejak tadi terus membungkam tiba-tiba menutupi wajahnya sambil
menangis terisak, "Kalian tentu saja tak mengapa karena tak ada yang dipikirkan, tapi
bagaimana dengan diriku" Ayahku berada dalam cengkeraman Ci-moay-hwe, kalau
aku tak pulang, betapa akan gelisahnya beliau?"
Leng-hong mengangkat bahu, "Ya, urusan sudah menjadi begini, gelisahpun tak ada
gunanya, lebih baik kita mengirim surat kepada ayahmu dan mengundang beliau agar
menetap pula di Mi-kok ini, dengan demikian semua orang bisa hidup senang di
tempat yang indah bagaikan surgaloka ini."
"Hei, saat macam apakah sekarang ini" Tak nyana kau masih ada pikiran untuk
bergurau?" tegur Pang Goan. Ho Leng-hong tertawa, "Sekalipun sedih, apa pula manfaatnya" Lebih baik sebelum
hujan sedia payung, kita membuat dulu perhitungan yang paling jelek."
Tiba-tiba ia mengalihkan pokok pembicaraan sambil berpaling tanyanya, "Nyo-hujin,
tadi kaubilang demi anakmu maka kau memilih tetap tinggal di sini, entah anakmu itu
lelaki ataukah perempuan?" "Laki-laki, baru berusia setengah tahun!"
"Mengapa tidak kau gendong keluar untuk menjumpai pamannya?"
"Tentang ini . . . ." Pang Wan-kun ragu-ragu sejenak, lalu menambahkan, "bocah itu
tak ada di rumah, ia dibawa Kokcu pergi bermain."
Wan-kun menundukkan kepalanya rendah-rendah, "Ya, Kokcu amat sayang kepada
bocah itu, setiap hari ia pasti mengajak bocah itu bermain."
"O, baikkah Kokcu itu kepadamu?" kembali Leng-hong bertanya.
"Sudah kukatakan tadi, meskipun kami tampak sebagai majikan dan bawahan,
hakikatnya hubungan kami akrab seperti sahabat."
Leng-hong manggut-manggut, "Ya, begitu sayangnya dia kepada anakmu, tentu saja
kaupun tidak dianggapnya sebagai orang luar, buktinya kau diperbolehkan berdiam
dalam gedung belakang, malahan tanpa sangsi dia serahkan kami kepadamu."
"Memang begitulah keadaannya!"
"Menurut penglihatanku, Kokcu yang sekarang ini Tong Siau-sian seorang gadis
yang amat cerdik, bukannya ia tak ingin membasmi mata-mata dari Ci-moay-hwe,
soalnya kekuatannya sangat minim, maka terpaksa ia berlagak tuli dan pura-pura tidak
tahu orang-orangnya telah mengadakan kontak rahasia dengan Ci-moay-hwe."
"Ya, memang begitulah." "Ia begitu baik kepada Hujin, dengan kamipun boleh dibilang mempunyai musuh
yang sama, berbicara menurut keadaan umumnya, sepantasnya kita bekerja sama
menghadapi Ci-moay-hwe, cuma tidak diketahui bantuan apakah yang ia perlukan?"
"Apakah kau bicara dengan sungguh-sungguh!"
"Tentu saja sungguh-sungguh!" sahut Leng-hong.
Dengan gembira Wan-kun berkata, "Jika kalian bersedia tinggal di sini, sekarang
juga kulaporkan soal ini kepada Kokcu, mengenai cara bagaimana kerja sama kita
untuk menghadapi mata-mata Ci-moay-hwe, kita rundingkan lagi dikemudikan hari,
setuju?" "Tentu saja, kita sudah bertekad tetap tinggal di sini . . . . ." kata Leng-hong tanpa
ragu-ragu. "Tidak! Aku tidak setuju!" tiba-tiba Pang Goan menyela.
"Akupun tidak setuju!" sambung Beng-cu.
"Toako, kenapa kau berkeras kepala," ujar Leng-hong, "Selama gunung tetap hijau,
tak usah takut kekurangan kayu bakar, dalam istana es dan liang api kita hanya akan
menemukan jalan kematian, apa gunanya . . . ."
"Jangankan cuma istana es dan liang api, sekalipun gunung golok atau kuali minyak
mendidih akupun tidak takut, kalau mau tinggal di sini boleh kau saja tinggal di sini
sendirian, aku dan Siau-cu bertekad akan menerobos istana es dan liang api itu."
"Toako, dengarkan dulu perkataanku . . . ." pinta Wan-kun.
"Tidak usah banyak bicara, pokoknya sebagai seorang lelaki sejati aku lebih rela mati
dalam istana es daripada hidup sampai tua di lembah terkurung ini."
"Nyo-hujin, tak perlu kaubujuk dia lagi," kata Leng-hong, "bila ia bertekad hendak
menjadi lelaki sejati dan lebih suka menjadi seorang yang tidak bisa dipercaya dan
tidak setia kawan, biarkanlah ia pergi."
"Kau mengatakan siapa yang tak bisa dipercaya dan tidak setia kawan?" teriak Pang
Goan marah. "Tentu saja kau. Aku ingin tanya, sewaktu kau menerima pesan dari keluarga Nyo
untuk bantu Thian-po-hu berdiri kembali dengan jaya, sudahkah tugas itu
terselesaikan bila jiwamu kau korbankan dalam istana es liang api, bukanlah
tindakanmu itu berati tidak memenuhi janjimu kepada keluarga Nyo?"
Pang Goan melenggong dan terdiam. Leng-hong berkata pula, "Secara beruntun tujuh bersaudara keluarga Nyo dari Thianpo-
hu tewas dalam Mi-kok, satu-satunya keturunan yang masih ada sekarang masih
kecil, dengan menahan segala siksaan dan penderitaan adikmu menyambung hidup
demi mempertahankan keturunan keluarga Nyo, sebaliknya kau tidak mempedulikan
nasib adikmu dan anaknya, tapi demi kepuasan diri sendiri hendak memasuki istana
es dan liang api, Kematianmu tak akan menjadi soal, tapi meninggalkan adikmu dan
anaknya bukan suatu tindakan yang terpuji."
Pang Goan terbelalak dan tak dapat mengucapkan sepatah katapun, akhirnya sambil
menghela napas ia menundukkan kepalanya.
Leng-hong mengerling sekejap ke arah Pang Wan-kun, kemudian katanya lagi,
"Silakan memberi laporan kepada Kokcu, katakanlah bahwa kami bersedia menetap
di lembah ini." Wan-kun sangat gembira, buru-buru ia mengundurkan diri.
Setelah Pang Wan-kun pergi, dengan suara rendah Leng-hong berbisik, "Lotoako,
mengapa kau pintar sepanjang waktu tapi bodoh sesaat" Apakah tidak kaulihat bahwa
adikmu tak bebas bergerak dan berada di bawah ancaman orang lain?"
"Sungguhkan perkataanmu?" tanya Pang Goan terperanjat.
Leng-hong segera berkata kepada Hui Beng-cu, "Duduklah dekat pintu sana,
perhatikan adakah orang mencuri dengar, kita harus berunding secepatnya untuk
menghadapi segala kemungkinan."
Beng-cu manggut-manggut, ia lantas duduk di pinggir pintu dan bertugas mengawasi
keadaan di sekitar sana." "Ho-lote, darimana kautahu kalau Wan-kun telah dikuasai orang lain?" tanya Pang
Goan cemas. "Dengan jelas ia tahu aku bukan Nyo Cu-wi, tapi ia mengakui diriku sebagai Nyo


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cu-wi, kejadian ini sudah amat mencurigakan, seandainya ia ingin bertemu dengan
kita karena ingin merundingkan cara meloloskan diri, semestinya hal itu sudah ia
sampaikan, tapi bukan rencana kabur yang dirundingkan, ia malah menganjurkan kita
untuk bergabung dengan pihak Mi-kok, di sinilah titik kelemahannya yang paling
besar." Pang Goan mengangguk berulang kali.
Leng-hong berkata lebih lanjut, "Kokcu Tong Siau-sian adalah seorang nona yang
cerdik, meski usianya masih muda namun tindak tanduknya cukup matang dan
berpengalaman, kalau dibilang hubungannya dengan adikmu sangat akrab, sudah
sepantasnya ia membiarkan anak Wan-kun menjumpai pamannya, anehlah kalau
dalam keadaan begini dia malah membawanya dan diajak bermain ke tempat lain"
Dari sini dapat diketahui bahwa mengajaknya bermain cuma alasan, yang benar
adalah menjadikan bocah itu sebagai sandera, agar adikmu tunduk dan bersungguhsungguh
melaksanakan perintahnya." "Tapi kita sudah tertangkap, mau dibunuh atau dibiarkan hidup bergantung pada
keputusannya, apa pula tujuannya berbuat begitu?" kata Pang Goan dengan terkesiap.
"Apa tujuannya" Tak berani kukatakan dengan pasti, mungkin saja tong Siau-sian
benar-benar ingin meminjam kekuatan kita untuk melawan para pengkhianat dalam
lembah, mungkin juga ingin mempergunakan kekuatan kita untuk melakukan suatu
pekerjaan yang berbahaya, atau bahkan mungkin Mi-kok adalah sarang Ci-moay-hwe,
sedan Tong Siau-sian adalah ketua Ci-moay-hwe tersebut.... setiap kemungkinan bisa
terjadi di sini." Baik Pang Goan maupun Hui Beng-cu merasa bulu romannya sama berdiri karena
ngeri. "Cuma, ada satu hal yang dapat dipastikan," kata Leng-hong lagi, "baik tempat ini
adalah Mi-kok atau sarang Ci-moay-hwe, yang pasti di antara mereka terdapat dua
golongan kekuatan yang saling berebut kekuasaan dan saling depak mendepak. Lebih
baik kita berlagak bodoh dan mendengarkan semua perintahnya, bila keadaan yang
sesungguhnya telah jelas baru kita ambil tindakan."
"Aku cuma merasa keadaan di sini mengerikan sekali," kata Hui Beng-cu dengan
suara gemetar, "kalau Pang toaci pun tidak bisa dipercaya, lalu kita harus percaya
kepada siapa?" "Ia bukannya tak bisa dipercaya, melainkan dewasa ini ia mempunyai kesulitan yang
tak dapat diutarakan, maka pertama-tama kita harus turuti kehendaknya kemudian
baru menyelidiki latar belakang yang sebenarnya."
Sementara mereka berbicara sampai di situ, Pang Wan-kun telah kembali.
Ia muncul bersama Pui Hui-ji serta dua orang perempuan lain yang berdandan seperti
pelayan, masing-masing membawa sebuah kotak makanan."
Dengan senyum di kulum Pang Wan-kun segera berkata, "Ketika Kokcu mengetahui
kalian bersedia menetap di sini, betapa gembiranya hati beliau, arak dan makanan
harap kalian cicipi dulu, nona Pui dari Bok-lan-pek-tui ini ditugaskan untuk
menemani kalian." Kedua pelayan itu membuka kotak makanan yang dibawa, tertampaklah makanan
dan arak. Leng-hong bertiga memang sudah lapar, tanpa sungkan-sungkan mereka duduk dan
mulai makan minum dengan lahapnya. Ternyata takaran minum Pui Hui-ji amat besar, beruntun ia menenggak habis belasan
cawan arak tanpa berubah air mukanya, gelagatnya seakan hendak meloloh Pang
Goan sampai mabuk, sebab selama ini hanya dia saja yang diloloh terus dengan
minuman. Ho Leng-hong mempunyai perhitungan sendiri dalam hati, tapi iapun tidak
membongkar rahasia tersebut, ketika arak sudah diminum hingga setengah mabuk,
sambil tertawa ia berkata, "Setelah kami mengambil keputusan untuk tinggal di
lembah ini berarti selanjutnya kita adalah orang sekeluarga, terhadap peraturan
lembah kami kurang mengerti, harap nona suka memberi petunjuk."
