Pencarian

Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 13

Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Bagian 13


ersedia menjadi budak di sini!"
Karena heran ia lantas, bertanya, "Cianpwe, kenapa kau tidak pergi?"
"Selama hidup aku takkan pergi, kecuali aku berjumpa dengan dia," jawab orang itu sambil menghela napas, Setelah berhenti sejenak, ia membuka gulungan kain itu hingga tertampaklah sebuah lukisan yang menggambarkan seorang nyonya cantik sedang membopong seorang anak lelaki yang tampan, jelas orang ini mempunyai hubungan yang erat dengan nyonya cantik serta anak kecil itu, kalau tidak mana raung-km manusia aneh ini menunjukkan luapan emosi seperti ini"
Tong Yang-iing tertegun memandangi lukisan perempuan cantik itu, ia merasa perempuan ini seperti pernah dilihatnya di suatu tempat, bahkan terhadap anak lelaki itu iapun mempunyai kesan yang dalam.
Timbul rasa ingin tahunya, ia berkata, "Apakah dia istrimu dan anakmu?"
Manusia cebol berwajah jelek itu mengangguk sambil menghela napas, kembali dipandangnya lukisan itu dengan termangu, air matanya kembali jatuh bercucuran.
Dengan perasaan terharu Tong Yong-ling ber-kata,
"Daripada menunggu di sini dengan percuma kan lebih baik tinggalkan tempat ini untuk mencari ibu beranak ini . ..
Manusia aneh itu menggeleng kepala, "Aku takut impianku akan buyar, meski tempat ini tak enak, tapi aku masih mempunyai sedikit harapan!"
"Harapan apa?" tanya Yong-liog.
Dari ucapannya ia tahu orang mempunyai suatu masalah yang pelik, cuma masalah itu agaknya tertutup oleh selapis kabut sehingga membuat orang sukar memahaminya.
Kembali manusia aneh itu mengeluarkan sehelai kain, katanya sambil membentangkan lukisan itu, "Coba kaulihat, siapakah orang ini?"
Bwe-hoa-sian-kiam Tong-yong-ling terkejut, ternyata lukisan yang tertera di atas kain itu persis sekali dengan wajah Siaucengcu Kiam-hong-ceng, Lamkiong Giok adanya, malah boleh dibilang tiada perbedaannya sama sekali.
"Dia adalah Lamkiong Giok!" seru Yong-ling.
Orang aneh itu tertawa seram" "Betul, dialah harapanku ....
seorang yang tak mau mengaku sebagai putraku!"
"Apa katamu?" saking kagetnya hampir saja Tong Yong-ling melompat, ia tak menyangka manusia aneh berwajah jelek ini mempunyai asal-usul yang begitu misterius dan
membingungkan orang.
"Sebenarnya berapa orang anakmu!" tanyanya heran.
"Hanya dua orang ini!"
Tong Yong-Jing terbenam dalam renungan yang kalut, setiap ucapan dan tertawa orang aneh ini sedemikian misterius membuai orang merasa asal-usulnya merupakan suatu cerita indah yang sulit dipahami.
Bukankah jelas diketahui bahwa Lamkiong Giok adalah putra tunggal Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian" Kenapa bisa muncul seorang aneh ini yang mengaku dirinya sebagai ayah Lamkiong Giok"
Siapakah manusia aneh ini" Kenapa bisa berada di sini"
Di atas gulungan kain itu bukankah dengan jelas tertera storang nyonya eantik dan seorang anak lelaki" Apakah ....
Ketika melihat gadis itu diam saja, manusia aneh itu menghela napas, lalu berkata, "Tak perlu kaupikirkan lagi, pergilah cepat! Aku hanya berharap bisa kau temukan mereka ibu dan anak berdua, beritahukan keadaanku kepada mereka, bila kau lihat anakku kelak, suruhlah dia membunuh Lamkiong Hiao . . ."
Diam2 Tong Yong-Ung bertekad hendak menyelesaikan
tugas titipan manusia aneh ini, ia sambut gulungan lukisan itu dan dilihatnya sekali lagi dengan saksama.
"Jangan kuatir Cianpwe, aku pasti akan berusaha sepenuh tenaga . . ." tiba-tiba satu ingatan terlintas dalam benaknya, buru-buru ia berkata lagi "Wanpwe masih mempunyai seorang teman yang terkurung di sini, entah dia . . ."
"Mungkin dia sudah mendusin," kata orang aneh itu sambil tertawa misterius, "keluarlah lewat tempat ini, lalu berbelok ke jalan batu nomor tiga di sana kau akan bertemu dengan dia.
Tapi aku hendak memperingatkan dirimu, kalau hendak kau-tolong anak itu tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, itu berarti kau cari kematian buat dirimu sendiri, aku tak sanggup menolong kalian lagi, apalagi aku juga tak bisa keluar ruangan ini barang selangkah pun!"
Ketika mengetahui Bok Ji-sia juga terkurung di situ, Tong Yong-liog merasa gembira sekali, hakikatnya peringatan manusia aneh itu sama sekali tak terdengar olehnya, buru-buru ia lari ke arah yang ditunjuk manusia aneh itu.
Ketika ia berbelok ke lorong ketiga, gadis itu baru ingat tidak tanya lebih jelas cara melewati tempat itu, tapi dengan wataknya yang angkuh, tanpa pikir panjang lagi ia terus melayang turus ke bawah.
Tiba-tiba terbit suara gemuruh, ia terkejut, waktu ia berpaling, ternyata jslsn mundurnya sudah tersumbat, hanya jalan ke depan yang masih terbentang lebar.
Lorong itu gelap gulita, tercium bau busuk yang menusuk hidung berembus datang, beberapa kali. ia ingin tumpah, buru-buru ia menahan napas dan maju lebih jauh.
Mendadak terdengar seorang membentak gusar, "Siapa di situ" Berani maju selangkah lagi, jangan menyesal jika kulancarkan sarangan mematikan!"
Sulit bagi Tong Yong-ling untuk membedakan arah suara orang itu di tengah kegelapan, cepat ia menyilangkan kedua tangan di depan dada sambil melompat ke samping, lalu dengan sangat berhati-hati kembali maju ke muka.
Baru selangkah maju, tiba-tiba dari balik kegelapan menyambar tiba angin pukulan yang luar biasa kuatnya, hampir saja ia tak sanggup mempertahankan diri, sambil mengertak gigi buru-buru dia balas sesuatu pukulan ke depan.
"Blang," pantulan tenaga pukulan menyebar keempat penjuru, menggetar ruangan dan mendengung tiada hentinya.
Suasana lalu kembali dalam keheningan, Tong Yong-Iing maju beberapa langkah taf i dengan hati-hati, ternyata ia tidak mengalami seraogan lagi, tahulah gadis itu bahwa jago lihai yang berjaga di sana telah pergi, maka dengan tabah ia maju lebih jauh.
Mendadak ada orang berteriak dari sisi kiri "Air! Air!"
Tubuh nona itu bergetar, hampir saja ia jatuh terjerembab, suara yang amat dikenalnya ini jelas suara Bok Ji-sia, cepat ia memburu ke sani.
"Engkoh Bok, kau berada di mana?" serunya.
.Tak jauh sana tergeletak sesosok tubuh, kepalanya sedang dibenamkan pada sebuah kubangan dan minum dengan
rakusnya, tampaknya ia, haus sekali.
Agak lega Tong Yong-ling setelah menyaksikan kejadian itu, ia tak menyangka luka Bok Ji-sia telah sembuh dengan
sendirinya, buru-buru ia berjongkok dan memandangnya dengan sorot mata kuatir bercampur tercengang.
Setelah minum air, Bok lli-sia menghela napas seraya berkata, "Ai, nona Tong. untuk kedua kalinya kita hidup berbareng dan mati bersama, tempo hari kita alami nasib yang sama di penjara air Thian-seng-po, kini dalam lorong yang gelap ini ..."
Sinar lembut terpancar dari mata Tong Yong-ling, terhadap perkataan Bok Ji-sia itu ia seakan-akan tidak mendengar, ia hanya menatap pemuda itu dengan mesra, seakan-akan pada wajah Bok Ji-sia itu hendak ditemukan sesuatu ....
Lama, dan lama sekali, ia bertanya dengan agak sangsi,
"Lukamu benar telah sembuh?"
"Aku sendiri juga tak tahu apa yang terjadi!" jawab Bok Jisia sambil tertawa, "ketika sadar kembali dari pingsan, aku merasa haus sekali, sementara luka dalam tubuhku telah sembuh dengan sendirinya, kenapa bisa begini aku sendiri kurang tahu"
Tong Yong-lieg menghela napas, "Asal kau tidak apa-apa, akupuo merasa lega hati." .
Sambil berkata ia mendekat sehingga bahu mereka saling berdempetan.
Ji-sia meiengak, ia mencium bau harum anak perawan yang khas, hal ini membuat hatinya bergetar keras dan hampir saja tak tahan,
Maklumlah, semenjak berada dalam penjara air di Thian-seng-po sudah timbul semi cintanya kepada Tong Yong-ling, hanya saja lantaran sakit hatinya belum terlampiaskan, ia tak berani menunjukkan rasa cintanya Itu dan terpaksa
menahannya di dalam hati saja.
Sebaliknya Bwe-hoa-sian-kiam Tong Yong-ling scndiripun jatuh cinta yang sangat mendalam terhadap Bok Ji-sia, raga
cintanya itu begitu mendalam sehingga ia bertekad untuk memberikan tubuhnya kepada pemuda i u, sayang Ji-sia selalu bersikap dingin dan kaku, hal ini membuatnya sukar mendekatinya.
Demikianlah ketika tubuh mereka saling menempel, mereka seakan-akan dialiri listrik, sekujur badan menjadi kaku, tanpa sadar keduanya merapat lebih kencang sehingga dengus napas pun terdengar jelas.
Tong Yong-ling memejamkan matanya rapat-rapat, dengan malu-malu dan manja ia menyongsong, kan mukanya ke depan, bibirnya yang kecil merah itu setengah merekah seolah-olah sedang menantikan sesuatu ..
Menyaksikan sikap malu-malu dan manja perawan itu
makin dipandang makin tertarik, akhirnya tak tahan lagi Ji-sia menundukkan kepalanya dan menempelkan wajahnya ....
Sepasang bibir yang merah merekah itu kian mendekat, beberapa inci lagi bibir akan saling menempel,
Ciuman! Dalam hati masing-masing terasa akan kebutuhan tersebut, mereke merasa perlu pelampiasan .. - .
Tapi tiba-tiba . .. peristiwa tragis masa lalu seakan-akan terbayang kembali di depan mata Bok Ji-sia, sekujur tubuhnya kontan gemetar keras, cepat ia menarik kembali tubuhnya dan berkelit ke samping.
Waktu itu Tong Yong-ling sudah pasrah dan gedang
menantikan tibanya detik-detik penuh keindahan, ketika dirasakan Bok Ji-sia menggeserkan tubuhnya, dengan terkejut ia membuka matanya dan menatap pemuda itu dengan sorot mata keheranan.
"Engkoh Bok, kau ..." bisiknya jengah.
Perasaan Ji-sia ketika itu sungguh tak keruan diam-diam ia sedang memperingatkin dirinya sendiri agar jangan merusak masa depan gadis tersebut.
Berpikir demikian, sambil menegakkan tubuhnya sengaja ia berkata dengan dingin, ''Nona Tong sebaiknya kita berpikir dengan sadar agar tidak..."
"Berpikir dengan sadar" kau ingin menyiksaku sampai mati dengan kata-kata tersebut!" teriak Yong-ling dengan gemas,
"berulang kali aku menerima pukulan batin yang berat tanpa kasihan darimu, apakah aku Tong Yong-ling tak pantas menjadi isterimu, menjadi kekasihmu" Bok Ji-sia!. .
sesungguhnya apa maksudmu bersikap demikian
kepadaku"..."
Saking sedihnya, sambi! menutup muka sendiri ia menangis tersedu-sedu.
Bicara sesungguhnya, memang tak sedikit siksaan btitin yang dialaminya selama ini, dia hanya tahu mencintai pemuda itu dengan tulus ikhlas, ia tak mau tahu ada kesulitan apa atas diri anak muda itu
Bok Ji-sia cuma menggeleng kepala sambil menghela napas panjang, terunjuk pemsaan apa boleh buat, dengan sedih ia menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Pada saat itulah mendadak dari balik lorong bawah tanah itu berkumandang semacam suara beradunya batu yang aneh sekali, suara itu seakan-akan berasal dari sebelah kiri, seperti juga dari sebelah kanan, terkadang terasa di atas kepalap membuat orang sukar menentukan arah yang sebenarnya.
Dengan sorot mata tajam Ji-sia memandang sekitar tempat itu dan berusaha menemukan sumber datangnya suara itu, tapi keadaan gelap gulita, untuk sesaat sulit baginya menemukan sumber datangnya suara itu.
"Nona Tong, kaudengar suara apakah ini?" katanya kemudian,
Sebenarnya sejak tadi Tong Yong-ling sudah mendengar suara itu, tapi dalam sedihnya ia enggan menyelidiki hal itu,
karena Bok Ji-sia menegur, dia baru pagsng telinga dan mendengarkannya dengan saksama.
Perempuan biasanya memang lebih teliti daripada lelaki, tak lama setelah mendengarkan dengan saksama, segera ia berseru, "Ah, kiranya di sini "
Sambil melompat ke depan, ia menarik tangan Ji-sia dan diajak lari ke dalam gua itu.
Setelah berbelok beberapa kali, sampailah mereka di ujung lorong, empat penjuru berupa dinding tebing yang keras dan tiada jalan tembus lain-nya, tapi suara itu kian lama kian nyaring agaknya tempat itu tak jauh letaknya dari sumber suara tersebut,
Bwe-hoa-sian-kiam Tong Yong-ling meraba sebentar sekitar dinding lorong itu, setelah termenung sejenak, lalu katanya,
"Di sini pasti ada sebuah jalan tembus, atau mungkin tersumbat oleh batu besar, tak ada salahnya kalau kita mencarinya secara terpencar."
Gadis itu segera melolos pedangnya, cahaya pedang
terpancar membuat suasana dalam gua itu jadi remang-remang. Dengan teliti nona itu mulai mengetuk dinding sambil mendengarkan, diperiksanya sekeliling dinding itu mengikuti datangnya sumber suara itu, kian lama air mukanya berubah makin serius.
Menyaksikan ketelitian orang, dengan amat kagum Ji-sia bertanya, "Nona Tong, kau berhasil menemukan sesuatu?"
Dengan seksama ia coba memeriksa sekeliling dinding itu, akhirnya ditemukan sebuah retakan kecil di situ, sewaktu diketuk dengan jari segera menimbulkan suara "tuk, tuk"
yang nyaring. "Jangan jangan di sini ada sebuah pintu?" demikian ia pikir.
Ia coba menolak dindng tersebut, tapi tak bergerak, kedua tangan segera digunakan, hawa murni dihimpun pada telapak tangan dan pelahan mendorongnya.
"Krek!" diiringi bunyi keras, remukan batu beterbangan disertai debu pasir yang berguguran, celah tersebut makin lama semakin jelas dan membesar, akhirnya muncul sebuah pintu batu.
Ia tak berani ayal lagi, serunya, "Nona Tong, cepat ikuti aku!"
Dengan cepat Bwe-hoa-siaa-kiam Tong Yong-ling
menariknya sambil berbisik, "Hati-hati ada orang!"
Dengan sangat berhati-hati kedua oracg menuju ke dalam, lalu secepat kilat bersembunyi di belakang sebuah batu sambil mengintip ke sana.
