Kisah Dua Saudara Seperguruan 6

Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Saduran Okt Bagian 6


, di sini tak dapat orang
sembarangan
menghunus pedang!? berkata niekouw itu, sembari bersenyum
dan kakinya bertindak. ?Di sini ada tempat kediaman Budha
yang tidak boleh mendengar suara alat-senjata saling beradu!?
Bukan main herannya Boe Wie akan kenali pedangnya,
dalam kaget dan heran, ia segera insyaf bahwa niekouw ini
mestilah Sim Djie Sin-nie yang kesohor, yang ia sedang cari,
sebab kalau tidak, di mana ada Jam pendeta perempuan yang
begini liehay? Oleh karcna itu, ia segera maju
menghampirkan.
?Loo-tjianpwee, maaf,? berkata ia seraya memberi hormat
dengan menjura dalam. ?Teetjoe ada Law Boe Wie. Teetjoe
mohon tanya, apakah Nona Lioe Bong Tiap ada di sini??
Niekouw itu berhenti bertindak, ia mengawasi dengan
tajam.
?Pernah apamu Lioe Bong, Tiap itu?? ia balik tanya, tapi
sambil tertawa.
?Nona Lioe itu ada socmoaynya teetjoe,? jawab Boe Wie
dengan sikap sangat menghormat. ?Loo-tjianpwee telah
tolongi nona itu, maka juga teetjoe telah datang kemari,
pertama-tama untuk menghaturkan terima kasih, kedua untuk
mohon bertemu dengannya.?
?Kau benar-benar bersungguh hati,? berkata Sim Djie
sambil tertawa. ?Kau sampai mendapat ketahui yang aku telah
bawa nona itu kemari! Memang aku pernah dengar Bong Tiap
bilang, kau adalah toa-soehengnya, yang berkepandaian tinggi
luar biasa, dari itu, begitu melihat kau, aku menduga padarauJ
aku lantas mencoba-coba, temyataj kau betul-betul liehay.?
Habis berkata, Sim Djie angsurkan pedang pada Boe Wie.
?Simpan ini baik-baik? kata ia. yang pun kembalikan
bebcrapa barang Kim-tjhie-piauw pada Boe Wie
Boe Wic bingung. Baharu sckarang ia ketahui, ?di luar
Iangit ada langit, di luar orang ada orang?. Ialah, orang liehay
tidak ada batasnya. ?Sekarang, marilah,? Sim Djie berkata
pula, dcngan undangannya. Boe Wie manggut, ia lantas ikuti
pendeta perempuan ini. Jalanan ada dari tepi sungai menuju
ke tanah da tar rumput, lalu mcndaki bukit yang pcnuh batu
bcrancka warna, hingga kclihatan cahay* kelak-kelik makin
lama mak i n dekat, hingga kcmudian Boc Wie tampak, di
tengah bukit mi ada sebuah kuil dari mana api terlihat, ialah
dari tengiolcng yang digantung di depan rumah berhala itu.
?Adakah ini kuil Soethay?? Boe Wie tanya.
?Ya, inilah tempat bernaung pinnie,? sahut Sim Djie, yang
bahasakan diri ?pinnie?, si pendeta percmpuan yang miskin.
Segera ia awasi pemuda itu, dan ia tanya, ?Mana kudamu??
Orang she Lauw ini memakai sepatu piranti menunggang
kuda. Boe Wie keiihatannya masygul, tetapi ia bersenyum.
?Pada bebcrapa hari yang lalu, teetjoe diserang angin dan
hujan pasir, hingga kita tersesat,? sahut ia. ?Untuk dua hari
kita tak peroleh air, manusia masih dapat bertahan, binatang
tidak, kudaku itu mati |kehausan.?
Sim Djie tertawa. ?Gurun pasir disini masih tidak terlalu
menakuti,? kata ia. ?Jikalau berada di Mongolia luar dan kau
diserang badai, sebentar saja kau bisa ditumpuki pasir hingga
mcnjadi gundukan. Kuda kau pasti ada kuda dari Kwan-lwee,
yang tak biasa jalan di padang pasir dan tak tahan berdahaga,
maka baharu dua hari tak makan dan minum, dia binasa.
Tunggu sampai kau berangkat, aku nanti carikan kau dua ekor
keledai jempolan!?
Diam-diam Boe Wie bergirang. Niekouw ini menyebut dua
ekor keledai. Di dalam hatinya, ia kata: ?Dia rupanya telah
ketahui maksud hatiku, dia tcntu akan antap Bong Tiap ikut
aku.?
Sementara itu, mcrcka sudah sampai di depan kuil, Sim Djie
hampirkan pintu dan ketok-ketok itu. ?Tiap-tiap, ada tetamu,
kenapa kau tidak lekas menyambut?? demikian katanya.
Baharu ucapkan itu habis atau sebagai gantinya, di dalam
terdengar tindakan kaki yang berlari-lari, disusul sama suara
yang nyaring halus: ?Soehoe, siapa itu? Bagaimana ada
tetamu datang kemari? Jangan Soehoe dustakan aku?.?
Boe Wie kenali baik suara itu, tapi sekarang, ia agaknya
merasa rada asing. Pun berpikir: ?Sudah sekian lama kita
berpisah, adalah dia masih pikirkan soehengnya?? Hatinya Boc
Wie tegang sendirinya.
Segera juga daun pintu dipentang dan di muka pintu
muncul tubuhnya Lioe Bong Tiap dengan koennya panjang
yang putih, hingga dia mirip dengan bidadari. Boe Wie
mengawasi soemoay itu, yang romannya sehat sckali, sampai
ia lupa mcncgur. Adalah Bong Tiap, yang sifatnya tetap seperti
biasanya. Ia heran tampak Boe Wie, akan tetapi, ia berseru:
?Apa kau ada baik? Mana ayahku? Apakah Ayah datang
bersama??
Sim Djie tertawa menampak Ieganya si nona. ?Ah, Bong
Tiap,? kata ia. ?Soehengmu baharu sampai, bukan kau undang
masuk untuk beristirahat, kau sudah hujani dia dengan banyak
pertanyaan.?
Dengar begitu, Boe Wie sadar, ia tertawa. ?Soemoay, kau
baik?? ia balas tanya. ?Soehoe ada di Hoopak, tidak kurang
suatu apa, jangan kau buat kuatir.?
?Mari masuk,? kata Sim Djie, yang ajak tetamunya pergi ke
Ruangan Hoed-tong, kemudian ia masuk ke dalam, untuk
titahkan Hoei Sioe lekas siap-siapkan air teh dan barang
makanan, untuk juga carikan dua ekor keledai. Boe Wie gunai
ketika itu akan tuturkan Bong Tiap tentang pertempuran di
rumahnya Soh Sian Ie, bagaimana mereka labrak pahlawanpahlawan
Boan, hingga Bong Tiap gembira bukan kepalang,
tetapi waktu mendengar tneninggalnya Teng Kiam Beng, nona
ini sangat bcrduka. Di lain pihak, ia ketarik akan dengar hal
Pergerakan Gie Hoo Toan, di dalam mana ada turut orangorang
perempuan. Bahagian perempuan dari Gie Hoo Toan
disebut?AngTeng Tjiauw, atau ?Sinarnya Lampu Merah?.
?Jadinya kita orang-orang perempuan tak kalah dengan
orang laki-laki,? kata nona ini dengan gembira sekaJi,sambil
tertawa*
Boe Wie bersenyum.
?Tetapi, Soeheng,? kata si nona sesaat kemudian,
nampaknya ia baharu ingat suatu apa. ?Kau telah bicara
banyak, kenapa kau tidak scbut-scbutsam-sochcng.
Bagaimana dengan dia?? Bong Tiap maksudkan Ham Eng.
Boe Wie tercengang sebentaran.
?Ya, kenapa aku lupa sebut dia?? kata ia dalam hatinya. Ia
insyaf akan kcalpaannya. Ia lantas tertawa dengan terpaksa.
?Cerita panjang, Soemoay, tak bisa aku lantas bicarakan
tentang Tjoh-soetee,? sahut ia. ?Soemoay jangan kuatir, ia tak
kurang suatu apa-apa.?
Boe Wie lantas tuturkan halnya Ham Eng. Seperti sudah
diketahui, di waktu dipegat, Boe Wie dirintangi oleh Ouw It
Gok, dan dari tiga konconya yang liehay dari It Gok itu, dan
kepung Bong Tiap, yang satunya layani Ham Eng. Di samping
seorang itu, Ham Eng dikepung kira-kica sepuluh konco
lainnya dari musuh, dari itu, ia jadi sangat repot, walaupun
demikian^ untuk menyingkir dari musuh-musuhnya, ia masih
leluasa.
Demikian, sembari bertempur, ia main mundur, ia menuju
ke dalam rimba, sampai beberapa musuh kctinggalan
sedikitjauh di sebeiah bclakang. hingga akhimya dengan
ngamuk sedikit ia bisa tinggal pergi semua lawannya itu.
Hanya, dalam keadaan seperti itu, dan sudah maghrib juga.
Ham Eng tak sempat pikir untuk tengoki soehengnya dan
soemoay; dengan terpaksa, ia menyingkir terus sampai di
tempat belasan lie jauhnya; ia menumpang mondok pada satu
penduduk tani. Bcsoknya baharu ia kembali ke tempat
pertempuran, tapi di situ ia tak dapati Boe Wie dan Bong Tiap.
Karena tidak berdaya, terpaksa ia menuju ke Shoatang,
pulang ke rumahnya. akan ikuti ayahnya, Tjoh ?Lian Tjhong,
mclanjuti pelajaran silatnya. Adalah kemudian, ketika Tjoh
Lian Tjhong dapat tahu Lioe Kiam Gim berada dalam kalangan
Gie Hoo Toan, ayah ini antar puteranya pada itu guru silat,
hingga Ham Eng ikuti pula sang guru dalam perjuangan.
Bong Tiap tertawa setelah mendengar keterangan
soehengnya.
?Anak itu beruntung sekali!? kata ia.
?Dia pun tak sampai terluka! Tidak demikian dengan aku,
bilamana tidak ada Soehoe, yang tolongi aku, hamper aku
binasa!?
Sekarang ada gilirannya Bong Tiap, akan tuturkan
pengalamannya, yang berbahaya. mendengar mana, Boe Wie
ulur lidah karena gegetun.
?Sungguh berbahaya!? soeheng ini kata.
?Soeheng,? kata si nona kemudian, ?aku juga ingin turut
kau pergi melihat-lihat Gie Hoo Toan, untuk sekalian?tengok
ayahku. Maukah Soeheng ajak aku??
Tapi ia berdiam dengan tiba-tiba, agaknya ia ragu-ragu.
?Hanya,? ia tambahkan kemudian, ?cntah bagaimana
pikirannya Sochoc, ia akan izinkan aku pergi atau tidak?. Kau
tahu, Soehoe menyayangi aku sccara luar biasa.?
?Tiap, Anak, kau hendak cari ayahmu, bagaimana aku bisa
tak mengizinkan kau pergi?? demikian suara tiba-tiba dari Sim
Djie, yang nampak bertindak keluar. Dan ia berkata-kata
sembari tertawa. ?Keledai untuk kau pun sudah disiapkan?.
Mclainkan aku hendak pesan kau.? Guru ini segera hunjuk
sikapsungguh-sungguh, ia bertindak ke depan muridnya
sekali, kepala siapa ia usap-usap. ?Kita berdua adalah
berjodoh. Selama tiga tahun kau juga telah dapat
mempelajarkannya bukan sedikit. Sekarang ini kau baharu
dapati empat atau lima bagian dari kepandaianku, meski
demikian, j ikalau kau merantau, tidak nanti sembarang orang
bisa perhina pada kau, maka itu aku larang kau berlaku
jumawa, teristimewa jangan lancang gunai piauw Bouw-nierjoe.
Inilah pesan yang pertama. Apakah kau bisa ingat itu
baik-baik??
Bong Tiap manggut
Sim Djie menghela napas.
?Tiap, Anak, aku hendak serahkan sesuatu kepada kau,
karena aku tidak tahu, kita orang bakalbertcmu pula atau
tidak?? ia tambahkan.
Bong Tiap terkejut.
?Soehoe mengapa kau mengucap begini?? kata ia. ?Soehoe
ada begini schat-walafiat, kenapa Soehoe bilang kita orang
akan bisa bertemu pula atau tidak??
Sim Djie Sin-nie menghela napas pula.
?Siapa bisa bilang tentang hal-hal yang bakal terjadi?? ia
meneruskan. ?Tapi, kita baik jangan bicarakan itu, kita bicara
urusan lain, aku mesti bicara dengan kau.?
Ia awaskan pula muridnya itu dengan tajam, lalu ia lanj
utkan: ?Kau adalah muridku, tetapi kau bukannya murid yang
sucikan diri, dari itu, tak dapat aku minta kau, seperti aku,
akan itinggal menyendiri di gunung yang sunyi-scpi, berdiam
di kuil tua. Siapa dapat memastikan segala apa yang belum
terjadi? Aku hanya hendak terangkan, andaikata lain waktu
kau datang pula kemari, kuil ini dan semua kitab yang berada
di dalamnya, semua adalah kepunyaan kau, apabila kau
inginkan itu, kau ialah maj ikan di sini, Soetjouwmu adalah
Sian Tjong Pak Pay, Ketua dari Golongan Utara, kau telah ikuti
aku beberapa tahun, kau niscaya ketahui itu, tetapi baiklah
aku jelaskan sedikit tentang kedua
Golongan Selatan dan Utara itu ? Lam Pay dan Pak Pay.
