Pencarian

Kisah Si Bangau Putih 3

Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Bagian 3


an seorang yang memiliki kepandaian amat tinggi sebagai ketuanya. Seluruh dunia kang-ouw tahu belaka nama Siangkoan Tek atau yang lebih terkenal dengan panggilan Siangkoan Lohan (orang tua gagah Siangkoan). Baru mendengar namanya saja, orang-orang sudah menjadi gentar karena entah sudah berapa ratus atau berapa ribu orang jatuh di tangannya karena berani menentangnya! Kepandaiannya sedemikian hebatnya! sehingga menjadi dongeng di antara orang-orang kang-ouw, seolah-olah Siangkoan Lohan memiliki kesaktian seperti dewa!
Pada hari itu, jalan pendakian ke bukit itu kelihatan ramai oleh orang-orang yang mendaki bukit, tidak seperti biasanya. Sejak pagi, ada saja orang mendaki, ada yang menunggang kuda, ada yang menunggang kereta, ada pula yang berjalan kaki. Dan mereka yang naik ke bukit itu terdiri dari bermacam-macam orang, akan tetapi rata-rata kelihatan seperti orang-orang kang-ouw, bahkan banyak yang menyeramkan. Memang mereka adalah orang-orang kang-ouw yang mendaki bukit untuk memenuhi undangan Siangkoan Lohan, ketua Tiat-liong-pang karena pada hari itu, di perkumpulan itu diadakan pesta perayaan ulang tahun Siangkoan Lohan yang ke enam puluh.
Siangkoan Lohan tidak mengundang terlalu banyak orang. Dipilihnya mereka yang kedudukannya sudah tinggi saja, yaitu tokoh-tokoh dunia kang-ouw yang kenamaan, ketua-ketua dan tokoh-tokoh perkumpulan besar. Biarpun demikian, tetap saja melihat mengalirnya para tamu sejak pagi, tidak kurang dari seratus orang datang bertamu!
Para murid Siangkoan Lohan, yang menerima tugas dari guru mereka, mengadakan pemilihan. Para tamu yang dianggap sebagai kaum muda yang tingkatnya belum tinggi, dipersilakan duduk di bagian luar sedangkan mereka yang dianggap sebagai tamu kehormatan dipersilakan duduk di dalam dan yang paling dihormati duduk di panggung bersama-sama Siangkoan Lohan sendiri!
Hanya kurang lebih tiga puluh orang duduk di ruangan dalam, di antaranya beberapa orang duduk semeja dengan Siangkoan Lohan, sedangkan selebihnya duduk di ruangan luar, di jamu oleh para pembantu dan murid Siangkoan Lohan. Akan tetapi, mereka yang duduk di luar tidak merasa terhina, karena mereka pun maklum bahwa mereka masih belum pantas untuk duduk satu ruangan, apalagi satu meja, dengan ketua Tiat-liong-pang itu!
Siangkoan Tek atau Siangkoan Lohan yang usianya sudah enam puluh tahun itu masih nampak lebih muda daripada usianya. Tubuhnya yang tinggi kurus masih tetap dan nampak kokoh kuat. Mukanya merah dengan jenggot panjang sampai ke dada. Rambutnya yang mulai dihias uban itu digelung dan ditutupi sebuah topi yang dihias bulu merak dan emas. Pakaiannya gemerlapan indah berwibawa, membayangkan kehormatan dan kekayaan. Sepasang matanya yang mencorong seperti mata naga itulah yang membuat kebanyakan orang tidak berani menatap pandang matanya terlalu lama.
Siangkoan Lohan adalah seorang yang congkak, mengandalkan kedudukan, kepandaian dan hartanya sehingga dalam semua surat undangannya, dia mencantumkan bahwa keluarganya tidak menerima sumbangan dalam perayaan itu dan diharapkan agar para tamu datang tanpa membawa sumbangan! Hal ini saja merupakan ketidaklajiman dan sekaligus memperlihatkan kecongkakannya seolah-olah dia hendak mengatakan bahwa dia tidak membutuhkan sumbangan-sumbangan karena dia sudah kaya raya! Dan semua orang juga tahu belaka akan kekayaan kakek ini. Ketika dia berusia tiga puluh tahun lebih, mengingat akan jasa perkumpulan Tiat-liong-pang, dia dihadiahi seorang puteri dari istana! Seorang gadis yang amat cantik, dan setelah mendapatkan isteri puteri, tentu saja hubungannya dengan istana menjadi dekat dan mengumpulkan kekayaan bagaikan orang mencari pasir di sungai saja bagi Siangkoan Lohan.
Isterinya itu sayang sekali meninggal dunia ketika melahirkan seorang putera. Semenjak diboyong dari istana ke bukit itu, sang puteri memang selalu berduka. Biarpun Siangkoan Lohan termasuk seorang pria yang gagah dan tidak buruk, akan tetapi wataknya yang keras, juga kesukaannya mengumpulkan wanita cantik, merongrong hati puteri itu sehingga ketika melahirkan, kesehatannya demikian lemah dan ia pun meninggal dunia ketika melahirkan.
Puteranya, yang merupakan anak tunggal karena Siangkoan Lohan tidak pernah lagi mempunyai anak dari wanita lain, sungguhpun amat banyak wanita yang telah digaulinya baik secara sah maupun tidak. Oleh karena hanya mempunyai seorang anak saja, maka sudah tentu dia amat memanjakan anaknya yang diberi nama Siangkoan Liong, sesuai dengan nama perkumpulannya. Dia pun menggembleng puteranya itu sejak kecil dengan ilmu silat, dan mengundang guru-guru kesusastraan untuk mengajar Siangkoan Liong. Anak ini memang cerdik sekali, maka dia dapat menguasai kedua ilmu itu dengan amat baiknya sehingga kini dia menjadi seorang pemuda yang amat lihai ilmu silatnya, akan tetapi juga amat pandai membawa diri seperti seorang terpelajar tinggi.
Ketika para tamu yang duduk di ruangan dalam melihat siapa yang duduk di kursi kehormatan, banyak di antara mereka terheran-heran dan berbisik-bisik di antara mereka sendiri. Ada beberapa orang duduk di kursi kehormatan, semeja dengan ketua Tiat-liong-pang itu, mengelilingi sebuah meja bundar yang luas. Selama ini mereka mengenal Tiat-liong-pang sebagai perkumpulan yang dekat dengan pemerintah Kerajaan Ceng, dan biarpun sepak terjang ketua dan para anggautanya keras dan menekan terhadap rakyat jelata, namun mereka menggolongkan diri mereka sebagai pahlawan, sebagai pendekar dan sama sekali tidak mau mencampuri atau mendekati golongan hitam atau sesat! Dan kini apa yang mereka lihat" Ketua Tiat-liong-pang duduk menjamu tokoh-tokoh hitam yang terkenal sebagai datuk-datuk iblis! Di antara para tamu yang duduk semeja dengan Siangkoan Lohan terdapat seorang wanita berusia kurang lebih setengah abad akan tetapi masih nampak cantik, tinggi ramping dengan pakaian mewah dan riasan mukanya tebal menunjukkan bahwa dia seorang pesolek. Wanita ini bukan lain adalah iblis betina Sin-kiam Mo-li yang sudah banyak dikenal oleh orang-orang kang-ouw sebagai tokoh besar yang amat kejam dan lihai. Selain nenek ini, terdapat pula dua orang kakek tua renta yang membuat para tamu yang duduk di ruangan dalam itu terkejut bukan main karena mereka melihat tanda gambar pat-kwa (segi delapan) di dada seorang di antara mereka, dan gambar bunga teratai di dada yang lain. Jelas mereka berdua adalah tokoh-tokoh Pat-kwa-pai dan Pek-lian-pai, dua perkumpulan pemberontak yang juga amat terkenal karena penyelewengan dan kejahatan mereka sebagai perkumpulan iblis. Dan memang benar, kakek yang rambut dan jenggotnya sudah putih, tinggi kurus berwibawa, membawa tongkat setinggi badan adalah Thian Kong Cinjin, wakil ketua Pat-kwa-pai, sedangkan kakek kedua yang kurus kering bermuka merah darah, memegang tongkat naga hitam dan matanya seperti mata kucing, adalah Thian Kek Sengjin, tokoh besar perkumpulan Pek-lian-pai.
Selain tiga orang datuk sesat ini, di tempat kehormatan itu hadir pula tiga orang lain yang menarik perhatian. Yang seorang adalah Toat-beng-kiam-ong (Raja Pedang Pencabut Nyawa) Giam San Ek yang usianya sekitar empat puluh lima tahun. Dia seorang pendekar selatan, ahli bermain pedang dan kabarnya, setiap kali jagoan ini mencabut pedangnya, pedang itu tidak akan kembali ke sarungnya sebelum minum darah lawan! Dia ditakuti sekali, dan menjadi sahabat Siangkoan Lohan sejak lama. Tubuhnya sedang dan wajahnya masih tampan, apalagi karena dia pesolek, pakaiannya indah dan sikapnya agak ceriwis. Orang ke dua nampak gagah tinggi besar, mukanya hitam matanya besar mengingatkan orang akan tokoh cerita Sam-kok yang bernama Thio Hwi, dan hanya beberapa orang saja mengenal tokoh ini. Dia adalah Ciok Kim Bouw, berusia lima puluh tahun dan dia menjadi pangcu (ketua) dari Cin-sa-pang, sebuah perkumpulan di Secuan yang terkenal kuat pula. Ciok Kim Bouw tidak begitu akrab dengan Siangkoan Lohan, akan tetapi mungkin mengingat akan kebesaran nama perkumpulannya, maka Siangkoan Lohan mengundangnya. Orang ke tiga jelas merupakan seorang Mongol, nampak berwibawa dengan pakaian sukunya, dan dia pun bukan orang sembarangan karena dia adalah Agakai, kepala suku yang cukup besar dan berpengaruh di Mongol. Agakai ini berusia lima puluh tahun lebih dan dia adalah putera dari Tailucin, tokoh Mongol yang amat terkenal dan pernah menggemparkan, yang terbunuh oleh keluarga Pulau Es dan Agakai ini mengaku bahwa nenek moyangnya masih keturunan Jenghis Khan! Dia pun menjadi tamu kehormatan, bukan karena kepandaiannya yang tidak berapa hebat dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang semeja dengannya, melainkan karena kedudukannya sebagai kepala suku yang berpengaruh di utara.
Pesta itu meriah karena hidangan yang serba lezat, arak yang berlimpah-limpah dan terutama sekali karena pesta itu diramaikan oleh serombongan gadis cantik yang memainkan musik, bernyanyi dan menari. Mereka bukanlah rombongan penyanyi dari luar, melainkan para selir dari Siangkoan Lohan sendiri yang memang terlatih memainkan alat musik, bernyanyi, dan menari. Semua orang menjadi kagum mendengar bahwa gadis-gadis yang muda-muda dan cantik-cantik, pandai bermain musik, menyanyi dan menari itu adalah selir-selir dari tuan rumah! Diam-diam di antara para tamu muda banyak yang timbul perasaan iri hati! Kalau orang sedang berbintang terang, pikir mereka, apa saja kesenangan yang diinginkan tercapai! Kepandaian tinggi, kedudukan mulia, harta benda, kehormatan, berkecukupan lahir batin dan dikelilingi wanita-wanita muda yang cantik-cantik!
Demikianlah kebiasaan kita, suka membayangkan keadaan orang lain yang dianggap serba lebih daripada keadaan kita. Kita selalu membayangkan hal-hal yang belum kita miliki, membayangkan hal-hal yang kita anggap serba lebih indah, lebih menyenangkan, tanpa kita sadari bahwa semua bayangan keinginan ini sungguh jauh bedanya dengan kenyataannya. Seperti bumi dengan langit bedanya. Karena kita belum memilikinya, maka yang kita bayangkan itu hanyalah segi indah dan senangnya saja. Padahal, tidak ada apa pun di dunia ini yang sifatnya hanya sepihak, hanya indah dan menyenangkan saja. Kalau sesuatu itu menyenangkan, maka sesuatu itu pula pada suatu ketika akan berbalik menyusahkan, karena senang-susah merupakan dua hal yang kembar dan berpasangan, tak terpisahkan pada akhirnya walaupun nampaknya tidak bersamaan. Karena itu, orang yang tidak berkedudukan membayangkan betapa senangnya orang yang berkedudukan, terhormat, mulia dan sebagainya. Sebaliknya, orang yang sudah berkedudukan, di samping kesenangannya yang makin lama makin terasa menipis, juga mengalami segi-segi buruknya, akibat daripada kedudukannya itu, seperti pertanggungan jawabnya, iri hati dari orang lain, mereka yang ingin merebut kedudukannya, resiko-resikonya, kebosanannya dan sebagainya lagi. Demikian pula bagi yang tidak memiliki harta, memandang dan membayangkan keadaan orang berharta tentu saja yang dibayangkan hanya segi senangnya saja. Banyak uang, apa pun yang dikehendaki tercapai! Padahal, tidak semua hal yang dikehendaki dapat dicapai dengan uang! Ketenteraman hati, kedamaian, cinta kasih, semua itu tak dapat dicapai dengan uang segunung sekalipun. Bagi yang sudah banyak uang, maka kenikmatan karena banyak uang sudah tidak terasa, atau kalau pun terasa, makin lama semakin menipis. Sebaliknya, gangguan-gangguan yang timbul karena banyak uang, terasa setiap hari! Tiada bedanya dengan memiliki banyak selir cantik, dan lain-lain hal yang dianggap kesenangan luar biasa bagi mereka yang belum memilikinya. Karena itu, seorang bijaksana akan waspada, tidak akan silau oleh semua gemerlap itu, sadar bahwa yang berkilauan itu belum tentu emas, dan kesenangan sama sekali bukanlah kebahagiaan, kesenangan hanya sedalam kulit, bagaikan awan tipis berarak di angkasa, bagaikan angin semilir lembut dan semua itu hanya akan lewat sebentar saja! Bahkan akan nampak betapa di balik kesenangan itu bersembunyi saudara kembarnya, yaitu kesusahan! Maka, seorang bijaksana tidak akan mengejar kesenangan, tidak akan menginginkan hal-hal yang belum dimilikinya. Bukan berarti menolak kesenangan yang ada! Kesenangan hidup merupakan satu di antara anugerah yang boleh dinikmati oleh setiap orang karena untuk menikmatinya kita sudah diberi alat yang amat sempurna. Dari seluruh tubuh kita tersedia sarana yang sempurna untuk menikmati kesenangan, yaitu kesenangan yang ada pada kita. Sekali kita mengejar kesenangan, maka kita akan diperbudak oleh nafsu dan terjadilah pelanggaran-pelanggaran, penyelewengan-penyelewengan.
Di antara mereka yang duduk semeja dengan tuan rumah, terdapat seorang yang tidak kelihatan segembira yang lain. Dia nampak acuh saja, hanya lebih sering minum arak daripada makan hidangan dan nonton pertunjukan hiburan. Bahkan alisnya seringkali berkerut dan sepasang matanya berkilat penuh penasaran kalau memandang ke arah Siangkoan Lohan. Orang ini adalah Ciok Kim Bouw, atau Cin-sa-pangcu. Hatinya kesal bukan main ketika dia melihat Sin-kiam Mo-li berada di antara orang-orang yang duduk di panggung kehormatan bersama dia dan tuan rumah dan yang lain-lain. Dia mengenal siapa adanya Sin-kiam Mo-li! Seorang datuk sesat, seorang iblis betina yang pernah secara kejam membunuhi beberapa orang murid Cin-sa-pang setelah terjadi bentrokan antara mereka. Hal itu terjadi kurang lebih sembilan tahun yang lalu.
