Kisah Si Bangau Merah 2
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Bagian 2
namaku Han."
"Yo Han..." Siapa orang tuamu?"
"Aku yatim piatu. Pengganti orang tuaku adalah Suhu dan Subo."
"Siapa sih suhu dan subomu yang kau-puji setinggi langit itu."
"Aku bukan sekedar memuji kosong atau membual, Bibi. Suhuku bernama Tan Sin Hong
berjuluk Pendekar Bangau Putih dan Suboku bernama Kao Hong Li, cucu Pendekar Naga
Sakti Gurun Pasir."
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
31 Ang I Moli menelan ludah! Sungguh sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa anak yang
diculiknya adalah pute-ri dari suami isteri pendekar sakti itu! Tentu saja ia pernah mendengar
akan nama mereka. Bahkan mereka adalah dua diantara para pendekar yang pernah
membasmi Ang i Mopang! Mereka ter-masuk musuh-musuh lama dari kakaknya, dari Ang I
Mopang. Akan tetapi ia pun tidak begitu tolol untuk memusuhi mere-ka. Biarpun ia sendiri
belum pernah me-nguji sampai di mana kehebatan ilmu mereka, namun tentu saja jauh lebih
aman untuk tidak mencari permusuhan baru dengan mereka.
Melihat wanita berpakaian merah itu diam saja, Yo Han melanjutkan. "Nah, engkau tahu
bahwa aku bukan mengger-tak belaka. Tentu engkau pernah men-dengar nama mereka.
Sekarang, bagaima-na kalau engkau mengembalikan Sian Li kepada mereka, Bibi?"
Ang I Moli mengamati wajah Yo Han dengan penuh perhatian. "Kalau aku mengembalikan
Sian Li, engkau mau ikut bersamaku dan menjadi muridku?"
"Sudah kukatakan bahwa aku suka menggantikan Sian Li. Bagiku yang pen-ting aku harus
dapat mengajak Sian Li pulang ke rumah Suhu dan Subo. Setelah aku mengantar ia pulang,
aku akan ikut bersamamu."
"Hemm, kaukira aku begitu goblok" Kalau aku membiarkan engkau mengajak ia pulang,
tentu engkau tidak akan kem-bali kepadaku. Yang datang kepadaku tentu suami isteri itu
untuk memusuhiku."
Yo Han mengerutkan alisnya, meman-dang kepada wanita itu. Ang I Moli ter-kejut.
Sepasang mata anak itu mencorong seperti mata harimau di tempat gelap tertim p a sinar!
"Bibi, aku tidak sudi melanggar janji-ku sendiri! Juga, hal itu akan membikin Suhu dan Subo
marah kepadaku. Kami bukan orang-orang yang suka me-nyalahi janji."
"Baik, mari, sekarang juga kita bawa Sian Li kembali ke rumah orang tuanya."
Biarpun tubuhnya sudah terlalu penat untuk melakukan perjalanan lagi, namun Yo Han
menyambut ajakan ini dengan gembira. "Baik, dan terima kasih, Bibi. Ternyata engkau
bijaksana juga."
Ang I Moli memondong tubuh Sian Li. "Mari kau ikuti aku."
Melihat wanita itu lari keluar kuil, Yo Han cepat mengikutinya. Akan tetapi, Ang I Moli
hendak menguji Yo Han, apa-kah benar anak ini tidak pandai ilmu silat. Ia. berlari cepat dan
sebentar saja Yo Han tertinggal jauh.
"Bibi, jangan cepat-cepat. Aku akan sesat jalan. Tunggulah!"
Ang I Moli menanti, diam-diam mera-sa sangat heran. Kalau anak itu murid suami isteri
pendekar yang namanya amat terkenal itu, bagaimana begitu le-mah" Menangkap kupu-kupu
saja tidak mampu, dan diajak berlari cepat sedikit saja sudah tertinggal jauh. Padahal, anak itu
memiliki tubuh yang amat baik. Ke-lak ia akan menyelidiki hal itu. Ketika ia memeriksa
tubuh Yo Han tadi, bukan saja ia mendapatkan kenyataan bahwa anak itu dapat menjadi
seorang ahli silat yang hebat, juga mendapat kenyataan lain yang mengguncangkan hatinya.
Anak itu memiliki darah yang bersih dan kalau ia dapat menghisap hawa murni dan da-rah
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
32 anak laki-laki itu melalui hubungan badan, ia akan mendapatkan obat kuat dan obat awet
muda yang amat ampuh!
Tidak lama mereka berjalan karena Ang I Moli membawa mereka ke tepi sungai, lalu ia
mengeluarkan sebuah pe-rahu yang tadinya ia sembunyikan di dalam semak belukar di tepi
sungai. "Kita naik perahu, agar dapat cepat tiba di Ta-tung," kata Ang I Moli dan ia menyeret perahu
ke tepi sungai, di-bantu oleh Yo Han. Tak lama kemudian, mereka pun sudah naik ke perahu
yang meluncur cepat terbawa arus air sungai dan didayung pula oleh Yo Han, dikemudikan
oleh dayung di tangan wanita pa-kaian merah itu. Sian Li masih pulas, rebah miring di dalam
perahu. Melalui air, perjalanan tentu saja ti-dak melelahkan, apalagi karena mereka mengikuti aliran
air sungai, bahkan jauh lebih cepat dibandingkan perjalanan me-lalui darat. Maka, pada
keesokan harinya, pagi-pagi sekali mereka sudah mendarat di tempat di mana kemarin Ang I
Moli bertemu dengan Yo Han dan Sian Li.
Nah, bawalah ia pulang, dan kau cepat kembali ke sini. Kutunggu," kata Ang I Moli kepada
Yo Han. Ia menotok punggung Sian Li dan anak ini pun sadar, seperti baru terbangun dari
tidur. Sian Li girang melihat Yo Han di situ dan Yo Han segera memondongnya, me-natap wajah
wanita itu dan berkata, "Engkau percaya kepadaku, Bibi?"
Ang I Moli tersenyum. "Tentu saja. Kalau engkau membohongiku sekali pun, engkau takkan
dapat lolos dari tanganku!
"Aku takkan bohong!" kata Yo Han dan dia pun membawa Sian Li keluar da-ri perahu, lalu
berjalan secepatnya me-nuju pulang. Hatinya merasa lega dan gembira bukan main karena dia
telah berhasil membawa pulang Sian Li seperti telah dijanjikannya kepada suhu dan su-bonya.
Dia telah bertanggung jawab atas kehilangan adiknya itu, dan kini dia telah memenuhi janji
dan tanggung lawabnya.
*** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
Tan Sin Hong dan isterinya, Kao Hong Li, semalam tadi tidak dapat pulas sejenak pun dan
pagi-pagi sekali mereka sudah bangun. Dengan wajah muram dan rambut kusut mereka duduk
di beranda depan seperti orang-orang yang menanti-kan sesuatu. Memang mereka menanti
pulangnya Yo Han, kalau mungkin ber-sama Sian Li yang diculik orang. Hong Li
menganggap hal ini tidak mungkin, hanya harapan kosong belaka dan sia-sia. Akan tetapi
suaminya berkeras hendak menanti kembalinya Yo Han sampai tiga hari!
"Yo Han...." Tiba-tiba Sin Hong ber-seru.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
33 Hong Li yang sedang menunduk ter-kejut, mengangkat mukanya dan wajahnya seketika
berseri, matanya bersinar-sinar, seperti matahari yang baru muncul dari balik awan hitam.
"Sian Li....!" Ia pun meloncat dan lari menyambut Yo Han yang datang memon-dong
adiknya itu. "Ibu....! Ayah....!" Sian Li bersorak gi-rang dan ia merssa terheran-heren ketika ibunya
merenggutnya dari pondongan Yo Han, mendekap dan menciuminya dengan kedua mata
basah air mata!
"Ibu.... menangis" Tidak boleh mena-ngis, Ibu tidak boleh cengeng dan lemah!" Sian Li
menirukan kata-kata ayah dan ibunya kalau ia menangis. Ibunya yang masih basah kedua
matanya itu terse-nyum.
"Tidak, ibu tidak menangis. Ibu ber-gembira....!"
Sin Hong sudah menyambut Yo Han dan memegang tangan murid itu, mena-tapnya sejenak
lalu berkata, "Mari masuk dan kita bicara di dalam."
Mereka duduk di ruangan dalam, me-ngelilingi meja. Sian Li dipangku oleh ibunya yang
memeluknya seperti takut akan kehilangan lagi.
"Nah, ceritakan bagaimana engkau dapat mengajak pulang adikmu, Yo Han," kata Sin Hong.
Hong Li memandang de-ngan penuh kagum, heran dan juga ber-sukur bahwa muridnya itu
benar-benar telah mampu mengembalikan Sian Li kepadanya. Padahal ia sendiri dan
suami-nya sudah mencari-cari sampai sehari penuh tanpa hasil, bahkan tidak dapat
menemukan jejak Sian Li dan penculiknya.
"Suhu dan Subo, ketika teecu pergi hendak mencari adik Sian Li, teecu se-gera berlari ke luar
kota, melalui pintu gerbang selatan. Sehari kemarin teecu berlari dan berjalan terus dan pada
ma-lam hari tadi, teecu tiba di lereng se-buah bukit. Teecu melihat sebuah kuil dan ada sinar
api unggun dari dalam kuil. Teecu memasuki kuil tua yang kosong itu dan di situlah teecu
melihat Adik Sian Li tidur dijaga oleh wanita pakaian merah itu."
"Akan tetapi, Yo Han. Bagaimana engkau bisa tahu bahwa adikmu dibawa ke tempat itu oleh
penculiknya?" Hong Li bertanya dengan heran.
"Teecu juga tidak tahu bagaimana Adik Sian Li bisa berada di dalam kuil itu, Subo...."
"Aku diajak naik perahu oleh Bibi ba-ju merah. Ia baik sekali, Ibu. Kami me-nangkap ikan
dan Bibi memasak ikan untukku. Enak sekali! Setelah turun dari perahu, kami berjalan-jalan
ke lereng bu-kit dan memasuki kuil tua itu, Setelah malam menjadi gelap, aku ingin pulang,
mengajaknya pulang dan.... dan.... aku lupa lagi, tertidur."
Sin Hong bertukar pandang dengan isterinya. Pantas usaha mereka mencari jejak gagal.
Kiranya anak mereka dibawa naik perahu oleh penculiknya.
"Yo Han, kalau engkau tidak tahu bahwa Sian Li dibawa ke kuil tua itu, bagaimana engkau
dapat langsung pergi ke sana?" Sin Hong mendesak, meman-dang tajam penuh selidik.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
34 Yo Han menarik napas panjang dan menggeleng kepalanya. "Teecu tidak tahu Suhu. Teecu
membiarkan kaki berjalan tanpa tujuan, ke mana saja untuk men-cari adik Sian Li. Dan tahu-
tahu teecu tiba di sana dan menemukan mereka."
"Tapi, bagaimana penculik itu mem-biarkan engkau mengajak Sian Li pulang" Bagaimana
engkau dapat menundukkan-nya?" Hong Li bertanya, semakin heran dan merasa bulu
tengkuknya meremang karena ia mulai merasa bahwa ada "se-suatu" yang ajaib telah terjadi
pada diri muridnya itu.
Yo Han tersenyum memandang subo-nya, lalu memandang suhianya. "Teecu membujuknya
untuk membiarkan teecu membawa adik Sian Li pulang. Ia tidak tahu bahwa adik Sian Li
adalah puteri Suhu dan Subo. Teecu beritahu kepadanya dan mengatakan bahwa kalau ia tidak
mengembalikan Sian Li, tentu Suhu dan Subo akan dapat menemukannye dan ia akan celaka.
Teecu mengatakan bahwa kalau ia mau menyerahkan kembali Sian Li, teecu yang akan
menggantikan adik Sian Li menjadi muridnya, menjadi pela-yannya, dan ikut dengannya.
Nah, ia setuju dan teecu membawa adik Sian Li, pulang. Akan tetapi teecu harus segera
kembali kepadanya. Ia masih menunggu teecu di tepi sungai...."
"Yo Han! Engkau hendak ikut dengan penculik itu" Ah, aku tidak akan mem-biarkan!
Menjadi murid seorang penculik jahat" Tidak boleh!" kata Hong Li marah . " Aku bahkan
akan menghajar iblis itu!"
Kao Hong Li sudah meloncat dengan marah, akan tetapi gerakannya terhenti ketika terdengar
Yo Han berseru, ,"Subo, jangan!"
"Hah" Iblis itu menculik anakku, ke-mudian menukarnya dengan engkau untuk dibawa pergi.
Dan engkau melarang aku untuk menghajar iblis itu?"
"Maaf, Subo. Apakah Subo ingin meli-hat murid Subo menjadi seorang rendah yang
melanggar janjinya sendiri, menjilat ludah yang sudah dikeluarkan dari mulut?"
"Ehhh...." Apa maksudmu?"
"Subo, bagaimanapun juga, teecu (mu-rid) adalah murid Subo. Teecu sudah ber-janji kepada
wanita berpakaian merah itu bahwa setelah teecu mengantar Sian Li pulang, teecu akan
kembali kepadanya dan menjadi muridnya, pergi ikut de-ngannya. Kalau teecu sudah berjanji,
lalu sekarang teecu tidak kembali kepadanya, bahkan Subo akan menghajarnya, bukan-kah
bererti teecu melanggar janji sendi-ri?"
"Tidak peduli akan janjimu itu! Eng-kau tidak perlu melanggar janji, engkau pergilah
kepadanya. Akan tetapi aku tetap saja akan menemuinya dan meng-hajarnya!" kata Hong Li
dengan marah. "Subo!" kata pula Yo Han dan suara-nya tegas. "Kenapa Subo hendak mengha-jar wanita
itu" Kalau Subo melakukan itu, berarti Subo jahat!"
"Ehhh?" Hong Li terbelalak meman-dang kepada anak itu.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
35 "Yo Han!" kata pula Sin Hong. "Subo-mu hendak menghajar penculik kenapa engkau
katakan jahat?" Dia bertanya hanya karena ingin tahu isi hati anak itu yang amat dikaguminya
sejak dia ta-di mendengarkan kata-kata anak itu ke-pada isterinya.
"Suhu, wanita berpakaian merah itu memang benar tadinya hendak melarikan Sian Li, akan
tetapi ia bersikap baik terhadap Sian Li, dan ia melarikannya, karena ingin mengambilnya
sebagai murid. Ia sayang kepada Sian Li. Kemudian, teecu menemukannya dan teecu
membu-juk agar ia mengembalikan Sian Li. Dan ia sudah memperbolehkan Sian Li teecu
bawa pulang. Teecu sendiri yang berjanji untuk ikut dengannya. Kalau sekarang Subo dan
Suhu menghajarnya, bukankah itu sama sekali tidak benar?"
Sin Hong memberi isarat dengan pan-dang matanya kepada isterinya lalu me-narik napas
panjang dan berkata kepada muridnya itu. "Baiklah kalau begitu, Yo Han. Kami tentu saja
tidak menghendaki engkau menjadi seorang yang melanggar janjimu sendiri. Engkau sudah
yakin ingin menjadi murid wanita itu" Kalau engkau ingin memperoleh guru yang baik,
tem-pat tinggal yang lain, kami sanggup mencarikannya yang amat baik untukmu."
Yo Han menggeleng kepalanya. "Tidak Suhu. Teecu akan ikut dengan wanita itu seperti telah
teecu janjikan. Teecu akan berangkat sekarang juga agar ia tidak terlalu lama menunggu." Dia
lalu pergi ke dalam kamarnya, mengambil buntalan pakaian yang memang telah, dia
persiap-kan semalam. Memang semalam dia su-dah merencanakan untuk pergi
mening-galkan rumah itu, akan tetapi karena hatinya terasa berat meninggalkan Sian Li, pagi
itu ia ingin menyenangkan Sian Li dengan mengajaknya bermain-main di tepi sungai sebelum
dia pergi. Suami isteri itu juga merasa heran melihat demikian cepatnya Yo Han me-ngumpulkan
pakaiannya karena sebentar saja anak itu sudah menghadap mereka kembali. Yo Han
menjatuhkan diri ber-lutut di depan kedua orang gurunya.
"Suhu dan Subo, teecu menghaturkan terima kasih atas segala budi kebaikan yang telah
dilimpahkan kepada teecu, terima kasih atas kasih sayang yang te-lah dicurahkan kepada
teecu. Dan teecu mohon maaf apabila selama ini teecu melakukan banyak kesalahan dan
mem-buat Suhu dan Subo menjadi kecewa. Teecu mohon diri, Suhu dan Subo" Sua-ranya
tegas dan sikapnya tenang, sama sekali tidak nampak dia berduka, tidak hanyut oleh perasaan
haru. "Baiklah, Yo Han. Kalau memang ini kehendakmu. Dan berhati-hatilah engkau menjaga
dirimu," kata Sin Hong.
"Setiap waktu kalau engkau menghen-daki, kami akan menerimamu kembali dengan hati dan
tangan terbuka, Yo Han," kata pula Kao Hong Li, dengan hati terharu. Terasa benar ia betapa
ia menyayang murid itu seperti kepada adik atau anak sendiri.
"Terima kasih, Suhu dan Subo" Yo Han membalikkan tubuhnya dan hendak pergi.
"Suheng, aku ikut....!" Tiba-tiba Sian Li yang sejak tadi melihat dan mende-ngarkan saja
tanpa mengerti benar apa yang mereka bicarakan, kini turun dari pangkuan ibunya dan berlari
menghampiri Yo Han.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
36 Yo Han memondong anak itu dan mencium kedua pipi dan dahinya, lalu menurunkannya
kembali. "Sian Li, aku mau pergi dulu, engkau tidak boleh ikut. Engkau bersama ayah dan
ibumu di sini. Kelak kita akan bertemu kembali, adik-ku." Dan dengan cepat Yo Han lari
meninggalkan anak itu, tidak tega mende-ngar ratap tangisnya dan melihat wajah-nya.
"Suheng! Aku ikut...., aku ikut....!" Anak itu merengek walaupun tidak me-nangis, dan
terpaksa Sin Hong memon-dongnya karena anak itu hendak lari mengejar Yo Han.
"Hemm, aku mau melihat siapa iblis betina itu!" Hong Li sudah meloncat ke-luar dan Sin
Hong yang memondong anaknya hanya menggeleng kepala, lalu melangkah keluar pula
dengan Sian Li di pondongannya.
Yo Han berlari-lari menuju sungai. Dia tidak ingin wanita berpakaian merah itu mengira dia
melanggar janji. Dan benar saja, ketika dia tiba di tepi sungai, wanita itu tidak lagi berada di
dalam perahu, melainkan sudah duduk di tepi sungai dengan wajah tidak sabar. Perahu-nya
berada di tepi sungai pula, agaknya sudah ditariknya ke darat.
Melihat Yo Han datang berlari mem-bawa buntalan, wajah yang tadinya cem-berut itu
tersenyum. "Hemm, kusangka engkau membohongiku! Kiranya engkau datang pula!"
Yo Han juga cemberut ketika dia su-dah berdiri di depan wanita itu. "Sudah kukatakan, aku
bukan seorang yang suka melanggar janji. Aku harus berpamit dulu kepada Suhu dan Suboku,
dan mengambil pakaianku ini."
"Andaikata engkau menipuku sekalipun engkau tidak akan terlepas dari tanganku Hayo kita
berangkat!" kata Ang I Moli Tee Kui Cu.
"Tahan dulu...!" Bentakan merdu dan nyaring ini mengandung getaran dan wi-bawa yang
amat kuat sehingga Ang I Moli terkejut sekali dan cepat ia mem-balikkan tubuh. Kiranya di
depannya te-lah berdiri seorang wanita cantik dan gagah, berusia kurang lebih dua puluh
enam tahun. Wajahnya bulat telur, mata-nya lebar dan indah jeli, sinarnya tajam menembus.
"Subo....!" Yo Han berseru melihat wanita cantik itu.
"Diam kau!" Kao Hong Li membentak muridnya, matanya tidak pernah mele-paskan wajah
wanita berpakaian merah. Ia belum pernah melihat wanita itu dan memperhatikannya dengan
seksama. Wa-jah yang cantik itu putih oleh bantuan bedak tebal, nampak cantik seperti
gam-bar oleh bantuan pemerah bibir dan pipi, dan penghitam alis. Pakaiannya yang serba
merah ketat itu menempel tubuh yang ramping dan seksi, dengan pinggulnya yang bulat
besar. Mendengar Yo Han menyebut subo kepada wanita muda ini. Ang I Moli ter-kejut. Tak
disangkanya subo dari anak itu masih demikian mudanya. Jadi inikah cucu dari Naga Sakti
Gurun Pasir, pikir-nya.
"Hemmm, siapakah engkau dan me-ngapa engkau menahan kami?" Ang I Moli bertanya,
senyumnya mengandung ejekan dan memandang rendah.
"Aku Kao Hong Li, ibu dari anak pe-rempuan yang kauculik!" jawab Hong Li, juga sikapnya
tenang, akan tetapi sepa-sang mata yang tajam itu bersinar marah "Siapakah engkau ini iblis
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
37 betina yang berani mencoba mencoba untuk menculik anakku kemudian membujuk murid
kami untuk ikut denganmu" Jawab, dan jangan mati tanpa nama!" Sikap garang Kao Hong Li
sedikit banyak menguncupkan hati Ang I Moli. Ia seorang tokoh sesat yang tidak mengenal
takut dan meman-dang rendah orang lain, akan tetapi ia teringat akan ancaman Yo Han tadi
bah-wa wanita ini adalah cucu Naga Sakti Gurun Pasir, bahkan suaminya adalah Si Bangau
Putih yang namanya amat ter-kenal itu.
"Hemm, bocah sombong. Jangan me-ngira bahwa aku Ang I Moli takut men-dengar
gertakanmu." Ia membesarkan hatinya sendiri. "Aku tidak menculik, pu-terimu, hanya
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengajaknya bermain-main. Dan tentang bocah ini, dia sendiri yang ingin ikut aku menjadi
muridku. Kalau, tidak percaya tanya saja kepada anak itu."
"Subo, memang teecu sendiri yang ingin ikut dengan Bibi ini. Harap Subo jangan
mengganggunya!"
Hong Li menarik napas panjang. Kalau sudah begitu, memang tidak ada alasan baginya
untuk menghajar wa-nita berpakaian merah itu, apalagi mem-bunuhnya. Anaknya sendiri tadi
pun me-ngatakan bahwa wanita ini bersikap baik kepada Sian Li, dan kini Yo Han
mengatakan bahwa memang dia sendiri yang ingin menjadi muridnya.
"Baiklah, aku tidak akan membunuh-nya. Akan tetapi, setidaknya aku harus tahu apakah ia
cukup pantas untuk men-jadi gurumu, Yo Han. Aku tidak rela menyerahkan muridku dalam
asuhan orang yang tidak berkepandaian, apalagi kalau orang itu pengecut. Kuharap saja
engkau tidak terlalu pengecut untuk me-nolak tantanganku menguji ilmu kepandaianmu, Ang
I Moli." Kulit muka yang ditutup kulit tebal itu masih nampak berubah kemerahan. Tentu saja Ang I
Moli marah sekali di-katakan bahwa ia seorang pengecut.
"Kao Hong Li, engkau bocah sombong. Kaukira aku takut kepadamu?"
"Bagus kalau tidak takut! Nah, kau sambutlah seranganku ini. Haiiittt!" Hong Li sudah
menerjang maju setelah mem-beri peringatan, dan karena ia memang ingin menguji sampai di
mana kelihaian wanita baju merah itu, begitu menyerang ia sudah memainkan jurus dari ilmu
silat Sin-liong Ciang-hoat (Ilmu Silat Naga Sakti) yang amat dahsyat, apalagi karena dalam
memainkan ilmu silat ini ia meng-gunakan tenaga Hui-yang Sin-kang (Tena-ga Sakti Inti Api)
dari ibunya. Hong Li telah menggabung dua ilmu yang hebat itu. Sin-liong Ciang-hoat adalah
ilmu yang berasal dari Istana Gurun Pasir, se-dangkan tenaga Hui-yang Sin-kang adalah ilmu
yang berasal dari Istana Pulau Es, yang ia pelajari dari ayah dan ibunya.
"Wuuuuttt.... plak! Plak!" Tubuh Ang I Moli terhuyung ke belakang dan ia ter-kejut bukan
main. Ketika tadi ia me-nangkis sampai beberapa kali, lengannya bertemu dengan hawa panas
yang luar biasa kuatnya sehingga kalau ia tidak membiarkan dirinya mundur, tentu ia akan
celaka. Sebagai seorang tokoh sesat yang telah mengangkat diri menjadi se-orang pangcu
(ketua) tentu saja Ang I Moli merasa penasaran sekali. Ia lalu membalas dengan serangan
ampuh. Sete-lah mengerahkan tenaga dalam yang telah dilatihnya dari para pimpinan Pek-
lian-kauw, ia mengeluarkan suara melengking dan ketika dua tangannya me-nyerang, dari
kedua telapak tangan itu mengepul uap atau asap hitam dan angin pukulannya membawa asap
hitam itu menyambar ke arah muka Kao Hong Li.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
38 Pendekar wanita ini mengenal pukulan beracun yang ampuh, maka ia pun me-langkah
mundur dan mengerahkan tenaga sin-kang mendorong dengan kedua tangan terbuka pula.
Dua tenaga dahsyat berte-mu di udara dan akibatnya, asap hitam itu membalik dan Ang I
Moli kini mera-sakan hawa yang amat dingin sehingga kembali ia terkejut. Itulah tenaga
Swat-im Sin-kang (Tenaga Inti Salju), juga ilmu yang berasal dari Istana Pulau Es! Ang I
Moli terpaksa mundur kembali dan kemarahannya memuncak. Dua kali me-ngadu tenaga itu
membuat ia sadar bah-wa lawannya memang lihai bukan main. Dalam hal tenaga sin-kang,
jelas ia kalah kuat.
"Manusia sombong, kausambut pedang-ku!" bentaknya, lalu mulutnya berkemak-kemik dan
ia berseru sambil membuat gerakan seperti melontarkan sesuatu ke udara, "Pedang terbangku
menyambar le-hermu!"
Kao Hong Li terbelalak ketika ia melihat sinar terang dan bayangan seba-tang pedang
meluncur dari udara ke arah dirinya! Padahal ia tidak melihat wanita itu mencabut pedang.
Inilah ilmu sihir, pikirnya dan ia pun cepat mencabut pe-dangnya dan melindungi dirinya
dengan putaran pedang.
"Hentikan perkelahian! Hentikan....!" terdengar Yo Han berseru dan begitu anak ini
melangkah ke depan, sinar pe-dang itu pun lenyap secara tiba-tiba dan Hong Li mendapat
kenyataan bahwa ia tadi "bertempur" melawan bayang-bayang. Sementara itu, Ang I Moli
juga terkejut karena tiba-tibapengaruh sihirnya lenyap begitu saja. Pada saat itu, ia melihat
pula munculnya seorang laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun yang memiliki si-nar mata
lembut namun mencorong memondong anak perempuan baju merah tadi. Tahulah ia bahwa
tentu laki-laki gagah perkasa ini ayah Sian Li yang berjuluk Si Bangau Putih. Ang I Moli
menduga bahwa tentu pendekar ini yang melenyapkan pengaruh sihirnya, maka ia menjadi
semakin jerih. Memang tadinya ia merasa suka sekali kepada Sian Li, kemudian melihat bakat
yang luar biasa pada diri Yo Han, ia pun rela menukar-kan Sian Li yang suka rewel dan tidak
mau ikut dengan suka rela itu dengan Yo Han yang suka ikut dengannya. Akan tetapi melihat
betapa suami isteri yang amat lihai itu kini berada di depannya dan ia tahu bahwa melawan
mereka ber-dua sama dengan mencari penyakit, Ang I Moli lalu meloncat ke arah perahunya
sambil memaki Yo Han,
"Anak pengkhianat!" Ia mendorong pe-rahunya ke air, kemudian perahu itu diluncurkannya
ke tengah sungai.
"Tunggu kau, iblis betina!" Hong Li yang masih marah itu berteriak dan kini ia pun sudah
mengamangkan pedangnya. Akan tetapi Yo Han cepat berdiri di depan subonya.
"Subo, harap jangan kejar dan serang lagi! Ia adalah guruku yang baru!" Setelah berkata
demikian, Yo Han lalu me-loncat ke air, dan berenang mengejar perahu itu. "Bibi.... eh, Subo
(Ibu Guru), tunggulah aku....!"
Melihat ini, Ang I Moli memandang heran. Anak itu ternyata sama sekali bu-kan
pengkhianat, bukan pelanggar janji! Ia pun terkekeh senang dan menahan perahunya. Ketika
Yo Han telah tiba di pinggir perahu, ia mengulurkan tangan dan menarik anak itu naik ke
dalam perahunya.
