Kisah Dua Saudara Seperguruan 11
Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Saduran Okt Bagian 11
sendiri, serahkan pada sahabatnya itu,-serta ia tulis
syaimya yang barusan kau ulangi di luar kepala.?
Mendengar cerita sang guru sampai di situ, tak tertahan
lagi, air mataSiangkoan Kin berlinang.
?Habis sekarang, di mana adanya Soekong Tjiauw itu??
tanya ia, dengan suara sesenggukan.
?Ek-ong tak sanggup seberangi Kali Tayhouw-hoo, dia
berperang hingga dia kena ditawan,? Hok Han jawab
muridnya. ?Dengan gagah ia telah terima kebinasaannya.
Sejak itu hingga kini sudah bcrsclang dua puluh tahun lebih,
tidak pernah aku ketemu di mana adanya Soekong Tjiauw.
Adalah baharu bcbcrapa hari yang lal u tiba-tiba aku terima
surat satu sahabat yang menulis bahwa Soekong TjiauW
tinggal sembunyi di Gunung Seegak H oa-san, bahwa dia
mengharap untuk bisa bertemu dengan aku?.?
Inilah keterangan yang sangat menggirangkan Siangkoan
Kin.
Begitulah di hari kedua, Poci Hok Han ajak Siangkoan Kin
merantau, untuk sekalian cari Soekong Tjiauw. Dari Kangsouw
Utara, mereka masuk ke Shoatang, terus ke Hoopak di mana
mereka pesiar di Kota Raja, dari sana dengan ikuti Gunung
Thayheng-san, mereka pergi ke Shoasay, sampai di Kota
Tongkwan di tapal batas Siamsay-Shoasay. Dari situ mereka
sudah lantas lihat Gunung Hoa-san yang tinggi agung.
Ini adalah untuk pertama kali Siangkoan Kin bikin
perjalanan, dia telah meninggalkan wilayah Kanglam di mana
tiang-tiang layar bagaikan rimba dan layar-layarnya sendiri
berbayang di permukaan air yang jernih indah, tapi sekarang
ia memasuki daerah Utara dengan sawah-ladangnya ribuan lie
dan tanah datarnya yang luas lebar, jalan di lamping-lamping
gunung yang penuh bahaya. Tepian Thayheng-san ada
berlugat-legot laksana cacing, ribuan lie panjangnya,
lampingnya mirip dengan tembok kota. Ada kalanyadia
memasuki lembah atau selat yang sempit dan gelap. Semua
itu membuat hatinya si guru sekolah jadi terbuka, hingga
insyaflah ia sekarang, merantau ribuan lie benar ada menang
daripada membaca laksaan kitab?.
Buat dua puluh tahun lebih Poei Hok Han hidup
tersembunyi, wajahnya sekarang sudah berubah, benar ia
tidak tarik perhatian orang banyak, hingga merdeka ia
mengajak muridnya merantau, akan akhimya sampai di Hoasan,
gunung yang sejak zaman dahulu dipanggil Seegak, yang
ada punya lima puncak dan tempat yang permai
pemandangannya. Ia terus ajak sang murid memasuki rimba,
menembusi pepohonan oyot, mendaki sampai di atas puncak
tertengah, Lianhoa-hong. Di sini pun banyak pepohonan yang
tinggi dan rumput yang lebat dan tinggi
sependirian manusia, angin meniup keras, hawa udara
dingin. Siangkoan Kin bertubuh ulet tapi ia toh merasai
sejuknya hawa. Ia jalan dengan hati-hati tetapi ia lihat,
gurunya jalan sewajarhya saja, tak perduli jalanan sukar dan
berbahaya. Diam-diam ia insyaf bedanya kepandaian mereka
berdua.
?Itulah puncak utama dari Lianhoa-hong!? akhir-akhirnya
Poei Hok Han kata seraya menunjuk ke depan, ke puncak
tertinggi. ?Soekong Tjiauw dirikan gubuknya di situ} sungguh
dia menderita?.?
Siangkoan Kin angkat kepalanya, untuk dongak melihat,
tapi tiba-tiba gurunya cekal ia seraya membisikinya:
?Mendekam, lekas!? Dan ia lantas ditarik ke gombolan. untuk
sembunyi.
Sekejab saja, di tempat terpisahnya dua puluh tumbak lebih
dari mereka, tiga orang melesat lewat, pakaiannya semua
abu-abu, dan sekejab juga, mereka lenyap. Mereka itu telah
gunai ilmu lari ?Tengpeng touwsoei? atau ?Menyeberang
sungai sambil injak kapu-kapu?.
Siangkoan Kin heran, tak terkecuali gurunya. la hendak
tanya gurunya itu, atau Hok Han dului ia dengan berbisik:
?Kau ikuti aku, hati-hati! Mari kitasusul mereka, mereka? itu
menuju ke puncak pusat Lianhoa-hong ini. Masih belum
ketahuan. mereka sahabat atau musuh? Hok Han segera
berloncat dengan pesat, untuk lari menyusul, agaknya
pepohonan oyot dan duri tak menjadi rintangan bagi ia, maka
kasihan Siangkoan Kin, yang tidak punya keentengan tubuh
dan kegesitan sebagai gurunya itu. Dua* kali ia tersangkut
oyot, sampai bajunya robek, sampai tcrpaksa ia minta gurunya
tunggui ia.
??Siapkan scnjatamu, tetap waspada ?Hok Han pesan
muridnya. Mereka menyusul dengan tak tcrlihat tiga orang di
dcpan itu, karena jarak jauh juga dari mereka kedua pihak. .
Sebab rumput tebai dan tinggi, Hok Han juga tidak dapat I
ihat mereka itu, maka dari itu, ia berlaku hati-hati sekaJi.
Selagi si empch tukang besi ini memasang mata, tiba-tiba
ia dengar suara pelahan tidak jauh di depannya. Ia lantas
pasang teiinganya, untuk mendengari. Ia segera kenali satu
suara, yang ia seperti kenal, akan tetapi kata-katanya ia tidak
dengar nyata. Maka itu, ia bisiki Siangkoan Kim ?Mereka
berada di samping kiri kita, terpisahnya mungkin tiga puluh
tumbak kira-kira, mari ikut aku, kita ambil jalan kanan, akan
mutar ke belakang mereka. Kita mesti ada di sebeTah
belakang mereka, kita mesti jaga agar mereka tak dapat
meiihat kita.?
Kebetulan angin meniup keras, suaranya berisik, Hok Han
barengi loncat ke samping.
Siangkoan Kin ikuti gurunya itu.
Sebentar kemudian, mereka sudah sampai di belakang
orang-orang yang dikuntit, Hok Han, yang berada di depan,
telah kisiki muridnya, yang lagi-lagi hendak menanya dia. Guru
ini berkata: ?Dia orang ada orang-orang
Kangouw yang
pandai, mereka datangi Lianhoa-hong yang penuh ancaman
bahaya, mesti merekrii hendak berurusan dengan Soekongl
Tjiauw?. a
Dari tempat mereka sembunyi, guru dan murid ini bisa lihat
nyata] tiga orang itu, yang berkumpul sambil | jalan mondarmandir,
sambil bicara juga dengan suara keras, angin bersiursiur.
?Kepala hantu ini sembunyi di pusat tertinggi dari Hoasan,
wj demikian Hok Han dengar, ?maka itu ada sangat sukar
untuk cari dia. Baharu dalam tahun ini, kita dengar tentang
dia, tetapi sudah beberapa kali kita cari dia di sini, tak juga dia
dapat diketemukan. Ini hari kita dapat cari guha tempat
mengcramnya, akan tetapi dia tidak ada di sarangnya! Apakah
kita bukannya menyia-nyiakan waktu saja??
?Kepala hantu itu sangat licin,? mengulangi yang lain pula.
?Nampaknya dia sudah ketahui ketika kita datang pada dua
kali yang pertama?. Aku kuatir dia sudah berlalu dari ini.
Entah ke mana lagi dia sembunyikan diri?.?
?Aku percaya, dia belum menyingkir pula,? kata orang
yang ketiga. ?Dua kali kita datang, kita mencari di sekitarnya
gunung ini, lata belum sampai di puncak tertengah ini. Kita
pun datang malam dan berlalu sebelum terang tanah, cara
bagaimana dia bisa mendapat tahu??
? Walaupun demikian, Sha-tee, tak dapat kita tidak berjagajaga,?
kata orang yang pertama. ?Siapa tahu jikalau ia telah
atur bayhok atau ia telah minta datang bala bantuan
untuknya? Mari kita mencari pula di sekitar ini. Awas, jangan
sampai kita kenadiakali.?
Dua kawan itu mufakat, lantas mereka mencari pula,
dengan berpencaran.
Diam-diam, Hok Han kaget dan berkuatir. Terang sudah,
Soekong Tjiauw lagi hadapi musuh-musuhnya. Ia juga kuatir,
seorang diri, sahabatnya itu nanti tidak sanggup melayani
musuh-musuhnya itu. Scmcntara itu, ia ingat semakin nyata
lagu suara orang, yang ia rasa kenal. Ia pikirkan itu, ia berpikir
keras. Tiba-tiba, ia terkejut sendirinya dan heran.
?Apakah mungkin dia pun telah jadi budaknya bangsa
Boan?? akhimya ia tanya dirinya sendiri.
Satu di antara tiga orang itu mencari ke arah Hok Han dan
muridnya sembunyi, makin lama dia datang makin dekat.
Siangkoan Kin siapkan pedangnya di satu tangan dan senjata
rahasia di tangan yang lain, meski demikian, tidak urung ia
keluarkan keringat dingin. Ini ada pengalamannya yang
pertama. Poei Hok Han pun siap sedia, malah ia sudah pikir
untuk menerjang lebih dahuhi.
Orang itu maju terus, gerak-geriknya hati-hati.
Bcnar di saat Hok Han hendak lompat menyerang atau ia
dengar suara bentakan orang itu ?Siapa? Berhenti!? Suara itu
disusul sama lompat munculnya satu orang, yang dengan
suara dalam dan seram. balik menanya: ?Kau siapa? Aku ada
penduduk gunung sunyi ini! Adakah aku mengganggu pada
kau? Aku lagi cari kelinci atau buah-buahan hutan, sebegitu
jauh, aku beium memperolehnya, hingga aku berdahaga
dan lapar, lalu aku hendak pulang untuk dahar momo setclah
mana, aku hendak keluar pula. Kau suruh aku berhenti ?
apakah kau mau?
Itulah Soekong Tjiauw!
Hok Han tidak jadi keluar, ia sembunyi terus, akan pandang
sahabatnya itu dan si orang tidak dikenal. Selang dua puluh
tahun lebih, roman orang she Soekong itu sudah berubah,
nampaknya tindakannya kurang tegap lagi, matanya kurang
bersinar, pakaiannya pun cobak-cabik, rambutnya dan kumisjenggotnya
telah putih semua. Tidak lagi ia beroman gagah
seperti dulu. Cuma karena lagu suaranya. dan gerak-geriknya,
maka Hok Han dapat kenali sahabatnya ini.
Orang asing itu, seorang tua dengan pakaiannya abu-abu,
bicara pula.
?Soekong Tjiauw, di hadapan sahabat, jangan lagi kau
berpura-pura pi Ion! Mustahil kau senang untuk bikin
sahabatmu nampak kesulitan?? Soekong Tjiauw berdin diam,
sikapnya sangat sabar.
?Apakah Kong?apakah Tjiauw?? tanya ia. ?Sahabat, katakata
kau tak dapat aku mengertikan! Aku ada seorang
gunung. Gunung ini tinggi, rimbanya lebat, di sini ada
serigalanya, harimaunya banyak, jurangnya dalam, jalanannya
sukar dan bcrbahaya. Untukku, yang biasa tinggaJ di guha.
semua itu ada umum, tidak demikian dengan kau, Tuan yang
terhormat. Ada urn sari apa kau datang kemari? Untuk apa
kau berdiam lama-lama di sini? Di sini bukannya tempat pesiar
yang indah. Buat apa kau panjat Hoa-san yang tinggi ini??
Selagi Soekong Tjiauw bicara, tiba-tiba muncul seorang tua
lain, yang warna pakaiannya serupa dengan yang pertama itu.
Dia maju ke depan, lalu dengan suara dingin dia kata:
?Saudara Soekong Tjiauw, sudah lama kiia orang tidak pernah
bertemu, apa kau ada banyak baik? Saudara, apakah kau
masih ingat sahabat kekalmu ini dari Kimleng dari dua
puluhtahun yang lampau??.?
Soekong Tjiauw awasi orang itu tetap akhirnya, ia goyanggoyang
tangannya.
?Maafkan aku,?jawab ia sambil tertawa dingin, ?aku ada
seorang gunung, seorang hutan, mana aku ada punya sahabat
mewah seperti kau? Oh, Thayya sekalian, harap kau orang
tidak mengganggu aku!?.?
Orang tua itu gusar karena dijawab demikian rupa, dia
anggap dia dipermainkan, hingga tak bisa ia mengendalikan
hawa amarahnya. Kedua biji matanya lantas saja melotot.
?Soekong Tjiauw!? ia berseru.
?Aku masih ingat pcrsahabatan kita, aku ingin buka jalan
hidup untuk kau, aku tidak mau berlaku kejam, kenapa kau
bersikap begini macam terhadapku? Ingat, jangan kau cari
susah send in?! Jangan kau andali saja kegagahanmu, hingga
kau jadi berani membangkang! Lihat tjoekongmu, Tjio Tat
Kay! Bagaimana dia pandai dan liehay, tidak urung dia
tertawan dan dapatkan kebinasaannya! Apa pengaruhnya
Thaypeng Thiankok??
Bukankah gerakan itu pun buyar bagaikan es? Kau sendiri,
apa kau bias bikin? Soekong Tjiauw, aku sudah bicara, maka
hayolah kau pikir. Jikalau kau suka secara baik bersama-sama
kita pulang ke Kota Raja, aku tanggung pemerintah nanti
perlakukan baik kepadamu, kau bakal dipakai dan dihargai,
tetapi jikalau tidak, terpaksa kita nanti bekuk padamu! Kau
dengar terang atau tidak? Kita ada sahabat-sahabat lama dari
Kimleng, aku kenal kau Soekong Tjiauw, kau pun kenal aku
Tang Siauw Tong, kita ada bangsa laki-laki, sekarang aku
tunggu jawabanmu!?
?Memang dia!? pikir Poei Hok Han di tempat sembunyinya.
Ia memang segera kenali orang tua itu.
Tang Siauw Tong ada orang kepereayaan paling setia dari
Pak-ong Wie Tjiang Hoei, sebilah goloknya Tan-too telah
menjagoi di lima propinsi Utara, belum pernah dia temui
tandingan, ketika terjadi bentrokan antara Wie Tjiang Hoei
dan Yo Sioe Tjeng, dia telah membantu membinasakan Tongong,
kemudian ketika Pak-ong dihukum mati, dia pergi kepada
Ang Djin Kan, saudara Thian-ong Ang Sioe Tjoan. Supaya dia
diterima, dia kasih keterangannya, bahwa dulu dia cuma turut
titahnya Pak-ong Wie Tjiang Hoei, bahwa dia sebenarnya
tetap setia kepada Thian-ong. Thian-ong Ang Sioe Tjoan
bersatu pendirian dengan Ek-ong Tj io Tat Kay, dalam
bentrokan Wie Tjiang Hoei dengan Yo Sioe Tjeng, yang
bersalah adalah Wie Tjiang Hoei sendiri, jadi semua
orang sebawahannya tak ada sangkut-pautnya. Karena ini,
Thian-ong tidak tarik panjang halnya Tang Siauw Tong.
Kemudian, ketika Kota Kimleng jatuh dan Thaypeng
Thiankok hancur-lebur tidak ketahuan ke mana kabumya
orang she Tang ini, Hok Han tidak pernah mendengarnya,
sampai tahu-tahu dia muncul hari ini. Maka itu Hok Han
percaya, dengan sikapnya itu, orang she Tang ini pasti telah
jadi kaki-tangannya pemerintah Boan.
Selagi Poei Hok Han berpikir demikian tcntang orang she
Tang itu dengan penuh amarah, adalah ia dapatkan Soekong
Tjiauw sendiri bersikap tenang.
?Tang Siauw Tong?? kata ia sambil tertawa, dengan dingin.
?Ya, tidak salah! Memang dulu aku ada punya satu sahabat
dengan itu nama, tetapi dia sudah mafi lama?. Di harian
jatuhnya Kota Kimleng, semua orang peperangan Thaypeng
Thiankok dengan gagah telah mengorbankan dirinya dan Tang
Siauw Tong ada satu laki-laki sejati, mana dia bisa mencuri
hidup, akan menjadi budaknya si budak, akan jadi gundalnya
si gundal? Kau siapa? Kenapa kau bcrani pakai namanya
sahabatku itu??
Soekong Tjiauw tidak sudi kenal orang she Tang ini, ia
berbuat demikian dengan disengaja. Ini cara ada lebih hebat
daripada dampratan langsung. Tidak heran jikalau si orang
she Tang jadi gusar bukan kepalang.
?He, pithoe, begini tajam lidahmu?? ia membentak. ?Kau
tidak tahu diri! Jangan kau sesalkan aku jikalau aku tidak ingat
pula persahabatan kita! Terpaksa aku mesti undang kau turut
pergi bersama-sama kita!
Soekong Tjiauw tertawa pula secara dingin sekali.
?Aku sudah duga, binatang, kau memang bisa mencari
pangkat dengan jual sahabatmu!? kata 1a. ?Kau sekarang
jadinya hendak ambil darah hidupkan untuk celup merah
Icopiahmu? Tak demikian gampang, Sahabat! Kau gerakilah
tanganmu! Tidak perduli kau sendirian, atau kau maju
bersama semua kawanmu, aku Soekong Tjiauw bersedia
untuk melayaninya!?
Ketika itu kawan yang ketiga dari t Tang Siauw Tongjuga
sudah datang, bersama kawannya, dia dampingi Siauw Tong,
mereka tidak senang mendengar ejekan-ejekan Soekong
Tjiauw.
?Sahabat Soekong, jangan kau pandang terlalu hina kepada
kita!? kata satu di antara mereka. ?Tidak nanti kita rebut
kemenangan dengan cara keroyokan! Di antara kita bertiga,
kau boleh pilih salah satu! Kita hendak bikm kau puas dan
mati tanpa penyesalan!?
Berdua mereka bcrdiri dengan sikap jumawa sekali.
Dua kawan dari Tang Siauw Tong ini bukan orang-orang
sembarangan.
Yang satu ada TjianlieTwiehong See Beng Wan si Pengejar
Angin, yang ada murid utama dari Keluarga Lou, segolong
ilmu silat kesohor di Shoasay. Dia tidak saja telah mewariskan
Keluarga Lou punya ilmu gembolan Samleng Touwkah-twie,
yang terdiri dari delapan puluh satu jurus saling beruntun,
ilmu entengi tubuhnya pun sangat terkenal. Dia bekerja
kepada pemerintah Boan dengan pertolongan Jenderal Tjoh
Tjong Tong. Ini jenderal she Tjoh, bersama-sama dengan
pengkhianat besar Tjan Kok Hoan, adalah menteri-menteri
yang kenamaan. See Beng Wan ?dibeli? ketika Tjoh Tjong
Tong bawa pasukannya ke Sinkiang. Or-ang yang kedua ada
Peng Tjeng It, seorang dari suku Hweehwee, yang bekerja
sebagai pahlawan pilihan dalam Keraton Boantjioe,
kepandaiannya adalah ilmu toyasulgj bangsanya dan senjata
rahasia. Bertiga mereka sangat percaya kegagahan mereka,
mereka tidak berniat keroyok Soekong Tjiauw. Mereka percaya
betul yang mereka akan berhasil. Bukankah kalau yang satu
sedang bertempur, yang dua bisa memasang mata? Mereka
sudah rencanakan, dalam keadaan terpaksa, baharu mereka
akan gunai senjata rahasia atau turun tangan bersama.
Soekong Tjiauw tidak sambut tantangan itu, sebaliknya dia
yang tanya, siapa di antara mereka bertiga yang hendak maju
paling dulu.
Tidak tempo lagi, Tang Siauw Tong enjot tubuhnya, akan
mencelat maju ke depannya musuh.
?Aku!? ia berseru seraya terus ulur kepalan kanannya ke
arah muka.
Soekong Tjiauw kasih dengar tertawa panjang, selagi
tangan musuh menjurus, iageser kaki kirinya ke kiri dari sini ia
angkat sebelah tangannya, akan gempur lengan orang itu.
?Bagus!? berseru Siauw Tong, yang dengan sebat gunai
tangan kirinya, akan halau gempuran musuh itu, sedang
tangan kanannya segera ditarik pulang, buat dipakai
mencengkram muka orang dengan pukulan ?Kimliong
tamdjiauw? atau ?Naga emas ulur kuku?. Ini ada semacam
serangan yang liehay, tcrutama saking cepatnya.
Soekong Tjiauw berkelit, untuk luputkan diri, hingga
serangan musuh mengenai tcmpat kosong, sesudah itu, tidak
kurang gesitnya, ia menyerang dengan tangan kanan, untuk
hajar kanan lawan. Sekali ini ia gunai tipu ?Totiam kiamteng?
atau ?Rubuhkan lampu emas?.
Tang Siauw Tong bcrada di dalam ancaman, akan tetapi ia
mempunyai latihan dari beberapa puluh tahun, untuk tolong
diri, ia lekas-lekas mengendap sambil putar tubuhnya dalam
gerakan ?TjhongHong kianbwee? atau ?Naga melilit ekor?,
menyusul mana, kakinya diulur, untuk meradak kuda-kuda
lawan.
Soekong Tjiauw tahu serangannya gagal dan ia berbalik
terancam, untuk menyelamatkan diri, ia berloncat dengan
?Koaybong hoansin? atau ?Ular naga jumpalitan?. Tapi ia tidak
berhenti dengan berkelit saja. Ia pun segera balas menyerang
pula. Ia telah menyerang dengan berbareng, dengan tangan
kanan dan kaki kiri. Ia bersedia akan adu tangan dan kakinya
kepada musuh.
Tang Siauw Tong meradak dengan radakan ?Poanliong
djiauwpou? atau ?Naga mendekam menggcser kaki?. itu
sebenamya bukan kepandaiannya yang istimewa Sekarang
radakan itu gagal, ia balik diserang pula, tidak ada jalan lain,
ia tolong diri sambil lompat ke belakang jauhnya beberapa
tindak. Di sini baharulah ia perbaiki ia punya diri, sesudah itu,
baharu ia hadapi pula musuh, akan mulai saling serang pula.
Hok Han kagum melihat caranya dua orang itu bertanding
sedemikian hebat, saling berganti mereka hadapi ancamanancaman
bencana.
Pertempuran berlangsung, sampai tiga puluh jurus lebih,
sesudah mana, Soekong Tjiauw lantas mendesak, kecuali
tubuhnya melesat ke kiri dan kanan, kedua tangannya
menyambar-nyambar dengan kadang-kadang diikuti
tendangan. Temyata ia telah gabungkan Sippat Lohan-tjhioe
dari Siauwlim-pay serta dia sendiri ilmu totok Tiamhiattjhioenya,
dengan ini cara, dia berhasil mendesak lawan itu.
Tang Siauw Tong terpaksa main mundur saking hebatnya
desakan, tetapi ia juga tidak mau menyerah kalah mentahmentah,
maka kemudian, sambil berseru keras ia keluarkan
ilmu silatnya ?Thianliong Sippat-tjhioe?, yang terdiri dari
delapan belas jurus, setiap jurusnya bisa terpecah pula jadi
sembilan gerakan susulan, hingga semuanya jadi ada seratus
enam puluh dua jurus. Maka itu, kembali mereka jadi
berimbang.
Jurus-jurus dikasih lewat dengan cepat, masing-masing
dengan serangan-serangannya yang berbahaya. Menurut mata
umum, kclihatan nyata Tang Siauw Tong dcsakannya kcras,
ialah orang yang mcrasa mendongkol dan penasaran, akan
tctapi di matanya ahli, ia justru yang mulai terdesak
Sippat Lohan-tjhioc adalah ilmu pukuian istimcwa dari
Siauwlim-pay, yang tidak sembarang murid dapat pclajarkan,
yang tidak sembarang dipakai. di sebelah itu, Soekong Tjiauw
pandai Tiamhiat-hoat, ilmu menotok jalan darah. Tang Siauw
Tong scbaiiknya, walaupun ia liehay dcngan Thianl iong
Sippat-tjiangnya. ia kurang pandai dalam ilmu totokan, karena
itu, ia jadi mcndapat rintangan sendirinya.
Rupanya Tang Siauw Tong merasakan sendiri bahwa ia
mulai tcrdcsak. dari itu, ia lantas menyerang berulang-ulang,
saling susul dcngan ?Samboan togoat? ? Tiga libat mcngikat
rem bu I an, ?Lengwan hianko? ? Orang-hutan sakti
mcnyuguhi buah, dan ?Paysan oentjiang? ? Menolak gunung
dengan telapakan tangan.
Sockong Tjiauw tidak jadi keteter karcna desakan musuh
ini, dengan tenang ia mclayani, menangkis atau berkelit.
Paling belakang, ketika tangan musuh sampai, ia sedot
pemteya hingga jadi kosong. Cuma beda setengah dim, jeriji
tangan lawan akan mengenai sasarannya. Justru itu, luar
biasa gesit, orang she Soekong ini gunai tangan kanannya,
akan gempur pundak kanan orang, akan cari jalan darah
?Djiekhie-hiat.
Siauw Tong tidak sangka, terdesak demikian rupa, musuh
masih bisa menyelamatkan diri dan segera membalas
menyerang, ia terperanjat, lekas-lekas ia buang tubuhnya ke
belakang, dengan jejakan kaki, ia mencelat jumpalitan. loncat
beberapa tindak jauhnya. Tapi ia masih kalah gesit, sambaran
angin mcngcnai juga pundaknya, hingga ia merasakan
kesemutan.
