Kisah Dua Saudara Seperguruan 16

Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Saduran Okt Bagian 16


luas, terutama Thaykek Tan telah tuturkan ia
banyak hal-ihwal kaum Kahgouw, ten tang ilmu silatnya
pelbagai kaumlainnya.
Begitu berangkat dari Tankee-kauw, maksudnya Teng
Hiauw yang pertama adalah pulang ke Pooteng, akan
sambangi ayahnya, untuk sekalian tengok Angie Liehiap Kiang
Hong Keng, kemudian baharu pergi ke Shoatang, akan
kunjungi Tjoe Hong Teng. la masih belum pikir untuk
memasuki Giehoo-toan tapi ia tak bisa lupakan budi
kebaikannya,ia hendak haturkan terima kasihnya.
Pada suatu hari sampailah Teng Hiauw di Thongtjioe. Dan
kota ini ke Pooteng tinggal seperjalanan beberapa hari lagi.
Ketika itu di Thongtjioe, di-mana-mana, orang bertemu
dengan orang-orang yang berpelangi kuning, yang memakai
ikat pinggang merah, yang bersenjatakan tombak panjang.
Itulah tanda dari Kaum Giehoo-toan. Maka ia insyaf, betapa
besar pengaruhnya kaum pecinta ncgara itu. Ia pun lihat,
orang ada sangat akur-rukun satu dengan lain, karena mana,
tanpa kuatir apa-apa, ia memasuki kota sepcrti ia sedang
pulang ke rumahnya?.
Akan tetapi orang-orang Giehoo-toan heran melihat anak
muda ini, sebab dia menyoren pedang,, romannya gagah,
sedang dia bukan perwira, bukannya anggota Giehoo-toan,
juga bukan orang dari Kalangan Hitam. Waktu itu, pihak
Giehoo-toan dan tentara Boan sedang bentrok satu dengan
lain, maka pemuda ini merasa curiga. Akhirnya, selaku
pcnilikan, tauwbak peronda tegur Teng Hiauw ia sebenarnya
ada dari golongan mana
?Aku sendiri tidak tahu aku ada dari golongan apa,? sahut
Teng Hiauw sambil tertawa. ?Yang terang aku adalah sahabat
kekal dari Ketua Umum kau orang Tjoe Hong Teng!?
Mcndcngar jawaban itu, tauwbak terscbut heran. ia tak
dapat mempercayainya. Mustahil orang semuda dia ada
sahabat ketua umum mcreka? Maka ia majukan pula lain-lain
pcrtanyaan, mengenai Giehoo-loan. Dalam hal ini, Teng Hiauw
tak dapat menjawab.
?Apakah kau. hendak memasuki Giehoo-toan?? dia ditanya
pula.
?Bukan,? dia jawab.
Tentu saja ia jadi dicurigai, maka akhimya ia hendak
dibawa ke Pusat Gichoo-toan, untuk d ihadapi kepada Toatauwbak
Thio Tek Seng. Atas pertakuan ini, ia jadi tidak puas.
Karena mi, ia diterangkan, Kota Thongtjioc berada dalam
waktu perang, jadi perlu pemeriksaan jelas. Sampai di situ,
baharu ia suka diajak ke pusat la anggap, di pusat ia bisa
omong dengan orang yang berhak.
Kapan Thio Tek Seng diberitahukan datangnya si anak
muda, yang sikapnya luar biasa, ia scndiri keluar untuk
mcnyambut, karena ini, Teng Hiauw suka bicara banyak
dengannya. Pcmuda ini terangkan bahwa ia ada puteranya
Teng Kiam Beng, mundnya Thaykek Tan dan sahabatnya Tjoe
Hong Teng, dengan siapa ia bertemu pada lima ahun yang
lampau di Pooteng, bahwa ia berhasil berguru dengan
Thaykek sebab dapat surat perantaraannya Siangkoan Kin,
sahabatnya Tjoe Hong Teng.
Thio Tek Seng heran, tetapi ia suka percaya semua
keterangan itu, hanya ketika ia hendak undang si tetania
bcrduduk. buat hormati dia, tiba-tiba; dari pcdalamankantor
keluar seorang tua yang terus kata dengan nyaring: ?Thio
Toako, orang ini mendusta! Kasihlah aku si orang tua yang
periksa padanya!?
Teng Hiauw awasi orang itu, yang usianya kira-kira sudah
cnam puliih, tubuhnya lima kaki tinggi, rambut-kumisnya
sudah ubanan, mukanya bersemu merah, kedua matanya taj
am, hingga ia percaya, orang ada satu ahli silat. Dengan bisa
kcluar-masuk dengan mcrdcka di kantor itu, orang ini mestj
ada punya pcngaruh, sedang sikapnya Thio Tek Seng
terhadapnya pun ada hormat, malah toa-tauwbak itu segera
lulusi pcrmintaannya dan pcrsi lakan dia duduk.
Tetapi orang itu bcrsikap aneh, dia tidak mau duduk, dia
awasi Teng Hiauw dengan tajam, ketika ia bertindak
mcndckati si anak muda, sambil tertawa dingin, dia kata: ??Kau
satu bocah ada muridnya kedua golongan Thaykek-pay? Aku
sekarang tak mau omong banyak, hayo kau keluarkan
kepandaianmu! Aku akan percaya kau jikalau kau mampu
layani aku tiga jurus!?
Teng Hiauw mendongkol. Orang boleh liehay, tapi apa
mungkin ia tak bisa melawan sampai tiga jurus? la sering
berlatih dengan Thaykek Tan, maka mustahil dia ini ada
terlebih liehay daripada gurunya itu? Maka, dengan menahan
dongkolnya, ia kata: ?Aku ada orang muda dan tolol,
walaupun guruku ada termasyhur, mana aku sanggup layani
Tjianpwee? Tapi tak boleh aku langgar titah yang terlebih tua,
maka silakan Tjianpwee mulai dengan penyeranganmu!
Jikalau Tjianpwee bisa rubuhkan aku, aku bersedia untuk
angkat kau sebagai guru.. Tjianpwee boleh menyerang tanpa
batas tiga jurus!?
Segera setelah mengucap demikian, ia siap dengan kudakudanya.
Orang tua itu masih mengawasi, secara tawar sekali.
?Tak memikir aku untuk jadi gurumur? ia kata dengan
dingin. ?Aku melainkan hendak lihat sanggup atau tidak kau
melayani aku tiga jurus. Jikalau kau sanggup, baharulah aku
hendak percaya kau ada muridnya Thaykek Tan, puteranya
Teng Kiam Beng dan sahabatnya Siangkoan Kin!?
?Sudahlah, Tjianpwee jangan omong saja, silakan mulai!?
Teng Hiauw menantang. Telah habis kesabarannya.
?Tak biasanya aku turun tangan terlebih dahului? ia bilang.
?Jikalau kau tidak hendak memulainya, apa kau hendak bikin
aku si orang tua jadi menghina si anak muda? Dalam hal ini,
aku dapat dipersalahkan umum!?
Teng Hiauw kena didesak, terpaksa menyerang terlebih
dahulu, dengan Pokbian Tjitseng-tjiang? atau
?Tangan bintang tujuh menyambar muka?. Bagaikan kilat
cepatnya, ia serang si orang tua.
Orang tua itu bersenyum. ?Bagus!? ia berseru seraya ia
geraki kedua tangannya, untuk menangkis dengan
tipunya?Shiakwa tanpian?, atau ?Dengan miring menggantung
cambuk tunggal?. Setelah itu, dengan sebat ia buka kedua
tangannya, untuk balas menyerang, dengan ?Pekho liangtjie?
atau ?Burung ho putih pentang sayap?. Inilah salah satu
pukulan pokok dasar dari Thaykek-koen.
Teng Hiauw kenali tipu pukulan ini, ia hendak pecahkan itu
dengan ?pinjam tenaga untuk memukui tenaga?, setelah itu,
mengubah gerakannya menjadi ?Soensoei twietjioe? atau
?Mendorong perahu dengan ikuti aliran?, ia sambar pinggang
orang itu.
Orang tua tidak dikenal itu benar-benar liehay, gesit sekali
gerakannya. Ia tidak tunggu lagi sampainya serangan, ia
geraki tangannya dengan tipu ?Tjitseng-tjiang? atau ?Tangan
Bintang Tujuh?. Secara begini, tidak saja ia telah pecahkan
penyerangannya si anak muda, malah dengan sendirinya, ia
jadi pihak si penyerang. Ia mendesak sambil berseru: ?Apakah
kau tidak hendak tarik pulang tanganmu??
Teng Hiauw terkejut, kedua tangannya sepertt kena
ditutup, sampai ia tak dapat bergerak. malah untuk menarik
pulang saja, ia tak sanggup. Tentu sekali. ia menjadi bingung.
Orang tua itu tidak menyerang, dia hanya tertawa.
?Mundurlah kau!? ia kata, seraya ia buka kedua tangannya.
Secara begtni, baharulah Teng Hiauw bisa tank pulang
kedua tangannya, bcrbarcng dcngan mana, ia mcncelat
mundur setumbak lebih. Ia malu sekali, percuma ia wariskan
ilmu kepandaian asli dari kedua Kaum Thaykek-pay, tapi
sekarang terbukti, ia tidak sanggup layani si orang tua dalam
tiga gebrak!
Orang tua itu tidak loncat mengejar, hanya dengan icnang,
ia kata pada Thio Tek Seng: ?Anak ini dapat layani aku tiga
gebrak, ia tidak rubuh, dia tidak mendusta, dia benar ada Ahli
Waris Thaykek Tan dan Teng Kiam Beng, jangan kau persulit
dia?.?
Mendengar itu, tanpa bilang suatu Teng Hiauw hampirkan
si orang tua, sambil manggut, ia menjura, terus epa kata:
?Tjianpwee ada sangat liehay, maka terimalah hormatnya
teetjoe sebagai muridmu.?
Orang tua itu telah berduduk dengan sikap agung, ia terima
orang paykoei delapan kali. ?Ada harganya aku terima
bormatmu ini,? kata ia kemudian. ?Kau tahu aku siapa? Aku
adalah soepehmu, dari itu mana dapat kau angkat aku jadi
gurumu??
Tek Seng di samping tertawa, ?Inilah yang dibilang, air
banjir menyerbu ke kuilnya si Raja Naga!? kata ia. ?Orang
sendiri tidak kenali orang sendiri!?
Teng Hiauw terperanjat.
?Apakah Tjianpwee ada Lioe?? kata ia, suaranya tak tedas.
?Ya, akulah Lioe Kiam Gim,? memotong si orang tua.
?Ketika dulu aku berpisah dengan ayahmu, kau masih bocah
tak tahu apa-apa.?
Ilmu silat Lioe Kiam Gim adalah lebih atas dari ilmunya
Teng Kiam Beng, dengan kepandaiannya Thaykek Tan
baharulah berimbang, akan tetapi, kenapa Teng Hiauw tak
sanggup layani dia tiga gcbrak saja? Inilah tak lain tak bukan,
karena Teng Hiauw layani Thaykek Tan dalam latihan.
gurunya layani ia dengan tenang, hatinya tak tegang, tapi
melayani Kiam Gim, ia sedang gusar, walaupun ia coba
kendalikan diri, maka hilanglah ketenangannya, sifat yang
paling dibutuhkan oleh Thaykek-koen, scdang Kiam Gim pun
bcrlaku sebat luar biasa.
Kiam Gim sendiri, walaupun dia tidak masuk Giehoo-toan
secara rcsmi, akan tetapi pihak Giehdo-toan sangat percaya
dan hormati dia, dia dipandang sebagai tetamu agung. Dia toh
ada sahabat kekal dari Tjoc Hong Teng. Sedang datangnya dia
ke Thongtjioe adalah karena undangannyaTjoe Hong Teng
sendiri, untuk dia bantu Thio Tek Seng. Memang, selama
berdiam di Pooteng, ia kenal baik semua orang Kangouw Han
Rimba Persilatan di seluruh propinsi Hoopak, semua orang
harga, dia Tadi dia dengar orang omong Liang kedatangannya
satu pemuda dengan sikapnya yang luar biasa, ia curiga, ia
lantas mencuri mendengan pembicaraannya si anak muda
dengan Thio Tek Seng. Ia terperanjat berbareng girang kapan
ia dengar pemuda itu ada puteranya Teng Kiam Beng dan
muridnya Thaykek Tan. Jadi inilah pemuda yang ia hendak
cari, untuk memenuhi pesannya Kiam Beng, soeteenya. Tapi
ia sendiri masih belum kenal Teng Hiauw, ia ingin mendapat
bukti, dari itu, sengaja ia membawa tingkah jumawa dan
menantang, untuk uji kepandaian orang,
setelah ujian itu,
baharu ia percaya pemuda ini ada keponakannya sendiri,
kepandaian siapa sudah liehay, cuma kurang latihan saja. Ia
girang karena Thaykek-pay punyakan ahli waris dalam dirinya
anak muda ini. Tetapi kemudian ia nampaknya lesu.
?Sekarang kau hendak pergi ke mana?? kemudian orang
tua ini tanya
?Kebetulan saja aku lewat di Thongtjioe ini, maksudku
adalah pulang ke Pooteng untuk melongok rumah,? Teng
Hiauw jawab. ?Aku justru hendak tanya Soepeh, apa selama
yang paling belakang ini Soepeh pernah ketemukan ayahku
dan di mana adanya Ayah sekarang??
