Seruling Samber Nyawa 3
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bagian 3
wa panjang yang lantang, Dimana terlihat jubah panjangnya
melambai-lambai, hawa murninya mendadak dikerahkan
sampai sembilan bagian, dimana pukulan tangannya sampai
hawa murninya segera memberondong keluar pula, laksana
gelombang samudra yang mengamuk terus menerjang kearah
musuh. Angin lesus semakin keras dan menghebat ditengah
gelanggang pertempuran ini, semua benda yang berada dekat
dari gelanggang semua terseret dan tergulung mumbul
ketengah udara dan terus melayang tinggi entah jatuh
dimana, saking cepat berputarnya angin lesus ini sampai
akhirnya bayangan kedua orang yang tengah bercampur
menjadi terbungkus hilang dari pandangan mata.
Kadang kala kalau angin tutukan atau pukulan menerobos
keluar gelanggang dan mengenai bumi lantas terdengarlah
ledakan keras yang menggetarkan alam sekelilingnya, disertai
pasir dan debu beterbangan diselingi percikan api.
Tanpa merasa tahu-tahu mereka sudah bertempur sampai
lima ratus jurus banyaknya setelah bertempur sekian lama ini,
jidat iblis rudin Siok Kiu-tiang sudah mulai mandi keringat,
jelas kelihatan bahwa dia berada diposis terdesak, sebaliknya
badai pukulan yang dilancarkan Giok-liong semakin garang
dan melebar, bukan semakin lemah malah semakin dahsyat
bagai gugur gunung. Lambat laun ketekatan serta kepercayaan terhadap diri
sendiri telah semakin luntur dalam benak Siok Kui-tiang,
kepandaian silat serta Lwekang pemuda lawannya ini benarbenar
diluar perhitungannya, Kepedihan hati akan keputusan
harapan untuk menang segera bersemi dalam lubuk hatinya,
malah semakin membesar dan luber. Betapa ia takkan sedih, sudah puluhan tahun lamanya
nama julukannya sangat tenar dan ditakuti, selama hidup ini
belum pernah ia temukan tandingan yang setimpal. Maka
begitu menghadapi seorang pemuda yang masih berbau wangi
malah dapat mendesak dirinya. Lambat laun ia kehilangan
inisiatif untuk balas menyerang dari pada lebih banyak
membela diri, Apalagi jelas dalam waktu singkat ini dirinya
sudah pasti bakal dikalahkan. ia merasa bahwa dirinya bak umpama selembar sampan
yang diumbang-ambingkan hujan badai yang bergelombang
tinggi ditengah samudra raya dimalam gelap, ini masih belum
terang dirinya masih terserang oleh badai dan bayu seorang
diri tanpa ada seorangpun yang membantu atau berusaha
menyelamatkan jiwanya. Ia putus harapan serta hampa, sebatang kara tanpa
bantuan setelah diterawangi serta dipikirkan secara
mendalam, akhirnya ia mengerak gigi mengambil keputusan
nekad, "Meskipun ilmu kepandaian tunggal perguruan ini
setiap dilancarkan pasti melukai malah mungkin membunuh
orang, tapi dalam keadaan yang terdesak itii, seumpama
melukai lawan juga bukan menjadi kesalahanku." seperti
diketahui Siok Kiu-tiang adalah tokoh kejam yang suka turun
tangan dengan keji. Kalau biasanya siapa-siapa yang mengganggu tidurnya
sampai hatinya gusar, tentu ia lampiaskan amarah hatinya itu
bagai orang gila layaknya, sekali turun tangan pasti
membunuh orang, Tapi menghadapi pemuda pelajar yang
ganteng ini, sebaliknya hati kecilnya menjadi tidak tega turun
tangan dengan membawa suara hatinya, sebaliknya timbul
rasa simpatiknya, hasratnya memberi sekedar hukuman ringan
saja. Diluar tahunya begitu saling gebrak, kepandaian serta
kekuatan lawan mudanya ini ternyata sedemikian hebat dan
lihay, walaupun dirinya sudah kerahkan seluruh
kemampuannya masih kewalahan juga, sekarang demi gengsi
dan jiwa dia sudah bertekad untuk menggunakan kepandaian
simpanan dari perguruannya yaitu Kam-thian-ci ilmu tunggal
perguruan baru dua kali ia pernah gunakan selama malang
melintang puluhan tahun di dunia persilatan.
Harap diketahui bahwa dibawah serangan Kam thian-ci
selamanya belum ada seorangpun yang masih tetap hidup,
inilah sebabnya mengapa sekian lama ini kaum peralatan
belum tahu asal usul perguruan iblis rudin ini.
Setelah mengambil ketetapan, hatinya juga 1amasmenjadi
tenang. Sementara daya pukulan Giok-liong yang keras dan dahsyat
itu sudah membuatnya tidak kuat berdiri tegak lagi, tubuhnya
terhuyung mundur beberapa langkah. Sekonyong-konyong terdengar ledakan dahsyat yang
menggetarkan bumi dan langit, kiranya kedua lawan ini lagi
lagi telah mengadu pukulan sekuat tenaga mereka, Kontan
terdengar suara gerangan tertahan, menggunakan daya
pentulan yang keras ini iblis rudin melambung tinggi tiga
tombak, sebaliknya Giok-Iiong juga limbung lima langkah,
seketika gelanggang pertempuran menjadi gelap dan ribut
oleh debu dan angin yang mengembang keempat penjuru.
Tiba-tiba iblis rudin mendongak serta tertawa gelak-gelak
aneh, seluruh rambut diatas kepalanya tegak berdiri, air
mukanya juga berubah membesi, badannya berputar cepat
seperti roda kereta diatas udara terus meluncur turun sampai
mengulur tangan kanannya yang mendadak mulur sekali lipat
kelima jarinya juga membesar dan berwarna merah
menyerupai wortel, dengan kepala dibawah dan kaki diatas
diiringi dengan tawa anehnya langsung ia menerkam turun
seperti elang hendak mencabik mangsanya.
Waktu mengadu pukulan tadi Giok-liong sendiri juga
rasakan darahnya bergolak dan dadanya menjadi sesak,
matanya kunang kunang, tahu dia bahwa dirinya sudah
terluka dalam, Kini waktu ia angkat kepada dilihatnya iblis
rudin tengah menerkam datang dengan daya luncuranyang
pesat serta gaya yang aneh itu, hatinya membatin: "Bukankah
ini Kam-thian-ci dari Pat-ci-kay-ong yang kenamaan itu?"
Tapi sudah tiada waktu lagi untuk memberikan suatu
penjelasan atau memperkenalkan diri siapa dirinya sebetulnya,
Apalagi sejalur angin keras warna merah merong diselingi
sebuah uluran tangan yang menjojohkan sebuah jari
tengahnya yang berwarna merah darah itu sudah terpaut
setombak diatas kepaianya, tengah menusuk tiba dengan
kecepatan yang tak dapat diukur. Sudah tentu Giok-liong tidsk berani berajal, hawa Ji lo
segera terkerahkan sampai sepuluh bagian, tipu Tian-ceng
jurus ketiga dari Sam-ji ciu-hun-chiu juga lantas dilancarkan.
Berbareng kakinya juga ikut bergerak mengembangkan Lenghun-
toh, tubuhnya melesat mundur menghindarkan diri.
Berkuntum kuntum awan putih bergulung maju didorong
hawa murni yang kokoh dan deras gemuruh melandai
kedepan, sebuah telapak tangan yang putih halus, tanpa
mengeluarkan suara melayang maju memapak kedepan
seperti bayangan setan saja. "Ha, kau..." terdengar iblis rudin Siok Kui tiang berteriak
keras dan kejut. "Dar... Byeeeeerrrr," gunung bergerak bumi tergetar, batu
pasir menari-nari ditengah udara. Kabut putih melesat
mengembang keempat penjuru dengan derasnya, demikian
pula hawa merah itu buyar menembus angkasa. Hujan darah
terjadi diselingi pekik kesakitan yang tertahan, dua bayangan
manusia terpental terbang kedua jurusan.
Tubuh kecil pendek dari iblis rudin membawa jalur darah
segar yang menyempit keluar dari mulutnya terpental jauh
puluhan tombak, "bluk" keras sekali terbanting ditanah.
Sinar muka Giok-Iiong juga pucat pasi, dimana mulutnya
terpentang ia juga menyemburkan darah segar badannya
tersentak mundur enam tombak terus jatuh terduduk tak
bergerak lagi, bintang berkunang kunang didepan matanya,
darah dirongga dadanya bagai hendak meledak seakan dipalu
oleh godaan yang beratnya ribuan kati.
Meskipun keadaannya sangat payah, namun ingatannya
masih segar bugar, segera ia himpun semangat menenangkan
hari, pelan-pelan ia kerahkan hawa murninya mengiring
berputar keseluruh tubuhnya, Didapatinya bahwa sebagian
dari isi perutnya ada yang pecah dan hancur kalau tidak
segera diberi pengobatan dan tertolong luka-lukanya itu bakal
membahayakan jiwanya. setelah dapat berganti napas,
dengan susah payah dirogohnya sebuah pulung berwarna
putih dari balik bajunya, dari pulung kecil ini dituangnya dua
butir pil berwarna hijau, bau harum semerbak segera
merangsang hidung, langsung ia telan obat obat mujarab itu.
Obat yang baru ditelah ini merupakan obat yang terpenting
dan termahal dari semua obat obatan yang diberikan oleh To
ji sebagai bekal, Dalam pulung kecil itu hanya berisi sepuluh
butir, khasiatnya dapat mengembalikan jiwa orang dan
ambang kematian. Begitu butir pil itu tertelan kedalam perut lantas lumer
menjadi cairan wangi terus masuk kedalam perutnya, dengan
dilandasi hawa murninya yang kuat itu, segera khasiat obat
didorong dan dikembangkan ke berbagai urat nadi serta
seluruh isi perut yang luka-luka, Tidak lama kemudian
sebagian besar lukanya sudah dapat disembuhkan.
Bergegas ia bangkit berdiri terus memburu kearah iblis
rudin yang masih rebah tak bergerak ditanah. Keadaaa iblis
rudin Siok Kiu-tiang lebih parah lagi, wajahnya merah hitam,
darah masih mengalir keluar dari telapak tangan kanan, serta
meleleh keluar dari ujung mulutnya, inilah akibat dari tokoh
silat tingkat tinggi yang terluka berat dari benturan tenaga
yang membalik menghantam badan sendiri sehingga seluruh
isi perutnya-pecah dan jungkir balik.
Melihat keadaan orang yang parah ini Giok-liong menjadi
gelisah, cepat cepat dirogohnya keluar pulung kecil tadi serta
dituangkannya dua obat yang mujarab serta mandraguna itu
langsung dijejalkan kedalam mulutnya.
Dia sendiri terus duduk bersila disamping iblis rudin serta
memayang tubuh orang untuk duduk bersila juga, tangan
kanan diulur lurus dijalan darah Bing-bun-hiat mulailah tenaga
Ji-Io, dikerahkan serta disalurkan kedalam badan Siok Kuitiang.
Lambat laun kasiat obat mulai bekerja, Hawa murni
didalam badan Siok Kui-tiang sendiri juga mulai bekerja,
menyambut hawa trobosan yang disalurkan Giok-liong
kedalam badannya terus berputar-putar keseluruh pelosok
tubuhnya. Baru saja ia sadar dan kembali kesadarannya lantas merasa
bahwa dirinya telah tertolong dari saat-saat yang kritis, ada
seorang tokoh silat maha lihay telah menolong mengobati luka
luka parahnya, Mata masih tak kuasa dibuka namun mulutnya
sudah darat sedikit bergerak serta berkata tergagap: "Orang .
. kosen dari . . . . manakah yang telah . . . . menolong . . . .
Siok kui-tiang, . . . Selama hidup ini pasti takkan kulupakan - ,
. . Tapi . . . , disebelah sana . . . . masih . . . masih , . ,, "
bicara sampai disini tenaga nya sudah habis sekali lagi ia
menghamburkan darahnya. Cepat-cepat Giok - liong membujuk lirih "jangan banyak
bicara lagi, lebih penting lagi kau mengerahkan tenaga dan
hawa murni berobat diri." Seolah-olah iblis rudin tidak mengenai jelas orang yang
bicara duduk dibelakang-sya adalah Ma Giok-Iiong atau musuh
berat yang tadi adu kepandaian dengan dirinya, setelab
menelan air liur, ia meneruskan bicara: "Ditanah sebelah sana.
. . masih ada . . . seorang pemuda berpakaian putih . . . yang
terluka berat , . . karena kesalahan tanganku , . . sehingga
terluka parah . . , sila . . , silahkan tuan menolongnya lebih
dulu. . . keadaanku . , , rasanya tidak terlalu parah . . . " habis
berkata lagi-lagi ia menyemburkan darah.
Mendengar perkataan orang yang penuh prihatin ini,
terharu perasaan Giok liong," katanya lembut: "Kau sendiri
perlu tekun berobat diri, dia sudah sembuh !"
"Apa . . . apa betul ?" "Benar." Sekarang Siok Kiu tiang baru merasa lega dan tentmm,
pelan pelan ia mulai kerahkan hawa murni serta menuntunnya
mengalir keselumh tubnhnya, bersama dengan aliran panas
dari bantuan tenaga yang dikerahkan Giok-Hong mendorong
serta membantu bekerjanya obat terus bergerak merambati
badannya, Tatkala mana baru Giok-liong benar-benar merasa
terperanjat betapa panjangnya dan dalam tenaga hawa murni
Siok Kiu-tiang ini benar-benar sangat mengejutkan. Tanpa
memerlukan banyak waktu hawa murni dalam tubuhnya sudah
pulih kembali dan mulai lincah bergerak malah. bergulung
deras bagai gelombang samudra yang berderai maju tiada
putusnya. Lambat laun malah Giok-hong semakin merasa
tertekan dan banyak mengeluarkan tenaga, air mukanya
sampai pucat pias, keringat sebesar kacang membasahi jidat.
Tahu dia bahwa sampai taraf terakhir ini luta-luka Siok Kiutiang
sudah tidak perlu dikwatirkan lagi, perlahan-lahan ia
menarik kembali tenaga murninya, duduk bersila disamping
Siok Kui tiang mengerahkan Ji-lo untuk menormalkan jalan
darah serta kemurnian tenaganya lama kelamaan diatas
kepala kedua orang yang tengah duduk bersila ini mengepul
kabut putih yang semakin tebal dan semakin lama bergulunggulung
semakin keras dan cepat. Akhirnya bagai air mendidih
dalam kuali melonjak-lonjak keatas.
Hanya ada perbedaannya, kalau kabut diatas kepala Giokliong
adalah putih bersih, sebaliknya kabut yang menguap
diatas kepala Siok Kiu tiang adalah bersemu merah marong.
Dari lobang kedua hidungnya juga menjulur keluar dua jalur
kabut yang molor modot panjang pendek bergantian demikian
juga warna kedua jalur pendek ini berbeda, jalur-jalur kabur
diujung kedua hidung Giok-liong ada ada lebih besar satu
perempat dibanding kabut yang menjulur keluar dari hidung
Siok Kiu-tiang. Dari sini dapat diukur dan diterangkan bahwa khikang yang
dilatih dari masing-masing perguruan ini berbeda. sedang
dalam taraf tingkat kesempurnaannya latihan Siok Kui tiang
boleh dikata lebih rendah setingkat dibanding Giok-liong. ini
tidak perlu dibuat heran, Giok-liong mendapat karunia Tuhan
harus mengalahkan berbagai rintangan dan petaka sehingga
akhirnya mendapat manfaat yang berlimpah dari pelajaran
yang diberikan oleh Pang Giok. kenapa tidak karena sekarang
dalam tubuhnya sudah membekal Lwekang dengan latihan
seabad lebih, ditambah kasiat obat-obat mujarab yang
mandraguna serta bakat Giok-liong sendiri.
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Betapapun hebat dan tinggi pembawaan Siok Kui-tiang
yang serba pandai itu juga harus mengakui kekurangan
dibanding orang lain. Begitulah latihan dalam usaha penyembuhan diri sendiri ini
sudah mencapai pada taraf yang paling genting dan
membahayakan. Kabut tebal diatas kepala mereka sudah
semakin kuncup dan menghilang menjadi gumpalan hawa
kabut yang berhenti bergerak dan bergantung ditengah udara,
sebaliknya dua jalur kabut dikedua lobang hidung mereka
masing-masing bergerak panjang pendak semakin cepat,
seluruh tubuh juga mulai mengeluarkan keringat dan uap yang
hangat, warnanya sama dangan kabut di masing masing
kepala mereka. Jelas bahwa usaha mereka sudah mendapat sukses lari
berhasil dengan baik sekali. Tatkala mana sangat pantang
sekali bila ada seseorang datang mengganggu kalau tidak
bukan saja berhasil malah sebaliknya jiwa mereka bisa celaka
atau sedikitnya juga menjadi cacat seumur hidup, betapa
berat dan mengerikan akibat ini ! Sekonyong-konyong terdengar angin ber-kesiur disusul
terlihatnya bayangan orang berkelebat, tahu-tahu disekitar
mereka berdua telah bermunculan serombongan orang-orang
mengenakan seragam hitam, ditengah dada mereka
terlukiskan lembayung warna merah, semua laki-laki tinggi
besar dan tegap ini menenteng golok-go!ok dan berbagai
persenjataan lain. Gemuruh tawa dingin memecah kesunyian alam
sekelilingnya dari rombongan seragam hitam itu . . .
Dari rombongan seragam hitam yang mengepung ini,
beranjak keluar tiga laki-laki yang mengenakan pakaian serba
merah dan mengenakan kedok hitam pula, Diatas pundak
masing-masing semampai jubah panjang yang terbuat dari
kain sutra. Orang yang berdiri ditengah barperawakan tinggi kurus tapi
gagah garang, sebaliknya dua orang di kanan kirinya bertubuh
lebih gemuk dan kekar, pinggang masing-masing menyoreng
sebilah pedang panjang, sepasang mata yang tersembunyi
dari balik kedoknya memancarkan cahaya dingin yang tajam,
Mereka menanti dibelakang kanan kiri orang yang berdiri
ditengah. Gelak tawa dingin yang terdengar rendah sember itu justru
keluar dari mulut kedua orang ini, Para laki-laki seragam hitam
yang mengepung gelanggang sejak mendengar suara tawa
scmber ini lantas semua berdiri tegak dengan sikap hormat,
sedemikian patuh sikap mereka sampai menghela napas besar
juga tidak berani. Sunyi dan tebang melingkupi suasana gelanggang dan
mencekam sanubari seluruh hadirin, Keadaan dalam hutan ini
seolah-olah telah dilingkupi hawa kematian yang tebal, ya,
elmaut tengah mengancam dan mengintai setiap jiwa hadirin.
Mendadak laki-laki kurus tinggi mengenakan kedok hitam
itu menggeledekkan suara tawa dinginnya yang mendirikan
bulu tengkuk ditengah malam gelap ini, suaranya
mendengung bergema sekian lama diudara. Lambat laun
suara tawa itu semakin meninggi keras dan melengking bak
ujung sebatang anak panah yang menusuk lubuk hati
manusia. Semua laki-laki seragam hitam yang berdiri
melingkar diluar gelanggang kontan mengunjuk sikap
menderita yang ditahan-tahan keringat sebesar kacang
membanjir keluar. Mereka tahu bahwa tawa panjang ini bukan lain semacam
serangan tawa, Karena gema suara ini merupakan hawa
panah yang telah didesak dan didorong keras. kekuatan hawa
murni dari Lwekang tertinggi unuk melukai musuh. Terhadap
siapa suara tawa ini ditujukan, maka isi perut dari orang itu
pasti akan tergetar hancur dengan menyemburkan darah dan
melayanglah jiwanya. Para laki-laki yang berdiri diluar gelanggang paling-paling
hanya keserempet gelombang dari genta tawa itu saja, tapi
toh mereka sudah menderita dan mengerahkan tenaga untuk
melawan. Mereka jelas mengetahui siapakah kedua orang yang
tengah mereka hadapi ditengah gelanggang ini. Ma Giok-liong
adalah orang yang harus diringkus hidup-hidup atas perintah
Pangcu mereka. Sedang mereka yang lain adalah tokoh lihay
yang berulang kali dipanggil dan diundang untuk masuk
anggota perkumpulan mereka, tapi selalu membunuh utusan
yang membawa surat undangan, bukan saja menolak malah
menentang, dia ini bukan lain adalah iblis rudin Siok Kui-tiang
yang kenamaan dan disegani. Mereka tahu pula bahwa kedua orang ini sekarang tengah
mengerahkan hawa murni untuk mengobati luka luka
dalamnya dan sudah sampai pada taraf yang menentukan,
sedikit gangguan saja cukup untuk menamatkan jiwa mereka.
Apalagi menggunakan penyerangan cara tawa bergelombang
yang mengerahkan hawa murni dari aliran lurus sana!
Disaat orang berkedok seragam hitam itu mulai
perdengarkan suara tawanya tadi, Giok-liong dan Siok Kiutiang
yang bersila ditengah gelanggang itu tampak melonjak
tergetar tubuhnya Lebih parah lagi keadaan Siok- Kiu-tiang,
wajahnya menunjuk rasa derita yang tertahan, mengikuti
suara gelombang tawa yang semakin meninggi rasa derita
diwajahnya juga semakin tebal, sehingga kulit wajahnya
mengkerut dan meringis menggigit bibir sampai berdarah,
keringat dingin membanjir membasahi seluruh tubuh.
Lebih mendingan keadaan Giok-liong, setelah seluruh tubuh
tergetar hebat, kabut diatas kepalanya itu segera bergulung
lebih keras seperti air mendidih diatas tungku yang mengepul
tinggi dan melebar sekelilingnya sehingga terlingkup oleh
kabut tipis. Lambat-laun kabut tipis ini mulai membungkus
kedua orang ini yang duduk bersila ini.
Suara gelombang tawa mendadak lenyap dan berhenti.
Orang berkedok yang berdiri ditengah itu dengan sorot
pandangan dingin berpaling kanan kini serta berkata: "Cahyu
Hu-hoat bunuh mereka." Sedikit mengerahkan badan kedua pelindung itu segera
menghadap didepannya serta katanya sambil memberi
hormat: "Baik Pang-cu!" seiring dengan hilang suara mereka,
dua bayangan hitam serentak melesat mundur, sedemikian
cepat gerak gerik mereka laksana kilat menyambar tahu-tahu
badan mereka sudah melambung tinggi sepuluh tombak,
dimana pinggang ditekuk serta merentang kedua tangan
masing-masing, jalur-jalur kabut warna kehijauan segera
merembes keluar dari seluruh badan mereka.
Begitu kedua dengkul masing-masing ditekuk, dari setinggi
sepuluh tombak itu badan mereka lantas meluncur turun bak
umpama burung garuda yang hendak menerkam dan
mencabik mangsatnya, berbareng dengan itu, empat kepalan
tangan mereka juga ikut bekerja memancarkan sinar merah
yang sangat menyolok (BERSAMBUNG JILID KE 5) Jilid 05 Empat jalur sinar merah mengepulkan asap tebal
membawa hawa hangat yang membakar langsung menerjang
kearah putih ditengah gelanggang itu.
Waktu badan mereka tinggal lima tombak lagi dari atas
tanah, hawa panas yang membakar kulit semakin, tebal,
sekejap mata itu, sepuluh tombak sekitar gelanggang sudah
terbakar menjadi hangus, Para seragam hitam yang
mengurung diluar gelanggang siang siang sudah mundur jauh
menyelamatkan diri. Sorot bara api yang terang menyalanya ia bak umpama
gugur gunung telah menindih tiba, Terus menerjang kearah
kurungan kabut putih yang menelan seluruh bayangan Giokliong
dengan Siok Kiu-tiang. Ditengah udara tiba-tiba
terdengar gelak tawa kepuasan yang berlimpah-limpah.
Sepasang mata Hiat-hong pangcu memancarkan kilat
terang yang aneh, wajahnya mengunjuk rasa girang dan puas
pula. Dia tahu betapa besar perbawa Te-hwe-tok-yam yang
lihay dan ganas sekali itu. Kiranya pelindung kanan kiri dari Hiat-hong pang ini adalah
saudara kembar, dari kecil memang mereka sudah dibawai
kecerdikan dan bakat yang luar biasa, tabiatnya juga sangat
keras dan berangasan, sejak kecil mereka diangkat menjadi
murid-murid seorang tokoh lihay didaerah barat yang bernama
julukan Le hwe-heng-cia, setelah ber-tahun-tahun belajar
sekarang kepandaian mereka sudah mencapai tingkat yang
cukup dapat dibanggakan. Untuk memenuhi ambisinya untuk melebarkan sayap
memperbesar perkumpulan serta pcngaruhnya, Hiat hong
Pangcu menyebar pada pembantunya untuk menampung dan
mengundang tokoh-tokoh aneh kaum persilatan yang sudi
diperalat olehnya dengan imbalan harta benda yang tiada
nilainya, dalam suatu kesempatan yang kebetulan dia bertemu
dengan seorang gembong silat kalangan hitam yang sudah
lama mengasingkan diri, dari mulut orang ini ia diperkenalkan
akan adanya tokoh Le-hwe-heng cia yang lantas diundangnya
masuk menjadi anggota memperkuat kedudukan dan tujuan
ambisinya. Kemaruk oleh harta kedudukan akhirnya Le-hwe-heng-cia
meluluskan dan menerima undangan agung ini, Tapi saat
mana dia tengah mempelajari semacam ilmu yang serba
ganas sebelum berhasil latihannya ini tak mungkin dia dapat
tinggal pergi dari sarang nya. Terpaksa ia perintahkan kedua murid kembarnya ini datang
lebih dulu ke Tionggoan untuk menambal dulu kekosongan di
Hiat-hong-pang. Begitu tiba kedua saudara kembar ini lantas diangkat
menjadi Hu-hoat atau pelindung kanan kiri, sudah tentu
mereka sangat berterima kasih dengan kedudukan tinggi ini.
Tak heran tak segan-segab mereka rela turun tangan dan
bekerja mati-matian. Umpamanya peristiwa yang dihadapi kali ini adalah
sedemikian penting dan serius sampai sang Pang-cu sendiri
harus ikut terjun di medan laga, maka dapatlah diperkirakan
betapa pentingnya urusan ini. Oleh karena itu begitu kedua saudara kembar ini turun
tangan, tidak kepalang tanggung lagi mereka lancarkan ilmn
perguruannya yang paling lihay dan ganas, dengan dilandasi
hawa murni dalam tubuh mereka lancarkan hawa panas yang
membara dan berbisa. Yaitu ilmu, Te-hwe-tok-yam, tujuannya
hendak membakar hangus dan melebur abukan kedua orang
yang tengah duduk bersila terbungkus kabut ditengah
gelanggang itu. Baru saja suara gelak tawa mereka terdengar bara api yang
menyala-nyala menyilaukan mata itu sudah menyampuk keras
ke arah gulungan kabut tebal ditengah gelanggang itu.
"Dar.... Dar . . ." ledakan dahsyat aneh yang menggetarkan
langit dan menggoncangkan bumi menggelegar ditengah
gelanggang. Disusul angin lesus membadai menerjang
keempat penjuru menerbitkan suara, menderu hawa panas
yang membakar kulit. Belum lagi suara ledakan dahsyat ini lenyap mendadak
terdengar gelombang panjang gelak tawa yang lantang dan
bentakan keras menggeledek yang terus meninggi menembus
angkasa, Dua bayangan putih dan ungu laksana bintang
meluncur dimalam hari melesat mumbul ketengah angkasa
terus menerjang kearah dua saudara kembar yang masih
berada ditengah udara itu. "Blang Bluk !" ledakan hasil dari gempuran hebat ini
membuat empat bayangan manusia terpental jatuh keatas
tanah. Tampak Giok liong dan Siok Kiu-tiang dengan wajah
membesi berdiri ditengah gelanggang, Sebaliknya dua saudara
kembar pelindung Hiat hong pang itu berdiri setombak di
sebelah sana dengan raut muka penuh mengunjuk keheranan
dan kejut. Mendadak mulut pelindung kiri menggerung keras, rupanya
suatu aba-aba untuk bergerak serentak, karena saat itu juga
tampak bayangan melejit pesat sekali kedua pelindung kanan
kiri ini sudah merangsak hebat kearah Giok-liong dan Siok Kiutiang.
Giok-liong berdua juga tidak mau tinggal diam, berbareng
mereka menggerakkan kedua tangan masing masing terus
melompat maju memapak. Tadi, waktu Giok-liong tengah kerahkan tenaga murninya
mengobati luka-luka dalam nya mendadak terasakan olehnya,
bahwa sekelilingnya sudah terkepung oleh serombongan
orang yang mengenakan seragam hitam, diam-diam hatinya
bercekat, batinnya, "Kalau mereka secara keji turun tangan
menggunakan kesempatan baik ini, pasti celakalah jiwa kita
berdua." Tengah berpikir ini, semakin cepat ia lancarkan
tenaga murninya disamping itu iapun siaga menghadapi setiap
senangan yang membahayakan jiwa mereka.
