Pendekar Pemetik Harpa 16
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Bagian 16
nya: "Apa aku
yang baik" Liong bangsat itu adalah musuh kita bersama
memangnya kau masih perlu main sungkan terhadapku?"
"Bukan aku haru karena kau membantuku. Aku terharu
karena kau selalu memikirkan orang lebih dulu, kepentingan
orang lain selalu kau utamakan, hal inilah yang membikin aku
kagum dan bertambah tebal cintaku kepadamu."
911 "Sudah jangan banyak bicara lagi. Yang penting sekarang
kau harus menenangkan pikiran, tentramkan hatimu dan
istirahat. Kentongan ketiga nanti kita harus berangkat!"
oooOOOooo Kala itu Toan Kiam-ping dan Han Cin juga sudah siap-siap
untuk berangkat. Karena menunggang kuda sebelum magrib
mereka sudah tiba di penginapan.
Han Cin menutup pintu, katanya dengan tertawa lirih:
"Sayang bertemu dengan Siau-ongya, sebetulnya kita masih
bisa bertamasya lebih lama lagi, terpaksa harus buru-buru
pulang sebelum waktunya."
"Memangnya, orang yang ingin ditemui tidak ketemu,
orang yang menyebalkan justru kepergok. Tapi puas juga
hatiku setelah tamasya di tembok besar."
Han Cin seperti memikirkan sesuatu, agak lama dia tidak
bersuara. "Adik Cin, kau sedang mikir apa lagi?"
"Aku ingin keluar belanja, sebentar juga kembali, kau tidak
usah ikut."
"Adik Cin," setelah memanggil Toan Kiam-ping tidak
meneruskan perkataannya.
Han Cin menoleh, katanya: "Kenapa, kau kuatir aku tak
mampu pulang?"
"Justeru sebaliknya, aku mengharap malam nanti kau
jangan pulang."
Berubah roman muka Han Cin, katanya: "Toako, apa
maksudmu" Memangnya..."
"Jangan salah paham adik Cin, bukan maksudku
menyuruhmu menyingkir menjelang bahaya tiba, aku cuma
berfikir, masih ada cita-citamu yang belum tercapai."
912 Han Cin tertegun, katanya: "Dari mana kau tahu?"
"Tiupan serulingmu tadi membuatku terkenang kepada Kek
Lam-wi. Masih segar dalam ingatanku, kau pernah bilang,
semasa hidup ayahmu punya seorang teman baik, seorang
yang paling pandai meniup seruling, karena geger sehingga
kalian putus hubungan, belakangan diketahui dia ngungsi ke
Khong-goan dan sudah menetap disana. Ayahmu amat
merindukan dia, namun tidak mau mencarinya ke Khonggoan.
Tapi dia mengharap setelah beliau mati kau bisa kesana
mencarinya." "Betul, ayah berpesan supaya aku, menyerahkan
seluruh hasil karyanya kepada dia. Tapi ayah tidak pernah
menyebut siapa nama orang itu, menjelang ajalnya dia ingin
menerangkan tapi tidak sempat lagi. Naga-naganya ayah ada
pertikaian yang mendalam dengan orang itu, namun malu
untuk menerangkan."
"Susiok Kek Lam-wi bernama Ti Nio konon tinggal di
Khong-goan, kepandaianmu meniup seruling mirip Kek Lamwi,
orang yang ingin dicari ayahmu, bukan mustahil adalah
Susiok Kek Lam-wi pula."
"Benar, akupun pernah berpikir begitu. Tapi untuk apa
dalam saat-saat seperti ini kau masih menyinggung hal ini?"
"Di rumah Coh Ceng-hun tempo hari, Sia-cin Hwesio
pernah berkata pada kita, bahwa Kek Lam-wi sekarang berada
di rumah Susioknya yang tinggal di Khong-goan, Wi-cui-hi-kiau
sudah mengirim surat lewat burung pos supaya selekasnya dia
datang ke kota raja. Kalau dihitung perjalanan, dalam
beberapa hari ini Kek Lam-wi pasti sudah tiba di kota raja.
Maka aku harap kau mampir ke rumah Coh Ceng-hun untuk
melihatnya, bila betul Kek Lam-wi sudah datang, kaupun bisa
melaksanakan cita-cita terakhir"
Han Cin geleng-geleng kepala, katanya lembut:
"Dalam keadaanku sekarang segala persoalan takkan lebih
penting dari mati hidup kita berdua. Umpama aku tak mampu
913 melaksanakan keinginan ayah, di alam baka yakin ayah juga
pasti memaafkan diriku. Karena ayah seorang sekolahan, aku
tahu dia pasti setuju akan haluan yang kutempuh ini," sampai
disini tak tertahan air mata bercucuran, katanya lebih lanjut:
"Mungkin tinggal malam inilah kita dapat berkumpul, kau
masih tega menyuruhku meninggalkan kau?"
Toan Kiam-ping bercucuran air mata pula mendengar
perkataan Han Cin yang mengharukan; "Baiklah, kita memang
harus sehidup semati. Kau ingin beli apa, lekas pergi."
Setelah menyeka air mata, Han Cin berkata: "Pasar Tangan
tidak jauh dari sini. Toako, jangan kau berpikir yang tidaktidak,
tunggulah aku pulang dan jangan pergi kemana-mana
aku akan lekas pulang."
Han Cin bilang akan pulang cepat-cepat, tapi setelah
ditunggu sekian lamanya, tetap belum kunjung pulang.
Jantung Toan Kiam-ping sudah dak dik duk, sebentar dia
kuatir Han Cin mengalami sesuatu diluar dugaan, sebentar dia
mengharap Han Cin mau menuruti nasehatnya, "Mungkin dia
mau merubah tekadnya semula, kini dia sudah pergi ke rumah
keluarga Coh menemui Kek Lam-wi?"
Cukup menderita tekanan batin Toan Kiam-ping menunggu
kedatangan Han Cin, pada hal waktu itu sudah menjelang
magrib, "Toako, pasti kau sudah gelisah menungguku?" begitu
masuk Han Cin lantas berkata dengan tertawa.
"Memangnya aku sudah siap menyusulmu ke pasar, beli
apa saja kau sampai pergi selama ini" Apa isi bungkusan besar
ini, apa pula yang berada di kantong kecil itu?"
"Kantong kecil ini berisi gandum, bungkusan besar ini berisi
kain untuk membuat pakaian."
"Untuk apa kau membeli semua ini?"
"Gandum bukan untuk dimakan, kain itu kubeli untuk bikin
pakaian barumu."
914 "Kita kan tidak mau pergi pesta, buat apa kau bikin pakaian
baru?" "Masa kau tidak bisa menerkanya?"
"Aku tahu kau memang perempuan berotak cerdas, tapi
aku ini orang bodoh, buat apa aku harus memeras otak.
Tolong kau jelaskan sendiri saja."
"Inilah barang-barang keperluan kita untuk menyamar
nanti malam."
"O, ya betul, di atas Pat-tat-nia siang tadi, para wisu
keluarga Liong mungkin ada yang mengenali muka kita. maka
perlu kita berdandan dan menukar rupa dan pakaian. Lalu
menyamar apa baiknya?"
"Menyamar wisu keluarga Liong."
Toan Kiam-ping melengak, katanya: "Wisu keluarga Liong
satu sama lain kenal dengan baik, kau tidak takut konangan?"
"Jangan kuatir, kupilih caraku ini, sudah tentu sebelumnya
sudah kupikirkan masak-masak. Waktu turun gunung tadi,
diam-diam sudah kuperhatikau dua wisu yang ada dibarisan
terakhir, amat kebetulan yang tinggi itu perawakannya mirip
kau, sedang yang pendek kira-kira sebanding dengan aku,
wajah merekapun sudah kucatat dalam benakku. Bahwa
mereka berada di barisan terakhir, boleh dipastikan bahwa
kedudukan mereka masih terlalu kroco, dibanding Huwan
bersaudara tentu kalah jauh tingkatannya. Bagi wisu yang
punya pangkat pasti diperhatikan dan sukar dipalsu, maka
kupikir lebih mudah menyamar wisu kroco saja. Tapi siang
tadi mereka berpakaian preman, maka kita harus membuat
pakaian seragam wisu keluarga Liong."
"Setiap langkah kerjamu ternyata begitu teliti dan hati-hati.
Bicara terus terang, walau beberapa kali aku bersamamu
lewat di depan gedung keluarga Liong, tapi tak pernah aku
memperhatikan seragam apa yang mereka kenakan."
915 Sembari menjahit Han Cin berkata: "Untuk membeli
berbagai keperluan ini sebetulnya tidak makan banyak waktu,
coba kau terka kenapa aku pergi begitu lama?"
"Aku justru ingin tanya kau."
"Di pasar Tang-an, biasanya bisa menemukan pengemis di
segala pelosok, tapi hari ini seorangpun justru tidak kulihat
bayangan mereka. Kudengar pembicaraan orang, bahwa di
tempat lain juga demikian. Semula aku belum percaya, aku
putar kayun ke berbagai tempat, tapi memang terbukti di
tempat-tempat yang ramai tiada kelihatan bayangan seorang
pengemis juga."
"Agak ganjil memang, tapi hal ini kurasa tiada
hubungannya dengan aksi kita."
"Penduduk kota sedang ramai membicarakan hal ini, ada
orang bilang mungkin Kay-pang Pangcu sudah tiba di kota
raja, kalau itu betul, berarti ada sangkut pautnya dengan
kita." "Yang terang, kita tidak memerlukan bantuan orang lain,
peduli amat siapa yang bakal datang."
Selama pembicaraan itu, Han Cin sudah selesai menjahit
dua perangkat pakaian. Langsung dia merias muka Toan
Kiam-ping, akhirnya keduanya saling pandang dan tertawa geli
sendiri. Han Cin berkata: "Kau mau melihat tampangmu
didalam cermin?"
"Kukira tidak perlu. Tampangmu sekarang sudah
merupakan cermin bagiku. Bila di tempat lain aku bertemu
dengan kau, aku pasti anggap kau sebagai wisu."
"Baiklah, kalau demikian sekarang kita boleh siap-siap
untuk berangkat."
Di waktu mereka hendak meninggalkan hotel secara diamdiam,
mendadak terdengar diluar ada orang berkata: "Betul,
ya benar, memang ada dua orang tamu seperti itu," yang
916 bicara adalah pemilik hotel, pembicaraan dilakukan di ruang
depan, sebetulnya jaraknya masih cukup jauh dari kamar
mereka, tapi malam sudah sunyi, maka mereka dapat
mendengar dengan jelas.
Bercekat hati Han Cin, katanya lirih: "Mungkin orang ini
sengaja hendak mencari setori dengan kita."
"Coba dengarkan lebih lanjut."
Tamu yang mencari temannya itu berbicara dengan suara
rendah, entah apa yang barusan dia katakan, terdengar
pemilik hotel mengiakan lalu menambahkan: "Kau orang tua
terlalu sungkan, banyak terima kasih akan bantuanmu ini.
Baik, baik, boleh kau masuk sendiri, kedua teman baikmu itu
berada di kamar yang terletak di sayap kiri, letaknya paling
belakang," mungkin orang itu telah menyogok dengan jumlah
uang cukup besar sehingga pemilik hotel tunduk akan segala
permintaannya. "Memang tidak salah, sasarannya adalah kita berdua."
Toan Kiam-ping siap memadamkan lampu, Han Cin
mencegahnya, katanya: "Kalau yang datang adalah wisu
keluarga Liong, tidak leluasa membunuhnya di hotel, lari juga
bukan cara baik. Lebih baik kita tunggu saja siapa dia
sebenarnya."
Lekas sekali orang itu sudah tiba di depan kamar mereka
serta mengetuk pintu, dua kali pendek, katanya: "Toansiangkong,
tolong buka pintu."
Toan Kiam-ping kenal suara ini, dari celah-celah pintu dia
mengintip keluar, setelah melihat jelas, hatinya kejut dan
senang, yang datang ternyata adalah pesuruh tua dari
keluarga Coh. Waktu mereka bertandang ke rumah Coh Cenghun
tempo hari, orang tua inilah yang membuka pintu.
Toan Kiam-ping dan Han Cin sembunyi di belakang daun
pintu lalu menariknya bersama pelan-pelan sampai pintu
917 terbuka lebar, orang tua itu langsung melangkah masuk, daun
pintupun cepat ditutup pula oleh Toan dan Han berdua.
Bahwa yang membuka pintu dan menutup pintu ternyata
adalah dua wisu, karuan bukan kepalang kaget si orang tua,
mulut sudah terbuka dan jeritannya hampir keluar. Lekas Toan
Kiam-ping mendekap mulutnya, katanya perlahan: "Jangan
gugup, aku adalah Toan Kiam-ping."
Orang tua itu kenal suaranya, legalah hatinya, segera dia
menuding ke arah dinding. Toan Kiam-ping maklum
maksudnya, katanya: "Kamar sebelah tiada dihuni orang."
Dengan suara lirih si orang tua berkata dengan tertawa:
"Cara kalian merias diri sungguh amat liehay, kalau demikian
yang ini tentu nona Han adanya."
Merah muka Han Cin katanya: "Lo-yacu tajam juga
pandanganmu."
"Pertama kali kalian datang To Tayhiap, dan Thong Tayhiap
sudah tahu bahwa kau perempuan menyamar laki-laki, cuma
mereka tidak membongkar rahasiamu."
"Dari mana kau tahu kami tinggal disini?"
"Coh-siauya kita yang mohon bantuan pihak Kaypang
menyelidiki jejak kalian "
"Ada urusan penting bukan?"
"Ada sebuah kabar gembira akan kusampaikan kepada
kalian " "Kabar gembira apa?" tanya Toan Kiam-ping.
Orang tua itu menjelaskan: "Kek-jitya dari Pat-sian bersama
nona Toh sudah datang. Sia-cin Taysu tahu kalian amat
memperhatikan mereka, merekapun mengharap dapat
selekasnya bertemu dengan kalian."
"Jadi mereka sudah menyusul dari Say-jwan, kemari?"
918 "Benar. Masih ada tamu lagi yang datang bersama
mereka." "Siapa?"
"Seorang adalah Susiok Kek-jitya, yaitu Say-jwan Tayhiap
Ti Nio. Seorang lagi mempunyai kedudukan lebih besar..." lalu
dia merendahkan suara berbisik, "yaitu Liok-pangcu dari Kaypang."
Wi-su-hi-kau minta bantuan Liok-pangcu dari Kaypang
dengan burung pos mengundang Kek Lam-wi bersama Toh
So-so supaya selekasnya datang ke kota raja. Tahu bahwa
Pat-sian akan mengadakan pertemuan kedua kalinya di kota
raja dengan tujuan menuntut balas kematian Ui-yap Tojin
maka Ti Nio menawarkan diri untuk membantu keponakannya,
maka mereka berangkat bersama dan bergabung dengan Liokpangcu
bersama menuju ke kota raja.
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tutur orang tua lebih lanjut: "Kek-jitya tahu dari cerita Siacin
Taysu bahwa kalian datang-datang lantas mencarinya,
sebetulnya dia ingin kemari sendiri. Tapi dia baru saja tiba,
malam ini akan diadakan sekedar reuni di antara mereka.
Apalagi mata-mata musuh tersebar luas di kota raja ini.
Sebagai jago-jago kosen dalam Pat-sian, adalah jamak kalau
pihak kawanan cakar alap-alap selalu memperhatikan gerak
gerik mereka. Tengah malam menyambangi teman jelas tidak
leluasa dan bisa menimbulkan kecurigaan orang, oleh karena
itu mereka menekan perasaan dan menerima usul Siauya kita
akulah yang disuruh kemari menyampaikan kabar ini pada
kalian." "Sepantasnya kita harus segera menemui mereka, tapi
sudah hampir kentongan ketiga, tidak leluasa kami keluar.
Lebih baik besok pagi-pagi betul, pasti kami akan kesana. Ada
sebuah barang ini aku titip disampaikan kepada Ti Tayhiap,"
919 lalu dia keluarkan sebuah kotak yang terbungkus sutera halus,
dalam kotak berisi buah karya ayah kandung Han Cin.
Agaknya orang tua itu merasa heran, tidak sukar membawa
kotak sutra ini, kalau besok Han Cin akan kesana menemui
mereka, kenapa tidak besok dia bawa sendiri dan langsung
serahkan kepada Ti Tayhiap" Tapi dia tidak enak untuk tanya
hal itu. Tapi ada sebuah hal lain yang amat aneh orang tua itu tak
kuat menahan keinginannya untuk tahu persoalannya, maka
dia bertanya: "Nona Han, kepandaianmu merias orang
sungguh hebat sekali, ingin menyamar apa pasti persis yang
tulen. Tadi aku amat kaget dan takut, kukira aku terjebak oleh
musuh. Tapi aku tidak habis mengerti, maaf nona Han bila aku
cerewet menanyakan hal ini kepadamu..."
Han Cin tahu soal apa yang hendak ditanyakan, maka
segera dia menyela: "Tentunya kau heran, kenapa tengah
malam buta rata kami menyamar wisu keluarga Liong bukan?"
"Betul. Mendadak melihat dua wisu menghadang jalan
keluarku, kukira kalian sudah ketimpa malang, cakar alap-alap
sembunyi dalam kamar hendak menangkapku pula."
Han Cin berkata tawar, katanya: "Kami hanya main-main
saja, di malam nan sunyi hening ini tidak perlu permainan kita
diketahui orang. Bila persoalan ini berhasil selanjutnya tidak
perlu kuatir berhadapan dengan mereka, betul tidak?"
"Ya, betul," ujar orang tua, "dengan tampang kalian
sekarang keluyuran di tengah jalan rayapun kalian tidak akan
dicurigai orang. Baiklah, waktu sudah larut, aku mohon pamit
saja. Besok pagi-pagi mohon kalian suka mampir ke tempat
kita." Setelah orang tua itu pergi, Toan Kiam-ping berkata: "Adik
Cin, mumpung Susiok Kek Lam-wi sudah datang dari Sayjwan,
kau, apa kau tidak ingin merubah tekadmu?"
920 "Jikalau ada niatku merubah tekad, tidak perlu aku titip
buah karya ayahku kepada orang tua," jawab Han Cin tegas.
Ronda di tengah jalan raya sudah mulai mengetuk tiga kali
kentongan. Han Cin berkata: "Sudah kentongan ketiga, jikalau
urusan bisa lancar, masih ada dua jam lagi waktu untuk
membunuh bangsat she Liong itu. Mari kita berangkat."
000OOO000 Setelah meninggalkan hotel, semakin dipikir orang tua
semakin heran dan timbul curiganya, bum-buru dia pulang.
Coh Ceng-hun, Ti Nio, Kek Lam-wi dan lain-lain belum tidur,
mereka sedang kumpul dan berbincang-bincang, melihat dia
pulang dengan langkah gopoh dan keringat gemerobyos
semua merasa heran.
Ternyata waktu orang tua itu pulang, kebetulan mereka
sedang membicarakan Han Cin, siapa sebenarnya Toan Kiam
ping semua orang sudah tahu, tapi asal-usul Han Cin belum
mereka ketahui.
Sia-cin berkata: "Kepandaian merias gadis itu memang luar
biasa, hari itu bila Toan Kiam-ping tidak membawa tanda
kepercayaan Ling Khong-tik, hampir saja aku tidak
mengenalnya lagi. Gadis itu menyamar jadi pelajar sedikitpun
tidak kelihatan kejanggalan."
Yang tidak dimengerti oleh Kek Lam-wi adalah soal lain,
katanya: "Aneh kenapa begitu mereka tiba di kota raja lantas
tanya tentang diriku?"
Maklum didalam Pat-sian Kek Lam-wi termasuk orang ke
tujuh paling hanyalah saudara termuda di antara mereka.
Sia-cin Hwesio berkata: "Hari itu aku memberitahu mereka
bahwa Kek-lote sekarang berada di Say-jwan meyambangi
Susioknya, secara jelas gadis itu tanya apakah Susiok Kek
Lam-wi adalah Ti Tayhiap yang tinggal di Khong-goan?"
"Gadis itu she apa?" tanya Ti Nio.
921 Coh Ceng-hun melengak, katanya: "Bukankah sudah
kuterangkan kepada kau orang tua, dia she Han."
"Dia she Han," Ti Nio menggumam sambil menepekur
seperti memikirkan sesuatu, "pandai tata rias dan cukup ahli
malah?" Kek Lam-wi juga heran, tanyanya: "Susiok kau tahu asal
usul gadis itu?"
"Aku curiga mungkin dia puteri seorang temanku yang
telah meninggal" Tahukah kalian apakah dia pandai meniup
seruling?"
Coh Ceng-hun menjelaskan: "Kami baru bertemu pertama
kali pada hari itu. Kecuali tahu dia ahli dalam tata rias, kita
tidak tahu hal lain tentang dirinya."
Sampai disini pembicaraan mereka, kebetulan orang tua itu
pulang. Langsung orang tua itu serahkan kotak sutra itu
kepada Ti Nio, katanya: "Ti Tayhiap, inilah kotak titipan nona
Han yang minta diserahkan kepada kau."
"Apa pula pesannya?" tanya Ti Nio.
"Tidak berpesan apa-apa, dia bilang malam ini tidak leluasa
kemari besok pagi-pagi dia pasti akan menemui kau orang
tua." Mendengar penjelasan ini semua orang merasa ragu-ragu,
kalau besok dia akan datang, kenapa harus titip barang sekecil
dan seringan ini kepada orang lain supaya disampaikan.
Lekas Ti Nio buka kotak sutra itu, pertama dia dapatkan
sepucuk surat tulisan ayah kandung Han Cin yang ditujukan
kepadanya, di bawahnya adalah setumpuk naskah tulisan
tangan. Melihat tulisan yang amat dikenal ini, sungguh girang
dan kaget hati Ti Nio, teriaknya tanpa tertahan: "Memang
betul teman lamaku."
"Apa yang ditulis dalam suratnya?" tanya Kek Lam-wi.
922 Lekas Ti Nio buka sampul surat dan keluarkan suratnya
serta dibeber, tanpa kuasa air mata berlinang-linang, katanya
dengan suara gemetar dan sedih: "Dia, dia sudah meninggal.
Ai, dia tidak berpesan apa-apa, dia hanya berpesan kepada
putrinya bila dia sudah mati supaya menyerahkan karyanya ini
kepadaku. Ai, masakah setelah sekian lamanya, sampai
matipun dia tidak mau memaafkan dan menyelami
keadaanku?"
Kek Lam-wi belum lama berkumpul dengan Susioknya ini,
bagaimana riwayat hidupnya dulu, sedikitpun dia tidak tahu.
Dari nada perkataan sang Susiok, dia tahu ada hal-hal yang
serba runyam bila diterangkan. Sebagai angkatan muda, tidak
enak dia banyak bertanya.
Orang tua itu melanjutkan ceritanya: "Ada pula kejadian
yang aneh dan mengherankan, mereka menyamar jadi wisu
keluarga Liong, demikian pula wajah mereka sudah berubah
dari wajah aslinya. Begitu aku masuk ke kamarnya, mendadak
melihat dua wisu berdiri di depanku, karuan kejutku seperti
arwah sudah copot meninggalkan badan. Untung Toan-kongcu
segera bersuara dan memberitahu padaku maksud
penyamarannya itu, kalau tidak tentu terjadi adegan yang
menggelikan."
Coh Ceng-hun kaget, tanyanya: "Tengah malam begini
untuk apa mereka menyamar wisu keluarga Liong?"
"Mereka bilang hanya bermain-main saja. Bila samarannya
mirip, kelak mereka bisa bertindak dengan cara itu supaya
tidak mengalami bahaya."
Kaypang Pangcu, Sia-cin Hwesio, Thong To, Kek dan Toh
beramai adalah tokoh-tokoh Kangouw yang sudah banyak
pengalaman, setelah mendengar keterangan si orang tua,
maka timbul rasa curiga mereka. Sia-cin Hwesio yang
berangasan berteriak lebih dulu: "Ada permainan apa dibalik
samaran mereka, aku tidak bisa menerima alasan mereka
dengan cara bermain-main begitu."
923 "Susiok," kata Kek Lam-wi, "kau orang tua banyak
pengalaman, tolong kau berikan pandanganmu supaya dapat
kita telaah bersama."
Ti Nio seperti sadar dari mimpi, serunya: "Ada urusan apa?"
Setelah si orang tua menceritakan pula. Ti Nio amat kaget,
tak sempat meneliti naskah-naskah syair peninggalan
temannya, segera dia berteriak:
"Hayo lekas berangkat."
"Pergi kemana?" tanya Kek Lam-wi heran.
Lantang suara Ti Nio: "Meluruk ke rumah bangsat she
Liong." Kejadian diluar dugaan, maka rencana mereka untuk
membunuh pembesar dorna terpaksa dilakukan lebih cepat
dari waktu yang telah direncanakan semula.
000OOO000 Malam itu ada tiga rombongan orang yang meluruk ke
rumah keluarga Liong, Ti Nio dan lain-lain hanya tahu bahwa
di depan mereka ada Toan Kiam-ping dan Han Cin yang sudah
mendahului mereka, tapi diluar tahu mereka bahwa masih ada
dua orang lagi yang lebih dulu bertindak di depan Toan Kiamping
dan Han Cin. Yang pertama kali tiba di rumah keluarga
Liong sudah tentu adalah Tan Ciok-sing. Maklum tempat
tinggal mereka paling dekat dari gunung keluarga Liong,
sebelum kentongan ketiga, mereka sudah menyelundup
kedalam rumah bangsat she Liong.
Waktu kecil In San sering bermain-main di rumah keluarga
Liong, setiba di Pakkhia kali ini, dua kali dia sudah menyelidik
bersama Tan Ciok-sing, maka seluk beluk gedung keluarga
Liong boleh dikata amat apal. In San bawa Tan Ciok-sing
masuk lewat kebon belakang lalu sembunyi didalam
gerombolan pohon.
924 Situasi ternyata berbeda dengan dua malam yang lalu,
tampak bayangan orang bergerak kian kemari didalam kebon.
In San jadi bimbang, pikirnya: "Tempat tinggal bangsat tua itu
sedikitnya ada empat tempat. Wisu yang meronda malam ini
begini banyak, bila setiap tempat harus diselidiki, mungkin
jejak kita bisa konangan."
Tengah dia berpikir, tiba-tiba didengarnya ada orang
membentak: "Siapa, berdiri di tempatmu."
Tan Ciok-sing terperanjat, kiranya jejaknya konangan. Baru
saja dia angkat tangan hendak menimpukkan sebutir krikil
yang sejak tadi digenggamnya, tampak dari rumpun kembang
sana berjalan seorang seraya menjawab: "Kenapa sih, aku."
Yang keluar ternyata seorang gadis berpakaian pelayan.
Wisu itu segera tertawa, sapanya cengar cengir: "O, kiranya
kak Kwi-ci, bikin jantungku kaget saja. Selarut ini untuk apa
kau keluyuran disini?"
Budak itu balas mencemooh: "Aku malah yang kau bikin
kaget, sepanjang jalan ini hatiku kebat kebit, takut ketemu
pembunuh, ada orang bilang malam ini akan kedatangan
pembunuh gelap. Tak nyana tidak kepergok pembunuh gelap,
tapi ketemu kau setan alas ini, main gertak lagi."
Wisu itu tertawa, katanya: "Sebanyak ini yang meronda,
lalatpun takkan lolos, kenapa takut pada pembunuh segala"
Kau mau kemana, kalau takut mari kuantar."
"Aku mau antar kuah Jinsom ini ke Bing-cu-khek, kalau kau
bilang tidak perlu takut, biarlah aku pergi sendiri, kau tidak
usah antar aku," ternyata wisu ini sejak lama sudah naksir
pada budak ayu ini, setiap ada kesempatan pasti berusaha
merayunya, maka budak itu paling membencinya.
"O, mengantar kuah Jinsom untuk Lo-tayjin?" tanya si wisu.
925 "Entah siapa yang akan minum, aku tidak tahu. Kalau kau
ingin tahu, sekembaliku nanti kuberitahu padamu, lekas kau
minggir biar aku cepat kesana."
Wisu itu melclet lidah, katanya: "Tujuanmu ke Bing-cukhek,
mana aku berani menghadangmu, tadi aku hanya tanya
sambil lalu saja, jangan kau kira aku sengaja mau mencari
tahu."-Kiranya Bing-cu-khek adalah kamar rahasia dimana
Liong Bun-kong paling suka merundingkan urusannya dengan
para kepercayaannya.
Malam telah larut tapi budak ini bilang mengantar kuah
Jinsom ke Bing-cu-khek, namun wisu itu tidak berani banyak
tanya, tapi dia menduga pasti akan diberikan kepada Liong
Bun-kong. Girang hati In San, pikirnya: "Sungguh amat kebetulan,
tanpa sengaja aku berhasil memperoleh keterangan
berharga," pelan-pelan dia tarik tangan Tan Ciok-sing lalu
mengajaknya menuju ke Bing-cu-khek.
Ternyata dalam taman luas ini terdapat kebon pula di
tengahnya. Bing-cu-khek terletak di suatu pojokan dalam
kebon, ada jambangan, kembang teratai tampak mekar, ada
gunungan, ada air mancur dan segala pajangan kebon yang
serba mewah, jadi lingkungan kebon kecil ini terputus dari
taman besar di bagian luar. Diluar dugaan pula, kalau ronda
berlalu lalang di taman luar, adalah di kebon kecil ini suasana
justru sepi dan lengang, tidak nampak bayangan seorangpun
disini. Dua wisu tampak berjaga di pintu masuk. In San apal
keadaan disini, sengaja dia memutar ke samping, setelah
melewati sebuah gunung-gunungan, bersama Tan Ciok-sing
mereka masuk kedalam kebon tanpa diketahui kedua wisu
jaga itu. Letak gunungan itu kebetulan berada di samping Bing-cukhek,
tepat di depan jendela, di tengah rumpun kembang
mereka terus merunduk maju ke depan tiba di bawah
gunungan serta merayap masuk ke gua gunungan itu, tiada
926 seorang wisupun yang tahu jejak mereka. Mulut gua itu
berada di pucuk gunungan, bila kau menongolkan kepala,
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maka keadaan didalam loteng dapat dilihatnya dengan jelas.
Rumah berloteng itu tampak terang benderang, Liong Bunkong
sedang duduk di tengah, keponakannya Liong Seng-bu
kelihatan berdiri di sampingnya. Ada dua orang lagi yang
duduk di dua sisinya sedang bicara dengan dia. Kedua orang
itu adalah Ciok Khong-goan dan Lenghou Yong.
Dingin perasaan In San, batinnya: "Tak heran bangsat tua
ini begini berani, dalam kebon ini tanpa dijaga orang, ternyata
Lenghou Yong ada di sampingnya. Bila sekali serang tidak
kena sasaran, untuk membunuhnya jelas amat sukar."
Tan Ciok-sing memijat jari-jari ln San, isi hati mereka sama,
In San paham maksudnya yaitu ingin mendengarkan
pembicaraan orang-orang didalam, supaya sementara tak
usah menempuh bahaya. Musuh tangguh di depan mata,
meski menggunakan ilmu mengirim suara gelombang panjang
juga perlu dikuatirkan konangan musuh. In San manggutmanggut.
