Kisah Dua Saudara Seperguruan 14

Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Saduran Okt Bagian 14


nya itu, Tjin Nio bisa
halau sesuatu scrangan, sctclah mana, dia bcrbalik mcndcsak,
dia bikin dua lawan repot sampai mereka hanya mampu
menangkis saja.
Dalam keadaan yang mengancam itu, pahlawan dengan
sepasang Keedjiauw-liam mengegos ke kiri, dua aritnya
diputar, dibarengi dipakai membabat berbareng menggaet
kepada golok lawan. Ini ada tipu babatan yang dinamai
?Kimpoan bianlie? atau ?Mempersembahkan ikan tambra
dalam nampan emas?.
Menampak serangan itu, Touw Tjin Nio tertawa tawar.
Goloknya telah berada di sebclah bawah arit,
untuk luputkan serangan, ia turunkan itu kebawah untuk
terus ditarik kesamping, dari sini ia teruskan
menyontek nadi lawan. Lawan itu terkejut, lekas-lekas ia
tarik pulang, tubuhnya pun ditarik mundur. Ini gerakan
membuat dia berayal.
?Kena!? Tjin Nio berseru, selagi ia membarengi, menyusuli
satu tikaman ke arah dada.
Pahlawan itu terperanjat, ia mengendap untuk berkelit, tapi
ia kalah sebat, ujung golok mengenai pundaknya, sampai
sepotong dagingnya kena terpotong, daging itu dengan
berlumuran darah jatuh ke lantai.
Selagi Nona Touw lukai satu musuh, musuhnya yang lain
bokong ia dari belakang. Ia kctahui serangan ini, sambil
memutar tubuh, ia menangkis dengan tipu ?Souw Tjin
pweckiam? atau ?Souw Tjin menggendol pedang?. Maka
dengan satu suara nyaring, Houwtauw-kauw kena tertangkis.
Sctelah itu, si nona tidak tarik pulang goloknya, ia malah
teruskan menikam pundak lawan itu,
Menampak pundak kawannya terluka, pahlawan itu telah
gentar hatinya, sekarang ia sendiri terancam, ia kaget, ia tidak
berani menangkis, dengan satu loncatan tcrbalik, ia mundur
sampai lima tindak, tapi benar scdang ia hendak putar tubuh,
ia dengar suara tertawa mengejek di sampi ng k upi ngnya.
Sebab bagaikan bayangan, Tjin Nio pun berlompat pesat
menyusul ia, goloknya seperti kilat pesatnya, menikam ke arah
tenggorokannya. Sebab ia kebetulan memutar tubuh, ia
seperti sambuti tikaman, tanpa ampun lagi, tenggorokannya
itu terpenggal, hingga dengan satu jeritan tertahan, ia rubuh
binasa!
Selama pertempuran berlangsung, tentara wanita dari
Touw Tjin Nio tidak diam saja, mereka mengurung di luar
ruangan dengan siap scdia dengan golok dan panah mereka.
Pun Tjin NiO, sambil bertempur, telah teriaki tentaranya itu
untuk tenang di tempat jagaannya masing-masing. karena
sekarang ia sudah merdeka, ia bisa memandang ke sekitarnya,
hingga ia tampak, di pihaknya, melainkan Ong Tjoe Beng yang
lagi menghadapi ancaman bencana.
Sebatang golok Tan-toonya Ong Tjoe Beng ada warisan
dari Keluarga Tang dari Shoasay, ilmu golok itu terdiri dari
empat puluh sembilan jalan, sebanding liehaynya dengan ilmu
golok dari Tjin Nio,tapi sekarang Ong Tjoe Beng layani dua
pahlawan kelas satu, yang liehay, ia tidak begitu beruntung
sebagai ini pemimpin wanita, ia repot melayani kedua
musuhnya itu.
Pahlawan yang satu bcrnama Shiang Tat, senjatanya
sebatang cambuk Ti at tan-pi an, yang bcrgcrak pesat, melilit
bagaikan naga hitam. Pahlawan yang kedua, Him Long
namanya, bergegaman sebatang tombak, yang sambaransambarannya
mcngeluaskan suara angin, menunjuki beratnya
senjatanya itu. Maka itu, dikepung dua senjata itu, Ong Tjoe
Beng sibuk ? baharu tombak dikelit, atau cambuk menyambar,
mereka saban-saban saling memberi .tanda, hingga mereka
dapat membingungkan ketua Toatoo-hwee itu yang sekarang
mereka tak pandang-pandang lagi. Mereka mcndcsak sccara
hebat sekali. Terang sekali, kedua pahlawan itu kurung
lawannya sambil mencoba membikin orang mendongkol dan
panas hati. Ini cara ada membahayakan Ong Tjoe Beng.
Karena mendongkol, tenaganya akan cepat berkurang
sendirinya. Inilah sebabnya, kenapa ia lantas kena dirangsang.
Mau atau tidak, Ong Tjoe Beng jadi bcrkuatir juga. Ia ada
kenamaan. apa sccara begini mengecewakan orang
akan
rubuhkan dia? Karena ini, ia hendak mencoba mcnolongi din,
untuk mana, ia mesti berani menyerbu bahaya. Bcgitulah,
ketika ia menangkis, tubuhnya membarengi maju ke samping.
Ini ada gcrakan ?Pekho tiantjie? atau ?Burung ho putih
membuka sayap?. Dari sini ia meneruskan membacok.
Him Long tarik pulang tombaknya sambil ia berkelit
mundur, karena ini, ia diserang pula, tapi sekarang, ia bisa
menangkis, ketika kembali ia diserang, ia mundur pula. Tiga
kali ia elakkan ancaman golok.
Itu waktu, Him Long maju bersama cambuknya. Terpaksa
Tjoe Beng tinggalkan lawan yang satu, akan tangkis serangan
yang lain. Kedua senjata bentrok, lantas cambuk melilit.
Tjoc Bcng terkejut. Bclum sempat ia tarik goloknya, segcra
ia rasai golok itu tcrbctot; keiika ia pertahankan din,
tclapakannya dirasakan sakit. Inilah berbahaya sekali, Ada
sulit untuk ia melawan rasa sakit itu, dan mempertahankan
goloknya. Di scbelah itu, tombaknya Shiang Tat pun
mcnyambar.
Dalam saat sangat bcrbahaya itu, satu teriakan nyaring
terdcngar, satu bayangan putih bcrkelebat, menyusul
bayangan itu, golok menyambar. Segera juga teryata,
itulahTouwTjin Nio, yang datang sebagai penolong. Tepat
datangnya golok Ngo bie Lioeyap-too, yang menangkis
tombak hingga tombak terpental.
Hun Long terperanjat, hatinya jadi panas, tanpa kata apaapa,
ia tikam si nona. Dalam satu gerakan ?Ouwliong
tjoettong? atau ?Naga hitam keluar dari kedungnya?, ujung
tombak mencari tenggorokan.
Tjin Nio berlaku sebat, ia menangkis pula, habis menangkis,
ia merangsang, goloknya meluncur kepada muka lawan,
karena ia gunai Tjiauwhoe boeniouw? atau tusukan Tukang
cari kayu menanyakan jalanan?, dengan gesit Him Long
mundur, tombaknya dipakai menangkis sehingga golok
terpental. Sebab ujung tombak lawan itu mengancam,
Tjin Nio lompat mundur. Tap! si nona bukan mundur untuk
perbaiki diri hanya untuk berlompat sekali lagi, ke arah Shiang
Tat, siapa ia segera serang, untuk bantu pula pada Ong Tjoe
Beng.
Menghadapi lawan satu sama satu, Ong Tjoe Beng tidak
lagi berkuatir sebagai tadi. Sebaliknya, ia dapat tenangkan diri,
ia bisa kumpul pula semangatnya. Demikianlah, ia bisa balik
mendesak.
Sekarang satu sama satu, tak dapat lagi Shiang Tat bisa
lihat goloknya orang. Sudah begitu, ia repot kapan Tjin Nio
serang ia. Syukur untuk ia, Him Long sudah lantas
menghampirkan. Maka segeralah, pertempuran jadi dua
rombongan, Ong Tjoe Beng melayani Him Long, Touw Tjin Nio
menghadapi Shiang Tat.
Ong Tjoe Beng dan Him Long ada satu tandingan.
Pahlawan ini gunai tipu-tipu tusukan ?Kimtjhio Djiesiesie? atau
?Dua puluh empat jurus Golok Emas?. Walaupun demikian,
Ketua Toatoo-hwce dengan lekas bikin ia berada di atas angin.
Maka satu kali, ketua ini bisa menyerang dengan ?Kimpeng
tiantjie? atau ?Garuda emas pentang sayap?. Dari kanan, ia
sambar pundak lawan.
Him Long menangkis, sesudah mana, ia balas menikam dari
kiri. Ia telah berlompat maju, ia jadi bisa arah bebokongnya
Tjoe Beng. Tapi Tjoe Beng mendahului. Selagi orang
bcrlompat maju, ia pun mengikuti berlompat juga, goloknya
segera menabas. Karena ia sedang tanggung. Him Long tidak
berdaya lagi, batang lehernya kena? tertabas, demikian rupa,
hingga kepalanya terpental, tubuhnya rubuh sambil
muncratkan darah dari batang lehernya.
Bahna puas, Ong Tjoe Bcng perdengarkan seruan, sesudah
mana, ia memandang ke sekitamya, hingga ia dapat saksikan,
perkelahian lagi berjalan seru sekali.
Thaykek Tan dan Han Koei Liong lagi tempur masingmasing
satu Persaudaraan See, mcrcka mcrupakan pasanganpasangan
tandingan yang setimpal, senjata mereka saling
sambar
dengan perlihatkan cahaya berkilauan.
Tak bisa Ong Tjoe Beng menonton saja, ia mesti bantui
pihaknya, akan tetapi di saat ia hendak turun tangan, ia
dengar scruan tajam dari See Sioe Gie, seruan mana disusul
dengan seruan nyaring dari See Beng Wan: ?Lepas biji hijau!
Berhenti!?
Itu ada kata-kata rahasia kaum Kangouw, artinya: berhenti
bertempur, kabur!
Menyusul pula seruannya itu, See Beng Wan melesat
meninggalkan lawannya, untuk lari keluar ruangan.
Ong Tjoe Beng belum melihat tegas, atau tahu-tahu ia
tampak, Thaykek Tan juga mencelat jauh, sebelah lengannya
mengempit orang siapa telah keluarkan jeritan.
Di pihak lain, kawanan Persaudaraan See itu pun mulat
mencoba mengangkat kaki.
Dalam kekaiutan itu, terdengartah tertawa nyaring dari
Tjian Djie Sianscng, yang telah berhasil membabat kepalanya
dua pahlawan Boan itu.
Tjoe Beng maju, hingga ia dapat dekati Han Koei Liong.
Jago tua ini agaknya likat akan tctapi dia bersemangat,
dengan suara tidak tegas, ia kata pada Ketua Toatoo-hwee:
?Thaykek Tan telah cekuk See Sioe Gie?.n
Ong Tjong-totjoe heran. Terang-terang Thaykek Tan lagi
tempur See Beng Wan, kenapa bolchnya dia menawan See
Sioe Gie, tandingannya Han Koei Liong??. Herannya,
walaupun ia mengawasi ke sekitamya, ia tidak lihat
gerakannya jago Thaykek itu.
See Beng Wan tahu ia lagi hadapi satu musuh yang
kesohor tangguh, ia tidak jcrih. SamlengTouwkah-toeinya ada
punya delapan puluh satu jurus yang liehay, ia sangat andali
itu. Ia anggap ia telah wariskan kepandaiannya Keluarga Louw
dari Shoasay, keluarga satu-satunya yang utamakan
senjatanya itu ialah senjata semacam bor. Ia telah mendesak
dengan serangannya, kedua tangannya kiri dan kanan
bergerak dengan sangat sebat, tubuhnya pun gesit sekali, ia
bagaikan terputar di sekitar lawannya.
Sebenarnya orang she See mi adalah pantaran dari
Soekong Tjiauw, gurunva Siangkoan Kin, malah ia pun ada
tergolong lebih tua daripada Thaykek Tan, maka itu,
latihannya dari beberapa puluh tahun ada hebat sekali. Apa
mau, kebetulan sekali, ia berhadapan dengan Thaykek Tan,
yang tidak gentar untuk nama orang yang besar. Thaykek Tan
layani ia dengan tenang, tapi pun gesit dan waspada. Thaykek
Tan tidak mau menyimpang dari pokok Thaykek-koen:
tenang-tenteram, dengan ketenangan melayani serangan.
Maka, tak peduli serangan ada hebat bagaimana, ia tenang,
teguh bagaikan bukit
Jikalau See Beng Wan tidak tergesa-gesa, pasti ia sanggup
layani habis pada Thaykek Tan, tetapi karena ia ingin lekaslekas
tamatkan pertempuran, ia jadi lakukan satu kekeliruan.
Begitulah, setelah bertempur sckian lama tanpa hasil apa-apa,
ia mendahului mandi keringat, napasnya mulai sengal-sengal,
sesudah mana, serangannya mulai jadi kendor sendirinya.
