Kisah Dua Saudara Seperguruan 15

Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Saduran Okt Bagian 15


i keempat penjuru.
Si orang tua lihat cahaya berkeredep itu, ia dengar jeritan
orang
ia terkejuL Itulah artinya, cucu perempuannya tubuh
siapa sedang sakit, telah keluar untuk membantui ia! Maka itu
bisa dimengerti jikalau ia jadi bcrkuatir. Maka tidak tempo lagi,
ia lompat maju, untuk cegah cucu itu. Tetapi gerakannya
terlambat, tak dapat ia segera tolongi sang cucu. Sebab juga
musuh-musuhnya bertindak sangat cepat.
Samliong dan Djiehouw tak inginkan sang cngkong dan
cucu gabungi diri. Mereka mendahului untuk memecah.
Demikian ketiga Naga, Lokkee Samliong, maju pula, untuk
pcgat Kiang Ek Hian, dan kedua H arimau, Tongkee Djiehouw,
lompat mcnerjang Angic Liehiap yang barusan bokong mereka
dengan senjata rahasia, Tliielian-tjie.
Dalam kcadaan seperri biasa, Hong Kcng sanggup layani
kedua harimau, telapi sekarang dengan tubuh lemah dan
kcpala bcrat, begitu serangan yang pertama gagal, ia sudah
lanias jadi sibuk sendirinya. Matanya pun seperti tak melihat
dengan jelas.
Ketiga Naga mcncoba mcndesak si orang tua, mereka tak
hiraukan go I ok Ganlcng-too mengancam secara hebat,
masing-masing dengan ruyungnya Tjmjiat-pian, golok Poat
hong-too dan tongkat Tiatkoay-thung, mereka bcrpencaran
dan merangsek bcrgantian.
Sambil bertempur, Kiang Ek Hian saban-saban curt lihat
cucunya, keadaaraiya si nona membikin ia kuatir dan gusar
dengan berbarcng Iagusar untuk gangguan Lokkee Samliong,
dan berkuatir buat terkepungnya sang cucu oleh Tongkee
Djiehouw.
?Jahanam, aku nanti adu jiwaku!? atu kali Kiang Ek Hian
berseru raya ia terus menyerang hebat sekali kepada ketiga
musuh.
Tiga Saudara Lok, dengan semua berat, tidak jerih akan
adu senjata dengan senjata, mereka melayani tetap, dengan
waspada dan gesit. Mereka justru harap-harap musuh mereka
gusar, supaya dia lekas lelah, karena walaupun tua, musuh
mereka ini ada ulet sekali.
Dalam keadaan sengit itu, tongkatnya Lok Kim Liong bentur
golok Ganleng-too, selagi begitu, Kiang
Ek Hian teruskan
ayun goloknya ke arah muka lawan dengan gerakannya
?Tjayhong sieie? ataui ?Burung hong buka sayap?, hingga
ujung golok memain di mukanya tiga Saudara Lok itu, hingga
mereka ini repot bukan main, terpaksa mereka masing-masing
berdaya untuk 1 indungi ini. Mendapat ketika baik ini, jago tua
itu mclanjuti serangannya dengan ?Tjheeliong pabwee? atau
?Naga hijau menggoyang ekor?, dari atas, golok menyambar
ke bawah.
Lok Kim Liong, yang diancam, menjadi terkesiap, tak
sempat ia menangkis, ia lantas loncat untuk berkelit. Dengan
ini jalan ia bisa luputkan kedua kakinya dari babatan golok,
akan tetapi di luar sangkaan, kakmya jago tua itu terangkat,
lalu dengan satu dupakan, tubuhnya terpental, rubuh
terbanting, hingga bergulingan di atas salju!
Selagi Kiang Ek Hian berhasil, golok besar dari Lok Pek
Liong menyambar hebat sekali, bagaikan Gunung Tay-san
turun menindih, mengarah batok kepala. Jikalau bacokan
hebat itu mengenai sasarannya.-
Akan tetapi engkongnya Hong Keng lihat serangan datang,
dengan sebat sekali, dia berkelit ke samping, kakinya
dimajukan sedikit, kemudian sambil angkat tubuh, sebelah
kakinya turut terangkat naik, melayang keras, hiflgg3 Pek
Liong rubuh terpelanting sebagai saudaranya yang kedua,
rebah di atas salju.
Setelah rubuhnya dua lawan ini, baharu Kiang Ek Hian bisa
bernapas lega, dengan tinggalkan Hoei Liong, ia lari kepada
cucunya, yang ia niat tolongi.
Lok Hoei Liong kaget melihat dua saudaranya kena
dijatuhkan, tapi ia tak jerih, malah dengan gusar, ia
menghalang di depan jago tua itu, guna cegah dia ini dekati si
nona.
?Kau mau mampus?? berteriak Kiang Ek Hian dalam
murkanya, ketika ia tcrjang penghalang itu, hingga sekarang,
mau atau tidak, Hoei Liong kena didesak mundur.
Selagi sang engkong berhasil, tidak demikian dengan Hong
Keng, si cucu perempuan. Nona ini telah jadi sedemikian lelah,
hingga tubuhnya mulai limbung, ia mandi keringat. Ia repot
bukan kepalang. Baharu bandring Lioeseng-twie dari Tong Toa
Houw dikasih lewat, lalu menyambar toyanya Tong Djie Houw.
Masih ia dapat perbaiki diri, malah ia bisa membalas sabetan
penyerangnya yang kedua ini.
Syukur buat Tong Djie Houw, ia keburu kelit, sedang
senjata engkongnya sudah menyambar pula, untuk tolongi
dia, hingga Hong Keng mesti lekas-lekas tarik pulang
pedangnya, pedang Tjengkong-kiam. Apa lacur untuk nona ini.
ia terlambat, pedangnya kena kebentur, keras sekali, maka
selagi tenaganya telah jadi berkurang, senjata itu terlepas dari
cekalan, terlempar jauh. Dalam kagetnya, si nona empos
semangatnya, untuk loncat mundur, dengan pikiran
menyingkir dari serangan lawan. Ia benar-benar sudah lelah
sekali, tubuhnya menjadi demikian cnteng dan hiiang
pcrimbangannya, hingga dalam sekejab saja, ia rubuh, tak
sadar akan dirinya.
?Ha, budak perempuan, kemana kau hendak lari??* tertawa
Tong Toa Houw, yang perdengarkan ejekan nyaring. Ia terus
lompat, bandringnya, yang merupakan gembolan, diayun
berbarcng. Ia niat lukai si nona, untuk dibekuk, guna dijadikan
tanggungan hidup? Akan tetapi, selagi ia berlompat dan
suaranya belum berhenti, ia dengar jeritan di arah
belakangnya serta lihat berkelebatnya satu cahaya terang,
hingga ia kaget, ia terus putar tubuh sambil menangkis. Tapi
walaupun bagaimana sebat ia bergerak, ia masih, berayal,
pundaknya telah kena terbacok, hingga darahnya muncrat!
Menyusul itu satu bayangan putih loncat ke arah dia sambil
pcrdcngarkan bentakan: ?Jahanam, makan pedangku!?
Pada Ha waktu, dcngan toyanya, Tong Djie Houw maju
akan nntangi bayangan purih ini.
Pada waktu itu juga, Kiang Ek Hian masih dirintangi oleh
Lok Pek Liong, yang sudah lantas bcrbangkit, untuk maju lebih
jauh, hingga jago tua ini bcrbiji mata merah karcna
mcndongkol, dan sibuk.
Tong Djie Houw maju mcnghalang cuma bikin si bayangan
mcnycrang dcngan bcruntun-runtun, mcngarah tenggorokan,
pundak, dada dan kedua Icngannya, hingga Harimau yang
kcdua dan Say-pak itu mcnjad i repot, hingga iaditertawai
lawannya, siapa, sambil tertawa, terus kcrjakan pcdangnya
untuk meminta korban! ? Di aniara satu suara tabasan pcdang
yang tedas, darah merah muncrat, membikin salin rupa pada
salju yang putih, dua potong tubuh rubuh hampir berbareng,
terpisahnya ebatas batang Ieher, sang kcpala sampai
bergelindingan!
Tapi bayangan putih ini tak berhenti sampai di situ, habis
rubuhkan Djie Houw, dia lompat terus pada Toa Houw, untuk
mcnycrang terlcbih jauh, gcrakannya sangat gcsiL
Tong Toa Houw sedang kaget ketika ia lihat datangnya
serangan, dcngan terpaksa ia menangkis, tetapi ia pun scgera
didesak, lalu dalam kagct, ia dengar seruan: ?Kau pun
serahkankepalamu!?
Mcnyusul berkelebatnya satu bayangan bagaikan kilat,
kepala or-ang terpenta! jatuh, satu tubuh menyusul rubuh,
hingga dengan demikian, Harimau Kesatu dari Saypak pergi
susul roh adiknya ke laindunia?.
Sampai di sftu, lawan yang gagah itu, yang dalani sedctik
mcrubuh kan dua musuh, beriompat ke arah Kiang Ek Hian,
siapa telah lihat kedatangan orang, malah ia scgera kenali,
siapa orang itu, hingga, dalam kegirangan bcsar dia berteriak:
?Oh, kau, Soetee!?
**Ya, Soeheng!? menjawab orang itu, yang tak bcrhcnti
sampai di situ. ?Man bcrcskan dahulu ini bcbcrapa anjing!?
Dan pedangnya sudah lantas menyambar Lok Pek Liong,
Naga yang Kedua dari Keluarga Lok.
Pek Liong masih mcrasakan sakit bekas tendangannya
Kiang Ek Hian tadi, gerakannya tak terlalu leluasa, maka itu,
berbareng kaget karena datangnya lawan baharu itu, hatinya
pun telah ciut mcnampak dua kawannya rubuh saling susul,
scgera ia menangkis, lalu ia beriompat, untuk menyingkir dari
serangan. Akan tetapi si penycrang sepcrti sudah duga
maksudnya, sctclah mcnghalau tangkisan golok Poathong-too,
dia pun mcncclat akan menyusul, maka di lain saat Pek Liong
perdengarkan jeritan, tubuhnya terguling, rohnya pergi
kepada Raja Akhirat!
Dua Harimau dari Keluarga Tong telah terbinasa, begitupun
satu Naga dari Keluarga Lok, dengan begitu, di situ sekarang
ketinggalan Lok Hoei Liong seorang, Naga Kesatu, siapajadi
sangat sibuk dan kuatir, hingga lekas-lekas ia berlompatan
mundur, akan tetapi Kiang Ek Hian tidak suka antapkan
musuh yang tadi ganas luar biasa ini, lolos dia mendesak, dia
menerjanghebat
Hoei Liong bikin perlawanan seru, tetapi secara kalut,
hingga senjata lawannya sepcrti berkelebatan di seputar
tubuhnya. Dalam keadaan terdesak itu, mendadakan ia
berjongkok, akan sambarkan kaki lawannya dengan tipu
tendangan ?Kouwsie kianteng? atau ?Pohon tua dililit rotan?.
Kiang Ek Hian berkelit dengan beriompat Scgera ia
mengerti, musuh telah jadi nekat. la beriompat sambil
perdengarkan seruan panjang, tubuhnya mencelat tinggi
setumbak lebih, lalu dari atas, ia ayun goloknya kebawah!
Lok Hoei Liong baharu berbangkit seraya geraki cambuknya
ketika ia tampak golok lawan mendahului menyambar ia, ia
menjadi sangat gugup, sebab sukar untuk ia berkelit atau
menangkis, malah bclum sempat ia menjerit, golok telah
mengenai hebat tubuhnya yang menjadi terbelah dcngan
lantas!
Kiang Ek Hian susut goloknya kepada ujung sepatunya,
ketika ia menoleh pada penoiongnya, yang lagi awasi ia sambil
bersenyum, ia bersenyum juga.
?Dasar sudah tua, kaki-tanganku hilang kegesitannya, aku
kalah dengan kau, Soetee!? kata ia sambil tertawa.
Soetee itu hendak menyaKutieketika matany a melihat
suatu apa.
?Soeheng, di sana masih ada satu .orang!? ia berseru
sambil menunjuk dengan pedangnya.
Kiang Ek Hian segera menoleh dengan segera.
?Oh, aku lupa!? ia berseru. ?Aku tolol, babat rumput mesti
berikut akarnya, dia tak boleh dikasih lolos!?.?
Ia hendak lompat, untuk mengejar, atau soetee itu
mencegah.
?Soeheng, kasih siauwtee saja yang wakilkan kau,? kata
saudara muda ini. ?Kau baik tolongi dia itu?,? Dia menunjuk
pada Hong Kcng. yang masih rebah di atas salju. Ia masih
bclum tahu, pemuda itu adalah satu orang perempuan,
cucunya sang soeheng.
ltulah Kim Liong, yang sedang mencoba lari untuk tolongi
diri sesudah ia dapatkan habis semua kawannya, sedang ia
scndiri sudah tidak berdaya, ia sendirian saja dan terluka.
Kiang Ek Hian sangat kagum melihat gerakan gesit dari
soeteenya, maka itu, dengan hati memuji-muji, ia hampirkan
Hong Keng, siapa itu waktu sudah sadar dari pingsannya.
cuma mukanya dingin sekali- Cucu itu sudah lantas duduk
di atas salju.
