Pencarian

Pendekar Pemetik Harpa 22

Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Bagian 22


sia yang digunakan itu agaknya punya asal-usul
yang patut diperhatikan. Nah kalian periksa."
Di bawah lampu Tan dan In memeriksa senjata rahasia itu
dengan seksama, tampak bentuk senjata rahasia itu mirip
seekor kupu-kupu kecil, ada sayap yang tipis tapi sisinya
tajam. Pakaian Kek Lam-wi sobek karena ketajaman senjata
rahasia ini sehingga kulit dagingnya ikut tergores sedikit.
In San membolak-balik senjata rahasia itu sekian lamanya,
katanya setelah menepekur "Ouw-tiap-piau seperti ini jarang
terlihat. Kek-toako, kalian Pat-sian luas pergaulan dan banyak
1277 pengetahuan umpama belum pernah lihat pasti pernah
dengar. Tahukah kau termasuk aliran mana senjata rahasia
sejenis ini?"
"Apa kalian pernah dengar nama Bu-san-pang," tanya Kek
Lam-wi. In San kaget, kalanya: "Bu-san-pang yang serba ahli
menggunakan senjata rahasia itu" Baru tadi Kanglam
Sianghiap membicarakan asal-usul Bu-san-pang itu dengan
kami." "Ouw-tiap-piau ini adalah senjata rahasia tunggal yang
biasa digunakan oleh Bu-san-pang Pangcu yang bernama Busam
Niocu." Ciok-sing betul-betul kaget, tanyanya: "Senjata rahasia
tunggal Bu-sam Niocu" Kurasa tidak boleh dianggap enteng.
Lekas kau telan Bik-ling-tan peninggalan guruku ini..."
Bik-ling-tan dibuat dari sari Thian-san-soat-lian (teratai
salju) kasiatnya dapat memunahkan seratus jenis racun,
merupakan obat pemunah racun yang tak ternilai dan paling
sulit didapat. Tapi Kek Lam-wi mandah tertawa saja, katanya kalem:
"Terima kasih akan kebaikanmu Tan-heng, luka seringan ini
tak usah menggunakan Bik-ling-tan yang tak ternilai itu.
Walau senjata rahasia ini milik Bu-sam Niocu, tapi Ouw-tiappiau
ini tidak mengandung racun. Setelah kububuhi Kim-jongyok,
rasa sakit telah hilang."
"Senjata rahasia tunggal Bu-sam Niocu ternyata tidak
beracun, berita aneh," kata In San heran.
"Maka itu, tadi aku katakan dia tidak bermaksud
membunuhku. Kenapa pula kalian membicarakan Bu-san-pang
dengan Kanglam Sianghiap?"
"Di tengah jalan mereka bersua dengan rombongan orang
Bu-san-pang. Kira-kira sejam Bu-Sam Niocu tiba di Soh-ciu
1278 lebih dulu dari kita," lalu In San ceritakan pembicaraannya
dengan Kwik Ing-yang.
"Bu-san-pang jauh berada di Su-jwan barat, jejak mereka
jarang keluar dari Sam-siap, kenapa mendadak berada di Sohciu"
Di waktu Kanglam Sianghiap membicarakan hal ini
dengan kami, kami sudah menduga-duga dan tidak habis
mengerti, sekarang aku baru paham ternyata maksud tujuan
mereka hendak menyergap Kektoako," demikian ujar In San.
Kek Lam-wi geleng-geleng kepala, katanya: "Jauh-jauh
mereka meluruk ke Soh-ciu ini aku yakin bukan lantaran mau
menyergap aku saja."
"Tindak-tanduk mereka memang aneh, kalau tidak ingin
membunuh Kek-toako kenapa pula membokong kau" Buat apa
mereka mencari gara-gara terhadap Pat-sian" Bukankah
mencari permusuhan?"
"Aku juga belum dapat menyelami tujuan mereka yang
sebenarnya, tapi belakangan terjadi pula suatu peristiwa yang
ada sangkut pautnya dengan orang-orang Bu-san-pang?"
"Peristiwa apa?" Tan dan In tanya bersama.
Sebelum berkata Kek Lam-wi memejam mata
mendengarkan sesuatu dengan cermat, Tan Ciok-sing berkata:
"Diluar yakin tiada jejak manusia."
Kek Lam-wi berkata lirih: 'Diluar tiada orang mencuri
dengar. Tapi kita harus ingat, kita menginap di hotel milik In
Kip, jelas punya maksud jahat, tidak boleh tidak harus hatihati.
Marilah kita bicara di atas loteng saja, siapa tahu di
belakang dinding ada telinga."
Melihat sikapnya bersitegang leher, entah kejadian apa
yang pernah dialaminya, mau tidak mau Tan Ciok-sing dan In
San ikut merasa risau.
Setiba di kamar di atas loteng, Kek Lam-wi menutup pintu,
baru melanjutkan pembicaraan: "Waktu aku pulang kemari
1279 sudah mendekati kentongan ke empat. Aku keluarkan nomor
tembaga itu, setelah penjaga memeriksa, baru pintu itu dibuka
membiarkan aku masuk."
"Melihat kau selarut itu baru pulang, sudah tentu penjaga
pintu merasa heran," ujar In San tertawa.
"Sebaliknya, yang merasa kaget dan heran justru adalah
aku, bukan dia."
"Lho mengapa?"
"Pintu kebon terbuka, begitu aku melangkah masuk,
didalam sudah ada seorang menyongsong kedatanganku.
Coba terka siapa dia?"
"Mana aku bisa menerkanya, lekas kau terangkan saja
siapa dia?" In San gugup.
"Kuasa hotel itu," ujar Kek Lam-wi.
"Ya, memang tidak terduga, kuasa hotel memang angkuh,
tapi uang memang licin, selarut itu dia masih menunggu kau
pulang. Em, mungkin lantaran kau menyogoknya dengan uang
emasmu itu."
Kek Lam-wi tertawa, katanya: "Uang emas itu mungkin
penyebab sehingga dia tidak memandang rendah kita, tapi
aku yakin sikapnya itu bukan lantaran uang emas itu sehingga
dia perlu bermuka-muka terhadap kita."
"Lalu lantaran apa?" tanya In San.
"Jangan terburu nafsu," ujar Tan Ciok-sing tertawa,
"dengarkan saja cerita Kek-toako."
Kek Lam-wi meneruskan ceritanya: "Dengan laku hormat
kuasa hotel itu berkata terhadapku: 'Kek-ya telah pulang,
mohon maaf, aku terlambat menyambut.' Aku bilang kenapa
selarut ini kau masih belum tidur" Dia bilang: 'Aku memang
menunggu Kek-ya pulang.'-Aku bilang terima kasih. Waktu itu
1280 aku sudah mulai curiga, maka aku ulur tangan berjabatan
dengan dia sebagai tanda terima kasih."
"Berjabat tangan sekaligus kau menjajal Lwekangnya?"
tanya Ciok-sing.
"Betul, aku mencobanya."
"Bagaimana hasilnya?"
"Susah diukur."
Ciok-sing kaget, serunya: "Kuasa hotel itu bertampang
biasa, ternyata seorang kosen?"
"Mungkin Lwekangku yang terlalu cetek dan belum lama ini
mengalami luka-luka, maka kurasa Lwekangnya susah diukur.
Bila kau Tan-toako yang menjajal dia, jelas berbeda. Waktu
aku mencobanya, semula hanya kukerahkan tiga bagian
tenaga terus bertambah sampai delapan sembilan bagian
kekuatanku, namun sikapnya tetap biasa seperti tidak merasa
apa-apa, wajahnya tetap bersenyum dan berkata supaya aku
tidak usah sungkan, tapi dia ternyata tidak memberi reaksi."
"Meski kesehatan Kek-heng baru sembuh, tapi dia memiliki
Kungfu sebaik itu, boleh terhitung sebagai jago kosen kelas
satu di Kangouw. Lalu bagaimana?"
"Akhirnya dia undang aku ke kantornya untuk bicara,
katanya ada urusan penting yang hendak dibicarakan,"
demikian tutur Kek Lam-wi, "waktu itu aku ragu-ragu, namun
kupikir apa halangannya mendengar penjelasannya, maka aku
ikut masuk ke kantor."
Sampai disini Kek Lam-wi merogoh keluar selembar
undangan, katanya: "Setelah duduk dia mengeluarkan kartu
undangan ini, katanya majikannya mengundangku untuk
menghadiri perjamuan."
Undangan itu hanya ditujukan kepada Kek Lam-wi seorang,
waktu Tan Ciok-sing buka kartu undangan hanya terdapat
1281 beberapa baris tulisan yang mengharap kehadirannya dalam
perjamuan yang diadakan di suatu tempat pada tanggal dan
hari yang sudah ditentukan, di bawah tertanda ln Kip.
Tan Ciok-sing manggut-manggut, katanya: "Kiranya dia
sudah tahu bahwa kau adalah Kek-jithiap dari salah satu Patsian,
tak heran sikapnya menjilat kepadamu."
"Untung mereka belum tahu asal-usulku dan Tan-toako,"
demikian In San, "bila In Kip sudah tahu, tak mungkin hanya
Kek Lam-wi seorang saja yang diundang."
Kek Lam-wi meneruskan: "Tahu tak mungkin mengelabui
orang, tapi aku yakin In Kip pasti tidak berani mencari setori
dengan Pat-sian, maka aku coba mengorek keterangannya:
"Apa aku saja yang diundang?"
"Kuasa hotel berkata: 'Maaf, majikan ada pesan, undangan
ini khusus hanya untuk Kek-jitya saja. Beliaupun mengharap
supaya soal undangan ini Jitya tidak memberitahu kepada
orang lain, termasuk kedua temanmu itu."
In San tertawa, katanya: "Persoalan sudah jelas. Aku jadi
tidak mengerti kenapa mereka bertindak secara sembunyisembunyi?"
Tan Ciok-sing juga mendapat firasat, undangan In Kip kali
ini bukan mustahil merupakan muslihat jahat.
"Memangnya aku juga merasa keki akan sikap mereka yang
sembunyi-sembunyi, tapi aku hendak menolak undangan ini,
kuasa hotel itu sudah mengeluarkan dua benda, katanya:
'Inilah pemberian majikanku untuk Kek-jithiap!' - Melihat
benda itu seketika aku telan kembali ucapan yang mau
kulontarkan."
"Dua benda apakah itu?" tanya In San.
"Inilah yang pertama, kau periksa dengan seksama," ujar
Kek Lam-wi. 1282 Kontan In San bersuara heran, katanya: "Bukankah ini
Ouw-tiap-piau, senjata rahasia tunggal milik Bu-sam Niocu itu,
untuk apa kau mengeluarkan pula?"
Kek Lam-wi tertawa, katanya: "Inilah Ouw-tiap-piau yang
telah dilumuri racun jahat, kena darah mencekik leher, kau
harus hati-hati, jangan sampai tanganmu tergores luka keluar
darah. Yang satu ini adalah Ouw-tiap-piau yang tadi kalian
periksa, tidak beracun.'
In San letakan kedua Ouw-tiap-piau itu di atas meja, jajar
dan teliti, kalau tidak diperhatikan orang sulit melihat
perbedaannya, piau kupu-kupu yang beracun, sayapnya
sedikit berwarna ungu.
In San heran, tanyanya: "In Kip memberikan piau beracun
milik Bu-sam Niocu kepada kau, apa maksudnya?"
"Kau boleh lihat dulu benda yang kedua ini," ujar Kek Lamwi,
yang dikeluarkan kali ini adalah sebentuk tusuk kondai
terbuat dari batu kemala.
"Batu kemala terbaik, buatannyapun halus dan rajin. Hm,
piau beracun ditambah tusuk kondai, kado yang diberikan In
Kip kepada kau tidak murah nilainya. Tapi sifat kedua kado ini
justeru berlainan. Kau bisa menerka arah maksudnya?"
"Sudah kupahami," ujar Kek Lam-wi.
"Apa tujuannya?"
Kalem suara Kek Lam-wi: "Inilah tusuk kondai yang biasa
dipakai di atas sanggul So-so."
In San keplok tangan, serunya: "Tak heran, aku seperti
pernah melihat tusuk kondai ini."
Tutur Kek Lam-wi lebih jauh: "Setelah menyerahkan kedua
kado ini kepadaku, kuasa hotel berkata pula: 'Majikanku
bermaksud meminjam kembang dipersembahkan kepada sang
Budha. Jikalau Kek-jithiap ingin bertemu dengan pemilik kedua
1283 benda ini, maka Kek-jithiap harus hadir tepat pada waktu
perjamuan yang ditentukan."
In San manggut dan paham, katanya: "Sekarang aku tahu
tujuan mereka. Melalui kedua kado ini In Kip memperingatkan
dirimu, bahwa Toh-cici kini jatuh ke tangan orang-orang Busan-
pang. Kalau kau ingin menolong Toh-cici, maka kau harus
tunduk akan keinginan mereka."
Kek Lam-wi tertawa getir, katanya: "Betul, agaknya In Kip
ada intrik dengan Bu-san-pang, So-so digunakan untuk
mengancam diriku. Hanya aku tidak tahu apa yang mereka
inginkan atas diriku?"
"Mereka hanya mengundang kau saja, dilarang
memberitahu kepada kami, dari sini dapat kita simpulkan, bila
terjadi kekerasan kuatir tidak menguntungkan mereka. Hm,
cara yang keji mereka gunakan karena mereka sudah
menduga bahwa kau pasti berusaha menolong nona Toh,
dalam keadaan seperti sekarang kau hanya bisa tunduk akan
perintah mereka."
ln San bertanya: "Apakah In Kip mengundang kau di
rumahnya?" dia pikir bila tahu alamat In Kip, bersama Tan
Ciok-sing dia siap meluruk kesana memberi bantuan bilamana
perlu. "Entahlah," sahut Kek Lam-wi, "kuasa hotel bilang, bila tiba
waktunya dia akan utus seorang menjemput dan mengantar
aku. Dia suruh aku berusaha cari alasan meninggalkan kalian,"
agaknya dia juga sudah meraba jalan pikiran In San, lalu
menambahkan: "Kalau benar So-so terjatuh ke tangan
mereka, tiada gunanya kalian ikut kesana."
Ciok-sing dan In San tanya bersama: "Jadi bagaimana
keputusanmu, pergi atau tidak?"
Kek Lam-wi masih bimbang, katanya: "Bagaimana menurut
pendapat kalian?"
1284 "Kemungkinan setelah mencelakai Toh-cici, jiwamupun
bakal direnggut mereka," kata ln San.
"Sebetulnya bila mereka mau merenggut jiwaku tak usah
susah payah mengatur tipu daya segala. Pertama, waktu Busam
Niocu menyergapku, dia bisa menggunakan piau beracun,
sejak itu jiwaku pasti sudah melayang. Kedua, dengan taraf
kepandaian kuasa hotel, bila tadi mendadak dia turun tangan
keji. pasti aku sudah mampus atau terluka parah di
tangannya."
Berpikir sejenak akhirnya Tan Ciok-sing berkata: "Uraianmu
memang betul. Agaknya tujuan utama mereka bukan
menginginkan jiwamu, kemungkinan di belakang persoalan ini
ada suatu rencana keji, kau disudutkan dan terpaksa harus
tunduk serta berjanji membantu mereka."


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi bila benar So-so di tangan mereka, bagaimana juga
aku tak bisa berpeluk tangan."
"Sudah tentu," ucap Tan Ciok-sing dan In San bersama.
Maka tetap keputusan Kek Lam-wi, katanya: "Betapapun
berbahaya, aku sudah pasti akan menyerempetnya."
Dalam hati kecil Tan Ciok-sing merasakan cara ini kurang
tepat, namun dalam keadaan mendesak begini, tiada cara lain
yang dapat mereka simpulkan untuk menolong Toh So-so.
Demi keselamatan Toh So-so, maka Tan Ciok-sing tidak
mungkin merintangi kehendak Kek Lam-wi.
Tanpa merasa mereka bicara semalam suntuk fajarpun
telah menyingsing.