Ngo Tjouw dari Sian Tjong, Hong Oen, adalah yang disebut
Oey Bwee Taysoe, ketika ia buka pintunya menerima murid, ia
telah punyakan seribu lima ratus pengikut. Di waktu
memberikan pelajaran, pemah Ngo Tjouw inginkan sesuatu
muridnya menuliskan sebuah kata-kata: murid kepala, ialah
Sin Stoe, sudah menulis ujar yang berbunyi: ?Tubuh adalah
pohon bodi, hati umpama kaca terang, setiap saat hams raj in
dikebuti dan disusuti, agar tidak ketempelan debu?. Semua
murid anggap ini adalah ujar yang paling sempurna, akan
tetapi satu murid pendeta, yang kerjanya menumbuk beras,
yang bemama Hoei Leng, tidak setujui itu, ia telah minta
orang tolong ia tuliskan lain ujar ialah: ?Bodi bukannya pohon,
kaca terang bukannya kaca, sebenamya tidak ada benda,
maka dari mana datangnya debu?? Ngo Tjouw kagum akan
ujar-ujar ini, ia lantas angkat Hoei Leng menjadi alili vvaris.
Kedua ujar itu telah menyatakan adanya dua aliran, maka
sejak itu, Sian Tjong merupakan dua aliran atau golongan,
ialah Selatan (Hoei Leng) dan Utara (Sin Sioe). Aliran Selatan
mengutamakan kesadaran lantas, tidak usah terialu berkukuh,
toh akaninsyaf, dan Aliran Utara menginginkan kesadaran
perlahan-lahan, artinya kemudian| setetes demi setetes,
sehari demi sehari, untuk mencari kemajuan, guna mcndapat
kesadaran. Di zaman belakangan, orang anggap Aliran Selatan
lebih sempurna dari pada Aliran Utara, tapi hal yang
scbcnarnya tidak demikian, karena masing-masing ad a puny a
kcscmpurnaannya sendiri-sendiri. Aku scndiri anggap, Aliran
Utara ada lebih memberi kenyataan daripada aliran Selatan,
karena jarang ada orang
yang baharu tcrlahir atau yang
dengan tiba-tiba mcmpcrolch keinsyafan, kesadaran. Aliran
Utara utamakan ?setiap hari rajin dikcbuti dan disusuti?.
Umpama muka kau kotor, bukankah itu perlu dicuci setiap
hari? Kau bukannya murid Budha, tapi aku harap kau bisa
ingat baik-baik ujarnya Sin Sioe Tjouwsoe untuk setiap waktu
rajin mcngebuti dan mcnyusu t, supaya tak membikin debu
bergumpal. Terutama di saat pikiran sesat dan kusut, kau
mesti dapat memikir untuk mengcbut dan meny usuti itu
hingga bcrsih.?
Bong Tiap insyaf sempurnanya ujar-ujar sang guru, akan
tetapi ia heran akan sifatnya pcsan itu. Itulah mirip pesan
terakhir, pesan perpisahan. Tapi, ia tidak berani mengatakan
apa-apa.
?Sekarang pergilah kau orang beristirahat,? kata Sim Djie
akhimya. ?Besok Hoei Sioe akan siapkan dua kelcdai, yang
biasa melaiui gurun pasir.?
Bong Tiap dan Boe Wie menurut, mereka undurkan diri,
akan tetapi dihari kedua, ialah besokannya, si Nona Lioe tak
dapat bicara pula dengan Sim Djie, gurunya, karena waktu ia
pergi kepada gurunya itu, untuk pamitan, ia dapati sang guru
lagi duduk bercokol, diam saja, kedua matanya ditutup rapat,
napasnya tidak bcrjalan. Nyata guru itu telah menutup mata.
Mclainkan di sampi hgnya, sang guru mcninggalkan seheiai
kcrtas dengan tulisan, yang bcrpcsan agar murid ini insyaf,
bahwa hati adalah pusat, bahwa segala apa ada kosong
bclaka, bahwa karma ada seumpama impian.
Ia teJah lama ikuti guru itu; ia mengerti jugatentang agama
Budha, dari itu, ia insyaf pentingnya pesan itu. Hanya, biar
bagaimana, ia toh bcrduka. Lantas Bong Tiap urus mayatnya
guru itu, untuk mana, Boe Wie dan Hoei Sioe bantui ia.
Habis itu, tiba-tiba ia merasa, apa bukannya Sim Djie
mengharap ia jadi murid sejati, untuk ia mcnjadi niekouw.
Merasakan ini, hatinyajadi tidak tentaram, karena ia masih
muda, ia adalah satu nona.
Maka akhirnya, ia hiburkan diri, sambil bersenyum, ia kata
dalam hatinya: ?Nona tolol, kalau kau tidak sucikan diri, siapa
nanti pakaikan kau jubah suci??
Ia pun lantas ingat tanah datar, Muara Kho Kee Po, ia ingat
ayah dan ibunyadan Ham Eng juga. Ingat Ham Eng, air
mukanya berubah sendirinya. Sementara itu, dalam perjalanan
ini, berdua dengan soehengnya, ia dapat perasaan, sochcng
ini beda dari pada dulu-dulu. Boe Wie tidak lagi bcrgcmbira
sewajarnya, walaupun ia tetap suka bicara dan tertawa, ia
scpcrti dipaksakan. Soeheng ini seperti pcrbataskan diri selagi
mcngawani sang socmoay, kadang-kadang bicaranya tidak
lancar, seperti mesti dipikirkan dahuiu. Bcbcrapa kali ia dapati
soeheng itu menoleh dan mengawasi ia, seperti hcndak bicara,
tapi kapan ia dekati, hingga mereka jalan berendeng, waktu
ditanya, soeheng itu bungkam, katanya dia ?menoleh karena
kuatir soemoay itu ketinggalan, kuatir nanti tcrulang kejadian
sehebat di Boe-ip??. Lama Bong Tiap pikirkan sikapnya
soeheng itu, yang bagaikan tcka-tcki, tetapi tidak lama, ia
dapat mencrkanya.
Hari itu mereka sampai di utara Kota Koci-soci, ibukota
Propinsi Soei-wan; mereka numpang bcrmalam di rumahnya
satu penduduk di kaki Gunung Tay Tjeng San. Puncak gunung
itu setahun gelap bcrsalju, saljunya tak pernahjadi lumer.
Malam itu Bong Tiap tak bisa tidur, pikirannya tidak
tentaram, maka ia pergi kcluar rumah dan saksikan salju yang
terang bergemilang. , ia sedang terpesona ketika ada
bayangan tiba-tiba berkelebat di depannya; waktu ia hendak
menegur, bayangan itu perdengarkan suara halus yang ia
kenal baik: ?Soemoay, kau belum tidur??
Itulah sang toa-soeheng, Law Boe Wie.
Ia bcrcekat, hatinya goncang, tetapi lekas-lekas ia tetapkan
itu.
?Eh, Soeheng juga belum tidur?? ia balas tanya.
?Aku tidak dapat tidur, melihat Soemoay bangun, aku turut
bangun jawab soeheng itu sembari tertawa juga-
Dasar polos, Bong Tiap tak dapat kendalikan diri.
?Soeheng,? kata ia, yang menanya. ?Selama beberapa hari
ini, kau seperti ada pikirkan apa-apa, benarkah itu? Kau biasa
malang-melintang, kau berhati terbuka, ada urusan apa yang
membuat kau memikirkannya? Soeheng, kau biasa pandang
aku sebagai adik sendiri. aku tidak punya saudara lainnya, aku
pun pandang kau sebagai kanda kandungku, maka itu, apakah
kau tak dapat utarakan apa yang kau pikirkan itu ke pad aku??
Ditanya begitu, Boe Wie mengawasi Puncak Tay Tjeng San,
yang berdiri tegar.
Sampai sekian lama, baharu ia bicara. Ia tunjuk puncak
gunung.
?Soemoay, lihat Gunung Tay Tjeng San ini. Aku mirip
dengannya. Salju di puncak itu tak lumer setahun gelap, dan
hatiku mirip dengan salju yang ber-es itu, selamanya tak
pemah lumer.?
Bong Tiap bergidik sendirinya.
?Kenapa?? tanya ia, yang alisnya mengkerat.
?Kenapa?? Boe Wie ulangi. ?Aku sendin rak tahu. Kau
menanya, aku menerangkan, demikian perasaanku. Kau punya
ayah, kau punya ibu, kau juga ada orang-orang yang
menyayanginya. Kau mirip dengan musim Tjocn yang penuh
dengan kegembiraan Tidak demikian dengan aku, sekaiipun
wajahnya ayah dan ibuku, aku tak ingat jelas lagi, dan biarpun
ada Soehoe dan Soebo, yang berlaku sangat baik padaku, aku
sebaliknya tak dapat berdiam tetap di rumahmu.
Soemoay, gunung bersalju masih belum tepat melukiskan
perasaan hatiku. Kau belum bersengsara, terlunta-lunta dan
mcrantau sebasai aku. Pengaiamanku, penderitaanku, ada
luasdan lama. Semasa aku berusia sebesar kau, aku sudah
biasa hidup sendiri saja. Aku biasa mondar-mandir seorang
diri, merantau ke tempat di mana tak ada manusia, di gununggunung
di mana melulu ada pekiknya sang kera dan
mengaungnya sang harimau, atau di tempat air mengalir. Aku
bersendirian saja di waktu pagi, di waktu maghrib! Kau tahu
aku biasa merantau, kau tak tahu, hatiku sebenarnya lemah,
aku biasa bersendirian, toh aku jenuh akan bersendirian
senantiasa. Sering-sering aku kuatirkan datangnya sang
malam gelap-gulita, lebih suka aku duduk menjublek,
menunggui sang malam sampai datangnya sang fajar. Aku
lebih takuti dunia yang tak bersuara, yang tak beroman,
hingga di waktu tengah malam yang sunyi, aku lebih suka
dcngari suaranya sang raja hutan dan kera, atau mendengari
berkericikannya air mengalir?:?
Boe Wie bicara terus, sampai Bong Tiap potong ia.
?Soeheng, kau biasa merantau, mustahil kau tak
mempunyai sahabat?? demikian si nona, yang perhatiannya
ketarik bukan main. ?Kau toh pernah tempatkan diri dalam Gie
Hoo Toan. Apakah Gie Hoo Toan tak mirip dengan laut yang
bergelombang??
?Sahabat?? dan Boe Wie menyengir tertawa getir. ?Sahabat
aku mempunyai! Aku pun punya akan guru yang menyayangi
aku, seperti ayahmu itu, seperti Tok-koh It Hang yang
sekarang berada di Kwan-gwa.
Aku punyai sahabat-sahabat kekal, seperti itu anggotaanggota
dari Pie Sioe Hwee dan Gie Hoo Toan. Toh aku masih
merasakan kosong, aku kesepian, aku kekurangan satu
sahabat, yang bisa turut merasai kegembiraan dan
kedukaanku, yang selama sisanya saat-saat pertempuran,
bisa menghiburi aku, yang dapat melegakan hatiku. Lebih
banyak tempoku, ya,ng aku lewati tidak bersama sahabatsahabat,
aku biasa berkawan dengan pedangku saja
Belum pernah ada satu sahabatku, yang tunjuki aku suatu
jalanan.
Soemoay, kau ketahui cara binasanya ayah dan ibuku,
maka itu aku sangat benci pemerintah Boan serta budakudaknya.
Toh, walaupun aku sudah cari, aku masih belum
dapati tenaga untuk gempur Kerajaan Boan yang telah
berakar kuat.
Aku pernah dengar dongeng tentang semut yang kecil
sanggup binasakan scrigala yang besar, karcna itu, aku telah
cari suatu himpunan yang berpengaruh, untuk kumpuli banyak
kawan. Demikian, aku telah dapati Gie Hoo Toan.?
?Mendapatkan Gie Hoo Toan, aku juga hilang harapan,?
Boe Wie lanjuti sesudah ia bcrhcnti scbcntar. ?Sekarang ini Gie
Hoo Toan antaranya bercita-cita ?Hoe Tjeng?, ialah menunjang
Kerajaan Boan. Juga di dalamnya, aku lihat, yang bening dan
keruh bercampur jadi satu, seperti naga dan ular bergumulan,
hingga sukar aku melihat tegas. Soemoay, kau tanya apa yang
mengganggu pikiranku. Aku tak dapat jelaskan itu, aku seperti
juga lagi mimpi dan separuh mendusin?.?
Mirip seperti nona yang belum ?masak?, Bong Tiap tak
mcngcrti soeheng ini, tapi iaterharu mendengar kata-kata
orang, maka kctika dengan pelahan ia angkat kepalanya,
matanya mengembang air.
?Soeheng, aku ada satu -bocah yang tidak mengerti apaapa,?
berkata ia. ?Tapi aku mengasihi rumah tanggaku, aku
juga mcncintai dunia, dari itu, jikalau bisa, aku ingin berikan
kebahagiaanku kepada siapa yang membutuhkannya. Aku
tidak tahu, dalam hal apa aku bisa bantu kau. Satu hal aku
bisa terangkan, aku bersedia untuk menjadi adikmu, rumah ku
juga boleh menjadi rumah kau, di saat kau merasa kesepian,
selagi kau bersendirian, aku ingin layani kau sebagai kandaku
sendiri. Mengenai Gie Hoo Toan, aku ada asing terhadapnya,
tetapi aku juga merasa tcrtarik. Mendengar cerita kau saja,
aku sudah gembira Aku ingin menemui itu rombongan entjieenijie
dan adik-adik dari Hong Teng Tjiauw, aku ingin berada
di antara mereka. Rupanya di antara mereka kau masih belum
dapat cicipi kesenangan?.?
