Kisah Dua Saudara Seperguruan 2

Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Saduran Okt Bagian 2


erewokan lebat, kedua tangannya berpeluk tangan, kedua
matanya terbuka lebar dan sorot matanya tajam bercahaya,
sikapnya keren.
Si orang tua berhenti tertawa dengan tiba-tiba, ia
mengawasi orang yang baharu datang itu. Ia, seperti tiga
kawannya, yang sudah berkumpul pula di atas perahu mereka,
agaknya heran atau tidak mengerti. Mereka tidak kenal orang
ini. Mereka tahu, dalam Keluarga Lioe, tidak ada murid atau
orang semacam ini. Mereka menduga-duga, orang itu ada
penumpang perahu biasa sajaatau dm hendak campur urusan
orang lain. Maka semua lantas mengawasi.
Ham Eng sudah lantas naik ke perahunya. Tapi, seperti
soemoaynya, diapun diam. mengawasi saja perahu yang lagi
mendatangi itu.
Setelah perahu datang cukup dekat, si orang tua, yang
mengawasi dengan tajam, dengan mendadak kasih dengar
suaranya yang keras dan nyaring umpama guruh: ?He, siapa
sih? Mau apa kau datang kemari??
Orang itu berdiri sedakap di atas perahunya, romannya
tenang, malah dingin.
?Ada urusan apa maka kau orang bertempur di muka air??
dia tanya. ?Aku telah lihat kau orang dari jauh-jauh! ? Eh,
orang sudah jenggotan? Eh, kenapa kau layani segala bocah
cilik? Apakah mereka berlaku kurang ajar terhadap kau,
Lauwko? Nanti aku bikin kau orang akur! Apakah kau tidak
takut ditertawai orang Kang-ouw kalau kau layani segala
bocah?? Sejak tadi ia menegur, orang tua itu telah lihat
tubuhnya dari kepala sampai di kaki, dari itu, ia segera lihat
caranya dia berdiri, hingga ia jadi terkejut. Sikap itu mirip dan
tidak mirip dengan sikapnya Kaum Thay Kek Pay tetapi sudah
terang aneh seorang umur kurang-lebih tiga puluh tahun, bisa
bersikap demikian.
?Paling tinggi umumyabaharutiga puluh tahun tapi dia
seperti keluaran latihan dua atau tiga puluh tahun?.? pilar
orang tua ini. ?Murid siapakah diaini??
Bong Tiap juga awasi orang itu, ia heran dan mengingatingat.
la rasa pernah lihat orang ini tapi lupa, entah di mana.
Orang asing itu tertawa dingin melihat si orang tua diam
saja.
?Sahabat baik, bagaimana?? dia menegur, sembari tertawa
tawar. ?Coba omong terus terang, kau sudi sudahi urusan ini
atau tidak? Apakah kau tetap hendak perhinakan dua bocah
ini??
Mukanya si orang tua jadi keren, baharu sekarang ia
tertawa menyindir. ?Mendengar lagu suaramu, Lauwko, kau
seperti hendak campur tahu urusan kita ini!? katanya. ?Baik
aku jelaskan padamu, kita ada punya urusan kita sendiri,
urusan itu tidak mengenai Lauwko seorang luar, dari itu tak
sudi aku bikin pakaianmu kecipratan air kotor dari muara ini!
Baik Lauwko kembali dengan perahu, supaya selanjutnya kita
menjadi sahabat. Belum pernah di kalangan Kang-ouw aku
ketemu orang nganggur seperti Lauwko ini, aku kuatir, rase
kau tak dapat cekuk, kau akan ketempelan baunya yang tidak
sedap!?
Orang asing itu gusar.
?Orang di kolong langit mesti campur tahu orang di kolong
langit!? jawabnya. ?Aku melainkan tahu toelai perbuatan tidak
pantas, aku larang sikuat perhinakan si lemah, yang banyak
menindas yang sedikit, si tua Bangka ganggu si muda!
Sahabat, bagaimana pikiranmu??
Matanya si orang tua jadi mendelik.
?Oh, aku tidak sangka, Lauwko, kau hendak urus urusan di
dunia!? ia berseru. ?Nah, terserah kepada kau, kita bersedia
akan turut segala perintahmu!?
Ucapan ini ditutup sama gerakan tubuh seperti kilat, tahutahu
si orang
tua dari perahunya Bong Tiap sudah mencelat
tinggi, hendak berlompat ke perahu orang asing itu, sedang si
orang asing dari perahunya sendiri melesat ke perahunya si
nona, malah dia ini mendahului sampai! Maka segeralah
terdengar satu suara nyaring di perahunya Bong Tiap, papan
perahu siapa, bagian atasnya, lantas terbelah, karena keinjak
oleh tubuh yang besar dan berat dari si orang tua, tubuh siapa
sudah kebentrok keras dengan tubuh si orang
asing!
Orang tua itu segera gulingkan tubuhnya di atas perahu,
kapan ia telah enjot bangun, segera ia enjot bangun, untuk
lompat ke perahunya sendiri. Ia rupanya insyaf, perahunya si
nona terlalu sempit untuk suatu pertempuran.
Si orang asing turun ke perahunya Bong Tiap dengan tidak
rubuh, kapan ia lihat si orang tua pindah kendaraan air, tak
terlambat lagi, ia loncat menyusul, hingga sekarang ia berada
bersama dalam perahu si tua itu! Malah dengan lantas,
keduanya sudah mulai saling menyerang.
Segera juga ternyata, orang tua itu bergerak-gerak dalam
ilmu silat Pak Pay, Golongan Utara, tangannya mainkan ilmu
?Pek-kwa-tjiang?, sedang si orang asing, yang berkepala mirip
macan tutul (pa-tjoe-tauw), campur-aduk permainannya, yaitu
ilmu Thay Kek Pay teraduk dengan ?Sha-tjap-lak kim-na-hoat?
dari Golongan Eng Djiauw Boen si Kuku Garuda dari Kwangwa
dan Ban Seng Boen punya ilmu golok ?Ngo-houw toanpek-
tjiang? ialah?Limaharimau merampas roh?. Dan pada itu
juga tercampurlagi dengan Tiam-hiat-hoat atau ilmu menotok
jalannya darah. Hingga orang tua itu jadi heran, cara
bagaimana seorang berumur kurang lebih tiga puluh tahun
sudah punyakan semua kepandaianmu. Maka tidak perduli,
Maka tidak perduli, bagaimana dia liehay danberpengalaman,
selang lima puluh gebrak kira-kira, orang tua itu lantas saja
kewalahan, dari pihak si penyerang, ia sekarang jadi pihak
sipembeladiri.
Pek-kwa-tjiang dari Golongan Utara adalah ilmu piranti
mendesak, sekarang dia berbalik kena didesak, dari itu
terpaksa ia mesti melakukan penjagaan saja. Sekalipun
demikian, ia tetap terdesak, karena lawan itu agaknya tidak
sudi mengasih kelonggaran padanya. Dia ini gerakkan dua-dua
tangan kiri dan kanannya secara hebat.
Mula dengan tangan kirinya dipakai membacok tangan
kanannya itu orang asing, orang asing itu mengancam dengan
kaki kanannya disusul dengan sambaran tangan kanan.
Tujuannya ialah perutnya siorang tua, dia ini gerakkan tangan
kanannya untuk punahkan tangan musuh, dilain pihak
perutnya dibikin kempes dengan disedot kedalam, sekalipun
demikian perut ini masih mendapat tekanan keras.
Pa tjoe-tauw atau si kepalan macan tutul telah mendesak
lebih jauh dengan tangan kirinyakearah muka lawan.
Orang tua itu gerakkan kedua tangannya ke atas, untuk
menggencet tangan kiri musuh itu, tetapi tangan kiri ini ditarik
turun dengan cepat, disusul sama sambaran tangan kanannya
ke arah pipi, dalam gerakan ?Tiam-tjoe-twie? atau ?Tusukan
pahat?. Sekali ini orang tua itu tak sempat menangkis pula, dia
kalah gesit, maka pipinya itu kena terhajar, dari itu ketika
disusul dengan satu dorongan pada tubuhnya, tubuhnya jadi
limbung, sebagai layangan putus, tubuh itu terpental, kecebur
ke muka air! Hingga air menerbitkan suara berisik dan
muncrat tinggi dan lebar!
Selagi Ham Eng dan Bong Tiap kagum menyaksikan
pertempuran dahsyat itu, sekonyong-konyong mereka dibikin
terkejut dengan limbungnya perahu mereka yang tersundul
naik sebab diluar dugaan setelah siorang tua tercemplung
kedalam air, ia selulup dan menyundul perahu mereka.
Di saat kedua anak muda itu hampir terjerunuk ke muka air
karena mereka tidak bisa pertahankan diri lebih lama, tiba-tiba
si orang asing lompat pada mereka, klu dengan masingmasing
sebelah tangannya, ia angkat mereka melompat. ke
perahunya sendiri, untuk ditempatkan di dalam perahunya,
kemudian sambil serukan: ?Lekas kau orang pergi pulang!? Ia
sendiri segera terjun ke air, hingga, di antara muncratnya air,
tubuhnya lantas terlenyap ke dalam air, akan di lain saat, ia
muncul di dekat si orang tua, yang telah perlihatkan diri di
dekat perahunya kediia anak muda itu.
Sambil perdengarkan bentakan, orang tua itu bikin gerakan
hingga air menyambar si orang asing. Ternyata ia bikin
perlawanan di dalam air, ia mencoba menyerang terlebih
dahulu. AJkan tetapi orang asing itu lolos dari serangan,
karena ia melesat tiga .tumbak jauhnya, ke arah perahunya si
orang tua, di mana ia selulup, atas mana, ? sesaat saja ?
terdengarlah suara berisik. Karena perahunya si orang tua
telah disundul naik, terbalik dan karam, hingga tiga orang di
dalam perahu itu, tak ampun lagi, tercebur ke dalam air,
hingga dua antaranya mesti mandi pula!
Orang asing itu membik1? pembalasan untuk si
pemuda dan si pemudi, hanya, kalau kendara* aimya dua
anak muda ini tidak samPa karam, adalah kepunyaan si orang
sudah terbalik.
Kepandaian berenangdan selulup si orang asing itu begitu
liehay hingga musuhnya tidak dapat dekati padanya.
Itu waktu sejumlah perahu nelayan telah mendatangi
mereka lagi bertarung di muka air, dia orang itu ada
mendongkol karena tadi mereka sudah diganggu oleh empat
orang yang tidak dikenal orang itu, malah beberapa nelayan
muda lantas saja menimpuk dengan tempuling mereka, untuk
bantu si orang asing yang jadi pembela mereka. Maka empat
orang tidak dikenal itu jadi repot, mereka mesti kelit sana dan
kelit sini.
Si orang tua jadi sibuk, ia mengerti bahwa mereka
terancam bahaya. Untuk layani si orang asing saja ada sukar,
sudah di situ ada kedua anak muda, Kim-tjhie-piauw siapa
harus dimalui, juga sekarang ada nelayan-nelayan itu dengan
tempulingnya.
?Angin keras! Berhenti!?si orang tua segera berseru, dalam
bahasa rahasianya orang Karig-ouw, kaum Sungai-telaga. Itu
berarti bahwa bahaya lagi mengancam mereka. Ia pun segera
mendahului, akan selulup, akan menghilang pergi, hingga tiga
kawannya lantas susul padanya. Si orang asing muncul di
muka air. ?Pulang! Lekas pulang!? katanya pada Ham Eng dan
Bong Tiap, yang masih saja mengawasi mereka sesudah
mana, ia silam.
Cepat sekali, kedua anak muda ini lihat orang telah saling
kejar jauh sekali jaraknyadari mereka, sedang di depan
mereka, air lantas jadi tenang pula.
Ham Eng merasakan dirinya seperti lagi mimpi, ia tampak
pakaiannya basah dan tubuhnya merasa dingin, tapi lekas ia
pegang kemudi, akan gayuh perahunya pergi. ?Mari kita lekas
pulang!? katanya pada Bong Tiap.
Had sudah fnulai sore. Bong Tiap manggut la pun kuatir
ibunya meng-harap-harap.
Selagi mendekati pinggiran, dua anak muda ini segera
dengar suara panggilan: ?Bong Tiap! Bong Tiap! Ham Eng!
Ham Eng!? Dan suara itu seperti suara mendesak.
?Ya!? Ham Eng menyahuti. Ia kenali suara dari djisoehengnya.
?Ah, Ham Eng,? soeheng yang kedua itu kemudian kata.
?Kau kenapa? Kenapa kau nyebur ke air?? ?Hebat, Soeheng,?
sahut Ham Eng, yang terus tuturkan kejadian barusan. ?Kalau
begitu, mari lekas pulang!? kata djie-soeheng itu. ?Perihal ini
perlu segera diberitahukan pada Soebo!?
Tiba-tiba: ?Bong Tiap! Bong Tiap! Ham Eng! Ham Eng!?
Itulah suara sang soebo atau Lioe Toanio, maka segera
Bong Tiap menyahuti: ?Ibu! Ibu, orang telah permainkan
kita!?.?
