Kisah Dua Saudara Seperguruan 1

Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Saduran Okt Bagian 1


2 saudara perguruan
Thay Kek Kie Hiap Toan
Karya : Liang Ie Shen Saduran : OKT
Seri 1
Pada tiga puluh tahun yang lalu, dengan sebuah kereta
keledai, penulis berangkat ke luar daerah perbatasan. Ialah
pada bulan kesembilan dari musim ketiga, tanah datar ada
belukar, hingga bumi nampaknya nempel dengan langit.
Sesudah melalui beberapa puluh lie, sang maghrib telah
mendatangi. Di sekitar kita tidak ada rumah orang. Selagi kita
mulai sibuk, tiba-tiba kita dengar tindakan kaki kuda di
sebelah belakang. Dua penunggang kuda lagi mendatangi.
Tapi, setelah mendekati kita, suara tindakan jadi kendor.
Nyata orang tidak lewati kita. Diam-diam kita kuatirkan orang
jahat.
Dari dua penunggang kuda itu, yang kita lihat selagi kita
menoleh ke belakang, yang satu berumur empat puluh tahun
lebih, yang lainnya, tiga puluh lebih, dua-dua romannya keren,
samar-samar kelihatan pedangnya masing-masing. Selagi kita
berkuatir, tiba-tiba mereka liwati kita, kudanya dikaburkan,
selagi liwat, mereka menoleh. Nampaknya mereka heran tapi
mereka kabur terus.
Belasan lie lagi kita sudah pergi, kita tetap tidak melihat
rumah orang. Sekarang sang maghrib sudah datang, kita jadi
bingung, lebih-lebih setelah melihat dua orang tadi. Di mana
kita mesti bermalam?
?Lihat!? tiba-tiba kusir berseru, seraya tangannya menunjuk
ke depan.
Sebuah bukit kecil berada di depan kita, di tengah itu,
nampak satu kuil tua. Di situ banyak pepohonannya. Kita
segera menuju ke sana, dan berhenti di antara pepohonan.
Kita mendaki sedikit akan hampirkan kuil itu. Kita mengetok
pintu sekian lama, baharu kita dengar jawaban seorang tua:
?Pintu tidak dikunci, masuk saja!?
Pekarangan dalam dan pendopo ada sunyi. Beberapa ekor
lawa-lawa beterbangan sambil cecowetan. Di tengah pendopo,
duduk bersila seorang niekouw, ialah pendeta perempuan
yang usianya sudah lanjut. Dia duduk diam bagaikan patung.
Selagi menantikan, kita lihat sebuah pohon besar, besarnya
kira-kira sepelukan. Yang aneh ialah, di batang pohon itu ada
dua buah tapak tangan yang dalam, tapak seperti dikorek.
Sekian lama kita menunggu, niekouw itu tetap diam saja,
maka dengan hati-hati, kita nanjak di tangga, selagi kita
hampirkan bagian belakang orang alim itu, sekonyongkonyong
dia menoleh dan kata sambil tertawa: ?Tuan-tuan
tentulah sudah letih.?
Sedetik saja kita lihat, sepasang mata yang tajam dan
bersinar, sebuah muka yang sudah keriputan, akan tetapi, kita
percaya di masa mudanya, niekouw itu mesti cantik luar biasa.
?Pinnie masih belum selesai,? kata pula niekouw itu,
?silakan Tuan-tuan menantikan sebentar di kamar samping
sana.?
Kita masuk ke kamar yang ditunjukkan, kamar itu tak
berperabot kecuali sebuah meja dengan beberapa patungnya.
Di situ ada sebuah tokpan yang luar biasa dengan setangkai
bunganya, yang harum. Di pojok tembok, ada sekumpulan
rumput, entah pepohonan apa.
Heran aku pikir, di tempat suci seperti ini, ada sebuah kuil
dengan pendetanya perempuan.
Sembari menantikan si pendeta, aku keluarkan sejilid kitab
Wei Mo Tjhing, untuk dibaca guna menenteramkan hati.
?Sungguh kau rajin, Tuan!? tiba-tiba aku dengar suaranya
si pendeta selagi aku membaca belum lama. ?Apakah kau
merasa aneh bahwa di tempat sesunyi ini ada sebuah kuil
serta pendetanya? Mari kita pergi ke ruangan sana. Pinnie
telah sediakan thee pahit untuk melenyapkan dahaga. Sembari
minum, nanti pinnie tuturkan satu dan lain mengenai
keadaanku.?
Kita terima baik undangan itu, sambil keringkan dua cawan
thee.
Segera juga niekouw tua ini bicara tentang agama Budha
serta agama Lhama, yang ada suatu cabang dari Budhisme,
hanya Lhamaisme ada kecampuran kebiasaan-kebiasaan
setempat yang zaman modern anggap tahayul. Umpama satu
pendeta dari Tionggoan, sukar tancap kaki di Tibet apabila dia
tidak turut segala kepercayaan kaum Lhama. Atau kalau dia
tidak mengerti ilmu ?telan golok muntahkan api?, dia mesti
punya suatu kepandaian lain yang istimewa, umpama obatobatan.
?Dan guruku adalah suatu niekouw, murid dari angkatan
ketiga dari satu pendeta yang merantau ke Mongolia dan Tibet
pada seratus tahun yang lampau. Guru besar itu dapatkan
kedudukannya di sini karena ia bisa letaki burung di telapakan
tangannya tanpa burung itu mampu terbang pergi. Maka
akhirnya, guru besar itu bisa dirikan tiga buah biara,
antaranya ini yang sekarang pinnie tempati?.?
Selagi pendeta ini berkata demikian, hujan, yang sudah
mulai turun sekian lama, menghembuskan angin ke dalam,
menyingkap selembar kain penutup patung-patung di atas
meja hingga kelihatanlah di situ sebuah patung lelaki yang
romannya cakap dan gagah.
Pendeta itu terkejut, matanya bersinar, tapi lekas juga
menjadi tenang pula.
?Jangan heran Tuan, itulah gambarnya tunanganku,?
katanya kemudian.
Kenapa satu niekouw mempunyai tunangan?
Pendeta itu berikan keterangannya tanpa diminta lagi.
?Tunanganku telah terbinasa pada tiga puluh tahun yang
lalu, binasa teraniaya di tangannya satu musuh,? demikian
penjelasannya. ?Dia ada satu murid dari Golongan Silat Thay
Kek Pay, sejak muda ia telah merantau, tapi kemudian ia
binasa di tangannya satu manusia rendah. Oh, tak sanggup
aku menutur terlebih jauh. Cukup kalau pinnie terangkan,
untuk tunanganku itu, sudah tiga puluh enam tahun lamanya,
pinnie lakoni ini macam penghidupan sunyi????
Angin di luar meniup makin keras, hujanpun tambah besar,
suaranya terdengar nyata di pohon besar di luar kuil.
Sekonyong-konyong tampangnya si pendeta berubah,
agaknya terkejut. Ia lantas ambil beberapa biji tasbih, ia
timpukkan itu keluar, ke udara. Mulanya ia menimpuk satu
biji, lantas nyusul yang kedua. Ini yang belakangan kebentrok
sama yang pertama, yang lagi jatuh turun. Keduanya lantas
perdengarkan satu suara nyaring. Enam biji dia timpukkan,
tiga kali terdengar suara beradu itu.
Cuaca gelap, tapi semua tasbih bisa beradu satu dengan
lain, itu menunjukkan ilmu kepandaiannya niekouw ini.
?Tasbih pinnie ini, dahulu di kalangan Kang-ouw, ada juga
namanya yang kecil,? kemudian si niekouw bersenyum. ?Ini
dia yang dinamai piauw Bouw-nie-tjoe. Orang yang datang
malam ini, sahabat atau lawan, mestinya kenal baik piauw
pinnie ini!????
Sebelum ucapan itu berhenti, dari atas pohon besar
berkelebat dua bayangan orang seraya terdengar suaranya
juga: ?Soehoe, jangan lepas piauw! Inilah kita anak-anak yang
datang!?
Bagaikan burung melayang, dua orang segera sampai di
depannya niekouw tua itu.
?Aku tahu maksud kedatangan kau orang!? kata si niekouw.
?Aku mesti turut kau orang untuk tugasku yang lagi belum
selesai!?
Dua orang itu adalah dua penunggang kuda, yang tadi
diketemukan di tengah jalan.
Setelah dua orang itu memberi hormat dan duduk, niekouw
itu melanjutkan kata-katanya: ?Kebenaran sekali Tuan datang
ini malam! Besok pinnie sudah mesti ikut mereka ini, entah
buat hidup terus atau terbinasa. Baiklah malam ini pinnie
gunakan untuk memberi penuturan, agar anak-anak inipun
sekalian mendapat tahu. Umpama kita terbinasa, Tuan, kau
nanti boleh siarkan tentang aku ini, perihal hebatnya balasmembalas
di kalangan Rimba Persilatan????
Dan niekouw tua itu tuturkan riwayatnya, yang merupakan
ceritera kita ini.
Demikian Liang Yusheng, si penulis, akhirkan
permulaannya.
I
Distrik In-koan di perbatasan kedua Propinsi Shoatang dan
Hoopak, dulu pernah jadi aliran dari Sungai Hong Hoo ke laut,
ketika kemudian aliran itu digeser, air toh masih menggenang
di situ, luasnya beberapa ratus lie, di situ orang masih
mondar-mandir untuk pengangkutan di muka air, sedang di
bagian-bagian yang dalam, permukaan air penuh dengan
gelagah, ganggang dan rumput air lainnya. Inilah dia Muara
Kho Kee Po yang kesohor. Di sini Touw Kian Tek berpusat di
zaman Kerajaan Soei, namanya sama kesohornya seperti Wa
Kong Tjee dari Tjin Siok Po dan Thia Kauw Kim beramai.
Di tepi Muara Kho Kee Po ini, ada satu dusun kecil, Kim Kee
Tjoen namanya ? Dusun Ayam Emas. Di belakang dusun ini
ada sebuah bukit kecil tetapi indah. Sedangkan di atas bukit
itu, di tanah yang datar, pada pagi itu dalam musim Tjoen
yang permai, dua pemuda dan satu pemudi, asyik berlatih silat
dengan gembira. Mereka ada Yo Tjin Kong, Tjoh Ham Eng
serta Lioe Bong Tiap; yang pertama dan kedua ada murid
yang kedua dan ketiga dari Lioe-kauwsoe Lioe Kiam Gim, guru
silat kenamaan dari cabang Thay Kek Pay, dan yang ketiga
ada gadisnya guru silat itu, satu nona cantik dan gesit. Ham
Eng dan Bong Tiap asyik ?adu kepandaian? dan Tjin Kong
sedang menonton sambil bersandar di cabang pohon,
tampangnya berseri-seri.
Cara berlatihnya kedua saudara seperguruan itu ada luar
biasa. Ham Eng berlari-lari terputar-putar, tangannya
mencekal tambang yang diikati dua belas butir bola pualam
yang kecil mungil, kalau tambangnya digentak atau dikedut,
tambangnya lantas jadi lempang dan kaku bagaikan toya, dua
belas bola kecilnya lantas bergerak-gerak, bersinar
menyilaukan mata. Setelah lari dua putaran, dengan larinya
makin keras, Ham Eng lantas berseru: ?Soemoay, kau juju dan
seranglah!?
Lioe Bong Tiap mengejar, tangannya mencekal beberapa
biji piauw besi ? namanya piauw besi, sebenarnya itu ada
uang tang-tjhie zaman Kaisar Ham Hong. Ini ada gantinya
Kim-tjhie-piauw, yang tajam di kedua muka, yang Lookauwsoe
Lioe Kiam Gim dapatkan dari Thay-kek Teng di
Shoatang. Thay-kek Teng ada satu ahli silat she Teng dari
cabang Thay Kek Pay juga.
Atas seruan soehengnya, sebelah tangannya Bong Tiap
lantas bergerak, disusul sama menyambarnya sebiji piauw
besi, tetapi si nona sendiri berseru: ?Yang ketiga!? Gerakan
tangannya adalah yang dinamai ?Hong hong tian tjie? atau
?Burung hong pentang sayap.?
Segera terdengar satu suara keras, atas mana, Ham Eng
berhenti berlari, akan lihat bola pualamnya. Ia dapatkan benar
sekali, bolanya yang ketiga yang telah kena dihajar sampai
ikatan kawat halusnya putus dan bolanya jatuh.
?Bagus!? ia berseru dengan pujiannya sambil tertawa,
sesudah mana, ia lari lagi.
Bong Tiap mengejar pula tanpa bilang suatu apa, ia berlarilari
dengan gunai ilmu entengi tubuh yang dinamai ?Pat pouw
kan sian? atau ?Delapan tindak mengejar tonggeret?, lalu
sembari lari ia menimpuk tiga kali, sekali ini sambil berseru:
?Yang kesatu! Keempat! Kedelapan!? Sembari menyambit, ia
berlompatan dengan tipu silat ?Koay bong hoan sin? atau ?Ular
naga jumpalitan?. Lalu beruntun terdengar dua suara beradu,
dua bola jatuh ke tanah. Tapi piauw yang ketiga dijepit antara
dua jerijinya Ham Eng, siapa berbuat demikian sambil tertawa
besar.