?Oh, Soemoay, kau barangkali benar,? sahut Boe Wie
dengan lesu. ?Kau masih sedang segarnya, aku sudah layu.
Aku bersyukur untuk kebaikan hatimu. Sekarang sudah tak
siang lagi, mari kita pergi beristirahat.?
Boe Wie merasakan sangat kecewa mendengar katakatanya
Nona Lioe itu, orang ada baik hati tetapi orang toh
cuma pandang ia sebagai kanda, dan ia tidak be rani
mendesak?
Bong Tiap sendiri malam itu, tak dapat tidur dengan
tenang, ia masih mondar-mandir, terus sampai sang fajar
datang.
IX
Sadari masih kecil. Bong Tiap hidup diuruki kesayangannya
ayah dan bundanya, selama tiga tahun yang belakangan ini,
walaupun ia bidup menyendiri, ia toh dilindungi gurunya, Sim
Djie Sin-nie. Sampai sebegitu jauh, belum pcmah ia hadapi
soal-soal atau soal yang berat, baharu kali ini,| ia merasai itu.
Samar-samar ia ingat, inilah apa yang ia dahuiu pernah
dencar. bahwa kalau satu anak pcrcmpuan telah menjadi
bcsar, masanya akan datang yang dia akan hadapi soal seperti
yang ia hadapi sekarang. Ia asing tcrhadap ?cinta? tetapi ia
toh ketarik?
?Inilah pasti bukannya!? ia kata da lam hatinva.
Bong Tiap iantas ingat Ham Eng. Baharu tiga tahun yang
lalu, iamasih memain pcrahu sama-sama itu saudara
seperguruan. Ketika itu, pernah Ham Eng tanya ia: ?Adikku,
maukah kau bcrkumpul selamanya denganku sebagai ini??
Ketika itu, ia tak insyaf akan pertanyaan itu, tctapi ia masih
ingat baik-baik.
Pun, selama ia ingat Ham Eng, ia gembira. Sekarang juga,
sesudah mereka berpisahan tiga tahun lamanya, ia percaya,
kalau nanti mereka bertemu pula, mereka tak akan asing satu
dengan lain. Ia tidak tahu, apakah ini juga yang dinamai
?cinta?.
Terhadap toa-soehengnya, Bong Tiap selalu merasa
menghormati dan mengagumi, ia memang memandangnya
sebagai kanda sejati, dan sejak soeheng itu tolongi ia serumah
tangga, ia bersyukur sekali, rasa syukur ini menjadi berlipat
sctclah ia ketahui, untuk tiga tahun, soeheng itu tcrus mencari
ia. Toh bila dibanding dengan Ham Eng, ia merasa masih lebih
dekat dengan saudara she Tjoh ini. Hanya, terhadap
kesepiannya sang toa-soeheng, ia merasa tertarik. Ia mau
percaya, walaupun dia gagah perkasa, Boe Wie mirip dengan
satu bocah yang membutuhkan kesayangan ibunya. Ingat ini,
ia sampai lupa bahwa ia telah bcrusia scmbilan belas tabun
dan sang toa-soeheng sudah tiga puluh lebih?. Maka itu,
sejak waktu itu, di antara soeheng dan soemoay ini terdapat
perasaan ?lebih dekat? tetapipun ?asing?. Itulah ada akibatnya
pertemuan malam di Tay Tjeng San itu.
Dcmikian, dalam keadaan aneh itu, sctclah meli ntasi
padang pasir, gunung dan lembah-lembah, dari tepinya Sungai
Tay Hek Hoo, mereka sampai di Thong-tjioe di dalam Propinsi
Tit-lee.
Kenapa mereka tidak pulang ke Shoatang hanya menuju ke
Tit-lee? Itulah disebabkan markas besar dari Gie Hoo Toan,
dari Shoatang sudah dipindahkan ke Tit-lee, karena Shoatang
telah masuk menjadi kalangan pengaruhnya Wan Sie Kay. Di
Shoatang itu cuma ada scdikit or-ang Gie Hoo Toan yang
masih bertahan menghadapi kepaia perang Boan itu. Boe Wie
ajak si nona ke Tit-lee karena Lioe Kiam Gim dan Tjoh Ham
Eng berada di sana. Apa mau, mereka ini sudah tubruk tempat
kosong! Sebabnya ialah, untuk urusan perkumpulan, Kiam Gim
telah berangkat ke Thian-tjin, dan Ham Eng ikuti gurunya itu.
Boleh jadi kepergiannya itu membutuhkan tempo satu bulan.
Karena ini, Boe Wie jadi pergi menemui Lie Lay Tiong, Ketua
Gie Hoo Toan yang bermarkas di Thong-tjioe itu.
Ketika itu, Lie Lay Tiong ? atau lebih benar Gie Hoo Toan ?
sedang repot, maka itu, ketua itu tak dapat bicara lama
dengan Boe Wie. Di Tit-lee, kemajuan ada pesat sekali.
Umpama dalam satu Distrik Tok-tjioe, anggota Gie Hoo Toan
berjumiah kira-kira tiga puluh ribu jiwa. Maka juga di manamana
di Tit-lee, orang selalu menemui orang-orang dengan
pelangi kuning, ikat pinggang merah dan tumbak panjang di
tangan.
Joe Lok, Tjongtok dari Tit-lee, menjadi sibuk sekali, hingga
terpaksa iasambuti rombongan Gie Hoo Toan memasuki Kota
Thian-tjin dalam kedudukan sebagai orang-orang yang
setingkat derajatnya.
Pemimpin Gie Hoo Toan yang masuk ke Thian-tjin itu ada
Thio Tek Seng dan Tjo Hok Thian. Lioe Kiam Gim pergi ke
sana atas permintaannya Lie Lay Tiong, untuk meninjau
keadaan.
Begitulah, sesudah memberi keterangan, Lie Lay Tiong
Iantas minta Law Boe Wie berdiam dulu di Thong-tjioe.
Katanya, selang satu bulan, Lioe Kiam Gim bakal kembali. Di
lain pihak, Lay Tiong minta Bong Tiap suka pimpin Barisan
Hong Teng Tjiauw, yang masih kurang pemimpin yang berani
dan boegeenya liehay.
Kalau Boe Wie kurang tertarik oleh Gie Hoo Toan, Bong
Tiap ada sebaliknya. Dia gembira melihat nona-nona Hong
Teng Tjiauw tidak gemar berias, tidak ikat kaki. semuanya
kelihatan gesit dan toapan, sedang kedua pemimpinnya, Tang
Djie Kouw dan Lauw Sam Kouw, mirip dengan orang Iclaki
saja, apapula Lauw Sam Kouw. Berdua mereka ini ? Bong Tiap
dan Sam Kouw ? lantas ? saja bergaul rapat.
Selama berdiam di Thong-tjioe, Boe Wie dan Bong Tiap
sering bertemu. Dalam Gie Hoo Toan, pertemuan antara
kedua pihak lelaki dan pcrcmpuan dipandang umum. apapula
mereka ada soeheng dan soemoay dan datangnya pun
bareng, orang tidak herankan yang mereka bergaul rapat.
Selang setengah bulan, Kiam Gim masih belum kembali. Lie
Lay Tiong sudah kirim utusan kepada Kiam Gim, mengabarkan
puterinya ada di Thong-tjioe, hanya entah kenapa, ayah itu
menulis surat pun tidak. Menurut dugaan, utusan itu mestinya
sudah sampai cukup lama di Thian-tjin.
Selama itu juga, Boe Wie dapati suatu apa yang
mendukakan ia. Benar Bong Tiap ada sangat baik
terhadapnya, tapi selagi mereka pasang omong, tanpa
disengaja, si nona suka sebut-sebut Ham Eng, dan saban kali
pemuda she Tjoh itu disebut, Nona Lioe nampaknya sangat
gembira
?Dia masih muda sekali, aku sudah tua, dan dia pun
nampaknya sukai Ham Eng, aku hams mengalah,? Boe Wie
berpikir. ?Dia harus berbahagia, aku tidak selayaknya
mencoba mengikat dia?. Kenapa aku mesti melintang di
antara mercka??
Di pihaknya Bong Tiap, dia tidak inginkan sang toa-soeheng
bcrduka, ia cuma bersikap manis budi tcrhadap soeheng itu,
akan ictapi, apabila ia merasa sang toa-soeheng hendak
utarakan rasa hatinya, ia menyesal sendirinya. Ia tidak ingin
terlibat taufan?.
Lauw Sam Kouw tidur sckamar dengan Bong Tiap, selagi
Iain-lain or-ang tidak lihat gerak-geriknya si nona dan Boc
Wie, scbagai scorang bcrmata tajam, ia tampak itu, ia sudah
lantas bisa menduga. Maka pada suatu malam, Sam Kouw
tanya Bong Tiap, dia ?sukai? sang toa-soeheng atau tidak.
Separuh memain ia kata: ?Kau sudah dewasa, kau harus cari
mcrtua. Aku lihat toa-soehengmu itu baik dan jujur, dia pun
gagah, kau orang berdua ada sembabat sekali!?
Bong Tiap seperti dengar guntur di kupingnya, mukanya
menjadi merah, tapi ia harus jawab ini, mau atau tidak, ia
utarakan kesangsiannya.
Ia nyatakan, kedua soehengnya agaknya mcncintai ia, tapi
ia sukar memilih, sedang kalau ia menunda, Boc Wie bakal
menjadi tcrlebih tua. Sulitnya, tidak ada satu soehengnya yang
pernah mengutarakan isi hatinya.
?Inilah gampang!? kata Sam Kouw sambil tertawa. ?Siapa
kau cintai, dia kau nikah! Ini ada urusan kau sendiri, tak orang
yang bisa paksa naiki kau kw dalam joli pengantin!?
Nona Lauw bicara secara sewajarnya, tapi Bong Tiap tetap
bersangsi.
Demikian sang tempo di lewatkan, sampai lagi setengah
bulan, sampai pada suatu hari, Lie Lay Tiong beritahukan Boe
Wie dan Bong Tiap, katanya: ?Besok Ham Eng akan kembali!?
Nyatalah, ketika utusannya Lay Tiong sampai di Thian-tjin,
Kiam Gim kebetulan lagi pergi mencari kawan-kawan baharu,
ketika ia pulang dan Ham Eng beritahukan kabar dari Thongtjioe,
jago tua itu kucurkan air mata saking girang berbareng
terharu.
?Oh, itu anak, bagaimana ia bersengsara!?.? ia mengeluh.
?Selama tiga tahun, setahu bagaimana dia menderita.
Sekarang ia sudah selamat, hatiku lega?.?
Ayah ini tidak tabu, puterinya sebenarnya tidak menderita
banyak, kecuali bahaya yang mengancam kepadanya, bahwa
puteri itu telah dapat kepandaian silat yang sempurna.
Sebenarnya Kiam Gim ingin segera tengok anaknya itu, apa
mau, urusan perkumpulan lagi memintatenaganya, dari itu,
terpaksa ia kirim Ham Eng saja. Muridnya ini sekalian bisa
bicarakan satu soal penting dengan Lie Lay Tiong.
Sebaliknya, hatinya Boe Wie tidak tentaram mendengar
Ham Eng bakal datang. Ia sayang itu soetee dengan siapa
sudah bebcrapa tahun ia tidak ketemu, tapi sayangnya itu
beda dengan kesayangannya terhadap Bong Tiap. Tentu saja,
tak dapat ia bersaing dengan ntu soetee atau memusuhkan
dia itu. Saking kusutnya pikiran, itu tengah malam ia
berbangkit, ia dandan, terus ia pergi ke kemahnya Bong Tiap.
Malam itu, rembulan sudah mulai doyong, sinarnya teduh
dan indah. Kcmah pun ada tenang sekali, melainkan serdaduserdadu
ronda yang mondar-mandir. Ketika Bong Tiap
diwartakan datangnya sang soeheng, ia segera keluar untuk
menemui. Ia pun seperti belum tidur dan seperti lagi nantikan
soeheng itu?.
Pertemuan dilakukan di bawah terangnya si Puteri Malam.
Sampai sekian lama, keduanya tidak lantas bicara. Angin ada
berkesiur halus. Kemudian Boe Wie angkat kepalanya, ia awasi
si nona.
?Adikku,? kata ia, ketika ia mulai buka mulutnya. Sejak
pertemuan malam di Tay Tjeng San, Boe Wie tidak lagi
memanggil soemoay, hanya adik saja. ?Adikku, aku hendak
bicara sedikit sama kau. Aku menyesal mesti ganggu
ketentaramanmu. Sekarang aku sudah berpikir, Sore hari aku
biasa menyendiri, sekarang juga begitu Kau suka menjadi
adikku, aku puas karenanya. Aku insyaf, aku telah berusia
lanjut. Lanjut usiaku, lanjut juga hatiku. Kau sebaliknya masih
muda, kau ada di saat pcrmulaan. dari itu aku tak dapat, aku
tak mesti ikat padamu. Aku anggap, Tjoh Soetee adalah paling
sembabat dengan kau, dia sedang mudanya. Maafkan aku,
aku omong terus terang. Maka kau orang mesti jadi pasangan.