Sesudah melalui tiga puluh jurus, See Beng Wan jadi lelah
betul, dari ihak penyerang yang galak, ia jadi cuma bisa
menangkis saja. Thaykek Tan liat perubahan ini, ia tahu
bahwa saatnya sudah sampai, Jantas saja ia dengan serangan
pembalasannya, yang dahsyat. Maka sekarang adalah See
Beng Wan yang berbalik seperti terkurung sinar pedang. biar
beberapa kali ia mencoba membalas, saban-saban
serangannya dapat dipecahkan. Ia pun kuatir sekali
senjatanya kena ditcmpcl dan dibikin terbang.
Setelah hawa dingin rasanya menyeIusup ke sanubarinya,
See Beng Wan insyaf bahaya yang mengancam dia, ia segcra
memikir untuk angkat kaki. Angkat kaki adalah daya paling
utama dari tiga puluh enam jalan untuk keselamatan diri.
Begitulah dengan tangan kiri ia sampok pedang, dengan
tangan kanan ia mcnoiok dada lawan.
Thaykek Tan lihat kedua gerakan, bcrbarcng itu, ia tertawa
tawar. Dengan putar tubuh, bingga pedangnya ikut terputar,
ia Iuputkan diri dari serangan itu, lalu ia terusi gerakan
tangannya, akan balas menyabet lengan kiri orang itu..?
Dengan cepat See Beng Wan tarik pulang tangannya,
dibawa ke dada. Sebagai gantinya, dengan tangan kanan, ia
teruskan menyerang, untuk membalas.
Tapi Thaykek Tan ambil sikap Iain, sambil berkelit dengan
mengendap, ia babat kedua kaki orang.
Inilah hebat, untuk tolongi diri, See Beng Wan mesti lompat
tinggi, adalah karena ia berlompat, selanjutnya ia kena
terkurung sinar pedang lawannya.
Selagi See Beng Wan terkurung. See Sioe Gie juga sedang
dibikin tidak berdaya oleh Han Koei Liong. Orang she See ini
menyerang dengan Liongtauw koay-thung, tongkat berkepala
naga-nagaan, tipu pukulannya ada ?Ouwliong poansie? atau
?Naga hitam melilit pohon?. Itu adalah serangan menyapu
yang hebat sekali.?
Atas serangan itu, Han Koei Liong menyambut sambil
berseru: ?Bagus!? Dengan angkat Bandjie-toat kanan, ia
menangkis dengan satu sampokan kcras sekali. Itu ada tipu
silat ?Hengkang tjaylong? atau ?Mcmotong sungai, memegat
gelombang?. Dengan icrbitkan satu suara keras, kedua senjata
beradu dengan hebat, sebab dua-dua lawan lagi pakai tenaga
penuh. Lelatu api berpercikan karenanya.
Senjatanya See Sioe Gie terpental, tangannya sendiri
dirasakan sakit bukan kepalang, sehingga karena itu, hatinya
jadi ciut.
Han Koei Liong sendiri tidak mcrasakan satu apa, suatu
bukti bahwa ia tangguh sekali. Sebaliknya, ia tidak sia-siakan
tempo, akan mendesak, buat menyerang pula. Ia bcrlompat
maju, ia geraki dua-dua tangannya.
Sioe Gie jerih, ia tidak berani menangkis, untuk mengegos
pun sudah tidak keburu, maka ia lantas loncat ke samping,
sebagai burung walet melayang, untuk tolong dirinya.
Mengetahui serangannya gagal, Han Koei Liong mengulangi
maju, buat mengejar, tapi justru itu, ia dengar See Sioe Gie
menjerit, suaranya hebat, kapan ia angkat kepala, untuk
memandang, ia dapati Thaykek Tan telah kempit satu orang,
sedang sebelah tangannya dipakai melambaikannya.
Apakah yang sebenarnya telah terjadi?
Tatkala See Sioe Gie berlompat turun, ia justru tunrit di
antara Thaykek Tan dan See Beng Wan, selagi Thaykek Tan
serang lawannya. Kaget Sioe Gie, sebab ia lihat saudaranya
terancam bahaya maut. Maka tidak buang ketika lagi, ia
angkat tongkatnya, dipakai menangkis pedang musub, dengan
begitu, ia jadi halau bahaya untuk saudaranya itu.
Thaykek Tan gusar sekali karcna maksudnya merubuhkan
See Beng Wan kena dirintangi See Sioe Gie, dari itu, Thaykek
Tan tumpleki hawa amarahnya tcrhadap orang she See ini
Lantas saja ia menyerang: tangan kanannya, dengan
pedangnya; tangan kinnya, menyusul, dengan totokan.
Sioe Gie menjadi repot. Dengan kesusu, ia angkat
tongkatnya, untuk tangkis pedang. Kedua senjata bentrok
keras. Tenaganya Thaykek Tan ada besar sekali, ia telah bikin
terpental tongkat orang, hingga tubuhnya Sioe Gie jadi
terbuka. Orang
she See ini pun gelagapan. Justru itu, totokan
sampai, totokan yang tak dapat dielakkan pula. Ia menjerit. Ia
tertotok pada jalan darah ?Hoenboen-hiat?, dalam sekejap,
darahnya berhenti di jalan. bagaikan mayat saja, tubuhnya itu
disambar Thaykek Tan, untuk dikempit!
See Bcng Wan tergelar Tjianlic Twiehong. Pengcjar Angin,
bisa dimcngcrti yang ilmu kepandaiannya niengcntcngi tubuh
ada istimewa, maka sctclah Sioe Gie talangi ia mcnghaJau
pedang, hingga iajadi luput dan kcbinasaan. lantas ia buka
langkah lebar, uniuk melarikan din?, ia menerobos di pintu, di
mana serdadu-serdadu wanita dari Touw Tjin Nio tak sanggup
mencegahnya.
Atas kejadian itu, semua orangnya dua Saudara Sec itu
tunit pula, dengan pada meninggalkan musuh dan menerobos
lari. Mereka berhasil lolos kecuali dua pahlawan lagi, yang
masing-masing terbinasa di tangannya Tjoe Hong Teng dan
Siangkoan Kin.
Thaykek Tan tidak mau mengerti, ia sudah pergi mengejar,
perbuatan ini diturut oleh Tjoe Hong Teng dan yang Iain-lain.
IX
Rombongan See Beng Wan kabur di antara pepohonan,
mereka mendaki bukit, di tempat-tempat yang sukar dan
berbahaya, dari tempat yang tinggi, untuk cegah pengejar,
mereka menyerang dengan pelbagai senjata rahasia; piauw,
panah tangan, ?teratai? besi, batu Hoeihong-sek dan Toktjielee
beracun, hingga turunnya semua senjata itu bagaikan
hujan derasnya.
Thaykek Tan mendongkol bukan buatan, ia lemparkan See
Sioe Gie ke gombolan, lantas ia gunai pedangnya akan tangkis
sesuatu serangan, sambil berbuat mana, ia maju terus.
Tjoe Hong Teng, yang memutar pedangnya, Lionggimkiam,
membuat pedang itu bersinar berkeredepan, menghalau
sesuatu senjata rahasia; yang menyambar ia.
Yang lain-lain pun menangkis dengan masing-masing
senjatanya, ada juga yang baisa pakai senjata rahasia juga.
?Ada budi tak dibalas adalah kurang hormat!? berseru
Thaykek Tan dalam mendongkolnya, selagi ia maju dengan
cepat la geser pedangnya ke tangan kiri, untuk tetap dipakai
mclindungi diri, tangan kanannya menjumput Kimtjhiepiauwnya,
yang mana ia pakai balas menyerang, untuk balas
?kchormatan? musuh?.
?Aduh!? dcmikian terdengar satu suara di atas bukit, disusul
sama rubuhnya satu badan, yang nyemplung ke dalam jurang
yang dalamnya dua atau tiga puluh tumbak!
Masih jago Thaykek-koen ini belum mau sudah, ia susul
lain-lain piauwnya, maka ia saksikan lagi dua musuh rubuh
terguling ke dalam jurang.
Baharulah setelah itu, orang-orangnya See Bcng Wan
bcrhcnii menyerang dengan senjata rahasianya.
Tjoe Hong Teng semua gunai ketika itu untuk berlompatlompatan,
mendaki bukit, akan susul musuh-musuh mereka.
Di atas bukit, See Beng Wan tinggal bertiga dengan dua
pahlawan kelas satu. Mereka berhenti menyerang tetapi
mereka tidak segera angkat kaki. Kapan mereka tampak
musuh-musuh lagi mulai naik, mereka sambar batu besar,
yang mereka pakai menimpuk ke bawah.
Ini adalah sangat hebat. Batu-batu besar itu tidak dapat
ditangkis. Or-ang pun tidak bisa lompat bcrkclit, atau lompat
mundur, untuk lari turun. Syukur mereka bisa tempel tubuh
pada lamping bukit, hingga mereka lolos dari bahaya maut.
Walaupun dcmikian, batu-batu kecil dan tanah yang gempur
dan meletik, telah mengenai juga mereka, hingga mereka jadi
repot.
Adalah di saat semua musuh sedang umpetkan diri, See
Beng Wan bcrtiga lantas angkat kaki. Di lain sebelah, untuk
turun, mereka tidak bisa berlari, jikalau mereka turun mclapai.
ituiah akan ambil terlalu banyak tempo, mereka bisa terkejar
dan tercandak. Maka itu, mereka peluki kedua kaki dan tekuk
tubuh hingga tubuh mereka jadi bundar, sesudah mana,
mereka gulingkan diri, akan turun bergelindmgan.
Satu pahlawan kena bentur sebuah batu besar, benturan
yang keras membikin tubuhnya mental, karena mana, ia
bergelindingan luar biasa keras, ia tcrbanting, sesampainya di
bawah, ia telah hilang jiwanya, tubuhnya remukl
See Beng Wan dan satu kawannya lagi selamat, dengan
melawan sakit, mereka kabur terus. Sama sekali mereka tak
gubris itu kawan yang naas, yang buang jiwa secara hebat
Kapan rombongan Thaykek Tan sampai di atas bukit,
semua musuh telah lenyap. Tadinya Thaykek Tan masih
hendak me near i. tetapi Tjoe Hong Teng cegah dia.
?Mereka telah musnah tujuh atau delapan bagian, maka
marilah kita kembali,? kata Kctua Giehoo-toan. ?Kita mesti
lekas untuk jaga kalau-kalau kambratnya orang she See itu
nanti mcngacau di dalam Biarlah sekali ini mereka lolos.?
Thaykek Tan mengerti, ilmu entengi tubuh dari See Beng
Wan berimbang dengan kepandaiannya sendiri, tentu sulit
akan candak musuh, karena ini, ia turut pikiran Ketua Giehootoan
itu.
?Ya, marilah kita pulang,? kata ia.
Maka semua orang lantas mencari jalan turun.
Sembari jalan, Ong Tjoe Beng menghitung-hitung sendiri
tentang jumlahnya korban di pihak See Beng Wan, yang
semuanya terdiri dari sebelas pahlawan: Tjoe Hong Teng,
Siangkoan Kin, Touw Tjin Nio dan ia scndiri masing-masing
membinasakan satu orang, Thaykek Tan binasakan tiga
musuh, Tjian Djie Sianseng rubuhkan dua musuh, satu musuh
lagi binasa tcrbantmg. dari itu, selainnya See Sioe Gie yang
tertawan, maka dcngan Sec Bcng Wan hanya tinggal satu
musuh lagi. Jadinya, kawanan pengkhianat itu terbasmi
sembilan bagian. Hanya, biar bagaimana. mereka sayangi
yang Beng Wan toh lolos.
Di ten can jalan, Thaykek Tan can See Sioe Gie, yang ia
lemparkan ke dalam gombolan, buat angkat musuh ini untuk
dibawa pulang, langsung ke markas Toatoo-hwee.
Semua tauwbak heran melihat kctua mereka jalan
bersama-sama pihak Giehoo-toan, tetapi lebih heran lagi
kapan mereka iihat, begitu sudah berkumpul di dalam markas,
Tjoe Hong Teng minta Ong Tjoe Beng segera bunyikan
tambur, untuk panggii berkumpul semua tauwbak, sesudah
mana, setelah dibikin pemilihan, penangkapan dilakukan
terhadap tauwbak-tauwbak konconya dua Saudara See.
Mereka ini terkejut Sebenamya mereka hendak bikin
perlawanan, tetapi di bawah kepungan Thaykek Tan
beramai, mereka tak berdaya.
Sama sekali ada dua puluh lebih tauwbak kambratnya See
Beng Wan dan See Sioe Gie, dcngan sebelas orang telah
terbinasa atau kabur, tinggal sepuluh lebih. Dari antara
mereka itu, beberapa di antaranya kabur dengan diam-diam
begitu lekas mereka tampak Ketua Toatoo-hwee ada bersamasama
rombongannya Giehoo-toan. Mereka curiga dan dapat
firasat jelek. Maka itu, yang. tcrtawan sekarang cuma
beberapa orang
saja. Mereka ini masih heran kenapa mereka
ditawan.
Ong Tjoe Beng kumpulkan mereka, lalu di hadapan semua
tauwbak lainnya, ia beber komplotannya dua Saudara See,
yang baharu saja dibasmi, malah See Sioe Gie scndiri kena
ditawan hidup-hidup. Tadinya mereka itu sangka See Sioe Gie
bukan tertawan. hanya terluka.
