Kisah Si Bangau Putih 15
Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Bagian 15
n Pasir! Ketika Sin Hong melihat betapa lawannya mempergunakan ilmu silat harimau yang amat dahsyat, yang sambaran anginnya dari kedua tangan itu saja sudah mendatangkan hawa panas dan amat berbahaya, dia pun maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang sakti. Maka, dia pun cepat mengerahkan tenaga dan memainkan ilmu silat Pek-ho Sin-kun, yaitu ilmu gabungan dari ketiga orang gurunya. Ilmu silat ini memang hebat bukan main, bukan seperti ilmu-ilmu silat Ho-kun (Silat Bangau) biasa saja. Biarpun gaya dasarnya meniru gerakan burung bangau putih yang indah dan lemas di samping kekuatan dan kecepatan burung itu, namun intinya mengandung perasan dari ilmu-ilmu yang dikuasai tiga orang tua sakti itu! Bahkan untuk mempelajari ilmu silat sakti ini, Sin Hong lebih dahulu menerima pengoperan sin-kang gabungan dari ketiga orang gurunya, dan untuk dapat menguasai ilmu itu dengan sempurna, dia bahkan harus bertapa selama setahun, tidak boleh mengerahkan tenaga sedikit pun karena hal ini akan dapat menewaskannya.
Begitu Sin Hong menghadapi Houw-kun yang hebat dari kakek itu dengan Pek-ho Sin-kun, kakek itu kembali terkejut. Gerakan kedua lengan pemuda itu yang mirip dengan gerakan leher dan kepala burung bangau, mengandung hawa pukulan yang kuat sekali dan setiap kali mereka beradu lengan, Hoan Sai-kong terdorong ke belakang seperti diserang angin taufan!
"Haaauuuwww....!" Tiba-tiba Hoan Sai-kong mengeluarkan suara gerengan dahsyat. Gerengan ini mengandung khi-kang yang kuat dan kalau lawannya bukan Sin Hong, sedikit banyak tentu akan terpengaruh oleh getaran suara menggereng ini. Dan sambil menggereng, kakek itu menubruk ke depan, cakar kanannya mencakar ke arah ubun-ubun kepala Sin Hong cakar kiri dari samping mencakar perut. Gerakannya cepat dan amat kuat, kedua cakar itu ketika menyambar mendatangkan angin keras.
Sin Hong maklum akan bahayanya serangan Ini, maka dia pun melangkah ke belakang, tubuhnya ditarik ke belakang dan kedua tangannya menyambut serangan itu dengan tangkisan kedua lengan yang dikembangkan dari tengah, yang kiri mendorong ke atas dan yang kanan mendorong ke bawah.
"Dukkk! Dukkk!" Dua pasang lengan bertemu dan kembali tubuh kakek itu terdorong ke belakang. Namun dengan cepatnya Hoan Sai-kong kini menubruk ke depan, bukan hanya kedua tangan yang bergerak seperti sepasang kaki depan harimau untuk mencakar, juga mulutnya dibuka lebar seperti harimau yang hendak menggigit. Namun kakek ini tidak menggigit karena giginya pun sudah banyak yang ompong, melainkan menggunakan kepalanya untuk menyeruduk ke arah dada lawan! Serangan kedua tangan dan kepala ini memang lebih dahsyat daripada tadi, dan tubuhnya meluncur seperti harimau meloncat.
Dengan ringan sekali, tiba-tiba tubuh Sin Hong meloncat ke atas seperti seekor burung terbang. Tubrukan Hoan Sai-kong lewat di bawahnya dan kini tubuh Sin Hong berjungkir balik membuat salto dan dengan kepala di bawah, tubuhnya meluncur ke bawah, tangannya membentuk paruh burung menotok ke arah tengkuk dan pundak Hoan Sai-kong! Hoan Sai-kong mengeluarkan seruan kaget. Tak disangkanya bahwa serangannya yang dilakukan dengan seluruh tenaganya itu selain gagal sama sekali, juga berbalik kini lawan yang menyerangnya dari atas. Dan serangan totokan dari atas itu hebat bukan main. Hoan Sai-kong melempar tubuhnya ke atas lantai dan bergulingan menjauh sehingga serangan Sin Hong itu pun luput. Ketika melihat lawannya menyambar tombak dan kini menyerangnya dengan tombak, Sin Hong cepat mengatur langkah dan mengelak ke sana-sini dengan ringannya. Kedua kakinya seperti kaki burung bangau, melangkah ringan tanpa mengeluarkan suara namun selalu dapat menghindarkan sambaran ujung mata tombak yang berkelebatan.
Akan tetapi kini Phoa Hok Ci sudah maju mengeroyok dengan mempergunakan pedangnya. Sebagai murid pertama Ngo-heng Bu-koan, apalagi telah menerima gemblengan selama tiga tahun dari Hoan Sai-kong, tingkat kepandaian Phoa Hok Ci ini tidak boleh dipandang ringan dan begitu dia maju mengeroyok, Sin Hong dihujani serangan tombak dan pedang.
Kalau saja Si Bangau Putih, demikian julukan Sin Hong, menghendaki, agaknya dia akan mampu merobohkan kedua orang pengeroyoknya itu dengan ilmunya yang tinggi. Namun, dia tidak bermaksud membunuh mereka, bahkan dia harus dapat menangkap Phoa Hok Ci hidup-hidup karena orang inilah yang dapat di jadikan kunci perdamaian antara Kim-liong-pang dan Ngo-heng Bu-koan, melenyapkan kesalahpahaman yang timbul karena fitnah yang disebarkan oleh Phoa Hok Ci. Karena hendak menangkap Phoa Hok Ci, maka Sin Hong tidak mau melakukan serangan mautnya dan dia menunggu kesempatan untuk dapat menangkap pengkhianat itu.
Setelah menghadapi serangan dua orang bersenjata itu dengan mengandalkan kelincahan gerakannya, sambil menanti kesempatan baik, akhirnya Sin Hong melihat terbukanya kesempatan. Dia berhasil menangkap tombak di tangan Hoan Sai-kong, lalu mengerahkan tenaga menarik sehingga lawan itu ikut tertarik dan dengan gagang tombak yang masih dipegangnya itu, Sin Hong menangkis pedang Phoa Hok Ci yang menyambar, berbareng dia mengirim tendangan kilat ke arah lutut kaki kiri Phoa Hok Ci. Orang ini terkejut dan masih sempat meloncat ke samping sehingga yang terkena tendangan hanya betisnya. Namun cukup membuat dia terpelanting dan Sin Hong yang menarik tombak, membalikkan tubuhnya, tangan kirinya menampar ke arah kepala sai-kong itu.
Hoan Sai-kong cepat memutar tombaknya terlepas dari pegangan Sin Hong, dan sambil mengelak dengan merendahkan tubuhnya dan menggeser kaki ke kiri, Hoan Sai-kong menggerakkan tombaknya untuk menusuk perut lawan! Tusukan yang amat cepat datangnya itu dielakkan oleh Sin Hong yang memiringkan tubuh dan ketika tombak meluncur lewat dekat pinggang, dia mengerahkan tenaga dan memukul dengan tangan miring ke arah gagang tombak.
"Krekkk!" Tombak itu pun patah menjadi dua potong!
Hoan Sai-kong terkejut dan melompat ke dalam kuil, menyusul muridnya yang sudah lebih dulu melarikan diri setelah tadi betisnya kena ditendang oleh Sin Hong.
"Phoa Hok Ci, hendak lari ke mana kau" Sin Hong membentak dan cepat melompat ke dalam kuil melakukan pengejaran. Setelah mencari-cari, dia melihat Hoan Sai-kong berdiri menantinya di ruangan belakang, sebuah ruangan kecil dan keadaan di situ cukup terang karena di sudut dinding tergantung sebuah lampu dinding yang cukup terang. Melihat ini, Sin Hong merasa curiga. Dia bukan orang bodoh. Kalau musuh yang sudah melarikan diri dan dikejarnya kini menantinya di sebuah ruangan yang diterangi lampu, maka hal ini patut dicurigakan. Mungkin sebuah perangkap, pikirnya, maka dia pun melangkah masuk dengan hati-hati dan penuh kewaspadaan. Mungkin Phoa Hok Ci yang tidak nampak akan menyerangnya dengan senjata rahasia.
Akan tetapi, tidak terjadi sesuatu ketika dia melangkah masuk dan dia pun berkata kepada kakek itu, "Locianpwe, di antara kita tidak ada permusuhan. Aku tidak mengenal Locianpwe dan sebaliknya Locianpwe tidak mengenalku. Aku hanya ingin mengajak Phoa Hok Ci untuk pulang ke Ngo-heng Bu-koan untuk membuat pengakuan tentang semua perbuatannya mengadu domba antara Kim-liong-pang dan Ngo-heng Bu-koan. Serahkan Phoa Hok Ci dan aku akan pergi dari sini, tidak akan mengganggu Locianpwe lebih lama lagi."
Akan tetapi, sebagai jawaban, Hoan Sai-kong mengelebatkan pedangnya dan langsung menyerang Sin Hong dengan permainan pedang yang dahsyat dan cepat. Kiranya kakek ini tadi melarikan diri karena tombaknya patah dan kini sudah berganti senjata pedang yang juga dapat dimainkannya dengan cepat sekali.
Sin Hong menjadi penasaran dan marah. Orang ini agaknya hendak mati-matian membela muridnya yang jelaa telah melakukan perbuatan yang amat keji! Kalau dia tidak lebih dulu merobohkan orang ini dengan cepat, tentu akan sukar untuk menangkap Phoa Hok Ci. Karena itu,begitu lawan menyerangnya, Sin Hong menggunakan kecepatan gerakan tubuhnya, mengelak sambil membalas dengan cepat dan dahsyat. Totokan demi totokan yang amat cepat dia lancarkan ke arah lengan yang memegang pedang dan bagian anggauta lain sehingga Hoan Sai-kong yang mempergunakan pedang itu sebaliknya malah terdesak hebat oleh Sin Hong. Dan karena selama perkelahian itu tidak terjadi sesuatu yang mencurigakan, tidak ada senjata rahasia dilepaskan dari temat gelap, maka Sin Hong menjadi agak lengah dan kecurigaannya tadi menipis.
Ketika dia mendesak terus dan perkelahian itu terjadi dengan sengitnya di tengah ruangan yang tidak luas itu, tiba-tiba Hoan Sai-kong mengeluarkan teriakan nyaring sekali, akan tetapi teriakan ini bukan untuk melakukan serangan, melainkan untuk melompat pergi dari ruangan itu! Dan teriakan itu juga merupakan isyarat kepada Phoa Hok Ci untuk bertindak karena tiba-tiba saja lantai ruangan yang diinjak oleh kaki Sin Hong terbuka ke bawah! Sin Hong terkejut sekali. Cepat tangannya meraih dan dia masih dapat menangkap kaki Hoan tai-kong yang hendak meloncat pergi dari ruangan itu.
Kalau saja Hoan Sai-kong melanjutkan loncatannya, tentu dia dan juga Sin Hong akan dapat keluar dari ruangan itu. Akan tetapi, Hoan Sai-kong agaknya terkejut dan tidak menyangka bahwa pemuda yang menjadi lawannya itu masih sempat menangkap kakinya. Dengan marah dia lalu menusukkan pedangnya ke arah leher Sin Hong. Melihat ini, Sin Hong mengerahkan sin-kang pada tangan kirinya dan dengan tangan miring dia menyampok dan memukul ke arah pedang yang melakukan serangan maut itu.
"Plakkk!" Pedang itu terlepas dari pegangan Hoan Sai-kong, akan tetapi karena gerakan-gerakan itu, loncatannya kehilangan tenaga dan tubuh mereka berdua tanpa dapat dicegah lagi meluncur jatuh ke dalam lubang di ruangan itu!
Melihat betapa dia bersama lawannya terjeblos ke bawah, Sin Hong cepat melepaskan pegangannya pada kaki lawan dan dia pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk meringankan tubuhnya. Biarpun Hoan Sai-kong juga melakukan ini, namun karena dia nampak ketakutan sekali, gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang dikerahkannya menjadi berantakan dan tubuhnya meluncur lebih cepat daripada Sin Hong ke dalam lubang yang dalam dan gelap itu.
Diam-diam Sin Hong merasa kaget juga melihat betapa lamanya dia tiba di dasar lubang jebakan itu, tanda bahwa lubang itu cukup dalam! Terdengar jerit mengerikan dari Hoan Sai-kong di sebelah bawah ketika tubuh kakek itu lebih dulu tiba di dasar lubang, teriakan kematian!Sin Hong mengarahkan gin-kangnya dan dia memandang ke bawah, melihat garis bentuk tubuh Hoan Sai-kong rebah meringkuk ke bawah. Dengan hati-hati Sin Hong mengarahkan kedua kakinya menginjak tubuh itu dan untung dia melakukan hal ini karena ternyata bahwa dasar lubang yang sempit itu penuh dengan tombak-tombak runcing yang siap menerima tubuhnya! Tubuh mayat Hoan Sai-kong telah menyelamatkannya! Dia dapat hinggap di atas tubuh itu dan terbebas dari tusukan tombak-tombak itu.
Pantas saja Hoan Sai-kong tadi mengeluarkan teriakan ketakutan ketika terjatuh. Agaknya dia sudah tahu akan keadaan sumur maut ini, dan begitu terjatuh, tubuhnya diterima tombak-tombak itu dan tewas seketika.
Sin Hong meraba ke kanan kiri. Kedua tangannya menyentuh dinding sumur yang licin sekali, penuh lumut. Tidak mungkin merangkak ke atas mempergunakan sin-kang karena dinding itu licin bukan main. Meloncat ke atas" Sama sekali tidak mungkin. Ketika dia melihat ke atas, nampak lubang itu, lubang di tengah ruangan, nampak samar-samar diterangi lampu di dinding ruangan itu. Lalu nampak kepala orang di tepi sumur. Dari bawah pun dia dapat melihat bahwa itu adalah kepala Phoa Hok Ci! Dia menahan napas dan tidak bergerak. Biarlah dia disangka mati seperti kakek itu, karena kalau Phoa Hok Ci mengetahui bahwa dia masih hidup, mungkin akan menyerangnya dengan melemparkan sesuatu dan hal ini berbahaya sekali. Kemudian, dia mendengar suara Phoa Hok Ci tertawa. Agaknya orang itu girang dan mengira dia telah mati. Murid itu agaknya sama sekali tidak merasa berduka biarpun gurunya juga mati di dalam lubang jebakan ini. Hal ini saja menunjukkan betapa buruknya watak laki-laki itu. Kepala Phoa Hok Ci itu lenyap dan penerangan di atas padam. Suasana menjadi gelap gulita.
Sin Hong masih berdiri di atas mayat Hoan Sai-kong yang tertusuk tombak-tombak itu. Meloncat ke atas tidak mungkin. Merayap melalui dinding lubang itu pun tidak mungkin. Tanpa bantuan orang dari atas, tidak mungkin dia naik ke atas! Dalam keadaan gelap gulita itu, menyelidiki keadaan di dasar lubang itu pun tidak mungkin. Tidak ada jalan lain baginya kecuali menanti sampai malam itu lewat dan ada sinar matahari menerangi dasar lubang itu agar dia dapat menyelidiki dan mencari jalan keluar. Terpaksa dia harus menanti.
"Locianpwe, maafkan aku." bisiknya kepada mayat di bawahnya dan dia pun dengan hati-hati duduk bersila di atas tubuh mayat yang masih hangat itu.
Sementara itu, Yo Han mencari-cari gurunya. Setelah keluar masuk hutan kecil, dia menjadi bingung. Dia tidak.tahu ke mana harus mencari gurunya, dan untuk kembali ke tempat tadi dia pun tidak mampu lagi. Malam terlalu gelap dan dia tidak mengenal daerah itu. Biarpun hatinya bingung sekali namun Yo Han tidak berani memanggil nama gurunya. Dia tahu bahwa gurunya sedang mengejar orang, dan mungkin orang itu bersembunyi dan gurunya sedang mencari-cari. Kalau dia membuat gaduh, mungkin akan dapat menggagalkan usaha gurunya itu. Dia mencari terus, keluar masuk hutan dan semalam suntuk dia tidak pernah berhenti.
Sampai keesokan harinya, setelah sinar matahari mengusir kegelapan malam, Yo Han memasuki sebuah hutan dan dia melihat sebuah kuil tua. Dimasukinya pekarangan kuil itu dan anak yang cerdik ini melihat adanya jejak-jejak kaki di tanah pekarangan. Hatinya menjadi tegang, apalagi ketika dia tiba di ruangan depan kuil tua itu dan melihat lantainya. Jelas di tempat itu ada tanda-tanda bahwa baru saja terjadi perkelahian disitu. Dengan hati-hati dia masuk ke dalam. Kuil itu sunyi dan tidak nampak seorang pun, juga tidak terdengar ada suara orang. Hatinya terasa kecut dan mulailah dia khawatir. Gurunya sudah semalam suntuk mengejar orang, kenapa belum juga kembali" Ataukah mungkin sudah kembali dan tidak bertemu dengan dia" Ah, bagaimana kalau sampai dia tersesat dan tidak akan berjumpa kembali dengan gurunya" Mungkin sekarang gurunya, seperti dia, juga sedang mencari-cari, mencari dia.
"Suhuuuuu...." Akhirnya dia tidak dapat menahan kegelisahan hatinya dan berteriak memanggil gurunya sambil menjenguk ke dalam kuil. Suaranya nyaring dan karena kuil itu merupakan bangunan yang cukup besar dan kosong, suaranya bergema.
"Suhuuuuu....!" Sekali lagi dia memanggil, lebih kuat karena dia seperti mendapat firasat bahwa gurunya berada di sekitar tempat itu.
Tiba-tiba terdengar jawaban yang membuat Yo Han hampir meloncat saking kaget dan girangnya. "Yo Han....! Engkaulah itu...."
Suara ini jelas sekali, akan tetapi terdengar dengan bunyi gaung aneh, sehingga dia tidak mengenal apakah itu suara gurunya atau bukan dan datangnya dari arah dalam kuil!
"Suhuuuuu....! Suhu, di mana engkau" Yo Han masuk ke dalam kuil itu sampai ke ruangan dalam.
"Di ruangan belakang, Yo Han. Masuklah terus ke belakang, ada ruangan yang lantainya terbuka. Hati-hati, jangan sampai terjatuh ke bawah. Aku terjebak di bawah sini!"Yo Han merasa girang bukan main menemukan gurunya. Cepat dia maju dan ketika tiba di ruangan yang dimaksudkan, dia melihat betapa lantai ruangan ini memang terbuka ke bawah. Dia mendekat sampai di tepi lubang dan melongok ke dalam. Akan tetapi, karena ruangan itu terang dengan cahaya matahari sedangkan lubang itu sempit dan dalam, yang nampak hanyalah kegelapan menghitam saja.
Akan tetapi Sin Hong dapat melihat kepala muridnya dan hatinya girang bukan main. Girang dan juga kagum. Bagaimana anak itu bisa menemukannya" Dia sejak tadi sudah mencari-cari jalan keluar, akan tetapi agaknya tidak ada jalan keluar dari tempat itu kecuali kalau ada yang datang menolongnya! Dan kuil tua itu tentu jarang didatangi orang, dalam sebuah hutan sunyi lagi. Diam-diam dia bergidik. Haruskah dia mati di tempat itu" Dan, sebelum mati, dia akan tersiksa oleh bau mayat membusuk!
"Suhu, apakah Suhu berada di bawah sana" Yo Han berteriak, berusaha menggunakan penglihatannya menembus kegelapan di bawah.
"Yo Han, dengar baik-baik. Aku terjeblos di sini dan tidak akan dapat naik tanpa bantuanmu. Kau pergilah cari tali yang panjangnya paling sedikit lima belas tombak. Kumpulkan akar-akar gantung dan sambung-sambung sampai panjang, lalu turunkan ke sini. Cepat"
"Baik, Suhu. Teecu pergi mencari! kata Yo Han dan anak yang cerdik ini tidak mau banyak cakap lagi, lalu keluar dari ruangan itu dan sebelum mencari keluar kuil untuk mengumpulkan akar gantung, dia lebih dulu mencari-cari di dalam kuil dan di belakang. Usahanya berhasil. Dia menemukan tali yang panjangnya ada lima tombak. Karena permintaan suhunya harus yang panjangnya paling sedikit lima belas tombak, Yo Han lalu keluar dan mulai mengumpulkan akar gantung dari pohon-pohon besar. Untunglah bahwa selama menjadi murid Sin Hong, biarpun dia belum dilatih ilmu silat, namun jasmaninya telah digembleng sehingga dia memiliki tubuh yang kuat, tenaga besar dan juga tahan uji sehingga biarpun pekerjaan ini amat berat bagi seorang anak kecil seperti dia, namun akhirnya setelah matahari naik tinggi, berhasillah Yo Han menyambung-nyambung akar gantung yang kuat sampai sepanjang lima belas tombak lebih.
Sementara itu, dapat dibayangkan betapa tegang rasa hati Sin Hong. Setelah melihat munculnya Yo Han yang akan menolongnya, hati tegang bukan main, jauh lebih tegang dan bahkan mulai khawatir kalau-kalau muridnya itu gagal menolongnya. Akan tetapi dia percaya kepada Yo Han. Anak itu cerdik sekali, dan andaikata dia sendiri tidak mampu menolong, tentu Yo Han akan memperoleh akal untuk minta bantuan orang-orang dusun. Kepercayaan ini menenteramkan hatinya. Dia sudah merasa tidak enak sekali harus duduk bersila di atas tubuh mayat itu. Setelah ada cahaya terang remang-remang memasuki lubang, dia mendapat kenyataan bahwa lubang yang di bagian dasarnya sempit ini memang tidak ada tempat baginya untuk berdiri atau duduk! Dasar itu penuh dengan tombak-tombak runcing yang ditanam dengan runcingnya menghadap ke atas! Maka boleh dikatakan bahwa Hoan Sai-kong telah menyelamatkannya! Kalau tidak ada mayat Hoan Sai-kong di atas tombak-tombak itu, entah bagaimana dia akan dapat terbebas dari maut di dasar lubang jebakan ini! Terkutuk Phoa Hok Ci yang kejam. Teringat akan orang itu tiba-tiba Sin Hong merasa khawatir sekali. Orang itu telah ketahuan rahasianya. Walaupun menyangka dia tentu telah tewas di dalam lubang jebakan, mungkin orang itu akan melaksanakan rencananya yang terakhir! Menghancurkan kedua perkumpulan dan merampas Bhe Siang Cun sebagai isterinya! Dan orang itu sudah berkeliaran selama semalam dan setengah hari ini!
"Suhuuuuu....!"
Panggilan itu membuat Sin Hong yang sedang melamun tersentak dan dia memandang ke atas. Nampak kepala muridnya di sana.
"Yo Han, apakan engkau sudah mendapatkan tali itu"
"Sudah, Suhu, akan teecu turunkan perlahan-lahan!"
"Baik, muridku. Turunkanlah dan ikatkan ujung yang di atas dengan tiang yang kuat.
Yo Han sudah mengikatkan ujung tali itu pada tiang yang kokoh dan kini dia menurunkan ujung yang lain perlahan-lahan ke bawah. Perkiraan Sin Hong memang tepat. Ujung tali itu menyentuhnya dan hanya kelebihan panjang satu meter saja! Sin Hong mencoba kekuatan tali itu dengan menarik-nariknya dari bawah. Tahulah dia bahwa tali itu memang kokoh kuat dan dia semakin kagum saja kepada Yo Han.
"Sudah habis, Suhu! Apakah ujungnya sampai di sana"
"Sudah. Aku siap untuk memanjat naik, Yo Han!"
Sin kiong lalu memanjat tali itu dengan mudahnya dan akhirnya dia meloncat naik. Yo Han girang sekali dan memegang lengan suhunya, sebaliknya Sin Hong merangkulnya. "Untung engkau datang, Yo Han. Sekarang mari, jangan membuang waktu di sini. Kita tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Phoa Hok Ci yang jahat itu!" kata Sin Hong dan dia pun melongok ke dalam lubang sambil berkata, "Locianpwe, terima kasih atas pertolongan jenazahmu, beristirahatlah dengan tenang!" Sin Hong lalu memondong tubuh Yo Han, digendongnya anak itu dan dia pun menggunakan ilmunya berlari cepat meninggalkan kuil. Di sepanjang perjalanan, dengan singkat Sin Hong menceritakan apa yang telah terjadi sejak dia meninggalkan muridnya. Mendengar cerita suhunya, Yo Han terkejut.
"Wah, kiranya Phoa Hok Ci itu jahat sekali dan dialah orang ke tiga yang mengadu domba. Wah, kalau Suhu terlambat, mungkin terjadi malapetaka di kedua pihak."
"Karena itu, kita harus cepat berkunjung ke Ngo-heng Bu-koan di kota Lu-jiang!"
Yo Han tidak berkata-kata lagi. Dia memuji kelihaian dan kecerdikan suhunya. Pantas tadi setelah keluar dari lubang jebakan itu, gurunya membawa tali yang sudah menyelamatkannya dan membuang tali itu di dalam jurang di tengah perjalanan. Hal itu memang perlu. Phoa Hok Ci tentu menyangka bahwa gurunya telah tewas di dalam lubang jebakan, maka tempat itu mungkin sekali akan menjadi tempat persembunyiannya kelak, dan kalau tali itu nampak di situ, tentu Phoa Hok Ci dapat mengetahui bahwa Sin Hong telah lolos.
Apa yang dikhawatirkan Sin Hong dan Yo Han memang terjadj. Pagi hari tadi, murid-murid Kim-liong-pang menemukan mayat Ciok Lim, putera ketua mereka yang dadanya masih tertusuk golok yang gagangnya ada ukiran Ngo-heng Bu-koan, dan di sampingnya menggeletak mayat seorang murid Ngo-heng Bu-koan yang tewas dengan pedang milik Ciok Lim menembus dadanya! Kedua orang itu agaknya berkelahi dan mati bersama! Melihat puteranya tewas, tentu saja Kim-liong-Pangcu Ciok Kam Heng menjadi marah sekali. Kalau permusuhan antara murid-muridnya dengan para murid Ngo-heng Bu-koan masih ditahannya dengan sabar mengingat bahwa sebetulnya antara dia pribadi dan Bhe Gun Ek terdapat tali persahabatan yang baik, kini dia tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Putera kandungnya, putera tunggal, tewas dan tak mungkin dia tinggal diam saja. Ditulisnya selembar surat tantangan kepada Bhe Gun Ek untuk membereskan semua perhitungan dengan mengadu nyawa di Bukit Bambu!
Ketika Sin Hong yang menggendong Yo Han tiba di luar kota Lu-jiang, seorang murid Ngo-heng Bu-koan yang baru keluar dari pintu gerbang kota mengenalnya dan berseru, "Tan-taihiap!"
Sin Hong berhenti dan murid itu dengan sikap gugup berkata, "Suhu sedang menuju ke Bukit Bambu di sana untuk memenuhi tantangan Kim-liong Pangcu."
Sin Hong terkejut. "Di mana"
"Di bukit itu di puncaknya terdapat hutan bambu."
Mendengar ini, tanpa membuang waktu lagi, Sin Hong membalikkan tubuhnya dan berlari cepat sekali menuju ke bukit itu. Mudah-mudahan belum terlambat, pikirnya dengan hati tegang.
Akan tetapi, ketika dia tiba di puncak bukit itu, di atas padang rumput di tengah hutan bambu, dia melihat perkelahian sudah dimulai antara Bhe Gun Ek dan seorang laki-laki berusia kurang lebih lima puluh tahun yang bertubuh sedang dan bermata sipit. Dia dapat menduga bahwa orang ini tentulah Ciok Kam Heng, ketua Kim-liong-pang yang bersenjatakan sebatang pedang, sedang mati-matian saling serang dengan Bhe Gun Ek yang bersenjata sebatang sabuk rantai baja. Ada belasan orang murid dari kedua pihak berdiri tegak saling berhadapan, akan tetapi agaknya guru masing-masing pihak melarang mereka mencampuri perkelahian mati-matian adu nyawa untuk mempertahankan kebenaran dan kehormatan masing-masing itu! Akan tetapi Sin Hong maklum bahwa kalau satu di antara dua orang itu roboh, tentu akan terjadi pertempuran mati-matian antara kedua pihak.
Permainan sabuk rantai baja di tangan Bhe Gun Ek yang beberapa tahun lebih muda dari lawannya itu memang hebat. Sabuk rantai diputar sedemikian rupa sehingga nampak gulungan sinar putih yang mengeluarkan suara berdesing, namun agaknya dia menemui tanding yang setingkat. Pedang di tangan ketua Kim-liong-pang itu pun cepat dan kuat sekali sehingga berkali-kali terdengar suara berdenting disusul berpijarnya bunga api kalau kedua senjata itu bertemu.
Keduanya saling serang dan keadaan mereka masih seimbang. Namun Sin Hong maklum bahwa justeru karena mereka seimbang, maka akhirnya tentu akan ada seorang di antara mereka yang roboh tewas. Tanpa mengeluarkan serangan-serangan maut, tidak mungkin di antara mereka ada yang akan keluar sebagai pemenang.
Sin Hong menyuruh Yo Han meloncat turun dan dia pun cepat meloncat ke depan, langsung memasuki medan perkelahian antara dua orang pimpinan perkumpulan itu sambil berseru, "Kedua Loenghiong harap berhenti dulu!"
Ciok Kam Heng, pangcu dari Kim-liong-pang tidak mengenal Sin Hong, maka dia menganggap bahwa pemuda ini tentu orang Ngo-heng Bu-koan yang hendak membantu Bhe Gun Ek, maka dia tidak peduli akan ucapan itu, bahkan pedangnya menyambar ke arah dada Sin Hong! Melihat ini, Bhe Kauwsu juga menggerakkan rantai bajanya menyerang lawannya!
Sin Hong miringkan tubuhnya dan dengan tangan kanan dia menangkap pedang yang menusuk tubuhnya itu dari samping, sedangkan tangan kirinya menangkap pula rantai baja yang menyambar ke arah tubuh ketua Kim-liong-pang! Ciok Kam Heng terkejut, dan berusaha menarik pedangnya yang dicengkeram Sin Hong namun tidak berhasil. Pedang itu seperti dicengkeram penjepit baja yang amat kuat!
"Harap Ji-wi suka berhenti dulu, aku mau bicara penting sekali, mengenai permusuhan Ji-wi yang menjadi akibat adu domba dan fitnah!"
Mendengar ucapan ini, kedua orang itu terkejut dan ketika Sin Hong melepaskan senjata mereka, keduanya meloncat ke belakang dan memandang kepada Sin Hong dengan mata terbelalak penuh pertanyaan.