Memandang keluar jendela, Kek Lam-wi jadi teringat,
katanya: "Kanglam Sianghiap masih menguatirkan dirimu, kini
sudah terang tanah, sepantasnya aku kesana menemui
mereka. Tapi dalam situasi seperti sekarang ini, kurasa tidak
leluasa. Tan-toako, tolong kau saja yang menyampaikan berita
ini kepada mereka."
1285 "Baiklah," sahut Tan Ciok-sing. Baru saja dia beranjak
hendak turun ke bawah loteng, tiba-tiba didengarnya ada
orang membuka pintu di bawah.
Lekas Kek Lam-wi berkata: "Jangan gegabah, kalau
tujuannya hendak menyergap orang, tidak mungkin dia berani
masuk dari pintu depan."
"Baiklah, biar kuturun melihatnya, bila ada urusan akan
kupanggil kau," ucap Ciok-sing lalu beranjak keluar.
Setiba di bawah loteng, ternyata seorang kacung muda
berusia tujuh belasan membawa sapu. "Aku yang menyapu
dan membersihkan villa ini," ucap kacung muda itu, "maaf,
gerak-gerikku teramat kasar sehingga tuan terjaga bangun
sepagi ini."
Lega hati Tan Ciok-sing, pikirnya: "Tak heran dia
mempunyai kunci duplikat," katanya: "O, tidak apa-apa, sejak
tadi aku sudah bangun."
Ciok-sing duga Kek Lam-wi sudah dengar perkataan si
kacung, maka dia merasa tidak perlu naik ke atas
memberitahu. Maka dia ajak kacung ini ngobrol: "Kau, amat
rajin bekerja, sepagi ini kau sudah mulai bekerja."
Kacung muda itu mengikuti Ciok-sing masuk ke kamar,
tiba-tiba dia merendahkan suara berbisik: "Tuan, adakah kau
ini Tan Ciok-sing Tan-siauhiap?"
Tan Ciok-sing terperanjat, lekas dia menoleh dan tanya:
"Siapa kau?"
"Aku utusan Seng Toa-coan. Cong-piauthau dari Ceng-lam
Piaukiok untuk menyerahkan surat kepada kau. Beliau kurang
leluasa kemari mencari kalian," sahut si kacung.
Seng Toa-coan adakah kenalan baik Kek Lam-wi sejak
leluhur mereka, hal ini Tan Ciok-sing sudah tahu.
1286 Curiga dan tidak tentram hati Tan Ciok-sing, katanya: "O,
jadi kau ini bukan kacung yang biasa membersihkan tempat
ini?" "Tidak," sahut si kacung, "aku memang kacung yang
diupah oleh hotel disini. Tapi akupun adalah murid Seng-congpiauthau,
hal ini tiada seorangpun dalam hotel ini yang tahu."
Tan Ciok-sing maklum ternyata kacung ini sengaja ditanam
di Say-cu-lim sebagai mata-mata dan bekerja sebagai kacung,
spion yang memberi informasi kepada Seng Toa-coan, Cioksing
tanya: "Ada kabar apa?"
"Seng-cong-piauthau suruh aku menyampaikan, diharap
kalian tengah hari nanti pergi ke Ham-san-si diluar kota."
"Tengah hari?" diam-diam Tan Ciok-sing menerawang,
bertepatan dengan Kek Lam-wi yang harus menghadiri
perjamuan undangan In Kip."
Kacung itu berkata lebih lanjut: "Seng-cong-piauthau
bilang, bila kalian bertiga tidak bisa pergi, seorang saja juga
tidak jadi soal, tapi diharap Tan Tayhiap sendiri yang harus
kesana." "Apa kau tahu siapa pula yang diundang untuk ke Hamsan-
si?" tanya Ciok-sing.
"Bukan Seng-cong-piauthau yang mengundangmu ke Hamsan-
si, siapa dia aku tidak tahu. Tapi Seng-cong-piauthau
bilang orang itu menunjuk dirimu dan hendak berhadapan
langsung dengan kau. Bila kau sudah berhadapan dengan dia,
kau akan tahu siapa dia."
"Baiklah, aku akan datang tepat pada waktunya. Masih ada
berita lain?"
"Ada. Tapi bukan berita yang dikirim Seng-cong piauthau
untuk disampaikan kepada kau, tapi berita yang berhasil
kucuri dengar."
1287 "Bagus, coba kau terangkan."
"Kuasa hotel sudah tahu asal-usul kalian."
Hal ini sudah dalam rekaan Tan Ciok-sing, namun tak urung
dia bertanya: "Darimana kau tahu bila kuasa hotel sudah
tahu?" "Semalam kira-kira kentongan ketiga, kudengar kuasa hotel
berbicara dengan seorang di kantornya."
"Siapa yang dia ajak bicara?"
"Berapa kali mereka menyebut nama Hu Kian-seng, orang
itu kalau tidak salah adalah orang utusan Hu Kian-seng. Aku
sudah tahu shenya, tapi tidak tahu namanya. Shenya itu
kedengarannya juga aneh."
"Dia she apa?"
"Dalam daftar seratus she tidak tercantum. Kudengar kuasa
hotel memanggil dia Tang-bun Siangsing."
Sampai disini pembicaraan mereka ln San juga turun dari
loteng, kebetulan melangkah masuk kamar, katanya:
"Percakapan kalian kudengar semua, boleh dilanjutkan."
"She rangkap seperti Tang-bun jarang ada di Tionggoan.
Kemungkinan dia dari suku minoritet."
In San paham seluk beluk persilatan, segera dia
menimbrung: "Di jaman dynasti Song, ada seorang maha guru
silat kenamaan bernama Tang-bun Bong, beliau tinggal di
sebuah pulau kecil yang terpencil di lautan timur. Di kalangan
Bulim orang sama menjulukinya Tang-hay-liong, entah orang
ini adalah keturunannya?"
"Tak usah kita mereka bagaimana asal-usulnya. Cepat atau
lambat kita toh bakal berhadapan. Teruskan saja kisahmu."
Kacung itu meneruskan: "Kuasa hotel berlaku hormat dan
menyanjungnya, katanya: 'Tang-bun-siansing, kau
1288 memperoleh dukungan dari Hu-congkoan, Sri Baginda juga
menghargai kau, kelak paling sedikit kau pasti bisa menjabat
wakil Komandan Gi-lim-kun, bila tiba waktunya, harap kau
tidak lupa bantu siaute mencapai kedudukan yang lumayan.'"
"Orang itu tertawa, katanya: 'Disini kau sudah jadi kuasa
hotel, kedudukan dan hasilmu tidak kalah dari jabatan kecil di
istana. Memangnya kau masih belum puas" Bicara terus
terang, tujuan hidupku bukan ingin menjabat pangkat, yang
kuharap hanyalah dapat mendirikan suatu aliran tersendiri,
dengan tubuh luarku ini setia terhadap kerajaan. Bila kau ingin
mengejar pangkat dan harta, kukira bukan persoalan sukar
bagi aku, asal kali ini kau mau membantu kami sekuat tenaga
jasamu tidak kecil itu sudah merupakan pelicin jalan bagi
kesuksesanmu kelak.'-Sampai disini pembicaraan mereka
makin lirih seperti bisik-bisik. Dari tempat sembunyiku diluar
tidak mendengar apa-apa pula. Sesaat kemudian baru
kedengaran mereka tertawa besar. Kudengar kuasa hotel
mengucapkan perkataan yang kurasa aneh."
"Omongan aneh apa?" Ciok-sing menegas.
"Tamu she Tang-bun itu setelah tertawa riang berkata:
'Setelah urusan selesai, Baginda sendiri juga akan merasakan
kebaikanmu.'"
In San kaget, selanya: "Begitu penting. Dari pembicaraan
ini dapat kita duga bahwa rencara keji yang mereka atur tentu
tidak kecil artinya."
Diam-diam Tan Ciok-sing seperti sudah menduga akan
suatu hal, tapi dipikir-pikir akhirnya dia urung bicara, katanya
kemudian "Masih ada berita lagi?"
"Tiada lagi," ujar si kacung, "kalian tingggal disini, setiap
langkah harus hati-hati." Setelah kacung pergi, Tan dan ln
naik ke loteng pula dan berunding dengan Kek Lam-wi. Kek
Lam-wi berkata "Pembicaraan kalian di bawah aku sudah
dengar jelas. Kalian boleh menepati undangan ke Ham-san si
1289 itu. Bila aku bisa kembali tanpa kurang suatu apa. akan
kususul kalian ke Ham-san-si. Umpama mengalami sesuatu
boleh kalian mencari perhitungan dengan kuasa hotel disini."
Meski menguatirkan keselamatan Kek Lam-wi dalam
menghadiri undangan In Kip, tapi urusan tidak boleh ditunda
dan tidak mungkin dicegah, terpaksa mereka bekerja sesuai
rencana. Waktu Ciok-sing dan In San tiba di villa Kanglam
Sianghiap, mereka siap sarapan pagi yang disediakan pihak
hotel, Ciok-sing tuturkan bahwa Kek Lam-wi sudah pulang dan
terangkan pula berita yang dicuri dengar oleh kacung muda
itu kepada mereka.
Tiba-tiba tergerak hati In San, segera dia keluarkan tusuk
kondai perak. Tusuk kondai ini biasanya dia tusukan di atas
sanggul rambutnya kiri, karena menyamar laki-laki maka tusuk
kondai dia simpan didalam baju. Tusuk kondai ini satu persatu
dia masukan kedalam masakan, ternyata warnanya tidak
berubah, maka dia berkata tertawa: 'Kuasa hotel ternyata
tunduk akan perintah orang itu, makanan ini tidak diberi
racun." Habis mendengar cerita Ciok-sing, Kwik Ing-yang berkata:
"Entah siapa yang mengundang kalian untuk bertemu di Hamsan-
si. Bahwa yang diundang adalah kalian bertiga saja, aku
dan Bin-siu lebih baik tidak usah ikut kesana."
"Lalu kalian mau kemana?" tanya In San.
"Dengan Bin-siu kami sudah berencana akan ke Thay-ouw
dan naik ke Tong-thing-san barat. Pengalaman kalian disini
akan kulaporkan kepada Ong Goan-tin. Umpama Kek-jithiap
mengalami sesuatu yang tidak diinginkan, semoga Ong Goantin
bisa mencari akal membantunya."
"Ya, begitupun baik. Sekarang juga kami akan berangkat
dulu," ujar Ciok-sing.
Kwik Ing-yang teringat satu hal, katanya: "Seharusnya kita
sudah meninggalkan hotel ini, tapi bila kita sudah
1290 meninggalkan tempat ini, suatu tugas yang amat penting jadi
sukar diselesaikan."
"Tugas apa?" tanya In San.
"Say-cu-lim memang tempat berbahaya, tapi boleh juga
dianggap sebagai arena pertempuran, cuma bukan
pertempuran adu senjata atau pukulan."
Ciok-sing sadar, katanya: "Betul, keluar dari tempat
berbahaya ini, memang dapat menghindari serangan musuh,
namun untuk menyelidik gerak gerik musuh jadi lebih sukar."
"Cekak aos saja. Mana yang baik, kita tetap tinggal disini,
atau segera meninggalkan tempat ini."
"Tiada jarum yang runcing dua ujungnya," ujar Tan Cioksing,
"menurut situasi yang kita hadapi sekarang, lebih baik
untuk sementara kita meninggalkan tempat ini."
"Maksudmu suatu ketika kita akan kembali?" In San
menegas. "Urusan kelak, bicarakan kelak. Sekarang kau harus segera
berangkat bersamamu."
"Betul, sebelum tengah hari kalian harus tiba di Ham-san-si
memenuhi undangan itu, dari pada terlambat lebih baik
datang lebih dini. Biar kugambarkan letak Ham-san-si
sekedarnya, supaya kalian tidak perlu mencarinya ubekubekan."
oooOOOooo Sebelum Tan Ciok-sing dan In San keluar pintu besar dari
kebon raya ini tiba-tiba tampak kuasa hotel menyongsong
mereka sambil tertawa seri. "Tuan berdua kenapa sepagi ini
sudah keluar?" tanya kuasa hotel.
Tergerak hati Ciok-sing, katanya: "Benar. Tadi aku
mencarimu ke kantor tidak ketemu, kebetulan bersua disini."
1291 Diam-diam kuasa hotel terkejut, pikirnya: "Apakah Kek
Lam-wi menuturkan kejadian semalam kepada mereka?" tapi
dengan sikap tenang dan wajar dia bertanya: "Ada urusan
apa?" "Kami akan keluar menyambangi seorang teman, malam
nanti akan kembali pula. Kemarin kami hanya membayar sewa
kamar dua hari, kupikir akan kutambah dua hari lagi," sembari
bicara dia merogoh keluar sebutir kacang emas langsung
diserahkan kepada kuasa hotel, katanya pula: "Sebutir kacang
emas ini untuk melunasi sewa kamar, coba diperiksa, apakah
bobotnya sudah cukup?"
Lega hati kuasa hotel, batinnya: "Kiranya mencariku mau
membayar sewa kamar, bikin hatiku dag dig dug saja," segera
dia goyang tangan, katanya: "Uang sewa pemberian Kek-ya
kemarin masih banyak kelebihannya."
"Anggaplah sebagai pembayaran sewa kamar kemarin.
Berapa yang dia berikan adalah urusannya, kami tidak ingin
nginap dan kamar gratis disini."
"Betul. Biar dia membayar ongkosnya sendiri, kamipun
membayar pengeluaran kami. Ciangkui, kalau kau tidak mau
terima artinya kau memandang rendah kami berdua," In San
menimbrung. Diam-diam senang hati kuasa hotel, pikirnya:
"Kedengarannya mereka agak sirik terhadap Kek Lam-wi, biar
kucoba korek keterangan mereka," lalu dia berkata: "Kalian
begini terbuka tangan, biarlah hamba menerima kebaikan ini,"
sembari bicara dia terima kacang emas itu terus dimasukkan
kedalam kantong lalu bertanya dengan sikap adem ayem:
"Apakah Kek-ya tidak keluar bersama kalian?" ?" dia kuatir
bila uang emas tidak diterima, salah-salah bisa menimbulkan
rasa curiga orang. Oleh karena itu terpaksa dia merelakan diri
dianggap laki-laki tamak yang suka terima sogok.
1292 "Kek-ya tadi bilang katanya mau tinggal di rumah familinya,
tidak mau tinggal bersama kami lagi," sahut Tan Ciok-sing.
Semakin senang hati kuasa hotel, pikirnya: "Kiranya Kek
Lam-wi menggunakan alasannya untuk memencar diri dengan
mereka. Perhitungan In-toaya memang tepat dan sempurna,
dia yakin Kek Lam-wi pasti terjeblos kedalam permainannya."


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maka dia berkata: "O, kiranya begitu. Baiklah aku tidak berani
menunda waktu kalian untuk menyambangi teman, dua nomor
tembaga ini harap kalian suka menyimpannya. Meski larut
malam baru pulang, dengan menunjukan tembaga ini kalian
bisa keluar masuk dengan leluasa."
Sambil bercakap-cakap mereka keluar dari Say-cu-lim,
cukup jauh mereka meninggalkan kebon raya, keduanya
lantas celingukan, setelah yakin tiada orang memperhatikan,
In San lantas berkata: "Toako, kenapa kau memberi
keuntungan sebesar itu kepada kuasa hotel, melihat
tampangnya aku sudah sebal."
"Berdagang siapapun harus keluar modal. Kaukan anak
pintar, memangnya kau tidak bisa meraba maksud tujuanku."
"Baik, coba biar kuterka," kata In San lalu menepekur,
akhirnya dia tersenyum, katanya: "Kuduga, kau sedang
mengatur tipu daya supaya pihak musuh merasa bimbang dan
serba curiga?"
"Betul. Kau memang cerdik, sekali tebak kena sasaran.
Tujuanku justru supaya mereka tidak bisa meraba sepak
terjang kita sesungguhnya. Bukan saja membuat mereka
serba curiga, kitapun bisa bertindak secara isi kosong serba
berlawanan."