Buat menambah penjelasan, Tjian: Djie Sianscng turut
bicara, akan beber rahasianya dua Saudara See itu, yang
hendak gulingkan Toatoo-hwee dengan adu Toatoo-hwee
dcngan Giehoo-toan, dengan menyelundupi pahlawanpahlawan
Boan yang menyamar, hingga Ketua Toatoo-hwee
kena dikelabui.
See Sioe Gie, yang telah dibikin sadar, terpaksa mesti aku
perbuatannya bersama-sama saudaranya, sehingga sekalian
tauwbak yang ditangkap itu pun mesti tutup mulut. Nyata
mereka telah jadi perkakasnya bangsa Boan, jadi pengkhianat
bangsa.
Tauwbak-tauwbak Toatoo-hwee, yang pernah
diadudombakan terhadap Giehoo-toan, jadi gusar sekali
terhadap rombongan Persaudaraan See ini, yang telah
permainkan mereka. Di lain pihak, mereka sesalkan telah kena
orang dustakan.
Dalam keadaan tegang sebagai itu, mendadak Ong Tjoe
Beng berbangkit. Ia dorong ke samping kursinya, lalu sarnbil
bcrdiri di samping kursi itu, ia berkata dengan suara nyaring:
?Saudara-saudara, rombongan Kaum See ini tak bakal lolos,
belakangan saja kita hukum mereka. Sekarang aku ada satu
urusan penting, yang hendak aku utarakan. Saudara-saudara,
untuk banyak tahun aku telah ditunjang oleh Saudarasaudara,
diangkat menjadi Tjong-totjoe dari Toatoo-hwee,
maka itu aku mcnycsal sekali ini kali aku kena dikelabui oleh
sahabat-sahabat palsu hingga karenanya, satu sahabat baik
aku telah pandang sebagai musuh, hingga aku lakukan satu
kesalahan besar. Aku malu atas kekeliruanku ini, tak ada muka
buat aku terus pegang pimpinan lagi. Saudara-saudara, jiwaku
telah ditolong oleh Toako Tjoe Hong Teng, sekarang aku
hendak mohon Tjoe Toako sekalian merangkap menjadi Ketua
dari Toatoo-hwee juga.?
Habis mengucap demikian, tanpa tunggu persetujuan lagi,
Ong Tjoe Beng pimpin Tjoe Hong Teng untuk duduk di kursi
kcbesarannya yang ia telah geser itu.
Tjoe Hong Teng bersenyum, ia balas cekal tangan orang
akan paksa duduki ketua itu di kursinya sendiri.
?Ong Tjong-totjoe, jangan kau mengalah padaku,? ia kata.
?Toatoo-hwee ini kau sendiri yang telah bangunkan dengan
susah-payah. maka bagaimana dapat aku mernimpinnya? Ini
pun bukan urusan pcrscorangan, yang dapat dipindahpindahkan
menuruti suka hati sendiri. Izinkan aku omong
terus terang. Giehoo-toan bukan kepunyaan pribadi, seperti
juga Toatoo-hwee bukan kepunyaan Saudara sendiri Kita
semua adalah orang-orang penentang bangsa Boan, bangsa
asing. Kita adalah orang-orang dalam satu garis, jadi tugas
kita adalah bagaimana kita harus keluarkan tenaga. Saudara,
sebagai Ketua dari Toatoo-hwee, kau dapat berbuat lebih
banyak daripada aku, maka tidak sclayaknya kau serahkan
kedudukanmu padaku! Buat kita adalah, mari kita bekerja
sama!?
Kata-katanya Tjoe Hong Teng membuat kekaguman bagi
sekalian tauwbak Toatoo-hwee. Mereka tahu, ketua mereka
telah ditolong Ketua Giehoo-toan ini, adalah tetapi untuk
serahkan Toatoo-hwee kepada seorang asing, mereka raguragu,
sekarang mereka dengar penampikan orang dengan
alasan yang sehat itu, hati mereka tergerak- Sekarang mereka
awasi ketua mereka, akan dengari pengutaraannya ketua itu
terlebih jauh.
Ong Tjoe Beng jadi ragu-ragu. la telah keluarkan
perkataannya, cara bagaimana ia bisa tank ftu kembali? Tibatiba
Tjian Djie Sianseng muncul.
?Ong Tjong-toijoe, janganlah kau mengalah!? kata orang
tua ini. ?Toatoo-hwee tak dapat disamakan dengan Giehootoan,
keduanya juga tak perlu berebut tempat, begitupun kau
sendiri dan Saudara Tjoc. Kau orang ada orang-orang luar
biasa, tak dapat kau orang bikin sebagai orang Rimba
Persilatan yang kebanyakan. Benar seperti katanya Saudara
Tjoe, kau mesti tetap pegang pimpinan. Yang benar adalah
kedua pihak berserikat, bersama-sama maju, bersama-sama
menderita, untuk mencapai cita-cita kita.?
Sebelum Tjoe Beng sempat mengutarakan pendapatnya,
semua Tauwbaknya telah bersorak menyatakan setuju atas
usul Tjian Djie Sianseng, maka itu, akhirnya, ia terpaksa
batalkan niatnya mengalah pada Tjoe Hong Teng. Ia setuju
pemikaran, untuk jadi bengtjoe, ketua perserikatan, ia usulkan
Hong Teng.
Mulanya Tjoe Hong Teng menolak. tapi Tjian Djie
Sianseng desak ia, maka di akhirnya, ia terpaksa ia terima
kedudukan itu. Dengan begitu, dengan Ong Tjoe Beng, ia lalu
angkat saudara.
Segera dibikin pesta besar, sampai tiga hari lamanya. Tentu
saja karena ini, Touw Kan-louw yang ditawan Toatoo-hwee,
lantas dimerdekakan dan ia ini pun turut dalam pesta itu.
Selama tiga hari itu, Tjoc Hong Teng dan Ong Tjoe Teng
telah atur rencana kerja sama supaya ada garis-garis untuk
mereka bertindak.
Sclang tiga hari, kegembiraan bcrubah jadi kescpian.
Thaykek Tan dan rombongannya, jago-jago tua, pamitan
untuk pulang.
Siangkoan Kin juga turut pamitan. Ketika ia ambil selamat
berpisah dari Ong Tjoe Beng dan Touw Tjin Nio ia kclihatan
lesu. Tjoe Hong Teng lihat roman orang itu, ia mengerti, tetapi
itu waktu ia diam saja.
Tjoe Hong Teng perhatikan Teng Hiauw, ia minta Thaykek
Tan didik baik-baik anak itu. Thaykek Tan? menyanggupi,
ketika ia ceritakan bagaimana caranya Teng Hiauw datang,
untuk belajar silat, semua orang
tertawa.
Thaykek Tan, Tjian Djie Sianseng dan Han Koei Liong,
berangkat lebih dulu, kemudian mereka pun berpencaran.
Tjoe Hong Teng antar Siangkoan Kin. Ia tahu sahabat ini
menduga apa-apa. Tiba-tiba ia tanya: ?Coba bilang, kalau
barisan wanita dari Toatoo-hwcc dipadu dcngan Hongtengtjiauw
kita, mana yang terlebih tangguh??
Siangkoan Kin berpikir sebentar.
?Kelihatannya Barisan Wanita Toatoo-hwee lebih tangguh,?
ia jawab.
?Apakah karena adanya Touw Tjin Nio?? Hong Teng
tegaskan.
?Karena adanya satu pimpinan wanita yang iiehay, itulah
tak aneh, bukankah??
?Aku lihat, itulah sebabnya,? menjawab Siangkoan Kin.
Sebenamya ia rada likat. ?Hongteng-tjiauw kita kekurangan
pemimpin yang gagah seperti Touw Tjin Nio, yang pun
mempunyai tenaga penarik?.?
?Maka itu kita mesti dapati tambahan pemimpin-pemimpin
wanital? kata Tjoe Hong Teng sambi I tertawa. ?Sekarang aku
ingat Kiang Hong Keng, cucu perempuan guruku, aku harap
dia memasuki rombongan kita. Aku pun harap Touw Tjin Nio
nanti suka bantu memimpin?.?
Siangkoan Kin setujui pikiran kctua ini.
Karena ini, Tjoe Hong Teng lantas ajak Siangkoan Kin
kembali dulu ke Markas Gichoo-toan, untuk mengatur sesuatu,
setelah mana sahabat ini diutus ke Pooteng untuk kunjungi
Kiang Ek Hian dan cucunya, diharap, umpama Ek Hian
menampik, cucunya itu nanti membantu. Tetapi, waktu
Thicbian Siesengkembali, ia kembali dengan tangan kosong. Ia
kata Keluarga Kiang telah berpindah dari Pooteng setengah
bulan yang lalu, entah ke mana pindahnya, sebabnya pun
tidak ada yang tahu, kecuali orang
duga, mereka itu hendak
menyingkir dari musuh.?
?Inilah heran,? kata Tjoe Hong Teng, yang terpaksa kirim
kabar ke sana-sini, untuk minta sahabat dan kawan-kawan
bantu selidiki alamatnyajago tua itu.
Setelah perserikatan, sesudah Tjoe Hong Teng ubah tujuan
?Hoetjeng Hokbeng? menjadi ?Hoetjeng Biaiyang? - ialah dari
?melawan Tjeng-tiauw buat bangunkan Bengtiauw? menjadi
?membantu Tjengtiauw, membasmi orang asing? ? Gerakan
Giehoo-toan dan Toatoo-hwee meluas dengan cepat, banyak
pertambahan anggotanya.
Karenanya, pemerintah Tjeng jadi terpaksa mengaku sah
ini perkumpulan rahasia, yang cabang-cabangnya mcnjalar
sampai di bebcrapa propinsi di Utara. Shoatang menjadi pusat
utama, karena satu distrik Djimpcng saja punyakan
koentjiang, rumah perkumpulan, sampai delapan ratus buah.
Hong Teng girang sekali, kecuali kapan ia ingat gurunya,
Kiang Ek Hian dan Hong Keng. Walaupun tidak ada Nona
Kiang, Barisan Hongteng-tjiauw tetap peroleh kemajuan,
sebab ia dapatkan pimpinannya Nona Lauw Sam Kouw, adik
perempuan dari Lauw Eng Hok, itu pendekar yang mclabrak
pasukan Perancis. Perhubungan Hongteng-tjiauw dengan
Barisan Wanita dan Toatoo-hwee pun erat, terutama sebab
ada Siangkoan Kin, yang suka jadi jembatan antara Giehootoan
dan Toatoo-hwee;
Tjoe Hong Teng pikirkan gurunya, ia tidak tahu, guru ini
tidak merasa aman tinggal di Pooteng, walaupurv scbenarnya
Kiang Ek Hian hendak hidup tenang di rumahnya, karena
mma, ia sampai tampik ajakannya Hong Teng membantu
Giehoo-toan, yang tujuannya ia setuju sangat. Ia pun sangat
sayang Hong Kens, sang cucu. dan ingin dapati satu pemuda
yang sctimpal uniuk cucu ini, agar mereka bisa tetap tinggal
berkumpul bersama.
Belum lama dari berlalunya Tjoe Hong Teng dari Pootcng,
Kiang Ek Hian dengar kegemparan lenyapnya Teng Hiauw,
puteranya Teng Kiam Beng, dari rumahnya, katanya
disebabkan anak itu menampik menikah dengan pilihan
ayahnya- Ek Hian duga, Teng Hiauw tentu diajak Hong Teng.
la tidak pikirkan ini, karena ia tak bersahabat sama Kiam beng,
tujuan hidup siapa pun ia tak hareni. Maka ia tidak mau
kunjungi Kiam Beng akan utarakan dugaannya itu. Tapi di
sebelah itu, lenyapnya Teng Hiauw membuat jago tua ini
sangat bingung Nyata Hong Keng ada sangat perhatikan
pemuda she Teng itu. Disebut namanya Teng Hiauw, si nona
gembira, tapi mengetahui hal si pemuda lenyap, samar-samar
tampak kedukaannya. Ek Hian tidak pernah sangka,
kepergiannya Teng Hiauw bukan gara-gara Hong Teng saja,
hanya juga disebabkan cucu perempuannya ini. Hong Keng
girang Teng Hiauw memasuki Giehoo-toan, ia berduka karena
ia tak dapat tinggal bersama pemuda itu.
Selagi Ek Hian berduka karena kelesuan cucunya itu, pada
suatu hari Kiam Beng datang padanya menanyakan kalaukalau
Ketua Bweehoa-koen ini ketahui suatu apa perihal Teng
Hiauw, puteranya yang lenyap itu. Kiam Beng datang pada
orang she Kiang mi karena ia dengar cerita yang ditambahtambahkan
mengenai bentrokan antara Teng Hiauw dengan
pahlawan-pahlawan Soh Sian Ie disebabkan si Nona Kiang
hingga kemudian puteranya jadi bcrsahabat sama nona itu,
bahwa karena nona ini, putera itu menampik menikah dengan
pilihan orang tua.
Kiang Ek Hian tidak puas. Memangnya ia tak setujui jago
Thaykek-pay ini.