"Anak baik, ternyata engkau setia ke-padaku. Hi-hik, aku senang sekali!"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
39 Dari pantai, Hong Li masih menga-mangkan pedangnya. "Yo Han, kembali ke sini engkau!
Engkau akan rusak dan celaka kalau engkau ikut dengan perem-puan iblis itu!"
"Subo, maafkan teecu. Teecu sudah berjanji kepada Bibi ini, dan pula, teecu harus
meninggalkan Suhu dan Subo, teecu harus meninggalkan.... adik Sian Li. Bukankah itu yang
Subo kehendaki" Teecu harus dipisahkan dari adik Sian Li. Nah, setelah sekarang teecu
menentukan jalan sendiri, kenapa Subo hendak menghalangi" Sudahlah, Subo, maafkan teecu
dan sela-mat tinggal." Yo Han lalu mengambil dayung dan mendayung perahu itu.
Hong Li masih penasaran dan hendak mengejar, akan tetapi ada sentuhan lem-but tangan
suaminya padalengannya. Ia menoleh dan melihat suaminya tersenyum dan menggeleng
kepalanya. "Suheng aku ikut....!" Tiba-tiba Sian Li yang melihat Yo Han mendayung pe-rahu, berteriak
dan meronta dalam pon-dongan ayahnya. Hong Li menyimpan kembali pedangnya dan
memondong pute-rinya.
"Jangan ikut, Sian Li. Suhengmu se-dang pergi menuntut ilmu. Kelak engkau akan bertemu
kembali dengan dia." Ia memeluk anaknya dan menciuminya, menghibur sehingga Sian Li
tidak berte-riak-teriak lagi.
Suami isteri itu berdiri di tepi sungai dan mengikuti perahu yang menjauh itu dengan
pandang mata mereka.
"Aku tetap khawatir," bisik Hong Li. "Wanita itu jelas tokoh sesat. Julukannya Ang I Moli.
Aku khawatir Yo Han akan menjadi tersesat kelak."
Suaminya menggeleng kepala. "Jangan khawatir. Yo Han bukanlah anak yang berbakat jahat.
Aku melihat hal yang aneh lagi tadi. Ketika engkau diserang dengan sihir, kulihat engkau
terkejut dan wanita itu berdiri mengacungkan tangan dan berkemak-kemik, ada sinar
menyam-bar ke arahmu...."
"Memang benar. Aku pun terkejut akan tetapi tiba-tiba sinar itu menghi-lang."
"Itulah! Begitu Yo Han melompat ke depan dan menghentikan perkelahian, si-nar itu lenyap
dan kulihat wanita ber-pakaian merah itu terkejut dan ketakutan. Aku menduga bahwa
kekuatan sihirnya itu punah dan lenyap oleh teriakan Yo Han! Nah, karena itu, biarkanlah dia
pergi. Aku yakin dia tidak akan dapat terseret ke dalam jalan sesat."
Mereka lalu pulang membawa Sian Li yang sudah tidur di dalam pondongan ibunya.
Berbagai perasaan mengaduk hati kedua orang suami isteri itu. Ada perasaan menyesal dan
mereka merasa ke-hilangan Yo Han, ada pula perasaan lega karena kini puteri mereka dapat
dipisah-kan dari Yo Han tanpa mereka harus memaksa Yo Han keluar dari rumah me-reka,
ada pula perasaan khawatir akan nasib Yo Han yang dibawa pergi seorang tokoh sesat.
Segala macam perasaan duka, khawa-tir dan sebagainya tidak terbawa datang bersama
peristiwa yang terjadi menimpa diri kita, melainkan timbul sebagai aki-bat dari cara kita
menerima dan menghadapi segala peristiwa itu. Pikiran yang penuh dengan ingatan
pengalaman masa lalu membentuk sebuah sumber dalam diri, sumber berupa bayangan
tentang diri pribadi yang disebut aku, dan dari sumber inilah segala kegiatan hidup ter-dorong.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
40 Karena si-aku ini diciptakan pi-kiran yang bergelimang nafsu daya ren-dah, maka segala
kegiatan, segala per-buatan pun selalu didasari kepentingan si-aku. Kalau sang aku dirugikan,
timbul-lah kecewa, timbullah iba diri dan duka. Kalau sang aku terancam dirugikan,
tim-bullah rasa takut dan khawatir. Si-aku ini selalu menghendaki jaminan keamanan
menghendaki kesenangan dan menghindari kesusahan. Si-aku ini mendatangkan pe-nilaian
baik buruk, tentu saja didasari untung-rugi bagi diri sendiri. Baik buruk timbul karena adanya
penilaian, dan pe-nilaian adalah pilihan si-aku, karenanya penilaian selalu didasari nafsu daya
ren-dah yang selalu mementingkan diri sendiri. Kalau sesuatu menguntungkan, maka dinilai
baik, sebaliknya kalau merugikan, dinilai buruk.
Sebagai contoh, kita mengambil hujan. Baik atau burukkah hujan turun" Hujan adalah suatu
kewajaran, suatu kenyataan dan setiap kenyataan adalah wajar karena hal itu sudah menjadi
kodrat, menjadi kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Hujan baru disebut baik atau buruk
kalau sudah ada penilaian. Yang menilai adalah kita, didasari nafsu daya rendah yang
mengaku diri sebagai sang-aku. Bagi orang yang membutuhkan air hujan, maka hujan di
sambut dengan gembira dan dianggap baik, karena menguntungkan, misalnya bagi para petani
yang sedang membutuh-kan air untuk sawah ladangnya. Sebalik-nya, bagi mereka yang
merasa dirugikan dengan turunnya hujan, maka hujan itu tentu saja dianggap buruk! Padahal,
hujan tetap hujan, wajar, tidak baik tidak bu-ruk. Demikian pula dengan segala macam
peristiwa atau segala macam yang kita hadapi. Selalu kita nilai, tanpa kita sa-dari penilaian itu
berdasarkan nafsu me-mentingkan diri sendiri. Kalau ada sese-orang berbuat menguntungkan
kepada kita, kita menilai dia sebagai orang baik, sebaliknya kalau merugikan, kita menilai-nya
sebagai orang jahat. Jelas bahwa penilaian adalah suatu hal yang pada hakekatnya
menyimpanq dari kebenaran. Yang kita nilai baik belum tentu baik bagi orang lain, dan
sebaliknya. Penilaian mendatangkan reaksi, mem-pengaruhi sikap dan perbuatan kita se-lanjutnya. Dan
perbuatan yang didasari hasil penilaian ini jelas tidak sehat. Dapatkah kita menghadapi segala
sesuatu tanpa menilai" Melainkan menghadapi seperti apa adanya. Kalau tindakan kita tidak
lagi dipengaruhi hasil penilaian, maka tindakan itu terjadi dengan spontan dipimpin
kebijaksanaan. Permainan pikiran yang mengingat masa lalu dan membayangkan masa de-pan hanya
mendatangkan duka dan kha-watir, seperti yang pada saat itu dialami oleh Tan Sin Hong dan
isterinya, Kao Hong Li.
*** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
"Jangan bohong kau!" Ang I Moli membentak. Yo Han yang berdiri di depannya
me-mandang dengan sinar mata marah. "Subo sudah berulang kali kukatakan bahwa aku tidak
pernah dan tidak akan mau berbohong!" jawabnya dengan tegas.
Mereka berada di dalam sebuah ru-angan kuil tua di lereng bukit. Kuil ini belum rusak benar.
Baru setahun diting-galkan penghuninya, yaitu seorang perta-pa tosu dan agaknya tidak ada
yang mau mengurus kuil yang berada di tempat terpencil ini. Hanya kuil yang berada di
daerah pedusunan yang makmurlah dapat berkembang dengan baik. Banyak pengun-jung
datang bersembahyang dan banyak dana pula datang membanjir sehingga berlebihan untuk
pembiayaan kuil. Akan tetapi sebuah kuil tua di lereng bukit yang sunyi" Jauh dari dusun jauh
dari masyarakat" Siapa yang mau hidup seng-sara dan serba kekurangan di situ" Kuil itu kini
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
41 kosong dan dalam perjalanannya pulang, ketika melewati tempat ini dan kemalaman, Ang I
Moli mengajak Yo Han untuk melewatkan malam di tempat sunyi itu.
Wanita itu masih terkenang akan ke-lihaian Kao Hong Li. Wanita cucu Naga Sakti Gurun
Pasir itu demikian lihainya, dan suaminya, Si Bangau Putih, tentu lebih lihai pula. Ia sendiri
yang ditakuti banyak orang di dunia kang-ouw, kini merasa ngeri kalau membayangkan
baha-ya maut yang mengancamnya ketika ia berhadapan dengan suami isteri pendekar itu.
Kalau suhu dan subonya sedemikian saktinya, tentu muridnya juga telah me-warisi ilmu-ilmu
yang tinggi, demikian pendapatnya. Oleh karena itu, ketika ia bertanya kepada Yo Han
tentang ilmu silat, berapa banyak ilmu kedua orang gurunya yang telah dikuasainya, Yo Han
menjawab bahwa dia tidak pandai ilmu silat dan tentu saja Ang I Moli menduga dia
berbohong. "Bagaimana mungkin, sebagai murid suami isteri yang lihai itu engkau tidak menguasai
sedikit pun ilmu silat" Sudah berapa lama engkau menjadi murid me-reka, Yo Han?"
"Sudah lima tahun, Subo."
"Hemm, apalagi sudah begitu lama. Bagaimana mungkin engkau tidak pandai ilmu silat"
Bukankah engkau menerima pelajaran ilmu silat dari mereka?"
"Aku tidak pernah berlatih, Subo. Aku tidak suka ilmu silat."
Wanita cantik itu terbelalak, lalu ia memandang penuh perhatian kepada Yo Han dengan alis
berkerut. "Engkau tidak suka ilmu silat?" Ang I Moli tertawa terkekeh-kekeh karena merasa
geli hati-nya. "Kao Hong Li dan Tan Sin Hong merupakan sepasang suami isteri pendekar
yang sakti, dan murid tunggalnya ti-dak pandai dan tidak suka ilmu silat?" Ia tertawa-tawa
lagi sampai keluar air matanya."Habis, apa saja yang kau pela-jari dari mereka selama lima
tahun itu?"
"Subo, kenapa Subo mentertawakan hal itu" Aku memang tidak suka ilmu silat, dan yang
kupelajari dari Suhu dan Suboku itu adalah ilmu membaca dan menulis, membuat sajak,
bernyanyi dan meniup suling, pengetahuan tentang ke-budayaan dan filsafat hidup,
mempelajari kitab-kitab sejarah kuno...." Dia terpaksa berhenti bicara karena Ang I Moli
sudah tertawa lagi terkekeh-kekeh. Yo Han hanya berdiri memandang dengan alis berkerut
dan mata bersinar-sinar marah.
Setelah menghentikan tawanya, wanita itu mengusap air mata dari kedua mata-nya, lalu
memandang kepada pemuda remaja itu. "Anak baik, aku mengambil-mu sebagai murid dan
aku akan menga-jarkan ilmu silat pula kepadamu. Bagai-mana?"
Yo Han menggeleng kepalanya. "Per-cuma saja, Subo. Aku tidak akan meno-lak segala yang
kauajarkan kepadaku, akan tetapi aku tidak akan suka berlatih silat sehingga semua pengertian
ilmu si-lat yang kauberikan kepadaku tidak akan ada gunanya."
Ang I Moli teringat sesuatu. "Yo Han, kalau engkau memang sama sekali tidak pandai ilmu
silat, kenapa engkau begini tabah dan berani" Padahal engkau tidak memiliki kemampuan
untuk membela diri apabila diserang lawan. Bagaimana eng-kau menjadi begini berani?"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
42 "Aku tidak suka akan kekerasan, ke-napa mesti takut, Subo" Orang yang tidak melakukan
kejahatan, tidak merugi-kan orang lain, tidak membenci orang lain, kenapa mesti takut" Aku
tidak per-nah takut, Subo, karena tidak pernah membenci orang lain."
"Yo Han, kalau engkau tidak mau be-lajar ilmu silat dariku, lalu kenapa eng-kau mau ikut
dengan aku?" Wanita itu akhirnya bertanya heran.
"Subo lupa. Bukan aku yang ingin ikut Subo, melainkan Subo yang mengajakku dan aku ikut
Subo sebagai penukaran atas diri Sian Li."
Wanita itu menarik napas panjang, menggeleng-geleng kepala dan meman-dang dengan
heran. Sungguh seorang anak laki-laki yang aneh sekali. Begitu tabah, sedikit pun tak
mengenal takut, begitu teguh memegang janji, sikapnya demikian gagah perkasa seperti
seorang pendekar tulen, akan tetapi, sedikit pun tidak pan-dai ilmu silat bahkan tidak suka
ilmu silat! Akan tetapi, melihat wajah yang tampan gagah itu ia teringat akan kea-daan tubuh
pemuda remaja itu dan wajah Ang I Moli berseri, mulutnya tersenyum dan pandang matanya
menjadi genit se-kali.
"Tidak suka berlatih silat pun. tidak mengapalah, Yo Han, asal engkau men-taati semua
perintahku menuruti semua permintaanku." Ia lalu menggapai. "Eng-kau duduklah di sini,
dekat aku, Yo Han,"
Tanpa prasangka buruk, Yo Han men-dekat, lalu duduk di atas lantai yang tadi sudah dia
bersihkan dan diberi tilam rumput kering yang dicarinya di ruangan belakang kuil tua itu,
sebagai persiapan tempat mereka nanti tidur melewatkan malam. Akan tetapi, suaranya tegas
ketika dia berkata,
"Subo, aku akan selalu mentaati pe-rintahmu selama perintah itu tidak me-nyimpang dari
kebenaran. Kalau Subo memerintahkan aku melakukan hal yang tidak benar, maaf, terpaksa
akan kuto-lak!"
"Hi-hik, tidak ada yang tidak benar, muridku yang baik. Engkau tahu, aku amat sayang
padamu, Yo Han. Engkau anak yang amat baik, dan aku senang sekali mempunyai murid
seperti engkau." Wanita itu memegang tangan Yo Han dan membelai tangan itu. Merasa
betapa jari-jari tangan yang berkulit halus itu dengan lembut membelai tangannya, ke-mudian
bagaikan laba-laba jari-jari ta-ngan itu merayap naik di sepanjang le-ngannya, Yo Han merasa
geli dan juga aneh. Jantungnya berdebar tegang dan dengan gerakan lembut dia pun menarik
lengannya yang dibelai itu.
"Subo, apakah Subo tidak lapar?" Tiba tiba dia bertanya dan pertanyaan itu sudah cukup
untuk membuyarkan gairah yang mulai membayang di dalam benak Ang I Moli. Ia pun
terkekeh genit.
"Hi-hik, bilang saja perutmu lapar, sayang. Nah, buka buntalanku itu, di situ masih ada roti
kering dan daging kering, juga seguci arak."
Mendapatkan kesempatan untuk mele-paskan diri dari belaian gurunya yang baru itu, Yo Han
lalu bangkit dan meng-ambil buntalan pakaian gurunya, dan mengeluarkan bungkusan roti
dan daging kering, juga seguci arak yang baunya keras sekali. Dia menaruh semua itu di
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
43 depan Ang I Moli dan ketika merasakan betapa roti dan daging kering itu keras dan dingin,
dia pun berkata,
"Subo, aku hendak mencari kayu ba-kar dan air."
"Eh" Untuk apa" Makanan sudah ada, minuman juga sudah ada."
"Akan tetapi roti dan daging itu ke-ras dan dingin, Subo. Kalau dipanaskan dengan uap air
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentu akan menjadi ha-ngat dan lunak. Juga aku lebih suka mi-num air daripada arak. Ini aku
membawa panci untuk masak air, Subo," katanya sambil mengeluarkan sebuah panci dari
dalam buntalan pakaiannya. Ang I Moli memandang dan tersenyum. Ia semakin tertarik
kepada Yo Han dan ia harus bersikap manis untuk menundukkan hati perjaka remaja itu.
Pemuda ini tidak mau menjadi muridnya dalam arti yang sesungguhnya. Maka ia harus dapat
memanfaatkan pemuda itu bagi kesenangan dan keuntungan dirinya sendiri. Seorang perjaka
remaja yang memiliki tubuh se-baik itu akan menguntungkan sekali bagi kewanitaannya.
Akan membuat ia awet muda dan kuat, juga hawa murni di tu-buh muda itu akan dapat
dihisapnya dan dapat menambah kekuatan tenaga dalam di tubuhnya. Selain itu, cita-citanya
un-tuk menguasai sebuah ilmu rahasia yang selama ini ditunda-tundanya, kini akan dapat
diraihnya dengan mudah! Untuk dapat menguasai ilmu rahasia itu, ia ha-rus dapat menghisap
darah murni selosin orang perjaka yang memiliki darah yang bersih dan badan yang
sempurna. Kini ia telah mendapatkan Yo Han dan anak ini sudah lebih dari cukup, bahkan
lebih kuat dibandingkan selosin orang pemuda remaja biasa!
"Baiklah, engkau boleh pergi mencari air dan kayu bakar. Akan tetapi cepat kembali. Hari
telah sore dan sebentar lagi akan gelap," katanya halus dan ramah.
"Baik, Subo." Yo Han berlari keluar dari kuil itu. Dia tidak tahu bahwa Ang I Moli
membayanginya dari jauh. Wanita ini tidak ingin kehilangan Yo Han, maka begitu anak itu
berlari keluar, ia pun mempergunakan ilmu kepandaiannya dan mengikutinya tanpa diketahui
oleh Yo Han. Bagi seorang seperti Ang I Moli Tee Kui Cu, tidak mungkin ada orang di dunia
ini yang benar-benar jujur dan setia dan dapat dipercaya sepenuhnya! Sejak kecil wanita ini
hidup di dalam lingkungan dunia hitam, berkecimpung di dalam kesesatan, di dalam suatu
ma-syarakat di mana kata jujur dan setia sudah tidak dikenal lagi, di mana segala cara
dihalalkan demi keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Oleh karena itu, ia pun tidak dapat
percaya sepenuhnya kepada Yo Han. Ia tidak ingin kehilangan Yo Han yang baginya kini
menjadi amat penting. Ia takut kehilangan pemuda itu, takut pemuda itu melarikan diri atau
dilindungi orang lain. Juga ia ingin me-nguji sampai di mana pemuda itu dapat
mempertahankan kejujuran dan kesetiaan-nya.
Ang I Moli tidak tahu bahwa sesung-guhnya ia telah menemukan seorang pe-muda yang luar
biasa, yang berbeda de-ngan pemuda-pemuda lain. Di dalam batin Yo Han belum pernah
terdapat pamrih yang bermacam-macam, bahkan dia tidak mengenal itu. Dia menghadapi
segala sesuatu yang terjadi sebagai apa adanya, tidak pernah dia membuat ga-gasan atau
rekaan macam-macam. Dia hanya melihat kenyataan yang ada untuk dihadapi secara spontan,
tidak pernah membuat rencana dan akal demi kepen-tingan diri sendiri. Dia melihat
kenyata-an bahwa suhu dan subonya tidak meng-hendaki dia di rumah mereka, dengan alasan
agar puteri mereka tidak sampat kelak meniru sikap dan pendiriannya. Dia tahu bahwa demi
kebaikan keluarga suhunya, dia harus menyingkir, menjauhkan diri dari mereka. Karena
itulah dia mengambil keputusan untuk pergi me-ninggalkan mereka yang sesungguhnya amat
dia sayang. Kemudian, dia telah berjanji kepada Ang I Moli untuk mengi-kuti wanita itu
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
44 sebagai muridnya, karena dia harus menyelamatkan Sian Li. Janji-nya itu akan dipegangnya
dengan teguh. Dia tidak akan melarikan diri karena dia pun sama sekali tidak pernah merasa
takut kepada Ang I Moli. Dia belum mengenal benar orang macam apa adanya Ang I Moli,
gurunya yang baru itu.
Bukan main senang dan lega rasa ha-ti Ang I Moli yang membayangi Yo Han, ketika melihat
bahwa sedikit pun anak itu tidak memperlihatkan sikap ingin melarikan diri. Dia
mengumpulkan kayu bakar, kemudian menemukan sumber air dan mengisi pancinya penuh
air, setelah itu dia kembali ke kuil tanpa ragu-ragu. Ketika Yo Han memasuki kuil, Ang I
Moli tentu saja sudah lebih dahulu ber-ada di tempat semula, duduk bersila sambil tersenyum
manis. "Aih, cepat juga engkau mendapatkan air dan mengumpulkan kayu kering, Yo Han," pujinya,
kemudian ia membantu muridnya membuat api unggun dan me-masak air di panci.
Setelah roti dan daging kering dipa-nasi dengan uap air, mereka lalu makan roti dan daging
yang sudah menjadi lunak dan juga hangat itu yang memang terasa jauh lebih enak daripada
kala? dimakan keras dan dingin. Dengan gembira sekali Ang I Moli makan roti dan daging
kering minum arak, sedangkan Yo Han hanya minum air yang sudah dimatangkan.
Setelah makan kenyang, mereka duduk di dekat api unggun. Sementara itu, ma-lam telah tiba
dan api unggun itu amat menolong mereka mengusir nyamuk dan hawa dingin. Setelah duduk
termenung di dekat api unggun, Yo Han mengeluh dan sambil mengangkat muka memandang
wajah subonya yang sejak tadi memper-hatikannya tanpa bicara, dia berkata, "Subo, sekarang
aku merasa betapa aku kehilangan kitab-kitab itu. Biasanya, di waktu malam begini aku tentu
membaca kitab. Akan tetapi sekarang, kitab-kitab itu jauh di rumah Suhu dan Subo, dan di
sini aku tidak dapat membaca apa-apa."
Wanita itu tersenyum. "Jangan kau khawatir, Yo Han. Setelah tiba di rumah, aku akan
mencarikan kitab bacaan un-tukmu."
"Subo mempunyai kitab-kitab bacaan?" Yo Han memandang dengan sinar mata gembira
"Akan kucarikan untukmu. Apa sih sukarnya mencari kitab-kitab, itu" Akan kucarikan
sebanyaknya untukmu. Aku sayang kepadamu Yo Han, dan kuharap engkau pun sayang
kepadaku dan akan menuruti semua keinginanku."
"Subo baik kepadaku, mengapa aku tidak sayang" Dan tentu saja aku akan menuruti semua
keinginan Subo. Subo, bolehkah aku tidur dulu" Perjalanan hari ini yang tidak melalui air
lagi, berjalan kaki sehari penuh, amat melelahkan ba-dan dan aku ingin tidur." Yo Han lalu
merebahkan dirinya miring di sudut ru-angan itu, di seberang api unggun, ter-pisah dari
subonya. Ang I Moli tersenyum. "Yo Han, ja-ngan lupa lagi. Apa yang harus kau laku-kan sebelum
tidur?" Yo Han juga tersenyum, lalu bangkit dan membawa air ke bagian belakang kuil untuk
membersihkan mulutnya. Pada malam pertama mereka melakukan perjalanan, masih
berperahu, subonya yang baru ini telah memberi sebuah pelajaran tentang kebersihan
kepadanya, yaitu ke-harusan membersihkan mulut sewaktu akan tidur.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
45 "Lihat gigiku ini," demikian kata su-bonya sambil memperlihatkan deretan giginya yang
putih bersih dan rapi. "Be-lum ada sebuah pun yang rusak atau tanggal, padahal banyak orang
seusiaku sudah hampir kehabisan giginya. Inilah hasil menjaga kebersihan. Bukan saja
hasilnya gigi menjadi bersih dan utuh, juga kesehatanku menjadi baik karena hampir semua
penyakit datangnya lewat mulut. Dan cara membersihkan mulut dan gigi yang paling baik
adalah mem-bersihkannya setiap kali hendak tidur. Hal ini harus menjadi kebiasaanmu sejak
malam ini, Yo Han!" Demikianlah Ang I Moli memberi pelajaran tentang kese-hatan dan
kalau dia terlupa, seperti pada malam ini, Ang I Moli selalu memper-ingatkannya. Pelajaran
kesehatan yang agaknya amat sederhana ini sesungguhnya menguntungkan sekali dan amat
baiknya bagi Yo Han. Biasanya orang meremeh-kannya. Padahal, kebiasaan membersihkan
mulut di waktu hendak tidur merupakan satu di antara usaha penjagaan kesehatan yang paling
baik dan paling mudah!
Tak lama kemudian, Yo Han sudah tidur pulas di atas rumput kering. Dia tidak tahu bahwa
sejak tadi Ang I Moli sudah berpindah tempat di dekatnya dan kini wanita itu duduk bersila di
sebelah-nya, tiada hentinya mengamati wajahnya yang tidur nyenyak, di bawah sinar api
unggun yang membuat wajahnya menjadi kemerahan.
Aku harus mulai sekarang juga, pikir wanita itu. Lebih cepat ia dapat mengu-asai Yo Han,
lebih baik. Dengan lembut tangannya meraba wajah pemuda itu, membelai dagu dan leher,
lalu membelai semua tubuh Yo Han. Pemuda remaja itu menggeliat dalam tidurnya dan Ang I
Moli menarik tangannya. Anak ini amat luar biasa, pikirnya sambil menahan gai-rah yang
sudah mulai membakar dirinya. Mungkin saja dia akan meholak keras, bahkan melawan dan
tidak mau menyerah biar diancam bagaimanapun juga. Kebe-raniannya memang luar biasa.
Kalau ter-jadi hal seperti itu, tentu amat merugi-kan dirinya. Kalau ia menggunakan pak-saan,
anak ini akan dapat mati sebelum ia memperoleh hasil yang memuaskan. Ia harus dapat
menghisap kemurnian anak ini sedikit demi sedikit, tidak terasa oleh Yo Han. Ia akan
memberi makanan dan minuman yang mengandung obat penguat badan dan akhirnya, semua
hawa murni dan darah murni itu akan berpindah ke tubuhnya tanpa diketahui oleh pemuda
remaja itu, atau kelak diketahui kalau sudah terlambat dan pemuda yang keha-bisan darah dan
hawa murni itu akan tewas pula. Dan ia akan mampu melatih diri dengan ilmu rahasia itu! Ia
akan menjadi seorang yang sukar dicari tan-dingnya! Ia akan dapat merajai dunia persilatan
dengan ilmunya itu.
Kembali ia mengamati wajah Yo Han yang masih tidur nyenyak. Ah, mengapa ia begitu
bodoh" Kalau membujuk anak ini, agaknya ia akan gagal total. Anak ini bukan seorang anak
yang mudah dibodohi atau dibujuk halus, atau pun yang mudah ditundukkan dengan ancaman
atau siksaan. Padahal, ia menghendaki agar dia menyerahkan diri dengan suka rela! Dengan
demikian maka hasilnya akan le-bih baik lagi bagi dirinya. Dan satu-satu-nya jalan adalah
menggunakan kekuatan sihirnya! Mengapa ia lupa akan kepandai-annya itu" Ia pernah
mempelajari ilmu sihir dari Pek-lian-kauw dan ilmu sihir-nya sudah lebih dari kuat untuk
mempe-ngaruhi seorang bocah! Orang dewasa pun kalau tidak memiliki sin-kang yang kuat
akan mudah ia tundukkan dengan kekuat-an sihirnya. Apalagi pemuda remaja yang lemah ini!
Ang I Moli yang duduk bersila meng-hadapi Yo Han itu lalu membuat guratan-guratan
dengan telunjuk kanannya, kemu-dian mulutnya berkemak-kemik, matanya terpejam. Ia
membaca semacam mantram untuk mulai mempergunakan ilmu sihir-nya untuk menyihir dan
menguasai se-mangat Yo Han yang masih tidur nye-nyak. Setelah membaca mantram, ia lalu
membuka kedua matanya yang menge-luarkan sinar aneh menatap wajah Yo Han, juga kedua
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
46 tangannya kini digerak-kan dengan aneh, jari tangannya terbuka seperti cakar, dan jari-jari
tangan itu bergerak-gerak, kedua tangan itu dipu-tar-putar sekitar kepala dan tubuh Yo Han.
Kembali mulutnya berkemak-kemik, kini mengeluarkan bisikan yang mendesis-desis.