Mukanya Bong Tiap menjadi merah. Dia telah menimpuk
membikin tiga piauw bersinar sebagai tiga buah bintang. Ham
Eng ketahui liehaynya sambitan itu, tapi dia pun hendak
perlihatkan kepandaiannya, dia sengaja sambar yang ketiga
dan tangkap itu. Untuk ini, ia berkelit dahulu, selagi piauw
mendekati tenggorokannya, ia angkat tangan kirinya, jari
telunjuk dan tengahnya lantas menjepit!
Melihat demikian, Yo Tjin Kong serukan supaya mereka
berhenti berlatih, kemudian ia berikan pertimbangannya
dengan berkata: ?Soemoay punya permainan piauw sudah
sempurna, hanya yang ketiga barusan, ditimpuknya secara
terlalu terburu nafsu. Kau, Sam-soetee, masih banyak
kelemahannya, gerakan Tiat-poan-kiomu masih lambat.
Adalah lebih baik kau berkelit dengan Yan Tjeng Sip-pat-hoan.
Dalam pertempuran, orang mesti berhati tenang tapi juga
gesit.?
Meski adanya pertimbangan dari sang soeheng itu, Bong
Tiap tidak puas.
?Dari tiga piauw, cuma dua yang mengenai, aku tetap
kalah!? katanya. ?Sam-soeheng, mari kita berlatih pula,
dengan tangan kosong!?
Ia kepal tangannya, dan menghampirinya.
Tjoh Ham Eng angkat pundak.
?Kau sudah menang, Soemoay, kenapa kau masih belum
puas?? katanya. ?Kau tidak lelah tetapi aku yang sudah letih.
Biar besok saja aku layani pula padamu?.?
?Tidak, Soeheng!? mendesak si nona.
Usianya dua pemuda dan pemudi ini tidak berjauhan, Bong
Tiap baharu enam belas, Ham Eng baharu delapan belas.
Bong Tiap ada anak tunggal, atau anak macan, biar dia dididik
keras, dia tetap sangat disayang ayahnya, hingga ada kalanya,
keinginannya mesti diluluskan.
Murid kepala dari Lioe Kauwsoe sudah lulus dan sudah
merantau sejak sepuluh tahun yang lalu, umurnya sudah tiga
puluh lebih, dan murid kedua, Yo Tjin Kong, sudah mendekati
usia tiga puluh tahun. Bertiga mereka ini biasa berlatih
bersama-sama. Bong Tiap belum insyaf perbedaan antara lakilaki
dan perempuan, ia tak merasakan apa-apa, ia suka turuti
adatnya, sedang Ham Eng di lain pihak, kadang-kadang suka
godai soemoay ini. Demikian barusan, ia sengaja tangkap
piauwnya Bong Tiap.
Bong Tiap tak perduli orang mengalah, ia lantas saja
menyerang dengan pukulan ?Tjit seng tjiang? atau ?Telapakan
Tujuh Bintang?.
Ham Eng sudah bersiap, baharu ia hendak menangkis, atau
Yo Tjin Kong telah berseru: ?Jangan gaduh, he! Lihat, siapa
itu datang?? Tangannya pun menunjuk.
Bong Tiap tarik pulang kepalannya, ia menoleh seperti juga
Ham Eng, ke arah yang ditunjuk.
Sebuah perahu kecil dan enteng lagi mendatangi di tengah
muara, memecah gelagah, lajunya sangat pesat. Perahu itu
tidak pakai layar dan angin ada angin melawan. Terang itu
bukan perahu nelayan. Di atas perahu itu ada seorang lelaki
dengan tubuh yang besar.
Begitu lekas kendaraan itu mendekati pinggiran,
penumpang itu enjot tubuhnya, lalu membarengi majunya
perahu seperti berlompat, tubuhnya sendiri sudah meloncat ke
darat, dengan tidak perdulikan lagi perahunya, dia berlari-lari
terus ke arah rumah.
?Apakah Lioe Kiam Gim, Lioe Loo-soehoe ada di rumah??
dia tanya sembari menghampirkan tiga saudara seperguruan
itu.
?Kau siapa? Ada urusan apa kau cari Lioe Loo-soehoe??
Ham Eng balik menanya.
Orang itu kepriki pakaiannya.
?Jangan kau orang tanya aku siapa,? ia menjawab. ?Asal
aku sudah ketemu sama Lioe Loo-soehoe, dia pasti akan
kenali aku. Aku cari Lioe Loo-soehoe untuk satu urusan sangat
penting, yang mengenai nama baiknya perguruan kita. Hal ini,
taruh kata aku beri tahu pada kau orang, tidak nanti kau
orang bisa segera mengerti!?
Tiga orang itu melengak atas jawaban itu, tetapi Yo Tjin
Kong, yang sudah punya sedikit pengalaman Kang-ouw,
nampak kegesitan tubuh dan sikap orang itu, percaya orang
tidak bermaksud jahat.
?Loo-soehoe ada di rumah,? ia segera berkata. ?Tuan
hendak menemui Loo-soehoe, silakan ikut siauwtee.?
Soeheng ini pun minta soemoaynya lekas pulang, akan
memberi kabar.
Orang itu manggut, ia lantas ikut Tjin Kong, yang sengaja
mengajaknya ambil jalanan yang sukar, akan mendaki tempat
yang penuh batu.
?Awas, jalanan licin,? katanya sesampainya di jalanan yang
batu-batunya berlumut. Ia hendak uji orang itu, ia sengaja
bikin tubuhnya seperti terpeleset, supaya ia bisa betot ujung
baju orang, untuk mana, ia gunakan kedua tangannya. Ia
harap, umpama kalau ia tak mampu bikin orang terpeleset,
sedikitnya tubuh dia itu akan seloyongan atau miring. Di luar
dugaannya, orang itu tetap berjalan dengan tubuh tetap,
melainkan mulutnya mengucap: ?Ya, jalanan licin, hati-hati!?
Berbareng dengan itu, dari sebelah atas seorang lompat
turun, tubuhnya melayang dengan pesat, turunnya di
sampingnya Yo Tjin Kong, tangan kanannya dipakai menarik si
murid, tangan kirinya dengan jeriji terlonjor, dengan tipu
?Soen soei twie tjouw? atau ?Menolak perahu mengikuti aliran
air,? menotok pada tetamu yang tidak dikenal, yang pakai baju
abu-abu.
Orang itu terperanjat dengan serangan yang tiba-tiba itu,
belum sempat lihat orang punya muka, ia sudah enjot
tubuhnya, akan loncat ke samping, dari sini baharulah ia
mengawasi, tapi sebelum ia bisa melihat tegas, orang yang
baharu sampai itu sudah mendahuluinya, ia berseru: ?Oh, kau,
Kim Hoa??
Sekejab saja, orang itu sudah maju untuk paykoei.
?Soepeh, maafkan siauwtit,? katanya sembari memberi
hormat sambil berlutut. ?Siauwtit belum sempat menemui
Soepeh tetapi Soepeh sudah mendahului menemui padaku?.?
Orang itu adalah Lioe Kiam Gim, si guru silat, yang telah
datang dengan lekas karena kecerdikan dan kegesitannya
Bong Tiap, yang sudah pulang dengan cepat, akan dului
soehengnya memberi laporan, hingga ayahnya ini menyangka,
orang asing itu barangkali ada seorang Kang-ouw, yang
datang untuk mencari gara-gara, hingga dia anggap baiklah ia
mendahului menemui di luar rumahnya. Siapa tahu, tetamu itu
adalah soetit, atau murid keponakan.
Kim Hoa hendak bicara sama itu soepeh, tapi si soepeh
pegat ia.
?Sabar, mari kita bicara di rumah saja,? demikian kata Lioe
Loo-kauwsoe.
Maka mereka bertiga, menuju ke rumah, tetapi, sesampai
di sini, Kiam Gim ajak orang pergi ke latar di mana ada banyak
pohon yang lioe, di bawah mana ada meja dan bangkubangku
dari batu, piranti duduk berangin.
Kim Hoa lantas duduk di sebelah bawah, tapi tidak
menunggu sampai soepeh itu menegurnya, ia mendahului
keluarkan sepucuk surat, untuk dihaturkannya.
Kiam Gim baca surat itu, sesudah mana, air mukanya
berubah dengan segera.
Surat itu datangnya dari Teng Kiam Beng, anaknya Thaykek
Teng. Kiam Beng ada soeteenya atau adik seperguruan,
menurut runtunan murid-murid, tetapi di lain pihak, soetee ini
adalah ahli waris dari Thay Kek Pay, sebab dialah yang
diangkat jadi tjiang-boen-djin, orang yang mewariskan dan
meneruskan pegang pimpinan dari kaum atau golongannya.
Bunyinya surat ada demikian penting, hingga guru silat ini jadi
terkejut.
Untuk ketahui duduknya perkara, baik kita mundur sedikit
dari cerita ini.
Ayah dari Lioe Kiam Gim ada suatu sanak jauh dari
Shoatang Thay-kek Teng, akan tetapi, di sebelah itu, mereka
tinggal bertetangga, mereka cocok satu sama lain, maka
pergaulan mereka jadi rapat. Maka juga, ketika Kiam Gim
berumur tujuh atau delapan tahun, ayahnya minta Thay-kek
Teng suka ajarkan silat pada anak ini.
Kiam Gim ada bertubuh kurus dan lemah luar biasa, karena
itu Thay-kek Teng tidak lantas didik dia seperti murid-murid
lain, hanya dia diperintahkan yakinkan Thay-kek-koen, guna
lebih dahulu kuati tubuh. Tapi dia rupanya berjodoh sama ilmu
silat, di sebelah rajin berlatih apa yang diajarkan, diam-diam ia
perhatikan pelajarannya lain-lain murid. Hanya, belajar baharu
satu tahun, oleh ayahnya, ia diajak pindah ke distrik tetangga,
sebab ayah itu, yang tak berhasil hidup sebagai petani kecil,
sedang pajak ada berat, pindah untuk bekerja membantui satu
kenalannya, yang hendak tolong padanya.
Empat tahun lewat dengan cepat.
Pada suatu hari selagi Teng Loo-kauwsoe dan beberapa
muridnya asyik pasang omong di depan rumahnya, jauh
beberapa puluh tindak dari mereka, dua ekor kerbau tengah
berkelahi, lantas yang satu, yang kalah, lari kabur, dan yang
menang mengejarnya. Sedang begitu, di jalan besar, satu
anak tanggung lagi berlari-lari mendatangi, ia agaknya tak
perhatikan kedua ekor kerbau yang sedang main udak-udakan
itu.
Melihat demikian, Thay-kek Teng terperanjat, sampai ia
menjerit, karena cepat sekali, itu bocah hampir ketabrak. Guru
silat ini lantas loncat lari, untuk menolongi. Tapi, belum ia
sampai kepada mereka, tiba-tiba ia dengar satu suara keras,
kedua kerbau terpental masing-masing, dan dengan matanya
yang liehay, ia telah saksikan sebabnya itu.
Dengan ?Ya ma hoen tjong?, atau ?Kuda liar memecah
suri?, suatu ilmu pukulan dari Thay-kek-koen, bocah itu tolak
kerbau yang di depan dengan tangan kirinya dan kerbau yang
di belakang dengan tangan kanannya, hingga dua binatang itu
tak saling kejar pula, yang di depan terpental minggir, yang di
belakang terdorong mundur. Gerakan kedua tangan itu, ada
dengan ?pinjam tenaga lawan?.
?Ah!? berseru Thay-kek Teng, apabila ia sudah awasi bocah
itu, seraya menghampiri. ?Kenapa kau ada di sini? Bagaimana
caranya kau jadi peroleh tenaga besar dalam kepandaianmu
ini??
Itu bocah adalah Lioe Kiam Gim, yang sendirinya dengan
rajin dan sungguh-sungguh meyakini terus pelajaran yang ia
dapati dari gurunya, sampai ia insyaf sendiri, bahwa ia bisa
berlatih dengan sempurna sambil insyaf sudah, akan
kepentingannya. Hanya apa lacur, beberapa hari yang sudah,
ayahnya telah menutup mata, karena mana, menurut pesan
ayahnya, ia pulang untuk cari Thay-kek Teng. Apa mau,
kebetulan sekali dua ekor kerbau adu tenaga, hingga ia telah
perlihatkan tenaganya.
Thay-kek Teng kagum sekali, tapi selagi ia hendak
tanyakan keterangannya bocah itu, mendadak ada orang
berlompat ke depan mereka dan orang itu ? satu bocah lebih
kecil dari Lioe Kiam Gim ? datang menyerang anak piatu ini.
Kapan ia telah lihat bocah kecil ini, ia tidak mencegah, ia
malah berdiri sambil usut-usut kumisnya dan bersenyum.
Lioe Kiam Gim tidak sempat berbuat apa-apa, terpaksa ia
layani penyerang itu.