Ketika itu, Cin-sa-pang diketuai oleh suhengnya yang bernama Louw Pa. Dia sendiri tidak mencampuri pekerjaan suhengnya yang memimpin Cin-sa-pang, karena dia tidak suka akan keadaan suhengnya yang pernah menjadi bajak laut. Dia lebih suka berkelana seorang diri dan memperdalam ilmu silatnya. Akan tetapi, terjadilah peristiwa itu. Suhengnya, Louw Pa, mempunyai seorang putera yang bernama Louw Heng Siok. Pemuda ini menarik perhatian iblis betina Sin-kiam Mo-li yang menangkapnya dan mempermainkannya kemudian membunuhnya. Mendengar ini, Louw Pa memimpin anak buahnya, lebih dari tiga puluh orang banyaknya, menyerbu tempat kediaman Sin-kiam Mo-li, yaitu di kaki Pegunungan Heng-tuan-san di tepi Sungai Cin-sa. Tempat itu berbahaya sekali dan akhirnya, Louw Pa dan seluruh anak buahnya tewas dibantai oleh Sin-kiam Mo-li dan kawan-kawannya. Hanya seorang saja yang sempat lolos karena belum memasuki daerah itu sampai dalam, dan dialah yang menceritakan keadaan Louw Pa dan anak buahnya itu. Melihat keadaan Cin-sa-pang setelah suhengnya tewas, Ciok Kim Bouw lalu turun tangan, membangun kembali Cin-sa-pang, memperkuatnya, menerima anggauta baru dan mengubah sama sekali cara hidup Cin-sa-pang sehingga perkumpulan itu menjadi perkumpulan orang gagah cukup terkenal. Bukan lagi perkumpulan para bajak! Dan dia pun tidak mendendam kepada Sin-kiam Mo-li karena selain iblis betina itu lihai sekali, juga dia menganggap bahwa kematian suhengnya adalah karena kesalahan sendiri. Akan tetapi, kini dia didudukkan semeja, makan bersama dengan iblis betina itu! Tentu saja dia merasa tidak enak dan tidak senang. Tak disangkanya bahwa Siangkoan Lohan yang dianggap sebagai seorang tokoh yang bersih, kini bergaul dengan orang-orang seperti Sin-kiam Mo-li dan para tosu Pat-kwa-pai dan Pek-lian-pai!
Sementara itu, di pihak mereka yang duduk di ruangan dalam, di bawah panggung kehormatan, banyak juga yang merasa penasaran. Apalagi melihat sikap jagoan yang bernama Giam San Ek, yang genit, banyak di antara mereka yang merasa muak. Giam San Ek agaknya sudah setengah mabuk.
Tanpa malu-malu setiap kali ada seorang selir habis menari, dia bangkit dari tempat duduknya, menghampiri penari itu dan memberi hadiah beberapa potong perak dengan gaya yang royal! Siangkoan Lohan tersenyum saja melihat hal ini. Toat-beng-kiam-ong Giam San Ek adalah seorang sahabatnya, dan dia tahu benar akan kelihaian pendekar pedang itu, dan dia pun maklum bahwa sahabat ini adalah seorang laki-laki yang mata keranjang dan paling suka wanita muda yang cantik, suatu kesukaan yang menjadi kesukaannya pula.
"Ha-ha-ha, Toat-beng-kiam-ong, kalau engkau suka, boleh engkau memilih satu dua orang di antara mereka untuk menemanimu malam ini, ha-ha-ha!" Ucapan Siangkoan Lohan itu pun dikeluarkan tanpa sungkan-sungkan, terdengar oleh banyak orang yang merasa semakin muak. Tentu saja banyak pula di antara mereka yang menjadi gembira dan menyambut ucapan itu dengan sorakan. Akan tetapi, orang-orang yang menghargai kegagahan dan kesopanan, tentu saja menjadi merah mukanya mendengar kelakar yang saru (tabu) itu. Yang bermuka tebal adalah Si Raja Pedang Pencabut Nyawa sendiri. Mendengar penawaran tuan rumah, dia tertawa bergelak dan dengan sikap genitnya dia melirik ke arah Sin-kiam Mo-li. Sejak tadi memang pendekar pedang yang pesolek ini bermain mata dengan Sin-kiam Mo-li. Biarpun datuk wanita ini sudah berusia lanjut, hampir setengah abad, namun harus diakui bahwa ia masih nampak cantik jelita dan lemah lembut, tubuhnya tinggi ramping dan masih padat berisi dan montok, juga pandang mata dan senyumnya menunjukkan bahwa ia adalah seorang wanita yang sudah matang! Sifat-sifat ini jauh lebih meiiarik bagi Giam San Ek daripada para selir tuan rumah yang masih muda-muda dan dianggapnya tentu belum berpengalaman seperti Sin-kiam Mo-li. Juga kabar yang didengarnya tentang kelihaian Sin-kiam Mo-li, terutama dalam permainan pedang sehingga wanita itu dijuluki Pedang Sakti, amat menarik hatinya dan membuat dia semakin bergairah. Maklumlah bahwa dia sendiri juga seorang jago pedang yang hebat.
"Ha-ha-ha, Lohan, banyak terima kasih atas kebaikanmu. Akan tetapi, para selirmu begini muda-muda dan cantikcantik, mana aku dapat bertahan melayani mereka" Dan pula, sejak semula hatiku telah terpikat oleh kehadiran pendekar wanita yang amat hebat, baik dalam hal ilmu pedang maupun kecantikan dan nama besar, sehingga mataku tidak dapat melihat lain wanita lagi!" Berkata demikian, dia memandang kepada Sin-kiam Mo-li dengan senyum memikat.
Mendengar ucapan ini dan melihat sikap sahabatnya yang dia tahu memang seorang yang mata keranjang, Siangkoan Lohan juga tertawa lagi. Dia mengenal pula watak sahabatnya itu yang polos, maka dia pun tidak mau berlaku sungkan lagi.
"Ha-ha-ha, aku tidak heran, Kiam"ong, kalau kalian saling tertarik karena memang keduanya merupakan ahli pedang yang sukar ditemukan tandingnya. Aih, Sin-kiam Mo-li, di antara sahabat sendiri tidak perlu kita bersungkan-sungkan. Bagaimana kalau engkau dan Kiam-ong saling memperlihatkan ilmu pedang masing-masing dalam suatu latihan bersama untuk meramaikan suasana pesta sederhana ini" Kuharap kalian sudi memenuhi permintaanku, hitung-hitung menyumbang untuk menyenangkan hatiku agar hidupku dapat lebih panjang."
Semua orang merasa tegang, baik mereka yang ikut bergembira maupun yang tidak senang mendengar kelakar mereka yang tidak sopan tadi. Mereka semua sudah mendengar akan nama Sin-kiam Mo-li sebagai seorang wanita iblis yang amat lihai, juga ilmu pedangnya amat hebat, demikian pula nama Toat-beng-kiam-ong Giam San Ek bukan nama yang tidak dikenal orang. Kalau kedua tokoh pedang ini memperlihatkan ilmu pedang mereka tentu akan merupakan tontonan yang amat menarik.
Sin-kiam Mo-li yang merasa tertarik kepada si Raja Pedang yang memang tampan dan gagah, dan yang sejak tadi melempar senyum dan kerling mata memikat kepadanya, kini tersenyum manis sekali. "Aih, Lohan, mana aku berani memperlihatkan kebodohanku di depan Raja Pedang" Jangan-jangan nyawaku akan tercabut dalam beberapa jurus saja!" Tentu saja wanita ini menyindir karena julukan Giam San Ek adalah Toat-beng Kiam-ong (Raja Pedang Pencabut Nyawa)!
Giam San Ek cepat bangkit berdiri dan menjura ke arah Sin-kiam Mo-li sambil berkata, "Aih, Sin-kiam Sian-li harap jangan merendahkan diri sedemikian rupa, membuat aku merasa malu saja. Sudah lama mendengar nama besar Sian-li, sungguh besar sekali kebahagiaanku hari ini dapat bertemu dan kalau Sian-li sudi, aku akan merasa berterima kasih sekali menerima pelajaran cara memainkan pedang."
Tentu saja hati wanita itu menjadi gembira bukan main. Orang ini sungguh pandai merayu dan mengambil hati, pikirnya. Julukannya adalah Sin-kiam Mo-li (Iblis Betina Pedang Sakti), akan tetapi pria ini mengubah sebutan Mo-li menjadi Sian-li yang berarti dari julukan Iblis Betina berubah menjadi Bidadari!
"Kata orang, belajar tidak mengenal batas, biarlah aku menambah pengetahuanku tentang ilmu pedang dari Kiam-ong," katanya dan ia pun bangkit lalu meninggalkan kursinya, menuju ke tengah panggung yang cukup luas, bersiap menghadapi lawan untuk memperlihatkan kehebatan ilmu pedangnya. Giam San Ek merasa gembira sekali. Dia pun meninggalkan kursinya, lalu berkata kepada Siangkoan Lohan. "Lohan, sejak dahulu orang mengetahui bahwa sekali aku mencabut pedangku, maka pedang itu tidak akan kembali ke sarungnya sebelum berubah warna menjadi merah. Akan tetapi, tentu saja terhadap Sin-kiam Sian-li aku tidak mau mempergunakan pedangku. Sungguh terlalu sayang kalau sampai ada secuwil kulit dagingnya terluka pedang, segumpal rambutnya sampai terbabat putus. Sungguhpun aku akan merasa bangga kalau tewas di ujung pedang seorang wanita perkasa sepertinya!" Kembali kata-katanya amat manis terdengar oleh Sin-kiam Mo-li, penuh pujian.
Siangkoan Lohan tertawa dan memberi tanda kepada anak buahnya untuk menyerahkan sebatang pedang biasa kepada Raja Pedang itu. "Bagaimana dengan engkau, Mo-li" Apakah engkau pun tidak tega terhadap Kiam-ong dan ingin mempergunakan pedang pinjaman yang tidak berbahaya"
Sin-kiam-li tersenyum dan ia pun mencabut pedangnya dengan tangan kanan, dan kebutannya dengan tangan kiri. "Orang bilang bahwa pedang tidak bermata, akan tetapi aku yakin bahwa pedang dan kebutanku bermata sehingga tidak ada bahayanya aku akan kesalahan tangan mencelakai Kiam-ong, kecuali kalau dia menghendaki hal itu terjadi." Dalam ucapan Sin-kiam Mo-li ini pun terkandung sindiran bahwa apa yang akan terjadi akibat dari adu kepandaian itu tentu saja tergantung dari Toat-beng Kiam-ong sendiri. Pendeknya, ia siap siaga untuk mengimbangi sikap orang itu. Mau bersahabat dan hanya main-main, boleh, kalau hendak bersungguh-sungguh dan bertanding matian-matian, ia pun tidak gentar!
Giam San Ek memandang kagum. Bukan main wanita ini, pikirnya. Sudah banyak dia menggauli wanita sepanjang hidupnya, akan tetapi mereka itu selalu wanita muda yang cantik, dan belum pernah dia bersahabat akrab dengan seorang wanita gagah perkasa seperti ini, maka gairahnya semakin berkobar.
"Sin-kiam Sian-li, mari kita main-main sebentar!" teriaknya gembira dan dia pun berseru untuk memberi tanda bahwa dia mulai dengan serangannya. Dan memang hebat serangannya itu. Agaknya untuk membuktikan bahwa julukannya sebagai Raja Pedang tidaklah kosong belaka, begitu menyerang, pedangnya berkelebat dan lenyap bentuknya, berubah menjadi sinar bergulung-gulung yang mengeluarkan bunyi berdengung ketika menyambar ke arah Sin-kiam Mo-li. Semua orang menahan napas dengan kagum karena dari gerakan pertama ini saja sudah dapat dilihat bahwa Giam San Ek memang seorang ahli pedang yang hebat. Namun, sambil tersenyum manis Sin-kiam Mo-li mengelebatkan pedangnya menangkis dibarengi kebutannya yang menyambar ke depan, ke arah pelipis kanan lawan. Gerakannya lembut, namun dahsyat mematikan dan serangan balasan itu dilakukan pada saat pedangnya menangkis pedang lawan, sehingga merupakan serangan balasan yang langsung!
"Bagus!" Kiam-ong memuji sambil meloncat ke belakang menghindarkan kebutan lawan dan menarik kembali pedangnya yang diputar cepat untuk melindungi tubuhnya dari desakan lawan. Perkiraannya benar karena begitu melihat lawan mundur, Mo-li mendesak dengan serangan lanjutan ujung kebutan menotok jalan darah pundak kanan lawan sedangkan pedangnya membabat pinggang.
"Tranggg....!" Bunga api berpijar ketika dua batang pedang saling bertemu dan dengan gerakan indah Kiam-ong mengelak dari totokan ujung kebutan. Pedangnya yang tadi menangkis, sengaja dipentalkan untuk membalas dengantikaman dari bawah menyerong, menuju ke lambung lawan.
Mo-li mengelak cepat dan balas menyerang, namun sekali ini, Kiam-ong mengeluarkan kelihaiannya. Pedang itu berputar cepat membentuk gulungan sinar yang menyelimuti seluruh tubuhnya sehingga serangan Mo-li kembali tertangkis bahkan sebagai balasan, ada sinar pedang mencuat ke arah pangkal kebutan, dengan maksud untuk membabat putus bulu kebutan itu.
"Hemmm, bagus!" Sin-kiam Mo-li memuji dengan kagum karena sungguh indah gerakan pedang lawan. Pantas orang ini dijuluki Raja Pedang karena memang gerakan pedangnya amat cepat, kuat dan indah sekali. Dari gerakan dasarnya, ia dapat menduga bahwa agaknya si Raja Pedang ini memiliki dasar ilmu silat pedang dari Bu-tong-pai. Akan tetapi tentu telah dibaur dengan ilmu-ilmu pedang lain karena gerakan-gerakannya juga mengandung gerakan ilmu pedang yang diperkuat tendangan dari utara, juga perputaran badan sambil memutar pedang seperti ilmu pedang dari Korea. Betapapun juga, harus diakuinya bahwa lawannya memang lihai sekali bermain pedang, lihai dan memiliki tenaga yang dahsyat, juga kecepatan yang mengagumkan. Biarpun mereka hanya main-main Mo-li harus mengakui bahwa andaikata ia hanya mengandalkan pedangnya, tanpa dibantu senjata kebutannya yang dalam banyak hal bahkan lebih lihai daripada pedangnya, agaknya akan sukar baginya untuk dapat memenangkan suatu pertandingan ilmu pedang melawan Raja Pedang ini.