?Kurang ajar!? ia berseru dalam hatinya, sebelah tangannya
segera terayun. Segera ada beberapa cahaya berkeredepan
yang menyambar kearah Soekong Tjiauw.
Itulah senjata rahasia panah tangan!
Soekong Tjiauw telah bcrlaku waspada, ia lihat gerakan
pundak orang,
lantas ia berkelit, ke kin dan kanan, cara
dcmikian, bcbcrapa batang panah tangan itu tidak mcngcnai
sasarannya.
Bukan maksud Tang Siauw Tong akan bokong lawannya
itu, kalau dia t oh menyerang dengan senjata rahasia, itu
adalah untuk bela dirj. Dia khawatir nanti disusul, untuk
digerebek, dari itu, dengan panah tangan itu, dia hendak
mcnccgahnya. Secara begini pun dia jadi dapat kesempatan
akan hunus golok Ganleng-too nya yang pernah
menggetarkan lima propinsi Utara.
Di waktu dihuntis, golok Tan-too ini bersinar berkilauan,
lalu tak tunggu tempo lagi, Tang Siauw Tong lompat maju,
akan mendahului serang musuh selagi dia ini repot berkelit
dari scrangan panah tangan.
?Pemberontak, lekas hunus senjatamu!? Siauw Tong
menantang. Dia bukannya ingat persahabatan hingga dia tidak
mau membokong, tetapi dia percaya benar dia punya ilmu
golok. Sebab selainnya dari sikapnya ini, adalah tempo bcrtiga
mcrcka bcrangkat dari Pakkhia, mereka dipesan sedapatdapatnya
agar musuh mi dibujuk menakluk atau sedikitriya
ditawan hidup-hidup. Adalah keinginan dari pemerintah Boan
akan korek keterangan dari Soekong Tjiauw tentang di mana
sembunyinya ahli waris Kerajaan Beng.
Bukan main panas hatinya Soekong Tjiauw apabila ia
saksikan sikapjumawa dari lawan she Tang ini. Teranglah
Siauw Tong tidak cuma rela jadi budak Boan tapi dia pun tak
hormati lagi persahabatan kaum Kangouw. Adalah satu
kebiasaan, dalam keadaan seperti Siauw Tong, diasudah mesti
mengaku kalah. Tapi, gusar atau tidak, ia sudah tidak punya
kesempatan lagi. Sinar golok itu telah berkeredep
berulang-ulang
menyilaukan mata. Golok Siauw Tong ada golok terbuat
dari baja
pilihan, rambut putus bila difiupkan ke arah tajamnya.
Itulah golok yang dipakai membelai Wie Tjiang Hoei, untuk
binasakan Yo Sioe Tjeng.
Soekong Tjiauw juga ada punya pedang pilihan, ialah
pedang ?Lionggim-kiarn? had iah, atau tanda mata dari Ek-ong
Tjio Tat Kay, yang tak kalah tajamnya dengan golok Tang
Siauw Tong. Pedang ini ia kebetulan tidak bawa, sebab
biasanya, ia simpan gegaman itu. Kalau ia lihat Lionggimkiam,
ia jadi bcrduka, karcna ia lantas teringat kepada Ek-ong.
Lainnya sebab lagi adalah ia paling tidak gemar merebut
kemenangan dengan gunai senjata, kecuali dalam keadaan
sangat terpaksa. Bcgitu, ia terus hadapi musuh ini dengan
tangan kosong, ia cuma waspada, ia mundur.
?Kau masih tidak mau kcluarkan senjatamu?? Tang Siauw
Tong membentak. ?Kau hendak tunggu apa lagi? Apa kau mau
terima binasa di ujunggolokku?**
Ditantang secara dcmikian takabur, bukannya dia naik
darah, Soekong Tjiauw scbaiiknya tertawa besar dan lama,
kemudian dengan tiba-tiba ia melejit ke samping jauhnya
beberapa tumbak di mana ia hampirkan sebuah pohon yang
besarnya sepelukan, ia jambret scbatang cabang, untuk potes
yang panjangnya satu tumbak lebih, yang besarnya sebesar
lengan seorang tua, kemudian dengan putar itu, ia hadapi
orang jumawa itu. Cabang pohon itu ia hendak gunai sebagai
toya Houwbwee-koen ? Ekor Harimau -Iguna layani golok Gan
leng- too.
Tang Siauw Tong tertawa di dalam hatinya apabila ia
tampak orang hendak lawan iadengan gunai hanya sebatang
pohon.
?Tcrang dia mau can? mampifs sendiri!? pikir ia. ?Walaupun
kau gunai toyabesi, aku tak takut, apalagi segala kayu!?
Dan ia segera loncat maju, untuk mulai dengan
serangannya.
Soekong Tjiauw putar toyanya, hingga mcncrbitkan suara
angin menderu-deru, dengan itu ia hendak] sampok golok
orang.
Siauw Tong tidak kasih goloknya dihajar, ia mempunyai
kegesitan luar biasa dalam hal bcrsilat dengan scnjata ini. Ia
kasih lewat toya, lantas ia barcngi, akan mcmbabat, untuk
membikin kutung. Tubuhnya bcrada di sampi ng.
Scnjata toya ada panjang, tetapi menghadapi gcgaman
pendek, digunainya rada sulit, karena kurang kegesitan.
Soekong Tjiauw pandai Umu entengi tubuh, tidak urung, ia
merasakan juga sedikit kesukaran. Adalah karena ia sudah
bcrpcngalaman, ia masih bisa luputkan diri dari papasan golok
lawan.
Pertarungan bcrlangsung dengan Soekong Tjiauw berada di
pihak terdesak, goloknya Tang Siauw Tong ada sangat gesit,
sambarannya tidak putus-putusnya, maka juga, scsudah lewat
beberapa jurus, tiba-tiba kedua senjata beradu dengan keras,
lantas toya putus dengan getas, hingga tinggal scparuhnya
masih dicckal. Siauw Tong tidak mau kalah, ia loncat terus,
akan babat sekalian lengannya orang itu!
Soekong Tjiauw menangkis dengan toya buntungnya, maka
lagi sekali, kcdua senjata beradu keras, golok ada sangat
tajam, toya kena dipapas! atas itu, dia berlompat mundur tiga
tumbak. Apabila ia lihat toyanya, ujungnya itu pun telah jadi
runcing?.
Poei Hok Han mcnonton dengan asyik sekali, hatinya
tegang, ia tahu sahabatnya liehay tetapi ia tcrpcranjat
mendapati sahabat itu kena didcsak dcmikian macam, hingga
ia pikir, sudah datang saatnya untuk ia memberi bantuan.
Tapi, bclum sampai ia sempat kcluar dari tempat
sembunyinya, ia tampak sahabatnya sekarang berubah sikap.
Scbal i knya dari pada jcrih, Soekong Tjiauw tertawa
tcrbahak-bahak.
?Pcngkhianat, jangan kau merasa puas!? dia menegur.
?Lihat tombakku!?
Dengan sebenarnya, karena ujungnya runcing, toya kayu
itu merupakan jadi tombak, karena mana, Soekong Tjiauw
mcndahului maju. Dia sekarang bersilat dengan ilmu tombak
?Kimtjhio Djiesiesie?.
Tang Siauw Tong tertawa dingin.
?Dengan toyamu tinggal sepotong, kau masih berani layani
aku?? tanya ia dengan sikap menantang, mcnghina. ?Lebih
baik kau turut saja aku pulang ke Kota Raja, dengan pandang
kau sebagai sahabat kekal, tidak nanti aku bikin susah
padamu.?
Soekong Tjiauw tidak gubris bujukan yang diberikuti
ancaman itu, ia malah lantas mcnusuk perut orang bahagian
?Khieboen-hiat?.
Tang Siauw Tong membabat, dengan maksud menabas
pula toya runcing itu, tetapi sebat sekali, Soekong Tjiauw
bcrkelit ke kiri seraya barengi menikam lengan kanan orang.
Mcnampak dcmikian, dengan tidak kurang scbatnya, Siauw
Tong menangkis, malah dengan tepat, hingga lagi-lagi ia kena
papas sedikit ujung toya orang itu.
Soekong Tjiauw tetapi tidak menjadi jcrih meski juga
bcrulang-ulang toyanya kena dibikin tambah pendek, scbal
iknya, ia berkelahi terus dengan semakin gesit, di sebelah
ancaman serangannya, sekarang lajaga agar senjata tidak lagi
menjadi korban golok musuh.
Dcmikian mcrcka bertarung terus, sampai Tang Siauw
Tonglcewalahan juga, tetapi dia tidak mau mengerti, dia toh
tidak takuti toya, goloknya ada tcrlalu tajam untuk itu, dia
menyerang dengan scngit, hingga lagi-lagi, dia dapat babat
ujung toya orang hingga cabang pohon itu jadi makin pendek,
karena papasan berulang-ulang.
Hok Han mengawasi dengan tercengang, hatinya tegang
bukan main. Terangiah kawannya sudah terdesak sekali
?Kena!? mcndadakan terdengar seruannya Tang Siauw
Tong, menyusul mana, kembati toyanya Soekong Tjiauw
kenadibabat, hingga sekarang senjata sembatan itu jadi
pendek sekali.
Poei Hok Han keluarkan keringat dingin. Kcmbali ia berniat
iompat keluar, akan bantui kawart itu. Tapi lagi sekali ia
urungkan niatnya! Di antara suara tertawa yang keras dan
panjang, ia tampak Soekong Tjiauw Iompat tinggi, di sebelah
atasan kepala lawan, akan turun di belakangnya musuh ini,
toyanya tak ada sepanjang ruyung, dan ketika Tang Siauw
Tong putar tubuh, akan hadapi dia, dia kata: ?Terima kasih
kepadamu yang telah persembahkan sepotong senjata ini
kepadaku!?
Soekong Tjiauw telah gunai toya yang tcrlalu besar dan
panjang, walaupun ia ada sangat gesit, senjata istimewa itu
tak tepat untuknya, maka itu, selagi ia terdesak, dengan
separuh disengaja, ia biarkan senjatanya saban-saban kena
ditabas kutung dan dipapas sempiak, sampai akhirnya toya itu
jadi sangat pendek, seperti ruyung saja, hingga cukup untuk
ia pegang dengan sebeiah tangan. Sekarang sampailah
saatnya untuk ia bikin perlawanan Icbih jauh. karena toya
panjang itu sudah merupakan sebagai Poankoan-pit. Dia ada
ahli menotok jalan darah, inilah senjata yang surup untuknya.
Tang Siauw Tong tahu orang ada ahli totok tetapi ia tidak
mau lantas percaya sang lawan bisa gunai punning toys itu,
maka juga dengan tertawa dingin, ia kata: ?Sockong Tjiauw,
akal apa kau scdang gunai? Apakah dengan punning itu kau
hendak gertak aku? Soekong Tjiauw, apabila kau ingin
lindungi jiwamu, lekaslah kau menyerah!?
Diancam secara demekian, Soekong Tjiauw ulapkan
senjatanya dan tertawa besar.
?Kematian sedang menghampirkan kau, kau masih omong
besar?? ia balasi. ?Mari maju, untuk kita orang mencoba-coba
pulaJ?
Dan dengan senjatanya itu, ia menggertak, ia pun melirik.
Naik darahnya Tang Siauw Tong, yang menganggap dirinya
dipcrmainkan, sedang waktu itu ia percaya betul ia sudali
bcrada di at as angin.
?Baik aku habiskan sajajiwanya!? demikian ia pikir saking
murkahnya. ?Tidak apa apabila aku bunuh dia schingga aku
tak akan dapat upah lebih besar daripada dia ditangkap hiduphidup!
Tak dapat aku antapkan diriku dipcrhinakan dia!?
Segera ia maju, untuk menerjang. Sckarang ia sudah ambiI
keputusan akan bikin mampus saja ini sahabat dari dua puluh
tahun yang lampau?.
Selama bertempur, walaupun dia ada di pihak tcrdcsak,
kelihatan Soekong Tjiauw tenang saja, tidak demikian dengan
si penonton Poei Hok Han, yang hatinya berdebar-de-bar,
saking khawatimya.
Kcdua kawannya Tang Siauw Tong tetap menaruh
perhatian besar, mcrcka pun heran menampak sikap luar biasa
dari orang yang mcrcka kepung-kepung, tanpa mcrasa,
mcrcka siap benar dengan masing-masing senjata mereka.
Mereka mencurigainya!
Hok Han mengerti bahwa sahabatnya sudah nekat, sahabat
itu sudah bersedia untuk jual jiwanya, karena itu, separuh
berbisik, ia pesan Siangkoan Kin: ?Mungkin sebentar aku
muncul untuk adujiwaku dengan jahanam itu, kesudahannya
bisa aku beruntung, bisa jadi juga tulang-tulang dan dagingku
bakal dikubur di udara terbuka di gunung sunyi ini, akan tetapi
tak perduli bagaimana kesudahannya, aku larang kau
sembarang bergerak! Umpama kata orang kemplang aku
hingga mati, kau tetap tidak boleh to long i aku!
Kcpandaianmu masih sangat jauh dari kesempurnaan, dengan
munculkan
diri, itu berarti kau antari jiwa?..
Begitu lekas kau angkat kaki dari gunung ini, barangkali
selama nyawaku belum putus, aku bisa gerecoki mereka
hingga kau dapat ketika untuk meluputkan diri.
Siangkoan Kin, dengarkah kau kata-kataku ini??
Tak dapat Siangkoan Kin setujui putusan gurunya itu,
mulutnya akan utarakan tak mufakatnya itu, akan tetapi iatak
bisa buka mulutnya, sang guru sudah awasi ia dengan tajam
sekali, hingga ia ragu-ragu.
Juga Poei Hok Han tidak dapat mcngawasi terus muridnya
itu, untuk peroleh jawaban, karena hatinya ada pada
pertempuran. Demikian ia sudah lantas berpaling pula,
kepadadua orang
yang lagi adu jiwa. Ia ingin ketahui, sampai
di mana adanya bahaya yang mengancam sahabatnya. Akan
tetapi, setelah ia melihat, ia menjadi heran, hingga ia berdin
tercengang, mulutnya ternganga, matanya terbuka lebar!
?Medan perang? telah berubah seperti dalam sekejab,
segera kelihatan perbedaannya antara tuan rumah dan
tetamunya. Dengan Poankoan-pit puntung toyanya, Soekong
Tjiauw telah jadi lain daripada Soekong Tjiauw yang
bcrsenjatakan toy a? yang panjang, besar dan berat. Dari
didesak, ia sckarang yang menggantikan merangsang lawan.
Dengan puntung toya itu, ia jadi sebat dan tangkas bukan
main.
Tang Siauw Tong terkejut apabila ia saksikan
perubahannya silat dari lawan ini. Inilah ia tidak pemah
sangka dari satu sahabatnya dari puluhan tahun yang telah
siiam. Segera ia merasa bahwa ia lagi terancam bahaya, tidak
perduli ia sanggup geraki goloknya dengan sempuma. ia pun
bersangsi meskipun ia ingat kepada kedua sahabatnya,
bantuan siapa ia boleh harap. Kulit mukanya ada terlalu tipis
untuk segera minta bantuan sahabat-sahabat itu. ia pun masih
sangat kemaruk sama jasa, ia masih sayang akan membagi
jasa kepada kedua kawannya itu. Maka, dalam saat-saat
sehabat itu, ia terus berkelahi scorang diri. Demikian lah ia
berseru beberapa kali, ia geraki goloknya sccara sangat sebat
dan berbahaya.
Soekong Tjiauw tidak perdulikan liehaynya musuh, ia
berkelahi dengan menunj ukkan kegesi tanny a, ia kurung ini
dengan loncatannya ke empat penjuru, kiri dan kanan, depan
dan belakang, tangannya pun menyambar-nyambar
bagaikan halilintar bcrkclcbatan, saban-saban ujung
?Poankoan-pit? mencari jalan darah?. Ia pun, saban-saban
perdengarkan tertawanya, mengejek. Sckian lama lagi,Tang
Siauw Tong layani musuh yang liehay ini, lantas ia punya
keringat membasahkan jidatnya, matanya berkunang-kunang,
kepalanya mulai pusing. la insyaf benar-benar akan bahaya
yang mengancam padanya. Sckonyong-konyong ia mainkan
tipu pukulan ?Pcngscc lokgan? atau ?Ganlok pengscc?,
goloknya ditunuikan, lalu ia membabat pundak terus ke
lengan.
ke nadi!
Soekong Tjiauw perdengarkan seruan panjang apabiia ia
lihati serangan hebat itu, lekas-lekas ia turunkan pundak
kanannya sambil Ikaki kirinya menggeser, untuk mundur
sedikit, kcmudian setelah bacokan musuh lewat, ia maju pula,
dengan serangannya dengan tipu silat ?Siankouw songtjoe?
atau ?Dewi mengantar anak?. Pit istimcwanya mencari jalan
darah ?Hoetjoei-hiat?.
Tang Siauw Tong segera bcrkclit, menyusul mana, goloknya
dari bawah mcnyambar ke atas, akan scrang tangan musuh.
Atas ini Soekong Tjiauw berkelit, tetapi kemudian, scpcrti tadi,
ia tcrusi mcrangsang pula, tangan kanannya mencari jalan
darah ?Hoakay-hiat?. Sekarang tangan kirinya turut
mengancam dengan cengkraman, untuk cekuk tangan lawan.
Sambil perdengarkan jcritan ?Aya!? orang she Tang itu
lompat mundur. Ia bcrlaku sangat cepat, tetapi lebih cepat lagi
gerakannya lawan, selagi ia loncat, lawan itu loncat juga, akan
susul ia. Ia bclum tctap dengan kakinya, tangannya masih
bclum siap, ujung Poankoan-pit sudah menyambar.
Di saat dari kematian itu, mcndadakan satu tubuh lompat
maju, menghadang di antara dua musuh ini, hingga mau atau
tidak, Soekong Tjiauw mesti batalkan serangannya dan lompat
ke samping, untuk hindarkan
dirt. Kelika ia sudah mengawasi, ia kcnali See Beng Wan,
sahabatnya musuh itu. Ia jadi sangat mendongkol. |
?He, orang busuk dari Rimbai Pcrsilatan!? ia membentak
sambil ia tuding orang she See itu. ?Sungguh kau membikin
malu pada kaum Kangouw! Apakah scbenarnya siasat kau
orang? Kau orang hendakj berkelahi dengan bergiliran sebagai
roda atau hendak main keroyok??
Tapi See Beng Wan tidak menjadi malu karena teguran itu,
sebaliknya, ia tertawa haha-hihi.
?SoekongTjiauw,? kata ia dengan menebal, ?jikalau ini hari
kau masih* bisa mengharap loloskan diri, itulah sulit ? itulah
lebih sukar dari pada naik ke langit! Kau adalah
pemberontakdi matanya Pemerintah Agung, maka siapakah
yang kesudian bicara tcntang. kehormatan kaum Kangouw
dengan kau??
Setelah iamengucapkan demikian, See Beng Wan lantas
menyerang, akan bcrsama-sama Tang Siauw Tong kepung
musuh ini. Tang Siauw Tong sendiri tidak, pcrdulikan lagi
kehormatan kaum Kangouw itu.
Soekong Tjiauw sangat mendelu melihat orang ada
demikian tak tahu malu, maka itu, sambil tertawa dingin, ia
layani mereka bcrdua. Sama sekali ia tidak merasa jerih.
Pertempuran kali ini pun ada membawa perubahan.
Gembolannya See Beng Wan Samleng Touwkoet-twie
adalah sebuah senjata yang langka, jarang sekali orang
Kangouw yang bisa gunai itu, sedang gelarannya ?Tjianlie
Twiehong? atau si Pengejar Angin, atau lebih benar,
?mengejar angin scribu lie jauhnya?, sudah mengunjuki
keentcngan tubuhnya dan kegesitan, yang ada mclcbihkan
Tang Siauw Tong.
Kewalahanjuga Soekong Tjiauw melayani dua musuh yang
tangguh itu. Sulitnya, puntung ruyung tak dapat diadu dengan
golok atau dengan gembolan kedua musuh itu, ia melainkan
bisa andali kegesitannya. Maka di akhirnya, ia menjadi nekat.
Ia mesti berlaku cepat untuk mengakbiri pertempuran itu.
Demikianlah, selagi ia berkelit dari serangannya See Beng
Wan, setelah menyampingkan diri, ia terusi totok muka Tang
Siauw Tong.
Orang she Tang itu bcrkclit ke samping.
Selagi musuh berkelit, Soekong Tjiauw tidak mendesak,
hanya di lain pihak, ia loncat ke kiri, di mana ada Sec Beng
Wan, yang habis terjang ia, lain ia totok jalan darahnya
?Thiantie-hiat? musuh.
See Beng Wan tidak berkelit atas datangnya serangan itu,
sebaliknya, ia angkat tangan kanannya, untuk balas
menyerang, dengan membarengi.
Soekong Tjiauw tidak mau adu senjata, ia mundur sambil
putar tubuh, scsudah mana ia loncat, hingga ia berada di
beiakang dua musuh itu.
?Pemberontakjangan lari! Masih ada aku di sini!? demikian
satu teriakan tiba-tiba selagi baharu saja Soekong Tjiauw
lolosdari kepungan. Seruan itu disusui sama berkeredepnya
beberapa cahaya berkilau, yang datang menyambar.
?Tapi juga masih ada aku di sini!? sekonyong-konyong
datang lain seruan sebelum teriakan itu habis diucapkan.
Soekong Tjiauw lihat serangan senjata gelap, ia segera
berlompat berkelit, tetapi ternyata, semua senjata itu tak
menjurus tepat, hingga ia jadi heran, apapula setelah ia
tampak. dua tubuh muncul saiing susul.
Itulah PekTjeng It dan Poei Hok Han.
Pek Tjeng It telah pasang mata, ia siap dengan Djoanpiannya,
ruyung lemas, yang ia bisa gunai sebagai toya. Ketika
ia lihat Soekong Tjiauw mau loloskan diri, ia tidak mau
mcmbiarkannya, maka itu, lantas ia gunai senjata rahasianya,
yang ia biasa tak sembarang gunai yaitu jarum bcracun
Wietok Tjitsat-teng. banyaknya tiga batang. Ia menimpuk
bcruntun terus. Ia ada liehay dalam ilmu ini, tapi
kesudahannya bikin ia heran dan penasaran. Sebab
?cengcorang menangkap tonggcret, tak tahunya di
belakangnya, ada| burung gereja?.
Poei Hok Han juga siap sembarang waktu, kctika ia lihat
muncul pula satu musuh, yang bokong Soekong Tjiauw,
dengan terpaksa, ia pun keluar dari tcmpat sembunyinya,
untuk gagalkan bokongan, ia scrang orang itu dengan tiga
batang panah tangan.
Pek Tjeng It dapat tahu ada serangan gclap untuk ia, ia
bcrkclit, tetapi justru itu, ia pun lagi bokong Soekong Tjiauw,
dari itu sendirinya, scrangannya jadi tidak tepat kepada
sasarannya. Maka itu, Soekong Tjiauw jadi teriuput dari
bahaya. Ia pun memangnya dapat kctika untuk berkelitjuga.
Pek Tjeng It gusar sekali terhadap orang yang bokong ia,
yang bikin ia gaga].
?Binatang dari mana berani mengacau kita?? ia membentak
sambil ia terns menyerang dengan Djoan-piannya.
Poei H ok Han tidak berdiam saja, ia tangkis serangan itu,
ia bikin perlawanan.
Soekong Tjiauw jugasudah asyik bertcmpur pula, karcna
Tang Siauw Tong dan Sec Beng Wan sudah Iantas knnmg
pula padanya, untuk dikepung lebih jauh. Ia tetap tidak takut,
meski juga kedua musuhnya menyerang dengan seru, tapi
sekarang pcrhatiannya tertarik oleh pertempuran di
sebelahnya, karcna ia segera kenali, siapa itu yang lagi layani
musuhnya yang ketiga.
Bertempur belum lama, Poei Hok Han sudah lantas ketcter,
tidak perduli ia telah mainkan sungguh-sungguh ilmu silatnya
golok LiokhapJ, too. Musuh ini, sclainnya liehay, pun ada
sedang gusar karena) pembokongannya terhadap Soekong
Tjiauw dirintangi hingga jadi gaga!. Bcbcrapa kali goloknya
kena dililit hingga sampai hampir terlepas dari cckalan. Lagi
bcbcrapa jurus, lantas iacuma sanggup menangkis, tidak lagi,
bisa menyerang. Iasebenarnyagagah, kalau tidak, tidak nanti
dia jadi pahlawannya Ek-ong Tjio Tat KayJ akan tetapi
kawannya Tang Siauw Tong itu ada salah satu pahlawan
pilihannya pemerintah Boan.
Pek Tjeng It lihat bagaimana ia adaj di pihak unggul, ia
segera perkeras desakan nya untuk rebut kemenangan.
Hok Han tahu ia lagi menghadapi bencana, scdapat
mungkin ia bcrikan perlawanan sungguh-sungguh, demikian
satu kali, ia paksakan membacok Pek Tjeng It dengan tipu
bacokan ?Pekgan sieleng? atauj ?Burung belibis putih sisirkan
bulu?.
Pek Tjeng It berkelit seraya putar tubuhnya, dengan begitu
Djoan-piannya bisa diteruskan dipakai menyerang, karcna ia
berkelit sambil mengendap, sekarang serangan] membalasnya
ke bawah, bagaikan gcrakan uNaga malas bergulingan di
tanah?. Ruyungnya menyerempet di tanah sampai
menerbitkan suara. inn ada suatu serangan dari ilmu toya Sat
hwee hwee-koen yang dinamakan ?Ouwliong kauwtjoe? atau
?Naga hitam melilit tiang?.