Lioe Toanio tidak lantas jawab puterinya, ia hanya awasi
Ham Eng.
?Ah, kau bertempur di air?? nyonya guru itu kata. ?Tentu
kau telah dibikin kecebur! Lihat,celanamu pecah! Apakau kau
tidak terluka??
?Benar, Soebo,? Ham Eng menyahut, seraya terus tuturkan
kejadian tadi.
?Cukup, Anak!? Lioe Toanio berkata. ?Sekarang marilah
pulang! Kau mesti lekas salin pakaian, atau kalau kau terluka,
lekas kau pakai obat gosok! Tjin Kong, pergi kau layani
saudaramu ini. Kau, Anak, man ikut aku!?
Sampai di situ, berempat mereka pulang. Adalah di rumah,
sebelumnya siap dengan barang daharan, Lioe Toanio suruh
anak dan muridnya ulangi penuturan mereka yang jelas. Yang
terutama menarik adalah halny a si orang asing dengan kepala
seperti kepalamacan tutul. Bong Tiap dengan bernafsu puji
orang asing itu, yang ia katakan kepandaiannya ia belum
pernah lihat, hingga ia lupa bahwa ayahnya justeru seorang
guru silat yangliehay!
?Dan yang aneh, Ibu,? kata si nona akhirnya, ?gerakgerakannya
mirip dengan apa yang Ayah dan Ibu ajarkan
kepadaku ? Thay Kek Pay kecampur Ban Seng Boen?.?
Lioe Toanio berdiam, ia berpikir, sambil ngoceh sendirinya:
?Oh, orang
berkepala mirip macan tutul, berewokan, umurnya
kurang lebih tiga puluh tahun!?.?
Ia agaknya bersangsi, ia seperti ingat suatu apa.
?Dan ia bicara dengan lidah apa?? tanyanya kemudian.
?Hoo-pak atau Shoatang??
?Apakah Ibu kenal orang itu?? Bong Tiap balik tanya. ?Dia
bukan berlidah Shoatang atau Hoo-pak, entahlah lagu suara
mana, rasa-rasanya dia bicara dengan lagu suaranya si
saudagar djinsom dari Kwan-gwa yang duluan datang beli
djinsom dari Ayah?.?
Nyonya itu berdiam pula.
?Aku hendak duga seseorang, tetapi lagu suaranya,
boegeenya, bikin aku sangsi,? katanya. ?Tapi mereka yang
ganggu kau orang, aku tahu asal-usulnya mereka.?
?Siapa mereka, Ibu?? Bong Tiap tanya.
?Apakah mereka ada Ong Tjay Wat dan persaudaraan Lo??
Tjin Kong turut tanya sebelum guru perempuannya sahuti si
nona.
?Kalau bukan mereka, siapa lagi?? sahut sang soebo sambil
manggut. ?Kau tidak tahu, Anak, selagi kau bertempur di
muara, aku juga dapat kunjungan ?tetamu yang tidak
diundang..??
Bong Tiap dan Ham Eng terkejut, si nona lantas minta
keterangan, tanyanya kemudian. ?Hoo-pak atau Shoatang??
?Apakah Ibu kenal orang itu?? Bong Tiap balik tanya. ?Dia
bukan berlidah Shoatang atau Hoo-pak, entahlah lagu suara
mana, rasa-rasanya dia bicara dengan lagu suaranya si
saudagar djinsom dari Kwan-gwa yang duluan datang beli
djinsom dari Ayah?.?
Nyonya itu berdiam pula.
?Aku hendak duga seseorang, tetapi lagu suaranya,
boegeenya, bikin aku sangsi,? katanya. ?Tapi mereka yang
ganggu kau orang, aku tahu asal-usulnya mereka.?
?Siapa mereka, Ibu?? Bong Tiap tanya.
?Apakah mereka ada Ong Tjay Wat dan persaudaraan Lo??
Tjin Kong turut tanya sebelum guru perempuannya sahuti si
nona.
?Kalau bukan mereka, siapa lagi?? sahut sang soebo sambil
manggut. ?Kau tidak tahu, Anak, selagi kau bertempur di
muara, aku juga dapat kunjungan ?tetamu yang tidak
diundang?.?
Bong Tiap dan Ham Eng terkejut, si nona lantas minta
keterangan.
?Tetamu tidak diundang? itu bukannya suatu ahli silat, dia
malah satu bocah ialah Ong Siauw Sam, anak tunggal dari
OngToa-ma, tetangganya LioeToanio, yang bekerja di sebuah
warung arak kecil di Kim-kee-tin. Biasanya bocah ini pulang
setiap tengah bulan dengan menenteng sedikit oleh-oleh
untuk ibunya, karena ia berbakti. Biasanyajarang ia mampir
pada Lioe Toanio, tapi kali ini ia berkunjung. Lioe Toanio ada
manis budi, ia girang menerima bocah itu, ia tanya ini dan itu
dengan gembira, tapi Siauw Sam, setelah menjawab beberapa
pertanyaan dengan ringkas lantas bilang: ?Toanio, ada satu
tetamu yang minta aku sekalian sampaikan sepucuk surat
untuk kau.? Dan lantas, ia serahkan surat itu.
Toanio kaget menerima surat itu, dan kaget setelah
membacanya.
?Tetamu macam apakah orang itu?? ia tanya Siauw Sam.
?Kemarin kita kedatangan tetamu-tetamu dari satu
rombongan,? Siauw Sam kasih keterangan. ?Mereka ada yang
tua ada yang muda, sembari minum arak mereka tanya aku
kenal atau tidak pada Lioe Loo-kauwsoe, setelah aku kata
kenal, seorang tua di antaranya lantas minta kertas, pit dan
bak, terus menulis surat dan ia minta aku yang sampaikan,
kalau tidak ada Loo-soehoe sendiri, boleh pada Toanio.?
Demikian Lioe Toanio, yang terus bacakan surat yang ia
maksudkan itu. Itulah surat yang ringkas-terang dan kasar.
Begini bunyinya:
?Kauwsoe Lioe Kiam Gim, suami-isteri!
Soeteemu, Teng Kiam Beng, telah menentang kita kaum
Kang-ouw, ia tempel pembesar negeri, hingga kita jadi tidak
puas, maka itu di Djiat-hoo, kita ajar sedikit adat padanya.
Kabamya Kauwsoe niat campur tahu urusan ini, dari itu kita
telah dikirim untuk datangi kau orang. Tak usah kita orang
banyak bicara, biarlah kepandaian kita yang nanti memberi
putusan. Besok sore jam Hay-sie, kita menantikan di dalam
rimba pohon lioe di depan rumahmu! Jangan kau orang ajakajak
Sam-boen djin-ma, atau ancaman bencana akan jadi
terlebih hebat. Kau orang pasti mengerti aturan kita kaum
Kang-ouw.
Juga Loo-kee Soe Houw tak dapat lupai budi pengajaran
pada dua puluh tahun yang lampau, mereka pun datang untuk
sekalian membalas budi ini!
Nah, sampai besok malam,
Hormat,
Lo Toa Houw
Ong Tjay Wat, dkk ?
?Mefeka ada kawanan tidak tahu mampus!?kataLioeToanio
kemudian dengan sengit ?Kiam Gim tidak ada di rumah tapi
aku bersedia akan sambut mereka, aku akan bikin mereka
tidak kecewa!?
Habis itu, Lioe Toanio lantas tuturkan permusuhannya
sama Loo-kee Soe Houw, Empat Harimau Keluarga Lo, karena
mana iapun jadi kenal Lioe Kiam Gim dan akhirnya jadi
menikah.
Itu adalah kejadian pada dua puluh tahun yang lampau.
Ketika itu Lioe Toanio atau Nona Lauw In Giok, baharu
berumur dua puluh dua tahun. Dia ada gadis tunggal yang
disayangi dari Kauwsoe Lauw Tian Peng, Ketua dari Golongan
Ahli Silat Ban Seng Boen.
Dia telah dapat warisan ilmu silat keluarganya dan sering
ikut ayahnya merantau. Begitu pada suatu hari, ia turut pergi
ke Hauw-gie di Shaosay, akan sambangi suatu sahabat. Selagi
lewat di Djie-tjoe, mereka saksikan sekawanan berandal lagi
begal serombongan saudagar, mereka tolongi kawanan
saudagar itu. Apa mau, rombongan berandal itu ada liehay,
terutama lima antaranya. Mereka kena terkurung hingga sukar
mereka loloskan diri, hanya dengan belakang madapi
belakang, mereka bisa terns bikin perlawanan. Selagi mereka
mandi keringat, datanglah bala-bantuan yang tidak disangkasangka.
Satu penunggang kuda kabur mendatangi. Dia berusia kirakira
tiga puluh tahun, dia menggendol satu pauwhok kecil
serta pedang di pinggangnya. Ia tahu apa artinya
pertempuran itu, ia kagum melihat In Giok punya permainan
golok Ban Seng Boen, sedang dengan Koan Ie Tjeng, Ketua
dari Ban Seng Boen di Poo-teng, Hoo-pak, ia kenal balik. Maka
tidak tempo lagi ia loncat turun turun dan kudanya, hunus
pedangnya ceburkan diri dalam pertempuran itu.
Ia ambil pihaknya itu ayah dan anak. Lekas sekali jalannya
pertempuran jadi berubah. Dengan orang asing ini menyerang
dari luar perhatian berandal jadi terpecah, dan Lauw Tian
Peng serta puterinya telah lantas dapat semangat baru,
tenaga mereka tambah dengan seKejab. Mulai dari kaburnya
kawanan liauwlo, juga lima pemimpin mereka segera turut
angkat kaki. Untuk ini mereka berikan satu tanda rahasia,
ialah suitan mulut.
Nona Lauw ikuti ayahnya sejak umur enam belas, belum
pernah ia tampak kekalahan, sekarang ia kena didesak, tidak
heran ia ada sangat mendongkol dan gusar, maka satu kali
terlepas dari kurungan, ia umbar nafsu amarahnya, Ia kejar
lima musuhnya, ia candak satu, yang lari paling belakang,
kapan ia telah loncat menyambar sama goloknya, musuh itu
bingung dan menjerit, sebelah lengannya putus dan jatuh ke
tanah!
Lauw Tian Peng lihat puterinya kejar musuh,
iahendakmencegah, apa mau ia sudah terlambat, musuh
sudah kena dibacok, malah selagi tubuh orang
sempoyongan
hendak rubuh, In Giok pun telah membarengi dengan
tendangannya pada dada orang itu, sedang sepatunya
berujung besi!
Tian Peng sambar anaknya untuk ditarik mundur, sehingga
musuh dapat kesempatan akan panggul pergi Kawannya yang
terluka, sedang salah satu musuh, sambil lari dengan mata
melotot, berseru: ?Nona, kau kejam sekali! Selama masih
hidup, Loo-kee Ngo Houw akan ingat baik-baik budi kebaikan
ini!?.?
?Ah, Bocah!?Tian Pengsesalkan anaknya ? dia bukannya
gusar pada musuh. ?Kenapa kau kejar musuh dan kutungi
juga sebelah tangannya? Kau tahu hebatnya kaum Kang-ouw
dan bahwa musuh tak dapat ditanam bibit permusuhannya!?
Memang, seumumya, Lauw Tian Peng, belum pernah sudi
lukai orang secara hebat, maka itu ia tidak sangka, gadisnya
justeru berbuat demikian.
Tapi, karena hal sudah terjadi, jago ini tak sesalkan
puterinya lebih lama, hanya segera ia hampirkan penolongnya,
untuk haturkan terima kasihnya yang hangat.
Nyata penolong itu murid kepala dari Thay Kek Teng ialah
Lioe Kiam Gim, hingga tidaklah heran kalau ilmu goloknya
liehay sekali.
Karena perkenalan ini, Kiam Gim pun jadi tahu, bahwa
Lauw Tian Peng ada terhitung angkatan terlebih tua, dan
pernah pamannya, sebab dia adalah paman jauh dari Koan Ie
Tjeng. Dan Ketua Ban Seng Boen ini juga kenal Thay Kek
Teng, gurunya.
Tatkala itu Lioe Kiam Gim baharu habis berpisahan dengan
soeteenya Teng Kiam Beng, ia merantau untuk pesiar, siapa
tahu, ia ketemu sama Lauw Tian Peng, ia telah bantui jago ini
dan justeru Nona Lauw In Giok masih merdeka, Tian Peng
lantas jodohkan puterinya pada pemuda ini, hingga
selanjutnya, berdua mereka menjadi suami-isteri.
Kemudian Kiam Gim dan In Giok dapat tahu, bahwa Lo-kee
Ngo Houw, atau Lima Harimau dari Keluarga Lo, adalah
persaudaraan berandal yang mengacau di Soe-tjoan Barat dan
sekitarnya, belakangan mereka pindah ke Utara, pernah
mereka satrukantentara negeri, mengganggu kaum saudagar
pelancongan dan memeras rakyat, hingga mereka diterima
menakluk oleh negeri, hanya entah kenapa, tahu-tahu mereka
bersarang di gunung di Djie-tjoe ini menjadi berandal pula.