Wajahnya Kiam Gim berubah lebih jauh, menjadi guram.
?Tak usah kau cari pula ayahmu,? kata ia, dengan perlahan,
suaranya tidak tegas. ?Ayahmu itu, dia, dia?. tak dapat
menemui pula kau? ?
Teng Hiauw kaget bukan kepalang. hatinya bercekat.
?Soepeh, Soepeh, apakah artinya ini?? tanya ia, dengan
bernafsu.
?Orang telah curangi dia, diatelah meninggal dunia,? sahut
Kiam Gim dengan sedih.? Ya, dia menutup mata secara sangat
mengenaskan__?
Teng Hiauw diam dengan mendelong, sampai sekian lama,
baharulah ia bisa menangis, sesenggukan. Dulu ia gusar,
karena ayahnya hendak paksa ia menikah, tetapi ia tetap ada
satu anak, maka mendcngar kematiannya sang ayah, ia jadi
sangat berduka, apapula kematian itu katanya sebab
perbuatan curang dan dalam keadaan mengenaskan.
?Sudah, jangan kau berduka,? Kiam Gim menghibur seraya
terus ia tuturkan duduknya kejadian.
?Apakah Ayah ada pesan apa?? tanya Teng Hiauw sambil
menangis terus.
Kiam Gim pandang pemuda itu, ia menghcla napas.
?Hiantit, ketika ia hendak menutup mata, kau adalah orang
yang ia paling buat pikiran,? ia jawab. ?Dia bilang padaku,
umpama aku ketemu sama kau, dia tak lagi hendak desak kau
dalam urusan pemikahanmu, dan dia minta supaya kau jangan
gusar padanya?.?
Air matanya Teng Hiauw mcngucur dcngan deras. Ia
sangat menyesal talc dapat mencmui pula ayahnya itu, untuk
mcmohon ampun. Sampai selang sekian lama, baharu ia
bcrhcnti sesenggukan, ia angkat kepalanya.
?Di Pooteng ada satu Kiang Lootjianpwee, apakah Soepeh
kenal dia?? ia tanya. ?Bagaimana keadaannya Kiang
Lootjianpwee itu sekarang??
?Kiang Lootjianpwee itu ada sahabat karibku, bagaimana
aku tidak kenal dia??javvab orang yang ditanya. ?Akan tctapi
dia sckarang sedang dicari pcmcrintah Boan. dia telah ajak
cucu pcrempuannya menyingkir entah kemana. Tjoe Hong
Teng pun sudah can dia kelilingan tanpa hasil. Ya, sekarang
ini, rakyat telah dipaksa untuk berontak, hingga orang mesti
bersikap sebagai Tjoe Hong Teng, mengangkat senjata, atau
dia luar biasa, mereka mirip dengan ayahmu serta Kiang
Lootjianpwee itu, mereka dianiaya atau dikepung-kepung!
Sekarang ini sulit untuk orang menjaga diri baik-baik.?
Ketika mengatakan itu, Kiam Gim ingat dirinya sendiri, sulit
untuk ia menjaga diri suasana menyebabkan ia terombangambing.
Sekonyong-konyong, Teng Hiauw lompat bangun, ia hadapi
Thio Tek Seng kepada siapa terus ia menjura.
Tek Seng terkejut, ia segera menyingkir kesamping.
?Saudara Teng, apakah artinya ini?? tanya ia, keheranan.
?Aku ingin masuk Giehoo-toan Toako!? kata Teng Hiauw.
?Sulcakah kau terima aku??
?Saudara hendak masuk menjadi v anggota, inilah yang kita
harap betul? jawab Tek Seng. ?Sebenarnya, untuk meminta
dari kau, aku tidak beranL Tapi kau ada sahabatnya Tjongtauwbak,
maka itu, kenapa kau tidak hendak menemui dulu
Ketua Umum kita itu??
?Dahulu aku masih terlalu muda, aku belum tahu apa-apa,
pengalamanku sangat sedikit,? Teng Hiauw akui. ?Karena itu,
tempo Tjoe Soesiok ajak aku menjadi anggota, aku sangsi
untuk menerimanya. Sekarang ada lain, sekarang aku sudah
insyaf, aku ingin turut kau, Toako, maka itu, tak perlu aku
menemui dulu Tjoe Soesiok.?
Thio Tek Seng girang bukan main.
?Bagus, bagus!? ia berseru. ?Saudara Teng, kau adalah
saudara kita!?
Begitulah Teng Hiauw menjadi anggota Gichoo-toan,
hingga untuk sekian lama ia tcrus berdiam di Thongtjioe, akan
kemudian ia ikuti Lioe Kiam Gim, sang soepeh, pcrgi ke
Shoatang di mana ia bcrtemu sama ?Tjoe Soesioknya?.
Hong Teng girang melihat bocah mi telah jadi satu pemuda
yang gagah dan cerdik.
?Apakah kau mengandung pikiran untuk pergi ke
Pooteng?? Hong Teng
?Aku sudah tidak punya rumah, pulang buat apa? Teng
Hiauw baliki
?Tetapi kau harus pulang!? Hong Teng kata. ?Apakah kau
tahu perihal Kaum Thaykek-paymu sendiri??
Teng Hiauw heran.
?Kenapa, Soesiok?? ia tanya
?Ayahmu mempunyai banyak murid, setelah ia menutup
mata, mu-rid-murid itu jadi seperti rombongan naga tanpa
kepalanya/?terangkan Tjoe Hong Teng, ?Kim Hoa ada murid
kepala, boegeenyamelebihi yang Iain-lain, tetapi dia lemah,
dia tak sanggup mengatasi saudara-saudaranya. Murid
kepala
dari soepehmu ada Law Boe Wie, dia liehay, di bawah desakan
ayahmu, dia terima kedudukan sebagai ahli warts, dia telah
pcrgi ke Pooteng, untuk pegang pimpinan, akan tetapi
umumnya murid-murid ayahmu tak puas terhadapnya,
antaranya dikatakan dia pernah berguru kepada lain
perguruan, tak cocok buat dia jadi pengganti kctua. Mcrcka
pun tidak mau mempercayaj keterangan bahwa ayahmu telah
angkat Boe Wie jadi ahli waris, Karena ini,Boe Wie jadijengah
sendirinya, ia lantas bejlalu dari Pooteng. Maka itu sekarang,
perlu kau pulang, untuk pegang pimpinan, kalau tidak, aku
kuatir nanti ada murid-murid tersesat, yang kenai digunai oleh
musuh, hingga mereka bisa mendatangkan perpecahan dan
bencana besar. Jikalau kau pulang, dengan dapat kendalikan
mereka, kau bisa memberikan tenaga bantuan besar untuk
kita.?
Teng Hiauw tercengang.
?Belum pernah aku bertemu sama Law Soeheng, akan
tetapi aku telah dengar dia liehay sekali,? kata ia. ?Dengan
nama besarnya, Law Soeheng tidak dapat mempengaruhi
murid-murid Ayahku, bagaimana nanti dengan aku??
Pemuda ini bersangsi.
?Meskipun demikian, kau ada lain,? kata Hong Teng sambil
bersenyum. ?Kau ada ahli waris yang sah, kau pun liehay,
jikalau kau pulang, mereka tcntu akan terima kau dengan
baik. Umpama tetap ada yang tidak puas terhadapmu, kau
boleh ajar adat padanya. Boe Wie tidak berani bcrbuat secara
begitu karena kedudukannya yang lemah.?
? Ya, kau harus pulang, kau mcsti pegang pimpinan,? Kiam
Gim pun turut bujuk Teng Hiauw.
Sampai di sini, Teng Hiauw tidak bersangsi pula, malah
segera ia berangkat ke Pooteng di mana, paling dulu, ialah
pcrtama kali, ia cari Kim Hoa, untuk beritahukan maksud
kedatangannya, buat minta murid kepala ayahnya itu nanti
panggil bcrkumpul semua murid. Kemudian, ketika ia datang
untuk kedua kalinya, ia datang bersama Lioe Kiam Gim Kali ini,
dengan sang soepeh yang kepalai, ia adakan upacara untuk
keangkatannya sebagai Tjiangboendjin, Ahli Waris,
menggantikan ayahnya almarhum.
Benar dugaannya Hong Teng, ada beberapa tnurid yang
tidak puas, tetapi untuk menguji, mercka minta Teng Hiauw
ajarkan mereka beberapa jurus ilmu kepandaian gabungan
kedua Golongan Thaykek-koen.
?Baiklah,? jawab Teng Hiauw.
Ahli waris bam ini tidak minta orang maju satu-satu, ia
hanya suruh mereka kepung ia beramai-ramai, sampai scpuluh
orang, lalu dalam beberapa gcbrak saja, ia bikin mereka
semua terpcntal jatuh-bangun, hingga ada yang separuh
pingsan. Tapi ini justru mcmbuat orang kagum dan takluk,
hingga tidak ada lagi yang menentangnya.
Setelah itu, Teng Hiauw balik ke Shoatang. kemudian,
ketika ia datang untuk ketiga kalinya ke Pooteng, ia minta
murid ayahnya itu memasuki Gichoo-toan.
Masih ada beberapa murid, yang terscsat, yang diam-diam
bikin perhubungan dengan pembesarnegeri, yang minta si
pembesar ambil tindakan, akan tetapi pengaruh Gichoo-ioan di
dalam Kota Pooteng telah jadi sangat besar, tidak ada
pembesar yang berani turun tangan, tidak sckalipun dengan
diam-diam. Kemudian Teng Hiauw dengar hal ini, tidak ampun
lagi, ia pecat dan usir itu beberapa murid. Karena ini,
namanya jadi tersohor, hingga selanjutnya, di sampingnya
Lioc Kiam Gim, ia jadi pembantu yang dihargai Tjoe Hong
Teng.
Untuk tugasnya, Teng Hiauw sering mondar-mandir di
antara kedua propinsi Hoopak dan Shoatang.
Kemudian,* tidak lama berselang, datanglah saatnya Wan
Sie Kay Soenboe dari Shoatang, di bawah desakan pemerintah
Boan, yang kena dipengaruhi negara-negara serikat asing,
bertindak keras, kejam, terhadap Giehoo-toan. Gubemur ini
bangunkan sendiri dua puluh batalion pasukan berkuda, lalu ia
bekerjasama-sama tentara Jerman di Tsingtao serta barisan
sukarcla pelbagai gcrcja, untuk ambil pihak Giehoo-toan.
Titahnya adalah: ?Asal ketemu orang Giehoo-toan, segera
tembak!?
Dalam hal ini, rakyat tak dapat dibedakan dari orang
Gichoo-toan, karena Gichoo-toan pun tcrdiri dari rakyat jelata.
Jadi perbuatannya Wan Sie Kay adalah sah kalau dia basmi
satu koentjiang, rumah perkumpulan Giehoo-toan, atau kapan
ia sapu sebuah kampung. Karena ini, banyak rakyat jelata,
yang tidak bersalah-dosa, yang rubuh sebagai korban.
Giehoo-toan telah dapat pukulan .hebat ketika dalam satu
pertempuran, Tjoe Hong Teng terkena peluru nyasar dan
terbinasa karenanya. Tapi ia masih sempat meninggalkan
pesan supaya tentara besamya di Shoatang semua dibawa ke
Hoopak, sedang sebagai wakil ia angkat tiga orang ialah Toatauwbak
Lie Lay Tiong, Toa-tauwbak Thio Tek Seng dan Toatauwbak
Tjo Hok Thian, dengan kedudukan masing-masing di
Siamsay, Hoopak dan Shoatang. Baharulah belakangan, Lie
Lay Tiong menggantikan Tjoe Hong Teng sebagai Tjongtauwbak,
ketua umum. Lie Lay Tiong ini pada asalnya ada
perwira sebawahan Tang Hok Siang, salah satu jenderal Boan,
setelah masuk Giehoo-toan, ia pendiriannya limbung, ia
terbujuk Ibusuri See Thayhouw, dia bawa angkatan perangnya
ke Pakkhia,di mana, dalam satu pertempuran, ia pun binasa.
Selama ceburkan diri dalam Giehoo-toan, Lioe Kiam Gim
dan Teng Hiauw tidak pernah bcrdiam tetapi di suatu propinsi
atau kota, mereka senantiasa mcngcmbara, karena tugas
mereka kcbanyakan sebagai penghubung atau pcnasihat,
sebagai penganjur. Adalah jalankan titah dari Lie Lay Tiong,
yang paling bclakang, untuk mereka bcrangkat ke Propinsi
Siamsay (Shensi).
Pada suatu hari, Kiam Gim dan Teng Hiauw kaburkan kuda
mereka laksana terbang, hingga dalam satu hari, mereka bisa
lalui empat ratus lie lebih, hingga mereka kena lewatkan
tempat mondok, karena mana, terpaksa mereka numpang
singgah di rumahnya satu penduduk bangsa Hwee. Dia ini
heran orang datang malam-malam dan romannya kesusu
tapi ia toh terima tefamu-tetamu itu, yang dilayani dengan
ramah-tamah.
Karena lelah sehabis berlarian satu hari, begitu rebahkan
diri, Teng Hiaaw lantas jaruh pulas Tidak dernikian dengan
Lioe Kiam Gim, yang duduk bcrscmcdi sambil rapatkan kedua
mata. Beginilah kebiasaan jago Thaykek itu, yang juga tidak
berani sembarang tidur.