Untuk tolong diri, Hok Han mcloncat, akan tetapi oleh
karena ituj Djoan-pian, yang diputar terus, kembali
menyambar padanya. Dan justru ia berada di saat berbahaya
itu, mati atau hidup, tiba-tiba ada sambaran senjata gelap
yang mengenai Djoan-piannya, sehingga Pek Tjeng It jadi
kaget dan lantas; menunda penyerangannya lebih jauh.
?Siapa berani membokong aku?? membentaknya.
Teguran itu disusul sama munculnya satu anak muda dari
gombolan di samping mcreka ini, pemuda itu berlari-lari
menghampiri mcreka dengan pedang di tangan.
Hok Han tercengang dan mukanya pucat apabila ia tampak
pemuda itu, karena dia adalah Siangkoan Kin, mu rid nya yang
tcrsayang itu. Ia tidak sangka murid ini abaikan pesannya dan
justru muncul sekali. ltulah bcrbahaya untuk si murid, setagi ia
sendiri, si guru, tidak bcrdaya.
Tent u saja Siangkoan Kin tidak bisa berdiam saja, atau lari
kabur, selagi ia lihat gurunya terancam bahaya maut,
melupakan segala apa, ia menyerang dengan beberapa panah
tangan, sehingga merepotkan Pek Tjeng It, untuk menghalau
itu. Sesudah membokong, ia segera keluar dari tempatnya
sembunyi, maka di lain pihak, ia sudah hadapi musuh liehay
itu.
?Siangkoan Kin, mundur!? Hok
Han teriaki muridnya, seraya ia sendiri loncat maju untuk
mcnghalangi. ?Ini bukan urusan kau, jangan kau campur
tahu!? Kemudian ia tambahkan pada Pek Tjeng it: ?Sahabat,
kau layani aku saja! Mari kita bertempur sampai salah satu
mati!?
Pek Tjeng It tertawa menghina bcrulang-uiang.
?Ini eng-hiong muda berani membokong dengan senjata
rahasia, aku ingin coba-coba dengannya!? jawabnya sangat
jumawa. Kemudian sambil tertawa dingin ia kata pada si anak
muda sendiri: ?Aku izinkan kau membokong! Aku sendiri tidak
sudi menipumu! Kau ada punya senjata apa lagi? Hayo segera
keluarkan itu!?
Dia menantang karena dia bisa duga, anak muda ini tentu
masih hijau. I a buka mulut dengan tidak dipikir lagi, ia lupa,
ia sendiri baharu saja membokong Soekong Tjiauw.
Poei Hok Han ada sangat berkuatir, hingga melupai segala
apa, ia loncat akan terjang lawan yang liehay ini, pertama ia
menyerang dengan ?Tay-san apteng? atau ?Gunung Tay-san
mcnindih kcpala?, kemudian ia membabat dengan ?Taypeng
tiantjie? atau ?Burung garuda pentang sayjtp?. Ia bcrlaku matimatian!
Pek Tjeng It melihat kenekatan orang, ia tertawa
mengejek. Menggeraki Djoan~pian ke atas, ia tangkis
serangan dari atas itu, kcmudian setelah ia ditabas, ia pun
terusi menangkis ke samping. sesudah mana ia ambil ketika
akan balas mcnycrang. Sesaat saja, ia telah bikin repot si
empeh tukang besi.
Siangkoan Kin ada scumpama anak kerbau yang tak takuti
harimau, begitulah melifaat gurunya terancam bahaya. ia
lompat mcnycrang, akan tikam iga kanan orang itu. Akan
tetapi pcdangnya bcntrok dengan Djoan-pian, yang dipakai
menangkis padanya, tahu-tahu tangannya sakit, sesemutan,
pedangnya teriempar, mcnyusul mana, ia pun 1 imbung dan
rubuh dengan tak dapat ditahan lagi. Itu adalah akibat
gcrakan scbat, kcras dan libatan senjata Pek Tjeng It.
Poei Hok Han kaget bukan kepalang, ia kuatir muridnya
disusuli serangan lain, ia loncat, ia serang musuh itu dengan
tipu-bacokan ?Benghouw pabwee? atau ?Harimau galak
menggoyang ekor?. Ia arah mukanya musuh.
Pek Tjeng It lihat serangan orang tua mi, sambil putar
sedikit tubuhnya. ia menangkis, Djoan-piannya dibikin meiibat,
sesudah mana, ia membctot dengan kaget dan keras. Goiok
Liokhap-too terbentur dengan menerbitkan suara nyaring,
lantas teriempar dari cekalan, teriempar jauh!
Syukur untuk Poei Hok Han, waiaupun goloknya terlepas
dan ia terkejut, kuda-kudanya teguh, ia tidak kena turut
terbetot, dari hu, dengan tidak perdulikan goloknya lagi, ia
loncat kepada muridnya, tubuh siapa ia angkat, terus ia ajak
muridnya itu lari!
?Menyerah kau!? Pek Tjeng It bcrscru sambil ia lompat,
untuk mengejar. Tapi ia menguber baharu beberapa tindak,
sekonyong-konyong ia dengar suara mengaung di atas
pepohonan, suaranya tedas dan panjang. Mendengar ini, ia
segera tahan t indakannya, ia terkejut Karena segeralah ia
ingat, ia kenal i suara apa itu. Ia tidak usah tercengang lama
atau di scbclah depan ia, dari gegombolan, ia lihat munculnya
satu niekouw tua di tangan siapa ada tercekal sebatang
kebutan Tiat-hoedtim. Ia kaget, sampai hatinya berdebaran.
Itulah pendeta wanita nama siapa ia telah dengar lama, yang
orang Kangouw sangat takuti ? ialah Sim Djie Sinnie.
Mclainkan romannya niekouw ini, yang sabar, beda daripada
apa yang orang buat ceritaan.
Niekouw tua itu menghampirinya sambil berkata. ?Kamu
sekalian bertarung di atas Gunung Seegak ini, apakah kamu
tidak kuatir itu nanti merusak keindahan gunung ini? Baiklah
kamu kedua pihak segera berhentikan pertempuranmu ini.
Pinnie ada seorang beribadat, dari itu pinnie tidak mau
memusingi di antara kamu siapa yang benar, siapa yang
salah.?
Pada saat itu juga, Soekong Tjiauw sudah sangat terancam
oleh kedua musuhnya, akan tetapi kapan kupingnya dengar
suara mengaung itu, hatinya jadi girang dengan tiba-tiba. Dia
kenal baik suara itu. Dia ada muridnya Hoei Beng Sintjeng,
pendeta suci di perbatasan, dan Sim Djie itu adalah
soetjienya. Bedanya adalah sang niekouw menjadi murid
sepuluh tahun lebih dahulu daripadanya, dan kepandaiannya
jauh melebihkan diajuga Sang guru kesohor gagah dan mu I
ia, maka dari itu, orang sebut dia ?sintjeng?, seperti Sim Djie
dipanggil ?sinnie?. Dengan kebutannya, Sim Djie pandai
menotok jalan darah, sedang piauw Bouwnie-tjoenya, ada
liehay sekali, suaranya mengaung.
Hatinya Soekong Tjiauw menjadi besar, dengan tiba-tiba
saja ia desak Tang Siauw Tong, yang ada lebih lemah
daripada See Beng Wan, kapan musuh ini berkelit mundur,
segera ia gunai ketika akan loncat keluar dari kepungan, untuk
lari ke arah si pendeta wanita.
Itu waktu, Sim Djie sudah bicara terlebih jauh dengan Pek
Tjeng It, yang masih tercengang, ia mendesak agar dia ini
meletaki senjatanya dang angkat kaki dari gunung itu.
Desakan ini membuat Pek Tjeng It jadi nekat, dari jerih, ia jadi
berani. Ia merasa dirinya gagah, dengan niekouw itu ta belum
pernah bertempur, ia cuma pernah dengar nama besarnya,
sekarang ia mempunyai kawan-kawan kosen, ia anggap, apa
perlunya ia
takut. Adalah ketika ia hendak bikin pcrlawanan, ia tampak
Soekong Tjiauw lari ke arah ia dengan dua kawannya Tang
Siauw Tong dan See Beng Wan sedang mengejar.
Soekong Tjiauw telah lantas datang dekat, ia lari dengan
awasi soetjienya, dari itu ia dapat lihat orang
gcraki
kebutannya, yang mana ada satu tanda rahasia untuk ia tidak
segera kenalkan soctjie itu, maka ia lantas bcrpura-pura tidak
kenal entjiej seperguruan itu. Scbaliknya dari hampirkan terus
sang soetjie, dia terusi lari kepada Poei Hok Han, puntung
toyanya ia lemparkan di tengah jalan.
Pada waktu itu, Hok Han sudah tidak berlari-lan lagi, hanya
bersama muridnya, ia berdiri diam dengan napas scngalscngal.
Ia ada sahabat karib dari Soekong Tjiauw tetapi ia
tidak tahu, sahabat ini ada soetee dari Sim Djie Sinnie.
Pek Tjeng It sudah lantas bcrkumpul dengan bersama dua
kawannya. Pasti sekali mereka ada sangat mendongkol. Sudah
tiga kali mereka satroni Gunung Hoa-san, sekarang maksud
mereka bakal tercapai tetapi mendadakan ada orang
yang
rintangi mereka
See Beng Wan, dengan gcmbolannya di depan dada,
tertawa dingin.
?Niekouw tua, kau takabur sekali!? kata ia, yang awasi
pendeta wanita itu. ?Kau ada punya hak apa untuk campur
tabu urusan kita yang lagi melakukan firman untuk membekuk
pemberontak?? Kemudian ia menoleh pada dua kawannya,
untuk tambahkan: ?Kitajangan perdu! ikan dia! Lckas bekuk si
pemberontak!?
Sim Djie tidak tunggu sampai or-ang mulai bergerak, ia
awasi mereka bcrtiga, ia angkat kebutannya
?Siapa juga kau orang hcndak tawan, kau orang ada
mcrdcka untuk lakukan ini!? kata ia sambil tertawa dingm
juga. ?Akan tctapi untuk itu, lcbih dahulu kau orang mcsti
lewati kebutanku mi!?
Ia maju. akan menghalangdi antara mereka dan Soekong
Tjiauw dan kawan-kawannya.
V
Tang Siauw Tong bertiga jadi gusar sekali.
?Jadinya kau hendak campur tahu urusan kita ini??
tegaskan See Beng Wan seraya ia ulapkan gembolannya. ?Kau
boleh gertak lain orang, lain orang
boleh jerih terhadapmu,
kita tidak. Aku justru ingin coba-coba kau!?
Tjianlie Twiehong segera pasang kuda-kudanya, untuk
menantikan serangan.
?Kau orang ada orang-orang gagah, pinnie girangdapat
menemui kau orang!?
kata Sim Djie sambil tertawa tawar.
?Pinnie sudah bilang, tak dapat
kau orang berkelahi di sini, siapa tidak puas. dia boleh
maju. sekarang kau orang ingin bclajar kenal, baik. pinnie
bcrscdia untuk menemaninya. Kau orang bcrtiga, tak sempat
pinnie akan layani kau orang satu demi satu, dari itu, silakan
kau orang maju berbareng saja, agar pinnie tidak berabe lagi!?
See Beng Wan melirik, karena kcjumavvaan orang itu.
?Oh, niekouw yang baik!? kata ia, yang mendongkol bukan
main. ?Scndirian saja kau hendak layani kita bcrtiga? Kau
terlaiu menghina kita! As?al kau sanggup rubuhkan aku
seorang, maka dua kawan, atau kita tiga saudara, pasti suka
turut segala titahmu!?
?Dua orang bertempur berhadapan ada sangat tidak
menarik hati,? pendcta wanita itu bilang. ?Jikalau satu saja
kurang dari kau orang bcrtiga, pinnie tidak bersedia untuk
melayaninya! Akur? Hayo majuij Jikalau tidak, pergilah kau
orang kabur turun gunung! Pinnie sudah berusia lanjut, akan
tctapi untuk layani baharu kau orang bcrtiga, masih belum ada
artinya! Bagaimana? Jika tetap kau orang masih tidak hendak
maju, jangan nanti scsalkan pinnie tidak sungkan-sungkan!?
See Beng Wan bcrtiga jadi meluap hawa amarahnya.
?Baik! Karena kau yang menghendaki, kita nanti
mengiringinya! Silakan!?
Sim Djie tidak tunggu sampai orang tutup mulut atau
kebutan sudah bergerak terhadap si orang she See, untuk
mana, tubuhnya mencelat maju.
See Beng Wan tahu musuh ada liehay, ia menggeser tubuh
dengan gerakan ?Poanliong djiauwpou? atau ?Naga melingkar
memutar kaki?, ia pindahkan kaki kiri ke kiri, lalu selagi tangan
kanan menangkis, tangan kirinya menyerang. Sepasang
gembolannya dikasih bekerja dengan berbareng. Ia menangkis
berbareng menyerang.
Sim Djie berlaku sangat gesit, begitu lekas serangannya
tidak memberikan hasil, tidak tunggu sampai lengannya kena
dihajar, ia tarik pulang itu, kakinya bergerak, hingga ia bisa
dekati Pek Tjeng It, siapa terus ia serang. Ia mencari jalan
darah ?Kwan-goan-hiat?, sambil menyerang, ia tertawa dingin.
Pek Tjeng It berkelit ke kanan, dari situ ia balas menyerang
dengan Djoan-piannya. Ia arah kedua kakinya si pendeta
wanita dengan serangan ?Gioktay bekyauw? atau ?Angkin
kumal a mcl ibat pinggang?.
Sim Djie tank pulang kebutannya sambil ia berlompat
tinggi, selagi Pek Tjeng It hendak bangun berdiri, untuk susuli
serangannya, ia sudah turun ke depannya Tang Siauw Tong
dalam gerakan ?Tjieyang liangpo? atau ?Burung walet
menyambar gelombang?. Benar sebagai burung saja, dia
serang lawannya ini.
Di mana orang turun dari atas, Tang Siauw Tong
menangkis dengan geraki goloknya Ganleng-too ke atas; tapi
kebutannya Sim Djie terus saja melilit, tidak pcrdul i golok itu
tajam bagaikan mcstika. Ia mengendap, ia mencoba menarik
pulang goloknya itu. Nyata ia kalah gesit, si pendeta wanita
sudah dului ia membctot, hingga iarasai sakit pada telapakan
tangannya. Syukur untuk ia, Pek Tjeng It yang berdiri di
dekatnya, sudah serang Sim Djie, hingga niekouw ini mcsti
lolosi libatan kebutannya dan berkelit. Ia luput dari bahaya
tctapi tubuhnya limbung, ia mundur beberapa tindak, baharu
ia bisa berdiri tegak.
Sim Djie tidak berhenti sampai di situ, lagi ia maju, akan
serang tiga lawan itu, dengan bergantian, untuk tidak beri
kesempatan untuk mereka kurung padanya. Selagi angin
meniup-niup, kebutannya juga perdengarkan suara, karena
kebutan ini digeraki sebagai pedang Ngoheng-kiam dan
dimainkan dalam ilmu pedang Tat Mo-kiam yang terdiri dari
seratus delapan jurus, yang kadang-kadang dicampur dengan
totokan-totokan kepada jalan darah. Ia ada tenang sekali, tapi
gerakan tubuhnya sangat gesit, gerak-gerakan tangannya
sangat sebat. Coba ketiga musuh bukannya orang-orang
liehay, pasti siang-siang mereka sudah tak berdaya.
Poei Hok Han bersama-sama Siangkoan Kin menyaksikan
dengan tercengang pertandingan itu. Tadi mereka sudah
dibikin kagum dengan perlawanannya Soekong Tjiauw
terhadap tiga musuh itu, sekarang mereka saksikan
kepandaian yang jauh terlebih liehay. Pengalaman mereka ini
mirip dengan orang yang untuk pertama kali mendaki Gunung
Seegak Hoa-san.
Melihat Puncak Tjiauwyang-hong, orang anggap itu adalah
puncak tertinggi dari Hoa-san, karena ujung puncak sudah
menempel sama awan.
Kapan orang sudah panjat puncak ini, orang lantas lihat
Puncak Gioklie-hong lebih tinggi di depannya. Di depan Gi ok
he-hong ini ada lagi Puncak Lianhoa-hong yang terlebih tinggi
pula. Demikian juga ilmu silat, tidak ada ujung pangkalnya,
siapa yang lebih yak in dan ulet, dia yang terlebih liehay.
Tiga-tiga senjatanya rombongan dari Tang Siauw Tong pun
ada menerbitkan sambaran angin yang keras. Ganleng-too
berkeredepan bagaikan ular perak, Djoan-pian bergerak-gerak
seperti naga mumbul di udara, dan gembolannya See Beng
Wan berkilauan antara sinar matahari.
Hebat adalah kapan datang saatnya Sim Djie kena
dikurung, hingga ia seperti tak tertapak tubuhnya.
?Bagaimana Saudara Soekong?? akhirnya Poei Hok Han
tanya sahabat karibnya itu. MApa perlu kita maju untuk
membantui? Aku kuatir niekouw tua itu tidak sanggup lawan
lebih lama tiga orang jahat itu??
Soekong Tjiauw bersenyum sikapnya. seperti biasa, sangat
tenang. ?Jangan sibuk, jangan khawatir kata ia. ?Apakah kau
tidak Hhat, dia sekarang sudah jadi terlebih unggul?? Hok Han
mengawasi, tetapi, di ma tanya. pertempuran masih sama
seperti tadi, Sim Djie masih terkurung, tubuh mereka
berempat bergerak-gerak bagaikan bayangan saja.
?Apakah benar dia terlebih unggul?? akhirnya ia tegaskan.
?Kenapa tidak?? Soekong Tjiauw baliiki. ?Segera tiga orang
itu tak dapat bertahan lagi. Lihat saja, lagi sebentar kau akan
dapat menyaksikannya.?
Sambil mengucapkan demikian, Soekong Tjiauw pandang
sahabatnya, kepala siapa masih berkeringatan, sikapnya
tegang sekali.
?Apakah Saudara tidak ketahui siapa pendeta wanita ini?? ia
tanya. ?Ia ada Sim Djie Sinnie yang kenamaan dalam dunia
Kangouw.?
?Aku tahu dia ada Sim Djie Sinnie akan tetapi tiga lawannya
semua liehay?? Hok Han bilang. Soekong Tjiauw tertawa.
?Kau belum pernah saksikan Sinnie bertempur, tidak jikalau
kau jadi sibuk sendiri,? ia kata. ?Mereka bertiga memang
liehay, tapi apabila satu lawan satu, satu per satu dari mereka,
aku sanggup pukul rubuh. Mereka bisa kepung aku tadi
karena mereka bertiga. Sim Djie Sinnie ada jauh terlebih
liehay daripada aku, pasti dia sanggup lawan mereka itu?.?
Soekong Tjiauw baharu tutup mulutnya atau ia berseru:
?Lihat!?
Hok Han segera menoleh kepada orang-orang yang lagi
bertempur, baharu sekejap, kalau tadi ia Hhat si niekouw
terkurung, sekarang tcrtampak nyata tubuhnya dia itu. Beng
Wan bertiga, terpecah ke tiga jurusan, telah mulai mundur,
tetapi bukannya untuk angkat kaki; sesudah pisahkan diri, tak
mengurung rapat lagi, mereka silih berganti bergerak ke kiri
dan kanan, depan dan belakang. Dan Sim Djie, sesudah tidak
dikurung rapat lagi ? anehnya! ? sudah lantas berdiri diam di
tcngah-tengah mereka, sikapnya tenang sekali.
Hok Han jadi heran, ia menjadi masygul.
?Inilah tidak ada artinya!? kata Soekong Tjiauw, yang lihat
sikap bcrkuatir dari orang itu. ?Mereka itu lihat sulit untuk
mereka merangsang tcrus, sengaja mereka ambil sikap
renggangkan diri. Lihatlah gerakan mereka dan jarak tcratur.
Maksud mereka adalah untuk pancing Sim Djie Sinnie serang
salah satu dari mereka, bila itu terjadi, dua yang lain jadi
mcrdeka, hingga merdeka j uga mereka menyerang dengan
membokong atau pun dengan gunai senjata rahasia. Cara
berkelahi ini biasanya membutuhkan latihan, terutama mesti
digunai oleh orang-orang yang liehay* jikalau tidak, scrangan
pembokongan pasti kurang sebat.?
Hok Han heran.
?Jikalau begitu, perlu kita berikan bantuan kita,? ia utarakan
pula. ?Dengan adanya bantuan kita, kita orang jadi satu lawan
satu, secara demikian, Sim Djie Sinnie jadi merdeka untuk
layani satu musuhnya?.?
?Lihat!? kembali Soekong Tjiauw berseru, memotong
sahabatnya.
Sim Djie, yang sadari tadi diam saja, mengawasi aksi
musuh, yang hendak memancing ia untukia terjang salah satu
di antaranya, sekarang kelihatan telah lepaskan sikap diamnya
itu, dengan sekonyong-konyong tubuhnya melesat maju,
tangannya pun dikasih bergerak, dan belum sampai kakinya
menginjak tanah, kebutannya sudah menyambar.
Hok Han belum sempat melihat nyata, segera ia dengar
suara keras, dari kebutan yang mengenai batu besar di
samping mereka yang lagi bcrtanding. Sim Djie loncat jauh
beberapa tumbak, ia hajar batu gunung sampai batu itu pecah
dan muntahkan lelatu api.
Dan belum Hok Han tahu apa-apa, ia dengar Pek Tjeng It
berseru, menyusul mana belasan rupa barang berkeredepan
melesat menerjang si niekouw tua. Ia lantas tahu, itulahj
jarum Tjitsat-teng yang liehay, yang tadi tiga batang di
antaranya telah dipakai menyerang Soekong Tjiauw. Ia kaget,
segera tangannya meraba panah tangannya, akan tetapi,
sebelum ia sempat meraba, kupingnya lantas dengar suara
mengaung, menyusul mana. barang berkcredepan itu pada
melunik jatuh sendirinya. Tapi ini belum semua, masih ada
susulan jeritan-jeritan dari kesakitan, akan akhirnya, kelihatan
satu tubuh lompat Ian? ke samping, lenyap di antara
gombolan.
Ketika itu sudah mulai maghrib, sinar matahari ada sinar
iayung. Begitu lekas pertempuran berhenti. Kecuali siuran
angin, Gunung Hoa-san menjadi tenang-sunyi seperti biasa.
Adalah Poci Hok Han dan Siangkoan Kin yang tercengang
atas kesudahannya pertempuran yang
dahsyat itu, yang diakhiri dengan sinar berkeredepan, suara
mengaung, jeritan dan sunyi-senyap. Tapi mereka bertindak
begitu lekas Soekong Tjiauw mengajaknya.
Tang Siauw Tong rebah menggeletak di tanah, tubuhnya
tidak bergerak, goloknya terletak di sampingnya. nancap di
sebuah batu. Di samping dia, Pek Tjeng It juga rebah sebagai
mayat, senjatanya terletak di pinggir tubuhnya.
Sim Djie Sinnie sambil bersenyum, bertindak dengan
pelahan, akan hampiri tiga orang itu.
?Dasar sudah tua, aku sudah tak punya guna lagi,? kata ia.
?Kau telah bikin lolos See Beng Wari dan dengan keliru sudah
binasakan Tang Siauw Tbng?.?
Barusan pendeta wanita ini sudah gunai ilmu silatnya
?Thiankie moin? atau ?Mementang sayap meraba mega?,
suatu ilmu kepandaian dari Khong Khong Djie. Ketika
tubuhnya mencelat dan kebutannyaj menyambar, ia telah lihat
goloknya Tang Siauw Tong dan tarik itu terlepas, berbareng
mana, totokannya mengenai sasarannya. Ia arah jalan
darahnya Siauw Tong ?Oenhian-hiat?, untuk tawan hiduphidup
gundal Boan ini, tapi kebutannya ditangkis Ganleng-too,
sebab Siauw) Tong bukannya orang biasa saja, maka itu,
totokan jadi nyasar mengenai ?Bengboen-hiat?, tidak ampun
lagi, Tang Siauw Tong binasa seketika.
Pek Tjeng It adalah orang yang membokong dengan
jarumnya yang berbisa, karena itu, Sim Djie Sinnie gunai
piauw Bouwnie-tjoe, coba ia tidak gunai Tjitsat-teng, ia bisa
ketolongan jiwanya, biarpun untuk! sesaat lain. Ia
membokong, niekouw itu punahkan jarumnya dengan piauw,
kemudian, dengan enam buah piauw lain, yang diarahkan ke
dua jurusan, ia diserang langsung, begitu j uga See Berig
Wan. Ketiga tiga piauw menjurus ke atas, ke tengah dan ke
bawah.
Pek Tjeng It tercengang ketika ia dapatkan kenyataan
semua jarumnya kena dipatahkan musuh, justru ia sedang
bengong, piauw datang menyerang ia. Ia menangkis, ia
sangat . terdesak, tapi dua piauw, yang halus sekali, ia masih
bisa sampok, adalah yang ketiga, yang lolos, yang tembusi
jalan darahnya ?Tjietong-hiat?, hingga ia rubuh binasa.
See Beng Wan ada seorang yang licin, ia mempunyai
kegesitan istimewa, ia pun pandai dengar dan kenali suara
senjata rahasia, maka ketika ia dengar piauw Bouwnie-tjoe
mengaung, ia berlompat tinggi enam atau tujuh kaki, hingga
segcra ia luput dari piauw ke atas, sedang dengan ujung
sepatunya, ia dupak jatuh piauw yang kedua. Untuk tolong diri
dari piauw yang ketiga, ia berkelit sambil berlompat, iakabur
ke dalam gombolan rumput sambil bergulingan. Untung
baginya, piauw cuma bikin bolong bajunya dan mengenai
sedikit saja kulit dagingnya, hingga ia jadi terluka enteng.