?Bagaimana kau rasai, Keng?? engkong ini tanya. ?Apa kau
terluka??
?Tidak.tidak apa-apa, Yaya!? Hong Keng mcnyahut sambii
tertawa. ?Aku terpelesct hingga pingsan, scbcntar saja.
Bagaimana dengan musuh-musuh kita? Apa mcrcka sudah ha
bis semua??
Ek Hian pimpin bangun cucunya itu, yang ia terus
kerebongi dengan baju luarnya sendiri.
?Dasar kau!? kaianya, menyesali.
. ?Aku larang kau keluar, kau keluar juga. Coba tidak
Socsiok-tjouwmu telah datang, kau tentu sudah habis?
Hong Keng hcran, ia pentang lebar kedua matanya.
?Soesiok-tjouw?? tanyanya. ?Soesiok-tjouw yang mana?
Mana dia Soesiok-tjouw itu??
Sang engkong tidak lantas roenyahuti, ia hanya pasang
kuping, kemudian sambii tarik sebelah tangannya sang cucu.
ia menunjuk ke depan seraya berkata: ?Lihat di sana, Socsioktjouwmu
lagi mendatangil?
Hong Keng memandang ke arah yang ditunjuki. dari mana
kelihatan satu bayangan hitam lari mendatangi, makadi lain
saat tampaklah satu tubuh manusia yang kumis-jenggotnya
panjang.
?Soeheng, syukur aku tak sia-siakan pengharapanmu,
dengan Hoei-too akan berhasil membinasakan jahanam itu!?
demikian kata orang yang baharu sampai itu seraya ia
bersenyum.
Memang Lok Kim Liong tak sempat lari jauh atau ia telah
kena dicandak, ia pun mencoba kabur dengan terpaksa,
dengan melawan sakit di iganya, di mana dua buah tulangnya
telah patah akibat t endangannya Kiang Ek Hian.
Ek Hian girang bukan main, karena di sebelah semua lima
musuh telah terbinasa, ia pun sekarang bertemu sama
soeteenya dengan siapa ia sudah berpisah tiga puluh tahun
lebih.
?Keng-djie, mari kasih hormat dahulu pada Socsioktjouwmu!?
kata ia seraya ia tarik tangan sang cucu, buat
dekati adik seperguruannya itu.
Tadinya Hong Keng mengawasi I saja dengan tercengang,
baharu setelah kata-kata engkongnya, ia sadar, lekas-lekas ia
memberi hormat sambii Iiamdjim seraya mengucap: ?Tcrima
kasih untuk pertolongan Soesiok-tjouw, terimalah
hormatku?.?
Ek Hian lantas menambahkan pada soeteenya itu, katanya:
?Soetee tentu belum pemah ketemu dia ini, cucu
perempuanku satu-satunya. Setelah Tjeng Koen menutup
mata, ketinggalanlah dia sendiri saja menemani aku. Maafkan
dia, karena dia rubuh pingsan, tadi dia tidak lantas kasih
hormat padamu.?
Orang tua itu mengawasi, lalu ia tertawa.
?Oh,kiranya dia dalam penyamaran, sampai aku tidak
mengenaHnyaf?? kata ia. ?Sudah, sudah, jangan pakai banyak
adat-peradatan?.? Tapi ia tampak si nona masih diam saja,
iatambahkan: ?Apa engkongmu belum pernah sebut-sebut aku
kepadamu? Aku adalah sam-soetee engkongmu?.?
Dia belum tutup mulutnya, atau Ek Hian telah dului
padanya: ?Ya, inilah To Soesiok-tjouwmu.?
Orang tua itu tertawa pula, ia kata: ?Dengan engkongrnu
ini, aku telah berpisah tiga puluh tahun lamanya, ketika itu,
sekalipun ayahmu masih belum menikah?. Maka jangan heran
jikalau kau tidak kenal aku!?
Memang juga, orang tua itu adalah To Poet Hoan, adik
scperguruan yang kct iga dari Ek Hian, yang semuanya puny
akan lima saudara satu guru, dan sekarang tinggal mereka
berdua. Poet Hoan ccrdik dan bcrbakat, ia dapat wariskan
sempuma iimu Bweehoa-koen dan pedang Bweehoa-kiam,
kebetulan ci ta-citanya mul ia, ia beda daripada Iain-lain
saudaranya. Ketika empat puluh tahun yang lalu ia keluar dari
perguruan, itu ada saat kemunduran hebat dari Pergerakan
Thaypcng, tempo ia bemiat pergi ke Thiankhia (Lamkhia atau
Nanking), ibukota Kaum Thay Peng, kota itu justru terjatuh
dalam tangan pemerintah Boan, hingga iajadi sangat
mcnycsal. Tapi menggantikan Kaum Thay Peng ini, yang
sisanya berpencaran, ada muncul Kaum ?Giapkoen? yang
mulanya bergerak di Propinsi-propinsi Shoatang, Kangsouw
dan Anhoei, dengan kepalanya ada Loa Boen Kong dan Tan
Tek Tjay, bekas panglima dari Eng-ong Tan Giok Seng dan
ThaypengThiankok.
Mulai dari satu pasukan kecil, setelah satu perjalanan di
empat Propinsi Anhoei, Hoolam, Ouwpak dan Siamsay,
pasukannya jadi tcrdiri dari sepuluh laksa jiwa, malah di
TahunTong Tie keempat, di Shoatang mereka telah gempur
pecah satu angkatan perang Boan, hingga Boantjioe punya
pangeran yang kenamaan, Tjin-ong Kek Lim Tjim, sampai
kena dibinasakan. Itu waktu. To Poet Hoan berada di
Shoatang, ia lantas persatukan diri dengan gerakan rakyat itu.
Ek Hian sendiri, oleh gurunya, telah diangkat jadi Ahli Waris
Bweehoa-koen.
Tempo To Poet Hoan masuk dalam Giap Koen, tentara
rakyat itu justru dipecah jadi dua Rombongan Timur dan
Barat, Loa Boen Kong kepalai Rombongan Timur dengan
kedudukan di Shoatang, Rombongan Barat dipimpin Thio
Tjong le, dan Hoolam menyerang Siamsay. Di pihak Boan,
Tentara Hoay dari Lie Hong Tjiang telah ditugaskan
menghadapi Rombongan Timur. dan Tentara Siang dari Tjoh
Tjong Tong dipcrintah menumpas Rombongan Barat Dalam
saat genting itu, To Poet Hoan ikut Rombongan Barat
memasuki Siamsay. Itu waktu ada Tahun Tong Tie kelima
(1866).
Sejak To Poet Hoan ikuti tentara Giap Koen pergi ke
Siamsay, untuk tiga puluh tahun Kiang Ek Hian tidak pernah
dengar pula perihai soeteenya itu, tadinya ia sangka soetee ini
terbinasa di tangannya Tjoh Tjong Tong, lalu belakangan
terkabar sang soetee menyingkirke Kamsiok Barat. adalah
karena pendengaran ini, sekarang ia menuju ke Kamsiok
untuk sekalian dengar-dengar perihal adik seperguruan itu.
Selama tiga puluh tahun itu, sebenamya, banyak
pengalamannya To Poet Hoan, secara nngkas, dapat itu
dituturkan sebagai berikut:
Di dalam Propinsi Tjenghay, Kamsjok, Siamsay dan
Lenghee, ada hidup bercampur orang Han dan Hwee, selama
tentara Giap Koen belum memasuki Barat-utara,
pemerintah Boan telah adu dombakan kedua golongan suku
bangsa itu, hingga orang Hwee itu, terhadap pemerintah Boan
tidak puas, terhadap orang Han, memusuhkan. Begitulah
terjadi bentrokan antara kedua suku bangsa itu di See an dan
Taylee dan sekitarnya, sampai ada puluhan orang Han yang
rubuh sebagai korban. Tapi setelah tentara Giap Keen datangi
Barat-utara, Suku Hwee diajak kerja sama hingga merupakan
satu pasukan utara yang kuat, cuma sampai begitu jauh,
keakuran belum merata, karena akibat racun saling curiga
yang disebar oleh Tjoh Tjong Tong yang licin, yang sengaja
pusatkan diri di Yauwtjioe, Siamsay.
Selama To Poet Hoan bercampuran sama orang Hwee, ia
mencintai Ma Hong Kouw, satu nona Hwee yang gagah, dalam
hal ini, ia ditentangi banyak orang Hwee lainnya, hingga
pernikahan mereka terus tertunda, sampai kemudian, dua-dua
rombongan Hwee dan Giap Koen kena dilabrak
pasukannyaTjoh Tjong Tong.
Dengan kelicinannya, Tjoh Tjong Tong pun berhasil
membujuk menakluk Kauwtjoe Ma Hoa Liong, Ketua dari
KaumHwee Golongan Pek San Kauw, kemudian Ma Hoa Liong
ditugaskan kumpuli rombongan-rombongan Hwee dari
pelbagai tempat, untuk berpusat di Kimtjek-po di Siamsay
Utara, setelah senjata mereka ini dirampas, mereka semua
disrrang, dibunuh habis sampai tak ada seorang yang hidup.
Inilah, kata Tjoh Tjong Tong, ada tindakannya yang paling
memuaskan baginya.
Karena kejadian itu, orang Hwee jadi scmakin benci orang
Han. Maka itu, ketika To Poet Hoan cari Hong Kouw, ia ditolak
oleh bangsanya si nona. Hong Kouw tak berdaya, tapi sebagai
protes, ia tak suka menikah sama lain orang.
To Poet Hoan berduka bukan main, terutama usahanya
mengakuri kedua golongan bangsa, hampir ia putus asa dan
nekat. Ia insyaf, gara-gara dara itu adalah bangsa Boan. Ia
berdaya terus. Pernah satu kali, dengan sejumlah pasukan, ia
bantu rombongan ayahnya Hong Kouw melawan pasukan
Boan, tapi mereka kena dikalahkan hingga kabur ke
pegunungan di Kamsiok Utara. Adalah setelah usahanya yang
terakhir ini, orang Hwee tak anggap lagi dia sebagai musuh.
Tapi sementara itu, Nona Ma Hong Kouw sudah terbinasa
dalam peperangan, belasan tahun telah lewat. Ia niat
dinikahkan dengan lain nona bangsa Hwee, ia menolak?.
Sesudah kekuatan bangsa Hwee lebur, Tjoh Tjong Tong
tank pulang pasukan perangnya, karena ini, sisa-sisa
rombongan Hwee jadi bisa taruh kaki mereka dengan aman.
Begitulah To Poet Hoan bersama rombongan bangsanya Hong
Kouw, tetap tinggal bersama hidup bersama.
Tanpa mcrasa, lagi dua puluh tahun telah dikasih lewat,
maka sama sekaii, tiga puluh tahun lamanya sudah To Poet
Hoan tak pernah kembali ke Tionggoan, hingga pernah ia
kenangi kampung halamannya sendiri, sahabat-sahabatnya,
mengingat mana, ia cuma bisa menghela napas?.
Penghidupan di Barat-utara ada sulit, apa pula orang-orang
Hwee ini, yang mesti hidup mencil. Untuk mendapati barangbarang
kebutuhan rombongannya, satu atau dua kali setahun,
To Poet Hoan pergi ke Kamsiok Timur, perjalanan ada jauh
dan sulit, usianya sudah mulai lanjut. tetapi ia ada punya
tubuh kekar, ia sangguplakoni itu. Karena ia ada orang
Han,
ada lcluasa untuk ia belanja di dalam kota di antara saudagarsaudagar
Han.
Kemudian datanglah saat yang kebetulan. Seperti biasanya,
To Poet Hoan pergi kekota, untuk beli sesuatu, scsampainya ia
di Thiansoei, di luar kota, ia bertemu sama Samliong
Djichouw, yang lagi kaburkan kuda mereka. Melihat roman
mereka, ia jadi curiga, ia menduga pada kaki-tangan Boan,
yang lagi can sisa Kaum Giapkoen, maka diam-diam. Poet
Hoan menguntit, terus sampai di Gunung Pektjek-san.
Demikian itu malam, ia saksikan lima orang tak dikenal itu
kepung Kiang Ek Hian dan Kiang Hong Keng, maka tak siasialah
dayanya membayangi mereka itu.
Poet Hoan ada bekal obat, ia berikan obat pada Hong Keng.
?Jangan kuati r, Soeheng, besok dia akan sembuh,? Poet
Hoan menghibur apabila ia luiat, schabis minum obat, si nona
terus tidur pulas dengan nyenyak.
Habis itu, soeheng dan soetee ini duduk pasang omong,
mengenai segala apa sejak perpisahan mereka. Di akhirnya,
Poet Hoan ajaki sang soeheng ikut ia pergi pada orang Hwee,
untuk tinggal bersama-sama ia, sampai keadaan reda.
?Tempatku itu mencil dan sunyt, hidup di sana sengsara,
tetapi sangat aman, bagaikanTaman Ton saja,? Poet Hoan
kasih tahu.