"Betul. Dengan membuang sebutir uang emas kita masih
punya hak untuk kembali dan menginap pula di hotel itu."
Tiada habis bahan pembicaraan mereka, sepanjang jalan
tidak pernah merasa kesepian, tanpa merasa sebelum tengah
hari mereka tiba di Ham-san-si terletak di atas sebuah bukit di
1293 seberang Hong-kio, empat puluh li diluar kota Soh-ciu ke arah
barat. Bukit ini dipenuhi pohon beringin. Merupakan salah satu
daerah pariwisata yang terkenal juga di bilangan Soh-ciu.
Kala itu permulaan bulan delapan saatnya kembang mekar
semerbak pemandangan nan molek dan permai disini sungguh
amat mempesona. Lama In San terpukau di atas jembatan,
katanya kemudian setelah menghela napas: "Sayang baru hari
ini aku sempat bertamasya disini!"
Walau Ham-san-si merupakan salah satu obyek pariwisata,
namun pengunjung yang suka sembahyang di biara ini amal
jarang, hari itu kebetulan bukan hari raya maka kecuali
mereka berdua tiada orang lain yang keluyuran di tempat ini.
Cukup lama mereka mondar mandir di bilangan biara yang
sudah tua dan kurang terurus ini, jangan kata seorang Hwesio
keluar menyambut, seorang kacungpun tidak kelihatan.
Untung keadaan dalam biara cukup memuaskan untuk
ditonton, dinikmati serta diresapi. In San tertawa, katanya
lirih: "Kenapa tidak kelihatan orang itu keluar" Apa tidak perlu
mengundang Hwesio disini mencari tahu padanya?"
"Siapa nama orang itu dan bagaimana asal-usulnya kan kita
tidak tahu, bagaimana kau akan tanya kepada Hwesio disini.
Yang terang waktunya belum tiba, masih beberapa kejap lagi
baru tepat tengah hari, kau tidak usah gugup, tunggu saja
dengan sabar," demikian bujuk Tan Ciok-sing.
In San tertawa geli sendiri, katanya: "Benar, salah kita
datang terlalu dini."
Tengah bicara mereka terus maju ke depan, tiba-tiba
didengarnya dua kali suara "Tok-tok".
In San berbisik: "Seperti ada orang main catur."
"Benar, itulah suara buah catur yang dijatuhkan di atas
papan catur, agaknya pertandingan sedang mencapai puncak
yang paling menegangkan," ujar Tan Ciok-sing tertawa.
1294 "Bagaimana kau tahu?"
"Buah catur mengetuk berat di atas papan, ini menandakan
orang yang pegang buah catur teramat tegang perasaannya."
Betul juga, suara serak seorang terdengar berkata: "Hwesio
tua ini tidak suka main caplok. Ai naga-naganya permainanku
kali ini pasti kau kalahkan."
Suara seorang lain berkata juga dengan tertawa: "Aku sih
apa boleh buat kalau aku tidak mau 'caplok' salah-salah
pionku yang kau lalap malah."
Tan Ciok-sing melenggong, sontak dia berjingkrak girang,
serunya: "Ha, kiranya Tam Tayhiap."
Di kala dia bicara dengan In San, didengarnya orang itu
sedang berkata kepada Hwesio tua. "Betapapun Taysu
memang lebih unggul, sungguh tak nyana kau masih punya
akal seliehay itu untuk menyudutkan raja dan merebut
kedudukan penting. Nah, tamuku sudah datang, biarlah aku
mengaku kalah saja."
Kini In San juga sudah mendengar suaranya, kontan dia
berteriak girang: "Paman Tam, paman Tam."-Saking girang
mereka tidak hiraukan tata tertib lagi, seperti lomba lari saja
sama memburu ke arah datangnya suara. Tampak di kamar
semadi sana seorang hwesio tua sedang duduk berhadapan
dengan seorang laki-laki, siapa lagi kalau bukan Kim-to-thiciang
Tam Pa-kun. " Tam Pa-kun tertawa, katanya: "Maaf ya,
aku tidak duga kalian datang sepagi ini, maka tidak
menyambut kalian diluar. Inilah Hong-tiang biara ini Kiau-jan
Taysu." Kiau-jan Taysu berkata: "Kalian tidak usah rikuh dan
banyak peradatan, hwesio tua akan menunaikan tugas
sembahyang, maaf aku harus mengundurkan diri."
Tam Pa-kun adalah teman karib ayah In San semasa
hidupnya, melihat dia In San seperti berhadapan dengan famili
1295 sendiri, saking senang air mata berkaca-kaca, katanya dengan
lidah agak kelu: "Sungguh tidak diduga, kiranya kau paman
Tam. Dua hari yang lalu, Seng Toa-jan bilang kau sudah
menuju ke Thay-ouw. Kukira sebelum pesta ulang tahun Ong
Goan-tin aku tidak akan bisa bertemu dengan kau."
"Aku malah tahu kau pasti datang bersama Ciok-sing," ujar
Tam Pa-kun tertawa, "tapi bila di tempat lain bersua dengan
kau, mungkin aku tidak berani mengenalimu. Sejak kapan kau
belajar merias diri, dandananmu sungguh mirip dan tampan
sekali." "Seng Toa-jan bilang kalian datang bersama Kek Lam-wi,
salah satu dari Pat-sian. Dan menginap di Soh-ciu, kenapa
tidak kelihatan"
Apa ada urusan penting sehingga dia harus ke tempat
lain?" "Betul," ujar Ciok-sing, "dia kebentur suatu kejadian yang
tak terduga, pergi memenuhi undangan lain."
"Memenuhi undangan siapa?" tanya Tam Pa-kun.
"Undangan dari majikan Say-cu-lim In Kip."
Tam Pa-kun kaget serunya: "Memenuhi undangan In Kip"
Apa yang terjadi?"
Terlebih dulu Tan Ciok-sing tuturkan pengalaman Kek Lamwi.
Sesaat Tam Pa-kun berpikir, katanya kemudian. "Kurasa
persoalan ini agak ganjil."
"Dalam hal apa paman merasa curiga?" tanya In San.
"Tiga hari yang lalu putri Ong Goan-tin yang bernama Ong
Kui-ih pernah melihat Toh So-so di Yang-ciu, baru kemarin
Ong Kui-ih kembali ke Tong-thing-san. Berita tentang
hijrahnya kawanan Bu-san-pang ke Kanglam, Ong Goan-tin
juga sudah memperoleh laporan rahasia. Setelah mereka
1296 menyeberang sungai besar dan berada di selat sungai,
sepanjang jalan jejak mereka sudah diawasi oleh anak buah
Ong Goan-tin. Kemarin sore aku sudah turun gunung. Menurut
laporan yang diterima sore itu kawanan Bu-san-pang langsung
menuju ke Soh cin jadi jelas tidak pernah berputar ke Yangciu.
Diperhitungkan dari kecepatan perjalanan mereka tidak
mungkin dalam dua hari ini Bu-san-pang mempunyai
kesempatan untuk menculik Toh So-so di Yang-ciu. Maka aku
yakin di belakang kejadian ini pasti ada muslihat keji."
"Tapi Kek-toako yakin bahwa tusuk kondai itu memang
milik Toh-cici. In Kip menyerahkan tusuk kondai itu bersama
senjata rahasia tunggal milik Bu-sam Niocu kepada Kek-toako,
mana mungkin dia tidak percaya bila Toh-cici sudah terjatuh
ke tangan kawanan Bu-san-pang."
"Bagaimana duduk persoalannya, aku sendiri juga belum
bisa memberi kesimpulan. Tapi dari keadaan menurut cerita
kalian, aku yakin In Kip dan Bu-san-pang belum ada niat
mencelakai jiwa Kek Lam-wi."
"Aku justru kuatir mereka sedang mengatur suatu rencana
yang lebih keji."
"Undangan itu jelas bukan bermaksud baik, ini tidak perlu
diragukan. Tapi asal Kek-jithiap sementara tidak akan
mengalami bahaya, kita akan berusaha menolongnya. Coba
kalian bicarakan persoalan lain."
"Di Soh-ciu, kami bertemu dengan seseorang, kurasa orang
ini justeru lebih penting dan harus diperhatikan dari pada Busam
Niocu." "Siapa dia?" tanya Tam Pa-kun.
"Seorang Busu Watsu yang terkenal."
"Em ya, maksudmu adalah Poyang Gun-ngo?"
"Betul ternyata paman Tam juga sudah tahu."
1297 "Ya. Jejak Poyang Gun-ngo, waktu aku masih berada di
markas Ong Goan-tin sudah kuketahui. Salah satu sebab
kenapa aku harus buru-buru datang ke Soh-ciu lebih dini dari
rencana semula juga lantaran keparat ini."
"Kami kira setiba di Soh-ciu, dia akan menginap di hotel
dalam Say-cu-lim, tapi semalam tidak kelihatan batang
hidungnya."
"Aku malah sudah tahu dimana dia sekarang."
"Dia sembunyi dimana?" tanya Ciok-sing girang.
"Seperti Bu-sam Niocu, diapun sembunyi di rumah In Kip."
"O mereka memang berintrik, syukur kita bisa bereskan
dua persoalan ini sekaligus, kita akan tuntut kepada In Kip."
"Kita memang harus membuat perhitungan dengan In Kip.
Tapi untuk menuntut orang kepadanya, kita harus mencari
daya dan akal yang tepat, kalau tidak salah-salah kita bakal
menggagalkan urusan besar."
"Sudah pasti. Mana boleh kita main serampangan. Lalu
dengan cara apa paling tepat" Paman sudah memikirkannya?"
"Kupikir malam nanti akan bertandang ke tempat kediaman
In Kip, dengan cara apa untuk menghadapi dia, biarlah kita
bertindak melihat gelagat saja. Kalian tidak boleh ikut, tapi
boleh membantuku secara diam-diam."
Sudah tentu Tan Ciok-sing dan In San kegirangan, katanya:
"Maksud kami memang malam nanti akan menyatroni rumah
In Kip, kalau paman mau bertindak, lebih baik."
"Tadi . kalian ceritakan pertemuanmu dengan Bak Bu-wi di
Say-cu-lim agaknya belum jelas dan menyeluruh, akhirnya
bagaimana?"
"Memang hal itu akan kuberitahukan kepada paman, Bak
Bu-wi sih tidak perlu kita buat kuatir tapi seorang yang
bersama dia itulah, kepandaiannya ternyata luar biasa."
1298 "O, macam apa orang itu?"
Secara terperinci Ciok-sing ceritakan pertempuran singkat
malam itu dengan orang tak dikenal itu, Tam Pa-kun
terperanjat, katanya: "Kedatangan orang ini di Soh-ciu
ternyata belum kita ketahui. Tak heran kau hampir
kecundang. Kungfu orang ini memang jauh lebih unggul dari
Poyang Gun-ngo kira-kira setaraf dengan Koksu dari negeri
Watsu Milo Hoatsu."
Ciok-sing girang, tanyanya:
"Paman tahu siapa dia?"
"Orang itu punya she rangkap Tang-bun bernama tunggal
Cong. Konon ayahnya orang Han, ibunya orang Mongol. Sejak
kecil dia dibesarkan di Mongol, jejaknya tidak pernah
menginjak Tionggoan. Kungfu orang ini memang terlalu aneh,
membekal kombinasi aliran barat dan Tionggoan, namun
bentuk kepandaiannya justeru berbeda dengan perguruan silat
manapun. Konon dia pingin mendirikan aliran tersendiri,
tujuan semula hendak membantu Khan agung dari negeri
Watsu, tapi di Watsu sudah ada Milo Hoatsu, dirinya
kemungkinan kurang dihargai, maka terpaksa dia kembali ke
Holin tapi belakangan dia meninggalkan negeri itu. Suatu
ketika aku bertemu dengan dia di bawah Ki-lian-san, waktu itu
dia tahu siapa aku, aku tidak tahu siapa dia. Dia paksa aku
bertanding, beruntung aku tidak sampai kalah tapi juga hanya
setanding alias seri."
Lalu Tan Ciok-sing tuturkan laporan yang diperoleh dari si
kacung. Tam Pa-kun menepekur, katanya, kemudian: "Kalau
demikian, orang itu sudah memperoleh kepercayaan Sri
Baginda, kedatangannya ke Soh-ciu ini kemungkinan bukan
hanya menyelidik siapa-apa orang-oramh yang ada
hubungannya dengan Ong Goan-tin."
Sebetulnya Tan Ciok-sing cenderung mencurigai suatu hal
lain, namun bila hal ini dia utarakan salah-salah dirinya bisa
1299 disangka mengumpak harga diri sendiri maka dia batalkan
niatnya itu, katanya: "Lebih baik dia diperalat oleh Sri Baginda,
dari pada dia bekerja demi kepentingan Khan agung bangsa
Watsu. Firman apa yang sedang diembannya sekarang,
kitapun tidak perlu pusing memikirkannya."
In San menyela: "Tapi orang ini tidak bisa membedakan
salah benar, tidak punya pendirian lagi. Peduli dia bekerja
untuk siapa. Pendek kata aku yakin apa yang dia lakukan pasti
perbuatan jahat?"
"Itu sudah jelas. Ada orang ini di pihak musuh kita perlu
hati-hati," Tam Pa-kun memperingatkan.
"Paman tadi bilang kedatanganmu ke Soh-ciu lebih dini
untuk mencari tahu jejak Poyang Gun-ngo, itu hanya salah
satu sebab, lalu apa pula sebab yang lain?"
"Aku akan menyambut kedatangan seorang teman dan
melindunginya ke Tong-thing-san. Kalian tentu ingin tahu
siapa orang itu?"
"Kalau boleh beritahu kepada kami, aku ingin tahu," ujar
Ciok-sing. Tam Pa-kun tertawa lebar: "Dia sekampung halaman
dengan kau, kaupun pernah bergebrak dengan dia. Dia amat
menghargaimu, aku tahu dia pun ingin sekali bertemu dengan
kau." Tan Ciok-sing kegirangan, serunya tepuk paha: "Maksud
paman adalah It-cu-king-thian Lui Tayhiap."
"Betul. Lui Tayhiap Lui Tin-gak. Karena dia ibarat pohon
besar mendatangkan angin, maka terhadap Seng Toa-coan


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akupun tidak jelaskan tentang dirinya."
"Entah kapan Lui Tayhiap bakal datang?"
"Semula sudah dijanjikan akan bertemu disini besok. Tapi
kini urusan ada sedikit perobahan."
1300 "Perobahan apa?"
"Semalam setiba aku di Soh-ciu, aku menerima kabar yang
dititipkan kepada seorang murid Kaypang, supaya aku
menemuinya di Hay-ling pada tanggal delapan belas bulan
delapan. Pihak Kaypang mengirim kabar ini melalui burung
pos, hanya kabar-kabar sepatah kata saja. Entah karena apa
dia mendadak merobah waktu dan tempat pertemuan itu?"
"Hay-ling bukankah berada di muara Ci-tong-kang" Konon
Hay-ling adalah tempat tamasya, disana kita bisa menyaksikan
pasang surutnya air laut?"
"Betul. Tanggal enam belas sampai delapan belas bulan
delapan, justeru saatnya air laut pasang. Terutama tanggal
delapan belas, kabarnya adalah hari ulang tahun malaikat laut,
damparan air pasang di Ci-tong-kang pada hari itu konon
merupakan tontonan yang menakjubkan, dan daerah yang
tepat untuk menyaksikan tontonan hebat itu adalah Hay-ling."
"Lui Tayhiap justru memilih hari itu untuk bertemu dengan
paman disana, mungkinkah mau ajak paman menyaksikan
tontonan disana?" In San bertanya heran.
"Lui Tayhiap memang suka tamasya. Tapi kupikir
menjelang hari ulang tahun Ong-lo-cecu, sebelumnya dia
sudah menjanjikan supaya aku menemani dia kemari
menyampaikan selamat ulang tahun, kurasa tidak mungkin dia
seiseng itu mau ajak aku kesana menonton kebesaran alam."
"Ulang tahun Ong Goan-tin adalah tanggal dua puluh dua
bulan delapan bukan?" Tanya ln San.