Patah kata pertama yang mereka dengar diucapkan oleh
Liong Bun-kong, terdengar dia berkata dengan nada yang
aneh: "O, jadi Siau-ongya keluarga Toan juga pandai main
silat?" "Bukan saja pandai, Kungfunya malah liehay," sela Liong
Seng-bu, "kejadian sesungguhnya boleh tanya kepada Ciok
Khong-goan."
Maka Ciok Khong-goan ceritakan kegagalan tugasnya kali
ini, lalu menambahkan: "Kungfu Siau-ongya keluarga Toan itu
bukan saja liehay, dia dibantu dua orang lagi. Seorang adalah
guru silat keluarga Toan, yaitu Ling Khong-tik, seorang lagi
adalah gadis yang menyamar tabib kelilingan."
Agaknya Liong Bun-kong ketarik oleh ceritanya, katanya:
"Lho, gadis yang menyamar tabib kelilingan" Siapakah dia?"
927 "Tidak tahu," sahut Ciok Khong-goan, "kepandaian merias
gadis itu memang amat mahir, kamipun belakangan baru tahu
setelah dia bicara dengan suara perempuan kepada Siauongya
keluarga Toan itu."
Mendengar tanya jawab ini, diam-diam Tan Ciok-sing amat
senang, pikirnya: "Dugaanku ternyata tidak meleset."
Liong Seng-bu menghela napas, katanya: "Semula aku
kuatir, gadis itu adalah In San budak nakal itu."
Liong Bun-kong melotot sekali padanya, katanya: "Sampai
sekarang, kau masih tergila-gila kepada budak itu?"
Liong Seng-bu tak berani bicara lagi, sesaat kemudian
kembali Liong Bun-kong berkata: "Penjagaan sudah
diperketat, betapapun tinggi kepandaian si pembunuh, aku
tidak perlu gentar lagi, tapi kalau ada gadis yang mahir
menyamar seliehay itu, tidak boleh tidak harus dijaga."
Kini giliran Lenghou Yong berbicara: "Siang tadi waktu aku
menemani Siau-ongya tamasya di tembok besar, di Sian-khimsia
ketemu seorang pemuda, aku agak curiga kalau dia adalah
Tan Ciok-sing. Kepandaian bangsat cilik ini kukira lebih tinggi
dari Toan Kiam-ping, walau belum tentu dia mampu
menyelundup kemari, tapi lebih baik kalau dapat
membunuhnya."
"Sudah tentu," ucap Liong Bun-kong, "tapi selama dua hari
ini lebih penting kita melindungi tamu agung, setelah tamutamu
kita pulang, boleh kalian menyelidiki jejak bocah itu. Bila
dia berani datang ke kota raja, kukira takkan segera pergi,"
sampai disini tiba-tiba dia menambahkan, "aku merasa penat,
Lenghou-siansing, kalau tiada urusan lagi boleh kau pulang
dulu bersama Ciok Khong-goan."
Lenghou Yong melengak, katanya: "Apa Tayjin tidak
memerlukan tenagaku disini untuk menjaga keselamatanmu?"
928 "Aku ingin kau kesana ikut melindungi tamu kita. Walau
tidak sedikit jago-jago yang mengawalnya, tapi aku masih
merasa kuatir, harus diusahakan jangan sampai tamu kita
mengalami sesuatu di tempat kita," sembari bicara diam-diam
dia memberi kedipan mata kepada Lenghou Yong. Tan dan In
berdua sembunyi di atas gunungan, dapat mendengarkan
suaranya tapi tidak dapat melihat tanda kedipan mata ini.
Lenghou Yong mengerti, segera diapun berpura-pura: "Lotayjin,
disini kau tidak dilindungi, akupun merasa kuatir."
Liong Bun-kong pura-pura marah, katanya: "Ah, kenapa
kau tidak bisa membedakan antara yang berat dan enteng.
Tapi tamu kita itu adalah paman raja Khan agung dari Watsu,
kawanan wisu sudah kusebar di taman luar, ada anak Bu yang
menjagaku disini, kau kuatir apa, lekas pergi, lekas," terpaksa
Lenghou Yong dan Ciok Khong-goan pura-pura apa boleh buat
serta mengundurkan diri.
In San jadi girang, pikirnya: "Kehadiran Lenghou Yong
memang menyulitkan kita turun tangan. Kebetulan dia diutus
untuk menjaga tamu. Agaknya Thian memang membantu
kita." Lenghou Yong dan Ciok Khong:goan yang keluar dari
loteng, waktu lewat gunungan agaknya berhenti mendadak.
Tan Ciok-sing berdua sembunyi di atas gunungan, hanya bisa
melihat sebelah depan tak mampu menoleh ke belakang,
jantung mereka kebat. kebit, kuatir kedua orang ini
mengadakan pemeriksaan, namun ditunggu lagi beberapa
kejap, langkah kedua orang berderap pula terus pergi sampai
tidak terdengar lagi.
Dengan ilmu mengirim suara gelombang panjang In San
berkata kepada Tan Ciok-sing: "Bagaimana, sudah saatnya
turun tangan?"
"Tunggu lagi sebentar, aku kuatir ada perangkap yang
sengaja untuk menjebak kita."
929 Tampak Liong Bun-kong tengah mengeluarkan secarik
kertas, katanya: "Itulah surat perjanjian yang kubuat dengan
Duta rahasia Watsu itu, kau boleh memeriksanya sekali lagi,
bila ada yang kurang baik masih sempat kita koreksi lagi."
Setelah membacanya Liong Seng-bu berkata: "Walau
Baginda percaya kepada paman, mungkin ada beberapa
pembesar yang tidak tahu diri berpendapat perjanjian ini bakal
merugikan kepentingan negara dan menghina bangsa, pasti
mereka berusaha menentang."
"Karena itulah aku minta kau mencari akal, cara bagaimana
baru dapat melenyapkan tantangan mereka, sehingga
perjanjian ini bisa ditanda tangani dengan leluasa."
"Menurut pendapat keponakan yang bodoh, kita tetap
gunakan cara lama, mengancam dan menyogok secara
serempak. Yang bisa dibeli kita sogok, yang kukuh pendapat
kita sikat."
"Untuk sogokan dananya sudah kusediakan dan akupun
tidak perlu kikir dalam hal ini. Baiklah, cara bagaimana
menyikat para pembesar yang menantang kebijaksanaan kita
itu kuserahkan kepadamu."
"Baik, keponakan pasti bekerja sekuat tenaga."
Mendengar sampai disini, tak urung membara darah Tan
Ciok-sing. In San tahu perasaannya, katanya berbisik: "Buat apa
toako marah, bila surat perjanjian itu sudah berada di tangan
kita, manfaatnya tentu besar. Entah masih ada muslihat
apapula, coba dengarkan lagi."
Tapi setelah didengarkan lebih lanjut, yang dibicarakan
ternyata bukan soal negara. Terdengar Liong Seng-bu
berkata: "Paman, ada satu hal entah perlukah kuberitahu
kepadamu?"
"Berita baik atau buruk, aku harus mengetahuinya."
930 "Lapor paman, Bibi, oh, bukan, budak liar itu kini sudah
mati..." Liong Bun-kong kaget, tanyanya: "Mati bagaimana?"
"Waktu aku menemuinya di Tay-tong dulu, dia memang
sudah sakit parah. Konon setiba di markas Kim-to Cecu,
beberapa hari kemudian lantas meninggal karena sakitnya."
Liong Bun-kong pura-pura sedih, katanya menghela napas:
"Hidup senang tidak mau dinikmati, sebagai nyonya seorang
berpangkat apa jeleknya, tapi dia memilih kaum brandal
sebagai kawan. Ai, sia-sia aku mencintainya sepenuh hati, tapi
perempuan jalang seperti dia memang pantas juga menemui
ajalnya." Mendengar Liong Bun-kong memaki dan menghina ibunya,
serasa hampir meledak dada In San, giginya gemerutuk.
Desisnya: "Toako, aku tidak tahan lagi, mari turun tangan."
Waktu dia hendak melompat keluar, tiba-tiba didengarnya
wisu yang berjaga di pintu kebon membentak: "Siapa?"
"Aku, Kwi-ci, datang mengantar kuah Jinsom untuk Loya,"
ternyata genduk cilik yang molek itu telah tiba.
Seorang wisu segera berteriak: "Yang antar kuah Jinsom
sudah datang," lalu dia mengulap tangan, katanya: "Lo-tayjin
dan Tit-siauya sejak tadi sudah menunggu kuah Jinsom ini,
lekas kau antar ke atas."
Tiba-tiba In San mendapat akal, sewaktu genduk cilik itu
tiba di bawah gunungan, dengan sebuah krikil dia menjentik
tangan menutuk hiat-to penidurnya, di kala tubuh orang
limbung, sigap sekali In San sudah menerobos keluar serta
memapah tubuhnya sehingga tidak sampai roboh, cepat dia
seret genduk cilik ini kedalam gua serta membelejeti
pakaiannya, gerak geriknya cepat dan cekatan, wisu yang jaga
di pintu kebon ternyata tidak tahu akan kejadian disini. Kini In
931 San yang menggantikan si genduk mengantar kuah Jinsom itu
ke atas loteng.
"Genduk malas, kenapa semalam ini baru kau antar kuah
itu?" maki Liong Seng-bu.
In San mengusap muka, katanya: "Pentang mata anjingmu,
lihatlah siapa aku," sembari berkata dia timpukkan wadah
berisi kuah itu sembari melolos pedang, 'Sret" senjatapun
menusuk. "Tang" wadah kuah itu dipukul jatuh oleh Liong
Seng-bu, tapi kuahnya muncrat membasahi sekujur badan
Liong Bun-kong. Tapi Liong Bun-Kong malah tertawa tergelakgelak
serunya: "Budak cilik, kau kena tipu."
Kejap lain kursi yang diduduki Liong Bun-kong tiba-tiba
mencemplak mundur, dinding di belakangpun terpentang
lebar, kursi yang dipegang Liong Seng-bu ikut ketarik mundur
ke balik dinding dan lenyap setelah dinding itu menutup
seperti sedia kala. Bukan hanya dinding saja yang terpentang,
ternyata tempat dimana In San berdiri mendadak lantainya
berputar terus terbalik, karena gerak putaran inilah sehingga
tusukan pedang In San meleset, tanpa kuasa tubuhnya ikut
berputar dan begitu lantai terbalik tanpa ampun kontan
tubuhnya kejeblos di bawah. Ternyata Bing-cu-khek penuh
dipasangi alat rahasia.
Hampir bersamaan dengan In San yang terjeblos kedalam
perangkap, Tan Ciok-singpun kena sergap.
Begitu mendengar langkah In San tiba di atas loteng,
segera dia keluar dari tempat sembunyinya, tapi sayang
terlambat. Jarak gunungan ini dengan Bing-cu-khek ada
belasan langkah, betapapun tinggi ginkang seseorang tak
mungkin sekali lompat dapat mencapai jarak sejauh itu. Tapi
di antara gunungan dengan loteng terdapat sepucuk pohon
tinggi beberapa tombak yang tumbuh diluar jendela. Akar
rotan melingkar batang pohon yang rindang dengan dahandahannya
yang bercabang lebat, kebetulan ada cabang pohon
yang menjuntai ke arah gunungan. Setelah mengincar tepat
932 begitu menerobos keluar dari gunungan dengan gerakan
burung bangau menjulang ke langit, tangannya meraih akar
rotan terus meleset berayun ke atas dengan kaki di atas
kepala di bawah, seperti tarzan yang berayun di tengah hutan
saja, tubuhnya terbang ke seberang.
Tepat pada saat itulah In San terjebak dan anjlok ke bawah
lantai. Tan Ciok-sing masih sempat mendengar suara keras,
disusul gelak tawa Liong Bun-kong. Pada hal tubuhnya masih
terapung di udara, tidak tahu apa yang telah terjadi di atas
loteng tapi dia mendapat firasat jelek karena mendengar tawa
Liong Bun-kong.
Karena gugup di tengah udara dia jumpalitan beberapa kali
terus menukik turun, berbareng pedang sudah terhunus dan
menutul lankan, baru saja tubuhnya membalik dan hendak
menerjang masuk kedalam, bahayapun terjadi secara
mendadak di hadapannya.
Ternyata lankan atau pagar di atas loteng itupun dipasangi
alat rahasia, di kala ujung pedangnya menutul itulah, lankan
itu mendadak patah. Cepat dan tepat, Liong Bun-kong yang
sembunyi di balik dinding sudah menekan tombol, hujan
panah kontan berhambur menyambut kehadiran Tan Cioksing.
Memang hebat kepandaian Tan Ciok-sing, di saat kritis
inilah sekaligus dia mendemonstrasikan kepandaiannya sejati,
dengan ginkang yang tiada taranya di kala tubuh masih
bergantung di udara, dia lancarkan gerak pedang bertempur
dalam delapan penjuru, sinar pedang berderai ke empat
penjuru dengan kekuatan dahsyat. Dengan tubuh terapung itu
dia sempat melihat keadaan di atas loteng. Walau usahanya
memburu kedalam tidak berhasil, namun sekilas pandang ini
sudah cukup membuat hatinya mencelos, perasaan dingin dan
hati seperti hampir beku.
Ternyata didalam tiada orang lagi, bayangan Liong Bunkong
dan Liong Seng-bu tidak kelihatan, demikian pula In San
933 tidak berada di atas loteng pula. Lantai yang terbuka sudah
menutup, demikian pula dinding yang merekah telah pulih
seperti sediakala. Sungguh heran bin ajaib, kenapa In San
mendadak lenyap seperti ditelan bumi. Sesaat itu Ciok-sing
jadi bingung dan tidak habis mengerti, serasa dirinya di alam
mimpi. Namun tak sempat dia berpikir lebih banyak, karena di saat
dirinya melorot turun itulah, sebelum kaki menyentuh bumi,
segulung angin kencang tiba-tiba menerjang dari belakang.
Kontan Tan Ciok-sing membalas dengan tusukan pedang
membalik, seperti kepalanya tumbuh mata di belakang, ujung
pedangnya tepat mengincar Lau-kiong-hiat di tengah telapak
tangan pembokongnya itu. Orang itupun tidak mengira dalam
posisi yang seburuk ini Tan Ciok-sing masih mampu
melancarkan serangan pedang seganas ini, karuan kagetnya
bukan main, terpaksa dia berkelit ke samping. Pikirnya: "Baru
setengah tahun berpisah, kemajuan anak muda ini ternyata
begini pesat, aku tak boleh meremehkan dia."
Walau terhindar dari pukulan telapak lawan, tak urung Tan
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ciok-sing rasakan punggung kesakitan juga oleh tekanan
angin pukulan yang dahsyat itu. "Siapa memiliki lwekang
setangguh ini?" demikian batinnya kaget.
Terdengar seorang membentak: "Anak bagus, masih bandel
dan pamer kepandaian. Malam ini jangan harap kau dapat
terbang dari sini," di tengah bentakannya, pukulan kedua dan
ketigapun dilontarkan secara beruntun.
Penyerang gelap ini bukan lain adalah Lenghou Yong, jago
nomor satu dari anak buah Liong Bun-kong yang setia.
Kenyataan Lenghou Yong tidak pernah pergi melindungi
tamu dari Watsu, itu hanya tipu daya yang diatur Liong Bunkong
untuk menjebak musuh.
Sebetulnya mereka tidak tahu bahwa Tan Ciok-sing telah
datang, tapi karena peristiwa yang dialaminya tadi siang,
934 maka mereka sudah mempersiapkan diri, main sandiwara
untuk menipu Tan Ciok-sing. Sesuai dugaan ternyata Tan
Ciok-sing dan In San masuk perangkap mereka.
Sepasang telapak tangan Lenghou Yong melingkar
membuat satu bundaran, tenaga pukulannya mendadak
menindih ke bawah, sekaligus mematahkan tujuh serangan
pedang Ciok-sing yang ganas, antara pukulan telapak tangan
kontra pedang beradu kekuatan, dalam waktu singkat susah
dipastikan siapa unggul siapa bakal kalah.
Wisu yang meronda di taman luar sudah mendengar
keributan disini, dari empat penjuru beramai-ramai mereka
meluruk masuk sambil berteriak-teriak: "Tangkap pembunuh,
tangkap pembunuh. Nah itu, aku melihatnya, pembunuhnya
ada disana, lekas naik, lekas naik," dari suara teriakan itu Tan
Ciok-sing mendengar Ciok Khong-goan, Sa Thong-hay dan
Huwan bersaudara
Sekejap lagi orang-orang itu akan segera tiba, Tan Cioksing
tidak berani bertempur lama-lama, secepat kilat dia
lontarkan dua kali serangan lng-kik-tiang-khong dan Hi-siangjan-
te, ke atas menutuk sepasang mata Lenghou Yong, ke
bawah mengincar hiat-to dipusarnya. Dua sasaran yang
berbeda sebetulnya sukar diincar bersama. Tapi karena gerak
pedangnya dilancarkan teramat cepat, dalam sekejap itu,
Lenghou Yong merasa pandangannya menjadi silau,
perutnyapun dingin. Meski kaget tapi kepandaian Lenghou
Yong memang hebat, meski terancam dia tidak jadi gugup,
sigap sekali dia menjengkang tubuh belakang, berbareng jari
tengahnya menjentik "Creng" tepat menjentik punggung
pedang, tapi Tan Ciok-sing sempat lari menyingkir.
Para wisu merubung datang dari berbagai penjuru, Huwan
bersaudara datang lebih dulu, serempak mereka membentak:
"Anak keparat, lari kemana kau?"
Tan Ciok-sing berpapasan dengan mereka, insaf bila dirinya
terkepung didalam barisan pedang mereka, terang sukar
935 melarikan diri, dalam keadaan terpepet timbul akalnya, tibatiba
tubuhnya merendah sambil berputar sekali, jarinya
sempat meraih segenggam pasir, serunya: "Nah, kalian boleh
rasakan keliehayan Toh-bing-sin-sa-ku ini."
Sinar rembulan remang-remang, gerak tubuh Tan Ciok-sing
teramat cepat lagi, hakikatnya Huwan bersaudara tidak tahu
yang tergenggam di tangannya adalah pasir melulu, begitu
tangan orang terayun, segumpal bayangan kabut betebaran
menerjang ke arah mereka, sesuai namanya Pasir Sakti
Perenggut Nyawa pastilah pasir itu beracun jahat. Untuk
menyelamatkan jiwa tanpa berjanji serempak mereka
mencelat mundur sejauh mungkin. Gerak gerik Huwau Kiau
agak lamban, beberapa krikil pasir mengenai jidatnya, rasanya
sakit dan panas, saking takutnya dia menjerit ngeri: "Celaka,
aku terkena pasir beracun bocah keparat itu."
Wisu yang mengudak datang di belakang mendengar
musuh menimpuk pasir beracun, kontan mereka tercerai berai
lari menyingkir pontang panting, di tengah keributan itulah
Tan Ciok-sing sudah menerjang keluar dari rumpun kembang
terus merunduk maju ke depan.
Lenghou Yong datang memeriksa, sebagai seorang
berpenga-lamanan, setelah memeriksa segera dia berkata:
"Kau ketipu oleh anak bangsat itu, jidatmu hanya lecet sedikit,
siapa bilang terluka oleh pasir beracun."
Huwan Kiau menarik napas lega, rasa sakit memang telah
lenyap dan tidak menimbulkan reaksi apa-apa, kontan dia
mencaci maki: "Keparat yang licik, berani mempermainkan
aku. Biar kubekuk kau bocah keparat ini, kubeset kulitmu."
"Lari kemana bocah itu, siapa yang melihatnya?" tanya
Lenghou Yong. "Agaknya ke arah sini," sahut seseorang. Tapi ada pula
yang menuding arah lain.
936 Sudah tentu Lenghou Yong naik pitam sampai biji matanya
melotot putih, makinya: "Kalian semua gentong nasi," karena
dimaki, yang tidak bersalah sudah tentu merasa keki dan
penasaran, namun mereka hanya mangkel di hati tidak berani
balas memaki. "Jangan ribut sendiri," lekas Sa Thong-hay berseru,
"kembalilah ke kelompok masing-masing dan kembali ke
tempat penjagaan untuk memeriksanya," sebagai perwira
yang memimpin barisan penuh pengalaman, komandonya
ternyata membawa reaksi yang jitu.
Dengan ginkang Tan Ciok-sing yang tinggi, di saat para
wisu itu bingung dan ribut sebetulnya dia bisa melarikan diri.
Tapi In San terjebak dalam perangkap musuh, sebelum
berhasil menemukan dan menolong In San, mana sudi dia
tinggal pergi"
Meminjam kepekatan malam, banyak pepohonan dan
gunungan untuk tempat sembunyi lagi, sembari sembunyi dia
menggeremet maju terus. Tiba-tiba dilihatnya di depan ada
sebuah gunungan yang cukup tinggi dengan variasinya yang
serba alamiah, sekeliling dilingkari berbagai batu-batuan yang
berbentuk aneka ragam, bunyi air gemericik mancur dari
pucuk gunungan terus mengalir turun keluar dari mulut gua,
akar pepohonan rambat tampak menjuntai turun, bunga
teratai tampak mekar di empang. Diam-diam Tan Ciok-sing
berpikir: "Dalam keadaan kepepet seperti aku, terpaksa
untung-untungan sembunyi dalam gua gunungan ini."
Gunungan ini memang khusus diciptakan oleh seorang ahli,
merupakan salah satu tempat yang paling digemari oleh Liong
Bun-kong untuk melepas lelah disini. Didalam gunungan
terdapat gua yang kosong, didalam tiada penghuninya, pada
hal segala perabot dan pajangannya tidak berbeda dengan
kamar buku seorang hartawan. Aliran air yang tercurah dari
atas mengalir lambat kedalam gua. Untuk masuk kedalam
harus menggunakan batu loncatan yang terendam di tengah
937 aliran air dan sedikit mencuat di permukaan air. Bertahuntahun
terendam air, maka maklum kalau batu injakan ini
berlumut dan amat licin, kalau tidak memiliki ginkang tinggi,
orang bisa terpeleset jatuh dan sukar dapat masuk kedalam
gua. In San pernah bercerita tentang gunungan palsu ini kepada
Tan Ciok-sing, konon didalam gua ada gua pula, namun ln San
sendiri belum pernah masuk kedalam gua ini, .entah gua
dalam gua itu apakah tembus ke tempat lain. Tan Ciok-sing
tahu ada wisu yang mengikuti jejaknya dan sedang
menggerebek maju, maka dia pikir gua didalam gunungan ini
dapat untuk tempat sembunyi sementara waktu, umpama
wisu itu tidak kuatir terpeleset jatuh, yakin mereka takkan
sekaligus menerobos bersama, dengan sembunyi didalam, aku
lebih leluasa menggasak mereka. Oleh karena itu Tan Cioksing
menyusup kedalam gua.
Gua itu memang memiliki pandangan yang lain, sumber air
tampak menyembur dari suatu sumber dalam gua terdapat
rerumputan yang tidak dikenal namanya, akar rotan dan
tetumbuhan merambat tumbuh subur disini, dinding batupun
beraneka ragam bentuknya, pemandangan disini memang lain
dari yang lain, tujuan Tan Ciok-sing adalah mencari jalan
keluar lainnya, tapi sesaat dia jadi bingung.
Lekas sekali langkah orang banyak sudah semakin dekat,
kedengarannya ada lima orang, mereka datang dari berbagai
arah. Ada yang berteriak keras: "Jalan buntu disini,
memangnya pembunuh itu mau sembunyi di gua buntu itu?"
Agaknya kawanan wisu itu juga tiada yang tahu bahwa
didalam gua masih ada gua. Agaknya orang ini merasa keki
karena dimaki Lenghou Yong tadi, untuk memasuki gua inipun
mungkin bisa terpeleset jatuh, maka dia pikir buat apa aku
ikut susah-susah menjual jiwa, kepandaian pembunuh itu
amat tinggi, salah-salah jiwaku melayang sebelum dapat
pahala. 938 Lega hati Tan Ciok-sing, hatinya mengharap kawanan wisu
ini lekas pergi, tapi seorang berkata: "Coba diperiksa dulu
kedalam, sebagai petugas yang menerima gaji orang kita
wajib menunaikan perintah."
Orang pertama tadi menjengek, katanya: "Kalau kau ingin
mengejar pahala, boleh silahkan kau sendiri yang masuk
memeriksanya." Seorang lagi menimpali: "Betul, gua itu amat
sempit licin lagi, bila kita masuk beramai-ramai jelas tidak
mungkin. Lebih baik begini saja, carilah seorang teman
mengiringi kau masuk. Kita tunggu kabarmu diluar." .
Tan Ciok-sing sudah meraba gagang pedang dan sembunyi
di tempat gelap, siap bertindak bila perlu, pikirnya: "Apa boleh
buat, terpaksa aku harus membunuh."
Seorang agaknya terpeleset jatuh dengan suara keras dia
menggerutu: "Anak kurcaci, bikin aku susah payah begini. Bila
berhasil kubekuk kau rasakan kalau tidak kusiksa dirimu."
Wisu lain yang tidak berani masuk mendengar suara
gerutunya sama tertawa geli.
Tiba-tiba tergerak hati Tan Ciok-sing, batinnya: "Seperti
amat kukenal suara orang ini."
Belum habis dia berpikir, tampak dua wisu sudah
menerobos masuk kedalam gua. Tak sempat Tan Ciok-sing
banyak pikir, "sret" kontan pedangnya menusuk. Dengan jurus
Hun-mo-sam-bu orang itu mematahkan tusukan pedang Tan
Ciok-sing. Karuan Tan Ciok-sing kaget, pikirnya: "Kepandaian
orang ini begini liehay, agaknya lebih liehay dari Sa Thong-hay
dan Ciok Khong-goan. Kalau kepandaiannya cukup tangguh,
kenapa ginkangnya begitu tidak becus?" Ternyata kuping Tan
Ciok-sing amat tajam, tadi dia mendengar orang ini hampir
terpeleset jatuh maka dia agak meremehkan dia, maka
tusukan pedangnya tidak menggunakan sepenuh tenaga,
maksudnya hendak menusuk hiat-tonya saja. Walau demikian
kenyataan orang ini mampu mematahkan tusukan pedangnya
939 yang liehay dan cepat ini, taraf kepandaiannya boleh terhitung
kelas wahid dalam dunia persilatan.
Wisu yang seorang lagi kuatir Tan Ciok-sing melancarkan
serangan maut, maka dia menutuk dengan kedua jarinya
seraya berkata perlahan: "Tan-toako, kau tidak mengenalku,
tentunya kenal jurus permainanku ini?"
Begitu mendengar suara orang ini, karuan Tan Ciok-sing
tertegun serta menarik pedang, sesaat dia terlongong.
Tutukan jari rangkap ini adalah gerakan tunggal ajaran Khu Ti
yang termashur, Tan Ciok-sing pernah saksikan Han Cin
mendemontrasikan ilmu tutuknya ini.
Suara wisu yang satu inipun mendadak berubah jadi suara
perempuan, siapa lagi kalau bukan Han Cin sendiri.
Wisu yang bergebrak dengan Tan Ciok-sing baru kini
"sempat bersuara: "Tan-toako, ternyata memang kau. Siaute
adalah Toan Kiam-ping."
Dalam keadaan seperti ini mereka bertiga bertemu, sudah
tentu bukan kepalang rasa senang mereka. Kedatangan Toan
dan Han ternyata terlambat satu jam, waktu mereka tiba,
dalam taman sedang ribut mengudak pembunuh gelap. Tahu
malam ini mereka takkan bisa turun tangan, namun mereka
ingin tahu siapa "pembunuh gelap" itu. Maka mereka
mencampur diri dalam rombongan wisu serta pura-pura ikut
mencari jejak pembunuh itu.
Lekas Toan Kiam-ping berkata: "Biar aku keluar membawa
kawanan wisu ke tempat lain, lekaslah kau melarikan diri."
"Aku tidak akan pergi dari sini."
"Kenapa?"
Han Cin sudah menduga, katanya: "Ya, mana In-cici" Kau
datang seorang diri atau kemari bersama dia?"
940 "Justeru karena dia terjebak, maka aku harus mencarinya,"
sahut Tan Ciok-sing.
Setelah mereda rasa kejutnya, Han Cin berkata: "Kalau
demikian, kau tetap sembunyi saja disini, kami akan keluar
mencari tahu."
Gua ini cukup panjang dan berliku, diluar ada gemericik air
lagi sehingga percakapan mereka tidak kedengaran dari luar.
Tapi pembicaraan para wisu diluar gua dapat mereka
dengar dengan jelas. Terdengar seorang berkata: "Lho, koh
lama juga belum keluar, hayo kita periksa kedalam."
Waktu para wisu itu siap-siap hendak memeriksa kedalam
gua Toan dan Han lekas keluar, Tan Ciok-sing berkeringat
dingin, tapi hati merasa lega.
Terdengar seorang berseru: "Eh, kenapa jidatmu terluka?"
Toan Kiam-ping tertawa getir, katanya: "Kebentur dinding.
Kuatir ada pembunuh sembunyi didalam, sembari masuk gua
aku menarikan pedang untuk melindungi badan. Tak nyana
pembunuh tidak ketemu, jidatku terbentur batu sampai benjut
dan luka," ternyata Toan Kiam-ping sengaja melukai diri
sendiri untuk mengelabui mereka supaya permainan
sandiwara ini dipercaya.
Wisu yang bertanya tadi berkata: "Makanya tadi kudengar
suara benturan senjata."
Wisu yang tadi menentang diadakan pemeriksaan didalam
gelak tawa, katanya: "Biar kapok sudah kukatakan tadi,
pembunuh masa mau sembunyi di gua buntu ini, kalian tidak
percaya sekarang sudah terbukti. Baiklah, tenaga kita disini
mencukupi tak usah kau bantu kita. Kembalilah ke tempat
jagamu semula."
Lega hati Tan Ciok-sing, pikirnya: "Untung Toan-toako
pandai bertindak," tak nyana baru saja Toan Kiam-ping dan
941
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Han Cin pergi, seorang telah datang pula, orang ini adalah
Lenghou Yong. Lenghou Yong berkeliling memeriksa segala pelosok,
akhirnya sampai disini, tanyanya: "Bu-Iing-goan (nama gua
itu) sudah diperiksa belum?"
Kepala barisan segera menjawab: "Baru saja dua orang
masuk memeriksa, tidak kedapatan jejak pembunuh. Tapi
mereka bukan kelompok kami, nah itu, mereka baru saja
pergi, kalau Tayjin ingin tahu lebih jelas silahkan susul
mereka." Lenghou Yong memandang ke depan, Han Cin memberi
kedipan mata kepada Toan Kiam-ping, sengaja mereka
memperlambat langkah untuk menunggu sambil menoleh ke
belakang. Lapat-lapat Lenghou Yong masih kenal kedua wisu ini,
siang tadi pernah ikut dirinya ke tembok besar, namun sikap
tenang Toan dan Han memang tidak menimbulkan curiganya,
maka dia berkata: "Kalau sudah diperiksa ya sudah, lekas
periksa ke tempat lain," hatinyapun berpikir: "Gua gelap gulita
dan lembab lagi, buat apa tanya jelas segala?"
Diam-diam Toan Kiam-ping dan Han Cin bersyukur dalam
hati. Tan Ciok-sing merasa lega. Langkah Lenghou Yong
semakin pergi jauh.