Ruangan di situ luar biasa besarnya, empat per juru penuh dengan batu-batu ansh yang berserakan, hanya tempat ini saja yang sama sekali tidak kacau dan teratur.
Tiba-tiba terdengar suara ujung baju terembus angin, menyusul muncul dua sosok bayangan yang meluncur datang dengan ctpat luar biasa.
Ketika mereka mengintip keluar, tertampak dua orang sedang berdiri di atas sebuah batu dan sedang menghitung batu-batuan yang berserakan itu.
Terkejut sekali Bok Ji-sia setelah menyaksikan wajah kedua orang itu, ternyata mereka tak lain adalah Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian dan Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat dari Thian-seng-po.
Dalam kejutnya iapun berpikir, "Aneh, selama Ini Thian-seng-po tak pernah akur dengan pihak Kian-hong-ceng, kenapa kedua orang ini bisa muncul bersama di sini" Jangan-jangan mereka sudah menyelesaikan perselisihan lama dan sekarang bergandengan tangan!"
Bwe-hoa-sian-kiam Tong Yong-ling lantas menggenggam tangan Bok Ji-sia erat-erat, peluh membasahi telapak tangannya, jelas ia merasa tegang sekali,
Melihat Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat, tanpa terasa Bok Jisia teringat lagi pada ruyung mestika Jian-kim-si-hun-pian miliknya, dengan mata berapi-api ia siap melompat bangnn untuk menerjangnya.
Buru-buru Tong Yong-ling menahannya sambil berbisik,
"Tunggu sebentar, coba kita lihat dulu permainan apakah yang akan mereka lakukan."
Dalam pada itu. Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat telah
menghitung sampai pada batu yang kedelapan puluh satu, sambil berhenti ia berkata, "Saudara Lamkiong, mungkin di bawah batu besar inilah letaknya!"
Kiam-hong-cetigeu Lamkiong Hian tertawa seram, "Kalau sudah ditemukan, marilah kita turun tangan!"
Ia lantas bertepuk tangan tiga kali, tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki orang bergema tiba, dalam waktu singkat dari tiap sudut muncul belasan orang lelaki kekar, masing-masing membawa alat mencangkul.
Sambil menunjuk batu besar yang aneh bentuknya itu, Oh Ku-gwat berkata, "Rahasia di balik batu itu hanya diketahui kita berdua, kuharap ..."
Mendadak terdengar seseorang mendengus sambil
menukas, "Aku juga tahu!'
Baik Kiam-hong-cengeu Lamkiong Hian maupun Thiaa-
kang-kbm Oh Ku-gwat sama terkejut, serentak kedua orang itu menubruk ke arah suara itu sambil melancarkan pukulan.
"Blang," angin pukulan menyambar, tapi kecuali batu-batu cadas yang berserakan tak nampak sesosok bayangan pun.
Diam-diam kedua orang itu terkejut oleh ke-lihayan rnusuh yang dapat menghioda tanpa menimbulkan sedikit suara pun.
Lamkiong Hiao menyapu pandang sekeliling tempat itu, lalu serunya dengan suara menyeramkan, "Jago lihai darimanakah yang datang" Kenapa tidak menampilkan diri!"
Suasana tetap hening tiada jawaban. Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat mendengus, "Hm, paling banter cuma seorang tak bernama tak perlu digubris lagi, ayo kita turun tangani"
Orang-orang pembawa cangkul sama mengiakan, mereka mulai bekerja mencangkul sekeliling batu cadas itu.
"Saudara Lamkiong," ujar Thian-kang-kiam Ob Ku-gwat dengan tertawa seram, "apakah Te-ti-hian-hu (istana bawah tanah) hanya terdapat sebuah jalan masuk saja?"
Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian termenung sejenak,
kemudian jawabnya, "Menurut keterangan dalam peta, kecuali di sebelah selatan terdapat sebuah jalan tembus, hampir semua jalan di bawah tanah ini merupakan jalan buntu, meskipun orang bisa masuk, tapi tak mungkin bisa keluar lagi
...." "Trang!" tiba-tiba dari bawah batu cadas itu berkumandang suara nyaring, semangat kedua orang segera berkobar, wajah pun berseri-seri.
Segera Oh Ku-gwat melolos sebuah ruyung panjang yang memancarkan sinar emas, setelah diteliti sejenak ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Tergetar hati Bok Ji-sia menyaksikan itu, sebab ruyung emas yang berada di tangan Oh Ku-gwat sekarang tak lain adalah Jian-kim-si-han-pian yang dihadiahkan Thian-kang-te-sat-seng-gwat-kiam Oh Kay-gak kepadanya.
Cepat Tong Yong-ling menahan bahunya sambil berbisik,
"Jangan bergerak dulu engkoh Bok, rahasia di tempat ini
kemungkinan besar ada hubungannya dengan ruyung rnestika lian-kim-si-hun-pian!"
Ji-sia termenung, ia teringat pada pesan Suhunya
menjelang ajal dulu, "Harus kau bela ruyung ini dengan segenap jiwa ragamu, ruyung ada orang hidup, ruyung hilang orang mati. ruyungnya sendiri terhitung benda rnestika yang tak ternilai harganya" lebih-lebih sarung ruyung Jian-kim-si-hun-pian, nilainya tak terlukiskan, karena di situ tersimpan suatu rahasia yang maha besar . . .
Dalam pada itu Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian tampak tertawa seram setelah memandang ruyung mestika itu sekejap, katanya, "Saudara Ku-gwat, meskipun rahasia itu kau yang menemukan, letak Te-ti-hian-hu justeru di dalam Kianchong-ceng milikku, bila benda tersebut berhasil ditemukan, entah bagaimana cara pembagiannya ...."
Air muka Oh Ku-gwat berubah menjadi dingin, sahutnya,
'"Tetap seperti kataku dulu, kita masing-masing mendapat setengah bagian."
Setelah bergelak tertawa, katanya lebih jauh "Bukan aku sengaja mengibul, rahasia dalam Jian-kim-si-hun-piam ini kecuali diriku seorang biarpun Jiteku Oh Kay-gak juga belum tentu tahu . . .
"Ah, belum tentu," tiba-tiba seorang menyela lagi dengan sinis, "buktinya aku jauh lebih tahu daripadamu ... ."
Menyusul perkataan itu, dari balik kegelapan muncul lima orang, tiga gadis dan dua lelaki, dengan wajah dingin pelahan mereka menghampiri kedua orang itu.
Oh Ku-gwat dan Lamkiong Hian terkesiap, sadarlah mereka bahwa keadaan tidak menguntungkan.
"Hehehe, tak kusangka nona juga akan mengambil bagian dalam persoalau ini...." jengek Oh Ku-gwat sambil tertawa seram.
"Tidak boleh?" tanya nona cantik paling depan sambil tertawa cekikikan, "ketahuilah bahwa persoalan ini ada hubungannya dengan perguruan kami, mana mungkin kami menyia - nyiakan kesempatan baik ini untuk mendapatkan benda mestika ini?"
Oh Ku-gwat termenung, pelbagai ingatan dengan cepat terlintas dalam benaknya, sayang kepandaian musuh terlalu tinggi, siapa yang akan memenangkan perebutan pada malam ini masih sukar untuk diduga.
Kemunculan ketiga gadis dan dua lelaki ini sungguh merupakan suatu pukulan bagi Lamkiong Hian maupun Oh Ku-gwat, tak bisa disangkal lagi kelima orang itu merupakan musuh tangguh yang paling memusingkan kepala mereka.
Sementara itu para pekerja telah menghentikan pula usaha mereka untuk mencangkul tanah, dengan bimbang mereka mengawasi kemunculan kelima orang itu dan diam-diam menggerutu.
Bok Ji-sia dan Tong Yong-ling yang bersembunyi di balik kegelapan pun merasa tercengang, mereka heran kenapa dalam setiap peristiwa besar yang berlangsung dalam dunia persilatan, pihak Hek-liong-kang tentu turut menghadirinya"
Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat maju ke depan lalu menegur,
"Kedatangan nona pada malam ini merupakan suatu ketidak sengajaan ataukah memang sengaja hendak kemari?"
"Sengaja boleh, tidak sengaja juga boleh, pokoknya kita melakukan pekerjaan sendiri-sendiri, siapapun tidak mencampuri urusan orang lain!" dengus si nona baju biru bercadar itu sambil melirik hina.
Sehabis berkata ia lantas memberi tanda ke belakang dan katanya lagi, "Suheng, bongkar batu padas itu!'
Yang ditunjuk adalah batu padas nomor dua puluh tujuh.
Kakek berambut putih itu segera maju sambil mengentakkan tongkatnya, "Trang", bunyi nyaring menggema.
Sambil tertawa dia maju ke depan, sedangkan Hoa Hong-hui di belakangnya juga tertawa angkuh, bersama kakek itu iapun melangkah ke depan.
"Kalian berdua hendak ke mana?" mendadak seorang menegur, Kiara-hong-cengcu Lamkiong Hian angkat
tangannya, segulung angin kuat men-dampar kedepan.
Kakek berambut putih dan Hoa Hong-hui merasa majunya teralang, seketika itu juga tubuh mereka tergetar.
Demonstrasi khikang (tenaga dalam) tak berwujud itu seakan-akan sengaja diperlihatkan kepada si nona baju biru, tampak nona itu menyapu pandang sekejap wajah Lamkiong Hian dengan sorot mata d'mgm.
Tergetar oleh khikang tak berwujud itu, tak kuasa lagi tubuh Hoa Hong-hui terdesak mundur dua langkah, sebagai orang yang tinggi hati dan biasa takabur, sudah barang tentu ia tak tahan menghadapi kejadian tersebut, sambil tertawa seram tegurnya dengan murka, "Toacengeu, kenapa kau mengalangi pekerjaanku?"
Lamkiong Hian tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, sebab tempat ini adalah perkampungan Kiam-hong-ceng, jadi kalian jangan bertingkah semaunya sendiri!"
"Aku tak percaya Kiam-hong- ceng bisa berbuat apa-apa kepadaku!" seru si kakek berambut putih sambil mengertakan lagi tongkatnya.
Lamkiong Hian tersenyum, "Ketiga kali pukulan tongkatmu saja tak bisa mengapa-apakan aku, memangnya Ingin coba-coba lagi?"
Kakek berambut putih itu sangat gusar, setiap orang persilatan menyaksikan ketiga kali pukulannya yang
dihantamkan ke tubuh Lamkiong Hian dengan segenap tenaga di muka panggung Kiam leng tay tempo hari, ini kenyataan, dan ia memang tidak bisa melukai Lamkiong Hian sedikit-pun.
N Nona berbaju biru itu segera tertawa dingm, katanya,
"Ilmu gerak tubuh In-si-huan-in masih belum terhitung kepandaian yang luar biasa, meskipun tiga kali pukulan tongkat gagal membunuhmu, lapi dengan tiga kali serangan jari aku sanggup mencabut nyawamu, kalau kau tidak percaya, mari kita buktikan sekarang juga!"
Lamkiong Hian terkejut, walaupun ia belum pernah
bertarung khusus melawan nona berbaju biru itu. tapi dilihat dari caranya bicara, dapat di-duja ilmu silatnya pasti lihai sekali.
Maka sambil tersenyum sahutnya. "Tak perlu, biar kita tunggu pada kesempatan lain!"
"Hrnm! Memangnya kau berani!" ejek nona baju biru itu.
Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian cuma tersenyum belaka pura-pura tidak mendengar, sementara dalam hati diam-diam ia menyumpah, "Budak sialan, jangan kira kujeri padamur justeru lantaran keadaan malam ini berbeda, bila tidak demi menyelamatkan rencana besarku, tentu sekarang juga akan kuberi hajaran padamu "
Bok Ji-sia juga tercengang melihat kejadian itu, sebagai seorang ketua suatu aliran, Lamkiong Hian mempunyai kedudukan yang tinggi dalam dunia persilatan, kenapa ia malah bersenyum belaka membiarkan nona dari Hek-liong-kang itu mengejeknya habis-habisan"
Sementara itu Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat telah
mengayunkan ruyung ' Jian-kirn-sl-hun-pian tambil tertawa terbahak-bahak? katanya, "Bila kedatangan nona juga untuk benda ini, aku bersedia mempersembahkannya kepadamu cuma, hehehe . . .besarnya istana bawah tanah Te-ti-hian-bu bagaikan sebuah bukit, sekalipun kau memiliki kecerdasan
seperti dewa juga takkan bisa mengetahuinya dengan jelas . .
. kecuali . . . haha . . . ."
Nona berbaju biru itu tertawa dingin, ejeknya, "Memangnya aku heran kenapa pada malam ini kau begitu baik hati, rupanya karena kau memiliki peta biru Te-ti-hian-tu . . . Hm, terus terang saja kukatakan, nonamu tak pernah melakukan pekerjaan yang tidak meyakinkan, setelah kumuncu! di sini berarti punya cara untuk menemukan benda itu, contohnya caraku masak kemari, bukankah kalian mengatakan kecuali sebuah jalan tembus sudah tiada jalan lain" Kenapa kami bisa masuk pula di sini!"
Seketika itu juga Thian-kang kiam Oh Ku-gwat dan Kiam-hong cengcu Lamkiong Hian terkesiap, lama sekali kedua orang itu saling pandang tanpa bicara, sadarlah mereka bahwa hal ini sudah bukan rahasia lagi.
"Betul juga perkataannya," demikian mereka pikir,
"bagaimana cara mereka sampai di sini" Jelas jalan tembus itu tak bisa dimasuki tanpa peta' tapi mereka .. "
Terdengar nona berbaju biru itu berkata lebih lanjut,
"Semua jalan di sini adalah jalan tembus, tapi di mana-mana terdapat pula jalan mati, cuma harus dicari sendiri deigan kecerdasan masing-masing. Tempat ini luas sekali, gua batu semacam ini-pun jumlahnya puluhan, setiap gua mempunyai keadaan yang persis sama seperti yang lain Huh, kalian anggap kepandaianmu sangat hebat, siapa tahu justeru telah terjebak oleh perangkap pemilik gua ini...."
"Dari mana nona mengetahui sejelas ini" Kami betul-betul merasa kagum!" seru Oh Ku-gwat dengan terkejut.
Nona berbaju biru itu tertawa, lalu berpaling ke arah lain dan tidak berbicara lagi, hal ini membuat kedua jago tangguh itu menjadi sangsi.
Satu ingatan cepat terlintas dalam benak Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat. pikirnya, "Agaknya apa yang diketahui gadis Hek-
Jiong-kang ini jauh lebih lengkap daripada apa yang kuketahui, walaupun kami berdua mempunyai peta biru penunjuk rahasia istana, tempat mestika itu tersimpan belum juga ditemukan, setelah nona baju biru ini tahu rahasianya berarti dia berniat pola untuk merampas mestika tersebut, lebih baik semua jago lihai yang telah masuk Te-ti- hian-hu ini dibasmi saja sampai habis!"
Ia melemparkan kerlingan misterius, lalu serunya" "Saudara Lamkiong, malam ini kita.."
Sudah barang tentu Kiam-hong-eeogcu Lamkiong Hian
dapat memahami aiti kata-katanya itu, sambil tertawa sahutnya, "Segala sesuatunya terserah pada kehendak Oh-ceng!"
"Sudah hitung dengan suipoa belum?" ejek nona baju biru itu sambil tertawa, "hati-hati, sekali salah hitung, maka langkah selanjutnya akan sulit dilalui!"