"Yo Han, engkau sudah berada dalam kekuasaanku, seluruh semangat dan ke-mauanmu
tunduk kepadaku. Kalau nanti engkau kusuruh bangun, engkau akan tunduk dan menyerah
kepadaku penuh kepasrahan, engkau akan menganggap aku sebagai wanita paling cantik yang
kaukasihi, engkau akan dibakar gairah bera-hi dan engkau akan menuruti segala ke-hendakku
dengan gembira. Kemauanmu akan lemah dan lembut seperti domba, gairah berahimu akan
bangkit setangkas harimau, engkau akan selalu berusaha untuk menyenangkan hatiku, dengan
mentaati semua perintahku, hanya aku satu-satunya orang yang kaukasihi, kau-taati...." Ia lalu
menutup bisikan mende-sis itu dengan tiupan dari mulutnya ke arah muka Yo Han tiga kali.
"Yo Han.... Yo Han.... Yo Han.... ba-ngunlah engkau, sayang!" Ia mengguncang pundak
pemuda itu, menggugahnya.
Yo Han adalah seorang anak yang memiliki kepekaan luar biasa. Sejak ke-cil, di waktu dia
tidur, kalau ada sesuatu yang tidak wajar, sedikit suara saja su-dah cukup menggugahnya dari
tidur pulas. Begitu Ang I Moli menyentuh pundaknya dia pun terbangun, membuka kedua
matanya, akan tetapi tidak seperti biasanya, dia tidak segera bangkit duduk, melain-kan
memandang ke depan kosong, seperti orang melamun seperti melihat sesuatu yang amat
menarik hati. Dan memang dia merasa melihat se-suatu yang amat aneh. Dia merasa seo-lah kaki
tangannya terbelenggu, suaranya lenyap menjadi gagu, dan dirinya hanyut oleh gelombang
samudera, semakin ke tengah dalam keadaan tidak berdaya sama sekali. Kemudian, dia
merasa ada kekuatan yang menariknya ke tepi, bah-kan dia seperti menunggang gelombang,
makin dekat ke tepi, lalu kaki tangannya yang seperti terbelenggu itu terlepas bebas, mulutnya
dapat bersuara lagi. Dia berenang sekuat tenaga ke tepi, dan ber-hasil mendarat di pantai.
"Apa.... apa yang terjadi padaku" Ya Tuhan, apa yang terjadi....?" suara ini pun seperti keluar
dengan sendirinya, dari balik perasaan hatinya yang diliputi ke-heranan. Dan begitu dia
menyebut nama Tuhan. Semua itu pun lenyap dan seperti orang bangkit dari mimpi buruk, dia
kini duduk dan melihat bahwa di depannya duduk Ang I Moli yang bersila.
Melihat pemuda remaja itu telah ba-ngun duduk, Ang I Moli tersenyum manis merasa yakin
bahwa sihirnya telah me-ngena dan telah menguasai anak itu, walaupun ketika Yo Han
menyebut Tuhan tadi hatinya merasa amat tidak enak.
"Yo Han, engkau sayang padaku, bu-kan?" Ia menguji.
Yo Han memandang wajah subonya dengan heran, lalu menjawab lirih, "Ten-tu saja aku
sayang padamu, Subo. Kena-pa Subo menanyakan hal itu dan mem-bangunkan aku?"
"Hemm, anak tampan. Aku ingin eng-kau membuktikan kasih sayangmu padaku Nah,
kesinilah, Yo Han, peluklah aku, ciumlah aku," katanya dengan senyum memikat dan nada
suara memerintah.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
47 Akan tetapi, kini terjadi hal yang mengejutkan dan mengherankan hatinya! Anak itu tidak
bergerak menuruti perin-tahnya, bahkan memandang kepadanya dengan alis berkerut dan
mata bersinar marah!
"Subo, apa artinya ini" Subo menyu-ruh aku melakukan sesuatu yang tidak patut!"
Tentu saja Ang I Moli terkejut. Bu-kankah sihirnya tadi amat kuat dan anak ini sudah berada
di dalam cengkeraman ilmu sihirnya" Kenapa sekarang dia be-rani membantah dan menolak
perintahnya "Yo Han! Aku sayang padamu dan engkau pun sayang padaku. Apa salahnya kalau engkau
memelukku dan menciumku untuk menyatakan kasih sayangmu itu?"
"Tapi aku bukan anak kecil lagi yang pantas dipeluk cium, Subo! Aku seorang pemuda yang
sudah berusia dua belas ta-hun, menuju ke masa remaja!"
Kini Ang I Moli merasa penasaran bukan main. Semua ucapan Yo Han itu tidak
menunjukkan bahwa dia berada di bawah pengaruh sihir! Semua jawabannya itu mengandung
perlawanan, bukan ke-taatan. Ia pun menguji lagi dan dengan suara nyaring mengandung
perintah ia berseru,
"Yo Han, bangkitlah berdiri!"
Dan anak itu pun segera bangkit ber-diri. Begitu taat!
"Tambahkan kayu pada api unggun!" perintahnya pula.
Tanpa menjawab sedikit pun tidak membantah, Yo Han menghampiri api unggun, memilih
beberapa potong kayu bakar dan menambahkannya kepada api unggun sehingga api kini.
membesar. "Yo Han, sekarang duduklah kembali ke sini, di depanku!"
Sekali lagi, Yo Han mentaati perintah itu dan menghampiri subonya lalu duduk di depan
subonya. Begitu taat dan sedi-kit pun tidak membantah. Mereka duduk bersila, berhadapan,
dekat sekali sehingga Yo Han dapat mencium bau harum mi-nyak bunga yang semerbak dari
pakaian dan rambut wanita itu. Melihat betapa Yo Han selalu taat, Ang I Moli menjadi
semakin heran dan penasaran. Kenapa sekarang anak itu begitu taat seolah sihirnya termakan
olehnya" "Yo Han, kau rabalah kedua pipiku dan daguku dengan kedua tanganmu," kembali ia
memerintah. Yo Han hanya memandang heran saja, akan tetapi kedua tangannya bergerak dan dia pun
meraba-raba kedua pipi yang halus dan dagu meruncing itu.
"Teruskan, raba leher dan dadaku...." kata pula Ang I Moli, kini suaranya mu-lai gemetar
oleh bangkitnya, kembali gairahnya. Akan tetapi sekarang, kedua tangan itu bukan turun ke
leher dan dadanya melainkan turun kembali ke atas pangkuan Yo Han. Anak itu sama sekali
tidak melaksanakan perintahnya.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
48 "Yo Han, aku perintahkan, cepat kau-raba dan belai leher dan dadaku dengan kedua
tanganmu!" ia mombentak, mengisi suaranya dengan kekuatan sihir sepenuh-nya.
Namun, jangankan anak itu melaksa-nakan perintahnya, bahkan kini Yo Han memandang
kepadanya dengan sinar mata yang aneh, heran dan juga penasaran.
"Subo, kenapa Subo mengeluarkan. pe-rintah yang aneh-aneh" Maaf, aku tidak dapat
memenuhi perintah itu."
Barulah kini Ang I Moli terkejut. Je-las bahwa anak ini tidak berada di ba-wah pengaruh
sihirnya! Tidak pernah! Kalau tadi nampak mentaati hanya kare-na taat yang wajar, bukan
pengaruh sihir samasekali. Ia pun menjadi marah.
"Yo Han, bukankah engkau sudah ber-janji akan semua perintahku" Kenapa sekarang engkau
membantah dan tidak memenuhi perintahku yang sederhana dan mudah ini?"
"Subo, sudah kukatakan bahwa semua perintah Subo akan kutaati, kecuali kalau perintah itu
untuk melakukan sesuatu yang jahat dan tidak benar. Perintah Subo itu tidak baik,karenanya
m aka aku tidak mau melaksanakannya. Perintahkan aku mengerjakan yang pantas, betapa
be-rat pun pasti akan kutaati, Subo."
"Yo Han," kini Ang I Moli ingin men-dapatkan kepastian dan ia tidak mau membuang waktu
sia-sia dengan memba-wa anak itu jauh-jauh ke tempat tinggal-nya untuk kelak tidak tercapai
pula maksudnya. "Engkau harus mentaati se-mua perintahku, kalau tidak, untuk apa aku
mempunyai murid yang membandel dan membantah?"
"Untuk perintah yang tidak pantas, terpaksa aku menolak, Subo."
Wanita itu yang sudah terbakar oleh gairah nafsunya sendiri, sama sekali ti-dak tahu bahwa
Yo Han adalah seorang anak yang aneh, memiliki sesuatu dalam dirinya yang oleh manusia
pada umumnya akan dianggap aneh. Dia tidak pernah mempelajari silat dengan latihan,
kecuali hanya menghafal semua teorinya saja, dan dia tidak pernah belajar ilmu sihir. Namun,
kekuatan sihir yang digunakan Ang I Moli terhadap dirinya, sama sekali tidak mempan, sama
sekali tidak mem-pengaruhinya, hanya mendatangkan mim-pi bahwa dia hampir dihanyutkan
ombak samudera. Kekuatan sihir Ang I Moli ba-gaikan arus air sungai yang menerjang batu,
mengguncang sedikit saja lalu le-wat tanpa mampu menghanyutkan batu itu.
Karena kini merasa yakin bahwa anak itu tidak lagi dapat dipengaruhinya de-ngan sihir, Ang
I Moli menjadi penasaran dan tidak sabar lagi. Ia lalu menanggal-kan pakaian luarnya, begitu
saja di depan mata Yo Han. Anak ini mula-mula me-mandang dengan mata terbelalak heran,
akan tetapi pandang matanya lalu me-nunduk. ketika ia melihat tubuh subonya terbungkus
pakaian dalam yang tipis dan tembus pandang.
Melihat betapa agaknya anak itu ti-dak dapat dipengaruhi oleh kecantikan dan keindahan
tubuhnya, maklum karena usianya pun baru dua belas tahun, belum dewasa, Ang I Moli lalu
merangkul dan menciumi Yo Han. Diterkamnya anak itu bagaikan seekor harimau menerkam
ke-linci! Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
49 "Subo, apa, yang Subo lakukan ini" Subo, lepaskan aku! Ini tidak boleh, tidak benar, tidak
baik...." Akan tetapi betapa pun dia meronta, tetap saja dia tidak berdaya menghindarkan diri.
Yo Han ka-lah tenaga dan tidak mampu bergerak lagi ketika wanita itu menerkamnya
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
se-hingga dia terguling dan dia lalu ditindih, digeluti, didekap dan diciumi. Yo Han hanya
dapat memejamkan matanya dan mulutnya berkemak-kemik dengan sendirinya.
"Ya Tuhan.... ya Allah.... ya Tuhan...." Dia hanya menyebut Tuhan berulang-u-lang.
Semenjak Yo Han mengenal akan kekuasaan Yang Maha Kuasa melalui bacaan kitab-kitab,
dia yakin benar bah-wa sumber segala kekuatan dan kekuasa-an adalah SATU, TUNGGAL
dan Maha Kuasa. Keyakinan ini yang membuat Yo Han secara otomatis menyebut Tuhan
setiap kali terjadi sesuatu menimpa diri-nya. Hal ini mungkin karena dia sudah tidak
mempunyai ayah ibu lagi sehingga dia dapat menyerahkan diri sepenuhnya dan seikhlasnya
kepada Tuhan. Ang I Moli menjadi penasaran dan marah bukan main. Anak laki-laki itu sama sekali tidak
melawan lagi, sama sekali tidak bergerak sehingga seolah-olah sedang menggumuli sebuah
batu saja. Dan bisikan-bisikan yang menyebut Tuhan berulang-ulang itu amat
mengganggunya, bahan api gairah berahi yang tadi mem-bakar dirinya, perlahan-lahan
menjadi dingin. Api gairah itu hampir padam.
"Engkau.... engkau tidak mau melayani hasratku....?" Ang I Moli bertanya, suara-nya
terengah-engah.
Yo Han tidak menjawab, dalam ke-adaan tubuhnya telentang dan pakaiannya awut-awutan,
dia menggeleng dengan tegas.
"Biarpun dengan ancaman mati" Eng-kau tetap tidak mau?"
"Mati di tangan Tuhan. Aku tidak mau melakukan hal yang tidak benar!" Jawab Yo Han,
suaranya lirih namun te-gas dan sepasang matanya bersinar-sinar.
"Plak! Plak!" Dua kali Ang I Moli menampar kedua pipi Yo Han sehingga kepala anak itu
terdorong ke kanan kiri dan kedua pipinya menjadi merah. Ang I Moli tidak ingin
membunuhnya maka tamparan tadi pun menggunakan tenaga biasa saja, namun cukup
mendatangkan rasa nyeri dan panas. Namun Yo Han tetap memandang dengan tabah, sedikit
pun tidak memperlihatkan perasaan takut.
"Hemm, hendak kulihat sekarang! Ka-rena engkau harus dipaksa, maka engkau akan
menderita. Salahmu sendiri! Nah, sekali lagi aku memberi kesempatan. Ka-lau engkau
menuruti kehendakku, engkau akan hidup senang. Sebaliknya, kalau engkau tetap menolak,
aku dapat memaksamu dengan obat perangsang dan racun, dan akhirnya engkau pun akan
menyerahkan diri kepadaku, hanya saja, engkau akan menderita dan mati!"
"Subo, dengan ancaman siksaan apa pun Subo tidak dapat memaksaku mela-kukan hal yang
tidak benar. Aku tidak takut mati karena kematian berada di tangan Tuhan. Kalau Tuhan
menghendaki aku harus mati, aku pun akan menyerah dengan rela...."
"Cukup! Tidak perlu berkhotbah! Eng-kau mau atau tidak?"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
50 "Subo, kuperingatkan Subo. Perbuatan Subo ini tidak benar dan berdosa. Subo akan
menerima hukuman dari Tuhan!"
"Tutup mulutmu!" Tangan Ang I Moli bergerak, jari tangannya menotok jalan darah di
pundak dan pinggang dan tubuh Yo Han terkulai, tidak mampu bergerak lagi. Hanya kedua
matanya yang masih terbelalak memandang wajah wanita itu engan penuh teguran.
"Subo dan aku adalah guru dan murid, tidak sepatutnya...."
"Tukkk!" Kembali wanita itu menotok leher dan suara Yo Han menghilang. Dia tidak
mampu lagi mengeluarkan suara.
"Hi-hik, bocah cerewet!" Wanita itu kini terkekeh-kekeh dan dalam pandangan Yo Han
wanita itu telah berubah sama sekali. Tadinya dia melihat wanita itu sebagai seorang wanita
yang berwajah cantik, bersuara lembut dan peramah. Akan tetapi kini, sepasang mata itu
be-rubah seperti mata iblis, juga senyumnya menyeringai mengerikan, suaranya agak parau
dan mendesis, wajahnya yang ber-bedak tebal itu seperti topeng.
"Hi-hi-hik, kita bukan guru dan murid lagi, melainkan seorang wanita dan se-orang pria! Dan
engkau, mau tidak mau, harus menyerahkan hawa dan darah murnimu kepadaku. Sampai tetes
yang ter-akhir! Engkau akan menjadi seperti se-ekor lalat yang dihisap habis oleh laba-laba,
sedikit demi sedikit darahmu akan kuhisap sampai tinggal tubuhnya menge-ring tanpa darah.
Heh-heh-heh!" Mulutnya berliur membayangkan kenikmatan dan keuntungan yang akan
diperolehnya dari anak ini. Kalau saja Yo Han mau menu-ruti kehendaknya, atau kalau saja
anak itu dapat dikuasainya dengan sihir, tentu ia akan dapat memperoleh kenikmatan yang
lebih lama. Ia akan menghisap da-rah murni anak itu sedikit demi sedikit, menikmatinya dari
sedikit sampai akhir-nya darah murni itu habis. Kini, terpaksa ia harus menggunakan paksaan
dengan racun perangsang, dan ia akan menghisap darah itu dengan paksa. Mungkin hanya dua
tiga hari anak itu akan bertahan. Ia akan menghisapnya sampai habis dan akan tinggal sampai
ia menyelesaikan pekerjaan itu di dalam kuil tua ini. Pa-ling lama tiga hari lagi dan ia akan
ber-hasil. Ia akan siap untuk melatih diri dengan ilmu rahasia itu!
Melihat api unggun mulai mengecil karena kehabisan kayu bakar. Moli lalu menambahkan
kayu dan api unggun mem-besar kembali. Sambil menyeringai dan bersenandung kecil
menyatakan kegembi-raan hatinya, wanita itu lalu mengambil sebuah bungkusan kain dari
dalam bun-talan pakaiannya, lalu membuka bungkus-an itu dan mengeluarkan tiga butir pel
dari dalam botol hijau. Ia duduk di dekat api unggun ketika memilih isi bungkusan. Sisa obat
itu ia bungkus kembali dan ti-ga butir pel berada di tangannya. Yo Han mengikuti semua
gerakan wanita itu dengan pandang matanya. Dia tahu bah-wa dirinya terancam bahaya, maka
se-perti biasanya dia lakukan, dalam keadaan seperti itu, penyerahan dirinya kepada
kekuasaan Tuhan menjadi semakin kuat. Dia merasa yakin bahwa segala sesuatu telah diatur
oleh kekuasaan Tuhan! Kalau memang Tuhan menghendaki bahwa dia harus mati di tangan
wanita ini, apa boleh buat. Dia hanya dapat menerima-nya dengan pasrah karena maklum
seda-lamnya bahwa segalanya adalah milik Tuhan, berasal dari Tuhan dan kembali kepada
Tuhan. Karena kepasrahan yang mutlak ini, sedikit pun tidak ada rasa takut.
Rasa takut adalah perkembangah dari si aku yang diciptakan oleh pengalaman masa lalu
melalui pikiran. Si aku yang merasa terancam menimbulkan rasa ta-kut. Takut kalau
kesenangan yang sudah berada di tangan itu terlepas dan hilang. Takut kalau kesusahan akan
menimpa di-rinya, takut sakit, takut mati. Si-aku ingin selalu di atas, ingin selalu menonjol,
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
51 ingin selalu menjadi yang terpenting, terbesar, terbaik. Rasa takut timbul ka-lau si-aku merasa
terancam kepentingan-nya, terancam keadaannya, takut kalau dirinya akan kehilangan arti,
takut, kalau dirinya akan lenyap oleh kematian, takut kehilangan segala yang dimilikinya,
yang menjadikan dirinya penting dan berarti. Takut kehilangan harta, kedudukan,
ke-hormatan, nama, takut kehilangan orang-orang yang dikasihinya karena mereka yang
dikasihinya itu menimbulkan kesenangan. Pada hakekatnya, si-aku yang sesungguhnya
hanyalah khayalan sang pi-kiran yang menimbulkan rasa takut.
Yo Han dalam keadaan terancam bahaya maut, terancam siksa dan derita, tidak mengenal
rasa takut karena dia sudah menyerahkan segalanya, dengan sebulat batinnya, kepada
kekuasaan Tu-han! Si aku dalam dirinya tidak meme-gang peran lagi dan sebagai gantinya,
semua diri seutuhnya, badan maupun batin, telah diserahkan kepada Tuhan dan karenanya,
kekuasaan Tuhan sajalah yang membibingnya dan menjaganya.
Moli memasukkan tiga butir pel kehi-jauan itu ke dalam cawan araknya, ke-mudian
mengambil guci dan hendak menuangkan isi guci ke dalam cawan itu. Akan tetapi segera
ditahannya. "Hah-heh, aku lupa! Engkau tidak su-ka arak. Kalau dicampur arak engkau sukar memasuki
perutmu. Sebaiknya de-ngan air saja. Bukankah begitu, Yo Han"
Akan tetapi anak itu tidak menjawab. Pada saat itu, semua panca indranya juga bekerja
sendiri, tidak lagi dikemudikan oleh hati dan akal pikiran. Karena itu, dia mendengar dan
melihat tanpa peni-laian, tanpa pendapat. Mendengar dan melihat saja seperti apa adanya, dan
karena pikirannya tidak bekerja menim-bang-nimbang lagi, maka dia tidak mera-sa takut. Dia
seperti seorang bayi dalam gendongan ibunya, tidak takut apa-apa dan merasa aman!
Demikianlah keadaan seorang yang berada dalam "gendongan" kekuasaan Tuhan yang
meliputi seluruh alam maya pada ini, meliputi luar dan dalam, segenap penjuru dan di dalam
apa saja yang nampak dan tidak nampak, di dalam atau pun di luar dunia, di mana saja yang
terjangkau pikiran maupun yang tidak terjangkau. Kalau sudah ter-bimbing oleh kekuasaan
seperti itu, ber-ada dalam gendongan kekuasaan seperti itu, apalagi yang dapat menimbulkan
rasa takut"
"Heh-heh-heh-heh!" Moli menuangkan air ke dalam cawan, lalu menggunakan sumpit untuk
menghancurkan tiga butir pel di dalam cawan, melarutkannya sam-pai rata betul. Sambil
terkekeh ia lalu mendekati Yo Han yang masih meman-dang dengan sinar mata yang terang
dan tenang. "Hi-hik, Yo Han. Dengar baik-baik. Tiga butir ini mengandung tiga macam racun yang amat
kuat. Pertama, racun perampas ingatan! Begitu meminumnya, engkau akan lupa segala.
Semua ingatan tentang masa lampau akan lenyap dan terlupakan. Enak, bukan" Racun kedua
mengandung racun perangsang. Begitu meminumnya, engkau akan menjadi se-ekor kuda
jantan dalam berahi! Hi-hik, menyenangkan aku benar! Engkau akan tak pernah mengenal
puas dan engkau harus menyalurkan hasrat kejantananmu itu terus-menerus sampai tubuhmu
yang tidak kuat lagi. Dan racun ke tiga ada-lah obat kuat, agar tubuhmu kuat mela-kukan
penyaluran hasratmu itu, sampai habis, hi-hi-hik! Sampai darah murnimu terhisap habis
olehku, hawa murni dalam tubuhmu tersedot habis dan menjadi mi-likku, hi-hik!"
Yo Han tidak merasa ngeri mende-ngar semua itu. Yang ada hanya kehe-ranan mengapa Ang
I Moli kini berubah seperti ini! Seperti bukan manusia lagi. Sekarang baru dia tahu mengapa
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
52 wanita ini dijuluki Ang I Moli (Iblis Betina Ber-pakaian Merah). Kiranya memang watak-nya
seperti iblis betina, seperti bukan manusia lagi, penuh kelicikan dan keke-jaman luar biasa.
"Bukalah mulutmu, sayang. Biar ku-tuangkan minuman sedap ini ke dalam perutmu melalui
mulut. Bukalah mulut-mu," kata Moli dengan suara manis me-rayu.
Tentu saja Yo Han tidak mau mem-buka mulutnya. Dia memang masih dapat menggerakkan
mulut karena yang tidak dapat digerakkan hanya kedua kaki dan tangan saja. Akan tetapi dia
tidak sudi menuruti perintah manusia yang sudah menjadi iblis itu.
"Buka mulutmu kataku!" Kini Moli membentak marah, akan tetapi Yo Han hanya
memandang dengan mata melotot, bahkan dia merapatkan kedua bibirnya.
"Anak bandel!" Moli berkata, lalu ta-ngan kirinya menangkap rahang Yo Han dan sekali jari-
jari tangannya menekan, mulut Yo Han terbuka lebar tanpa dapat ditahannya lagi. Bahkan
kini yang me-megang rahang Yo Han hanya tiga jari karena jari telunjuk dan jari tengah
ta-ngan kiri Moli sudah di julurkan ke atas dan menekan lubang hidung Yo Han. Anak itu
terpaksa menarik napas dari mulut karena hidungnya tertutup dan ketika Moli menuangkan air
di cawan yang sudah bercampur tiga butir pil yang sudah larut, dia tidak dapat
memuntahkannya keluar dan cairan itu pun tertelan dan masuk ke dalam perutnya.
"Hi-hi-hik, racun itu telah memasuki perutmu, Yo Han. Engkau akan tertidur karena
pengaruh racun perampas ingatan, akan tetapi besok pagi-pagi kalau engkau terbangun,
engkau akan jinak dan penu-rut seperti domba, akan tetapi juga tangkas dan kuat seperti
harimau. Hi-hik, sungguh menyenangkan sekali. Sekarang, kau tidurlah, sayang...." berkata
demikian, Moli membebaskan totokan jalan darah Yo Han sehingga anak itu mampu
berge-rak kembali. Dia menggerak-gerakkan kaki tangannva yang terasa kaku dan nyeri-
nyeri, kemudian bangkit duduk memandang kepada Moli dengan sinar mata penuh teguran.
"Bibi, engkau sendiri yang tadi me-ngatakan bahwa kita bukan guru dan murid lagi, maka
aku tidak akan menye-butmu subo lagi. Bibi, engkau seorang manusia, mengapa engkau
melakukan perbuatan yang lebih pantas dilakukan iblis" Ingat, Bibi, perbuatan yang jahat
akan menghasilkan akibat buruk bagi di-rimu sendiri." Yo Han menghentikan ucapannya
karena. tiba-tiba saja dia merasa kantuk menyerangnya dengan hebat sekali. Tak tahan dia
untuk tidak meng-uap.
Ang I Moli terkekeh genit. "Memang orang menyebutku iblis, Yo Han. Orang menjuluki aku
Ang I Moli, kalau aku ti-dak bertindak seperti iblis, berarti juluk-anku itu tidak ada harganya
dan kosong belaka, heh-heh-heh! Dan engkau sudah mulai mengantuk. Tidurlah sayang,
tidur-lah....!" Wanita itu terkekeh-kekeh melihat Yo Han kini merebahkan diri miring di atas
rumput kering dan segera pulas. Ia pun menambahkan lagi kayu bakar di perapian, dan
merebahkan diri di dekat Yo Han, memeluk pemuda remaja itu, dengan mesra. Ia sudah siap.
Begitu Yo Han terbangun pada keesokan harinya dan racun-racun itu bekerja, ia sudah siap.
Karena ia pun lelah dan mengantuk, sebentar saja Moli pulasjuga. Ia tidak tahu bahwa tak
lama kemudian api ung-gun padam dan hawa dingin menyusup tulang. Ia tidak terbangun,
hanya me-rangkul lebih erat. Yo Han juga tidak pernah terbangun karena dia agaknya
terpengaruh oleh racun yang mulai be-kerja di tubuhnya.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
53 *** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
Karena kecapaian dan tidur pulas se-kali, Moli yang merangkul bahkan seperti menyelimuti
tubuh Yo Han dengan tu-buhnya itu, sama sekali tidak tahu bahwa lewat tengah malam, ada
sesosok ba-yangan hitam perlahan-lahan memasuki kuil tua yang kosong itu. Bayangan itu
ternyata seorang wanita yang berpakaian longgar, pakaian sutera kuning dengan kepala juga
dikerudungi sutera kuning. Karena penerangan hanya datang dari bulan yang muncul lambat
sekali, bulan yang tinggal sepotong, maka tidak dapat dilihat jelas wajah wanita berkerudung
itu. Namun gerak-geriknya halus walau-pun ringan dan cekatan. Langkahnya ti-dak
menimbulkan suara ketika ia mema-suki kuil dan tangannya memegang se-batang kayu kering
yang membara ujung-nya. Ia mengayun kayu itu dan bata itu pun menyala kecil, cukup untuk
mene-rangi sekelilingnya sejauh tiga empat meter. Akan tetapi ia menggunakan ta-ngan kiri
menutupi mukanya agar pan-dang matanya tidak silau oleh nyala api di ujung kayu itu. Ia
memilih tempat, mencari bagian yang kering dan bersih, agaknya untuk melewatkan malam.
Bagian depan dan tengah kuil itu agaknya tidak memuaskan hatinya karena memang selain
lantainya tidak begitu bersih, juga di bagian depan itu orang akan terserang angin karena
terbuka. Di bagian dalam memang terlindung dari angin, akan tetapi tempat itu agak lembab.
Ia lalu mengayun lagi kayu yang nyalanya telah padam dan hanya tinggal membara. Sekali
ayun, bara itu menyala, kembali dan ia melangkah ke belakang. Diangkatnya kayu itu tinggi
di atas ke-pala dan sekilas ia melihat dua orang laki-laki dan perempuan yang saling
ber-pelukan itu, si perempuan hanya menge-nakan pakaian dalam yang tipis dan tem-bus
pandang, si laki-laki yang masih re-maja juga pakaiannya awut-awutan: Mereka itu tertidur
nyenyak, perem-puan merangkul laki-laki itu dengan erat sekali.
Ia menurunkan kayu dan nyala di ujung kayu itu pun padam. Ia lalu mem-balikkan tubuh dan
kembali ke ruangan depan, bahkan tidak mau tinggal di ru-angan dalam karena terlalu dekat
dengan ruangan belakang. Dinyalakannya kembali ujung kayu itu dengan ayunan tangannya,
dan ia pun mengumpulkan rumput kering dan menaburkannya di sudut ruangan depan itu.
