Pencarian

Jodoh Si Mata Keranjang 12

Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 12


encimu, tidak marah kepadamu."
"Tapi".. tapi aku?"aku telah menipumu, tidak berterus terang, aku bahkan seperti melindungi dua orang penjahat keji yang membahayakan keluarga Cang."
Kembali Cang Sun menggeleng kepalanya, "Engkau melakukan hal itu tanpa kau sadari, Mayang. Dan kejujuranmu bahkan mengagumkan hatiku. Engkau sungguh polos, engkau selalu mempunyai niat baik. Aku tidak membencimu, bahkan semakin menyayangmu, Mayang."
Mayang menelan isaknya, seperti tidak percaya kepada pendengarannya sendiri. Tadinya ia membayangkan bahwa Cang Sun tentu akan marah kepadanya, akan membencinya dan cintanya akan hilang, seperti cintanya terhadap Liong Ki yang bukan hanya lenyap, bahkan berubah menjadi kebencian setelah ia melihat Liong Ki tidak kembali ke jalan benar bahkan menjadi amat jahat. Adakah cinta kasih di antara manusia yang tanpa syarat, tanpa pamrih"
Kiranya cinta kasih tanpa syarat dan tanpa pamrih tidak akan mungkin dapat ditemui di antara manusia yang selalu menjadi permainan nafsu daya rendah. Dan apa pun yang dikemudikan nafsu, selalu pasti mempunyai pamrih demi kesenangan dan pemuasan nafsu itu sendiri, dan manusia menjadi alat, menjadi hamba nafsu.
"Tapi?".tapi, Kongcu?"." saking herannya Mayang berkata gagap.
Cang Sun memegang kedua tangan gadis itu dan menggenggamnya. "Sudahlah, Mayang. Aku tetap cinta padamu, dan agaknya sekarang tiba saatnya aku mendapatkan jawaban dan kepastian darimu. Maukah engkau menjadi isteriku, Mayang?"
Inilah saat yang dinanti-nanti Mayang sejak ia mulai menanggalkan cintanya terhadap Ki Liong, sejak ia mendengar pengakuan cinta dari Cang Su. Akan tetapi, ia membutuhkan kekuatan dan ia pun membalas genggaman kedua tangan pemuda bangsawan itu sebelum menjawab. Ia mengangkat muka dan mereka saling pandang.
"Kongcu?"..orang sehina dan serendah aku ini tentu saja merasa mendapat anugerah besar sekali mendengar pinanganmu. Akan tetapi, maafkan aku, Kongcu. Terpaksa sekali aku harus mengatakan bahwa aku hanya dapat menerima pinanganmu untuk menjadi isterimu, kalau Kongcu suka memenuhi sebuah permintaanku."
Cang Su mengamati wajah gadis itu seperti mengamati sesuatu yang lucu. "Eh" Engkau, mempunyai syarat, Mayang" Sudah sepantasnya seorang gadis pilihan seperti engkau mengajukan syarat dalam perjodohan. Nah, katakan, apakah syarat itu" Mudah-mudahan tidak terlalu sulit bagiku untuk memenuhinya."
"Syarat itu hanya satu, Kongcu. Yaitu, aku baru mau menjadi isterimu kalau engkau menikah dengan adik Teng Cin Nio?"."
"Apa ...?"" Cang Sun sedemikian terkejut sehingga dia melepaskan kedua tangan itu, bangkit berdiri dan memandang dengan mata terbelalak dan muka berubah kemerahan. "Kau ... kau .......... sudah gilakan engkau, Mayang" Aku meminangmu untuk menjadi isteriku, dan engkau mengajukan syarat agar aku menikah dengan aku Cin Nio" Tidak kelirukan pendengaranku?"
"Benar, Kongcu. Engkau tidak keliru Memang itulah syaratku. Aku mau menjadi isterimu kalau engkau menikah dengan adik Cin Nio."
"Akan tetapi, apa artinya ini" Mengapa begini dan apa sebabnya engkau mengajukan syarat yang amat aneh ini" Aku hanya cinta padamu, Mayang."
"Dan aku pun"..cinta padamu, Kongcu. Juga adik Cin Nio amat mencitamu."
"Tapi itu bukan alasan bahwa aku harus menikahinya, Mayang. Engkau tidak adil dan amat aneh!"
"Memang bukan itu alasannya. Akan tetapi kalau Kongcu tidak menikah dengan adik Cin, mungkin ia akan bunuh diri dan kalau hal itu terjadi, maka akulah penyebabnya, seolah akulah yang membunuhnya."
Cang Sun terbelalak. "Apa artinya semua ini, Mayang" Ceritakanlah yang jelas agar aku dapat mengerti yang kau maksudkan dengan permintaan yang aneh dan tak masuk akal ini?"
Mayang lalu menceritakan apa yang telah terjadi, musibah yang menimpa diri Teng Cin nio yang diperkosa oleh Sim Ki Liong karena gadis itu tidur di dalam kamarnya.
"Sebetulnya jahanam itu bermaksud untuk memperkosaku, Kongcu. Mungkin makanan kami bertiga, yaitu adik Hui, adik Cin dan aku, diberi obat pembius sehingga setelah makan minum, aku merasa mengantuk sekali. Adik Cin lalu menyuruh aku tidur di tempat tidurnya, dan ia tidak tega membangunkan aku, maka ia sendiri lalu tidur di kamarku malam itu. Maka, malapetaka yang mestinya menimpa diriku, berbalik menimpa dirinya."
"Keparat si Ki Liong itu!" Cang Sun mengepal tinju dengan marah.
"Setelah terjadi Peristiwa itu, adik Cin berusaha membunuh diri, akan tetapi aku dapat rnencegah dan membujuknya. Nah, itulah yang terjadi dan mengapa aku mengajukan syarat agar engkau suka menikah dengannya, Kongcu. Pertama, untuk menebus penyesalan hatiku bahwa ia menjadi korban karena aku. Ke dua untuk rnencuci aib yang menimpa dirinya agar ia tidak melakukan kenekatan membunuh diri karena kalau hal itu terjadi, selama hidupku aku akan merasa menyesal dan merasa bersalah."
Cang Sun mengangguk-angguk, termenung. Sungguh kasihan sekali Cin Nio pikirnya. Dia pun tahu bahwa Cin Nio jatuh cinta padanya. Hal ini mudah saja dilihat dari sikapnya, suaranya, da terutama sekali pandang matanya kalau berhadapan dengan dia. Dia tahu pula bahwa ayah dan ibunya mengharapkan agar dia menikah degan Cin Nio. Akan tetapi, ketika itu hati dan pikirannya masih, dipenuhi bayangan Cia Kui Hong. Kemudian, muncul Mayang dan dia jatuh cinta kepada gadis peranakan Tibet itu. Dan kini, Mayang hanya mau menjadi isterinya kalau dia menikahi Cin Nio. Baru sekarang dia mendengar ada seorang gadis yang minta agar dimadu!
"Bagaimana, Kongcu" Kuharap engkau suka memberi keputusan sekarang."
"Tapi ia?"eh, mereka?"belum kembali, mereka masih berada dalam tangan penculik?"."
"Kongcu, aku percaya sepenuhnya kepada kakakku Tang Hay dan kepada enci Kui Hong. Mereka berdua pasti akan berhasil menyelamatkan adik Hui dan adik Cin. Aku menghendaki agar sebelum adik Cin pulang, engkau sudah dapat mengambil keputusan sekarang agar nanti kalau ia pulang, Kongcu langsung melamarnya. Kalau begitu, barulah aku akan menerima pinanganmu dehgan sepenuh hatiku."
Cang Sun kini menggeleng-gelengkan kepala dan menghela napas panjang. "Selama hidupku belum pernah aku mendengar hal yang seaneh ini, Mayang. Engkau seorang gadis yang luar biasa aneh akan tetapi juga baik budi. Baiklah, Mayang, kalau itu yang kau kehendaki. Aku akan menikah dengan engkau dan Cin-moi. Akan kuminta kepada ayah ibuku agar aku menikah dengan kalian dalam waktu yang sama."
"Dan begitu adik Cin pulang, engkau akan langsung melamarnya agar hatiku tenteram dan ia tidak melakukan hal yang bukan-bukan?"
Aku akan langsung rnelamarnya, akan tetapi dengan satu syarat"
"Eh" Engkau mengajukan syarat pula." Apa syaratmu Kongcu?"
"Engkau harus menemaniku, atau setidaknya engkau harus hadir dan menjadi saksi ketika aku melamarnya." Berkata demikian, Cang Sun kembali memegang kedua tangan Mayang.
Baik, aku akan menghadirinya....... ." kata Mayang dan ia pun tidak melanjutkan kata-katanya karena dengan penuh kebahagiaan Cang Sun sudah mendekapnya.
* * * Kedatangan kereta yang membawa Cang Hui, Cin Nio, kui Hong dan Hay Hay disambut penuh kegembiraan. Mayang segera lari menyambut kakaknya dan dengan sikap manja ia merangkul Hay Hay.
"Hay-koko, aku meyakinkan Cang-kongcu bahwa engkau dan enci Hong sudah pasti akan mampu menyelamatkan adik Hui dan adik Cin."
"Kau anak Bengal! Bagaimana engkau sampai tertipu dan diperalat manusia-manusia macam Ki Liong dan Tok-ciang Bi Moli?" tegur Hay Hay kepada adiknya.
Mayang menoleh dan tidak menjawab karena ia melihat Cin Nio yang turun dari kereta bersama Cang Hui kini lari ke dalam. Ia melepaskan rangkulannya dari leher Hay Hay, menoleh ke arah Cang Sun dan memberi isyarat dengan pandang matanya, lalu ia berlari mengejar Cin Nio.
Ketika Maynag memasuki kamar, ia mendapatkan Cin Nio rebah menelungkup di pembaringannya dan menangis tersedu-sedu. "Adik Cin?"!" Mayang menghampiri, duduk di tepi pembaringan.
Cin Nio mengangkat muka menoleh dan melihat Mayang, ia lalu bangkit duduk dan merangkul Mayang sambil menangis terisak-isak. "Mayang?"ah, Mayang ?"aku?".aku tidak mungkin dapat hidup terus?"."
"Hush, adik Cin. Ceritakan dulu apa yang terjadi. Tadi aku belum sempat mendengar dari Hay-koko atau enci Kui Hong. Engkau dan adik Hui di selamatkan mereka, bukan" Lalu bagaimana dengan mereka, dengan kedua orang iblis busuk itu?"
"Mereka takut kepada kakakmu dan Cia-lihiap, mereka menggunakan kami berdua sebagai sandera dan akhirnya mereka menukar nyawa mereka dengan kami berdua. Kakakmu dan Cia-lihiap terpaksa melepaskan mereka dan sebagai gantinya, kami berdua pun dibebaskan. Mereka telah berhasil lolosi Mayang, kalau aku tidak mampu melihat musuh besar itu binasa, bagaimana mungkin aku dapat hidup terus" Cin Nio menangis lagi.
Adik Cin, ingatlah baik-baik. Tidak ada orang lain yang mengetahui peristiwa itu kecuali engkau dan aku. Karena tidak ada yang tahu, maka namamu tidak akan tercemar. Engkau tidak boleh putus asa. Percayalah, aku akan minta kepada kakakku, juga kepada enci Hong yang menjadi calon kakak iparku untuk mencari jahanam itu dan membunuhnya. Aku sendiri akan membunuhnya untuk membalaskan sakit hatimu."
"Tapi, Mayang, bagaimana aku dapat berlahan untuk hidup terus setelah aku ternoda" Akhirnya akan ada yang tahu dan aku tidak akan sanggup menahan derita karena malu!"
Mayang maklum apa yang dimaksudkan Cin Nio. "Adik Cin, engkau hanya mau menikah dengan pria yang kau cinta bukan" Dan engkau mencinta Cang Kongcu, bukan?"
Mendengar ucapan ini, Cin Nio menjerit, akan tetapi jerit itu tidak keluar dari kamar karena ia mendekap mulutnya sendiri. Ia sesenggukan dan memandang wajah Mayang dengan mata merah dan muka basah air mata.
"Mayang, kenapa engkau berkata demikian" Ucapanmu seperti pedang beracun menembus jantungku. Mayang, kau kira aku ini orang macam apa" Aku menganggapmu seperti saudaraku sendiri. Kanda Cang Sun hanya mencinta nona Cia Kui Hong, kemudian engkau muncul dan karena cintanya terhadap Cia-lihiap tidak terbalas, dia jatuh cinta kepadamu, Dia tidak cinta kepadaku, Mayang. Dan pula, bagaimana aku dapat mengharapkan berjodoh dengan dia setelah keadaanku seperti sekarang ini" Dahulu pun sebelum malapetaka menimpa diriku, dia tidak cinta padaku, apalagi sekarang?"."
Sebelum Mayang menjawab, terdengar ketukan pada pinti, dan daun pintu didorong dari luar, kemudian nampak Cang Sun memasuk! kamar itu. Melihat siapa yang datang, Cin Nio terbelalak dan cepat ia bangkit duduk sambil mengusap air matanya.
"Sun-ko ."." katanya heran dan juga kaget melibat munculnya pemuda itu yang tak disangka-sangkanya.
"Cin-moi, siapa bilang aku tidak cinta padamu" Cin-moi, biarlah aku membuktikan tidak benarnya pendapatmu itu dengan meminangmu sekarang juga, Cinmoi, maukah engkau menjadi isteriku?"
Tentu saja Cin Nio terbelalak, mukanya tiba-tiba menjadi merah, lalu pucat, dan merah kembali. Sampai lama ia tidak mampu mengeluarkan kata-kata, hanya memandang kepada Cang Sun seperti orang melihat setan di tengah hari.
"Cin-moi, bagaimana jawabanmu" Maukah engkau menjadi isteriku?" Cang Sun mengulang dan kini dia melihat betapa Cin Nio menitikkan air mata. Hatinya merasa terharu bukan main. Mayang memang benar sekali dan keputusannya yang aneh itu memang tepat, mungkin merupakan satu-satunya cara untuk menyelamatkan kehidupan adik misannya ini.
"Sun-ko.... jangan". jangan bergurau?"akhirnya Cin Nio berkata, suaranya gemetar, tubuhnya menggigil.
"Bergurau" Cin-moi, pandanglah aku. Apakah aku biasa bergurau dalam urusan yang begini penting" Mari, mari kita menghadap ayah dan ibu agar kita semua dapat membicaraka urusan perjodohan kita." Cang Sun melangkah maju hendak memegang kedua tangan gadis itu.
"Tidaaaak"..! Jangan sentuh diriku, Sun-ko".! Tidak, aku?"..aku tidak bisa?".aku tidak mungkin menjadi isterimu?".!" Ia menjerit dan melempar tubuhnya kembali ke pembaringan, memeluk bantal dan menangis, tersedu-sedu.
Cang Sun saling pandang dengan Mayang. Cang Sun menggerakkan kedua pundak menunjukkan bahwa dia tidak berdaya membujuk, sedangkan Mayang mengangguk lalu ia menghampiri pembaringan dan menyentuh pundak yang terguncang menangis itu dengan lembut.