"Tan-taihiap, apa yang kau maksudkan" Bhe Gun Ek bertanya kaget dan heran. Sementara itu, Ciok Kam Heng memandang dengan alis berkerut melihat bahwa lawannya telah mengenal baik pemuda pakaian putih yang amat lihai itu.
"Orang muda, siapakah engkau dan mengapa engkau mencampuri urusan kami" Apa pula maksudmu dengan fitnah dan adu domba tadi" tanyanya dengan suara keren.
Sin Hong menghadapi ketua Kim-liong-pang dan sekelebatan saja dia dapat melihat bahwa orang ini memiliki sikap gagah dan juga matanya menyinarkan kejujuran. "Maaf, Pangcu. Aku bernama Tan Sin Hong dan kebetulan saja aku berkenalan dengan pihak Ngo-heng Bu-koan dan mendengar akan permusuhan yang timbul di antara perkumpulan Ji-wi."
"Hemmm! Sudah lama terjadi permusunan dan aku masih menahan sabar. Akan tetapi semalam puteraku, anakku satu-satunya, tewas pula di tangan Ngo-heng Bu-koan. Bagaimana mungkin aku mendiamkan saja" Hari ini aku harus mengadu nyawa dengan Bhe Gun Ek, dia atau aku yang akan mati di sini demi mempertahankan kehormatan Kim-liong-pang dan membalas kematian anakku!"
"Aku mengerti, Ciok Pangcu. Aku mengerti akan semua hal itu, bahkan aku menjadi saksi utama dan pertama ketika puteramu dibunuh orang!"
"Apa" Tan-taihiap! Putera Ciok Pangcu mati dalam perkelahian melawan seorang muridku, dan mereka berdua itu berkelahi sampai keduanya tewas!" Bhe Kauwsu membantah.
Sin Hong tersenyum. "Tidak, Bhe Kauwsu. Mereka tidak berkelahi sampai keduanya tewas, akan tetapi mereka berdua itu dibunuh orang secara keji dan orang itulah yang mengatur agar mereka kelihatan seperti berkelahi sampai keduanya mati bersama. Aku menyaksikannya dalam hutan itu! Dan bukan hanya itu, juga semua pembunuhan yang bukan merupakan perkelahian terbuka antara kedua pihak, dilakukan oleh orang yang sama! Sejak semula, orang itu yang telah mengatur agar terjadi pembunuhan-pembunuhan di kedua pihak dan membuat kedua pihak saling bermusuhan, tepat seperti yang diduga oleh muridku, Yo Han. Ada orang ketiga yang mengadu domba dan melempar fitnah."
"Ahhh....!" Ciok Pangcu berseru.
"Apa.... apa maksudmu" Bhe Kauwsu juga berseru kaget. "Danperistiwa pertama kali itu, ketika seorang murid perempuan perguruan kami diperkosa dan dibunuh, ketika Bong Siok Cin mati dalam keadaan menyedihkan...."
"Itupun dilakukan oleh orang yang sama, Bhe Kauwsu! Ketika itu, mendiang Ciok Lim engkau jamu makan minum, bukan" Nah, dalam keadaan setengah mabuk ketika dia pulang, dia tidak tahu bahwa topinya dicuri orang. Pencuri topi itulah yang memperkosa dan membunuh muridmu itu, kemudian sengaja meninggalkan topi Ciok Lim untuk melempar fitnah."
"Juga semua pembunuhan yang dilakukan terhadap murid-murid kami" tanya Ciok Pangcu.
"Dan semua pembunuhan terhadap murid Ngo-heng Bu-koan" Bhe Kauwsu juga bertanya, hampir tidak percaya.
Sin Hong mengangguk. "Benar, semua itu dilakukan oleh orang yang sama. Aku mendengar sendiri pengakuannya kepada muridmu yang mati bersama putera Ciok Pangcu itu, Bhe Kauwsu"
"Tapi.... siapakah orang terkutuk itu" tanya Bhe Kauwsu.
"Ya, siapa dia" Kalau benar seperti yang kaukatakan, Tan-taihiap, kami akan mengerahkan seluruh kekuatan kami untuk membekuk dan menghukumnya!" teriak Giok Pangcu pula.
Kini Sin Hong menghadapi Bhe Kauwsu dan dengan senyum sedih pemuda berpakaian putih ini berkata, suaranya lantang terdengar semua orang yang berada di situ. "Bhe Kauwsu, bersiap-siaplah dan jangan terkejut. Orang ke tiga itu, yang melakukan pembunuhan dan menyebar fitnah untuk mengadu domba Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang, bukan lain adalah Phoa Hok Ci!"
"Ahhhhh....!" Bhe Kauwsu berseru, juga para murid Ngo-heng Bu-koan berseru kaget dan tidak percaya. "Dia.... dia.... ah, betapa mungkin...."
"Bhe Kauwsu, aku melihat dengan mata sendiri, mendengar dengan telinga sendiri. Bahkan semalam, setelah dia membunuh putera Ciok Pangcu dan muridmu, aku mengejarnya, akan tetapi di sebuah kuil tua, dia dibantu oleh seorang kakek yang disebut gurunya. Kakek itu lihai sekali, dan ketika aku berkelahi dengan gurunya itu, aku terjebak ke dalam lubang bersama gurunya itu. Gurunya tewas dan aku pun nyaris tewas kalau tidak muncul Yo Han yang menolongku. Bhe Kauwsu, Phoa Hok Ci yang menjadi muridmu itu telah berkhianat dan menjadi ular berkepala dua yang berbahaya sekali."
"Tapi.... tapisungguh sukar dapat dipercaya, dia selalu baik sekali, dan mengapa.... mengapa dia melakukan hal terkutuk itu" Bhe Kauwsu berseru.
"Biarlah lain kali kuceritakan, Bhe Kauwsu, sekarang yang paling penting kita cepat kembali ke perguruan Ngo-heng Bu-koan untuk mencari dan menangkapnya!" kata Sin Hong.
"Engkau benar! Aku sendiri yang akan membekuk batang leher keparat itu, dan akan kudengar sendiri pengakuannya!" bentak Bhe Kauwsu dengan muka merah sekali.
"Aku pun akan ikut menangkap jahanam itu!" bentak Ciok Pangcu. Kedua orang ketua itu saling pandang akan tetapi kini permusuhan sudah lenyap dari pandang mata mereka.
"Sebaiknya kita pergi bersama-sama dan menangkap orang itu beramai-ramai, akan tetapi kuminta agar jangan ada yang membunuhnya. Kita membutuhkan pengakuannya sendiri agar permusuhan antara kedua pihak dapat dibersihkan," kata Sin Hong.
Mereka pun berlari-lari menuju ke kota Lu-jiang. Kembali Yo Han digendong oleh Sin Hong dan kini belasan orang Kim-liong-pang itu berlari-lari bersama belasan murid kepala Ngo-heng Bu-koan seolah-olah mereka adalah sekutu yang hendak menyerbu musuh mereka bersama. Tentu saja para penduduk kota Lu-jiang menjadi heran dan kaget melihat banyak orang berlarian itu, apalagi ketika mereka mengenal orang-orang Ngo-heng Bu-koan dan orang-orang Kim-liong-pang yang tadinya bermusuhan, akan tetapi kini lari bersama-sama menuju ke Ngo-heng Bu-koan.
Di perguruan silat ini, Bhe Kauwsu disambut oleh para murid yang nampak bingung dan cemas. "Celaka, Suhu! Phoa Hok Ci mengamuk, menawan Nona Bhe dan ketika kami mencegah, dia mengamuk. Dua orang murid tewas oleh pedangnya dan kini dia telah melarikan puteri Suhu....!"
Tentu saja semua terkejut bukan main dan kini yakinlah sudah hati Bhe Kauwsu bahwa muridnya yang bernama Phoa Hok Ci itu memang jahat dan keji, bukan saja melakukan pembunuhan-pembunuhan keji dan melempar fitnah mengadu domba, bahkan kini menangkap dan melarikan puterinya!
"Keparat jahanam! Dia lari ke mana" bentaknya.
"Kami.... kami tidak tahu, Suhu. Dia memondong Nona Bhe yang agaknya tertotok atau pingsan, dan dia lari dengan cepat tanpa kami mampu mencegah atau mengejarnya."
"Celaka! Keparat jahanam itu.... Sungguh celaka puteriku....!" Bhe Kauwsu nampak kebingungan. "Ke mana aku harus mengejar jahanam itu"
Yo Han menyentuh lengan suhunya. "Suhu, kalau tidak salah dugaanku, dia pasti lari ke sana...."
Sin Hong mengangguk. "Kau benar, Yo Han, aku pun menduga demikian. "Bhe Kauwsu aku yakin bahwa keparat itu tentu melarikan puterimu ke kuil tua itu. Biar Yo Han tinggal di sini, aku akan mengejarnya!" Berkata demikian, tanpa menanti jawaban lagi, Sin Hong meloncat keluar dan sebentar saja bayangannya lenyap dari situ.
"Aku pun ingin mengejarnya!" kata Ciok Pangcu.
"Nanti dulu, Pangcu. Engkau tidak akan dapat menyusul Tan-taihiap. Marilah kita bersama mencari kuil itu. Anak baik, engkau sudah pernah ke sana, tentu engkau tahu di mana kuil tua itu, bukan"
Yo Han mengangguk. "Di dalam sebuah hutan, di bukit nomor lima dari kiri di antara jajaran bukit di luar kota itu, kalau aku tidak keliru."
"Mari kita mengejar ke sana!" Bhe Kauwsu lalu menyuruh para muridnya menyediakan kuda dan mereka pun berangkat melakukan pengejaran. Ciok Pangcu bersama sebelas orang murid kepala, juga Bhe Kauwsu dengan belasan orang murid kepala, Yo Han membonceng. Bhe Kauwsu dan dia menjadi penunjuk jalan menuju ke kuil dalam hutan di atas bukit itu.
*** Memang sikap Phoa Hok Ci amat mengejutkan dan mengherankan para murid Ngo-heng Bu-koan. Ketika Bhe Kauwsu menerima surat tantangan dari ketua Kim-liong-pang, dia tidak berada di perguruan sehingga dia tidak ikut dengan rombongan Bhe Gun Ek yang pergi menyambut tantangan musuh besar itu bersama belasan orang murid kepala. Dan Bhe Kauwsu melarang puterinya untuk ikut, karena guru silat ini maklum bahwa kalau puterinya ikut, tentu puterinya itu tidak akan mau tinggal diam saja kalau dia mulai mengadu kepandaian melawan Ciok Pangcu.
"Engkau tinggallah di rumah dan menjaga keamanan di sini," demikian katanya kepada Siang Cun. "Kalau kita pergi semua dan terjadi sesuatu di sini, siapa yang akan mewakili aku"
Demikianlah, Siang Cun tinggal di perguruan ketika ayahnya dan para suhengnya berangkat. Tak lama kemudian, muncul Phoa Hok Ci. Ketika dia mendengar dari para murid bahwa suhunya menerima surat tantangan dari ketua Kim-liong-pang dan bahwa suhunya pergi menyambut tantangan itu bersama semua murid kepala, Phoa Hok Ci segera mendatangi Siang Cun.
"Sumoi, suhu dan para suheng dan sute pergi menghadapi musuh besar kita, kenapa engkau malah tenang saja tinggal di sini" Kenapa engkau tidak ikut membantu suhu" Berkata demikian, sepasang matanya yang ganas dan tajam itu memandang wajah yang cantik manis dari sumoinya.
Siang Cun mengerutkan alisnya dan menjawab sambil cemberut, "Tadi aku pun ingin sekali ikut dan menghadapi orang-orang Kim-liong-pang, Phoa-suheng, akan tetapi ayah melarangku dan menyuruh aku menjaga keamanan rumah."
Sepasang mata Phoa Hok Ci semakin terpikat melihat mulut gadis cantik itu cemberut dan kini pandang matanya seperti meraba-raba seluruh tubuh yang sudah selama bertahun-tahun menjadi idaman hatinya, membuatnya tergila-gila itu. "Hemmm, katakan saja bahwa engkau takut, Sumoi!"
Siang Cun terbelalak dan mukanya berubah merah, alisnya berkerut. "Phoa Suheng! Bagaimana kau berani mengeluarkan kata-kata itu" Aku tidak berani" Aku takut" Jangan kau menghinaku, Suheng!"
Phoa Hok Ci yang selalu tersenyum sinis itu, kini memperlebar senyumnya sehingga mulutnya menyeringai. "Hehheh-heh, kalau engkau tidak takut, tentu kau sudah berada di sana! Kalau engkau tidak takut, mari bersama aku menyusul ke sana dan membantu suhu!"
Siang Cun bangkit berdiridan memandang suhengnya dengan mata berapi. "Pha-suheng, kenapa engkau bersikap begini" Mulutmu lancang dan sikapmu mengejek. Apakah engkau sudah gila" Memang di samping kemarahannya ia merasa heran bukan main melihat sikap Phoa Hok Ci dan mendengar kata-katanya, karena biasanya suhengnya bersikap sopan dan ramah.
"Ha-ha-ha, mungkin aku sudah gila oleh kecantikanmu, Sumoi. Marilah, mari kau ikut dengan aku pergi menyusul suhu!"
"Tidak! Kalau aku akan menyusul, aku pergi sendiri, bukan karena kau suruh. Sudah, pergilah sebelum aku habis kesabaranku!"
"Sumoi, mau tidak engkau harus ikut denganku sekarang juga!" Dan tiba-tiba saja Phoa Hok Ci menubruk dan mengirim serangan dahsyat dengan cengkeraman ke arah muka Siang Cun! Gadis ini terkejut bukan main mengira bahwa sama sekali tidak pernah mengira bahwa suhengnya ini akan menyerangnya sehebat itu, serangan yang dahsyat dan berbahaya. Suhengnya itu tentu telah mendadak menjadi gila! Sebetulnya, dalam ilmu silat, selisih antara tingkat mereka tidak banyak, mungkin Siang Cun hanya kalah matang saja. Akan tetapi ia tidak tahu bahwa diam-diam Hok Ci telah mempelajari ilmu silat harimau dari Hoan Sai-kong yang membuat pemuda itu kini jauh lebih lihai darinya! Ia cepat mengelak sambil membuang diri ke samping untuk menghindarkan mukanya dari cengkeraman itu! Akan tetapi, tetap saja lengannya yang hendak menangkis kena dicengkeram. Siang Cun mengeluarkan seruan kaget dan kesakitan ketika merasa betapa lengannya seperti dicengkeram benda tajam dan pada saat itu, pundaknya sudah ditotok oleh Hok Ci dan seketika ia menjadi lemas! Sambil tertawa, Hok Ci lalu memanggul tubuh gadis itu.
Pada saat itu, belasan orang murid Ngo-heng Bu-koan menyerbu masuk dan mereka terkejut sekali melihat betapa puteri guru mereka dirobohkan Hok Ci dan kini ditotok dan dipanggul. Mereka tadi menyerbu masuk mendengar suara ribut-ribut dan kini mereka mengepung Hok Ci.
"Suheng, apa yang kaulakukan ini" Lepaskan Nona Bhe!" bentak beberapa orang di antara mereka sambil mengepung dan siap untuk mengeroyoknya.
Sepasang mata itu dengan ganas menyapu mereka. "Kalian mundurlah, atau terpaksa aku akan membunuh kalian!" Berkata demikian, Hok Ci mencabut pedang dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya memanggul tubuh Siang Cun yang tak mampu bergerak itu.
Akan tetapi, para murid Ngo-heng Bu-koan tetap tidak mau pergi dan ingin membela puteri guru mereka. Hok Ci mengeluarkan suara gerengan seperti seekor harimau dan dia pun mengamuk. Pedangnya berkelebatan dan para murid itu cepat melawan dengan menyambar senjata yang ada. Akan tetapi mereka hanya murid-murid tingkat dua sebentar saja dua orang di antara mereka telah roboh mandi darah dan tewas oleh sambaran pedang Hok Ci. Lalu dengan kecepatan gerakannya, Hok Ci meloncat dan melarikan diri sambil memondong tubuh Siang Cun!
Hok Ci yang mengenal baik kota Lu-jiang, mengambil jalan yang sunyi, bahkan berloncatan ke atas genteng-genteng rumah orang, dan dia berhasil membawa tubuh gadis yang membuatnya tergila-gila itu keluar dari kota Lu-jiang, terus menuju ke kuil tua yang menjadi tempat tinggal Hoan Sai-kong.
Satu-satunya lawan yang ditakutinya hanyalah Tan Sin Hong, akan tetapi pemuda berpakaian putih itu telah terjerumus ke dalam lubang jebakan di ruangan belakang dan tentu sudah mampus. Orang-orang lain, baik dari Ngo-heng Bu-koan maupun Kim-liong-pang, dipandang rendah olehnya. Kini gurunya, Hoan Sai-kong, sudah mati pula bersama Sin Hong di dalam sumur lubang jebakan. Dia memang tidak ingin merampas Kim-liong-pang maupun Ngo-heng Bu-koan. Yang penting baginya hanyalah mendapatkan diri Bhe Siang Cwi yang membuatnya tergila-gila dan kini gadis itu telah berada di dalam pondongannya! Tak seorang pun yang akan dapat mencegahnya memaksa gadis itu menjadi isterinya. Pula, selain Tan Sin Hong, tidak ada seorang pun dari kedua perkumpulan itu yang tahu akan tempat persembunyiannya dalam kuil tua di hutan ini.
"Lepaskan aku....! Ah, lepaskan aku....!" Siang Cun berseru dengan mata terbelalak penuh kengerian, namun ia tidak mampu menggerakkan tubuhnya yang masih lumpuh tertotok. Pria yang biasanya dikenalnya sebagai seorang suheng yang pendiam dan bersikap baik itu kini tersenyum sinis, lalu membawa masuk gadis itu ke dalam kuil. Di dalam kuil tua itu terdapat dua buah kamar yang bersih dan terawat karena itu merupakan kamar mendiang Hoan Sai-kong dan kamarnya sendiri, yang dipergunakan di waktu dia berada di situ. Dia memasuki kamarnya sendiri, sebuah kamar yang hanya terisi sebuah pembaringan kayu dan sebuah meja serta dua buah kursi kayu yang sederhana. Dengan sikap lembut dia merebahkan tubuh sumoinya di atas pembaringan.
"Lepaskan akuPhoa-suheng, lepaskan aku. Aku adalah sumoimu, ingatkah" Jangan ganggu aku dan lepaskan aku, Suheng " Siang Cun kembali berseru dengan suara membujuk dan mata terbelalak penuh kengerian. Ia masih menyangka bahwa suhengnya ini mendadak menjadi gila dan tidak sadar apa yang dilakukannya.
Hok Ci duduk di tepi pembaringan, senyumnya menyeringai menakutkan hati gadis itu, apalagi ketika dia menunduk dan mencium pipi dan bibir Siang Cun yang sama sekali tidak dapat mengelak. Gadis itu hanya memejamkan mata dan bergidik ngeri dicium oleh orang yang disangkanya gila.
"Bhe Siang Cun, aku akan melepaskanmu kalau engkau menyatakan bahwa engkau cinta padaku dan bersedia menjadi isteriku."
Mata yang ketakutan itu makin terbelalak dan muka yang manis itu berubah merah. "Suheng, kau.... kau telah gila...."
Hok Ci membelai dagu gadis itu, lalu membelai lehernya sehingga gadis itu merasa betapa bulu tengkuknya meremang. Siang Cun, kekasihku, memang aku telah gila, tergila-gila kepadamu. Apakah kau pura-pura tidak tahu betapa sejak dulu aku mencintamu" Ah, apa saja akan kulakukan untuk mendapatkan dirimu, Cun-moi. Selama ini.... ah, betapa segala jerih payah kulakukan, membunuhi mereka semua, seorang demi seorang, agar antara kedua pihak terjadi permusuhan dan ikatan perjodohanmu dengan Ciok Lim terputus. Kutanamkan bibit permusuhan sampai mendalam, kulakukan semua itu demi mendapatkan dirimu, kekasihku. Dan sekarang, engkau telah berada di tanganku, engkau menjadi isteriku. Ya, kita hari ini akan menjadi pengantin, kita bersenang-senang di sini, sebagai suami isteri, Siang Cun."
Gadis itu tiba-tiba menjadi pucat wajahnya, dan dengan mata terbelalak tanpa berkedip sejak tadi ia memandang wajah suhengnya itu, mendengarkan semua ucapannya.
"Kau.... kau yang melakukan semua pembunuhan itu" Jadi engkau yang mengatur semua itu, membunuh dan melempar fitnah, sengaja hendak mengadu domba"
Kini Hok Ci tertawa geli. "Benar, Cun-moi, benar. Semua itu aku yang mengatur dan melakukannya. Cerdik sekali, bukan" Mereka saling serang, saling bunuh, bahkan sekarang antara kedua ketua sudah saling serang, ha-ha-ha, semua itu karena kecerdikanku. Dan engkau akan menjadi isteriku sekarang...." Kedua tangan Hok Ci mulai menggerayangi tubuh Siang Cun yang menjadi semakin ketakutan. Karena belum dapat menggerakkan tubuh untuk mengelak atau melawan, ia hanya mengeluarkan kata-kata untuk mengalihkan perhatian orang itu.
"Suheng, jadi engkau yang melakukan semua pembunuhan di kedua pihak itu" Dan bagaimana dengan sumoi Bong Siok Cin yang diperkosa itu" Ia diperkosa dan dibunuh olehCiok Lim, bukan"
"Ha-ha-ha, semua orang tolol itu memang mengira demikian. Akulah yang mengaturnya sehingga Ciok Lim yang disangka, agar permusuhan itu mulai berkobar."
"Ah, jadi engkau pula yang memperkosa Siok Cin kemudian membunuhnya, menjatuhkan fitnah atas diri Ciok Lim"
"Ha-ha-ha, benar sekali, manisku. Cerdik sekali, bukan"
Sekarang tahulah Siang Cun bahwa suhengnya ini tidak gila. Sama sekali tidak gila, melainkan jahat dan keji bukan main! Dan ia kini telah terjatuh ke dalam tangan manusia iblis ini!
"Siang Cun, sekarang kita menjadi pengantin, engkau menjadi isteriku...." Tangan pria itu mulai merenggut ke arah pakaian Siang Cun. Bukan main takutnya hati Siang Cun. Ia hendak meronta, hendak melawan, namun belum mampu menggerakkan kaki tangannya.
"Jangan.... ah, jangan.... lebih baik kaubunuh saja aku...."
"Bunuh engkau" Ha-ha-ha, kau kira aku sudah gila" Bertahun-tahun aku merindukannya, mencintamu, dan sekarang engkau menjadi milikku. Ah, kau kekasihku.... aku cinta padamu...." Dan seperti orang gila atau seperti seekor harimau kelaparan melihat seekor domba muda yang lunak dagingnya, Hok Ci menubruk dan menciumi muka gadis itu, menggigiti bibir dan leher itu seperti orang gila. Siang Cun memejamkan mata dan ia hampir pingsan saking takut, ngeri dan jijiknya. Apalagi ketika tangan Hok Ci merenggut lepas pakaiannya satu demi satu. Ia hanya dapat merintih dan mengeluh minta dibunuh saja.
Dalam keadaan yang amat berbahaya itu, di mana kehormatan Siang Cun sudah terancam noda yang akan menghancurkan hidupnya, nyaris bagaikan sepotong daging sudah berada di depan mulut seekor srigala buas yang siap mengunyah dan menelannya, dan Siang Cun sudah memejamkan mata dengan hati hancur, tiba-tiba pintu kamar itu tertendang roboh dari luar!
"Brakkkkk!" Daun pintu roboh dan muncullah Sin Hong!
"Phoa Hok Ci, manusia iblis jahat!" bentak Sin Hong dengan marah sekali melihat keadaan dalam kamar itu. Siang Cun rebah terlentang di atas pembaringan dengan pakaian sudah lepas semua dari tubuhnya, dan Hok Ci merangkul dan menciuminya, siap untuk memperkosa gadis itu yang nampak tak berdaya, tidak mampu bergerak karena tertotok jalan darahnya.
Hok Ci terkejut dan marah bukan main. Dia tadi baru saja membuka bajunya, mulai melepaskan kancing baju yang kini menjadi setengah terbuka ketika terjadi gangguan itu. Ketika dia meloncat bangkit berdiri sambil membalikkan tubuh dan mengenal Sin Hong, matanya terbelalak. Dia merasa heran dan terkejut bukan main. Bukankah Si Bangau Putih ini telah mampus di dasar lubang sumur jebakan" Bagaimana tiba-tiba dapat muncul di sini, pikirnya. Dia cerdik dan maklum akan bahaya yang mengancam dirinya. Dia sudah mengenal baik betapa lihainya Pendekar Bangau Putih ini, bahkan gurunya sendiri, Hoan Saikong dan dia pernah mengeroyoknya, namun mereka berdua pun terdesak hebat. Apalagi kini dia harus menghadapinya seorang diri saja. Akan tetapi dia tidak melihat jalan lain kecuali melawan dan tanpa membuang waktu lagi, dia pun menyambar pedangnya dan menerjangnya dengan serangan ganas dan dahsyat.
Namun, Sin Hong sudah siap siaga dan dengan mudah saja dia mengelak dengan loncatan ke kiri dan dari sudut samping dia menotok ke arah pundak lawan. Totokan itu cepat sekali datangnya. dan nyaris pundak Hok Ci terkena totokan. Akan tetapi Hok Ci dengan cepat memutar tubuh dan pedangnya ikut pula berputar lalu membuat lingkaran dan menyerang pula ke arah leher Sin Hong! Gerakan ini cepat, namun sesungguhnya, Hok Ci terkejut dan jerih karena sekali gebrakan saja pundaknya hampir tertotok yang kalau mengenai sasaran tentu akan membuat dia roboh tak berdaya! Menghadapi sambaran pedang ke lehernya, Sin Hong merendahkan tubuhnya dan tiba-tiba kakinya mencuat dan ujung sepatunya menendang ke arah lutut Hok Ci! Inipun merupakan serangan yang amat berbahaya karena sedikit saja sambungan lutut tersentuh ujung sepatu, cukup untuk membuat Hok Ci terguling. Namun, Hok Ci menarik kakinya dan bukan lutut yang tertendang, melainkan pahanya yang tercium ujung sepatu. Dia tidak roboh akan tetapi tetap saja terhuyung dan cepat dia memutar pedangnya yang berubah menjadi gulungan sinar yang melindunginya. Namun, tendangan yang mengenai tepi pahanya sudah cukup membuat Hok Ci jerih. Sambil memutar pedangnya, tiba-tiba saja tangan kirinya bergerak dan sinar hitam kecil menyambar, bukan ke arah Sin Hong melainkan ke arah tubuh gadis yang rebah telanjang di atas pembaringan! Otak Hok Ci yang cerdik dan licik sudah menemukan akal bagaimana dia akan dapat melepaskan diri dari tangan Sin Hong yang terlalu lihai baginya itu. Dia menyerang Siang Cun dengan jarum hitam, jarum yang mengandung racun! Dan mudah saja dia mengenai sasaran yang tidak mampu bergerak itu. Terdengar Siang Cun mengeluarkan rintihan ketika pahanya terkena jarum hitam yang menyambar cepat tanpa ia mampu mengelak. Sin Hong terkejut sekali dan terpaksa dia tidak mengejar ketika Hok Ci melompat keluar dari kamar itu untuk melarikan diri. Sin Hong tahu bahwa jarum yang melukai Siang Cun adalah jarum beracun dan kalau tidak ditolong gadis itu dapat terancam maut. Tentu saja menolong Siang Cun jauh lebih penting daripada mengejar Hok Ci, apalagi karena Siang Cun terancam bahaya maut. Dan memang di sini membuktikan kelicikan dan kecerdikan Hok Ci yang dapat melepaskan diri dari tangan Sin Hong yang dia tahu bukan lawannya karena pendekar baju putih itu memiliki tingkat kepandaian yang jauh lebih tinggi dari kepandaiannya.
Sin Hong melompat ke dekat pembaringan. Siang Cun yang membuka mata melihat betapa Sin Hong mendekatinya, teringat akan keadaannya yang telanjang bulat itu. Segala bagian tubuhnya nampak jelas oleh pemuda itu dan hal ini membuatnya malu bukan main. Mula-mula wajahnya berubah merah sekali, lalu pucat dan merah kembali dan perlahanlahan kedua matanya menjadi basah air mata.
Akan tetapi Sin Hong tidak peduli akan keadaan gadis itu, tidak melihat ketelanjangannya karena seluruh perhatiannya tertarik kepada bintik hitam di paha kiri gadis itu. Dia memeriksa dengan teliti sekali, tanpa banyak cakap dia meraba paha itu dan memijat bagian yang ada bintik hitamnya.
"Aduhhhhh....!" Siang Cun menjerit karena bagian yang dipijat itulah yang terasa nyeri terkena jarum tadi. Yakinlah Sin Hong bahwa bintik hitam itulah akibat luka oleh jarum. Apalagi dia melihat betapa di sekeliling bintik itu sudah ada tanda merah kebiruan tanda bahwa racun jarum itu mulai berjalan. Karena maklum akan bahaya yang mengancam diri Siang Cun, Sin Hong lupa akan sopan santun lagi. Yang penting baginya adalah menyelamatkan nyawa gadis itu, maka tanpa membuang waktu dia lalu menunduk, menempelkan mulutnya pada bintik hitam di paha, dan mengerahkan tenaga lalu menyedot!
Dua kali dia menyedot dan keluarlah jarum itu, digigitnya lalu dicabutnya dari daging paha, dibuangnya ke sudut kamar, lalu dia menempelkan lagi bibirnya pada luka kecil itu dan menghisap sampai ada darah hitam yang keluar. Diulanginya lagi sampai akhirnya darah merah yang keluar dan paha itu bebas dari racun jarum. Legalah hatinya dan baru Sin Hong sadar akan keadaan pada gadis itu yang telanjang bulat, maka tiba-tiba saja mukanya berubah merah dan dia mundur beberapa langkah sambil menyentuh pundak gadis itu untuk membebaskan totokannya dan cepat membalikkan tubuhnya sambil berkata, "Harap maafkan aku, Nona."