"Peraturan sih tidak ada," kata Pui Hui-ji sambil tertawa, "cuma, walaupun kalian
sudah memohon untuk menetap di sini, sekarang kalian masih belum terhitung
penduduk lembah, sebab bila kalian sudah menjadi penduduk di sini, maka kau dan
Pang-toako tidak dapat lagi minum arak."
"Masa untuk mohon menetap pun ada syarat lainnya?"
"Tentu saja ada. Misalnya saja kalian adalah orang yang dijatuhi hukuman mati,
maka untuk bisa menetap di lembah ini pertama-tama harus membuat jasa dulu untuk
menebus kesalahan, kemudian izin menetap baru akan diberikan."
Leng-hong pura-pura kaget, "Kami tak dapat meninggalkan lembah ini lagi, jasa apa
yang bisa kami lakukan?" "O, kesempatan untuk membuat jasa banyak sekali, tidak harus melakukannya di luar
lembah," kata Pui Hui-ji sambil tertawa.
"Apakah nona Pui bisa memberikan sebuah contoh?"
Pui Hui-ji menengok sekejap ke arah Pang Wan-kun, lalu katanya, "Misalnya saja di
depan mata sekarang pun ada kesempatan untuk membuat jasa, cuma kalian bersedia
untuk melakukannya atau tidak . . . ."
"Kalau bisa membuat jasa untuk Mi-kok, itulah yang kami harapkan, siapa bilang
kami tidak bersedia" Nona Pui, tolong beri tahukanlah kepada kami."
Pui Hui-ji termenung dan berpikir sebentar, lalu jawabnya, "Kukira lebih baik Pangtoaci
saja yang menjelaskan." Seperti sudah tidak sabar lagi, buru-buru Leng-hong berseru, "Wan-kun, cepatlah
katakan!" Wan-kun tidak buru-buru bicara, pelahan dia mengangkat cawan untuk minum
secegukan arak, rupanya ia sedang berpikir bagaimana caranya untuk mulai bicara.
"Sebetulnya kesempatan macam apakah yang dimaksudkan?" tanya Leng-hong lagi,
"katakan saja terus terang, asal kami sanggup melakukannya, pasti akan kami
laksanakan sedapatnya." Pang Wan-kun tertawa, dia memberi tanda kepada dua orang pelayan itu agar
mengundurkan diri, "Berdirilah di luar sana, jangan izinkan siapapun masuk kemari."
Sesudah kedua pelayan itu mengundurkan diri, senyuman di bibir Wan-kun
mendadak lenyap, sebagai gantinya dengan wajah serius ia berbisik, "Nona Pui adalah
orang kepercayaan Kokcu, semua orang yang hadir di sini juga tiada orang luar, aku
akan bicara terus terang." Setelah berhenti sejenak, dengan wajah serius ia berkata lebih jauh, "Kokcu
memegang tampuk kekuasaan untuk mengatur semua kehidupan dalam lembah, tapi
berhubung usianya masih muda, maka tata pemerintahan dibantu oleh para Popo, dan
sekarang diketahui bahwa para Popo itu telah dibeli pihak luar, di mana setiap
perbuatannya selalu bermusuhan dengan Kokcu, bahwa tampaknya mereka berencana
hendak merebut tampuk pimpinan . . . . .
Berbicara sampai di sini, sengaja ia berhenti dan menyapu pandang sekejap wajah Ho
Leng-hong bertiga, rupanya ia sedang mengawasi reaksi mereka.
Leng-hong bertiga tetap tenang dan sama sekali tidak memberikan reaksi apa-apa.
Tampaknya Pang Wan-kun merasa agak kecewa, katanya pula, "Misalkan saja
maksud kalian bertiga hendak menetap di sini, tentu saja Kokcu menyambut niat
kalian dengan segala senang hati sebenarnya dia ingin mengabulkannya, tapi para
Popo berkeras menolak, sampai kini mereka masih ngotot, inilah contoh nyata yang
paling jelas . . . . ." "Wan-kun!" tiba-tiba Leng-hong tertawa, "mengapa tidak kauterangkan saja secara
langsung, sesungguhnya apa yang dikehendaki Kokcu?"
"Baik, akan kuterangkan sesingkatnya dan jelas, Kokcu tidak tahan melihat sepak
terjang para Popo, ia bertekad membubarkan "Tian-lo-wan" (lembaga para tertua) dan
membasmi mereka dengan alasan bersekongkol dengan orang luar, maka Kokcu ingin
minta bantuan kalian." "Cara bagaimana dia menghendaki kami membantunya?"
"Kokcu tidak berharap kalian ikut campur dalam persoalan ini secara langsung, dia
Cuma berharap kalian mengambilkan sebuah benda untuknya agar ia dapat menindas
sendiri para pengkhianat tersebut!"
"Beda apakah yang diharapkan?"
"Golok mestika Yan-ci-po-to!"
Leng-hong saling pandang sekejap dengan Pang Goan dan tersenyum penuh berarti .
. . agaknya ucapan tersebut sudah berada dalam dugaan mereka.
"Adikku, Kokcu belum pernah meninggalkan lembah Mi-kok, darimana ia tahu
tentang Yan-ci-po-to segala?" tanya Pang Goan.
"Akulah yang memberitahukan kepadanya."
"Ang-siu-to-hoat merupakan ilmu golok yang tiada tandingannya di kolong langit,
apa pula gunanya golok mestika itu baginya?" sela Leng-hong.
"Bagi orang lain, Ang-siu-to-hoat memang ilmu golok yang tiada tandingannya, tapi
setiap anggota lembah Mi-kok mempelajari ilmu tersebut, maka kepandaian itu bukan
ilmu yang hebat lagi, sementara tenaga dalam Kokcu hanya seimbang dengan para
Popo, hanya dengan golok mestika ini ia bisa mengalahkan mereka."
"Kalau begitu Kokcu yang menitahkan Thian Pek-tat serta Goan-hui Taysu dari Siaulim-
si untuk mencuri golok mestika itu?" tanya Pang Goan.
"Tidak, mereka mendapat petunjuk dari Tong-popo serta kelompok Tiang-lo-wan,
semula yang ditugaskan menyambut golok di luar lembah adalah Hoa Jin, tapi
lantaran kabar ini diketahui Kokcu dan malam itu juga mengirim pasukan peronda
yang berpuluh regu banyaknya untuk mengadang mereka, maka begitu Hoa Jin
merasa gelagat tidak menguntungkan, ia segera turun tangan membinasakan mereka,
perkara itu lantas dilimpahkan kepada kalian bertiga, oleh karena itulah begitu masuk
ke lembah, Tong-popo langsung memimpin sidang dan menjatuhkan hukuman mati
kepada kalian." "Tapi kedatangan kami ke Tay-pa-san ini adalah karena terpancing oleh siasat Cimoay-
hwe," kata Leng-hong, "Tidak mungkin Hoa Jin mengetahui kami bakal datang
ke sini." "Justru Tong-popo dan Hoa Jin sekalian mengadakan persekongkolan dengan Cimoay-
hwe." "Ah, hal ini lebih tak mungkin lagi," sela Pang Goan, "orang yang mengatur siasat
dalam Thian-po-hu untuk mencuri golok mestika itu adalah Ci-moay-hwe, Thian Pektat
menggunakan kesempatan sewaktu Ci-moay-hwe bentrok dengan kami untuk
merampas golok mestika itu, jika dia bersekongkol, kenapa ia malah menggigit rekan
sekomplotan sendiri?" "Hal ini adalah urusannya dengan Ci-moay-hwe, aku kurang begitu jelas, Kokcu
cuma tahu bahwa golok mestika yang berhasil mereka dapatkan adalah benda bagus,
maka ia berpesan kepadaku agar menyampaikan kepada kalian bahwa ia sangat
berharap kalian suka menyerahkan Yan-ci-po-to yang asli kepadanya."
"Jika Yan-ci-po-to berhasil kami peroleh, apa pula imbalannya untuk jasa tersebut?"
"Kokcu ada perintah, jika kalian bersedia membantu kami untuk menindas kaum
pengkhianat, maka setelah urusan selesai kalian dipersilakan meninggalkan lembah
ini dengan bebas, kitapun selamanya akan menjadi sahabat, janji ini pasti takkan
dipungkiri." "Kami masih ada suatu permintaan lagi, yakni kuharap Yan-ci-po-to dapat ditukar
dengan rahasia ilmu Ang-siu-to-hoat."
Pui Hui-ji berpikir sebentar, lalu katanya, "Tentang ini maaf kalau aku tak berani
memutuskan, akan kusampaikan kepada Kokcu dan kupercaya Kokcu pasti akan
mengabulkannya." "Kalau begitu tolong laporkan kepada Kokcu bahwa Yan-ci-po-to tidak berada pada
kami, untuk mendapatkannya dia harus melepaskan kami dulu meninggalkan lembah
ini." "Tentang ini Kokcu sudah ada rencana," kata Pui Hui-ji sambil tertawa, "kalian
cukup memberitahukan tempat golok itu saja, kami akan mengambilnya sendiri."
"Tempat itu sangat rahasia letaknya, kecuali kupergi sendiri tak mungkin orang lain
bisa menemukannya." "Silakan Pang-toako katakan, di manakah letak tempat itu?"
Pang Goan berpikir sebentar, kemudian katanya, "Tak mungkin bisa diterangkan
dengan mulut, pokoknya tempat itu sulit dicari . . . . begini saja, akan kubuatkan peta
untuk kalian, bila pencarian dilakukan menurut keterangan dalam peta, tentu akan
lebih gampang pencariannya." Pui Hui-ji sangat gembira, serunya, "Cara ini paling baik, silakan Pang-toako
membuat peta itu, sementara kulaporkan dulu hal ini kepada Kokcu...."
"Tunggu sebentar," cegah Ho Leng-hong, "kalian tak pernah meninggalkan Mi-kok,
sekalipun ada peta, siapa yang akan pergi mencarinya?"
Kembali Pui Hui-ji tertawa, "Untuk melawan kekuasaan Tiang-lo-wan selama
beberapa tahun ini kamipun sudah menyiapkan beberapa pos mata-mata di luar
lembah, asal peta penyimpanan golok sudah siap, kami bisa mengutus orang untuk
mencarinya sesuai dengan petunjuk peta."
"Tapi ada satu hal tolong nona sampaikan juga kepada Kokcu, kami harap bisa
menukar peta penyimpanan golok dengan Ang-siu-to-hoat, harap nona suka
menyampaikan beberapa kata manis di depan Kokcu nanti."
Pui Hui-ji manggut-manggut, "Aku pasti akan melakukannya, kalian jangan kuatir."