?Aku datang ke Kamsiok ini untuk cari kau. benar-benar
maksudku kesampaian,? sahut Ek Hian, ?oleh karena itu,
jangan kau undang, walaupun tidak, pasti aku akan pergi ke
sana. Rita bukan bangsa bangsawan, apa mesti jerihkan
kesengsaraan? Baiklah, aku akan ikut kau!?
Poet Hoan girang sekali.
Besoknya pagi, Hong Keng bangun dengan tubuhnya segar,
sakitnya lenyap.
-Kita akan turut Soesiok-tjouwmu,? sang engkong kasih
tahu.
Nona itu berdiam saja, sampai sekian lama.
?Anak yang baik, tak untuk selamanya kita akan tinggal di
sana,? Ek Hian membujuk. ?Kemudian kita nanti pulang
kcmbali. Kau tak usah bersusah hat?
Jago tua ini hibur cucunya; di dalam hatinya, ia pun
sebenarnya berduka?.
Hong Keng bisa mengcrti engkongnya itu, ia berpura-pura
tertawa.
?Aku tidak bersusah hati, Engkong,? kata ia. ?Baiklah, man
kita turut Soesiok-ijouw! Bukankah pergi Sana berarti
menambah pengalarnaa? ? Ya, Soesiok-tjouw, apakah
namanya tempat kediamanmu
Kau tentu heran apabila kau mendengar namanya tempat
itu,? sahut To Poet Hoan sambil tertawa. ?Itu ada Yamtjoantjoe,
sumber garam, akan tetapi airnya pahit. Kau tentunya
tak tahu, semakin jauh ke Barat-utara, semakin sukar rnencari
sumber air. Kalau di sana kedapatan sumur, tak perduli airnya
manis atauj pahit, orang akan pandang itu sebagai sumber air
penawar saja. Di dekat-dekat Yamtjoan-tjoe ini masih ada
nama-nama tempat luar biasa lainnya seperti Malian-tjoe,
Yam-soei dan Kongpo-tjoan. Yang paling anehj adalah
Tiauwtiauw-soei, sebab namaj ?tiauwtiauw? itu disamakan
dcngan ?tik tik?, ialah suara menetesnya air. Karena keluarnya
airpun menetes, setetes demi setetes?.?
?Oh, begitu?? tegasi Hong Keng dengan keheranan.
?Benar, Nona!? Poet Hoan tertawa. ?Jangan kuatir tinggal di
sana, sebab selama dua puluh tahun ini kita sudah punyakan
sumur dan telah bercocok tanam juga. Bcbcrapa sumur kita
telah gali, untuk kumpulkan salju di musim Dingin, untuk
airnya nanti dipakai di musim Tjocn dan Panas. Kau hams
kctahui, di mana ada manusia, di situ ada daya, dan semakin
banyak jumlahnya manusia, semakin gampang kita berdaya!?
Nona Kiang tertawa.
?Jikalau begitu, tentunya Tjoe Soesiok pun bisa berdaya!?
kata ia. ?Orangnya makin hari makin bertambah!?
Poet Hoan heran.
?Kau sebut Tjoe Soesiok ? Tjoe Soesiok yang mana?? ia
tanya.
Ek Hian tuturkan tentang Tjoe HongTeng dari Giehoo-toan.
Poet Hoan kurang puas mendengar Giehoo-toan bertujuan
?Hoetjeng Biatyang? - membantu bangsa Boan menumpas
bangsa asing. Ia sudah saksikan sendiri bagaimana tentara
Boantjioc menindas orang Han dan Hwee. Ia belum kenal
siapa adanya Tjoe Hong Teng itu, yang lagi mainkan siasat,
dari itu, ia kurang percaya walaupun ada penjelasannya Ek
Hian. Ia mau percaya, soeheng ini lagi menangi muridnya.
Hanya ia merasa aneh, kenapa pemerintah Boan lagi cari Tjoe
Hong Teng, untuk ditawan dan disingkirkan. Karena ini,
selanjutnya ia membungkam.
Demikian tiga orang ini, sambil bicara, mulai dengan
perjalanannya ke tapal batas, Cuma selang beberapa hari,
mereka sudah sampai di Yamtjoan-tjoe. Orang-orang Hwee
girang menampak kembalinya mereka, terutama akan dcngar
orang tua itu ada sochengnya Poet Hoan dan si nona pun
gagah. Sejumlah nona Hwee lantas saja bicara dcngan asyik
dengan Hong Keng.
Ek Hian girang melihat ramah-tamahnya orang-orang Hwee
itu, karenanya, ia jadi betah berdiam bersama mereka.
Pada mulanya, jumlah penduduk Hwee ini tidak ada tiga
ratus jiwa, tapi selang dua puluh tahun, sekarang jumlah itu
meningkat jadi lima ratus, dengan begitu, tempat mereka
telah merupakan satu kampung.
Tanpa merasa, empat tahun sudah sejak Ek Hian berdiam
di Yamtjoan-tjoe, apa yang sekarang ia pikirkan adalah
jodohnya Hong Keng, yang sudah berusra dua puluh dua
tahun. Ia tak tahu, selama itu, Giehoo-toan sudah melar ke
utara, malah di Kamsiok Timur, sudah ada gerakan itu. Hanya
berbareng dengan itu, pemerintah Boan pun keras kcinginan
ny a akan menumpas gerakan kebangsaan Han ini, melainkan
dia belum berani lancang turun tangan, hingga untuk
sementara Giehoo-toan masih dianggap sah dan hendak
dipakai tenaganya guna-hadapi bangsa asing.
Ketika Kaisar Kong Sie tahun ke-25 (1899) kebanyakan
penduduk Shoatang telah memasuki Giehoo-toan, hingga
pengaruh Giehoo-toan di sana jadi sangat besar, justru itu,
timbullah bentrokan di antara mereka dengan penduduk yang
mcnganut agama baru, yang sclalu dimanja-manja oleh
pendeta-pendetanya, Di matanya rombongan pendeta itu,
Giehoo-toan adalah pemberontak-pemberontak.dan mereka
anjuri pengikut-pengikumya untuk berikan perlawanan. Tidak
demikian saja, sekali an ambassador asing. dikepalai oleh
Ambassador Amerika, sudah paksa pemerintah Boan tukar
Soenboe dari Shoatang, Yok Hian, dengan Wan Sic Kay,
penjagal terlebih besar.
Wan Sie Kay im, pemimpin golongan penjilat asing, ada
punya tentara ?privee? yang berjumlah bcsar dan kuat. Begitu
ia masuk ke Shoatang, lantas Giehoo-toan tcrbcnam dalam
lautan darah. Scgera dia kcluarkan dclapan aiuran mclarang
Gichoo-toan, antaranya siapa bclajar silat dan setujui Giehootoan,
tak ampun lagi, akan dihukum man?. Maka juga, ia
ditentang oleh Giehoo-toan di Shoatang.
Aksi memusuhi Giehoo-toan dari pemerintah Boan terus
menjalar, sampai di beberapa propinsi di Barat, Propinsi
Kamsiok tak terkecuali.
?Poet Hoan sering pergi belanja ke Kamsiok Timur. Ia
dengar tentang aksi pemerintah Boan itu, iapun lihat
bagaimana di sana-sini ada tempat-tempat pemujaan
koentjiang Kaum Gichoo-toan, yang asap hionya mengepul
bergulung-gulung, dan ia tampak juga orang-orang Giehootoan
dengan dandanannya yang mcncolok, kepala dilibat
pelangi kuning dan diiilit angkin merah, yang biasa mondarmandir
di jalan besar. la dengar cerita hal bentrokan telah
terjadi di Shoatang di antara pihak pemerintah Boan dan
Giehoo-toan, tahu di Kamsiok bakal dilakukan penangkapan
besar-besaran.
Penduduk Kamsiok Timur bingung karena segala warta itu
tetapi orang-orang Giehoo-toan tetap tenang, tak sedikit pun
mereka jerih.
Pada suatu hari sekembalinya dari Yamtjoan-tjoe, To Poet
Hoan membawa kabar itu kepada Kiang Ek Hian. Mereka
bergembira, mereka merasa gelap?. Ek Hian kagum untuk..
Tjoe Hong Teng, yang benar ada satu laki-laki sejati, jadi tak
salah penglihatannya. Ia pikiri, ia akan I tcrluput atau tidak
dari gerakan pembersihan pihak pemerintah itu. To Poet
Hoan telah terbangun scmangatnya, ia ingin turun tangan,
tetapi ia ingin kctahui lebih tegas ; sepak-terjangnya Giehootoan.
Kapan penduduk Hwee dibcritahukan pcrihal aksi
pemerintah Boan, sendirinya mereka merasa tidak tentcram,
lantas mereka bcrsiap-siap, mereka minta To Poet Hoan
sering-sering scrcpi kabar.
Pada akhir tahun, seperti biasa, Poet Hoan berangkat ke
Kamsiok Timur. Ek Hian tidak turut, ia berdiam di Yamtjoantjoe,
bersama cucunya, ia membantu melakukan penjagaan.
Pada suatu malam, selagi salju turun secara hebat, hingga
segala apa tertampak bagaikan kumala berkilauan, Kiang Ek
Hian keluar untuk mcronda. Ia lihat rembulan ada indah,
bintang-bintang berkelap-kelip. Diam-diam ia kenangi, empat
tahun sudah ia bcrdiam di daerah perbatasan ini?.
Jago tua ini meronda terus sampai dari jauh-jaub, ia dengar
suatu suara. Segera ia sembunyi seraya memasang mata. Ia
segera tampak satu bayangan mendatangi dengan cepat,
memasuki kampung, loncat naik atas sebuah rumah. Tidak
ayal lagi, ia muncul, untuk menyusul, akan mendekati.
?He, kau siapa?? ia lantas menegur. ?Inilah kampung
miskin, yang tak ada harganya untuk dikunjungi!?
Orang itu memutar tubuh kapan ia dipergoki, akan tetapi ia
tak jerih, sebaliknya ia tertawa.
?Ya, kampung miskin!? katanya. ?Tapi ada luar biasa, di sini
ada naga bersembunyi, ada harimau mendekam!?
Ek Hian awasi orang itu, yang berusia empat puluh Icbih,
sikapnya gagah, dandanannya pakaian malam, di pinggiran
tubuhnya ada terkempit kantong senjata rahasia.
?Malam-malam kau datangi kampung kita, apa
maksudnya?? ia tanya. Ia tidak bisa pastikan, orang
bcrmaksud buruk atau baik.
Dengan lagaknya yang angkuh, orang itu tidak menyahuti.
Sebaliknya, ia tanya: ?Apa aku boleh ketahuishe dan
namamu??
Orang tua itu tertawa secara dingin.
?Kita ada rakyat gunung, nama apa kita ada punya?? jawab
ia.
Hanya umpama kata kau berniat melakukan apa di sini, kita
masih punyakan orang yang nanti sambut padamu!?
Orang angkuh itu tertawa berkakakan.
?Apa benar demikian?? ia menegaskan. ?Jikalau tuanmu
jerih, tidak nanti dia datang kemari! Malam ini aku memang
bernijat melihat-lihat kampungmu ini.?
Lantas dia mencelat sampai tiga-empat tumbak jauhnya,
dengan tidak gubris pula si orang tua mi, ia berlari-lari
kesebelah dalam kampung.
Kiang Ek Hian gusar sekali atas pcrlakuan itu, selagi
iahendak iompat, Untuk menyusul, mendadakan ada
berkelebat cahaya merah di sebelah depan ia, yang memegat
orang itu, hingga ia terperanjat. Karena ia kenali cucu
perempuannya, yang kerebongi diri dengan mantel merah
yang lebar dan tangannya mencekal pedang!
Orang itu tidak maju terus, ia berdiri diam, mengasih ketika
kepada dirinya untuk dikepung oleh itu cucu dan engkongnya.
?Ah, kiranya masih ada orang perempuan yang liehay!?
berkata ia seraya ia pandang si nona dengan tajam.
Hong Keng ada bertabiat aseran, tidak sesabar
engkongnya, atas itu sindiran, segera saja ia loncat maju
dengan tikamannya kepada dada orang.
Orang yang diserang bertubuh sangat gesit, sebenarnya ia
ada menggendol golok di bebokongnya, ia sudah tidak hunus
itu, hanya ia paksa pemerintah Boan tukar Soenboe dari
Shoatang, Yok Hian, dengan Wan Sie Kay, penjagal terlebih
besar.
Wan Sie Kay ini, pemimpin golongan pcnjilat asing, ada
punya tentara ?privee? yang berjumlah bcsar dan kuat. Begitu
ia masuk ke Shoatang, lamas Giehoo-toan tcrbcnam dalam
lautan darah. Segcra dia keluarkan dclapan aturan meiarang
Giehoo-toan, antaranya siapa bciajar silat dan sctujui Giehootoan,
tak ampun lagi, akan dihukum mati. Maka juga, ia
dittentang oleh Giehoo-toan di Shoatang.
Aksi mcmusuhi Giehoo-toan dari pemerintah Boan terus
menjalar, sampai di beberapa propinsi di Barat-utara, Propinsi
Kamsiok tak terkecuali.