Begitu totokannya terbebas, Siang Cun cepat menyambar pakaiannya, mengenakan semua pakaiannya sambil tak dapat menahan air matanya yang bercucuran. Ia menangis tersedu-sedu, karena bermacam perasaan mengaduk hatinya. Rasa haru dan terima kasih bahwa ia yang sudah berada di ambang pintu kehancuran dan kehinaan itu terbebas dari bahaya itu, rasa malu setengah mati karena Sin Hong telah melihatnya dalam keadaan telanjang bulat dengan tubuh telentang, dan lebih malu lagi ketika ia mengingat kembali betapa Sin Hong telah mengecup dan menyedot luka di pahanya, paha kiri bagian atas dekat perut! Malu yang amat hebat, malu dan hina walaupun ia tahu bahwa Sin Hong melakukan hal itu untuk menyelamatkan nyawanya! Rasa terima kasih, malu, dan penasaran mengaduk hatinya. Rasanya ia tidak ada muka lagi untuk melihat wajah Sin Hong, untuk bertemu dengan manusia lain! Bagaimana kalau mereka itu tahu akan keadaannya tadi"
"Phoa Hok Ci.... jahanam keparat busuk.... kubunuh engkau.... manusia iblis...." Mulutnya mendesiskan ancaman ini ketika ia mengenakan pakaiannya. Mendengar disebutnya nama Phoa Hok Ci, baru Sin Hong teringat akan orang itu. Tadinya dia masih merasa "nanar" karena teringat akan ketelanjangan Siang Cun, teringat betapa dia tadi mengecup paha itu, betapa janggalnya keadaan itu tadi sehingga dia lupa keadaan yang lain. Kini, teringat kepada Hok Ci yang melarikan diri, dia cepat meloncat keluar.
"Akan kutangkap dia!" katanya dan beberapa kali loncatan saja dia sudah lenyap dari kuil.
Siang Cun membereskan pakaiannya dan rambutnya, lalu dengan hati tidak karuan rasanya ia pun lari keluar untuk mencari musuh besarnya itu.
Sementara itu, sambil berlari cepat meninggalkan kuil, Hok Ci tersenyum lega. Untung dia mempunyai akal yang amat cerdik, melukai Siang Cun dengan jarum beracun sehingga Sin Hong tidak sempat mengejar dan menangkapnya. Dia harus berlari cepat, harus meninggalkan daerah itu jauh-jauh kalau dia ingin selamat. Dia akan meninggalkan kehidupannya sebagai murid Ngo-heng Bu-koan, sebagai murid Hoan Sai-kong yang sudah mati, dia akan memulai hidup baru, di tempat baru dan melupakan Siang Cun yang terpaksa harus dia tinggalkan. Masih menyesal sekali kalau dia membayangkan betapa daging lunak yang sudah berada di ujung lidah itu terlepas pada saat terakhir! Sambil memaki-maki Si Bangau Putih yang menggagalkan dia memiliki gadis yang sudah lama membuat dia tergila-gila itu.
Tiba-tiba terdengar bentakan-bentakan nyaring dan ketika dia memandang, wajahnya seketika menjadi pucat! Dia telah dikepung oleh puluhan orang anggauta Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang yang dipimpin sendiri oleh Bhe Kauwsu dan Ciok Pangcu! Dia sama sekali tidak takut menghadapi dua orang ketua itu, akan tetapi kalau harus melawan puluhan orang, tentu saja dia merasa gentar sekali! Belum lagi dihitung datangnya bahaya pengejaran dari Si Bangau Putih!
"Phoa Hok Ci, murid murtad, jahanam keparat! Di mana anakku Siang Cun" bentak Bhe Kauwsu dengan marah dan juga khawatir karena dia tidak melihat puterinya bersama penjahat itu.
Dalam keadaan panik terkepung itu, Hok Ci masih hendak mempergunakan akal liciknya. "Ia.... ia di kuil tua, diperkosa oleh Si Bangau Putih....! Cepat Suhu ke sana, kalau tidak, akan terlambat...."
Mendengar ucapan ini, Bhe Gun Ek, guru silat Ngo-heng Bu-koan itu tertegun. Akan tetapi Yo Han segera berteriak lantang. "Harap Bhe Kauwsu jangan percaya omongan manusia iblis ini!. Suhu tidak mungkin melakukan hal yang terkutuk itu! Sebaiknya manusia iblis ini segera ditangkap dulu, baru nanti dicari di mana adanya enci Siang Cun!"
Mendengar ini, sadarlah Bhe Kauwsu dan tanpa dikomando lagi, semua orang yang mengepung pemuda itu, termasuk Ciok Pangcu, menggerakkan senjata dan berloncatan turun dari atas kuda mengeroyok Phoa Hok Ci! Puluhan orang mengepung dan mengeroyoknya dan Phoa Hok Ci mencoba untuk memutar pedangnya membela diri.
"Jangan bunuh dia! Tangkap hidup-hidup!" Berkali-kali Bhe Gun Ek dan Ciok Pangcu berteriak karena kedua orang pemimpin perkumpulan ini ingin mendengar pengakuan Hok Ci tentang semua perbuatannya yang amat keji, membunuh banyak orang di kedua pihak untuk mengadu domba antara Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang.
Betapapun lihainya Hok Ci, menghadapi pengeroyokan puluhan orang yang semua menaruh dendam kepadanya, akhirnya dia roboh dengan luka-luka di tubuhnya. Pedangnya dirampas dan dengan kedua lengan lumpuh karena patah tulangnya, dia diringkus dan dibelenggu kaki tangannya.
Ciok Kam Heng yang merasa amat sakit hati kehilangan puteranya itu, segera menjambak rambutnya dan membentak, "Manusia iblis! Sekarang ceritakan apa yang telah kaulakukan selama ini untuk menjatuhkan fitnah kepada Kim-liong-pang!"
Hok Ci maklum bahwa tidak ada harapan lagi baginya untuk hidup. Rasa takut, penasaran dan sesal membuatnya kehilangan keseimbangan batinnya dan tiba-tiba dia tertawa bergelak. Suara ketawanya membuat semua orang bergidik karena itu jelas bukan suara ketawa orang yang waras otaknya! Segala macam bentuk kejahatan yang dilakukan orang adalah suatu tanda bahwa pada saat dia melakukannya, keadaan batinnya memang tidak sehat, tidak waras! Batin yang dikuasai oleh nafsu apa pun, batin yang diperhamba nafsu, merupakan batin yang tidak sehat, yang sudah gelap seperti buta sehingga segala yang dilakukan oleh jasmaninya hanya untuk menuruti dorongan nafsu itu semata. Belajar untuk menjadi "orang baik" tidak ada gunanya selama batin masih lemah, masih mudah dicengkeram nafsu, mudah diperhamba nafsu. Yang penting bukan ingin menjadi orang baik, melainkan membuka mata batin, menyadarkan batin agar tidak sesat, tidak lemah, waspada selalu akan keadaan diri sendiri selalu dalam keadaan waspada sehingga tidak lengah dan tidak mudah dinina-bobokkan oleh nafsu.
"Ha-ha-ha-he-he-heh! Kalian manusia-manusia tolol! Memang aku yang melakukan itu semua, aku yang memperkosa dan membunuh Pong Siok Cin, membunuhi para murid Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang, aku yang mengadu domba antara kalian! Untuk apa" Agar ikatan perjodohan antara Bhe Siang Cun dan Ciok Lim terputus karena Siang Cun harus menjadi isteriku! Ha-ha-ha, hanya akulah yang pantas memiliki diri Siang Cun yang molek, ha-ha-ha!"
"Keparat! Di mana anakku Siang Cun sekarang" bentak Bhe Kauwsu dengan marah, tangannya sudah gemetar karena menurutkan kemarahannya ingin dia membunuh murid murtad itu.
"Siang Cun" Ha-ha-ha, di kuil tua, diperkosa oleh Si Bangau Putih, mungkin sekarang sudah mampus pula, heh-heh!"
"Bohong! Jahanam itulah yang hendak memperkosanya, akan tetapi untung aku segera datang mencegahnya.... Dia melukainya dengan jarum beracun, akan tetapi sekarang telah selamat!" Tiba-tiba terdengar suara nyaring dan muncullah Sin Hong.
Mendengar ini, lega rasa hati Bhe Kauwsu dan kini tidak dapat dicegah lagi, pedangnya digerakkan menusuk dada Phoa Hok Ci! Pada saat yang sama pedang di tangan Ciok Pangcu juga bergerak membabat ke arah leher orang jahat itu.
Tubuh itu terkulai dengan dada berlubang dan leher putus! Para murid Kim-liong-pang dan Ngo-heng Bu-koan juga menggerakkan senjata mereka dan sekejap saja tubuh Phoa Hok Ci menjadi korban puluhan senjata, menjadi hancur tidak karuan lagi bentuknya!
"Sudah cukup!" Tiba-tiba Sin Hong membentak, suaranya nyaring sekali sehingga semua orang terkejut dan melangkah mundur. "Kalian semua adalah orang-orang gagah, mengapa kini dikuasai nafsu amarah dan dendam kebencian, berubah menjadi orang-orang yang demikian kejam"
Semua orang, termasuk Ciok Kam Heng dan Bhe Gun Ek, tidak menjawab, hanya menundukkan muka dengan rikuh dan malu karena baru sekarang mereka melihat kenyataan itu, betapa sadis dan kejamnya mereka tadi karena dibakar oleh dendam kebencian.
"Ayahhh....!" Tiba-tiba terdengar jeritan dan Siang Cun datang berlari-lari, disambut ayahnya. Gadis itu menubruk dan merangkul ayahnya sambil menangis terisak-isak.
Bhe Gun Ek mengelus rambut kepala puterinya dan menepuk-nepuk pundaknya. "Sudahlah, Siang Cun, tenanglah. Jahanam keparat itu sudah kami bunuh."
Siang Cun, menghentikan tangisnya, memandang ke kanan kiri dan seperti orang dalam mimpi ia bertanya, "Mana dia" Mana manusia iblis itu" Akan kubunuh dia....!"
"Dia sudah mati di tangan kami, Siang Cun. Nah, itu dia!" Ayahnya menunjuk ke bawah. Siang Cun memandang dan seperti terpukau melihat tumpukan daging dan tulang yang sudah menjadi onggokan tak berbentuk itu. Tiba-tiba ia merampas pedang di tangan ayahnya, lalu meloncat ke depan dan hendak membacokkan pedangnya ke arah onggokan daging dan tulang itu. Akan tetapi tiba-tiba lengannya ditangkap orang dari belakang.
"Nona sadarlah. Yang sesat biarlah sesat seperti Phoa Hok Ci itu. Akan tetapi tidak perlu Nona menjadi demikian kejam karena dendam kebencian. Dia sudah mati dan jasmaninya tidak berdosa."
Siang Cun menoleh dan ketika ia melihat bahwa yang menahannya adalah Sin Hong, ia lalu melepaskan pedangnya dan berlari kepada ayahnya, kembali merangkul ayahnya sambil menangis keras.
*** "Tidak, aku tidak ingin hidup lagi, Ayah. Biarpun jahanam itu belum sampai menodaiku, akan tetapi.... ah, bagaimana aku dapat melupakan aib dan malu itu" Dia.... Tan Sin Hong itu, dia.... telah melihat aku bertelanjang bulat, bahkan dia.... dia telah...."
Bhe Kauwsu memeluk puterinya. Tadi baru saja dia menyelamatkan puterinya dari maut ketika Siang Cun menggantung diri di dalam kamarnya!
"Anakku, jangan mengambil jalan pendek. Bunuh diri merupakan suatu dosa besar, Siang Cun. Apa yang telah dilakukan oleh Tan-taihiap padamu" Apa yang telah dia perbuat"
Siang Cun menceritakan dengan suara terputus-putus tentang pengobatan yang dilakukan oleh Sin Hong kepadanya. Betapa pemuda itu bukan hanya melihat ia bertelanjang bulat dan terlentang di atas pembaringan, bahkan pemuda itu telah mengobatinya dengan menyedot darah dan jarum dari paha kirinya, ia dalam keadaan telanjang!
"Bagaimana mungkin aku dapat melupakan aib dan malu itu, Ayah" Dia bukan apa-apa, bukan saudara bukan keluarga, bahkan saudara seperguruan pun bukan! Aib ini hanya dapat dihapus dengan kematianku, Ayah...." Gadis itu menangis lagi.
Bhe Kauwsu menarik napas panjang. Dia mengerti akan penderitaan batin puterinya. Lalu dia berkata, "Tenanglah, anakku. Ada suatu jalan yang lebih baik daripada membunuh diri, dan biarlah aku yang akan membicarakan urusan ini dengan Tan-taihiap. Mudah-mudahan saja dia tidak keberatan dan mau menolong kita."
"Apakah maksudmu, Ayah" "Menjodohkan engkau dengan Tan-taihiap, anakku."
Wajah yang manis itu seketika menjadi merah dan ia menundukkan mukanya. "Memang hanya itulah jalan satu-satunya untuk menghapus aib dari diriku, Ayah. Kalau dia menolak, lebih baik aku mati saja!" Setelah berkata demikian, Siang Cun menutupi mukanya dan menangis lagi.
Bhe Kauwsu segera menemui Sin Hong yang sedang berkemas di dalam kamarnya bersama Yo Han. Mereka sudah terlalu lama tinggal di tempat itu dan biarpun mereka diperlakukan sebagai tamu kehormatan dan merasa senang, namun tidak enak juga kalau terus menerus menerima kebaikan orang dan mondok di tempat itu.
Bhe Kauwsu minta bicara empat mata dengan pendekar itu dan Sin Hong segera menyuruh muridnya keluar dari dalam kamar. Yo Han pergi ke belakang rumah.
Di tempat itu dia sudah bergaul dengan leluasa sekali, menjadi sahabat dari para murid Ngo-heng Bu-koan dan dia seorang anak yang amat disuka oleh para murid.
Setelah duduk berhadapan berdua, Bhe Kauwsu lalu menyampaikan maksud hatinya untuk menjodohkan puterinya dengan Tan Sin Hong. Dia berterus terang akan keadaan Siang Cun.
"Biarpun kami sekeluarga akan merasa terhormat dan berbahagia sekali kalau Taihiap sudi menjadi suami Siang Cun, akan tetapi sesungguhnya sampai bagaimanapun aku tidak akan berani mengemukakan hasrat hati keluarga kami kepadamu, Taihiap. Akan tetapi, anakku Siang Cun berkeras akan membunuh diri untuk mencuci aib dan hanya mau melanjutkan hidup kalau dapat menjadi isterimu. Oleh karena itu, Taihiap, kami sekeluarga yang sudah putus harapan hanya memandang kepadamu sebagai bintang penolong keluarga kami."
Tentu saja Sin Hong terkejut sekali mendengar permintaan itu! Dia menjadi bingung karena sama sekali tidak disangka bahwa secara tiba-tiba dia diminta untuk menjadi suami Siang Cun!
"Tapi.... tapi.... maafkan, Paman. Hal ini.... harus kupikirkan dulu karena menyangkut kehidupanku di masa depan. Aku.... minta waktu untuk memikirkannya...." katanya agak gagap.
Bhe Kauwsu tersenyum. "Tentu saja, Taihiap. Karena seperti Taihiap pernah bicarakan dengan kami bahwa Taihiap adalah seorang yatim piatu yang hidup sebatang kara, maka segala keputusan harus dipikirkan dulu. Biarlah kami menanti sampai besok agar Taihiap mempunyai waktu sehari semalam untuk memikirkannya." Bhe Kauwsu lalu, mengundurkan diri, meninggalkan Sin Hong yang masih bengong dan bingung.
Menjadi suami Siang Cun" Pertanyaan ini berdengung terus di dalam kepalanya. Tanpa disengaja, dia pun mengenang gadis itu. Seorang gadis yang cantik manis, juga gagah perkasa dan terbayanglah tubuh gadis itu yang pernah dilihatnya dalam keadaan bugil dan polos! Tubuh yang mulus, wajah yang cantik, watak yang gagah dan kedudukan terhormat. Cukup baik, bahkan terlalu baik untuknya. Dan juga amat baik bagi Yo Han. Muridnya itu masih muda sekali, membutuhkan lingkungan dan pergaulan yang baik. Dan Ngo-heng Bu-koan merupakan tempat yang amat baik bagi seorang anak, dapat bergaul dengan murid-murid Ngo-heng Bu-koan yang gagah dan berjiwa pendekar. Tiba-tiba terbayang wajah Kao Hong Li! Hatinya berdebar penuh keharuan. Dia mencinta Hong Li! Sejak pertemuan pertama, dia sudah tertarik dan jatuh cinta kepada puteri suhengnya itu. Akan tetapi, bagaimana mungkin dia dapat menjadi suami Kao Hong Li" Hong Li adalah puteri Kao Cin Liong, seorang pendekar besar bekas panglima kerajaan, putera tunggal Naga Sakti Gurun Pasir! Kedudukan keluarga itu terhormat, baik di dalam dunia kang-ouw, dunia persilatan, di masyarakat, bahkan di antara para pembesar di kerajaan. Sebaliknya dia" Yatim piatu, sebatang kara, miskin dan tidak memiliki apa-apa! Dibandingkan dengan Hong Li, dia seperti seekor burung gagak di samping seekor burung Hong! Belum lagi diingat bahwa dia adalah susiok (paman guru) Hong Li, walaupun usia mereka sebaya. Tidak, tidak mungkin dia dapat menjadi suami Hong Li, betapapun dia mencintanya, bahkan andaikata Hong Li juga mencintanya, perjodohan antara mereka adalah tidak mungkin.
Kembali dia membayangkan Siang Cun. Seorang gadis yang amat baik, dinilai dari keadaan wajah, bentuk tubuh, atau pun wataknya. Dan dia akan hidup tenang, dapat membantu ayah mertuanya untuk memajukan Ngo-heng Bu-koan, memimpin murid-murid Bu-koan (Perguruan Silat) dengan ilmu silat. Hanya itulah satu-satunya keahliannya. Ilmu silat! Dan dia dapat mempergunakannya di sini. Pekerjaan lain apakah yang dapat dia lakukan kecuali mengajarkan ilmu silat" Dan Siang Cun seorang calon isteri yang manis dan molek. Dan Yo Han, muridnya yang dia sayang, akan memperoleh tempat yang baik puladi Ngo-heng Bu-koan. Dan ayah mertuanya seorang tua yang gagah dan bijaksana. Mau apa lagi"
"Suhu, kenapa Suhu melamun setelah Bhe Kauwsu pergi" tiba-tiba Yo Han memasuki kamar. Anak ini baru berani memasuki kamar setelah melihat Bhe Kauwsu tidak lagi berada di kamar gurunya. Sin Hong keluar dari dunia lamunan, menoleh kepada muridnya dan melihat wajah muridnya membayangkan kekhawatiran, dia lalu merangkul pundak Yo Han. Muridnya ini selalu memperhatikan dirinya. Seorang murid yang bukan hanya berbakti, akan tetapi juga mencintanya seperti seorang adik kepada kakaknya.
"Yo Han, aku sedang bingung. Bhe Kauwsu mengusulkan perjodohan antara aku dan puterinya." Biarpun Yo Han baru berusia kurang lebih delapan tahun, namun dia tidak menganggap muridnya itu anak kecil. Sikap dan jalan pikiran Yo Han seperti seorang dewasa saja. Oleh karena itu, tanpa ragu lagi dia menceritakan persoalan yang dihadapinya.
Yo Han mengerutkan alisnya, "Enci Siang Cun seorang wanita yang gagah perkasa dan cantik, dan Ngo-heng Bu-koan tempat orang-orang gagah, Suhu. Akan tetapiapakah Suhu mencintanya"
Mendengar kata cinta keluar dari mulut anak itu, mau tidak mau Sin Hong tersenyum geli. "Aih Yo Han, tahu apa engkau tentang cinta" Dan kenapa kau bertanya demikian"
"Suhu,menjadi suami isteri berarti hidup berdampingan selama hidup! Kalau Suhu dan enci Siang Cun saling mencinta, tidak ada masalah apa pun untuk berjodoh dengannya."
Sin Hong menggeleng kepalanya. "Aku kagum dan suka kepadanya, akan tetapi tentang cinta.... aku masih belum tahu, Yo Han. Akan tetapi, kalau aku menolak, berarti ia akan mati membunuh diri dan aku akan merasa berdosa, seolah-olah aku yang membunuhnya." Sin Hong lalu menceritakan tentang Siang Cun seperti yang didengarnya dari Bhe Kauwsu tadi.
Yo Han membelalakkan matanya. "Wah, sungguh aneh-aneh pikiran seorang dewasa! Kelihatan telanjang bulat saja sudan mau bunuh diri kalau tidak dikawin! Jadi kalau Suhu mengawininya, berarti Suhu menyelamatkan nyawanya"
"Begitulah!"
"Tapi.... tapi, Suhu. Bagaimana, denganenci Hong Li"
Terkejut rasa nati Sin Hong mendengar ini. Jantungnya berdebar.
"Apa maksudmu" Ada apa dengan Hong Li"
"Suhu cinta padanya, dan enci Hong Li mencinta Suhu. Kalau Suhu menikah dengan gadis lain...."
"Ah, Yo Han, jangan sebut-sebut lagi namanya. Engkau tidak tahu bahwa tidak mungkin bagiku untuk bersanding dengan Hong Li. Pertama, ia adalah murid keponakanku sendiri, dan ke dua, kedudukan kami sungguh berbeda seperti bumi dengan langit. Agaknya.... agaknya, tidak ada lain jalan bagiku kecuali menerima uluran tangan Bhe Kauwsu...."
"Wah, kionghi (selamat), Suhu!" Yu Han lalu mengangkat kedua tangan ke depan dada dan memberi selamat kepada gurunya.
Dengan muka berubah agak kemerahan Sin Hong merangkul muridnya sambil tertawa.
Setelah berpikir semalam suntuk, akhirnya Sin Hong mengambil keputusan untuk menerima uluran tangan Bhe Kauwsu. Ada beberapa hal yang mendorongnya menerima uluran tangan itu. Terutama sekali untuk mencegah Siang Cun membunuh diri mencuci perasaan terhina dan malu. Dan masih banyak segi yang ada kebaikannya. Dia dapat menyumbangkan kepandaiannya untuk memajukan Ngo-heng Bu-koan dan dapat hidup berkeluarga yang layak. Selain itu, juga dia dapat menempatkan Yo Han dalam lingkungan yang baik. Sebaliknya, kalau dia menolak, besar sekali kemungkinan Siang Cun akan membunuh diri, dan dia bersama Yo Han akan hidup berkeliaran tanpa tempat tinggal yang tetap dan terutama sekali dia akan selalu merasa berdosa. Dia tidak dapat terlalu menyalahkan sikap Siang Lun yang berkeras hendak membunuh diri kalau tidak menjadi isterinya karena bagi seorang gadis yang keras hati dan menjaga benar nama dan kehormatannya, maka peristiwa yang dialaminya itu, ketika ia dalam keadaan telanjang bulat dilihat oleh Sin Hong, bahkan diobati pemuda itu dengan cara yang melanggar batas kesusilaan, sungguh merupakan suatu hal yang mendatangkan aib dan malu yang akan ditanggung selama hidupnya. Kalau Sin Hong menjadi suaminya, maka peristiwa itu dengan sendirinya tidak akan meninggalkan rasa malu, bahkan mungkin akan menjadi kenangan indah dan mesra bagi keduanya. Dan biarpun Sin Hong belum dapat memastikan apakan ada perasaan cinta dalam hatinya terhadap Siang Cun, namun dia harus mengakui bahwa dia kagum dan suka kepada gadis itu, dan harus diakuinya pula secara jujur bahwa dia tertarik melihat kecantikan wajah dan keindahan tubuh gadis itu!
Pernikahan segera dilangsungkan dengan meriah. Pihak Kim-liong-pang yang kini menjadi sahabat baik lagi dari Ngo-heng Bu-koan, juga datang, bahkan atas usul Ciok Kam Hong atau Ciok Pangcu, ketua Kim-liong-pang, dia dengan suka rela menjadi wali atas diri Sin Hong yang sudah yatim piatu dan tidak mempunyai wali itu. Ciok Pangcu merasa berterima kasih kepada pendekar muda ini karena dia telah berjasa memecahkan rahasia yang mengadu domba antara Kim-liong-pang dan Ngo-heng Bu-koan.
Biarpun Sin Hong tidak berani mengirim undangan kepada suhengnya, yaitu Kao Cin Liong, karena sesungguhnya dia tidak merasa mengadakan pesta dan bukan tuan rumah, namun dia mengirim surat kepada suhengnya, memberitahu bahwa dia telah melangsungkan pernikahan dengan puteri ketua Ngo-heng Bukoan di kota Lu-jiang.
Setelah menikah, biarpun dia dan isterinya saling memperlihatkan sikap mesra dan mencinta, namun diam-diam Sin Hong sering kali melamun. Terasa benar olehnya betapa di dalam hubungan mereka sebagai suami isteri, terdapat suatu kehambaran atau kehampaan karena tiadanya pertalian batin atau cinta kasih di antara mereka sebelumnya. Mereka itu seolah-olah dua orang asing yang baru bertemu dan belum akrab. Hubungan antara mereka seperti dipaksakan, dan biarpun di luarnya nampak mesra, namun di dalam sudut batinnya, Sin Hong merasakan suatu kehambaran. Dan dia pun dapat menduga bahwa perasaan yang sama terdapat dalam batin isterinya! Memang harus diakuinya bahwa sikap Siang Cun baik sekali kepadanya dan nampak betapa wanita itu berusana keras untuk menjadi seorang isteri yang baik, mencinta, setia dan patuh. Namun tetap saja terasa olehnya bahwa hubungan antara mereka seperti dipaksakan, tidak wajar karena tidak adanya ikatan batin yang berupa cinta kasih.
Segala macam hubungan antara manusia, baik itu hubungan suami isteri, antara sahabat, orang tua dan anak, dan sebagainya, pasti akan selalu mendatangkan konflik selama di dalamnya tidak ada dasar cinta kasih. Cinta kasih ini berarti tidak adanya pementingan diri sendiri. Selama ada pementingan diri sendiri, cinta kasih tidak akan hadir. Yang ada hanyalah cinta nafsu, dan cinta nafsu ini tidak akan bertahan lama karena selalu menimbulkan pertentangan antara dua kepentingan yang kadang-kadang saling berlawanan. Kepentingan si aku bertumbuk dengan kepentingan si kamu dan si dia. Cinta kasih meniadakan atau setidaknya mengaburkan dan menipiskan kepentingan si aku, dan kalau sudah begitu, maka apa pun yang kita lakukan dengan dasar cinta kasih, akan selelu benar dan mendatangkan kebahagiaan.
Sin Hong mempertahankan keadaan ini dan menutupinya dengan kebijaksanaan, sehingga dia hidup dalam suasana yang palsu. Pada lahirnya, dia dan isterinya hidup rukun, namun di dalam hati, keduanya merasakan sesuatu kekecewaan, kehilangan sesuatu yang sepatutnya ada dalam kehidupan suami isteri. Tak seorang pun di luar mereka berdua maklum akan hal ini, kecuali Yo Han! Anak ini pun tidak tahu dengan jelas, namun dia mengerti dan merasakan dengan jelas, namun dia mengerti dan merasakan betapa suhunya kini seringkali duduk melamun, seringkali duduk sambil memandang jauh, dengan pikiran melayang-layang dan diam-diam dia merasa kasihan kepada gurunya. Anak yang berperasaan halus dan berotak cerdas ini dapat menduga bahwa gurunya tidak berbahagia! Perubahan itu baginya nampak sekali. Ketika gurunya masih hidup menyendiri, hidup berdua dengan dia dan dalam keadaan serba kekurangan merantau dengan bebas, gurunya nampak gembira selalu. Akan tetapi setelah menikah, gurunya seringkali duduk melamun. Dia melihat gurunya seolah-olah seekor burung yang tadinya melayang-layang dengan bebasnya di udara, kini terkurung di dalam sangkar. Biarpun sangkar itu terbuat daripada emas, diukir indah dan di dalam sangkar selalu tersedia makanan dan minuman, namun burung itu tetap saja seringkali mengeluh duka karena kehilangan kebebasan! Namun, dia tidak dapat berbuat apa pun. Bagi Yo Han, kehidupan di Ngo-heng Bu-koan cukup menyenangkan. Banyak kawan yang baik, dan dia pun tekun berlatih silat di bawah pimpinan langsung dari Sin Hong. Tentu saja Sin Hong membedakan latihan pada muridnya dengan latihan yang diberikannya kepada para murid Ngo-heng Bu-koan sebagai usahanya membantu kemajuan perguruan silat mertuanya. Dan waktu pun meluncur terus, melewati segala suka duka yang menjadi permainan pikiran dan batin manusia.
*** Hong Li membaca surat itu dan tak dapat ditahannya lagi air matanya yang jatuh berderai. Ayah dan ibunya, Kao Cin Liong dan Suma Hui, duduk di depannya dan suami isteri itu saling pandang, lalu menatap wajah puteri mereka dengan hati terharu. Mereka berdua sudah lama membujuk Hong Li agar suka menjatuhkan pilihannya. Sudah terlalu banyak pemuda yang datang meminangnya, akan tetapi gadis itu selalu menolak. Suami isteri itu, biarpun puteri mereka tidak mengaku terus terang, dapat mengerti bahwa Hong Li mencinta Sin Hong dan selalu menanti datangnya pemuda yang masih terhitung susioknya itu. Karena cintanya itulah maka Hong Li masih belum mau menerima pinangan sekian banyaknya pemuda pilihan. Dan pada pagi ini, suami isteri itu menerima sepucuk surat dari Tan Sin Hong, mengabarkan bahwa pemuda itu telah menikah dengan puteri ketua Ngo-heng Bu-koan di kota Lu-jiang. Setelah membaca surat ini, mereka bersepakat untuk membiarkan puteri mereka membacanya. Dan pada siang hari itu, di depan ayah bundanya, Hong Li membaca surat Sin Hong. Sin Hong telah menikah dengan wanita lain! Begitu membaca surat itu, dunia rasanya gelap bagi Hong Li dan tanpa dapat ditahannya lagi, air matanya jatuh berderai di atas kedua pipinya setelah ia membaca surat itu. Surat itu terlepas dari tangannya dan ia menubruk ibunya sambil menangis!
Suma Hui merangkul puterinya, juga berlinang air mata. Ia merasa kasihan sekali kepada puterinya dan tanpa sepatah pun kata, kedua orang wanita ini saling berangkulan dan sang ibu tahu benar apa yang dirasakan oleh batin puterinya.
"Sudahlah, anakku. Tenangkan hatimu, tabahkan hatimu. Ada tiga hal dalam hidup ini yang tidak dikuasai manusia, melainkan diatur oleh Thian sendiri, yaitu kelahiran, pernikahan dan kematian. Kalau dua orang sudah berjodoh, dihalangi bagaimanapun juga akhirnya akan bertemu dan menjadi jodoh, sebaliknya kalau memang tidak berjodoh, diusahakan bagaimanapun, akan gagal."