Makin seru pertandingan itu, semakin kagumlah para tamu karena baru sekarang mereka menyaksikan pertandingan ilmu pedang yang demikian hebatnya. Siangkoan Lohan juga diam-diam merasa kagum. Sebagai seorang ahli silat tinggi yang berpengalaman, dia pun tahu bahwa gulungan sinar pedang kedua orang ahli itu amatlah berbahaya, baru sinarnya saja sudah cukup untuk dapat membunuh lawan! Untuk membuktikan dugaannya, juga untuk menambah kegembiraan dan kekaguman mereka yang menonton, tuan rumah ini mengambil delapan batang sumpit dari atas meja, kemudian satu demi satu dia melontarkan sumpit-sumpit itu ke arah dua orang yang sedang bertanding ilmu silat pedang. Dan sumpit-sumpit itu begitu tersentuh sinar pedang, tanpa menimbulkan suara, berjatuhan ke atas lantai dalam keadaan terpotong-potong, ada yang menjadi empat, tiga atau dua, seperti lilin-lilin lunak terpotong pisau tajam saja! Melihat ini, para tamu semakin kagum dan terkejut, juga ngeri. Pantas dikabarkan bahwa setiap kali mencabut pedangnya, pedang itu tentu kembali ke sarungnya dalam keadaan berlepotan darah, kiranya ilmu pedang dari Kiam-ong memang hebat. Akan tetapi, ternyata Sin-kiam Mo-li tidak kalah hebatnya, nampak betapa wanita ini mampu menandingi kehebatan ilmu pedang Toat-beng Kiam-ong.
Setelah lewat kurang lebih lima puluh jurus, tiba-tiba dari dua gulungan sinar pedang itu nampak bunga api berpijar dibarengi suara benturan pedang yang nyaring, disusul meloncatnya tubuh Kiam-ong keluar dari kalangan pertempuran. Pedang yang dipegangnya, pedang pinjaman dari murid Tiat-liong-pang tadi, ternyata telah buntung ujungnya! Dia tersenyum dan memberi hormat kepada Sin-kiam Mo-li.
"Sin-kiam Sian-li sungguh lihai bukan main! Aku mengaku kalah dalam pertandingan adu pedang. Akan tetapi dalam hal pertandingan mengadu kekuatan di bidang lain, aku yakin akan mampu mengalahkanmu, Sian-li!" Ucapan ini bagi mereka yang sudah biasa bercakap-cakap dengan kata-kata yang tak senonoh dan kata sandi yang mengandung makna dalam, memancing senyum mereka. Tentu saja Sin-kiam Mo-li juga maklum apa yang dimaksudkan oleh Raja Pedang itu. Ia pun kagum akan kelihaian orang itu yang tadi banyak mengalah, maka sambil tersenyum manis dan melempar kerling tajam penuh tantangan, ia pun menjawab,
"Dalam bidang apa pun, aku siap menandingimu, Kiam-ong!" Jawaban ini membuat mulut-mulut yang sudah tersenyum kini menjadi semakin lebar dan Siangkoan Lohan mengeluarkan suara ketawa bergelak.
"Ha-ha-ha, sungguh merupakan pertunjukan ilmu pedang yang amat hebat! Terima kasih, Sin-kiam Mo-li dan Toat-beng Kiam-ong, kalian berdua memang serasi sekali untuk menjadi pasangan dalam hal apa pun, ha-ha-ha!" Dua orang yang tadi bertanding pedang itu hanya tersenyum mendengar ucapan ini dan kini, seperti sudah mereka sepakati bersama, keduanya lalu mengatur duduk mereka sehingga berdampingan menghadapi meja makan, saling menuangkan arak dan bercakap-cakap secara mesra dan akrab tanpa mempedulikan orang lain!
Sementara itu, ketua Cin-sa-pang yang sejak pertama kali melihat kehadiran datuk-datuk sesat dalam pesta itu sudah merasa tidak senang dan tidak puas, kini tak dapat lagi menahan kemarahannya. Jelaslah kini baginya betapa tuan rumah, Siangkoan Lohan ketua Tiat-liong-pang telah berbalik muka, mengikat persahabatan dengan tokoh-tokoh sesat dan kaum pemberontak. Kalau tadi dia masih ragu-ragu dan mengira bahwa Tiat-liong-pangcu itu hanya menganggap mereka semua sebagai tamu-tamu biasa, saja, kini dia merasa yakin bahwa ada sesuatu di antara mereka, semacam persekutuan dan tentu Siangkoan Lohan memiliki hubungan yang mendalam sekali dengan orang-orang yang amat mencurigainya itu. Tidak ada seorang pun pendekar gagah di manapun juga yang akan sudi bergaul dengan orang-orang macam Sim-kiam Mo-li, apalagi dengan orang-orang Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw! Mereka adalah orang-orang yang berkedok agama dan perkumpulan, berpakaian pejuang, untuk menyembunyikan kejahatan mereka. Mereka menyebarkan agama sesat, mengumpulkan kekayaan secara tidak bersih, suka mempermainkan wanita dan bersekongkol dengan para pembesar korup dan penindas rakyat. Dan sekarang ketua Tiat-liong-pang bergaul dengan orang-orang seperti itu! Apalagi melihat sikap yang diperlihatkan Siangkoan Lohan terhadap Sin-kiam Mo-li dan Giam San Ek tadi, sungguh membuat hati Ciok Kim Bouw ketua Cin-sa-pang menjadi panas sekali. Dia sudah banyak minum arak dan hawa minuman keras ini pun menambah berkobarnya api kemarahan dalam hatinya.
"Brakkk....!" Dia menggebrak meja, tentu saja mengejutkan semua orang yang duduk di panggung kehormatan itu dan semua mata kini ditujukan kepada Ciok Kim Bouw. Laki-laki tinggi besar bermuka hitam yang matanya lebar sehingga mirip dengan tokoh Sam-kok yang bernama Thio Hwi itu kini bangkit berdiri dan dia kelihatan gagah sekali. Mukanya berubah menjadi semakin hitam gelap karena warna merah yang menjalar di mukanya akibat kebanyakan minum arak. Dia sama sekali tidak mabuk walaupun telah banyak minum arak, namun hawa panas arak itu membuat hatinya yang sudah marah menjadi semakin bernyala besar. Sejenak dia memandang kepada semua tamu yang hadir semeja dengannya di tempat kehormatan itu, kemudian dia menatap tajam kepada Siangkoan Lohan yang juga sudah bangkit berdiri mengerutkan alisnya melihat sikap tamunya ini. Siangkoan Lohan tidak pernah mempunyai hubungan akrab dengan ketua Cin-sa-pang, dan mengundangnya karena nama Cin-sa-pangcu ini memang terkenal sekali.
"Adakah sesuatu yang tidak menyenangkan hatimu, Ciok-pangcu, maka engkau menggebrak meja" tanya Siangkoan Lohan sambil memicingkan mata menatap wajah tamunya itu penuh selidik.
"Siangkoan, Pangcu, seorang gagah tidak akan menyimpan penasaran di dalam hatinya dan sebaliknya kalau penasaran itu dikeluarkan saja dengan terus terang! Karena itulah, kalau pernyataanku ini akan menyakiti hati dan menyinggung, sebelumnya harap dimaafkan." Suara ketua Cin-sa-pang ini lantang sekali sehingga terdengar oleh semua tamu, baik yang berada di ruangan dalam bahkan terdengar pula oleh mereka yang duduk di luar. Mendengar ucapan yang lantang ini, semua tamu menghentikan percakapan mereka sendiri dan suasana menjadi hening karena semua orang mendengarkan penuh perhatian.
Siangkoan Lohan tertawa, "Ha-ha-ha, memang seharusnya demikian Ciok Pangcu. Nah, keluarkanlah isi hatimu!"
"Kami semua telah mendengar akan riwayat Tiat-liong-pang, mengenal perkumpulan besar ini sebagai perkumpulan orang-orang gagah, dan diakui pula oleh pemerintah, bahkan keluarga pimpinannya masih ada hubungan dekat dengan keluarga kaisar! Karena itu, ketika menerima undangan, kami bergegas datang berkunjung untuk memberi hormat karena memang di dalam hati kami terdapat rasa hormat kepada pimpinan Tiat-liong-pang yang gagah perkasa dan sudah banyak jasanya terhadap pemerintah maupun terhadap rakyat dengan pembersihan yang dilakukan terhadap para penjahat. Akan tetapi, apa yang kami temukan di sini sungguh jauh daripada dugaan kami semula! Di sini kami tidak melihat adanya wakil pemerintah, juga tidak melihat partai-partai persilatan besar yang dipimpin para pendekar. Sebaliknya kami melihat banyak orang yang tidak sepatutnya hadir di sini, seperti orang-orang Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai, dan terutama sekali orang seperti Sin-kiam Mo-li. Siapakah yang tidak tahu bahwa ia adalah seorang datuk sesat, seorang wanita iblis yang tidak mengharamkan segala macam perbuatan jahat" Siangkoan Lohan, pertemuan macam apakah yang kauadakan sekarang ini" Pertemuan di antara para penjahat dan pemberontak" Kalau begitu, sungguh amat mengherankan sekali!"
"Keparat bermulut lantang!" Tiba-tiba terdengar suara Sin-kiam Mo-li membentak dan tubuhnya sudah melayang ke arah ketua Cin-sa-pang. Bagaikan seekor burung garuda saja, iblis betina itu menyerang dengan loncatan melalui atas meja perjamuan mereka karena Ciok Kim Bouw duduk di seberang. Melihat serangan dengan cengkeraman kedua tangan ke arah kepala dan pundaknya itu, ketua Cin-sa-pang maklum akan datangnya bahaya maut, maka dia pun mengerahkan tenaga untuk menangkis dengan kedua tangannya.
"Bresss....!" Dua pasang lengan saling bertemu dan akibatnya, Ciok Kim Bouw hampir terpelanting, akan tetapi tubuh Sin-kiam Mo-li juga terdorong ke samping di mana wanita itu dapat berjungkir balik dengan indahnya. Keduanya sudah meraba gagang senjata ketika Siangkoan Lohan berseru keras,
"Kalian tidak boleh membikin ribut di sini!"
Bentakan ini berwibawa sekali dan baik Sin-kiam Mo-li maupun Ciok Kim Bouw tidak berani bergerak melakukan serangan. Bahkan sambil tersenyum mengejek Sin-kiam Mo-li melangkah kembali ke kursinya di dekat Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek. Akan tetapi Ciok Kim Bouw tetap berdiri dan kini dia saling pandang dengan tuan rumah.
Wajah Siangkoan Lohan yang biasanya memang merah itu kini menjadi semakin merah dan matanya mencorong tajam, ada api kemarahan terpancar di dalamnya. Kemudian dia melirik ke arah para tamu yang duduk di ruangan dalam. Alisnya berkerut ketika dia melihat kurang lebih dua puluh orang tamu sudah bangkit berdiri dan sikap mereka seolah-olah mereka itu mendukung pernyataan ketua Cin-sa-pang dan mereka semua itu kini memandang kepadanya dengan sinar mata mengandung penuh pertanyaan dan keraguan.
Suaranya terdengar tegas ketika dia bicara, bukan ditujukan kepada Ciok Kim Bouw ketua Cin-sa-pang, akan tetapi juga kepada semua tamu, terutama mereka yang berdiri dan nampaknya berpihak kepada pernyataan Ciok Kim Bouw tadi.
"Ciok-pangcu, semua tamu yang kuundang adalah sahabat-sahabat dari semua golongan! Mereka yang menjadi tamuku saat ini maklum belaka bahwa mereka datang untuk merayakan hari ulang tahunku yang ke enam puluh. Pertemuan ini adalah pesta perayaan ulang tahun, bukan pertemuan yang membicarakan urusan politik. Siapa yang kuundang itu merupakan hakku dan agaknya tidak perlu aku minta nasihat darimu. Kalau engkau merasa tidak suka dengan pesta ini, engkau boleh pergi dan aku tidak akan menahanmu! Siapapun di antara para tamu yang tidak suka akan keadaan di sini, boleh saja pergi!" Kalimat terakhir ini jelas ditujukan kepada para tamu yang masih berdiri.
Terdengar suara ketawa dan ternyata yang tertawa itu adalah Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek. Jagoan ini merasa mendongkol bukan main melihat Sin-kiam Mo-li yang dianggapnya sebagai calon kekasih barunya, tadi dihina oleh orang, maka kini dia hendak melampiaskan rasa dongkolnya.
"Ha-ha-ha, setelah kekenyangan makan dan minum, sengaja mencari alasan untuk mencela dan pergi. Ha-ha-ha, sungguh tidak tahu malu!"
Mendengar ucapan ini dan melihat betapa Siangkoan Lohan ikut pula mentertawakannya, Ciok Kim Bouw membuka mulut dan memasukkan jari telunjuk kanan ke dalam tenggorokannya. Segera dia muntah-muntah dan keluarlah semua makanan dan minuman yang tadi memasuki perutnya!
"Siangkoan-pangcu, lihat semua yang kumakan dan kuminum sudah kukembalikan! Sekarang dengarlah baik-baik. Sin-kiam Mo-li dan kawan-kawannya dari Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai pernah membunuh tiga puluh orang lebih murid Cin-sa-pang! Aku tidak mendendam untuk itu karena memang pihak Cin-sa-pang ketika itu ada pula yang bersalah. Akan tetapi, melihat betapa kini ia dan kawan-kawannya duduk bersamaku di sini, sungguh aku merasa terhina sekali. Sekarang aku tantang Sin-kiam Mo-li atau orang-orang Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai!"
"Orang she Ciok!" Siangkoan Lohan membentak. "Engkau sungguh tak tahu diri. Engkau adalah tamu, mengerti" Dan aku tuan rumah! Aku larang engkau membikin rusuh di sini dan menantang para tamuku!"
"Kalau begitu, aku menantang engkau. Siangkoan Lohan, karena engkau kini telah menyeleweng dan melindungi datukdatuk sesat, dan telah mengusirku berarti telah menghinaku!" Setelah berkata demikian, Ciok Kim Bouw lalu meloncat ke tengah panggung dan mencabut golok besarnya. Bagi seorang gagah, nama dan kehormatan lebih penting daripada nyawa. Dia tadi telah dihina orang, bahkan diusir, maka satu-satunya jalan untuk mencuci penghinaan ini hanyalah mengadu nyawa di ujung senjata.
Mendengar tantangan ini, semua tamu di ruangan dalam dan luar menjadi tegang. Tak mereka sangka akan terjadi pertentangan seperti itu. Siangkoan Lohan sendiri menjadi marah, akan tetapi wajahnya yang merah itu masih nampak tersenyum walaupun sinar matanya makin mencorong. Dia bangkit dari tempat duduknya dan menjura kepada para tamunya, "Harap Cu-wi (Anda sekalian) suka memaafkan kami karena kami terpaksa harus menyingkirkan dulu pengacau ini."
Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara halus. "Harap Ayah duduk saja dan biarkan aku yang mengusir anjing yang banyak menggonggong ini."
Semua orang melihat munculnya seorang pemuda. Begitu saja dia muncul dan tahu-tahu berada di atas panggung. Entah dari mana datangnya. Mungkin karena semua orang tadi mencurahkan perhatian kepada Ciok Kim Bouw dan Siangkoan Lohan, maka tidak melihat munculnya pemuda ini karena memang pemunculannya amat luar biasa. Bagaikan seekor burung walet saja tadi dia melompat dari bawah panggung dan hinggap di atas panggung dengan sikap yang amat tenang. Mendengar ucapan pemuda ini, semua orang yang belum pernah mengenalnya baru tahu bahwa inilah putera Siangkoan Lohan, putera dan anak tunggal yang bernama Siangkoan Liong dan semua orang tertegun dan kagum.