Dengan sikap siaganya ini maka keadaan dan situasi
sekelilingnya tidaklah luput dari pengawasannya.
Tidak lama kemudian Hiat-hong Pangcu serta pelindung
dikanan kirinya juga muncul. Giok-liong tahu dan insaf bahwa pertempuran dahsyat hari
ini sudah tidak mungkin dihindarkan lagi, maka sekuat tenaga
ia kerahkan Ji-lo menghadapi setiap serangan.
Betul juga tidak luput dari dugaannya, dengan Lwe-kang
yang tinggi dari aliran Lwekeh Pang-cu Hiat-hong pang
mengirim gelombang suara gelak tawanya yang menyerupai
ilmu Syai-cu hong dari aliran Budha berusaha hendak
memusnahkan atau melenyapkan kepandaian mereka berdua.
Tanpa ajal segera Giok-liong gerakkan tenaga Ji lo keluar
badan dengan kabut putih itu ia bungkus bentuk tubuh
mereka berdua didalamnya, lalu dengan gelombang suara lirih
ia berkata kepala Siok Kiu-tiang: "Hiat-hong Pang-cu sendiri
datang mungkin susah dihadapi, betapapun kita harus
waspada dan hati-hati." Bersamaan dengan itu dirogohnya pula pulung kecil yang
berisi pil mustajab tadi dituangnya dua butir pil, ditelannya
sebutir dan diberikan kepada Siok Kiu tiang sebutir lalu
dengan cara yang paling cepat mereka berobat diri
menyembuhkan luka masing-masing. Gelombang tawa yang menggema tinggi semakin keras,
semangat dan pertahanan Giok-liong sudah hampir tergempur
dan tidak kuat bertahan Iagi. Terpaksa ia tidak hiraukan lagi
luka-luka dalam yang belum sembuh seluruhnya, dengan
tekun desak seluruh kekuatan Ji-lo keluar badan, dengan
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengerahkan dua belas bagian tenaganya baru dia tidak
terkalahkan. Seumpama tekanan pihak lawan ditambah setingkat saja
pasti hancurlah pertahanannya itu berarti tamatlah jiwanya
atau paling tidak badannya tergetar hancur luka parah. Tapi
ternyata Hiat-hong Pang cu malah menghentikan gelombang
tawanya dan menyuruh kedua pelindungnya turun tangan.
Dengan daya kecepatan luar biasa Giok-liong memutar
tenaga Ji-Io sekali putaran didalam badannya, lalu berkata lagi
kepada Siok Kiu-tiang menggunakan gelombang tekanan lirih:
"Musuh mulai bergerak hati-hatilah!"
Terdengar Siok Kui-tiang menyahut "Aku paham, kau
sendiri juga hati-hatilah!" Tepat pada saat itulah kedua pelindung Hiat hong-pang
dengan serangan bara apinya telah menerjang tiba dari
tengah udara. Kebetulan saat itu juga Siok Kiu- tiang sudah kerahkan
bawa murni pelindung badannya keluar digabung dan
dikombinasikan dengan Ji-lo terus disungsungkan keatas,
Setelah terdengar ledakan dahsyat bagai bom meledak, Giok
liong bersama Siok Kiu-tiang berbareng melesat naik keatas
terus meluncur turun lagi berdiri berendeng.
Dalam gebrak pertama saling gempur ditengah udara ini.
diam-diam Giok-liong terperanjat. Karena terasakan olehnya
bahwa kepandaian dua pelindung Hiat-hong-pang ini masih
setingkat lebih tinggi bila dibanding dengan Thian-siu-su-cia Ih
Peng. Tanpa merasa timbullah kewaspadaan yang lebih besar
dalam benaknya. Kalau diterawangi situasi gelanggang, para jago silat dari
Hiat-hong-pang pasti bukan beberapa gelintir saja, ini berarti
situasi dihadapi sekarang sangat tidak menguntungkan bagi
Giok-liong berdua, sedikit alpa atau ceroboh bertindak
mungkin jiwa sendiri bakal terkubur ditempat alas ini.
Tengah hatinya menimang-nimang, kedua pelindung Hiathong
oang itu sudah menubruk tiba sembari lancankana
pukulan deras yang membawa tekanan panas tinggi.
Giok-liong sudah mengejek dingin, Ji-lo dikerahkan sepuluh
bagian dimana kedua tangannya bersilang terus disurung
kedepan menyambut serangan musuh. Sekejap saja angin puyuh bergulung bertambah seret tak
ubahnya seperti gulungan banjir yang melandai dengan
dahsyatnya diselingi bayangan angin pukulan yang santer,
sedemikian sengit dan seru pertempuran kali ini, sebaliknya
disebelah sana tampak Iblis rudin berputar dan berkisar
seperti keong berputar sedemikian lincah, dan gesit tubuhnya
berputar, dimana setiap kali tangan kakinya bergerak angin
tutukan jarinya yang mendesis menyambar-nyambar dengan
bentuk bayangan laksana sekokoh gunung bagaikan
gelombang badai pula derasnya. Tapi kepandaian lawan juga bukan baru saja lulus dari
perguruannya, bukan saja aneh dan hebat, kepandaian
mereka memang lihay dan ajaib lain dari yang lain ditambah
ganas dan berbisa lagi, betapa dalam Lwekang mereka benar
benar sangat mengejutkan. Pertempuran terjadi semakin dahsyat dan ramai, tubuh
mereka berempat sedemikian lincah dan tangkas sekali, setiap
pukulan atau tendang saja pasti membawa kesiur angin keras
yang membawa maut ini masih belum yang paling
mengejutkan adalah suhu panas yang terbawa oleh hawa
pukulannya yang mematikan itu sedikit ajal saja pasti badan
akan hangus meskipun hanya kena samberannya saja karena
keracunan. . . Empat orang terbagi dalam dua kelompok pertempuran
semakin lama jalan pertempuran ini semakin memuncak dan
hangat tatkala mana Giok-liong sudah kerahkan Ji-lo sampai
tingkat kesepuluh jurus atau tipu tipu permainan Sam-ji-cuihun
chiu juga mulai dilancarkan. Kuntum mega putih mulai mengembang bertaburan
mengelilingi sekitar gelanggang, sebuah telapak tangan putih
halus laksana banyangan setan seperti perlahan tapi cepat
sekali melayang datang menutul kearah musuh.
Waktu ia pandang keadaan pihak lawan, kiranya musuh
juga sudah kerahkan seluruh kemampuannya, seluruh tubuh
musuh sudah terbungkus oleh cahaya merah marong dari bara
api yang panas sekali sampai mengepulkan asap hitam,
sedemikian tebal dan kuat hawa panas ini sedang saling
gempur dan bertahan mengadu kekuatan.
Dilain pihak iblis rudin Siok Kiu tiang sendiri juga sudah
mempamerkan segala kepandaian simpanaunya, jari
tangannya me-nari-nari memetakan sorot merah dari
keampuhan jari tutukannya, begitu keras angin tutuIannya itu
mendesis kemana-mana sampai babak terakhir ini mereka
masih saling serang dan gempur dengan sama kuatnya.
Dilihat keadaan pertempuran dahsyat ini kiranya sebelum
ribuan jurus susah ditentukan pihak mana yang bakal menang
atau kalah Bahkan daya kekuatan suhu panas yang membara
itu lama kelamaan terangsang bau hangus terbakar yang
memualkan. Sekitar lima tembak sekeliling gelanggang semua
sudah hangus terbakar. Keruan para seragam hitam yang
menonton diluar gelanggang mundur semakin jauh, mereka
menyingkir sambil waspada mengawasi gelanggang
pertempuran untuk menjaga supaya kelinci yang sudah
mereka kepung tidak lolos Iagi. Sementara itu Hiat-hong pangcu berdiri sambil bersidakep
dikelilingi lima orang berkedok yang baru saja tiba belum
lama. Sang waktu terut berlalu tanpa menunggu, Meskipun belum
kelihatan bahwa kedua pelindungnya bakal kalah, namun juga
tidak banyak mengambil keuntungan. Sekonyong-konyong terdengar Hiat-tong Pangcu tertawa
dingin, ujarnya: "Binatang dalam jaring juga masih berani
berontak." setelah mengekeh sekian lamanya, mendadak ia
berpaling kepada lima pengikutnya, katanya: "Kalian berlima
boleh maju, bantulah kedua pelindung kita, bunuh atau
riugkus ke dua orang ini hidup-hidup."
Walaupun Giok-liong tengah tepat menghadapi musuhnya,
tapi kuping dan matanya tetap dapat mengikuti keadaan di
sekelilingnya. Begitu melihat keadaan yang membahayakan ini
dia merasa terkejut, bentaknya dengan murka: "Bagus benar
Hiat-hong pang kalian, ternyata tidak tahu malu dan hina dina,
main keroyok untuk ambil kemenangan" sembari berkata
beruntun ia kirim dua kali jotosan, dua gumpal kabut putih
teriring dengan angin keras seketika menyentak mundur
pelindung musuh yang dihadapinya sampai tersungkur hampir
jatuh. Terdengar Giok-liong bergelak tertawa serta serunya:
"Tuan mudamu jikalau tiada berisi masa berani malang
melintang didunia persilatan!"
Terdengar pelindung kiri ini memekik gemetar saking
gusar, suaranya aneh, dimana tangannya meranggeh
kebelakang, tahu-tahu tangannya sudah melolos keluar
senjata tombak pendek bercabang tiga seperti garpu, senjata
ini berbentuk aneh panjang tiga kaki dan berkilat menyilaukan
mata, Sedikit pergelangan tangan menggertak berbareng
badannya melejit maju merangsak dengan serangan yang
mematikan kearah Giok-liong. Secara kebetulan perkataan Giok-liong baru saja habis
diucapkan, cepat-cepat tangan kiri bergerak melingkar terus
didorong kedepan, re:lang tangan kanan secepat kilat
meluncur keluar dari lingkaran bundar itu langsung menutuk
ke dada lawan, Maka mega putih menerpa kedepan dengan
keras, di tengah kilatan cahaya merah marong juga menerjang
datang dari depan, seketika angin menderu dan mendesis
bersuitan saking hebatnya, "Siiiut . . . . . daaarrr, . . ." begitu
ledakan itu lenyap dua bayangan lantas terpental mundur.
Selarik cahaya kuning emas terus mencorong tinggi
ketengah angkasa, ternyata bahwa senjata potlot emas Giokliong
sudah dilolos keluar, Namun belum sempat senjata Giokliong
ini beraksi, mendadak angin-kencang mendesir disertai
sinar hijau dingin meluncur kearah punggungnya dengan
kecepatan yang susah diukur. Lima bayangan terbagi dalam dua kelompok bagai angin
badai menerpa kencang menerjang kearah Giok-liong dan Siok
Kiu-tiang Bersama itu dua atas rantai warna merah tahu-tahu
juga sudah menusuk tiba didepati dada Giok-liong.
Angin pukulan bagai gelombang samudra yang mengamuk,
rantai merah berseliweran saling gubat dengan sinar hijau
semua menuju satu sasaran, sekonyong-konyong terdengar
sebuah tawa panjang yang mengalun tinggi dari mulut Giokliong.
Cahaya kuning lantas mencorong tinggi ketengah udara,
selarik sinar kuning yang menyilaukan mata diiringi derai tawa
yang lantang melingkar lingkar menggulung keluar.
Kontan terdengarlah pekik mengaduh yang mengerikan
ditengah udara disertai suara srat sret bergantian, darah
lantas beterbangan berceceran keempat penjuru. Satu
diantara kelima orang seragam hitam itu sudah jatuh mampus
dibawah seragam jurus Kong-sim (Kejut hati).
Pertempuran masih belum berhenti sampai disitu saja, sinar
kuning masing-masing terus berputar kencang diantara
bungkusan kabut putih, bergerak lincah dan tangkas sekali di
bawah kepungan rantai merah dan sinar hijau jelas sekali
bahwa Giok-liong sudah lancarkan tipu-tipu dari pelajaran Janhu
su-sek dengan dilandasi dua belas bagian tenaga Ji-lo,
karena para pengerubutnya adalah dua orang seragam hitam
dan pelindung kiri yang rata-rata berkepandaian cukup tinggi.
Sekonyong-konyong suara jeritan dan gerengan saling
susul terdengar digelanggang sebelah sana. Dalam
kesibukannya melawan musuh Giok-liong berkesempatan
untuk berpaling dan melirik kearah sana, Dilihatnya wajah iblis
rudin Siok Kiu- tiang pucat pasi serta sempoyongan mundur
berulang kali, lengan kiranya sudah terluka panjang
mengalirkan darah, besar dan panjang luka itu kira-kira
setengah kaki kulit serta daging lengannya sudah terkupas
melanda i-lambat sehingga darah susah di bendung lagi.
Sebaliknya ditangan kanannya masih mencengkeram keras
sebuah lengan tangan musuh yang dibetotnya putus. Dengan
susah payah dan banyak makan tenaga ia terus hadapi rantai
merah yang diputar kencang memenuhi angkasa. Keadaan ini
memang sangat genting, keruan Giok-lioog kaget dan kwatir.
Hanya sedikit terpecah perhatiannya saja hampir saja Giok
liong harus membayar mahal kelalaiannya ini. Mendadak
musuh didepannya tertawa terloroh-loroh, dimana terlihat
pundak pelindung kiri Hiat-hong-pang bergoyang-goyang.
puluhan sinar kehijauan yang terang dan lembut sekali segera
melesat kencang meluruk kearah Giok-liong, Bersama itu dua
utas rantai merah yang bergerak lincah laksana ular naga
yang hidup membawa angin menderu serta gelombang panas
yang membakar kulit sekaligus bersamaan menerpa dan
menggulung tiba, Bukan hanya sekian saja Giok-liong
menghadapi ancaman elmaut, karena disebelah samping
kanan kiri kedua orang seragam hitam itu juga memutar
kencang senjatanya menusuk tiba dari kanan kiri terus
menubruk dan membabat kearah Giok-liong.
Giok-liong menggerung keras, kedua kakinya mendadak
dijejakkan diatas tanah, badannya lantas melesat mundur
kesamping, kebelakang, bersama itu sinar kuning dari potlot
masnya diputar kencang, jurus Sip-hun dari salah satu Janhun-
su-sek dikeluarkan. Sesuai dengan nama jurus serangan ini yaitu kehilangan
sukma, kontan terdengar salah satu dari seragam hitam
pengeroyoknya segera melompat mundur sambil menjerit
ngeri, terang kalau sukmanya melayang menghadapi raja
akhirat. Tapi tak beruntung bagi Giok-liong tiba-tiba terasakan
bahwa paha kirinya juga sakit dan nyeri menusuk tuIang,
namun sekuat tenaga ia bertahan dan berlaku tenang, kaki
menjejak mendadak ia jumpalitan ditengah udara, badannya
meluncur lagi kesamping setombak lebih berbareng terdengar
bentakannya menggeledek: "iblis rudin jangan gugup, Giok-
Iiong mendatangi l" Dimana tangan kanan diayun, sebuah potlot masnya
disambitkan dengan kencang berubah selarik sinar kuning
langsung meluncur kearah pelindung kanan dari Hiat hongpang
yang tengah menusukkan senjatanya kearah Siok Kiu
tiang yang mendeprok ditanah kahabisan tenaga dan darah.
Bentakaa Giok liong yang keras dan garang itu cukup
membuat pelindung kanan itu tergelak kaget dan keder,
sedikit merendek saja tahu-tahu sinar kuning yang mendesis
keras laksana anak panah yang sudah menusuk tiba didepan
mata, Meskipun ia sudah berusaha berkelit sambil memutar
tubuh, tak urung mulutnya menggerung keras seperti babi
hendak disembelih. Karena potlot mas Giok liong dengan telak
telah menghunjam amblas kedalam punggungnya sampai
tembus kedepan dada kontan badannya roboh terkapar
ditanah, Darah segar segera memancur keluar dengan deras
dari dadanya, Tapi ia masih membelalakkan kedua matanya
mencorong menyakitkan sebelum ajal ini dia masih sempat
menyambitkan kedua senjata garpunya kearah Siok Kiu-tiang,
Lantas badannya sendiri terbanting sekali lagi dan tak
bergerak untuk selama-lamanya. Begitu potlot masnya disambitkan, menurut perhitungan
Giok-liong akan segera mengejar datang untuk mengambilnya
kembali untuk menghadapi lagi kejaran dan kepungan
pelindung kiri serta dua seragam hitam lainnya, sungguh
diluar dugaannya bahwa watak pelindung kanan itu ternyata
sedemikian ganas dan kejam, sebelum ajal ini masih
mengerahkan seluruh sisa tenaganya untuk menyerang Siok
Kiu-tiang dengan sambitan kedua senjata garpunya, Saking
kejut segera mulut Giok-liong menghardik keras, tubuhnya
juga melenting tiba dengan kecepatan meteor terbang dimana
kedua tangannya bergerak saling susul, angin badai segera
terbit bergulung-gulung, untung masih sempat menyampok
pergi kedua senjata garpu musuh sehingga menyelonong
kesamping. Dilain saat begitu kakinya menyentuh tanah, rasa sakit di
paha sebelah kiri segera merangsang hatinya, sampai kakinya
lemas dan tenaga hilang, terpaksa ia melolos jatuh ketanah.
Bertepatan dengan itu, pelindung kiri jadi mengamuk dan
menggembor keras sambil lancarkan pukulan yang membawa
suhu panas membawa terus mengepruk keatas kepalanya.
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sementara itu, dua orang seragam hitam lainnya juga sudah
meluruk tiba pula dengan serangan senjata yang cukup ganas
puIa. Dalam seribu kerepotan ini, tiba-tiba terdengar Siok Kiutiang
membentak keras, badannya tiba-tiba mental naik
ketengah udara setinggi tiga tombak. "Wut" beruntun ia kirim
dua kali pukulan mengarah kedua orang seragam hitam itu.
Dilain pihak Giok-liong sendiri juga sudah menyedot hawa
dan mengerahkan tenaga dari pusarnya, tangan kiri diayun
dengan seluruh kekuatannya sedang tangan kanan merogoh
kedalam saku terus beruntun menyambitkan tiga batang
senjata rahasia yang berbentuk potlot mas kecil.
"Blang !" Bum !" seiring dengan suara gemuruh yang
menggetar ini, terdengar lolong panjmg kesakitan dari mulut
pelindung kiri Bersamaan itu sinar merah marong juga tengah
meluncur menghunjam kearah dada Giok-liong.
Diam-diam Giok-liong bergirang hati, tahu dia bahwa ketiga
batang potlot masnya ternyata telah mengenai sasarannya
dengan telak, Mendadak dengan kaki kanan sebagai poros ia
memutar tubuh sambit mendekam tubuh, tepat sekali ia
menghindarkan diri dari sasaran dua garpu musuh yang
melesat tiba. "BIum!" disebelah sana Siok Kiu-tiang juga telah saling
gempur pukulan dengan kedua lawannya. Tiba-tiba ia
menggembor keras,"Maknya, bunuh semua!" membawa
seluruh badan yang penuh berlepotan darah ia terus
menubruk maju lagi, seolah-olah kedua tangannya itu secara
mendadak mulur panjang sekali lipat, kiranya jurus Kam-thian
ci yang mematikan itu sudah dilancarkan.
Bukan kepalang kaget dan rasa takut ke dua orang
seragam itu, sambil berseru ketakutan mereka melompat
mundur. Tapi meski pun mereka sudah bergerak cepat, dan
berusaha menyelamatkan diri tak urung juga sudah terlambat,
kedua kepalan tangan yang membesar itu menutuk tiba dari
tengah udara jeritan yang mengerikan berkumandang sampai
sekian lamanya, darah dan daging manusia yang hancur
berkeping-keping berterbangan keempat penjuru, kedua orang
seragam hitam berbareng direnggut jiwanya.
Cepat-cepat Giok-liong berjongkok menjemput senjata
potlot masnya lalu perlahan lahan berdiri tegak. Saat mana
terdengarlah-serentetan getaran tawa dingin yang
menggiriskan bulu roma mengalun tinggi. Tampak Hiat hong
Pang-cu mengulapkan tangan sembari memberi perintah:
"Serbu!" Maka sorak-soraklah para seragam hitam yang mengepung
diiuar gelanggang sambil angkat senjata terus menerjang
maju sembari kekuatan serbuan yang dibawa oleh pihak Hiat
hong-pang tidak hanya terpaut puluhan saja karena dari
belakang batu batu besar di kejauhan sana juga beruntun
berloncatan ke luar pula berpuluh puluh bayangan hitam yang
membawa senjata berkilauan terbang mendatangai menyerbu
ketengah gelanggang. Mendadak Giok-liong merasakan dipaha kirinya
merembeskan darah dan terasa hangat, celakanya suhu
hangat ini semakin menjalar keatas, maka cepat-cepat ia
mengerahkan hawa murni untuk menutup jalan-jalan darah.
Tiba-tiba terdengarlah ejekan tawa dingin dari samping
kirinya: "Buyung, menyerah saja" sebuah bayangan hitam
berkelebat tahu-tahu Hiat hong Pang-cu sudah berada didepannya,
berbareng tangannya ikut bergerak lima jalur angin
dingin menyamber kencang melesat kearah lima jalan darah
penting di dadanya. Giok-liong bergelak tawa keras sekali tangan kanan juga
digerakkan sinar kuning segera berkelebat berbareng ia juga
menggerung keras: "Siok-toako, bunuh semua!"
Terdengarlah rentetan ledakan keras, di mana jalur-jalur
angin saling bentrok dengan potlot mas, konton Giok-liong
rasakan telapak tangannya tergetar linu dan sakit sekali,
hampir saja senjatanya terlepas dari cekalannya. Dalam
kagetnya kedua kakinya secara otomatis segera menjejak
tanah, badannya lantas melenting mundur berbareng kuntum
awan putih bergelombang menuruti gerak pukulan sisanya
teras melebar dan menerjang keempat penjuru.
Jerit dan pekik mengaduh menyayatkan hati sebelum ajal
saling susul, darah berceceran dimana-mana menjadi
genangan jang besar. Dimana-mana bayangan hitam
berkelebat kaki tangan daging-daging manusia yang sudah
menjadi mayat beterbangan kesana sini. Para seragam satu
persatu roboh menggeletak tanpa bangun kembali.
Seluruh tubuh Giok-liong dan Siok Kui tiang sudah penuh
berlepotan darah, tapi mereka masih terus bertempur matimatian.
Matahari sudah mulai mengunjukkan diri dari peraduannya
hari sudah menjelang pagi, Hasil dari pertempuran semalam
suntuk, ini darah mengalir menjadi genangan besar, mayat
bergelimpangan bertumpuk tinggi. Semakin bertempur jarak Giok-liong dan Siok Kui-tiang
semakin jauh akhirnya mereka semuanya terpisah saat mana
Giok-liong tangan menghadai empat orang seragam hitam
didepan sebuah hutan. Keempat orang seragam hitam ini
biasanya dikalangan Kangouw juga termasuk tokoh kelas satu,
tapi sekali ini mereka harus berhadapan dengan Giok liong,
betapapun tinggi kepandaian mereka masih jauh dibanding
kemampuan Giok liong. Tapi keadaan Giok-iiong saat mana sangat payah, bukan
saja sudah lelah juga badannya penuh luka-Iuka, Apalagi
setelah bertempur mati-matian dikeroyok sedemikian banyak
musuh-musuh Hiat-hong-pang, tenaga dalamnya sudah
banyak terkuras keluar. Maka dibawah kerubutan keempat
musuh ini dia semakin terdesak dibawah angin, Gerak empat
pedang panjang musuh sangat cepat merupakan satu tekanan
berat bagi dirinya, Kalau desiran angin pedang dapat mengiris
kulit sebaliknya bayangan pukulan gabungan mereka
berempat juga sangat deras bagai gelombang samudra,
sedemikian rapat kerja sama mereka hakikatnya Giok-liong
sudah terkekang dalam kepungan mereka.
Mendadak Giok liong kerahkan seluruh sisa kekuatan
tenaga murninya sambil memutar potlot masnya satu
lingkaran, nyana jurus Toan-bing (putus nyawa) dari Jan-hunsu-
sek telah dilancarkan dengan seluruh kekuatannya.
,,Prak - Blum" beruntun terdengar benturan keras yang
menggetarkan bumi, diselingi lima kali jeritan mengaduh
disusul bayangan orang terbang sungsang sumbel ke-empat
penjuru, darah beterbangan menari-nari ditengah udara,
jenazah mereka terbanting keras diatas tanah.
Giok-liong merasa jantungnya berdebar keras hatinya
merasa mual, segulunng darah segar menerjang keatas
menembus tenggorokkannya. Diam-diam hatinya berteriak:
"Tidak, tidak, aku tidak tidak boleh roboh"
Dia tahu sekali ia jatuh, bukan mustahil jiwanya bakal
melayang ditangan para kamrat-kamrat Hiat-hong-pang ini.
Demikianlah sedikit pandangannya menjadi kabur dan pikiran
tidak tentram, badannya segera melayang tinggi dan jatuh
kena pukulan gabungan para musuhnya yang kejam dan
telengas, badannya terus terbang tinggi menerobos dahandahan
sehingga menerbitkan suara yang berisik, akhirnya
Giok-liong merasa seluruh tubuh tergetar keras, kiranya
dirinya sudah terbanting masuk kedalaman sebuah rimba dan
menindih putus dan merontokkan banyak dahan dan daun
pohon. Tidak tertahan lagi, mulutnya menguak menyemburkan
darah segar, kepalanya terasa puyeng dan pusing tujuh
keliling, pandangan menjadi gelap lantas dia jatuh celentang
tak ingat apa-apa lagi. Tidak lama setelah Giok-liong terjatuh masuk kedalam
rimba, dari lereng gunung sana juga terdengar suara jerit dan
lolong kesakitan, beberapa orang saling bersahutan untuk
mengakhiri pertempuran berdarah ini.
Alam sekelilingnya masih diliputi keremangan kabut pagi
yang tebal, suasana sangat sunyi senyap, angin sepoi-sepoi
menghembus lalu membawa pagi yang sejuk dingin.
Diatas lereng gunung sana, didepan hutan ini, darah
berceceran . menggenangi mayat-mayat yang tidak lengkap
anggota tubuhnya, Sayup-sayup terdengar suara keluh dan
gerangan orang yang menderita kesakitan sungguh keadaan
serupa ini sangat mendirikan bulu roma.
Dari kejauhan belakang gunung sana, empat bayangan
orang tengah terbang cepat bagai meteor, Begitu sampai
kiranya tidak lain adalah Hiat-hong Pang cu sendiri yang
seluruh badannya penuh berlepotan darah serta tiga orang
berkedok seragam hitam. Begitu berhenti berlari, segera Hiat-hong Pang-cu berseru
dengan penuh kejengkelan: "Hm, Siok Kiu tiang dan bocah
berkedok itu tak mungkin dapat lari jauh, segera keluarkan
perintah suruh semua saudara-saudara dari berbagai sekte
bekerja keras mencari jejak mereka."
Habis berkata ia menyapu pandang kesekitarnya lalu
katanya lagi: "Bersihkan seluruh gelanggang pertempuran ini,
Pun-sii (aku) akan memeriksa kebelakang gunung."
Sambil mengulapkan tangan badannya lantas melesat cepat
sekali laksana kilat meluncur kebelakang gunung, Keadaan dibelakang
gunung sangat sunyi senyap, kabut pagi masih
belum buyar, angin sepoi menghembus lalu melambaikan
dahan-dahan pohon. Diatas sebuah dahan pohon besar yang menjulur keluar
dimana terkulai semampai lemas seseorang terluka parah,
seluruh tubuh orang ini berlepotan darah keadaannya sangat
menguatirkan. Orang ini bukan lain adalah Giok-liong adanya,
darah segar masih meleleh terus dari mulut dan hidungnya,
Setetes demi setetes menitik diatas tanah terus meresap
kedalam tanah. Kabut putih yang mengembang halus menyelimuti seluruh
badannya terus mengalir lewat tanpa bersuara. Dewa elmaut
seakan sudah mencabut seluruh jiwanya, kesunyian yang
mencekam telah meliputi seluruh semesta alam ini,
sekonyong-konyong dari dalam rimba sebelah dalam sana
terdengar suara halus yang merdu tengah berkata: "Eh,
apakah ada orang sedaag bertempur diluar rimba ?"
Baru saja lenyap suaranya lantas terlihat sebuah bayangan
hijau pupus yang berbentuk semampai melayang enteng
sekali di keremangan kabut. Tetesan darah dari atas pohon hampir saja menetes diatas
wajahnya yang ayu jelita dan bersemu merah. sedikit terkejut
segera ia mundur beberapa langkah sambil mendongak
keatas, kontan terdengar mulutnya berteriak kaget: "Oh orang
ini . . ." Dalam keadaan pingsan itu tiba-tiba Giok-liong sedikit
menggeliat mulutnya mengguman lirih menahan sakit.
