Kisah Si Bangau Merah 15
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Bagian 15
a saat penyerbuan seperti yang diharapkan Yo Han.
Ketika mereka men-dengar ketukan pada daun pintu depan, keduanya yang memang selalu
siap siaga, segera keluar dari dalam kamar. Yo Han memberi isarat kepada Sian Li untuk
membuka daun pintu sedangkan dia me-nyelinap kembali ke dalam kamarnya. Sian Li
maklum bahwa Yo Han ingin mengintai apa yang akan terjadi.
"Siapa di luar?" Sian Li bertanya dari balik daun pintu.
"Sian Li, ini aku, Ki Bok. Cepat buka ada urusan penting sekali," terdengar suara Ki Bok
berbisik dari luar pintu.
Mendenger ini, Sian Li cepat membu-ka daun pintu. Ki Bok masuk dan me-mandang ke
sekeliling, wajahnya cemas.
"Ki Bok, ada apakah" Apa yang ter-jadi?" tanya Sian Li, memandang tajam.
"Di mana Yo-toako?" tanyanya lirih.
Sian Li menoleh ke arah kamar Yo Han. "Dia masih tidur, ada apakah?"
"Sian Li, keadaan gawat. Mereka hen-dak datang memaksamu bekerja sama dan kalau
engkau menolak, mereka akan membunuhmu. Aku.... aku tidak mungkin dapat menolongmu,
tidak mungkin men-cegah mereka. Sekarang, kau ambillah keputusan, Sian Li. Maukah
engkau mem-bantu kami dan bekerja sama dengan kami?"
Sian Li mengerutkan alisnya. "Engkau sudah tahu akan watakku, Ki Bok. Aku tidak mau
bekerja sama dengan siapapun juga."
Kalau begitu, Sian Li, engkau harus cepat lari, sekarang juga. Mari kubantu engkau lolos dari
sini. Cepat, mereka akan mengejar kita!" Ki Bok menyambar tangan Sian Li. "Kita melalui
jalan belakang!"
Akan tetapi Sian Li merenggutkan tangannya hingga terlepas. "Aku akan bertanya kepada
Han-ko lebih dulu," katanya.
Pada saat itu, terdengar suara gaduh di luar pondok, suara banyak orang datang ke tempat itu.
Wajah Ki Bok berubah. "Celaka, mereka sudah datang. Sian Li mari cepat kita lari!"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
419 Pada saat Sian Li meragu, Yo Han muncul dari dalam kamarnya. "Pergilah menyelamatkan
diri, Li-moi, biar aku yang akan menghadapi mereka dan menghadang mereka yang akan
mengejarmu."
Tadinya Yo Han sudah siap untuk mengajak Sian Li melarikan diri begitu penyerbuan tiba
dan mempergunakan kesempatan selagi terjadi pertempuran sehingga mereka dapat
meloloskan diri tanpa harus menghadapi pengeroyokan banyak orang pandai. Akan tetapi
agaknya kini keadaan berubah. Sebelum serbuan itu tiba, keselamatan Sian Li terancam.
"Tidak Han-ko. Aku akan tinggal di sini membantumu menghadapi mereka," kata Sian Li.
"Li-moi, jangan bodoh! Musuh terlampau banyak Larilah dulu, aku akan menghalang mereka
dan nanti akan menyusulmu. Saudara Ki Bok, kalau benar engkau mencintainya, cepat
selamatkan adikku itu!" etelah berkata demikian, Yo Han berlari keluar sambil cepat
mengenakan caping lebarnya yang tadi dia lipat dan sembunyikan di balik baju ketika dia
memasuki perkampungan itu. Caping lebar yang bertirai itu menyembunyikan mukanya.
Ki Bok mencabut sabuk baja yang kedua ujungnya berpisau, lalu menodongkan sebatang
pisaunya ke punggung Sian Li sambil berkata, "Engkau pura-pura menjadi tawananku agar
lebih mudah mengelabuhi mereka!" bisiknya. Tangan kanan menodongkan pisau, tangan kiri
memegang pergelangan tangan Sian Li. Gadis itu maklum. Ia tidak dapat membantah lagi
karena Yo Han telah berlari keluar dan ia mengerti akan maksud Ki Bok. Biarpun hatinya
amat mengkhawatirkan keselamatan Yo Han, namun ia harus mentaati keinginan Yo Han.
Kalau ia membangkang dan nekat melawan, tentu hal itu bahkan membuat Yo Han harus
repot melindunginya. Maka, ia pun menurut saja ketika Ki Bok menariknya melarikan diri
keluar dari pondok itu melalui jendela kamar Yo Han yang berada di sudut belakang.
Ketika mereka meloncat keluar dari rumah itu, mereka melihat betapa dibelakang rumah itu
pun sudah penuh dengan anak buah Hek I Lama yang memegang senjata. Melihat Cu Ki Bok,
mereka tertegun, akan tetapi pemuda itu dengan tenang segera berkata,
"Kalian kepung dan jaga rumah ini, jangan biarkan siapapun keluar. Aku harus cepat
mengamankan tawanan ini agar jangan sampai lolos!" Setelah berkata demikian, dengan sikap
kasar dia menarik lengan Sian Li sambil menodongkan pisaunya ke tengkuk gadis itu. Para
anak buah perkumpulan pendeta Lama yang memberontak terhadap Tibet itu saling pandang,
akan tetapi mereka tidak berani mencegah Cu Ki Bok, apalagi mereka masih belum tahu apa
artinya semua keributan itu. Mereka hanya melihat para pimpinan berlari menyerbu ke rumah
pondok itu dari depan dan mereka mendapat perintah untuk mengepung pondok itu. Mereka
hanya mendengar bahwa Sin-ciang Tai-hiap sudah menyelundup ke sarang mereka. Hal ini
saja sudah cukup membuat mereka tegang. Siapa yang tidak akan merasa gentar mendengar
bahwa Sin-ciang Tai-hiap, pendekar yang sudah mengalahkan dan mengakibatkan tewasnya
Dobhin Lama itu berada diantara mereka"
Sin-ciang Tai-hiap atau Yo Han telah membuka daun pintu depan pondok itu, tepat pada saat
semua orang yang tadi lari dari bangunan induk itu ke situ telah tiba di depan pondok. Banyak
anak buah Hek I Lama memegang obor sehingga tempat itu menjadi terang. Suara berisik
mereka itu seketika lenyap dan mereka orang diam, bahkan ada yang menahan napas saking
tegang dan juga jerih. Mereka melihat pria bercaping lebar yang mukanya tersembunyi di
balik tirai caping itu berdiri tegak di depan pintu, menentang mereka. Sosok tubuh yang
mendatangkan ketegangan dan kegentaran itu sebetulnya biasa saja. Tubuh yang sedang dan
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
420 tegap, dengan pakaian sederhana pula, tidak memegang senjata apa pun. Rambut hitam
panjang terurai lepas. Mukanya sama sekali tidak nampak, akan tetapi sepasang mata di balik
tirai tipis itu seperti mencorong menembus tirai tertimpa sinar obor yang bergerak-gerak.
Sosok tubuh yang tidak mengesankan, akan tetapi karena semua orang tahu bahwa pendekar
ini baru saja menyebabkan Dobhin Lama tewas, maka mereka menjadi gentar. Dari balik
tirainya, Yo Han melihat bahwa pondok itu telah di datangi sedikitnya tiga puluh orang dan
masih ada puluhan orang anak buah Hek I Lama berada di belakang rombongan itu. Dia
melihat Pangeran Nepal Gulam Sing bersama Badhu dan Sagha, juga beberapa orang tosu
Pek-lian-kauw, Hek-pang Sin-kai dan anak buahnya, beberapa Pendeta Lama yang agaknya
menjadi pimpinan. Akan tetapi dia tidak melihat adanya Lulung Lama, juga tidak melihat
Pek-lian Sam-li. Dia tahu bahwa dia berhadapan dengan lawan yang amat berbahaya karena
selain mereka itu rata-rata memiliki kepandaian tinggi, memiliki pula ilmu sihir dan ahli
menggunakan racun, juga mereka berjumlah banyak. Kiranya tidak mungkin dia seorang diri
saja akan mampu mengalahkan mereka. Akan tetapi, kalau Sian Li sudah lolos, agaknya
bukan tidak mungkin baginya untuk melarikan dan meloloskan diri dari kepungan mereka.
"Omitohud.... kiranya Sin-ciang Tai-hiap yang terkenal itu tidak datang melalui pintu
gerbang depan seperti seorang gagah, melainkan secara curang menyelundup masuk seperti
maling!" kata seorang pendeta Lama, seorang diantara para pembantu Lulung Lama sambil
memegang sebatang tongkat pendeta berkepala naga yang lebih panjang dari pada tubuhnya
yang tinggi. "Losuhu, siapa yang curang agaknya perlu diteliti lebih jauh, aku ataukah perkumpulan Hek I
Lama yang terdiri dari pendeta-pendeta yang sudah selayaknya bersikap jujur, adil dan
mengharamkan perbuaan sesat. Ketua kalian, Dobhin Lama, telah menantangku untuk
mengadu ilmu dengan taruhan bahwa kalau dia kalah, dia akan mengembalikan mutiara hitam
dan membebaskan Liem Sian Lun. Kami bertanding dan Tuhan membimbingku sehingga
ketua kalian kalah. Dobhin Lama telah dengan gagah mengakui kekalahan dan
mengembalikan mutiara hitam, akan tetapi kalian tidak membebaskan Liem Sian Lun, bahkan
secara curang sekali menawan Tan Sian Li. Nah, siapa yang curang?"
Tiba-tiba Gulam Sing mencabut goloknya yang melengkung, mengangkat goloknya itu tinggi
di atas kepalanya dan dia pun setelah mendengar ucapan Yo Han melalui penterjemahnya,
berteriak dalam bahasanya sendiri. "Sin-ciang Ti-hiap, engkau ini manusia sombong! Engkau
telah mengalahkan Dobhin Lama, akan tetapi hal itu terjadi karena dia sudah tua dan
kehabisan tenaga. Kini engkau berani lancang menyusup ke sini seperti pencuri, jangan harap
akan dapat keluar lagi hidup-hidup!"
Ketika ucapan itu hendak diterjemahkan, Yo Han mendahului. "Aku mengerti apa yang
kaukatakan, Pangeran Gulam Sing. Dan aku mengerti pula mengapa engkau dan
gerombolanmu keluar dari Nepal sebagai orang-orang pemberontak pelarian. Kini engkau
bergabung dengan Lama Jubah Hitam yang juga memberontak terhadap pemerintah Tibet,
tentu hanya untuk mencari kawan saja agar kelak dapat membalas budi dan membantumu
memberontak terhadap pemerintah Nepal!"
"Sin-ciang Tai-hiap, mati hidupmu di tangan kami dan engkau masih membuka mulut besar"
Kepung dan keroyok!" teriak seorang pemimpin Hek I Lama dan Pangeran Nepal itu sudah
mendahului dengan serangan golok melengkung yang amat tajam itu, disusul rekan-rekannya
sehingga dalam beberapa detik saja hujan senjata telah menyerang ke arah tubuh Yo Han.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
421 Yo Han maklum bahwa dia diserang oleh banyak orang pandai, maka dia mengerahkan gin-
kangnya dan tubuhnya berkelebat begaikan seekor burung walet cepatnya, berloncatan dan
mengelak dari hujan senjata yang menyambar dari segenap penjuru itu. Dia harus memberi
waktu kepada Sian Li untuk dapat lolos terlebih dahulu sebelum dia sendiri melarikan diri.
Sebaliknya dia memancing datangnya semua tokoh di tempat itu agar pelarian Sian Li dapat
berjalan lancar. Sian Lun telah tewas dan tidak perlu dipikirkan lagi. Sambil berloncatan
mengelak, kaki tangannya bergerak dengan tamparan dan tendangan. Beberapa orang
pengeroyok terpelanting. Usahanya memang berhasil. Semua tokoh yang dirinya memiliki
kepandaian yang tinggi saja yang hanya mengepung dengan senjata di tangan, tanpa berani
lancang ikut mengeroyok.
Akan tetapi Yo Han tetap merasa khawatir karena belum juga nampak Lulung Lama dan Pek-
Sian Sam-Li ikut mengeroyok. Dia khawatir kalau-kalau empat orang yang paling lihai itu
menjadi penghalang bagi lolosnya Sian Li yang tadi dibantu oleh Cu Ki Bok.
Kekhawatiran Yo Han itu memang terbukti benar, Cu Ki Bok, berhasil membawa Sian Li lari
sampai ke dekat pagar bambu runcing dan tidak pernah ada penjaga yang berani
menghalanginya. Mereka berhenti di bawah pagar bambu runcing.
"Nah, engkau loncatlah ke atas dan cepat tinggalkan tempat ini, Sian Li," kata Cu Ki Bok,
suaranya agak gemetar.
Sian Li memegang tangan pemuda itu. Ia dapat mendengar getaran suara itu dan ia pun
terharu. "Akan tetapi bagaimana dengan engkau sendiri, Ki Bok" Mereka akan tahu bahwa
engkau telah membebaskan aku, dan tentu engkau akan celaka...."
Ki Bok tersenyum dan menggeleng kepala. "Aku cukup penting bagi perjuangan Suhu dan
kawan-kawan. Kesalahanku itu kecil saja karena engkau bukanlah orang Mancu, bukan
musuh penting. Sudahlah, aku dapat menjaga diriku sendiri, Sian Li kau pergilah....!"
Sian Li melepaskan pegangan tangannya, melangkah ke arah pagar bambu, akan tetapi
terhenti lagi dan menengok. "Ki Bok...." ia meragu.
"Ada apa lagi, Sian Li. Cepat-cepatlah, jangan sampai mereka datang mengejar."
"Aku hanya ingin minta maaf padamu...."
"Minta maaf" Untuk apa?" Ki Bok memandang heran.
"Engkau begitu mencintaiku dan sudah kaubuktikan dengan pertolongan ini, akan tetapi
aku....aku tidak dapat membalas cintamu. Maafkan aku, Ki Bok."
Cu Ki Bok tertawa, namun suara ketawanya sumbang, "Sudah nasibku Sian Li, cinta tak
dapat bertepuk sebelah tangan. Engkau tidak bersalah. Cinta tidak dapat dipaksakan, hanya
aku yang tidak tahu diri. Nah, pergilah dan jangan pikirkan aku lagi...."
Tiba-tiba mereka melihat beberapa bayangan berkelebat dan Ki Bok terbelalak ketika melihat
bahwa gurunya, Lulung Lama, ketiga Pek-Lian Sam-li dan belasan orang pembantu mereka
telah mengepung tempat itu!
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
422 "Omitohud, tidak kusangka bahwa muridku yang paling kupercaya, sekarang bahkan
mengkhianatiku! Sungguh seperti memelihara anak harimau, ketika kecil dan lemah dirawat
dan dipelihara, setelah besar dan kuat hendak menubruk pemeliharanya sendiri. Engkau murid
murtad!" "Suhu, teecu hendak membebaskan Nona Tan Sian Li karena ia tidak bersalah, dan karena
teecu tidak tega melihat ia celaka. Suhu, ia bukan musuh kita, dan membebaskannya tidak ada
sangkut pautnya sama sekali dengan perjuangan kita. Bagaimana Suhu dapat mengatakan
bahwa teecu murtad dan pengkhianat" Suhu, kalau Suhu menghendaki agar perjuangan kita
mendapat dukungan para pendekar di dunia kang-ouw, sebaiknya Suhu membebaskan Nona
ini." Terdengar suara tawa merdu, disambung suara Ji Kim, orang ke tiga Pek-lian Sam-liyang
cantik manis dan lincah. "Hi-hik, apakah Losuhu masih belum mengerti" Muridmu itu telah
tergila-gila kepada gadis ini, dan orang yang tergila-gila seperti dia itu mau berbuat apa saja
untuk orang yang dicintainya. Kalau perlu melawan guru sendiri demi membela wanita yang
dicintainya, heh-heh!"
"Benar sekali, Losuhu. Muridmu ini tidak ada harganya sama sekali, bahkan berbahaya
karena sewaktu-waktu dia dapat mengkhianati kita," kata Ji Kui.
Cu Ki Bok marah sekali dan menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka tiga orang wanita
itu. "Pek-Lian Sam-li, kalian ini hanya tamu akan tetapi tidak tahu diri! Aku tahu mengapa
kalian membenciku, karena aku tidak sudi melayani rayuan kalian, bukan" Kalian sungguh
menjemukan, kalian perempuan-perempuan hina yang berkedok pejuang!"
"Ki Bok tutup mulutmu!" Lulung Lama membentak.
Sian Li yang sejak tadi mendengarkan saja, kini melangkah maju dan ia pun berseru nyaring.
"Ucapan Ki Bok benar! Tiga orang wanita jalang ini tak tahu malu! Ki bok seribu kali lebih
berharga daripada mereka ini, Losuhu."
"Hi-hik, engkau sudah mau mampus masih banyak lagak!" bentak Ji kui, dan bersama
adiknya ia sudah menyerang ke arah Sian Li. Gadis berpakaian merah ini, bergerak cepat,
mengelak dan biarpun ia bertangan kosong, ia membalas dengan serangan yang dahsyat.
"Ki Bok, pinceng tidak mungkin dapat membiarkan engkau kelak mengkhianatiku. Nah,
terimalah hukumanku ini!" Pendeta Lama itu menerjang kedepan dan menghantam dengan
tangan kanan ke arah kepala murid sendiri.
"Suhu....!" Ki Bok berseru dan cepat melempar tubuhnya ke belakang. Biarpun dia sudah
mengelak cepat, namun angin pukulan itu masih menyambar dahsyat dan tubuhnya
terjengkang dan terguling-guling sampai lima meter lebih.
"Ki Bok....! Losuhu engkau tidak boleh membunuhnya!" Sian Li berteriak, akan tetapi tiga
orang wanita Pek-lian-kauw itu sudah menyerangnya dari tiga penjuru dan biarpun ia dapat
menangkis dan mengelak, tetap saja ia terhuyung ke belakang. Seorang penjaga yang
memegang pedang menyambutnya dengann tusukan pedangnya, Sian Li adalah seorang gadis
gemblengan. Biarpun ia kurang pengalaman dan ilmu-ilmunya belum masak benar, namun ia
telah mewarisi ilmu-ilmu hebat. Ketika ada angin tusukan pedang menyambar tubuh bagian
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
423 iga dari samping, ia masih dapat menekuk tubuhnya sehingga pedang lewat dekat iganya, dan
kakinya menendang, pergelangan tangan yang memegang pedang itu terkena sambaran ujung
kakinya. Tangannya juga cepat merenggut dan pedang itu sudah berpindah ke tangannya!
Begitu memegang pedang, senjata menyambar dan penyerangnya tadi pun roboh oleh
pedangnya sendiri.
Dengan pedang di tangan, Sian Li mengamuk, memainkan Liong-siauw Kiam-sut dengan
pedang rampasan itu. Namun Pek-lian Sam-li yang juga sudah menggunakan pedang,
mengepung dan megeroyoknya, membuat Sian Li tak mungkin lagi dapat mendekati Ki Bok
lagi. Pemuda itu bangkit berdiri setelah tadi terguling-guling, hanya untuk melihat suhunya sudah
berdiri di depannya, kini dengan sepasang senjata gelang roda besar di kedua tangan, matanya
mencorong marah, penuh nafsu membunuh.
"Suhu, ampunkan teecu...." Cu Ki Bok meratap. Dia tidak takut mati konyol di tangan
gurunya sendiri, hanya untuk kesalahan sekecil itu. Kalau diingat betapa sejak kecil dia
diperlakukan dengan baik oleh Lulung Ma, sungguh penasaran kalau sekarang terancam maut
di tangan orang yang selama ini dianggap sebagai pengganti orang tuanya, yang menyayang
dan disayangnya.
Agaknya Lulung Lama juga tidak tega untuk membunuh pemuda yang selama ini menjadi
tumpuan harapan dan yang disayangnya, selama ini setia kepadanya itu, maka dia nampak
ragu-ragu. "Losuhu, ingat, dia agaknya pun berbaik dengan Sin-ciang Tai-hiap. Dia berbahaya, seperti
musuh dalam selimut!" teriak Ji Kim yang merasa kecewa dan sakit hati karena selamanya
baru sekali ia dan encinya ditolak pria, yaitu ketika mereka gagal merayu Ki Bok.
Mendengar teriakan ini bangkit kembali kemarahan Lulung Lama. Memang muridnya ini
yang menerima Yo Han.
"Mampuslah....!" bentaknya dan dia pun menyerang dengan sepasang rodanya. Ki Bok
terkejut bukan main, berusaha untuk mengelak. Dia tetap tidak mau melawan gurunya dan
hanya mengandalkan kegesitan tubuhnya untuk menghindarkan diri dari cengkeraman maut.
Namun, tingkat kepandaiannya masih kalah jauh dibandingkan gurunya, maka sebuah
tendangan kaki Lulung Lama mencium lutut kanannya dan dia pun terpelanting.
"Sian Li, larilah.... cepat....!" Dia masih sempat berteriak sebelum sebuah roda di tangan kiri
Lulung Lama menghantam kepalanya dan pemuda itu tewas seketika. Lulung Lama berdiri
seperti patung, memandang ke arah pemuda yang kepalanya retak dan tewas itu, dan baru dia
merasa menyesal bukan main.
"Ki Bok.... omitohud.... apa yang kulakukan ini" Ki Bok...." dia mengeluh.
Seolah menjawab kata-katanya, terdengar sorak-sorai riuh sekali dan nampak obor-obor
dinyalakan di luar pagar bambu kemudian terdengar suara hiruk pikuk ketika pagar bambu
yang mengelilingi perkampungan itu dijebol orang dari luar. Perkampungan itu diserbu orang
dari luar. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
424 Dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati Lulung Lama ketika pagar itu jebol, dia melihat
banyak pendeta Lama diantara para penyerbu yang terdiri dari pasukan Tibet!
"Celaka....!" Serunya, maklum bahwa sarangnya diserbu oleh pasukan pemerintah Tibet
bersama anak buah Dalai Lama. Dia pun cepat lari ke bangunan induk untuk memimpin anak
buahnya mengadakan perlawanan.
Akan tetapi, dengan kaget Lulung Lama melihat bahwa para penyerbu bukan hanya pasukan
Tibet dan para pendeta Lama saja yang menyerbu, melainkan juga puluhan orang Kang-ouw.
Orang-orang kang-ouw itu kini membantu Yo Han yang dikeroyok dan yang tadi mengamuk.
Maklumlah Lulung Lama bahwa dia harus melawan mati-matian, maka sambil mengeluarkan
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
teriakan menantang, dia sudah menyerbu ke arah Yo Han yang kini dia ketahui adalah Sin-
ciang Tai-hiap sendiri. Yo Han menyambut senjata roda di tangan Lulung Lama dan terjadilah
perkelahian hebat diantara mereka.
Sementara itu, ketika melihat serbuan pasukan Tibet dan para pendeta Lama, juga orang-
orang kang-ouw, Sian Li menjadi girang sekali dan ia tidak jadi melarikan diri. Bahkan ia lalu
menggunakan suling emasnya yang tadi ia terima kembali dari Cu Ki Bok untuk membantu
para penyerbu, mengamuk dan mencari-cari Pangeran Gulam Sing yang amat dibencinya
untuk membalas kematian suhengnya. Gadis ini menerima sebuah suling berselaput emas dari
Kam Bi Eng, nenek yang menggemblengnya dan biarpun ia juga pandai memainkan pedang
namun ia lebih suka kalau memegang suling ini sebagai senjatanya.
Akhirnya Sian Li menemukan orang yang dicari-carinya. Ternyata Pangeran Gulam Sing
yang tinggi besar brewok dan gagah perkasa itu, dengan senjata yang mengerikan, yaitu golok
melengkung yang amat tajam, sedang bertanding malawan Gak Ciang Hun dan ibunya.
Pangeran Nepal itu memang tangguh, dan terutama sekali dia memiliki tenaga raksasa yang
membuat Ciang Hun dan ibunya kewalahan. Setiap kali senjata ibu dan anak itu bertemu
dengan golok melengkung, tentu pedang mereka terpental. Hanya setelah Ciang Hun
mengerahkan tenaga Sin-kangnya, barulah dia berani beradu senjata, akan tetapi ibunya tidak
berani mengadu senjata secara langsung, hanya mempergunakan kecepatan gerakannya untuk
mengeroyok. "Pangeran jahanam!" Sian Li berseru dan sekali lompat, tubuhnya menjadi bayangan merah
dan suling emasnya mengeluarkan bunyi melengking ketika ia menotok ke arah leher
pangeran yang tinggi besar itu.
"Ha-ha-ha, Si Bangau Merah datang. Bagus, mari kita main-main sebentar, nona manis!"
kata pangeran itu dalam bahasa yang patah-patah. Goloknya digerakkan dengan pengerahan
tenaga, dihantamkan ke arah suling emas yang menusuk lehernya, dengan maksud agar
senjata di tangan nona pakaian merah itu terpental dan lepas. Akan tetapi Sian Li bukan
seorang gadis bodohh. Ia sudah tahu bahwa lawannya ini memiliki tenaga yang amat besar,
maka ia menarik kembali sulingnya dan secepat kilat, sulingnya yang lepas dari tangkisan
lawan itu sudah menotok ke arah ulu hati lawan!
Pada saat yang bersamaan, Gak Ciang Hun dan ibunya, Souw Hui Lian atau Nyonya Gak,
telah menyerang pula dengana pedang mereka dari kanan kiri. Melihat dirinya diserang ole
tiga orang lawan yang tidak boleh dipandang ringan, Pangeran Gulam Sing mengeluarkan
bentakan nyaring, bentakan yang mengandung kekuatan sihir dan tiga orang lawan itu tergetar
seperti kehilangan tenaga dan di lain saat, kaki Pangeran Nepal itu sudah merobohkan
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
425 Nyonya Gak dengan tedangannya yang mengenai paha. Goloknya menyambar ke arah Gak
Ciang Hun yang masih sempat melempar diri ke belakang sehingga serangan itu luput, dan
tangan kiri pangeran Nepal itu mencengkeram ke arah kepala Sian Li! Gadis ini terkejut. Tadi
ketika Pangeran Nepal itu mengeluarkan bentakan, ia pun tergetar dan seperti kehilangan
tenaga sehingga tusukan sulingnya gagal, dan kini tiba-tiba lengan yang panjang itu telah
terjulur cepat dan tangan yang besar itu sudah mencengkeram ke arah kepalanya!
Sian Li cepat miringkan kepala mengelak, dan tangan itu terus menyambar dan
mencengkeram ke arah pundak kirinya dan terdengar pangeran itu tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha,Nona merah, akhirnya engkau jatuh juga ke tanganku....eh....!" Dia terkejut karena
tiba-tiba saja cengkeraman tangannya itu tertolak ke belakang oleh tenaga dahsyat dari sinar
emas yang menyambar ke arah tangannya itu.
Dia cepat meloncat ke belakang dan ketika dia mengangkat muka,dia melihat bahwa di situ
telah berdiri seorang laki-laki yang usianya sudah lima puluh tahun lebih, berpakaian
sederhana. Melihat pria ini sama sekali tidak mengesankan, akan tetapi sepasang matanya
mencorong penuh wibawa. Pria itu memandang kepada Sian Li yang tadi terkejut dan juga
lega bahwa ada orang yang menyelamatkannya dan terdengar dia berkata, "Nona, biarlah aku
yang menghadapi orang Nepal ini."
Pangeran Gulam Sing yang menjadi marah tidak memberi kesempatan kepada lawan yang
tangguh itu untuk banyak bicara. Dengan geram dia sudah mengeluarkan bentakan nyaring
disertai kekuatan sihirnya sambil menggerakkan golok melengkung untuk menyerang. Akan
tetapi pria itu bersikap tenang saja, agaknya sama sekali tidak terpengaruh oleh bentakan itu
dan dia sudah mencabut kembali sebatang suling dari ikat pinggangnya. Suling itu terbuat dari
kayu, akan tetapi mengkilap sepeti emas, dan ketika dia gerakkan, maka terdengar suara
melengking seolah suling itu ditiup orang. Dan golok melengkung itu tertolak keras ketika
bertemu suling, membuat Pangeran Gulam Sing menjadi terkejut. Dia pun mengamuk dan
menyerang membabi buta, dilayani oleh pria yang sederhana itu.
Sian Li, Nyonya Gak,dan Ciang Hun memandang kagum. Terutama sekali Sian Li yang kini
melongo dan terheran-heran. Ia dapat melihat dengan jelas bahwa suling itu dimainkan oleh
Si Pria tiada bedanya sama sekali dengan permainannya sendiri, itulah Liong-siauw-kiam-sut
(ilmu Pedang Suling Naga)! Dimainkan dengan perlahan saja, akan tetapi anehnya, golok
melengkung itu sama sekali tidak mampu banyak berlagak lagi setelah berhadapan dengan
permainan suling pria itu! Sian Li teringat akan neneknya, yaitu Kam Bi Eng, istri kakek
Suma Ceng Liong. Seperti itulah kalau Nenek Kam Bi Eng memainkan sulingnya! Dan
biarpun ia sendiri telah digembleng nenek itu dan telah menguasai Liong-siauw-kiam-sut,
namun tentu saja tingkatnya masih jauh. Mungkin ia telah menguasai gerakannya, namun
"isinya" belum matang sehingga sehingga tenaga yang dikandung dalam gerakannya masih
belum begitu kuat.