"Ya, dalam jangka empat hari setelah pulang dari Hay-ling
masih sempat pergi ke Thay-ouw memberi selamat ulang
tahun kepada Ong-lo-cecu. Tapi perjalanan akan tergesa-gesa.
Biasanya tindak tanduk Lui Tayhiap penuh perhitungan, kukira
mungkin ada Suatu urusan penting lainnya yang perlu
dibereskan disana."
1301 In San termenung sejenak, katanya kemudian: "Mumpung
malaikat laut ulang tahun, mestinya merupakan tontonan
gratis yang menyenangkan. Aku ingin ikut paman kesana, tapi
setelah memperoleh berita tentang perjamuan In Kip yang
dihadiri Kek-toako."
Tan Ciok-sing juga ingin pergi, tanyanya: "Kau kuatir Kektoako..."
"Bila Kek-toako dapat menemukan Toh-cici disini, sudah
jelas kita bisa berangkat bersama ke Hay-ling. Tapi apa yang
diucapkan paman Tam, pertemuan itu pasti bukan bermaksud
baik, maka kurasa biarlah hal itu ditunda saja."
"Benar, bila Kek-toako tidak berhasil menemukan Toh-cici,
kita menemaninya ke Yang- ciu, kala itu jelas tidak sempat
pergi ke Hay-ling pula."
Tam Pa-kun tertawa, katanya: "Akupun ingin pergi sama
kalian, hari ini baru tanggal tiga, masih setengah bulan lagi,
soal ini tidak usah dipikirkan. Tugas utama sekarang adalah
membantu Kek Lam-wi secara diam-diam. Kalian tahu alamat
In Kip?" "Sudah kuselidiki dengan jelas," sahut Ciok-sing.
"Bagus, pergilah ke rumah keluarga In dan siap-siap
bertindak Nanti ikut aku menemui In Kip "
Tan Ciok-sing dan ln San mengiakan bersama. Baru mereka
hendak berlalu Tam Pa-kun berseru: "Nanti dulu."
"Masih ada pesan lain paman?" tanya In San.
"Aku teringat satu hal. Kau sudah belajar tata rias dari Han
Cin bukan?"
"Ya, sudah lumayan yang kupelajari. Apa paman juga ingin
menyamar?" tanya ln San.
"ln Kip memang tidak pernah melihat aku, tapi tamutamunya
bukan mustahil ada yang mengenal aku."
1302 "Paman ingin nyamar jadi apa?"
"Terserah, apa saja boleh. Lebih mirip orang biasa lebih
baik." "Baiklah, paman menyamar tabib kelilingan saja."
"Baik juga. Tampangku ini memang mirip gelandangan,
tanpa menyamar juga sudah mirip."
Setelah bantu Tam Pa-kun menyamar, bersama Tan Cioksing
berdua mereka meninggalkan Ham-san-si. Waktu itu
mentari sudah doyong ke ufuk barat, senja sudah hampir
jelang. 000OOO000 Waktu itu Kek Lam-wi sudah berada di rumah keluarga In,
tapi bukan rumah kediaman In Kip sehari-hari, tapi di sebuah
villa In Kip yang lain. Kuasa hotel itu yang mengiringi dan
menunjukkan jalannya.
Di tengah perjalanan baru Kek Lam-wi tahu she dan nama
aslinya. Di kala Kek Lam-wi tanya namanya, dia serahkan
setangkai kipas lempit kepada Kek Lam-wi, katanya
tersenyum: "Hari ini cuaca luar biasa, permulaan bulan
delapan memang panas. Kek-jitya silakan kau pakai kipas ini,
nanti kujelaskan perlahan-lahan."
Kek Lam-wi menduga kipas lempit ini pasti kurang beres,
setelah dia tarik dan dibentang, di tengah kertas kipas itu
memang berukir sebuah tengkorak dengan mulutnya yang
terbuka lebar, kelihatan seram dan menakutkan.
Kek Lam-wi kaget, katanya: "Kiranya kau anggota Giamong-
pang?" Giam-ong-pang adalah sindikat gelap yang beroperasi di
utara Su-jwan, biasa merampok kaum pedagang dan main
bunuh semena-mena. Ketuanya bernama Giam Cong-po,
wakilnya bernama Ong Cong-king dan Koan Cong-yau, bila
1303 ketiga she mereka digabung menjadi Giam Ong Koan, maka
golongan hitam sama menyebut mereka sebagai Giam-ongpang.
Dua puluh tahun yang lalu mereka merajalela di utara
Su-jwan, entah kenapa belakangan jejak mereka tahu-tahu
lenyap. Kabar yang tersiar diluar mengatakan mereka
ditumpas oleh seorang pendekar besar yang tidak bernama
sehingga orang-orang Giam-ong-pang lari pontang panting ke
empat penjuru. Tapi apakah cerita ini betul dan dapat
dipercaya, tidak seorangpun yang tahu kecuali mereka yang
bersangkutan. Setelah asal-usul orang tahu, sikap Kek Lam-wi menjadi
dingin hatinya muak, katanya dingin: "Ternyata kau ini salah
satu pimpinan Giam-ong-pang, entah kau ini she Ong atau she
Koan?" Kuasa hotel ini berusia lima puluhan, menurut yang
diketahui usia Toa-thau-ling Coan Cong-po sudah enam puluh
lebih, maka Kek Lam-wi yakin bahwa dia bukan pimpinan
tertinggi dari Giam-ong-pang.
Kuasa hotel tertawa tergelak-gelak, katanya: "Kek-jithiap
memang luar biasa pengetahuan dan pengalamannya, sekali
pandang lantas tahu asal-usulku. Aku memang she Koan, dua
puluh tahun yang lalu namaku tercantum paling bawah
didalam Giam-ong-pang."
Kek Lam-wi berpikir: "Giam-ong-pang dan Bu-san-pang
sama-sama bercokol di Sujwan, tak heran setelah Bu-sam
Niocu berintrik dengan In Kip, sekalian dia menarik orangorang
Giam-ong-pang ini," maka dengan tawar dia berkata:
"Kiranya kau ini Sam-thauling dari Giam-ong-pang, orang she
Kek berlaku kurang hormat, harap suka dimaafkan."
Koan Cong-yau terima kembali kipas lempitnya, katanya
tersenyum lebar: "Aku tahu Kek-jithiap tidak pandang sebelah
mata terhadap orang-orang Giam-ong-pang kita, tapi itu
sudah dua puluh tahun yang lalu. Sekarang aku sudah
bertobat dan kembali ke jalan lurus, justru karena aku tidak
1304 berani anggap Kek-jithiap sebagai orang luar, maka aku rasa
tidak perlu main sembunyi terhadap kau."
Sudah tentu Kek Lam-wi tidak mau percaya akan
ocehannya, tapi demi keselamatan Toh So-so terpaksa dia
harus bermuka-muka meski merasa sebal terhadap manusia
yang satu ini. Katanya tawar: "Terima kasih akan maksud baik
Koan-siansing. Bicara soal lurus dan sesat, sayang aku
terlambat dilahirkan, di kala pang kalian angkat nama dan
berkecimpung dalam percaturan Kangouw, aku masih bocah
yang ingusan, tidak berani aku memberi penilaian."
Koan Cong-yau jalan di depan menunjukkan jalan, lekas
sekali mereka menuju ke sebuah bukit. Di depan mereka
dihadang sebuah batu gunung raksasa, tengah batu besar ini
merekah berdinding rata seperti diiris saja. Tergerak hati Kek
Lam-wi tiba-tiba terasa adanya sesuatu yang ganjil, katanya:
"Bukankah batu ini adalah batu pedang dimana dahulu Goong
mencoba pedangnya?"
"Betul, ini juga merupakan salah satu obyek pariwisita di
Soh-ciu ini, Kek-jithiap dulu pernah bertamasya kemari
bukan?" kata Koan Cong-yau.
"Waktu kecil pernah kemari satu kali," ujar Kek Lam-wi,
"gunung ini dinamakan Thian-ping-san bukan?"
"Kek-jithiap dapat berada di tempat yang pernah dikunjungi
pula, yakin hatimu pasti amat gembira."
Namun sikap Kek Lam-wi sama sekali tidak memperlihatkan
rasa gembira, rona mukanya malah berubah, katanya: "Intoacengcu
majikanmu itu apakah berada diatas gunung ini?""
Seperti diketahui alamat rumah In Kip sudah dia selidiki, jelas
bukan di atas gunung ini.
Koan Cong-yau tertawa lebar, katanya: "Kek-jithiap tidak
usah curiga, aku tidak akan kesasar. Di atas gunung ada villa
majikan. Cukong bilang mengadakan pertemuan di atas
1305 gunung didalam villanya agak tenang dan nyaman. Villa itu
konon dahulu adalah tempat pelesir Go-ong di jaman Samkok,
kali ini cukong sengaja menggunakan tempat bersejarah
ini untuk menyambut tamu agungnya."
Kek Lam-wi berpikir: "Dia mengundangku ke villanya, jelas
kuatir aku mengajak bantuan. Hm, permainan ini ternyata
terduga juga oleh dia. Tan-toako hanya tahu alamat
rumahnya, takkan mungkin menyusul kemari."
Dalam keadaan kepepet begini, bila dia tetap memenuhi
undangan, itu berarti seorang diri dia harus berani
menghadapi banyak resiko berhadapan dengan In Kip dan
kawan-kawannya, bantuan yang diharapkan juga sukar
kemari. Mundur atau maju" Urusan sudah terlanjur sejauh ini,
maka dia jelas tidak mau mengalah dan mengunjuk
kelemahan sendiri, akhirnya dia nekad, pikirnya: "Demi
keselamatan So-so, peduli sarang naga atau gua harimau, hari
ini aku harus mengobrak-abrik tempat ini bila perlu."
Dengan langkah enteng dia ikuti terus kemana Koan Congyau
membawanya, setelah menyelusuri jalanan kecil berbatu
yang bulak belok kian kemari melampaui beberapa gundukan
bukit kecil, akhirnya tiba juga di villa In Kip.
Villa ini dibangun tepat di tengah kebon, tumbuh-tumbuhan
disini terawat dan teratur rapi, keindahan alamnya tidak asor
dibanding Say-cu-lim. Kek Lam-wi mengikuti Koan Cong-yau,
menyusuri lagi sebuah lorong panjang memasuki taman
kembang, didalam taman gunung-gunungan tersebar, serambi
berpagar, ada air mancur, empang teratai dan sangkar burung
besar. Di gundukan tanah tinggi sana, dibangun sebuah gardu
pemandangan yang cukup besar. Didalam gardu itu tiga orang
tengah menunggu.
Seorang laki-laki dengan tubuh buntak bundar berdandan
seorang hartawan, seorang perempuan setengah baya
berpotongan tinggi kurus, dan seorang lagi laki-laki blasteran
yang tampangnya lebih mirip orang asing, sorot matanya
1306 tampak berkilat tajam, Thay-yang-hiat di kedua pelipisnya
tampak menonjol keluar, selintas pandang orang akan tahu
bahwa dia seorang ahli Lwekeh yang kosen.
Kek Lam-wi kenal perempuan kurus tinggi itu dia bukan lain
adalah Bu-san-pang Pangcu, Bu-sam Niocu adanya.
Dari kejauhan Koan Cong-yau sudah berseru: "Tamu agung
kita telah tiba."
Laki-laki buntak bundar seperti hartawan itu segera berdiri
dan menyongsong keluar, katanya dengan gelak tertawa:
"Kek-jithiap memang dapat dipercaya. Mohon maaf orang she
In menyambut kurang hormat."
Kek Lam-wi balas menghormat, katanya tawar: "Tuan ini
tentu In-toa-cengcu adanya."
"Ya, benar. Cayhe memang In Kip," sahut laki-laki buntak
itu, "kapan Kek-jithiap pernah berkunjung ke tempat
kediamanku, silahkan masuk, sebagai tuan rumah akan
kuperkenalkan dua sahabat lain kepada kau. Nah, inilah Busam
Niocu yang datang dari Sujwan barat."
Tawar suara Kek Lam-wi, sapanya: "Bu-pangcu, kemarin
agaknya kita pernah bertemu?"
Dengan mimik tertawa tidak tertawa, mulut Bu-sam Niocu
ngakak dua kali, katanya: "Pandangan Kek Tayhiap memang
tajam. Maaf ya akan kelancanganku kemarin tapi tentunya
Kek-jithiap juga tahu bila aku tidak bermaksud jahat, kemarin
aku hanya bantu In Cengcu mengundangmu kemari."
"Terima kasih akan bantuanmu mengundangku kemari,"
ujar Kek Lam-wi, "orang she Kek merasa beruntung dapat
menghadiri pertemuan disini."
In Kip dan Bu-sam Niocu merasakan nada ucapannya yang
mengandung sindiran, namun In Kip pura-pura bodoh,
katanya tertawa: "Kita sesama kaum persilatan yang mencari
nafkah di Kangouw kurasa tidak perlu banyak basa-basi. Mari
1307 kuperkenalkan seorang sahabat lagi kepada Kek-jithiap, inilah
Tang bun-siansing yang baru datang dari kota raja."
Laki-laki blasteran seperti peranakan orang Han campur
Mongol ini segera berdiri sambil ulur telapak tangannya
segede kipas berjabatan tangan dengan Kek Lam-wi, katanya:
"Sudah lama aku dengar dan kagum akan kebesaran nama
Pat-sian, selamat bertemu."
Diam-diam Kek Lam-wi bersiaga, ternyata dia kecele,
karena Tang-bun Cong ternyata tidak kerahkan tenaga
menjajalnya. Di waktu berjabatan tangan, diam-diam Kek
Lam-wi perhatikan pergelangan tangan orang seperti ada
sebuah goresan kuku.
Mendengar nama orang ini Tang-bun Cong, tergerak hati


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kek Lam-wi, pikirnya: "Pasti orang inilah yang semalam
bentrok dengan Tan-toako," maklum jarang ada orang
menggunakan she rangkap "Tang-bun", kacung cilik yang
ditanam oleh Seng Toa-coan di Say-cu-lim hanya berhasil
mencuri dengar bahwa laki-laki ini she Tang-bun, namun siapa
namanya tidak diketahui. Waktu bentrok dengan lawannya
semalam, Tan Ciok-sing gunakan jari tangan sebagai pedang
berhasil menjojoh pergelangan tangan orang. Semua kejadian
itu sudah diceritakan Tan Ciok-sing kepada Kek Lam-wi.
Meski Kek Lam-wi sudah menduga asal-usul orang ini,
namun dia pura-pura tidak tahu. Ala kadarnya dia basa-basi
lalu berkata kepada In Kip: "Entah untuk keperluan apa In
Cengcu mengundangku kemari?"
"Sudah lama aku mengagumi nama besar Kek-jithiap,
selalu aku berangan-angan untuk bisa bersahabat dengan
kau." Kek Lam-wi menyambut dingin basa-basi orang, katanya:
"Terima kasih penghargaan In Cengcu padaku. Kurasa
perhatian In Cengcu tidak sesuai dengan maksud
sebenarnya?"
1308 Sikap In Kip tetap sopan dan hormat, katanya ramah:
"Kenapa Kek-jithiap bilang demikian" Orang she In betul-betul
amat mengagumimu dan ingin bersahabat dengan Kek-jithiap.
Ya mumpung Kek-jithiap sudi memenuhi undanganku, sekalian
memang ingin kurundingkan suatu urusan kepada Kekjithiap."
Kek Lam-wi terbahak-bahak, katanya: "Nah kan begitu.
Lantaran ada urusan maka kau mencariku, tanpa ada
persoalan akupun tak akan berkunjung kemari, lebih baik kita
bicara secara blak-blakan saja. Tentang bersahabat segala,
terus terang orang she Kek tidak berani."
"Kek Tayhiap ternyata amat supel dan suka terus terang,
baiklah kita bicara secara gamblang saja, dua benda yang
kuberikan kepada Kek-jithiap itu, tentunya sudah kau terima
dengan betul, aku hanya pinjam tangan untuk menyampaikan
pemberian orang saja, harap tidak berkecil hati. Tapi untuk itu
tidak sedikit juga memeras keringatku baru kedua benda itu
bisa sampai ke tangan Kek-jithiap. Kek-jithiap amat pintar,
tentunya kau sudah meraba kemana maksud tujuanku."
