Pencarian

Pendekar Riang 5

Pendekar Riang Karya Khu Lung Bagian 5


ng sedang dikatakan,
tapi begitu sudah sadar maka semua perkataan yang pernah diucapkan itupun terlupakan sama
sekali. Tapi ada pula orang yang tak mampu berkata apa-apa setelah mabuk.
Manusia semacam ini bila dia sudah mabuk maka kemungkinan sekali dia akan mengucurkan
air mata, mungkin akan tertawa terbahak-babak, mungkin juga akan mendengkur tidur. Tapi dia
tak akan mengucapkan sepatah katapun.
Dikala mereka sedang menangis, maka makin menangis mereka akan semakin sedih, bahkan
sampai akhirnya seakan-akan di dunia ini tinggal dia seorang manusia yang pantas dikasihani.
Sekalipun kau berlutut di hadapannya sambil memohon agar jangan menangis, bahkan
sekalipun kau bayar kontan dua ratus laksa tahil perak asal mereka mau berhenti menangis,
jangan toh berhenti malah kemungkinan besar mereka akan menangis semakin sedih.
Menanti ia sudah sadar, dan kau bertanya kepadanya mengapa menangis, ia sendiripun pasti
akan keheranan.
Bila mereka tertawa tergelak, maka tertawa itu seakan-akan orang yang mendapat lotre untung
delapan puluh juta.
Sekalipun rumahnya kebakaran, mereka tetap akan tertawa. Sekalipun kau tempeleng
mukanya beratus-ratus kali, mungkin tertawanya akan semakin keras.
Jika mereka sudah tertidur, ini lebih parah lagi, sekalipun segenap manusia di dunia ini
menendangnya, dia akan tetap mendengkur, bahkan sekalipun kau buang badannya ke laut,
mereka masih akan tetap tidur mendengkur.
Kebetulan sekali Ho Sia-hong adalah manusia macam ini.
Pada mulanya dia seperti masih bisa minum, bahkan minumnya cepat sekali, seteguk belum
habis seteguk lain sudah menyusul, tapi secara tiba-tiba, dalam sekejap mata saja ia sudah
tertidur. Begitu ia mulai tidur, Kwik Tay-lok tertawa tergelak.
"Kau juga mabuk?" dengan gemas tegur Yan Jit.
"Aku mabuk" Coba kau lihat, aku seperti orang yang lagi mabuk tidak . . ."
"Bukan seperti lagi, delapan puluh persen sudah pasti benar !"
"Kau keliru, kesadaranku sekarang pada hakekatnya sesadar Khong Hucu !"
"Tapi kau tertawa macam anjing kampung"
"Aku cuma lagi mentertawakannya, belum lagi dimulai, dia sudah kena diloloh sampan
mabuk." "Kau masih ingat apa sebabnya kau melolohi dirinya dengan arak"
"Tentu saja masih ingat, sebenarnya aku ingin suruh dia berbicara terus terang."
"Sudah ia katakan?"
"Sudah !"
"Sudah" Apa yang dia katakan ?"
"Dia bilang, bila ia menaruh maksud jahat kepada kita, maka ia tak akan mabuk, apalagi
mabuk seperti seekor babi mampus !"
Yan Jit mengamatinya dari atas sampai ke bawah, lalu sambil menggelengkan kepalanya dia
berkata: "Ada kalanya aku benar-benar tidak habis mengerti, sesungguhnya kau ini sudah mabuk atau
masih sadar"
Kwik Tay-iok terkekeh-kekeh, dia lantas berpaling dan memandang ke arah Ong Tiong.
"Hei, mau apa kau memandang ke arahku ?" tegur Ong Tiong.
"Aku sedang menunggumu berbicara." jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa, "sekarang sudah
tiba pada giliranmu untuk berbicara !"
"Kau suruh aku mengatakan apa ?"
"Mengatakan sewaktu aku sadar juga mabuk, sewaktu mabuk justru makin sadar."
Ong Tiong tidak tahan untuk tertawa pula jawaban tersebut memang amat cocok dengan
seleranya. "Benarkah jawabanku ini ?" tanya Kwik Tay-lok lagi.
"Tepat sekali !"
Di dalam deretan kamar yang berada di halaman belakang, berjajar-pula dua buah
pembaringan. Kedua buah pembaringan itu seakan-akan memang khusus disediakan bagi orang yang
sedang mabuk. Ho Sia-hong bagaikan sesosok mayat digotong masuk ke dalam kamar itu dan dibaringkan di
atas ranjang. Kwik Tay-lok segera tertawa, katanya:
"Kedatangannya hari ini boleh dibilang tepat sekali waktunya, coba kalau datang pada dua hari
berselang, terpaksa ia akan dipersilahkan untuk tidur di lantai."
"Aku hanya berharap bahwa tidurnya sekarang dapat tidur sampai besok pagi !" kata Ong
Tiong. "Kenapa ?"
"Dari pada kita harus pergi menggadaikan barang lagi".
"Mengapa harus menggadaikan barang ?"
"Untuk mentraktir tamu kita makan malam!"
Kwik Tay-lok segera tertawa lebar.
"Mungkin kita tak usah menggadaikan barang lain, apa salahnya kalau menunggu sampai
sang kucing menyembunyikan keleningan lagi ?"
"Jadi kau beranggapan makan malam kita pun masih akan dihantar orang lain ?" seru Yan Jit.
"Ehmm . . . . . benar!"
Tak tahan Yan Jit segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . tampaknya kau sudah amat menggantungkan antaran
makanan darinya?"
"Haaahnh . . . . haaahhh. . . haaahhh. . . ucapanmu benar sekali, aku memang sudah bersiapsiap
untuk menggantungkan diri kepadanya sepanjang masa, aku ingin menyuruh dia
mempensiun diriku sampai tua"
Perkataan itu sengaja diucapkan dengan suara suara yang amat tinggi, seakan-akan sengaja
akan diperdengarkan kepada orang itu.
Benarkah orang itu selalu bersembunyi di balik kegelapan sambil mengawasi gerak geriknya.
Mungkinkah orang itu adalah Ho Sia hong" Apakah ia benar-benar sudah mabuk"
Orang yang mabuk terlalu cepat, seringkali sadar dalam waktu yang amat cepat pula.
Belum sampai senja menjelang tiba, tiba-tiba kedua orang bocah itu sudah lari keluar dari
halaman belakang menuju ke ruang tengah, kemudian dengan sikap yang sangat hormat mereka
berdiri di hadapan Ong Tiong sekalian, kemudian dengan sikap yang sangat hormat pula
menyerahkan sepucuk undangan kepada mereka.
Terdengar Tiau Si berkata:
"Kongcu kami bilang, pagi tadi ia telah mengganggu ketenangan kalian semua, maka malam
nanti sudah sepantasnya kalau ia membalas undangan tersebut, karenanya diharapkan kalian
semua bersedia untuk meluangkan waktu dan memenuhi harapannya itu. Tentunya kalian
bersedia bukan ?"
Kwik Tay-lok tidak menjawab, dia berpaling dan memandang sekejap ke arah Ong Tiong
kemudian mengerdipkan matanya berulang kali untuk memberi tanda.
Ong Tiong segera bergumam:
"Waaah... tampaknya kita tak usah menunggu sampai ada kucing yang membunyikan
keleningan lagi"
Tiau Si tidak mendengar apa yang sedang dikatakan itu, sekalipun mendengar diapun belum
tentu mengerti.
Tak tahan bocah itu lantas berseru:
"Ong toaya, sebenarnya apa yang sedang kau katakan" Bolehkah aku mengetahuinya?"
Tidak sampai Ong Tiong membuka suara, Kwik Tay lok telah menyerobot seraya berkata:
"Dia bilang, kami pasti akan memberi muka kepadanya, malam nanti pasti akan hadir kesana !"
Yan Jit menghela napas dan gelengkan kepalanya berulang kali.
"Aaaai.... kulit muka orang ini tampaknya betul-betul amat tebal!" gumamnya.
Mendadak Tiau Si bertanya lagi:
"Apa yang sedang dikatakan toaya ini ?"
"Dia bilang kita segera akan ke sana ?" sahut Kwik Tay-lok lagi cepat-cepat.
Tiau Si lantas tertawa, katanya : "Kalau memang begitu, kami harus segera pulang untuk
membuat persiapan !"
"Yaa, benar ! Lebih cepat memang lebih baik"
Dengan sikap yang sangat hormat Tiau Si memberi hormat, kemudian secara tiba-tiba
mengerdipkan matanya ke arah Sau Su seraya berbisik:
"Bawa kemari !"
Kontan saja Sau Su melototkan matanya lebar-lebar, seraya mendengus serunya:
"Mengapa harus terburu napsu ! Anggap saja kau yang menang !"
Kwik Tay-lok yang mendengar pembicaraan tersebut menjadi tidak tahan, ia lantas bertanya:
"Hei, apa yang sedang kau bicarakan ?"
"la tidak mengatakan apa-apa !" jawab Tiau Si dengan cepat.
Kemudian ia menarik tangan Sau Su dan siap diajak lari, tapi Sau Su lebih jujur bahkan juga
amat terburu napsu, dengan wajah memerah jawabnya:
"Aku sedang bertaruh dengannya, siapa kalah dia harus membayar sekeping uang tembaga."
"Taruhan apa ?"
"Aku kuatir kalian tak mau memberi muka untuk menghadiri undangan tersebut, tapi dia
bilang...."
Dia mengerling sekejap ke arah Kwik Tay-lok, tiba-tiba sambil menggelengkan kepalanya dia
berkata: "Apa yang dia ucapkan tak berani kusampaikan"
"Tak usah kuatir, tak akan ada orang yang menyalahkan dirimu"
"Andaikata ada orang yang menegurku ?" tanya Sau Su sambil memutar biji matanya.
"Jangan kuatir, aku akan melindungi dirimu !"
Sekarang Sau Su baru tertawa, katanya kemudian:
"Dia bilang, sekalipun orang lain merasa rikuh untuk menghadiri undangan tersebut, toaya
pasti tetap menghadirinya, sebab diantara sekian banyak orang, boleh dibilang kulit muka toaya
paling tebal"
Begitu selesai berkata, dia lantas menarik tangan Tiau Si dan diajak kabur dari situ.
Lewat lama sekali, masih kedengaran suara tertawa mereka yang berderai-derai.
Kwik Tay-lok merasa yaa mangkel yaa geli, akhirnya dia cuma bisa bergumam:
"Ternyata setan cilik ini tidak jujur, rupanya dia pandai juga berputar kayun dulu sebelum
memaki orang."
Yan Jit tak bisa menahan rasa gelinya lagi, dia tertawa terpingkal-pingkal, serunya:
"Tepat sekali perkataannya itu, mukamu memang kelewat tebal! Jadi kata-katanya itu tak bisa
dianggap sebagai makian, melainkan hanya sebagai kata-kata yang sejujurnya."
"Sesungguhnya dia tak bisa disebut bermuka tebal." kata Ong Tiong pula, "biasanya kalau
orang lagi miskin, dia memang susah menahan godaan, apalagi hidangan yang lezat.."
"Yaa, daripada mampus kelaparan lebih baik tebalkan muka tapi kenyang...." Yan Jit
menambahkan pula.
Kwik Tay-lok tidak menjadi marah, dia cuma ngomel:
"Baik, aku memang miskin, kelaparan, bermuka tebal, sedangkan kalian semua adalah
seorang Kuncu!"
Tiba-tiba sambil tertawa dingin terusnya:
"Coba aku tidak bermuka tebal, kalian si kuncu-kuncu gadungan juga bakal kapiran sendiri,
paling tidak juga malam nanti musti berkunjung ke pegadaian"
"Bagaimanapun juga, orang toh tamu kita" kata Yan Jit, "masa kau tidak rikuh untuk mendahar
makanan orang?"
"Bagaimanapun juga dia adalah manusia, makan kepunyaannya paling tidak jauh lebih baik
dari pada makan-makanan yang dikirim kucing, kalau seorang yang sudah makan makanan
kiriman kucingpun masih merasa gembira, lantas dimana kau pasang gaya ?"
"Siapa sih yang akan pasang gaya?" kata Ong Tiong, "aku cuma berharap kalau bisa sayur
dan arak itu dikirim saja kemari"
Sayurnya tidak terlalu banyak, tapi araknya tak sedikit jumlahnya.
Sekalipun sayurnya tidak banyak, tapi semuanya adalah hidangan yang paling lezat dan
mewah. "Walaupun sayur ini sudah dibuat sejak semalam" kata Ho Sia-hong, "tapi siaute yang
sepanjang tahun sering berada di luar, caraku menyimpan makananpun amat sempurna sekali,
tanggung bau serta warnanya sama sekali tidak berubah. Cuma sayang sayur itu tak seberapa,
harap kalian sudi memaafkan"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa, katanya:
"Kemarin malam kau telah menyiapkan sayur sebanyak ini, apakah sudah kau duga kalau
malam ini bakal menjamu tamu ?"
Tiau Si yang sedang memenuhi cawan dengan arak segera berseru:
"Kongcu kami paling suka berteman, sepanjang jalan entah siapa saja yang dijumpai, selalu
mengajaknya untuk minum barang dua cawan, karena itu kemanapun dia pergi, sayur dan arak
selalu tersedia lengkap."
Kwik Tay-lok segera mengerdipkan matanya lalu tertawa lirih, serunya cepat:
"Kalau begitu, orang yang bermuka tebal bukan cuma aku seorang."
"Kwik-heng, apa yang kau katakan ?" seru Ho Sia-hong keheranan.
"Aku sedang berkata dia...."
Mendadak Tiau Si mendehem-dehem.
Kwik Tay-lok segera tertawa, sambungnya:
"Aku merasa caranya menuang arak terlalu lambat, aku sudah merasa agak tak sabaran lagi".
Kemudian dia mengangkat cawan araknya, diendus sebentar, kemudian sambil tertawa
tergelak katanya:
"Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh.... arak bagus, arak bagus, aku akan menghormati dahulu
tuan rumah dengan secawan arak"
Baru saja dia ingin meneguk habis isi cawan itu, mendadak Ho Sia-hong menarik tangannya
sambil berkata dengan senyuman dikulum:
"Saudara Kwik, harap tunggu sebentar, sepantasnya kalau aku yang menghormati kalian
berempat lebih dulu, menghormati kalian bersama..."
Tiba-tiba muncul seekor anjing hitam dan seekor kucing hitam dari luar ruangan, sambil
menerjang datang kedua binatang itu melompat naik ke atas meja, beberapa cawan arak yang
baru saja dipenuhi di atas meja itu segera terbalik dan isinya berceceran di tanah. Paras muka Ho
Sia-hong kontan saja berubah hebat, tiba-tiba ia turun tangan.
Sepasang tangannya itu kelihatan putih lagi bersih, seakan-akan selama hidup tak pernah
menyentuh barang kotor, bahkan botol arak yang robohpun enggan untuk menyentuhnya.
Sedang kucing dan anjing itu sangat kotor seperti baru saja bergulingan di atas lumpur.
Tapi begitu turun tangan, ia lantas cengkeram tengkuk binatang itu dengan sebuah tangan
seekor, kemudian bersiap-siap untuk melemparkannya keluar.
Tapi baru saja binatang itu di lempar ke luar tiba-tiba muncul kembali dua buah tangan yang
segera menyambutnya.
Kwik Tay-lok telah menyambut kucing hitam itu, sedang Yan Jit menyambut si anjing hitam.