Setelah itu, ia memadamkan kembali nyala api dan duduk bersila. Biarpun angin bertiup dan
hawa dingin sekali, ia tidak kelihatan kedinginan. Bahkan nyamuk yang banyak beterbangan
di situ, hanya beterbangan di sekitarnya dan agaknya tidak ada yang mencoba untuk hinggap
di mukanya, satu-satunya bagian tubuh yang nampak dan dapat digigit. Entah apa yang
menyebabkan nyamuk tidak berani hinggap di pipi atau leher itu. Agaknya harum cendana
yang keluar dari tubuh itulah yang membuat nyamuk tidak berani mendekat. Atau mungkin
juga bau hio berasap yang diba-kar oleh wanita itu. Sebatang saja hio (dupa biting) yang
nampaknya awet seka-li, mengeluarkan asap yang harum. Wani-ta itu duduk bersila dan
memejamkan mata setelah mulutnya mengomel lirih.
"Omitohud.... tega benar menodai tempat suci ini, sungguhpun kuil ini su-dah tidak terpakai.
Apakah mereka tidak dapat mencari tempat lain yang lebih baik dan tepat untuk bermain
cinta" Omitohud...."
Akan tetapi, ia segera melupakan apa yang terlihat olehnya tadi dan sudah tenggelam dalam
samadhi yang mendalam. Siapakah wanita ini" Ia seorang wanita yang tidak muda lagi
walaupun masih nampak cantik. Usianya sudah empat pu-luh tujuh tahun, rambutnya sudah
ber-warna dua. Akan tetapi rambut yang tidak tersisir rapi dan awut-awutan ka-rena
perjalanan jauh dan hembusan angin itu halus dan panjang, berkilau tanda se-hat, rambut itu
digelung secara aneh, tidak mirip gelung orang daerah, lalu ke-pala itu ditutup kerudung
sutera kuning. Wajahnya masih belum diganggu keriput walaupun garis-garis di antara kedua
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
54 ma-tanya menunjukkan bahwa ia seorang yang telah banyak mengalami pahit getir kehidupan
di dunia. Sepasang matanya jeli dan tajam, lebar dan berwibawa. Di antara kedua alisnya
terdapat titik me-rah, suatu kebiasaan di negerinya karena wanita ini berasal dari negara
Bhutan, sebuah kerajaan kecil di sebelah selatan Tibet. Tubuhnya masih padat ramping, tanda
bahwa selain sehat, juga wanita ini memiliki tubuh yang kuat dan terlatih.
Kalau ada orang Bhutan melihatnya, tentu orang itu akan bersikap amat hor-mat kepadanya.
Hiasan rambutnya ber-bentuk burung merak dan pakaiannya yang seperti pakaian pendeta itu
sebetul-nya menunjukkan kedudukannya yang cukup tinggi di Kerajaan Bhutan. Ia seo-rang
puteri! Seorang wanita ningrat ke-luarga dekat dari raja Bhutan.
Memang sesungguhnyalah. Wanita can-tik ini bernama Gangga Dewi, seorang puteri
Kerajaan Bhutan, atau lebih tepat lagi, ia masih cucu raja tua di Bhutan. Ibu Gangga Dewi
adalah Puteri Syanti Dewi, puteri raja, dan ayahnya adalah seorang pendekar yang amat
terkenal, dahulu berjuluk Si Jari Maut dan berna-ma Wan Tek Hoat, atau kemudian sete-lah
menjadi duda dan sudah tua lalu menjadi seorang pendeta dan berjuluk Tiong Khi Hwesio.
Gangga Dewi dilahir-kan di Bhutan. Ia dilahirkan setelah lebih dari sepuluh tahun ayahnya
menikah de-ngan ibunya. Ia hidup sebagai seorang puteri di kerajaan itu. Ayahnya menjadi
seorang panglima atau seorang penasihat perang. Sejak kecil ia pun menjadi gem-blengan dari
ayahnya, sampai ia dewasa kemudian menikah dengan seorang pa-nglima muda Bhutan yang
telah banyak membuat jasa.
Gangga Dewi hidup berbahagia dengan suaminya dan ia melahirkan dua orang anak. Akan
tetapi, ketika dua orang anaknya berusia belasan tahun, ibunya, Puteri Syanti Dewi,
meninggal dunia ka-rena sakit tua. Ayahnya, Wan Tek Hoat, seperti berubah ingatan ketika
Puteri Syanti Dewi yang amat dicintanya itu meninggal dunia. Seperti orang gila Wan Tek
Hoat tidak mau pulang dan tinggal dalam gubuk di dekat makam isterinya, seolah dia ingin
menemani isterinya yang sudah berada di dalam kuburan. Akhirnya seorang pendeta tua yang
bijaksana da-pat menyadarkan Wan Tek Hoat sehingga dia dapat menyadari kebodohannya,
menggunduli kepala, mengenakan jubah pendeta dan mempelajari keagamaan, menjadi
seorang hwesio (pendeta Buddhis berjuluk Tiong Khi Hwesio. Kemudian dia meninggalkan
Bhutan karena setelah isterinya meninggal dunia dia merasa terasing di Bhutan. Puteri
tunggalnya, Gangga Dewi, telah menikah dan hidup berbahagia dengan suaminya, seorang
Bhutan aseli. Maka dia pun pergi ke timur, kembali ke Tiongkok dan akhirnya berkunjung ke
Istana Gurun Pasir dan meninggal di sana bersama saudaranya se-ayah, berlainan ibu, yaitu
nenek Wan Ceng dan suaminya, Naga Sakti Gurun Pasir Kao Kok Cu. Kisah itu dapat
diba-ca dalam cerita SI BANGAU PUTIH.
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sepeninggal ayahnya, Gangga Dewi masih hidup dalam keadaan bahagia dan tenteram.
Bahkan dua orang anaknya, seorang laki-laki dan seorang lagi perem-puan, sudah pula
menikah dan hidup pe-nuh kemuliaan sebagai keluarga keturun-an raja.
Akan tetapi, kehidupan manusia tidak mungkin tanpa perubahan. Nasib manusia selalu
berputar, ada kalanya terang ada kalanya gelap seperti keadaan cuaca. Li-ma tahun yang lalu,
terjadi perang di perbatasan antara negara kecil Bhutan melawan tetangganya yaitu Kerajaan
Ne-pal. Sebagai seorang panglima, suami Gangga Dewi memimpin pasukan Bhutan dan
berperang melawan pasukan Nepal. Dalam pertempuran ini, suami Gangga Dewi tewas.
Biarpun di waktu masih hidup, suami Gangga Dewi bukan merupa-kan seorang suami yang
lembut, bahkan merupakan seorang militer yang kasar dan bahkan keras, seorang yang terlalu
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
55 jantan, namun ketika suaminya tewas, Gangga Dewi merasa kehilangan sekali dan ia merasa
kehilangan sekali dan ia pun tenggelam dalam duka yang mendalam. Agaknya ia mewarisi
watak ayahnya. Dahulu Wan Tek Hoat ketika kehilangan isterinya juga dilanda kedukaan
yang hampir membuatnya gila. Kini Gangga Dewi demikian pula. Hidupnya seolah ko-song
dan merana. Bahkan kehadiran cu-cu-cucunya dari dua orang anaknya tidak dapat menghibur
hatinya. Setelah membiarkan dirinya merana sampai hampir lima tahun, akhirnya ia
mengambil keputusan untuk pergi ke timur, mencari ayahnya yang sekian lamanya tiada
kabar berita dan tidak pernah pulang pula.
Biarpun perjalanan itu amat sukar, melalui pegunungan yang tinggi, daerah yang sunyi penuh
dengan hutan, melalui pula padang tandus banyak pula ancaman datang dari binatang buas
dan penjahat-penjahat yang suka merampok, namun Gangga Dewi selalu dapat
menyelamat-kan dirinya. Kadang dia menggabungkan diri dengan khafilah yang melakukan
per-jalanan jauh, kadang menyendiri. Namun, ia adalah seorang wanita yang tidak asing akan
kehidupan yang keras. Ia me-miliki ilmu kepandaian tinggi, pernah di-gembleng oleh ayah
kandungnya sendiri. Dan ia pernah menjadi isteri seorang panglima perang. Selain itu,
sikapnya berwibawa, kecantikannya agung sehingga jarang ada orang berani iseng
menggang-gunya. Padahal, biarpun usianya sudah mendekati lima puluh tahun, sebagai
wanita ia masih memiliki daya tarik yang kuat sekali, baik dengan wajahnya yang masih
cantik jelita maupun dengan tubuhnya yang ramping dan berisi.
Demikianlah, pada malam hari itu, Gangga Dewi tiba di bukit itu dan meli-hat kuil tua, ia
pun memasukinya, sama sekali tidak mengira akan melihat pe-mandangan yang membuat ia
merasa rikuh dan tidak enak hati. Bukan karena melihat seorang wanita tidur berpelukan
dengan seorang pria yang membuat ia merasa tidak enak namun melihat bahwa mereka
melakukannya di dalam sebuah kuil, walaupun kuil kosong, membuat ia merasa penasaran.
Bagaimanapun juga, manusia terikat oleh hukum adat, umum, sopan santun dan tata-susila,
juga hukum agama. Hukum-hukum inilah yang mem-bedakan manusia dari mahluk lainnya.
Seorang manusia yang sopan, yang tahu akan peradaban, mengenal tata-susila, sudah
sepatutnya menghargai sebuah kuil atau sebuah tempat pemujaan, dari go-longan atau agama
apa pun. Di negara-nya, Kerajaan Bhutan, agama amat dihor-mati, dan biarpun di sana
terdapat -berbagai agama, di antaranya Agama Kristen, Islam, Buddhis dan lain-lainnya,
namun diantara agama terdapat saling menghormati dan saling pengertian. Ke-rukunan agama
mendatangkan kerukun-an dan ketenteraman kehidupan rakyat. Kalau pun ada pertentangan-
pertentangan kecil, maka pemuka agama dapat menen-teramkannya kembali. Bagaimanapun
juga inti pelajaran semua agama adalah hidup rukun di antara manusia, saling menga-sihi,
saling menolong. Hidup saleh dengan cara tidak melakukan perbuatan jahat, memupuk
perbuatan baik dan saling me-nolong. Hidup beribadat dengan cara memuja Yang Maha
Kuasa. Maha Pencip-ta, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Kalau pun
ada perten-tangan, maka yang bertentangan, maka yang bertentangan adalah manusianya dan
pertentangan atau permusuhan itu meru-pakan pekerjaan nafsu.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi ke-tika sinar matahari telah membakar ufuk timur dan
kepadatan malam gelap telah memudar dan cuaca menjadi remang-remang, ketika burung-
burung ramai ber-kicau, sibuk mempersiapkan pekerjaan mereka yang berulang setiap hari,
yaitu mencari makan. Ang I Moli terjaga dari tidurnya. Ia menggeliat seperti seekor kucing,
akan tetapi segera ia teringat dan membuka matanya, lalu bangkit du-duk, memandang kepada
Yo Han yang masih tidur nyenyak. ia tersenyum, lalu merangkul dan mencium pemuda
remaja itu. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
56 "Bangunlah, sayang. Bangunlah dan peluklah aku...."
Yo Han membuka matanya. Seketika dia tersentak kaget ketika mendapatkan dirinya didekap
wanita itu dan mukanya diciumi. Seperti orang dipagut ular, dia meronta dan bangkit berdiri,
mukanya berubah merah sekali, matanya terbelalak dan cepat kedua tangannya sibuk
mem-bereskan letak pakaiannya yang awut-awutan dan setengah telanjang.
"Apa.... apa yang kaulakukan ini, Bibi?" bentaknya marah.
Wanita itu memandang heran, hampir tidak percaya akan apa yang dilihat dan didengarnya.
Menurut penglihatan dan pendengarannya, Yo Han sama sekali tidak berubah! Tidak hilang
ingatannya, tidak terangsang sama sekali! Ini tidak mungkin! Biar seorang laki-laki dewasa
yang kuat sekali pun, tentu akan terpe-ngaruh oleh pel-pel itu! Apalagi Yo Han yang masih
remaja, masih boleh dibilang kanak-kanak.
"Yo Han, kau.... kau.... ke sinilah, sa-yang." Ia mencoba untuk meraih. Akan tetapi Yo Han
menghindarkan diri dengan langkah ke belakang.
"Bibi, apakah engkau sudah menjadi gila?" Suara Yo Han lantang dan penuh teguran.
"Ingatlah, perbuatanmu Ini amat kotor, hina dan jahat! Sadarlah, Bibi."
"Yo Han, ke sinilah, sayang. Engkau sayang kepadaku, bukan" Mari kita me-nikmati hidup
ini...." Kembali wanita itu meraih dan kini, biarpun Yo Han menge-lak, tetap saja pergelangan
tangannya tertangkap oleh wanita itu.
Yo Han meronta, namun apa artinya tenaganya dibandingkan wanita yang sak-ti itu"
"Lepaskan aku! Engkau perempuan jahat, lepaskan aku! Aku tidak sudi me-nuruti
kehendakmu yang keji dan hina!
Biar kausiksa, kaubunuh sekali pun, aku tidak sudi! Lepaskan aku, perempuan tak tahu
malu!" "Plakk!" Sebuah tamparan mengenai pipi Yo Han, membuat anak itu terpe-lanting dan di lain
detik, dia telah ter-totok dan tidak mampu bergerak lagi.
Ang I Moli menyeringai. Gairah bera-hinya menghilang, terganti kemarahan karena ia
dimaki-maki tadi. "Anak tolol! Diberi kenikmatan tidak mau malah me-milih siksaan!
Kaukira kalau engkau su-dah menolakku, engkau akan bebas dan aku takkan berhasil
menghisap semua darah dan hawa murni dari tubuhmu" Hemmm, terpaksa aku akan
menghisapmu sampai habis sehari ini juga. Darahmu akan kuminum sampai habis. Tulang-
tulangmu akan kukeluarkan dan sumsum-nya kuhisap sampai kering. Dan engkau akan lebih
dulu mampus kehabisan darah! Wanita itu tertawa-tawa seperti orang gila dan bagaimanapun
juga Yo Han me-rasa ngeri. Bukan takut akan ancaman itu, melainkan ngeri melihat wajah
wani-ta itu dan mendengar suaranya. Dia me-rasa seperti berhadapan dengan iblis, bukan
manusia lagi. "Sratttt....!" Tangan wanita itu me-nyambar dan kuku jarinya yang tajam dan keras seperti
pisau itu telah menya-yat leher dekat pundak. Kulit dan daging tersayat, dan darah mengucur.
Wanita itu lalu menempelkan mulutnya pada luka itu dan menghisap darah yang keluar!
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
57 Pada saat yang amat gawat bagi Yo Han itu, yang hanya terbelalak ngeri na-mun tidak
mampu bergerak, terdengar suara lembut namun mengandung getaran kuat.
"Omitohud.... hentikan perbuatanmu yang amat keji dan jahat itu, perempuan sesat!" Ada
hawa pukulan mendorong dari samping dan dengan kaget Ang I Moli meloncat berdiri dan
membalikkan tubuh-nya. Bibirnya masih berlepotan darah sehingga nampak mengerikan
sekali. Se-perti seekor binatang buas, lidahnya menjilati darah yang berada di bibir, dan
-matanya liar memandang kepada wanita berkerudung yang berdiri di depannya dengan sikap
anggun dan berwibawa.
"Keparat! Siapa engkau berani men-campuri urusan pribadiku?" Ang I Moli membentak
dengan marah sekali, mata-nya mencorong menatap wajah Gangga Dewi. Ia sama sekali tidak
mengenal wa-nita yang berpakaian longgar serba ku-ning, dengan kepala berkerudung sutera
kuning pula itu, namun dari logat bicara-nya, ia dapat menduga bahwa wanita ini datang dari
barat dan bukan berbangsa Han.
Gangga Dewi tidak menjawab. Sejak tadi ia memandang kepada anak laki-laki yang masih
menggeletak di atas lantai. Tangan kirinya bergerak dan nampak sinar putih menyambar ke
arah tubuh Yo Han. Kiranya itu adalah sehelai sabuk sutera putih yang meluncur seperti
tom-bak dan begitu mengenai pundak dan pinggang Yo Han dua kali, anak itu da-pat
menggerakkan kembali tubuhnya. Yo Han seorang anak yang cerdik. Begitu tubuhnya dapat
bergerak, dia segera menggelindingkan tubuh, bergulingan ke arah wanita berkerudung itu.
lalu melompat bangun dan berdiri di belakangnya berlindung di belakang Gangga Dewi.
"Terima kasih, Locianpwe (Orang Tua Sakti)," katanya.
Gangga Dewi melihat betapa darah masih mengucur dari luka di leher, anak ltu, luka yang
tadi sempat dihisap oleh wanita berpakaian merah. Ia mengeluar-kan sebuah bungkusan kertas
dan mem-berikannya kepada Yo Han.
"Kau obati luka di lehermu dengan bubuk dalam bungkusan ini agar darahnya berhenti
mengucur."
"Heiii, keparat busuk! Siapakah eng-kau" Katakan namamu sebelum aku men-cabut
nyawamu!" Biarpun sikapnya masih lembut, na-mun pandang mata Gangga Dewi kini be-rubah keras.
Dengan perlahan, kepalanya tegak ke belakang, dadanya membusung dan ia nampak lebih
tinggi dari biasanya, anggun dan angkuh, juga mengandung kegagahan yang tersembunyi di
balik kelembutannya.
"Perempuan sesat, tidak ada hubungan apa pun antara kita dan aku pun tidak ingin
berkenalan denganmu. Akan tetapi, kekejaman dan kejahatan yang kaulaku-kan terhadap anak
ini tidak mungkin kudiamkan saja. Masih baik bahwa aku belum terlambat dan anak ini masih
hi-dup. Maka, pergilah dan bertaubatlah. Masih belum terlambat bagimu untuk menebus
dosamu dengan perbuatan baik dan bertaubat!"
"Keparat sombong! Tidak tahukah engkau dengan siapa engkau berhadapan" Aku adalah
Ang I Moli dan tidak ada orang dapat hidup terus kalau dia berani menentangku. Kembalikan
anak itu ke-padaku dan buntungi lengan kirimu, baru aku akan mengampunimu!"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
58 Tiba-tiba Yo Han meloncat ke depan Gangga Dewi menghadapi Ang I Moli dan dia marah
sekali. Telunjuk kanannya me-nuding ke arah wanita berpakaian merah itu dan suaranya
lantang penuh teguran. "Ang I Moli! Tidak boleh kaulakukan ini! Bibi ini tidak berdosa,
kenapa engkau begitu kejam menyuruh ia membuntungi lengan sendiri" Engkau boleh
menyiksaku, membunuhku, akan tetapi tidak boleh mencelakai orang lain hanya karena
diriku." Dia menoleh kepada Gangga Dewi dan berkata, "Locianpwe, harap cepat pergi dan
jangan mengorbankan diri ha-nya karena aku!"
Gangga Dewi terbelalak kagum me-mandang kepada Yo Han. Bukan main anak ini, pikirnya.
Ingin sekali ia menge-nal Yo Han lebih dekat dan mengetahui mengapa anak ini sampai
terjatuh ke tangan wanita jahat itu.
"Anak baik, ke sinilah engkau!" Ta-ngannya bergerak ke depan dan Yo Han merasa dirinya
tertarik kembali ke bela-kang wanita berkerudung itu. Gangga Dewi kini memandang kepada
Ang I Moli lalu mengangguk-angguk.. "Kini aku tidak merasa heran. Kiranya engkau bukan
manusia melainkan iblis betina (Moli). Pantas engkau melakukan, kekejaman seperti itu. Ang
I Moli, engkau sepatut-nya berguru kepada anak ini dan belajar tentang kebajikan dari dia."
"Engkau memang sudah bosan hidup!" Ang I Moli membentak dan tiba-tiba saja bagaikan
seekor harimau yang marah, ia sudah menerjang dengan tubrukan ke arah Gangga Dewi. Dari
mulutnya terde-ngar suara melengking nyaring, tubuhnya seperti terbang meluncur dan kedua
le-ngannya dikembangkan, kedua tangan terbuka membentuk cakar hendak men-cengkeram
ke arah leher Gangga Dewi. Wanita Bhutan ini mengenal gerakan dahsyat dari serangan yang
berbahaya itu, maka ia pun menggeser kaki ke kiri sambil tangannya menyambar lengan
ta-ngan kiri Yo Han yang berdiri di bela-kangnya dan tubuh anak itu terlempar sampai lima
meter ke arah kiri. Yo Han terkejut dan dia pun terbanting jatuh, akan tetapi kini berada di
tempat aman, di bawah pohon di luar kuil karena lem-paran tadi membuat tubuhnya melayang
keluar dari jendela ruangan belakang kuil itu. Gangga Dewi sendiri setelah menge-lak, lalu
meloncat keluar dari ruangan. Ia merasa tidak leluasa untuk mengha-dapi iblis betina yang
ganas itu di dalam ruangan.
"Jangan lari kau, keparat!" Ang I Moli marah sekali ketika terjangannya me-ngenai tempat
kosong. Ia meraih ke arah pakaian luarnya yang ditinggalkannya semalam, mengambil
kantung jarum, juga menyambar pedangnya, mencabut senjata itu dan melemparkan sarung
pedangnya, kemudian ia melompat keluar melakukan pengejaran.
Akan tetapi orang yang dikejarnya itu sama sekali tidak lari, melainkan menanti diluar,
ditempat terbuka. Ma-tahari pagi mulai menerangi dunia sebe-lah sini, sinarnya kemerahan
membakar dan menghalau sisa kegelapan malam. Yo Han berdiri di belakang sebatang pohon
sambil menonton, dengan penuh perhatian. Tadi, setelah dia bergulingan akibat ditampar oleh
Gangga Dewi, dia bangkit berdiri. Dia melihat bayangan kuning berkelebat dan wanita
berambut kelabu itu sudah berada di dekatnya.
"Anak baik, engkau berlindunglah di balik pohon itu. Iblis betina itu berbaha-ya. sekali."
Yo Han hanya mengangguk dan dia lalu berlindung di belakang pohon untuk melihat apa
yang akan terjadi. Kini dia tidak mengkhawatirkan sekali, maklum bahwa wanita berkerudung
itu bukan orang sembarangan dan berkepandaian tinggi. Betapapun juga, dia masih merasa
tegang, tidak rela kalau sampai ada orang menderita celaka apalagi sampai tewas karena
membela dia. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
59 "Bersiaplah untuk mampus engkau pe-rempuan asing yang lancang!" Ang I Moli membentak
lagi dan kini ia menyerang dengan pedangnya, menusuk dengan ge-rakan kilat. Pedang di
tangannya melun-cur dengan sinar menyilaukan mata kare-na tertimpa cahaya matahari pagi.
Na-mun, ternyata lawannya juga memiliki gerakan yang amat ringan dan tangkas. Tidak
begitu sukar Gangga Dewi meng-hindarkan diri dari tusukan pedang itu dengan
menggerakkan kaki kirinya, me-langkah ke samping dan miringkan tubuh-nya. Dari bawah
samping, tangannya diputar untuk menotok ke arah perge-langan tangan yang memegang
pedang. "Syuuuttt....!"
Ang I Moli terkejut bukan main dan cepat-cepat ia menarik kembali pedang-nya dan
melompat ke belakang. Ia tadi melihat lawannya menggunakan jari te-lunjuk menotok ke arah
pergelangan ta-ngannya, gerakannya aneh, cepat dan dari jari telunjuk itu datang angin yang
amat dingin. Tahulah ia bahwa lawannya ini ternyata memiliki ilmu kepandaian yang tinggi,
maka ia lalu memutar pedangnya dan menyerang lebih ganas lagi. Pedang diputar sedemikian
cepatnya se-hingga lenyap bentuk pedang berubah menjadi gulungan sinar yang
mendesing-desing dan dari gulungan sinar itu kadang mencuat sinar yang menyambar ke arah
Gangga Dewi, merupakan serangan ba-cokan atau tusukan.
Gangga Dewi terpaksa mengerahkan gin-kang (ilmu meringankan tubuh) dan berloncatan ke
sana-sini untuk menghin-darkan diri dari sambaran pedang. Senja-ta lawan itu demikian cepat
gerakannya ia sama sekali tidak mendapat-kan kesempatan untuk balas menyerang. Dan Ang
I Moli yang merasa penasaran itu terus mendesak dan mempercepat gerakannya. Ia tahu
bahwa sebelum ia merobohkan dan membunuh wanita ber-kerudung ini, tak mungkin ia bisa
me-nguasai Yo Han. Padahal, tadi ia sudah mencicipi darah pemuda itu. Segar dan manis
menyegarkan dan menguatkan ba-dan rasanya!
Gangga Dewi terus mengelak dengan mengandalkan keringanan tubuhnya. Ge-rakannya
demikian lincah dan indah se-perti menari-nari saja sehingga Yo Han merasa kagum. Dia
teringat kepada su-bonya, Kao Hong Li, yang kalau sedang bersilat juga nampak memiliki
gerakan yang indah, seperti menari saja! Dia menemukan tiga daya guna dalam ilmu silat.
Pertama seni tari yang disukainya, ke dua seni olah raga juga disetujuinya, dan ke tiga seni
bela diri dan inilah yang membuat dia tidak suka belajar si-lat. Bela diri ini mengandung
kekerasan sehingga akibatnya bukan sekedar menyelamatkan diri semata, melainkan balas
menyerang dan merobohkan lawan. Me-mukul roboh lawan, bahkan kalau salah tangan dapat
membunuh lawan! Kini, dia melihat betapa segi seni-tari menonjol sekali dalam gerakan
wanita berkerudung yang menolongnya, dan dia pun kagum.
Akan tetapi, setelah lewat belasan jurus, maklumlah Gangga Dewi bahwa tidak mungkin
baginya untuk hanya terus menerus mengelak saja. Kalau dilanjutkan hal itu akan
membahayakan keselamatan dirinya. Ia tahu bahwa lawannya lihai. Selisih tingkat
kepandaian antara mereka tidak banyak. Ketika kembali pedang la-wan mendesaknya
sehingga ia harus ber-loncatan ke belakang, tiba-tiba ia mem-buat lompatan agak jauh ke
belakang dan dalam loncatan ke belakang itu ia ber-salto sampai lima kali dan ketika
tubuh-nya turun ke atas tanah, tangannya telah memegang segulung sabuk sutera putih yang
tadi ia lolos dari pinggang ketika ia berjungkir balik di udara. Hampir saja Yo Han bertepuk
tangan memuji, bukan memuji kehebatan gin-kang itu, melain-kan memuji keindahan gerakan
tadi. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
60 "Engkau iblis betina yang haus darah. Sudah sepatutnya kalau engkau dihajar!" kata Gangga
Dewi dan sekali tangan kanannya bergerak, gulungan sinar putih itu meluncur ke depan dan
menegang, menjadi seperti batang tombak yang kaku. Pada saat itu, Ang I Moli sudah
menye-rang lagi dengan bacokan pedangnya. Gangga Dewi menggerakkan sabuk sutera putih
itu menangkis. "Takkk!" Dan pedang itu terpental, seolah bertemu dengan sebatang tombak besi atau kayu
yang kaku dan kuat! Akan tetapi melihat ini, tentu saja Yo Han tidak merasa kaget atau heran.
Bagaima-napun juga, dia pernah tinggal bersama sepasang suami isteri yang memiliki
kepandaian silat tinggi dan dia pun sudah banyak mempelajari ilmu silat walaupun hanya
mengerti dan dihafalkannya saja. Dia tahu bahwa sabuk sutera di tangan wanita berkerudung
itu menjadi kaku karena pemegangnya mempergunakan tenaga sin-kang yang tersalur lewat
te-lapak tangan ke sabuk itu. Dia hanya kagum karena gerakan silat wanita itu selain aneh,
juga amat indahnya.
Kini terjadilah pertandingan yang amat seru, tidak berat sebelah seperti tadi ketika Gangga
Dewi hanya terus-terusan mengelak. Kini kedua orang wa-nita yang lihai itu saling serang dan
diam-diam Ang I Moli mengeluh. Sabuk sutera putih itu memang hebat. Pedang-nya sudah
digerakkan sekuatnya untuk dapat membabat putus sabuk sutera itu, namun semua usahanya
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sia-sia belaka. Setiap kali terbacok, tiba-tiba sabuk itu menjadi lemas dan tentu saja tidak
da-pat dibacok putus, bahkan ujung sabuk itu beberapa kali sempat menggetarkan tubuhnya
karena totokan yang hampir saja mengenai jalan darah dan membuat ia roboh.
"Haiiittt....!" Tiba-tiba Ang I Moli mengeluarkan suara melengking, mengi-kuti gerakan
pedangnya yang membabat ke arah leher lawan. Gangga Dewi me-rendahkan tubuhnya,
membiarkan pedang itu lewat di atas kepalanya dan dari bawah ia hendak menotok dengan
sabuk sutera yang sudah menegang. Akan teta-pi tiba-tiba tangan kiri A
namaku Han."