"Akan tetapi.... Ibu...., dia.... kenapa dia menikah begitu saja.... kenapa tidak memberitahu lebih dulu kepadaku.... padahal.... dia tahu.... bahwa aku.... aku mengharapkan dia"
"Sudahlah Hong Li, seorang gagah tidak membiarkan perasaannya hanyut dalam sesal, kecewa dan duka." kata Kao Cin Liong dengan sikap tenang. "Agaknya Sin Hong sute merasa bahwa tidak mungkin dia berjodoh dengan murid keponakannya sendiri, maka dia menikah dengan gadis lain. Segala sesuatu sudah terjadi dan tidak perlu disesalkan lagi. Sekarang, kuharap engkau berani menghadapi kenyataan dan pilihlah seorang di antara para peminang yang masih menanti keputusan kita."
Hong Li bangkit semangatnya mendengar ucapan ayahnya. Ia menghapus sisa air matanya dengan ujung baju ibunya, lalu mundur memisahkan diri dari ibunya, duduk di atas kursi memandang kepada ayah bundanya, lalu berkata dengan suara yang tenang.
"Ayah dan Ibu ingin sekali agar aku menikah"
Suami isteri itu saling pandang dan Suma Hui tersenyum. "Anakku, pertanyaanmu sungguh lucu. Engkau adalah anak kami satu-satunya. Engkau adalah seorang anak perempuan dan sekarang engkau telah lebih dari dewasa. Usiamu sudah dua puluh dua tahun. Ayah dan ibu mana yang tidak ingin melihat anak perempuannya menikah"
"Bagaimana dengan Ayah" tanya Hong Li sambil memandang ayahnya.
Kao Cin Liong batuk-batuk beberapa kali sebelum menjawab. "Aku setuju dengan pendapat ibumu. Aku sudah ingin menjadi seorang kakek, menimang cucuku, Hong Li."
Mendengar ucapan ayahnya ini, Hong Li merasa terharu sekali dan ia merasa betapa ia seorang anak yang tidak berbakti, tidak dapat menyenangkan hati orang tuanya.
"Baiklah, Ayah dan Ibu. Sekarang aku akan menurut, akan tetapi aku tidak dapat memilih Ayah, maka harap Ayah dan Ibu yang memilihkan untukku. Aku tidak akan menolak lagi...." Setelah berkata demikian, Hong Li bangkit, meninggalkan mereka dan memasuki kamarnya lalu melempar tubuhnya di atas pembaringan, menyembunyikan mukanya di balik bantal.
Biarpun hati mereka diliputi keharuan dan iba terhadap puteri mereka, namun ada perasaan gembira bahwa kini Hong Li tidak menolak. Mereka berdua lalu melakukan pemilihan dan akhirnya memilih seorang pemuda bernama Thio Hui Kong, seorang putera jaksa yang tampan dan juga memiliki ilmu silat yang cukup kuat di samping ilmu sastra yang cukup baik. Thio Hui Kong adalah putera tunggal dari Jaksa Thio dan pembesar ini terkenal sebagai seorang jaksa yang adil dan jujur. Pemuda itu pun terkenal pula sebagai seorang pemuda yang alim, dan tekun belajar. Kao Cin Liong dan isterinya merasa yakin bahwa mereka tidak salah pilih. Sudah lama Jaksa Thio meminang dan selalu mereka minta waktu dan kini dengan gembira mereka menerima pinangan itu.
Ketika diberitahu oleh ayah ibunya bahwa telah ditemukan seorang calon suami untuknya, Hong Li hanya mengangguk dan tersenyum malu-malu, akan tetapi di dalam hatinya, ia merasa berduka sekali. Akan tetapi, ia menahan perasaannya karena ia harus berbakti kepada orang tuanya. Kalau menurut kehendak hatinya, rasanya ia tidak ingin menikah setelah harapannya terhadap Sin Hong gagal. Akan tetapi, ia adalah anak tunggal dan kalau ia tidak dapat menyenangkan hati orang tuanya, berarti ia seorang anak yang tidak berbakti dan hal itu sungguh tidak diinginkannya. Biarlah ia menerima pilihan orang tuanya dan menyerahkan diri kepada nasib.
Pernikahan antara Hong Li dan Thio Hui Kong dirayakan secara meriah oleh keluarga Kao. Maklum, Hong Li merupakan anak tunggal dan keadan orang tuanya memungkinkan untuk merayakan pernikahan itu secara besar-besaran. Selain itu, juga Thio Hui Kong adalah putera dan anak tunggal Jaksa Thio yang terkenal. Tidaklah mengherankan kalau pesta pernikahan itu dirayakan secara besar-besaran dan banyak tamu diundang untuk menghadiri perayaan itu.
Di antara para tamu, datang pula Tan Sin Hong bersama isterinya. Yo Han tidak diajak walaupun di dalam hatinya, Yo Han ingin sekali menghadiri pesta pernikahan Hong Li yang sudah dikenalnya dengan baik itu. Berdebar juga rasa jantung dalam dada Sin Hong ketika dia bersama isterinya memasuki ruangan pesta dengan para tamu lainnya, disambut oleh Kao Cin Liong dan isterinya yang duduk di panggung sebagai tuan rumah, tidak begitu jauh dengan tempat duduk sepasang mempelai yang berada di tengah panggung.
Kao Cin Liong dan isterinya hanya dapat menyambut Sin Hong dan isterinya dengan singkat saja karena banyaknya tamu yang berbondong-bondong datang bersamaan waktunya dengan Sin Hong. Mereka dipersilakan untuk duduk di ruangan tamu yang sudah disediakan, di depan panggung di mana terdapat ratusan buah kursi. Lebih dari separuh ruangan itu telah penuh tamu. Akan tetapi, Sin Hong tidak langsung duduk di ruangan tamu, melainkan mengajak isterinya untuk menghampiri sepasang mempelai dan memberi selamat. Dia tidak merasa kikuk karena bukankah dia masih termasuk keluarga, walaupun hanya sute dari tuan rumah" Dia sudah memberi penjelasan kepada isterinya siapa keluarga Kao dan tentu saja dia tidak pernah menyinggung soal hubungan batin antara dia dan mempelai wanita kepada isterinya. Dari jauh, Sin Hong melihat betapa Hong Li nampak cantik jelita dalam pakaian mempelai, namun wajah Hong Li kelihatan lesu dan tidak membayangkan kegembiraan. Di sampingnya duduk mempelai pria dan di dalam hatinya, Sin Hong bersyukur melihat betapa gagah dan tampannya mempelai pria itu. Syukurlah, Hong Li memperoleh seorang jodoh yang memang patas mendampinginya selama hidup, pikirnya sambil mengajak, isterinya melangkah maju perlahan-lahan menghampiri tempat duduk sepasang mempelai.
"Nona Kao Hong Li, kami mengucapkan selamat atas pernikahanmu, semoga kalian berdua mempelai hidup berbahagia." kata Sin Hong yang mengajak isterinya mengangkat tangan ke depan dada memberi hormat.
Hong Li memandang dan mata mempelai wanita itu terbelalak ketika ia mengenal Sin Hong. Bedak tebal yang menutupi wajahnya menyembunyikan perubahan mukanya yang menjadi pucat sekali.
"Kau.... kauSusiok...." katanya berbisik. "Dan ini isteri Susiok...."
Sin Hong mengangguk dan tersenyum. "Benar, ini adalah isteriku."
Hong Li menoleh kepada suaminya dan memperkenalkan. "Ini Susiok Tan Sin Hong dan isterinya, dari kota Lu-jiang."
Tadinya Thio Hui Kong mengerutkan alisnya, akan tetapi ketika mendengar bahwa sepasang orang muda yang memberi selamat kepada isterinya adalah susiok (paman guru) isterinya, kerut di alisnya lenyap dan dia pun cepat membalas pemberian selamat itu sambil tersenyum, Sin Hong lalu menggandeng tangan isterinya, diajak meninggalkan sepasang mempelai untuk duduk di ruangan yang sudah disediakan untuk para tamu.
Akan tetapi, baru beberapa langkah dia dan isterinya meninggalkan tempat itu, terdengar Hong Li mengeluh dan disusul suara ribut-ribut dari para wanita yang mengerumuni sepasang pengantin untuk melayani mereka itu. Ternyata pengantin wanita telah roboh pingsan dalam kursinya! Tentu saja keadaan menjadi agak sibuk. Kao Cin Liong dan isterinya cepat menghampiri puteri mereka dan setelah memeriksanya, Kao Cin Liong berkata kepada para tamu yang mendekat bahwa puterinya terlalu lelah, kurang tidur dan perutnya kosong selama dua hari ini sehingga masuk angin! Pengantin wanita lalu dipondong masuk ke dalam oleh suaminya dan pesta dilanjutkan tanpa adanya sepasang mempelai. Keluarga tuan rumah tetap melayani tamu dan memang Kao Cin Liong dan isterinya tidak mengkhawatirkan keadaan puteri mereka walaupun mereka saling pandang dan maklum bahwa kehadiran Sin Hong itulah yang membuat puteri mereka mengalami guncangan batin dan menjadi pingsan!
Sementara itu, Sin Hong yang merasa berduka sekali melihat Hong Li roboh pingsan, hal yang menjadi pertanyaan besar di dalam hatinya, mengajak isterinya ke ruangan yang disediakan untuk para tamu. Diam-diam dia merasa khawatir sekali. Hong Li adalah seorang gadis yang keras hati dan tabah, juga gagah perkasa sehingga tidak mudah sakit, apalagi masuk angin! Tentu ada sesuatu yang menyebabkan gadis itu pingsan, dan dia merasa khawatir sekali karena gadis itu pingsan setelah bertemu dengan dia! Agaknya, Bhe Siang Cun juga menduga akan hal ini dan isteri itu cemberut, alisnya berkerut dan terasa betapa tangan dan lengannya kaku ketika digandengnya menuju ke ruangan tamu.
"Hemmm, kiranya ada apa-apa antara paman dan keponakan! Bagus, ya" kata Siang Cun dengan suara berbisik, namun dalam suara itu terkandung penyesalan besar.
"Hushhh, jangan menyangka yang bukan-bukan!" balas Sin Hong, juga berbisik, akan tetapi dia merasa betapa jurang antara dia dan isterinya menjadi semakin lebar dan kini agaknya tidak ditutupi lagi dengan kepura-puraan yang manis dan mesra. Isterinya jelas memperlihatkan kekurangsenangan hatinya dengan muka merengut dan pandang mata marah, juga kini isterinya melepaskan tangannya yang digandeng!
"Cun Su-moi....!" Tiba-tiba terdengar seruan seorang pria di antara para tamu.
Siang Cun menoleh dan seketika wajah yang merengut tadi menjadi cerah, berseri dan senyumnya manis sekali ketika ia mengenal pria muda yang menegurnya itu. Pria itu adalah seorang di antara suhengnya, murid ayahnya yang sudah beberapa tahun meninggalkan perguruan. Suhengnya itu bernama Ciang Kun, dan ketika ia berusia lima belas tahun, antara ia dan suhengnya itu terjalin semacam cinta monyet atau cinta antara dua orang remaja. Cinta itu terputus ketika Ciang Kun meninggalkan perguruan dan orang tuanya pindah dari kota Lu-jiang ke kota raja. Tak disangkanya di tempat ini ia akan berjumpa dengan suhengnya yang pernah disayangnya dan pernah dirindukannya itu.
"Kun-suheng.... ! Kaudi sini" Manaisterimu" tanya Siang Cun sambil memandang dan kedua pipinya berubah kemerahan. Pemuda yang jangkung dan tampan itu tersenyum lalu menggeleng kepala dan menggoyang tangan kanan, tanda bahwa dia belum menikah. Karena banyak di antara para tamu memandang kepada mereka, tentu saja mereka tidak dapat leluasa bicara.
"Kun-suheng, datanglah ke Lu-jiang, kami semua sudah rindu padamu!"
Ciang Kun mengangguk. "Baik, aku akan datang berkunjung."
Hanya sampai di situ saja percakapan itu. Terpaksa Siang Cun bersama suaminya mencari tempat kosong di ruangan yang disediakan untuk para tamu yang berpasangan, yaitu suami isteri yang datang berdua. Ada tiga ruangan untuk para tamu, yaitu bagian pria, bagian wanita, dan bagian para tamu yang datang bersama isteri atau suami mereka. Siang Cun memilih meja yang masih kosong. Meja itu dikelilingi delapan buah bangku dan belum ada seorang pun tamu duduk di situ. Kesempatan duduk berdua ini dipergunakan oleh Siang Cun untuk melampiaskan kedongkolan hatinya.
Mereka saling berpandangan, duduk bersanding menghadapi meja bundar. Tidak seorang pun di antara mereka bicara, hanya pandang mata mereka seperti saling menjenguk isi hati mereka.
Kemudian Siang Cun lebih dulu berkata, "Engkau tidak bertanya siapa pria muda yang menegurku tadi" Ia sengaja memancing pertengkaran.
Akan tetapi Sin Hong merasa malu kalau harus bertengkar dengan isterinya di tempat pesta itu. Dia tersenyum dan menjawab halus, "Tanpa bertanya pun aku sudah dapat menduga bahwa dia tentulah seorang suhengmu yang sudah lama tidak bertemu denganmu."
Mendengar suara suaminya yang lembut dan sikapnya yang tenang, agak berkurang kemarahan Siang Cun yang bangkit karena cemburu itu. "Dia seorang suhengku yang terpandai dan sudah empat tahun atau lima tahun kami tidak saling berjumpa. Aku gembira sekali dapat bertemu dengan dia di sini! Ketika kita menikah, ayah tidak dapat mengirim undangan karena tidak tahu di mana dia tinggal."
Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sin Hong tetap tersenyum dan mengangguk. Bagi dia, pertemuan itu sudah sewajarnya kalau mendatangkan kegembiraan. Dia masih merasa terharu dan tegang mengenang Hong Li yang roboh pingsan tadi. Pikirannya penuh dengan itu sehingga dia hampir tidak memperhatikan keadaan isterinya dan pertemuan antara isterinya dan suheng isterinya itu pun dilupakannya lagi.
Melihat suaminya termenung, Siang Cun segera berkata, "Sebaliknya, pertemuanmu dengan murid keponakanmu yang menjadi pengantin itu agaknya menimbulkan kenangan pahit sehingga ia sampai roboh pingsan. Sebenarnya, ada apakah antara kalian"
"Tidak ada apa-apa." kata Sin Hong menggeleng kepalanya dengan wajah diliputi kedukaan.
"Tidak mungkin! Tentu ada hubungan yang istimewa, kalau tidak begitu, tak mungkin ia jatuh pingsan begitu bertemu dan bicara denganmu!" kata Siang Cun yang meninggikan suaranya sehingga beberapa buah kepala menoleh ke arah mereka.
Sin Hong mengerutkan alisnya, berbisik, "Tenanglah, di sini bukan tempat untuk ribut-ribut. Nanti saja kita bicara tentang itu dan aku akan menerangkan segalanya."
Siang Cun mengangguk, akan tetapi selanjutnya, ia bersungut-sungut. Meja itu dipenuhi para tamu yang berdatangan dan mereka pun mulai pesta makan minum hidangan yang disuguhkan.
Setelah pesta berakhir, para tamu bubaran dan Sin Hong bersama isterinya juga berpamit dari tuan rumah. Ketika mereka berkesempatan untuk minta diri dari Kao Cin Liong dan Suma Hui, Sin Hong merasa sepatutnya kalau dia bertanya tentang keadaan Hong Li. "Suheng, bagaimana dengan kesehatan puterimu" Kuharap ia sudah sehat kembali, Suheng."
Kao Cin Liong memandang kepada sutenya dengan alis berkerut. Dia tidak menyalahkan sutenya ini, akan tetapi hanya menyesali pertemuan antara puterinya itu dengan Sin Hong yang mengakibatkan puterinya mengalami guncangan batin. "Ia sudah sehat kembali, terima kasih, Sute."
Dalam perjalanan pulang ke Lu-jiang, barulah Siang Cun mendapat kesempatan untuk menuntut agar suaminya suka bicara terus terang mengenai hubungannya dengan Kao Hong Li. Sin Hong menarik napas panjang. Sebetulnya, urusannya dengan Hong Li adalah urusan yang hanya dia ketahui sendiri saja, mengenai perasaan batin antara mereka dan tidak akan diceritakan kepada siapapun juga. Akan tetapi, tak disangkanya bahwa kehadirannya dalam pesta pernikahan Hong Li itu membuat Hong Li menderita dan isterinya menjadi curiga dan cemburu. Kalau dia tidak bicara terus terang, tentu hubungannya dengan isterinya akan menjadi semakin buruk.
"Sesungguhnya, tidak ada apa-apa di antara kami yang perlu dicurigai," katanya, mencoba untuk membantah.
"Tidak perlu berbohong. Aku adalah seorang wanita dan aku tahu apa yang telah terjadi. Begitu bertemu denganmu, ia menderita guncangan hebat. Biarpun mukanya tertutup bedak tebal sehingga tidak nampak, aku tahu bahwa ia menjadi terkejut, pucat dan matanya membayangkan kedukaan yang mendalam, suaranya juga menjadi lain, menggetar penuh keharuan. Tidak perlu membohongi aku lagi, ada hubungan. istimewa apakah antara kalian"
"Baiklah, Siang Cun, kalau memang engkau ingin sekali mengetahui, aku pun akan berterus terang saja. Memang tidak dapat kusangkal bahwa dahulu ada pertalian batin antara kami. Kami saling mencinta walaupun kami tidak pernah menyatakan hal itu dengan kata-kata. Ketahuilah bahwa Hong Li adalah putera suhengku, oleh karena itu kami mengetahui bahwa tidak mungkin menjadi suami isteri. Karena itu, maka aku lalu pergi meninggalkannya, merantau bersama muridku dan aku tiba di Lu-jiang, terlibat dalam urusan antara Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang. Sungguh mati, tidak ada hubungan yang buruk dan cemar di antara kami."
Siang Cun mendengarkan dengan muka berubah agak pucat. "Jadi.... jadi itukah sebabnya" katanya, seperti kepada diri sendiri.
"Apa maksudmu" Sebab apa"
"Jadi selama ini, hatimu telah dimiliki orang lain, engkau selama ini tak pernah berhenti mencintanya" Ah, kalau saja aku tahu...." Siang Cun mulai menangis.
"pantas kau.... kau yang menjadi suamiku tidak pernah mencintaku....!"
Sin Hong terkejut dan menyentuh lengan isterinya. "Jangan bicara seperti itu, isteriku. Apakah selama menjadi suamimu aku pernah menyakiti hatimu" Bukankan aku selalu berusaha untuk menjadi seorang suami yang baik" Aku selalu setia, aku membantu pekerjaan ayahmu, aku tidak pernah bersikap kasar padamu, aku...."
"Aku tahu! Akan tetapi semua itu palsu, hanya pura-pura. Keramahan dan kemesraan yang dibuat-buat. Palsu! Engkau tidak pernah cinta padaku! Siang Cun menangis dan merebahkan kepalanya di atas meja dalam kamar hotel itu, menyembunyikan muka di dalam lingkaran lengannya.
Sin Hong memandang kepala isterinya itu dengan bingung. Dia seorang laki-laki yang belum berpengalaman sehingga dia tidak dapat menyelami hati wanita, tidak mengenal watak wanita pada umumnya, wanita selalu haus akan kasih sayang orang lain, terutama kasih sayang pria. Tidak ada kepedihan hati yang lebih hebat bagi seorang wanita daripada merasa tidak dicinta pria! Apalagi bagi seorang isteri! Yang didambakannya hanyalah kasih sayang suaminya, kasih sayang yang kadang-kadang harus diperlihatkan melalui pemanjaan!
"Kalau memang tidak pernah cinta kepadaku, kenapa engkau dahulu suka menjadi suamiku" Ah, engkau hanya ingin menyiksa hatiku, ingin membuat aku sengsara!" Kembali Siang Cun berkata sambil menangis. Sin Hong menjadi semakin penasaran ketika diungkit-ungkit masa lalu itu.
"Siang Cun, engkau sungguh bersikap tidak adil sama sekali!" katanya dan walaupun suaranya masih lembut dan tenang, namun hatinya mulai panas. "Lupakah engkau akan keadaanmu dahulu" Engkau hendak membunuh diri kalau tidak kuperisteri, karena merasa malu dan untuk menghapus aib aku harus menjadi suamimu. Aku kasihan kepadamu, kepada orang tuamu, dan aku melihat engkau seorang calon isteri yang baik, aku melihat Ngo-heng Bu-koan sebuah tempat dan lingkungan yang baik untuk muridku. Karena itu aku menerima usul ayahmu dan aku menjadi suamimu. Aku sudah berusaha untuk memupuk cinta kasih antara kita. Akan tetapi bagaimana mungkin berhasil kalau dari pihakmu tidak ada bantuan" Engkau sendiri tidak cinta padaku, Siang Cun."
Tiba-tiba wanita itu mengangkat mukanya dan muka itu basah air mata, kedua matanya merah. "Tidak cinta kau bilang" Aku sudah menyerahkan kehormatanku, seluruh diriku, melayanimu tanpa mengeluh, dan kau bilang aku tidak cinta padamu" Siang Cun menangis lagi dan Sin Hong termenung. Jadi begitukah pendapat isterinya" Karena sudah menyerahkan diri kepadanya, melayaninya, itu bukti bahwa isterinya mencintanya" Dia sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang isterinya melalui penyerahan diri itu. Isterinya melakukan hal itu hanya untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang isteri terhadap suami, lain tidak. Tidak ada kasih sayang terkandung dalam pandang matanya, dalam suaranya, atau dalam sentuhan tangannya. Agar tidak mendatangkan percekcokan dan pertengkaran, dia pun diam saja dan selanjutnya perjalanan pulang itu dilakukan tanpa kata-kata antara mereka, hanya bicara kalau perlu saja dan selebihnya hanya geleng atau angguk!
Setelah mereka berdua tiba di Lu-jiang, mulai saat itu terdapat suatu keretakan atau kerenggangan di antara mereka. Mulailah keduanya merasa tersiksa. Terjadi semacam perang dingin diantara mereka, tidak saling menegur dan hanya bicara seperlunya saja. Tidur pun saling membelakangi, bahkan akhirnya karena tidak tahan menghadapi keadaan seperti itu, Sin Hong tidur di atas lantai, membiarkan isterinya tidur sendiri di atas pembaringan mereka. Akan tetapi di luar kamar, terutama di depan Bhe Gun Ek dan isterinya, suami isteri ini memaksa diri bersandiwara dan bersikap biasa saja. Biarpun demikian, Bhe Kauwsu dan isterinya dapat melihat perubahan sikap mereka dan menduga bahwa tentu ada sesuatu yang mengganggu keakraban puteri dan mantu mereka itu.
Kunjungan Ciang Kun, bekas murid Bhe Kauwsu, mendatangkan kegembiraan pada Siang Cun. Wanita muda ini menyambut suhengnya dengan sikap gembira dan akrab sekali, dan sebaliknya Ciang Kun juga jelas memancarkan sinar kasih sayang dan berahi dalam pandang matanya terhadap sumoinya itu. Hal ini nampak jelas oleh Sin Hong, akan tetapi dia diam saja dan pura-pura tidak tahu akan hal ini, bersikap wajar terhadap Ciang Kun. Akan tetapi, kunjungan Ciang Kun ini makin memperlebar jurang pemisah antara suami isteri muda yang belum ada setahun menjadi suami isteri itu, dan membuat Sin Hong makin sering melamun seorang diri.
"Suhu, kenapa Suhu kelihatan berduka selalu selama beberapa hari ini" Apalagi semenjak Suhu pulang dari menghadiri pernikahan enci Hong Li, Suhu nampak semakin berduka saja dan banyak melamun. Ada urusan apakah, Suhu"
Sin Hong memaksa diri, tersenyum. Dia tidak heran melihat ketajaman mata muridnya dan keberanian muridnya bertanya kepadanya. Muridnya ini memang lebih pantas menjadi adiknya atau keluarga yang amat dekat, yang amat sayang kepadanya, juga amat setia dan berbakti.
"Tidak ada apa-apa, Yo Han. Ini urusan orang dewasa, keberitahu pun engkau tidak akan mengerti."
Anak itu mengamati wajah gurunya beberapa lamanya. Dia amat hafal akan wajah gurunya yang selalu diterangi kelembutan itu, maka dia melihat perubahan yang amat besar pada wajah itu. Kini gurunya nampak seperti orang yang berduka, ada garis-garis di sekeliling kedua matanya dan kerut merut di antara kedua alisnya. Diam-diam dia merasa kasihan sekali kepada gurunya.
"Suhu, apakah ada sesuatu yang buruk antara Suhu dan Subo"
Sin Hong terkejut dan dengan alis berkerut dia memandang muridnya. "Yo Han! Omongan apa yang kaukeluarkan itu" Jangan sembarangan bicara kau! Berani kau mengatakan begitu tentang subomu (ibu gurumu)" Biarpun berlawanan dengan suara hatinya, Sin Hong terpaksa membentak dan menegur muridnya karena sikapnya ini memang sudah sepatutnya dan Yo Han terlalu berani bicara.
"Suhu, teecu tidak bicara ngawur atau sembarangan saja, melainkan dengan alasan kuat, dan teecu bukan sekedar ingin tahu, melainkan teecu ingin sedapat mungkin membantu Suhu mengatasi kedukaan Suhu. Tadi Suhu mengatakan bahwa urusan itu adalah urusan orang dewasa, berarti Suhu mempunyai masalah dengan mertua atau dengan isteri. Akan tetapi mengingat bahwa Suhu baru saja pergi ke undangan pernikahan puteri supek di Pao-teng bersama Subo, dan mengingat pula akan hubungan cinta antara Suhu dan enci Hong Li dahulu maka teecu menduga bahwa tentu ada sesuatu yang buruk terjadi antara Suhu dan Subo. Suhu adalah seorang yang bijaksana dan gagah, mengapa Suhu harus tenggelam dalam kedukaan dan tidak bertindak mengatasi semua masalah sehingga beres"
Sin Hong diam-diam terkejut dan juga kagum. Muridnya ini memang memiliki kecerdikan yang luar biasa dan jalan pikirannya sudah demikian dewasa. Apakah hal ini karena gemblengan keadaan hidupnya yang penuh derita, ataukah memang pembawaan yang dibawa sejak lahir, dia tidak tahu. Dia menarik napas panjang, tidak jadi marah mengingat bahwa kelancangan muridnya ini terdorong oleh rasa cintanya kepadanya, keinginannya untuk membantu.
"Sudahlah, Yo Han. Urusanku ini tidak dapat kuceritakan kepada siapapun juga, apalagi kepada engkau yang masih kecil. Engkau takkan dapat membantu, tak seorang pun di dunia ini akan dapat membantu. Hanya Thian saja yang akan dapat menjernihkan persoalan ini. Sudah, jangan ganggu aku lebih lama lagi. Pergilah berlatih, bukankah engkau mengalami kesukaran dengan jurus kedua belas dari Pat-mo Sin-kun (Silat Sakti Delapan Iblis) itu" Latihlah lagi dengan tekun, akan tetapi di dalam kamarmu, jangan perlihatkan kepada murid Ngo-heng Bu-koan yang lain."
"Baik, Suhu dan maafkan teecu. Akan tetapi ada satu pertanyaan lain mengenai latihan ini. Suhu mengajarkan Pat-mo Sin-kun dan Pat-sian Sin-kun kepada teecu, akan tetapi kenapa tidak kepada para murid lain"
Sin Hong tersenyum. "Yo Han, engkaulah satu-satunya muridku, karena itu engkau berhak mempelajari ilmu-ilmu yang kudapatkan dari para penghuni Istana Gurun Pasir. Murid-murid Ngo-heng Bu-koan tentu saja hanya mempelajari ilmu silat yang diajarkan di perguruan ini oleh ayah mertuaku, dan aku hanya membantu dalam memperbaiki gerakan mereka saja."
"Terima kasih, Suhu, kini teecu mengerti. Dan maafkan kelancangan teecu tadi, sesungguhnya teecu hanya ikut merasa prihatin dan ingin sekali membantu."
"Aku mengerti, sudahlah, kau berlatih sana Yo Han!" kata Sin Hong sambil mengangguk dan tersenyum. Perih hati Yo Han melihat senyum suhunya itu, tidak begitu senyum suhunya dahulu. Dahulu suhunya kalau tersenyum, bebas lepas dan memancarkan kebahagiaan hatinya. Kini, senyum itu pahit dan seperti di luar saja, menutupi sesuatu yang menyedihkan, senyum hiburan saja.
Yo Han merasa penasaran sekali. Dia dapat menduga bahwa tentu ada "apa-apa" antara suhunya dan subonya. Dia seorang anak yang cerdik sekali, dan dia pun melihat kedatangan Ciang Kun yang disambut demikian gembira oleh subonya. Sebagai seorang anak yang cerdik dan disuka oleh para murid lain di Ngo-heng Bu-koan, akhirnya Yo Han dapat mengorek keterangan bahwa Ciang Kun adalah murid Ngo-heng Bu-koan yang sudah beberapa tahun meninggalkan perguruan dan pindah ke kota raja, dan terutama sekali keterangan bahwa antara Ciang Kun dan subonya itu pernah terjalin hubungan cinta ketika keduanya masih remaja! Inikah masalah yang menyedihkan hati gurunya" Akan tetapi, gurunya berduka dan berubah lama sebelum Ciang Kun muncul! Bagaimanapun juga, dia merasa penasaran dan karena dia merasa yakin bahwa kedukaan gurunya itu karena ada sesuatu dengan isteri gurunya, maka dia ingin menyelidiki keadaan subonya! Hanya itulah yang akan dapat dia lakukan dalam usahanya membantu gurunya. Dia akan menyelidiki subonya, mendekati subonya dan kalau mungkin memancing keterangan dari subonya!
Pada suatu malam yang sunyi. Sejak siang tadi, gurunya pergi dan kepada semua keluarga berpamit hendak pergi berburu ke dalam hutan di sebelah barat karena banyak penduduk di lembah Yang-ce sekitar hutan itu yang mengeluh akan adanya gangguan harimau yang mengganas sampai ke dusun-dusun. Mendengar ini, Sin Hong lalu pergi untuk berburu harimau yang mengganggu penduduk itu, bahkan kabarnya sudah membunuh tiga orang penduduk dusun. Dia tidak mengajak Yo Han karena maklum bahwa dalam perburuan ini terdapat bahaya besar bagi orang yang belum memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Yo Han berlatih silat di kamarnya, kemudian setelah sunyi dia meninggalkan kamarnya dan berindap pergi ke dalam taman. Dia bermaksud untuk berlatih di dalam taman itu yang hawanya sejuk dan malam itu malam terang bulan. Akan tetapi dia harus berhati-hati, keluar dari kamarnya dengan sembunyi-sembunyi agar jangan terlihat oleh murid lain. Tentu gurunya akan ditegur oleh para murid lain kalau mereka melihat dia berlatih dalam ilmu silat yang asing, dan mungkin para murid itu lalu menuntu
Harpa Iblis Jari Sakti 7 Pendekar Riang Karya Khu Lung Kisah Sepasang Rajawali 7
n Pasir! Ketika Sin Hong melihat betapa lawannya mempergunakan ilmu silat harimau yang amat dahsyat, yang sambaran anginnya dari kedua tangan itu saja sudah mendatangkan hawa panas dan amat berbahaya, dia pun maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang sakti. Maka, dia pun cepat mengerahkan tenaga dan memainkan ilmu silat Pek-ho Sin-kun, yaitu ilmu gabungan dari ketiga orang gurunya. Ilmu silat ini memang hebat bukan main, bukan seperti ilmu-ilmu silat Ho-kun (Silat Bangau) biasa saja. Biarpun gaya dasarnya meniru gerakan burung bangau putih yang indah dan lemas di samping kekuatan dan kecepatan burung itu, namun intinya mengandung perasan dari ilmu-ilmu yang dikuasai tiga orang tua sakti itu! Bahkan untuk mempelajari ilmu silat sakti ini, Sin Hong lebih dahulu menerima pengoperan sin-kang gabungan dari ketiga orang gurunya, dan untuk dapat menguasai ilmu itu dengan sempurna, dia bahkan harus bertapa selama setahun, tidak boleh mengerahkan tenaga sedikit pun karena hal ini akan dapat menewaskannya.