Sambil membelai tengkuk si kucing dengan lembut. Kwik Tay-lok berkata:
"Mau apa kau datang kemari" Apakah kau hendak berebut dengan Ho-kongcu untuk menjadi
tuan rumah ?"
Yan Jit juga lagi membelai kepala anjing hitam itu sambil bergumam:
Mau apa kau kemari " Apakah hendak menyainginya untuk berebut minum arak ?"
Ho Sia-hong yang menyaksikan kejadian itu segera mengerutkan dahinya rapat-rapat
kemudian sambil tertawa paksa katanya:
"Binatang tersebut mana kotor, baunya tak tahan, mengapa kalian berdua membopongnya
dibadan ?"
"Aku suka kucing, apalagi kucing yang gemar mentraktir orang !" kata Kwik Tay-lok sambil
tertawa. "Aku suka anjing, apalagi anjing yang suka minum arak!" sambung Yan Jit pula sambil tertawa.
Ketika arak itu tertumpah di atas meja tadi, anjing tersebut memang telah menjulurkan lidahnya
sambil menjilat.
Tibab-tiba Ong Tiong bergumam:
"Cuma sayang anjing ini bukan anjing buldok."
Lim Tay-peng yang sedang mengambil ayam goreng, segera meletakannya kembali ke piring
sambil bergumam pula:
"Sayang ayam ini bukan bebek panggang!"
Paras muka Ho Sia-hong masih tetap tenang, sama sekali tidak menunjukan perubahan apaapa,
malahan sambil tersenyum katanya:
"Apa yang sedang kalian berempat katakan" Siaute sama sekali tidak mengerti !"
"Ooh.... mungkin kami sedang mengigau!" sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa lebar.
Anjing yang berada dalam bopongan Yan Jit itu mendadak menjerit kesakitan, kemudian
melompat bangun dari bopongannya dan...
"Blam!" terbanting ke atas meja, bagaikan tengkuknya di papah orang secara tiba-tiba, tahutahu
saja anjing tersebut sudah tak mampu menjerit lagi.
Seekor anjing yang sebenarnya lincah, sehat dan segar, dalam sekejap mata telah berubah
menjadi seekor anjing mampus.
Yan Jit mengawasi sekejap anjing mampus itu, kemudian sambil mendongakkan kepalanya
memandang ke arah Kwik Tay-lok, katanya:
"Coba kau lihat sekarang, inilah contoh yang paling bagus bagi orang yang ingin buru-buru
minum arak"
Kwik Tay-lok memandang sekejap bangkai anjing itu, kemudian mendongakkan kepalanya
memandang ke arah Ho Sian-hong sambil berkata:
"Kami bukan orang Kwan-tong, mengapa kau mengundang kami makan daging anjing?"
Ong Tiong juga memandang sekejap wajah Ho Sian-hong, paras mukanya masih belum
menampakkan perubahan apa-apa, cuma katanya dengan suara hambar:
"Konon daging anjing hitam paling lezat!"
Lim Tay-peng segera tertawa dingin:
"Mungkin anjing itu bukan anjing hitam, melainkan anjing yang memakai baju hitam"
Ternyata Ho Sian-hong masih tetap tenang tanpa menunjukkan perubahan apa-apa, pelanpelan
dia bangkit berdiri, lalu sambil menerpa bajunya yang basah oleh arak, katanya:
"Harap kalian duduk dulu, aku akan pergi bertukar pakaian, sebentar saja aku akan balik
kembali" Kwik Tay-lok segera memandang ke arah Ong Tiong seraya bertanya:
"Dia bilang akan pergi sebentar kemudian balik lagi ?"


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya aku dengar !"
"Kau percaya ?"
"Percaya !"
"Kenapa ?"
"Sebab dia tidak bermaksud pergi ke tempat lain, melainkan cuma akan bertukar pakaian
dibalik tirai sana"
Dengan tenang Ho Sia-hong memandang sekejap beberapa orang itu, ia tidak banyak
berbicara lagi, sampai lama kemudian pelan-pelan dia baru membalikkan badan, mengambil peti
di atas meja dan berjalan lancar menuju ke belakang tirai.
Tirai tersebut terbuat dari kain halus yang mahal harganya, tergantung ditengah ruangan
memisahkan tempat itu menjadi dua bagian.
Kalau orang lain melotot ke balik tirai, maka Kwik Tay-lok sedang memperhatikan Tiau Si.
Waktu itu, paras muka Tiau Si telah merubah menjadi pucat pias seperti mayat.
Mendadak Kwik Tay-lok mengerdipkan matanya, kemudian sambil tertawa katanya:
"Mengapa kalian tidak tukar pakaian?"
"Aku.... aku tidak membawa pakaian" jawab Tiau Si tergagap.
"Kalau di sini tak ada pakaian untuk menukar, mengapa tidak tukar pakaian dirumah saja ?"
Tiau Si segera menunjukkan wajah berseri, dengan cepat ia menarik tangan Sau Su dan
melarikan diri meninggalkan tempat itu.
Yan Jit yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa, katanya:
"Meski orang ini agak tebal mukanya, ternyata tidak hitam hatinya!"
Ketika memandang wajah Kwik Tay-lok, sinar matanya menunjukkan kelembutan dan
kehangatan, tapi menanti ia memalingkan wajahnya, sorot mata itu sudah berubah menjadi dingin
bagaikan es, sementara paras mukanya juga berubah sedingin es.
Ho Sia-hong telah berjalan keluar dari balik tirai.
Benar juga, ia telah tukar pakaian, satu stel pakaian berwarna hitam gelap.
Pakaian berwana hitam, sepatu berwarna hitam, wajah berkerudung kain hitam, bahkan
sebilah pedang yang tersoren dipunggungnya juga berwarna hitam pekat.
Itulah sebilah pedang yang empat jengkal tujuh inci panjang.
Paras muka Lim Tay peng segera berubah hebat, serunya:
"Oooh.... rupanya kau, kau belum mati"
"Yaa aku belum mati, karena kau belum mengerti bagaimana caranya membunuh, dan lagi
kaupun belum pandai membunuh orang".
Paras muka Lim Tay-peng segera berubah menjadi merah kehijau-hijauan, yaa jengah yaa
marah yaa mendongkol.
Ia memang belum pandai membunuh orang, setelah membunuh hatinya menjadi gugup dan
kacau, ia tidak memeriksa lagi apakah korbannya benar-benar sudah mati atau tidak.
"Jika kau pandai membunuh orang, sekalipun sudah tahu kalau aku telah mati, sepantasnya
kalau kau menambahi beberapa bacokan lagi di atas tubuhku !" kata si orang berbaju hitam itu.
"Sekarang aku sudah mengerti!" seru Lim Tay-peng sambil menggigit bibir menahan diri.
"Mengerti saja percuma, sebab orang yang tak pandai membunuh orang, selamanya tak akan
pandai. Membunuh orangpun membutuhkan orang yang berbakat".
"Kalau begitu, apakah saudara mempunyai bakat untuk membunuh orang?" tiba-tiba Yan Jit
bertanya. "Yaa, lumayan lah !"
Yan Jit segera tertawa, katanya lagi hambar:
"Seandainya kau benar-benar berbakat baik dalam soal bunuh membunuh, sekarang kami
semua sudah mampus di sini"
Orang berbaju hitam itu termenung beberapa saat lamanya, lalu katanya kemudian:
"Kalian masih bisa hidup lantaran ditolong anjing itu, seharusnya kalian berterima kasih
kepada anjing tersebut!"
Yan Jit segera memandang ke arah Kwik Tay-lok, kemudian seluruhnya:
"Aaaah! Aku berhasil menemukan sesuatu."
"Apa yang kau temukan?"
"Paling tidak dia mempunyai bakat untuk membunuh anjing, karena paling tidak ia telah
membunuh seekor anjing"
"Aku juga menemukan sesuatu" kata Kwik Tay-lok kemudian sambil mengerdipkan matanya.
"Apa yang kau temukan ?"
"Dia bukan Lamkiong Cho!"
"Kenapa?"
"Sebab dia tidak jelek (cho) !"
"Orang yang bernama Lamkiong Cho, belum tentu orangnya musti bertampang jelek" tiba-tiba
Ong Tiong berseru.
"Benar !" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa, "Seperti orang yang bernama Ong Tiong, belum
tentu dia suka tiong (bergerak)"
"Tepat sekali jawabanmu itu !"
"Tapi di atas wajahnya juga tidak ditemukan codet bekas bacokan golok."
Banyak orang persilatan tahu, sekalipun Lamkiong Cho berhasil meloloskan diri dari ujung
pedang Sip-ci-kiam, namun wajahnya telah terbacok pula sehingga muncul sebuah goresan golok
berbentuk salib, itulah sebabnya dia enggan bertemu orang dengan wajah aslinya.
"Siapa yang pernah menyaksikan bekas bacokan di wajah Lamkiong Cho ?" tanya Ong Tiong
kemudian.. "Paling tidak aku belum pernah melihat !"
"Kalau belum pernah ada orang yang pernah menjumpai wajah aslinya, siapa pula yang
pernah melihat mukanya!"
"Benar!" sera Kwik Tay-lok sambil tertawa, "siapa tahu kalau bekas bacokan itu tidak di wajah
tapi di atas bokongnya!"
Selamanya ini, manusia berbaju hitam itu hanya memandang mereka dengan pandangan
dingin, pada saat itulah mendadak dia berkata:
"Kalian hanya benar mengatakan suatu !"
"Hal yang mana?"
"Aku tidak membunuh orang, hanya membunuh anjing"
"Haaahhhh.... haaahhh.... rupanya kau telah mengakui dengan berterus terang" seru Kwik Taylok
sambil tertawa.
Manusia berbaju hitam itu mendengus dingin.
"Tadi aku telah membunuh seekor dan kau adalah anjing kedua yang akan kubunuh!"
Malam itu sangat hening, sedemikian heningnya sehingga tak kedengaran sedikit suarapun.
Kecuali mereka, memang tidak banyak yang tinggal di atas gunung itu, malam ini mungkin
akan berkurang seorang lagi.
Tapi mungkin juga akan berkurang empat orang.
Pohon ditengah halaman bergoyang-goyang terhembus angin dan menimbulkan suara
gemerisik. Manusia berbaju hitam itu masih berdiri tak berkutik di tempat semula.
Dengan tenang dia berdiri di situ, seolah-olah sudah bersatu padu dengan kegelapan malam
yang sunyi. Siapapun itu orangnya memang tak dapat menyangkal lagi, bahwa dia memang seorang
pembunuh yang pandai "membunuh"
Dari balik tubuhnya seakan-akan terpancar keluar semacam hawa pembunuhan yang sangat
tebal. Belum lagi pedangnya diloloskan dari sarung, hawa membunuhnya telah terpancar dari balik
sarung pedang itu.
Kwik Tay-lok masih berada dalam ruangan sambil pelan-pelan melepaskan pakaian.
Sedangkan manusia berbaju hitam itu menanti di luar, dia tampak tenang seperti sama sekali
tidak gelisah atau terburu napsu.
Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa, katanya:
"Aku lihat, kau memiliki kesabaran yang luar biasa".
"Kalau ingin membunuh orang, harus memiliki kesabaran" sambung Ong Tiong.
"Tapi orang yang sabar justru tak akan berhasil membunuh orang"
"Kau sengaja menginginkan dia gelisah, tapi ia tidak gelisah, sekarang ia tidak gelisah, kau
yang malah menjadi gelisah, itu berarti dia akan mendapatkan kesempatan yang baik untuk
membunuh" "Oleh karena itulah, aku juga tidak gelisah!" sahut Kwik Tay-lok kemudian sambil tertawa.
Yan Jit selalu mengawasinya, tiba-tiba ia berseru:
"Bukan saja kau tak usah gelisah, kau pun tak usah maju seorang diri"
Kwik Tay-lok segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya sambil tertawa:
"Sekalipun muka ku tebal, tapi aku bukan seorang setan yang bernyali kecil"
"Untuk menghadapi manusia semacam ini sesungguhnya kita tak usah terlalu menggubris soal
peraturan dunia persilatan"
"Kau mengharapkan kita bisa berempat lawan satu ?"
"Mengapa tidak ?"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang.
"Aaaai....! Sebenarnya aku juga ingin berbuat demikian, cuma sayangnya aku adalah seorang
lelaki" Yan Jit segera menundukkan kepalanya.
"Tapi kau.... kau tidak mempunyai keyakinan untuk menghadapinya...?"
"Yaa, aku memang tidak yakin bisa memenangkannya"
"Lantas kau..."
Kwik Tay-lok menukas dengan cepat:
"Punya keyakinan harus pergi, tidak mempunyai keyakinan juga harus pergi, kejadian ini
seperti halnya dengan punya uang juga minum arak, tak punya uang juga minum arak"
Ong Tiong tertawa lebar.
"Sekalipun perumpamaanmu itu bagaikan kentut busuk anjing budukan, tapi agaknya seperti
menerangkan satu hal"
"Hal yang bagaimana?" tanya Yan Jit.
"Ada sementara persoalan yang sesungguhnya harus dilakukan walau bagaimanapun juga"
Tiba-tiba Lim Tay-peng berseru:
"Baik, pergilah kau, jika ia sampai membunuhmu, aku pasti akan membalaskan dendam
bagimu" Kwik Tay-lok tertawa lebar, ditepuknya bahu orang itu, lalu sahutnya sambil tertawa:
"Meskipun kau ini seorang telur busuk, paling tidak kau memiliki jiwa setia kawan yang
mengagumkan"
Tiba-tiba Yan Jit menarik tangannya seraya berbisik:
"Berdirilah agak jauh, pedangnya tidak terlampau panjang".
"Jangan kuatir, aku tak bakal terjebak !"
Sambil tertawa tergelak pemuda itu melangkah ke tengah arena.
Menyaksikan tingkah laku pemuda itu, Yan Jit segera menghela napas, gumamnya:
"Aku tidak habis mengerti, mengapa ada sementara orang yang selalu berlagak menjadi
seorang enghiong ?"
"Mungkin saja ia sesungguhnya adalah seorang enghiong... sebab ada sementara orang yang
sudah menjadi enghiong semenjak dilahirkan", kata Ong Tiong hambar.
"Betul !" sambung Lim Tay-peng sambil menghela napas, "entah dia itu setan arak juga boleh,
setan telur busuk juga boleh, tapi tak bisa disangkal kalau ia memang seorang enghiong asli,
seorang enghiong tulen yang tidak pakai telor"
Yan Jit segera menghela papas panjang, gumamnya:
"Sayang kebanyakan enghiong tidak berumur panjang"
Kwik Tay-lok telah berdiri ditengah halaman, benar juga, ia berdiri agak tegak jauh dari orang
berbaju hitam itu.
"Mana pedangmu?" orang berbaju hitam itu segera menegur.
"Pedangku sudah dikirim ke rumah pegadaian" sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa tergelak.
Orang berbaju hitam itu segera tertawa dingin.
"Heeehhh... heeehhh.... heeehhh... jadi kau berani menghadapiku dengan tangan kosong"
Apakah kau kuatir kalau mampusnya kurang menyenangkan.... haah ?"
"Aaah, kalau memang bakal mampus, aku menginginkan bisa mampus lebih cepat, daripada
hidup menderita akibat kemiskinan, tersiksa batinnya karena miskin".
