Kisah Dua Saudara Seperguruan 5

Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Saduran Okt Bagian 5


g tidak kcraan!
Dalam saat sangat bcrbahaya dari saudaran ya itu, Kiam
Gim menyerbu hebat sekali. Dengan sebclah tangan masih
cckal tubuh musuhnya, iagcraki pedangnya sccara luar biasa.
Dengan sikap nekat ini, ia bikin musuh-mnsuhnya jcrih. hingga
mereka pada mundur. la mcrangsek teras. Bcnar sclagi ia
mendekati Kiam Beng, tiba-tiba angin menyambar dari sebclah
bclakang!
Di waktu bcrgulat mati-matian sccara demikian, hatinya
Kiam Gim tidak pernah gentar, matanya jeli, kupingnya awas.
Demikianlah ia putar tubuh seraya majukan tubuh musuhnya
ke depan. untuk dipakai menangkis serangan geiap itu.
A rich, tak ada senjata musuh yang datang menyerang!
Seiagi Lioe Loo-kauwsoe heran dan mengawasi dengan
mata dipentang lebar, tiba-tiba ia lihat benda berkelebatan
bagaikan ?ular emas terbang serabutan?, segera lelatu api
menyambar, hingga tubuh musuh di tangannya lantas
terbakar, malah lelatu pun nyasar menyambar kepadanya
sendiri.
Nyatalah itu ada senjata rahasia ?Hoe-hong tan-tjoe? atau
peluru welirang yang bisa menyala. Selama pertempuran
kusut, musuh tidak bcrani gunai senjatanya itu, mereka kuatir
nanti api membakar orang sendiri, akan tetapi sekarang, di
tempat terbuka, mereka tak ayal akan gunai itu, tidak perduli
di tangan law an mereka mempunyai satu kawan. Pelepas
senjata itu kuatirkan Kiam Gim nanti mencapai maksudnya,
dia tak perdulikan kawan sendiri, malah ia gunai cara
penyerangan bcruntun-runtun! Rupanya dia berpendapat, biar
kawan binasa, asal bersama musuh, binasa bcrsama-sama,
asal kedua musuh tak dapat lolos! Atau dia pikir, kawan itu
toh bakal terbinasa, tidak apa dia yang binasakannya!
Untuk menangkis senjata rahasia, tak perduli senjata api,
berbagai macam senjata boleh digunai, mclainkan beda
dengan lioe-hong tan-tjoe, karena peluru welirang tak dapat d
i tangkis atau dijaga, makin ditangkis, lelatunya menyala
makin hebat. Celakanya bagi Kiam Gim, ini ada scrangan di
luar dugaannya. Hanya syukur bagi ia, hatinya tetap tak jadi
keder. Untuk tolong diri, segera ia lemparkan tubuh musuh,
yang sudah terbakar, ia sendiri segera jatuhkan diri ke tanah,
akan terus bergulingan dengan tipunya ?Koen tee tong?, atau
?Berguling di tanah?. Sekejab saja, ia telah jauhkan diri tiga
tumbak lebih. Semua api, yang menyambar pakaiannya,
padam karena bergulingannya itu, hingga ia tidak terbakar
terus. Habis itu, ia mencelat bangun, akan lanjuti serangan
hebat karena tetap ia hendak tolongi soeteenya.
Kiam Beng punya boegee ada lebih rendah setingkat
daripada boegee soehengnya, tetapi dasar murid sejati dari
Thay Kek Boen, ia sudah cukup liehay, melulu disebabkan
pengaruh arak keras, iajadi lelah luar biasa cepaL Hatinya
tetap besar, sayang tenaganya telah berkurang. Di sebelah
itu, ia mesti hadapi musuh-musuh yang liehay, pahlawanpahlawan
Istana Boan. Di antara pahlawan-pahlawan itu yang
paling liehay adalah satu yang bersenjatakan Tjit-tjiat Lianhoan
Hek-houw-pian, ruyung tujuh garis. Ruyung itu
menyambar-nyambar dengan perdengarkan suara angin
menderu-deru, senantiasa turun dari atas, hingga Kiam Beng
repot melayaninya.
Walaupun sudah lelah, kapan Kiam Beng lihat soehengnya
lagi mendesak, semangatnya terbangun pula, permainan
pedangnya tak jadi kalut, ia baharu menjadi kaget bukan
terkira apabila ia tampak lelatu api muncrat serabutan, sedang
musuh-musuh di kiri-kanan pada berseru-seru, hingga ia
sangka soeheng itu terkena dibokong. Segeralah, gerakan
pedangnya menjadi ayal sendirinya.
Dalam keadaan seperti itu, sekonyong-konyong musuh
bergenggaman ruyung liehay itu perdengarkan tertawa aneh,
tubuhnya maju, ruyungnya menyambar, bagaikan
sambarannya ular hidup.
Kiam Beng lihat ancaman bahaya, ia masih bisa empos
semangat dan tenaganya, iaenjot tubuh, akan lompat sampai
beberapa kaki tingginya, ketika ujung ruyung sampai, iajejak
itu dengan sebelah kakinya seraya sebelah kepalannya
melayang. Sayang bagi ia, tenaganya telah sangat kurang,
gerakannya lambat sekali, ketika musuh tank ujung
ruyungnya, akan dipakai menusuk pula, tak tempo lagi,
perutnya kena tersodok, hingga ia merasakan sakit bukan
kepalang. Syukur baginya, ia masih bisa bikin kempes
perutnya, hingga tidaklah ia sampai terbinasa seketika juga,
hanya tubuhnya terpental dua-tiga tumbak, rubuh di tanah
dengan tak dapat bergerak pula!
Adalah di saat demikian, satu musuh yang mencekal golok
lompat memburu, untuk turunkan senjata tajamnya itu pada
lawan yang sudah tidak berdaya ini!
Itu adalah saat dari mati atau hidup, tetapi justcru di saat
itu, bintang penolong datang, seperti ?terbang dari luar
langit?.
Di medan pertempuran itu ada pohon-pohon dengan
cabang-cabang yang lebat dengan daun-daun, tiba-tiba dari
sana tgrdengar beberapa kali suara luar biasa, seperti
suaranya burung-burung malam, yang membikin orang
terkejut, hingga sekalipun sekalian pahlawan dan or ang-orang
Kang-ouw yang hatinya telengas itu, kaget juga, sampai
mereka saling mcngawasi di antara konco sendiri.
Sudah itu, lalu terdengar bentakan: ?Kelinci, jangan gunai
senjata gelap!?
Dan bentakan itu keras laksana guntur!
Dan segera, mcnyusul itu, dari cabang-cabang pohon ada
berlompat turun, seperti burung-burung menyambar, bcbcrapa
orang ? atau lebih benan empat orang, ialah Tok-koh It
Hang, In Tiong Kie, Tjiong Hay Peng dan Law Boe Wie!
Sekejab saja, orang-orangn ya Soh Sian le tercengang, tapi
habis itu, mereka mulai pula dengan mereka pun ya
penyerangan, kali ini terutama mereka gunai berbagai senjata
rahasia, yang dipakai menyambut empat lawan baru itu.
Tok-koh It Hang berempat tidak gubris datangnya berbagai
senjata rahasia itu, lebih-lebih In Tiong Kie dengan ia punya
?Teng hong pan kee? atau ilmu mengenali alat senjata dengan
mendengar saja sambaran anginnya. Dalam ilmu ini, dalam
dunia Kang-ouw, dia ada]ah orang pandai nomor satu. Maka
juga, saban senjata menyambar, ia sebutkan itu satu persatu,
hingga kawan-kawannya jadi dapat tahu.
Empat orang ini bergerak dengan sangat gesit, teristimewa
Tok-koh It Hang si Garuda Malaikat Seratus Cakar, karena
dalam ilmu entengi tubuh, ia malah ada di atasan Lioe Kiam
Gim. Ia bergerak seumpama garuda berputar, naga melesat,
atau ular menyambar. Saban-saban ia loncat tinggi, di atasan
musuh, sedang dengan ia punya kim-na-tjioe, tangan yang
liehay, ia menyerang atau menangkis. Ia menuju langsung
kepada Teng Kiam Beng, untuk hampirkan musuh yang
hendak turunkan tangan jahat. Musuh inipun terguguh ketika
tadi ia dengar suara aneh, yang disusul sama datangnya
empat lawan baru itu, hingga untuk sesaat, ia batal
membacok Ketua Thay KekPay itu.
Sekejab saja, Tok-koh It Hang sudah sampai pada musuh,
tangan kanannya segera diulur, sebelah kakinya dimajukan.
Gerakan tangan itu ada gerakan ?Siauw thian tjee? atau
Bintang Cilik. Sama sekali ia tak berikan kesempatan pada
musuh itu. Tidak ampun lagi, pahlawannya Soh Sian le kena
dibikin terpental, sampai ia kena tubruk satu kawannya,
hingga keduanya jatuh bergulingan, sampai ia punya mata
kekunangan, kepalanya pusing.
Hampir berbareng dengan itu, pahlawan yang
bersenjatakan ruyung Tjit-rjiat Lian-hoan Hek-houw-pian
datang mendesak, iaini lihat Tok-koh It Hang, yang tidak
bergenggaman, ia tidak pandang mata, sambil perdengarkan
tertawa aneh, ia menyambar dengan ruyungnya. Gerakan
tubuhnya ada ?Kouw sie poan kin?, atau ?Pohon tua
terbongkar akarnya?. Ruyungnya menyambar ke bawah,
menyapu dengan hebat, disusul sama seruannya: ?Tua
bangka, kau antarkan jiwa??
Tok-koh It Hang belum pernah ketemu tandingan, kecuali
Lioe Kiam Gim, dari itu, ia tidak kenal takut, ia malah girang
sekali nampak cara majunya musuh ini. Luarbiasa sekali, ia
papaki musuh, tubuhnya seperti ? terputar, di antara seruan
anehnya, sebelah tangannya menyambar! Tidaklah
kecewajago Liauw-tongini dijuluki Pek-djiauw Sin Eng, karena
tahu-tahu, tangannya sudah mengenai lengan kanan orang
atas mana, musuh menjerit kesakitan, tubuhnya jadi lemas,
tenaganya habis seketika! Maka, ketika Tok-koh? It Hang
kibaskan tangannya, tubuh orang itu terangkat naik, melesat
melayang bagaikan senjata rahasia, ke arah kambratnya dia
itu!
?Kelinci, lihat! Aku si tua bangka yang antari jiwa atau kau
sendiri!? demikian ia berseru sambil tertawa berkakakan.
Berbareng dengan itu, In Tiong Kie telah menerjang ke
dekat kawannya ini. Ia sudah gunai ruyung Kauw-kin Hongliong-
piannya, sampai sambaran anginnya terasa di tempat
dua tumbak jaraknya. Di situ ada tujuh penjahat, yang kesima
karena keliehayannya Tok-koh It Hang, yang gunai tubuh
manusia sebagai senjata rahasia; mereka ini kaget atas ini
musuh baru, hingga segera mereka kena didesak mundur.
Tok-koh It Hang gunai ketika itu, akan angkat tubuhnya
Teng Kiam Beng, akan diletaki di bebokongnya. Ia berlaku
hati-hati.
?Saudara Teng, apakah lukamu parah?? ia tanya. ?Kau diam
saja, Segera kita akan lolos dari kepungan!?
Kiam Beng telah terluka hebat, melulu disebabkan latihan
darr ketangguhannya, ia tidak segera putus jiwa, ia pun sadar,
dari itu, ruwet benar pikirannya akan? kenali, penolongnya ini
justeru ada orang yang paling ia ?benci?, hingga ia tak tahu, ia
mesti berterima kasih atau bergusar. Demikian ia melainkan
bisa bilang, ?Oh, kau??? lalu ia berdiam saja
Tok-koh It Hang kerutkan sepasang alisnya?. Ia mengerti
jago Thay Kek Pay ini telah terluka parah sekali. Maka yang
penting untuk ia sekarang adalah berlalu dari medan
pertempuran itu. Ia lantas melihat ke sekitarnya.
Semua kawannya,? berikut Lioe Kiam Gim, sedang bergulat
dengan orang-orangnya Soh Sian le. Kiam Gim mengamuk
dengan pedangnya, In Tiong Kie dengan ruyungnya, dan
Tjiong Hay Peng dengan gaetannya. Law Boe Wie juga
mainkan pedangnya secara hebat. Pihak Soh tidak bisa
berbuat banyak terhadap empat lawan itu, akan tetapi, karena
mereka berjumlah besar sekali. mereka ini pun tidak bisa
segera pecahkan kepungan atau noblos keluar.
Kedatangannya rombongan dari Tok-koh It Hang t?tu
memang sengaja untuk bantu Kiam Gim dan Kiam Beng. Hay
Peng telah dengar pembicaraannya Kiam Gim dengan orang
yang diutus Kiam Bcng, bahwa mereka hendak pergi ke Sintek.