Begitu Sin Hong menghadapi Houw-kun yang hebat dari kakek itu dengan Pek-ho Sin-kun, kakek itu kembali terkejut. Gerakan kedua lengan pemuda itu yang mirip dengan gerakan leher dan kepala burung bangau, mengandung hawa pukulan yang kuat sekali dan setiap kali mereka beradu lengan, Hoan Sai-kong terdorong ke belakang seperti diserang angin taufan!
"Haaauuuwww....!" Tiba-tiba Hoan Sai-kong mengeluarkan suara gerengan dahsyat. Gerengan ini mengandung khi-kang yang kuat dan kalau lawannya bukan Sin Hong, sedikit banyak tentu akan terpengaruh oleh getaran suara menggereng ini. Dan sambil menggereng, kakek itu menubruk ke depan, cakar kanannya mencakar ke arah ubun-ubun kepala Sin Hong cakar kiri dari samping mencakar perut. Gerakannya cepat dan amat kuat, kedua cakar itu ketika menyambar mendatangkan angin keras.
Sin Hong maklum akan bahayanya serangan Ini, maka dia pun melangkah ke belakang, tubuhnya ditarik ke belakang dan kedua tangannya menyambut serangan itu dengan tangkisan kedua lengan yang dikembangkan dari tengah, yang kiri mendorong ke atas dan yang kanan mendorong ke bawah.
"Dukkk! Dukkk!" Dua pasang lengan bertemu dan kembali tubuh kakek itu terdorong ke belakang. Namun dengan cepatnya Hoan Sai-kong kini menubruk ke depan, bukan hanya kedua tangan yang bergerak seperti sepasang kaki depan harimau untuk mencakar, juga mulutnya dibuka lebar seperti harimau yang hendak menggigit. Namun kakek ini tidak menggigit karena giginya pun sudah banyak yang ompong, melainkan menggunakan kepalanya untuk menyeruduk ke arah dada lawan! Serangan kedua tangan dan kepala ini memang lebih dahsyat daripada tadi, dan tubuhnya meluncur seperti harimau meloncat.
Dengan ringan sekali, tiba-tiba tubuh Sin Hong meloncat ke atas seperti seekor burung terbang. Tubrukan Hoan Sai-kong lewat di bawahnya dan kini tubuh Sin Hong berjungkir balik membuat salto dan dengan kepala di bawah, tubuhnya meluncur ke bawah, tangannya membentuk paruh burung menotok ke arah tengkuk dan pundak Hoan Sai-kong! Hoan Sai-kong mengeluarkan seruan kaget. Tak disangkanya bahwa serangannya yang dilakukan dengan seluruh tenaganya itu selain gagal sama sekali, juga berbalik kini lawan yang menyerangnya dari atas. Dan serangan totokan dari atas itu hebat bukan main. Hoan Sai-kong melempar tubuhnya ke atas lantai dan bergulingan menjauh sehingga serangan Sin Hong itu pun luput. Ketika melihat lawannya menyambar tombak dan kini menyerangnya dengan tombak, Sin Hong cepat mengatur langkah dan mengelak ke sana-sini dengan ringannya. Kedua kakinya seperti kaki burung bangau, melangkah ringan tanpa mengeluarkan suara namun selalu dapat menghindarkan sambaran ujung mata tombak yang berkelebatan.
Akan tetapi kini Phoa Hok Ci sudah maju mengeroyok dengan mempergunakan pedangnya. Sebagai murid pertama Ngo-heng Bu-koan, apalagi telah menerima gemblengan selama tiga tahun dari Hoan Sai-kong, tingkat kepandaian Phoa Hok Ci ini tidak boleh dipandang ringan dan begitu dia maju mengeroyok, Sin Hong dihujani serangan tombak dan pedang.
Kalau saja Si Bangau Putih, demikian julukan Sin Hong, menghendaki, agaknya dia akan mampu merobohkan kedua orang pengeroyoknya itu dengan ilmunya yang tinggi. Namun, dia tidak bermaksud membunuh mereka, bahkan dia harus dapat menangkap Phoa Hok Ci hidup-hidup karena orang inilah yang dapat di jadikan kunci perdamaian antara Kim-liong-pang dan Ngo-heng Bu-koan, melenyapkan kesalahpahaman yang timbul karena fitnah yang disebarkan oleh Phoa Hok Ci. Karena hendak menangkap Phoa Hok Ci, maka Sin Hong tidak mau melakukan serangan mautnya dan dia menunggu kesempatan untuk dapat menangkap pengkhianat itu.
Setelah menghadapi serangan dua orang bersenjata itu dengan mengandalkan kelincahan gerakannya, sambil menanti kesempatan baik, akhirnya Sin Hong melihat terbukanya kesempatan. Dia berhasil menangkap tombak di tangan Hoan Sai-kong, lalu mengerahkan tenaga menarik sehingga lawan itu ikut tertarik dan dengan gagang tombak yang masih dipegangnya itu, Sin Hong menangkis pedang Phoa Hok Ci yang menyambar, berbareng dia mengirim tendangan kilat ke arah lutut kaki kiri Phoa Hok Ci. Orang ini terkejut dan masih sempat meloncat ke samping sehingga yang terkena tendangan hanya betisnya. Namun cukup membuat dia terpelanting dan Sin Hong yang menarik tombak, membalikkan tubuhnya, tangan kirinya menampar ke arah kepala sai-kong itu.
Hoan Sai-kong cepat memutar tombaknya terlepas dari pegangan Sin Hong, dan sambil mengelak dengan merendahkan tubuhnya dan menggeser kaki ke kiri, Hoan Sai-kong menggerakkan tombaknya untuk menusuk perut lawan! Tusukan yang amat cepat datangnya itu dielakkan oleh Sin Hong yang memiringkan tubuh dan ketika tombak meluncur lewat dekat pinggang, dia mengerahkan tenaga dan memukul dengan tangan miring ke arah gagang tombak.
"Krekkk!" Tombak itu pun patah menjadi dua potong!
Hoan Sai-kong terkejut dan melompat ke dalam kuil, menyusul muridnya yang sudah lebih dulu melarikan diri setelah tadi betisnya kena ditendang oleh Sin Hong.
"Phoa Hok Ci, hendak lari ke mana kau" Sin Hong membentak dan cepat melompat ke dalam kuil melakukan pengejaran. Setelah mencari-cari, dia melihat Hoan Sai-kong berdiri menantinya di ruangan belakang, sebuah ruangan kecil dan keadaan di situ cukup terang karena di sudut dinding tergantung sebuah lampu dinding yang cukup terang. Melihat ini, Sin Hong merasa curiga. Dia bukan orang bodoh. Kalau musuh yang sudah melarikan diri dan dikejarnya kini menantinya di sebuah ruangan yang diterangi lampu, maka hal ini patut dicurigakan. Mungkin sebuah perangkap, pikirnya, maka dia pun melangkah masuk dengan hati-hati dan penuh kewaspadaan. Mungkin Phoa Hok Ci yang tidak nampak akan menyerangnya dengan senjata rahasia.
Akan tetapi, tidak terjadi sesuatu ketika dia melangkah masuk dan dia pun berkata kepada kakek itu, "Locianpwe, di antara kita tidak ada permusuhan. Aku tidak mengenal Locianpwe dan sebaliknya Locianpwe tidak mengenalku. Aku hanya ingin mengajak Phoa Hok Ci untuk pulang ke Ngo-heng Bu-koan untuk membuat pengakuan tentang semua perbuatannya mengadu domba antara Kim-liong-pang dan Ngo-heng Bu-koan. Serahkan Phoa Hok Ci dan aku akan pergi dari sini, tidak akan mengganggu Locianpwe lebih lama lagi."
Akan tetapi, sebagai jawaban, Hoan Sai-kong mengelebatkan pedangnya dan langsung menyerang Sin Hong dengan permainan pedang yang dahsyat dan cepat. Kiranya kakek ini tadi melarikan diri karena tombaknya patah dan kini sudah berganti senjata pedang yang juga dapat dimainkannya dengan cepat sekali.
Sin Hong menjadi penasaran dan marah. Orang ini agaknya hendak mati-matian membela muridnya yang jelaa telah melakukan perbuatan yang amat keji! Kalau dia tidak lebih dulu merobohkan orang ini dengan cepat, tentu akan sukar untuk menangkap Phoa Hok Ci. Karena itu,begitu lawan menyerangnya, Sin Hong menggunakan kecepatan gerakan tubuhnya, mengelak sambil membalas dengan cepat dan dahsyat. Totokan demi totokan yang amat cepat dia lancarkan ke arah lengan yang memegang pedang dan bagian anggauta lain sehingga Hoan Sai-kong yang mempergunakan pedang itu sebaliknya malah terdesak hebat oleh Sin Hong. Dan karena selama perkelahian itu tidak terjadi sesuatu yang mencurigakan, tidak ada senjata rahasia dilepaskan dari temat gelap, maka Sin Hong menjadi agak lengah dan kecurigaannya tadi menipis.
Ketika dia mendesak terus dan perkelahian itu terjadi dengan sengitnya di tengah ruangan yang tidak luas itu, tiba-tiba Hoan Sai-kong mengeluarkan teriakan nyaring sekali, akan tetapi teriakan ini bukan untuk melakukan serangan, melainkan untuk melompat pergi dari ruangan itu! Dan teriakan itu juga merupakan isyarat kepada Phoa Hok Ci untuk bertindak karena tiba-tiba saja lantai ruangan yang diinjak oleh kaki Sin Hong terbuka ke bawah! Sin Hong terkejut sekali. Cepat tangannya meraih dan dia masih dapat menangkap kaki Hoan tai-kong yang hendak meloncat pergi dari ruangan itu.
Kalau saja Hoan Sai-kong melanjutkan loncatannya, tentu dia dan juga Sin Hong akan dapat keluar dari ruangan itu. Akan tetapi, Hoan Sai-kong agaknya terkejut dan tidak menyangka bahwa pemuda yang menjadi lawannya itu masih sempat menangkap kakinya. Dengan marah dia lalu menusukkan pedangnya ke arah leher Sin Hong. Melihat ini, Sin Hong mengerahkan sin-kang pada tangan kirinya dan dengan tangan miring dia menyampok dan memukul ke arah pedang yang melakukan serangan maut itu.
"Plakkk!" Pedang itu terlepas dari pegangan Hoan Sai-kong, akan tetapi karena gerakan-gerakan itu, loncatannya kehilangan tenaga dan tubuh mereka berdua tanpa dapat dicegah lagi meluncur jatuh ke dalam lubang di ruangan itu!
Melihat betapa dia bersama lawannya terjeblos ke bawah, Sin Hong cepat melepaskan pegangannya pada kaki lawan dan dia pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk meringankan tubuhnya. Biarpun Hoan Sai-kong juga melakukan ini, namun karena dia nampak ketakutan sekali, gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang dikerahkannya menjadi berantakan dan tubuhnya meluncur lebih cepat daripada Sin Hong ke dalam lubang yang dalam dan gelap itu.
Diam-diam Sin Hong merasa kaget juga melihat betapa lamanya dia tiba di dasar lubang jebakan itu, tanda bahwa lubang itu cukup dalam! Terdengar jerit mengerikan dari Hoan Sai-kong di sebelah bawah ketika tubuh kakek itu lebih dulu tiba di dasar lubang, teriakan kematian!Sin Hong mengarahkan gin-kangnya dan dia memandang ke bawah, melihat garis bentuk tubuh Hoan Sai-kong rebah meringkuk ke bawah. Dengan hati-hati Sin Hong mengarahkan kedua kakinya menginjak tubuh itu dan untung dia melakukan hal ini karena ternyata bahwa dasar lubang yang sempit itu penuh dengan tombak-tombak runcing yang siap menerima tubuhnya! Tubuh mayat Hoan Sai-kong telah menyelamatkannya! Dia dapat hinggap di atas tubuh itu dan terbebas dari tusukan tombak-tombak itu.
Pantas saja Hoan Sai-kong tadi mengeluarkan teriakan ketakutan ketika terjatuh. Agaknya dia sudah tahu akan keadaan sumur maut ini, dan begitu terjatuh, tubuhnya diterima tombak-tombak itu dan tewas seketika.
Sin Hong meraba ke kanan kiri. Kedua tangannya menyentuh dinding sumur yang licin sekali, penuh lumut. Tidak mungkin merangkak ke atas mempergunakan sin-kang karena dinding itu licin bukan main. Meloncat ke atas" Sama sekali tidak mungkin. Ketika dia melihat ke atas, nampak lubang itu, lubang di tengah ruangan, nampak samar-samar diterangi lampu di dinding ruangan itu. Lalu nampak kepala orang di tepi sumur. Dari bawah pun dia dapat melihat bahwa itu adalah kepala Phoa Hok Ci! Dia menahan napas dan tidak bergerak. Biarlah dia disangka mati seperti kakek itu, karena kalau Phoa Hok Ci mengetahui bahwa dia masih hidup, mungkin akan menyerangnya dengan melemparkan sesuatu dan hal ini berbahaya sekali. Kemudian, dia mendengar suara Phoa Hok Ci tertawa. Agaknya orang itu girang dan mengira dia telah mati. Murid itu agaknya sama sekali tidak merasa berduka biarpun gurunya juga mati di dalam lubang jebakan ini. Hal ini saja menunjukkan betapa buruknya watak laki-laki itu. Kepala Phoa Hok Ci itu lenyap dan penerangan di atas padam. Suasana menjadi gelap gulita.
Sin Hong masih berdiri di atas mayat Hoan Sai-kong yang tertusuk tombak-tombak itu. Meloncat ke atas tidak mungkin. Merayap melalui dinding lubang itu pun tidak mungkin. Tanpa bantuan orang dari atas, tidak mungkin dia naik ke atas! Dalam keadaan gelap gulita itu, menyelidiki keadaan di dasar lubang itu pun tidak mungkin. Tidak ada jalan lain baginya kecuali menanti sampai malam itu lewat dan ada sinar matahari menerangi dasar lubang itu agar dia dapat menyelidiki dan mencari jalan keluar. Terpaksa dia harus menanti.
"Locianpwe, maafkan aku." bisiknya kepada mayat di bawahnya dan dia pun dengan hati-hati duduk bersila di atas tubuh mayat yang masih hangat itu.
Sementara itu, Yo Han mencari-cari gurunya. Setelah keluar masuk hutan kecil, dia menjadi bingung. Dia tidak.tahu ke mana harus mencari gurunya, dan untuk kembali ke tempat tadi dia pun tidak mampu lagi. Malam terlalu gelap dan dia tidak mengenal daerah itu. Biarpun hatinya bingung sekali namun Yo Han tidak berani memanggil nama gurunya. Dia tahu bahwa gurunya sedang mengejar orang, dan mungkin orang itu bersembunyi dan gurunya sedang mencari-cari. Kalau dia membuat gaduh, mungkin akan dapat menggagalkan usaha gurunya itu. Dia mencari terus, keluar masuk hutan dan semalam suntuk dia tidak pernah berhenti.
Sampai keesokan harinya, setelah sinar matahari mengusir kegelapan malam, Yo Han memasuki sebuah hutan dan dia melihat sebuah kuil tua. Dimasukinya pekarangan kuil itu dan anak yang cerdik ini melihat adanya jejak-jejak kaki di tanah pekarangan. Hatinya menjadi tegang, apalagi ketika dia tiba di ruangan depan kuil tua itu dan melihat lantainya. Jelas di tempat itu ada tanda-tanda bahwa baru saja terjadi perkelahian disitu. Dengan hati-hati dia masuk ke dalam. Kuil itu sunyi dan tidak nampak seorang pun, juga tidak terdengar ada suara orang. Hatinya terasa kecut dan mulailah dia khawatir. Gurunya sudah semalam suntuk mengejar orang, kenapa belum juga kembali" Ataukah mungkin sudah kembali dan tidak bertemu dengan dia" Ah, bagaimana kalau sampai dia tersesat dan tidak akan berjumpa kembali dengan gurunya" Mungkin sekarang gurunya, seperti dia, juga sedang mencari-cari, mencari dia.
"Suhuuuuu...." Akhirnya dia tidak dapat menahan kegelisahan hatinya dan berteriak memanggil gurunya sambil menjenguk ke dalam kuil. Suaranya nyaring dan karena kuil itu merupakan bangunan yang cukup besar dan kosong, suaranya bergema.
"Suhuuuuu....!" Sekali lagi dia memanggil, lebih kuat karena dia seperti mendapat firasat bahwa gurunya berada di sekitar tempat itu.
Tiba-tiba terdengar jawaban yang membuat Yo Han hampir meloncat saking kaget dan girangnya. "Yo Han....! Engkaulah itu...."
Suara ini jelas sekali, akan tetapi terdengar dengan bunyi gaung aneh, sehingga dia tidak mengenal apakah itu suara gurunya atau bukan dan datangnya dari arah dalam kuil!
"Suhuuuuu....! Suhu, di mana engkau" Yo Han masuk ke dalam kuil itu sampai ke ruangan dalam.
"Di ruangan belakang, Yo Han. Masuklah terus ke belakang, ada ruangan yang lantainya terbuka. Hati-hati, jangan sampai terjatuh ke bawah. Aku terjebak di bawah sini!"Yo Han merasa girang bukan main menemukan gurunya. Cepat dia maju dan ketika tiba di ruangan yang dimaksudkan, dia melihat betapa lantai ruangan ini memang terbuka ke bawah. Dia mendekat sampai di tepi lubang dan melongok ke dalam. Akan tetapi, karena ruangan itu terang dengan cahaya matahari sedangkan lubang itu sempit dan dalam, yang nampak hanyalah kegelapan menghitam saja.
Akan tetapi Sin Hong dapat melihat kepala muridnya dan hatinya girang bukan main. Girang dan juga kagum. Bagaimana anak itu bisa menemukannya" Dia sejak tadi sudah mencari-cari jalan keluar, akan tetapi agaknya tidak ada jalan keluar dari tempat itu kecuali kalau ada yang datang menolongnya! Dan kuil tua itu tentu jarang didatangi orang, dalam sebuah hutan sunyi lagi. Diam-diam dia bergidik. Haruskah dia mati di tempat itu" Dan, sebelum mati, dia akan tersiksa oleh bau mayat membusuk!
"Suhu, apakah Suhu berada di bawah sana" Yo Han berteriak, berusaha menggunakan penglihatannya menembus kegelapan di bawah.
"Yo Han, dengar baik-baik. Aku terjeblos di sini dan tidak akan dapat naik tanpa bantuanmu. Kau pergilah cari tali yang panjangnya paling sedikit lima belas tombak. Kumpulkan akar-akar gantung dan sambung-sambung sampai panjang, lalu turunkan ke sini. Cepat"
"Baik, Suhu. Teecu pergi mencari! kata Yo Han dan anak yang cerdik ini tidak mau banyak cakap lagi, lalu keluar dari ruangan itu dan sebelum mencari keluar kuil untuk mengumpulkan akar gantung, dia lebih dulu mencari-cari di dalam kuil dan di belakang. Usahanya berhasil. Dia menemukan tali yang panjangnya ada lima tombak. Karena permintaan suhunya harus yang panjangnya paling sedikit lima belas tombak, Yo Han lalu keluar dan mulai mengumpulkan akar gantung dari pohon-pohon besar. Untunglah bahwa selama menjadi murid Sin Hong, biarpun dia belum dilatih ilmu silat, namun jasmaninya telah digembleng sehingga dia memiliki tubuh yang kuat, tenaga besar dan juga tahan uji sehingga biarpun pekerjaan ini amat berat bagi seorang anak kecil seperti dia, namun akhirnya setelah matahari naik tinggi, berhasillah Yo Han menyambung-nyambung akar gantung yang kuat sampai sepanjang lima belas tombak lebih.
Sementara itu, dapat dibayangkan betapa tegang rasa hati Sin Hong. Setelah melihat munculnya Yo Han yang akan menolongnya, hati tegang bukan main, jauh lebih tegang dan bahkan mulai khawatir kalau-kalau muridnya itu gagal menolongnya. Akan tetapi dia percaya kepada Yo Han. Anak itu cerdik sekali, dan andaikata dia sendiri tidak mampu menolong, tentu Yo Han akan memperoleh akal untuk minta bantuan orang-orang dusun. Kepercayaan ini menenteramkan hatinya. Dia sudah merasa tidak enak sekali harus duduk bersila di atas tubuh mayat itu. Setelah ada cahaya terang remang-remang memasuki lubang, dia mendapat kenyataan bahwa lubang yang di bagian dasarnya sempit ini memang tidak ada tempat baginya untuk berdiri atau duduk! Dasar itu penuh dengan tombak-tombak runcing yang ditanam dengan runcingnya menghadap ke atas! Maka boleh dikatakan bahwa Hoan Sai-kong telah menyelamatkannya! Kalau tidak ada mayat Hoan Sai-kong di atas tombak-tombak itu, entah bagaimana dia akan dapat terbebas dari maut di dasar lubang jebakan ini! Terkutuk Phoa Hok Ci yang kejam. Teringat akan orang itu tiba-tiba Sin Hong merasa khawatir sekali. Orang itu telah ketahuan rahasianya. Walaupun menyangka dia tentu telah tewas di dalam lubang jebakan, mungkin orang itu akan melaksanakan rencananya yang terakhir! Menghancurkan kedua perkumpulan dan merampas Bhe Siang Cun sebagai isterinya! Dan orang itu sudah berkeliaran selama semalam dan setengah hari ini!
"Suhuuuuu....!"
Panggilan itu membuat Sin Hong yang sedang melamun tersentak dan dia memandang ke atas. Nampak kepala muridnya di sana.
"Yo Han, apakan engkau sudah mendapatkan tali itu"
"Sudah, Suhu, akan teecu turunkan perlahan-lahan!"
"Baik, muridku. Turunkanlah dan ikatkan ujung yang di atas dengan tiang yang kuat.
Yo Han sudah mengikatkan ujung tali itu pada tiang yang kokoh dan kini dia menurunkan ujung yang lain perlahan-lahan ke bawah. Perkiraan Sin Hong memang tepat. Ujung tali itu menyentuhnya dan hanya kelebihan panjang satu meter saja! Sin Hong mencoba kekuatan tali itu dengan menarik-nariknya dari bawah. Tahulah dia bahwa tali itu memang kokoh kuat dan dia semakin kagum saja kepada Yo Han.
"Sudah habis, Suhu! Apakah ujungnya sampai di sana"
"Sudah. Aku siap untuk memanjat naik, Yo Han!"
Sin kiong lalu memanjat tali itu dengan mudahnya dan akhirnya dia meloncat naik. Yo Han girang sekali dan memegang lengan suhunya, sebaliknya Sin Hong merangkulnya. "Untung engkau datang, Yo Han. Sekarang mari, jangan membuang waktu di sini. Kita tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Phoa Hok Ci yang jahat itu!" kata Sin Hong dan dia pun melongok ke dalam lubang sambil berkata, "Locianpwe, terima kasih atas pertolongan jenazahmu, beristirahatlah dengan tenang!" Sin Hong lalu memondong tubuh Yo Han, digendongnya anak itu dan dia pun menggunakan ilmunya berlari cepat meninggalkan kuil. Di sepanjang perjalanan, dengan singkat Sin Hong menceritakan apa yang telah terjadi sejak dia meninggalkan muridnya. Mendengar cerita suhunya, Yo Han terkejut.
"Wah, kiranya Phoa Hok Ci itu jahat sekali dan dialah orang ke tiga yang mengadu domba. Wah, kalau Suhu terlambat, mungkin terjadi malapetaka di kedua pihak."
"Karena itu, kita harus cepat berkunjung ke Ngo-heng Bu-koan di kota Lu-jiang!"
Yo Han tidak berkata-kata lagi. Dia memuji kelihaian dan kecerdikan suhunya. Pantas tadi setelah keluar dari lubang jebakan itu, gurunya membawa tali yang sudah menyelamatkannya dan membuang tali itu di dalam jurang di tengah perjalanan. Hal itu memang perlu. Phoa Hok Ci tentu menyangka bahwa gurunya telah tewas di dalam lubang jebakan, maka tempat itu mungkin sekali akan menjadi tempat persembunyiannya kelak, dan kalau tali itu nampak di situ, tentu Phoa Hok Ci dapat mengetahui bahwa Sin Hong telah lolos.
Apa yang dikhawatirkan Sin Hong dan Yo Han memang terjadj. Pagi hari tadi, murid-murid Kim-liong-pang menemukan mayat Ciok Lim, putera ketua mereka yang dadanya masih tertusuk golok yang gagangnya ada ukiran Ngo-heng Bu-koan, dan di sampingnya menggeletak mayat seorang murid Ngo-heng Bu-koan yang tewas dengan pedang milik Ciok Lim menembus dadanya! Kedua orang itu agaknya berkelahi dan mati bersama! Melihat puteranya tewas, tentu saja Kim-liong-Pangcu Ciok Kam Heng menjadi marah sekali. Kalau permusuhan antara murid-muridnya dengan para murid Ngo-heng Bu-koan masih ditahannya dengan sabar mengingat bahwa sebetulnya antara dia pribadi dan Bhe Gun Ek terdapat tali persahabatan yang baik, kini dia tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Putera kandungnya, putera tunggal, tewas dan tak mungkin dia tinggal diam saja. Ditulisnya selembar surat tantangan kepada Bhe Gun Ek untuk membereskan semua perhitungan dengan mengadu nyawa di Bukit Bambu!
Ketika Sin Hong yang menggendong Yo Han tiba di luar kota Lu-jiang, seorang murid Ngo-heng Bu-koan yang baru keluar dari pintu gerbang kota mengenalnya dan berseru, "Tan-taihiap!"
Sin Hong berhenti dan murid itu dengan sikap gugup berkata, "Suhu sedang menuju ke Bukit Bambu di sana untuk memenuhi tantangan Kim-liong Pangcu."
Sin Hong terkejut. "Di mana"
"Di bukit itu di puncaknya terdapat hutan bambu."
Mendengar ini, tanpa membuang waktu lagi, Sin Hong membalikkan tubuhnya dan berlari cepat sekali menuju ke bukit itu. Mudah-mudahan belum terlambat, pikirnya dengan hati tegang.
Akan tetapi, ketika dia tiba di puncak bukit itu, di atas padang rumput di tengah hutan bambu, dia melihat perkelahian sudah dimulai antara Bhe Gun Ek dan seorang laki-laki berusia kurang lebih lima puluh tahun yang bertubuh sedang dan bermata sipit. Dia dapat menduga bahwa orang ini tentulah Ciok Kam Heng, ketua Kim-liong-pang yang bersenjatakan sebatang pedang, sedang mati-matian saling serang dengan Bhe Gun Ek yang bersenjata sebatang sabuk rantai baja. Ada belasan orang murid dari kedua pihak berdiri tegak saling berhadapan, akan tetapi agaknya guru masing-masing pihak melarang mereka mencampuri perkelahian mati-matian adu nyawa untuk mempertahankan kebenaran dan kehormatan masing-masing itu! Akan tetapi Sin Hong maklum bahwa kalau satu di antara dua orang itu roboh, tentu akan terjadi pertempuran mati-matian antara kedua pihak.
Permainan sabuk rantai baja di tangan Bhe Gun Ek yang beberapa tahun lebih muda dari lawannya itu memang hebat. Sabuk rantai diputar sedemikian rupa sehingga nampak gulungan sinar putih yang mengeluarkan suara berdesing, namun agaknya dia menemui tanding yang setingkat. Pedang di tangan ketua Kim-liong-pang itu pun cepat dan kuat sekali sehingga berkali-kali terdengar suara berdenting disusul berpijarnya bunga api kalau kedua senjata itu bertemu.
Keduanya saling serang dan keadaan mereka masih seimbang. Namun Sin Hong maklum bahwa justeru karena mereka seimbang, maka akhirnya tentu akan ada seorang di antara mereka yang roboh tewas. Tanpa mengeluarkan serangan-serangan maut, tidak mungkin di antara mereka ada yang akan keluar sebagai pemenang.
Sin Hong menyuruh Yo Han meloncat turun dan dia pun cepat meloncat ke depan, langsung memasuki medan perkelahian antara dua orang pimpinan perkumpulan itu sambil berseru, "Kedua Loenghiong harap berhenti dulu!"
Ciok Kam Heng, pangcu dari Kim-liong-pang tidak mengenal Sin Hong, maka dia menganggap bahwa pemuda ini tentu orang Ngo-heng Bu-koan yang hendak membantu Bhe Gun Ek, maka dia tidak peduli akan ucapan itu, bahkan pedangnya menyambar ke arah dada Sin Hong! Melihat ini, Bhe Kauwsu juga menggerakkan rantai bajanya menyerang lawannya!
Sin Hong miringkan tubuhnya dan dengan tangan kanan dia menangkap pedang yang menusuk tubuhnya itu dari samping, sedangkan tangan kirinya menangkap pula rantai baja yang menyambar ke arah tubuh ketua Kim-liong-pang! Ciok Kam Heng terkejut, dan berusaha menarik pedangnya yang dicengkeram Sin Hong namun tidak berhasil. Pedang itu seperti dicengkeram penjepit baja yang amat kuat!
"Harap Ji-wi suka berhenti dulu, aku mau bicara penting sekali, mengenai permusuhan Ji-wi yang menjadi akibat adu domba dan fitnah!"
Mendengar ucapan ini, kedua orang itu terkejut dan ketika Sin Hong melepaskan senjata mereka, keduanya meloncat ke belakang dan memandang kepada Sin Hong dengan mata terbelalak penuh pertanyaan.