Sementara itu, Hoa Hong-hui dan kakek berambut putih telah kembali ke samping nona berbaju biru itu, agaknya mereka sudah menduga akan maksud jahat Oh Ku-gwat serta Lamkiong Hian.
Mendadak, ruang gua itu terang benderang setelah cahaya hijau itu berkelebat, lalu di atas dinding muncul empat baris huruf kecil yang berbunyi:
Pintu istana selalu terbuka lebar,
Hanya jalan masuk tanpa jalan keluar.
Pusaka hanya bagi mereka yang berjodoh
Bila tak berjodoh nyawa akan kembali ke neraka!
Setelah huruf-huruf kecil itu lenyap, suasana dalam gua pulih kembali dalam kegelapan.
Terdengar kesiur angin, tiba-tiba Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat membentak, "Saudara Lamkiong, cepat!"
Bayangan orang segera berkelebat, angin pukulan yang kuat dengan cepat menghantam tubuh nona berbaju biru itu.
"Suheng, cepat hadapi dia!" dengus nona itn.
"Wess!" cahaya hitam menyambar dan mengurung batok kepala Tliian-kaog-kiam Oh Ku-gwat, serangan tongkat kakek berambut putih itu sungguh sangat lihai.
Oh Ku-gwat terkejut, ia tak berani menyambut serangan itu dengan kekerasan, begitu melihat gelagat tidak
menguntungkan, buru-buru dia menarik kembali tangannya, lalu membalik ke atas, pada kesempatan itu suatu serangan dilancarkan, lalu buru-buru mundur.
"Hai, kenapa tidak kau sambut serangan tongkat ku ini!"
ejek si kakek berambut putih itu dengan tertawa dingin.
Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat tak tahan akan sindiran tersebut, ia sangat gusar tapi ketika berpaling, hatinya mrnjadi dingin separuh, dilihatnya Kiam- hong- cengcu Lamkiong Hian sedang berdiri berpangku tangan di situ sambil mendongakkan kepalanya, lagaknya seakan-akan tidak melihat serang menyerang yang baru terjadi.
Dengan mendongkol Oh Ku gwat menegur, "Saudara Lamkiong, kau .. .."
Tiba-tiba Lamkiong Hian tersenyum, "Jika urusan kecil tak terkendali? mana mungkin bisa melaksanakan urusan besar"
Saudara Gh, buat apa kau gelisah seperti ini?"
Nona berbaju biru itu tertawa sinis, sindirnya "Kalau rase berkomplot dengan serigala, kalian berdua memang pasangan yang cocok."
Dalam waktu yang amat singkat itulah Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat melihat Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian telah berubah menjadi begitu dingin menyeramkan.
"Diam-diam Lamkiong Hian sudah menunjukkan sikap yang misterius," demikian ia berpikir, "meskipun aku pura-pura memperalat tenaganya untuk menemukan harta rnestika di sini setiap saat aku harus waspada dan berjaga-jaga atas dirinya."
Berpikir sampai di sini, sambil tertawa dingin ia menegur pula, "Saudara Lamkiong, bagaimana menurut pendapatmu?"
Lamkiong Hian tertawa terbahak-bahak, "Ha-haha, menurut pendapatku, lebih baik kita tinggal-kan saja tempat ini .... "
"Tidak mungkin!" seru Oh Ku-gwat cemas.
Kembali Lamkiong Hian terbahak-bahak, "Ha-haha, apakah kau tidak membaca bait terakhir dari huruf-huruf kecil tadi"
Bila tak berjodoh nyawa akan kembali ke neraka" Kalau kita tak berjodoh biarlah kita berikan kesempatan kepada perempuan dan Hek-liong-kapg ini untuk beradu nasib!'
Tanpa menunggu pendapat Oh Ku-gwat lagi, ia lantas menarik tangannya dan diajak msnyingkir ke samping.
Tiba-tiba dari samping sana meluncur keluar dua sosok bayangan, dengan cepat mereka melayang turun dihadapan Lamkiong Hian.
"Mau pergi?" ejek orang itu dengan gusar, "boleh, tapi tinggalkan dulu barang itu!"
Di antara remang keadaan Bok Ji-sia dan Tong Yong-ling muncul di situ, kontan saja kehadiran mereka menambah tegangnya suasana.
Lamkiong Hian segera tergelak, serunya, "Orang hidup di mana pun dapat berjumpa haha, saudara Bok, tak tersangka kita berjumpa lagi di sini!"
Kiranya Bok Ji-sia dan Tong Yong-ling yang bersembunyi di tempat kegelapan dapat menyaksikan semua kejadian di situ
dengan jelas, ketika dilihatnya Oh Ku-gwat hendak pergi, hatinya menjadi gelisah.
Maklumlah, Jian-kim-si-hun-pian mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupannya, dengan susah payah dia sampai di sini. tentu saja pemuda itu tak ingin kehilangan kesempatan untuk merebut kembali ruyung rnestika miliknya itu9 maka dengan cepat dia menampilkan diri dari tempat sembunyinya.
Sebagai pemuda yang angkuh, pada mulanya mengingat
"kebaikan" Lamkiong Giok ia masih menaruh rasa hormat kepada Lamkiong Hian, tapi setelah menyuksikan sendiri bagaimana Lamkiong Hian berkomplot dengan Oh Ku-gwat yang licik, rasa hormatnya itu kontan tersapu lenyap tak berbekas.
"Selama berjumpa! Selamat berjumpa!" serunya kemudian sambil tnerdengus, lalu kepada Oh Ku-gwat ia membentak,
"Berikan benda itu kepadaku!"
Untuk mendapatkan Jian-kim-si-hun-pian, entah berapa banyak pikiran dan tenaga telah dikekarkan oleh Oh Ku-gwat, tak heran ia tertawa seram demi mendengar perkataan itu.
"Enak saja jalan pikiranmu ..." ejeknya.
"Tua bangka yang tak tahu malu. jangan sesalkan Siauya bertindak keji padaku!" bentak Ji-sia dengan guiar.
Dengan sorot mata tajam ia awasi Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat tanpa berkedip, lalu sambil menghimpun tenaga pelahan ia menghampiri musuh.
Tong Yong-ling terkesiap, buru-buru dia mengikut di samping anak muda tersebut.
Air muka Thiati-kang-kiam Oh Ku-gwat berubah tegang, sambil menggenggam Jiari-kim-si-hun-pian kencang-kencang ia siap melancarkan serangan.
Mendadak terdengar Lamkiong Hian terbahak-bahak,
"Hahaha. ya, seharusnya demikian! Sepantasnya memang demikian!"
"Saudara Lamkiong, apa maksudmu?" seru Oh Ku-gwat terperanjat.
Kiam-hong-cengcu memperlihatkan senyuman
misteriusnya, lalu menjawab, "Ruyung iiu sebetulnya memang milik Bok-siauhiap, jadi sepantasnya barang itu dikembalikan kepada pemiliknya!"
"Betul-betul suatu kejutan, tak kusangka kau masih memiliki jurus selihai ini!" ejek si nona baju biru.
Mendengar itu, dingin hati Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat, keringat dingin membasahi punggungnya, semula ia mengira Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian pasti akan bahu membahu dengannya untuk menghadapi lawan, siapa tahu setelah berjumpa dengan Bok Ji-sia, dia mengucapkan kata-kata seperti itu.
Keruan Oh Ku-gvva;r merasa malu, sekujur tubuh
menggigil saking mendongkolnya.
"Lamkiong Hian!" bentaknya kemudian dengan gusar,
"rupanya kau berniat bermusuhan denganku _____"
Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian segera tersenyum,
katanya, "Mau menurut perkataanku atau tidak terserah, cuma berdiri sebagai seorang ternan, bagaimanapun kita kan orang kenamaan, tidak seharusnya kita yang tua menganiaya yang muda sehingga ditertawakan orang di kemudian hari!"
Ucapan itu sungguh di luar dugaan semua orang, siapapan tak dapat menebak perhitungan busuk apa yang sedang dirancang Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian, sikapnya yang sebentar panas sebentar dingin atau ngalor ngidul ini membuat orang merasa bingung.
Bok Ji-sia juga heran, betul antara dia dengan Lamkiong Giok mengaku sebagai saudara senasib sependeritaan, tapi dengan Lamkiong Hian pribadi boleh dibilang iiada hubungan apa-apa, apakah mengingat putranya maka ia tak segan-segan bentrok dengan Oh Ku-gwat untuk membantunya


Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merampas kembali Jian-kim-'si-hun pian"
Dengan terharu katanya kemudian, "Terima kasih banyak atas bantuan Cianpwe!"
Terpancar sinar aneh dari balik mata nona berbaju biru itu, dari apa yang dilihatnya ia telah bisa menebak maksud Lamkiong Hian sebenarnya.
Kontan sindirnya, "Huh, berlagak bajik dan baik hati, siapa yang bisa kaukelabui?"
Kiarn-hong-eengcu Lamkiong Hian tersenyum, katanya,
"Hendaknya mulut nona dijaga sedikit...."
Tiba-tiba Hoa Hong-hui melompat ke depan sambil
menuding Lamkiong Hian bentaknya, "Kau berani menghina."
"Ah, mana aku berani, hahah ..." Kesabaran yang diperlihatkan Lamkiong Hian ini betul-betul di luar dugaan, tatkala bergelak itulah medadak ia berkelebat mendekati Thian-kang-kiara Oh Ku-gwat.
Sebetulnya, kemarahan Hoa Hong-hui hanya terdorong oleh luapan emosinya, ia mengira Lamkiong Hian tentu akan balas mendampratnya siapa tahu jago tangguh itu
menunjukkan sikap ketakutan, hal ini membuatnya tertawa terbahak- bahak bangga.
Setelah berhenti tertawa dengan lagak seorang pembela gadis, sorot matanya tiba-tiba memancarkan sinar yang aneh, air muka yang semula dingin kaku berubah menjadi lembut dan halus, sambil memandang wajah si nona baju biru dia tersenyum mesra.
Dengan jemu nona itu mendamprat "Siapa yang suruh kau ikut campur urusanku!"
Hoa Houg-hui menjadi melengak dan tersipu-sipu,
disangkanya nona itu pasti akan memujinya, atau paling tidak akan melemparkaa senyuman mesra kepadanya. Siapa tahu bukan saja nona itu tidak senang hati, malahan mengunjuk marah, ia seperti diguyur air. dingin, harapannya tersapu lenyap.
Dengan tersipu-sipu ucapnya dengan tergegap, "Kau ...
kau____" Tong Yong-ling menyaksikan kejadian itu dengan tertawa geli.
Hoa Hong-hui menjadi naik pitam, bentaknya, "Perempuan sialan, apa yang kautertawakan?"
Bwe-hoa-sian-kiam Tong Yong-ling berkerut dahi, lalu balas membentak dengan marah, "Apa pula maksudmu melotot padaku?"
"Sret! SretI Sret!" cahaya pedang berkelebat, tiga tusukan kilat menyambar Hoa Hong-hui ditambah dengan sekali pnkulan.
Dalam keadaan tak siap, Hoa Hong-hui menjadi kececar sehingga harus meiampat mundur.
Tong Yong-ling memang jahil, setelah serangan itu ia tidak mendesak lebih jauh, ia berputar ke kiri dan bergerak ke kanac, tahu tahu ia sudah berdiri di samping Bok Ji-sia sambil melototi Hoa Hong-hui dengan tersenyum dingin.
Gusar sekali Hoa Hong-hui, sudah barang tentu ia tak mau menyudahi persoalan ini, teriaknya, "Budak hina, serahkan nyawamu!"
Mendadak ia melompat maju dan melancarkan pukulan
dahsyat ke dada Tong Yong-ling.
Terkejuc Tong Yong-ling, ia putar pedangnya dan menabas.
Pada saat itu pula, tiba-tiba Ji-sia angkat kedua tangannya,
"blang", benturan keras terjadi, Hoa Hong-hui tergetar mundur,
"Sebelum persoalanku selesai, siapapun dilarang bertempur di sini!" seru Ji-sia ketus
"Hm, kau berhak melarang orang" jengek Hoa Houg-hui.
"Kalau tidak percaya mengapa tidak dicoba sendiri!" seru Jisia sambil melotot.
Gertakan itu membuat Hoa Hong-hui terkesiap, padahal selama hidupnya di Hek-liong-kang ia selalu dihormati dan disegani, siapapun yang berjumpa dengan dia tentu akan menyebutnya sebagai Hek-kongcu, siapa tahu hari ini Bok Jisia berani memandang hina padanya, hal ini membuatnya gusar sekali sehingga sekujur badannya gemetar keras.
"Ketahuilah, aku orang she Hoa bukan orang sembarangan yang boleh direcoki ..." teriaknya dengan bengis, segera ia hendak menerjang maju lagi.
"Hel, siapa yang suruh kauturun tangan!" hardik si nona baju biru tiba-tiba dengan nada tak senang.
Hati Hoa Hong-hui menjadi ciut, cepat ia menarik diri ke tempat semula, biarpun ia bernyali besar juga tak berani membangkang perintah sang Siocia.
Setelah melotot sekejap ke arah Bok Ji-sia dan Tong Yoag ling, lalu ia memandang pula si nona baju biru dengan lembut sambil tertawa jengah, kemudian ia berjalan balik ke sisi Pek Bi dan Pek Sat.
"Orang she Oh, kauhendak kabur?" mendadak terdengar Bok Ji-sia membentak.
Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat segera memutar badan
kembali dan menjawab ketus, "Siapa yang takut padamu!"
Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian yang licik dan banyak tipu mushhat itu diam-diam merasa kecewa Ketika dilihatnya Bok Ji-sia tidak jadi bertarung melawan orang-orang Hek-liong-kang, otaknya lantas berputar untuk mencari akal lain, sayang akal lain tidak didapatkan. Maka dengan mengikuti arah angin dia tertawa terbahak-bahak seraya berkata,
"Saudara Oh, kita semua kau orang sendiri, ayo cepat serahkan kembali benda itu kepada Bok-siauhiap!"
"Huh, siapa yang mau mengaku orang sediri denganmu?"
dengus Tong Yong-ling.
Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat memang seorang cerdas,
pada mulanya dia rada enggan, tapi setelah mendengar ucapan itu, pikirannya segera sadar kembali.
Maka dengan tertawa serunya, "Baiklah, saudara Lamkiong, kuturuti perkataanmu!"
Baru selesai ucapannya,, tiba-tiba Jian-kim-si-hun-pian di tangannya menciptakan selapis cahaya berwarna keemas-emasan, bagai naga sakti menari di udara, secepat kilat cahaya tajam itu mengurung sekujur badan Bok Ji-sia dan rnengancam jalan darah pentingnya.
Sergapan yang dilakukan secara mendadak dan licik ini cukup menggetarkan perasaan orang, siapapun sulit
menghindarkan diri dari sergapan keji semacam ini.
Saking kagetnya muka Tong Yong-ling menjadi pucat
seperti mayat, bentaknya gusar, "Bangsat, kau memang keji!"
Dengan cepat pedangnya lantas menangkis Jian-kim-si-hun-pian.
Ji-sia membentak, dengan tenang dan mantap dia
menyurut mundur, telapak tangan dengan eepat mendorong ke dspan, meski ia sempat menghindar, tak urung ujung bajanya tersambar juga oleh Jian-kim-si-hun-pian hingga robek sebagian.
"Cepat mundur!" bentakan menggeledek bergema di udara.
Thian-kang-kiarn Oh Ku-gwat segera menarik kembali ruyung mustikanya, kemudian dengan gerakan Seng-ing-liok-sah (Burung manyar menyambar pasir), lalu dengan capat ia mundur ke belakang dan menyelinap ke tempat gelap.