Mendengar ini, Hay Peng sibuk, akan tetapi iatidak dapat
cegah Kiam Gim pergi pada soeteenya itu, dari itu,
seberlalunya orang she Lioe itu, ia segera dari Tok-koh It
Hang. Ia beritahukan halnya kemana Kiam Gim hendak pergi,
ia hunjuk perlunya orang
she Lioe itu mendapat bantuan
karena di Sin-tek, di Istana Raja Boan, ada mengeram banyak
orang-orang lichay. Syukur itu waktu Tok-koh It Hang belum
berangkat ke Liauw-tong dan In Tiong Kie masih bersamasama
dengannya. Dan Tok-koh It Hang nyatakan suka pergi
begitu lekas ia dengar keterangannya orang she Tjiong itu,
walaupun sebenarnya, ia tidak sctuju yang Kiam Gim turuturutan
Kiam Beng pergi ke Sin-tek. Mulanya Tjiong Hay Peng
tanya, Tok-koh It Hang suka pergi atau tidak, lantas Tok-koh
It Hang urut-urut kumisnya dan kata sambil tertawa besan
?Tentu saja aku suka pergi! Kenapa tidak? Kita harus gunai
saat baik ini untuk can pengalaman! Aku pun ingin lihat orangorang
gagah yang kesudian jadi kaki-tangannya bangsa Boan
mempunyai berapa kepala dan lengan! Bukan melainkan aku.
juga Saudara In Tiong Kie harus pergi akan lemaskan uraturatnya!?
Semua orang tertawa
Demikian, mereka dapat persetujuan, untuk berangkat.
Justeru itu, Law Boe Wie sampai di Sha-tjap-lak Kee-tjoe,
mengunjungi Tjiong Hay Peng. Boe Wie menduga guru dan
paman gurunya pergi pada Keluarga Tjiong ini, ia tidak
menyangka gurunya yang kedua Tok-koh It Hang berada di
situ, dari itu, datangnya ada kebetulan sekali. Iapun ada
punya satu urusan lain dengan gurunya, Lioe Kiam Gim. Tokkoh
It Hang girang melihat datangnya ini murid, akan tetapi ia
heran menampak romannya yang kucel, seperti murid itu
sedang berduka. Ia segera tanya, murid ini ada punya urusan
apa, malah ia tanya berulang-ulang sewaktu orang ayal
menyahutinya. Selagi ia menanya, ia tidak menyebut ?murfb??
pada muridnya ini, maka juga Tjiong Hay Peng menyelak
seraya berkata:
?Kau niscaya belum ketahui, dia ini ada murid tersayang
dari Lioe Kiam Gim?? Atas ini, Tok-koh It Hang melainkan
bersenyum.
?Aku telah ketemu sama gurumu, kita sekarang justeru
hendak berangkat menyusul ia, untuk membantu,? Tok-koh It
Hang beritahukan muridnya ini seraya ia tuturkan kenapa
Kiam Gim pergi ke Sin-tek.
Law Boe Wie kerutkan alis. Ia insyaf, gurunya pasti ada
menghadapi ancaman bahaya. Inilah sukar bagi ia, karena ia
segera ambi! putusannya itu! Biar bagaimana, ia perlu pergi
susul gurunya dahulu.
Begitulah mereka sudah berangkat ke Sin-tek, dan mereka
datang di saatnya pertempuran hebat berlangsung, hingga
mereka turut ceburkan diri, untuk membantu itu kedua
soeheng dan soetee yang terancam bahaya.
Kiam Gim semua tidak pikir untuk melabrak musuh. Kiam
Beng telah terluka, perlu mereka lekas angkat kaki dari
sarangnya Keluarga Soh itu. Bertempur lama-lama tidak ada
faedahnya, kalau sampai nanti datang tentara negeri, itulah
hebat.
Bersama-sama In Tiong Kie, Kiam Gim membuka jalan,
dalam keadaan sulit, mereka maju terus. Sambil menggendol
Kiam Beng, Tok-koh It Hang pernahkan diri di tengah-tengah
kawan. Di belakang Tjiong Hay Peng dan Law Boe Wie.
Walaupun ia sedang lindungi Kiam Beng, Tok-koh It Hang
tidak diam saja dengan pedang dan tangan kosongnya, sabansaban
ia minta korban.
Kiam Gim ngamuk hingga ia berhasil membuka satu jalan,
akan nerobos ke pepohonan yang lebat, sampai ia mendekati
tembok pekarangan. Di belakang ia, In Tiong Kie berlaku tidak
kurang gagahnya, hingga mereka bisa diikuti rombongan
mereka Sampai di sini, masing-masing mereka lantas
perlihatkan keentengan tubuh mereka. Dengan beruntun
mereka enjot tubuh akan loncat naik lebih jauh ke tembok,
buat dari sini lompat turun keluar pekarangan.
Orang-orangnya Keluarga Soh kena dibikin ketinggalan,
cuma lima atau tujuh orang yang dapat mengikuti terus, tetapi
mereka bersikap seperti hendak menguntit saja, untuk cari
tahu, kemana Kiam Gim semua hendak pergi.
Kiam Gim mendongkol sekali melihat sikap orang itu,
segera ia memberi tanda rahasia, atas mana, mereka semua
lantas kendorkan tindakan mereka, untuk berikan ketika
semua pahlawan musuh dapat mencandak, tetapi, tempo
orang sudah datang cukup dekat, dengan mendadak ia putar
tubuhnya dan menyerang secara hebat
Pahlawan yang maju paling muka menjadi kaget, ia
bersenjatakan tumbak gaetan, ia gunai gaetannya itu, akan
menangkis serangan sekonyong-konyong itu. Kiam Gim
mendekam, pedangnya dipakai menyampok ke atas, selagi
gaetan musuh terpental, ia menyapu ke bawah. Bukan main
gesitnya. Lantas pahlawan itu menjerit keras, tubuhnya rubuh,
karena kedua kakinya sebatas dengkul kena dibabat kutung!
Pahlawan yang kedua sudah lantas sampai, ia kaget, ia tak
sempat tahan diri, sebelum ia sempat berdaya, kakinya Kiam
Gim sudah serampang ia dengan ?Soan hong sauw touw twie?
atau ?Tendangan angin puyuh?. sehingga ia kena tersapu,
tubuhnya terpental beberapa tumbak, tubuh terbanting.
?Kawanan budak tak tahu malu!? Kaim Gim segera
perdengarkan suaranya yang keren. ?Melulu karena andali
jumlah banyak, kau orang berani banyak tingkah! Hayo, siapa
punya kepandaian, mari maju kemari! Aku Lioe Kiam Gim,
pedangku, piauwk u, tidak nanti berlaku sungkan lagi
terhadap kau orang!?
Dengan pedangnya Thay-kek-kiam di depan dada, Kiam
Gim bcrdiri tcgak, mengawasi dengan bcngis pada musuhmusuhnya.
Kawanan pahlawan itu kena dibikin ciut hatinya. tanpa
biiang suatu apa, mereka putar tubuh, terus mcrcka
menyingkir.
Kiam Gim tertawa dingin, ia masuki pedangnya ke dalam
sarung. Ia memandang ke sekitarnya, mendongak ke langit,
akan lihat jernihnya cahaya rembulan dan bintang-bintang.
Sunyi senyap di empat penjuru.
?Mari kita berangkat!? kata ia akhirnya, sambi) bersenyum.
Rombongan ini lantas berjalan dengan cepat, keluar Kota Sintek,
akan memasuki daerah Pegunungan Yan San di antara
Sin-tek dan Peng-tjoan, tempo sang fajar sudah datang,
mereka sudah berada di sebuah rimba di luar kota, jauhnya
seratus lie lebih dari Kota Sin-tek. Di sini di dalam hutan lebat,
di dalam gunung, mereka keluarkan napas lega.
Dengan perlahan-lahan, Tok-koh It Hang turunkan
tubuhnya Kiam Beng, In Tiong Kie dan Tjiong Hay Peng
dengan sebat gelar sepotong baju biru dan sepotong mantel
kulit kambing, atas mana tubuhnya Kiam Beng direbahkan,
supaya dia ini tidak sampai demak dengan embun.
Kiam Beng rebah dengan kedua mata separuh tertutup,
mukanya sangat pucat, mulutnya tersungging senyuman,
suaranya tidak tedas, ia seperti hendak mengucapkan katakata,
tetapi tidak mampu keluarkan itu. Menampak demikian,
semua orang
menjadi terharu sekali. Beginilah nasibnya satu
jago, yang polos, yang mau percaya seorang licin__
Selagi orang berdiam, Batara Surya muncul dari belakang
gunung, memperlihatkan sinar kuning emas yang lemah,
menembusi mega, menembusi juga pepohonan.
Tanpa merasa, Boe Wie angkat kepalanya.
?Matahari telah keluar!? kata ia.
Untuk Kiam Beng- ia merasakan ? ini adalah sinar matahari
yang terakhir ia dapat pandang. la telah buka matanya, dari
situ lantas mengalir air matanya. Ia memandang kepada
semua orang, lantas ia menangis sesenggukan.
?Aku kuatir inilah yang terakhir aku melihat matahari??
kata suaranya lemah. ?Soeheng!??dan iaawasi Lioe Kiam Gim.
?Soeheng, menyesal aku tidak dengari kata-katamu!?.?
Kiam Gim ada bagaikan baharu sadar dari mimpinya. Ia
pandang soetee itu, air matanya mengembang. Ia
membungkuk, akan lihat muka soetee itu terlebih dekat.
?Soetee?? berkata ia, dengan niat menghibur, ?kau jangan
kuatir?. Kita nanti obati kau sampai sembuh. Asal kita sudah
keluar dari Gunung Yan San ini, jangan takut sakit hati ini tak
akan terbalas! Hanya?.?
Ia berhenti ber-kata-kata, ia menangis. Ia lihat lukanya
Kiam Beng yang hebat. Baju luar dari soetee ini sudah robek,
di perutnya ada tanda biru kecil tetapi itu menandakan bahvva
tulang rahang telah patah, menjadi korbannya Tjit-tjiat Lianhoan
Hek-houw-pian, itu ruyung yang liehay.
Celakanya, di situ mereka tidak punyakan obat, kecuali dua
butir obat Tiat-tah-wan, piranti jatuh dan terpukul, yang
nampaknya tidak bisa berbuat banyak. Tok-koh It Hang ada
punya obat piranti punahkan racun senjata rahasia, obat ini
pun tidak mengenai.
Masih Kiam Gim mencoba, dengan berikan pula soetee itu
Tiat-tah-wan.
Kiam Beng goyangi kepalanya dengan lemah.
?Toako, aku sudah tak berguna lagi?? kata ia sambil
menangis. ?Aku harap, di belakang hari, sukalah kau tilik
anakku si Hiauw. Umpama kata kau ketemu dia, tolong
beritahukan
bahwa ayahnya tidak lagi memaksa dia dalam urusan
pernikahannya. Kau minta dia pulang, untuk satu kali saja
sambangi kuburanku, selanjutnya aku akan mati meram?..?
Anak ?si Hiauw? itu adalah Teng Hiauw, puteranya Kiam
Beng. Anak ini menghilang pada lima tahun yang Ialu, karena
bentrok sama ayahnya dalam urusan jodohnya. Kiam Gim
manggut
?Itulah urusan kecil, aku bisa bereskan itu,? kata ia. ?Aku
nanti perlakukan si Hiauw seperti anak sendiri, sebagaimana
dahulu mendiang ayahmu perlakukan kepadaku.?
Kiam Beng manggut, agaknya ia sangat bersyukur.
Kemudian ia berpaling pada Tok-koh It Hang, ia awasi jadi
Liauw-tong ini. Tiba-tiba berkelebatlah hal-ihwalnya,
bagaimana ia sudah dipermainkan oleh Soh Sian Ie, sampai ia
bentrok sama jago ini. Karena ia ?ditolong? Sian Ie, ia jadi
dimusuhkan kaum Rimba Persilatan. Ia malukalau ingat ia
dikalahkan oleh Tok-koh It Hang yang ia layani dengan tangan
kosong, ia berpikir untuk mencari balas, siapa tahu, sekarang
ia ditolong jago Liauw-tong itu, malahan musuhnya, si
pahlawan bergenggaman Tjit-tjiat Lian-hoan Hek-houw-pian,
telah binasa di tangan jago ini. Ia menyesal.
?Tok-koh Loo-enghiong, aku telah berlaku keliru terhadap
kau?? kata ia dengan suaranya lemah. ?Sekarang, selagi aku
menghadapi kematian aku bisa bersahabat dengan kau, aku
puas. Aku berterima kasih kepada kau, yangtelah balaskan
sakit hatiku. Loo-enghiortg, aku akan menutup mata dengan
mata meram?. Ah!?.? ia bcrhcnti sebentar, untuk melanjuti,
dengan terputus-putus: ?Sayang itu jahanam she Soh tidaklah
dengan tangan sendiri aku bisa binasakan dia?.r
Tok-koh It Hang jadi sangat terharu, sampai -air matanya
mengembang. Sebenarnya ia hargai Kiam Beng, ia hanya tidak
sctujui sepak terjangnya yang sudah bcrsahabat sama Soh
Sian Ie dan pembesar-pembesar negeri, hingga karcnanya. ia
ganggu jago Thay Kek Pay ini dan tcmpur padanya. Tapi
sekarang ia lihat, Kiam Beng ada satu laki-laki sejati, dia
hanya ada korban dari kejujurannya, korban dari kelicinannya
orang Boan she Soh itu, ia jadi menyesal. Mcmang jarang ada
orang gagah sebagai jago she Teng ini, apapula dia adalah
ahli waris dari Thay Kek Pay. Ia lantas membungkuk.