"Baik akan kusempurnakan kehendakmu itu !"
Begitu ia selesai berkata, tangannya sudah berputar meloloskan senjatanya.
Baru saja tangannya menyentuh gagang pedang, Kwik Tay-lok telah menyerbu ke muka
bagaikan harimau terluka.
Hampir melompat keluar jantung Yan Jit menyaksikan kejadian itu.
Benarkah Kwik Tay-lok sudah ingin cepat cepat mati " Sudah tahu senjata yang digunakan
lawan adalah pedang pendek, mengapa ia harus menghantarkan dirinya "
Cahaya pedang berkilauan di angkasa, senjata tersebut sudah diloloskan dari sarungnya.
Bukan pedang pendek yang dicabut keluar melainkan sebilah pedang panjang.
Cahaya pedang memancar ke empat penjuru bagaikan bianglala, sedemikian tajamnya hingga
menyilaukan mata.
Sayang sekali Kwik Tay-lok telah menyerbu kehadapan mukanya, ia sudah tidak melihat
pedang itu, apalagi menyaksikan cahaya pedangnya.
Sepasang matanya juga tidak dibikin silau oleh gemerlapnya cahaya senjata lawan.
(Bersambung jilid 09)
Jilid 09 WALAUPUN ia tidak melihat pedang orang berbaju hitam itu, tapi ia telah menemukan titik
kelemahan di tubuh lawannya, bahkan ia melihat dengan jelas sekali.
"Blaaamm!" suatu benturan keras bergema di udara, menyusul kemudian tubuh orang berbaju
hitam itu mencelat ke belakang.
Kalau tubuhnya mencelat ke belakang, maka cahaya pedang itu menyambar ke muka,
tubuhnya tertumbuk di atas dinding tembok sedang pedangnya menancap di atas sebatang pohon
di depan sana. Begitu roboh terjungkal ke tanah, orang berbaju hitam itu tidak berkutik lagi.
Kwik Tay-lok masih berdiri termangu di situ sambil memperhatikan kepalannya, dia seperti
agak tercengang dan keheranan.
Tampaknya dia sendiripun tidak menyangka kalau sebuah tonjokannya telah berhasil
merobohkan lawan.
Ia saja tidak menyangka, tentu saja orang lain lebih tidak menyangka lagi.
Yan Jit sendiripun tidak menyangka, setelah termangu-mangu sekian lama, ia baru menyerbu
ke depan, dengan perasaan yaa kaget, yaa girang yaa ngeri, katanya sambil tertawa:
"Aku toh suruh kau berdiri agak dikejauhan, mengapa sengaja menyerbu ke muka?"
"Mungkin karena aku ini tolol" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa.
Sewaktu tertawa, ia memang kelihatan agak ketolol-tololan.
Tetapi, tentu saja ia sama sekali tidak tolol... dikala kau menganggap dia tolol, dia justru
berubah menjadi pintarnya bukan kepalang, bahkan jauh lebih pintar daripada kebanyakan orang.
"Siapa yang mengatakan kau bodoh?" kata Yan Jit sambil tertawa. "Aku hanya merasa tidak
habis mengerti, kau dari mana bisa tahu kalau pedang yang akan digunakan bukan pedang
pendek ?" Kwik Tay-lok segera tertawa lebar.
"Aku sama sekali tak dapat melihatnya, aku cuma berhasil menebaknya secara jitu."
"Kalau tebakanmu itu keliru ?" tanya Yan Jit setelah tertegun sejenak.
"Aku tak bakal salah tebak !"
"Kenapa ?"
"Sebab kemujuranku didalam hal ini selamanya selalu baik!" sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa
haha hihi. Kembali Yan Jit turut tertegun, tapi beberapa saat kemudian ia tertawa lebar pula, katanya:
"Walaupun kau tidak bodoh, tapi kaupun tidak jujur, sedikitpun tidak jujur."
Kwik Tay-lok memang tidak jujur, sebab dia pandai berlagak pilon.
Tentu saja ia dapat melihat kalau senjata yang akan dipakai si orang berbaju hitam kali ini
adalah pedang pendek.
Sebab gagang pedang si orang berbaju hitam itu berada di bahu kiri sedang ia mencabut
pedangnya dengan tangan kanan, ketika meloloskan senjata dada serta perutnya menyusut ke
belakang, segenap tenaganya tidak digunakan semua.
Maka antara bagian dada dengan perutnya segera muncul sebuah titik kelemahan.
Kwik Tay-lok dengan jelas menyaksikan titik kelemahan tersebut, itulah sebabnya kepalan itu
secara telak menghajar titik kelemahan yang ada.
Asal kau bisa menyaksikan secara tepat, bisa mengambil keputusan secara jitu, satu pukulan
saja sudah cukup, tak usah pukulan yang kedua.
Bila ada dua jago lihay sedang bertarung, biasanya yang paling menentukan segala sesuatu
adalah pukulan yang pertama.
Bila dalam pukulan yang pertama ini kau gagal merobohkan, maka besar kemungkinan dirinya
yang bakal dirobohkan orang.
Selisih antara menang dan kala kadangkala hanya terpaut dalam sedetik... kadangkala juga
terpaut dalam satu kilatan ingatan.
Tiba-tiba Yan Jit berkata lagi:
"Masih ada satu hal yang tidak kupahami"
"Oya ?"
"Tangannya jauh lebih pendek daripada pedangnya, mengapa begitu menggerakkan
tangannya ia telah meloloskan pedang tersebut ?"
Kwik Tay-lok berpikir sebentar, lalu jawabnya sambil tertawa:
"Aku sendiri juga tidak mengerti"
"Aku mengerti !" sela Ong Tiong.
Ia berjalan mendekat, tangannya telah membawa sarung pedang milik si orang berbaju hitam
itu. Yan Jit menyambut sarung pedang itu dan dilihat sebentar, kemudian katanya pula sambil
tertawa: "Aku juga mengerti sekarang !"
Barang siapa memeriksa sarung pedang itu, maka dengan cepat mereka akan menjadi
mengerti. Dalam sarung pedang itu semuanya terdapat dua bilah pedang, sebilah pedang panjang dan
sebilah pendek. Dalam hal ini Yan Jit sudah menduganya sampai ke situ.
Tapi ia sama sekali tidak menyangka kalau sarung pedang itu bukan sarung pedang yang
sesungguhnya, melainkan hanya sebuah jepitan belaka.
Pedang itu bukan "dicabut" keluar dari atas, melainkan "ditarik" keluar lewat samping.
"Ini mah caranya seperti sebutir telur ayam!" kata Yan Jit sambil tertawa.


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Seperti telur ayam?" tanya Kwik Tay-lok dengan wajah tertegun.
"Tahukah kau, dengan cara apakah telur ayam itu baru bisa diberdirikan di atas meja?"
"Tidak tahu."
"Goblok!" seru Yan Jit sambil tertawa: "asal kau membuat lubang di ujung telur itu, maka telur
ayam itu kan bakal bisa berdiri sendiri di meja."
"Kau benar-benar pintar, tak kusangka cara inipun bisa kau dapatkan..." seru Kwik Tay-lok
sambil tertawa.
Banyak persoalan di dunia ini memang mirip dengan telur ayam itu.
Seringkali persoalan yang kau rasakan begitu pelik dan rumit, sesungguhnya bisa diselesaikan
secara mudah. Ada sementara orang juga seperti telur ayam itu.
Bagaimanapun tak bergunanya seseorang, asal kau menotok kepalanya sampai berlubang,
maka dia akan bisa berdiri sendiri.
Di tengah halaman kini telah bertambah dengan sebuah kuburan anjing.
Dengan tangan sendiri Yan Jit memasukkan bangkai anjing itu ke dalam peti mati, lalu sambil
menghela napas sedih gumamnya:
"Kau datang dari peti mati, sekarang pergi lewat peti mati lagi, tahu begini, kenapa kau harus
datang?" Kwik Tay-lok segera tertawa getir, sahutnya:
"Bila ia tidak datang, kitalah yang akan pergi lewat peti mati.... pergi ke akhirat !"
Lim Tay-peng menghela napas panjang:
"Aaaai... ketika ia datang untuk pertama kali dulu, aku malah sempat menendangnya sekali,
siapa tahu ia justru telah menyelamatkan jiwa kita semua."
"Anjing tidak mirip manusia," kata Ong Tiong, "anjing juga tidak mengingat dendam, dia hanya
teringat akan budi kebaikan dari orang lain."
"Benar" Kwik Tay-lok manggut-manggut, "asal kau pernah memberi sekerat tulang kepada
anjing, bila lain kali ia bertemu denganmu, ekornya tentu digoyang-goyangkan, tapi ada sementara
manusia yang justru lupa budi orang, seberapa besarpun kebaikan yang pernah kau berikan
kepadanya, kadangkala ia malah membalikkan kepala untuk menggigit dirimu, oleh karenanya...."
"Oleh karenanya anjing lebih setia kawan daripada manusia, paling tidak lebih setia kawan
daripada sekelompok manusia," sambung Lim Tay-peng.
"Maka dari itu, kita harus membuatkan batu nisan untuknya."
"Tapi, apa yang harus ditulis di atas batu nisan itu?"
"Disinilah bersemayam teman kita anjing"
Yan Jit segera menggelengkan kepalanya.
"Teman kita anjing masih belum cukup." katanya, "jangan lupa, dia juga merupakan tuan
penolong kita...."
"Yaa, lebih baik ditengah batu nisan ditulis: Disinilah bersemayam teman kita anjing. kemudian
disampingnya kite buatkan sebait syair untuk peringatan" usul Ong Tiong.
"Kau juga bisa membuat syair peringatan?"
Ong Tiong manggut-manggut, mendadak ia bangkit berdiri seraya bersenandung dengan
lantang: "Anjing dalam peti,
sahabat karib tuan penolong,
bila kau tak datang,
kami telah pergi,
bulan satu tanggal lima belas,
bunga berguguran arak dipersembahkan,
kau pergi untuk selamanya."
Kalau babi janganlah terlalu gemuk, sedang kalau manusia jangan terlalu pintar.
Babi yang gemuk tentu lamban gerak geriknya dan malas sekali, bila seseorang manusia ingin
hidup agak senang, kau harus membawa sifat ketolol-tololan dan melakukan beberapa pekerjaan
yang ketolol-tololan.
Tapi itu semua bukan menandakan kalau mereka itu bodoh.
Tentu saja mereka tahu kalau kucing tak bisa menanak nasi, anjing juga tak bisa masuk sendiri
ke dalam peti mati.
Baik sang kucing maupun sang anjing, sudah pasti mempunyai majikannya.
Tapi siapakah orang itu "
"Ketika orang itu menghantar peti mati tersebut kemari, dia pasti sudah tahu kalau Lam-kiong
Cho belum mati." ujar Yan Jit.
"Benar," Kwik Tay-lok menyambung, "mungkin tujuannya menghantar peti mati itu kemari
adalah untuk memberi tahu kepada kita bahwa Lamkiong Cho belum mati."
Yan Jit kembali manggut-manggut.
"Dia pasti sudah mengetahui tipu muslihat dari Lamkiong Cho tersebut...!" serunya.
"Tapi mengapa ia tidak menerangkan kepada kita ?"
"Sebab dia masih belum ingin bertemu dengan kita."
"Kenapa ?" tanya Lim Tay-peng, "kalau dia memang tidak berniat buruk, mengapa cara
kerjanya harus bersembunyi-sembunyi macam takut bertemu dengan orang saja?"
"Aku lihat orang ini sudah pasti seorang perempuan" seru Kwik Tay lok tiba-tiba.
"Darimana kau bisa tahu ?"
"Hanya perempuan yang suka melakukan perbuatannya secara sembunyi-sembunyi, hanya
perempuan pula .yang suka melakukan perbuatan yang membingungkan hati"
Yan Jit kontan menarik mukanya, lalu berseru:
"Sekalipun perempuan sampai melakukan perbuatan semacam itupun dikarenakan orang
lelaki lebih membingungkan hati lagi"
"Jangan lupa kau juga seorang lelaki!" seru Kwik Tay lok tertawa.
"Jangan lupa kau juga dilahirkan oleh seorang perempuan !"
Ong Tiong menatap tajam wajah Yan Jit tiba-tiba katanya:
"Orang lelaki seringkali memandang rendah kaum perempuan, sebaliknya perempuan juga
seringkali memandang rendah kaum lelaki, sesungguhnya kejadian semacam ini adalah suatu
keadaan yang wajar, sejak beribu-ribu tahun yang lalu sudah begini, beribu-ribu tahun kemudian
juga begini...!"
"Maka kenapa ?"
"Maka kejadian semacam ini sebetulnya tak ada manfaatnya untuk diperdebatkan, aku tidak
habis mengerti mengapa kalian selalu memiliki minat yang besar dan istimewa untuk menyinggung
persoalan semacam itu ?"
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya:
"Persoalan yang sedang kita hadapi sudah cukup banyak, tapi sekarang justru telah
bertambah lagi dengan suatu persoalan baru"
"Persoalan apa ?"
Soal Lamkiong Cho !"
Lamkiong Cho belum mati, karena tak seorangpun diantara mereka yang mau membunuhnya.
Mereka semua tak ingin membunuh orang terutama membunuh seseorang yang telah mereka
robohkan. Paling tidak Lamkiong Cho tidak salah mengucapkan sesuatu:
"Ada sementara orang yang sejak dilahirkan sudah tidak berbakat membunuh orang, bahkan
selama hidup tak akan mampu melakukannya"
"Yaa, benar ! Dia memang merupakan suatu persoalan buat kita" kata Kwik Tay-lok.
"Apakah ia sudah kita sekap ?" tanya Lim Tay peng.
"Yaa benar !"
"Kau tidak kuatir ia berhasil melarikan..."
"Dia tak akan mampu untuk melarikan diri"Jika seseorang telah dibelenggu macam bakcang,
jangan harap ia dapat meloloskan dirinya lagi.
"Kalau memang tak mampu melarikan diri, persoalan apa pula yang akan kita hadapi?" tanya
Lim Tay-peng lagi.
"Disinilah letak persoalannya, bila ia tak sanggup melarikan diri, bukankah kita harus
mengawasinya terus ?"
Lim Tay-peng mengangguk.
Kwik Tay-lok segera tertawa getir.
"Untuk memelihara kita sendiripun sudah kepayahan, mana mungkin kita bisa memelihara
orang lain?"
"Kalau begitu, lebih baik dilepaskan saja"
"Manusia semacam dia tak dapat dilepaskan."
"Lantas apakah kita harus memeliharanya sampai tua ?"
"Itulah sebabnya masalah ini baru merupakan suatu persoalan untuk kita semua"
"Kita toh bisa menyuruh dia untuk memelihara dirinya sendiri ?" tiba-tiba Yan Jit mengusulkan.
"Mencorong sinar tajam dari balik mata Kwik Tay-lok segera mendengar perkataan itu,
serunya: "Benar, dia lebih kaya dari pada kita"
"Paling tidak ia baru saja berhasil menggaet sejumlah uang dari tangan Hong Si-hu"
Kwik Tay-lok segera beranjak dari tempat duduknya.
"Akan kutanyai dirinya, dimana ia sembunyikan harta karun tersebut" katanya.
"Masa ia mau menjawab ?"
"Walaupun aku bukan si tongkat penjepit, tapi akupun mempunyai cara yang jitu"
"Tampaknya kau berhasil mempelajari beberapa macam permainan dari si tongkat penjepit ?"
kata Yan Jit tertawa geli.