Kemudian lagi, Kiam Gim dan isterinya tinggal menetap di
Kho Kee Po. Ini adalah atas kehendak Lauw Tian Peng, supaya
ayah ini atau mertua ini, kalau perlu, bisa lindungi
keselamatan mereka dari gangguan musuh. Itu waktu Tian
Peng telah dapat tahu, Lo-kee Ngo Houw sudah berubah
menjadi Lo-kee Soe Houw, karena Harimau Ketiga, Lo Sam
Houw, korbannya In Giok, sudah binasa, jiwanya tak tertolong
dari luka hilang sebelah lengannya dan dadanya tertendang
sepatu besi. Katanya Empat Harimau itu kabur ke Djiat-hoo di
mana mereka umpetkan diri, tetapi Tian Peng tak ketahui,
bahwa mereka sebenarnya bemaung dalam Keraton Sin-tekkiong
menjadi pahlawannya Kaisar Boan.
Dua puluh satu tahun lamanya Lioe Kiam Gim tinggal di
Kho Kee persaudaraan Lo juga berlatih terus, hingga
sekarang Toa Houw jadi liehay begini. Baharu sekarang
nyonya mi berpikir untuk tidak ngotot melayani terus, ia insyaf
bahayanya akan bertempur lebih lama pula, di satu pihak jadi
kuatirkan Bong Tiap dan rumahnya. di lain pihak, ia takut
semua musuh nanti turun tangan? Bagaimana la bisa melawan
kalau mereka meluruk semua?
Sekonyong-konyong Lioe Toanio dengar tindakan kaki yang
berlari-lari, ke arah rumahnya. Rupanya musuh tukar siasal
setelah dapat kenyataan, nyonya ini sudah bisa dibikin
terpatek di situ ia menjadi gusar! Jadi nyata dugaannya,
musuh mengarah dua tujuan kepada ia sendiri, kepada
rumahnya Itulah berbahaya!
Di sebelah kekuatiran?nya, bukan kepalang gusarnya Lioe
Toanio, hingga dengan hebat ia menyerang. Ia pun segera
mcnegur ?Oh. orang-orang tak punya muka, kau orang bikin
rusak kaum Kang-ouw! Kau orang boleh satrukan aku, kenapa
kau orang juga arah rumahku??
?Ha-ha-ha!? Lo Toa Houw menyambutnya dengan
berkakakan. ?Dugaanmu tepat! Inilah maksudku, uiilah
tindakanku! Aku justeru hendak menghina anak daramu! Apa
kau mau? Hutang darah dua puluh tahun rnesu dilunaskan
berikut bunga!
Toanio bisa tertawa nyaring, tetapi hatinya, melainkan dia
yang tahu sendiri. Kalau ayam biang sangat sayangi anaknya,
apa pula manusia, satu ibu?
?Baik, aku akan adu jiwakul? demikian teriakannya. Ia
segera menyerang seperti kalap dengan goloknya, yang
senantiasa kecampuran ilmu-ilmu tikaman Thay-kek-kiam. Ia
keluarkan serangannya ?Pwee lak Tjap sie? afau delapan kali
delapan jadi cnam puluh empat bacokan dan tikaman, guna
singkirkan kedua musuhnya.
Lo Toa Houw tidak takut, ia mainkan tumbaknya dcngan
sempuma akan menghalau sesuatu serangan, selama itu,
saban-saban ia tertawa terbahak-bahak, sedang di
sebelahnya, Ong Tjay Wat mendesak tidak kurang serunya.
Orang Heng Ie Pay ini jadi| dapat angin karena berkawan
dengan toako dari Keluarga Lo.
Tumbaknya Lo Toa Houw jadi liehay sekali, saban-saban
senjata itu mencoba akan keprak terlepas goloknya si nyonya
atau ujungnya mencari jalan darah, untuk menotok. Apabila
berhasil, dua-dua macam serangan akan bikin nyonya itu tidak
berdaya.
?Bagus!? Nyonya Lioe Kiam Gim berseru kapan ia saksikan
cara menyerang orang itu. Ia tidak takut, ia mendesak terus.
Dengan ?Peh tjoe tjoet tong? atau ?Ular putih keluar dan
guha?, ia mencoba babat jeriji tanganorang yang mencekal
pedang.
?Ayo!? berseru Lo Toa Houw, yang terpaksa musti mundur
seraya tarik pulang tumbaknya, tapi tidak urung ia kalah gesit,
jeriji mania dari tangan kanannya telah kena terbabat
Ikuturtg, hingga ia merasakan saktt dan kaget sampai ia bikin
terlepas tumbaknya itu.
Toanio lihat orang mundur, ia barengi berlompat tinggi
akan lewati kepalanya Tjay Wat, untuk tarik pulang.
?Pegat dial Pegat dia!? Toa Houw berseru dengan kaget
kapan ia tampak musuh hendak kabur dengan tangan
berketel-ketel darah, ia berjongkok akan jumput tumbaknya.
Ong Tjay Wat tidak sangka orang bisa loncati dia, dia jadi
sangat mendongko!. Ia anggap sial-dangkalan diloncati orang
perempuan ? ia percaya benar akan tahayul. Maka ia lantas
berlompat akan susul nyonya itu. Dalam boegee, ia kalah
daripada Lo Toa Houw, tetapi dalam keng-kong-soet, ilmu
entengi tubuh, ia menang jauh. Kegesitannya sudah ternyata
selama ia kelit tiga batang Kim-tjhie-piauw dari Lioe Bong
Tiap.
Ada sulit untuk Lioe Toanio menyingkir pulang. Benar
iaberhasil loncati Ong Tjay Wat, akan tetapi, baharu kakinya
injak tanah, dua musuh pegat ia dengan babatan golok
mereka masing-masing, hingga ia rnesu* layani mereka ini. Ia
baharu lewat tiga jurus, Tjay Wat sudah sampai di
belakangnya, akan terjang pula padanya. Maka di lain saat, ia
sudah terkurung pula.
Dua pemegat dari Lioe Toanio ada berumur masing-masing
dua puluh dan tiga puluh tahun. Mereka mi adalah yang
pernah tempur Ham Eng dan Bong Tiap di tengah muara
Boegee mereka tidak rendah, tapi menghadapi istermya Lioe
Kiam Gim, mereka mesti main mundur apabila mereka tidak
mau jadi korban golok, Hanya, si nyonya lagi lagi kena
dirongrong oleh Ong Tjay Wat yang licik.
Dua-dua Toa Houw dan Ngo Houw sudah bebat luka-luka
mereka, mereka ini merangsek pula. Sekarang Toa Houw
majui tangan kirinya di muka. Oleh karena mereka sudah
terluka, sekalipun berkelahi, mereka tidak garang lagi seperti
semuia. Maka itu, dikepung berempat, Toanio tidak terdesak
sebagai tadi. Hanya untuk loloskan diri, inilah sulit. Cuma
dengan pelahan-lahan, dapat ia mendekati bahagian luar dari
rimba itu.
Dua orang yang memegat sedikit ketinggalan di belakang,
yang mudaan lantas keluarkan Thie-lian-tjte, untuk bokong si
nyonya, tapi ia tidak sepandai Bong Tiap dengan piauwnya,
duri besinya itu tidak mendatangkan hasil.
Sekarang Lo Toa Houw pun kena ditinggal si nyonya,
hingga tinggal Ong Tjay Wat yang larinya pesat, yang bisa
menyusul, malah ujung pedangnya sudah ancam
bebokongnya musuh. Ia bisa berbuat begini karena larinya
yang pesat, hingga ia dapat candak musuhnya.
Lioe Toanio dengar angin menyambar di belakangnya. Ia
menduga pada serangan musuh. Dengan tiha-tiba ia loncat
nyamping kakinya menahan. lalu sambil putar sedikit tubuh,
ia menikam balik, ke arah tenggorokan. Ini ada suatu gerakan
yang liehay. yang meminta kegesitan.
Oag Tjay Wat lihat serang an musuh, ia hendak menangkis,
hanya sayang. daiam hal mainkan senjata ia kalah eesit, ia
tidak segesit ilmunya entengi tubuh atau lari pesat. Ia
terkesiap hatinya.
?Rata! Maju! Maju!? demikian tiba-tiba Lo Toa Houw
berseru-seru seraya tumbaknya dipakai menangkis goloknya si
nyonya. Ia telah memburu dan mencandak lawan.
Lauw In Giok tidak tabu musuh hendak berbuat apa,
karena itu, untuk sedetik, ia berlaku aval, dengan begitu, Tjay
Wat jadi terluput dari bahaya. seiagi dia ini keluarkan keringat
dingin saking kaget, Toa Houw telah berdiri di dampingnya.
Cepat sekali, Lioe Toanio sudah lari sampai di iuar rimba. Ia
masih menduga-duga apa maksudnyajeritan musuh barusan.
Selekasnyaberada di luar, dari mana ia bisa memandang ke
rumahnya, ia kaget bukan main. Di sana asap menggulung
naik, api telah berkobar, meskipun belum besar. Ia insyaf apa
artinya itu, maka itu, matanya menjadi merah. Ingin ia bisa
terbang, akan segera sampai di rumahnya, akan basmi musuh,
guna lampiaskan kesengitannya.
?Tahan! Kau hendak lari kemana?? sekonyong-konyong
suara membentak di depannya Lioe Toanio, seiagi ia berlari
pulang. Suara itu ada suara dalam, dari seorang yang Toa
Houw, dari belakang, teriaki: ?Djieko, awas! Pegat itu
perempuan busuk!?
Toanio gusar, tan pa buka suara lagi. ia maju membabat
tangan musuh. Ia gunai ?Hong hong tian tjie? atau ?Burung
hong pentang sayap?.
Musuh di depan itu, yang membentak, tidak gentar dengan
itu babatan, hanya ketika golok mendatangi, tiba-tiba ia gcscr
tubuhnya seraya tangannya bergcrak, tahu-tahu pedangnya
dari atas membacok ke bawah, untuk menabas kutung
lengannya si nyonya gagah.
Lioe Toanio tidak sangka musuh ada demikian liehay, ia
lekas tarik pulang goloknya, tidak urung kedua senjata telah
beradu keras, sampai si nyonya limbung! Baiknya ia cerdik,
segera ia terusi, akan lompat jauh, sampai setumbak lebih.
Adalah di sini, scmbari putar tubuh dan goloknya di depan
dada, ia lantas mengawasi musuh itu.
?Eh, Djieko, kenapa tidak segera turun tangan?? menegur
Lo Toa Houw, yang sudah lantas sampai di dekat orang yang
mencoba rintangi Lioe Toanio itu.
Itu waktu Lauw In Giok sudah bisa lihat tegas orang ini.
yang bersenjatakan sebatang pedang panjang la tadinya
menyangka pada Lo Djie Houw, sebab orang toh dibahasakan
?djieko?, tidak tahunya, orang ini ada seorang tua yang
tubuhnya jangkung dan kurus sedang sepasang matanya ada
bersorot tajam, dengan mata itu ia diawasi. Ia lantas
mengerti, ia bukan lagi hadapi orang sebangsa Persaudaraan
Lo itu. Orang tua itu hunjuk sikap jumawa, waktu Lo Toa
Houw dekati dia, dia suruh jago she Lo itu mundur, begitupun
semua kawannya dia ini. ?Melawan mi perempuan busuk,
kenapa mesa? pakai banyak orang?? demikian suaranya, yang
katak. ?Mundur! Mundur?
Mukanya Lo Toa Houw menjadi merah, satu tanda ia ada
mendongkol, tetapi scpcrti orang di bawah pengaruh, ia
terpaksa mundur, bersama orang-orangnya, ia berdin diam
saja, mengawasi ke depan.
Orang tua ini adalah orang yang sarankan akan pancing
keluar pada Lioe Toanio sambil berbarengdi lain pihak satroni
orang punya rumah. Kalau Lo Toa Houw ada jadi pahlawan
keraton peristirahatan kaisar di Sin-tek, Sin-tek Lie-kiohg, dia
adalah pahlawan istimewa dari Keraton Kerajaan Tjeng.
Sekarang tak dapat Lioe Toanio menahan sabar, sebagai
jago betina dari Ban Seng Boen, ia merasa terhina oleh sikap
musuh tidak dikenal itu. dari itu, tanpa ayal lagi, malah
dengan tidak mengucap suatu apa, ia segera maju menyerang
dengan golok Toan-boen-toonya.
Musuh itu benar-benar liehay. Dengan tenang, tetapi
dengan sungguh-sungguh, ia menangkis serangan.
Pedangnya, dengan berat tetapi sebat, mengelakkan sesuatu
bacokan atau babatan. Dengan caranya ini, ia bikin golok
lawannya jadi tidak berdaya.
Lioe Toanio menjadi sibuk kapan ia dapat kenyataan musuh
tak dapat didesak. jangan kata dikalahkan. terutama karena
dia sudah mulai lelah. Justcru itu, musuh pun menukar siasat.