?Lauwtee, jangan kau pikirkan sakit hatimu kepada
Keluarga Soh itu,? ia kata. ?Di sini masih ada kita dan
saudaramu!*?
Kiam Beng bersenyum meringis, lantas ia menoleh pada
Tjiong Hay Peng. Dia ini pun ada ?musuhnya? dan
permusuhan di antara mcrcka masih belum dapat didamaikan.
Dan ini ?musuh? sekarang ada salah satu penolongnya. Ia
tidak tahu, Tok-koh It Hang pun tclah datang menolong
karena permintaannya orang she Tjiong ini. Ia mcnjadi likat
scndirinya.
?Tjiong Toako, aku juga berlaku kcliru tcrhadap kau?? kata
ia. ?Dua makhluk yang bertopeng itu pasti bukannya muridmurid
Heng Ie Pay. Aku menyesal yang aku tidak mampu
bekuk mcrcka, Toako, biarlah aku minta kau yang suka tolong
aku cari merekaitu?.?
Hay Peng terkejut. Sampai itu waktu, Kiam Beng masih
sangsikan dia! Coba dalam keadaan biasa, pasti ia sudah jadi
sangat gusar, akan tetapi sekarang, selagi orang hendak putus
jiwa, selagi ia sendiri hendak turut menghibur, ia mesti
kendalikan hatinya.
Justeru itu, Law Boe Wie lompat pada paman gurunya, ia
membungkuk, akan cekal tangannya.
?Socsiok, aku tclah ketahui dua manusia bertopeng itu!?
kata dia. ?Malah satu di antaranya aku tclah bikin mampus!
Sakit hati Soesiok telahterbalas!?.?
Kiam Beng dcngar itu, ia pentang kedua matanya.
?Apa kau bilang?? tanya ia. ?Apakah itu benar??
?Pasti, Soesiok!?jawab Boe Wie, yang terus saja tuturkan
bagaimana di rumah gurunya di Kim Kee Tjoen, ia telah bekuk
Bong Eng Tjin, yang kemudjan ia binasakan. ?Hanya sayang,
yang satunya, yang bergenggaman Poan-koan-pit bisa
llolos selagi aku lawan padanya.?
Mendengar pcnuturan itu, Kiam Beng bersenyum puas.
Kiam Gim, sebaliknya, jadi terkejut, ia menjadi heran sekali.
Tentu saja ia beium tahu halnya malapetaka yang menimpa
|keluarganya. Selagi menghadapi kecelakaannya sang soetee,
iapun [tidak sempat menanyakan penjelasan pada muridnya
itu.
Mukanya Kiam Beng lantas jadi lebih pucat pula, ia
meringis-ringis, suatu tanda ia sedang lawan rasa sakitnya.
Kcmudian, ia jadi sabar lagi, rupanya ia tcrhibur. Malah ia bisa
bersenyum.
"H iantit," berkata ia, "urusan yang dua puluh tahun
lamanya membenam aku, kau telah dapat bikin terang! Jadi
kau telah bereskan itu binatang yang palsukan Heng Ie Pay.
Hiantit, bagus sekali! Sekarang tinggai satu hal untuk tnana
aku mohon jawaban kau... selagi sekarang aku belum
hcmbuskan | napasku yang penghabisan.... Hiantit, maukah
kau meluluskannya?"
Kiam Beng awasi itu keponakan murid. Di antara cahaya
matahari, keliatan nyata pucatnya mukanya, pucat yang luar
biasa. Melihatroman orang itu,' hatinya Boe Wie memukul
keras.
"Apakah itu Soesiok?" tanya ia. perintahlah aku, asal yang
aku sanggup, aku tentu bersedia akan melakukannya...."
Walaupun ia mengucap demikian, hatinya Boe Wie toh
goncang, ia ragu-ragu.
Kiam Beng mengawasi, kemudian terdengarlah suaranya,
yang tak lancar: .
"Boe Wie, aku dengan kau sebenarnya rada asing,"
demikian katanya, "akan tetapi, meskipun demikian, kau tetap
ada murid keponakan yang sah. Pelajaranmu ada lebih tinggi
daripada semua muridku, malah kau pun sudah balaskan sakit
hatiku. Aku tidak sanggup balas budimu itu, tapi sekarang,
aku hendak berikan kau satu tanggungan yang berat sekali.
Boe Wie, maksudku adalah aku ingin kau menjadi ahli waris
dari Thay Kek Pay...."
Boe Wie tcrpcranjat. Inilah ia tidak pcrnah sangka. Buat
jadi ahli waris dari Thay Kek Pay, sedang ia hidup sebatang
kara, masing Iuntang-lantung? Malah ia masih akan luntanglantung
terus?
Umumnya, ahli waris atau fjiang-bocn-djin mesti ada
anaksendiri, atau murid kepala, atau juga salah satu murid,
yang bijaksana, maka itu. permintaannya Kiam Beng ini ada
luar biasa. Ia juga tidak Renal satu jua murid-murid atau
muridnya soesiok itu, yang katanya ada banyak Mana bisa ia
mendadakan jadi toa-soeheng? Maka ia goyang kepala.
"Soesiok, ini rasanya tidak tepat." Kata ia.
"Kenapa tidak?" tanya Kiam Beng, nampaknya ia rnasygul.
"Aku sendiri, tidak seharusnya akujadi ahli waris. Itulah
kejadian di masa aku muda, selagi semangatku bcrkobarkobar,
aku memaksa memimpin kaumku. Ah, coba dulu aku
tidak memikir demikian, sekarang tidak nanti aku kejeblos ke
dalam tipu-dayanya Keluarga Soh.... Selamajtu, aku juga telah
tidak pegang pimpinan sempurna. Coba Soeheng yang jadi
tjiang-boen-djin, tidak nanti Thay Kek Pay timbulkan kesulitan
dengan kaum Rimba Persilatan seperti sekarang ini:
Seharusnya Soeheng adalah yang mesti jadi ahli waris, maka
itu, karena kau ada murid kepalanya, siapa berani tantangi
kau? Selagi ada eurumu di sini dan Tok-koh Loo-enghiong
selaku saksi, sekarang aku serahkan kedudukanku kepada
kau. Kcadaan kita mirip dengan aku undang ketua-ketua untuk
saksikan penyerahan pimpinan. Jikalau kau tolak, kau akan
bikin aku meninggalkan dunia dengan mata tak meram!
Apakah kau inginkan itu?"
Tok-koh it Hang tolak tubuhnya Boe Wie, maksudnya
menganjurkan pemuda ini terima tawaran itu.
Boe Wie menoleh pada guru itu, ia mengawasi juga pada
Kiam Gim. Lioe Kiam Gim menghela napas. "Boe Wie, ini lah
tugas berat," kata ia, dengan perlahan. "Tetapi socsiokmu ada
bermaksud baik, kau terimalah!"
Boe Wie jadi serba salah, tapi ia segera berlutut di
depannya itu paman guru, iacekal tangannya.
"Oleh karena Soesiok menitahkan, baiklah, aku tcrima,"
katanya. Kiam Beng bersenyum.
'Thay Kek Pay dari keluargaku, Kaum Teng, ada ahli
warisnya!" katanya, dengan puas. Lantas ia pandang Tjiong
Hay Peng, akan kata: "Aku telah perlakukan keliru kepada
kau, Tjiong Toako, aku harap kau suka maafkan aku, Tolong
kau bantu pada Boe Wie...." Kiam Beng coba kumpulkan
tenaganya, akan keluarkari kata-katanya itu, habis itu, kakinya
berkelejat, lantas suaranya berhenti.
Semua orang menjadi kaget, mereka menubruk, sedang
Kiam Gim raba dadanya, tapi napasnya soetee itu sudah tidak
ada, tak dapat ditahan lagi, air matanya keluar menetes
bagaikan hujan....
Demikian nasibnya satu jago, nasib yangmalang....
Dalam kesunyian, cahaya matahari terus mencorong.
Sampai sekian lama, semua orang berdiam, tubuhnya Kiam
Beng rebah di tanah.
Akhir-akhirnya Tok-koh It Hang angkat kepalanya, ia towel
Kiam Gim.
"Sudah, Saudara Lioe, jangan bersedih pula," ia kata.
"Marilah kita kubur soeteemu...."
Kiam Gim angkat kepalanya, ia menghela napas. Ia lantas
hunus pedangnya, buat dipakai menggali tanah.
Tok-koh It Hang, Tjiong Hay Peng dan Law Boe Wie juga
lantas gunakan senjatanya masing-masing, akan membantu
gali lobang, sedang In Tiong Kie babat rumput di sekitar itu,
untuk bikin tempat jadi bersih.
Mereka tidak ambil banyak tempo, lalu tubuhnya Kiam Gim
digotong, dimasuki, direbahkan, di dalam lobang, buat terus
diuruki, scsudah itu Kiam Gim cari sepotong batu untuk
dengan pedangnya ukir huruf-huruf yang berbunyi:
"Kuburannya Teng Kiam Beng, ahli waris dari Thay Kek Boen".
Setelah pasang bongpay itu, Kiam Gim mengawasi sambil
tunduk, air matanya mengembang, mulutnya perdengarkan
suara serak dan tidak nyata, kemudian ia menghela napas, ia
duduk numprah di depan kuburan. Ia duduk sekian lama, tibatiba
ia angkat kepalanya, memandang Boe Wie.
"Tadi kau omong tentang pertempuran di waktu malam di
dalam rimba pohon lioe," kata ia pada muridnya itu, "coba
sekarang kau tuturkan itu lebih jelas. Bagaimana dengan
Soebomu? Mustahil dia tidak adadirumah?"
Pikirannya Kiam Gim mulai jadi terang, iajadi ingat katakatanya
sang murid tadi. Ia percaya benar kepandaian
isterinya, Lauw In Giok, aa tidak berkuatir. la tidak tahu,
musuh datang dalam jumlah yang besar, dengan akalnya yang
keji-busuk!
Boe Wie turut permintaan gurunya itu, ia lantas berikan
penuturannya yang jelas, akhirnya, dengan roman pucat,
karena hatinya memukul, ia tambahkan: "Semua-semua
adalah salah teetjoe, yang telah datang terlambat...."
Hatinya Kiam Gim tergetar, tubuhnya bergemetar. Itu ada
kejadian yang hebatsekali. Tidakkah isterinya telah jadi
seorang tapadakpa?
"Sungguh busuk musuh itu!" kata ia dengan sengit seraya
ia berbangkit Tapi ia ada seorang dengan pengalaman, ia
lantas kata pada muridnya: "Boe Wie, kejadian itu tidak ada
sangkutannya dengan kau. Malah beruntung kau datang,
kalau tidak, entah bagaimana hebat kejadian! Muridku yang
baik, aku sangat berterima kasih pada kau! - Habis,
bagaimana dengan soemoaymu Bong Tiap?" ia tambahkan,
dengan bernafsu. "Apakah dia turut Soeniomu ke Shoasay?"
Kembali tampang mukanya Boe Wie berubah.
"Bong Tiap dan Ham Eng turut teetjoe mencari Soehoe,"
sahut ia dengan terpaksa, "tetapi, tetapi...."
Murid ini mandi keringat pada mukanya, tampangnya jadi
terlebih pucat. Kalau tadi ia nampak gagah bagaikan naga
atau harimau, sekarang ia jadi lesu dengan tiba-tiba. Kedua
biji matanya pun lenyap sinamya.
Kiam Gim mengawasi, hatinya memukul. Ia dapat firasat
jelek. la baharu hendak tanya murid itu atau Boe Wie sudah
jatuhkan diri, beriutut di depannya.
"Soehoe, ampunkan muridmu." bcrkata dia. "Tidak
seharusnya aku izinkan soemoay dan soetee ikut aku
melakukan satu perjalanan jauh, menempuh bahaya di dunia
Kang-ouw.... Semua-semua adalah kepandaianku yang tidak
ada art inya, aku tidak sanggup lindungi socmoay. Soehoe,
aku telah rubuh! Satu kali kita masuk ke dalam Kawasan
Hoopak, di sana kita kena terjebak musuh, kita telah
berpencaran !._**
Wart a ini ada terlebih hebat dari halnya Lauw In Giok.
Bong Tiap ada putcri satu-satunya. Kiam Gim rasakan hatinya
tertusuk, mukanya mcnjadi pucat dcngan tiba-tiba, ia tendang
sebuah batu besar di dcpannya, sampai batu pecah-pecah dan
tcrpcntal! Kumisnya pun bangkit berdiri.
"Permusuhan apa ada di antara aku dan musub-musuh itu
hingga mereka jadi demikian jahat?" ia berseru.
Tok-koh It Hang dan In Tiong Kie maju, akan pegang jago
Thay Kek Pay ini.
"Sabar, Lioe Loo-enghiong," berkata mereka. "Biarkan Boe
Wie cerita lebih jelas.