Setelah tenang perasaan mulai Tan Ciok-sing perhatikan
keadaan gua ini, apakah didalam gua ada gua, dengan
pedangnya dia membabati akar pohon dan rumputan yang
merambat, namun tiada sesuatu yang didapatinya, tapi di
sebelah pojok tengah dia menemukan sebuah batu yang
bentuknya aneh. Batu ini mirip pintu angin, batu yang sering
terdapat di puncak gunung, jauh berbeda dengan batu-batuan
yang dipajang dalam gunungan ini, bentuknya yang jelek
menjadikan perpaduan yang menyolok dengan gunungan
yang dibangun dengan batu karang dari dasar Thay-ouw.
942 Tergerak hati Tan Ciok-sing, pikirnya; "Mungkin batu ini
merupakan tutup lobang dari gua dalam gua itu?" lalu dia
kerahkan tenaga, sekuat tenaga dia dorong batu itu, ternyata
batu ini sudah berakar didalam bumi, pada hal Tan Ciok-sing
sudah kerahkan setaker tenaganya, namun batu itu tetap
tidak bergeming.
Karena gagal akhirnya Tan Ciok-sing duduk bersimpuh
mulai bersamadi, menurut ajaran lwekang ciptaan Thio Tanhong
dia mulai mengatur hawa murni, maksudnya setelah
tenaga dan semangatnya pulih, baru dia akan coba sekali lagi.
Untuk bersamadi dengan ajaran lwekang Thio Tan-hong
diharuskan menenangkan pikiran dan menghimpun semangat,
sehingga melihat tidak melihat, mendengar tidak mendengar
tapi di kala latihannya berlangsung itulah, tiba-tiba
didengarnya percakapan orang diluar, bukan saja suaranya
sudah dikenal, pembicaraan orang itupun sedang
menyinggung nama In San, mau tidak mau Tan Ciok-sing
tersentak dari latihannya, diam-diam dia pasang kuping
mendengarkan. Yang bicara bukan lain adalah Liong Seng-bu. Yang ajak
bicara adalah Lenghou Yong. Untuk kedua kalinya Lenghou
Yong meronda sampai disini, kebetulan bertemu dengan Liong
Seng-bu yang juga mengadakan pemeriksaan di sekitar sini.
"Bagaimana keadaan Lo-tayjin?" tanya Lenghou Yong lebih
dulu. Liong Seng-bu tertawa besar, katanya: "Yah, hanya
terkejut saja, sedikitpun tidak terluka. Budak itu jelas sudah
terjatuh ke tangan kita."
"Wah, harus kuberi selamat kepada Kongcu."
"Selamat apa, aku justru sedang risau."
"Pujaan hati sudah datang mengantar diri, memangnya
tidak patut diberi selamat?"
943 "Ah, kau tidak tahu, budak itu kukuh pendapat dan keras
kepala, aku sampai tidak berani mendekatinya. Terpaksa
sementara kukurung dia di penjara air bawah tanah, biar dia
kelaparan beberapa hari."
Mendengar kabar In San, bukan main senang hati Tan
Ciok-sing. Senang karena In San masih hidup, kaget karena
dia tersiksa di penjara air, padahal dia tidak tahu dimana letak
penjara air itu dan cara bagaimana harus menolongnya"
Lenghou Yong berada diluar gua, dia tidak menemukan jalan
keluar lainnya, kalau sekarang menerjang keluar jelas
menyerempet bahaya. Terpaksa dia tinggal diam saja
mendengarkan pembicaraan lebih lanjut.
"Tan Ciok-sing bocah kurcaci itu juga belum ditemukan,
coba bayangkan, bagaimana hatiku bisa tentram?"
"Kecuali bocah itu sudah pergi, kalau tidak orang kita
sebanyak ini, ubek-ubekan mencarinya dalam taman seluas
ini, pasti akan bisa ditemukan."
Liong Seng-bu bertanya: "Bu-ling-goan sudah diperiksa
belum?" "Dua orang sudah masuk memeriksa."
"Mana kedua orang itu, undang kemari, aku mau tanya
dia." "Mereka bukan dari kelompok ini, sekarang sudah ke
tempat penjagaannya."
"Siapa nama kedua orang itu?"
"Kutahu mereka ikut aku pergi ke tembok besar siang tadi,
namanya sih tidak ingat lagi." Maklum Lenghou Yong belum
lama memegang jabatannya, wisu disini juga terlampau
banyak jumlahnya, sudah tentu tak mungkin bisa mencatat
nama-nama mereka dalam benaknya.
944 Seorang wisu yang berjaga di bilangan ini segera maju
menerangkan: "Lapor Kongcu, kedua orang itu adalah Loh
Hiong dan Kwe Kiat."
Liong Seng-bu melengak, mendadak dia berteriak: "Tidak
mungkin." Kepala barisan itu terkejut, tanyanya: "Apa yang tidak
mungkin?" Liong Seng-bu berkata: "Tadi aku melihat mereka, berjaga
di pintu taman, menurut aturan wisu yang bertugas di pintu
taman dilarang meninggalkan posnya."
Pemimpin barisan mengunjuk rasa heran, katanya: "Lho,
koh aneh, tapi aku kenal betul akan kedua orang itu."
"Lekas panggil mereka kemari," kata Liong Seng-bu.
"Celaka," demikian keluh Tan Ciok-sing dalam hati, cepat
dia lanjutkan pengedukan tanah di sekitar batu besar yang
aneh itu. Di saat kepepet, orang sering timbul akalnya, tibatiba
dia teringat di antara ajaran lwekang yang baru
dipelajarinya ada semacam ilmu yang khusus untuk meminjam
tenaga memindahkan posisi, meski tahu bahayanya teramat
besar, tapi harus dicoba juga. Saking gugup tenaganya
ternyata jadi berlipat ganda, dengan sekuat tenaga dia
mendorong dan menarik dengan dilandasi kekuatan lwekang
yang diyakinkan, meski batu besar tak mampu digeser ke
pinggir, tapi sudah doyong ke samping dan terbukalah sebuah
lobang. Tan Ciok-sing segera berkeputusan terus bertindak, di saat
genting ini segera dia menarik napas menekuk dada
mengempes perut, secara kebetulan tubuhnya yang mengecil
berhasil menerobos masuk kedalam lobang. Batu yang sedikit
doyong ke samping itu segera tegak kembali seperti sedia kala
dan lobangpun tertutup. Kejadian sekejap ini bagai nyawa
yang putar balik antara neraka dengan dunia fana, bahayanya
teramat besar, bila tenaga pertahanannya sedikit mengendor,
945 waktunyapun tepat, jikalau gerakannya terlambat sedikit, pasti
tubuhnya bisa terjepit hancur.
Waktu Lenghou Yong memasuki gua, dia menyulut obor,
dilihatnya akar pepohonan sama berserakan dibabati senjata
tajam, diam-diam dia amat kaget, pikirnya: "Bocah itu
ternyata memang pernah sembunyi disini, entah sekarang
sudah keluar belum?" Karena akar dan dedaunan pohon yang
berserakan memenuhi tanah, sehingga galian tanah itu
tertutup di bawahnya, kalau tidak diperiksa secara teliti takkan
bisa menemukan keganjilan. Tapi diapun menduga bila
didalam gua ini mungkin ada jalan keluar lainnya, maka
diapun coba-coba mendorong batu besar itu, meski dia sudah
kerahkan seluruh tenaganya, batu hanya bergeming sedikit,
hakikatnya tidak mampu menggesernya. Namun rasa curiga
masih meliputi benaknya, terpaksa dia keluar dan hendak
tanya kepada Liong Seng-bu, setelah jelas baru akan bertindak pula.
Bukan Liong Seng-bu lupa untuk memberitahu Lenghou
Yong bahwa didalam Bu-ling-goan terdapat gua pula, namun
hakikatnya dia tidak pernah berpikir ada manusia yang mampu
menggeser tutup batu raksasa seberat laksaan kati itu.
Lega hati Tan Ciok-sing, setelah berdiri tegak dia mainkan
pedangnya, meminjam secercah cahaya pedangnya yang
kemilau, dia terus menggeremet maju di tengah kegelapan.
Akhirnya dia mendengar suara air gua, suaranya rendah dan
bergema, mirip tambur kecil yang ditabuh didalam sebuah
rumah kecil yang tertutup rapat. Ciok-sing menduga pasti ada
aliran kecil dari sungai di atas merembes ke bawah sini
bergabung dengan sumber air yang ada di dasar bumi ini,
sehingga timbul suatu arus tersendiri yang entah mengalir
kemana. Diam-diam Tan Ciok-sing berpikir: "Ada gua didalam gua,
para wisu mungkin tidak tahu, tapi Liong Seng-bu tentu tahu,
mungkin sebelum ini dia sudah mengatur segala sesuatu, atau
946 sudah menunggu aku keluar di ujung lorong yang lain, tapi
kalau berada dalam gua ini aku bisa mati konyol, meski
bahaya apapun akan kuhadapi, aku tetap harus mencobanya
keluar." Beberapa jauh kemudian, tiba-tiba didengarnya suara air
gemuruh, ternyata di dinding batu sana seperti dijebol oleh
suatu arus deras sehingga dadal, aimya seperti tumbuh
bergulung-gulung mengalir ke bawah dan menjadilah sebuah
empang kecil. Ciok-sing tidak pedulikan dinding yang dadal, terpaksa dia
berputar mengitari empang kecil itu terus maju ke depan
sana. Pada saat itulah di tengah gemuruhnya air dia seperti
mendengar suara orang. Kejut Ciok-sing bukan main, hampir
dia tidak percaya pada pendengarannya, pikirnya: "Lho, koh
seperti adik San yang sedang memanggil-manggil namaku?"
dia curiga mungkin teramat memikirkan keselamatannya
sehingga timbul khayalan dalam gua air di bawah tanah ini.
Segera dia mendekam dan mendempel kuping
mendengarkan suara dari bumi, yang terdengar hanyalah
gemuruhnya air, suara orang itu tak terdengar lagi. Diam-diam
dia membatin dalam hati: "Mana bisa terjadi begini kebetulan,
mungkin aku terlalu berkhayal," tak nyana di kala dia sudah
putus asa dan belum lagi dia berdiri, tiba-tiba didengarnya
pula dua kali suara panggilan: "Ciok-sing, Ciok-sing," kali ini
dia mendengar jelas, memang itulah suara In San.
Memang ada kejadian yang amat kebetulan di dunia ini.
Seperti diketahui In San masuk perangkap di Bing-cu-khek, dia
terjeblos jatuh kedalam lobang, dan lobang itu terletak di atas
penjara air bawah tanah.
Di tengah udara dia gunakan gaya burung dara jumpalitan,
Ceng-kong-kiam terulur lurus ke bawah, "Creng" pedangnya
menyentuh batu, meminjam tenaga sentuhan yang memantul
ini dia jumpalitan sekali sehingga daya luncuran tubuhnya
yang menurun agak mengendor, untung dia tidak jatuh ke air.
947 Meski jiwanya selamat, namun dia sudah tak mungkin
bertemu dengan Tan Ciok-sing lagi.
Sakit hati belum terbalas, kini dia malah kejeblos dalam
perangkap musuh, betapa marah, penasaran dan sedih
hatinya. Dalam sekejap ini hampir saja dia coba bunuh diri,
untung benaknya selalu memikirkan Tan Ciok-sing, sehingga
dia tidak jadi mencari jalan pendek.
Dalam penjara air ini gelap gulita, sekeliling adalah batu
dinding yang keras, di bawah air yang tidak diketahui
dalamnya. Untuk melarikan diri jelas tidak mungkin.
Entah berapa lama dalam kegelapan ini, tiba-tiba dilihatnya
secercah cahaya menyorot dari atas, ternyata Liong Seng-bu
membuka jendela kecil yang berjeruji serta menjulurkan,
sebatang obor kedalam, katanya: "Adik San, kau tidak luka
bukan" Kalau terluka akan kuberikan obat untuk mengobati
lukamu." Tanpa bersuara In San timpukan sebutir krikil ke arah
jendela berjeruji besi itu, tapi jarak jendela kecil itu ada
delapan tombak dari bawah, mana sambitannya bisa
mengenai Liong Seng-bu. Begitu mendengar samberan angin
senjata rahasia, lekas Liong Seng-bu mengkeretkan kepala
seraya pura-pura menjerit kesakitan, pada hal kerikil
mengenai jeruji besi, katanya kemudian: "Adik San. kenapa
masih begini galak" Untung tidak mengenai diriku."
Saking marah In San kertak gigi, dampratnya: "Liong Sengbu,
kalau berani turunlah kemari dan bunuh aku, kalau tidak
awas pembalasanku kelak."
"Mana aku tega membunuhmu, memangnya kau tidak tahu
kalau aku menyukaimu" Tapi kau terjeblos ke penjara air, tak
heran kalau kau marah-marah. Tapi ini untuk kebaikanmu.
Coba bayangkan, apa sih bagusnya Tan Ciok-sing anak
kampung itu, kau sudi ikut dia dan mencampakkan daku"
Supaya kau tidak kerembet perkaranya, apa boleh buat,
948 terpaksa aku memisahkan kau dengan dia, asal kau menurut
dan tunduk akan kemauanku, segera aku membebaskan
dikau." "Apa kau bicara sejujurnya?"
"Sudah tentu sejujurnya, jikalau aku membual biar Thian
menghukumku."
"Baik, turunlah dan bicara berhadapan dengan aku, aku
ingin kau bicara jelas dimuka."
"Apa benar kau tunduk padaku?"
"Setelah jelas persoalannya, akan kupikirkan. Hm, sekarang
kau anggap aku pesakitan, bagaimana aku dapat percaya
pada dirimu?"
Tiba-tiba Liong Seng-bu tertawa, katanya: "Jangan kau
anggap aku bocah cilik, aku tak bisa kau tipu, sudah tentu aku
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ingin kau merubah haluan, tapi aku tahu sekarang pikiranmu
masih belum terang, biarlah kutunggu beberapa hari, setelah
kau betul-betul berubah pikiran dan aku yakin akan
kebenarannya, baru akan kubebaskan kau, di tengah gelak
tawanya Liong Seng-bu telah melangkah pergi.
Maksud In San hendak menipunya turun kemari dan bicara
padanya, lalu mengadu jiwa dan bila perlu biar gugur
bersama, ternyata usahanya tidak berhasil, karuan hatinya
amat kecewa, hampir dia hendak bunuh diri pula. Untung
bayangan Tan Ciok-sing selalu menggoda pikirannya sehingga
dia tidak bertindak nekad. Karena putus asa dan insaf diri
berada di jalan buntu serta tiada harapan lolos, tanpa merasa
mulutnya menggumam memanggil-manggil nama Ciok-sing.
"Adik San," tiba-tiba didengarnya suara lirih berkata,
"jangan takut aku telah datang."
In San tidak percaya akan pendengaran sendiri, teriaknya:
"Aku bukan mimpi" Tan-toako, apa betul kau telah datang?"
949 "Ssst, jangan keras-keras, sudah tentu aku adanva."
In San gigit lidah sendiri, sakitnya bukan main, memang ini
bukan dalam mimpi. Sekarang dia sudah terbiasa keadaan
gelap, pelan-pelan dia menggeremet maju mendekati air,
lapat-lapat memang dilihatnya bayangan muka Tan Ciok-sing.
Kejut dan girang In San, katanya: "Memang bukan mimpi,
Tan-toako dari mana kau tahu aku ada disini, bagaimana pula
kau bisa datang kemari?"
"Panjang kalau dituturkan, lekas kau putar dulu, biar aku
naik ke atas."
"Kenapa?"
"Aku bertelanjang untuk berenang masuk kemari, aku
harus berpakaian dulu."
Merah muka In San lekas dia mundur dan membalik tubuh.
Sesaat kemudian tahu-tahu Ciok-sing sudah mengelus
rambut kepalanya, katanya lirih: "Sekarang kau boleh putar
badan lagi." Tanpa kuasa keduanya lantas berpelukan
kencang sekali, lama dan lama sekali baru mereda gejolak
perasaan mereka, pelan-pelan merekapun mengendorkan
pelukan dan berdiri berpandangan.
"Biar kuberitahu satu kabar baik padamu," kata Tan Cioksing,
"aku sudah bertemu dengan Toan-toako dan nona Han."
"Mereka juga datang?" tanya In San girang.
"Betul, suara seruling yang kita dengar di Pat-tat-nia siang
tadi memang betul nona Han yang meniup," lalu dia ceritakan
pertemuannya dengan Toan dan Han berdua didalam Bu-linggoan
tadi. "Kukira belum tentu ini merupakan berita baik," ujar In
San. 950 "Mereka menyamar wisu keluarga Liong, Lenghou Yong
dan kambrat-kambratnya tiada yang tahu rahasia mereka."
"Wisu yang mereka palsukan memang ada orangnya,
sementara mungkin mereka terkelabui, namun suatu ketika
pasti terbongkar juga."
"Betul, kita harus cepat-cepat berusaha keluar dari sini. Bila
kita belum lolos yakin merekapun pasti tak mau pergi."
Tapi cara bagaimana mereka harus keluar"
"Tan-toako, aku bisa bertemu akhir kali dengan kau,
puaslah hatiku. Kau jangan hiraukan diriku, pergilah kau
seorang diri."
"Memangnya kau sudah lupa akan sumpah setia kita.
Sehidup semati?"
"Tidak, tapi jangan kau lupa diluar masih ada Toan-toako
dan Han-cici yang perlu bantuanmu. Sebelum kau keluar
mereka takkan mau pergi. Apalagi bila kau sudah keluar, kau
masih bisa berusaha menolongku, apapun bila ada seorang
bisa keluar kan lebih mending dari pada sama-sama
menunggu mati disini."
Getir tawa Ciok-sing, katanya: "Jangan kau membujukku,
umpama ada niatku keluar, sekarang takkan bisa keluar lagi."
"Aku tak bisa berenang, tapi kau bisa. Kalau kau bisa
masuk, kenapa tidak bisa keluar?"
"Lorong itu sebetulnya tidak tembus kemari, tapi entah
kenapa terjadilah kebobolan oleh terjangan arus deras. Bila
aku bisa berenang dan keluar, tetap takkan bisa keluar dari
gua yang tertutup dari luar. Sementara pintu keluar yang lain
entah berada dimana. Umpama ketahuan juga pasti telah
dipasangi perangkap, dari pada menempuh bahaya, lebih baik
aku menemani disini, sedikitnya kita masih bisa bercengkrama
untuk beberapa hari lamanya."
951 Tiba-tiba In San teringat, katanya: "Liong Seng-bu keparat
itu pernah membuka jendela di atas sana, aku tidak pandai
Pia-hau-kang (ilmu cecak), coba kau merambat ke atas
memeriksanya, kau membawa geretan api?"
"Ada," Tan Ciok-sing mengiakan.
In San mematahkan sebatang dahan pohon kering yang
menjulur keluar dari celah-celah dinding, lalu disulutnya
dengan geretan Ciok-sing, walau sinarnya tidak terang, namun
lebih mending dari pada menggeremet di kegelapan.
Tan Ciok-sing mencoba, dengan susah payah akhirnya dia
merambat ke atas, dengan teliti dia memeriksa, tanpa merasa
dia menarik napas dingin. Dengan gelisah In San menunggu di
bawah, tanyanya: "Bagaimana?"
"Hakikatnya tiada lobang disini, hanya ada papan besi
disini, papan besi yang amat tebal, pedang pusakapun takkan
bisa menusuk tembus."
In San amat kecewa, dia menunduk memeras otak.
Tan Ciok-sing berkata: "Disini kita bisa bermain cinta tanpa
diganggu siapapun. Bicara terus terang, selama hidupku ini,
belum pernah aku merasa hidup bahagia dan sesenang hari
ini. Adik San, apa kau tidak bahagia?"
"Berada di sampingmu, memangnya aku tidak kan senang"
Sayang kita tak bisa hidup abadi disini selamanya. Lebih baik
kau harus keluar. Oh, ya, teringat olehku." .
"Teringat apa?"
"Kau pandai menyelam, kenapa tidak kau selidiki dasar air,
mungkin ada jalan keluarnya."
"Akal bagus, baiklah kucoba," setelah memadamkan obor,
dia suruh In San membelakanginya lalu mencopot pakaian,
membawa Pek-hong-po-kiam pemberian Thio Tan-hong
segera dia terjun kedalam air.
952 Kira-kira sesulutan dupa lamanya baru Tan Ciok-sing
menongol keluar air. "Maaf sekian lama aku pergi, kau pasti
tidak sabar menunggu."
In San membelakanginya pula, setelah Ciok-sing
berpakaian, dia membalik dan tanya: "Bagaimana?"
"Permukaan air disini tenang, tapi di bawah arusnya amat
deras, lorongnya juga sempit beberapa kali harus melalui
lorong-lorong panjaug. Untung sejak kecil aku dibesarkan di
kali, kalau tidak mungkin tak bisa kembali kesini."
"Jalan keluarnya sudah kau temukan?"
"Sudah kutemukan, sayang sukar keluar."
"Kenapa?"
"Jalan keluarnya dipagari jeruji besi sebesar lengan bayi,
kira-kira harus mematahkan tiga jeruji besi baru bisa
menyelinap keluar. Dengan Pek-hong-po-kiam sudah kucoba,
tapi belum berhasil memutuskan, tapi aku yakin pasti dapat,
cuma untuk memutus satu jeruji kira-kira makan waktu
setengah sulutan dupa, untuk memutus tiga batang, berarti
makan waktu hampir setengah jam. Dalam jangka waktu
selama itu, bukan mustahil usaha kita bisa konangan."
"Sayang aku tak bisa menyelam, dengan hubungan
sepasang pedang kita tentu jauh lebih mudah."
Mendengar perkataanya ini, Tan Ciok-sing menunduk diam,
seperti sedang memikir apa-apa. Tiba-tiba dia berkata: "Adik
San, kalau kau menyumbat pernapasan dapat bertahan
berapa lama?"
"Aku tidak pernah latihan menyumbat pernapasan, tapi
pasti jauh lebih lama dari orang biasa."
"Kau tidak bisa, mari kuajarkan. Ajaran dasar lwekang Thio
Tayhiap yang kupelajari pasti dapat kau pelajari dengan
cepat." 953 "Tapi aku kan tidak bisa menyelam."
"Didalam air aku bisa bantu menahan tubuhmu, kau pasti
dapat menerobos keluar bersamaku. Setiba di permukaan
yang agak lebar dan arusnya agak lambat, kau bisa menongol
keluar untuk ganti napas."
In San berpikir sejenak, akhirnya dia geleng kepala.
"Kenapa, tidak mau ikut aku keluar?"
Merah muka In San, katanya: "Memangnya aku harus
meniru dirimu, menyelam tanpa berpakaian?"
Tan Ciok-sing tertawa geli, katanya: "Aku bertelanjang
karena untuk menggampangkan gerak gerik dalam air,
berpakaian juga tetap bisa berenang."
"Kalau berpakaian kan jadi basah kuyup, begitu keluar
bukan mustahil jejak kita bisa konangan?"
"Itu sih urusan kecil, yang penting keluar dulu."
Setelah tiada yang perlu dirisaukan, In San berkata:
"Baiklah, ajarkan ilmu menutup pernapasan itu kepadaku."
Sejak kecil dia mendapat latihan dasar lwekang ajaran
keluarganya, pada hal sebenarnya sama dengan ajaran
lwekang Thio Tan-hong, maka cepat sekali dia sudah
mempelajarinya dengan baik.
Karena pandai berenang, meski menyelam sambil menyeret
seorang bukan menjadi halangan bagi Tan Ciok-sing, pada hal
banyak kesulitan harus dihadapi, namun akhirnya mereka
berhasil juga melalui lorong-lorong sempit di bawah tanah dan
tiba dimulut keluar. Dengan gabungan pedang mereka, cepat
sekali tiga jeruji besi telah mereka putuskan.
Tan Ciok-sing memapah In San naik ke atas daratan, waktu
In San memeriksa sekelilingnya, dia berkata: "Ini berada di
timur laut taman besar, cukup jauh letaknya dari kebon dalam.
Biasanya keluarga Liong melayani para tamunya disini."
954 Taman kembang ini sedemikian besar, barisan wisu yang
meronda mondar mandir, pakaian mereka basah kuyup lagi,
untuk menemukan Toan Kiam-ping dan Han Cin, meski tidak
sesulit mencari jarum di lautan, tapi juga bukan kerja
gampang. Tengah mereka celingukan dan bimbang, tampak
barisan wisu mendatangi.
Dua wisu berjalan agak ke belakang, keduanya berjalan
sambil bercakap-cakap dengan santainya, "bagaimana
keadaan diluar, kedua wisu palsu apa sudah ketangkap?"
"Entah aku tidak tahu. Tapi waktu aku dipindah kemari,
jelas belum ketangkap."
"Meronda disini seperti berada di dunia lain, kalau diluar
terjadi keributan, disini kita bisa bercakap-cakap dengan santai
tanpa susah-susah, rasanya koh jadi cemplang."
Wisu yang baru datang tertawa, katanya: "Agaknya otakmu
sudah keblinger, siapapun kepingin dipindah kemari. Tamu
agung dijaga oleh busu mereka sendiri, kita tak perlu ikut
susah payah, kita hanya ditugaskan menjaga pintu air disini,
hakikatnya tiada bahaya apapun yang mungkin mengancam
jiwa kita, kalau diluar memang ramai, tapi bukan mustahil
batok kepalamu terpenggal musuh tanpa kau tahu bahwa
dirinya sudah mampus."
"Omonganmu memang benar, disini boleh dikata tiada
bahaya. Tapi tak pernah mendengar kabar diluar, rasanya jadi
masgul selalu," belum habis dia bicara tahu-tahu hiat-tonya
tertutuk orang, kontan dia jatuh semaput.
Dengan gerakan secepat kilat, umpama orang mendengar
geledek tidak sempat menutup kuping, Tan Ciok-sing
melompat keluar dari balik gunungan terus menutuk hiattonya.
Katanya tertawa: "Adik San, sekarang kita bisa ganti
pakaian." 955 In San pejam mata sambil membalik tubuh, katanya:
"Lekas kau bereskan kedua orang ini, jangan sampai
konangan orang."
Semula Tan Ciok-sing hendak menenggelamkan mereka ke
dasar air, hatinya tidak tega mengingat mereka tidak berdosa,
akhirnya dia sembunyikan mereka di semak-semak rumput tak
jauh dari empang.
Setelah ganti pakaian In San keluar dari gua, katanya:
"Untung perawakan orang ini agak pendek, walau pakaiannya
tidak cocok, juga kepanjangan sedikit. Lebih celaka baunya
yang kurang sedap, aku jadi risi dan mual."
Tiba-tiba timbul pikiran Tan Ciok-sing, katanya:
"Seharusnya kita berusaha menemukan Toan-toako dan Hancici,
tapi, tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Taman sebesar ini, dalam waktu singkat bagaimana bisa
menemukan mereka. Tapi sekarang ada tugas lebih penting
lagi..." In San sadar, katanya: "Yah, betul, maksudmu kita lakukan
dulu soal lain baru mencari Toan-toako?"
"Betul, penginapan para tamu tak jauh dari sini. Mari kita
cari dulu Duta rahasia dari Watsu, paksa dia menyerahkan
surat perjanjian rahasia dengan Liong Bun-kong, kita gunakan
pula dia sebagai sandera, Toan-toako dan nona Han dengan
mudah pasti dapat kita bantu untuk meloloskan diri."
In San berpikir sebentar, katanya: "Tan-toako,
perkataanmu benar, kita harus pikirkan dulu kerja yang lebih
penting ini. Baiklah, aku setuju akan usulmu."
Pada saat itulah, dari sudut tenggara sana sayup-sayup
terdengar suara keributan yang semakin keras kedengaran
ada orang sedang berhantam dengan sengit. Jarak cukup
jauh, kalau mereka tidak memiliki ilmu mendekam mendengar
956 suara dari bumi, jelas takkan mendengar geger disana. Dari
apa yang dapat mereka tangkap, keributan disana jelas amat
ramai dan genting.
Perasaan In San tidak tentram, katanya: "Mungkin Toantoako
dan Han-cici sudah terkepung dan dikeroyok kawanan
wisu?" tak usah dijelaskan lebih lanjut. Tan Ciok-sing sudah
tahu apa yang ingin dikemukakan oleh In San.
Sekejap itu mereka jadi bimbang. Bila benar Toan dan Han
berdua mengalami kesulitan, adalah menjadi kewajiban
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka untuk cepat memburu kesana menolong mereka, tapi
merekapun melaksanakan rencana yang barusan telah
disepakati bersama, yaitu menyelundup ke penginapan para
tamu dari Watsu serta membunuh atau bila perlu membekuk
duta rahasia Watsu"
000OOO000 Bagaimana keputusan Tan Ciok-sing biarlah kita tunda dulu
sementara waktu. Marilah kita ikuti pengalaman Toan Kiamping
dan Han Cin setelah mereka menolong Tan Ciok-sing.
Dugaan In San memang tidak meleset, mereka memang
konangan musuh dan kini dikepung dan dikeroyok oleh
banyak musuh. Sayang mereka tidak tahu bahwa samaran
mereka telah terbongkar oleh Liong Seng-bu, waktu itu
mereka masih berusaha mencari kabar tentang In San yang
kejeblos kedalam perangkap.
Dimana ada orang banyak mereka tidak berani tinggal
terlalu lama, setelah putar kayun kian kemari akhirnya mereka
tiba di ujung taman, disini mereka ketemu seorang wisu yang
meronda sendirian.
Toan Kiam-ping menghampiri lantas bertanya: "Kabarnya
ada pembunuh perempuan yang ketangkap, apa betul?"
"Betul, pembunuh perempuan yang punya asal-usul cukup
genting." 957 "Siapakah dia?"
Wisu itu meliriknya sekali, "Kabarnya ada sangkut pautnya
dengan Liong-tayjin, apa betul kau tidak tahu?"
"Aku tak berani tanya kepada Ciok-tayjin, dari mana aku
bisa tahu?"
"Kalau Ciok-tayjin tidak menceritakan, lebih baik kalau kau
tidak tahu saja."
"Bagaimana pembunuh perempuan itu sekarang?"
Seperti tertawa tidak tertawa, wisu itu berkata: "Agaknya
kau memperhatikan dia."
"Ah, jangan menggoda. Aku hanya ketarik saja dan tanya
dengan iseng."
Baru saja Han Cin hendak menutuk hiat-to wisu ini,
mendadak terdengar seorang berkata dingin; "Kau ingin tahu,
seharusnya tanya kepadaku."
Yang datang ini adalah Liong Seng-bu. Di belakangnya ikut
dua wisu, yaitu dua orang yang sekarang mereka samar.
Han Cin pernah melihat Liong Seng-bu, maka dia berteriak:
"Toan-toako, lekas ringkus dia. Dia itulah keponakan bangsat
tua she Liong." Belum habis dia bicara pedang Toan Kiam-ping
sudah menusuk ke arah Liong Seng-bu.
Dua wisu membentak serempak: "Kurcaci, berani kau
menyaru tuan besarmu, kuganyang kau," dengan amarah
yang meluap mereka menubruk maju. Han Cin menyendat
cambuk lemasnya menahan mereka dengan putaran
cambuknya. Sehingga Toan Kiam-ping berkesempatan
mengudak Liong Seng-bu.