Tentang aku, Adikku, kau jangan buat pikiran, aku telah
tertakdir mesti terus merantau!?
?Tidak!? kata si nona, tetapi suaranya terputus, air matanya
berlinang. Ketika ia hendak buka mulutnya, Boe Wie sudah
lenyap, toa-soeheng itu telah berlompat pergi dengan pesat
dan sedetik saja hilang dalam gelap-gulita.
Malam itu seterusnya, Bong Tiap berpikir, akan tetapi, ia
toh bisa ambil ketetapan.
Besokannya, di hari kedua, Tjoh Ham Eng sampai dari
Thian-tjin, di memasuki markas hampir seperti berlompatan.
Lie Lay Tiong beberapa pemimpin lainnya, berik Boe Wie dan
Bong Tiap, suda menantikan ia. Ini penyambutan bukan
karena ada orang penting dan Gie Hoo Toan, ia hanya ada
utusannya Lioe Kiam Gim dan semua orang ingin dengar kabar
dari Thian Ham Eng sebaliknya tidak terlalu perhatikan Lie Lay
Tong, begitu masuk, ia pentang mata ke empat penjuru. akan
cari Lioe Bong Tiap, hanya. apabila ia lihat nona itu, ia
tercengang. Romannya si nona ada lesu, sepasang alisnya
mengkerut, seperti orang berduka berbareng menyesal. Dan
ketika ia dengan bersemangat memanggil ?Soemoay!? sang
soemoay sendiri menyahuti dengan tawar, hingga soebeng ini
tak dapat berkata-kata terlebih jauh
Kernudian Ham Eng memandang soehengnya. kembah ia
menjadi heran. Sepasang mata yang tajam dari Boe Wie
seperri tidak bersinar, orangnya sendiri nampaknya tidak
bersemangat. Hingga ia jadi bingung, Dalam keadaan seperti
itu. Ham Eng insyaf ia sudah berlaku keliru Seharusnya.
setelah memberi hormat pada Lie Lay Tiong. ia mesti dului
menegur soehengnya itu. tetapi sebaliknya, ia lebih perhatikan
Bong Tiap. Dengan sendirinya, air mukanya menjadi merah.
?Urusan kita boleh dibicarakan belakangan.? berkata Boe
Wie sambil bersenyum apabila ia tampak kelakuan tak
sewajaraya dari soetee itu. ?Baiklah kau lebih dahulu memberi
laporan, karena semua saudara disini ingin sekali dengar kabar
dan Thian-Boe Wie ada seorang yang berpengalaman,
walaupun hatinya pepat, ia masih ingat untuk menyadarkan
soeteenya. Dengan itu jalan. ia pun menolong sang soetee
dari keadaannya yang sulit itu.
Ham Eng lantas hampirkan Lie Lay Tiong, untuk memberi
hormat pula, kemudian, dengan sungguh-sungguh, ia kata:
?Tjong Tauwbak, kcadaan ada gen ting luarbiasa. Semua
saudara di sana lagi menantikan pendapatmu.?
Ternyata dengan semakin besarnya pengaruh Gie Hoo
Toan, bentrokannya dengan bangsa asing, dengan kawanan
pendeta penyebar agama asing, makin bertambah banyak.
Memang Gie Hoo Toan ada bersikap anti asing, akan tetapi
scbab-musababnya adalah dari pihak asing | sendiri, sepak
terjang Gie Hoo Toan ada akibat saja.
Semasa tahun ke-5 dari Kaisar Kuang Hsu, pihak Serikat
telah minta pemerintah Boan tindas Gie Hoo Toan dan Toa
Too Hwee, supaya semua pemimpinnya serta yang
membantu, dihukum mati. Permintaan itu disertai ancaman,
apabila pemerintah Boan menolak, pihak asing akan kirim
tentara untuk lakukan itu sendiri.
Muianya pemerintah luiuskan permintaan itu, Tjongtok Liap
Soe Seng dari Tit-iee telah dipcrintahkan basmi Gie Hoo Toan
Tjongtok ini bersikap bengis, dia bunuh saban orang,
dia
bakar setiap rumah, hingga rakyat gusar dan pada memasuki
Gie Hoo Toan, hingga Pakkhia dan Thian-tjin jadi goncang,
hingga lbusuri See Thayhouw kuatir tahtanya terguling, hingga
ia tegur Liap Soe Seng seraya nyatakan: Tjongtok itu mesti
tanggung jawab sendiri apabila rakyat berontak.
Lain dari itu, ibusuri pun lantas pikir akan gunai Gie Hoo
Toan, buat lawan pihak asing, untuk mana, ia kirim utusan ke
Thian-tjin guna perkenankan Gie Hoo Toan memasuki Kota
Raja : Pakkhia.
Gie Hoo Toan jadi hadapkan soal: Memasuki Pakkhia atau
jangan?
Pemimpin-pemimpin di Thian-tjin, ialah Thio Tek Seng dan
Tjo Hok Thian, mufakat datang ke Pakkhia. Lioe KiamGim
tidak setuju, tetapi ia ada sebagai tetamu, ia tidak leluasa
untuk bicara. Ia tidak percaya lbusuri mau bekerja sama-sama
secara sungguh-sungguh, ia kuatir nanti kena diakali dan Gie
Hoo Toan akan menghadapi bencana. Ia pikir untuk nyelusup
dulu ke Pakkhia, akan bcrunding dengan orang-orang Gie Hoo
Toan di Kota Raja. Saran ini disetujui Thio Tek Seng. Maka ia
telah ambit ketetapan, di hari kedua dari berangkatnya Ham
Eng ke Thong-tjioe, baharulah ia mau berangkat. Di sebelah
itu, Kiam Gim tidak percaya jampi-jampi dari Gie Hoo Toan
bisa memunahkan senapan dan meriam asing, ia kuatir Gie
Hoo Toan nanti masuk ke Pakkhia untuk antarkan jiwa secara
kecewa, maka ia suruh Ham Eng tanya pendapatnya Lie Lay
Tiong.
Buat beberapa saat. Lie Lay Tiong berdiam. Diam-diam, ia
perhatikan sikapnya orang-orang, yang nampaknya sebagian
setuju, sebagian tidak. Tapi di akhirnya, dengan bersemangat,
dia berbangkit seraya. keprak meja dan berseru : ?Pergi ke
Pakkhia! Kenapa tidak? Inilah jalan berhasilnya kita, Orang
gagah bertindak tak boleh sebagai perempuan dusun atau
anak-anak! Aku nanti pimpin sendiri angkatan perang kita
memasuki Pakkhia!?
Mendengar itu, Law Boe Wie menjadi serba salah dan Bong
Tiap menjadi tidak gembira. Dan di antara orang-orang Gie
Hoo Toan, separuh gembira, separuhnya lagi berduka.
Melainkan yang tak setuju tutup mulut mereka.
Boe Wie masygul, oleh karena Lie Lay Tiong tidak hargai
pikiran gurunya, malah gurunya itu tidak. disebut sama sekali,
gurunya itu seperti tidak dilihat mata, seperti hendak disamai
dengan ?orang perempuan dan anak kecil?. Ia setujui
gurunya, tapi ia pun terpaksa mesti bungkam.
Ketidaksenangannya Bong Tiap ada lain lagi. Ia anggap Lie
Lay Tiong memandang enteng orang perempuan, benar ia pun
bungkam tetapi mulut sudah berkelemik!
Pendapatnya Lie Lay Tiong adalah fein, Dia sebenamya ada
bekas opsir sebawahan dari Tang Hok Slang, jendcral di
Siamsay dari pemerintah Boan, dia tinggalkan pangkatnya dan
memasuki Gie Hoo Toan, ia bisa nanjak terns hingga ia
diangkat menjadi Tjong-tauwbak Ia anggap, memasuki
Pakkhia berarti bertemu dengan Kaisar, bertemu jugadengan
Ibusuri. dan itu adalah suatu kehormatan besar untuk ia,
untuk leluhurnya. Dia asal opsir rendah, tapi di Pakkhia, dia
bakal duduk berendeng dengan bcrbagai menteri dan
jenderal, tidakkah itu memuaskan hatinya? Maka itu, ia setuju.
Di Pakkhia, dia mau beraksi!
Sebagai -orang cerdik, Lie Lay Tiong lihat Boe Wie dan
Bong Tiap tidak gembira, ia lantas tunjuki kelicinannya Ia
goyangi tangan pada itu tiga saudara seraya berkata: ?Soal
memasuki Pakkhia atau tidak, kita tak usah bicarakan lagi!
Kau orang sudah lama tidak ketemu satu dengan lain, aku
tidak hendak haiangi kau orang, nah, pergilah keluar. Untuk
kau orang pasang omong dengan merdeka!? Pada Ham Eng
sendiri. ia urusi sambil bersenyum: ?Kau juga sudah merdeka,
jikalau kau suka, kau boleh pesiar di Thong-tjioe ini barang
dua bari! Kau banyak capek!?
Demikian Lie Lay Tiong hunjuk aksi menyayang, dengan
mana ia akhirkan pertcmuan itu.
Dengan tak gembira, Ham Eng ikuti Boe Wie dan Bong Tiap
keluar. melihat si nona acuh tak acuh, jalannya sambil tunduk
saja. Maka terpaksa, ia bicara dengan Boe Wie.
Boe Wie juga tetap tidak gembira, tapi satu hal membuat ia
puas. Itu ada halnya Teng Hiauw, putcranya Teng Kiam Beng,
soesioknya atau paman guru. Katanya, Teng Hiauw ini sudah
mencmui gurunya, sudah dua kali kembali ke Poo-teng, untuk
membangun Thay Kek Pay, hingga namanya jadi Icrsohor, dan
dia pernah berbuat kebaikan untuk gurunya. Isterinya Teng
Hiauw adalah cucu perempuan dari Kiang Ek Hian, Ketua dari
Cabang Silat Bwce Hoa Koen, sedang Tjoe Hong Teng,
pemimpin Gie Hoo Toan, ada murid kepala dari Ketua Bwee
Hoa Koen itu.
Setelah bicara sckian lama, Boe Wie lihat Bong Tiap, lalu
dengan tiba-tiba, ia kata: ?Aku mempunyai satu urusan untuk
mana aku mesti berangkat lebih dulu, kau orang sudah lama
tidak bertemu, pergilah kau orang
bicara!? Dan lantas ia
pergi.
Walaupun Boe Wie sudah tidak ada, dua-dua Ham Eng dari
Bong Tiap masih likat satu dengan lain. Ham Eng menjadi
heran dan masygul, kenapa socmoay ini menjadi demikian
tawar, malah seperginya Boe Wie, mukanya berubah menjadi
pucat. Ia ada tidak sabaran. Maka akhirnya, ia kata:
?Soemoay, aku heran! Dari kecil sampai besar, kita biasa
memain, tapi belum pernah aku dapati kau begini adem, kau
seperti tak perhatikan aku. Kau tahu, bagaimana aku pikirkan
kau sclama tiga tahun! Sayang aku tidak liehay sebagai toasoeheng,
yang seorang diri telah mcrantau mencari kau. Aku,
siang aku mengenangi kau, malam aku mimpikan padamu.
Socmoay, urusan apa membikin kau tidak senang? Kau boleh
damprat dan pukul aku, tapi janganlah berlaku tawar begini?.
Dari kematian kita lolos, scsudah tiga tahun kita bertemu pula,
maka, ada urusan apa yang membikin kau tak senangi aku??
Bong Tiap angkat kepalanya, air matanya menggenang.
?Ham Eng, aku tidak gusar terhadap kau??? kata ia,
dengan suara sedih. ?Aku tahu, memang tidak seharusnya aku
bersikap begini, tetapi sekarang pikiranku lagi kusut? Kau
berikan ketika untuk aku beristirahat, nanti aku bicara
denganmu. Sebentar tengah malam, kau pergi ke tangsiku,
untuk kita bicara.?
Nona itu kelihatan lesu dan letih sekali.
Ham Eng tidak berani memaksa.
?Kau lesu, Soemoay, baik kau beristirahat,? kata ia.
?Sebentar malam aku nanti datang padamu ?
Demikian dua saudara itu, setelah ?pertemuannya yang
pertama kali ini scjak tiga tahun, lantas berpisahan pula.
Bong Tiap pulang ke kemahnya untuk terus rebahkan diri,
sampai sore, ia tidak tidur, ia tidak dahar. Sam Kouw tanya ia,
apa ia sakit, iajawab tidak. Ia sebenamya sedang pikirkan toasoeheng
dan soehengnya:
Ham Eng berbayang di matanya nona ini sebagai satu
orang nrada dan cakap, merekapun sudah bergaul rapat
sekali, berat untuk tinggalkan dia itu, hatinya goncang keras.
Di sebelah Ham Eng ada Law Boe Wie yang gagah tapi yang
usianya ?lanjut? seperti Boe Wie akui sendiri. Toa-soeheng ini
sudah kenyang mcrantau dan mendcrita, dia memerlukan
perhatian luar biasa. Kalau Ham Eng pasti akan tank
perhatiannya sesuatu nona, belum tentu dengan Boe Wie.
Maka Bong Tiap anggap, pertu ia perhatikan toa-soeheng itu,
untuk mana, ia layak berkorban?.