Malam ada sunyi ketika Kiam Gim dengar suara samberan
angin di wuwungan rumah, mirip dengan suara jatuhnya daun
rontok, tidak tempo lagi ia loncat kc jendcla, untuk terus pergi
keluar rumah. Dalam malam yang guram, ia tampak berkc
Icbatny a satu bayangan, ia jadi mendongkot, scgcra ia bcr I
ompat, untuk mengejar.
Di dalam kamar, Teng Hiauw mendusin karena gerakannya
sang soepeh, ia lantas sambar pcdangnya, ia loncat keluar,
akan susul soepeh itu.
Menguber tidak terlalu lama, Kiam Gim dapat dekati
bayangan di dcpanriya itu, ialah scorang dengan pakaian
putih. Warna pakaian itu ada menyolok mata, sebab biasanya,
pakaian malam, yaitu yahcng-ie, ada berwarna hitam.
Rupanya sengaja bayangan itu pakai ini macam pakaian. Kiam
Gim tidak jerih, cuma di waktu mengejar terus, ia berlaku
waspada. Ia menduga pada kaki-tangannya pemerintah Boan.
?Siapa itu di sebelah depan?? akhirnya ia tanya dengan
seruannya.
?Kau hcndak can si orang she Lioe, aku ada di sini
sekarang! Silakan kau terangkan dinmu, jangan kau main
scmbunyi-sembunyi, itu bukan perbuatannya satu hoohan!?
Pun, sambil berseru demikian, Kiam Gim menimpuk dengan
scbatang piauwnya, scraya ia tambahkan: ?Sahabat, kau
sambutlah piauwku!? Bayangan di depan itu, sambil berlari,
ulur tangan kanannya ke belakang.
?Ah, satu piauw yang bagus!? tcrdcngar suaranya. Ia
sambuti piauw itu dan lari terus.
Kiam Gim heran dan terperanjat, karena ia tahu liehaynya
timpukannya tapi sekarang orang sambuti itu sccara
sederhana sekali. Karena ini, ia lantas loncat sambil
menyerang pula. Ini kali ia gunakan timpukan ?Hoanpek
impiauw? atau ?Timpukan lengan berbalik?, suatu ilmu Tengsie
Thaykek-koen. Sasarannya adalah jalan darah ?Sinteng-hiat?.
Sekonyong-konyong orang di depan itu tertawa, ia ulur
tangannya yang kiri, untuk sambuti piauw seperti tadi tangan
kanannya, kemudian ia ayun bcrbareng kedua tangannya itu
sambil berseru: ?Jikalau ada kunjungan tidak dibalas, itu
tandanya kurang hormat!?
Nyata dia balas menycrang dengan dua piauwnya Kiam
Gim.
Jago Thaykek-pay ini berkelit, ia lompat lebih jauh, hingga
ia berada di depan orang tidak dikenal itu, tanpa biiang apaapa
lagi, ia menycrang ke arah dada. Ia gunai ?Kimpa
tamdjiauw? atau ?Macan tutul emas ulur ccngkramannya?.
Orang itu menyamping seraya menangkis, akan luputi diri
dari serangan.
Kiam Gim tak berhenti sampai di situ, memutar tangannya,
ia menyerang pula, kali ini dengan ?Poatin kiandjit? atau
?Menyingkap mega untuk melihat matahari?.
Itu adalah pukulan ?Siauwthian-tjhec? atau ?Bintang kecil?.
Orang itu berkelit dengan mencelatkan diri, ia
perdengarkan seruan ?Ah!? kemudian ia tanya: ?Kau ada Lioe
Kiam Gim atau? Thaykek Tan? Di antara ahli-ahli, kecuali
mereka berdua, tidak ada yang melebihkan lagi!?
Kiam Gim heran, ia tidak menyerang lebih jauh. Ia
mengawasi dengan tajam.
?Aku adalah Lioe Kiam Gim,? ia perkenalkan diri. ?Kau
siapa, sahabat? Kau ada dari golongan mana??
Orang itu tertawa, lalu ia kasih turun kedua tangannya.
?Maaf, maafkan aku!? ia memohon. ?Sudah lama aku
dengar namamu yang besar, aku tidak sangka di sini kita bisa
bertemu! Aku ada To Poet Hoan, soetee dari Kiang Ek Hian.
Tentunya Saudara Lioe pemah dengar namaku??
Kiam Gim perdengarkan seruan tertegun, lantas ia maju,
untuk member! hormat. Ia tahu siapa adanya orang she To
ini, karena dalam lima saudara seperguruan dari Kiang EkHian,
dia inilah yang paling liehay, cuma di masa mudanya; Poet
Hoan berkelana di Barat-utara, hingga tidak ada ketika untuk
mereka berkenalan satu dengan lain- Dalam hal derajat, Poet
Hoan pun ada terlebih tinggi setingkat
?Maaf, Lootjianpwee,? kata ia. ?Kenapa malam-malam
Lootjianpwee main-main denganku?? Poet Hoan tertawa.
?Kenapa sih kau tcrburu nafsti?? tanya dia ?Kenapa datangdatang
kau limpuk aku dengan senjata rahasiamu yang
mencari jalan darah??
Kiam Gim melengak tapi sebentaran saja.
?Rupanya kita ada sama pendapat!? kata ia sambil tertawa.
?Kita rupanya saling curigai masing-masing ada gundalnya
pemerintah Boan!?
Poet Hoan tertawa. Dugaan, atau kecurigaan itu, benar
adanya.
Jago Bweehoa-koen ini pergi ke Kamsiok Timur untuk bikin
penyelidikan, ia lihat suasana kalut, dari itu, ia pergi terus ke
Siamsay Utara, akan sambangi Ma Sioe San, seorang gagah
suku bangsa Hwee. Itu lohor, di tengah jalan, ia Iihat Kiam
Gim dan Teng Hiauw kaburkan kuda mereka. Ia tampak
kepandaiannya orang itu menunggang kuda. Segera ia curigai
itu soepeh dan soetit, diam-diam, ia menguntit, terus sampai
di rumah si orang Hwee di mana Kiam Gim bcrdua bcrmalam.
Orang Hwee itu justru ada keponakan Ma Sioe San. Karena ini,
segera ia pergi pada Ma Sioe San, untuk memberi keterangan,
habis itu, malam-malam ia pergi ke rumahnya si orang Hwee,
untuk mengmtai, ia tidak sangka, Kiam Gim pergoki padanya,
ia coba singkirkan diri, tapi biar bagaimana dia liehay, Kiam
Gim dapat candak padanya, benar ia tidak sampai dirubuhkan,
toh ia heran atas liehaynya orang yang dicurigai itu. Akhimya
ia jadi girang sebab ia telah bertemu sama jago Thaykek-pay
itu.
Sctclah bicara pula, untuk utarakan kckaguman mereka
satu sama lain, mereka girang atas itu pertemuan, keduanya
lantas kembali ke rumahnya si orang Hwee. Malam tetap
suram. Selagi mereka mendekati rumahnya si orang Hwee,
keduanya heran. Mereka dengar suara senjata beradu
dibarcngi sama seruan keras. Lekas-lekas mereka maju untuk
melihat Segera Kiam Gim dapan Teng Hiauw asyik bertempur
seru sama satu orang yang bersenjatakan golok, dan seorang
lain, sambil gendong tangan, lagi tonton kedua orang yang
bertanding itu.
?Lootjianpwee, apakah dua orang itu kawan-kawanmu?? ia
tanya To Poet Hoan.
Jago Bweehoa-koen itu melengak, ia awasi kedua orang
yang ditanyakan itu.
?Bukan,? akhirnya ia jawab. ?Entah siapa mereka itu .*
Untuk dapat kcpastian. Poet Hoan hendak maju mendekati,
tapi Kiam Gim cegah dia.
?Tunggu, Lootjianpwce,?* kata ia ini. ?Sekarang aku kenali
mereka. Biar kita menonton dulu sekian lama.?
Poet Hoan menjadi heran, tetapi ia menurut. Keduanya
umpeti diri di belakang satu tanjakan.
?Sebenamya siapa mereka?? orang
she To ini tanya.
?Kenapa mesti antap mereka bertempur?? Kiam Gim
lersenyum. ?Lootjianpwce tidak kenali, mereka itu adaiah
keponakan murid dan keponakan dalamku.? ia kasih
keterangan. ?Yang berdiri rnenonton itu ada muridku yang
kedua. Sudah lama aku tidak lihat mereka, aku ingin saksikan
kemajuan mereka.?
Orang dengan siapa Teng Hiauw bertempur ada Lauw Hie
Hong. Dia ini bersama YoTjin Kong sudah an tar Lioe Toanio
ke Shoasay pada Lauw In Eng. adiknya Toa Nio. Ketika itu, In
Eng sudah jadi Ahli Waris dari Banseng-boen. Berdua mereka
ini pergi ke Siamsay untuk mclakukan titahnya Lauw in Eng.
Ketika itu hari mereka sampai di Anpian-po, tempat di mana
Kiam Gim berdua smggah, mereka dengar dari satu orang
Banseng-boen tentang lewatnya seorang tua dan seorang
muda, yang tidak mampirkc kota hanya bcrrnalarn di desa.
Mereka curiga, malam itu mereka datang untuk menyelidiki
Mereka sampai justru Kiam Gim dan Poet Hoan saling kejar,
sekejab saja mereka ini lenyap, maka kecurigaan mereka jadi
bertambah. Justru itu. muncullah Teng Hiauw, yang hendak
susul soepehnya, tidak ayal lagi mereka memegat dan
menyerang. Akan tetapi mereka ada murid-muridnya guru
kenamaan, mereka malu untuk mengepung, dari itu Yo Tjin
Kong lantas mengawasi saja, ia antap Hie Hong yang telah
mendahului ia.
Lauw Hie Hong bersenjatakan golok Ngo houw Toan boentoo
warisannya Lioe Toa Nio, pada gebrak yang pert a ma, ia
pakai itu untuk menangkis pedang Tanhong-kiam dari Teng
Hiauw, kcdua senjata beradu keras, muncratkan lelatu api,
hingga kcduanya terkejut dan mundur sendiri, akan pcriksa
senjata mereka masing-masing, apabila tcrnyata, senjata
mereka tidak rusak, mereka maju pula akan melanjuti
pertempuran.
Teng Hiauw hcran lihat goloknya, dan juga permainan
goloknya yang liehay, ia tak kctahui golok Lioe Toa N io yang
pemah menjagoi di kalangan Kangouw. Iamelakukan
perlawanan dengan waspada tapi sungguh-sungguh.
Hie Hong ada liehay, tetapi menghadapi Teng Hiauw, ia
kalah satu tingkat, semua serangannya kena punahkan
dengan gampang saban.
Yo Tjin Kong, yang menonton menjadi heran menampak
permainan pedang dari sianak muda. Ia lihat beberapa
gerakan dari Thaykek-koen, tapi kemudian itu berubah
menjadi lain rupa, ia tidak tahu orang telah gabung kedua
Thaykek-koen dari Keluarga Teng dan Tan. Ia tahu Hie Hong
keteter, ia cuma tersenyum di dalam hati. Ia pikir untuk
membantu kalau saamya sudah mendesak. Ia masih
mendongkol berhubung sama peristiwa di Lioe-tjhung dan tak
puas mengenai LioeToa Niowariskan golok Toanboen-too pada
kawan she Lauw itu.
Hie Hong repot melayani lawan yang tidak dikenal itu,
sudah begitu, ia mendongkol yang Tjin Kong tidak lekas maju
membantu ia, terpaksa ia jadi nekat. Begitulah satu kali,
dengan hebat ia babat lengan Teng Hiauw.
Puteranya Kiam Beng, berkelit dengan mcmutar tubuh,
mcnyusul itu, dengan kaki kanan di depan, ia mcmbabat ke
arah leher lawannya. Inilah serangan hebat sekali, sebab
goloknya Hie Hong baharu saja berkelebat lewat, jadi sukar
untuk ditarik pulang.
Yo Tjin Kong lihat ancaman bahaya bagi kawannya, saking
kaget, ia sampai menjerit, tetapi ia segera loncat maju, untuk
coba menolong.
Selagi begitu, ia dengar satu jeritan, yang membuat ia
kaget sekaii, ia sangka ia sudah terlambat. Sekejab ia pikir
untuk mcmbalas sakit hati bagi Hie Hong. Kapan ia sudah
datang dekat, ia tercengang. Pertempuran berhenti
sendirinya dengan mendadak-sontak, ia dapati Hie Hong
lagi lintangi goloknya tanpa kurang suatu apa, dan si anak
muda, lawannya, pun lagi berdiri dengan pedangnya siap
scdia. Ia sedang bengong ketika anak muda itu tuding ia
scraya berseru: ?Binatang, kau gunai senjata rahasia??
Tentu saja Tjin Kong jadi terlebih-lebih heran, hingga ia
melengak.