Bayangan hijau pupus ini adalah seorang gadis remaja
yang mengenakan pakaian hijau mulus, tampan alisnya
dikerutkan setelah mengamati keadaan Goik-liong yang
semampai diatas dahan ia berkata seorang diri: "Ternyata
masih belum mati! Aku harus menolongnya !" habis berkata
sepasang matanya yang jeli dan bening itu menyapu pandang
keluar rimba. Tampak disana malang melintang rebah empat
mayat manusia seragam hitam. Sekarang baru dia paham duduknya perkara, batinnya: "Ya,
tentu begitu, pasti ke empat orang ini mengeroyok dia
seorang. . ." Mendadak sebuah bayangan hitam laksana bintang jatuh
tengah meluncur cepat sekali dari lereng bukit sebelah sana.
Gadis baju hijau segera mengangkat alis dan bersiaga,
pikirnya : "Orang yang datang ini mengenakan baju hitam
pula, mungkin adalah kerabat dari keempat orang yang mati
itu." Sedikit menggerakkan badan dan menjejakkan kaki, ringan
sekali ia melompat keatas dahan, tangannya yang halus dan
lencir segera diulurkan terus menjinjing tubuh Giok-liong,
maka dilain kejap bayangan mereka sudah lenyap dari alingan
pohon pohon yang rimbun didalam hutan.
Baru saja bayangan gadis baju hijau menghilang didalam
rimba, bayangan hitam itupun sudah tiba diluar rimba. Begitu
melihat keempat mayat yang bergelimpangan itu, sepasang
matanya yang tersembunyi dibalik kedok memancarkan sorot
kegusaran yang meluap-luap, dengusnya dongkol: "Bocah
keparat, betapa juga kau takkan dapat lepas dari
cengkeramanku." Sepasang matanya yang tajam menyapu pandang keempat
penjuru, badannya mendadak melenting tinggi terus
menerjang keda-larn hutan, sekejap mata saja ia sudah
berputar sekali memeriksa situasi terus melayang balik lagi
keatas lereng bukit sana. Lambat laun matahari sudah naik tinggi ditengah cakrawala
lalu doyong lagi kearah barat, haripun berganti malam.
Dalam keadaan sadar tak sadar tahu-tahu Giok liong sudah
rebah sepuluh hari di atas pembaringan. Hari itu perlahanlahan
ia membuka mata, selarik sinar merah menyilaukan
pandangan matanya. Bersama dengan itu hidungnya juga
mengendus bau wangi semerbak yang menyegarkan badan
terasa badannya rebah diatas kasur yang empuk dan enak
sekali. Setelah matanya terbuka lebar, terlihat didepan sebelah
sana adalah sebuah jendela besar yang terbentang lebar.
Diluar jendela sinar matahari tampak telah doyong kearah
barat. Tanpa terasa Giok-liong bertanya-tanya dalam hati:
"Tempat apakah ini?" Pandangan segera menjelajah keadaan sekitarnya,
didapatinya inilah sebuah kamar kecil yang dipajang dan
dilengkapi segala prabot serba antik dan penuh bebauan
harum dilihat keadaan semacam ini, tidak perlu diragukan lagi
pasti adalah kamar tidur seorang gadis remaja.
Segera terbayang pengalaman selama ini dalam benaknya,
Tahu dia bahwa dirinya lelah ditolong orang, tapi siapakah
orang yang telah menolongnya ini! Dilihat dari keadaan kamar
ini bukan mustahil yang menolong dirinya adalah seorang
gadis. Untuk ini lantas teringat olehnya akan Ang-i-mo-li Li
Hong. sebetulnya Li Hong adalah seorang gadis yang baik,
namun mengapa julukannya sedemikian seram dan tak enak
didengar" Lantas teringat juga akan iblis rudin Siok Kui-tiang, untuk
dirinya sampai dia menderita dan bukan mustahil malah
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengorbankan jiwanya. Ya, iblis rudin pasti sudah mati!
Betapa tidak dengan membekal luka-Iuka dalam yang sangat
parah itu dia masih terus bertahan melawan dan menggempur
mati-matian dengan para durjana dari Hiat-hong-pang,
seumpama tidak terbunuh mati oleh musuh pasti juga mati
lemas kehabisan tenaga. Oh, Tuhan! Nasibku ini sudah sedemikian jeleknya."
Mengapa setiap orang yang bertemu dengan aku harus pula
mengalami penderitaan yang hebat ini" Apakah aku ini
seorang yang bertuah" Ayah sudah menghilang tanpa jejak
sejak aku masih kecil, lbu juga karena terlalu baik terhadap
aku sampai akhirnya tidak diketahui mati hidupnya, Dalam hati
juga akan Li Hong yang telah melepas budi menolong jiwanya
dari renggutan elmaut. akhirnya toh diculik orang dengan
keadaan telanjang buIat, iblis rudin setelah tahu bahwa
dirinya adalah sahabat yang terdekat, jiwanya melayang di
bawah keroyokan kaum Hiat-hong-pang.
Berpikir sampai disitu, tanpa merasa berkobar amarahnya,
desisnya sambil menggigit bibir: "Hiat-hong-pang. Hiat-hongpang,
Akan datang satu hari aku Ma Giok-liong pasti
menumpas habis menjadi rata dengan tanah seluruh Hiathong-
pang. Aku harus menuntut balas . . ."
Sekonyong-konyong dari luar pintu sana terdengar suara
tawa ringan yang nyaring dan merdu: "Kongcu, kau sudah
sadar!" se-iring dengan suara halus ini melayang masuklah
sebuah bayangan langsing semampai kedalam kamar.
Seketika Giok liong merasa pandangannya menjadi terang,
matanya memandang kesima. Alis yang melengkung indah bak bulan sabit, menaungi
sepasang mata bundar besar yang bersinar bening, Hidung
mancung tinggi, dengan mulut mungil yang merah seperti
delima merekah. Sambil tersenyum lebar mengunjuk sebarisan
giginya yang putih bersih perlahan-lahan menghampiri kearah
pembaringan. Cepat-cepat Giok-liong bangun berduduk serta katanya:
"Budi pertolongan nona yang sedemikian besar ini, selama
hidup pasti cayhe takkan melupakannya."
Gadis ayu berpakaian hijau mulus ini begitu Giok liong
membungkukkan badan lantas memutar badan, sahutnya
tertawa: "Kongcu, pakaianmu terlalu kotor, sudah kusuruh
orang mencucikannya ! Lekaslah kau benahi pakaian nanti
sebentar aku datang lagi !" bau wangi merangsang hidung,
tahu tahu dia sudah melesat pula keluar kamar.
Merah jengah selembar raut muka Giok liong, tersipu-sipu
ia menunduk melihat badan sendiri, baru sekarang ia merasa
Iega, Ternyata badannya telah mengenakan pakaian Iain.
Buntalannya juga terletak dipinggir ranjang. Jubah luarnya
yang besar serta putih itu juga tergantung di dinding.
Lekas- lekas dibukanya buntalannya itu, kiranya Jan hun ci
sena barang barang bekal lainnya masih ada, Sedang potlot
juga tertindih dibawah buntalannya itu, Legalah hatinya, maka
cepat-cepat ia berganti pakaian mengenakan jubah putih itu.
Mendadak merasakan suatu keanehan yang mengherankan
hatinya, Bukankah dirinya terluka parah dan tertolong sampai
disini, mengapa badannya sekarang tiada merasakan bekasbekas
luka parah itu" Dicobanya menyedot hawa
mengerahkan hawa murni, terasa hawa murninya penuh
padat dan Aotv gairah, rasanya lebih kuat dan kokoh dari
sebelum itu. Tengah ia merasa terheran heran, terdengar pula suara
merdu itu berkata diluar pintu: "Kongcu kau sudah berganti
pakaian belum ?" "Sudahlah !" Bayangan hijau disertai bebauan harum yang merangsang
hidung, tabu-tahu gadis serba hijau mulus itu telah melayang
masuk lagi, Bergegas Giok-liong nyatakan lagi rasa terima
kasihnya akan pertolongan jiwanya ini.
"Sudah jangan sungkan-sungkan, luka-Iukamu sungguh
sangat parah !" "Ya, luka-luka cayhe ini bila tidak mendapat pertolongan
nona, pasti jiwaku saat ini sudah lama melayang."
"Bukan aku yang mengobati lukamu, adalah nenekku yang
mengobati !" "Ah, kalau begitu besar harapanku bisa menghadap kepada
beliau untuk menyatakan banyak terima kasih akan budinya
ini." "Tidak perlu, setelah mengobati lukamu lantas nenek keluar
pintu menyambangi salah seorang kenalannya."
"Harap tanya tempat apakah ini?"
"Hwi-hun -san-cheng !" "Hah . . ." Seketika Giok-liong berdiri kesima seperti
kehilangan semangat. Betapa tenar dan disegani Hwi-hun san-ceng ini dikalangan
Kangouw, bagi setiap kaum persilatan tiada seorangpun yang
tidak mengetahui akan nama yang cemerlang ini, Hanya tiada
seorangpun yang tahu dimanakah sebenarnya letak dari pada
Hwi-hun-san ceng ini. Yang mengepalai Hwi-hun-san cheng atau perkampungan
awan terbang ini adalah Hwi hun-chiu (tangan awan terbang)
Coh Jian-kun ilmu silatnya tinggi wataknya juga aneh, tokohtokoh
dari aliran putih atau hitam srnna segan mencari
perkara terhadapnya! Apalagi selama hidup ini dia paling
mengutamakan "kependekaran", banyak kebajikan dari pada
kejahatan yang telah dilakukan selama hidupnya ini. Pula dia
tidak suka mencampuri urusan orang lain, maka jarang dia
tersangkut dalam perkara rumit yang mengikat dirinya.
Melihat sikap Giok liong yang lucu ini, gadis pakaian hijau
itu segera berkata halus: "Kau jangan takut, ayah dan ibu
sekarang tidak berada dirumah, Saat ini akulah yang paling
besar berkuasa dirumah ini, seluruh penghuni perkampungan
ini tiada yaag berani lerobosan di kediamanku."
Giok liong menggelengkan kepala, katanya: "Bukan cayhe
takut! Harap tanya nama nona yang harum?"
"Aku Coh Ki-sia, ayah ibuku biasa panggil aku Siau sia!
Nenek paling sayang padaku, sayang dia sekarang tak berada
dirumah "Kalau dia ada pasti kau juga akan suka padanya, Eh,
siapakah namamu?" "Ma Giok-liong"! "Nah, kalau begitu bolehkah aku panggil Liong-koko
terhadap kau?" Dalam berkata-kata ini Coh Ki-sia berjingkrak dan
melompat.lompat rnengunjukkan jiwanya yang polos dan
lincah, Tapi didalam kelincahannya ini menunjukkan juga
keagungan jiwanya. Cepat-cepat Giok-liong msnyahut : "Sudah tentu boleh."
"Engkoh Liong, luka-luka badanmu hari itu benar-benar
sangat parah, Kebetulan seorang diri aku mengeloyor keluar
dan menoIongmu pulang kemari! sungguh begitu melihat
keadaan luka-lukamu itu aku kaget setengah mati. Seluruh
badan berlumuran darah pula aku tidak berani mengabarkan
kepada ayah dan ibuku, terpaksa kulaporkan kepada nenekku.
Begitu melihat Potlot emasmu itu tanpa banyak bicara lagi
segera nenek turun tangan mengobati lukamu, setelah
keadaanmu tidak menguatirkan lagi baru dia tinggal pergi
menyambangi kenalannya, sebelum berangkat dikatakannya
bahwa beliau suka kepada kau !"
Tergerak hati Giok-liong, tanyanya: "Apakah peraturai
dalam Hwi-hun san-cbeng ini sangat keras?"
"Sudah tentu sangat keras, terutama bila ayahku berada
dirumah, lebih garang dan galak dari siapa saja, kadangkadang
sikapnya itu sangat menakutkan."
"O, kalau begitu... apakah aku harus menunggu ayah
ibumu kembali baru menghaturkan terima kasih?"
"Jangan. . . Hei, kau hendak pamitan?"
"Ya, sebab ada urusan penting yang mengikat cayhe, tidak
boleh aku tinggal terlalu lama disini, Budi pertolongan yang
besar ini, biarlah lain waktu saja aku berusaha membayarnya."
Mendengar penjelasannya ini, Coh Ki sia lantas mengunjuk
sikap yang kecewa dan tidak senang hati, rada lama dia
termenung lalu katanya: "Engkoh Liong, tunggulah beberapa
hari lagi, tunggulah nenekku kembali, baiklah ?" suaranya
halus penuh nada mengharukan membuat hati Giok liong
terketuk tak sampai hati ia berlaku keras.
Tak enak rasanya kebaikan hati orang, terpaksa Giok-liong
manggut-manggut serta katanya: "Baiklah, paling larna aku
hanya boleh tinggal lima hari lagi."
Bukan kepalang girang Coh Ki-sia sampai berteriak dan
berjingkrak-jingkrak: "Engkoh Liong, sungguh baik benar
hatimu !" Sebaliknya diam diam Giok-liong menghela napas, Talni dia,
Siau-sia seorang diri dalam Hwi-hun-san-cheng yang sunyi dan
sepi begini, tentu dia merasa kesepian, pikir punya pikir dia
lantas bertanya: "Nona Coh. . ."
Coh Ki-sia lantas menyenggak perkataannya, ujarnya lincah
: "jangan panggil aku Nona Coh lagi, panggil aku Siau-sia
saja!" "Baik, Siau-sia." "Hrh." Coh Ki-sia mengiakan
"Didalam perkampungan ini pasti ada banyak kawan yang
menemani kau bermain bukan ?" Rasa masgul dan rawan segera menyelubungi seluruh raut
muka Coh Ki-sia, tampak alisnya dikerutkan, katanya sedih:
"Tidak, ayah ibuku melarang aku bertemu dengan orang lain !
Tempo hari ada seorang pemuda yang tidak setampan kau,
tapi dia baik hati, pandai bicara lagi, secara, sembunyisembunyi
ia datang kemari bermain dengan aku, akhirnya
diketahui ayah, dikatakan bahwa dia mempunyai maksud jahat
yang lantas di bunuhnya, Karena peristiwa itu aku sampai
menangis beberapa hari lamanya ! walaupun aku tidak suka
pada dia, tapi tidak seharusnya ayah membunuhnya ! Ai,
sungguh kalau dipikirkan sangat menjengkelkan."
"Sudahlah Siau-sia, tujuan ayah ibumu adalah baik untuk
kau." "Baik juga tidak seharusnya begitu, justru nenek
mengatakan mereka salah." "Kenapa nenek tidak mau menegor kepada mereka untuk
tidak berbuat demikian ?" "Nenek tidak cocok dengan ayah ibu sering bertengkar
dikatakan bahwa ayah tidak berbakti, maka beliau tidak suka
bicara dengan ayah ibu. Engkoh Liong, ayah ibumu tentu
sangat baik terhadapmu bukan, mereka mengijinkan kau
dolan kemari . . . " Hati Giok-liong menjadi terharu tenggorokan juga lantas
sesak, katanya setelah menelan air liur: "Ya, mereda sangat
baik terhadap aku." "Tapi apakah mereka tidak kwatir kau mengalami bahaya
diluaran ?" Dua titik air mata kontan meleleh dari ujung mata Giokliong.
seumpama dalam keadaan biasa pasti tak semudah itu
ia mengalirkan air mata soalnya dia sudah biasa ditimpa
segala kemalangan dan penderitaan lahir batin, sehingga
lahiriahnya sangat pendiam dan dingin, menjadi gemblengan
dalam menahan sabar. Namun menghadapi gadis remaja seayu bidadari yang
lincah gerak geriknya pandai bicara lagi, sulit ia
mengendalikan perasaan hatinya lagi.
Begitu melihat Giok-liong mengalirkan air mata, Siau-sia
menjadi gelisah dan gugup, pelan-pelan dan halus sekali
gerakannya ia mengulurkan sebelah tangannya dengan jarijari
yang runcing halus seperti tidak bertulang mengusap air
mata yang meleleh di kedua pipi Giok-liong, ujarmu lemah
lembut "Engkoh Liong, kenapa kau nangis" Apakah Ayah
ibumu juga tidak baik?" Pertanyaan lemah lembut yang menusuk sanubari ini lebih
menambah kedukaan hati Giok-liong, air mata meleleh
semakin deras tak terlahanlan lagi.
Keruan Siau sia semakin gugup, katanya bingung: "Engkoh
Liong, Siau sia yang salah membuat kau berduka saja..."
sambil berkata dengan lembut ia mengelus ngelus rambut
Giok-lioag. Giok-liong menahan rasa duka serta menahan akan
tangisnya, katanya: "Maaf, Siau-sia, aku terpengaruh oleh
perasaan." "Tidak menjadi soal, aku tahu kau sedang kunang enak
badan," Aku sendiri kalau tidak enak badan juga sering
nangis. Engkoh Liong, urusan apakah yang membuat hatimu
berduka, dapatkah kau ceritakan kepada Siau-sia?"
"Aku . . . . aku , . , . !"
"Engkoh Liong, kita bicara tentang perihal lain saja?"
Sang waktu terus berjalan, hari berganti hari, tahu-tahu
lima hari telah berlalu tanpa terasa, Dalam lima hari ini
hubungan Giok-liong dengan Siau sia ada banyak kemajuan
yang mengejutkan. Maklum yang pria tampan dan ganteng,
berilmu tinggi pandai sastra lagi, sedang yang perempuan
secantik bidadari lincah dan polos pula, Memang agaknya
mereka sangat cacok dan merupakan sepasang jodoh yang
sudah ditakdirkan Tuhan. Sayang Giok-liong ditakdirkan pengalaman hidup yang pahit
getir serta riwayat hidup yang sengsara! Dia mempunyai tugas
berat menuntut balas dendam kesumat keluarganya serta
kepentingan kaum persilatan yang tengah terancam mara
bahaya kemusnahan. Sebaliknya Siau-sia dilarang untuk berdekatan dengan
segala orang laki-laki, akibatnya adalah laki-laki itu pasti
dibunuh oleh ayahnya. Tapi selama lima hari ini, mereka berdua menyingkirkan
segala pikiran buruk, setiap saat selalu berduaan tak pernah
berpisah. Menjelang magrib pada hari kelima, matahari sudah
terbenam diperaduannya, sang putri malam juga sudah
memancarkan cahayanya yang redup. Dipinggir sebuah sungai kecil yang mengalirkan air jernih
dalam sebuah hutan kecil, sepasang kekasih tengah duduk
berhimpitan berkasih mesra. Terdengar Siau sia sedang berkata "Engkoh Liong, benar
benar kau hendak berangkat?" "Ya, Siau-sia, sukalah kau memaafkan aku."
"Apa kau tega meninggalkan Siau-sia seorang diri
kesunyian disini."
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Siau-sia, keadaan di Kangouw serba unik dan banyak
bahayanya, jiwa siapapun sulit dapat terlindung! Apalagi
dimana mana banyak tersebar musuh besarku, besar niat
mereka hendak membunuh aku!" "Lalu kenapa kau harus berangkat?"
"Banyak sekali urusan yang harus kuselesaikan."
"Engkoh Liong, jikalau urusanmu sudah selesai, apakah kau
datang kembali membawa aku?" "Tentu, Siau-sia aku pasti kemari lagi."
"Betapapun kau jangan melupakan aku."
"Tidak aku tidak akan melupakan kau."
"Engkoh Liong. . ." "Heh, ada apa?" "Aku. . .aku cinta kau!" habis berkata cepat-cepat ia
menundukkan kepala kemalu-maluan dengan selebar
wajahnya merah jengah, melirikpun tidak berani.
Giok-liong menghela napas, tangannya diulur mengelus
rambut Siau-sia yang panjang halus semampai bak benang
sutra, katanya lirih: "Siau-sia, aku juga mencintai kau tapi. . ."
"Tapi apa , , , . " "Tapi bila siapa bermain cinta denganku, hari-hari
selanjutnya pasti mengalami penderitaan saja, mungkin aku
ini seorang yang bertuan. . ."
"Engkoh Liong, lekas kau jangan berkata begitu?"
Badan yang padat montok, segera merebahkan diri
kedalam pelukan Giok-liong. Kedua bibirnya yang panas
hangat juga segera melumat dan melekat erat sekali pada
bibir Giok-liong yang menyambutnya dengan penuh nafsu.
Dunia seakan-akan sudah berhenti berputar.
Dibawah cahaya bulan yang remang-remang itu tampak
kedua bayangan manusia itu lama-lama berdekapan dari
bayangan terbaur menjadi satu. Memang lekatan pada sang
bibir yang merangsang ini semakin mengaburkan kesadaran
mereka berdua. seakan-akan dunia ini sudah menjadi milik
mereka sendiri. Entah sudah berapa lama mereka mengecap rasa nikmat
sebagai manusia hidup dalam alam semesta ini, Tahu-tahu
sang waktu sudah berlalu tanpa mereka sadari. Sekarang sang
putri malam sudah doyong kebarat. Sedang diufuk timur sang
sinar surya sudah mulai mengintip dari peraduannya.
Suara bisik bisik dari percakapan mereka berdua terdengar
lagi: "Engkoh Liong, aku cinta padamu."
"Adik Sia, aku cinta kau!"
"Engkoh Liong, aku sudah menyerahkan segala milikku
kepadamu, kuharap kau tidak melupakan aku!"
"Benar, adik Sia legakan hatimu! Engkoh Liongmu ini bukan
pemuda bangor yang suka ingkar janji! Aku akan berusaha
sekuat tenaga untuk selekasnya menyelesaikan tugasku
kembali kesini menjemput kau!."
"Engkoh Liong sungguh aku sangat bahagia! Aku sangat
girang!" "Adik Sia!" "Hmmmm." "Kini sudah hari keenam, betapapun aku harus segera
berangkat!" "Baiklah, lekaslah kau berangkat dan cepat kembali supaya
aku tidak kwatir dan terlalu mengenang dan mengharap harap
kau." "Baik," berdua mereka berjalan berendeng bergandeng
tangan keluar dari rimba. Kasih mesra yang tidak mengenal batas terpaksa harus
bubar mengiringi rasa duka nestapa sebelum berpisah ini,
mereka sama-sama menghentikan langkah.
Air mata pelan-pelan mengalir keluar dari kedua biji mata
Siau-sia yang bening pudar itu: "Selamat berpisah Engkoh
Liong, jagalah dirimu baik-baik, adik Siamu selama hidup ini
selalu akan menantimu..." tak tertahan lagi air mata mengalir
deras. Pelan-pelan Giok-liong mengecup air maia yang mengalir
deras itu, serta katanya tersendat "Adik Sia. selamat berpisah,
aku berangkat..." memutar tubuh terus lari kencang!
Diatas tanah tersiram setetes air mata yang tak terbendung
lagi, tak tertahan lagi Siau sia menangis sesenggukan tapi dia
masih kuat melebarkan kedua pandangan matanya serta
melambaikan tangan, sampai bayangan Giok-liong sudah
menghilang dibalik pinggang gunung sebelah depan sana.
Walaupun perpisahan ini bukan untuk selamanya, namun
betapapun rasanya sangat berkesan dan menggetarkan hati,
Hidup manusia memang kadang kadang harus dikasihani, baru
saja mereka terangkap sebagai suami istri, dalam waktu kilat
harus berpisah lagi. Asmara memang suka mempermainkan
orang, betapa kejam dan menyedihkan!
Membawa hati yang penuh duka lara Giok-liong kembangan
Leng-hua-toh sekuatnya, besar hasratnya untuk membuang
jauh-jauh rasa sedih dan pilu hatinya dibelakang. Tapi apakah
itu mungkin" Betapapun cepatnya ia berlari perasaan yang
mengganjal dalam sanubarinya itu selalu mengintil
dibenaknya, membuatnya sedikit tiada kesempatan untuk
bernapas! 0h. Tuhan! semakin lari jarak dengan istri tercinta semakin
jauh! Entah kapan dirinya baru dapat tiba kembali diharibaan
kekasihnya yang tercinta, Tak tertahan lagi ia berpaling
kebelakang, Namun pohon didepan sana sudah teraling oleh
lamping gunung, tak kuasa lagi segera kakinya berlari kencang
balik kearah datangnya semula, Asal dapat selintas pandang
saja melihatnya, meskipun itu dari jarak yang sangat jauh,
hatinya juga akan lega dan terhibur.
Tak lama kemudian ia sudah sampai di-puncak lamping
gunung. jauh didepan hutan yang lebat sana, dibawah cahaya
sinar matahari yang memancar terang, tampak sebuah
bayangan manusia terbayang dalam pandangannya. "Oh,
Siau-sia kekasihku, kenapa kau masih belum kembali?" Baru
saja Giok liong hendak mementang mulut berteriak! Tatkala
itu agaknya bayangan Siau-sia yang langsing semampai itu
juga telah melihat bayangan Giok-liong yang lari balik saking
girangnya tampak ia berjingkrak sambil melambaikan
tangannya. Ingin rasanya Giok-liong cepat-cepat berlari balik memeluk
Siau-sia. dalam pelukannya, akan dikatakan bahwa untuk
selanjutnya dirinya takkan berpisah lagi!"
Tapi dapatlah kenyataan hidup ini memungkinkan tekadnya
ini! Sekarang sudah saatnya ia harus pergi meninggalkan
tempat yang penuh kenangan manis ini karena ia telah
melihat bayangannya, Maka sambil menunduk perlahan-lahan
ia memutar badan berjalan melenggang turun dari puncak
gunung, Tak tertahan agi dua butir air mata menetes
membantu jubah panjangnya. Tiba tiba Giok-liong menghela napas panjang untuk
menghilangkan kekesalan hatinya. Mendongak ketengah udara
ia berpekik panjang terus berlari sekencang-kencangnya,
Tanpa terasa akhirnya ia tiba dijalan raya, terpaksa ia harus
melanjutkan langkah kakinya terus menyusun jalan raya ini
menuju kekota. Tatkala itu meskipun sudah tiba pertengahan musim rontok
hawa masih dingin sekali, tapi setelah matahari terbit dan
meninggi, terasa hawa mulai panas dan hangat.
Semakin dekat dengan kota terlihat satu dua orang berlalu
lalang, tapi mereka memandang kearah Giok-liong dengan
sorot pandangan yang aneh. Sebab pemuda yang gagah
ganteng ini hanya mengenakan pakaian jubah luar yang tipis,
berjalan seorang diri dengan sikap dingin seolah-olah semua
orang dalam dunia ini, semua kejadian dalam alam semesta ini
sedikitpun tidak menarik perhatian."
Lama kelamaan orang mulai banyak berlalu lalang ditengah
jalan, sudah tentu semakin banyak orang dijalanan yang
memandang heran kearahnya, Malah ada yang bisik-bisik
membicarakan keanehannya. Terang dia sebagai pelajar yang
lemah, dalam musim yang dingin ini hanya mengenakan jubah
pelajar yang tipis serta ikat kepala sutra lagi agaknya sedikit
tidak takut akan dingin. Ditambah expresi wajahnya yang
membeku tanpa emosi menambah semua orang bertanyatanya,
orang macam apakah pemuda gagah ini!
Dari pembicaraan orang-orang dipinggir jalan itu akhirnya
Giok-liong tahu bahwa kota didepan yang terletak dipinggir
bukit Tay-soat-san ini bernama kota An-tin.
Demikianlah ia menyusuri jalan raya ini, tak lama kemudian
didepannya terlihat tembok-tembok "eadck dibelakang
tembok-tembok ini adalah gubuk-gubuk tembok yang rendah.
Terdengar didalamnya suara manusia yang berbisik. Kiranya
para pedagang yang hilir mudik sangat banyak tiada putusnya.
Waktu Giok-liong memasuki kota An-sum matahari sudah
cukup tinggi diatas cakrawaIa. Mengikuti arus manusia yang
berbondong bondong itu, perlahan-lahan Giok-liong memasuki
kota terbesar disamping pegunungan Tay-soat san ini.
Baru saja ia habis melewati sebuah jalan raya. lantas
terdengarlah suara masakan dio-tth diatas wajan serta hidung
juga dirangsang bau masakan yang sedap, perut Giok-liong
lantas keruyukan minta diisi. Memang sudah beberapa hari ini
Giok-liong belum makan. Apalagi bau masakan sedap dan berat ini selain masa kecil
dulu, selanjutnya waktu hidup dalam pengasingan diatas
gunung beberapa puluh tahun itu, boleh dikata masakan
kampungan saja yang dimakannya, maklum sudah sekian
lama dia tidak bergaul dengan khalayak ramai.
Seketika timbul selera makannya, mengikuti datangnya
arah bau masakan ia membelok ke jalan tanah sebelah kiri
rumah pertama pada jalan ini terlihat diluar pintunya ada
tergantung papan nama yang bercat merah bertuliskan hurufhuruf
hitam besar bernama "warung daging sapi" diluar
dugaan pintu warung ini tergantung gordyin tebal yang
terbuat dari wool. (Bersambung Jilid Ke 6) JIlid 06 Diambang pintu berdiri seorang pelayan yang mengenakan
baju tebal terbuat dari kapuk, setiap kali ada orang berjalan,
ia membungkuk-bungkuk badan sambil menyilakan orang
mampir. Pelan-pelan Giok-liong maju mendekat. Pelayan itu segera
maju menghampiri sambil berseri tawa, ujarnya: "Kongcu,
hawa sedingin ini bajumu tipis lagi, awas nanti kena pilek!