"Betul. Lantaran kedua benda itu maka aku sudi datang
kemari. Akan tetapi, In Cengcu perkataanmu kurasa hanya
benar separo saja."
In Kip melengak, tanyanya: "Tentang hal apa yang
dimaksud Kek-jithiap" Apa bisa diterangkan?"
Terlebih dulu Kek Lam-wi keluarkan piau beracun itu,
katanya: "Kado yang ini tentunya kau pinjam dari Bu-pangcu
bukan" Aku tahu inilah senjata rahasia tunggal Bu-pangcu,
kado bernilai sebesar ini aku tidak berani menerimanya,
baiklah sekalian kukembalikan bersama yang kuterima
kemarin siang itu," lalu dia timpukan piau beracun itu ke arah
Bu-sam Niocu. Kuatir lawan menimpuk dengan gerakan aneh, Bu-sam
Niocu tidak berani menyambut dengan tangan telanjang, baru
1309 saja dia angkat tangan hendak mengebas dengan lengan baju,
didengarnya "klotak". tahu-tahu piau beracun miliknya itu
sudah jatuh di meja, amblas kira setengah senti. Tidak susah
untuk menimpuk piau amblas ke permukaan meja, yang susah
adalah tenaga yang digunakan ternyata tepat dan pas-pasan,
Bu-sam Niocu kira piau beracun itu akan melesat ke mukanya,
tak nyana di tengah jalan tahu-tahu anjlok jatuh ke bawah.
Tanpa berhenti Kek Lam-wi keluarkan pula sebuah senjata
rahasia milik Bu-sam Niocu yang tidak beracun, kali ini dia
menjentik dengan jari telunjuk sehingga piau itu melesat
seperti kilat, yang diincar adalah piau yang menancap di
permukaan meja itu, sehingga piau itu mencelat mumbul.
Tenaga jentikan yang dikerahkan kali ini ternyata lebih sukar
dan menakjubkan lagi. Sebagai seorang ahli senjata rahasia,
mau tidak mau dia memuji keliehayan Kek Lam-wi. Seperti
tertawa tidak tertawa, dia berkata: "Kepandaian bagus, Kekjithiap.
Kedua senjata rahasiaku ini hanya merupakan
undangan belaka, bahwa Kek-jithiap sudah memenuhi
undangan, baiklah kuterima kembali undanganku ini."
Kini Kek Lam-wi keluarkan tusuk kondai milik Toh So-so itu,
katanya: "Piau beracun tadi, In Cengcu boleh bilang kado
yang dipinjam dari orang lain. tapi tusuk kondai ini, aku tahu
siapa pemiliknya, kukira tak mungkin kau bisa meminjamnya?"
"O, jadi Kek-jithiap tadi bilang omonganku betul separo,
yang kau maksud tentang ini" Tapi peduli tusuk kondai itu
kupinjam atau hasil rampasan, sekarang sudah kuserahkan
kepada Kek-jithiap maksudkukan baik."
"Terima kasih akan kebaikanmu," jengek Kek Lam-wi,
"terhadap pemilik barang ini kurasa kalian tidak bermaksud
baik. Cekak aos saja. Pertama aku tanya kepada Bu-pangcu,
pemilik tusuk kondai ini apakah sudah terjatuh ke tanganmu"
Apa yang kau lakukan atas dirinya?"
"Urusan semakin gamblang, tidak usah melantur jauh-jauh,
biarlah aku terus terang saja. Memang betul Toh So-so
1310 terjatuh di tanganku tapi boleh kau tidak usah kuatir, meski
aku punya piau beracun yang mematikan, namun tidak
kugunakan terhadapnya, sedikitpun dia tidak kurang suatu
apa." Bercahaya pandangan Kek Lam-wi, desisnya: "Baiklah,
sementara aku percaya akan omonganmu, sekarang tolong
beri kesempatan kepadaku untuk menemuinya."
Kembali Bu-sam Niocu ngakak dengan mimik muka kaku,
katanya: "Kek-jithiap kau ini kan laki-laki pintar, betapa jerih
payah kami baru berhasil mengundang Toh-lihiap kemari,
setelah itu baru berhasil pula mengundangmu kemari. Tidak
perlu banyak bicara lagi, kami memang ingin memohon
sesuatu kepadamu. Soal apa, marilah sekarang bicarakan
permintaan itu kurasa masih terlalu pagi."
"Baik, apa kehendak kalian, lekas utarakan saja."
"Tentang persoalan itu, baiklah In-cengcu saja yang
bicara." In Kip batuk kering dua kali lalu berdiri dan berkata sopan.
"Seperti yang telah kukatakan tadi kami ingin bersahabat
dengan Kek-jithiap. Tapi perlu diingat, aku ini orang dagang,
bersahabat dan berdagang adalah dua soal yang berbeda.
Tidak sedikit modal yang sudah kukeluarkan, tentunya Kekjithiap
tidak membiarkan aku dirugikan."
"Asal kau tidak menarik keuntungan dari pribadiku, aku
sudah amat berterima kasih. Boleh kau sebutkan berapa
nilainya."
"Kek-jithiap bukan orang dagang, perkataanmu ini apa
tidak berkelebihan. Berdagang harus cari untung dan
menghitung rentennya pula, bagi pembeli mungkin merasa
dikibuli, sebaliknya si penjual merasa telah memperoleh sedikit
keuntungan sepantasnya."
1311 "Tapi harus dikalkulasi dulu apakah aku mampu membayar
sekalian rentennya tidak."
"Kau pasti mampu membayarnya. Karena bila kau tidak
mampu melunasinya, kami sudah siap membantumu."
Kek Lam-wi ragu-ragu, pikirnya: 'Mungkinkah mereka
mengincar serulingku?" katanya: "Kalau begitu, tolong In
Cengcu jelaskan saja, berapa sih rentennya yang harus
kubayar sekalian?"
"Sepantasnya cukup satu ganti satu, barter secara adil, tapi
bila dikenakan rentennya pula, maka aku menuntut satu
ditukar dua."
Kek Lam-wi kaget, baru sekarang dia sadar, yang mereka
tuntut adalah manusia bukan barang mustika, tanyanya:
"Siapa yang kalian inginkan?"
Kalem suara In Kip: "Tan Ciok-sing dan In San. Mereka
menginap satu villa dengan kau bukan?"
"Makanya mereka suruh aku mengelabui Tan-toako,
ternyata hendak meminjam tanganku mencelakai Tan-toako
dan nona In. Agaknya bukan saja mereka tahu asal-usul Tantoako
berdua, penyamaran ln San juga sudah mereka ketahui.
Biar aku bersabar dulu, dengar apa pula tuntutan mereka,"
lalu dia berkata: "Benar, mereka adalah kawanku tinggal
sevilla pula dengan aku. Entah untuk apa In Cengcu
menginginkan mereka berdua?"
Pelan In Kip berkata: "Usia Kek-jithiap masih muda,
muagkin kau tidak tahu peristiwa Bulim masa lalu. Tapi Lim
Tayhiap dan Loh-jihiap dari Pat-sian kalian adalah tokoh-tokoh
angkatan tua yang tahu seluk beluk kaum persilatan, yakin
mereka tahu akan hal itu. Bukan mustahil Kek-jithiap pernah
dengar cerita mereka," secara tidak langsung dia bilang bahwa
Kek Lam-wi hanya pura-pura bodoh saja.
1312 Kek Lam-wi justeru membodoh, katanya: "Terlalu banyak
yang pernah diceritakan Lim-toako dan Loh-jiko tentang
peristiwa besar kaum persilatan masa lampau, entah peristiwa
mana yang dimaksud In Cengcu?"
"Peristiwa memalukan dan merupakan penghinaan bagi
diriku," ujar In Kip ketus. "Sebetulnya aku tidak ingin
menyinggung soal ini, kini supaya barter itu tercapai, terpaksa
aku membeber sejarah. Empat puluh tahun yang lalu, kakekku
Thian-cian-kong mati lantaran ulah Thio Tan-hong."
"Oo, peristiwa itu agaknya pernah kudengar," ucap Kek
Lam-wi. In Kip melanjutkan: "Sudah kuselidiki, Tan Ciok-sing adalah
murid Thio Tan-hong. Dan kau adalah kawannya, malah
hubungan kalian teramat intim, yakin kau pasti tahu akan hal
itu." "Apa pula sangkut paut persoalan ini dengan nona In?"
Keluarga Thio dan In punya hubungan karib turun temurun,
kalau Tan Ciok-sing adalah murid penutup Thio Tan-hong,
sementara In San adalah satu-satunya keturunan keluarga In
yang masih hidup. Apalagi menurut apa yang kuketahui
mereka adalah calon suami istri, kenapa dikatakan tiada
sangkut pautnya?"
Kalau menuruti adat Kek Lam-wi sebelum ini, mungkin
emosinya sudah meledak. Tetapi setelah peristiwa di kota raja
karena kecerobohannya hampir saja dia kecundang, hal itu
merupakan pelajaran yang berharga, sehingga sikapnya kini
jauh berbeda, lebih tabah dan mantap. Diam-diam dia
berpikir: "Thio Tan-hong memang musuh besar keluarga In,
tapi setelah empat puluh tahun baru akan menuntut balas
terhadap murid penutupnya, perkara ini rasanya terlalu
dipaksakan. Kuduga urusan bukan melulu soal menuntut balas
sakit hati leluhurnya saja."
1313 In Kip berkata pula: "Aku tahu Kek-jithiap dan Coh-lihiap
adalah calon suami istri pula. Betapapun baik hubungan
sesama sahabat, kurasa calon isteri lebih penting" Bagaimana
pendapat Kek-jithiap tentang barter ini?"
Kek Lam-wi pura-pura terpekur, katanya sesaat kemudian:
"Mereka punya tangan punya kaki. Kungfunya juga lebih tinggi
dari aku, cara bagaimana aku harus serahkan mereka
kepadamu?"
Seketika cerah rona muka In Kip, senyumnya lebar, dia kira
Kek Lam-wi sudah terbujuk, katanya: "Pepatah ada bilang
tusukan tombak mudah di kelit, bidikan panah sukar diduga.
Kalau Kek-jithiap mau membokong mereka, apa susahnya"
Bu-sam Niocu adalah ahli dalam racun, dia punya obat bius
yang tidak berwarna, tiada rasanya. Sebagai teman baik
mereka yakin kau tidak akan dicurigai."
"Menaruh racun secara diam-diam adalah perbuatan
rendah kaum kotor, apakah tidak menurunkan derajat kita
sebagai jagoan kosen?" jengek Kek Lam-wi.
"Bernyali kecil bukan laki-laki, tidak berani bertindak keji
bukan seorang jago silat. Sebagai cucu dan menuntut balas
sakit hati leluhurnya, memangnya aku harus pikirkan sebanyak
itu" Apalagi aku toh hanya hubungan dagang dengan Kekjithiap
saja, yang kuharapkan hanya kontrak dagang ini sama
disepakati, peduli amat bagaimana barang itu akan diperoleh.
Kek-jithiap, bila kau mau meneken kontrak dagang ini, kurasa
kaupun tidak usah pikirkan tetek bengek, setia kawan atau
budi pekerti segala."
"Baiklah," ujar Kek Lam-wi, "kalau toh In-cengcu
menginginkan aku bicara soal dagang, biarlah aku belajar
bagaimana untuk menjadi seorang pedagang yang baik."
In Kip kegirangan, serunya: "Betul. Bila harga sudah
disetujui, bayar lunas seketika. Kek-jithiap boleh membuka
harga, kan masih bisa dirundingkan."
1314 "Dua tukar satu, apalagi yang bakal kuperoleh adalah calon
isteriku, kurasa kontrak dagang ini aku tetap di pihak yang
dirugikan."
"Keuntungan apa pula yang ingin Kek-jithiap peroleh, boleh
kau katakan saja."
"Orang berdagang memang boleh tawar menawar dan
bayar lunas seketika. Bila kedua pihak ada niat menyelesaikan
jual beli ini sepantasnya kedua pihak harus blak-blakan supaya
salah satu pihak tiada yang dirugikan."
"Betul, betul. Barang tulen harga pas, sama untung sama
dirasakan. Itulah prinsip dagang yang kuanut. Memangnya
sejak tadi aku sudah ingin blak-blakan dengan Kek-jithiap,
berdagang secara adil dengan nilai harga yang pantas," yang
diharapkan mengejar keinginan, sama sekali tak terpikir
olehnya bahwa perkataan sendiri serba kontras.
"Kau berdagang adalah pantas kalau ingin untung tapi
keuntungan itu juga harus pantas, maka ingin aku tahu lebih
dulu, dari jual beli ini berapa keuntungan yang bakal kau
dapatkan, baru aku mau teken kontrak dagang ini secara adil."
"Bukankah tadi sudah kujelaskan. Keuntungan yang
kutuntut adalah dapat menuntut balas kematian leluhurku
saja." "Kurasa In Cengcu tidak jujur. Menurut apa yang kuketahui
meski Tan Ciok-sing dan In San boleh dipaksakan sebagai
musuh besar keluargamu, tapi dibicarakan dari segi dagang,
ibarat nota lama yang tidak pernah ditagih sejak leluhurmu
dulu, kukira tidak usah kau berjerih payah hendak menuntut
balas lagi, Tapi, untung juga aku tahu akan satu hal, mereka
terhitung buronan, dari mereka In Cengcu bisa memperoleh
keuntungan yang lebih besar lagi."


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

In Kip tertawa tergelak-gelak, serunya: "Kek-jithiap bilang
tidak pandai berdagang, kau justru seorang ahli dagang.
Baiklah, agaknya kau ada minat menyelesaikan jual beli ini,
1315 aku boleh tak usah pura-pura dan main sembunyi-sembunyi
dengan kau. Biarlah kuperkenalkan pula seorang teman
kepada kau." lalu dia panggil kuasa hotel dan berbisik-bisik
kepadanya, Koan Cong-yau segera mengundurkan diri.
Tidak lama, tampak seorang Busu Watsu beranjak datang,
serunya sambil melangkah masuk kedalam gardu: "Kek-jithiap,
tanpa berkelahi kita tidak akan pernah kenal. Sungguh tak
nyana bakal bertemu kau disini.?"Busu Watsu ini bukan lain
adalah Poyang Gun-ngo.
"Dulu kalian berjuang demi kepentingan pihak masingmasing,
hakikatnya tidak pernah bermusuhan pribadi. Bahwa
Kek-jithiap mau melaksanakan jual beli ini, maka selanjutnya
kalian boleh terhitung orang sendiri," demikian In Kip
mengumpak. "Sebelum jual beli ini positip, hubungan sesama kawanpun
belum boleh terjalin. In Cengcu, kau belum menjawab
persoalanku tadi."
"Berarti aku sudah menjawabnya bukan. Setelah kau
berhadapan dengan Poyang-siansing, masakah masih tidak
mengerti kenapa aku begitu getol membekuk Tan Ciok-sing
dan In San?"
"Maaf, otakku memang tumpul, kuharap kau menjelaskan
lebih terperinci."
Poyang Gun-ngo menyela: "Bicara terus terang istilah yang
digunakan In Cengcu tentang berjuang untuk masing-masing
pihak juga hanya benar separo."
"Dan yang separo lagi?" Kek Lam-wi menegas.
"Aku memang demi Khan Agung kita, tapi bila kau bekerja
demi rajamu yang goblok itu, maka kau akan menyesal tujuh
turunan. Raja kalian sedang marah-marah karena perbuatan
yang kalian lakukan justru tidak dia sukai."
"Tolong diterangkan lebih jelas," pinta Kek Lam-wi.
1316 "Memangnya apa yang belum jelas?" seru Poyang Gun-ngo
aseran, "Tan Ciok-sing dan In San adalah manusia yang
diincar raja kalian, hubungan jual belimu dengan In Cengcu
ini, hakikatnya adalah In Cengcu mewakili raja kalian. Tidak
percaya boleh kau tanyakan kepada Tang-bun-siansing ini
dialah yang diutus rajanya untuk menyelesaikan perkara ini."