Malam itu, seperti dijanji, Ham Eng datang. Rembulan ada
indah dan tenang. Akan tetapi hatinya kedua anak muda itu
tidak tentaram. Bong Tiap lantas saja bicara, dengan cepat,
seperti ia kuatir orang potong pembicaraannya. la utarakan
ketetapan yang tadi sore ia ambil.
?Ham Eng, tak usah kau tanya banyak-banyak padaku, aku
pun tidak ingin banyak bicara. Aku tahu hatimu, tetapi aku
tetap ada soemoaymu. Aku ingin terus baik dengan kau,
supaya kau berbahagia, tetapi aku kuatir kau keliru
mengartikan aku Di depan kau, ada satu orang yang telah
mendahului padamu, yang utarakan isi hatinya kepadaku,
mulanya aku tak nial terima ia, tapi sekarang aku telah pikir
itu masak-masak?.
?Siapa dia?? Ham Eng benar-benar memotong.
?Dia ada toa-soeheng?.? sahut si nona sambil ia tunduk,
untuk mcnyingkir dari sinar matanya sochcng itu, ia terus
menghela napas.
?Oh, toa-soeheng!? Ham Eng ulangi, agaknya ia heran.
Terus ia bcrdiam. A pa ia mcsii bilang? Tak dapat is larang
socmoay ini baik dcngan toasoeheng itu. Tapi ia tak dapat
pertahankan kesedihannya. Tiba-tiba, ia putar tubuhnya dan
pergi sambil berlari-lan, tak sepatah kata ia ucapkan.
Besoknya, Bong Tiap terima suratnya Ham Eng. Sochcng mi
bilang tidak bisa bcrdiam lebih lama di Thong-tjioe, bahwa dia
tak harap menemui pula sang soemoay. itu hari juga ia
kembali ke Thian-tjin. Soeheng ini pujikan kebahagiaannya
sang soemoay dan toasoeheng itu!
Haiinya Bong Tiap mcmukul keras. Memang sukar ia lupai
soeheng itu, walapun ia sudah ambil ketetapan. Ia berdiri
bengong. Ia mau nangis tapi tak bisa?.
Tiba-tiba tcringat dia akan suaranya Lauw Sam Kouw, di
kupingnya:
?Kau sebenamya cintai yang mana satu??
Bong Tiap insyaf benar, ia cintai Ham Eng, dan terhadap
Boe Wie, ia
mclainkan mcrasa kasihan. Dalam bingungnya ini, ia pun
berkuatir. Ke mana perginya Ham Eng? Apakah soeheng itu
tidak berpikiran pendek? Sekarang ia dapat pikiran lain.
Soeheng ini masih muda dan membutuhkan perlindungan,
tidak demikian sang toa-soeheng, yang bagaikan pohon tua,
tidak jerih lagi hujan besar dan taufan. Ham Eng ada
seumpama satu cabang muda yang lemas?.
Ada hebat untuk Bong Tiap akan layani keruwetan pikiran
itu, dengan tiba-tiba, ia berhenti menangis, lantas ia rapikan
pakaiannya. ia buntal bungkusannya, kemudian, setelah soren
pedangnya dan simpan piauw Bouw-nie-tjoenya, ia keluar dari
kemahnya, ia berangkat untuk susul Ham Eng ke Thian-tjin!
Dia tidak memberi kabar pada siapa juga kccuali ia tmggalkan
sccarik kcrtas untuk Lauw Sam Kouw dan Law Boe Wie.
Malam itu, juga Boe Wie tidak tidur barang sekejap. Setelah
berkutet keras, ia bisa ambil putusan. Ia suka mengalah
terhadap Ham Eng. Dengan mehgalah, ia mcrasa terhibur
juga, karena ia jadi sudah bisa bikin berbahagia soetee dan
soemoaynya. Tapi ia menjadi kaget dan bingung, kapan
kemudian dengan beruntun ia terima dua pucuk surat,
masing-masing dari Ham Eng dan Bong Tiap. Soetee itu kasih
selamat padanya, yang jodohnya bisa terangkap dengan
jodohnya Bong Tiap, kemudian, setelah nyatakan ia hendak
merantau, akan teladan sang toa-soeheng, Ham Eng mohon
maaf yang ia pergi tanpa pamitan- Sang soemoay, dengan
beberapa huruf saja, melainkan memberitahukan hendak pergi
ke Thian-tjin.
?He, kenapa Soetee salah mengerti sampai begini?? ia
nyatakan seorang diri. ?Kenapa Soemoay pun berangkat? Aku
menyesal menyebabkan kcdukaan mereka??
Lantas Boe Wie berpikir lebih jauh dan akhirnya ambil
putusannya, untuk menyusul mereka itu ke Thian-tjin. Maka
besoknya pagi-pagi, ia ketemui Lie Lay Tiong dan beritahukan
maksudnya, sebagai alasan, ia hunjuk perlu ia mencmui
gurunya.
Pada mulanya, Lie Lay Tiong berniat tahan ini orang gagah.
tapi karena kemarin ada selisih anggapan soal pergi ke
Pakkhia atau tidak, dan kelihatannya Boe Wie setujui Kiam
Gim, ia man percaya, orang she Law ini tidak setujui ia, dari
itu, dengan tawar ia jawab: ?Karcna kau tidak ingin bcrdiam di
Thong-tjioe, aku tak dapat menahannya. Harap saja kemudian
kita orang nanti bertemu puladi Pakkhia!?
Demikian Boe Wie pamitan dari Lie Lay Tiong dan
berangkat ke Thian-Tjin. Ia bikin perjalanan dengan cepat. Di
sepanjang jalan, ia lihat orang-orang Gie Hoo Toan dengan
pelangi kuning dan ikat pinggang merah, hatinya tertank.
Mendekati malam sampai di Thian-tjin, sesudah pintu kota
ditutup. Ia lihat penjagaan ada keras. Ia tidak pergi kepintu ia
hanya cari tembok kota bahagian yang sunyi disitu ia loncat
naik, mau melewatinya. Ia tidak ingin berabe, siapa tahu??..
Baharu ia sampai di atas tembok dan hendak loncat turun
ke sebelah dalam, tiba-tiba ia dengar sambaran angin,
datangnyadari arah belakang. Ia ada berani dan
berpengalaman, bukannya ia maju terus, ia hanya mundur,
akan loncat ke samping, terus ia mundur pula keluar tembok.
Ia insyaf ia bersalah dan ia tak ingin. timbul bentrokan. Di luar
dugaan, orang
tidak mau mengasih ampun, orang
telah
susul ia seraya membentak: ?Siapa kau yang berani nyelundup
masuk ke dalam kota??
Dan teguran itu disusul sama satu serangan lagi, ke arah
pundak.
Boe Wie berkelit seraya ia terus bcrsiap dengan ?Gie hoe
say bong? atau ?Nelayan menjemur jala?, melulu untuk
luputkan diri dari ancaman bencana.
Penyerang itu bukannya seorang biasa saja, ia bersenyum
seraya tangan kirinya dipentang dalam gerakan ?Pek hoo
Hang tjie? atau ?Burung Hoo putih bukasayap?, lalu dengan
tangan kanan, ia menyerang ke arah perut.
Boe Wie menyedot perut seraya sedikit membungkuk,
kakinyaditarik ke belakang, buat egoskan tubuh sambil
mundur, akam tetapi lawan tidak mengasih tetika,dia maju
pula, sekali ini, tangan kanannya dan atas turun ke bawah
dalam gerakan ?Slua kwa tan ian? atau ?Sambil miring
menggantung ruyung?.
Menampak serangan hcbat itu, Boe Wie tidak mau keras
lawan kcras. Segcra ia keluarkan kegesitan, yang ia dapat
pelajarkan dari Tok-koh It Hang, mencelat ttnggi dan jauh
dua-tiga tumbak. ia menjadi heran, hingga ia batal untuk
segera perkenalkan diri. Lawan itu sudah gunai Thay Kek Koen
yang delapan atau sembilan bagian sempurna. la tidak
sangka, di sini ia bertemu sama ahii Thay Kek Koen itulah
kepandaian, yang mirip digunai gurunya. Sekalipun
soesioknya, Teng Kiam Beng, tidak ada sedemikian liebaynya.
Siapa ini orang dan dari siapa dia peroleh kepandaiannya?
Untuk mencoba melayani tanpa gunai Thay Kek Koen, Boe
Wie lantas mainkan Pwee-pwee Lak-tjap-sie-tjhioe kim-nahoat,
hingga sekarang ia bikia heran lawannya itu. Siapa
lantas maju tetapi tanpa menyerang.
?Kau siapa?? ia tanya. ?Lekas perkenalkan diri, supaya kita
jangan salah mengeni!?
Boe Wie tidak mau iantas perkenalkan diri, sambil bersiap,
ia bilang: ?Tidak tanya lagi hijau merah hitam putih, datangdatang
kau serang aku, maka sekarang aku ingin saksikan
kepandaianmu kenapa kau ada begini galak.
Lawan itu bertambah heran. ia ditantang. walaupun ia
mendongkol, ia menahan sabar. la pun mau menduga pada
mata-mata musuh.
?Di Kota Thian-tjin yang besar itu, belum pernah aku lihat
orang berwenang-wenang seperti kau?? ia berseru.
?Bagaimana aku bisa antap kau datang dan pergi menuruti
sukamu send in? Apakah itu tidak akan menyebabkan orang
pandang enteng pada saudara-saudara dari Gie Hoo Toan
yang melindungi kota ini? Aku tidak berkepandaian tinggi, tapi
aku tak dapat izinkan kau main gila!?!
Lalu. ia pun bersiap sedia.
Boe Wie ingin mencoba, ia tidak sangsi lagi untuk maju,
membuka kedua lengannya, ia merangsek. Benar-benar ia
gunai Kim-na-hoat. Ancaman Boe Wie ada hebat.
Lawan itu tidak kcnali orang punya gerakan, ia bersangsi
untuk menduga Pek-kwa-tjiang atau Kim-na-tjhioe yang
umum. Scbcnarnya itu ada kim-na-hoat dari Eng Djiauw Boen,
kcpandaian istimewa dari Tok-koh It Hang. Tapi ia tidak jerih,
ia tenang dengan Thay Kek Koen. Pokoknya Thay Kek Koen
memang ?ketenangan menantikan gerakan?. Kalau ?musuh
tidak bergerak, sendiri diam, sekalinya musuh bergerak,
sendiri mendahului?.
Oleh karena ini tidak heran jikalau kedua tandingan ini
Iantas saja bertarung dengan seru, tenang lawan tenang,
gesit lawan gesit Cepat sekali, lima puluh jurus tclah dikasih
lewat. Sampai di situ, perbedaan mulai tertampak. Boe Wie
merangsek, ia tidak dapat basil, sebaliknya, bebcrapa kali, ia
kena didesak, baiknya ia gesit menangkis dan berkelit, ia tidak
sampai kena dirubuhkan. Kepandaian mereka berdua ada
berimbang, Boe Wie menang pengalaman, kalau ia toh
terdesak, itu disebabkan ia belum keluarkan Thay Kek Koen.
Kalau Thay Kek Koen ia telah yakin buat dua puluh tahun,
Kim-na-hoat baru lima tahun, scdang begitu, ia mesti layani
Thay Kek Koen dari belasan tahun. Biasanya ia liehay karena
ia gunai dua-dua kepandaiannya secara tercampur, Sekarang
ia tidak gunai Thay Kek Koen. Syukur untuk ia, ia sudah dapati
tujuh bagian dari kepandaiannya Tok-koh It Hang.
Untuk cegah dirinya dirubuhkan, yang mana bisa
mcndatangkan rasa malu dan kecewa, sampai di situ, Boe Wie
ubah caranya bersilat. Lantas saja ia keluarkan Thay Kek
Koen, bahagian Thay-kek-tjiang, bertangan kosong, dengan
beruntun ia pergunakan ?Giok lie tjoan so? atau ?Bidadari
menenun?, ?Djie hong soe pie? atau ?Seperti menutup seperti
merapat, ?Sam hoan to goat? atau ?Tiga kali mclibat
rembulan?, dan ?Teng san kwa houw? atau ?Menunggang
harimau mendaki gunung?.
Begitu lekas desakan itu, lawan yang menjadi kaget, Boe
Wie melompat keluar kalangan, terus ia menegur: ?Eh, kau
juga keluaran Thay Kek Boen??
Law Boe Wie hentikan penyerangannya, ia bersenyum.
?Ya, aku ada dari Thay Kek Boen!? ia jawab. ?Kau sendiri
siapa wariskan kau kepandaianmu?? ia balas tanya.
Atas jawaban itu, sang lawan bertindak maju, untuk
mengawasi, kemudian ia sambar tangan orang, buat di tarik
sambil dicekal keras.
?Loo-soehoe Lioe Kiam Gim itu apamu?? ia tegaskan.
Boe Wie terkejut untuk sikap dan lagu suara orang.
?Lioe Loo-soehoe adalah guruku,? ia jawab.
Baharu saja dengar itu jawaban, lawan itu lantas kucurkan
air mata.
?Oh, kau jadinya ada Soeheng Law Boe Wie!? kata ia, yang
agaknya terperanjat. ?Siauwtee justeru sedang cari kau!
Gurumu? gurumu?.?
Ia tak dapat berkata terus, ia menangis sesenggukan,
tersedu sedu.
Boe Wie kaget, ia tarik lolos tangannya.
?Guruku kenapa?? tanya ia. ?Bilang, bilanglah!?.?