Ketiga orang itu tidak tahu, selagi pertempuran bcrjalan,
Lioe Kiam Gim telah memasang mata, dua buah piauwnya
tergenggam di tangan, di saat bahaya mengancam Hie Hong,
ia segera menimpuk, dua kali, dan dua-dua kalinya mengenai
jitu pada pedangnya Teng Hiauw, hingga dia ini batalkan
penyerangannya, terus dia berdiri diam sambil memasang
mata, sampai majunya Tjin Kong. Ia insyaf senjata rahasia
yang liehay dari orang itu, ia tegur orang she Yo itu, malah
menyusul itu ia maju, untuk serang orang she Lauw itu.
Dalam saat yang genting itu, mendadak terdengar seruan:
?Jangan turun tangan!?
Teng Hiauw kenali suara soepehnya, ia batalkan maju, ia
berdiri diam, tapi ketika ia menoleh kepada kedua lawan, ia
jadi heran. Ia lihat wajah mereka itu terperanjat dan girang,
lalu bergantian ia dengar mereka, yang lalu berseru ?Ko-thio!?
yang lain: ?Soehoe!?
Kiam Gim dan Poet Hoan scndiri. dengan saling susul,
berkelebat muncul di depan tiga orang itu. Poet Hoan berseru
dengan pujiannya: ?Permainan pedang yang bagus!? Tapi
Kiam Gim menegur Tjin Kong: ?Kenapa kau tinggal menonton
saja??
Selagi Teng Hiauw masih heran, sang soepeh lantas ajar ia
kenal muridnya: ?Syukur kau bentrok di antara orang sendiri
dan aku berada di sini, jikalau tidak. jiwanya Hie Hong tak
akan dapat ditolong lagi! Kau toh lihat Hie Hong terancam
bahaya, kenapa kau diarn saja? Aku sendiri bisa lihat gelagat,
aku selalu siap untuk datang sama tengah, tapi kau,
bagaimana dengan kau? Seharusnya kau maju siang-siang!?
Tjin Kong berdiam bahna jengah, Hie Hong merasa malu
sendirinya. Teng Hiauw pun berdiam, ia merasa tak enak
sendirinya. tapi ia lekas sadar, ia dekati Hie Hong untuk
menghaturkan maaf.
Kepada soepehnya, ia kata: ?Soepeh sungguh aku tidak
taliu orang
sendiri?. Aku pun berpokok kepada tatatertib
kaum Kangouw, untuk tidak mengerubuti,? kata Tjin Kong
kemudiarL Kiam Gim awasi tiga orang itu, ia urut-urut
kumisnya. ?Kau orang tak dapat artikan aku,? ia berkata
dengan sabar.
?Teng Hiauw keluarkan kepandaiannya, itulah sepantasnya
saja. Dia tidak kenal orang sendiri, dia| lagi bertempur dan
lawannya punyakan kawan, memang lekas-lekas ia cari
keputusan. Kau, Tjin Kong, kau tidak benar, maka ingatlah
kau baik-baik pelajaran ini kali! Jikalau kau ketahiri tentang
lawanmu, bahwa dia ada satu laki-laki sikapmu benar, sebab
tak mestinya, dua kerubuti satu, tetapi bagaimana apabila
pihak sana ada kaki-tangan Boan, ialah musuh besar kita? Apa
dengan pihak musuh kau tetap hendak bawa sikap jantan dan
tidak hendak menolong kawan yang terancam bahaya? Kau
berlaku jujur, bagaimana dengan pihak sana? Kctika dulu aku
dan ayahnya Teng Hiauw dijebak di rumahnya Soh Sian Ie,
orang-orang yang kepung kita sedikitnya lima puluh pahlawan
Boan!?
Air mukanya Tjin Kong menjadi merah-padam, ia hendak
bikin malu Hie Hong, siapa tahu, kesudahannya ialah yang
dapat malu. Ia menyesal dan mendongkol tapi ia tidak bisa
berbuat suatu apa, karena ia tahu, memang ia bersalah. Maka
ia terus paykoei terhadap gurunya, untuk mohon ampun.
To Poet Hoan mcrasa kurang enak hati, ia angkat bangun
anak muda itu.
?Lihat, kau bikin muridmu sangat kctakutan!? kata ia sambil
tertawa kepada Lioe Kiam Gim, untuk tolong mukanya murid
itu. Kemudian ia tanya Tjin Kong: ?Kenapa kau orang berada
disini??
Melihat Poet Hoan datang sama tengah, dan ia pun insyaf
ia telah bicara tcrlalu keras, Kiam Gim segera tenangkan diri,
wajahnya pun jadi sabar kembali.
?Kau bangun!? ia kata pada muridnya. ?Cukup asal kau
ingat baik-baik pelajaran ini. Bisa jadi sekarang kau sesalkan
aku, tetapi di belakang hari, kau akan insyaf berbahayanya
musuh, kau akan ketahui maksud baik dari aku.?
?Aku tidak sesalkan kau, Soehoe,? kata Tjin Kong.
?Baik,? Kiam Gim manggut. ?Sekarang jawablah
pertanyaannya To Lootjianpwee. Aku juga ingin ketahui halnya
kenapa kau orang datang kemari. Apa Soebo baik??
Dua tahun yang lampau, Lioe Kiam Gim berpisah dengan
isterinya di Shoasay, sejak itu ia tcrlalu repot dengan
urusannya Giehoo-toan, sampai ia tak sempat tengok
isterinya, yang ia senantiasa pikirkan.
?Soebo baik,? sahit Tjin Kong. ?Luka di dalam dari Soebo
sudah sembuh, ia sekarang sudah bisa jalan dengan
bantuannya tongkat.?
Setelah ini, murid ini tuturkan kenapa ia berdua Hie Hong
datang ke Siamsay Utara.
Pemenntah Boan insyaf semakin bcsarnya pengaruh
Giehoo-toan, yang memusuhkan orang asing, dia kuatir nanti
terbtt onar besar, yang membahayakan ketegakannya, maka
itu, dia cari jalan mundur teratur, untuk bcbaskan diri, di
antaranya, sambil perkuatkan diri di Barat-utara. dia umbar
pahlawan-pahlawannya, akan secara diam-diam basmi orangorang
gagah pencinta negara dan kaum Rimba Hijau. Pihak
Banseng-boen, yang berpengaruh di Shoasay dan Siamsay,
tahu hal sepak-terjang pemerintah Boan itu, maka Lauw In
Eng kirim dua orang ini untuk serap-serapi gerak-gerik
pemerintah musuh itu. In Eng, sebagai Ketua Banseng-boen,
tidak ingin orang-orang pihaknya nanti kena diganggu
pahlawan-pahlawan Boan itu.
?Kita kuntit beberapa pahlawan Boan sampai di Siamsay
Utara,? Tjin Kong lanjuti keterangannya. ?Kita| dapat dengar,
pahlawan-pahlawan yang utama sudah pergi ke Kamsiok,
katanya buat menuju ke bagian utara propinsi itu?.?
Mendengar ini, Poet Hoan ketarik bukan main.
?Bagaimana caranya kau ketahui gerak-gerik mereka?? ia
tanya.
?Turut keterangan orang-orang kita di Siamsay, ada satu
pasukan tentara yang bertugas meronda katanya,? sahut Tjin
Kong. ?Mereka itu nyata ada orang-orangnya Tjongtok dari
Siamsay dan Kamsiok. Beruntung kita dapat bekuk salah satu
anggota dari barisan itu. Menurutdia ini, pemimpin mereka
adalah Kek Touw Im, dan Kek Touw Im ini, dengan ajak
bebcrapa kawannya yang liehay, semua sudah pcrgi ke
Kamsiok untuk cari seorang kesohor, entah siapa orang yang
dicari itu.?
?Inilah hebat!? berseru Poet Hoan seraya ia banting kaki.
?Kenapa, Lootjianpwee?? Kiam Gim tanya.
?Sebab Soehengku bersama cucu perempuannya bcrada di
Yamtjoan-tjoe di Kamsiok Utara,? jawab orang she To itu.
?Rupanya kaki-tangan Boan itu tclah dapat selidiki tentang
Soehengku itu dan mereka pergi untuk menyatroninya?.?
Teng Hiauw terkejut.
?Socpch. man kita bantu Kiang Lootjianpwee!? ia kata pada
paman gurunya, ujung baju siapa ia tarik.
Kiam Gim berpikir dengan cepat
?Baik, mari kita ikut To Lootjianpwee ke Kamsiok,? kata ia.
Lahi ia kata padaTjin Kong: ?Sekarang baik kau orang tunda
tugasmu menyelidiki pahiawan-pahlawan itu, aku nanti yang
gantikan, kau orang boleb terima tugas lain__?
Tjin Kong berscdia akan terima tugas bam, tapi ia tanya,
apa mereka sanggup kcrjakan itu atau tidak.
?Jikalau tidak, tidak nanti aku bcrikan tugas ini kepada kau
orang,?
Kiam Gim jelaskan. ?Jangan kuatir, aku cuma ingin kau
sampaikan satu warta lisan. Aku dapat pesan dari Lie Lay
Tiong, pesan untuk Toa-tauwbak Tee See Kie di Siamsay
Utara. Toa-tauwbak itu diminta ajak semua saudaranya lekas
kembali ke Hoopak-?
Tjin Kong dan Hie Hong nampaknya heran. Kiam Gim
mengerti, mereka ini tentu belum dengar hal kematiannya
Tjoe Hong Teng, dari itu, ia lantas berikan keterangannya.
Kemudian ia -tambahkan: ?Sekarang kita mau pergi ke
Yamtjoan-tjoe, maka pergi lah kau orang kepada Tee Sie Kie.
Perjalanan cuma dua hari, aku percaya, tidak akan terbit onar,
tapi kau orang tetap harus waspada.?
To Poet Hoan menghela napas mendengar kebinasaannya
Hong Teng.
?Sebenamya belum pernah aku ketemu sama keponakan
murid itu,? katanya, ?aku tadinya sangka benar-benar ia sudah
menycrah kepada pemerintah Boan, tidak tahunya dia ada
satu laki-laki sejati. Sayang?.? Ia menghela napas pula, ia
tambahkan: ?Tjoe Hong Teng menutup mata, Lie Lay Tong
pergi ke Hoopak, itu dapat dimengcrti tetapi jikalau tenaga
Gichoo-toan di Siamsay diangkut semua, apa Barat Laut tidak
jadi kosong? Inilah aku kuatirkan. Apa perlu warta lisan ini
tetap disampaikan??
?Putusan sudah tetap, aku rasa sulit untuk ubah itu,? kata
Kiam Gim setelah ia berpikir sejenak. ?Umpama warta kita
tidak sampai, Tee See Kie tentu akan terima warta susulan.?
Poet Hoan bersenyum sendirirrya. Nyata ia kalah tenang
dari Kiam Gim.
Sampai di situ, Kiam Gim ajak semua orang masuk ke
dalam rumah, ia kasih bangun tuan rumah, untuk pamitan,
katanya mereka mau lantas berangkat.
Tuan rumah orang Hwee itu mendongkol kapan ia dengar
halnya tcntara Boan serang orang-orang suku bangsanya,
suku Hwee, di Yamtjoan-tjoe.
?Kita terlalu didesak, dibikin celaka!? katanya dengan
sengit. ?Kau hendak menolongi bangsa kita, aku berterima
kasih. Sayang aku tidak punya guna hingga aku tak dapat
turut membantu.?
Kiam Gim semua hiburkan orang Hwee itu, lantas mereka
pamitan dan berangkat. Rombongan mereka pun terpecah
dua, ialah Tjin Kong dan Hie Hong menuju ke Utara kepada
Tee Sie Kie, Kiam Gim dan Poet Hoan dan Teng Hiauw menuju
ke Yamtjoan-tjoe.
Rombongannya Kiam Gim sambil di lain pihak berhasil
membasmi Kek Touw Im semua, hanya sayang, mereka
terlambat juga sedikit, hingga Ek Hian keburu terlalu
kecapaian, hingga ia jadi mirip dengan ?lampu kurang
minyak?.
Kiam Gim telah pikir, begifu lekas kesehatannya Ek Hian
pulih, ia hendak tuturkan tentang kebinasaannya Tjoe Hong
Teng, mu-nd kesayanganrrya yang sangat dihargai, sayang,
Ketua Bweehoa-koen ada terlalu lemah, usianya sudah terlalu
tinggi. Juga di situ, mereka tidak dapati obat kuat untuk tubuh
lemah dari seorang tua, sedang biasanya, siapa jarang sakit,
sekah? ia jatuh sakit, sakitnya hebat, begini sudah terjadi
dengan Ek Hian.
Lewat beberapa hari. Poet Hoan tampak Ek Hian jadi
semakin lemah.
Ek Hian pun merasai hebatnya sakitnya itu, ia bernapas
sesak, ia pun batuk-batuk. Sulit untuk ia dahar bubur. Maka
itu hari, ia kumpulkan Hong Keng semua.
?To Soetee, Lioe Toako,? kata ia, ?aku tahu keadaan diriku,
aku sudah tidak berdaya pula??
Poet Hoan hendak menghibur, tapi jago Bweehoa-koen itu
goyangi tangan dan mendahului ia.
?Aku?telah bcrusia tujuh puluh tahun lebih, tak bisa aku
merasa tak puas,? kata ia. ?Aku melainkan ingat si Keng.
Bersusah-payah iaikuti aku merantau, sampai di tanah
pegunungan ini, aku telah sia-siakan usia mudanya, aku
merasa sangat tidak enak. Di tempat sebagai ini, mana aku
bisa carikan pasangan untuk ia??