Di kebun belakang sana terdapat sebuah kamar kayu bakar.
Tapi kamar kayu bakar itu agaknya bukan untuk menyimpan kayu bakar melainkan dipakai
untuk menyekap orang, entah penyamun atau pencuri macam apapun, tentu akan disekap dalam
kamar kayu jika berhasil ditangkap.
Dalam kamar kayu itu ada laba-laba, ada tikus, ada kotoran anjing, ada kotoran kucing, ada
mangkuk gumpil, ada pula sisa batu arang, hampir benda rongsokan apapun terdapat di sana, tapi
justru tak ada kayu bakar, sebatangpun tak ada.
Lamkiong Cho yang telah diikat seperti bakcang itu, kini sudah lenyap tak berbekas.
Di atas lantai hanya tinggal setumpuk tali.
Setengah harian lamanya Kwik Tay-lok berdiri tertegun di sana, kemudian setelah memeriksa
bekas tali pengikat itu, katanya:
"Tali-tali ini dipotong dengan pisau"
"Bahkan dengan pisau yang tajam" sambung Yan Jit.
Hanya pisau yang tajam baru akan meninggalkan bekas potongan yang rapi di atas tali
tersebut. Lim Tay-peng segera berkerut kening, katanya kemudian:
"Kalau begitu, ia pasti bukan kabur sendiri, tentu ada orang yang telah datang menolongnya."
Kwik Tay-lok tertawa getir.
"Aku benar-benar tidak menyangka kalau manusia semacam itupun bisa mempunyai teman"
"Mungkinkah kedua orang setan cilik itu?"
"Tidak mungkin, sekalipun mereka mempunyai kemampuan sebesar ini juga tak akan
mempunyai keberanian sebesar itu, apalagi...."
Tiba-tiba ia tertawa, terusnya:
"Bocah cilik rada mirip dengan kaum perempuan !"
"Bagian mana yang mirip ?"
"Bocah cilik tak akan membicarakan soal setia kawan, pada hakekatnya mereka tidak
mengerti."
Yan Jit kontan mendelik besar, tapi sebelum ia mengucapkan sesuatu, Lim Tay-peng telah
berseru lebih dulu.
"Mungkinkah perbuatan dari si anjing buldok ?"
"Mengapa kau bisa teringat akan dirinya?"
"Hari itu aku tidak menjumpai si anjing buldok berada di sana, mungkin Lamkiong Cho telah
melepaskannya, mungkin juga mereka telah bersekongkol sebelumnya."
Kwik Tay-lok gelengkan kepalanya berulang kali.
"Sekalipun manusia semacam Lamkiong Cho bisa melakukan perbuatan macam apapun,
paling tidak ada satu hal yang tak mungkin bisa dilakukan olehnya"
"Perbuatan macam apakah itu ?"
"Dia tak akan membagi harta rampasannya dengan orang lain."
Setelah tertawa, katanya lebih lanjut:
"Seandainya di meja ada tiga mangkuk nasi, sekalipun ia tidak habis makan, sisanya juga tak
akan diberikan kepada orang lain, bahkan sekalipun bakal mampus kekenyangan, dia juga akan
tetap melahapnya sampai habis."
"Jadi kau beranggapan bahwa si tongkat dan si anjing buldok sudah mampus di bunuhnya ?"
Kwik Tay-lok manggut-manggut.
"Aku lapar !"
Ucapan yang terakhir ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan apa yang mereka
bicarakan sekarang, bahkan sedikitpun tak ada sangkut pautnya.
Siapapun tak akan menyangka kalau dia bisa mengucapkan kata-kata semacam itu dalam
keadaan demikian.
Lim Tay-peng menatap wajahnya lekat-lekat sepasang matanya terbelalak lebar. Ong Tiong
serta Yan Jit juga sedang memperhatikan dirinya, seakan-akan mereka sedang menyelidiki
apakah orang ini mempunyai susunan badan yang berbeda dengan orang lain "
Kwik Tay-lok tertawa katanya lagi:
"Ketika membicarakan soal tiga mangkuk nasi, tiba-tiba aku merasa perutku sangat lapar,
ketika berbicara soal makan, aku baru teringat kalau kita sudah setengah harian lamanya belum
bersantap apa-apa"
"Jadi setiap kali kau membicarakan sesuatu, maka kaupun akan teringat untuk melakukan
sesuatu ?" tanya Ong Tiong kemudian.
"Agaknya memang begitu !"
"Jadi kalau kau sedang "membicarakan soal kencing anjing, apakah kaupun berpikir...."
Belum habis perkataan itu, tiba-tiba Kwik Tay-lok membalikkan badan dan lari meninggalkan
tempat itu. Arah yang dituju adalah kakus di ujung rumah sana.
Ong Tiong yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa melototkan matanya lebar-lebar,
tampaknya ia seperti dibuat tertegun.
Yan Jit menghela napas panjang, tak tahan ia tertawa geli, katanya kemudian:
"Orang ini benar-benar seorang yang berbakat bagus."
"Orang yang berbakat demikian bagusnya mungkin tidak banyak jumlahnya di dunia ini"
sambung Lim Tay-peng sambil tertawa.
"Bukan cuma tidak banyak, mungkin cuma dia seorang."
Akhirnya Ong Tiong menghela napas panjang juga, gumamnya:
"Untung saja cuma seorang"
Inilah kesimpulannya.
Jika dalam dunia ini terdapat beberapa orang manusia semacam Kwik Tay-lok lagi, mungkin
dunia ini akan berubah makin ramai dan gembira.
Dari sekian banyak binatang peliharaan, mungkin hanya anjing dan kucing yang paling akrab
hubungannya dengan manusia.
Ada sementara orang yang suka memelihara kucing, ada pula sementara orang yang lebih
suka memelihara anjing, tapi ada juga yang beranggapan bahwa memelihara kucing maupun
memelihara anjing sesungguhnya tidak jauh berbeda.
Padahal mereka berbeda sekali.
Kucing tidak seperti anjing, tidak suka ngeloyor pergi dari rumah, tidak suka berkeliaran
kemana-mana. Kucing suka mengendon di rumah, paling banyak membaringkan diri di dekat perapian.
Kucing suka makan ikan, apalagi kepala ikan.
Kucing juga suka berbaring dalam pelukan orang, apalagi kalau ada orang membelai
tengkuknya dan telinganya.
Bila saban hari kau memberi makan tepat pada waktunya, sering membopongnya dan
membelai tengkuknya, maka diapun akan sangat menyukai dirimu, menjadi sahabat karibmu.
Tapi kau jangan lantas mengira kalau dia hanya menyukai kau seorang, hanya menjadi
milikmu seorang.
Kucing tak akan sesetia anjing, jika di rumahmu tiada ikan lagi, sering kali dia akan menyelinap
ke rumah lain, bahkan dengan cepat akan menjadi sahabat karibnya orang itu.
Jika lain kali berjumpa lagi denganmu, mungkin ia sudah tidak mengenali dirimu lagi, mungkin
sudah melupakan dirimu sama sekali.
Kucing kelihatannya tidak segalak anjing tapi jauh lebih kejam daripada anjing, bila ia berhasil
menangkap seekor tikus, sekalipun perutnya sedang lapar, dia juga tak akan sekaligus menelan
tikus itu ke perut.
la pasti akan mempermainkan dulu korbannya sampai pusing dan setengah mati, kemudian
pelan-pelan baru menikmati.
"Tangan dan kaki" kucing sangat empuk, kalau berjalan tidak menimbulkan suara apa-apa, tapi
bila kau mengganggunya, "Tangan" nya yang lunak dan empuk itu tiba-tiba akan memperlihatkan
cakarnya yang tajam, bahkan mungkin akan mencakarmu sampai berdarah.
Lantas kalau kucing tidak mirip anjing, mirip apa dia "
Pernahkah kau bertemu dengan perempuan " Pernahkah kau melihat perempuan makan ikan
" Pernahkah kau melihat perempuan sedang berbaring dalam pelukan suami atau kekasihnya "
Tahukah kau cakar yang tinggal di atas wajah kebanyakan lelaki adalah hasil perbuatan siapa
" Tahukah kau mengapa ada sementara lelaki sampai bunuh diri " Menjadi sinting "
Maka kalau aku bertanya kepadamu. Kucing itu mirip siapa "
Jika kau mengatakan kucing mirip perempuan, maka pendapatmu itu keliru besar.
Sesungguhnya kucing tidak mirip perempuan, hanya saja ada sementara perempuan yang
justru mirip kucing.
Kucing itu berwarna hitam, kulitnya berkilat dan halus, hitam yang bercahaya.
Kwik Tay-lok sedang memperhatikan kucing tersebut dengan seksama.
Bila seseorang sedang kelaparan hebat, biasanya dia tak akan berminat untuk memperhatikan
kucing. Seseorang yang sedang kelaparan hebat, ia sama sekali tak akan berminat untuk
memperhatikan benda apapun.
Tentu saja Kwik Tay-lok sudah kenyang. Seperti juga kemarin pagi, ketika sayur dan nasi telah
tersedia di atas meja, mereka mendengar si kucing membunyikan suara keleningan.
Tiba-tiba Kwik Tay-lok berkata:
"Kucing ini tentu kenyang sekali. Bahkan selalu diberi makan sampai kenyang, sebab kucing
yang sering kelaparan tak akan memiliki tubuh seindah ini."
Yan Jit segera tertawa, tanyanya:
"Sudah setengah harian lamanya kau melakukan penyelidikan, persoalan itukah yang kau


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selidiki ?"
Kwik Tay-lok tidak menanggapi perkataan itu, kembali ujarnya:
"Kalau dibilang semua perabot, semua sayur dan arak, serta peti mati itu adalah pemberian
dari Hau-hau sianseng (tuan berbaik hati) tersebut, itu berarti kucing inipun dipelihara olehnya,
maka..." "Maka kenapa ?"
"Maka rumah Hau-hau sianseng pasti sangat nyaman, amat sosial dan kaya, kalau tidak
kucing ini tidak akan terpelihara segemuk ini dan sekuat ini."
"Kalau memang demikian lantas kenapa?" kata Yan Jit sambil mengerdipkan matanya.
"Bila aku ini kucing dan mempunyai majikan yang begitu baik hati, maka aku takkan mau
mengikuti orang lain."
"Maka..."
"Maka seandainya kita lepaskan kucing ini, sudah pasti dengan cepat ia akan kembali ke
rumah majikannya."
Mencorong sinar tajam dari balik mata Yan Jit, serunya dengan cepat:
"Kalau memang begitu, mengapa kau masih membopongnya?"
Kwik Tay-lok segera menepuk-nepuk tengkuk kucing itu, lalu katanya sambil tertawa:
"Saudaraku kucing... wahai saudaraku kucing, jika kau dapat membawa kami untuk menjumpai
majikanmu, setiap hari aku tentu akan mengundangmu makan ikan"
Ia lepaskan tangan dan menghantar kucing itu keluar dari pintu.
Siapa tahu kucing itu mengeong lalu melompat balik ke dalam pelukannya lagi, bahkan
menjilati tangannya...
Melihat itu, Yan Jit lantas berseru sambil tertawa:
"Tampaknya kucing ini adalah kucing betina, buktinya sudah jatuh cinta kepadamu"
Kwik Tay-lok segera memegang tengkuk kucing itu dan menurunkannya kembali.
Tapi kucing itu masih berputar-putar saja di sekelilingnya.
Melihat itu dengan kening berkerut Kwik Tay-lok segera berseru:
"Hei, kenapa kau belum juga pergi" Apakah kau tidak ingin bertemu dengan majikanmu"
Bukankah ia selalu baik kepadamu?"
Tiba-tiba Ong Tiong tertawa, kemudian berkata:
"Sekalipun daya ingat kucing kurang baik, tapi otaknya cukup jelas..."
"Otaknya cukup jelas ?"
"Dia tahu kalau disinipun ada ikan untuk dimakan, mengapa harus bersusah payah untuk pergi
ke tempat lain ?"
"Tapi aku toh bukan majikannya, mengapa dia musti menyulitkan diriku...?"
"Bukankah tadi kau memberi seekor ikan kepadanya ?"
Kwik Tay-lok mengangguk:
"Nah itulah dia !" seru Ong Tiong, "barang siapa memberi ikan kepadanya, maka dia pula
majikannya."
Kwik Tay-lok segera menghela napas:
"Aaai... kalau begitu, kucing ini betul-betul adalah seekor kucing betina."
"Seandainya di sini sudah tiada ikan yang bisa dimakan lagi?" tiba-tiba Lim Tay-peng bertanya.
"Mungkin saja dia akan kembali ke tempat asalnya."
"Aku hanya berharap kucing ini masih kenal jalan!" kata Lim Tay-peng kemudian sambil
tertawa. Kucing memang mengenal jalan.
Jika ia tidak mendapatkan makanan di luar, entah berada dimanapun dia, dengan cepat ia
pasti dapat pulang kembali ke rumah.
Sore pun menjelang tiba.
Jika sejak pagi sampai sore tidak makan apa-apa, entah dia manusia atau kucing, tentu akan
sukar menahan rasa lapar.
Sekarang, sekalipun Kwik Tay-lok masih ingin membopong kucing itu, belum tentu sang kucing
mau dibopong olehnya.
Dengan suatu gerakan yang sangat cepat dia lari keluar dari rumah. Kwik Tay-lok segera
mengikuti dari belakangnya.
Yan Jit mengikuti di belakang Kwik Tay-lok, sedang Lim Tay-peng mengikuti di belakang Yan
Jit. "Lebih baik kalian jangan terlalu dekat !" seru Ong Tiong memperingatkan:
"Bagaimana dengan kau sendiri ?"
Ong Tiong tidak menjawab, ia cuma menghela napas, seakan-akan merasa bahwa pertanyaan
dari Lim Tay-peng itu terlampau bodoh.
Pelan-pelan ia membaringkan dirinya kembali.
Di sebelah kiri bukit adalah sebuah tanah pekuburan yang luas, sekalipun diwaktu Ceng-beng,
jarang sekali ada orang yang berziarah ke sana, orang yang dikubur di sana, dikala masih
hidupnya saja sudah tidak mendapat perhatian, setelah mati tentu saja dengan cepat akan
dilupakan orang, Sanak keluarga jarang, miskin pun tidak terlampau banyak, apalagi orang miskin
yang telah mati.
Kwik Tay-lok seringkali merasa gembira hati, setiap kali berkunjung ke situ, hatinya akan
terasa semakin iba.
Tapi sekarang, ia tak punya waktu untuk beriba hati lagi.
Kucing itu larinya cepat sekali.
Dalam waktu singkat ia sudah menembusi tanah kuburan itu kemudian menyusup keluar,
dipandang dari kejauhan sana, mirip segulungan asap hitam.
Mengejar seekor kucing bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, entah siapapun itu
orangnya kecuali kau mengejarnya secara khusus, dan tidak mencabangkan pikirannya untuk
memikirkan soal yang lain.
Mengejar perempuan pun tak jauh berbeda.
Mungkin karena kau tak ada waktu untuk memikirkannya, maka baru pergi mengejarnya.
Padahal jika kau telah memikirkannya kembali, mungkin kau segera akan balik kembali.
Di tepi tanah pekuburan itu terdapat sebuah hutan.
Didalam hutan terdapat sebuah rumah kayu kecil.