?Kau kehilangan anak, kenapa kau tanyakan aku?? kata ia
dengan ketus. ?Aku tidak punya tugas untuk mengurus
anakmu itu!?
Kiam Beng jadi jengah.
?Aku dengar cucu perempuanmu kenal dengan anakku, aku
datarig untuk menanyakan saja, maksud lainnya aku tak
punya,? ia tcrangkan.
Tapi jawaban ini membuat mukanya tuan rumah menjadi
merah, karena mendongkol.
?Ngaco-belo!? ia berseru. ?Kau anggap cucu perempuanku
itu orang macam apa? Apa mungkin dia sembunyikan anakmu
itu? Teng Kiam Beng, jangan kau pandang rendah padaku
karena usiaku lanjut, tapi tak dapat orang sembarang
menghina aku! Sudan, jangan kau datang kemari untuk
ngoceh tak keruan!? Ia lantas bcrbangkit, tangannya
mengibas: ?Silakan! Silakan cari sendiri putera mustikamu itu!
Aku di sini tak berani menerima tetamu agung mulia!?
Itu adalah usiran untuk tetamu.
Bukan kepalang mendongkolnya Teng Kiam Beng, akan
tetapi karena ia datang cuma karena pendengaran, ia berlaku
sabar.
?Aku datang untuk menanyakan saja, Lootjianpwee,? kata
ia. ?Lootjianpwee banyak pengalaman dan pendengaran,
barangkali saja kau mendapat tahu hal anakku itu?. Tidak ada
maksud lain dari aku. Karena Lootjianpwee tidak mau
mengcrti, baiklah, aku mohon perkenan untuk pergi? I
Ia lantas memberi hormat sambii menjura, ia putar
tubuhnya dan berjalan keluar. Ia masih dengar tuan rumah
tertawa dingin di bclakangnya.
Lewat bebcrapa hari, masih Ek Hian mendongkol i Kiam
Beng dengan kunjungannya itu. Tapi selang sepuluh hari,
muncul lain urusan yang bikin fa berl ipat kali lebih sebal, yang
membuat ia sangat uring-uringan. Ini kali ada kedatangannya
pcmbcsar setempat, yang tanyakan dia, Tjoe Hong Teng itu
pernah apa dan orang she Tjoe itu pernah bcrmalam di
rumahnya atau tidak?.
Ek Hian heran atas itu pertanyaan, diam-diam ia terkejut.
?Dulu pernah aku terima satu murid she Tjoe,? ia jawab
dengan tenang, ?tetapi dia bukan bernama Hong Teng, sudah
sepuluh tahun lebih sejak dia keluar dari perguruan, tidak
pernah ada kabar ceritanya dan aku pun belum pernah cari
dia?
Guru silat ini tidak berdusta ketika ia sangkal nama Hong
Teng. Memang dulu, muridnya itu pakai nama Tjtp Hian, dan
nama Hong Teng dipakai sejak murid itu bangunkan Gcrakan
Giehoo-toan. Ek Hian pun heran, sekalipun dalam kalangan
Kangouw, sedikit orang yang ketahui Hong Teng ada
muridnya, kenapa pcmbcsar negeri bisa tahu itu.
?H abis siapa itu orang dengan usia pertengahan yang pada
dua bulan yang lain telah datang ke rumahmu ini dan tinggal
untuk sekian lama?? ia ditanya pula.
Ek Hian percaya, orang cuma dengar berita saja; dari itu, ia
tetap berlaku tenang.
?Dia itu ada sanak jauh dari aku,? ia akui. ?Dia ada adik
misan dari koponakan langsung dari bibi misan dari besannya
anakku yang lelaki. Sudah dua puluh tahun aku tinggal di
Pooteng. Sekalipun dulu, ketika aku buka rumah perguruan,
belum pemah aku terbitkan urusan, apa pula sekarang
sesudah aku asingi dirt, mustahil aku izinkan orang jahat
berdiam di rumahku??
Pembesar itu tidak bilang apa-apa, tetapi ia minta Ek Hian
cari dua hartawan atau saudagar, yang suka bcrikan
tanggungan untuk dirinya. Dengan roman likat, dia kata: ?Kau
ada satn guru silat tetua, kau juga ada penduduk lama, yang
kenamaan baik, tak bisa kita tidak memandang padarnu,
tetapi kami lagi menjalankan titah. terpaksa kami berlindak
begini. Harap kau suka memberi maaf pada kami.?
Pasti sekali Ek Hian tidak ketahui sebabnya kenapa orang
tanyai Tjoe Hong Teng padanya. Inilah karcna tindakannya
kedua Tjongtok dari Titlce dan Hoolam bcrhubung dengan
perampasan orang-orang tawanan ? antaranya Teng Hiauw ?
di Heksek-kong, di mana sejumlah serdadu dari Anpeng kena
ditawan Kaum Giehoo-toan. Sebab di Kota Anpeng ada
perbatasan Titlee dan Hoolam, kepala pemenntah kedua
propinsi itu jadi sibuk, titah dikeluarkan untuk cari Tjoe Hong
Teng. Di Pooteng ada beberapa orang polisi yang usianya
lanjut, ingat Kiang Ek Hian ada punya murid she Tjoe, dari itu,
Ek Hian jadi dapat kunjungan dan pertanyaan. Syukur ia ada
penduduk kenamaan, ia pun bersikap tenang, orang tidak
curigai ia. Hanya yang sulit ia dimestikan cari dua
penanggungjawab. Sebagai guru silat, sahabatnya adalah
guru-guru silat juga, sekarang ia diminta cari hartawan atau
saudagar, sukar untuk ia mendapatkannya. Ada beberapa,
yang ia kenal, tapi mereka i tidak berani bertanggung jawab,
sebab urusan katanya ada berhubung sama Gerakan
Giehoo-toan. Di itu zaman, orang jerih terhadap undangundang
bengis dari pemenntah Boan terhadap pengkhianat
atau pemberontak.
Dua hari sudah Kiang Ek Hian berputaran mencari
penanggung, ia tidak berhasil, karena temponya tinggal lagi
satu hari, sore itu ia sibuk bukan main. Terus sampai malam,
ia tidak lantas dapat tidur. Maka ketika ada suara berkeresek
di luar jendela, iasegera dapat dengar itu.
?Sahabat, siapa itu di luar?? ia menegur seraya berbangkit,
mukanya menghadapt jendeia. ?Marilah masuk dan bicara!?
?Baiklah,? sahut satu suara dalam, menyusul mana, jendela
terpen tang dan satu orang lompat masuk.
Tuan rumah tercengang apabila ia sudah lihat tctamunya
itu, ialah Teng Kiam Beng.
?Tengah malam kau datang kemari, kau ada punya
pengajaran apa untuk aku?? ia tanya. ?Tolong kau jelaskan!?
Ia duga orang jengkel terhadapnya dan sekarang hendak cari
gara-gara, lantas saja ia bersiap untuk sesuatu penyerangan.
Teng Kiam Beng tertawa, ia hampirkan kursi dan duduk
dengan bebas.
?Orang tua, dengan sebenarnya aku tidak puas terhadap
caramu melayani aku kemarin ini,? kata tetamu tidak diundang
ini, ?akan tetapi sekarang aku datang tan pa maksud jahat.
Kau pernah usir aku, supaya aku tak datang pula ke rumahmu
ini, maka kalau sekarang aku toh datang tanpa undangan dari
kau, inilah sebab aku tidak sudi lihat orang scsama kaum
mendapat celaka!?.?
Ek Hian berlaku tenang, walaupun ia heran dan hatinya
goncang. Dengan sabar ia ambil kursinya.
?Marilah kalau kau ada pembicaraan,? kata ia. ?Selama dua
hari ini aku memang lagi alami kesulitan, akan tetapi meskipun
dcmikian, aku masih tidak niat mmta bantuan kau,
Lauwhia?.?
Kiam Beng kerutkan alisnya, tandanya ia masygul.
?Dengan scbenamyaaku memang tidak punya tenaga untuk
bantu kau,? kata jago Thaykek-pay mi, ?tetapi aku toh datang,
dengan satu maksud lain, pemerintah Boan telah dapat tahu,
Tjoe Hong Teng ada muridmu, dia bakal kirim orang liehay
untuk tawan kau, maka, kau waspadalah. Aku ada seorang
dari Rimba Persilatan, maka itu tak senang aku lihat seorang
Rimba Persilatan, dibekuk oleh pemerintah Boan! Tentang
perselisihan paham di antara kita, tinggu sajalah sampai nanti,
sesudah kau lewati bencana mi, umpama kau hendak
memberikan pelajaran padaku, aku bersedia untuk
menerimanya.?
Matanya Ek Hian bersinar. Mau atau tidak, ia heran.
?Bagaimana kau ketahui iiu?? tanya ia.
Kiam Beng berbangkit, ia tertawa dingin.
?Kau percaya atau tidak, terserah padamu,? ia kata. ?Tak
usah kau tanya melit-melit padaku! Aku cuma ingin jangan
kau pandang orang terlalu enteng. Aku telah bicara, sekarang
tinggal kau pikir. Kau mesti bertindak lekas!?
Kiam Beng tompat keluar dari jendela, akan lenyapkan
dirinya di tempat gelap.
Ek Hian antar tetamunya sampai di pekarangan, di situ ia
lamas berdiri bengong. Tak dapat ia sangsikan orang
she
Teng itu. Tanpa merasa. matanya mengembeng air. la, satu
jago tua?. Ia ingin asingi din. hidup sunyi dan tentaram,
tetapi suasana tidak mengizinkan, ia terbawa juga arus. ia pun
mcnycsal keliru anggap terhadap Kiam Beng, yang ia tadinya
percaya sudah jadi budak pembesar negen, tidak tahunya, dia
tetap masih seorang Kangouw yang, terhormat. Ia hanya
masih tidak mengerti, kenapa Kiam Beng bersahabat kekal
sama Keiuarga Soh, seorang Boan yang telah ternyata terang
ada kejam. Ia tidak tahu, Sian le ada sangat licin dan Kiam
Beng telah kenadikelabui. Tapi justru Kiam Beng bersahabat
sama Sian le, ia jadi tahu jago she Kiang itu ada terancam
bahaya.
Duduknya hal ada begini.
Itu hari Sian le jamu Kiam Beng, selagi bersantap, ia tanya
ini jago silat tentang hubungan di antara Kiang Ek Hian dan
Tjoe Hong, Teng Kiam Beng tahu tapi ia bcrpura-pura tidak
tahu. Sebenarnya satu putera dari Sian le bekerja dalam
Kantor Tjongtok dari Titlee, dia datang untuk minta
bantuannya Kiam Bcng, yang dia tahu tidak akur dengan
Kiang Ek Hian. Kiam Bcng menampik untuk mcmbcrikan
bantuannya, atas mana, Sian ie dan anaknya tidak mendesak.
Karena ini, perjamuan itu ditutup dengan lenyapnya
kegembiraan, Kiam Beng pulang dengan pikiran ruwet tapi
malam itu ia toh pergi pada Ek Hian, untuk berikan kisikan.
Sian le sendiri tidak puas, tapi ia tidak berani desak Kiam
Bcng, ia kuatir jago silat ini nanti gusar, hingga selanjutnya ia
tidak bisa gunai lagi tenaganya.
Lama Ek Hian masih berdiri diam di dalam pekarangan,
akhirnya ia ambil putusan yang getas. Kctika itu sudah jauh
malam, ia tak dapat bcrlambat lagi. Scgcra ia masuk ke dalam,
akan kasih bangun pada Hong Keng.
?Lekas benahkan pauwhok, sekarang juga kita berangkati?
kata ia pada cucunya itu.
Begini malam, Engkong?? Tanya cucu. ?Ke mana kita
pergi??
iago tua itu menghela napas.
?Aku ingin kau hidup tentaram, sekarang aku ton mesti
bikin kau jalanan jauh,? jawab ia.
?Mari kita pergi?. Ke mana? Aku masih belum tahu?. Mari
kita jalan saja?.? Ia tuturkan adanya ancaman bahaya.
?Kenapa tidak pada Tjoe Soesiok?? kata Hong Keng. ?Di
sana pun ada banyak orang dan ramai!?
Engkong itu manggut. Tapi ia segera goyang kepala
?Nanti saja di tengah jalan, kita bicara pula? kata ia.
Wajahnya muram sekali.
Hong Keng tidak tanya melit lagi, ia lantas bcbcnah dan
dandan, habis itu, ia ikut engkongnya keluar dari rumah.
Mereka ambil jalan dari pintu bclakang, di situ ada sebuah kali,
mereka jalan di sepanjang tepi. Itulah tcmpat di mana dulu
Tjoe Hong Teng menggoda Teng Hiauw.
?Di bclakang hari masih ada ketika untuk kau kembali ke
rumah kita ini?.? kata Ek Hian sembari jalan. ?Aku sendiri,
tidak.?
Orang tua ini berati rumahnya itu.
Hong Keng menoleh pada rumahnya, hingga ia teringat
pada saat Hong Teng permainkan Teng Hiauw, hingga ia pun
jadi bayangi romannya si anak muda yang gagah dan cakap
itu. Karena ini, ia jalan sedikit ayal.