Akan tetapi, Sian Li tak sempat banyak melamun kaarena seperti juga Ciang Hun dan ibunya,
ia sudah harus berkelahi lagi dengan anak buah Pangeran Gulam Sing, yatu orang-orang
Nepal yang juga terpaksa harus menggerakkan senjata menyambut para penyerbu. Terjadilah
pertempuran hebat di malam itu.
Pria yang baru tiba itu memang hebat. Pangeran Gulam Sing yang gagah perkasa itu pun
tidak mampu menandinginya. Belum juga lima puluh jurus, setelah Pangeran Nepal itu
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
426 mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya, dia sudah terdesak dan terhimpit oleh
gulungan sinar suling di tangan orang itu. Maklum bahwa dia tidak akan mampu
mengalahkan lawan ini, tiba-tiba Pangeran Gulam Sing mengeluarkan teriakan nyaring dan
kakinya yang panjang dan besar itu melakukan tendangan-tendangannya yang ampuh sekali.
Kedua kaki itu bertubi-tubi melakukan tendangan, menyambar dari bawah ke atas, dari kanan
kiri dan mendatangkan angin yang menyambar-nyambar.
Namun, lawannya agaknya tidak menjadi terkejut melihat ilmu tendangan yang amat dahsyat
itu. Tubuhnya mencelat ke atas dan setelah berjungkir balik, dia pun meluncur turun dan
didahului oleh sinar sulingnya, menyambut tendangan kaki Gulam Sing!
"Tukk! Tukk!" Gulam Sing terjengkang, kedua kakinya roboh. Saat itu dipergunakan oleh
Sian Li yang sejak tadi mengamati jalannya perkelahian itu sambil menjaga diri dari serangan
anak buah Gulam Sing, untuk meloncat ke dekat Gulam Sing. Sulingnya menyambar dan
sebelum Pangeran Nepal itu sempat mengelak, suling di tangan Sian Li telah menotok
tengkuknya dari samping dan pangeran Nepal itu pun terkulai.
"Awaaas....!" Pria itu cepat menyambar lengan Sian Li dan ditariknya. Untung dia bertindak
cepat karena saat itu, dalam keadaan sekarat Gulam Sing masih mampu melontarkan
goloknya ke arah Sian Li. Demikian kuat dan cepatnya lemparan golok itu sehingga andaikata
Sian Li tidak ditarik orang tadi, tentu dara ini akan menjadi korban sambaran golok. Melihat
robohnya Gulam Sing. Anak buahnya menjadi panik dan mereka lari cerai berai, disambut
oleh pasukan Tibet.
"Gak-twako dan Bibi, mari kita bantu Han-ko!" kata Sian Li dan ia pun menghadapi pria itu
sambil memberi hormat."Paman yang gagah perkasa, terima kasih atas pertolonganmu. Kalau
Paman suka, kami harap Paman suka membantu kami sampai selesai!"
"Pria itu tersenyum. "Aku hanya kebetulan lewat dan mendengar keributan disini, aku datang
dan melihat engkau tadi terancam, Nona. Mari, aku ikut di belakang kalian."
Sian Li, Ciang Hun, Nyonya Gak dan diikuti pria itu lalu mencari Yo Han. Sementara itu, Yo
Han yang tadi bertanding melawan Lulung Lama, tidak menggunakan waktu terlalu lama.
Biarpun Lulung Lama dibantu oleh Pek-lian Sam-li namun Yo HaN dapat mendesak mereka
dengan gerakan yang aneh. Dia menggunakan ilmu Bu-kek-hoat-keng dan begitu empat orang
lawannya menyerangnya, mereka itu bahkan terjengkang sendiri. Makin hebat mereka
menyerang, semakin kuat pula mereka tertolak dan terbanting! Memang ilmu yang diwarisi
oleh Yo Han dari mendiang Kekek Ciu Lam Hok ini merupakan ilmu yang luar biasa. Ilmu ini
dapat menghimpun tenaga sakti yang mengandung daya tolak luar biasa sehingga setiap orang
penyerang apalagi kalau hatinya dibakar kebencian dan kemarahan, tentu akan terpukul
sendiri oleh serangannya yang membalik.
Pada saat itu, para pendeta Lama telah berdatangan dan melihat Lulung Lama terjengkang
berkali-kali setiap menyerang Yo Han, para pendeta Lama itu lalu menubruk dan meringkus
pemberontak itu. Akan tetapi terhadap Pek-lian Sam-li, baru pendeta Lama dan pasukan tidak
memberi ampun. Tiga orang wanita ini dikeroyok dan di bawah hujan senjata, mereka pun
tewas. Demikian pula dua orang pembantu Gulam Sing, yaitu Badhu dan Sagha, juga para
tosu Pek-lian-lauw yang menjadi kawan-kawan Pek-lian Sam-li semua tewas.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
427 Ketika Yo Han melihat Sian Li, Ciang Hun dan Nyonya Gak, juga seorang pria sederhana
datang hendak membantunya, dia yang sedang meneriaki para orang kang-ouw untuk
menghentikan pertempuran, segera berkata kepada mereka. "Mari kita tinggalkan tempat ini.
Kita tidak perlu mencampuri pertempuran antara pasukan Tibet yang menangkapi para
pemberontak."
Orang-orang kang-ouw itu lalu meninggalkan tempat itu, lari cerai berai setelah mendengar
perintah dari Sin-ciang Tai-hiap yang mereka taati. Adapun Sian Li, Ciang Hun dan ibunya,
juga pria itu, segera mengikuti Yo Han melarikan diri keluar dari kancah ertempuran itu dan
mereka menuruni bukit itu. Setelah mereka tiba di kaki bukit, malam mulai berganti pagi dan
mereka berhenti di tempat sunyi untuk istirahat.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Sian Li untuk sekali lagi menghaturkan terima kasih
kepada pria yang telah menolongnya. "Paman, terima kasih atas bantuan Paman. Kalau tidak
ada Paman, mungkin aku telah menjadi korban golok Pangeran Gulam Sing yang lihai." Ia
mengamati wajah pria itu dengan kagum dan heran sekali, permainan senjata suling dari
Paman itu sedemikian hebatnya, padahal gerakannya serupa benar dengan permainanku.
Kalau boleh aku mengetahui, siapa nama Paman yang terhormat?"
Tiba-tiba Nyonya Gak berkata, "Sian Li, apakah engkau tidak pernah mendengar tentang
pendekar sakti yang berjuluk Suling Naga" Aku berani bertaruh bahwa kita semua kini
berhadapan dengan pendekar Suling Naga yang bernama Sim Houw. Benarkah dugaanku itu,
saudara yang gagah perkasa?"
Mendengar itu, pria yang sederhana itu lalu mengangkat ke dua tangan depan dada memberi
hormat kepada Souw Hui Lian atau Nyonya Gak. "Toanio mempunyai penglihatan tajam dan
pandangan luas. Saya yang rendah memang bernama Sim Houw. Kalau boleh saya mengenal,
siapakah Toanio dan siapa pula orang-orang muda yang gagah perkasa ini?"
Mendengar bahwa pria itu bernama Sim Houw yang berjuluk Pendekar Suling Naga, Sian Li
mengeluarkan seruan girang dan cepat ia lalu memberi hormat. "Aihhh, kiranya Locianpwe
yang nama besarnya sudah sering kudengar dari Bibi Nenek Kam Bi Eng!"
Kini Sim Houw tersenyum lebar. "Aha, kiranya engkau menguasai Liong-siauw-kiam-sut
dari Sumoi Kam Bi Eng! Nona baju merah, siapakah engkau dan siapa pula orang tuamu?"
Sim Houw memandang dengan wajah berseri karena hatinya girang bukan main.
"Locianpwe, kita semua berada diantara orang sendiri. Mungkin Locianpwe tidak mengenal
Ayahku. Ayahku bernama Tan Sin Hong....!"
"Ayahnya berjuluk Pek-ho-eng (Pendekar Bangau Putih), murid Istana Gurun Pasir!" kata
nyonya Gak gembira.
"Hebat!" Sim Houw berseru girang, "Kiranya ayahmu pendekar yang namanya terkenal itu.
Sungguh girang sekali aku dapat bertemu denganmu, Nona baju merah!"
"Locianpwe, namaku Sian Li. Tan Sian Li. Adapun ibuku bernama Kao Hong Li...."
"She Kao...." Apa hubungannya dengan bekas Panglima Kao Cin Liong di Pao-teng?"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
428 "Dia adalah Kakekku!" Sian Li berseru gembira.
Sim Houw tertawa bergelak, bukan main girang rasa hatinya. Tiba-tiba dia mengambil
sulingnya dan meniup suling kayu berbentuk naga itu dan terdengarlah suara suling yang
melengking-lengking, merdu dan halus, akan tetapi mengandung getaran yang amat kuat
sehingga menimbulkan gelombang suara yang mencapai tempat jauh. Dan tiba-tiba terdengar
suara suling yang lebih lembut dan melengking tinggi, walaupun tidak sekuat suara suling
yang ditiup oleh Sim Houw, namun cukup jelas terdengar dari tempat itu. Suara suling yang
menjawab itu dengan cepat terdengar semakin dekat dan tak lama kemudian, muncullah
seorang wanita cantik. Wanita itu berusia empat puluh tahun, namun nampak manis dan jauh
lebih muda, matanya membayangkan kelincahan dan kejenakaan, juga kecerdikan.
"Aih, aku sudah mulai tidak sabar menunggumu dan disini ternyata terdapat banyak orang.
Siapakah mereka ini?" tanya wanita itu sambil memandang kepada semua orang satu demi
satu. "Lihatlah, Nona baju merah ini adalah puteri dari Pendekar Bangau Putih, dan ibunya adalah
puteri bekas panglima Cin Liong. Juga, ia telah menguasai Liong-siauw-kiam-sut yang
dipelajarinya dari Sumoi Kam Bi Eng. Hebat tidak?" kata Sim Houw kepada wanita itu yang
bukan lain adalah isterinya yang bernama Can Bi Lan.
Can Bi Lan yang berwatak jenaka dan gembira itu segera maju dan memegang lengan Sian
Li. "Aih, betapa gagahnya kau! Siapa namamu, Nona merah?"
Gembira sekali hati Sian Li bertemu dengan suami isteri yang namanya pernah ia dengar
dari Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng itu. "Bibi yang gagah dan cantik. Namaku Tan Sian
Li dan orang memberi julukan kepadaku Si Bangau Merah!"
"Si Bangau Merah" Puteri Pendekar Banagu Putih" Heh-heh, sungguh tepat sekali, Sian Li,
siapakah orang-orang yang lain ini" Perkenalkan mereka kepadaku."
"Aku sendiri pun belum sempat berkenalan dengan yang lain," kata Sim Houw kepada
isterinya. Pertama-tama saya harap Toanio suka memperkenalkan diri. Agaknya Toanio
mengenal keadaan keluarga kami, akan tetapi kami tidak tahu siapa Toanio."
"Kukira Paman dan Bibi tentu mengenal Bibi Gak. Suaminya adalah mendiang Beng-san
Sian-eng. Dan ini adalah puteranya Gak Ciang Hun."
"Aih, kiranya isterinya sepasang Locianpwe kembar, Sepasang Garuda dari Beng-san?" seru
Sim Houw, "Maafkan kalau kami bersikap kurang hormat." Juga Can Bi Lan memberi hormat
kepada Nyonya Gak yang cepat membalas penghormatan itu, diturut oleh puteranya.
"Dan siapakah pemuda ini" Sepintas lalu tadi aku melihat betapa hebatnya dia ketika
melawan pengeroyokan lawan yang lihai. Aku yakin dia ini pun bukan orang sembarangan!"
kata Sim Houw sambil memandang kepada Yo Han yag sejak tadi diam saja. Akan tetapi
diam-diam Yo Han mengamati wajah Can Bi Lan. Pernah dia mendengar cerita mendiang
ibunya ketika dia masih kecil tentang seorang Sumoi dari ibunya yang berjuluk Siauw Kwi
(Setan Cilik). Mendiang ibunya sendiri pernah manjadi seorang tokoh sesat berjuluk Bi Kwi
(Setan Cantik), dan Sumoi dari ibunya itu kalau tidak salah ingat bernama Can Bi Lan.
Wanita ini adalah Sumoi dari mendiang ibunya!
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
429 Sian Li yang merasa bangga dan suka pamer segera memperkenalkan Yo Han "Pernahkah
Paman dan Bibi dalam perantauan kalian mendengar nama besar Sin-ciang Tai-hiap di daerah
ini" Nah, inilah orangnya. Namanya Yo Han!"
"Tentu saja kami pernah mendengarnya!" kata Can Bi Lan kagum. "Seorang pendekar yang
tidak pernah membunuh, seorang pendekar budiman yang menalukkan orang-orang jahat dan
menyadarkan mereka. Masih begini muda" Sungguh tak kusangka!"
"Sin-ciang Tai-hiap, engkau masih begini muda sudah membuat nama besar. Tentu gurumu
seorang yang sakti dan terkenal sekali!" kata Sim Houw.
"Dan ayah ibumu tentu juga tokoh-tokoh dunia persilatan!" sambung Can Bi Lan.
Yo Han memberi hormat kepada suami isteri itu dan kemudian berkata kepada Can Bi Lan,
"Bibi Guru, teecu Yo Han menghaturkan hormat. Mendiang Ibu adalah Ciong Siu Kwi...."
"Aihhh....!" Bi Lan berseru dan matanya terbelalak memandang kepada pemuda suci itu.
"Suci...." Aku mendengar bahwa Suci menikah dengan seorang pemuda sederhana she Yo....
dan mereka tewas sebagai orang-orang gagah di tangan para pemberontak. Kiranya engkau ....
ah, engkau keponakanku....!" Bi Lan maju dan memegang kedua tangan pemuda itu, penuh
rasa kagum dan juga bangga. "Sukurlah, akhirnya Suci meninggalkan seorang keturunan yang
begini gagah perkasa dan berjiwa pendekar! Aku ikut merasa bangga, Yo Han!"
Rombongan itu lalu duduk di atas akar dan batu, bercakap-cakap dengan gembira, saling
menceritakan pengalaman masing-masing. Karena mereka adalah orang-orang segolongan,
bahkan diantara mereka masih ada hubungan, baik kekeluargaan maupun perguruan, maka
tentu saja suasana menjadi akrab sekali. Nyonya Gak atau Souw Hui Lin menceritakan betapa
kedua orang suaminya, Si kembar Gak jit Kong dan Gak Goat Kong yang dikenal dengan
julukan Beng-san Sian-eng, telah meninggal dunia dan ia hidup berdua dengan putera
tunggalnya yaitu Gak Ciang Hun yang ini sudah berusia dua puluh delapan tahun.
"Pertemuan dengan kalian semua membuat aku terkenang kembali ke kampung halaman,"
kata Nyonya Gak sambil menghela mapas panjang. "Semenjak kematian suamiku, aku
mengajak Ciang Hun merantau, karena aku merasa hidupku kosong. Ternyata aku hanya
mengejar bayangan belaka. Kelahiran dan kematian merupakan kodrat Tuhan yang tidak
dapat dimengerti oleh kita. Kita hanya menerima dan menjalani saja, tidak kuasa mengatur,
maka kematian merupakan hal wajar yang tidak perlu disedihkan terus menerus. Aku sudah
mengambil keputusan untuk pulang ke Beng-san."
Gak Ciang Hun memandang kepada ibunya dengan mata bersinar dan wajah berseri. Selama
ini dia menghibur hati ibunya yang menjadi berduka sekali karena kematian kedua orang
ayahnya, namun betapa pun dia membujuk, ibunya tidak mau kembali ke Beng-san yang
katanya hanya akan membuat ia berduka dan teringat kepada ayah-ayahnya. Akan tetapi
sekarang, ibunya sudah menyadari dan bahkan ingin kembali. Tentu saja Ciang Hun menjadi
girang bukan main. Kalau ibunya sudah mau kembali ke Beng-san, tentu dia dapat
memikirkan untuk berumah tangga, tidak seperti sekarang ini, selama hampir dua tahun hanya
merantau ke sana sini tanpa tempat tinggal yang tetap.
"Bagaimana dengan engkau, Sian Li?" tanya Can Bi Lan kepada gadis itu.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
430 Sian Li bercerita tentang pengalamannya, betapa ia bersama mendiang Sian Lun yang
menjadi suhengnya meninggalkan rumah Suma Ceng Liong untuk pergi berkunjung ke
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bhutan bersama Suma Ciang Bun dan Gangga Dewi. Betapa kemudian ia dan suhengnya
bertemu dengan Lulung Lama sehingga mengalami banyak hal yang hebat.
"Dan di mana sekarang suhengmu itu?" tanya Sim Houw.
Sian Li mengerutkan alisnya dan memandang kepada Yo Han. Berat rasa hatinya untuk
menceritakan penyelewengan yang dilakukan suhengnya itu, apalagi mengingat bahwa dalam
saat terakhir hidupnya, Sian Lun telah menyadari kesesatannya dan bahkan mengorbankan
nyawa untuknya. Melihat gadis itu memandang kepadanya seperti orang minta bantuan, Yo
Han lalu menjawab untuknya.
"Sayang sekali, dalam pertentangan menghadapi persekutuan pemberontak itu, Liem Sian
Lun telah tewas di tangan para pimpinan penjahat yang lihai."
Gak Ciang Hun dan ibunya menunduk. Mereka dapat menduga bahwa suheng dari Si Bangau
Merah itu telah menyeleweng, namun mereka tidak ingin mencampuri urusan itu dan diam
saja. Sim Houw menghela napas panjang. "Memang demikianlah resiko menjadi seorang pendekar
yang membela kebenaran dan keadilan. Kalau pihak penjahat lebih kuat, mungkin saja
seorang pendekar akan mengorbankan nyawanya, mati muda. Akan tetapi kematian seperti itu
tidaklah sia-sia, karena dia mati dalam membela kebenaran, dia seorang pahlawan
kemanusiaan."
"Lalu sekarang engkau hendak pergi ke mana Sian Li?" tanya Can Bi Lan yang kelihatan
amat sayang kepada gadis berpakaian merah itu.
"Aku ingin segera pulang ke rumah Paman Suma Ceng Liong, Bibi, karena sudah lama
meninggalkan dusun Hong-cun. Ayah dan Ibu tentu akan merasa khawatir kalau mereka
datang menjemputku dan aku belum pulang. Dan Han-ko akan ikut denganku karena dia pun
sudah merasa rindu kepada Ayah Ibuku."
Mereka semua memandang kepada Yo Han dan pemuda ini mengangguk membenarkan.
"Kasihan kalau adik Sian Li harus pulang seorang diri, padahal ketika pergi ia bersama
mendiang suhengnya. Selain itu, saya ingin bertemu dengan ayah ibunya, yaitu guru-guru
saya yang pertama."
"Paman dan Bibi sendiri hendak pergi ke manakah?" Sian Li bertanya kepada suami isteri
itu. Dan mereka semua merasa heran karena pertanyaan itu agaknya membuat suami isteri itu
seperti termenung, bahkan ada bayangan kesedihan meliputi wajah mereka.
Akan tetapi Can Bi Lan memiliki dasar watak yang lincah dan gembira, maka ia tidak
membiarkan wajahnya muram terlalu lama. Segera ia tersenyum lagi dan setelah menghela
napas panjang, ia lalu berkata, "Biarlah kami ceritakan keadaan kami karena kalian bukan
orang luar, melainkan masih terhitung anggauta keluarga sendiri. Mungkin kalian sudah
mendengar tentang nama kami, akan tetapi tentu merasa heran mengapa selama ini kami
berdua tidak pernah memperlihatkan diri, bahkan seperti mengasingkan diri dari dunia
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
431 persilatan. Sesunguhnya ada musibah besar menimpa keluarga kami. Terjadinya kurang lebih
dua puluh tahun lalu. Ketika itu, anak tunggal kami, seorang anak perempuan yang baru
berusia tiga tahun, telah lenyap dari rumah kami."
"Ahhh....!" Mereka yang mendengarkan cerita itu berseru kaget. "Apakah sampai sekarang
belum juga dapat ditemukan, Bibi?" tanya Sian Li.
Can Bi Lan menggeleng kepala sambil menghela napas.
"Adik Bi Lan, bagaimana mungkin peristiwa seperti itu dapat menimpa suami isteri yang
sakti seperti kalian" Apa yang telah terjadi dengan puterimu?" tanya Nyonya Gak dengan
terkejut, penasaran dan heran. Sukar membayangkan ada orang berani menculik puteri dari
suami isteri Pendekar Suling Naga!
Bi Lan kembal menghela napas. "Ketika itu, anak kami Sim Hui Eng yang baru berusia tiga
tahun diasuh oleh seorang pelayan di taman belakang rumah dan tiba-tiba kami mendengar
jeritan pelayan kami di taman belakang. Kami cepat lari ke sana dan mendapatkan pelayan
kami telah tewas tanpa luka. Setelah kami memeriksa dengan teliti, ternyata ia telah tewas
oleh tepukan pada ubun-ubun kepalanya yang merusak isi kepala tanpa menimbulkan luka,
dan anak kami lenyap tanpa bekas. Di atas tanah terdapat tulisan yang mungkin sudah ditulis
lebih dahulu, yang menyatakan bahwa kalau kami melakukan pengejaran, anak kami akan
dibunuhnya seperti orang itu membunuh pelayan kami." Bi Lan menghentikan ceritanya dan
memejamkan mata, agaknya masih ngeri membayangkan apa yang terjadi pada diri anaknya.
"Terkutuk! Bibi, siapakah pelaku yang jahat itu?" Gak Ciang Hun berseru marah.
Kini Sim Houw yang menjawab, suaranya tetap tenang walaupun terdengar jelas bahwa
pendekar ini pun menahan kesedihan hatinya. "Kami sampai sekarang belum dapat menduga
siapa pelakunya. Kami berdua dengan sangat hati-hati melakukan pencarian, takut kalau
ancamannya itu dilaksanakan penculik itu. Namun, ternyata orang itu memang lihai bukan
main karena sampai sekarang, dua puluh tahun telah lewat dan kami berdua belum juga
berhasil menemukan Hui Eng. Kami tidak tahu pria atau wanita yang menculik anak kami itu,
apa lagi namanya. Semua masih gelap bagi kami. Namun kami menduga bahwa perbuatan ini
tentu merupakan balas dendam. Di waktu muda kami banyak menentang para tokoh sesat dan
tentu mereka itu ada diantaranya yang mendendam kepada kami. Akan tetapi karena banyak
sekali tokoh sesat yang pernah kami tentang, kami tidak tahu benar siapa penculik itu. Kami
sudah menyelidiki di seluruh penjuru, sampai ke tempat ini, namun tidak pernah berhasil."
Suami isteri itu menunduk dan jelas bahwa mereka menderita tekanan batin yang amat hebat.
"Luar biasa!" Sian Li berseru. "Kenapa sama benar dengan yang telah terjadi padaku?"
Paman dan Bibi, ketika aku masih kecil, berusia empat tahun, aku pun diculik orang dari
taman! Akan tetapi untung ada Han-ko ini, kalau tidak, mungkin nasibku sama dengan puteri
Paman dan Bibi, sampai sekarang tidak dapat bertemu lagi dengan orang tuaku!"
Sim Houw dan Bi Lan memandang kaget dan heran. "Siapa yang menculikmu ketika itu?"
tanya mereka hampir berbareng karena tentu saja mereka merasa tertarik mendengar
terjadinya peristiwa yang serupa dengan apa yang terjadi pada diri anak mereka.
"Yang menculik aku adalah Ang I Moli Tee Kui Cu, puteri dari mendiang Tee Kok dari
Yunan, ketua Ang I Mo-pang. Akan tetapi Ang I Moli juga menjadi tokoh Pek-lian-kauw dan
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
432 sekarang ia telah mati dihukum pemerintah karena bersekutu dengan pemberontak. Nah,
ketika aku diculik, Han-koko masih tinggal bersama orang tuaku dan dia inilah yang
membebaskan aku dari tangan Ang I Moli dengan menggantikan aku aku dengan dirinya
sendiri." "Aih, Li-moi. Kerika engkau diculik, engkau sedang bermain-main denganku, maka aku
merasa bertanggungjawab," kata Yo Han ketika semua mata memandang kepadanya dengan
kagum. Cerita Sian Li itu membuat suami isteri itu saling pandang dan berpikir. "Hemmm, kami kira
memang ada persamaannya. Tentu penculik itu juga mendendam kepada orang tuamu," kata
Sim Houw. "Akan tetapi, kami tidak berhasil menemukan kembali anak kami, padahal kini ia
tentu telah berusia dua puluh tiga tahun dan kami tidak tahu apa yang telah terjadi
dengannya."
"Yang membuat hatiku terasa hancur kalau membayangkan adalah keadaannya yang tidak
menentu itu. Kami akan merasa lebih bersedih kalau ia sampai dibawa sesat oleh penculiknya,
lebih sedih daripada kalau andaikata ia sudah terbunuh," kata Bi Lan dan nyonya ini nampak
berduka sekali.
Yo Han yang sejak tadi mendengarkan merasa iba sekali. "Maaf, Paman dan Bibi, peristiwa
itu telah berlalu selama dua puluh tahun. Kini puteri Jiwi (Kalian) tentu sudah merupakan
seorang gadis dewasa berusia dua puluh tiga tahun. Namanya pun mungkin sudah diganti
nama baru oleh penculiknya. Bagaimana Paman dan Bibi akan dapat mengenalnya andaikata
bertemu dengannya, apalagi kalau ia menggunakan nama baru?"
Bi Lan memandang kepada pemuda itu. "Kami pun sudah berpikir demikian. Nama memang
bisa saja diganti, akan tetapi ada dua buah tanda pada tubuh anak kami itu yang tidak
mungkin dipunya oleh anak lain. Di pundak kirinya terdapat sebuah tahi lalat hitam yang jelas
dan di telapak kaki kanannya terdapat tanda noda merah sebesar ibu jari kaki. Dengan adanya
dua tanda itu, kami tentu akan dapat mengenal anak kami."
Tanpa mengelurkan sepatah pun kata Yo Han mencatat semua itu di dalam hatinya. Dia akan
merasa berbahagia sekali kalau dapat menemukan Sim Hui Eng untuk suami isteri yang sudah
menderita duka selama dua puluh tahun itu.
Tak lama kemudian, mereka terpecah menjadi tiga rombongan. Sim Houw dan Can Bi Lan
meninggalkan tempat itu, untuk kembali ke Lok-yang, tempat tinggal mereka, karena sudah
terlalu lama mereka meningalkan rumah dalam perantauan mereka mencari anak mereka dan
juga untuk menghibur diri. Nyonya Gak dan puteranya, Gak Ciang Hun, juga pergi kembali
ke Beng-san di mana mereka masih mempunyai sebuah rumah peninggalan Beng-san Siang-
eng yang makamnya juga berada di puncak gunung itu. Adapun Sian Li diantar Yo Han
melakukan perjalanan pulang ke dusun Hong-cun di luar kota Cin-an.
*** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
433 Sore itu, seperti yang mereka lakukan selama beberapa hari ini, Suma Ceng Liong dan
isterinya, Kam Bi Eng, duduk di serambi luar dan bercakap-cakap, sambil kadang-kadang
mereka melayangkan pandang mata ke jalan di depan rumah mereka. Mereka setiap hari
menanti dengan hati mengharap-harap kembalinya murid-murid mereka, yaitu Liem Sian Lun
dan Tan Sian Li.
"Kenapa mereka belum juga pulang?" gumam Suma Ceng Liong. "Dalam waktu sebulan
lagi, tahun baru tiba dan tentu Sin Hong dan Hong Li akan datang berkunjung untuk
menjemput puteri mereka. Sungguh tidak enak kalau mereka datang, Sian Li belum juga
pulang." "Kenapa mesti merasa tidak enak?" bantah isterinya. "Sian Li bukan pergi sendiri, melainkan
diajak oleh Kakak Suma Ciang Bun dan Gangga Dewi. Pula, ada Sian Lun yng menemaninya
agar ia tidak pulang seorang diri. Andaikata mereka terlambat dan ayah ibu Sian Li yang
datang lebih dahulu, mereka tentu akan dapat mengerti."
"Engkau benar. Sin Hong dan Hong Li adalah orang-orang bijaksana. Buktinya biarpun
mereka berdua sendiri memiliki kepandaian tinggi, mereka tidak menolak permintaan kita
untuk mendidik anak mereka selama lima tahun. Bahkan sebelum anak dan mantu kita datang,
aku akan minta bantuan mereka untuk menyusun daftar nama dari mereka yang hendak
kuundang dalam perayaan ulang tahun ke enam puluh yang akan kupergunakan untuk suatu
pertemuan besar berikut keluarga mereka semua."