Seperti diketahui Liong Seng-bu pernah mempelajari
beberapa jurus ilmu pedang ciptaan Thio Tan-hong. Pek-hongkoan-
jit serangan Toan Kiam-ping hendak menutuk Ci-tonghiat
di dadanya, ternyata meleset. Tapi kepandaian silatnya
958 memang terpaut jauh dibanding Toan Kiam-ping, dua jurus
dia mampu menangkis dan melawan, tapi jurus ketiga sengaja
Toan Kiam-ping menggunakan daya lengket lalu sekali sentak
dengan tipu Sam-coan-hoat-Iun (tiga kali memutar roda),
pedang panjang Liong Seng-bu kena dipelintirnya terlepas
jatuh. Toan Kiam-ping mengudak maju, dari semak-semak rumput
mendadak menubruk beberapa orang yang memang sejak tadi
sudah sembunyi disitu, mereka adalah Huwan bersaudara.
Untung kepandaian Toan Kiam-ping sekarang sudah maju
pesat, meski disergap secara mendadak oleh ke empat
bersaudara, lekas dia gunakan To-dap-jit-sing-pou (menginjak
terbalik langkah tujuh bintang), secara keras dia menarik daya
luncuran tubuhnya mentah-mentah, syukur usahanya berhasil
sehingga dia tidak terluka.
Huwan Liong menjengek dingin: "O, kiranya Toansiauongya,
hehe, orang hidup dimanapun pasti bertemu.
Tempo hari kami tak kuasa mengundangmu kemari, tanpa
diundang kali ini kau malah datang sendiri," mulut bicara
tangan tidak nganggur, pedang panjang terayun, segera dia
merebut posisi yang menguntungkan, mulailah dia pimpin
barisannya mengadakan serangan total.
Liong Seng-bu gelak tertawa, katanya: "Benar, kapan bisa
mengundangnya kemari, adalah kewajibanku untuk
menyambutnya sebagai tuan rumah. Kalian harus menahan
tamu kita ini baik-baik, layanilah secara hormat."
"Kongcu jangan kuatir, kali ini meski tumbuh sayappun
jangan harap dia bisa terbang."
Setelah barisan pedang lawan terbentuk, meski Toan Kiamping
tidak terluka, tapi tidak mampu menjebol kepungan.
Toan Kiam-ping menghela napas, katanya: "Adik Cin, kau
ikut menderita jadinya?"
959 Han Cin tersenyum katanya: "Toan-toako, jangan kau lupa
sumpah kita" Sehidup semati."
Tiba-tiba tampak seorang wisu lari tergopoh ke arah sini,
pada hal wisu ini semula berjaga di mulut gua Bu-ling-goan.
Liong Seng-bu kaget melihat kedatangannya, tanyanya: "Mana
Lenghou Yong, kenapa tidak datang?"
Saking buru-buru napas wisu itu masih sengal-sengal,
sekian saat tak mampu bicara, tanpa hiraukan pertanyaan
segera dia berteriak begitu dapat bersuara: "Kongcu, celaka."
"Bapakmu. Apa yang celaka," damprat Liong Seng-bu.
"Ada air mengalir dari gua bawah tanah, waktu kami
beramai-ramai menggeser batu penutup air seperti
menyembur keluar dari bawah."
"Lalu Tan Ciok-sing keparat itu?"
"Dua orang kita yang pandai berenang selulup ke bawah,
bocah itu tidak ditemukan, malah mereka menemukan,
menemukan..."
"Menemukan apa" Lekas katakan."
"Penjara air telah bobol, pembunuh perempuan yang
dikurung di penjara air..."
"Bagaimana?"
"Pembunuh perempuan itu telah hilang."
"Sudah dicari ke mulut keluarnya?"
"Sudah ada orang yang kesana mencarinya. Tapi aku harus
cepat kemari lapor kepada Kongcu, entah mereka menemukan
pembunuh itu?"
Kejut dan girang Toan Kiam-ping serta Han Cin mendengar
berita ini. Jago kosen lagi bertempur pantang pecah perhatian,
maka terdengar suara "Cret" baju luar Han Cin tertusuk
bolong oleh dua ujung pedang. Untung dia bergerak lincah,
960 sedikit lambat, tentu dadanya sudah tertusuk bolong. Bagian
luar dia mengenakan seragam wisu, begitu baju luar tertutuk
bolong dan robek tersingkap, maka baju dalamnya yang
ringkas kelihatan. Huwan Pau bergelak tertawa terus
mengolok: "Memang perempuan siluman itu. Hehe, siluman
cantik, lebih baik kau menyerah saja, kalau tidak kau nanti
bisa runyam, lho."
Melihat situasi, Liong Seng-bu yakin Huwan bersaudara
dapat menguasai keadaan, legalah hatinya, teriaknya:
"Barisan panah siap, jangan biarkan pembunuh lari. Kalau
tidak bisa ditawan hidup, bidik saja sampai mati," setelah
memberi aba-aba, dia percaya urusan tak perlu dia tangani
sendiri, maka dia siap tinggal pergi. Maklum dia pandang Tan
Ciok-sing dan In San jauh lebih berbobot dibandingkan Toan
dan Han berdua.
Puluhan pemanah sudah menyebar diri, ada yang naik ke
atas pohon, ada yang sembunyi di balik gunungan, pucuk
anak panah yang kemilau tampak gemeredep di tengah
kegelapan yang ditimpah cahaya obor. Jalan mundur Toan
dan Han jelas sudah terputus. Umpama mereka mampu
menjebol barisan pedang juga takkan luput dihujani anak
panah. "Adik Cin, tabahkan hatimu. Tan-toako dan nona I n sudah
meloloskan diri, kita tidak perlu menguatirkan mereka."
Setelah bebas pikiran semangat tempur Han Cin berkobar,
maka permainannya lebih mantap, berdampingan beradu
pundak dia merangsak musuh dengan sengit bersama Toan
Kiam-ping. Walau dalam waktu dekat tidak mampu membobol
barisan pedang, namun permainan pedang ke empat
bersaudara itu jadi mengendor dan tak mampu memperkecil
ruang lingkup mereka. Kalau Han Cin berdua tidak perlu
menguatirkan keselamatan Tan dan In berdua, demikian pula
Huwan bersaudara kini dapat bertindak bebas, karena tidak
perlu menawan hidup maka mereka menyerang lebih ganas
961 dan bila perlu membunuh musuh saja. Bila waktu
berkepanjangan, lambat laun tenaga Han Cin terkuras lebih
cepat. Beberapa jurus terakhir tenaga permainannya sudah
semakin lemah dan kekuatan tidak memadai keinginan serta
semangat juangnya.
Di saat-saat kritis, tiba-tiba para wisu berlarian masuk dari
luar seraya berkaok-kaok ketakutan: "Perampok menyerbu
datang." Seketika itu juga gegap gempita suara berhantam
dari berbagai penjuru, agaknya kawanan rampok yang
menyerbu tiba dalam jumlah besar dan serempak dari
berbagai penjuru.
Ciok Khong-goan membentak: "Jangan gugup, kerahkan
separoh kekuatan disini membantu keluar. Pemanah tetap di
tempat masing-masing," ternyata dia memburu kemari setelah
mendengar Liong Seng-bu kepergok pembunuh disini, lalu dia
wakili Sa Thong-hay memimpin barisan wisu.
Sekonyong-konyong selarik sinar api yang membara
dengan suara mendesis menjulang tinggi ke angkasa. Tampak
seorang kakek diikuti sepasang muda mudi, di belakangnya
mengintil pula Hwesio timpang yang menggenggam sebatang
tongkat baja sebesar mulut mangkok. Sungguh hebat
terjangan ke empat orang, dimana mereka berada para wisu
dilabraknya pontang panting. Sinar api yang menjulang ke
langit tadi adalah panah sreng yang ditimpukkan oleh lelaki
tua di paling depan.
Bukan sedikit wisu yang memegang obor, ditambah cahaya
panah berapi yang benderang di angkasa, sempat Toan Kiamping
melirik kesana, meski jarak masih berada seratusan
langkah, tapi dia sudah melihat jelas siapa ke empat orang
yang lagi melabrak musuh itu.
Dia kenal Hwesio timpang itu bukan lain adalah Sia-cin
Hwesio, orang ke empat dari Bu-Iim-pat-sian, sementara
sepasang muda mudi bukan lain adalah Kek Lam-wi dan Toh
So-so. Cuma orang tua itu yang tidak dikenal olehnya.
962 Melihat Huwan bersaudara mengepung dua wisu, kakek itu
tampak melengak, teriaknya: "Yang mana nona Han?"
Han Cin tersentak sadar, segera dia berteriak: "Apakah Tipepek"
Aku adalah putri Han Sen."
Kakek ini memang Ti Nio, mendengar gadis yang
menyamar wisu ini memang adalah putri kenalan lamanya,
seperti orang kalap saja dia menerjang kemari, teriaknya:
"Nona Han, jangan gugup, aku menolongmu. Hm, siapa berani
menyentuh ujung rambutnya, akan kurenggut jiwanya."
Ciok Khong-goan menjengek: "Dan aku menghendaki dulu
jiwamu," begitu dia mengayun tangan anak panah segera
berhamburan selebar hujan, yang dibidik melulu Ti Nio saja.
Lekas Ti Nio mencopot jubah luarnya, dengan menggulung
jubah dan memutarnya kencang sebagai tameng saja dia
rontokkan anak panah yang berhamburan ke arahnya.
Kenyataan memang aneh, anak-anak panah yang kena sentuh
gulungan jubahnya itu seperti terkena tameng baja layaknya,
semuanya rontok di sekeliling tubuhnya. Sementara Kek Lamwi
memutar seruling dan Toh So-so menarikan pedangnya, di
bawah pelindungan Ti Nio merekapun sibuk menjatuhkan anak
panah yang menggebu deras.
Lekas sekali mereka sudah menerjang tiba di depan
gunungan, disini jarak makin dekat maka hujan panah
semakin deras dan ketat, mendadak Ti Nio menghardik:
"Diberi tidak membalas tandanya kurang hormat, sekenanya
dia membungkuk meraih segenggam batu, begitu diremas
hancur menjadi krikil segera ditimpukkan, krikil yang tak
terhitung jumlahnya itu ternyata tidak kalah liehay dari anakanak
panah itu, sembari menimpuk gulungan jubah di tangan
kanan tetap diputar kencang untuk menangkis panah yang
dibidikkan ke arahnya.
Timpukan krikilnya itu menggunakan gerakan Lau-hay-saikim-
ci (Lau-hay menyebar duit emas), begitu krikil-krikil kecil
963 itu ditebarkan, maka terdengar disana sini orang menjerit
kesakitan, kalau bukan mata buta, atau leher bolong dan
muka pecah, ternyata tidak sedikit pemanah gelap yang
sembunyi di atas pohon dan belakang gunungan sama
terjungkal roboh.
Sia-cin Hwesio yang sudah timpang jalannya tidak begitu
kencang, dia agak ketinggalan di belakang, begitu hujan
panah agak mengendor, sebat sekali dia melompat jauh
beberapa tombak mengitar ke belakang gunungan, dimana
tongkat bajanya menutul kembali tubuhnya yang tromok itu
membal ke atas, tubuhnya yang semula ketinggalan di
belakang kini malah mendahului menerjang ke depan
melampaui Ti Nio. Sudah tentu Kek Lam-wi kaget, teriaknya:
"Siko jangan gegabah."
Maksud Sia-cin hendak menolong Toan Kiam-ping
selekasnya, sudah tentu tidak hiraukan seruan Kek Lam-wi,
terdengar tongkat bajanya beberapa kali menutul batu-batu
gunungan mengeluarkan suara ting tang yang nyaring, tak
ubahnya atlit lompat galah tubuhnya terus berlompatan
terbang ke depan dengan ginkang tinggi. Dalam sekejap mata
dia sudah menerjang ke arah gunungan. Ti Nio tengah sibuk
merontokkan hujan panah yang datang dari arah depan
sehingga tak sempat memburu kesana membantu dia.
Terpaksa dia gunakan batu-batu krikil yang diremasnya
sebagai senjata rahasia, sehingga para pemanah itu ketakutan
tiada yang berani menongolkan kepalanya, sehingga Sia-cin
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hwesio leluasa maju lebih dekat di bawah perlindungannya ini.
Panah khusus untuk membidik jarak jauh, begitu Sia-cin
Hwesio menerjang ke gunungan, para pemanah itu tidak
sempat membidiknya lagi, karena panah sudah tidak berguna,
terpaksa mereka berhantam dalam jarak dekat dengan kaki
tangan "Kunyuk kurcaci, kalian menggelindinglah," dimana dia
putar tongkat bajanya, perbawanya bagai harimau ngamuk,
964 dimana tongkatnya menyambar, batu hancur berterbangan
disertai batok kepala orang yang pecah berhamburan. Sekejap
saja tujuh orang telah dikepruknya mati, sejumlah besar
terluka parah, kalau bukan tulang dadanya patah, pasti kaki
tangan putus. Mereka yang masih selamat beramai-ramai
lompat turun dan lari sipat kuping, ada pula yang menyelinap
ke gua dan kemana saja asal dapat menyelamatkan diri.
Sia-cin Hwesio tertawa tergelak-gelak, serunya: "Siapa
yang tidak takut mati, hayo maju hadang aku." Baru saja dia
hendak menerjang ke bawah tiba-tiba "Ser" sebatang panah
meluncur dari kanan dan telak mengenai lengan kirinya.
Ti Nio segera berseru: "Lam-wi, lindungi Sia-cin Taysu,"
sembari bicara kaki tidak berhenti, terus dia maju menerjang
hujan panah- Melihat Sia-cin Hwesio terkena panah, Kek Lam-wi kaget,
teriaknya: "Siko, turunlah istirahat, biar kuobati lukamu."
Melotot mata Sia-cin, serunya: "Dalam keadaan seperti ini
masih suruh aku istirahat segala" Luka panah seringan ini
terhitung apa?" tanpa ayal segera dia cabut sendiri panah
yang menancap di lengan kirinya.
Setelah mencabut panah, tanpa hiraukan lukanya yang
menyemburkan darah sambil menggerung keras Sia-cin
Hwesio kerjakan pula tongkatnya terus menerjang ke depan.
Kek Lam-wi tiidak berhasil mengejarnya. Untung setelah
melewati gunungan ini, ditambah belakang sudah terjadi
pertempuran kacau balau, kuatir melukai orang sendiri para
pemanah sudah tidak berani membidikkan panahnya.
Han Cin sudah kehabisan tenaga, kekuatannya sudah
terkuras dan tak kuat bertahan lama lagi, mendadak
didengarnya sebuah raungan keras, tahu-tahu Ti Nio sudah
menerjang datang kedalam kepungan mereka. Huwan Hou
keterjang lebih dulu, mukanya kena tempeleng yang keras
sehingga wajahnya pesok dan berubah bentuknya, darah
965 berlepotan tubuhpun limbung hampir roboh. Di antara ke
empat saudara kepandaian Huwan Kiau paling lemah,
Iwekangnya juga rendah, maka dia tidak kuat menahan
getaran raungan Ti Nio, belum pedangnya mengenai tubuh Ti
Nio tahu-tahu senjatanya sudah terampas lawan, sekaligus dia
timpukkan ke belakang, seorang wisu kena dipanteknya di
tanah dengan pedang rampasan itu.
Sebetulnya ada beberapa wisu yang berkepandaian lebih
tinggi dapat menutup lobang barisan ini dan mengudak di
belakang Ti Nio, serta melihat sekali mengayun tangan
seorang kawannya sudah terpantek binasa, sementara Huwan
Hou dan Huwan Kiau dihajarnya sampai babak belur, serasa
copot nyali para wisu itu, mana lagi yang berani menerjang
maju" Raungan Ti Nio yang berfrekwensi tinggi getarannya ini
memang dilandasi oleh latihan lwekang selama puluhan tahun.
Karena ingin menolong Han Cin, tindakannya ini sebetulnya
sudah mempertaruhkan jiwa raga sendiri, untung pukulan
kepalannya sedikit lebih cepat dari tusukan pedang Huwan
Hou, kalau tidak umpama dia dapat melukai Huwan Hou,
tubuhnya sendiri pasti akan dihiasi tusukan pedang yang
bukan mustahil bisa berakibat fatal.
Barisan pedang Huwan bersaudara sudah terkenal di
kalangan Kangouw, bahwa sekali labrak dia berhasil
memporak-porandakan barisan tangguh ini, sungguh diluar
dugaannya, baru saja dia maju hendak menarik Han Cin ke
sampingnya, tiba-tiba selarik angin tajam mengancam dirinya,
perasaannya yang sensitif segera memperingatkan dia untuk
segera berkelit dari tusukan pedang Huwan Pau. Berbareng
Huwan Hou yang sudah terluka itupun menubruk nekad dari
arah belakang. Maju mundur gerakan kedua orang ini
menuruti teori barisan yang liehay, kerja samanya amat serasi
pula, gabungan serangan pedang Huwan Pau dan Huwan Hou
yang berlawanan arah ini ternyata jauh lebih liehay dari kerja
966 sama Huwan Hou dengan Huwan Kiau tadi. Secepat kilat
kedua pihak saling berhantam beberapa jurus, ternyata Ti Nio
tak mampu membebaskan diri dari kerubutan mereka untuk
menolong Toan Kiam-ping.
Tiba-tiba suara bentakan sekeras geledek menggelegar
memekak kuping tahu-tahu Sia-cin Hwesio sudah menerjang
datang dengan permainan tongkatnya yang diputarnya
sekencang kitiran, tubuhnya terbang tiga tombak jauhnya,
sungguh bagai jendral perang yang terjun dari angkasa.
Pertarungan jago-jago kosen meski menghadapi lawan
berat, tapi pendengaran, pandangan dan seluruh perhatiannya
juga ditujukan ke arah sekelilingnya. Bukan Huwan Liong tidak
tahu kalau Sia-cin Hwesio sedang menerjang tiba namun dia
tidak duga kalau gerakan Hwesio tromok ini bisa secepat ini.
Di kala dia melancarkan jurus serangan maut yang terakhir,
Sia-cin masih berada dua puluhan tombak jauhnya. Huwan
Liong kira dia masih sempat membunuh Toan Kiam-ping lalu
menyambut kedatangan Sia-cin Hwesio. Tak tahunya Sia-cin
seperti melompat terbang saja tahu-tahu sudah berada di
belakangnya. Huwan Liong kaget dan pecah nyalinya terpaksa dia
kendorkan serangannya kepada Toan Kiam-ping dan membalik
menahan kemplangan tongkat Sia-cin dengan pedangnya.
"Trang" kembang api berpijar akibat benturan keras itu, begitu
keras suaranya sampai wisu yang berada di ratusan tombak
jauhnya juga pekak telinganya.
Setelah benturan keras itu lenyap suaranya, tampak
sesosok tubuh mencelat tinggi ke udara. Tapi yang "terbang"
kali ini ternyata adalah Huwan Liong sendiri. Sebetulnya
lwekang kedua lawan ini seimbang dan sukar dibedakan siapa
lebih unggul. Tapi begitu pedang membentur tongkat baja,
karena didorong oleh terjangan dan kekuatan samberan
tongkat yang menggebu dari udara itu, tak kuasa lagi Huwan
967 Liong menguasai tubuhnya, tubuhnya tergetar mencelat
beberapa tombak jauhnya.
Akan tetapi Sia-cin Hwesio sendiri juga tersungkur jatuh di
tanah dan tak mampu merangkak bangun pula. Maklum
sebelum ini lengannya sudah terpanah, darah mengalir terlalu
banyak, kali ini mengadu kekuatan lagi, sudah terluka tambah
terluka, luka kali ini malah lebih parah, karuan dia tidak tahan
pula. Empat bersaudara sudah tiga yang terluka sudah tentu
barisan pedang itu tak dapat bertahan lagi. Lekas Kek Lam-wi
dan Toan Kiam-ping memapah Sia-cin Hwesio, tampak wajah
Hwesio gendut ini pucat pias, darah masih mengalir dari
mulutnya. Sungguh seperti diiris hati Toan Kiam-ping, sambil
memeluk Sia-cin Hwesio tak tertahan air mata bercucuran,
lidahnya serasa kelu dan tak tahu apa yang harus diucapkan.
Tapi Sia-cin Hwesio malah tersenyum, katanya: "Toankongcu,
jiwaku ini kan kau yang merenggutnya kembali, kini
ada kesempatan aku membalas budi pertolonganmu, mati
juga hatiku puas. Jangan kau bersedih karena aku," lalu
berpaling berkata kepada Kek Lam-wi: "Agaknya aku sudah
tidak kuat lagi, kalian tidak perlu membuang banyak tenaga
dan pikiran untuk aku. Satu hal yang amat kusesalkan adalah
aku tak mampu menuntutkan balas kematian Ui-yap Samko,
terpaksa tugas mulia itu kuserahkan kepada kau saja,"
suaranya semakin lemah dan matapun mendadak terpejam
tubuhnya lunglai rebah dalam pelukan Toan Kiam-ping.
"Jangan Siko, jangan kau mati," teriak Kek Lam-wi, waktu
dia raba denyut jantungnya masih bergerak dan terasa
hangat, lekas dia membubuhi obat di luka lengannya sambil
berkata: "Kita harus cari tempat untuk mengobatinya."
Berlinang air mata Toh So-so, katanya: "Seluas taman ini
diliputi sinar golok dan kilatan senjata tajam, kemana dapat
memperoleh tempat yang aman dan tenang?"
968 Tiba-tiba Toan Kiam-ping ingat sesuatu tempat, katanya
lirih: "Aku tahu ada sesuatu tempat sementara boleh kita
mengobati luka Sia-cin Taysu disana, tapi kita harus terjang
keluar dari kepungan musuh," tempat yang dimaksud bukan
lain adalah Bu-ling-goan dimana Tan Ciok-sing pernah
menyembunyikan diri dan disana pula dirinya bertemu dengan
Han Cin. Tan Ciok-sing sudah melarikan diri dari gua itu, para wisu
juga telah masuk kesana menggeledah gua itu, yakin kali ini
mereka akan selamat dan musuh takkan mengulang
pemeriksaan. Berlima mereka menerjang maju dengan
melabrak musuh sekuat tenaga, segarang harimau turun
gunung, mereka sikat setiap wisu yang berusaha merintangi.
Ternyata usaha mereka berhasil juga, tak lama kemudian
mereka sudah dekat dengan gunungan.
Ciok Khong-goan berteriak: "Jangan gugup, bidikkan panah
kalian ke arah mereka," di bawah pimpinannya, para pemanah
yang masih segar bugar segera berkumpul mereka mulai
mendapat kepercayaan pada diri sendiri untuk melawan
musuh. Di tengah gertakan suaranya yang keras, Ti Nio ayun
tangannya menimpukkan batu ke arah Ciok Khong-goan.
Lekas Ciok Khong-goan tegakkan golok bajanya yang
berpunggung tebal. "Trang" goloknya yang besar dan berat itu
ketimpuk miring dan hampir saja tak kuasa dia memegangnya
lagi. Karuan Ciok Khong-goan amat kaget, lekas dia tiup
padam sebatang obor yang dipegang wisu sebelahnya.
Waktu itu bala bantuan masih terus berdatangan dari
berbagai arah, cahaya obor terang benderang di empat
penjuru, dalam keadaan demikian, umpama mereka berhasil
menerjang keluar kepungan disini, tentu sukar untuk
menghindari pengejaran para wisu, lalu cara bagaimana
mereka bisa masuk ke gua Bu-ling-goan"
969 Mau tidak mau jantung Toan Kiam-ping dag dig dug. "Tak
usah gugup," ucap Ti Nio, dia seperti dapat meraba jalan
pikiran Toan Kiam ping, "aku punya akal," lalu dia terbahakbahak,
katanya: "Kawanan cakar alap-alap, kalian takut dilihat
orang, nah biarlah aku wakili kalian memadamkan obor-obor
itu," sembari bicara diam-diam dia meremas hancur sebutir
batu gunung, dengan gerakan Thian-li-sam-hoa (bidadari
menyebar kembang) batu yang diremasnya hancur dia
timpukkan, sekaligus puluhan obor dipadamkan. Kek Lam-wi
segera tiru cara sang Susiok, beruntun diapun padamkan
beberapa obor sekaligus, sementara Toh So-so yang
tenaganya lebih lemah hanya memadamkan dua tiga obor.
Toan dan Han hanya memadamkan obor yang dekat setiap
satu obor sekali sambitan.
Setelah batu beterbangan sebagian besar obor yang
menyala sudah berhasil dipadamkan. Sisanya yang masih
menyala hanya menerangi beberapa bayangan orang yang
sedang ribut saling tumbuk di garis lingkaran luar. Para
pemanah jelas tak berani membidik lagi karena kuatir salah
sasaran. Yang Maha Kuasa entah bagaimana seperti juga
membantu kesulitan mereka, udara yang semula cerah oleh
penerangan bulan setengah bundar, tahu-tahu gelap ditutupi
mega mendung. Setelah mereka lolos dari kepungan, begitu kebentur
dengan wisu yang membawa obor, lalu ditimpuknya padam.
Bila obor dinyalakan lagi sementara mereka sudah menghilang
di tempat gelap.
Han Cin sudah apal daerah disini, maka dia yang menjadi
penunjuk jalan kembali ke Bu-ling-goan. Secara seksama
mereka memeriksa keadaan sekelilingnya di tengah
kegelapan, daerah ini sudah kosong, kawanan wisu tampak
bergerak di kejauhan diluar taman besar.
Ti Nio berkata: "Jangan masuk dulu, biar aku pancing wisu
yang ada di sekeliling sini," habis bicara sengaja dia
970 memperlihatkan diri terus menuju ke arah yang berlawanan
dengan langkah yang lebar memapak beberapa wisu yang
masih pura-pura memeriksa sekedarnya. Karuan kawanan
wisu itu ketakutan dan lari berpencar seraya berteriak panik.
Yakin tiada wisu yang menaruh perhatian kepada mereka,
Kek Lam-wi berkata: "Toan-kongcu serahkan Siko kepadaku.
Pernah kau menolong Siko sekali, kali ini biar aku yang
merawatnya, jangan kau yang sudah kelelahan ini tambah
kepayahan."
"Demi menyelamatkan aku Sia-cin Taysu terluka separah
ini, kalau aku tidak menjaganya, betapa hatiku bisa tenteram,
Kek-heng, perkataanmu ini apa tidak terlalu membedakan?"
Baru saja Kek Lam-wi mau mendebatnya, tiba-tiba
didengarnya suara Ti Nio yang menggerung dan menghardik
dalam pertempuran sengit, agaknya diluar dia telah bentrok
dengan musuh tangguh.
"Kek-heng," kata Toan Kiam-ping, "apa kau lupa harapan
Sia-cin Taysu yang tercurahkan dalam pesannya kepadamu
tadi" Dia mengharap kau dapat lekas menuntut balas
kematian Ui-yap Tojin bukan?"
Kek Lam-wi sadar, maka dia tidak mendebatnya lagi,
katanya: "Toan-kongcu, tidak perlu aku banyak omongan akan
bantuan besarmu ini, terima kasih dan mohon bantuanmu
selanjutnya."
Han Cin ingin mendampingi Toan Kiam-ping, tapi Toan
Kiam-ping berkata: '"Adik Cin, sekarang tenagamu amat
dibutuhkan. Biar aku seorang diri merawat Sia-cin Taysu disini.
Bila kau telah bertemu dengan Tan-toako boleh selekasnya
kau kemari."
Melihat sang kekasih lebih mengutamakan kepentingan
umum, Han Cin apa boleh buat, terpaksa dia berkata: "Toako,
kau harus hati-hati." Setelah dia saksikan Toan Kian-ping
masuk ke Bu-liang-goan dan tidak terjadi apa-apa, baru lega
971 hatinya, bersama Kek Lam-wi dan Toh So-so mereka segera
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meninggalkan tempat itu.
"Tan-toako yang kalian bicarakan tadi adalah..." Kek Lamwi
bertanya. "Teman baik kalian, yaitu Pendekar Pemetik Harpa Tan
Ciok-sing," sahut Han Cin.
Kek Lam-wi berjingkrak kaget dan senang, serunya: "Hah,
diapun kemari."
"Bukan saja dia kemari, dia datang bersama putri In
Tayhiap. Tadi nona ln terjeblos kedalam perangkap musuh,
untung katanya berhasil meloloskan diri, tapi entah mereka
masih mengalami bahaya tidak?"
"Kalau demikian, mari lekas kita cari mereka," ajak Kek
Lam-wi. Saat mereka bicara disini pertempuran disana kedengaran
semakin memuncak, suara pertarungan gemuruh bagai guntur
menggelegar. Dan jauh barisan obor kelihatan bergerak cepat
semua menuju ke arah pertempuran.
"Celaka, agaknya Susiok ketemu tandingan tangguh, kita
harus bantu dia menjebol kepungan," demikian seru Toh Soso.
Ti Nio memang kepergok musuh tangguh.
Di waktu dia memancing perhatian kawanan wisu yang
masih berkeliaran secara membabi buta, tiba-tiba didengarnya
seorang membentak: "Kalian mundur semua, biar aku yang
membekuknya," lenyap suaranya orangnyapun sudah
menubruk tiba, tahu-tahu segulung angin telah menerpa
kepalanya. Ti Nio mencelos pikirnya: "Orang ini tidak boleh dipandang
ringan," kontan dia papak serbuan musuh dengan dorongan
kedua tangan. Begitu telapak tangan saling bentur, "Biang"
972 ledakan terjadi, tahu-tahu Ti Nio limbung, penyerang itu
tergentak mundur dua langkah.
Orang itu membentak: "Kiranya kau ini Tay-cui-pi-jiu Ti
Nio?" Ti Nio menghardik: "Kau telah tahu siapa aku, tapi berani
merintangi jalanku memangnya ingin mengadu jiwa dengan
aku?" Orang itu gelak tertawa katanya: "Tay-cui-pi-jiu yang kau
yakinkan memang tangguh, tapi jangan kau kira dapat
mengalahkan aku. Hehehe, meski malam ini kau nekad dan
adu jiwa, memangnya kau kira dapat terbang meloloskan diri."
Keduanya perang mulut, tapi kaki tangan tidak berhenti,
orang itu bergerak dengan langkah Ngo-hing-pat-kwa,
bergerak menyerang sambil bertahan, sekejap saja Ti Nio
telah diserangnya belasan gebrak, ternyata kekuatan dan
permainan mereka seimbang dan sengit, siapapun tiada yang
bisa memungut keuntungan.
Ternyata penyatron ini bukan lain adalah Lenghou Yong,
jago nomor satu dari seluruh anak buah Liong Bun-kong.
Lwekangnya masih setingkat di bawah Ti Nio tapi karena Ti
Nio tadi sudah mengalami pertempuran sengit, tenaganya
sudah dipersekot, kini menghadapi Lenghou Yong masih
bertenaga baru, keadaannya jadi lebih runyam.
Dengan menarikan serulingnya Kek Lam-wi lancarkan ilmu
ajaran keluarganya yang tunggal cepat sekal
Seruling Samber Nyawa 14 Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Kisah Pendekar Bongkok 5
nya: "Apa aku
yang baik" Liong bangsat itu adalah musuh kita bersama
memangnya kau masih perlu main sungkan terhadapku?"