Dengan ?In liong sam hian?, atau ?Naga mega muncul tiga
kali?, anak kecil itu desak Lioe Kiam Gim, dada siapa ia serang.
Ia ini tunggu sampai orang punya kepalan kiri hampir
mengenainya, lantas ia pukul orang punya lengan. Ia gunai
tipu silat ?Lam tjiak bwee? atau ?Mencekal ekor burung
gereja?. Tapi dengan gesit, si penyerang tarik pulang
tangannya, akan mulai dengan desakan lain.
Kiam Gim melayani sekian lama, ia merasakan hebatnya
desakan musuh, tapi ia melayani terus, sampai tiga puluh
gebrak, di waktu mana, Teng Loo-kauwsoe lantas berseru:
?Cukup! Cukup! Sudah, Beng-djie, sudah cukup!?
Anak itu, yang dipanggil Beng-djie atau ?anak Beng?,
perhentikan serangannya dengan lantas, tapi setelah itu, ia
sambar tangannya Kiam Gim, untuk ditarik sambil ia berseruseru
dengan kegirangan: ?Aku dapat kawan! Aku dapat
kawan!?
?Bagus, Anak, bagus!? Thay-kek Teng puji bocah she Lioe
itu. ?Kau bisa layani anakku, bagus! Kau ada punya harapan
besar!?
Kiam Gim lebih tua dua tahun dari Teng Kiam Beng, Kiam
Beng dapat didikan langsung, tetapi toh ia bisa tandingi
anaknya itu, ini membuktikan ia mempunyai bahan baik dan
keuletan, maka guru silat itu jadi sangat girang.
Sejak itu Thay-kek Teng terima Kiam Gim sebagai murid
yang sah, malah Kiam Beng diperintah panggil soeheng
padanya, sebab usianya yang lebih tua. Ia mengasih pelajaran
yang sungguh-sungguh, malah ia turunkan tiga macam
kepandaiannya yang liehay, ialah Thay-kek-koen, ilmu pedang
Thay-kek-kiam dan ilmu melemparkan senjata rahasia Kimtjhie-
piauw. Kiam Gim pun sangat bersyukur pada gurunya ini
yang ia pandang sebagai ayah sendiri, maklum ia ada anak
yatim-piatu.
Sepuluh tahun lebih Thay-kek Teng didik murid dan
anaknya itu, ketika datang saatnya ia hendak menutup mata,
ia pesan mereka dengan kata: ?Kita Kaum Thay Kek Pay, sejak
kita diwarisi ilmu silat oleh guru besar kita Thio Sam Hong,
ditugaskan untuk menolong yang lemah, maka itu, sadari
bangsa Boan-tjioe merampas Tionggoan dan memerintah kita
bangsa Han dengan sangat menindas, aku larang kau orang
bekerja untuk bangsa Boan-tjioe, sedang di kalangan Kangouw,
selagi merantau, aku ingin kau orang tindas yang galak
dan bengis. Di lain pihak terhadap sesama kaum Boe-lim,
Rimba Persilatan, jangan kau orang bertengkar, jangan
bersikap keras, inilah akan menyebabkan hatiku tidak
tentaram. Kau, Kiam Gim, kau harus bisa pimpin soeteemu!?
Itu waktu dua-dua Kiam Gim dan Kiam Beng sudah
berumur dua puluh tahun lebih, tidak heran kalau mereka jadi
tidak betah berdiam di rumah saja, maka kemudian, mereka
pergi merantau, akan cari pengalaman.
Di akhir pergerakan ?Thay Peng Thian Kok? yang gagal, di
sana-sini masih ada perserikatan-perserikatan rahasia
?Melawan Tjeng-tiauw untuk membangunkan Kerajaan Beng?,
masih ada guru-guru silat yang mendidik murid-muridnya
tidak perduli Kaisar Kee Keng melarang keras kepada rakyat
membuka rumah-rumah perguruan silat, sebabnya ialah raja
ini kuatir rakyat Han nanti berontak pula. Tapi kemudian,
pemerintah Tjeng ubah haluan dengan coba membaiki guruguru
silat, ia anjurkan orang-orang bangsawan dan pembesarpembesar
negeri bergaul dan bersahabat sama ahli-ahli silat.
Inilah politik pemerintah Tjeng hingga akhirnya muncul
pergerakan Pahkoentauw atau Boxer.
Karena adanya sikap pemerintah itu, Kiam Gim dan Kiam
Beng dapat keleluasaan dalam perantauannya, mereka jadi
dapat banyak kenalan dan penghargaan, terutama di
Shoatang dan Hoopak, di Hoopak, pusatnya adalah Kota Pooteng.
Di sini kedudukan mereka berimbang sama
kedudukannya Tjiong Hay Peng dari Heng Ie Pay, Kiang Ek
Hian dari Bwee Hoa Koen dan Koan Ie Tjeng dari Ban Seng
Boen. Sikap pemerintah itu sebaliknya menyebabkan
perpecahan diantara ahli-ahli silat, yang terbagi dua: mereka
yang tetap mencinta negeri (Kerajaan Beng), dan mereka
yang suka atau kena dilagui oleh politik mengambil hati itu.
Sebab pihak yang pertama jadi benci atau tak menyukai pihak
kedua, yang dianggap sebagai golongan pengkhianat.
Kiam Gim dan Kiam Beng taat kepada pesan guru mereka,
mereka tak sudi dilagui oleh pemerintah Tjeng, akan tetapi di
sebelah itu, di antara mereka, segera timbul perubahan. Kalau
Kiam Gim adalah tetap ramah-tamah, Kiam Beng menjadi
kepala besar, sebab ia anggap, dia adalah ahli waris dari Thay
Kek Pay, dan ia puas benar dengan kepandaiannya, ia tak sudi
mengalah terhadap siapa juga, hingga ia telah bentrok dengan
Tjiong Hay Peng dari Heng Ie Koen. Dalam hal ini, sia-sia saja
Lioe Kiam Gim memberi nasihat pada itu soetee.
Mengenai bentrokan dari Kiam Beng dan Tjiong Hay Peng,
halnya dimulai oleh kejadian yang berikut:
Pada suatu tengah malam, seperti biasa Teng Kiam Beng
melatih diri. Waktu itu, bulan dan bintang sedang guram.
Tiba-tiba ia dengar sambaran angin lewat, disusul sama
berkelebatnya satu bayangan di atas genteng tetangganya. Ia
heran di waktu demikian ada kelayapan satu ya-heng-djin ?
ialah orang yang biasa keluar malam. Ia segera menyangka
bayangan itu ada satu penjahat atau tukang ganggu orangorang
perempuan. Ia pun jadi tidak senang, sebab di sebelah
kecurigaannya, ia anggap orang tidak pandang mata padanya.
Maka terus ia loncat naik ke atas genteng, untuk menyusul,
guna cari tahu bayangan itu siapa adanya atau apa
maksudnya. Ia lantas dapat mencandak. Hanya anehnya,
bayangan itu seperti punya mata di belakang. Ia tidak
menoleh ke belakang, tetapi ia seperti ketahui ada orang
kuntit padanya, lantas ia lari dengan keras sekali, hingga kali
ini, percuma Kiam Beng mengejar, tak perduli bagaimana dia
pandai berlari cepat, dia tak mampu mencandak lagi, dia tetap
ketinggalan beberapa tumbak jauhnya.
Dengan tidak merasa, mereka sampai di luar Kota Pooteng.
Di sini, bayangan itu lari masuk ke dalam pekarangan
lebar dari suatu gedung besar, yang banyak pepohonannya.
Segera bayangan itu menepuk tangan, satu kali. Sambil
bersembunyi di belakang sebatang pohon, Kiam Beng pasang
mata. Ia lihat munculnya bayangan yang kedua, siapa lantas
saling berbisik dengan bayangan yang pertama. Habis itu,
mereka hampirkan tembok pekarangan, loncat naik ke atas
sebuah ranggon kecil.
?Terang mereka hendak cari tahu keadaan,? pikir Kiam
Beng, yang lalu maju sedikit, untuk bisa datang lebih dekat
kepada mereka itu. Ia terus memasang mata dan kuping. Ia
sembunyi di atas pohon dekat ranggon itu.
?Anak ayam itu berada di lauwteng ketiga,? kata bayangan
yang satu. ?Baharu saja aku tiupkan asap Ngo-kouw Hoanhoen-
hio, sekarang dia tentu sudah pingsan?.?
Kiam Beng dengar kata-kata itu, menjadi gusar dengan
tiba-tiba. Ia memang paling benci penjahat perugul orang
perempuan. Ngo-kouw Hoan-hoen-hio adalah hio, yang
asapnya bisa menyebabkan orang tak sadar akan dirinya.
Tidak tempo lagi, ia keluar dari tempat sembunyinya dan
loncat ke ranggon itu.
Dua bayangan itu terkejut dan loncat turun, tetapi jago
Thay Kek Pay itu terus susul mereka dengan turun loncat ke
bawah, hingga ia bisa datang dekat kepada mereka itu.
Dua-dua bayangan itu memakai topeng hitam, hingga
kelihatan saja sepasang mata mereka masing-masing, yang
mencorong.
?Eh, makhluk apa berani campur urusan tuan-tuan
besarmu?? mereka itu menegur.
?Ah, kawanan manusia rendah, sampai Teng Kiam Beng
kau orang tidak kenali!? berseru jago Thay Kek Pay ini. ?Lihat
tanganku!?
Dua bayangan itu tidak takut, sebaliknya, yang satu
mencabut pedang, yang lain mengeluarkan sepasang Poankoan-
pit, yang panjangnya kira-kira tiga kaki, dengan apa
mereka mendahului menerjang.
Dengan tangan kosong, Kiam Beng lawan dua bayangan
itu. Ia tidak takut sekalipun ia tidak bersenjata. Ia lantas
berdaya, akan rampas gegaman orang itu.
Dua bayangan itu ada liehay, inilah ternyata dari gerakgerakan
mereka. Kiam Beng lihat orang bermula mainkan Tatmo
Kiam-hoat dari Siong Yang Pay, ujung pedang sabansaban
menikam ke arah tempat-tempat kematian. Dan Poankoan-
pit, itu senjata yang mirip dengan pit atau potlot,
ujungnya senantiasa mencari satu di antaranya tiga puluh
enam jalan darah yang berbahaya. Ia gunai ?Khong tjhioe djip
pek djim?, ilmu dengan tangan kosong melawan senjata
tajam, suatu ilmu dari Thay-kek-tjiang, tetapi ia tidak peroleh
hasil, tak pernah ia mampu sambar senjata musuh, malah apa
yang ia rasai aneh, terang-terang ia bakal tertikam atau
tertotok, tiba-tiba dua bayangan itu tarik pulang senjata
mereka, akan ditukar dengan gerakan lain. Hal ini terjadi
beberapa kali, hingga ia anggap, orang rupanya jerih
terhadapnya. Ia tidak tahu, coba ia berkelahi dengan satu
lawan satu, ia bisa menang, tetapi ia dikepung dua musuh
tangguh, kalau hendak dibikin celaka, ia sudah akan rubuh
siang-siang. Ia tidak pernah menyangka bahwa orang ada
kandung suatu maksud.
Pertempuran sementara itu sudah mengagetkan orangorang
di dalam gedung, segera datang serombongan orang
yang bersenjata, yang pun bawa obor dan lentera, berikut
teriakan mereka berulang-ulang: ?Tangkap penjahat! Tangkap
penjahat!? Hanya sesudah datang dekat, mereka tidak berani
menyerang, mereka mengurung dari jauh-jauh saja, kecuali
dua orang yang dandan sebagai kepala tjinteng, yang satu
memegang tumbak, yang lain sepasang golok. Mereka ini
tidak punya guna, baharu mereka hampirkan kedua bayangan,
dua-duanya kena disapu kakinya hingga mereka rubuh
terpental!
Teng Kiam Beng tidak harap bantuannya sekalian tjinteng
itu, dengan sepasang tangan kosong, ia terus layani musuhmusuhnya,
hingga mereka telah bergebrak lebih dari lima
puluh jurus.
Segera datang satu serangan Poan-koan-pit kepada pundak
kanan Kiam Beng, sepasang senjata itu bergerak dengan
berbareng. Guru silat ini mendak, kakinya menggeser, sebelah
tangannya balas menotok, tapi, belum sampai ia peroleh
maksud, pedang menyambar dari belakangnya, hingga ia
mesti kelit ke kiri, tubuhnya diputar, dengan begitu ia bisa
balas menyerang si pemegang pedang itu, ia mengarah muka.
Penyerang itu buang mukanya ke belakang, tubuhnya
turut, tapi begitu lekas pindahkan kaki kanan ke kanan,
pedangnya menyabet kakinya orang itu. Ia menyerang sambil
mendekam.
Dengan tabah Kiam Beng loncat untuk berkelit.
Berbareng dengan itu, si pemegang pedang berseru:
?Misah!? Ini adalah ucapan rahasia, yang berarti ?menyingkir?.