Berbareng dengan satu seruan. orang tua itu mulai dengan
rangsekannya, pedangnya mainkan ilmu ?Tat Mo Kiam-hoat?
dari Siong Yang Pay. Serangannya itu adalah yang dibilang
hebat bagaikan turunnya hujan besar. Dan sesuatu tusukan
senantiasa mengarah bahagian anggota-anggota yang
berbahaya!
Sebenamya, kepandaian antara dua musuh ini tidak beda
seberapa, hanya yang hebat bagi Lauw In Giok adalah dia
sudah letih; sesudah gagal dengan desakannya, ia sekarang
dibikin repot dengan rangsekan musuh. Sudah terang, musuh
ini menggunai siasat yang bermula ia kasih dirinya didesak
dan baharu sekarang ia lakukan serangan membalas
Dalam ancaman lawan itu, Lioe Toanio berlaku nekat.
Selagi terdesak, dengan tiba-tiba ia gunai serangan ?Koay
niauw hoa in? atau ?Burung ajaib membalik mega?. Ia putar
goloknya dan membabat.
Sang lawan lagi mainkan tipu tikaman ?Loo souw hie kirn?
atau ?Orang tua mcncntcng kirn? kctika si Nyonya Lioe
menyerang secara dcmikian mendadak dan hebat, ia tetap
tenang, dengan sabar ia mundur, pcdangnya yang panjang
dipakai merapati golok musuh, scsudah mana, dengan tipu.
silat ?Soen soei twie tjouw? atau ?Menolak pcrahu dengan ikuti
aliran air?, pcdangnya itu ia serodoti maju, untuk ujungnya
yang tajam menikam tenggorokan lawan! Lioe Toanio insyaf
pada bahaya, hatinya terkesiap, cepat sekali, ia mencelat
mundur dua tindak, bcrbareng dengan mana, tangannya yang
mencekal golok, terayun, hingga segeraiah nienyusui
mclesatnya golok itu. Sebab ia telab berlaku nekat, ia
menyambit musuh dengan golok!
Musuh tua itu kelihatan terkejut, matanya bersinar, akan
tetapi dia pun bisa lompat mundur dengan tidak kurang
gesitnya, hingga akhirnya, golok cuma lewat di atas
pundaknya, hingga ia luput dari bahaya. Tapi ia mendongkol
karena serangan yang hebat itu, ia segera balas menyerang
dengen beberapa biji senjata rahasianya Tok-tjie-leeyang
beracun. Ketika tadi ia habis menyerang,
Lauw In Giok telah tcrusi loncat pu la, dari itu, ia jadi telah
pisahkan diri enam-tujuh tumbak dari musuh itu, maka
sekarang, melihat datangnya serangan gelap, ia dapat ketika
untuk egos tubuh, ke kiri dan kanan, akan elakkan sesuatu
senjata rahasia itu; walaupun ia sudah lelah, ia masih dapat
hindarkan diri dari bahaya maut. Lo Toa Houw sementara itu
jadi berada dekat dengan nyonya ini, sadari tadi ia memang
nonton saja, maka sekarang, melihat ada ketikanya, dengan
sekonyong-konyong ia loncat pada nyonya itu sambil teruskan
menyerang dengan tumbaknya, hanya sekarang ia pakai tipu
pukulan toya ?Houw-bwee-koen? atau ?Ekor Harimau?. Tipu
pukulan ini, kecuali menikam, pun bisa mengetok jalan dengan
t iam-h iat, totokan jalan darah. Bukan kepalang kagetnya Lioe
Toanio, ia tak dapat berkelit lagi, maka untuk tolong diri, ia
pertahankan ambekannya, ia menahan napas. Ia tidak kena
tertikam tetapi ia telah terbentur, dengan sendirinya, ia lantas
merasai tubuhnya jadi sedikit gemetaran dan beku?.
Puas sekali hatinya Lo Toa Houw dengan hasilnya itu, dari
itu ia segera maju pula, untuk ulangi serangannya selagi si
nyonya sudah tidak berdaya j itu. Satu kali saja ia dapat
menikam, akan habislah lelakon hidupnya jago perempuan itu.
. Dalam saat berbahaya bagi Lauw In Giok itu, tiba-tiba satu
bayangan loncat melesat dari samping. Rupanya bayangan itu
datang dari tegalan, tetapi tanpa ketahuan. Bayangan itu
melesat bagaikan burung, enteng dan cepat sekali, tahu-tahu
ia sudah sampai pada si orang she Lo, selagi ia lewati si
nyonya, tangannya menyambar kepala orang.
Lo Toa Houw tertegun, ia gelagapan, tanpa merasa lagi, ia
rubuh terguling!
?Oh, Anak, kiranya kau!? demikian teriakannya Lioe Toanio,
yang heran berbareng girang ketika ia telah lihat rupanya
bayangan itu, yang menjadi tuan penolongnya. Ia menjadi
berdiri tercengang, hingga ia lupa bahwa ia seharusnya lekas
pulang, untuk tengok rumahnya.
Tidaklah aneh jikalau Nyonya Lioe Kiam Gim menjadi
bagaikan dipagut ular itu. Orang yang tolong dia adalah orang
yang dia tidak pernah sangka-sangka. sebab ia ini adalah
orang
yang sudah meninggalkan rumahnya hampir sepuluh
tahun lamanya, yang kabarnya sudah pergi ke Liau w-tong
dan kemudian tidak ada kabar ceritanya lagi ? ialah murid
kepala dari Lioe Kiam Gim ? murid yang diterima di Poo-teng
pada lebih daripada dua puluh tahun yang lalu. Yaitu Law Boe
Wie!
Dengan terbitkan satu suara nyaring, Law Boe Wie hunus
pedang panjangnya, yang bersinar laksana perak, lalu dengan
pedangnya itu, ia menuding pada musuhnya.
?Soenio, beberapa ekor anak kelinci ini serahkanlah kepada
muridmu! Silakan Soenio pulang lebih dahulu!? katanya pada
isteri gurunya yang berbareng pun menjadi gurunya.
Kemudian ia sontek tumbaknya Lo Toa Houw dengan kakinya,
hingga tumbak itu mencelat pada sang soenio, siapa sambut
itu dengan gapah. Hingga sekarang nyonya ini jadi dapatkan
ganti dari golokknya, yang tadi ia pakai menyambit musuhnya,
si orang tua yang iiehay.
Baharu sekarang Lioe Toanio dapat pulang ketabahannya,
sedang tubuhnya pun sudah tidak sesemutan lagi.
?Muridku, kau hati-hati!? ia segera pesan.
? Jangan kuatir, Soenio,? sahut sang murid sambil tertawa.
Nyonya guru itu lantas putar tubuhnya, untuk pergi.
Sementara itu, kedatangannya orang
Ssing ini telah
membuat musuh jadi tercengang, tetapi selagi sang murid dan
soenionya bicara, Lo Ngo Houw sudah berlompat kepada
kandanya Toa Houw, apabila ia sudah tengok kanda itu, ia
kaget hingga ia keluarkan jeritan.
Toa Houw rebah sebagai mayat, batok kepalanya pecah
remuk, darahnya melulahan!
Sakit rasa hatinya Ngo Houw, tapi ia segera geraki
goloknya, ia niat rintangi Lioe Toanio, akan tetapi Law Boe
Wie mendahului menangkis goloknya, hingga mau atau tidak,
ia mesti layani ini ?bayangan? yang tangguh.
Di antara saudara-saudaranya, Ngo Houw ada yang
terlemah, sudah begitu, ia pun sedang terluka, dari itu,
sebelum si orang tua sempat datang padanya, baharu dua
gebrak, pedangnya Boe Wie sudah sampok tcrpcntal goloknya
dan kakinya ?bayangan? ini sudah menyapu patah berisnya
hingga ia rubuh sambil keluarkan jeritan hebat dan
mcngenkan, sekctika juga, ia pingsan! Lioe Toanio masih
sempat saksikan itu pertempuran yang hebat tetapi sekejaban
saja, bukan main kagum dan girangnya akan muridnya itu,
maka dengan bawa tumbaknya, ia tcrus berlalu dengan had
lcga sekal i. Hanya ia mesti pulang dengan bcrlari-lari lekas,
karena ia lihat, asap sudah mulai mengepul tebal dan api lagi
mulai bcrkobar?. ?
Sampai di situ, majulah si orang tua, malah dengan satu
tikamannya. Law Boe Wie tangkis itu serangan, dengan keras
sekali, hingga kedua senjata beradu dengan hebat, hingga
menerbitkan suara nyaring sekali, lelatu api sampai muncrat
meletik. ? Berhubung dengan itu, si orang tua mundur
duatindak, ia rasai telapakan tangannyasakit. Di lain pihak,
lawan yang baharu itu berdiri tegak dihadapannya. Tapi ia
tidak jadi jerih, ia malah lantas menuding.
?Mendengar suaramu,? berkata ia, ?kau adalah muridnya
Lioe Kiam Gim. Sekalipun soeniomu bukan tandinganku, maka
perlu apa kau banyak tingkah di sini? Baik kau angkat kaki
siang-siang! Kita datang untuk menuntut balas, kau tidak
punya urusan di sini! Pergi ambil jalanmu yang lurus, kita tidak
akan ganggu kau!?
Boe Wie tidak gubris kata-katanya orang itu, ia mengawasi
dengan tajam.
?Eh, kau kiranya pandai menimpuk dengan Tok-tjie-lee!?
katanya, dengan mcngejek. ?Kau bisa mainkan Tat Mo Kiamhoat!
Malah kau pun pandai menggunai beberapa jurus ilmu
pedang Heng Ie Pay asal curian! Hm! Kau sangka aku .tidak
kenal kau? Jangan harap aku nanti angkat kaki siang-siang!
Malah kau, apabila kau hendak berlalu, aku tidak akan
izinkan!?
Melihat romannya atau usia, dan duduknya hal, pula
melihat gerak-gerakan tangan orang itu, muridnya Lioe
Kauwsoe ini segera menduga pada orang yang dulu gurunya
cari tetapi tak dapat diketemukan. Maka itu, cara bagaimana
ia hendak gampang-gampang kasih lolos orang ini?
Orang tua itu tidak hendak banyafc omong pula, ia lompat
maju dengan serangannya. Ia pun telah menduga-duga, siapa
orang ini, karena Lo Soe Houw pemah omong tentang seorang
dengan roman sebagai dia ini, yang merintangi pihak mereka
selama pertempuran di muka muara. Ia insyaf bahwa orang ini
pandai silat dan berenang, buktinya ia saksikan barusan saja ?
nasibnya Toa Houw dan Ngo Houw. Ia heran, bagaimana Lioe
Kiam Gim mcmpunyai murid liehay begini. Ia belum pernah
menempur Kiam Gim sendiri, hanya pernah layani Teng Kiam
Beng, soetee dari Kiam Gim, dan sekarang, ia dapati
?bayangan? ini tak di bawahnyaTeng Kiam Beng itu. Tapi Boe
Kek Kiam-hoatnya belum pernah ketemu tandingannya, ia
hendak coba ilmu pedangnya itu akan layani si kepala
bagaikan kepala macan tutul ini.
Pertarungan sudah lantas ambil tempat.
Orang tua itu mengerti musuh ada liehay dan tenaganya
bcsar, ia segera hunjuk kepesatan tubuhnya dan kegesitan
main pedangnya. Ia lompat ke kiri dan ke kanan, ia menikam
atau menyabet, gerakannya bagaikan kilat berkelebat Sama
sekali ia tidak kasih ketika akan pedangnya kebentrok pedang
musuh itu.
Pertempuran telah berjalan sekian lama, tidak perduli si
orang tua hunjuk kdiehayannya, ia sama sekali tak dapat
desak Law Boe Wie, siapa telah perlihatkan kepandaian seperti
mengikuti kebisaan orang. Boe Wie gunai beberapa macam
ilmu pukulan yang luarbiasa, yang berbedaan sadari lain,
tetapi dasarnya tetap ada Thay-kek-koen (yang pun disebut
Bian-koen ? lemas tetapi ulet dan keras). Berselang lagi sekian
lama. walaupun ia belum terdesak, si orang tua sudah mulai
bernapas sengal-sengal, keringatnya sudah mulai mengalir,
jtdatnya basah paling dulu. Ia mengerti bahwa ia terancam
bahaya. maka itu, lekas ia ben tanda kepada Ong Tjay Wat
supaya kawan itu membantunya. Sekarang ia tidak lagi
jumawa, dan ia pun lepaskan janjinya tadi bahwa orang mesti
bertempur satu sama satu, tidak boleh main keroyok.
Ong Tjay Wat telah rasai desakan goloknya Lioe Toanio,
nyalinya telah menjadi ciut, sampai itu waktu, ia masih belum
cukup beristirahat, sekarang ia saksikan liehaynya orang tidak
dikenal itu, ia jerih bukan main, tetapi si orang tua sudah
berikan tanda, dengan terpaksa ia maju juga, hanya ia
berkelahi dengan lebih banyak membela diri. Ia sudah pikir,
begitu lekas orang tua itu keok. ia akan mendahului angkat
langkah panjang! Demikianlah pikirannya Ong Tjay Wat
Apalagi kedua kawannya, malah mereka ini sengaja berpurapura
tidak lihat tandanya si orang tua, mereka berdiri diam
saja di kejauhan. Mereka pun pikir, asal si orang tua kalah.
mereka akan kabur. Melainkan yang satu menyiapkan
beberapa potong senjata rahasia Thie-Kan-tjie, untuk dipakai
membarengi menyerang andai kata orang tua itu peroleh
kemenangan!