Mukanya Hong Keng menjadi merah-padam bahna malu, ia
pun berduka sekah.
?Engkong,? ia paksakan kata, ?kau lagi sakit, harap kau
tidak omong banyak?.?
Orang tua itu bcrsenyum meringis.
?Cucuku yang baik, apa kau kira kemudian aku masih dapat
omong? Kila ada orang-orang Kangouw, kite harus ucapkan
apa yang kite pikir, tidak usah kitamain sungkan. Kaupun tidak
usah malu?.? Ia bcrdiam sebentar, lamas ia melanjuti: ?Teng
Hiauw ada satu anak yang baik. Dulu aku tak puas terhadap
ayahnya, tctapi aku toh berterima kasih pada ayahnya itu. Ya,
dua-dua mereka, anak dan ayah, kepada mereka aku harus
bersyukur. Teng Kiam Beng pcrnah tolong aku, Teng Hiauw
pemah tolong kau, kite telah bersahabat dcngan Keluarga
Teng untuk dua turunan?. Kiam Beng mati sccara
mengenaskan. karena itu, aku menycsal untuk Teng Hiauw.-
Belum lama aku bergaul sama Teng Hiauw, sekarang ini aku
pandang ia sebagai cucuku saja?.?
Teng Hiauw bertindak mendekati.
?Kiang Lootjianpwee?? kata ia, yang terus raenangis
sesenggukan, air matanya mengucur dengan deras.
Ek Hian pandang anak muda itu, ia tertawa.
?Jangan berduka, Teng Hiauw,? kata ia. ?Aku hendak bicara
dengan kau. Kau pemah bentrok dengan si Keng, akan tetapi
aku tehu, kau berdua cocok satu sama lain. Aku pun tehu,
selama beberapa tahun ini, si Keng senantiasa ingat dan
pikirkan kau..?
Selagi Ketua Bweehoa-koen itu berhenti bicara, Kiam Gim
menyela. ?Aku tahu, Teng Hiauw pun sering pikirkan Nona
Kiang,? kata ia.
Ek Hian tertawa.
?Aku ingat dia, dia ingat aku. Tidakkah ini bagus sekali??
kata ia pula. ?Aku pun saksikan, dalam beberapa hari ini,
mereka berdua bcrgaul rapat sekali, tidak perduli mereka
sedang sibuk merawati aku. Untuk mereka, tinggal kite saja si
orang
tua berkate-kate?. Teng Hiauw tolak perjodohan oleh
ayahnya, dan kemarin ini Lioe Toako bilang, ayahnya pasrah
kepada anaknya saja, maka itu, aku pikir, baiklah sekarang
kite tetepkan perjodohan mereka. Bukankah keluarga kite
berdua ada sederajat? Lioe Toako, kau ada socpeh dari Teng
Hiauw, kau tcrima pesan ayahnya, silakan kau jadi wakil ketua
pihak Teng, tanpa akuri shedjitgwee lagi, tanpa pilih hari pula,
mari kite rekoki jodoh mereka berdua! Tidakkah ini
sederhana?? Lioe Kiam Gim tertawa. ?Inilah bagus,
Lootjianpwee,? kata ia. ?Memang, tanpa kau mengusulkannya,
aku berniat majukan urusan ini kepadamu. Baik aku jelaskan
kepada kau, di waktu muda, isteriku pun aku lihat dan penujui
sendiri, demikian pun dia!? Mcndcngar ini, semua orang
tertawa. Setelah beberapa hari, barulah saat itu mereka
bergembira.
Teng Hiauw dan Hong Keng tunduk saja, mereka malu
berbareng girang.
Ek Hian ada demikian girang, hingga ia sepcrti sembuh
mendadak dari sakitnya. Ia bisa angkat tubuhnya, akan duduk
di atas kursi biasa. Ia seperti duduk di pembaringan, ia
bersenyum berseri-seri.
Justru itu, seorang Hwee datang masuk sambiI bcrlari-lari,
romannya bingung. Ia melaporkan kedatangannya satu
penunggang kuda yang berlepotan debu, yang katanya
beroman luar biasa, bahwa orang itu, begitu lompat turun dari
kuda, segera menanyakan si orang tua she Kiang.
?Bagaimana luar biasanya orang itu?? Poet Hoan tanya. Ia
bersikap tenang.
?Scbab sekarang ada Musim Dingin dengan hawa udaranya
dingin sekali,? sahut juru warte itu, ?tetapi orang itu memakai
thungsha, dia mencekal kipas, dia bertindak dengan lenggangkangkung,
dari mulutnya keluar occhan saja?.?
?Dia tentu Thiebian Sieseng Siangkoan Kin!? kata Lioe Kiam
Gim.
Jago Thaykek-pay ini baharu tutup mulutnya, atau satu
orang muncul di muka pintu, terus saja dia berseru: ?Benarbenar
kau semua ada di sini! Eh, kau tertawakan apa? Apa
mustahil karena ada sahabat datang dari tempat jauh,
makanya kau jadi sangat kegirangan??
?Eh, sioetjay murtad!? menegur Lioe Kiam Gim tetapi
sambi! tertawa. ?Di sini ada orang-orang tetua, kenapa kau
begini tidak tahu adat?? Lantas diatunjuk Ketua Bweehoakoen-.
?Ini ada Tjiangboendjin dari Bweehoa-koen, Kiang Ek
Hian Lootjianpwee!? terus ia tunjuk To Poet Hoan: ?Dan ini
ada Kiang Lootjianpwee punya soetee, Lootjianpwee To Poet
Hoan yang pada tiga puluh tahun yang lampau sudah pimpin
pasukan perang Thaypeng yang berperang di Selatan dan
Utara, yang namanya kesohor di seluruh negeri!?
Mendcngar begitu, Siangkoan Kin lantas tarik kipasnya,
untuk ia memberi hormat.
?Oh, kiranya Soehoe dan Soesiok dari Toako Tjoe Hong
Teng! Aku mcrasa sangat beruntung dengan pertemuan ini!
Cita-citanya Tjoe Toako masih belum berwujud, mayatnya
telah dibungkus dengan kulit, tetapi kematiannya itu agung
bagaikan Gunung Tay-san, berharga seperti bulunya burung
hong, maka. walaupun kite yang menjadi sahabat-sahabatnya
merasa berduka, kite toh merasa bangga! Scsuatu orang mesti
mati, tetapi dia mati sempuma, mati secara berharga! Semua
sahabat-sahabatnya akan ingat dia, kite tak usah
mendukakannya, maka aku percaya, Kiang Lootjianpwee juga
pasti akan berpendapat sebagai kita!?
Thiebian Sieseng umbar kata-katanya, akan antap
meluapnya suara hatinya, sampai ia tidak lihat bagaimana
Kiam Gim kedipi ia berulang-ulang. la baharu tutup mulutnya,
atau Kiang Ek Hian lompat bangun di atas pembaringannya
sambil tertawa terbahak-bahak seraya terus kata: ?Ya, dia
mati sempurna, dia mati berharsa! Dengan punyakan murid
semacam dia, dapatlah aku menghibur Iciuhur dari Bweehoakoen,
aku tidak mendatangkan malu bagi kaum Rimba
Persilatan! Oh, Hong Teng, Hong Teng..?
Masih orang tua ini tertawa bergelak-gelak, atau segera
datang kesedihan, dengan mendadakan, ia rubuh, tubuhnya
tidak bergerak lagi, apabila orang dekati dia, napasnya sudah
berhenti, kedua matanya dirapati.
Hong Keng kaget, ia menjerit menangis. lantas ia
mengulun.
Semua orang pun bcrduka, semua tunduk, diam saja.
Thiebian Sieseng berdin tercengang, ia menyesal atas
kesembronoannya.
To Poet Hoan susut air matanya.
?Saudara Siangkoan, inilah bukan kesalahanmu,? kata dia.
?Soeheng mcmang scdang sakit, keadaannya sudah sulit
sekali, sukar untuk kita tolong padanya, karena itu,
mendengar kabar membanggakan dan menyedihkan tentang
muridnya itu, ia tak dapat mcnahannya. Waiaupun aku tidak
membawa kabar ini jg adanya, aku tahu, ia tak akan dapat
bertahan melewati hari ini.?
Meskipun demikian, si Mahasiswa Muka Besi yang jenaka ini
masih lesu, ia hadapi tubuhnya Kiang Ek Hian, akan menjura
seraya mulutnya berkelemak-kelemik.
Kabar meninggalnya Kiang Ek Hiantersiardengan lantas,
segera ada banyak orang Hwee yang datang menyambangi,
karena orang sudah mati tak dapat hidup pula, lantas
bcramai-ramai mereka mcngurus, akan kubur jenazahnya jago
tua itu sccara sederhana, tapi meninggalkan kesan dalam.
Karena semua orang hargai dia. Di muka kuburannya itu,
selaku tanda peringatan, dituliskan kata-kata: ?Giesoe Kiang
Ek Hian Tjiebok? -ialah ?Kuburan Gie-soe Kiang Ek Hian?. Ia
pun telah berjasa terhadap penduduk Yamtjoan-tjoe itu.
Sctclah itu, Siangkoan Kin utarakan maksud
kedatangannya, untuk minta semua orang kembali ke
Thongijioc, Hoopak. Sebab sctclah Lie Lay Tiong sampai di
Hoopak, telah kesampaian cita-citanya, ia gantikan
kedudukannya Tjoe Hong Teng. Ketika itu, semua kckuatan
Giehoo-toan telah berpusat di Propinsi Hoopak, umpama di
Toktjioe saja ada kira-kira dua-tiga puluh ribu jiwa, tak usah
discbutkan yang di Thongtjioe scndiri. Di dalam dacrah
Hoopak, sampai di kampung-kampung yang kecil, di mana
saja kcdapatan orang-orang dengan pelangi kuning dan ikat
pinggang merah, yang tangannya siap sedia tombak panjang!
Malah di Kota Raja sendiri, Pakkhia, ada koentjiang, rumahrumah
perguruan serta tempat-tempat sembahyang. Barisan
Gie Lim Koen, pasukan istimewa dari Kaisar, tidak berani
ganggu mcrcka. Djoe Lok, Tjongtok dari Titlee (Hoopak),
tadinya masih berikan titah-titah untuk tentaranya tindas
kaum pengacau ? dimaksudkan orang-orang Giehoo-toan ?
akan tetapi, sctclah pengaruh Giehoo-toan jadi demikian
besar, dia kuncup sendirinya. Kereta Nagadari Ibusuri See
Thayhouw, di pos di Hongtay, telah dibakar musnah oleh
orang Giehoo-toan, dan satu perwira sebawahan dari Djoe
Lok, yang tcrtawan di medan perang Distrik Laysoei dengan
tcntara Giehoo-toan, dihajar hidup-hidup sampai tcrbinasa.
Tiehoe dari Djimkioe dan beberapa perwira, juga telah dapat
luka-luka hebat. Demikian, saking jerih, Ibusuri sampai
usulkan anboe kepada pihak Giehoo-toan, supaya Giehoo-toan
suka bekerja di bawah pemerintah Boan.
Tjongtok Djoe Lok adalah yang j alankan usul Ibusuri, dia
kirim utusan untuk ?panggil? Lie Lay Tiong dan Thio Tek Seng
datang ke Thiantjin (Tientsin).
Lie Lay Tiong tidak bilang suatu apa mengenai panggilan
itu tetapi Thio Tek Seng keprakrkeprak meja dan bcrseru:
?Kita bukannya pembesar-pembesar Boan, tjongtokmu bawa
lagak apa??
Mendengar sikap pemimpin Giehoo-toan itu, Djoe Lok
mengaku salah, lalu ia kirim Iain utusan, buat mengundang
lebih jauh, dengan hunjuk ?mereka akan bikin pertemuan
secara hormat? (dimaksudkan kedudukan yang berimbang).
Atas ini Lie Lay Tiong berpikir sampai masak-masak
akhimya, ia nyatakan suka tenma undangan itu. Ia pun
maklumkan cita-cita dari almarhum Tjoe Hong Teng, yaitu
?Hoeljeng Biatyang? - ?Menunjang pemcrintah Boan, untuk
membasmi orang asing?.
Demikian keterangannya Siangkoan Kin, sesudah mana, ia
tambahkan: ?Melihat keadaan, rupanya pihak asing
bemiatmengasih datang bala-tentaranya, pemcrintah Boan aku
sah kepada kita, tetapi dia tak dapat dipercaya, maka itu,
perlu kau orang lekas-lekas pulang, untuk kita berdaya.?
To Poet Hoan berbangkit sambil tepuk meja.
?Kalau begini, dengan Hong Teng telah terbinasa dan kaum
kita dipermamkan, untuk apa lagi kita menunjang pemerintah
Boan?? ia kata dengan nyaring.
Siangkoan Kin tertawa meringis.
?Itu ada siasatnya Ketua Umum kita, tak dapat kita campur
tahu,? ia bilang. ?Masih belum dapat dibilang yang siasat itu
ada keliru. Semasa pertempuran di antara Tjoe Toako dan
Wan Sie Kay di Shoatang, Toako bilang padaku, pemenntah
Boan hendak kita terbaliki, orang asing hendak kitausir, tetapi
sekarang, selagi pihak asing hernial menyerang kita, tindakan
mengusir mereka jadi terlebih penting daripada urusan
menjungkalkan pcmerintah Boan. Umpama pcmerintah Boan
sangat terdesak pihak asing, aku rasa, tak dapat dia tidak
bikin perlawanan. Apabila itu terjadi, irulah tcrlcbi h baik lagi.