?Hong Keng, kau awasi apa?? tanya sang engkong.
?Mustahil ada orang sembunyi di situ!?
Ek Hian curiga pada musuh. Ia belum dapat jawaban dari
cucunya, lantas ia lihat dua bayangan berkelebat, keluar dari
tempat gelap.
la segera dengar tertawa cekikikan, yang disusul sama
kata-kata: ?Kiang Loosianseng, sekarang sudah begini malam,
ke mana kau hendak pergi bersama Nona Kiang ini??
Ek Hian lantas lihat dua orang melintang di depannya,
mereka mencekal golok dan pedang masing-masing. Ketika ia
mengawasi, ia seperti kenali satu di antaranya. Ia hendak
mcndckat i, ketika Hong Keng berseru: ?Kiranya kau,
jahanam!?
Seruan si nona ini disusul sama gerakan menyerang.
Kiang Ek Hian pun segera kenali orang itu, ialah Kimtoo
Hek Tjit, pahlawan kesatu dari Keluarga Soh.
?Hong Keng, jangan ladeni dia, mari kita ambil jalan kita,?
ia cegah cucunya^
Seruan engkong ini terlambat, swrangannya sang cucu tak
dapat dicegah lagi. Hong Keng memang benci sekali pahlawan
itu, yang baru-baru mi sudah kcpung dia. Ia lompat I uar
biasa pesat, segera ia tabas lengan kiri orang.
Hek Tjit terkejut. Serangan si nona ini tidak ia sangka.
Dalam gugup ia menangkis. Tapi Hong Keng tidak menyerang
kepalang tanggung, ia menyusuli dengan lain scrangan, satu
tikaman ?Pekhong koandjit? atau ?Bianglala putih menggalang
langit?. Tidak tempo lagi, pahlawan Sian le rubuh dengan
mandi darah, jiwanya melayang.
Kawannya Hek Tjit kaget, tidak berlambat lagi, ia memutar
tubuh untuk lari. Tapi sambil lari ia kasih dengar suara
panjang, seperti suatu pertanyaan
Hong Keng sedang sengit, ia tidak berhenti sampai di situ.
?Awas!? dia berseru, seraya tangannya diayun, atas mana
tiga buah Thielian-tjie segera menyamber sambil
perdengarkan suara mengaung, hingga dalam tempo sedetik
saja, kawannya Hek Tjit itu sempoyongan, terus rubuh di atas
pasir di tepi kali itu.
Hek Tjit dan kawannya datang untuk pasang mata
terhadap Kiang Ek Hian, guna jaga Tcng Kiam Beng, yang
dikuatirkan nanti sekongkol sama Ek Hian. Biarbagaimana,
Sian le curiga terhadap Kiam Beng. Hek Tjit datang bersama
dua kawan lain, yang baharu datang dari Kota Raja, tapi dua
kawan ini sengaja jalan misah, sebab sudah diatur agar Hek
Tjit tak usah bcrtcmu muka sama Kiam Beng yang dikenal.
Lacur bagi Hek Tjit, dia pergoki Ek Hian, hingga ia jadi korban
pedangnya Nona Kiang yang benci dia.
?Ah, anak sembrono,? Ek Hian sesalkan cucunya ?Buat apa
layani mereka? Tidak keruan-keruan, kita jadi timbulkan
perkara darah?.?
?Memang Engkong terlalu murah hati,? kata sang cucu.
?Engkong bisa ampuni orang, tapi orang lain belum tentu?.?
Suaranya si nona belum berhenti atau ia dengar suara
panjang seperti suaranya Hck Tjit tadi, lalu di antara
rcmbulan, kclihatan bayangan orang bcrlari-iari mcndatangi,
sebcntar saja, bayangan iiu sudah sampai di dcpannya mi
cngkong dan cucu. Nyata mcrcka ada dua pahlawan yang
dikinm dari Kota Raja, untuk mcnawan jago tua she Kiang itu.
Yang satu mencekal golok Hoathong-too dcngan scbuah
kantong piauw di pinggang. maianya bersinar, yang satu pula.
bermata besar dan beralis gomplok, tangannya mencekal
ruyung Tjengtong-gan.
?Sahabat, kau dalam perkara!? tiba-tiba dpa orang itu
berkata.
?Sahabat. tolong kau buka jalan untuk aku si orang tua
lewat,? kata Ek Hian dengan sabar. ?Aku bukannya tidak niat
urns perkara ini tetapi apa mau, golok di tanganku tidak
hendak iringi aku. Umpama kata kau hendak berkeras, lihat di
sana kawanmu itu!?
la tunjuk mayatnya Hek Tjit.
Dua orang itu jadi gusar.
^JPcmberontak!? mcrcka bentak. ?Kau berani lawan
pemerintah!?
Orang yang bersenjata goiok lantas tcrjang Ek Hian, dan
kawannya serang Hong Keng.
Dengan golok di tangan, Ketua Bweehoa-koen berdiri
secara agung, kutnis-jenggotnya yang panjang memain di
sampokan angin, begitu lekas serangan sampai, ia egos tubuh
ke samping, goloknya dipakai menangkis.
Juara nyaring adalah susulannya tangkisan itu, lelatu api
pun bersimbahan. Si penyerang terkejut, goloknya terpental,
telapakan tangannya sakit. Dengan terpaksa ia lompat
mundur.
Ek Hian tidak mau berlaku telengas, ia tidak menyerang
lebih
jauh.
?Keng-djie, mari lekas pergi!? ia teriaki cucunya. Ketika ia
berpaling pada Hong Keng, justru terdengar suara senjata
beradu dengan nyaring. Nyatalah Hong Keng dapati
tandingannya.
Ada maksudnya ini cngkong, akan bantu sang cucu, tapi
baharu ia maju, ia dengar seruan: ?Lihat piauw!? Lahxj tiga
batang piauw dari pecundangnya menyambar di tiga jurusan,
kiri, kanan. dan tengah.
Sambil berseru juga, Ek Hian tangkis semua serangan itu,
hingga tiga-tiga batang piauw terpental, dua diantaranya jatuh
ke kali, hingga menerbitkan suara di air. Ia jadi gusar, maka
menerusi gerakannya, ia lompat pada musuh tukang bokong
itu, siapa jadi tercengang karena mclihat kegesitan dan
liehaynya orang itu.
?Kau sambut golokku!? seru jago Bweehoa-koen, selagi
orang hendak jumput pula piauw di kantongnya.
Dalam keadaan tanggung sepcrti itu, pahlawan Boan itu
cekal goloknya dengan tangan kiri, untuk menangkis, ia tidak
sempat geser golok ke tangan kanan, maka ia terpaksa
menangkis dengan tangan kiri itu. Di pihak lain, turunnya
golok dengan tipu bacokan ?Tay-san apteng?. ada hebat
sekali, maka ketika dua senjata beradu, golok pahlawan itu
terkutung dua.
Goloknya Ek Hian tidak dapat ditahan, golok itu terus turun
ke arah pundak.
?Aduh!? menjerit itu pahlawan, pundak siapa terbacok
hebat sekali, dan sebelah tangannya terpisah dari tubuhnya,
rubuh di tanah, jiwanya melayang dengan lantas.
Sudah terlanjur, Ek Hian jadi berlaku bengis. Setelah itu, ia
segera menoleh pada cucunya. Terus ia mengawasi. Karena
Hong Keng lagi bcrtempur dengan seru dengan lawan yang
bersenjata ruyung Tjengtong-gan itu. Biar bagaimana, ia malu
untuk kepung musuh yang sendirian itu.
Musuh mainkan sepasang genggamannya dengan baik,
senjata itu berat, dan itu temyata tenaga orang itu ada besar,
Hong Keng kalah tenaga tapi ia menang gesit, ia pun ccrdik
untuk singkirkan pedangnya dari senjata musuh karena cara
berkclahi ini, pertempuran mereka jadi meminta tempo.
?Keng-djie, buat apa layani ia lama-lama?? akhirnya sang
engkong berseru. ?Lawan dia dengan ilmu tangan kosong
melawan golok, terjang bahaya sambil majukan pedangmu,
apa itu tidak akan lekas bereskan dia??
Ek Hian bisa melihat tegas, maka ia tahu kelemahannya
orang itu.
Hong Keng sadar kapan ia dengar kisikan engkongnyaitu, ia
lantas ubah caranya bersitat. Dengan berani la menyerang,
tangan kirrnya, yang kosong, dipakai menyerang berulangulang.
Dengan gesit, ia kelit atau mendesak. Tangan
kanannya, dengan pedang Liongboen-kiam, saban-saban
mencan jalan. Dengan caranya ini, ia bikin lawan jadi repot
dan terdesak. terutama karena orang bcrsenjatakan gegaman
yang berat, maka dengan sengit, musuh itu gunai ketika, akan
menyerang dengan berbareng dengan sepasang senjatanya.
Tangan kanan menyabet ke arah pinggang, tangan kiri
menyerang dari atas ke bawah, kepada batok kepala.
Nona Kiang tertawa dingin. Dengan mencelat mundur, ia
bebaskan din dari dua-dua ancaman, habis itu, dengan sebat
ia maju pula, untuk merangsek, ?buat terus tabas lengan kiri
dari musuh.
Pahlawan Boan itu berseru bahna kaget, lekas-lekas ia
putar keluar ruyung Tjengtong-gannya, untuk kelit, tapi selagi
ia menolongi diri, tangan kiri si nona mengetok tangan
kanannya, begitu telak, hingga senjatanya iantas jatuh dengan
menerbitkan suara nyaring. la kaget dan kesakitan, segera ia
loncat mundur, untuk singkirkan diri. Tapi Hong Keng tidak
mau bekerja kepalang tanggung, sambil berlompat, ia
menyusul, melewati kepala orang, hingga di lain saat, ia telah
beradadi dcpan orang itu.
Si pahlawan dengar angin nienyambar di belakangnya, ia
duga si nona kejar ia, saking jerih, ia tidak menoleh, ia lari
terus. Ia terkejut, ketika tahu-tahu si nona sudah berada di
depannya dan pedangnya nona itu menikam ia.
?Lihat pedang!? nona itu berseru.
Tidak ada tempo untuk si pahlawan angkat kcpala, atau
pcdang sudah menyamber tenggorokannya, dari itu, dengan
satu jcritan tcrtahan, ia rubuh, j iwanya melayang.
Hong Keng susut pedangnya, untuk terus dimasuki ke
dalam kerangkanya
?Engkong, manis sekali tipumu ini,? kata ia, yang merasa
sangat puas.
Kiang Ek Hian unit kumisnya, ia bersenyum. Ia pun puas.
Tapi iamasih hendak kasih keterangan pada cucunya itu ketika
mendadak ia menoleh, agaknya ia heran.
?Eh, siapa lagi itu yang liehay?? kata ia, suaranya dingin.
Hong Keng pun berpaling dengan segera
Dari samping mereka, dari gombolan, keluar satu orang.
?Inilah menyenangi, tapi empat jiwa telah melayang!? kata
orang itu sambil tertawa.
Ek Hian kenali Teng Kiam Beng, hatinya jadi lega. Tapi ia
mengawasi lagi dengan siap sedia.
?Ada apa lagi, Teng Toako?? ia melihat orang nampaknya
masih sangsikan dia, Kiam Beng tertawa pula.
?Aku tidak datang untuk menjaili kau, Kiang Looenghiong,?
kata ia. ?Turunkan golokmu. Aku maiah hendak mohon
pertolongan kau.?
Sekeluarnya dari rumah Ek Hianjj Kiam Beng mau pulang,
tapi segera ia lihat beberapabayangan mendatangr, iajadi
curiga, lantas ia umpetkan diri seraya pasang mata. Hatinya
berkuatir melihat orang menuju kc rumah jago Bwee Hoan
Koen, maka ia menguntit. Karena ia terus sembunyikan diri,
tidak heran Ek Hian dan cucunya, yang asyik layani musuh,
tidak lihat padanya, sampai ia munculkan diri. Selama itu, ia
telah saksikan kedua pertempuran itu. 1
?Aku telah kuntit mereka ini,? Kiam Beng cerita, sambil
tertawa. ?Kepandaian mereka tidak berarti, mereka tidak tahu
aku membayangi mereka. Terang mereka datang untuk antari
jiwa saja. Kau orang pun bertangan besi!?
Melihat sikap orang dan mendengar omongan itu, lantas hi
lang kecurigaan Ek Hian, ma I ah pandangannya terhadap
Ketua Thaykek-pay itu pun turut berubah. Ia tidak sangka,
Kiam Beng sebenarnya tetap masih seorang Kangouw asli,
sedang orang umumnya pandang rendah padanya karena
pergaulannya dengan Soh Sian Ie. Maka itu, ia lantas haturkan
terima kasih. Kemudian ia tanya, dalam hal apa ia bisa
berbuat jasa terhadap jago pooteng ini.