Ia pun terus loncat mundur, akan lari, ke pepohonan yang
lebat, perbuatannya diturut oleh kawannya.
Sikapnya dua bayangan itu ada mengherankan, karena
dalam pertempuran, mereka menang di atas angin. Apa yang
mengancam mereka ialah rombongannya tuan rumah tetapi
mereka ini tidak mengurung untuk menyerang. Kiam Beng
tidak pikirkan itu, ia hanya maju, untuk mengejar. Ia baharu
bergerak atau mendadak beberapa cahaya berkeredepan dari
tempat lebat, menyambar kepadanya. Ia tahu adanya senjata
rahasia, ia berkelit dengan lompat jumpalitan ?Yan Tjeng Sippat-
hoan? atau ?Yan Tjeng jumpalitan delapan belas kali?,
disusul sama ?Koen tee tong?, atau ?Bergulingan di tanah?
begitu lekas tubuhnya mengenai bumi. Ia bergerak sangat
gesit, tidak urung paha kanannya toh ketusuk sebatang
senjata rahasia, yang membikin ia kaget, karena ia rasai
kakinya jadi kaku dan gatal. Di lain pihak, di detik itu juga,
kedua bayangan, yang bertopeng, lenyap di tempat lebat itu.
?Kejar! Kejar!? berulang-ulang berseru kawanan tjinteng,
yang aksinya baik, tapi untuk nyerbu ke tempat lebat, mereka
tidak berani.
Seorang berumur kurang-lebih lima puluh tahun, yang
dandan sebagai satu sasterawan, lantas hampirkan Kiam Beng
kepada siapa ia memberi hormat sambil menjura dengan
dalam seraya terus mengatakan: ?Tuan, terima kasih untuk
bantuan kau ini, yang aku tak nanti lupakan?.?
Kiam Beng lekas-lekas membangunkan orang tua itu.
?Mari, Tuan, mari mampir!? kemudian kata si tuan rumah,
yang terus saja pimpin jago Thay Kek Pay itu, untuk diajak
masuk ke dalam, di mana orang melayaninya dengan hormat
dan telaten, ada yang suguhi thee, ada yang sediakan hoentjwee.
Teng Kiam Beng tidak gemar bergaul sama orang-orang
sebangsa hartawan ini, setelah hirup thee, ia berniat pamitan,
apa mau, baharu saja ia bangun untuk berdiri, tiba-tiba ia
rasai kakinya lemas, tanpa ia ingin, ia rubuh sendiri. Untuk
bisa bangun, orang mesti pepayang padanya. Sekarang
baharu ia insyaf, tadi ia sudah terkena senjata rahasia, terus
ia raba pahanya, dari mana ia cabut senjata rahasia itu, yang
masih menancap, tatkala ia periksa senjata itu, ia berseru:
?Oh, Tok-tjie-lee!? Karena itu ada senjata rahasia yang
dipakaikan racun.
?Senjata apa itu? Adakah itu berbahaya?? tanya tuan rumah
yang agaknya kaget.
?Ini ada senjata rahasia yang dipakaikan racun,? sahut
Teng Kiam Beng sambil kerutkan alis, air mukanya pucat,
suaranya separuh merintih. ?Di kalangan Kang-ouw, ini ada
satu senjata jahat, racunnya ada racun dari Tanah Biauw, atau
Sin-kiang, racunnya segera bekerja begitu mengenai darah!
Luka ini tak dapat disembuhkan kecuali dengan obat
kepunyaan si penyerang gelap sendiri. Rasanya aku tak dapat
lagi keluar dari rumah ini?.?
Tuan rumah periksa senjata rahasia itu dan juga lukanya.
?Tin-djie, pergi lekas ke lauwteng belakang pada Djie-ienio!?
ia berkata. ?Kau minta obat Pek-giok Seng-kie Poat-tokkoh,
kita nanti coba itu!? Kemudian pada Kiam Beng, ia
tambahkan: ?Di masa muda, aku pernah pangku suatu
pangkat kecil di Pakkhia, di sana aku kenal satu thaykam tua
siapa presen aku setengah botol kecil obat itu. Itu ada obat di
dalam istana, katanya untuk sembuhkan segala racun atau
gigitan binatang berbisa, juga buat obati luka-luka senjata
rahasia. Di istana orang sediakan obat ini guna berjaga-jaga,
kuatir ada penyerangan gelap. Sebegitu jauh aku belum
pernah pakai obat ini, sekarang marilah kita coba.?
Tidak ada jalan, Kiam Beng terpaksa pakai obat itu, hanya
aneh, begitu lekas lukanya dipakaikan kohyo itu, ia merasakan
hawa adem, sampai ke hatinya, lalu kakinya itu, ia bisa gerakgerakkan
juga.
?Sekarang silakan Tuan tinggal sama aku di sini,? kemudian
tuan rumah berkata pula. ?Selama racun belum punah semua,
Tuan mesti beristirahat di sini, buat beberapa hari, kalau tidak,
luka akan kumat lagi dan itulah berbahaya.?
Kiam Beng tahu liehaynya racun itu, terpaksa ia terima baik
undangan itu, untuk mana ia menghaturkan terima kasih.
Karena ia tinggal menumpang, lantas ia dapat tahu, bahwa
tuan rumahnya ada Soh Sian Ie, hartawan di Poo-teng, yang
punya beberapa ribu bauw sawah.
Selama beberapa hari, Kiam Beng dirawat dengan
sempurna, tuan rumah senantiasa temani ia, untuk pasang
omong, dari ilmu surat sampai segala urusan di Kota Raja. Ia
memang mengerti sedikit tentang syair, sedang sawah ia
punyai sejumlah bauw. Ia pun lihat orang itu manis budi.
Malah beberapa kali ada orang-orang melarat datang untuk
mohon derma, beras, peti mati, dan lainnya, dan semua orang
itu disambut sendiri oleh Sian Ie, yang luluskan semua
permintaan. Maka ia percaya, hartawan ini juga budiman.
Di hari keempat, setelah sembuh betul, Teng Kiam Beng
pamitan, Soh Sian Ie serta orang-orangnya antar dia sampai
tiga lie, selagi ia mengucapkan terima kasih,, Sian Ie sendiri
berulang-ulang panggil dia ?enghiong besar?, ?tuan penolong
yang baik hati?, dan ?Ini budi besar tidak nanti aku lupakan!?
katanya. Dia tanya alamatnya, dia tanya, jago itu suka atau
tidak bersahabat sama dia?.
Tentu saja Kiam Beng menjawab bahwa ia suka
bersahabat, karena ia sudah terima budi. Hanya, selagi ia
berjalan pulang dengan bersyukur, di rumahnya Soh Sian Ie,
hartawan itu sendiri lagi duduk berkumpul dalam kamar
rahasianya bersama dua orang yang itu malam jadi bayangan
dan memakai topeng, yang berpura-pura menjadi penjahat
tukang perugul orang perempuan. Karena Soh Sian Ie sedang
main sandiwara!
Dua orang bertopeng itu ada ?tauw-teng wie-soe?,
pahlawan kelas satu, dari istana Kerajaan Tjeng. Yang
bersenjatakan pedang, Boan Eng Tjin, dan yang pegang Poankoan-
pit ada Ouw It Gok. Mereka sengaja dipinjam oleh
Tjongtok Tee Kie dan Tit-lee, buat jalankan peranan, akan
pedayakan Teng Kiam Beng, supaya ahli silat Thay Kek Pay ini
bisa ditempel agar nanti tenaganya bisa dipakai oleh negeri
guna hadapi musuh-musuh gelap bangsa Han.
?Teng Kiam Beng rubuh dalam tipu-daya kita!? kata Bong
Eng Tjin sambil bertepuk tangan dan tertawa gembira. ?Dia
jadi ahli Thay Kek Koen bukan namanya, dia benar-benar
liehay, jikalau bukan kita berdua, dia tak dapat dilayani?.?
?Teng Kiam Beng memang bukan orang sembarangan,
tetapi ia tak ada di atasan kita,? It Gok turut bicara. ?Coba aku
merdeka, akan turuti hatiku, tidak nanti aku tak ada di atasan
Kiam Beng,? It Gok perkenankan ia berlaku jumawa. ?Kalau
tidak Tee Tjongtok memesan wanti-wanti, aku pasti bikin dia
mampus!?
?Kalau dia mampus runtuhlah daya-upaya kita!? Soh Sian Ie
tertawa. ?Laginya, buat apa menyingkirkan hanya dia
seorang? Bukankah kita hendak pakai tenaganya untuk
buyarkan persatuan dari kaum pencinta negeri kalangan Kangouw
di Shoatang dan Hoopak ini? Aku kagumi kau orang
berdua, terutama kau, Saudara Ouw, karena senjata
rahasiamu tepat mengenai anggotanya yang tak
membahayakan jiwanya. Sedang kau, Saudara Bong,
sempurna sekali gunai ilmu pedang Heng Ie Pay dan Boe-kek
kiam-hoat yang kau dapat curi pelajari, hingga dengan begitu,
kau pasti akan bikin Kiam Beng bingung mengenai
boegeemu!?
?Dan aku kagumi kau, Loosianseng!? Bong Eng Tjin tertawa
pula. ?Pandai sekali kau dengan angkatanmu, enghiong besar
dan tuan penolong, hingga dia tidak curiga suatu apa
terhadap kau, hingga kau sekarang bisa jadi sahabatnya!?
Tiga orang itu tertawa dengan gembira sekali.
Selagi tiga orang beriang-gembira, Kiam Beng sampai di
rumahnya dengan tidak lama kemudian, datang orang-orang
menyambanginya, karena selama tiga hari ia lenyap dengan
tiba-tiba, orang jadi heran, sibuk dan berkuatir juga, di antara
sahabat-sahabat itu ada Tjiong Hay Peng, Kiang Ek Hian dan
Koan Ie Tjeng, semua mereka ini menanyakan, apa yang
sudah terjadi.
?Aku telah hadapi orang-orang jahat tidak dikenal,? Kiam
Beng kata, dan ia tuturkan pengalamannya. ?Dua orang itu
ada liehay sekali, coba bukan aku, tidak saja aku akan cuma
terkena senjata rahasia, jiwakupun bisa melayang di tangan
mereka, di pedang atau Poan-koan-pit!?
Mendengar keterangan itu, semua tetamu menjadi heran.
Rata-rata mereka itu nyatakan bahwa mereka belum pernah
dengar perihal dua tjay-hoa-tjat itu ? penjahat tukang perkosa
orang perempuan. Mereka juga menduga dengan sia-sia
belaka.
Teng Kiam Beng turut berpikir, ketika mendadak ia tanya
Tjiong Hay Peng: ?Di antara murid-murid Heng Ie Pay mu ada
atau tidak seorang yang jangkung-kurus, yang pandai
mainkan ilmu pedang Boe-kek Kiam-hoat??
Tjiong Hay Peng, Ketua dari Heng Ie Pay, terperanjat.
?Apa? Murid dari Heng Ie Pay?? ia tegaskan dengan mata
melotot. ?Belum pernah ada orang Heng Ie Pay yang jadi tjayhoa-
tjat!? Dijawab secara demikian, Kiam Beng tertawa dingin.
?Ada atau tidaknya muridmu yang jadi tjay-hoa-tjat, aku
tidak tahu!? katanya. ?Tapi itu orang bertopeng, yang
bersenjatakan pedang dan pakai topeng di waktu melawan
aku, terang-terang telah gunai Boe-kek Kiam-hoat!? ia
berdiam sebentar, lalu ia teruskan: ?Bukan melainkan orang
itu yang memegang Poan-koan-pit juga gerak-gerakan tubuh
seperti pelajaran golonganmu!?
Dalam sengitnya, Kiam Beng sudah utarakan juga
sangkaan belaka.
Tjiong Hay Peng jadi sangat gusar, sehingga ia keprak
meja.
?Teng Kiam Beng, terang kau sengaja memfitnah aku!? ia
berseru.
Kiam Beng pun gusar.
?Aku melihat dengan mata sendiri, bagaimana itu bisa jadi
keliru?? ia membalik. ?Hm, kalau tidak tangan kosongku ini
yang liehay, siang-siang aku telah mesti tewas di tangan
mereka!?
Melihat kedua pihak telah jadi sangat panas, yang lainnya
maju sama tengah, untuk menyabarkan mereka.
Tjiong Hay Peng tidak puas.
?Aku akan segera membikin penyelidikan!? kata Ketua Heng
Ie Pay ini dalam murkanya. ?Aku nanti segera kirim kabar
pada semua muridku, pada sahabat-sahabat juga, jikalau ada
muridku yang berbuat jahat, atau memperkosa orang
perempuan, aku nanti kutungi tubuh mereka jadi delapan
potong dan tikamkan mereka tiga lobang! Kalau tidak, kau
mesti haturkan maaf pada Heng Ie Pay dengan adakan
perjamuan!?
Setelah kata begitu, jago Heng Ie Pay ini lantas ngeloyor
pergi.
Demikianlah sebab-sebab permulaan dari perselisihan
antara Kiam Beng dengan Tjiong Hay Peng, orang-orang lain
tak dapat menghindarkannya.