Dulu Kwik Tay-lok sering berkunjung ke dalam hutan ini, tapi belum pernah menjumpai rumah
kayu tersebut. Tampaknya rumah kayu ini baru selesai dibuat dua hari berselang.
Ketika kucing itu menyusup masuk ke dalam hutan, tiba-tiba bayangan tubuhnya lenyap tak
berbekas. Menyusul kemudian terendus bau harum dari dalam rumah kayu itu.
Itulah bau harumnya Ang-sio-bak.
Kwik Tay-lok mengendus bau itu dalam-dalam, sekulum senyuman segera menghiasi ujung
bibirnya. Dalam rumah ada api, di atas api terpanggang sekerat daging babi.
Seorang kakek tua berjongkok di tanah sambil mengipasi api itu, sedang seorang nenek
sedang menuang kecap ke dalam kuali.
Selain itu masih ada seorang gadis yang berambut panjang sedang berjongkok di sana sambil
tiada hentinya memerintah kepada kedua orang tersebut.
Begitu masuk ke dalam rumah, kucing itu segera menyusup ke dalam pelukannya.
Sekarang sudah jelas diketahui, gadis itu adalah pemilik kucing tersebut.
Akhirnya Kwik Tay-lok berhasil menemukan orang yang dicarinya. ketika ia sampai di depan
pintu, kebetulan gadis itupun sedang berpaling.
Ketika sinar mata mereka berdua saling berjumpa, maka kedua-duanya merasa terperanjat.
Akhirnya Kwik Tay-lok yang berteriak lebih dulu:
"Swan Bwe-thong, kiranya kau ?"
Ang-sio-bak itu empuk dan harum, setiap potong dibentuk persegi empat dan beratnya paling
tidak empat tahil.
Dengan mulut Kwik Tay-lok yang besar, ia dapat menelan sepotong daging setiap kali makan.
Si kucing berbaring di bawah kaki Swan Bwe-thong sambil memejamkan mata, ia memang
seekor kucing yang penurut, ia tidak selalu menurut, harus ada ikan, dia tak pernah menampik
untuk mencicipi daging ang-sio-bak.
Baik manusia maupun kucing, apabila perutnya sudah lapar, mereka tak akan menampik untuk
makan ang-sio-bak.
Setelah menyikat tujuh-delapan potong daging, Kwik Tay-lok baru menghela napas panjang,
katanya: "Mimpipun tak pernah kusangka kalau kaulah orangnya!"
Swan Bwe-thong hanya mencibirkan bibirnya sambil tertawa.
"Apakah kau selalu bekerja dengan cara yang begitu rahasia dan misterius?" tanya Kwik Taylok
lagi. Swan Bwe-thong menundukkan kepalanya dan menjawab sambil tertawa:
"Sebenarnya aku ingin menghantar sendiri kepada kalian, tapi akupun kuatir kalian enggan
untuk menerimanya."
"Sesungguhnya kau tak perlu menghantar benda-benda tersebut kepada kami." kata Yan Jit
ketus. "Kalian telah membantu banyak sekali kepadaku, bagaimanapun juga akupun harus
menunjukkan sedikit perasaan terima kasih kepada kalian."
"Tapi barang-barang tersebut kami masih tetap tak bisa menerimanya," kata Kwik Tay-lok pula.
"Kenapa ?"
"Karena . . . . karena kau adalah perempuan"
"Tapi perempuan juga manusia !"
Kwik Tay-lok mengerling sekejap ke arah Yan Jit, kemudian serunya sambil tertawa:
"Caramu berbicara hampir tidak berbeda dengan ucapannya!"
Yan Jit segera menarik muka, katanya:
"Sekalipun orang lelaki yang memberi begitu barang kepada kami, kami juga sama saja tak
dapat menerimanya."
"Apalagi kami sudah makan beberapa kali hidangan yang kau hantar ke rumah, sesungguhnya
kami sudah merasa terlampau rikuh" sambung Kwik Tay-lok lebih lanjut.
Swan Bwe-thong segera mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian katanya:
"Kalau begitu, anggap saja barang kami dititipkan di rumah kalian, begitu tentu boleh bukan ?"
"Kalau begitu, kau musti bayar uang sewa!" sela Ong Tiong tiba-tiba.
"Akan kubayar !"
"Selain itu juga harus memberi uang tanggungan."
"Akan kubayar !"
"Setiap hari sepuluh tahil perak."
"Baik !"
"Bayar dimuka dan tak boleh menunggak"
"Bagaimana kalau aku membayar sepuluh hari lebih dulu ?" tanya Swan Bwe-tong sambil
tertawa. Ia benar-benar mengeluarkan seratus tahil perak.
Ong Tiong tidak bergerak, dia cuma melototi uang perak itu tanpa berkedip, seakan-akan
terpesona dibuatnya.
Sebaliknya Kwik Tay-lok sekalian mengawasi Ong Tiong tak berkedip.
Tiba-tiba saja mereka merasakan Ong Tiong adalah manusia yang aneh sekali, bahkan sedikit
tak tahu aturan.
Orang lain dengan maksud baik memberi arak kepadanya untuk minum, menghantar hidangan
kepadanya untuk makan, menghantar kursi baginya untuk duduk, menghantar ranjang kepadanya
untuk tidur, bahkan rumah yang bobrok pun sudah diperbaiki sana sini.
Tapi ia masih menagih uang sewanya, bahkan harus membayar dulu di muka.
"Maknya betul orang ini, ia betul-betul telur busuk hidup"
Kwik Tay-lok melotot kepadanya dan hampir saja mencaci maki.
Sorot mata Ong Tiong sudah mulai bergeser, dari atas uang perak itu pelan-pelan di alihkan ke
wajah Swan Bwe-thong, tiba-tiba serunya dengan mata melotot:
"Kau punya penyakit."
"Aku punya penyakit ?" seru Swan Bwe-thong tertegun.
"Bukan cuma berpenyakit, bahkan penyakitmu rada parah."
Suan Bwe-thong segera tertawa.
"Soal makan, aku bisa makan dengan kenyang, soal tidur akupun bisa tidur dengan nyenyak,
mengapa kau mengatakan aku punya penyakit?"
"Mungkin penyakitmu itu timbul karena kekenyangan"
Dengan wajah tanpa emosi, katanya lagi:
"Kau sudah membuang uang banyak untuk membeli barang sebanyak ini, kemudian
menggunakan banyak tenaga untuk menghantarkan kemari, sekarang kau rela juga membayar
uang sewa kepadaku, bila seseorang tidak lagi sakit, masakah dia akan melakukan perbuatan
semacam ini ?"
Kwik Tay-lok segera tertawa.
Ia mulai merasakan juga bahwa Suan Bwe thong memang mengidap penyakit, bahkan
penyakitnya memang agak parah.
Biji mata Suan Bwe-tong yang jeli berputar-putar lalu katanya:
"Jikalau kukatakan bahwa aku berbuat demikian tak lain karena merasa berhutang banyak
kepada kalian, mau mempercayai kah kalian semua?"
Ong Tiong segera berpaling ke arah Kwik Tay-lok, kemudian bertanya:
"Percayakah kau ?"
"Aku tidak percaya!"
"Kalau sampai dia saja tidak percaya, mungkin di dunia ini sudah tiada orang lain yang mau
percaya lagi !"
Suan Bwe-thong menghela napas panjang.
"Aaaai...! oleh sebab itu akupun tidak berkata demikian"
"Lalu, apa yang hendak kau katakan?"
Sepasang biji mata Suan Bwe-tiong berputar tiada hentinya, lalu sambil menggigit bibir dia
menjawab: "Jika seorang lelaki jatuh cinta kepada seorang perempuan dan ingin mengawininya, apakah
dia bisa melakukan banyak perbuatan yang membingungkan hati?"
"Yaa, mungkin" sahut Ong Tiong.
Bila seorang lelaki sudah jatuh cinta kepada seorang perempuan, pada hakekatnya perbuatan
apapun bisa dilakukan.
"Perempuan pun demikian juga" kata Suan Bwe-thong lebih jauh.
"Sama saja" Bagaimana sama sajanya?"
"Bila seorang perempuan sudah jatuh hati kepada seorang pria dan ingin kawin dengannya,
diapun sama saja dapat melakukan banyak sekali perbuatan-perbuatan yang membingungkan
hati." Tiba-tiba paras mukanya berubah menjadi merah padam karena jengah, dengan kepala
tertunduk terusnya:
"Tahun ini aku... aku telah berusia delapan belas !"
Gadis yang telah berusia delapan belas tahun, biasanya akan teringat akan suatu hal, yakni
kawin. Gadis delapan belas tahun manakah yang tidak ingin mempunyai kekasih dan suami "
Sesungguhnya kejadian ini adalah suatu peristiwa yang lumrah.
Kembali Kwik Tay-lok tertawa, katanya:
"Kalau begitu kau tidak berpenyakit, lelaki yang telah dewasa akan menikah, gadis yang telah
dewasa akan dinilai, siapapun tak dapat mengatakan kalau kau berpenyakit."
Lalu sambil membusungkan dada, ia bertanya lagi:
"Entah lelaki manakah yang telah berkenan di hatimu ?"
Yan Jit segera melotot besar, katanya dingin:
"Tentu saja kau !?"
"Aaaah, belum tentu !"
Walaupun dimulut ia bilang "belum tentu" tapi mimik wajahnya telah menunjukkan keyakinan
yang seratus persen.
Sekalipun memukul gembrengan, belum tentu orang bisa menemukan lelaki ganteng seperti
dia. Jika Suan Bwe-thong tidak jatuh cinta kepadanya, ia bisa jatuh hati kepada siapa lagi "
Suan Bwe-thong memang sedang memandang ke arahnya, tapi ia gelengkan kepalanya
sambil mencibir bibir.
"Mungkin orang itu adalah kau, mungkin juga bukan," katanya seraya tertawa, "sekarang aku
belum bisa mengatakannya kepadamu."
"Kenapa ?"
"Sebab sekarang masih belum tiba pada saatnya."
"Kapan saatnya baru tiba ?"
Suan Bwe-thong memutar sepasang biji matanya yang jeli, kemudian dengan kepala tertunduk
sahutnya: "Aku harus memperhatikan lebih dulu apakah dia benar-benar baik atau tidak, sebab hal ini
menyangkut hidupku sepanjang masa, bagaimanapun juga aku harus berhati-hati !"
"Apakah sekarang kau belum bisa mengetahuinya ?" tanya Kwik Tay-lok.
"Aku.... aku masih ingin menanti beberapa waktu lagi dan memperhatikan beberapa saat lagi."
"Aku rasa lebih baik kau cepatan sedikit kalau hendak memperhatikan, ada orang sudah ingin
kebelet sangat macam monyet kena terasi" seru Yan Jit dingin.
"Tidak menjadi soal" Kwik Tay-lok tertawa, "silahkan kau perhatikan pelan-pelan, orang baik
selamanya tetap baik, makin dipandang makin menarik."
"Bila aku sudah merasa cukup untuk memperhatikannya, aku pasti akan memberitahukan
kepadamu lebih dahulu."
Tiba-tiba Yan Jit bangkit berdiri, kemudian tanpa berpaling beranjak keluar dari situ.
"Hei, kenapa kau pergi?" tegur Kwik Tay lok, "Bukankah enakan kita bercakap-cakap bersama
?" "Apanya yang akan dibicarakan lagi ?"
"Apakah kau tak ada persoalan lagi untuk dibicarakan ?"
?"Aku hanya ingin mengucapkan sepatah kata...."
Tanpa berpaling lanjutnya dengan suara dingin:
"Anak gadis sekarang, kulit mukanya makin lama agaknya semakin tebal..."
Memandang punggung Yan Jit hingga lenyap dari pandangan, Kwik Tay-lok baru
menggelengkan kepalanya berulang kali. katanya sambil tertawa:
"Walaupun tabiat orang ini rada aneh, sesungguhnya dia adalah orang baik, nona Suan, harap
kau jangan marah"
"Aku tidak she Suan, aku she Bwe !" Suan Bwe-thong cepat menerangkan sambil tertawa.
"Bwe " Bwe dari huruf Bwe-hoa (bunga sakura) ?"
Suan Bwe-thong manggut-manggut.


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku bersama Bwe Ji-lam !"
"Mana sudah bunga sakura, ditambah bunga anggrek lagi, wah rupanya kau ingin membuka
toko bunga ?"
"Aku bukan bernama Ji-lan, lan dari arti kata bunga anggrek, aku bernama ji-lam, dengan arti
lelaki." "Bwe Ji-lam" Aneh benar namamu itu"
"Ketika mendiang ayahku memberi nama tersebut kepadaku, dia ingin memberitahukan
kepadaku agar aku seperti seorang lelaki, tak boleh aleman atau manja, apa yang ingin kulakukan
harus kulakukan dengan terbuka, apa yang ingin kukatakan juga harus kukatakan secara terangterangan."
"Jika arwah ayahmu dialam baka bisa mengetahui akan hal ini, dia pasti akan merasa
gembira" tiba-tiba Ong Tiong berseru.
"Kenapa ?"
"Sebab kau memang tidak menyia-nyiakan harapannya"
Agak memerah paras muka Bwe Ji-lam karena jengah, katanya:
"Kau.... kau menganggap pekerjaan yang kulakukan lebih banyak mirip perbuatan kaum pria ?"
"Kau adalah perempuan ?" Ong Tiong balik bertanya.
Bwe Ji-lam tak bisa menahan gelinya lagi, ia tertawa cekikikan.
Kwik Tay-lok juga tertawa, katanya pula:
"Caramu bertindak memang lebih kelaki-lakian daripada kebanyakan lelaki, misalkan saja...."
Ia merendahkan suaranya serendah-rendahnya, kemudian melanjutkan:
"Teman kita yang bernama Yan Jit, kadangkala ia mirip seorang gadis, bukan saja gerak
geriknya agak kewanita-wanitaan, bahkan seringkali bisa marah-marah tanpa sebab."
"Apakah kau menganggap perempuanpun seringkali menjadi marah tanpa sebab ?"
Kwik Tay-lok cuma tertawa, dan tidak berbicara apa-apa.
Bwe Ji-lam berkata lagi:
"Perempuan pun seperti juga lelaki, bila sedang marah, itu pasti ada alasannya, cuma saja
kaum lelaki belum tentu mengetahui alasan tersebut."
Setelah tertawa, lanjutnya:
"Sesungguhnya lelaki belum tentu sepintar apa yang dibayangkan sendiri..."
Kwik Tay-lok ingin berbicara lagi, tapi akhirnya ia berusaha menahan diri.
Ia bertekad tak akan ribut dengannya, seandainya ingin mendebat, diapun baru akan
mendebat setelah mengetahui siapakah orang yang dipilih olehnya nanti.
Sampai waktunya dia akan memberitahukan kepadanya, paling tidak lelaki jauh lebih pintar
daripada apa yang dia bayangkan.
Sampai waktunya nanti, dia pasti akan percaya.
Sekulum senyuman segera tersungging di ujung bibir Kwik Tay-lok, agaknya dia sedang
membayangkan kejadian pada waktu itu, Bwe Ji-lam berbaring dalam rangkulannya dan
memberitahukan kepadanya bahwa "orang itu" adalah dia.
"Pada waktu itu, dia akan mengetahui sesungguhnya siapakah yang lebih pintar."
Hampir tertawa tergelak Kwik Tay-lok setelah membayangkan sampai ke situ.