Setelah mengantar kepergian Pui Hui-ji, Pang Wan-kun menarik napas panjang, ia
lantas menyiapkan alat tulis dan kertas untuk Pang Goan membuat peta penyimpanan
golok. Pang Goan juga tidak menolak, dalam sekejap mata ia telah membuat dua buah
lukisan, yang selembar adalah letak Cian-sui-hu, sedangkan yang selembar lagi adalah
tempat golok itu disembunyikan. Peta itu dilukis dengan terperinci dan sangat rahasia, terutama tempat golok itu
disimpan, betul-betul dilukis dengan amat berhati-hati sehingga baik Ho Leng-hong
maupun Pang Wan-kun juga tidak mengetahui.
Setelah peta selesai dibuat ia baru berkata kepada Wan-kun dengan serius, "Adikku,
mumpung peta ini belum kuserahkan kepada Tong Siau-sian, kuharap kau bersedia
memberitahukan suatu hal kepadaku, kita adalah saudara sekandung, bagaimanapun
kau harus berterus terang." "Aku tidak bermaksud membohongi Toako?" kata Pang Wan-kun dengan
tercengang. "Yang sudah lewat aku tak ingin menyelidikinya, sekarang aku hanya ingin bertanya
padamu, jika golok mestika Yan-ci-po-to telah kami serahkan, benarkah Tong Siausian
akan membebaskan kami untuk meninggalkan Mi-kok ini."
"Ia pasti akan memenuhi janji, dia adalah seorang yang bisa dipercaya," jawab Wankun
tanpa ragu. "Apakah kau dan anakmu juga akan dilepaskan semua?" desak Pang Goan lebih jauh.
"Tentang ini . . . . ." agaknya perasaan Wan-kun bergetar keras, "Toako, kenapa
secara tiba-tiba kau ajukan pertanyaan ini?"
"Sebab kami tahu Tong Siau-sian menggunakan anakmu sebagai sandera untuk
memaksa kau melakukan semua petunjuknya, antara kau dengan dia pada hakikatnya
bukan sahabat karib seperti yang kaulukiskan."
Tiba-tiba sinar mata Pang Wan-kun memancarkan perasaan kuatir dan ngeri, dengan
mulut membungkam ia tunduk kepala rendah-rendah.
"Nyo-hujin," kata Leng-hong dengan suara tertahan, "kalian adalah saudara
sekandung, sudah seharusnya semua rahasia hatimu diutarakan secara blak-blakan,
tak perlu dirahasiakan lagi." "Benar," sambung Hui Beng-cu, "kita berempat harus bersatu dan berusaha dengan
segala kemampuan menghadapi apapun, Pang-toaci, cepatlah katakan secara terus
terang!" Pelahan Wan-kun mendongakkan kepalanya, bibirnya bergetar dan memperlihatkan
senyuman getir, katanya, "Dari bagian yang manakah aku harus mulai dengan
keteranganku" Ia bersikap sangat baik padaku, bukan terbatas sampai persahabatan
saja, hakikatnya kami bagaikan kakak beradik, tetapi...."
"Tetapi ia telah menahan anakmu sebagai sandera, agar kau melaksanakan semua
perintahnya tanpa berani membangkang, bukankah begitu?" sambung Pang Goan.
Wan-kun tidak mengaku pun tidak menyangkal, ia mengembuskan napas panjang.
"Aku amat menyayangi puteraku, ini kenyataan . . . ." demikian katanya, "Kupikir,
tujuannya menahan puteraku adalah agar aku tidak kabur dari Mi-kok, iapun kuatir
aku menaruh dendam padanya karena kematian Jit-long dalam istana es . . . . ."
"Kalau begitu, mana mungkin ia mengizinkan kami meninggalkan Mi-kok?"
"Dewasa ini, untuk menghadapi pertentangannya dengan Tiang-lo-wan, ia betul
membutuhkan bantuan orang, jika kita berhasil membantunya, kuyakini dia pasti akan
mengizinkan kita untuk meninggalkan tempat ini."
Tapi Ho Leng-hong segera menggeleng kepala, "Meski perempuan itu masih muda,
tapi otaknya cerdas dan akalnya banyak, kukuati sampai waktunya nanti . . . ."
Belum habis perkataannya, tiba-tiba terdengar suara langkah orang dari luar, cepat
semua orang mengakhiri pembicaraan dan kembali ke tempat duduknya masingmasing.
Sambil tersenyum simpul Pui Hui-ji masuk ke dalam ruangan, kemudian tegurnya,
"Pang-toako, sudah selesai petamu?"
Pang Goan tidak menjawab sebaliknya malah bertanya, "Bagaimana tanggapan
Kokcu atas permintaan kami?" "Telah kusampaikan kepada Kokcu dan beliau sangat gembira, permintaan kalian
segera dikabulkan, bahkan suruh aku memberitahukan pula kepada kalian agar jangan
kuatir, asal golok mestika telah didapatkan, rahasia Ang-siu-to-hoat pasti akan
diajarkan kepada kalian, bahkan beliau akan berterima kasih pula kepada kalian
semua." "Berterima kasih sih tak usah, sampai waktunya aku cuma memohon agar kami bisa
membawa bocah itu meninggalkan lembah ini bersama-sama agar ada keturunan
keluarga Nyo yang bisa melanjutkan perjuangan leluhurnya."
"O, pasti, pasti, Kokcu tak akan menyia-siakan harapan kalian," sahut Pui Hui-ji.
Pang Goan mengeluarkan peta dan berkata lagi, "Dari sini menuju ke gedung Ciansui-
hu di kota Liat-liu-shia ada ratusan li lebih, entah kalian membutuhkan beberapa


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lama untuk mengambil golok tersebut?"
"Tentu saja lebih cepat lebih baik, jika peta Pang-toako dibuat dengan cermat, maka
paling banter sepuluh hari kemudian semuanya sudah beres."
"Baik," kata Pang Goan sambil menyerahkan peta itu kepada Pui Hui-ji, "semoga
kalian cepat kembali, agar kami tak usah menunggu terlalu lama."
Pui Hui-ji merentangkan peta itu dan memandang sekejap secara garis besarnya,
kemudian dengan sangat berhati-hati menyimpannya dalam saku, setelah itu ia baru
bertepuk tangan tiga kali. Serombongan orang mengiakan sambil masuk ke dalam, ternyata mereka adalah Yu
Ji-nio dan dua orang gadis berbenang putih.
"Nona Pui, apa maksudmu?" teriak Pang Goan dengan marah.
"harap kalian jangan salah paham," kata Pui Hui-ji sambil tertawa, "oleh karena ini
adalah tempat tinggal kaum wanita, Kokcu merasa kurang leluasa untuk kalian tinggal
di sini, selain itu demi keamanan kalian serta menghindari gangguan dari pihak
Tiang-lo-wan, untuk sementara waktu kalian dipersilakan kembali ke ruang belakang
untuk beristirahat, kalau golok mestika sudah ditemukan, kalian pasti akan
dilepaskan." "Hm, jadi kami harus disekap selama belasan hari lagi?" seru Pang Goan sambil
mendengus. "Bukan, bukan disekap, berhubung pihak Tiang-lo-wan tetap tidak setuju dengan
maksud kalian untuk bermukim di sini, terpaksa Kokcu harus mengambil tindakan
begini." "Kalian jangan kuatir," kata Yu Ji-nio sambil tertawa, "meskipun kurang bebas
selama tinggal di gedung belakang, dalam soal penghidupan tak nanti kami
telantarkan kalian." Pang Goan memandang sekejap ke arah Pang Wan-kun, kemudian mendengus, "Hm,
adikku, sekarang percaya tidak bahwa perkataanku bukan hanya dugaan belaka!"
Wan-kun menunduk kepala dan membungkam.
------------------- Sekembalinya ke penjara, sikap Yu Ji-nio jadi lebih sungkan, "pelayanan" pun
tambah baik. Tapi kemarahan Pang Goan tak terbendung, dalam penjara dia membanting semua ini
membuat beberapa gadis penjaga pintu tak berani mendekati pintu terali besi nomor
satu. Karena kehabisan akal, terpaksa Yu Ji-nio memindahkan Pang Goan ke ruang
penjara nomor tiga, sedangkan Hui Beng-cu diberi kamar nomor satu.
Ternyata cara ini manjur juga, setelah pindah kamar sikap Pang Goan jauh lebih
tenang. Bukan hanya tenang saja, malah tak lama kemudian ia tertidur dengan nyenyaknya.
Hanya Leng-hong yang tahu bahwa rekan itu tidak benar-benar tidur, tapi iapun tidak
bicara apa-apa, sesudah Yu Ji-nio pergi, pelahan ia mengetuk dinding.
Betul juga, Pang Goan hanya pura-pura tertidur, segera ia berbisik, "Jangan
mengetuk lagi, suruh Siau-cu jaga pintu, kalau ada orang suruh dia dehem."
"Jangan kuatir, aku sudah memberitahukan kepadanya, sekarang marilah kita
berbicara dengan hati lega, tak mungkin ada orang mendengarkan pembicaraan kita."
Pang Goan merangkak bangun dari pembaringan lalu mendekati ujung dinding dan
berkata, "mulai sekarang, kau harus memperhatikan dua hal."
"Dua hal apa?" tanya Leng-hong.
"Pertama, berapa banyak pengawal dalam rumah penjara ini" Kedua, berapa lama
mereka berganti penjaga" Terutama keadaan pada waktu malam, perhatikan secara
khusus." "Lotoako, mau apa kau?" "Kabur!" "Kabur?" sekalipun Leng-hong telah menduga, terkejut juga demi mendengar
perkataan itu, "kau bermaksud kabur dari Mi-kok ini?"
"Benar, tempat setan ini penuh dengan kejadian yang bikin orang tidak habis
mengerti, Wan-kun dikuasai pula oleh mereka, maka kita harus mengandalkan
kekuatan kita sendiri untuk kabur dari sini."
"Tapi kungfu orang-orang di lembah ini sangat lihay, tidaklah gampang untuk kabur
dari sini." "Tentu saja tidak gampang, tapi bagaimanapun kita harus berusaha kabur, sebab
paling banyak kita hanya tersedia waktu selama sepuluh hari, jika menunggu orangorang
yang mengambil golok telah kembali, kita tak ada kesempatan lagi untuk
berbuat demikian." "Apakah peta rahasia tersebut palsu?"
"Hahaha, kaukira akan kuberikan peta yang benar kepada mereka?" Pang Goan balik
bertanya sambil tertawa, "terus terang kuberitahukan kepadamu, letak tempat yang
kulukis dalam peta adalah kubang tinja dalam Cian-sui-hu, kecuali kotoran manusia
jangan harap bisa menemukan golok!"
Betapa bangga gelak tertawa itu, seakan-akan ia telah menyaksikan cara bagaimana
orang-orang Mi-kok yang mencari golok mestika itu tercebur ke dalam lubang tinja
dan kenyang minum air kotoran. Ho Leng-hong juga ingin tertawa tapi tak mampu bersuara, sambil menggeleng
katanya, "Lotoako, jangan terlampau menuruti emosi, sebab perbuatanmu ini bisa
mencelakai Wan-kun, bila Tong Siau-sian merasa tertipu, ia pasti takkan melepaskan
Wan-kun." "Kita bisa mengajak Wan-kun kabur bersama."
"Persoalannya tidak segampang itu, sekalipun Wan-kun berhasil kita bawa kabur,
anaknya belum tentu bisa sekaligus kita selamatkan, padahal anak itu adalah itu
adalah satu-satunya tumpuan harapan Wan-kun, selama bocah itu tak bisa ikut, Wankun
juga tidak akan ikut pergi." Pang Goan termenung sebentar, akhirnya dengan menyesal ia berseru, "Celaka,
waktu itu kenapa aku tidak memikirkan masalah bocah tersebut" Wah, kalau begitu
perbuatanku benar-benar amat sembrono."