Isterinya memandang dengan wajah berseri. "Jadikah rencanamu untuk mengumpulkan
demikian banyaknya keluarga dari tiga perguruan besar itu?"
"Kenapa tidak" Kalau tidak dikumpulkan agar mereka saling berkenalan, tentu anak cucu
mereka tidak akan saling mengenal dan hubungan baik antara ketiga keluarga besar itu akan
terputus. Sayang sekali, bukan" Sejak dahulu, nama besar dari keluarga Istana Pulau Es,
keluarga Istana Gurun Pasir, dan keluarga Lembah Gunung Naga telah dikenal diseluruh
dunia persilatan. Kini keturunan mereka cerai berai, padahal diantara ketiga perguruan besar
itu telah terjalin hubungan kekeluargaan yang amat erat."
Isterinya mengangguk setuju. Mereka sendiri adalah gabungan dari dua keluarga besar. Suma
Ceng Liong adalah cucu dalam dari Pendekar Pulau Es, putera dari Pendekar Siluman Kecil.
Sedangan Kam Bi Eng adalah puteri dari Kam Hong Si Pendekar Suling Emas dan Bu Ci Sian
yang terhitung murid ayah mertuanya pula.
"Pasti akan menggembirakan sekali dan merupakan peristiwa besar kalau cita-citamu itu
sampai terlaksana, " katanya.
"Kenapa tidak?" Tentu Suma Lian dan suaminya, Gu Hong Beng, sudah menerima suratku
dan tak lama lagi mereka tentu akan tiba di sini. Hubungan kekeluargaan harus diperbaiki,
tidak seperti sekarang ini. Bertahun-tahun di antara keluarga tidak sempat bertemu karena
terpisah jauh. Ingat saja kematian ayahmu. Sampai-sampai kita sendiri tidak mengetahui!
Orang tentu akan menganggap aku seorang mantu yang sama sekali tidak berbakti, ayah
mertua meninggal sampai dikebumikan tidak tahu sama sekali.
Isterinya menyentuh lengan suaminya. "Sudahlah, tidak perlu lagi disesalkan hal itu. Ibu
sendiri mengatakan bahwa memang sengaja Ibu tidak mengabarkan tentang kematian Ayah,
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
434 sesuai dengan pesan terakhir dari Ayah. Dan aku mengenal watak Ayah. Dahulu Ayah
seringkali bicara tentang kematian sebagai perjalanan pulang kampung! Ayah tidak setuju
kalau orang meninggal ditangisi dan dikabungi, yang dikatakan semua itu hanya upacara
pura-pura dan palsu belaka. Sepatutnya keluarga bersukur kalau ada orang yang dikasihinya
"pulang kampung" karena terbebas dari siksa dunia. "Yah, Ayah memang aneh dan kukira
setiap orang berilmu tinggi di dalam ini mempunyai keanehan masing-masing yang tidak
mereka sadari bahwa mereka berbeda dengan orang-orang awam."
"Engkau benar, isteriku. Aku tidak menyesali peristiwa itu, hanya alangkah baiknya kalau
sebelum mati, kita selalu memiliki hubungan yang akrab dengan keluarga besar kita."
Percakapan mereka terhenti seketika karena karena pada saat itu terdengar derap kaki dua
ekor kuda menuju ke rumah itu. Ketika nampak dua ekor yang ditunggangi Tan Sin Hong dan
Kao Hong Li, suami itu cepat bangkit berdiri dengan wajah berseri. Mereka memang sedang
menanti-nanti kedatangan mereka. Setiap tahun sekali, sejak Sian Li berada di situ, Sin Hong
dan Hong Li pasti datang berkunjung, yaitu menjelang hari raya sin-cia (tahun baru), dan
kunjungan mereka sekali ini adalah untuk menjemput kembali puteri mereka yag sudah tiba
waktunya untuk pulang setelah berada di bawah bimbingan kakek dan nenek itu selama lima
tahun. Tan Sin Hong yang kini sudah berusia empat puluh tahun itu masih nampak gagah dengan
pakaian yang sederhana berwarna serba putih, yang membuat dia dijuluki Pendekar Bangau
Putih di dunia persilatan. Sedangkan isterinya, Kao Hong Li yang berusia tiga puluh sembilan
tahun itu masih nampak muda, cantik, lincah dan gagah. Dengan sigapnya mereka berdua
meloncat turun dari atas punggung kuda, dan dua orang pelayan yang mengenal kewajiban
dan mengenal pula dua orang tamu itu sudah berlari-lari menyambut dan mereka segera
mengurus dua ekor kuda itu.
Sin Hong dan Hong Li cepat maju memberi hormat kepada tuan dan nyonya rumah, yang
disambut dengan ramah dan gembira. "Aha, kami memang sudah menanti-nanti kalian!" kata
Suma Ceng Liong sambil membalas penghormatan mereka. "Mari silakan duduk di dalam."
"Harap kalian jangan kecewa, Sian Li tidak turut menyambut karena ia masih belum pulang,"
kata Kam Bi Eng sambil tersenyum melihat suami isteri itu melihat-lihat ke sekeliling,
mencari-cari. "Bibi, ia pergi kemanakah?" tanya Hong Li heran.
"Duduklah dan nanti kita bicara," kata Suma Ceng Liong yang mengajak dua orang tamunya
duduk di ruangan sebelah dalam. Setelah mereka semua duduk, berceritalah kakek dan nenek
itu tentang kunjungan Suma Cian Bun dan Gangga Dewi dan betapa Sian Lun ikut kedua
orang itu berpesiar ke Bhutan."Ke Bhutan?" Kao Hong Li berseru kaget. "Akan tetapi tempat
itu jauh dan perjalanannya amat berbahaya!" juga suaminya terkejut mendengar bahwa puteri
mereka pergi ke Bhutan melalui pegunungan dan gurun yang berbahaya.
"Sian Li mendesak dan kami tidak dapat mencegahnya. Apalagi ia pergi bersama Kakak
Suma Ciang Bun dan Gangga Dewi, dan ia pun ditemani suhengnya, Liem Sian Lun. Kami
pikir, mereka berdua sudah memiliki ilmu kepandaian yang cukup dapat menjaga diri. Pula,
bukankah amat penting bagi mereka untuk meluaskan pengalaman mereka!" kata Suma Ceng
Liong. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
435 Mendengar penjelasan itu, Sin Hong dan Hong Li dapat menerimanya dan mereka pun
menjadi tenang kembali. Bagaimanapun juga, mereka berdua dahulu pun merupakan
petualang-petualang yang malang-melintang di dunia kang-ouw. Hanya pengalaman di dunia
kang-ouw saja yang membuat seseorang menjadi matang, pikir mereka dan mereka pun
menghilangkan kekhawatiran mereka.
"Akan tetapi, meurut perhitungan kami, dalam hari-hari mendatang ini ia dan Sian Lun tentu
akan segera datang, kata Kam Bi Eng.
"Kalau begitu, biarlah kami menunggu kedatangan di sini, Bibi!" kata Hong Li.
Suma Ceng Liong tersenyum. "Itulah yang kuharapkan karena aku ingin minta bantuan
kalian berdua untuk melengkapi catatan daftar keluarga yang akan kami kumpulkan pada hari
ulang tahunku yang keenam puluh. Aku ingin agar tidak ada anggauta keluarga yang terlewat.
Yang kumaksudkan dengan keluarga adalah keluarga tiga perguruan besar, yaitu keluarga
Istana Pulau Es, keluarga Istana Gurun Pasir, keluarga Lembah Gunung Naga, dan sekalian
murid-murid mereka."
Sin Hong dan Hong Li ikut gembira mendengar niat ini. Sebuah niat yang baik sekali dan
pasti pesta pertemuan yang amat menggembirakan. Membayangkan saja akan bertemu muka
dengan seluruh keluarga tiga perguruan itu sudah membuat mereka merasa tegang dan
gembira. Selama beberapa hari menanti datangnya Sian Li, dan Sian Lun, suami isteri itu membantu
Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng menyusun daftar para anggauta keluarga. Tentu saja
hanya yang mereka ingat dan kenal. Keluarga dari tiga perguruan itu telah menjadi amat luas
dan banyak sehingga untuk dapat mengetahui seluruh anggauta keluarga dengan lengkap
memakan waktu lama dan harus bertanya-tanya kepada anggauta keluarga lain.
"Kita mulai dari keluarga Istana Pulau Es," kata Suma Ceng Liong dengan sikap gembira. Di
depan empat orang itu, di atas meja, telah dipersiapkan sebuah buku daftar untuk mencatat
nama dan alamat keluarga yang akan diundang.
"Sebaiknya kita susun dari anggauta keluarga paling tua berikut keluarga masing-masing,"
usul isterinya.
"Benar sekali," kata Suma Ceng Liong sambil mengingat-ingat. "Sekarang ini anggauta
keluarga Istana Pulau Es yang paling tua tentulah Enci Suma Hui."
Hong Li mengangguk senang. "Memang agaknya Ibuku yang paling tua diantara keluarga
Suma." "Nah, kita mulai dengan nama Enci Suma Hui, dan suaminya juga kebetulan merupakan
anggauta tertua dari keluarga Istana Gurun Pasir," kata Suma Ceng Liong. "Kita mulai dengan
keluarga mereka di tempat teratas, dan tentu saja anak cucu dan para murid mereka." Dengan
bantuan isterinya dan dua orang tamunya, Suma Ceng Liong mulai menyusun daftar keluarga
yang dikirim undangan untuk pertemuan besar itu.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
436 Setelah bekerja beberapa hari lamanya, tersusunlah daftar sementara seperti berikut. Keluarga
Istana Pulau Es terdiri dari.
Suma Hui dan suaminya, Kao Cin Liong, yang tinggal di kota Pao-teng dan anak mereka Kao
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hong Li yang bersama suaminya, Tan Sin Hong tinggal di kota Ta-tung bersama puteri
mereka, Tan Sian Li.
Suma Ciang Bun bersama isterinya, Gangga Dewi kini tinggal di istana Kerajaan Bhutan,
yaitu kota raja Thim-phu. Tidak diketahui apakah keduanya mempunyai murid ataukah tidak.
KemudianSuma Ceng Liong danisterinya, Kam Bi Eng yang tinggaldi dusun Hong-cun luar
kota Cin-an, ber-samaseorangmuridmereka bernamaLiem Sian Lun. Puteri mereka, Suma
Lianbersama suaminya, Gu Hong Beng, ting-gal di kota Ping-san, di selatan Pao-tengtidak
mempunyai anak dan tidak mem-punyai murid pula.
Nyonya Gak dapat dibilang masih ke-luarga Istana Pulau Es, karena ia adalahisteri dari dua
saudara kembar Gak JitKong dan Gak Goat Kong, yaitu puteradari mendiang Gak Bun Beng
dan PuteriMilana, yaitu masih puteri Pendekar Su-per Sakti. Maka Nyonya Gak dan
putera-nya, Gak Ciang Hun, juga masuk dalam daftar undangan. Kini ibu dan anak itutinggal
di puncak Beng-san.
Adapun keluarga Istana Gurun Pasiryang tertua adalah Kao Cin Liong, sua-mi Suma Hui
yang sudah masuk urutan pertama dari daftar itu. Ayah Kao CinLiong, mendiang Kao Kok Cu
mempunyaimurid, yaitu Can Bi Lan yang kini ber-sama suaminya, Sim Houw, tinggal diLok-
yang, dan ada puteri mereka, SimHui Eng, yang kabarnya lenyap ketika berusia tiga tahun,
demikian yang dike-tahui Suma Ceng Liong. Sepanjang yang diketahuinya, Sim Houw dan
Can Bi Lanmempunyai seorang putera pertama SimHok Bu, namun anak itu meninggal
da-lam usia delapan tahun karena penyakit. Kalau pun masih ada murid-murid dari keluarga
Istana Gurun Pasir, hal itu ti-dak diketahui sama sekali oleh mereka berempat dan harus
mereka selidiki duludengan menanyakan kepada anggauta ke-luarga lain.
Keluarga lain yang mereka catat ada-lah keluarga dari Lembah Gurun Naga,atauketurunan
dari perguruan SulingEmas. Setelah Kam Hong meninggal du-nia, maka yang tertua tentu saja
adalahBu Ci Sian ibu Kam Bi Eng, nenek yang kini tinggal seorang diri di puncak
BukitNelayanmenungguimakamsuaminya.Tidak diketahui jelas siapa murid merekabahkan
Kam Bi Eng sendiri juga tidak tahu karena ibunya tdak pernah membe-ritahu. Kemudian ada
Cu Kun Tek yangbersama isterinya, Pouw Li Sian murid Gak Bun Beng, tinggal di Lembah
Gu-nung Naga sebagai pewaris keluarga Cu.Tidakdiketahui dengan pasti keadaanmereka dan
siapa saja yang masih ter-hitung muridataukeluarga perguruanSuling Emas dan Naga Siluman
ini. "Jangan dilupakan nama Yo Han," SinHong mengingatkan. "Biarpun dia puteraYo Jin dan
Ciong Siu Kwi yang tidakada sangkut pautnya dengan ketiga per-guruan, namun Yo Han
pernah menjadimurid kami berdua, dan dia bahkan per-nah kami anggap seperti anak sendiri."
Suma Ceng Liong mengangguk dandia pun mencatat nama Yo Han. Masihjauh daripada
lengkap daftar itu, hanyamerekacatatnama-namayangmereka kenal saja.
Padaharikelima,muncullah TanSian Li bersama Yo Han. Pagi hari itu,Suma Ceng Liong,
Kam Bi Eng, Tan SinHong dan Kao Hong Li sedang duduk diserambi depan. Mereka
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
437 berempat mene-ngok dan begitu melihat Sian Li, merekamelompat bangun dan memandang
denganwajah berseri.
"Ibu....! Ayah....!"SianLiberteriakbegitu melihat ayah ibunya, lalu berlarimenghampiri
mereka dan di lain saat iasudah berpelukan dengan ibunya. Merekagembira bukan main
sampai melupakanYo Han yang berdiri termangu, hatinya diliputikeharuan ketika dia melihat
TanSin Hong dan Kao Hong Li. Karena me-reka semua sedang asyik dan sibuk, diapun tidak
berani mengganggu dan hanyaberdiri di bawah, di luar serambi sambil memandang.
Setelah Sian Li memberi hormat ke-pada ayah ibunya dan kepada Suma CengLiong dan Kam
Bi Eng, barulah duaorang tua ini berseru heran, dan meman-dang kepada Yo
Han."SianLi,mana
SianLun"Dandiaitu....siapadiayangdatangbersamamu?"tanyaSumaCengLiong dengan suara
heran. Kao Hong Li yang masih merangkulputerinya jugamemandangkepadaYoHan dan bertanya,
"Sian Li,engkau da- tang bersama siapakah?"
Dalamperjalananmereka,Yo Han pernah menasihatkanSian Li untuk mela-por kepada Suma
Ceng Liong dan isteri-nya bahwa suhengnya itu tewas sebagai seorangpendekar dantidak
berceritatentang penyelewengannya. Kini Sian Li,yang tidak biasa berbohong, dengan
mukaditundukkan lalu berkata, suaranya lirih.
"Ayah Ibu, Kakek dan Nenek, denganmenyesal sekali aku harus mengabarkanbahwa Suheng
Liem Sian Lun telah.... te-was...."
Tentu saja empat orang itu terkejutmendengarini.terutamasekaliSumaCeng Liong dan Kam
Bi Eng. Mende-ngar betapa murid mereka tewas, ke-duanya saling pandang, lalu
mengamatiwajah Sian Li dan Kam Bi Eng bertanya.
"Tewas" Sian Lun.... tewas" Apa yangterjadi" Siapa yang telah berani membu-nuhnya?"
"Panjang ceritanya." SianLimengeluhkemudian ia menceritakan betapa dalamperjalanan ke
Bhutan itu mereka bertemu dengan Lulung Lama dan kemudian, keti-ka mereka pulang dari
Bhutan, merekabahkanterlibatdanbentrokdenganpersekutuanpemberontakyangterdiridari para
Lama Jubah Hitam, PangeranGulam Sing dari Nepal, para pengemisTongkatHitam,danorang-
orang Pek-lian-kauw.
"Kami terlibat dengan mereka, terja-di bentrokan, bahkan aku sendiri pernahtertawan oleh
mereka. Dan dalam per-tempuran itu, Suheng tewas di tanganPangeran Gulam Sing dari
Nepal. KamidibantuolehpasukanTibetdanpara orang kang-ouw, dan bahkan kami men-dapat
bantuan dari Bibi Gak dan putera-nya, Gak Ciang Hun. Bahkan di sana ka-mi bertemu dan
dibantuolehPaman SimHouw,Pendekar Suling Naga." Dengan panjang lebar Sian Li
menceritatkan ten-tangpertempuranyangakhirnyadapatmembasmi para pemberontak itu.
"Beberapa kali aku terancam behayamaut dan tentu aku sudah tewas pulaseperti Suheng
kalau saja tidak dibantu olehnya," katanya sebagai penutup sambilmenuding ke arah Yo Han
yang masihberdiri di luar sambil mendengarkan dan menundukkan mukanya.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
438 "SianLi, siapakah dia?" Kao HongLibertanyakepadapnterinyasambilmengamati wajah yang
menunduk itu. "Ayah dan Ibu, benarkah kalian tidak mengenalnya?" tanya Sian Li sambil ter-tawa.
Karena Sin Hong dan Hong Li kinimengamatiwajahnya,YoHansegeramenjatuhkan diri
berlutut dan memberihormat kepada mereka, berkata dengansuaraterharu."Suhudan
Subo,harapmaafkan teecu...."
"Yo Han....!" suami isteri itu berte-riak. Jadi mereka sama sekali tidak me-ngira bahwa
pemuda itu adalah Yo Hanwalaupunmerekamerasa
bahwa wajahpemudaitutidakasingbagimereka.
Kini,merekasegeramengenalnyadankeduanyacepat keluar dari serambi danSin Hong dengan
girang menarik tanganYo Han dan disuruhnya bangkit berdiri.
"Yo Han, terima kasih kepada Tuhanbahwa engkau dalam keadaan sehat danbaik!" seru Sin
Hong, wajahnya berserikarena gembira melihat pemuda itu yangpernah membuat dia merasa
prihatin se-kalikarenakepergiannya.Diakadang merasa berdosa kepada Yo Jin dan
BiKwi,ayahibu pemuda itu yang telahmempercayakan Yo Han kepadanya.
"Yo Han,engkau telah menjadi se-orangpemudadewasa!"
seruHongLiyangsebenarnyajugamerasasayangkepada murid yang pandai membawa diriini.
"Ayah, ibu, kalian tidak tahu bahwaHan-ko sekarang telah menjadi Sin-ciangTai-hiap yang
memiliki kesaktian hebat!Kalautidak ada dia,tentu aku tidakakandapatpulang hari ini!" Sian
Li me muji, wajahnya berseri dan matanya ber-sinar-sinar.
"Benarkah"
Luar biasa sekali! Bukan-kahsejakkecilengkautidaksukamem-pelajariilmusilat,YoHan?"tegurSinHong.
SumaCengLiongdan KamBiEngyang masih tertegun mendengar kematianmurid mereka,
segera mengajak merekasemua untuk masuk dan bicara di dalam.Setelah semua duduk di
ruangan da-lam, barulah Yo Han menceritakan pe-ngalamannya sejak dia dibawa pergi AngI
Moli sebagai penukaran atau tebusanatas diri Sian Li yang dibebaakan olehiblisbetinaitu.Betapa diakemudianmenyadari akan perlunya membekali diridengan ilmu
kepandaian agar dapat menegakkan kebenaran dan keadilan, mem-bela yang lemah tertindas
dan menyadar-kan mereka yang mengambil jalan sesat.
"Thian-li-pang?"kata SumaCengLiongmengingat-ingat."Seingatku,Thian-li-pang di Bukit
Naga adalah per-kumpulan parapatriot yang menentangpemerintah. Mereka terkenal gagah
per-kasadan diantara para pemimpinnyaterdapatorang-orangyang sakti. Akan
tetapi,akupernahmendengarbahwaThian-li-pang kemudian menjadi perkumpulan yang tidak
bersih namanya. Paramuridnya sukamelakukan hal-hal yang jahat, bahkan kabarnya pernah
mengadudomba perguruan-perguruansilatyangbesar seperti Siauw-lim-pai, Kun-lun-pai,-Bu-
tong-pai dan Go-bi-pai. Kabarnya per-kumpulanitu
diselewengkanolehduaorang
tokohnyayang berjuluk Ban-tokMo-ko dan Thian-te Tok-ong. Entah sam-pai di mana
kebenaran berita itu."
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
439 Sin Hong dan isterinya terkejut. "YoHan, benarkah itu" Dan engkau menjadimurid Thian-li-
pang yang tersesat itu?"tanya SinHong sambil menatap wajahpemuda itu penuh selidik.
"Apa yang diucapkan Suma Locianpwememang benar, Thian-li-pang adalah per-kumpulan
yangantipemerintah,antipenjajah, akantetapisetelahBan-tokMo-ko dan Thian-te Tok-ong yang
meme-gang pimpinan, perkumpulan itu dibawamenyelewengkejalansesat.Memangmula-mula
teecu dipaksa menjadi muriddua orang datuk itu. Akan tetapi kemu- dian teecu bertemu
dengan orang ke tigadariparadatukThian-li-
pangyangke-mudianmenjadiguruteecuyangsebenarnya.Beliaubernama
CiuLamHokdandisanabeliau
menjadi oranghukum-an yang disiksa olehdua orangsuhengnyaBan-tokMo-kodanThian-teTok-
ongitu.Kakitangannyadibuntungidanbeliaudi-hukumdidalamsumuryarigamatdalam.Teecuberh
asilbertemudanmenjadimu-ridnya.Setelehbeliau
meninggalkarenausiatua,
teecuberhasil keluar. Ban-tekMo-kodanThian-teTok-ong
saling me-nyalahkanketikamendengarakankema-tianSuhuCiuLamHokdan
merekasalingserangsendiri
sampaikeduanyatewas.TeecuyangmenerimatugasdarimendiangSuhuuntuk
meluruskankembaliThian-li-pang,
berhasilmenundukkan
danmembujukpara
pimpinandansekarangteecuyakinbahwaThian-li-pang telahkembali kejalan benar."
"CiuLamHok...."Hem,tidakpernahakumendengarnamaitu.YangterkenalhanyalahBan-tokMo-
kodanThian-teTok-ong,"kataSumaCengLiong.
"Ayah,namaHan-kosebagiSin-ciangTai-hiapdidaerahbarat
sudahsangat terkenal.Dibandingkandengandia,ke-mampuankutidakadaartinya...."
"Aih,Li-moi,harapjanganterlalu memuji.Engkaumembuatakumenjadimalu saja."
Pujian yang tiadahentinya dari SianLi membuat Tan Sin Hong dan KaoHongLi kagum,
akantetapi juga penasaran.Rasanya tidak sungkin Yo Hanmemilikikepandaian yang
melebihiSian Li. Akantetapi mereka tidak memperlihatkan pe-rasaanpenasaranini,hanyatersenyumgembira.
"Sian Li, ceritakanyang lebih jelastentangkematiansuhengmu."KamBiEng yang masih belum
dapat menghilang-kan perasaan dukanya atas kematianSianLun, tiba-tiba berkata. Suma Ceng
Liongmengangguk-anggukmembenarkanper-mintaan isterinya.
SianLimengerutkanalisnya.Berat tugas ini terasa olehnya. Ia seorangyangtidak suka
berbohong,tidak biasa membohong akan tetapi sekaliini, terpaksaia harus berbohong Yo Han
yangmenga-jarkankepadanyabahwauntukurusan
ini,amatbijaksanalahkalau
iaberbo-hong.Bagaimanapunjuga,SianLunte-lahtewas,danharusiaakuibahwadalam
saatterakhir,SianLuntelahmenebuspenyelewengannyadenganper-buatan
gagah,yaitumembelanya
sam-paimengorbankannyawa.Kalau
ia men-ceritakanpenyelewenganSianLun,halitusamasekali
tidakadamanfaatnyabahkan
tentuakanmembuatkakekdan
nenekitumerasa menyesalbukanmain.Bagaimanapunjuga,amatsukar
baginyauntukberbohongseluruhnya,makaiapun mengambil"jalantengah".
SianLimenceritakanlebihjelasse-muapengalamannyabersamaSian
Lunketikamerekaterlibatdalampertentang-andenganpersekutuan
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
440 pemberontakitu."AkudanSuhengtertawanmusuhyangselainlihaijugaamatbanyak
jumlahnya, katanya."Kemudian
merekaitu,dengan
kekuatansihirmereka,
menyihirSuhengdanmempengaruhiSuhengsehingganam-paknyaSuhengsukamembantumereka.
Apalagimerekaitumenggunakandalihperjuangan
melawanpemerintahpenjajahMancu.Akantetapi,padasaat
terakhir,Suhengdapatmembebaskandiridaripe-ngaruhsihir,kemudianSuhengmengamukdengan
gagah perkasa. Akantetapi,la-wannya,PangeranGulam
Sing dari NepalmemangtangguhbukanmainsehinggaakhirnyaSuhengrobohdantewas.Aku
sendiriterbebasdarimautkarenaadaHan-koyangmengamukdidekatkudanyangmelindungiaku."
SumaCengLiongmenghelanapaspanjang."Sudahlah,memangsudahnasib-nyamatimuda.Bagaim
anapunjuga,kitatidakperlumenyesali
kematiannya kare-na diagugursebagaiseorangpendekaryanggagahperkasa.Akubahkan
kecewatidakdapat
melawangerombolanitudisamping SianLun."
"Hemm,inginakumencobakepandai-anpangeranNepalitu!"kataKamBiEngdengangemasdan
dengankeduamataagakmarahkarenaiamenahan tan gisnya.
"Kitatidakperlu mengingat lagipa-ngeranitu karena diasudahtertangkapoleh pasukanTibetdan
sudahpastiakan dihukummati,"kataSianLi.
Setelahtinggaldisitu
selamaduahariduamalam,SinHongdanHongLilalumengajak
puteri mereka dan jugaYo Han untuk pulang ke Ta-tung. MerekaberjanjiuntukmembantuSumaCeng
Liongmenyebar undangan kepada parasanakkeluargayangakandiundangmenghadiri perayaan
ulangtahun sekalian mengadakanpertemuanbesar keluargaitu. Di sepanjangperjalanan, Sin
Hongdan Hong Li kembali minta kepada Sian Lidan Yo Hanuntuk menceritakanlagidengan
terperincisemua
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pengalamannya.Bahkan
Yo Hanjuga harus menceritakansemua
pengalamannya, yang didengarkan pula oleh Sian Likarena kepada gadisitu, sebelumnya Yo
Han hanya menceri-takan gadis besarnya saja.
*** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
Ada rasa khawatir dalam hati TanSin Hong dan Kao Hong Li ketika mere-ka melihat sikap
yang diperlihatkan SianLi terhadap Yo Han di sepanjang perja-lanan menuju pulang
itu.Mereka melihatbetapamesra dan manisnya sikap SianLi kepada Yo Han. Memang mereka
me-ngetahui bahwa sejak kecil, SianLiamat sayang kepada Yo Han yang juga
menya-yangnya. Akan tetapi, dahulu kesayanganmereka adalah seperti kesayangan
antarakakak dan adik, dan hal itu pun tidakaneh karena sejak Sian Li masih bayi,Yo Han yang
mengasuhnya dan menjaditeman bermain. Akan tetapi ketika itumereka masih kecil dan
sekarang merekabukan kanak-kanaklagi. Yo Han telahmenjadiseorang laki-laki yang
dewasa,sedangkan
SianLitelah berusia tujuhbelastahun,bagaikan
setangkai bungamulaiberkembangdanmekarmenjadidewasa.Kemesraanyang
diperlihatkanSian
Li terhadap Yo Han membuat sua-mi isteri itu khawatir, apalagi melihatbetapa sinar mata Sian
Li kalau meman-dang Yo Han demikian penuh rasa kagum.Dan Yo Han telahmerupakan
seoranglaki-laki yang tampan, gagah dan halusbudi, sifat yang mudah sekali
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
441 menjatuh-kanhatisetiaporanggadis.Merekaber-duadilandakekhawatiranyangsamasepertiduluke
tikaSianLimasihkecil.KhawatirkalauSian
Literpengaruh!Wa-laupunyangmereka
khawatirkanitu ber-beda. Dahulu mereka khawatir kalau SianLi ketularan watak Yo Han yang
tidaksuka belajar ilmu sllat sehingga Sian Li juga akan malas belajar silat dan menja-di
seorang gadis yang lemah. Sekarangmerekakhawatirkalauputerimerekaituakanjatuh cinta
kepada Yo Han,cintaseorangwanita terhadap seorangpria!