Kongcu warung kita merupakan yang paling terkenal dikota ini
dengan masakan yang paling lezat, Keadaan didalam hangat
lagi silakan masuk dulu untuk sekedar istirahat ! Nanti setelah
sang surya naik tinggi keadaan hawa jaga sudah panas
setelah perut kenyang tentu semangat bertambah untuk
melakukan perjalanan." sambil berkata ia lantas menyingkap
gordyin tebal itu menyilahkan tamunya masuk.
Begitu gordyin tersingkap bau harum arak serta masakan
segera merangsang hidung hawa hangat juga lantas mengalir
keluar menyampok badannya. Giok- liong sedikit menganggukkan kepala kearah si
pelayan terus melangkah masuk, Tepat pada waktu Giok-liong
melangkah masuk ini, seseorang bajingan yang berada
dipinggir emperan memutar biji matanya terus bergegas lari
pergi. Saat itu meskipun hari masih sangat pagi, tapi orang yang
datang kepasaran dikota ini sudah banyak selalu tidak heran
dalam warung daging sapi ini sudah penuh sesak dan hiruk
pikuk oleh pembicaraan para tamu. Acuh tak acuh Giok liong mencari tempat kosong,
dimintanya seporsi Sop buntut serta arak sepoci kecil, seorang
diri ia makan minum dengan tenangnya.
Para tamu yang hadir dalam warung makan ini boleh dikata
terdiri dari segala lapisan masyarakat dari kaum yang rendah
sampai yang terpelajar juga tidak sedikit para buaya darat
berkumpul disini. Sebuah meja besar yang terletak ditengah ruangan penuh
dikerumuni banyak laki-laki bermuka garang dengan jambang
lebat tebal serta mata yang mendelik besar, sambil makan
minum tak henti-hentinya mulutnya mengoceh panjang
pendek ngelantur menerbangkan ludahnya.
Terdengar salah seorang laki-laki kasar yang berusia tiga
puluhan duduk di paling tengah membuka mulutnya yang
besar sedang bicara: "Maknya, sungguh ajaib dan
mengherankan akhir-akhir ini banyak kejadian aneh yang telah
timbul dalam kaum persilatan. Dilihat-naga-naganya, bakal
ada lagi adegan seram dan mengejutkan bakal terjadi tak
lama ini." Orang-orang yang berduduk disekitarnya lantas bertanya
berbareng: "Thio toako, coba kau ceritakan untuk kita dengar
bersama!" Melihat banyak orang ketarik oleh obrolannya, giranglah
orang itu, telapak tangannya segera menepuk dada, serunya
tertawa "He, siapa tidak tahu aku simulut cepat Thio Sam
paling lincah mendapat kabar, Kalian jangan kesusu,
dengarkan dulu suatu suatu peristiwa yang baru saja terjadi di
tempat yang berdekatan ini." Suasana seketika menjadi sunyi dan tenang, semua orang
mementang mata lebar-lebar dan memasang kuping untuk
mendengar ceritanya. Terlebih dulu si mulut cepat Thio Sam menenggak araknya,
lalu menggerung batuk-batuk. ujarnya: "Belakangan ini
dikalangan Kangouw telah muncul seorang pemuda pendekar
yang diberi julukan Kim-pit-jan-hun, apakah kalian sudah
pernah dengar?" Serentak para hadirin menyatakan tidak tahu.
"Ha, bicara tentang Kim pit-jan-hun ini orang akan
mengkirik ketakutan." sampai disini ia menenggak lagi
araknya, lalu menyumpit sekerat daging sapi terus dijejalkan
kedalam mulutnya, pelan-pelan dikunyahnya.
Para teman-teman yang memenuhi sekeliling meja besar ini
rata-rata adalah orang-orang yang kenyang berkelana di
kalangan Kangouw, melihat tingkah si mulut cepat yang tengik
jual mahal itu, ada diantaranya yang berangasan lantas
tercetus bertanya: "Thio-toako, sudahlah lanjutkan ceritamu,
jangan jual mahal apa segala."
"Thio toako, siapakah sebenarnya Kim-pit-jan hun itu?"
Si mulut cepat Thio Sam menenggak seteguk arak lagi, lalu
berkecek kecek-kecek mulut, katanya: "Buat apa gugup,
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bicara tentang Potlot emas samber nyawa ini. Wah
kepandaian silatnya benar-benar bukan olah-olah hebatnya!"
"Bagaimana hebatnya?" "Coba kalian katakan, selain sembilan perguruan besar
yang kenamaan itu, sekarang ini kekuatan siapakah yang
paling berpengaruh dikalangan Kangouw?"
"Kim i pang." "Bukan, kukira Siok li-kan lebih kuat,"
"Salah, yang benar adalah Hiat hong-pang"- Begitulah para
hadirin menjadi ribut adu mulut, masing-masing mengukuhi
pendapatnya sendiri. Si mulut cepat membentang kedua tangannya seraya
mencegah: "Sudah jangan ribut. Memang dalam dunia
persilatan sekarang banyak kumpulan atau organisasi yang
saling bermunculan, sudah tentu diantara sekian banyak itu
ada beberapa yang berkekuatan besar, tapi yang
kumaksudkan dalam ceritaku ini adalah Hiat-hong-pang."
"Hiat-hong-pang kenapa" "
"Sekali ini Hiat-hong-pang dibikin kucar-kacir oleh Potlot
mas samber nyawa!" "Ha, ada kejadian begitu?" Semua hadirin menjadi tertegun
kaget, ini betul betul suatu berita yang mengejutkan siapakah
orang yang berani memancing kerusuhan dengan pihak Hiat
hong-pang. Melihat ceritanya ini mengejutkan semua hadirin sampai
melongo dan melompong saking heran si mulut cepat Thio
Sam semakin takabur, sekilas matanya menyapu pandang
keempat penjuru dilihatnya dalam warung-daging sapi ini ada
begitu banyak orang yang tengah pasang kuping
mendengarkan ceritanya maka semakin semangat ia
mengobral ludahnya dengan suaranya yang lebih lantang:
"Bukan saja dibikin kocar kacir, sampai kedua pelindung kanan
kirinya juga terbunuh oleh musuh."
Sebenarnya tokoh macam apakah Potlot emas samber
nyawa itu" Apakah dia seorang diri yang melakukan semua
itu." "Bukan, dia bergabung dan bekerja sama dengan iblis rudin
Siok Kui-tiang, kira-kira tiga puluhan jago-jago silat pihak Hiathong-
pang yang dikerahkan hampir dibunuhnya semua,
pertempuran yang dahsyat itu, ia, seumpama bumi
berguncang langit menjadi gelap darah mengalir seperti
sungai, mayat bertumpuk seperti bukit."
"Kejadian yang seram ini tidak perlu dibuat heran.
bukankah iblis rudin juga ikut andil dalam pertempuran itu,
maka tidak perlu dibuat heran akan hasil ini."
"Hehehe, kau salah lagi. walaupun iblis rudin sangat lihay,
tapi bila dia tidak dibantu oleh Potlot emas samber nyawa,
mungkin jiwa sendiri sudah melayang ditangan pelindung
pihak Hiat-hong-pang!" "Wah, masa demikian" Kalau begitu pasti kedua pelindung
kanan kiri itu juga merupakan tokoh silat yang bukan olaholah
kepandaiannya?" "Sudah tentu, karena mereka adalah murid Lwe-hwe-cun
cia yang bersemayam didaerah barat sana."
"Apa" Murid iblis tua itu! Mati ditangan Potlot emas samber
nyawa?" "Ya, malah kematiannya sangat mengerikan."
"Thio-toako, dari mana kau ketahui semua kejadian ini?"
"Seorang sahabat kentalku adalah mata hidung dari
perkumpulan itu, dialah yang memberi tahu kepadaku!
Menurut katanya Hiat-hong Pang-cu sangat murka, sudah
dikeluarkan Hiat-hong ling, mereka akan mengerahkan segala
kekuatan dan daya upaya untuk membunuh kedua musuhnya
itu!" "Thio-toako, kau sudah bercerita setengah harian, siapakah
sebenarnya tokoh macam Kim-pit-jan-hun ini" Bagaimanakah
asal-usulnya?" "Kalau kukatakan siapa dia pasti kalian tidak mau percaya,
Hanya seorang pemuda remaja yang lemah lembut, berwajah
cakap berdandan sebagai sastrawan, Mengenakan jubah putih
panjang, dengan ikat kepala dari kain sutra, hakikatnya seperti
bukan seorang yang pandai bermain silat!" bicara sampai
disini matanya melihat Giok-liong yang duduk disamping sana,
latuas ia main tunjuk kearah Giok-liong serta tambahnya lagi:
"Nah, seperti inilah!" Serentak sorot pandangan seluruh hadirin dalam warung
sapi itu lantas tertuju kearah Giok liong dengan pandangan
main selidik, Malah terdengar juga ada orang yang menghela
napas serta berkata gegetun: "Masa betul-betul lemah-lembut
demikian?" Dalam hati Giok-liong merasa geli, batinnya: "Sudah pasti
mereka tengah memperbincangkan aku! Hehehe, Kim-pit jin
hun atau Potlot emas samber nyawa, julukan ini bagus juga."
Mendadak terasakan olehnya diantara sorot mata yang
memandang kearah dirinya, ada beberapa sorot pandangan
yang berkilat dingin seperti kilat menyapu lintas kearah dirinya
serta-merta dia lantas siaga dan berlaku cermat, sementara
itu, terdengar si mulut cepat Thio Sam tengah menyambung
ceritanya: "Apakah kalian tahu asal-usulnya?"
"Tidak tahu?" "Coba kalian pikir-pikir dulu, apa yang dinamakan Kim-pitjin-
hun?" "Apa mungkin senjatanya itu merupakan Kim-pit?"
"Bukan musahil dia ada hubungan atau sangkut pautnya
dengan Jan-hun cu!" "Hahaha, benar, tapi juga tidak benar! Memang senjata
yang digunakan adalah Kim-Pit (Potlot Emas), Tapi dia tiada
sangkut-pautnya dengan Jan-hun-cu!"
"Maka menurut kataku, jikalau dia ada sangkut-pautnya
dengan Jan hun cu, wah pasti hebat sekali, tokoh silat nomor
satu diseluruh dunia persilatan ini pasti akan diperolehnya."
Seorang jago mendadak menjerit kaget: "Apa Potlot emas "
Apa bukan Potlot emas milik To-ji Pang Giok itu?"
"Tepat sekali menurut tafsiran analisa yang tepat, pasti dia
adalah murid dari To ji Pang Giok."
"Wah, apa benar " Tidak heran ia mempunyai kepandaian
sedemikian tinggi. Apakah dia ada permusuhan dengan pihak
Hiat-hong-pang ?" "Perihal ini aku sendiri tidak begitu jelas, tapi sebelum ini
memang Hiat-hong Pang-cu pernah mengeluarkan perintah
untuk meringkusnya." "Siapakah namanya " Coba katakan supaya menambah
pengalaman kita beramai." "Namanya Ma Giok-liong !"
Bicara sampai disini, tiba-tiba gordyin diluar pintu itu
tersingkap, bajingan yang jelilatan diluar emper rumah tadi
tampak berjalan masuk. Segera ada salah seorang yang duduk mengelilingi meja itu
berteriak: "Hai, Ong Bi, marilah duduk disini minum seteguk
sambil mengobroI." Bajingan yang dipanggil Ong Bi itu segera maju mendekat,
lalu berbisih dipinggir telinga temannya: "Awas amat-amatilah
bocah disana itu, keadaannya rada menyolok mata."
Walaupun ia berbisik suaranya rendah dan lirih, tapi tak
luput dari pendengaran kuping Giok-Iioog yang tajam dan jeli.
Sebaliknya, saat mana Giok-liong sendiri juga menemukan tiga
orang yang perlu diambil perhatian ikut bercampur baur
diantara sekian banyak tamu tamu yang tengah makan minum
sambil mendengar obrolan Thio Sam itu.
Dipojok sebelah sana, duduk seorang laki-laki pertengahan
umur berpakain jubah ungu yang agak kumal tengah makan
minum seorang diri, jubah panjangnya itu sebetulnya bewarna
biru, mungkin karena sering dipakai dan sudah lama sehingga
luntur berganti warna, Raut mukanya kelihatan rada kurus
tepos dengan expresi yang membeku tanpa emosi.
Kedua biji matanya rada di pejamkan, seolah-olah sudah
terpengaruh oleh arak sehingga agak mabuk tapi juga seperti
terpulas ditempat duduknya. Namun dalam pandangan Giok-liong meskipun dia tengah
memejamkan mata tapi masih tak luput memancarkan sorot
pandangan yang tajam dingin. Selain itu, dipinggir sebelah kiri duduk seorang pemuda
berpakaian serba kuning, sambil angkat poci dan mangkuk
araknya, terlongong-longong memandang keluar jendela. Tapi
lapat-lapat terdengar ia tengah mengejek memperdengarkan
tawa dingin. Tidak jauh dibelakang laki-laki pertengahan umur
berpakaian kucal itu dipojokan yang agak gelap, duduk tenang
seorang tua aneh yang berambut putih ubanan, bermuka
panjang mengenakan kain kasaran warna merah.
Lain sekali sikap orang tua ini, duduk tanpa bergerak,
kadang kadang saja angkat sumpitnya menyumpit sayur dan
daging dari mangkuk dihadapannya terus dijejalkan kedalam
mulutnya, tapi gerak geriknya ini juga tampak sangat kaku,
setelah lebih diamati baru diketahui bahwa lengan baju
sebelah kanan serta celana panjang sebelah kirinya kosong
melambai. Terang kalau lengan kanan serta kaki kirinya itu
telah kutung nienjadi cacat. Hakikatnya ia tidak ambil peduli segela sesuatu yang terjadi
dalam warung makan ini, Sejak Giok-Iiong datang tadi siangsiang
ia sudah duduk disitu, malah gaya duduknya juga terus
begitu tanpa berganti atau beringsut.
Melihat keadaan tiga orang yang berlainan ini, Giok-Iiong
menjadi mengerutkan kening, Dilihat keadaan mereka naganaganya
kepandaian ketiga orang ini pasti luar biasa
dibanding tokoh tokoh silat kalangan Kangouw umumnya.
Kalau tafsirannya ini tepat, kepandaian si orang tua cacat
itu adalah yang paling tinggi, bukan mustahil sudah mencapai
kesempurnaannya, sedang pemuda berpakaian kuning itu
mungkin rada rendah sedikit. Sedang pelajar pertengahan
umur itu adalah yang paling rendah.
Tengah Giok-liong berpikir-pikir ini, tiba-tiba terdengar
derap langkah kuda yang ribut dan cepat sekali diselingi suara
keliningan berbunyi tengah mendatangi dari jauh.
Sampai didepan warung makan itu segera kuda
disentakkan berhenti sehingga berjingkrak berdiri dan
bebenger keras sekali, suara keliningan terdengar semakin
keras dan ribut. Maka dilain saat begitu gordyin besar didepan
pintu itu tersingkap, seorang gadis remaja yang mengenakan
pakaian warna un^i dengan rumpi-rumpi panjang berjalan
seperti melayang memasuki ruangan warung seketika hilang
semua orang dirangsang oleh bebauan yang harum semerbak.
Dimana sepasang matanya yang jeli mengerling, dengan
pinggang bergoyang gontai, dia tudah memilih sebuah tempat
kosong terus berjalan kearah pintu.
Salah seorang laki-laki dimeja tengah itu seketika
membelalakkan kedua matanya terus mengikuti pandangan
yang memikat hati ini. Waktu si gadis remaja ini lewat dipingtir
meja ada seorang laki-laki kasar bertubuh tinggi kekar berdiri
seraya bersiul ujarnya: "Wah gadis ayu rupawan, tuan..."
Belum habis perkataannya tiba tiba terdengar suara "Plakplok"
yang nyaring disertai gerungan kesakitan si laki-laki
tinggi besar itu, badannya juga lantas roboh terbanting diatas
meja besar itu sehingga mangkuk piring serta sayur mayurnya
pecah berantakan terlihat dari tujuh lobang indranya
melelehkan darah segar, nyata jiwanya sudah melayang.
Semua hadirin kurang jelas apakah gadis berpakaian ungu
ini ada turun tangan tidak, Sebab tatkala itu juga ia sudah
sampai ditempat kosong terus duduk seenaknya, suaranya
terdengar merdu seperti suara kelintingan memanggil pelayan
memesan masakan, Sudah tentu para laki-laki yang mengelilingi meja besar itu
menjadi gaduh dan ribut. Sekonyong-konyong terdengar suara jengek tertawa dingin
seseorang, Waktu semua orang memandang kearah
datangnya suara tawa dingin ini tampak laki-laki pertengahan
umur berpakaian seperti pelajar rudin itu telah mengunyah
daging sapi dimulutnya, sedang tawa dingin tadi justru keluar
dari mulutnya. Para bajingan-bajingan kasar yang mengelilingi meja itu
terang tidak melihat sigadis turun tangan, sedang kejadian ini
terjadi begitu cepat dan mendadak terdengar pelaiar rudin
pertengahan umur ini memperdengarkan suara jengeknya,
segera seorang mereka tertegun sejenak mendadak tengah
laki-laki tromok yang beralis tebal bermata juling lantas
melolos golok, bajunya dan punggung terus memaki garang:
"Maknya, coba tertawa lagi, biar tuanmu ini . . ."
"Siuuuut" terdengar angin keras menyamber lantas
terdengar lagi Jeblus" disusul suara gaduh lagi akan
terbantingnya sesuatu benda yang berat diatas tanah, Kiranya
laki-laki tromok itu sudah terjungkal roboh dengan badan
meringkik tanpa bergerak lagi, jiwanya melayang, sebatang
sumpit yang berlepotan darah melesat masuk kedalam
dadanya terus tembus sampai dipunggungnya menancap
diatas meja tinggal separo yang muncul di permukaan.
Suara dingin kaku di pelajar rudin itu terdengar berkata
pada pelayan: "Pelayan ambilkan sebatang sumpit kemari!"
Keadaan dalam warung makan kini menjadi gempar
dengan adanya keonaran ini. Bagi yang bernyali kecil segera
angkat langkah seribu. Sebaliknya rombongan para bajingan yang mengelilingi
meja besar itu menjadi insaf bahwa mereka sekarang tengah
menghadapi musuh kosen, serentak mereka mencabut senjata
masing-masing siap bersiaga, lalu perlahan-lahan menggeser
keluar pintu. Begitu tiba diluar serempak mereka berteriak
terus berlari kencang sipat kuping seperti di kejar setan.
Pemilik warung makan itu juga entah sudah sembunyi
dimana, peristiwa ini terjadi begitu cepat, perubahan yang
mendadak ini menjadikan warung makan yang tadi penuh
sesak dan hiruk pikuk sekarang menjadi sepi lengang, selain
kedua sosok mayat itu tinggal lagi lima orang yang masih
duduk tenang dalam warung itu. Mereka tengah asyik menikmati hidangan di meja mereka
masing masing. Tapi walaupun suasana sunyi tapi tertampak suatu
ketegangan yang mencekam hati, Diam-diam Giok liong harus
berpikir: "Lebih baik aku juga segera tinggal pergi. Nagataganya
bakal terjadi perkara lagi di-sini."
Baru saja ia hendak berbangkit dan tinggal pergi, diluar
pintu sana tiba-tiba terdengar suara ribut yang mendatangi
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah, lihat Say-bun-siang dan Siau cu-koh telah tiba."
"Heran mengapa mereka juga bisa datang kemari.. .."
"Sungguh kebetulan mereka dapat bersama muncul
ditempat ini." Hati kecil Giok-liong sendiri juga rada tergetar.
Maklum bahwa Say-bun siang Lip Jin-kiong dan Siau-cu-koh
Pui Gi adalah pendekar kenamaan nomor satu dari dunia
persilatan yang berkedudukan di utara dan selatan sungai
besar, berapa tinggi kepandaian mereka tiada seorangpun
yang mengetahui seluk-beluknya. Sesuai dengan nama julukannya sebagai pendekar selama
hidup ini perbuatan mereka mengutamakan kebijaksanaan dan
menjunjung tinggi kebenaran, bijak pada sesama umat
manusia, suka melerai dan menyelesaikan setiap perkara
besar atau kecil dengan adil. Setiap kali terjadi pertikaian asal
salah satu diantara mereka turun tangan pasti beres.
Hari ini sungguh mengherankan mereka berdua ternyata
bisa bersama datang ditempat perbatasan yang masih rada
liar ini. Tatkala itulah, begitu gordyin besar itu tersingkap beriring
berjalan masuk dua orang. Orang yang sebelah kiri berbadan
tinggi besar rada gemuk, mengenakan pakaian sebagai
seorang hartawan yang kaya raya dengan sebuah huruf "Siu"
yang besar tersulam indah dijubah panjang yang mewah itu.
Orang yang disebelah kanan mengenakan jubah panjang
warna hijau, tangannya memegang kipas sambil digoyanggoyangkan,
wajahnya bersih dan ganteng, badannya rada
pendek dibanding temannya yang disebelah kiri, tapi dia
sendiri mempunyai suatu sikap dan pembawaan yang lain dari
yang lain. Selayang pandang saja lantas dapat dimengerti bahwa
orang tinggi besar disebelah kiri itu pasti Say-bun-siang Lip
Jin-kiong seketika tergetar hati Giok-liong, agaknya pernah
dilihatnya orang ini, tapi entah dimana, Tapi setelah diamatamati
lebih cermat terasa rada asing dan agaknya memang
belum pernah bertemu muka sebelum itu.
Pait-m pada itu, begitu mereka memasuki ruang warung
makan ini, agaknya mereka rada terkejut Sebab kelima orang
yang duduk tenang dimeja masing-masing, tiada seorangpun
yang berdiri menyambut kedatangan mereka atau sekedar
sapa sapa juga tidak. Akan tetapi, cepat sekali mereka berdua lantas dapat
mengendalikan diri, Terdengar Say-bun siang Lip Jin kiong
tertawa terbahak bahak, langsung menghampiri kearah si
orang tua cacat itu dengan langkah lebar, begitu tiba
dihadapannya lantas membungkuk diri mengangkat tangan
memberi hormat sembari katanya: "Sa-locian-pwe tidak
mengecap kesenangan hidup tua digurun utara, ternyata
berkecimpung lagi di kalangan Kangouw, ini benar benar
merupakan keberuntungan dunia persilatan umumnya."
Begitu mendengar perkataan orang baru Giok-liong terkejut
dan teringat olehnya akan seseorang, Tidak perlu disangkal
lagi bahwa si orang tua bermuka panjang ini pasti adalah Bokpak
it- jan Sa Ko yang dulu sejajar dan setingkat dengan
gurunya dalam Ih-lwe-su cun, sungguh tidak diduga iblis
kawakan pada ratusan tahun yang lalu kiranya sekarang
muncul lagi didunia persilatan ini, benar-benar membuat
orang serba sulit untuk memikirkannya.
Tanpa berkedip mata sedikitpun Bo pak-it-jan Sa Ko
menyahut dingin: "Bocah siapa kau " Berani kau mengurusi
aku orang tua ini ?" Kembali Say-bun-siang Lip Jin-kiong tertawa lebar,
sahutnya: "walaupun Lo cianpwe tidak kenal aku yang rendah,
tapi aku yang rendah sudah lama mengagumi kau orang tua,
Sungguh tidak nyana hari ini kita bisa bertemu ditempat ini,
betul betul merupakan keberuntunganku selama hidup ini."
Sementara Say-bun-siang Lip Jin kiong tengah bertanya
jawab dengan Bo-pak-it-jan disebelah sana Siau cu-koh Pui Gi
juga telah menghampiri pelajar rudin pertengahan umur itu,
sedikit angkat tangan memberi hormat ia berkata tersenyum:
"Tidak nyana ternyata saudara Pek juga sudah sampai
ditempat belukar yang liar ini ?"
Pelajar pertengahan umur ini ternyata bukan lain adalah
seorang tokoh aneh di-kalangan Kangouw yang telah
menggetarkan dunia persilatan dengan julukannya Ham-kang
it-ha Pek Su-in. Tahu dirinya yang dijadikan sasaran pertanyaan itu, ia
menjengek dingin, sahutnya: "Tuan sendiri boleh datang masa
aku yang rendah lantas tidak bisa kemari ?"
Siau-cu koh Pui Gi rada tercengang akan sambutan yang
dingin ini, tapi sebentar saja ia lantas unjuk senyum lebar lagi,
katanya: "Ucapan saudara Pek ini rada keterlaluan sedikit,
siaute hanya sedikit heran, mengapa saudara Pek tidak
mengecap hidup senang di atas pulau Pek hun-to, sebaliknya
datang di-perbatasan yang belukar dan liar ini."
Ham-kang it bo mendengus hina, sahutnya menyeringai:
"Aku maklum akan ucapan tuan yang mengandung arti itu,
sudahlah jangan banyak cerewet lagi." lalu diangkatnya poci
arak terus ditenggaknya sambil ber kecek-kecek mulut,
hakikatnya sedikitpun ia tidak hiraukan lagi akan kehadiran
Siau -cu-koh Pui Gi. Dari samping dengan teliti Giok-liong awasi terus adegan
yang terjadi ini, hatinya menjadi gundah dan tidak tentram tak
tahu dn apa yang bakal terjadi nanti.
Seketika suasana dalam warung makan ini menjadi serba
runyam dan lucu, Tidak heran karena Say-bun-siang dan Siaucu-
koh berdua biasanya sangat dijunjung tinggi sebagai
pendekar yang kenamaan dikalangan Kangouw.
Tak nyana hari ini mereka bisa berbareng berkunjung
ketempat sepi ini bersamaan menghadapi sikap kaku dan
ketus dari orang yang diajak bicara, setelah saling pandang
memandang, mereka hanya bisa tertawa getir terus angkat
tangan serta sedikit membungkuk badan seraya katanya:
"Baiklah kami yang rendah minta diri saja."
Tiada seorangpun hadirin yang memperdulikan mereka lagi.
Tapi lain halnya penerimaan Giok-liong, diam-diam
bercekat hatinya. Karena sebelum beranjak pergi tadi mereka
berdua menyapu pandang sekilas kearah Giok-liong.
Terasakan oleh Giok liong bahwa sorot pandangan mereka
mengandung arti yang harus dijajaki, seolah-olah mereka
ingin dirinya ikut mereka meninggalkan tempat ini.
Begitulah setelah memberi hormat sekedarnya, mereka
berdua lantas menyengkap gordyin terus mengundurkan diri
keluar pintu. Sedikit ragu lantas Giok liong ambil ketetapan hati,
bergegas ia berdiri hendak meninggalkan warung makan ini.
Namun sebelum kakinya melangkah keluar pintu
terdengarlah dengusan dingin dibelakangnya disusul suara
merdu nyaring terkiang dipinggir telinganya: "Ma Giok-liong..."
Begitu mendengar ada orang memanggil namanya, kontan
Giok-liong berhenti terus berpaling kebelakang, sahutnya:
"Siapa panggil aku?" Lantas terlihat gadis rupawan berpakaian ungu itu
tersenyum manis kearahnya serta katanya: "Betulkah kau ini
Ma Giok-liong" Akulah yang panggil kau"
Sementara waktu Giok-liong melongo dan terheran heran
dibuatnya, ujarnya: "Aku dan kau selama ini belum pernah
berkenalan . . ." waktu ia angkat bicara ini terasa olehnya
berbagai sorot pandangan dingin laksana kilat tertuju kearah
dirinya, Serta merta ia merandek bicara, lalu menyapu
pandang keempat penjuru, Terlihat olehnya tiga orang lain
yang hadir dalam warung makan itu tengah memusatkan
perhatiannya kearah dirinya. Gadis rupawan berpakaian ungu itu menampilkan senyum
manis lagi, ujarnya: "Meskipun kau belum kenal aku, tapi aku
sudah tahu siapa kau." "Aku ada urusan yang hendak kukatakan kepadanya, tiada
halangannya kau ikut aku kemari . . ." tanpa menanti jawaban
Gick-liong sudi atau tidak ikut dia, dengan langkah lemah
gemulai langsung ia berjalan keluar.