To Poet Hoan sering pergi belanja ke Kamsiok Timur, ia
dengar tentang aksi pemerintah Boan itu, ia pun lihat
bagaimana di sana-sini ada tempat-tempat pemujaan
koentjiang Kaum Giehoo-toan, yang asap hionya mengepui
bergulung-gulung, dan ia tampak juga orang-orang Giehootoan
dengan dandanannya yang mcncolok, iaiah kepala dilibat
pelangi kuning dan pinggang diliiit angkin merah, yang biasa
mondar-mandir di jalan besar.
Ia dengar cerita hai bentrokan telah terjadi di Shoatang di
antara pihak pemerintah Boan dan Giehoo-toan, bahwa di
Kamsiok bakal diiakukan penangkapan besar-besaran.
Penduduk Kamsiok Timur bingung karena segala warta itu
tetapi orang-orang Giehoo-toan tetap tenang, tak sedikit pun
mereka jerih.
Pada suatu hari sekembalinya dari Yamtjoan-tjoe, To Poet
Hoan membawa kabar itu kepada Kiang Ek Hian. Mereka
bergembira, mereka merasa lega? Ek Hian kagum untuk Tjoe
Hong Teng, yang benar ada satu laki-laki sejati, jadi tak salah
penglihatannya. Ia pikiri, ia akan terluput atau tidak dari
gerakan pembersihan pihak pemerintah itu. To Poet Hoan
telah terbangun semangatnya, ia ingin turun tangan, tetapi ia
ingin ketahui lebih tegas sepak-terjangnya Giehoo-toan.
Kapan penduduk Hwee diberitahukan perihal aksi
pemerintah Boan, sendiri nya mereka mcrasa tidak tenteram,
Ian t as mereka bersiap-siap, mereka minta To Poet Hoan
sering-sering serapi kabar.
Pada akhir tahun, sepcrti biasa, Poet Hoan berangkat ke
Kamsiok Timur. Ek Hian tidak turut, ia bcrdiam di Yamtjoantjoe,
bersama cucunya, ia membantu melakukan penjagaan.
Pada suatu malam, sclagi salju turun sccara hebat, hingga
segala apa tertampak bagaikan kumaia berkilauan, Kiang Ek
Hian kcluar untuk meronda. la lihat rembulan ada indah,
bintang-bintang berkceak-kelik. Diam-diam ia kenangi, empat
tahun sudah ia berdiam di daerah perbatasan ini?.
Jago tua ini meronda terus sampai dari jauh-jauh, ia dengar
suatu suara. Segera ia sembunyi seraya memasang mata. Ia
segera tampak satu bayangan mendatangi dengan cepat,
memasuki kampung, loncat nark atas sebuah rumah. Tidak
ayal lagi, ia muncul, untuk menyusul, akan mendekati.
?He, kau siapa?? ia lantas menegur. ?Inilah kampung
miskin, yang tak ada harganya untuk dikunjungi! ?
Orang itu memutar tubuh kapan ia dipergoki, akan tetapi ia
tak jcrih, sebaliknya ia tertawa.
?Ya, kampung miskin!? katanya. ?Tapi ada luar biasa, di sini
ada naga bersembunyi, ada hari man mendekam!?
Ek Hian awasi orang itu, yang berusia empat puluh lebih,
sikapnya gagah, dandanannya pakaian malam, di pinggiran
tubuhnya ada terkempit kantong senjata rahasia.
?Malam-malam kau datangi kampung kita, apa
maksudnya?? ia tanya. Ia tidak bisa pastikan, orang
bcrmaksud buruk atau baik.
Dengan lagaknya yang angkuh, orang itu tidak menyahuti.
Sebaliknya, ia tanya: ?Apa aku boleh ketahui she dan
namamu??
Orang tua itu tertawa secara dingin.
?Kita ada rakyat gunung, nama apa kita ada punya?? jawab
ia. ?Hanya umpama kata kau berniat melakukan apa di sini,
kita masih punyakan orang yang nanti sambut padamu!?
Orang angkuh itu tertawa berkakakan.
?Apa benar demikian? ia menegaskan. ?Jikalau-tuanmu jerih
tidak nanti dia datang kemari! Malam mi aku memang berniat
melihat-lihat kampungmu ini!?
Lantas dia mencelat sampai tiga-empat tumbak jauhnya,
dengan tidak gubris pula si orang tua ini, iaberlari-lari ke
sebelah dalam kampung.
Kiang Ek Hian gusar sekali atas periakuan itu, selagi ia
hendak lompat, untuk menyusul, mendadakan ada berkelebat
cahaya merah di sebelah depan ia, yang memegat orang itu,
hingga ia terperanjat. Karena ia kenali cucu perempuannya,
yang kerebongi diri dengan mantel merah yang lebar dan
tangan nya mencekal pedang!
Orang itu tidak maju terus, ia bcrdiri diam, mengasih ketika
kepada d i ri nya untuk d ikepung oleh itu cucu dan
cngkongnya
?Ah, kiranya masih ada orang perempuan yang liehay!?
berkata ia seraya ia pandang si nona dengan tajam.
Hong Keng ada bertabiat aseran, tidak sesabar
engkongnya, atas ini sindiran, segera saja ia loncat maju
dengan tikamannya kepada dada orang.
Orang yang diserang bertubuh sangat gesit, sebenarnya ia
ada menggendol golokdi bebokongnya, ia sudah tidak hunus
itu, hanya ia menggeser tubuh, untuk berkclit, sesudah mana,
ia ulur sebelah tangannya sambil maju, menyusul mana,
sebelah kakinya tabu-tahu terangkat naik dalam rupa satu
sambaran hebat!
Mukanya Hong Keng merah sendirinya saking jengah
karena orang
perdayakan ia, karena mi dengan scngu ia
membabat, akan bikin sapat kaki orang!
Orang ifu mencelat mundur sambil jumpalitan. !tu ada
gerakan dari suatu ilmu enteng tubuh yang liehay sekali.
?Jangan kau orang bertingkah galak!? bcrkata ia seraya ia
putar tubuhnya. ?Lain hari tuan besarmu bakal datang puia
kemari!?
Habis itu, ia putar tubuh puia, sekali ini untuk kabur keluar
kampung.
Hong Keng gusar, ia penasaran, ia hendak mengejar.
?Jangan? mencegah Kiang Ek Hian
Jago tua ini diam saja sadari tadi, untuk menyaksikan. Apa
puia selama orang layani cucunya dengan tangan kosong, ia
malu untuk turun tangan. Dcngan begitu pun ia jadi bisa
saksikan jelas kepandaiannya orang itu. Ia pun tidak mau
mengejar, kesatu ia belum kenal orang itu. kedua ia kuatir
nanti kena dipancing.
?Jangan omong hal ini kepada siapa juga,? tapesan
cucunya. ?Turut pengiihatanku, orang barusan datang bukan
dengan maksud baik. Dia juga
ada bcrkepandaian tinggi, kepalanya ada besar. Aku harap
saja dia bukan gundalnya pemerintah Boan. Kita mesti cegah
orang kampung berkuatir tidak kcruan.?
,
Ek Hian bersikap sangat tenang, akan tetapi, di dalam
hatinya, ia bcrpikir keras. Jauh ia pergi, untuk mcnyi ngkir, toh
masih ada orang yang) bayang-bayangi dia.
Hong Keng turut itu engkong, ia tutup mulut. Sebaliknya,
dengan diam-diam, cucu dan engkong ini terns bikin
penjagaan. Tigamalam berturut-turut mereka sudah
memasang mata, tidak ada tcrjadi suatu apa, orang tidak
dikenal itu tidak datang puia.
Pada malam keempat, sedangnya ia Iclah dan duduk
bcrscmedhi, hampir saja ia kepulasan, tiba-tiba Kiang Ek Hian
dengar satu suara perlahan di atas wuwungan rumahnya,
mirip seperti jatuhnya daun rontok tcrtiup angin. Lantas saja ia
ngocch sendirinya: ?Dasar sudah tua, hati pun jadi tak seperti
di masa muda, mendengar burung terbang lewat, disangka
orang saja, hingga buat satu malam aku tidak bisa tidur?.?
Tapi, selagi mulutnya membilang demikian, tubuhnya
bergerak turun dari pembaringan untuk menghampirkan
jendela, dengan pen uh semangat, ia memasang kuping
tcrlcbih jauh, matanya diarahkan keluar.
Cuma sebentar jangkanya, segera tcrlihat satu bayangan
hitam bergerak di sebelah luar jendela, benar seperti burung
menyambar. Tak ampun lagi, Ek Hian geraki tubuhnya, sambil
menolak daun jendela, ia loncat keluar, akan segera kejar
bayangan itu.
Tubuhnya enteng dan liehay, akan tetapi ada sulit akan
tandingi jago Bweehoa-koen ini, yang sudah lantas dapat
mencandak setelah mcrcka saling kcjar sampai di luar
kampung.
?Sahabat, berhenti dulu!? Ek Hian menegur. ?Kau telah
datang dari tempat jauh, mustahii sebelum menemui tuan
rumah kau sudah pergi pula? Mari omong-omong!?
Orang asing itu rupanya telah menduga, maka begitu
dengar teguran, dengan sekonyong-konyong, ia berhenti
berlari dan putar tubuhnya, akan terus tertawa terbahakbahak.
?Benar-benar aku telah bcrhasil memancing!? bcrkata ia,
dengan lagu suara jumawa. ?01 eh karena kau telah
mengundang kita, baiklah kau undang juga sekali an
saudaraku!?
Habis ini ia pcrdengarkan satu suara suitan panjang ? suara
seperti pekiknya burung malam!
Segera Kiang Ek Hian memasang mata ke sekitarnya.
Dari arah depan, belasan tindak jauhnya, dari belakang
tumpukan salju, lantas muncul tiga orang, yang scmuanya
mengenakan pakaian malam serta scmua kepaia mereka
dibungkus dengan kain hitam. Mereka jalan dengan berbaris
menghampirkan orang tidak dikcnal akan menghadapi
Ketua Bweehoa-koen ini. Satu diantaranya yang jangkungkurus,
lantas tertawa berkakakan.
?Apakah ada baik, Kiang Looenghiong?? tanya ia dengan
sikapnya sembarangan. ?Kiranya kau telah menyingkir jauh ke
tanah perbatasan ini! Pasti kau merasakan banyak kesukaran
di sini! Setelah beberapatahun, malam ini kitaorang bertemu
di sini, maka, tak ada omongan lain, mari kau ilcut kita
orang!?
Ek Hian terus mengawasi. lamasih sangsikan orang ada
sahabat atau lawan. ?
?Siapa kau orang?? akhimya ia tanya. ?Tolong beritahukan
namamu semua?.?
Orang yang datang pcrtama, yang memancing, tiba-tiba
gerak-geraki tangannya ke arah pundaknya, atas mana,
dengan terbitkan satu suara nyaring, ia hunus sebatang
pedang yang tajam.
?Kau benar-benar ada Kiang Ek Hian, si iblis tua!? ia
berseru. ?Bagaimana dengan jiwanya Samhong dan Djiehouw?
Baiklah kau putuskan sendiri saja!1?
Kata-kata itu membuat Ek Hian gusar sekali.
?Kawanan tikus, jangan banyak tingkah!? ia membentak.
?Jikalau aku si orang she Kiang tidak perlihatkan dirinya
kepadamu sekalian, sia-sia saja nama Bweehoa-koen!?
Segera jago tua ini hunus golok
Gan-Ieng-toonya, dengan itu ia berlompat maju, untuk
menyerang dengan gerakannya ?Tokpek Hoa-san? atau
?Membacok Gunung Hoa-san?.
?Pundak rata, maju!? demikian seruannya orang yang
diserang, yang segera menangkis, atas mana, kawankawannya
semua hunus senjata mereka masing-masing, untuk
terus bergerak, akan kurung orang tua ini Ek Hian segera kena
dikurung, akan tetapi ia coba gempur kepungan itu. dengan
sebatang goloknya ia layani gaetan Houwtauw-kauw, musuhmusuhnya
punya pedang Shongboen-kiam, golok Poathongtoo
dan tongkat Tengtjoa-pang. Ia sangat mendongkol ketika
telah habiskan tiga puluh jurus, ia masih belum peroleh hasil.
Dengan ragam dan ulet, empat musuh itu kurung ia sccara
rapat.
Maka dalam murkanya, ia menyerang dengan terlebih seru.
Empat musuh itu mengurung dengan mulut mereka tidak
diam saja, suara senjata pun sering terdengar beradunya,
maka itu, di lain saat, ke sana mendatangi sejumlah dua atau
tiga puluh penduduk kampung, di antara siapa Kiang Hong
Keng maju dimuka.
Ma Potjoe adalah yang pimpin orang-orangnya, mereka
datang sambil membawa obor, hingga sang malam jadi
terang-benderang. Di antara mereka ini ada yang
menunggang kuda, dan itu, suara kuda dan manusia
tercampur jadi satu.
Menampak ada bala bantuan untuk pihak musuhnya,
sedang merekal scndiri sampai sebegitu jauh masih belum
mendapatkan hasil, lawan yangj mcnjadi kcpala segera beri
tanda pada kambratnya. Ia gunai kata-katfi rahasia, untuk
mundur dulu, buat cari kawan yang terlebih liehay, setelah itu,
hampir berbareng, mereka lompat mundur, kemudian mereka
gunai scnjata rahasia untuk tangkis dan mundurkan
pengejaran.