"Adik Cin, hentikan tangismu dan jangan berduka. Bukankah pinangan Cang Kongcu sepatutnya kau sambut dengan perasaan bahagia, bukan dengan tangis duka?"
Mendengar ucapan Mayang, Cin Nio bangkit duduk dan memandang kepada gadis tibet itu. Sambil terisak-isak ia berkata. "Mayang, bagaimana engkau dapat berkata demikian" Mayang, bagaimana engkau tega berkata demikian?" Bagaimana mungkin aku"aku"." Ia pun menangis lagi dan kini menubruk dan merangkul Mayang.
Mayang mendekap Cin Nio dan mengelus rambutnya sambil berkedip kepada Cang Sun. Pemuda itu menghampiri dan setelah dekat dia pun berkata. "Cin-moi, hentikan tangismu itu. Aku sudah tahu apa yang menimpa dirimu dan menurut pendapatku, engkau tidak bersalah, Cin Moi."
Isak itu terhenti. Dengan muka pucat, Cin Nio yang kini mengangkat mukanya itu memandang kepada Cang Sun melalui genangan air matanya. "Apa"." Engkau sudah tahu bahwa aku".., aku".dan engkau tadi masih".?"
Cang Sun mengangguk. "Benar, aku sudah tahu akan malapetaka yang menimpa dirimu, akan tetapi karena engkau tidak bersalah, akupun tidak akan mengingat hal itu lagi dan aku tadi meminangmu untuk menjadi isteriku. Bagaimana jawabanmu?"
Sepasang mata itu masih terbelalak, memandang kepada Cang Sun kemudian kepada Mayang, penuh keheranan dan tidak percaya. "Sun-ko, engkau tahu bahwa aku telah ternoda akan tetapi engkau tetap hendak meminangku, padahal engkau"..dan Mayang"..kalian saling mencinta, bukan"." Apa artinya ini?"
Mayang memegang kedua tangan Cin Nio dan mereka saling pandang. "Adik Cin, dengar baik-baik. Peristiwa yang menimpa dirimu itu hanya di ketahui kita bertiga dan Cang Kongcu tidak menyalahkanmu. Dia mencintamu, adik Cin, juga mencintaku, dan kita berdua mencintanya, bukan" Nah, sekarang dia hendak memperisteri kita berdua. Maukah engkau menjadi maduku, adik Cin Sin?"
Sejenak Cin Nio memandang nanar, akan tetapi segera pengertiannya menembus semua kekagetan dan keheranannya. Ia pun mengerti bahwa semua ini adalah usaha Mayang! Ia sendiri memang mencinta Cang Sun, maka kalau Cang Sun mau melupakan semua peristiwa itu, tidak menyalahkannya dan mencintanya, tentu saja dengan sepenuh hati ia mau menerima pinangan itu.
Mayang.......!" Ia menjerit lemah dan terkulai dalam rangkulan Mayang. Pingsan!
Cang Hui sedang sibuk menceritakan pengalamanya yang menegangkan kepada ibunya, didengarkan pula oleh para pelayan dan kesempatan ini dipergunakan Hay Hay untuk mengajak Kui Hong bicara. Kui Hong juga ingin bicara banyak dengan pemuda itu, maka ialah yang mengajak Hay Hay memasuki taman di sebelah kiri istana keluarga Cang. Ia memang sudah hafal akan keadaan di tempat itu. Mereka duduk di bangku dekat kolam ikan, terlindung oleh semak-semak dan bunga-bunga yang indah.
Hong-moi, ketahui bahwa aku membawa tugas yang teramat penting untuk pemerintah, dan ada sesuatu yang harus segera kusampaikan kepada Menteri Cang atau Menteri Yang. Karena Menteri Cang sedang tidak berada di rumah, maka harus cepat menghadap Menteri Yang Ting Hoo. Akan tetapi sebelum aku pergi kesana, aku ingin mendengar dulu apa yang hendak kau bicarakan denganku. Aku merasa seperti bermimpi ketika melihatmu, Hong-moi."
Kui Hong menatap pria yang dicintanya itu. Agak kurus, dan pandang matanya agak sayu walupun sikapnya masih gembira seperti biasa, pikirnya. Hatinya terharu karena ia maklum bahwa kalau perpisahah di antara rnereka rnembuat ia pernah jatuh sakit, tentu bagi pemuda ini lebih menderita lagi. Pemuda ini telah ditolak oleh ayah ibunya!
"Hay-ko, ada dua buah pertanyaan saja yang ingin kutanyakan kepadamu dan sejujurnya kuharap engkau suka menjawab dan setulus hatimu."
Hay Hay juga menatap wajah gadis itu, tak pernah berkedip dan penuh kasih sayang. Setelah kini berhadapan, baru dai menyadari benar-benar bahwa selama inidia amat mencinta Kui Hong dan betapa selama ini dia merindukan Kui Hong, akan tetapi perasaan itu dia tutup-tutupi dengan wataknya yang gembira.
"Hong-moi, engkau tentu tahu bahwa terhadapmu, aku selalu akan bersikap jujur dan tulus. Tanyakanlah, dan aku akan rnenjawab sesuai dengan suara hatiku."
"Pertanyaanku yang pertama, apakah engkau suka memaafkan ayah ibuku yang pernah menyakiti hatimu dengan penolakan mereka terhadap dirimu dahulu tu?" Suara gadis itu terdengar gemetar, tanda bahwa hatinya dicengkeram penyesalan. Mendengar pertanyaan ini, Hay Hay terbelalak, lalu mulut dan matanya tertawa Kui Hong melihat bahwa tawa itu bukan dibuat-buat, melainkan wajar sehingga ia merasa lega. Bukan tawa yang mengandung ejekan, tidak sinis.
"Ha-ha-ha. pertanyaanmu ini sungguh aneh sekali, Hong-moi. Kenapa harus kumaafkan" Ayah ibumu adalah orang-orang bijaksana yang hanya mengatakan hal hal yang benar. Tidak ada yang perlu dimaafkan karena pendapat mereka memang tepat. Engkau adalah puteri keluarga ketua Cin-ling-pai yang namanya terkenal bersih dan gagah perkasa di dunia kang-ouw, sedangkan aku adalah putera seorang jai-hwa-cat yang tersohor jahat. Mereka benar dan aku sendiri pun kalau menjadi, mereka akan berpendapat dan bersikap yang sama."
Kui Hong memandang wajah pria itu dengan penuh selidik. Bukan ucapan ejekan atau sindiran, melainkan sejujurnya. "Bagaimanapun juga, penolakan mereka itu telah memisahkan kita dan tentu telah menghancurkan hatimu atau mungkin bagimu perpisahan denganku itu tidak berarti apa-apa?"
"Hong-moi....... !" Kenapa engkau berkata demikian" Hampir mati aku karena duka, nyaris gila karena merana. Akan tetapi aku menyadari keadaan diriku dan aku dapat menerima keadaan, rnenerima kenyataan, betapa pahit pun."
"Nah, itulah yang kutanyakan kepadamu. Ayah ibuku telah menyebabkan engkau menderita, oleh karena itu aku bertanya apakah engkau suka memaafkan mereka" Jawablah, Hay-ko, jawablah agar hatiku lega, apakah engkau mau memaafkan ayah dan ibu atas penolakan mereka terhadap dirimu dahulu itu?"
Dalam suara gadis itu terkandung himbauan dan permohonan yang membuat suara itu menggetar sehingga hati Hay Hay tidak tega untuk menolak permintaannya. Dengan kesungguhan hati dia pun mengangguk. "Tentu saja, Hong-moi. Kalau memang dikehendaki, aku selalu siap sedia untuk memberi maaf sampai seribu kali kepada ayah ibumu."
Kui Hong menghela napas panjang dan hatinya terasa lega dan senang bukan main. "Aihh, Hay-ko, jawabanmu tadi telah menyingkirkan beban berat yang selama ini menghimpit perasaan hatiku. Percayalah, Hay-ko, ketika engkau pergi meninggalkan aku, penderitaan batin yang kurasakan tidak kalah berat dibandingkan dengan penderitaanmu. Biarpun sudah kucoba untuk melupakannya dengan bekerja untuk Cin-ling-pai, tetap saja aku merana, hampir gila, bahkan hampir mati karena sakit."
"Hong-moi?"!" Hay Hay memandang dengan alis berkerut dan sinar mata penuh penyesalan.
"Kalau begitu, aku telah berdosa kepadamu. Kau maafkanlah aku, Hong-moi."
Kui Hong tersenyum, "Yang patut minta maaf adalah kami sekeluarga, Hay-ko, bukan engkau. Akan tetapi sudahlah, tentang maaf-maaf ini aku percaya bahwa engkau suka memaaf kan kami dengan setulus hatimu. Sekarang ada pertanyaanku yang ke dua kuharapkan pertanyaan ini terutama sekali harus kau jawab dengan sejujurnya."
Tanyalah, Hong-moi, jangan membikin aku tegang menantinya. Tentu saja aku selalu bersikap jujur kepadamu."
"Nah, jawablah, Hay-koko. Apakah engkau masih cinta padaku?"
Mendengar pertanyaan ini, kembali kedua mata Hay Hay terbelalak, kemudian alisnya berkerut dan matanya memandang dengan penuh penasaran. "Ya Tuhan, Masih perlukah engkau bertanya seperti ini, Hong-moi" Masih belum percayakah engkau bahwa aku mencintamu sampai aku mati kelak" Hong-moi, apa kau kira cintaku kepadamu dapat berubah-ubah seperti awan di langit" Apa pun yang terjadi, aku tetap cinta padamu, Hong-moi, dahulu, sekarang, kelak dan selamanya. Perlukah aku bersumpah" Dan mengapa pula engkau menanyakan hal itu?"
Ucapan pemuda itu terdengar bagaikan musik yang amat merdu dalam telinga Kui Hong, membuatnya tersenyum manis dan kedua pipinya menjadi kemerahan, "Aku menanyakan hal itu bukan karena meragukanmu, Hay-ko, melainkan agar aku merasa yakin karena aku"..aku"..selalu cinta padamu dan"..aku mengharapkan untuk menjadi isterimu, yaitu".kalau engkau sudi melamarku?""
"Hong-moi?"! Tidak mimpikah ini" Dan bagaimana nanti ayah ibumu?"
"Mereka telah menyetujui, Hay-ko, mereka telah menyadari kesalahan mereka, dan mereka akan menerirna dengan hati tulus kalau engkau datang meminangku."
"Hong-moi?"ya Tuhan, Hong-moi?".!" Hay Hay bersorak, menerjang ke depan, menangkap pinggang gadis itu dan melontarkannya ke atas! Seperti sebuah boneka saja tubuh Kui Hong terlempar ke udara dan ketika turun, Hay Hay menyambut dengan kedua lengan, merangkul, mendekap dan keduanya tenggelam dalam pelukan mesra yang membuat mereka sukar bernafas.
Setelah waktu yang entah berapa lamanya lewat, terdengar bisikan Kui Hong dari dalam dekapan Hay Hay. "Hay-ko, tugasmu".."
Hay Hay melepaskan pelukannya, memegang kedua pipi Kui Hog seperti mengamati sebuah benda mustika yang amat berharga, lalu menciumnya dengan lembut seperti takut kalau-kalau mustika itu akan rusak oleh ciumannya, dan dia pun tertawa. "Engkau benar, aku hampir lupa. Mari, Hong-moi, mari kita pergi menemui Menteri Yang. Urusan ini penting sekali dan nanti di perjalanan akan kuceritakan semua padamu."
Mereka bergandeng tangan meninggalkan taman dan memasuki istana untuk berpamit. Dan di ruangan tengah, mereka mendapatkah keadaan yang membahagiakan. Dengan wajah berseri-seri, Cang Hui dan ibunya memberi tahu kepada mereka bahwa Cang Sun telah bertunangan dengan Mayang dan Cin Nio. Sekaligus bertunangan dengan dua orang gadis itu.
Hay Hay terbelalak ketika ibu Cang Sun berkata kepadannya.
"Tang-taihiap, karena engkau adalah kakak Mayang, maka sebelum ayah Cang Sun pulang, biarlah aku mewakili keluargaku mengajukan pinangan kepadamu sebagai wali dari Mayang. Kami melamar Mayang untuk dijodohkan dengan putera kami, Cang Sun."
Hay Hay cepat memberi hormat untuk membalas nyonya bangsawan itu dan dia berkata dengan gugup, "Eh?"maaf Cang-hujin (Nyonya Cang), saya?"eh, saya tidak tahu bagaimana?".heii, Mayang, bagaimana ini?" Hay Hay tentu saja menjadi kikuk dan bingung ketika tiba-tiba saja dia menjadi wali dan menerima pinangan orang atas diri Mayang.
Mayang menghampiri kakaknya dan merangkul pundak Hay Hay dengan sikap manja. "Koko, apakah engkau mau mengatakan bahwa engkau tidak setuju kalau aku menjadi isteri kanda Cang Sun?"
Ditodong dengan pertanyaan seperti itu, Hay Hay ingin menjewer telinga adiknya. "Hushh, jangan sembarangan bicara. Tentu saja aku setuju sepenuhnya. Akan tetapi, bagaimana aku dapat memutuskan" Seharushya engkau bertanya kepada ibumu, bukan kepadaku."
"Hay-ko, ibuku jauh dan waliku yang terdekat hanya engkau. Nah, engkaulah yang,harus menjawab. Apakah engkau setuju dengan pinangan keluarga Cang atas diriku?"
Hay Hay mendekatkan mukanya kepada muka adikya dan berbisik, "Kenapa bertunangan sekaligus dengan dua orang gadis?"
Mayang terseyum manis. "Itu sudah menjadi keinginan kami bertiga engkau tidak perlu mencampuri, Hay-koko. Sekarang katakan saja bahwa engkau setuju dan menerima pinangan itu, habis perkara!"
Hay Hay mengangguk-angguk, lalu menghampiri nyonya Cang dan berkata dengan dengan sikap hormat. "Saya sebagai wali adik saya Mayang merasa setuju dan menerima dengan baik pinangan keluarga Cang."
Tentu saja nyonya Cang, Cang Sun dan Cang Hui menjadi gernbira sekali.
"Tang-taihiap," kini Cang Sun yang bicara dengan sikapnya yang lembut dan tenang. "Tentu saja kami akan mengirim utusan kepada ibu Mayang untuk mengajukan pinangan resmi, akan tetapi sementara ini, persetujuan Taihiap amat menggembirakan hati kami."
"Peristiwa menggembirakan ini patut dirayakan. Mari kita semua pergi ke dalam untuk merayakan pertunangan ini." kata Nyoya, Cang.
Hay Hay cepat memberi hormat. "Harap memaafkan kami. Terus terang saja, saya mempunyai urusan yang teramat penting yang harus saya sampaikan kepada Menteri Cang atau Menteri Yang. Karena sekarang Menteri Cang kebetulan tidak berada di rumah, terpaksa saya akan menghadap Menteri Yang untuk menyampaikan sesuatu yang teramat penting bagi keamanan negara. Nanti setelah semua urusan selesai, baru saya akan kembali ke sini ikut bergembira."
"Saya pun akan ikut dan membantu Hay-koko." kata Kui Hong dengan wajah berseri.