Tadi Giok liong sudah melihat bagaimana telengas cara
nona muda ini turun tangan kepada para bajingan yang usil
mulut itu, tahu dia bahwa nona lembut ini juga pasti bukan
sembarang tokoh silat biasa. Tapi bagaimana juga ia tidak
mengerti cara bagaimana gadis rupawan ini bisa mengenal
akan namanya. sebetulnya ini soal sepele, betapa cepat kabar yang tersiar
di kalangan Kangouw berpuluh kali lebih cepat dari rambatan
api yang membakar ladang belalang, sebagian besar kaum
persilatan hampir seluruhnya sudah mengetahui akan
munculnya seorang tokoh muda yang berjuluk Poilot emas
su Bentrok Para Pendekar 5 Bentrok Rimba Persilatan 8
wa panjang yang lantang, Dimana terlihat jubah panjangnya
melambai-lambai, hawa murninya mendadak dikerahkan
sampai sembilan bagian, dimana pukulan tangannya sampai
hawa murninya segera memberondong keluar pula, laksana
gelombang samudra yang mengamuk terus menerjang kearah
musuh. Angin lesus semakin keras dan menghebat ditengah
gelanggang pertempuran ini, semua benda yang berada dekat
dari gelanggang semua terseret dan tergulung mumbul
ketengah udara dan terus melayang tinggi entah jatuh
dimana, saking cepat berputarnya angin lesus ini sampai
akhirnya bayangan kedua orang yang tengah bercampur
menjadi terbungkus hilang dari pandangan mata.
Kadang kala kalau angin tutukan atau pukulan menerobos
keluar gelanggang dan mengenai bumi lantas terdengarlah
ledakan keras yang menggetarkan alam sekelilingnya, disertai
pasir dan debu beterbangan diselingi percikan api.
Tanpa merasa tahu-tahu mereka sudah bertempur sampai
lima ratus jurus banyaknya setelah bertempur sekian lama ini,
jidat iblis rudin Siok Kiu-tiang sudah mulai mandi keringat,
jelas kelihatan bahwa dia berada diposis terdesak, sebaliknya
badai pukulan yang dilancarkan Giok-liong semakin garang
dan melebar, bukan semakin lemah malah semakin dahsyat
bagai gugur gunung. Lambat laun ketekatan serta kepercayaan terhadap diri
sendiri telah semakin luntur dalam benak Siok Kui-tiang,
kepandaian silat serta Lwekang pemuda lawannya ini benarbenar
diluar perhitungannya, Kepedihan hati akan keputusan
harapan untuk menang segera bersemi dalam lubuk hatinya,
malah semakin membesar dan luber. Betapa ia takkan sedih, sudah puluhan tahun lamanya
nama julukannya sangat tenar dan ditakuti, selama hidup ini
belum pernah ia temukan tandingan yang setimpal. Maka
begitu menghadapi seorang pemuda yang masih berbau wangi
malah dapat mendesak dirinya. Lambat laun ia kehilangan
inisiatif untuk balas menyerang dari pada lebih banyak
membela diri, Apalagi jelas dalam waktu singkat ini dirinya
sudah pasti bakal dikalahkan. ia merasa bahwa dirinya bak umpama selembar sampan
yang diumbang-ambingkan hujan badai yang bergelombang
tinggi ditengah samudra raya dimalam gelap, ini masih belum
terang dirinya masih terserang oleh badai dan bayu seorang
diri tanpa ada seorangpun yang membantu atau berusaha
menyelamatkan jiwanya. Ia putus harapan serta hampa, sebatang kara tanpa
bantuan setelah diterawangi serta dipikirkan secara
mendalam, akhirnya ia mengerak gigi mengambil keputusan
nekad, "Meskipun ilmu kepandaian tunggal perguruan ini
setiap dilancarkan pasti melukai malah mungkin membunuh
orang, tapi dalam keadaan yang terdesak itii, seumpama
melukai lawan juga bukan menjadi kesalahanku." seperti
diketahui Siok Kiu-tiang adalah tokoh kejam yang suka turun
tangan dengan keji. Kalau biasanya siapa-siapa yang mengganggu tidurnya
sampai hatinya gusar, tentu ia lampiaskan amarah hatinya itu
bagai orang gila layaknya, sekali turun tangan pasti
membunuh orang, Tapi menghadapi pemuda pelajar yang
ganteng ini, sebaliknya hati kecilnya menjadi tidak tega turun
tangan dengan membawa suara hatinya, sebaliknya timbul
rasa simpatiknya, hasratnya memberi sekedar hukuman ringan
saja. Diluar tahunya begitu saling gebrak, kepandaian serta
kekuatan lawan mudanya ini ternyata sedemikian hebat dan
lihay, walaupun dirinya sudah kerahkan seluruh
kemampuannya masih kewalahan juga, sekarang demi gengsi
dan jiwa dia sudah bertekad untuk menggunakan kepandaian
simpanan dari perguruannya yaitu Kam-thian-ci ilmu tunggal
perguruan baru dua kali ia pernah gunakan selama malang
melintang puluhan tahun di dunia persilatan.
Harap diketahui bahwa dibawah serangan Kam thian-ci
selamanya belum ada seorangpun yang masih tetap hidup,
inilah sebabnya mengapa sekian lama ini kaum peralatan
belum tahu asal usul perguruan iblis rudin ini.
Setelah mengambil ketetapan, hatinya juga 1amasmenjadi
tenang. Sementara daya pukulan Giok-liong yang keras dan dahsyat
itu sudah membuatnya tidak kuat berdiri tegak lagi, tubuhnya
terhuyung mundur beberapa langkah. Sekonyong-konyong terdengar ledakan dahsyat yang
menggetarkan bumi dan langit, kiranya kedua lawan ini lagi
lagi telah mengadu pukulan sekuat tenaga mereka, Kontan
terdengar suara gerangan tertahan, menggunakan daya
pentulan yang keras ini iblis rudin melambung tinggi tiga
tombak, sebaliknya Giok-Iiong juga limbung lima langkah,
seketika gelanggang pertempuran menjadi gelap dan ribut
oleh debu dan angin yang mengembang keempat penjuru.
Tiba-tiba iblis rudin mendongak serta tertawa gelak-gelak
aneh, seluruh rambut diatas kepalanya tegak berdiri, air
mukanya juga berubah membesi, badannya berputar cepat
seperti roda kereta diatas udara terus meluncur turun sampai
mengulur tangan kanannya yang mendadak mulur sekali lipat
kelima jarinya juga membesar dan berwarna merah
menyerupai wortel, dengan kepala dibawah dan kaki diatas
diiringi dengan tawa anehnya langsung ia menerkam turun
seperti elang hendak mencabik mangsanya.
Waktu mengadu pukulan tadi Giok-liong sendiri juga
rasakan darahnya bergolak dan dadanya menjadi sesak,
matanya kunang kunang, tahu dia bahwa dirinya sudah
terluka dalam, Kini waktu ia angkat kepada dilihatnya iblis
rudin tengah menerkam datang dengan daya luncuranyang
pesat serta gaya yang aneh itu, hatinya membatin: "Bukankah
ini Kam-thian-ci dari Pat-ci-kay-ong yang kenamaan itu?"
Tapi sudah tiada waktu lagi untuk memberikan suatu
penjelasan atau memperkenalkan diri siapa dirinya sebetulnya,
Apalagi sejalur angin keras warna merah merong diselingi
sebuah uluran tangan yang menjojohkan sebuah jari
tengahnya yang berwarna merah darah itu sudah terpaut
setombak diatas kepaianya, tengah menusuk tiba dengan
kecepatan yang tak dapat diukur. Sudah tentu Giok-liong tidsk berani berajal, hawa Ji lo
segera terkerahkan sampai sepuluh bagian, tipu Tian-ceng
jurus ketiga dari Sam-ji ciu-hun-chiu juga lantas dilancarkan.
Berbareng kakinya juga ikut bergerak mengembangkan Lenghun-
toh, tubuhnya melesat mundur menghindarkan diri.
Berkuntum kuntum awan putih bergulung maju didorong
hawa murni yang kokoh dan deras gemuruh melandai
kedepan, sebuah telapak tangan yang putih halus, tanpa
mengeluarkan suara melayang maju memapak kedepan
seperti bayangan setan saja. "Ha, kau..." terdengar iblis rudin Siok Kui tiang berteriak
keras dan kejut. "Dar... Byeeeeerrrr," gunung bergerak bumi tergetar, batu
pasir menari-nari ditengah udara. Kabut putih melesat
mengembang keempat penjuru dengan derasnya, demikian
pula hawa merah itu buyar menembus angkasa. Hujan darah
terjadi diselingi pekik kesakitan yang tertahan, dua bayangan
manusia terpental terbang kedua jurusan.
Tubuh kecil pendek dari iblis rudin membawa jalur darah
segar yang menyempit keluar dari mulutnya terpental jauh
puluhan tombak, "bluk" keras sekali terbanting ditanah.
Sinar muka Giok-Iiong juga pucat pasi, dimana mulutnya
terpentang ia juga menyemburkan darah segar badannya
tersentak mundur enam tombak terus jatuh terduduk tak
bergerak lagi, bintang berkunang kunang didepan matanya,
darah dirongga dadanya bagai hendak meledak seakan dipalu
oleh godaan yang beratnya ribuan kati.
Meskipun keadaannya sangat payah, namun ingatannya
masih segar bugar, segera ia himpun semangat menenangkan
hari, pelan-pelan ia kerahkan hawa murninya mengiring
berputar keseluruh tubuhnya, Didapatinya bahwa sebagian
dari isi perutnya ada yang pecah dan hancur kalau tidak
segera diberi pengobatan dan tertolong luka-lukanya itu bakal
membahayakan jiwanya. setelah dapat berganti napas,
dengan susah payah dirogohnya sebuah pulung berwarna
putih dari balik bajunya, dari pulung kecil ini dituangnya dua
butir pil berwarna hijau, bau harum semerbak segera
merangsang hidung, langsung ia telan obat obat mujarab itu.
Obat yang baru ditelah ini merupakan obat yang terpenting
dan termahal dari semua obat obatan yang diberikan oleh To
ji sebagai bekal, Dalam pulung kecil itu hanya berisi sepuluh
butir, khasiatnya dapat mengembalikan jiwa orang dan
ambang kematian. Begitu butir pil itu tertelan kedalam perut lantas lumer
menjadi cairan wangi terus masuk kedalam perutnya, dengan
dilandasi hawa murninya yang kuat itu, segera khasiat obat
didorong dan dikembangkan ke berbagai urat nadi serta
seluruh isi perut yang luka-luka, Tidak lama kemudian
sebagian besar lukanya sudah dapat disembuhkan.
Bergegas ia bangkit berdiri terus memburu kearah iblis
rudin yang masih rebah tak bergerak ditanah. Keadaaa iblis
rudin Siok Kiu-tiang lebih parah lagi, wajahnya merah hitam,
darah masih mengalir keluar dari telapak tangan kanan, serta
meleleh keluar dari ujung mulutnya, inilah akibat dari tokoh
silat tingkat tinggi yang terluka berat dari benturan tenaga
yang membalik menghantam badan sendiri sehingga seluruh
isi perutnya-pecah dan jungkir balik.
Melihat keadaan orang yang parah ini Giok-liong menjadi
gelisah, cepat cepat dirogohnya keluar pulung kecil tadi serta
dituangkannya dua obat yang mujarab serta mandraguna itu
langsung dijejalkan kedalam mulutnya.
Dia sendiri terus duduk bersila disamping iblis rudin serta
memayang tubuh orang untuk duduk bersila juga, tangan
kanan diulur lurus dijalan darah Bing-bun-hiat mulailah tenaga
Ji-Io, dikerahkan serta disalurkan kedalam badan Siok Kuitiang.
Lambat laun kasiat obat mulai bekerja, Hawa murni
didalam badan Siok Kui-tiang sendiri juga mulai bekerja,
menyambut hawa trobosan yang disalurkan Giok-liong
kedalam badannya terus berputar-putar keseluruh pelosok
tubuhnya. Baru saja ia sadar dan kembali kesadarannya lantas merasa
bahwa dirinya telah tertolong dari saat-saat yang kritis, ada
seorang tokoh silat maha lihay telah menolong mengobati luka
luka parahnya, Mata masih tak kuasa dibuka namun mulutnya
sudah darat sedikit bergerak serta berkata tergagap: "Orang .
. kosen dari . . . . manakah yang telah . . . . menolong . . . .
Siok kui-tiang, . . . Selama hidup ini pasti takkan kulupakan - ,
. . Tapi . . . , disebelah sana . . . . masih . . . masih , . ,, "
bicara sampai disini tenaga nya sudah habis sekali lagi ia
menghamburkan darahnya. Cepat-cepat Giok - liong membujuk lirih "jangan banyak
bicara lagi, lebih penting lagi kau mengerahkan tenaga dan
hawa murni berobat diri." Seolah-olah iblis rudin tidak mengenai jelas orang yang
bicara duduk dibelakang-sya adalah Ma Giok-Iiong atau musuh
berat yang tadi adu kepandaian dengan dirinya, setelab
menelan air liur, ia meneruskan bicara: "Ditanah sebelah sana.
. . masih ada . . . seorang pemuda berpakaian putih . . . yang
terluka berat , . . karena kesalahan tanganku , . . sehingga
terluka parah . . , sila . . , silahkan tuan menolongnya lebih
dulu. . . keadaanku . , , rasanya tidak terlalu parah . . . " habis
berkata lagi-lagi ia menyemburkan darah.
Mendengar perkataan orang yang penuh prihatin ini,
terharu perasaan Giok liong," katanya lembut: "Kau sendiri
perlu tekun berobat diri, dia sudah sembuh !"
"Apa . . . apa betul ?" "Benar." Sekarang Siok Kiu tiang baru merasa lega dan tentmm,
pelan pelan ia mulai kerahkan hawa murni serta menuntunnya
mengalir keselumh tubnhnya, bersama dengan aliran panas
dari bantuan tenaga yang dikerahkan Giok-Hong mendorong
serta membantu bekerjanya obat terus bergerak merambati
badannya, Tatkala mana baru Giok-liong benar-benar merasa
terperanjat betapa panjangnya dan dalam tenaga hawa murni
Siok Kiu-tiang ini benar-benar sangat mengejutkan. Tanpa
memerlukan banyak waktu hawa murni dalam tubuhnya sudah
pulih kembali dan mulai lincah bergerak malah. bergulung
deras bagai gelombang samudra yang berderai maju tiada
putusnya. Lambat laun malah Giok-hong semakin merasa
tertekan dan banyak mengeluarkan tenaga, air mukanya
sampai pucat pias, keringat sebesar kacang membasahi jidat.
Tahu dia bahwa sampai taraf terakhir ini luta-luka Siok Kiutiang
sudah tidak perlu dikwatirkan lagi, perlahan-lahan ia
menarik kembali tenaga murninya, duduk bersila disamping
Siok Kui tiang mengerahkan Ji-lo untuk menormalkan jalan
darah serta kemurnian tenaganya lama kelamaan diatas
kepala kedua orang yang tengah duduk bersila ini mengepul
kabut putih yang semakin tebal dan semakin lama bergulunggulung
semakin keras dan cepat. Akhirnya bagai air mendidih
dalam kuali melonjak-lonjak keatas.
Hanya ada perbedaannya, kalau kabut diatas kepala Giokliong
adalah putih bersih, sebaliknya kabut yang menguap
diatas kepala Siok Kiu tiang adalah bersemu merah marong.
Dari lobang kedua hidungnya juga menjulur keluar dua jalur
kabut yang molor modot panjang pendek bergantian demikian
juga warna kedua jalur pendek ini berbeda, jalur-jalur kabur
diujung kedua hidung Giok-liong ada ada lebih besar satu
perempat dibanding kabut yang menjulur keluar dari hidung
Siok Kiu-tiang. Dari sini dapat diukur dan diterangkan bahwa khikang yang
dilatih dari masing-masing perguruan ini berbeda. sedang
dalam taraf tingkat kesempurnaannya latihan Siok Kui tiang
boleh dikata lebih rendah setingkat dibanding Giok-liong. ini
tidak perlu dibuat heran, Giok-liong mendapat karunia Tuhan
harus mengalahkan berbagai rintangan dan petaka sehingga
akhirnya mendapat manfaat yang berlimpah dari pelajaran
yang diberikan oleh Pang Giok. kenapa tidak karena sekarang
dalam tubuhnya sudah membekal Lwekang dengan latihan
seabad lebih, ditambah kasiat obat-obat mujarab yang
mandraguna serta bakat Giok-liong sendiri.
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Betapapun hebat dan tinggi pembawaan Siok Kui-tiang
yang serba pandai itu juga harus mengakui kekurangan
dibanding orang lain. Begitulah latihan dalam usaha penyembuhan diri sendiri ini
sudah mencapai pada taraf yang paling genting dan
membahayakan. Kabut tebal diatas kepala mereka sudah
semakin kuncup dan menghilang menjadi gumpalan hawa
kabut yang berhenti bergerak dan bergantung ditengah udara,
sebaliknya dua jalur kabut dikedua lobang hidung mereka
masing-masing bergerak panjang pendak semakin cepat,
seluruh tubuh juga mulai mengeluarkan keringat dan uap yang
hangat, warnanya sama dangan kabut di masing masing
kepala mereka. Jelas bahwa usaha mereka sudah mendapat sukses lari
berhasil dengan baik sekali. Tatkala mana sangat pantang
sekali bila ada seseorang datang mengganggu kalau tidak
bukan saja berhasil malah sebaliknya jiwa mereka bisa celaka
atau sedikitnya juga menjadi cacat seumur hidup, betapa
berat dan mengerikan akibat ini ! Sekonyong-konyong terdengar angin ber-kesiur disusul
terlihatnya bayangan orang berkelebat, tahu-tahu disekitar
mereka berdua telah bermunculan serombongan orang-orang
mengenakan seragam hitam, ditengah dada mereka
terlukiskan lembayung warna merah, semua laki-laki tinggi
besar dan tegap ini menenteng golok-go!ok dan berbagai
persenjataan lain. Gemuruh tawa dingin memecah kesunyian alam
sekelilingnya dari rombongan seragam hitam itu . . .
Dari rombongan seragam hitam yang mengepung ini,
beranjak keluar tiga laki-laki yang mengenakan pakaian serba
merah dan mengenakan kedok hitam pula, Diatas pundak
masing-masing semampai jubah panjang yang terbuat dari
kain sutra. Orang yang berdiri ditengah barperawakan tinggi kurus tapi
gagah garang, sebaliknya dua orang di kanan kirinya bertubuh
lebih gemuk dan kekar, pinggang masing-masing menyoreng
sebilah pedang panjang, sepasang mata yang tersembunyi
dari balik kedoknya memancarkan cahaya dingin yang tajam,
Mereka menanti dibelakang kanan kiri orang yang berdiri
ditengah. Gelak tawa dingin yang terdengar rendah sember itu justru
keluar dari mulut kedua orang ini, Para laki-laki seragam hitam
yang mengepung gelanggang sejak mendengar suara tawa
scmber ini lantas semua berdiri tegak dengan sikap hormat,
sedemikian patuh sikap mereka sampai menghela napas besar
juga tidak berani. Sunyi dan tebang melingkupi suasana gelanggang dan
mencekam sanubari seluruh hadirin, Keadaan dalam hutan ini
seolah-olah telah dilingkupi hawa kematian yang tebal, ya,
elmaut tengah mengancam dan mengintai setiap jiwa hadirin.
Mendadak laki-laki kurus tinggi mengenakan kedok hitam
itu menggeledekkan suara tawa dinginnya yang mendirikan
bulu tengkuk ditengah malam gelap ini, suaranya
mendengung bergema sekian lama diudara. Lambat laun
suara tawa itu semakin meninggi keras dan melengking bak
ujung sebatang anak panah yang menusuk lubuk hati
manusia. Semua laki-laki seragam hitam yang berdiri
melingkar diluar gelanggang kontan mengunjuk sikap
menderita yang ditahan-tahan keringat sebesar kacang
membanjir keluar. Mereka tahu bahwa tawa panjang ini bukan lain semacam
serangan tawa, Karena gema suara ini merupakan hawa
panah yang telah didesak dan didorong keras. kekuatan hawa
murni dari Lwekang tertinggi unuk melukai musuh. Terhadap
siapa suara tawa ini ditujukan, maka isi perut dari orang itu
pasti akan tergetar hancur dengan menyemburkan darah dan
melayanglah jiwanya. Para laki-laki yang berdiri diluar gelanggang paling-paling
hanya keserempet gelombang dari genta tawa itu saja, tapi
toh mereka sudah menderita dan mengerahkan tenaga untuk
melawan. Mereka jelas mengetahui siapakah kedua orang yang
tengah mereka hadapi ditengah gelanggang ini. Ma Giok-liong
adalah orang yang harus diringkus hidup-hidup atas perintah
Pangcu mereka. Sedang mereka yang lain adalah tokoh lihay
yang berulang kali dipanggil dan diundang untuk masuk
anggota perkumpulan mereka, tapi selalu membunuh utusan
yang membawa surat undangan, bukan saja menolak malah
menentang, dia ini bukan lain adalah iblis rudin Siok Kui-tiang
yang kenamaan dan disegani. Mereka tahu pula bahwa kedua orang ini sekarang tengah
mengerahkan hawa murni untuk mengobati luka luka
dalamnya dan sudah sampai pada taraf yang menentukan,
sedikit gangguan saja cukup untuk menamatkan jiwa mereka.
Apalagi menggunakan penyerangan cara tawa bergelombang
yang mengerahkan hawa murni dari aliran lurus sana!
Disaat orang berkedok seragam hitam itu mulai
perdengarkan suara tawanya tadi, Giok-liong dan Siok Kiutiang
yang bersila ditengah gelanggang itu tampak melonjak
tergetar tubuhnya Lebih parah lagi keadaan Siok- Kiu-tiang,
wajahnya menunjuk rasa derita yang tertahan, mengikuti
suara gelombang tawa yang semakin meninggi rasa derita
diwajahnya juga semakin tebal, sehingga kulit wajahnya
mengkerut dan meringis menggigit bibir sampai berdarah,
keringat dingin membanjir membasahi seluruh tubuh.
Lebih mendingan keadaan Giok-liong, setelah seluruh tubuh
tergetar hebat, kabut diatas kepalanya itu segera bergulung
lebih keras seperti air mendidih diatas tungku yang mengepul
tinggi dan melebar sekelilingnya sehingga terlingkup oleh
kabut tipis. Lambat-laun kabut tipis ini mulai membungkus
kedua orang ini yang duduk bersila ini.
Suara gelombang tawa mendadak lenyap dan berhenti.
Orang berkedok yang berdiri ditengah itu dengan sorot
pandangan dingin berpaling kanan kini serta berkata: "Cahyu
Hu-hoat bunuh mereka." Sedikit mengerahkan badan kedua pelindung itu segera
menghadap didepannya serta katanya sambil memberi
hormat: "Baik Pang-cu!" seiring dengan hilang suara mereka,
dua bayangan hitam serentak melesat mundur, sedemikian
cepat gerak gerik mereka laksana kilat menyambar tahu-tahu
badan mereka sudah melambung tinggi sepuluh tombak,
dimana pinggang ditekuk serta merentang kedua tangan
masing-masing, jalur-jalur kabut warna kehijauan segera
merembes keluar dari seluruh badan mereka.
Begitu kedua dengkul masing-masing ditekuk, dari setinggi
sepuluh tombak itu badan mereka lantas meluncur turun bak
umpama burung garuda yang hendak menerkam dan
mencabik mangsatnya, berbareng dengan itu, empat kepalan
tangan mereka juga ikut bekerja memancarkan sinar merah
yang sangat menyolok (BERSAMBUNG JILID KE 5) Jilid 05 Empat jalur sinar merah mengepulkan asap tebal
membawa hawa hangat yang membakar langsung menerjang
kearah putih ditengah gelanggang itu.
Waktu badan mereka tinggal lima tombak lagi dari atas
tanah, hawa panas yang membakar kulit semakin, tebal,
sekejap mata itu, sepuluh tombak sekitar gelanggang sudah
terbakar menjadi hangus, Para seragam hitam yang
mengurung diluar gelanggang siang siang sudah mundur jauh
menyelamatkan diri. Sorot bara api yang terang menyalanya ia bak umpama
gugur gunung telah menindih tiba, Terus menerjang kearah
kurungan kabut putih yang menelan seluruh bayangan Giokliong
dengan Siok Kiu-tiang. Ditengah udara tiba-tiba
terdengar gelak tawa kepuasan yang berlimpah-limpah.
Sepasang mata Hiat-hong pangcu memancarkan kilat
terang yang aneh, wajahnya mengunjuk rasa girang dan puas
pula. Dia tahu betapa besar perbawa Te-hwe-tok-yam yang
lihay dan ganas sekali itu. Kiranya pelindung kanan kiri dari Hiat-hong pang ini adalah
saudara kembar, dari kecil memang mereka sudah dibawai
kecerdikan dan bakat yang luar biasa, tabiatnya juga sangat
keras dan berangasan, sejak kecil mereka diangkat menjadi
murid-murid seorang tokoh lihay didaerah barat yang bernama
julukan Le hwe-heng-cia, setelah ber-tahun-tahun belajar
sekarang kepandaian mereka sudah mencapai tingkat yang
cukup dapat dibanggakan. Untuk memenuhi ambisinya untuk melebarkan sayap
memperbesar perkumpulan serta pcngaruhnya, Hiat hong
Pangcu menyebar pada pembantunya untuk menampung dan
mengundang tokoh-tokoh aneh kaum persilatan yang sudi
diperalat olehnya dengan imbalan harta benda yang tiada
nilainya, dalam suatu kesempatan yang kebetulan dia bertemu
dengan seorang gembong silat kalangan hitam yang sudah
lama mengasingkan diri, dari mulut orang ini ia diperkenalkan
akan adanya tokoh Le-hwe-heng cia yang lantas diundangnya
masuk menjadi anggota memperkuat kedudukan dan tujuan
ambisinya. Kemaruk oleh harta kedudukan akhirnya Le-hwe-heng-cia
meluluskan dan menerima undangan agung ini, Tapi saat
mana dia tengah mempelajari semacam ilmu yang serba
ganas sebelum berhasil latihannya ini tak mungkin dia dapat
tinggal pergi dari sarang nya. Terpaksa ia perintahkan kedua murid kembarnya ini datang
lebih dulu ke Tionggoan untuk menambal dulu kekosongan di
Hiat-hong-pang. Begitu tiba kedua saudara kembar ini lantas diangkat
menjadi Hu-hoat atau pelindung kanan kiri, sudah tentu
mereka sangat berterima kasih dengan kedudukan tinggi ini.
Tak heran tak segan-segab mereka rela turun tangan dan
bekerja mati-matian. Umpamanya peristiwa yang dihadapi kali ini adalah
sedemikian penting dan serius sampai sang Pang-cu sendiri
harus ikut terjun di medan laga, maka dapatlah diperkirakan
betapa pentingnya urusan ini. Oleh karena itu begitu kedua saudara kembar ini turun
tangan, tidak kepalang tanggung lagi mereka lancarkan ilmn
perguruannya yang paling lihay dan ganas, dengan dilandasi
hawa murni dalam tubuh mereka lancarkan hawa panas yang
membara dan berbisa. Yaitu ilmu, Te-hwe-tok-yam, tujuannya
hendak membakar hangus dan melebur abukan kedua orang
yang tengah duduk bersila terbungkus kabut ditengah
gelanggang itu. Baru saja suara gelak tawa mereka terdengar bara api yang
menyala-nyala menyilaukan mata itu sudah menyampuk keras
ke arah gulungan kabut tebal ditengah gelanggang itu.
"Dar.... Dar . . ." ledakan dahsyat aneh yang menggetarkan
langit dan menggoncangkan bumi menggelegar ditengah
gelanggang. Disusul angin lesus membadai menerjang
keempat penjuru menerbitkan suara, menderu hawa panas
yang membakar kulit. Belum lagi suara ledakan dahsyat ini lenyap mendadak
terdengar gelombang panjang gelak tawa yang lantang dan
bentakan keras menggeledek yang terus meninggi menembus
angkasa, Dua bayangan putih dan ungu laksana bintang
meluncur dimalam hari melesat mumbul ketengah angkasa
terus menerjang kearah dua saudara kembar yang masih
berada ditengah udara itu. "Blang Bluk !" ledakan hasil dari gempuran hebat ini
membuat empat bayangan manusia terpental jatuh keatas
tanah. Tampak Giok liong dan Siok Kiu-tiang dengan wajah
membesi berdiri ditengah gelanggang, Sebaliknya dua saudara
kembar pelindung Hiat hong pang itu berdiri setombak di
sebelah sana dengan raut muka penuh mengunjuk keheranan
dan kejut. Mendadak mulut pelindung kiri menggerung keras, rupanya
suatu aba-aba untuk bergerak serentak, karena saat itu juga
tampak bayangan melejit pesat sekali kedua pelindung kanan
kiri ini sudah merangsak hebat kearah Giok-liong dan Siok Kiutiang.
Giok-liong berdua juga tidak mau tinggal diam, berbareng
mereka menggerakkan kedua tangan masing masing terus
melompat maju memapak. Tadi, waktu Giok-liong tengah kerahkan tenaga murninya
mengobati luka-luka dalam nya mendadak terasakan olehnya,
bahwa sekelilingnya sudah terkepung oleh serombongan
orang yang mengenakan seragam hitam, diam-diam hatinya
bercekat, batinnya, "Kalau mereka secara keji turun tangan
menggunakan kesempatan baik ini, pasti celakalah jiwa kita
berdua." Tengah berpikir ini, semakin cepat ia lancarkan
tenaga murninya disamping itu iapun siaga menghadapi setiap
senangan yang membahayakan jiwa mereka.