"Tan-taihiap, apa yang kau maksudkan" Bhe Gun Ek bertanya kaget dan heran. Sementara itu, Ciok Kam Heng memandang dengan alis berkerut melihat bahwa lawannya telah mengenal baik pemuda pakaian putih yang amat lihai itu.
"Orang muda, siapakah engkau dan mengapa engkau mencampuri urusan kami" Apa pula maksudmu dengan fitnah dan adu domba tadi" tanyanya dengan suara keren.
Sin Hong menghadapi ketua Kim-liong-pang dan sekelebatan saja dia dapat melihat bahwa orang ini memiliki sikap gagah dan juga matanya menyinarkan kejujuran. "Maaf, Pangcu. Aku bernama Tan Sin Hong dan kebetulan saja aku berkenalan dengan pihak Ngo-heng Bu-koan dan mendengar akan permusuhan yang timbul di antara perkumpulan Ji-wi."
"Hemmm! Sudah lama terjadi permusunan dan aku masih menahan sabar. Akan tetapi semalam puteraku, anakku satu-satunya, tewas pula di tangan Ngo-heng Bu-koan. Bagaimana mungkin aku mendiamkan saja" Hari ini aku harus mengadu nyawa dengan Bhe Gun Ek, dia atau aku yang akan mati di sini demi mempertahankan kehormatan Kim-liong-pang dan membalas kematian anakku!"
"Aku mengerti, Ciok Pangcu. Aku mengerti akan semua hal itu, bahkan aku menjadi saksi utama dan pertama ketika puteramu dibunuh orang!"
"Apa" Tan-taihiap! Putera Ciok Pangcu mati dalam perkelahian melawan seorang muridku, dan mereka berdua itu berkelahi sampai keduanya tewas!" Bhe Kauwsu membantah.
Sin Hong tersenyum. "Tidak, Bhe Kauwsu. Mereka tidak berkelahi sampai keduanya tewas, akan tetapi mereka berdua itu dibunuh orang secara keji dan orang itulah yang mengatur agar mereka kelihatan seperti berkelahi sampai keduanya mati bersama. Aku menyaksikannya dalam hutan itu! Dan bukan hanya itu, juga semua pembunuhan yang bukan merupakan perkelahian terbuka antara kedua pihak, dilakukan oleh orang yang sama! Sejak semula, orang itu yang telah mengatur agar terjadi pembunuhan-pembunuhan di kedua pihak dan membuat kedua pihak saling bermusuhan, tepat seperti yang diduga oleh muridku, Yo Han. Ada orang ketiga yang mengadu domba dan melempar fitnah."
"Ahhh....!" Ciok Pangcu berseru.
"Apa.... apa maksudmu" Bhe Kauwsu juga berseru kaget. "Danperistiwa pertama kali itu, ketika seorang murid perempuan perguruan kami diperkosa dan dibunuh, ketika Bong Siok Cin mati dalam keadaan menyedihkan...."
"Itupun dilakukan oleh orang yang sama, Bhe Kauwsu! Ketika itu, mendiang Ciok Lim engkau jamu makan minum, bukan" Nah, dalam keadaan setengah mabuk ketika dia pulang, dia tidak tahu bahwa topinya dicuri orang. Pencuri topi itulah yang memperkosa dan membunuh muridmu itu, kemudian sengaja meninggalkan topi Ciok Lim untuk melempar fitnah."
"Juga semua pembunuhan yang dilakukan terhadap murid-murid kami" tanya Ciok Pangcu.
"Dan semua pembunuhan terhadap murid Ngo-heng Bu-koan" Bhe Kauwsu juga bertanya, hampir tidak percaya.
Sin Hong mengangguk. "Benar, semua itu dilakukan oleh orang yang sama. Aku mendengar sendiri pengakuannya kepada muridmu yang mati bersama putera Ciok Pangcu itu, Bhe Kauwsu"
"Tapi.... siapakah orang terkutuk itu" tanya Bhe Kauwsu.
"Ya, siapa dia" Kalau benar seperti yang kaukatakan, Tan-taihiap, kami akan mengerahkan seluruh kekuatan kami untuk membekuk dan menghukumnya!" teriak Giok Pangcu pula.
Kini Sin Hong menghadapi Bhe Kauwsu dan dengan senyum sedih pemuda berpakaian putih ini berkata, suaranya lantang terdengar semua orang yang berada di situ. "Bhe Kauwsu, bersiap-siaplah dan jangan terkejut. Orang ke tiga itu, yang melakukan pembunuhan dan menyebar fitnah untuk mengadu domba Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang, bukan lain adalah Phoa Hok Ci!"
"Ahhhhh....!" Bhe Kauwsu berseru, juga para murid Ngo-heng Bu-koan berseru kaget dan tidak percaya. "Dia.... dia.... ah, betapa mungkin...."
"Bhe Kauwsu, aku melihat dengan mata sendiri, mendengar dengan telinga sendiri. Bahkan semalam, setelah dia membunuh putera Ciok Pangcu dan muridmu, aku mengejarnya, akan tetapi di sebuah kuil tua, dia dibantu oleh seorang kakek yang disebut gurunya. Kakek itu lihai sekali, dan ketika aku berkelahi dengan gurunya itu, aku terjebak ke dalam lubang bersama gurunya itu. Gurunya tewas dan aku pun nyaris tewas kalau tidak muncul Yo Han yang menolongku. Bhe Kauwsu, Phoa Hok Ci yang menjadi muridmu itu telah berkhianat dan menjadi ular berkepala dua yang berbahaya sekali."
"Tapi.... tapisungguh sukar dapat dipercaya, dia selalu baik sekali, dan mengapa.... mengapa dia melakukan hal terkutuk itu" Bhe Kauwsu berseru.
"Biarlah lain kali kuceritakan, Bhe Kauwsu, sekarang yang paling penting kita cepat kembali ke perguruan Ngo-heng Bu-koan untuk mencari dan menangkapnya!" kata Sin Hong.
"Engkau benar! Aku sendiri yang akan membekuk batang leher keparat itu, dan akan kudengar sendiri pengakuannya!" bentak Bhe Kauwsu dengan muka merah sekali.
"Aku pun akan ikut menangkap jahanam itu!" bentak Ciok Pangcu. Kedua orang ketua itu saling pandang akan tetapi kini permusuhan sudah lenyap dari pandang mata mereka.
"Sebaiknya kita pergi bersama-sama dan menangkap orang itu beramai-ramai, akan tetapi kuminta agar jangan ada yang membunuhnya. Kita membutuhkan pengakuannya sendiri agar permusuhan antara kedua pihak dapat dibersihkan," kata Sin Hong.
Mereka pun berlari-lari menuju ke kota Lu-jiang. Kembali Yo Han digendong oleh Sin Hong dan kini belasan orang Kim-liong-pang itu berlari-lari bersama belasan murid kepala Ngo-heng Bu-koan seolah-olah mereka adalah sekutu yang hendak menyerbu musuh mereka bersama. Tentu saja para penduduk kota Lu-jiang menjadi heran dan kaget melihat banyak orang berlarian itu, apalagi ketika mereka mengenal orang-orang Ngo-heng Bu-koan dan orang-orang Kim-liong-pang yang tadinya bermusuhan, akan tetapi kini lari bersama-sama menuju ke Ngo-heng Bu-koan.
Di perguruan silat ini, Bhe Kauwsu disambut oleh para murid yang nampak bingung dan cemas. "Celaka, Suhu! Phoa Hok Ci mengamuk, menawan Nona Bhe dan ketika kami mencegah, dia mengamuk. Dua orang murid tewas oleh pedangnya dan kini dia telah melarikan puteri Suhu....!"
Tentu saja semua terkejut bukan main dan kini yakinlah sudah hati Bhe Kauwsu bahwa muridnya yang bernama Phoa Hok Ci itu memang jahat dan keji, bukan saja melakukan pembunuhan-pembunuhan keji dan melempar fitnah mengadu domba, bahkan kini menangkap dan melarikan puterinya!
"Keparat jahanam! Dia lari ke mana" bentaknya.
"Kami.... kami tidak tahu, Suhu. Dia memondong Nona Bhe yang agaknya tertotok atau pingsan, dan dia lari dengan cepat tanpa kami mampu mencegah atau mengejarnya."
"Celaka! Keparat jahanam itu.... Sungguh celaka puteriku....!" Bhe Kauwsu nampak kebingungan. "Ke mana aku harus mengejar jahanam itu"
Yo Han menyentuh lengan suhunya. "Suhu, kalau tidak salah dugaanku, dia pasti lari ke sana...."
Sin Hong mengangguk. "Kau benar, Yo Han, aku pun menduga demikian. "Bhe Kauwsu aku yakin bahwa keparat itu tentu melarikan puterimu ke kuil tua itu. Biar Yo Han tinggal di sini, aku akan mengejarnya!" Berkata demikian, tanpa menanti jawaban lagi, Sin Hong meloncat keluar dan sebentar saja bayangannya lenyap dari situ.
"Aku pun ingin mengejarnya!" kata Ciok Pangcu.
"Nanti dulu, Pangcu. Engkau tidak akan dapat menyusul Tan-taihiap. Marilah kita bersama mencari kuil itu. Anak baik, engkau sudah pernah ke sana, tentu engkau tahu di mana kuil tua itu, bukan"
Yo Han mengangguk. "Di dalam sebuah hutan, di bukit nomor lima dari kiri di antara jajaran bukit di luar kota itu, kalau aku tidak keliru."
"Mari kita mengejar ke sana!" Bhe Kauwsu lalu menyuruh para muridnya menyediakan kuda dan mereka pun berangkat melakukan pengejaran. Ciok Pangcu bersama sebelas orang murid kepala, juga Bhe Kauwsu dengan belasan orang murid kepala, Yo Han membonceng. Bhe Kauwsu dan dia menjadi penunjuk jalan menuju ke kuil dalam hutan di atas bukit itu.
*** Memang sikap Phoa Hok Ci amat mengejutkan dan mengherankan para murid Ngo-heng Bu-koan. Ketika Bhe Kauwsu menerima surat tantangan dari ketua Kim-liong-pang, dia tidak berada di perguruan sehingga dia tidak ikut dengan rombongan Bhe Gun Ek yang pergi menyambut tantangan musuh besar itu bersama belasan orang murid kepala. Dan Bhe Kauwsu melarang puterinya untuk ikut, karena guru silat ini maklum bahwa kalau puterinya ikut, tentu puterinya itu tidak akan mau tinggal diam saja kalau dia mulai mengadu kepandaian melawan Ciok Pangcu.
"Engkau tinggallah di rumah dan menjaga keamanan di sini," demikian katanya kepada Siang Cun. "Kalau kita pergi semua dan terjadi sesuatu di sini, siapa yang akan mewakili aku"
Demikianlah, Siang Cun tinggal di perguruan ketika ayahnya dan para suhengnya berangkat. Tak lama kemudian, muncul Phoa Hok Ci. Ketika dia mendengar dari para murid bahwa suhunya menerima surat tantangan dari ketua Kim-liong-pang dan bahwa suhunya pergi menyambut tantangan itu bersama semua murid kepala, Phoa Hok Ci segera mendatangi Siang Cun.
"Sumoi, suhu dan para suheng dan sute pergi menghadapi musuh besar kita, kenapa engkau malah tenang saja tinggal di sini" Kenapa engkau tidak ikut membantu suhu" Berkata demikian, sepasang matanya yang ganas dan tajam itu memandang wajah yang cantik manis dari sumoinya.
Siang Cun mengerutkan alisnya dan menjawab sambil cemberut, "Tadi aku pun ingin sekali ikut dan menghadapi orang-orang Kim-liong-pang, Phoa-suheng, akan tetapi ayah melarangku dan menyuruh aku menjaga keamanan rumah."
Sepasang mata Phoa Hok Ci semakin terpikat melihat mulut gadis cantik itu cemberut dan kini pandang matanya seperti meraba-raba seluruh tubuh yang sudah selama bertahun-tahun menjadi idaman hatinya, membuatnya tergila-gila itu. "Hemmm, katakan saja bahwa engkau takut, Sumoi!"
Siang Cun terbelalak dan mukanya berubah merah, alisnya berkerut. "Phoa Suheng! Bagaimana kau berani mengeluarkan kata-kata itu" Aku tidak berani" Aku takut" Jangan kau menghinaku, Suheng!"
Phoa Hok Ci yang selalu tersenyum sinis itu, kini memperlebar senyumnya sehingga mulutnya menyeringai. "Hehheh-heh, kalau engkau tidak takut, tentu kau sudah berada di sana! Kalau engkau tidak takut, mari bersama aku menyusul ke sana dan membantu suhu!"
Siang Cun bangkit berdiridan memandang suhengnya dengan mata berapi. "Pha-suheng, kenapa engkau bersikap begini" Mulutmu lancang dan sikapmu mengejek. Apakah engkau sudah gila" Memang di samping kemarahannya ia merasa heran bukan main melihat sikap Phoa Hok Ci dan mendengar kata-katanya, karena biasanya suhengnya bersikap sopan dan ramah.
"Ha-ha-ha, mungkin aku sudah gila oleh kecantikanmu, Sumoi. Marilah, mari kau ikut dengan aku pergi menyusul suhu!"
"Tidak! Kalau aku akan menyusul, aku pergi sendiri, bukan karena kau suruh. Sudah, pergilah sebelum aku habis kesabaranku!"
"Sumoi, mau tidak engkau harus ikut denganku sekarang juga!" Dan tiba-tiba saja Phoa Hok Ci menubruk dan mengirim serangan dahsyat dengan cengkeraman ke arah muka Siang Cun! Gadis ini terkejut bukan main mengira bahwa sama sekali tidak pernah mengira bahwa suhengnya ini akan menyerangnya sehebat itu, serangan yang dahsyat dan berbahaya. Suhengnya itu tentu telah mendadak menjadi gila! Sebetulnya, dalam ilmu silat, selisih antara tingkat mereka tidak banyak, mungkin Siang Cun hanya kalah matang saja. Akan tetapi ia tidak tahu bahwa diam-diam Hok Ci telah mempelajari ilmu silat harimau dari Hoan Sai-kong yang membuat pemuda itu kini jauh lebih lihai darinya! Ia cepat mengelak sambil membuang diri ke samping untuk menghindarkan mukanya dari cengkeraman itu! Akan tetapi, tetap saja lengannya yang hendak menangkis kena dicengkeram. Siang Cun mengeluarkan seruan kaget dan kesakitan ketika merasa betapa lengannya seperti dicengkeram benda tajam dan pada saat itu, pundaknya sudah ditotok oleh Hok Ci dan seketika ia menjadi lemas! Sambil tertawa, Hok Ci lalu memanggul tubuh gadis itu.
Pada saat itu, belasan orang murid Ngo-heng Bu-koan menyerbu masuk dan mereka terkejut sekali melihat betapa puteri guru mereka dirobohkan Hok Ci dan kini ditotok dan dipanggul. Mereka tadi menyerbu masuk mendengar suara ribut-ribut dan kini mereka mengepung Hok Ci.
"Suheng, apa yang kaulakukan ini" Lepaskan Nona Bhe!" bentak beberapa orang di antara mereka sambil mengepung dan siap untuk mengeroyoknya.
Sepasang mata itu dengan ganas menyapu mereka. "Kalian mundurlah, atau terpaksa aku akan membunuh kalian!" Berkata demikian, Hok Ci mencabut pedang dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya memanggul tubuh Siang Cun yang tak mampu bergerak itu.
Akan tetapi, para murid Ngo-heng Bu-koan tetap tidak mau pergi dan ingin membela puteri guru mereka. Hok Ci mengeluarkan suara gerengan seperti seekor harimau dan dia pun mengamuk. Pedangnya berkelebatan dan para murid itu cepat melawan dengan menyambar senjata yang ada. Akan tetapi mereka hanya murid-murid tingkat dua sebentar saja dua orang di antara mereka telah roboh mandi darah dan tewas oleh sambaran pedang Hok Ci. Lalu dengan kecepatan gerakannya, Hok Ci meloncat dan melarikan diri sambil memondong tubuh Siang Cun!
Hok Ci yang mengenal baik kota Lu-jiang, mengambil jalan yang sunyi, bahkan berloncatan ke atas genteng-genteng rumah orang, dan dia berhasil membawa tubuh gadis yang membuatnya tergila-gila itu keluar dari kota Lu-jiang, terus menuju ke kuil tua yang menjadi tempat tinggal Hoan Sai-kong.
Satu-satunya lawan yang ditakutinya hanyalah Tan Sin Hong, akan tetapi pemuda berpakaian putih itu telah terjerumus ke dalam lubang jebakan di ruangan belakang dan tentu sudah mampus. Orang-orang lain, baik dari Ngo-heng Bu-koan maupun Kim-liong-pang, dipandang rendah olehnya. Kini gurunya, Hoan Sai-kong, sudah mati pula bersama Sin Hong di dalam sumur lubang jebakan. Dia memang tidak ingin merampas Kim-liong-pang maupun Ngo-heng Bu-koan. Yang penting baginya hanyalah mendapatkan diri Bhe Siang Cwi yang membuatnya tergila-gila dan kini gadis itu telah berada di dalam pondongannya! Tak seorang pun yang akan dapat mencegahnya memaksa gadis itu menjadi isterinya. Pula, selain Tan Sin Hong, tidak ada seorang pun dari kedua perkumpulan itu yang tahu akan tempat persembunyiannya dalam kuil tua di hutan ini.
"Lepaskan aku....! Ah, lepaskan aku....!" Siang Cun berseru dengan mata terbelalak penuh kengerian, namun ia tidak mampu menggerakkan tubuhnya yang masih lumpuh tertotok. Pria yang biasanya dikenalnya sebagai seorang suheng yang pendiam dan bersikap baik itu kini tersenyum sinis, lalu membawa masuk gadis itu ke dalam kuil. Di dalam kuil tua itu terdapat dua buah kamar yang bersih dan terawat karena itu merupakan kamar mendiang Hoan Sai-kong dan kamarnya sendiri, yang dipergunakan di waktu dia berada di situ. Dia memasuki kamarnya sendiri, sebuah kamar yang hanya terisi sebuah pembaringan kayu dan sebuah meja serta dua buah kursi kayu yang sederhana. Dengan sikap lembut dia merebahkan tubuh sumoinya di atas pembaringan.
"Lepaskan akuPhoa-suheng, lepaskan aku. Aku adalah sumoimu, ingatkah" Jangan ganggu aku dan lepaskan aku, Suheng " Siang Cun kembali berseru dengan suara membujuk dan mata terbelalak penuh kengerian. Ia masih menyangka bahwa suhengnya ini mendadak menjadi gila dan tidak sadar apa yang dilakukannya.
Hok Ci duduk di tepi pembaringan, senyumnya menyeringai menakutkan hati gadis itu, apalagi ketika dia menunduk dan mencium pipi dan bibir Siang Cun yang sama sekali tidak dapat mengelak. Gadis itu hanya memejamkan mata dan bergidik ngeri dicium oleh orang yang disangkanya gila.
"Bhe Siang Cun, aku akan melepaskanmu kalau engkau menyatakan bahwa engkau cinta padaku dan bersedia menjadi isteriku."
Mata yang ketakutan itu makin terbelalak dan muka yang manis itu berubah merah. "Suheng, kau.... kau telah gila...."
Hok Ci membelai dagu gadis itu, lalu membelai lehernya sehingga gadis itu merasa betapa bulu tengkuknya meremang. Siang Cun, kekasihku, memang aku telah gila, tergila-gila kepadamu. Apakah kau pura-pura tidak tahu betapa sejak dulu aku mencintamu" Ah, apa saja akan kulakukan untuk mendapatkan dirimu, Cun-moi. Selama ini.... ah, betapa segala jerih payah kulakukan, membunuhi mereka semua, seorang demi seorang, agar antara kedua pihak terjadi permusuhan dan ikatan perjodohanmu dengan Ciok Lim terputus. Kutanamkan bibit permusuhan sampai mendalam, kulakukan semua itu demi mendapatkan dirimu, kekasihku. Dan sekarang, engkau telah berada di tanganku, engkau menjadi isteriku. Ya, kita hari ini akan menjadi pengantin, kita bersenang-senang di sini, sebagai suami isteri, Siang Cun."
Gadis itu tiba-tiba menjadi pucat wajahnya, dan dengan mata terbelalak tanpa berkedip sejak tadi ia memandang wajah suhengnya itu, mendengarkan semua ucapannya.
"Kau.... kau yang melakukan semua pembunuhan itu" Jadi engkau yang mengatur semua itu, membunuh dan melempar fitnah, sengaja hendak mengadu domba"
Kini Hok Ci tertawa geli. "Benar, Cun-moi, benar. Semua itu aku yang mengatur dan melakukannya. Cerdik sekali, bukan" Mereka saling serang, saling bunuh, bahkan sekarang antara kedua ketua sudah saling serang, ha-ha-ha, semua itu karena kecerdikanku. Dan engkau akan menjadi isteriku sekarang...." Kedua tangan Hok Ci mulai menggerayangi tubuh Siang Cun yang menjadi semakin ketakutan. Karena belum dapat menggerakkan tubuh untuk mengelak atau melawan, ia hanya mengeluarkan kata-kata untuk mengalihkan perhatian orang itu.
"Suheng, jadi engkau yang melakukan semua pembunuhan di kedua pihak itu" Dan bagaimana dengan sumoi Bong Siok Cin yang diperkosa itu" Ia diperkosa dan dibunuh olehCiok Lim, bukan"
"Ha-ha-ha, semua orang tolol itu memang mengira demikian. Akulah yang mengaturnya sehingga Ciok Lim yang disangka, agar permusuhan itu mulai berkobar."
"Ah, jadi engkau pula yang memperkosa Siok Cin kemudian membunuhnya, menjatuhkan fitnah atas diri Ciok Lim"
"Ha-ha-ha, benar sekali, manisku. Cerdik sekali, bukan"
Sekarang tahulah Siang Cun bahwa suhengnya ini tidak gila. Sama sekali tidak gila, melainkan jahat dan keji bukan main! Dan ia kini telah terjatuh ke dalam tangan manusia iblis ini!
"Siang Cun, sekarang kita menjadi pengantin, engkau menjadi isteriku...." Tangan pria itu mulai merenggut ke arah pakaian Siang Cun. Bukan main takutnya hati Siang Cun. Ia hendak meronta, hendak melawan, namun belum mampu menggerakkan kaki tangannya.
"Jangan.... ah, jangan.... lebih baik kaubunuh saja aku...."
"Bunuh engkau" Ha-ha-ha, kau kira aku sudah gila" Bertahun-tahun aku merindukannya, mencintamu, dan sekarang engkau menjadi milikku. Ah, kau kekasihku.... aku cinta padamu...." Dan seperti orang gila atau seperti seekor harimau kelaparan melihat seekor domba muda yang lunak dagingnya, Hok Ci menubruk dan menciumi muka gadis itu, menggigiti bibir dan leher itu seperti orang gila. Siang Cun memejamkan mata dan ia hampir pingsan saking takut, ngeri dan jijiknya. Apalagi ketika tangan Hok Ci merenggut lepas pakaiannya satu demi satu. Ia hanya dapat merintih dan mengeluh minta dibunuh saja.
Dalam keadaan yang amat berbahaya itu, di mana kehormatan Siang Cun sudah terancam noda yang akan menghancurkan hidupnya, nyaris bagaikan sepotong daging sudah berada di depan mulut seekor srigala buas yang siap mengunyah dan menelannya, dan Siang Cun sudah memejamkan mata dengan hati hancur, tiba-tiba pintu kamar itu tertendang roboh dari luar!
"Brakkkkk!" Daun pintu roboh dan muncullah Sin Hong!
"Phoa Hok Ci, manusia iblis jahat!" bentak Sin Hong dengan marah sekali melihat keadaan dalam kamar itu. Siang Cun rebah terlentang di atas pembaringan dengan pakaian sudah lepas semua dari tubuhnya, dan Hok Ci merangkul dan menciuminya, siap untuk memperkosa gadis itu yang nampak tak berdaya, tidak mampu bergerak karena tertotok jalan darahnya.
Hok Ci terkejut dan marah bukan main. Dia tadi baru saja membuka bajunya, mulai melepaskan kancing baju yang kini menjadi setengah terbuka ketika terjadi gangguan itu. Ketika dia meloncat bangkit berdiri sambil membalikkan tubuh dan mengenal Sin Hong, matanya terbelalak. Dia merasa heran dan terkejut bukan main. Bukankah Si Bangau Putih ini telah mampus di dasar lubang sumur jebakan" Bagaimana tiba-tiba dapat muncul di sini, pikirnya. Dia cerdik dan maklum akan bahaya yang mengancam dirinya. Dia sudah mengenal baik betapa lihainya Pendekar Bangau Putih ini, bahkan gurunya sendiri, Hoan Saikong dan dia pernah mengeroyoknya, namun mereka berdua pun terdesak hebat. Apalagi kini dia harus menghadapinya seorang diri saja. Akan tetapi dia tidak melihat jalan lain kecuali melawan dan tanpa membuang waktu lagi, dia pun menyambar pedangnya dan menerjangnya dengan serangan ganas dan dahsyat.
Namun, Sin Hong sudah siap siaga dan dengan mudah saja dia mengelak dengan loncatan ke kiri dan dari sudut samping dia menotok ke arah pundak lawan. Totokan itu cepat sekali datangnya. dan nyaris pundak Hok Ci terkena totokan. Akan tetapi Hok Ci dengan cepat memutar tubuh dan pedangnya ikut pula berputar lalu membuat lingkaran dan menyerang pula ke arah leher Sin Hong! Gerakan ini cepat, namun sesungguhnya, Hok Ci terkejut dan jerih karena sekali gebrakan saja pundaknya hampir tertotok yang kalau mengenai sasaran tentu akan membuat dia roboh tak berdaya! Menghadapi sambaran pedang ke lehernya, Sin Hong merendahkan tubuhnya dan tiba-tiba kakinya mencuat dan ujung sepatunya menendang ke arah lutut Hok Ci! Inipun merupakan serangan yang amat berbahaya karena sedikit saja sambungan lutut tersentuh ujung sepatu, cukup untuk membuat Hok Ci terguling. Namun, Hok Ci menarik kakinya dan bukan lutut yang tertendang, melainkan pahanya yang tercium ujung sepatu. Dia tidak roboh akan tetapi tetap saja terhuyung dan cepat dia memutar pedangnya yang berubah menjadi gulungan sinar yang melindunginya. Namun, tendangan yang mengenai tepi pahanya sudah cukup membuat Hok Ci jerih. Sambil memutar pedangnya, tiba-tiba saja tangan kirinya bergerak dan sinar hitam kecil menyambar, bukan ke arah Sin Hong melainkan ke arah tubuh gadis yang rebah telanjang di atas pembaringan! Otak Hok Ci yang cerdik dan licik sudah menemukan akal bagaimana dia akan dapat melepaskan diri dari tangan Sin Hong yang terlalu lihai baginya itu. Dia menyerang Siang Cun dengan jarum hitam, jarum yang mengandung racun! Dan mudah saja dia mengenai sasaran yang tidak mampu bergerak itu. Terdengar Siang Cun mengeluarkan rintihan ketika pahanya terkena jarum hitam yang menyambar cepat tanpa ia mampu mengelak. Sin Hong terkejut sekali dan terpaksa dia tidak mengejar ketika Hok Ci melompat keluar dari kamar itu untuk melarikan diri. Sin Hong tahu bahwa jarum yang melukai Siang Cun adalah jarum beracun dan kalau tidak ditolong gadis itu dapat terancam maut. Tentu saja menolong Siang Cun jauh lebih penting daripada mengejar Hok Ci, apalagi karena Siang Cun terancam bahaya maut. Dan memang di sini membuktikan kelicikan dan kecerdikan Hok Ci yang dapat melepaskan diri dari tangan Sin Hong yang dia tahu bukan lawannya karena pendekar baju putih itu memiliki tingkat kepandaian yang jauh lebih tinggi dari kepandaiannya.
Sin Hong melompat ke dekat pembaringan. Siang Cun yang membuka mata melihat betapa Sin Hong mendekatinya, teringat akan keadaannya yang telanjang bulat itu. Segala bagian tubuhnya nampak jelas oleh pemuda itu dan hal ini membuatnya malu bukan main. Mula-mula wajahnya berubah merah sekali, lalu pucat dan merah kembali dan perlahanlahan kedua matanya menjadi basah air mata.
Akan tetapi Sin Hong tidak peduli akan keadaan gadis itu, tidak melihat ketelanjangannya karena seluruh perhatiannya tertarik kepada bintik hitam di paha kiri gadis itu. Dia memeriksa dengan teliti sekali, tanpa banyak cakap dia meraba paha itu dan memijat bagian yang ada bintik hitamnya.
"Aduhhhhh....!" Siang Cun menjerit karena bagian yang dipijat itulah yang terasa nyeri terkena jarum tadi. Yakinlah Sin Hong bahwa bintik hitam itulah akibat luka oleh jarum. Apalagi dia melihat betapa di sekeliling bintik itu sudah ada tanda merah kebiruan tanda bahwa racun jarum itu mulai berjalan. Karena maklum akan bahaya yang mengancam diri Siang Cun, Sin Hong lupa akan sopan santun lagi. Yang penting baginya adalah menyelamatkan nyawa gadis itu, maka tanpa membuang waktu dia lalu menunduk, menempelkan mulutnya pada bintik hitam di paha, dan mengerahkan tenaga lalu menyedot!
Dua kali dia menyedot dan keluarlah jarum itu, digigitnya lalu dicabutnya dari daging paha, dibuangnya ke sudut kamar, lalu dia menempelkan lagi bibirnya pada luka kecil itu dan menghisap sampai ada darah hitam yang keluar. Diulanginya lagi sampai akhirnya darah merah yang keluar dan paha itu bebas dari racun jarum. Legalah hatinya dan baru Sin Hong sadar akan keadaan pada gadis itu yang telanjang bulat, maka tiba-tiba saja mukanya berubah merah dan dia mundur beberapa langkah sambil menyentuh pundak gadis itu untuk membebaskan totokannya dan cepat membalikkan tubuhnya sambil berkata, "Harap maafkan aku, Nona."