Mayang segera memegang tangan Kui Hong, lalu menoleh kepada kakaknya, "Hay-ko aku adikmu sudah bertunangan dan akan menikah. akan tetapi engkau yang menjadi kakakku, kapan engkau akan menikah dengan enci Hong?"
Hay Hay dan Kui Hong saling pandang dan mereka tersenyum, dan Kui Hong yang mewakiii HayHay, merangkul Mayang dan berkata, "Engkau tunggulah saja, Mayang, tidak lama lagi kami pun akan menikah."
Karena mempunyai tugas yang penting sekali, Hay Hay dan Kui Hong Ialu meninggalkan keluarga yang berbahagia itu untuk menghadap Menteri Yang Ting Hoo. Dalam perjalanan ini dia mengomel, "Enak benar Cang Kongcu, sekaligus mendapatkan jodoh dua orang gadis cantik."
Tiba-tiba Kui Hong menghentikan langkahnya. Ketika Hay Hay juga berhenti dan menengok, dia berhadapan dengan gadis yang mukanya kemerahan,
Matanya berapi dan kedua tangannya bertolak pinggang. "Apa kau bilang tadi, Hay-ko" Jadi kau anggap Cang Kongcu senang dan enak, ya" Sekaligus mendapatkan jodoh dua orang gadis cantik" Engkau rnerasa iri" Boleh kau cari seorang gadis lain lagi dan aku akan menghadapi kalian dengan pedang!"
Hay Hay terbelalak. Dia tahu bahwa sekali Kui Hong cemburu dan marah, mengira dia iri hati terhadap Cang Sun dan ingin pula mengawini dua orang gadis seperti pemuda bangsawan itu. Dan baru sekarang dia melihat Kui Hong, calon isterinya itu, berdiri bertolak pinggang dan marah seperti itu. Tiba-tiba dia pun membayangkan Cang Sun berdiri menghadapi dua orang isteri di kanan kiri, dua orang isteri yang berdiri bertolak pinggang dan marah-marah kepadanya, apalagi Mayang adiknya yang galak itu. Membayangkan ini, Hay Hay tertawa bergelak.
"Hemm, engkau malah mentertawaiku?" Kui Hong membentak dan membanting-banting kaki kanannya. Hay Hay semakin gembira. Gerakan membanting kaki kanan ini sungguh ciri khas dari Kui Hong kalau sedang marah. Karena dia tahu benar bahwa kekasihnya sudah marah, dia lalu menghentikan tawanya.
"Aku menertawakan Cang Sun, bukan mentertawakan engkau, Hong-moi. Kini aku teringat bahwa keadaannya sama sekali tidak senang, karena kalau kedua orang isterinya itu marah-marah dalam saat yang bersamaan, aduh, celaka tiga belaslah dia!" Hay Hay tertawa lagi. "Apalagi Mayang galaknya tidak alang kepalang, aku tertawa membayangkan bagaimana dia akan melindungi dirinya dari dua ekor harimau betina yang marah-marah."
"Mau tidak mau Kui Hong tersenyum juga mendengar ucapan kekasihnya. "Sudahlah, tidak perlu kita membicarakan orang lain. Birpun Cang Sun seorang pemuda bangsawan, aku mengenal dia sebagai seorang pemuda yang baik tidak mata keranjang seperti engkau. Dan betapapun anehnya Mayang, kalau ia sampai bersedia dimadu dengan Cin Nio, jelas ada apa-apanya di balik semua itu yang hanya diketahui mereka bertiga. Bukan urusan, kita. Nah, sekarang ceritakan tugas penting apakah yang kau laksanakan, dan apa perlunya kita menghadap Menteri Yang."
Hay Hay lalu menceritakan dengan singkat namun jelas tentang mendiang Yu Siu-cai, sasterawan tua yang menulis laporan yang amat penting tentang keadaan di kota Cang-cow, tentang persekutuan yang dilakukan orang-orang Portugis dengan para pejabat tinggi di kota Cang-cow, juga dengan para bajak laut jepang dan pemberontak Pek-lian-kauw, betapa orang-orang Portugis di sana telah membuat benteng yang diperkuat meriam, betapa pejabat yang bersekongkol dengan orang Portugis itu telah menculik dan membunuh banyak pejabat yang setia kepada pemerintah.
"Aih, begitu hebatkah?" Kui Hong sangat kaget mendengar ini.
"Bahkan kepala daerah dan wakilnya di Cang-cow sudah tunduk kepada orang-orang Portugis," kata Hay Hay. "Di sepanjang perjalanan, banyak orang kang-ouw yang menghadangku dan mencoba merampas gulungan kertas laporan dari Yu Siucai. Itu saja membuktikan bahwa persekutuan itu telah meluas dan agaknya banyak orang Kang-ouw terlibat."
"Ah, kalau begitu, kita harus cepat menghadap Menteri Yang. Urusan ini teramat penting dan tidak boleh ditunda lebih lama lagi." kata Kui Hong dan mereka lalu bergegas pergi ke istana Menteri Yang Ting Hoo, menteri yang merupakan orang ke dua setelah Menteri Cang Ku Ceng yang terkenal sebagai menteri yang setia, jujur, pandai dan mereka berdualah yang berdiri di belakang kaisar, mengatur pemerintahan sehingga Kerajaan Beng pada waktu itu menjadi semakin berkembang.
Menteri Yang Ting Hoo menerima mereka dengan ramah karena pejabat tinggi ini sudah lama mengenal nama mereka sebagai pendekar-pendekar yang berjasa terhadap negara. Hay Hay dan Kui Hong dipersilakan duduk diruang tamu dan ketika menteri yang tinggi kurus berjenggot panjang, bermata sipit dan wajahnya membayangkan keramahan dan kesabaran itu muncul, mereka berdua cepat memberi hormat."
Menteri Yang Ting Hoo berusia kurang lebih lima puluh empat tahun, lebih muda dibandingkan Menteri Cang Ku Ceng dan biarpun matanya sipit, namun sepasang mata itu memiliki sinar kilat yang membayangkan kecerdikannya. Setelah memasuki ruangan tamu dan membalas penghormatan dua orang tamunya, pembesar itu lalu memberi isyarat kepada para penjaga untuk meninggalkan ruangan itu.
Melihat dua orang tamunya kelihatan heran melihat dia menyuruh semua pengawal pergi, pembesar itu tersenyum dan mengelus jenggotnya. "Kami telah mengenal baik nama besar ji-wi yang gagah perkasa. Kalau ji-wi saat ini berkunjung dan minta bertemu dengan kami, jelas bahwa ji-wi tetu membawa berita yang teramat penting. Oleh karena itu, sebaiknya kalau tidak ada orang lain yang mendengar agar lebih leluasa ji-wi menyampaikannya kepada kami."
Hay Hay dan Kui Hong saling pandang. Betapa cerdik dan bijaksananya pembesar ini dapat dilihat dari sikapnya itu.
"Tepat sekali dugaan paduka, Tai-jin." kata Hay Hay sambil mengeluarkan gulungan kertas bernoda darah itu. "Saya ingin menghaturkan surat laporan yang amat penting ini."
Melihat gulungan kertas itu, Menteri Yang berseru, "Aih, jadi benarkah berita yang kami dapat bahwa ada surat laporan rahasia yang ditulis oleh seorang siucai tua dari Cang-cow yang diperebutkan oleh orang-orang kang-ouw" Inikah surat itu?"
Kembali Hay Hay dan Kui Hong kagum. Kiranya pembesar bijaksana ini telah mendengar pula tentang surat laporan itu! "Benar sekali, Tai-jin. Penulis laporan adalah mendiang Yu Siucai dan kebetulan dia serahkan kepada saya sebelum dia meninggalkan dunia, dan ketika saya membawanya ke kota raja untuk menyerahkannya kepada paduka atau kepada Cang-taijin seperti dipesan oleh Yu Siucai, banyak orang hendak merampasnya."
"Menteri Cang sedang bertugas ke luar kota raja, jadi ji-wi (anda berdua) membawanya kepada, kami?"
"Menurut pesan mendiang Yu Siucai, laporan ini harus saya berikan kepada Menteri Cang atau kepada paduka."
Menteri itu menerima gulungan surat laporan, lalu membacanya. Alisnya berkerut dan dia memegang surat yang sudah dia buka gulungannya dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya kini dikepal.
"Ah, keparat. Memang mereka selalu mengadakan kekacauan, orang-orang biadap Portugis itu! Sekarang juga kami akan mengirim pasukan besar untuk menghajar mereka dan membasmi para pemberontak di Cang-cow!" katanya dan dia pun memberi isyarat memanggil para pengawal. Maka sebentar saja mereka bermunculan dari segala penjuru sehingga Hay Hay dan Kui Hong maklum bahwa setiap saat, pembesar itu terlindung ketat walaupun nampaknya seorang diri saja. Yang-taijin segera memerintahkan kepala penjaga untuk memanggil para perwira pasukan pengawal untuk pergi mengundang panglima pasukan keamanan.
Melihat kesibukan itu, Hay Hay dan Kui Hong menawarkan tenaga untuk. membantu. Menteri Yang mengangguk-angguk dan mengelus jenggotnya. "Tai-hiap dan Li-hiap, urusannya sekarang adalah urusah ketentaraan. Kami akan mengirim pasukan untuk menghancurkan pemberontak. Kalau ji-wi ingin membantu, ji-wi dapat menjadi penyelidik ke Cang-cow, kemudian kalau ada hal penting yang perlu diketahui panglima pasukan, ji-wi dapat menghubungi dia. Jasa jiwi akan kami catat, menambah jasa-jasa jiwi yang pernah ji-wi berikan kepada pemerintah ketika ji-wi membantu Menteri Cang."
Mereka menyatakan kesanggupan mereka, kemudian meninggalkan istana itu dan mereka kembali ke istana keluarga Menteri Cang karena sebelum meninggalkan kota raja mereka ingin pamit dulu dari keluarga yang mereka kenal baik itu.
Ketika mendengar keterangan Hay Hay bahwa dia bersama Kui Hong hendak pergi ke Cang-cow membantu pemerintah membasmi para pemberontak, Mayang segera menyatakan hendak ikut pergi.
"Hay-koko, aku harus ikut denganmu untuk membantu pemerintah membasmi para pemberontak!"
Mendengar ini, Cang Sun mengerutkan alisnya. "Mayang, untuk membasmi pemberontak, sudah ada pasukan besar yang akan melakukannya. ini bukan merupakan tugasmu, dan kalau engkau pergi, engkau hanya akan membuat kami di rumah merasa khawatir ."
Cin Nio juga memegang tangan Mayang. "Kalau engkau pergi, aku pun harus ikut pergi bersama, Mayang."
"Ih, kalau kita berdua pergi, kasihan"..tunangan kita, adik Cin!" semua orang tertawa mendengar ucapan Mayang tanpa sungkan-sungkan itu.
"Mayang, jangan seperti anak kecil. Engkau tidak boleh pergi. Mulai sekarang, engkau harus mentaati semua perintah Cang Kongcu. T entang pemberontak itu, memang akan ditanggulangi Menteri Yang dan akan dikirim pasukan besar. Aku dan Hong-moi juga hanya akan membantu melakukan penyelidikan saja."
"Tapi, aku merasa benci sekali kepada Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa. Kalau aku belum dapat membunuh dua jahanam itu, selama hidupku, aku akan merasa penasaran terus Hay-ko."
"Kalau begitu, biarlah aku mewakilimu untuk mencari dan membasmi dua orang itu. Mereka memang merupakan dua orang yang berbahaya kalau dibiarkan hidup terus."
"Aku pun merasa berkewajiban melenyapkan Sim Ki Liong karena dia hanya akan mengotori naroa baik kakekku di pulau Teratai Merah." sambung Kui-Hong. Mayang memandang kepada Cin Nio yang berbalik juga memandangnya. Pertukaran pandang antara dua orang wanita itu sudah cukup bagi mereka. Mayang bertekad hendak membunuh Sim Ki Liong, terutama sekali untuk membalaskan dendam hati Cin Nio yang pernah diperkosa laki-laki jahat itu. Cang Sun yang merupakan orang ke tiga yang tahu akan peristiwa itu, segera berkata dengan suara tenang berwibawa.
"Mayang, engkau sudah mendapat janji kakakmu dan Cia-lihiap. Aku yakin bahwa mereka berdua akan dapat menghukum dua orang manusia iblis itu. Engkau dan Cin-moi tidak perlu pergi sendiri. Kalian harus berada di sini, menanti sampai ayah pulang agar urusan perjodohan kita dapat dibicarakan."
Karena maklum bahwa Cang Sun dan Cia Nio tidak meghendaki ia pergi, maka! Mayang juga tidak memaksakan kehendaknya. setelah ia menjadi tunangan Cang Sun, gadis ini terpaksa harus mengendalikan diri, karena ia tidak lagi bebas seperti dahulu. la merasa terikat, akan tetapi betapa manisnya dan menyenangkan ikatan itu baginya! Ia merasa diperhatikan, dipermanjakan, diperdulikan!
Pada hari itu juga berangkatlah Hay Hay dan Kui Hong meninggalkan kota raja, menuju ke kota Cang-cow. Cang Sun memberi mereka dua ekor kuda yang baik, dan mereka melakukan perjalanan cepat melalui pintu gerbang sebelah selatan dari kota raja.
Pada suatu pagi, setelah melakukan perjalanan berhari-hari, mereka tiba di sebuah hutan di bukit kecil di sebelah barat kota Cang-cow, dan teringatlah Hay Hay kepada Sarah yang cantik manis. Tentu saja dia tidak pernah bercerita kepada Kui Hong tentang Sarah. Namun, dia tidak akan pernah dapat melupakan gadis Portugis berambut kuning emas bermata biru yang indah itu. Kini tentu Sarah sudah tidak lagi berada di Cang-cow dan dia merasa senang mengingat akan hal itu. Dia bersyukur karena kini Sarah tentu telah berlayar meninggalkan negeri ini bersama Aaron, pemuda kekasihnya dan mereka berdua tentu akan terhindar dari bahaya maut kalau pasukan pemerintah menyerbu Cang-cow. Kui Hong mengajak Hay Hay beristirahat di bukit itu. Mereka sendiri tidak begitu lelah, akan tetapi kuda tunggangan mereka sudah tampak letih. Mereka perlu dibiarkan mengaso dan makan rumput hijau tebal yang terdapat di bukit itu. Keduanya membiarkan kuda mereka terlepas makan rumput, dan mereka sendiri duduk berhadapan di atas rumput tebal.
Kui Hong bertanya tentang Cang-cow dan Hay Hay menceritakan apa yang dia ketahui. Antara lain dia bercerita bahwa kota itu menjadi pusat orang-orang Portugis yang memiliki pasukan kuat karena mereka semua mempunyai senjata api.
Tiba-tiba, mereka berdua bangkit berdiri dan bersikap waspada. Pendengaran mereka yang tajam dapat menangkap gerakan orang. Tempat itu memang dikelililingi pohon-pohon dan semak belukar. Kecurigaan mereka memang terbukti. Jarum-jarum lembut menyambar dari kiri ke arah mereka! Dengan mudah pasangan pendekar yang tangguh ini memukul runtuh semua jarum dengan kibasan tangan mereka yang mendatangkan angin kuat.