Maka tepatlah ia dengan gelarannya ?Tjianlie Twiehong? si
Pengejar Angin. Sesudah itu, ia menghilang dengan gunai ilmu
lari Tengpeng touwsoei.
?Untuk zaman ini, sukar dicari lain orang-orang Kangouw
dengan kepandaian yang dipunyakan mereka bertiga,? kata
pula Sim Djie pada soeteenya seraya ia menghela napas.
?Sayang sekali mereka jadi gundal-gundal pemerintah Boan
hingga pinnie mesti langgar pantangan membunuh. Sungguh
pinnie malu yang pinnie telah meloloskan satu musuh?.?
?Kenapa Soetjie tidak disusuli dengan piauw beruntun,
untuk kejar dia?? Soekong Tjiauw tanya. ?Aku ingat benar,
Soetjie bisa lepas piauw beruntun sampai tiga belas biji, untuk
menyerang tiga belas jalan. Dengan susulan piauw beruntun?
orang yang bagaimana liehay juga ilmunya entengi tubuh,
mana dia dapat luputkan diri??
Sim Djie bersenyum.
?Pinnie telah keliru menaksir musuh, pinnie telah nampak
kegagalan,? ia akui. ?Pinnie percaya, seranganku tak pernah
melesct, dari itu untuk layani orang-orang buruk, biasa pinnie
gunai tiga batang piauw saja, tetapi barusan, tidak disangka,
binatang itu ada gesit luar biasa, karena ia lolos, pinnie tidak
ingin susul dia?.?
Pendeta ini berlaku murah hati, ia tidak duga bahwa
karenanya, di belakang hari, gelombang telah mengancam
hebat?.
Mengetahui Soekong Tjiauw dan Sim Djie ada dari satu
perguruan, Poei Hok Han kembali memberi hormat pada
pendeta pcrempuan itu, yang jadi termasuk orang yang
terlebih tinggi tingkatannya. Ia pun dapat tahu dari
pembicaraan terlebih jauh, setiap lima tahun sekali, Sim Djie
suka kunjungi soeteenya di Hoa-san, untuk bikin pertemuan,
dan sekali ini, kedatangannya itu kebetulan sekali, hingga dia
bisa bantui itu saudara muda.
Habis itu Poei Hok Han tarik mu-rid ini memberi hormat
pada Sim Dj ie Sinnie.
Mclihat pemudaitu, sang niekouw kata: ?Anak ini ada punya
bahan untuk belajar silat, dan sinar matanya, sikapnya, gerak
kakinya, pasti dial sudah beiajar sedikimya tujuh atau delapan
tahun?.?
?Sinnie terlalu memuji,? kata Hok Han sambil tertawa. ?la
ikuti aku baharu lima tahun.?
?Benar-benar bagus!? pendeta itu kagum. ?Kau harus didik
ia baik-baik!?
?Justru karena untuk bocah ini, aku telah datang ke Hoasan
ini untuk menemui SoekongToako,? Hok Han kata.
?Kebisaanku ada rendah sekali, dan? itu, ada bocah berbahan
baik tetapi guru pandai tidak ada, aku kuatir menyia-nyiakan
bakatnya, maka aku berniat minta Soekong Toako ambil dia
jadi muridnya. Barusan aku telah bilang sama Toako tapi
belum aku peroleh jawabannya. Daiam hal ini baiklah Sinnie
tolong bicarakan pula.?
Sim Djie lantas berpaling kepada soetenya.
?Apakah kau tidak puas dengan bocah ini?? ia tanya sambil
tertawa. Soekong Tjiauw tertawa, ia memandang langit, yang
sudah sore, angin sedang meniup-niup, burung-burung lagi
berterbangan pulang. Ia lantas tunjuk guha.
?Dengan tidak disangka-sangka, rombongan binatang
barusan telah ganggu tempo kita,? kata ia. ?Kita orang sudah
letih, mari masuk dulu ke sana, untuk beiastirahat:?
Sim Djie setuju, maka beramai, mereka memasuki guha.
Sederhana sekali adalah guha batu itu, karena melainkan
scbuali pembaringan kayu melintang di| pinggiran. Beberapa
lembar kulit macan tutul ada tergantung di tembok. Soekong
Tjiauw turunkan beberapa lembar, untuk digelardi tanah,
sesudah nyalakan api, ia silakan semua tetamunya duduk.
Kemudian lagi, ia kcluarkan rangsum kering, ia sediakan
scbuah cupu-cupu air minum, untuk ia jamu tctamutctamunya
itu.
?Aku tinggal di gunung, di dalam guha, dengan sendirinya
aku telah jadi orang hutan,? berkata Soekong Tjiauw
kemudian. ?Poei Lauwhia, sudah dua puluh tahun kita orang
tidak pernah saling bertemu, aku mengucap terima kasih
untuk kebaikan kau yang dari tempat ribuan lie datang
mengunjungi aku, aku sebaliknya cuma bisa dengan caraku ini
menyambut kau.?
Poei Hok Han tercengang.
?Ah, Toako, kenapa kau berlaku begini sungkan
terhadapku?? kata ia.
?Aku bukannya sungkan, aku hanya hendak perlihatkan kau
keadaanku ini,? kata Soekong Tjiauw dengan sungguhsungguh.
?Bukankah kau hendak serahkan muridmu padaku?
Bukankah Sim Djie Soetjie pun puji bakatnya muridmu itu?
Benar aku telah bcrusia lanjut, akan tetapi mataku masih
belum lamur, aku pun bisa lihat Siangkoan Sieheng ini
berbakat bagus sekali, dari itu, dengan dapatkan murid seperti
dia, bagaimana aku bisa tak puas? Akan tetapi, di sebelah itu,
melihat romannya, dia mestinya berasal satu anak orang
senang, maka dari aku kuatir dia tidak nanti tahan
sengsara?.?
Poei Hok Han hendak kasikan keterangannya, perihal
keuletannya murid itu, akan tetapi Siangkoan Kin sudah
mendahului akan berlutut di dcpannya sahabat kekal itu,
untuk paykoei berulang-ulang, sambil dengan gembira, dia
berkata: ?Soehoe, jikalau melainkan ini kesangsian Soehoe,
harap Soehoe jangan buat kuatir! Teetjoe memang tidak
punya kemampuan apa-apa akan tetapi mcnahan sengsara
adalah kebiasaanku.?
Hok Han segera tuturkan pada sahabatnya itu halnya
Siangkoan Kin bukannya satu anak hartawan atau bangsawan,
hanya dia ada satu sioetjay urung. Kemudian ia tambahkan:
?Anak ini paling kagumkan Ek-ong, ketika aku beritahukan dia
bahwa kau adalah sahabatnya pangeran yang gagah perkasa
itu, dia telah memaksa aku biar bagaimana juga supaya aku
ajak dia mengunjungi kau.?
Mendengar disebutnya Ek-ong Tjio Tat Kay, air mukanya
Soekong Tjiauw menjadi guram dengan tiba-tiba, air matanya
lantas saja mengembeng, tetapi, dengan lantas ia awasi itu
anak muda.
?Cita-citanya Ek-ong, untuk merampas pulang dan
membangunkannya pula Kerajaan Beng barangkali adalah kau
orang anak-anak muda yang dapat rnewujudkannya!? kata ia.
?Memang teetjoe berangan-angan akan melanjuti citacitanya
Ek-ong,? nyatakan Siangkoan Kin, ?hanya halnya
berhasil atau tidak, itulah terserah!?
Soekong Tjiauw lantas saja tertawa.
?Bagus!? ia berseru. ?Dengan punyakan cita-cita ini, tidak
kecewa kau menjadi muridku!?
Begitulah. secara resmi, Soekong Tjiauw terima Siangkoan
Kin sebagai muridnya, hingga kecuali Siangkoan Kin sendiri,
juga Poei Hok Han turut merasa gembira.
Setelah itu, bertiga orang-orang gagah itu pasang omong.
Sim Djie Sinnie dan Poei Hok Han bcrdiam beberapa hari di
atas gunung, mereka bicara banyak, mereka nikmati
keindahan gunung yang kenamaan itu. Bicara dari hal duludulu,
Soekong Tjiauw masygul, ia sesalkan dirinya. Ia kata:
?Ketika dahulu Ek-ong meninggalkan Lamkhia bersama
angkatan perangnya beberapa puluh laksa jiwa, menuju ke
Seetjoan yang jauh, itu memang ada kekeliruannya, akan
tetapi akuj aku pun keliru sudah turuti adatku sudah
meninggalkan dia karena kita orang berbeda pendapat, coba
aku tidak bertindak demikian dan aku tetap dampingi dia,
barangkali aku masih bisa lakukan scsuatu apa untuknya?.?
Siangkoan Kin terharu mendengar penyesalannya guru itu.
Kcmudian, ialah berselang beberapa hari, baharulah Sim
Djie dan Poei Hok Han pamitan, akan berpisahan dengan
soetee dan sahabatnya itu. Tapi Hok Han sendhi, secara diamdiam,
sudah cari orang-orang dari Thaypeng Thiankok, untuk
bikin pertemuan dengan mereka itu. Siangkoan Kin berdiam
dengan gembira di atasgunung, ia tak hiraukan penghidupan
sengsara. Iabelajarsilat dengan sungguh-sungguh karcna ia
bertubuh lemah, ia utamakan kegcsiian tubuh dan Tiamhiathoat
yaitu ilmu menotok jalan darah atau unu. Di sebelah itu,
Soekong Tjiauw ada satu guru yang pandai, yang ketahui
sifat-sifarnya muridnya. Begitu, mulai dengan teori di atas
gam bar, murid ini diajar berlatih dengan orang-orangan dari
kulit, sesudah sang murid bisa menotok sambil meram, lalu ia
lebih jauh diajarkan senjata rahasia, juga alat senjata biasa,
untuk menotok juga. Memang, Tiamhiai-hoatnya Soekong
Tjiauw ada sama Iichaynya dengan Hoedhiat-hoatnya Sim
Djie, sedang dalam hal Gwa-kang, dia telah sampaikan batas
kesempurnaan, hingga untuk melatih muridnya, dia sendiri
kasih dirinya dijadikan sasaran. Sebab ia tabu, andaikata ia
kena dhotok, ia pun bisa tolongi dirinya sendiri. Laginya. ia tak
gampang tcrtotok celaka, tubuhnya, apabila perlu, bisa dibikin
lemas bagaikan kapas.
Begitulah, di bawah pendidikan guru yang liefaay,
Siangkoan Kin peroleh kemajuan dengan pesat, baharu
berselang lima tahun, ia sudah jadi Hehay. Selama itu waktu,
pernah satu kali Poei Hok Han, gurunya yang lama, datang
mengunjungi ia. Guru ini girang bukan main akan ketahui
muridnya terdidik sempurna.
Pada suatu hari Soekong Tjiauw turun gunung dengan libatiba,
ketika ia kembali, ia bawa bersama ia sebuah cupu-cupu
besar yang memuat arak, terus saja ia ajak muridnya duduk
minum, di tengah-tengah ?pelesiran? itu, sekonyong-konyong
ia keluarkan dua rupa barang, yang mana ia letaki di depan
muridnya. Itu adalah sebatang pookiam, atau pedang, yang
panjangnya kurang iebih tiga kaki, dan sebuah kipas yang
dipanggil kipas Biauwkim Sietjoe.
?Coba hunus pedang itu,? ia titahkan Siangkoan Kin.
Murid ini menurut. Ketika pedang dicabut dari sarungnya,
dia perlihatkan sinar bcrkilauan, sampai ruangan sepcrti
bercahaya. Tubuh pedang itu bcrgurat-gurat merupakan naga,
sedang sarung pedang terbuat dari bat u giok serta tertabur
beberapa butir mutiara yang indah. Jadi dua-dua, pedang dan
sarungnya, ada berharga sangat besar. Menampak itu,
Siangkoan Kin tercengang, ia menjublek.
Sang guru tertawa, tertawa meringis, tanda dari sedihnya
hati.
?Inilah pedangnya Ek-ong sendiri yang dihadiahkan
kepadaku,? Soekong Tjiauw jelaskan muridnya. ?Pedang
mustika ini, Lionggim-kiam, bisa dipakai membabat barangbarang
logam. Ek-ong ada sangat sungkan, ketika ia haturkan
ini padaku, ia menulis syair yang mengatakan hadiahnya
berharga seribu tail perak. Tentu saja, harga yang sebenarnya
entah berapa ribu tail.?
Siangkoan Kin masih diam mengawasi dengan mulut
ternganga.
?Sekarang angkatlah kipas itu, hati-hati,? sang guru
menitah pula.
Siangkoan Kin menurut, ia angkat kipas itu dengan
pelahan. Itu ada suatu kipas yang berat, sebab terbuat dari
baja tulen, warnanya hitam mengki lap, panjangnya kirasatu
kaki, sedang kedua sampingnya, yang berkeredepan, dibikin
tajam seperti pinggiran pisau. Ketika ia beber kipas logam itu,
ia tampak beberapa baris tulisan yang huruf-hurufhya indah
sekali dan bunyinya merupakan cita-citanya Ek-ong. Tanda
tangannya ada tanda-tangan Tjio Tat Kay sendiri.
?Oh, Soehoe, jadi ini ada barang-barang peninggalan Ekong??
ia tanya bahna heran dan kagum.
?Memang!? sahut sang guru, suaranya, sikapnya,
menunjuki dia ada sangat masygui dan terharu.
?Ketika dulu aku ada minta Ek-ong nil is tulisannya mi.
Tatkala kcmudian Ek-ong meninggai dunia, aku sayang pakai
pedangnya, aku pakai kipas ini sebagai gantinya senjata. Ini
kipas terbuat dari baja tcrpilih. Sampai sebegitu jauh, aku
tidak ada ketika untuk pakai itu.? Ia berhenti, akan keringi
cawan araknya, ia menceguk beberapa kali. Lalu, ia mclanjuti:
?Lima tahun kita orang berkumpul bcrsama, j odoh kita
bukannya jodoh sembarangan, akan tetapi di dalam dunia ini,
tidak ada pesta yang tidak ada akhimya, maka itu, haruslah
kau mengerti, pclajaranku aku sudah turunkan kepadamu, kau
masih muda, bukan tempatnya untuk kau tinggal terus di
tanah pegunungan, hingga kau kubur dirimu seumur hidup.
Kau kagumi Ek-ong, maka sudah scharusnya apabila kau
pergi, akan mewujudkan cita-cita Kaum Thaypeng
Thiankok.? Ia berhenti pula, ia tunjuk kipas, lalu ia
tambahkan: ?Kedua benda ini adalah miliknya Ek-ong,
yang?dihadiahkan kepadaku selaku tanda peringatan, sekarang
aku haturkan dua-duanya kepadamu!? Siangkoan Kin terharu.
?Cara bagaimana aku bisa terima itu, Soehoe?? kata ia.
Soekong Tjiauw goyang tangannya.
?Aku belum bicara habis,? ia bilang. ?Semua dua rupa
barang ini aku hadiahkan kepadamu, akan tetapi bukan duaduanya
aku inginkan kau gunai. Kipas ini aku berikan
kepadamu, untuk kau gunai sebagai senjata, tctapi pcdang
Lionggim-kiam fni ada untuk dititipkan buat sementara waktu
padamu.?
?Kipas ini saja sudah lebih dari culcup, cara bagaimana
teetjoe bcrani lancang gunai pedangnya Ek-ong?? kata sang
murid. ?Hanya di bclakang hari, kcpada siapa pcdang ini harus
tcctjoc pasrahkan??
Soekong Tjiauw tidak lantas jawab mundnya.
?Ada sebabnya kenapa aku tidak berikan pcdang ini kepada
kau,? kemudian 1a kasih keterangan. ?Pertama-tama kau
bcrtenaga agak lemah, tidak surup untuk kau gunai ini,
sedang untuk digunai sekalian menotok jalan darah, kipas ini
ada paling tepat. Kedua, pedangnya Ek-ong ada berarti besar
sekali, walaupun kau muda dan gagah, kau belum punyakan
derajat untuk pakai itu. Aku pikir untuk titipkan ini pada kau,
guna tunggu nanti sampai diketemukannya seorang gagah
yang dapat wakilkan Ek-ong untuk mcwujudkan cita-citanya.
Aku percaya kau punyakan mata cukup jeti akan can orang
scmacam itu.?
Guru ini tenggak araknya, ia bersenyum.
?Muridku, kita ada bertabiat serupa, lata ada rada-eada
menuruti adat!? berkata dia. ?Kita bukanlah itu orang-orang
yang bisa berusaha besar dan aku kuatir kau nanti jadi terlalu
temberang, maka itu, aku harap, sukalah kau bisa kendalikan
diril?
Siangkoan Kin girang berbareng kaget, terutama pesanan
guru itu ada berat sekali. Ia mengerti, ini adalah pesta
perpisahan dan gurunya itu. Ia tidak dapat menolak, ia terima
putusan itu tanpa banyak omong. Maka besoknya, sesudah
memberi hormat kepada gurunya itu, ia ambil seiamat
berpisah, ia turun gunung, buat terus mulai dengan
perantauannya, pergi ke mana saja hatinya memerintah, akan
cari orang yang gurunya angan-angankan.
Belum terlalu lama sejak ia ceburkan diri dalam dunia
Kangouw, namanya lantas saja mulai terkenal, tetapi
walaupun ia telah tukar pclajaran dan telah berhasil
meyakinkan ilmu silat, cara dandannya tetap bagaikan
sioetjay. Inilah suatu tanda kaum Kangouw berikan iajulukan
Thiebian Sieseng, si Mahasiswa Muka Besi.
Sclama beberapa tahun, banyak orang gagah yang
Siangkoan Kin ketemui, tetapi belum ada satu yang ia anggap
cocok untuk diwariskan pedang Ek-ong itu, adalah ketika ia
sampai di Shoatang, ia ketarik sama orang yang kemudian
berdirikan Perkumpulan Rahasia Giehoo-toan, yaitu Tjoe Hong
Teng. Ketika itu Tjoe Hong Teng belum jadi Ketua Giehootoan
tetapi namanya sudah kesohor dan di Shoatang,
pengaruhnya ada besar.
Mulanya Siangkoan Kin anggap Tjoe Hong Teng kesohor
melainkan namanya, ia tidak terlalu memandang mata. Di
Shoatang, ia bawa adat bcrandalannya, sampai satu kali, ia
bentrok dengan satu orang terkenal dari kalangan terlebih tua,
sebabnya ada kcliru mengerti, perkara jadi demi kian
memuncak, Tjoe Hong Teng lantas datang sama tengah,
dengan pengaruhnya, ia bisa damaikan mercka bcrdua. Habis
itu, Siangkoan Kin pasang omong sama jago Shoatang ini,
mereka bicara satu malaman, lantas ia insyaf, Tjoe Hong Teng
ada bercita-cita Iuhur, sedang ilmu silat mereka berdua ada
berimbang. Karena ini, keduanya jadi cocok satu pada lain,
Siangkoan Kin ada berscdia akan bantu Tjoe Hong Teng
mewujudkan cita-citanya membangunkan pula Kerajaan Beng.
Ia telah serahkan pedang Liong-gim-kiam kepada itu sahabat
baru, Ketua dari Giehoo-toan. Ia sendiri melanjuti
pengembaraannya, ia tak betah berdiam di rumah atau hidup
bertani, sembari merantau, ia can kawan-kawan guna bantu
Tjoe Hong Teng. Selagi pengalamannya bertambah, namanya
pun jadi makin kesohor.
Demikian, sampai terjadi pertempuran di Heksek-kong di
tempat lima puluh lie di luar Kota Anpeng di mana Tjoe Hong
Teng telah labrak sepasukan tentara negeri hingga tentara
negeri itu dapat ditaklukkan.
Siangkoan Kin ketarik sekali terhadap Teng Hiauw. Ia ingat
hal lelakon hidupnya sendiri di waktu masih muda, malah
sekarang, ia dapatkan, pemuda she Teng ini terlebih muda
daripada ia dahulu, dan tanpa pengalaman juga. Begitulah ia
tarik Teng Hiauw padanya, ia ajak jalan berendeng, ia tanya
ini dan itu.
Teng Hiauw bergembira berbareng heran dan hati kebatkebitjuga,
karena ia berada dalam rombongan tentara rakyat,
yang ada sangat asing bagi ia. Ia ada satu pemuda yang
masih hijau sekali, pun ia belum mengerti hal pergerakan
kebangsaan.
Walaupun dalam gclap-gulita, tentara Giehoo-toan jalan
dengan rapi dan tertib, kapan mereka melalui jalan gunung
yang sukar dan sempit, mereka turun dari kuda mereka, yang
mereka tuntun. Di tengah jalan, saban-saban ada terdengar
tanda-tanda rahasia dan muncul bayangan dari kawan-kawan
yang menyambut. Di matanya Teng Hiauw, semua itu adalah
mengherankan.
Orang telah lewati tanjakan dan rimba, di akhimya, orang
jalan mudun, menghampirkan lembah yang penuh dengan
pepohonan. Di dalam lembah ini, yang datar, ada terlihat
sebuah dusun besar, yang bertembok bentengan. Karena
inilah ?sarangnya? Kaum Giehoo-toan itu, Pusat Cabang
Anpeng.
Waktu sudah jauh malam akan tctapi seluruh dusun, afau
san-tjhung, masih belum tidur, api obor dipasang terangterang,
di sana-sini ada orang-orang Giehoo-toan yang
melakukan penjagaan. Semua orang sangat? gembira melihat
Tjoe Hong Teng, yang mereka sambut dcngan hangat sekali.
Teng Hiauw heran melihat bagaimana orang hormati dan
cintai Ketua Giehoo-toan itu.
Begitu memasuki markas, yang paling dulu Tjoe Hong Teng
lakukan ialah pesan pihaknya akan pernahkan tentara Boan
yang menakluk itu, supaya mereka di per lakukan baik dan
segera diberikan barang makanan, daging dan arak. Tindakan
ini membikin girang hatinya semua serdadu itu. Selama di
tengah jalan, mereka pun tidak ditelikung, tidak dikemplangi,
tidak dibentak pergi-datang juga. Hanya kemudian mereka
ragu-ragu, kaum mi pakai aturan tentara atau tidak.
Kebiasaan dalam tentara Boan adalah, kalau tentara taklukan
dihadiahkan pesta, itu artinya mereka bakal dihukum mati?.
Benar selagi orang bersangsi, Tjoe Hong Teng datang pada
tentara taklukan itu.
?Hari ini kau orang bercapai lelah,? kata pemimpin ini
dengan manis budi, ?maka sebentar, sehabisnya dahar,
pergilah kau orang tidur. Besok, siapa yang suka turut kita, dia
boleh ikut kitadengan tetap berdiam di sini, siapa yang tidak
sudi, dia boleh pergi pulang.?
Baharu Tjoe Hong Teng berhenti bicara. atau semua
serdadu itu berseru sambil berlutut memberi hormat, tidak
tunggu lagi sampai besok, mereka nyatakan suka turut
pemimpin ini.
Karcna ini, Tjoe Hong Teng| kemudian perintah atur
persiapan, ia ajak tentara taklukan itu pergi bersembahyang,
di antara asap dupa yang bergulung-gulung, orang membakar
hoe dan bcrmantcra.
Teng Hiauw hcran akan saksikan pengalaman itu.
Sehabisnya upacara, kira jam t iga lewat, dusun yang sunyi
jadi riuh dengan tempik sorak, sctclah itu, kcmbali sunyi pula.
Lalu Tjoe Hong Teng ajak Teng Hiauw ke dalam scbuah
kamar bcrsih di mana bcrtiga bcrsama Siangkoan Kin, mereka
duduk pasang omong. Seperti Thiebian Sieseng, ia ada
gembira. Tapi tidak lama, ia diantar ke kamarnya, untuk ia
tidur.
Walaupun tadi siang ia dapatkan pengalaman luar biasa,
yang bikin ia kaget dan keluarkan banyak tenaga, Teng Hiauw
tak dapat tidur pulas. Ia gulak-gulik di atas pembaringannya.
Kemudian di saat ia layap-layap, ia dengar suara orang bicara,
di antaranya, samar-samar ia dengar: ?Umpama Teng Hiauw,
itu anak.-?? Ia hcran, lantas ia pasang kuping. Ia kcnali
suaranya Tjoe Hong Teng. Ia tidak mengerti, kenapa Ketua
Giehoo-toan itu omongkan tentang dirinya. Setclah
mendengari lebih jauh, nyata Tjoe ?Soesiok? itu menutur
hanya hal pertemuannya dengan ia sejak bermula, sama sekali
ia tidak diceritakan.
?Lihat, Siangkoan Lauwhia,? selang tidak lama terdengar
pula suaranya Tjoe Hong Teng, sambil dia mcnghcla napas,
?walaupun guniku sendiri, meski juga aku yang minta, ia
masih tak mau turut ambil bagian, ia nampaknya jerih, apalagi
lain orang??
?G urumu tidak hendak turut serta, hal itu tidak dapat
membuat kita tawar hati,? terdengar suaranya Siangkoan Kin.
?Maafkan aku omong terus terang, meskipun gurumu ada
kenamaan, dengan kurang dia satu orang, gerakan kita tidak
bakal jadi terganggu.?
Lalu terdengar suara sungguh-sungguh dari Tjoe Hong
Teng: ?Tidak, Lauwhia, dalam hal ini, Guruku tidak
bersendirian. Masih ada banyak orang
lain, asal dia dengar
nama Giehoo-toan, hatinya mengkeret! Kenapa? Sebab
mereka jerih terhadap bendera kita yang berbunyi ?Hoetjeng
Hokbeng\ atau, ?Rubuhkan Kerajaan Tjeng untuk bangunkan
pula Ahala Beng?. Tiga ratus tahun lebih pemerintah Boan
memerintah kita, akamya telah jadi kuat dan teguh, orang
ngcri bila dengar, hukuman untuk pemberontak adalah
hukuman mati sampai pada sanak-beraya tingkat kcscmb
sendiri, serahkan pada sahabatnya itu,-serta ia tulis
syaimya yang barusan kau ulangi di luar kepala.?