Vvaktu itu, entah sejak kapan Lamkiong Hian beserta kawanan lelaki berbaju hitam tadi sudah lenyap juga dari situ,
"Hendak kabur ke mana?" bentak Ji-sia dengan, mata berapi-api.
Tak sempat mengurus Tong Yong-ling lagi, dengan ilmu mtringankan tubuhnya yang tinggi segera ia mengejar ke arah Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat.
"Engkoh Bok, tunggu!" teriak Yong-ling cepat2 segera dia menyusul di belakang anak muda itu. Pada saat itulah si nona berbaju biru rnenghela napas, kemudian memejamkan lagi matanya seakan-akan ada suatu masalah penting yang sedang dipikirkan olehnya.
Hoa Hong-hui bergirang menyaksikan keempat jago itu telah mengundurkan diri, serunya tanpa terasa, "Kali ini barang-barang mestika itu tentu akan menjadi milik kita!"
Sambil tarik kakek berambut putih itu ia berjalan menuju ka arah batu padas tadi.
"Mau apa kau?" tiba-tiba Pek Bi menegur sambil melompat ke depannya.
"Kini musuh tangguh telah pergi, tentu saja barangnya harus kita ambil!"
Mendadak si nona berbaju biru membuka kembali matanya, lalu mendamperat, "Hm, kau betul-betul manusia bodoh yang tak ada gunanya!"
Hoa Hong-hui kaget dan tertegun untuk beberapa saat lamanya, sudah lama ia mencintai nona berbaju biru itu, tapi
gadis itu sendiri sama sekali tidak menghiraukan luapan cintanya, tapi ia tidak kuatir sebab msnurut anggapannya dia adalah orang paling tampan dan gagah di wilayah Hek-liong-kang.
Siapa tahu semenjak masuk ke darah Tiong-goan, sikap nona berbaju biru ternyata mengalami banyak perubahan.
"Kenapa?" serunya kemudian sambil tertawa tersipu-sipu,
"apakah mesiika di dalam Te-ti-hian-hu tidak tersimpan di sini?"
"Hm, kalau begitu gampang benda tersebut bisa didapatkan, tak akan menunggu sampai giliran kita untuk mengambilnya!"
Saat itulah, sesosok bayangan tiba-tiba berkelebat tiba, tahu-tahu Kiam-hong-eengcu Lamkiong Hian muncul kembali dengan senyum dikulum.
Pek Bi dan Pek Sat mengira orang bermaksud jahat
terhadap nona berbaju biru itu, buru-buru mereka siap di kedua sisinya untuk menghadapi segala kemungkinan,
"Sudah kuduga kau akan datang lagi kemari!" tegur nona berbaju biru itu sambil tertawa merdu.
Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian bergelak tertawa,
"Habaha, kecerdasan nona memang tak bisa kutandingi . . . ."
Ia lantas mengalihkan pembicaraan ke soal lain, katanya lebih jauh sambil tertawa, "Mengenai rahasia di dalam istana Te-ti-hian-hu, kupercaya kecuali diriku dan nona yang mengetahuinya sedikit banyak, sekalipun Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat sendiri juga sukar menemukan rnestika tersebut, oleh sebab itu . . . hehehe pertempuran untuk memperebutkan rnestika di kemudian hari tak akan lebih hanya terdiri dariku dan nona!"
"Kalau sudah tahu, kenapa datang mencari diriku lagi!"
jengek si nona berbaju biru dengan tertawa dingin.
"Tujuan nona hanya mendapatkan kitab pusaka Hek-Iiong-kang, sedangkan tujuanku .... di antara kita tak sampai terjadi bentrokkan, kenyataan kau memang satu-satunya musuhku yang paling tangguh! Orang bilang jika ada dua ekor harimau saling bertengkar, salah satu di antaranya tentu akas ter-luka, untuk menghindari jatuhnya korban yang tak berarti pada kedua pihak, aku bersedia mengikat perjanjian dengan nona untuk berusaha mencari dengan bergantung pada kemujuran masing-masing...."
"Hm, kukira tujuan yang sesungguhnya tak cuma sampai di situ saja bukan?" dengus nona berbaju biru, itu.
Sekali lagi Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian meraba
terkesiap. Ia benar-benar tak percaya seorang nona yang masih semuda itu ternyata sanggup menebak isi hatinya yang sebenarnya, maka iapun tertawa tersipu-sipu.
Nona berbaju biru itu menatapnya sekejap, kemudian melanjutkan, "Jangan kaupikir yang bukan-bukan, padahal pancaran sinar matamu telah mengungkapkan segala
sesuatunya Lamkiong Hian terbahak-bahak untuk menutupi rasa
malunya, sementara dalam hati diam-diam ia menyumpah,
"Tunggu saja sampai barang itu berhasil kudapatkan baru akan kaurasakan kelihaianku. Budak setan, saat itulah perhitungan utang piutang kita harus dibereskan"
Setelah tertawa terbahak-bahak ia berkata lagi "Kalau nona sudah tahu, akupun tak akan banyak bicara. Mari kita masing-masing bekerja sendiri untuk menemukan benda itu, asal jangan sampai terjadi bentrokan kekerasan kan sudah cukup?"
Belum habis ia berkata, mendadak dari dinding sebelah berkumandang suara teriakan keras.....
Air muka Lamkiong Hian rada berubah, buru-buru dia menjura sambil berseru, "Baiklah kita tentukan demikian saja, semoga kau bisa pegang janji."
Selesai berkata, seperti badan halus ia terus menyelinap ke ruang gua sebelah.
Memandangi bayangannya yang menghilang, nona berbaju biru itu menghela napas, gumamnya. "Siapa berani bermain api dia akan terbakar sendiri, cara bekerja Lamkiong Hian ini hanya akan membinasakan dirinya sendiri!"
Pelahan ia berjalan dan masuk ke dalam gua yang lain.
"Siocia, yakinkah engkau akan berhasil mendapatkan kembali kitab pusaka perguruan kita?" tanya kakek berambut putih itu sambil memburu maju selangkah.
Nona baju biru itu berpaling, jawabnya, "Manusia berusaha, Thian yang menentukan, kita hanya berjuang sekuatnya dan pasrah kepada nasib!"
Ucapan itu penuh nada kepedihan, hatinya seperti penuh rasa murung dan bimbang.
Siapakah yang menduga dalam hatinya sekarang sedang terjadi perang batin yang bertentangan" Perasaan aneh itu sekalipun dia sendiri juga tak paham apa sebabnya.
o"o 00O00DW00O00 o"o
Ketika Thian-kang-kiam Oh Gu gwat sedang bersyukur karena berhasil mengundurkan diri dengan selamat, waktu ia berpaling, betapa kagetnya sebab bayangan Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian telah menghilang, ia merasa kejadian ini kelewat aneh dan mencurigakan.
Mana dia tahu Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian
mempunyai tujuan lain, setelah berpura-pura mengundurkan diri, secara diam-diam ia balik lagi ke tempat semula untuk mengadakan pembicaraan rahasia dengan gadis berbaju biru,
Mendadak ia merasa ada sesosok bayangan hitam
menyusul tiba, belum lagi orangnya sampai segalung angin pukulan yang sangat kuat telah menyambar.
Sambil melancarkan pukulan, Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat membentak gusar, "Keparat, kaukira aku bisa dipermainkan!"
Bok Ji-sia mendengus, telapak tangan kirinya diangkat, jari setengah ditekuk, lalu diiringi bentakan secepat kilat melancarkan pukulan dahsyat ke depan, menyusul telapak tangan kiri didorong pula setengah jalan.
Angin pukulan dengan cepatnya menggulung ke depan dan menghantam tubuh lawan.
Kaget Oh Ku-gwat, cepat ia berputar. "Wut, wut", ang;n dahsyat menyambar lewat, Diam-diam Oh Ku-gwat terkejut menyaksikan keiihayan Bok Ji-sia, kemajuan lwekang anak muda ini sungguh jarang ada dalam dunia persilatan, mungkinkah ia mengalami kejadian aneh lagi atau sejak dulu sengaja menyembunyikan kehebatannya itu"
Berpikir demikian, hawa napsu membunuhnya berkobar, sambil menggenggam Jian-kim si-hun-pian, selangkah demi selangkah ia mendesak maju, kalau bisa dia ingin sekali hantam mencabut nyawa jago muda ini.
"Orang she Oh" kata Ji-sia dengan dingin, "sekalipun kaukabur ke ujung langit, tetap skan kubekuk kembali, kecuali kalau kau mengembalikan benda itu kepadaku . . . . "
"Jangan mimpi" bentak Oh Ku-gwat dengan marah.
Selang sesaat, tiba-tiba ia membentak lagi "Orang she Bok, serahkan jiwamu!*'
"Ngung!" tiba-tiba jian-kim-si-hun pian berubah menjadi seekor naga emas yang memancarkan suara yang aneh, Bok Ji-sia merasakan pikirannya menjadi kalut dan tak tahan.
Darimana dia tahu di sinilah letak kegunaan sesungguhnya Jian-kim-si-hun-pian itu, bila berhadapan dengan musuh, asalkan tenaga dalamnya dikerahkan hingga ruyung itu mengeluarkan suara mendengung, maka rnusuh pasti akan kena dicelaka pada saat pikirannya kacau.
Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat tertawa seram, tenaga
dalamnya ditambah lagi dengan dua bagian cahaya emas segera terpancar ke empat penjuru, di-Iringi angin puyuh dengan dahsyatnya menyapu tumbuh Bok Ji-sia.
Sampai detik terakhir, Ji-sia masih berdiri termangu-mangu di tempat, seolah-olah tidak merasa jiwanya terancam oleh maut.
Pada saat kritis itulah, tiba-tiba berkelebat cahaya putih diiringi suara mendesing tajam, "Wess!" cahaya tersebut langsung menyambar dada Thian-kang-kiam Oh Ku gwat.
Terancam jiwanya, terpaksa Oh Ku-gwat harus melindungi keselamatan jiwa sendiri lebih dulu, buru buru ia putar badan dan menyampuk pedang itu dengan ruyungnya, "trang", sebilah pedang panjang segera mencelat ke udara.
Oleh getaran suara nyaring tersebut, Ji-sia tersadar dari lamunannya, diam-diam ia berpekik, "Wah, sungguh berbahaya!"
Tanpa terasa ia berpaling ke samping, dilihatnya Bwe hoa-sian-kiam Tong Yong-ling berdiri di sebelahnya dengan wajah pucat.
"Nona Tong, terima kasih atas bantuanmu!" seru Ji-sia sambil tertawa.
"O, kau betul betul membuat kukuatir sekali!" seru Yongling.
Sudah lama ia mencintai Bok Ji-sia, meskipun pemuda itu telah melukai hatinya, tapi setiap saat ia selalu memperhatikan
keselamatannya, bahkan dalam pembicaraan serta tingkah lakunya juga terpancar luapan cintanya yang dalam.
Ji-sia melemparkan kerlingan terima kasih kepadanya, kemudian baru memutar badan dan berseru dengan gusar,
"Tua bangka, rasakan juga pukulanku ini!"
Dengan menghimpun tenaga dalam sepenuhnya, kedua
telapak tangannya segera menyodok ke depan.
Serangan itu dilancarkan dengan tenaga penuh ia memang bermaksud memberi hajaran kepada musuh, sudah barang tentu kehebatannya luar biasa, di mana angin pukulannya berembus, debu pesir pada jarak beberapa tombak pada berterbangan,
Tiba-tiba muncul pula segulung angin pukulan dari balik kegelapan, angin pukulan Bok Ji-sia yang maha dahsyat itu seketika tersapu lenyap.
Dalam kejutnya, dengan gusar Ji-sia menghardik, "Siapa di situ?"
Lamkiong Hian muncul sambil tertawa ter-bahak2, dengan sikap yang aneh ia melemparkan sebuah kerlingan ke arah Thian-kang kiam Oh ku-gwat. Lalu sambil manggut-manggut Bok Ji-sia, katanya, "Bok-siauhiap, buat apa kau marah-marah, biar aku yang menyelesaikan persoalanmu itu."
Sambil berkata dia lantas mencengkeram Jian-kim-si-hun pian yang berada di tangan Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat.
Jago Thian-seog-po ini tak berani menyalahi tulang punggung andalannya, tanpa terasa dia menyerahkan ruyung kepadanya.
Seperti sengaja dan tak sengaja Larnkiong Hian
memandang Jian-kim-si-hun-piaa itu sekejap, kemudian dengan iklas menyerahkan benda rnestika itu kepada Bok Jisia.
Tindakan Lamkiong Hian ini membuat Ji-Sia tertegun, ia tak menyangka ruyung rnestika tersebut bisa didapatkan kembali semudah ini, baru dia akan menjawab, Lamkiong Hian telah tertawa dingin lebih dulu.
"Lain kuli jangan sampai hilang lagi!" serunya.
Ji-sia terkejut, setelah mendengus bersama Tong Yong-ling ia putar badan dan berlalu-dari situ.
Memandangi bayangan punggung kedua orang itu,
Lamkiong Hian tertawa tiada hentinya, tampaknya bangga sekali.
"Terlalu mengenakkan bangsat itu!" seru Oh Ku-gwat dengan kurang senang.
Agaknya Kiem-hong-ceugcu Lamkiong Hian sudah
mempunyai perhitungan yang masak, ia tertawa terbahak-bahak, katanya, "Saudara Oh, bukannya aku mau menegurmu, tapi pandanganmu jelas kelewat pendek!"
"Kaukira Bok Ji-sia bisa membawa pergi ruyung emas itu?"
"Huh, barangnya saja sudah ia dapatkan, apa lagi yang mesti kukatakan?"
Lamkiong Hian mendengus, "Hm, mungkin untuk
melangkah keluar pintu sTa-ti-hian-hu saja tidak mampu dan sudah mampus memeluk ruyung itu!"
Ucapan iri mengejutkan Thiao-kang-kiam Oh Ku-gwat, melihat cara Lamkiong Hian bicara agaknya sudah mempunyai perhitungan yang matang, jangan-jangan....
Dengan terkejut ia lantas berseru, "Harap memberi penjelasan lebih lanjut!"
Lamkiong Hian mendengus, dengan misterius ia berkata
"Semenjak sepuluh tahun yang lalu ada satu harapanku, yakni menyikat habis semoa orang yang memusuhi diriku, hari ini Thian telah memberi krsempatan kepadaku, istana bawah
tanah Te-ti-hian-hu merupakan tempat pembantaian yang paling baik ...
Makin mendengar Oh Ku-gwat semakin ngeri, sebenarnya dia memang ada tiga bagian rasa hormatnya kepada
Lamkiong Hian dan tujuh bagian rasa takut.
Dengan ngeri dia lantas berkata, "Selama ini Thian-seng-po dan Kiam-hong-ceng ibaratnya air dan api, aku orang Thian-seng-po, tentu saja saudara Limkiong.tak akan melepaskan diriku."
"Ah, mana.. mana," kata Lamkiong Hian sambil tertawa dingin, "aku masih mengharapkan bantuan saudara Oh untuk menyelesaikan masalah besar, sudah barang tentu saudara Oh harus dikecualikan.."
Setelah berhenti sejenak, ia menambahkan, "Selama itu, tujuanku adalah Tecing dan Thian-ho kedua macam rnestika itu."
"Jadi saudara Lamkiong tidak menghendaki kitab pusaka Hek-liong-kang itu?" tanya Oh Ku-gwat dengan tercengang.
Lamkiong Hm memperlihatkan senyuman aneh, jawabnya,
"Soal kitab itu adalah bagian saudara Oh, aku tidak ingin mendapatkannya!"