Selama itu, persahabatan antara Kiam Beng dan Soh Sian
Ie menjadi tambah kekal setiap hari, karena hampir setiap hari
Sian Ie kirim orangnya untuk menyampaikan bingkisan apa
saja atau dia diundang untuk dijamu.
Lioe Kiam Gim lihat sikapnya itu saudara angkat, ia pernah
berikan peringatan atau nasihat, ia minta saudara ini waspada,
agar dia tak sampai terjebak. Ia kata: ?Keluarga Soh ada
hartawan dari Poo-teng, orang sebangsa dia yang budiman
sukar dipatinya, sebaliknya kita orang Kang-ouw, kita biasa
tolong si lemah yang tidak berdaya, cara bagaimana kita boleh
bersahabat sama dianya? Saudara, aku harap karena sikapmu
ini, jangan kau terbitkan kerenggangan di antara kita kaum
Kang-ouw!?
?Kau terlalu kukuh, Saudaraku!? Kiam Beng sahuti
saudaranya itu. ?Keluarga Soh betul-betul dermawan! Mustahil
di antara mereka itu benar-benar tidak ada yang hatinya sucimurni??
Selang beberapa hari, Soh Sian Ie bikin pesta shedjit, atau
ulang tahun yang ke-51, pesta dirayakan di dalam taman
bunga, selagi pesta berjalan, hartawan inipun membagi amal,
pada orang-orang tua yang melarat: yang berumur lima puluh
lebih mendapat dua tjhie perak, siapa berumur enam puluh
lebih, didermakan lima tjhie, dan siapa berumur di atas tujuh
puluh, memperoleh satu tail perak.
Kiam Beng saksikan amal orang itu, maka sepulangnya dari
pesta, ia kata kepada Kiam Gim: ?Kau lihat, kalau dia ada
markis, bagaimana dia bisa begitu dermawan terhadap orangorang
tua miskin itu, yang malah ia sangat hormati??
Kiam Gim tidak mau bantah saudara muda itu, tapi selang
tiga hari, dia hampirkan soetee itu seraya bawa satu bocah
umur enam atau tujuh tahun, dengan sikap beda dari
biasanya, ia kata: ?Soetee, sejak kecil kau hidup dalam
keluarga yang berada, kau tidak kenal kesengsaraannya orang
miskin! Kau lihat ini bocah, kau tahu dia siapa? Dia ini adalah
bocah yatim-piatu dari kuli taninya Soh Sian Ie! Ayahnya
garap tiga bauw sawahnya Soh Sian Ie, syukur buat ia, kalau
dia sanggup membayar cukai saja. Lagi tahun yang sudah,
karena musim paceklik, ayahnya terpaksa pinjam sepuluh tail
perak dari Soh Sian Ie, bunganya begitu berat, belum satu
tahun, jumlah itu naik jadi lima puluh tail. Mati daya, ayah itu
telah gantung diri hingga binasa. Sudah begitu, rumahnya
yang bobrok pun disita Soh Sian Ie, karena rumah itu adalah
milik pertanggungan. Dia ini sudah tidak punya ibu, maka itu,
sebab tidak punya tempat bernaung lagi, aku bawa ia pulang.
Ini adalah kejadian yang aku kebetulan dapat tahu, entah
berapa banyaknya yang di luar tahu kita!?
Kiam Gim berhenti sebentar, lalu ia tambahkan: ?Apakah
Soetee ketahui, bagaimana Keluarga Soh itu dirikan rumah
tangganya yang mewah? Dia sudah berkongkol sama
pembesar-pembesar negeri, dia telah selundupkan candu,
setelah punya banyak uang, ia beli pangkat, ia memangku
jabatan, hingga kembali ia bisa kumpulkan banyak uang, buat
dipakai beli sawah dan kebun, hingga kekayaannya jadi
bertambah-tambah. Ia bisa dapatkan nama dermawan karena
kecerdikannya, karena ia keluarkan sedikit uang, seperti buat
betuli jembatan atau jalan besar, atau ia mengamal pada
orang-orang tua melarat! Apa artinya akan dermakan sedikit
uang kalau di lain pihak, dengan sedikit uang, ia coba
mengamal untuk kelabui orang banyak? Memang Soh Sian Ie
tidak menagih sendiri uang atau hasil uang yang
dipinjamkannya dan uang sewaan tanahnya, diapun tidak
aniaya kuli-kuli taninya, ia boleh bersikap sebagai orang
budiman, tetapi orang-orangnya atau gundal, mereka ini
bersikap sangat telengas dan kejam!?
Bukti atau keterangan yang dimajukan soeheng ini ada
kuat, walaupun demikian, Kiam Beng anggap saudaranya telah
terlalu bersikap keras, hingga Kiam Gim jadi kewalahan, ia
pulang dengan ajak itu bocah yatim-piatu, yang ia jadikan
muridnya dan rawat dengan baik, hingga di belakang hari,
bocah ini jadi muridnya yang terpandai.
Lewat setengah bulan sejak Tjiong Hay Peng pulang
dengan ngambek, guru-guru silat dan piauwsoe dari Kota Pooteng
kesohor telah terima undangan dari jago Heng Ie Pay itu,
untuk hadirkan suatu pesta perjamuan. Kiam Beng pun terima
undangan. Ia menyangka buahnya tuduhan terhadap orang
she Tjiong itu, meskipun demikian, ia kirim balasannya, dan di
harian pesta, ia datang bersama beberapa sahabatnya.
Setelah pertemuan dimulai, Tjiong Hay Peng angkat bicara.
?Aku tidak punyai kepandaian suatu apa tetapi aku toh
ditugaskan untuk memimpin kaumku Heng Ie Pay,? demikian
katanya. ?Dengan sebenarnya, aku tidak sanggup pegang
pimpinan, maka syukur Heng Ie Pay mempunyai aturan-aturan
yang dipegang keras, yang pun ditaati oleh kaum kita. Begitu
sejak pegang pimpinan, kaum kita belum pernah lakukan apaapa
yang mendatangkan malu bagi Heng Ie Pay, sedang
terhadap kaum Kang-ouw, kita semua bisa hidup damai. Maka
sayang sekali, pada setengah bulan yang baru lewat, karena
kejar tjay-hoa-tjat, Toako Teng Kiam Beng, sudah kena dilukai
dan dihinakan orang dan dalam hal itu, ia menuduh kita Kaum
Heng Ie Pay. Seperti aku sudah janji, aku sudah lantas
bertindak, akan cari tahu tuduhan itu. Tentang kedua tjayhoa-
tjat, aku tidak dengar suatu apa, tetapi dari berbagai
pihak kaumku, aku telah terima laporan, tidak ada orangku
yang main gila. Di Kota Poo-teng sendiri, Teng Toako
mestinya percaya aku, tapi sebaliknya ia sangsikan
kejujuranku. Di sebelah itu, mestinya percaya tidak nanti ada
muridku, atau cucu muridku, yang punya kepandaian akan
pecundangi ahli waris dari Thay Kek Pay, meskipun dengan
cara curang! Oleh karena itu sekarang aku adakan pertemuan
ini untuk bersihkan diri, guna minta Teng Toako
menghaturkan maaf kepada pihakku!?
Teng Kiam Beng tercengang atas ucapan tajam dari Tjiong
Hay Peng. Memang, itu adalah hebat. Kalau ia tetap sangka
Hay Peng, itu membuktikan Heng Ie Pay, itulah terlebih celaka
pula, karena ia kena dirubuhkan oleh angkatan muda Heng Ie
Pay. Meskipun demikian, ia toh tidak gampang-gampang
hendak menyerah kalah.
?Kau menyangkal, kau punya bukti-buktinya,? ia kata
kemudian. ?Tapi aku, aku telah saksikan sendiri bagaimana
orang telah bersilat dengan caranya Heng Ie Pay dan Boe-kek
Kiam-hoat. Pendeknya, kecuali dua orang bertopeng itu dapat
ditangkap, untuk dihadapkan ke muka kita beramai, aku tak
sudi menghaturkan maaf!?
Mendengar demikian, dengan tidak buka lagi baju luarnya
yang gerombongan, Tjiong Hay Peng hampirkan Teng Kiam
Beng, sembari angkat kedua kepalannya, untuk memberi
hormat, ia kata: ?Kalau tetap Teng Toako tidak niat haturkan
maaf, baiklah kita turut saja aturan umum, aku mohon
pengajaran dua-tiga gebrak dari kau!?
Itu ada tantangan untuk pieboe, adu kepandaian.
?Kalau Tjiong Toako berniat berikan pengajaran padaku,
mustahil aku berani tak terima!? kata Kiam Beng sembari
tertawa jumawa. Tapi, belum ia tutup mulutnya, tangannya
Tjiong Hay Peng sudah bergerak, menyerangnya.
Semua tetamu lain jadi terperanjat, mereka tidak sangka,
pertempuran sudah lantas dimulai secara demikian getas,
hingga mereka tak sempat lagi malang di tengah.
Tjiong Hay Peng mulai dengan ?Tok pek Hoa San? atau
?Dengan sebelah tangan membelah Gunung Tay San?. Adalah
kepalan kanannya, yang mengarah batok kepalanya Teng
Kiam Beng.
Kiam Beng elakkan kepalanya sambil lompat ke samping
kiri, tapi dari sini, sambil putar sedikit tubuhnya, ia mendesak
dengan tangan kanan melintang sebagai ancaman dan
tangannya kiri menyerang pundak lawan.
Hay Peng turuti geser tubuh. Dengan ?Lek tok tjian kim?,
atau ?Tenaga melawan seribu kati?, ia singkirkan tangan
kanan lawan, lalu dengan membarengi, ia sodok iga kanannya
Kiam Beng dengan kepalan kirinya.
Dengan ?Tjiam liong tjhioe?, atau ?Tangan menabas naga?,
Kiam Beng babat lengan orang yang menyerangnya. Ini
adalah tangkisan yang berupa serangan yang berbahaya
sekali.
Dalam saat yang hebat itu, selagi kedua tangan hampir
kebentrok satu dengan lain, tiba-tiba seorang lompat kepada
mereka, nyelak sama tengah, kedua tangannya dipakai
menangkis dua-dua serangan.
Tangkisan ini ada berbahaya tetapi pun hebat, kapan
tangannya kedua lawan bentrok dengan dua tangannya ini
orang ketiga, mereka pada mundur sendirinya. Tjiong Hay
Peng menjadi gusar setelah ia kenali orang yang nyelak sama
tengah itu ialah Lioe Kiam Gim, soeheng dari Teng Kiam Beng,
karena ia lantas sangka, soeheng ini niat bantui soeteenya,
akan tetapi, sebelum ia sempat bertindak apa-apa, Kiam Gim
sudah mendahului menjura terhadap dia, dengan suara
nyaring, orang she Lioe ini kata: ?Kita Kaum Thay Kek Pay
belum lakukan pembukaan secara resmi di Kota Poo-teng ini,
kita belum punya murid yang menjadi ahli waris kaum kita,
maka itu sekarang aku, sebagai soeheng dari Teng Kiam
Beng, aku wakilkan golonganku akan menghaturkan maaf
pada Tjiong Hay Peng dari Heng Ie Pay!?
Pernyataan Lioe Kiam Gim itu bikin suasana jadi reda
dengan sekejab.
Tjiong Hay Peng lantas membalas hormat sambil ucapkan
kata-kata merendah.
Kenapa Ketua dari Heng Ie Pay berbuat demikian? Itulah
pertama karena Kiam Gim punya sikap laki-laki, sedang
tadinya, dia memang hargai orang she Lioe itu, dan kedua, itu
ada cara pemecahan yang ia memang inginkan, karena
dengan begitu, mukanya Kaum Heng Ie Pay menjadi terang
pula. Sebagai soeheng, Kiam Gim berhak bertindak secara
demikian.
?Tepat, Lioe Lauwtee,? Kiang Ek Hian dari Bwee Hoa Pang
berseru. ?Bagus sekali tindakan kau ini! Sebenarnya, urusan
ini kecil sekali dan tidak ada harganya untuk diperbesar. Kiam
Beng bilang, dua binatang itu pergunakan Boe-kek Kiam-hoat,
aku percaya kebenarannya itu. Memang, di antara orangorang
Kang-ouw, suka ada mereka yang curi beberapa jurus
ilmu silat orang dan dua binatang itu, entah dari mana
mencaploknya! Saudara Kiam Beng belum pernah yakinkan
Heng Ie Pay, bisa sekali dia kena dikelabui, hingga ia
keluarkan tuduhannya. Dan Tjiong Lauwtee, bisa dimengerti
yang dia jadi tidak senang karena tuduhan itu mengenai
kehormatan dia punya golongan. Di mana perdamaian telah
didapat, baik hal ini tidak dibuat ganjelan, hanya mari,
bersama-sama kita lanjutkan usaha kita akan cari tahu siapa
adanya dua binatang itu! Saudara-saudara, hayo kita minum!?
Dan Kiang Ek Hian padukan cawannya Kiam Beng dan Hay
Peng.