Orang itu mencoba berhenti menangis, ia susuti air
matanya.
?Gurumu .. gurumu orang aniaya hingga binasa?.? saahut
ia dengan susah.
Itulah guntur di siang hari. Bagaikan orang kalap, Boe Wie
jambak kedua pundak orang, ia mengawasi dengan
mendelong.
?Apakah itu benar?? ia tegaskan. ?Bagaimana kau ketahui??
Orang itu berdiri tegak, ia pun mengawasi dengan mata
tak bergeming
?Mayat gurumu itu adalah aku yang kubur dengan
tanganku sendin,? ia menyahui dengan pelahan, tetapi
suaranya tetap. ?Gurumu adalah soepehku sejati. Teng Kiam
Beng adalah ayahku! Semasa aku bcrada dengan Lioe Soepeh.
Sering aku dengar ia sebut-sebut kau. Soeheng. Itupun
sebabnya kenapa aku berniat pergi ke Thong-tjioe, untuk cari
kau, siapa tahu di sini kita berpapasan, kita bentrok??
Baharu saja Teng Hiauw tutup mulutnya. atau Boe Wie,
muka siapa pucat dengan tiba-tiba. rubuh seketika, kedua
tangannya terpentang ia pingsan!
Inilah tidak aneh. Sejak umur tujuh tahun. Kiam Gim telah
rawat dan didik ia, sampai umur dua puiuh tahun lebih.
baharu ia keluar dan perguruan. maka itu. namanya mereka
ada guru dan murid. Kenyataannya mereka mirip ayah dan
anak. Budi yang demikian besar tidak pernah Boe Wie lupakan
Sekarang, dengan sekonyong konyong, ia dengar itu kabar
celaka, bagaimana hatinya tidak mencelos!
Lioe Kiam Gim ada liehay sekali, ia berpengaiaman dan
sabar, mengapa ia nampak bencananya itu? Iniiah sebab ia
memasuki Pakkhia.
Gie Hoo Toan telah terpecah dalam tiga aliran, yang
pertama ?Hoan Tjeng? (Melawan pemerintah Boan), yang
kedua ?Hoe Tjeng? (Menunjang pemerintah Boan), dan yang
ketiga ?Poo Tjeng? -?Melindungi Kerajaan Boan?. Kiam Gim
masuk dalam Golongan ?Hoan Tjeng?. Tjoe Hong Teng dan
Thio Tek Seng ada dari rombongan kedua, Hoe Tjeng. Di
dalam Kota Pakkhia, Kota Raja, yang paJing kuat ada
rombongan Poo Tjeng. Rombongan ini terdiri dari mentenmenteri
dan mereka yang tcrhitung gundal Boan, yang
sengaja nyelundup masuk dalam Gie Hoo Toan, uniuk bckcrja
dalam air keruh, di antaranya ada kawanan wie-soe atau
pahiawan, bekas orang-orang Kang-ouw jahat, juga guru-guru
silat orang Boan dan murid-murid paderi Lhama, semuanya
terdiri dari orang-orang Han dan Boan. Di antaranya, ada lagi
buaya darat dan cabang-cabang atas yang melulu inginkanpangkat
dan uang Adalah golongan yang belakangan ini yang
sepak terjangnya paling rajin.
Ketua Gie Hoo Toan di Pakkhia ada Ouw Houw Tjoe, dia
bukannya Kaum Poo Tjeng, akan tetapi dia ada sangat lemah,
gampang dengar saran, sudah ia tak mampu urus kumpulan,
akan rapikan keadaan dalam, dia kena dilagui oleh rombongan
Poo Tjeng.
Belum lama Lioe Kiam Gim dari Thian-tjin datang ke
Pakkhia, lantas ia rubuh sebagai korban.
Sesampainya Lioe Loo-kauwsoe di Kota Raja, di mana ia
berdiam dalam markas Gie Hoo Toan, di sebelahnya
rnemperhatikan suasana, ia bikin perhubungan sama
rombongan Hoan Tjeng. Di sini ia ada asing, sebaliknya orang
Gie Hoo Toan ada campur-aduk, ia nampak kesulitan. Untuk
cari kawan, mau atau tidak, ia mesti sebutkan ia asal
rombongan mana.
Ketua Ouw Houw Tjoe sambut dengan baik utusan dan
Thian-tjin ini, yang diperlakukan sebagai tetamu terhormat,
sering dia datang mengunjungi untuk pasang omong. Ia pun
perkenalkan Kiam Gim dengan lain-lain pemimpin.
Mengetahui yang Lioe Loo-kauwsoe ada ahli Thay Kek
Koen, ada orang-orang yang mohon pengunjukan. Kiam Gim
ada beda danpada Kiam Beng, ia jaga pesan baik gurunya. Ia
suka bergaul, ia ingin dapati kepandaian lain orang, tetapi
dalam hal kepandaiannya sendiri, ia biasa merendah. Hanya
ini kali, ia bersikap lain. Ia ingin cari sahabat. Orang-orang
yang minta pengunjukan itu ada orang-orang muda, ia suka
layani mereka.
Pada suatu hari, selagi Kiam Gim datang kepadanya, minta
pengunjukan. Ia melayani seperti biasa, ia tidak menduga
jelek, waktu orang minta ia ?main-main? ia juga tidak
menampik.
Memang, untuk memberikan pengunjukan, orang mesti
?main-main?, dan itu artinya, mereka harus bergebrak ?
bergebrak sungguh-sungguh tetapi bukan benar-benar.
Dua anak muda telah dikalahkan Kiam Gim, di antara
mereka tidak terjadi apa-apa.
Kemudian Lioe Kauwsoe mesti layani orang ketiga, yang
perkenalkan diri sebagai muridnya guru silat Shong Keng Tong
dari Ngo Heng Koen. Dengan merendah, pemuda ini berkata:
?Aku baharu belajar, tolong Loosoehoe menghunjuki pelahattlahan,
supaya aku dapat mengerti dengan baik.? Atas itu,
dengan merendah, Kiam Gim kata: ?Gurumu ada sahabatku,
dia ada Ketua dari Ngo Heng Koen, maka di sebawahan dia,
tidak akan ada murid yang lemah. Jangan kau tertalu
merendahkan diri.? Meskipun begitu, permintaan itu
diluluskan.
Kapan main-main telah dimulai, Kiam Gim suruh anak muda
itu keluarkan Ngo Heng Koen, ia akan pecahkan dengan Thay
Kek Nampaknya gerak-gerik si anak muda ada kaku, kelihatan
benar dia masih baharu, kaki tangannya sangat lambat, dari
itu, ia pun diberikan pengunjukan dengan sama ayalnya.
Dari jurus pertama, pengunjukan dibenkan terus-menerus
sampai di jurus ke dua puluh dua, yang disebut ?Shia hoei sie?
atau ?Terbang miring?. Dari samping kanan, pemuda itu
?membacok? pundak kanan Kiam G i m, siapa tangkis itu
dengan tangan kifi, tentu saja dengan pelahan juga. Shia hoei
sie ini ada tipu-tipunya. Umpama musuh menyerang dari
samping kanan, untuk cckal lengan kanan kita, kita putar
tangan, untuk mclcpaskan diri, berbareng kita menyerang
dengan tangan kiri dari bawah dad a. Umpama musuh tarik
pulang tangannya dan balas menyerang ke kiri, kita kelit
sambil menurunkan lengan kiri, ialu tangan kanan menyambar
leher atau tenggorokan musuh. Kalau serangan ini mengenai.
akibatnya hebat.
Demikian, dengan gembira, Lioe Kiam Gim kasih
keterangan pada anak muda itu, siapa manggut-manggut,
tetapi waktu Lioe Kauwsoe bilang, ?Musuh bakal terdampar
setumbak jauhnya!? ia berseru: ?Apakah benar demikian? Tak
bisa jadi!?
Mendadakan tangan kanannya, cepat luar biasa, dipakai
menyerang dadanya ahli Thay Kek Koen itu!
Menyusul itu, ia menjejak tanah dengan tipu ?Kim lie tjoan
po? atau ?Ikan leehie emas serbu gelombang?, untuk mencelat
mundur satu tumbak jauhnya, guna kabur keluar dari
kalangan.
Pemuda itu bukannya ahli waris Ngo Heng Koen, ia hanya
utamakan ?Tiat-see-tjiang?, atau ?Tangan pasir besi?, yang ia
telah yak in lebih dari sepuluh tahun, hingga tangannya kuat
luar biasa, bisa menembusi perut kerbau. Di saat biasa, tidak
nanti Lioe Kiam Gim kena diserang, tapi sekarang ia benarbenar
tidak siap sedia, ia tidak curiga sama sekali, maka
tangannya si pemuda mengenai ia dengan jitu.
Selagi pemuda itu berlompat, Lioe Kiam Gim berseru,
tubuhnya menyusul mencelat maju. Ia tidak rubuh karena
bokongan itu, ia masih bisa mengejar. Ia gunai loncatan
?Kauw yan tjoan lim? atau ?Walet tembusi rimba?. Ia insyaf ia
sudah terluka parah, tapi latihan dari puluhan tahun bikin ia
punyakan sisa kctangguhan, dari itu, ia masih bisa mengejar.
Ia ingin, ?batu pualam dan bata hangus musnah bersama?,
supaya mereka bisa binasa berbareng!
Berbareng dengan itu, juga kawan-kawannya si anak muda
turut berseru, menyusul mana, beruntun mereka menyerang
dengan senjata rahasia kepada jago tua itu. Tapi Kiam Gim
sudah tidak hiraukan apa juga, ia tak perdulikan tubuhnya
kena senjata-senjata rahasia itu. Ia berhasil mencandak
musuh, ia menyerang dengan tangan kanan kepada bebokong
musuh itu. Ia gunai ?Tjit seng tjiang? atau ?Tangan tujuh
bintang?.
Pemuda itu tidak sudi terima binasa dengan mandah saja,
setelah dapat kenyataan ia tersusul, ia pun balik tubuhnya, ia
balas menyerang dengan Tiat-see-tjiang. Ia ingin, kalau kedua
tangan beradu, ia bisa pukul patah tangan musuh. Tapi, ketika
kedua tangan bentrok, tangannya Kiam Gim jadi lemas
bagaikan kapas, serangannya tidak mendapat hasil, hingga ia
kaget bukan kepalang. Selagi ia terperanjat dan berlambat,
tangan kanan Kiam Gim sudah bergerak pula, mencekal
nadinya, tiga buah jan mencengkeram keras, segera seluruh
tubuhnya sesemutan dan jadi habis tenaga, jinak bagaikan
kambing, tubuhnya kena ditarik. Lalu, dengan satu suara
tertawa seram yang panjang, Kiam Gim ulur tangan kirinya,
menimpa kepala orang, maka tak ampun lagi, pemuda itu
pecah remuk batok kepalanya!
Setelah bikin mampus musuh busuk itu, Kiam Gim memutar
tubuh, akan sambut beberapa kawannya si anak muda, yang
menyusul ia. Kakinya bergerak mcndahului kepalannya, atas
mana, satu musuh menjerit mengerikan, tubuhnya rubuh
mental, ketika kakinya remuk patah, darahnya muncrat,
tubuhnya itu tak tergeming lagi!
Tidak ada satu musuh, yang sanggup menduga Kiam Gim
ada demikian tangguh, maka itu, berbareng kaget dan takut,
mereka putar tubuh, untuk lari.
Kiam Gim masih hendak menyusul, akan tetapi, tenaganya
sudah lantas habis, runtuh pembelaan semangatnya, maka
sebelum bisa mengejar, tubuhnya lantas rubuh.
Pada itu waktu, Teng Hiauw sedang berada di tempatnya
Ong Houw Tjoe, ia dikabarkan telah terjadi keributan di
tempatnya Lioe Loo-kauwsoe, ia menjadi heran sekali. Ia tidak
mengerti, kenapa dan siapa orangnya yang berani main gila.
Tidak tempo lagi, ia lari untuk melihat, tetapi waktu ia sampai,
napasnya Kiam Gim tinggal empas-empis, mukanya pucat
bagaikan kertas. Ia ini lihat Ong Houw Tjoe dan Teng Hiauw,
yang ia kenali, pada putera soeteenya itu, ia manggut seraya
kata dengan lemah: ?Bagus kau datang!?.?
Teng Hiauw lantas saja keluarkan air mata, saking terharu.
Buru-buru, ia pimpin bangun soepeh itu.
Ong Houw Tjoe heran hingga ia berdiri menjublek. Tapi ia
segera insyaf, soepeh dan soetit itu tentu hendak bicara
rahasia dan ia mesti menyingkir. Di sebelah itu. ia menduga
pada akal-muslihat keji, makasebagai Ketua Gie Hoo Toan, ia
mesti bertindak, agar tidak sampai ia berbuat kecewa
terhadap tetamu jagoan dari Thian-tjin itu. Begitulah, ia lantas
undurkan diri.
Teng Hiauw lihat ketua itu mundur pula, ia mengerti, ia
tidak mencegah, sebaliknya, ia hendak toiong Kiam Gim, buat
sekalian periksa, bagaimana lukanya. Selagi ia membungkuk,
ia lihat soepeh itu menghela napas, kemudian goyang-goyang
kepala dan berkata: ?Teng Hiauw, tak usah kau sibuk lagi. Tak
dapat lagi bagiku untuk berlalu dari Pakkhia ini. Satu jam jua
aku tak bisa lewati lagi. Di luar dugaan, aku terbokong Tiatsee-
tjiang dari itu jahanam, dan dua rupa senjata rahasia yang
dipakaikan racun mengenai tubuhku, umpama ada rumput
leng-tjie. jiwaku tidak akan tertoiong lagi. Aku binasa dengan
meminta ganti jivva, dengan mendapat bunganya juga, sebab
si jahanam aku telah hajar mampus. demikian juga satu
konconya!?