Mendengar cerita sang guru sampai di situ, tak tertahan
lagi, air mataSiangkoan Kin berlinang.
?Habis sekarang, di mana adanya Soekong Tjiauw itu??
tanya ia, dengan suara sesenggukan.
?Ek-ong tak sanggup seberangi Kali Tayhouw-hoo, dia
berperang hingga dia kena ditawan,? Hok Han jawab
muridnya. ?Dengan gagah ia telah terima kebinasaannya.
Sejak itu hingga kini sudah bcrsclang dua puluh tahun lebih,
tidak pernah aku ketemu di mana adanya Soekong Tjiauw.
Adalah baharu bcbcrapa hari yang lal u tiba-tiba aku terima
surat satu sahabat yang menulis bahwa Soekong TjiauW
tinggal sembunyi di Gunung Seegak H oa-san, bahwa dia
mengharap untuk bisa bertemu dengan aku?.?
Inilah keterangan yang sangat menggirangkan Siangkoan
Kin.
Begitulah di hari kedua, Poci Hok Han ajak Siangkoan Kin
merantau, untuk sekalian cari Soekong Tjiauw. Dari Kangsouw
Utara, mereka masuk ke Shoatang, terus ke Hoopak di mana
mereka pesiar di Kota Raja, dari sana dengan ikuti Gunung
Thayheng-san, mereka pergi ke Shoasay, sampai di Kota
Tongkwan di tapal batas Siamsay-Shoasay. Dari situ mereka
sudah lantas lihat Gunung Hoa-san yang tinggi agung.
Ini adalah untuk pertama kali Siangkoan Kin bikin
perjalanan, dia telah meninggalkan wilayah Kanglam di mana
tiang-tiang layar bagaikan rimba dan layar-layarnya sendiri
berbayang di permukaan air yang jernih indah, tapi sekarang
ia memasuki daerah Utara dengan sawah-ladangnya ribuan lie
dan tanah datarnya yang luas lebar, jalan di lamping-lamping
gunung yang penuh bahaya. Tepian Thayheng-san ada
berlugat-legot laksana cacing, ribuan lie panjangnya,
lampingnya mirip dengan tembok kota. Ada kalanyadia
memasuki lembah atau selat yang sempit dan gelap. Semua
itu membuat hatinya si guru sekolah jadi terbuka, hingga
insyaflah ia sekarang, merantau ribuan lie benar ada menang
daripada membaca laksaan kitab?.
Buat dua puluh tahun lebih Poei Hok Han hidup
tersembunyi, wajahnya sekarang sudah berubah, benar ia
tidak tarik perhatian orang banyak, hingga merdeka ia
mengajak muridnya merantau, akan akhimya sampai di Hoasan,
gunung yang sejak zaman dahulu dipanggil Seegak, yang
ada punya lima puncak dan tempat yang permai
pemandangannya. Ia terus ajak sang murid memasuki rimba,
menembusi pepohonan oyot, mendaki sampai di atas puncak
tertengah, Lianhoa-hong. Di sini pun banyak pepohonan yang
tinggi dan rumput yang lebat dan tinggi
sependirian manusia, angin meniup keras, hawa udara
dingin. Siangkoan Kin bertubuh ulet tapi ia toh merasai
sejuknya hawa. Ia jalan dengan hati-hati tetapi ia lihat,
gurunya jalan sewajarhya saja, tak perduli jalanan sukar dan
berbahaya. Diam-diam ia insyaf bedanya kepandaian mereka
berdua.
?Itulah puncak utama dari Lianhoa-hong!? akhir-akhirnya
Poei Hok Han kata seraya menunjuk ke depan, ke puncak
tertinggi. ?Soekong Tjiauw dirikan gubuknya di situ} sungguh
dia menderita?.?
Siangkoan Kin angkat kepalanya, untuk dongak melihat,
tapi tiba-tiba gurunya cekal ia seraya membisikinya:
?Mendekam, lekas!? Dan ia lantas ditarik ke gombolan. untuk
sembunyi.
Sekejab saja, di tempat terpisahnya dua puluh tumbak lebih
dari mereka, tiga orang melesat lewat, pakaiannya semua
abu-abu, dan sekejab juga, mereka lenyap. Mereka itu telah
gunai ilmu lari ?Tengpeng touwsoei? atau ?Menyeberang
sungai sambil injak kapu-kapu?.
Siangkoan Kin heran, tak terkecuali gurunya. la hendak
tanya gurunya itu, atau Hok Han dului ia dengan berbisik:
?Kau ikuti aku, hati-hati! Mari kitasusul mereka, mereka? itu
menuju ke puncak pusat Lianhoa-hong ini. Masih belum
ketahuan. mereka sahabat atau musuh? Hok Han segera
berloncat dengan pesat, untuk lari menyusul, agaknya
pepohonan oyot dan duri tak menjadi rintangan bagi ia, maka
kasihan Siangkoan Kin, yang tidak punya keentengan tubuh
dan kegesitan sebagai gurunya itu. Dua* kali ia tersangkut
oyot, sampai bajunya robek, sampai tcrpaksa ia minta gurunya
tunggui ia.
??Siapkan scnjatamu, tetap waspada ?Hok Han pesan
muridnya. Mereka menyusul dengan tak tcrlihat tiga orang di
dcpan itu, karena jarak jauh juga dari mereka kedua pihak. .
Sebab rumput tebai dan tinggi, Hok Han juga tidak dapat I
ihat mereka itu, maka dari itu, ia berlaku hati-hati sekaJi.
Selagi si empch tukang besi ini memasang mata, tiba-tiba
ia dengar suara pelahan tidak jauh di depannya. Ia lantas
pasang teiinganya, untuk mendengari. Ia segera kenali satu
suara, yang ia seperti kenal, akan tetapi kata-katanya ia tidak
dengar nyata. Maka itu, ia bisiki Siangkoan Kim ?Mereka
berada di samping kiri kita, terpisahnya mungkin tiga puluh
tumbak kira-kira, mari ikut aku, kita ambil jalan kanan, akan
mutar ke belakang mereka. Kita mesti ada di sebeTah
belakang mereka, kita mesti jaga agar mereka tak dapat
meiihat kita.?
Kebetulan angin meniup keras, suaranya berisik, Hok Han
barengi loncat ke samping.
Siangkoan Kin ikuti gurunya itu.
Sebentar kemudian, mereka sudah sampai di belakang
orang-orang yang dikuntit, Hok Han, yang berada di depan,
telah kisiki muridnya, yang lagi-lagi hendak menanya dia. Guru
ini berkata: ?Dia orang ada orang-orang
Kangouw yang
pandai, mereka datangi Lianhoa-hong yang penuh ancaman
bahaya, mesti merekrii hendak berurusan dengan Soekongl
Tjiauw?. a
Dari tempat mereka sembunyi, guru dan murid ini bisa lihat
nyata] tiga orang itu, yang berkumpul sambil | jalan mondarmandir,
sambil bicara juga dengan suara keras, angin bersiursiur.
?Kepala hantu ini sembunyi di pusat tertinggi dari Hoasan,
wj demikian Hok Han dengar, ?maka itu ada sangat sukar
untuk cari dia. Baharu dalam tahun ini, kita dengar tentang
dia, tetapi sudah beberapa kali kita cari dia di sini, tak juga dia
dapat diketemukan. Ini hari kita dapat cari guha tempat
mengcramnya, akan tetapi dia tidak ada di sarangnya! Apakah
kita bukannya menyia-nyiakan waktu saja??
?Kepala hantu itu sangat licin,? mengulangi yang lain pula.
?Nampaknya dia sudah ketahui ketika kita datang pada dua
kali yang pertama?. Aku kuatir dia sudah berlalu dari ini.
Entah ke mana lagi dia sembunyikan diri?.?
?Aku percaya, dia belum menyingkir pula,? kata orang
yang ketiga. ?Dua kali kita datang, kita mencari di sekitarnya
gunung ini, lata belum sampai di puncak tertengah ini. Kita
pun datang malam dan berlalu sebelum terang tanah, cara
bagaimana dia bisa mendapat tahu??
? Walaupun demikian, Sha-tee, tak dapat kita tidak berjagajaga,?
kata orang yang pertama. ?Siapa tahu jikalau ia telah
atur bayhok atau ia telah minta datang bala bantuan
untuknya? Mari kita mencari pula di sekitar ini. Awas, jangan
sampai kita kenadiakali.?
Dua kawan itu mufakat, lantas mereka mencari pula,
dengan berpencaran.
Diam-diam, Hok Han kaget dan berkuatir. Terang sudah,
Soekong Tjiauw lagi hadapi musuh-musuhnya. Ia juga kuatir,
seorang diri, sahabatnya itu nanti tidak sanggup melayani
musuh-musuhnya itu. Scmcntara itu, ia ingat semakin nyata
lagu suara orang, yang ia rasa kenal. Ia pikirkan itu, ia berpikir
keras. Tiba-tiba, ia terkejut sendirinya dan heran.
?Apakah mungkin dia pun telah jadi budaknya bangsa
Boan?? akhimya ia tanya dirinya sendiri.
Satu di antara tiga orang itu mencari ke arah Hok Han dan
muridnya sembunyi, makin lama dia datang makin dekat.
Siangkoan Kin siapkan pedangnya di satu tangan dan senjata
rahasia di tangan yang lain, meski demikian, tidak urung ia
keluarkan keringat dingin. Ini ada pengalamannya yang
pertama. Poei Hok Han pun siap sedia, malah ia sudah pikir
untuk menerjang lebih dahuhi.
Orang itu maju terus, gerak-geriknya hati-hati.
Bcnar di saat Hok Han hendak lompat menyerang atau ia
dengar suara bentakan orang itu ?Siapa? Berhenti!? Suara itu
disusul sama lompat munculnya satu orang, yang dengan
suara dalam dan seram. balik menanya: ?Kau siapa? Aku ada
penduduk gunung sunyi ini! Adakah aku mengganggu pada
kau? Aku lagi cari kelinci atau buah-buahan hutan, sebegitu
jauh, aku beium memperolehnya, hingga aku berdahaga
dan lapar, lalu aku hendak pulang untuk dahar momo setclah
mana, aku hendak keluar pula. Kau suruh aku berhenti ?
apakah kau mau?
Itulah Soekong Tjiauw!
Hok Han tidak jadi keluar, ia sembunyi terus, akan pandang
sahabatnya itu dan si orang tidak dikenal. Selang dua puluh
tahun lebih, roman orang she Soekong itu sudah berubah,
nampaknya tindakannya kurang tegap lagi, matanya kurang
bersinar, pakaiannya pun cobak-cabik, rambutnya dan kumisjenggotnya
telah putih semua. Tidak lagi ia beroman gagah
seperti dulu. Cuma karena lagu suaranya. dan gerak-geriknya,
maka Hok Han dapat kenali sahabatnya ini.
Orang asing itu, seorang tua dengan pakaiannya abu-abu,
bicara pula.
?Soekong Tjiauw, di hadapan sahabat, jangan lagi kau
berpura-pura pi Ion! Mustahil kau senang untuk bikin
sahabatmu nampak kesulitan?? Soekong Tjiauw berdin diam,
sikapnya sangat sabar.
?Apakah Kong?apakah Tjiauw?? tanya ia. ?Sahabat, katakata
kau tak dapat aku mengertikan! Aku ada seorang
gunung. Gunung ini tinggi, rimbanya lebat, di sini ada
serigalanya, harimaunya banyak, jurangnya dalam, jalanannya
sukar dan bcrbahaya. Untukku, yang biasa tinggaJ di guha.
semua itu ada umum, tidak demikian dengan kau, Tuan yang
terhormat. Ada urn sari apa kau datang kemari? Untuk apa
kau berdiam lama-lama di sini? Di sini bukannya tempat pesiar
yang indah. Buat apa kau panjat Hoa-san yang tinggi ini??
Selagi Soekong Tjiauw bicara, tiba-tiba muncul seorang tua
lain, yang warna pakaiannya serupa dengan yang pertama itu.
Dia maju ke depan, lalu dengan suara dingin dia kata:
?Saudara Soekong Tjiauw, sudah lama kiia orang tidak pernah
bertemu, apa kau ada banyak baik? Saudara, apakah kau
masih ingat sahabat kekalmu ini dari Kimleng dari dua
puluhtahun yang lampau??.?
Soekong Tjiauw awasi orang itu tetap akhirnya, ia goyanggoyang
tangannya.
?Maafkan aku,?jawab ia sambil tertawa dingin, ?aku ada
seorang gunung, seorang hutan, mana aku ada punya sahabat
mewah seperti kau? Oh, Thayya sekalian, harap kau orang
tidak mengganggu aku!?.?
Orang tua itu gusar karena dijawab demikian rupa, dia
anggap dia dipermainkan, hingga tak bisa ia mengendalikan
hawa amarahnya. Kedua biji matanya lantas saja melotot.
?Soekong Tjiauw!? ia berseru.
?Aku masih ingat pcrsahabatan kita, aku ingin buka jalan
hidup untuk kau, aku tidak mau berlaku kejam, kenapa kau
bersikap begini macam terhadapku? Ingat, jangan kau cari
susah send in?! Jangan kau andali saja kegagahanmu, hingga
kau jadi berani membangkang! Lihat tjoekongmu, Tjio Tat
Kay! Bagaimana dia pandai dan liehay, tidak urung dia
tertawan dan dapatkan kebinasaannya! Apa pengaruhnya
Thaypeng Thiankok??
Bukankah gerakan itu pun buyar bagaikan es? Kau sendiri,
apa kau bias bikin? Soekong Tjiauw, aku sudah bicara, maka
hayolah kau pikir. Jikalau kau suka secara baik bersama-sama
kita pulang ke Kota Raja, aku tanggung pemerintah nanti
perlakukan baik kepadamu, kau bakal dipakai dan dihargai,
tetapi jikalau tidak, terpaksa kita nanti bekuk padamu! Kau
dengar terang atau tidak? Kita ada sahabat-sahabat lama dari
Kimleng, aku kenal kau Soekong Tjiauw, kau pun kenal aku
Tang Siauw Tong, kita ada bangsa laki-laki, sekarang aku
tunggu jawabanmu!?
?Memang dia!? pikir Poei Hok Han di tempat sembunyinya.
Ia memang segera kenali orang tua itu.
Tang Siauw Tong ada orang kepereayaan paling setia dari
Pak-ong Wie Tjiang Hoei, sebilah goloknya Tan-too telah
menjagoi di lima propinsi Utara, belum pernah dia temui
tandingan, ketika terjadi bentrokan antara Wie Tjiang Hoei
dan Yo Sioe Tjeng, dia telah membantu membinasakan Tongong,
kemudian ketika Pak-ong dihukum mati, dia pergi kepada
Ang Djin Kan, saudara Thian-ong Ang Sioe Tjoan. Supaya dia
diterima, dia kasih keterangannya, bahwa dulu dia cuma turut
titahnya Pak-ong Wie Tjiang Hoei, bahwa dia sebenarnya
tetap setia kepada Thian-ong. Thian-ong Ang Sioe Tjoan
bersatu pendirian dengan Ek-ong Tj io Tat Kay, dalam
bentrokan Wie Tjiang Hoei dengan Yo Sioe Tjeng, yang
bersalah adalah Wie Tjiang Hoei sendiri, jadi semua
orang sebawahannya tak ada sangkut-pautnya. Karena ini,
Thian-ong tidak tarik panjang halnya Tang Siauw Tong.
Kemudian, ketika Kota Kimleng jatuh dan Thaypeng
Thiankok hancur-lebur tidak ketahuan ke mana kabumya
orang she Tang ini, Hok Han tidak pernah mendengarnya,
sampai tahu-tahu dia muncul hari ini. Maka itu Hok Han
percaya, dengan sikapnya itu, orang she Tang ini pasti telah
jadi kaki-tangannya pemerintah Boan.
Selagi Poei Hok Han berpikir demikian tcntang orang she
Tang itu dengan penuh amarah, adalah ia dapatkan Soekong
Tjiauw sendiri bersikap tenang.
?Tang Siauw Tong?? kata ia sambil tertawa, dengan dingin.
?Ya, tidak salah! Memang dulu aku ada punya satu sahabat
dengan itu nama, tetapi dia sudah mafi lama?. Di harian
jatuhnya Kota Kimleng, semua orang peperangan Thaypeng
Thiankok dengan gagah telah mengorbankan dirinya dan Tang
Siauw Tong ada satu laki-laki sejati, mana dia bisa mencuri
hidup, akan menjadi budaknya si budak, akan jadi gundalnya
si gundal? Kau siapa? Kenapa kau bcrani pakai namanya
sahabatku itu??
Soekong Tjiauw tidak sudi kenal orang she Tang ini, ia
berbuat demikian dengan disengaja. Ini cara ada lebih hebat
daripada dampratan langsung. Tidak heran jikalau si orang
she Tang jadi gusar bukan kepalang.
?He, pithoe, begini tajam lidahmu?? ia membentak. ?Kau
tidak tahu diri! Jangan kau sesalkan aku jikalau aku tidak ingat
pula persahabatan kita! Terpaksa aku mesti undang kau turut
pergi bersama-sama kita!
Soekong Tjiauw tertawa pula secara dingin sekali.
?Aku sudah duga, binatang, kau memang bisa mencari
pangkat dengan jual sahabatmu!? kata 1a. ?Kau sekarang
jadinya hendak ambil darah hidupkan untuk celup merah
Icopiahmu? Tak demikian gampang, Sahabat! Kau gerakilah
tanganmu! Tidak perduli kau sendirian, atau kau maju
bersama semua kawanmu, aku Soekong Tjiauw bersedia
untuk melayaninya!?
Ketika itu kawan yang ketiga dari t Tang Siauw Tongjuga
sudah datang, bersama kawannya, dia dampingi Siauw Tong,
mereka tidak senang mendengar ejekan-ejekan Soekong
Tjiauw.
?Sahabat Soekong, jangan kau pandang terlalu hina kepada
kita!? kata satu di antara mereka. ?Tidak nanti kita rebut
kemenangan dengan cara keroyokan! Di antara kita bertiga,
kau boleh pilih salah satu! Kita hendak bikm kau puas dan
mati tanpa penyesalan!?
Berdua mereka bcrdiri dengan sikap jumawa sekali.
Dua kawan dari Tang Siauw Tong ini bukan orang-orang
sembarangan.
Yang satu ada TjianlieTwiehong See Beng Wan si Pengejar
Angin, yang ada murid utama dari Keluarga Lou, segolong
ilmu silat kesohor di Shoasay. Dia tidak saja telah mewariskan
Keluarga Lou punya ilmu gembolan Samleng Touwkah-twie,
yang terdiri dari delapan puluh satu jurus saling beruntun,
ilmu entengi tubuhnya pun sangat terkenal. Dia bekerja
kepada pemerintah Boan dengan pertolongan Jenderal Tjoh
Tjong Tong. Ini jenderal she Tjoh, bersama-sama dengan
pengkhianat besar Tjan Kok Hoan, adalah menteri-menteri
yang kenamaan. See Beng Wan ?dibeli? ketika Tjoh Tjong
Tong bawa pasukannya ke Sinkiang. Or-ang yang kedua ada
Peng Tjeng It, seorang dari suku Hweehwee, yang bekerja
sebagai pahlawan pilihan dalam Keraton Boantjioe,
kepandaiannya adalah ilmu toyasulgj bangsanya dan senjata
rahasia. Bertiga mereka sangat percaya kegagahan mereka,
mereka tidak berniat keroyok Soekong Tjiauw. Mereka percaya
betul yang mereka akan berhasil. Bukankah kalau yang satu
sedang bertempur, yang dua bisa memasang mata? Mereka
sudah rencanakan, dalam keadaan terpaksa, baharu mereka
akan gunai senjata rahasia atau turun tangan bersama.
Soekong Tjiauw tidak sambut tantangan itu, sebaliknya dia
yang tanya, siapa di antara mereka bertiga yang hendak maju
paling dulu.
Tidak tempo lagi, Tang Siauw Tong enjot tubuhnya, akan
mencelat maju ke depannya musuh.
?Aku!? ia berseru seraya terus ulur kepalan kanannya ke
arah muka.
Soekong Tjiauw kasih dengar tertawa panjang, selagi
tangan musuh menjurus, iageser kaki kirinya ke kiri dari sini ia
angkat sebelah tangannya, akan gempur lengan orang itu.
?Bagus!? berseru Siauw Tong, yang dengan sebat gunai
tangan kirinya, akan halau gempuran musuh itu, sedang
tangan kanannya segera ditarik pulang, buat dipakai
mencengkram muka orang dengan pukulan ?Kimliong
tamdjiauw? atau ?Naga emas ulur kuku?. Ini ada semacam
serangan yang liehay, tcrutama saking cepatnya.
Soekong Tjiauw berkelit, untuk luputkan diri, hingga
serangan musuh mengenai tcmpat kosong, sesudah itu, tidak
kurang gesitnya, ia menyerang dengan tangan kanan, untuk
hajar kanan lawan. Sekali ini ia gunai tipu ?Totiam kiamteng?
atau ?Rubuhkan lampu emas?.
Tang Siauw Tong bcrada di dalam ancaman, akan tetapi ia
mempunyai latihan dari beberapa puluh tahun, untuk tolong
diri, ia lekas-lekas mengendap sambil putar tubuhnya dalam
gerakan ?TjhongHong kianbwee? atau ?Naga melilit ekor?,
menyusul mana, kakinya diulur, untuk meradak kuda-kuda
lawan.
Soekong Tjiauw tahu serangannya gagal dan ia berbalik
terancam, untuk menyelamatkan diri, ia berloncat dengan
?Koaybong hoansin? atau ?Ular naga jumpalitan?. Tapi ia tidak
berhenti dengan berkelit saja. Ia pun segera balas menyerang
pula. Ia telah menyerang dengan berbareng, dengan tangan
kanan dan kaki kiri. Ia bersedia akan adu tangan dan kakinya
kepada musuh.
Tang Siauw Tong meradak dengan radakan ?Poanliong
djiauwpou? atau ?Naga mendekam menggcser kaki?. itu
sebenamya bukan kepandaiannya yang istimewa Sekarang
radakan itu gagal, ia balik diserang pula, tidak ada jalan lain,
ia tolong diri sambil lompat ke belakang jauhnya beberapa
tindak. Di sini baharulah ia perbaiki ia punya diri, sesudah itu,
baharu ia hadapi pula musuh, akan mulai saling serang pula.
Hok Han kagum melihat caranya dua orang itu bertanding
sedemikian hebat, saling berganti mereka hadapi ancamanancaman
bencana.
Pertempuran berlangsung, sampai tiga puluh jurus lebih,
sesudah mana, Soekong Tjiauw lantas mendesak, kecuali
tubuhnya melesat ke kiri dan kanan, kedua tangannya
menyambar-nyambar dengan kadang-kadang diikuti
tendangan. Temyata ia telah gabungkan Sippat Lohan-tjhioe
dari Siauwlim-pay serta dia sendiri ilmu totok Tiamhiattjhioenya,
dengan ini cara, dia berhasil mendesak lawan itu.
Tang Siauw Tong terpaksa main mundur saking hebatnya
desakan, tetapi ia juga tidak mau menyerah kalah mentahmentah,
maka kemudian, sambil berseru keras ia keluarkan
ilmu silatnya ?Thianliong Sippat-tjhioe?, yang terdiri dari
delapan belas jurus, setiap jurusnya bisa terpecah pula jadi
sembilan gerakan susulan, hingga semuanya jadi ada seratus
enam puluh dua jurus. Maka itu, kembali mereka jadi
berimbang.
Jurus-jurus dikasih lewat dengan cepat, masing-masing
dengan serangan-serangannya yang berbahaya. Menurut mata
umum, kclihatan nyata Tang Siauw Tong dcsakannya kcras,
ialah orang yang mcrasa mendongkol dan penasaran, akan
tctapi di matanya ahli, ia justru yang mulai terdesak
Sippat Lohan-tjhioc adalah ilmu pukuian istimcwa dari
Siauwlim-pay, yang tidak sembarang murid dapat pclajarkan,
yang tidak sembarang dipakai. di sebelah itu, Soekong Tjiauw
pandai Tiamhiat-hoat, ilmu menotok jalan darah. Tang Siauw
Tong scbaiiknya, walaupun ia liehay dcngan Thianl iong
Sippat-tjiangnya. ia kurang pandai dalam ilmu totokan, karena
itu, ia jadi mcndapat rintangan sendirinya.
Rupanya Tang Siauw Tong merasakan sendiri bahwa ia
mulai tcrdcsak. dari itu, ia lantas menyerang berulang-ulang,
saling susul dcngan ?Samboan togoat? ? Tiga libat mcngikat
rem bu I an, ?Lengwan hianko? ? Orang-hutan sakti
mcnyuguhi buah, dan ?Paysan oentjiang? ? Menolak gunung
dengan telapakan tangan.
Sockong Tjiauw tidak jadi keteter karcna desakan musuh
ini, dengan tenang ia mclayani, menangkis atau berkelit.
Paling belakang, ketika tangan musuh sampai, ia sedot
pemteya hingga jadi kosong. Cuma beda setengah dim, jeriji
tangan lawan akan mengenai sasarannya. Justru itu, luar
biasa gesit, orang she Soekong ini gunai tangan kanannya,
akan gempur pundak kanan orang, akan cari jalan darah
?Djiekhie-hiat.
Siauw Tong tidak sangka, terdesak demikian rupa, musuh
masih bisa menyelamatkan diri dan segera membalas
menyerang, ia terperanjat, lekas-lekas ia buang tubuhnya ke
belakang, dengan jejakan kaki, ia mencelat jumpalitan. loncat
beberapa tindak jauhnya. Tapi ia masih kalah gesit, sambaran
angin mcngcnai juga pundaknya, hingga ia merasakan
kesemutan.