Kiang Ek Hian gunai goloknya, untuk singkirkan sesuatu
scnjata rahasia, ia tidak mengejar, ia larang pihaknya
mcngubcr, maka itu, lekas sekali, empat musuh lenyap di
tempat gelap.
Hong Keng dan Ma Potjoe sudah lantas datang
mcnghampirkan. ?
?Kiang Loocngh iong, mengapa kau tidak memberikan
tanda suatu apa?? ketua kampung orang Hwee sesalkan.
?Kcnapa kau perbahayakan diri sendiri untuk layani mereka
itu? Jikalau sampai terjadi sesuatu, bagaimana nanti kita
menyesal??
?Tidak apa-apa!? Ek Hian tertawa. ?Segala kurcaci, buat
apa aku bikin kau kaget, Potjoe??
Ma Potjoe kerutkan alis.
?Men unit cucu Loocngh iong, mereka sebenarnya pernah
datang mengintip kita,? berkata dia. ?Kita ada di kampung
miskin, apa mereka hendak cari? Aku kuatir mereka ada
kandung maksud Iain! Apa mereka bukannya gundal
pemerintah Boan??
Ma Potjoe menduga jitu sekali. Memang empat orang itu
ada orang-orangnya pemerintah Boan, iaJah kaki-tangan yang
liehay dari Tjongtok dari Siamkam, Siamsay dan Kamsiok, di
antaranya ada pahlawan dari Istana Boan. Sebab sejak
lenyapnya Sam-Liong Djie-Houw di Tektjek-san;, pembesarpembesar
Boan ada kinm lain rombongan untuk mencari.
Karen a menduga kctiga Naga dan kedua Harimau menuju ke
Kamsiok, orang telah menuju ke tapal batas Barat-utara ini
Maksud tujuan dari pemerintah Boan bukan melainkan
bekuk orang-orang Gichoo-toan atau mereka yang mencntangi
pemerintahnya, maksud mereka ada sekalian cari orang-orang
gagah yang suka kasih dirinya digunai sebagai perkakas.
Untuk ini, tugas diserahkan kepada Tektcng Patouwlouw Kek
Touw Im, satu pahlawan kelas satu, serta Too La Lhama dari
Seetjhong. Kepada mereka ini, Tjongtok dari Siamsay dan
Kamsiok serahkan belasan pahlawannya untuk mem bantu.
Mereka bekerja dengan memencarkan diri. Demikian yang
menuju ke Kamsiok Utara terdiri dari lima orang dengan
pemimpinnya ada Ong Tjay Wat
Ong Tjay Wat ini, seperti diketahui, ada salah satu
pahlawan dari Istana Boan. Ialah yang dahulu gagal di
Lioetjhung ketika bersama-sama Lokee Ngohouw, Lima
Harimau Keluarga Lo, ia kepung LioeToanio, karena ia kena
dilabrak oleh Law Boe Wie serta nyonya Lioe itu. Melulu
karena liehaynya ilrnu entengi tubuh ia lolos dan bahaya maut?
Sekembalinya ke Kota Raja, ia malu sendirinya, dari itu, ia
lantas mmta tugas di luar. Maka di akhirnya, ia dikirim kepada
Tjongtok dari Siamsay dan Kamsiok, karena mana, sekarang ia
memimpin empat kawannya di antara siapa ada satu yang
liehay, yang menjadi tangan kanannya Tjongtok itu. Dia ini
ada Kan Tay Him, satu begal tunggal dari Hoopak, setelah
menerima tjiauwan, dia dikirim ke dalam tentara di BaratTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
utara. Sclama di Hoopak, pernah beberapa kali ia bertemu
sama Kiang Ek Hian, dari itu, ia diperbantukan pada Ong Tjay
Wat untuk selidiki lenyapnya Samliong Djiehouw serta di mana
beradanya Ek Hian.
Oleh karena penyelidikan dilakukan secara seksama,
walaupun Yamtjoan-tjoe ada satu tempat mencii dan tempat
kcdiamannya orang Hwee, tempat itu pun tak luput dari
perhatian. Begitulah yang datang pertama kali, dia ada Ong
Tjay Wat Dia ini tidak sangka di tempat sekecii itu ada orang
liehay, dengan berani ia layani Hong Keng dengan tangan
kosong, setelah terdesak, baharu ia insyaf ancaman bahaya.
Maka lantas ia angkat kaki. Ia percaya, selagi sinona ada
dcmik ian iichay, orang yang lanjut usianya mcsti tcrlebih
Iichay pula la pan jadi henui dan curiga, maka ia lantas pulang
untuk beritahukan itu pada kawan-kawannya, hingga mereka
lalu berunding. Kesudahannya mercka undang Too La Lhama,
untuk membaniu. maka kejadiannya. Too La Lhama datang
berempat. Tiga yang lain adalah Ong Tjay Wat scndiri, Kan
Tay Him dan Tat Tck Tjiang. Sengaja mereka memakai topeng
untuk kcpung Kiang Ek Hian, yang lebih dahulu dipancmg
keluar kampung.
Too La Lhama ada kesohor untuk Seetjhong. dia cuma
ada di sebawahannya Lhama Besar Kat Pou Djie. akan
tetapi sekarang, menghadapi Ketua Bweehoa-koen, dia
repot, dia tidak mampu perlihatkan kegagahannya. Dia
toh mengepung bcrsama-sama kawan-kawannya. yang semua
liehay. Begitulah ketika datang bala bantuan untuk Ek Hian,
mereka angkat kaki. Sdama itu, Kan Tay Him sudah lantas
kenali. musuh mereka yang tua ada Kiang Ek Hian, hal ini ia
beritahukan pada Too La Lhama.
?Dia tentuiah yang singkirkan Samiiong Djiehouw, maka
baiklah kita minta bala bantuan,? nyatakan lebih jauh itu
bekas begal tunggal.
Too La Lhama malu sendirinya akan minta bantuan. Ia pun
anggap, Yamtjoan-tjoe hanya satu kampong kecil. Tapi,
setelah memikir, ia kirim juga Ong Tjay Wat pulang kr
Siamsay, untuk undang Kek Touw Im, guna tangkap Kiang Ek
Hian.
Scmcntara itu, di Yamtjoan-tjoc Ma Potjoe dan Kiang Ek
Hian ada I bikin penjagaan hati-hati. Mcrcka tidak bisa minta
bantuan dari mana-mana, mereka bcrdaya-upaya scndiri.
Daya penjagaan mereka juga tak lain tak bukan, cuma
memasang tambahan kawat perintang di pagar bentengan
serta am par duri-duri besi dan pecahan batu di sckitar
kampung.
Hatinya Kiang Ek Hian tidak tcntcram ketika ia dapat
kenyataan, untuk banyak hari To Poet Hoan, yang pcrgi ke
Kamsiok Timur, belum juga kcmbal i. scdang biasanya kawan
itu sudah mcsti kembali. Dcmikian, lagi tujuh atau delapan hari
telah dilewatkan, selagi Poet Hoan tetap belum kembali, Kek
Touw Im telah mendahului datang!
Pada suatu malam, lewat jam tiga, selagi Ma Potjoe dan
Kiang Ek Hian berjaga-jaga, tiba-tiba datang laporan perihal
tertampaknya musuh mendatang, dalam rupa satu pasukan
berkuda.
?Ah!? berseru Ma Potjoe, yang terus lemparkan cawannya.
?Mari siap?
Masih dua-tiga kali datang warta beruntun perihal
mendatanginya musuh, kemudian sedang orang berkumpui di
atas panggung benteng, kelihatanlah obor terang-terang, dari
satu pasukan serdadu yang datang dengan cepat Segera
sesampainya di muka kampung, atau benteng, barisan itu
lantas mengatur diri.
Di antara cahaya api, Kiang Ek Hian tampak kepala barisan
itu, scorang bcrtubuh tinggi tujuh kaki lebih, alisnyagomplok,
matanya gede, hidungnya seperti hidung barongsay, mulutnya
bagaikan mulut harimau, tubuhnya ditutup dengan kasee atau
jubah merah yang lebar, tangannya mencckal sebatang
senjata ist imewa, yang berujung lancip dan banyak durinya.
Scbab dia adalah Tekteng Patouwlouw Kek Touw Im,
pahlawan istimewanya Istana Boan.
Ma Potjoe segera berseru menanyakan maksud kedatangan
orang.
Kek Touw Im tertawa berkakakan, ia maju pula kapan ia
menjawab: ?Kau tentu ada potjoe dari ini kampung kecil!
Kaudengar! Kcnapa kau berani sembunyikan pemburon
ncgara? Turut aturan, kampungmu ini mcsti dibikin musnah,
tapi pintjeng ada murah hati, pintjeng suka mengasih ampun!
Kita suka bcrikanjalan hidup pada kau orang asal kau
serahkan pemburon negara itu!?
?Siapa pemburon yang kau maksudkan itu?? tanya Ma
Potjoe,
?Itn dia!? berseru Kek Touw Im dengan jawabannya, seraya
ia tuding Kiang Ek Hian yang dampingi Ma Potjoe.
?Angin busuk!? Ma Potjoe membentak, dengan kumisnya
bergerak-gerak, alisnya bangun berdiri. Kawanan bangsat
anjing penindas, bangsa Hwee walaupun kita hanya seorang
dan seckor kuda, kita nanti lawan padamu!?
Lhama itu tertawa.
?Kau berani lawan tentara negen? Kau berani layani kita
bertempur?? iamenantang. ?Balk! Memangnyaaku datang
kemari dengan niatan bertempur, untuk bikin kendor dan
sehat otot-ototku!? Lalu ia tambahkan berseru: ?Eh, Kiang Ek
Hian, pemburon tak maumati, kenapa kau scmbunyi saja??
Ek Hian gusar bukan kepaiang, ia hendak turun akan
sambut tan tangan, tapi itu waktu, Ma Potjoe telah dului ia.
Potjoe ini jujur dan laki-laki, ia anggap adalah
keharusannya sebagai tuan rumah akan sambut tantangan.
Sembari maju, ia berseru: ?Urusan kampung ini ada menjadi
tanggung jawabku! Mari kau tempur dulu atai!?
?Aha, kau berani lawan aku?? Kek Touw
Immenantangsccarajumawa. ?Saykee punya Djitgoat-thong ini
biasa dipakai kcmplang orang-orang Kangouw kenamaan, kau
sendin belum punya derajat untuk menerimanya!? Lalu ia
menoleh ke pihaknya, akan segera tambahkan
secaramenghina: ?Hayo, anak-anak! Siapa saja satu di
antaramu boleh keluar akan layani kurcaci ini!?
Satu orang sambut seruan itu, dia adalah stewie atau
pahlawan, dari Kantor SiamkamTjongtok, tangannya mencekal
golok berkepala naga-nagaan, sebab dia adalah A Mo Liang,
seorang Turfan, yang berkhianat kepada bangsa sendiri, yang
kesudian mcnjadi gundal pemerintah Boan. Tanpa kata apaapa
ia terus tikam Ma Potjoe, yang tak pandang mata.
Ma Potjoc bcrsenjatakan toya Samtjiat-koen, dengan itu ia
menangkis, ia sampok golok musuh dengan keras, sampai
golok itu icrpcntal.
Dalam kalangan bangsa Hwee, ilmu toya atau tongkat yang
kesohor adalah Sathwehwee Koen-hoat. Sat ini ada seorang
dari zaman Kaisar Kee Keng, namanya tidak diketahui, dia
hidup berkelana, maka orang panggil dia ?Hweehwee? saja.
Sudah sejak empat puluh tahun yang lalu, Sat Hweehwee
menutup mata, tapi wansan ilmu toyanya masih kcsohor di
Barat-utara. Ilmu silat Samtjiat-kocn dan Ma Potjoc ada
warisan Sat Hweehwee, mclainkan sayang Potjoe ini tak
dapatkan sampai sempuma. Hanya kebetulan saja, bertemu
sama To Poet Hoan, Poet Hoan bantu padanya dengan
ajarkan dia gerakan dari golok Bweehoa-too. A Mo Liang
tercengang akan hadapi musuh yang tangguh, ia jadi
pcnasaran, ia jadi sengit, dari itu, ia ulangi serangannya
secara hebat Ia mendesak keras. Kemudian, dengan Tanhong
gengtjoen?, atau ?Burung hong menyambut musim semi?, dari
bawah ia menyontek ke atas, keulu hati.
Dengan lompat ke samping, Ma Potjoe kelit dari serangan
berbahaya itu, habis itu, ia membalas dengan serbu kedua
kaki orang, hingga A Mo Liang jadi kaget, lekas-lekas ia
berlompat. Tapi ia penasaran, sambil lompat, ia membacok.
Ma Potjoe lihat gerakan musuh, ia menangkis, keras sekali,
hingga kedua senjata bcradu tak dapat dihalau lagi oleh A Mo
Liang, sekejap saja, goloknya trrlrmpar dari cekalan, mental
jauh.