Law Boe Wie tidak gentar melihat Ong Tjay Wat datang
mengepungnya, sebaliknya, ia geraki pedangnya dengan
terlebih sebat dan keras. Di sebelah itu, tangannya yang
kirij?eriji tengah dan jeriji manisnya, senantiasa turut main
juea. akan cari jalan darah untuk ditotok. Dua jarinya ini
malah terlebih liehay daripada pedangnya yang tajam itu.
Sebentar saja Boe Wie telah mengcrti bahwa Tjay Wat jerih
dan licik, oleh karena itu, ia lebih banyak pusatkan
pcrhatiannya kepada si orang
tua.
Kembali iewat beberapa jurus, sampai di sini, si orang tua
mesti ambil putusan bukan untuk rubuhkan musuh atau nekat.
hanya guna ulur kedua kaki panjangnya. Ia insyaf, berkclahi
lebih jauh tidak menguntungkan, babkan bakal mencelakai
dirinya. Ia anggap, angkat kaki paling selamat.
Law Boe Wie lihat orang hendak tinggalkan, ia tidak mau
mengerti, selagi orang putar tubuh untuk menyingkir, ia
barengi menyerang, kakinya berlompat, pedangnya menikam.
Itu adalah gerakan ?Liong tjoa tjie tjauw? atau ?Naga dan ular
lari berbareng?. Ujung pedang sudah lantas menghampirkan
batok kepala musuh.
Si orang tua lihat ancaman bahaya itu, dengan sangat
terpaksa putar tubuh, ia menangkis, maka tak dapat dicegah
pula yang kedua senjata jadi bcradu, hingga terdcngar suara
yang nyaring.
Begitu lekas kedua senjata kebentur satu dengan lain, Law
Boe Wie segera putar ugel-ugclan tangannya sambil menarik
ke samping, menyusul mana pedang panjang dari lawan jadi
terlepas dari cekalan dan terpental. Tapi ia tidak berhenti
sampai di situ. Ia pun merangsek, dua jari tangan kirinya
disodorkan bagaikan kilat berkelebat.
Si orang tua terkejut karena pedangnya terlepas dan
terlempar, selagi ia belum sadar apa yang bakal tcrjadi
terlebih jauh, dua jari musuh sudah mengenai samping
iganya, tak sampai ia menjcrit, tubuhnya lantas sempoyongan.
Boe Wie masih belum mau berhenti, ia maju pula, akan
susul tubuh musuh itu, yang ia segera jambak dengan tangan
kirinya scsudah mana, ia angkat tubuh orang itu!
Orang tua jangkung kurus itu tetap tidak bcrsuara, iapun
tidak berdaya, karena ia sudah kena ditotok jalan
darahnya?Hoen-hian-hiat?, hingga ia jadi min?p dengan satu
mayat, apabila ia tak segera ditolong, dalam tempo enam jam
baharu ia bisa sadar sendiri.
Di pihak orang tua ini, dua kawannya yang ?memasang
mata?, sudah lantas ambil langkah seribu, begitu lekas mereka
lihat jagonya itu memutar tubuh, sedang Ong Tjay Wat, yang
semangatnya seperti terbang karena menyaksikan cabang
atasnya itu mati kutunya, pun angkat kaki tanpa ayal-ayalan
lagi.
Law Boe Wie lihat orang lad, ia tidak hendak mengejar,
karena ia tahu, dengan itu jalan ia bakal sia-siakan tempo. Ia
percaya, Tjay Wat itu bisa lari keras, sukar untuk ia dapat
mcncandak dalam sedetik. Maka ia rogoh sakunya dan
keluarkan dua potong pisau belati kecil ? tidak ada lima dim
panjangnya ? yang ia lekas pakai menimpuk, kemudian
samar-samar ia dengar jeritannya musuh itu, siapa rupanya
terluka tidak hebat, sebab dia masih bisa lari terus ke dalam
tempat lebat.
Sampai di sini, medan pertempuran itu jadi sunyi-senyap,
langit pun guram, sedang angin adalah angin dingin yang
halus sambarannya.
Law Boe Wie bersenyum puas, akan tetapi ia tidak dapat
berdiam lama di situ. Ia lihat cahaya api di arah rumah
gurunya, itu ada tanda bahaya untuknya. Ia pun mendugaduga,
soebonya sudah berhasil atau belum dalam menolong
rumahnya itu. Maka ia perlu membantu terlebih jauh. Tapi ia
masih cekali si orang tua. Bisakah ia berlari-lari dengan bawabawa
musuh itu? Ia bersangsi sesaat, lantas ia turunkan
tubuhnya musuh itu, dikasih berdiri, lalu tangan kanannya
merogoh ke dalam sakunya si orang tua. Ia ambil entah
barang apa, yang ia sesapkan ke dalam sakunya sendiri.
Sesudah ini segera ia lari ke arah rumah gurunya. Benarlah
dugaannya, sang soebo, bersama soemoaynya, masih belum
lolos dari mara bahaya?.
Sementara itu, siapakah si orang yang liehay itu? Dia
adalah pemegang peranan pada kejadian dua puluh tahun
yang lampau, ketika Teng Kiam Beng kena dipancing datang
ke gedung Soh Sian Ie. Si pemancing menyamar sebagai dua
tjay-hoa-tjat, penjahat cabul, yang memakai topeng, hingga
orang she Teng itu kena terjebak, hingga karenanya, Kiam
Beng jadi bentrok sama Tjiong Hay Peng, sampai ia pun
berpisah dari soehengnya. Seperti sudah dijelaskan di sebelah
atas, dia ada pahlawan dari Raja Boan. Dia adalah Bong Eng
Tjin, sedang kawannya yang bersenjatakan Poan-koan-pit, ada
Ouw It Gok. Kebisaannya beberapa jurus ilmu pedang Heng Ie
Pay ada hasil curiam, dia sendiri sebenarnya ada murid yang
murtad dari Thio Tjeng Kie, tjiang-boen-djin atau ahli waris
turunan ketiga dari Siong Yang Pay.
Barang-barang upeti yang dilindungi Teng Kiam Beng
bukannya dibegal oleh kawanan Bong Eng Tjin, melainkan
pcrbuatannya orang tain, tetapi kawanan ini punya rencana
lain. Tugas mereka adalah mencegah Lioe Kiam Gim datang
ke Utara, untuk bantu saudaranya, agar jago she Lioe ini tidak
mcrusak maksud mereka memecah-belah kaum Rimba
Persilatan. Demikian mereka Sudan datang mengacau, atau
mengganggu, Keluarga Lioe, dcngan caranya yang licik tapi
hebat:
Jikalau di dalam rimba yanghoe sudah terjadi suatu
pertarungan yang dahsyat, di rumah Keluarga Lioe sendiri
sudah lerjadi pertempuran yang tidak kurang hebatnya, dan
kalau pertarungan di dalam rimba selcsai dengan cepat,
adalah di rumah itu masih bcrlaku sampai sekian lama lagi.
Bong Eng Tjin sudah atur rencana penycrangannya secara
begini:
la pecah rombongannya menjadi dua. Lebih dahulu
daripada itu, ia kirim surat undangan akan menantang
berkelahi satu dengan satu, secara or-ang-orang terhormat.
Rombongan yang pertama adalah yang melakukan
pertandmgan di rimba yanglioe, yang kedua adalah yang
satroni rumahnya Lioe Kiam Gim. Kecuali Lioe Toanio, ia
pandang tak mata juga murid-muridnya, dari itu ia sendiri
pimpin Qng Tjay Wat. Lo Toa Houw dan Lo Ngo Houw serta
dua kawan lagi, dan Lo Djie Houw serta Lo Soe Houw pimpin
beberapa kawan pula. Tapi rencananya ini justeru menolong
Yo Tjin Kong.
Malam itu, seperti diketahui, yang berdiam di rumah Lioe
Kiam Gim ada sang puteri sendiri, Bong Tiap, bersama sang
keponakan, Lauw Hie Hong,dan kedua murid, YoTjin Kong
danTjoh Ham Eng. Ketikaitu,mereka mempunyai masingmasing
pikirannya sendiri. Hie Hong diminta bantuannya oleh
bibinya, ia tahu, ia mesti tanggung jawab atas keselamatan
keluarga bibinya itu.
Bagaimana bila ia gagal? YoTjin Kong sibuk sendirinya,
iapun berkuatir.
Toa-soeheng mereka tidak ada, maka itu, iapun
bertanggung jawab. Biar Hie Hong ada sanak dekat, ia sendiri
ada wakil murid kepala, ia tidak dapat bebaskan diri. Hie
Hong pun bukannya murid Kaum Thay Kek.
Bong Tiap sebaliknya ada bergembira, ia bersemangat, ia
hanya merasa tegang sendiri kapan ia ingat, bahwa ini ada
pertempurannya yang pertama kali.
Ham Eng juga bersemangat, hanya di sebelah itu, ia pikiri
sang soemoay, ia kuatir soemoay ini nanti terluka atau kena
diculik?.
Cuma satu perasaan ada pada empat anak muda ini, ialah
mereka mesti siap akan nantikan serangan ?badai dan hujan
lebat?, karena mana, mereka lalu berdamai akan atur
penjagaan, di atas genteng dan di dalam rumah. Untuk
menjaga genteng, Tjin Kong dan Hie Hong saling berebut, tapi
akhirnya, si orang she Yo yang naik ke atas, karena ia
kemukakan alasan: ?Urusan Kaum Thay Kek mesti muridmurid
Thay Kek Pay sendiri yang menanggung jawabnya, dari
itu, Saudara Lauw, kau baik menjaga di dalam rumah saja.?
Hie Hong akhirnya mengalah, tetapi ia tidak puas, dalam
hatinya, ia kata: ?Oh, kau bicara tentang kaum! Apakah kau
sangka aku Kaum Ban Seng Boen tidak sanggup menempuh
badai dan gelombang??
Seberangkatnya Lioe Toanio, empat anak muda itu lantas
mulai dengan penjagaan mereka. Mereka pasang mata dan
kuping, sedikit saja suara berkelisik menyebabkan mereka
bersiap. Mereka mesti menanti lama juga, akhir-akhirnya
musuh telah datang! Mereka itu muncul hampir bareng
temponya dengan dikepungnya Lioe Toanio di dalam rimba.
Yang muncul paling pertama ada Lo Soe Houw, Harimau
Keempat dari Persaudaraan Lo. Ia datang dari bclakang, terus
saja ia loncat naik ke atas genteng, ketika Yo Tjin Kong
ketahui datangnya, ia sudah beradadi belakangnya pemuda
ini.
?Musuh datang!? Tjin Kong segera beri tanda, dengan
suitan dan teriakannya, setelah mana, ia tidak sempat buka
mulutnya lebih jauh. Soe Houw sudah lantas menerjang
dengan sepasang tempulingnya, Ngo-bie Hoen-tjoei-tjie.
Menurut rencana, Tjin Kong mesti lekas turun, akan
bersatu dengan . soemoaynya sekalian, tetapi sekarang, ia
tidak bisa jalankan rencana itu. Di luar sangkaan, lagi
beberapa orang, turut loncat naik; sedang Soe Houw
merintanginya, dari itu, ia mesti lawan musuh itu, terutama
Soe Houw sendiri, yang mendahului serang ia.
Senjata Soe Houw, yang sesuatunya bercagak figa, mirip
dengan sha-tjee, semua ujungnya sangat tajam. Biasanya
senjata Ini dipakai di dalam air, tetapi si Harimau Keempat
bisa pakai itu di dalam air dan di darat. Sulit untuk Tjin Kong
lawan musuh she Lo itu, tidak perduli ia sudah wariskan enam
sampai tujuh bagian kepandaian gurunya, karena di sebelah
kurang pengalaman pertempuran, ia juga tidak kenai
gegaman musuh itu. Dari itu, setelah beberapa gebrakan, ia
melainkan bisa gunai kepandaiannya mainkan pedang untuk
lebih banyak bela diri.
Sedangkan Tjin Kong sibuk, satu bayangan lain mencelat
naik, tapi bayangan ini segera perdengarkan suaranya:
?Saudara Yo, jangan takut! Siauwtee nanti bantu kau!?
Itulah Lauw Hie Hong dengan goloknya Toan-boen-too.