?Kurang ajar!? ia berseru dalam hatinya, sebelah tangannya
segera terayun. Segera ada beberapa cahaya berkeredepan
yang menyambar kearah Soekong Tjiauw.
Itulah senjata rahasia panah tangan!
Soekong Tjiauw telah bcrlaku waspada, ia lihat gerakan
pundak orang,
lantas ia berkelit, ke kin dan kanan, cara
dcmikian, bcbcrapa batang panah tangan itu tidak mcngcnai
sasarannya.
Bukan maksud Tang Siauw Tong akan bokong lawannya
itu, kalau dia t oh menyerang dengan senjata rahasia, itu
adalah untuk bela dirj. Dia khawatir nanti disusul, untuk
digerebek, dari itu, dengan panah tangan itu, dia hendak
mcnccgahnya. Secara begini pun dia jadi dapat kesempatan
akan hunus golok Ganleng-too nya yang pernah
menggetarkan lima propinsi Utara.
Di waktu dihuntis, golok Tan-too ini bersinar berkilauan,
lalu tak tunggu tempo lagi, Tang Siauw Tong lompat maju,
akan mendahului serang musuh selagi dia ini repot berkelit
dari scrangan panah tangan.
?Pemberontak, lekas hunus senjatamu!? Siauw Tong
menantang. Dia bukannya ingat persahabatan hingga dia tidak
mau membokong, tetapi dia percaya benar dia punya ilmu
golok. Sebab selainnya dari sikapnya ini, adalah tempo bcrtiga
mcrcka bcrangkat dari Pakkhia, mereka dipesan sedapatdapatnya
agar musuh mi dibujuk menakluk atau sedikitriya
ditawan hidup-hidup. Adalah keinginan dari pemerintah Boan
akan korek keterangan dari Soekong Tjiauw tentang di mana
sembunyinya ahli waris Kerajaan Beng.
Bukan main panas hatinya Soekong Tjiauw apabila ia
saksikan sikapjumawa dari lawan she Tang ini. Teranglah
Siauw Tong tidak cuma rela jadi budak Boan tapi dia pun tak
hormati lagi persahabatan kaum Kangouw. Adalah satu
kebiasaan, dalam keadaan seperti Siauw Tong, diasudah mesti
mengaku kalah. Tapi, gusar atau tidak, ia sudah tidak punya
kesempatan lagi. Sinar golok itu telah berkeredep
berulang-ulang
menyilaukan mata. Golok Siauw Tong ada golok terbuat
dari baja
pilihan, rambut putus bila difiupkan ke arah tajamnya.
Itulah golok yang dipakai membelai Wie Tjiang Hoei, untuk
binasakan Yo Sioe Tjeng.
Soekong Tjiauw juga ada punya pedang pilihan, ialah
pedang ?Lionggim-kiarn? had iah, atau tanda mata dari Ek-ong
Tjio Tat Kay, yang tak kalah tajamnya dengan golok Tang
Siauw Tong. Pedang ini ia kebetulan tidak bawa, sebab
biasanya, ia simpan gegaman itu. Kalau ia lihat Lionggimkiam,
ia jadi bcrduka, karcna ia lantas teringat kepada Ek-ong.
Lainnya sebab lagi adalah ia paling tidak gemar merebut
kemenangan dengan gunai senjata, kecuali dalam keadaan
sangat terpaksa. Bcgitu, ia terus hadapi musuh ini dengan
tangan kosong, ia cuma waspada, ia mundur.
?Kau masih tidak mau kcluarkan senjatamu?? Tang Siauw
Tong membentak. ?Kau hendak tunggu apa lagi? Apa kau mau
terima binasa di ujunggolokku?**
Ditantang secara dcmikian takabur, bukannya dia naik
darah, Soekong Tjiauw scbaiiknya tertawa besar dan lama,
kemudian dengan tiba-tiba ia melejit ke samping jauhnya
beberapa tumbak di mana ia hampirkan sebuah pohon yang
besarnya sepelukan, ia jambret scbatang cabang, untuk potes
yang panjangnya satu tumbak lebih, yang besarnya sebesar
lengan seorang tua, kemudian dengan putar itu, ia hadapi
orang jumawa itu. Cabang pohon itu ia hendak gunai sebagai
toya Houwbwee-koen ? Ekor Harimau -Iguna layani golok Gan
leng- too.
Tang Siauw Tong tertawa di dalam hatinya apabila ia
tampak orang hendak lawan iadengan gunai hanya sebatang
pohon.
?Tcrang dia mau can? mampifs sendiri!? pikir ia. ?Walaupun
kau gunai toyabesi, aku tak takut, apalagi segala kayu!?
Dan ia segera loncat maju, untuk mulai dengan
serangannya.
Soekong Tjiauw putar toyanya, hingga mcncrbitkan suara
angin menderu-deru, dengan itu ia hendak] sampok golok
orang.
Siauw Tong tidak kasih goloknya dihajar, ia mempunyai
kegesitan luar biasa dalam hal bcrsilat dengan scnjata ini. Ia
kasih lewat toya, lantas ia barcngi, akan mcmbabat, untuk
membikin kutung. Tubuhnya bcrada di sampi ng.
Scnjata toya ada panjang, tetapi menghadapi gcgaman
pendek, digunainya rada sulit, karena kurang kegesitan.
Soekong Tjiauw pandai Umu entengi tubuh, tidak urung, ia
merasakan juga sedikit kesukaran. Adalah karena ia sudah
bcrpcngalaman, ia masih bisa luputkan diri dari papasan golok
lawan.
Pertarungan bcrlangsung dengan Soekong Tjiauw berada di
pihak terdesak, goloknya Tang Siauw Tong ada sangat gesit,
sambarannya tidak putus-putusnya, maka juga, scsudah lewat
beberapa jurus, tiba-tiba kedua senjata beradu dengan keras,
lantas toya putus dengan getas, hingga tinggal scparuhnya
masih dicckal. Siauw Tong tidak mau kalah, ia loncat terus,
akan babat sekalian lengannya orang itu!
Soekong Tjiauw menangkis dengan toya buntungnya, maka
lagi sekali, kcdua senjata beradu keras, golok ada sangat
tajam, toya kena dipapas! atas itu, dia berlompat mundur tiga
tumbak. Apabila ia lihat toyanya, ujungnya itu pun telah jadi
runcing?.
Poei Hok Han mcnonton dengan asyik sekali, hatinya
tegang, ia tahu sahabatnya liehay tetapi ia tcrpcranjat
mendapati sahabat itu kena didcsak dcmikian macam, hingga
ia pikir, sudah datang saatnya untuk ia memberi bantuan.
Tapi, bclum sampai ia sempat kcluar dari tempat
sembunyinya, ia tampak sahabatnya sekarang berubah sikap.
Scbal i knya dari pada jcrih, Soekong Tjiauw tertawa
tcrbahak-bahak.
?Pcngkhianat, jangan kau merasa puas!? dia menegur.
?Lihat tombakku!?
Dengan sebenarnya, karena ujungnya runcing, toya kayu
itu merupakan jadi tombak, karena mana, Soekong Tjiauw
mcndahului maju. Dia sekarang bersilat dengan ilmu tombak
?Kimtjhio Djiesiesie?.
Tang Siauw Tong tertawa dingin.
?Dengan toyamu tinggal sepotong, kau masih berani layani
aku?? tanya ia dengan sikap menantang, mcnghina. ?Lebih
baik kau turut saja aku pulang ke Kota Raja, dengan pandang
kau sebagai sahabat kekal, tidak nanti aku bikin susah
padamu.?
Soekong Tjiauw tidak gubris bujukan yang diberikuti
ancaman itu, ia malah lantas mcnusuk perut orang bahagian
?Khieboen-hiat?.
Tang Siauw Tong membabat, dengan maksud menabas
pula toya runcing itu, tetapi sebat sekali, Soekong Tjiauw
bcrkelit ke kiri seraya barengi menikam lengan kanan orang.
Mcnampak dcmikian, dengan tidak kurang scbatnya, Siauw
Tong menangkis, malah dengan tepat, hingga lagi-lagi ia kena
papas sedikit ujung toya orang itu.
Soekong Tjiauw tetapi tidak menjadi jcrih meski juga
bcrulang-ulang toyanya kena dibikin tambah pendek, scbal
iknya, ia berkelahi terus dengan semakin gesit, di sebelah
ancaman serangannya, sekarang lajaga agar senjata tidak lagi
menjadi korban golok musuh.
Dcmikian mcrcka bertarung terus, sampai Tang Siauw
Tonglcewalahan juga, tetapi dia tidak mau mengerti, dia toh
tidak takuti toya, goloknya ada tcrlalu tajam untuk itu, dia
menyerang dengan scngit, hingga lagi-lagi, dia dapat babat
ujung toya orang hingga cabang pohon itu jadi makin pendek,
karena papasan berulang-ulang.
Hok Han mengawasi dengan tercengang, hatinya tegang
bukan main. Terangiah kawannya sudah terdesak sekali
?Kena!? mcndadakan terdengar seruannya Tang Siauw
Tong, menyusul mana, kembati toyanya Soekong Tjiauw
kenadibabat, hingga sekarang senjata sembatan itu jadi
pendek sekali.
Poei Hok Han keluarkan keringat dingin. Kcmbali ia berniat
iompat keluar, akan bantui kawart itu. Tapi lagi sekali ia
urungkan niatnya! Di antara suara tertawa yang keras dan
panjang, ia tampak Soekong Tjiauw Iompat tinggi, di sebelah
atasan kepala lawan, akan turun di belakangnya musuh ini,
toyanya tak ada sepanjang ruyung, dan ketika Tang Siauw
Tong putar tubuh, akan hadapi dia, dia kata: ?Terima kasih
kepadamu yang telah persembahkan sepotong senjata ini
kepadaku!?
Soekong Tjiauw telah gunai toya yang tcrlalu besar dan
panjang, walaupun ia ada sangat gesit, senjata istimewa itu
tak tepat untuknya, maka itu, selagi ia terdesak, dengan
separuh disengaja, ia biarkan senjatanya saban-saban kena
ditabas kutung dan dipapas sempiak, sampai akhirnya toya itu
jadi sangat pendek, seperti ruyung saja, hingga cukup untuk
ia pegang dengan sebeiah tangan. Sekarang sampailah
saatnya untuk ia bikin perlawanan Icbih jauh. karena toya
panjang itu sudah merupakan sebagai Poankoan-pit. Dia ada
ahli menotok jalan darah, inilah senjata yang surup untuknya.
Tang Siauw Tong tahu orang ada ahli totok tetapi ia tidak
mau lantas percaya sang lawan bisa gunai punning toys itu,
maka juga dengan tertawa dingin, ia kata: ?Sockong Tjiauw,
akal apa kau scdang gunai? Apakah dengan punning itu kau
hendak gertak aku? Soekong Tjiauw, apabila kau ingin
lindungi jiwamu, lekaslah kau menyerah!?
Diancam secara demekian, Soekong Tjiauw ulapkan
senjatanya dan tertawa besar.
?Kematian sedang menghampirkan kau, kau masih omong
besar?? ia balasi. ?Mari maju, untuk kita orang mencoba-coba
pulaJ?
Dan dengan senjatanya itu, ia menggertak, ia pun melirik.
Naik darahnya Tang Siauw Tong, yang menganggap dirinya
dipcrmainkan, sedang waktu itu ia percaya betul ia sudali
bcrada di at as angin.
?Baik aku habiskan sajajiwanya!? demikian ia pikir saking
murkahnya. ?Tidak apa apabila aku bunuh dia schingga aku
tak akan dapat upah lebih besar daripada dia ditangkap hiduphidup!
Tak dapat aku antapkan diriku dipcrhinakan dia!?
Segera ia maju, untuk menerjang. Sckarang ia sudah ambiI
keputusan akan bikin mampus saja ini sahabat dari dua puluh
tahun yang lampau?.
Selama bertempur, walaupun dia ada di pihak tcrdcsak,
kelihatan Soekong Tjiauw tenang saja, tidak demikian dengan
si penonton Poei Hok Han, yang hatinya berdebar-de-bar,
saking khawatimya.
Kcdua kawannya Tang Siauw Tong tetap menaruh
perhatian besar, mcrcka pun heran menampak sikap luar biasa
dari orang yang mcrcka kepung-kepung, tanpa mcrasa,
mcrcka siap benar dengan masing-masing senjata mereka.
Mereka mencurigainya!
Hok Han mengerti bahwa sahabatnya sudah nekat, sahabat
itu sudah bersedia untuk jual jiwanya, karena itu, separuh
berbisik, ia pesan Siangkoan Kin: ?Mungkin sebentar aku
muncul untuk adujiwaku dengan jahanam itu, kesudahannya
bisa aku beruntung, bisa jadi juga tulang-tulang dan dagingku
bakal dikubur di udara terbuka di gunung sunyi ini, akan tetapi
tak perduli bagaimana kesudahannya, aku larang kau
sembarang bergerak! Umpama kata orang kemplang aku
hingga mati, kau tetap tidak boleh to long i aku!
Kcpandaianmu masih sangat jauh dari kesempurnaan, dengan
munculkan
diri, itu berarti kau antari jiwa?..
Begitu lekas kau angkat kaki dari gunung ini, barangkali
selama nyawaku belum putus, aku bisa gerecoki mereka
hingga kau dapat ketika untuk meluputkan diri.
Siangkoan Kin, dengarkah kau kata-kataku ini??
Tak dapat Siangkoan Kin setujui putusan gurunya itu,
mulutnya akan utarakan tak mufakatnya itu, akan tetapi iatak
bisa buka mulutnya, sang guru sudah awasi ia dengan tajam
sekali, hingga ia ragu-ragu.
Juga Poei Hok Han tidak dapat mcngawasi terus muridnya
itu, untuk peroleh jawaban, karena hatinya ada pada
pertempuran. Demikian ia sudah lantas berpaling pula,
kepadadua orang
yang lagi adu jiwa. Ia ingin ketahui, sampai
di mana adanya bahaya yang mengancam sahabatnya. Akan
tetapi, setelah ia melihat, ia menjadi heran, hingga ia berdin
tercengang, mulutnya ternganga, matanya terbuka lebar!
?Medan perang? telah berubah seperti dalam sekejab,
segera kelihatan perbedaannya antara tuan rumah dan
tetamunya. Dengan Poankoan-pit puntung toyanya, Soekong
Tjiauw telah jadi lain daripada Soekong Tjiauw yang
bcrsenjatakan toy a? yang panjang, besar dan berat. Dari
didesak, ia sckarang yang menggantikan merangsang lawan.
Dengan puntung toya itu, ia jadi sebat dan tangkas bukan
main.
Tang Siauw Tong terkejut apabila ia saksikan
perubahannya silat dari lawan ini. Inilah ia tidak pemah
sangka dari satu sahabatnya dari puluhan tahun yang telah
siiam. Segera ia merasa bahwa ia lagi terancam bahaya, tidak
perduli ia sanggup geraki goloknya dengan sempuma. ia pun
bersangsi meskipun ia ingat kepada kedua sahabatnya,
bantuan siapa ia boleh harap. Kulit mukanya ada terlalu tipis
untuk segera minta bantuan sahabat-sahabat itu. ia pun masih
sangat kemaruk sama jasa, ia masih sayang akan membagi
jasa kepada kedua kawannya itu. Maka, dalam saat-saat
sehabat itu, ia terus berkelahi scorang diri. Demikian lah ia
berseru beberapa kali, ia geraki goloknya sccara sangat sebat
dan berbahaya.
Soekong Tjiauw tidak perdulikan liehaynya musuh, ia
berkelahi dengan menunj ukkan kegesi tanny a, ia kurung ini
dengan loncatannya ke empat penjuru, kiri dan kanan, depan
dan belakang, tangannya pun menyambar-nyambar
bagaikan halilintar bcrkclcbatan, saban-saban ujung
?Poankoan-pit? mencari jalan darah?. Ia pun, saban-saban
perdengarkan tertawanya, mengejek. Sckian lama lagi,Tang
Siauw Tong layani musuh yang liehay ini, lantas ia punya
keringat membasahkan jidatnya, matanya berkunang-kunang,
kepalanya mulai pusing. la insyaf benar-benar akan bahaya
yang mengancam padanya. Sckonyong-konyong ia mainkan
tipu pukulan ?Pcngscc lokgan? atau ?Ganlok pengscc?,
goloknya ditunuikan, lalu ia membabat pundak terus ke
lengan.
ke nadi!
Soekong Tjiauw perdengarkan seruan panjang apabiia ia
lihati serangan hebat itu, lekas-lekas ia turunkan pundak
kanannya sambil Ikaki kirinya menggeser, untuk mundur
sedikit, kcmudian setelah bacokan musuh lewat, ia maju pula,
dengan serangannya dengan tipu silat ?Siankouw songtjoe?
atau ?Dewi mengantar anak?. Pit istimcwanya mencari jalan
darah ?Hoetjoei-hiat?.
Tang Siauw Tong segera bcrkclit, menyusul mana, goloknya
dari bawah mcnyambar ke atas, akan scrang tangan musuh.
Atas ini Soekong Tjiauw berkelit, tetapi kemudian, scpcrti tadi,
ia tcrusi mcrangsang pula, tangan kanannya mencari jalan
darah ?Hoakay-hiat?. Sekarang tangan kirinya turut
mengancam dengan cengkraman, untuk cekuk tangan lawan.
Sambil perdengarkan jcritan ?Aya!? orang she Tang itu
lompat mundur. Ia bcrlaku sangat cepat, tetapi lebih cepat lagi
gerakannya lawan, selagi ia loncat, lawan itu loncat juga, akan
susul ia. Ia bclum tctap dengan kakinya, tangannya masih
bclum siap, ujung Poankoan-pit sudah menyambar.
Di saat dari kematian itu, mcndadakan satu tubuh lompat
maju, menghadang di antara dua musuh ini, hingga mau atau
tidak, Soekong Tjiauw mesti batalkan serangannya dan lompat
ke samping, untuk hindarkan
dirt. Kelika ia sudah mengawasi, ia kcnali See Beng Wan,
sahabatnya musuh itu. Ia jadi sangat mendongkol. |
?He, orang busuk dari Rimbai Pcrsilatan!? ia membentak
sambil ia tuding orang she See itu. ?Sungguh kau membikin
malu pada kaum Kangouw! Apakah scbenarnya siasat kau
orang? Kau orang hendakj berkelahi dengan bergiliran sebagai
roda atau hendak main keroyok??
Tapi See Beng Wan tidak menjadi malu karena teguran itu,
sebaliknya, ia tertawa haha-hihi.
?SoekongTjiauw,? kata ia dengan menebal, ?jikalau ini hari
kau masih* bisa mengharap loloskan diri, itulah sulit ? itulah
lebih sukar dari pada naik ke langit! Kau adalah
pemberontakdi matanya Pemerintah Agung, maka siapakah
yang kesudian bicara tcntang. kehormatan kaum Kangouw
dengan kau??
Setelah iamengucapkan demikian, See Beng Wan lantas
menyerang, akan bcrsama-sama Tang Siauw Tong kepung
musuh ini. Tang Siauw Tong sendiri tidak, pcrdulikan lagi
kehormatan kaum Kangouw itu.
Soekong Tjiauw sangat mendelu melihat orang ada
demikian tak tahu malu, maka itu, sambil tertawa dingin, ia
layani mereka bcrdua. Sama sekali ia tidak merasa jerih.
Pertempuran kali ini pun ada membawa perubahan.
Gembolannya See Beng Wan Samleng Touwkoet-twie
adalah sebuah senjata yang langka, jarang sekali orang
Kangouw yang bisa gunai itu, sedang gelarannya ?Tjianlie
Twiehong? atau si Pengejar Angin, atau lebih benar,
?mengejar angin scribu lie jauhnya?, sudah mengunjuki
keentcngan tubuhnya dan kegesitan, yang ada mclcbihkan
Tang Siauw Tong.
Kewalahanjuga Soekong Tjiauw melayani dua musuh yang
tangguh itu. Sulitnya, puntung ruyung tak dapat diadu dengan
golok atau dengan gembolan kedua musuh itu, ia melainkan
bisa andali kegesitannya. Maka di akhirnya, ia menjadi nekat.
Ia mesti berlaku cepat untuk mengakbiri pertempuran itu.
Demikianlah, selagi ia berkelit dari serangannya See Beng
Wan, setelah menyampingkan diri, ia terusi totok muka Tang
Siauw Tong.
Orang she Tang itu bcrkclit ke samping.
Selagi musuh berkelit, Soekong Tjiauw tidak mendesak,
hanya di lain pihak, ia loncat ke kiri, di mana ada Sec Beng
Wan, yang habis terjang ia, lain ia totok jalan darahnya
?Thiantie-hiat? musuh.
See Beng Wan tidak berkelit atas datangnya serangan itu,
sebaliknya, ia angkat tangan kanannya, untuk balas
menyerang, dengan membarengi.
Soekong Tjiauw tidak mau adu senjata, ia mundur sambil
putar tubuh, scsudah mana ia loncat, hingga ia berada di
beiakang dua musuh itu.
?Pemberontakjangan lari! Masih ada aku di sini!? demikian
satu teriakan tiba-tiba selagi baharu saja Soekong Tjiauw
lolosdari kepungan. Seruan itu disusui sama berkeredepnya
beberapa cahaya berkilau, yang datang menyambar.
?Tapi juga masih ada aku di sini!? sekonyong-konyong
datang lain seruan sebelum teriakan itu habis diucapkan.
Soekong Tjiauw lihat serangan senjata gelap, ia segera
berlompat berkelit, tetapi ternyata, semua senjata itu tak
menjurus tepat, hingga ia jadi heran, apapula setelah ia
tampak. dua tubuh muncul saiing susul.
Itulah PekTjeng It dan Poei Hok Han.
Pek Tjeng It telah pasang mata, ia siap dengan Djoanpiannya,
ruyung lemas, yang ia bisa gunai sebagai toya. Ketika
ia lihat Soekong Tjiauw mau loloskan diri, ia tidak mau
mcmbiarkannya, maka itu, lantas ia gunai senjata rahasianya,
yang ia biasa tak sembarang gunai yaitu jarum bcracun
Wietok Tjitsat-teng. banyaknya tiga batang. Ia menimpuk
bcruntun terus. Ia ada liehay dalam ilmu ini, tapi
kesudahannya bikin ia heran dan penasaran. Sebab
?cengcorang menangkap tonggcret, tak tahunya di
belakangnya, ada| burung gereja?.
Poei Hok Han juga siap sembarang waktu, kctika ia lihat
muncul pula satu musuh, yang bokong Soekong Tjiauw,
dengan terpaksa, ia pun keluar dari tcmpat sembunyinya,
untuk gagalkan bokongan, ia scrang orang itu dengan tiga
batang panah tangan.
Pek Tjeng It dapat tahu ada serangan gclap untuk ia, ia
bcrkclit, tetapi justru itu, ia pun lagi bokong Soekong Tjiauw,
dari itu sendirinya, scrangannya jadi tidak tepat kepada
sasarannya. Maka itu, Soekong Tjiauw jadi teriuput dari
bahaya. Ia pun memangnya dapat kctika untuk berkelitjuga.
Pek Tjeng It gusar sekali terhadap orang yang bokong ia,
yang bikin ia gaga].
?Binatang dari mana berani mengacau kita?? ia membentak
sambil ia terns menyerang dengan Djoan-piannya.
Poei H ok Han tidak berdiam saja, ia tangkis serangan itu,
ia bikin perlawanan.
Soekong Tjiauw jugasudah asyik bertcmpur pula, karcna
Tang Siauw Tong dan Sec Beng Wan sudah Iantas knnmg
pula padanya, untuk dikepung lebih jauh. Ia tetap tidak takut,
meski juga kedua musuhnya menyerang dengan seru, tapi
sekarang pcrhatiannya tertarik oleh pertempuran di
sebelahnya, karcna ia segera kenali, siapa itu yang lagi layani
musuhnya yang ketiga.
Bertempur belum lama, Poei Hok Han sudah lantas ketcter,
tidak perduli ia telah mainkan sungguh-sungguh ilmu silatnya
golok LiokhapJ, too. Musuh ini, sclainnya liehay, pun ada
sedang gusar karena) pembokongannya terhadap Soekong
Tjiauw dirintangi hingga jadi gaga!. Bcbcrapa kali goloknya
kena dililit hingga sampai hampir terlepas dari cckalan. Lagi
bcbcrapa jurus, lantas iacuma sanggup menangkis, tidak lagi,
bisa menyerang. Iasebenarnyagagah, kalau tidak, tidak nanti
dia jadi pahlawannya Ek-ong Tjio Tat KayJ akan tetapi
kawannya Tang Siauw Tong itu ada salah satu pahlawan
pilihannya pemerintah Boan.
Pek Tjeng It lihat bagaimana ia adaj di pihak unggul, ia
segera perkeras desakan nya untuk rebut kemenangan.
Hok Han tahu ia lagi menghadapi bencana, scdapat
mungkin ia bcrikan perlawanan sungguh-sungguh, demikian
satu kali, ia paksakan membacok Pek Tjeng It dengan tipu
bacokan ?Pekgan sieleng? atauj ?Burung belibis putih sisirkan
bulu?.
Pek Tjeng It berkelit seraya putar tubuhnya, dengan begitu
Djoan-piannya bisa diteruskan dipakai menyerang, karcna ia
berkelit sambil mengendap, sekarang serangan] membalasnya
ke bawah, bagaikan gcrakan uNaga malas bergulingan di
tanah?. Ruyungnya menyerempet di tanah sampai
menerbitkan suara. inn ada suatu serangan dari ilmu toya Sat
hwee hwee-koen yang dinamakan ?Ouwliong kauwtjoe? atau
?Naga hitam melilit tiang?.