Siangkoan Liong memang amat mengagumkan. Seorang pemuda yang bertubuh sedang, berusia kurang lebih dua puluh enam tahun, dengan wajah yang tampan sekali. Begitu tampannya wajah itu sehingga seperti wajah wanita saja. Kulit mukanya putih halus, dengan hidung mancung dan bibir merah, akan tetapi sepasang matanya mencorong seperti mata naga, seperti mata ayahnya dan alis yang tebal hitam itu menghilangkan keraguan orang bahwa dia adalah seorang pria tulen. Pakaiannya seperti seorang siu-cai (sastrawan) namun mewah, seperti biasa pakaian seorang pemuda bangsawan terpelajar. Gerak-geriknya halus lembut dan seperti gerak-gerik seorang sastrawan tulen yang tidak mengenal ilmu silat. Padahal, ilmu silat pemuda ini, tidak kalah hebat dibandingkan dengan ayahnya, setidaknya sudah hampir menyusulnya. Kini dengan sikapnya yang lembut, Siangkoan Liong menghadapi Ciok Kim Bouw, sejenak mereka saling pandang seperti dua ekor ayam jago yang saling menilai dan mengukur kekuatan lawan melalui pandang mata.
"Paman, apa pun yang telah terjadi, engkau sebagai seorang tamu telah melakukan pelanggaran sopan santun. Aku tidak tahu apa persoalannya dan tidak ingin pula tahu, akan tetapi aku melihat betapa dengan sengaja Paman telah menumpahkan makanan dan minuman suguhan Ayah ke atas lantai, menimbulkan kejijikan dan kotor. Oleh karena itu, kalau Paman mau membersihkan kotoran yang Paman tumpahkan, kemudian pergi dari sini dengan aman, aku pun menganggap urusan ini selesai dan akan mintakan maaf kepada ayahku. Nah, bersihkan lantai itu, Paman"
Biarpun sikap dan omongannya halus, namun Ciok Kim Bouw merasa terhina sekali. Bagaimana dia akan dapat melihat dunia kang-ouw kalau dia menuruti permintaan ini, membersihkan lantai dari tumpahan perutnya tadi, di depan sekian banyaknya para tamu"
"Orang muda, sikapmu jauh lebih baik daripada ayahmu. Akan tetapi engkau tidak tahu mengapa aku menumpahkan semua makanan itu ke atas lantai. Aku terpaksa melakukan itu, dan siapapun yang menyuruhku, aku tidak akan sudi membersihkannya. Terserah kepadamu, akan tetapi aku tidak sudi membersihkan tumpahan itu!"
Sepasang mata yang jeli itu mengeluarkan sinar berkilat. "Paman, aku tidak suka bermusuhan dengan siapapun, akan tetapi aku tadi mendengar tantanganmu kepada ayahku. Kalau engkau tidak mau membersihkannya, terpaksa aku akan mewakili Ayah untuk memberi hajaran kepadamu."
Sikap ini terlampau memandang rendah dan tentu saja Ciok Kim Bouw menjadi marah. Kiranya di balik kelemahlembutan sikap pemuda ini tersembunyi kesombongan yang luar biasa.
"Orang muda, tidak perlu banyak cakap lagi. Keluarkan senjatamu dan mari kaucoba untuk memberi hajaran kepadaku!", tantangnya sambil melintangkan golok besarnya di depan dada. Golok besar dan berat, berkilauan saking tajamnya dan nampak mengerikan. Ciok Kim Bouw adalah seorang yang lihai, dan dengan golok di tangannya, dia seperti seekor harimau tumbuh sayap. Para tamu ingin sekali melihat bagaimana putera tuan rumah ini akan menghadapi Ciok Kim Bouw atau Cin-sa-pangcu yang lihai itu dan senjata apa yang akan dipergunakannya. Akan tetapi, betapa kaget dan heran hati mereka ketika melihat pemuda itu tersenyum berkata lembut,
"Paman, pergunakanlah golokmu, aku akan menghadapimu dengan kedua tangan kosong saja."
Ciok Kim Bouw sendiri terbelalak mendengar ini. Betapa sombongnya anak ini, pikirnya. Menghadapi golok besarnya dengan tangan kosong" Siapa tokoh di dunia persilatan akan berani melakukan hal itu" Akan tetapi, pemuda itu sendiri yang mencari penyakit. Dia akan menghajar pemuda ini, tentu saja tidak berniat untuk membunuhnya atau melukainya secara hebat.
"Baiklah, agaknya engkau memiliki kepandaian yang setingkat mendiang guruku maka berani menghadapi golokku dengan tangan kosong. Nah, bersiaplah untuk menerima seranganku, orang muda yang sombong!"
Ciok Kim Bouw memberi kesempatan kepada pemuda itu untuk mempersiapkan diri dengan memasang kuda-kuda, akan tetapi, pemuda itu tetap berdiri seperti tadi, seperti orang bermalas-malasan, dengan kedua lengan tergantung di kanan kiri, berdiri seenaknya. "Aku sudah siap siaga, Paman. Mulailah dengan seranganmu!"
"Bagus! Lihat golokku!" bentak Ciok Kim Bouw sebelum menyerang dan di lain detik, goloknya telah berubah menjadi sinar menyilaukan mata yang menyambar-nyambar. Golok itu membuat gulungan sinar putih yang lebar, dan menyerang ke arah pemuda itu dari berbagai jurusan, bertubi-tubi dan susul menyusul, ganas bagaikan seekor burung garuda menyambari anak-anak ayam.
Kalau tadinya para tamu merasa terkejut dan khawatir, kini mereka memandang dengan mata terbelalak dan mulut celangap. Mereka melongo melihat betapa tubuh pemuda itu pun lenyap dan kini hanya nampak bayangannya saja berkelebatan di antara gulungan sinar golok! Hebat bukan main tontonan itu.
Kiranya pemuda itu memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang luar biasa sekali, yang membuat dia dapat menyelinap di antara sambaran golok secara cepat. Diam-diam Ciok Kim Bouw sendiri terkejut bukan main. Tak disangkanya bahwa putera Siangkoan Lohan yang masih semuda itu telah memiliki ilmu yang demikian hebat. Dia merasa seperti menyerang sesosok bayangan saja, maka kalau tadinya dia hanya ingin mengalahkan pemuda itu tanpa melukainya, hal itu kini sama sekali tidak mungkin dan dia pun menyerang dengan sungguh-sungguh, mengerahkan tenaganya dan mengeluarkan jurus-jurus terampuh dari ilmu goloknya. Namun, tetap saja bayangan pemuda itu tidak dapat tercium ujung goloknya, bahkan kini pemuda itu membalas dengan tamparan-tamparan dan tendangan yang cepat datangnya, yang beberapa kali hampir saja mengenai tubuhnya. Dari serangan balasan ini pun dia sadar bahwa selain ilmu meringankan tubuh yang hebat, pemuda itu memiliki pula sin-kang (tenaga sakti) yang amat kuat sehingga tamparannya didahului angin pukulan yang mantap. Maklumlah dia bahwa dia menghadapi seorang lawan yang amat lihai. Pantas saja pemuda ini tadi demikian sombongnya, tidak tahunya memang berkepandaian tinggi sekali.
Para penonton kini banyak yang melongo dan penuh kagum. Bahkan Sin-kiam Mo-li sendiri sampai terbelalak kagum. Ia dapat menilai ilmu golok ketua Cin-sa-pang itu. Jauh lebih lihai dibandingkan dengan mendiang Louw Pa, ketua Cin-sa-pang yang dulu. Ia sendiri tentu akan sanggup merobohkan Ciok Kim Bouw, akan tetapi jelas tidak dengan kedua tangan kosong! Dan kini apa yang dilihatnya" Seorang pemuda berusia muda sekali paling banyak dua puluh tahun, menghadapi ketua Cin-sa-pang itu dengan tangan kosong, bahkan ia melihat benar betapa pemuda itu mempermainkan lawannya! Bukan main! Dan pemuda itu demikian tampan, seperti perempuan! Kagumlah hatinya. Ia sudah mendengar betapa tuan rumah hanya memiliki seorang anak, yaitu laki-laki yang tidak pernah diperkenalkan kepada para tamunya. Bahkan ketika diadakan pesta tadi, pemuda ini tidak memperlihatkan diri. Sekarang, kemunculannya menggegerkan orang.
Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh lengannya. Sin-kiam Mo-li menengok dan ternyata Toat-beng Kiam-ong yang menyentuhnya dan memandangnya dengan alis berkerut. "Engkau kagum melihatnya" Ingat, ada aku di sini...." bisik laki-laki itu, agak cemburu.
Sin-kiam Mo-li tersenyum dan memutar lengannya sehingga tangannya dapat menangkap tangan Raja Pedang itu, lalu digenggamnya sejenak sebelum dilepas lagi. "Ihhh, belum apa-apa sudah cemburu," bisiknya kembali. "Akan tetapi, hati siapa yang tidak kagum kepada pemuda itu" Masih begitu muda, akan tetapi kepandaian silatnya sudah demikian lihainya!"
"Tidak perlu diherankan, memang Siangkoan Liong amat lihai, mungkin sekarang malah lebih lihai dari ayahnya sendiri," kata Giam San Ek yang mengenal baik keadaan keluarga sahabatnya itu.
"Ehhh" Bukankah ayahnya yang menjadi gurunya"
"Benar, guru pertama. Akan tetapi dua tahun yang lalu dia bertemu dengan seorang manusia dewa yang menjadi gurunya...."
"Manusia dewa...."
"Ssttt, lihat....!" kata Toat-beng Kiam-ong sambil menunjuk ke arah dua orang yang masih bertanding dengan seru itu.
Sin-kiam Mo-li cepat menengok dan kini terjadi perubahan pada pertempuran itu. Gulungan sinar golok menjadi lemah dan menyempit, dan ternyata pemuda itu yang kini mendesak dengan tamparan-tamparan dan tendangannya yang dilakukan amat cepat dan dengan cara aneh dari segala posisi! Akhirnya, betapapunCiok Kim Bouw hendak bertahan, sebuah tendangan mengenai tangannya yang memegang golok, disusul totokan pada siku kanannya.
"Tranggg....!" Golok itu terpaksa lepas dari tangannya dan jatuh ke atas lantai! Ciok Kim Bouw berdiri tegak, memegang siku lengan kanan dengan tangan kiri dan memijit-mijitnya karena lengan kanan itu setengah lumpuh. Kemudian dengan muka berubah agak pucat dia mengangguk ke arah Siangkoan Lohan dan berkata dengan suara lantang,"
"Siangkoan Lohan, aku Ciok Kim Bouw hari ini mengaku kalah terhadap puteramu. Sudahlah, aku memang tidak berguna dan juga tidak sudi untuk bergaul dengan datuk-datuk sesat!" Dia lalu memungut goloknya dan melangkah keluar dari tempat pesta. Dua puluh orang lebih yang tadi mendukungnya, kini juga bangkit berdiri dan meninggalkan tempat itu tanpa banyak cakap. Mereka adalah orang-orang yang selalu menentang golongan sesat, dan merasa betapa kini Siangkoan Lohan telah berubah dan mereka tidak mau ikut terlibat dalam urusan persekutuan dengan datuk-datuk sesat.
Ketika mereka yang keluar dari tempat pesta itu tiba di ruang luar, ternyata masih ada lagi belasan orang yang ikut pula meninggalkan tempat itu! Melihat ini, Siangkoan Lohan mengerutkan alisnya.
"Siancai...., kalau mereka semua dibiarkan pergi, tentu gerakan kita akan gagal sebelum dimulai!" kata Thian Kek Sengjin, tokoh besar Pek-lian-kauw itu kepada Siangkoan Lohan.
Ketua Tiat-liong-pang itu mengangguk-angguk sambil mengerutkan alisnya, kemudian memberi tanda dengan tangan. Lima orang murid kepala cepat datang menghadap.
"Bawa teman-teman dan saudara-saudara secukupnya, mereka tadi harus dibasmi. Kalian tahu apa yang harus dilakukan," katanya dan lima orang murid itu mengangguk, lalu menyelinap pergi.
"Aih, ini adalah tugas kita bersama," kata Sin-kiam Mo-li. "Aku akan membantu anak buahmu, Lohan."
"Aku akan membantumu pula, Sian-li," kata Toat-beng Kiam-ong sambil mengikuti wanita cantik itu.
Thian Kong Cinjin, wakil ketua Pat-kwa-kauw, dan Thian Kek Sengjin tokoh Pek-lian-kauw, juga cepat bangkit berdiri dan meninggalkan tempat itu, bersama beberapa orang tokoh lain yang sudah tahu apa yang harus mereka lakukan.
Siangkoan Liong setelah mengalahkan Cok Kim Bouw, acuh saja melihat kesibukan teman-teman ayahnya. Dia hanya mendekati ayahnya dan berkata lirih, "Ini akibat kekurang telitian Ayah sendiri yang mengundang orang-orang itu." Setelah berkata demikian, dengan suara mengandung penyesalan, dia pun pergi masuk ke dalam gedung, membiarkan ayahnya duduk kembali sambil mengerutkan alisnya.
*** Dengan hati penuh perasaan penasaran dan kemarahan Ciok Kim Bouw ketua Cin-sa-pang meninggalkan perkampungan Tiat-liong-pang di lereng bukit itu, menuruni bukit dengan langkah lebar. Hatinya penuh dengan perasaan marah dan malu, juga penasaran sekali. Jelaslah bahwa Tiat-long-pang mengambil jalan sesat, bukan hanya bergaul dengan penjahat, datuk sesat, bahkan juga dengan tokoh-tokoh pemberontak. Akan tetapi, Tiat-liong-pang kuat sekali, dan melihat betapa puteranya saja sedemikian lihainya, sukar diukur bagaimana tingginya ilmu kepandaian Siangkoan Lohan. Dia bergidik kalau teringat akan kehebatan ilmu silat lawannya yang masih muda remaja tadi. Dan dia merasa menyesal, bukan main karena semua waktunya selama puluhan tahun dipergunakan untuk belajar silat, ternyata kini menghadapi seorang pemuda remaja saja dia kalah! Padahal dia mempergunakan golok yang diandalkan, sedangkan pemuda itu bertangan kosong. Tiba-tiba dia menggaruk siku lengan kanannya, terasa gatal-gatal. Ketika dia menggaruknya, dia meringis karena begitu digaruk terasa panas bukan main. Dia berhenti melangkah dan menggulung lengan baju untuk melihat lengannya. Terkejutlah dia melihat betapa di lengan bawah, di bawah siku, terdapat tanda merah kebiruan sebesar jari tangan.
Itulah kiranya yang terasa gatal dan ganas! Makin terkejutlah dia ketika teringat bahwa ketika dia dikalahkan oleh pemuda tadi, bagian lengan itu tertotok yang membuat lengannya lumpuh dan goloknya terlepas. Agaknya totokan itulah yang mendatangkan bekas yang gatal dan panas ini.
Selagi dia hendak melanjutkan perjalanan dekat dengan kaki bukit itu, tiba-tiba berkelebat dua sosok bayangan orang dan terdengar suara seorang wanita tertawa mengejek. Dia mengangkat mukanya dan Sin-kiam Mo-li bersama Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek telah berada di depannya, berdiri sambil tersenyum dan tertawa mengejek!
Ciok Kim Bouw tentu saja dapat menduga bahwa munculnya wanita ini tentu tidak mengandung niat baik, maka dia pun sudah mencabut golok besarnya dan menghardik. "Iblis betina, mau apa engkau menghadangku"
"Hi-hi-hik, Cin-sa-pang! Selama ini aku tidak pernah tahu ketua Cin-sa-pang telah memiliki seorang ketua baru seperti engkau. Sekarang, setelah engkau berani menghinaku di tempat umum, engkau masih bertanya lagi mau apa aku menghadangmu" Tentu saja untuk membunuhmu!"