Teng Hiauw percaya keterangan ini. karena ia lihat satu
mayat menggeietak dan seorang lain rcbah tidak berkutik,
tapi, walaupun soepeh itu lemah dan mukanya pucat, ia
membutuhkan keterangan, untuk ketahui duduknya kejadian,
buat ketahui siapa si pcnjahat.
Lioe Kiam Gim mencoba melegakan napasnya, lalu ia
terangkan duduknya ha]. mulai dari orang datang untuk minia
pengajaran, sampai ia dibokong. Kemudian, ia tambahkan:
?Tidak apa aku terbinasa, hanya sayang, penjahat itu ada
orang sendiri. Maka pergjlah kau beritahukan Ong Houw Tjoe,
agar ia sadar, dan kemudian kau pergi kabarkan Lie Lay Tiong
di Thong-tjioe, untuk ia waspada!?
Teng Hiauw heran dan kaget. Ia pun lihat, soepeh itu mulai
keteskan keringat sebesar-besar kacang kedele.
?Soepeh, baiklah kau beristirahat,? kata ia.
?Beristirahat?? kata Kiam Gim, yang kuatkan hatinya.
?Sebentar aku akan beristirahat untuk selama-lamanya.
Sekarang, aku hendak bicara. Teng Hiauw, ini bukannya
perkara perseorangan, ini ada kepentingan umum. Kau tahu,
ada orang yang tak sudi Gie Hoo Toan jalan benar!? Mukanya
jago tua itu berubah jelek sinamya, tapi ia terus kuati hati. Ia
tambahkan: ?Tak usah kau can musuhku lagi, dia pun sudah
aku binasakan dengan tanganku sendiri. Aku cuma mau minta
kau pergi ke Thong-tjioe, akan mencari muridku yang kepala,
Law Boe Wie, serta soemoay kau, Bong Tiap. Tuturkan
mereka kejadian di sini, tentang suasana yang buruk ini,
lantas suruh mereka nasihati Lie Lay Tiongjangan masuk ke
Pakkhia, atau kalau toh dia memasukinya juga, paling dulu ia
mesti bikin pembersihan di dalam kalangan sendiri!?
Bukan main berdukanya Teng Hiauw. Ia lihat soepeh itu
mulai lelah.
?Soepeh, kau hendak pesan apa lagi?? tanya ia.
Lioe Kiam Gim menghela napas, dengan sangat pelahan.
?Oh, tidak?? ia jawab. ?Aku hanya pikiri Bong Tiap. Kau
bilangi ia bahwa ayahnya mengharap-harap ia ada baik!?.?
Habis mengucap demikian, kepalanya Lioe Loo-kauwsoe
melenggak, maka secara demikian berpulanglah ke dunia lain
satu ahli Thay Kek Koen yang kesohor.
Teng Hiauw mau menangis tetapi air matanya tidak keluar!
Bagaimana aneh! Pada tiga tahun yang lampau, soepeh ini
telah mengubur mayat ayahnya, dan sekarang, ia
menggantikan mengurus jenazahnya soepeh ini. Dengan
sangat sepi, ia lakukan upacarapenguburan, Ong Houw Tjoe
cuma kirim wakilnya, ia jadi merasa tidak tenang sendirinya.
Sebenarnya Ong Houw Tjoe hendak bertindak mencari
konconya si pembunuh, ia hendak jalankan aturan
perkumpulan, apa mau, ia ada terlalu lemah, karena di
sekitarnya, ia dirubungi oleh rombongan Poo Tjeng, karena
kebinasaanya Kiam Gim justeru ada hasil persekutuannya
rombongan pembeia Kerajaan Boan itu.
Rombongan Poo Tjeng, atau Poo Tjeng Pay, dikepalai oleh
Gak Koen Hiong, yang gagah, dan di antara sebawahannya,
ada banyak wie-soe, pahlawan-pahlawan Boan, yang asalnya
ada penjahat-penjahat besar dari dunia Kang-ouw. Begitu ia
dengar kebinasaannya Lioe Kiam Gim, Gak Koen Hiong
datangi Ong Houw Tjoe dan tanya bagaimana Ketua Gie Hoo
Toan ini hendak bertindak.
Dalam ilmu silat, Gak Koen Hiong menangi Ong Houw Tjoe,
walaupun dia ada Hoe-tauwbak dari Gie Hoo Toan,
pengaruhnya menarfgi Tjhia-tauwbak she Ong itu, oleh
karenanya, Ong Houw Tjoe rada jerih terhadapnya. Maka itu,
waktu ditanya, Houw Tjoe jadi tergugu.
?Kau lihat bagaimana?? ketua ini balik tanya. ?Lioe Looenghiong
ada dari golongan terlebih tua dan kenamaan,
sekarang ia terbinasa gelap, tak dapat kita tidak melakukan
penyelidikan dalam perkaranya ini.?
?Bagaimana ia terbinasa secara gelap?? Gak Koen Hiong
membaliki dengan mata terbelalak. ?Sudah terang, dia dapat
nama besar yang kosong belaka. Dia pieboe, dia keliru kena
dilukai! Aku percaya dia cuma teriuka sedikit, lalu ia turunkan
tangan jahat, ia binasakan dua orang kita, karena mana,
orang-orang kita bunuh padanya. Tua bangka itu ganti satu
jiwanya dengan dua jiwa orang kita, apakah itu tidak cukup
berharga? Apa kau hendak rusakt keakuran persaudaraan kita
melulu untuk ?orang
luar?? Apakah kau tidak takut nanti
membikin tawar hatinya saudara-saudara kita??
Ong Houw Tjoe jerih, ia kedesak.
?Saudara, kau lakukan apa yang kau pikir baik, aku turut
saja,? kata ia akhirnya.
Saking jerih, ketua ini sampai tak berani datang
sembahyangi sendiri pada arwah Lioe Loo-kauwsoe, hingga
diam-diam orang-orang rombongan Poo Tjeng Pay tcrtawai ia.
Teng Hiauw ada jeli matanya dan cerdik, ia datang ke
Pakkhia belum lama, tapi ia bisa lihat suasana, lantas saja ia
mengerti duduknya keruwetan di Kota Raja ini. Ia tahu diri, ia
tidak mau banyak omong.
Rombongan Poo Tjeng Pay juga tidak bcrani ganggu
pemuda she Teng ini. Ia ada babah mantu dari Kiang Ek Hian,
Ketua dari Bwee Hoa Koen, sedang Kiang Ek Hian ada
gurunya Tjoe Hong Teng, pendiri dari Gie Hoo Toan. Sudah
bcgitu, kedudukannya Teng Hiauwdalam Gie Hoo Toan ada
scparuh anggota dan separuh tctamu yang dihormati, dia pun
liehay, orang jadi malui padanya. Meskipun demikian, Teng
Hiauw anggap Pakkhia ada panas untuknya, maka itu,sesudah
sclcsai raengubur jenazah Lioe Kiam Gim, ia hendak segera
berlalu, untuk pergi cari Law Boe Wie dan Lioe Bong Tiap, di
Thong-tjioe, apa mau selagi ia pamitan dari Ong Houw Tjoe,
dia ini hadapi satu urusan Denting dan ia diminta pergi ke
Thian-tjin untuk urusan rahasia itu. Ia terima baik tugas ini,
sebab kebetulan isterinya, Kiang Hong Keng, berada di Thiantjin,
hingga ia boleh sekalian ketemui isterinya itu. Ia pun
lihat, dengan pergi ke Thian-tjin dulu, ia cuma minta tempo
lebih dua hari, ia pikir itu tidak jadi halangan apa-apa.
Demikian Teng Hiauw berangkat ke Thian-tjin. Di sini ia
tunaikan tugasnya, lalu malam-malam juga, ia berangkat ke
Thong-tjioe, tetapi kebetulan sekali, selagi ia hendak keluar
dari kota, ia berpapasan dengan Law Boe Wie, malah mereka
bentrok dulu, hingga mereka ketahui boegee masing-masing.
Kaget dan repot Teng Hiauw melihat soehengnya itu
pingsan, Iekas-lekas ia angkat tubuhnya Boe Wie buat
digendong, akan dibawa masuk ke dalam kota, kemudian,
sesudah soeheng itu sadar, baharu ia tuturkan duduknya
perkara yang jelas.
Boe Wie jadi sangat sedih, tetapi ia tertawa menyengir.
?Untuk cari Lioe Bong Tiap, tidak usah pergi ke Thongtjioe,?
kata ia kemudian. ?Dia, dia ada di sini sekarang!?.?
Teng Hiauw heran.
?Hei, bagaimana dia ada di sini?? ia tanya.
Boe Wie kerutkan alis, ia tidak mau membcrikan
keterangan, ia cuma bilang, nona itu hendak cari ayahnya dan
soehengnya, Tjoh Ham Eng.
?Ham Eng?? ulangi Teng Hiauw. ?Pemah aku lihat dia! Dia
ada ganteng sekali, pasti dia bakal jadi babah mantunya
Soepeh!?.?
Boc Wie meringis, hatinya perih.
?Barangkali,? kata ia dengan paksakan diri. ?Kita sekarang
mesti cari mereka. Thian-tjin ada begini luas, di mana kita bisa
cari mereka itu??
Teng Hiauw lihat romannya Boe Wie, ia menyangka
soeheng itu sangat berduka.
?Baik kau jangan berduka, Soeheng,? ia menghibur
?Soepeh menutup mata dengan pikirkan kebaikannya Gie Hoo
Toan, adalah Icewajiban kita untuk mewujudkan cita-citanya
itu. Harap Soeheng tidak merusak kesehatanmu. Mengenai
Bong Tiap, barangkali tidak sukar untuk cari dia. Selama
Soepeh berdiam di Thian-tjin, ketua di sini, Thio Tek Seng,
telah s?ediakan ia satu tempat istimewa, maka dengan
datangnya ini, Tjoh Ham Eng tentu pergi ke sana, begitupun
socmoay Bong Tiap. Tempat Soepeh itu tidak tcrpisah jauh
dari sini, mari kita segera pergi ke sana. Yang pcrlu adalah
Soeheng jangan berduka, kau perlu beristirahat?
Tapi mcndcngar discbutnya Bong Tiap, Boe Wie jadi
bersemangat.
?Mari kita pergi cari dia, tak perlu aku beristirahat lagi!?
kata ia.
Mau atau tidak, terpaksa Teng Hiauw iringi soeheng ini.
Sementara itu, Bong Tiap benar sudah sampai di Thian-tjin.
Ia bukan anak kecil, ia tahu bagaimana hams bertindak. Maka
sesampainya di Thian-tjin, langsung ia menuju ke markas Gie
Hoo Toan, akan minta keterangan perihal ayahnya dan
soehengnya she Tjoh. Karena ia ada puterinya Lioe Lookauwsoe,
ia disambut dengan baik. Ia diberitahukan bahwa
ayahnya sudah berangkat ke Pakkhia dan Ham Eng baljaru
saja kemarin sampai, bahwa Ham Eng telah pergi ke tempat
ayahnya. la ada tidak sabaran.ia minta alamat tempat ayahnya
itu,. untuk. ia segera pergi menyusul. Dalam hal ini ia sampai
tolak dengan getas permintaannya ketua perempuan dari
markas untuk ia beristirahat dulu, hingga ketua itu anggap ia
tak kenal persahabatan, bahwa ia mirip dengan umumnya
nona Kang-ouw, yang aneh tabiatnya. Terpaksa ketua ini kirim
satu anggota untuk antar nona ini.
Sorenya Bong Tiap sampai di Thian-tjin, malamnya Boe Wie
menyusul dengan Teng Hiauw. Sampainya mereka bcrdua ada
kacck, ini disebabkan Bong Tiap kurang pengalaman dan tidak
kenal jalanan. Teng Hiauw tidak ketahui datangnya si nona,
karena selagi ia mau berangkat ke Thong-tjioe, si nona sendiri
lagi berada di markas Gie Hoo Toan.
Bcgitu lekas Bong Tiap sampai di depan rumah piranti
ayahnya, ia suruh pengantarnya kembali. Ia tidak ketok pintu
lagi, ia rapikan pakaiannya, terus ia loncat naik ke genteng,
karena maksudnya adalah buat bikin Ham Eng kaget Kelakuan
ini membikin pengantarnya anggap dia benar-benar nakal?.
Waktu itu, sang rembulan sudah berada di tengah-tengah
langit Bong Tiap bisa lihat nyata macamnya gedung itu.
Mulanya ia berdiam di sebelah utara, maka ia dapati tiga
ruangan lainnya, yang semua berjendela ada kain penutupnya
yang indah. Kemudian ia pergi ke timur, ia dekati sebuah
kamar kecil. Dari kaca jendela, ia sudah dapat lihat
bayangannya saw anak muda.
?Ini anak sudah ikuti ayah bertahun-tahun, kenapa
kupingnya seperti budek dan matanya seperti lamur?? pikir ia.
lnilah disebabkan Ham Eng tidak dengar gerakan kaki di atas
genteng dan berkelebatnya bayangan orang. Tapi BongTiap
tidak ingat, scsudah dapat pimpinan Sim Djie tigatahun, ia
sudah lombai jauh soehcngnya itu, tubuhnya?telah jadi entcng
luar biasa. Ia mendekam di atas genteng sambil pasang
kuping.