Tang-bun Cong yang sejak tadi diam saja kini menyela,
katanya setelah tertawa. "Tidak berkelahi tidak akan
berkenalan. Kita kini adalah sesama kawan, akupun tidak perlu
bermuka-muka di hadapan Kek-jithiap. Temanmu Tan Cioksing
berani menyelundup ke istana, mengancam dan
menyakiti Baginda, ini perbuatan durhaka yang patut dihukum
mati. Aku mendapat perintah rahasia Baginda menguntitnya
sampai ke Kanglam, buronan Tan Ciok-sing dan In San akan
kubekuk dan digusur ke kota raja."
Poyang Gun-ngo menyambung:
"Oleh karena itu meski kita bekerja demi kepentingan
masing-masing, tujuannya adalah sehaluan. Bila Kek-jithiap
sudi membantu kita, bukan saja raja kalian akan berterima
kasih kepada kau. Khan Agung kita juga akan menaruh
simpatik kepada kau. Bila jual beli ini sudah jadi, keuntungan
akan berlipat ganda."
Sekarang sudah jelas duduk persoalannya, Kek Lam-wi
membatin: "Ternyata raja goblok itu masih ada niat
melanjutkan perjanjian damai itu dengan pihak Watsu.
Padahal konsep perjanjian damai itu terampas oleh Tan Cioksing,
maka tidak heran bila mereka berdaya upaya hendak
membekuk Tan Ciok-sing ke kota raja, dikiranya surat
perjanjian damai itu bisa direbut kembali dari Tan Ciok-sing,"
sebab utama ini memang terduga oleh Kek Lam-wi, tapi masih
ada pula sebab sampingan, sebelum meninggalkan istana, Tan
Ciok-sing meninggalkan peringatan darah yang ditulisnya di
kain sutra dengan darah, peringatan itu selalu mengganjal
1317 perasaan sang raja sehingga susah tidur dan tidak doyan
makan. Pura-pura serius Kek Lam-wi menunduk seperti memeras
otak, agak lama kemudian baru dia berkata: "Banyak terima
kasih, kalian sudah bicara panjang lebar, kini tiba saatnya
akupun harus bicara dengan sejujurnya, kita berjuang demi
kepentingan masing-masing, itu memang istilah yang tepat,
tapi..." seperti tidak sengaja dia mendekati In Kip sambil
melirihkan suaranya.
In Kip kira dia punya rahasia, katanya: "Tapi apa, bila Kekjithiap
ada kesulitan, boleh bicarakan saja terus terang untuk
dirundingkan beramai. Kalau tidak boleh juga kau beritahukan
kepadaku seorang," karena ingin mendengar penjelasan Kek
Lam-wi tanpa sadar diapun maju ke depan lebih dekat.
"Yang hadir disini semua adalah teman baikmu tidak jadi
soal kujelaskan. Berjuang demi kepentingan masing-masing"
Kalau Poyang Gun-ngo berjuang demi Khan Agung yang
dijunjungnya, sebaliknya aku berjuang demi kepentingan
rakyat jelata."
Baru saja In Kip tertegun, "apa maksudmu", belum sempat
dia tanya kepada Kek Lam-wi, mendadak Kek Lam-wi sudah
menyergapnya, secepat kilat dirinya telah dicengkeramnya.
Ilmu silat In Kip sebetulnya tidak lemah, tapi Kek Lam-wi
menggunakan jurus tunggal yang diajarkan Ti Nio, begitu
berhasil mencengkramnya kontan dia persen lagi dengan
tutukan King-sin-pit-hoat, mana In Kip mampu berkutik"
Sementara ujung pedang Poyang Gun-ngo sudah mengincar
punggung, demikian pula Ouw-tiap-piau beracun Bu-sam
Niocu juga meluncur ke bawah ketiaknya yang terbuka.
Gerakan ketiga pihak sama-sama cepat. "Trang" Kek Lamwi
memang sudah siaga, serulingnya terayun ke belakang
menyampuk pergi pedang Poyang Gun-ngo, belakang
kepalanya seperti tumbuh mata saja, dengan telak dia
1318 patahkan serangan pedang lawan. Karuan Poyang Gun-ngo
mencelos, pikirnya: "Baru berselang satu bulan lebih. Kungfu
bocah keparat ini ternyata maju sepesat ini."
Bersamaan dengan gerakan serulingnya menangkis tusukan
pedang Poyang Gun-ngo, sekalian tubuh Kek Lam-wi berputar
setengah lingkar, kebetulan dia tarik dan putar badan In Kip
yang gede bundar itu ke kiri sebagai tameng untuk menutup
lobang di ketiaknya, secara langsung dia sambut timpukkan
senjata rahasia Bu-sam Niocu dengan tubuh In Kip.
Bentaknya: "Berapa banyak senjata rahasiamu boleh timpukan
seluruhnya."
Senjata rahasia Bu-sam Niocu dapat disambitkan tidak bisa
ditarik balik, di kala jiwa ln Kip terancam oleh timpukan Ouwtiap-
piau, tiba-tiba terdengar "Tring" tahu-tahu senjata rahasia
beracun itu jatuh di atas tanah. Ternyata kena dijentik pergi
oleh Koan Cong-yau yang menyamar sebagai kuasa hotel. Dia
berdiri dalam jarak paling dekat dengan In Kip, dengan dua
jari dia menjentik, padahal ujung jarinya tidak menyentuh
senjata rahasia, tenaga jentikan jarinya sudah cukup mampu
menjatuhkan senjata rahasia itu. Jentikan jari rangkap ini kirakira
setaraf dengan Bik-khong-ciang. Cuma dengan jari
sebagai telapak tangan apalagi bekerja tepat pada waktunya
dengan tenaga yang diperhitungkan pula, kungfu ini jauh lebih
susah diyakinkan dari Bik-khong-ciang.
Walau In Kip tidak terluka, kawan-kawannya itu jadi raguragu,
tiada yang bertindak secara gegabah untuk
menolongnya. Kek Lam-wi menyeringai tawa, desisnya:
"Marilah kita bicarakan jual beli lainnya. In Toa-cengcu tolong
kau antar aku keluar, siapapun kularang ikut. Setiba di bawah
bukit, aku akan bebaskan kau."
Hiat-to di tengkuk In Kip dicengkramnya, sedikit dia
kerahkan tenaga, kontan In Kip menjerit kesakitan, serunya:
"Baik, baik, terserah kehendakmu."
1319 "Minggir," bentak Kek Lam-wi, sambil menenteng seruling,
dia gusur In Kip keluar dari gardu. Sedangkan Bu-sam Niocu,
Poyang Gun-ngo dan Koan Cong-yau menyurut mundur, tiada
satupun di antara mereka yang berani bertindak.
Tapi waktu Kek Lam-wi gusur In Kip lewat di depan Tangbun
Cong, mendadak Tang-bun Cong menghardik sekali
sambil layangkan kepalannya menjotos perut In Kip. Bila yang
dijotos Kek Lam-wi, secara reflek dia akan menangkis. Tapi
yang dijotos justeru perut In Kip yang gendut itu, hal ini diluar
dugaan Kek Lam-wi. Memangnya dia gusur In Kip di depan
sebagai tameng, mana dia tahu bukan saja Tang-bun Cong
tidak kuatir, yang dijotos malah tawanannya.
Yang dijotos memang perut In Kip, tapi yang terkena akibat
dari jotosan itu secara langsung justru Kek Lam-wi. Mendadak
Kek Lam-wi merasakan diterjang oleh segulung tenaga hebat
sedahsyat gugur gunung tanpa kuasa cengkraman jarinya
mengendor, maka In Kip lolos dari cengkramannya. Ternyata
Tang-bun Cong meyakinkan sejenis ilmu yang dinamakan Kekbu-
thoan-kang (menyalur tenaga melalui benda), meski
jotosannya mengenai perut In Kip, padahal perut In Kip itu
hanya dipinjam untuk menyalurkan tenaga pukulannya ke
sasaran yang diincarnya, hakikatnya In Kip tidak terluka
sedikitpun juga.
Begitu In Kip lolos dari cengkraman Kek Lam-wi, kontan
Bu-sam Niocu menjentik jari kelingkingnya, serunya dengan
cekikik genit: "Kek-jithiap, aku bermaksud baik menahanmu
disini, lekas kau istirahat saja."
Hidung Kek Lam-wi dirangsang serangkum bau wangi,
tubuhnya seketika limbung, kepala pusing, kaki enteng,
kontan dia jatuh semaput.
In Kip mengelus dada, katanya: "Tang-bun-siansing, Busam
Niocu, terima kasih akan bantuan kalian membekuk
bocah ini. Cuma Bu-sam Niocu harap kau tidak meracunnya
sampai mati."
1320 Bu-sam Niocu tertawa, katanya: "In Cengcu tak usah
kuatir, masa aku akan membuatmu rugi" Aku hanya
menggunakan obat bius saja, tanpa menggunakan obat
penawarku, dua belas jam kemudian, meski dia bisa siuman
sendiri, paling cepat tiga hari lagi baru dia pulih
kesehatannya."
In Kip tertawa tergelak-gelak, katanya: "Bagus sekali.
Dalam jangka tiga hari ini, kita bisa menggunakan dia untuk
memancing dagangan besar lainnya."
"Maksud Cengcu hendak memancing Tan Ciok-sing dan In
San?" tanya Koan Cong-yau.
"Betul," sahut In Kip.
"Kemungkinan dia memberitahukan pertemuan rahasia
dengan kita ini kepada Tan Ciok-sing, bocah itu tidak
gampang dipancing dan ditipu."
In Kip berkata: "Anak-anak muda yang mengagulkan diri
sebagai kaum pendekar itu paling mengutamakan setia
kawan. Meski tahu disini ada perangkap kukira bocah she In
dan keparat she Tan itu tetap akan meluruk kemari."
Kek Lam-wi hanya sedikit menghirup Bit-hun-san, kalau
tiga bulan yang lalu, mungkin dia sudah tidak ingat diri lagi.
Tapi setelah memperoleh ajaran tambahan Lwekang dari
Susioknya-Ti Nio, Lwekangnya sekarang sudah jauh lebih
maju. Kini meski kesadarannya makin pudar, namun
keadaannya tidak pati rasa sama sekali. Mendengar
percakapan mereka, dalam hati diam-diam dia mengeluh.
Kehilangan seruling bukan jadi soal, yang dia kuatirkan adalah
kawan yang mungkin ikut terperangkap musuh.
Maklum bila Tan dan In datang tepat pada waktunya,
dengan gabungan mereka bertiga, situasi mungkin bisa
mereka robah. Kini Kek Lam-wi sudah jadi tawanan, umpama
mereka sempat menyusul kemari juga tidak akan mampu
menolong dirinya lagi, celaka bila dirinya dijadikan sandera.
1321 Kek Lam-wi sudah duga bahwa ln Kip akan memancing Tan
Cioksing dan ln San kemari seperti memancing dirinya dengan
Toh So-so. "semoga mereka tidak senasib aku," demikian
batin Kek Lam-wi. Tapi dia sendiri yakin bahwa Tan dan In
demi menolong dirinya, pasti bertindak seperti yang diduga In
Kip, meski tahu ada perangkap, mereka tetap akan menerjang
datang. Kek Lam-wi jadi putus asa dan kecewa pula, ingin rasanya
kerahkan Lwekang memutus urat nadi hingga mati supaya
tidak tersiksa oleh musuh, supaya tidak membuat kapiran
teman pula. Untuk memutus urat nadi diperlukan Lwekang
yang tangguh, padahal tenaga untuk bergerak saja dia tiada
mana mampu bunuh diri"
Tengah pikirannya melayang, tiba-tiba didengarnya langkah
gugup datang, lalu didengarnya In Kip bertanya: "Ongkoankeh,
ada apa kau datang tergopoh-gopoh?"
Dengan napas tersengal orang itu berkata: "Ada dua orang
anak muda menerjang kedalam rumah mengobrak-abrik,
katanya mau mencari Kek Lam-wi dari Kanglam-pat-sian."
Hal itu sudah dalam dugaan In Kip, katanya tertawa:
"Kurasa bukan dua laki-laki" Kalau dugaanku tidak keliru,
salah seorang adalah seorang cewek jelita."
"Betul, semula aku tidak bisa membedakan, tapi setelah
bergebrak beberapa jurus, akupun sudah tahu. Budak itu
mahir memainkan ilmu golok keluarga In yang dikombinasikan
dengan permainan pedang, kuduga dia adalah putrinya In
Hou." "Jadi seorang yang lain sudah pasti adalah Tan Ciok-sing
bocah keparat itu."
Koankeh atau pengurus rumah tangga ini belum pernah
melihat Tan Ciok-sing, namun pernah dengar tentang ilmu
pedang Tan Ciok-sing yang luar biasa itu, maka dia
1322 mengangguk: "Betul, walau dia tidak menyebutkan nama,
kurasa memang dia adanya."
"Untung sebelumnya sudah kuperhitungkan," ujar In Kip
tertawa riang, "dia mengobrak-abrik rumahku mencari Kek
Lam-wi, itu berarti dia di pihak yang dirugikan. Kalian sudah
membekuknya belum?"
"Amat menyesal, mereka berhasil meloloskan diri."
Lega hati Kek Lam-wi. "Untung mereka tidak masuk
perangkap," demikian batinnya, pengaruh obat bius mulai


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bekerja didalam tubuhnya, karena perasaan lega seketika dia
tak kuat benahan lagi, pikiran gelap diapun jatuh pulas,
sayang dia tidak sempat mendengar pembicaraan selanjutnya.
In Kip berkata: "Disana ada Bak-pangcu dan beberapa
Thaubak, ada pula Kun-lun-kiam-khek Kwik Tiang-ceng yang
dia undang mewakili aku, ditambah kau pula kenapa masih
tidak mampu melayani kedua muda-mudi itu?"
Perlu diketahui Ong-koankeh ini bukan lain adalah Ong
Cong-king alias Ji-pangcu dari Giam-ong-pang, sejak Giamong-
pang bubar belasan tahun yang lalu, pemimpin besar
mereka Giam Cong-po tidak karuan paran jejaknya.
Sementara Ong Cong-king dan Koan Cong-yau demi
menyambung hidup, terpaksa terima menjadi pembantu In
Kip. Ong Cong-king diangkat jadi Koankeh, sementara Koan
Cong-yau diangkat sebagai kuasa perhotelan di Say-cu-lim.
Walau kedua orang ini sudah menemui jalan buntu dan
akhirnya terima diperbudak. Tetapi lantaran di kalangan hitam
dulu mereka mempunyai kedududukan baik, maka In Kip tidak
berani main-main dan menghargainya. Sementara Kwik Tiangceng
adalah jago pedang kenamaan dari Kun-lun-pay, kenal
baik dengan Bak Bu-wi, kebetulan dia bertamu di Hoay-yangpang,
maka Bak Bu-wi menariknya untuk membantu kei|a di
rumah keluarga In.
1323 Kemarin malam Bak Itu wii memang terluka, namun
lukanya tidak terlalu parah. Sementara Ong Cong-king dan
Kwik Tiang-ceng terhitung jago kelas tinggi di kalangan
Kangouw. In Kip kira dengan tenaga beberapa orang ini dia
tidak usah kuatir bakal terjadi sesuatu yang merugikan di
rumahnya. Diluar tahunya, kejadian justru diluar dugaannya.
Setelah mengatur napas dan menyeka keringat Ong Cong-king
berkata pula: "Bocah she Tan dan budak she In itu memang
liehay, pedang mereka bergabung hanya tiga jurus Kwik
Tiang-ceng sudah terluka oleh pedang mereka. Untung jumlah
orang kita banyak, semua melabraknya beramai-ramai
sehingga kedua bocah itu digebah lari."