"Bagus! Memang saat ini yang kutunggu-tunggu, yaitu membunuhmu atau mati di tanganmu. Dan engkau, Toat-beng Kiam-ong, apakah jagoan seperti engkau hendak membantunya mengeroyok aku" Majulah, jangan kira aku takut menghadapi kalian!" tantangnya, mendahului lawan karena dia maklum bahwa tentu orang ini berpihak kepada Sin-kiam Mo-li.
Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, engkau sungguh tak tahu diri. Melawan seorang pemuda remaja bertangan kosong saja engkau keok (kalah), perlu apa membantu Sian-li. Biar engkau memecah diri menjadi rangkap sepuluh, akan mampus satu demi satu di tangan Sian-li!"
"Iblis betina, bersiaplah untuk mampus!" bentak Ciok Kim Bouw lantang sambil menyerang dengan goloknya. Dia merasa betapa lengan di bagian dekat siku terasa nyeri, akan tetapi dia tidak peduli dan terus menyerang sekuat tenaga dan dengan kemarahan meluap-luap. Dia sudah nekat karena maklum bahwa sekali ini, akibat perkelahian itu hanya dua, yaitu kalah dan mati, atau menang dan hidup. Biarpun dia tahu bahwa untuk menang amatlah sukarnya, apalagi di situ berdiri si Raja Pedang yang pasti akan membantu iblis betina itu, namun sedikitnya dia tidak merasa gentar dan menyerang dengan ganas dan dahsyat.
Sambil tersenyum mengejek, Sin-kiam Mo-li menggerakkan pedangnya menangkis dan membalas dengan serangan kebutannya yang bulu-bulunya mengandung racun jahat. Ciok Kim Bouw mengelak dan melakukan perlawanan mati-matian, bahkan dengan gerakan-gerakan nekat. Akan tetapi, lengannya kini terasa semakin nyeri dan ngilu sehingga jari-jari tangannya kurang kuat mencengkeram gagang goloknya. Terpaksa dia memindahkan gagang golok itu ke tangan kiri dan kini melakukan perlawanan mati-matian dengan golok di tangan kiri. Dia memang sudah melatih diri menggunakan golok dengan tangan kiri karena dia pun ahli bermain sepasang golok, akan tetapi bagaimanapun juga, tentu saja gerakannya tidaklah selincah kalau menggunakan golok itu di tangan kanannya. Maka, tentu saja dia semakin terdesak. Belum juga lewat dua puluh jurus sebuah tendangan kaki kiri Sin-kiam Mo-li mengenai pahanya dan dia pun terpelanting. Untuk mencegah lawan menyusulkan serangan, ketua Cin-sa-pang itu bergulingan di atas tanah sambil melindungi tubuh dengan putaran goloknya
Sambil tertawa-tawa mengejek Sin-kiam Mo-li melakukan pengejaran sambil melecut-lecutkan cambuknya, mengikuti kemana tubuh lawan itu bergulingan. Sama sekali ia tidak memberi kesempatan kepada lawan untuk melompat bangun kembali. Dikejar seperti itu, Ciok Kim Bouw menjadi sibuk sekali. Bukan saja dia harus meiindungi tubuhnya, akan tetapi juga keadaannya berbahaya sekali karena kalau dia meloncat bangun, tentu dia akan terkena serangan pedang atau kebutan yang amat berbahaya itu. Kebutan yang dapat dipergunakan sebagai cambuk, juga menotok atau menusuk seperti pedang karena dengan kekuatan sin-kang bulu-bulu kebutan itu dapat menjadi kaku seperti baja, sungguh amat berbahaya. Apalagi setiap lembar bulunya mengandung racun berbahaya!
"Ha-ha-ha, Pangcu dari Cin-sa-pang, sekarang engkau seperti seekor tikus yang lari ke sana-sini dikejar kucing! Sian-li kenapa harus main-main dengan dia" Bunuh saja dengan cepat dan kita kembali ke sana!" Laki-laki yang sudah tidak sabar karena ingin segera berduaan dengan kekasihnya itu, mendesak. Mendengar ini, Sin-kiam Mo-li mengeluarkan suara mengejek dan ia pun menggerakkan pedangnya, melakukan serangan kilat yang amat hebat pada tubuh yang sedang bergulingan itu. Sukar agaknya bagi Ciok Kim Bouw untuk menyelamatkan diri dari serangan itu, akan tetapi tiba-tiba Sin-kiam Mo-li mengeluarkan jeritan halus dan pedangnya ditariknya kembali. Cepat ia membalik ke kanan dan dia melihat seorang pemuda sudah berdiri tak jauh dari situ. Tahulah ia bahwa yang menyambitkan kerikil kecil dan mengenai pundak kanannya sehingga lengan kanannya menjadi kesemutan itu adalah pemuda ini! Dan ia pun terkejut ketika mengenal pemuda itu.
Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek merasa heran melihat kekasihnya tidak jadi menyerang, dan dia pun ikut memandang. Dilihatnya seorang pemuda yang mengenakan pakaian serba putih, berdiri di bawah pohon, tak jauh dari situ. Juga Ciok Kim Bouw yang baru saja terlepas dari bahaya maut, sudah bergulingan menjauh kemudian melompat berdiri, ikut pula memandang.
Pemuda itu berpakaian serba putih, sederhana sekali, sinar matanya lembut dan mulutnya dihias senyum ramah, sama sekali tidak menunjukkan kelebihan dan nampak seperti seorang pemuda petani biasa saja. Namun, Sin-kiam Mo-li kelihatan kaget kemudian marah ketika ia melangkah maju.
"Bocah setan, kiranya engkau" Bukankah kau.... kau.... yang dari gurun pasir itu" tanyanya ragu karena walaupun ia masih teringat benar akan wajah yang sudah pernah dibelai, dirangkul dan diciuminya itu, ia masih belum mau percaya. Pemuda yang pernah dirayunya sampai ia hampir gila karena dirangsang berahi dan pemuda itu selalu dingin saja dan tidak pernah tergairah, adalah seorang pemuda yang lemah dan sama sekali tidak mengenal ilmu silat. Waktunya baru berjalan setahun lebih sedikit, bagaimana mungkin kini pemuda itu mampu menyambitkan kerikil yang membuat lengannya hampir lumpuh"
Pemuda itu memang Tan Sin Hong! Seperti telah kita ketahui, Sin Hong meninggalkan kota Ban-goan untuk pergi ke kota raja, untuk mencari hartawan she Lay, pengirim barang berharga yang mengakibatkan hancurnya keluarga ayah ibunya. Ingin dia menemukan hartawan itu, untuk menyelidiki kematian ayahnya yang penuh rahasia, karena siapa tahu hartawan itu menyimpan rahasia dan dari dia maka rahasia kematian ayahnya akan dapat dibongkarnya. Dan pada hari itu, dia tiba di kaki bukit di mana terdapat sarang Tiat-liong-pang, tanpa disengaja, melihat Ciok Kim Bouw yang terancam maut di tangan seorang wanita yang membuat darahnya berdenyut kencang dan jantungnya berdebar. Dia mengenal wanita itu yang bukan lain adalah Sin-kiam Mo-li, seorang di antara datuk sesat yang telah menyerbu Istana Gurun Pasir yang mengakibatkan kematian tiga orang gurunya. Sin-kiam Mo-li yang pernah menggelutinya, berusaha memperkosanya, kini tiba-tiba saja berada di kaki bukit itu, sedang berusaha keras membunuh seorang laki-laki tinggi besar bermuka hitam yang dengan susah payah membela diri. Biarpun dia tidak mengenal siapa pria bermuka hitam itu dan apa urusannya berkelahi dengan Sin-kiam Mo-li, tanpa ragu-ragu lagi Sin Hong menyelamatkan pria itu dari ancaman maut dengan menyambitkan sebuah kerikil kecil yang mengenai pundak kanan wanita iblis itu.
Kini dia menghadapi Sin-kiam Mo-li dengan senyum, dan diam-diam dia bersyukur melihat kenyataan bahwa pertemuan dengan wanita iblis yang telah menyebabkan kematian tiga orang gurunya itu sama sekali tidak membangkitkan kemarahan atau kebencian dalam hatinya. Ini merupakan suatu kemajuan dalam dirinya, pikir Sin Hong. Dia mengangguk untuk menjawab pertanyaan Sin-kiam Mo-li tadi, membuyarkan keraguan wanita iblis itu.
"Benar, Sin-kiam Mo-li, aku adalah pemuda gurun pasir itu, dan engkau ternyata masih saja mengumbar kejahatan dan menyebarkan perbuatan kejam di manapun engkau berada. Engkau hendak membunuh orang yang sudah jelas tidak lagi mampu melawanmu," Sin Hong menoleh ke arah Ciok Kim Bouw yang berdiri agak jauh sambil memijit-mijit lengan kanannya, sedangkan golok tadi sudah disarungkannya kembali. Ciok Kim Bouw maklum bahwa baru saja dia terbebas dari maut oleh kemunculan pemuda berpakaian putih itu. Entah dengan cara bagaimana pemuda itu dapat membuat Sin-kiam Mo-li menghentikan serangannya yang membuat dia kewalahan tadi. Kini dia memandang penuh perhatian, siap untuk membantu pemuda itu. Bagaimanapun juga, kini muncul seorang yang agaknya dapat diharapkan akan membantunya menghadapi musuh-musuhnya yang terlalu lihai baginya itu. Akan tetapi, terdapat keraguan pula di dalam hati ketua Cin-sa-pang ini. Pemuda berpakaian putih itu kelihatan demikian lemah lembut, dan tadi pun dia belum mengeluarkan tanda bahwa dia pandai ilmu silat. Hanya sikapnya saja yang demikian tenang, bahkan menghadapi Sin-kiam Mo-li yang sudah dikenalnya, nampak demikian tenang dan berani pula mencela.
"Awas....!" Tiba-tiba Ciok Kim Bouw berteriak memperingatkan Sin Hong karena pemuda itu sedang menoleh kepadanya dan pada saat itu dia melihat Sin-kiam Mo-li telah menggerakkan pedangnya menusuk ke arah lambung pemuda berpakaian putih itu!
Akan tetapi, biarpun dia sedang menoleh ke arah Ciok Kim Bouw, tentu saja Sin Hong tahu akan serangan gelap itu. Pada waktu itu, tingkat ilmu kepandaiannya sudah mencapai titik yang tinggi sekali berkat penggabungan tenaga sin-kang yang diterimanya dari tiga orang gurunya dan berkat gemblengan ilmu-ilmu yang sudah mendarah daging di tubuhnya. Dia tahu akan tusukan yang datang menuju lambungnya dan tanpa menoleh, ketika tusukan tiba, tubuhnya sudah bergeser dan mengelak tanpa banyak kesulitan sehingga tusukan pedang Sin-kiam Mo-li mengenai tempat kosong! Sin-kiam Mo-li yang merasa penasaran dan bangkit kebenciannya kepada pemuda yang membuatnya tergila-gila namun yang berani menolak cintanya itu, sudah melanjutkan serangannya bertubi-tubi dengan kebutan dan pedangnya. Demikian cepat dan bersambungan datangnya serangan-serangan ini, namun semua dapat dihindarkan dengan amat mudahnya oleh Sin Hong, hanya dengan menggerakkan kedua tangan ke depan seperti menolak. Setiap kali telapak tangannya mendorong, ada kekuatan dahsyat yang meniup pergi bulu-bulu kebutan, bahkan telapak tangan itu berani menampar pedang itu sehingga tertangkis.
Ciok Kim Bouw yang tadinya siap untuk membantu dengan goloknya yang akan dimainkan dengan tangan kiri, tidak jadi bergerak dan kini dia berdiri melongo. Kalau tadi ada seorang pemuda yang halus dan lembut gerak-geriknya menghadapinya dengan-tangan kosong dan dia dikalahkan, kini ada seorang pemuda lain yang juga dengan tangan kosong bahkan berani melawan kebutan dan pedang di tangan Sin-kiam Mo-li! Kalau tidak melihat sendiri, tentu dia tidak akan percaya bahwa ada orang, apalagi masih begitu muda, berani menghadapi Sin-kiam Mo-li hanya dengan kedua tangan kosong saja.
Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek juga merasa heran dan kagum melihat betapa pemuda berpakaian serba putih itu berani melawan Sin-kiam Mo-li dengan tangan kosong. Akan tetapi dia percaya sepenuhnya bahwa kekasihnya tentu akan menang dan dalam waktu singkat merobohkan pemuda itu, dan dia tidak akan membunuh Ciok Kim Bouw, khawatir kalau kekasihnya merasa tersinggung dan marah. Biarlah Sin-kiam Mo-li yang melaksanakannya sendiri.
Akan tetapi, betapa kagetnya ketika tiba-tiba Sin-kiam Mo-li mengeluarkan jeritan tertahan dan sebagian dari bulu kebutan itu rontok berhamburan ketika bertemu dengan jari-jari tangan Sin Hong yang mencengkeram! Tentu saja melihat Sin-kiam Mo-li terhuyung ke belakang, Giam San Ek cepat melompat maju dan menyerang dengan pedangnya.
"Tranggg....!" Pedang itu ditangkis oleh golok Ciok Kim Bouw. Si muka hitam ini menjadi gembira sekali dan timbul semangatnya melihat betapa pemuda berpakaian putih itu benar-benar mampu menahan Sin-kiam Mo-li, bahkan dalam belasan jurus saja sudah merontokkan bulu kebutannya. Maka, melihat majunya Toat-beng Kiam-ong, dia pun maju membantu Sin Hong.
"Mundurlah!" Sin Hong membentak sambil mendorongkan kedua tangan bergantian ke arah Giam San Ek. Si Raja Pedang ini meloncat meninggalkan Ciok Kim Bouw untuk menghadapi Sin Hong, namun dia bertemu dengan tenaga dorongan amat kuat, merupakan tenaga tidak nampak, seperti angin yang menahannya dan membuatnya terhuyung. Tentu saja dia terkejut bukan main dan pada saat itu Sin-kiam Mo-li berseru keras.
"Kiam-ong, mari kita pergi!" Wanita itu pun sudah meloncat dan melarikan diri! Melihat ini, tentu saja Kiam-ong terkejut dan tanpa bertanya lagi dia pun membalik dan mengambil langkah seribu menyusul temannya. Melihat ini, Ciok Kim Bouw menjadi semakin kagum kepada Sin Hong. Dia cepat menghadapi pemuda itu dan mengangkat kedua tangan ke depan dada sambil membungkuk memberl hormat.
"Pendekar muda yang gagah perkasa telah menyelamatkan nyawaku yang tidak berharga. Aku adalah Ciok Kim Bouw, ketua Cin-sa-pang. Tidak tahu siapakah nama Taihiap (Pendekar Besar) yang mulia"
Sambil memandang wajah laki-laki tinggi besar itu. Sin Hong berkata, "Maaf, Pangcu. Pertemuan antara kita hanya kebetulan saja dan saya tidak ingin dikenal, yang paling penting adalah agar Paman mengetahui bahwa Paman telah menderita luka pukulan beracun yang amat berbahaya."
"Ahhh....!" Ciok Kim Bouw berseru kaget, lalu menyingkap lengan bajunya yang kanan, memperlihatkan tanda merah kehitaman sebesar jari di bawah sikunya. "Memang luka ini mendatangkan rasa gatal dan nyeri sekali...."
"Hemmm, itulah tanda bekas totokan jari beracun yang amat keji Pangcu," kata Sin Hong. "Biar saya mencoba untuk mengobatinya."