"Bukan aku haru karena kau membantuku. Aku terharu
karena kau selalu memikirkan orang lebih dulu, kepentingan
orang lain selalu kau utamakan, hal inilah yang membikin aku
kagum dan bertambah tebal cintaku kepadamu."
911 "Sudah jangan banyak bicara lagi. Yang penting sekarang
kau harus menenangkan pikiran, tentramkan hatimu dan
istirahat. Kentongan ketiga nanti kita harus berangkat!"
oooOOOooo Kala itu Toan Kiam-ping dan Han Cin juga sudah siap-siap
untuk berangkat. Karena menunggang kuda sebelum magrib
mereka sudah tiba di penginapan.
Han Cin menutup pintu, katanya dengan tertawa lirih:
"Sayang bertemu dengan Siau-ongya, sebetulnya kita masih
bisa bertamasya lebih lama lagi, terpaksa harus buru-buru
pulang sebelum waktunya."
"Memangnya, orang yang ingin ditemui tidak ketemu,
orang yang menyebalkan justru kepergok. Tapi puas juga
hatiku setelah tamasya di tembok besar."
Han Cin seperti memikirkan sesuatu, agak lama dia tidak
bersuara. "Adik Cin, kau sedang mikir apa lagi?"
"Aku ingin keluar belanja, sebentar juga kembali, kau tidak
usah ikut."
"Adik Cin," setelah memanggil Toan Kiam-ping tidak
meneruskan perkataannya.
Han Cin menoleh, katanya: "Kenapa, kau kuatir aku tak
mampu pulang?"
"Justeru sebaliknya, aku mengharap malam nanti kau
jangan pulang."
Berubah roman muka Han Cin, katanya: "Toako, apa
maksudmu" Memangnya..."
"Jangan salah paham adik Cin, bukan maksudku
menyuruhmu menyingkir menjelang bahaya tiba, aku cuma
berfikir, masih ada cita-citamu yang belum tercapai."
912 Han Cin tertegun, katanya: "Dari mana kau tahu?"
"Tiupan serulingmu tadi membuatku terkenang kepada Kek
Lam-wi. Masih segar dalam ingatanku, kau pernah bilang,
semasa hidup ayahmu punya seorang teman baik, seorang
yang paling pandai meniup seruling, karena geger sehingga
kalian putus hubungan, belakangan diketahui dia ngungsi ke
Khong-goan dan sudah menetap disana. Ayahmu amat
merindukan dia, namun tidak mau mencarinya ke Khonggoan.
Tapi dia mengharap setelah beliau mati kau bisa kesana
mencarinya." "Betul, ayah berpesan supaya aku, menyerahkan
seluruh hasil karyanya kepada dia. Tapi ayah tidak pernah
menyebut siapa nama orang itu, menjelang ajalnya dia ingin
menerangkan tapi tidak sempat lagi. Naga-naganya ayah ada
pertikaian yang mendalam dengan orang itu, namun malu
untuk menerangkan."
"Susiok Kek Lam-wi bernama Ti Nio konon tinggal di
Khong-goan, kepandaianmu meniup seruling mirip Kek Lamwi,
orang yang ingin dicari ayahmu, bukan mustahil adalah
Susiok Kek Lam-wi pula."
"Benar, akupun pernah berpikir begitu. Tapi untuk apa
dalam saat-saat seperti ini kau masih menyinggung hal ini?"
"Di rumah Coh Ceng-hun tempo hari, Sia-cin Hwesio
pernah berkata pada kita, bahwa Kek Lam-wi sekarang berada
di rumah Susioknya yang tinggal di Khong-goan, Wi-cui-hi-kiau
sudah mengirim surat lewat burung pos supaya selekasnya dia
datang ke kota raja. Kalau dihitung perjalanan, dalam
beberapa hari ini Kek Lam-wi pasti sudah tiba di kota raja.
Maka aku harap kau mampir ke rumah Coh Ceng-hun untuk
melihatnya, bila betul Kek Lam-wi sudah datang, kaupun bisa
melaksanakan cita-cita terakhir"
Han Cin geleng-geleng kepala, katanya lembut:
"Dalam keadaanku sekarang segala persoalan takkan lebih
penting dari mati hidup kita berdua. Umpama aku tak mampu
913 melaksanakan keinginan ayah, di alam baka yakin ayah juga
pasti memaafkan diriku. Karena ayah seorang sekolahan, aku
tahu dia pasti setuju akan haluan yang kutempuh ini," sampai
disini tak tertahan air mata bercucuran, katanya lebih lanjut:
"Mungkin tinggal malam inilah kita dapat berkumpul, kau
masih tega menyuruhku meninggalkan kau?"
Toan Kiam-ping bercucuran air mata pula mendengar
perkataan Han Cin yang mengharukan; "Baiklah, kita memang
harus sehidup semati. Kau ingin beli apa, lekas pergi."
Setelah menyeka air mata, Han Cin berkata: "Pasar Tangan
tidak jauh dari sini. Toako, jangan kau berpikir yang tidaktidak,
tunggulah aku pulang dan jangan pergi kemana-mana
aku akan lekas pulang."
Han Cin bilang akan pulang cepat-cepat, tapi setelah
ditunggu sekian lamanya, tetap belum kunjung pulang.
Jantung Toan Kiam-ping sudah dak dik duk, sebentar dia
kuatir Han Cin mengalami sesuatu diluar dugaan, sebentar dia
mengharap Han Cin mau menuruti nasehatnya, "Mungkin dia
mau merubah tekadnya semula, kini dia sudah pergi ke rumah
keluarga Coh menemui Kek Lam-wi?"
Cukup menderita tekanan batin Toan Kiam-ping menunggu
kedatangan Han Cin, pada hal waktu itu sudah menjelang
magrib, "Toako, pasti kau sudah gelisah menungguku?" begitu
masuk Han Cin lantas berkata dengan tertawa.
"Memangnya aku sudah siap menyusulmu ke pasar, beli
apa saja kau sampai pergi selama ini" Apa isi bungkusan besar
ini, apa pula yang berada di kantong kecil itu?"
"Kantong kecil ini berisi gandum, bungkusan besar ini berisi
kain untuk membuat pakaian."
"Untuk apa kau membeli semua ini?"
"Gandum bukan untuk dimakan, kain itu kubeli untuk bikin
pakaian barumu."
914 "Kita kan tidak mau pergi pesta, buat apa kau bikin pakaian
baru?" "Masa kau tidak bisa menerkanya?"
"Aku tahu kau memang perempuan berotak cerdas, tapi
aku ini orang bodoh, buat apa aku harus memeras otak.
Tolong kau jelaskan sendiri saja."
"Inilah barang-barang keperluan kita untuk menyamar
nanti malam."
"O, ya betul, di atas Pat-tat-nia siang tadi, para wisu
keluarga Liong mungkin ada yang mengenali muka kita. maka
perlu kita berdandan dan menukar rupa dan pakaian. Lalu
menyamar apa baiknya?"
"Menyamar wisu keluarga Liong."
Toan Kiam-ping melengak, katanya: "Wisu keluarga Liong
satu sama lain kenal dengan baik, kau tidak takut konangan?"
"Jangan kuatir, kupilih caraku ini, sudah tentu sebelumnya
sudah kupikirkan masak-masak. Waktu turun gunung tadi,
diam-diam sudah kuperhatikau dua wisu yang ada dibarisan
terakhir, amat kebetulan yang tinggi itu perawakannya mirip
kau, sedang yang pendek kira-kira sebanding dengan aku,
wajah merekapun sudah kucatat dalam benakku. Bahwa
mereka berada di barisan terakhir, boleh dipastikan bahwa
kedudukan mereka masih terlalu kroco, dibanding Huwan
bersaudara tentu kalah jauh tingkatannya. Bagi wisu yang
punya pangkat pasti diperhatikan dan sukar dipalsu, maka
kupikir lebih mudah menyamar wisu kroco saja. Tapi siang
tadi mereka berpakaian preman, maka kita harus membuat
pakaian seragam wisu keluarga Liong."
"Setiap langkah kerjamu ternyata begitu teliti dan hati-hati.
Bicara terus terang, walau beberapa kali aku bersamamu
lewat di depan gedung keluarga Liong, tapi tak pernah aku
memperhatikan seragam apa yang mereka kenakan."
915 Sembari menjahit Han Cin berkata: "Untuk membeli
berbagai keperluan ini sebetulnya tidak makan banyak waktu,
coba kau terka kenapa aku pergi begitu lama?"
"Aku justru ingin tanya kau."
"Di pasar Tang-an, biasanya bisa menemukan pengemis di
segala pelosok, tapi hari ini seorangpun justru tidak kulihat
bayangan mereka. Kudengar pembicaraan orang, bahwa di
tempat lain juga demikian. Semula aku belum percaya, aku
putar kayun ke berbagai tempat, tapi memang terbukti di
tempat-tempat yang ramai tiada kelihatan bayangan seorang
pengemis juga."
"Agak ganjil memang, tapi hal ini kurasa tiada
hubungannya dengan aksi kita."
"Penduduk kota sedang ramai membicarakan hal ini, ada
orang bilang mungkin Kay-pang Pangcu sudah tiba di kota
raja, kalau itu betul, berarti ada sangkut pautnya dengan
kita." "Yang terang, kita tidak memerlukan bantuan orang lain,
peduli amat siapa yang bakal datang."
Selama pembicaraan itu, Han Cin sudah selesai menjahit
dua perangkat pakaian. Langsung dia merias muka Toan
Kiam-ping, akhirnya keduanya saling pandang dan tertawa geli
sendiri. Han Cin berkata: "Kau mau melihat tampangmu
didalam cermin?"
"Kukira tidak perlu. Tampangmu sekarang sudah
merupakan cermin bagiku. Bila di tempat lain aku bertemu
dengan kau, aku pasti anggap kau sebagai wisu."
"Baiklah, kalau demikian sekarang kita boleh siap-siap
untuk berangkat."
Di waktu mereka hendak meninggalkan hotel secara diamdiam,
mendadak terdengar diluar ada orang berkata: "Betul,
ya benar, memang ada dua orang tamu seperti itu," yang
916 bicara adalah pemilik hotel, pembicaraan dilakukan di ruang
depan, sebetulnya jaraknya masih cukup jauh dari kamar
mereka, tapi malam sudah sunyi, maka mereka dapat
mendengar dengan jelas.
Bercekat hati Han Cin, katanya lirih: "Mungkin orang ini
sengaja hendak mencari setori dengan kita."
"Coba dengarkan lebih lanjut."
Tamu yang mencari temannya itu berbicara dengan suara
rendah, entah apa yang barusan dia katakan, terdengar
pemilik hotel mengiakan lalu menambahkan: "Kau orang tua
terlalu sungkan, banyak terima kasih akan bantuanmu ini.
Baik, baik, boleh kau masuk sendiri, kedua teman baikmu itu
berada di kamar yang terletak di sayap kiri, letaknya paling
belakang," mungkin orang itu telah menyogok dengan jumlah
uang cukup besar sehingga pemilik hotel tunduk akan segala
permintaannya. "Memang tidak salah, sasarannya adalah kita berdua."
Toan Kiam-ping siap memadamkan lampu, Han Cin
mencegahnya, katanya: "Kalau yang datang adalah wisu
keluarga Liong, tidak leluasa membunuhnya di hotel, lari juga
bukan cara baik. Lebih baik kita tunggu saja siapa dia
sebenarnya."
Lekas sekali orang itu sudah tiba di depan kamar mereka
serta mengetuk pintu, dua kali pendek, katanya: "Toansiangkong,
tolong buka pintu."
Toan Kiam-ping kenal suara ini, dari celah-celah pintu dia
mengintip keluar, setelah melihat jelas, hatinya kejut dan
senang, yang datang ternyata adalah pesuruh tua dari
keluarga Coh. Waktu mereka bertandang ke rumah Coh Cenghun
tempo hari, orang tua inilah yang membuka pintu.
Toan Kiam-ping dan Han Cin sembunyi di belakang daun
pintu lalu menariknya bersama pelan-pelan sampai pintu
917 terbuka lebar, orang tua itu langsung melangkah masuk, daun
pintupun cepat ditutup pula oleh Toan dan Han berdua.
Bahwa yang membuka pintu dan menutup pintu ternyata
adalah dua wisu, karuan bukan kepalang kaget si orang tua,
mulut sudah terbuka dan jeritannya hampir keluar. Lekas Toan
Kiam-ping mendekap mulutnya, katanya perlahan: "Jangan
gugup, aku adalah Toan Kiam-ping."
Orang tua itu kenal suaranya, legalah hatinya, segera dia
menuding ke arah dinding. Toan Kiam-ping maklum
maksudnya, katanya: "Kamar sebelah tiada dihuni orang."
Dengan suara lirih si orang tua berkata dengan tertawa:
"Cara kalian merias diri sungguh amat liehay, kalau demikian
yang ini tentu nona Han adanya."
Merah muka Han Cin katanya: "Lo-yacu tajam juga
pandanganmu."
"Pertama kali kalian datang To Tayhiap, dan Thong Tayhiap
sudah tahu bahwa kau perempuan menyamar laki-laki, cuma
mereka tidak membongkar rahasiamu."
"Dari mana kau tahu kami tinggal disini?"
"Coh-siauya kita yang mohon bantuan pihak Kaypang
menyelidiki jejak kalian "
"Ada urusan penting bukan?"
"Ada sebuah kabar gembira akan kusampaikan kepada
kalian " "Kabar gembira apa?" tanya Toan Kiam-ping.
Orang tua itu menjelaskan: "Kek-jitya dari Pat-sian bersama
nona Toh sudah datang. Sia-cin Taysu tahu kalian amat
memperhatikan mereka, merekapun mengharap dapat
selekasnya bertemu dengan kalian."
"Jadi mereka sudah menyusul dari Say-jwan, kemari?"
918 "Benar. Masih ada tamu lagi yang datang bersama
mereka." "Siapa?"
"Seorang adalah Susiok Kek-jitya, yaitu Say-jwan Tayhiap
Ti Nio. Seorang lagi mempunyai kedudukan lebih besar..." lalu
dia merendahkan suara berbisik, "yaitu Liok-pangcu dari Kaypang."
Wi-su-hi-kau minta bantuan Liok-pangcu dari Kaypang
dengan burung pos mengundang Kek Lam-wi bersama Toh
So-so supaya selekasnya datang ke kota raja. Tahu bahwa
Pat-sian akan mengadakan pertemuan kedua kalinya di kota
raja dengan tujuan menuntut balas kematian Ui-yap Tojin
maka Ti Nio menawarkan diri untuk membantu keponakannya,
maka mereka berangkat bersama dan bergabung dengan Liokpangcu
bersama menuju ke kota raja.
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tutur orang tua lebih lanjut: "Kek-jitya tahu dari cerita Siacin
Taysu bahwa kalian datang-datang lantas mencarinya,
sebetulnya dia ingin kemari sendiri. Tapi dia baru saja tiba,
malam ini akan diadakan sekedar reuni di antara mereka.
Apalagi mata-mata musuh tersebar luas di kota raja ini.
Sebagai jago-jago kosen dalam Pat-sian, adalah jamak kalau
pihak kawanan cakar alap-alap selalu memperhatikan gerak
gerik mereka. Tengah malam menyambangi teman jelas tidak
leluasa dan bisa menimbulkan kecurigaan orang, oleh karena
itu mereka menekan perasaan dan menerima usul Siauya kita
akulah yang disuruh kemari menyampaikan kabar ini pada
kalian." "Sepantasnya kita harus segera menemui mereka, tapi
sudah hampir kentongan ketiga, tidak leluasa kami keluar.
Lebih baik besok pagi-pagi betul, pasti kami akan kesana. Ada
sebuah barang ini aku titip disampaikan kepada Ti Tayhiap,"
919 lalu dia keluarkan sebuah kotak yang terbungkus sutera halus,
dalam kotak berisi buah karya ayah kandung Han Cin.
Agaknya orang tua itu merasa heran, tidak sukar membawa
kotak sutra ini, kalau besok Han Cin akan kesana menemui
mereka, kenapa tidak besok dia bawa sendiri dan langsung
serahkan kepada Ti Tayhiap" Tapi dia tidak enak untuk tanya
hal itu. Tapi ada sebuah hal lain yang amat aneh orang tua itu tak
kuat menahan keinginannya untuk tahu persoalannya, maka
dia bertanya: "Nona Han, kepandaianmu merias orang
sungguh hebat sekali, ingin menyamar apa pasti persis yang
tulen. Tadi aku amat kaget dan takut, kukira aku terjebak oleh
musuh. Tapi aku tidak habis mengerti, maaf nona Han bila aku
cerewet menanyakan hal ini kepadamu..."
Han Cin tahu soal apa yang hendak ditanyakan, maka
segera dia menyela: "Tentunya kau heran, kenapa tengah
malam buta rata kami menyamar wisu keluarga Liong bukan?"
"Betul. Mendadak melihat dua wisu menghadang jalan
keluarku, kukira kalian sudah ketimpa malang, cakar alap-alap
sembunyi dalam kamar hendak menangkapku pula."
Han Cin berkata tawar, katanya: "Kami hanya main-main
saja, di malam nan sunyi hening ini tidak perlu permainan kita
diketahui orang. Bila persoalan ini berhasil selanjutnya tidak
perlu kuatir berhadapan dengan mereka, betul tidak?"
"Ya, betul," ujar orang tua, "dengan tampang kalian
sekarang keluyuran di tengah jalan rayapun kalian tidak akan
dicurigai orang. Baiklah, waktu sudah larut, aku mohon pamit
saja. Besok pagi-pagi mohon kalian suka mampir ke tempat
kita." Setelah orang tua itu pergi, Toan Kiam-ping berkata: "Adik
Cin, mumpung Susiok Kek Lam-wi sudah datang dari Sayjwan,
kau, apa kau tidak ingin merubah tekadmu?"
920 "Jikalau ada niatku merubah tekad, tidak perlu aku titip
buah karya ayahku kepada orang tua," jawab Han Cin tegas.
Ronda di tengah jalan raya sudah mulai mengetuk tiga kali
kentongan. Han Cin berkata: "Sudah kentongan ketiga, jikalau
urusan bisa lancar, masih ada dua jam lagi waktu untuk
membunuh bangsat she Liong itu. Mari kita berangkat."
000OOO000 Setelah meninggalkan hotel, semakin dipikir orang tua
semakin heran dan timbul curiganya, bum-buru dia pulang.
Coh Ceng-hun, Ti Nio, Kek Lam-wi dan lain-lain belum tidur,
mereka sedang kumpul dan berbincang-bincang, melihat dia
pulang dengan langkah gopoh dan keringat gemerobyos
semua merasa heran.
Ternyata waktu orang tua itu pulang, kebetulan mereka
sedang membicarakan Han Cin, siapa sebenarnya Toan Kiam
ping semua orang sudah tahu, tapi asal-usul Han Cin belum
mereka ketahui.
Sia-cin berkata: "Kepandaian merias gadis itu memang luar
biasa, hari itu bila Toan Kiam-ping tidak membawa tanda
kepercayaan Ling Khong-tik, hampir saja aku tidak
mengenalnya lagi. Gadis itu menyamar jadi pelajar sedikitpun
tidak kelihatan kejanggalan."
Yang tidak dimengerti oleh Kek Lam-wi adalah soal lain,
katanya: "Aneh kenapa begitu mereka tiba di kota raja lantas
tanya tentang diriku?"
Maklum didalam Pat-sian Kek Lam-wi termasuk orang ke
tujuh paling hanyalah saudara termuda di antara mereka.
Sia-cin Hwesio berkata: "Hari itu aku memberitahu mereka
bahwa Kek-lote sekarang berada di Say-jwan meyambangi
Susioknya, secara jelas gadis itu tanya apakah Susiok Kek
Lam-wi adalah Ti Tayhiap yang tinggal di Khong-goan?"
"Gadis itu she apa?" tanya Ti Nio.
921 Coh Ceng-hun melengak, katanya: "Bukankah sudah
kuterangkan kepada kau orang tua, dia she Han."
"Dia she Han," Ti Nio menggumam sambil menepekur
seperti memikirkan sesuatu, "pandai tata rias dan cukup ahli
malah?" Kek Lam-wi juga heran, tanyanya: "Susiok kau tahu asal
usul gadis itu?"
"Aku curiga mungkin dia puteri seorang temanku yang
telah meninggal" Tahukah kalian apakah dia pandai meniup
seruling?"
Coh Ceng-hun menjelaskan: "Kami baru bertemu pertama
kali pada hari itu. Kecuali tahu dia ahli dalam tata rias, kita
tidak tahu hal lain tentang dirinya."
Sampai disini pembicaraan mereka, kebetulan orang tua itu
pulang. Langsung orang tua itu serahkan kotak sutra itu
kepada Ti Nio, katanya: "Ti Tayhiap, inilah kotak titipan nona
Han yang minta diserahkan kepada kau."
"Apa pula pesannya?" tanya Ti Nio.
"Tidak berpesan apa-apa, dia bilang malam ini tidak leluasa
kemari besok pagi-pagi dia pasti akan menemui kau orang
tua." Mendengar penjelasan ini semua orang merasa ragu-ragu,
kalau besok dia akan datang, kenapa harus titip barang sekecil
dan seringan ini kepada orang lain supaya disampaikan.
Lekas Ti Nio buka kotak sutra itu, pertama dia dapatkan
sepucuk surat tulisan ayah kandung Han Cin yang ditujukan
kepadanya, di bawahnya adalah setumpuk naskah tulisan
tangan. Melihat tulisan yang amat dikenal ini, sungguh girang
dan kaget hati Ti Nio, teriaknya tanpa tertahan: "Memang
betul teman lamaku."
"Apa yang ditulis dalam suratnya?" tanya Kek Lam-wi.
922 Lekas Ti Nio buka sampul surat dan keluarkan suratnya
serta dibeber, tanpa kuasa air mata berlinang-linang, katanya
dengan suara gemetar dan sedih: "Dia, dia sudah meninggal.
Ai, dia tidak berpesan apa-apa, dia hanya berpesan kepada
putrinya bila dia sudah mati supaya menyerahkan karyanya ini
kepadaku. Ai, masakah setelah sekian lamanya, sampai
matipun dia tidak mau memaafkan dan menyelami
keadaanku?"
Kek Lam-wi belum lama berkumpul dengan Susioknya ini,
bagaimana riwayat hidupnya dulu, sedikitpun dia tidak tahu.
Dari nada perkataan sang Susiok, dia tahu ada hal-hal yang
serba runyam bila diterangkan. Sebagai angkatan muda, tidak
enak dia banyak bertanya.
Orang tua itu melanjutkan ceritanya: "Ada pula kejadian
yang aneh dan mengherankan, mereka menyamar jadi wisu
keluarga Liong, demikian pula wajah mereka sudah berubah
dari wajah aslinya. Begitu aku masuk ke kamarnya, mendadak
melihat dua wisu berdiri di depanku, karuan kejutku seperti
arwah sudah copot meninggalkan badan. Untung Toan-kongcu
segera bersuara dan memberitahu padaku maksud
penyamarannya itu, kalau tidak tentu terjadi adegan yang
menggelikan."
Coh Ceng-hun kaget, tanyanya: "Tengah malam begini
untuk apa mereka menyamar wisu keluarga Liong?"
"Mereka bilang hanya bermain-main saja. Bila samarannya
mirip, kelak mereka bisa bertindak dengan cara itu supaya
tidak mengalami bahaya."
Kaypang Pangcu, Sia-cin Hwesio, Thong To, Kek dan Toh
beramai adalah tokoh-tokoh Kangouw yang sudah banyak
pengalaman, setelah mendengar keterangan si orang tua,
maka timbul rasa curiga mereka. Sia-cin Hwesio yang
berangasan berteriak lebih dulu: "Ada permainan apa dibalik
samaran mereka, aku tidak bisa menerima alasan mereka
dengan cara bermain-main begitu."
923 "Susiok," kata Kek Lam-wi, "kau orang tua banyak
pengalaman, tolong kau berikan pandanganmu supaya dapat
kita telaah bersama."
Ti Nio seperti sadar dari mimpi, serunya: "Ada urusan apa?"
Setelah si orang tua menceritakan pula. Ti Nio amat kaget,
tak sempat meneliti naskah-naskah syair peninggalan
temannya, segera dia berteriak:
"Hayo lekas berangkat."
"Pergi kemana?" tanya Kek Lam-wi heran.
Lantang suara Ti Nio: "Meluruk ke rumah bangsat she
Liong." Kejadian diluar dugaan, maka rencana mereka untuk
membunuh pembesar dorna terpaksa dilakukan lebih cepat
dari waktu yang telah direncanakan semula.
000OOO000 Malam itu ada tiga rombongan orang yang meluruk ke
rumah keluarga Liong, Ti Nio dan lain-lain hanya tahu bahwa
di depan mereka ada Toan Kiam-ping dan Han Cin yang sudah
mendahului mereka, tapi diluar tahu mereka bahwa masih ada
dua orang lagi yang lebih dulu bertindak di depan Toan Kiamping
dan Han Cin. Yang pertama kali tiba di rumah keluarga
Liong sudah tentu adalah Tan Ciok-sing. Maklum tempat
tinggal mereka paling dekat dari gunung keluarga Liong,
sebelum kentongan ketiga, mereka sudah menyelundup
kedalam rumah bangsat she Liong.
Waktu kecil In San sering bermain-main di rumah keluarga
Liong, setiba di Pakkhia kali ini, dua kali dia sudah menyelidik
bersama Tan Ciok-sing, maka seluk beluk gedung keluarga
Liong boleh dikata amat apal. In San bawa Tan Ciok-sing
masuk lewat kebon belakang lalu sembunyi didalam
gerombolan pohon.
924 Situasi ternyata berbeda dengan dua malam yang lalu,
tampak bayangan orang bergerak kian kemari didalam kebon.
In San jadi bimbang, pikirnya: "Tempat tinggal bangsat tua itu
sedikitnya ada empat tempat. Wisu yang meronda malam ini
begini banyak, bila setiap tempat harus diselidiki, mungkin
jejak kita bisa konangan."
Tengah dia berpikir, tiba-tiba didengarnya ada orang
membentak: "Siapa, berdiri di tempatmu."
Tan Ciok-sing terperanjat, kiranya jejaknya konangan. Baru
saja dia angkat tangan hendak menimpukkan sebutir krikil
yang sejak tadi digenggamnya, tampak dari rumpun kembang
sana berjalan seorang seraya menjawab: "Kenapa sih, aku."
Yang keluar ternyata seorang gadis berpakaian pelayan.
Wisu itu segera tertawa, sapanya cengar cengir: "O, kiranya
kak Kwi-ci, bikin jantungku kaget saja. Selarut ini untuk apa
kau keluyuran disini?"
Budak itu balas mencemooh: "Aku malah yang kau bikin
kaget, sepanjang jalan ini hatiku kebat kebit, takut ketemu
pembunuh, ada orang bilang malam ini akan kedatangan
pembunuh gelap. Tak nyana tidak kepergok pembunuh gelap,
tapi ketemu kau setan alas ini, main gertak lagi."
Wisu itu tertawa, katanya: "Sebanyak ini yang meronda,
lalatpun takkan lolos, kenapa takut pada pembunuh segala"
Kau mau kemana, kalau takut mari kuantar."
"Aku mau antar kuah Jinsom ini ke Bing-cu-khek, kalau kau
bilang tidak perlu takut, biarlah aku pergi sendiri, kau tidak
usah antar aku," ternyata wisu ini sejak lama sudah naksir
pada budak ayu ini, setiap ada kesempatan pasti berusaha
merayunya, maka budak itu paling membencinya.
"O, mengantar kuah Jinsom untuk Lo-tayjin?" tanya si wisu.
925 "Entah siapa yang akan minum, aku tidak tahu. Kalau kau
ingin tahu, sekembaliku nanti kuberitahu padamu, lekas kau
minggir biar aku cepat kesana."
Wisu itu melclet lidah, katanya: "Tujuanmu ke Bing-cukhek,
mana aku berani menghadangmu, tadi aku hanya tanya
sambil lalu saja, jangan kau kira aku sengaja mau mencari
tahu."-Kiranya Bing-cu-khek adalah kamar rahasia dimana
Liong Bun-kong paling suka merundingkan urusannya dengan
para kepercayaannya.
Malam telah larut tapi budak ini bilang mengantar kuah
Jinsom ke Bing-cu-khek, namun wisu itu tidak berani banyak
tanya, tapi dia menduga pasti akan diberikan kepada Liong
Bun-kong. Girang hati In San, pikirnya: "Sungguh amat kebetulan,
tanpa sengaja aku berhasil memperoleh keterangan
berharga," pelan-pelan dia tarik tangan Tan Ciok-sing lalu
mengajaknya menuju ke Bing-cu-khek.
Ternyata dalam taman luas ini terdapat kebon pula di
tengahnya. Bing-cu-khek terletak di suatu pojokan dalam
kebon, ada jambangan, kembang teratai tampak mekar, ada
gunungan, ada air mancur dan segala pajangan kebon yang
serba mewah, jadi lingkungan kebon kecil ini terputus dari
taman besar di bagian luar. Diluar dugaan pula, kalau ronda
berlalu lalang di taman luar, adalah di kebon kecil ini suasana
justru sepi dan lengang, tidak nampak bayangan seorangpun
disini. Dua wisu tampak berjaga di pintu masuk. In San apal
keadaan disini, sengaja dia memutar ke samping, setelah
melewati sebuah gunung-gunungan, bersama Tan Ciok-sing
mereka masuk kedalam kebon tanpa diketahui kedua wisu
jaga itu. Letak gunungan itu kebetulan berada di samping Bing-cukhek,
tepat di depan jendela, di tengah rumpun kembang
mereka terus merunduk maju ke depan tiba di bawah
gunungan serta merayap masuk ke gua gunungan itu, tiada
926 seorang wisupun yang tahu jejak mereka. Mulut gua itu
berada di pucuk gunungan, bila kau menongolkan kepala,
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maka keadaan didalam loteng dapat dilihatnya dengan jelas.
Rumah berloteng itu tampak terang benderang, Liong Bunkong
sedang duduk di tengah, keponakannya Liong Seng-bu
kelihatan berdiri di sampingnya. Ada dua orang lagi yang
duduk di dua sisinya sedang bicara dengan dia. Kedua orang
itu adalah Ciok Khong-goan dan Lenghou Yong.
Dingin perasaan In San, batinnya: "Tak heran bangsat tua
ini begini berani, dalam kebon ini tanpa dijaga orang, ternyata
Lenghou Yong ada di sampingnya. Bila sekali serang tidak
kena sasaran, untuk membunuhnya jelas amat sukar."
Tan Ciok-sing memijat jari-jari ln San, isi hati mereka sama,
In San paham maksudnya yaitu ingin mendengarkan
pembicaraan orang-orang didalam, supaya sementara tak
usah menempuh bahaya. Musuh tangguh di depan mata,
meski menggunakan ilmu mengirim suara gelombang panjang
juga perlu dikuatirkan konangan musuh. In San manggutmanggut.