Inilah scbabnya kendatipun Tjoe Toako lawan Wan Sie Kay, ia
belum hapuskan siasatnya ?Hoetjeng Biaiyang? itu.?
Kiam Gim berpikir, lalu ia turut bicara.
?Tjoe Hong Teng meropunyai pertimbangannya sendiri,?
kata ia, ?tetapi sekarang sudah jelas, pemerintah Boan ada
sebagai budak-budaknya negara-negara asing, maka sukar
untuk kita dipaksa berdiri bcrdampingan sama pihak Boan itu.
Umpama kata pcmerintah Boan rnasih ingin kita bcrserikat
dengannya, kita hams ambil kedudukan utama, kita tidak
bolch kasih diri kita digunakan sebagai alat. Hanya, sementara
ini, tak bisa kita mendadakan ubah siasatnya Lie Lay Tiong.
Aku tahu betul, dalam Gichoo-toan ada pecahan rombongan
Hoantjeng, Pootjeng dan Hoetjeng-ialah mereka yang hendak
menentangi pemerintah Boan, yang hendak membelai, dan
yang hendak membantu, di antara tiga itu, rombongan
Hoetjeng adalah yang paling
besar. Maka aku pikir, kalau
kita| kembali ke Hoopak, baik kita menganjurkan untuk
perbesar pengaruh rombongan Hoetyang Biatyang, supaya
kita bisa paksa Lie Lay Tiong dengan sendirinya berdiri di
belakang kita. Umpama kita diam saja, aku kuatir urusan bisa
gagal. Aku setuju dengan Saudara Siangkoan, harus kita lekas
kembali.?
Pikirannya Kiam Gim ini dapat kesetujuan, scmua orang
suka ikut ia, maka itu, telah lantas ditctapkan untuk mereka
berangkat bersama.
Semua orang, terutama To Poet Hoan, lantas pamitan dari
Ma Potjoe.
Kepala Suku Hwee itu merasa sangat berat untuk berpisah,
tetapi ia tidak dapat menahan, maka di saatnya berpisahan, ia
mengantar sampai sepuluh lie lebih, bersama ia banyak sekali
penduduk Hwee, yang pun sangat menghargai orang tua itu,
yang mereka pandang sebagai pemimpin sendiri.
Dalam perjalanan ini, Kiam Gim dan Poet Hoan berada
dalam perasaan yang saling susun, di satu pihak mereka
berduka, di lain pihak, hati mereka tegang, mereka
bersemangat. Sebab dari ini adalah kehilangannya Kiang Ek
Hian dan kesulitannya Giehoo-toan.
Teng Hiauw dan Kiang Hong Keng pun terbenam dalam
kesedihan, akan tetapi, berbareng dengan itu, api asmara
mereka menyala-nyala, keduanya sangat bersemangat.
Mereka lagi menanti hari depan mereka yang manis.
Siangkoan Kin si doyan bersenda-gurau, yang alim
nampaknya, tetapi yang berandalan, ?kelihatannya pun
tcnang, akan tetapi sebenarnya, hatinya diliputi ketegangan?.
Dengan masing-masing perasaannya itu, lima orang itu
telah lakukan perjalanan mereka tanpa kenal lelah, selang
beberapa hari, sampailah mereka di Anpian-po di Siamsay
Utara, di sana segera Poet Hoan ajak rombongannya menemui
Ma Sioe San, jago suku bangsa Hwee, untuk sekalian
menumpang bcrmalam.
Sioe San dan keponakannya kcbetulan ada di rumah, girang
mereka menyambut kawan lama, dari itu, malam itu mereka
bicara banyak la pun sejak lama telah kagumi Lioe Kiam Gim
dan Siangkoan Kin, dari itu, ia jamu mereka ini sekalian
bersama dengan Poet Hoan.
?Beruntunglah pertcmuan kali ini,? kata Sioe San selagi
mereka bersantap.
Semua orang menjadi heran, semua awasi orang Hwee ini.
?Ya, Saudara-saudara pasti tak ketahui, hampir aku
nampak bencana, hingga hampir saja malam ini aku tidak
punya apa-apa untuk disuguhkan kepada Saudara-saudara!?
kata Sioe San pula.
Kejadian apakah itu?? Poet Hoan tanya. ?Apakah ada
angkatan perang negen yang datangi dusun &#
?Walaupun itu bukan tentara negeri, toh mirip-mirip dengan
tentara!? jawab Sioe San, yang suaranya jadi sengit dengan
mendadakan. ?Pagi tadi di sini lewat selerotan dari kira-kira
dua puluh kereta besar, yang menuju ke arah barat. Kabarnya
mereka ada rombongan dari satu bekas pembesar hartawan,
yang lagi mengungsi ke Siamsay Utara, untuk singkirkan diri
dari ancaman malapetaka?.?
?Apakah diketahui she dan namanya orang itu?? tanya Lioe
Kiam Gim setelah ia berpikir sesaat.
?Rupa-rupanya dia ada seorang she Soh,? jawab Sioe San.
?Pengiring-pengiringnya pergi ke rumah-rumah orang, untuk
minta air teh dan pelbagai barang makanan, asal mereka-tidak
dapat kepuasan, lantas mereka sesumbar, katanya, ?Soh
Wangwee kita adalah pembuka jalan bagi Sri Baginda Raja,
maka beranikah kau orang tidak memberikan makanan untuk
kita?? Mereka itu minta banyak, tapi mereka membayar
sesukanya, sangat sedikit, harga sepuluh, mereka bayar satu.
Syukur jumlah mereka cuma seratus lebih, coba mereka
merapakan satu pasukan besar, niscaya habis-ludeslah desa
kita disapu mereka! Kalau itu sampai terjadi, mana aku ada
punya barang makanan lagi untuk dihidangkan seperti ini??
Mendengar keterangan itu, mendadakan Lioe Kiam Gim jadi
sangat murka, hingga kumisnya seperti bangkit berdiri, tanpa
merasa, ia telah banting cawan araknya.
?Dia pasti ada Soh Sian le, si tua bangka busuk!? kata ia
dengan keras. ?Ma Looenghiong, terima kasih untuk
keterangan kau ini! Dia itu ada musuh besar kita! Soeteeku
dialah yang aniaya hingga tcrbinasa, dan Kiang Looenghiong,
soeheng dari Saudara To ini pun buron disebabkan desakan
dia!?
Pasti sekali, orang tidak sangka, orang tidak tahu, kenapa
Soh Sian le mengungsi ke Barat-utara- Sebab dari itu tak lain
tak bukan adalah karena pengaruh besar dari Giehoo-toan di
dalam Propinsi Kota Raja sendiri sampai gentar, apapula satu
Kota Pooteng. Banyak bekas pembesar dan hartawan, yang
ciut nyalinya terhadap Giehoo-toan; mereka yang hartawan
kecil pada menyingkir ke Lamkhia (Nanking), yang hartawan
besar buron ke Seean. Soh Sian le sendiri kabur ke arah Kota
Tengpian di Siamsay Utara. Dia ambil arah ini karena
pemerintah Boan sudah siapkan, daerah Barat-utara ada jalan
mundurnya
Putera Soh Sian le ada orang kepercayaannya Tjongtok dari
Titlee dan perwira yang berkuasa di Teng-pian selain ada
sanaknya Sian le, pun ada orangnya Tjongtok dari Titlee itu,
maka itu, menyingkimya Keluarga Soh jadi mengandung dua
maksud, untuk keselamatan sendiri, buat atur pos terdepan
untuk mundurnya si Tjongtok sendiri. Oleh karena Djoe Lok,
Tjongtok dari Titlee, ada sanak Kaisar Boan-tjioe, pengiringpengiringnya
Soh Sian le jadi bawa lagak seperti mereka ada
hamba-hambanya Kaisar.
To Poet Hoan dan Siangkoan Kin ketahui dengan baik, Soh
Sian le itu ada musuh besar dari tiga Keluargaj Lioe, Teng dan
Kiang, mereka tidak heran atas murkanya Lioe Kiam Gim,
yang biasanya sabar luar biasa. Mereka laiu menganjurkan
untuk kejar musuh itu. Rombongan Sian le baharu lewat tadi
pagi, mereka ada bawa banyak barang. mereka berjumlah
besar, tidak nanti mereka bisa jalan cepat, paling jauh mereka
baharu mclalui scratus lie, mereka gampang dapat disusul.
?Soh Sian le demikian jahat dan kejam, ada luar biasa
yang kau dapat bersabar sampai sekarang, Saudara Lioe,?
nyatakan To Poet Hoan. ?Memang dia tak dapat dikejar lolos!?
?Sebegitu lama aku sabarkan diri karena banyak sebabsebabnya,?
sahut Kiam Gim. ?Selama ia berdiam di Pooteng,
sulit untuk turun tangan terhadapnya. Pooteng ada terjaga
kuat. Di sebelah itu, biang kejahatan adalah pemerintah Boan
sendiri, maka aku pikir, urusan negara ada terlebih penting
daripada urusan perseorangan. Dibanding sama pemerintah,
bukankah Keluarga Soh mirip cabang saja??.?
Siangkoan Kin nyelak sebelum orang berhenti bicara:
?Memang bagus jikalau pohon besar dapat dibongkar
sampai kepada akar-akamya,? kataThiebian Sieseng, ?jikalau
tidak, cabangnya pun boleh ditebang terlebih dahulu, secara
demikian, pangkal nya akan turut jadi lemah!?
?Kau memang benar, Saudara Siangkoan,? Kiam Gim
membenarkan. ?Di samping itu, aku hanya berniat bekerja
secara terang, bukan secara menggelap seperti orang-orang
Piesioe-hwee. Aku tidak mau bertindak sembrono sehingga itu
bisa merugikan juga sepak-terjangnya Hong Teng. Bcgitupun
sckarang aku mclainkan hendak satrukan Sian le dan anaknya
scrta orang-orangnya, yang biasa bantu ia mengganas,
terhadap anggota-anggota keluarganya yang lainnya, aku
tidak pikir untuk turun tangan.?
Sampai di situ, orang lantas tutup perjamuan, untuk
mereka lantas berangkat.
?Tunggu sebentar, Saudara!? kata Ma Sioe San seraya
berbangkit. ?Keluarga Soh itu mempunyai banyak pengiring,
Saudara-saudara terdiri cuma berlima, bagaimana andaikata
karena terintang oleh mereka, Sian le dan keluarganya itu
dapat lolos? Tidakkah itu mengecewakan? Maka tunggliah
sebentar, aku nanti siapkan lima puluh pemuda untuk turut
kau orang,
buat membantu. Saudara-saudara boleh cari
semua musuh tetapi orang-orangku akan pegat dan kurung
mereka.?
Kiam Gim anggap usul itu baik, tanpa sungkan-sungkan, ia
terima itu dengan baik.
Dusunnya Ma Sioe San ada terlebih besar dari Dusun
Yamtjoan-tjoe, pengikutnya pun lebih banyak, dari itu,
gampang untuk ia siapkan lima puluh anak muda, yang sudah
tcrlatih silat dan menunggang kuda.
Selama itu, hari sudah tengah malam, tapi walaupun
demikian, semua orang bersemangat, maka mereka berangkat
dengan tak mengenal kantuk dan telah. Ma Sioe San sendiri
turut bersama.
Malam itu mereka kaburkan kuda, besok paginya, mereka
bcnstirahat sebentar saja, lantas mereka berangkat pula,
setclah lohor, mereka sudah mclalui lebih daripada dua ranis
lie. To Poet Hoan lompat turun dari kudanyajapasang kuping
pada tanah.
?Di tempat lima lie dari sini, ada suara rombongan kereta
dan kuda,? kata ia. ?Mereka tentu ada rombongan yang kita
Iagi kejar, maka man kita bersiap.?
Orang tua itu lantas atur supaya Kiam Gim bersama Teng
Hiauw dan Hong Keng mengejar langsung, ia sendiri bersama
Siangkoan Kin dan Ma Sioe San, dengan rombongan anakanak
muda, akan maju dari kedua samping, untuk bisa
mengurung, supaya tak satujuga musuh yang bisa loloskan
din?.
Kiam Gim akur, maka mereka lantas pencarkan diri.
Jauh di muka beberapa lie ada berjalan serombongan dari
seratus lebih penunggang kuda, yang mengiringi dua puluh
lebih kereta, yang memuat orang dan banyak barang.
Itulah rombongan Soh Sian Ie dan keluarganya, yang
diiringi belasan pahlawan, beginipun tjintengnya, orang
she
Soh ini gum silat dan bujang-bujang. Ketika itii, hari sudah
maghrib. Jalan di muka ada Soh Tjie Tiauw, putera ketiga dari
Sian Ie atau orang kepercayaannya Djoe Lok, Gubcrnur
Jenderal dari Titlee. Dengan cambuknya, dia menuju ke
dcpan, ke arah Kota Tengpian, lain sambil tertawa, dia
berkata-kata kepada orang di sebelahnya, lalah Toa-boesoe
Tjeh Thian Liong, guru silat kenamaan dari Djoe Lok, serta
Tiat Tay Teng, Tongnia atau Kepala dari Gie Lim Koen, Barisan
Raja, yang sengaja dikirim unhik bantu lindungi Keluarga Soh
ini. Dengan gembira dan bersyukur, dia kata: ?Dasar
diperlindungi Thian, akhir-akhirnya kita sampai juga di Kota
Tengpian! Giehoo-toan sangat berpengaruh, syukur selama di
perjalanan, kita tidak nampak rintangan apa-apa?.?