"Terima kasih, Taihiap, dan silakan," kata ketua Cin-sa-pang itu sambil menyodorkan lengan kanannya, Sin Hong memegang lengan itu, kemudian menggunakan jari tangannya menotok jalan darah di atas siku, lalu mengurut luka itu. Terasa nyeri bukan main oleh Ciok Kim Bouw, namun ketua ini menahan rasa nyeri, Sin Hong lalu mencengkeram bagian yang berwarna merah kehitaman, menggunakan hawa sakti di tubuhnya melalui telapak tangan untuk "membakar" hawa beracun itu. Rasa nyeri dan panas membuat wajah ketua itu berpeluh, akan tetapi rasa panas itu semakin lama berkurang dan rasa nyeri pun lenyap. Setelah Sin Hong melepaskan tangannya, warna merah itu lenyap dan rasa nyerinya pun lenyap.
"Sudah baik kembali, Pangcu, dan saya harus melanjutkan perjalanan saya," berkata demikian, Sin Hong lalu meloncat dengan cepat. Ciok Kim Bouw hendak memanggil, namun diurungkan niatnya karena pemuda itu telah berkelebat cepat dan sudah jauh sekali. Dia hanya berdiri mengikuti bayangan itu yang makin mengecil akhirnya lenyap, berulang kali menarik napas panjang, kemudian dia pun melarikan diri dari tempat berbahaya itu. Sehari bertemu dengan dua orang muda yang demikian lihainya cukup bagi ketua ini, membuka matanya bahwa tingkat kepandaiannya masih jauh daripada cukup untuk dipakai malang melintang di dunia kang-ouw. Dia merasa rendah diri dan semenjak itu, dia lebih sering tinggal di pusat perkumpulan Cin-sa-pang untuk melatih diri, dan memperdalam ilmu silatnya.
Sementara itu, di ruangan paling dalam dari rumah perkumpulan Tiat-liong-pang, Siangkoan Lohan menjamu beberapa orang tamunya. Para tamu lain telah pulang dan kini hanya mereka yang menjadi sekutunya sajalah yang duduk semeja dengannya. Mereka adalah Sin-kiam Mo-li, Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek, Agakai kepala suku Mongol, Thian Kong Cinjin wakil ketua Pat-kwa-pai dan Thian Kek Sengjin tokoh besar Pek-lian-pai. Masih ada beberapa orang lagi, di antaranya terdapat tiga orang berpakaian perwira yang agaknya baru datang karena mereka ini tidak nampak dalam pesta perayaan ulang tahun siang tadi. Ada pula terdapat seorang laki-laki, yang tentu akan membuat Sin Hong terheran heran kalau dia melihatnya. Laki-laki ini bertubuh tinggi kurus, bermuka pucat dan bermata tajam sekali.
Mereka sedang bercakap-cakap dengan sikap yang serius, dipimpin oleh Siangkoan Lohan. Pada saat itu, Siangkoan Lohan sedang menyatakan penyesalannya kepada Sin-kiam Mo-li.
"Sungguh sayang sekali engkau tidak dapat menemukan ketua Cin-sa-pang itu, Mo-li. Padahal semua orang yang lain telah dapat dibasmi. Akan tetapi sudahlah, kukira dia tidak akan banyak bercerita, aku mengundang kalian hadir dalam pesta ulang tahun sebagai sesama. kaum persilatan, tidak ada bukti apa-apa tentang gerakan kita."
Sin-kiam Mo-li memang hanya menceritakan bahwa ia dan Toat-beng Kiam-ong tidak berhasil mengejar Ciok Kim Bouw. Ia merasa malu kalau harus menceritakan bahwa ia dan Raja Pedang itu lari ketakutan karena bertemu dengan seorang pemuda dari Istana Gurun Pasir. Hanya kepada Toat-beng Kiam-ong ia terpaksa menceritakan siapa adanya pemuda berpakaian putih yang amat lihai itu. Ketika mereka melarikan diri meninggalkan Sin Hong, Raja Pedang itu bertanya siapa adanya pemuda yang memiliki kepandaian hebat itu. Terpaksa Sin-kiam Mo-li lalu menceritakan bahwa ia pernah bertemu dengan pemuda itu ketika ia dan kawan-kawannya melakukan penyerbuan ke Istana Gurun Pasir sehingga akhirnya berhasil membunuh tiga orang tua sakti di istana itu, dan kemudian membakar istana kuno itu. Akan tetapi ketika itu, si pemuda masih merupakan pemuda lemah. Ia pun tidak tahu bagaimana pemuda itu muncul sebagai seorang yang demikian lihainya.
"Lain kali harap Siangkoan Pangcu lebih berhati-hati," seorang di antara tiga orang berpakaian perwira tinggi itu berkata. "Jangan sampai menimbulkan kecurigaan, terutama sekali kepada pemerintah sehingga kita akan terbentur dan mengalami banyak rintangan. Nah, sekarang harap Pangcu ceritakan dengan jelas segala hasil usaha yang telah dilakukan dan rencana selanjutnya." Perwira ini nampaknya berwibawa dengan kumisnya Yang tebal dan sikapnya yang agak sudah biasa memerintah dan ditaati.
"Harap Song-ciangkun jangan khawatir. Kami sengaja mengundang tokoh-tokoh kang-ouw yang kenamaan dan memiliki kepandaian, untuk menarik mereka sebagai pembantu dan buktinya, sebagian besar dari mereka boleh diharapkan akan membantu kita. Adapun mereka yang menentang, telah kami singkirkan. Lolosnya seorang di antara mereka, ketua Cin-sa-pang itu tidak ada artinya. Hasil besar usaha kami terutama sekali pembasmian Istana Gurun Pasir dan penghuninya, walaupun untuk hasil itu kami kehilangan banyak sekali kawan dan untuk itu, biarlah diceritakan sendiri oleh ia yang telah berjasa, Sin-kiam Mo-li. Mo-li, ceritakanlah pengalamanmu di Gurun Pasir dua tahun yang lalu itu."
Sin-kiam Mo-li tadi sudah diperkenalkan kepada tiga perwira itu dan ia maklum bahwa Song-ciangkun itu adalah utusan panglima perang Kerajaan Ceng yang berkuasa di perbatasan utara dan yang telah bersekutu dengan Siangkoan Lohan. Dua orang perwira lain adalah pembantu-pembantunya. Memang usaha persekutuan yang dipimpin oleh Siangkoan Lohan untuk memberontak itu sudah direncanakan sejak kurang lebih sepuluh tahun yang lalu. Penyerbuannya ke gurun pasir merupakan satu di antara usaha persekutuan itu untuk memperlicin jalan. Istana Gurun Pasir dan penghuninya dianggap sebagai suatu bahaya besar, karena mereka semua maklum belaka bahwa keluarga Istana Gurun Pasir, seperti juga keluarga Pulau Es, selalu menentang pemberontakan walaupun mereka bukan orang-orang yang menghambakan diri kepada pemerintah Mancu. Oleh karena itu, juga terdorong oleh perasaan benci oleh permusuhan sejak dahulu, Sin-kiam Mo-li dan kawan-kawannya dari Pat-kwa-pai dan Pek-lian-pai, melakukan penyerbuan ke Istana Gurun Pasir.
"Penyerbuan kami yang berhasil baik namun mengorbankan banyak kawan itu terjadi kurang lebih dua tahun yang lalu. Kami kehilangan empat belas orang kawan, akan tetapi berhasil membunuh tiga orang penghuni istana yang amat lihai, juga kami telah membakar habis istana itu." Sin-kiam Mo-li lalu menceritakan peristiwa yang terjadi dua tahun yang lalu itu, didengarkan dengan penuh perhatian oleh tiga orang perwira tinggi itu, dan mereka mengangguk-angguk kagum dan juga senang.
LenyapnyaIstana Gurun Pasir danparapenghuninya bagimerekamerupakan lenyapnya satu di antarabahayayangmungkinakanmenyusahkanmereka dan menghalangi rencana mereka.
Setelah Sin-kiam Mo-li selesaibercerita,Song-ciangkunberkatakepadaSiangkoan Lohan. "Bagus sekali dan jasaitu cukup besar, akankami catat. Sekarang,bagaimana denganusaha menghimpun kekuatan dari luar tembok" Sampai di mana hasilnya"
"Halitu ditanganisendiri oleh saudara Agakai yang juga hadir di sini danyangakandapatmenceritakandenganjelas,"jawabSiangkoanLohansambilmemandangkepada kepala sukuMongolitu.
KepalasukuMongol yangmengakuputera mendiang Tai-lucin dan keturunanJenghisKhanitu,yangusianya sudahlimapuluhtigatahun mengangkatdadanyayangbidangdan dengansikapyangagung karenayakin akankemampuandirinya,dialalumenceritakanhasil usahanya yang telah dicapai. Dia menceritakan bahwa diatelahmendapatkan banyakkemajuandalammembangkitkankembali kekuasaan dan kebesaran Mongol,membangunkembaliKerajaanMongolyang pernah menguasai seluruh Cina dannegeri di sekitarnya.
"Jangan khawatir," Dia menutup ceritanya."Biarpunsukuterbesarbelumdapatsayabujuk,namunkelompok-kelompok suku yang kecil-kecil, terutamamereka yang terdesak dan keadaan hidupnyakekurangan,sudahmenyatakanpersetujuan mereka dan apabila saatnyatiba, kami dapat mengerahkan tidak kurang dari seratus ribu orang."
Song-ciangkun dan dua orang kawannya kelihatan gembira sekali mendengarlaporanAgakaiitu. Bagus, pikir Song-ciangkunyang sudahtahu akan siasatyang dipergunakan atasannya, yaitu PangCoa yang berkuasa sebagai komandan pasukan yang bertugas jaga di perbatasan utara.PanglimaCoamemangberniat untuk melaksanakan pemberontakan setelah dapat dibujuk dan dihasut olehSiangkoanLohan. Dan dia berpendapat bahwa tanpa bantuan pasukan lain yangbesar dan kuat, akan sukarlah diharapkan untuk dapat berhasil menggempur pasukan pemerintah. Akan tetapi, kalau sukubangsaMongolmaumembantu,mengingat akan kemampuan tempur mereka,tentu akan lain jadinya. Pula, pasukan yang dipimpin Panglima Coa dapat terusmintatambahanpasukan untukmemperkuat posisinya,dengan dalihbahwabangsa-bangsaliardariluartembok mengadakan gangguan dan pemberontakan. Dan pihak pasukan pemberontak yangdipimpin Panglima Coa membiarkan Agakai bermimpi bahwa gerakan itu adalahdemi kepentingan pembangkitan kembalikekuatan dan kekuasaan Mongol! Dengandemikian, kedua pihak diam-diam hanya akansalingmempergunakandemi keuntungan sendiri! Dan Siangkoan Lohantahuakanhalini,makadiam-diamdiainginmempergunakankesempatanituuntukkeuntungandirisendiriataulebihtepat,keuntungandanmasadepanputeranya!Kalaugerakanituberhasil, kalaumerekaberhasilmenggulingkanpemerintahMancu,PanglimaCoasudahsetujuuntuk mengangkatSiankoang Liongmenjadi kaisar kerajaan baru yang mereka bangun, dan Coa-ciangkun tentu sajamenjadi orang ke dua setelah kaisar!
"Danbagaimana dengan pusat kedudukan di perbatasan untuk penyebaranmata-mata dan utusan melewati Tembok Besar seperti yang Pangcu pernah ceritakan kepada Coa Tai-ciangkun" tanyapula Song-ciangkun.
Siangkoan Lohan tersenyum gembira."Sudah beres, Ciangkun! Rencana yangkita jalankan delapan tahun yang lalukini telah matang. Piauwkiok di Ban-goanitu telah kita kuasai sepenuhnyasehingga dengan menyamar sebagai parapiauwsu, maka utusan-utusan dan mata-mata kita dapat dengan mudah hilir mudik menyeberangi Tembok Besar tanpa menimbulkankecurigaansamasekali. Dan untuk pengurusan dalam keperluanitu, telah kami serahkan kepada murid murid kami sendiri yang boleh dipercaya."
Persekutuan ini lalu berunding sambilmakan minum, dan agaknya tiga orangperwira utusan Coa-ciangkun itu merasagembira sekali dengan hasil pertemuanmalam itu. Apalagi ketika pertemuan ituselesai,merekadiantarkankedalamkamar masing-masing, sebuah kamar yangindah mewah dan bersih, dan lebih hebatlagi,masing-masing disambutsenyummanis dan gaya memikat dari seorangwanita muda yang siap melakukan apa saja untuk menyenangkan hati tamu agungitu.SiangkoanLohanmemang pandaimengambil hati orang dan untuk itu, diatidak segan-segan memerintahkan selir- selirnya untuk menghibur tamu agung!
Ambisi merupakan ladang subur pertumbuhan si aku. Kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang kita miliki,tidak pernah merasa senang dengan keadaan kita sendiri. Kita selalu memandang keadaan orang-orang lain dan membanding-bandingkan,dankeadaanorangyanglebihkaya,lebihtinggikedudukannya,lebihpintar,lebihterhormatdan sebagainya membuat kita selalu merasa diri sendiri rendah, kurang dan serba tidak memuaskan! Dari sinilah timbul ambisi! Ingin yang lebih daripadakeadaansekarang! Dan mulailah kita melakukanpengejaran terhadap bayangan indah berupa cita-cita atau ambisi itu. Bagaikan bayangan, yang kita kejar itu tidakpernah berhenti, makin didapat, semakinkurang dan semakin haus. Sekali tidakmampumenikmati keadaansekarang,sampaikapanpuntidakakanpernahmampu menikmati keadaan diri sendirikarena mata ini selalu memandang ke adaan orang lain yang serba lebih, danmata selalu memandang untuk mengejaryang di depan dan cita-cita atau ambisiini makin dikejar semakin membesar dansemakin menjauh sehingga takkan habisnya kita mengejar, sampai mati! Kita dibius oleh kata-kata yang indah seperticita-cita, kemajuan, dan sebagainya lagi.
Lalu apakah kita lalu menjadi layu, melempem, tak bergairah dan tidak melangkah,statis dan acuh,matikutu"Bukan demikian bagi orang yang bijaksanadanwaspadaakankeadaandiripribadi setiap saat.Kewaspadaanini akan menuntun ke arah perbuatan danlangkahyangbenar.Hatiyang tidakdibebanikeinginan-keinginan,irihati,membanding-bandingkan, hati yang demikian itu bersih dan akan mampu menampung datangnya sinar bahagia, dapatmenikmati keadaan bagaimanapun juga.Batin yang kosong dari segala macamnafsu sajalah yang mengenal apa artinyacinta kasih dan hidup penuh sinar elntakasih adalah bahagia.
Ambisiataupengejarankeinginanselalu mendatangkan perbuatan-perbuatanyang menyeleweng! Segala cara dilakukanoranguntukmencapaitujuan.Tujuan menghalalkan segala cara karena tujuanlah yang terpenting bagi seorang yangambisius. Namun sebaliknya, caralah yangterpentingbagiorang yangwaspada,karena cara inilah kehidupan sehari-hari, langkah-langkah hidup, sedangkan tujuan hanyalahbayangan,khayalan yangdikejar-kejar.Pengejaranakan sesuatuyangdianggap akan mendatangkankebahagiaanmembuatkitabuta, dalam mengejaritukitatidakpedulilagiapakahkitamelangkahi orang, menendangorangyangkitaanggapmenghalangdidepan.Pengejarankesenangan inilahsesungguhnyayangmenciptakansegalamacamtindakankemaksiatan!Halinijelasnampakdisekeliling kita kalau sajakitamaumembukamata. Pengejaran kesenanganmelaluiuangmenimbulkanperampokan, pencopetan, pencurian, pe nipuan, korupsi, penyuapan, penyelundupandan sebagainya lagi, cara-cara yang di halalkan untuk mencapai tujuannya, yaitumemperoleh uang secara mudah dan banyak, termasukdiantaranyaperjudian. Pengejaran kesenangan melalui sex menimbulkan perkosaan, perjinaan dan pelacuran. Pengejaran kesenangan melaluikedudukanmenimbulkanperebutankekuasaan,pertentanganpemberontakan, perang!