Tjiong Hay Peng pun maju, akan kasih bangun pada Boe
Wie.
"Kau sabar," ia kata, pada jago she Lioe itu, "kau
dengarkan muridmu cerita lebih jauh. Kau Iihat, kau bikin
muridmu ini kaget. Bukankah biasa saja di kalangan Kang-ouw
tcrbit angin dan gelombang? Puterimu bukan gadis biasa,
mustahil dia tak dapat lolos dari mulut harimau? Ada baiknya
jikalau anak-anak muda mendapat pengalaman. Bukankah kau
dan aku juga pern ah ngalami angin hebat dan gelombang
dahsyat? Bukankah kita pun masih bisa hidup sampai
sekarang? Nan, Boe Wie, hayo kau bercerita, gurumu tidak
nanti pcrsalahkankau!"
Kiam Gim berdiam, agaknya ia jadi tenang pula.
"Anak, aku tidak salahkan kau, kau ceritalah!" kata ia,
seraya pegang tangan m uridnya.
Boe Wie menangis.
"Memangnya aku tak punya guna, hingga sudah terjadi
peristiwa hebat ini," ia berkata. "Sekalipun Soehoe
persalahkan aku, aku terima dengan baik. Soehoe niscaya
tidak ketahui, berapa ada jumJahnya musuh. Aku telah pukul
mundur yang satu, datang lagi rombongan lain."
Beginilah ceritanya Boe Wie:
Ham Eng dan Bong Tiap, bersama Boe Wie, lakukan
perjalanannya ke Utara. Ia berlaku sangat hati-hati di
sepanjang jalan. Kedua soetee dan soemoay itu adalah orangorang
bam. Apa mau, Bong Tiap ada satu anak yang tak kenal
takut, ia tidak jerihkan "angin besar dan gelombang hebat".
Tidak beda banyak adalah Ham Eng.
Mereka juga merupakan satu rombongan yang menarik
hati. Bong Tiap ada muda dan cantik, Ham Eng ada muda dan
cakap, di sebelah mereka, Boe Wie ada bertubuh besar dan
romannya garang. Mereka menunggang kuda, yang seringTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
sering mereka larikan keras. Mereka belum keluardari daerah
Shoatang, lantas ada orang yang telah pasang mata terhadap
mereka!
Pada itu hari kcjadian, baharu saja mereka keluardari
daerah Shoatang, mereka hendak menuju ke Kota Boc-ip,
Hoo-pak. Apa mau, mereka diganggu hujan, hingga mereka
mesti menunda perjalanan. Ketika perjalanan dilanjuti,
mendekati maghrib, mereka masih belum sampai di kota yang
dituju itu. Boe Wie jadi sibuk.
"Man kita larikan keras kuda kita!" kata Boe Wie pada dua
kawannya. Ia ingin buru tempo. Ia kaburkan kudanya. Ia
memang ada satu penunggang kudajempolan. Lari belum
lama, ia sudah bikin soemoay dan soeteenya ketinggalah jauh
di belakang, maka kemudian terpaksa ia perlahankan
kudanya, untuk nienunggui dua saudara seperguruan itu
dapat susul padanya. Apa mau, tetap dua saudara itu tidak
dapat candak padanya. Ketika kemudian ia nienoleh, ia
dapatkan mereka bukan sedang kaburkan kuda mereka, hanya
mereka sedang pasang omong dengan asyik. Di atas kudanya,
Ham Eng
tunjuk sana dan tunjuk sini, tangannya digerak-geraki,
rupanya ia sedang berdaya membikin Bong Tiap gembira.
Rupanya dua saudara itu pikir, itu hari mereka tetap bakal
sampai di Boe-ip, terlambat sedikit, tidak apa....
Melihat keadaan itu, Boe Wie tidak tega untuk mendesak.
Ia masih anggap sang soemoay sebagi bocah, hanya bocah
yang sudah matang.... Di sepanjang jalan, ada saja yang Bong
Tiap tanyakan soehengnya, perihal pengalamannya, tentang
kejadian-kejadian dalam dunia Kang-ouw, atau tentang
bedanya berbagai kaum persilatan. Setiap soemoay itu|
gerecoki Boe Wie, Ham Eng agaknya kurang puas, karena ini,
Boe Wie jadi tidak cnak sendirinya, maka itu, ia antap saja.
Begitulah mereka jalan sampai sang maghrib datang. itu|
waktu, dari kejauhan, mereka sudah lihat tembok kota.
"Asal sudah sampai di luar kota, di mana ada rumah orang,
hari mi bisa dianggap sudah dilewatkan," pikir Boe Wie.
Siapa tahu, baharu Boe Wie berpikir demikian, atau dari
depan, di mana ada bukit, lantas terdengar suara berisik, dari
larinya beberapa ekor kuda, yang mana disusul sama
sambarannya beberapa batang anak panah, yang mengaung
di tengah udara.
Dengan hati berpikir, karena berkuatir, Boe Wie hunus
pedangnya la tahan kudanya. Segera juga datang satu
pcnunggang, yang disusul olch tiga kawannya. Mereka ini
bersikap demikian rupa, hingga Boe Wie dibikin terpisah dari
Bong Trap dan Ham Eng.
Boe Wie mengerti bahaya. La keprak kudanya, buatdikasih
lompat, akan hampirkan soemoay dan soeteenya. Kudanya itu
bisa lompat tinggi dan jauh. Apa mau, senjata rahasia datang
menyerang. Dengan pedangnya, ia menangkis. Satu serangan
dapai dihalau. ia bisa beia dirinya sendiri, apa celaka, kudanya
tidak! Dengan satu jeritan, kuda itu ngusruk ke depan, kedua
kakinya tertekuk, sampai Boe Wie turut ngusruk juga. akan
tetapi ia bisa barengi lompat turun, hingga ia tidak sampai
turut runtuh.
Baharu Boe Wie injak tanah, atau serangan sudah datang
kepadanya. Sambaran golok ada hebat sekali. Cepat ia herbal
ik, sambil menangkis. "Trangi" kedua senjata beradu keras,
sampai lelatu api muncrat.
Bentrokan itu membikin Boe Sie ketahui, musuh ada
bertenaga besar. Dalam remang-remang, ia awasi lawan itu,
seorang dengan usia lima puluh lebih, mukanya merah,
kumisnya semu merah tua, tangannya menceka! sepasang
Poan-koan-pit yang panjangnyatiga kaki lebih. Qr-ang itu
berdiri dengan gagah, dengan jumawa, sepasang senjatanya
seperti
pit itu, dia rangkapkan. Itulah sikap dedek "Beng houw hok
kian" atau "Harimau nongkrong di peiatok".
Dengan hati berpikir, Boe Wie juga siapkan pedang Gin-lankiamnya,
ia gunai sikap "Kie boh liauw thian" atau "Angkat
obor menyuluhi langit". Ia bersiaga untuk segera menyerang,
karena ia tidak mau mencrjang terlcbi h dahulu. Kemudian ia
perdengarkan suara mengejek: "Aku kira orang ternama si
apa, tidak tahunya segala budak Boan - pahlawan terbesar
Ouw It Gok! Maaf, maafkan aku, yang bcrlaku kurang hormat!
Kcpandaian kau orang, aku sudah ketahui! Kau orang,
kawanan budak, cuma pandai kepung orang dengan beramairamai!
Sungguh kau orang membikin malu saja pada kaum
Rimba Persilatan!"
Law Boe Wie tidak kenal Ouw It Gok, tetapi ia kenali orang
punya sepasang Poan-koan-pitnya itu, scdang dari sakunya
Bong Eng Tjin, ia pemah dapatkan sepucuk suratnya It Gok,
dari itu, iasengaja mendahului menyebut namanya.
Untuk sesaat, nampaknya musuh ini kaget, tetapi lekas
juga, ia tertawa bcrkakakan.
"Benar aku Ouw It Gok, habis kau hendak apa?" kata ia
secara menantang. "Dengan sepasang senjataku ini, aku nanti
layani pedangmu yang panjang! Jikalau kau mempunyai
kepandaian, hayo kau maju!"
It Gok menantang seraya ia terus geraki kaki dan
tangannya, bukannya ja siap untuk sambut serangan, tiba-tiba
ia mendahului lompat menerjang. Dengan Poan-koan-pitnya,
yang terbuat dari baja pilihan, ia coba ketok pedang orang. Ia
mau bersikap keras.
Boe Wie tidak pikir untuk adu senjata dengan senjata, ia
tarik pedangnya ke bawah, dari situ ia memutar tangannya,
sambil maju, ia menusuk ke arah muka musuh.
"Bagus!" berseni Ouw It Gok, yang geser kaki kiri keluar,
untuk kelit tubuh, tapi setelah itu, dengan "Koay bong hoan
sin", atau "Ular naga siluman jumpalitan", ia maju dari kanan
ke kiri, dengan memutar tubuh, sepasang genggaman nya
menyerang dengan tipu pukulan "In Hong sam hian", atau
"Naga awan muncul tiga kali".
Ouw It Gok ini ada kawannya Bong Eng Tjin, dialah yang
turut memancing Teng Kiam Beng dengan pakai topengnya.
Kepandaiannya memang ada di atas kepandaiannya kawannya
itu. Ketika Bong Eng Tjin tertawan, Ong Tjay Wat yang bisa
loloskan diri bersamasisa kawannya, lari pulang untuk bawa
kabar celaka Mendapat tahu Bong Eng Tjin, soeteenya telah
terbinasa,'0uw It Gok jadi sangat gusar, maka tidak tempo
lagi, ia ajak kawan untuk menyusul, akan cari Law Boe Wie,
guna menuntut balas.
Sekarang ini, berkat latihan keras, Ouw It Gok ada jauh
lebih liehay daripada waktu ia permainkan Teng Kiam Beng,
maka itu, dengan hebat ia bisa desak Boe Wie. Ia nyata
pandai ilmu menotok jalan darah, karena ujungnya Poankoan-
pit dipakai mencari Sha-tjap-Iak-too To-hiat, ialah tiga
puluh enam jalan darah!
Law Boe Wie tertawa terbahak-bahak kapan ia sudah
saksikan cara berkelahi musuh. Sama sekali ia tidak menjadi
jerih. Ia lantas melayam dengan gunakan tipu-tipu dari Thay
Kek Tjap-sha-kiam, yang ia campur dengan Tok-koh It Hang
punya, "Hoei Eng Keng-soan-kiam". Ia maju dan mundur
dengan gesit, ia tak hendak bentur senjata musuh, tapi ia pun
balas menyerang. Dengan caranya ini, ia bikin It Gok
kewalahan mencoba melukai padanya.
Pertempuran ini ada seru, sebab mereka ada satu
tandingan. Bicara kepandaian Boe Wie ada terlebih liehay, tapi
bicara tenaga, ia kalah setingkat. Boe Wie pun pikirkan soetee
dan soemoaynya yang orang telah kurung, yang telah
dipisahkan darinya.
Setelah tiga kawannya It Gok itu. kemudian datang pula
Iain rombongan, kira-kira dua puluh jiwa, bersama yang tiga,
mereka ini kepung Bong Tiap dan Ham Eng. Mereka tidak
punyakan kepandaian berarti, terhadap itu dua saudara, ia
orang sukarberbuat banyak. Hanya, kendari begitu, Boe Wie
tetapsibuk. Beberapa kali ia mencoba meninggalkan It Gok.
saban-saban musuh licin ini rintangi ia. Beberapa waktu
telah lewat, tiba-tiba Boe Wic menjadi bingung. Ketika ia
gunakan kesempatan, akan lihat dua saudaranya, dua saudara
itu sudah tidak ada di tempat pertempuran tadi, mcrcka irii
pindah bcrsama sekalian musuh-musuhnya. Segera juga
terdengar suara berisik dari mereka itu, tidak lagi tcrtampak
orangnya.
Bukan main gusarnya Boe Wie, lantas ia desak It Gok.
Sekali ini ia gunakan pwce-pwee lak-tjap-sie-tjbioe dari Kengsoan-
kiam, enam puluh empat jurus pcdang dari Tok-koh It
Hang, sedans tangan kirinya, mengimbangi pedang, mencari
jalan darahnya musuh itu, tangan kirinya ini ada terlebih
liehay daripada Poan-koan-pit dari Ouw It Gok.
Oleh karena terburu nafsu, Boe Wie sampai alpa menjaga
dirinya rapat-rapat. Ia majukan kaki kiri, tubuhnya ikuf,
tangan kanannya, dengan pedangnya, membabat lengan
kanan dari musuh.
Ouw It Gok girang sekali melihat ini macam serangan. Ia
segera lompat ke samping kiri lawannya, dari situ ia mendak
sedikit, akan menyapu.
Boe Wie telah serang tempat kosong, ia iihat datangnya
serangan, ia berlompat, sampai tingginya satu tumbak lebih.