Tongnia dari Gie Lim Koen dan Toa-boesoe dari Tjongtok
Djoe Lok bersenyum.
Mereka jalan terus, Sampai tiba-tiba, dari tikungan bukit,
mereka lihat munculnya dua atau tiga puluh penunggang
kuda, yang tidak berbaris rapi scbagai pasukan tentara, kepala
mereka tcrbungkus pelangi kuning, pinggangnya terlibat
angkin merah. Teranglah mereka ada rombongan anggota
Giehoo-toan!
Ketika Tjie Tiauw semua mengawasi, mereka jadi
tercengang bahkan heran. Barisan itu bukan barisan orangorang
lelaki yang romannya gagah dan bengis, hanyalah
serombongan wanita dengan pemimpinnya juga satu wanita
yang sangat cantik dan wajahnya menggiurkan hati! Tiat Tay
Teng tak terkecuali, dia pun tercengang!
Munculnya rombongan wanita ini adalah di luar dugaan.
Kapan rombongan itu sudah mendatangi dekat kepada
rombongan Soh, yang masih terus berjalan maju, maka
pemimpinnya, yang bersenjatakan sepasang golok Lioeyaptoo,
lantas menghalang di tengah jalan.
?Kau ada tentara negeri mana? Jikalau kau kenal salatan,
lekas membagi jalan kepada kami!? demikian dia membentak.
Tiat Tay Teng, yang telah lenyap keheranannya,
menyambut sambil tertawa besar.
?Kami memang paling kenal baik salatan!? kata ia. ?Hayolah
kau turut kami jalan bersama-samaL..?
Tongnia dari Gie Lim Koen ini tidak kenal wanita itu, yang
ada Tjong-tauwbak Touw Tjin Nio, Pemimpin Pusat dari
Barisan Wanita dari Toa To Hwee, yang sudah berserikat,
sudah bergabung, dengan Giehoo-toan. Dia ini tahu Siangkoan
Kin pergi ke Barat-utara, untuk can? Lioe Kiam Gim, untuk
sckalian memberitahukan agar Giehoo-toan dari Barat-utara
pergi ke Kota Raja, hatinya tak tetap, ia lantas minta perkenan
untuk menyusul ke Barat-utara seraya mcmbawa tiga puluh
anggota Hong Teng Tjiauw, pasukan wanita. Di tengah jalan
ini, ia berpapasan dengan rombongan pengungsi Keluarga
Soh. Tentu sekali, ia gusar untuk sikap ccriwis dari Tiat Tay
Teng. Tanpa sepatah kata, ia keprak maju kudanya, untuk
segera tikam tongnia itu!
Tay Teng tersenyum tawar, agaknya ia pandang sangat
enteng kepada wanita ini, terus ia jebikan bibirnya, atas mana
Tjek Thian Pa di sampingnya, sudah lantas ayun cambuknya
Hekhouw-pian, untuk menyerang.
Toa-boesoe ini pikir untuk tawan hidup-hidup wanita ini.
Tjin Nio lihat orang serang ia dari samping, sambil berseru,
ia berkelit, selagi begitu, kudanya tetap maju, hingga ia jadi
datang dekat pada si penyerang. Iabisa bergerak sebat luar
biasa, goloknya yang berkelebat mengikuti kelitannya itu.
Tjek Thian Pa belum tahu apa-apa, ia tak sempat tarik
pulang cambuknya, batang lehemya sudah terbabat kutung,
kepalanya jatuh bergeluntungan, disusul dengan rubuhnya
tubuhnya dari atas kudanya!
Bukan kepalang kagetnya Tiat Tay Teng akan saksikan
kejadian sangat hebat itu, yang tidak pemah ia sangka, tetapi
ia tabah, ia segera majukan kudanya, dengan sebat ia
menyerang dengan golok Kauwliam-toonya. Sasaran adalah
kepalanya Tjin Nio, batang lehemya berbareng ia hendak gaet
dengan golok gaetannya yang kiri. Serangannya ini ada sangat
mengancam, karena dua senjata berbareng datang kepada
dua arah.
Tjin Nio lihat hebatnya ancaman, berbareng merasa gusar
sekali, ia geraki tubuhnya, akan berloncat turun dari kudanya.
Ia tidak sempat menangkis, tidak ada jalan lain untuk tolong
diri dari bahaya. Sesampainya di tanah, ia tidak tinggal diam.
Ia maju, ia geraki kedua-dua goloknya.
Dalam kagetnya, Tay Teng tidak menjadi gugup. Dengan
satu gerakan ?Yan Tjeng toohwan?, atau ?Yan Tjeng
terjungkal?, ia buang tubuhnya begitu rupa hingga ia jadi
turun dengan selamat dari atas kudanya Tjin Nio sedang
gusar, ia lompat maju, akan barengi serang orang ceriwis ini.
Dasar dia ada satu tongnia, kepala dari pasukan Gie Lim
Koen, ?Tiat Tay Teng benar-benar mempunyai kepandaian
silat. Golok Kauwliam-toonya itu pun ada warisan dari Sian
Soe Lam, ahii silat dari Propinsi Tjiatkang, yang namanya
kesohor sejak Zaman Beng. Kedua goloknya, yang ada
gactannya, bisa dipakai juga untuk punahkan pelbagai senjata
lawan. Karena ia pun sedang murka, setelah menangkis, ia
balik menyerang dengan keras sekali.
Scsudah melewati beberapa jurus, Tjin Nio bermandikan
keringat Ia tak dapat jalan akan rubuhkan tongnia ini, yang
tidak empuk sebagai Tjek Thian Pa.
Pada waktu itu, sekalian pengiringnya Keluarga Soh sudah
maju, untuk kurang ini penyerang wanita.
Tjie Tiauw kaget tak kepalang, semangatnya seperti
terbang, tampak ia menang di atas angin, hatinya jadi lega.
Berulang-ulang ia memuji kepada Thian, untuk ia
diperlindungi.
Bersama-sama Tjek Thian Pa ada saudaranya, Tjek Thian
Liong, dia ini jumawa sekali. Diakata; ?Dengan ada
perlindungan kita dua saudara, orang Giehoo-toan berani
banyak tingkah, dia seperti cari kutu di atas kepala harimau!
Apa itu bukan artinya dia can mampus sendiri??
Boesoe ini kematian saudaranya, iagusar, tapi saking
jumawa, ia masih sempat untuk bicara terkebur. Dia tertawa
berkakakan. Tapi ia tidak sempat berjumawa lama-lama?.
Mendadakan terdengar suitan, yang datangnya dari
kejauhan, segera itu disusul dcngan mengaungnya beberapa
anak panah yang nyaring, yang melayang melesat di tengah
udara. Pahlawan ini dengar itu, ia menoleh dengan terkejut.
Di antara ramainya ketoprakan kaki kuda, terlihatlah tiga
penunggang kuda sedang mendatangi dengan kuda mereka
dikasih lari, apabila mereka itu telah datang semakin dekat,
terlihatlah tiga orang: yang satu tua, yang satu muda dan
yang ketiga adalah satu nona dengan pakaian serba putih
pakaian berkabung!
Tjek Thian Liong segera dapat pulang ketetapan hatinya, ia
majukan kudanya untuk memapaki.
?Hei, kau orang dari kalangan mana?? ia mencgur dcngan
nyaring. ?Jangan sembarang maju! Tahukan kau orang bahwa
kita ada pembuka jalan dari Sri Baginda Raja? Apakah kau
orang pernah dengar nama besar dari Tjek Thian Liong??
Tiga orang itu adalah Lioe Kiam Gim serta Teng Hiauw dan
Kiang Hong Keng suami-isteri, tentu sekali hati mereka tak
gentar. Malah Kiam Gim, setelah lirik pahlawan itu, lantas
perlihatkan sikap tidak memandang muka, sambil hunus
pedang Tjeng-kong-kiam, ia hanya awasi TouwTjuiij Nio yang
asyik layani Tiat Tay Teng.
?Pergi kau orang scrbu orang-orangnya Keluarga Soh itu,
akan tolongi itu nona!? ia kata pada Teng Hiauw dan Hong
Keng. ?Aku akan layani ini tikus!?
Habis mengucap demikian, di atas kudanya, yang ia
majukan, jago Thaykek-pay ini segera serang Tjek Thian
Liong.
Pahlawan Boan itu bersenjatakan toya Hongliong-pang,
dengan senjatanya itu, ia menangkis. Ia tetap bersikap
jumawa. Ia memang bukan orang sembarangan, tetapi ia
berhadapan dengan Lioe Kiam Gim, yang ia belum tahu siapa,
ia salah raba.
Kiam Gim lihat orang tangkis ia, ia kclitkan pedangnya,
setclah itu, cepat luar biasa, ia balikkan, ia pakai mengctok
dengan kcras toya itu. Inilah hebat, ini pun ada di luar
dugaannya Thian Liong. Sekejab saja, cekalannya pahlawan
itu terlepas, toyanya terjatuh!
Jago Thaykek-koen itu hunjuk kesebatannya terlebih jauh.
Ialah sehabis mengetok kcras, tangannya diputar balik, hingga
pedangnya pun turut terbalik, terus ia pakai membabat pula,
sekali ini ke arah batang leher!.
Tjek Thian Liong gelagapan tanpa berdaya, tidak ampun
lagi, batang lehemya kena dibabat kutung, hingga seperti
saudaranya, kepalanya pun jatuh bergeluntungan, tubuhnya
rubuh terguling dari atas kuda, terbanting di tanah.
Menyusul kematiannya Thian Liong, anak-anak panah
berumbulan menyambar ke arah Kiam Gim. Itulah
serangannya orang-orangnya pihak Soh. Dengan putar
pedangnya dengan gencar, Kiam Gim lindungi diri. sembari
berbuat begitu, ia maju, sampai belasan guru silat Keluarga
Soh kurung ia.
Teng Hiauw dan Hong Keng sudah nyerbu di antara
pahlawan-pahlawannya Keluarga Soh, mcrcka gagah dan
tangkas, akan tetapi kurungan ada rapat, orang rintangi
mereka, karena itu, tidak gampang-gampang mereka dapat
pecahkan kurungan.
Tiat Tay Teng, yang lagi layani Tjin Nio, lihat musuh dapat
bantuan. ia insyaf pada bahaya untuk pihaknya, lantaran ini, ia
segera desak lawan itu, sepasang goloknya rnenyambar
berulang-ulang.
Karena rangsekan musuh, Tjin Nio jadi repot. Orangorangnya
pun tak berdaya akan undurkan musuh.
Sedangkan pertempuran berlangsung seru sekali,
mendadakan terlihat debu mengepul di dua jurusan, menyusul
itu, pihak Soh yang lagi mengepung hebat, pecah
kurungannya, kemudian kedua penunggang kuda menyerbu
ke dalam kalangan.
Pada saat itu, Tjin Nio asyik serang musuh dengan tipunya
?Kimhong hieloei? atau ?Tawon emas sedang pcrmainkan
bunga?, ia arah Tay Teng kedua pundaknya, atas mana,
tongnia itu menangkis, kcmudian dia balas menyerang, tempo
kcdua senjata bcradu, lelatu apinya muncrat. Tay Teng
gunakan tenaga besar, hingga karenanya, sebelah goloknya si
nona terlepas, terpental! Menampak demikian, Tay Teng kasih
dengar tertawa iblis. Golok kirinya lantas saja menyambar
pula, dalam gerakannya ?Hoeieng djiauwtouw? atau ?Garuda
terbang menyambar kelinci?.
Sebelah lengannya Tjin Nio kesemutan, tetapi dengan
paksakan diri, ia gunai goloknya yang kedua, untuk tangkis
serangan berbahaya itu. Hatinya tegang sekali, karena ia
insyaf, inilah sisa setaker tenaganya, sedang musuh ada
sangat tangguh.
Dalam saat yang sangat membahayakan itu, mendadak Tiat
Tay Teng perdengarkan jeritan keras, tubuhnya terus
terpelanting mundur, ialu rubuh bergulingan.
Tjin Nio terkejut, tapi, belum ia tahu apa-apa. ia rasai ada
sebelah tangan yang mencekal ia, sedang di kupingnya, ia
dengar pcrtanyaan perlahan dan sabar. ?Adik Tjin, kau kaget?
Pertanyaan itu halus, iramanya menghibur.
Kapan Tjin Nio pandang orang di depannya itu, ia
merasakan bagai kan ia sedang bemimpi.
Itulah Siangkoan Kin di hadapannya ? orang yang ia
senantiasa buat pikiran, yang ia buat kuatir. Dan orang sedang
pegangi tangannya, seraya terus menatap ia.
?Ah?? kata ia yang hampir tak dapat berkata-kata. Tapi,
segera id tambahkan: ?Aku telah cari kau dengan susahpayah,
kiranya kita bertemu disini?.?