Apakah kalau begitu kita tidak bolehmenikmati kesenangan" Sebaliknya malah! Orang yang bebas akan pengejaran kesenangan akan menikmati setiap keadaan,sedangkanpengejarankesenangan melenyapkan kenikmatandarikeadaanyang sudah ada! Tanpa keinginan memperoleh minuman lain, segelas air putihakan terasa nikmat, sedangkan hati yangdipenuhikeinginanminumbir,diberilimon sekalipun takkan dapat menikmatilimon itu!
Ada yang berkata bahwa orang takkan menjadikaya raya tanpa pengejaran! Benarkah ini" Boleh kita lihat buktinyadi sekeliling kita! Kita semua ini adalahpengejar-pengejar uang sejak kecil, siapa diantara kita yang kaya raya" Semuamasihmerasa kurang dan tak seorangpun merasa dirinya kaya raya! Namun,lihatlah dia yang makan demikian lahapdan nikmatnya walaupun hanya dengan sayur asam dan sambal, lihatlah dia tidurdemikian nyenyaknya walau di atas tikar,dia yang mampu tertawa lahir batin, dia yang menikmati keadaannya. Dia itulahorang kaya raya!
Cita-citaatauambisiyangdimiliki Siangkoan Lohanadalahuntukmelihatputeratunggalnya,SiangkoanLiong, menjadipenggantikaisar!Cita-citayangtidakkepalang besarnya,yangmuncul dalambenaknyabukantanpa sebab.Sebab ituterjadikurang lebih sebelas atauduabelastahunyanglalu.Ketikaitu,SiangkoanLiongbaruberusiadelapantahunlebih.Anak inimemang berbakatsekalidansukaakan ilmusilat sehinggaSiangkoan Lohandengan penuh semangatmenggemblengputeranyaitu.Padawaktuitu,sedikitpun diatidakmemilikikeinginanuntuk memberontak.Diaadalah,seorang yangdianggap keluargaolehistana,bahkanisterinyayang telahmeninggal,ibukandungSiangkoanLiong,adalahseorangputeri dari istanayangdihadiahkanoleh kaisarkepadanya.Siangkoan LohanyangbernamaSiangkoanTek ituselalumerasaberterimakasihdansetiakepadaKerajaanCengdansedikitpuntidakpernah mempunyaihatiuntukmemberontak.
Padasuatuhari,selagiSiangkoanLohanmelatihilmusilatkepadaputeranya dikebunbelakangyangsunyi,tiba-tiba saja terdengarseruanhalusmemuji, " Ilmusilatbagus ....!"
SiangkoanLohancepatmenghentikangerakannyaketika memberi contohkepada puteranya,danmenengok. Kiranyayangmengeluarkanseruanpujianitu adalah seorang laki-laki berusiakuranglebihenampuluhtahunyang berdiri tegak di atas pagar tembok kebun itu. Diam-diamSiangkoan Lohanterkejut.Adaorang meloncat ke dalampagar tembok demikiandekat dan dia samasekalitidaktahu ataumendengarnya!Akan tetapi, laki-laki itu agaknya tidakmempedulikanpadanyakarenasedang memandang ke arah Siangkoan Liong dan kembali dia memuji.
"Anak yang memilikibakat yang amat baik untuk menjadi kaisar sekalipun!"
Tentu saja ucapan ini membuat Siangkoan Lohan menjadi terkejut bukan main,apalagi mendengar betapa kata-kata yang keluar darimulut orang itulogatnyaasing walaupun halus dan teratur rapi.
Diamemandangpenuhperhatian. Seoranglaki-laki. yang tinggi kurus dan mengenakan pakaian bersih yang amat rapi sepertipakaianseorang pelajar, seorangsiucai, rambutnya tersisir rapi dan segalayang nampak pada dirinya, biarpun tidakmewah namun bersih dan rapi. SiangkoanLohan yang dapat menduga bahwa tentuorang ini bukan orang biasa, cepat memberi hormat dari bawah tembok.
"Sahabat yang baik terlalu memujiilmu silat kami yang tidak ada artinyadan memuji pula puteraku yang bodoh.Silakanturun danmenikmati secawanarak denganku."
Orang itutersenyummengangguk,"Tidak salah pendengaranku. Ketua Tiat-liong-pangmemang seoranglaki-lakigagah perkasa dan peramah, dapat menghargai orang lain. Sayang kurang semangat!" Setelah berkata demikian, dia meloncat turun. Cara dia meloncat turuniniyangmengejutkanhatiSiangkoanLohan karena tubuh itu sama sekali tidakmembuat gerakan keseimbangan, melainkan meluncur begitu saja seperti balok jatuh, akan tetapi ketika tiba di atas tanah, sama sekali tidak mengeluarkan suara dan kedudukan kaki dan anggauta tubuh lain masih seperti tadi. Juga diateringat betapa para anggauta Tiat-liong-pang selalu melakukan penjagaan ketat diluar pagar tembok, bagaimana orang inidapat enak-enak begitu saja memasukitaman tanpa ada muridnya yang mengetahuinya"
"Harapmaafkan kalau kami belummengenal nama besar sahabat yang baru datang dan sebaliknya engkau sudah mengenalku.Siapakahengkau,Sobatdan dari mana engkau datang, ada keperluan apa pula datang berkunjung secara ini"Sikap orang itu terlalu halus sehinggaSiangkoan Lohan juga tidak mempunyaialasan untuk marah, apalagi orang itutadi memuji-muji puteranya, memuji ilmusilatnya,danmemuji dirinyasebagai ketua Tiat-liong-pang.
Kembali orang itu tersenyum, bahkansenyumnya saja senyum sopan! "SemuaorangmenyebutkuOuwyang Sianseng(Tuan Ouwyang). Harus bercerita panjanglebaruntukmemberitahudarimanaakudatang,dansebetulnyaakutidakmempunyaikeperluankhusus,hanyakebetulanlewatdanmendengarkalianberlatihsilat,akuinginmenonton.Puteramuinisungguhhebat,kalaudididikdenganbenar, kelakakanmenjadi orang besar, bahkan patut menjadi kaisar!"
Siangkoan Lohan mengerutkan alisnya.Orang ini agaknya keterlaluan bicaranya,pikirnya. Bagaimana mungkin puteranyamenjadi kaisar" Dan dia seorang yangsetia, terhadap kerajaan!
"OuwyangSianseng, harapjanganberlebihan memuji puteraku. Aku hanyalah ketua perkumpulan, bagaimana mungkin puteraku menjadi kaisar"
Ouwyang Sianseng tersenyum. "Aku sejak kecil mempelajari kesusastraan danilmu perbintangan, dan aku melihat bahwa puteramu ini memang pantas untukmenjadikaisar,Pangcu.Bukankah diamemiliki darah bangsawan istana pula"Tidak percuma orang menjuluki aku Namsan Sian-jin (Manusia Dewa Gunung Selatan)kalau aku tidak dapat melihatarti garis-garis pada wajah anak ini,"katanya tanpa bernada menyombongkandiri, bahkan pandang matanya terhadapSiangkoanLiong jelasmembayangkankekaguman, "Akan tetapi tentu saja diaharus dididik sebaiknya, dan pendidikanmu hanya menjadi pendidikan dasar saja,Pangcu. Kalau kelak aku yang melanjut kan pendidikannya, barulah kemungkinandia menjadi kaisar semakin besar."
Mendengar ucapan terakhir ini, tentusaja Siangkoan Lohan mengerutkan alisnya dan merasa tidak senang batinnya. Betapa sombongnya orang ini, pikirnya,berani mengeluarkan ucapan yang amatmeremehkannya, seolah-olah kepandaiannya masih amat rendah tingkatnya dibandingkan tingkat kepandaian orang itu!
"Nanti dulu, Sobat!" katanya sambiltertawa,akantetapiketawanyaagak masam karena biarpun orang ini datangmemuji puteranya dan bermaksud untukmendidik puteranya agar menjadi kaisar,namun nada suara orang ini amat memandang rendah. "Tidak ada orang lainbolehmendidik puteraku kecuali kalauorangitumemilikiilmukepandaianyangjauhlebihtinggidariku.Kelakdiamen jadiorangbesaratautidak,halituterserahkepadanasibnya,akantetapiuntukpendidikannya, ada aku di sini yang mendidiknya, bukan orang lain. Tentu sajaboleh dia berguru kepadamu kalau memang ada buktinya bahwa kepandaianmujauh lebih tinggi daripada aku."
Kembali kakek yang halus tutur sapanya itu tersenyum. "Siangkoan Pangcu,namamusebagaiketuaTiat-liong-pangsudah terkenal di empat penjuru, dansemuaorangtahu bahwa engkau memiliki ilmu silat yang hebat, tendanganmaut dan tenaga luar dalam yang sukar dicari tandingannya! Akan tetapi untuk dapat mendidik murid seperti aku, engkau masih harus belajar banyak. Tentusaja kepandaianku lebih tinggi darimu,Pangcu. Aku hanya bicara seadanya saja,bukan bermaksud menyombongkan diri."
Memang demikianlah, ketua Tiat-liong-pang itu pun kini melihat betapa orangdi depannya itu tidak menyombong, bicara dengan suara seolah-olah menerang kan sesuatu yang sudah pasti. Karenasikap orang itu tidak sombong dan tidak mengandung iktikad buruk terhadapnya,makadiatidakmarah, hanya merasapenasaran sekali. Sementara itu, SiangkoanLiongsejak tadi mendengarkanpercakapan antara kedua orang tua itudan kini dia pun merasa penasaran.
"Ayah, buktikan bahwa Ayah tidakkalah olehnya, agar dia cepat pergi dantidak mengganggu kita lagi."
Orang yang mengaku bernama OuwyangSiansengatauberjulukNam-sanSian-jin itu tersenyum gembira memandang Siangkoan Liong. "Bagus, anak inisudah memiliki sifat terbuka dan gagah.Majulah, Pangcu, dan mari kita samamembuktikan kebenaran omonganku tadi.Kalau engkau tidak mampu mengalahkanaku, kelak setelah engkau selesai mengajarkan ilmu-ilmu dasar kepada puteramu aku akan melanjutkan pendidikannya.Sebaliknya, kalau engkau dapat mengalahkan aku, aku akan minta maaf dan akupergi tidak akan mengganggu kalian lagi."
Tantangan ini diucapkan dengan halusdansamasekalitidakmengandungnada permusuhan, makaSiangkoanLohan lalumelangkah majumenghadapi kakek itu.
"Baik, marilah kita memulai perkenalan kita dengan menguji kepandaian, Ouwyang Sianseng. Dengan cara bagaimanaengkau menghendaki mengadu kepandaian" Sebagai seorang ketua yang berwibawa dan sadar akan kedudukannya, SiangkoanLohanbersikap mengalah danmempersilakan calon lawan untuk menentukan cara. Akan tetapi, kakek berpakaian rapi dan bersikap sopan, itu menjuradengan hormat dan tersenyum.
"Senjata yang paling ampuh berada didalam diri, bukan di luar diri. Hal initentu telah kauketahui pula, Pangcu. Akusudah mendengar akan kelihaian pukulan dan tendanganmu, dan bahwa dengan kakitangan dan tenagamu saja, engkau lebihlihai daripada puluhan orang bersenjata.Kebetulan aku sendiri pun seorang yang paling tidak suka melihat orang mempergunakansenjatadalamperang,membunuhisesamamanusiasepertiorangmembunuhbinatangsaja.Bagaimana kalau kita main-main sebentar denganmengandalkan kaki tangan saja, senjata-senjata pemberian Tuhan sejak kita lahir"
Hati Siangkoan Lohan tertarik sekali.Tentu saja dia akan merasa beruntungsekali kalau ternyata benar bahwa kakekini memiliki ilmu kepandaian yang lebihtinggi tingkatnya darinya, untuk menjadi guru puteranya. Bagaimanapun juga, diameragukan akan hal ini. Dia mengenal tokoh-tokoh besar di dunia persilatan,danagaknyahanyalah keturunan parapendekar Pulau Es dan Gurun Pasir sajayang akan mampu menandinginya di antara para pendekar, dan hanya datuk-datuk sesat yang sudah terkenal sepertidariPat-kwa-pai dan Pek-lian-pai sajayangsetingkatdengan kepandaiannya.Akan tetapi orang ini sama sekali tidakterkenal walaupun mengaku berjuluk ManusiaDewaGunung Selatan (Nam-sanSian-jin)!
"Baiklah Ouwyang Sianseng. Aku mengharapkan petunjuk darimu," katanya sambil menggerakkan kedua lengannya, saling berputaran dengan jari-jari tanganmembentukcakarnaga.Kedualengan itumenggetardanterdengarsuaraberkerotokketika tenagayang amatkuatmengalirke dalamkeduatanganitu. Melihatini,OuwyangSiansengtersenyummengangguk-angguk.
"Memangbukannamakosong,hebatIlmuLiong-jiauw-kang(TenagaCakarNaga)itu. Mulailah,Pangcu,aku siapmenyambutseranganmu!"
"Awaspukulan!"tiba-tibaketuaTiat-liong-pang itumembentak sebagaiisyaratbahwadia mulai menyerang. Anginmenyambardahsyatketikalengankirinyameluncurdarisampingdanmengirim cakaranke arahtelingakananlawansedangkan tangankananjugabergerak dalamdetik berikutnyamenyusulseranganpertama itudengan cengkeramankearahperut. Keduatangandenganjari-jaritangan yangmembentuk cakarnagainiluarbiasakuatnya.Jangankanbagiantubuhmanusia,bahkanbatukarangpunakan hancurterkena cengkeramanitu!Perlu diketahuibahwatingkatkepandaian SiangkoanTekyangsudahterkenaldengansebutan SiangkoanPangcu(KetuaSiangkoan)atauSiangkoanLohaninisudahamattinggi.Diamemilikitenagayang dahsyat, yaitu tenagaLiong-jiauw-kang(CakarNaga)sedangkan ilmusilatnyayangbernamaTiat-wi Liong-kun(Silat Naga BerekorBesi)amattangguhpula,disamping ilmuandalannyayangdisebut Ban-kin-twi (TendanganSelaksaKati).Disampingini,jugadia seorang ahliilmugulatdaribangsaMongol,maka,keduatangan yangmembentuk cakarnaga itu, selain dapatdipergunakanuntukmemukul,menampardancengkeraman,jugadapatdiubahmenjadijari-jaritanganseorangjagogulatyang tangkapannyamembahayakanlawan!