Di mulut ia berkata demikian, dalam hati diam-diam makinya, "Hm, tak perlu berpikir yang bukan-bukan, sekalipun kuberikan kepadamu perempuan Hek-liong-kang itu juga tak akan tinggal diam"
Oh Ku-gwat kelihatan senang sekali mendengar perkataan itu, serunya cepat, "Semua ini berkat bantuan saudara Lamkiong .. . . "
"Mulai malam ini, Te-ti-hian-hu akan berubah menjadi lautan darah," kata Lamkiong Hian dingin.
Habis berkata, ia lantas menarik tangan Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat dan bersama-sama menyembunyikan diri.
Dalam pada itu, Bok Ji-sia dan Tong Youg-ling sedang menyusuri lorong dan berusaha mencari jalan keluar, sepanjang jajan mereka tidak bicara sepatah katapun, siapa sangka meski sudah setengah harian jalan keluar tak kunjung ditemukan.
Mendadak mereka menangkap suara seorang sedang
berseru sambil tertawa, "Ahal Mestika, mestika!"
Dari suara orang itu agaknya terlalu emosi karena
menemukan sesuatu benda mestika.
Timbul rasa ingin tahu Ji-sia mestika apakah yang
menggirangkan orang itu, sambil menarik ujung baju Tong Yong-ling ia mendekati arah suara tadi.
Selama beberapa bulan ini telah banyak menambah
pengalamannya, dia tahu mencuri lihat rahasia orang merupakan pantangan besar bagi umat persilatan, sebab itu langkahnya sangat berhati-hati kuatir jejaknya diketahui orang.
Tiba-tiba terdengar suara orang bertempur berkumandang tak jauh dari sana, angin pukulan menderu-deru menandakan betapa serunya pertarungan yang sedang berlangsung, jelas tenaga dalam kedua orang itu sangat hebat.
Tiba-tiba matanya terbeliak, lantai gua berserakan intan permata dan mutu manikam, sebuah peti besi terbalik di tanah, sedang dua orang lelaki berbaju hitam sedang terlibat dalam suatu pertarungan yang seru.
"Sret, sret, sret. . . ." kesiur angin berkumandang tiada hentinya, beberapa sosok bayangan hitam dengan cepat menerjang tiba pula.
Ji-sia tertegun, pikirnya, "Aneh, kenapa begini. banyak orang yang datang pada malam ini?"
Pikiran itu baru saja terlintas, tiba-tiba kedua orang yang sedang bertarung sengit itu memisahkan diri, kemudian tanpa menghiraukan batu permata yang berserakan-itu, mereka kabur ke arah yang berlainan.
Dalam waktu singkat, kawasan jago yang memang tiba itu sudah sampai di tengah arena, lamat-lamat tertampak di antaranya terdapat Hian-thian-koancu Kun-tun Cinjin, Pek-hoa-kui-po Cin Say-kiau dan Si-hun koay-sat-jiu sekalian.
Kawanan jago itu berkumpul dengan wajah tercengang, agaknya mereka tak mengira pertemuan malam ini merupakan suatu pertemuan besar kaum persilatan, tak sedikit jumlah kawanan jago yang tiba di situ.
Tentu saja kawanaa jago semacam mereka tak akan
tertarik oleh tumpukan harta semacam itu, meski tak urung agak silau juga matanya, selain itu mereka merasa curiga juga atas kepergian kedua orang yang sedang bertarung itu secara tiba-tiba, tapi mereka sama tinggi hati sehingga tak seorang pun yang menaruh perhatian.
Nenek berambut putih Gin Say-kiau mencukil seuntai kalung mutiara dengan ujung tongkat, lalu berkata, "Benda ini indah juga bentuknya, pantas kalau kuberikan muridku . . . . "
Si-hun-koay-sat-jiu segera mendengus, "Hm, tak tersangka selera si nenek setan begitu kecil, hanya seuntai kalung juga menarik perhatiannya."
Tiba-tiba nenek setan itu menyentil untaian kalung itu ke depan, serunya, "Kalau tidak puas, biar kuhadiahkan untukmu!"
"Cring!" tanpa mengangkat tangan rantai kalung mutiara itu sudah terhajar rontok oleh Si-hun-koay-sat-jiu sehingga untaian mutiara tersebut tersebar di lantai.
Terdengar gelak tertawa nyaring bergema, lalu serunya,
"Hahaha, barang imitasi disangka sebagai barang asli, sungguh menggelikan!"
Dengan terkesiap para jago memandang ke lantai, mereka sama kaget, ternyata mutiara-mutiara itu sudah hancur lebur tak satupun yang utuh.
Betul Si-bun-koay-gat-jiu memiliki kepandaian yang lihai, apalagi sebagai salah seorrmg Bu-lim-jit-coat, tapi ayunan tangannya tak mungkin bisa menghancurkan begitu banyak mutiara sekaligus.
Kun-tun Cinjin mengambil sebiji mutiara itu, lalu berkata,
"Aneh, jelas mutiara ini adalah benda yang amat langka, kenapa tidak tahan" Apakah lantaran dimakan waktu maka mutiara ini menjadi lapuk" Cuma . . .."
Mendadak terdengar lagi seseorang bergelak tertawa, menyusul bergema suara senandung yang nyaring:
Langit bumi bersatu jagat.
Lubang hitam di atas sumur,
Anjing kuning berbadan putih,
Anjing putih berbadan hangus.
Sambil bersenandung orang itu makin mendekat, ia tak peduli raga tercengang para jago terhadap dirinya, dengan langkah lebar ia berjalan mendekat, setelah memandang sekejap sekeliling gelanggang, ia bersenandung lagi: Badan berselimut kotoran kuda kepala
menyunggih gayung,
Salju turun berhamburan cantik menawan,
Kini kudapat begini banyak mutiara,
Bagaimana dengan orang miskin di dunia"
Suara nyanyiannya laatang menggema di seluruh ruangan, mendadak muncul seorang pengemis tua berbaju penuh tambalan, berkaki telanjang dan berambut kotor, ia tertawa lebar kepada para jago kemudian berjongkok dan mulai memunguti mutiara yang tersebar di tanah itu.
Nenek setan berambut putih Cin Say-kiau tampil ke muka, sambil menudiag dia memaki, "Pengemis bangsat, jangan mencari keuntungan di sini!"
'Berhubung rambut panjang pengemis itu hampir menutupi wajahnya, ia tak jelas melihat mukanya, segera telapak tangannya mendorong punggung pengemis tersebut
Dorongan itu cukup kuat, tapi pengemis tua yang aneh itu seakan-akan tidak merass sambil bersenandung ia masih melanjutkan pekerjaannya mengumpulkan mutiara-mutiara hancur itu.
Mendadak terdengar seseorang membentak dengan gusar,
"Menganiaya seorang cacat yang tua dan lemah, terhitung orang gagah macam apakah dirimu!"
Berbareng dengan bentakan itu, sesosok bayangan hitam, menerjang tiba dan menyambut serangan Cin Say-kiau tadi dengan'keras, akibatnya bahu kedua pihak sama-sama tergetar keras.
Dsngan gusar Bok Ji-sia memandang sinis Cin Say-kiau, nenek itu tercekat dan berkobar pula hawa amarahnya.
Sambi! tertawa seram dia membentak, "Hei, kau hendak mencari kutu di atai kepala harimau, mencari penyakit sendiri!"
Tangan berputar, dengan jurus Kim-ka-liau-ke (ayam emas menggetar bulu) ia menghantam dengan dahsyat.
Ji-sia terkesiap, waktu menyambut serangan Cin Say-kiau dengan kekerasan tadi, darah dalam dadanya sudah tergetar keras, tapi dia adalah seorang yang suka menang, ia enggan
memperlihatkan kelemahan, maka sambil menghimpun tenaga dalam ia siap pula menghadapi segala kemungkinan.
Waktu itu jaraknya dengan Pek-hoat-kui-po Ciu Say-kiau sangat dekat, kebetulan pengemis aneh itu persis berada di antara mereka berdoa, ini membuat ji-sia tak berani menggunakan cara keras untuk membalas musuh, ia kuatir melukai orang tua yang tak berdosa itu.
Tiba-tiba pengemis dekil itu menari dan tertawa terbahak-bahak, teriaknya seperti orang gila, "Haha! Terbang, terbang, setan cilik di angkasa menebarkan kapur!"
Tindak-tanduknya yang kocak ini memancing galak tertawa semua orang, lebih-lebih Bwe-hoa-sian-kiam Tong Yong-ling, m tertawa terpingkal-pingkal kzrena gelinya.
Sementara itu mendadak pengemis aneh itu melejit ke udara setinggi tiga tombak lebih, lalu secara beruntun dia berputar tujuh macam gerak tubuh yang berbeda-beda, demontrasi ini menimbulkan seru kaget para jago.
Ketujuh macam gerakan yang aneh itu dilakukan secara bersambung, setiap kali berubah gerakan tubuhnya lantas melambung lebih tinggi, tanpa terasa ia sudah enam tombak tingginya dari permukaan tanah dan melakukan enam kali perubahan gerak badan.
Tatkala gerak ketujuh hendak dilakukan, mendadak ia membentak, "Lihat serangan!"
Seluruh, ruangan dalam gua itu menjadi terang benderang, beribu sinar perak segera terpancar dan secepat kilat menerjang tubuh si nenek setan berambut putih.
Jerit kesakitan dan kaget bergema, belum lagi serangan si nenek tadi mencapai sasarannya, ia menjerit dan melompat mundur sambil meraung gusar.
Pengemis aneh itu melayang turun ke tanah, gambil
berkeplok la terbahak-bahak, serunya, "Nenek Cin, mukamu sekarang telah berubah seperti badut!"
Bubuk putih menghias seluruh wajah nenek bsrambut putih Cin Say-kiau seakan-akan berbedak tebal, bubuk itu adalah hamburan mutiara yang sengaja dipakai oleh pengemis itu untuk membuat malu si nenek.
Gemuruh gelak tertawa para jago, selain mereka kaget oleh kelihaian tenaga dalam pengemis aneh itu, merekapun merasa geli oleh perubahan wajah si nenek berambut putih.
Sambil mengusap wajahnya, dengan gemas Pek-hoa-kui-po berseru, "Pengemis bangsat, biar nenek beradu jiwa denganmu!"
Karena malunya dia himpun segenap tenaga-nya untuk melancarkan serangan maut, tapi sebelum serangan itu dilakukan, tiba-tiba ia teringat akan seorang, dengan terkesiap ia berseru kaget, "He, kau pengemis rongsokan, pengemis pemabuk, pengemis tak berbentuk, pengemis bertampang jelek!"
Dengan melotot pengemis aneh itu berseru, "Tanpa wajah mana berbentuk, kalau berbentuk tentu berwajah, nenek tua, kau salah melihat orang!"
Perlu diketahui, Po-kay (pengemis rongsokan), Cui-hua dan Bu-siang-sin-kay (pengemis sakti tak bermuka) adalah tiga dedengkot Kay-paog (perserikatan pengemis) dewasa ini, nama serta kedudukan mereka jauh di atas kedudukan jago dari aliran lain, sekalipun tidak terhitung dalam deretan jago lihai dewasa ini, tapi setiap orang yang menyinggung Kaypang-sam-lo atau tiga tertua Kay-pang pasti akan
menunjukkan sikap menghormat,
Hian-thian-koancu Kun-tun Cinjio segera tertawa dingin, katanya, "Kalau kau bukan Kay-pang-tianglo, kenapa menggunakan Jit-leng-sin-hoat (tujuh gerakan tubuh sakti)"
Tolong tanya, dalam perguruan Kay-pang dewasa ini kecuali Sam-lo masih ada siapa yang mahir Ji-Heng-sin-hoat?"
Manusia aneh itu tertawa, katanya, '"Orang di dunia pada mabuk hanya aku sadar sendiri, jagat sama kotor hanya aku bersih sendiri."
Tiba-tiba terdengar seorang menyambung dengan cepat,
"Muka dekil baju kotor badan terasa ringan, luar jahat dalam alim hati lebih suci!"
Para jago yang berada dalam gua merasakan
pandangannya menjadi kabur, tahu-tahu dihadapan pengemis aneh itu sudah berdiri tiga orang berdandan pengemis, seorang berwajah jelek, seorang lagi kurus kering dan yang ketiga gendut.
Pengemis jelek itu segera maju memberi hormat sambil berkata, "Suhu, Tecu menunggu perintah!"
Ketiga pengemis itu tak lain adalah Kay-pang-sam-lo yang disebut Poh-kay, Cui-kay dan Bu-siang-co-kay tadi.
Sekali lagi semua jago terperanjat, kalau Kay-pang-sam-lo sendiri bersikap begitu menghormat kepada pengemis aneh tadi, bukankah hal ini berarti pengemis tua aneh ini adalah dedengkotnya Kay-pang"
Untuk apakah para tokoh Kay-pang juga muncul di tempat rahasia ini"
Apakah muslihat keji Lamkiong Hian akan menyikat semua orang yang hadir ini akan berhasil!
-oo0dw0oo- Jilid : 20 Tertampak pengemis tua aneh itu menuding Bok Ji-sia dan berkata, "Orang ini mempunyai budi kepada Kay-pang kita, selanjutnya...."


Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah. mana, tidak apa," tukas Ji-sia sambil tertawa.
Kay-pang-sam-lo sama tercengang, tapi tanpa
mengucapkan sepatah kata pun mereka lantas memberi hormat kepada Bok Ji-sia.
Dalam pada itu, Pek-hoat-kui-po Cin Say-kiau masih diliputi kegusaran, dengan gemas ia berseru, "Jika pada malam ini si nenek tidak dapat memusnahkan manusia-mamusia setan macam kalian, mulai hari ini aku akan menghapus namaku dari Bu-lim jit-coat...."
Dengan perkataannya itu, tak bisa disangkal lagi ia telah melibatkan Sin-hun-koay-sat-jiu dan Kun-lun Cinjin dalam peristiwa ini sebab mereka juga tergabung dalam Bu-lim-jit-coat, tentu saja mereka tak bisa membiarkan anggotanya dihina orang.
Meskipun pada hari-hari biasa kawanan gembong iblis itu saling menjagoi wilayah tertentu dan masing-masing pihak saling tidak puas kepada yang lain, tapi bilamana ada orang hendak merusak nama Bu-lim-jit-coat, tentu saja lain pula persoalannya.
Tiba-tiba seluruh gua itu bergoocang keras, menyusul terdengar suara gemuruh yang keras.
Air muka Kay-pang-sam-lo berubah hebat, serunya
berbareng, "Wah celaka, alat rahasia To-ti-thian-hu ini telah digerakkan."
"Apa?" bentak pengemis aneh tadi dengan mata melotot,
"bukankah pusat alat rahasia istana ini sudah tertutup semua?"
Bu-siang-co-kay memberi hormat, katanya, "Lem-kiong Hian berniat menimbulkan bencana dengan memancing semua
jago yang datang malam ini untuk berkumpul di sini, ia sangat apal dengan kedelapan puluh satu gua di tempat ini, sekarang semua tombol penggerak alat rahasia tempat ini telah dihidupkan semua!"
"Sungguh keji!"
Semua jago menjadi terperanjat, belum sempai ingatan kedua terlintas, dari empat penjuru telah bermunculan lagi puluhan sosok bayangan hitam yang sama lari ke arah tempat mereka berada ini dengan wajah panik dan ketakutan.