Jago she Kiang ini menduga benar dengan kata-katanya
itu, karena betul, dua orang bertopeng itu gunakan beberapa
jurus tipu-silat curiannya.
Biarpun perdamaian telah didapat, tampangnya Teng Kiam
Beng masih pucat, saking tidak puas. Ia ada ahli waris dari
Thay Kek Pay, sekarang soehengnya wakilkan ia
menghaturkan maaf, inilah yang ia sangat tidak setujui. Ia pun
masih mendongkol karena Tjiong Hay Peng berlaku galak
demikian terhadapnya di depan sekian banyak tetamu. Ia
anggap bahwa ia sudah kena dibikin rubuh. Hanya, karena
orang banyak anggap pemecahan itu ada tepat, terpaksa ia
tutup mulut.
Sejak itu, perhubungan di antara Kiam Beng dan Hay Peng
jadi renggang sendirinya, malah persahabatannya dengan
yang lain-lain juga jadi semakin tawar, tetapi di sebelah itu,
pergaulannya dengan Soh Sian Ie jadi bertambah rapat, setiap
dua atau tiga hari, mesti ada orangnya Keluarga Soh yang
datang kepada Kiam Beng, atau Sian Ie sendiri yang datang
berkunjung, untuk pasang omong. Soh Sian Ie cerdik sekali,
kalau dia dengar Kiam Beng utarakan mendongkolnya pada
Hay Peng, ia jawab dengan ringkas: ?Mengenai kau orang
kaum Rimba Persilatan, aku tidak berani omong suatu apa?.?
Akan tetapi, pada suatu hari, selagi mereka bicara dengan
asyik, sekonyong-konyong Soh Sian Ie tanya: ?Lauwhia,
namanya ilmu silat Thay Kek Pay ada sangat kesohor, kenapa
di Poo-teng sini, Lauwhia tidak mau resmikan adanya
golonganmu??
Kiam Beng manggut-manggut waktu ia menjawab:
?Sebenarnya aku telah pikirkan itu hanya sekarang belum
sampai waktunya. Aku masih mesti merantau, akan cari
pengalaman. Aku membutuhkan dasar yang kuat betul
sebelumnya aku angkat diri. Begini juga ada pikiran
soehengku, yang ingin kita tidak bertindak secara sembrono.?
Soh Sian Ie tertawa berkakakan atas keterangan itu.
?Tetapi peribahasa mengatakan: Macan tutul mati
meninggalkan kulit, manusia mati meninggalkan nama!?
katanya. ?Lauwhia ada turunan sah dari Thay Kek Pay, sudah
seharusnya Lauwhia angkat diri, guna wakilkan leluhur,
supaya Thay Kek Pay ada ahli warisnya, supaya sekalian
leluhurmu itu pun bisa dimuliakan namanya. Harus diakui,
bahwa soehengmu ada kesohor jujur dan namanya
terjunjung, tetapi biar bagaimana, ia tetap ada orang luar, ia
tak dapat menjadi anak berbakti atau cucu bijaksana?.?
Teng Kiam Beng ketarik hatinya mendengar kata-kata yang
beralasan itu. Kalau Thay Kek Pay mesti punyai tjiang-boendjin,
ahli waris yang menjadi ketua golongan, orang yang sah
untuk itu adalah dia sendiri. Kiam Gim ada soeheng tetapi ia
dari lain she, kecuali bila sudah tidak ada turunan dari
Keluarga Teng. Demikian, dengan tidak pikir panjang lagi, ia
lantas turut sarannya Soh Sian Ie. Untuk ini, Sian Ie
membantu banyak sekali, dengan tenaga, dengan uang, dan
dengan pengaruh pembesar negeri, malah dengan angkat
juga orang she Teng ini menjadi penasihat ilmu silat, atau
Kok-soet Kouw-boen, dari Istana Tjongtok dari Tit-lee. Kiam
Beng coba tampik keangkatan itu, tetapi ia semakin hargakan
Sian Ie sebagai sahabat yang jujur dan setia.
Mengenai tindakannya Kiam Beng yang angkat diri jadi
tjiang-boen-djin dari Thay Kek Pay, golongan ahli silat lainnya
tidak ada yang taruh perhatian besar, sedikit sekali kaum
Rimba Persilatan yang kunjungi dia, buat memberi selamat
atau mengutarakan pujian, malah Lioe Kiam Gim sendiri,
nampanya tidak ada perhatiannya, saudara ini tidak bilang
suatu apa. Hanya pada suatu malam ? malaman besoknya
soetee ini hendak resmikan pendiriannya ? Lioe Kiam Gim
datang dengan tiba-tiba. Saudara ini ada gendol satu pauwhok
kecil, di pinggangnya tergantung pedangnya, dengan air muka
sungguh-sungguh yang tercampur kemasygulan, dia berkata:
?Soetee, aku kasih selamat pada kau karena kau hendak
angkat namanya kaum kita. Mengenai tindakanmu aku tidak
bisa bilang suatu apa. Seperti Soetee ketahui sendiri, aku
dipiara dan dididik Soehoe sampai aku berusia dewasa,
budinya Soehoe tak dapat aku lupakan. Hanya, mengenai kau
ini, aku hendak sampaikan anggapan umum terhadapmu. Kau
dianggap sudah nanjak ke cabang yang tinggi karena kau
andali pengaruh pembesar negeri, karena kau berniat
menjagoi sendiri. Aku tidak percaya omongan orang itu, aku
percaya kau bukan bangsa penjilat dan jumawa, tetapi aku
toh ingin sekali, janganlah kau kasih dirimu diangkat-angkat
hingga kau jadi tersesat, lupa pada diri sendiri! Aku pun
hendak beritahukan padamu, mendirikan kaum sendiri bukan
pekerjaan gampang. Buat terima murid, akan angkat diri jadi
soehoe, kau mesti ber-hati-hati, kau mesti jaga jangan sampai
kau dipermainkan oleh murid yang buruk, sebab bisa jadi ada
bangsa kurcaci, yang nanti datang buat berguru pada kau, lalu
di belakang hari, dia cemarkan nama perguruan. Aku
kuatirkan ini, dari itu, aku minta kau waspada. Soetee,
bukankah dulu kau pernah tanya aku, aku sudi atau tidak
menjadi tjiang-boen-djin akan gantikan kedudukan Soehoe?
Pasti sekali aku tidak berani terima itu, kesatu aku belajar
belakangan dari kau, kedua sudah seharusnya sebagai anak,
kaulah yang mewariskannya. Di sebelah itu kau ketahui
sendiri, aku jadi soeheng pun disebabkan usiaku lebih tua dua
tahun daripadamu. Soetee, mengenai kita, paham di antara
kaum Kang-ouw mesti ada kekeliruannya, apabila aku tetap
berdiam di sini, itu bisa jadi lebih hebat pula, maka itu,
sekarang juga aku hendak pulang ke Shoatang. Gelombang di
kalangan Kang-ouw, aku telah rasai cukup, dari itu aku pikir
baiklah aku pulang ke kampungku, akan beristirahat. Soetee,
sampai di sini saja, aku berangkat!?
Baharu Kiam Beng hendak mencegah, atau soeheng itu
sudah meloncat untuk pergi dengan cepat. Tapi ia coba
menyusul. Justeru itu, kelihatan Kiam Gim balik pula seraya
terus kata: ?Barusan aku lupa kasih tahu sepatah kata pada
kau, yaitu untuk selanjutnya kau jangan cari persetorian pula!?
Habis itu, soeheng ini kabur pula, tanpa sang soetee dapat
candak ia. Hingga soetee ini kembali masygul.
Sejak angkat diri menjadi tjiang-boen-djin dari Thay Kek
Pay, setelah berselang dua puluh tahun, di sebelah namanya
jadi tambah kesohor, Teng Kiam Beng juga bisa bawa diri,
jarang ia mencoba-coba kepandaian orang lain. Akan tetapi, di
samping itu, pergaulannya sama Soh Sian Ie terus bertambah
rapat, malah kemudian, ia bergaul juga sama pembesarpembesar
negeri.
Di sebelahnya Kiam Beng, Lioe Kiam Gim pulang ke
Shoatang dan terus menikah. Kiam Beng sendiri sudah
menikah, dengan nona yang dipilih oleh ayahnya. Isterinya
Kiam Gim ada Lauw In Giok, gadisnya Lauw Tian Peng dari
Kaum Ban Seng Boen. Ia tinggal bersama isterinya, di rumah
mertuanya, di dalam Dusun Kim Kee Tjoen di Kho Kee Po,
yang berada di perbatasan Hoopak. Dua puluh satu tahun
telah lewat sejak Kiam Gim beristirahat, selama itu, ia telah
punyakan tiga murid, sedang muridnya yang kepala adalah
Law Boe Wie, itu bocah yatim-piatu anak petaninya Soh Sian
Ie di Poo-teng. Nama Boe Wie ini, Kiam Gim yang sengaja
berikan, artinya: jangan takut. Dia toh anak yang dipungut
dari dunia kesengsaraan. Boe Wie sudah merantau sejak
delapan tahun yang lalu. Di dalam tiga tahun yang pertama,
masih ada kabar-ceritanya, tapi selanjutnya, setelah terkabar
bahwa ia menuju ke Liauw-tong, ia seperti lenyap, sia-sia saja
gurunya coba cari tahu tentang dia.
Muridnya Kiam Gim yang kedua ada Yo Tjin Kong, dia
diperkenalkan oleh pihak Lauw, pihak mertuanya. Diapun
pernah merantau tetapi lebih banyak berdiam di rumah.
Murid ketiga adalah si anak muda yang kita kenal dalam
pasal pertama, yaitu Tjoh Ham Eng, yang lagi berlatih silat
sama Lioe Bong Tiap, puteri satu-satunya dari Lioe Kauwsoe.
Ham Eng adalah anak nomor tiga dari Toa-kauwsoe Tjoh Lian
Tjhong, yang ada sahabat kekal dari Kiam Gim, siapa
percayakan anaknya kepada ahli silat Thay Kek Pay itu. Ia
adalah satu anak yang baik dan disayang oleh gurunya.
Demikian, Kiam Gim tidak hidup kesepian bersama dua
murid dan satu puterinya itu.
Begitulah, dua puluh satu tahun telah lewat tanpa terasa,
sampai hari itu mendadak Lioe Kiam Gim kedatangan Kim
Hoa, murid kepala dari Teng Kiam Beng. Kim Hoa ini murid
yang datang belajar sesudah ia sendiri mengerti silat, maka
itu, ia terlebih tua daripada murid-muridnya Kiam Gim. Dan ia
datang membawa kabar yang penting dan hebat, yang
menyebabkan soepehnya kaget.
?Eh, Kim Hoa, kenapa perkara jadi hebat begini?? tanya
Kiam Gim kemudian. ?Dari mana munculnya barang upeti itu?
Kenapa perampasan terjadi di Djiat-hoo? Kenapa gurumu
boleh menyangka kepada Tjiong Hay Peng dari Heng Ie Pay?
Hayo kau cerita biar jelas, dalam suratnya ini, gurumu suruh
aku tanyakan keteranganmu saja?.?
Lioe Bong Tiap sangat ketarik hatinya, hingga ia campur
bicara.
?Tapi, Ayah, coba kasih tahu lebih dahulu, apa soesiok
bilang dalam suratnya?? tanya ia.
Kiam Gim suka jawab anaknya itu:
?Menurut soesiokmu,? katanya, seraya letakkan suratnya
Kiam Beng, ?pada sebulan berselang, soesiokmu
mengantarkan barang upeti ke Djiat-hoo, untuk disampaikan
kepada Istana Lie Kiong di Sin-tek, tetapi belum sampai di Sintek,
baharu sampai di luar Kota Hee-poan-shia, gangguan
sudah datang. Kota Hee-poan terpisah kira-kira dua ratus lie
dari Sin-tek, dan tempat kejadian itu ada kira tiga puluh lie
dari Kota Hee-poan itu. Perampasnya adalah seorang tua
dengan lidah Liauw-tong, yang datang bersama sejumlah
muridnya. Soesiok coba susul mereka sampai di tempat yang
dinamakan Sha-tjap-lak Kee-tjoe, di sana orang tua itu dan
rombongannya bisa melenyapkan diri secara tiba-tiba. Tidak
lama sekembalinya soesiokmu ke Poo-teng, dia lantas terima
surat pengumuman kaum Kang-ouw, yang ingin usir dia dari
Poo-teng! Yang hebat adalah bendera Thay-kek-kie dari
Golongan Teng Pay, atau Thay Kek Piauw, sudah kena
dirampas oleh perampas itu! Entah orang dari golongan mana,
yang sudah datang menerbitkan gara-gara itu!?
?Apa yang terjadi di Hee-poan, siauwtit tidak lihat sendiri,?