Sembari berkelahi, Tjin Kong kerutkan alis. Tak puas ia atas
datangnya sahabat ini. Ia duga Hie Hong datang tentu
disebabkan orang she Lauw ini sangka ia jerih karena tadi ia
berteriak dengan pertandaannya. Tapi datangnya sahabat ini,
ia duga, Hie Hong datang tentu disebabkan itu dugaan, ia
hanya ingin menunjukkan ilmu silatnya Kaum Ban Seng Boen.
la tidak senang tadi Tjin Kong menyebut-nyebut golongan,
sedang ia sendiri anggap, Thay Kek Pay dan Ban Seng Boen
ada seperti segolongan saja Atas datangnya bala bantuan itu,
Tjin Kongtidak bilangsuatuapa, Hie Hong sendiri, sebaliknya
tidak dapat membantuorangshe Yo itu, karenaia segeradiserbu
oleh duakawannya Soe Houw, kawan siapa ada lima, sedang
yang tiga lagi, terus loncat turun ke bawah genteng.
Dari tiga musuh yang loncat turun ini, yang satu ada
muridnya Bong Eng Tjin, yang dua ada murid-muridnya Lo
Toa Houw, kepandaian mereka tidak lemah. Ketika mereka
sampai di bawah, mereka lantas diserang oleh Lioe Bong Tiap
dan Tjoh Ham Eng, yang sudah siap sedia di saat mendengar
pertandaan dari Yo Tjin Kong.
Tandingan dari Bong Tiap ada seorang dengan tubuh besar
dan tinggi melebihi si nona. Sesudah bebcrapa jurus, nona ini
jadi gembira. Nyata ia tak kena didesak ?musuh yang dari
tubuhnya bukan tandingannya. Maka itu, ia lantas saja pikir
untuk lekas rubuhkan musuhnya itu. la segera mendesak.
Ilmu silat pedang dari Thay Kek Pay berpokok dengan
ketenangan, atau lebih tegas: ?Musuh diam, kita diam; musuh
bergerak, kita mendahuluinya?. Kalau orang hendak
mendahului bergerak, ia sudah mesti pandai betul. Tidak
demikian dengan Nona Lioe ini. la belum mengatasi
kesempurnaan, sekarang ia bergerak terlebih dahulu, maka ia
dengan sendirmya hunjuk kelemahan terhadap musuh.
Dengan ?Kie hoh liauw thian?, atau ?Mengangkat api untuk
menyuluhi langit?, Bong Tiap hendak tikam tenggorokan
orang. Justeru itu waktu, sang lawan lagi siapkan ?Teng yang
tjiam?, atau ?Jarum pedoman?. Dari Tat Mo ICiam-hoat dari
Siong Yang Pay, maka ia telah bersiap untuk menyambut
tikaman. Ketika ujung pedang mendatangi, ia mundur satu
tindak, kaki kirinya dikesampingkan, berbareng dengan itu,
tangan kanannya ? ialah pedangnya -menyambar ke kuping
kanan orang itu.
Tidak ada ketika atau jalan lagi, untuk Bong Tiap menangk
i s, terpaksa ia mundur dengan gugup. Selagi ia mundur, kaki
kiri musuh sudah icrangkat, ujung kakinya segera mengenai
dengkulnya, atas mana, tidak ampun lagi, nona itu kena
terdupak terpental sampai lima-enam tindak dan rubuh
dengan terbanting keras, sambil menerbitkan suara juga.
Lawan itu tidak berhenti sampai di situ saja, menampak
musuh rubuh, ia lompat maju, untuk susuli penyerangannya
terlebih jauh, tetapi belum sampai ia menyerang, beberapa
Kim-tjhie-piauw, dengan berkeredepan, telah menyambarnya.
Sebab Nona Lioe itu, walaupun dia sudah jatuh, masih dapat
kesempatan menimpuk dengan senjata rahasianya itu, yang ia
siapkan dengan cepat.
Sambil keluarkan seruan kaget, musuh itu loncat mundur
pula.
Serangan piauw dari jarak dekat, kepandaiannya Bong Tiap
sudah boleh juga, akan tetapi musuh ini bukan orang
sembarangan. Dengan ?Tjay hong sie ek?, atau ?Burung hong
mementang sayap?, ia menangkis ke kiri dan kanan, ia
sampok jatuh dua batang piauw, hanya apa celaka, senjata
rahasia itu datang di tiga jurusan, selagi ia berlompat, piauw
yang ketigajusteru mengenai pahanya, hingga ia
perdengarkan seruannya babna kaget dan sakit, karena ia
terluka, tetapi karena ia ada tangguh, ia mclainkan
sempoyongan saja, tidak sampai ia rubuh.
Selama itu, Tjoh Ham Eng sibuk bukan main,?selagi ia mesti
lay an i dua musuh, ia kuatirkan soemoaynya, ketika melihat
Bong Tiap rubuh, ia kaget sampai berseru, berbareng dengan
mana, ia berlompat mundur, niatnya untuk tolongi adik
seperguruannya. Tapi kedua lawannya mencegahnya,
keduanya menghalangi, menyerang dengan berbareng: yang
satu dengan ruyung lemasnya, Djoan-pian, yang lain dengan
toya besinya, mereka datang dari kiri dan kanan. Ham Eng
mesti bela diri, ia menangkis dengan cepat tetapi, hampirhampir
pedangnya kena dilibat dan disampok terlepas oleh
ruyung musuh.
Dalam saat berbahaya itu dari Bong Tiap dan Ham Eng,
dari atas genteng ada berlompat turun beberapa
bayangan, yang saling menyusul, semuanya memburuh ke
dalam rumah. Yang pertama ada Hie Hong, yang kedua, Tjin
Kong, dan yang ketiga, Lo Soe Houw. Di belakangnya hari
mau ini ada konco-konconya.
Di atas genteng barusan, kedua musuh yang rintangi Hie
Hong bukannya orang-orang liehay, mereka ada sebawahan
Soe Houw, dari itu,| orang she Lauw itu bisa desak mereka,
sesudah mana, Hie Hong loncat pada Tjin Kong, untuk serang
musuhnya dia ini. Atas ini, Soe Houw lompat mundur, hingga
karenanya Tjin Kong jadi terlepas dari kepungan.
?Saudara Lauw, turun, turun!? Tjin Kong lalu serukan
kawannya. ?Paling perlu adalah melindungi soemoay! Kenapa
kau tinggalkan dia??
?Ah, kau tidak kenal budi!? pikir Hie Hong, yang tidak puas
akan sikap orang itu. Akan tetapi Tjin Kong omong dari hal
yang benar. Dua kawannya di bawah adalah orang-orang
dengan usia terlalu muda, sedang Bong Tiap ada adik
misannya ? piauw-moay ? kalau adik itu bercelaka,
bagaimana nanti iabertemu sama bibinya? Maka itu, dengan
tidak bilang suatu apa, ia pergi loncat turun.
Begitu lekas sudah datang defeat. Hie Hong gunai goloknya
akan serang musuh yang bersenjatakan Djoan-pian. Musuh itu
benar-benar liehay. ketika golok Toan-boen-too menyambar,
ia tidak kelit, hanya ia rintangi itu dengan ruyungnya yang
lemas, ia melibat. la bersenjatakan panjang, musuh pendek, ia
menangdi atas angin. Dengan sebat, ia menarik, ia hendak
bikin goloknya Hie Hong terbetot tcrlepas, orangnya nibuh.
Lauw Hie Hong ada keluaran Ban Seng Bocn, ia punyakan
pelajaran Iwee-kang dan gwakang dengan berbareng.
terutama gwakang, hingga tenaganya besar sekali, maka itu,
kuda-kudanya tangguh. Ia telah lihat sikapnya musuh, ia lalu
gunai akal. Demikian, ia sengaja antap goloknya kena dilibat,
selagi ia berdiri tcgar. ia tunggu musuh betot ia, ketika ia
tampak tangan dan kaki musuh bcrgerak, ia lalu mcndahului
membctot dengan keras.
Musuh tidak sangka gerakan macam ini dari lawannya,
kuda-kudanya digempur, ia kena tertarik hingga ia
sempoyongan dan ngusruk ke depan lawan, dari itu Hie Hong
bisa gunai ketikanya akan hajar pundak orang dengan
belakang golok. ?Aduh!* musuh itu menjerit, ruyungnya
teriepas, tubuhnya rubuh, ia pingsan.
Adalah di waktu itu, Tjin Kong dan See Houw serta dua
kawannya dia ini, loncat turun, akan menyusul. Maka
bersama-sama Tjin Kong, Hie Hong persatukandiri dengan
Ham Eng dan Bong Tiap. Mereka mundur ke tembok, untuk
pertahankan diri di situ. Ini ada rencana mereka apabila
mereka terdesak.
Lawannya Bong Tiap, yang terluka piauw, telah maju pula,
akan tetapi Tjin Kong desak ia, selagi ia repot kclabakan, Ham
Eng dupak ia rubuh sampai bergelindingan beberapa tindak.
Tjin Kong ada berempat, senjata mereka ada tiga pedang
panjang dan sebuah golok.
Di sebelah itu, asal ada ketika Bong Tiap pun gunai senjata
rahasianya.
Penyerang ada berjumlah lebih besar, akan tetapi mereka
tidak sanggup berbuat banyak, terutama sebab rumahnya
sempit, hingga mereka tak dapat bcrgerak dengan leluasa.
Akan tetapi mereka ini bukannya bangsa tolol, dari itu, mereka
lantas mencari akal. Begitulah satu musuh lari, ke belakang, di
sana mereka nyalakan api, untuk membakar rumah, hingga di
lain saat, api mulai berkobar, asap lantas mengebul. Dengan
ini jalan, mereka pun hendak paksa penghuni rumah noblos
keluar, supaya mereka bisa kepung dia orang itu.
Ini daya keji telah memberi hasil.
Tatkala asap menghembus ke dalam, orang mulai batukbatuk,
air mata meleleh keluar, sukar untuk membuka mata
dengan merdeka.
?Oh, kawanan terkutuk!? Yo Tjin Kong mendamprat saking
mendongkolnya. ?Janji adalah satu pertempuran secara lakilaki,
kenapa sekarang kau orang berkawan dan turunkan ini
tangan jahat? Manusia-manusia tak punya muka!?
Lo Soe Houw sambut dampratan itu dengan tertawaaya
bergelak-geiak.
?Bocah, api belum berkobar besar, kenapa kau sudah panas
terlebih dahulu?? ia mcmbaliki. ?Kau sabar saja, tunggu lagi
sebentar, nanti ada yang layani kau satu sama satu! Kita tidak
kuatir kau nanti bisa kabur!?
?Itulah tak akan terjadi!? demikian dengan sekonyongkonyong
terdengar suara jawaban ? suaranya seorang
perempuan tetapi cukup angker. ?Di sini masih ada aku! Aku
tidak akan membiarkan kau orang kecele, sahabat-sahabat
baik!?
Lo Soe Houw kaget, apapula kapan ia lihat berkelebatnya
satu bayangan, hingga dengan lekas-lekas ia berkelit,
kemudian ia putar tubuhnya, untuk awasi bayangan itu, roman
siapa menyebabkan ia bergidik!
?Dia? Kenapa dia bisa ada di sini? Bukankah dia sedang
dirongrong di dalam rimba yanglioe? Mustahil, di bawah
kepungan, dia masih bisa loloskan diri? Kenapa tidak ada yang
kejardiaini??
Demikian kata-kata dalam hati Harimau Keempat itu, yang
kenali Lioe Toanio ? si bayangan dengan seruannya yang
angker. Sedang yang menambah kagetnya adalah gegaman di
tangan Nyonya Lioe itu -bukannya Toan-boen-too hanya
sebatang tumbak, malah pun tumbaknya Lo Toa Houw,
kandanya!
Tapi ia menjadi sangat gusar.
?Perempuan busuk!? ia segera mencaci.?Kenapa kau bisa
pulang dengan masih hidup? Mana toakoku??
Lauw In Giok tidak jadi gusar karena cacian itu, sebaHknya,
ia tertawa.
?Kau punya toako?? ia kata. ?Toakomu ada di sana! Dia
telah bingkiskan aku tumbak ini disertai satu batok kepala
manusia!?
Soe Houw kaget berbareng sangsi. akan tetapi keadaan
sudah sampai di puncaknya kehebatan, maka itu, ia kertak
gigi, ia lantas menyerang dengan tcmpulingnya. Ia ada sangat
sengit.
?Kau bisa kabur pulang ke rumahmu tetapi kau tak nanti
dapat lolos dari rumahmu ini!? ia berseru membarengi
tikamannya.
Lo Soe Houw kehendaki jiwa orang,
tetapi di luar
dugaanya, Nyonya Lioe ini bisa gunai tumbaknya bagaikan
?ular naga keluar dari laut, atau ular raksasa melilit cabang
pohon?, hingga ia jadi sangat terkejut
?Sungguh dia liehay sekali!? katanya dalam hati. Karena ini,
segera ia perdengarkan suitannya, atas mana Lo Djie Houw
loncat turun dari atas genteng, buat serbu si nyonya rumah.
Dia ini menggunai golok yang berat Lioe Toanio sebal
melayani semua musuh itu.
?Anak-anak, maju!? ia berteriak dengan tiba-tiba, ia sendiri
mendahuiui mendesak.
Ham Eng dan Bong Tiap sambut itu anjuran, mereka
merangsek, di samping mereka, Tjin Kong dan Hie Hong turut
membukajalan.