Diam-diam In Kip kaget, pikirnya: "Tak heran semalam
Tang-bun-siansing kena dirugikan oleh Tan Ciok-sing,"
kejadian yang merugikan dirinya semalam, sudah tentu tidak
pernah diceritakan oleh Tang-bun Cong sendiri, tapi Koan
Cong-yau tahu akan kejadian itu.
Ong Cong-king berkata lebih lanjut: "Cukong harap
dimaafkan. Majikan muda, dia..."
In Kip hanya punya seorang putra tunggal bernama In Hou,
mendengar Ong Cong-king menyinggung putranya, dia
terperanjat. "Apa anak Hou, dia kenapa?" tanyanya kaget. '"Tuan muda
terluka sedikit," sahut Ong Congking.
"Luka apa?"
"Terluka oleh Hun-kin-joh-kut-jiu-hoat she Tan keparat itu.
Setelah melukainya, bocah itu masih menutuk Hiat-tonya pula,
untung dia tidak tahu kalau dia tuan muda, kalau tidak..."
Sudah tentu In Kip tidak sabar mendengar ocehannya,
tanyanya gugup: "Apakah sekarang dia sudah cacat?"
1324 "Tulangnya yang patah sudah kusambung dan kuobati,
kurasa tidak sampai cacat, cuma Kungfunya mungkin harus
dilatih ulang."
Lega hati In Kip, katanya: "Aku punya kekayaan sebanyak
ini, umpama dia tidak pandai main silat juga hidupnya tidak
akan kapiran."
"Tapi, tapi..."
Berkerut alis In Kip. "Tapi apa lagi?"
"Tuan muda ditutuk jalan darah pelemas tubuhnya, kami
tidak mampu membukanya."
Jalan darah pelemas tidak segenting jalan darah
mematikan, tapi bila kelamaan dan tidak mampu membukanya
tutukan itu bakal menimbulkan akibat fatal bagi kesehatan
tubuh. Karuan In Kip gugup lagi, serunya: "Kenapa kalian
tidak lekas menggotong kemari?"
"Tuan muda sudah kubawa kemari. Soalnya luka-luka Hunkin-
joh-kut itu pantang mengalami getaran luar. Maka aku
tidak berani membawanya menunggang kuda atau
menggendongnya. Kini di perjalanan, dia naik kereta yang
dilampiri kasur empuk. Yang pegang kendali adalah Thio
Tiang-tui, si Kaki Panjang, cukong tidak usah kuatir," si Kaki
Panjang adalah kusir In Kip yang paling pandai.
In Kip tekan amarahnya supaya dia tidak marah-marah
terhadap Ong Cong-king, betapapun hatinya tidak bisa lega.
Berulang dia membanting kaki, serta berkaok-kaok suruh anak
buahnya keluar menyambut putranya telah tiba. Merah padam
muka Ong Cong-king saking malu, dia minggir ke samping,
berdiri mematung seperti ayam jago yang kalah di arena.
Untung mereka tidak menunggu lama, yang diharappun
telah tiba. Tampak empat Keh-ting memanggul sebuah
usungan, putranya yang terluka itu diturunkan di hadapannya.
1325 Melihat muka putranya pucat hijau, noda darah yang
mengotori pakaiannya masih belum dibersihkan, sungguh
perih dan kaget hatinya, katanya gelisah: "Tang-bun-siansing,
mohon kau suka menolongnya. Aku yakin kau pasti dapat
membebaskan tutukan Hiat-to putraku."
Tang-bun Cong memang ahli Tiam-hiat, mahir membuka
tutukan Hiat-to dari berbagai aliran. Ong Cong-king tahu akan
keahliannya maka buru-buru membawa majikan mudanya
kemari. Dengan tenang Tang-bun Cong berkata: "Baiklah biar
kucoba." " " Perlahan dia menepuk punggung dan kedua
ketiak In Hou masing-masing tiga kali. "Hauuaaah" kontan In
Hou memuntahkan sekumur riak kental, mulutnya mampu
bersuara dan bicara.
"Ayah, anak dianiaya keparat itu, kau harus membalaskan
sakit hatiku."
"Siauya tidak usah kuatir," ucap Koan Cong-yau, "Tan Cioksing
adalah buronan baginda, kita beramai memang hendak
menangkapnya."
"Ayah," kata In Hou pula, "kau sudah berterima kasih
kepada Ong-koankeh belum, kali ini berkat pertolongannya,
kalau tidak akibatnya sungguh sukar dibayangkan."
In Kip melengak, pikirnya: "Sebagai Koankeh dia tidak
mampu mengatasi kesulitan sehingga kedua bocah itu
membual keributan, sudah untung kalau aku tidak
menyalahkan dia, kenapa aku harus berterima kasih
kepadanya malah," tapi demi memberi muka kepada Ong
Cong-king, dengan tawar dia berkata. "Oh, ya, berkat usaha
Ong-koankeh sehingga musuh digebah pergi, aku memang
harus berterima kasih kepadamu."
"Bukan soal itu yang kumaksud," kata In Hou, "Ongkoankeh,
apa kau belum jelaskan kepada ayah?"
1326 Ong Cong-king tersenyum, katanya: "Itu sudah
kewajibanku, buat apa siauya menyinggungnya."
Karena ingin tahu, terpaksa In Kip mendesak tanya. Tapi
Ong Cong-king mandah tertawa saja tanpa mau buka suara.
"Ayah," kata In Hou, "Bila kukatakan kau akan lebih marah
lagi. Keparat itu bukan saja menganiaya aku, juga Sam Ihnio."
Sam Ih-nio yang dikatakan In Hou adalah gundik In Kip
yang ketiga, In Kip punya seorang istri dengan empat gundik,
yang paling disayang justru adalah gundik yang ketiga ini.
Kejut dan gugup In Kip dibuatnya, serunya gusar: "Tan
Ciok-sing keparat itu memang kurang ajar, bagaimana dia bisa
menganiaya Sam Ih-nio?"
"Dia menerobos masuk ke kamar Sam Ih-nio, entah apa
yang dilakukan, kudengar Sam Ih-nio menjerit-jerit minta
tolong, segera aku memburu kedalam, sayang Kungfu anak
kurang becus, bukan saja tidak mampu menolong Sam Ih-nio,
jiwa sendiri hampir saja melayang. Untung Ong-koankeh
datang tepat pada saatnya, sehingga anak dapat
diselamatkan. Pakaian Sam Ih-nio sudah tidak karuan, tapi
untung juga karena kenekatanku, dia tidak sampai mengalami
gangguan lebih buruk."
Legalah hati In Kip, lekas dia menyatakan terima kasih
kepada Ong Cong-king, dan mencaci maki Tan Ciok-sing.
Ternyata diluar tahunya bahwa peristiwa itu justru tidak
pada tempatnya. Hakikatnya peristiwa itu hanya bualan
putranya belaka. Cuma dalam bualan itu ada beberapa patah
kata yang benar, namun istilah "aniaya" terhadap gundik
ketiga itu bukan Tan Ciok-sing yang melakukan, tapi justru
putranya sendiri.
Diluar tahu In Kip, In Hou putra tunggalnya sejak lama
sudah main serong dengan gundik ketiga itu. Di waktu Tan
Ciok-sing dan In San mengobrak-abrik rumahnya mencari
jejak Kek Lam-wi, kebetulan dia kepergok sedang tidur
1327 seranjang di kamar gundik ketiga itu. Memang secara
kebetulan saja, tujuan utama hendak membekuk In Kip, justru
putranya yang lagi main serong ini ketangkap basah. Karena
In Kip tidak ketemu, terpaksa Tan Ciok-sing memberi sedikit
tanda mata kepada In Hou baru meninggalkan tempat itu.
000OOO000 Ong Cong-king pandai menjilat, dia merangkul majikan
muda ini demi kepentingannya, sudah logis kalau dia bantu
menutupi peristiwa memalukan ini. In Hou amat berterima
kasih akan bantuannya ini, maka berhadapan langsung dia
bicara akan kebaikan Ong Cong-king.
Sudah tentu In Kip juga seekor rase yang licin, namun tak
berani dia menduga bahwa putranya ini mencuri gundiknya,
setelah mendengar cerita bohong dia anggap kejadian
sesungguhnya, maka wajahnya tampak merah padam.
Ong Cong-king berkata: "Setelah tidak menemukan
Cengcu, keparat Tan Ciok-sing itu mungkin mengompres
keterangan salah seorang anak buah kita, bukan mustahil
sudah tahu Cengcu disini, sebentar mungkin menyusul
kemari." Seperti api disiram minyak, amarah In Kip makin berkobar,
serunya: "Aku justru kuatir keparat itu tidak kemari. Disini kita
banyak orang, Kek Lam-wi sudah tergenggam di tangan kita,
apa pula yang harus ditakuti" Bila dia berani datang, biar
kupatahkan tulangnya dan kubeset kulitnya."
Ong Cong-king tertawa, katanya: "Harap Cukong tidak
marah. Jelas kita tidak akan mendiamkan keparat itu, tapi
jangan lupa dia adalah buronan yang diminta oleh Baginda."
Seketika padam amarah In Kip, katanya: "Bila tidak
kupatahkan tulangnya dan membeset kulitnya, aku akan
menyiksanya juga sampai puas baru akan kuserahkan kepada
Baginda. Hm, aku justru kuatir dia tidak berani kemari."
1328 Tengah bicara, mendadak dari kejauhan berkumandang
sebuah suara, itulah suara tabib kelilingan yang berkaok-kaok
tentang kemahirannya mengobati berbagai penyakit, suaranya
sengaja ditarik panjang: "Khusus menyembuhkan berbagai
penyakit aneh dan sukar disembuhkan, terutama
menyambung tulang memulihkan otot dari urat, tanggung
sekali diobati sembuh seperti sedia kala, tidak cacat tiada
bekas." Mendengar suara tabib kelilingan ini, semua orang jadi
melenggong dan saling pandang.
Perlu diketahui villa In Kip ini terletak di tengah-tengah
bukit didalam kebon yang luas arenanya, tabib kelilingan itu
terang tidak boleh sembarang masuk kedalam kebonnya itu
berarti dia mengumandangkan suaranya jauh diluar pintu
besar. Padahal villa dimana sekarang mereka berada ada
setengah li dari pintu bugar, melewati berlapis pintu dan hutan
yang tersebar lagi
Habis tertegun Tang-bun Cong segera berkata: "Tabib
kelilingan ini kurang beres suaranya menggunakan ilmu
mengirim suara gelombang panjang."
In Kip bercekat, katanya: "Mungkin keparat itu yang
datang?" In Hou mandengarkan seksama, katanya: "Tidak mirip,
suara keparat itu aku dapat mengenalinya."
"Suara orang ini serak tua," timbrung Koan Cong-yau,
"kukira bukan samaran bocah itu."
Sebetulnya In Kip juga seorang Kangouw yang
pengalaman, dia pun dapat membedakan suara serak dan
muda. Tapi kejadian amat mendadak, mau tidak mau
perasaan yang masih gundah dan kebat kebit itu belum
hilang, maka dia tidak memikirkan sejauh itu. Kini mendengar
Koan Cong-yau yang sudah tahu dari dekat tentang pribadi
Tan Ciok-sing, rasa curiganya lenyap seketika.
1329 In Hou berkata: "Ayah, bila dia betul seorang tabib tulen
dan bukan membual, coba kita panggil dia masuk, biarlah
anak menjadi percobaan untuk menguji kepandaiannya."
Seperti diketahui In Hou dipelintir lengannya oleh Tan Cioksing
dengan Hun-kin-joh-kut sehingga tulang-tulang patah
urat keseleo, tulangnya sudah dibetulkan Ong Cong-king,
sehingga tidak sampai cacat, namun selanjutnya dia tidak
akan bisa bermain silat lagi. Tabib kelilingan ini mengagulkan
diri pandai menyambung tulang segala, karuan In Hou
mengharap luka-lukanya bisa sembuh cepat dan pulih seperti
sedia kala. Hobby Tang-bun Cong belajar silat, maka dia berkata:
"Mendengar ilmu mengirim suara gelombang panjangnya itu,
aku jadi ingin menjajalnya. Bukankah kita ingin membekuk
keparat itu" Umpama betul tabib kelilingan ini adalah
komplotannya, dia berani mengantar jiwanya kemari, kita
tidak usah takut menghadapinya. Bila dia bukan komplotan
bocah itu, bukan mustahil kita bisa merangkul seorang tenaga
yang dapat diandalkan."
Bu-sam Niocu tertawa, katanya: "Kekuatiran In-cengcu
juga harus dipikirkan, begini saja aku punya akal," lalu dia
berbisik-bisik di pinggir telinga In Kip.
In Kip girang, wajahnya berseri, serunya: "Bagus, bagus,
dengan akal itu legalah hatiku, boleh segera kau siapkan.
Ong-koankeh, tolong kau undang tabib kelilingan itu kemari."
Tang-bun Cong berdarah campuran Han dan Mongol,
Poyang Gun-ngo orang Watsu, wajah mereka mudah dilihat
sebagai orang asing. Karena itu sebelum tahu seluk beluk


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tabib kelilingan ini, menurut rencana mereka, untuk sementara
tidak unjuk diri saja, maka mereka sembunyi di belakang pintu
angin. Tidak lama kemudian Ong Cong-king membawa seorang
tabib kelilingan itu masuk, usianya kira-kira lima puluhan,
1330 perawakannya kurus tinggi, mukanya kuning kering,
tampangnya biasa tiada yang istimewa. Justru tiada
keistimewaannya, maka dia lebih mirip pemain akrobatik yang
suka kelilingan di Kangouw mencari nafkah.
Melihat tampang orang biasa saja, selintas pandang In Kip
amat kecewa, namun lekas dia berpikir: "Manusia tidak boleh
dinilai dari wajahnya, air tidak bisa diukur dengan gantang.
Bukan mustahil tabib keliling ini benar-benar memiliki
kepandaian," maka dia persilakan tabib itu duduk dan
memberi hormat, katanya: "Tolong tanya siapa she dan nama
Siangsing?"
Tabib itu bersuara sumbang: "Hamba she Koan, bernama
Put-ping."
She Koan (mengurus) bernama Put-ping (tidak adil) jadi
kalau digabung menjadi Koan Put-ping (mengurus yang tidak
adil). Bercekat hati In Kip, batinnya: "Aneh juga nama tabib
kelilingan ini," tapi mengingat orang-orang yang hidupnya
mengembara di Kangouw kebanyakan memang nyentrik,
maka tidak perlu dibuat heran bila dia menggunakan namanama
yang aneh pula.
"Entah siapa yang sakit disini, sakit apa?" tanya tabib
kelilingan, agaknya dia tidak suka ngobrol.
"Putraku kurang hati-hati jatuh dari punggung kuda
sehingga tulang patah otot keseleo, kudengar Siansing ahli
menyambung tulang dan otot, entah Siangsing bisa
menyembuhkannya seperti sedia kala?"
Tabib kelilingan itu tertawa lebar, katanya: "Bukan aku
suka mengagulkan diri, jangan kata tulang patah, umpama
lengan putus atau paha patah juga aku bisa menyambungnya
pula sampai sembuh tanpa meninggalkan bekas. Dalam
jangka sebulan dia sudah akan mampu mengangkat barang
berat." 1331 "Bagus sekali," seru In Kip senang, "bila putraku sembuh
seperti apa yang Siangsing katakan, berapa saja ongkosnya
pasti kubayar."
Tawar suara tabib kelilingan: "Soal bayaran boleh tidak
usah dirisaukan. In-toacengcu, nama besarmu sebagai
hartawan nomor satu di Kanglam terkenal di seluruh jagat,
memangnya aku kuatir kau tidak akan membayar maha
padaku" Biarlah aku periksa dulu luka-luka putramu."
"Baiklah, biar kusuruh putraku keluar. Silakan kau minum
teh sambil menunggunya sebentar," lalu dia tuangkan
secangkir teh dan disuguhkan sendiri kepada tabib kelilingan,
lalu diapun isi cangkir sendiri mengiringi orang minum.
Tabib kelilingan seperti tidak menaruh curiga sedikitpun,
angkat cangkir terus ditenggaknya habis. Dengan mulut
berkecek-kecek lidah menjulur keluar dia memuji: "Wah, teh
harum dan sedap."