Setiap kali mendapat kesempatan bi-cara berdua, yaitu di waktu malam da-lam sebuah kamar
rumah penginapan dimanamerekaberduaberada, merekaberbisik-bisik membicarakan puteri
mere-ka dan Yo Han dan keduanya memangsudah sepakat dan satu hati.
"Tidak dapat disangkal bahwa Yo Hanmemang telah menjadi seorang pemudayangganteng,
tampan dan halus budi.Kalau dilihat dari keadaan lahiriahnya,memang tidak akan
mengecewakan an-daikata diamenjadi suami anak kita,"kata Hong Li.
"Engkau benar. Dan biarpun aku sen-diribelummembuktikan, akantetapidari cerita Sian Li,
aku percaya bahwaYoHanmemangtelah memiliki ilmukepandaianyangtinggi. Memang
kalaudilihat keadaan wajahnya, tubuhnya, ke-pandaiannya, kita tidak akan malu
mempunyaiseorang mantu seperti dia."
Isterinya mengangguk. "Memang sung-guh sayang sekali. Sayang bahwa ibunyaadalah Bi
Kwi. Masih ngeri hatiku kalaumengenang kembali kejahatan yang per-nah dilakukan ibunya.
Seorang iblis beti-na yang kejam dan amat jahat, walaupunpadawaktu-
wektuterakhirdiatelahmenyadarikesalahannyadanbertaubat.Siapa tahu, sifatnya yang jahat itu
akandiwarisi puteranya."
SinHongmenghelanapaspanjang."Aku pun merasa berat sekali untuk ber-pikir seperti itu,
akan tetapi apa bolehbuat, demi kebahagiaan anak tunggal kita.Tidak mungkin kita
membiarkan anak kia kelakhidup menderita kalau suaminyaberubahwataknyamenjadijahat.Kitatidakdapat yakinbahwaYoHan tidakmewarisi
watakjahat ibunya.MemangnampaknyaselamainidiamiripdenganwatakmendiangYoJin,
ayahnyayang walaupunpetani sederhanadantidakpandaisilatnamunberjiwagagah.Tidakmungkin
mempertahankannasibSianLisecara untung-untungan.
Hong Li termenung dan nampak kha-watir sekali. "Akan tetapi aku melihatsinar mata Sian Li
kalau memandang ke-padanya.Ah,aku khawatir kalau anakkita telah jatuh cinta kepada
YoHan...."
"Aaahh, kalau pun demikian,cintanyaitu hanyalah cinta monyet. Sian Li belumdewasa benar,
usianya baru tujuh belastahun, cintanya, akan mudah goyah dan berubah. Justeru karena itu
maka mereka harus cepat dipisahkan,kalau dibiarkan mereka bergaullebih dekat dan
akrab,bukan tidak mungkin mereka akan salingjatuh cinta."
HongLimenghelanapaspanjang."Sebetulnya aku merasa malu dan tidakenak sekali. Yo Han
demikian baik,akantetapi klta.... ah, dahulu kita juga inginmemisahkan mereka,sekarang pun
kitamasih tidak menghendaki mereka bergauldekat. Kalau dipandang sepintas saja, ki-ta yang
keterlaluan. Akan tetapi, demi kebahagiaan anak kita...."
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
442 "Ya,demi kebahagiaananakkita.Akantetapikita harusmencaricaraagar tidak kentara, dan
terutama sekaliagar Yo Han tidak sampai tersinggung."
"Itulah yang merisaukan hatiku. Alas-an apa pula yang dapat kita pergunakansekarang"
Dahulu, kebetulan munculAngI Moli yang mengajak Yo Han pergi se-bagaipenggantiSian
Li.Akantetapisekarang" Bagaimana mungkin kita me-ngusir dia begitu saja?"
"Memang tidak boleh kita mengusir-nya begitu saja. Dahulu aku sudah ber-janji kepada ayah
ibunya untuk merawatdanmendidikYoHan,danandaikatatidak ada permasalahan dengan Sian
Li,janji itu sudah pasti akan kupegang te-guh!"
"Lalu bagaimana kita harus bertindakagar pengusiran itu tidak menyinggunghatinya, akan
tetapi berhasil baik?"
"Aku ada akal. Ingatkah engkau akan cerita Sian Li tentang puteri dari Pende-kar Suling
Naga Sim Houw" Nah, hilang-nyaanakitudapatkitapergunakanuntuk membujuk Yo Han! Ibu
anak itu,siapa namanya.... o ya,SimHui Eng, ibu-nya Can Bi Lan adalah sumoi dari BiKwi,
ibu Yo Han. Aku tahu benar betapa erat dan baiknya hubungan antara sucidan sumoi itu,
seperti dua saudara kan- dung saja. Nah, kita ingatkan kepada YoHan bahwa sudah menjadi
kewajibannyauntukmembelakeluargaCan BiLanyang dulu berjuluk Siauw Kwi itu, seba-gai
pengganti ibunya. Melihat hubunganyang amat baik antara ibunya dan CanBi Lan, maka dia
seperti keluarga sendi-ri saja dan sudah sepatutnya kalau diamempergunakan
kepandaiannyauntukberusaha
mencari sampai dapat Sim HuiEng yanghilangitu, atausetidaknya,memperoleh keterangan bagaimana jadi- nya dengan anak yang hilang itu."
KaoHongLimengangguk-angguk, akan tetapi alisnya berkerut. "Memangitubolehkita jadikan
pendorong agardia pergi. Akan tetapi rasanya masih ku-rang kuat. Bagaimana kalau aku
mem-beritahu kepadanya, tentu saja denganlembutdanhati-hati,baahwasekarangdia sudah
dewasa, sudah sepantasnya ka-lau berdiri sendiri dan bahwakini SianLi sudah mulai besar dan
dewasa sehing-gatidakpantaslah
kalaudiaserumah
dengan Sian Li" Juga dapat kusindirkandengan halus kepadanya bahwa kita sudahmenerima usul dan sedang menjajaki
danmempertimbangkan ikatan jodoh antaraanak kita dengan seorang pangeran...."
Tan Sin Hong menatap tajam wajahisterinya. "Pangeran....?"
KaoHongLitersenyum."LupakahengkauakanPangeranCiaSun"Kita
pernah berjumpadengandiadanaku tidakdapatmelupakan betapa engkaukagum kepadanya, dan pernah
melontar-kan harapan agar anak kita dapat menja-di jodohnya?"
"Ihh, engkau melamun dari mengkha-yal, terlalu jauh dan tinggi! Bagaimanamungkin
kitamendapatmantuseorangpangeran seperti dia?" Tan Sin Hong tersenyum, akan tetapi
matanya bersinar-sinar penuh harapan. Pangeran Cia Sunmemang bukan putera mahkota,
bukanseorang pangeran yang kelak ada harapanuntuk menjadi Kaisar. Biarpun demikian, dia
adalah seorang pangeran yang tentusaja hidup mulia dan berkecukupan, jugalowongan jabatan
dan kedudukan tinggiterbuka lebar untuk seorang pangeran.Apalagi Pangeran Cia Sun masih
muda, terpelajar tinggi, dan pandai ilmu silat,bahkan pernahmintapetunjuk kepadamereka
tentang ilmu silat. Biarpun belumdapat dinamakan murid mereka karena hanya menerima
petunjuk dan dilatih se-lama beberapa bulan saja ketika suami isteriitu pergi ke kota raja,
namun me-reka mengenal pangeran itu sebagai se-orang pemuda yang baik, berbakat
danpantasmenjadimantumereka.Yangmembuat mereka mengharapkan terjadi-nya hal ini
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
443 adalah pernah ayah dari pa- ngeranmudaitu,yaitu Pangeran Cia Yan, secara berkelakar
mengatakan bah-wa dia akan senang kalau dapat berbesan dengan Pendekar Bangau Putih,
ketikamendengar
bahwa pendekar itu mempu-nyaiseorangputeriyangkini
sedangmemperdalam ilmu silatnya di rumah pa-man kakeknya.
Pangeran Cia Sun memang hanyase-orang cucu dari Kaisar Kian Liong, na-munkarena dia
pangeran, tentu sajadalampandangan
suami isteri itu, dialebihsegala-
galanyadaripadapemudalain.
Akhirnya mereka tiba di kota Ta-tungdan Sian Li merasa gembira sekali tibakembali di
rumah orang tuanya yang te-lah ia tinggalkan selama lebih dari limatahun.
*** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
Sin Hong dan Hong Li memperguna-kankesempatan selagi puteri mereka,Sian Li pergi
belanja untuk keperluanmenyambut hari sin-cia yang akan tibasepekanlagi,untuk mengajak
Yo Hanberbicara. Merekamemanggil Yo Hanuntuk bicara di ruangan depan. Hal inimereka
maksudkanagarkalauSian
Lipulang,merekadapatmelihatnyadanputerimereka
itutidaksempatikutmendengarkanpercakapanmereka.SinHongmemulaipercakapan
itudengansuara yang serius namun juga ramah.
"Yo Han, sudah beberapa hari engkauberada di sini, dan setelah engkau beris-tirahat, barulah
hari ini aku ingin mem-bicarakan suatu hal yang sejak kami ber-temu kembali denganmu dan
mendengarcerita SianLiselalu menjadi ganjalandi hati kami.
Yo Han memandang Sin Hong dengansepasang mata yang tajam seperti hendakmenembus
danmenjengukhatiorangyangdianggapsebagaigurupertama,bahkan
sebagaipenggantiayahnyaitu. "Suhu, katakanlah apa yang menjadi gan-jalan hati Suhu dan
Subo, mudah-mudah-anteecudapatmembantumelegakanhati Suhu dan Subo."
"Memanghanya engkau yang dapatmelegakan hati kami, Yo Han. Ganjalandihatikami
ituadalah ketika kamimendengartentang hilangnyaSim HuiEng, puteri bibi gurumu Can Bi
Lan. Ka-mi merasa kasihan sekali kepada Pende-kar Suling Naga dan isterinya. Putera
mereka meninggal duniaketikamasihkecil, kemudianputeri merekayangmenjadi satu-satunya
anak yang ada, se-jak berusia tiga tahun diculik orang. Ka-mi dapat membayangkan betapa
sengsarahidup mereka dan pantaslah mereka ituseperti mengasingkan diri, tidak
pernahmenghubungi keluarga dan handaitaulan.Apakah engkau tidak merasa kasihan, Yo
Han?" "YoHan,tahukahengkaubetapaakrab dahulu hubungan antara mendiangibumudengan
sumoinya, yaitu Can BiLan?" Hong Li ikut bicara.
Yo Han mengangguk. "Tentu saja tee-cu juga merasa kasihan sekali mendengarakan nasib
mereka yang kehilangan anaktunggal. Dan teecu masih ingat bahwamendiang Ibu amat
sayang kepada BibiCan Bi Lan."
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
444 "Sukurlah kalau engkau masih ingat," kata Sin Hong. "Nah, sekarang tentangganjalan di
hatikamiitu, Yo Han.Ayah dan ibumu dahulu menitipkan engkau ke-padaku,dan aku akan
merasa berdosasekalikalautidakmenganjurkan agarengkau sekarangpergimencariSimHuiEng
sampai dapat! Siapalagikalau bukanengkau yang membantubibimu Can BiLan itu
menemukan kembaliputerinya"Dan aku yakin bahwa arwah ibumu akan bersyukur dan
berterima kasih sekali ka-lau engkau dapat melakukan hal itu kepada bibimu Bi Lan. Mereka
akan merasaberbahagia sekali, dan kami berdua jugaakan merasa bangga. Setidaknya, bukan
hal yang sia-sia saja Ibumu dahulu meni-tipkan engkau kepadaku."
Yo Han mengangguk-angguk mengerti,biarpun diam-diam dia mengeluh karena ke mana dan
bagaimana dia akan mung-kin dapat menemukan anak yang sudahduapuluhtahunmenghilang
itu" Diaingat bahwa anak perempuan itu mem-punyai ciri-ciri yang khas di pundak
dantelapak kakinya,akantetapialangkahakan sukarnya mencari seoranggadisyang mempunyai
ciri-ciri di tempat yangtertutup dan tersembunyi itu!
"Ada sebuah hal lagi yang ingin ku-sampaikankepadamu, Yo Han. Bagaima-napun juga,
kami berdua telah mengang-gap engkau seperti keluarga sendiri, ka-renadahulu oleh orang
tuamu engkau diserahkan dan dititipkan kepada suamiku.Nah,sekarangusiamusudah lebih
dewasa,kalau tidak salah, usiamu sudah dua puluhlima tahun. Oleh karena itu,
kamiinginmelihatengkau berumahtangga.Kalau kami berhasil merayakan pernikah-anmu,
barulah suamiku akan merasa puasdanlega,mengangggp bahwa tugasnyamerawat dan
mendidikmu baru sempurna.Selainitu,karena engkau sudah kamianggap seperti anak sendiri,
tidak baiklah kalau sampaiadikmuSianLimenikahlebihdahulu...."kataHongLisepertisambil lalu
saja. Yo Han memandang kepada suami is-teri itu dengan wajah yang agak berubahkemerahan.
Anjuran kepadanya untuk se-geramenikahdianggapnyawajarsaja, akantetapiyangmengejutkan
hatinyaadalah berita tentang Sian Li dan perni-kahan!
"Tapi....Li-moi....kalautidaksalahbaruberusia
tujuhbelastahun...."katanyahanyauntukmengucapkansesuatuagartidakdiam dan bengong saja.
"Sudahmulaidewasa,bukankanak-kanak
lagi, bahkan kami pernah meneri-mausul perjodohannyadengan
seorangpangeran....
ah, hal itu belum resmi,ti-dakperlukamiberitahukansekarang,"kata Hong Li.
Yo Han merasa betapadadanya se-pertiditekansesuatu yangberat.SianLi telah dipilihkan
calon suami" Seorangpangeran"Wahh....!Entahkenapadiasendiri tidak tahu, akan tetapi
beritainisama sekali tidak mendatangkankegem-biraan di dalam hatinya, bahkanmem-buat dia
merasa tidak tenang.
"Nah, kami harap engkau segera ber-siap-siapuntukmulaidengantugasmuitu,Yo Han,dan
tidak mengecewakankami. Kalau ditunda lebih lama lagi, ka-mi khawatir akan terlambat.Dan
keta-huilahbahwaandaikataengkaudapatmenemukanputeribibimuCan Bi Lanitu,selainhalitu
akanamatmembanggakan hatikami, jugakalau gadis itumemang baik danpantas,kamiakan
merasa berbahagia sekali untuk berbesan dengan Pendekar Suling Naga."
"MaksudSuhu....?"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
445 "Akan baik sekali kalau engkaudapatmenemukankembaliputerimereka ke-mudian engkau
menikah dengannya.?"Ah,Suhu....!" Yo Han tersipu.Betapamuluknyajalanpemikirangurunya
ini.Mencarisaja belumtentubisa dapat,sudah hendak menjodohkannya. Ayah bun-da gadis itu
sendiri yang merupakan sua-mi isteri yang sakti,selama dua puluh tahun mencari anak mereka
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanpa hasil.Apalagi diayang sekarang baru hendakmulai.
"Sudahlah,hal
itukita bicarakan ke-laksaja.Akantetapi,
sanggupkah engkaumemenuhipermintaansuhumuuntukmencari Sim Hui Eng sampai dapat?" ta-nya Hong
Li. "Teecu akan berusaha sekuat tenaga."
"Jadiengkausanggup?"SinHongmendesak.
"Teecu sanggup, Suhu."
"Bagus!Engkaumembuatlegahatikami,YoHan.Andaikata kelak tidakberhasil sekalipun,
namun engkau sudahberusaha sekuat tenaga dan itu saja su-dah melegakan hati kami terhadap
arwahorang tuamu."
"Nah,lebihbaikengkau membuatpersiapan dan makin cepat dimulai pen-carian itu semakin
baik, Yo Han,"kateHong Li.
Yo Han mengangguk lalu mengundur-kan diri, masuk ke kamarnya membuatpersiapan. Dia
tidak boleh bersikap le-mah. Biarpun hari sin-cia kurang sepekanlagi, akan tetapi rasanya
cengeng kalaudia harus menunda tugasnya itu sampai lewat hari sin-cia. Seperti anak kecil
sa-ja,padahaltugasitupentingsekali.Akan tetapi dia harus meninggalkan SianLi, dan hal inilah
yang membuat dia ter-menung sedih. Rasanya amat berat untukberpisah lagi dari gadis itu
setelahber-pisah selama tiga belas tahun dan kinisaling jumpa dan berkumpul kembali.
Dandia tahu bahwa gadis itu pun tentu akanmerasabersedihkalaudiatinggalkan lagi.
Selagi dia mengumpulkan pakaian un-tuk di jadikan buntalan, daun pintu ka-marnyadiketukorang.Diamembukadaunpintuitu,mengharapkan
Sian Liyangdatangwalaupungadisitutidakpernahmengetukpintunyamelainkanlangsung masuk saja
kalau hendak bicara. Akan tetapi ternyata yang datang berkunjung adalah Kao Hong Li!
"Subo...."kata Yo Han dengan sikaphormat.
"Yo Han, ada satu hal penting yang tadi kami lupa untuk memesan kepada-mu."
"Hal apakah itu, Subo?"
"Engkau tahu, Sian Li kadang-kadangsuka kekanak-kanakan, ia lupa bahwa iabukan kanak-
kanak lagi, melainkan sudahmenjadi seorang gadis dewasa. Oleh ka-renaitu,mungkin sekali
kalau engkaumemberitahukepadanyabahwaengkauakan pergi mencari Sim Hui Eng, ia
akanrewel dan ingin ikut. Kalau ia rewel seperti itu, kuharap engkau suka dan dapat
membujuknyaagariatidakikutpergi.Engkau tentu cukup maklum bahwa tidakmungkin kami
membolehkaniapergi lagimeninggalkan kami, apalagi sekarang iasudah dewasa. Bagaimana
kalau sampaicalon suaminya mendengar bahwa ia per-gi merantau berdua saja dengan s
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
446 eorangpemuda,walaupunpemudaituadalahengkau, yang dapat dibilang sebagai ka-kak
angkatnya" Engkaumaklum,bukan?"
Yo Han merasa betapa hatinya pedihmendengarini,akantetapitentu sajadia dapat memaklumi
apa yang dimak-sudkan subonya itu. "Baik, Subo. Kalausampai Li-moi hendak ikut, tentu
akanteecu bujuk ia agar tidak melakukan halitu."
Akan tetapi, pelaksanaanselalulebihsulit daripada rencana. Sore hari itu, ke-tika mereka
berdua bicara dalamtaman bunga di belakang rumah, YoHenberpa-mitdari Sian Li bahwa
sorehariitujuga dia akan pergi meninggalkan rumahitu.
Sian Li terbelalak menatap wajah Yo Han. "Pergi" Engkau hendak pergi, Han-ko" Pergi ke
mana dan mengapa?" Sian Li menghampiri Yo Han dan memegangkeduatanganpemudaitu.Ia
memangselalu bersikap akrab, bahkan manja ke-pada pemuda itu.
"Li-moi,ingatkahengkauakanSimHui Eng?"
SianLimembelalakkanmata."SimHuiEng"Siapayangkaumaksudkan" Ahhh, she Sim! Ingat
aku sekarang, bu-kankah ia puteri Paman Sim Houw yanghilang dua puluh tahun yang lalu
itu?"Kini matanya memandang tajam menyeli-dik. "Mengapa engkau tiba-tiba menyebut
namanya, Han-ko?"
"Nah,aku haruspergikarenaakuberkewajiban untuk membantu Bibi CanBiLanmenemukan
kembali puterinya. Mendiang Ibuku amat akrab dan sayangkepada Bibi Bi Lan, maka arwah
Ibukuakan senang sekali kalau aku membantuBibi Bi Lan untuk menemukan
kembaliputerinya yang hilang itu."
Sian Limenatap wajah pemuda itudan mukanya agak berubah. "Han-ko, ba-ru saja kita
berkumpul kembali dan eng-kauakanmeninggalkanakulagi"Sam-paiberapalama Han-ko?"
"Entahlah,Li-moi.Engkaupuntahu bahwa akujugainginselalu beradadisampingmu,akan tetapi
tugas ini penting sekali. Pula, tidak ada perjumpaan tanpadiakhiri dengan perpisahan, Li-moi.
Eng- kau tentu tidak ingin melihat aku menja-di seorang yang tidak mengenal budi dantidak
mau mewakili mendiang Ibu untukmenolong BibiBi Lan."
Sian Li merasa kepalanya nanar. Be-rita kepergian YoHandemikian tiba-tibadatangnya. Baru
sajaiabergembira, ber-belanja untuk keperluansin-cia dan sin-ciakali ini terasa amat istimewa
bagi-nya karena di situ ada YoHanyangakan merayakan sin-cia bersamanya. Dankini, tiba-
tiba YoHanmenyatakan hen-dak pergi meninggalkannya, entah untukberapa lama!
"Han-ko, kapan engkau akan berang-kat?" tanyanya, suaranya mulai terdengarsumbang.
"Sekarang juga,Li-moi.Aku sudahberkemas dan siap berangkat, tadi hanyamenanti engkau
untuk berpamit saja."
Sian Li terbelalak dan tiba-tiba iamerangkulkan kedua lengannya pada le-her pemuda itu.
"Han-ko, aku ikut eng-kau pergi!" katanya mantap dan bersung-guh-sungguh.
YoHan terkejut, akan tetapi jugamerasa betapa hatinya berdebar penuhperasaan bahagia,
girang dan terharu.Dia memejamkankedua matanya ketikamerasa betapa lingkaran kedua
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
447 tengangadis ituamatketat, dan dia menguat-kan hatinya agar jangan menuruti kehen-dak
batinnya yang ingin membalas, inginmendekap kepala yang disayangnya ituke dadanya.
"Li-moi,jangan begitu. Tidak mungkinengkau ikut bersamaku. Perjalanan initidak menentu
kapan berakhirnya. Engkautidak boleh meninggalkan ayah ibumu.Biarkan aku pergi, Li-moi."
"Tidak.... tidak.... aku tidak mau kautinggalkan, aku tidak mau berpisah lagidarimu, Han-ko!"
Sian Li berkata, kinigadis itu menangis di atas dada Yo Handan rangkulannya semakin kuat.
YoHanmenjadibingung, apalagipadasaatitumunculSinHongdanHongLi!
"YoHan,apa yang kaulakukanini?" terdengarTanSinHongmembentakma-rah.
"Suhu,Subo....maafkanteecu...."kataYoHantakberdayakarena Sian Lima-sihmerangkulnya.
"YoHan,sungguhtakpantaskelakuanmuini.SianLi,lepaskandia!"HongLijuga berseru marah.
Sian Litidak melepaskanrangkulan-nya, akan tetapi ia mengangkatmukanyadari dada Yo Han
dan menolehkepadaorang tuanya."Ayah, Ibu,Han-ko tidakbersalah apa-apa....aku.... aku ingin
ikut dengannya,aku tidak mau ditinggalkan-nyalagi...."
Yo Han menguatkanhatinya,mele-paskan rangkulan Sian Li denganlembut. Dia harus
mengambil keputusan yang te-pat. Tidak boleh dia menyenangkan hati-nya sendiri dengan
mengorbankan perasa-an SinHong danHong Li, dua orangyang dihormatinya itu.
"Li-moi, lepaskanlah.Aku tidak maumengajakengkaupergi.Engkau hanyaakan menjadi beban
saja, dan aku mem-punyai tugas penting."
"Han-ko....!"Sian Li berseru dan de-ngan mata basah memandang kepada YoHan seperti
orang yangtidakpercaya."Engkau.... engkau....?"
Yo Han menunduk dan menghela na-paspandang."Sudahliah,Li-moi, engkautidak boleh
membikin marah ayahibumu.Suhu dan Subo, teecu berangkatsekarangLi-moijaga baik-
baikdirimu!Pemudaitu lalumelangkah lebar memasuki ru-mah,mengambilbuntalannya dan
akansegera pergi.
"Han-koko...!" Sian Li hendakmenge-jar, akan tetapi ibunya sudah memeganglengannya.
"SianLi,sungguhmemalukansekalisikapmu ini!"
Akan tetapi Sian Limeronta, mele-paskan pegangan ibunya dan lari keda-lam rumah
mengejar Yo Han. Ayah ibunya saling pandang, menggeleng kepala lalu berlari mengikuti.
Akan tetapi sete-lah tiba di kamar Yo Han, Sian Li tidak melihat lagi pemuda itu. Yo Han
telahpergi dengan cepat sekali. Sian Li men-cari ke sana sini dan memanggil-manggil,namun
percuma, yang dipanggilnya sudahpergi tanpa meninggalkan bekas.
"Han-ko....! Han-koko....!" Ia berteriak-teriak dan hampir bertubrukan dengan ayah ibunya di
ruangan tengah.
"SianLi!"bentak Sin Hong marah.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
448 "Sian Li, kelakuanmu ini sungguh ti-dak patut," ibunya juga mengomeli anak-nya. "Yo Han
sudah pergi,dia pergi melaksanakan tugas. Engkau bukan anakkecil lagi yang begitu saja
hendak ikut pergi.Engkau sudah dewasa, seorang gadis dewasa. Bagaimana mungkin seorang
gadis pergi begitu saja, berdua dengan seorang pemuda" Memalukan!"
Sian Li memandang ayah dan ibunya,wajahnyapucatdanbasahair mata."Ayahdan Ibu
yangmelakukan semuaini!Ayahdan Ibu yang mengusahakanagar dia pergi meninggalkan aku.
Dahulu, Ayah Ibupula yang memisahkan kami,sekarang ayah dan Ibupula yang
mengu-langihal itu. Aku ingin dekat Han-ko! Apakah Ayah dan Ibu tidak tahu" Aku cinta
kepada Han-ko. Aku cinta pada-nya....!"Sian Li menjatuhkan diri di atas bangku dan
menangis. Sin Hong dan Hong Li saling pandang, kemudian menggeleng-geleng kepala.HongLi
mendekati anaknya, merangkul-nya.Sian Limenoleh, lalu merangkul ibunya.
"Ibu....!"Dan ia menangis tersedu-sedu di dada ibunya.
"Sian Li, kami juga mencinta Yo Han.Akan tetapi engkau dan Yo Han sudahseperti saudara
sendiri. Dia cinta padamusebagai seorang kakak, dan engkau masihterlalu kecil
untukmencinta sebagaiseorangwanita.Ingatlah, kitasemua akan ternoda aib kalau engkau
sebagaiseorang gadis baik-baik pergi merantaubersama seorang pemuda. Tugasnya beratdia
harus membantu bibinya mencari pu-teri mereka yang hilang. Dan kita sendi- ripunharus
membantu pamanmu SimHouw. Kita bertiga juga akan pergi men-cari keterangan. Kita akan
pergi ke kotaraja, siapa tahu kita akan dapat menemukan Sim Hui Eng."
Dihibur ayah ibunya dan dijanjikan akan diajak pergi membantu pencarian Sim Hui Eng,
Sian Li menghentikan tangisnya.
"Sian Li, ingatlah bahwa sesungguhnya tidak tepat sama sekali kalau engkau memperlihatkan
kecengengan seperti ini. "Sin Hong berkata, "Engkau bukan seorang anak kecil lagi. Engkau
seorang gadis hampir dewasa dan usiamu sudah tujuh belas tahun.Lebih daripada itu,engkau
telah memilikiilmu kepandaian yang lumayan, bahkan engkau sudah pantas dijuluki Si
Bangau Merah sebagai imbangan ayahmu yang di juluki orang Pen-dekar Bangau Putih.
Engkau harus memperdalam ilmu silat keluarga kita, yaitu Pek-ho Sin-kun dan untuk
menyesuaikan kesukaanmu akan warna merah dan ju-lukanmu Si Bangau Merah, aku akan
mengubah sedikitdalamPek-hoSin-kunagar lebih tepat dinamakan Ang-ho Sin-kun (Silat Sakti
Bangau Merah), khususuntukmu."
AkhirnyaSianLidapat melupakankesedihannya, apalagikarena ia mengha-rapkan bahwa kelak
ia akan dapat bertemu kembali dengan Yo Han.Mungkin dalam pesta perayaan dan pertemuan
besar yang diadakan oleh Kakek Suma Ceng Liong,atau kalau Yo Han tidak muncul di sana,
tentu pemuda itu akan muncul setelah berhasil menemukan Sim Hui Eng.Juga janji ayah
ibunya untuk mengajak ia membantu pencarian SimHui Eng, dimulai dikotaraja,
menda-tangkan kegembiraan di hatinya yang pada dasarnya memang lincah gembira,tidak
dapat menyimpan kesedihan terlalu lama.
Sampai di sini, pengarang sudahidulukisah Si Bangau Merah ini untuk bertemukembali
dalam kisah lain yang merupakan lanjutan dari kisah ini dengan judul SITANGAN SAKTI, di
mana kita akan ber-sua kembali dengan paratokoh dalam kisah ini. Semoga kisah ini ada
manfaat- nyabagi para pembacanya. TAMAT Solo, medio Maret1985
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
449 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
450
a saat penyerbuan seperti yang diharapkan Yo Han.