Leng-hong menghela napas panjang, "Ai, sekarang urusan telah berkembang jadi
begini, tak mungkin kita pasrah nasib kepada mereka, kita harus kabur bahkan bawa
serta Wan-kun dan anaknya, dan satu-satunya cara untuk kita adalah menempuh
bahaya . . . ." "Menempuh bahaya bagaimana maksudmu?"
"Kita berusaha membekuk Tong Siau-sian dan menyanderanya, asal dia dipaksa
untuk mengantar kita keluar lembah, urusan kan beres."
"Apakah kau ada akal bagus?"
"Sekarang belum, tapi kita bisa mendapatkannya dari seseorang."
"Siapa?" cepat-cepat Pang Goan bertanya.
"Pui Hui-ji!" --------------------- *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***--
Ketika Pui Hui-ji muncul lagi dalam penjara sikapnya sudah jauh berbeda daripada
sebelumnya. Kalau dahulu ia selalu tersenyum simpul dan bersikap ramah tamah, maka kini meski
senyuman masih menghiasi bibirnya, namun senyuman itu sangat dingin, membuat
siapa pun yang melihatnya segera tahu bahwa senyuman itu diperlihatkan secara
terpaksa dalam keadaan yang tidak dikehendakinya.
Begitu masuk ke dalam penjara, keningnya segera berkerut, senyuman pun lenyap,
tegurnya dengan ketus, "Ada urusan apa kalian mencari aku?"
Buru-buru Leng-hong mendekati terali besi sambil berbisik, "Nona Pui, ada urusan
penting hendak kubicarakan secara pribadi denganmu, dapatkah kau mencari suatu
tempat yang agak rahasia. . . . ."
Kening Pui Hui-ji makin berkerut, dengan wajah tak sabar serunya, "Kalau ada
urusan katakan sekarang saja, aku repot dan tak punya waktu....."
"Tempat ini terlalu banyak mata-matanya, kukuati pembicaraan kita akan terdengar
oleh pihak ketiga, tapi kalau nona Pui enggan mendengarkan juga tak apa-apa, cuma
andaikata Yan-ci-po-to sampai terjadi sesuatu di luar dugaan, jangan salahkan kami
sebelumnya tidak memberi kabar kepada nona."
Pui Hui-ji terkejut, "Apa" Yan-ci-po-to akan mengalami kejadian apa?"
Leng-hong tidak menjawab, ia meninggalkan terali besi dan membaringkan diri.
Sikap Pui Hui-ji seketika berubah, dengan senyum manis cepat ia menitahkan Yu Jinio
membuka pintu penjara, bahkan menghampiri sendiri ke tepi pembaringan dan
berkata dengan lembut, "Ho-toako, akulah yang salah, aku memang sangat repot, aku
tidak sengaja hendak menyinggung perasaanmu . . . sesungguhnya ada apa dengan
golok mestika Yan-ci-po-to . . . . ."
"Sudah kukatakan, di sini terlalu banyak mata dan telinga, tidak leluasa untuk
bercakap-cakap di sini," tukas Leng-hong ketus.
"Ah, itu gampang, akan kutemani Ho-toako untuk bercakap-cakap dalam kamar Yu
Ji-nio." "Kamarnya juga kurang leluasa."
"Lantas menurut keinginan Ho-toako....."
"Tempat manapun boleh, asal tak ada orang yang mencuri dengar, terlebih jangan
sampai diketahui oleh Hoa Jin."
"Hoa Jin?" tiba-tiba air muka Pui Hui-ji berubah, setelah merenung sejenak, akhirnya
berkata, "Baiklah" Mari ikut aku."
Ternyata ia benar-benar orang kepercayaan Kokcu, cukup mengucapkan sesuatu
kepada Yu Ji-nio, tanpa dikawal ia meninggalkan rumah penjara.
Setelah menelusuri kaki bukit dan belok ke kiri, sampailah mereka di muka sebuah
rumah batu, di depan pintu duduk seorang nenek sedang menambal baju.
Pui Hui-ji memberi kode tangan kepada nenek itu, kemudian mengajak Leng-hong
masuk ke dalam, katanya, "Nenek itu seorang tuli, dulu dia adalah inang pengasuh
Kokcu, asal kita bercakap-cakap dalam rumahnya, tak nanti ada orang yang mencuri
dengar." Leng-hong memperhatikan sekejap susunan perabot di dalam ruangan itu, setelah
duduk, katanya, "Yang paling penting, apa yang kita bicarakan sekarang jangan
sampai diketahui Hoa jin, kaupun harus berpesan secara khusus kepada Yu Ji-nio agar
ia tidak membacakan rahasia kita ini."
"Sebenarnya ada apa dengan Hoa Jin?" tanya Pui Hui-ji tidak sabar.
"Semalam ia datang ke penjara mencari diriku."
"O, benarkah itu?" seru Pui Hui-ji kaget, "mau apa dia mencarimu?"
"Sebenarnya dia hendak bicara dengan Pang-toako, tapi kucegat dan akhirnya kami
bicara hampir setengah jam lamanya . . . . ."
"Apa saja yang kalian bicarakan?" tanya gadis itu cemas.
"Setelah kukatakan, harap kau jangan kaget, ia datang ke penjara karena golok
mestika Yan-ci-po-to itu." "Oya" Apa yang dia katakan kepadamu" cepat katakan!"
Sengaja Leng-hong tertawa, katanya, "Entah darimana ia dengar kabar tentang golok
mestika Yan-ci-po-to yang disimpan dalam Cian-sui-hu, maka ia mencari kami untuk
membicarakan syarat penukaran, merekapun menginginkan selembar peta."
"Sudah kau kabulkan permintaannya?"
"Belum," jawab Leng-hong sambil menggeleng, "Cuma syarat yang ia ajukan
ternyata lebih menyenangkan dari pada syarat Kokcu."
"Dia bilang apa?" "Katanya, asal kami bersedia melukiskan pula selembar peta untuk mereka, maka
bukan saja kami akan segera dibebaskan menurut pilihan kami sendiri, bahkan ia
jamin Wan-kun dan anaknya akan diserahkan pula kepada kami, katanya juga bila
kami ingin tinggalkan tempat ini, pihak Tiang-lo-wan bersedia menghadiahkan Angsiu-
to-hoat kepada kami, serta membantu kami menumpas Ci-moay-hwe, kalau pilih
tinggal di sini, maka setelah Kokcu naik tahta, Wan-kun dan Beng-cu boleh masuk
Tiang-lo-wan, sedang aku dan Pang-toako akan diangkat sebagai pelindung Mi-kok
dengan hak istimewa untuk masuk keluar lembah ini sesuaka hati . . . ."
Ia masih ingin mengibul terus, tapi Pui Hui-ji sudah keburu jengkel sehingga
mukanya berubah menjadi hijau membesi, tukasnya, "Ho-toako, jangan sekali-kali
kau tertipu, Tiang-lo-wan hakikatnya tidak memiliki kekuasaan sebesar ini, mereka
tidak berhak mengubah peraturan Mi-kok, Kokcu kami adalah jabatan turun temurun,
kecuali melakukan pelanggaran besar, Tiang-lo-wan tidak berhak mengganti Kokcu
baru, lebih-lebih tak berhak untuk mengangkat orang luar sebagai pejabat dalam
lembah ini." "Tapi mereka menyatakan," kata Leng-hong sambil tertawa, "bila Kokcu mencari
bantuan orang luar untuk menentang Tiang-lo-wan, maka perbuatan ini adalah suatu
pelanggaran besar." Dengan jengkel Pui Hui-ji mendengus, "Hm, jika Tiang-lo-wan mengandalkan
kekuatan luar untuk melawan Kokcu, perbuatan inipun suatu pelanggaran besar,
Tong-popo telah bersekongkol dengan Ci-moay-hwe untuk mengincar jabatan Kokcu,
dosa ini jelas terbukti, Kokcu berhak membubarkan Tiang-lo-wan serta menjatuhi
hukuman kepada mereka untuk memilih Tiang-lo baru . . . . ."
"Soal siapa berhak atau tidak merupakan urusan Mi-kok kalian sendiri, kami tak
ingin mencampurinya, terus terang saja harapan kami hanya bagaimana caranya
menukar golok mestika dengan rahasia Ang-siu-to-hoat dan meninggalkan lembah ini
dengan selamat. Semula kami ingin membantu Kokcu, tapi hasilnya kami harus
masuk penjara menjadi tawanan, bila dibandingkan satu sama lain tentu saja kami
merasa syarat mereka jauh lebih menarik daripada syarat dari pihak Kokcu."
"Ho-toako, jangan kau percaya pada mereka," seru Pui Hui-ji dengan gelisah, "pasti
Hoa Jin perempuan rendah itu sengaja membohongimu, jika kau menyerahkan peta
tersebut, jangan harap kalian bisa tinggalkan Mi-kok dengan selamat."
"Tapi setelah kami serahkan peta rahasia itu kepada Kokcu, apa pula jaminan buat
kami untuk meninggalkan tempat ini dengan selamat?"
"Tak usah kuatir, sekarang juga akan kulaporkan soal ini kepada Kokcu, tempat
tinggal kalian pun harus diatur lagi dengan sebaiknya . . . . ."
Kemudian dengan penuh kebencian serunya lagi, "Yu Ji-nio juga kurang ajar sekali,
tujuan Kokcu mempersilakan kalian tinggal dalam penjara adalah untuk mencegah
agar pihak Tiang-lo-wan jangan mengacau, ternyata dia malah berani memasukkan
Hoa Jin dalam penjara!" "Dalam peristiwa ini jangan kau tegur Yu Ji-nio, sebab Hoa Jin menyusup masuk
secara diam-diam di tengah malam buta, mungkin juga ia sudah atur orangnya dalam
penjara, Yu Ji-nio sama sekali tidak tahu akan perbuatannya."
"Akan kuperiksa, hmm, lihat saja akibatnya nanti," dengus Pui Hui-ji.
"Bila nona ingin melakukan pemeriksaan, aku mempunyai suatu akal bagus," kata
Leng-hong sambil tertawa. "Oya"! Akal apa?" "Nona Pui, kejadian tanpa bukti ini sulit diperiksa, jika kauingin memeriksanya harus
mempunyai bukti yang jelas, kalau tidak, memukul rumput mengejutkan ular,
akibatnya mala kurang baik." "Maksudmu . . . . ." "Sepulangnya dari sini nanti nona jangan bicara apa-apa, hari ini atau besok kukira
Hoa Jin pasti akan kembali lagi ke sini, jika diam-diam nona bersembunyi dalam
ruangan Hui Beng-cu, kan dapat memergokinya?"
"Ya, ini memang akal bagus!" seru Pui Hui-ji gembira.
"Cuma, nona mesti perhatikan dua hal, pertama harus datang secara diam-diam,
jangan sampai ketahuan penjaga penjara, bila perlu Yu Ji-nio juga harus dikelabui."
"Soal ini gampang!" Pui Hui-ji manggut-manggut.