?Biarlah kau rasai liehaynya kampung kecil ini!? Ma Potjoe
mengejek
A Mo Liang lekas-lekas undurkan diri, tapi di sebelah dia,
Kek Touw Im tertawa dingin.
?Jangan bertingkah!? kata pendeta lhama ini. ?Kau toh baru
menghadapi satu di antara cucu murid!? Kemudian, sambil
menoleh, ia berseru: ? Anakku Tat, kau keluar, kau bereskan
ini binatang!?
Seruan itu disambut dengan mnnculnya seorang, senjata
siapa ada luar biasa, senjata itu perdengarkan suara nyaring.
Dia ini adalah Tat Tek Tjiang, salah satu dari empat pahlawan
yang beberapa malam yang lalu kepung Kiang Ek Hian.
Senjatanya ada sepasang gelang, yang dikeling dengan gelang
lain, yang dipakaikan ujung tajam. Jadi senjata itu bisa dipakai
berbareng untuk merampas genggaman lawan.
Dalam umur lima puluh tahun lebth, belum pernah Ma
Potjoe berkelana, dari itu, ia asing dengan senjata musuh ini,
ketika musuh datang dekat, lantas ia menyerang ke arahdada.
Tat Tek Tjiang tertawa menghina, ia angkat Djitgoat
Sianghoan, untuk menangkis, tapi ia menangkis dengan keras
sekali, ketika kedua senjata beradu, terdengarlah suara
nyaring. Berbarcng, Ma Potjoe pun terkejut, karena kedua
tangannya tergetar,? toyanya terpental , baiknya tak terlepas.
Tapi karena ini, ia jadi berlaku hati-hati.
Kembali keduanya sating serang.
Tat Tek Tjiang berlaku tenang, tidak dcmikian dengan Ma
Potjoe, yang penasaran, yang hendak membalas. Ia
menunggu dengan sabar, kapan kembali ia diserang dengan
hebat, ia nyamping, dari sana, ia menyampok dengan
gelangnya. Ini kali, pahlawan Boan itu berhasil. Samtjiat-koen
kena diserang begitu rupa. hingga mcnjadi patah tiga!
Dengan air muka pucat, Ma Potjoe lantas saja mundur.
?Kau hendak menyingkir kc mana? Serahkan jiwamu!?
berseru Tat Tek Tjiang sambil putar sepasang gelangnya dan
tubuhnya lompat mencelat, untuk mengejar.
Dalam saat mengancam untuk Ma Potjoe, dari atas benteng
melayang turun satu tubuh merah, yang bersenjatakan
pedang berkilauan, hingga, menampak mana, matanyaTat Tek
Tjiang menjadi siJau, hingga ia berdiri diam mengawasi saja
?Jangan bertingkah, di smilah nonamuJ? demikian
bayangan merah itu, satu nona cantik.
Pahlawan Boan itu heran, apapula akan saksikan kegesitan
orang. Dia tidak kenal Angie Uehiap Kiang Hong Keng, yang
belajar silat sejak umur empat belas tahun, yang dalam umur
cnam belas bcrani merantau sendin, dan selama empat tahun
ini, berkelana mengikuti engkongnya. Kecuali Iatihan, nona ini
telah wariskan semua ilmu silat Bweehoa-koen. Walaupun
demikian, Tat Tek Tjiang tidak takut la anggap, sampai di
mana saja keuletannya satu nona. Demikian, keluarkan
berbareng sepasang gelangnya, ia menyerang dengan tipunya
?Goeng tjinie? atau?Garuda lapar geraki sayap?.
?Bagus!? menyambut Hong Keng, yang segera mendahului,
akan menikam dada, hingga lawannya jadi repot sekali, lekaslekas
dia batal menyerang, diapakai gelangnya untuk
menangkis, untuk sekalian menggalang pedang lawan itu.
Hong Keng bukannya Ma Potjoe, ia tak kasihkan pedangnya
ditempel, lekas-lekas ia menarik pulang, akan dipakai
menyerang pula, sekali ini dengan gerakannya ?Kenghong
hielioe? atau ?Angin berputar permainkan cabang yangtioe?.
Lebih dahulu ia sampok gelang, lalu ia menusuk.
Tek Tjiang mundur sambfl putar diri, sesudah itu, baharu ia
maju pula. Baharu sckarang ia tak pandang enteng lagi
kepada si nona manis itu?.
Nona Kiang perlihatkan kegesitan tubuhnya, scbatnya
pedang sambar-mcnyambar, dcngan itu cara, ia mcncoba
mendesak musuh,hingga ia bildn pcnglihatan mata lawan
menjadi seperti kabur. Sia-sia saja Djitgoat Sianghoan dipakai
untuk menyerang, buat bcla diri, dia kena terkurung cahaya
pedang.
Dengan satu gerakan ?Wie To hongtjie? atau ?Malaikat Wie
To persembahkan tongkat?, Tat Tek Tjiang hendak rubuhkan
si nona, atau sedikitnya pecahkan desakan, akan tetapi
sebelumnya Hong Keng men dahu I ukan, dia ini incrangsck
dan menikam dcngan ?Kimliong hiehay? atau ?Naga emas
memainkan lautan?, satu tusukan tak dapat dihalau!
?Aduh!? menjerit Tek Tjiang, yang tangan kirinya sapat
jarinya kena terbabat pedang.
Kek Touw Im, yang menonton sejak setadian, mclupai
derajatsendiri apabila ia saksikan pihaknya kembali kena
dipecundangi, dalam murkanya ia lompat maju seraya
menyambar dengan Djitgoat-thongnya kepada Nona Kiang. Ia
bersikap teiengas sekali, katerta genggaman istimewanya itu
beratnya kira-kira enam puluh kati.
Hong Keng tabu bahwa tak dapat ia melawan dengan
tenaga, maka itu tatkala senjata sampai, ia berlompat berkelit
dalam gerakannya ?Yantjoe tjoanin? atau ?Burling walet
tcmbusi mega?. Ia Ioncat tinggi dua tumbak Iebih, melewati
musuh yang beitubuhj besar, kemudian turun di bclakang
musuh, ia putar tubuhnya sambil menikam pundak kanan
orang.
Lhama itu liehay, gesit juga gerakannya, segera ia mcmutar
tubuhjj senjatanya digeraki ke bclakang, untuk dipakai
menangkis, maka sckali ini, tak ampun lagi, pedangnya si
nona kena tersampok sebelum ia sempat menariknya pulang.
Kaget Hong Keng karcna tangannya sampai scsemutan, lckaslckas
ia Ioncat mundur.
Dalam sengitnya, Kek Touw Im] hendak rangsek si nona,
akan tetapi di belakang ia, ia segera dengar bentakan:
?Keledai botak, tak punya muka, bagaimana kau menghina
satu anak perempuan? Jikalau kau ada punyakan kepandaian,
mari sambut golokku!?
Lhama ini menoleh dengan segera, hingga ia tampak Kiang
Ek Hian lagi mendatangi. Jago tua ini ada sangat gusar karcna
cucu pcrempuannya dipcrhina.
?Aku dengar kau ada Ahli Warisnya Bweehoa-koen, Tjoe
Hong Tengjuga ada muridmu, saykee ingin sckali belajar kcnal
dengan kau!? menantang pendeta lhama mi. ?Di kolong langit
ini, saykee punya Djitgoat-thong belum ada tandingannya,
mari aku belajar kenat dengan golokmu!?
Habis mengucap demikian, Kek Touw Im segera mulai
dengan penyerangannya, dengan gerakan ?Hengsauw
tjiankoen? atau ?Mel intang menyapu ribuan tcntara?. Nama
saja dari gerakan itu sudah menunjuki rabuhan ke arah
bawah!
Bcrbarcng dengan itu, Hong Keng kembali ke bentengnya.
Kiang Ek Hian awasi bergeraknya genggaman musuh, yang
ia tunggui, begitu lekas senjata itu hampir sampai, ia angkat
tubuh sambil bcrjingkrak, kaki kanannya dipakai menjejak
senjata itu, lalu dengan pinjam tenaga kaki, ia jumpalitan,
akan Ioncat Icwati kepala lawan, selagi berbuat demikian,
tanpa tunggu kedua kakinya injak pula bumi, goloknya
dibabatkan kepada kepala orang dengan tipunya ?Tok j pek
Hoa-san?.
Kek Touw Im menyerang dengan hebat, ia terkejut kapan
ia saksikan gerakan luar biasa dan sebat sekali dari lawan itu,
tak perduli usianya yang sudah Ianjut, maka lekas-lckas ia
mengendap, seraya memutar tubuh, ia menangkis ke atas. Ia
tidak hendak buang diri tapi ia ingin lindungi batang lehernya.
Gerakan kedua pihak ada berbareng, satu bentrokan tak
dapat dicegah lagi, si pendeta bisa tolong batang lehernya,
akan tetapi ujung senjatanya kena terpapas kutung oleh
Ganleng-too yang tajam, hingga lenyaplah dua buah
gantilannya. Setelah ini baharulah Kek Touw Im tidak berani
pula memandang rendah kepada lawan itu, lahi jj melayani
berkelahi dengan sungguh-sungguh, dengan gesit tetapi
waspada. Benar-benar ia ada gagah sekali nampaknya ia tidak
ada di sebawahaimya See Beng Wan.
Ek Hian pun dianwham kagum melihat musuh yang liehay
ini, tetapi ia tidak jerih sambil perdengarkan seruan, ia
keluarkan ia punya kepandaian, untuk melayani la tidak mau
kalah sebat atau gesit, baik di waktu menyerang maupun di
saat berkelit.
Sebentar saja, kedua pihak telah lewatkan tujuh sampai
delapan puluh jurus, saking scbatnya pertempuran mereka.
Terang sekali kelihatan tenaga yang besar dari si pendeta,
tubuh yang enteng dari Ketua Bweehoa-koen, hingga mereka
jadi merupakan satu tandingan yang setimpal.
Kek Touw Im ada sangat penasaran, karena ia pun ada
satu Tekteng Patouwlouw, bukannya ia lekas peroleh
kcmenangan, secara seumumnya, ia ada sedikit terdesak,
maka itu, diam-diam ia telah ambit putusan. Karena ini, ia
terus main mundur.
Kiang Ek Hian heran melihat sikap orang itu. Ia tahu ia
menang di atas angin, lawan telah terdesak, tetapi orang
masih belum kalah, kenapa orang
main mundur terus! Selagi
ia menduga-duga seraya ia tak pemah lengah, mendadakan ia
lihat orang loncat keluar kalangan, tangannya ditudingkan,
dari mulutnya terdengar seruan:
?Anak-anak. Masnahkanlah kampung ini!? demikian
titahnya, titah yang telengas sckali!
Metihat gerakan tangan dari pemimpinnya, pasukan dari
seratus lebih serdadu Boan itu sudah perdengarkan sambutan
mereka, disusul dengan gerakan mereka bagaikan arus banjir.
Lekas sekali mereka lepaskan panah api, hingga sang malam
jadi terang-benderang!
Di dalam bentcng, orang kaget dan menjerit, belum sempat
mereka berdaya. beberapa orang telah rubuh scbagai
korbannya panah api. Syukur buat Hong Keng, bcrsama-sama
Ma Potjoe, ia keburu berkelit, ia dapat menangkis serangan,
setelah mana, tcrpaksa mereka mundur.
Semua orang pun dipcrintah lekas mcnyingkir.
Panah api ada iiehay, yang mana tidak mengenai sasaran
manusia, lantas membakar kayu kcring dan lainnya, sehingga
di Iain saat, api pun berkobar-kobar, sedang malam itu,
kebetulan ada angin menyambar-nyambar. api menyambar ke
arah rumah-rumah, tanpa ada daya pertolongan, karena di
kampung orang
Hwee itu kekurangan air.
Kampung jadi sangat berisik dan kalut, terutama orangorang
perempuan dan anak-anak. Semua orang kampung
repot menolongi mereka itu. Pintu benteng telah dibuka, untuk
orang mcnyingkir keluar, buat meloloskan diri.
Too La Lhama berlaku bengis, ia pimpin barisannya untuk
mengejar, buat menyerang kalang-kabutan, karena pihak
Hwee tidak diam saja, mereka jadi bcrtempur secara kalut.
Orang-orang Hwee itu ada terlatih baik, dulu pun mereka
pemah dibasmi pasukannya Tjoh Tjong Tong, yang usir
mereka dari Kamsiok Timur ke Kamsiok Uiara, maka itu
sekarang, mereka mclawan sccara be rani Di bawah pimpinan
To Poet Hoan, dari umur belasan sampai umur enam puluh
tahun, mereka belajar silat, maka itu, sekarang mereka
sanggupj satu lawan bcbcrapa orang. Melulu lantaran
dibokong panah api, mereka tcrpaksa jadi kacau. Setelah di
lawan sccara sungguh-sungguh, barisannya Too La Lhama
tidak mampu berbuat banyak. Beruntung bagi Too La Lhama,
bersama ia ada belasan kawannya yang liehay.
Ma Potjoe dan Kiang Hong Keng lakukan perlawanan, tctapi
dalam kekalutan sepcrti itu, pihak Hwee kalah angin.