Kim Hoa menambahi soepehnya itu. ?Ketika itu, siauwtit tidak
turut. Soehoe ajak djie-soetee dan sam-soetee serta dua boesoe,
guru silat, untuk temani dia. Mengenai barang upeti itu,
ceritanya panjang. Bukankah Soepeh masih ingat itu orang
yang bernama Soh Sian Ie, yang sering kunjungi Soehoe? Dia
sekarang sudah berumur tujuh puluh lebih, dan selalu keram
diri dalam rumahnya, akan icipi keberuntungannya orang
hidup mewah, hingga ia jarang datang pula kepada Soehoe.
Anaknya Soh Sian Ie yang ketiga, namanya Tjie Tiauw, yang
kerja dalam kantor Tjongtok. Dia ini pada suatu hari datang
pada Soehoe, buat minta Soehoe pergi lindungi barang upeti
kepunyaannya Tjongtok, buat di bawa ke Istana Raja di Sintek.
Ini tahun, seperti biasanya Raja pergi ke Sin-tek untuk
menyingkir dari musim panas di Kota Raja, untuk sekalian
berburu di musim rontok. Di Sin-tek, Raja Boan ada punya
satu daerah hutan yang besar, piranti raja berburu.
Pemburuan inipun ada satu ketika untuk raja-raja Boan
berlatih menunggang kuda dan memanah. Sebenarnya
Tjongtok serahkan tugas kepada Soh Tjie Tiauw, untuk antar
upeti itu, tetapi Tjie Tiauw, dengan pakai nama ayahnya,
sudah minta pertolongan Soehoe?.?
Selagi Kim Hoa baharu bicara sampai di situ, tiba-tiba Lioe
Kauwsoe angkat kepalanya dengan mata mendelik, dengan
bengis, ia berseru: ?Sahabat baik, turunlah!?
Menyusul seruan itu, dari atas sebatang pohon, meloncat
turun seorang, yang tubuhnya melayang. Dan menyusul
turunnya orang itu, Kim Hoa di kiri sudah lantas lompat
menyerang dengan tiga buah Kim-tjhie-piauw, tapi yang
dipakai ada ?Lauw Hay say kim tjhie? atau ?Lauw Hay
menyebar uang emas?, tiga batang piauwnya menyambar
ketiga jurusan, atas, tengah dan bawah.
Orang itu bertubuh sangat gesit, dengan gerakan ?Yan tjoe
tjoan in? atau ?Walet tembusi mega?, ia loncat tinggi dua
tumbak, dengan begitu, ia meloloskan diri dari dua piauw,
sedang piauw yang ketiga, ia jejak dengan kakinya, hingga
piauw itu jatuh ke tanah! Nyata, dia pakai sepatu besi!
Kim Hoa, yang menyerang, datang terlebih lambat daripada
ketiga piauw, dengan ?Tjin pouw tjit seng? atau ?Tindakan
tujuh bintang?, tangan kanannya membabat kedua kaki orang
itu.
Cepat luar biasa, sambil membungkuk, orang itu tangkis
serangan berbahaya ini, kemudian, sebelum Kim Hoa sempat
ubah jalan persilatannya, ia mendahului lompat jumpalitan
tinggi, akan turun di belakangnya orang itu maka itu, Kim Hoa
segera putar tubuhnya, lalu dengan ?Tek seng hoan tauw?,
atau ?Mengambil bintang untuk menukar bintang?, ia
menyerang dengan berbareng, tangan kanan ke arah embunembunan,
tangan kiri ke arah dua mata.
Gesit luar biasa orang itu kelit tubuhnya, tapi sekarang
sambil berseru: ?Tahan! Tahan! Aku ada murid Heng Ie Pay
yang ingin bertemu sama Lioe Tjianpwee!?
Kim Hoa tidak sempat menunda penyerangannya, ia
merangsek dengan gencar, atas mana orang itu bela diri
dengan gerak-gerakan ilmu silat Heng Ie Pay yang dia
sebutkan.
?Berhenti!? Lioe Kiam Gim berseru!
Kim Hoa hentikan penyerangannya dengan lantas, atas
mana orang itu lantas saja menjura di hadapan guru silat itu
seraya mengucapkan bahwa ia, orang yang terlebih muda
tingkatannya, menghormati orang yang terlebih tua derajatnya
itu.
Lioe Kiam Gim menghampiri sambil empos semangatnya
dengan ?Thay kek seng liang gie? atau ?Thay-kek menciptakan
im dan yang?, ia ulur kedua tangannya mencekal kedua
bahunya orang itu yang ia angkat seraya berkata: ?Silakan
bangun! Silakan bangun!?
Enteng tampaknya, tubuh orang itupun telah terangkat
naik.
Lantas orang itu perkenalkan diri sebagai Ong Tjay Wat,
keponakan murid dari Tjiong Hay Peng dari Heng Ie Pay,
kemudian dengan cara merendah tapi pun mengandung
kejumawaan, ia kata: ?Soesiokku dengar Lioe Lootjianpwee
hendak campur tahu urusan ini, dari itu sengaja dia utus aku
untuk menyampaikan kata-kata bahwa, kalau Lootjianpwee
hendak mengulurkan tangan, seharusnya kita orang undurkan
diri, hanya mengingat yang soeteenya Lootjianpwee sudah
mengekor pada pembesar negeri, hingga dia melupai
kehormatan kaum Kang-ouw, Soesiok percaya, Lootjianpwee
pastinya tidak akan suka turut kecipratan air butek. Tapi,
andaikata Lootjianpwee hendak mengulur tangan juga, maka
apabila di belakang hari ada terjadi suatu apa, harap
Lootjianpwee tidak sesalkan kita!?
Lioe Kiam Gim tidak jadi gusar karena ucapan itu, di lain
pihak dia tanya Ong Tjay Wat tentang keadaan Tjiong Hay
Peng selama belakangan ini, perihal lain-lain jago Heng Ie Pay
itu, tentang kebahagiaannya Tjay Wat sendiri, hingga Tjay
Wat jadi bingung sendiri karenanya. Dalam terdesaknya, Tjay
Wat sampai cuma bisa kata: ?Lootjianpwee, aku mengharap
sepatah kata balasan dari kau?.?
?Jangan kesusu, jangan kesusu!?
?Kau datang dari tempat jauh, biar bagaimana aku mesti
minta kau beristirahat di sini untuk satu malam, besok aku
temani kau mengunjungi soesiokmu.?
?Maafkan aku, Lootjianpwee, tapi aku masih punya lain
urusan penting untuk mana aku mesti segera berlalu dari sini,?
Ong Tjay Wat tetap menolak.
?Kalau begitu,? kata Lioe Kauwsoe dengan sungguhsungguh,
?tolong kau sampaikan pada Tjiong Soehoe, pasti
sekali aku si orang she ? Lioe nanti bertindak dengan ikuti tata
tertib kita, kaum Kang-ouw!?
Lantas jago tua ini antar tetamunya keluar, kemudian
sekembalinya ke dalam, ia tanya muridnya: ?Kau orang
lihat,
apakah benar-benar dia dari Heng Ie Pay??
?,?Dia ada dari Heng Ie Pay,? sahut Tjin Kong, sedang Kim
Hoa bilang: ?Aku dengar dia serukan berhenti, tapi aku
sengaja masih serang dia, dengan begitu, bukan maksudku
akan tempur terus adanya. Menurut aturan, memang aku
mesti lantas berhenti menyerang. Karena ia sebut diri dari
pihak Heng Ie Pay, aku jadi hendak mencoba terlebih jauh.
Dari gerak-gerakannya itu, dia benar dari Heng Ie Pay.?
?Selagi Soemoay dan Kim Soeheng menyerang, aku
sengaja tidak turut ambil bagian,? Yo Tjin Kong tambahkan,
?dengan begitu, aku hendak saksikan gerak-gerakannya.
Gerakan tubuhnya enteng, kelitannya, tangkisannya, semua
ada dari Heng Ie Pay. Kenapa Soehoe menanyakan ini?
Apakah Soehoe dapat lihat apa-apa yang luar biasa??
Lioe Kiam Gim urut-urut kumis-jenggotnya, ia bersenyum.
?Memang tidak gampang untuk ? melihat dasar ilmu silat
orang,? ia menyahut.-?Siapa peroleh ilmu curian sekedarnya,
dia memang bisa gunai itu untuk bertempur, hanya cara
menggunakannya tak leluasa seperti ilmu silat kaumnya
sendiri. Untuk melihat itu, kita mesti guna. tempo ketika ia
sedang terdesak, itu waktu akan terbukti ketangkasannya.
Tadi dia didesak oleh Kim Hoa, sehabis dia elakkan piauw dari
Tiap-dj ie. Dia elakkan diri bukan dengan tipu Heng Ie Pay,
hanya dengan tipu berkelitnya Gak Kee Koen, dari
Kaum?Keluarga Gak. Piauw dari Tiap-djie tak dapat dicela,
cuma masih kurang latihan dan pengalaman, siapa sempurna
ilmu kegesitannya ?Keng kong tee tjiong soet?, ia bisa egos
tubuhnya dengan gampang. Aku pun sangsikan dia selama
aku angkat dia bangun?.?
Kim Hoa berempat berdiam. Mengenai soal ini, tentu saja
mereka punya pengetahuan atau pengalaman masih sangat
kurang.
?Besok aku turut kau pergi ke Poo-teng,? kemudian Lioe
Loo-kauwsoe kata kepada keponakan muridnya, setelah ia
berdamai sama anak dan murid-muridnya. ?Aku lihat, soal ini
sulit sekali. Umpama kaum Kang-ouw musuhkan gurumu
karena gurumu mengekor pada pembesar negeri, aku nanti
coba datang sama tengah, untuk mengakurkannya. Samasama
kaum Rimba Persilatan, tak boleh kita orang saling
bentrok. Sudah lama aku undurkan diri tetapi aku percaya,
Tjiong Hay Peng beramai nanti masih sudimemandang
kepadaku.?
Lioe Kiam Gim buktikan kata-katanya ini pada besok
paginya. Ia berangkat bersama Kim Hoa sesudah pesan
murid-muridnya akan baik-baik berdiam di rumah. Lioe
Toanio, Lauw In Giok antar suaminya sampai di luar rumah.
Kiam Gim pergi dengan hati tetap, sebab ia percaya,
isterinyaakan sanggupjaga rumah, sedang Yo Tjin Kong sudah
wariskan kepandaiannya tujuh atau delapan bagian. Dan Ham
Eng dan Bong Tiap, sekalipun belum sempurna, mereka
rasanya sudah bisa bantu In Giok dan Tjin Kong. Tak pemah
ia sangka bahwa ombak bakal bergelombang hebat!
II
Sejak berangkatnya Lioe Kiam Gim, Lioe Toanio mesti
wakilkan suaminya mengurus seantero rumah tangga. Di
bagian luar, Yo Tjin Kong bantu soebonya. Si nona kecil, Bong
Tiap, setiap hari berlatih atau bermain-main saja sama Ham
Eng, sam-soehengnya, tapi sekarang mereka jadi terlebih
?binal?, hingga leluasa sekali mereka pergi ke hutan mengacau
sarang burung atau ke muara akan main perahu. Toanio dan
Tjin Kong mengantapkan saja, Cuma kadang-kadang mereka
merasa sedikit kuatir.
Setelah ia sekarang berusia delapan belas tahun. Ham Eng
suka merasa kehilangan apabila untuk sedikit waktu dia tidak
lihat atau berkumpul sama Bong Tiap, sementara si nona
tetap merasa merdeka, tidak pernah dia merasa likat, malah
ada waktunya dia tepuk si suheng apabila si suheng bengong
sambil berkata, ?Eh, eh, kenapa sih kau nampaknya tolol??.?
Sesudah ditegur secara demikian, baharu Ham Eng sadar
dengan gelagapan.
Demikianlah hari itu, Bong Tiap dan Ham Eng main perahu
di Kho Kee Po. Mereka singkirkan gelagah dan ganggang,
mereka gayuh perahu sampai ke tengah muara di mana ada
beberapa pulau, dari sana mereka dengar datangnya nyanyian
kaum nelayan, rupanya nona-nona tukang ikan bemyanyi
saling sahut-sahutan. Di udara ada burung-burung laut yang
berterbangan.
Ham Eng bengong mendengar nyanyian dan matanya
mengawasi ke udara.
?Soemoay, soemoay,? tiba-tiba dia bertanya, ?di sini ada
begini permai, maukah kau kalau kita berdua selamanya
bermain-main seperti sekarang ini??.?
Bong Tiap tertawa cekikikan mendengar pertanyaan itu.
?Selamanya bermain-main seperti sekarang ini?? ia ulangi.
?Kau sering bilang aku ada satu bocah cilik, tapi lihat
sekarang, apa kau sekarang bukan terlebih cilik daripadaku?
Tunggu sebentar, apabila perutmu sudah ngericik karena
lapar, apa kau tidak nanti lekas-lekas lari pulang
akanmintamakan! Bagaimana kita bisa selamanya main-main
disini??
Soemoay itu tidak mengert., maka Ham Eng lebih-lebih
melengaknya! Bong Tiap tertawa, sambil tertawa ia gayuh
perahunya yang laju pesat, sesudah maju sampai beberapa
puluh tumbak, sekonyong-konyong ia dengar suara ribut di
sebelah depan, hingga ia angkat kepalanya akan mengawasi.