"Kedua, kau harus membawa kunci kamar penjara, setelah bersembunyi dalam kamar
Beng-cu pintu terali besi harus dalam keadaan terkunci, maka setelah Hoa Jin datang
ia akan langsung menuju ke kamar nomor tiga di mana aku berada. Nah, tiba
waktunya nanti nona boleh keluar dari kamar nomor satu secara tiba-tiba, adang dulu
jalan mundurnya kemudian baru memergokinya, bukankah kau segera akan
menangkap basah padanya?" Pui Hui-ji manggut-manggut, "Baik, kita laksanakan menurut cara usulmu."
"Menurut apa yang kuketahui," kata Leng-hong lebih lanjut, "setiap petang para
penjaga bergilir makan malam, penjagaan waktu itu agak mengendur, maka
pergunakanlah kesempatan itu untuk menyusup ke sini, tengah malam nanti Hoa Jin
tentu masuk perangkap." Pui Hui-ji mengangguk tanda setuju.
"Nona Pui, dengan rencana kita ini berarti aku telah memutuskan hubungan dengan
Tiang-lo-wan, setelah urusan berhasil jangan kau ingkar janji, dan terus menerus
menganggap kami sebagai tawanan......"
"Jangan kuatir, pasti akan kusampaikan hal ini kepada Kokcu, tanggung tak akan
merugikan kalian." Selesai berunding, Pui Hui-ji mengantar Leng-hong pulang ke penjara, sementara ia
sendiri pergi melakukan persiapan. Sekembalinya ke kamar, Leng-hong menceritakan semua kejadian itu kepada Pang
Goan dan Hui Beng-cu, diam-diam ketiga orang itupun melakukan persiapan.
--------------------- *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***---------
Malam itu Pui Hui-ji benar-benar telah menyusup ke dalam penjara secara diamdiam.
Ia masih mengenakan baju merah bersulam benang putih, persis dandanan para gadis
penjaga penjara, tidak ketinggalan iapun membawa golok panjang.
Cahaya lampu dalam penjara amat suram, ketika ia membuka pintu terali kamar
nomor satu dan menyusup pintu, Hui Beng-cu sudah menanti di pinggir pintu sambil
menegur, "Apa nona Pui di situ?"
Pui Hui-ji mengiakan, baru saja dia akan menutup pintu, Hui Beng-cu telah menarik
tangannya sambil berseru, "Cepat bersembunyi di dalam!"
Pui Hui-ji merasa pergelangan tangannya mendadak menjadi kaku, menyusul
kemudian jalan darah Ki-bun-hiat di bawah iganya disodok oleh sikut keras-keras, tak
sempat mengeluh lagi ia roboh tak sadarkan diri.
Dengan tangan kiri Hui Beng-cu merampas anak kunci, tangan kanan menyambar


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuh Pui Hui-ji, dengan setengah memondong setengah menyeret ia membawanya ke
tepi pembaringan, membungkusnya dengan selimut dan dimasukkan ke kolong
ranjang, setelah itu disodorkan anak kunci itu lewat terali besi kepada Ho Leng-hong .
. . . . Dalam waktu singkat suasana dalam penjara pulih kembali dengan tenang, siapapun
tidak menyangka dalam penjara telah bertambah dengan seorang, siapapun tidak
mengetahui kalau kunci pintu penjara telah terbuka.
Selesai bersantap para penjaga masuk melakukan pemeriksaan, keadaannya tidak
berbeda dengan keadaan biasa. Mendekati tengah malam, Ho Leng-hong mengetuk dinding kiri dan kanannya,
ketiga orang itu lantas bangun, membuka pintu terali besi dan tanpa membuang
banyak tenaga menutuk jalan darah kedua gadis penjaga malam yang tertidur,
kemudian menyeret mereka ke dalam kamar penjara.
Hui Beng-cu melucuti pakaian luar gadis-gadis itu, dua di antaranya diberikan
kepada Ho Leng-hong dan Pang Goan, sedang ia sendiri mengenakan baju merah
bersulam benang putih milik Pui Hui-ji, dengan memegang golok panjang
berangkatlah mereka meninggalkan penjara.
Pui Hui-ji dan kedua gadis penjaga tersekap dalam penjara.
Sepanjang perjalanan dari penjara mereka tidak menjumpai alangan apa-apa, ketiga
orang itu mempercepat langkahnya, tak lama kemudian sampailah di depan gedung
Yu-tim-cing-sih. "Tempat tinggal Tong Siau-sian tentu dijaga ketat," bisik Pang Goan kemudian, "kita
butuh Wan-kun sebagai penunjuk jalan. Tunggulah kalian di sini, akan kutemui Wankun
lebih dulu." "Berhati-hatilah Lotoako, mungkin saja demi keselamatan anaknya, Wan-kun tak
mau menempuh bahaya, bila perlu kita paksa dia untuk menyetujui pendapat kita!"
"Aku mengerti!" Pang Goan lantas maju mengetuk pintu.
Ketika ketukan diulangi sampai ketiga kalinya baru terdengar suara Pang Wan-kun
tanya dari dalam, "Siapa?"
Pang Goan memberi tanda agar kedua rekannya bersembunyi, kemudian sahutnya
lirih, "Wan-kun, cepat buka pintu, aku, Toako!"
Agaknya Wan-kun sangat terkejut, serunya, "Toako" Kenapa kau bisa . . . . . ."
"Jangan banyak bertanya dulu, cepat buka pintu dan membiarkan aku masuk!"
Dalam ruangan terjadi sedikit kegaduhan, menyusul pintupun lantas terbuka.
Dengan cepat Pang Goan menyusup masuk ke dalam ruangan, lalu menutup pintu,
bisiknya, "Wan-kun, benahi barangmu, mari ikut Toako pergi mencari Tong Siau-sian
untuk menolong anakmu!" Rambut Wan-kun tampak kusut, agaknya baru bangun tidur, dengan melenggong ia
awasi Pang Goan, lalu tanyanya dengan terperanjat, "Toako, kenapa kau bisa sampai
di sini" Hanya kau seorang diri?"
"Kita tak dapat pasrah nasib, maka dengan menyerempet bahaya kami kabur dari
penjara, sengaja kujemput dirimu agar kita bisa kabur bersama, Leng-hong dan Siaucu
sudah menunggu di luar, ayo cepat berganti pakaian."
"Kalian ingin kabur dari Mi-kok ini?"
"Benar, kamipun bermaksud menangkap Tong Siau-sian, menolong anakmu,
kemudian kita kabur bersama!" "Tidak. Tidak mungkin!" Wan-kun menggeleng kepala berulang kali, "kalian tak
mungkin bisa lolos dari cengkeraman mereka, sekalipun berhasil kabur dari lembah
Mi-kok, tak mungkin bisa lolos dari Tay-pa-san. Toako, dengarkan baik-baik
perkataanku, jangan kaulakukan perbuatan bodoh ini . . . ."
"Asal Tong Siau-sian berhasil kita tangkap sebagai sandera, siapa yang berani
mengalangi kita?" "Jangan bermimpi di siang bolong, penjagaan di tempat kediaman Kokcu sangat
ketat, ilmu silat Tong Siau-sian tiada tandingannya, jelas jalan yang kalian tempuh tak
mungkin bisa tertembus." "Sekalipun tidak tembus juga harus dicoba, sekarang kita sudah lolos dari penjara,
apakah mesti kembali lagi ke sana" Sekalipun kami bersedia kembali, tidak mungkin
Tong Siau-sian akan melepaskan kami lagi, bagaimanapun hanya ada jalan kematian
bagi kita, daripada pasrah nasib kenapa tidak menyerempet bahaya untuk mencari
hidup?" "Kalau kaukembali ke penjara belum tentu mati, sebaliknya jika melarikan diri dari
lembah ini hanya kematian saja yang bakar kalian terima."
"Kami lebih suka terbunuh waktu kabur daripada duduk menanti kematian, Wan-kun,
jangan banyak bicara lagi, cepat benahi barang-barangmu dan kita kabur bersama."
"Tidak, aku tak dapat melarikan diri, sebab perbuatanku ini akan menyusahkan
anakku sendiri, bila aku bisa kabur sudah semenjak dulu-dulu aku kabur, kenapa
menunggu sampai sekarang" . . . ." kata Wan-kun sambil geleng kepala berulang kali.
"Tapi keadaannya sekarang bagaikan anak panah di atas busur, sekalipun harus
pertaruhkan jiwa raga akan kami selamatkan juga anakmu, apa lagi yang perlu
disangsikan?" Sementara itu pintu diketuk orang, menyusul suara Hui Beng-cu menegur, "Pangtoako,
waktu sudah mendesak, cepat suruh Toaci berangkat."
"Wan-kun, kau mau kabur tidak?" seru Pang Goan dengan suara tertahan.
"Aku bukannya tak mau kabur, oleh karena aku terlampau paham keadaan Mi-kok
ini, maka kutahu bahwa harapan untuk kabur tak ada, sebab kita tak mungkin bisa
lolos." "Baik!" kata Pang Goan sambil mencabut goloknya, "Thian-po-hu cuma mempunyai
seorang anak, Cian-sui-hu juga Cuma kita berdua, bila kau tak mau kabur mengikuti
aku, demi menyelamatkan putera dari keluarga Nyo, sekarang juga akan kugorok
leherku agar semua orang tak perlu kabur lagi."
Cepat-cepat Wan-kun memeluk tangan sang kakak yang memegang golok itu,
kemudian berkata sambil menangis, "Toako, kenapa kau mengucapkan kata-kata
semacam itu" Aku bukannya tak mau kabur, aku kuatir jika kita gagal."
"Siapa tahu di tengah kegagalan akan kita jumpai jalan hidup" Kita sudah bertekad
untuk berjuang mati-matian, darimana kautahu kita tak akan berhasil?"
"Soal ini bukan soal tekad, ilmu silat Tong Siau-sian sangat tinggi, kita semua bukan
tandingannya." "Kita hadapi mereka dengan akal dan hindari kekerasan, sekalipun ilmu silatnya
lebih tinggi juga tak perlu kuatir."
Wan-kun termenung sejenak, akhirnya dengan perasaan apa boleh buat ia menarik
napas panjang, "Ai, baiklah, kalian tunggulah sebentar di luar."
Pang Goan menyahut dengan gembira, ia segera mengundurkan diri ke luar ruangan.
"Apakah ia bersedia?" Leng-hong segera menyongsong kedatangan Pang Goan
sambil bertanya. Pang Goan mengangguk, "Mula-mula ia tak mau, setelah kugunakan siasat menyiksa
diriku sendiri, akhirnya dia mau juga."
"Dalam perjalanan kita dari sini menuju kediaman Tong Siau-sian mungkin akan kita
jumpai pengadangan, sebentar biar Beng-cu berjalan bersamanya, sedang kita
mengikutinya secara diam-diam."
"Kalau begitu kita buka pakaian penjara ini, seorang laki-laki sejati harus
mengenakan pakaian perempuan, wah, betul-betul runyam."
"Sekarang kita belum boleh melepaskannya, paling sedikit harus tunggu setelah
berhasil kabur dari lembah ini . . . . ."
Dalam pada itu Wan-kun telah selesai berdandan dan keluar dari ruangan.
Yang dimaksud berdandan masih tetap memakai baju merah tanpa sulaman itu,
bertangan kosong tanpa membawa apa-apa, bahkan senjata pun tidak membawa.
Ketika Ho Leng-hong menjelaskan siasatnya, Wan-kun menggeleng kepala, katanya,
"Tidak perlu, kalian semua ikuti saja diriku, bila ada pengadangan aku yang akan
menghadapinya, tapi semua orang tak boleh membawa senjata."