Lompatan ini bisa singkirkan tubuh dari senjata musuh. Tapi It
Gok berlaku sebat, akan menyabet naik ke atasi
Dalam keadaan seperti itu, Boe Wie jadi seperti bcrada di
tengah udara. inilah salah satu gerakan "Tjeng kang toe tjiong
soet" atau "lompatan entengi tubuh" dari Tok-koh It Hang,
yang ambil itu dengan meneladan sikapnya garuda
menyambar. Ilmu ini
Boe Wie bisa jalankan dengan baik, walaupun bclum
sempurna bctul. Ia kelit dari Poan-koan-pit kiri, ia jejak Poankoan-
pit kanan, berbareng dengan itu, tangannya yang kiri
dengan "Yoe Hong tarn djiauw", atau "Naga mengulur kuku",
menyambar ke lengan kiri. Tubuhnya rada mendatar.
Ouw It Gok kaget bukan main. Syukur dia bukannya satu
ahli silat biasa saja. Lekas-lekas ia jengkang tubuhnya, kaki
kanannya mendahului ditekuk ke belakang, sembari
terlentang, sebelah kakinya dipakai menendang ke atas,
kepada tubuhnya musuh. Dengan cara ini, ia sudah
selamatkan lengan kirinya.
Tapi Boe Wie tidak sudah saja karena serangan "Yoe Hong
tarn djiauw"nya tidak memberikan hasil, ia sudah lantas susu
1 itu dengan "Tcng san kan goat", atau "Mendaki bukit
mengejar rembulan". Satu kali ini, tangan kirinya yang liehay
telah bentur pundak orang, atas mana, It Gok rasakan
anggota tubuhnya itu jadi san gat panas, hingga ia tcrpaksa
gulingkan tubuh, dengan "Koan long ta koen", atau "Serigala
berguling-guling", sampai jauhnya beberapa tumbak,
kemudian dengan gesit ia melompat berdiri, akan terus lompat
lebih jauh, untuk lari ke dalam lebatnya pohon gandum di
tepian.
Law Boe Wie tertawa dingin, ia tidak kejar musuh itu, ia
ham/a lompat ke dalam rimba, guna cari kedua saudaranya
seperguruan.
Di antara suaranya yang berisik, beberapa penjahat sambut
musuh ini dengan serangan berbagai senjata rahasia. Boe Wie
gunakan pedangnya, tangannya, akan punahkan sesuatu
serangan, atau ia bcrkclit, dengan begitu, tidak ada satu
senjata rahasia yang mengeriai tubuhnya. Ketika ia berhasil
nerobos ke dalam rimba, di situ cuma ada enam atau tujuh
penjahat, Bong Tiap dan Ham Eng entah kemana. Lain-lainnya
penjahat pun tidak ketahuan kemana perginya.
Selagi Boe Wie melihat keliliingan. tujuh penjahat itu maju
mendesak. Mereka ini tidak lihat gelagat. Boe Wie sambut
mereka dengan tangan kirinya yang diayun. Tangan kiri ini
telah tanggapi beberapa piauw dan panah tangan, sekarang
semua senjata itu dibayar pulang!
Sambil menjerit, tiga penjahat kelihatan rubuh.
Boe Wie menyerang sambil maju, akan sekarang gunakan
pedangnya. Lekas sekali, ia rubuhkan dua musuh, atas mana,
dua musuh yang lainnya lantas lari ke dalam tempat yang
lebat dan gelap.
Maka di lain saat, medan pertempuran itu jadi sunyi,
kecuali suara desirannya sang angin.
Sia-sia saja Boe Wie mencari ke sana-sini. Ia lintasi sebuah
bukit, ia sampai di deparfnya sebuah selat, yang dalamnya
kira-kira dua puluh| tumbak, yang penuh dengan batu dan
bala dengan oyotrotan. Kelihatannya seperti bekas ada orang
jatuh bergulingan di oyot rotan itu. Maka, melihat demikian, ia
menjadi kaget. Tidak tempo lagi, ia terjun ke bawah, turun ke
selat itu, untuk cari dua saudara seperguruannya.
Selat ada gelap, sukar akan melihat apa-apa, maka Boe
Wie ambil dua potong batu, ia benturkan itu satu dengan lain
dengan keras sekali, sampai muncratlah Iclatu api. Ia segera
nyalakan api itu pada rumput kering di dalam selat itu, ia
membuat segumpal rumput, buat dijadikan obor, setelah
padamkan api yang melulahan, iagunai obornya itu untuk
menyuluhi.
Tanda-tanda darah, yang bercerecetan, ada tertampak,
akan tetapi tubuh, atau mayat orang, tidak. Hal ini bikin Boe
Wie kaget dan berkuatir. Siapa itu yang terluka? Orang
jahat?
Bong Tiap atau Ham Eng? Kalau.benar dua saudara itu yang
terluka, itulah hebat, jangan-jangan mereka sudah
terbinasa....
Tercengang Boe Wie memikirkan itu Tapi ia lantas mencari
terus, di sekitar situ. Ia tidak pedulikan malam ada gelap,
angin ada keras. Boleh dibilang seantero malam ia gelcdah
daerah itu, tetap ia tidak mernperoleh hasil. Ia bingung bukan
main. Ia pun tahu, ia tidak bisa berdiam terialu lama di situ.
Akhimya, ia ambil putusan. Iaiah di itu malam juga, ia menuju
ke Djiat-hoo, akan susul gurunya. Syukur ia ketemu Hay Peng
bertiga dan bersama mereka itu, ia akhimya dapat cari guru
dan soesioknya, malah bisa tolong mereka loioskan diri dari
kepungan.
Demikian ada ceritanya murid ini, yang bikin Kiam Gim
bcrdiri diam, mukanya pucat sekali, suatu tanda ia lagi bcrpikir
dengan keras. Kabar-kabar hebat toh datang beruntun-runtun.
Sudan istcrinya jadi orang bercacat. sekarang puterinya
lenyap! Sehabis centa, Boc Wie berdiam, mukanya pun pucat
dan lesu sekali. In Tiong Kie dan dua kawannya lantas
hiburkan Kiam Gim.
"Aku percaya Bong Tiap dan Ham Eng loios dari bahaya,"
demikian antaranya In Tiong Kie. "Mereka toh bukannya
orang-orang lemah dan bodoh. Tentu mereka loios di antara
tegalan pegunungan itu hingga karenanya mereka jadi
berpencar dengan soeheng mereka."
Lama Kiam Gim berdiam. Akhir-akhimya iaangkat kepalanya
Dengan perlahan-lahan, ia usap-usap pundaknya Boe Wie.
"Inilah bukan kesalahan kau," kata ia, dengan sabar sekali,
suaranya pun perlahan. "Kau tak usah terialu
pikirkan mereka. Biarlah anak-anak itu mengandal pada
mereka punya peruntungan. Umpama kata mereka bcruntung
bisa loios, di belakang had kita akan dapat cari mereka...."
Bcnar baharu Kiam Gim habis berkata begitu, Tok-koh It
Hang terkejut dengan tiba-tiba, hingga air mukanya berubah,
lekas-lckas ia mendekam di tanah, akan pasang kupingnya. Ia
terus mcndengari, selagi kawan-kawannya merasa heran,
semua awasi ia.
Scbcntar saja, Pek-djiauw Sin Eng sudah lantas lompat
bangun.
"Kawanan anjing datang untuk gelcdah bukit!" kata ia,
dengan suara dari kemendongkolan.
Pada masa mudanya, Tok-koh It Hang ada satu hiap-too,
penjahat budiman, ia pandai mendekam di tanah, akan
pasang kuping, hingga, kalau ada barisan serdadu, ia bisa
duga-duga jumlahnya. Dan sekarang ia merasa pasti, yang
datang itu ada pasukan terdiri dari lima atau cnam ratus jivva.
Hal ini ia beritahukan pada kawan-kawannya.
"Mari kitalabrak mereka!" berseru Tjiong Hay Peng, yang
ada gusar sekali.
Tok-koh It Hang, In Tiong Kie dan Lioe Kiam Gim tidak
setuju. Buat apa layani segala serdadu, menang tidak ada
untungnya, kalah ada ruginya. Maka itu mereka ambil putusan
buat menyingkir saja
Tjiong Hay Peng lalu nyatakan ia suka ikut Tok-kph It Hang
dan In Tiong Kie pergi ke Liauw-tong, tetapi Kiam Gim dan
Boe Wie berdiam, mereka bersangsi. Kiam Gim ingin jtengok
isterinya, ia ingin cari puterinya, di samping itu, ia sudah janji
pada Tok-koh It Hang untuk sambangi Tjoe Hong Teng di
Shoatang. Yang pertama ada urusan perseorangan, yang
kedua, urusan negara.
Tok-koh It Hang semua bisa mengerti kesangsiannya jago
Thay Kek Pay ini, maka itu mereka lantas berunding.
Kesudahannya diputuskan buat Kiam Gim bcrangkat dnlu ke
Shoasay, akan tengok isterinya, sebab untuk cari Bong Tiap,
temponya tak kctcntuan. Untuk cari Bong Tiap dan Ham Eng,
Boe Wie adalah yang diberikan tugas.
Setelah ada keputusan Kiam Gim berikan perkataannya
kepada Tok-koh It Hang bahwa dia tidak bakal langgar janji
mengenai cita-citanya membela negara, bahwa buat itu, tidak
ada bergantung urusan Bong Tiap dapat dicari atau tidak.
"Dan kau, muridku," ia tambahkan pada Boe Wie, "tolong
kau capaikan diri untuk kau pergi cari soemoay dan soeteemu.
Urusan menjadi ahli waris Thay Kek Pay seperti keinginan
soesiokmu itu kita boleh tunda dahulu."
Boe Wie terima baik perkataannya iru guru, memang
keselamatan soemoaynya adalah yang ia paling pikirkan. Ia
sangat sayang soemoay itu, yang di masa kecilnya ia suka
ajak memain.
Pertempuran sore itu ada hebat bagi Lioe Bong Tiap.
Musuh telah bikin ia terpisah dari toasoehengnya Law Boe
Wie. Ia sebenarnya tidak punya pengalaman, tetapi
pertempuran malam di rumahnya membikin hatinya tambah
mantap, ia tidak jerih, malah ia masih bisa berpikir, kali ini ia
mesti layani musuh secara hati-hati agar tidak sampai terjadi
kealpaan pada dirinya.
Penyerang-penyerangnya putcn dari Lioe Loo-kauwsoe
terdiri dari sepuluh orang, di antaranya dua ada mundmuridnya
Ouw It Gok, maka itu, mereka ini bukannya lawanlawan
yang lemah. Syukur yang lainnya ada tidak berarti.
Salah satu muridnya Ouw It Gok menggunai tumbak Siauwtjoe-
rjhio, yang ujungnya lancip dan bengkok, hingga senjata
ini bisa dipakai menikam berbareng menggaet Ini ada suatu
senjata langka. Yang kedua menggunai sebatang golok besar
dan berat hingga Bong Tiap tidak berani benturkan
genggamannya dengan senjatanya kedua musuh itu.
Selagi melayani musuh-musuhnya. Bong Tiap masih dapat
ketika akan melirik kepada kedua saudara seperguruannya,
dari itu ia dapat tahu sang toasoeheng lagi diserang hebat
oleh satu musuh yang bersenjatakan Poan-koan-pit, hingga
saudara ini tidak punya kesempatan lain kecuali melayani
musuh itu dengan sungguh-sungguh, sedang sam-soehengnya
Tjoh Ham Eng mesti berkutat dengan fain-Iain musuh. Ia
mcnjadi sibuk sendirinya kapan ia dapat kenyataan, makin
lama ia berkisar makin jauh dari kedua saudaranya itu masingmasing.
"Aku mesri tobloskan mereka ini," pikir ia kcmudian.
Baharu nona ini memikir demikian atau lawannya yang
memegang golok membacok ia dengan hebat dengan "lay san
ap teng" atau "Gunung Tay San menindih batok kepala",
bacokannya turun terus ke arah pundak. Ia menjadi sengit,
hingga ia kertak gigi. Ia cepat bcrkelit kc samping, gerakannya
sangat sebat, selagi bacokan mengenai tempat kosong, ia
barengi membabat lengan orang.
Law an itu kaget. hingga dia keluarkan seruan, berbareng
mana, dia 'tank pulang tangannya.
Ketika ini digunakan oleh Bong Tiap, untuk berloncat tinggi,
bagaikan cecapung menyambar air, ia berlompat melewati
kepala musuh, untuk jauhkan diri, hingga di lain saat, ia telah
lolos dari kepungan. Melainkan sang lawan, yang tidak Sudi
sudah dengan begitu saja, dia lamas memburu, diikuti oleh
kawan-kawannya.
Sembari lari, Bong Tiap geser pedangnya ke tangan kiri,
tangan kanannya merogoh sakunya, akan ambil beberapa
potong Kim-tjhie-piauw, kemudian seraya putar tubuh dengan
tiba-tiba, tangan kanannya itu diayun ke arah musuhmusuhnya.
Menyusul ini, beberapa musuh perdengarkan
jeritan, tubuh mereka rubuh saling susul.