Dengan sikap siaganya ini maka keadaan dan situasi
sekelilingnya tidaklah luput dari pengawasannya.
Tidak lama kemudian Hiat-hong Pangcu serta pelindung
dikanan kirinya juga muncul. Giok-liong tahu dan insaf bahwa pertempuran dahsyat hari
ini sudah tidak mungkin dihindarkan lagi, maka sekuat tenaga
ia kerahkan Ji-lo menghadapi setiap serangan.
Betul juga tidak luput dari dugaannya, dengan Lwe-kang
yang tinggi dari aliran Lwekeh Pang-cu Hiat-hong pang
mengirim gelombang suara gelak tawanya yang menyerupai
ilmu Syai-cu hong dari aliran Budha berusaha hendak
memusnahkan atau melenyapkan kepandaian mereka berdua.
Tanpa ajal segera Giok-liong gerakkan tenaga Ji lo keluar
badan dengan kabut putih itu ia bungkus bentuk tubuh
mereka berdua didalamnya, lalu dengan gelombang suara lirih
ia berkata kepala Siok Kiu-tiang: "Hiat-hong Pang-cu sendiri
datang mungkin susah dihadapi, betapapun kita harus
waspada dan hati-hati." Bersamaan dengan itu dirogohnya pula pulung kecil yang
berisi pil mustajab tadi dituangnya dua butir pil, ditelannya
sebutir dan diberikan kepada Siok Kiu tiang sebutir lalu
dengan cara yang paling cepat mereka berobat diri
menyembuhkan luka masing-masing. Gelombang tawa yang menggema tinggi semakin keras,
semangat dan pertahanan Giok-liong sudah hampir tergempur
dan tidak kuat bertahan Iagi. Terpaksa ia tidak hiraukan lagi
luka-luka dalam yang belum sembuh seluruhnya, dengan
tekun desak seluruh kekuatan Ji-lo keluar badan, dengan
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengerahkan dua belas bagian tenaganya baru dia tidak
terkalahkan. Seumpama tekanan pihak lawan ditambah setingkat saja
pasti hancurlah pertahanannya itu berarti tamatlah jiwanya
atau paling tidak badannya tergetar hancur luka parah. Tapi
ternyata Hiat-hong Pang cu malah menghentikan gelombang
tawanya dan menyuruh kedua pelindungnya turun tangan.
Dengan daya kecepatan luar biasa Giok-liong memutar
tenaga Ji-Io sekali putaran didalam badannya, lalu berkata lagi
kepada Siok Kiu-tiang menggunakan gelombang tekanan lirih:
"Musuh mulai bergerak hati-hatilah!"
Terdengar Siok Kui-tiang menyahut "Aku paham, kau
sendiri juga hati-hatilah!" Tepat pada saat itulah kedua pelindung Hiat hong-pang
dengan serangan bara apinya telah menerjang tiba dari
tengah udara. Kebetulan saat itu juga Siok Kiu- tiang sudah kerahkan
bawa murni pelindung badannya keluar digabung dan
dikombinasikan dengan Ji-lo terus disungsungkan keatas,
Setelah terdengar ledakan dahsyat bagai bom meledak, Giok
liong bersama Siok Kiu-tiang berbareng melesat naik keatas
terus meluncur turun lagi berdiri berendeng.
Dalam gebrak pertama saling gempur ditengah udara ini.
diam-diam Giok-liong terperanjat. Karena terasakan olehnya
bahwa kepandaian dua pelindung Hiat-hong-pang ini masih
setingkat lebih tinggi bila dibanding dengan Thian-siu-su-cia Ih
Peng. Tanpa merasa timbullah kewaspadaan yang lebih besar
dalam benaknya. Kalau diterawangi situasi gelanggang, para jago silat dari
Hiat-hong-pang pasti bukan beberapa gelintir saja, ini berarti
situasi dihadapi sekarang sangat tidak menguntungkan bagi
Giok-liong berdua, sedikit alpa atau ceroboh bertindak
mungkin jiwa sendiri bakal terkubur ditempat alas ini.
Tengah hatinya menimang-nimang, kedua pelindung Hiathong
oang itu sudah menubruk tiba sembari lancankana
pukulan deras yang membawa tekanan panas tinggi.
Giok-liong sudah mengejek dingin, Ji-lo dikerahkan sepuluh
bagian dimana kedua tangannya bersilang terus disurung
kedepan menyambut serangan musuh. Sekejap saja angin puyuh bergulung bertambah seret tak
ubahnya seperti gulungan banjir yang melandai dengan
dahsyatnya diselingi bayangan angin pukulan yang santer,
sedemikian sengit dan seru pertempuran kali ini, sebaliknya
disebelah sana tampak Iblis rudin berputar dan berkisar
seperti keong berputar sedemikian lincah, dan gesit tubuhnya
berputar, dimana setiap kali tangan kakinya bergerak angin
tutukan jarinya yang mendesis menyambar-nyambar dengan
bentuk bayangan laksana sekokoh gunung bagaikan
gelombang badai pula derasnya. Tapi kepandaian lawan juga bukan baru saja lulus dari
perguruannya, bukan saja aneh dan hebat, kepandaian
mereka memang lihay dan ajaib lain dari yang lain ditambah
ganas dan berbisa lagi, betapa dalam Lwekang mereka benar
benar sangat mengejutkan. Pertempuran terjadi semakin dahsyat dan ramai, tubuh
mereka berempat sedemikian lincah dan tangkas sekali, setiap
pukulan atau tendang saja pasti membawa kesiur angin keras
yang membawa maut ini masih belum yang paling
mengejutkan adalah suhu panas yang terbawa oleh hawa
pukulannya yang mematikan itu sedikit ajal saja pasti badan
akan hangus meskipun hanya kena samberannya saja karena
keracunan. . . Empat orang terbagi dalam dua kelompok pertempuran
semakin lama jalan pertempuran ini semakin memuncak dan
hangat tatkala mana Giok-liong sudah kerahkan Ji-lo sampai
tingkat kesepuluh jurus atau tipu tipu permainan Sam-ji-cuihun
chiu juga mulai dilancarkan. Kuntum mega putih mulai mengembang bertaburan
mengelilingi sekitar gelanggang, sebuah telapak tangan putih
halus laksana banyangan setan seperti perlahan tapi cepat
sekali melayang datang menutul kearah musuh.
Waktu ia pandang keadaan pihak lawan, kiranya musuh
juga sudah kerahkan seluruh kemampuannya, seluruh tubuh
musuh sudah terbungkus oleh cahaya merah marong dari bara
api yang panas sekali sampai mengepulkan asap hitam,
sedemikian tebal dan kuat hawa panas ini sedang saling
gempur dan bertahan mengadu kekuatan.
Dilain pihak iblis rudin Siok Kiu tiang sendiri juga sudah
mempamerkan segala kepandaian simpanaunya, jari
tangannya me-nari-nari memetakan sorot merah dari
keampuhan jari tutukannya, begitu keras angin tutuIannya itu
mendesis kemana-mana sampai babak terakhir ini mereka
masih saling serang dan gempur dengan sama kuatnya.
Dilihat keadaan pertempuran dahsyat ini kiranya sebelum
ribuan jurus susah ditentukan pihak mana yang bakal menang
atau kalah Bahkan daya kekuatan suhu panas yang membara
itu lama kelamaan terangsang bau hangus terbakar yang
memualkan. Sekitar lima tembak sekeliling gelanggang semua
sudah hangus terbakar. Keruan para seragam hitam yang
menonton diluar gelanggang mundur semakin jauh, mereka
menyingkir sambil waspada mengawasi gelanggang
pertempuran untuk menjaga supaya kelinci yang sudah
mereka kepung tidak lolos Iagi. Sementara itu Hiat-hong pangcu berdiri sambil bersidakep
dikelilingi lima orang berkedok yang baru saja tiba belum
lama. Sang waktu terut berlalu tanpa menunggu, Meskipun belum
kelihatan bahwa kedua pelindungnya bakal kalah, namun juga
tidak banyak mengambil keuntungan. Sekonyong-konyong terdengar Hiat-tong Pangcu tertawa
dingin, ujarnya: "Binatang dalam jaring juga masih berani
berontak." setelah mengekeh sekian lamanya, mendadak ia
berpaling kepada lima pengikutnya, katanya: "Kalian berlima
boleh maju, bantulah kedua pelindung kita, bunuh atau
riugkus ke dua orang ini hidup-hidup."
Walaupun Giok-liong tengah tepat menghadapi musuhnya,
tapi kuping dan matanya tetap dapat mengikuti keadaan di
sekelilingnya. Begitu melihat keadaan yang membahayakan ini
dia merasa terkejut, bentaknya dengan murka: "Bagus benar
Hiat-hong pang kalian, ternyata tidak tahu malu dan hina dina,
main keroyok untuk ambil kemenangan" sembari berkata
beruntun ia kirim dua kali jotosan, dua gumpal kabut putih
teriring dengan angin keras seketika menyentak mundur
pelindung musuh yang dihadapinya sampai tersungkur hampir
jatuh. Terdengar Giok-liong bergelak tertawa serta serunya:
"Tuan mudamu jikalau tiada berisi masa berani malang
melintang didunia persilatan!"
Terdengar pelindung kiri ini memekik gemetar saking
gusar, suaranya aneh, dimana tangannya meranggeh
kebelakang, tahu-tahu tangannya sudah melolos keluar
senjata tombak pendek bercabang tiga seperti garpu, senjata
ini berbentuk aneh panjang tiga kaki dan berkilat menyilaukan
mata, Sedikit pergelangan tangan menggertak berbareng
badannya melejit maju merangsak dengan serangan yang
mematikan kearah Giok-liong. Secara kebetulan perkataan Giok-liong baru saja habis
diucapkan, cepat-cepat tangan kiri bergerak melingkar terus
didorong kedepan, re:lang tangan kanan secepat kilat
meluncur keluar dari lingkaran bundar itu langsung menutuk
ke dada lawan, Maka mega putih menerpa kedepan dengan
keras, di tengah kilatan cahaya merah marong juga menerjang
datang dari depan, seketika angin menderu dan mendesis
bersuitan saking hebatnya, "Siiiut . . . . . daaarrr, . . ." begitu
ledakan itu lenyap dua bayangan lantas terpental mundur.
Selarik cahaya kuning emas terus mencorong tinggi
ketengah angkasa, ternyata bahwa senjata potlot emas Giokliong
sudah dilolos keluar, Namun belum sempat senjata Giokliong
ini beraksi, mendadak angin-kencang mendesir disertai
sinar hijau dingin meluncur kearah punggungnya dengan
kecepatan yang susah diukur. Lima bayangan terbagi dalam dua kelompok bagai angin
badai menerpa kencang menerjang kearah Giok-liong dan Siok
Kiu-tiang Bersama itu dua atas rantai warna merah tahu-tahu
juga sudah menusuk tiba didepati dada Giok-liong.
Angin pukulan bagai gelombang samudra yang mengamuk,
rantai merah berseliweran saling gubat dengan sinar hijau
semua menuju satu sasaran, sekonyong-konyong terdengar
sebuah tawa panjang yang mengalun tinggi dari mulut Giokliong.
Cahaya kuning lantas mencorong tinggi ketengah udara,
selarik sinar kuning yang menyilaukan mata diiringi derai tawa
yang lantang melingkar lingkar menggulung keluar.
Kontan terdengarlah pekik mengaduh yang mengerikan
ditengah udara disertai suara srat sret bergantian, darah
lantas beterbangan berceceran keempat penjuru. Satu
diantara kelima orang seragam hitam itu sudah jatuh mampus
dibawah seragam jurus Kong-sim (Kejut hati).
Pertempuran masih belum berhenti sampai disitu saja, sinar
kuning masing-masing terus berputar kencang diantara
bungkusan kabut putih, bergerak lincah dan tangkas sekali di
bawah kepungan rantai merah dan sinar hijau jelas sekali
bahwa Giok-liong sudah lancarkan tipu-tipu dari pelajaran Janhu
su-sek dengan dilandasi dua belas bagian tenaga Ji-lo,
karena para pengerubutnya adalah dua orang seragam hitam
dan pelindung kiri yang rata-rata berkepandaian cukup tinggi.
Sekonyong-konyong suara jeritan dan gerengan saling
susul terdengar digelanggang sebelah sana. Dalam
kesibukannya melawan musuh Giok-liong berkesempatan
untuk berpaling dan melirik kearah sana, Dilihatnya wajah iblis
rudin Siok Kiu- tiang pucat pasi serta sempoyongan mundur
berulang kali, lengan kiranya sudah terluka panjang
mengalirkan darah, besar dan panjang luka itu kira-kira
setengah kaki kulit serta daging lengannya sudah terkupas
melanda i-lambat sehingga darah susah di bendung lagi.
Sebaliknya ditangan kanannya masih mencengkeram keras
sebuah lengan tangan musuh yang dibetotnya putus. Dengan
susah payah dan banyak makan tenaga ia terus hadapi rantai
merah yang diputar kencang memenuhi angkasa. Keadaan ini
memang sangat genting, keruan Giok-lioog kaget dan kwatir.
Hanya sedikit terpecah perhatiannya saja hampir saja Giok
liong harus membayar mahal kelalaiannya ini. Mendadak
musuh didepannya tertawa terloroh-loroh, dimana terlihat
pundak pelindung kiri Hiat-hong-pang bergoyang-goyang.
puluhan sinar kehijauan yang terang dan lembut sekali segera
melesat kencang meluruk kearah Giok-liong, Bersama itu dua
utas rantai merah yang bergerak lincah laksana ular naga
yang hidup membawa angin menderu serta gelombang panas
yang membakar kulit sekaligus bersamaan menerpa dan
menggulung tiba, Bukan hanya sekian saja Giok-liong
menghadapi ancaman elmaut, karena disebelah samping
kanan kiri kedua orang seragam hitam itu juga memutar
kencang senjatanya menusuk tiba dari kanan kiri terus
menubruk dan membabat kearah Giok-liong.
Giok-liong menggerung keras, kedua kakinya mendadak
dijejakkan diatas tanah, badannya lantas melesat mundur
kesamping, kebelakang, bersama itu sinar kuning dari potlot
masnya diputar kencang, jurus Sip-hun dari salah satu Janhun-
su-sek dikeluarkan. Sesuai dengan nama jurus serangan ini yaitu kehilangan
sukma, kontan terdengar salah satu dari seragam hitam
pengeroyoknya segera melompat mundur sambil menjerit
ngeri, terang kalau sukmanya melayang menghadapi raja
akhirat. Tapi tak beruntung bagi Giok-liong tiba-tiba terasakan
bahwa paha kirinya juga sakit dan nyeri menusuk tuIang,
namun sekuat tenaga ia bertahan dan berlaku tenang, kaki
menjejak mendadak ia jumpalitan ditengah udara, badannya
meluncur lagi kesamping setombak lebih berbareng terdengar
bentakannya menggeledek: "iblis rudin jangan gugup, Giok-
Iiong mendatangi l" Dimana tangan kanan diayun, sebuah potlot masnya
disambitkan dengan kencang berubah selarik sinar kuning
langsung meluncur kearah pelindung kanan dari Hiat hongpang
yang tengah menusukkan senjatanya kearah Siok Kiu
tiang yang mendeprok ditanah kahabisan tenaga dan darah.
Bentakaa Giok liong yang keras dan garang itu cukup
membuat pelindung kanan itu tergelak kaget dan keder,
sedikit merendek saja tahu-tahu sinar kuning yang mendesis
keras laksana anak panah yang sudah menusuk tiba didepan
mata, Meskipun ia sudah berusaha berkelit sambil memutar
tubuh, tak urung mulutnya menggerung keras seperti babi
hendak disembelih. Karena potlot mas Giok liong dengan telak
telah menghunjam amblas kedalam punggungnya sampai
tembus kedepan dada kontan badannya roboh terkapar
ditanah, Darah segar segera memancur keluar dengan deras
dari dadanya, Tapi ia masih membelalakkan kedua matanya
mencorong menyakitkan sebelum ajal ini dia masih sempat
menyambitkan kedua senjata garpunya kearah Siok Kiu-tiang,
Lantas badannya sendiri terbanting sekali lagi dan tak
bergerak untuk selama-lamanya. Begitu potlot masnya disambitkan, menurut perhitungan
Giok-liong akan segera mengejar datang untuk mengambilnya
kembali untuk menghadapi lagi kejaran dan kepungan
pelindung kiri serta dua seragam hitam lainnya, sungguh
diluar dugaannya bahwa watak pelindung kanan itu ternyata
sedemikian ganas dan kejam, sebelum ajal ini masih
mengerahkan seluruh sisa tenaganya untuk menyerang Siok
Kiu-tiang dengan sambitan kedua senjata garpunya, Saking
kejut segera mulut Giok-liong menghardik keras, tubuhnya
juga melenting tiba dengan kecepatan meteor terbang dimana
kedua tangannya bergerak saling susul, angin badai segera
terbit bergulung-gulung, untung masih sempat menyampok
pergi kedua senjata garpu musuh sehingga menyelonong
kesamping. Dilain saat begitu kakinya menyentuh tanah, rasa sakit di
paha sebelah kiri segera merangsang hatinya, sampai kakinya
lemas dan tenaga hilang, terpaksa ia melolos jatuh ketanah.
Bertepatan dengan itu, pelindung kiri jadi mengamuk dan
menggembor keras sambil lancarkan pukulan yang membawa
suhu panas membawa terus mengepruk keatas kepalanya.
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sementara itu, dua orang seragam hitam lainnya juga sudah
meluruk tiba pula dengan serangan senjata yang cukup ganas
puIa. Dalam seribu kerepotan ini, tiba-tiba terdengar Siok Kiutiang
membentak keras, badannya tiba-tiba mental naik
ketengah udara setinggi tiga tombak. "Wut" beruntun ia kirim
dua kali pukulan mengarah kedua orang seragam hitam itu.
Dilain pihak Giok-liong sendiri juga sudah menyedot hawa
dan mengerahkan tenaga dari pusarnya, tangan kiri diayun
dengan seluruh kekuatannya sedang tangan kanan merogoh
kedalam saku terus beruntun menyambitkan tiga batang
senjata rahasia yang berbentuk potlot mas kecil.
"Blang !" Bum !" seiring dengan suara gemuruh yang
menggetar ini, terdengar lolong panjmg kesakitan dari mulut
pelindung kiri Bersamaan itu sinar merah marong juga tengah
meluncur menghunjam kearah dada Giok-liong.
Diam-diam Giok-liong bergirang hati, tahu dia bahwa ketiga
batang potlot masnya ternyata telah mengenai sasarannya
dengan telak, Mendadak dengan kaki kanan sebagai poros ia
memutar tubuh sambit mendekam tubuh, tepat sekali ia
menghindarkan diri dari sasaran dua garpu musuh yang
melesat tiba. "BIum!" disebelah sana Siok Kiu-tiang juga telah saling
gempur pukulan dengan kedua lawannya. Tiba-tiba ia
menggembor keras,"Maknya, bunuh semua!" membawa
seluruh badan yang penuh berlepotan darah ia terus
menubruk maju lagi, seolah-olah kedua tangannya itu secara
mendadak mulur panjang sekali lipat, kiranya jurus Kam-thian
ci yang mematikan itu sudah dilancarkan.
Bukan kepalang kaget dan rasa takut ke dua orang
seragam itu, sambil berseru ketakutan mereka melompat
mundur. Tapi meski pun mereka sudah bergerak cepat, dan
berusaha menyelamatkan diri tak urung juga sudah terlambat,
kedua kepalan tangan yang membesar itu menutuk tiba dari
tengah udara jeritan yang mengerikan berkumandang sampai
sekian lamanya, darah dan daging manusia yang hancur
berkeping-keping berterbangan keempat penjuru, kedua orang
seragam hitam berbareng direnggut jiwanya.
Cepat-cepat Giok-liong berjongkok menjemput senjata
potlot masnya lalu perlahan lahan berdiri tegak. Saat mana
terdengarlah-serentetan getaran tawa dingin yang
menggiriskan bulu roma mengalun tinggi. Tampak Hiat hong
Pang-cu mengulapkan tangan sembari memberi perintah:
"Serbu!" Maka sorak-soraklah para seragam hitam yang mengepung
diiuar gelanggang sambil angkat senjata terus menerjang
maju sembari kekuatan serbuan yang dibawa oleh pihak Hiat
hong-pang tidak hanya terpaut puluhan saja karena dari
belakang batu batu besar di kejauhan sana juga beruntun
berloncatan ke luar pula berpuluh puluh bayangan hitam yang
membawa senjata berkilauan terbang mendatangai menyerbu
ketengah gelanggang. Mendadak Giok-liong merasakan dipaha kirinya
merembeskan darah dan terasa hangat, celakanya suhu
hangat ini semakin menjalar keatas, maka cepat-cepat ia
mengerahkan hawa murni untuk menutup jalan-jalan darah.
Tiba-tiba terdengarlah ejekan tawa dingin dari samping
kirinya: "Buyung, menyerah saja" sebuah bayangan hitam
berkelebat tahu-tahu Hiat hong Pang-cu sudah berada didepannya,
berbareng tangannya ikut bergerak lima jalur angin
dingin menyamber kencang melesat kearah lima jalan darah
penting di dadanya. Giok-liong bergelak tawa keras sekali tangan kanan juga
digerakkan sinar kuning segera berkelebat berbareng ia juga
menggerung keras: "Siok-toako, bunuh semua!"
Terdengarlah rentetan ledakan keras, di mana jalur-jalur
angin saling bentrok dengan potlot mas, konton Giok-liong
rasakan telapak tangannya tergetar linu dan sakit sekali,
hampir saja senjatanya terlepas dari cekalannya. Dalam
kagetnya kedua kakinya secara otomatis segera menjejak
tanah, badannya lantas melenting mundur berbareng kuntum
awan putih bergelombang menuruti gerak pukulan sisanya
teras melebar dan menerjang keempat penjuru.
Jerit dan pekik mengaduh menyayatkan hati sebelum ajal
saling susul, darah berceceran dimana-mana menjadi
genangan jang besar. Dimana-mana bayangan hitam
berkelebat kaki tangan daging-daging manusia yang sudah
menjadi mayat beterbangan kesana sini. Para seragam satu
persatu roboh menggeletak tanpa bangun kembali.
Seluruh tubuh Giok-liong dan Siok Kui tiang sudah penuh
berlepotan darah, tapi mereka masih terus bertempur matimatian.
Matahari sudah mulai mengunjukkan diri dari peraduannya
hari sudah menjelang pagi, Hasil dari pertempuran semalam
suntuk, ini darah mengalir menjadi genangan besar, mayat
bergelimpangan bertumpuk tinggi. Semakin bertempur jarak Giok-liong dan Siok Kui-tiang
semakin jauh akhirnya mereka semuanya terpisah saat mana
Giok-liong tangan menghadai empat orang seragam hitam
didepan sebuah hutan. Keempat orang seragam hitam ini
biasanya dikalangan Kangouw juga termasuk tokoh kelas satu,
tapi sekali ini mereka harus berhadapan dengan Giok liong,
betapapun tinggi kepandaian mereka masih jauh dibanding
kemampuan Giok liong. Tapi keadaan Giok-iiong saat mana sangat payah, bukan
saja sudah lelah juga badannya penuh luka-Iuka, Apalagi
setelah bertempur mati-matian dikeroyok sedemikian banyak
musuh-musuh Hiat-hong-pang, tenaga dalamnya sudah
banyak terkuras keluar. Maka dibawah kerubutan keempat
musuh ini dia semakin terdesak dibawah angin, Gerak empat
pedang panjang musuh sangat cepat merupakan satu tekanan
berat bagi dirinya, Kalau desiran angin pedang dapat mengiris
kulit sebaliknya bayangan pukulan gabungan mereka
berempat juga sangat deras bagai gelombang samudra,
sedemikian rapat kerja sama mereka hakikatnya Giok-liong
sudah terkekang dalam kepungan mereka.
Mendadak Giok liong kerahkan seluruh sisa kekuatan
tenaga murninya sambil memutar potlot masnya satu
lingkaran, nyana jurus Toan-bing (putus nyawa) dari Jan-hunsu-
sek telah dilancarkan dengan seluruh kekuatannya.
,,Prak - Blum" beruntun terdengar benturan keras yang
menggetarkan bumi, diselingi lima kali jeritan mengaduh
disusul bayangan orang terbang sungsang sumbel ke-empat
penjuru, darah beterbangan menari-nari ditengah udara,
jenazah mereka terbanting keras diatas tanah.
Giok-liong merasa jantungnya berdebar keras hatinya
merasa mual, segulunng darah segar menerjang keatas
menembus tenggorokkannya. Diam-diam hatinya berteriak:
"Tidak, tidak, aku tidak tidak boleh roboh"
Dia tahu sekali ia jatuh, bukan mustahil jiwanya bakal
melayang ditangan para kamrat-kamrat Hiat-hong-pang ini.
Demikianlah sedikit pandangannya menjadi kabur dan pikiran
tidak tentram, badannya segera melayang tinggi dan jatuh
kena pukulan gabungan para musuhnya yang kejam dan
telengas, badannya terus terbang tinggi menerobos dahandahan
sehingga menerbitkan suara yang berisik, akhirnya
Giok-liong merasa seluruh tubuh tergetar keras, kiranya
dirinya sudah terbanting masuk kedalaman sebuah rimba dan
menindih putus dan merontokkan banyak dahan dan daun
pohon. Tidak tertahan lagi, mulutnya menguak menyemburkan
darah segar, kepalanya terasa puyeng dan pusing tujuh
keliling, pandangan menjadi gelap lantas dia jatuh celentang
tak ingat apa-apa lagi. Tidak lama setelah Giok-liong terjatuh masuk kedalam
rimba, dari lereng gunung sana juga terdengar suara jerit dan
lolong kesakitan, beberapa orang saling bersahutan untuk
mengakhiri pertempuran berdarah ini.
Alam sekelilingnya masih diliputi keremangan kabut pagi
yang tebal, suasana sangat sunyi senyap, angin sepoi-sepoi
menghembus lalu membawa pagi yang sejuk dingin.
Diatas lereng gunung sana, didepan hutan ini, darah
berceceran . menggenangi mayat-mayat yang tidak lengkap
anggota tubuhnya, Sayup-sayup terdengar suara keluh dan
gerangan orang yang menderita kesakitan sungguh keadaan
serupa ini sangat mendirikan bulu roma.
Dari kejauhan belakang gunung sana, empat bayangan
orang tengah terbang cepat bagai meteor, Begitu sampai
kiranya tidak lain adalah Hiat-hong Pang cu sendiri yang
seluruh badannya penuh berlepotan darah serta tiga orang
berkedok seragam hitam. Begitu berhenti berlari, segera Hiat-hong Pang-cu berseru
dengan penuh kejengkelan: "Hm, Siok Kiu tiang dan bocah
berkedok itu tak mungkin dapat lari jauh, segera keluarkan
perintah suruh semua saudara-saudara dari berbagai sekte
bekerja keras mencari jejak mereka."
Habis berkata ia menyapu pandang kesekitarnya lalu
katanya lagi: "Bersihkan seluruh gelanggang pertempuran ini,
Pun-sii (aku) akan memeriksa kebelakang gunung."
Sambil mengulapkan tangan badannya lantas melesat cepat
sekali laksana kilat meluncur kebelakang gunung, Keadaan dibelakang
gunung sangat sunyi senyap, kabut pagi masih
belum buyar, angin sepoi menghembus lalu melambaikan
dahan-dahan pohon. Diatas sebuah dahan pohon besar yang menjulur keluar
dimana terkulai semampai lemas seseorang terluka parah,
seluruh tubuh orang ini berlepotan darah keadaannya sangat
menguatirkan. Orang ini bukan lain adalah Giok-liong adanya,
darah segar masih meleleh terus dari mulut dan hidungnya,
Setetes demi setetes menitik diatas tanah terus meresap
kedalam tanah. Kabut putih yang mengembang halus menyelimuti seluruh
badannya terus mengalir lewat tanpa bersuara. Dewa elmaut
seakan sudah mencabut seluruh jiwanya, kesunyian yang
mencekam telah meliputi seluruh semesta alam ini,
sekonyong-konyong dari dalam rimba sebelah dalam sana
terdengar suara halus yang merdu tengah berkata: "Eh,
apakah ada orang sedaag bertempur diluar rimba ?"
Baru saja lenyap suaranya lantas terlihat sebuah bayangan
hijau pupus yang berbentuk semampai melayang enteng
sekali di keremangan kabut. Tetesan darah dari atas pohon hampir saja menetes diatas
wajahnya yang ayu jelita dan bersemu merah. sedikit terkejut
segera ia mundur beberapa langkah sambil mendongak
keatas, kontan terdengar mulutnya berteriak kaget: "Oh orang
ini . . ." Dalam keadaan pingsan itu tiba-tiba Giok-liong sedikit
menggeliat mulutnya mengguman lirih menahan sakit.