Untuk tolong diri, Hok Han mcloncat, akan tetapi oleh
karena ituj Djoan-pian, yang diputar terus, kembali
menyambar padanya. Dan justru ia berada di saat berbahaya
itu, mati atau hidup, tiba-tiba ada sambaran senjata gelap
yang mengenai Djoan-piannya, sehingga Pek Tjeng It jadi
kaget dan lantas; menunda penyerangannya lebih jauh.
?Siapa berani membokong aku?? membentaknya.
Teguran itu disusul sama munculnya satu anak muda dari
gombolan di samping mcreka ini, pemuda itu berlari-lari
menghampiri mcreka dengan pedang di tangan.
Hok Han tercengang dan mukanya pucat apabila ia tampak
pemuda itu, karena dia adalah Siangkoan Kin, mu rid nya yang
tcrsayang itu. Ia tidak sangka murid ini abaikan pesannya dan
justru muncul sekali. ltulah bcrbahaya untuk si murid, setagi ia
sendiri, si guru, tidak bcrdaya.
Tent u saja Siangkoan Kin tidak bisa berdiam saja, atau lari
kabur, selagi ia lihat gurunya terancam bahaya maut,
melupakan segala apa, ia menyerang dengan beberapa panah
tangan, sehingga merepotkan Pek Tjeng It, untuk menghalau
itu. Sesudah membokong, ia segera keluar dari tempatnya
sembunyi, maka di lain pihak, ia sudah hadapi musuh liehay
itu.
?Siangkoan Kin, mundur!? Hok
Han teriaki muridnya, seraya ia sendiri loncat maju untuk
mcnghalangi. ?Ini bukan urusan kau, jangan kau campur
tahu!? Kemudian ia tambahkan pada Pek Tjeng it: ?Sahabat,
kau layani aku saja! Mari kita bertempur sampai salah satu
mati!?
Pek Tjeng It tertawa menghina bcrulang-uiang.
?Ini eng-hiong muda berani membokong dengan senjata
rahasia, aku ingin coba-coba dengannya!? jawabnya sangat
jumawa. Kemudian sambil tertawa dingin ia kata pada si anak
muda sendiri: ?Aku izinkan kau membokong! Aku sendiri tidak
sudi menipumu! Kau ada punya senjata apa lagi? Hayo segera
keluarkan itu!?
Dia menantang karena dia bisa duga, anak muda ini tentu
masih hijau. I a buka mulut dengan tidak dipikir lagi, ia lupa,
ia sendiri baharu saja membokong Soekong Tjiauw.
Poei Hok Han ada sangat berkuatir, hingga melupai segala
apa, ia loncat akan terjang lawan yang liehay ini, pertama ia
menyerang dengan ?Tay-san apteng? atau ?Gunung Tay-san
mcnindih kcpala?, kemudian ia membabat dengan ?Taypeng
tiantjie? atau ?Burung garuda pentang sayjtp?. Ia bcrlaku matimatian!
Pek Tjeng It melihat kenekatan orang, ia tertawa
mengejek. Menggeraki Djoan~pian ke atas, ia tangkis
serangan dari atas itu, kcmudian setelah ia ditabas, ia pun
terusi menangkis ke samping. sesudah mana ia ambil ketika
akan balas mcnycrang. Sesaat saja, ia telah bikin repot si
empeh tukang besi.
Siangkoan Kin ada scumpama anak kerbau yang tak takuti
harimau, begitulah melifaat gurunya terancam bahaya. ia
lompat mcnycrang, akan tikam iga kanan orang itu. Akan
tetapi pcdangnya bcntrok dengan Djoan-pian, yang dipakai
menangkis padanya, tahu-tahu tangannya sakit, sesemutan,
pedangnya teriempar, mcnyusul mana, ia pun 1 imbung dan
rubuh dengan tak dapat ditahan lagi. Itu adalah akibat
gcrakan scbat, kcras dan libatan senjata Pek Tjeng It.
Poei Hok Han kaget bukan kepalang, ia kuatir muridnya
disusuli serangan lain, ia loncat, ia serang musuh itu dengan
tipu-bacokan ?Benghouw pabwee? atau ?Harimau galak
menggoyang ekor?. Ia arah mukanya musuh.
Pek Tjeng It lihat serangan orang tua mi, sambil putar
sedikit tubuhnya. ia menangkis, Djoan-piannya dibikin meiibat,
sesudah mana, ia membctot dengan kaget dan keras. Goiok
Liokhap-too terbentur dengan menerbitkan suara nyaring,
lantas teriempar dari cekalan, teriempar jauh!
Syukur untuk Poei Hok Han, waiaupun goloknya terlepas
dan ia terkejut, kuda-kudanya teguh, ia tidak kena turut
terbetot, dari hu, dengan tidak perdulikan goloknya lagi, ia
loncat kepada muridnya, tubuh siapa ia angkat, terus ia ajak
muridnya itu lari!
?Menyerah kau!? Pek Tjeng It bcrscru sambil ia lompat,
untuk mengejar. Tapi ia menguber baharu beberapa tindak,
sekonyong-konyong ia dengar suara mengaung di atas
pepohonan, suaranya tedas dan panjang. Mendengar ini, ia
segera tahan t indakannya, ia terkejut Karena segeralah ia
ingat, ia kenal i suara apa itu. Ia tidak usah tercengang lama
atau di scbclah depan ia, dari gegombolan, ia lihat munculnya
satu niekouw tua di tangan siapa ada tercekal sebatang
kebutan Tiat-hoedtim. Ia kaget, sampai hatinya berdebaran.
Itulah pendeta wanita nama siapa ia telah dengar lama, yang
orang Kangouw sangat takuti ? ialah Sim Djie Sinnie.
Mclainkan romannya niekouw ini, yang sabar, beda daripada
apa yang orang buat ceritaan.
Niekouw tua itu menghampirinya sambil berkata. ?Kamu
sekalian bertarung di atas Gunung Seegak ini, apakah kamu
tidak kuatir itu nanti merusak keindahan gunung ini? Baiklah
kamu kedua pihak segera berhentikan pertempuranmu ini.
Pinnie ada seorang beribadat, dari itu pinnie tidak mau
memusingi di antara kamu siapa yang benar, siapa yang
salah.?
Pada saat itu juga, Soekong Tjiauw sudah sangat terancam
oleh kedua musuhnya, akan tetapi kapan kupingnya dengar
suara mengaung itu, hatinya jadi girang dengan tiba-tiba. Dia
kenal baik suara itu. Dia ada muridnya Hoei Beng Sintjeng,
pendeta suci di perbatasan, dan Sim Djie itu adalah
soetjienya. Bedanya adalah sang niekouw menjadi murid
sepuluh tahun lebih dahulu daripadanya, dan kepandaiannya
jauh melebihkan diajuga Sang guru kesohor gagah dan mu I
ia, maka dari itu, orang sebut dia ?sintjeng?, seperti Sim Djie
dipanggil ?sinnie?. Dengan kebutannya, Sim Djie pandai
menotok jalan darah, sedang piauw Bouwnie-tjoenya, ada
liehay sekali, suaranya mengaung.
Hatinya Soekong Tjiauw menjadi besar, dengan tiba-tiba
saja ia desak Tang Siauw Tong, yang ada lebih lemah
daripada See Beng Wan, kapan musuh ini berkelit mundur,
segera ia gunai ketika akan loncat keluar dari kepungan, untuk
lari ke arah si pendeta wanita.
Itu waktu, Sim Djie sudah bicara terlebih jauh dengan Pek
Tjeng It, yang masih tercengang, ia mendesak agar dia ini
meletaki senjatanya dang angkat kaki dari gunung itu.
Desakan ini membuat Pek Tjeng It jadi nekat, dari jerih, ia jadi
berani. Ia merasa dirinya gagah, dengan niekouw itu ta belum
pernah bertempur, ia cuma pernah dengar nama besarnya,
sekarang ia mempunyai kawan-kawan kosen, ia anggap, apa
perlunya ia
takut. Adalah ketika ia hendak bikin pcrlawanan, ia tampak
Soekong Tjiauw lari ke arah ia dengan dua kawannya Tang
Siauw Tong dan See Beng Wan sedang mengejar.
Soekong Tjiauw telah lantas datang dekat, ia lari dengan
awasi soetjienya, dari itu ia dapat lihat orang
gcraki
kebutannya, yang mana ada satu tanda rahasia untuk ia tidak
segera kenalkan soctjie itu, maka ia lantas bcrpura-pura tidak
kenal entjiej seperguruan itu. Scbaliknya dari hampirkan terus
sang soetjie, dia terusi lari kepada Poei Hok Han, puntung
toyanya ia lemparkan di tengah jalan.
Pada waktu itu, Hok Han sudah tidak berlari-lan lagi, hanya
bersama muridnya, ia berdiri diam dengan napas scngalscngal.
Ia ada sahabat karib dari Soekong Tjiauw tetapi ia
tidak tahu, sahabat ini ada soetee dari Sim Djie Sinnie.
Pek Tjeng It sudah lantas bcrkumpul dengan bersama dua
kawannya. Pasti sekali mereka ada sangat mendongkol. Sudah
tiga kali mereka satroni Gunung Hoa-san, sekarang maksud
mereka bakal tercapai tetapi mendadakan ada orang
yang
rintangi mereka
See Beng Wan, dengan gcmbolannya di depan dada,
tertawa dingin.
?Niekouw tua, kau takabur sekali!? kata ia, yang awasi
pendeta wanita itu. ?Kau ada punya hak apa untuk campur
tabu urusan kita yang lagi melakukan firman untuk membekuk
pemberontak?? Kemudian ia menoleh pada dua kawannya,
untuk tambahkan: ?Kitajangan perdu! ikan dia! Lckas bekuk si
pemberontak!?
Sim Djie tidak tunggu sampai or-ang mulai bergerak, ia
awasi mereka bcrtiga, ia angkat kebutannya
?Siapa juga kau orang hcndak tawan, kau orang ada
mcrdcka untuk lakukan ini!? kata ia sambil tertawa dingm
juga. ?Akan tctapi untuk itu, lcbih dahulu kau orang mcsti
lewati kebutanku mi!?
Ia maju. akan menghalangdi antara mereka dan Soekong
Tjiauw dan kawan-kawannya.
V
Tang Siauw Tong bertiga jadi gusar sekali.
?Jadinya kau hendak campur tahu urusan kita ini??
tegaskan See Beng Wan seraya ia ulapkan gembolannya. ?Kau
boleh gertak lain orang, lain orang
boleh jerih terhadapmu,
kita tidak. Aku justru ingin coba-coba kau!?
Tjianlie Twiehong segera pasang kuda-kudanya, untuk
menantikan serangan.
?Kau orang ada orang-orang gagah, pinnie girangdapat
menemui kau orang!?
kata Sim Djie sambil tertawa tawar.
?Pinnie sudah bilang, tak dapat
kau orang berkelahi di sini, siapa tidak puas. dia boleh
maju. sekarang kau orang ingin bclajar kenal, baik. pinnie
bcrscdia untuk menemaninya. Kau orang bcrtiga, tak sempat
pinnie akan layani kau orang satu demi satu, dari itu, silakan
kau orang maju berbareng saja, agar pinnie tidak berabe lagi!?
See Beng Wan melirik, karena kcjumavvaan orang itu.
?Oh, niekouw yang baik!? kata ia, yang mendongkol bukan
main. ?Scndirian saja kau hendak layani kita bcrtiga? Kau
terlaiu menghina kita! As?al kau sanggup rubuhkan aku
seorang, maka dua kawan, atau kita tiga saudara, pasti suka
turut segala titahmu!?
?Dua orang bertempur berhadapan ada sangat tidak
menarik hati,? pendcta wanita itu bilang. ?Jikalau satu saja
kurang dari kau orang bcrtiga, pinnie tidak bersedia untuk
melayaninya! Akur? Hayo majuij Jikalau tidak, pergilah kau
orang kabur turun gunung! Pinnie sudah berusia lanjut, akan
tctapi untuk layani baharu kau orang bcrtiga, masih belum ada
artinya! Bagaimana? Jika tetap kau orang masih tidak hendak
maju, jangan nanti scsalkan pinnie tidak sungkan-sungkan!?
See Beng Wan bcrtiga jadi meluap hawa amarahnya.
?Baik! Karena kau yang menghendaki, kita nanti
mengiringinya! Silakan!?
Sim Djie tidak tunggu sampai orang tutup mulut atau
kebutan sudah bergerak terhadap si orang she See, untuk
mana, tubuhnya mencelat maju.
See Beng Wan tahu musuh ada liehay, ia menggeser tubuh
dengan gerakan ?Poanliong djiauwpou? atau ?Naga melingkar
memutar kaki?, ia pindahkan kaki kiri ke kiri, lalu selagi tangan
kanan menangkis, tangan kirinya menyerang. Sepasang
gembolannya dikasih bekerja dengan berbareng. Ia menangkis
berbareng menyerang.
Sim Djie berlaku sangat gesit, begitu lekas serangannya
tidak memberikan hasil, tidak tunggu sampai lengannya kena
dihajar, ia tarik pulang itu, kakinya bergerak, hingga ia bisa
dekati Pek Tjeng It, siapa terus ia serang. Ia mencari jalan
darah ?Kwan-goan-hiat?, sambil menyerang, ia tertawa dingin.
Pek Tjeng It berkelit ke kanan, dari situ ia balas menyerang
dengan Djoan-piannya. Ia arah kedua kakinya si pendeta
wanita dengan serangan ?Gioktay bekyauw? atau ?Angkin
kumal a mcl ibat pinggang?.
Sim Djie tank pulang kebutannya sambil ia berlompat
tinggi, selagi Pek Tjeng It hendak bangun berdiri, untuk susuli
serangannya, ia sudah turun ke depannya Tang Siauw Tong
dalam gerakan ?Tjieyang liangpo? atau ?Burung walet
menyambar gelombang?. Benar sebagai burung saja, dia
serang lawannya ini.
Di mana orang turun dari atas, Tang Siauw Tong
menangkis dengan geraki goloknya Ganleng-too ke atas; tapi
kebutannya Sim Djie terus saja melilit, tidak pcrdul i golok itu
tajam bagaikan mcstika. Ia mengendap, ia mencoba menarik
pulang goloknya itu. Nyata ia kalah gesit, si pendeta wanita
sudah dului ia membctot, hingga iarasai sakit pada telapakan
tangannya. Syukur untuk ia, Pek Tjeng It yang berdiri di
dekatnya, sudah serang Sim Djie, hingga niekouw ini mcsti
lolosi libatan kebutannya dan berkelit. Ia luput dari bahaya
tctapi tubuhnya limbung, ia mundur beberapa tindak, baharu
ia bisa berdiri tegak.
Sim Djie tidak berhenti sampai di situ, lagi ia maju, akan
serang tiga lawan itu, dengan bergantian, untuk tidak beri
kesempatan untuk mereka kurung padanya. Selagi angin
meniup-niup, kebutannya juga perdengarkan suara, karena
kebutan ini digeraki sebagai pedang Ngoheng-kiam dan
dimainkan dalam ilmu pedang Tat Mo-kiam yang terdiri dari
seratus delapan jurus, yang kadang-kadang dicampur dengan
totokan-totokan kepada jalan darah. Ia ada tenang sekali, tapi
gerakan tubuhnya sangat gesit, gerak-gerakan tangannya
sangat sebat. Coba ketiga musuh bukannya orang-orang
liehay, pasti siang-siang mereka sudah tak berdaya.
Poei Hok Han bersama-sama Siangkoan Kin menyaksikan
dengan tercengang pertandingan itu. Tadi mereka sudah
dibikin kagum dengan perlawanannya Soekong Tjiauw
terhadap tiga musuh itu, sekarang mereka saksikan
kepandaian yang jauh terlebih liehay. Pengalaman mereka ini
mirip dengan orang yang untuk pertama kali mendaki Gunung
Seegak Hoa-san.
Melihat Puncak Tjiauwyang-hong, orang anggap itu adalah
puncak tertinggi dari Hoa-san, karena ujung puncak sudah
menempel sama awan.
Kapan orang sudah panjat puncak ini, orang lantas lihat
Puncak Gioklie-hong lebih tinggi di depannya. Di depan Gi ok
he-hong ini ada lagi Puncak Lianhoa-hong yang terlebih tinggi
pula. Demikian juga ilmu silat, tidak ada ujung pangkalnya,
siapa yang lebih yak in dan ulet, dia yang terlebih liehay.
Tiga-tiga senjatanya rombongan dari Tang Siauw Tong pun
ada menerbitkan sambaran angin yang keras. Ganleng-too
berkeredepan bagaikan ular perak, Djoan-pian bergerak-gerak
seperti naga mumbul di udara, dan gembolannya See Beng
Wan berkilauan antara sinar matahari.
Hebat adalah kapan datang saatnya Sim Djie kena
dikurung, hingga ia seperti tak tertapak tubuhnya.
?Bagaimana Saudara Soekong?? akhirnya Poei Hok Han
tanya sahabat karibnya itu. MApa perlu kita maju untuk
membantui? Aku kuatir niekouw tua itu tidak sanggup lawan
lebih lama tiga orang jahat itu??
Soekong Tjiauw bersenyum sikapnya. seperti biasa, sangat
tenang. ?Jangan sibuk, jangan khawatir kata ia. ?Apakah kau
tidak Hhat, dia sekarang sudah jadi terlebih unggul?? Hok Han
mengawasi, tetapi, di ma tanya. pertempuran masih sama
seperti tadi, Sim Djie masih terkurung, tubuh mereka
berempat bergerak-gerak bagaikan bayangan saja.
?Apakah benar dia terlebih unggul?? akhirnya ia tegaskan.
?Kenapa tidak?? Soekong Tjiauw baliiki. ?Segera tiga orang
itu tak dapat bertahan lagi. Lihat saja, lagi sebentar kau akan
dapat menyaksikannya.?
Sambil mengucapkan demikian, Soekong Tjiauw pandang
sahabatnya, kepala siapa masih berkeringatan, sikapnya
tegang sekali.
?Apakah Saudara tidak ketahui siapa pendeta wanita ini?? ia
tanya. ?Ia ada Sim Djie Sinnie yang kenamaan dalam dunia
Kangouw.?
?Aku tahu dia ada Sim Djie Sinnie akan tetapi tiga lawannya
semua liehay?? Hok Han bilang. Soekong Tjiauw tertawa.
?Kau belum pernah saksikan Sinnie bertempur, tidak jikalau
kau jadi sibuk sendiri,? ia kata. ?Mereka bertiga memang
liehay, tapi apabila satu lawan satu, satu per satu dari mereka,
aku sanggup pukul rubuh. Mereka bisa kepung aku tadi
karena mereka bertiga. Sim Djie Sinnie ada jauh terlebih
liehay daripada aku, pasti dia sanggup lawan mereka itu?.?
Soekong Tjiauw baharu tutup mulutnya atau ia berseru:
?Lihat!?
Hok Han segera menoleh kepada orang-orang yang lagi
bertempur, baharu sekejap, kalau tadi ia Hhat si niekouw
terkurung, sekarang tcrtampak nyata tubuhnya dia itu. Beng
Wan bertiga, terpecah ke tiga jurusan, telah mulai mundur,
tetapi bukannya untuk angkat kaki; sesudah pisahkan diri, tak
mengurung rapat lagi, mereka silih berganti bergerak ke kiri
dan kanan, depan dan belakang. Dan Sim Djie, sesudah tidak
dikurung rapat lagi ? anehnya! ? sudah lantas berdiri diam di
tcngah-tengah mereka, sikapnya tenang sekali.
Hok Han jadi heran, ia menjadi masygul.
?Inilah tidak ada artinya!? kata Soekong Tjiauw, yang lihat
sikap bcrkuatir dari orang itu. ?Mereka itu lihat sulit untuk
mereka merangsang tcrus, sengaja mereka ambil sikap
renggangkan diri. Lihatlah gerakan mereka dan jarak tcratur.
Maksud mereka adalah untuk pancing Sim Djie Sinnie serang
salah satu dari mereka, bila itu terjadi, dua yang lain jadi
mcrdeka, hingga merdeka j uga mereka menyerang dengan
membokong atau pun dengan gunai senjata rahasia. Cara
berkelahi ini biasanya membutuhkan latihan, terutama mesti
digunai oleh orang-orang yang liehay* jikalau tidak, scrangan
pembokongan pasti kurang sebat.?
Hok Han heran.
?Jikalau begitu, perlu kita berikan bantuan kita,? ia utarakan
pula. ?Dengan adanya bantuan kita, kita orang jadi satu lawan
satu, secara demikian, Sim Djie Sinnie jadi merdeka untuk
layani satu musuhnya?.?
?Lihat!? kembali Soekong Tjiauw berseru, memotong
sahabatnya.
Sim Djie, yang sadari tadi diam saja, mengawasi aksi
musuh, yang hendak memancing ia untukia terjang salah satu
di antaranya, sekarang kelihatan telah lepaskan sikap diamnya
itu, dengan sekonyong-konyong tubuhnya melesat maju,
tangannya pun dikasih bergerak, dan belum sampai kakinya
menginjak tanah, kebutannya sudah menyambar.
Hok Han belum sempat melihat nyata, segera ia dengar
suara keras, dari kebutan yang mengenai batu besar di
samping mereka yang lagi bcrtanding. Sim Djie loncat jauh
beberapa tumbak, ia hajar batu gunung sampai batu itu pecah
dan muntahkan lelatu api.
Dan belum Hok Han tahu apa-apa, ia dengar Pek Tjeng It
berseru, menyusul mana belasan rupa barang berkeredepan
melesat menerjang si niekouw tua. Ia lantas tahu, itulahj
jarum Tjitsat-teng yang liehay, yang tadi tiga batang di
antaranya telah dipakai menyerang Soekong Tjiauw. Ia kaget,
segera tangannya meraba panah tangannya, akan tetapi,
sebelum ia sempat meraba, kupingnya lantas dengar suara
mengaung, menyusul mana. barang berkcredepan itu pada
melunik jatuh sendirinya. Tapi ini belum semua, masih ada
susulan jeritan-jeritan dari kesakitan, akan akhirnya, kelihatan
satu tubuh lompat Ian? ke samping, lenyap di antara
gombolan.
Ketika itu sudah mulai maghrib, sinar matahari ada sinar
iayung. Begitu lekas pertempuran berhenti. Kecuali siuran
angin, Gunung Hoa-san menjadi tenang-sunyi seperti biasa.
Adalah Poci Hok Han dan Siangkoan Kin yang tercengang
atas kesudahannya pertempuran yang
dahsyat itu, yang diakhiri dengan sinar berkeredepan, suara
mengaung, jeritan dan sunyi-senyap. Tapi mereka bertindak
begitu lekas Soekong Tjiauw mengajaknya.
Tang Siauw Tong rebah menggeletak di tanah, tubuhnya
tidak bergerak, goloknya terletak di sampingnya. nancap di
sebuah batu. Di samping dia, Pek Tjeng It juga rebah sebagai
mayat, senjatanya terletak di pinggir tubuhnya.
Sim Djie Sinnie sambil bersenyum, bertindak dengan
pelahan, akan hampiri tiga orang itu.
?Dasar sudah tua, aku sudah tak punya guna lagi,? kata ia.
?Kau telah bikin lolos See Beng Wari dan dengan keliru sudah
binasakan Tang Siauw Tbng?.?
Barusan pendeta wanita ini sudah gunai ilmu silatnya
?Thiankie moin? atau ?Mementang sayap meraba mega?,
suatu ilmu kepandaian dari Khong Khong Djie. Ketika
tubuhnya mencelat dan kebutannyaj menyambar, ia telah lihat
goloknya Tang Siauw Tong dan tarik itu terlepas, berbareng
mana, totokannya mengenai sasarannya. Ia arah jalan
darahnya Siauw Tong ?Oenhian-hiat?, untuk tawan hiduphidup
gundal Boan ini, tapi kebutannya ditangkis Ganleng-too,
sebab Siauw) Tong bukannya orang biasa saja, maka itu,
totokan jadi nyasar mengenai ?Bengboen-hiat?, tidak ampun
lagi, Tang Siauw Tong binasa seketika.
Pek Tjeng It adalah orang yang membokong dengan
jarumnya yang berbisa, karena itu, Sim Djie Sinnie gunai
piauw Bouwnie-tjoe, coba ia tidak gunai Tjitsat-teng, ia bisa
ketolongan jiwanya, biarpun untuk! sesaat lain. Ia
membokong, niekouw itu punahkan jarumnya dengan piauw,
kemudian, dengan enam buah piauw lain, yang diarahkan ke
dua jurusan, ia diserang langsung, begitu j uga See Berig
Wan. Ketiga tiga piauw menjurus ke atas, ke tengah dan ke
bawah.
Pek Tjeng It tercengang ketika ia dapatkan kenyataan
semua jarumnya kena dipatahkan musuh, justru ia sedang
bengong, piauw datang menyerang ia. Ia menangkis, ia
sangat . terdesak, tapi dua piauw, yang halus sekali, ia masih
bisa sampok, adalah yang ketiga, yang lolos, yang tembusi
jalan darahnya ?Tjietong-hiat?, hingga ia rubuh binasa.
See Beng Wan ada seorang yang licin, ia mempunyai
kegesitan istimewa, ia pun pandai dengar dan kenali suara
senjata rahasia, maka ketika ia dengar piauw Bouwnie-tjoe
mengaung, ia berlompat tinggi enam atau tujuh kaki, hingga
segcra ia luput dari piauw ke atas, sedang dengan ujung
sepatunya, ia dupak jatuh piauw yang kedua. Untuk tolong diri
dari piauw yang ketiga, ia berkelit sambil berlompat, iakabur
ke dalam gombolan rumput sambil bergulingan. Untung
baginya, piauw cuma bikin bolong bajunya dan mengenai
sedikit saja kulit dagingnya, hingga ia jadi terluka enteng.