Too La Lhama tahu Nona Kiang Iiehay, bersama dua
pahlawan dari Siam-Kam Tjongtok, ia kepung si nona, yang ia
desak. Tombaknya Shong-boen-kek ada iiehay, maka itu,
dibantu dua tenaga lain, ia bikin si nona terkurung dan mandi
keringat Untuk melawan terus, Hong Keng sampai kertak gigi.
Too La Lhama berlaku bengis, ia tahu orang sudah lelah, ia
merangsek dengan hebat.
Selagi Hong Keng menghadapi ancaman malapetakaitu,
riba-tiba ke situ datang tiga penunggang kuda, yang datang
dengan kaburkan kudanya masing-masing, sebentar saja,
mereka sudah sampai di medan pertempuran.
Pada waktu itu, dengan gerakan Hong Keng tikam
tenggorokannya satu musuh yang bersenjatakan toya besi. Ia
ingin rubuhkan salah satu pembantunya Too La Lhama,
supaya ia dapat keringanan. Lawan ini bukannya orang lemah,
dengan toyanya, ia tangkis pedang. Si nona meneruskan,
selagi pedangnya kesampok, ia menikam dari kiri, kepada iga
orang. Tapi, sedangnya ia hendak tusuki pedangnya, di
belakang ia, tombaknya Too La mcnyambar, dan goloknya
kawannya yang kedua, pun perdengarkan suara angin.
Dalam saat yang mengancam itu, mendadakan Too La
menjerit keras, tombaknya menyambar ke lain arah,
kawannya pun terkesiap hatinya, gagal bacokannya, cuma
karenanya, Hong Keng sendiri pun batal menikam lawannya.
Ia segera menoleh dengan tercengang.
Kejadian iuar biasa ini disebabkan Penunggang kuda itu,
yang baharu datang, sudah lantas loncat turun dari kuda
mereka, untuk campurkan diri dalam pertempuran. Mereka
adalah dua orang tua dan seorang muda, dan dan kedna
orang tua, yang satu ada To Poet Hoan yang diharap-harap
Dua yang lain juga bukan orang-orang
sembarangan, sebab
yang tua ada Lioe Kiam Gim, ahli Thaykek-koen, dan yang
muda adalah Teng Hiauw yang gabungkan ilmu kepandaian
kedua Thaykek Teng dan Thaykek Tan.
Begitu lekas loncat turundari kuda-kuda mereka, Lioe Kiam
Gim awasi pertempuran, lalu ia kata kepada kedua kawannya:
?Kasihlah aku iayani itu pendeta jahat! Kauorang
berdua pergi
bebaskan orang-orang
Hwee itu!?
Teng Hiauw sementara itu segera kenali Kiang Hong Keng
dengan pakaiannya serba merah, ia lantas saja maju seraya
berkata kepada To Poet Hoan: ?To Lootjianpwee, silakan
tolongi orang-orang Hwee itu, aku hendak bantui si nona!?
To Poet Hoan bersenyum, ia manggut-manggut
Teng Hiauw maju sekali Hong Keng terancam bahaya, tidak
ayal lagi, ia kirim piauw yang Iiehay, yang mengenai nadi
kanan Too La Lhama, tidak heran kalau pendeta itu, tak
perduli dia gagah, lantas saja menjerit Tapi dia tidak segera
rubuh, dari itu Teng Hiauw kirim piauw yang kedua serta yang
ketiga.
Kimtjhie-piauw yang kedua. Too La dapat egoskan, akan
tetapi yang ketiga mengenai jidatnya, hingga dia lantas saja
mandi darah. lajadi sangat gusar, ia tinggalkan si nona, ia
hampirkan Teng Hiauw untuk diserang secara kalap, karena
dua-dua tangannya masih sanggup cekal sepasang tombak
Shongboen-kek.
Menampak orang, demikian garang, Teng Hiauw tidak mau
adu pedang Thaykek-kiam, selagi ia diserang, ia berkelit
dengan pesat, lalu dari samping, ia kirim bacokan, ia kenakan
senjatanya, hingga ujung tombak kena dibabat putusl
Too La scperti kalap, ia maju terus dengan serangannya
yang hebat akan tikam tenggorokan orang.
Teng Hiauw bcrlaku awas dan gesit, ia tidak tunggu
sampainya tikaman itu. ia mendahului, akan membacok dari
kiri, tajamnya pedangnya diserodoti di atasan tombak, untuk
lengan orang. Ini ada bacokan ?Soensoei twietjioe? atau
?Mendorong perahu mengikuti aliran air?.
Lhama itu benar liehay, ia masih sempat geser kakinya,
untuk berkelit sambil tarik pulang tangannya yang terancam
bahaya itu, lalu dari sini, ia baias memukul.
Teng Hiauw lekas-lekas tarik pulang pedangnya, yang ia
masih elak adu dengan tombak cagak, habis itu, kembali ia
balas menikam, kepada iga kanan dari pendeta itu. Ia gunai
tipu ?Hoeiyan touwlim? atau ?Burung walet terbang masuk ke
dalam rimba?.
Too La rupanya nekat, ia tidak mau kelit, dengan
tombaknya, ia menangkis seraya terusi menikam pula.
Teranglah sudah ia hendak adu jiwa, untuk mereka binasa
bcrdua. Ia ingin, selagi ujung pedang nancap di iganya,
tombaknya nanti panggang dada musuh!
Kiang Hong Keng nampak itu ancaman bahaya, saking
kaget, ia sampai menjerit!
Akan tetapi Teng Hiauw tidak mau turut-urutan nckat,
ccpat luar biasa, ia tarik pulang pedangnya, untuk dipakai
menyampok tombak musuh, sctclah mana, si nona mclainkan
tampak tubuhnya berputar, lalu pedangnya dipakai membacok
pula!
Tombaknya Too La menusuk tempat kosong, karena ia
gunai seluruh tenaganya, tubuh maju ke depanJ justru itu,
bacokan pedang sampai, tidak ampun lagi, ia kcluarkan jeritan
hebat, ia mandi darah, tubuhnya rubuh tcrbant i ng hingga
menerbi tkan suara keras dan berisik!?.
Hong Keng lari menghampirkan si anak muda, napasnya
sengal-sengal, mukanya pucat.
Teng Hiauw tarik pedangnya, ia memberi honnat.
?Jangan kuatir, Nona, musuh telah terbinasa,? kata ini anak
muda.
Nona Kiang mengawasi, wajahnya berubah dengan lantas.
Ia bersenyum, tetapi ia menyesali: ?Kenapa mesti adu jiwa
dengannya??. Menampak kau menghadapi* bencana, aku
berkuatir sekali.- Dia sudah tcrluka piauw, apa dia bisa bikin?
Kau layani dia, coba kau kena dilukai, apa jadinya? Bukankah
itu tak ada harganya??.?
Teng Hiauw bersenyum kctika dengar kata-kata itu. Inilah
untuk kedua kalinya ia tolongi si nona. Yang pertama adalah
dahulu, ketika si nona dikepung pahlawan-pahlawannya | Soh
Sian Ie. Tapi kalau dulu ia digusari, sekarang si nona menaruh
belas kasihan atas dirinya?.
Masih saja si nona berdiam mengawasi ia, hingga ia perlu
lekas cari kata-kata.
?Kau baik, Nona,? kata ia. ?Lihat di sana, To Lootjianpwee
sudah bereskan serdadu musuh!?
Hong Keng berpaling ke arah musuh, ke sekitarnya.
Mcmang benar, tentara Boan telah di bikin kocar-kacir, lari
serabutan ke empat penjuru. To Poet Hoan telah mengamuk
hebat tanpa ada yang bisa merintangi. Dengan begitu, Ma
Porjoe dan orang-orang kampungnya pun jadi bisa berkelahi
dengan hati tetap.
Di kedua pihak, pertempuran sudah sampai di akhirnyai
akan tetapi disana, rombongan yang ketiga, Pertandingan
masih berlangsung di antara Lioe Kiam Gim dengan Kek Touw
Im, pendeta lhama yang menjadi pahlawan Boan kelas
istimewa!
XI
Hong Keng lantas hampiri To Poet Hoan.
?Soesiok-tjouw ada seperfr malaikat saja,? ia puji jago tua
itu. ?Melihat ilmu pedang Soesiok-tjouw baharu sekarang
mataku terbuka!?
Poet Hoan tertawa.
?Budak cilik, kau bisa sekali menyenangi hati orang!? kata
ia sambii tertawa. Lalu ia menunjuk, akan meneruskan: ?Lihat
di sana! Soepeh dari Teng Hiauw itu baharulah orang pandai!
Jikalau kau hendak buka matamu, hayo lekas saksikan, nanti
kau tak keburu!?
Hong Keng lantas saja menoleh. Teng Hiauw pun
memandang ke arah soepchnya
Dengan pedang Tjcngkong-kiam, Lioe Kiam Gim bikin
gerakan seperti garuda berputar-putar di udara atau naga
permainkan air laut, ia bergerak sangat cepat dan tetap, iaseperti
kurung Kek Touw Im dengan sinar pedang itu.
Kiang Ek Hian sedang repot betul tatkala tahu-tahu tentara
Boan yang kurung ia terpencar sendiri, lalu ia tampak seorang
tua dengan pedang di tangan menyerbu menghampirkan ia,
sembari berseru: ?Kiang Lootjianpwee, serahkan kawanan
anjing ini kepada aku si orang she Lioc!? Dan Iain si orang itu
mcnerjang tcrlcbih jauh kepada tentara Boan itu. Tapi segera
ia dikepung oleh Kek Touw Ini scrta nga pahlawan Boan
lainnya yang masing-masing bcrscnjatakan toya, golok dan
gactan, hingga cmpat rupa senjata lantas mcmbanjiri
padanya.
Ek Hian mengawasi, akhimya ia jadi girang sekali. Ia segera
kenali Lioe KiamGim. Pada dua puhib tahun yang lain, di
Pooteng. mcrcka berdua h idup scbagai sahabat, hanya sejak
Kiam Gim hidup menyendiri di Khokee-po. kedua pihak tak
pemah bertemu pula dan tak salmg mendengar satu dari lain,
maka adalah di luar dugaan, sekarang mereka bertemu, dalam
saat-saai beg ini gentingl la memang sudah lelah, maka
datangnya pcnolong itu membikin hatinyajadi sangat lega. la
pun terima bantuan tanpa sungkan-sungkan lagi.
?Terima kasih!? ia nyatakan, lalu ia undurkan diri, akan
bcrikan ketika sahabat itu gantikan ia, iasendiri lalu herbal ik
mclabrak tentara imisuh.
Mclayani Kiang Ek Hian, Kek Touw lm sudah penasaran,
karena sampai sekian lama, ia tak mampu rubuhkan jago
Bweehoa-koen itu, maka sckarang, menghadapi Lioe Kjara
Gim, ia jadi sangat mendongkol. Maka bersama-sama
kawannya, dengan sengit ia serang musuh baru.
Loe Kiam Gim tidak mundur terhadap kepungan musuh
musuhnya, sebaliknya, ia coba desak mereka. llmu silat
Thaykek Sipsani-kiam telah diperlihatkan sungguh-sungguh,
hingga cahaya pedangj berkilauan, menyambar-nyambar
mengikut i pedangnya sendiri.
Satu lawan yang memegang toya kena didesak, kawannya
dia ini, yang mencckal gactan, yang berada di sebeiah kiri,
segera menolongi, dengan bacokannya dari bclakang. Tapi
Kiaml Gim lagi gunai gertakan, kapan ia lihat ancaman dari
bclakang, dengan mendadakan ia memutar tubuh scraya
menangkis dengan keras, hingga kedua senjata beradu sambil
mencrbitkan suara nyaring. Kesudahannya penyerang dengan
gactan itu kaget sekali, lantaran duar dua senjatanya terlepas,
terpental jauh. Selagi dia tercengang Tjngkong-kiam
menyambar tangan kanannya, pcrcuma ia egosi diri, pedang
itu mendahului menabas kutung, hingga ia perdengarkan
suara hebat, tubuhnya rubuh.
Kiam Gim segera rangsek pula lawan dengan toya itu. Dia
ini kaget, hatinya gentar, kena didesak, dia jadi repot. Maka
itu, ketika toyanya disampok dan ujung pedang menyambar
terus, tidak ampun lagi, dia menjerit dan rubuh, jiwanya
melayang seperti kawannya barusan.
Kek Touw lm lompat menyerang dengan Djitgoat-thongnya,
tetapi Lioe Kiam Gim keburu tarik pulang pedangnya, dengan
begitu, jago Thaykek-koen ini jadi bisa layani padanya.
Segera juga Kek Touw lm merasakan betul liehaynya
lawan, Icarena mi, ia tidak berani berlaku sembrono. Ia
lantasjagadiri baik-baik, sembari berbuat demikian, ia cari
ketika untuk turun tangan. Ia putar senjatanya dengan gesit
untuk menghalau ancaman-ancaman pedang. Tapi ia tidak
bisa berkelahi terlalu lama, ia kalah hati, kemudian ia memikir
jalan, untuk angkat kaki.