"Kiranya siluman beracun dari Pek-lian-kauw yang datang! Pengecut curang, keluarlah kalau memang engkau ingin mampus!" bentak Kui Hong yang mengenal senjata rahasia itu.
Nampak bayangan berkelebat dan benar saja, Tok-ciang Bi-mo-li Su Bi Hwa telah berada di situ, tersenyum simpul dengan sikap genit memandang kepada Hay Hay. Baik Hay Hay maupun Kui Hong maklum sepenuhnya bahwa wanita siluman ini tidak akan berani banyak berlagak di depan meteka kalau saja ia tidak mengandalkan orang lain, maka keduanya bersikap waspada. Kalau tidak mempunyai andalan, mustahil Tok-ciang Bi-mo-li berani muncul memperlihatkan diri kepada mereka. Hallni sama saja dengan seekor ular mendekati pemukul. Dugaan mereka memang tepat karena dari kanan kiri nampak bayangan beberapa orang berkelebat dan ternyata seorang, seperti mereka berdua telah menyangka sebelumnya, adalah Sim Ki Liong! Melihat pemuda bekas murid kakeknya ini, Kui Hong tersenyum mengejek dan mendengus.
"Huh, kiranya si anjing keparat, pengkhianat murtad pengecut busuk Sim Ki Liong masih berani mengantar nyawa. Sekali ini, aku akan mencabut nyawamu!"
Sementara itu Hay Hay juga mengenal Hek Tok Siansu, kakek berbahaya yang amat lihai dan yang pernah dia kalahkan walaupun dengan susah payah. Dia pun tersennyum dan menggerakkan kedua tangan ke depan dada. "Kiranya Hek Tok Siansu yang kembali menghadang kami. Apakah engkau hendak melanjutkan pertandingan tempo hari, Sian-su?" Dalam pertanyaan ini terkandung ejekan yang membuat wajah di gundul itu menjadi semakin hitam kehijauan dan seyuman yang selalu membayang di bibir, senyum mengejek, kini berubah menjadi senyum masam dan hambar. Akan tetapi sekali ini dia tidak banyak cakap, melainkan memberi isyarat kepada Sim Ki Liong dan pemuda ini tanpa banyak bicara lagi sudah menerjang maju dan biarpun dia belum menguasai dengan sempurna, dia sudah menggunakan ilmu Hok-liong Sin-ciang, yaitu ilmu silat yang paling hebat dan menjadi andalan dari gurunya, yaitu Pendekar Sadis Ceng Thian Sin! Ilmu ini memang hebat bukan main, dan hanya mempunyai delapan jurus. Namun, dibutuhkan orang yang telah memiliki tenaga sakti yang mencapai tingkat tinggi sekali saja yang dapat memainkannya. Kalau Pendekar Sadis yang memainkanya, tentu saja akan jarang ada orang mampu menandinginya. Bahkan dalam hal permainan ilmu-ilmu tertinggi dari pulau Teratai Merah, Sim Ki Liong masih kalah setingkat dibandingkan Cia Kui Hong. Semenjak Sim Ki Liong minggat dari pulau Teratai Merah dan mencuri pedang pusaka, Pendekar Sadis dan isterinya menurunkan ilmu-ilmu andalan mereka kepada Kui Hong agar gadis itu dapat mengatasi kepandaian Ki Liong.
Betapapun juga, karena ilmu Hok-liong Sin-ciang memang hebat, Hay Hay tidak berani memandang ringan, apalagi pada saat itu Hek Tok Siasu juga sudah bergerak menyerangnya. Hay Hay dikeroyok dua oleh Ki Liong dan Hek Tok Siansu sehingga mau tidak mau dia harus mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan semua kepadaiannya untuk menandingi mereka.
Sementara itu, Kui Hong sudah menerjang dan menyerang Tok-ciang Bi mo-li Su Bi Hwa dan
karena Kui Hong amat marah kepada iblis betina itu yang pernah nyaris menghancurkan Cin-ling-pai, bahkan pernah melawan ayah-bundanya dan kakeknya, maka begitu menyerang ia telah mempergunakan jurus ampuh dari Thai-kek Sin-kun dengan pengerahan tenaga Thian-te Sin-ciang. Hebat, bukan main serangan Kui Hong, dan dalam sekali serangan itu saja Su Bi Hwa terhuyung ke belakang dan tentu ia akan celaka kalau saja pada saat itu tidak ada dua orang tosu Pek-lian-kauw yang amat tangguh karena mereka adalah dua orang tosu Pek-lian-kauw tingkat dua.
Kui Hong merasa terkejut juga ketika meyambut seragan dua orang tosu Pek-lian-kauw karena serangan mereka sungguh tidak boleh dipandang ringan sama sekali! Tingkat kepandaian dua orang tosu ini tidak berada di sebelah bawah tingkat kepandaian Su Bi Hwa. Memang, tidak mengherankan kalau dua orang tosu Pek-lian-kauw ini lihai karena mereka adalah Gin Hwa Cu dan Lian Hwa Cu, dua orang tosu yang merupakan saudara-saudara seperguruan dari mendiang Pek-lian Sam-kwi. Tingkat kepandaian masing-masing hanya sedikit lebih rendah dibandingkan Kui Hong, maka setelah kini mereka maju berdua, ditambah lagi dengan bantuan Su Bi Hwa, tentu saja Kui Hong menjadi kewalahan.
Kalau Kui Hong terdesak oleh tiga orang pengeroyoknya, sama pula keadaan Hay Hay. Pemuda perkasa ini mendapatkan lawa tangguh dalam diri Hek Tok Siansu, dan kini karena Hek Tok Siansu dibantu Sim Ki Liong, dia menjadi terdesak. Memang semua ini telah diatur oleh Sim Ki Liong dan Su Bl Hwa. Dua orang yang cerdik dan licik ini sudah memperhitungkan bahwa dengan pengeroyokan seperti itu, mereka akan dapat mengalahkan Hay Hay dan Kui Hong.
Kalau Hay Hay dalam ilmu langkah ajaibnya Jiauw-pou Poan-san masih dapat menghindarkan hujan serangan dari dua orang pengeroyoknya yang tangguh, keadaan Kui Hong lebih, gawat. Gadis ini juga mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya, namun karena tiga orang pengeroyoknya semua memiliki ilmu kepandaia tinggi, sejak semuia ia sudah repot dan setelah lewat tiga puluhan jurus saja, ia harus memutar sepasang pedangnya untuk melindungi diri tanpa dapat membalas serangan lawan sama sekali. Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) yang dimainkannya itulah yang sampai sekian lamanya dapat menyelamatkannya sehingga tiga batang pedang lawan belum mampu menembus benteng sinar sepasang pedangnya. Biarpun demikian, Kui Hong maklum benar bahwa kalau hal seperti itu berkelanjutan, akhirnya ia akan terancam bahaya. Tidak mungkin berkelahi hanya mengandalkan pertahanan saja, tanpa dapat membalas serangan lawan. Untung bagi Kui Hong bahwa ketika ia digembleng. kakek dan neneknya ia telah menguasai ilmu meringankan tubuh yang amat hebat. Gin-kang (ilmu meringankan) tubuh) nenak Toan Kim Hong memang amat luar biasa, bahkan lebih hebat dibanding gin-kang suaminya, Si Pendekar sadis. Karena itu, biarpun ia terdesak dan tidak mampu membalas serangan tiga orang pengeroyoknya, sebegitu jauhnya Kui Hong belum pernah terkena senjata lawan.
Pada saat yang amat gawat bagi keselamatan Kui Hong dan Hay Hay, tiba-tiba terdengar bentakan suara wanita yang nyaring, "Adik Kui Hong, jangan khawatir, kami datang membantu!"
"Enci Bi Lian!" Kui Hong girang bukan main melihat munculnya Bi Lian, apalagi gadis itu datang bersama Pek Han Siong! Suami isteri yang terpaksa saling berpisah selagi merayakan hari pernikahan itu kini menerjang dua orang tosu Pek-lian-kauw yang mengeroyok Kui Hong sehingga Kui Hong berhadapan sendiri satu lawan satu dengan Su Bi Hwa. Wanita Pek-lian-kauw ini terbelalak ketakutan ketika muncul dua orang tangguh yang begitu menerjang membuat dua orang tosu Pek-lian-kauw terdorong, ke ,belakang. Ia sendiri harus menghadapi Cia Kui Hong yang amat marah dan benci kepadanya karena ia pernah mengacaukan Cin-ling-pai! Ia tahu bahwa ketua Cin-ling-pai itu tidak akan mau mengampuninya, dan untuk melarikan diri pun agaknya sia-sia saja. Ia tahu benar betapa ketua Cin-ling-pai ini memiliki ilmu meringankan tubuh yang hebat dan ke mana pun ia lari, tentu akan dapat dikejar dan disusulnya dengan mudah. Oleh karena itu, ia pun menggigit bibirhya dan dengan nekat ia lalu memutar pedangnya menyerang mati-matian mengeluarkan seruruh kepandaiannya. Jarum-jarum beracunnya sudah sejak tadi habis karena ketika ia mengeroyok tadi, ia masih melepaskan jarumnya terus-menerus sampai habis, namun gerakan Kui Hong memang luar biasa cepatnya sehingga semua serangan jarumnya tidak berhasil mengenai tubuh gadis itu.
"Su Bi Hwa, -dosamu sudah bertumpuk! Bersiaplah untuk menghadap Malaikat Maut dan mempertanggungjawabkan semua dosamu!" seru Kui Hong dania pun memainkan sepasang pedangnya dengan cepat, mendesak Su Bi Hwa yang memang sudah jerih sekali itu. Karena maklum bahwa kalau sampai iblis betina itu mampu lolos lagi tentu hanya akan mendatangkan malapetaka bagi orang lain, maka. Kui Hong tidak memberi kesempatan lagi dan dengan ilmu Pedang Penakluk Iblis, sepasang pedangnya berubah menjadi gulungan sinar bagaikan dua ekor naga sedang memperebutkan mustika. Dan mustika itu adalah tubuh Su Bi Hwa! Wanita yang sudah ketakutan ini berusaha sedapat mungkin untuk melindungi tubuhnya dengan , putaran pedangnya, namun terdengar Kui Hong membentak nyaring, sinar kedua pedangnya berkelebat dan Su Bi Hwa yang terdesak hebat itu meloncat tinggi ke'atas untuk menghindar. Namun, tubuh Kui Hong juga melompat tinggi dan ia menggerakkan sepasang pedangnya menyerang di udara. Su Bi Hwa berusaha menangkis, namun hanya sebatang pedang yang dapat ditangkisnya, sedangkan pedang di tangan kiri Kui Hong sudah membabat ke arah lehernya.
Tanpa dapat menjerit lagi Su Bi Hwa terbanting roboh ke atas tanah dengan mandi darah yang bercucuran keluar dari lehernya yang hampir putus. Ia tewas seketika. Kini Kui Hong melihat ke arah Hay Hay, Han Siong dan Bi Lian. Baik Han Siong maupun Bi Lian mampu mendesak dua orang tosu Pek-lian-kauw akan tetapi Hay Hay masih nampak terdesak oleh pengeroyokan Sim Ki Liong dan Hek Tok Siansu.
"Sim Ki Liong, bersiaplah untuk mampus!" Kui Hong membentak dan dengan sepasang pedangnya, ia pun menerjang bekas murid pulau Teratai Merah itu. Ki Liong menyambut dengan nekat walaupun dia maklum bahwa kini keadaannya sudah berbalik sama sekali. Ketika tadi dia melihat munculnya Pek Han Siong dan Siangkoan Bi Lian, wajahnya berubah pucat dan dia merasa jerih sekali. Akan tetapi karena kedua orang itu bertanding melawan dua orang tosu Pek-lian-kauw, dan Su Bi Hwa mati-matian melawan Kui Hong, dia pun berusaha untuk lebih dulu merobohkan Hay Hay bersama Hek Tok Siansu. Kalau Hay Hay sudah roboh, dengan batuan Hek Tok Siansu pan dua orang tosu Pek-lia-kauw, kiranya dia dan kawan-kawannya ticPak perlu takut lagi. Akan tetapi, teryata amat sukar untuk merobohkan Hay Hay dan sebaliknya, Su Bi Hwa malah roboh lebih dahulu. Dan kini Kui Hong menyerangnya, maka tidak ada jalan lain baginya keculi melawan mati-matian dengan nekat.
Kini terjadilah perkelahian satu lawan satu yang amat hebat. Sungguh merupakan pertandinga tingkat tinggi yang pasti akan ditonton oleh semua tokoh kangouw sekiranya mereka mengetahuinya. Sayang pertandingan yang demikian hebatnya tidak ada yang menyaksikan, terjadi di tempat yang sunyi, hanya disaksikan pohon-pohon dan batu-batu, dan sinar matahari.
Pertandingan antara Siangkoan Bi Lian dan Lian Hwa Cu terjadi amat serunya karena tingkat kepandaian mereka seimbang. Biarpun Bi Lian sudah mengeluarkan ilmunya yang paling. hebat, yaitu Kim-ke-kiamsut (Ilmu Pedang Ayam Emas) yang indah dan cepat, namun lawannya adalah seorang tokoh Pek-lian-kauw yang banyak pengalamannya. Sebagai saudara seperguruan Pek-lian Sam-kwi (Tiga Setan Pek-lian) Lian Hwa Cu memiliki kepandaian tinggi dan dia memiliki ilmu pedang yang berbahaya karena dia memiliki ilmu andalan seperti halnya mendiang Kim Hwa Cu, suhengnya yang merupakan seorang di antara Pek-lian Sam-kwi. Ilmu itu adalam penggunaan tenaga sakti yang membuat lengannya dapat mulur sampai hampir dua kali lengan biasa! Inilah yang sangat berbahaya dan ketika dia menggunakan ilmu itu, untuk pertama kali, Bi Lian terkejut dan hampir saja pundaknya terkena bacokan pedang lawan. Tentu saja ia tidak mengira sama sekali bahwa pedang yang tadinya menyerangnya dan sudah dapat ia elakkan itu, tiba-tib meluncur terus membacok lehernya! Ia tidak pernah menduga bahwa tangan yang memegang pedang itu dapat menjadi panjang seperti itu.
Akan tetapi setelah ia mengetahui, ia kemudian dia dapat mengatasi keanehan ilmu itu dengan kecepatan gerakannya, bahkan beberapa kali, ketika, lengan itu mulur, Bi Lian menyerang ke arah lengan untuk membuntunginya! Dengan demikian, dari keadaan menguntungkan bagi Lian Hwa Cu, lengan panjangnya itu sebaliknya malah merugikan. Setelah ilmu yang diandalkan itu kini bahkan membahayakan dirinya sehingga dia tidak berani lagi mempergunakannya, mulailah Lian Hwa Cu terdesak oleh permainan pedang Siangkoan Bi Lian yang amat dahsyat. Beberapa kali Lian Hwa Cu yang pandai menggunakan sihir seperti para tosu Pek-lian-kauw pada umumnya, mencoba untuk menggunakan kekuatan sihirnya mempengaruhi Bi Lian. Namun setiap kali dia mengerahkan sihir untuk merobohkan lawan, sihirnya itu tidak hanya gagal tidak mampu menguasai Bi Lian, bahkan kekuatan sihirnya membalik dan menyerang dirinya sendiri. Setelah mencoba empat lima kali yang akibatnya bahkan hampir mencelakai dirinya, akhirnya dia tidak berani lagi mencobanya, mengira bahwa lawannya itu seorang yang kebal terhadap serangan sihir.