?Itulah urusannya anakku,? sahut Kiam Beng dengan roman
jengah. ?Usiaku sudah lanjut, anakku itu adalah anak satusatunya,
tetapi dia telah minggat, aku jadi kesepian. Tak malu
aku menerangkan kepada kau, Lootjianpwee, selama ini, aku
sampai tak bcrnafsu makan. Dengan lancang aku telah
kunjungi kau, aku membuat kau gusar, dalam hal itu, harap
kau maafkan aku. Apa yang aku ingln minta adalah, dengan
perjalanan Lootjianpwee, toiong kau dengar-dengar tentang
anakku itu. Tidak nanti aku lupakan kebaikan kau ini umpama
aku bisa dengar kabar anakku dari kau.?
Kiang Ek Hian terharu. Ia sangat sayangi cucunya, tidak
heran kalau Kiam Beng tidak bisa lupakan putcranya. Tanpa
merasa, matanya menjadi merah sendinnya. Ia lantas saja
jabat tangannya jago Thaykek-pay itu.
?Saudara Teng, pasti aku akan dengar-dengar perihal
puteramu itu!? ia berikan janjinya. ?Aku sangat berterima
kasih untuk pertolongan kau ini!?
Kiam Beng pun cekal keras tangan orang ? suatu tanda dari
persahabatan. Tapi kedua-duanya ada kurang gembira, sebab
yang satu memikir anaknya, yang lain mesti tinggalkan
rumahnya tanpa tujuan, dengan mesti iringi satu cucu
perempuan.
Setelah itu, kedua orang itu berpisahan.
Hong Keng belum insyafi sikap engkongnya.
?Engkong, apa benar-benar kau hendak cari Teng Hiauw??
ia tanya. ?Umpama kau dapat temukan Teng Hiauw, jangan
kau kasih dia pulang ke rumahnya. Ayahnya itu bo-tjeng-iie,
tak tepat perbuatannya! Kenapa dia hendak paksa putcranya
menikah sama gadisnya satu hartawan??
Tanpa ia sadar, Nona Kiang tak senang Teng Hiauw
dipaksa menikah. Di lain pihak, ia ingin pemuda itu bisa
terbang merdeka bagaikan burung, untuk memasuki Giehootoan.
Sang engkong awasi cucunya dengan tajam.
?Anak yang baik,? katanya dengan perlahan, ?tunggulah
nanti, sesudah kau punyakan anak lelaki atau perempuan,
baharu kau insyaf bagaimana sayangnya satu ayah atau ibu
terhadap anaknya.?
Wajahnya si nona menjadi merah. Tapi engkong itu lantas
tertawa. ?Anak yang baik, kau jangan kuatir!? berkata ia.
?Tidak nanti aku bersikap sebagai ayahnya Teng Hiauw itu,
yang paksa puteranya menikah dengan seorang perempuan
yang tidak dikcnal! Jikalau kau pilih cucu-mantu. aku nanti
pilih yang aku penuju dan kau pun setujui?.
Kembali mukanya si nona bersemu merah.
?Ah, Engkong!? memprotes dia. Tidak keruan-keruan, kau
godai aku?.?
Engkong itu tertawa.
?Tapi aku omong dan hal yang benar, Anak,? katanya.
Sclama itu. mcrcka sudah bcrjalan, terus. hingga mereka
berada di luar kota Pooteng. Hong Keng ulangi usulnya untuk
can Tjoe Soesiok.
Orang tua itu berpikir, ia menghela
napas.
?Sebenarnya tak ingin aku cari Tjoe Hong Teng,? kata dia,
?aku tak ingin yang kau, untuk seumurmu, nanii hidup dalam
gelombang penghidupan yang berbahaya. Kau ada satu gadis
baik-baik, tak tenang hatiku akan antap kau mencampuri
gerakan mereka itu. Tapi kau mendesak, Anak, dan akupun
telah janjikan Teng Kiam Beng akan cari si Hiauw, baiklah,
man kita pergi. Aku kira anak itu terada dalam kalangan
Gichoo-toan. Nah, man kita mcnuju ke Shoatang!?
Hatinya Hong Keng lega, gembira ia ikuh engkongnya itu.
Sclama di perjalanan, hatinya Ki-ang Ek Hian tidak ten I
cram, ia kuatir nanti ada orang polisi yang susul mereka, maka
itu, kcmudian ia suruh Hong Keng menyamar jadi lelaki,
hingga di lain saat, nona itu telah merupakan diri sebagai satu
pemuda yang cakap. Meskipun begitu, mereka ton selalu
ambil jalanan kecil dan sepi. ika kemudian mereka sampai di
Shoatang, terjadilah sesuatu yang membikin Ek Hian ubah
tujuannya. Pada suatu hari, sudah maghrib,. engkong dan
cucu ini sampai di sebuah dusun kecil, terpaksa mereka ambil
pondokan tanpa pilih-pilih lagi. Rumah penginapan pun kecil,
kamarnya cuma beberapa buah. Kebetulan, kamar mereka
berhadapan sama kamar yang penumpangnya ada satu anak
muda yang cakap dan ganteng.?dan di waktu mereka masuk
ke dalam kamar itu, si anak muda mengawasi dengan tajam,
hingga sinar matanya dia bentrok sama sinar matanya orang
tua ini.
Itu waktu, anak muda itu telah berkata seorang diri: ?Hari
sudah gelap, sudah mestinya nyalakan api!? Lantas ia tambah
minyak pada lampunya, ia pasang itu secara terang sekali,
scsudah mana, dia rebahkan diri di atas pembaringan, moeilie
dia tidak kasih turun.
Ek Hian ada seorang Kangouw yang berpengalaman.
Adalah kebiasaannya satu orang yang lakukan perjalanan
seorang diri, selagi singgah di hotel, dahar sore-sore dan terus
beristirahat, supaya besok bisa bangun pagi-pagi untuk
melanjuti perjalanan. Maka aneh ada sikapnya anak muda ini,
yang nyalakan api besar-besar, bukan untuk membaca buku,
tapi untuk rebah-rebahan dengan moeilie pun tidak digantung!
Ia menduga orang ada kandung suatu maksud.
Tanpa hunjuk gerak-gerik suatu apa, Ek Hian minta jongos
adakan teh dan barang santapan. Ia pun tidak turunkan
moeilicnya, ia sengaja nyalakan api terang-terang. Kemudian
ia duduk dahar sama-sama cucunya.
?Kamar ini kurang hawa udara, biarkan moeilie digantung
supaya angin masuk,? begitu dia ngoceh seorang diri. Tapi
dengan diam-diam, ia pasang mata terhadap si anak muda,
hingga iadapati, orang pun scnantiasa incar pada mereka.
Setelah kata-kata si orang tua, pemuda itu berbangkit dan
menguap.
?Sudah wakfunya tidur,? kata dia seorang diri, lantas ia
bertindak ke pintu, akan turunkan moeilie. Di waktu berbuat
demikian, ia pun incar Hong Keng.
Ek Hian lihat sikap orang, ia jadi semakin curiga. Iamau
percayasi anak muda berpura-pura saja, untuk singkirkan
kecurigaan. Tapi, melihat tingkah-lakunya, ia percaya pemuda
itu bukan orang baik-baik. Diam-diam ia perhatikan Hong
Keng. Pada sikapnya cucu ini tidak nampak apa-apa yang luar
biasa. Nona ini, mirip satu pemuda, sulit untuk kenalkan
dirinyayangasli. gff
Orang tua she Kiang ini ada berpengalaman, akan tetapi
satu kali ini, dugaannya kcliru. Pemuda itu, walaupun demikian
rupa lagu-lagunya, dia tidak menghunjuki keceriwisan. Dia
bukannya orang dari golongan rendah. Dia adalah Tan Poo
Beng, keponakan Thaykek Tan. Dan dia sedang bertugas ke
Hoolam, atas titahnya Tjoe Hong Teng. Memangnya dia ada
teliti, sekarang dia lagi punya tugas penting, sudah tentu saja
dia berlaku hati-hati luar biasa. Dia ketarik dengan tubuh
tegak dari Ek Hian, yang usianya lanjut tapi masih gagah.
Ketika engkong dan cucu itu lewat di muka kamarnya, ia lihat
sebelah kupingnya Hong-Keng berlobang, ia jadi heran.
Karena ini, ia man menyangka, orang tua itu ada suatu hamba
negeri. Ia memang belum kenal jago Bweehoa-koen dari
Pooteng itu.
Demikian, kedua pihak saling curiga-mencurigai.
Malamnya, kapan cucunya sudah pulas, dengan perlahanlahan
Ek Hian berbangkit Ia berniat selidiki si anak muda. Tapi
tiba-tiba ia dengar suara apa-apa dari kamar di depannya ia.
Diam-diam, ia bersenyum. Dengan cepat ia singkapkan
moeilie, ia buka pintu, akan mendahuiui keluar dari kamarnya,
terus hampirkan ti imtjhee. untuk loncat naik ke atas genteng.
untuk sembunyi di atas genteng di atasan kamarnya si anak
muda.
Menyusul itu, si anak muda celingukan di muka pintu
kamar. kemudian dengan cepat ia keluar. Ia pun naik ke atas
genteng, ke lain sebelah dari kamarnya Ek Hian. Di sini, tidak
tempo lagi, ia cantel kaki di payon rumah, akan lepaskan diri
tergantung dengan kakinya itu, akan melongok dan jendela.
membclakangi Ek Hon, ia tidak tahu halnya si orang tua lagi
awasi padanya. Ek Hian tertawa dalam hatinya melihat
lagaknya si anak muda Lekas-lekas ia turun dari alas genteng,
akan scgera memasulci kamarnya anak muda itu, yang
pintunya tidak dikunci. Di terobok ada scbatang pcdang, dan
saiu kantong piauw, di situ tidak ada pauwhok.
?Heran,? pikir orang tua ini. ?Rupanya dia tidak bermaksud
jahat. Dia toh tidak bawa pedang dan piauwnya?.??
Lekas ia keluar pula, akan naik kembali ke genteng. Ia
awasi pula si anak muda.
Justru Poo Beng menoleh ke belakang, agaknya ia terkejut,
terus dia celingukan ke sekitarnya.
Ek Hian lckas-lekas tank kepalanya, laiu ia
menimpukdengan sepotong batu ke dalam kamarnya si anak
muda. Dia ini dengar suara itu, dia kaget, dengan lamas dia
lompat tarun, akan menghampirkan kamarnya.
Gunai ketika orang berlalu, Ek Hian pun lompat turun untuk
masuk dalam kamarnya sendiri. Ia lihat
Hong Keg masib tidur nyenyak, ia tidak baui asap pulas,
hatinya lega.
Bila Poo Beng bekal senjata dan melakukan tindakan
sembrono, bisa ia binasa di tangannya jago tua ini.
Sekarang jago tua ini berpura-pura dengan ber-pura
mencari air ten. ia terbitkan suara sediktt keras hingga Poo
Beng, yang dengar itu, jadi terperanjaL Pemuda ini heran
sekali, tadi si orang tua tidak ada di dalam kamar, atau
sekarang sudah terdengar suaranya. Karena ini, terus
semalaman itu, ia tak dapat tidur pulas.
Besoknya pagi, Ek Hian kasih bangun cucunya, kemudian
dengan sengaja, ia kata dengan keras: ?Keng-djie. ini hari kita
pergi memburu kelinci!*?
Heran Hong Keng. hingga ia tercengang.
?Engkong, bagaimana kau ada punya kegcmbiraan untuk
berburu?? , tanyanya.
Engkong itu perlihatkan jarflj tangannya.
??Hus, jangan tanya-tanya, kau ikut saja aku!? iajawab.
Poo Beng dengar itu, ia mcndongkol. Ia tahu, orang tua itu
anggapdia ada seekor kelinci. Dalam hatinya, ia kata: ?Kau
tidak cari aku, aku memang hendak cari kau! Lihat saja, siapa
yang nanti diburu!?.?
Ia lantas saja dandan dan bayar uang hotel, terus ia keluar.
Ketika ia menoleh, ia dapat isi orang tua dengan kawannya
pun sudah keluar dari hotel,
kelihatannya mereka lkuti ia.
Pagi itu, dengan angin halus, ada nyaman,
menggembirakan untuk bikin perjalanan.
Poo Beng jalan terus, sampai ia mulai menanjak di sebuah
tanjakan.
la sedang jalan terus tatkala ia rasai pundaknya ada yang
bentur, hingga ia terjerunuk, hampir ia jatuh. Segera ia
menoleh, lalu ia lihat si orang tua sedang berdiri sambil
tcrtawa dan tangannya urut-urut kumis-jenggotnya.
?Kenapa kau ganggu aku?? ia menegur, dengan gusar.
?Kau ada satu anak muda, kenapa jalanmu ayal sekali?? Ek
Hian baliki. ?Kau bikin aku tidak keburu tahan kakiku, hingga
hampir aku kcscrimpat! Kenapa kau justru tegur aku? Justru
kau yang hendak main gila sama aku! Kenapa tadi malam kau
datang mengintai di kamarku??- ??
Mukanya Poo Beng menjadi merah, bahna malu, hingga,
karenanya, tak dapat ia kendalikan diri lagi. Dengan
mendadak, ia menyerang, dengan tipunya ?Pahouw twiesan?
atau ?Harirnau dan macan tutul menolak gunung?.
Jago tua itu bcrscnyum, lalu ia sedot napasnya, akan bikin
dadanya melembung dan perutnya kempes, berbareng dengan
itu, tangan kanannya di lapis di bawahan lengan, yang
menolak tubuhnya, tangan kirinya dilonjorkan akan
menyambar kuping pemuda itu.