"Yo Han..." Siapa orang tuamu?"
"Aku yatim piatu. Pengganti orang tuaku adalah Suhu dan Subo."
"Siapa sih suhu dan subomu yang kau-puji setinggi langit itu."
"Aku bukan sekedar memuji kosong atau membual, Bibi. Suhuku bernama Tan Sin Hong
berjuluk Pendekar Bangau Putih dan Suboku bernama Kao Hong Li, cucu Pendekar Naga
Sakti Gurun Pasir."
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
31 Ang I Moli menelan ludah! Sungguh sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa anak yang
diculiknya adalah pute-ri dari suami isteri pendekar sakti itu! Tentu saja ia pernah mendengar
akan nama mereka. Bahkan mereka adalah dua diantara para pendekar yang pernah
membasmi Ang i Mopang! Mereka ter-masuk musuh-musuh lama dari kakaknya, dari Ang I
Mopang. Akan tetapi ia pun tidak begitu tolol untuk memusuhi mere-ka. Biarpun ia sendiri
belum pernah me-nguji sampai di mana kehebatan ilmu mereka, namun tentu saja jauh lebih
aman untuk tidak mencari permusuhan baru dengan mereka.
Melihat wanita berpakaian merah itu diam saja, Yo Han melanjutkan. "Nah, engkau tahu
bahwa aku bukan mengger-tak belaka. Tentu engkau pernah men-dengar nama mereka.
Sekarang, bagaima-na kalau engkau mengembalikan Sian Li kepada mereka, Bibi?"
Ang I Moli mengamati wajah Yo Han dengan penuh perhatian. "Kalau aku mengembalikan
Sian Li, engkau mau ikut bersamaku dan menjadi muridku?"
"Sudah kukatakan bahwa aku suka menggantikan Sian Li. Bagiku yang pen-ting aku harus
dapat mengajak Sian Li pulang ke rumah Suhu dan Subo. Setelah aku mengantar ia pulang,
aku akan ikut bersamamu."
"Hemm, kaukira aku begitu goblok" Kalau aku membiarkan engkau mengajak ia pulang,
tentu engkau tidak akan kem-bali kepadaku. Yang datang kepadaku tentu suami isteri itu
untuk memusuhiku."
Yo Han mengerutkan alisnya, meman-dang kepada wanita itu. Ang I Moli ter-kejut.
Sepasang mata anak itu mencorong seperti mata harimau di tempat gelap tertim p a sinar!
"Bibi, aku tidak sudi melanggar janji-ku sendiri! Juga, hal itu akan membikin Suhu dan Subo
marah kepadaku. Kami bukan orang-orang yang suka me-nyalahi janji."
"Baik, mari, sekarang juga kita bawa Sian Li kembali ke rumah orang tuanya."
Biarpun tubuhnya sudah terlalu penat untuk melakukan perjalanan lagi, namun Yo Han
menyambut ajakan ini dengan gembira. "Baik, dan terima kasih, Bibi. Ternyata engkau
bijaksana juga."
Ang I Moli memondong tubuh Sian Li. "Mari kau ikuti aku."
Melihat wanita itu lari keluar kuil, Yo Han cepat mengikutinya. Akan tetapi, Ang I Moli
hendak menguji Yo Han, apa-kah benar anak ini tidak pandai ilmu silat. Ia. berlari cepat dan
sebentar saja Yo Han tertinggal jauh.
"Bibi, jangan cepat-cepat. Aku akan sesat jalan. Tunggulah!"
Ang I Moli menanti, diam-diam mera-sa sangat heran. Kalau anak itu murid suami isteri
pendekar yang namanya amat terkenal itu, bagaimana begitu le-mah" Menangkap kupu-kupu
saja tidak mampu, dan diajak berlari cepat sedikit saja sudah tertinggal jauh. Padahal, anak itu
memiliki tubuh yang amat baik. Ke-lak ia akan menyelidiki hal itu. Ketika ia memeriksa
tubuh Yo Han tadi, bukan saja ia mendapatkan kenyataan bahwa anak itu dapat menjadi
seorang ahli silat yang hebat, juga mendapat kenyataan lain yang mengguncangkan hatinya.
Anak itu memiliki darah yang bersih dan kalau ia dapat menghisap hawa murni dan da-rah
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
32 anak laki-laki itu melalui hubungan badan, ia akan mendapatkan obat kuat dan obat awet
muda yang amat ampuh!
Tidak lama mereka berjalan karena Ang I Moli membawa mereka ke tepi sungai, lalu ia
mengeluarkan sebuah pe-rahu yang tadinya ia sembunyikan di dalam semak belukar di tepi
sungai. "Kita naik perahu, agar dapat cepat tiba di Ta-tung," kata Ang I Moli dan ia menyeret perahu
ke tepi sungai, di-bantu oleh Yo Han. Tak lama kemudian, mereka pun sudah naik ke perahu
yang meluncur cepat terbawa arus air sungai dan didayung pula oleh Yo Han, dikemudikan
oleh dayung di tangan wanita pa-kaian merah itu. Sian Li masih pulas, rebah miring di dalam
perahu. Melalui air, perjalanan tentu saja ti-dak melelahkan, apalagi karena mereka mengikuti aliran
air sungai, bahkan jauh lebih cepat dibandingkan perjalanan me-lalui darat. Maka, pada
keesokan harinya, pagi-pagi sekali mereka sudah mendarat di tempat di mana kemarin Ang I
Moli bertemu dengan Yo Han dan Sian Li.
Nah, bawalah ia pulang, dan kau cepat kembali ke sini. Kutunggu," kata Ang I Moli kepada
Yo Han. Ia menotok punggung Sian Li dan anak ini pun sadar, seperti baru terbangun dari
tidur. Sian Li girang melihat Yo Han di situ dan Yo Han segera memondongnya, me-natap wajah
wanita itu dan berkata, "Engkau percaya kepadaku, Bibi?"
Ang I Moli tersenyum. "Tentu saja. Kalau engkau membohongiku sekali pun, engkau takkan
dapat lolos dari tanganku!
"Aku takkan bohong!" kata Yo Han dan dia pun membawa Sian Li keluar da-ri perahu, lalu
berjalan secepatnya me-nuju pulang. Hatinya merasa lega dan gembira bukan main karena dia
telah berhasil membawa pulang Sian Li seperti telah dijanjikannya kepada suhu dan su-bonya.
Dia telah bertanggung jawab atas kehilangan adiknya itu, dan kini dia telah memenuhi janji
dan tanggung lawabnya.
*** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
Tan Sin Hong dan isterinya, Kao Hong Li, semalam tadi tidak dapat pulas sejenak pun dan
pagi-pagi sekali mereka sudah bangun. Dengan wajah muram dan rambut kusut mereka duduk
di beranda depan seperti orang-orang yang menanti-kan sesuatu. Memang mereka menanti
pulangnya Yo Han, kalau mungkin ber-sama Sian Li yang diculik orang. Hong Li
menganggap hal ini tidak mungkin, hanya harapan kosong belaka dan sia-sia. Akan tetapi
suaminya berkeras hendak menanti kembalinya Yo Han sampai tiga hari!
"Yo Han...." Tiba-tiba Sin Hong ber-seru.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
33 Hong Li yang sedang menunduk ter-kejut, mengangkat mukanya dan wajahnya seketika
berseri, matanya bersinar-sinar, seperti matahari yang baru muncul dari balik awan hitam.
"Sian Li....!" Ia pun meloncat dan lari menyambut Yo Han yang datang memon-dong
adiknya itu. "Ibu....! Ayah....!" Sian Li bersorak gi-rang dan ia merssa terheran-heren ketika ibunya
merenggutnya dari pondongan Yo Han, mendekap dan menciuminya dengan kedua mata
basah air mata!
"Ibu.... menangis" Tidak boleh mena-ngis, Ibu tidak boleh cengeng dan lemah!" Sian Li
menirukan kata-kata ayah dan ibunya kalau ia menangis. Ibunya yang masih basah kedua
matanya itu terse-nyum.
"Tidak, ibu tidak menangis. Ibu ber-gembira....!"
Sin Hong sudah menyambut Yo Han dan memegang tangan murid itu, mena-tapnya sejenak
lalu berkata, "Mari masuk dan kita bicara di dalam."
Mereka duduk di ruangan dalam, me-ngelilingi meja. Sian Li dipangku oleh ibunya yang
memeluknya seperti takut akan kehilangan lagi.
"Nah, ceritakan bagaimana engkau dapat mengajak pulang adikmu, Yo Han," kata Sin Hong.
Hong Li memandang de-ngan penuh kagum, heran dan juga ber-sukur bahwa muridnya itu
benar-benar telah mampu mengembalikan Sian Li kepadanya. Padahal ia sendiri dan
suami-nya sudah mencari-cari sampai sehari penuh tanpa hasil, bahkan tidak dapat
menemukan jejak Sian Li dan penculiknya.
"Suhu dan Subo, ketika teecu pergi hendak mencari adik Sian Li, teecu se-gera berlari ke luar
kota, melalui pintu gerbang selatan. Sehari kemarin teecu berlari dan berjalan terus dan pada
ma-lam hari tadi, teecu tiba di lereng se-buah bukit. Teecu melihat sebuah kuil dan ada sinar
api unggun dari dalam kuil. Teecu memasuki kuil tua yang kosong itu dan di situlah teecu
melihat Adik Sian Li tidur dijaga oleh wanita pakaian merah itu."
"Akan tetapi, Yo Han. Bagaimana engkau bisa tahu bahwa adikmu dibawa ke tempat itu oleh
penculiknya?" Hong Li bertanya dengan heran.
"Teecu juga tidak tahu bagaimana Adik Sian Li bisa berada di dalam kuil itu, Subo...."
"Aku diajak naik perahu oleh Bibi ba-ju merah. Ia baik sekali, Ibu. Kami me-nangkap ikan
dan Bibi memasak ikan untukku. Enak sekali! Setelah turun dari perahu, kami berjalan-jalan
ke lereng bu-kit dan memasuki kuil tua itu, Setelah malam menjadi gelap, aku ingin pulang,
mengajaknya pulang dan.... dan.... aku lupa lagi, tertidur."
Sin Hong bertukar pandang dengan isterinya. Pantas usaha mereka mencari jejak gagal.
Kiranya anak mereka dibawa naik perahu oleh penculiknya.
"Yo Han, kalau engkau tidak tahu bahwa Sian Li dibawa ke kuil tua itu, bagaimana engkau
dapat langsung pergi ke sana?" Sin Hong mendesak, meman-dang tajam penuh selidik.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
34 Yo Han menarik napas panjang dan menggeleng kepalanya. "Teecu tidak tahu Suhu. Teecu
membiarkan kaki berjalan tanpa tujuan, ke mana saja untuk men-cari adik Sian Li. Dan tahu-
tahu teecu tiba di sana dan menemukan mereka."
"Tapi, bagaimana penculik itu mem-biarkan engkau mengajak Sian Li pulang" Bagaimana
engkau dapat menundukkan-nya?" Hong Li bertanya, semakin heran dan merasa bulu
tengkuknya meremang karena ia mulai merasa bahwa ada "se-suatu" yang ajaib telah terjadi
pada diri muridnya itu.
Yo Han tersenyum memandang subo-nya, lalu memandang suhianya. "Teecu membujuknya
untuk membiarkan teecu membawa adik Sian Li pulang. Ia tidak tahu bahwa adik Sian Li
adalah puteri Suhu dan Subo. Teecu beritahu kepadanya dan mengatakan bahwa kalau ia tidak
mengembalikan Sian Li, tentu Suhu dan Subo akan dapat menemukannye dan ia akan celaka.
Teecu mengatakan bahwa kalau ia mau menyerahkan kembali Sian Li, teecu yang akan
menggantikan adik Sian Li menjadi muridnya, menjadi pela-yannya, dan ikut dengannya.
Nah, ia setuju dan teecu membawa adik Sian Li, pulang. Akan tetapi teecu harus segera
kembali kepadanya. Ia masih menunggu teecu di tepi sungai...."
"Yo Han! Engkau hendak ikut dengan penculik itu" Ah, aku tidak akan mem-biarkan!
Menjadi murid seorang penculik jahat" Tidak boleh!" kata Hong Li marah . " Aku bahkan
akan menghajar iblis itu!"
Kao Hong Li sudah meloncat dengan marah, akan tetapi gerakannya terhenti ketika terdengar
Yo Han berseru, ,"Subo, jangan!"
"Hah" Iblis itu menculik anakku, ke-mudian menukarnya dengan engkau untuk dibawa pergi.
Dan engkau melarang aku untuk menghajar iblis itu?"
"Maaf, Subo. Apakah Subo ingin meli-hat murid Subo menjadi seorang rendah yang
melanggar janjinya sendiri, menjilat ludah yang sudah dikeluarkan dari mulut?"
"Ehhh...." Apa maksudmu?"
"Subo, bagaimanapun juga, teecu (mu-rid) adalah murid Subo. Teecu sudah ber-janji kepada
wanita berpakaian merah itu bahwa setelah teecu mengantar Sian Li pulang, teecu akan
kembali kepadanya dan menjadi muridnya, pergi ikut de-ngannya. Kalau teecu sudah berjanji,
lalu sekarang teecu tidak kembali kepadanya, bahkan Subo akan menghajarnya, bukan-kah
bererti teecu melanggar janji sendi-ri?"
"Tidak peduli akan janjimu itu! Eng-kau tidak perlu melanggar janji, engkau pergilah
kepadanya. Akan tetapi aku tetap saja akan menemuinya dan meng-hajarnya!" kata Hong Li
dengan marah. "Subo!" kata pula Yo Han dan suara-nya tegas. "Kenapa Subo hendak mengha-jar wanita
itu" Kalau Subo melakukan itu, berarti Subo jahat!"
"Ehhh?" Hong Li terbelalak meman-dang kepada anak itu.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
35 "Yo Han!" kata pula Sin Hong. "Subo-mu hendak menghajar penculik kenapa engkau
katakan jahat?" Dia bertanya hanya karena ingin tahu isi hati anak itu yang amat dikaguminya
sejak dia ta-di mendengarkan kata-kata anak itu ke-pada isterinya.
"Suhu, wanita berpakaian merah itu memang benar tadinya hendak melarikan Sian Li, akan
tetapi ia bersikap baik terhadap Sian Li, dan ia melarikannya, karena ingin mengambilnya
sebagai murid. Ia sayang kepada Sian Li. Kemudian, teecu menemukannya dan teecu
membu-juk agar ia mengembalikan Sian Li. Dan ia sudah memperbolehkan Sian Li teecu
bawa pulang. Teecu sendiri yang berjanji untuk ikut dengannya. Kalau sekarang Subo dan
Suhu menghajarnya, bukankah itu sama sekali tidak benar?"
Sin Hong memberi isarat dengan pan-dang matanya kepada isterinya lalu me-narik napas
panjang dan berkata kepada muridnya itu. "Baiklah kalau begitu, Yo Han. Kami tentu saja
tidak menghendaki engkau menjadi seorang yang melanggar janjimu sendiri. Engkau sudah
yakin ingin menjadi murid wanita itu" Kalau engkau ingin memperoleh guru yang baik,
tem-pat tinggal yang lain, kami sanggup mencarikannya yang amat baik untukmu."
Yo Han menggeleng kepalanya. "Tidak Suhu. Teecu akan ikut dengan wanita itu seperti telah
teecu janjikan. Teecu akan berangkat sekarang juga agar ia tidak terlalu lama menunggu." Dia
lalu pergi ke dalam kamarnya, mengambil buntalan pakaian yang memang telah, dia
persiap-kan semalam. Memang semalam dia su-dah merencanakan untuk pergi
mening-galkan rumah itu, akan tetapi karena hatinya terasa berat meninggalkan Sian Li, pagi
itu ia ingin menyenangkan Sian Li dengan mengajaknya bermain-main di tepi sungai sebelum
dia pergi. Suami isteri itu juga merasa heran melihat demikian cepatnya Yo Han me-ngumpulkan
pakaiannya karena sebentar saja anak itu sudah menghadap mereka kembali. Yo Han
menjatuhkan diri ber-lutut di depan kedua orang gurunya.
"Suhu dan Subo, teecu menghaturkan terima kasih atas segala budi kebaikan yang telah
dilimpahkan kepada teecu, terima kasih atas kasih sayang yang te-lah dicurahkan kepada
teecu. Dan teecu mohon maaf apabila selama ini teecu melakukan banyak kesalahan dan
mem-buat Suhu dan Subo menjadi kecewa. Teecu mohon diri, Suhu dan Subo" Sua-ranya
tegas dan sikapnya tenang, sama sekali tidak nampak dia berduka, tidak hanyut oleh perasaan
haru. "Baiklah, Yo Han. Kalau memang ini kehendakmu. Dan berhati-hatilah engkau menjaga
dirimu," kata Sin Hong.
"Setiap waktu kalau engkau menghen-daki, kami akan menerimamu kembali dengan hati dan
tangan terbuka, Yo Han," kata pula Kao Hong Li, dengan hati terharu. Terasa benar ia betapa
ia menyayang murid itu seperti kepada adik atau anak sendiri.
"Terima kasih, Suhu dan Subo" Yo Han membalikkan tubuhnya dan hendak pergi.
"Suheng, aku ikut....!" Tiba-tiba Sian Li yang sejak tadi melihat dan mende-ngarkan saja
tanpa mengerti benar apa yang mereka bicarakan, kini turun dari pangkuan ibunya dan berlari
menghampiri Yo Han.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
36 Yo Han memondong anak itu dan mencium kedua pipi dan dahinya, lalu menurunkannya
kembali. "Sian Li, aku mau pergi dulu, engkau tidak boleh ikut. Engkau bersama ayah dan
ibumu di sini. Kelak kita akan bertemu kembali, adik-ku." Dan dengan cepat Yo Han lari
meninggalkan anak itu, tidak tega mende-ngar ratap tangisnya dan melihat wajah-nya.
"Suheng! Aku ikut...., aku ikut....!" Anak itu merengek walaupun tidak me-nangis, dan
terpaksa Sin Hong memon-dongnya karena anak itu hendak lari mengejar Yo Han.
"Hemm, aku mau melihat siapa iblis betina itu!" Hong Li sudah meloncat ke-luar dan Sin
Hong yang memondong anaknya hanya menggeleng kepala, lalu melangkah keluar pula
dengan Sian Li di pondongannya.
Yo Han berlari-lari menuju sungai. Dia tidak ingin wanita berpakaian merah itu mengira dia
melanggar janji. Dan benar saja, ketika dia tiba di tepi sungai, wanita itu tidak lagi berada di
dalam perahu, melainkan sudah duduk di tepi sungai dengan wajah tidak sabar. Perahu-nya
berada di tepi sungai pula, agaknya sudah ditariknya ke darat.
Melihat Yo Han datang berlari mem-bawa buntalan, wajah yang tadinya cem-berut itu
tersenyum. "Hemm, kusangka engkau membohongiku! Kiranya engkau datang pula!"
Yo Han juga cemberut ketika dia su-dah berdiri di depan wanita itu. "Sudah kukatakan, aku
bukan seorang yang suka melanggar janji. Aku harus berpamit dulu kepada Suhu dan Suboku,
dan mengambil pakaianku ini."
"Andaikata engkau menipuku sekalipun engkau tidak akan terlepas dari tanganku Hayo kita
berangkat!" kata Ang I Moli Tee Kui Cu.
"Tahan dulu...!" Bentakan merdu dan nyaring ini mengandung getaran dan wi-bawa yang
amat kuat sehingga Ang I Moli terkejut sekali dan cepat ia mem-balikkan tubuh. Kiranya di
depannya te-lah berdiri seorang wanita cantik dan gagah, berusia kurang lebih dua puluh
enam tahun. Wajahnya bulat telur, mata-nya lebar dan indah jeli, sinarnya tajam menembus.
"Subo....!" Yo Han berseru melihat wanita cantik itu.
"Diam kau!" Kao Hong Li membentak muridnya, matanya tidak pernah mele-paskan wajah
wanita berpakaian merah. Ia belum pernah melihat wanita itu dan memperhatikannya dengan
seksama. Wa-jah yang cantik itu putih oleh bantuan bedak tebal, nampak cantik seperti
gam-bar oleh bantuan pemerah bibir dan pipi, dan penghitam alis. Pakaiannya yang serba
merah ketat itu menempel tubuh yang ramping dan seksi, dengan pinggulnya yang bulat
besar. Mendengar Yo Han menyebut subo kepada wanita muda ini. Ang I Moli ter-kejut. Tak
disangkanya subo dari anak itu masih demikian mudanya. Jadi inikah cucu dari Naga Sakti
Gurun Pasir, pikir-nya.
"Hemmm, siapakah engkau dan me-ngapa engkau menahan kami?" Ang I Moli bertanya,
senyumnya mengandung ejekan dan memandang rendah.
"Aku Kao Hong Li, ibu dari anak pe-rempuan yang kauculik!" jawab Hong Li, juga sikapnya
tenang, akan tetapi sepa-sang mata yang tajam itu bersinar marah "Siapakah engkau ini iblis
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
37 betina yang berani mencoba mencoba untuk menculik anakku kemudian membujuk murid
kami untuk ikut denganmu" Jawab, dan jangan mati tanpa nama!" Sikap garang Kao Hong Li
sedikit banyak menguncupkan hati Ang I Moli. Ia seorang tokoh sesat yang tidak mengenal
takut dan meman-dang rendah orang lain, akan tetapi ia teringat akan ancaman Yo Han tadi
bah-wa wanita ini adalah cucu Naga Sakti Gurun Pasir, bahkan suaminya adalah Si Bangau
Putih yang namanya amat ter-kenal itu.
"Hemm, bocah sombong. Jangan me-ngira bahwa aku Ang I Moli takut men-dengar
gertakanmu." Ia membesarkan hatinya sendiri. "Aku tidak menculik, pu-terimu, hanya
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengajaknya bermain-main. Dan tentang bocah ini, dia sendiri yang ingin ikut aku menjadi
muridku. Kalau, tidak percaya tanya saja kepada anak itu."
"Subo, memang teecu sendiri yang ingin ikut dengan Bibi ini. Harap Subo jangan
mengganggunya!"
Hong Li menarik napas panjang. Kalau sudah begitu, memang tidak ada alasan baginya
untuk menghajar wa-nita berpakaian merah itu, apalagi mem-bunuhnya. Anaknya sendiri tadi
pun me-ngatakan bahwa wanita ini bersikap baik kepada Sian Li, dan kini Yo Han
mengatakan bahwa memang dia sendiri yang ingin menjadi muridnya.
"Baiklah, aku tidak akan membunuh-nya. Akan tetapi, setidaknya aku harus tahu apakah ia
cukup pantas untuk men-jadi gurumu, Yo Han. Aku tidak rela menyerahkan muridku dalam
asuhan orang yang tidak berkepandaian, apalagi kalau orang itu pengecut. Kuharap saja
engkau tidak terlalu pengecut untuk me-nolak tantanganku menguji ilmu kepandaianmu, Ang
I Moli." Kulit muka yang ditutup kulit tebal itu masih nampak berubah kemerahan. Tentu saja Ang I
Moli marah sekali di-katakan bahwa ia seorang pengecut.
"Kao Hong Li, engkau bocah sombong. Kaukira aku takut kepadamu?"
"Bagus kalau tidak takut! Nah, kau sambutlah seranganku ini. Haiiittt!" Hong Li sudah
menerjang maju setelah mem-beri peringatan, dan karena ia memang ingin menguji sampai di
mana kelihaian wanita baju merah itu, begitu menyerang ia sudah memainkan jurus dari ilmu
silat Sin-liong Ciang-hoat (Ilmu Silat Naga Sakti) yang amat dahsyat, apalagi karena dalam
memainkan ilmu silat ini ia meng-gunakan tenaga Hui-yang Sin-kang (Tena-ga Sakti Inti Api)
dari ibunya. Hong Li telah menggabung dua ilmu yang hebat itu. Sin-liong Ciang-hoat adalah
ilmu yang berasal dari Istana Gurun Pasir, se-dangkan tenaga Hui-yang Sin-kang adalah ilmu
yang berasal dari Istana Pulau Es, yang ia pelajari dari ayah dan ibunya.
"Wuuuuttt.... plak! Plak!" Tubuh Ang I Moli terhuyung ke belakang dan ia ter-kejut bukan
main. Ketika tadi ia me-nangkis sampai beberapa kali, lengannya bertemu dengan hawa panas
yang luar biasa kuatnya sehingga kalau ia tidak membiarkan dirinya mundur, tentu ia akan
celaka. Sebagai seorang tokoh sesat yang telah mengangkat diri menjadi se-orang pangcu
(ketua) tentu saja Ang I Moli merasa penasaran sekali. Ia lalu membalas dengan serangan
ampuh. Sete-lah mengerahkan tenaga dalam yang telah dilatihnya dari para pimpinan Pek-
lian-kauw, ia mengeluarkan suara melengking dan ketika dua tangannya me-nyerang, dari
kedua telapak tangan itu mengepul uap atau asap hitam dan angin pukulannya membawa asap
hitam itu menyambar ke arah muka Kao Hong Li.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
38 Pendekar wanita ini mengenal pukulan beracun yang ampuh, maka ia pun me-langkah
mundur dan mengerahkan tenaga sin-kang mendorong dengan kedua tangan terbuka pula.
Dua tenaga dahsyat berte-mu di udara dan akibatnya, asap hitam itu membalik dan Ang I
Moli kini mera-sakan hawa yang amat dingin sehingga kembali ia terkejut. Itulah tenaga
Swat-im Sin-kang (Tenaga Inti Salju), juga ilmu yang berasal dari Istana Pulau Es! Ang I
Moli terpaksa mundur kembali dan kemarahannya memuncak. Dua kali me-ngadu tenaga itu
membuat ia sadar bah-wa lawannya memang lihai bukan main. Dalam hal tenaga sin-kang,
jelas ia kalah kuat.
"Manusia sombong, kausambut pedang-ku!" bentaknya, lalu mulutnya berkemak-kemik dan
ia berseru sambil membuat gerakan seperti melontarkan sesuatu ke udara, "Pedang terbangku
menyambar le-hermu!"
Kao Hong Li terbelalak ketika ia melihat sinar terang dan bayangan seba-tang pedang
meluncur dari udara ke arah dirinya! Padahal ia tidak melihat wanita itu mencabut pedang.
Inilah ilmu sihir, pikirnya dan ia pun cepat mencabut pe-dangnya dan melindungi dirinya
dengan putaran pedang.
"Hentikan perkelahian! Hentikan....!" terdengar Yo Han berseru dan begitu anak ini
melangkah ke depan, sinar pe-dang itu pun lenyap secara tiba-tiba dan Hong Li mendapat
kenyataan bahwa ia tadi "bertempur" melawan bayang-bayang. Sementara itu, Ang I Moli
juga terkejut karena tiba-tibapengaruh sihirnya lenyap begitu saja. Pada saat itu, ia melihat
pula munculnya seorang laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun yang memiliki si-nar mata
lembut namun mencorong memondong anak perempuan baju merah tadi. Tahulah ia bahwa
tentu laki-laki gagah perkasa ini ayah Sian Li yang berjuluk Si Bangau Putih. Ang I Moli
menduga bahwa tentu pendekar ini yang melenyapkan pengaruh sihirnya, maka ia menjadi
semakin jerih. Memang tadinya ia merasa suka sekali kepada Sian Li, kemudian melihat bakat
yang luar biasa pada diri Yo Han, ia pun rela menukar-kan Sian Li yang suka rewel dan tidak
mau ikut dengan suka rela itu dengan Yo Han yang suka ikut dengannya. Akan tetapi melihat
betapa suami isteri yang amat lihai itu kini berada di depannya dan ia tahu bahwa melawan
mereka ber-dua sama dengan mencari penyakit, Ang I Moli lalu meloncat ke arah perahunya
sambil memaki Yo Han,
"Anak pengkhianat!" Ia mendorong pe-rahunya ke air, kemudian perahu itu diluncurkannya
ke tengah sungai.
"Tunggu kau, iblis betina!" Hong Li yang masih marah itu berteriak dan kini ia pun sudah
mengamangkan pedangnya. Akan tetapi Yo Han cepat berdiri di depan subonya.
"Subo, harap jangan kejar dan serang lagi! Ia adalah guruku yang baru!" Setelah berkata
demikian, Yo Han lalu me-loncat ke air, dan berenang mengejar perahu itu. "Bibi.... eh, Subo
(Ibu Guru), tunggulah aku....!"
Melihat ini, Ang I Moli memandang heran. Anak itu ternyata sama sekali bu-kan
pengkhianat, bukan pelanggar janji! Ia pun terkekeh senang dan menahan perahunya. Ketika
Yo Han telah tiba di pinggir perahu, ia mengulurkan tangan dan menarik anak itu naik ke
dalam perahunya.