Tentu saja tidak demikian halnya. Biarpun ia lihai sekali, namun Bi Lian tidak kebal terhadap sihir, juga tidak pandai menggunakan ilmu sihir. Akan tetapi, semua serangan sihir Lian Hwa Cu ditolak oleh Pek Han Siong yang sengaja melawan Gin Hwa Cu, tosu Pek-lian-kauw yang matanya juling namun lihai bukan main, selalu mengawasi dan mendekati isterinya untuk melindunginya dari penyerangan sihir lawan. Han Siong maklum bahwa orang-orang Pek-lian-kauw pandai sihir, maka biarpun dia tidak mengkhawatirkan isterinya kalau bertanding silat, namun dia tahu bahwa kalau lawan isterinya menggunakan sihir, isterinya akan terancam bahaya.
Gin Hwa Cu sendiri begitu tadi diserang Han Siong, dia mencoba kekuatan sihirnya kepada pendatang baru yang masih muda itu. Dan mengira bahwa dengan kekuatan sihirnya, dia akan dapat membuat pemuda itu tidak berdaya tanpa susah payah.
"Orang muda, pandang mataku!" bentaknya dan dengan pedang di tangan kanan, dia mengangkat kedua tangannya menatap sepasang mata Han Siong. Pemuda ini mengangkat muka memandang dan dia melihat betapa sepasang mata lawannya itu memang tajam berpengaruh, akan tetapi juling sehingga nampak lucu. Biarpun Han Siong seorang pemuda pendiam, tenang dan halus, jarang berkelakar, namun melihat sepasang mata itu, dia pun merasa geli juga. Sambil mengerahkan tenaga batinnya untuk menolak pengaruh sihir Gin Hwa Cu, dia pun berkata, bukan main-main, melainkan sejujurnya.
"Sudah kupandang, matamu juling!"
Gin Hwa Cu terkejut, terheran dan marah bukan main. Pemuda itu tidak terpengaruh oleh perintahnya, tidak menjatuhkan diri berlutut, sebaliknya malah mengatakan matanya juling. Tidak mungkin ini, pikirnya. Dia mengerahkan seluruh kekuatan sihirnya, menggerakkan kedua tangan ke atas dan ke bawah, kemudian seperti ditimpakan ke arah Han Siong dan suaranya terdengar semakin galak.
"Kukatakan berlututlah! Haiiiittttt?"phuahhh!" Air ludah muncrat dari mulutnya yang dimoncongkan. Akan tetapi Han Siong tetap berdiri tegak, sama sekali tidak berlutut, hanya senyum-senyum dan bersikap tenang.
"Sudah selesaikah engkau bermain sulap, dukun lepus?" dia bertanya.
Wajah Gin Hwa Cu berubah pucat, lalu merah karena malu. Tahulah dia sekarang bahwa dengan sihirnya, dia tidak mampu mempengaruhi lawan muda itu. Maka dia pun memutar pedangnya dan sambil mengeluarkan betakan nyaring, dia pun menerjang maju. Han Siong mempergunakan Kwan-im-kiam dan setelah menyerang dengan pedangnya, tosu Pek-lian-kauw itu dengan kaget mendapat kenyataan bahwa dalam hal ilmu pedang, ternyata pemuda itu lebih lihai lagi! Dia telah menyerang bertubi-tubi, dengan marah dan setiap serangannya merupakan serangan maut, namun tak sebuah pun di antara hujan serangannya mengenai sasaran, bahkan beberapa kali pedangnya yang ditangkis lawan membalik dan hampir menyembelih lehernya sendiri! Namun karena dia tidak melihat jalan keluar, dan kawan-kawannya juga masih sibuk bertanding sehingga dia tidak dapat mengharapkan bantuan, Gin Hwa Cu tidak mempunyai pilihan lain kecuali melawan mati-matian. Masih untung baginya bahwa perhatian lawannya agaknya terpecah untuk melindungi gadis cantik yang bertanding melawari sutenya, yaitu Lian Hwa Cu, maka sampai sekian lamanya dia masih dapat bertahan.
Pertandingan yang paling sengit dan mati-matian adalah antara Cia Kui Hong dan Sim Ki Liong. Akan tetapi yang paling dahsyat adalah pertandingan antara Hay Hay melawan Hek Tok Siansu. Sebetulnya, kakek ini meninggalkan barat dan kembali ke timur bersama Ban Tok Siansu untuk mencari ketenangan dan menghabiskan sisa hidup mereka di kampung halaman. Akan tetapi ternyata bukan ketenangan yang mereka peroleh. Begitu berkunjung ke kuil Siauw-lim-si untuk menemui penolong dan, guru mereka, yaitu Ceng Hok Hwesio di pegunungan Heng-tuan-san, mereka sudah dibuat marah karena penderitaan penolong mereka itu, bahkan Ceng Hok Hwesio meninggal dunia dalam penderitaan, di rangkulan mereka. Karena menganggap bahwa yang menjadi biang keladi penderitaan Ceng Hok Hwesio adalah Siongkoan Ci Kang dan isterinya, maka mereka berdua berusaha untuk membalaskan kematian Ceng Hok Hwesio. Akan tetapi, bukan suami isteri itu yang dapat mereka bunuh, sebaliknya Ban Tok Siansu tewas di tangan Siangkoan Ci Kang, pendekar yang tangan kirinya buntung itu! Hek Tok Siansu tinggal seorang diri dengan hati penuh dendam, kepada keluarga Siangkoan Ci Kang, juga kepada Tang Hay karena pemuda itu dianggap sebagai pembunuh tiga orang pendeta Lama dari Tibet yang menjadi saudara seperguruannya.
Kini, Hek Tok Siansu sudah berhadapan dengan Tang Hay, satu lawan satu, maka kakek ini mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaganya untuk membunuh pemuda yang dia tahu amat lihai itu.
Begitu pemuda itu harus ia hadapi sendiri karena Sim Ki Liong terpaksa meninggalkannya karena pemuda itu diserang oleh gadis yang amat lihai pula, dia segera berkemak-kemik membaca mantram, mengerahkan ilmu sihir yang dipelajarinya dari para pendeta Lama di Tibet. Kemudian, dia menyambar segenggam tanah, dikepalnya genggaman, ditiupnya tiga kali kemudian sambil memandang kepada Hay Hay dia berseru dengan suara yang menggetar penuh wibawa.
"Orang muda, lihat naga hitamku akan menelanmu!" Dia melontarkan segenggam tanah ke atas dan?""nampaklah seekor naga hitam yang mengerikan melayang di udara dengan moncong terbuka lebar seolah hendak menggigit dan menelan Hay Hay.
Kui Hong yang sedang bertanding melawan Ki Liong dan sudah mendesak pemuda itu, sempat terkejut bukan main melihat seekor naga hitam menyambar dan hendak menerkam ke arah Hay Hay.
"Hay-ko, awas?""!" teriaknya dan karena perhatiannya terpecah, hampir saja pedang di tangan Ki Liong menusuk dadanya. Gadis ini terpaksa melempar tubuhnya ke belakang untuk menghindarkan tusukan pedang lawan dan ketika Ki Liong mengejar dengan serangan bertubi-tubi, ia pun bergulingan sambil menangkis. Ki Liong melihat kesempatan baik untuk membunuh gadis yang penah membuatnya tergila-gila akan tetapi yang juga merupakan penyebab utama penyelewengannya ke dalam kesesatan. Melihat gadis itu bergulingan, dia menyerang terus, tidak memberi kesempatan kepada Kui Hong untuk bangkit. Biarpun dia tahu bahwa tingkat kepandaian gadis itu lebih tinggi darinya, akan tetapi kini Kui Hong telah rebah di tanah dan tidak sempat bangkit, maka dia terus mendesaknya dengan bacokan bertubi-tubi, membuat Kui Hong bergulingan ke sana-sini sambil menangkis untuk menghindarkan diri dari maut.
Sementara itu, melihat ada naga hitam hendak menerkamnya dari udara seperti yang dilihat Kui Hong, Hay Hay tenang saja, berdiri tegak, bahkan kedua tangannya menolak pinggang dan mulutnya tersenyum, seolah seorang dewasa melihat lagak seorang anak-anak. Dan dia sempat melirik ke arah Kui Hong dan biarpun dia melihat Kui Hong bergulingan dan didesak dengan serangan bertubi oleh Ki Liong, Hay Hay tidak merasa khawatir. Dengan ilmunya yang tinggi, dia dapat melihat bahwa Kui Hong bergulingan bukan karena terdesak, melainkan bergulingan untuk memancing lawan menjadi lengah. Maka dia pun memperhatikan kembali lawannya sendiri dan melihat kakek itu mengangkat kedua tangan ke atas, seolah-olah hendak mengemudikan naga hitam itu dan mulutnya tetap perkemak-kemik membaca mantram.
"Hek Tok Siansu, engkau bermain-main dengan seekor cacing tanah untuk apa" Cacingmu itu hanya pantas untuk menakut-nakuti anak perempuan saja!"
Hek Tok Siansu terkejut karena dalam pandang matanya sendiri, naga hitam jadi-jadian itu benar-benar berubah menjadi seekor cacing hitam! Dia membaca mantram lagi dan mengerahkan tenaga sihir sekuatnya, menggerakkan kedua tangannya ke arah bayangan naga yang berubah menjadi cacing sehingga kini perlahan-Iahan, cacing itu membesar dan menjadi naga kembali.
Hay Hay diam-diam kagum. Kakek ini boleh juga, memiliki kekuatan sihir yang ampuh. Maka, dia pun merendahkan tubuhnya, tangan kanannya mengambil segenggam tanah dan melontarkan tanah itu ke arah bayangan naga sambil membentak, "Hek Tok Siansu, engkau tidak dapat mengubah kenyataan. Asal dari tanah kembali menjadi tanah!" Genggamam tanah itu disambitkan ke arah bayangan, nampak sinar hitam menyambar ke arah naga jadi-jadian dan bayangan itu pun lenyap, yang nampak hanya tanah berhamburan jatuh kembali ke bawah.
Kembali Hek Tok Siansu membaca mantram dan tubuhnya membuat gerakan berputar seperti gasing dan mulutnya terdengar berkata "Angin hanya terasa dan tidak nampak, aku menggunakan ilmu angin, bersatu dengan angin"..!" suaranya bergema di udara, tubuhnya berputar semakin cepat dan akhirnya bayangannya pun tidak nampak, hanya terdengar bunyi angin berdesir timbul dari gerakannya berputar cepat itu! Sungguh hebat ilmu ini karena tentu saja lawan menjadi bingung melawan seseorang yang tidak nampak dan hanya terasa sambaran anginnya. Sambil berputar itu Hek Tok Siansu meluncur ke arah Hay Hay. Disangkanya bahwa ilmu yang mengandung kekuatan sihir itu sekali ini mempengaruhi lawannya, maka dia pun cepat menyerang dengan pukulan maut dari arah belakang Hay Hay.
Akan tetapi, Hay Hay yang memiliki kekuatan sihir amat kuat itu tentu saja tidak terpengaruh dan kalau orang lain tidak dapat melihat bayangan kakek itu, dia sendiri dapat mengikuti dengan baik maka dia pun tahu bahwa kakek itu menyerangnya dari belakang. Dia tersenyum dan membiarkan kakek itu mengira dia terpengaruh. Hal ini bahkan dia pergunakan untuk keuntungannya. Karena mengira dia terpengaruh, kakek itu sudah yakin bahwa serangannya akan mengenai sasaran dan dia merasa tidak perlu bersikap waspada menjaga diri.
"Wuuuuutttttt?"..!!" Ketika serangan itu sudah datang dekat dan Hek Tok Siansu merasa yakin lawannya sekali ini akan dapat dipukul roboh dengan pukulan beracun, tiba-tiba saja dengan cepat bukan main Hay Hay telah melempar tubuh ke samping, dan kakiya mencuat dari samping menyambar ke arah dada lawan. Hek Tok Siansu yakin bahwa lawannya akan roboh dengan tubuh menjadi hitam seperti arang terkena pukulan racun hitamnya, maka dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika tiba-tiba saja tubuh Hay Hay mengelak dan kaki pemuda itu bahkan menyambar ke dadanya secepat kilat! Hek Tok Siansu yang tidak menyangka sama sekali, mencoba untuk mengelak dengan miringkan tubuhnya. Biarpun dadanya terhindar dari tendangan, namun kaki Hay Hay masih mengenai pangkal lengan kirinya, membuat dia terpelanting dan kalau dia tidak cepat menjatuhkan diri bergulingan, tentu tubuhnya akan terbanting keras. Dan dia pun terus bergulingan seperti seekor binatang trenggiling, dan setiap kali tubuhnya bangkit dia mengirim pukulan seperti seekor katak berjongkok dan kedua tangan yang didorongkan ke arah Hay Hay itu mengandung tenaga sik-kang yang amat dahsyat. Namun, Hay Hay selalu dapat menghindarkan diri dari serangan aneh ini, ilmu campuran antara binatang trenggiling yang bergulingan dan binatang katak.
"Haiiiiittttt!" Gin Hwa Cu membentak marah karena sudah dua kali dia terpelanting oleh tendangan kaki Han Siong. Kemarahannya membuat dia nekat karena dia merasa dipermainkan lawan. Pedangnya membuat gerakan melingkar-lingkar dan bagaikan badai mengamuk dia pun menerjang ke arah Han Siong. Seluruh tenaganya dia kerahkan untuk penyerangan itu, tanpa memperdulikan segi perlindungan diri karena dia sudah nekat hendak mengadu nyawa.
Melihat kenekatan lawan, Han Siong maklum bahwa kalau dia tidak cepat merobohkan lawan dan selalu mengalah, keadaan dapat berbahaya baginya. Melawan orang nekat amatlah berbahaya, maka dia pun mempercepat gerakan pedangnya. Ilmu pedang Kwan-im-kiamsut yang sudah dikuasainya dengan sempurna itu membuat lawan menjadi bingung. Seperti para tokoh Pek-lian-kauw, Gin Hwa Cu ini juga memiliki banyak macam ilmu hitam di samping ilmu silatnya yang lihai. Karena maklum bahwa dalam hal ilmu silat, agaknya dia tidak akan menang melawan orang muda yang tangguh dan yang memiliki ilmu pedang luar biasa itu, dia lalu mencoba untuk menyerang dengan ilmu lain. Tiba-tiba saja dia mengeluarkan suara nyanyian yang aneh, nadanya tinggi sampai seperti melengking-lengking. Suara ini seperti pedang runcing menusuk ke dalam telinga Han Siong! Inilah ilmu yang berbahaya sekali bagi lawan karena suara melengking itu dapat membuat lawan menjadi bingung dan telinga seperti ditusuk benda tajam. Bahkan kalau lawan kurang kuat, suara ini dapat menyerang kedalam kepala dan mematikan! Ilmu ini didorong oleh tenaga sakti yang bercampur dengan ilmu hitam.