Ketika mereka men-dengar ketukan pada daun pintu depan, keduanya yang memang selalu
siap siaga, segera keluar dari dalam kamar. Yo Han memberi isarat kepada Sian Li untuk
membuka daun pintu sedangkan dia me-nyelinap kembali ke dalam kamarnya. Sian Li
maklum bahwa Yo Han ingin mengintai apa yang akan terjadi.
"Siapa di luar?" Sian Li bertanya dari balik daun pintu.
"Sian Li, ini aku, Ki Bok. Cepat buka ada urusan penting sekali," terdengar suara Ki Bok
berbisik dari luar pintu.
Mendenger ini, Sian Li cepat membu-ka daun pintu. Ki Bok masuk dan me-mandang ke
sekeliling, wajahnya cemas.
"Ki Bok, ada apakah" Apa yang ter-jadi?" tanya Sian Li, memandang tajam.
"Di mana Yo-toako?" tanyanya lirih.
Sian Li menoleh ke arah kamar Yo Han. "Dia masih tidur, ada apakah?"
"Sian Li, keadaan gawat. Mereka hen-dak datang memaksamu bekerja sama dan kalau
engkau menolak, mereka akan membunuhmu. Aku.... aku tidak mungkin dapat menolongmu,
tidak mungkin men-cegah mereka. Sekarang, kau ambillah keputusan, Sian Li. Maukah
engkau mem-bantu kami dan bekerja sama dengan kami?"
Sian Li mengerutkan alisnya. "Engkau sudah tahu akan watakku, Ki Bok. Aku tidak mau
bekerja sama dengan siapapun juga."
Kalau begitu, Sian Li, engkau harus cepat lari, sekarang juga. Mari kubantu engkau lolos dari
sini. Cepat, mereka akan mengejar kita!" Ki Bok menyambar tangan Sian Li. "Kita melalui
jalan belakang!"
Akan tetapi Sian Li merenggutkan tangannya hingga terlepas. "Aku akan bertanya kepada
Han-ko lebih dulu," katanya.
Pada saat itu, terdengar suara gaduh di luar pondok, suara banyak orang datang ke tempat itu.
Wajah Ki Bok berubah. "Celaka, mereka sudah datang. Sian Li mari cepat kita lari!"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
419 Pada saat Sian Li meragu, Yo Han muncul dari dalam kamarnya. "Pergilah menyelamatkan
diri, Li-moi, biar aku yang akan menghadapi mereka dan menghadang mereka yang akan
mengejarmu."
Tadinya Yo Han sudah siap untuk mengajak Sian Li melarikan diri begitu penyerbuan tiba
dan mempergunakan kesempatan selagi terjadi pertempuran sehingga mereka dapat
meloloskan diri tanpa harus menghadapi pengeroyokan banyak orang pandai. Akan tetapi
agaknya kini keadaan berubah. Sebelum serbuan itu tiba, keselamatan Sian Li terancam.
"Tidak Han-ko. Aku akan tinggal di sini membantumu menghadapi mereka," kata Sian Li.
"Li-moi, jangan bodoh! Musuh terlampau banyak Larilah dulu, aku akan menghalang mereka
dan nanti akan menyusulmu. Saudara Ki Bok, kalau benar engkau mencintainya, cepat
selamatkan adikku itu!" etelah berkata demikian, Yo Han berlari keluar sambil cepat
mengenakan caping lebarnya yang tadi dia lipat dan sembunyikan di balik baju ketika dia
memasuki perkampungan itu. Caping lebar yang bertirai itu menyembunyikan mukanya.
Ki Bok mencabut sabuk baja yang kedua ujungnya berpisau, lalu menodongkan sebatang
pisaunya ke punggung Sian Li sambil berkata, "Engkau pura-pura menjadi tawananku agar
lebih mudah mengelabuhi mereka!" bisiknya. Tangan kanan menodongkan pisau, tangan kiri
memegang pergelangan tangan Sian Li. Gadis itu maklum. Ia tidak dapat membantah lagi
karena Yo Han telah berlari keluar dan ia mengerti akan maksud Ki Bok. Biarpun hatinya
amat mengkhawatirkan keselamatan Yo Han, namun ia harus mentaati keinginan Yo Han.
Kalau ia membangkang dan nekat melawan, tentu hal itu bahkan membuat Yo Han harus
repot melindunginya. Maka, ia pun menurut saja ketika Ki Bok menariknya melarikan diri
keluar dari pondok itu melalui jendela kamar Yo Han yang berada di sudut belakang.
Ketika mereka meloncat keluar dari rumah itu, mereka melihat betapa dibelakang rumah itu
pun sudah penuh dengan anak buah Hek I Lama yang memegang senjata. Melihat Cu Ki Bok,
mereka tertegun, akan tetapi pemuda itu dengan tenang segera berkata,
"Kalian kepung dan jaga rumah ini, jangan biarkan siapapun keluar. Aku harus cepat
mengamankan tawanan ini agar jangan sampai lolos!" Setelah berkata demikian, dengan sikap
kasar dia menarik lengan Sian Li sambil menodongkan pisaunya ke tengkuk gadis itu. Para
anak buah perkumpulan pendeta Lama yang memberontak terhadap Tibet itu saling pandang,
akan tetapi mereka tidak berani mencegah Cu Ki Bok, apalagi mereka masih belum tahu apa
artinya semua keributan itu. Mereka hanya melihat para pimpinan berlari menyerbu ke rumah
pondok itu dari depan dan mereka mendapat perintah untuk mengepung pondok itu. Mereka
hanya mendengar bahwa Sin-ciang Tai-hiap sudah menyelundup ke sarang mereka. Hal ini
saja sudah cukup membuat mereka tegang. Siapa yang tidak akan merasa gentar mendengar
bahwa Sin-ciang Tai-hiap, pendekar yang sudah mengalahkan dan mengakibatkan tewasnya
Dobhin Lama itu berada diantara mereka"
Sin-ciang Tai-hiap atau Yo Han telah membuka daun pintu depan pondok itu, tepat pada saat
semua orang yang tadi lari dari bangunan induk itu ke situ telah tiba di depan pondok. Banyak
anak buah Hek I Lama memegang obor sehingga tempat itu menjadi terang. Suara berisik
mereka itu seketika lenyap dan mereka orang diam, bahkan ada yang menahan napas saking
tegang dan juga jerih. Mereka melihat pria bercaping lebar yang mukanya tersembunyi di
balik tirai caping itu berdiri tegak di depan pintu, menentang mereka. Sosok tubuh yang
mendatangkan ketegangan dan kegentaran itu sebetulnya biasa saja. Tubuh yang sedang dan
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
420 tegap, dengan pakaian sederhana pula, tidak memegang senjata apa pun. Rambut hitam
panjang terurai lepas. Mukanya sama sekali tidak nampak, akan tetapi sepasang mata di balik
tirai tipis itu seperti mencorong menembus tirai tertimpa sinar obor yang bergerak-gerak.
Sosok tubuh yang tidak mengesankan, akan tetapi karena semua orang tahu bahwa pendekar
ini baru saja menyebabkan Dobhin Lama tewas, maka mereka menjadi gentar. Dari balik
tirainya, Yo Han melihat bahwa pondok itu telah di datangi sedikitnya tiga puluh orang dan
masih ada puluhan orang anak buah Hek I Lama berada di belakang rombongan itu. Dia
melihat Pangeran Nepal Gulam Sing bersama Badhu dan Sagha, juga beberapa orang tosu
Pek-lian-kauw, Hek-pang Sin-kai dan anak buahnya, beberapa Pendeta Lama yang agaknya
menjadi pimpinan. Akan tetapi dia tidak melihat adanya Lulung Lama, juga tidak melihat
Pek-lian Sam-li. Dia tahu bahwa dia berhadapan dengan lawan yang amat berbahaya karena
selain mereka itu rata-rata memiliki kepandaian tinggi, memiliki pula ilmu sihir dan ahli
menggunakan racun, juga mereka berjumlah banyak. Kiranya tidak mungkin dia seorang diri
saja akan mampu mengalahkan mereka. Akan tetapi, kalau Sian Li sudah lolos, agaknya
bukan tidak mungkin baginya untuk melarikan dan meloloskan diri dari kepungan mereka.
"Omitohud.... kiranya Sin-ciang Tai-hiap yang terkenal itu tidak datang melalui pintu
gerbang depan seperti seorang gagah, melainkan secara curang menyelundup masuk seperti
maling!" kata seorang pendeta Lama, seorang diantara para pembantu Lulung Lama sambil
memegang sebatang tongkat pendeta berkepala naga yang lebih panjang dari pada tubuhnya
yang tinggi. "Losuhu, siapa yang curang agaknya perlu diteliti lebih jauh, aku ataukah perkumpulan Hek I
Lama yang terdiri dari pendeta-pendeta yang sudah selayaknya bersikap jujur, adil dan
mengharamkan perbuaan sesat. Ketua kalian, Dobhin Lama, telah menantangku untuk
mengadu ilmu dengan taruhan bahwa kalau dia kalah, dia akan mengembalikan mutiara hitam
dan membebaskan Liem Sian Lun. Kami bertanding dan Tuhan membimbingku sehingga
ketua kalian kalah. Dobhin Lama telah dengan gagah mengakui kekalahan dan
mengembalikan mutiara hitam, akan tetapi kalian tidak membebaskan Liem Sian Lun, bahkan
secara curang sekali menawan Tan Sian Li. Nah, siapa yang curang?"
Tiba-tiba Gulam Sing mencabut goloknya yang melengkung, mengangkat goloknya itu tinggi
di atas kepalanya dan dia pun setelah mendengar ucapan Yo Han melalui penterjemahnya,
berteriak dalam bahasanya sendiri. "Sin-ciang Ti-hiap, engkau ini manusia sombong! Engkau
telah mengalahkan Dobhin Lama, akan tetapi hal itu terjadi karena dia sudah tua dan
kehabisan tenaga. Kini engkau berani lancang menyusup ke sini seperti pencuri, jangan harap
akan dapat keluar lagi hidup-hidup!"
Ketika ucapan itu hendak diterjemahkan, Yo Han mendahului. "Aku mengerti apa yang
kaukatakan, Pangeran Gulam Sing. Dan aku mengerti pula mengapa engkau dan
gerombolanmu keluar dari Nepal sebagai orang-orang pemberontak pelarian. Kini engkau
bergabung dengan Lama Jubah Hitam yang juga memberontak terhadap pemerintah Tibet,
tentu hanya untuk mencari kawan saja agar kelak dapat membalas budi dan membantumu
memberontak terhadap pemerintah Nepal!"
"Sin-ciang Tai-hiap, mati hidupmu di tangan kami dan engkau masih membuka mulut besar"
Kepung dan keroyok!" teriak seorang pemimpin Hek I Lama dan Pangeran Nepal itu sudah
mendahului dengan serangan golok melengkung yang amat tajam itu, disusul rekan-rekannya
sehingga dalam beberapa detik saja hujan senjata telah menyerang ke arah tubuh Yo Han.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
421 Yo Han maklum bahwa dia diserang oleh banyak orang pandai, maka dia mengerahkan gin-
kangnya dan tubuhnya berkelebat begaikan seekor burung walet cepatnya, berloncatan dan
mengelak dari hujan senjata yang menyambar dari segenap penjuru itu. Dia harus memberi
waktu kepada Sian Li untuk dapat lolos terlebih dahulu sebelum dia sendiri melarikan diri.
Sebaliknya dia memancing datangnya semua tokoh di tempat itu agar pelarian Sian Li dapat
berjalan lancar. Sian Lun telah tewas dan tidak perlu dipikirkan lagi. Sambil berloncatan
mengelak, kaki tangannya bergerak dengan tamparan dan tendangan. Beberapa orang
pengeroyok terpelanting. Usahanya memang berhasil. Semua tokoh yang dirinya memiliki
kepandaian yang tinggi saja yang hanya mengepung dengan senjata di tangan, tanpa berani
lancang ikut mengeroyok.
Akan tetapi Yo Han tetap merasa khawatir karena belum juga nampak Lulung Lama dan Pek-
Sian Sam-Li ikut mengeroyok. Dia khawatir kalau-kalau empat orang yang paling lihai itu
menjadi penghalang bagi lolosnya Sian Li yang tadi dibantu oleh Cu Ki Bok.
Kekhawatiran Yo Han itu memang terbukti benar, Cu Ki Bok, berhasil membawa Sian Li lari
sampai ke dekat pagar bambu runcing dan tidak pernah ada penjaga yang berani
menghalanginya. Mereka berhenti di bawah pagar bambu runcing.
"Nah, engkau loncatlah ke atas dan cepat tinggalkan tempat ini, Sian Li," kata Cu Ki Bok,
suaranya agak gemetar.
Sian Li memegang tangan pemuda itu. Ia dapat mendengar getaran suara itu dan ia pun
terharu. "Akan tetapi bagaimana dengan engkau sendiri, Ki Bok" Mereka akan tahu bahwa
engkau telah membebaskan aku, dan tentu engkau akan celaka...."
Ki Bok tersenyum dan menggeleng kepala. "Aku cukup penting bagi perjuangan Suhu dan
kawan-kawan. Kesalahanku itu kecil saja karena engkau bukanlah orang Mancu, bukan
musuh penting. Sudahlah, aku dapat menjaga diriku sendiri, Sian Li kau pergilah....!"
Sian Li melepaskan pegangan tangannya, melangkah ke arah pagar bambu, akan tetapi
terhenti lagi dan menengok. "Ki Bok...." ia meragu.
"Ada apa lagi, Sian Li. Cepat-cepatlah, jangan sampai mereka datang mengejar."
"Aku hanya ingin minta maaf padamu...."
"Minta maaf" Untuk apa?" Ki Bok memandang heran.
"Engkau begitu mencintaiku dan sudah kaubuktikan dengan pertolongan ini, akan tetapi
aku....aku tidak dapat membalas cintamu. Maafkan aku, Ki Bok."
Cu Ki Bok tertawa, namun suara ketawanya sumbang, "Sudah nasibku Sian Li, cinta tak
dapat bertepuk sebelah tangan. Engkau tidak bersalah. Cinta tidak dapat dipaksakan, hanya
aku yang tidak tahu diri. Nah, pergilah dan jangan pikirkan aku lagi...."
Tiba-tiba mereka melihat beberapa bayangan berkelebat dan Ki Bok terbelalak ketika melihat
bahwa gurunya, Lulung Lama, ketiga Pek-Lian Sam-li dan belasan orang pembantu mereka
telah mengepung tempat itu!
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
422 "Omitohud, tidak kusangka bahwa muridku yang paling kupercaya, sekarang bahkan
mengkhianatiku! Sungguh seperti memelihara anak harimau, ketika kecil dan lemah dirawat
dan dipelihara, setelah besar dan kuat hendak menubruk pemeliharanya sendiri. Engkau murid
murtad!" "Suhu, teecu hendak membebaskan Nona Tan Sian Li karena ia tidak bersalah, dan karena
teecu tidak tega melihat ia celaka. Suhu, ia bukan musuh kita, dan membebaskannya tidak ada
sangkut pautnya sama sekali dengan perjuangan kita. Bagaimana Suhu dapat mengatakan
bahwa teecu murtad dan pengkhianat" Suhu, kalau Suhu menghendaki agar perjuangan kita
mendapat dukungan para pendekar di dunia kang-ouw, sebaiknya Suhu membebaskan Nona
ini." Terdengar suara tawa merdu, disambung suara Ji Kim, orang ke tiga Pek-lian Sam-liyang
cantik manis dan lincah. "Hi-hik, apakah Losuhu masih belum mengerti" Muridmu itu telah
tergila-gila kepada gadis ini, dan orang yang tergila-gila seperti dia itu mau berbuat apa saja
untuk orang yang dicintainya. Kalau perlu melawan guru sendiri demi membela wanita yang
dicintainya, heh-heh!"
"Benar sekali, Losuhu. Muridmu ini tidak ada harganya sama sekali, bahkan berbahaya
karena sewaktu-waktu dia dapat mengkhianati kita," kata Ji Kui.
Cu Ki Bok marah sekali dan menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka tiga orang wanita
itu. "Pek-Lian Sam-li, kalian ini hanya tamu akan tetapi tidak tahu diri! Aku tahu mengapa
kalian membenciku, karena aku tidak sudi melayani rayuan kalian, bukan" Kalian sungguh
menjemukan, kalian perempuan-perempuan hina yang berkedok pejuang!"
"Ki Bok tutup mulutmu!" Lulung Lama membentak.
Sian Li yang sejak tadi mendengarkan saja, kini melangkah maju dan ia pun berseru nyaring.
"Ucapan Ki Bok benar! Tiga orang wanita jalang ini tak tahu malu! Ki bok seribu kali lebih
berharga daripada mereka ini, Losuhu."
"Hi-hik, engkau sudah mau mampus masih banyak lagak!" bentak Ji kui, dan bersama
adiknya ia sudah menyerang ke arah Sian Li. Gadis berpakaian merah ini, bergerak cepat,
mengelak dan biarpun ia bertangan kosong, ia membalas dengan serangan yang dahsyat.
"Ki Bok, pinceng tidak mungkin dapat membiarkan engkau kelak mengkhianatiku. Nah,
terimalah hukumanku ini!" Pendeta Lama itu menerjang kedepan dan menghantam dengan
tangan kanan ke arah kepala murid sendiri.
"Suhu....!" Ki Bok berseru dan cepat melempar tubuhnya ke belakang. Biarpun dia sudah
mengelak cepat, namun angin pukulan itu masih menyambar dahsyat dan tubuhnya
terjengkang dan terguling-guling sampai lima meter lebih.
"Ki Bok....! Losuhu engkau tidak boleh membunuhnya!" Sian Li berteriak, akan tetapi tiga
orang wanita Pek-lian-kauw itu sudah menyerangnya dari tiga penjuru dan biarpun ia dapat
menangkis dan mengelak, tetap saja ia terhuyung ke belakang. Seorang penjaga yang
memegang pedang menyambutnya dengann tusukan pedangnya, Sian Li adalah seorang gadis
gemblengan. Biarpun ia kurang pengalaman dan ilmu-ilmunya belum masak benar, namun ia
telah mewarisi ilmu-ilmu hebat. Ketika ada angin tusukan pedang menyambar tubuh bagian
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
423 iga dari samping, ia masih dapat menekuk tubuhnya sehingga pedang lewat dekat iganya, dan
kakinya menendang, pergelangan tangan yang memegang pedang itu terkena sambaran ujung
kakinya. Tangannya juga cepat merenggut dan pedang itu sudah berpindah ke tangannya!
Begitu memegang pedang, senjata menyambar dan penyerangnya tadi pun roboh oleh
pedangnya sendiri.
Dengan pedang di tangan, Sian Li mengamuk, memainkan Liong-siauw Kiam-sut dengan
pedang rampasan itu. Namun Pek-lian Sam-li yang juga sudah menggunakan pedang,
mengepung dan megeroyoknya, membuat Sian Li tak mungkin lagi dapat mendekati Ki Bok
lagi. Pemuda itu bangkit berdiri setelah tadi terguling-guling, hanya untuk melihat suhunya sudah
berdiri di depannya, kini dengan sepasang senjata gelang roda besar di kedua tangan, matanya
mencorong marah, penuh nafsu membunuh.
"Suhu, ampunkan teecu...." Cu Ki Bok meratap. Dia tidak takut mati konyol di tangan
gurunya sendiri, hanya untuk kesalahan sekecil itu. Kalau diingat betapa sejak kecil dia
diperlakukan dengan baik oleh Lulung Ma, sungguh penasaran kalau sekarang terancam maut
di tangan orang yang selama ini dianggap sebagai pengganti orang tuanya, yang menyayang
dan disayangnya.
Agaknya Lulung Lama juga tidak tega untuk membunuh pemuda yang selama ini menjadi
tumpuan harapan dan yang disayangnya, selama ini setia kepadanya itu, maka dia nampak
ragu-ragu. "Losuhu, ingat, dia agaknya pun berbaik dengan Sin-ciang Tai-hiap. Dia berbahaya, seperti
musuh dalam selimut!" teriak Ji Kim yang merasa kecewa dan sakit hati karena selamanya
baru sekali ia dan encinya ditolak pria, yaitu ketika mereka gagal merayu Ki Bok.
Mendengar teriakan ini bangkit kembali kemarahan Lulung Lama. Memang muridnya ini
yang menerima Yo Han.
"Mampuslah....!" bentaknya dan dia pun menyerang dengan sepasang rodanya. Ki Bok
terkejut bukan main, berusaha untuk mengelak. Dia tetap tidak mau melawan gurunya dan
hanya mengandalkan kegesitan tubuhnya untuk menghindarkan diri dari cengkeraman maut.
Namun, tingkat kepandaiannya masih kalah jauh dibandingkan gurunya, maka sebuah
tendangan kaki Lulung Lama mencium lutut kanannya dan dia pun terpelanting.
"Sian Li, larilah.... cepat....!" Dia masih sempat berteriak sebelum sebuah roda di tangan kiri
Lulung Lama menghantam kepalanya dan pemuda itu tewas seketika. Lulung Lama berdiri
seperti patung, memandang ke arah pemuda yang kepalanya retak dan tewas itu, dan baru dia
merasa menyesal bukan main.
"Ki Bok.... omitohud.... apa yang kulakukan ini" Ki Bok...." dia mengeluh.
Seolah menjawab kata-katanya, terdengar sorak-sorai riuh sekali dan nampak obor-obor
dinyalakan di luar pagar bambu kemudian terdengar suara hiruk pikuk ketika pagar bambu
yang mengelilingi perkampungan itu dijebol orang dari luar. Perkampungan itu diserbu orang
dari luar. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
424 Dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati Lulung Lama ketika pagar itu jebol, dia melihat
banyak pendeta Lama diantara para penyerbu yang terdiri dari pasukan Tibet!
"Celaka....!" Serunya, maklum bahwa sarangnya diserbu oleh pasukan pemerintah Tibet
bersama anak buah Dalai Lama. Dia pun cepat lari ke bangunan induk untuk memimpin anak
buahnya mengadakan perlawanan.
Akan tetapi, dengan kaget Lulung Lama melihat bahwa para penyerbu bukan hanya pasukan
Tibet dan para pendeta Lama saja yang menyerbu, melainkan juga puluhan orang Kang-ouw.
Orang-orang kang-ouw itu kini membantu Yo Han yang dikeroyok dan yang tadi mengamuk.
Maklumlah Lulung Lama bahwa dia harus melawan mati-matian, maka sambil mengeluarkan
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
teriakan menantang, dia sudah menyerbu ke arah Yo Han yang kini dia ketahui adalah Sin-
ciang Tai-hiap sendiri. Yo Han menyambut senjata roda di tangan Lulung Lama dan terjadilah
perkelahian hebat diantara mereka.
Sementara itu, ketika melihat serbuan pasukan Tibet dan para pendeta Lama, juga orang-
orang kang-ouw, Sian Li menjadi girang sekali dan ia tidak jadi melarikan diri. Bahkan ia lalu
menggunakan suling emasnya yang tadi ia terima kembali dari Cu Ki Bok untuk membantu
para penyerbu, mengamuk dan mencari-cari Pangeran Gulam Sing yang amat dibencinya
untuk membalas kematian suhengnya. Gadis ini menerima sebuah suling berselaput emas dari
Kam Bi Eng, nenek yang menggemblengnya dan biarpun ia juga pandai memainkan pedang
namun ia lebih suka kalau memegang suling ini sebagai senjatanya.
Akhirnya Sian Li menemukan orang yang dicari-carinya. Ternyata Pangeran Gulam Sing
yang tinggi besar brewok dan gagah perkasa itu, dengan senjata yang mengerikan, yaitu golok
melengkung yang amat tajam, sedang bertanding malawan Gak Ciang Hun dan ibunya.
Pangeran Nepal itu memang tangguh, dan terutama sekali dia memiliki tenaga raksasa yang
membuat Ciang Hun dan ibunya kewalahan. Setiap kali senjata ibu dan anak itu bertemu
dengan golok melengkung, tentu pedang mereka terpental. Hanya setelah Ciang Hun
mengerahkan tenaga Sin-kangnya, barulah dia berani beradu senjata, akan tetapi ibunya tidak
berani mengadu senjata secara langsung, hanya mempergunakan kecepatan gerakannya untuk
mengeroyok. "Pangeran jahanam!" Sian Li berseru dan sekali lompat, tubuhnya menjadi bayangan merah
dan suling emasnya mengeluarkan bunyi melengking ketika ia menotok ke arah leher
pangeran yang tinggi besar itu.
"Ha-ha-ha, Si Bangau Merah datang. Bagus, mari kita main-main sebentar, nona manis!"
kata pangeran itu dalam bahasa yang patah-patah. Goloknya digerakkan dengan pengerahan
tenaga, dihantamkan ke arah suling emas yang menusuk lehernya, dengan maksud agar
senjata di tangan nona pakaian merah itu terpental dan lepas. Akan tetapi Sian Li bukan
seorang gadis bodohh. Ia sudah tahu bahwa lawannya ini memiliki tenaga yang amat besar,
maka ia menarik kembali sulingnya dan secepat kilat, sulingnya yang lepas dari tangkisan
lawan itu sudah menotok ke arah ulu hati lawan!
Pada saat yang bersamaan, Gak Ciang Hun dan ibunya, Souw Hui Lian atau Nyonya Gak,
telah menyerang pula dengana pedang mereka dari kanan kiri. Melihat dirinya diserang ole
tiga orang lawan yang tidak boleh dipandang ringan, Pangeran Gulam Sing mengeluarkan
bentakan nyaring, bentakan yang mengandung kekuatan sihir dan tiga orang lawan itu tergetar
seperti kehilangan tenaga dan di lain saat, kaki Pangeran Nepal itu sudah merobohkan
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
425 Nyonya Gak dengan tedangannya yang mengenai paha. Goloknya menyambar ke arah Gak
Ciang Hun yang masih sempat melempar diri ke belakang sehingga serangan itu luput, dan
tangan kiri pangeran Nepal itu mencengkeram ke arah kepala Sian Li! Gadis ini terkejut. Tadi
ketika Pangeran Nepal itu mengeluarkan bentakan, ia pun tergetar dan seperti kehilangan
tenaga sehingga tusukan sulingnya gagal, dan kini tiba-tiba lengan yang panjang itu telah
terjulur cepat dan tangan yang besar itu sudah mencengkeram ke arah kepalanya!
Sian Li cepat miringkan kepala mengelak, dan tangan itu terus menyambar dan
mencengkeram ke arah pundak kirinya dan terdengar pangeran itu tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha,Nona merah, akhirnya engkau jatuh juga ke tanganku....eh....!" Dia terkejut karena
tiba-tiba saja cengkeraman tangannya itu tertolak ke belakang oleh tenaga dahsyat dari sinar
emas yang menyambar ke arah tangannya itu.
Dia cepat meloncat ke belakang dan ketika dia mengangkat muka,dia melihat bahwa di situ
telah berdiri seorang laki-laki yang usianya sudah lima puluh tahun lebih, berpakaian
sederhana. Melihat pria ini sama sekali tidak mengesankan, akan tetapi sepasang matanya
mencorong penuh wibawa. Pria itu memandang kepada Sian Li yang tadi terkejut dan juga
lega bahwa ada orang yang menyelamatkannya dan terdengar dia berkata, "Nona, biarlah aku
yang menghadapi orang Nepal ini."
Pangeran Gulam Sing yang menjadi marah tidak memberi kesempatan kepada lawan yang
tangguh itu untuk banyak bicara. Dengan geram dia sudah mengeluarkan bentakan nyaring
disertai kekuatan sihirnya sambil menggerakkan golok melengkung untuk menyerang. Akan
tetapi pria itu bersikap tenang saja, agaknya sama sekali tidak terpengaruh oleh bentakan itu
dan dia sudah mencabut kembali sebatang suling dari ikat pinggangnya. Suling itu terbuat dari
kayu, akan tetapi mengkilap sepeti emas, dan ketika dia gerakkan, maka terdengar suara
melengking seolah suling itu ditiup orang. Dan golok melengkung itu tertolak keras ketika
bertemu suling, membuat Pangeran Gulam Sing menjadi terkejut. Dia pun mengamuk dan
menyerang membabi buta, dilayani oleh pria yang sederhana itu.
Sian Li, Nyonya Gak,dan Ciang Hun memandang kagum. Terutama sekali Sian Li yang kini
melongo dan terheran-heran. Ia dapat melihat dengan jelas bahwa suling itu dimainkan oleh
Si Pria tiada bedanya sama sekali dengan permainannya sendiri, itulah Liong-siauw-kiam-sut
(ilmu Pedang Suling Naga)! Dimainkan dengan perlahan saja, akan tetapi anehnya, golok
melengkung itu sama sekali tidak mampu banyak berlagak lagi setelah berhadapan dengan
permainan suling pria itu! Sian Li teringat akan neneknya, yaitu Kam Bi Eng, istri kakek
Suma Ceng Liong. Seperti itulah kalau Nenek Kam Bi Eng memainkan sulingnya! Dan
biarpun ia sendiri telah digembleng nenek itu dan telah menguasai Liong-siauw-kiam-sut,
namun tentu saja tingkatnya masih jauh. Mungkin ia telah menguasai gerakannya, namun
"isinya" belum matang sehingga sehingga tenaga yang dikandung dalam gerakannya masih
belum begitu kuat.