Patah kata pertama yang mereka dengar diucapkan oleh
Liong Bun-kong, terdengar dia berkata dengan nada yang
aneh: "O, jadi Siau-ongya keluarga Toan juga pandai main
silat?" "Bukan saja pandai, Kungfunya malah liehay," sela Liong
Seng-bu, "kejadian sesungguhnya boleh tanya kepada Ciok
Khong-goan."
Maka Ciok Khong-goan ceritakan kegagalan tugasnya kali
ini, lalu menambahkan: "Kungfu Siau-ongya keluarga Toan itu
bukan saja liehay, dia dibantu dua orang lagi. Seorang adalah
guru silat keluarga Toan, yaitu Ling Khong-tik, seorang lagi
adalah gadis yang menyamar tabib kelilingan."
Agaknya Liong Bun-kong ketarik oleh ceritanya, katanya:
"Lho, gadis yang menyamar tabib kelilingan" Siapakah dia?"
927 "Tidak tahu," sahut Ciok Khong-goan, "kepandaian merias
gadis itu memang amat mahir, kamipun belakangan baru tahu
setelah dia bicara dengan suara perempuan kepada Siauongya
keluarga Toan itu."
Mendengar tanya jawab ini, diam-diam Tan Ciok-sing amat
senang, pikirnya: "Dugaanku ternyata tidak meleset."
Liong Seng-bu menghela napas, katanya: "Semula aku
kuatir, gadis itu adalah In San budak nakal itu."
Liong Bun-kong melotot sekali padanya, katanya: "Sampai
sekarang, kau masih tergila-gila kepada budak itu?"
Liong Seng-bu tak berani bicara lagi, sesaat kemudian
kembali Liong Bun-kong berkata: "Penjagaan sudah
diperketat, betapapun tinggi kepandaian si pembunuh, aku
tidak perlu gentar lagi, tapi kalau ada gadis yang mahir
menyamar seliehay itu, tidak boleh tidak harus dijaga."
Kini giliran Lenghou Yong berbicara: "Siang tadi waktu aku
menemani Siau-ongya tamasya di tembok besar, di Sian-khimsia
ketemu seorang pemuda, aku agak curiga kalau dia adalah
Tan Ciok-sing. Kepandaian bangsat cilik ini kukira lebih tinggi
dari Toan Kiam-ping, walau belum tentu dia mampu
menyelundup kemari, tapi lebih baik kalau dapat
membunuhnya."
"Sudah tentu," ucap Liong Bun-kong, "tapi selama dua hari
ini lebih penting kita melindungi tamu agung, setelah tamutamu
kita pulang, boleh kalian menyelidiki jejak bocah itu. Bila
dia berani datang ke kota raja, kukira takkan segera pergi,"
sampai disini tiba-tiba dia menambahkan, "aku merasa penat,
Lenghou-siansing, kalau tiada urusan lagi boleh kau pulang
dulu bersama Ciok Khong-goan."
Lenghou Yong melengak, katanya: "Apa Tayjin tidak
memerlukan tenagaku disini untuk menjaga keselamatanmu?"
928 "Aku ingin kau kesana ikut melindungi tamu kita. Walau
tidak sedikit jago-jago yang mengawalnya, tapi aku masih
merasa kuatir, harus diusahakan jangan sampai tamu kita
mengalami sesuatu di tempat kita," sembari bicara diam-diam
dia memberi kedipan mata kepada Lenghou Yong. Tan dan In
berdua sembunyi di atas gunungan, dapat mendengarkan
suaranya tapi tidak dapat melihat tanda kedipan mata ini.
Lenghou Yong mengerti, segera diapun berpura-pura: "Lotayjin,
disini kau tidak dilindungi, akupun merasa kuatir."
Liong Bun-kong pura-pura marah, katanya: "Ah, kenapa
kau tidak bisa membedakan antara yang berat dan enteng.
Tapi tamu kita itu adalah paman raja Khan agung dari Watsu,
kawanan wisu sudah kusebar di taman luar, ada anak Bu yang
menjagaku disini, kau kuatir apa, lekas pergi, lekas," terpaksa
Lenghou Yong dan Ciok Khong-goan pura-pura apa boleh buat
serta mengundurkan diri.
In San jadi girang, pikirnya: "Kehadiran Lenghou Yong
memang menyulitkan kita turun tangan. Kebetulan dia diutus
untuk menjaga tamu. Agaknya Thian memang membantu
kita." Lenghou Yong dan Ciok Khong:goan yang keluar dari
loteng, waktu lewat gunungan agaknya berhenti mendadak.
Tan Ciok-sing berdua sembunyi di atas gunungan, hanya bisa
melihat sebelah depan tak mampu menoleh ke belakang,
jantung mereka kebat. kebit, kuatir kedua orang ini
mengadakan pemeriksaan, namun ditunggu lagi beberapa
kejap, langkah kedua orang berderap pula terus pergi sampai
tidak terdengar lagi.
Dengan ilmu mengirim suara gelombang panjang In San
berkata kepada Tan Ciok-sing: "Bagaimana, sudah saatnya
turun tangan?"
"Tunggu lagi sebentar, aku kuatir ada perangkap yang
sengaja untuk menjebak kita."
929 Tampak Liong Bun-kong tengah mengeluarkan secarik
kertas, katanya: "Itulah surat perjanjian yang kubuat dengan
Duta rahasia Watsu itu, kau boleh memeriksanya sekali lagi,
bila ada yang kurang baik masih sempat kita koreksi lagi."
Setelah membacanya Liong Seng-bu berkata: "Walau
Baginda percaya kepada paman, mungkin ada beberapa
pembesar yang tidak tahu diri berpendapat perjanjian ini bakal
merugikan kepentingan negara dan menghina bangsa, pasti
mereka berusaha menentang."
"Karena itulah aku minta kau mencari akal, cara bagaimana
baru dapat melenyapkan tantangan mereka, sehingga
perjanjian ini bisa ditanda tangani dengan leluasa."
"Menurut pendapat keponakan yang bodoh, kita tetap
gunakan cara lama, mengancam dan menyogok secara
serempak. Yang bisa dibeli kita sogok, yang kukuh pendapat
kita sikat."
"Untuk sogokan dananya sudah kusediakan dan akupun
tidak perlu kikir dalam hal ini. Baiklah, cara bagaimana
menyikat para pembesar yang menantang kebijaksanaan kita
itu kuserahkan kepadamu."
"Baik, keponakan pasti bekerja sekuat tenaga."
Mendengar sampai disini, tak urung membara darah Tan
Ciok-sing. In San tahu perasaannya, katanya berbisik: "Buat apa
toako marah, bila surat perjanjian itu sudah berada di tangan
kita, manfaatnya tentu besar. Entah masih ada muslihat
apapula, coba dengarkan lagi."
Tapi setelah didengarkan lebih lanjut, yang dibicarakan
ternyata bukan soal negara. Terdengar Liong Seng-bu
berkata: "Paman, ada satu hal entah perlukah kuberitahu
kepadamu?"
"Berita baik atau buruk, aku harus mengetahuinya."
930 "Lapor paman, Bibi, oh, bukan, budak liar itu kini sudah
mati..." Liong Bun-kong kaget, tanyanya: "Mati bagaimana?"
"Waktu aku menemuinya di Tay-tong dulu, dia memang
sudah sakit parah. Konon setiba di markas Kim-to Cecu,
beberapa hari kemudian lantas meninggal karena sakitnya."
Liong Bun-kong pura-pura sedih, katanya menghela napas:
"Hidup senang tidak mau dinikmati, sebagai nyonya seorang
berpangkat apa jeleknya, tapi dia memilih kaum brandal
sebagai kawan. Ai, sia-sia aku mencintainya sepenuh hati, tapi
perempuan jalang seperti dia memang pantas juga menemui
ajalnya." Mendengar Liong Bun-kong memaki dan menghina ibunya,
serasa hampir meledak dada In San, giginya gemerutuk.
Desisnya: "Toako, aku tidak tahan lagi, mari turun tangan."
Waktu dia hendak melompat keluar, tiba-tiba didengarnya
wisu yang berjaga di pintu kebon membentak: "Siapa?"
"Aku, Kwi-ci, datang mengantar kuah Jinsom untuk Loya,"
ternyata genduk cilik yang molek itu telah tiba.
Seorang wisu segera berteriak: "Yang antar kuah Jinsom
sudah datang," lalu dia mengulap tangan, katanya: "Lo-tayjin
dan Tit-siauya sejak tadi sudah menunggu kuah Jinsom ini,
lekas kau antar ke atas."
Tiba-tiba In San mendapat akal, sewaktu genduk cilik itu
tiba di bawah gunungan, dengan sebuah krikil dia menjentik
tangan menutuk hiat-to penidurnya, di kala tubuh orang
limbung, sigap sekali In San sudah menerobos keluar serta
memapah tubuhnya sehingga tidak sampai roboh, cepat dia
seret genduk cilik ini kedalam gua serta membelejeti
pakaiannya, gerak geriknya cepat dan cekatan, wisu yang jaga
di pintu kebon ternyata tidak tahu akan kejadian disini. Kini In
931 San yang menggantikan si genduk mengantar kuah Jinsom itu
ke atas loteng.
"Genduk malas, kenapa semalam ini baru kau antar kuah
itu?" maki Liong Seng-bu.
In San mengusap muka, katanya: "Pentang mata anjingmu,
lihatlah siapa aku," sembari berkata dia timpukkan wadah
berisi kuah itu sembari melolos pedang, 'Sret" senjatapun
menusuk. "Tang" wadah kuah itu dipukul jatuh oleh Liong
Seng-bu, tapi kuahnya muncrat membasahi sekujur badan
Liong Bun-kong. Tapi Liong Bun-Kong malah tertawa tergelakgelak
serunya: "Budak cilik, kau kena tipu."
Kejap lain kursi yang diduduki Liong Bun-kong tiba-tiba
mencemplak mundur, dinding di belakangpun terpentang
lebar, kursi yang dipegang Liong Seng-bu ikut ketarik mundur
ke balik dinding dan lenyap setelah dinding itu menutup
seperti sedia kala. Bukan hanya dinding saja yang terpentang,
ternyata tempat dimana In San berdiri mendadak lantainya
berputar terus terbalik, karena gerak putaran inilah sehingga
tusukan pedang In San meleset, tanpa kuasa tubuhnya ikut
berputar dan begitu lantai terbalik tanpa ampun kontan
tubuhnya kejeblos di bawah. Ternyata Bing-cu-khek penuh
dipasangi alat rahasia.
Hampir bersamaan dengan In San yang terjeblos kedalam
perangkap, Tan Ciok-singpun kena sergap.
Begitu mendengar langkah In San tiba di atas loteng,
segera dia keluar dari tempat sembunyinya, tapi sayang
terlambat. Jarak gunungan ini dengan Bing-cu-khek ada
belasan langkah, betapapun tinggi ginkang seseorang tak
mungkin sekali lompat dapat mencapai jarak sejauh itu. Tapi
di antara gunungan dengan loteng terdapat sepucuk pohon
tinggi beberapa tombak yang tumbuh diluar jendela. Akar
rotan melingkar batang pohon yang rindang dengan dahandahannya
yang bercabang lebat, kebetulan ada cabang pohon
yang menjuntai ke arah gunungan. Setelah mengincar tepat
932 begitu menerobos keluar dari gunungan dengan gerakan
burung bangau menjulang ke langit, tangannya meraih akar
rotan terus meleset berayun ke atas dengan kaki di atas
kepala di bawah, seperti tarzan yang berayun di tengah hutan
saja, tubuhnya terbang ke seberang.
Tepat pada saat itulah In San terjebak dan anjlok ke bawah
lantai. Tan Ciok-sing masih sempat mendengar suara keras,
disusul gelak tawa Liong Bun-kong. Pada hal tubuhnya masih
terapung di udara, tidak tahu apa yang telah terjadi di atas
loteng tapi dia mendapat firasat jelek karena mendengar tawa
Liong Bun-kong.
Karena gugup di tengah udara dia jumpalitan beberapa kali
terus menukik turun, berbareng pedang sudah terhunus dan
menutul lankan, baru saja tubuhnya membalik dan hendak
menerjang masuk kedalam, bahayapun terjadi secara
mendadak di hadapannya.
Ternyata lankan atau pagar di atas loteng itupun dipasangi
alat rahasia, di kala ujung pedangnya menutul itulah, lankan
itu mendadak patah. Cepat dan tepat, Liong Bun-kong yang
sembunyi di balik dinding sudah menekan tombol, hujan
panah kontan berhambur menyambut kehadiran Tan Cioksing.
Memang hebat kepandaian Tan Ciok-sing, di saat kritis
inilah sekaligus dia mendemonstrasikan kepandaiannya sejati,
dengan ginkang yang tiada taranya di kala tubuh masih
bergantung di udara, dia lancarkan gerak pedang bertempur
dalam delapan penjuru, sinar pedang berderai ke empat
penjuru dengan kekuatan dahsyat. Dengan tubuh terapung itu
dia sempat melihat keadaan di atas loteng. Walau usahanya
memburu kedalam tidak berhasil, namun sekilas pandang ini
sudah cukup membuat hatinya mencelos, perasaan dingin dan
hati seperti hampir beku.
Ternyata didalam tiada orang lagi, bayangan Liong Bunkong
dan Liong Seng-bu tidak kelihatan, demikian pula In San
933 tidak berada di atas loteng pula. Lantai yang terbuka sudah
menutup, demikian pula dinding yang merekah telah pulih
seperti sediakala. Sungguh heran bin ajaib, kenapa In San
mendadak lenyap seperti ditelan bumi. Sesaat itu Ciok-sing
jadi bingung dan tidak habis mengerti, serasa dirinya di alam
mimpi. Namun tak sempat dia berpikir lebih banyak, karena di saat
dirinya melorot turun itulah, sebelum kaki menyentuh bumi,
segulung angin kencang tiba-tiba menerjang dari belakang.
Kontan Tan Ciok-sing membalas dengan tusukan pedang
membalik, seperti kepalanya tumbuh mata di belakang, ujung
pedangnya tepat mengincar Lau-kiong-hiat di tengah telapak
tangan pembokongnya itu. Orang itupun tidak mengira dalam
posisi yang seburuk ini Tan Ciok-sing masih mampu
melancarkan serangan pedang seganas ini, karuan kagetnya
bukan main, terpaksa dia berkelit ke samping. Pikirnya: "Baru
setengah tahun berpisah, kemajuan anak muda ini ternyata
begini pesat, aku tak boleh meremehkan dia."
Walau terhindar dari pukulan telapak lawan, tak urung Tan
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ciok-sing rasakan punggung kesakitan juga oleh tekanan
angin pukulan yang dahsyat itu. "Siapa memiliki lwekang
setangguh ini?" demikian batinnya kaget.
Terdengar seorang membentak: "Anak bagus, masih bandel
dan pamer kepandaian. Malam ini jangan harap kau dapat
terbang dari sini," di tengah bentakannya, pukulan kedua dan
ketigapun dilontarkan secara beruntun.
Penyerang gelap ini bukan lain adalah Lenghou Yong, jago
nomor satu dari anak buah Liong Bun-kong yang setia.
Kenyataan Lenghou Yong tidak pernah pergi melindungi
tamu dari Watsu, itu hanya tipu daya yang diatur Liong Bunkong
untuk menjebak musuh.
Sebetulnya mereka tidak tahu bahwa Tan Ciok-sing telah
datang, tapi karena peristiwa yang dialaminya tadi siang,
934 maka mereka sudah mempersiapkan diri, main sandiwara
untuk menipu Tan Ciok-sing. Sesuai dugaan ternyata Tan
Ciok-sing dan In San masuk perangkap mereka.
Sepasang telapak tangan Lenghou Yong melingkar
membuat satu bundaran, tenaga pukulannya mendadak
menindih ke bawah, sekaligus mematahkan tujuh serangan
pedang Ciok-sing yang ganas, antara pukulan telapak tangan
kontra pedang beradu kekuatan, dalam waktu singkat susah
dipastikan siapa unggul siapa bakal kalah.
Wisu yang meronda di taman luar sudah mendengar
keributan disini, dari empat penjuru beramai-ramai mereka
meluruk masuk sambil berteriak-teriak: "Tangkap pembunuh,
tangkap pembunuh. Nah itu, aku melihatnya, pembunuhnya
ada disana, lekas naik, lekas naik," dari suara teriakan itu Tan
Ciok-sing mendengar Ciok Khong-goan, Sa Thong-hay dan
Huwan bersaudara
Sekejap lagi orang-orang itu akan segera tiba, Tan Cioksing
tidak berani bertempur lama-lama, secepat kilat dia
lontarkan dua kali serangan lng-kik-tiang-khong dan Hi-siangjan-
te, ke atas menutuk sepasang mata Lenghou Yong, ke
bawah mengincar hiat-to dipusarnya. Dua sasaran yang
berbeda sebetulnya sukar diincar bersama. Tapi karena gerak
pedangnya dilancarkan teramat cepat, dalam sekejap itu,
Lenghou Yong merasa pandangannya menjadi silau,
perutnyapun dingin. Meski kaget tapi kepandaian Lenghou
Yong memang hebat, meski terancam dia tidak jadi gugup,
sigap sekali dia menjengkang tubuh belakang, berbareng jari
tengahnya menjentik "Creng" tepat menjentik punggung
pedang, tapi Tan Ciok-sing sempat lari menyingkir.
Para wisu merubung datang dari berbagai penjuru, Huwan
bersaudara datang lebih dulu, serempak mereka membentak:
"Anak keparat, lari kemana kau?"
Tan Ciok-sing berpapasan dengan mereka, insaf bila dirinya
terkepung didalam barisan pedang mereka, terang sukar
935 melarikan diri, dalam keadaan terpepet timbul akalnya, tibatiba
tubuhnya merendah sambil berputar sekali, jarinya
sempat meraih segenggam pasir, serunya: "Nah, kalian boleh
rasakan keliehayan Toh-bing-sin-sa-ku ini."
Sinar rembulan remang-remang, gerak tubuh Tan Ciok-sing
teramat cepat lagi, hakikatnya Huwan bersaudara tidak tahu
yang tergenggam di tangannya adalah pasir melulu, begitu
tangan orang terayun, segumpal bayangan kabut betebaran
menerjang ke arah mereka, sesuai namanya Pasir Sakti
Perenggut Nyawa pastilah pasir itu beracun jahat. Untuk
menyelamatkan jiwa tanpa berjanji serempak mereka
mencelat mundur sejauh mungkin. Gerak gerik Huwau Kiau
agak lamban, beberapa krikil pasir mengenai jidatnya, rasanya
sakit dan panas, saking takutnya dia menjerit ngeri: "Celaka,
aku terkena pasir beracun bocah keparat itu."
Wisu yang mengudak datang di belakang mendengar
musuh menimpuk pasir beracun, kontan mereka tercerai berai
lari menyingkir pontang panting, di tengah keributan itulah
Tan Ciok-sing sudah menerjang keluar dari rumpun kembang
terus merunduk maju ke depan.
Lenghou Yong datang memeriksa, sebagai seorang
berpenga-lamanan, setelah memeriksa segera dia berkata:
"Kau ketipu oleh anak bangsat itu, jidatmu hanya lecet sedikit,
siapa bilang terluka oleh pasir beracun."
Huwan Kiau menarik napas lega, rasa sakit memang telah
lenyap dan tidak menimbulkan reaksi apa-apa, kontan dia
mencaci maki: "Keparat yang licik, berani mempermainkan
aku. Biar kubekuk kau bocah keparat ini, kubeset kulitmu."
"Lari kemana bocah itu, siapa yang melihatnya?" tanya
Lenghou Yong. "Agaknya ke arah sini," sahut seseorang. Tapi ada pula
yang menuding arah lain.
936 Sudah tentu Lenghou Yong naik pitam sampai biji matanya
melotot putih, makinya: "Kalian semua gentong nasi," karena
dimaki, yang tidak bersalah sudah tentu merasa keki dan
penasaran, namun mereka hanya mangkel di hati tidak berani
balas memaki. "Jangan ribut sendiri," lekas Sa Thong-hay berseru,
"kembalilah ke kelompok masing-masing dan kembali ke
tempat penjagaan untuk memeriksanya," sebagai perwira
yang memimpin barisan penuh pengalaman, komandonya
ternyata membawa reaksi yang jitu.
Dengan ginkang Tan Ciok-sing yang tinggi, di saat para
wisu itu bingung dan ribut sebetulnya dia bisa melarikan diri.
Tapi In San terjebak dalam perangkap musuh, sebelum
berhasil menemukan dan menolong In San, mana sudi dia
tinggal pergi"
Meminjam kepekatan malam, banyak pepohonan dan
gunungan untuk tempat sembunyi lagi, sembari sembunyi dia
menggeremet maju terus. Tiba-tiba dilihatnya di depan ada
sebuah gunungan yang cukup tinggi dengan variasinya yang
serba alamiah, sekeliling dilingkari berbagai batu-batuan yang
berbentuk aneka ragam, bunyi air gemericik mancur dari
pucuk gunungan terus mengalir turun keluar dari mulut gua,
akar pepohonan rambat tampak menjuntai turun, bunga
teratai tampak mekar di empang. Diam-diam Tan Ciok-sing
berpikir: "Dalam keadaan kepepet seperti aku, terpaksa
untung-untungan sembunyi dalam gua gunungan ini."
Gunungan ini memang khusus diciptakan oleh seorang ahli,
merupakan salah satu tempat yang paling digemari oleh Liong
Bun-kong untuk melepas lelah disini. Didalam gunungan
terdapat gua yang kosong, didalam tiada penghuninya, pada
hal segala perabot dan pajangannya tidak berbeda dengan
kamar buku seorang hartawan. Aliran air yang tercurah dari
atas mengalir lambat kedalam gua. Untuk masuk kedalam
harus menggunakan batu loncatan yang terendam di tengah
937 aliran air dan sedikit mencuat di permukaan air. Bertahuntahun
terendam air, maka maklum kalau batu injakan ini
berlumut dan amat licin, kalau tidak memiliki ginkang tinggi,
orang bisa terpeleset jatuh dan sukar dapat masuk kedalam
gua. In San pernah bercerita tentang gunungan palsu ini kepada
Tan Ciok-sing, konon didalam gua ada gua pula, namun ln San
sendiri belum pernah masuk kedalam gua ini, .entah gua
dalam gua itu apakah tembus ke tempat lain. Tan Ciok-sing
tahu ada wisu yang mengikuti jejaknya dan sedang
menggerebek maju, maka dia pikir gua didalam gunungan ini
dapat untuk tempat sembunyi sementara waktu, umpama
wisu itu tidak kuatir terpeleset jatuh, yakin mereka takkan
sekaligus menerobos bersama, dengan sembunyi didalam, aku
lebih leluasa menggasak mereka. Oleh karena itu Tan Cioksing
menyusup kedalam gua.
Gua itu memang memiliki pandangan yang lain, sumber air
tampak menyembur dari suatu sumber dalam gua terdapat
rerumputan yang tidak dikenal namanya, akar rotan dan
tetumbuhan merambat tumbuh subur disini, dinding batupun
beraneka ragam bentuknya, pemandangan disini memang lain
dari yang lain, tujuan Tan Ciok-sing adalah mencari jalan
keluar lainnya, tapi sesaat dia jadi bingung.
Lekas sekali langkah orang banyak sudah semakin dekat,
kedengarannya ada lima orang, mereka datang dari berbagai
arah. Ada yang berteriak keras: "Jalan buntu disini,
memangnya pembunuh itu mau sembunyi di gua buntu itu?"
Agaknya kawanan wisu itu juga tiada yang tahu bahwa
didalam gua masih ada gua. Agaknya orang ini merasa keki
karena dimaki Lenghou Yong tadi, untuk memasuki gua inipun
mungkin bisa terpeleset jatuh, maka dia pikir buat apa aku
ikut susah-susah menjual jiwa, kepandaian pembunuh itu
amat tinggi, salah-salah jiwaku melayang sebelum dapat
pahala. 938 Lega hati Tan Ciok-sing, hatinya mengharap kawanan wisu
ini lekas pergi, tapi seorang berkata: "Coba diperiksa dulu
kedalam, sebagai petugas yang menerima gaji orang kita
wajib menunaikan perintah."
Orang pertama tadi menjengek, katanya: "Kalau kau ingin
mengejar pahala, boleh silahkan kau sendiri yang masuk
memeriksanya." Seorang lagi menimpali: "Betul, gua itu amat
sempit licin lagi, bila kita masuk beramai-ramai jelas tidak
mungkin. Lebih baik begini saja, carilah seorang teman
mengiringi kau masuk. Kita tunggu kabarmu diluar." .
Tan Ciok-sing sudah meraba gagang pedang dan sembunyi
di tempat gelap, siap bertindak bila perlu, pikirnya: "Apa boleh
buat, terpaksa aku harus membunuh."
Seorang agaknya terpeleset jatuh dengan suara keras dia
menggerutu: "Anak kurcaci, bikin aku susah payah begini. Bila
berhasil kubekuk kau rasakan kalau tidak kusiksa dirimu."
Wisu lain yang tidak berani masuk mendengar suara
gerutunya sama tertawa geli.
Tiba-tiba tergerak hati Tan Ciok-sing, batinnya: "Seperti
amat kukenal suara orang ini."
Belum habis dia berpikir, tampak dua wisu sudah
menerobos masuk kedalam gua. Tak sempat Tan Ciok-sing
banyak pikir, "sret" kontan pedangnya menusuk. Dengan jurus
Hun-mo-sam-bu orang itu mematahkan tusukan pedang Tan
Ciok-sing. Karuan Tan Ciok-sing kaget, pikirnya: "Kepandaian
orang ini begini liehay, agaknya lebih liehay dari Sa Thong-hay
dan Ciok Khong-goan. Kalau kepandaiannya cukup tangguh,
kenapa ginkangnya begitu tidak becus?" Ternyata kuping Tan
Ciok-sing amat tajam, tadi dia mendengar orang ini hampir
terpeleset jatuh maka dia agak meremehkan dia, maka
tusukan pedangnya tidak menggunakan sepenuh tenaga,
maksudnya hendak menusuk hiat-tonya saja. Walau demikian
kenyataan orang ini mampu mematahkan tusukan pedangnya
939 yang liehay dan cepat ini, taraf kepandaiannya boleh terhitung
kelas wahid dalam dunia persilatan.
Wisu yang seorang lagi kuatir Tan Ciok-sing melancarkan
serangan maut, maka dia menutuk dengan kedua jarinya
seraya berkata perlahan: "Tan-toako, kau tidak mengenalku,
tentunya kenal jurus permainanku ini?"
Begitu mendengar suara orang ini, karuan Tan Ciok-sing
tertegun serta menarik pedang, sesaat dia terlongong.
Tutukan jari rangkap ini adalah gerakan tunggal ajaran Khu Ti
yang termashur, Tan Ciok-sing pernah saksikan Han Cin
mendemontrasikan ilmu tutuknya ini.
Suara wisu yang satu inipun mendadak berubah jadi suara
perempuan, siapa lagi kalau bukan Han Cin sendiri.
Wisu yang bergebrak dengan Tan Ciok-sing baru kini
"sempat bersuara: "Tan-toako, ternyata memang kau. Siaute
adalah Toan Kiam-ping."
Dalam keadaan seperti ini mereka bertiga bertemu, sudah
tentu bukan kepalang rasa senang mereka. Kedatangan Toan
dan Han ternyata terlambat satu jam, waktu mereka tiba,
dalam taman sedang ribut mengudak pembunuh gelap. Tahu
malam ini mereka takkan bisa turun tangan, namun mereka
ingin tahu siapa "pembunuh gelap" itu. Maka mereka
mencampur diri dalam rombongan wisu serta pura-pura ikut
mencari jejak pembunuh itu.
Lekas Toan Kiam-ping berkata: "Biar aku keluar membawa
kawanan wisu ke tempat lain, lekaslah kau melarikan diri."
"Aku tidak akan pergi dari sini."
"Kenapa?"
Han Cin sudah menduga, katanya: "Ya, mana In-cici" Kau
datang seorang diri atau kemari bersama dia?"
940 "Justeru karena dia terjebak, maka aku harus mencarinya,"
sahut Tan Ciok-sing.
Setelah mereda rasa kejutnya, Han Cin berkata: "Kalau
demikian, kau tetap sembunyi saja disini, kami akan keluar
mencari tahu."
Gua ini cukup panjang dan berliku, diluar ada gemericik air
lagi sehingga percakapan mereka tidak kedengaran dari luar.
Tapi pembicaraan para wisu diluar gua dapat mereka
dengar dengan jelas. Terdengar seorang berkata: "Lho, koh
lama juga belum keluar, hayo kita periksa kedalam."
Waktu para wisu itu siap-siap hendak memeriksa kedalam
gua Toan dan Han lekas keluar, Tan Ciok-sing berkeringat
dingin, tapi hati merasa lega.
Terdengar seorang berseru: "Eh, kenapa jidatmu terluka?"
Toan Kiam-ping tertawa getir, katanya: "Kebentur dinding.
Kuatir ada pembunuh sembunyi didalam, sembari masuk gua
aku menarikan pedang untuk melindungi badan. Tak nyana
pembunuh tidak ketemu, jidatku terbentur batu sampai benjut
dan luka," ternyata Toan Kiam-ping sengaja melukai diri
sendiri untuk mengelabui mereka supaya permainan
sandiwara ini dipercaya.
Wisu yang bertanya tadi berkata: "Makanya tadi kudengar
suara benturan senjata."
Wisu yang tadi menentang diadakan pemeriksaan didalam
gelak tawa, katanya: "Biar kapok sudah kukatakan tadi,
pembunuh masa mau sembunyi di gua buntu ini, kalian tidak
percaya sekarang sudah terbukti. Baiklah, tenaga kita disini
mencukupi tak usah kau bantu kita. Kembalilah ke tempat
jagamu semula."
Lega hati Tan Ciok-sing, pikirnya: "Untung Toan-toako
pandai bertindak," tak nyana baru saja Toan Kiam-ping dan
941
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Han Cin pergi, seorang telah datang pula, orang ini adalah
Lenghou Yong. Lenghou Yong berkeliling memeriksa segala pelosok,
akhirnya sampai disini, tanyanya: "Bu-Iing-goan (nama gua
itu) sudah diperiksa belum?"
Kepala barisan segera menjawab: "Baru saja dua orang
masuk memeriksa, tidak kedapatan jejak pembunuh. Tapi
mereka bukan kelompok kami, nah itu, mereka baru saja
pergi, kalau Tayjin ingin tahu lebih jelas silahkan susul
mereka." Lenghou Yong memandang ke depan, Han Cin memberi
kedipan mata kepada Toan Kiam-ping, sengaja mereka
memperlambat langkah untuk menunggu sambil menoleh ke
belakang. Lapat-lapat Lenghou Yong masih kenal kedua wisu ini,
siang tadi pernah ikut dirinya ke tembok besar, namun sikap
tenang Toan dan Han memang tidak menimbulkan curiganya,
maka dia berkata: "Kalau sudah diperiksa ya sudah, lekas
periksa ke tempat lain," hatinyapun berpikir: "Gua gelap gulita
dan lembab lagi, buat apa tanya jelas segala?"
Diam-diam Toan Kiam-ping dan Han Cin bersyukur dalam
hati. Tan Ciok-sing merasa lega. Langkah Lenghou Yong
semakin pergi jauh.