"Anak baik, ternyata engkau setia ke-padaku. Hi-hik, aku senang sekali!"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
39 Dari pantai, Hong Li masih menga-mangkan pedangnya. "Yo Han, kembali ke sini engkau!
Engkau akan rusak dan celaka kalau engkau ikut dengan perem-puan iblis itu!"
"Subo, maafkan teecu. Teecu sudah berjanji kepada Bibi ini, dan pula, teecu harus
meninggalkan Suhu dan Subo, teecu harus meninggalkan.... adik Sian Li. Bukankah itu yang
Subo kehendaki" Teecu harus dipisahkan dari adik Sian Li. Nah, setelah sekarang teecu
menentukan jalan sendiri, kenapa Subo hendak menghalangi" Sudahlah, Subo, maafkan teecu
dan sela-mat tinggal." Yo Han lalu mengambil dayung dan mendayung perahu itu.
Hong Li masih penasaran dan hendak mengejar, akan tetapi ada sentuhan lem-but tangan
suaminya padalengannya. Ia menoleh dan melihat suaminya tersenyum dan menggeleng
kepalanya. "Suheng aku ikut....!" Tiba-tiba Sian Li yang melihat Yo Han mendayung pe-rahu, berteriak
dan meronta dalam pon-dongan ayahnya. Hong Li menyimpan kembali pedangnya dan
memondong pute-rinya.
"Jangan ikut, Sian Li. Suhengmu se-dang pergi menuntut ilmu. Kelak engkau akan bertemu
kembali dengan dia." Ia memeluk anaknya dan menciuminya, menghibur sehingga Sian Li
tidak berte-riak-teriak lagi.
Suami isteri itu berdiri di tepi sungai dan mengikuti perahu yang menjauh itu dengan
pandang mata mereka.
"Aku tetap khawatir," bisik Hong Li. "Wanita itu jelas tokoh sesat. Julukannya Ang I Moli.
Aku khawatir Yo Han akan menjadi tersesat kelak."
Suaminya menggeleng kepala. "Jangan khawatir. Yo Han bukanlah anak yang berbakat jahat.
Aku melihat hal yang aneh lagi tadi. Ketika engkau diserang dengan sihir, kulihat engkau
terkejut dan wanita itu berdiri mengacungkan tangan dan berkemak-kemik, ada sinar
menyam-bar ke arahmu...."
"Memang benar. Aku pun terkejut akan tetapi tiba-tiba sinar itu menghi-lang."
"Itulah! Begitu Yo Han melompat ke depan dan menghentikan perkelahian, si-nar itu lenyap
dan kulihat wanita ber-pakaian merah itu terkejut dan ketakutan. Aku menduga bahwa
kekuatan sihirnya itu punah dan lenyap oleh teriakan Yo Han! Nah, karena itu, biarkanlah dia
pergi. Aku yakin dia tidak akan dapat terseret ke dalam jalan sesat."
Mereka lalu pulang membawa Sian Li yang sudah tidur di dalam pondongan ibunya.
Berbagai perasaan mengaduk hati kedua orang suami isteri itu. Ada perasaan menyesal dan
mereka merasa ke-hilangan Yo Han, ada pula perasaan lega karena kini puteri mereka dapat
dipisah-kan dari Yo Han tanpa mereka harus memaksa Yo Han keluar dari rumah me-reka,
ada pula perasaan khawatir akan nasib Yo Han yang dibawa pergi seorang tokoh sesat.
Segala macam perasaan duka, khawa-tir dan sebagainya tidak terbawa datang bersama
peristiwa yang terjadi menimpa diri kita, melainkan timbul sebagai aki-bat dari cara kita
menerima dan menghadapi segala peristiwa itu. Pikiran yang penuh dengan ingatan
pengalaman masa lalu membentuk sebuah sumber dalam diri, sumber berupa bayangan
tentang diri pribadi yang disebut aku, dan dari sumber inilah segala kegiatan hidup ter-dorong.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
40 Karena si-aku ini diciptakan pi-kiran yang bergelimang nafsu daya ren-dah, maka segala
kegiatan, segala per-buatan pun selalu didasari kepentingan si-aku. Kalau sang aku dirugikan,
timbul-lah kecewa, timbullah iba diri dan duka. Kalau sang aku terancam dirugikan,
tim-bullah rasa takut dan khawatir. Si-aku ini selalu menghendaki jaminan keamanan
menghendaki kesenangan dan menghindari kesusahan. Si-aku ini mendatangkan pe-nilaian
baik buruk, tentu saja didasari untung-rugi bagi diri sendiri. Baik buruk timbul karena adanya
penilaian, dan pe-nilaian adalah pilihan si-aku, karenanya penilaian selalu didasari nafsu daya
ren-dah yang selalu mementingkan diri sendiri. Kalau sesuatu menguntungkan, maka dinilai
baik, sebaliknya kalau merugikan, dinilai buruk.
Sebagai contoh, kita mengambil hujan. Baik atau burukkah hujan turun" Hujan adalah suatu
kewajaran, suatu kenyataan dan setiap kenyataan adalah wajar karena hal itu sudah menjadi
kodrat, menjadi kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Hujan baru disebut baik atau buruk
kalau sudah ada penilaian. Yang menilai adalah kita, didasari nafsu daya rendah yang
mengaku diri sebagai sang-aku. Bagi orang yang membutuhkan air hujan, maka hujan di
sambut dengan gembira dan dianggap baik, karena menguntungkan, misalnya bagi para petani
yang sedang membutuh-kan air untuk sawah ladangnya. Sebalik-nya, bagi mereka yang
merasa dirugikan dengan turunnya hujan, maka hujan itu tentu saja dianggap buruk! Padahal,
hujan tetap hujan, wajar, tidak baik tidak bu-ruk. Demikian pula dengan segala macam
peristiwa atau segala macam yang kita hadapi. Selalu kita nilai, tanpa kita sa-dari penilaian itu
berdasarkan nafsu me-mentingkan diri sendiri. Kalau ada sese-orang berbuat menguntungkan
kepada kita, kita menilai dia sebagai orang baik, sebaliknya kalau merugikan, kita menilai-nya
sebagai orang jahat. Jelas bahwa penilaian adalah suatu hal yang pada hakekatnya
menyimpanq dari kebenaran. Yang kita nilai baik belum tentu baik bagi orang lain, dan
sebaliknya. Penilaian mendatangkan reaksi, mem-pengaruhi sikap dan perbuatan kita se-lanjutnya. Dan
perbuatan yang didasari hasil penilaian ini jelas tidak sehat. Dapatkah kita menghadapi segala
sesuatu tanpa menilai" Melainkan menghadapi seperti apa adanya. Kalau tindakan kita tidak
lagi dipengaruhi hasil penilaian, maka tindakan itu terjadi dengan spontan dipimpin
kebijaksanaan. Permainan pikiran yang mengingat masa lalu dan membayangkan masa de-pan hanya
mendatangkan duka dan kha-watir, seperti yang pada saat itu dialami oleh Tan Sin Hong dan
isterinya, Kao Hong Li.
*** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
"Jangan bohong kau!" Ang I Moli membentak. Yo Han yang berdiri di depannya
me-mandang dengan sinar mata marah. "Subo sudah berulang kali kukatakan bahwa aku tidak
pernah dan tidak akan mau berbohong!" jawabnya dengan tegas.
Mereka berada di dalam sebuah ru-angan kuil tua di lereng bukit. Kuil ini belum rusak benar.
Baru setahun diting-galkan penghuninya, yaitu seorang perta-pa tosu dan agaknya tidak ada
yang mau mengurus kuil yang berada di tempat terpencil ini. Hanya kuil yang berada di
daerah pedusunan yang makmurlah dapat berkembang dengan baik. Banyak pengun-jung
datang bersembahyang dan banyak dana pula datang membanjir sehingga berlebihan untuk
pembiayaan kuil. Akan tetapi sebuah kuil tua di lereng bukit yang sunyi" Jauh dari dusun jauh
dari masyarakat" Siapa yang mau hidup seng-sara dan serba kekurangan di situ" Kuil itu kini
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
41 kosong dan dalam perjalanannya pulang, ketika melewati tempat ini dan kemalaman, Ang I
Moli mengajak Yo Han untuk melewatkan malam di tempat sunyi itu.
Wanita itu masih terkenang akan ke-lihaian Kao Hong Li. Wanita cucu Naga Sakti Gurun
Pasir itu demikian lihainya, dan suaminya, Si Bangau Putih, tentu lebih lihai pula. Ia sendiri
yang ditakuti banyak orang di dunia kang-ouw, kini merasa ngeri kalau membayangkan
baha-ya maut yang mengancamnya ketika ia berhadapan dengan suami isteri pendekar itu.
Kalau suhu dan subonya sedemikian saktinya, tentu muridnya juga telah me-warisi ilmu-ilmu
yang tinggi, demikian pendapatnya. Oleh karena itu, ketika ia bertanya kepada Yo Han
tentang ilmu silat, berapa banyak ilmu kedua orang gurunya yang telah dikuasainya, Yo Han
menjawab bahwa dia tidak pandai ilmu silat dan tentu saja Ang I Moli menduga dia
berbohong. "Bagaimana mungkin, sebagai murid suami isteri yang lihai itu engkau tidak menguasai
sedikit pun ilmu silat" Sudah berapa lama engkau menjadi murid me-reka, Yo Han?"
"Sudah lima tahun, Subo."
"Hemm, apalagi sudah begitu lama. Bagaimana mungkin engkau tidak pandai ilmu silat"
Bukankah engkau menerima pelajaran ilmu silat dari mereka?"
"Aku tidak pernah berlatih, Subo. Aku tidak suka ilmu silat."
Wanita cantik itu terbelalak, lalu ia memandang penuh perhatian kepada Yo Han dengan alis
berkerut. "Engkau tidak suka ilmu silat?" Ang I Moli tertawa terkekeh-kekeh karena merasa
geli hati-nya. "Kao Hong Li dan Tan Sin Hong merupakan sepasang suami isteri pendekar
yang sakti, dan murid tunggalnya ti-dak pandai dan tidak suka ilmu silat?" Ia tertawa-tawa
lagi sampai keluar air matanya."Habis, apa saja yang kau pela-jari dari mereka selama lima
tahun itu?"
"Subo, kenapa Subo mentertawakan hal itu" Aku memang tidak suka ilmu silat, dan yang
kupelajari dari Suhu dan Suboku itu adalah ilmu membaca dan menulis, membuat sajak,
bernyanyi dan meniup suling, pengetahuan tentang ke-budayaan dan filsafat hidup,
mempelajari kitab-kitab sejarah kuno...." Dia terpaksa berhenti bicara karena Ang I Moli
sudah tertawa lagi terkekeh-kekeh. Yo Han hanya berdiri memandang dengan alis berkerut
dan mata bersinar-sinar marah.
Setelah menghentikan tawanya, wanita itu mengusap air mata dari kedua mata-nya, lalu
memandang kepada pemuda remaja itu. "Anak baik, aku mengambil-mu sebagai murid dan
aku akan menga-jarkan ilmu silat pula kepadamu. Bagai-mana?"
Yo Han menggeleng kepalanya. "Per-cuma saja, Subo. Aku tidak akan meno-lak segala yang
kauajarkan kepadaku, akan tetapi aku tidak akan suka berlatih silat sehingga semua pengertian
ilmu si-lat yang kauberikan kepadaku tidak akan ada gunanya."
Ang I Moli teringat sesuatu. "Yo Han, kalau engkau memang sama sekali tidak pandai ilmu
silat, kenapa engkau begini tabah dan berani" Padahal engkau tidak memiliki kemampuan
untuk membela diri apabila diserang lawan. Bagaimana eng-kau menjadi begini berani?"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
42 "Aku tidak suka akan kekerasan, ke-napa mesti takut, Subo" Orang yang tidak melakukan
kejahatan, tidak merugi-kan orang lain, tidak membenci orang lain, kenapa mesti takut" Aku
tidak per-nah takut, Subo, karena tidak pernah membenci orang lain."
"Yo Han, kalau engkau tidak mau be-lajar ilmu silat dariku, lalu kenapa eng-kau mau ikut
dengan aku?" Wanita itu akhirnya bertanya heran.
"Subo lupa. Bukan aku yang ingin ikut Subo, melainkan Subo yang mengajakku dan aku ikut
Subo sebagai penukaran atas diri Sian Li."
Wanita itu menarik napas panjang, menggeleng-geleng kepala dan meman-dang dengan
heran. Sungguh seorang anak laki-laki yang aneh sekali. Begitu tabah, sedikit pun tak
mengenal takut, begitu teguh memegang janji, sikapnya demikian gagah perkasa seperti
seorang pendekar tulen, akan tetapi, sedikit pun tidak pan-dai ilmu silat bahkan tidak suka
ilmu silat! Akan tetapi, melihat wajah yang tampan gagah itu ia teringat akan kea-daan tubuh
pemuda remaja itu dan wajah Ang I Moli berseri, mulutnya tersenyum dan pandang matanya
menjadi genit se-kali.
"Tidak suka berlatih silat pun. tidak mengapalah, Yo Han, asal engkau men-taati semua
perintahku menuruti semua permintaanku." Ia lalu menggapai. "Eng-kau duduklah di sini,
dekat aku, Yo Han,"
Tanpa prasangka buruk, Yo Han men-dekat, lalu duduk di atas lantai yang tadi sudah dia
bersihkan dan diberi tilam rumput kering yang dicarinya di ruangan belakang kuil tua itu,
sebagai persiapan tempat mereka nanti tidur melewatkan malam. Akan tetapi, suaranya tegas
ketika dia berkata,
"Subo, aku akan selalu mentaati pe-rintahmu selama perintah itu tidak me-nyimpang dari
kebenaran. Kalau Subo memerintahkan aku melakukan hal yang tidak benar, maaf, terpaksa
akan kuto-lak!"
"Hi-hik, tidak ada yang tidak benar, muridku yang baik. Engkau tahu, aku amat sayang
padamu, Yo Han. Engkau anak yang amat baik, dan aku senang sekali mempunyai murid
seperti engkau." Wanita itu memegang tangan Yo Han dan membelai tangan itu. Merasa
betapa jari-jari tangan yang berkulit halus itu dengan lembut membelai tangannya, ke-mudian
bagaikan laba-laba jari-jari ta-ngan itu merayap naik di sepanjang le-ngannya, Yo Han merasa
geli dan juga aneh. Jantungnya berdebar tegang dan dengan gerakan lembut dia pun menarik
lengannya yang dibelai itu.
"Subo, apakah Subo tidak lapar?" Tiba tiba dia bertanya dan pertanyaan itu sudah cukup
untuk membuyarkan gairah yang mulai membayang di dalam benak Ang I Moli. Ia pun
terkekeh genit.
"Hi-hik, bilang saja perutmu lapar, sayang. Nah, buka buntalanku itu, di situ masih ada roti
kering dan daging kering, juga seguci arak."
Mendapatkan kesempatan untuk mele-paskan diri dari belaian gurunya yang baru itu, Yo Han
lalu bangkit dan meng-ambil buntalan pakaian gurunya, dan mengeluarkan bungkusan roti
dan daging kering, juga seguci arak yang baunya keras sekali. Dia menaruh semua itu di
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
43 depan Ang I Moli dan ketika merasakan betapa roti dan daging kering itu keras dan dingin,
dia pun berkata,
"Subo, aku hendak mencari kayu ba-kar dan air."
"Eh" Untuk apa" Makanan sudah ada, minuman juga sudah ada."
"Akan tetapi roti dan daging itu ke-ras dan dingin, Subo. Kalau dipanaskan dengan uap air
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentu akan menjadi ha-ngat dan lunak. Juga aku lebih suka mi-num air daripada arak. Ini aku
membawa panci untuk masak air, Subo," katanya sambil mengeluarkan sebuah panci dari
dalam buntalan pakaiannya. Ang I Moli memandang dan tersenyum. Ia semakin tertarik
kepada Yo Han dan ia harus bersikap manis untuk menundukkan hati perjaka remaja itu.
Pemuda ini tidak mau menjadi muridnya dalam arti yang sesungguhnya. Maka ia harus dapat
memanfaatkan pemuda itu bagi kesenangan dan keuntungan dirinya sendiri. Seorang perjaka
remaja yang memiliki tubuh se-baik itu akan menguntungkan sekali bagi kewanitaannya.
Akan membuat ia awet muda dan kuat, juga hawa murni di tu-buh muda itu akan dapat
dihisapnya dan dapat menambah kekuatan tenaga dalam di tubuhnya. Selain itu, cita-citanya
un-tuk menguasai sebuah ilmu rahasia yang selama ini ditunda-tundanya, kini akan dapat
diraihnya dengan mudah! Untuk dapat menguasai ilmu rahasia itu, ia ha-rus dapat menghisap
darah murni selosin orang perjaka yang memiliki darah yang bersih dan badan yang
sempurna. Kini ia telah mendapatkan Yo Han dan anak ini sudah lebih dari cukup, bahkan
lebih kuat dibandingkan selosin orang pemuda remaja biasa!
"Baiklah, engkau boleh pergi mencari air dan kayu bakar. Akan tetapi cepat kembali. Hari
telah sore dan sebentar lagi akan gelap," katanya halus dan ramah.
"Baik, Subo." Yo Han berlari keluar dari kuil itu. Dia tidak tahu bahwa Ang I Moli
membayanginya dari jauh. Wanita ini tidak ingin kehilangan Yo Han, maka begitu anak itu
berlari keluar, ia pun mempergunakan ilmu kepandaiannya dan mengikutinya tanpa diketahui
oleh Yo Han. Bagi seorang seperti Ang I Moli Tee Kui Cu, tidak mungkin ada orang di dunia
ini yang benar-benar jujur dan setia dan dapat dipercaya sepenuhnya! Sejak kecil wanita ini
hidup di dalam lingkungan dunia hitam, berkecimpung di dalam kesesatan, di dalam suatu
ma-syarakat di mana kata jujur dan setia sudah tidak dikenal lagi, di mana segala cara
dihalalkan demi keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Oleh karena itu, ia pun tidak dapat
percaya sepenuhnya kepada Yo Han. Ia tidak ingin kehilangan Yo Han yang baginya kini
menjadi amat penting. Ia takut kehilangan pemuda itu, takut pemuda itu melarikan diri atau
dilindungi orang lain. Juga ia ingin me-nguji sampai di mana pemuda itu dapat
mempertahankan kejujuran dan kesetiaan-nya.
Ang I Moli tidak tahu bahwa sesung-guhnya ia telah menemukan seorang pe-muda yang luar
biasa, yang berbeda de-ngan pemuda-pemuda lain. Di dalam batin Yo Han belum pernah
terdapat pamrih yang bermacam-macam, bahkan dia tidak mengenal itu. Dia menghadapi
segala sesuatu yang terjadi sebagai apa adanya, tidak pernah dia membuat ga-gasan atau
rekaan macam-macam. Dia hanya melihat kenyataan yang ada untuk dihadapi secara spontan,
tidak pernah membuat rencana dan akal demi kepen-tingan diri sendiri. Dia melihat
kenyata-an bahwa suhu dan subonya tidak meng-hendaki dia di rumah mereka, dengan alasan
agar puteri mereka tidak sampat kelak meniru sikap dan pendiriannya. Dia tahu bahwa demi
kebaikan keluarga suhunya, dia harus menyingkir, menjauhkan diri dari mereka. Karena
itulah dia mengambil keputusan untuk pergi me-ninggalkan mereka yang sesungguhnya amat
dia sayang. Kemudian, dia telah berjanji kepada Ang I Moli untuk mengi-kuti wanita itu
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
44 sebagai muridnya, karena dia harus menyelamatkan Sian Li. Janji-nya itu akan dipegangnya
dengan teguh. Dia tidak akan melarikan diri karena dia pun sama sekali tidak pernah merasa
takut kepada Ang I Moli. Dia belum mengenal benar orang macam apa adanya Ang I Moli,
gurunya yang baru itu.
Bukan main senang dan lega rasa ha-ti Ang I Moli yang membayangi Yo Han, ketika melihat
bahwa sedikit pun anak itu tidak memperlihatkan sikap ingin melarikan diri. Dia
mengumpulkan kayu bakar, kemudian menemukan sumber air dan mengisi pancinya penuh
air, setelah itu dia kembali ke kuil tanpa ragu-ragu. Ketika Yo Han memasuki kuil, Ang I
Moli tentu saja sudah lebih dahulu ber-ada di tempat semula, duduk bersila sambil tersenyum
manis. "Aih, cepat juga engkau mendapatkan air dan mengumpulkan kayu kering, Yo Han," pujinya,
kemudian ia membantu muridnya membuat api unggun dan me-masak air di panci.
Setelah roti dan daging kering dipa-nasi dengan uap air, mereka lalu makan roti dan daging
yang sudah menjadi lunak dan juga hangat itu yang memang terasa jauh lebih enak daripada
kala? dimakan keras dan dingin. Dengan gembira sekali Ang I Moli makan roti dan daging
kering minum arak, sedangkan Yo Han hanya minum air yang sudah dimatangkan.
Setelah makan kenyang, mereka duduk di dekat api unggun. Sementara itu, ma-lam telah tiba
dan api unggun itu amat menolong mereka mengusir nyamuk dan hawa dingin. Setelah duduk
termenung di dekat api unggun, Yo Han mengeluh dan sambil mengangkat muka memandang
wajah subonya yang sejak tadi memper-hatikannya tanpa bicara, dia berkata, "Subo, sekarang
aku merasa betapa aku kehilangan kitab-kitab itu. Biasanya, di waktu malam begini aku tentu
membaca kitab. Akan tetapi sekarang, kitab-kitab itu jauh di rumah Suhu dan Subo, dan di
sini aku tidak dapat membaca apa-apa."
Wanita itu tersenyum. "Jangan kau khawatir, Yo Han. Setelah tiba di rumah, aku akan
mencarikan kitab bacaan un-tukmu."
"Subo mempunyai kitab-kitab bacaan?" Yo Han memandang dengan sinar mata gembira
"Akan kucarikan untukmu. Apa sih sukarnya mencari kitab-kitab, itu" Akan kucarikan
sebanyaknya untukmu. Aku sayang kepadamu Yo Han, dan kuharap engkau pun sayang
kepadaku dan akan menuruti semua keinginanku."
"Subo baik kepadaku, mengapa aku tidak sayang" Dan tentu saja aku akan menuruti semua
keinginan Subo. Subo, bolehkah aku tidur dulu" Perjalanan hari ini yang tidak melalui air
lagi, berjalan kaki sehari penuh, amat melelahkan ba-dan dan aku ingin tidur." Yo Han lalu
merebahkan dirinya miring di sudut ru-angan itu, di seberang api unggun, ter-pisah dari
subonya. Ang I Moli tersenyum. "Yo Han, ja-ngan lupa lagi. Apa yang harus kau laku-kan sebelum
tidur?" Yo Han juga tersenyum, lalu bangkit dan membawa air ke bagian belakang kuil untuk
membersihkan mulutnya. Pada malam pertama mereka melakukan perjalanan, masih
berperahu, subonya yang baru ini telah memberi sebuah pelajaran tentang kebersihan
kepadanya, yaitu ke-harusan membersihkan mulut sewaktu akan tidur.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
45 "Lihat gigiku ini," demikian kata su-bonya sambil memperlihatkan deretan giginya yang
putih bersih dan rapi. "Be-lum ada sebuah pun yang rusak atau tanggal, padahal banyak orang
seusiaku sudah hampir kehabisan giginya. Inilah hasil menjaga kebersihan. Bukan saja
hasilnya gigi menjadi bersih dan utuh, juga kesehatanku menjadi baik karena hampir semua
penyakit datangnya lewat mulut. Dan cara membersihkan mulut dan gigi yang paling baik
adalah mem-bersihkannya setiap kali hendak tidur. Hal ini harus menjadi kebiasaanmu sejak
malam ini, Yo Han!" Demikianlah Ang I Moli memberi pelajaran tentang kese-hatan dan
kalau dia terlupa, seperti pada malam ini, Ang I Moli selalu memper-ingatkannya. Pelajaran
kesehatan yang agaknya amat sederhana ini sesungguhnya menguntungkan sekali dan amat
baiknya bagi Yo Han. Biasanya orang meremeh-kannya. Padahal, kebiasaan membersihkan
mulut di waktu hendak tidur merupakan satu di antara usaha penjagaan kesehatan yang paling
baik dan paling mudah!
Tak lama kemudian, Yo Han sudah tidur pulas di atas rumput kering. Dia tidak tahu bahwa
sejak tadi Ang I Moli sudah berpindah tempat di dekatnya dan kini wanita itu duduk bersila di
sebelah-nya, tiada hentinya mengamati wajahnya yang tidur nyenyak, di bawah sinar api
unggun yang membuat wajahnya menjadi kemerahan.
Aku harus mulai sekarang juga, pikir wanita itu. Lebih cepat ia dapat mengu-asai Yo Han,
lebih baik. Dengan lembut tangannya meraba wajah pemuda itu, membelai dagu dan leher,
lalu membelai semua tubuh Yo Han. Pemuda remaja itu menggeliat dalam tidurnya dan Ang I
Moli menarik tangannya. Anak ini amat luar biasa, pikirnya sambil menahan gai-rah yang
sudah mulai membakar dirinya. Mungkin saja dia akan meholak keras, bahkan melawan dan
tidak mau menyerah biar diancam bagaimanapun juga. Kebe-raniannya memang luar biasa.
Kalau ter-jadi hal seperti itu, tentu amat merugi-kan dirinya. Kalau ia menggunakan pak-saan,
anak ini akan dapat mati sebelum ia memperoleh hasil yang memuaskan. Ia harus dapat
menghisap kemurnian anak ini sedikit demi sedikit, tidak terasa oleh Yo Han. Ia akan
memberi makanan dan minuman yang mengandung obat penguat badan dan akhirnya, semua
hawa murni dan darah murni itu akan berpindah ke tubuhnya tanpa diketahui oleh pemuda
remaja itu, atau kelak diketahui kalau sudah terlambat dan pemuda yang keha-bisan darah dan
hawa murni itu akan tewas pula. Dan ia akan mampu melatih diri dengan ilmu rahasia itu! Ia
akan menjadi seorang yang sukar dicari tan-dingnya! Ia akan dapat merajai dunia persilatan
dengan ilmunya itu.
Kembali ia mengamati wajah Yo Han yang masih tidur nyenyak. Ah, mengapa ia begitu
bodoh" Kalau membujuk anak ini, agaknya ia akan gagal total. Anak ini bukan seorang anak
yang mudah dibodohi atau dibujuk halus, atau pun yang mudah ditundukkan dengan ancaman
atau siksaan. Padahal, ia menghendaki agar dia menyerahkan diri dengan suka rela! Dengan
demikian maka hasilnya akan le-bih baik lagi bagi dirinya. Dan satu-satu-nya jalan adalah
menggunakan kekuatan sihirnya! Mengapa ia lupa akan kepandai-annya itu" Ia pernah
mempelajari ilmu sihir dari Pek-lian-kauw dan ilmu sihir-nya sudah lebih dari kuat untuk
mempe-ngaruhi seorang bocah! Orang dewasa pun kalau tidak memiliki sin-kang yang kuat
akan mudah ia tundukkan dengan kekuat-an sihirnya. Apalagi pemuda remaja yang lemah ini!
Ang I Moli yang duduk bersila meng-hadapi Yo Han itu lalu membuat guratan-guratan
dengan telunjuk kanannya, kemu-dian mulutnya berkemak-kemik, matanya terpejam. Ia
membaca semacam mantram untuk mulai mempergunakan ilmu sihir-nya untuk menyihir dan
menguasai se-mangat Yo Han yang masih tidur nye-nyak. Setelah membaca mantram, ia lalu
membuka kedua matanya yang menge-luarkan sinar aneh menatap wajah Yo Han, juga kedua
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
46 tangannya kini digerak-kan dengan aneh, jari tangannya terbuka seperti cakar, dan jari-jari
tangan itu bergerak-gerak, kedua tangan itu dipu-tar-putar sekitar kepala dan tubuh Yo Han.
Kembali mulutnya berkemak-kemik, kini mengeluarkan bisikan yang mendesis-desis.
"Yo Han, engkau sudah berada dalam kekuasaanku, seluruh semangat dan ke-mauanmu
tunduk kepadaku. Kalau nanti engkau kusuruh bangun, engkau akan tunduk dan menyerah
kepadaku penuh kepasrahan, engkau akan menganggap aku sebagai wanita paling cantik yang
kaukasihi, engkau akan dibakar gairah bera-hi dan engkau akan menuruti segala ke-hendakku
dengan gembira. Kemauanmu akan lemah dan lembut seperti domba, gairah berahimu akan
bangkit setangkas harimau, engkau akan selalu berusaha untuk menyenangkan hatiku, dengan
mentaati semua perintahku, hanya aku satu-satunya orang yang kaukasihi, kau-taati...." Ia lalu
menutup bisikan mende-sis itu dengan tiupan dari mulutnya ke arah muka Yo Han tiga kali.