"Andaikata terjadi hal-hal di luar dugaan dan pertarungan berkobar . . . . ."
Wan-kun tertawa getir, "Ilmu golok Ang-siu-to-hoat dari Mi-kok adalah kepandaian
yang tiada tandingannya di dunia ini, seandainya benar-benar terjadi pertarungan, apa
pula gunanya membawa golok" Bukan saja mudah menimbulkan kecurigaan orang,
pun tak ada manfaat apa-apa, umpama memerlukan senjata, di manapun bisa kalian
dapatkan, kenapa mesti membawanya dari sini?"
Ketiga orang itu merasa ucapan tersebut ada benarnya juga, terpaksa mereka
lepaskan golok dan disembunyikan di Jut-tim-cing-sih.
Pang Wan-kun membawa ketiga orang itu menuju ke ruang tengah di mana Kokcu
berdiam, setelah melewati serambi, ia masuk ke gedung tengah tanpa sembunyisembunyi,
sekalipun di tengah jalan mereka bertemu dengan gadis-gadis peronda
malam, karena semuanya kenal pada Pang Wan-kun, maka setelah saling menyapa
dengan tertawa mereka berlalu dengan begitu saja, sama sekali tidak ada pemeriksaan
apa-apa. Tapi Ho Leng-hong dan Pang Goan yang menyaru sebagai perempuan merasa
jantungnya berdebar karena tegang, sepanjang jalan mereka hanya menundukkan
kepala dengan peluh dingin membasahi telapak tangan.
Setelah masuk ke ruang tengah, mendadak penjagaan di situ tambah ketat dan rapat.
Di pintu masuk tampak berdiri seorang gadis bergaun merah dengan sulaman benang
putih memimpin empat orang gadis lainnya melakukan penjagaan, di bawah beranda
dan di balik semak bunga sana tampak juga ada penjaga, seluruh halaman tersebut
telah dijaga dengan ketatnya. Setelah menyaksikan semua itu, Pang Goan baru percaya pada perkataan Wan-kun,
bila ingin menangkap Tong Siau-sian dengan kekuatan mereka bertiga, sungguh
perbuatan yang bodoh. Tentu saja penjagaan semacam ini bukan khusus ditujukan untuk menghadapi
mereka, tapi penjagaan terhadap serangan mendadak dari pihak Tiang-lo-wan.
Entah apa yang dibisikkan Wan-kun kepada gadis bersulam benang putih penjaga
pintu itu, tiba-tiba anak dara itu memperhatikan Pang Goan bertiga, kemudian sambil
tertawa katanya, "Baiklah, suruh mereka masuk ke serambi dan menunggu di situ,
tapi tak boleh sembarangan lari."
"Sudah kalian dengar?" kata Wan-kun, "istirahat dulu di serambi sana, jangan
sembarangan pergi, aku akan segera lapor kepada Kokcu."
Ho Leng-hong bertiga tak berani buka suara, dengan kepala tertunduk mereka masuk
ke dalam. Ketika melewati ruangan, beberapa orang gadis penjaga sama menutupi mulut dan
tertawa cekikak-cekikik, dan sekalipun mereka sudah tiba di bawah serambi, gadisKoleksi
Kang Zusi gadis penjaga itu masih mengawasi dari kejauhan sambil berbisik-bisik dan tertawa
geli. Berdiri bulu roma Leng-hong menyaksikan tertawa mereka, bisiknya, "Lotoako,
tampaknya keadaan kurang beres, agaknya dayang-dayang itu sudah mengetahui
rahasia kita." "Akupun merasa gelagat kurang beres, jangan-jangan Wan-kun telah membocorkan
rahasia kita," kata Pang Goan.
"Ya, hal ini sukar untuk dikatakan," sambung Hui Beng-cu, "dia memang tidak
setuju dengan rencana kita, sebelum datang iapun suruh kita jangan membawa
senjata, entah apa yang direncanakannya."
"Tidak mungkin, hal ini tidak mungkin," bisik Pang Goan segera, "dia adalah adikku,
tak mungkin mengkhianati kita."
Tiba-tiba Ho Leng-hong menghela napas panjang, "Ai, jika ia berkeras hendak
mengkhianati kita, terpaksa kita harus menghadapi kenyataan...."
Pang Goan merasa ucapan tersebut aneh sekali nadanya, ketika mengikuti arah
tatapannya, kontan hatinya tercekat....
Entah sejak kapan, dua orang telah berdiri di pintu, ternyata mereka adalah Pui Hui-ji
dan Yu Ji-nio. Suara langkah manusia berkumandang juga dari kiri-kanan serambi, menyusul
kemudian muncul dua baris pasukan anak perempuan bersenjata lengkap.
Tak lama kemudian, pintu ruang tengah terbuka lebar dan muncul Tong Siau-sian
diiringi oleh Pang Wan-kun. Kontan Pang Goan naik darah, sambil melotot dengan penuh kebencian serunya,
"Beginikah hubungan erat seorang adik dengan kakak kandungnya?"
Dengan perasaan malu Wan-kun menunduk kepala rendah-rendah, katanya lirih,
"Toako, jangan salahkan aku, kalian tak akan berhasil melarikan diri dari sini . . . ."
Pang Goan membentak gusar dan menerjang ke sana.
Tapi sebelum sempat berbuat sesuatu, cahaya tajam berkilauan, menyusul dua bilah
golok panjang telah mengadang di depannya, serentak gadis lain di bawah serambi
pun melolos senjatanya. Tong Siau-sian tersenyum, katanya, "Lebih baik kalian bertiga kembali saja, kami
anggap peristiwa malam ini sebagai tak pernah terjadi, janji yang tempo hari masih
tetap berlaku, aku tak akan bikin susah kalian bertiga."
Tentu saja Pang Goan mengerti bahwa ucapan tersebut cuma basa-basi, justru
lantaran golok mestika Yan-ci-po-to belum berhasil didapatkan, maka Tong Siau-sian
harus bersikap sungkan, coba kalau tidak begitu, tak akan ramah begini sikapnya.
Tapi persoalan telah berkembang menjadi begini, dalam keadaan tanpa senjata jelas
tak mungkin bagi mereka untuk menerobos keluar lembah Mi-kok.
Gusar dan gemes Pang Goan, ditatapnya Wan-kun dengan mata melotot, kalau
mungkin dia hendak menelan adiknya bulat-bulat.
Ternyata Leng-hong jauh lebih berlapang dada, sambil angkat bahu dan tertawa
katanya, "Lebih baik Kokcu perkuat penjagaan dalam penjara, kalau perlu terali
basinya dipertebal beberapa kali lipat, sebab kalau tidak kami masih tetap akan
berusaha untuk kabur." "Kau anggap masih ada kesempatan untuk kabur?" ejek Tong Siau-sian.
"Setiap kesempatan yang ada adalah hasil usaha manusia, kami sudah jemu terhadap
pelayanan dalam penjara setiap saat mungkin kami akan mengubah suasananya."
"Kalian tak akan melakukan perbuatan bodoh lagi, dan pihak kamipun tak akan
memperkenankan kalian melanggar kesalahan yang sama untuk kedua kalinya," ucap
Tong Siau-sian sambil tertawa. Leng-hong tidak berkata lagi, setelah menjura ia berjalan keluar lebih dahulu.
Pang Goan masih melotot dengan penuh kegusaran, ia masih penasaran, Hui Beng-cu
segera mendorongnya sambil berbisik, "Pang-toako, mari kita pergi! Mungkin Toaci
mempunyai kesulitan yang tak bisa diutarakan."
Pang Goan menggeleng sambil mendengus, kemudian putar badan dan berlalu.
Yu Ji-nio dan Pui Hui-ji mengiringi ketiga orang itu, selain mereka ada lagi delapan
orang gadis bersenjata yang mengiringi mereka dari kiri-kanan.
Rupanya amarah yang berkobar dalam dada Pang Goan belum reda, ia lupa Hui
Beng-cu mengikut di belakang, dengan gemas ia berseru, "Hmm, perempuan tetap
perempuan, tak bisa diajak berunding untuk urusan besar!"
Hui Beng-cu tahu orang sedang menjongkok, maka iapun cuma tertawa saja tanpa
memberi komentar. "Aku tidak setuju dengan perkataanmu," kata Leng-hong sambil tertawa, "Sebetulnya
perempuan adalah partner yang baik, bergantung berapa banyak kebaikan yang bisa
kauberikan kepadanya, dan berapa besar keuntungan yang dapat ia raih" Yu Ji-nio
betul tidak perkataanku ini?" "Aku tidak tahu!" jawab Yu Ji-nio ketus tanpa berpaling.
"Tentu saja sekarang kaubilang tidak tahu, tapi kemarin mengapa kau kelihatan
gembira sewaktu kuberitahukan kepadamu bahwa kau hendak diangkat menjadi
Tianglo oleh pihak Tiang-lo-wan?"
Mendadak Yu Ji-nio berhenti, lalu menegur dengan suara dalam, "Hei, kau ngacobelo
apa?" "Sekarang urusan sudah lewat," kata Leng-hong sambil tertawa, "apa salahnya kalau
disinggung lagi" Tentu saja ucapanku itu hanya membohongi kau, tapi waktu itu kau
telah menganggapnya sebagai sungguh-sungguh."
Yu Ji-nio marah sekali, katanya, "Selama kalian masih berada dalam penjara, aku
selalu melayani kalian secara baik-baik, kenapa kau memfitnah diriku dengan katakata
yang tak senonoh?" "Baiklah, tidak kusinggung lagi, kenapa marah, kalau aku bermaksud memfitnahmu,
ketika berada di hadapan Kokcu tadi tentu kuungkapkan masalah ini, buat apa
menunggu sampai sekarang?" Tak terlukiskan rasa gusar Yu Ji-nio, tapi pada dasarnya ia berlidah kaku dan tak
pandai bicara, sesaat ia tak tahu apa yang harus dikatakan, terpaksa sambil
menggertak gigi ia bungkam saja. Pui Hui-ji yang berada di belakangnya segera berteriak, "Orang she Ho, kuharap kau
bersikap lebih jujur, Yu Ji-nio selalu setia kepada Kokcu, jangan mimpi kau akan
meretakkan hubungan kami." "Baik, anggap saja tanpa sengaja aku hendak meretakkan hubungan kalian!" kata
Leng-hong sambil merentangkan tangan, "untung kata-kata yang terucapkan dari
mulut bagaikan angin lalu, siapapun tak bisa membuktikannya. Cuma, sebagai orang
pintar seharusnya bisa berpikir, andaikata tak ada permainan, mana bisa kau
menyusup ke dalam penjara segampang itu . . . . ."
Belum habis kata-katanya, Yu Ji-nio tidak tahan lagi, segera ia mencabut goloknya.
"Hei, mau apa kau?" Leng-hong mundur beberapa langkah sambil menegur dengan
serius, "apakah kau hendak membunuh orang untuk melenyapkan saksi?"
"Kau..... kau binatang!" bentak Yu Ji-nio marah.
Pada dasarnya dia memang tidak pandai bicara, apalagi setelah gusar, ia semakin tak
tahu makian apa yang pantas dilontarkan, maka begitu membentak, golok panjang
secepat kilat menyambat tubuh bagian bawah Ho Leng-hong.