Bwe-hoa-sian-kiam Tong Yong-ling amat terperanjat, tanpa terasa ia mendekati Bok Ji-sia dan berbisik, "Engkou Bok, bumi mulai berguncang!"
Ji-sia tertegun, betul juga ia merasa tubuhnya bergoyang seakan-akan bumi ini tertimpa gempa yang dahsyat.
Sementara itu muncul pula sejumlah orang, semuanya kelihatan ketakutan seolah-olanh suatu bencana segera akan terjadi.
"Krak! Krakl Krak" suara keras bergema, tiba-tiba dari empat penjuru bermunculan lagi puluhan orang berbaju putih, bila diamati lebih saksama ternyata tidak mirip manusia, lengan mereka terpentang dan masing-masing menggenggam pedang atau martil besar.
Perlu diketahui, ke 18 buah gua yang berada dalam Te-tihian-hu saling tembus antara yang situ dengan yang lain, kemunculan orang-orang itu seketika membuat para jago persilatan itu bertambah panik dan ketakutan.
"Sik-lo-han" tiba-tiba seorang menjerit kaget, Belum lenyap suaranya, Sik-lo-han atau Budha batu itu sudah berbondong-bondong masuk ke dalam gua, jumlah manusia batu itu paling tidak dua-tiga ratus orang, meski mereka cuma batu tapi gerak-geriknya cepat sekali seperti
hembusan angin, dalam sekejap rombongan manusia batu itu sudah tiba di depan.
Jeritan ngeri berkumandang, kawanan lelaki berbaju hitam yang tak sempat kabur atau berada lebih dekat dengan kawasan Sik-lo-han itu segera tertumbuk sehingga kepala remuk dan tubuh hancur tak keruan lagi bentuknya.
"Jangan dilawan dengan kekerasan, hindari mereka.... "
pengemis aneh tadi segera berteriak memberi peringatan.
Untuk sesaat suasana menjadi kacau balau, jeritan
berkumandang susul menyusul, demi menyelamatkan jiwa sendiri kawanan jago itu buru-buru melompat ke udara dan meloloskan diri dari sergapan barisan Sik-lo-han itu.
"Crat" seorang yang baru saja melambung ke udara terbabat telak oleh pedang batu yang di angkat Sik-lo-ban itu sehingga terjatuh kembali ke tanah, diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati, ia tewas tertindih manusia batu itu, Barisan manusia batu itu ada yang berada dalam posisi tidur, berbaring, duduk maupun berdiri, untuk menghadapi yang satu para jago harus menghadapi pula yang lain, karena sedemikian banyaknya jumlah manusia batu itu, akhirnya mereka jadi kewalahan.
Apalagi kawanan batu itu seolah-olah bergerak pada jalur yang telah ditetapkan, kian kemari tiada hentinya, sekalipun seorang berilmu tinggi juga tak bisa berkelit terut menerus tanpa berhenti.
Setelah secara beruntun Bok Ji-sia menghindari sergapan dua belas Sik-lo-bas tersebut, saking kagetnya peluh dingin membasahi sekujur badannya, bukan saja ia tak mampu mengurus diri sendiri, malah harus bagi pikiran untuk memperhatikan Tong Yong-ling, hal ini membuatnya menjadi kerepotan.
Percikan darah mulai berhamburan, jeritan ngeri
berkumandang silih berganti.
Pemandangan yang menyeramkan di tambah jeritan ysng memilukan hati, semuanya itu mendirikan bulu roma orang.
Dalam waktu singkat belasan jago telah tewas di tangan Sik-lo-han itu.
Bok Ji-sia terkesiap, ia pikir "Daripada melakukan perlawanan tanpa hasil, kenapa aku tidak coba menyerempet bahaya....."
Belum habis berpikir, tiba-tiba terdengar kesiur angin dari belakang, ketika ia berpaling, hatinya segera bergetar keras, tampak empat Sik-Lo-han dengan gaya hendak menerkam sedang menubruknya.
Saking kagetnya ia tak berdaya, untuk sesaat pemuda itu hanya berdiri bagaikan patung.
Tong Yong-ling menjerit kaget, ia lupa akan keselamatan sendiri dan segera menubruk maju.
"Awas belakang!" seru Ji-sia.. Di tengah bentakan, dengan jurus Cuan-ciam-in-sian (menembusi jarum mencabut benang) ia meluncur lewat sisi tubuh keempat Sik-lo-han itu dengan cepat luar biasa, tindakannya itu betul-betul berbahaya.
Lantaran menguatirkan keselamatan Bok Ji-sia, Tong Yongling menjadi lupa pada bahaya di sekitarnya, belum lagi ia sempat memutar badan, sesosok Sik-Io-hia telah
menerjangnya, Untuk berkelit jelas tak sempat lagi, buru-buru dia lepaskan pukulan sambil melompat bangun, tapi saat itulah seseorang membentak, "Cepat berjongkok!"
Terkesiap Tkng Yong-ling, cepat ia mendekam ke tanah.
"Wees!" desing angin menyambar lewat kepalanya, Sik-lohan itu telah menyambar lewat persis di atas kepalanya.
Bok Ji-sia merasa lega menyaksikan Tong Yong ling
berhasil meloloskan diri dari bahaya maut, tanpa melayang turun lagi dia lantas melompat ke atas. tubuh salah satu Sik-lo-han.
Sebagai benda mati, gerak-gerik Sik-Lo-han hanya menurut aturan, oleh sebab itu dengan menghinggap di atas tubuhnya keselamatan malah lebih terjamin dan tak perlu kuatir akan diserang lagi.
Kenyataan itu sangat menggirangkan Ji-sia, cepat ia berseru, "Hinggap ke atas manusia batu itu, nona Tong, cepat!"
Ketika kata-kata tersebut selesai diucapkan ia sudah dibawa jauh dari tempat semula..
Toog Yong-ling merasa girang, ia segera melakukannya seperti apa yang diajarkan, para jago lainnya yang menyaksikan cara itu memang aman. buru-buru mereka menirukannya.
Dengan demikian uatuk sementara waktu keselamatan
mereka jadi terjamin, sedangkan manusia batu itupun tak bisa memperlihatkan kehebatannya lagi.
Kiranya kawanan Sik-lo-han itu berpusar menurut jalur yang telah ditentukan, kini para jago sudah kehabisan tenaga pun bisa beristirahat sejenak di atas tubuh manusia batu itu, meski demikian mereka merasakan juga kepalanya pusing dan mata berkunang-kunang, hampir saja mereka tak tahan.
"Wees!" mendadak sesosok bayangan terlempar sejauh beberapa tombak dan tewes seketika.
Tapi karena semua orang sedang istirahat sendiri-sendiri, siapapun enggan membuka mata untuk melihat siapa yang tewas terbanting itu, semua orang hanya pejamkan mata dan mengatur pernapasan masing-masing.
Tiba-tiba terdengar seorang menjerit lagi dengan kaget,
"Ah, celaka, Sik-lo-han ini main gila lagi!" .
"Blang", suara keras menggema, ternyata ada dua Sik-lohan yang berputar menyimpang jalur yang sebesarnya hingga terjadi tubrukan keras, dua orang penumpang berada di atas batu itu ikut tertumpuk hingga hancur dan tewas dalam keadaan mengenaskan,
"Blang, blang", benturan demi benturan kembali terjadi, jeritan ngeri untuk kesekian kalinya berkumandang.
Istana Te-ti-thian-hu telah berubah menjadi neraka, dengan saling menumbuknya kawanan Sik-loban tersebut, kembali ada beberapa orang jago persilatan yang jatuh, sebagai korban.
Cara membunuh yang keji tanpa kenal ampun ini membuat kawanan jago kaum Hek-to yang biasa membunuh orang tanpa berkedip pun merasa ngeri.
Berhubung terjadi saling bentur antar Sik-lo-han ita, maka gerak benda tak bernyawa yang lain menjadi lebih lambat, tapi semuanya masih bergerak-maju dan saling membentur.
Sejak terjun ke dalam dunia persilatan sudah banyak kejadian aneh yang pernah dialami Bwe-hoa-san-kiam, tapi belum pernah ia saksikan kejadian seperti hari ini, dengan wajah pucat ia segera menubruk ke atas manusia batu di mana Ji-sia barada,
Dalam keadaan demikian Ji-sia sendiripun tidak lagi memikirkan soal laki dan perempuan, dengan cepat ia merangkul pinggang si nona, sementara matanya mengawasi sekeliling tempat itu, kuatir ikut tertimpa bencana.
setelah berada di dekat Bok Ji-sia, Tong Yong-ling merasa lebih tenang, sambil pejamkan matanya ia berbisik, "Kalau harus mati, biar kita mati bersama!"
"Mati memang tidak menakutkan, tapi aku tak rela mati di tangan benda-benda mati ini!!" ucap Ji-sia sambil tertawa getir.
"Akupun demikian!" kata Yong-ling.
Tiba-tiba terdengar pekikan nyaring panjang bergema, sesaat kemudian suara itupun lenyap.
Tapi dengan lenyapnya pekikan itu, kawasan Sik-lo-han pun tiba-tiba berhenti bergerak. Perubahan di luar dugaan ini kontan saja membuat para jago tertegun, kemudian menarik napas lega.
Kay-pang-sam-lo memandang sekejap arah para jago, lalu mengiringi pengemis aneh itu bergerak cepat ke depan.
"Saudara bertiga tunggu sebentar!" tiba-tiba muncul sesosok bayangan dan berseru selagi masih mengapung di udara.
"Ada apa?" tanya pengemis Cui-hoa sambil berhenti.
Kiranya orang ini adalah Huan-in-kiam Lam-kiong Giok.
Sambil mengadang jalan pergi Kay-pang-sam-lo, ia
menganguk dulu kepada Bak Ji-sia, lalu berkata pula kepada keempat pengemis itu, "Ayahku sedang menantikan kehadiran kalian dalam ruang bawah tanah!"
"Bagus!" seru pengemis tua tadi sambil tertawa "Besar amat ambisi Lam kiong Hian, berani dia memusuhi Kay-pang kami!"
Perlu diterangkan, pengemis tua yang aneh itu sebetulnya tak lain adalah guru Kay-pang-sam-lo, pada hari-hari biasa ia sangat jarang muncul dalam dunia persilatan, sebab itu tak banyak orang yang mengetahui tentang dirinya.
Tapi beberapa orang jago lihai yang sudah termashur sejak puluhan tahun lalu cukup mengetahui akan jago tua ini,
semua orang menyebutnya sebagai Kay-sian-ong (si kakek dewa pengemis).
Lam Kiong Giok tidak kenal siapakah pengemis tua ini, betapa gusarnya ketika dilihatnya Kay-pang-sam-lo tak berani takabur, sebaliknya pengemis tua yang tak dikenal itu malah tak pandang sebelah mata kepadanya.
Maka sambil mendengus serunya "Kay-pang kan tidak berkepala tiga bertangan enam, apanya yang luar biasa!"
"Hmm orang bilang Lam kiong Hian punya anak bagaikan naga, kiranya naga macam begini yang dimaksudkan," jengek Poh-kay dengan gusar, "Huh, masa tak tahu adat lagi, sopan santun pun tak punya, sungguh sayang ...."
Belum lagi selesai ucapannya, sambil tergelak Kay-sian-ong telah mendorong Kay-pang-sam-lo sambil menukas, "Ayo berangkat'! Kita menuju ke ruang bawah tanah, coba lihat dengan cara apa Lam kiong Hian hendak menghadapi kita."
Bicara sampai di sini, dengan memimpin ketiga orang muridnya berangkatlah pengemis tua itu meninggalkan tempat tersebut.
Pek-hoat-kui-po Cu Say-kiau, Kun-tun Cinjin dan Si-hun-koay-sat-jiu sekalian tak mau ketinggalan untuk menghadiri pertemuan semacam ini, buru-buru mereka menyusul dari belakang.
"Saudara Bok, maaf aku berangkat selangkah lebih dulu!"
kata Lam kiong Giok seraya berpaling.
Ji-sia tak mengira Huan in-kiam Lam kiong Giok juga sudah tiba di Te-ti-hian-hu, buru-buru sahutnya dengan tertawa,
"Silakan, Siaute segera menyusul!"
Bwe-hoa-sian-kiam Tong Yong-ling yang berada di sisinya mendongkol setengah mati, kalau bisa dia ingin membacok mati orang itu, ia lebih kesal lagi waktu dilihatnya sikap Bok Jisia terhadap pemuda itu masih tetap seperti dulu, seakan-
akan sama sekali tak tahu dirinya hampir tewas di tangan orang itu,
Tapi gadis itu cukup memahami karakter Bok Ji-sia. ia tahu bila semua kejahatan Lamkiong Giok dibeberkan sekarang, bukan saja tak akan mendatangkan manfaat apa2, sebaliknya mungkin akan menimbulkan kesalah-pahamannya terhadap dirinya.
Karena itulah sambil tertawa dingin ia menyindir, "Awas kalau kau dimakan olehnya!"
Mula-mula Ji-sia tertegun, segera ia tergelak, jawabnya,
"Nona Tong, kutahu banyak orang merasa tak puas melihat aku bersahabat dengan saudara Lamkiong, tak kusangka bahwa kaupun ada salah paham atas dirinya, padahal ia cukup baik, cuma wataknya memang rada aneh."
Suaranya dapat didengar oleh Lamkiong Giok, keruan ia terkejut, dia kuatir Bwe-haa-sian-kiam akan mengeluarkan semua kebusukannya kepada pemuda itu.
Lamkiong Giok memang licik dan cerdik, merasa gelagat tidak menguntungkan, cepat-cepat ia putar balik, diam-diam ia telah menyiapkan suatu cara yang bagus untuk mengatasi persoalan ini.
Ji-sia heran menyaksikan pemuda itu muncul kembali, tegurnya, "Saudara Lamkiong, apakah ada sesuatu yang hendak kau bicarakan?"
Lamkiong Giok tahu Bok Ji-sia mudah dihadapi, satu-satunya yang paling memusingkan kepala adalah Tong Yongling, maka cepat ia menjura kepada gadis itu.
"Nona Tong," katanya. "bila aku berbuat salah padamu, harap sudi dimaafkan."
Bwe-hoa-sian-kiam Tong Yong-ling mendengus sambil
melengos ke arah lain.
Lamkiong Giok tertawa terbahak-bahak, katanya kepada Jisia, "Saudara Bok, banyak kesalah pahaman telah terjadi antara Cayhe dengan orang lain, akupun tak ingin banyak bicara, aku cuma berharap agar saudara Bok bersedia membantu diriku. Antara Cayhe dengan pihak Kay-pang sesungguhnya terdapat kesulitan yang tak bisa kuterangkan, bagaimana diketahui Siaute memang orang kejam dan suka ribut dengan orang lain .... "
Ji-sia tak menyangka Lamkiong Giok pernah melakukan sesuatu yang tidak menguntungkan dirinya, biarpun ia angkuh dan keras kepala, tapi setia kawan, sekalipun harus berkorban demi kawan ia-pun rela.
"Jangan kuatir saudara Lamkiong," katanya sambil tertawa nyaring, "tak nanti kutinggal dirimu."
"Huh, tak ada harganya untuk berkorban bagi kawan semacam ini" tukas Tong Yong-ling sambil tertawa dingin.
Ji-sia melotot sekejap ke arahnya, Yong-ling tertegun dan tak dapat bicara lagi,
Ternyata Lamkiong Giok cukup mengetahui keadaan,
serunya lagi, "Baiklah kita lakukan begini saja, akan kunantikan kedatangan kalian"
ooo)0d0w0(ooo Yang dimaksudkan sebagai ruang di bawah tanah adalah sebuah ruang batu rahasia yang berada dalam Te-ti-thian-hu.