Namun, Pek Han Siong, adalah seorang pemuda bekas Sin-tong (anak ajaib). Selain dia memang memiliki pembawaan lain sejak lahir, memiliki dasar lebih kuat secara batiniah, juga dia telah berkenalan dengan ilmu sihir sejak kecil dari ibunya, bahkan kemudian menerima pelajaran ilmu sihir yang ampuh dari Ban Tok Lojin, seorang di antara Delapan Dewa. Oleh karena itu, dia memiliki kekuatan sihir yang hebat sehingga menghadapi serangan suara dari Gin Hwa Cu, dia bersikap tenang saja. Dengan tenaga saktinya, dia dapat menutup kedua telinganya sehingga tidak terpengaruh. Sebaliknya, dia mempercepat gerakan pedangnya mendesak. Gin Hwa Cu terkejut. Pemuda itu bukan saja tidak terpengaruh oleh serangan suaranya, sebaliknya malah mendesaknya secara gencar sehingga terpaksa dia memutar pedangnya dan terhuyung-huyung. Karena terdesak, maka perhatiannya terpecah dan suara lengkingannya itu menjadi kacau dan sumbang, bahkan menurun, dan sebuah tendangan kaki Han Siong membuat dia terpelanting.
Dengan kaget dan gentar, Gin Hwa Cu yang terpelanting itu dapat bergulingan utnuk menghindarkan diri dari serangan susulan lawan. Namun, Han Siong adalah seorang pendekar gagah sejati yang sudah tidak mau menyerang lawan yang sudah roboh, maka melihat tendangannya membuat tosu Pek-lian-kauw itu terguling-guling, dia hanya berdiri tegak dan memandang saja. Kesempatan itu dipergunakan Gin Hwa Cu untuk memulihkan diri. Dada kanannya terasa nyeri oleh tendangan tadi, akan tetapi dia sudah melompat bangun dan mulut berkemik-kemik, lalu dia mengembangkan jubahnya dan melambaikannya ke atas kepalanya. Ini merupakan ilmu sihir untuk membuat dirinya tidak nampak oleh orang lain! Setelah memutar jubah di atas kepala dan yakin bahwa dia lenyap dari pandang mata lawan, diapun tiba-tiba meloncat kedepan dan pedangnya meluncur, menusuk ke arah dada Han Siong yang disangkanya tidak dapat melihatnya dan tentu dadanya akan tertembus pedang.
"Wuuuuttt ".. singgg ?". Cappp!" Sinar pedang berkilat, sebuah dada tertembus pedang yang cepat tercabut kembali, darah muncrat dan robohlah tubuh Gum Hwa Cu! Kiranya ilmunya menghilang itu tidak mempengaruhi Han Siong sehingga pendekar itu melihat jelas semua gerakan lawan. Ketika Gin Hwa Cu menusukkan pedangnya dengan keyakinan pasti akan berhasil sehingga tidak melakukan penjagaan diri sama sekali, dengan mudah Han Siong miringkan tubuh dan menggeser kaki kesamping dan pada saat tubuh lawan berlebat ke depan, diapun menggerakkan pedangnya yang menembus dada Gin Hwa Cu. Ketika tubuh tosu itu roboh dan tewas, Han Siong sduah melompat meninggalkannya untuk membantu isterinya, Siangkoan Bi Lian.
Wanita muda yang cantik jelita dan gagah perkasa ini sebetulnya tidak perlu dibantu. Biarpun lawannya, Lian Hwa Cu, amat lihai, namun Bi Lian dapat mengimbanginya, bahkan setelah ia memainkan Kwan-im-kiam-sut, tosu Pek-lian-kauw itu menjadi sibuk sekali. Kawan-im-kiam-sut merupakan ilmu pedang yang nampak lembut, gerakannya halus seperti gerakan wanita cantik menari pedang, atau seperti Dewi Welas Asih Kwan Im beterbangan dan bermain di awan, namun di balik keindahan dan kelembutan gerakan itu terkandung kekuatan yang dahsyat sekali.
Melihat isterinya mendesak lawan dan tidak terancam bahaya, Han Siong tentu saja tidak mau melakukan pengeroyokan. Bukan saja dia tidak mau bertindak curang, juga dia tahu bahwa kalau dia turun tangan mengeroyok, tentu isterinya akan merasa tidak senang. Maka dia hanya berdiri menjadi penonton sambil siap membantu atau melindungi kalau lawan isterinya mempergunakan kekuatan sihir terhadap isterinya. Diapun memperhatikan perkelahian yang terjadi di situ.
Sim Ki Liong terdesak hebat. Pria yang sudah terlalu banyak menumpuk dosa ini, yang beberapa kali ingin bertaubat namun selalu gagal, repot bukan main menghadapi desakan Kui Hong yang mengamuk bagaikan seekor naga betina marah. Sim Ki Liong sudah mengluarkan semua kepandaiannya. Akan tetapi, semua gerakan silatnya dikenal Kui Hong, maka tentu saja gadis perkasa ini mampu membuyarkan semua serangan Ki Liong, dan sebaliknya, dengan menggunakan ilmu-ilmu yang tak pernah dipelajari lawan, Kui Hong mendesak terus. Sebetulnya, sudah lama Kui Hong memaafkan kesalahan yang diperbuat Ki Liong ketika pemuda ini pernah merayunya, kemudian bahkan melarikan diri minggat dari pulau Teratai Merah dan melarikan pula pedang pusaka milik kakek dan neneknya. Kebenciannya terhadap Ki Liong pernah lenyap berganti perasaan iba ketika Mayang memintakan ampun untuk Ki Liong demi cinta kasih gadis adik tiri Hay Hay itu terhadap Ki Liong. Akan tetapi, setelah melihat kenyataan bahwa pemuda ini mengkhianati cinta Mayang, bahkan kembali bergaul dengan golongan sesat dan terjun kembali menjadi orang jahat, Kui Hong marah bukan main dan ia sudah mengambil keputusan bahwa sekali ini ia harus membunuh pemuda jahat ini. Demi Mayang, demi dunia persilatan, karena kalau di biarkan hidup, pemuda ini hanya akan mendatangkan banyak bencana bagi orang banyak.
Sambil membela diri mati-matian, memutar pedangnya seolah sinar pedangnya bergulung-gulung itu menjadi perisai baginya, di dalam hatinya Ki Liong menyesal bukan main. Seperti serangkaian gambar yang diputar, dia melihat betapa dia tersesat, terbujuk oleh nafsu-nafsunya sendiri sehingga akhirnya dia kini harus menghadapi akibat yang mencelakakan dirinya. Dia seolah melihat mata pedang sduah menempel di lehernya, tidak ada jalan keluar lagi, dan dia merasa takut dan menyesal mengapa dia yang tadinya sduah tertolong oleh Mayang, menyia-nyiakan cinta kasih Mayang dan terbujuk oleh Su Bi Hwa, wanita iblis yang kini menggeletak tanpa nyawa.
Kita semua, seperti juga Ki Liong, yaitu manusia pada umumnya, memang merupakan mahluk yang amat lemah menghadapi nafsu-nafsu yang berada di dalam diri kita sendiri. Nafsu-nafsu dalam diri kita merupakan suatu pembawaan sejak kita lahir, memang diikutsertakan dengan kita karena kehidupan manusia ini baru mungkin dapat berkembang selama adanya nafsu. Nafsu yang menimbulkan gairah dan semangat bagi kita untuk melakukan sesuatu karena nafsu mendatangkan kenikmatan. Nafsu mendatangkan kenikmatan dalam mulut sehingga kita bergairah untuk makan, satu diantara sarat untuk kelangsungan hidup. Nafsu pula yang mendatangkan kenikmatan dalam hubungan badan sehingga kita bergairah untuk berjodoh, yang merupakan syarat bagi perkembangbiakan manusia. Dan demikian seterusnya. Tanpa adanya daya nafsu rendah, kita tidak akan bergairah melakukan apa yang menjadi syarat utama untuk kelangsungan hidup. Nafsu-nafsu menyelinap dan menjadi gerak pendorong bagi hati akal dan pikiran sehingga timbul gairah untuk mengerjakan pikiran demi kenikmatan kehidupan kita, maka nafsu daya rendah telah mendorong kita untuk menggunakan akal, berpikir untuk membuat segala sesuatu demi kenikmatan dan kesenangan hidup. Maka manusia dapat membuat segala macam benda, perabot-perabot hidup, pakaian, rumah dan segala macam benda yang dibuat melalui akal pikiran untuk mendatangkan kenikmatan dalam kehidupan.
Puji Tuhan Maha Pengasih! Hanya karena kasih Tuhan sajalah maka manusia diberi semua itu, diberi peserta-peserta seperti nafsu daya rendah sehingga kita dapat menikmati kehidupan. Naun, nafsu yang sedianya menjadi peserta yang amat berguna itu, yang menjadi hamba yang melayani semua kebutuhan jiwa dalam badan yang berujud manusia ini, terjadi karena daya-daya rendah yang saling berlomba untuk menguasai kita! Nafsu daya rendah membutuhkan badan manusia yang dapat menyampaikan dan memuaskan keinginannya, oleh karena itu, nafsu-nafsu daya rendah berebut untuk menguasai kita agar manusia saja segala kehendak nafsu. Nafsu yang tadinya menjadi alat kita, berbalik ingin memperalat kita. Nafsu yang sedianya menjadi hamba kita, berbalik ingin memperhamba kita. Kita diperhamba melalui kenikmatan dan kesenangan tadi. Kita di perhamba nafsu melalui benda-benda yang kita buat sendiri seperti harta kekayaan, uang, dan sebagainya. Melalui makanan, melalui hubungan seksuil, pendeknya semua daya rendah saling berebut untuk menguasai kita. Nafsu itu mutlak penting bagi kita, namun juga mutlak berbahaya. Seperti api, kalau menjadi alat kita teramat penting, akan tetapi kalau sudah menjadi liar tak terkendali, akan menghabiskan segala! Akan membakar kita. Seperti kuda, kalau jinak, menjadi hamba yang amat berguna, sebaliknya kalau liar, kita dapat dibawa kabur memasuki jurang.
Manusia baru tahu akan bahayanya nafsu dalam diri sendiri setelah merasakan akibat buruknya. Memang sifat nafsu itu selalu mengejar kesenangan dan menjauhi kesusahan. Maka, pengetahuan tentang akibat buruk itu pun datang dari nafsu, dan tentu saja nafsu berkeinginan pula untuk mengubah yang buruk dan menyusahkan itu. Dan kitapun terseret ke dalam lingkaran setan yang tiada putusnya. Hati akal pikiran dipergunakan untuk mengendalikan nafsu, tidak kita sadari bahwa hati akal pikiran kita sudah bergelimang nafsu, sudah dikuasai nafsu! Maka, apa pun yang dilakukan menurut hati akal pikiran, sejalan dengan kehendak nafsu, yaitu mengejar kesenangan, masih tetap dalam ruangan yang sama dimana nafsu menjadi rajanya. Karena itu, segala macam usaha yang diperbuat manusia untuk "menjadi orang baik" selalu gagal karena usaha itu pun timbul dari keinginan nafsu dengan dasar bahwa menjadi orang baik berarti akan terbebas dari kesusahan dan berada di dalam kenikmatan atau kesenangan, walaupun mungkin dengan jubah yang lebih halus dan bersih.
Kenyataan terbukti kalau kita melihat keadaan manusia dalam dunia ini. Setiap orang manusia berusaha melalui segala cara, melalui kebudayaan, melalui keagamaan, melalui filsafat, pelajaran budi pekerti, melalui pengertian, untuk menjadi "orang baik" karena melihat betapa ketidakbaikan sebagai manusia telah mendatangkan berbagai malapetaka. Namun, adakah nampak hasil dari semua usaha untuk menjadi baik itu" Kalau kita mempelajari sejarah dan melihat keadaan di dunia ini, kita harus dengan jujur mengakui bahwa semua usaha itu agaknya belum dapat dibilang berhasil! Dunia masih kacau balau, kehidupan masih merupakan penderitaan yang berkepanjangan, permusuhan yang berkepanjangan, permusuhan terjadi di mana-mana, nampak sekali bahwa nafsulah yang menjadi raja, yang merajalela menguasai hati akal pikiran semua manusia. Bahkan segala pemenuhan dan hasil buatan manusia, menjadi alat nafsu untuk mengumbar angkara murka! Kita telah gagal!
Keadaan kita sama benar dengan keadaan Sim Ki Liong. Sebagai manusia, mula-mula dia diseret oleh dorongan nafsu yang memang ada dalam dirinya seperti dalam dirinya seperti dalam diri kita, dorongan yang membuat dia melakukan hal yang tidak patut. Kemudian, akibat perbuatannya yang mendatangkan kepahitan membuat dia menyesal dan ingin memperbaiki jalan hidupnya. Penyesalan yang datang dari akibat pahit, jadi jelas dari nafsu. Keinginan untuk mengubah cara hidup, juga keinginan nafsu yang hanya ingin mengubah yang tidak enak menjadi yang enak, melalui istilah yang lebih baik menjadi yang baik! Tentu saja dia gagal, karena nafsu hanya menuntunnya kejalan di mana dia akan mendapatkan kesenangan, kenikmatan, dan karena itulah maka Ki Liong juga gagal. Seperti juga semua orang di dunia ini, dia tahu bahwa dia melakukan kejahatan dan melalui jalan yang tidak benar, bahwa dia jahat. Namun, dia tak kuasa menghentikannya. Pencuri manakah di dunia ini yang tidak tahu bahwa perbuatan mencuri itu tidak baik" Namun, pengetahuan tidak mempunyai kekuatan untuk mengendalikan nafsu. Biarpun tahu bahwa perbuatan itu tidak benar dan tidak baik, namun kita tidak mampu mengalahkan dorongan nafsu dalam diri yang telah mencengkeram kita melalui hati akal pikiran dan panca-indera kita.
Tahu belum berarti mengerti. Bahkan biarpun mengetahui dan mengerti sekalipun, belumlah yakin kalau belum merasakan. Namun, kelengkapan dari tahu, mengerti dan dan merasa pun tidak cukup kuat untuk menguasai gelora nafsu. Lalu bagaimana nasib kita ini kalau kita ini tidak dapat hidup tanpa nafsu, namun juga kita dicengkeram oleh nafsu" Bagaimana kita akan mampu mengalahkan nafsu, atau lebih tepat, bagaimana kita akan dapat mengendalikan nafsu dalam kedudukannya semula, yaitu menjadi alat dan hamba, menjadi peserta yang baik dari kita"
Tidak ada caranya! Karena cara ini merupakan jalan dari pikiran pula. Kita, dengan akal pikiran dan hati, tidak akan mungkin dapat mengalahkan nafsu kita. Hanya ada Satu yang dapat menguasai nafsu, yaitu Pencipta nafsu itu sendiri, Sang Maha Pencipta, Maha Kuasa yang menciptakan segala apa pun di dalam alam mayapada ini. Hanya kekuasaan Tuhan jualah yang mampu mengendalikan yang bengkok menjadi lurus, yang salah menjadi benar. Karena itu, satu-satunya yang dapat kita lakukan adalah menyerah! Menyerah lahir batin, menyerah sepenuhnya, dan penuh keikhlasan dan ketawakalan, sepenuh iman kita kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun. Dan kalau kekuasaan Tuhan sudah bekerja dalam diri kita, maka dengan sendirinya semua akan berjalan dengan baik dan sewajarnya menurut kodrat masing-masing.