Tindakan tersebut mencerminkan bahwa ia masih jeri akan sesuatu kendatipun
kesadarannya hampir terpengaruh oleh emosi, meskipun ia sangat benci pada Ho
Leng-hong, namun tidak berani sungguh-sungguh membunuhnya, maka tabasan itu
dituju pada bagian tubuh yang tidak berbahaya sebagai pelampiasan rasa gemasnya.


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ho Leng-hong pun telah menduga orang tak akan berani membunuh, maka sambil
pura-pura takut ia menjerit lalu melarikan diri terbirit-birit . . . . .
Baru dia menyingkir, cahaya golok berkilauan dan . . . . . "trang!" tahu-tahu serangan
Yu Ji-nio tertangkis. "Ji-nio!" Pui Hui-ji membentak dengan menarik muka, "ketiga orang ini adalah tamu
Kokcu kita, bila kaulukai mereka, siapa yang akan bertanggung jawab bila Kokcu
menegur nanti?" "Tapi dia . . . dia terlalu menjengkelkan . . . ." seru Yu Ji-nio dengan marah
"Ia bicara sendiri. Asal kau tidak merasa berbuat, kenapa orang hendak kaubunuh
untuk membungkam mulutnya?" "Benar!" cepat Leng-hong menyambung, "aku tak akan memberitahukan hal ini
kepada Kokcu, kenapa kau kuatir?"
Kata-kata tak sedap itu semakin mengobarkan amarah Yu Ji-nio, saking tidak tahan
tiba-tiba ia menjadi nekat, teriaknya, "Minggir kau! Akan kubunuh binatang ini lebih
dulu baru kemudian menerima hukuman dari Kokcu."
Sambil menjerit, golok panjang segera bergetar, dalam waktu singkat ia sudah
melancarkan tiga-empat bacokan ke arah Pui Hui-ji.
Sambil menangkis ancaman itu, Pui Hui-ji membentak pula kepada delapan orang
gadis di sisinya, "Yu Ji-nio berani membangkang perintah dan mengkhianati kita,
tangkap dia!" Kedelapan anak dara tersebut mengiakan dan serentak mengangkat senjatanya.
Yu Ji-nio semakin marah, bentaknya, "Kurang ajar, kalian berani turut perintah
seorang pengawal barisan Pek-tui dan mengerubungi seorang anggota pasukan
berbenang biru?" Kedelapan orang itu saling pandang sekejap, betul juga, tak seorang pun berani maju.
Peraturan dalam Mi-kok amat ketat dan disiplin, sekalipun Pui Hui-ji adalah orang
kepercayaan Kokcu, namun ia cuma seorang pengawal bersulam benang putih,
sebaliknya Yu Ji-nio adalah komandan pasukan benang biru, kedudukannya jauh
lebih tinggi daripada Pui Hui-ji, apalagi kedelapan anak dara tersebut termasuk
pasukan "Benang putih", tingkatan mereka justru jauh di bawah Yu Ji-nio.
Sementara kedelapan anak dara itu ragu-ragu, mendadak Ho Leng-hong membentak,
"Mau apa kalian berdiri tertegun di situ" Yu Ji-nio sudah gila, cepat laporkan kepada
Kokcu kalian." Setelah diingatkan barulah anak dara itu sadar, segera ada tiga-empat orang lari ke
ruang tengah untuk memberi laporan.
Tiga-empat orang lainnya hanya berdiri tertegun di tempat dengan bingung, tidak
tahu siapa yang harus dibantu"
Dalam pada itu antara Yu Ji-nio dengan Pui Hui-ji telah bertarung belasan gebrakan,
cahaya golok gemerdep menyilaukan mata.
Ho Leng-hong memberi tanda kedipan mata kepada Pang Goan dan Hui Beng-cu,
tiba-tiba ia mendekati seorang anak dara bergolok dan membentak, "Berikan
senjatamu kepada! Kaumundur ke samping sana!"
Waktu itu anak dara itu sedang berdiri dengan wajah cemas, ketika mendengar
bentakan tersebut, tanpa berpikir lagi dia segera mengangsurkan goloknya kepada Ho
Leng-hong. Pang Goan dan Hui Beng-cu bersama-sama juga mendekati dua anak dara lainnya
dan mengambil golok mereka, namun kedua gadis tersebut kelihatan ragu-ragu.
Akan tetapi ketika mereka lihat rekannya sudah menyerahkan goloknya kepada Ho
Leng-hong, dan rupanya tindakan itu tidak keliru, akhirnya mereka pun serahkan
goloknya kepada kedua orang itu. Setelah senjata dalam genggaman, Leng-hong bertiga merasa semangat kembali
berkobar. Leng-hong yang bertindak lebih dulu, sambil memutar goloknya ia terjun ke tengah
gelanggang pertempuran. Jurus ilmu golok yang digunakan persis seperti ilmu golok Ang-siu-to-hoat yang
dimainkan Yu Ji-nio, sedang sasarannya adalah Pui Hui-ji.
Tentu saja kejadian ini sangat mengejutkan Pui Hui-ji, cepat teriaknya, "Hei, Ho
Leng-hong, kau salah sasaran . . . . . ."
"Tidak, aku tidak salah sasaran," jawab Leng-hong sambil tertawa, "setelah
membereskan dirimu, barulah kami bereskan dia!"
Sambil berkata, golok berputar terus menyerang gadis itu dengan dahsyatnya.
Untuk melawan Yu Ji-nio saja Pui Hui-ji sudah kewalahan apalagi sekarang
bertambah dengan seorang Ho Leng-hong, ia semakin kepayahan dan tak tahan,
karena gugup, permainan goloknya menjadi kacau, segera Leng-hong manfaatkan
kesempatan itu, sekali sabat goloknya tepat mengenai lutut kanan gadis itu.
Untung serangan tersebut dilancarkan dengan punggung golok, Pui Hui-ji mengeluh
tertahan, kemudian roboh terjungkal.
Setelah berhasil dengan serangannya, Ho Leng-hong berpaling ke arah Yu Ji-nio dan
berkata sambil tertawa, "Terima kasih banyak atas kesempatan yang kauberikan
kepada kami untuk merebut golok, sekarang dosa mengkhianati lembah sudah pasti
akan dituduhkan padamu, setelah kepergian kami, kaupun tak nanti bisa hidup aman,
lebih baik ikut kami dan pergi bersama, tempat di dunia luar sangat luas, asal kau mau
ikut kami, tanggung kau akan hidup senang bahagia . . . . ."
"Tutup mulut!" bentak Yu Ji-nio, "kau binatang, masih belum cukupkah penderitaan
yang kaulimpahkan padaku?" "Walaupun aku pernah mencelakaimu, akupun telah menolongmu, jadi boleh
dibilang sudah impas dan masing-masing tidak berutang kepada yang lain, jika kau
tidak ikut kami pergi, bila Tong Siau-sian sampai di sini, semua dosa ini pasti akan
dilimpahkan oleh budak Pui ke atas pundakmu, waktu itu meski menyesal juga sudah
kasip." "Aku dapat menangkap kalian dan menjelaskan semua duduknya perkara di hadapan
Kokcu." Ho Leng-hong tertawa, katanya, "Kaukira tiba waktunya nanti aku akan bantu bicara
untukmu" Gadis-gadis pengawal itu semuanya menyaksikan cara bagaimana kubantu
kau membereskan Pui Hui-ji, sekalipun kau memiliki tiga mulut juga sukar
mengharap Tong Siau-sian akan percaya pada keteranganmu."
Yu Ji-nio bungkam, sebab apa yang diucapkan Leng-hong memang benar, tapi ia
dilahirkan di Mi-kok, dibesarkan juga dalam lembah tersebut, sesungguhnya ia
merasa berat hati untuk mengkhianati lembah kesayangannya itu, tetapi kalau tidak
pergi berarti dia bakal menanggung dosa besar, semua ini membuat hatinya menjadi
bingung. "Waktu sudah sangat mendesak sekali," kembali Ho Leng-hong berkata, "jika kau
tak mau ikut, kami akan segera berangkat!"
Tiba-tiba Pui Hui-ji meronta bangun berduduk di tanah, bentaknya, "Yu Ji-nio, kalau
kauberani melepaskan ketiga orang itu, pasti perbuatanmu kulaporkan kepada Kokcu
agar kau merasakan siksaan hidup yang paling kejam di dunia."
Sebenarnya Yu Ji-nio masih ragu-ragu untuk mengambil keputusan, tapi setelah
mendengar ancaman tersebut, kontan saja sekujur tubuhnya bergetar keras, bulu
kuduknya pada berdiri, segera iapun mengambil keputusan.
Tiba-tiba ia membalikkan mata goloknya yang tajam ke dada Pui Hui-ji dan
menusuknya hingga tembus ke punggung.
Di antara percikan darah yang berhamburan, terdengar ketiga gadis pengawal itu
menjerit kaget. Dengan ujung golok yang masih berlumuran darah, Yu Ji-nio menuding mereka
sambil membentak, "Kalian budak sialan, biasanya kalian sok menggunakan
kekuasaan Kokcu untuk berbuat sewenang-wenang, sudah cukup penderitaan yang
kurasakan, tapi mengingat kalian adalah sesama saudara seperguruan, kuampuni jiwa
kalian, cepat enyah!" Tanpa sepotong besipun di tangan, gadis-gadis pengawal itu tidak dapat berkutik,
terpaksa mereka turut perintah dan cepat kabur dari situ.
Rupanya Ho Leng-hong tidak mengira Yu Ji-nio bakal turun tangan kejam kepada
Pui Hui-ji, sambil tertawa katanya, "Ji-nio, sekarang kita adalah kawan senasib,
padahal jalan dalam Mi-kok tidak kami ketahui dengan jelas, cara bagaimana supaya
bisa lolos dengan selamat, harap Ji-nio suka memberi petunjuk."
Yu Ji-nio mendongak kepala sambil menarik napas panjang, katanya kemudian,
"Kalian ikut diriku!" Dengan mengikut di belakang Yu Ji-nio, dalam sekejap saja Ho Leng-hong bertiga
telah melewati beberapa halaman luas, ternyata arah perjalanan mereka bukan menuju
ke mulut lembah, sebaliknya malah kabur ke timur, menuju ke bangunan gedung
sebelah timur itu. "Yu Ji-nio!" Pang Goan menegur dengan suara tertahan, "kami hendak ke luar
lembah kenapa kaubawa kami ke tempat tinggal mereka?"
"Tanda bahaya dengan cepat akan tersiar sampai di mana-mana, kini mulut lembah
sudah tertutup, hakikatnya tak mungkin buat kita untuk menerobos keluar lagi."
"Lantas apa yang harus kita lakukan sehingga bisa lolos dari cengkeraman mereka?"
"Dewasa ini kita tidak mempunyai cara kabur yang terbaik, maka sengaja kubawa
kalian ke suatu tempat dan sementara bersembunyi di situ, dan menunggu
kesempatan....." "Tidak bisa," cepat Pang Goan berhenti, "Malam ini kita harus menerjang keluar
lembah ini, jika bersembunyi terus dalam lembah, cepat atau lambat jejak kita pasti
akan ketahuan." "Ya, jika kau tidak bersedia menjadi penunjuk jalan, kami bisa berusaha sendiri,"
sambung Hui Beng-cu. Yu Ji-nio tertawa dingin, "Hehe . . . jika kalian tidak mau menurut nasihatku,
akibatnya hanya satu, yakni pulang kembali ke dalam penjara."