Di sebelah depan sana ada beberapa perahu nelayan
dengan nelayan-nelayannya lagi menjaring, sedangnya begitu,
sebuah perahu kecil, dengan digayuh keras, nyerbu
antaraperahu-perahu nelayan itu, air jadi berombak keras dan
muncrat ke atas. Itu ada suatu gangguan untuk tukangtukang
tangkap ikan itu, karena sekalipun ikan yang sudah
masuk ke dalam jaring tentu pada lari kelu?ar pula. Maka itu,
nelayan-nelayan itu jadi kaget dan gusar, hingga mereka
mendamprat dan menegur pada orang-orang di atas perahu
kecil itu. Nampak demikian, Bong Tiap dan Ham Eng turut
menjadi gusar.
?Soeko, mari kita ajar adat pada mereka itu!? kata sang
soemoay. ?Mereka tak dapat diantap main gila di Kho Kee Po
ini! Kenapa mereka ganggu itu kawanan nelayan? Soeko, pergi
kau lawan dia, aku nanti bersiap dengan Kim-tjhie-piauw!
Lihat, mereka lagi mendatangi kemari, mari ?kitapegat!?
Selagi Ham Eng belum sahuti si nona, perahu di depan
sudah datang dekat dan terus melesat melewati perahu
mereka, air muncrat tinggi, hjngga mengenai dua anak muda
ini.
Dalam murkahnya, Bong Tiap sudah lantas gunaigala
gaetannya, akan sam-bar cartel kendaraan air orang, hingga
perahu jadi tiba-tiba berhenti dengan tiba-tiba, sedang Ham
Eng segera putar kemudinya untuk bikin kedua perahu jadi
berhadapan.
Di dalam perahu itu ada empat orang. Yang berdiri di muka
ada seorang berumur tiga puluh lebih. Yang bercokol di buntut
perahu ada si jurumudi, seorang muda usia dua puluh lebih.
Dua yang lain, lagi rebah dengan anteng di dalam perahu, roman
mereka tidak kelihatan tegas, mereka seperti juga tak
tahu bahwa telah terjadi suatuapa?.
Adalah orang. di kepala perahu, yang menjadi gusar.
?Eh, bocah-bocah cilik, apakah kau orang hendak cari
mampus?? dia membentak. ?Kalau kau orang hendak
pelesiran, pergilah pulang dan pelesiran dengan soeniomu tapi
jangan di sini kau orang cari malu untuk orang tuamu?.?
?Oh, orang-orang tidak tahu aturan!? Ham Eng segera
membaliki. ?Nanti tuan kecilmu ajar adat pada kau orang!
Lekas angkat kaki dari Kho Kee Po ini, atau apabila tidak,
kepalannya tuan kecilmu ini nanti tidak kenal orang!?
?Baik, aku justeru mau kenal kepalannya si tuan kecil!?
jawab orang
itu, yang segera loncat ke perahunya dua anak
muda itu, hingga perahu ini jadi goncang dan limbung.
Tapi Bong Tiap segera pentang kedua kakinya, ia
menancap kuda-kuda hingga perahu jadi diam, tak
bergeming. Itu ada kuda-kuda ?Kim Han tan tjiang? atau
?Kaki kecil injak pelatok? dan gerakan ?Lek to tjian kin? atau
?Tenaga menekan seribu kati?. Sengaja Lioe Kiam Gim ajarkan
kedua ilmu ini karena ia kuatir gadisnya, sebagai orang
perempuan, nanti kurang tenaga. Dan hari ini, kepandaian itu
telah diuji.
Orang itu sampai untuk segera menerjang, gerakannya
sangat gesit, ia hendak jambak Ham Eng untuk diangkatdan
dilemparkan ke muka air! Kelihatannya ia tak pandang sama
sekali bocah itu.
Kecerobohan orang itu adalah apa yang Ham Eng inginkan.
Dia muda, tapi Ham Eng ada satu puteranya satu ahli silat dan
telah terpimpin baik oleh Lioe Kiam Gim ? ia sudah belajar
enam atau tujuh tahun, maka tak dapat ia dipandang sebagai
bocah yang kebanyakan. Melihat serangan itu, dengan gesit ia
mendak, sebelah kakinya dimajukan, hingga ia jadi nyelundup
di bawah tangan musuh, Sementara tangannya sendiri dipakai
menangkap, menanggapi lengan kanannya itu, lalu dengan
tidak kalah sebatnya, ia gunai tipu ?Soen tjhioe tjian oh? atau
?Mengulur tangan menuntun kambing?, untuk membetot dan
melepas!
Ini adalah suatu gerakan yang tidak disangka-sangka, maka
itu orang menjadi kaget, sia-sia saja ia coba berontak, tahutahu
tubuhnya telah terangkat dari perahu dan terlempar,
tercebur ke dalam air!
?Byaar!? demikian suara di muka air.
?Ha-ha-ha-ha!? Ham Eng tertawa. ?Kau hendak kenal tuan
kecilmu, sekarang kau telah belajar kenal!?.? Tapi sebelum
pemuda ini tutup mulutnya, atau seorang lain sudah loncat
pula ke perahunya. Ini orang tidak sembrono seperti yang
pertama, ia terus berdiri mengawasi pemuda itu, kemudian
baharulah ia berkata: ?Sahabat kecil, kau liehay juga! Adakah
ini pelajaran yang kau dapat dari soeniomu?? Perkataan -
?soeniomu? atau ? ?gurumu? ? telah dikeluarkan dengan lagu
suara menghina. ?Aku juga ingin belajar kenal denganmu!?
Habis kata begitu, orang itu buka kedua tangannya seraya
pasang bhe-sie.
Ham Eng tidak kenal sikap orang itu, tapi baharu saja
secara getas ia rubuhkan satu musuh, ia jadi berani sekali,
tanpa berkata apa-apa, ia maju menyerang dengan tangan
terbuka-dengan ?Tjin-pou Tjit-sen-tjiang? atau ?Majukan tujuh
bintang?.
Lawan itu berlaku tenang, tetapi sebat. Begitu lekas
tangannya si pemuda sampai, ia geser sedikit sebelah kakinya
ke samping depan, jangannya dipakai menabas lengan Ham
Eng. Syukur Ham Eng pun awas dan cerdik, ia lekas-lekas
singkirkan bahaya dengan ?Tjhioe hoei pie pee? atau ?Tangan
mementil piepee?.
Sampai- di situ, keduanya lantas saling menyerang, dasar
Ham Eng masih bungasan, ia kalah ulet dan cerdik, ia lantas
nampak keteter.
Sejak tadi Bong Tiap mengawasi saja, tangannya telah jadi
gatal, sekarang melihat soehengnya terdesak, tidak tempo
lagi ia buktikan janjinya untuk membantu. Ia keluarkan
tiga batang Kim-tjhie-piauw, dengan cepat sekali ia
menyerang ke arah tiga jurusan: Satu ke tenggorokan, dua ke
kiri dan kanan! Serangan itu di luar sangkaan musuh, apapula
si nona menyerang dengan sebelah tangan, dengan sebat ia
berkelit ke kanan, dengan begitu tenggorokannya luput dari
bahaya, demikian pun anggotanya sebelah kanan, akan tetapi
lengan kirinya segera menjadi korban, malah segera juga ia
rasai tangannya itu jadi gemetaran dan kaku. Ia kaget dan
gerakannya turut jadi kendor karenanya, tidak heran apabila
ia kena didesak Ham Eng dan kakinya si pemuda bikin ia
terpental, nyebur ke air, hingga terdengarlah suara menyebur
yang keras dibarengi dengan muncratnya air muara!
?Ah, perempuan tidak tahu malu!? demikian terdengar
cacian dari perahu lawan. ?Sudah tidak mampu melawan, kau
main senjata gelap! Kau punya senjata rahasia, apakah aku
tidak? Nah, kau sambutlah!?
ltuiah suara si pengemudi anak muda, ia mendamprat
seraya tangannya diayun, hingga terlihatlah beberapa benda
berkeredepan menyambar ke arah Tjoh Ham Eng. Nyata ia
sudah gunai Thie-lian-tjie atau ?biji terataf emas?.
Ham Eng kaget bukan rriain, ia sebenarnya belum sempat
tarik pulang kakinya, ketika serangan datang, di luar
kehendaknya sendiri, iamenjerit: ?Celaka aku!?
Dalam keadaan berbahaya bagi Ham Eng itu, sekonyongkonyong
ada sambaran suara nyaring dan Thie-lian-tjie lantas
meluruk jatuh ke muka air, karena Bong Tiap kembali
perlihatkan kepandaiannya menggunai Kim-tjhie-piauw, ini kali
ia gunai tipu sambitan ?Lauw Hay say kim tjhie? atau ?Lauw
Hay menyebar uang emas?. Maka Thie-lian-tjie tidak mengenai
sasarannya dan runtuh di tengah jalan.
Ham Eng jadi lega hatinya, ia bersyukur.
Di pihak lawan sekarang orang anteng, di dalam perahu,
lantas munculkan diri.
?Tahan! Tahan!? ia berseru berulang-ulang. ?Untuk layani
dua bocah kenapa mesti pakai senjata rahasia??
Si pengemudi muda lantas berdiarn, dan Bong Tiap juga
segera awasi orang
yang baharu perlihatkan diri ini, ialah
seorang tua umur kurang lebih lima puluh tahun, kumis dan
jenggotnya panjang, matanya tajam, romannya keren.
?Anak-anak, tidak ada celaannya benar-benar permainanmu
itu!? kata orang tua itu sambil tertawa seraya urut-urut kumisjenggotnya.
?Hanya melainkan dengan kepandaianmu itu,
buat jadi orang-orang Kang-ouw tukang campur urusan lain
orang, itulah tidak gampang! Mari kau orang
maju berdua,
dan kau Nona, kau boleh keluarkan Kim-tjhie-piauw! Dari
pihakku, aku tak nanti izinkan orang gunai sebelah saja dari
senjata gelapnya!?
Ham Eng setujui itu tantangan. Soehoe dan
soehengnyajuga, memang sering omong perihal bertempur
satu sama satu, itulah aturan atau keharusan di kalangan
Kang-ouw, bahwa siapa mau kerubutan, harus malu sendiri.
?Soemoay, kau mundur!? ia teriaki Bong Tiap. ?Biar aku
yang belajar kenal sama ini enghiong tua!? Bong Tiap menjebi.
?Bukankah mereka itu kalah satu datang satu??
mengejeknya. ?Memang juga siapa kesudi an gunai senjata
rahasia? Mereka mendahului tek pakai aturan tapi sekarang
mereka berani menegur kita- cis!? _ Sekalipun demikian,
nona manis ini mundur si orang tua tertawa berkakakan.
Di antara suara tertawa orang tua itu lompat melesat ke
perahunya Ham Eng, akan hampirkan ini anak muda. Ham
Eng tidak puas dengan itu sikap jumawa, yang sangat
memandang enteng kepadanya. Ia pun segera ingat
keterangan gurunya berhubung sama pertempurannya Kim
Hoa, sang soeheng, dengan Ong Tjay Wat. Bahwa paling
tepat menyerang musuh selagi berlompat dan belum sempat
taruh kaki. Maka sekarang, justeru orang lompat, ia pun
lompat maju, tangan kanannya membabat kedua kaki si orang
tua.
Di luar dugaan bocah ini, lawan tua itu terlebih liehay
daripada Ong Tjay Wat, dia tidak berkelit untuk babatan itu,
hanya kakinya yang kanan didahului dipakai menendang
mukanya Ham Eng!
Ham Eng terperanjat, ia berkelit, dengan begitu
serangannya jadi batal sendirinya, hingga tubuh si orang tua
bisa turun terus ke perahu, kaki kirinya segera menginjak
papan perahu, hingga kaki kanannya dapat menyusul turua,
akan tetapi, gesit luar biasa kaki kirinya melayang naik
umpema kilat, atas mana tak ampun lagi Ham Eng terdupak
terpelanting ke muka air!
Karena itu adalah tipu ?Wan yoh hoan twie? atau
tendangan ?Kaki burung wan-yoh saling susul?.
Bong Tiap kaget berbareng gusar, hingga ia lupakan
?aturan Kang-ouw?, maka kembali ia menyerang dengan
senjata rahasianya. Tapi si orang tua itu gesit bagaikan
?angin?, tubuhnya berkelit berkelebatan, hingga semua piauw
jatuh ke air, sesudah mana ia berdiri diam sambil tertawa
berkakakan dan akhirnya kata: ?Ah! Tidak ada yang kena!?.?
Selagi orang tua ini tertawa terbahak-bahak, karena ia
sangat puas bisa ejek Bong Tiap, kelihatan satu ?. perahu
sedang mendatangi pesat sekali ke arah mereka, hingga
perahu itu sampai dengan luar biasa cepat. Di kepala perahu
itu ada berdiri seorang laki-laki umur kira-kira tiga puluh
tahun, kepalanya mirip dengan kepala macan tutul, mukanya
b

^