Ia berhenti berkata-kata dengan mendadakan, mukanya
menjadi mcrah. Nyata ia telah lupa akan dirinya. Maka lekaslekas
ia tarik pulang tangannya, yang masih dicekali si
Mahasiswa Muka Besi. Ia pun tolak mundur tubuh orang itu__
?Kau baik?? tanya Siangkoan Kin, yang pun tak tahu mesti
mengatakan apa. Hingga sesaat itu, ia melupakan lawannya.
Tiat Tay Teng telah terkena serangannya Thicbian Sieseng.
Mulanya ia masih dapat elakkan totokannya, tetapi sedangnya
ia berkelit, ia disusul lain serangan, jidatnya tak luput, karena
ia pun sambil berkelit, tubuhnya tcrpcntal mundur,
sempoyongan, terus ia jatuh bcrgulingan. Memangnya ia telah
diserang secara mendadakan, karcna Siangkoan Kin mesti
tolongi si manis. |
Begitu lekas sudah dapat pertahankan diri, Tiat
Tongnia lompat ] bangun. Ia ada sangat gusar, maka ia maju
pula, akan scrang musuh yang baharu itu. Ia berlaku sengit
sekali, serangannya hebat.
Siangkoan Kin muncul bcrsama-samaTo Poet Hoan, jago
tua ini lihat kawannya rubuhkan musuh, setelah mana, si
Mahasiswa memain dengan api asmara, karena mana, sambil
unit* urut kumisnya, ia mengawasi sarnbfl bersenyum.
Insyaflah ia apa artirrya pertemuan di antara dua orang muda
itu. Tapi sementara itu, ia waspada, ia lihat serangannya Tay
Teng, maka itu, segera ia berlompat maju, dengan
pedangnya, ia talangi kawannya tangkis serangan dahsyat itu,
kemudian, ialayani ini tongnia.
Tentu sekali, baharu beberapa gebrak, Tiat Tongnia sudah
repot sekali, malah segera ia menjadi kaget. Ia terdesak
dengan segera, sudah begitu, sepasang golok gaetannya yang
kuat, yang ia buat andalan, sapat karena sabetan pedang
yang tajam dari musuh!
Sambil bertempur, To Poet Hoan telah perdengarkan
seruannya, seruan itu sudah membuat ?sadar? kepada Touw
Tjin Nio.
?Eh, kau angot barangkali?? ia segera tegur Siangkoan Kin.
?Lihat keadaan di sckitar kita, orang lagi bekerja apa? Nanti
saja kita bicara pula?.?
Nona ini menegur, ia tidak tahu, ia sendiri terpengaruh
asmara.
Siangkoan Kin bersenyum terhadap si manis itu.
?Mari kita bekerja!? ia mengajak.
Di lain pihak, Ma Tjhung-tjoe dan orang-orangnya, dari dua
jurusan, sudah sampai di medan pertempuran, mereka sudah
lantas mengurung, untuk turun tangan. Barisan orang Hwee
ini sudah lantas bekerja sama-sama dengan serdadu-serdadu
wanita Toatoo-hwee. Maka itu, dengan Touw Tjin Nio telah
pungut goloknya dan maju pula bersama Siangkoan Kin, pihak
musuh menghadapi bahaya hebat. Di sebelahnya kipas
istimewa, Thiebian Sieseng tidak ragu-ragu lagi menggunai
ilmu Tiamhiat-hoatnya, akan totok jalan darah orang.
Datangnya dengan tiba-tiba rombongannya Lioe Kiam Gim
ini membuat Soh Tjie Tiauw kaget dan kctakutan, hingga ia
jadi terpucat-pucat, apapula kapan ia mesti saksikan beberapa
pahlawannya rubuh binasa dengan gampang sekali, dan
kemudian, pihaknya terus terdesak, sementara Tiat Tongnia,
yang ia buat andalan, repot mclayani satu musuh yang liehay,
hingga tongnia itu pasti tidak akan mampu berbuat banyak
untuknya. Karena ini, bangkitlah otaknya yang cerdik?.
Dengan diam-diam, Tjie Tiauw ajak ayahnya menyingkir
dari tempat berbahaya itu. Mereka tidak pikir pula harta besar,
yang termuat dalam belasan kereta.#Tapi mereka masih ingat
mengajak belasan pengiringnya. Mereka harap akan terlolos
dari pandangan musuh, supaya mereka bisa menyingkir
dengan selamat.
Bukankah semua musuh sedang bertempur secara kalut?
Akan tetapi sulit untuk lolos keluar. Ternyata orang-orang
Hwee tidak menyerang semua, di antaranya ada yang
mengurung saja, untuk memegat jalan. Terpaksa ayah dan
anak itu mundur ke sebuah kereta. di sana mereka buka
pakaian sendiri, untuk ditukar dengan pakaian bujang. Dengan
menyamar, mereka harap bisa juga menyingkir dari ancaman
malapetaka.
Dalam pertempuran kalut itu, Lioe Kiam Gim dengan
pedangnya ada sebagai naga merdeka, ia menyerang ke sanasini,
untuk cari Soh Si an Ie dan puteranya dia ini. Ia tidak
mencmukan lawan yang tangguh. Ia lihat To Poet Hoan
sedang hadapi satu musuh yang agaknya liehay, ia
menghampirkan, dengan niat mcmbantui. la anggap dalam
keadaan seperti itu dan menghadapi pihak Soh, ia tak usah
pakai cara-caranya kaum Kangouw lagi, yang mesti bersikap
laki-laki sejati.
Tapi To Poet Hoan lihat jago Thaykek-koen itu, dia
mendahului meneriakinya : ?Saudara Lioe, pergi lakukan
tugasmu sendiri! Binatang ini tak ada dalam hatiku!?
Setelah berteriak demikian, jago Bweehoa-koen ini rangsek
lawannya, pcdangnya seperti berkilau-kilau di delapan
pcnjuru.
Tiat Tongnia ada seorang kosen, ilmu silatnya ada lebih
rendah daripada kcpandaiannya See Beng Wan dan Kek
Touwlm, maka itu, mana dia sanggup terus-terusan layani
jago tua yang iiehay itu. Sebentar kemudian, ia telah repot
sekali, walau batinnya menjadi ciut, karena goloknya disapat
berulang-ulang oleh pedang musuhnya yang tajam. Dalam
saat yang tegang itu, terdengar seruan panjang dari To Poet
Hoan, lalu menyusul jeritan hebat dari Tiat Tongnia, karena
lengan kanannya kena dibabat kutung, lukanya mendatangkan
rasa sangat sakit, darahnya muncrat berhamburan, tidak
tempo lagi, ia rubuh dengan pingsan!
Sebagai ganti seruannya, To Poet Hoan tertawa
berkakakan, kemudian ia teladan perbuatannya Kiam Gim,
yang ia hampirkan, untuk labrak musuh, guna cari Soh Sian
Ie.
Di lain pihak, Siangkoan Kin dan Touw Tjin Nio telah
berhasil memecahkan kurungan musuh, mereka pun mulai cari
Sian Ie, hingga mereka tidak berlaku keras lagi terhadap pihak
lawan. Kapan Thiebian Sieseng rubuhkan satu musuh, ia
tawan orang itu, akan kompes, menanyakan di mana Sian Ie.
Siapayang menyahuti tidak tahu, ia angkat tubuhnya, ia
lemparkan, hingga ada orang yang jatuh terbantmg hingga
binasa. Tapi sebenarnya saja, orang itu tak ketahui di mana
sembunyinya majikan mereka.
Perbuatannya ini, Siangkoan Kin lakukan berulang-ulang.
Kekuatannya pihak Soh pecah ketika Teng Hiauw dan Hong
Keng berhasil dengan penyerangannya yang hebat, mereka ini
pun segera mencari Soh Sian Ie dan Soh Tjie Tiauw.
?Kita geledah setiap kereta!? akhirnya Teng Hiauw usulkan,
karena di seputar mereka, mereka tidak lihat Sian Ie.
Kiam Gim mengawasi ke empat penjuru, tiba-tiba ia
tertawa.
?Tak usah kita berbuat demikian!? kata ia kemudian. ?Mari
ikut aku! Mereka sembunyi di itu kereta
kecil!?.?
Jago Thaykek-koen ini ada seorang dengan pengalaman
luas. Ia lihat di kereta yang ia maksudkan itu ada belasan
orang. Pernah rombongan itu terpencar tapi kembali mereka
berkumpul jadi satu. Dengan tiba-tiba saja ia menyangka,
itulah mesti rombongan majikan dan bujang-bujangnya. Maka
ia lantas menerka.
Dikepalai oleh Kiam Gim, Siangkoan Kin beramai lantas
menyerbu ke arah kereta kecil itu. Tidak sukar untuk mereka
membuka jalan, untuk sampai ke sana. Teng Hiauw dan Hong
Keng mendatangi dari arah samping.
Bcgitu lekas mereka sudah datang dekat, Kiam Gim
berhenti berlari, ia merandek dan diam sebentar, tapi segera
ia serukan kepada Teng Hiauw dan?isterinya: ?Lekas kau orang
bunuh sendiri musuh-musuhmu!?
Sakit hatinya Kiam Beng mesti puteranya sendiri yang
balas! Matanya Teng Hiauw merah mendadakan, lantas ia
maju.
Pengiring-pengiringnya Soh Sian Ie ketakutan, mereka
menyingkir, tapi satu pengiring bemyali besar, ia maju, untuk
mencegah, tapi Teng Hiauw sudah seperti kerasukan, ia maju
untuk segera menikam, demikian hebat, hingga lawannya
gelagapan, tak perduli dia bisa menangkis. Baharu dua tiga
jurus, pengiringnya Soh Sian Ie itu kena ditikam dadanya,
hingga ia rubuh binasa.
Sampai di situ, tidak ada lagi lain perintang. Teng Hiauw
loncat maju, untuk bekuk Soh Tjie Tiauw, scdang Hong Keng
maju akan cekuk Soh Sian Ie, yang tubuhnya tak bergerak
lagi, sebab sedari tadi, ketakutannya sudah sampai di
puncaknya, sedang ia sudah berusia hampir tujuh puluh
tahun. Tjie Tiauw berontak dengan sia-sia saja, cekalannya
Teng Hiauw ada terlalu keras baginya.
Teng Hiauw segera hadapi orang-orangnya Keluarga Soh
itu, yang sudah mati kutunya. ?Orang she Soh ini ayah dan
anak telah ada di tangan kita, kita akan membereskan hutang
dengan mereka ini. Kau orang semua tidak ada sangkutannya,
begitupun anggota-anggota Keluarga Soh, maka pergi lah kau
orang melanjuti perjalanan ke Tengpian! ?Teng Hiauw
serukan. ?Letaki senjata kau orang, lekas kau orang
berangkat!?
Perintah itu ditaati tanpa sampai diulangi lagi, semua orang
lepaskan senjata mereka, lantas mereka pergi.
Dengan airmata berlinang-linang, Kiam G im berkata
seorang diri: ?Teng Soetee, akhir-akhirnya hari ini puteramu
dapat membalas sakit hatimu! Soetee, kau tentu bisa
meramkan matamu!?.?
Hancur hatinya Teng Hiauw, sampai ia tak dapat berkatakata,
melainkan air matanya mengucur dengan deras. To Poet
Hoan hampirkan itu anak muda.
?Teng Hiauw, kau dapat balas sakit hatimu,? ia kata,
dengan perlahan, ?tetapi di samping itu, masih kita membalas
terhadap musuh besar kita : pemerintah Boan!?
Hong Keng lemparkan tubuhnya Soh Sian Ie, yang telah
mati sendirinya, bahna takut, ia meludah, lalu ia dekati Teng
Hiauw, tangan siapa ia cekal, untuk ditarik dengan perlahan:
?Engkoh Hiauw, biarkanlah bangsat she Soh ini dan
anaknya mampus seperti anjing!? ia kata dengan perlahan
tetapi nyata. ?Kita sebagai manusia harus bersihkan dunia dari
makhluk sebangsa anjing semacam mereka ini!?
Teng Hiauw dibikin sadar oleh isterinya ini. ?Ya,? ia kata,
yang segera ayun pedangnya, maka lehernya Soh Tjie Tiauw
putus, kepalanya jatuh disusul sama tubuhnya, yang Teng
Hiauw lepaskanj dari cekalannya. ?To Lootjianpwee benar,
musuh besar kita masih belum terbalas!? ia berseru. ?Mari kita
orang pergi kepada Giehoo-toan!?
?Marilah!? berseru Poet Hoan, demikianpun Kiam Gim.
Serentak orang tinggalkan medan pertempuran itu. Tapi
lebih dahulu daripada itu, orang ambil selamat berpisah dari
Ma Sioe San dan rombongannya, yang mesti kembali ke
desanya.
Poet Hoan jalan di muka bersama Kiam Gim, Teng Hiauw
berendeng bersama Hong Keng. Pasangan ini ada sangat
bersemangat, sehingga mereka dapat lupakan kesedihan
mereka. Teng Hiauw malah puas, karena telah berhasil
mencari balas.
Thiebian Sieseng Siangkoan Kin sianseng, Mahasiswa Muka
Besi, jalan misah, tetapi ia tidak hanya sendirian.
Didampingnya ada si cantik manis, Touw Tjin Nio, keduanya
jalan berendeng, saban-saban mereka menoleh satu kepada
lain, sambil bersenyum, berseri-seri?.
Tamat


^