Bong Tiap girang dengan kesudahannya ini, tetapi justeru
ia kegirangan, pihak lawan, yang tidak rubuh, balas
menyerang dengan senjata rahasia juga, maka ia menjadi
terperanjat, segera ia perlihatkan kegesitannya, akan loncat
sana dan sini, untuk hindarkan diri dari bahaya. Ia berhasil
mengelakkan beberapa senjata musuh itu, tetapi apa mau,
sebatang yan-bwee-piauw
menyambar juga pinggiran teteknya yang kiri, nancap di
dagingnya, hingga ia menggigit gigi untuk menahan sakit
selagi ia cabut piauw itu, hingga darah hidup segera mengucur
keluar. Ia tidak merasakan sakit yang hebat, dari itu, ia lanjuti
tindakannya lari ke depan, untuk menyingkirdari musuhmusuh
itu.
Semua musuh mengejar terus, malah yang bersenjatakan
tumbak gaetan Siauw-tjoe-tjhio sambil teriaki kawankawannya,
katanya: "Anak ayam ini tak nanti lolos! Jangan
bunuh dia! Dia mesti ditangkap hidup!"
Melihat keletakan, Bong Tiap dipaksa lari ke arah dalam
rimba. Ia gunai pula senjata rahasianya, atas mana, semua
musuh kena dirintangi, walaupun. untuk sesaat. Hanya, dalam
keadaan seperti itu, ia tidak lagi bisa gunai piauwnya dengan
sempurna. Sudah begitu, apa celaka, sebentar lagi, semua
piauw telah digunai, sedang musuh-musuh itu mulai datang
dekat pula. Sebentar kemudian, Bong Tiap sampai di satu
jalanan kecil yang berlamping gunung, di depannya ada
sebuah selat. Ia tak bisa lari lebih jauh lagi, ia tak bisa manjat
di kiri dan kanan. Tetapi ia bisa ambil putusan cepat. Dengan
tiba-tiba, ia enjot tubuhnya, akan loncat turun ke dalam
lembah. Ia baharu injak tanah, atau kakinya lemas, hingga ia
terguling rubuh.
"Celaka!" ia menjerit dalam hatinya. Ia hendak bcrbangkit,
atau ia dengar musuh tertawa mengejek. Tidak tempo lagi,
dengan gerakan "Lee hie ta teng", atau "Ikan lee-hie meletik",
ia loncat ke depan, jauhnya satu tumbak. Baharu ia hendak
berbangkit, atau di belakang ia, tumbak gaetan musuh telah
datang menyambar.
Dalam keadaan seperti itu, Nona Lioe menjadi nekat, ia
segera papaki musuh dengan tipu tusukan "Hoan sin hian
kiam" atau "Persembahkan pedang seraya memutar tubuh".
Dengan geser sedikit tubuhnya, ia berkelit, lalu pedang Tjengkong-
kiam ditikamkan ke arah lawan itu.
Musuh menjadi kaget. Selagi tikamannya mengenai tempat
kosong, ia tidak sempat tarik pulang senjatanya, ia tak keburu
egos lengannya, maka itu, bahunya yang kanan itu lantas saja
kena tertusuk, terbaret panjang Sementara itu, tubuhnya
sudah merangsek dekat sekali si nona, maka dalam gusarnya,
ia kirim kepalan kinnya, akan tonjok ulu hati orang.
Ini ada serangan tidak diduga-duga dari musuh yang telah
terluka itu, Bong Tiap tidak bisa berkelit atau menangkis,
dadanya kena dipukul keras sekali, hingga berbareng
muntahkan darah hidup, ia rubuh dengan tak sadar akan
dinnya.
Musuh yang bersenjatakan Siauw-tjoe-tjhio itu tertawa
mengejek, ia lempar tumbaknya, ia robek bajunya, buat
dipakai membungkus luka di tangannya, selagi berbuat
demikian, ia menoleh pada kawan-kawannya. "Hei, kenapa
kau orang menjublak saja? Lekas bekuk ini anak ayam! Lekas
bungkus lukanya! Sayang jikalau ia sampai terbinasa!"
Dengan sebenamya, kawan-kawan itu berdiri bengong
karena saksikan kawannya dan si nona sama-sama terluka,
sedang si nona sendiri rebah tak berdaya. Menjadi sadar,
mereka lantas saja tertawa. Tapi, belum sempat mereka maju,
untuk turun tangan, tiba-tiba mereka dengar satu ! suara
nyaring dan mengaung luar biasa, disusul bentakan seorang
perempuan tua: "Siapakah kau orang yang berani ganggu satu
nona? Jangan turun tangan!"
Semua musuhnya Bong Tiap menjadi terkejut, malah
musuh yang pegang tumbak gaet sudah loncat ke arah
senjatanya, untuk jumput itu, kemudian mereka semua
memandang ke arah dan mana suara datang. Di antara
remang-remang karena gclapnya lembah, mereka tampak satu
pcndcta perempuan, yang usianya sudah lanjut sekali, yang
tangannya mcncekal kebutan suci Hoed-rim, sedang
menghampirkan mereka, serindak demi setindak.
Musuh itu, yang sudah lama ikuti Ouw It Gok, ada mem
pun ya i banyak pengaiaman, ia mempunyai pandangan yang
luas. dari itu, ia bisa lihat bahwa si niekouw, pendeta
perempuan, bukannya orang sembarangan, hingga ia tidak
berani berlaku sembrono.
"Soethay. dia mi adalah seorang perempuan Kang-ouw
yang jahat!" demikian ia berkata. "Kau lihat, dia telah Jukai
lenganku! Kita adalah or-ang-orang yang ditugaskan
pembesar negeri untuk menawan diaini! Sebagai orang suci.
harap Soethay tidak campur urusan kita!"
Di iuar dugaan, keterangan itu bukannya membuat si
niekouw tua undurkan diri, dia justru mendesak. "Ngaco!"
katanya dengan bengis. "Di mana ada seorang nona begini
muda dan manis menjadi penjahar? Dia punya luka
melebihkan hebatnya lukamu! Sudah kau orang bikin dia
pingsan, kau orang masih hendak turun tangan terlebihjauh!
Jikalau kau orang bukannya bermaksud buruk, tentu kau
orang adalah kawanan penjahat!"
Selagi berkata demikian, niekouw itu be rt in dak
mendekati.
"Tidak, Itulah bukan!" kata muridnya Ouw It Gok. Dengan
mulutnya, dia menyangkal, diam-diam tangannya yang kin"
siapkan tiga batang yan-bwee-piauw, sedang tangannya yang
kanan, geraki tumbaknya Siauw-tjoe-tjhio, menikam bagaikan
ular menyambar, disusul sama sambarannya tiga batang
piauw di tiga jurusan. Mereka terpisah dekat satu dengan lain,
dan si niekouw tidak bersiap, maka si penjahat ini duga, pasti
dia akan berhasil.
Apa yang terjadi adalah di luar sangkaan. Niekouw tua itu
tak dapat dipandang enteng, walaupun dia telah dibokong. Dia
ada sangat jeli matanya, gesit gerak tubuhnya. Ketiga piauw
melewati sasarannya, dan kebutan suci menyamppk tumbak
gaetan, atas mana, tumbak itu terlepas dari cekalan,
terlempar entah ke mana!
Hebat adalah sampokan terlebih jauh dan ujung kebutan
itu, mengenainya perlahan sekali, akan tetapi muridnya Ouw
It Gok rubuh dengan segera, tubuhnya rebah tidak berkutik
lagi.
Rombongan muridnya Ouw It Gok ini terdiri dari lima
orang, dengan yang satu rubuh, tinggallah empat orang.
Mereka ini sementara itu sudah merangsek, tadinya untuk
taati titah kawannya, yang sekarang untuk serang si niekouw
tua. Hanya, belum sampai mereka datang dekat, sembari
tertawa dingin, mereka lihat tangan kirinya si pendeta
perempuan telah diayun ke atas, atas mana di dalam lembah
segeralah terdengar suara nyaring dan mengaung seperti tadi.
Menyusul itu, Iantas terdengar suara keren dari si niekouw,
katanya: ?Kau orang cobakan rasanya piauw Bouw-nie-tjoe!?
Perkataannya orang suci ini ditutup berbareng dengan
menyambarnya piauw terhadap sesuatu dari empat penjahat
itu tanpa mereka ini sanggup bcrdaya, malah mereka seperti
tak ketahui datangnya serangan, karena tak disangka, mereka
pun lagi sangsikan suara mengaung. Lantas saja mereka
rubuh.
?Kawanan tikus, kau orang rupanya tak ketahui aku! Tetapi
apapun tentang piauw Bouw-nie-tjoe, kau orang tidak pernah
dengar?? kata si niekouw tua sambil tertawa, sesudah ia bikin
orang tak berdaya. ?Kau orang sudah dengar suaranya
piauwku tetapi kau orang masih berani hendak melawan aku,
maka taklah cukup apabila kau orang tidak diajar adat! Tetapi
Budha kita ada maha suci dan kasih, dari itu pinnie juga tidak
inginkan jiwa kau orang! Sekarang pergilah!?
N iekouw tua itu hampirkan empat orang, ia berikan
dupakan enteng pada tubuh sesuatu dari mereka, yang rebah
diam saja, atas itu, lenyap perasaan sesemutan dan beku
mereka, lantas mereka bisa geraki kaki-tangan, terus mereka
bangun berdiri.
Sembari menotok jalan darah orang,
sambil tertawa, si
niekouw tua kata pula: ?Pinnie tinggalkan jiwa kau orang,
tetapi ilmu silat kau orang tak dapat dipertahankan karena
dengan itu kau orang biasa berbuat jahat Baiklah kau orang
ketahui, sejak sekarang ini, selanjutnya kau orang tidak bisa
bersilat pula, kau orang tidak lagi bisa bekerja berat. maka
kau orang haruslah jadi penduduk baik-baik, dengan demikian,
luka dalam tubuhmu tidak bakal kumat, tapi satu kali kau
orang bersilat atau bekerja dengan memakai tenaga, dalam
tempo tiga hari, luka dalammu bakal kambuh, kau orang bakal
muntah-muntah darah dan akhimya binasa! Pinnie telah kasih
peringatan pada kau orang,
jangan langgar itu, atau kau
orang jangan nanti sesalkan padaku. Nan, pergilah kau
orang!?
Kawanan itu mati kutunya, mereka cuma manggurmanggut,
lantas saja mereka ngeloyor pergi. Di antara
mereka, orang yang bersenjatakan Siauw-tjoe-tjhio, yang
pernah ikuti Ouw It Gok terlebih lama, di bikin sadar oleh
kata-kata si niekouw tua. Memang, pada sepuluh tahun yang
lampau, ia pemah dengar tentang senjata rahasia piauw
Bouw-nie-tjoe, dengarnya dari satu soepehnya, siapa ? di
masa muda -pernah dengar lagi dari satu sahabatnya.
Katanya ada satu nickouw yang tidak ketahuan asal-usulnya.
boleh jadi datangnya dari In-lam, bahwa saban kali dia ini
muncul, mesti ada orang jahat yang dapat bagian. Ada
dibilang lebih jauh, di waktu bertempur, niekouw itu tidak
pernah kelihatan ada gunakan genggaman, dia cuma
mengebut dengan kebutannya, atau kalau dia gunai,
melainkan senjata rahasia, yaitu piauw Bouw-nie-tjoe. Piauw
itu ada untuk menyerang jalan darah, saban kali digunakan,
lebih dahulu kedengaran suaranya mengaung, baharu
senjatanya menyambar sasaran, suara itu seperti juga tanda
untuk orang bersiaga terlebih dahulu. Di samping itu. di waktu
gunakan piauwnya itu, itu nickouw suka lepaskan dahulu satu
piauw, ke arah atas, untuk disambar dengan sebatang yang
lain, hingga kedua piauw bcntrok satu dengan lain, hingga
bcrsuara nyaring sekali. Adalah biasanya, di waktu orang
bertempur, apabila orang
dengar suara piauw itu beradu,
mereka mesti hentikan pertempuran, untuk si niekouw datang
sama tengah, guna berikan pertimbangannya, apabila ada
orang yang berkepala batu terhadap pertimbangannya itu, dia
pasti bakal merasai akibatnya yang hebat. Kebutannya, atau
Hoed-tim, juga luar biasa. Kcbutan itu lemas bagaikan
segumpal bulu ekor kuda, akan tetapi, selagi digunakan,
kekuatannya sanggup melawan pedang, sedang juga, orang
tak ketahui, kepandaiannya menggunakan kcbutan itu entah
ada kepandaian dari golongan atau cabang silat yang mana.
Kcbutan itu pun bisa digunakan sebagai pedang Ngo-hengkiam
atau ruyung Teng-tjoa-pian, terutama sebagai alat untuk
menyerang jalan darah.
Ilmu menotok jalannya darah, biasanya, ada dua rupa. ?Tahiat?
atau ?memukul jalan darah?, biasa memakai senjata
Poan-koan-pit atau batang Hoentjwee Tiat-yan-kan, dan
?tiam-hiat?, ialah menotok jalan darah, biasa digunakan
dengan tangan kosong. Umpama Ouw It Gok, dia pandai ?tahiat?,
sedang Lioe Kiam Gim, Tok-koh It Hang dan Law Boe
Wie, menggunai ?tiam-hiat?. Beda daripada itu dua,
kepandaiannya niekouw ini adalah ?hoet-hiat? atau ?menutup
jalan darah?, karena senjata yang digunakan ada Hoed-tim
atau kcbutan. Ada tersiar cerita, pernah dengan seorang
diri, dengan kebutannya, ia telah layani tiga puluh berandal
yang liehay dan scmua berandal itu kena ia rubuhkan dan
taklukkan.