Bayangan hijau pupus ini adalah seorang gadis remaja
yang mengenakan pakaian hijau mulus, tampan alisnya
dikerutkan setelah mengamati keadaan Goik-liong yang
semampai diatas dahan ia berkata seorang diri: "Ternyata
masih belum mati! Aku harus menolongnya !" habis berkata
sepasang matanya yang jeli dan bening itu menyapu pandang
keluar rimba. Tampak disana malang melintang rebah empat
mayat manusia seragam hitam. Sekarang baru dia paham duduknya perkara, batinnya: "Ya,
tentu begitu, pasti ke empat orang ini mengeroyok dia
seorang. . ." Mendadak sebuah bayangan hitam laksana bintang jatuh
tengah meluncur cepat sekali dari lereng bukit sebelah sana.
Gadis baju hijau segera mengangkat alis dan bersiaga,
pikirnya : "Orang yang datang ini mengenakan baju hitam
pula, mungkin adalah kerabat dari keempat orang yang mati
itu." Sedikit menggerakkan badan dan menjejakkan kaki, ringan
sekali ia melompat keatas dahan, tangannya yang halus dan
lencir segera diulurkan terus menjinjing tubuh Giok-liong,
maka dilain kejap bayangan mereka sudah lenyap dari alingan
pohon pohon yang rimbun didalam hutan.
Baru saja bayangan gadis baju hijau menghilang didalam
rimba, bayangan hitam itupun sudah tiba diluar rimba. Begitu
melihat keempat mayat yang bergelimpangan itu, sepasang
matanya yang tersembunyi dibalik kedok memancarkan sorot
kegusaran yang meluap-luap, dengusnya dongkol: "Bocah
keparat, betapa juga kau takkan dapat lepas dari
cengkeramanku." Sepasang matanya yang tajam menyapu pandang keempat
penjuru, badannya mendadak melenting tinggi terus
menerjang keda-larn hutan, sekejap mata saja ia sudah
berputar sekali memeriksa situasi terus melayang balik lagi
keatas lereng bukit sana. Lambat laun matahari sudah naik tinggi ditengah cakrawala
lalu doyong lagi kearah barat, haripun berganti malam.
Dalam keadaan sadar tak sadar tahu-tahu Giok liong sudah
rebah sepuluh hari di atas pembaringan. Hari itu perlahanlahan
ia membuka mata, selarik sinar merah menyilaukan
pandangan matanya. Bersama dengan itu hidungnya juga
mengendus bau wangi semerbak yang menyegarkan badan
terasa badannya rebah diatas kasur yang empuk dan enak
sekali. Setelah matanya terbuka lebar, terlihat didepan sebelah
sana adalah sebuah jendela besar yang terbentang lebar.
Diluar jendela sinar matahari tampak telah doyong kearah
barat. Tanpa terasa Giok-liong bertanya-tanya dalam hati:
"Tempat apakah ini?" Pandangan segera menjelajah keadaan sekitarnya,
didapatinya inilah sebuah kamar kecil yang dipajang dan
dilengkapi segala prabot serba antik dan penuh bebauan
harum dilihat keadaan semacam ini, tidak perlu diragukan lagi
pasti adalah kamar tidur seorang gadis remaja.
Segera terbayang pengalaman selama ini dalam benaknya,
Tahu dia bahwa dirinya lelah ditolong orang, tapi siapakah
orang yang telah menolongnya ini! Dilihat dari keadaan kamar
ini bukan mustahil yang menolong dirinya adalah seorang
gadis. Untuk ini lantas teringat olehnya akan Ang-i-mo-li Li
Hong. sebetulnya Li Hong adalah seorang gadis yang baik,
namun mengapa julukannya sedemikian seram dan tak enak
didengar" Lantas teringat juga akan iblis rudin Siok Kui-tiang, untuk
dirinya sampai dia menderita dan bukan mustahil malah
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengorbankan jiwanya. Ya, iblis rudin pasti sudah mati!
Betapa tidak dengan membekal luka-Iuka dalam yang sangat
parah itu dia masih terus bertahan melawan dan menggempur
mati-matian dengan para durjana dari Hiat-hong-pang,
seumpama tidak terbunuh mati oleh musuh pasti juga mati
lemas kehabisan tenaga. Oh, Tuhan! Nasibku ini sudah sedemikian jeleknya."
Mengapa setiap orang yang bertemu dengan aku harus pula
mengalami penderitaan yang hebat ini" Apakah aku ini
seorang yang bertuah" Ayah sudah menghilang tanpa jejak
sejak aku masih kecil, lbu juga karena terlalu baik terhadap
aku sampai akhirnya tidak diketahui mati hidupnya, Dalam hati
juga akan Li Hong yang telah melepas budi menolong jiwanya
dari renggutan elmaut. akhirnya toh diculik orang dengan
keadaan telanjang buIat, iblis rudin setelah tahu bahwa
dirinya adalah sahabat yang terdekat, jiwanya melayang di
bawah keroyokan kaum Hiat-hong-pang.
Berpikir sampai disitu, tanpa merasa berkobar amarahnya,
desisnya sambil menggigit bibir: "Hiat-hong-pang. Hiat-hongpang,
Akan datang satu hari aku Ma Giok-liong pasti
menumpas habis menjadi rata dengan tanah seluruh Hiathong-
pang. Aku harus menuntut balas . . ."
Sekonyong-konyong dari luar pintu sana terdengar suara
tawa ringan yang nyaring dan merdu: "Kongcu, kau sudah
sadar!" se-iring dengan suara halus ini melayang masuklah
sebuah bayangan langsing semampai kedalam kamar.
Seketika Giok liong merasa pandangannya menjadi terang,
matanya memandang kesima. Alis yang melengkung indah bak bulan sabit, menaungi
sepasang mata bundar besar yang bersinar bening, Hidung
mancung tinggi, dengan mulut mungil yang merah seperti
delima merekah. Sambil tersenyum lebar mengunjuk sebarisan
giginya yang putih bersih perlahan-lahan menghampiri kearah
pembaringan. Cepat-cepat Giok-liong bangun berduduk serta katanya:
"Budi pertolongan nona yang sedemikian besar ini, selama
hidup pasti cayhe takkan melupakannya."
Gadis ayu berpakaian hijau mulus ini begitu Giok liong
membungkukkan badan lantas memutar badan, sahutnya
tertawa: "Kongcu, pakaianmu terlalu kotor, sudah kusuruh
orang mencucikannya ! Lekaslah kau benahi pakaian nanti
sebentar aku datang lagi !" bau wangi merangsang hidung,
tahu tahu dia sudah melesat pula keluar kamar.
Merah jengah selembar raut muka Giok liong, tersipu-sipu
ia menunduk melihat badan sendiri, baru sekarang ia merasa
Iega, Ternyata badannya telah mengenakan pakaian Iain.
Buntalannya juga terletak dipinggir ranjang. Jubah luarnya
yang besar serta putih itu juga tergantung di dinding.
Lekas- lekas dibukanya buntalannya itu, kiranya Jan hun ci
sena barang barang bekal lainnya masih ada, Sedang potlot
juga tertindih dibawah buntalannya itu, Legalah hatinya, maka
cepat-cepat ia berganti pakaian mengenakan jubah putih itu.
Mendadak merasakan suatu keanehan yang mengherankan
hatinya, Bukankah dirinya terluka parah dan tertolong sampai
disini, mengapa badannya sekarang tiada merasakan bekasbekas
luka parah itu" Dicobanya menyedot hawa
mengerahkan hawa murni, terasa hawa murninya penuh
padat dan Aotv gairah, rasanya lebih kuat dan kokoh dari
sebelum itu. Tengah ia merasa terheran heran, terdengar pula suara
merdu itu berkata diluar pintu: "Kongcu kau sudah berganti
pakaian belum ?" "Sudahlah !" Bayangan hijau disertai bebauan harum yang merangsang
hidung, tabu-tahu gadis serba hijau mulus itu telah melayang
masuk lagi, Bergegas Giok-liong nyatakan lagi rasa terima
kasihnya akan pertolongan jiwanya ini.
"Sudah jangan sungkan-sungkan, luka-Iukamu sungguh
sangat parah !" "Ya, luka-luka cayhe ini bila tidak mendapat pertolongan
nona, pasti jiwaku saat ini sudah lama melayang."
"Bukan aku yang mengobati lukamu, adalah nenekku yang
mengobati !" "Ah, kalau begitu besar harapanku bisa menghadap kepada
beliau untuk menyatakan banyak terima kasih akan budinya
ini." "Tidak perlu, setelah mengobati lukamu lantas nenek keluar
pintu menyambangi salah seorang kenalannya."
"Harap tanya tempat apakah ini?"
"Hwi-hun -san-cheng !" "Hah . . ." Seketika Giok-liong berdiri kesima seperti
kehilangan semangat. Betapa tenar dan disegani Hwi-hun san-ceng ini dikalangan
Kangouw, bagi setiap kaum persilatan tiada seorangpun yang
tidak mengetahui akan nama yang cemerlang ini, Hanya tiada
seorangpun yang tahu dimanakah sebenarnya letak dari pada
Hwi-hun-san ceng ini. Yang mengepalai Hwi-hun-san cheng atau perkampungan
awan terbang ini adalah Hwi hun-chiu (tangan awan terbang)
Coh Jian-kun ilmu silatnya tinggi wataknya juga aneh, tokohtokoh
dari aliran putih atau hitam srnna segan mencari
perkara terhadapnya! Apalagi selama hidup ini dia paling
mengutamakan "kependekaran", banyak kebajikan dari pada
kejahatan yang telah dilakukan selama hidupnya ini. Pula dia
tidak suka mencampuri urusan orang lain, maka jarang dia
tersangkut dalam perkara rumit yang mengikat dirinya.
Melihat sikap Giok liong yang lucu ini, gadis pakaian hijau
itu segera berkata halus: "Kau jangan takut, ayah dan ibu
sekarang tidak berada dirumah, Saat ini akulah yang paling
besar berkuasa dirumah ini, seluruh penghuni perkampungan
ini tiada yaag berani lerobosan di kediamanku."
Giok liong menggelengkan kepala, katanya: "Bukan cayhe
takut! Harap tanya nama nona yang harum?"
"Aku Coh Ki-sia, ayah ibuku biasa panggil aku Siau sia!
Nenek paling sayang padaku, sayang dia sekarang tak berada
dirumah "Kalau dia ada pasti kau juga akan suka padanya, Eh,
siapakah namamu?" "Ma Giok-liong"! "Nah, kalau begitu bolehkah aku panggil Liong-koko
terhadap kau?" Dalam berkata-kata ini Coh Ki-sia berjingkrak dan
melompat.lompat rnengunjukkan jiwanya yang polos dan
lincah, Tapi didalam kelincahannya ini menunjukkan juga
keagungan jiwanya. Cepat-cepat Giok-liong msnyahut : "Sudah tentu boleh."
"Engkoh Liong, luka-luka badanmu hari itu benar-benar
sangat parah, Kebetulan seorang diri aku mengeloyor keluar
dan menoIongmu pulang kemari! sungguh begitu melihat
keadaan luka-lukamu itu aku kaget setengah mati. Seluruh
badan berlumuran darah pula aku tidak berani mengabarkan
kepada ayah dan ibuku, terpaksa kulaporkan kepada nenekku.
Begitu melihat Potlot emasmu itu tanpa banyak bicara lagi
segera nenek turun tangan mengobati lukamu, setelah
keadaanmu tidak menguatirkan lagi baru dia tinggal pergi
menyambangi kenalannya, sebelum berangkat dikatakannya
bahwa beliau suka kepada kau !"
Tergerak hati Giok-liong, tanyanya: "Apakah peraturai
dalam Hwi-hun san-cbeng ini sangat keras?"
"Sudah tentu sangat keras, terutama bila ayahku berada
dirumah, lebih garang dan galak dari siapa saja, kadangkadang
sikapnya itu sangat menakutkan."
"O, kalau begitu... apakah aku harus menunggu ayah
ibumu kembali baru menghaturkan terima kasih?"
"Jangan. . . Hei, kau hendak pamitan?"
"Ya, sebab ada urusan penting yang mengikat cayhe, tidak
boleh aku tinggal terlalu lama disini, Budi pertolongan yang
besar ini, biarlah lain waktu saja aku berusaha membayarnya."
Mendengar penjelasannya ini, Coh Ki sia lantas mengunjuk
sikap yang kecewa dan tidak senang hati, rada lama dia
termenung lalu katanya: "Engkoh Liong, tunggulah beberapa
hari lagi, tunggulah nenekku kembali, baiklah ?" suaranya
halus penuh nada mengharukan membuat hati Giok liong
terketuk tak sampai hati ia berlaku keras.
Tak enak rasanya kebaikan hati orang, terpaksa Giok-liong
manggut-manggut serta katanya: "Baiklah, paling larna aku
hanya boleh tinggal lima hari lagi."
Bukan kepalang girang Coh Ki-sia sampai berteriak dan
berjingkrak-jingkrak: "Engkoh Liong, sungguh baik benar
hatimu !" Sebaliknya diam diam Giok-liong menghela napas, Talni dia,
Siau-sia seorang diri dalam Hwi-hun-san-cheng yang sunyi dan
sepi begini, tentu dia merasa kesepian, pikir punya pikir dia
lantas bertanya: "Nona Coh. . ."
Coh Ki-sia lantas menyenggak perkataannya, ujarnya lincah
: "jangan panggil aku Nona Coh lagi, panggil aku Siau-sia
saja!" "Baik, Siau-sia." "Hrh." Coh Ki-sia mengiakan
"Didalam perkampungan ini pasti ada banyak kawan yang
menemani kau bermain bukan ?" Rasa masgul dan rawan segera menyelubungi seluruh raut
muka Coh Ki-sia, tampak alisnya dikerutkan, katanya sedih:
"Tidak, ayah ibuku melarang aku bertemu dengan orang lain !
Tempo hari ada seorang pemuda yang tidak setampan kau,
tapi dia baik hati, pandai bicara lagi, secara, sembunyisembunyi
ia datang kemari bermain dengan aku, akhirnya
diketahui ayah, dikatakan bahwa dia mempunyai maksud jahat
yang lantas di bunuhnya, Karena peristiwa itu aku sampai
menangis beberapa hari lamanya ! walaupun aku tidak suka
pada dia, tapi tidak seharusnya ayah membunuhnya ! Ai,
sungguh kalau dipikirkan sangat menjengkelkan."
"Sudahlah Siau-sia, tujuan ayah ibumu adalah baik untuk
kau." "Baik juga tidak seharusnya begitu, justru nenek
mengatakan mereka salah." "Kenapa nenek tidak mau menegor kepada mereka untuk
tidak berbuat demikian ?" "Nenek tidak cocok dengan ayah ibu sering bertengkar
dikatakan bahwa ayah tidak berbakti, maka beliau tidak suka
bicara dengan ayah ibu. Engkoh Liong, ayah ibumu tentu
sangat baik terhadapmu bukan, mereka mengijinkan kau
dolan kemari . . . " Hati Giok-liong menjadi terharu tenggorokan juga lantas
sesak, katanya setelah menelan air liur: "Ya, mereda sangat
baik terhadap aku." "Tapi apakah mereka tidak kwatir kau mengalami bahaya
diluaran ?" Dua titik air mata kontan meleleh dari ujung mata Giokliong.
seumpama dalam keadaan biasa pasti tak semudah itu
ia mengalirkan air mata soalnya dia sudah biasa ditimpa
segala kemalangan dan penderitaan lahir batin, sehingga
lahiriahnya sangat pendiam dan dingin, menjadi gemblengan
dalam menahan sabar. Namun menghadapi gadis remaja seayu bidadari yang
lincah gerak geriknya pandai bicara lagi, sulit ia
mengendalikan perasaan hatinya lagi.
Begitu melihat Giok-liong mengalirkan air mata, Siau-sia
menjadi gelisah dan gugup, pelan-pelan dan halus sekali
gerakannya ia mengulurkan sebelah tangannya dengan jarijari
yang runcing halus seperti tidak bertulang mengusap air
mata yang meleleh di kedua pipi Giok-liong, ujarmu lemah
lembut "Engkoh Liong, kenapa kau nangis" Apakah Ayah
ibumu juga tidak baik?" Pertanyaan lemah lembut yang menusuk sanubari ini lebih
menambah kedukaan hati Giok-liong, air mata meleleh
semakin deras tak terlahanlan lagi.
Keruan Siau sia semakin gugup, katanya bingung: "Engkoh
Liong, Siau sia yang salah membuat kau berduka saja..."
sambil berkata dengan lembut ia mengelus ngelus rambut
Giok-lioag. Giok-liong menahan rasa duka serta menahan akan
tangisnya, katanya: "Maaf, Siau-sia, aku terpengaruh oleh
perasaan." "Tidak menjadi soal, aku tahu kau sedang kunang enak
badan," Aku sendiri kalau tidak enak badan juga sering
nangis. Engkoh Liong, urusan apakah yang membuat hatimu
berduka, dapatkah kau ceritakan kepada Siau-sia?"
"Aku . . . . aku , . , . !"
"Engkoh Liong, kita bicara tentang perihal lain saja?"
Sang waktu terus berjalan, hari berganti hari, tahu-tahu
lima hari telah berlalu tanpa terasa, Dalam lima hari ini
hubungan Giok-liong dengan Siau sia ada banyak kemajuan
yang mengejutkan. Maklum yang pria tampan dan ganteng,
berilmu tinggi pandai sastra lagi, sedang yang perempuan
secantik bidadari lincah dan polos pula, Memang agaknya
mereka sangat cacok dan merupakan sepasang jodoh yang
sudah ditakdirkan Tuhan. Sayang Giok-liong ditakdirkan pengalaman hidup yang pahit
getir serta riwayat hidup yang sengsara! Dia mempunyai tugas
berat menuntut balas dendam kesumat keluarganya serta
kepentingan kaum persilatan yang tengah terancam mara
bahaya kemusnahan. Sebaliknya Siau-sia dilarang untuk berdekatan dengan
segala orang laki-laki, akibatnya adalah laki-laki itu pasti
dibunuh oleh ayahnya. Tapi selama lima hari ini, mereka berdua menyingkirkan
segala pikiran buruk, setiap saat selalu berduaan tak pernah
berpisah. Menjelang magrib pada hari kelima, matahari sudah
terbenam diperaduannya, sang putri malam juga sudah
memancarkan cahayanya yang redup. Dipinggir sebuah sungai kecil yang mengalirkan air jernih
dalam sebuah hutan kecil, sepasang kekasih tengah duduk
berhimpitan berkasih mesra. Terdengar Siau sia sedang berkata "Engkoh Liong, benar
benar kau hendak berangkat?" "Ya, Siau-sia, sukalah kau memaafkan aku."
"Apa kau tega meninggalkan Siau-sia seorang diri
kesunyian disini."
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Siau-sia, keadaan di Kangouw serba unik dan banyak
bahayanya, jiwa siapapun sulit dapat terlindung! Apalagi
dimana mana banyak tersebar musuh besarku, besar niat
mereka hendak membunuh aku!" "Lalu kenapa kau harus berangkat?"
"Banyak sekali urusan yang harus kuselesaikan."
"Engkoh Liong, jikalau urusanmu sudah selesai, apakah kau
datang kembali membawa aku?" "Tentu, Siau-sia aku pasti kemari lagi."
"Betapapun kau jangan melupakan aku."
"Tidak aku tidak akan melupakan kau."
"Engkoh Liong. . ." "Heh, ada apa?" "Aku. . .aku cinta kau!" habis berkata cepat-cepat ia
menundukkan kepala kemalu-maluan dengan selebar
wajahnya merah jengah, melirikpun tidak berani.
Giok-liong menghela napas, tangannya diulur mengelus
rambut Siau-sia yang panjang halus semampai bak benang
sutra, katanya lirih: "Siau-sia, aku juga mencintai kau tapi. . ."
"Tapi apa , , , . " "Tapi bila siapa bermain cinta denganku, hari-hari
selanjutnya pasti mengalami penderitaan saja, mungkin aku
ini seorang yang bertuan. . ."
"Engkoh Liong, lekas kau jangan berkata begitu?"
Badan yang padat montok, segera merebahkan diri
kedalam pelukan Giok-liong. Kedua bibirnya yang panas
hangat juga segera melumat dan melekat erat sekali pada
bibir Giok-liong yang menyambutnya dengan penuh nafsu.
Dunia seakan-akan sudah berhenti berputar.
Dibawah cahaya bulan yang remang-remang itu tampak
kedua bayangan manusia itu lama-lama berdekapan dari
bayangan terbaur menjadi satu. Memang lekatan pada sang
bibir yang merangsang ini semakin mengaburkan kesadaran
mereka berdua. seakan-akan dunia ini sudah menjadi milik
mereka sendiri. Entah sudah berapa lama mereka mengecap rasa nikmat
sebagai manusia hidup dalam alam semesta ini, Tahu-tahu
sang waktu sudah berlalu tanpa mereka sadari. Sekarang sang
putri malam sudah doyong kebarat. Sedang diufuk timur sang
sinar surya sudah mulai mengintip dari peraduannya.
Suara bisik bisik dari percakapan mereka berdua terdengar
lagi: "Engkoh Liong, aku cinta padamu."
"Adik Sia, aku cinta kau!"
"Engkoh Liong, aku sudah menyerahkan segala milikku
kepadamu, kuharap kau tidak melupakan aku!"
"Benar, adik Sia legakan hatimu! Engkoh Liongmu ini bukan
pemuda bangor yang suka ingkar janji! Aku akan berusaha
sekuat tenaga untuk selekasnya menyelesaikan tugasku
kembali kesini menjemput kau!."
"Engkoh Liong sungguh aku sangat bahagia! Aku sangat
girang!" "Adik Sia!" "Hmmmm." "Kini sudah hari keenam, betapapun aku harus segera
berangkat!" "Baiklah, lekaslah kau berangkat dan cepat kembali supaya
aku tidak kwatir dan terlalu mengenang dan mengharap harap
kau." "Baik," berdua mereka berjalan berendeng bergandeng
tangan keluar dari rimba. Kasih mesra yang tidak mengenal batas terpaksa harus
bubar mengiringi rasa duka nestapa sebelum berpisah ini,
mereka sama-sama menghentikan langkah.
Air mata pelan-pelan mengalir keluar dari kedua biji mata
Siau-sia yang bening pudar itu: "Selamat berpisah Engkoh
Liong, jagalah dirimu baik-baik, adik Siamu selama hidup ini
selalu akan menantimu..." tak tertahan lagi air mata mengalir
deras. Pelan-pelan Giok-liong mengecup air maia yang mengalir
deras itu, serta katanya tersendat "Adik Sia. selamat berpisah,
aku berangkat..." memutar tubuh terus lari kencang!
Diatas tanah tersiram setetes air mata yang tak terbendung
lagi, tak tertahan lagi Siau sia menangis sesenggukan tapi dia
masih kuat melebarkan kedua pandangan matanya serta
melambaikan tangan, sampai bayangan Giok-liong sudah
menghilang dibalik pinggang gunung sebelah depan sana.
Walaupun perpisahan ini bukan untuk selamanya, namun
betapapun rasanya sangat berkesan dan menggetarkan hati,
Hidup manusia memang kadang kadang harus dikasihani, baru
saja mereka terangkap sebagai suami istri, dalam waktu kilat
harus berpisah lagi. Asmara memang suka mempermainkan
orang, betapa kejam dan menyedihkan!
Membawa hati yang penuh duka lara Giok-liong kembangan
Leng-hua-toh sekuatnya, besar hasratnya untuk membuang
jauh-jauh rasa sedih dan pilu hatinya dibelakang. Tapi apakah
itu mungkin" Betapapun cepatnya ia berlari perasaan yang
mengganjal dalam sanubarinya itu selalu mengintil
dibenaknya, membuatnya sedikit tiada kesempatan untuk
bernapas! 0h. Tuhan! semakin lari jarak dengan istri tercinta semakin
jauh! Entah kapan dirinya baru dapat tiba kembali diharibaan
kekasihnya yang tercinta, Tak tertahan lagi ia berpaling
kebelakang, Namun pohon didepan sana sudah teraling oleh
lamping gunung, tak kuasa lagi segera kakinya berlari kencang
balik kearah datangnya semula, Asal dapat selintas pandang
saja melihatnya, meskipun itu dari jarak yang sangat jauh,
hatinya juga akan lega dan terhibur.
Tak lama kemudian ia sudah sampai di-puncak lamping
gunung. jauh didepan hutan yang lebat sana, dibawah cahaya
sinar matahari yang memancar terang, tampak sebuah
bayangan manusia terbayang dalam pandangannya. "Oh,
Siau-sia kekasihku, kenapa kau masih belum kembali?" Baru
saja Giok liong hendak mementang mulut berteriak! Tatkala
itu agaknya bayangan Siau-sia yang langsing semampai itu
juga telah melihat bayangan Giok-liong yang lari balik saking
girangnya tampak ia berjingkrak sambil melambaikan
tangannya. Ingin rasanya Giok-liong cepat-cepat berlari balik memeluk
Siau-sia. dalam pelukannya, akan dikatakan bahwa untuk
selanjutnya dirinya takkan berpisah lagi!"
Tapi dapatlah kenyataan hidup ini memungkinkan tekadnya
ini! Sekarang sudah saatnya ia harus pergi meninggalkan
tempat yang penuh kenangan manis ini karena ia telah
melihat bayangannya, Maka sambil menunduk perlahan-lahan
ia memutar badan berjalan melenggang turun dari puncak
gunung, Tak tertahan agi dua butir air mata menetes
membantu jubah panjangnya. Tiba tiba Giok-liong menghela napas panjang untuk
menghilangkan kekesalan hatinya. Mendongak ketengah udara
ia berpekik panjang terus berlari sekencang-kencangnya,
Tanpa terasa akhirnya ia tiba dijalan raya, terpaksa ia harus
melanjutkan langkah kakinya terus menyusun jalan raya ini
menuju kekota. Tatkala itu meskipun sudah tiba pertengahan musim rontok
hawa masih dingin sekali, tapi setelah matahari terbit dan
meninggi, terasa hawa mulai panas dan hangat.
Semakin dekat dengan kota terlihat satu dua orang berlalu
lalang, tapi mereka memandang kearah Giok-liong dengan
sorot pandangan yang aneh. Sebab pemuda yang gagah
ganteng ini hanya mengenakan pakaian jubah luar yang tipis,
berjalan seorang diri dengan sikap dingin seolah-olah semua
orang dalam dunia ini, semua kejadian dalam alam semesta ini
sedikitpun tidak menarik perhatian."
Lama kelamaan orang mulai banyak berlalu lalang ditengah
jalan, sudah tentu semakin banyak orang dijalanan yang
memandang heran kearahnya, Malah ada yang bisik-bisik
membicarakan keanehannya. Terang dia sebagai pelajar yang
lemah, dalam musim yang dingin ini hanya mengenakan jubah
pelajar yang tipis serta ikat kepala sutra lagi agaknya sedikit
tidak takut akan dingin. Ditambah expresi wajahnya yang
membeku tanpa emosi menambah semua orang bertanyatanya,
orang macam apakah pemuda gagah ini!
Dari pembicaraan orang-orang dipinggir jalan itu akhirnya
Giok-liong tahu bahwa kota didepan yang terletak dipinggir
bukit Tay-soat-san ini bernama kota An-tin.
Demikianlah ia menyusuri jalan raya ini, tak lama kemudian
didepannya terlihat tembok-tembok "eadck dibelakang
tembok-tembok ini adalah gubuk-gubuk tembok yang rendah.
Terdengar didalamnya suara manusia yang berbisik. Kiranya
para pedagang yang hilir mudik sangat banyak tiada putusnya.
Waktu Giok-liong memasuki kota An-sum matahari sudah
cukup tinggi diatas cakrawaIa. Mengikuti arus manusia yang
berbondong bondong itu, perlahan-lahan Giok-liong memasuki
kota terbesar disamping pegunungan Tay-soat san ini.
Baru saja ia habis melewati sebuah jalan raya. lantas
terdengarlah suara masakan dio-tth diatas wajan serta hidung
juga dirangsang bau masakan yang sedap, perut Giok-liong
lantas keruyukan minta diisi. Memang sudah beberapa hari ini
Giok-liong belum makan. Apalagi bau masakan sedap dan berat ini selain masa kecil
dulu, selanjutnya waktu hidup dalam pengasingan diatas
gunung beberapa puluh tahun itu, boleh dikata masakan
kampungan saja yang dimakannya, maklum sudah sekian
lama dia tidak bergaul dengan khalayak ramai.
Seketika timbul selera makannya, mengikuti datangnya
arah bau masakan ia membelok ke jalan tanah sebelah kiri
rumah pertama pada jalan ini terlihat diluar pintunya ada
tergantung papan nama yang bercat merah bertuliskan hurufhuruf
hitam besar bernama "warung daging sapi" diluar
dugaan pintu warung ini tergantung gordyin tebal yang
terbuat dari wool. (Bersambung Jilid Ke 6) JIlid 06 Diambang pintu berdiri seorang pelayan yang mengenakan
baju tebal terbuat dari kapuk, setiap kali ada orang berjalan,
ia membungkuk-bungkuk badan sambil menyilakan orang
mampir. Pelan-pelan Giok-liong maju mendekat. Pelayan itu segera
maju menghampiri sambil berseri tawa, ujarnya: "Kongcu,
hawa sedingin ini bajumu tipis lagi, awas nanti kena pilek!