Setelah tenang perasaan mulai Tan Ciok-sing perhatikan
keadaan gua ini, apakah didalam gua ada gua, dengan
pedangnya dia membabati akar pohon dan rumputan yang
merambat, namun tiada sesuatu yang didapatinya, tapi di
sebelah pojok tengah dia menemukan sebuah batu yang
bentuknya aneh. Batu ini mirip pintu angin, batu yang sering
terdapat di puncak gunung, jauh berbeda dengan batu-batuan
yang dipajang dalam gunungan ini, bentuknya yang jelek
menjadikan perpaduan yang menyolok dengan gunungan
yang dibangun dengan batu karang dari dasar Thay-ouw.
942 Tergerak hati Tan Ciok-sing, pikirnya; "Mungkin batu ini
merupakan tutup lobang dari gua dalam gua itu?" lalu dia
kerahkan tenaga, sekuat tenaga dia dorong batu itu, ternyata
batu ini sudah berakar didalam bumi, pada hal Tan Ciok-sing
sudah kerahkan setaker tenaganya, namun batu itu tetap
tidak bergeming.
Karena gagal akhirnya Tan Ciok-sing duduk bersimpuh
mulai bersamadi, menurut ajaran lwekang ciptaan Thio Tanhong
dia mulai mengatur hawa murni, maksudnya setelah
tenaga dan semangatnya pulih, baru dia akan coba sekali lagi.
Untuk bersamadi dengan ajaran lwekang Thio Tan-hong
diharuskan menenangkan pikiran dan menghimpun semangat,
sehingga melihat tidak melihat, mendengar tidak mendengar
tapi di kala latihannya berlangsung itulah, tiba-tiba
didengarnya percakapan orang diluar, bukan saja suaranya
sudah dikenal, pembicaraan orang itupun sedang
menyinggung nama In San, mau tidak mau Tan Ciok-sing
tersentak dari latihannya, diam-diam dia pasang kuping
mendengarkan. Yang bicara bukan lain adalah Liong Seng-bu. Yang ajak
bicara adalah Lenghou Yong. Untuk kedua kalinya Lenghou
Yong meronda sampai disini, kebetulan bertemu dengan Liong
Seng-bu yang juga mengadakan pemeriksaan di sekitar sini.
"Bagaimana keadaan Lo-tayjin?" tanya Lenghou Yong lebih
dulu. Liong Seng-bu tertawa besar, katanya: "Yah, hanya
terkejut saja, sedikitpun tidak terluka. Budak itu jelas sudah
terjatuh ke tangan kita."
"Wah, harus kuberi selamat kepada Kongcu."
"Selamat apa, aku justru sedang risau."
"Pujaan hati sudah datang mengantar diri, memangnya
tidak patut diberi selamat?"
943 "Ah, kau tidak tahu, budak itu kukuh pendapat dan keras
kepala, aku sampai tidak berani mendekatinya. Terpaksa
sementara kukurung dia di penjara air bawah tanah, biar dia
kelaparan beberapa hari."
Mendengar kabar In San, bukan main senang hati Tan
Ciok-sing. Senang karena In San masih hidup, kaget karena
dia tersiksa di penjara air, padahal dia tidak tahu dimana letak
penjara air itu dan cara bagaimana harus menolongnya"
Lenghou Yong berada diluar gua, dia tidak menemukan jalan
keluar lainnya, kalau sekarang menerjang keluar jelas
menyerempet bahaya. Terpaksa dia tinggal diam saja
mendengarkan pembicaraan lebih lanjut.
"Tan Ciok-sing bocah kurcaci itu juga belum ditemukan,
coba bayangkan, bagaimana hatiku bisa tentram?"
"Kecuali bocah itu sudah pergi, kalau tidak orang kita
sebanyak ini, ubek-ubekan mencarinya dalam taman seluas
ini, pasti akan bisa ditemukan."
Liong Seng-bu bertanya: "Bu-ling-goan sudah diperiksa
belum?" "Dua orang sudah masuk memeriksa."
"Mana kedua orang itu, undang kemari, aku mau tanya
dia." "Mereka bukan dari kelompok ini, sekarang sudah ke
tempat penjagaannya."
"Siapa nama kedua orang itu?"
"Kutahu mereka ikut aku pergi ke tembok besar siang tadi,
namanya sih tidak ingat lagi." Maklum Lenghou Yong belum
lama memegang jabatannya, wisu disini juga terlampau
banyak jumlahnya, sudah tentu tak mungkin bisa mencatat
nama-nama mereka dalam benaknya.
944 Seorang wisu yang berjaga di bilangan ini segera maju
menerangkan: "Lapor Kongcu, kedua orang itu adalah Loh
Hiong dan Kwe Kiat."
Liong Seng-bu melengak, mendadak dia berteriak: "Tidak
mungkin." Kepala barisan itu terkejut, tanyanya: "Apa yang tidak
mungkin?" Liong Seng-bu berkata: "Tadi aku melihat mereka, berjaga
di pintu taman, menurut aturan wisu yang bertugas di pintu
taman dilarang meninggalkan posnya."
Pemimpin barisan mengunjuk rasa heran, katanya: "Lho,
koh aneh, tapi aku kenal betul akan kedua orang itu."
"Lekas panggil mereka kemari," kata Liong Seng-bu.
"Celaka," demikian keluh Tan Ciok-sing dalam hati, cepat
dia lanjutkan pengedukan tanah di sekitar batu besar yang
aneh itu. Di saat kepepet, orang sering timbul akalnya, tibatiba
dia teringat di antara ajaran lwekang yang baru
dipelajarinya ada semacam ilmu yang khusus untuk meminjam
tenaga memindahkan posisi, meski tahu bahayanya teramat
besar, tapi harus dicoba juga. Saking gugup tenaganya
ternyata jadi berlipat ganda, dengan sekuat tenaga dia
mendorong dan menarik dengan dilandasi kekuatan lwekang
yang diyakinkan, meski batu besar tak mampu digeser ke
pinggir, tapi sudah doyong ke samping dan terbukalah sebuah
lobang. Tan Ciok-sing segera berkeputusan terus bertindak, di saat
genting ini segera dia menarik napas menekuk dada
mengempes perut, secara kebetulan tubuhnya yang mengecil
berhasil menerobos masuk kedalam lobang. Batu yang sedikit
doyong ke samping itu segera tegak kembali seperti sedia kala
dan lobangpun tertutup. Kejadian sekejap ini bagai nyawa
yang putar balik antara neraka dengan dunia fana, bahayanya
teramat besar, bila tenaga pertahanannya sedikit mengendor,
945 waktunyapun tepat, jikalau gerakannya terlambat sedikit, pasti
tubuhnya bisa terjepit hancur.
Waktu Lenghou Yong memasuki gua, dia menyulut obor,
dilihatnya akar pepohonan sama berserakan dibabati senjata
tajam, diam-diam dia amat kaget, pikirnya: "Bocah itu
ternyata memang pernah sembunyi disini, entah sekarang
sudah keluar belum?" Karena akar dan dedaunan pohon yang
berserakan memenuhi tanah, sehingga galian tanah itu
tertutup di bawahnya, kalau tidak diperiksa secara teliti takkan
bisa menemukan keganjilan. Tapi diapun menduga bila
didalam gua ini mungkin ada jalan keluar lainnya, maka
diapun coba-coba mendorong batu besar itu, meski dia sudah
kerahkan seluruh tenaganya, batu hanya bergeming sedikit,
hakikatnya tidak mampu menggesernya. Namun rasa curiga
masih meliputi benaknya, terpaksa dia keluar dan hendak
tanya kepada Liong Seng-bu, setelah jelas baru akan bertindak pula.
Bukan Liong Seng-bu lupa untuk memberitahu Lenghou
Yong bahwa didalam Bu-ling-goan terdapat gua pula, namun
hakikatnya dia tidak pernah berpikir ada manusia yang mampu
menggeser tutup batu raksasa seberat laksaan kati itu.
Lega hati Tan Ciok-sing, setelah berdiri tegak dia mainkan
pedangnya, meminjam secercah cahaya pedangnya yang
kemilau, dia terus menggeremet maju di tengah kegelapan.
Akhirnya dia mendengar suara air gua, suaranya rendah dan
bergema, mirip tambur kecil yang ditabuh didalam sebuah
rumah kecil yang tertutup rapat. Ciok-sing menduga pasti ada
aliran kecil dari sungai di atas merembes ke bawah sini
bergabung dengan sumber air yang ada di dasar bumi ini,
sehingga timbul suatu arus tersendiri yang entah mengalir
kemana. Diam-diam Tan Ciok-sing berpikir: "Ada gua didalam gua,
para wisu mungkin tidak tahu, tapi Liong Seng-bu tentu tahu,
mungkin sebelum ini dia sudah mengatur segala sesuatu, atau
946 sudah menunggu aku keluar di ujung lorong yang lain, tapi
kalau berada dalam gua ini aku bisa mati konyol, meski
bahaya apapun akan kuhadapi, aku tetap harus mencobanya
keluar." Beberapa jauh kemudian, tiba-tiba didengarnya suara air
gemuruh, ternyata di dinding batu sana seperti dijebol oleh
suatu arus deras sehingga dadal, aimya seperti tumbuh
bergulung-gulung mengalir ke bawah dan menjadilah sebuah
empang kecil. Ciok-sing tidak pedulikan dinding yang dadal, terpaksa dia
berputar mengitari empang kecil itu terus maju ke depan
sana. Pada saat itulah di tengah gemuruhnya air dia seperti
mendengar suara orang. Kejut Ciok-sing bukan main, hampir
dia tidak percaya pada pendengarannya, pikirnya: "Lho, koh
seperti adik San yang sedang memanggil-manggil namaku?"
dia curiga mungkin teramat memikirkan keselamatannya
sehingga timbul khayalan dalam gua air di bawah tanah ini.
Segera dia mendekam dan mendempel kuping
mendengarkan suara dari bumi, yang terdengar hanyalah
gemuruhnya air, suara orang itu tak terdengar lagi. Diam-diam
dia membatin dalam hati: "Mana bisa terjadi begini kebetulan,
mungkin aku terlalu berkhayal," tak nyana di kala dia sudah
putus asa dan belum lagi dia berdiri, tiba-tiba didengarnya
pula dua kali suara panggilan: "Ciok-sing, Ciok-sing," kali ini
dia mendengar jelas, memang itulah suara In San.
Memang ada kejadian yang amat kebetulan di dunia ini.
Seperti diketahui In San masuk perangkap di Bing-cu-khek, dia
terjeblos jatuh kedalam lobang, dan lobang itu terletak di atas
penjara air bawah tanah.
Di tengah udara dia gunakan gaya burung dara jumpalitan,
Ceng-kong-kiam terulur lurus ke bawah, "Creng" pedangnya
menyentuh batu, meminjam tenaga sentuhan yang memantul
ini dia jumpalitan sekali sehingga daya luncuran tubuhnya
yang menurun agak mengendor, untung dia tidak jatuh ke air.
947 Meski jiwanya selamat, namun dia sudah tak mungkin
bertemu dengan Tan Ciok-sing lagi.
Sakit hati belum terbalas, kini dia malah kejeblos dalam
perangkap musuh, betapa marah, penasaran dan sedih
hatinya. Dalam sekejap ini hampir saja dia coba bunuh diri,
untung benaknya selalu memikirkan Tan Ciok-sing, sehingga
dia tidak jadi mencari jalan pendek.
Dalam penjara air ini gelap gulita, sekeliling adalah batu
dinding yang keras, di bawah air yang tidak diketahui
dalamnya. Untuk melarikan diri jelas tidak mungkin.
Entah berapa lama dalam kegelapan ini, tiba-tiba dilihatnya
secercah cahaya menyorot dari atas, ternyata Liong Seng-bu
membuka jendela kecil yang berjeruji serta menjulurkan,
sebatang obor kedalam, katanya: "Adik San, kau tidak luka
bukan" Kalau terluka akan kuberikan obat untuk mengobati
lukamu." Tanpa bersuara In San timpukan sebutir krikil ke arah
jendela berjeruji besi itu, tapi jarak jendela kecil itu ada
delapan tombak dari bawah, mana sambitannya bisa
mengenai Liong Seng-bu. Begitu mendengar samberan angin
senjata rahasia, lekas Liong Seng-bu mengkeretkan kepala
seraya pura-pura menjerit kesakitan, pada hal kerikil
mengenai jeruji besi, katanya kemudian: "Adik San. kenapa
masih begini galak" Untung tidak mengenai diriku."
Saking marah In San kertak gigi, dampratnya: "Liong Sengbu,
kalau berani turunlah kemari dan bunuh aku, kalau tidak
awas pembalasanku kelak."
"Mana aku tega membunuhmu, memangnya kau tidak tahu
kalau aku menyukaimu" Tapi kau terjeblos ke penjara air, tak
heran kalau kau marah-marah. Tapi ini untuk kebaikanmu.
Coba bayangkan, apa sih bagusnya Tan Ciok-sing anak
kampung itu, kau sudi ikut dia dan mencampakkan daku"
Supaya kau tidak kerembet perkaranya, apa boleh buat,
948 terpaksa aku memisahkan kau dengan dia, asal kau menurut
dan tunduk akan kemauanku, segera aku membebaskan
dikau." "Apa kau bicara sejujurnya?"
"Sudah tentu sejujurnya, jikalau aku membual biar Thian
menghukumku."
"Baik, turunlah dan bicara berhadapan dengan aku, aku
ingin kau bicara jelas dimuka."
"Apa benar kau tunduk padaku?"
"Setelah jelas persoalannya, akan kupikirkan. Hm, sekarang
kau anggap aku pesakitan, bagaimana aku dapat percaya
pada dirimu?"
Tiba-tiba Liong Seng-bu tertawa, katanya: "Jangan kau
anggap aku bocah cilik, aku tak bisa kau tipu, sudah tentu aku
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ingin kau merubah haluan, tapi aku tahu sekarang pikiranmu
masih belum terang, biarlah kutunggu beberapa hari, setelah
kau betul-betul berubah pikiran dan aku yakin akan
kebenarannya, baru akan kubebaskan kau, di tengah gelak
tawanya Liong Seng-bu telah melangkah pergi.
Maksud In San hendak menipunya turun kemari dan bicara
padanya, lalu mengadu jiwa dan bila perlu biar gugur
bersama, ternyata usahanya tidak berhasil, karuan hatinya
amat kecewa, hampir dia hendak bunuh diri pula. Untung
bayangan Tan Ciok-sing selalu menggoda pikirannya sehingga
dia tidak bertindak nekad. Karena putus asa dan insaf diri
berada di jalan buntu serta tiada harapan lolos, tanpa merasa
mulutnya menggumam memanggil-manggil nama Ciok-sing.
"Adik San," tiba-tiba didengarnya suara lirih berkata,
"jangan takut aku telah datang."
In San tidak percaya akan pendengaran sendiri, teriaknya:
"Aku bukan mimpi" Tan-toako, apa betul kau telah datang?"
949 "Ssst, jangan keras-keras, sudah tentu aku adanva."
In San gigit lidah sendiri, sakitnya bukan main, memang ini
bukan dalam mimpi. Sekarang dia sudah terbiasa keadaan
gelap, pelan-pelan dia menggeremet maju mendekati air,
lapat-lapat memang dilihatnya bayangan muka Tan Ciok-sing.
Kejut dan girang In San, katanya: "Memang bukan mimpi,
Tan-toako dari mana kau tahu aku ada disini, bagaimana pula
kau bisa datang kemari?"
"Panjang kalau dituturkan, lekas kau putar dulu, biar aku
naik ke atas."
"Kenapa?"
"Aku bertelanjang untuk berenang masuk kemari, aku
harus berpakaian dulu."
Merah muka In San lekas dia mundur dan membalik tubuh.
Sesaat kemudian tahu-tahu Ciok-sing sudah mengelus
rambut kepalanya, katanya lirih: "Sekarang kau boleh putar
badan lagi." Tanpa kuasa keduanya lantas berpelukan
kencang sekali, lama dan lama sekali baru mereda gejolak
perasaan mereka, pelan-pelan merekapun mengendorkan
pelukan dan berdiri berpandangan.
"Biar kuberitahu satu kabar baik padamu," kata Tan Cioksing,
"aku sudah bertemu dengan Toan-toako dan nona Han."
"Mereka juga datang?" tanya In San girang.
"Betul, suara seruling yang kita dengar di Pat-tat-nia siang
tadi memang betul nona Han yang meniup," lalu dia ceritakan
pertemuannya dengan Toan dan Han berdua didalam Bu-linggoan
tadi. "Kukira belum tentu ini merupakan berita baik," ujar In
San. 950 "Mereka menyamar wisu keluarga Liong, Lenghou Yong
dan kambrat-kambratnya tiada yang tahu rahasia mereka."
"Wisu yang mereka palsukan memang ada orangnya,
sementara mungkin mereka terkelabui, namun suatu ketika
pasti terbongkar juga."
"Betul, kita harus cepat-cepat berusaha keluar dari sini. Bila
kita belum lolos yakin merekapun pasti tak mau pergi."
Tapi cara bagaimana mereka harus keluar"
"Tan-toako, aku bisa bertemu akhir kali dengan kau,
puaslah hatiku. Kau jangan hiraukan diriku, pergilah kau
seorang diri."
"Memangnya kau sudah lupa akan sumpah setia kita.
Sehidup semati?"
"Tidak, tapi jangan kau lupa diluar masih ada Toan-toako
dan Han-cici yang perlu bantuanmu. Sebelum kau keluar
mereka takkan mau pergi. Apalagi bila kau sudah keluar, kau
masih bisa berusaha menolongku, apapun bila ada seorang
bisa keluar kan lebih mending dari pada sama-sama
menunggu mati disini."
Getir tawa Ciok-sing, katanya: "Jangan kau membujukku,
umpama ada niatku keluar, sekarang takkan bisa keluar lagi."
"Aku tak bisa berenang, tapi kau bisa. Kalau kau bisa
masuk, kenapa tidak bisa keluar?"
"Lorong itu sebetulnya tidak tembus kemari, tapi entah
kenapa terjadilah kebobolan oleh terjangan arus deras. Bila
aku bisa berenang dan keluar, tetap takkan bisa keluar dari
gua yang tertutup dari luar. Sementara pintu keluar yang lain
entah berada dimana. Umpama ketahuan juga pasti telah
dipasangi perangkap, dari pada menempuh bahaya, lebih baik
aku menemani disini, sedikitnya kita masih bisa bercengkrama
untuk beberapa hari lamanya."
951 Tiba-tiba In San teringat, katanya: "Liong Seng-bu keparat
itu pernah membuka jendela di atas sana, aku tidak pandai
Pia-hau-kang (ilmu cecak), coba kau merambat ke atas
memeriksanya, kau membawa geretan api?"
"Ada," Tan Ciok-sing mengiakan.
In San mematahkan sebatang dahan pohon kering yang
menjulur keluar dari celah-celah dinding, lalu disulutnya
dengan geretan Ciok-sing, walau sinarnya tidak terang, namun
lebih mending dari pada menggeremet di kegelapan.
Tan Ciok-sing mencoba, dengan susah payah akhirnya dia
merambat ke atas, dengan teliti dia memeriksa, tanpa merasa
dia menarik napas dingin. Dengan gelisah In San menunggu di
bawah, tanyanya: "Bagaimana?"
"Hakikatnya tiada lobang disini, hanya ada papan besi
disini, papan besi yang amat tebal, pedang pusakapun takkan
bisa menusuk tembus."
In San amat kecewa, dia menunduk memeras otak.
Tan Ciok-sing berkata: "Disini kita bisa bermain cinta tanpa
diganggu siapapun. Bicara terus terang, selama hidupku ini,
belum pernah aku merasa hidup bahagia dan sesenang hari
ini. Adik San, apa kau tidak bahagia?"
"Berada di sampingmu, memangnya aku tidak kan senang"
Sayang kita tak bisa hidup abadi disini selamanya. Lebih baik
kau harus keluar. Oh, ya, teringat olehku." .
"Teringat apa?"
"Kau pandai menyelam, kenapa tidak kau selidiki dasar air,
mungkin ada jalan keluarnya."
"Akal bagus, baiklah kucoba," setelah memadamkan obor,
dia suruh In San membelakanginya lalu mencopot pakaian,
membawa Pek-hong-po-kiam pemberian Thio Tan-hong
segera dia terjun kedalam air.
952 Kira-kira sesulutan dupa lamanya baru Tan Ciok-sing
menongol keluar air. "Maaf sekian lama aku pergi, kau pasti
tidak sabar menunggu."
In San membelakanginya pula, setelah Ciok-sing
berpakaian, dia membalik dan tanya: "Bagaimana?"
"Permukaan air disini tenang, tapi di bawah arusnya amat
deras, lorongnya juga sempit beberapa kali harus melalui
lorong-lorong panjaug. Untung sejak kecil aku dibesarkan di
kali, kalau tidak mungkin tak bisa kembali kesini."
"Jalan keluarnya sudah kau temukan?"
"Sudah kutemukan, sayang sukar keluar."
"Kenapa?"
"Jalan keluarnya dipagari jeruji besi sebesar lengan bayi,
kira-kira harus mematahkan tiga jeruji besi baru bisa
menyelinap keluar. Dengan Pek-hong-po-kiam sudah kucoba,
tapi belum berhasil memutuskan, tapi aku yakin pasti dapat,
cuma untuk memutus satu jeruji kira-kira makan waktu
setengah sulutan dupa, untuk memutus tiga batang, berarti
makan waktu hampir setengah jam. Dalam jangka waktu
selama itu, bukan mustahil usaha kita bisa konangan."
"Sayang aku tak bisa menyelam, dengan hubungan
sepasang pedang kita tentu jauh lebih mudah."
Mendengar perkataanya ini, Tan Ciok-sing menunduk diam,
seperti sedang memikir apa-apa. Tiba-tiba dia berkata: "Adik
San, kalau kau menyumbat pernapasan dapat bertahan
berapa lama?"
"Aku tidak pernah latihan menyumbat pernapasan, tapi
pasti jauh lebih lama dari orang biasa."
"Kau tidak bisa, mari kuajarkan. Ajaran dasar lwekang Thio
Tayhiap yang kupelajari pasti dapat kau pelajari dengan
cepat." 953 "Tapi aku kan tidak bisa menyelam."
"Didalam air aku bisa bantu menahan tubuhmu, kau pasti
dapat menerobos keluar bersamaku. Setiba di permukaan
yang agak lebar dan arusnya agak lambat, kau bisa menongol
keluar untuk ganti napas."
In San berpikir sejenak, akhirnya dia geleng kepala.
"Kenapa, tidak mau ikut aku keluar?"
Merah muka In San, katanya: "Memangnya aku harus
meniru dirimu, menyelam tanpa berpakaian?"
Tan Ciok-sing tertawa geli, katanya: "Aku bertelanjang
karena untuk menggampangkan gerak gerik dalam air,
berpakaian juga tetap bisa berenang."
"Kalau berpakaian kan jadi basah kuyup, begitu keluar
bukan mustahil jejak kita bisa konangan?"
"Itu sih urusan kecil, yang penting keluar dulu."
Setelah tiada yang perlu dirisaukan, In San berkata:
"Baiklah, ajarkan ilmu menutup pernapasan itu kepadaku."
Sejak kecil dia mendapat latihan dasar lwekang ajaran
keluarganya, pada hal sebenarnya sama dengan ajaran
lwekang Thio Tan-hong, maka cepat sekali dia sudah
mempelajarinya dengan baik.
Karena pandai berenang, meski menyelam sambil menyeret
seorang bukan menjadi halangan bagi Tan Ciok-sing, pada hal
banyak kesulitan harus dihadapi, namun akhirnya mereka
berhasil juga melalui lorong-lorong sempit di bawah tanah dan
tiba dimulut keluar. Dengan gabungan pedang mereka, cepat
sekali tiga jeruji besi telah mereka putuskan.
Tan Ciok-sing memapah In San naik ke atas daratan, waktu
In San memeriksa sekelilingnya, dia berkata: "Ini berada di
timur laut taman besar, cukup jauh letaknya dari kebon dalam.
Biasanya keluarga Liong melayani para tamunya disini."
954 Taman kembang ini sedemikian besar, barisan wisu yang
meronda mondar mandir, pakaian mereka basah kuyup lagi,
untuk menemukan Toan Kiam-ping dan Han Cin, meski tidak
sesulit mencari jarum di lautan, tapi juga bukan kerja
gampang. Tengah mereka celingukan dan bimbang, tampak
barisan wisu mendatangi.
Dua wisu berjalan agak ke belakang, keduanya berjalan
sambil bercakap-cakap dengan santainya, "bagaimana
keadaan diluar, kedua wisu palsu apa sudah ketangkap?"
"Entah aku tidak tahu. Tapi waktu aku dipindah kemari,
jelas belum ketangkap."
"Meronda disini seperti berada di dunia lain, kalau diluar
terjadi keributan, disini kita bisa bercakap-cakap dengan santai
tanpa susah-susah, rasanya koh jadi cemplang."
Wisu yang baru datang tertawa, katanya: "Agaknya otakmu
sudah keblinger, siapapun kepingin dipindah kemari. Tamu
agung dijaga oleh busu mereka sendiri, kita tak perlu ikut
susah payah, kita hanya ditugaskan menjaga pintu air disini,
hakikatnya tiada bahaya apapun yang mungkin mengancam
jiwa kita, kalau diluar memang ramai, tapi bukan mustahil
batok kepalamu terpenggal musuh tanpa kau tahu bahwa
dirinya sudah mampus."
"Omonganmu memang benar, disini boleh dikata tiada
bahaya. Tapi tak pernah mendengar kabar diluar, rasanya jadi
masgul selalu," belum habis dia bicara tahu-tahu hiat-tonya
tertutuk orang, kontan dia jatuh semaput.
Dengan gerakan secepat kilat, umpama orang mendengar
geledek tidak sempat menutup kuping, Tan Ciok-sing
melompat keluar dari balik gunungan terus menutuk hiattonya.
Katanya tertawa: "Adik San, sekarang kita bisa ganti
pakaian." 955 In San pejam mata sambil membalik tubuh, katanya:
"Lekas kau bereskan kedua orang ini, jangan sampai
konangan orang."
Semula Tan Ciok-sing hendak menenggelamkan mereka ke
dasar air, hatinya tidak tega mengingat mereka tidak berdosa,
akhirnya dia sembunyikan mereka di semak-semak rumput tak
jauh dari empang.
Setelah ganti pakaian In San keluar dari gua, katanya:
"Untung perawakan orang ini agak pendek, walau pakaiannya
tidak cocok, juga kepanjangan sedikit. Lebih celaka baunya
yang kurang sedap, aku jadi risi dan mual."
Tiba-tiba timbul pikiran Tan Ciok-sing, katanya:
"Seharusnya kita berusaha menemukan Toan-toako dan Hancici,
tapi, tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Taman sebesar ini, dalam waktu singkat bagaimana bisa
menemukan mereka. Tapi sekarang ada tugas lebih penting
lagi..." In San sadar, katanya: "Yah, betul, maksudmu kita lakukan
dulu soal lain baru mencari Toan-toako?"
"Betul, penginapan para tamu tak jauh dari sini. Mari kita
cari dulu Duta rahasia dari Watsu, paksa dia menyerahkan
surat perjanjian rahasia dengan Liong Bun-kong, kita gunakan
pula dia sebagai sandera, Toan-toako dan nona Han dengan
mudah pasti dapat kita bantu untuk meloloskan diri."
In San berpikir sebentar, katanya: "Tan-toako,
perkataanmu benar, kita harus pikirkan dulu kerja yang lebih
penting ini. Baiklah, aku setuju akan usulmu."
Pada saat itulah, dari sudut tenggara sana sayup-sayup
terdengar suara keributan yang semakin keras kedengaran
ada orang sedang berhantam dengan sengit. Jarak cukup
jauh, kalau mereka tidak memiliki ilmu mendekam mendengar
956 suara dari bumi, jelas takkan mendengar geger disana. Dari
apa yang dapat mereka tangkap, keributan disana jelas amat
ramai dan genting.
Perasaan In San tidak tentram, katanya: "Mungkin Toantoako
dan Han-cici sudah terkepung dan dikeroyok kawanan
wisu?" tak usah dijelaskan lebih lanjut. Tan Ciok-sing sudah
tahu apa yang ingin dikemukakan oleh In San.
Sekejap itu mereka jadi bimbang. Bila benar Toan dan Han
berdua mengalami kesulitan, adalah menjadi kewajiban
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka untuk cepat memburu kesana menolong mereka, tapi
merekapun melaksanakan rencana yang barusan telah
disepakati bersama, yaitu menyelundup ke penginapan para
tamu dari Watsu serta membunuh atau bila perlu membekuk
duta rahasia Watsu"
000OOO000 Bagaimana keputusan Tan Ciok-sing biarlah kita tunda dulu
sementara waktu. Marilah kita ikuti pengalaman Toan Kiamping
dan Han Cin setelah mereka menolong Tan Ciok-sing.
Dugaan In San memang tidak meleset, mereka memang
konangan musuh dan kini dikepung dan dikeroyok oleh
banyak musuh. Sayang mereka tidak tahu bahwa samaran
mereka telah terbongkar oleh Liong Seng-bu, waktu itu
mereka masih berusaha mencari kabar tentang In San yang
kejeblos kedalam perangkap.
Dimana ada orang banyak mereka tidak berani tinggal
terlalu lama, setelah putar kayun kian kemari akhirnya mereka
tiba di ujung taman, disini mereka ketemu seorang wisu yang
meronda sendirian.
Toan Kiam-ping menghampiri lantas bertanya: "Kabarnya
ada pembunuh perempuan yang ketangkap, apa betul?"
"Betul, pembunuh perempuan yang punya asal-usul cukup
genting." 957 "Siapakah dia?"
Wisu itu meliriknya sekali, "Kabarnya ada sangkut pautnya
dengan Liong-tayjin, apa betul kau tidak tahu?"
"Aku tak berani tanya kepada Ciok-tayjin, dari mana aku
bisa tahu?"
"Kalau Ciok-tayjin tidak menceritakan, lebih baik kalau kau
tidak tahu saja."
"Bagaimana pembunuh perempuan itu sekarang?"
Seperti tertawa tidak tertawa, wisu itu berkata: "Agaknya
kau memperhatikan dia."
"Ah, jangan menggoda. Aku hanya ketarik saja dan tanya
dengan iseng."
Baru saja Han Cin hendak menutuk hiat-to wisu ini,
mendadak terdengar seorang berkata dingin; "Kau ingin tahu,
seharusnya tanya kepadaku."
Yang datang ini adalah Liong Seng-bu. Di belakangnya ikut
dua wisu, yaitu dua orang yang sekarang mereka samar.
Han Cin pernah melihat Liong Seng-bu, maka dia berteriak:
"Toan-toako, lekas ringkus dia. Dia itulah keponakan bangsat
tua she Liong." Belum habis dia bicara pedang Toan Kiam-ping
sudah menusuk ke arah Liong Seng-bu.
Dua wisu membentak serempak: "Kurcaci, berani kau
menyaru tuan besarmu, kuganyang kau," dengan amarah
yang meluap mereka menubruk maju. Han Cin menyendat
cambuk lemasnya menahan mereka dengan putaran
cambuknya. Sehingga Toan Kiam-ping berkesempatan
mengudak Liong Seng-bu.