Lim Tay-peng juga sedang tertawa.
Apakah ia juga sedang memikirkan kejadian yang sama "
Bila seseorang tak dapat mengkhayalkan diri sendiri, mungkin ia tak bisa dikatakan sebagai
seorang lelaki sejati.
Mungkin dia tak bisa terhitung sebagai seorang manusia.
Manusia bisa lebih hebat dari binatang, mungkin dikarenakan orang bisa berkhayal diri,
sementara binatang tidak bisa.
Tiba-tiba Bwe Ji-lam berkata lagi:
"Padahal sekalipun orang lelaki agak kewanita-wanitaan, hal inipun tidak ada salahnya"
"Paling tidak orang semacam itu tak akan kasar, tak akan liar, bahkan pasti akan lemah
lembut." Tiba-tiba Kwik Tay-lok melompat bangun kemudian selangkah demi selangkah berjalan ke
luar, tiba-tiba ia berpaling sambil bertanya kepada Ong Tiong:
"Coba kau lihat, apakah aku juga rada keperempuanan ?"
"Kau seorang lelaki ?"
Kwik Tay-lok tertawa tergelak.
"Sebenarnya aku mengira demikian, tapi sekarang bahkan aku sendiripun kurang jelas."
Rembulan sedang bersinar purnama.
Rembulan yang bundar tergantung di atas awang-awang....
Yan Jit seorang diri duduk di bawah pohon dan memandang ke tempat kejauhan dengan
wajah termangu.
Tiba-tiba Kwik Tay-lok juga berjalan mendekat dan duduk disampingnya.
Yan Jit mengerutkan dahinya, kemudian dengan mata melotot tegurnya:
"Mau apa kau datang kemari ?"
"Berbincang-bincang !"
"Apa enaknya berbincang-bincang dengan aku " Mengapa kau tidak mencari nona Bwe saja
?" kata Yan Jit sambil menarik muka.
Kwik Tay-lok mengelus dagunya lalu berkata:
"Agaknya kau seperti tidak terlalu suka dengannya."
"Orang yang menyukainya sudah terlalu banyak, aku tak usah dimasukkan ke dalam bilangan
lagi." Kwik Tay-lok membungkam diri.
Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya, kemudian berkata lagi:
"Sore tadi, kalian tampak bergembira sekali."
"Ehhhmmmmm . . . . . . !"
"Kalau memang kalian bisa berbincang-bincang dengan begitu gembira, buat apa lagi kau
datang mencariku ?"
"Rupanya kau sedang cemburu?" tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa.
Paras muka Yan Jit segera berubah memerah padam seperti kepiting rebus.
"Cemburu?" serunya "aku cemburu kepada siapa?"
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Kau tahu orang yang dia cintai adalah aku, sedang kau juga mencintainya, maka....."
Tidak menunggu sampai ia menyelesaikan kata-katanya, Yan Jit segera bangkit berdiri dan
beranjak dari situ.
Ketika Kwik Tay-lok menarik tangannya, ia mengipatkan dengan sekuat tenaga, Kwik Tay-lok
kembali menariknya seraya berseru:
"Aku datang kemari untuk mengajakmu membicarakan soal serius."
Yan Jit berkerut kening.
"Urusan serius?" katanya, "masakah di ujung bibir masih ada persoalan yang serius?"
"Bukankah kau pernah mengatakan bahwa disekitar tempat ini terdapat suatu keluarga besar
She Bwe yang mempunyai seorang toa-sauya bernama Sik-jin (manusia batu) Bwe Ji-ka?"
"Yaa, aku memang pernah berkata demikian"
"Coba pikirlah, mungkinkah Bwe Ji-lam adalah adik perempuannya Bwe Ji-ka ?"
"Yaa atau tidak, semuanya tak ada hubungan dengan diriku"
"Apakah keluarga Bwe mempunyai ikatan dendam dengan Hong Si-hu ?"
"Tidak begitu jelas"
"Aku rasa pasti ada, karena itu Bwe Ji-lam baru menggunakan akal untuk menyingkirkan Hong
Si-hu, tapi bukankah antara dia dengan Lamkiong Cho juga ada dendam" Bukankah Lamkiong
Cho juga ditolong olehnya" Dia menolong Lamkiong Cho apakah dengan maksud untuk
mendapatkan harta karun itu?"
"Mengapa kau tidak menanyakannya secara langsung kepada orang yang bersangkutan?"
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang.
"Kalau ia sendiri tak mau membicarakannya, sekalipun aku bertanya juga percuma."
Yan Jit segera tertawa dingin.
"Aku lihat rupanya kau tak berani bertanya" ejeknya.
"Tidak berani?" cetus Kwik Tay-lok dengan mata melotot.
"Kau takut berbuat salah kepadanya, takut dia menjadi marah, oleh sebab itu...."
Tiba-tiba ia menutup mulutnya rapat-rapat dan menarik muka.
Ketika Kwik Tay-lok berpaling, dilihatnya Bwe Ji-lam sedang berjalan mendekat.
Sekulum senyuman manis masih menghiasi ujung bibirnya, dengan mata yang besar dan jeli ia
berkata sambil tertawa:
"Sebenarnya persoalan-persoalan tersebut harus kalian tanyakan kepadaku, mengapa aku
musti marah ?"
Yan Jit semakin menarik mukanya, lalu berseru:
"Kalau begitu semua pembicaraan kami tadi sudah kau dengar ?"
Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya rendah-rendah.
"Aku bukan sengaja datang untuk menyadap pembicaraan kalian, aku hanya datang untuk
memberitahukan kepada kalian bahwa hidangan malam telah siap."
"Kebetulan amat kedatanganmu itu."
Sesungguhnya ia sudah bangkit berdiri, maka sekarang dia melanjutkan langkahnya pergi
meninggalkan tempat itu.
Memandang hingga bayangan tubuhnya sudah pergi jauh, Bwe Ji-lam baru menghela napas
panjang, katanya sambil tertawa getir.
"Aku toh tidak menyalahi dia, mengapa begitu berjumpa denganku dia lantas pergi dari sini ?"
"Mungkin karena dia amat mencintaimu," jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa.
Bwe Ji-lam mengerdipkan matanya, lalu berseru:
"Menyukai aku" Kenapa dia malah menghindarkan diri dariku"
"Mungkin dia merasa bahwa orang yang kau cintai bukan dirinya."
Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya, lewat lama sekali tiba-tiba ia baru tertawa.
"Apa yang kau tertawakan?" tanya Kwik Tay-lok.
Sambil mencibir bibir Bwe Ji-lam tertawa.
"Aku mentertawakan kalian orang laki-laki, persoalan yang seharusnya ditanyakan tidak
ditanyakan, persoalan yang tidak seharusnya di tanyakan malah kau tanyakan."
Tentang beberapa persoalan yang kutanyakan tadi, apakah kau...."
Bwe Ji-lam segera menukas ucapan itu, sambil menarik tangannya, ia berseru seraya tertawa:
"Hayo jalan kita bersantap dulu, selesai bersantap nanti aku baru akan memberitahukan hal ini
kepadamu" "Mengapa tidak kau katakan sekarang juga ?"
"Aku kuatir setelah mendengar perkataan itu kau malah tak tega untuk makan" sahut Bwe Jilam
sambil tertawa.
Ia menarik tangan Kwik Tay-lok dan diajak masuk ke dalam rumah, erat sekali genggamannya,
bahkan setelah dudukpun masih menggenggamnya erat-erat.
Ong Tiong masih menatap tajam tangannya, Lim Tay-peng juga menatap tangan itu tanpa
berkedip, sedang Yan Jit seakan-akan bergerak tak mau melihat, tapi urung toh melirik juga
beberapa kejap.
Tak terlukiskan perasaan Kwik Tay-lok pada saat ini, maka diapun bisa bersantap luar biasa
banyaknya. Ketika ia menyeka mulutnya, tiba-tiba Bwe Ji-lam berkata:
"Dugaanmu memang tidak salah, aku adalah adik perempuannya Bwe Ji ka, keluarga kami
memang ada dendam dengan Hong Si-hu. Cuma sayang aku tak pernah berhasil menjumpainya,
maka terpaksa aku harus menggunakan akal ini."
Setelah tertawa, lanjutnya:
"Sejak permulaan kami sudah mengetahui kalau si tongkat dan si anjing buldok, pasti dapat
menyeret keluar Hong Si hu dari sarangnya, mereka adalah petugas hukum, sudah barang tentu
lebih gampang buat mereka untuk mencari orang"
Berbicara sampai di sini, tiba-tiba ia menghela napas, kemudian sambungnya:
"Hingga sampai di situ, dugaan kalian memang tidak salah"
"Selanjutnya ?"
"Kejadian selanjutnya, kalian telah salah menebak !"
Persoalan yang mana saja yang telah salah ditebak ?" tanya Kwik Tay-lok dengan wajah
tertegun. "Pertama orang berbaju hitam itu bukan Lamkiong Cho !"
"Kalau bukan Lamkiong Cho lantas siapa?"
Bwe Ji-lam menggigit bibirnya kencang-kencang, setelah lewat lama sekali, dia baru
mengambil ketetapan dihatinya:
"Dia adalah kakakku !"
(Bersambung jilid 10)
Jilid 10 KETIKA UCAPAN TERSEBUT Diutarakan keluar, semua orang menjadi terkejut, bahkan Kwik
Tay-lok pun tak tahan menjerit keras.
Lim Tay-peng merasa sangat kecewa, serunya tertahan:
"Kakakmu" Mengapa ia lakukan perbuatan semacam ini?"
Bwe Ji lam menundukkan kepalanya rendah-rendah, kemudian sahutnya:
"Setiap umat persilatan menganggap keluarga Bwe kami adalah keluarga persilatan, mereka
mengira keluarga kami pasti kaya raya sebab kesosialan dan keroyalan kami selalu besar, sobat
yang datang mencari kami, belum pernah kami mengecewakan dirinya!"
Paras mukanya tiba-tiba berubah menjadi sangat sedih, terusnya lebih jauh:
"Padahal sejak mendiang ayah kami meninggalkan dunia, keluarga kami sudah jatuh bangkrut
dan kehabisan uang, bukan saja tak mampu mendarma kepada orang lagi, bahkan kehidupan
sendiri setiap harinya pun sudah menjadi masalah, oleh sebab itu...."
"Oleh sebab itu bukan saja kalian menghendaki nyawa Hong Si-hu, juga mengharapkan
uangnya ?" sambung Ong Tiong.
Bwe Ji-lam manggut-manggut.
"Benar rencana kami ini sebetulnya sudah disusun secara rapi, ketika aku datang melakukan
pencurian disini, kakakku juga telah menemukan si tongkat dan si anjing buldok dan telah menjadi
pengawal mereka"
"Manusia yang begitu lihay seperti si tongkat dan si anjing buldok, mengapa secara
sembarangan mereka lalu percaya kalau dia adalah Lam Kiong Cho" Mengapa pula secara
sembarang mereka telah menggunakannya sebagai tukang pukul ?"
"Pertama karena mereka belum pernah bertemu dengan Lamkiong Cho, kedua kakakku
membawa tanda pengenal dari Lamkiong Cho, ketiga kerena mereka tak mengira kalau ada orang
telah menyaru sebagai Lamkiong Cho"
"Ke empat karena nasib kalian lagi mujur" sambung Kwik Tay-lok, "tapi bagaimana ceritanya
sehingga kakakmu bisa membawa tanda pengenal dari Lamkiong Cho?"
"Kebetulan dia adalah sahabat kakakku!"
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, setelah tertawa getir katanya:
"Aaaai.... tampaknya kakakmu juga seorang yang sangat berbakat, terbukti ia bisa berteman
dengan manusia semacam itu"
Merah padam selembar wajah Bwe Ji-lam karena jengah, katanya kemudian:
"Sesungguhnya dia memang gemar berteman, bahkan suka membantu orang lain, tak sedikit
jumlah orang dalam dunia persilatan yang pernah menerima kebaikan darinya. Justru karena
temannya terlalu banyak, diapun terlalu sosial maka keluarga kami hari demi hari semakin jatuh
miskin" "Betul, hanya budak uang yang tak akan kekurangan uang" seru Kwik Tay-lok sambil tertawa,
"tahu dia manusia begitu, semestinya pukulanku itu harus sedikit diperingan"
Bwe Ji-lam segera menarik wajahnya, lalu pelan-pelan berkata:
"Ada dua hal yang hendak kuberitahukan pula kepadamu"
"Katakanlah !"
"Pertama aku tak senang ada orang menghina kakakku di hadapanku, kedua kalau bukan
senjatanya tidak leluasa baginya, yang termakan oleh pukulan bukan dia melainkan kau sendiri"
"Sik-jin" si manusia batu Bwe Ji-ka tentu saja senjatanya juga terbuat dari batu, tentang soal ini
Kwik Tay-lok juga pernah mendengar orang membicarakannya.
Terpaksa Kwik Tay-lok tertawa, tanyanya kemudian:
"Entah bagaimana pula dengan ilmu silat yang dimiliki Lamkiong Cho asli ?"
"Bila orang yang kau jumpai adalah Lamkiong Cho asli, sekarang mungkin kau tak bisa duduk
di sini lagi"
"Kalau tidak duduk di sini lantas duduk dimana ?"
"Berbaring, sekalipun tidak berbaring dalam peti mati, paling tidak juga berbaring di atas
ranjang" Kwik Tay-lok tertawa tergelak, cuma sewaktu tertawa suaranya kedengaran kurang begitu
leluasa. Untung saja Bwe Ji-lam telah melanjutkan kembali kata-katanya:
"Rencana kami sejak awal sampai akhir semuanya berjalan dengan lancar, hingga...."
Ia melirik sekejap ke arah Lim Tay-peng, sebelum ia sempat berbicara, Lim Tay-peng telah
berkata duluan:
"Hingga aku berjumpa dengannya tanpa sengaja?"
Bwe Ji-lam menghela napas panjang.
"Aku sebetulnya berharap agar pada hari itu kalian tidak ke kota dan tidak berjumpa
dengannya."
"Ia kuatir kita akan menyelidiki rahasianya, maka dia sengaja datang untuk membunuh kami
dan menghilangkan saksi ?" kembali Lim Tay-peng menyindir.
Bwe Ji-lam menghela napas sedih.
"Dia adalah putra tunggal keluarga Bwe kami, tentu saja dia berharap agar nama baik keluarga
Bwe kita yang telah berusia beberapa ratus tahun itu tidak sampai hancur di tangannya."
Ong Tiong menghela napas.
"Oleh karena itu dia lebih suka mengakui dirinya sebagai Lamkiong Cho, juga tak ingin
mengucapkan asal usulnya sendiri, ia lebih suka mati daripada kehilangan muka, bukan begitu ?"
Bwe Ji-lam manggut-manggut, sepasang matanya sudah berubah menjadi merah padam.
Tiba-tiba Ong Tiong menghela napas panjang lagi, katanya:
"Tampaknya untuk menjadi seorang putra tunggal dari suatu keluarga persilatanpun memiliki
banyak penderitaan dan persoalan yang tak diketahui orang luar."
Di dunia ini mungkin hanya ada semacam manusia yang lebih menderita dari padanya." sela
Kwik Tay-lok. "Manusia macam apa ?" tanya Ong Tiong.
"Adik perempuannya !"
Bwe Ji-lam mengerling sekejap ke arahnya, bibirnya senyum tak senyum tapi justru kelihatan
makin mempersonakan hati.