Kiam Gim tak mengurangi rangsekannya, dengan ini, ia
tidak kasih ketika buat lawan peroleh ketika akan
menyingkirdari hadapannya.
Selama itu, pihak Hwee telah berbalik menang di atas
angin.
Di pihak negeri, Ong Tjay Wat berlaku licik. Ia lihat
pihaknya ketcter, ia tidak mau tunggui datangnya bahaya
untuknya. Rupanya ia memikir, ?Kabur ada paling sclamat!?
maka diam, dia mundur, lantas ia buka langkah panjang.
Hong Keng, yang berdiri didampingi dengan Tcng Hiauw,
lagi asyik menonton pertempurannya Lioe Kiam Gim tatkala ia
dapat lihat musuh yang licin itu angkat kaki.
?Lekas kejar!? dia tcriaki Teng Hiauw, tubuh siapa pun
diatolak, ?Itu adalah si orang jahat yang paling dulu datang
menyatroni kita dan kemudian datang pula bersama
barisannya ini!?
Teng Hiauw mengerti, tanpa minta keterangan lagi, ia
lompat untuk mengejar. Dengan satu enjotan tubuh saja, ia
telah melcsat dua-tiga tumbak. sembari lompat, ia rogoh
kantong piauwnya, hingga di lam saat, kedua bclah tangannya
masing-masing sudah menggenggam riga batang. Ia
mengejar terus, lalu ia ayun kedua tangannya itu, hingga
bagaikan bintang-bintang berkeredepan, enam buah Kimtjhiepiauw
menyambar ke arah si orang licik.
Ong Tjay Wat kabur dengan disusul oleh satu kawannya,
yang memegang sebatang golok, mereka bcrlan-lari saling
susul, karena itu, Teng Hiauw menyerang dengan dua tangan
dengan berbarcng. Mereka itu sedang kabur, tidak berdaya
terhadap enam batang senjata rahasia. apa pula
penyerangnya adalah ini pemuda she Teng.
Tjay Wat menjerit, ia rubuh, demikian juga kawannya.
Karena ini, mereka segera kena dicandak Teng Hiauw, siapa
tak kasih ampun lagi, dengan tusukan pedangnya bergantian,
ia rampas jiwanya dua orang itu.
Demikian, sejak kabur dari Lioe-tjhung, sebab dia tak
pemah kapok, Ong Tjay Wat menemui ajalnya di kampung
orang Hwee mi, malah dia terbinasa di tangannya murid
Thaykek-pay.
Tentara Boan sudah lantas kabur semua. To Poet Hoan
tidak mau kejar mereka.
Di situ tinggal Kek Touw Im, yang terpaksa masih layani
Lioe Kiam Gim. Jago Thaykek-pay ini libat or-ang sudah lelah
permainan silatnya pun mulai rancu, ia lantas tunggu ketika.
?Awas!? ia berscro, kapan akhimya sang ketika riba.
Kek Touw Im tangkis satu tusukan, dalam lelahnya, ia
gunai setaker tenaganya, tapi lawan segera tank pulang
pedangnya, untuk ditcraskan membabat dengan cepat sekaJi.
Ia terkejut, tetapi ia tak sempat tarik pulang senjatanya,
dan ia pun tidak keburu berkelit, maka tah u-tahu, pcdang
teiah mcnyambar batang lehemya, hingga lehernya itu putus
seketika, kepalanya terlempar jatuh, tubuhnya rubuh
terbanting, darahnya muncrat berhamburan.
Sampai di situ, legalah semua hati orang.
Penduduk Yamtjoan-tjoc jadi sangat berduka, di antara
mereka, lebih banyak orang pcrcmpuan dan anak-anak yang
terbinasa dan terluka daripada orang-orang lelakinya. Lantas
mereka urus yang luka dan kubur mayat-mayat. Mereka pun
singkirkan mayat musuh, pekerjaan mana dilakukan sampai
fajar.
?Jangan berduka, jangan putus asa? To Poet Hoan lantas
menghibur. ?Pihak kita tidak terbasmi semua, kita masih bisa
berdayal Satu dusun kita habis, kita boleh berdirikan sekali
dual?
Ma Potjoe akur, ia lantas kasih perintah akan periksa orangorangnya
sendiri, buat dihitung jumlahnya, untuk didaftarkan,
perbaiki diri.
Kiang Ek Hian telah bercapai-lelah, akan tetapi ia puas
dengan kcsudahan itu. Tapi di samping itu, ia pun berduka,
karena rusaknya kampung orang Hwee ini ada disebabkan
urusannya sendiri. ?
?Ma Potjoe, masukilah namaku!? ia berseru, ketika ia
dengar orang mengasih titah untuk membuat daftar, sembari
berseru demikian, ia lari kepada Ma Potjoe, tubuhnya limbung.
Belum ia sampai pada Potjoe itu sekonyong-konyong ia rubuh!
Ia sudah berusia lanjut, ia lelah sekali, hatinya pun penasaran
dan berduka, kejadian ada terlalu hebat untuknya, ia tak kuat
pertahankan itu.
Semua orang terkejut
Poet Hoan yang berada paling dekat, lompat
menghampirkan.
Ek Hian rubuh untuk tcrus gerakij kaki-tangannya, ia
hendak bangun pula.
Hong Keng lari menghampirkan, ia terus pegangi engkong
itu, untuk dikasih bangun.
?Tidak apa-apa?.? kata Ek HianJ tetapi napasnya masih
memburu.
?Soesiok-tjouw, coba lihat Engkong,? Hong Keng minta
kepada Poet Hoan.
?Tidak apa-apa, Soeheng cuma terlalu lelah,? kata Poet
Hoan, habisnya ia periksa nadi orang. Akan tetapi, selagi
menyahut demikian, ia enyingkir dari pandangan mata si
nona. Ia tahu, karena usianya yang tua dan terlalu banyak
mengeluarkan tenaga, Ek Hian adaseumpama lampu
Icekeringan minyak. Mclulu karena kuat hati, Ketua Bweehoakoen
itu masih dapat bertahan.
poet Hoan mengerti ilmu obat-obatan, di samping
menghiburi Hong Keng, ia uruti saudara seperguruannya itu,
untuk bikin lemas urat-uratnya, ia bawa sikap seperti tidak ada
bahaya mengancam.
Ma Potjoe dan sejumlah orang Hwee, yang ingat
bantuannya jago she Kiang itu, datang mcrubung, untuk
menanyakan, buat sekalian menghibur,
?Pergi kau orang bekerja mendirikan rumah, kalau tidak, di
mana kita bisa meneduh,? Ek Hian kata pada mereka itu.
Poet Hoan pun kata; ?Kita layani Kiang Looenghiong, maka
Potjoe beramai pergilah urus rumah, untuk kita mondok.?
Ma Potjoe harus dibujuki, baharu ia mau ajak orangorangnya
berlalu.
Yamtjoan-tjoe ada tempat belukar, akan tetapi di situ orang
tidak kekurangan balok dan papan. Di situ ada hutan pohon
lioe, yang pada dua puluh tahun yang lalu ditanami oleh
tentaranya Tjoh Tjong Tong.
Semua orang Hwee bekerja keras, untuk tenda, mereka
rampas kepunyaan tentara Boan, yang telah ditinggal pergi.
Maka itu, tidak terlalu lama, Ek Hian telah dipepayang ke
dalam sebuah tenda.
?Kau baik sekali, terima kasih,? kata Ek Hian dengan lemah.
Ia kata, rumah, pakaian dan perabotan mereka sudah musnah
terbakar, sebaiknya mereka tolong dulu diri sendiri.
?Looenghiong, janganlah tcrlalu memandang asing kepada
kita,? kata Ma Potjoe scraya linangkan air mata. ?Kau telah
bela kita, kita semua pandang kau scbagai orang sendiri, apa
artinya gubuk semacam ini? Harap Looenghiong tidak berlaku
sungkan.?
Mendengar demikian, Ek Hian tidak berkata-kata lebih jauh.
Setelah dapat beristirahat, Ek Hian jadi terlebih segar,
maka itu, ia bisa menghaturkan terima kasih kepada Lioe Kiam
Gim dengan siapa ia terus pasang omong.
?Lioe-heng,? kata ia kemudian, sambil tertawa, ?selama di
Pooteng, aku sebenarnya tidak puas terhadap Thaykek-pay
Golongan Teng, maka adalah di luar sangkaanku, setelah aku
buron, aku telah dapat pertolongan dari soctccmu. Dan
sekarang, di saat menganeam seperti ini, kau sendiri tolongi
kita Lioe-hcng, coba kau kasih kctcrangan, kenapa kau bisa
datang kemari di saat tepat ini? Dan?? la pandang Teng
Hiauw, lalu ia lanjuti ?Bagaimana dengan Soeteemu sekarang?
Apakah kau telah dapat ketemui Teng Hiauw? Soeteemu itu
teiah pesan aku wanti-wanti untuk can putcranya itu?.?
Mendengar kata-kata ini, Teng Hiauw mengucurkan air
mata. Matanya Kiam Gim pun menjadi merah dcngan tibariba.
?Eh, apakah artinya ini?? tanya Ek Hian, yang heran sekali.
?Kiang Lootjianpwee, panjang untiik aku bcrcerilera,? kata
Kiam Gim. ?Sekarang baik kau beristirahat dulu, nanti aku
bcrikan keterangan kcpada kau.?
?Ya, Soeheng, kau terlalu capai, kau tidurlah dulu,? Poet
Hoan membujuk. ?Saudara Lioe pun lelah, biar ia juga
beristirahat sebentar.?
Ek Hian ada seorang dcngan banyak pengalaman, iaduga
tentu ada terjadi suatu apa, akan tctapi ia insyaf, ia tidak mau
mendesak, dari itu, terus ia meramkan matanya. Tentu saja ia
tak dapat tidur pulas, karena pikirannya terus bekerja.
Teng Hiauw telah lanjuti pelajaran silatnya di rumah
Keluarga Tan. Empat tahun lewat dcngan cepat, karcna dua
Saudara Tan bcrikan pelajaran sungguh-sungguh, ia telah
peroleh kemajuan pesat, dapat juga ilmu silat dari kedua
Golongan Thaykek-pay. Untuk ia, yang kurang adalah latihan
terlebih jauh.
Pada suatu hari, Thaykek Tan panggil muridnya dan kata:
?Kau telah bcrhasil menggabung pelajaran kedua Thaykekpay,
maka sekarang sudah sampai waktunya untuk kau
mengembara, guna meluaskan pengalamanmu.
Perhubungan kita ada bagaikan ayah dan anak saja, tak tega
aku berpisah dari kau, akan tetapi aku tak bisa pegangi kau
dan rriernbikih kau bcrdiam sampai tua di sini; Bukankah kau
ingin teladan Tjianpwee kita Yo Louw Sian, yang telah
mengembara untuk perkembangkan pelajaran Thaykek-pay
kita??
Teng Hiauw memang selalu ingat Kiang Hong Keng dan
juga pikirkanj ayahnya, benar ayahnya mcnycbabkan ia
minggat, tapi dasar ayah dan anak, ia tak bisa melupakan
ayahnya itu, ia ingin dapat pulang, akan tengok sang ayah,
maka sekarang, mendengar kata-katanya guru itu, ia jadi
sangat bersyukur. Ia nyatakan suka tcrima baik anjurannya
guru itu, tetapi ketika ia bcrsiap dan] ambil selamat berpisah,
ia tclah kucurkan air mata.
?Jangan bcrduka, Teng Hiauw,? kata Thaykek Tan sambil
tertawa. ?Di dunia kita ini, tidak ada pesta tanpa penutupnya.
Kau boleh berterima kasih kepadaku, yang sudi berikan
pelajaran padamu, tetapi aku pun ingat kebijaksanaanmu,
yang telah bersedia membeber Tengsie Thaykek-koen
kepadaku. Namanya kita ada guru dan murid, sebenarnya kita
seperti ayah dan anak, inilah kau hams mengerti. Kalau nanti
kau telah sampai di rumahmu dan menemui ayahmu,
sampaikan hormatku padanya, bilang bahwa aku bersyukur
yang ayahmu sudah buka rumah perguruan umum untuk
sebar Thaykek-koen. Aku sendiri barangkali akan pikir untuk
teladan perbuatannya itu, Melainkan satu hal aku ingin
sampaikan juga, ialah supaya ayahmu insyaf yang di kalangan
Rimba Persilatan, adaorang-orang yang tidak puas mengenai
tingkah-laku atau sepak-terjangnya, aku harap dia tak-lebih
lama lagi berdekatan sama segala hartawan dan pembesar
negeri, supaya terhadap sesama kaum, dia nanti bergaul
bagaikan orang sendiri. Bilang pada ayahmu, aku kagumi dia
sejak lama, dari itu, bcrani aku memberi pesan ini
terhadapnya. Jikalau nanti ada kctikanya, barangkali aku
sendiri akan pergi kunjungi dia di Pooteng.?
Teng Hiauw bersyukur untuk nasihat ini, ia janji akan
sampaikan itu pada ayahnya. Ia memberi hdrmat lagi sekali,
dengan air mata berlinang-linang, ia pamitan dan berangkat
Selama empat tahun, pengetahuannya Teng Hiauw
bertambah

^