Ho Leng-hong segera menggoyang tangan mencegah Pang Goan dan Hui Beng-cu
berkata lebih jauh, sambil tertawa katanya, "Ji-nio, sekarang kita adalah kawan
senasib dan sependeritaan, tentu saja kami akan menuruti anjuranmu, tapi sepantasnya
kaupun membeberkan rencanamu kepada kami, agar kami ikut tahu juga duduk
persoalan yang sebenarnya." "Sudah kukatakan kepada kalian tadi, tak mungkin buat kabur pada saat ini,
sementara kita mesti bersembunyi dulu sambil menunggu kesempatan."
"Kau hendak mengajak kami bersembunyi di mana" Beberapa lama kita harus
menyembunyikan diri?" "Menurut apa yang kuketahui, di sudut timur gedung sana terdapat sebuah taman,
dalam taman, terdapat gunung-gunungan, mari kita bersembunyi dalam gua di balik
gunung-gunungan tersebut, tentang berapa lama, ini bergantung pada keadaan
selanjutnya." "Setiap gua dalam gunung-gunungan tentu tak luput dari pemeriksaan, amankah
tempat itu?" "Tentu saja sangat aman."
"Kenapa?" tanya Leng-hong.
"Sebab taman itu terletak di ruang sebelah timur, padahal gedung sebelah timur
adalah Tiang-lo-wan. Kokcu tidak akur dengan pihak Tiang-lo-wan, para Popo tak
akan mengizinkan mereka melakukan pencarian kemari."
Leng-hong berpikir sejenak, kemudian katanya, "Tapi kau harus tahu, para Popo dari
Tiang-lo-wan pun tak akan melepaskan kami dengan begitu saja."
"Oleh karena itulah sengaja kupilih gedung timur sebagai tempat sembunyi, jejak kita
pasti akan ditemukan oleh Kokcu, setelah dia tahu kita masuk ke gedung timur, tentu
dia akan menaruh curiga jangan-jangan Tiang-lo-wan sengaja melindungi kita, sudah
pasti mereka akan minta orang kepada para Popo, dengan demikian antara Kokcu dan
para Popo akan terjadi perselisihan, bahkan pertarungan. Nah, saat itulah penjagaan di
mulut lembah pasti kendur, lalu kita gunakan kesempatan baik itu untuk melarikan
diri." Ho Leng-hong termenung sejenak, kemudian sambil tertawa dia mengangguk,
"Baiklah, kalau begitu kita ikuti saja rencana Ji-nio!"
Karena Ho Leng-hong sudah menyatakan setuju, maka Pang Goan dan Hui Beng-cu
juga tidak banyak komentar. Mereka lantas menyusup ke gedung sebelah timur dan bersembunyi dalam gua di
balik gunung-gunungan, sepanjang perjalanan, karena dipimpin oleh Yu Ji-nio, maka
jejak mereka tidak konangan. Sesungguhnya gua dalam gunung-gunungan itu tidak termasuk tempat
persembunyian yang rahasia, tapi berhubung termasuk dalam lingkungan pengaruh
Tiang-lo-wan dan lagi tidak setiap orang boleh masuk ke sana, maka suasana amat
tenang. Setelah beristirahat sebentar, haripun sudah terang, dalam taman mulai terdengar
suara langkah kaki para Popo yang sedang berjalan-jalan dan berlatih kungfu, tidak
ada yang menyangka di dalam gua, di balik gunung-gunungan bersembunyi
sekelompok pelarian. Mendekati lohor, suara manusia di luar kedengaran makin bertambah ramai, tapi
suasana dalam taman justru sepi, tak kelihatan seorang pun, menurut dugaan mereka,
pastilah Kokcu Tong Siau-sian sedang memeriksa jejak kaki yang ditinggalkan
mereka berempat semalam dan sedang menuntut kepada pihak Tiang-lo-wan untuk
melakukan pemeriksaan, sudah barang tentu permintaan ini ditolak oleh para Popo.
Setengah hari kemudian sudah lewat, kini hari mulai gelap lagi, ternyata dalam taman
tidak dilakukan penggeledahan, sedang suasana di luar rasanya dapat diduga biarpun
tidak melihatnya sendiri. Setelah sehari penuh tidak mengisi perut, mereka berempat
mulai merasa lapar sekali. "Tunggulah kalian di sini dengan tenang," akhirnya Yu Ji-nio berkata, "aku akan
pergi mencari berita sambil berusaha mencari makanan."
"Aku ikut!" Leng-hong berkata.
"Mana mungkin" Semua anggota dalam gedung ini adalah kaum perempuan, kalau
kauikut tentu tidak bebas bergerak. Percayalah, dengan cepat aku akan kembali lagi
ke sini." "Kalau kaupergi sendirian, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, siapa yang akan
membawa kabar kemari" Lebih baik nona Hui menemani dirimu."
Tentu saja Yu Ji-nio juga tahu pemuda itu merasa sangsi bila dirinya pergi seorang
diri, maka Hui Beng-cu disuruh ikut sekalian mengawasi gerak-geriknya. Iapun tidak
menolak, diajaknya Hui Beng-cu meninggalkan gua.
Begitu mereka berangkat, Pang Goan dan Ho Leng-hong mulai mengadakan
perundingan. Sejak pengkhianatan Pang Wan-kun, tampaknya Pang Goan menaruh curiga terhadap
siapapun, dengan hati yang kusut katanya, "Kulihat perempuan she Yu itu tidak bisa
dipercaya, pada hakikatnya dia tidak ingin meninggalkan Mi-kok, sebaliknya
bermaksud menggabungkan dengan pihak Tiang-lo-wan, dengan kepergiannya ini, ia
pasti mengkhianati kita untuk membuat pahala bagi pihak Tiang-lo-wan."
"Kemungkinan tersebut tentu saja bisa terjadi, tapi dewasa ini kita masih
membutuhkan bantuannya untuk kabur dari lembah ini, sebagai kawan senasib kita
harus percaya kepadanya, meskipun secara diam-diam kitapun harus waspada dan
siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak dinginkan."
"Seandainya ia benar-benar mengkhianati kita, menurut kau apa yang harus kita
lakukan?" Leng-hong tersenyum getir, "Kita cuma bisa berharap agar tidak terjadi apa-apa, tapi
kalau terjadi juga, hanya ada satu cara untuk kita, yakni bertarung mati-matian, kita
tak boleh tertangkap lagi, untung aku telah berhasil menyadap beberapa jurus ilmu
golok mereka, bila sampai terjadi pertarungan, mungkin jurus-jurus ilmu golok ini
akan banyak membantu." "Ah, betul, memang hendak kutanyakan masalah ini, semalam ketika kau melabrak
Pui Hui-ji, apakah Ang-siu-to-hoat dari Mi-kok ini yang kaugunakan?"
"Beberapa jurus serangan itu berhasil kusadap tatkala Yu Ji-nio bertarung melawan
Pui Hui-ji, soal kesempurnaan tentu saja masih jauh, hanya bisa dikatakan dengan
modal beberapa jurus ini kita bisa mengungkap rahasia ilmu golok mereka,
bagaimana kalau kumainkan untuk Lotoako agar bilamana perlu jurus-jurus ilmu
golok ini bisa kita gunakan untuk menghadapi segala kemungkinan?"
"Tunggu sebentar," cegah Pang Goan sambil menggoyang tangan, "untuk
menghindari segala kemungkinan, lebih baik kita berpindah tempat lebih dulu,
kemudian baru berlatih ilmu golok itu."
"Berpindah tempat" Kita bisa pindah ke mana?"
"Tempat manapun boleh asal jangan di gua ini, aku selalu merasa bahwa perempuan
she Yu itu tidak bisa dipercaya, lebih baik kita sedia payung sebelum hujan."
Kedua orang segera merangkak keluar gua, kemudian celingukan keempat penjuru,
namun di sekitar situ tiada tempat lain yang bisa digunakan untuk sembunyi, kecuali
di sudut pintu masuk taman terdapat sebuah gapura batu, belakang gapura dapat
dipakai untuk tempat sembunyi dua orang.
Gapura itu mungkin tugu peringatan ketika membangun taman ini, sebab penuh
berisikan tulisan, akan tetapi Pang Goan tidak berminat mengamatinya, ia menarik Ho
Leng-hong dan buru-buru sembunyi di belakang tempat itu.
Baru saja mereka sembunyi dan belum sempat Leng-hong menerangkan jurus ilmu
golok Ang-siu-to-hoat kepada Pang Goan, tiba-tiba dari luar taman ada suara langkah
orang. Sebuah lentera muncul disusul dua orang, yang di depan adalah Yu Ji-nio, tapi yang
di belakang bukan Hui Beng-cu. Yu Ji-nio berjalan dengan wajah murung dan lemas sambil membawa lentera, sedang
orang yang mengikut di belakangnya penuh dihiasi senyuman cerah, ternyata dia
adalah Hoa Jin! Tidak kepalang murka Pang Goan, ia menggenggam gagang goloknya erat-erat dan
meloloskannya dari sarung. Ia berusaha keras menenangkan hatinya, apa mau dikata kelima jari tangannya yang
menggenggam golok justru gemetar tiada hentinya, sulit rasanya untuk menenangkan
perasaannya yang bergolak.

Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Leng-hong juga menggenggam goloknya, Cuma tangan yang lain sekuat tenaga
menekan punggung tangan Pang Goan, itu berarti ia tidak mengharapkan rekannya
bertindak gegabah. Mengikuti cahaya lentera akhirnya Yu Ji-nio membawa Hoa Jin berhenti di samping
gunung-gunungan. Hoa Jin memandang sekejap ke arah perempuan itu. Lalu sambil tersenyum bertanya,
"Di sini?" Yu Ji-nio mengangguk. Hoa Jin segera berdehem, lalu teriaknya, "Pang-tayhiap, Ho-tayhiap, silakan keluar,
Popo telah menyiapkan meja perjamuan untuk menyambut kedatangan kalian."
Pang Goan mendengus pelahan, lalu dengan suara tertahan ia mendamprat,
"Perempuan keparat, ternyata dugaanku tidak meleset!"
"Agaknya Beng-cu sudah terjatuh ke tangan mereka, Lotoako, kita harus bertindak
dengan kepala dingin!" bisik Ho Leng-hong.
"Urusan sudah menjadi begini, terpaksa kita harus bertarung sampai titik darah
penghabisan, mari kita jagal dulu kedua perempuan busuk ini."
"Jangan terburu nafsu," cegah Leng-hong, "sekalipun hendak beradu jiwa, kita harus
menyelamatkan dulu Beng-cu, mumpung mereka sedang menggeledah gua gununggunungan
itu, mengapa kita tidak masuk ke gedung sana untuk menolong Beng-cu?"
"Betul!" mencorong tajam sinar mata Pang Goan, "kenapa aku tidak berpikir sampai
ke situ?" Begitulah, setelah mengambil keputusan kedua orang itu segera menyusup keluar
gapura dengan sangat hati-hati, lalu menerobos keluar pintu taman dan percepat
larinya menuju gedung sebelah timur.
Ketika diperiksa, mereka merasa sudah pernah masuk gedung sebelah timur itu,
mereka pun masih ingat arah ruang tengah. Sambil merayap dengan setengah
berjongkok, akhirnya sampai juga mereka di luar ruang tengah.
Sinar lampu menerangi ruangan itu, tapi tidak kedengaran sedikit suara pun, di depan
pintu ruangan juga tidak tertampak ses
Bentrok Para Pendekar 8 Bara Naga 9
^