Dengan termangu-mangu Lim Tay-peng memperhatikan-nya, tiba-tiba ia berkata:
"Kaukah yang mengirim peti mati itu kemari ?"
"Ehmm. . . . ."


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Karena apa ?"
Bwe Ji-lam menghela napas:
"Aku tahu hatimu tentu amat sedih setelah membunuh orang, maka kukirim peti mati kosong
itu dengan tujuan ingin memberitahukan kepadamu bahwa orang yang kau bunuh sebenarnya
tidak mati"
Mimik wajah Lim Tay-peng kelihatan makin tertegun, kemudian gumamnya lirih:
"Kalau begitu, bagaimanapun juga aku harus berterima kasih kepadamu...!"
Kwik Tay-lok memandang ke arahnya kemudian memandang pula ke arah Bwe Ji-lam,
akhirnya dia turut menghela napas.
"Aku juga harus berterima kasih kepadamu, ia memang bersikap sangat baik kepadamu"
Yan Jit yang selama ini hanya membungkam terus, tiba-tiba menimbrung dengan suara dingin:
"Tapi, bukankah di atas peti mati itu dengan jelas tertuliskan nama dari Lamkiong Cho?"
"Yaa, bagaimanapun juga, aku tak dapat menghianati kakakku."
Matanya semakin merah, lanjutnya:
"Walaupun aku tahu kalau perbuatannya salah, tapi akupun hanya bisa menghalanginya
secara diam-diam"
"Maka selama ini kau tak berani menampakkan diri !" sambung Yan Jit.
Dengan sedih Bwe Ji-lam mengangguk.
"Yaa, aku tak berani menampakkan diri dan tak bisa menampakkan diri. Tapi aku masih bisa
menggunakan segenap kekuatan yang kumiliki untuk membaiki kalian, aku cuma berharap agar
kalian sudi memandang di atas wajahku dan mengampuni dirinya."
"Sekarang dia berada di mana ?"
"Pulang ke rumah."
"Apakah kau yang menolongnya ?"
"Tentu saja aku, dia adalah kakak kandungku, bagaimanapun juga aku toh tak bisa
membiarkan dia tersiksa"
Tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya, lalu berkata:
"Seandainya kalian tidak bersedia mengampuninya, kalianpun tak usah pergi menjumpainya,
kalian boleh mencari aku, sebab aku bersedia untuk menanggung segala sesuatunya."
Mendadak LimTay-peng melompat bangun lalu serunya dengan suara lantang:
"Perduli apapun yang akan dikatakan orang lain, aku tetap menganggap bahwa kau tidak
bersalah."
"Siapa bilang dia bersalah?" sambung Kwik Tay-lok, "siapa berkata demikian, dia pastilah
seorang telur busuk."
"Aku cuma bisa mengatakan bahwa pada hakekatnya dia bukan manusia" Ong Tiong
menambahkan. Paras muka Lim Tay-peng segera berubah menjadi merah membara, bahkan merah sampai
ke telinganya, dengan mata melotot dia berteriak:
"Kau bilang dia bukan manusia?"
"Dia memang bukan manusia." Ong Tiong menghela napas, "karena belum pernah kujumpai
manusia yang pemberani seperti dia."
Kwik Tay-lok segera bertepuk tangan, sambungnya:
"Sedikitpun tak salah, kata-kata semacam ini sesungguhnya ia tak usah memberitahukannya
kepada kita, tapi ia tidak berniat untuk merahasiakannya, siapa lagi yang bisa menandingi
keberanian semacam ini ?"
"Apakah kau juga tak mampu untuk menandinginya ?" tanya Yan Jit.
Kwik Tay-lok segera menghela napas.
"Aaai... coba berganti aku, belum tentu aku berani untuk mengutarakan persoalan ini secara
terus terang."
Tiba-tiba Yan Jit tertawa, katanya:
"Sekarang kau seharusnya mengerti, perempuan belum tentu berpikiran sempit seperti apa
yang kau bayangkan bukan ?"
"Yaa, benar, bukan saja tidak berpikiran sempit, bahkan berjiwa mulia...!"
Sepasang mata Bwe Ji-lam kembali berubah menjadi merah, agak sesenggukan dia berkata:
"Kalian... kalian benar-benar tidak menyalahkan aku ?"
"Menyalahkan kau" Siapa berani menyalahkan kau! Malah seharusnya kami berlutut di
hadapanmu sambil berterima kasih."
"Benar !" Ong Tiong menambahkan, "coba bukan karena kau, sekalipun kami tak akan mati
keracunan, paling tidak juga akan mati kelaparan."
Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya semakin rendah.
"Padahal kakakku juga belum tentu akan...."
"Kau tak usah memberi penjelasan lagi, pokoknya kami tak ada yang menyalahkan dia." tukas
Kwik Tay-lok. "Sungguh!"
"Seandainya aku menjadi dia, mungkin saja akupun akan berbuat demikian"
"Kalau aku pasti akan berbuat lebih ganas lagi !" Ong Tiong menambahkan.
"Aku hanya kuatir andaikata di kemudian hari kakakmu mengetahui kalau kaulah yang
mengacau rencananya, mungkin dia akan marah, marah setengah mati."
Bwe Ji-lam segera tertawa getir.
"Sekarangpun dia sudah tahu !" katanya.
"Bagaimana sikapnya setelah mengetahui kejadian ini...?" tanya Kwik Tay-lok.
"Marahnya setengah mati !"
"Lantas apa yang kau lakukan ?"
"Akupun kabur!"
"Tapi cepat atau lambat kau toh pasti akan pulang, sebab di sanalah rumahmu" kata Kwik Taylok
dengan kening berkerut.
Sekali lagi Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya dan tidak berbicara lagi.
Tiba-tiba Ong Tiong tertawa, katanya:
"Bila dia harus pulang, sudah pasti banyak penderitaan yang akan dialaminya, tapi dia toh bisa
saja tak usah pulang."
"Kenapa?"
"Bila seorang gadis sudah menikah, tentu saja dia tak usah pulang ke rumah asalnya" kata
Ong Tiong sambil tersenyum.
Seperti baru saja menyadari akan persoalan ini, Kwik Tay-lok segera berseru tertahan:
"Benar, jika ia sudah menikah maka diapun sudah bukan anggota keluarga Bwe lagi, kakaknya
juga tak usah mengurusi dirinya lagi"
"Oleh karena itu dia tak bisa tidak harus lekas-lekas kawin"
"Tapi kawin dengan siapa ?"
"Tentu saja kawin dengan orang yang disukainya, mungkin aku, mungkin juga kau"
Tiba-tiba saja Kwik Tay-lok menjadi tertegun.
Tiba-tiba ia menemukan bahwa Bwe Ji-lam sedang mengerling ke arahnya sambil tertawa.
Bwe Ji-lam, menundukkan kepalanya dengan wajah merah dan duduk tenang di sana, seakanakan
merasa serba salah, merasa sedih sekali, tapi sekulum senyuman masih menghiasi terus
ujung bibirnya. Senyuman itu bagaikan senyuman seekor rase kecil yang baru berhasil mencuri
delapan ekor ayam.
Akhirnya Kwik Tay-lok menyadari, rupanya mereka berempat lelaki tanggung telah terkecoh
oleh gadis tersebut.
Berada dalam keadaan demikian, siapapun yang dia sukai, rupanya terpaksa harus kawin juga
dengannya. Rupanya tanpa mereka sadari si rase kecil itu telah memasang jerat yang menjerat leher
mereka semua, sekarang asal tangannya membetot ke belakang maka salah seorang diantaranya
akan tergantung untuk selamanya.
"Tampaknya kaum perempuan memang jauh lebih pintar daripada apa yang dibayangkan
kaum lelaki."
Cuma.... siapakah orangnya yang bakal digantung olehnya itu"
Ong Tiong masih tertawa, tertawa bagainya seekor rase pula, seekor rase tua.
Dia seakan-akan sudah tahu kalau dirinya tak bakal kena digaet oleh perempuan itu.
Bahkan dia masih mengetahui pula sebagian persoalan yang tidak diketahui Kwik Tay-lok.
Mendadak sambil tertawa:
"Walaupun kami bukan manusia sebangsa toa-enghiong atau toa-haukiat, tapi kamipun bukan
setan bernyali kecil yang melupakan budi kebaikan orang lain, bukan demikian ?"
"Betul!" jawab Lim Tay-peng cepat.
"Maka seandainya nona Bwe mempunyai kesulitan apa-apa, kamipun pasti akan mencarikan
akal baginya untuk menyelesaikan persoalan itu, betul toh ?"
"Betul !"
Lagi-lagi Lim Tay-peng yang berbuat menjadi lebih dulu.
Kwik Tay-lok memandang ke arahnya, lalu diam-diam menghela napas. Pikirnya:
"Aaai.... dasar anak muda, setiap saat setiap waktu selalu bersikap hangat yang berlebihan,
baru saja orang lain menyiapkan tali gantung, kau telah berebut untuk menjiratkan di atas leher
sendiri." Belum habis dia menghela napas, terasa olehnya Ong Tiong sedang melotot ke arahnya
sambil menegur:
"Bagaimana dengan kau" Benar tidak perkataan ini ?"
Sekalipun Kwik Tay-lok ingin mengatakan tidak juga tak bisa, kalau ada sebutir telur ayam di
situ, dia ingin menjejalkannya ke mulut Ong Tiong yang bawel itu.
Tiba-tiba Yan Jit menyela:
"Sesungguhnya kau tak usah bertanya kepadanya, soal mengasihani perempuan, menolong
kaum yang lemah siapa lagi yang bisa menangkan Kwik sianseng kita ini?"
Ong Tiong manggut-manggut, seakan-akan ia sudah dibikin mengerti oleh ucapan dari Yan Jit
tersebut, katanya dengan serius:
"Betul juga perkataanmu itu, tapi bagaimana dengan kau sendiri ?"
Yan Jit tertawa, sahutnya hambar.
"Asal Ong lotoa sudah berkata satu patah kata, masa aku masih ada persoalan lagi ?"
Ong Tiong segera menghembuskan napas panjang, dengan wajah berseri ia lantas berkata:
"Nona Bwe, semua pembicaraan kami tentunya sudah kau dengar semua bukan ?"
Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya sambil mengiakan, suaranya selembut suara nyamuk:
"Kalau memang begitu, bila kau mempunyai kesulitan mengapa tidak diutarakan saja?" tanya
Ong Tiong. Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya semakin rendah, dengan wajah yang mengenaskan
katanya lirih: "Aku merasa rikuh untuk mengucapkannya keluar !"
"Katakan saja, tak usah bimbang"
Dengan wajah merah jengah, rikuh dan patut dikasihani Bwe Ji-lam termenung beberapa saat
lamanya, sampai setengah harian kemudian dia baru melanjutkan kembali kata-katanya:
"Ketika kakakku mengetahui aku telah berbuat demikian, rasa gusarnya hampir saja membuat
ia menjadi gila, dia mendesak aku terus menerus mengapa aku sampai melakukan perbuatan
semacam ini, mengapa membantu orang luar untuk mencelakai kakak sendiri ?"
"Lantas bagaimana kau jawab ?"
Paras muka Bwe Ji-lam berubah semakin merah membara karena rasa malu yang luar biasa.
"Aku tidak berhasil menemukan alasan yang tepat." sahutnya, "maka terpaksa aku bilang....
terpaksa aku bilang... terpaksa aku bilang...."
Seperti otot disekitar mulutnya mendadak menjadi kejang, dia tak sanggup melanjutkan
kembali kata-katanya kecuali ketiga patah kata tersebut.
Kwik Tay-lok merasa tidak sabar lagi, tak tahan dia lantas bertanya:
"Kau bilang apa ?"
Bwe Ji-lam menggigit bibirnya menahan pergolakan emosi didalam hatinya, tampaknya ia
sudah mengambil suatu keputusan dalam hatinya, dengan wajah memerah katanya:
"Terpaksa aku bilang, orang yang kubantupun bukan orang luar, dia lantas bertanya lagi, kalau
bukan orang luar lantas siapa" Terpaksa akupun berkata bahwa dia adalah.... dia adalah...."
"Dia adalah apa ?" tanya Kwik Tay-lok lagi tidak tahan.
"Terpaksa aku bilang dia adalah Moayhu (suami adik) mu sendiri, karena aku telah mengikat
tali perkawinan dengannya."
Ketika selesai mengucapkan perkataan itu, sekujur badannya seolah-olah menjadi amat lemas
sehingga hampir saja terjatuh dari atas kursi.
Kwik Tay-lok juga hampir terjatuh ke kolong meja.
"Bagaimana reaksi kakakmu setelah mendengar perkataan itu?" tanya Ong Tiong kemudian
sambil mengerdipkan matanya.
Bwe Ji-lam menarik napas panjang, sesudah berhenti sejenak katanya:
"Sesudah mendengar perkataan itu, hawa amarahnya baru menjadi agak mereda, tapi dia
memperingatkan diriku, andaikata aku sedang membohonginya, maka dia akan menghajarku
setengah mati, diapun memaksa aku untuk.... untuk mengajaknya pulang ke rumah."
"Apanya yang diajak pulang ke rumah?"
"Orangnya..." sahut Bwe Ji-lam sambil menggigit bibirnya kencang- kencang.
"Orang apa ?"
"Moay.... moay-hu...."
"Moay-hu siapa ?"
"Moay-hu kakak .....kakakku"
Selesai mengucapkan perkataan itu, sekujur badannya sudah menjadi lemas hingga sama
sekali tak bertenaga lagi.
Kwik Tay-lok juga merasakan sekujur badannya lemas tak bertenaga.
Sekali lagi Ong Tiong menghembuskan napas panjang, seolah-olah hingga kini ia baru
memahami duduknya persoalan.
Dalam kenyataannya, memang bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk memahami
ucapan dari seorang gadis.
Ong Tiong tertawa.
"Agaknya persoalannya sekarang tinggal satu !"
"Persoalan apa ?" tanya Lim Tay-peng.
"Diantara kita berempat, siapakah yang akan menjadi Moay-hunya kakak nona Bwe " Dan
apakah ia bersedia atau tidak mengikuti nona Bwe pulang ke rumahnya ?"
"Aaaah, siapa yang tidak bersedia " Masa dia tega menyaksikan nona Bwe dihajar oleh
kakaknya?"
"Seandainya ada yang tidak bersedia?"
"Maka dia tak bisa dianggap sebagai teman kita lagi." seru Lim Tay-peng dengan suara
lantang, "terhadap sobat yang tidak bersahabat macam itu, kita pun tak usah berlaku sungkansungkan
lagi." Ong Tiong segera bertepuk tangan kegirangan, sahutnya:
"Betul, sekalipun ada orang yang enggan pergi, tiga orang lainnya juga harus memaksanya
untuk pergi, setujukah kalian?"
"Setuju !"
"Dan kau ?" Ong Tiong melirik sekejap ke arah Kwik Tay-lok.
Dengan suara dingin tiba-tiba Yan Jit berkata:
"Tidak seharusnya pertanyaan semacam itu kau ajukan, masa kau menganggap Kwik
Sianseng adalah seorang lelaki yang suka melupakan budi orang ?"
"Kalau begitu bagus sekali !" seru Ong Tiong sambil tertawa tergelak-gelak.
"Sekarang, semua masalahnya sudah beres, "nona Bwe, apa lagi yang masih kau nantikan ?"