"Yo Han.... Yo Han.... Yo Han.... ba-ngunlah engkau, sayang!" Ia mengguncang pundak
pemuda itu, menggugahnya.
Yo Han adalah seorang anak yang memiliki kepekaan luar biasa. Sejak ke-cil, di waktu dia
tidur, kalau ada sesuatu yang tidak wajar, sedikit suara saja su-dah cukup menggugahnya dari
tidur pulas. Begitu Ang I Moli menyentuh pundaknya dia pun terbangun, membuka kedua
matanya, akan tetapi tidak seperti biasanya, dia tidak segera bangkit duduk, melain-kan
memandang ke depan kosong, seperti orang melamun seperti melihat sesuatu yang amat
menarik hati. Dan memang dia merasa melihat se-suatu yang amat aneh. Dia merasa seo-lah kaki
tangannya terbelenggu, suaranya lenyap menjadi gagu, dan dirinya hanyut oleh gelombang
samudera, semakin ke tengah dalam keadaan tidak berdaya sama sekali. Kemudian, dia
merasa ada kekuatan yang menariknya ke tepi, bah-kan dia seperti menunggang gelombang,
makin dekat ke tepi, lalu kaki tangannya yang seperti terbelenggu itu terlepas bebas, mulutnya
dapat bersuara lagi. Dia berenang sekuat tenaga ke tepi, dan ber-hasil mendarat di pantai.
"Apa.... apa yang terjadi padaku" Ya Tuhan, apa yang terjadi....?" suara ini pun seperti keluar
dengan sendirinya, dari balik perasaan hatinya yang diliputi ke-heranan. Dan begitu dia
menyebut nama Tuhan. Semua itu pun lenyap dan seperti orang bangkit dari mimpi buruk, dia
kini duduk dan melihat bahwa di depannya duduk Ang I Moli yang bersila.
Melihat pemuda remaja itu telah ba-ngun duduk, Ang I Moli tersenyum manis merasa yakin
bahwa sihirnya telah me-ngena dan telah menguasai anak itu, walaupun ketika Yo Han
menyebut Tuhan tadi hatinya merasa amat tidak enak.
"Yo Han, engkau sayang padaku, bu-kan?" Ia menguji.
Yo Han memandang wajah subonya dengan heran, lalu menjawab lirih, "Ten-tu saja aku
sayang padamu, Subo. Kena-pa Subo menanyakan hal itu dan mem-bangunkan aku?"
"Hemm, anak tampan. Aku ingin eng-kau membuktikan kasih sayangmu padaku Nah,
kesinilah, Yo Han, peluklah aku, ciumlah aku," katanya dengan senyum memikat dan nada
suara memerintah.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
47 Akan tetapi, kini terjadi hal yang mengejutkan dan mengherankan hatinya! Anak itu tidak
bergerak menuruti perin-tahnya, bahkan memandang kepadanya dengan alis berkerut dan
mata bersinar marah!
"Subo, apa artinya ini" Subo menyu-ruh aku melakukan sesuatu yang tidak patut!"
Tentu saja Ang I Moli terkejut. Bu-kankah sihirnya tadi amat kuat dan anak ini sudah berada
di dalam cengkeraman ilmu sihirnya" Kenapa sekarang dia be-rani membantah dan menolak
perintahnya "Yo Han! Aku sayang padamu dan engkau pun sayang padaku. Apa salahnya kalau engkau
memelukku dan menciumku untuk menyatakan kasih sayangmu itu?"
"Tapi aku bukan anak kecil lagi yang pantas dipeluk cium, Subo! Aku seorang pemuda yang
sudah berusia dua belas ta-hun, menuju ke masa remaja!"
Kini Ang I Moli merasa penasaran bukan main. Semua ucapan Yo Han itu tidak
menunjukkan bahwa dia berada di bawah pengaruh sihir! Semua jawabannya itu mengandung
perlawanan, bukan ke-taatan. Ia pun menguji lagi dan dengan suara nyaring mengandung
perintah ia berseru,
"Yo Han, bangkitlah berdiri!"
Dan anak itu pun segera bangkit ber-diri. Begitu taat!
"Tambahkan kayu pada api unggun!" perintahnya pula.
Tanpa menjawab sedikit pun tidak membantah, Yo Han menghampiri api unggun, memilih
beberapa potong kayu bakar dan menambahkannya kepada api unggun sehingga api kini.
membesar. "Yo Han, sekarang duduklah kembali ke sini, di depanku!"
Sekali lagi, Yo Han mentaati perintah itu dan menghampiri subonya lalu duduk di depan
subonya. Begitu taat dan sedi-kit pun tidak membantah. Mereka duduk bersila, berhadapan,
dekat sekali sehingga Yo Han dapat mencium bau harum mi-nyak bunga yang semerbak dari
pakaian dan rambut wanita itu. Melihat betapa Yo Han selalu taat, Ang I Moli menjadi
semakin heran dan penasaran. Kenapa sekarang anak itu begitu taat seolah sihirnya termakan
olehnya" "Yo Han, kau rabalah kedua pipiku dan daguku dengan kedua tanganmu," kembali ia
memerintah. Yo Han hanya memandang heran saja, akan tetapi kedua tangannya bergerak dan dia pun
meraba-raba kedua pipi yang halus dan dagu meruncing itu.
"Teruskan, raba leher dan dadaku...." kata pula Ang I Moli, kini suaranya mu-lai gemetar
oleh bangkitnya, kembali gairahnya. Akan tetapi sekarang, kedua tangan itu bukan turun ke
leher dan dadanya melainkan turun kembali ke atas pangkuan Yo Han. Anak itu sama sekali
tidak melaksanakan perintahnya.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
48 "Yo Han, aku perintahkan, cepat kau-raba dan belai leher dan dadaku dengan kedua
tanganmu!" ia mombentak, mengisi suaranya dengan kekuatan sihir sepenuh-nya.
Namun, jangankan anak itu melaksa-nakan perintahnya, bahkan kini Yo Han memandang
kepadanya dengan sinar mata yang aneh, heran dan juga penasaran.
"Subo, kenapa Subo mengeluarkan. pe-rintah yang aneh-aneh" Maaf, aku tidak dapat
memenuhi perintah itu."
Barulah kini Ang I Moli terkejut. Je-las bahwa anak ini tidak berada di ba-wah pengaruh
sihirnya! Tidak pernah! Kalau tadi nampak mentaati hanya kare-na taat yang wajar, bukan
pengaruh sihir samasekali. Ia pun menjadi marah.
"Yo Han, bukankah engkau sudah ber-janji akan semua perintahku" Kenapa sekarang engkau
membantah dan tidak memenuhi perintahku yang sederhana dan mudah ini?"
"Subo, sudah kukatakan bahwa semua perintah Subo akan kutaati, kecuali kalau perintah itu
untuk melakukan sesuatu yang jahat dan tidak benar. Perintah Subo itu tidak baik,karenanya
m aka aku tidak mau melaksanakannya. Perintahkan aku mengerjakan yang pantas, betapa
be-rat pun pasti akan kutaati, Subo."
"Yo Han," kini Ang I Moli ingin men-dapatkan kepastian dan ia tidak mau membuang waktu
sia-sia dengan memba-wa anak itu jauh-jauh ke tempat tinggal-nya untuk kelak tidak tercapai
pula maksudnya. "Engkau harus mentaati se-mua perintahku, kalau tidak, untuk apa aku
mempunyai murid yang membandel dan membantah?"
"Untuk perintah yang tidak pantas, terpaksa aku menolak, Subo."
Wanita itu yang sudah terbakar oleh gairah nafsunya sendiri, sama sekali ti-dak tahu bahwa
Yo Han adalah seorang anak yang aneh, memiliki sesuatu dalam dirinya yang oleh manusia
pada umumnya akan dianggap aneh. Dia tidak pernah mempelajari silat dengan latihan,
kecuali hanya menghafal semua teorinya saja, dan dia tidak pernah belajar ilmu sihir. Namun,
kekuatan sihir yang digunakan Ang I Moli terhadap dirinya, sama sekali tidak mempan, sama
sekali tidak mem-pengaruhinya, hanya mendatangkan mim-pi bahwa dia hampir dihanyutkan
ombak samudera. Kekuatan sihir Ang I Moli ba-gaikan arus air sungai yang menerjang batu,
mengguncang sedikit saja lalu le-wat tanpa mampu menghanyutkan batu itu.
Karena kini merasa yakin bahwa anak itu tidak lagi dapat dipengaruhinya de-ngan sihir, Ang
I Moli menjadi penasaran dan tidak sabar lagi. Ia lalu menanggal-kan pakaian luarnya, begitu
saja di depan mata Yo Han. Anak ini mula-mula me-mandang dengan mata terbelalak heran,
akan tetapi pandang matanya lalu me-nunduk. ketika ia melihat tubuh subonya terbungkus
pakaian dalam yang tipis dan tembus pandang.
Melihat betapa agaknya anak itu ti-dak dapat dipengaruhi oleh kecantikan dan keindahan
tubuhnya, maklum karena usianya pun baru dua belas tahun, belum dewasa, Ang I Moli lalu
merangkul dan menciumi Yo Han. Diterkamnya anak itu bagaikan seekor harimau menerkam
ke-linci! Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
49 "Subo, apa, yang Subo lakukan ini" Subo, lepaskan aku! Ini tidak boleh, tidak benar, tidak
baik...." Akan tetapi betapa pun dia meronta, tetap saja dia tidak berdaya menghindarkan diri.
Yo Han ka-lah tenaga dan tidak mampu bergerak lagi ketika wanita itu menerkamnya
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
se-hingga dia terguling dan dia lalu ditindih, digeluti, didekap dan diciumi. Yo Han hanya
dapat memejamkan matanya dan mulutnya berkemak-kemik dengan sendirinya.
"Ya Tuhan.... ya Allah.... ya Tuhan...." Dia hanya menyebut Tuhan berulang-u-lang.
Semenjak Yo Han mengenal akan kekuasaan Yang Maha Kuasa melalui bacaan kitab-kitab,
dia yakin benar bah-wa sumber segala kekuatan dan kekuasa-an adalah SATU, TUNGGAL
dan Maha Kuasa. Keyakinan ini yang membuat Yo Han secara otomatis menyebut Tuhan
setiap kali terjadi sesuatu menimpa diri-nya. Hal ini mungkin karena dia sudah tidak
mempunyai ayah ibu lagi sehingga dia dapat menyerahkan diri sepenuhnya dan seikhlasnya
kepada Tuhan. Ang I Moli menjadi penasaran dan marah bukan main. Anak laki-laki itu sama sekali tidak
melawan lagi, sama sekali tidak bergerak sehingga seolah-olah sedang menggumuli sebuah
batu saja. Dan bisikan-bisikan yang menyebut Tuhan berulang-ulang itu amat
mengganggunya, bahan api gairah berahi yang tadi mem-bakar dirinya, perlahan-lahan
menjadi dingin. Api gairah itu hampir padam.
"Engkau.... engkau tidak mau melayani hasratku....?" Ang I Moli bertanya, suara-nya
terengah-engah.
Yo Han tidak menjawab, dalam ke-adaan tubuhnya telentang dan pakaiannya awut-awutan,
dia menggeleng dengan tegas.
"Biarpun dengan ancaman mati" Eng-kau tetap tidak mau?"
"Mati di tangan Tuhan. Aku tidak mau melakukan hal yang tidak benar!" Jawab Yo Han,
suaranya lirih namun te-gas dan sepasang matanya bersinar-sinar.
"Plak! Plak!" Dua kali Ang I Moli menampar kedua pipi Yo Han sehingga kepala anak itu
terdorong ke kanan kiri dan kedua pipinya menjadi merah. Ang I Moli tidak ingin
membunuhnya maka tamparan tadi pun menggunakan tenaga biasa saja, namun cukup
mendatangkan rasa nyeri dan panas. Namun Yo Han tetap memandang dengan tabah, sedikit
pun tidak memperlihatkan perasaan takut.
"Hemm, hendak kulihat sekarang! Ka-rena engkau harus dipaksa, maka engkau akan
menderita. Salahmu sendiri! Nah, sekali lagi aku memberi kesempatan. Ka-lau engkau
menuruti kehendakku, engkau akan hidup senang. Sebaliknya, kalau engkau tetap menolak,
aku dapat memaksamu dengan obat perangsang dan racun, dan akhirnya engkau pun akan
menyerahkan diri kepadaku, hanya saja, engkau akan menderita dan mati!"
"Subo, dengan ancaman siksaan apa pun Subo tidak dapat memaksaku mela-kukan hal yang
tidak benar. Aku tidak takut mati karena kematian berada di tangan Tuhan. Kalau Tuhan
menghendaki aku harus mati, aku pun akan menyerah dengan rela...."
"Cukup! Tidak perlu berkhotbah! Eng-kau mau atau tidak?"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
50 "Subo, kuperingatkan Subo. Perbuatan Subo ini tidak benar dan berdosa. Subo akan
menerima hukuman dari Tuhan!"
"Tutup mulutmu!" Tangan Ang I Moli bergerak, jari tangannya menotok jalan darah di
pundak dan pinggang dan tubuh Yo Han terkulai, tidak mampu bergerak lagi. Hanya kedua
matanya yang masih terbelalak memandang wajah wanita itu engan penuh teguran.
"Subo dan aku adalah guru dan murid, tidak sepatutnya...."
"Tukkk!" Kembali wanita itu menotok leher dan suara Yo Han menghilang. Dia tidak
mampu lagi mengeluarkan suara.
"Hi-hik, bocah cerewet!" Wanita itu kini terkekeh-kekeh dan dalam pandangan Yo Han
wanita itu telah berubah sama sekali. Tadinya dia melihat wanita itu sebagai seorang wanita
yang berwajah cantik, bersuara lembut dan peramah. Akan tetapi kini, sepasang mata itu
be-rubah seperti mata iblis, juga senyumnya menyeringai mengerikan, suaranya agak parau
dan mendesis, wajahnya yang ber-bedak tebal itu seperti topeng.
"Hi-hi-hik, kita bukan guru dan murid lagi, melainkan seorang wanita dan se-orang pria! Dan
engkau, mau tidak mau, harus menyerahkan hawa dan darah murnimu kepadaku. Sampai tetes
yang ter-akhir! Engkau akan menjadi seperti se-ekor lalat yang dihisap habis oleh laba-laba,
sedikit demi sedikit darahmu akan kuhisap sampai tinggal tubuhnya menge-ring tanpa darah.
Heh-heh-heh!" Mulutnya berliur membayangkan kenikmatan dan keuntungan yang akan
diperolehnya dari anak ini. Kalau saja Yo Han mau menu-ruti kehendaknya, atau kalau saja
anak itu dapat dikuasainya dengan sihir, tentu ia akan dapat memperoleh kenikmatan yang
lebih lama. Ia akan menghisap da-rah murni anak itu sedikit demi sedikit, menikmatinya dari
sedikit sampai akhir-nya darah murni itu habis. Kini, terpaksa ia harus menggunakan paksaan
dengan racun perangsang, dan ia akan menghisap darah itu dengan paksa. Mungkin hanya dua
tiga hari anak itu akan bertahan. Ia akan menghisapnya sampai habis dan akan tinggal sampai
ia menyelesaikan pekerjaan itu di dalam kuil tua ini. Pa-ling lama tiga hari lagi dan ia akan
ber-hasil. Ia akan siap untuk melatih diri dengan ilmu rahasia itu!
Melihat api unggun mulai mengecil karena kehabisan kayu bakar. Moli lalu menambahkan
kayu dan api unggun mem-besar kembali. Sambil menyeringai dan bersenandung kecil
menyatakan kegembi-raan hatinya, wanita itu lalu mengambil sebuah bungkusan kain dari
dalam bun-talan pakaiannya, lalu membuka bungkus-an itu dan mengeluarkan tiga butir pel
dari dalam botol hijau. Ia duduk di dekat api unggun ketika memilih isi bungkusan. Sisa obat
itu ia bungkus kembali dan ti-ga butir pel berada di tangannya. Yo Han mengikuti semua
gerakan wanita itu dengan pandang matanya. Dia tahu bah-wa dirinya terancam bahaya, maka
se-perti biasanya dia lakukan, dalam keadaan seperti itu, penyerahan dirinya kepada
kekuasaan Tuhan menjadi semakin kuat. Dia merasa yakin bahwa segala sesuatu telah diatur
oleh kekuasaan Tuhan! Kalau memang Tuhan menghendaki bahwa dia harus mati di tangan
wanita ini, apa boleh buat. Dia hanya dapat menerima-nya dengan pasrah karena maklum
seda-lamnya bahwa segalanya adalah milik Tuhan, berasal dari Tuhan dan kembali kepada
Tuhan. Karena kepasrahan yang mutlak ini, sedikit pun tidak ada rasa takut.
Rasa takut adalah perkembangah dari si aku yang diciptakan oleh pengalaman masa lalu
melalui pikiran. Si aku yang merasa terancam menimbulkan rasa ta-kut. Takut kalau
kesenangan yang sudah berada di tangan itu terlepas dan hilang. Takut kalau kesusahan akan
menimpa di-rinya, takut sakit, takut mati. Si-aku ingin selalu di atas, ingin selalu menonjol,
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
51 ingin selalu menjadi yang terpenting, terbesar, terbaik. Rasa takut timbul ka-lau si-aku merasa
terancam kepentingan-nya, terancam keadaannya, takut kalau dirinya akan kehilangan arti,
takut, kalau dirinya akan lenyap oleh kematian, takut kehilangan segala yang dimilikinya,
yang menjadikan dirinya penting dan berarti. Takut kehilangan harta, kedudukan,
ke-hormatan, nama, takut kehilangan orang-orang yang dikasihinya karena mereka yang
dikasihinya itu menimbulkan kesenangan. Pada hakekatnya, si-aku yang sesungguhnya
hanyalah khayalan sang pi-kiran yang menimbulkan rasa takut.
Yo Han dalam keadaan terancam bahaya maut, terancam siksa dan derita, tidak mengenal
rasa takut karena dia sudah menyerahkan segalanya, dengan sebulat batinnya, kepada
kekuasaan Tu-han! Si aku dalam dirinya tidak meme-gang peran lagi dan sebagai gantinya,
semua diri seutuhnya, badan maupun batin, telah diserahkan kepada Tuhan dan karenanya,
kekuasaan Tuhan sajalah yang membibingnya dan menjaganya.
Moli memasukkan tiga butir pel kehi-jauan itu ke dalam cawan araknya, ke-mudian
mengambil guci dan hendak menuangkan isi guci ke dalam cawan itu. Akan tetapi segera
ditahannya. "Hah-heh, aku lupa! Engkau tidak su-ka arak. Kalau dicampur arak engkau sukar memasuki
perutmu. Sebaiknya de-ngan air saja. Bukankah begitu, Yo Han"
Akan tetapi anak itu tidak menjawab. Pada saat itu, semua panca indranya juga bekerja
sendiri, tidak lagi dikemudikan oleh hati dan akal pikiran. Karena itu, dia mendengar dan
melihat tanpa peni-laian, tanpa pendapat. Mendengar dan melihat saja seperti apa adanya, dan
karena pikirannya tidak bekerja menim-bang-nimbang lagi, maka dia tidak mera-sa takut. Dia
seperti seorang bayi dalam gendongan ibunya, tidak takut apa-apa dan merasa aman!
Demikianlah keadaan seorang yang berada dalam "gendongan" kekuasaan Tuhan yang
meliputi seluruh alam maya pada ini, meliputi luar dan dalam, segenap penjuru dan di dalam
apa saja yang nampak dan tidak nampak, di dalam atau pun di luar dunia, di mana saja yang
terjangkau pikiran maupun yang tidak terjangkau. Kalau sudah ter-bimbing oleh kekuasaan
seperti itu, ber-ada dalam gendongan kekuasaan seperti itu, apalagi yang dapat menimbulkan
rasa takut"
"Heh-heh-heh-heh!" Moli menuangkan air ke dalam cawan, lalu menggunakan sumpit untuk
menghancurkan tiga butir pel di dalam cawan, melarutkannya sam-pai rata betul. Sambil
terkekeh ia lalu mendekati Yo Han yang masih meman-dang dengan sinar mata yang terang
dan tenang. "Hi-hik, Yo Han. Dengar baik-baik. Tiga butir ini mengandung tiga macam racun yang amat
kuat. Pertama, racun perampas ingatan! Begitu meminumnya, engkau akan lupa segala.
Semua ingatan tentang masa lampau akan lenyap dan terlupakan. Enak, bukan" Racun kedua
mengandung racun perangsang. Begitu meminumnya, engkau akan menjadi se-ekor kuda
jantan dalam berahi! Hi-hik, menyenangkan aku benar! Engkau akan tak pernah mengenal
puas dan engkau harus menyalurkan hasrat kejantananmu itu terus-menerus sampai tubuhmu
yang tidak kuat lagi. Dan racun ke tiga ada-lah obat kuat, agar tubuhmu kuat mela-kukan
penyaluran hasratmu itu, sampai habis, hi-hi-hik! Sampai darah murnimu terhisap habis
olehku, hawa murni dalam tubuhmu tersedot habis dan menjadi mi-likku, hi-hik!"
Yo Han tidak merasa ngeri mende-ngar semua itu. Yang ada hanya kehe-ranan mengapa Ang
I Moli kini berubah seperti ini! Seperti bukan manusia lagi. Sekarang baru dia tahu mengapa
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
52 wanita ini dijuluki Ang I Moli (Iblis Betina Ber-pakaian Merah). Kiranya memang watak-nya
seperti iblis betina, seperti bukan manusia lagi, penuh kelicikan dan keke-jaman luar biasa.
"Bukalah mulutmu, sayang. Biar ku-tuangkan minuman sedap ini ke dalam perutmu melalui
mulut. Bukalah mulut-mu," kata Moli dengan suara manis me-rayu.
Tentu saja Yo Han tidak mau mem-buka mulutnya. Dia memang masih dapat menggerakkan
mulut karena yang tidak dapat digerakkan hanya kedua kaki dan tangan saja. Akan tetapi dia
tidak sudi menuruti perintah manusia yang sudah menjadi iblis itu.
"Buka mulutmu kataku!" Kini Moli membentak marah, akan tetapi Yo Han hanya
memandang dengan mata melotot, bahkan dia merapatkan kedua bibirnya.
"Anak bandel!" Moli berkata, lalu ta-ngan kirinya menangkap rahang Yo Han dan sekali jari-
jari tangannya menekan, mulut Yo Han terbuka lebar tanpa dapat ditahannya lagi. Bahkan
kini yang me-megang rahang Yo Han hanya tiga jari karena jari telunjuk dan jari tengah
ta-ngan kiri Moli sudah di julurkan ke atas dan menekan lubang hidung Yo Han. Anak itu
terpaksa menarik napas dari mulut karena hidungnya tertutup dan ketika Moli menuangkan air
di cawan yang sudah bercampur tiga butir pil yang sudah larut, dia tidak dapat
memuntahkannya keluar dan cairan itu pun tertelan dan masuk ke dalam perutnya.
"Hi-hi-hik, racun itu telah memasuki perutmu, Yo Han. Engkau akan tertidur karena
pengaruh racun perampas ingatan, akan tetapi besok pagi-pagi kalau engkau terbangun,
engkau akan jinak dan penu-rut seperti domba, akan tetapi juga tangkas dan kuat seperti
harimau. Hi-hik, sungguh menyenangkan sekali. Sekarang, kau tidurlah, sayang...." berkata
demikian, Moli membebaskan totokan jalan darah Yo Han sehingga anak itu mampu
berge-rak kembali. Dia menggerak-gerakkan kaki tangannva yang terasa kaku dan nyeri-
nyeri, kemudian bangkit duduk memandang kepada Moli dengan sinar mata penuh teguran.
"Bibi, engkau sendiri yang tadi me-ngatakan bahwa kita bukan guru dan murid lagi, maka
aku tidak akan menye-butmu subo lagi. Bibi, engkau seorang manusia, mengapa engkau
melakukan perbuatan yang lebih pantas dilakukan iblis" Ingat, Bibi, perbuatan yang jahat
akan menghasilkan akibat buruk bagi di-rimu sendiri." Yo Han menghentikan ucapannya
karena. tiba-tiba saja dia merasa kantuk menyerangnya dengan hebat sekali. Tak tahan dia
untuk tidak meng-uap.
Ang I Moli terkekeh genit. "Memang orang menyebutku iblis, Yo Han. Orang menjuluki aku
Ang I Moli, kalau aku ti-dak bertindak seperti iblis, berarti juluk-anku itu tidak ada harganya
dan kosong belaka, heh-heh-heh! Dan engkau sudah mulai mengantuk. Tidurlah sayang,
tidur-lah....!" Wanita itu terkekeh-kekeh melihat Yo Han kini merebahkan diri miring di atas
rumput kering dan segera pulas. Ia pun menambahkan lagi kayu bakar di perapian, dan
merebahkan diri di dekat Yo Han, memeluk pemuda remaja itu, dengan mesra. Ia sudah siap.
Begitu Yo Han terbangun pada keesokan harinya dan racun-racun itu bekerja, ia sudah siap.
Karena ia pun lelah dan mengantuk, sebentar saja Moli pulasjuga. Ia tidak tahu bahwa tak
lama kemudian api ung-gun padam dan hawa dingin menyusup tulang. Ia tidak terbangun,
hanya me-rangkul lebih erat. Yo Han juga tidak pernah terbangun karena dia agaknya
terpengaruh oleh racun yang mulai be-kerja di tubuhnya.
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
53 *** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
Karena kecapaian dan tidur pulas se-kali, Moli yang merangkul bahkan seperti menyelimuti
tubuh Yo Han dengan tu-buhnya itu, sama sekali tidak tahu bahwa lewat tengah malam, ada
sesosok ba-yangan hitam perlahan-lahan memasuki kuil tua yang kosong itu. Bayangan itu
ternyata seorang wanita yang berpakaian longgar, pakaian sutera kuning dengan kepala juga
dikerudungi sutera kuning. Karena penerangan hanya datang dari bulan yang muncul lambat
sekali, bulan yang tinggal sepotong, maka tidak dapat dilihat jelas wajah wanita berkerudung
itu. Namun gerak-geriknya halus walau-pun ringan dan cekatan. Langkahnya ti-dak
menimbulkan suara ketika ia mema-suki kuil dan tangannya memegang se-batang kayu kering
yang membara ujung-nya. Ia mengayun kayu itu dan bata itu pun menyala kecil, cukup untuk
mene-rangi sekelilingnya sejauh tiga empat meter. Akan tetapi ia menggunakan ta-ngan kiri
menutupi mukanya agar pan-dang matanya tidak silau oleh nyala api di ujung kayu itu. Ia
memilih tempat, mencari bagian yang kering dan bersih, agaknya untuk melewatkan malam.
Bagian depan dan tengah kuil itu agaknya tidak memuaskan hatinya karena memang selain
lantainya tidak begitu bersih, juga di bagian depan itu orang akan terserang angin karena
terbuka. Di bagian dalam memang terlindung dari angin, akan tetapi tempat itu agak lembab.
Ia lalu mengayun lagi kayu yang nyalanya telah padam dan hanya tinggal membara. Sekali
ayun, bara itu menyala, kembali dan ia melangkah ke belakang. Diangkatnya kayu itu tinggi
di atas ke-pala dan sekilas ia melihat dua orang laki-laki dan perempuan yang saling
ber-pelukan itu, si perempuan hanya menge-nakan pakaian dalam yang tipis dan tem-bus
pandang, si laki-laki yang masih re-maja juga pakaiannya awut-awutan: Mereka itu tertidur
nyenyak, perem-puan merangkul laki-laki itu dengan erat sekali.
Ia menurunkan kayu dan nyala di ujung kayu itu pun padam. Ia lalu mem-balikkan tubuh dan
kembali ke ruangan depan, bahkan tidak mau tinggal di ru-angan dalam karena terlalu dekat
dengan ruangan belakang. Dinyalakannya kembali ujung kayu itu dengan ayunan tangannya,
dan ia pun mengumpulkan rumput kering dan menaburkannya di sudut ruangan depan itu.