Maka tepatlah ia dengan gelarannya ?Tjianlie Twiehong? si
Pengejar Angin. Sesudah itu, ia menghilang dengan gunai ilmu
lari Tengpeng touwsoei.
?Untuk zaman ini, sukar dicari lain orang-orang Kangouw
dengan kepandaian yang dipunyakan mereka bertiga,? kata
pula Sim Djie pada soeteenya seraya ia menghela napas.
?Sayang sekali mereka jadi gundal-gundal pemerintah Boan
hingga pinnie mesti langgar pantangan membunuh. Sungguh
pinnie malu yang pinnie telah meloloskan satu musuh?.?
?Kenapa Soetjie tidak disusuli dengan piauw beruntun,
untuk kejar dia?? Soekong Tjiauw tanya. ?Aku ingat benar,
Soetjie bisa lepas piauw beruntun sampai tiga belas biji, untuk
menyerang tiga belas jalan. Dengan susulan piauw beruntun?
orang yang bagaimana liehay juga ilmunya entengi tubuh,
mana dia dapat luputkan diri??
Sim Djie bersenyum.
?Pinnie telah keliru menaksir musuh, pinnie telah nampak
kegagalan,? ia akui. ?Pinnie percaya, seranganku tak pernah
melesct, dari itu untuk layani orang-orang buruk, biasa pinnie
gunai tiga batang piauw saja, tetapi barusan, tidak disangka,
binatang itu ada gesit luar biasa, karena ia lolos, pinnie tidak
ingin susul dia?.?
Pendeta ini berlaku murah hati, ia tidak duga bahwa
karenanya, di belakang hari, gelombang telah mengancam
hebat?.
Mengetahui Soekong Tjiauw dan Sim Djie ada dari satu
perguruan, Poei Hok Han kembali memberi hormat pada
pendeta pcrempuan itu, yang jadi termasuk orang yang
terlebih tinggi tingkatannya. Ia pun dapat tahu dari
pembicaraan terlebih jauh, setiap lima tahun sekali, Sim Djie
suka kunjungi soeteenya di Hoa-san, untuk bikin pertemuan,
dan sekali ini, kedatangannya itu kebetulan sekali, hingga dia
bisa bantui itu saudara muda.
Habis itu Poei Hok Han tarik mu-rid ini memberi hormat
pada Sim Dj ie Sinnie.
Mclihat pemudaitu, sang niekouw kata: ?Anak ini ada punya
bahan untuk belajar silat, dan sinar matanya, sikapnya, gerak
kakinya, pasti dial sudah beiajar sedikimya tujuh atau delapan
tahun?.?
?Sinnie terlalu memuji,? kata Hok Han sambil tertawa. ?la
ikuti aku baharu lima tahun.?
?Benar-benar bagus!? pendeta itu kagum. ?Kau harus didik
ia baik-baik!?
?Justru karena untuk bocah ini, aku telah datang ke Hoasan
ini untuk menemui SoekongToako,? Hok Han kata.
?Kebisaanku ada rendah sekali, dan? itu, ada bocah berbahan
baik tetapi guru pandai tidak ada, aku kuatir menyia-nyiakan
bakatnya, maka aku berniat minta Soekong Toako ambil dia
jadi muridnya. Barusan aku telah bilang sama Toako tapi
belum aku peroleh jawabannya. Daiam hal ini baiklah Sinnie
tolong bicarakan pula.?
Sim Djie lantas berpaling kepada soetenya.
?Apakah kau tidak puas dengan bocah ini?? ia tanya sambil
tertawa. Soekong Tjiauw tertawa, ia memandang langit, yang
sudah sore, angin sedang meniup-niup, burung-burung lagi
berterbangan pulang. Ia lantas tunjuk guha.
?Dengan tidak disangka-sangka, rombongan binatang
barusan telah ganggu tempo kita,? kata ia. ?Kita orang sudah
letih, mari masuk dulu ke sana, untuk beiastirahat:?
Sim Djie setuju, maka beramai, mereka memasuki guha.
Sederhana sekali adalah guha batu itu, karena melainkan
scbuali pembaringan kayu melintang di| pinggiran. Beberapa
lembar kulit macan tutul ada tergantung di tembok. Soekong
Tjiauw turunkan beberapa lembar, untuk digelardi tanah,
sesudah nyalakan api, ia silakan semua tetamunya duduk.
Kemudian lagi, ia kcluarkan rangsum kering, ia sediakan
scbuah cupu-cupu air minum, untuk ia jamu tctamutctamunya
itu.
?Aku tinggal di gunung, di dalam guha, dengan sendirinya
aku telah jadi orang hutan,? berkata Soekong Tjiauw
kemudian. ?Poei Lauwhia, sudah dua puluh tahun kita orang
tidak pernah saling bertemu, aku mengucap terima kasih
untuk kebaikan kau yang dari tempat ribuan lie datang
mengunjungi aku, aku sebaliknya cuma bisa dengan caraku ini
menyambut kau.?
Poei Hok Han tercengang.
?Ah, Toako, kenapa kau berlaku begini sungkan
terhadapku?? kata ia.
?Aku bukannya sungkan, aku hanya hendak perlihatkan kau
keadaanku ini,? kata Soekong Tjiauw dengan sungguhsungguh.
?Bukankah kau hendak serahkan muridmu padaku?
Bukankah Sim Djie Soetjie pun puji bakatnya muridmu itu?
Benar aku telah bcrusia lanjut, akan tetapi mataku masih
belum lamur, aku pun bisa lihat Siangkoan Sieheng ini
berbakat bagus sekali, dari itu, dengan dapatkan murid seperti
dia, bagaimana aku bisa tak puas? Akan tetapi, di sebelah itu,
melihat romannya, dia mestinya berasal satu anak orang
senang, maka dari aku kuatir dia tidak nanti tahan
sengsara?.?
Poei Hok Han hendak kasikan keterangannya, perihal
keuletannya murid itu, akan tetapi Siangkoan Kin sudah
mendahului akan berlutut di dcpannya sahabat kekal itu,
untuk paykoei berulang-ulang, sambil dengan gembira, dia
berkata: ?Soehoe, jikalau melainkan ini kesangsian Soehoe,
harap Soehoe jangan buat kuatir! Teetjoe memang tidak
punya kemampuan apa-apa akan tetapi mcnahan sengsara
adalah kebiasaanku.?
Hok Han segera tuturkan pada sahabatnya itu halnya
Siangkoan Kin bukannya satu anak hartawan atau bangsawan,
hanya dia ada satu sioetjay urung. Kemudian ia tambahkan:
?Anak ini paling kagumkan Ek-ong, ketika aku beritahukan dia
bahwa kau adalah sahabatnya pangeran yang gagah perkasa
itu, dia telah memaksa aku biar bagaimana juga supaya aku
ajak dia mengunjungi kau.?
Mendengar disebutnya Ek-ong Tjio Tat Kay, air mukanya
Soekong Tjiauw menjadi guram dengan tiba-tiba, air matanya
lantas saja mengembeng, tetapi, dengan lantas ia awasi itu
anak muda.
?Cita-citanya Ek-ong, untuk merampas pulang dan
membangunkannya pula Kerajaan Beng barangkali adalah kau
orang anak-anak muda yang dapat rnewujudkannya!? kata ia.
?Memang teetjoe berangan-angan akan melanjuti citacitanya
Ek-ong,? nyatakan Siangkoan Kin, ?hanya halnya
berhasil atau tidak, itulah terserah!?
Soekong Tjiauw lantas saja tertawa.
?Bagus!? ia berseru. ?Dengan punyakan cita-cita ini, tidak
kecewa kau menjadi muridku!?
Begitulah. secara resmi, Soekong Tjiauw terima Siangkoan
Kin sebagai muridnya, hingga kecuali Siangkoan Kin sendiri,
juga Poei Hok Han turut merasa gembira.
Setelah itu, bertiga orang-orang gagah itu pasang omong.
Sim Djie Sinnie dan Poei Hok Han bcrdiam beberapa hari di
atas gunung, mereka bicara banyak, mereka nikmati
keindahan gunung yang kenamaan itu. Bicara dari hal duludulu,
Soekong Tjiauw masygul, ia sesalkan dirinya. Ia kata:
?Ketika dahulu Ek-ong meninggalkan Lamkhia bersama
angkatan perangnya beberapa puluh laksa jiwa, menuju ke
Seetjoan yang jauh, itu memang ada kekeliruannya, akan
tetapi akuj aku pun keliru sudah turuti adatku sudah
meninggalkan dia karena kita orang berbeda pendapat, coba
aku tidak bertindak demikian dan aku tetap dampingi dia,
barangkali aku masih bisa lakukan scsuatu apa untuknya?.?
Siangkoan Kin terharu mendengar penyesalannya guru itu.
Kcmudian, ialah berselang beberapa hari, baharulah Sim
Djie dan Poei Hok Han pamitan, akan berpisahan dengan
soetee dan sahabatnya itu. Tapi Hok Han sendhi, secara diamdiam,
sudah cari orang-orang dari Thaypeng Thiankok, untuk
bikin pertemuan dengan mereka itu. Siangkoan Kin berdiam
dengan gembira di atasgunung, ia tak hiraukan penghidupan
sengsara. Iabelajarsilat dengan sungguh-sungguh karcna ia
bertubuh lemah, ia utamakan kegcsiian tubuh dan Tiamhiathoat
yaitu ilmu menotok jalan darah atau unu. Di sebelah itu,
Soekong Tjiauw ada satu guru yang pandai, yang ketahui
sifat-sifarnya muridnya. Begitu, mulai dengan teori di atas
gam bar, murid ini diajar berlatih dengan orang-orangan dari
kulit, sesudah sang murid bisa menotok sambil meram, lalu ia
lebih jauh diajarkan senjata rahasia, juga alat senjata biasa,
untuk menotok juga. Memang, Tiamhiai-hoatnya Soekong
Tjiauw ada sama Iichaynya dengan Hoedhiat-hoatnya Sim
Djie, sedang dalam hal Gwa-kang, dia telah sampaikan batas
kesempurnaan, hingga untuk melatih muridnya, dia sendiri
kasih dirinya dijadikan sasaran. Sebab ia tabu, andaikata ia
kena dhotok, ia pun bisa tolongi dirinya sendiri. Laginya. ia tak
gampang tcrtotok celaka, tubuhnya, apabila perlu, bisa dibikin
lemas bagaikan kapas.
Begitulah, di bawah pendidikan guru yang liefaay,
Siangkoan Kin peroleh kemajuan dengan pesat, baharu
berselang lima tahun, ia sudah jadi Hehay. Selama itu waktu,
pernah satu kali Poei Hok Han, gurunya yang lama, datang
mengunjungi ia. Guru ini girang bukan main akan ketahui
muridnya terdidik sempurna.
Pada suatu hari Soekong Tjiauw turun gunung dengan libatiba,
ketika ia kembali, ia bawa bersama ia sebuah cupu-cupu
besar yang memuat arak, terus saja ia ajak muridnya duduk
minum, di tengah-tengah ?pelesiran? itu, sekonyong-konyong
ia keluarkan dua rupa barang, yang mana ia letaki di depan
muridnya. Itu adalah sebatang pookiam, atau pedang, yang
panjangnya kurang iebih tiga kaki, dan sebuah kipas yang
dipanggil kipas Biauwkim Sietjoe.
?Coba hunus pedang itu,? ia titahkan Siangkoan Kin.
Murid ini menurut. Ketika pedang dicabut dari sarungnya,
dia perlihatkan sinar bcrkilauan, sampai ruangan sepcrti
bercahaya. Tubuh pedang itu bcrgurat-gurat merupakan naga,
sedang sarung pedang terbuat dari bat u giok serta tertabur
beberapa butir mutiara yang indah. Jadi dua-dua, pedang dan
sarungnya, ada berharga sangat besar. Menampak itu,
Siangkoan Kin tercengang, ia menjublek.
Sang guru tertawa, tertawa meringis, tanda dari sedihnya
hati.
?Inilah pedangnya Ek-ong sendiri yang dihadiahkan
kepadaku,? Soekong Tjiauw jelaskan muridnya. ?Pedang
mustika ini, Lionggim-kiam, bisa dipakai membabat barangbarang
logam. Ek-ong ada sangat sungkan, ketika ia haturkan
ini padaku, ia menulis syair yang mengatakan hadiahnya
berharga seribu tail perak. Tentu saja, harga yang sebenarnya
entah berapa ribu tail.?
Siangkoan Kin masih diam mengawasi dengan mulut
ternganga.
?Sekarang angkatlah kipas itu, hati-hati,? sang guru
menitah pula.
Siangkoan Kin menurut, ia angkat kipas itu dengan
pelahan. Itu ada suatu kipas yang berat, sebab terbuat dari
baja tulen, warnanya hitam mengki lap, panjangnya kirasatu
kaki, sedang kedua sampingnya, yang berkeredepan, dibikin
tajam seperti pinggiran pisau. Ketika ia beber kipas logam itu,
ia tampak beberapa baris tulisan yang huruf-hurufhya indah
sekali dan bunyinya merupakan cita-citanya Ek-ong. Tanda
tangannya ada tanda-tangan Tjio Tat Kay sendiri.
?Oh, Soehoe, jadi ini ada barang-barang peninggalan Ekong??
ia tanya bahna heran dan kagum.
?Memang!? sahut sang guru, suaranya, sikapnya,
menunjuki dia ada sangat masygui dan terharu.
?Ketika dulu aku ada minta Ek-ong nil is tulisannya mi.
Tatkala kcmudian Ek-ong meninggai dunia, aku sayang pakai
pedangnya, aku pakai kipas ini sebagai gantinya senjata. Ini
kipas terbuat dari baja tcrpilih. Sampai sebegitu jauh, aku
tidak ada ketika untuk pakai itu.? Ia berhenti, akan keringi
cawan araknya, ia menceguk beberapa kali. Lalu, ia mclanjuti:
?Lima tahun kita orang berkumpul bcrsama, j odoh kita
bukannya jodoh sembarangan, akan tetapi di dalam dunia ini,
tidak ada pesta yang tidak ada akhimya, maka itu, haruslah
kau mengerti, pclajaranku aku sudah turunkan kepadamu, kau
masih muda, bukan tempatnya untuk kau tinggal terus di
tanah pegunungan, hingga kau kubur dirimu seumur hidup.
Kau kagumi Ek-ong, maka sudah scharusnya apabila kau
pergi, akan mewujudkan cita-cita Kaum Thaypeng
Thiankok.? Ia berhenti pula, ia tunjuk kipas, lalu ia
tambahkan: ?Kedua benda ini adalah miliknya Ek-ong,
yang?dihadiahkan kepadaku selaku tanda peringatan, sekarang
aku haturkan dua-duanya kepadamu!? Siangkoan Kin terharu.
?Cara bagaimana aku bisa terima itu, Soehoe?? kata ia.
Soekong Tjiauw goyang tangannya.
?Aku belum bicara habis,? ia bilang. ?Semua dua rupa
barang ini aku hadiahkan kepadamu, akan tetapi bukan duaduanya
aku inginkan kau gunai. Kipas ini aku berikan
kepadamu, untuk kau gunai sebagai senjata, tctapi pcdang
Lionggim-kiam fni ada untuk dititipkan buat sementara waktu
padamu.?
?Kipas ini saja sudah lebih dari culcup, cara bagaimana
teetjoe bcrani lancang gunai pedangnya Ek-ong?? kata sang
murid. ?Hanya di bclakang hari, kcpada siapa pcdang ini harus
tcctjoc pasrahkan??
Soekong Tjiauw tidak lantas jawab mundnya.
?Ada sebabnya kenapa aku tidak berikan pcdang ini kepada
kau,? kemudian 1a kasih keterangan. ?Pertama-tama kau
bcrtenaga agak lemah, tidak surup untuk kau gunai ini,
sedang untuk digunai sekalian menotok jalan darah, kipas ini
ada paling tepat. Kedua, pedangnya Ek-ong ada berarti besar
sekali, walaupun kau muda dan gagah, kau belum punyakan
derajat untuk pakai itu. Aku pikir untuk titipkan ini pada kau,
guna tunggu nanti sampai diketemukannya seorang gagah
yang dapat wakilkan Ek-ong untuk mcwujudkan cita-citanya.
Aku percaya kau punyakan mata cukup jeti akan can orang
scmacam itu.?
Guru ini tenggak araknya, ia bersenyum.
?Muridku, kita ada bertabiat serupa, lata ada rada-eada
menuruti adat!? berkata dia. ?Kita bukanlah itu orang-orang
yang bisa berusaha besar dan aku kuatir kau nanti jadi terlalu
temberang, maka itu, aku harap, sukalah kau bisa kendalikan
diril?
Siangkoan Kin girang berbareng kaget, terutama pesanan
guru itu ada berat sekali. Ia mengerti, ini adalah pesta
perpisahan dan gurunya itu. Ia tidak dapat menolak, ia terima
putusan itu tanpa banyak omong. Maka besoknya, sesudah
memberi hormat kepada gurunya itu, ia ambil seiamat
berpisah, ia turun gunung, buat terus mulai dengan
perantauannya, pergi ke mana saja hatinya memerintah, akan
cari orang yang gurunya angan-angankan.
Belum terlalu lama sejak ia ceburkan diri dalam dunia
Kangouw, namanya lantas saja mulai terkenal, tetapi
walaupun ia telah tukar pclajaran dan telah berhasil
meyakinkan ilmu silat, cara dandannya tetap bagaikan
sioetjay. Inilah suatu tanda kaum Kangouw berikan iajulukan
Thiebian Sieseng, si Mahasiswa Muka Besi.
Sclama beberapa tahun, banyak orang gagah yang
Siangkoan Kin ketemui, tetapi belum ada satu yang ia anggap
cocok untuk diwariskan pedang Ek-ong itu, adalah ketika ia
sampai di Shoatang, ia ketarik sama orang yang kemudian
berdirikan Perkumpulan Rahasia Giehoo-toan, yaitu Tjoe Hong
Teng. Ketika itu Tjoe Hong Teng belum jadi Ketua Giehootoan
tetapi namanya sudah kesohor dan di Shoatang,
pengaruhnya ada besar.
Mulanya Siangkoan Kin anggap Tjoe Hong Teng kesohor
melainkan namanya, ia tidak terlalu memandang mata. Di
Shoatang, ia bawa adat bcrandalannya, sampai satu kali, ia
bentrok dengan satu orang terkenal dari kalangan terlebih tua,
sebabnya ada kcliru mengerti, perkara jadi demi kian
memuncak, Tjoe Hong Teng lantas datang sama tengah,
dengan pengaruhnya, ia bisa damaikan mercka bcrdua. Habis
itu, Siangkoan Kin pasang omong sama jago Shoatang ini,
mereka bicara satu malaman, lantas ia insyaf, Tjoe Hong Teng
ada bercita-cita Iuhur, sedang ilmu silat mereka berdua ada
berimbang. Karena ini, keduanya jadi cocok satu pada lain,
Siangkoan Kin ada berscdia akan bantu Tjoe Hong Teng
mewujudkan cita-citanya membangunkan pula Kerajaan Beng.
Ia telah serahkan pedang Liong-gim-kiam kepada itu sahabat
baru, Ketua dari Giehoo-toan. Ia sendiri melanjuti
pengembaraannya, ia tak betah berdiam di rumah atau hidup
bertani, sembari merantau, ia can kawan-kawan guna bantu
Tjoe Hong Teng. Selagi pengalamannya bertambah, namanya
pun jadi makin kesohor.
Demikian, sampai terjadi pertempuran di Heksek-kong di
tempat lima puluh lie di luar Kota Anpeng di mana Tjoe Hong
Teng telah labrak sepasukan tentara negeri hingga tentara
negeri itu dapat ditaklukkan.
Siangkoan Kin ketarik sekali terhadap Teng Hiauw. Ia ingat
hal lelakon hidupnya sendiri di waktu masih muda, malah
sekarang, ia dapatkan, pemuda she Teng ini terlebih muda
daripada ia dahulu, dan tanpa pengalaman juga. Begitulah ia
tarik Teng Hiauw padanya, ia ajak jalan berendeng, ia tanya
ini dan itu.
Teng Hiauw bergembira berbareng heran dan hati kebatkebitjuga,
karena ia berada dalam rombongan tentara rakyat,
yang ada sangat asing bagi ia. Ia ada satu pemuda yang
masih hijau sekali, pun ia belum mengerti hal pergerakan
kebangsaan.
Walaupun dalam gclap-gulita, tentara Giehoo-toan jalan
dengan rapi dan tertib, kapan mereka melalui jalan gunung
yang sukar dan sempit, mereka turun dari kuda mereka, yang
mereka tuntun. Di tengah jalan, saban-saban ada terdengar
tanda-tanda rahasia dan muncul bayangan dari kawan-kawan
yang menyambut. Di matanya Teng Hiauw, semua itu adalah
mengherankan.
Orang telah lewati tanjakan dan rimba, di akhimya, orang
jalan mudun, menghampirkan lembah yang penuh dengan
pepohonan. Di dalam lembah ini, yang datar, ada terlihat
sebuah dusun besar, yang bertembok bentengan. Karena
inilah ?sarangnya? Kaum Giehoo-toan itu, Pusat Cabang
Anpeng.
Waktu sudah jauh malam akan tctapi seluruh dusun, afau
san-tjhung, masih belum tidur, api obor dipasang terangterang,
di sana-sini ada orang-orang Giehoo-toan yang
melakukan penjagaan. Semua orang sangat? gembira melihat
Tjoe Hong Teng, yang mereka sambut dcngan hangat sekali.
Teng Hiauw heran melihat bagaimana orang hormati dan
cintai Ketua Giehoo-toan itu.
Begitu memasuki markas, yang paling dulu Tjoe Hong Teng
lakukan ialah pesan pihaknya akan pernahkan tentara Boan
yang menakluk itu, supaya mereka di per lakukan baik dan
segera diberikan barang makanan, daging dan arak. Tindakan
ini membikin girang hatinya semua serdadu itu. Selama di
tengah jalan, mereka pun tidak ditelikung, tidak dikemplangi,
tidak dibentak pergi-datang juga. Hanya kemudian mereka
ragu-ragu, kaum mi pakai aturan tentara atau tidak.
Kebiasaan dalam tentara Boan adalah, kalau tentara taklukan
dihadiahkan pesta, itu artinya mereka bakal dihukum mati?.
Benar selagi orang bersangsi, Tjoe Hong Teng datang pada
tentara taklukan itu.
?Hari ini kau orang bercapai lelah,? kata pemimpin ini
dengan manis budi, ?maka sebentar, sehabisnya dahar,
pergilah kau orang tidur. Besok, siapa yang suka turut kita, dia
boleh ikut kitadengan tetap berdiam di sini, siapa yang tidak
sudi, dia boleh pergi pulang.?
Baharu Tjoe Hong Teng berhenti bicara. atau semua
serdadu itu berseru sambil berlutut memberi hormat, tidak
tunggu lagi sampai besok, mereka nyatakan suka turut
pemimpin ini.
Karcna ini, Tjoe Hong Teng| kemudian perintah atur
persiapan, ia ajak tentara taklukan itu pergi bersembahyang,
di antara asap dupa yang bergulung-gulung, orang membakar
hoe dan bcrmantcra.
Teng Hiauw hcran akan saksikan pengalaman itu.
Sehabisnya upacara, kira jam t iga lewat, dusun yang sunyi
jadi riuh dengan tempik sorak, sctclah itu, kcmbali sunyi pula.
Lalu Tjoe Hong Teng ajak Teng Hiauw ke dalam scbuah
kamar bcrsih di mana bcrtiga bcrsama Siangkoan Kin, mereka
duduk pasang omong. Seperti Thiebian Sieseng, ia ada
gembira. Tapi tidak lama, ia diantar ke kamarnya, untuk ia
tidur.
Walaupun tadi siang ia dapatkan pengalaman luar biasa,
yang bikin ia kaget dan keluarkan banyak tenaga, Teng Hiauw
tak dapat tidur pulas. Ia gulak-gulik di atas pembaringannya.
Kemudian di saat ia layap-layap, ia dengar suara orang bicara,
di antaranya, samar-samar ia dengar: ?Umpama Teng Hiauw,
itu anak.-?? Ia hcran, lantas ia pasang kuping. Ia kcnali
suaranya Tjoe Hong Teng. Ia tidak mengerti, kenapa Ketua
Giehoo-toan itu omongkan tentang dirinya. Setclah
mendengari lebih jauh, nyata Tjoe ?Soesiok? itu menutur
hanya hal pertemuannya dengan ia sejak bermula, sama sekali
ia tidak diceritakan.
?Lihat, Siangkoan Lauwhia,? selang tidak lama terdengar
pula suaranya Tjoe Hong Teng, sambil dia mcnghcla napas,
?walaupun guniku sendiri, meski juga aku yang minta, ia
masih tak mau turut ambil bagian, ia nampaknya jerih, apalagi
lain orang??
?G urumu tidak hendak turut serta, hal itu tidak dapat
membuat kita tawar hati,? terdengar suaranya Siangkoan Kin.
?Maafkan aku omong terus terang, meskipun gurumu ada
kenamaan, dengan kurang dia satu orang, gerakan kita tidak
bakal jadi terganggu.?
Lalu terdengar suara sungguh-sungguh dari Tjoe Hong
Teng: ?Tidak, Lauwhia, dalam hal ini, Guruku tidak
bersendirian. Masih ada banyak orang
lain, asal dia dengar
nama Giehoo-toan, hatinya mengkeret! Kenapa? Sebab
mereka jerih terhadap bendera kita yang berbunyi ?Hoetjeng
Hokbeng\ atau, ?Rubuhkan Kerajaan Tjeng untuk bangunkan
pula Ahala Beng?. Tiga ratus tahun lebih pemerintah Boan
memerintah kita, akamya telah jadi kuat dan teguh, orang
ngcri bila dengar, hukuman untuk pemberontak adalah
hukuman mati sampai pada sanak-beraya tingkat kcscmb