Begitu totokannya terbebas, Siang Cun cepat menyambar pakaiannya, mengenakan semua pakaiannya sambil tak dapat menahan air matanya yang bercucuran. Ia menangis tersedu-sedu, karena bermacam perasaan mengaduk hatinya. Rasa haru dan terima kasih bahwa ia yang sudah berada di ambang pintu kehancuran dan kehinaan itu terbebas dari bahaya itu, rasa malu setengah mati karena Sin Hong telah melihatnya dalam keadaan telanjang bulat dengan tubuh telentang, dan lebih malu lagi ketika ia mengingat kembali betapa Sin Hong telah mengecup dan menyedot luka di pahanya, paha kiri bagian atas dekat perut! Malu yang amat hebat, malu dan hina walaupun ia tahu bahwa Sin Hong melakukan hal itu untuk menyelamatkan nyawanya! Rasa terima kasih, malu, dan penasaran mengaduk hatinya. Rasanya ia tidak ada muka lagi untuk melihat wajah Sin Hong, untuk bertemu dengan manusia lain! Bagaimana kalau mereka itu tahu akan keadaannya tadi"
"Phoa Hok Ci.... jahanam keparat busuk.... kubunuh engkau.... manusia iblis...." Mulutnya mendesiskan ancaman ini ketika ia mengenakan pakaiannya. Mendengar disebutnya nama Phoa Hok Ci, baru Sin Hong teringat akan orang itu. Tadinya dia masih merasa "nanar" karena teringat akan ketelanjangan Siang Cun, teringat betapa dia tadi mengecup paha itu, betapa janggalnya keadaan itu tadi sehingga dia lupa keadaan yang lain. Kini, teringat kepada Hok Ci yang melarikan diri, dia cepat meloncat keluar.
"Akan kutangkap dia!" katanya dan beberapa kali loncatan saja dia sudah lenyap dari kuil.
Siang Cun membereskan pakaiannya dan rambutnya, lalu dengan hati tidak karuan rasanya ia pun lari keluar untuk mencari musuh besarnya itu.
Sementara itu, sambil berlari cepat meninggalkan kuil, Hok Ci tersenyum lega. Untung dia mempunyai akal yang amat cerdik, melukai Siang Cun dengan jarum beracun sehingga Sin Hong tidak sempat mengejar dan menangkapnya. Dia harus berlari cepat, harus meninggalkan daerah itu jauh-jauh kalau dia ingin selamat. Dia akan meninggalkan kehidupannya sebagai murid Ngo-heng Bu-koan, sebagai murid Hoan Sai-kong yang sudah mati, dia akan memulai hidup baru, di tempat baru dan melupakan Siang Cun yang terpaksa harus dia tinggalkan. Masih menyesal sekali kalau dia membayangkan betapa daging lunak yang sudah berada di ujung lidah itu terlepas pada saat terakhir! Sambil memaki-maki Si Bangau Putih yang menggagalkan dia memiliki gadis yang sudah lama membuat dia tergila-gila itu.
Tiba-tiba terdengar bentakan-bentakan nyaring dan ketika dia memandang, wajahnya seketika menjadi pucat! Dia telah dikepung oleh puluhan orang anggauta Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang yang dipimpin sendiri oleh Bhe Kauwsu dan Ciok Pangcu! Dia sama sekali tidak takut menghadapi dua orang ketua itu, akan tetapi kalau harus melawan puluhan orang, tentu saja dia merasa gentar sekali! Belum lagi dihitung datangnya bahaya pengejaran dari Si Bangau Putih!
"Phoa Hok Ci, murid murtad, jahanam keparat! Di mana anakku Siang Cun" bentak Bhe Kauwsu dengan marah dan juga khawatir karena dia tidak melihat puterinya bersama penjahat itu.
Dalam keadaan panik terkepung itu, Hok Ci masih hendak mempergunakan akal liciknya. "Ia.... ia di kuil tua, diperkosa oleh Si Bangau Putih....! Cepat Suhu ke sana, kalau tidak, akan terlambat...."
Mendengar ucapan ini, Bhe Gun Ek, guru silat Ngo-heng Bu-koan itu tertegun. Akan tetapi Yo Han segera berteriak lantang. "Harap Bhe Kauwsu jangan percaya omongan manusia iblis ini!. Suhu tidak mungkin melakukan hal yang terkutuk itu! Sebaiknya manusia iblis ini segera ditangkap dulu, baru nanti dicari di mana adanya enci Siang Cun!"
Mendengar ini, sadarlah Bhe Kauwsu dan tanpa dikomando lagi, semua orang yang mengepung pemuda itu, termasuk Ciok Pangcu, menggerakkan senjata dan berloncatan turun dari atas kuda mengeroyok Phoa Hok Ci! Puluhan orang mengepung dan mengeroyoknya dan Phoa Hok Ci mencoba untuk memutar pedangnya membela diri.
"Jangan bunuh dia! Tangkap hidup-hidup!" Berkali-kali Bhe Gun Ek dan Ciok Pangcu berteriak karena kedua orang pemimpin perkumpulan ini ingin mendengar pengakuan Hok Ci tentang semua perbuatannya yang amat keji, membunuh banyak orang di kedua pihak untuk mengadu domba antara Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang.
Betapapun lihainya Hok Ci, menghadapi pengeroyokan puluhan orang yang semua menaruh dendam kepadanya, akhirnya dia roboh dengan luka-luka di tubuhnya. Pedangnya dirampas dan dengan kedua lengan lumpuh karena patah tulangnya, dia diringkus dan dibelenggu kaki tangannya.
Ciok Kam Heng yang merasa amat sakit hati kehilangan puteranya itu, segera menjambak rambutnya dan membentak, "Manusia iblis! Sekarang ceritakan apa yang telah kaulakukan selama ini untuk menjatuhkan fitnah kepada Kim-liong-pang!"
Hok Ci maklum bahwa tidak ada harapan lagi baginya untuk hidup. Rasa takut, penasaran dan sesal membuatnya kehilangan keseimbangan batinnya dan tiba-tiba dia tertawa bergelak. Suara ketawanya membuat semua orang bergidik karena itu jelas bukan suara ketawa orang yang waras otaknya! Segala macam bentuk kejahatan yang dilakukan orang adalah suatu tanda bahwa pada saat dia melakukannya, keadaan batinnya memang tidak sehat, tidak waras! Batin yang dikuasai oleh nafsu apa pun, batin yang diperhamba nafsu, merupakan batin yang tidak sehat, yang sudah gelap seperti buta sehingga segala yang dilakukan oleh jasmaninya hanya untuk menuruti dorongan nafsu itu semata. Belajar untuk menjadi "orang baik" tidak ada gunanya selama batin masih lemah, masih mudah dicengkeram nafsu, mudah diperhamba nafsu. Yang penting bukan ingin menjadi orang baik, melainkan membuka mata batin, menyadarkan batin agar tidak sesat, tidak lemah, waspada selalu akan keadaan diri sendiri selalu dalam keadaan waspada sehingga tidak lengah dan tidak mudah dinina-bobokkan oleh nafsu.
"Ha-ha-ha-he-he-heh! Kalian manusia-manusia tolol! Memang aku yang melakukan itu semua, aku yang memperkosa dan membunuh Pong Siok Cin, membunuhi para murid Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang, aku yang mengadu domba antara kalian! Untuk apa" Agar ikatan perjodohan antara Bhe Siang Cun dan Ciok Lim terputus karena Siang Cun harus menjadi isteriku! Ha-ha-ha, hanya akulah yang pantas memiliki diri Siang Cun yang molek, ha-ha-ha!"
"Keparat! Di mana anakku Siang Cun sekarang" bentak Bhe Kauwsu dengan marah, tangannya sudah gemetar karena menurutkan kemarahannya ingin dia membunuh murid murtad itu.
"Siang Cun" Ha-ha-ha, di kuil tua, diperkosa oleh Si Bangau Putih, mungkin sekarang sudah mampus pula, heh-heh!"
"Bohong! Jahanam itulah yang hendak memperkosanya, akan tetapi untung aku segera datang mencegahnya.... Dia melukainya dengan jarum beracun, akan tetapi sekarang telah selamat!" Tiba-tiba terdengar suara nyaring dan muncullah Sin Hong.
Mendengar ini, lega rasa hati Bhe Kauwsu dan kini tidak dapat dicegah lagi, pedangnya digerakkan menusuk dada Phoa Hok Ci! Pada saat yang sama pedang di tangan Ciok Pangcu juga bergerak membabat ke arah leher orang jahat itu.
Tubuh itu terkulai dengan dada berlubang dan leher putus! Para murid Kim-liong-pang dan Ngo-heng Bu-koan juga menggerakkan senjata mereka dan sekejap saja tubuh Phoa Hok Ci menjadi korban puluhan senjata, menjadi hancur tidak karuan lagi bentuknya!
"Sudah cukup!" Tiba-tiba Sin Hong membentak, suaranya nyaring sekali sehingga semua orang terkejut dan melangkah mundur. "Kalian semua adalah orang-orang gagah, mengapa kini dikuasai nafsu amarah dan dendam kebencian, berubah menjadi orang-orang yang demikian kejam"
Semua orang, termasuk Ciok Kam Heng dan Bhe Gun Ek, tidak menjawab, hanya menundukkan muka dengan rikuh dan malu karena baru sekarang mereka melihat kenyataan itu, betapa sadis dan kejamnya mereka tadi karena dibakar oleh dendam kebencian.
"Ayahhh....!" Tiba-tiba terdengar jeritan dan Siang Cun datang berlari-lari, disambut ayahnya. Gadis itu menubruk dan merangkul ayahnya sambil menangis terisak-isak.
Bhe Gun Ek mengelus rambut kepala puterinya dan menepuk-nepuk pundaknya. "Sudahlah, Siang Cun, tenanglah. Jahanam keparat itu sudah kami bunuh."
Siang Cun, menghentikan tangisnya, memandang ke kanan kiri dan seperti orang dalam mimpi ia bertanya, "Mana dia" Mana manusia iblis itu" Akan kubunuh dia....!"
"Dia sudah mati di tangan kami, Siang Cun. Nah, itu dia!" Ayahnya menunjuk ke bawah. Siang Cun memandang dan seperti terpukau melihat tumpukan daging dan tulang yang sudah menjadi onggokan tak berbentuk itu. Tiba-tiba ia merampas pedang di tangan ayahnya, lalu meloncat ke depan dan hendak membacokkan pedangnya ke arah onggokan daging dan tulang itu. Akan tetapi tiba-tiba lengannya ditangkap orang dari belakang.
"Nona sadarlah. Yang sesat biarlah sesat seperti Phoa Hok Ci itu. Akan tetapi tidak perlu Nona menjadi demikian kejam karena dendam kebencian. Dia sudah mati dan jasmaninya tidak berdosa."
Siang Cun menoleh dan ketika ia melihat bahwa yang menahannya adalah Sin Hong, ia lalu melepaskan pedangnya dan berlari kepada ayahnya, kembali merangkul ayahnya sambil menangis keras.
*** "Tidak, aku tidak ingin hidup lagi, Ayah. Biarpun jahanam itu belum sampai menodaiku, akan tetapi.... ah, bagaimana aku dapat melupakan aib dan malu itu" Dia.... Tan Sin Hong itu, dia.... telah melihat aku bertelanjang bulat, bahkan dia.... dia telah...."
Bhe Kauwsu memeluk puterinya. Tadi baru saja dia menyelamatkan puterinya dari maut ketika Siang Cun menggantung diri di dalam kamarnya!
"Anakku, jangan mengambil jalan pendek. Bunuh diri merupakan suatu dosa besar, Siang Cun. Apa yang telah dilakukan oleh Tan-taihiap padamu" Apa yang telah dia perbuat"
Siang Cun menceritakan dengan suara terputus-putus tentang pengobatan yang dilakukan oleh Sin Hong kepadanya. Betapa pemuda itu bukan hanya melihat ia bertelanjang bulat dan terlentang di atas pembaringan, bahkan pemuda itu telah mengobatinya dengan menyedot darah dan jarum dari paha kirinya, ia dalam keadaan telanjang!
"Bagaimana mungkin aku dapat melupakan aib dan malu itu, Ayah" Dia bukan apa-apa, bukan saudara bukan keluarga, bahkan saudara seperguruan pun bukan! Aib ini hanya dapat dihapus dengan kematianku, Ayah...." Gadis itu menangis lagi.
Bhe Kauwsu menarik napas panjang. Dia mengerti akan penderitaan batin puterinya. Lalu dia berkata, "Tenanglah, anakku. Ada suatu jalan yang lebih baik daripada membunuh diri, dan biarlah aku yang akan membicarakan urusan ini dengan Tan-taihiap. Mudah-mudahan saja dia tidak keberatan dan mau menolong kita."
"Apakah maksudmu, Ayah" "Menjodohkan engkau dengan Tan-taihiap, anakku."
Wajah yang manis itu seketika menjadi merah dan ia menundukkan mukanya. "Memang hanya itulah jalan satu-satunya untuk menghapus aib dari diriku, Ayah. Kalau dia menolak, lebih baik aku mati saja!" Setelah berkata demikian, Siang Cun menutupi mukanya dan menangis lagi.
Bhe Kauwsu segera menemui Sin Hong yang sedang berkemas di dalam kamarnya bersama Yo Han. Mereka sudah terlalu lama tinggal di tempat itu dan biarpun mereka diperlakukan sebagai tamu kehormatan dan merasa senang, namun tidak enak juga kalau terus menerus menerima kebaikan orang dan mondok di tempat itu.
Bhe Kauwsu minta bicara empat mata dengan pendekar itu dan Sin Hong segera menyuruh muridnya keluar dari dalam kamar. Yo Han pergi ke belakang rumah.
Di tempat itu dia sudah bergaul dengan leluasa sekali, menjadi sahabat dari para murid Ngo-heng Bu-koan dan dia seorang anak yang amat disuka oleh para murid.
Setelah duduk berhadapan berdua, Bhe Kauwsu lalu menyampaikan maksud hatinya untuk menjodohkan puterinya dengan Tan Sin Hong. Dia berterus terang akan keadaan Siang Cun.
"Biarpun kami sekeluarga akan merasa terhormat dan berbahagia sekali kalau Taihiap sudi menjadi suami Siang Cun, akan tetapi sesungguhnya sampai bagaimanapun aku tidak akan berani mengemukakan hasrat hati keluarga kami kepadamu, Taihiap. Akan tetapi, anakku Siang Cun berkeras akan membunuh diri untuk mencuci aib dan hanya mau melanjutkan hidup kalau dapat menjadi isterimu. Oleh karena itu, Taihiap, kami sekeluarga yang sudah putus harapan hanya memandang kepadamu sebagai bintang penolong keluarga kami."
Tentu saja Sin Hong terkejut sekali mendengar permintaan itu! Dia menjadi bingung karena sama sekali tidak disangka bahwa secara tiba-tiba dia diminta untuk menjadi suami Siang Cun!
"Tapi.... tapi.... maafkan, Paman. Hal ini.... harus kupikirkan dulu karena menyangkut kehidupanku di masa depan. Aku.... minta waktu untuk memikirkannya...." katanya agak gagap.
Bhe Kauwsu tersenyum. "Tentu saja, Taihiap. Karena seperti Taihiap pernah bicarakan dengan kami bahwa Taihiap adalah seorang yatim piatu yang hidup sebatang kara, maka segala keputusan harus dipikirkan dulu. Biarlah kami menanti sampai besok agar Taihiap mempunyai waktu sehari semalam untuk memikirkannya." Bhe Kauwsu lalu, mengundurkan diri, meninggalkan Sin Hong yang masih bengong dan bingung.
Menjadi suami Siang Cun" Pertanyaan ini berdengung terus di dalam kepalanya. Tanpa disengaja, dia pun mengenang gadis itu. Seorang gadis yang cantik manis, juga gagah perkasa dan terbayanglah tubuh gadis itu yang pernah dilihatnya dalam keadaan bugil dan polos! Tubuh yang mulus, wajah yang cantik, watak yang gagah dan kedudukan terhormat. Cukup baik, bahkan terlalu baik untuknya. Dan juga amat baik bagi Yo Han. Muridnya itu masih muda sekali, membutuhkan lingkungan dan pergaulan yang baik. Dan Ngo-heng Bu-koan merupakan tempat yang amat baik bagi seorang anak, dapat bergaul dengan murid-murid Ngo-heng Bu-koan yang gagah dan berjiwa pendekar. Tiba-tiba terbayang wajah Kao Hong Li! Hatinya berdebar penuh keharuan. Dia mencinta Hong Li! Sejak pertemuan pertama, dia sudah tertarik dan jatuh cinta kepada puteri suhengnya itu. Akan tetapi, bagaimana mungkin dia dapat menjadi suami Kao Hong Li" Hong Li adalah puteri Kao Cin Liong, seorang pendekar besar bekas panglima kerajaan, putera tunggal Naga Sakti Gurun Pasir! Kedudukan keluarga itu terhormat, baik di dalam dunia kang-ouw, dunia persilatan, di masyarakat, bahkan di antara para pembesar di kerajaan. Sebaliknya dia" Yatim piatu, sebatang kara, miskin dan tidak memiliki apa-apa! Dibandingkan dengan Hong Li, dia seperti seekor burung gagak di samping seekor burung Hong! Belum lagi diingat bahwa dia adalah susiok (paman guru) Hong Li, walaupun usia mereka sebaya. Tidak, tidak mungkin dia dapat menjadi suami Hong Li, betapapun dia mencintanya, bahkan andaikata Hong Li juga mencintanya, perjodohan antara mereka adalah tidak mungkin.
Kembali dia membayangkan Siang Cun. Seorang gadis yang amat baik, dinilai dari keadaan wajah, bentuk tubuh, atau pun wataknya. Dan dia akan hidup tenang, dapat membantu ayah mertuanya untuk memajukan Ngo-heng Bu-koan, memimpin murid-murid Bu-koan (Perguruan Silat) dengan ilmu silat. Hanya itulah satu-satunya keahliannya. Ilmu silat! Dan dia dapat mempergunakannya di sini. Pekerjaan lain apakah yang dapat dia lakukan kecuali mengajarkan ilmu silat" Dan Siang Cun seorang calon isteri yang manis dan molek. Dan Yo Han, muridnya yang dia sayang, akan memperoleh tempat yang baik puladi Ngo-heng Bu-koan. Dan ayah mertuanya seorang tua yang gagah dan bijaksana. Mau apa lagi"
"Suhu, kenapa Suhu melamun setelah Bhe Kauwsu pergi" tiba-tiba Yo Han memasuki kamar. Anak ini baru berani memasuki kamar setelah melihat Bhe Kauwsu tidak lagi berada di kamar gurunya. Sin Hong keluar dari dunia lamunan, menoleh kepada muridnya dan melihat wajah muridnya membayangkan kekhawatiran, dia lalu merangkul pundak Yo Han. Muridnya ini selalu memperhatikan dirinya. Seorang murid yang bukan hanya berbakti, akan tetapi juga mencintanya seperti seorang adik kepada kakaknya.
"Yo Han, aku sedang bingung. Bhe Kauwsu mengusulkan perjodohan antara aku dan puterinya." Biarpun Yo Han baru berusia kurang lebih delapan tahun, namun dia tidak menganggap muridnya itu anak kecil. Sikap dan jalan pikiran Yo Han seperti seorang dewasa saja. Oleh karena itu, tanpa ragu lagi dia menceritakan persoalan yang dihadapinya.
Yo Han mengerutkan alisnya, "Enci Siang Cun seorang wanita yang gagah perkasa dan cantik, dan Ngo-heng Bu-koan tempat orang-orang gagah, Suhu. Akan tetapiapakah Suhu mencintanya"
Mendengar kata cinta keluar dari mulut anak itu, mau tidak mau Sin Hong tersenyum geli. "Aih Yo Han, tahu apa engkau tentang cinta" Dan kenapa kau bertanya demikian"
"Suhu,menjadi suami isteri berarti hidup berdampingan selama hidup! Kalau Suhu dan enci Siang Cun saling mencinta, tidak ada masalah apa pun untuk berjodoh dengannya."
Sin Hong menggeleng kepalanya. "Aku kagum dan suka kepadanya, akan tetapi tentang cinta.... aku masih belum tahu, Yo Han. Akan tetapi, kalau aku menolak, berarti ia akan mati membunuh diri dan aku akan merasa berdosa, seolah-olah aku yang membunuhnya." Sin Hong lalu menceritakan tentang Siang Cun seperti yang didengarnya dari Bhe Kauwsu tadi.
Yo Han membelalakkan matanya. "Wah, sungguh aneh-aneh pikiran seorang dewasa! Kelihatan telanjang bulat saja sudan mau bunuh diri kalau tidak dikawin! Jadi kalau Suhu mengawininya, berarti Suhu menyelamatkan nyawanya"
"Begitulah!"
"Tapi.... tapi, Suhu. Bagaimana, denganenci Hong Li"
Terkejut rasa nati Sin Hong mendengar ini. Jantungnya berdebar.
"Apa maksudmu" Ada apa dengan Hong Li"
"Suhu cinta padanya, dan enci Hong Li mencinta Suhu. Kalau Suhu menikah dengan gadis lain...."
"Ah, Yo Han, jangan sebut-sebut lagi namanya. Engkau tidak tahu bahwa tidak mungkin bagiku untuk bersanding dengan Hong Li. Pertama, ia adalah murid keponakanku sendiri, dan ke dua, kedudukan kami sungguh berbeda seperti bumi dengan langit. Agaknya.... agaknya, tidak ada lain jalan bagiku kecuali menerima uluran tangan Bhe Kauwsu...."
"Wah, kionghi (selamat), Suhu!" Yu Han lalu mengangkat kedua tangan ke depan dada dan memberi selamat kepada gurunya.
Dengan muka berubah agak kemerahan Sin Hong merangkul muridnya sambil tertawa.
Setelah berpikir semalam suntuk, akhirnya Sin Hong mengambil keputusan untuk menerima uluran tangan Bhe Kauwsu. Ada beberapa hal yang mendorongnya menerima uluran tangan itu. Terutama sekali untuk mencegah Siang Cun membunuh diri mencuci perasaan terhina dan malu. Dan masih banyak segi yang ada kebaikannya. Dia dapat menyumbangkan kepandaiannya untuk memajukan Ngo-heng Bu-koan dan dapat hidup berkeluarga yang layak. Selain itu, juga dia dapat menempatkan Yo Han dalam lingkungan yang baik. Sebaliknya, kalau dia menolak, besar sekali kemungkinan Siang Cun akan membunuh diri, dan dia bersama Yo Han akan hidup berkeliaran tanpa tempat tinggal yang tetap dan terutama sekali dia akan selalu merasa berdosa. Dia tidak dapat terlalu menyalahkan sikap Siang Lun yang berkeras hendak membunuh diri kalau tidak menjadi isterinya karena bagi seorang gadis yang keras hati dan menjaga benar nama dan kehormatannya, maka peristiwa yang dialaminya itu, ketika ia dalam keadaan telanjang bulat dilihat oleh Sin Hong, bahkan diobati pemuda itu dengan cara yang melanggar batas kesusilaan, sungguh merupakan suatu hal yang mendatangkan aib dan malu yang akan ditanggung selama hidupnya. Kalau Sin Hong menjadi suaminya, maka peristiwa itu dengan sendirinya tidak akan meninggalkan rasa malu, bahkan mungkin akan menjadi kenangan indah dan mesra bagi keduanya. Dan biarpun Sin Hong belum dapat memastikan apakan ada perasaan cinta dalam hatinya terhadap Siang Cun, namun dia harus mengakui bahwa dia kagum dan suka kepada gadis itu, dan harus diakuinya pula secara jujur bahwa dia tertarik melihat kecantikan wajah dan keindahan tubuh gadis itu!
Pernikahan segera dilangsungkan dengan meriah. Pihak Kim-liong-pang yang kini menjadi sahabat baik lagi dari Ngo-heng Bu-koan, juga datang, bahkan atas usul Ciok Kam Hong atau Ciok Pangcu, ketua Kim-liong-pang, dia dengan suka rela menjadi wali atas diri Sin Hong yang sudah yatim piatu dan tidak mempunyai wali itu. Ciok Pangcu merasa berterima kasih kepada pendekar muda ini karena dia telah berjasa memecahkan rahasia yang mengadu domba antara Kim-liong-pang dan Ngo-heng Bu-koan.
Biarpun Sin Hong tidak berani mengirim undangan kepada suhengnya, yaitu Kao Cin Liong, karena sesungguhnya dia tidak merasa mengadakan pesta dan bukan tuan rumah, namun dia mengirim surat kepada suhengnya, memberitahu bahwa dia telah melangsungkan pernikahan dengan puteri ketua Ngo-heng Bukoan di kota Lu-jiang.
Setelah menikah, biarpun dia dan isterinya saling memperlihatkan sikap mesra dan mencinta, namun diam-diam Sin Hong sering kali melamun. Terasa benar olehnya betapa di dalam hubungan mereka sebagai suami isteri, terdapat suatu kehambaran atau kehampaan karena tiadanya pertalian batin atau cinta kasih di antara mereka sebelumnya. Mereka itu seolah-olah dua orang asing yang baru bertemu dan belum akrab. Hubungan antara mereka seperti dipaksakan, dan biarpun di luarnya nampak mesra, namun di dalam sudut batinnya, Sin Hong merasakan suatu kehambaran. Dan dia pun dapat menduga bahwa perasaan yang sama terdapat dalam batin isterinya! Memang harus diakuinya bahwa sikap Siang Cun baik sekali kepadanya dan nampak betapa wanita itu berusana keras untuk menjadi seorang isteri yang baik, mencinta, setia dan patuh. Namun tetap saja terasa olehnya bahwa hubungan antara mereka seperti dipaksakan, tidak wajar karena tidak adanya ikatan batin yang berupa cinta kasih.
Segala macam hubungan antara manusia, baik itu hubungan suami isteri, antara sahabat, orang tua dan anak, dan sebagainya, pasti akan selalu mendatangkan konflik selama di dalamnya tidak ada dasar cinta kasih. Cinta kasih ini berarti tidak adanya pementingan diri sendiri. Selama ada pementingan diri sendiri, cinta kasih tidak akan hadir. Yang ada hanyalah cinta nafsu, dan cinta nafsu ini tidak akan bertahan lama karena selalu menimbulkan pertentangan antara dua kepentingan yang kadang-kadang saling berlawanan. Kepentingan si aku bertumbuk dengan kepentingan si kamu dan si dia. Cinta kasih meniadakan atau setidaknya mengaburkan dan menipiskan kepentingan si aku, dan kalau sudah begitu, maka apa pun yang kita lakukan dengan dasar cinta kasih, akan selelu benar dan mendatangkan kebahagiaan.
Sin Hong mempertahankan keadaan ini dan menutupinya dengan kebijaksanaan, sehingga dia hidup dalam suasana yang palsu. Pada lahirnya, dia dan isterinya hidup rukun, namun di dalam hati, keduanya merasakan sesuatu kekecewaan, kehilangan sesuatu yang sepatutnya ada dalam kehidupan suami isteri. Tak seorang pun di luar mereka berdua maklum akan hal ini, kecuali Yo Han! Anak ini pun tidak tahu dengan jelas, namun dia mengerti dan merasakan dengan jelas, namun dia mengerti dan merasakan betapa suhunya kini seringkali duduk melamun, seringkali duduk sambil memandang jauh, dengan pikiran melayang-layang dan diam-diam dia merasa kasihan kepada gurunya. Anak yang berperasaan halus dan berotak cerdas ini dapat menduga bahwa gurunya tidak berbahagia! Perubahan itu baginya nampak sekali. Ketika gurunya masih hidup menyendiri, hidup berdua dengan dia dan dalam keadaan serba kekurangan merantau dengan bebas, gurunya nampak gembira selalu. Akan tetapi setelah menikah, gurunya seringkali duduk melamun. Dia melihat gurunya seolah-olah seekor burung yang tadinya melayang-layang dengan bebasnya di udara, kini terkurung di dalam sangkar. Biarpun sangkar itu terbuat daripada emas, diukir indah dan di dalam sangkar selalu tersedia makanan dan minuman, namun burung itu tetap saja seringkali mengeluh duka karena kehilangan kebebasan! Namun, dia tidak dapat berbuat apa pun. Bagi Yo Han, kehidupan di Ngo-heng Bu-koan cukup menyenangkan. Banyak kawan yang baik, dan dia pun tekun berlatih silat di bawah pimpinan langsung dari Sin Hong. Tentu saja Sin Hong membedakan latihan pada muridnya dengan latihan yang diberikannya kepada para murid Ngo-heng Bu-koan sebagai usahanya membantu kemajuan perguruan silat mertuanya. Dan waktu pun meluncur terus, melewati segala suka duka yang menjadi permainan pikiran dan batin manusia.
*** Hong Li membaca surat itu dan tak dapat ditahannya lagi air matanya yang jatuh berderai. Ayah dan ibunya, Kao Cin Liong dan Suma Hui, duduk di depannya dan suami isteri itu saling pandang, lalu menatap wajah puteri mereka dengan hati terharu. Mereka berdua sudah lama membujuk Hong Li agar suka menjatuhkan pilihannya. Sudah terlalu banyak pemuda yang datang meminangnya, akan tetapi gadis itu selalu menolak. Suami isteri itu, biarpun puteri mereka tidak mengaku terus terang, dapat mengerti bahwa Hong Li mencinta Sin Hong dan selalu menanti datangnya pemuda yang masih terhitung susioknya itu. Karena cintanya itulah maka Hong Li masih belum mau menerima pinangan sekian banyaknya pemuda pilihan. Dan pada pagi ini, suami isteri itu menerima sepucuk surat dari Tan Sin Hong, mengabarkan bahwa pemuda itu telah menikah dengan puteri ketua Ngo-heng Bu-koan di kota Lu-jiang. Setelah membaca surat ini, mereka bersepakat untuk membiarkan puteri mereka membacanya. Dan pada siang hari itu, di depan ayah bundanya, Hong Li membaca surat Sin Hong. Sin Hong telah menikah dengan wanita lain! Begitu membaca surat itu, dunia rasanya gelap bagi Hong Li dan tanpa dapat ditahannya lagi, air matanya jatuh berderai di atas kedua pipinya setelah ia membaca surat itu. Surat itu terlepas dari tangannya dan ia menubruk ibunya sambil menangis!
Suma Hui merangkul puterinya, juga berlinang air mata. Ia merasa kasihan sekali kepada puterinya dan tanpa sepatah pun kata, kedua orang wanita ini saling berangkulan dan sang ibu tahu benar apa yang dirasakan oleh batin puterinya.
"Sudahlah, anakku. Tenangkan hatimu, tabahkan hatimu. Ada tiga hal dalam hidup ini yang tidak dikuasai manusia, melainkan diatur oleh Thian sendiri, yaitu kelahiran, pernikahan dan kematian. Kalau dua orang sudah berjodoh, dihalangi bagaimanapun juga akhirnya akan bertemu dan menjadi jodoh, sebaliknya kalau memang tidak berjodoh, diusahakan bagaimanapun, akan gagal."
"Akan tetapi.... Ibu...., dia.... kenapa dia menikah begitu saja.... kenapa tidak memberitahu lebih dulu kepadaku.... padahal.... dia tahu.... bahwa aku.... aku mengharapkan dia"
"Sudahlah Hong Li, seorang gagah tidak membiarkan perasaannya hanyut dalam sesal, kecewa dan duka." kata Kao Cin Liong dengan sikap tenang. "Agaknya Sin Hong sute merasa bahwa tidak mungkin dia berjodoh dengan murid keponakannya sendiri, maka dia menikah dengan gadis lain. Segala sesuatu sudah terjadi dan tidak perlu disesalkan lagi. Sekarang, kuharap engkau berani menghadapi kenyataan dan pilihlah seorang di antara para peminang yang masih menanti keputusan kita."