Ketika rombongan ini sampai di thia depan, yang lebih lega,
mereka kembali kena dikurung musuh, yang telah candak
mereka.
Soe Houw dan Djie Houw kerubuti Lioe Toanio, orangorang
merangsek Tjin Kong berempat, sckarang ini keadaan
mereka hampir berimbang.
Pcgangannya Lioe Toanio ada golok Kaum Ban Seng Boen,
tetapi ia pun bisa gunai segala macam alat lainnya, sedang
pengalamannya, pendcngarannya, ada luas, dari itu, ia bisa
gunai tumbaknya Lo Toa Houw, malah ia keluarkan ilmu
tumbak ?Kim-tjhio Djie-sie-sie? yang punyakan dua puluh
empat tipu serangan. Ia menangkis, ia pun bias balas
menyerang, hanya ia tidak bias gunai itu seperti Toa Houw,
yang dengan itu berbareng bisa menotok jalan darah. Di
sebelah itu, ia sudah letih, bekas layani Bong Eng Tjin
beramai, bekas ia berlari-lari jauh.
Benar ia tidak mampu rubuhkan dua lawannya ini, tetapi
kedua lawannyapun kewalahan untuk bikin ia tidak berdaya.
Selama pertempuran itu, api berkobar bertambah besar.
sudah mulai berkobar ke sebelah dalam, hingga rumahnya
Lioe Kiam Gim sudah seperti terkurung saja oleh si ayam jago
merah, bcberapa kali terdengar suara nyaring dari bambu
yang terbakar meledak, hingga suaranya saru dengan suara
beradunya berbagai senjata tajam.
Apabila pertarungan berjalan terus lagi sekian lama, bisabisa
mereka jadi korbannya api, sebab pihak penghuni tak
dapat nerobos keluar, pihak lawan coba terus
mempertahankan, mencegah.
Dalam saat yang sangat berbahaya itu, sekonyong-konyong
ada datang satu orang baru, yang muncul di antara asap
menebul, tangan kirinya mengangkat satu tubuh manusia,
tangan kanannya mencekal sebatang pedang panjang, malah
pedang ini segera dipakai menerjang Lo Soe Houw.
Harimau Keempat elakkan diri dengan lompat mundur,
matanya dipentang guna lihat si penyerang, sesudah mana, ia
menjadi kaget bukan kepalang. Oleh sebab pcnyerang itu
adalah bekas musuh tangguhnya di muka muara, yang
kepalanya mirip dengan kepala macan tutul, sedang tubuh di
tangan kirinya ia kenali ada pemimpinnya si jago tua kurus
dan jangkung ? Bong Eng Tjin! Maka seteiah keluarkan satu
teriakan, ia putar tubuhnya, ia loncat keluar, untuk sipat
kuping. Bukankah ia ada pecundangnya si kepala macan tutul
itu dan ia telah dikejar di air jauhnya belasan lie dan melulu
karena kelicinannya, ia bisa loloskan diri?
Sekarang mana ia berani lawan pula musuh itu?
Lo Djie Houw adalah lain, apapula ia tampak, orang ada
gunai hanya sebelah tangan. Ia maju menyerang, ia harap
bisa tolong pemimpinnya itu. Siapa tahu, baharu satu kali saja
ia ditangkis, ia sudah terkejut, tangannya terpental dan
sesemutan. Selagi ia kaget, orang telah teruskan serang ia,
dengan tusukan ?Lie Kong sia tjio? atau ?Lie Kong memanah
batu?, mengarah tenggorokannya. Ia tidak bisa menangkis,
maka itu, sambil berseru, ia loncat mundur. Tapi ia mundur ke
dekat Lioe Toanio, yang lagi merangsek, nyonya ini segera
tusuk ia dengan ?Pek tjoa touw sin? atau ?Ular putih
muntahkan bisa?.
?Rubuh kau!? berseru si nyonya.
Benar-benar Harimau Kedua ini rubuh, karena tanpa
berdaya, dadanya sudah jadi tameng tumbaknya Lo Toa
Houw, tumbaknya sang kanda, maka dengan mandi darah, ia
rubuh dengan tidak bisa berkutik lagi.
Sampai di situ, pertempuran jadi berubah lain. Semua
musuh jadi kaget dan keder, dengan ketakutan, mereka
berlomba singkirkan diri, tapi dalam kekalutan itu Hie Hong
dan Tjin Kong berhasilmerubuhkan lagi seorang satu. Coba
tidak Lioe Toanio mencegah, musuh hendak dikejar terus.
Oleh karena api telah menghebat, semua orang kumpul di
pekarangan depan, yang merupakan sebuah tegalan. Di
waktu sang fajar mendekati, mereka awasi saja apt lagi
makan habis seluruh rumah. Di sini Yo Tjin Kong baharu lihat
tegas tuan penolongnya, hingga ia tercengang.
?Kiranya kau, Soeheng!? ia berseru.
Bong Tiap sebaliknya berseru: ?Ibu, inilah hoohan yang
kemarin ini bantu kita di muara!?.?
Tapi sang ibu tarik tangan puterinya itu.
?Kau tidak kenali Toa-soehengmu ini?? ibu itu kata. ?Di
waktu masih kecil, ia suka empo-empo kau!?
Nona itu melengak. Tidak heran kalau ia tidak ingat
soeheng ini, sebab di waktu Law Boe Wie meninggalkan
Keluarga Lioe, ia baharu berumur lima atau enam tahun.
Sedang Ham Eng, dia datang selang beberapa tahun sesudah
berlalunya soeheng ini.
Boe Wie sudah lantas hunjuk hormatnya pada soebonya,
dan Tjin Kong semua sebaliknya mengasih hormat pada
soeheng ini. Lioe Toanio akhirnya tertawa besar.
?Dengan dapati murid semacam kau, biarpun rumahku
hangus ludas, aku puas!? katanya. ?Anak,kali ini kita
bergantung kepada kau!
Boe Wie hendak jawab guru perempuannya itu, ketika
mendadakan ia lihat sang soebo rubuh sendirinya, hingga ia
kaget bukan main, begitupun Bong Tiap dan yang lain-lain.
Ternyata Nyonya Lioe Kiam Gim sudah jadi korbannya
pertarungan ini. Ia telah berkelahi melewati batas, sudah
begitu, ia pemah ditotok oleh Toa Houw, hingga ia peroleh
lukadi dalarn, benar lukanya tidak hebat, tapi tadi ia berlari-lari
jauh, sesampainya di rumah, ia pun dikepung Djie Houw dan
Soe Houw, melulu dengan kuatkan hati, ia masih sanggup
pertahankan diri. Di sebelah itu, ia ada gusar dan sangat
mendongkol, sedang akhirnya, ia gi rang luar biasa, lantaran
ia tcrtawa besar, seluruh anggotanya bergerak, begitupun
asabatnya, maka dengan sekonyong-konyong ia mata gelap
dan rubuh.
Bong Tiap tubruk ibunya, ia memanggi 1-manggil, tempo ia
dapati ibu itu diam saja dan kedua matanya rapat, ia
mcnangis menggerung-gerung.
Boe Wie bercmpat merubungi soebo itu, semua sangat
berkuatir, tapi kemudian, kapan sang toa-soeheng sudah
awasi air mukanya Nyonya Lioe, ia kata: ?Jangan kuatir!
Soenio tidak kenapa-apa, ia melainkan terlalu lelah. Kalau
sudah dapat beristirahat, Soenio akan dapat pulang
kesehatannya.?
Tapi toa-soeheng ini masih belum tahu, soebo itu telah
dapat luka di dalam badan.
Lalu?diambil putusan akan tolong Lioe Toanio dengan bawa
ia ke rumahnya Louw Hie Hong di kampung tetangga,
seperjalanan perahu kira-kira setengah jam, Tjin Kong akan
ditinggalkan untuk ia urus rumah yang terbakar itu.
Selama itu sudah banyak penduduk kampung yang keluar,
mcreka bantu padamkan api. Mereka tahu ada pcrtempuran,
saking takut, mereka umpetkan diri, sesudah dengar suaranya
Tjin Kong, yang kasih mereka bangun, semua lantas bangun
dan keluar.
Lioe Toanio lantas dipondong, dibawa ke perahu. Ia masih
belum sadar, maka Boe Wie suruh Bong Tiap coba uruti dia,
walaupun dcmikian, ia tetap diam saja, cumakarena ia masih
bcrnapas dan nadinya jalan baik, hati mereka tidak terlalu
berkuatir lagi. Nyonya itu lantas diantap, untuk dapat
mengaso.
Perahu adakecil, di situ bcrkumpul Hie Hong, Bong Tiap dan
Ham Eng, tubuh Lioe Toanio pun direbahkan, sudah begitu,
Boe Wie ada bawa-bawa korbannya si tua, yang jangkung
kurus.
?Soeheng, buat apa bawa-bawa dia, bukankah berabe??
tanya Bong Tiap. ?Bukankah lebih baik dupak saja dia ke
dalam sungai??
Boe Wie awasi itu soemoay.
?Itulah tidak dapat dilakukan,? ia jawab.?Dia ini ada punya
kepentingan besar dengan Loo-soehoe. Justeru karena dia,
aku telah datang kemari?.?
Semua orang heran, semua awasi soeheng ini.
Boe Wie bisa mengerti keheranan sekalian saudara
seperguruan itu, memang ia datang secara sangat tiba-tiba,
begitupun halnya ia bantu Ham Eng dan Bong Tiap dalam
pertempuran di muara. Halnya Bong Eng Tjin ini pun pasti ada
sangat menarik perhatiannya sekalian saudara angkat itu. Ia
harus menerangkannya semua itu.
Akan tetapi, lebih penting adalah tentang Boe Wie sendiri,
yang pergi seperti menghilang, maka sebelum menutur
terlebihjauh, baik kita ikuti dia dahulu.
Sudah diketahui, Law Boe Wie ada anaknya seorang tani di
luar Kota Poo-teng, yang ditolong Lioe Kiam Gim semasa ia
berumur enam-tujuh tahun, bagaimana ia sudah dipelihara
dan dididik dalam ilmusilat. Ia terlatih sempurna sesudah Lioe
Loo-kauwsoe undurkan diri dan tinggal menyendiri di Kim-keetjoen
di Kho Kee Po.
Ketika ia masuk umur dua puluh tahun, ia sudah belajar
tiga atau empat belas tahun lamanya, hingga delapan atau
sembilan bagian kepandaian gurunya, ia sudah wariskan,
sedang dari Lauw In Giok, sang soebo, ia peroleh kepandaian
dari Ban Seng Boen. Dalam usia semuda itu, ia sudah punya
kepandaian dari dua cabang ilmu silat yang kesohor, maka
orang gagah sebagai ia jarang ada.
Walaupun ia sudah undurkan diri, semangatnya Lioe Kiam
Gim belum padam, melulu disebabkan sikap dari soeteenya
Teng Kiam Beng, ia jadi sungkan muncul pula, maka ia
bersyukur, yang ia dapatkan murid sebagai Boe Wie,
siapabisadiperintah merantau untuk wakilkan ia, untuk si
murid sendiri cari pengaiaman dan persahabatan. Demikian
ketika murid
ini sudah berumur dua puluh lima tahun, ia pilih
suatu han baik, untuk murid itu meninggalkan rumah
perguruan. Itu hari ra pesan murid ini supanya menjunjung
cita-cita Thay-kek Teng, buat perhatikan pesanannya,
terutama supaya sang murid jangan sekali-sekali bekerja pada
bangsa Boan.
?Hanya kalau ada ketikanya, tidak ada halangannya untuk
kau pergi ke Poo-teng dan sambangi soesiokmu Teng Kiam
Beng,? demikian pesannya terakhir.
Begitulah Boe Wie merantau. Seiama sepuluh tahun, iaturut
pesan gurunya, tapi pun ada kalanya, ia jalan sendiri. Yang
terang adalah ia benci bangsa Boan atau pemerintahnya,
karena mana, ia pun tak sudi sambangi soesioknya Teng Kiam
Beng. Salah satu sebab dari ini adalah kebentjiannya kepada
Soh Sian le, si hartawan Boan yang kejam, justeru dari, orang
Boan ini ada sahabat kekal dari sang soesiok.
Merantau belum lama, Boe Wie telah tertarik oleh salah
satu sahabatnya, hingga ia masuk menjadi anggota dari ?Pie
Sioe Hwee? perkumpulan rahasia Pisau Belati. yang utamakan
pembunuhan kepada pembesar-pembesar rakus dan jahat.?
Di zaman pergerakan mulai Thay PengThian Kok, Pie Sioe
Hwee turut ambil bagian sebagai anak cabang, setelah
gerakan Thay Peng itu gagal, Pie Sioe Hwee turut umpetkan
diri, anggotanya semuajadi ?orang gelap?, selanjutnya mereka
bekerja secara diam-diam.
Sebagai anggota Pie Sioe Hwee, beberapa kali pernah Boe
Wie lakukan penyerangan gelap pada pernbesar-pembcsar
kejam yang dimusuhi, hanya saban-saban ia nampak
kegagalan; satu kali ia dapat binasakan satu tiehoe, tapi
berbareng dengan itu, ia meninggalkan korban dua kawannya,
sedang di lain harinya, menyusul lain-lain korban lagi, sebab di
hari kedua itu, pembcsar negeri melakukan pembersihan,
seratus lebih rakyat tak bersalah-dosa, kena ditawan.