Orang persilatan hanya tahu istana Te-ti-hian-hu merupakan sebuah gua raksasa yang tiada tara besarnya, tapi tak seorang pun yang tahu dalam gua Itu masih terdapat pula sebuah ruang batu rahasia.
Tentu saja di dalam ruang batu itu tersimpan banyak rahasia yang belum terungkapkan, terutama rahasia Jian-kim si-hun-pian, cuma Ji-sia sendiri belum mengetahui.
Sudah barang tentu, kecuali Jian-kim-si hun-pian yang bisa mengungkap rahasia ruang di bawah tanah itu, tiada orang di dunia ini yang sanggup melakukannya.
Kini jago dari seluruh kolong langit telah berkumpul, bukan cuma jago-jago Kangouw saja, malah orang-orang Kiam hong ceng, Oh Ku-gwat dari Thian seng-po juga berkumpul semua di sini. Yang paling menyolok adalah oiang-orang dari Hek-liong-kang, semenjak kemunculan mereka dalam istana Te-tihian-hu tadi, ternyata tak seorang-pun yang muncul di sini.
Suasana sepi tak terdengar pedikit suara pun, siapa pun tak ingin memecahkan keheningan yang mencekam itu.
Dari pihak Kiam-hong-ceng, kecuali dua puluh empat orang jago yang dibawa Lamkiong Giok dsn berdiri tenang di kedua sisi ruangan, Lamkiong Hian belum juga menongol, hal mana segera menimbulkan rasa heran semua orang.
Kawanan gembong iblis yang biasanya tak pernah saling mengalah itu, ternyata sekarang membuang jauh perselisihan mereka dan menanti dengan tenang seakan-akan sedang menyelami isi hati masing-masing.
Sekalipun suasana tidak begitu cocok, tapi ada empat orang di antaranya, yaitu empat pengemis dekil yang tiada hentinya bergelak tertawa dengan suara yang menusuk telinga.
Tampaknya si pengemis pemabuk sudah cukup menenggak araknya, sambil menyeka mulutnya ia tertawa dan berkata,
"Lamkiong Giok, kenapa bapakmu belum juga datang!"
"Hm, tenanglah sedikit," dengus Lamkiong Giok, "nama Kay-pahg sam-lo saja masih belum cukup untuk menggertak diriku!!"
"Hahaha ..." gelak tertawa nyaring berkumandang di ruangan, debu pasir pada berguguran, telinga para jago
mendengung keras, diam-diam semua orang mengagumi
kelihaian tenaga dalam Kay-pang-sam-lo.
"Tutup mulut!" bentak Lamkiong Giok gusar.
Lengan bajunya segera mengebas ke depan, tiba-tiba sejalur cahaya putih berputar di angkasa lalu menyambar wajah Cui-hua.
Pengemis pemabuk ita terbahak-bahak, "Haha Huan-in-kiam juga cuma begini saja!"
Sambil pentang mulutnya, tiba-tiba ia menyemburkan kabut kuning, sekeliling tempat itu segera diselimuti oleh hujan arak.
"Kreek!" tahu-tahu sebilah pedang pendek berwarna putih keperak-perakan telah tergigit oleh mulut pengemis pemabuk, hal ini membuat para jago melengak, Lamkiong Giok juga terkesiap, semua orang terkejut oleh kesempurnaan tenaga dalam orang ini.
Poh-kay lantas maju ke depan, katanya, "Bocah cilik, pedang sependek ini mana bisa melukai orang" Biar pengemis tua membuatkan pedang yang baru bagimu!"
Tangannya menjepit kedua ujung pedang pendek yang
tergigit di mulut pengemis pemabuk, lalu ditarik ke kanan dan ke kiri, pedang pendek yang bersinar keperak-perakan itu terbetot makin panjang hingga mencapai lima kaki lebih.
Demonstrasi tenaga dalam yang luar biasa ini kontan membuat para jago tertegun kaget.
Mata Lamkiong Giok terbelalak lebar, sampai lama sekali ia tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun dan tak tahu apa yang mesti dilakukan, ia mulai celingukan dan berharap ayahnya lekas datang.
Bu-siang-co-koay (pengemis jelek tak bermuka) geleng kepala berulang kali, gumamnya, "Sayang, sayang!"
Sambil berkata ia lantas menarik pedang perak itu dari tangan Poh-kay dan terbahak-bahak, "Hahaha, terlalu panjang, terlalu panjang!"
Jari tangannya lantas menyentil, bunyi gemerincing berkumandang, tahu-tahu pedang pendek yang ditarik panjang itu tersentil patah.
"Cring! Cring! Cring .... " enam kali dentingan, pedang yang mulur itu berubah menjadi tujuh potongan kecil. Setelah ditarik dan diremas lagi oleh Bu-siang-co-kay ke kiri dan ke kanan, tak lama terbentuknya tujuh bilah pedang kecil yang sama besarnya,,
"Kungfu hebat, tenaga dalam sempurna!" mendadak seorang berseru dan tertawa.
Berbareng itu, tahu-tahu di tengah arena telah bertambah sebaris laki-laki berbaju ringkas dipimpin oleh Seng-gwat-kiam Oh Kay-thian, rupanya jago-jago lihai Thian-seng-po juga berdatangan ke situ.
Setelah memandang sekejap sekeliling arena, Seng-gwat-kiam Oh Kay-thian berkata sambil tertawa, "Hahaha, selamat berjumpa, selamat berjumpa! Tak kusangka begini banyak jago lihai yang berkumpul di sini malam ini."
Waktu sorot matanya menemukan Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat juga hadir, kontan ia mendengus.
Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat tak pedulikan dengusan itu, ia tetap berdiri di tengah kawanan jago Kiam-hong-eeng.
"Oh, rupanya orang-orang Thian-seng-po juga ada yang ikut ambil bagian, kukira pihak anda telah melepiskan kesempatan ikut memperebutkan mestika ini!" ejek Lamkiong Giok,
"Haha, lucu!!" seru Seng-gwat-kiam Oh Kay -thian, "istana bawah tanah Te-ti-thian-bu bukan milik Kiam-hong-ceng, kenapa kami tak boleh ikut datang kemari!"
Seraya berkata dia lantas memberi tanda, dari rombongan jago-jago Thian-seng-po segera melompat keluar empat orang lelaki kekar, dengan cepat ke-empat orang itu menerjang ke depan pintu ruangan khusus itu dan melancarkan pukulan dahsyat.
"Halangi mereka!" seru Lamkiong Giok dengan cemas.
"Sret" hawa pedang terpancar, para jago Kiam-hong-ceng membentuk selapis kabut pedang dan merintangi jalan maju jago Thian-seng-po.
Seng-gwat-kiam Oh Kay-thian tertawa dingin, katanya,
"Konon harta karun uang terdapat dalam Te-ti-thian-hu ini terletak dalam ruangan khusus ini, padahal Te-ti-thian-hu tiada pemiliknya, atas dasar apa kau mengalangi tindakanku?"
"Betul," sambung Si-hun-kui-sat-jiu, "apakah Kiam-hong-ceng berniat mengalingi maksud kami sekalian ...."
"Ya betul, kita harui membuka ruangan itu!"
"Siapa melarang kita membuka ruangan itu, dialah musuh umum kita bersama!"
Teriakan demi teriakan, berkumandang susul menyusul.
Huan-in-kiam Lamkiong Giok sadar bahwa kemarahan orang banyak sukar dibendung, ia menjadi sangsi dan diam-diam mengeluh.
"Bocah cilik," tiba-tiba Kay-sian-ong berseru lantang, "bila masih tak tahu diri, menyesal kemudian tak ada gunanya!"
Pada saat itulah mendadak terkilas cahaya terang, lalu lenyap, semua jago sama terkesiap.
Terlihatlah di atas pintu ruangan khusus tersebut muncul dua baris tulisan yang berbunyi:
"Jodoh! Jodoh! Jodoh! Rejeki! Rejeki! Rejeki"
"Ruyung! Ruyung! Ruyung! Mestika! Mestika! Mestika!"
Setelah timbul, tulisan itu lantas lenyap pula disusul munculnya bayangan yang bentuknya mirip ruyung mestika Jian-kim-si-hun-pian.
Para jago melenggong, mereka sama menjerit kaget.
Entah sejak kapan, tahu-tahu di depan setiap orang telah bertambah sesosok tengkorak manusia. Meski semua orang adalah jago kelas satu dunia persilatan, kenyataannya tak seorang pun yang tahu dari mana datangnya tengkorak-tengkorak ini.
Mendadak pandangan semua orang terasa gelap, keadaan di sekeliling tempat itu menjadi remang-remang, bayangan orang lenyap, ruangan khusus itupun hilang, setiap orang seakan-akan bersandar di atas seonggokan jerangkong manusia, karuan bulu kuduk semua orang sama berdiri.
Kawanan jago persilatan itu seolah olah orang yang tersesat di tengah hutan saja, mereka meraba kian kemari, bahkan terkadang mereka saling menyerempet lewat dan tak terasakan.
Orang yang pertama-tama mendusin dari keadaan tersebut adalah Kay-sian-ong, guru Kay-pang sam-lo, dengan kaget ia berteriak, "Hah, inilah Kut-lu-tay-hoat (ilmu sihir tengkorak manusia)!"
Baru selesai ia berteriak, hidungnya lantas mendengus bau busuk, ia sadar keadaan tidak menguntungkan, buru-buru ia tutup pernapasannya sambil memberi tanda kepada ketiga orang muridnya.
Harus diketahui, Kay pang-sam-lo dan Kay-sian-ong
merupakan tokoh yang bertenaga dalam sempurna pada saat itu, meskipun untuk sesaat mereka terpengaruh ilmu Kut-lu tay-hoat, tapi dengan cepat kesadarannya didapatkan kembali.
Satu ingatan terlintas dalem benak Kay-sim-ong, tiba-tiba ia berpekik nyaring, dengan cepat ia melambung ke udara dan
melepaskan diri dari pengaruh ilmu Ku-lu-tay-hoat tenebut, menyusul Kay-pang-sam-lo juga meloloskan diri.
Tak lama Oh Kay-thian, Oh Ku-gwat, Kun-lun Cinjin, Pek-hoa-koi-po Cin Say-kiay dan Si-hun-koay-sat-jiu sekalian juga berhasil meloloskan diri.
Andakaia Kay-sian-ong tidak berpekik nyaring tepat pada saatnya, mungkin kawanan jago lihai itu masih terkurung dalam barisan tengkorak. Walaupun demikian, para jago yang bertenaga dalam agak cetek tetap terkurung juga dalam barisan Ku-lu-tay-hoat tersebut.
Gelak tertawa seram menggema, tahu-tahu Kiam hong-
cengcu Lamkiong Hian muncul di depan ruangan itu.
Sejak tadi Hian-in-kiam Lamkiong Giok berdiri di depan pintu, melihat ayahnya muncul, semangatnya segera berkobar kembali,
"Tak kusangka Ku-lu-tay-hoat tak berhasil mengurung kalian," Lamkiong Hian tertawa dingin.
Kay-sian-oog terbahak-bahak, "Hahaha, selama pengemis tua berada di sini, jangan harap siasat busukmu dapat menyusahkan kami!"
Dengan gemas Lamkiong Hiaa berpaling, serunya, "Anak Giok, lepaskan isyarat, malam ini seorang pun tak boleh lolos dari sini"
Lamkiong Giok mengiakan, ia memberi tanda, segera
panah berapi menjulang ke udara, terdengar suara ledakan, bayangan orang lantas bergerak, rupanya malam ini pihak Kiam-hong-ceng telah menyiapkan tenaga yang tak sedikit jumlahnya.
Menyaksikan itu, Seng-gwat-kiam Oh Kay-thian tertawa dingin, katanya, "Barisan semacam inikah andalanmu?"
"Tidak berani!" sahut Lamkiong Hian sambil tersenyum.
Ia lantas memberi tanda, ketika seorang lelaki kekar muncul membawa sebuah tabung panjang, segera Lamkiong Hian menuding, "Blang", ledakan dahsyat segera menggelegar, di antara debu pasir yang beterbangan dinding batu telah berlubang.
Semua orang sama terkejut, andaikata Lamkiong Hian menyiapkan benda dahsyat semacam itu dalam jumlah yang banyak, malam ini bisa dipastikan tak seorang pun dapat lolos.
Sambil tersenyum Lamkiong Hian bertanya, "Yakinkah tubuh kalian tahan terhadap serangan benda ini?"
Setelah berhenti ssjenak, ia berpaling ke arah Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat dan bertanya, "Saudara Oh, malam ini kau berdiri di pihakku atau...."
"Hahaha, tak ada persoalan, tentu saja menurut rencana semula!" jawab Oh Ku-gwat.
"Oh Ku-gwat," seorang segera memaki, "di dunia ini kaulah manusia paling jahat, manusia busuk."
Bersama dengan perkataan itu, Ji-sia dan Yong-ling muncul bersama di tempat itu.
Melihat kehadiran kedua orang itu, dengan girang
Lamkiong Giok menyongsongnya sambil berkata, "Saudara Bok, cepat kemari, sudah lama kutunggu kedatanganmu!"
Tong Yong-ling kuatir Ji-sia terjebak lagi oleh siasat busuk Lamkiong Giok, buru-buru ia menarik anak muda itu untuk berdiri di samping Kay-pang-sam-lo.
Baru saja Ji-sia hendak bicara, tiba-tiba terdengar seorang menghela napas dan bergumam, "Beruntung tiga teman, celaka juga tiga teman, bocah cilik, kau tertipu!"
Ketika berpaling ke sana, tertampak Kay-sian-ong sedang memandangnya sambil tersenyum, ia balas tersenyum, setelah
memandang sekejap ke arah Seng-gwat-kiam Oh Hay-thian, segera ia hendak mendamperat.
Namun pada saat itulah Lamkiong Hian tertawa dan
berderu. "Sebelum kalian mampus semua, terlebih dulu akan kupersilahken kalian menyaksikan rahasia besar yang terdapat dari istana Te-ti-thian-hu setelah terpendam ratusan tahun serta bersama-sama membuka pintu ruangan ini, Sayangnya, meski kutahu cara membuka pintu ini, tapi kurang suatu benda, maka kuharap Bok-siauhiap bersedia membantu!"
Saat itu, semua orang hampir melupakan kawanan jago Kiam-hong-ceng yang mengepung sekeliling tempat itu, mereka hanya berharap bisa melihat keadaan sebenarnya ruangan khusus itu.
Hanya orang-orang Kay-pang saja yang makin lama makin prihatin.
Ji-sia melengak, ia tak menyangka Lamkiong Hian akan memintanya, padahal bicara soal tenaga dalam ia tidak lebih tangguh, soal pengalaman dia juga ketinggalan jauh, lalu dalam hal apa ia bisa membantu"
Mana ia tahu kecuali sarung Jian-kin si-hun-pian miliknya yang dapat membuka pintu ruangan khusus itu, tiada jalan lain yang dapat membongkar pintu rahasia tersebut.
Sarung ruyung mestika Jian-kim-si-hun-pian itulah yang merupakan kuncinya.
Pelbagai ingatan berkecamuk dalara benak Bok Ji-sia, tapi tetap tidak paham massud Lamkiong Hian itu, maka untuk sesaat ia menjadi sangsi.
"Bok-siauhiap!" ucap Lamkiong Hian sambil menjulurkan tangannya, "tolong pinjam sebentar sarung ruyung kepadaku!"