Akan tetapi, Sian Li tak sempat banyak melamun kaarena seperti juga Ciang Hun dan ibunya,
ia sudah harus berkelahi lagi dengan anak buah Pangeran Gulam Sing, yatu orang-orang
Nepal yang juga terpaksa harus menggerakkan senjata menyambut para penyerbu. Terjadilah
pertempuran hebat di malam itu.
Pria yang baru tiba itu memang hebat. Pangeran Gulam Sing yang gagah perkasa itu pun
tidak mampu menandinginya. Belum juga lima puluh jurus, setelah Pangeran Nepal itu
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
426 mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya, dia sudah terdesak dan terhimpit oleh
gulungan sinar suling di tangan orang itu. Maklum bahwa dia tidak akan mampu
mengalahkan lawan ini, tiba-tiba Pangeran Gulam Sing mengeluarkan teriakan nyaring dan
kakinya yang panjang dan besar itu melakukan tendangan-tendangannya yang ampuh sekali.
Kedua kaki itu bertubi-tubi melakukan tendangan, menyambar dari bawah ke atas, dari kanan
kiri dan mendatangkan angin yang menyambar-nyambar.
Namun, lawannya agaknya tidak menjadi terkejut melihat ilmu tendangan yang amat dahsyat
itu. Tubuhnya mencelat ke atas dan setelah berjungkir balik, dia pun meluncur turun dan
didahului oleh sinar sulingnya, menyambut tendangan kaki Gulam Sing!
"Tukk! Tukk!" Gulam Sing terjengkang, kedua kakinya roboh. Saat itu dipergunakan oleh
Sian Li yang sejak tadi mengamati jalannya perkelahian itu sambil menjaga diri dari serangan
anak buah Gulam Sing, untuk meloncat ke dekat Gulam Sing. Sulingnya menyambar dan
sebelum Pangeran Nepal itu sempat mengelak, suling di tangan Sian Li telah menotok
tengkuknya dari samping dan pangeran Nepal itu pun terkulai.
"Awaaas....!" Pria itu cepat menyambar lengan Sian Li dan ditariknya. Untung dia bertindak
cepat karena saat itu, dalam keadaan sekarat Gulam Sing masih mampu melontarkan
goloknya ke arah Sian Li. Demikian kuat dan cepatnya lemparan golok itu sehingga andaikata
Sian Li tidak ditarik orang tadi, tentu dara ini akan menjadi korban sambaran golok. Melihat
robohnya Gulam Sing. Anak buahnya menjadi panik dan mereka lari cerai berai, disambut
oleh pasukan Tibet.
"Gak-twako dan Bibi, mari kita bantu Han-ko!" kata Sian Li dan ia pun menghadapi pria itu
sambil memberi hormat."Paman yang gagah perkasa, terima kasih atas pertolonganmu. Kalau
Paman suka, kami harap Paman suka membantu kami sampai selesai!"
"Pria itu tersenyum. "Aku hanya kebetulan lewat dan mendengar keributan disini, aku datang
dan melihat engkau tadi terancam, Nona. Mari, aku ikut di belakang kalian."
Sian Li, Ciang Hun, Nyonya Gak dan diikuti pria itu lalu mencari Yo Han. Sementara itu, Yo
Han yang tadi bertanding melawan Lulung Lama, tidak menggunakan waktu terlalu lama.
Biarpun Lulung Lama dibantu oleh Pek-lian Sam-li namun Yo HaN dapat mendesak mereka
dengan gerakan yang aneh. Dia menggunakan ilmu Bu-kek-hoat-keng dan begitu empat orang
lawannya menyerangnya, mereka itu bahkan terjengkang sendiri. Makin hebat mereka
menyerang, semakin kuat pula mereka tertolak dan terbanting! Memang ilmu yang diwarisi
oleh Yo Han dari mendiang Kekek Ciu Lam Hok ini merupakan ilmu yang luar biasa. Ilmu ini
dapat menghimpun tenaga sakti yang mengandung daya tolak luar biasa sehingga setiap orang
penyerang apalagi kalau hatinya dibakar kebencian dan kemarahan, tentu akan terpukul
sendiri oleh serangannya yang membalik.
Pada saat itu, para pendeta Lama telah berdatangan dan melihat Lulung Lama terjengkang
berkali-kali setiap menyerang Yo Han, para pendeta Lama itu lalu menubruk dan meringkus
pemberontak itu. Akan tetapi terhadap Pek-lian Sam-li, baru pendeta Lama dan pasukan tidak
memberi ampun. Tiga orang wanita ini dikeroyok dan di bawah hujan senjata, mereka pun
tewas. Demikian pula dua orang pembantu Gulam Sing, yaitu Badhu dan Sagha, juga para
tosu Pek-lian-lauw yang menjadi kawan-kawan Pek-lian Sam-li semua tewas.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
427 Ketika Yo Han melihat Sian Li, Ciang Hun dan Nyonya Gak, juga seorang pria sederhana
datang hendak membantunya, dia yang sedang meneriaki para orang kang-ouw untuk
menghentikan pertempuran, segera berkata kepada mereka. "Mari kita tinggalkan tempat ini.
Kita tidak perlu mencampuri pertempuran antara pasukan Tibet yang menangkapi para
pemberontak."
Orang-orang kang-ouw itu lalu meninggalkan tempat itu, lari cerai berai setelah mendengar
perintah dari Sin-ciang Tai-hiap yang mereka taati. Adapun Sian Li, Ciang Hun dan ibunya,
juga pria itu, segera mengikuti Yo Han melarikan diri keluar dari kancah ertempuran itu dan
mereka menuruni bukit itu. Setelah mereka tiba di kaki bukit, malam mulai berganti pagi dan
mereka berhenti di tempat sunyi untuk istirahat.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Sian Li untuk sekali lagi menghaturkan terima kasih
kepada pria yang telah menolongnya. "Paman, terima kasih atas bantuan Paman. Kalau tidak
ada Paman, mungkin aku telah menjadi korban golok Pangeran Gulam Sing yang lihai." Ia
mengamati wajah pria itu dengan kagum dan heran sekali, permainan senjata suling dari
Paman itu sedemikian hebatnya, padahal gerakannya serupa benar dengan permainanku.
Kalau boleh aku mengetahui, siapa nama Paman yang terhormat?"
Tiba-tiba Nyonya Gak berkata, "Sian Li, apakah engkau tidak pernah mendengar tentang
pendekar sakti yang berjuluk Suling Naga" Aku berani bertaruh bahwa kita semua kini
berhadapan dengan pendekar Suling Naga yang bernama Sim Houw. Benarkah dugaanku itu,
saudara yang gagah perkasa?"
Mendengar itu, pria yang sederhana itu lalu mengangkat ke dua tangan depan dada memberi
hormat kepada Souw Hui Lian atau Nyonya Gak. "Toanio mempunyai penglihatan tajam dan
pandangan luas. Saya yang rendah memang bernama Sim Houw. Kalau boleh saya mengenal,
siapakah Toanio dan siapa pula orang-orang muda yang gagah perkasa ini?"
Mendengar bahwa pria itu bernama Sim Houw yang berjuluk Pendekar Suling Naga, Sian Li
mengeluarkan seruan girang dan cepat ia lalu memberi hormat. "Aihhh, kiranya Locianpwe
yang nama besarnya sudah sering kudengar dari Bibi Nenek Kam Bi Eng!"
Kini Sim Houw tersenyum lebar. "Aha, kiranya engkau menguasai Liong-siauw-kiam-sut
dari Sumoi Kam Bi Eng! Nona baju merah, siapakah engkau dan siapa pula orang tuamu?"
Sim Houw memandang dengan wajah berseri karena hatinya girang bukan main.
"Locianpwe, kita semua berada diantara orang sendiri. Mungkin Locianpwe tidak mengenal
Ayahku. Ayahku bernama Tan Sin Hong....!"
"Ayahnya berjuluk Pek-ho-eng (Pendekar Bangau Putih), murid Istana Gurun Pasir!" kata
nyonya Gak gembira.
"Hebat!" Sim Houw berseru girang, "Kiranya ayahmu pendekar yang namanya terkenal itu.
Sungguh girang sekali aku dapat bertemu denganmu, Nona baju merah!"
"Locianpwe, namaku Sian Li. Tan Sian Li. Adapun ibuku bernama Kao Hong Li...."
"She Kao...." Apa hubungannya dengan bekas Panglima Kao Cin Liong di Pao-teng?"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
428 "Dia adalah Kakekku!" Sian Li berseru gembira.
Sim Houw tertawa bergelak, bukan main girang rasa hatinya. Tiba-tiba dia mengambil
sulingnya dan meniup suling kayu berbentuk naga itu dan terdengarlah suara suling yang
melengking-lengking, merdu dan halus, akan tetapi mengandung getaran yang amat kuat
sehingga menimbulkan gelombang suara yang mencapai tempat jauh. Dan tiba-tiba terdengar
suara suling yang lebih lembut dan melengking tinggi, walaupun tidak sekuat suara suling
yang ditiup oleh Sim Houw, namun cukup jelas terdengar dari tempat itu. Suara suling yang
menjawab itu dengan cepat terdengar semakin dekat dan tak lama kemudian, muncullah
seorang wanita cantik. Wanita itu berusia empat puluh tahun, namun nampak manis dan jauh
lebih muda, matanya membayangkan kelincahan dan kejenakaan, juga kecerdikan.
"Aih, aku sudah mulai tidak sabar menunggumu dan disini ternyata terdapat banyak orang.
Siapakah mereka ini?" tanya wanita itu sambil memandang kepada semua orang satu demi
satu. "Lihatlah, Nona baju merah ini adalah puteri dari Pendekar Bangau Putih, dan ibunya adalah
puteri bekas panglima Cin Liong. Juga, ia telah menguasai Liong-siauw-kiam-sut yang
dipelajarinya dari Sumoi Kam Bi Eng. Hebat tidak?" kata Sim Houw kepada wanita itu yang
bukan lain adalah isterinya yang bernama Can Bi Lan.
Can Bi Lan yang berwatak jenaka dan gembira itu segera maju dan memegang lengan Sian
Li. "Aih, betapa gagahnya kau! Siapa namamu, Nona merah?"
Gembira sekali hati Sian Li bertemu dengan suami isteri yang namanya pernah ia dengar
dari Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng itu. "Bibi yang gagah dan cantik. Namaku Tan Sian
Li dan orang memberi julukan kepadaku Si Bangau Merah!"
"Si Bangau Merah" Puteri Pendekar Banagu Putih" Heh-heh, sungguh tepat sekali, Sian Li,
siapakah orang-orang yang lain ini" Perkenalkan mereka kepadaku."
"Aku sendiri pun belum sempat berkenalan dengan yang lain," kata Sim Houw kepada
isterinya. Pertama-tama saya harap Toanio suka memperkenalkan diri. Agaknya Toanio
mengenal keadaan keluarga kami, akan tetapi kami tidak tahu siapa Toanio."
"Kukira Paman dan Bibi tentu mengenal Bibi Gak. Suaminya adalah mendiang Beng-san
Sian-eng. Dan ini adalah puteranya Gak Ciang Hun."
"Aih, kiranya isterinya sepasang Locianpwe kembar, Sepasang Garuda dari Beng-san?" seru
Sim Houw, "Maafkan kalau kami bersikap kurang hormat." Juga Can Bi Lan memberi hormat
kepada Nyonya Gak yang cepat membalas penghormatan itu, diturut oleh puteranya.
"Dan siapakah pemuda ini" Sepintas lalu tadi aku melihat betapa hebatnya dia ketika
melawan pengeroyokan lawan yang lihai. Aku yakin dia ini pun bukan orang sembarangan!"
kata Sim Houw sambil memandang kepada Yo Han yag sejak tadi diam saja. Akan tetapi
diam-diam Yo Han mengamati wajah Can Bi Lan. Pernah dia mendengar cerita mendiang
ibunya ketika dia masih kecil tentang seorang Sumoi dari ibunya yang berjuluk Siauw Kwi
(Setan Cilik). Mendiang ibunya sendiri pernah manjadi seorang tokoh sesat berjuluk Bi Kwi
(Setan Cantik), dan Sumoi dari ibunya itu kalau tidak salah ingat bernama Can Bi Lan.
Wanita ini adalah Sumoi dari mendiang ibunya!
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
429 Sian Li yang merasa bangga dan suka pamer segera memperkenalkan Yo Han "Pernahkah
Paman dan Bibi dalam perantauan kalian mendengar nama besar Sin-ciang Tai-hiap di daerah
ini" Nah, inilah orangnya. Namanya Yo Han!"
"Tentu saja kami pernah mendengarnya!" kata Can Bi Lan kagum. "Seorang pendekar yang
tidak pernah membunuh, seorang pendekar budiman yang menalukkan orang-orang jahat dan
menyadarkan mereka. Masih begini muda" Sungguh tak kusangka!"
"Sin-ciang Tai-hiap, engkau masih begini muda sudah membuat nama besar. Tentu gurumu
seorang yang sakti dan terkenal sekali!" kata Sim Houw.
"Dan ayah ibumu tentu juga tokoh-tokoh dunia persilatan!" sambung Can Bi Lan.
Yo Han memberi hormat kepada suami isteri itu dan kemudian berkata kepada Can Bi Lan,
"Bibi Guru, teecu Yo Han menghaturkan hormat. Mendiang Ibu adalah Ciong Siu Kwi...."
"Aihhh....!" Bi Lan berseru dan matanya terbelalak memandang kepada pemuda suci itu.
"Suci...." Aku mendengar bahwa Suci menikah dengan seorang pemuda sederhana she Yo....
dan mereka tewas sebagai orang-orang gagah di tangan para pemberontak. Kiranya engkau ....
ah, engkau keponakanku....!" Bi Lan maju dan memegang kedua tangan pemuda itu, penuh
rasa kagum dan juga bangga. "Sukurlah, akhirnya Suci meninggalkan seorang keturunan yang
begini gagah perkasa dan berjiwa pendekar! Aku ikut merasa bangga, Yo Han!"
Rombongan itu lalu duduk di atas akar dan batu, bercakap-cakap dengan gembira, saling
menceritakan pengalaman masing-masing. Karena mereka adalah orang-orang segolongan,
bahkan diantara mereka masih ada hubungan, baik kekeluargaan maupun perguruan, maka
tentu saja suasana menjadi akrab sekali. Nyonya Gak atau Souw Hui Lin menceritakan betapa
kedua orang suaminya, Si kembar Gak jit Kong dan Gak Goat Kong yang dikenal dengan
julukan Beng-san Sian-eng, telah meninggal dunia dan ia hidup berdua dengan putera
tunggalnya yaitu Gak Ciang Hun yang ini sudah berusia dua puluh delapan tahun.
"Pertemuan dengan kalian semua membuat aku terkenang kembali ke kampung halaman,"
kata Nyonya Gak sambil menghela mapas panjang. "Semenjak kematian suamiku, aku
mengajak Ciang Hun merantau, karena aku merasa hidupku kosong. Ternyata aku hanya
mengejar bayangan belaka. Kelahiran dan kematian merupakan kodrat Tuhan yang tidak
dapat dimengerti oleh kita. Kita hanya menerima dan menjalani saja, tidak kuasa mengatur,
maka kematian merupakan hal wajar yang tidak perlu disedihkan terus menerus. Aku sudah
mengambil keputusan untuk pulang ke Beng-san."
Gak Ciang Hun memandang kepada ibunya dengan mata bersinar dan wajah berseri. Selama
ini dia menghibur hati ibunya yang menjadi berduka sekali karena kematian kedua orang
ayahnya, namun betapa pun dia membujuk, ibunya tidak mau kembali ke Beng-san yang
katanya hanya akan membuat ia berduka dan teringat kepada ayah-ayahnya. Akan tetapi
sekarang, ibunya sudah menyadari dan bahkan ingin kembali. Tentu saja Ciang Hun menjadi
girang bukan main. Kalau ibunya sudah mau kembali ke Beng-san, tentu dia dapat
memikirkan untuk berumah tangga, tidak seperti sekarang ini, selama hampir dua tahun hanya
merantau ke sana sini tanpa tempat tinggal yang tetap.
"Bagaimana dengan engkau, Sian Li?" tanya Can Bi Lan kepada gadis itu.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
430 Sian Li bercerita tentang pengalamannya, betapa ia bersama mendiang Sian Lun yang
menjadi suhengnya meninggalkan rumah Suma Ceng Liong untuk pergi berkunjung ke
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bhutan bersama Suma Ciang Bun dan Gangga Dewi. Betapa kemudian ia dan suhengnya
bertemu dengan Lulung Lama sehingga mengalami banyak hal yang hebat.
"Dan di mana sekarang suhengmu itu?" tanya Sim Houw.
Sian Li mengerutkan alisnya dan memandang kepada Yo Han. Berat rasa hatinya untuk
menceritakan penyelewengan yang dilakukan suhengnya itu, apalagi mengingat bahwa dalam
saat terakhir hidupnya, Sian Lun telah menyadari kesesatannya dan bahkan mengorbankan
nyawa untuknya. Melihat gadis itu memandang kepadanya seperti orang minta bantuan, Yo
Han lalu menjawab untuknya.
"Sayang sekali, dalam pertentangan menghadapi persekutuan pemberontak itu, Liem Sian
Lun telah tewas di tangan para pimpinan penjahat yang lihai."
Gak Ciang Hun dan ibunya menunduk. Mereka dapat menduga bahwa suheng dari Si Bangau
Merah itu telah menyeleweng, namun mereka tidak ingin mencampuri urusan itu dan diam
saja. Sim Houw menghela napas panjang. "Memang demikianlah resiko menjadi seorang pendekar
yang membela kebenaran dan keadilan. Kalau pihak penjahat lebih kuat, mungkin saja
seorang pendekar akan mengorbankan nyawanya, mati muda. Akan tetapi kematian seperti itu
tidaklah sia-sia, karena dia mati dalam membela kebenaran, dia seorang pahlawan
kemanusiaan."
"Lalu sekarang engkau hendak pergi ke mana Sian Li?" tanya Can Bi Lan yang kelihatan
amat sayang kepada gadis berpakaian merah itu.
"Aku ingin segera pulang ke rumah Paman Suma Ceng Liong, Bibi, karena sudah lama
meninggalkan dusun Hong-cun. Ayah dan Ibu tentu akan merasa khawatir kalau mereka
datang menjemputku dan aku belum pulang. Dan Han-ko akan ikut denganku karena dia pun
sudah merasa rindu kepada Ayah Ibuku."
Mereka semua memandang kepada Yo Han dan pemuda ini mengangguk membenarkan.
"Kasihan kalau adik Sian Li harus pulang seorang diri, padahal ketika pergi ia bersama
mendiang suhengnya. Selain itu, saya ingin bertemu dengan ayah ibunya, yaitu guru-guru
saya yang pertama."
"Paman dan Bibi sendiri hendak pergi ke manakah?" Sian Li bertanya kepada suami isteri
itu. Dan mereka semua merasa heran karena pertanyaan itu agaknya membuat suami isteri itu
seperti termenung, bahkan ada bayangan kesedihan meliputi wajah mereka.
Akan tetapi Can Bi Lan memiliki dasar watak yang lincah dan gembira, maka ia tidak
membiarkan wajahnya muram terlalu lama. Segera ia tersenyum lagi dan setelah menghela
napas panjang, ia lalu berkata, "Biarlah kami ceritakan keadaan kami karena kalian bukan
orang luar, melainkan masih terhitung anggauta keluarga sendiri. Mungkin kalian sudah
mendengar tentang nama kami, akan tetapi tentu merasa heran mengapa selama ini kami
berdua tidak pernah memperlihatkan diri, bahkan seperti mengasingkan diri dari dunia
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
431 persilatan. Sesunguhnya ada musibah besar menimpa keluarga kami. Terjadinya kurang lebih
dua puluh tahun lalu. Ketika itu, anak tunggal kami, seorang anak perempuan yang baru
berusia tiga tahun, telah lenyap dari rumah kami."
"Ahhh....!" Mereka yang mendengarkan cerita itu berseru kaget. "Apakah sampai sekarang
belum juga dapat ditemukan, Bibi?" tanya Sian Li.
Can Bi Lan menggeleng kepala sambil menghela napas.
"Adik Bi Lan, bagaimana mungkin peristiwa seperti itu dapat menimpa suami isteri yang
sakti seperti kalian" Apa yang telah terjadi dengan puterimu?" tanya Nyonya Gak dengan
terkejut, penasaran dan heran. Sukar membayangkan ada orang berani menculik puteri dari
suami isteri Pendekar Suling Naga!
Bi Lan kembal menghela napas. "Ketika itu, anak kami Sim Hui Eng yang baru berusia tiga
tahun diasuh oleh seorang pelayan di taman belakang rumah dan tiba-tiba kami mendengar
jeritan pelayan kami di taman belakang. Kami cepat lari ke sana dan mendapatkan pelayan
kami telah tewas tanpa luka. Setelah kami memeriksa dengan teliti, ternyata ia telah tewas
oleh tepukan pada ubun-ubun kepalanya yang merusak isi kepala tanpa menimbulkan luka,
dan anak kami lenyap tanpa bekas. Di atas tanah terdapat tulisan yang mungkin sudah ditulis
lebih dahulu, yang menyatakan bahwa kalau kami melakukan pengejaran, anak kami akan
dibunuhnya seperti orang itu membunuh pelayan kami." Bi Lan menghentikan ceritanya dan
memejamkan mata, agaknya masih ngeri membayangkan apa yang terjadi pada diri anaknya.
"Terkutuk! Bibi, siapakah pelaku yang jahat itu?" Gak Ciang Hun berseru marah.
Kini Sim Houw yang menjawab, suaranya tetap tenang walaupun terdengar jelas bahwa
pendekar ini pun menahan kesedihan hatinya. "Kami sampai sekarang belum dapat menduga
siapa pelakunya. Kami berdua dengan sangat hati-hati melakukan pencarian, takut kalau
ancamannya itu dilaksanakan penculik itu. Namun, ternyata orang itu memang lihai bukan
main karena sampai sekarang, dua puluh tahun telah lewat dan kami berdua belum juga
berhasil menemukan Hui Eng. Kami tidak tahu pria atau wanita yang menculik anak kami itu,
apa lagi namanya. Semua masih gelap bagi kami. Namun kami menduga bahwa perbuatan ini
tentu merupakan balas dendam. Di waktu muda kami banyak menentang para tokoh sesat dan
tentu mereka itu ada diantaranya yang mendendam kepada kami. Akan tetapi karena banyak
sekali tokoh sesat yang pernah kami tentang, kami tidak tahu benar siapa penculik itu. Kami
sudah menyelidiki di seluruh penjuru, sampai ke tempat ini, namun tidak pernah berhasil."
Suami isteri itu menunduk dan jelas bahwa mereka menderita tekanan batin yang amat hebat.
"Luar biasa!" Sian Li berseru. "Kenapa sama benar dengan yang telah terjadi padaku?"
Paman dan Bibi, ketika aku masih kecil, berusia empat tahun, aku pun diculik orang dari
taman! Akan tetapi untung ada Han-ko ini, kalau tidak, mungkin nasibku sama dengan puteri
Paman dan Bibi, sampai sekarang tidak dapat bertemu lagi dengan orang tuaku!"
Sim Houw dan Bi Lan memandang kaget dan heran. "Siapa yang menculikmu ketika itu?"
tanya mereka hampir berbareng karena tentu saja mereka merasa tertarik mendengar
terjadinya peristiwa yang serupa dengan apa yang terjadi pada diri anak mereka.
"Yang menculik aku adalah Ang I Moli Tee Kui Cu, puteri dari mendiang Tee Kok dari
Yunan, ketua Ang I Mo-pang. Akan tetapi Ang I Moli juga menjadi tokoh Pek-lian-kauw dan
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
432 sekarang ia telah mati dihukum pemerintah karena bersekutu dengan pemberontak. Nah,
ketika aku diculik, Han-koko masih tinggal bersama orang tuaku dan dia inilah yang
membebaskan aku dari tangan Ang I Moli dengan menggantikan aku aku dengan dirinya
sendiri." "Aih, Li-moi. Kerika engkau diculik, engkau sedang bermain-main denganku, maka aku
merasa bertanggungjawab," kata Yo Han ketika semua mata memandang kepadanya dengan
kagum. Cerita Sian Li itu membuat suami isteri itu saling pandang dan berpikir. "Hemmm, kami kira
memang ada persamaannya. Tentu penculik itu juga mendendam kepada orang tuamu," kata
Sim Houw. "Akan tetapi, kami tidak berhasil menemukan kembali anak kami, padahal kini ia
tentu telah berusia dua puluh tiga tahun dan kami tidak tahu apa yang telah terjadi
dengannya."
"Yang membuat hatiku terasa hancur kalau membayangkan adalah keadaannya yang tidak
menentu itu. Kami akan merasa lebih bersedih kalau ia sampai dibawa sesat oleh penculiknya,
lebih sedih daripada kalau andaikata ia sudah terbunuh," kata Bi Lan dan nyonya ini nampak
berduka sekali.
Yo Han yang sejak tadi mendengarkan merasa iba sekali. "Maaf, Paman dan Bibi, peristiwa
itu telah berlalu selama dua puluh tahun. Kini puteri Jiwi (Kalian) tentu sudah merupakan
seorang gadis dewasa berusia dua puluh tiga tahun. Namanya pun mungkin sudah diganti
nama baru oleh penculiknya. Bagaimana Paman dan Bibi akan dapat mengenalnya andaikata
bertemu dengannya, apalagi kalau ia menggunakan nama baru?"
Bi Lan memandang kepada pemuda itu. "Kami pun sudah berpikir demikian. Nama memang
bisa saja diganti, akan tetapi ada dua buah tanda pada tubuh anak kami itu yang tidak
mungkin dipunya oleh anak lain. Di pundak kirinya terdapat sebuah tahi lalat hitam yang jelas
dan di telapak kaki kanannya terdapat tanda noda merah sebesar ibu jari kaki. Dengan adanya
dua tanda itu, kami tentu akan dapat mengenal anak kami."
Tanpa mengelurkan sepatah pun kata Yo Han mencatat semua itu di dalam hatinya. Dia akan
merasa berbahagia sekali kalau dapat menemukan Sim Hui Eng untuk suami isteri yang sudah
menderita duka selama dua puluh tahun itu.
Tak lama kemudian, mereka terpecah menjadi tiga rombongan. Sim Houw dan Can Bi Lan
meninggalkan tempat itu, untuk kembali ke Lok-yang, tempat tinggal mereka, karena sudah
terlalu lama mereka meningalkan rumah dalam perantauan mereka mencari anak mereka dan
juga untuk menghibur diri. Nyonya Gak dan puteranya, Gak Ciang Hun, juga pergi kembali
ke Beng-san di mana mereka masih mempunyai sebuah rumah peninggalan Beng-san Siang-
eng yang makamnya juga berada di puncak gunung itu. Adapun Sian Li diantar Yo Han
melakukan perjalanan pulang ke dusun Hong-cun di luar kota Cin-an.
*** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
433 Sore itu, seperti yang mereka lakukan selama beberapa hari ini, Suma Ceng Liong dan
isterinya, Kam Bi Eng, duduk di serambi luar dan bercakap-cakap, sambil kadang-kadang
mereka melayangkan pandang mata ke jalan di depan rumah mereka. Mereka setiap hari
menanti dengan hati mengharap-harap kembalinya murid-murid mereka, yaitu Liem Sian Lun
dan Tan Sian Li.
"Kenapa mereka belum juga pulang?" gumam Suma Ceng Liong. "Dalam waktu sebulan
lagi, tahun baru tiba dan tentu Sin Hong dan Hong Li akan datang berkunjung untuk
menjemput puteri mereka. Sungguh tidak enak kalau mereka datang, Sian Li belum juga
pulang." "Kenapa mesti merasa tidak enak?" bantah isterinya. "Sian Li bukan pergi sendiri, melainkan
diajak oleh Kakak Suma Ciang Bun dan Gangga Dewi. Pula, ada Sian Lun yng menemaninya
agar ia tidak pulang seorang diri. Andaikata mereka terlambat dan ayah ibu Sian Li yang
datang lebih dahulu, mereka tentu akan dapat mengerti."
"Engkau benar. Sin Hong dan Hong Li adalah orang-orang bijaksana. Buktinya biarpun
mereka berdua sendiri memiliki kepandaian tinggi, mereka tidak menolak permintaan kita
untuk mendidik anak mereka selama lima tahun. Bahkan sebelum anak dan mantu kita datang,
aku akan minta bantuan mereka untuk menyusun daftar nama dari mereka yang hendak
kuundang dalam perayaan ulang tahun ke enam puluh yang akan kupergunakan untuk suatu
pertemuan besar berikut keluarga mereka semua."