Menyerah bukan dalam arti kata yang sempit, juga bukan dalam arti kata untuk mencari enaknya saja. Yang menyerah itu seluruh jiwa raga, sebagai dasar dari semua tindakan kita dalam hidup. Hati akal pikiran harus bekerja, bahkan bekerja dengan sepenuhnya, sesuai dengan kodratnya, sesuai dengan kewajibannya. Hati akal pikiran sudah diciptakan untuk bekerja membantu manusia, mengatur semua alat tubuh untuk bekerja, untuk mencukupi kebutuhan hidup di dunia ini.
Ki Liong selalu dipermainkan nafsu-nafsunya yang semakin kuat. Sebagai manusia, Ki Liong telah menjadi hamba nafsunya. Keadaan telah berbalik, maka setiap derap langkahnya dalam hidup, selalu ditujukan untuk mencari kesenangan, tanpa menghiraukan segala cara. Perintah nafsu setiap saat berteriak lantang dalam hatinya, sebaliknya, suara nurani yang memperingatkan hanya terdengar bisik-bisik dan sayup sampai saja.
Kini dia merasa menyesal, namun penyesalan yang tidak ada gunanya lagi. Andaiakata dia mendapatkan kesempatan kedua seperti ketika dia dimintakan ampun oleh Mayang, belum tentu dia akan benar-benar insyaf dan menjadi baik kembali. Selama nasu masih mencengkeramnya, dia akan selalu saja melakukan penyelewengan untuk mengejar kesenangan. Karena tidak melihat jalan keluar, Ki Liong menjadi nekat dan diapun melawan mati-matian mengeluarkan segala kepandaiannya.
"Sing-sing-singgg ?"!" Ki Liong menggerakkan pedangnya dengan nekat, mengerahkan tenaga sakti Thian-te-sin-kang dan pedangnya memainkan jurus ilmu pedang Gin-hwa-kiamsut menyambar-nyambar dengan dahsyat. Namun, Kui Hong sudah mengenal baik ilmu dari kakeknya itu. Ia menyambut dengan tangkisan kedua pedangnya, kemudian, pada saat yang baik ia melihat kesempatan dan kedua pedangnya menyambut pedang Ki Liong dengan menggunting dari kanan kiri. Pedang Ki Liong tertahan dan ketika dia mengerahkan tenaga, tiba-tiba saja pedang di tangan kiri Kui Hong sudah meluncur ke depan sedangkan pedangnya yang kanan masih tetap menempel pedang lawan. Ki Liong melihat luncuran sinar itu dengan mata terbelalak, tidak sempat lagi menghindar dan dia seolah melihat betapa pedang itu memasuki dadanya.
"Ohhhhhh ?".!" Ki Liong melepaskan pedangnya, mendekap dada yang terluka, lalu terhuyung. Kui Hong sudah meloncat kebelakang dan berdiri tegak dengan sepasang pedang di tangan, matanya memandang tajam. Ki Liong mundur dan terhuyung, memandang kepada Kui Hong dengan mata yang membayangkan kedukaan dan ketakutan, lalu diapun jatuh terjengkang dan tewas.
Kui Hong menoleh dan melihat betapa Hay Hay masih bertanding melawan Hek Tok Siansu dan Bi Lian masih menandingi seorang tosu Pek-lian-kauw yang tangguh. Juga ia melihat Han Siong berdiri nonton. Ia mengerutkan alisnya.
"Pek Han Siong, bagaimana sih engkau ini" Menjadi penonton saja dan tidak membantu Bi Lian dan Hay-ko?" tegurnya.
Han Siong tersenyum. "Aku tidak mau dikatakan curang dan ?""
"Ih, bodoh sekali, dalam pertandingan mengadu ilmu, memang tidak boleh melakukan pengeroyokan dan kecurangan, menang atau kalah harus seperti seorang pendekar sejati. Akan tetapi, yang kita hadapi ini adalah segerombolan tokoh sesat yang tidak segan melakukan segala macam kejahatan dan kecurangan. Mereka tadi pun mengeroyok kami. Kita hadapi mereka untuk membasmi kejahatan, bukan untuk mengadu ilmu. Nah, terserah padamu, akan tetapi aku akan membantu Hay-ko!" Setelah berkata demikian, tanpa banyak cakap lagi Kui Hong sudah melompat dan terjun ke dalam lapangan perkelahian, sepasang pedangnya menyambar dahsyat ke arah tubuh Hek Tok Siansu!
"Sing ".! Sing ?"..!!" Dua sinar berkliat, membuat Hek Tok Siansu terkejut karena
dia tahu bahwa sepasang pedang itu lihai dan berbahaya sekali. Cepat dia menggerakkan kedua lengannya dan ujung lengan baju yang panjang itu menyambt sepasang pedang. Bagaikan dua ekor ular saja, lengan baju itu menangkap dan membelit sepasang pedang Kui Hong. Gadis itu terkejut, berusaha menarik kembali sepasang pedangnya, namun belitan ujung lengan baju itu terlampau kuat dan sepasang pedang itu tidak dapat terlepas lagi. Melihat ini, Hay Hay menyerang dari samping. Tentu saja Hek Tok Siansu maklum bahwa serangan Hay Hay jauh lebih berbahaya daripada sepasang pedang itu, maka terpaksa dia melepaskan libatan kedua ujung lengan bajunya pada pedang-pedang itu untuk dapat meloncat ke belakang dan mengelak.
"Hay-ko, mari kita basmi tosu iblis ini!" kata Kui Hong yang sudah bergerak menyerang lagi. Namun, lebih mudah mengeluarkan ucapan itu daripada melaksanakannya. Hek Tok Siansu adalah seorang datuk yang sudah memiliki tingkat kepandaian tinggi sekali sehingga walau kini dikeroyok oleh Hay Hay dan Kui Hong, tetap saja dia dapat mempertahankan diri dengan ilmu-ilmu pukulannya yang dahsyat. Kadang dia mengeluarkan ilmu pukulan Angin Taufan, kadang mengerahkan tenaga sakti dan menyerang dengan ilmu pukulan Gelombang Samudera, bahkan kadang dia mengejutkan Kui Hong dengan serangan bergulingan seperti trenggiling, dan melancarkan pukulan jarak jauh dengan dorongan kedua tangannya sambil berjongkok dan dari perutnya keluar suara berkokokan.
Sementara itu, mendengar ucapan Kui Hong, Han Siong diam-diam kagum dan mengangguk membenarkan. Memang, perkelahian itu bukanlah adu kepandaian diantara orang-orang gagah, melainkan sebuah pertempuran antara mereka melawan segerombolan orang sesat. Tugas mereka adalah membasmi orang sesat. Akan tetapi karena dia melihat bahwa isterinya sama sekali tidak membutuhkan bantuan, bahkan Bi Lian mendesak tosu yang menjadi lawannya, diapun ragu-ragu untuk membantu. Dia tidak ingin mengecewakan hati isterinya. Maka, dia tidak mau membantu secara langsung, hanya berseru dengan suara berwibawa, sambil menudingkan telunjuknya ke arah Lian Hwa Cu yang sedang repot menghindarkan rangkaian serangan Bi Lian.
"Lian-moi, tosu lawanmu itu hanya seorang yang kerdil dan lemah, sedangkan engkau memiliki tubuh raksasa dan bertenaga raksasa, kenapa tidak segera merobohkannya?"
Mendengar ucapan itu, diam-diam Bi Lian merasa heran karena ia tidak mengerti mengapa suaminya mengatakan ia bertubuh dan bertenaga raksasa sedangkan lawannya seorang kerdil dan lemah. Akan tetapi, keheranannya bertambah menjadi terkejut sekali ketika melihat bahwa lawannya benar-benar dalam pandangannya menjadi seorang yang kerdil, hanya setinggi lututnya! Sebaliknya, tosu itu pun terbelalak ketika mendengar ucapan itu kini melihat betapa lawannya menjadi seorang wanita yang tinggi besar menakutkan! Sebagai seorang ahli sihir, dia pun segera menyadari bahwa ucapan tadi mengandung tenaga yang amat kuat dan telah mempengaruhinya, maka cepat dia mengerahkan kekuatan batinnya untuk membuyarkan pengaruh yang menakutkan itu. Namun, pada saat itu Bi Lian sudah menyerang dengan pedangnya dan karena pedang itupun nampak besar dan panjang sekali, lebih panjang dari pada tingi tubuhnya, maka mengelak pun amat sukar bagi Lian Hwa Cu dan pinggangnya tersabet ujung pedang. Diapun terjungkal roboh dam tidak mampu bangkit kembali karena beberapa saat kemudian dia tewas.
Baru dua hari suami isteri ini saling berjumpa. Seperti yang telah diduga oleh Pek Han Siong, isterinya itu pergi mencari Hay Hay untuk meminjam mustika kemala penghisap racun ke Cin-ling-pai. Di Cin-ling-pai, Bi Lian tidak bertemu dengan Hay Hay, bahkan mendengar bahwa Kui Hong juga pergi mencari Hay Hay ke kota raja. Ia pun segera pergi ke kota raja. Han Siong yang juga mengejar isterinya itu, melakukan perjalanan cepat, tidak seperti Bi Lian yang mencari Hay Hay. Oleh karena itu, dua hari yang lalu, Han Siong berhasil menyusul Bi Lian dan suami isteri ini merasa gembira dan bahagia bukan main. Mereka baru saja melangsungkan pernikahan, akan tetapi di tengah perayaan itu datang gangguan yang membuat mereka saling berpisah. Dan pertemuan dengan suami tersayang itu semakin menjadi berbahagia ketika ia mendengar dari Han Siong bahwa ayahnya telah di sembuhkan oleh obat yang ditinggalkan Hek Tok Siansu. Dapat dibayangkan betapa suami isteri ijni selama dua hari dua malam itu menumpahkan kerinduan dan kasih sayang hati masing-masing sebagai pengantin baru yang berbulan madu.
Dan pada hari ke dua, ketika mereka sedang berbulan madu di sebuah rumah penginpan, tidak melanjutkan usaha mereka mencari Hay Hay, dari dalam kamar penginapan itu mereka mendengar suara orang yang amat mereka kenal, yaitu suara Hek Tok Siansu! Mereka mengintai dan melihat serombongan orang memasuki rumah penginapan itu, langsung menuju ke ruangan belakang. Suami isteri ini terkejut dan heran mengenal adanya Sim Ki Liong di antara rombongan itu. Selan Hek Tok Siansu dan Sim Ki Liong, ada pula dua orang tosu dan seorang wanita cantik yang tidak mereka kenal. Tadinya Bi Lian hendak menerjang keluar, mengingat bahwa Hek Tok Siansu adalah musuh besar yang bersama mendiang Ban Tok Siansu telah menyerang ayahnya. Akan tetapi suaminya merangkulnya dan mencegahnya, membisikkan bahwa yang melukai Siangkoan Ci Kang adalah Ban Tok Siansu, dan bahwa Hek Tok Siansu malah meninggalkan obat penawar racun yang telah menyembuhkan ayah mertuanya itu.
Betapapun juga, ketika pada keesokan harinya pagi-pagi sekali rombongan itu pergi, seperti yang mereka dengar dari pelayan rumah penginapan, Han Siong dan Bi Lian merasa tertarik dan melakukan perjalanan cepat mengejar ke arah perginya rombongan itu, yaitu ke arah kota raja. Dan akhirnya mereka melihat Hay Hay dan Kui Hong dikeroyok oleh rombongan itu, terdesak dan keadaannya gawat. Maka, tanpa diminta lagi mereka lalu terjun ke dalam pertempuran dan mereka berdua akhirnya dapat merobohkan dua orang tosu Pek-lian-kauw.
Kini mereka memandang ke arah perkelahian antara Hek Tok Siansu yang dikeroyok oleh Hay Hay dan Kui Hong. Mereka tidak maju membantu, karena mereka ingat bahwa bagaimanapun juga, Hek Tok Siansu telah memberi obat penawar racund an menyembuhkan Siangkoan Ci Kang.
"Kita tidak boleh mencampuri, apalagi pihak Hay Hay dan Kui Hong sama sekali tidak membutuhkan bantuan," kata Han Siong dan isterinya mengangguk membenarkan.
Tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dan suara orang riuh mendatangi ke arah tempat itu. Han Siong dan Bi Lian mengangkat muka memandang dan mereka terkejut ketika melihat rombongan orang yang tidak kurang dari seratus orang datang dari arah kota Cang-cow yang temboknya sudah nampak dari situ. Dan rombongan ini tanpa banyak cakap lagi menggunakan senjata mengepung Kui Hong dan Hay Hay yang sedang bertanding melawan Hek Tok Siansu, dan dari sikap mereka jelas bahwa mereka berpihak kepada Hek Tok Siansu! Padahal, mereka itu terlihat seperti para petugas keamanan dari kota Cang-cow, sebagian menganakan seragam, akan tetapi di antara mereka terdapat pula orang barat yang bermata biru, adapula orang asing yang pendek dan mengingatkan Han Siong pada orang Jepang, dan ada pula beberapa orang tosu seperti dua orang tosu yang mereka lawan tadi, yaitu tosu Pek-lain-kauw!
Maklum bahwa Hay Hay dan Kui Hong berada dalam bahaya, suami isteri muda ini tanpa banyak cakap lagi, segera mereka menerjang ke arah gerombolan orang yang baru tiba itu dan mengamuk dengan pedang mereka. Segera puluhan orang mengeroyok suami isteri ini. Melihat itu, Kui Hong yang tahu bahwa kekasihnya tidak akan kalah melawan Hek Tok Siansu, segera meloncat dan membantu suami isteri itu, menghadapi pengeroyokan banyak orang. Kini terjadi pertempuran yang amat hebat. Tiga orang ini, Cia Kui Hong, Siangkoan Bi Lian, dan Pek Han Siong mengamuk dan diantara para pengeroyok banyak yang roboh bergelimpangan terkena sambaran sinar pedang mereka yang bergulung-gulung! Betapapun gagah perkasanya tiga orang pendekar ini, menghadapi pengeroyokan puluhan orang yang mendekati seratus jumlahnya, apalagi di situ terdapat orang Pek-lian-kauw, jagoan-jagoan bajak laut Jepang, dan beberapa orang Portugis yang pandai mempergunakan pedang tipis panjang dan runcing, mereka terdesak juga dan terpaksa harus memutar pedang menjadi gulungan sinar yang menjadi perisai diri mereka.