Poo Beng terkejut, baharu segebrak, ia sudah kena
dipunahkan. Lekas-lekas ia mundur, untuk ubah gerakannya.
Menampak gerakan orang, Ek Hian segera mengetahui ia
berhadapan dengan orang dari Kaum Thaykek-koen. Ia kagum
atas ketenangan pemuda ini. Sekarang iatak pikir lagi untuk
berlaku telengas, tempo Poo Beng mulai serang ia pula, ia
melayani dengan sabar, hingga setelah banyak jurus,
nampaknya mereka berdua bukan bertempuT hanya lagi
berlatih. Poo Beng melawan terns meskipun ia merasa bahwa
ia bukan tandingannya orang tua itu yang tidak dikenal.
Hong Keng menyaksikan pertempuran itu dengan merasa
heran. Ia tidak mengerti kenapa engkong itu mempunyai
kesempatan untuk layani si anak muda.
Sedangnya nona ini keheranan, mendadak Poo Beng
lompat mundur, akan kcluar dari kalangan, tetapi setelah itu,
segera ia berkata: ?Lootjianpwee. aku bukan tandingan kau,
aku menyerah kalah. Akan tetapi aku mohon tanya, dalam hal
apa aku berbuat salah terhadap kau??
Memang, setelah melalui tiga puluh jurus, pemuda ini
dapati ia tidak sanggup menangkan orang tua itu, sebaliknya
si orang tua, selama beberapa ketika baik, sudah tidak
teruskan penyerangannya terhadapnya hingga ia luput
dari bahaya. Karena ini ia percaya orang tua ini bukannya kaki
tangan pemerintah Boan, maka tanpa malu-malu lagi, ia
mengaku kalah.
Ek Hian tertawa, ia tidak menyerang lebih jauh.
?Anak muda. kau bisa mengalah, aku tak hendak desak
kau,? ia kata. ?Sekarang aku ingin kau jawab dua
pertanyaanku. Yang pertama, kenapa tadi malam kau intai
kamarku? Kedua, kau sebenamya ada murid Thaykek-pay
siapa??
Mukanya Poo Beng menjadi merah sampai ke kupingkupingnya.
ia sangsi untuk berikan jawabannya yang
sebenamya. Bukankah orang tua ini ada seorang yang asing
baginya? Orang tua itu mendckati, matanya bersinar.
?Hal apa yang mcnyulitkan kau bicara?? ia tcgaskan.
Masih Poo Beng berdiam, ia ada sangat bcrsangsi.
Sedangnya orang bingung, Hong Keng mendekati.
?Aku lihat ilmu silatmu sama dcngan kepunyaannya satu
sahabatku she Teng,? ia kata. ?Apakah kau belajar silat
dengan Teng Kiam Beng?? Ek Hian awasi cucunya, untuk
cegah dia turut bicara. Akan tetapi, mendengar itu, hatinya
Poo Beng menjadi lega, hingga berkuranglah keraguraguannya.
?Apakah kau maksudkan Teng Hauw?? anak muda ini
tanya. ?Aku tidak beiajar silat pada ayabnya dia tetapi dia
benar ada soeteeku.? Mendengar ftu, Ek Hian heran. ?Kalau
begitu, kau tentu ada keponakannya Thaykek Tan,? ia tanya
?Kapannya Teng Hiauw telah ke Tankee-kauw???
Ek Hian menanya demikian karena ia tahu benar, Thaykekkoen
adal kepunyaannya salah satu kaum, Teng atau Tan.
?Sebenamya aku membuat malu kepada kaumku,? Poo
Beng mengakui dengan likat. ?Thaykek Tan adalah pamanku.
Teng Hiauw datang ke Tankee-kauw sudah kira-kira setengah
tahun.?
Kiang Ek Hian tertawa berkakakan.
?Kau jangan malu, kau kalah terhadap aku, itu bukan hal
yang mcnurunkan derajat,? ia bilang. ?Jikalau bicara tentang
tingkarand ayahmu itu, apabila ia dibanding dengan aku, ia
masih lebih muda satu tingkat.?
Poo Beng terperanjat, saking heran. Ia hendak minta
penjelasan, atau Hong Keng dului ia.
?Jadinya Teng Hiauw ada di rumahmu, bukannya pada
Gichoo-toan?? demikian si nona tanya. Pertanyaan ini
membuat dua-duanya, EkHian dan Poo Beng terkejut Tidak
keruan-keruan Giehoo-toan disebut-sebut. Coba di situ ada
lain orang, yang punyakan kepentingan?
Maka Ek Hian segera awasi cucunya itu, kemudian ia kata
pada Poo Beng: ?Tan-heng, anak ini suka ngaco-belo, harap
kau jangan buat tertawaan. Dia biasa anggap siapa saja ada
orang-orang Giehoo-toan. Dasar bocah!?
Kembali engkong itu awasi cucunya dengan tajam, untuk
cegah si cucu banyak omong lebih jauh.
Tapi Poo Beng tidak perdulikan perkatannya si orang tua.
?Kiranya Lootjianpwee berdua kenal baikhal-ihwalnya Teng
Hiauw,? kata ia. ?Dia belum masuk da lam Giehoo-toan. Tapi
aku kenal beberapa anggota Giehoo-toan itu, umpama kata
Djiewie hendak pergi kepada mereka, aku bersedia untuk
menjadi perantara.?
Ek Hian tahu bagaimana hams bersikap.
?Terima kasih untuk kebaikan kau, Engko Tan Kecil,? kata
ia, sikapnya keren. ?Aku tidak niat pergi kepada mereka, juga
aku tidak membutuhkan perantaraan kau.?
Pemuda itu tidak puas. Ia pun seperti diguyur air dingin.
Hong Keng pun tidak puas, maka ia telah menjebi.
Ek Hian hendak berlaku hati-hati, dari itu, walaupun
terhadap turunan Keluarga Tan, ia tidak hendak sembarang
perkenalkan diri.
Poo Beng pun mengerti suasana, tapi ia ingin sekali ketahui
nama orang.
?Aku masih belum tanya nama besar dari Lootjianpwee,?
kata ia. ?Apa?.?
Tapi Ek Hian potong ia: ?Kita bertemu secara kebetulan, tak
usah aku menyebutkan nama. Engko Kecil, pergi kau lanjuti
perjalananmu, kita sendiri masih hendak kembali.?
Poo Beng mengerti salatan, ia manggut, lantas ia putar
tubuhnya.
?Tunggu dulu!? tiba-tiba EkHian memanggil. ?Aku hendak
minta bantuan kau dalam dua hal. Pertama-tama, tolong kau
sampaikan kepada Teng Hiauw bahwa ayahnya ada sangat
mengharap-harapkan dianya?.?
?Oh?? Poo Beng memutus. ?Dan yang kedua??
Orang tua itu tertawa ?Kau lupa barusan aku tanyakan kau
dua urusan,? ia jelaskan. ?Aku tanya kau, kenapa kau intai kita
dan kau ada murid siapa. Kau telah jawab pertanyaan yang
satu, belum yang lain.?
Biar bagaimana, Poo Beng toh mcndelu. Ia anggap Orang
tua ini terlalu agulkan ketuaannya.
?Kau mendcsak, Lootjianpwee. baiklah aku
menjelaskannya.? ia jawab. ?Sebenarnya aku heran terhadap
ini Saudara -? ia tunjuk Hong Keng. ?Kenapa pada kupingnya
ada tanda bekas anting-anting? Karena ingin tahu, aku pergi
intip kau orang. Sekarang Lootjianpwee boleh hukum aku, aku
menyerah?.?
Ek Hian tercengang, tapi segera ia tertawa.
?Engko kecil, kau terlalu bercuriga!? kata dia. ?Cucuku ini
bertubuh lemah, aku kuatir dia tak dapat menjadi besar,
sebagai kias, sedari masih kecil dia didandani sebagai orang
perempuan. Keng-djie.
man, hayo kau belajar kenal dengan Saudara Tan ini.
Mendengar perkataan orang itu. Poo Beng menoleh pada
Hong Keng. ?Terima kasih untuk kebaikan kau, Lootjianpwce,
aku tak hendak ganggu kau orang lebih lama,? kata ia, yang
terus saja memutar tubuh, untuk berlalu dengan cepat. Nyata
ia masih mcndongkol. Sikapnya Ek Hian ada terlalu asing
baginya. Ia agaknya sungkan tolongi orang, akan sampaikan
warta keluarga pada Teng Hiauw. Ia tahu kenapa Teng Hiauw
kabur dan rumahnya, ia tak setujui sikapnya Kiam Beng sudah
jadi kaki-tangan pcmerintah Boan. Tentang si orang tua, ia
tidak percaya dia ada kaki-tangan Boan, tapi ia condong
kcpada terkaan bahwa orang tua ini ada benci Giehoo-toan-
Tidak pernah ia mimpikan bahwa Ketua Giehoo-toan justro
ada muridnya orang tua ini!
Poo Beng malu atas pengalamannya ini, tcntang itu ia tidak
pemah omongkan pada siapa juga, ia pun bungkam mengenai
Teng Hiauw dicari ayahnya. Maka itu, ketika Tjoe Hong Teng
cari gurunya, sampai beberapa tahun beruntun, ia masih
belum pernah menemukannya.
Sementara itu, Kiang Ek Hian ambil jalanan kembali.
Hong Keng jadi heran sekali.
Engkong itu mengawasi, agaknya jamasygul.
Anak, aku tidak niat cari Tjoe Soesiokmu,? ia menyahaj
kcmudian. ?Aku tadinya sangka Teng Hiauw ada dalam
Giehoo-toan sekarang terbukti, dugaanku itu keliru, dan itu,
tak usah kita tergesa-gesa| pergi pada Giehoo-toan itu. Aku
pun tidak niat cari Teng Hiauw. Dia berada sama Thaykek
Tan, dalam tempo tidak beberapa tahun, dia bakal jadi
seorang yang liehay. Pun, di Sana, dia tidak akan terancam
bahaya. Aku telahl minta pertoloogannya keponakan dam
Thaykek Tan, akan sampaikan warta itu kepada Teng Hiauw,
dengan begitu, aku juga tidak menyia-nyiakan | pesannya
Kiam Beng. Di samping itu, aku belum mengerti sikapnya Tjoe
Soesiokmu. Kabarnya dia tclali ubSh tujuan dari menentangi
pcmerintah Boan menjadi menunjangnya. Tidakkah kau lihat
sendiri, sekarang sesuatu koentjiang dibuka secara umum? Itu
tanda sahnya rumah perguruan silat itu. Hong Teng bernyali
besar, sepak-terjangnya luar biasa, aku kuatir dia keliru
bertindak, apabila itu sampai terjadi, aku pun bakal tak luput
dari kesulitan?.?
Orang tua ini hunjuk sepak-terjang bertentangan. Mulanya
ia takut ikuti Tjoe Hong Teng berontak, ia kuatir cucunya
kerembet-rembet dan eclaka, tapi sekarang ia tak setuju
murid itu menghamba pada Kerajaan Tjeng.j Karena
kejujurannya, iajadi tidak mau memikir jauh, ia tidak kenal
politic Dengan sikapnya ini, ia pun terang belum mengenai
habis sifat muridnya.
Ek Hian tidak mengerti sikapnya Hong Teng, Hong Keng
sebaliknya tak mendalam memikirkan itu. Nona ini melainkan
gembira kalau bisa ?membasmi orang asing?. Inilah sebab ja
telah saksikan sendiri perbuatan-perbuatan jahat dan kcjam
dari pengikut-pengikutnya agama asing, mereka itu gemar
sckali mentndas rakyatjelata. Iajuga tak setujui cita-cita
membantu Kerajaan Boan. Maka itu, ia tidak pikirkan lainnya,
keeuali akan ikuti sang engkong, orang yang paling ia andali.
Adalah engkong ini yang rawat dan didik ia.
?Anak, aku bikin kau lelah | mengikuti aku,? sahut engkong
itu. ?Kita jalan memularkan H oolam, kita nanti keluar dari
Tongkwan untuk menujuke Siamsay.?
Ek Hian mempunyai sahabat karib, Koan Ie Tjcng, Ketua
dari Banscng-boen, yang pernah datang ke Pootcng, pada dua
puluh tahun yang lalu ia sudah kembali ke Siamsay, sejak itu,
mereka tidak pernah sating dengar suatu apa, mereka pun
tidak pemah surat-menyurat, sekarang ia ingat sahabatnya itu,
dia ingin pergi menyambanginya.
Hong Keng iringi sang engkong.
Ek Hian sudah berpengalaman dalam hal bikin perjalanan,
ketika itu ada di akhir musim Tjhioe atau permulaan Musim
Tang, maka itu untuk cucunya, ia belikan sebuah tudung
lebar, hingga dipakainya itu bisa sekalian mengalingi
kupingnya si nona.