Isterinya memandang dengan wajah berseri. "Jadikah rencanamu untuk mengumpulkan
demikian banyaknya keluarga dari tiga perguruan besar itu?"
"Kenapa tidak" Kalau tidak dikumpulkan agar mereka saling berkenalan, tentu anak cucu
mereka tidak akan saling mengenal dan hubungan baik antara ketiga keluarga besar itu akan
terputus. Sayang sekali, bukan" Sejak dahulu, nama besar dari keluarga Istana Pulau Es,
keluarga Istana Gurun Pasir, dan keluarga Lembah Gunung Naga telah dikenal diseluruh
dunia persilatan. Kini keturunan mereka cerai berai, padahal diantara ketiga perguruan besar
itu telah terjalin hubungan kekeluargaan yang amat erat."
Isterinya mengangguk setuju. Mereka sendiri adalah gabungan dari dua keluarga besar. Suma
Ceng Liong adalah cucu dalam dari Pendekar Pulau Es, putera dari Pendekar Siluman Kecil.
Sedangan Kam Bi Eng adalah puteri dari Kam Hong Si Pendekar Suling Emas dan Bu Ci Sian
yang terhitung murid ayah mertuanya pula.
"Pasti akan menggembirakan sekali dan merupakan peristiwa besar kalau cita-citamu itu
sampai terlaksana, " katanya.
"Kenapa tidak?" Tentu Suma Lian dan suaminya, Gu Hong Beng, sudah menerima suratku
dan tak lama lagi mereka tentu akan tiba di sini. Hubungan kekeluargaan harus diperbaiki,
tidak seperti sekarang ini. Bertahun-tahun di antara keluarga tidak sempat bertemu karena
terpisah jauh. Ingat saja kematian ayahmu. Sampai-sampai kita sendiri tidak mengetahui!
Orang tentu akan menganggap aku seorang mantu yang sama sekali tidak berbakti, ayah
mertua meninggal sampai dikebumikan tidak tahu sama sekali.
Isterinya menyentuh lengan suaminya. "Sudahlah, tidak perlu lagi disesalkan hal itu. Ibu
sendiri mengatakan bahwa memang sengaja Ibu tidak mengabarkan tentang kematian Ayah,
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
434 sesuai dengan pesan terakhir dari Ayah. Dan aku mengenal watak Ayah. Dahulu Ayah
seringkali bicara tentang kematian sebagai perjalanan pulang kampung! Ayah tidak setuju
kalau orang meninggal ditangisi dan dikabungi, yang dikatakan semua itu hanya upacara
pura-pura dan palsu belaka. Sepatutnya keluarga bersukur kalau ada orang yang dikasihinya
"pulang kampung" karena terbebas dari siksa dunia. "Yah, Ayah memang aneh dan kukira
setiap orang berilmu tinggi di dalam ini mempunyai keanehan masing-masing yang tidak
mereka sadari bahwa mereka berbeda dengan orang-orang awam."
"Engkau benar, isteriku. Aku tidak menyesali peristiwa itu, hanya alangkah baiknya kalau
sebelum mati, kita selalu memiliki hubungan yang akrab dengan keluarga besar kita."
Percakapan mereka terhenti seketika karena karena pada saat itu terdengar derap kaki dua
ekor kuda menuju ke rumah itu. Ketika nampak dua ekor yang ditunggangi Tan Sin Hong dan
Kao Hong Li, suami itu cepat bangkit berdiri dengan wajah berseri. Mereka memang sedang
menanti-nanti kedatangan mereka. Setiap tahun sekali, sejak Sian Li berada di situ, Sin Hong
dan Hong Li pasti datang berkunjung, yaitu menjelang hari raya sin-cia (tahun baru), dan
kunjungan mereka sekali ini adalah untuk menjemput kembali puteri mereka yag sudah tiba
waktunya untuk pulang setelah berada di bawah bimbingan kakek dan nenek itu selama lima
tahun. Tan Sin Hong yang kini sudah berusia empat puluh tahun itu masih nampak gagah dengan
pakaian yang sederhana berwarna serba putih, yang membuat dia dijuluki Pendekar Bangau
Putih di dunia persilatan. Sedangkan isterinya, Kao Hong Li yang berusia tiga puluh sembilan
tahun itu masih nampak muda, cantik, lincah dan gagah. Dengan sigapnya mereka berdua
meloncat turun dari atas punggung kuda, dan dua orang pelayan yang mengenal kewajiban
dan mengenal pula dua orang tamu itu sudah berlari-lari menyambut dan mereka segera
mengurus dua ekor kuda itu.
Sin Hong dan Hong Li cepat maju memberi hormat kepada tuan dan nyonya rumah, yang
disambut dengan ramah dan gembira. "Aha, kami memang sudah menanti-nanti kalian!" kata
Suma Ceng Liong sambil membalas penghormatan mereka. "Mari silakan duduk di dalam."
"Harap kalian jangan kecewa, Sian Li tidak turut menyambut karena ia masih belum pulang,"
kata Kam Bi Eng sambil tersenyum melihat suami isteri itu melihat-lihat ke sekeliling,
mencari-cari. "Bibi, ia pergi kemanakah?" tanya Hong Li heran.
"Duduklah dan nanti kita bicara," kata Suma Ceng Liong yang mengajak dua orang tamunya
duduk di ruangan sebelah dalam. Setelah mereka semua duduk, berceritalah kakek dan nenek
itu tentang kunjungan Suma Cian Bun dan Gangga Dewi dan betapa Sian Lun ikut kedua
orang itu berpesiar ke Bhutan."Ke Bhutan?" Kao Hong Li berseru kaget. "Akan tetapi tempat
itu jauh dan perjalanannya amat berbahaya!" juga suaminya terkejut mendengar bahwa puteri
mereka pergi ke Bhutan melalui pegunungan dan gurun yang berbahaya.
"Sian Li mendesak dan kami tidak dapat mencegahnya. Apalagi ia pergi bersama Kakak
Suma Ciang Bun dan Gangga Dewi, dan ia pun ditemani suhengnya, Liem Sian Lun. Kami
pikir, mereka berdua sudah memiliki ilmu kepandaian yang cukup dapat menjaga diri. Pula,
bukankah amat penting bagi mereka untuk meluaskan pengalaman mereka!" kata Suma Ceng
Liong. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
435 Mendengar penjelasan itu, Sin Hong dan Hong Li dapat menerimanya dan mereka pun
menjadi tenang kembali. Bagaimanapun juga, mereka berdua dahulu pun merupakan
petualang-petualang yang malang-melintang di dunia kang-ouw. Hanya pengalaman di dunia
kang-ouw saja yang membuat seseorang menjadi matang, pikir mereka dan mereka pun
menghilangkan kekhawatiran mereka.
"Akan tetapi, meurut perhitungan kami, dalam hari-hari mendatang ini ia dan Sian Lun tentu
akan segera datang, kata Kam Bi Eng.
"Kalau begitu, biarlah kami menunggu kedatangan di sini, Bibi!" kata Hong Li.
Suma Ceng Liong tersenyum. "Itulah yang kuharapkan karena aku ingin minta bantuan
kalian berdua untuk melengkapi catatan daftar keluarga yang akan kami kumpulkan pada hari
ulang tahunku yang keenam puluh. Aku ingin agar tidak ada anggauta keluarga yang terlewat.
Yang kumaksudkan dengan keluarga adalah keluarga tiga perguruan besar, yaitu keluarga
Istana Pulau Es, keluarga Istana Gurun Pasir, keluarga Lembah Gunung Naga, dan sekalian
murid-murid mereka."
Sin Hong dan Hong Li ikut gembira mendengar niat ini. Sebuah niat yang baik sekali dan
pasti pesta pertemuan yang amat menggembirakan. Membayangkan saja akan bertemu muka
dengan seluruh keluarga tiga perguruan itu sudah membuat mereka merasa tegang dan
gembira. Selama beberapa hari menanti datangnya Sian Li, dan Sian Lun, suami isteri itu membantu
Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng menyusun daftar para anggauta keluarga. Tentu saja
hanya yang mereka ingat dan kenal. Keluarga dari tiga perguruan itu telah menjadi amat luas
dan banyak sehingga untuk dapat mengetahui seluruh anggauta keluarga dengan lengkap
memakan waktu lama dan harus bertanya-tanya kepada anggauta keluarga lain.
"Kita mulai dari keluarga Istana Pulau Es," kata Suma Ceng Liong dengan sikap gembira. Di
depan empat orang itu, di atas meja, telah dipersiapkan sebuah buku daftar untuk mencatat
nama dan alamat keluarga yang akan diundang.
"Sebaiknya kita susun dari anggauta keluarga paling tua berikut keluarga masing-masing,"
usul isterinya.
"Benar sekali," kata Suma Ceng Liong sambil mengingat-ingat. "Sekarang ini anggauta
keluarga Istana Pulau Es yang paling tua tentulah Enci Suma Hui."
Hong Li mengangguk senang. "Memang agaknya Ibuku yang paling tua diantara keluarga
Suma." "Nah, kita mulai dengan nama Enci Suma Hui, dan suaminya juga kebetulan merupakan
anggauta tertua dari keluarga Istana Gurun Pasir," kata Suma Ceng Liong. "Kita mulai dengan
keluarga mereka di tempat teratas, dan tentu saja anak cucu dan para murid mereka." Dengan
bantuan isterinya dan dua orang tamunya, Suma Ceng Liong mulai menyusun daftar keluarga
yang dikirim undangan untuk pertemuan besar itu.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
436 Setelah bekerja beberapa hari lamanya, tersusunlah daftar sementara seperti berikut. Keluarga
Istana Pulau Es terdiri dari.
Suma Hui dan suaminya, Kao Cin Liong, yang tinggal di kota Pao-teng dan anak mereka Kao
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hong Li yang bersama suaminya, Tan Sin Hong tinggal di kota Ta-tung bersama puteri
mereka, Tan Sian Li.
Suma Ciang Bun bersama isterinya, Gangga Dewi kini tinggal di istana Kerajaan Bhutan,
yaitu kota raja Thim-phu. Tidak diketahui apakah keduanya mempunyai murid ataukah tidak.
KemudianSuma Ceng Liong danisterinya, Kam Bi Eng yang tinggaldi dusun Hong-cun luar
kota Cin-an, ber-samaseorangmuridmereka bernamaLiem Sian Lun. Puteri mereka, Suma
Lianbersama suaminya, Gu Hong Beng, ting-gal di kota Ping-san, di selatan Pao-tengtidak
mempunyai anak dan tidak mem-punyai murid pula.
Nyonya Gak dapat dibilang masih ke-luarga Istana Pulau Es, karena ia adalahisteri dari dua
saudara kembar Gak JitKong dan Gak Goat Kong, yaitu puteradari mendiang Gak Bun Beng
dan PuteriMilana, yaitu masih puteri Pendekar Su-per Sakti. Maka Nyonya Gak dan
putera-nya, Gak Ciang Hun, juga masuk dalam daftar undangan. Kini ibu dan anak itutinggal
di puncak Beng-san.
Adapun keluarga Istana Gurun Pasiryang tertua adalah Kao Cin Liong, sua-mi Suma Hui
yang sudah masuk urutan pertama dari daftar itu. Ayah Kao CinLiong, mendiang Kao Kok Cu
mempunyaimurid, yaitu Can Bi Lan yang kini ber-sama suaminya, Sim Houw, tinggal diLok-
yang, dan ada puteri mereka, SimHui Eng, yang kabarnya lenyap ketika berusia tiga tahun,
demikian yang dike-tahui Suma Ceng Liong. Sepanjang yang diketahuinya, Sim Houw dan
Can Bi Lanmempunyai seorang putera pertama SimHok Bu, namun anak itu meninggal
da-lam usia delapan tahun karena penyakit. Kalau pun masih ada murid-murid dari keluarga
Istana Gurun Pasir, hal itu ti-dak diketahui sama sekali oleh mereka berempat dan harus
mereka selidiki duludengan menanyakan kepada anggauta ke-luarga lain.
Keluarga lain yang mereka catat ada-lah keluarga dari Lembah Gurun Naga,atauketurunan
dari perguruan SulingEmas. Setelah Kam Hong meninggal du-nia, maka yang tertua tentu saja
adalahBu Ci Sian ibu Kam Bi Eng, nenek yang kini tinggal seorang diri di puncak
BukitNelayanmenungguimakamsuaminya.Tidak diketahui jelas siapa murid merekabahkan
Kam Bi Eng sendiri juga tidak tahu karena ibunya tdak pernah membe-ritahu. Kemudian ada
Cu Kun Tek yangbersama isterinya, Pouw Li Sian murid Gak Bun Beng, tinggal di Lembah
Gu-nung Naga sebagai pewaris keluarga Cu.Tidakdiketahui dengan pasti keadaanmereka dan
siapa saja yang masih ter-hitung muridataukeluarga perguruanSuling Emas dan Naga Siluman
ini. "Jangan dilupakan nama Yo Han," SinHong mengingatkan. "Biarpun dia puteraYo Jin dan
Ciong Siu Kwi yang tidakada sangkut pautnya dengan ketiga per-guruan, namun Yo Han
pernah menjadimurid kami berdua, dan dia bahkan per-nah kami anggap seperti anak sendiri."
Suma Ceng Liong mengangguk dandia pun mencatat nama Yo Han. Masihjauh daripada
lengkap daftar itu, hanyamerekacatatnama-namayangmereka kenal saja.
Padaharikelima,muncullah TanSian Li bersama Yo Han. Pagi hari itu,Suma Ceng Liong,
Kam Bi Eng, Tan SinHong dan Kao Hong Li sedang duduk diserambi depan. Mereka
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
437 berempat mene-ngok dan begitu melihat Sian Li, merekamelompat bangun dan memandang
denganwajah berseri.
"Ibu....! Ayah....!"SianLiberteriakbegitu melihat ayah ibunya, lalu berlarimenghampiri
mereka dan di lain saat iasudah berpelukan dengan ibunya. Merekagembira bukan main
sampai melupakanYo Han yang berdiri termangu, hatinya diliputikeharuan ketika dia melihat
TanSin Hong dan Kao Hong Li. Karena me-reka semua sedang asyik dan sibuk, diapun tidak
berani mengganggu dan hanyaberdiri di bawah, di luar serambi sambil memandang.
Setelah Sian Li memberi hormat ke-pada ayah ibunya dan kepada Suma CengLiong dan Kam
Bi Eng, barulah duaorang tua ini berseru heran, dan meman-dang kepada Yo
Han."SianLi,mana
SianLun"Dandiaitu....siapadiayangdatangbersamamu?"tanyaSumaCengLiong dengan suara
heran. Kao Hong Li yang masih merangkulputerinya jugamemandangkepadaYoHan dan bertanya,
"Sian Li,engkau da- tang bersama siapakah?"
Dalamperjalananmereka,Yo Han pernah menasihatkanSian Li untuk mela-por kepada Suma
Ceng Liong dan isteri-nya bahwa suhengnya itu tewas sebagai seorangpendekar dantidak
berceritatentang penyelewengannya. Kini Sian Li,yang tidak biasa berbohong, dengan
mukaditundukkan lalu berkata, suaranya lirih.
"Ayah Ibu, Kakek dan Nenek, denganmenyesal sekali aku harus mengabarkanbahwa Suheng
Liem Sian Lun telah.... te-was...."
Tentu saja empat orang itu terkejutmendengarini.terutamasekaliSumaCeng Liong dan Kam
Bi Eng. Mende-ngar betapa murid mereka tewas, ke-duanya saling pandang, lalu
mengamatiwajah Sian Li dan Kam Bi Eng bertanya.
"Tewas" Sian Lun.... tewas" Apa yangterjadi" Siapa yang telah berani membu-nuhnya?"
"Panjang ceritanya." SianLimengeluhkemudian ia menceritakan betapa dalamperjalanan ke
Bhutan itu mereka bertemu dengan Lulung Lama dan kemudian, keti-ka mereka pulang dari
Bhutan, merekabahkanterlibatdanbentrokdenganpersekutuanpemberontakyangterdiridari para
Lama Jubah Hitam, PangeranGulam Sing dari Nepal, para pengemisTongkatHitam,danorang-
orang Pek-lian-kauw.
"Kami terlibat dengan mereka, terja-di bentrokan, bahkan aku sendiri pernahtertawan oleh
mereka. Dan dalam per-tempuran itu, Suheng tewas di tanganPangeran Gulam Sing dari
Nepal. KamidibantuolehpasukanTibetdanpara orang kang-ouw, dan bahkan kami men-dapat
bantuan dari Bibi Gak dan putera-nya, Gak Ciang Hun. Bahkan di sana ka-mi bertemu dan
dibantuolehPaman SimHouw,Pendekar Suling Naga." Dengan panjang lebar Sian Li
menceritatkan ten-tangpertempuranyangakhirnyadapatmembasmi para pemberontak itu.
"Beberapa kali aku terancam behayamaut dan tentu aku sudah tewas pulaseperti Suheng
kalau saja tidak dibantu olehnya," katanya sebagai penutup sambilmenuding ke arah Yo Han
yang masihberdiri di luar sambil mendengarkan dan menundukkan mukanya.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
438 "SianLi, siapakah dia?" Kao HongLibertanyakepadapnterinyasambilmengamati wajah yang
menunduk itu. "Ayah dan Ibu, benarkah kalian tidak mengenalnya?" tanya Sian Li sambil ter-tawa.
Karena Sin Hong dan Hong Li kinimengamatiwajahnya,YoHansegeramenjatuhkan diri
berlutut dan memberihormat kepada mereka, berkata dengansuaraterharu."Suhudan
Subo,harapmaafkan teecu...."
"Yo Han....!" suami isteri itu berte-riak. Jadi mereka sama sekali tidak me-ngira bahwa
pemuda itu adalah Yo Hanwalaupunmerekamerasa
bahwa wajahpemudaitutidakasingbagimereka.
Kini,merekasegeramengenalnyadankeduanyacepat keluar dari serambi danSin Hong dengan
girang menarik tanganYo Han dan disuruhnya bangkit berdiri.
"Yo Han, terima kasih kepada Tuhanbahwa engkau dalam keadaan sehat danbaik!" seru Sin
Hong, wajahnya berserikarena gembira melihat pemuda itu yangpernah membuat dia merasa
prihatin se-kalikarenakepergiannya.Diakadang merasa berdosa kepada Yo Jin dan
BiKwi,ayahibu pemuda itu yang telahmempercayakan Yo Han kepadanya.
"Yo Han,engkau telah menjadi se-orangpemudadewasa!"
seruHongLiyangsebenarnyajugamerasasayangkepada murid yang pandai membawa diriini.
"Ayah, ibu, kalian tidak tahu bahwaHan-ko sekarang telah menjadi Sin-ciangTai-hiap yang
memiliki kesaktian hebat!Kalautidak ada dia,tentu aku tidakakandapatpulang hari ini!" Sian
Li me muji, wajahnya berseri dan matanya ber-sinar-sinar.
"Benarkah"
Luar biasa sekali! Bukan-kahsejakkecilengkautidaksukamem-pelajariilmusilat,YoHan?"tegurSinHong.
SumaCengLiongdan KamBiEngyang masih tertegun mendengar kematianmurid mereka,
segera mengajak merekasemua untuk masuk dan bicara di dalam.Setelah semua duduk di
ruangan da-lam, barulah Yo Han menceritakan pe-ngalamannya sejak dia dibawa pergi AngI
Moli sebagai penukaran atau tebusanatas diri Sian Li yang dibebaakan olehiblisbetinaitu.Betapa diakemudianmenyadari akan perlunya membekali diridengan ilmu
kepandaian agar dapat menegakkan kebenaran dan keadilan, mem-bela yang lemah tertindas
dan menyadar-kan mereka yang mengambil jalan sesat.
"Thian-li-pang?"kata SumaCengLiongmengingat-ingat."Seingatku,Thian-li-pang di Bukit
Naga adalah per-kumpulan parapatriot yang menentangpemerintah. Mereka terkenal gagah
per-kasadan diantara para pemimpinnyaterdapatorang-orangyang sakti. Akan
tetapi,akupernahmendengarbahwaThian-li-pang kemudian menjadi perkumpulan yang tidak
bersih namanya. Paramuridnya sukamelakukan hal-hal yang jahat, bahkan kabarnya pernah
mengadudomba perguruan-perguruansilatyangbesar seperti Siauw-lim-pai, Kun-lun-pai,-Bu-
tong-pai dan Go-bi-pai. Kabarnya per-kumpulanitu
diselewengkanolehduaorang
tokohnyayang berjuluk Ban-tokMo-ko dan Thian-te Tok-ong. Entah sam-pai di mana
kebenaran berita itu."
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
439 Sin Hong dan isterinya terkejut. "YoHan, benarkah itu" Dan engkau menjadimurid Thian-li-
pang yang tersesat itu?"tanya SinHong sambil menatap wajahpemuda itu penuh selidik.
"Apa yang diucapkan Suma Locianpwememang benar, Thian-li-pang adalah per-kumpulan
yangantipemerintah,antipenjajah, akantetapisetelahBan-tokMo-ko dan Thian-te Tok-ong yang
meme-gang pimpinan, perkumpulan itu dibawamenyelewengkejalansesat.Memangmula-mula
teecu dipaksa menjadi muriddua orang datuk itu. Akan tetapi kemu- dian teecu bertemu
dengan orang ke tigadariparadatukThian-li-
pangyangke-mudianmenjadiguruteecuyangsebenarnya.Beliaubernama
CiuLamHokdandisanabeliau
menjadi oranghukum-an yang disiksa olehdua orangsuhengnyaBan-tokMo-kodanThian-teTok-
ongitu.Kakitangannyadibuntungidanbeliaudi-hukumdidalamsumuryarigamatdalam.Teecuberh
asilbertemudanmenjadimu-ridnya.Setelehbeliau
meninggalkarenausiatua,
teecuberhasil keluar. Ban-tekMo-kodanThian-teTok-ong
saling me-nyalahkanketikamendengarakankema-tianSuhuCiuLamHokdan
merekasalingserangsendiri
sampaikeduanyatewas.TeecuyangmenerimatugasdarimendiangSuhuuntuk
meluruskankembaliThian-li-pang,
berhasilmenundukkan
danmembujukpara
pimpinandansekarangteecuyakinbahwaThian-li-pang telahkembali kejalan benar."
"CiuLamHok...."Hem,tidakpernahakumendengarnamaitu.YangterkenalhanyalahBan-tokMo-
kodanThian-teTok-ong,"kataSumaCengLiong.
"Ayah,namaHan-kosebagiSin-ciangTai-hiapdidaerahbarat
sudahsangat terkenal.Dibandingkandengandia,ke-mampuankutidakadaartinya...."
"Aih,Li-moi,harapjanganterlalu memuji.Engkaumembuatakumenjadimalu saja."
Pujian yang tiadahentinya dari SianLi membuat Tan Sin Hong dan KaoHongLi kagum,
akantetapi juga penasaran.Rasanya tidak sungkin Yo Hanmemilikikepandaian yang
melebihiSian Li. Akantetapi mereka tidak memperlihatkan pe-rasaanpenasaranini,hanyatersenyumgembira.
"Sian Li, ceritakanyang lebih jelastentangkematiansuhengmu."KamBiEng yang masih belum
dapat menghilang-kan perasaan dukanya atas kematianSianLun, tiba-tiba berkata. Suma Ceng
Liongmengangguk-anggukmembenarkanper-mintaan isterinya.
SianLimengerutkanalisnya.Berat tugas ini terasa olehnya. Ia seorangyangtidak suka
berbohong,tidak biasa membohong akan tetapi sekaliini, terpaksaia harus berbohong Yo Han
yangmenga-jarkankepadanyabahwauntukurusan
ini,amatbijaksanalahkalau
iaberbo-hong.Bagaimanapunjuga,SianLunte-lahtewas,danharusiaakuibahwadalam
saatterakhir,SianLuntelahmenebuspenyelewengannyadenganper-buatan
gagah,yaitumembelanya
sam-paimengorbankannyawa.Kalau
ia men-ceritakanpenyelewenganSianLun,halitusamasekali
tidakadamanfaatnyabahkan
tentuakanmembuatkakekdan
nenekitumerasa menyesalbukanmain.Bagaimanapunjuga,amatsukar
baginyauntukberbohongseluruhnya,makaiapun mengambil"jalantengah".
SianLimenceritakanlebihjelasse-muapengalamannyabersamaSian
Lunketikamerekaterlibatdalampertentang-andenganpersekutuan
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
440 pemberontakitu."AkudanSuhengtertawanmusuhyangselainlihaijugaamatbanyak
jumlahnya, katanya."Kemudian
merekaitu,dengan
kekuatansihirmereka,
menyihirSuhengdanmempengaruhiSuhengsehingganam-paknyaSuhengsukamembantumereka.
Apalagimerekaitumenggunakandalihperjuangan
melawanpemerintahpenjajahMancu.Akantetapi,padasaat
terakhir,Suhengdapatmembebaskandiridaripe-ngaruhsihir,kemudianSuhengmengamukdengan
gagah perkasa. Akantetapi,la-wannya,PangeranGulam
Sing dari NepalmemangtangguhbukanmainsehinggaakhirnyaSuhengrobohdantewas.Aku
sendiriterbebasdarimautkarenaadaHan-koyangmengamukdidekatkudanyangmelindungiaku."
SumaCengLiongmenghelanapaspanjang."Sudahlah,memangsudahnasib-nyamatimuda.Bagaim
anapunjuga,kitatidakperlumenyesali
kematiannya kare-na diagugursebagaiseorangpendekaryanggagahperkasa.Akubahkan
kecewatidakdapat
melawangerombolanitudisamping SianLun."
"Hemm,inginakumencobakepandai-anpangeranNepalitu!"kataKamBiEngdengangemasdan
dengankeduamataagakmarahkarenaiamenahan tan gisnya.
"Kitatidakperlu mengingat lagipa-ngeranitu karena diasudahtertangkapoleh pasukanTibetdan
sudahpastiakan dihukummati,"kataSianLi.
Setelahtinggaldisitu
selamaduahariduamalam,SinHongdanHongLilalumengajak
puteri mereka dan jugaYo Han untuk pulang ke Ta-tung. MerekaberjanjiuntukmembantuSumaCeng
Liongmenyebar undangan kepada parasanakkeluargayangakandiundangmenghadiri perayaan
ulangtahun sekalian mengadakanpertemuanbesar keluargaitu. Di sepanjangperjalanan, Sin
Hongdan Hong Li kembali minta kepada Sian Lidan Yo Hanuntuk menceritakanlagidengan
terperincisemua
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pengalamannya.Bahkan
Yo Hanjuga harus menceritakansemua
pengalamannya, yang didengarkan pula oleh Sian Likarena kepada gadisitu, sebelumnya Yo
Han hanya menceri-takan gadis besarnya saja.
*** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
Ada rasa khawatir dalam hati TanSin Hong dan Kao Hong Li ketika mere-ka melihat sikap
yang diperlihatkan SianLi terhadap Yo Han di sepanjang perja-lanan menuju pulang
itu.Mereka melihatbetapamesra dan manisnya sikap SianLi kepada Yo Han. Memang mereka
me-ngetahui bahwa sejak kecil, SianLiamat sayang kepada Yo Han yang juga
menya-yangnya. Akan tetapi, dahulu kesayanganmereka adalah seperti kesayangan
antarakakak dan adik, dan hal itu pun tidakaneh karena sejak Sian Li masih bayi,Yo Han yang
mengasuhnya dan menjaditeman bermain. Akan tetapi ketika itumereka masih kecil dan
sekarang merekabukan kanak-kanaklagi. Yo Han telahmenjadiseorang laki-laki yang
dewasa,sedangkan
SianLitelah berusia tujuhbelastahun,bagaikan
setangkai bungamulaiberkembangdanmekarmenjadidewasa.Kemesraanyang
diperlihatkanSian
Li terhadap Yo Han membuat sua-mi isteri itu khawatir, apalagi melihatbetapa sinar mata Sian
Li kalau meman-dang Yo Han demikian penuh rasa kagum.Dan Yo Han telahmerupakan
seoranglaki-laki yang tampan, gagah dan halusbudi, sifat yang mudah sekali
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
441 menjatuh-kanhatisetiaporanggadis.Merekaber-duadilandakekhawatiranyangsamasepertiduluke
tikaSianLimasihkecil.KhawatirkalauSian
Literpengaruh!Wa-laupunyangmereka
khawatirkanitu ber-beda. Dahulu mereka khawatir kalau SianLi ketularan watak Yo Han yang
tidaksuka belajar ilmu sllat sehingga Sian Li juga akan malas belajar silat dan menja-di
seorang gadis yang lemah. Sekarangmerekakhawatirkalauputerimerekaituakanjatuh cinta
kepada Yo Han,cintaseorangwanita terhadap seorangpria!