Hong Li bangkit semangatnya mendengar ucapan ayahnya. Ia menghapus sisa air matanya dengan ujung baju ibunya, lalu mundur memisahkan diri dari ibunya, duduk di atas kursi memandang kepada ayah bundanya, lalu berkata dengan suara yang tenang.
"Ayah dan Ibu ingin sekali agar aku menikah"
Suami isteri itu saling pandang dan Suma Hui tersenyum. "Anakku, pertanyaanmu sungguh lucu. Engkau adalah anak kami satu-satunya. Engkau adalah seorang anak perempuan dan sekarang engkau telah lebih dari dewasa. Usiamu sudah dua puluh dua tahun. Ayah dan ibu mana yang tidak ingin melihat anak perempuannya menikah"
"Bagaimana dengan Ayah" tanya Hong Li sambil memandang ayahnya.
Kao Cin Liong batuk-batuk beberapa kali sebelum menjawab. "Aku setuju dengan pendapat ibumu. Aku sudah ingin menjadi seorang kakek, menimang cucuku, Hong Li."
Mendengar ucapan ayahnya ini, Hong Li merasa terharu sekali dan ia merasa betapa ia seorang anak yang tidak berbakti, tidak dapat menyenangkan hati orang tuanya.
"Baiklah, Ayah dan Ibu. Sekarang aku akan menurut, akan tetapi aku tidak dapat memilih Ayah, maka harap Ayah dan Ibu yang memilihkan untukku. Aku tidak akan menolak lagi...." Setelah berkata demikian, Hong Li bangkit, meninggalkan mereka dan memasuki kamarnya lalu melempar tubuhnya di atas pembaringan, menyembunyikan mukanya di balik bantal.
Biarpun hati mereka diliputi keharuan dan iba terhadap puteri mereka, namun ada perasaan gembira bahwa kini Hong Li tidak menolak. Mereka berdua lalu melakukan pemilihan dan akhirnya memilih seorang pemuda bernama Thio Hui Kong, seorang putera jaksa yang tampan dan juga memiliki ilmu silat yang cukup kuat di samping ilmu sastra yang cukup baik. Thio Hui Kong adalah putera tunggal dari Jaksa Thio dan pembesar ini terkenal sebagai seorang jaksa yang adil dan jujur. Pemuda itu pun terkenal pula sebagai seorang pemuda yang alim, dan tekun belajar. Kao Cin Liong dan isterinya merasa yakin bahwa mereka tidak salah pilih. Sudah lama Jaksa Thio meminang dan selalu mereka minta waktu dan kini dengan gembira mereka menerima pinangan itu.
Ketika diberitahu oleh ayah ibunya bahwa telah ditemukan seorang calon suami untuknya, Hong Li hanya mengangguk dan tersenyum malu-malu, akan tetapi di dalam hatinya, ia merasa berduka sekali. Akan tetapi, ia menahan perasaannya karena ia harus berbakti kepada orang tuanya. Kalau menurut kehendak hatinya, rasanya ia tidak ingin menikah setelah harapannya terhadap Sin Hong gagal. Akan tetapi, ia adalah anak tunggal dan kalau ia tidak dapat menyenangkan hati orang tuanya, berarti ia seorang anak yang tidak berbakti dan hal itu sungguh tidak diinginkannya. Biarlah ia menerima pilihan orang tuanya dan menyerahkan diri kepada nasib.
Pernikahan antara Hong Li dan Thio Hui Kong dirayakan secara meriah oleh keluarga Kao. Maklum, Hong Li merupakan anak tunggal dan keadan orang tuanya memungkinkan untuk merayakan pernikahan itu secara besar-besaran. Selain itu, juga Thio Hui Kong adalah putera dan anak tunggal Jaksa Thio yang terkenal. Tidaklah mengherankan kalau pesta pernikahan itu dirayakan secara besar-besaran dan banyak tamu diundang untuk menghadiri perayaan itu.
Di antara para tamu, datang pula Tan Sin Hong bersama isterinya. Yo Han tidak diajak walaupun di dalam hatinya, Yo Han ingin sekali menghadiri pesta pernikahan Hong Li yang sudah dikenalnya dengan baik itu. Berdebar juga rasa jantung dalam dada Sin Hong ketika dia bersama isterinya memasuki ruangan pesta dengan para tamu lainnya, disambut oleh Kao Cin Liong dan isterinya yang duduk di panggung sebagai tuan rumah, tidak begitu jauh dengan tempat duduk sepasang mempelai yang berada di tengah panggung.
Kao Cin Liong dan isterinya hanya dapat menyambut Sin Hong dan isterinya dengan singkat saja karena banyaknya tamu yang berbondong-bondong datang bersamaan waktunya dengan Sin Hong. Mereka dipersilakan untuk duduk di ruangan tamu yang sudah disediakan, di depan panggung di mana terdapat ratusan buah kursi. Lebih dari separuh ruangan itu telah penuh tamu. Akan tetapi, Sin Hong tidak langsung duduk di ruangan tamu, melainkan mengajak isterinya untuk menghampiri sepasang mempelai dan memberi selamat. Dia tidak merasa kikuk karena bukankah dia masih termasuk keluarga, walaupun hanya sute dari tuan rumah" Dia sudah memberi penjelasan kepada isterinya siapa keluarga Kao dan tentu saja dia tidak pernah menyinggung soal hubungan batin antara dia dan mempelai wanita kepada isterinya. Dari jauh, Sin Hong melihat betapa Hong Li nampak cantik jelita dalam pakaian mempelai, namun wajah Hong Li kelihatan lesu dan tidak membayangkan kegembiraan. Di sampingnya duduk mempelai pria dan di dalam hatinya, Sin Hong bersyukur melihat betapa gagah dan tampannya mempelai pria itu. Syukurlah, Hong Li memperoleh seorang jodoh yang memang patas mendampinginya selama hidup, pikirnya sambil mengajak, isterinya melangkah maju perlahan-lahan menghampiri tempat duduk sepasang mempelai.
"Nona Kao Hong Li, kami mengucapkan selamat atas pernikahanmu, semoga kalian berdua mempelai hidup berbahagia." kata Sin Hong yang mengajak isterinya mengangkat tangan ke depan dada memberi hormat.
Hong Li memandang dan mata mempelai wanita itu terbelalak ketika ia mengenal Sin Hong. Bedak tebal yang menutupi wajahnya menyembunyikan perubahan mukanya yang menjadi pucat sekali.
"Kau.... kauSusiok...." katanya berbisik. "Dan ini isteri Susiok...."
Sin Hong mengangguk dan tersenyum. "Benar, ini adalah isteriku."
Hong Li menoleh kepada suaminya dan memperkenalkan. "Ini Susiok Tan Sin Hong dan isterinya, dari kota Lu-jiang."
Tadinya Thio Hui Kong mengerutkan alisnya, akan tetapi ketika mendengar bahwa sepasang orang muda yang memberi selamat kepada isterinya adalah susiok (paman guru) isterinya, kerut di alisnya lenyap dan dia pun cepat membalas pemberian selamat itu sambil tersenyum, Sin Hong lalu menggandeng tangan isterinya, diajak meninggalkan sepasang mempelai untuk duduk di ruangan yang sudah disediakan untuk para tamu.
Akan tetapi, baru beberapa langkah dia dan isterinya meninggalkan tempat itu, terdengar Hong Li mengeluh dan disusul suara ribut-ribut dari para wanita yang mengerumuni sepasang pengantin untuk melayani mereka itu. Ternyata pengantin wanita telah roboh pingsan dalam kursinya! Tentu saja keadaan menjadi agak sibuk. Kao Cin Liong dan isterinya cepat menghampiri puteri mereka dan setelah memeriksanya, Kao Cin Liong berkata kepada para tamu yang mendekat bahwa puterinya terlalu lelah, kurang tidur dan perutnya kosong selama dua hari ini sehingga masuk angin! Pengantin wanita lalu dipondong masuk ke dalam oleh suaminya dan pesta dilanjutkan tanpa adanya sepasang mempelai. Keluarga tuan rumah tetap melayani tamu dan memang Kao Cin Liong dan isterinya tidak mengkhawatirkan keadaan puteri mereka walaupun mereka saling pandang dan maklum bahwa kehadiran Sin Hong itulah yang membuat puteri mereka mengalami guncangan batin dan menjadi pingsan!
Sementara itu, Sin Hong yang merasa berduka sekali melihat Hong Li roboh pingsan, hal yang menjadi pertanyaan besar di dalam hatinya, mengajak isterinya ke ruangan yang disediakan untuk para tamu. Diam-diam dia merasa khawatir sekali. Hong Li adalah seorang gadis yang keras hati dan tabah, juga gagah perkasa sehingga tidak mudah sakit, apalagi masuk angin! Tentu ada sesuatu yang menyebabkan gadis itu pingsan, dan dia merasa khawatir sekali karena gadis itu pingsan setelah bertemu dengan dia! Agaknya, Bhe Siang Cun juga menduga akan hal ini dan isteri itu cemberut, alisnya berkerut dan terasa betapa tangan dan lengannya kaku ketika digandengnya menuju ke ruangan tamu.
"Hemmm, kiranya ada apa-apa antara paman dan keponakan! Bagus, ya" kata Siang Cun dengan suara berbisik, namun dalam suara itu terkandung penyesalan besar.
"Hushhh, jangan menyangka yang bukan-bukan!" balas Sin Hong, juga berbisik, akan tetapi dia merasa betapa jurang antara dia dan isterinya menjadi semakin lebar dan kini agaknya tidak ditutupi lagi dengan kepura-puraan yang manis dan mesra. Isterinya jelas memperlihatkan kekurangsenangan hatinya dengan muka merengut dan pandang mata marah, juga kini isterinya melepaskan tangannya yang digandeng!
"Cun Su-moi....!" Tiba-tiba terdengar seruan seorang pria di antara para tamu.
Siang Cun menoleh dan seketika wajah yang merengut tadi menjadi cerah, berseri dan senyumnya manis sekali ketika ia mengenal pria muda yang menegurnya itu. Pria itu adalah seorang di antara suhengnya, murid ayahnya yang sudah beberapa tahun meninggalkan perguruan. Suhengnya itu bernama Ciang Kun, dan ketika ia berusia lima belas tahun, antara ia dan suhengnya itu terjalin semacam cinta monyet atau cinta antara dua orang remaja. Cinta itu terputus ketika Ciang Kun meninggalkan perguruan dan orang tuanya pindah dari kota Lu-jiang ke kota raja. Tak disangkanya di tempat ini ia akan berjumpa dengan suhengnya yang pernah disayangnya dan pernah dirindukannya itu.
"Kun-suheng.... ! Kaudi sini" Manaisterimu" tanya Siang Cun sambil memandang dan kedua pipinya berubah kemerahan. Pemuda yang jangkung dan tampan itu tersenyum lalu menggeleng kepala dan menggoyang tangan kanan, tanda bahwa dia belum menikah. Karena banyak di antara para tamu memandang kepada mereka, tentu saja mereka tidak dapat leluasa bicara.
"Kun-suheng, datanglah ke Lu-jiang, kami semua sudah rindu padamu!"
Ciang Kun mengangguk. "Baik, aku akan datang berkunjung."
Hanya sampai di situ saja percakapan itu. Terpaksa Siang Cun bersama suaminya mencari tempat kosong di ruangan yang disediakan untuk para tamu yang berpasangan, yaitu suami isteri yang datang berdua. Ada tiga ruangan untuk para tamu, yaitu bagian pria, bagian wanita, dan bagian para tamu yang datang bersama isteri atau suami mereka. Siang Cun memilih meja yang masih kosong. Meja itu dikelilingi delapan buah bangku dan belum ada seorang pun tamu duduk di situ. Kesempatan duduk berdua ini dipergunakan oleh Siang Cun untuk melampiaskan kedongkolan hatinya.
Mereka saling berpandangan, duduk bersanding menghadapi meja bundar. Tidak seorang pun di antara mereka bicara, hanya pandang mata mereka seperti saling menjenguk isi hati mereka.
Kemudian Siang Cun lebih dulu berkata, "Engkau tidak bertanya siapa pria muda yang menegurku tadi" Ia sengaja memancing pertengkaran.
Akan tetapi Sin Hong merasa malu kalau harus bertengkar dengan isterinya di tempat pesta itu. Dia tersenyum dan menjawab halus, "Tanpa bertanya pun aku sudah dapat menduga bahwa dia tentulah seorang suhengmu yang sudah lama tidak bertemu denganmu."
Mendengar suara suaminya yang lembut dan sikapnya yang tenang, agak berkurang kemarahan Siang Cun yang bangkit karena cemburu itu. "Dia seorang suhengku yang terpandai dan sudah empat tahun atau lima tahun kami tidak saling berjumpa. Aku gembira sekali dapat bertemu dengan dia di sini! Ketika kita menikah, ayah tidak dapat mengirim undangan karena tidak tahu di mana dia tinggal."
Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sin Hong tetap tersenyum dan mengangguk. Bagi dia, pertemuan itu sudah sewajarnya kalau mendatangkan kegembiraan. Dia masih merasa terharu dan tegang mengenang Hong Li yang roboh pingsan tadi. Pikirannya penuh dengan itu sehingga dia hampir tidak memperhatikan keadaan isterinya dan pertemuan antara isterinya dan suheng isterinya itu pun dilupakannya lagi.
Melihat suaminya termenung, Siang Cun segera berkata, "Sebaliknya, pertemuanmu dengan murid keponakanmu yang menjadi pengantin itu agaknya menimbulkan kenangan pahit sehingga ia sampai roboh pingsan. Sebenarnya, ada apakah antara kalian"
"Tidak ada apa-apa." kata Sin Hong menggeleng kepalanya dengan wajah diliputi kedukaan.
"Tidak mungkin! Tentu ada hubungan yang istimewa, kalau tidak begitu, tak mungkin ia jatuh pingsan begitu bertemu dan bicara denganmu!" kata Siang Cun yang meninggikan suaranya sehingga beberapa buah kepala menoleh ke arah mereka.
Sin Hong mengerutkan alisnya, berbisik, "Tenanglah, di sini bukan tempat untuk ribut-ribut. Nanti saja kita bicara tentang itu dan aku akan menerangkan segalanya."
Siang Cun mengangguk, akan tetapi selanjutnya, ia bersungut-sungut. Meja itu dipenuhi para tamu yang berdatangan dan mereka pun mulai pesta makan minum hidangan yang disuguhkan.
Setelah pesta berakhir, para tamu bubaran dan Sin Hong bersama isterinya juga berpamit dari tuan rumah. Ketika mereka berkesempatan untuk minta diri dari Kao Cin Liong dan Suma Hui, Sin Hong merasa sepatutnya kalau dia bertanya tentang keadaan Hong Li. "Suheng, bagaimana dengan kesehatan puterimu" Kuharap ia sudah sehat kembali, Suheng."
Kao Cin Liong memandang kepada sutenya dengan alis berkerut. Dia tidak menyalahkan sutenya ini, akan tetapi hanya menyesali pertemuan antara puterinya itu dengan Sin Hong yang mengakibatkan puterinya mengalami guncangan batin. "Ia sudah sehat kembali, terima kasih, Sute."
Dalam perjalanan pulang ke Lu-jiang, barulah Siang Cun mendapat kesempatan untuk menuntut agar suaminya suka bicara terus terang mengenai hubungannya dengan Kao Hong Li. Sin Hong menarik napas panjang. Sebetulnya, urusannya dengan Hong Li adalah urusan yang hanya dia ketahui sendiri saja, mengenai perasaan batin antara mereka dan tidak akan diceritakan kepada siapapun juga. Akan tetapi, tak disangkanya bahwa kehadirannya dalam pesta pernikahan Hong Li itu membuat Hong Li menderita dan isterinya menjadi curiga dan cemburu. Kalau dia tidak bicara terus terang, tentu hubungannya dengan isterinya akan menjadi semakin buruk.
"Sesungguhnya, tidak ada apa-apa di antara kami yang perlu dicurigai," katanya, mencoba untuk membantah.
"Tidak perlu berbohong. Aku adalah seorang wanita dan aku tahu apa yang telah terjadi. Begitu bertemu denganmu, ia menderita guncangan hebat. Biarpun mukanya tertutup bedak tebal sehingga tidak nampak, aku tahu bahwa ia menjadi terkejut, pucat dan matanya membayangkan kedukaan yang mendalam, suaranya juga menjadi lain, menggetar penuh keharuan. Tidak perlu membohongi aku lagi, ada hubungan. istimewa apakah antara kalian"
"Baiklah, Siang Cun, kalau memang engkau ingin sekali mengetahui, aku pun akan berterus terang saja. Memang tidak dapat kusangkal bahwa dahulu ada pertalian batin antara kami. Kami saling mencinta walaupun kami tidak pernah menyatakan hal itu dengan kata-kata. Ketahuilah bahwa Hong Li adalah putera suhengku, oleh karena itu kami mengetahui bahwa tidak mungkin menjadi suami isteri. Karena itu, maka aku lalu pergi meninggalkannya, merantau bersama muridku dan aku tiba di Lu-jiang, terlibat dalam urusan antara Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang. Sungguh mati, tidak ada hubungan yang buruk dan cemar di antara kami."
Siang Cun mendengarkan dengan muka berubah agak pucat. "Jadi.... jadi itukah sebabnya" katanya, seperti kepada diri sendiri.
"Apa maksudmu" Sebab apa"
"Jadi selama ini, hatimu telah dimiliki orang lain, engkau selama ini tak pernah berhenti mencintanya" Ah, kalau saja aku tahu...." Siang Cun mulai menangis.
"pantas kau.... kau yang menjadi suamiku tidak pernah mencintaku....!"
Sin Hong terkejut dan menyentuh lengan isterinya. "Jangan bicara seperti itu, isteriku. Apakah selama menjadi suamimu aku pernah menyakiti hatimu" Bukankan aku selalu berusaha untuk menjadi seorang suami yang baik" Aku selalu setia, aku membantu pekerjaan ayahmu, aku tidak pernah bersikap kasar padamu, aku...."
"Aku tahu! Akan tetapi semua itu palsu, hanya pura-pura. Keramahan dan kemesraan yang dibuat-buat. Palsu! Engkau tidak pernah cinta padaku! Siang Cun menangis dan merebahkan kepalanya di atas meja dalam kamar hotel itu, menyembunyikan muka di dalam lingkaran lengannya.
Sin Hong memandang kepala isterinya itu dengan bingung. Dia seorang laki-laki yang belum berpengalaman sehingga dia tidak dapat menyelami hati wanita, tidak mengenal watak wanita pada umumnya, wanita selalu haus akan kasih sayang orang lain, terutama kasih sayang pria. Tidak ada kepedihan hati yang lebih hebat bagi seorang wanita daripada merasa tidak dicinta pria! Apalagi bagi seorang isteri! Yang didambakannya hanyalah kasih sayang suaminya, kasih sayang yang kadang-kadang harus diperlihatkan melalui pemanjaan!
"Kalau memang tidak pernah cinta kepadaku, kenapa engkau dahulu suka menjadi suamiku" Ah, engkau hanya ingin menyiksa hatiku, ingin membuat aku sengsara!" Kembali Siang Cun berkata sambil menangis. Sin Hong menjadi semakin penasaran ketika diungkit-ungkit masa lalu itu.
"Siang Cun, engkau sungguh bersikap tidak adil sama sekali!" katanya dan walaupun suaranya masih lembut dan tenang, namun hatinya mulai panas. "Lupakah engkau akan keadaanmu dahulu" Engkau hendak membunuh diri kalau tidak kuperisteri, karena merasa malu dan untuk menghapus aib aku harus menjadi suamimu. Aku kasihan kepadamu, kepada orang tuamu, dan aku melihat engkau seorang calon isteri yang baik, aku melihat Ngo-heng Bu-koan sebuah tempat dan lingkungan yang baik untuk muridku. Karena itu aku menerima usul ayahmu dan aku menjadi suamimu. Aku sudah berusaha untuk memupuk cinta kasih antara kita. Akan tetapi bagaimana mungkin berhasil kalau dari pihakmu tidak ada bantuan" Engkau sendiri tidak cinta padaku, Siang Cun."
Tiba-tiba wanita itu mengangkat mukanya dan muka itu basah air mata, kedua matanya merah. "Tidak cinta kau bilang" Aku sudah menyerahkan kehormatanku, seluruh diriku, melayanimu tanpa mengeluh, dan kau bilang aku tidak cinta padamu" Siang Cun menangis lagi dan Sin Hong termenung. Jadi begitukah pendapat isterinya" Karena sudah menyerahkan diri kepadanya, melayaninya, itu bukti bahwa isterinya mencintanya" Dia sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang isterinya melalui penyerahan diri itu. Isterinya melakukan hal itu hanya untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang isteri terhadap suami, lain tidak. Tidak ada kasih sayang terkandung dalam pandang matanya, dalam suaranya, atau dalam sentuhan tangannya. Agar tidak mendatangkan percekcokan dan pertengkaran, dia pun diam saja dan selanjutnya perjalanan pulang itu dilakukan tanpa kata-kata antara mereka, hanya bicara kalau perlu saja dan selebihnya hanya geleng atau angguk!
Setelah mereka berdua tiba di Lu-jiang, mulai saat itu terdapat suatu keretakan atau kerenggangan di antara mereka. Mulailah keduanya merasa tersiksa. Terjadi semacam perang dingin diantara mereka, tidak saling menegur dan hanya bicara seperlunya saja. Tidur pun saling membelakangi, bahkan akhirnya karena tidak tahan menghadapi keadaan seperti itu, Sin Hong tidur di atas lantai, membiarkan isterinya tidur sendiri di atas pembaringan mereka. Akan tetapi di luar kamar, terutama di depan Bhe Gun Ek dan isterinya, suami isteri ini memaksa diri bersandiwara dan bersikap biasa saja. Biarpun demikian, Bhe Kauwsu dan isterinya dapat melihat perubahan sikap mereka dan menduga bahwa tentu ada sesuatu yang mengganggu keakraban puteri dan mantu mereka itu.
Kunjungan Ciang Kun, bekas murid Bhe Kauwsu, mendatangkan kegembiraan pada Siang Cun. Wanita muda ini menyambut suhengnya dengan sikap gembira dan akrab sekali, dan sebaliknya Ciang Kun juga jelas memancarkan sinar kasih sayang dan berahi dalam pandang matanya terhadap sumoinya itu. Hal ini nampak jelas oleh Sin Hong, akan tetapi dia diam saja dan pura-pura tidak tahu akan hal ini, bersikap wajar terhadap Ciang Kun. Akan tetapi, kunjungan Ciang Kun ini makin memperlebar jurang pemisah antara suami isteri muda yang belum ada setahun menjadi suami isteri itu, dan membuat Sin Hong makin sering melamun seorang diri.
"Suhu, kenapa Suhu kelihatan berduka selalu selama beberapa hari ini" Apalagi semenjak Suhu pulang dari menghadiri pernikahan enci Hong Li, Suhu nampak semakin berduka saja dan banyak melamun. Ada urusan apakah, Suhu"
Sin Hong memaksa diri, tersenyum. Dia tidak heran melihat ketajaman mata muridnya dan keberanian muridnya bertanya kepadanya. Muridnya ini memang lebih pantas menjadi adiknya atau keluarga yang amat dekat, yang amat sayang kepadanya, juga amat setia dan berbakti.
"Tidak ada apa-apa, Yo Han. Ini urusan orang dewasa, keberitahu pun engkau tidak akan mengerti."
Anak itu mengamati wajah gurunya beberapa lamanya. Dia amat hafal akan wajah gurunya yang selalu diterangi kelembutan itu, maka dia melihat perubahan yang amat besar pada wajah itu. Kini gurunya nampak seperti orang yang berduka, ada garis-garis di sekeliling kedua matanya dan kerut merut di antara kedua alisnya. Diam-diam dia merasa kasihan sekali kepada gurunya.
"Suhu, apakah ada sesuatu yang buruk antara Suhu dan Subo"
Sin Hong terkejut dan dengan alis berkerut dia memandang muridnya. "Yo Han! Omongan apa yang kaukeluarkan itu" Jangan sembarangan bicara kau! Berani kau mengatakan begitu tentang subomu (ibu gurumu)" Biarpun berlawanan dengan suara hatinya, Sin Hong terpaksa membentak dan menegur muridnya karena sikapnya ini memang sudah sepatutnya dan Yo Han terlalu berani bicara.
"Suhu, teecu tidak bicara ngawur atau sembarangan saja, melainkan dengan alasan kuat, dan teecu bukan sekedar ingin tahu, melainkan teecu ingin sedapat mungkin membantu Suhu mengatasi kedukaan Suhu. Tadi Suhu mengatakan bahwa urusan itu adalah urusan orang dewasa, berarti Suhu mempunyai masalah dengan mertua atau dengan isteri. Akan tetapi mengingat bahwa Suhu baru saja pergi ke undangan pernikahan puteri supek di Pao-teng bersama Subo, dan mengingat pula akan hubungan cinta antara Suhu dan enci Hong Li dahulu maka teecu menduga bahwa tentu ada sesuatu yang buruk terjadi antara Suhu dan Subo. Suhu adalah seorang yang bijaksana dan gagah, mengapa Suhu harus tenggelam dalam kedukaan dan tidak bertindak mengatasi semua masalah sehingga beres"
Sin Hong diam-diam terkejut dan juga kagum. Muridnya ini memang memiliki kecerdikan yang luar biasa dan jalan pikirannya sudah demikian dewasa. Apakah hal ini karena gemblengan keadaan hidupnya yang penuh derita, ataukah memang pembawaan yang dibawa sejak lahir, dia tidak tahu. Dia menarik napas panjang, tidak jadi marah mengingat bahwa kelancangan muridnya ini terdorong oleh rasa cintanya kepadanya, keinginannya untuk membantu.
"Sudahlah, Yo Han. Urusanku ini tidak dapat kuceritakan kepada siapapun juga, apalagi kepada engkau yang masih kecil. Engkau takkan dapat membantu, tak seorang pun di dunia ini akan dapat membantu. Hanya Thian saja yang akan dapat menjernihkan persoalan ini. Sudah, jangan ganggu aku lebih lama lagi. Pergilah berlatih, bukankah engkau mengalami kesukaran dengan jurus kedua belas dari Pat-mo Sin-kun (Silat Sakti Delapan Iblis) itu" Latihlah lagi dengan tekun, akan tetapi di dalam kamarmu, jangan perlihatkan kepada murid Ngo-heng Bu-koan yang lain."
"Baik, Suhu dan maafkan teecu. Akan tetapi ada satu pertanyaan lain mengenai latihan ini. Suhu mengajarkan Pat-mo Sin-kun dan Pat-sian Sin-kun kepada teecu, akan tetapi kenapa tidak kepada para murid lain"
Sin Hong tersenyum. "Yo Han, engkaulah satu-satunya muridku, karena itu engkau berhak mempelajari ilmu-ilmu yang kudapatkan dari para penghuni Istana Gurun Pasir. Murid-murid Ngo-heng Bu-koan tentu saja hanya mempelajari ilmu silat yang diajarkan di perguruan ini oleh ayah mertuaku, dan aku hanya membantu dalam memperbaiki gerakan mereka saja."
"Terima kasih, Suhu, kini teecu mengerti. Dan maafkan kelancangan teecu tadi, sesungguhnya teecu hanya ikut merasa prihatin dan ingin sekali membantu."
"Aku mengerti, sudahlah, kau berlatih sana Yo Han!" kata Sin Hong sambil mengangguk dan tersenyum. Perih hati Yo Han melihat senyum suhunya itu, tidak begitu senyum suhunya dahulu. Dahulu suhunya kalau tersenyum, bebas lepas dan memancarkan kebahagiaan hatinya. Kini, senyum itu pahit dan seperti di luar saja, menutupi sesuatu yang menyedihkan, senyum hiburan saja.
Yo Han merasa penasaran sekali. Dia dapat menduga bahwa tentu ada "apa-apa" antara suhunya dan subonya. Dia seorang anak yang cerdik sekali, dan dia pun melihat kedatangan Ciang Kun yang disambut demikian gembira oleh subonya. Sebagai seorang anak yang cerdik dan disuka oleh para murid lain di Ngo-heng Bu-koan, akhirnya Yo Han dapat mengorek keterangan bahwa Ciang Kun adalah murid Ngo-heng Bu-koan yang sudah beberapa tahun meninggalkan perguruan dan pindah ke kota raja, dan terutama sekali keterangan bahwa antara Ciang Kun dan subonya itu pernah terjalin hubungan cinta ketika keduanya masih remaja! Inikah masalah yang menyedihkan hati gurunya" Akan tetapi, gurunya berduka dan berubah lama sebelum Ciang Kun muncul! Bagaimanapun juga, dia merasa penasaran dan karena dia merasa yakin bahwa kedukaan gurunya itu karena ada sesuatu dengan isteri gurunya, maka dia ingin menyelidiki keadaan subonya! Hanya itulah yang akan dapat dia lakukan dalam usahanya membantu gurunya. Dia akan menyelidiki subonya, mendekati subonya dan kalau mungkin memancing keterangan dari subonya!
Pada suatu malam yang sunyi. Sejak siang tadi, gurunya pergi dan kepada semua keluarga berpamit hendak pergi berburu ke dalam hutan di sebelah barat karena banyak penduduk di lembah Yang-ce sekitar hutan itu yang mengeluh akan adanya gangguan harimau yang mengganas sampai ke dusun-dusun. Mendengar ini, Sin Hong lalu pergi untuk berburu harimau yang mengganggu penduduk itu, bahkan kabarnya sudah membunuh tiga orang penduduk dusun. Dia tidak mengajak Yo Han karena maklum bahwa dalam perburuan ini terdapat bahaya besar bagi orang yang belum memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Yo Han berlatih silat di kamarnya, kemudian setelah sunyi dia meninggalkan kamarnya dan berindap pergi ke dalam taman. Dia bermaksud untuk berlatih di dalam taman itu yang hawanya sejuk dan malam itu malam terang bulan. Akan tetapi dia harus berhati-hati, keluar dari kamarnya dengan sembunyi-sembunyi agar jangan terlihat oleh murid lain. Tentu gurunya akan ditegur oleh para murid lain kalau mereka melihat dia berlatih dalam ilmu silat yang asing, dan mungkin para murid itu lalu menuntu
Harpa Iblis Jari Sakti 7 Pendekar Riang Karya Khu Lung Kisah Sepasang Rajawali 7