Kongcu warung kita merupakan yang paling terkenal dikota ini
dengan masakan yang paling lezat, Keadaan didalam hangat
lagi silakan masuk dulu untuk sekedar istirahat ! Nanti setelah
sang surya naik tinggi keadaan hawa jaga sudah panas
setelah perut kenyang tentu semangat bertambah untuk
melakukan perjalanan." sambil berkata ia lantas menyingkap
gordyin tebal itu menyilahkan tamunya masuk.
Begitu gordyin tersingkap bau harum arak serta masakan
segera merangsang hidung hawa hangat juga lantas mengalir
keluar menyampok badannya. Giok- liong sedikit menganggukkan kepala kearah si
pelayan terus melangkah masuk, Tepat pada waktu Giok-liong
melangkah masuk ini, seseorang bajingan yang berada
dipinggir emperan memutar biji matanya terus bergegas lari
pergi. Saat itu meskipun hari masih sangat pagi, tapi orang yang
datang kepasaran dikota ini sudah banyak selalu tidak heran
dalam warung daging sapi ini sudah penuh sesak dan hiruk
pikuk oleh pembicaraan para tamu. Acuh tak acuh Giok liong mencari tempat kosong,
dimintanya seporsi Sop buntut serta arak sepoci kecil, seorang
diri ia makan minum dengan tenangnya.
Para tamu yang hadir dalam warung makan ini boleh dikata
terdiri dari segala lapisan masyarakat dari kaum yang rendah
sampai yang terpelajar juga tidak sedikit para buaya darat
berkumpul disini. Sebuah meja besar yang terletak ditengah ruangan penuh
dikerumuni banyak laki-laki bermuka garang dengan jambang
lebat tebal serta mata yang mendelik besar, sambil makan
minum tak henti-hentinya mulutnya mengoceh panjang
pendek ngelantur menerbangkan ludahnya.
Terdengar salah seorang laki-laki kasar yang berusia tiga
puluhan duduk di paling tengah membuka mulutnya yang
besar sedang bicara: "Maknya, sungguh ajaib dan
mengherankan akhir-akhir ini banyak kejadian aneh yang telah
timbul dalam kaum persilatan. Dilihat-naga-naganya, bakal
ada lagi adegan seram dan mengejutkan bakal terjadi tak
lama ini." Orang-orang yang berduduk disekitarnya lantas bertanya
berbareng: "Thio toako, coba kau ceritakan untuk kita dengar
bersama!" Melihat banyak orang ketarik oleh obrolannya, giranglah
orang itu, telapak tangannya segera menepuk dada, serunya
tertawa "He, siapa tidak tahu aku simulut cepat Thio Sam
paling lincah mendapat kabar, Kalian jangan kesusu,
dengarkan dulu suatu suatu peristiwa yang baru saja terjadi di
tempat yang berdekatan ini." Suasana seketika menjadi sunyi dan tenang, semua orang
mementang mata lebar-lebar dan memasang kuping untuk
mendengar ceritanya. Terlebih dulu si mulut cepat Thio Sam menenggak araknya,
lalu menggerung batuk-batuk. ujarnya: "Belakangan ini
dikalangan Kangouw telah muncul seorang pemuda pendekar
yang diberi julukan Kim-pit-jan-hun, apakah kalian sudah
pernah dengar?" Serentak para hadirin menyatakan tidak tahu.
"Ha, bicara tentang Kim pit-jan-hun ini orang akan
mengkirik ketakutan." sampai disini ia menenggak lagi
araknya, lalu menyumpit sekerat daging sapi terus dijejalkan
kedalam mulutnya, pelan-pelan dikunyahnya.
Para teman-teman yang memenuhi sekeliling meja besar ini
rata-rata adalah orang-orang yang kenyang berkelana di
kalangan Kangouw, melihat tingkah si mulut cepat yang tengik
jual mahal itu, ada diantaranya yang berangasan lantas
tercetus bertanya: "Thio-toako, sudahlah lanjutkan ceritamu,
jangan jual mahal apa segala."
"Thio toako, siapakah sebenarnya Kim-pit-jan hun itu?"
Si mulut cepat Thio Sam menenggak seteguk arak lagi, lalu
berkecek kecek-kecek mulut, katanya: "Buat apa gugup,
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bicara tentang Potlot emas samber nyawa ini. Wah
kepandaian silatnya benar-benar bukan olah-olah hebatnya!"
"Bagaimana hebatnya?" "Coba kalian katakan, selain sembilan perguruan besar
yang kenamaan itu, sekarang ini kekuatan siapakah yang
paling berpengaruh dikalangan Kangouw?"
"Kim i pang." "Bukan, kukira Siok li-kan lebih kuat,"
"Salah, yang benar adalah Hiat hong-pang"- Begitulah para
hadirin menjadi ribut adu mulut, masing-masing mengukuhi
pendapatnya sendiri. Si mulut cepat membentang kedua tangannya seraya
mencegah: "Sudah jangan ribut. Memang dalam dunia
persilatan sekarang banyak kumpulan atau organisasi yang
saling bermunculan, sudah tentu diantara sekian banyak itu
ada beberapa yang berkekuatan besar, tapi yang
kumaksudkan dalam ceritaku ini adalah Hiat-hong-pang."
"Hiat-hong-pang kenapa" "
"Sekali ini Hiat-hong-pang dibikin kucar-kacir oleh Potlot
mas samber nyawa!" "Ha, ada kejadian begitu?" Semua hadirin menjadi tertegun
kaget, ini betul betul suatu berita yang mengejutkan siapakah
orang yang berani memancing kerusuhan dengan pihak Hiat
hong-pang. Melihat ceritanya ini mengejutkan semua hadirin sampai
melongo dan melompong saking heran si mulut cepat Thio
Sam semakin takabur, sekilas matanya menyapu pandang
keempat penjuru dilihatnya dalam warung-daging sapi ini ada
begitu banyak orang yang tengah pasang kuping
mendengarkan ceritanya maka semakin semangat ia
mengobral ludahnya dengan suaranya yang lebih lantang:
"Bukan saja dibikin kocar kacir, sampai kedua pelindung kanan
kirinya juga terbunuh oleh musuh."
Sebenarnya tokoh macam apakah Potlot emas samber
nyawa itu" Apakah dia seorang diri yang melakukan semua
itu." "Bukan, dia bergabung dan bekerja sama dengan iblis rudin
Siok Kui-tiang, kira-kira tiga puluhan jago-jago silat pihak Hiathong-
pang yang dikerahkan hampir dibunuhnya semua,
pertempuran yang dahsyat itu, ia, seumpama bumi
berguncang langit menjadi gelap darah mengalir seperti
sungai, mayat bertumpuk seperti bukit."
"Kejadian yang seram ini tidak perlu dibuat heran.
bukankah iblis rudin juga ikut andil dalam pertempuran itu,
maka tidak perlu dibuat heran akan hasil ini."
"Hehehe, kau salah lagi. walaupun iblis rudin sangat lihay,
tapi bila dia tidak dibantu oleh Potlot emas samber nyawa,
mungkin jiwa sendiri sudah melayang ditangan pelindung
pihak Hiat-hong-pang!" "Wah, masa demikian" Kalau begitu pasti kedua pelindung
kanan kiri itu juga merupakan tokoh silat yang bukan olaholah
kepandaiannya?" "Sudah tentu, karena mereka adalah murid Lwe-hwe-cun
cia yang bersemayam didaerah barat sana."
"Apa" Murid iblis tua itu! Mati ditangan Potlot emas samber
nyawa?" "Ya, malah kematiannya sangat mengerikan."
"Thio-toako, dari mana kau ketahui semua kejadian ini?"
"Seorang sahabat kentalku adalah mata hidung dari
perkumpulan itu, dialah yang memberi tahu kepadaku!
Menurut katanya Hiat-hong Pang-cu sangat murka, sudah
dikeluarkan Hiat-hong ling, mereka akan mengerahkan segala
kekuatan dan daya upaya untuk membunuh kedua musuhnya
itu!" "Thio-toako, kau sudah bercerita setengah harian, siapakah
sebenarnya tokoh macam Kim-pit-jan-hun ini" Bagaimanakah
asal-usulnya?" "Kalau kukatakan siapa dia pasti kalian tidak mau percaya,
Hanya seorang pemuda remaja yang lemah lembut, berwajah
cakap berdandan sebagai sastrawan, Mengenakan jubah putih
panjang, dengan ikat kepala dari kain sutra, hakikatnya seperti
bukan seorang yang pandai bermain silat!" bicara sampai
disini matanya melihat Giok-liong yang duduk disamping sana,
latuas ia main tunjuk kearah Giok-liong serta tambahnya lagi:
"Nah, seperti inilah!" Serentak sorot pandangan seluruh hadirin dalam warung
sapi itu lantas tertuju kearah Giok liong dengan pandangan
main selidik, Malah terdengar juga ada orang yang menghela
napas serta berkata gegetun: "Masa betul-betul lemah-lembut
demikian?" Dalam hati Giok-liong merasa geli, batinnya: "Sudah pasti
mereka tengah memperbincangkan aku! Hehehe, Kim-pit jin
hun atau Potlot emas samber nyawa, julukan ini bagus juga."
Mendadak terasakan olehnya diantara sorot mata yang
memandang kearah dirinya, ada beberapa sorot pandangan
yang berkilat dingin seperti kilat menyapu lintas kearah dirinya
serta-merta dia lantas siaga dan berlaku cermat, sementara
itu, terdengar si mulut cepat Thio Sam tengah menyambung
ceritanya: "Apakah kalian tahu asal-usulnya?"
"Tidak tahu?" "Coba kalian pikir-pikir dulu, apa yang dinamakan Kim-pitjin-
hun?" "Apa mungkin senjatanya itu merupakan Kim-pit?"
"Bukan musahil dia ada hubungan atau sangkut pautnya
dengan Jan-hun cu!" "Hahaha, benar, tapi juga tidak benar! Memang senjata
yang digunakan adalah Kim-Pit (Potlot Emas), Tapi dia tiada
sangkut-pautnya dengan Jan-hun-cu!"
"Maka menurut kataku, jikalau dia ada sangkut-pautnya
dengan Jan hun cu, wah pasti hebat sekali, tokoh silat nomor
satu diseluruh dunia persilatan ini pasti akan diperolehnya."
Seorang jago mendadak menjerit kaget: "Apa Potlot emas "
Apa bukan Potlot emas milik To-ji Pang Giok itu?"
"Tepat sekali menurut tafsiran analisa yang tepat, pasti dia
adalah murid dari To ji Pang Giok."
"Wah, apa benar " Tidak heran ia mempunyai kepandaian
sedemikian tinggi. Apakah dia ada permusuhan dengan pihak
Hiat-hong-pang ?" "Perihal ini aku sendiri tidak begitu jelas, tapi sebelum ini
memang Hiat-hong Pang-cu pernah mengeluarkan perintah
untuk meringkusnya." "Siapakah namanya " Coba katakan supaya menambah
pengalaman kita beramai." "Namanya Ma Giok-liong !"
Bicara sampai disini, tiba-tiba gordyin diluar pintu itu
tersingkap, bajingan yang jelilatan diluar emper rumah tadi
tampak berjalan masuk. Segera ada salah seorang yang duduk mengelilingi meja itu
berteriak: "Hai, Ong Bi, marilah duduk disini minum seteguk
sambil mengobroI." Bajingan yang dipanggil Ong Bi itu segera maju mendekat,
lalu berbisih dipinggir telinga temannya: "Awas amat-amatilah
bocah disana itu, keadaannya rada menyolok mata."
Walaupun ia berbisik suaranya rendah dan lirih, tapi tak
luput dari pendengaran kuping Giok-Iioog yang tajam dan jeli.
Sebaliknya, saat mana Giok-liong sendiri juga menemukan tiga
orang yang perlu diambil perhatian ikut bercampur baur
diantara sekian banyak tamu tamu yang tengah makan minum
sambil mendengar obrolan Thio Sam itu.
Dipojok sebelah sana, duduk seorang laki-laki pertengahan
umur berpakain jubah ungu yang agak kumal tengah makan
minum seorang diri, jubah panjangnya itu sebetulnya bewarna
biru, mungkin karena sering dipakai dan sudah lama sehingga
luntur berganti warna, Raut mukanya kelihatan rada kurus
tepos dengan expresi yang membeku tanpa emosi.
Kedua biji matanya rada di pejamkan, seolah-olah sudah
terpengaruh oleh arak sehingga agak mabuk tapi juga seperti
terpulas ditempat duduknya. Namun dalam pandangan Giok-liong meskipun dia tengah
memejamkan mata tapi masih tak luput memancarkan sorot
pandangan yang tajam dingin. Selain itu, dipinggir sebelah kiri duduk seorang pemuda
berpakaian serba kuning, sambil angkat poci dan mangkuk
araknya, terlongong-longong memandang keluar jendela. Tapi
lapat-lapat terdengar ia tengah mengejek memperdengarkan
tawa dingin. Tidak jauh dibelakang laki-laki pertengahan umur
berpakaian kucal itu dipojokan yang agak gelap, duduk tenang
seorang tua aneh yang berambut putih ubanan, bermuka
panjang mengenakan kain kasaran warna merah.
Lain sekali sikap orang tua ini, duduk tanpa bergerak,
kadang kadang saja angkat sumpitnya menyumpit sayur dan
daging dari mangkuk dihadapannya terus dijejalkan kedalam
mulutnya, tapi gerak geriknya ini juga tampak sangat kaku,
setelah lebih diamati baru diketahui bahwa lengan baju
sebelah kanan serta celana panjang sebelah kirinya kosong
melambai. Terang kalau lengan kanan serta kaki kirinya itu
telah kutung nienjadi cacat. Hakikatnya ia tidak ambil peduli segela sesuatu yang terjadi
dalam warung makan ini, Sejak Giok-Iiong datang tadi siangsiang
ia sudah duduk disitu, malah gaya duduknya juga terus
begitu tanpa berganti atau beringsut.
Melihat keadaan tiga orang yang berlainan ini, Giok-Iiong
menjadi mengerutkan kening, Dilihat keadaan mereka naganaganya
kepandaian ketiga orang ini pasti luar biasa
dibanding tokoh tokoh silat kalangan Kangouw umumnya.
Kalau tafsirannya ini tepat, kepandaian si orang tua cacat
itu adalah yang paling tinggi, bukan mustahil sudah mencapai
kesempurnaannya, sedang pemuda berpakaian kuning itu
mungkin rada rendah sedikit. Sedang pelajar pertengahan
umur itu adalah yang paling rendah.
Tengah Giok-liong berpikir-pikir ini, tiba-tiba terdengar
derap langkah kuda yang ribut dan cepat sekali diselingi suara
keliningan berbunyi tengah mendatangi dari jauh.
Sampai didepan warung makan itu segera kuda
disentakkan berhenti sehingga berjingkrak berdiri dan
bebenger keras sekali, suara keliningan terdengar semakin
keras dan ribut. Maka dilain saat begitu gordyin besar didepan
pintu itu tersingkap, seorang gadis remaja yang mengenakan
pakaian warna un^i dengan rumpi-rumpi panjang berjalan
seperti melayang memasuki ruangan warung seketika hilang
semua orang dirangsang oleh bebauan yang harum semerbak.
Dimana sepasang matanya yang jeli mengerling, dengan
pinggang bergoyang gontai, dia tudah memilih sebuah tempat
kosong terus berjalan kearah pintu.
Salah seorang laki-laki dimeja tengah itu seketika
membelalakkan kedua matanya terus mengikuti pandangan
yang memikat hati ini. Waktu si gadis remaja ini lewat dipingtir
meja ada seorang laki-laki kasar bertubuh tinggi kekar berdiri
seraya bersiul ujarnya: "Wah gadis ayu rupawan, tuan..."
Belum habis perkataannya tiba tiba terdengar suara "Plakplok"
yang nyaring disertai gerungan kesakitan si laki-laki
tinggi besar itu, badannya juga lantas roboh terbanting diatas
meja besar itu sehingga mangkuk piring serta sayur mayurnya
pecah berantakan terlihat dari tujuh lobang indranya
melelehkan darah segar, nyata jiwanya sudah melayang.
Semua hadirin kurang jelas apakah gadis berpakaian ungu
ini ada turun tangan tidak, Sebab tatkala itu juga ia sudah
sampai ditempat kosong terus duduk seenaknya, suaranya
terdengar merdu seperti suara kelintingan memanggil pelayan
memesan masakan, Sudah tentu para laki-laki yang mengelilingi meja besar itu
menjadi gaduh dan ribut. Sekonyong-konyong terdengar suara jengek tertawa dingin
seseorang, Waktu semua orang memandang kearah
datangnya suara tawa dingin ini tampak laki-laki pertengahan
umur berpakaian seperti pelajar rudin itu telah mengunyah
daging sapi dimulutnya, sedang tawa dingin tadi justru keluar
dari mulutnya. Para bajingan-bajingan kasar yang mengelilingi meja itu
terang tidak melihat sigadis turun tangan, sedang kejadian ini
terjadi begitu cepat dan mendadak terdengar pelaiar rudin
pertengahan umur ini memperdengarkan suara jengeknya,
segera seorang mereka tertegun sejenak mendadak tengah
laki-laki tromok yang beralis tebal bermata juling lantas
melolos golok, bajunya dan punggung terus memaki garang:
"Maknya, coba tertawa lagi, biar tuanmu ini . . ."
"Siuuuut" terdengar angin keras menyamber lantas
terdengar lagi Jeblus" disusul suara gaduh lagi akan
terbantingnya sesuatu benda yang berat diatas tanah, Kiranya
laki-laki tromok itu sudah terjungkal roboh dengan badan
meringkik tanpa bergerak lagi, jiwanya melayang, sebatang
sumpit yang berlepotan darah melesat masuk kedalam
dadanya terus tembus sampai dipunggungnya menancap
diatas meja tinggal separo yang muncul di permukaan.
Suara dingin kaku di pelajar rudin itu terdengar berkata
pada pelayan: "Pelayan ambilkan sebatang sumpit kemari!"
Keadaan dalam warung makan kini menjadi gempar
dengan adanya keonaran ini. Bagi yang bernyali kecil segera
angkat langkah seribu. Sebaliknya rombongan para bajingan yang mengelilingi
meja besar itu menjadi insaf bahwa mereka sekarang tengah
menghadapi musuh kosen, serentak mereka mencabut senjata
masing-masing siap bersiaga, lalu perlahan-lahan menggeser
keluar pintu. Begitu tiba diluar serempak mereka berteriak
terus berlari kencang sipat kuping seperti di kejar setan.
Pemilik warung makan itu juga entah sudah sembunyi
dimana, peristiwa ini terjadi begitu cepat, perubahan yang
mendadak ini menjadikan warung makan yang tadi penuh
sesak dan hiruk pikuk sekarang menjadi sepi lengang, selain
kedua sosok mayat itu tinggal lagi lima orang yang masih
duduk tenang dalam warung itu. Mereka tengah asyik menikmati hidangan di meja mereka
masing masing. Tapi walaupun suasana sunyi tapi tertampak suatu
ketegangan yang mencekam hati, Diam-diam Giok liong harus
berpikir: "Lebih baik aku juga segera tinggal pergi. Nagataganya
bakal terjadi perkara lagi di-sini."
Baru saja ia hendak berbangkit dan tinggal pergi, diluar
pintu sana tiba-tiba terdengar suara ribut yang mendatangi
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah, lihat Say-bun-siang dan Siau cu-koh telah tiba."
"Heran mengapa mereka juga bisa datang kemari.. .."
"Sungguh kebetulan mereka dapat bersama muncul
ditempat ini." Hati kecil Giok-liong sendiri juga rada tergetar.
Maklum bahwa Say-bun siang Lip Jin-kiong dan Siau-cu-koh
Pui Gi adalah pendekar kenamaan nomor satu dari dunia
persilatan yang berkedudukan di utara dan selatan sungai
besar, berapa tinggi kepandaian mereka tiada seorangpun
yang mengetahui seluk-beluknya. Sesuai dengan nama julukannya sebagai pendekar selama
hidup ini perbuatan mereka mengutamakan kebijaksanaan dan
menjunjung tinggi kebenaran, bijak pada sesama umat
manusia, suka melerai dan menyelesaikan setiap perkara
besar atau kecil dengan adil. Setiap kali terjadi pertikaian asal
salah satu diantara mereka turun tangan pasti beres.
Hari ini sungguh mengherankan mereka berdua ternyata
bisa bersama datang ditempat perbatasan yang masih rada
liar ini. Tatkala itulah, begitu gordyin besar itu tersingkap beriring
berjalan masuk dua orang. Orang yang sebelah kiri berbadan
tinggi besar rada gemuk, mengenakan pakaian sebagai
seorang hartawan yang kaya raya dengan sebuah huruf "Siu"
yang besar tersulam indah dijubah panjang yang mewah itu.
Orang yang disebelah kanan mengenakan jubah panjang
warna hijau, tangannya memegang kipas sambil digoyanggoyangkan,
wajahnya bersih dan ganteng, badannya rada
pendek dibanding temannya yang disebelah kiri, tapi dia
sendiri mempunyai suatu sikap dan pembawaan yang lain dari
yang lain. Selayang pandang saja lantas dapat dimengerti bahwa
orang tinggi besar disebelah kiri itu pasti Say-bun-siang Lip
Jin-kiong seketika tergetar hati Giok-liong, agaknya pernah
dilihatnya orang ini, tapi entah dimana, Tapi setelah diamatamati
lebih cermat terasa rada asing dan agaknya memang
belum pernah bertemu muka sebelum itu.
Pait-m pada itu, begitu mereka memasuki ruang warung
makan ini, agaknya mereka rada terkejut Sebab kelima orang
yang duduk tenang dimeja masing-masing, tiada seorangpun
yang berdiri menyambut kedatangan mereka atau sekedar
sapa sapa juga tidak. Akan tetapi, cepat sekali mereka berdua lantas dapat
mengendalikan diri, Terdengar Say-bun siang Lip Jin kiong
tertawa terbahak bahak, langsung menghampiri kearah si
orang tua cacat itu dengan langkah lebar, begitu tiba
dihadapannya lantas membungkuk diri mengangkat tangan
memberi hormat sembari katanya: "Sa-locian-pwe tidak
mengecap kesenangan hidup tua digurun utara, ternyata
berkecimpung lagi di kalangan Kangouw, ini benar benar
merupakan keberuntungan dunia persilatan umumnya."
Begitu mendengar perkataan orang baru Giok-liong terkejut
dan teringat olehnya akan seseorang, Tidak perlu disangkal
lagi bahwa si orang tua bermuka panjang ini pasti adalah Bokpak
it- jan Sa Ko yang dulu sejajar dan setingkat dengan
gurunya dalam Ih-lwe-su cun, sungguh tidak diduga iblis
kawakan pada ratusan tahun yang lalu kiranya sekarang
muncul lagi didunia persilatan ini, benar-benar membuat
orang serba sulit untuk memikirkannya.
Tanpa berkedip mata sedikitpun Bo pak-it-jan Sa Ko
menyahut dingin: "Bocah siapa kau " Berani kau mengurusi
aku orang tua ini ?" Kembali Say-bun-siang Lip Jin-kiong tertawa lebar,
sahutnya: "walaupun Lo cianpwe tidak kenal aku yang rendah,
tapi aku yang rendah sudah lama mengagumi kau orang tua,
Sungguh tidak nyana hari ini kita bisa bertemu ditempat ini,
betul betul merupakan keberuntunganku selama hidup ini."
Sementara Say-bun-siang Lip Jin kiong tengah bertanya
jawab dengan Bo-pak-it-jan disebelah sana Siau cu-koh Pui Gi
juga telah menghampiri pelajar rudin pertengahan umur itu,
sedikit angkat tangan memberi hormat ia berkata tersenyum:
"Tidak nyana ternyata saudara Pek juga sudah sampai
ditempat belukar yang liar ini ?"
Pelajar pertengahan umur ini ternyata bukan lain adalah
seorang tokoh aneh di-kalangan Kangouw yang telah
menggetarkan dunia persilatan dengan julukannya Ham-kang
it-ha Pek Su-in. Tahu dirinya yang dijadikan sasaran pertanyaan itu, ia
menjengek dingin, sahutnya: "Tuan sendiri boleh datang masa
aku yang rendah lantas tidak bisa kemari ?"
Siau-cu koh Pui Gi rada tercengang akan sambutan yang
dingin ini, tapi sebentar saja ia lantas unjuk senyum lebar lagi,
katanya: "Ucapan saudara Pek ini rada keterlaluan sedikit,
siaute hanya sedikit heran, mengapa saudara Pek tidak
mengecap hidup senang di atas pulau Pek hun-to, sebaliknya
datang di-perbatasan yang belukar dan liar ini."
Ham-kang it bo mendengus hina, sahutnya menyeringai:
"Aku maklum akan ucapan tuan yang mengandung arti itu,
sudahlah jangan banyak cerewet lagi." lalu diangkatnya poci
arak terus ditenggaknya sambil ber kecek-kecek mulut,
hakikatnya sedikitpun ia tidak hiraukan lagi akan kehadiran
Siau -cu-koh Pui Gi. Dari samping dengan teliti Giok-liong awasi terus adegan
yang terjadi ini, hatinya menjadi gundah dan tidak tentram tak
tahu dn apa yang bakal terjadi nanti.
Seketika suasana dalam warung makan ini menjadi serba
runyam dan lucu, Tidak heran karena Say-bun-siang dan Siaucu-
koh berdua biasanya sangat dijunjung tinggi sebagai
pendekar yang kenamaan dikalangan Kangouw.
Tak nyana hari ini mereka bisa berbareng berkunjung
ketempat sepi ini bersamaan menghadapi sikap kaku dan
ketus dari orang yang diajak bicara, setelah saling pandang
memandang, mereka hanya bisa tertawa getir terus angkat
tangan serta sedikit membungkuk badan seraya katanya:
"Baiklah kami yang rendah minta diri saja."
Tiada seorangpun hadirin yang memperdulikan mereka lagi.
Tapi lain halnya penerimaan Giok-liong, diam-diam
bercekat hatinya. Karena sebelum beranjak pergi tadi mereka
berdua menyapu pandang sekilas kearah Giok-liong.
Terasakan oleh Giok liong bahwa sorot pandangan mereka
mengandung arti yang harus dijajaki, seolah-olah mereka
ingin dirinya ikut mereka meninggalkan tempat ini.
Begitulah setelah memberi hormat sekedarnya, mereka
berdua lantas menyengkap gordyin terus mengundurkan diri
keluar pintu. Sedikit ragu lantas Giok liong ambil ketetapan hati,
bergegas ia berdiri hendak meninggalkan warung makan ini.
Namun sebelum kakinya melangkah keluar pintu
terdengarlah dengusan dingin dibelakangnya disusul suara
merdu nyaring terkiang dipinggir telinganya: "Ma Giok-liong..."
Begitu mendengar ada orang memanggil namanya, kontan
Giok-liong berhenti terus berpaling kebelakang, sahutnya:
"Siapa panggil aku?" Lantas terlihat gadis rupawan berpakaian ungu itu
tersenyum manis kearahnya serta katanya: "Betulkah kau ini
Ma Giok-liong" Akulah yang panggil kau"
Sementara waktu Giok-liong melongo dan terheran heran
dibuatnya, ujarnya: "Aku dan kau selama ini belum pernah
berkenalan . . ." waktu ia angkat bicara ini terasa olehnya
berbagai sorot pandangan dingin laksana kilat tertuju kearah
dirinya, Serta merta ia merandek bicara, lalu menyapu
pandang keempat penjuru, Terlihat olehnya tiga orang lain
yang hadir dalam warung makan itu tengah memusatkan
perhatiannya kearah dirinya. Gadis rupawan berpakaian ungu itu menampilkan senyum
manis lagi, ujarnya: "Meskipun kau belum kenal aku, tapi aku
sudah tahu siapa kau." "Aku ada urusan yang hendak kukatakan kepadanya, tiada
halangannya kau ikut aku kemari . . ." tanpa menanti jawaban
Gick-liong sudi atau tidak ikut dia, dengan langkah lemah
gemulai langsung ia berjalan keluar.
Tadi Giok liong sudah melihat bagaimana telengas cara
nona muda ini turun tangan kepada para bajingan yang usil
mulut itu, tahu dia bahwa nona lembut ini juga pasti bukan
sembarang tokoh silat biasa. Tapi bagaimana juga ia tidak
mengerti cara bagaimana gadis rupawan ini bisa mengenal
akan namanya. sebetulnya ini soal sepele, betapa cepat kabar yang tersiar
di kalangan Kangouw berpuluh kali lebih cepat dari rambatan
api yang membakar ladang belalang, sebagian besar kaum
persilatan hampir seluruhnya sudah mengetahui akan
munculnya seorang tokoh muda yang berjuluk Poilot emas
su Bentrok Para Pendekar 5 Bentrok Rimba Persilatan 8