Mendengar itu, Ji-sia terkesiap, ruyung mestika Jian-kim-si-hun-pian baru saja direbutnya kembali, sekalipun berkat
bantuan Lamkiong Hian, tapi pesan terakhir Suhunya seakan-akan berkumandang di sisi telinganya ....
"Jian-kim-si-hoan-pian adalah mestika dunia persilatan, tapi sarung ruyung terlebih berharga daripada ruyungnya sendiri, kau harus menyimpannya baik-baik, karena dalam sarang ruyung itulah tersimpan suatu rahasia besar."
Apakah malam ini ruyung tersebut akan terungkap"
Ataukah biarkan saja tenggelam selamanya sebagai teka-teki"
Rasa ingin tahu dengan cepat menyelimuti hati Bok Ji-sia, hampir saja ia serahkan sarung ruyung itu kepada gembong iblis tersebut.
"Engkok Bok, jangan, jangan kau serahkan kepadanya!"
Tong Yong-ling segera berteriak.
"Hm, sebaiknya jangan kau campur urusan ini" dengus Lamkiong Hian.
Diam-diam Ji-sia mengambil keputusan, ia tahu jika sarung ruyung tidak diserahkan, niscaya akan menimbulkan perasaan tak senang orang banyak, apalagi iapun ingin menyingkap rahasia ini.
Maka sambil melemparkan sarung ruyung itu ke depan, serunya, "Ambil, Siauya tak kuatir akan kau gelapkan!"
Lam-kiong Hian terbahak-bahak, dengan membawa sarung ruyung Jian-kim-si-hun-pian ia mendekati pintu batu itu dan memasukkannya ke dalam sebuah lubang kecil.
Tanpa terasa Oh Ku-gwat, Oh Kay-thiaa, Kun-ton Cinjio beserta para jago Kay-pang bersama-sama ikut melangkah ke depan dan siap-siap menyerbu lebih dulu ke dalam ruangan itu.
"Blung! Blung" diiringi suara gemuruh, perlahan pintu itu terbuka, perasaan semua orang pun ikut tegang.
"Blung!! Blung!!" kedua sayap pintu batu itu membentang semakin lebar, semua jago segera menghimpun tenaga dan siap bertindak.
Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat paling tegang, ia memang tidak berniat baik, maka iapun paling kuatir bila Kiam-hong-ceog Lamkiong Hian mendahuluinya serta merampas barang yang diincar itu.
Buru-buru ia bergerak ke muka dan berdiri di samping Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian, tapi begitu ia bergerak, angin tajam berdesir di udara, semua jago lain pun turut berebut maju ke muka.
Krek! Krek! Krek! kedua belah pintu batu itu sudah terbuka sama sekali, tertampak suasana dalam ruangan bawah tanah itu gelap gulita.
Dengan tegap Lamkiong Hian melangkah ke dalam, dia berjalan dengan lambat, mata telinganya diam-diam
memperhatikan gerak-gerik para jago di belakangnya, kuatir ada yang tiba-tiba menyergapnya.
Ketika terbukti suasana luar biasa tenangnya, ia malah tidak tenteram.
Maklumlah, Lamkiong Hian ini licik dan banyak tipu muslihatnya, apa yang terdapat dalam benaknya hanya tipu untuk mencelakai orang, oleh karena dia gemar mencelakai orang, otomatis iapun kuatir orang lain mencelakainya, itulah sebabnya semakin tenang suasananya semakin berat
perasannya. Dalam pada itu, Huan-in-kiam Lamkiong Giok dengan
kedua puluh empat jago pedangnya secara terpencar telah berdiri di sekitar ruang itu, jelas tujuan mereka adalah mengawasi gerak-gerik semua orang.
Kendatipun Bok Ji-sia tidak berniat turut ambil bagian dalam perebutan benda mestika itu, namun rasa ingin tahunya
sangat besar, maka tanpa terasa bersama Bwe-koa-sian-kiam Tong Yong-ling mereka mengikut di belakang para jago.
Tiba-tiba terdengar seseorang mendengus, "Lamkiong Hian, berdasarkan apa kau berjalan paling muka?"
"Dengan mengandalkan mereka ini!" sahut Lamkiong Hian.
Sambil bicara dia membalik badan dan berhenti sedang tangannya menuding kawanan jago lihai Kiam-hong-ceng yang mengurung sekeliling tempat itu, sikapnya amat sombong.
Akan tetapi setelah diketahui si pembicara adalah Oh Kay-thian dari Thian-seng-po, seketika alisnya bekernyit, ia tertawa dingin, katanya, "Betul! Betul! Selain diriku, mungkin hanya Thian-seng-po yang masuk hitungan, aku memang tak tahu diri dan tidak berunding dulu dengan saudara Oh, tindakanku ini sungguh suatu kesalahan."
Ucapannya itu sama dengan menurunkan derajat para jago yang ikut hadir, diam-diam semua jago berkerut dahi dan menunjukkan wajah kurang senang.
Si-hun-koay-sat-jiu mendongakkan kepala dan tertawa, ujarnya. "Saudara Lamkiong, kalau malam ini adalah dunianya Kiam-hong-ceng dan Thian seng-po, lantas kami sekalian apa cuma berpesiar saja ke sini" Hmm... "
Pek-hoat-kui-po Cin Say-kiau, Hian-thian-koancu Kun-lun Cinjin sekalian juga menunjukkan sikap yang sama, agaknya suatu bentrokan segera akan terjadi.
Situasi lantas berubah, posisi Kiam-hong-ceng tampak terjepit, seandainya semua jaga bersatu, kendati pun Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian banyak tipu akalnya juga belum tentu sanggup melenyapkan segenap jago yang hadir, sedang kerugian pihaknya pun belum tentu bisa tertutup.
Dihadapkan pada kenyataan demikian, dengan sikap apa boleh buat dia tertawa, katanya, "Terus terang, benda mestika
itu terbatas jumlahnya, mau dibagi pun tidak cukup, sukar rasanya menyelesaikan persoalan ini."
Seng-gwat-kiam Oh Kay-thian tertawa dingin, katanya.
"Lamkiong Hian, tak perlu kau bicara ke timur dan ke barat, siapa pun tahu jalan pikiranmu, semua orang tahu kau ingin mengangkangi mestika itu seorang diri, kemudian membasmi para jago dan mewujudkan impian indahmu menjadi Bu-lim-bengcu."
"Hehehe, kalau saudara Oh berkata demikian, akupun tak akan berdebat lagi!" kata Lamkiong Hian sambil tertawa dingin, "malam ini rahasia ruang bawah tanah ini akan kuberikan kepada kalian, biar kuundurkan diri lebih dulu."
Sambil tertawa dingin ia benar-benar menyelinap ke depan pintu ruangan, siapapun tak menduga permainan busuk apa yang sedang dilakukan olehnya.
Para jago tertegun dan sangsi untuk maju, mereka kuatir terjebak oleh siasat busuk Lamkiong Hian.
"Ayah, mana boleh demikian?" seru Huan-in-kiam Lamkiong Giok dengan gelisah.
Kiam-hong-cengeu Lamkiong Hian tertawa seram, "Hehehe, jika ayah tidak berbuat demikian, orang akan menyangka Kiam-bong-ceng kita berniat jahat!"


Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada saat itulah, tiba-tiba Kay-sian-ong yang sejak tadi tak bicara itu tergelak, katanya, "Kenyataan tak akan lenyap oleh kelicikan, mengapa kalian tidak mencoba sendiri kenyataan atau hanya siasat!"
Semua orang tahu Kiem-hoog cengcu meski ramah di luar, tapi busuk di dalam, meski Kay-sian-ong telah mengungkitkan keinginan setiap orang untuk mencoba-coba, namun di balik kegelapan ruangan yang mencekam itu tak bisa dijamin tiada sesuatu jebakan, seandainya persis seperti apa yang diduga,
begitu masuk di dalam lantas terperangkap, jiwa kan melayang secara sia-sia"
Waktu itu Tbhian-kang-kiam Oh Ku-gwat berdiri paling dekat dengan pintu, setelah sangsi sejenak, tanpa terasa ia melirik ruangan itu dengan sorot mata rakus, setelah itu dengan sangat berhati-hati ia maju selangkah.
Tapi begitu melangkah maju segera berubah pikiran dan cepat-cepat menarik kembali kakinya, tapi pada saat itulah para jago lain telah manfaatkan kesempatan itu untuk maju lebih dekat.
Suasana menjadi tegang dan hening, sedemikian heningnya sampai suara jatuhnya daun pun bisa terdengar.
Tiba-tiba Kiam-hong-cengcu Lamkiong Hian melemparkan ruyung mestika Jian-kim-si-hun-pian-siau itu ke depan sambil berseru, "Bok-siauhiap, sambutlah!"
Ji-sia menyambarnya dan dimasukkan ke dalam baju, lalu iapun memandang ke depan.
Lamkiong Hian tergelak, katanya, "Kalau orang membuang, biar aku mengambil. Bila orang mundur biar aku yang maju.
Kalian telah membuang kesempatan yang baik ini dengan sia-sia, terpaksa aku berangkat lebih dulu!"
Sekarang para jago baru sadar, selain pandai bersiasat, diapun pandai menggunakan kata-kata untuk menipu orang, lalu dengan lagak gagah dia masuk ke dalam untuk
mengambil mestika.
Cepat Lamkiong Hian hendak menerjang ke dalam ruangan.
Tapi terasa angin menyambar tiba, diam-diam ia terkejut dan cepat mundur kembali ke tempat semula.
"Tidak bisa begitu caranya!" segera Kun-tun Cinjin berseru,
"kalau mau masuk kita harus masuk bersama!"
"Kurang ajar, jadi kau sengaja hendak mencari gara-gara"!"
teriak Lamkiong Hian gusar.
Sesudah berhenti sejenak dan menyapu pandang sekejap sekelilingnya, katanya pula, "Baik! Kalau begitu, harap kalian ikut diriku!"
Walaupun bicara dengan gagah sehingga membuat orang tidak merasa kaku ia keberatan, padahal diam-diam ia berpikir sambil tertawa dingin, "Hm, sekalipun kalian ikut juga aku tidak takut, bagaimanapun jangan harap kalian bisa lolos dari istana di bawah tanah ini dengan selamat, bila aku tak berniat membikin kalian mati dengan mata meram, apa perlunya bersilat lidah secara bertele-tele?"
Huan-in-kiam Lamkiong Giok segera memberi tanda, dua puluh empat jago pedang yang berada di sekeliling tempat itu segera menyebar mengitari para jago dan bersama-sama masuk ke dalam ruangan.
Cui Hua, si pengemis pemabuk dari Kaypang-sam-lo segera tertawa dingin, katanya, "Lamkiong Hian juga bukan anak berumur tiga tahun, buat apa mesti diiringi begini banyak orang" Sungguh memalukan!"
"Ah.. kau mengerti apa?" kata si pengemis cacat sambil tertawa dingin, "bila sebentar mestika itu didapatkan, dia kan perlu orang-orang ini untuk mengantar kematiannya!"
Sindiran kedua tokoh sakti Kay-pang ini diucapkan dengan suara yang keras dan nyaring, kontan saja para jago Kiara-hong-cengcu sama melotot gusar.
Oh Kay-thian segera memberi tanda pula kepada anak buahnya, serentak semua jago ikut masuk ke dalam ruangan.
Tiba-tiba Huan-in-kiam Lamkiong Giok berpaling dan membentak, "Kalian mundur keluar!"
"Hehehe, begitu bapaknya begitu pula anaknya, kau juga ingin berlagak?" ejek Seng-gwat-kiam Oh Kay-thian, "tempat
ini bukan rumahmu, berdasar ,apa kau ikut campur urusan kami?"
Waktu itu Lamkiong Hian belum lagi masuk jauh ke dalam, mendengai perkataan itu dia lantas berpaling, ketika dilihatnya kawanan jago Thias-seng-po yang turut masuk hampir sebanding dengan jago-jagonya, kontan saja keningnya berkerut.
"Harap semuanya mundur!" serunya, "setiap kelompok yang hadir hanya boleh diwakili satu orang!"
"Hm, tindakanmu ini sama halnya dengan mencoreng muka sendiri," kata Seng-gwat-kiam Oh Kay thian dingin, "kalau Thian-seng-po cuma boleh diwakili satu orang, mengapa pihakmu begitu banyak orang yang turut masuk?"
"Ya, jelas ia berniat mengangkangi mestika itu dan ingin menghancurkan kita semua!"
Lamkiong Hian adalah seorang yang pintar, ketika
dilihatnya wajah para jago memperlihatkan sikap marah, biji matanya berputar, lalu sambil tertawa dingin katanya, "Keliru besar jika Oh-pocu berkata demikian, sama sekali aku tidak berniat menjadi seorang kotor. Baiklah, untuk menunjukkan bahwa pihak kami tidak berniat curang, dari pihak kamipun hanya aku saja yang akan masuk ke dalam ruangan!"
Seng-gwat-kiam Oh Kay-thian segera memberi tanda dan mengundurkan para jago Thian-seng-po yang berada di belakangnya.
Beramai orang banyak sama mundur ke belakang, mereka mengambil posisi tepat berhadapan dengan jago-jago Kiam-hong-ceng, jelas asal pihak Kiam-hong-ceng ingkar janji, mereka pun akan bergerak pula ke depan.
Sambil mendongakan kepala Kay-sian-ong tertawa dingin, katanya, "Satu pihak hanya diwakili satu orang, ini memang putusan yang adil, pihak Kay-pang juga tak ingin menjadi
buah pembicaraan orang, murid-muridku, boleh kalian tunggu di sini saja!"
Kay-pang-sam-lo mengiakan.
Mendadak terdengar seosang mendengus, dengan nada
tidak terima serunya, "Keputusan ini tidak adil!"
"Bagaimana tidak adilnya?" tanya Lamkiong Hian seraya berpaling.
Dengan ketus Si-hua-koay-sat-jiu berkata, "Adapun tujuan kita masuk ke ruang bawah tanah ini adalah untuk mencari mestika, sampai waktu nya semua orang pasti akan saling bertarung hingga darah berceceran demi mendapatkan mestika tersebut, kalau setiap pihak cuma boleh diwakili satu orang, kenapa pihak Thian-?eng-po selain Oh-lo sam ditambah pula dengan seorang Oh-lo toa?"
"Kau tak perlu turut campur!" bentak Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat marah, kontan kedua telapak tangannya menabas beruntun.
Si-hun-koay-sat-jiu mendengus, "Hmm, Memangnya kenapa bila beradu kepandaian di sini sekarang juga!"
Kakinya bergeser ke samping, tiba-tiba telapak tangan kanan memotong ke depan, sampai tengah jalan, ia ganti serangan dengan menutuk tujuh jalan darah penting di tubuh Thian kang-kiam Oh Ku-gwat.
Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah saling gebrak beberapa jurus.
Tenaga dalam kedua orang hampir seimbang sehingga
untuk sesaat sukar ditentukan siapa yang lebih tangguh, tapi dengan terjadinya pertarungan ini, orang lainlah yang bergembira, diam-diam mereka berharap agar kedua orang itu sama-sama mampus atau terluka.
Asal kedua orang itu tersingkir, berarti harapan mereka untuk mendapatkan benda mestika akan bertambah satu bagian, itulah sebabnya tak seorang pun yang menggubris pertarungan mereka, malah sebaliknya mereka berharap pertarungan ini berkobar terlebih seru.
Bok Ji-sia dan Tong Yong-ling saling pandang sekejap, mereka merasa tak ada harganya kedua orang itu berta
Hati Budha Tangan Berbisa 4 Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Golok Halilintar 5
^