Pertandingan antara Hay Hay dan Hek Tok Siansu juga amat seru. Hek Tok Siansu juga merasa penasaran dan marah bukan main ketika tadi terdesak karena masuknya Kui Hong ke dalam perkelahian. Kini dia melawan Hay Hay satu lawan satu, dan dia merasa penasaran. Apalagi hatinya besar karena munculnya rombongan para rekan dari kota Cong-cow. Memang Su Bi Hwa, yang kini telah tewas, seorang wanita amat cerdik dan luas hubungannya. Ketika mereka bertiga melarikan diri dari kota raja, atas petunjuk Bi Hwa, mereka lari ke Cong-cow dan di kota itu ternyata Su Bi Hwa mempunyai hubungan dengan para tosu Pek-lian-kauw yang bersekutu dengan orang Portugis dan pejabat Cong-cow, juga dengan bajak-bajak laut Jepang. Tentu saja Su Bi Hwa, Sim Ki Liong dan Hek Tok Siansu diterima dengan baik oleh pejabat Cong-cow yang bersekutu dengan orang Portugis, yaitu kepala daerah Yong Ki Hok dan wakilnya, yaitu Ouw Seng. Dua orang pejabat yang merencanakan pemberontakan karena mengandalkan kekuatan orang Portugis ini membutuhkan orang-orang pandai. Apalagi Hek Tok Siansu, Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong datang diperkenalkan oleh orang-orang Pek-lian-kauw.
Ketika mendengar dari mata-mata yang melakukan penjagaan di sepanjang jalan di luar kota bahwa Hay Hay dan Cia Kui Hong menuju ke kota Cong-cow, Hek Tok Siansu, Su Bi Hwa, Sim Ki Liong dan dibantu dua orang tosu Pek-lian-kauw yang lihai, melakukan penghadangan. Agar tidak menarik perhatian, maka tidak dikirim pasukan, apalagi Hek Tok Siansu memastikan bahwa pihak mereka tentu akan cukup kuat untuk meringkus atau membunuh Hay Hay dan Kui Hong. Hanya ada beberapa orang mata-mata saja yang melakukan pengintaian untuk melihat hasil penghadangan terhadap dua orang musuh itu. Para mata-mata inilah yang cepat mengirim laporan ke kota Cong-cow ketika pihak mereka kewalahan. Kepala daerah Yong Ki Hok cepat mengirim serombongan orang-orang yang terdiri dari campuran persekutuan mereka, namun kedatangan rombongan itu terlambat karena di antara lima orang jagoan mereka yang kini masih dapat bertahan hanyalah Hek Tok Siansu seorang, sedangkan empat orang yang lain, yaitu dua orang tosu Pek-lian-kauw yang tadinya disombongkan oleh para orang Pek-lian-kauw sebagai jagoan tangguh, juga Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong, telah tewas!
Melihat munculnya gerombolan yang mempunyai banyak orang tangguh itu, Hay Hay merasa khawatir juga. Biarpun dia yakin akan kehebatan ilmu kepandaian Han Siong, Bi Lian dan Kui Hong, namun jelas nampak bahwa mereka mulai terhimpit oleh banyaknya musuh. Maka, diapun mengambil keputusan untuk cepat merobohkan Hek Tok Siansu. Namun, ternyata kakek ini pun berusaha mati-matian, bukan hanya untuk melindungi dirinya, melainkan juga untuk membalas dengan serangan yang amat dahsyat, yang membuat Hay Hay tidak berani bersikap lengah.
"Aaauuughhhhhhhh!!" Hek Tok Siansu kini mengirim serangan dengan ilmunya Angin Taufan yang dahsyat, dengan kedua lutut di tekuk dia meloncat ke depan dan mendorongkan kedua telapak tangannya ke arah Hay Hay. Pendekar ini maklum bahwa kalau dia tidak cepat mengalahkan orang ini, maka tiga orang temannya akan terancam bahaya. Sekali ini dia tidak lagi mengelak atau menangkis, melainkan dia mengerahkan sinking pula dan menyambut dorongan itu dengan dorongan kedua telapak tangannya pula.
"Plakkk!!" Dua pasang telapak tangan saling bertemu dan melekat! Keduanya
mengerahkan tenaga sakti yang melalui telapak tangan mereka mempunyai kekuatan untuk membunuh lawan yang kuat sekali pun. Keduanya tak mau kalah karena mundur berartu hancur. Mengalah berarti terancam maut. Kini keadaan mereka sudah terlanjur, kedua pasang telapak tangan itu sudah saling melekat dan terjadi adu sin-kang yang tak dapat dilihat orang lain. Tubuh mereka tergetar dan dari ubun-ubun kepala mereka keluar mengepul uap tebal!
Dalam adu tenaga itu, Hay Hay maklum bahwa tenaga lawannya sunggguh amat dahsyat. Walaupun dia tidak dapat dikatakan lebih lemah, namun dia tidak berani menganggap diri lebih kuat. Andaikata ada selisihnya, maka dia hanya menang sedikit saja dan ini tidak cukup untuk dapat merobohkan lawan dalam waktu singkat. Tahulah Hay Hay bahwa adu tenaga sin-kang ini akan berlangsung lama sebelum dia akan mampu mengalahkan kakek itu. Kini hanya tinggal mengadu daya tahan dan kekuatan napas saja karena tenaga mereka seimbang. Kalau saja Kui Hong tidak meninggalkannya untuk membantu Han Siong dan Bi Lian, tentu dengan bantuan kekasihnya itu dia akan mampu mendapat kemenangan tanpa banyak membuang waktu. Akan tetapi dia tidak menyalahkan Kui Hong. Memang Han Siong dan Bi Lian lebih perlu dibantu.
Tiba-tiba seorang tosu Pek-lian-kauw yang datang bersama rombongan itu, meloncat ke belakang Hay Hay yang berdiri dengan kedua lutut di tekuk dan kedua lengan diluruskan, dengan telapak tangan menempel pada kedua telapak tangan Hek Tok Siansu. Tosu Pek-lain-kauw itu tanpa banyak cakap lagi sudah menghantamkan telapak tangan kanannya ke punggung Hay Hay dengan pengerahan sin-kang yang cukup dahsyat.
"Plakkk!" telapak tangan itu menempel di punggung Hay Hay dan tenaga yang kuat memasuki tubuh Hay Hay melalui punggung itu. Si tosu terkejut karena sama sekali tidak ada perlawanan dari orang yang dipukulnya, bahkan tenaga sin-kang dari telapak tangannya itu seperti menembus punggung dan memang hal itu di sengaja oleh Hay Hay. Dengan tingkatnya yang tinggi berkat gemblengan Sang Lojin, dia dapat menerima dan menampung tenaga dari hantaman tosu itu dan langsung menyalurkan hawa itu ke arah kedua telapak tangannya sehingga tenaganya bertambah besar menghadapi kedua telapak tangan Hek Tok Siansu.
"Uhhhh ?"!" Hek Tok Siansu menyemburkan darah dari mulutnya dan dia memandang kepada tosu Pek-lian-kauw itu. Dia tidak berani membuka mulut melarangnya karena mengeluarkan kata-kata berarti memecah tenaga dan hal ini akan membahayakan nyawanya. Akan tetapi membiarkan saja tosu itu membantunya dan juga mendorongnya ke ambang maut karena lawannya yang masih muda itu mampu memanfaatkan serangan tosu itu untuk memperbesar tenaga sin-kangnya!
Akan tetapi, tosu Pek-lian-kauw itu biarpun dia seorang tokoh yang lihai, namun dia terlalu memandang rendah Hay Hay. Menerima dan menyalurkan tenaga lawan demi keuntungan diri sendiri merupakan ilmu yang amat langka, maka dia sama sekali tidak pernah mengira bahwa pemuda itu mampu melakukan hal itu, dan disangkanya bahwa Hek Tok Siansu sudah terluka dan lemah, maka diapun ketika melihat kakek itu menyemburkan darah, bermaksud untuk membantunya dan kini tangan kirinya di hantamkan ke punggung Hay Hay sambil mengerahkan seluruh sisa tenaganya.
"Dessssss ?".!!" Akibatnya hebat sekali. Hek Tok Siansu kembali menyemburkan darah dan diapun terjengkang, sedanglan tubuh Hay Hay bergulingan menjauh. Ketika pemuda ini meloncat bangun, wajahnya agak pucat dan napasnya terengah, namun dia tidak terluka, sedangkan ketika dia menoleh ke arah Hek Tok Siansu, kakek itu rebah terlentang dan telah tewas! Kini barulah tosu Pek-lian-kauw itu tahu apa yang terjadi. Hek Tok Siansu tewas karena tanpa disadarinya dia telah membantu pemuda itu yang mampu menerima dan menyalurkan tenaga hantamannya tadi untuk menyerang Hek Tok Siansu. Dia pun menjadi marah, lalu meneriaki kawan-kawannya untuk mengeroyok Hay Hay.
Biarpun kini bertambah dengan Hay Hay, tetap saja para pendekar itu kewalahan menghadapi pengeroyokan musuh yang sedemikian banyaknya. Mereka segera bergabung membentuk sebuah lingkaran dengan saling membelakangi. Empat orang pendekar atau dua pasang orang muda perkasa itu masing-masing menghadap empat penjuru sehingga pihak musuhnya hanya dapat menyerang mereka dari depan dan kanan kiri saja.
Kalau saja Hay Hay dan Han Siong tidak memiliki kekuatan sihir yang hebat di samping ilmu silat mereka, agaknya mereka berempat tidak akan dapat bertahan terlalu lama. Namun, kedua orang muda perkasa ini berulang-ulang mengeluarkan bentakan-bentakan yang menggetarkan, membuat banyak pengeroyoknya terjungkal tanpa dipukul, terpelanting atau terjengkang karena pengaruh suara yang mengandung kekuatan sihir Hay Hay dan Han Siong.
Namun, mereka tidak melihat kesempatan untuk melarikan diri karena pengepungan itu berlapis-lapis dengan datangnya bala bantuan bagi musuh yang mengalir keluar dari kota Cong-cow. Keadaan benar-benar gawat! Bahkan empat orang pendekar muda itu sudah menerima beberapa kali serangan yang mendatangkan luka di tubuh mereka, walaupun berkat kelihaian mereka, luka-luka itu tidaklah parah.
Keadaan yang amat gawat bagi dua pasang pendekar itu tiba-tiba berubah ketika terdengar suara tambur dan sorak-sorai, diikuti munculnya pasukan pemerintah yang besar jumlahnya! Di antara para panglima dan perwira yang memimpin pasukan itu terdapat pula Mayang, Cang Hui dan Teng Cin Nio! Bahkan Cang Sun yang tidak pernah bertempur itu terdapat pula diantara mereka.
Tentu saja gerombolan pemberontak itu tidak mudah di basmi, bahkan pasukan-pasukan yang dipimpin langsung oleh Menteri Yang Ting Hoo itu terus menyerbu ke dalam kota Cong-cow, bergabung dengan pasukan pemerintah yang masih setia kepada pemerintah dan tidak ikut terseret ke dalam gerombolan persekutuan pemberontak.
Hay Hay, Kui Hong, Han Siong dan Bi Lian tidak ikut menyerbu ke kota itu, melainkan menumpang dalam kereta besar bersama Cang Sun, Mayang, Cang Hui dan Cin Nio, kembali ke kota raja.
Dua pasang pendekar itu sempay saling mengobati luka-luka kecil di tubuh mereka, kemudian mereka semua menghadap Menteri Cang Ku Ceng yang menyetakan penyesalannya bahwa keluarganya sampai diselundupi orang-orang macam Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong sehingga hampir saja mendatangkan malapetaka, bukan hanya bagi keluarga, melainkan juga bagi istana kerajaan.
Menteri Cang Ku Ceng dengan keluarganya menyambut gembira ketika puteranya, Cang Sun menyatakan keinginannya untuk menikah dengan Mayang dan Cin Nio sekaligus! Dalam kesempatan ini, Cang Sun yang tentu saja sudah di bujuk oleh Mayang, minta kepada ayahnya agar suka menjadi wali bagi Hay Hay untuk mengajukan pinangan ke Cin-ling-pai, meminang Cia Kui Hong untuk menjadi jodoh Hay Hay. Bahkan dia menyatakan, tentu saja atas desakan Mayang pula, bahwa hari pernikahannya akan dibarengkan dengan hari pernikahan Hay Hay. Menteri Cang Ku Ceng yang merasa betapa besar jasa Hay Hay selama ini, menyatakan setuju.
Orang-orang Portugis, untuk sekian kalinya, kembali di halau pergi oleh pasukan pemerintah dari kota Cong-cow. Banyak diantara mereka yang tewas bersama sekutu mereka di Cong-cow dan sisanya di halau pergi, melarikan diri dengan kapal-kapal mereka ke lautan.
Akan tetapi, agaknya pemerintah kerajaan Beng tidak pernah jera menghadapi kecurangan orang-orang Portugis. Memang tertanam kebencian dan kecurigaan terhadap orang-orang kulit putih karena ulah orang-orang Portugis yang merupakan pendatang orang kulit putih pertama di daratan China. Akan tetapi pemerintah dan para pedagang melihat keuntungan besar dengan adanya perdagangan antara bangsa pribumu dengan orang-orang asing barat itu. Rempa-rempa yang dianggap kurang berharga di daratan Cina, amat dihargai oleh orang-orang kulit putih, dan rempa-rempa itu ditukar dengan benda-benda asing yang langka didapat di daratan. Perdagangan yang dianggap menguntungkan kedua pihak inilah yang membuat pemerintah kerajaan merasa sayang untuk menolak sama sekali kedatangan orang-orang Portugis. Akhirnya, beberapa tahun kemudian, dalam tahun 1557, pemerintah yang di dukung oleh pejabat daerah yang memperoleh banyak keuntungan melalui pajak dan sogokan perdagangan itu, mengijinkan orang-orang Portugis untuk mendarat di Macao, sebuah semenanjung di Kanton, sebuah tempat yang terpencil dan jauh dari kota-kota yang penting. Bahkan sebuah pasukan yang kuat ditempatkan di perbentengan untuk mencegah orang-orang Portugis masuk ke pedalaman. Karena ulah orang-orang Portugis inilah maka sampai bertahun-tahun lamanya, rakyat Cina tidak percaya kepada orang-orang kulit putih, biarpun mereka itu bukan orang Portugis, melainkan dari daratan Europa yang lain, seperti Belanda dan Inggeris.
Cia Hui Song dan isterinya, Ceng Sui Cin, tentu saja menerima dengan penuh penghormatan ketika utusan Menteri Cang Ku Ceng datang untuk meminang Kui Hong, dijodohkan dengan Tang Hay. Suami isrteri ini sekarang yakin bahwa jodoh berada di tangan Tuhan, dan kalau puteri mereka sudah saling mencinta dengan Tang Hay, merekapun tidak mampu menghalangi.
Tak lama kemudian, dilangsungkan pernikahan pada hari yang sama antara Tang Hay dan Cia Kui Hong, dan antara Cang Sun dan kedua orang isterinya, yaitu Mayang dan Cin Nio. Perayaan pengantin kembar itu dirayakan secara besar-besaran di kota raja, di gedung istana keluarga Menteri Cang Ku Ceng, dihadiri oleh para pejabat tinggi dan oleh tokoh-tokoh persilatan. Diantara mereka, hadir pula, tentu saja Pek Han Siong dan isterinya tecinta, yaitu Siangkoan Bi Lian.
Sampai disini selesailah sudah kisah Jodoh Si Mata Keranjang ini, disertai harapan pengarang semoga kisah ini, selain dapat menghibur pembacanya, juga mengandung manfaat bagi kita semua. Sampai jumpa di lain kisah.
TAMAT

Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukit Pemakan Manusia 8 Harpa Iblis Jari Sakti 16
^