Setelah itu, ia memadamkan kembali nyala api dan duduk bersila. Biarpun angin bertiup dan
hawa dingin sekali, ia tidak kelihatan kedinginan. Bahkan nyamuk yang banyak beterbangan
di situ, hanya beterbangan di sekitarnya dan agaknya tidak ada yang mencoba untuk hinggap
di mukanya, satu-satunya bagian tubuh yang nampak dan dapat digigit. Entah apa yang
menyebabkan nyamuk tidak berani hinggap di pipi atau leher itu. Agaknya harum cendana
yang keluar dari tubuh itulah yang membuat nyamuk tidak berani mendekat. Atau mungkin
juga bau hio berasap yang diba-kar oleh wanita itu. Sebatang saja hio (dupa biting) yang
nampaknya awet seka-li, mengeluarkan asap yang harum. Wani-ta itu duduk bersila dan
memejamkan mata setelah mulutnya mengomel lirih.
"Omitohud.... tega benar menodai tempat suci ini, sungguhpun kuil ini su-dah tidak terpakai.
Apakah mereka tidak dapat mencari tempat lain yang lebih baik dan tepat untuk bermain
cinta" Omitohud...."
Akan tetapi, ia segera melupakan apa yang terlihat olehnya tadi dan sudah tenggelam dalam
samadhi yang mendalam. Siapakah wanita ini" Ia seorang wanita yang tidak muda lagi
walaupun masih nampak cantik. Usianya sudah empat pu-luh tujuh tahun, rambutnya sudah
ber-warna dua. Akan tetapi rambut yang tidak tersisir rapi dan awut-awutan ka-rena
perjalanan jauh dan hembusan angin itu halus dan panjang, berkilau tanda se-hat, rambut itu
digelung secara aneh, tidak mirip gelung orang daerah, lalu ke-pala itu ditutup kerudung
sutera kuning. Wajahnya masih belum diganggu keriput walaupun garis-garis di antara kedua
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
54 ma-tanya menunjukkan bahwa ia seorang yang telah banyak mengalami pahit getir kehidupan
di dunia. Sepasang matanya jeli dan tajam, lebar dan berwibawa. Di antara kedua alisnya
terdapat titik me-rah, suatu kebiasaan di negerinya karena wanita ini berasal dari negara
Bhutan, sebuah kerajaan kecil di sebelah selatan Tibet. Tubuhnya masih padat ramping, tanda
bahwa selain sehat, juga wanita ini memiliki tubuh yang kuat dan terlatih.
Kalau ada orang Bhutan melihatnya, tentu orang itu akan bersikap amat hor-mat kepadanya.
Hiasan rambutnya ber-bentuk burung merak dan pakaiannya yang seperti pakaian pendeta itu
sebetul-nya menunjukkan kedudukannya yang cukup tinggi di Kerajaan Bhutan. Ia seo-rang
puteri! Seorang wanita ningrat ke-luarga dekat dari raja Bhutan.
Memang sesungguhnyalah. Wanita can-tik ini bernama Gangga Dewi, seorang puteri
Kerajaan Bhutan, atau lebih tepat lagi, ia masih cucu raja tua di Bhutan. Ibu Gangga Dewi
adalah Puteri Syanti Dewi, puteri raja, dan ayahnya adalah seorang pendekar yang amat
terkenal, dahulu berjuluk Si Jari Maut dan berna-ma Wan Tek Hoat, atau kemudian sete-lah
menjadi duda dan sudah tua lalu menjadi seorang pendeta dan berjuluk Tiong Khi Hwesio.
Gangga Dewi dilahir-kan di Bhutan. Ia dilahirkan setelah lebih dari sepuluh tahun ayahnya
menikah de-ngan ibunya. Ia hidup sebagai seorang puteri di kerajaan itu. Ayahnya menjadi
seorang panglima atau seorang penasihat perang. Sejak kecil ia pun menjadi gem-blengan dari
ayahnya, sampai ia dewasa kemudian menikah dengan seorang pa-nglima muda Bhutan yang
telah banyak membuat jasa.
Gangga Dewi hidup berbahagia dengan suaminya dan ia melahirkan dua orang anak. Akan
tetapi, ketika dua orang anaknya berusia belasan tahun, ibunya, Puteri Syanti Dewi,
meninggal dunia ka-rena sakit tua. Ayahnya, Wan Tek Hoat, seperti berubah ingatan ketika
Puteri Syanti Dewi yang amat dicintanya itu meninggal dunia. Seperti orang gila Wan Tek
Hoat tidak mau pulang dan tinggal dalam gubuk di dekat makam isterinya, seolah dia ingin
menemani isterinya yang sudah berada di dalam kuburan. Akhirnya seorang pendeta tua yang
bijaksana da-pat menyadarkan Wan Tek Hoat sehingga dia dapat menyadari kebodohannya,
menggunduli kepala, mengenakan jubah pendeta dan mempelajari keagamaan, menjadi
seorang hwesio (pendeta Buddhis berjuluk Tiong Khi Hwesio. Kemudian dia meninggalkan
Bhutan karena setelah isterinya meninggal dunia dia merasa terasing di Bhutan. Puteri
tunggalnya, Gangga Dewi, telah menikah dan hidup berbahagia dengan suaminya, seorang
Bhutan aseli. Maka dia pun pergi ke timur, kembali ke Tiongkok dan akhirnya berkunjung ke
Istana Gurun Pasir dan meninggal di sana bersama saudaranya se-ayah, berlainan ibu, yaitu
nenek Wan Ceng dan suaminya, Naga Sakti Gurun Pasir Kao Kok Cu. Kisah itu dapat
diba-ca dalam cerita SI BANGAU PUTIH.
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sepeninggal ayahnya, Gangga Dewi masih hidup dalam keadaan bahagia dan tenteram.
Bahkan dua orang anaknya, seorang laki-laki dan seorang lagi perem-puan, sudah pula
menikah dan hidup pe-nuh kemuliaan sebagai keluarga keturun-an raja.
Akan tetapi, kehidupan manusia tidak mungkin tanpa perubahan. Nasib manusia selalu
berputar, ada kalanya terang ada kalanya gelap seperti keadaan cuaca. Li-ma tahun yang lalu,
terjadi perang di perbatasan antara negara kecil Bhutan melawan tetangganya yaitu Kerajaan
Ne-pal. Sebagai seorang panglima, suami Gangga Dewi memimpin pasukan Bhutan dan
berperang melawan pasukan Nepal. Dalam pertempuran ini, suami Gangga Dewi tewas.
Biarpun di waktu masih hidup, suami Gangga Dewi bukan merupa-kan seorang suami yang
lembut, bahkan merupakan seorang militer yang kasar dan bahkan keras, seorang yang terlalu
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
55 jantan, namun ketika suaminya tewas, Gangga Dewi merasa kehilangan sekali dan ia merasa
kehilangan sekali dan ia pun tenggelam dalam duka yang mendalam. Agaknya ia mewarisi
watak ayahnya. Dahulu Wan Tek Hoat ketika kehilangan isterinya juga dilanda kedukaan
yang hampir membuatnya gila. Kini Gangga Dewi demikian pula. Hidupnya seolah ko-song
dan merana. Bahkan kehadiran cu-cu-cucunya dari dua orang anaknya tidak dapat menghibur
hatinya. Setelah membiarkan dirinya merana sampai hampir lima tahun, akhirnya ia
mengambil keputusan untuk pergi ke timur, mencari ayahnya yang sekian lamanya tiada
kabar berita dan tidak pernah pulang pula.
Biarpun perjalanan itu amat sukar, melalui pegunungan yang tinggi, daerah yang sunyi penuh
dengan hutan, melalui pula padang tandus banyak pula ancaman datang dari binatang buas
dan penjahat-penjahat yang suka merampok, namun Gangga Dewi selalu dapat
menyelamat-kan dirinya. Kadang dia menggabungkan diri dengan khafilah yang melakukan
per-jalanan jauh, kadang menyendiri. Namun, ia adalah seorang wanita yang tidak asing akan
kehidupan yang keras. Ia me-miliki ilmu kepandaian tinggi, pernah di-gembleng oleh ayah
kandungnya sendiri. Dan ia pernah menjadi isteri seorang panglima perang. Selain itu,
sikapnya berwibawa, kecantikannya agung sehingga jarang ada orang berani iseng
menggang-gunya. Padahal, biarpun usianya sudah mendekati lima puluh tahun, sebagai
wanita ia masih memiliki daya tarik yang kuat sekali, baik dengan wajahnya yang masih
cantik jelita maupun dengan tubuhnya yang ramping dan berisi.
Demikianlah, pada malam hari itu, Gangga Dewi tiba di bukit itu dan meli-hat kuil tua, ia
pun memasukinya, sama sekali tidak mengira akan melihat pe-mandangan yang membuat ia
merasa rikuh dan tidak enak hati. Bukan karena melihat seorang wanita tidur berpelukan
dengan seorang pria yang membuat ia merasa tidak enak namun melihat bahwa mereka
melakukannya di dalam sebuah kuil, walaupun kuil kosong, membuat ia merasa penasaran.
Bagaimanapun juga, manusia terikat oleh hukum adat, umum, sopan santun dan tata-susila,
juga hukum agama. Hukum-hukum inilah yang mem-bedakan manusia dari mahluk lainnya.
Seorang manusia yang sopan, yang tahu akan peradaban, mengenal tata-susila, sudah
sepatutnya menghargai sebuah kuil atau sebuah tempat pemujaan, dari go-longan atau agama
apa pun. Di negara-nya, Kerajaan Bhutan, agama amat dihor-mati, dan biarpun di sana
terdapat -berbagai agama, di antaranya Agama Kristen, Islam, Buddhis dan lain-lainnya,
namun diantara agama terdapat saling menghormati dan saling pengertian. Ke-rukunan agama
mendatangkan kerukun-an dan ketenteraman kehidupan rakyat. Kalau pun ada pertentangan-
pertentangan kecil, maka pemuka agama dapat menen-teramkannya kembali. Bagaimanapun
juga inti pelajaran semua agama adalah hidup rukun di antara manusia, saling menga-sihi,
saling menolong. Hidup saleh dengan cara tidak melakukan perbuatan jahat, memupuk
perbuatan baik dan saling me-nolong. Hidup beribadat dengan cara memuja Yang Maha
Kuasa. Maha Pencip-ta, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Kalau pun
ada perten-tangan, maka yang bertentangan, maka yang bertentangan adalah manusianya dan
pertentangan atau permusuhan itu meru-pakan pekerjaan nafsu.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi ke-tika sinar matahari telah membakar ufuk timur dan
kepadatan malam gelap telah memudar dan cuaca menjadi remang-remang, ketika burung-
burung ramai ber-kicau, sibuk mempersiapkan pekerjaan mereka yang berulang setiap hari,
yaitu mencari makan. Ang I Moli terjaga dari tidurnya. Ia menggeliat seperti seekor kucing,
akan tetapi segera ia teringat dan membuka matanya, lalu bangkit du-duk, memandang kepada
Yo Han yang masih tidur nyenyak. ia tersenyum, lalu merangkul dan mencium pemuda
remaja itu. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
56 "Bangunlah, sayang. Bangunlah dan peluklah aku...."
Yo Han membuka matanya. Seketika dia tersentak kaget ketika mendapatkan dirinya didekap
wanita itu dan mukanya diciumi. Seperti orang dipagut ular, dia meronta dan bangkit berdiri,
mukanya berubah merah sekali, matanya terbelalak dan cepat kedua tangannya sibuk
mem-bereskan letak pakaiannya yang awut-awutan dan setengah telanjang.
"Apa.... apa yang kaulakukan ini, Bibi?" bentaknya marah.
Wanita itu memandang heran, hampir tidak percaya akan apa yang dilihat dan didengarnya.
Menurut penglihatan dan pendengarannya, Yo Han sama sekali tidak berubah! Tidak hilang
ingatannya, tidak terangsang sama sekali! Ini tidak mungkin! Biar seorang laki-laki dewasa
yang kuat sekali pun, tentu akan terpe-ngaruh oleh pel-pel itu! Apalagi Yo Han yang masih
remaja, masih boleh dibilang kanak-kanak.
"Yo Han, kau.... kau.... ke sinilah, sa-yang." Ia mencoba untuk meraih. Akan tetapi Yo Han
menghindarkan diri dengan langkah ke belakang.
"Bibi, apakah engkau sudah menjadi gila?" Suara Yo Han lantang dan penuh teguran.
"Ingatlah, perbuatanmu Ini amat kotor, hina dan jahat! Sadarlah, Bibi."
"Yo Han, ke sinilah, sayang. Engkau sayang kepadaku, bukan" Mari kita me-nikmati hidup
ini...." Kembali wanita itu meraih dan kini, biarpun Yo Han menge-lak, tetap saja pergelangan
tangannya tertangkap oleh wanita itu.
Yo Han meronta, namun apa artinya tenaganya dibandingkan wanita yang sak-ti itu"
"Lepaskan aku! Engkau perempuan jahat, lepaskan aku! Aku tidak sudi me-nuruti
kehendakmu yang keji dan hina!
Biar kausiksa, kaubunuh sekali pun, aku tidak sudi! Lepaskan aku, perempuan tak tahu
malu!" "Plakk!" Sebuah tamparan mengenai pipi Yo Han, membuat anak itu terpe-lanting dan di lain
detik, dia telah ter-totok dan tidak mampu bergerak lagi.
Ang I Moli menyeringai. Gairah bera-hinya menghilang, terganti kemarahan karena ia
dimaki-maki tadi. "Anak tolol! Diberi kenikmatan tidak mau malah me-milih siksaan!
Kaukira kalau engkau su-dah menolakku, engkau akan bebas dan aku takkan berhasil
menghisap semua darah dan hawa murni dari tubuhmu" Hemmm, terpaksa aku akan
menghisapmu sampai habis sehari ini juga. Darahmu akan kuminum sampai habis. Tulang-
tulangmu akan kukeluarkan dan sumsum-nya kuhisap sampai kering. Dan engkau akan lebih
dulu mampus kehabisan darah! Wanita itu tertawa-tawa seperti orang gila dan bagaimanapun
juga Yo Han me-rasa ngeri. Bukan takut akan ancaman itu, melainkan ngeri melihat wajah
wani-ta itu dan mendengar suaranya. Dia me-rasa seperti berhadapan dengan iblis, bukan
manusia lagi. "Sratttt....!" Tangan wanita itu me-nyambar dan kuku jarinya yang tajam dan keras seperti
pisau itu telah menya-yat leher dekat pundak. Kulit dan daging tersayat, dan darah mengucur.
Wanita itu lalu menempelkan mulutnya pada luka itu dan menghisap darah yang keluar!
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
57 Pada saat yang amat gawat bagi Yo Han itu, yang hanya terbelalak ngeri na-mun tidak
mampu bergerak, terdengar suara lembut namun mengandung getaran kuat.
"Omitohud.... hentikan perbuatanmu yang amat keji dan jahat itu, perempuan sesat!" Ada
hawa pukulan mendorong dari samping dan dengan kaget Ang I Moli meloncat berdiri dan
membalikkan tubuh-nya. Bibirnya masih berlepotan darah sehingga nampak mengerikan
sekali. Se-perti seekor binatang buas, lidahnya menjilati darah yang berada di bibir, dan
-matanya liar memandang kepada wanita berkerudung yang berdiri di depannya dengan sikap
anggun dan berwibawa.
"Keparat! Siapa engkau berani men-campuri urusan pribadiku?" Ang I Moli membentak
dengan marah sekali, mata-nya mencorong menatap wajah Gangga Dewi. Ia sama sekali tidak
mengenal wa-nita yang berpakaian longgar serba ku-ning, dengan kepala berkerudung sutera
kuning pula itu, namun dari logat bicara-nya, ia dapat menduga bahwa wanita ini datang dari
barat dan bukan berbangsa Han.
Gangga Dewi tidak menjawab. Sejak tadi ia memandang kepada anak laki-laki yang masih
menggeletak di atas lantai. Tangan kirinya bergerak dan nampak sinar putih menyambar ke
arah tubuh Yo Han. Kiranya itu adalah sehelai sabuk sutera putih yang meluncur seperti
tom-bak dan begitu mengenai pundak dan pinggang Yo Han dua kali, anak itu da-pat
menggerakkan kembali tubuhnya. Yo Han seorang anak yang cerdik. Begitu tubuhnya dapat
bergerak, dia segera menggelindingkan tubuh, bergulingan ke arah wanita berkerudung itu.
lalu melompat bangun dan berdiri di belakangnya berlindung di belakang Gangga Dewi.
"Terima kasih, Locianpwe (Orang Tua Sakti)," katanya.
Gangga Dewi melihat betapa darah masih mengucur dari luka di leher, anak ltu, luka yang
tadi sempat dihisap oleh wanita berpakaian merah. Ia mengeluar-kan sebuah bungkusan kertas
dan mem-berikannya kepada Yo Han.
"Kau obati luka di lehermu dengan bubuk dalam bungkusan ini agar darahnya berhenti
mengucur."
"Heiii, keparat busuk! Siapakah eng-kau" Katakan namamu sebelum aku men-cabut
nyawamu!" Biarpun sikapnya masih lembut, na-mun pandang mata Gangga Dewi kini be-rubah keras.
Dengan perlahan, kepalanya tegak ke belakang, dadanya membusung dan ia nampak lebih
tinggi dari biasanya, anggun dan angkuh, juga mengandung kegagahan yang tersembunyi di
balik kelembutannya.
"Perempuan sesat, tidak ada hubungan apa pun antara kita dan aku pun tidak ingin
berkenalan denganmu. Akan tetapi, kekejaman dan kejahatan yang kaulaku-kan terhadap anak
ini tidak mungkin kudiamkan saja. Masih baik bahwa aku belum terlambat dan anak ini masih
hi-dup. Maka, pergilah dan bertaubatlah. Masih belum terlambat bagimu untuk menebus
dosamu dengan perbuatan baik dan bertaubat!"
"Keparat sombong! Tidak tahukah engkau dengan siapa engkau berhadapan" Aku adalah
Ang I Moli dan tidak ada orang dapat hidup terus kalau dia berani menentangku. Kembalikan
anak itu ke-padaku dan buntungi lengan kirimu, baru aku akan mengampunimu!"
Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
58 Tiba-tiba Yo Han meloncat ke depan Gangga Dewi menghadapi Ang I Moli dan dia marah
sekali. Telunjuk kanannya me-nuding ke arah wanita berpakaian merah itu dan suaranya
lantang penuh teguran. "Ang I Moli! Tidak boleh kaulakukan ini! Bibi ini tidak berdosa,
kenapa engkau begitu kejam menyuruh ia membuntungi lengan sendiri" Engkau boleh
menyiksaku, membunuhku, akan tetapi tidak boleh mencelakai orang lain hanya karena
diriku." Dia menoleh kepada Gangga Dewi dan berkata, "Locianpwe, harap cepat pergi dan
jangan mengorbankan diri ha-nya karena aku!"
Gangga Dewi terbelalak kagum me-mandang kepada Yo Han. Bukan main anak ini, pikirnya.
Ingin sekali ia menge-nal Yo Han lebih dekat dan mengetahui mengapa anak ini sampai
terjatuh ke tangan wanita jahat itu.
"Anak baik, ke sinilah engkau!" Ta-ngannya bergerak ke depan dan Yo Han merasa dirinya
tertarik kembali ke bela-kang wanita berkerudung itu. Gangga Dewi kini memandang kepada
Ang I Moli lalu mengangguk-angguk.. "Kini aku tidak merasa heran. Kiranya engkau bukan
manusia melainkan iblis betina (Moli). Pantas engkau melakukan, kekejaman seperti itu. Ang
I Moli, engkau sepatut-nya berguru kepada anak ini dan belajar tentang kebajikan dari dia."
"Engkau memang sudah bosan hidup!" Ang I Moli membentak dan tiba-tiba saja bagaikan
seekor harimau yang marah, ia sudah menerjang dengan tubrukan ke arah Gangga Dewi. Dari
mulutnya terde-ngar suara melengking nyaring, tubuhnya seperti terbang meluncur dan kedua
le-ngannya dikembangkan, kedua tangan terbuka membentuk cakar hendak men-cengkeram
ke arah leher Gangga Dewi. Wanita Bhutan ini mengenal gerakan dahsyat dari serangan yang
berbahaya itu, maka ia pun menggeser kaki ke kiri sambil tangannya menyambar lengan
ta-ngan kiri Yo Han yang berdiri di bela-kangnya dan tubuh anak itu terlempar sampai lima
meter ke arah kiri. Yo Han terkejut dan dia pun terbanting jatuh, akan tetapi kini berada di
tempat aman, di bawah pohon di luar kuil karena lem-paran tadi membuat tubuhnya melayang
keluar dari jendela ruangan belakang kuil itu. Gangga Dewi sendiri setelah menge-lak, lalu
meloncat keluar dari ruangan. Ia merasa tidak leluasa untuk mengha-dapi iblis betina yang
ganas itu di dalam ruangan.
"Jangan lari kau, keparat!" Ang I Moli marah sekali ketika terjangannya me-ngenai tempat
kosong. Ia meraih ke arah pakaian luarnya yang ditinggalkannya semalam, mengambil
kantung jarum, juga menyambar pedangnya, mencabut senjata itu dan melemparkan sarung
pedangnya, kemudian ia melompat keluar melakukan pengejaran.
Akan tetapi orang yang dikejarnya itu sama sekali tidak lari, melainkan menanti diluar,
ditempat terbuka. Ma-tahari pagi mulai menerangi dunia sebe-lah sini, sinarnya kemerahan
membakar dan menghalau sisa kegelapan malam. Yo Han berdiri di belakang sebatang pohon
sambil menonton, dengan penuh perhatian. Tadi, setelah dia bergulingan akibat ditampar oleh
Gangga Dewi, dia bangkit berdiri. Dia melihat bayangan kuning berkelebat dan wanita
berambut kelabu itu sudah berada di dekatnya.
"Anak baik, engkau berlindunglah di balik pohon itu. Iblis betina itu berbaha-ya. sekali."
Yo Han hanya mengangguk dan dia lalu berlindung di belakang pohon untuk melihat apa
yang akan terjadi. Kini dia tidak mengkhawatirkan sekali, maklum bahwa wanita berkerudung
itu bukan orang sembarangan dan berkepandaian tinggi. Betapapun juga, dia masih merasa
tegang, tidak rela kalau sampai ada orang menderita celaka apalagi sampai tewas karena
membela dia. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
59 "Bersiaplah untuk mampus engkau pe-rempuan asing yang lancang!" Ang I Moli membentak
lagi dan kini ia menyerang dengan pedangnya, menusuk dengan ge-rakan kilat. Pedang di
tangannya melun-cur dengan sinar menyilaukan mata kare-na tertimpa cahaya matahari pagi.
Na-mun, ternyata lawannya juga memiliki gerakan yang amat ringan dan tangkas. Tidak
begitu sukar Gangga Dewi meng-hindarkan diri dari tusukan pedang itu dengan
menggerakkan kaki kirinya, me-langkah ke samping dan miringkan tubuh-nya. Dari bawah
samping, tangannya diputar untuk menotok ke arah perge-langan tangan yang memegang
pedang. "Syuuuttt....!"
Ang I Moli terkejut bukan main dan cepat-cepat ia menarik kembali pedang-nya dan
melompat ke belakang. Ia tadi melihat lawannya menggunakan jari te-lunjuk menotok ke arah
pergelangan ta-ngannya, gerakannya aneh, cepat dan dari jari telunjuk itu datang angin yang
amat dingin. Tahulah ia bahwa lawannya ini ternyata memiliki ilmu kepandaian yang tinggi,
maka ia lalu memutar pedangnya dan menyerang lebih ganas lagi. Pedang diputar sedemikian
cepatnya se-hingga lenyap bentuk pedang berubah menjadi gulungan sinar yang
mendesing-desing dan dari gulungan sinar itu kadang mencuat sinar yang menyambar ke arah
Gangga Dewi, merupakan serangan ba-cokan atau tusukan.
Gangga Dewi terpaksa mengerahkan gin-kang (ilmu meringankan tubuh) dan berloncatan ke
sana-sini untuk menghin-darkan diri dari sambaran pedang. Senja-ta lawan itu demikian cepat
gerakannya ia sama sekali tidak mendapat-kan kesempatan untuk balas menyerang. Dan Ang
I Moli yang merasa penasaran itu terus mendesak dan mempercepat gerakannya. Ia tahu
bahwa sebelum ia merobohkan dan membunuh wanita ber-kerudung ini, tak mungkin ia bisa
me-nguasai Yo Han. Padahal, tadi ia sudah mencicipi darah pemuda itu. Segar dan manis
menyegarkan dan menguatkan ba-dan rasanya!
Gangga Dewi terus mengelak dengan mengandalkan keringanan tubuhnya. Ge-rakannya
demikian lincah dan indah se-perti menari-nari saja sehingga Yo Han merasa kagum. Dia
teringat kepada su-bonya, Kao Hong Li, yang kalau sedang bersilat juga nampak memiliki
gerakan yang indah, seperti menari saja! Dia menemukan tiga daya guna dalam ilmu silat.
Pertama seni tari yang disukainya, ke dua seni olah raga juga disetujuinya, dan ke tiga seni
bela diri dan inilah yang membuat dia tidak suka belajar si-lat. Bela diri ini mengandung
kekerasan sehingga akibatnya bukan sekedar menyelamatkan diri semata, melainkan balas
menyerang dan merobohkan lawan. Me-mukul roboh lawan, bahkan kalau salah tangan dapat
membunuh lawan! Kini, dia melihat betapa segi seni-tari menonjol sekali dalam gerakan
wanita berkerudung yang menolongnya, dan dia pun kagum.
Akan tetapi, setelah lewat belasan jurus, maklumlah Gangga Dewi bahwa tidak mungkin
baginya untuk hanya terus menerus mengelak saja. Kalau dilanjutkan hal itu akan
membahayakan keselamatan dirinya. Ia tahu bahwa lawannya lihai. Selisih tingkat
kepandaian antara mereka tidak banyak. Ketika kembali pedang la-wan mendesaknya
sehingga ia harus ber-loncatan ke belakang, tiba-tiba ia mem-buat lompatan agak jauh ke
belakang dan dalam loncatan ke belakang itu ia ber-salto sampai lima kali dan ketika
tubuh-nya turun ke atas tanah, tangannya telah memegang segulung sabuk sutera putih yang
tadi ia lolos dari pinggang ketika ia berjungkir balik di udara. Hampir saja Yo Han bertepuk
tangan memuji, bukan memuji kehebatan gin-kang itu, melain-kan memuji keindahan gerakan
tadi. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
60 "Engkau iblis betina yang haus darah. Sudah sepatutnya kalau engkau dihajar!" kata Gangga
Dewi dan sekali tangan kanannya bergerak, gulungan sinar putih itu meluncur ke depan dan
menegang, menjadi seperti batang tombak yang kaku. Pada saat itu, Ang I Moli sudah
menye-rang lagi dengan bacokan pedangnya. Gangga Dewi menggerakkan sabuk sutera putih
itu menangkis. "Takkk!" Dan pedang itu terpental, seolah bertemu dengan sebatang tombak besi atau kayu
yang kaku dan kuat! Akan tetapi melihat ini, tentu saja Yo Han tidak merasa kaget atau heran.
Bagaima-napun juga, dia pernah tinggal bersama sepasang suami isteri yang memiliki
kepandaian silat tinggi dan dia pun sudah banyak mempelajari ilmu silat walaupun hanya
mengerti dan dihafalkannya saja. Dia tahu bahwa sabuk sutera di tangan wanita berkerudung
itu menjadi kaku karena pemegangnya mempergunakan tenaga sin-kang yang tersalur lewat
te-lapak tangan ke sabuk itu. Dia hanya kagum karena gerakan silat wanita itu selain aneh,
juga amat indahnya.
Kini terjadilah pertandingan yang amat seru, tidak berat sebelah seperti tadi ketika Gangga
Dewi hanya terus-terusan mengelak. Kini kedua orang wa-nita yang lihai itu saling serang dan
diam-diam Ang I Moli mengeluh. Sabuk sutera putih itu memang hebat. Pedang-nya sudah
digerakkan sekuatnya untuk dapat membabat putus sabuk sutera itu, namun semua usahanya
Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sia-sia belaka. Setiap kali terbacok, tiba-tiba sabuk itu menjadi lemas dan tentu saja tidak
da-pat dibacok putus, bahkan ujung sabuk itu beberapa kali sempat menggetarkan tubuhnya
karena totokan yang hampir saja mengenai jalan darah dan membuat ia roboh.
"Haiiittt....!" Tiba-tiba Ang I Moli mengeluarkan suara melengking, mengi-kuti gerakan
pedangnya yang membabat ke arah leher lawan. Gangga Dewi me-rendahkan tubuhnya,
membiarkan pedang itu lewat di atas kepalanya dan dari bawah ia hendak menotok dengan
sabuk sutera yang sudah menegang. Akan teta-pi tiba-tiba tangan kiri A