Itulah kejadian pada sepuluh tahun yang berselang dan si
niekouw, selewatnya itu, tidak pernah orang dapat lihat pula
padanya. Laginya, dulu ia sudah berusia lanjut, maka orang
percaya, ia sebenarnya sudah menutup mata. Siapa sangka,
sekarang ia muncul secara tiba-tiba. Maka orang yang
bersenjatakan tumbak gaet Siauw-tjoe-tjhio itu, sebagai
kesudahan dari dikalahkannya, jadi sangat ketakutan, hingga
mereka ngeloyor dengan mulut bungkam.
Niekouw itu antap orang angkat kaki, ia hanya dekati Bong
Tiap, hingga ia lihat si nona rebah dengan kedua mata
meram, jalan napasnya sangat perlahan, sedang darah masih
mengalir keluar dan lukanya. Ia lantas raba dadanya, akan
dapatkan jantungnya masih memukul, atas mana nampaknya
ia berhati lega. Segera ia bekerja, ialah periksa luka dan obati
itu dengan obat luka yang. ia bekal.
Bong Tiap terus tak sadar akan dirinya. Di samping hajaran
pada dadanya, ia pun telah keluarkan tcrlalu banyak darah,
maka itu, meskipun sekarang darahnya itu dapat dicegah
keluarnya lebih jauh, ia masih sangat lemah.
Niekouw tua itu kerutkan alis, akan tetapi, ia toh
bersenyum.
?Dicarinya sukar tapi toh didapatinya begini gampang??
kata ia seorang diri, dengan sangat perlahan. ?Untuk belasan
tahun aku cari satu nona guna dia wariskan aku, kebetulan
sekali, sekarang aku dapati dia ini. Dia tidak saja berbakat,
tetapi juga sudah punya dasar dan dasar dari satu ahli, jikalau
aku tidak ambil dia, kemana lagi aku hendak mencari??
Tidak tempo lagi, pendeta ini membungkuk, akan angkat
tubuh orang,
buat dikasih naik atas bebokongnya, sesudah
mana, ia bertindak meninggalkan tempat bekas pertempuran
itu.
Bong Tiap tidak sadar, dia hanya merasa seperti melayanglayang
di tengah udara, ketika akhirnya ia merasakan dirinya
lega dan ia buka matanya, itulah ada di hari keenam sejak ia
dikeroyok. Ia pun dapatkan dirinya berada dalam sebuah
ruangan suci, karena di situ ada patung Budha, api lilin
memain memberikan bayangan, dan asap hio bergulunggulung
mendatangkan bau harum. Di samping ia, satu
niekouw tua sedang kebuti ia dengan perlahan-lahan. segera
ia ingat bagai man a orang serang ia, ia rubuh, ia lupa segala
apa?.
?Apakah aku sedang mimpi?? tanya ia pada dirinya sendiri.
Dan ia gigit bibirnya, atas mana, ia menjerit
sendirinya. Ia merasakan sakit! Jadi ia bukan lagi bermimpi.
?Nona, kau belumsembuhjangan sembarang geraki tubuh,?
kata .si niekouw dengan perlahan, suaranya sabar. ?Kau juga
tak boleh bicara. Kau rebah lagi beberapa hari, nanti kita
orang pasang omong?.?
Bong Tiap menurut. la pun rasakan tubuhnya sangat
lemah-
Lewat lagi beberapa hari, Nona Lioe sudah bisa turun dari
pembaringan, ia bisa jalan dengan perlahan-lahan, maka
akhirnya si niekouw tua tuntun ia, untuk diajak keluar dari
dalam trail, buat pergi ke pckarangan luar.
Tatkala itu ada di permulaan musim panas, salju telah
lumer, serangan angin tidak mendatangkan hawa dingin,
scbaliknya, bawa udara ada bcrsih dan menycgarkan, hingga
Bong Tiap merasa hatinya terbuka. Ia sangat ketarik sama
pemandangan jndah di luar kuil itu.
?Tempat apakah ini?? akhir-akhirnya ia tanya.
?Inilah Soei-wan yang berada jauhnya tiga ribu lie dari Boeip,?
sahut si pendeta percmpuan sambil bcrsenyum. ?fan ada
daerah di luar perbatasan, ialah tepinya Sungai Tay Hek Hoo.
Kau h?bat itu gundukan tanah dengan rumpu tnya yang bijau?
Itu ada kuburannya Ong Tjiauw Koen, si juwita kenamaan. Di
sini biasa tumbuh rumput putih, melainkan itu kuburan
bcrumput hijau, maka juga dinamai Tjhee-tiong, atau Kuburan
Hijau.?
Bong Tiap tidak pemah merantau, ia bersekolah sedikir, ia
hanya utamakan ilmu silat saja, dari itu, pemandangannya ada
cupat, maka sekarang ia menjadi kagum dan ketarik hati.
?Keadaan di sini masih tidak an eh,? kata si niekouw
sembari bersenyum melibat kekagumannya itu. ?Aku punya
soetjouw, di Mongolia dan Tibet sama sekali telah dirikan tiga
buah kuil, ialah satu di Ie-soh-tjiauw-beng di Mongolia Luar,
satu di Tjip-sip-Ioen di Tibet, dan yang ketiga ialah kuil ini.?
Lantas si niekouw ini tuturkan ten tang musim atau hawa
udara di Mongolia dan Tibet, tentang gunung di Tibet, Gunung
Himalaya, hingga si nona jadi semakin ketarik hati.
?Nona, apa kau hendak turuti aku menyaksikan itu?? tanya
ia kemudian. ?Tentu! Kcnapa tidak?? sahut si nona. ?Aku tidak
takut udara dingin! Selama di Kho Kce Po, sekalipun di musim
dingin, bersama-sama soeheng aku biasa menggayuh perahu
di dalam muara!?
Menyebut sang soeheng -? dimaksudkan Ham Eng ? air
mukanya si nona menjadi guram dengan tiba-tiba. Ia jadi
ingat pada pertempurannya di Boe-ip, pada urusannya sendiri.
Ia toh lagi ikuti toa-soehengnya akan pergi cari ayahnya di
Utara.
?Hanya aku tidak bisa turut sekarang juga,? ia lekas
menambahi, suaranya perlahan. ?Sekarang aku hendak cari
ayah di Djiat-hoo, dan hendak cari juga kedua soeheng.?
Niekouw itu usap-usap rambut orang.
?Nona, kau kasih tahu aku,? kata ia, dengan sikap tetap
lemah-lembu t, ?siapa itu ayah kau? Kau harus ketahui,
sekarang ini kau belum bisa jalan, apa pula untuk pergi kc
Djiat-hoo yang ada ribuan lie jauhnya. Kau belum tahu
tentang bagaimana aku telah tolongi padamu. Kau telah
terluka parah, kau sudah keluarkan terlalu banyak darah,
maka kau perlu beristirahat di sini, sedikitnya lagi satu bulan.
Lebih baik kau tuturkan aku tentang hal-ihwalmu, barangkali
aku bisa bantu pikirkan dayanya.?
Bong Tiap tidak berkeberatan akan tuturkan urusannya.
?Tentang ayahmu, aku pemah dengar,? kata si pendeta
setelah berdiam sekian lama. ?Sudah tiga atau empat puluh
tahun aku tidak pemah pergi ke Kwan-lwee, keadaan di sana
ada asing bagiku. Kalau ayah dan soeheng kau terancam
bahaya, baiklah, aku nanti cari tahu tentang mereka, kau
beristirahat di sini, aku nanti pergi, Hoei Sioe boleh layani kau.
Hoei Sioe ada orang Mongolia, aku terima ia di sini untuk
kerjakan ini dan itu, ia pemah pelajarkan juga ilmu silat kasarkasar.?
Di hari kedua, benar-benar niekouw tua itu telah berangkat
menuju ke Djiat-hoo (Yehol).
Hoei Sioe sudah tua dan kurus, dilihat dari romannya, ia
ada terlebih tua dari si niekouw, akan tetapi menurut
pembilangannya, niekouw itu lebih tua daripada ia sedikitnya
tiga puluh tahun.
Bong Tiap masih belum tahu halnya si niekouw tua, ia
tanyakan itu pada Hoei Sioe, pada niekouw tua itu. Cuma
urusan ayahnya bikin ia sangsi.
?Kau tclah banyak ikuti Soethay begitu banyak tahun,
niscaya kau tidak lemah lagi,? kata ia kcmudian pada Hoei
Sioe. ?Apa kau sudi perlihatkan aku satu atau dua jurus??
?Mana aku beratri?? sahut Hoei Sioe. ?Aku belum berarti!?
Bong Tiap tidak puas. Ia hunjuk alemannya.
?Kau bilang kau sayang aku, tapi untuk bersilat saja kau
tidak mau ?? kata ia.
Memang Hoei Sioe pernah bilang, ia sayangi si nona. Sudah
puiuhan tahun ia ikuti Sim Djie, ia scnantiasa bersendirian
saja, sckarang ia dapati Bong Tiap scbagai kawan, ia gembira
bukan main. Ia tak dapat tolak lebih jauh nona itu, ia sendiri
pun lagi bersemangat.
?Man,? kata ia, yang terus ajak si nona ke pekarangan di
iuar ruangan pendopo, di mana ia hampirkan satu pohon
sebesar pelukan. Itu ada pohon hoa yang kuat-kekar dan ulet
terhadap serangan es dan salju.
?Nona,? kata ia, seraya ia tunjuk pohon itu. ?aku tidak
punya kepandaian lain kecuali sedikit tenaga. Kau lihat? .?
Ia hampirkan pohon itu, untuk dipeluk, baharu ia keluarkan
tenagapya, untuk dipakai menggoyang, atau daun-daun lantas
rontok, meluruk turun.
?Cukup sebegini,? kata ia kemudian. ?Kaiau aku bikin
rusak, bila nanti Soethay pulang, dia bakal teguraku?? Ia pun
bersenyum.
Bong Tiap jadi kaget dan kagum. Bukan melainkan daun
pohon, yang rontok jatuh, juga batangnya, telah memberikan
bekas-bekas kedua telapakan tangan dan lengan, dalamnya
kira-kira tiga dim. Itu adalah buah-hasilnya kepandaian
mclatih tenaga?Kim-kong-tjhioe? atau ?Tiat-see-tjiang?.
Kcmudian kcduanya bicara pula, sckali ini, Hoei Sioe kasih
tahu kenapa dia tahu Sim Ojie bemiat ambil si nona scbagai
muridnya.
?Pemah aku tanya Soethay, bcrapa usianya, dan kenapa ia
nampaknya tidak jadi tua. Aku nyatakan, apa Soethay ada
mempunyai ilmu panjang umur hingga tidak bisa meninggal
dunia,? demikian katanya. ?Atas pertanyaanku itu, Soethay
tertawa, ia jawab: ?Mana aku mengerti ilmu tak jadi mati?
Tubuhku sehat disebabkan aku berlatih silat. Toh ada orang
tani biasa, yang makan usia sampai seratus tahun lebih! Aku
baharu mendekati seratus tahun. Selama beberapa tahun ini,
aku juga sudah merasai perbedaan. Orang mesti menutup
mata, ilmunya Budha pun tak dapat tolong membebaskannya.?
Soethay menghela napas ketika ia menambahkan: ?Aku bakal
jadi lilin yang akan habis sumbunya, hanya aku belum puas
karena kepandaianku belum. ada orang yang bakal
mewarisinya, aku belum dapat murid yang aku cari.? Selagi
mengucap demikian, Soethay nampaknya Iesu. Karena katakatanya
Soethay itu, aku percaya dia tidak bakal loloskan kau,
Nona. Maka itu, aku anggap kau beruntung sekali!?
Mendengar itu Bong Tiap jadi girang berbareng heran, ia
gembira sekali. Bagaimana girang untuk jadi muridnya Sim
Djie dan perolehkan kepandaian yang tinggi. Hanya di
samping itu, ia bingung juga. Bagaimana bila ia dengar kabar
hal ayahnya? Apa bisa ia berdiam di kuil itu tanpa pergi
sambangi ayahnya? Bagaimana bila si niekouw tua itu paksa
untuk ia berdiam di sini?
Sementara itu, Sim Djie telah kembali setelah beberapa hari
kemudian. Bcrsama ia, ia ada bawa kabar yang mengejutkan.
Itu adalah peristiwa hebat di gedungnya Keluarga Soh,
tentang pertempuran dcngan pahlawan-pahlawan Istana
Tjeng, hingga karenanya, pemerintah Boan telah keluarkan
titah penangkapan untuk Lioe Loo-kauwsoe dan kawankawannya,
antaranya si orang Liauw-tong. Karena itu, entah
ke mana menyingkirnya Kiam Gim.
?Karena itu, baiklah kau scndiri turut diamkan diri,? kata
Sim Djie pada si nona.