Tapi Bwe Ji-lam belum juga menjawab, seakan-akan dia sengaja membiarkan mereka
menunggu sebentar lagi.
Perempuan memang sukanya berbuat demikian, selalu membikin orang lelaki merasa gelisah.
Dengan sepasang biji matanya yang jeli, gadis itu memandang wajah ke empat orang lelaki
tersebut silih berganti.
Dalam keadaan demikian, Kwik Tay-lok hanya berharap, sepasang biji mata yang jeli itu
jangan sampai berhenti di atas wajahnya. .
Sesungguhnya ia sama sekali tidak jemu terhadap "Swan Bwe-thong" itu, seandainya pagi tadi
ia mengatakan bahwa orang yang di sukai adalah orang lain bukan dia, mungkin dia akan marahmarah
besar. Tapi suka adalah satu masalah, mencari bini adalah masalah lain.
Apalagi kalau mencari bini dalam keadaan yang dipaksakan, tentu saja keadaan ini jauh lebih
berbeda lagi, seperti misalnya dia gemar minum arak, sekalipun demikian ia tak suka kalau ada
orang memencet hidungnya sambil melolohkan arak ke dalam perutnya.
Dia cuma berharap semoga sepasang mata Bwe Ji-lam berpenyakit, bukan dia yang dituju
melainkan orang lain.
Tapi sayangnya sepasang mata si "Swan Bwe-thong" ini justru sama sekali tak berpenyakit,
bahkan pada waktu itu sedang menatap wajahnya lekat-lekat.
Bukan cuma memandang lekat-lekat, bahkan sedang tertawa, tertawanya begitu manis, begitu
mempersonakan hati.
Siapapun orangnya, jika ia tahu kalau pancingnya sudah berhasil menangkap seekor ikan
besar, senyuman yang menghiasi bibirnya tentu secerah ini.
Kwik Tay-lok ingin juga tertawa kepadanya, apa mau dikata justru ia tak sanggup untuk
tertawa. Ia menghela napas panjang dalam hatinya lalu berpikir:
"Aaaai.... anggap saja aku lagi apes, siapa suruh tampangku jauh lebih ganteng dari pada
orang lain ?"
Tiba-tiba Bwe Ji-lam berkata:
"Masih ingatkah kau, bila aku sudah mengambil keputusan maka orang pertama yang akan
kuberitahu adalah kau ?"
Mendengar perkataan itu, Kwik Tay-lok segera bergumam seorang diri:
"Padahal kau juga tidak usah begitu memegang janjimu itu, bukankah apa yang telah
dijanjikan oleh kaum gadis, biasanya suka dilupakan kembali ?"
"Tapi aku tak pernah melupakan janjiku sendiri, apa yang telah kukatakan pasti akan
kulaksanakan.... nah, hayolah ikut aku keluar dari sini, akan kuberitahukan kepadamu siapakah
orang yang menjadi pilihanku itu."
Ketika selesai mengucapkan perkataan itu, dia lantas bangkit berdiri dan beranjak dari tempat
itu. Langkah tubuhnya tampak sangat enteng dan lincah, enteng bagaikan seekor burung walet.
Yaa, itulah seekor burung walet yang baru saja berhasil menangkap beberapa ekor ulat bulu
yang besar. Belum pernah mereka menjumpai gadis yang lincah semacam ini, begitu lincah dan riangnya
sehingga mempersonakan hati orang.
Dalam waktu singkat ia sudah berada di depan pintu gerbang sana, melangkah dengan lemah
gemulai bak bidadari yang baru saja turun dari kahyangan.
Kwik Tay-lok tertegun, sedang yang lain juga melongo besar.


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

XXXXXXXXXX Ketika tiba di pintu depan, gadis itu kembali berpaling menggape ke arah Kwik Tay-lok.
Menggape dengan tangannya yang putih dan halus.
Jika tengkukmu sudah dicekik oleh sepasang tangannya itu, bagaimanapun putih dan
halusnya tangan tersebut, perasaannya pada saat itu tentu kurang sedap.
Terpaksa Kwik Tay-lok bangkit berdiri dan menengok ke arah Yan Jit.
Tapi Yan Jit tidak memandang ke arahnya.
Kwik Tay-lok memandang ke arah Ong Tiong.
Ong Tiong sedang minum arak, cawan arak telah menghalangi sepasang matanya.
Kwik Tay-lok pun memandang ke arah Lim Tay-peng.
Tapi Lim Tay-peng sedang duduk termangu-mangu seperti orang bodoh.
Akhirnya Kwik Tay-Iak menggigit bibirnya kencang-kencang, dengan gemas serunya:
"Sudah pasti nenek moyangmu dulu sudah banyak hutang budi kepada orang, kalau tidak
mengapa aku bisa berteman dengan manusia-manusia macam kalian?"
Terdengar Bwe Ji-lam yang berada di luar berseru:
"Hai, apa yang sedang kau ucapkan " Kenapa belum juga menampakkan diri ?"
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang.
"Aaaai.... aku bukan sedang berbicara, berkentut!" sahutnya.
"Akhirnya dia toh beranjak juga menuju ke luar ruangan. Kalau dilihat dari wajahnya yang
bermuram durja dan sedih itu, tampang tersebut mirip dengan seorang terhukum yang sedang
dibawa menuju ke pengadilan.
Lewat setengah harian kemudian, tiba-tiba Lim Tay-peng juga menghela napas panjang,
kemudian bergumam:
"Tidak kusangka orang inipun pandai berlagak pilon, dihati kecilnya dia merasa gembira
setengah mati, tapi wajahnya justru menunjukkan sikap bermuram durja, sungguh membuat orang
yang melihat merasa mendongkol."
Omelan tersebut kedengaran rada kecut tak sedap didengar, arak yang berada dalam
perutnya juga seolah-olah berubah menjadi cuka semua (maksudnya cemburu).
Ong Tiong segera tertawa:
"Lagi-lagi kau telah salah menduga !" serunya.
"Salah menduga dalam soal apa ?"
"Sesungguhnya dia tidak suka dengan nona itu."
"Tidak suka " Apakah nona Bwe tidak pantas untuk mendampingi dirinya ?"
"Pantas atau tidak adalah suatu urusan, suka atau tidak adalah urusan lain."
"Darimana kau bisa tahu kalau dia tidak suka ?"
"Karena dia belum menjadi seorang bodoh dan dia belum menjadi orang bisu."
Lim Tay-peng segera mengerdipkan matanya berulang kali, rupanya ia tidak mengerti dengan
apa yang dimaksudkan.
Agaknya Ong Tiong juga tahu kalau ia tidak mengerti, maka jelasnya lebih lanjut:
"Ada seorang yang sangat pintar pernah mengucapkan sepatah kata yang amat masuk diakal,
dia bilang: "Bagaimana cerdiknya seseorang, bila ia benar-benar mencintai seorang gadis, maka
selama berada dihadapannya maka dia pasti akan berubah menjadi ketolol-tololan, bahkan untuk
bicarapun tak mampu."
Dengan pandangan sengaja tak sengaja dia melirik sekejap ke arah Yan Jit, kemudian sambil
tertawa: "Tapi selama berada di hadapan nona Bwe justru perkataan yang di ucapkannya paling
banyak daripada orang lain..."
"Hal ini dikarenakan dia memang sudah dilahirkan dengan mulut yang sudah cerewet" tukas
Yan Ji ketus. Ong Tiang cuma tertawa dan tidak berbicara lagi.
Tak ada orang ingin menjadi orang yang cerewet, biasanya orang juga tak akan menganggap
dirinya sebagai orang yang cerewet, tapi hari ini agaknya ia agak berubah, ucapannya juga lebih
banyak beberapa kali lipat ketimbang biasanya.
Sesungguhnya Lim Tay-peng sudah merasa keheranan sendiri tadi.
Hari ini, mengapa orang ini bisa sedemikian cerewet " Kata-kata, sebanyak itu sesungguhnya
sengaja dia tunjukkan kepada siapa ...."
Lim Tay-peng hanya mengetahui satu hal:
Bila tiada sesuatu alasan yang istimewa, Ong Tiong tak akan sedemikian cerewetnya, bahkan
untuk menggerakkan mulut pun enggan.
Rembulan bersinar dengan indahnya:
Mungkin jarang ada orang yang memperhatikannya, tapi rembulan di musim dingin belum
tentu kalah indahnya dari pada rembulan di musim semi, rembulan di musim dinginpun masih
sanggup untuk menggetarkan perasaan gadis.
Rembulan yang sedang bersinar purnama berada jauh di awang-awang, Bwe Ji-lam berdiri di
bawah pohon yang rimbun. Cahaya rembulan menyoroti matanya yang jeli dan wajahnya yang
cantik. Sepasang matanya itu jauh lebih indah daripada rembulan.
Bahkan Kwik Tay-lok sendiripun tak bisa tidak untuk mengakui bahwa gadis itu benar-benar
seorang gadis yang menawan hati, terutama potongan badannya yang ramping dan padat berisi
itu, belum pernah Kwik Tay-lok menjumpai gadis cantik dengan potongan badan sebagus ini.
Ia tampak jauh lebih cantik daripada ketika dijumpai Kwik Tay-lok untuk pertama kalinya dulu,
mungkin karena pakaiannya, mungkin juga karena senyumannya.
Pakaian yang dikenakannya hari ini sudah bukan pakaian dengan bahan kain yang kasar lagi,
pinggangnya yang ramping ditutup oleh gaun yang panjang, membuat gadis itu tampak lebih
cantik dan lebih menawan hati.
Kembali ia memandang ke arah Kwik Tay-lok sambil tertawa, tertawanya itu tampak lebih baik
cantik dan manis.
Sesungguhnya Kwik Tay-lok paling menyukai senyuman-nya itu, tapi sekarang, hampir boleh
dibilang ia tak berani memandang lagi ke arahnya barang sekejappun.
Senyuman seorang anak gadis ibaratnya pakaian atau perhiasan yang mereka kenakan,
semuanya bertujuan untuk memancing perhatian orang lelaki. Lelaki yang pintar biasanya enggan
untuk memperhatikan perhiasan atau pakaian atau senyuman yang diperlihatkan para wanita.
Seandainya dihari itu Kwik Tay-lok memahami teori tersebut, tentu tidak sebanyak ini kesulitan
yang bakal dihadapinya.
Diam-diam ia menghela napas panjang, pelan-pelan maju menghampirinya dan tiba-tiba
berkata: "Benarkah takaran minum kakakmu sangat baik ?"
"Bohong !" Bwe Ji-lam sambil tertawa, "dihari-hari biasa ia hampir tak pernah minum arak."
"Waaah... kalau begitu agak repot juga!" keluh Kwik Tay-lok sambil tertawa getir.
"Sebenarnya aku ada rencana untuk melolohnya sampai mabuk begitu bersua muka nanti,
daripada ia menjadi teringat kembali dengan kejadian kemarin dan sengaja menjadi gara-gara
denganku" "Jika kau takut ia datang mencari gara-gara denganmu, tunggu sajalah beberapa hari lagi,
setelah rasa mendongkolnya agak reda, kau baru pergi menjumpainya"
"Bukankah kau buru-buru hendak mengajakku untuk pulang menjumpainya?"
Tiba-tiba Bwe Ji-lam membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar dan memandang ke
arahnya dengan mata mendelik.
"Kau kira.... kau kira...?"
Mendadak ia tertawa tergelak, tertawa terpingkal-pingkal sehingga membungkukkan
badannya. Menyaksikan keadaan dari gadis tersebut, Kwik Tay-lok menjadi tertegun, sepasang matanya
terbelalak besar dan balas mendelik kearah gadis itu.
"Bukan aku....?" gumamnya tergagap.
Bwe Ji-lam masih tertawa terpingkal-pingkal dengan kerasnya sehingga untuk berbicara tak
sanggup, dia cuma bisa menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kalau bukan aku, lantas siapa ?" tanya Kwik Tay-lok kemudian tak tahan.
Dengan susah payah akhirnya berhasil Bwe Ji-lam menghentikan gelak tertawanya, dengan
napas masih terengah sahutnya:
"Yan Jit !"
"Apa" Yan Jit...?" jerit Kwik Tay-lok, "orang yang kau cintai adalah Yan Jit ?"
Bwe Ji-lam manggut-manggut berulang kali.
Sekarang Kwik Tay-lok baru benar-benar dibuat tertegun.
Sesungguhnya dia memang tidak berhasrat untuk menikah dengan Bwe Ji-lam, bahkan
dengan siapapun tidak ingin.
Sekarang terbukti kalau orang yang dicintai Bwe Ji-lam bukan dia, seharusnya dia musti
menghembuskan napas lega, merasa bergembira karena tidak terpilih.
Tapi entah karena apa, tiba-tiba saja dia malah merasa amat sedih, amat kecewa, bahkan
sedikit merasa cemburu.
Lewat lama sekali dia baru menghembuskan rasa mengkalnya itu keluar, sambil menggeleng
gumamnya: "Aku benar-benar tidak habis mengerti, mengapa kau bisa jatuh hati kepadanya?"
Bwe Ji-lam mengerling sekejap ke arah pemuda itu dengan sinar mata yang jeli, kemudian
sahutnya sambil tertawa:
"Aku hanya merasa dia sangat baik, segala-galanya baik."
"Bahkan tidak mandi pun terhitung baik?"
"Seorang lelaki yang gagah seringkali tak pernah memikirkan soal dirinya sendiri sebelum
menikah, tapi bila sudah dirawat oleh isterinya, maka seringkali diapun akan berubah....!"
Mencorong sinar tajam dari balik matanya, seperti lagi mengigau, katanya lebih lanjut sambil
tertawa: "Terus terang saja kukatakan, sedari kecil aku sudah menyukai lelaki yang tidak sok perlente
seperti dia, sebab hanya lelaki semacam inilah baru betul-betul berjiwa seorang lelaki. Kalau
memandang lelaki yang senang berdandan dan sok perlente, melihat saja aku sudah muak."
Ketika Kwik Tay-lok memandang sepasang matanya itu, mendadak ia merasa bahwa
sepasang matanya itu sama sekali tidak indah, bahkan pada hakekatnya seperti mata orang buta
saja. "Aku juga tahu kalau selama ini dia selalu menghindariku, seakan-akan merasa muak
kepadaku," terus Bwe Ji-lam, "padahal begitulah watak yang asli dari seorang lelaki sejati. Aku
paling benci dengan laki-laki yang macam lalat saja begitu bertemu dengan perempuan...!"
Kwik Tay-lok merasa pipinya rada panas dan merah karena jengah, ia lantas mendehem
beberapa kali, kemudian katanya:
"Kalau begitu, kau benar-benar mencintainya ?"
"Masa kau sama sekali tidak mengetahuinya ?"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, lalu tertawa getir.
"Aku hanya merasa kau seakan-akan bersikap amat hangat dan mesra kepadaku." katanya.
"Itu mah sengaja kulakukan agar dia menjadi panas hatinya dan cemburu."
"Kalau toh kau memang amat menyintainya, mengapa malah kau buat sehingga dia menjadi
marah ?" "Justru karena aku mencintainya maka aku harus membuatnya menjadi marah, masa teori
semacam ini tidak kau pahami ?"
Kembali Kwik Tay-lok tertawa
Hati Budha Tangan Berbisa 4 Kuda Putih Karya Okt Bukit Pemakan Manusia 15
^