Setiap kali mendapat kesempatan bi-cara berdua, yaitu di waktu malam da-lam sebuah kamar
rumah penginapan dimanamerekaberduaberada, merekaberbisik-bisik membicarakan puteri
mere-ka dan Yo Han dan keduanya memangsudah sepakat dan satu hati.
"Tidak dapat disangkal bahwa Yo Hanmemang telah menjadi seorang pemudayangganteng,
tampan dan halus budi.Kalau dilihat dari keadaan lahiriahnya,memang tidak akan
mengecewakan an-daikata diamenjadi suami anak kita,"kata Hong Li.
"Engkau benar. Dan biarpun aku sen-diribelummembuktikan, akantetapidari cerita Sian Li,
aku percaya bahwaYoHanmemangtelah memiliki ilmukepandaianyangtinggi. Memang
kalaudilihat keadaan wajahnya, tubuhnya, ke-pandaiannya, kita tidak akan malu
mempunyaiseorang mantu seperti dia."
Isterinya mengangguk. "Memang sung-guh sayang sekali. Sayang bahwa ibunyaadalah Bi
Kwi. Masih ngeri hatiku kalaumengenang kembali kejahatan yang per-nah dilakukan ibunya.
Seorang iblis beti-na yang kejam dan amat jahat, walaupunpadawaktu-
wektuterakhirdiatelahmenyadarikesalahannyadanbertaubat.Siapa tahu, sifatnya yang jahat itu
akandiwarisi puteranya."
SinHongmenghelanapaspanjang."Aku pun merasa berat sekali untuk ber-pikir seperti itu,
akan tetapi apa bolehbuat, demi kebahagiaan anak tunggal kita.Tidak mungkin kita
membiarkan anak kia kelakhidup menderita kalau suaminyaberubahwataknyamenjadijahat.Kitatidakdapat yakinbahwaYoHan tidakmewarisi
watakjahat ibunya.MemangnampaknyaselamainidiamiripdenganwatakmendiangYoJin,
ayahnyayang walaupunpetani sederhanadantidakpandaisilatnamunberjiwagagah.Tidakmungkin
mempertahankannasibSianLisecara untung-untungan.
Hong Li termenung dan nampak kha-watir sekali. "Akan tetapi aku melihatsinar mata Sian Li
kalau memandang ke-padanya.Ah,aku khawatir kalau anakkita telah jatuh cinta kepada
YoHan...."
"Aaahh, kalau pun demikian,cintanyaitu hanyalah cinta monyet. Sian Li belumdewasa benar,
usianya baru tujuh belastahun, cintanya, akan mudah goyah dan berubah. Justeru karena itu
maka mereka harus cepat dipisahkan,kalau dibiarkan mereka bergaullebih dekat dan
akrab,bukan tidak mungkin mereka akan salingjatuh cinta."
HongLimenghelanapaspanjang."Sebetulnya aku merasa malu dan tidakenak sekali. Yo Han
demikian baik,akantetapi klta.... ah, dahulu kita juga inginmemisahkan mereka,sekarang pun
kitamasih tidak menghendaki mereka bergauldekat. Kalau dipandang sepintas saja, ki-ta yang
keterlaluan. Akan tetapi, demi kebahagiaan anak kita...."
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
442 "Ya,demi kebahagiaananakkita.Akantetapikita harusmencaricaraagar tidak kentara, dan
terutama sekaliagar Yo Han tidak sampai tersinggung."
"Itulah yang merisaukan hatiku. Alas-an apa pula yang dapat kita pergunakansekarang"
Dahulu, kebetulan munculAngI Moli yang mengajak Yo Han pergi se-bagaipenggantiSian
Li.Akantetapisekarang" Bagaimana mungkin kita me-ngusir dia begitu saja?"
"Memang tidak boleh kita mengusir-nya begitu saja. Dahulu aku sudah ber-janji kepada ayah
ibunya untuk merawatdanmendidikYoHan,danandaikatatidak ada permasalahan dengan Sian
Li,janji itu sudah pasti akan kupegang te-guh!"
"Lalu bagaimana kita harus bertindakagar pengusiran itu tidak menyinggunghatinya, akan
tetapi berhasil baik?"
"Aku ada akal. Ingatkah engkau akan cerita Sian Li tentang puteri dari Pende-kar Suling
Naga Sim Houw" Nah, hilang-nyaanakitudapatkitapergunakanuntuk membujuk Yo Han! Ibu
anak itu,siapa namanya.... o ya,SimHui Eng, ibu-nya Can Bi Lan adalah sumoi dari BiKwi,
ibu Yo Han. Aku tahu benar betapa erat dan baiknya hubungan antara sucidan sumoi itu,
seperti dua saudara kan- dung saja. Nah, kita ingatkan kepada YoHan bahwa sudah menjadi
kewajibannyauntukmembelakeluargaCan BiLanyang dulu berjuluk Siauw Kwi itu, seba-gai
pengganti ibunya. Melihat hubunganyang amat baik antara ibunya dan CanBi Lan, maka dia
seperti keluarga sendi-ri saja dan sudah sepatutnya kalau diamempergunakan
kepandaiannyauntukberusaha
mencari sampai dapat Sim HuiEng yanghilangitu, atausetidaknya,memperoleh keterangan bagaimana jadi- nya dengan anak yang hilang itu."
KaoHongLimengangguk-angguk, akan tetapi alisnya berkerut. "Memangitubolehkita jadikan
pendorong agardia pergi. Akan tetapi rasanya masih ku-rang kuat. Bagaimana kalau aku
mem-beritahu kepadanya, tentu saja denganlembutdanhati-hati,baahwasekarangdia sudah
dewasa, sudah sepantasnya ka-lau berdiri sendiri dan bahwakini SianLi sudah mulai besar dan
dewasa sehing-gatidakpantaslah
kalaudiaserumah
dengan Sian Li" Juga dapat kusindirkandengan halus kepadanya bahwa kita sudahmenerima usul dan sedang menjajaki
danmempertimbangkan ikatan jodoh antaraanak kita dengan seorang pangeran...."
Tan Sin Hong menatap tajam wajahisterinya. "Pangeran....?"
KaoHongLitersenyum."LupakahengkauakanPangeranCiaSun"Kita
pernah berjumpadengandiadanaku tidakdapatmelupakan betapa engkaukagum kepadanya, dan pernah
melontar-kan harapan agar anak kita dapat menja-di jodohnya?"
"Ihh, engkau melamun dari mengkha-yal, terlalu jauh dan tinggi! Bagaimanamungkin
kitamendapatmantuseorangpangeran seperti dia?" Tan Sin Hong tersenyum, akan tetapi
matanya bersinar-sinar penuh harapan. Pangeran Cia Sunmemang bukan putera mahkota,
bukanseorang pangeran yang kelak ada harapanuntuk menjadi Kaisar. Biarpun demikian, dia
adalah seorang pangeran yang tentusaja hidup mulia dan berkecukupan, jugalowongan jabatan
dan kedudukan tinggiterbuka lebar untuk seorang pangeran.Apalagi Pangeran Cia Sun masih
muda, terpelajar tinggi, dan pandai ilmu silat,bahkan pernahmintapetunjuk kepadamereka
tentang ilmu silat. Biarpun belumdapat dinamakan murid mereka karena hanya menerima
petunjuk dan dilatih se-lama beberapa bulan saja ketika suami isteriitu pergi ke kota raja,
namun me-reka mengenal pangeran itu sebagai se-orang pemuda yang baik, berbakat
danpantasmenjadimantumereka.Yangmembuat mereka mengharapkan terjadi-nya hal ini
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
443 adalah pernah ayah dari pa- ngeranmudaitu,yaitu Pangeran Cia Yan, secara berkelakar
mengatakan bah-wa dia akan senang kalau dapat berbesan dengan Pendekar Bangau Putih,
ketikamendengar
bahwa pendekar itu mempu-nyaiseorangputeriyangkini
sedangmemperdalam ilmu silatnya di rumah pa-man kakeknya.
Pangeran Cia Sun memang hanyase-orang cucu dari Kaisar Kian Liong, na-munkarena dia
pangeran, tentu sajadalampandangan
suami isteri itu, dialebihsegala-
galanyadaripadapemudalain.
Akhirnya mereka tiba di kota Ta-tungdan Sian Li merasa gembira sekali tibakembali di
rumah orang tuanya yang te-lah ia tinggalkan selama lebih dari limatahun.
*** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
Sin Hong dan Hong Li memperguna-kankesempatan selagi puteri mereka,Sian Li pergi
belanja untuk keperluanmenyambut hari sin-cia yang akan tibasepekanlagi,untuk mengajak
Yo Hanberbicara. Merekamemanggil Yo Hanuntuk bicara di ruangan depan. Hal inimereka
maksudkanagarkalauSian
Lipulang,merekadapatmelihatnyadanputerimereka
itutidaksempatikutmendengarkanpercakapanmereka.SinHongmemulaipercakapan
itudengansuara yang serius namun juga ramah.
"Yo Han, sudah beberapa hari engkauberada di sini, dan setelah engkau beris-tirahat, barulah
hari ini aku ingin mem-bicarakan suatu hal yang sejak kami ber-temu kembali denganmu dan
mendengarcerita SianLiselalu menjadi ganjalandi hati kami.
Yo Han memandang Sin Hong dengansepasang mata yang tajam seperti hendakmenembus
danmenjengukhatiorangyangdianggapsebagaigurupertama,bahkan
sebagaipenggantiayahnyaitu. "Suhu, katakanlah apa yang menjadi gan-jalan hati Suhu dan
Subo, mudah-mudah-anteecudapatmembantumelegakanhati Suhu dan Subo."
"Memanghanya engkau yang dapatmelegakan hati kami, Yo Han. Ganjalandihatikami
ituadalah ketika kamimendengartentang hilangnyaSim HuiEng, puteri bibi gurumu Can Bi
Lan. Ka-mi merasa kasihan sekali kepada Pende-kar Suling Naga dan isterinya. Putera
mereka meninggal duniaketikamasihkecil, kemudianputeri merekayangmenjadi satu-satunya
anak yang ada, se-jak berusia tiga tahun diculik orang. Ka-mi dapat membayangkan betapa
sengsarahidup mereka dan pantaslah mereka ituseperti mengasingkan diri, tidak
pernahmenghubungi keluarga dan handaitaulan.Apakah engkau tidak merasa kasihan, Yo
Han?" "YoHan,tahukahengkaubetapaakrab dahulu hubungan antara mendiangibumudengan
sumoinya, yaitu Can BiLan?" Hong Li ikut bicara.
Yo Han mengangguk. "Tentu saja tee-cu juga merasa kasihan sekali mendengarakan nasib
mereka yang kehilangan anaktunggal. Dan teecu masih ingat bahwamendiang Ibu amat
sayang kepada BibiCan Bi Lan."
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
444 "Sukurlah kalau engkau masih ingat," kata Sin Hong. "Nah, sekarang tentangganjalan di
hatikamiitu, Yo Han.Ayah dan ibumu dahulu menitipkan engkau ke-padaku,dan aku akan
merasa berdosasekalikalautidakmenganjurkan agarengkau sekarangpergimencariSimHuiEng
sampai dapat! Siapalagikalau bukanengkau yang membantubibimu Can BiLan itu
menemukan kembaliputerinya"Dan aku yakin bahwa arwah ibumu akan bersyukur dan
berterima kasih sekali ka-lau engkau dapat melakukan hal itu kepada bibimu Bi Lan. Mereka
akan merasaberbahagia sekali, dan kami berdua jugaakan merasa bangga. Setidaknya, bukan
hal yang sia-sia saja Ibumu dahulu meni-tipkan engkau kepadaku."
Yo Han mengangguk-angguk mengerti,biarpun diam-diam dia mengeluh karena ke mana dan
bagaimana dia akan mung-kin dapat menemukan anak yang sudahduapuluhtahunmenghilang
itu" Diaingat bahwa anak perempuan itu mem-punyai ciri-ciri yang khas di pundak
dantelapak kakinya,akantetapialangkahakan sukarnya mencari seoranggadisyang mempunyai
ciri-ciri di tempat yangtertutup dan tersembunyi itu!
"Ada sebuah hal lagi yang ingin ku-sampaikankepadamu, Yo Han. Bagaima-napun juga,
kami berdua telah mengang-gap engkau seperti keluarga sendiri, ka-renadahulu oleh orang
tuamu engkau diserahkan dan dititipkan kepada suamiku.Nah,sekarangusiamusudah lebih
dewasa,kalau tidak salah, usiamu sudah dua puluhlima tahun. Oleh karena itu,
kamiinginmelihatengkau berumahtangga.Kalau kami berhasil merayakan pernikah-anmu,
barulah suamiku akan merasa puasdanlega,mengangggp bahwa tugasnyamerawat dan
mendidikmu baru sempurna.Selainitu,karena engkau sudah kamianggap seperti anak sendiri,
tidak baiklah kalau sampaiadikmuSianLimenikahlebihdahulu...."kataHongLisepertisambil lalu
saja. Yo Han memandang kepada suami is-teri itu dengan wajah yang agak berubahkemerahan.
Anjuran kepadanya untuk se-geramenikahdianggapnyawajarsaja, akantetapiyangmengejutkan
hatinyaadalah berita tentang Sian Li dan perni-kahan!
"Tapi....Li-moi....kalautidaksalahbaruberusia
tujuhbelastahun...."katanyahanyauntukmengucapkansesuatuagartidakdiam dan bengong saja.
"Sudahmulaidewasa,bukankanak-kanak
lagi, bahkan kami pernah meneri-mausul perjodohannyadengan
seorangpangeran....
ah, hal itu belum resmi,ti-dakperlukamiberitahukansekarang,"kata Hong Li.
Yo Han merasa betapadadanya se-pertiditekansesuatu yangberat.SianLi telah dipilihkan
calon suami" Seorangpangeran"Wahh....!Entahkenapadiasendiri tidak tahu, akan tetapi
beritainisama sekali tidak mendatangkankegem-biraan di dalam hatinya, bahkanmem-buat dia
merasa tidak tenang.
"Nah, kami harap engkau segera ber-siap-siapuntukmulaidengantugasmuitu,Yo Han,dan
tidak mengecewakankami. Kalau ditunda lebih lama lagi, ka-mi khawatir akan terlambat.Dan
keta-huilahbahwaandaikataengkaudapatmenemukanputeribibimuCan Bi Lanitu,selainhalitu
akanamatmembanggakan hatikami, jugakalau gadis itumemang baik danpantas,kamiakan
merasa berbahagia sekali untuk berbesan dengan Pendekar Suling Naga."
"MaksudSuhu....?"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
445 "Akan baik sekali kalau engkaudapatmenemukankembaliputerimereka ke-mudian engkau
menikah dengannya.?"Ah,Suhu....!" Yo Han tersipu.Betapamuluknyajalanpemikirangurunya
ini.Mencarisaja belumtentubisa dapat,sudah hendak menjodohkannya. Ayah bun-da gadis itu
sendiri yang merupakan sua-mi isteri yang sakti,selama dua puluh tahun mencari anak mereka
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanpa hasil.Apalagi diayang sekarang baru hendakmulai.
"Sudahlah,hal
itukita bicarakan ke-laksaja.Akantetapi,
sanggupkah engkaumemenuhipermintaansuhumuuntukmencari Sim Hui Eng sampai dapat?" ta-nya Hong
Li. "Teecu akan berusaha sekuat tenaga."
"Jadiengkausanggup?"SinHongmendesak.
"Teecu sanggup, Suhu."
"Bagus!Engkaumembuatlegahatikami,YoHan.Andaikata kelak tidakberhasil sekalipun,
namun engkau sudahberusaha sekuat tenaga dan itu saja su-dah melegakan hati kami terhadap
arwahorang tuamu."
"Nah,lebihbaikengkau membuatpersiapan dan makin cepat dimulai pen-carian itu semakin
baik, Yo Han,"kateHong Li.
Yo Han mengangguk lalu mengundur-kan diri, masuk ke kamarnya membuatpersiapan. Dia
tidak boleh bersikap le-mah. Biarpun hari sin-cia kurang sepekanlagi, akan tetapi rasanya
cengeng kalaudia harus menunda tugasnya itu sampai lewat hari sin-cia. Seperti anak kecil
sa-ja,padahaltugasitupentingsekali.Akan tetapi dia harus meninggalkan SianLi, dan hal inilah
yang membuat dia ter-menung sedih. Rasanya amat berat untukberpisah lagi dari gadis itu
setelahber-pisah selama tiga belas tahun dan kinisaling jumpa dan berkumpul kembali.
Dandia tahu bahwa gadis itu pun tentu akanmerasabersedihkalaudiatinggalkan lagi.
Selagi dia mengumpulkan pakaian un-tuk di jadikan buntalan, daun pintu ka-marnyadiketukorang.Diamembukadaunpintuitu,mengharapkan
Sian Liyangdatangwalaupungadisitutidakpernahmengetukpintunyamelainkanlangsung masuk saja
kalau hendak bicara. Akan tetapi ternyata yang datang berkunjung adalah Kao Hong Li!
"Subo...."kata Yo Han dengan sikaphormat.
"Yo Han, ada satu hal penting yang tadi kami lupa untuk memesan kepada-mu."
"Hal apakah itu, Subo?"
"Engkau tahu, Sian Li kadang-kadangsuka kekanak-kanakan, ia lupa bahwa iabukan kanak-
kanak lagi, melainkan sudahmenjadi seorang gadis dewasa. Oleh ka-renaitu,mungkin sekali
kalau engkaumemberitahukepadanyabahwaengkauakan pergi mencari Sim Hui Eng, ia
akanrewel dan ingin ikut. Kalau ia rewel seperti itu, kuharap engkau suka dan dapat
membujuknyaagariatidakikutpergi.Engkau tentu cukup maklum bahwa tidakmungkin kami
membolehkaniapergi lagimeninggalkan kami, apalagi sekarang iasudah dewasa. Bagaimana
kalau sampaicalon suaminya mendengar bahwa ia per-gi merantau berdua saja dengan s
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
446 eorangpemuda,walaupunpemudaituadalahengkau, yang dapat dibilang sebagai ka-kak
angkatnya" Engkaumaklum,bukan?"
Yo Han merasa betapa hatinya pedihmendengarini,akantetapitentu sajadia dapat memaklumi
apa yang dimak-sudkan subonya itu. "Baik, Subo. Kalausampai Li-moi hendak ikut, tentu
akanteecu bujuk ia agar tidak melakukan halitu."
Akan tetapi, pelaksanaanselalulebihsulit daripada rencana. Sore hari itu, ke-tika mereka
berdua bicara dalamtaman bunga di belakang rumah, YoHenberpa-mitdari Sian Li bahwa
sorehariitujuga dia akan pergi meninggalkan rumahitu.
Sian Li terbelalak menatap wajah Yo Han. "Pergi" Engkau hendak pergi, Han-ko" Pergi ke
mana dan mengapa?" Sian Li menghampiri Yo Han dan memegangkeduatanganpemudaitu.Ia
memangselalu bersikap akrab, bahkan manja ke-pada pemuda itu.
"Li-moi,ingatkahengkauakanSimHui Eng?"
SianLimembelalakkanmata."SimHuiEng"Siapayangkaumaksudkan" Ahhh, she Sim! Ingat
aku sekarang, bu-kankah ia puteri Paman Sim Houw yanghilang dua puluh tahun yang lalu
itu?"Kini matanya memandang tajam menyeli-dik. "Mengapa engkau tiba-tiba menyebut
namanya, Han-ko?"
"Nah,aku haruspergikarenaakuberkewajiban untuk membantu Bibi CanBiLanmenemukan
kembali puterinya. Mendiang Ibuku amat akrab dan sayangkepada Bibi Bi Lan, maka arwah
Ibukuakan senang sekali kalau aku membantuBibi Bi Lan untuk menemukan
kembaliputerinya yang hilang itu."
Sian Limenatap wajah pemuda itudan mukanya agak berubah. "Han-ko, ba-ru saja kita
berkumpul kembali dan eng-kauakanmeninggalkanakulagi"Sam-paiberapalama Han-ko?"
"Entahlah,Li-moi.Engkaupuntahu bahwa akujugainginselalu beradadisampingmu,akan tetapi
tugas ini penting sekali. Pula, tidak ada perjumpaan tanpadiakhiri dengan perpisahan, Li-moi.
Eng- kau tentu tidak ingin melihat aku menja-di seorang yang tidak mengenal budi dantidak
mau mewakili mendiang Ibu untukmenolong BibiBi Lan."
Sian Li merasa kepalanya nanar. Be-rita kepergian YoHandemikian tiba-tibadatangnya. Baru
sajaiabergembira, ber-belanja untuk keperluansin-cia dan sin-ciakali ini terasa amat istimewa
bagi-nya karena di situ ada YoHanyangakan merayakan sin-cia bersamanya. Dankini, tiba-
tiba YoHanmenyatakan hen-dak pergi meninggalkannya, entah untukberapa lama!
"Han-ko, kapan engkau akan berang-kat?" tanyanya, suaranya mulai terdengarsumbang.
"Sekarang juga,Li-moi.Aku sudahberkemas dan siap berangkat, tadi hanyamenanti engkau
untuk berpamit saja."
Sian Li terbelalak dan tiba-tiba iamerangkulkan kedua lengannya pada le-her pemuda itu.
"Han-ko, aku ikut eng-kau pergi!" katanya mantap dan bersung-guh-sungguh.
YoHan terkejut, akan tetapi jugamerasa betapa hatinya berdebar penuhperasaan bahagia,
girang dan terharu.Dia memejamkankedua matanya ketikamerasa betapa lingkaran kedua
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
447 tengangadis ituamatketat, dan dia menguat-kan hatinya agar jangan menuruti kehen-dak
batinnya yang ingin membalas, inginmendekap kepala yang disayangnya ituke dadanya.
"Li-moi,jangan begitu. Tidak mungkinengkau ikut bersamaku. Perjalanan initidak menentu
kapan berakhirnya. Engkautidak boleh meninggalkan ayah ibumu.Biarkan aku pergi, Li-moi."
"Tidak.... tidak.... aku tidak mau kautinggalkan, aku tidak mau berpisah lagidarimu, Han-ko!"
Sian Li berkata, kinigadis itu menangis di atas dada Yo Handan rangkulannya semakin kuat.
YoHanmenjadibingung, apalagipadasaatitumunculSinHongdanHongLi!
"YoHan,apa yang kaulakukanini?" terdengarTanSinHongmembentakma-rah.
"Suhu,Subo....maafkanteecu...."kataYoHantakberdayakarena Sian Lima-sihmerangkulnya.
"YoHan,sungguhtakpantaskelakuanmuini.SianLi,lepaskandia!"HongLijuga berseru marah.
Sian Litidak melepaskanrangkulan-nya, akan tetapi ia mengangkatmukanyadari dada Yo Han
dan menolehkepadaorang tuanya."Ayah, Ibu,Han-ko tidakbersalah apa-apa....aku.... aku ingin
ikut dengannya,aku tidak mau ditinggalkan-nyalagi...."
Yo Han menguatkanhatinya,mele-paskan rangkulan Sian Li denganlembut. Dia harus
mengambil keputusan yang te-pat. Tidak boleh dia menyenangkan hati-nya sendiri dengan
mengorbankan perasa-an SinHong danHong Li, dua orangyang dihormatinya itu.
"Li-moi, lepaskanlah.Aku tidak maumengajakengkaupergi.Engkau hanyaakan menjadi beban
saja, dan aku mem-punyai tugas penting."
"Han-ko....!"Sian Li berseru dan de-ngan mata basah memandang kepada YoHan seperti
orang yangtidakpercaya."Engkau.... engkau....?"
Yo Han menunduk dan menghela na-paspandang."Sudahliah,Li-moi, engkautidak boleh
membikin marah ayahibumu.Suhu dan Subo, teecu berangkatsekarangLi-moijaga baik-
baikdirimu!Pemudaitu lalumelangkah lebar memasuki ru-mah,mengambilbuntalannya dan
akansegera pergi.
"Han-koko...!" Sian Li hendakmenge-jar, akan tetapi ibunya sudah memeganglengannya.
"SianLi,sungguhmemalukansekalisikapmu ini!"
Akan tetapi Sian Limeronta, mele-paskan pegangan ibunya dan lari keda-lam rumah
mengejar Yo Han. Ayah ibunya saling pandang, menggeleng kepala lalu berlari mengikuti.
Akan tetapi sete-lah tiba di kamar Yo Han, Sian Li tidak melihat lagi pemuda itu. Yo Han
telahpergi dengan cepat sekali. Sian Li men-cari ke sana sini dan memanggil-manggil,namun
percuma, yang dipanggilnya sudahpergi tanpa meninggalkan bekas.
"Han-ko....! Han-koko....!" Ia berteriak-teriak dan hampir bertubrukan dengan ayah ibunya di
ruangan tengah.
"SianLi!"bentak Sin Hong marah.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
448 "Sian Li, kelakuanmu ini sungguh ti-dak patut," ibunya juga mengomeli anak-nya. "Yo Han
sudah pergi,dia pergi melaksanakan tugas. Engkau bukan anakkecil lagi yang begitu saja
hendak ikut pergi.Engkau sudah dewasa, seorang gadis dewasa. Bagaimana mungkin seorang
gadis pergi begitu saja, berdua dengan seorang pemuda" Memalukan!"
Sian Li memandang ayah dan ibunya,wajahnyapucatdanbasahair mata."Ayahdan Ibu
yangmelakukan semuaini!Ayahdan Ibu yang mengusahakanagar dia pergi meninggalkan aku.
Dahulu, Ayah Ibupula yang memisahkan kami,sekarang ayah dan Ibupula yang
mengu-langihal itu. Aku ingin dekat Han-ko! Apakah Ayah dan Ibu tidak tahu" Aku cinta
kepada Han-ko. Aku cinta pada-nya....!"Sian Li menjatuhkan diri di atas bangku dan
menangis. Sin Hong dan Hong Li saling pandang, kemudian menggeleng-geleng kepala.HongLi
mendekati anaknya, merangkul-nya.Sian Limenoleh, lalu merangkul ibunya.
"Ibu....!"Dan ia menangis tersedu-sedu di dada ibunya.
"Sian Li, kami juga mencinta Yo Han.Akan tetapi engkau dan Yo Han sudahseperti saudara
sendiri. Dia cinta padamusebagai seorang kakak, dan engkau masihterlalu kecil
untukmencinta sebagaiseorangwanita.Ingatlah, kitasemua akan ternoda aib kalau engkau
sebagaiseorang gadis baik-baik pergi merantaubersama seorang pemuda. Tugasnya beratdia
harus membantu bibinya mencari pu-teri mereka yang hilang. Dan kita sendi- ripunharus
membantu pamanmu SimHouw. Kita bertiga juga akan pergi men-cari keterangan. Kita akan
pergi ke kotaraja, siapa tahu kita akan dapat menemukan Sim Hui Eng."
Dihibur ayah ibunya dan dijanjikan akan diajak pergi membantu pencarian Sim Hui Eng,
Sian Li menghentikan tangisnya.
"Sian Li, ingatlah bahwa sesungguhnya tidak tepat sama sekali kalau engkau memperlihatkan
kecengengan seperti ini. "Sin Hong berkata, "Engkau bukan seorang anak kecil lagi. Engkau
seorang gadis hampir dewasa dan usiamu sudah tujuh belas tahun.Lebih daripada itu,engkau
telah memilikiilmu kepandaian yang lumayan, bahkan engkau sudah pantas dijuluki Si
Bangau Merah sebagai imbangan ayahmu yang di juluki orang Pen-dekar Bangau Putih.
Engkau harus memperdalam ilmu silat keluarga kita, yaitu Pek-ho Sin-kun dan untuk
menyesuaikan kesukaanmu akan warna merah dan ju-lukanmu Si Bangau Merah, aku akan
mengubah sedikitdalamPek-hoSin-kunagar lebih tepat dinamakan Ang-ho Sin-kun (Silat Sakti
Bangau Merah), khususuntukmu."
AkhirnyaSianLidapat melupakankesedihannya, apalagikarena ia mengha-rapkan bahwa kelak
ia akan dapat bertemu kembali dengan Yo Han.Mungkin dalam pesta perayaan dan pertemuan
besar yang diadakan oleh Kakek Suma Ceng Liong,atau kalau Yo Han tidak muncul di sana,
tentu pemuda itu akan muncul setelah berhasil menemukan Sim Hui Eng.Juga janji ayah
ibunya untuk mengajak ia membantu pencarian SimHui Eng, dimulai dikotaraja,
menda-tangkan kegembiraan di hatinya yang pada dasarnya memang lincah gembira,tidak
dapat menyimpan kesedihan terlalu lama.
Sampai di sini, pengarang sudahidulukisah Si Bangau Merah ini untuk bertemukembali
dalam kisah lain yang merupakan lanjutan dari kisah ini dengan judul SITANGAN SAKTI, di
mana kita akan ber-sua kembali dengan paratokoh dalam kisah ini. Semoga kisah ini ada
manfaat- nyabagi para pembacanya. TAMAT Solo, medio Maret1985
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
449 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
450