Menghadapicengkeramanke arahkepaladanperutnya,OuwyangSiansengtidaknampakgugup. Kakinyamelangkahkebelakangdankeduatangannya,denganjari tengahdanjaritelunjuktegak,menyambutkeduatangan lawandengan totokankearah telapak tangan! MelihatiniSiangkoan Lohanterkejut.Kalau orangitu berani menotoktelapaktangannyayangpenuhdengantenagaLiong-jiauw-kang,berartibahwaorang itutentu memiliki sin-kang yang amat kuat. Dia tidakberani mencoba mengadu tenaganya, karena kalau hal itu terjadi, telapak tangannya menyambut totokan jari tanganlawan, seorang di antara mereka tentuakan dapat terluka parah. Maka dia puncepat menarik kembali kedua tangannyadan tiba-tiba saja kedua kakinya melakukantendangan, mula-mula yang kananlalu disusul yang kiri, kemudian kananlagi. Tendangan bertubi-tubi itu selainamat cepat, juga tenaganya bahkan lebihdahsyat daripada cengkeraman tadi sehingga debu dan tanah mengebul tinggi seolah-olah kedua batang kaki itu men jadikitiranyangmendatangkan anginbesar menerbangkan debu dan daun kering. Melihatbetapa tendanganitu semakin lama semakin kuat, Ouwyang Sianseng yang mengelak ke kanan kiri dan kebelakang itu mengeluarkan suara pujian.
"Ilmutendanganyangberbahaya!"katanya dan kini selain mengelak, keduatangannya yang dimiringkan juga beberapakali menyambut tendangan dengan tangkisan.Terdengar suara berdebuk-debukketika tangan bertemu kaki, dan keduanya terdorong mundur. Kembali Siangkoan Lohan terkejut. Tangan itu mampumenahantendangannya!Bukanmain,kakek ini benar-benar memiliki sinkangyanghebat.Diapunlalumenyerangdengan desakan, mengeluarkan jurus-jurusterampuh dari Ilmu Silat Tiat-wi Liong-kun.Tubuhketuainibergerakcepat.seperti seekor naga sakti, dengan kedua tangan membentuk cakar dan kedua kakinya menyabet-nyabet seperti seekor nagayang mengamuk.
Namun,Ouwyang Sianseng mengimbangikecepatannyadengangerakan-gerakan aneh dan lincah sekali. Kadang-kadang kakek ini berloncatan, atau sepertimerakterbang, kedua tangannyadigerakkan seperti sayap, kedua kakinyaituberloncatandansambilmeloncat,kakinya itu menendang, atau tangannyamembentuk kerucut atau paruh burunguntukmenotokdariatas.Gerakannyamirip seekor merak dan memang ilmusilatyangdimainkanadalahilmusilatmerakyanganehdanindah,jugalihaisekali.MemangilmusilatyanganehdantidakpernahdikenalolehSiangkoanLohan,danilmusilatdariselataninidisebutKong-ciakSin-kun(IlmuSilatMerak).
Karenasampaipuluhan jurus dia tidakmampu mendesak lawan, bahkan kadang-kadang gerakannya menjadi kacau olehkeanehan gerakan lawan. Siangkoan Lohanmenjadisemakinpenasaran.Diamenggereng keras dan tiba-tiba cengkeraman tangan kanannya berhasil menangkap pergelangan tangan kiri lawan.Selagidiahendakmenggunakanilmugulat untuk membanting, tiba-tiba sajakakek itu mendekat, memutar tubuh dansiku lengan dari tangan yang tertangkapitu sudah menyerang ke arah dada Siangkoan Lohan. Cepat dan hebat serangan ini, sehingga terpaksa pegangannya dilepaskan dan pada saat itu, kedua tanganlawan dengan jari tangannya yang lihaitelahmenghujankantotokankearahjalan darah di bagian tubuh depan sebanyak tujuh kali! Tentu saja dia terkejut dan menjadi repot untuk mengelakdan menangkis, dan terpaksa harus meloncat ke belakang karena dia merasaterdesak. Rasa penasaran membuat ketuaTiat-liong-pang ini mengerahkan sin-kangdan mengirim serangan dari jauh denganmendorong kedua tangan dengan telapaktangan terbuka ke arah lawan. Melihatini, Ouwyang Sianseng tersenyum dan diapun menyambut dengan dorongan keduatelapak tangannya. Dua tenaga dahsyatyang tidak nampak bertemu di udara danakibatnya, tubuh Siangkoan Lohan terdorong ke belakang sampai terhuyung.
Tahulah Siangkoan Lohan bahwa lawannyaitubenar-benar lebih tangguhdarinya, kalau lawan itu menghendaki,dia tentu sudah roboh dan kalah! Hal inidi samping menimbulkan keheranan dankekaguman, juga dia merasa girang bukan main dan mulailah dia percaya akan omongan orang ini bahwa puteranya berbakatuntukmenjadikaisar!Dia punmenghentikan gerakannyadan menjuradengan sikap hormat.
"Nam-sanSian-jin,sungguh baru sekarang saya harus mengakui keunggulan seorang yang ternyata lebih pandai daripadasaya. Saya persilakan Sian-jin untuk menjadi tamu kami agar perkenalan kita menjadi lebih akrab dan saya ingin minta petunjuk tentang putera kami kepada Seng-jin."
Kakek itu mengangguk-angguk. "Baiklah, Pangcu, danterima kasih atas kepercayaanmu."
Sementara itu, SiangkoanLiong yangmendengar akan pengakuan ayahnya bahwa kakekitu lebih lihai dariayahnya,menjadibengong,kemudian anakyangcerdik ini lalu menjatuhkan diriberlututdi depanOuwyang Sianseng atauNamsanSian-jin,"Locianpweberjanjiakanmengambil teecu(murid) sebagaimurid, oleh karena itu mulai sekarang,Locianpwe(OrangTuaGagah)adalahSuhu(Guru) bagi teecu." Dan dia pun memberi hormatsebanyakdelapankali sambilmenyebut"suhu".Kakekitutersenyumgembira,lalumembangunkananakitu,meraba-raba pundak, lengan dan kakinyasambil mengangguk-angguk.
"Sudah kuduga, bertulang baik sekali.Pantas menjadimuridku, pantas menjadicalon kaisar!"
Mendengar ini, hati SiangkoanLohanmenjadi gembira bukan main dan dia punlalu mengajak tamunya masuk ke dalam,dan mengadakan pesta untuk menyambutdanmenghormatitamunya.Dalamkesempatanini,SiangkoanLohanlebihbanyak mengenal tamunya dan kakekitupun dengan singkatmenceritakan siapadia sebenarnya.
Nam-san Sian-jin adalah seorang bekaspembesartinggidinegaraBirma!Dia seorang bangsaHan yang memilikiilmu kepandaian tinggi dan sejakmuda dia suka merantau untukmemperdalam ilmunya. Perantauannyamembawanya keBirma dan di sana dia, berkat kelihaiannya, memperoleh kepercayaandari raja,diberikedudukandan karenajasa-jasanya, dia bahkan kemudian diangkat menjadi penasehat raja. Dialah yang berjasabesar dalam menghadapi penyerbuan balatentara Mancu yang berkali-kalimenyer bu ke selatan, namun tidak pernah dapatmenguasaiBirma.BerkatpertahananBirmayang kokohkuat,dibawah pimpinanNam-sanSian-jin!DiasetiakepadaBirma,apalagikarena oleh raja, dia dihadiahiseorang puteri istana untuk menjadi isterinya. Juga dia menentang keras pasukan Mancu karena dia tahu bahwa bangsa Mancu adalah bangsa yang menjajahCina, dari mana berasal. Akan tetapi,terjadi malapetaka menimpa keluarganyaketika berkobar perang melawan balatentara Mancu. Dalam suatu penyerbuan,adapasukanyangberhasil menerjangkota dan menyerbu gedungnya, dan isteri bersama tiga orang anaknya tewas dibantai mereka!
Wajah yang tadinya halus lembut dangembira itu berubah menjadi pucat danmatanya memancarkan sinar berapi ketika dia bercerita sampai di bagian itu.Dia mengepal tinju.
"Mereka telah membasmi anak isteriku, keparat Mancu! Aku lalu mengamuk,membunuh sebanyak mungkin orang-orangyang telah menyerbu rumah kami, danakhirnya aku terpaksa lari dari Birma...."
SiangkoanLohanmendengarkan dengan penuh perhatian dan dia pun ikutmerasa prihatin. "Tapi ....mengapa engkau harus lari dari sana, Sian-jin" tanyanya hati-hati melihat orang itu sepertimarah-marah.
"Aku dikatakan gila! Yang mengatakan adalah seorang menteri. Kubunuh diadan setelah melakukan pembunuhan terhadap seorang menteri, aku menjadi buronan dan terpaksa melarikan diri dariBirma. Pula, aku sudah tidak mempunyaisanak keluarga di sana, untuk apa lebihlamatinggal di sana"Akumembawasimpanan hartaku dan melarikan diri, kinitinggal di bukit selatan menjadi pertapa.Orang-orang di sekitar daerah itu menyebut aku Nam-san Sian-jin."
Siangkoan Lohan merasa kagum sekalimendengar riwayat hidup kakek yang memiliki ilmu kepandaian amat tinggi itu.Tentu saja Nam-san Sian-jin tidak menceritakan apa yang menjadi cita-citanya. Dia mendendam kepada Kerajaan Mancuyang dianggap telah membasmi keluarganya dan merusakkebahagiaan hidupnya.Olehkarena itu, dia bersumpah untukmembalas dendam, untuk menghancurkanKerajaan Mancu yang menjadi cita-citaterakhir dari hidupnya. Inilah sebabnya, ketika melihat Siangkoan Lohan dan puteranya, dia tertarik sekali. Melalui perkumpulan Tiat-liong-pang yang dia tahuamat berpengaruh dan kuat ini dia akandapatmengumpulkankekuatanuntukmenentangKerajaanMancu.Dandiadapat menggerakkan hati Siangkoan Lohan dengan memuji-muji puteranya yangdikatakan berbakat untuk menjadi calon kaisar. Tentu saja dia sudah menyelidikikeadaankeluarga Siangkoan Lohan inidan tahu bahwa mendiang ibu anak ituadalah seorang bangsawan tinggi, anggauta keluarga Kerajaan Mancu. Dan diapun berhasil menggerakkan hati Siangkoan Lohan, seperti ternyata kemudianbetapa Siangkoan Lohan yang kini mempunyaiambisiagarputeranya menjadikaisar,mulaimengadakan persekutuanuntukmemberontakdanmenjatuhkanKerajaanMancuagar puteranya mendapat kesempatan menjadi kaisar sepertiyang diramalkan oleh Nam-san Sian-jin!
Selama beberapa tahun, kadang-kadangNam-san Sian-jin datang berkunjung dandalampercakapanmereka,kakekinimenanam dan menyebar bibit-bibit pemberontakan ke dalam hati Siangkoan Lohan demi masa depan puteranya sehinggaketua Tiat-liong-pang yang tadinya terkenal sebagai seorang yang amat setiakepada Kerajaan Ceng, kini berubah daninginmengadakanpersekutuanuntukmemberontak! Sementara itu, SiangkoanLiong digemblengnya dengan keras sehingga setelah dia berusia delapan belastahun, pemuda itu telah berhasil mewarisi dan menguasai ilmu-ilmu silat dariayahnya. Juga,menurutnasihatNam-sanSian-jin,ketua Tiat-liong-pang itumengundang guru-guru sastra untuk mengajar puteranya, karena menurut nasihat Nam-san Sian-jin, seorang calon kaisarharuslah menguasaiilmutentangsastra dengan baik.
Setelah Siangkoan Liong berusia delapan belas tahun, pada suatu pagi muncullah Ouwyang Sianseng atau Nam-sanSian-jindandiapunmengatakanbahwakinitibasaatnyabagiSiangkoanLionguntukdigemblengnya."Diaakan kuajakketempattinggalku di Nam-san, dan akumengundangSiangkoanPangcuuntukdatangberkunjungpulaagarhatinyamenjadi tenteram karena dia tahu bahwaputeranya berada di suatu tempat yangdikenalnya."
Giranglah hati Siangkoan Lohan. Biarpun dia kini sudah menjadi kenalan baikSi Manusia Dewa, namun belum pernahdia mengetahui di mana tempat tinggalpertapa itu sehingga tentu saja hatinyaakan diliputi kesangsian dan kekhawatiranmelepasputeranyamengikutitempattinggalnya. Kini dia diajak berkunjung,maka tentu saja dia merasa girang danpada hari itu, berangkatlah dia dan puteranya mengikuti kakek sakti itu.
Pegunungan selatan tidaklah setinggipegunungan di bagian utara, namun hutan-hutannya lebih lebat dan pohon-pohonnyalebih beraneka ragam. Di atas puncaksatu di antara bukit-bukit itulah terdapat sebuah hutan lebat dan Nam-sanSian-jin tinggal di puncak ini. Selama ini,SiangkoanLohansudahmenyuruhbeberapa orang anggautanya untuk menyelidiki keadaan kakek pertapa yang menjadi guru puteranya. Dia mendengar hasilpenyelidikan orang-orangnya bahwa kakekitu seringkali mengulurkan tangan menolong para penghuni dusun di sekitarpegunungan itu, bukan hanya menolong denganpengobatan,akantetapijugaseringkalimenolongmerekayangkekurangandan kelaparan dengan bahanmakanan, pakaian atau bahkan uang secara royal sekali. Tidak mengherankankalau kakek itu dinamakan Manusia Dewa oleh para penghuni dusun, bukan hanya karena dermawan sekali dan pandai mengobati, akan tetapi juga karena kakek itudatang dan pergi seperti menghilang saja.Tidak pernah ada yang dapat berhubunganlangsung dengan kakek pertapa itu, melainkan melalui para pelayan kakek ituyang kabarnya juga memiliki kepandaianyang tinggi. Akan tetapi, semua muriddan anggauta Tiat-liong-pang gagal ketika berusaha mencari tempat tinggal Nam-sanSian-jin!
Setelahmerekatibaditengahhutandipuncakbukititu,SiangkoanLohansendiriterheran-heran. Tidak nampak ada sebuah pun rumah di puncak itu, akantetapiguruputeranyaitumengatakanbahwa dia tinggal di puncak bukit penuhhutan itu! Dan mengertilah diamengapaanak buahnya gagal semua menemukantempat tinggal Si Manusia Dewa, karenatempat tinggalnya amat rahasia dan tidak nampak!
"Kita sudah sampai," kata Nam-sanSian-jin seperti dapat membaca kesangsiandalamhatiSiangkoan Lohan dantiba-tiba saja nampak berlompatan tiga oranglaki-lakiberusiaantaraempatpuluh sampai lima puluh tahun, kesemuanyaberpakaianindahseperti pelayan-pelayanpembesardanmerekasegeramemberi hormat kepada Nam-san Sian-jin sambil berlutut!
"Siapkan hidangan untuk menyambut tamu kita," kata Nam-san Sian-jin kepada tiga orang pelayannya itu. "Siangkoan-pangcu menjadi tamu kita hari inidan Siangkoan-kongcu (Tuan Muda Siangkoan) ini mulai hari ini tinggal di sinisebagai muridku, sediakan kamar untuknya."
"Baik,Taijin (OrangBesar),"katamereka dan mereka lalu menyelinap diantara semak belukar di tepi jurang danlenyap!TerkejutlahSiangkoanLohanmelihat cara mereka menghilang itu.
"Pangcu, jangan heran. Semak-semakdan jurang itulah pintu gerbang menujuke tempat tinggalku. Mari, silakan," kataNam-san Sian-jin dan dia pun mendahuluiayah dan anak itu, menyelinap di antarasemakbelukar, diikuti oleh SiangkoanLohandanputeranya.Ketikamerekamen
Petualang Asmara 8 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Dendam Iblis Seribu Wajah 5
^