Seperti diketahui Liong Seng-bu pernah mempelajari
beberapa jurus ilmu pedang ciptaan Thio Tan-hong. Pek-hongkoan-
jit serangan Toan Kiam-ping hendak menutuk Ci-tonghiat
di dadanya, ternyata meleset. Tapi kepandaian silatnya
958 memang terpaut jauh dibanding Toan Kiam-ping, dua jurus
dia mampu menangkis dan melawan, tapi jurus ketiga sengaja
Toan Kiam-ping menggunakan daya lengket lalu sekali sentak
dengan tipu Sam-coan-hoat-Iun (tiga kali memutar roda),
pedang panjang Liong Seng-bu kena dipelintirnya terlepas
jatuh. Toan Kiam-ping mengudak maju, dari semak-semak rumput
mendadak menubruk beberapa orang yang memang sejak tadi
sudah sembunyi disitu, mereka adalah Huwan bersaudara.
Untung kepandaian Toan Kiam-ping sekarang sudah maju
pesat, meski disergap secara mendadak oleh ke empat
bersaudara, lekas dia gunakan To-dap-jit-sing-pou (menginjak
terbalik langkah tujuh bintang), secara keras dia menarik daya
luncuran tubuhnya mentah-mentah, syukur usahanya berhasil
sehingga dia tidak terluka.
Huwan Liong menjengek dingin: "O, kiranya Toansiauongya,
hehe, orang hidup dimanapun pasti bertemu.
Tempo hari kami tak kuasa mengundangmu kemari, tanpa
diundang kali ini kau malah datang sendiri," mulut bicara
tangan tidak nganggur, pedang panjang terayun, segera dia
merebut posisi yang menguntungkan, mulailah dia pimpin
barisannya mengadakan serangan total.
Liong Seng-bu gelak tertawa, katanya: "Benar, kapan bisa
mengundangnya kemari, adalah kewajibanku untuk
menyambutnya sebagai tuan rumah. Kalian harus menahan
tamu kita ini baik-baik, layanilah secara hormat."
"Kongcu jangan kuatir, kali ini meski tumbuh sayappun
jangan harap dia bisa terbang."
Setelah barisan pedang lawan terbentuk, meski Toan Kiamping
tidak terluka, tapi tidak mampu menjebol kepungan.
Toan Kiam-ping menghela napas, katanya: "Adik Cin, kau
ikut menderita jadinya?"
959 Han Cin tersenyum katanya: "Toan-toako, jangan kau lupa
sumpah kita" Sehidup semati."
Tiba-tiba tampak seorang wisu lari tergopoh ke arah sini,
pada hal wisu ini semula berjaga di mulut gua Bu-ling-goan.
Liong Seng-bu kaget melihat kedatangannya, tanyanya: "Mana
Lenghou Yong, kenapa tidak datang?"
Saking buru-buru napas wisu itu masih sengal-sengal,
sekian saat tak mampu bicara, tanpa hiraukan pertanyaan
segera dia berteriak begitu dapat bersuara: "Kongcu, celaka."
"Bapakmu. Apa yang celaka," damprat Liong Seng-bu.
"Ada air mengalir dari gua bawah tanah, waktu kami
beramai-ramai menggeser batu penutup air seperti
menyembur keluar dari bawah."
"Lalu Tan Ciok-sing keparat itu?"
"Dua orang kita yang pandai berenang selulup ke bawah,
bocah itu tidak ditemukan, malah mereka menemukan,
menemukan..."
"Menemukan apa" Lekas katakan."
"Penjara air telah bobol, pembunuh perempuan yang
dikurung di penjara air..."
"Bagaimana?"
"Pembunuh perempuan itu telah hilang."
"Sudah dicari ke mulut keluarnya?"
"Sudah ada orang yang kesana mencarinya. Tapi aku harus
cepat kemari lapor kepada Kongcu, entah mereka menemukan
pembunuh itu?"
Kejut dan girang Toan Kiam-ping serta Han Cin mendengar
berita ini. Jago kosen lagi bertempur pantang pecah perhatian,
maka terdengar suara "Cret" baju luar Han Cin tertusuk
bolong oleh dua ujung pedang. Untung dia bergerak lincah,
960 sedikit lambat, tentu dadanya sudah tertusuk bolong. Bagian
luar dia mengenakan seragam wisu, begitu baju luar tertutuk
bolong dan robek tersingkap, maka baju dalamnya yang
ringkas kelihatan. Huwan Pau bergelak tertawa terus
mengolok: "Memang perempuan siluman itu. Hehe, siluman
cantik, lebih baik kau menyerah saja, kalau tidak kau nanti
bisa runyam, lho."
Melihat situasi, Liong Seng-bu yakin Huwan bersaudara
dapat menguasai keadaan, legalah hatinya, teriaknya:
"Barisan panah siap, jangan biarkan pembunuh lari. Kalau
tidak bisa ditawan hidup, bidik saja sampai mati," setelah
memberi aba-aba, dia percaya urusan tak perlu dia tangani
sendiri, maka dia siap tinggal pergi. Maklum dia pandang Tan
Ciok-sing dan In San jauh lebih berbobot dibandingkan Toan
dan Han berdua.
Puluhan pemanah sudah menyebar diri, ada yang naik ke
atas pohon, ada yang sembunyi di balik gunungan, pucuk
anak panah yang kemilau tampak gemeredep di tengah
kegelapan yang ditimpah cahaya obor. Jalan mundur Toan
dan Han jelas sudah terputus. Umpama mereka mampu
menjebol barisan pedang juga takkan luput dihujani anak
panah. "Adik Cin, tabahkan hatimu. Tan-toako dan nona I n sudah
meloloskan diri, kita tidak perlu menguatirkan mereka."
Setelah bebas pikiran semangat tempur Han Cin berkobar,
maka permainannya lebih mantap, berdampingan beradu
pundak dia merangsak musuh dengan sengit bersama Toan
Kiam-ping. Walau dalam waktu dekat tidak mampu membobol
barisan pedang, namun permainan pedang ke empat
bersaudara itu jadi mengendor dan tak mampu memperkecil
ruang lingkup mereka. Kalau Han Cin berdua tidak perlu
menguatirkan keselamatan Tan dan In berdua, demikian pula
Huwan bersaudara kini dapat bertindak bebas, karena tidak
perlu menawan hidup maka mereka menyerang lebih ganas
961 dan bila perlu membunuh musuh saja. Bila waktu
berkepanjangan, lambat laun tenaga Han Cin terkuras lebih
cepat. Beberapa jurus terakhir tenaga permainannya sudah
semakin lemah dan kekuatan tidak memadai keinginan serta
semangat juangnya.
Di saat-saat kritis, tiba-tiba para wisu berlarian masuk dari
luar seraya berkaok-kaok ketakutan: "Perampok menyerbu
datang." Seketika itu juga gegap gempita suara berhantam
dari berbagai penjuru, agaknya kawanan rampok yang
menyerbu tiba dalam jumlah besar dan serempak dari
berbagai penjuru.
Ciok Khong-goan membentak: "Jangan gugup, kerahkan
separoh kekuatan disini membantu keluar. Pemanah tetap di
tempat masing-masing," ternyata dia memburu kemari setelah
mendengar Liong Seng-bu kepergok pembunuh disini, lalu dia
wakili Sa Thong-hay memimpin barisan wisu.
Sekonyong-konyong selarik sinar api yang membara
dengan suara mendesis menjulang tinggi ke angkasa. Tampak
seorang kakek diikuti sepasang muda mudi, di belakangnya
mengintil pula Hwesio timpang yang menggenggam sebatang
tongkat baja sebesar mulut mangkok. Sungguh hebat
terjangan ke empat orang, dimana mereka berada para wisu
dilabraknya pontang panting. Sinar api yang menjulang ke
langit tadi adalah panah sreng yang ditimpukkan oleh lelaki
tua di paling depan.
Bukan sedikit wisu yang memegang obor, ditambah cahaya
panah berapi yang benderang di angkasa, sempat Toan Kiamping
melirik kesana, meski jarak masih berada seratusan
langkah, tapi dia sudah melihat jelas siapa ke empat orang
yang lagi melabrak musuh itu.
Dia kenal Hwesio timpang itu bukan lain adalah Sia-cin
Hwesio, orang ke empat dari Bu-Iim-pat-sian, sementara
sepasang muda mudi bukan lain adalah Kek Lam-wi dan Toh
So-so. Cuma orang tua itu yang tidak dikenal olehnya.
962 Melihat Huwan bersaudara mengepung dua wisu, kakek itu
tampak melengak, teriaknya: "Yang mana nona Han?"
Han Cin tersentak sadar, segera dia berteriak: "Apakah Tipepek"
Aku adalah putri Han Sen."
Kakek ini memang Ti Nio, mendengar gadis yang
menyamar wisu ini memang adalah putri kenalan lamanya,
seperti orang kalap saja dia menerjang kemari, teriaknya:
"Nona Han, jangan gugup, aku menolongmu. Hm, siapa berani
menyentuh ujung rambutnya, akan kurenggut jiwanya."
Ciok Khong-goan menjengek: "Dan aku menghendaki dulu
jiwamu," begitu dia mengayun tangan anak panah segera
berhamburan selebar hujan, yang dibidik melulu Ti Nio saja.
Lekas Ti Nio mencopot jubah luarnya, dengan menggulung
jubah dan memutarnya kencang sebagai tameng saja dia
rontokkan anak panah yang berhamburan ke arahnya.
Kenyataan memang aneh, anak-anak panah yang kena sentuh
gulungan jubahnya itu seperti terkena tameng baja layaknya,
semuanya rontok di sekeliling tubuhnya. Sementara Kek Lamwi
memutar seruling dan Toh So-so menarikan pedangnya, di
bawah pelindungan Ti Nio merekapun sibuk menjatuhkan anak
panah yang menggebu deras.
Lekas sekali mereka sudah menerjang tiba di depan
gunungan, disini jarak makin dekat maka hujan panah
semakin deras dan ketat, mendadak Ti Nio menghardik:
"Diberi tidak membalas tandanya kurang hormat, sekenanya
dia membungkuk meraih segenggam batu, begitu diremas
hancur menjadi krikil segera ditimpukkan, krikil yang tak
terhitung jumlahnya itu ternyata tidak kalah liehay dari anakanak
panah itu, sembari menimpuk gulungan jubah di tangan
kanan tetap diputar kencang untuk menangkis panah yang
dibidikkan ke arahnya.
Timpukan krikilnya itu menggunakan gerakan Lau-hay-saikim-
ci (Lau-hay menyebar duit emas), begitu krikil-krikil kecil
963 itu ditebarkan, maka terdengar disana sini orang menjerit
kesakitan, kalau bukan mata buta, atau leher bolong dan
muka pecah, ternyata tidak sedikit pemanah gelap yang
sembunyi di atas pohon dan belakang gunungan sama
terjungkal roboh.
Sia-cin Hwesio yang sudah timpang jalannya tidak begitu
kencang, dia agak ketinggalan di belakang, begitu hujan
panah agak mengendor, sebat sekali dia melompat jauh
beberapa tombak mengitar ke belakang gunungan, dimana
tongkat bajanya menutul kembali tubuhnya yang tromok itu
membal ke atas, tubuhnya yang semula ketinggalan di
belakang kini malah mendahului menerjang ke depan
melampaui Ti Nio. Sudah tentu Kek Lam-wi kaget, teriaknya:
"Siko jangan gegabah."
Maksud Sia-cin hendak menolong Toan Kiam-ping
selekasnya, sudah tentu tidak hiraukan seruan Kek Lam-wi,
terdengar tongkat bajanya beberapa kali menutul batu-batu
gunungan mengeluarkan suara ting tang yang nyaring, tak
ubahnya atlit lompat galah tubuhnya terus berlompatan
terbang ke depan dengan ginkang tinggi. Dalam sekejap mata
dia sudah menerjang ke arah gunungan. Ti Nio tengah sibuk
merontokkan hujan panah yang datang dari arah depan
sehingga tak sempat memburu kesana membantu dia.
Terpaksa dia gunakan batu-batu krikil yang diremasnya
sebagai senjata rahasia, sehingga para pemanah itu ketakutan
tiada yang berani menongolkan kepalanya, sehingga Sia-cin
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hwesio leluasa maju lebih dekat di bawah perlindungannya ini.
Panah khusus untuk membidik jarak jauh, begitu Sia-cin
Hwesio menerjang ke gunungan, para pemanah itu tidak
sempat membidiknya lagi, karena panah sudah tidak berguna,
terpaksa mereka berhantam dalam jarak dekat dengan kaki
tangan "Kunyuk kurcaci, kalian menggelindinglah," dimana dia
putar tongkat bajanya, perbawanya bagai harimau ngamuk,
964 dimana tongkatnya menyambar, batu hancur berterbangan
disertai batok kepala orang yang pecah berhamburan. Sekejap
saja tujuh orang telah dikepruknya mati, sejumlah besar
terluka parah, kalau bukan tulang dadanya patah, pasti kaki
tangan putus. Mereka yang masih selamat beramai-ramai
lompat turun dan lari sipat kuping, ada pula yang menyelinap
ke gua dan kemana saja asal dapat menyelamatkan diri.
Sia-cin Hwesio tertawa tergelak-gelak, serunya: "Siapa
yang tidak takut mati, hayo maju hadang aku." Baru saja dia
hendak menerjang ke bawah tiba-tiba "Ser" sebatang panah
meluncur dari kanan dan telak mengenai lengan kirinya.
Ti Nio segera berseru: "Lam-wi, lindungi Sia-cin Taysu,"
sembari bicara kaki tidak berhenti, terus dia maju menerjang
hujan panah- Melihat Sia-cin Hwesio terkena panah, Kek Lam-wi kaget,
teriaknya: "Siko, turunlah istirahat, biar kuobati lukamu."
Melotot mata Sia-cin, serunya: "Dalam keadaan seperti ini
masih suruh aku istirahat segala" Luka panah seringan ini
terhitung apa?" tanpa ayal segera dia cabut sendiri panah
yang menancap di lengan kirinya.
Setelah mencabut panah, tanpa hiraukan lukanya yang
menyemburkan darah sambil menggerung keras Sia-cin
Hwesio kerjakan pula tongkatnya terus menerjang ke depan.
Kek Lam-wi tiidak berhasil mengejarnya. Untung setelah
melewati gunungan ini, ditambah belakang sudah terjadi
pertempuran kacau balau, kuatir melukai orang sendiri para
pemanah sudah tidak berani membidikkan panahnya.
Han Cin sudah kehabisan tenaga, kekuatannya sudah
terkuras dan tak kuat bertahan lama lagi, mendadak
didengarnya sebuah raungan keras, tahu-tahu Ti Nio sudah
menerjang datang kedalam kepungan mereka. Huwan Hou
keterjang lebih dulu, mukanya kena tempeleng yang keras
sehingga wajahnya pesok dan berubah bentuknya, darah
965 berlepotan tubuhpun limbung hampir roboh. Di antara ke
empat saudara kepandaian Huwan Kiau paling lemah,
Iwekangnya juga rendah, maka dia tidak kuat menahan
getaran raungan Ti Nio, belum pedangnya mengenai tubuh Ti
Nio tahu-tahu senjatanya sudah terampas lawan, sekaligus dia
timpukkan ke belakang, seorang wisu kena dipanteknya di
tanah dengan pedang rampasan itu.
Sebetulnya ada beberapa wisu yang berkepandaian lebih
tinggi dapat menutup lobang barisan ini dan mengudak di
belakang Ti Nio, serta melihat sekali mengayun tangan
seorang kawannya sudah terpantek binasa, sementara Huwan
Hou dan Huwan Kiau dihajarnya sampai babak belur, serasa
copot nyali para wisu itu, mana lagi yang berani menerjang
maju" Raungan Ti Nio yang berfrekwensi tinggi getarannya ini
memang dilandasi oleh latihan lwekang selama puluhan tahun.
Karena ingin menolong Han Cin, tindakannya ini sebetulnya
sudah mempertaruhkan jiwa raga sendiri, untung pukulan
kepalannya sedikit lebih cepat dari tusukan pedang Huwan
Hou, kalau tidak umpama dia dapat melukai Huwan Hou,
tubuhnya sendiri pasti akan dihiasi tusukan pedang yang
bukan mustahil bisa berakibat fatal.
Barisan pedang Huwan bersaudara sudah terkenal di
kalangan Kangouw, bahwa sekali labrak dia berhasil
memporak-porandakan barisan tangguh ini, sungguh diluar
dugaannya, baru saja dia maju hendak menarik Han Cin ke
sampingnya, tiba-tiba selarik angin tajam mengancam dirinya,
perasaannya yang sensitif segera memperingatkan dia untuk
segera berkelit dari tusukan pedang Huwan Pau. Berbareng
Huwan Hou yang sudah terluka itupun menubruk nekad dari
arah belakang. Maju mundur gerakan kedua orang ini
menuruti teori barisan yang liehay, kerja samanya amat serasi
pula, gabungan serangan pedang Huwan Pau dan Huwan Hou
yang berlawanan arah ini ternyata jauh lebih liehay dari kerja
966 sama Huwan Hou dengan Huwan Kiau tadi. Secepat kilat
kedua pihak saling berhantam beberapa jurus, ternyata Ti Nio
tak mampu membebaskan diri dari kerubutan mereka untuk
menolong Toan Kiam-ping.
Tiba-tiba suara bentakan sekeras geledek menggelegar
memekak kuping tahu-tahu Sia-cin Hwesio sudah menerjang
datang dengan permainan tongkatnya yang diputarnya
sekencang kitiran, tubuhnya terbang tiga tombak jauhnya,
sungguh bagai jendral perang yang terjun dari angkasa.
Pertarungan jago-jago kosen meski menghadapi lawan
berat, tapi pendengaran, pandangan dan seluruh perhatiannya
juga ditujukan ke arah sekelilingnya. Bukan Huwan Liong tidak
tahu kalau Sia-cin Hwesio sedang menerjang tiba namun dia
tidak duga kalau gerakan Hwesio tromok ini bisa secepat ini.
Di kala dia melancarkan jurus serangan maut yang terakhir,
Sia-cin masih berada dua puluhan tombak jauhnya. Huwan
Liong kira dia masih sempat membunuh Toan Kiam-ping lalu
menyambut kedatangan Sia-cin Hwesio. Tak tahunya Sia-cin
seperti melompat terbang saja tahu-tahu sudah berada di
belakangnya. Huwan Liong kaget dan pecah nyalinya terpaksa dia
kendorkan serangannya kepada Toan Kiam-ping dan membalik
menahan kemplangan tongkat Sia-cin dengan pedangnya.
"Trang" kembang api berpijar akibat benturan keras itu, begitu
keras suaranya sampai wisu yang berada di ratusan tombak
jauhnya juga pekak telinganya.
Setelah benturan keras itu lenyap suaranya, tampak
sesosok tubuh mencelat tinggi ke udara. Tapi yang "terbang"
kali ini ternyata adalah Huwan Liong sendiri. Sebetulnya
lwekang kedua lawan ini seimbang dan sukar dibedakan siapa
lebih unggul. Tapi begitu pedang membentur tongkat baja,
karena didorong oleh terjangan dan kekuatan samberan
tongkat yang menggebu dari udara itu, tak kuasa lagi Huwan
967 Liong menguasai tubuhnya, tubuhnya tergetar mencelat
beberapa tombak jauhnya.
Akan tetapi Sia-cin Hwesio sendiri juga tersungkur jatuh di
tanah dan tak mampu merangkak bangun pula. Maklum
sebelum ini lengannya sudah terpanah, darah mengalir terlalu
banyak, kali ini mengadu kekuatan lagi, sudah terluka tambah
terluka, luka kali ini malah lebih parah, karuan dia tidak tahan
pula. Empat bersaudara sudah tiga yang terluka sudah tentu
barisan pedang itu tak dapat bertahan lagi. Lekas Kek Lam-wi
dan Toan Kiam-ping memapah Sia-cin Hwesio, tampak wajah
Hwesio gendut ini pucat pias, darah masih mengalir dari
mulutnya. Sungguh seperti diiris hati Toan Kiam-ping, sambil
memeluk Sia-cin Hwesio tak tertahan air mata bercucuran,
lidahnya serasa kelu dan tak tahu apa yang harus diucapkan.
Tapi Sia-cin Hwesio malah tersenyum, katanya: "Toankongcu,
jiwaku ini kan kau yang merenggutnya kembali, kini
ada kesempatan aku membalas budi pertolonganmu, mati
juga hatiku puas. Jangan kau bersedih karena aku," lalu
berpaling berkata kepada Kek Lam-wi: "Agaknya aku sudah
tidak kuat lagi, kalian tidak perlu membuang banyak tenaga
dan pikiran untuk aku. Satu hal yang amat kusesalkan adalah
aku tak mampu menuntutkan balas kematian Ui-yap Samko,
terpaksa tugas mulia itu kuserahkan kepada kau saja,"
suaranya semakin lemah dan matapun mendadak terpejam
tubuhnya lunglai rebah dalam pelukan Toan Kiam-ping.
"Jangan Siko, jangan kau mati," teriak Kek Lam-wi, waktu
dia raba denyut jantungnya masih bergerak dan terasa
hangat, lekas dia membubuhi obat di luka lengannya sambil
berkata: "Kita harus cari tempat untuk mengobatinya."
Berlinang air mata Toh So-so, katanya: "Seluas taman ini
diliputi sinar golok dan kilatan senjata tajam, kemana dapat
memperoleh tempat yang aman dan tenang?"
968 Tiba-tiba Toan Kiam-ping ingat sesuatu tempat, katanya
lirih: "Aku tahu ada sesuatu tempat sementara boleh kita
mengobati luka Sia-cin Taysu disana, tapi kita harus terjang
keluar dari kepungan musuh," tempat yang dimaksud bukan
lain adalah Bu-ling-goan dimana Tan Ciok-sing pernah
menyembunyikan diri dan disana pula dirinya bertemu dengan
Han Cin. Tan Ciok-sing sudah melarikan diri dari gua itu, para wisu
juga telah masuk kesana menggeledah gua itu, yakin kali ini
mereka akan selamat dan musuh takkan mengulang
pemeriksaan. Berlima mereka menerjang maju dengan
melabrak musuh sekuat tenaga, segarang harimau turun
gunung, mereka sikat setiap wisu yang berusaha merintangi.
Ternyata usaha mereka berhasil juga, tak lama kemudian
mereka sudah dekat dengan gunungan.
Ciok Khong-goan berteriak: "Jangan gugup, bidikkan panah
kalian ke arah mereka," di bawah pimpinannya, para pemanah
yang masih segar bugar segera berkumpul mereka mulai
mendapat kepercayaan pada diri sendiri untuk melawan
musuh. Di tengah gertakan suaranya yang keras, Ti Nio ayun
tangannya menimpukkan batu ke arah Ciok Khong-goan.
Lekas Ciok Khong-goan tegakkan golok bajanya yang
berpunggung tebal. "Trang" goloknya yang besar dan berat itu
ketimpuk miring dan hampir saja tak kuasa dia memegangnya
lagi. Karuan Ciok Khong-goan amat kaget, lekas dia tiup
padam sebatang obor yang dipegang wisu sebelahnya.
Waktu itu bala bantuan masih terus berdatangan dari
berbagai arah, cahaya obor terang benderang di empat
penjuru, dalam keadaan demikian, umpama mereka berhasil
menerjang keluar kepungan disini, tentu sukar untuk
menghindari pengejaran para wisu, lalu cara bagaimana
mereka bisa masuk ke gua Bu-ling-goan"
969 Mau tidak mau jantung Toan Kiam-ping dag dig dug. "Tak
usah gugup," ucap Ti Nio, dia seperti dapat meraba jalan
pikiran Toan Kiam ping, "aku punya akal," lalu dia terbahakbahak,
katanya: "Kawanan cakar alap-alap, kalian takut dilihat
orang, nah biarlah aku wakili kalian memadamkan obor-obor
itu," sembari bicara diam-diam dia meremas hancur sebutir
batu gunung, dengan gerakan Thian-li-sam-hoa (bidadari
menyebar kembang) batu yang diremasnya hancur dia
timpukkan, sekaligus puluhan obor dipadamkan. Kek Lam-wi
segera tiru cara sang Susiok, beruntun diapun padamkan
beberapa obor sekaligus, sementara Toh So-so yang
tenaganya lebih lemah hanya memadamkan dua tiga obor.
Toan dan Han hanya memadamkan obor yang dekat setiap
satu obor sekali sambitan.
Setelah batu beterbangan sebagian besar obor yang
menyala sudah berhasil dipadamkan. Sisanya yang masih
menyala hanya menerangi beberapa bayangan orang yang
sedang ribut saling tumbuk di garis lingkaran luar. Para
pemanah jelas tak berani membidik lagi karena kuatir salah
sasaran. Yang Maha Kuasa entah bagaimana seperti juga
membantu kesulitan mereka, udara yang semula cerah oleh
penerangan bulan setengah bundar, tahu-tahu gelap ditutupi
mega mendung. Setelah mereka lolos dari kepungan, begitu kebentur
dengan wisu yang membawa obor, lalu ditimpuknya padam.
Bila obor dinyalakan lagi sementara mereka sudah menghilang
di tempat gelap.
Han Cin sudah apal daerah disini, maka dia yang menjadi
penunjuk jalan kembali ke Bu-ling-goan. Secara seksama
mereka memeriksa keadaan sekelilingnya di tengah
kegelapan, daerah ini sudah kosong, kawanan wisu tampak
bergerak di kejauhan diluar taman besar.
Ti Nio berkata: "Jangan masuk dulu, biar aku pancing wisu
yang ada di sekeliling sini," habis bicara sengaja dia
970 memperlihatkan diri terus menuju ke arah yang berlawanan
dengan langkah yang lebar memapak beberapa wisu yang
masih pura-pura memeriksa sekedarnya. Karuan kawanan
wisu itu ketakutan dan lari berpencar seraya berteriak panik.
Yakin tiada wisu yang menaruh perhatian kepada mereka,
Kek Lam-wi berkata: "Toan-kongcu serahkan Siko kepadaku.
Pernah kau menolong Siko sekali, kali ini biar aku yang
merawatnya, jangan kau yang sudah kelelahan ini tambah
kepayahan."
"Demi menyelamatkan aku Sia-cin Taysu terluka separah
ini, kalau aku tidak menjaganya, betapa hatiku bisa tenteram,
Kek-heng, perkataanmu ini apa tidak terlalu membedakan?"
Baru saja Kek Lam-wi mau mendebatnya, tiba-tiba
didengarnya suara Ti Nio yang menggerung dan menghardik
dalam pertempuran sengit, agaknya diluar dia telah bentrok
dengan musuh tangguh.
"Kek-heng," kata Toan Kiam-ping, "apa kau lupa harapan
Sia-cin Taysu yang tercurahkan dalam pesannya kepadamu
tadi" Dia mengharap kau dapat lekas menuntut balas
kematian Ui-yap Tojin bukan?"
Kek Lam-wi sadar, maka dia tidak mendebatnya lagi,
katanya: "Toan-kongcu, tidak perlu aku banyak omongan akan
bantuan besarmu ini, terima kasih dan mohon bantuanmu
selanjutnya."
Han Cin ingin mendampingi Toan Kiam-ping, tapi Toan
Kiam-ping berkata: '"Adik Cin, sekarang tenagamu amat
dibutuhkan. Biar aku seorang diri merawat Sia-cin Taysu disini.
Bila kau telah bertemu dengan Tan-toako boleh selekasnya
kau kemari."
Melihat sang kekasih lebih mengutamakan kepentingan
umum, Han Cin apa boleh buat, terpaksa dia berkata: "Toako,
kau harus hati-hati." Setelah dia saksikan Toan Kian-ping
masuk ke Bu-liang-goan dan tidak terjadi apa-apa, baru lega
971 hatinya, bersama Kek Lam-wi dan Toh So-so mereka segera
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meninggalkan tempat itu.
"Tan-toako yang kalian bicarakan tadi adalah..." Kek Lamwi
bertanya. "Teman baik kalian, yaitu Pendekar Pemetik Harpa Tan
Ciok-sing," sahut Han Cin.
Kek Lam-wi berjingkrak kaget dan senang, serunya: "Hah,
diapun kemari."
"Bukan saja dia kemari, dia datang bersama putri In
Tayhiap. Tadi nona ln terjeblos kedalam perangkap musuh,
untung katanya berhasil meloloskan diri, tapi entah mereka
masih mengalami bahaya tidak?"
"Kalau demikian, mari lekas kita cari mereka," ajak Kek
Lam-wi. Saat mereka bicara disini pertempuran disana kedengaran
semakin memuncak, suara pertarungan gemuruh bagai guntur
menggelegar. Dan jauh barisan obor kelihatan bergerak cepat
semua menuju ke arah pertempuran.
"Celaka, agaknya Susiok ketemu tandingan tangguh, kita
harus bantu dia menjebol kepungan," demikian seru Toh Soso.
Ti Nio memang kepergok musuh tangguh.
Di waktu dia memancing perhatian kawanan wisu yang
masih berkeliaran secara membabi buta, tiba-tiba didengarnya
seorang membentak: "Kalian mundur semua, biar aku yang
membekuknya," lenyap suaranya orangnyapun sudah
menubruk tiba, tahu-tahu segulung angin telah menerpa
kepalanya. Ti Nio mencelos pikirnya: "Orang ini tidak boleh dipandang
ringan," kontan dia papak serbuan musuh dengan dorongan
kedua tangan. Begitu telapak tangan saling bentur, "Biang"
972 ledakan terjadi, tahu-tahu Ti Nio limbung, penyerang itu
tergentak mundur dua langkah.
Orang itu membentak: "Kiranya kau ini Tay-cui-pi-jiu Ti
Nio?" Ti Nio menghardik: "Kau telah tahu siapa aku, tapi berani
merintangi jalanku memangnya ingin mengadu jiwa dengan
aku?" Orang itu gelak tertawa katanya: "Tay-cui-pi-jiu yang kau
yakinkan memang tangguh, tapi jangan kau kira dapat
mengalahkan aku. Hehehe, meski malam ini kau nekad dan
adu jiwa, memangnya kau kira dapat terbang meloloskan diri."
Keduanya perang mulut, tapi kaki tangan tidak berhenti,
orang itu bergerak dengan langkah Ngo-hing-pat-kwa,
bergerak menyerang sambil bertahan, sekejap saja Ti Nio
telah diserangnya belasan gebrak, ternyata kekuatan dan
permainan mereka seimbang dan sengit, siapapun tiada yang
bisa memungut keuntungan.
Ternyata penyatron ini bukan lain adalah Lenghou Yong,
jago nomor satu dari seluruh anak buah Liong Bun-kong.
Lwekangnya masih setingkat di bawah Ti Nio tapi karena Ti
Nio tadi sudah mengalami pertempuran sengit, tenaganya
sudah dipersekot, kini menghadapi Lenghou Yong masih
bertenaga baru, keadaannya jadi lebih runyam.
Dengan menarikan serulingnya Kek Lam-wi lancarkan ilmu
ajaran keluarganya yang tunggal cepat sekal
Seruling Samber Nyawa 14 Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Kisah Pendekar Bongkok 5