?Selanjutnya, Keng-djie, mesti kau hati-hati dengan gerakgerikmu,?
ia pesan ?Jikalau kau ketemu pula Poo Beng kedua,
kau nanti banyak berabc?? i
Hong Keng bersenyum untuk nasihat ho, yang ia terima
dengan baik
Dcmikian engkong dan cucu ini bikin perjalanannya yang
jauh. melintasi gunung dan bukit, melaWan sampokannya
angin musim dingin. Makin keutara, hawa udara jadi makin
meresap ke tulang-tulang. Pasir pun mengganggu mata. Hong
Keng asing dengan pengaruh alarm itu, tetapi ia masih dapat
melayaninya.
Mereka tcrus bertaku hati-hati; mereka toh telah jadi
pemburon. Mereka sudah binasakan dua pahlawannya Soh
Sian Ie dan juga dua pahlawan Boan, mengenai itu. pasti
pembesar negeri di Pooteng sudah siarkan selebaran buat cari
dan bekuk mereka. Syukur mereka tak pemah dicurigai orang.
Engkong dan cucunya ini mesti mcrasai penderitaan,
tatkala di akhimya mereka sampai di Siamsay, mereka kecele
dan menyesal. Mereka tidak berhasil menemui Koan Ie Tjeng.
Jago Banseng-boen itu sudah meninggal dunia, kedudukannya
sebagai Ketua Banseng-boen telah diwariskan kepada Lauw In
Eng, anak dari guru silat Lauw Tian Beng, yang terhitung tetua
dalam kalangannya. Karena ini, Pusat Banseng-boen jadi
dipindahkan keShoasay.
Di Siamsay ini, Ek Hian tidak punya kenalan lain, dari itu ia
lak dapat bcrdiam lama-lama di situ, tetapi dia juga tidak
dapat kembali ke Selatan. Sejak memasuki Siamsay, samarsamar
ia merasakan ada orang atau orang-orang yang seperti
menguntit mereka. Ia tidak jerih akan tetapi ia tak inginkan
itu. Maka saban-saban ladan cucunya coba menghilang dari si
penguntit itu.
Karena tak ingin berdiam di Siamsay dan juga tak sudi
kembali ke Selatan, Ek Hian akhimya menuju ke Barat-utara.
Dari Tongkwan, mereka ikuti Sungai Wie-soei terus sampai di
Pookce, lalu melintasi Kota Taysan-kwan, memasuki Propinsi
Kamsiok.
Mereka tetap saban-saban ambil jalan kampung atau
pegunungan, ialah tempat-tempat yang sepi. Kebetulan musim
dingin, hawa udara ada jauh teriebih dingin, di sebelahnya
sang angin, yang meniup pasir berhamburan, juga ada
gangguan salju membeku, yang merintangi perjalanan.
Penderitaan ini ada hebat bagi Hong Keng, maka.juga, baharu
memasuki Propinsi Kamsiok beberapa ratus lie,
sesampainya di Thiansoei, ia rubuh karena sakt. Thiansoei,
atau Sungai Thian-soei, ada bahagian hulu dari Sungai Wie. Di
arah timur-selatannya, ialah Gunung Bektjek-san, dahulu
adalah Negara Goei Di Zaman Tong, itu ada daerah paling
maju dari agama Budha, maka walaupun sudah selang
beberapa ribu tahun, di sana masih ada peninggalanpeninggalan,
atau sisanya, rumah-rumah berhala tua. Dan Ek
Hian terpaksa mampir pada sebuah kuil tua yang tidak terawat
dan sepi, di sini Hong Keng beristirahat, ia sendiri pergi
nyalakan api, untuk masak air. Ia pun singkirkan salju di
dekat-dekatnya.
Setelah dapat minum air panas, kesegaran Hong Keng
kembali, cuma kedua belah pipinya masih tetap merah, tanda
hawa panas masih belum berlalu. Ek Hian sibuk juga.
?Kau rebah saja,? ia kata pada cucunya itu. Ia gelar
bekalannya dua potong permadani dan pakaikan baju kulit
kambing pada sang cucu.
Mulanya Hong Keng tidak mau beristirahat tapi sang
engkong bujuki ia, malah kemudian, ia pulas sendirinya.
Ek Hian pergi ke depan, akan jalan mondar-mandir di
depan pintu kuil. Ia lihat tegalan di sekitamya, yang penuh
salju, yang gemerlapan antara sinar rembulan. Karena sang
malam telah datang dengan cepat, hawa udara jadi semakin
dingin. Dari jauh, samar-samar, ia dengar suara terompet
penjaga tembok kota. Ia teringat kepada rumahnya sendiri,
tanpa merasa, ia jadi terharu.
?Terang aku lagi apes?? kata ia seorang diri. ?Di hari
tuaku, kenapa aku tak dapat bcristirahat secara aman?
Kenapa aku pun mesti bikin si Keng ikut menderita??
?Eh, Engkong masih belum tidur?? tiba-tiba terdengar suara
si nona. ?Apa Engkong menontoni salju? Dengan siapa
Engkong bicara??
Nona itu telah terjaga dan merayap bangun-
?Kenapa kau tidak tidur saja?? gang engkong balik
mencgur. ?Kau sedang sakit, mengerti? Jangan kau tak dengar
kata, nanti engkongmu berkuatir?-?
?Pikiranku pepat, Engkong! Aku dengar Engkong bicara
seorang diri?.?
?Setan cilik, kau dengar apa?? kata engkong itu dengan
tertawa menyengir.
Sang cucu tidak perdul ikan teguran itu, iakata: ?Engkong,
kau tidak lagi apes. Aku Iihat, memangnya dunia tak antap
seorang hidup dengan tenang-tenteram. Siapa tidak campur
urusan usilan, nanti urusan usiIan datang cari sendiri padanya.
Dalam urusan kecil, lihat saja buktinya denganku. Aku tidak
kenal Kaum Kcluarga Soh, aku tidak punya sangkut-paut suatu
apa dengan mereka, kenapa mereka justru ganggu aku? Dan
dalam urusan besar, lihat Tjoe Soesiok dan kawan-kawannya.
Apa mungkin mereka bukannya orang
baik-baik? Bukankah
dengan tanpa scbab mereka dicari oleh orang-orang
pemerintah? Engkong, selama ini aku telah dapat
menyaksikan sendiri, rakyat jelata itu, di atas kepalanya ada
pembesar negeri, disampingnya ada orang-orang asing,
hingga mereka tertindih, hebatnya, mclcbihkan penderitaan
kita mi! Coba pikir, di antara rakyat itu, siapa yang tak sudi
hidup damai? Tapi, bisakah mereka hidup dengan tenang??
Tercengang Ek. Hian mendengar kata-katanya cucu ini,
tapi, segera ia tertawa.
?Nonaku yang baik, kau nyata mengerti suasana!? berkata
ia. ?Tak dapat aku menang melawan kau bicara! Tapi,
mengenai pokok pembicaraanmu ini, aku jauh lebib mengerti
dari pada kau, aku telah dapat mclihat teriebih banyak pula.
Manusia hidup hams sabar, apa yang masih bisa dilakoni,
harus dilakoni. Aku tak dapat bekerja sebagai Hong Tcng dan
rombongannya itu, untuk mengadu jiwa, hingga setiap saaf
mereka mesti hadapi kejadian-kejadian yang mengagetkan
dan menakuti?.?
Hong Keng kerutkan alts apabila ia dengar kata-katanya
engkong ini. Ia hendak berkata-kata pula ketika mendadakan:
?Keng-djie, lekas masuk! Jangan lepaskan senjata
rahasiamu! Ada orang
sedang mendatangi!?.? demikian ada
pemberian ingat dari engkongnya.
X
Selagi gumpalan-gumpalan mega memaindi atas udara dan
bunga-bunga salju turun bcrhamburan antara tiupannya angin
malam yang keras. dan kqauhan ada tcrdengar suara
keiencngan kuda, yang lagi mcndatangi. Itulah usaha yang
mcnyebabkan Ek Hian peringati cucu perempuannya, dia
sendiri lanias berdiri menanukan seraya cekal goloknya.
Scmakin lama suara kelenengan terdcngar scmakin dckat,
sampai di akhirnya, di antara salju putih yang mcnggciari
bumi, tertampak sampainya beberapa penunggang kuda, yang
bcrhcnti tepat di depan jago nia kita, untuk sekalian
pcnunggangnya lompat turun seraya berbareng melcpaskan
les kudanya masing-masing.
Tua dan muda, sama sekali Ek Hian iihat lima orang, yang
bertubuh besar. Lalu orang yang menjadi kepaia, seorang
dengan usia setengah tua, datang mendekati, untuk segera
menegun
?Kiang Kauwsoe, jauh sekali ke Barat-utara ini, kau datang,
sungguh bukan suatu perjalanan gampang!? demikian
suaranya itu. ?Bukankah ini ada gunung belukar yang miskin?
MarUah kau ikut kita orang kembali sajal?
?Siapakah kau orang?? Kiang Ek ian tanya. ?Apakah maksud
kau >rang maka kau orang menguntit aku sampai disini??
tak ^ubris ajakan, orang Kj?^menegur.
Orang yang menjadi kepaia itft tertawa menyengir.
?Kiang Kauwsoe, mustahil kau tidak kenali kita?? jawab dia.
?Di dalam dunia Kangouw, Samliong Djiehouwdari lima
propmsi Utara toh ada punya nama, walaupun kecil?, Kiang
Kauwsoe, kita lima saudara datang menyambut sendiri kepada
kau, tidakkah ini ada setimpal dengan, derajat
kehormatanmu??
?Samliong Djiehouw? ? Tiga Naga dan Dua Harimau
Kiang Ek Hian tidak usah berpikir lama akan ingat lima
orang ini, ialah dua Keluarga Lok dan Tong. Tiga Saudara Lok
ada Saypak Samliong, dan dua Saudara Tong ada Saypak
Djiehouw; dulu mereka ada jago-jago Rimba Hijau,
belakangan katanya menerima tjiauwan, menghamba kepada
pcmcrintah Boan, tidak dinyana secara tiba-tiba begini,
sekarang mereka muncul di sini. Cumalah, sekalipun ia pernah
dengar orang punya nama, Ek Hian tidak tahu jelas orang
punya keadaan. Maka ia terus saja berpura-pura tidak tahu.
?Oh, kiranya Saudara-saudara Lok dan Tong?.? kata ia
sambil manggut. ?Maaf, maafkan aku, aku numpang tanya di
mana saudara-saudara berkedudukan? Nanti aku si orang tua
pergi bcrkunjung. Tidakkah Rimba Hijau dan Rimba Persilatan,
sebagai bunga merah dan daun hijau, ada dari satu keluarga?
Saudara-saudara, ada pengajaran apakah dari kau orang
kepadaku?.
Toako tetua dari Keluarga Lok, Lok Hoei Liong, tertawa
seraya ayun carnbuk-niyungnya.
?Aku tak tahu, tua bangka she Kiang, kau sedang bcnarbcnar
atau jagi berpura-pura saja?? berkata ia. ?Tetapi kita,
memang sudah sejak lama, kita undurkan diri dari usaha kita.
Di mana pcpatah ada mcmbi lang: ?Bclajar ilmu kcpandaian,
dijual kepada raja?, dcmikianlah kita, kendati kita bodoh, di
dalam pasukan perang di Barat-utara, ada juga nama kita
yang kecil. Atas titahnya Tjongtok dari Siamsay kita sengaja
telah melewati tapal batas untuk undang kepadamu!?
Mendengar demikian, scpasang mata bundar dari Kiang Ek
Hian terputar, lalu ia tertawa panjang.
?Maaf, maaf,? kata dia pula, ?kiranya Samliong Djiehouw
telah berubah menjadi, ?Sameng Djiekian? ? gundal-gundalnya
pembesar Boan! Jangan kau orang lihat saja usiaku yang
lanjut tetapi aku ? tulang-tulangku masih terlebih keras
daripada tulang-tulangmu!?
Kata-kata ?Engk ian? dari Sameng Djickian bcrarti gundal
pembesar ncgcri, tidak heranjikalau, mendengar itu, lima
orang itu menjadi sangat gusar. Lok Hoei Liong lompat maju
seraya geraki tangannya.
?Saudara-saudara, maju!** ia berseru. ?Tua bangka ini
tidak sudi minum arak kehormatan, dia lebih suka tenggak
arak dendam!?
Lantas sepasang cambuk-ruyungnya turun dengan Tay-san
apteng? atau ?Gunung Tay San menindih batok kepaia?.
Kiang Ek Hian pun gusar bukan kcpalang, maka bcrbarcng
dengan berkelit, ia geraki goloknya Ganleng-too untuk balas
menyerang.
Sampai di situ, scmua lima Saudara Lok dan Tong itu turun
mengepung!
Jago tua itu tidak banyak berpikir walaupun ia dikepung
bcrlima, ia mainkan tipu-tipu dari Bweehoa-too untuk melayani
semua penyerangnya.
Lima musuh ini ada kenamaan, bisa dimengerti jikalau
kepandaian mereka pun berarti, di samping itu, mereka ada
sangat cerdik, maka sambil mengeroyok, mereka gunai akal,
ialah mengurung dengan rapat.
Belum tcrlalu lama, mendadakan ada penjahat yang
berteriak: ?Awas! Senjata rahasia!? Segera menyusul
menyambamya barang berkeredepan. Mereka lantas
pencarkan dir

^