Legalah hati ln Kip, diam-diam dia tertawa dalam hati:
"Dugaan Bu-sam Niocu memang tidak meleset, mungkin
kepandaian mengobati tabib kelilingan ini amat liehay.
Kenyataan dia bakal kecundang juga oleh akalnya."
Ternyata dalam air teh itu sudah dicampur Hap-kut-san
oleh Bu-sam Niocu. Supaya tabib kelilingan ini tidak curiga,
sebelumnya In Kip sudah minum obat penawarnya, maka dia
berani mengajak tamunya ini minum bersama.
Hap-kut-san bikinan Bu-sam Niocu ini daya kerjanya
lambat, masuk mulut tidak terasa, namun dalam jangka
setengah jam orang tanpa sadar akan lunglai tak mampu
mengeluarkan tenaga. Jangan kata berjalan, mengangkat
tangan atau kakipun rasanya berat.
Begini rencana mereka, bila tabib ini betul-betul baik hati
mau menyembuhkan luka-luka In Hou, setengah jam kiranya
cukup untuk menyambung tulang dan membetulkan otot. Jadi
sebelum dia menyadari dirinya keracunan, obat penawar yang
1332 sudah disiapkan dalam air teh di cangkir lain akan disuguhkan
pula, hakikatnya dia tidak tahu bahwa dirinya pernah
keracunan. Bila tabib keliling ini melakukan sesuatu sampai
harus bergebrak dan turun tangan, khasiat obat bius itu akan
kumat dan bekerja lebih dini dari waktunya, umpama ln Hou
dia tangkap untuk sandera juga tidak perlu dibuat kuatir lagi.
Adanya akal bulus yang diatur Bu-sam Niocu ini, dijaga pula
oleh Ong Cong-king dan Koan Cong-yau dua jago yang dapat
diandalkan, maka In Kip yakin segalanya akan berjalan lancar
sesuai rencana, tanpa menguatirkan apa-apa dia serahkan
putranya untuk diperiksa.
Melihat si tabib setelah minum teh malah memuji teh wangi
dan enak, diam-diam dia tertawa senang, katanya: "Itulah
Liong-kin-teh yang diseduh dengan air embun, agaknya
Siansing memang penggemar teh, silahkan minum secangkir
lagi." Tabib kelilingan berkata: "Teh baik jangan minum banyakbanyak,
lebih bagus disimpan saja. Nanti setelah
menyembuhkan putramu, pelan-pelan akan kunikmatinya
lagi." In Kip tahu sampai dimana khasiat Hap-kut-san buatan Busam
Niocu, sebetulnya secangkir juga cukup untuk
melumpuhkan tabib ini, supaya tidak menimbulkan rasa
curiganya, maka dia berkata dengan tertawa: "Siansing
agaknya ahli dalam soal minum, baiklah setelah mengobati
putraku nanti, akan kusuguh pula Siansing beberapa cangkir."
Mana dia tahu, padahal Tabib kelilingan juga tengah
tertawa dalam hati. Tabib kelilingan yang memperkenalkan diri
dengan nama Koan Put-ping ini, tanpa kami jelaskan tentu
para pembaca sudah menduga siapa dia sebenarnya. Dia
bukan lain adalah Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun.
Setelah Tan Ciok-sing dan In San pergi, tiba-tiba dia
teringat: "In Kip adalah rase tua yang licin, walau dia
1333 berpesan kepada kuasa hotel supaya Kek Lam-wi
merahasiakan pertemuan hari itu terhadap Tan Ciok-sing,
tidak mungkin dia tidak siaga bila Kek Lam-wi membocorkan
pertemuan itu. Maka alamat pertemuan itupun sudah diatur
sedemikian rupa di tempat lainnya."
Dari mulut Kiau-jan Taysu dia mendapat tahu bahwa In Kip
punya sebuah villa di atas Thian-ping-san, maka setelah
menyamar jadi tabib kelilingan segera dia menuju ke Thianping-
san. Dan secara kebetulan In Hou terluka, diluar dugaan
klop dengan rencananya menyamar tabib kelilingan. In Kip
ternyata ketipu dan mengundangnya masuk.
Saat mana kedua pihak sama tertawa dalam hati, In Kip
kira Tam Pa-kun betul sudah masuk perangkap, diluar
tahunya, berkepandaian tinggi nyali Tam Pa-kun memang
keliwat besar, meski tahu di atas gunung ada harimau, dia
justru naik ke gunung dan lewat disana.
Diam-diam Tam Pa-kun kerahkan Lwekangnya untuk
mencegah Hap-kut-san bekerja dalam tubuhnya, kedua pihak
punya perhitungan sendiri, sementara itu Ong Cong-king
sudah memapah In Hou keluar dari dalam.
Sengaja Tam Pa-kun bermain sandiwara, sebagaimana
lazimnya seorang tabib dia periksa urat nadi serta memeriksa
lengan yang terluka katanya: "In-toacengcu, ingin aku bicara,
tapi mungkin kedengarannya kurang pantas, entah perlu tidak
kuucapkan?"
Yang dipikir In Kip adalah putranya lekas sembuh, maka
katanya: "Silakan katakan saja Siansing."
"In-toacengcu, untuk menolong putramu, maka tidak
sepantasnya kau berbohong kepadaku," secara, blak-blakan
dia membongkar kebohongan In Kip.
In Kip justru kaget dan gembira, pikirnya: "Agaknya tabib
kelilingan ini memang membekal kepandaian tulen," namun
dia pura-pura bodoh, tanyanya: "Kenapa Siansing bilang
1334 begitu. Orang she In yakin tidak menipumu, harap Siansing
memberi petunjuk."
"In-cengcu," ujar Tam Pa-kun kalem, "tadi kau bilang
putramu jatuh dari punggung kuda sehingga tulang patah urat
keseleo. Tapi menurut pemeriksaanku, kukira kejadian tidak
demikian?"
"Waktu putraku jatuh, aku tak ada di rumah, aku hanya
mendengar laporannya saja."
"Kalau begitu putramu ini yang bohong?"
Lekas In Hou berkata: "Siansing, tak usah kau peduli
apakah aku ini bohong atau tidak, coba katakan menurut
pemeriksaanmu, apa kau tahu kenapa aku terluka?"
"Baiklah biar kuterangkan, coba cocokan apakah analisaku
betul. Luka-lukamu ini bukan lantaran jatuh, tapi lenganmu
dipelintir patah dengan Hun-kin-joh-kut oleh seorang ahli silat
yang liehay. Orang yang melukai kau, kalau tidak salah
seorang pemuda yang berusia belum genap dua puluh."
In Hou ayah beranak betul-betul kaget, teriaknya bersama
tanpa berjanji: "Dari mana kau tahu?"
"Hun-kin-joh-kut adalah ilmu yang sukar diyakinkan, setiap
turun tangan harus diperhitungkan baru hasilnya akan dapat
diagulkan. Oleh karena itu bila ilmu ini dilatih sampai taraf
yang sempurna, kebanyakan adalah jago silat yang usianya
sudah mencapai setengah baya, seorang jago silat seusia itu
dengan bekal kepandaiannya yang liehay, kebanyakan pula
mempunyai ketabahan dan kesabaran yang luar biasa, dia
tidak akan semau gue turun tangan melukai orang dengan
ilmu yang ganas ini, tapi sekali turun tangan dia tidak akan
kenal kasihan lagi. Dari hasil pemeriksaaan luka-luka di lengan
putramu ini, meski latihan Hun-kin-joh-kut orang itu sudah
termasuk taraf tinggi, namun waktu turun tangan dia diburu
oleh emosi sehingga tenaga yang dikerahkan terlalu
dipaksakan, ini jelas menandakan bahwa hatinya saat itu
1335 sedang marah atau tidak sabar lagi. Dan lagi, bagi orang yang
sudah tua, tenaga dalamnya lebih condong agak lunak,
terutama di waktu melukai lawan dengan gerakan Hun-kinjoh-
kut, karena itu gerakan ini tidak memerlukan tenaga yang
besar. Tapi orang itu bukan saja menggunakan tenaga yang
diburu nafsu, tenaganya teramat kasar pula, maka aku berani
memastikan bahwa penyerang itu usianya masih muda meski
sudah memiliki Kungfu yang tinggi. Entah betul tidak
uraianku?"
"Betul," teriak In Hou, "betul sekali. Siansing, kau seperti
menyaksikan sendiri, bangsat itu usianya mungkin memang
belum genap dua puluh tahun."
Tam Pa-kun berkata sungguh-sungguh: "Seorang tabib
harus tahu sebab musabab datangnya penyakit, barulah dia
bisa membuat resep dan memberikan obat yang tepat. Untung
aku tahu akar asal mula luka-luka ini berdasarkan pengalaman
puluhan tahun, kalau aku percaya begitu saja bahwa tulang ini
patah lantaran jatuh dari punggung kuda, bukankah aku akan
memberikan obat yang salah" Akibatnya kau sendiri yang
akan mengalaminya."
Lekas Ong Cong-king melerai, katanya: "Siansing tidak
usah marah, begitulah kejadiannya, Siauya tidak ingin bila
Loya tahu dia berkelahi dengan orang, maka dia berbohong.,
Untuk ini Loya memang benar-benar tidak tahu."
Segera ln Kip pura-pura memaki putranya, katanya
kemudian: "Koan-siansing ternyata memiliki Kungfu dan
kepandaian mengobati yang liehay, uraianmu tadi sungguh
membuka mata kami. Sungguh harus dipuji, yakin Siansing
pasti dapat menyembuhkan putraku. Untuk itu Siansing tidak
usah kuatir berapa .imbalan yang kau pinta, sesenpun tidak
kurang akan kubayar. Siansing mau uang tunai atau..."
Setelah tahu berita dan jejak Tan Ciok-sing lega hati Tam
Pa-kun, katanya tersenyum: "Emas aku emoh, perak juga
tidak mau, aku hanya menuntut satu orang untuk menukar
1336 jiwa putramu," sampai disini mendadak dia mencengkram In
Hou serta dijinjingnya ke atas. Ong Cong-king yang berdiri
tidak jauh sudah siap merebut maju, tapi sudah terlambat.
Sekali mengebas lengan bajunya, angin kencang seketika
menerpa muka, tanpa kuasa Ong Cong-king tergentak mundur
dua langkah. Kagetnya bukan main, "Tabib ini sudah minum
teh yang dicampur Hap-kut-san, kenapa tenaga dalamnya
masih sehebat ini?"
Mendadak didengarnya Tam Pa-kun tertawa tergelak-gelak,
katanya: "Dengan maksud baik aku kemari mau mengobati,
kalian justru mau meracuni aku, adakah aturan macam ini"
Hehe, memangnya Hap-kut-san mampu berbuat apa
terhadapku, kalian ingin mencelakai aku, memangnya siapa
aku ini, begitu rendah kalian menilaiku."
Di tengah gelak tawanya mendadak dia acungkan jari
tengah tangan kirinya, sejalur air segera menyembur keluar
dari jari tengah itu, tampak uap mengepul, lekas In Kip dan
Ong Cong-king melompat minggir takut kecipratan. Koan
Cong-yau yang berdiri di samping sana juga melongo
ketakutan. Ternyata Tam Pa-kun menyimpan Bik-ling-tan pemberian In
Hou yang dibuat dari Thian-san-soat-lian, khasiatnya dapat
memunahkan berbagai racun, sejak tadi Tam Pa-kun sudah
meminumnya setengah butir, ketambah Lwekangnya tangguh,
meski minum secangkir teh beracun, dia kerahkan Lwekang
memusatkannya ke ujung jari serta menyemburkannya.
In Kip tenangkan hati, serunya gugup: "Siansing harap kau
tidak salah paham. Soalnya musuhku terlalu banyak, setiap
urusan harus bertindak hati-hati. Kupikir setelah Siansing
menyembuhkan putraku, segera akan kuberikan obat
penawarnya. Tak kira Lwekang Siansing begitu tangguh, kini
tidak mengalami cidra apa-apa, biarlah aku mohon maaf dan
memberi hormat kepadamu. Cuma siapa yang Siansing tuntut
untuk menukar putraku?"
1337 "Kek Lam-wi, salah satu dari Kanglam-pat-sian."
Sudah kaget In Kip masih mau mungkir: "Koan-siansing,
tuntutanmu ini sungguh membuatku heran dan tidak habis
mengerti, apa itu Kanglam-pat-sian..."
"In-toacengcu," tukas Tam Pa-kun menyeringai dingin.


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau bersimalaraja di Kanglam, kalangan hitam golongan putih
kau punya kenalan, memangnya kau tidak tahu apa itu
Kanglam-pat-sian?"
"Kanglam-pat-sian"aku sih tahu, tapi dengan mereka
hakikatnya aku tidak punya hubungan. Kau mencari Kek Lamwi
dari Kanglam-pat-sian koh di tempatku, apa tidak salah
alamat?" ,
"Apa betul kau tidak tahu dimana sekarang Kek Lam-wi
berada?" Diam-diam In Kip memperhitungkan waktunya, dia yakin
tabib kelilingan ini tidak mungkin bersua dengan Tan Ciok-sing
lalu baru-baru menyusul kemari, maka dia tetap mengeraskan
kepala, tetap mungkir: "Aku benar-benar tidak tahu."
"Kalau kau tidak tahu, aku justru sudah tahu. Aku tahu
sekarang dia berada didalam villamu ini."
"Siansing berkelakar, selamanya aku tiada hubungan
dengan Kek-jithiap, bagaimana mungkin dia bisa berada di
rumahku?" "In-toacengcu," jengek Tam Pa-kun, "benda apa yang kau
sembunyikan didalam bajumu" Agaknya kau memang pandai
membual?" Seruling pualam hangat milik Kek Lam-wi tadi dirampas Busam
Niocu dan diberikan kepada In Kip, In Kip belum sempat
menyimpannya kedalam. terpaksa dia sembunyikan didalam
jubahnya. Mendadak Tam Pa-kun membongkar bualannya,
tanpa sadar dia menyurut mundur, sebelah tangan serta
1338 merta menekan ke tempat di mana seruling itu
disembunyikan. Berkata Tam Pa-kun lebih lanjut: "Kepandaian lain aku
tidak punya, tapi mataku ini amat tajam untuk mengenali
benda pusaka, sinar mustika tampak cemerlang dari badanmu,
sekali pandang aku lantas tahu seruling warisan leluhur Kek
Lam-wi itu berada dalam bajumu, masih berani kau katakan
dia tidak berada di rumahmu?" " " Hakikatnya kata-kata
sinar mustika cemerlang dari badan hanyalah istilah
berkelebihan yang digunakan Tam Pa-kun. Tapi sebagai ahli
silat, senjata apa yang disimpan dalam baju orang, sekali
pandang dia lantas dapat menebaknya.
"In-toacengcu, kuharap kau tahu diri. Kalau tidak, jangan
menyesal bila aku bertindak kasar. Tabib yang ahli mengobati
ini juga bisa jadi jagal manusia. Sekarang aku hanya
menunggu jawabanmu, lekas keluarkan Kek Lam-wi untuk
menukar jiwa raga putramu, jual beli secara banter ini kau
mau terima tidak?" demikian ancaman Tam Pa-kun.
"Nanti dulu Siansing, aku, aku, aku..." beruntun In Kip
menyurut mundur.
Sekonyong-konyong terdengar sudra "Blang" yang keras,
pintu angin di depan Tam Pa-kun tiba-tiba jebol dan berlobang
besar, segulung angin kencang langsung menerpa ke arahnya.
Kembali Tang-bun Cong mendemonstrasikan kepandaian
Kek-bu-thoan kang membokong Tam Pa-kun. Dengan Bikkhong-
ciang dia menjebol pecah pintu angin, bila Tam Pa-kun
jinjing In Hou menangkis pukulan jarak jauh ini, maka pukulan
dahsyat itu akan tersalur seluruhnya ke tubuh Tam Pa-kun. Itu
berarti mereka ada kesempatan un
Kisah Para Pendekar Pulau Es 14 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Golok Halilintar 7
^