Bong Tiap menurut. Karena ini, dengan sendirinya, ia telah
jadi muridnya si niekouw tua itu. Selang satu bulan, sesudah
iasembuh benar, ia mulai diberikan pelajaran silat. Sekarang ia
dapat pelajaran dari Kaum ?Sian Tjong?. Itulah ada
warisannya Tat Mo Siansoc dari zaman Lam Pak Tiauw,
Kerajaan Selatan dan Utara, semasa Kaisar Liang BoeTee.
Menurut centa, ketika dengan mengarungi lautan, Tat Mo
Siansoe datang ke Tiongkok di mana ia berunding dengan
Kaisar Liang Boc Tee, karena tak cocok pendapat, ia lantas
berangkat ke Kuil Siauw Lim Sie di atas Gunung Siong San, di
Propinsi Hoolam di mana, untuk sepuiuh tahun, ia duduk
bcrscmedi menghadapi tembok, hingga ia berhasil
membangun pelajaran agamanya, hingga ia dipandang
sebagai ieiuhur pertama di Tiongkok tentang agamanya itu.
Tat Mo Siansoe tidak cuma faham agama Budha, ia juga
pandai silat dan karang dua buah Kitab ?Ie Kin? dan ?See
Soei?. Sekarang Sim Djie turunkan kepandaiannya kepada
Bong Tiap, malah ia wariskan juga piauw Bouw-nie-tjoe. Untuk
ini, Nona Lioe bisa belajar dengan cepat, karena ia sudah
punya dasar Kim-tjhie-piauw. Pun pelajaran pedang Tjepeh
lian-peh Ngo Heng Kiam, Bong Tiap dapati secara lekas,
karena ilmu pedang itu hampir bersamaan dengan Thay-kekkiam.
Tanpa merasa, tiga tahun telah lewat, sejak Bong Tiap
berguru pada Sim Djie Sin-nie, selama itu, siang ia belajarsilat,
malam ia yakinkan surat, dengan begitu, ia jadi peroleh
kepandaian berbareng. Sim Djie juga pemah ajak muridnya ini
berlari-lari di tanah datar dan Mongolia dan lihat Yam Ouw,
Telaga Garam dari Tibet, hingga pcmandangannyasi nonajadi
luas. Tapi walaupun semua itu, di waktu malam, apabila
pikirannya scdang melayang, nona ini seperti tcrbayang
dengan roman ayahnya, romannya Ham Eng dan Boe Wie,
kedua soehengnya itu.
Tiga tahun bukannya tempo yang lama, akan tetapi,
suasana telah berubah, seperti ?bcnda bertukar bintang
berpindah?. Dan hikayatnya Tiongkok sudah mcngikuti
karcnanya. Kaum Gie Hoo Toan sudah turun tangan.
tcntaranya delapan negara asing telah meluruk ke Pakkhia.
Gcrakan Gie Hoo Toan dari Tjoc Hong Teng telah jadi
dcmikian berpenganih hingga Soenboe Yok Hian dari Shoatang
tak bisa tak akui sebagai gerakan ?rakyat jelata?, melainkan di
matanya rombongan paderi tukang sebar agama Kristcn,
mereka dipandang sebagai pengacau, pembuat huru-hara.
Demikian Duta Amerika sudah paksa pemerintah Boan tukar
Yok Hian.
Pemerintah Boan jerih terhadap Gie Hoo Toan, tenaganya
dia ini melulu hendak dipakai buat menghadapi pihak asing,
dari itu, tidak sedikit jua pihak Boan merasakan sayang. Begitu
permintaan Duta Amerika diterima baik, Yok Hian ditukar
dengan Wan Sie Kay si tukang jagal besar-besaran. Wan Sie
Kay ada dari golongan penjilat asing, iapun ada mempunyai
pasukan ?prive? yang kuat. Setelah sampai di Shoatang, ia
lakukan penindasan kejam, hingga Kaum Gie Hoo Toan jadi
tercebur dalam lautan darah?.
Kekejamannya Wan Sie Kay membangkitkan perlawanan
hebat dari pihak Gie Hoo Toan. Dalam peperangan di
Shoatang itu, Tjoe Hong Teng, telah dapat kebinasaan, tapi
gcrakannya bcrtambah hebat, hingga ada cerita burung yang
berbunyi: ?Sesudah dapat binasakan si telur kura-kura Wan
Sie Kay, baharu kita orang dapat makan nasi?!
Selagi Gie Hoo Toan di Shoatang bergulat, kawannya di Titlee
pun maju ke Thian-tjin. Tjongtok Joe Lok telah lakukan
perlawanan keras tapi ia terdesak, Kota Tok-tjioe kena
dirampas, malah Liong-tjia, ialah Kereta Naga dari? Ibusuri
See Thayhouw, telah kena dibakar musnah. Karena ini, seperti
Yok Hian, Joe Lok terpaksa akui Gie Hoo Toan sebagai
gerakan rakyat yang sah.
Setelah Tjoe Hong Teng binasa, ia digantikan oleh Lie Lay
Tiong, orang sebawahannya yang tadinya ada bekas
sebawahan dari Tang Hok Siang, satu orang peperangan
pemerintah Boan. Lie Lay Tiong memasuki Gie Hoo Toan
sesudah dalam kalangan Gie Hoo Toan ini ada rombonganrombongan
yang anti pemerintah Boan, yang menunjang
pemerintah Boan itu, dan yang membelai juga. Tjoe Hong
Teng sendiri masuk golongan yang ?bantu Tjeng Tiauw untuk
membasmi bangsa asing? (Hoe Tjeng Biat Yang). Tapi Lie Lay
Tiong ini, kcmudian kena disiasati juga oleh Ibusuri See
Thayhouw. Dasar ia ada bekas punggawa Boan.
Lioe Kiam Gim telah memasuki Gie Hoo Toan pada tiga
tahun yang lalu, kcsatu karena ia sctujui gerakan itu, kedua
dengan begitu ia bisa menyingkir dari tangannya pemerintah
Boan, yang hendak bekuk ia. Ia masuk bersama-sama Law
Boc Wie, tetapi Boe Wie tidak demikian sungguh-sungguh
seperti ia, karena hatinya Boe Wie ada tawar sesudah ia dapat
pengalaman yang tak memuaskan dalam kalangan Tjit Seng
Hwee. Boe Wie susul gurunya sesudah ia putus asa mencari
Lioe Bong Tiap. Dan Kiam Gim datang pada Tjoe Hong Teng
setelah ia sambangi isterinyadi Shoasay. Hong Teng binasa
belum lama sejak datangnya Boe Wie. Kemudian Boe Wie
undurkan diri, sebagai alasan, ia kemukakan niatnya mencari
Bong Tiap lebih jauh. Kiam Gim juga tidak lupai gadisnya, tapi
karena urusan negara ada lebih besar, ia masih tetap dalam
Gie Hoo Toan, malah Boe Wie ia pesan, murid ini berhasil atau
tidak cari Bong Tiap, dia mesti lekas kembali.
Dalam perjalanannya ini, Boe Wie tidak terlalu menank
perhatian pemerintah Boan, sebab pemerintah itu lagi repot
dengan gerakannya Gie Hoo Toan. Maka itu, dengan tunggang
seekor kuda, Boe Wie dapat kemerdekaannya. Ia kembali ke
dalam duniaperantauan. Sembari cari Bong Tiap, ia mampir di
Poo-teng. Di smi ia hendak wujudkan pesannya soesioknya
Teng Kiam Beng, untuk ia jadi ahli waris dari Thay Kek Pay.
Dalam hal ini, seperti diketahui, ia terdesak oleh gurunya, oleh
Tjiong Hay Peng dan Tok-koh It Hang, kalau tidak, pasti ia
tetap mcnolak. Untuk ini, Lioe Kiam Gim dan Tok-koh It Hang
tidak bisa turut meresmikannya, cuma Hay Peng seorang yang
bantu merekoki, mcngurusnya. Siapa tahu, urusan
pengangkatan ahli waris ini sudah terbitkan gelombang.
Murid-muridnyaTeng Kiam Beng ada campur-aduk, di
antara mereka itu, yang boleh diandalkan ada Kim Hoa dan
Loei Hong berdua, tetapi Kim Hoa lemah dan tak bisa jadi
kepala, dan Loei Hong bertabiat keras, ia tak bisa bikin
saudara-saudaranya tunduk terhadapnya. Murid-murid itu
tidak puas tempo Law Boe Wie muncul dengan tiba-tiba
menjadi pemimpin mereka, mereka kasak-kusuk. Boe Wie
tidak dikenal, cara bagaimana dia mendadakan jadi kepala?
Laginya, tidak ada bukti dan Kiam Beng, siapa mau lantas
percaya habis? Laginya Kiam Bcng berseiisih dengan Hay
Peng, siapa mau lantas percaya Ketua Heng Ie Pay mi? Dan
ketiga, Boe Wie pun belajardari Tok-koh It Hang, maka
pelajarannya bukan lagi pelajaran asli dari Thay Kek Pay.
Kim Hoa dan Loei Hong suka terima Boe Wie, tetapi yang
Iain-lain tidak, karcna mercka berdua tak dapat lawan desakan
saudara-saudara mereka, mercka tidak bcrdaya. Tentu saja,
Boe Wie jadi kebogehan dan tak enak hati, sedang Tjiong Hay
Peng jadi mendongkol. Hanya, dia pun mati daya. Dia tidak
bisa kasih bukti untuk pesan terakhir dari Kiam Beng perihal
pengangkatan ahii waris iiu.
Akhirnya, karcna ia tidak sudi paksakan dni, Boe Wie
hiburkan.Hay Peng, ia bicara sedikit sama murid-muridnya
Kiam Beng, lantas ia undurkan diri, ia angkat kaki. Sejak itu,
tanpa kepaia, murid-muridnya Kiam Beng jadi kacau, sampai
kemudian Teng Hiauw, putcranya Kiam Beng, pulang dan
bereskan mereka.
Sekarang Boe Wie bikin pcrjalanan melulu untuk Bong Tiap.
Ia telah pergi ke empat penjuru, sampaipun ke Sin-tek dan
Boe-ip. Sebegitu jauh, ia tidak peroieh hasil, sampai
kemudian, secara kebetulan, ia dengar salah satu muridnya
Ouw It Gok ? murid yang pernah rasai piauw Bouw-nie-tjoe
dari Sim Djie Sin-nie ? cerita pada kawannya hal si nona, yang
mereka kepung, kenaditolongi niekouw luar biasa itu.
Orang ini, dalam takutnya, tidak bcrani sebut namanya Sim
Djie. Maka untuk mencari tahu, Boe Wie mesti cari beberapa
orang tctua, guna dimintai kctcrangannya. Begitulah ia dengar
hal Sim Djie yang kesohor pada empat pu I uh tahun yang
larnpau, yang kemudian undurkan diri, entah ke mana, hanya
orang duga ia tinggal bcrsunyikan diri di tanah datar di
pcrbatasan. Karcna ini, Boe Wie menuju ke tapal batas. Adalah
pada suatu hari, ia sampai di tepinya Sungai Tay Hek Hoo.
Ketika itu sudah maghrib dan angin sedangnya men i up
keras.
Dalam cuaca rcmang-rcmang, Boe Wie berjalan antara
pohon rumput yang tcbal dan tinggi. Ia jalan cepat, sampai di
depan sebuah tanjakan bukit. Di scbclah depan ia, masihjauh,
ia lihat cahaya kelak-kelik. Ia sedang jalan dertgan asyiknya,
tiba-tiba ia rasai sampokan angin, lantas pundak kirinya
seperti kena ditekan orang, ketika ia segera mcnolch, ia
tampak bayangan berkelebat, terus lenyap dalam gombolan
rumput, yang bergoyang-goyang. Lantas ia pun menyerang
dengan piauw, tetapi bayangan itu sudah lenyap, suaranya
pun tidak terdengar?.
?Apakah dia itu manusia?? Boe Wie pikir. Itu ada satu
gerakan sangat cepat Ia telah belajar silat sejak umur tuj uh
tahun, sama sekal i ia belajar buat kira-kira dua puluh enam
tahun, malah gurunya sampai dua dan ia sudah dapatkan juga
In Tiong Kie punya ilmu ?Poan seng teng kee? atau
?Mendengar suara mengenal senjata?, jikalau perbuatan
barusan ada perbuatan manusia, sungguh aneh. Maka
akhirnya, ia mau anggap matanya sedang kabur?.
Sedangnya pemuda ini berpikir keras, tiba-tiba ia rasai
pundaknya ada yang tekan pula, sekali ini, pundak yang
kanan, malah sekarang, dari samping kupingnya ia dengar
ajakan: ?Mari!? Ia ada seorang yang berpengalaman, dengan
garapang ia bisa melesat ke kanan, untuk terus hunus
pedangnya, apa mau, ketika ia bikin gerakan demikian,
tangannya kena raba hanya sarung pedangnya-pedang Langin-
kiam ? yang sudah kosong!
Maka sekarang, ia terperanjat bukan main. Akan tetapi,
sclagi demikian, di hadapannya segera terlihat satu niekouw
tua yang berjubah hitam, di tangan siapa ada tercekal
sebatang pedang panjang, yang berkilau-kilauan.
?He, bocah

^