Ham Eng jalan mondar-mandir, berulang-ulang terdengar
helaan napasnya.
Tidak sabar Bong Tiap, akan menanrikan saja, maka
dengan cantcl kaki di payon, ia jumpalitan, akan mcroyot
turun. lalu ia sentil kaca jendela, scsudah mana, ia ayun pula
tubuhnya, akan naik pula ke atas genteng.
Ham Eng kaget, hingga ia membentak: ?Bangsat, turunlah
kau!? Bentakan ini disusul sama timpukan beberapa batang
piauw ke arah jendela.
Bong Tiap tertawa cekikikan, setelah itu, ia loncat melayang
turun, untuk terus buka jendela.
?Di sini si bangsat! Ham Eng, kau masih belum siap??
demikian katanya nona yang nakal ini, yang kembali tertawa
geli.
Ham Eng melengak. Ia heran, hingga ia mau sangka ia
sedang mimpi. Itulah ada suara tertawa dari tiga tahun yang
lampau, selama di Muara Kho Kee Po!
Selagi orang tercengang, Bong Tiap sudah loncat masuk ke
dalam, akan terus dekati pemuda itu, lalu berdiri di
hadapannya
?Jauh-jauh aku datang tengok kau, kenapa kau tidak
sambut aku?? demikian si nona, yang bersikap aleman sekali.
Ham Eng pentang lebar kedua matanya. Tidak salah lagi,
itulah Bong Tiap di depannya.
?Oh, Socmoay, benar-benarkau?? kata ia. Ia hendak maju,
akan cekal tangan orang, tetapi urung, ia sangsi, ia kuatir
nanti dikatai ceriwis. Ia terus mcngawasi pula.
?Eh, kenapa kau awasi saja padaku?? Bong Tiap tertawa
pula. ?Apakah kau tidak kenal aku? Kenapa kau bungkam??
Ham Eng masih mengawasi, ia nampaknya terharu.
?Aku sangka bahwa aku tidak bakal ketemu kau pula,
Soemoay,? akhirnya ia jawab. ?Mana Toa-soeheng? Bukankah
kau hendak berkumpul dengannya untuk selamanya??
Bong Tiap dekati soeheng ini. Ia masih berbayang dengan
petaan ro-man toa-soehengnya, akan tetapi di sini ia
menghadapi satu pemuda?yang cakap ganteng.
?Siapa bilang aku hendak berkumpul dengan Toa-soeheng
untuk selamanya?? kata ia. ?Aku curna pikir itu. Kenapa kau
marah dan kabur??
Mendengar begitu, bukan kepalang girang Ham Eng,
hingga ia mirip si pengemis yang mendapatkan potongan
emas.
?Soemoay, kau jadinya pilih aku?? ia kata, kalap dengan
kegirangannya.
Bong Tiap likat, ia tak dapat memberi jawaban, ia hanya
manggut saja.
Sekarang tak dapat Ham Eng pertahankan hatinya, ia ulur
tangannya, akan tarik tangan orang.
?Thian berkasihan terhadapku, Soemoay, kau akhirnya jadi
kepunyaanku!? iamengeluh.
Mai am itu, kamar itu, jadi indah luar biasa. Bagaikan
bocah. Bong Tiap mendekam di rangkulan Ham Eng. Dan Ham
Eng, bukan main besar hatinya.
Lama mereka berdiam, akan cicipi kesunyian yang
menyedapkan itu, ketika mendadakan si nona tolak tubuh
kekasihnya seraya berseru: ?Bangun!?.? Tapi, belum suara itu
padam, beberapa sinar sudah menyerang masuk dari antara
jendela!
Ham Eng kaget. Ia sebenarnya bisa pentang kedua
tangannya, akan Hndungi si nona, akan tetapi Bong Tiap dului
ia, dengan tarik. tubuhnya dengan tangan kiri, lalu dengan
tangan kanan, nona itu sambar sprei dan pakai itu untuk
sampok senjata
rahasia itu, hingga penyerangan gagal. Segera, cepat luar
biasa, nona itu lompat ke arah jendela, hingga ia
bersomplokan sama satu orang yang bersenjatakan golok.
Bong Tiap masih pegangi sprei, dengan itu, ia papaki
musuh, hingga dia ini kena ditungkrup, wataupun musuh coba
menikam,, tidak urung, tikamannya tidak membahayakan,
malah dia terus merasakan sakit, ketika tangannya kena
terlibat, hingga di lain saat, goloknya tcrlcpas jatuh. Si nona
sambar golok itu, yang terus ia pakai layani beberapa musuh
lain, yang sudah loncat masuk ke dalam kamar.
Pertempuran telah terjadi, tapi Bong Tiap yang gagah. bisa
mendesak, hingga beberapa penyerang itu tidak leluasa
bergerak dalam kamar, terpaksa, dengan satu suitan, mereka
mundur pula, lari melompati jendela.
Bong Tiap heran melihat sekian lama, Ham Eng tidak
membantui ia, ketika ia menoleh ke belakang, ia dapati
pemuda itu rebah di pembaringan sambilmerintih. Ia kaget
bukan main.
?Kau luka?? tanya ia sambil lompat menghampirkan dan
membungkuk.
?Tidak apa, Soemoay,? sahut Ham Eng, suaranya pelahan.
?Aku terluka sedikit. Pergi kau bereskan beberapa jahanam
itul?
Tapi Ham Eng telah terkena senjata rahasia Hong-bweepiauw,
yang direndam dalam racun asal dari daerah Biauw.
Piauw itu cuma tiga dim panjangnya, kalau mcngenai tidak
menyebabkan rasa sakit yang sangat, hanya racunnya, yang
berbahaya, apabila tidak ada obat pcnawamya, dalam satu
jam, jiwa bisa mclayang karcnanya. Ini sebabnya kenapa Ham
Eng tidak kuatirkan lukanya itu.
Bong Tiap kertak gigi, ia hendak ambil pedangnya sendiri ?
pedang Tjeng-kong-kiam? ? untuk dipakai kejar musuh, tetapi
kapan ia menoleh ke tembok, ia kaget bukan main, ia jadi
sangat mendongkol. Pedang itu, bersama kantung piauw
Bouw-nie-tjoe, berikut gegamannya Ham Eng juga, sudah
lenyap, barusan telah disambar sal ah satu pcnjahat yang lari
kabur.
Dalam murkanya, nona ini tidak bcrayal lagi. la sambar
penjahat yang iaringkus, ia lemparkan keluar jendela, habis
itu, ia membarcngi loncat keluar dengan goiok diputar.
Dengan lemparkan musuh, ia mau cegah musuh nanti bokong
ia selagi ia loncat keluar. Dalam hai ini, ia berhasil mencegah
musuh curangi dia. Tapi, setelah ia berada di luar jendela,
musuhnya lantas merangsang, yang menjadi kepala ada
seorang dengan ruyung Tjit-tjiat-pian, ruyungnya panjang,
orangnya bertenaga besar, ruyung itu menyambar ke
pinggang.
Bong Tiap kenali semua dclapan belas rupa senjata, ia tahu
cara dipakainya itu dan liehaynya juga, maka itu, ia berlaku
waspada. Ia tunggu sampai ujung ruyung sampai, ia mundur
seraya menyedot perut, waktu ruyung lewat, ia majukan kaki
kanan, ia merangsang, goloknya turut menyambar, dalam
gerakan ?Pek tjoa tjoet tong? atau ?Ular putih keluar dari
lobang?. Sudah bcgitu, tangan kirinya pun menyambar ke
bahu kanan musuh.
Gerakan ini ada sebat luar biasa, penjahat itu perdengarkan
j en tan ?Aduh!? Ia mau loncat mundur, untuk mcnyingkirkan
diri dari bacokan juga, akan tetapi ia kalah sebat, bahunya
kcburu dicckal. Hanya, selagi Bong Tiap hendak membetot,
dua musuh sudah serang ia dari kiri dan kanan. Sebatang
golok Koei-tauw-too menyambar lengan kanan, sedang
sebuah gembolan turun ke arah batok kepala!
Itu ada satu kepungan hebat. Bong* Tiap batal membetot
musuh, sebaliknya, ia menarik nyamping, dari kiri ke kanan,
untuk sambuti golok musuh, dengan tubuhnya si penjahat
Penycrang itu kaget, lckas-lekas ia batalkan serangannya,
dengan tangan kirinya, ia sekalian tarik kawannya itu.
?Budak liehay!? ia berseru dalam gusarnya, sesudah mana,
ia maju pula.
Penjahat yang bersenjatakan gembolan kena diperdayakan
si nona Gembolan itu memakai rantai, seperti bandring, maka
bila rantainya melibat senjata musuh, senjata musuh itu bisa
ditarik terlepas. Tapi Bong Tiap tidak takut, ia malah sengaja
bikin goloknya hampir kelibat, berbareng dengan mana, ia
terusi turunkan goloknya ke bawah, hingga gembolan musuh,
yang lagi turun, jadi kena tertarik sendirinya. Ini ada gerakan
?pinjam tenaga lawan?. Karena ini musuh kena terbetot,
sampai kuda-kudanya gempur, tubuhnya maju ke depan,
sukar ditahan.
Selagi bcgitu, dengan satu gerakan memutar, Bong Tiap
dengan licin loloskan goloknya dari libatan rantai, lalu
membarcngi, ia membabat kedua kaki orang. Ia mendek dan
menycrang dengan tipu ?Kouw sie poan kin?, atau: ?Pohon tua
numprah dengan akarnya?.
Musuh itu liehay, meskipun ia tcrancam bahaya, ia masih
bisa enjot tubuhnya, akan terus berlompat, menyingkir dari
babatan. Ia lompat jauhnya sctumbak.
Bong Tiap hendak kejar musuh ini, atau dua musuh
lainnya, yang pegang Tjit-tjiat-pian dan Koei-tauw-too, sudah
maju pula, berbareng menyerang ia. Hanya sekali ini, mereka
berlaku hati-hati.
Terpaksa, Nona Lioe layani pula kedua penjahat itu.
Segera juga, penjahat yang bersenjatakan gembolan,
bersama satu yang lain, yang mencekal Tjeng-kong-kiam,
membantu kedua kawannya mengepung.
Bong Tiap gusar melihat senjatanyadipakai musuh.
Pedangitu ada buatannya ayahnya, dulu, ketika ia berumur
satu tahun, lalu setiap tahun, ditambah beratnya, terus sampai
ia berusia dua belas, di waktu mana, ia diizinkan pakai itu. Itu
ada pedang tajam luar biasa, bisadipakai membabat besi
sembarangan. Ia ingin rampas pulang pedang itu, maka ia
segera desak ini musuh, beruntun ia membacok dengan tiputipu
silat ?Sia sin bong goat? atau ?Memandang rembulan
sambil miring? dan ?Hons hong thian tjie? atau ?Burung Hong
pentang sayap?. Ia pun membentak: ?Penjahat tidak tahu
malu, kau berani curi pedang nonamu!?
Penjahat itu, yang romannya bagaikan tikus, tidak gusar,
sebaliknya, ia tertawa haha-hihi.
?Nona manis, kenapa marah?? kata ia, dengan godaannya.
?Pedang toh harus dihaturkan pada orang gagah dan pupur di
hadiahkan kepada si juwita! Kau persembahkan pedang
padaku, nanti aku balas kirimkan pupur dan yan tjie harum
kepadamu! Bagaimana menarik untuk kita saling tukar tanda
mata!?.?
Sekalipun ia menggoda dan berlaku ceriwis, penjahat itu
tidak alpakan pedangnya. Maka itu, kendati ia mendesak,
dalam tempo yang pendek, Bong Tiap tidak mampu berbuat
suatu apa, karena ia pun sedang dikepung, hingga ia mesh?
layani yang Iain-lain. Empat musuh itu ada mempunyai
kepandaian tidak rcndah. kalau tadi mereka ketetcr, itu
disebabkan mereka memandang enteng. Sekarang, di empat
penjuru, mereka menycrang dengan rapi.
Bong Tiap sekarang bukan iagi Bong Tiap tiga tahun yang
lalu, ia bcnar tidak biasa menggunai golok, tapi ibunya, Lioe
Toanio Lauw In Giok, ada ahli wans Ban Seng Boen, yang
utamakan golok Ban-seng-too, dan itu, sedikimya ia paham
gunai senjata ituja tahu tipu-tipunya, maka sekarang ia
bersilat dengan campur ilmu golok dengan ilmu pedang Thay
Kek Koen sen a Sim Djie Sin-nie punya ilmu kebutan Tiathoed-
tim yang bisa dipakai sebagai pedang Ngo-heng-kiam.
Begitulah, ia pun bikin empat musuhnya tidak bisa berbuat
ban yak.
Pertempuran berjalan seru, sampai lama juga, ialah lebih
daripada lima puluh ju-ras. Bong Tiap bcrkelahi terns, sampai
diam-diam ia mcngcl uh. Dengan tiba-tiba, ia rasai perutnya
mulas, kedua kakinya pun sesemutan. Karena ini. diluar
keinginannya, ia jadi keteter.
Bong Tiap benci musuh yang pakai Tjeng-kong-kiam, tapi
juga ia paling waspada terhadap musuh itu, bukan ia m

^