Kemudian di han ketiga, datang tiehoe yang baru, dia ini
ternyata ada lebih kejam pula, karena orang-orang baharu
tersangkasaja, dia telah jatuhkan hukuman mati. Korbankorban
rakyat itu membuat Boe Wie menangis di dalam hati.
Sesudah ini, Boe Wie juga lantas dicari oleh pembesar
negeri. Di antara kaki-tangan pembesar negeri ada orangorang
yang pandai, yang kesudian jadi pengkhianat bangsa
Han, dari itu, ia jadi nampak kesulitan. Sekarang ia tidak lagi
merantau, ia hanya mengungsi, ia jadi pelarian. la mesti pergi
ke sana dan sini. Oleh karena Derduka, tubuhnya jadi kurus.
Paling belakang, ia menyingkir jauh ke Djiat-hoo di Barat-
Selatan. Pada suatu malam, ia menumpang di rumah satu
penduduk di kakinya Bukit Yan San. Tuan rumah ada satu
anggota Pie Sioe Hwee yang tidak pernah muncul, karena
tugasnya adalah menyembunyikan kawan-kawan dalam
pengungsian.
Berada seorang diri, dengan kupingnya dengar suara
berbagai binatang alas di atas gunung, dengan sang angin
menghembus-hembus, Boe Wie pikirkan penghidupan tak
ketentuan itu, hingga ia tidak tahu, bagaimana nanti hari
depannya. Ia pun pikirkan tujuannya Pie Sioe Hwee. Apa tidak
ada Iain jalan dari pad a selalu mesti lakukan pembunuhan
gelap? Tidakkah pembunuhan gelap bukan suatu daya
sempurna? Maka iajadi bersangsi.
Tiba-tiba ia mendengar ketokan pada jendela. Bercekat
hatinya pelarian ini, hingga segera ia pikir, untuk meloncat
keluar. Tapi justeru itu, ia dengar suara rendah tapi angker,
suaranya seorang tua: ?Bunga merah dan daun hijau adalah
satu keluarga?.?
Mendengar ini, Boe Wie tercengang. Tapi ia segera tanya:
?Kapankah, berbuahnya? Kapankah mekarnya??
Suara yang dalam itu menjawab: ?Berbuah pada Pee-gwee
Tjap-gouw, mekar pada Tjhia-gwee Tjap-gouw?*? Bunga
merah dan daun hijau saling bercahaya seperti orang
bersemangat dan orang berhati mulia adalah sekeluarga?.?
Mendengar itu, Boe Wie bertepuk tangan satu kali, ia
tertawa satu kali juga, atas mana, terlihatkan seorang tua,
dengan kumis ubanan, mencelat masuk ke dalam rumah.
Sebab kata-kata mereka adalah kata-kata rahasia dari Pie
Sioe Hwee.
Dengan tajam Boe Wie awasi orang
tua itu, yang bajunya
wama biru ada gerombongan, sedang itu waktu, di pcrmulaan
musim dingin, bulan sepuluh, angin Utara ada dingin sekali.
Dari kumisnya yang putih, ia menduga pada usia atas enam
puluh tahun. Ia pikir, bagaimana orang ini punyakan tubuh
kuat. Maka ia percaya, dia ini mesti ada mcmpunyai
kepandaian tinggi, hanya ia tidak ingat Pie Sioe Hwee
mempunyai anggota . tertua seperti orang ini.
Orang tua itu juga mengawasi Boe Wie akanakhirnya ia
bersenyum.
?Apakah kau dari Golongan ?Hok??? ia tanya.
?Benar,? sahut Boe Wie, yang terus turunkan kedua
tangannya, sebagai tanda hormat. ?Bagaimana Tjianpwee
ketahui itu??
Orang tua itu tertawa.
llKau tidak kenal aku, aku sebaliknya kenal kau!? ia jawab.
?Kau toh ketahui, bukan, di antara tiga pendirinya Pie Sioe
Hwee ada satu yang dipanggil In Tiong Kie??
Hatinya Boe Wie jadi bercekat.
?Jadinya Tjianpwee adalah Loo-tjianpwee In Tiong Kie?? ia
tegaskan.
Memangdalam kalangan Pie Sioe Hwee ada pemecahan
golongan atau tingkatan untuk anggota-anggotanya, terbagi
delapan, dengan kata-kata ?Kim auw hok kouw, Han tjok tiong
kong?, artinya: ?Tanah daerah kembali kuat, kebangsaan Han
bercahaya pula?. Dan In Tiong Kie -yang berarti ?Keanehan
dalam Awan? ? masuk dalam Golongan ?Kim?. Dan dahulu
pemah bunuh satu pwee-lek, pangeran bangsa Boan, dalam
satu malam, melawan empat pahlawan istana, ia sudah
binasakan tiga antaranya, karena hendak ditangkap, ia buron
cntah kemana, hingga orang sangka ia sudah meninggal
dunia, siapa tahu, malam ini ia muncul di Djiat-hoo lagi. Tidak
berayal lagi, Boe Wie hunjuk hormat pula, setelah mana ia
tanyakan maksud kedatangan tjianpwee ini ? orang yang
terlebih tinggi tingkatannya ? hingga ia ketahui, orang benar
datang untuk ia sendiri.
?Ketika dahulu aku pun mesti menyingkirkan diri seperti
kau sekarang ini, aku ketemu satu sahabat asal Kwan-gwa,?
In Tiong Kie terangkan. ?Sahabat ini telah ajak aku menyingkir
lebih jauhke Liauw-tong. Sahabatku itu juga ada seorang luar
biasa. Ia tidak setujui tujuannya Pie Sioe Hwee, yang main
lakukan pembunuhan gelap. Sesudah satu hari dan satu
malam kita berunding, akhimya aku dapat dibikin insyafdan,
aku lepaskan cita-citaku, karena mana, aku terns tidak
kembali pada Pie Sioe Hwee. Sahabatku itu tidak berhati
dingin, dia hanya lagi tunggu ketika, akan bergerak pula.
Paling belakang ini, aku dengar Pie Sioe Hwee ada punya satu
anggota angkatan muda, yang ada gagah dan berani, yang
katanya ada ahli waris dari Thay Kek Pay, siapa berulangulang
sudah terjang bahaya. Aku sayangi pemuda itu, aku
kuatir dia menjadi korban, justru aku pikir untuk cari dia,
datang kabar bahwa ia lagi diuber-uber pembesar negeri,
maka itu, aku lantas berangkat untuk cari dia?.?
Mendengar ini, Boe Wie awasi dengan tajam pada orang
tua itu, matanya bercahaya. ?Apakah Loo-tjianpwee suka
ulangi padaku kat?-katanya itu orang luar biasa yang menjadi
sahabat Loo-tjianpwee?? tanyaia. ?Tanpa pembunuhan gelap
habis kita ada mempunyai daya apa lagi??
In Tiong Kie tertawa berkakakan. ?Aku sudah duga, pasti
kau bakal menanya begini, Lauwtee!? berkata ia Boe Wie
pasang kupingnya, matanya terns mengawasi.
?Ketika aku bertemu orang luar biasa itu, itu adalah di
Gunung Siauw Hin An Nia,? si orang tua lantas bercerita. ?Aku
sudah ditunjuki suatu pemandangan yang luar biasa sekali,
yang sangat menarik hati. Itu adalah pertempurannya semut
yang kecil dengan serigala yang besar?.?
Boe Wie heran hingga ia pentang matanya dan memotong:
?Bagaimana semut bisa berkelahi melawan serigala?? ia tanya.
?Tapi itulah benar terjadi,? jawab In Tiong Kie sambil
tertawa. ?Aku pun tak percaya itu apabila aku tak
menyaksikannya sendiri. Kejadian pun ada sangat kebetulan.
Beberapa ekor serigala mendekam beristirahat di bawah
sebuah pohon, rupanya mereka terpisah dari kawan dan
sedang lelah, di situ memang ada banyak semut hitam.
Sekcjab saja, beberapa ekor serigala itu telah dikerumuni
rombongan semut itu, mereka mengamuk hebat, tetapi semut
datang semakin banyak, sampai tubuh mereka seperti tidak
kelihatan, apa yang tertampak ada gumpalan hitam .saja.
Serigala-serigala itu bergulingan, tetapi ini tidak menolong.
Lewat sekian waktu, tubuh mereka berdiam, akan kemudian,
tinggallah mereka punya tulang-tulang yang putih?.?
Boe Wie. ulur lidahya.
?Begitu liehay semut itu?. kalau tidak, kita pun bisa jadi
korbannya kawanan semut itu. Aku tercengang dan kagum
atas apa yang aku saksikan itu. Setelah itu, sahabaku itu
bilang padaku: ?Semut ada satu binatang kecil sekali, dengan
dipencet dua jari, dia akan sudah terbmasa remuk-hancur,
akan tetapi, apabila dia dapat kawan dan berombongan besar,
mereka jadi sangat liehay. Inilah buktinya! Kalau rombongan
semut ada demikian liehay, apapula manusia??
Orang tua ini berhenti sebentar, ia pandang pemuda di
depannya.
?Sampai di situ, Lauwtee,? kemudian ia menyambung lagi.
?Sahabatku si orang luar biasa itu hunjuk, manusia, apabila ia
cuma terdiri dari beberapa orang, tidak perduli mereka gagah
dan pandai bagaimana, sukar untuk mereka robohkan satu
kerajaan yang sudah dalam dan kuat dasarnya. Pembunuhan
gelap? Cuma satu pembcsar yang binasa, lalu datang lagi;
beberapa pembesar, demikian seterusnya, .tidak terhitung
jumlahnya. Kau sendiri umpamanya, berapa pembesar kau
pernah binasakan? Sahabatku itu lalu menunjuk pada hikayat,
pada pergerakannya Lie Giam di akhir Kerajaan Beng, pada
pergerakan Kaum Thay Peng kita. Benar pemerintah tak dapat
digempur tetapi toh sudah tergoncang juga. Tidak demikian
kalau kita bekerja dengan seorang atau dua orang dengan
rombongan yang sangat kecil.?
Boe Wie memandang dengan berdiam, terang otaknya
sedang bekerja.
?Jadinya Loo-tjianpwee inginkan aku juga meninggalkan Pie
Sioe Hwee?? akhimya ia kata In Tiong Kie urut-urut kumisnya
yang putih. ?Ya, Lauwtee, demikianlah ada maksudku? ia
jawab.
Agaknya ia merasa pasti bahwa setelah dengar
perkataannya itu, si anak muda akan dengar nasihatnya itu.
Akan tetapi, di luar dugaannya, Law Boe Wie berpikir Iain.
Setelah hidup terkatung-katung, pemuda ini jadi waspada, ia
bercuriga terhadap siapa juga. Bukankah In Tiong Kie -
walaupun dia ada salah satu pendin Pie Sioe Hwee ? sudah
lama keluar dari perkumpulan itu? Dan siapa tahu, apa
gawenya sekarang ini bekas jago tua? Kalau In Tiong Kie
insyaf tujuan Pie Sioe Hwee keliru, kenapadiadiam saja,
kenapa dia tidak kemukakan itu kepada perkumpulannya? Dan
kenapa In Tiong Kie justeru bemaung di Djiat-hoo, tanah
airnya bangsa Boan? Maka, apa tidak bisa jadi, sekarang In
Tiong Kie sudah berserikat sama bangsa Boan itu? Apakah
bukan ia sedang hendak diperdayakan?
Dugaan Boe Wie terhadap In Tiong Kie adalah meleset.
Benar jago tua itu sedang undurkan diri tetapi dia memang
ada berpemandangan lebih luas daripada orang-orang Pie Sioe
Hwee. Dia memang bermaksud baik dengan nasihatnya ini
terhadap ini anak muda. Adalah si anak muda sendiri, yang
pikirannya lain.
Sesudah mengawasi dengan dingin, Boe Wie kata: ?Terima
kasih banyak, Loo-tjianpwee, ke Kwan-gwa tak nanti aku
pergi!?
In Tiong Kie tercengang, sikapnya jadi tawar. Lalu, iapun
menghela napas dengan tiba-tiba.
?Jikalau begini putusanmu, Lauwtee, baiklah, aku hendak
pergi saja!? berkata iakemudian. ?Umpama kata di lain waktu
kau sudah sadar, kau boleh cari aku di Oey-See-Wie di Samseng,
Ielan. Andaikata di sana kau tak dapat cari aku, kau
bilang saja bahwa kau hendak cari Pek-djiauw Sin Eng Tokkoh
Loo-enghiong, pasti kau akan menemui dia itu. Asa] kau
ketemu loo-enghiong itu, kau bilang bahwa kau hendak can
aku, itu sudah cukup! Nah, Lauwtee, kau pikirlah pula baikbaik.
aku hendak pergi sekarangi?
Pengutaraan selamat tinggal itu ditutup dengan satu
l

^