Pencarian

Petualang Asmara 19

Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 19


la Hong Ing tanpa mengangkat muka dan jari-jari tangan
yang kecil putih halus itu memainkan ujung rumput di depan kakinya.
"Tentu saja, Hong Ing! Masa setelah jauh-jauh mencarimu dan bertemu di situ, aku bisa
membiarkan saja engkau dibunuhnya" Aku tidak berdaya, jalan satu-satunya hanya
menyerah."
"Dan kau membiarkan dirimu menjadi... suaminya?"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
534 "Hemm, permintaannya yang gila!"
Kun Liong kembali bergidik terbayang akan pengalamannya di kamar itu. "Akan tetapi,
melihat betapa ancamannya untuk membunuhmu amat bersungguh-sungguh, terpaksa
pula aku menyerah. Keselamatanmu lebih penting pada waktu itu..."
Tiba-tiba Hong Ing mengangkat mukanya dan terkejutlah hati Kun Liong ketika dia
melihat sepasang mata itu bersinar-sinar penuh kemarahan!
"Jadi kauanggap bahwa nyawaku lebih penting daripada kehormatanmu?"
"Kehormatan" Apa maksudmu?"
"Kau menyerahkan diri sebagai suami paksaan, bukankah itu berarti menginjak-injak
kehormatan sendiri?"
Kun Liong menjadi bengong dan sejenak hanya dapat memandang dara itu.
"Begitu rendahkah kau" Mau saja menuruti nafsu menjijikkan seorang wanita gila seperti
dia?" Kun Liong menggeleng kepala. "Jangan salah mengerti, Hong Ing. Aku tidak berdaya,
kita tidak berdaya. Itu hanya satu-satunya jalan, bukan berarti bahwa aku menyerah
betul-betul. Buktinya, akhirnya aku berhasil membebaskan diri dan membebaskan kau."
"Aku tidak minta kaubebaskan! Aku tidak minta kau merendahkan diri seperti itu hanya
untuk menolongku! Atau kau memang senang melayaninya agaknya!"
"Apa maksudmu?"
"Kau memang mempunyai watak mata keranjang, maka penawaran Kim Seng Siocia itu
malah menyenangkan hatimu."
"Aihh, bukan begitu!" Kun Liong mengerutkan alisnya dan menggelengkan kepalanya
yang gundul. "Dia... dia... ihhh, menjijikkan dan mengerikan."
"Bagaimana kau dapat membebaskan diri" Dengan bujuk rayu?"
Kun Liong menggaruk-garuk kepalanya. Bagaimana dia harus menceritakan
pengalamannya itu" Masih terasa betapa separuh mukanya basah oleh ciuman mulut
lebar yang rakus itu!
"Aku... aku memang pura-pura menyerah, kemudian... ketika dia lengah... aku... eh, aku
berhasil membuatnya tidak berdaya. Aku lalu lari dari kamarnya dan mencarimu. Untung
belum terlambat... dan hatiku girang sekali melihat engkau selamat, Hong Ing."
Sepasang mata yang tadinya bersinar-sinar penuh kemarahan itu kini berubah menjadi
sayu, agak terpejam memandang Kun Liong, kemudian kepala itu menunduk dan
terdengar suaranya lirih, "Aku... aku selalu menyusahkanmu... telah berkali-kali engkau
menolong dan menyelamatkan aku, Kun Liong. Kenapa?"
Hong Ing mengangkat mukanya dengan tiba-tiba dan sepasang mata itu kini begitu
tajam pandangnya, tajam penuh selidik seolah-olah hendak menjenguk isi hatinya.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
535 "Kenapa" Tentu saja aku menolongmu Hong Ing, menolong sedapatku dan hal itu sudah
lumrah, bukan" Siapa pun tentu akan menolong setiap orang yang menderita dan
terancam bahaya."
"Jadi bukan karena aku..."
"Maksudmu?"
Muka yang cantik itu kembali menunduk dan terdengar helaan napas panjang-panjang
sebelum Hong Ing bersuara lagi, "Jadi bagimu, siapa saja yang terancam bahaya, tentu
akan kautolong?"
"Tentu saja, sedapat mungkin. Mengapa kau bertanya demikian?"
Hong Ing kembah mengangkat wajahnya dan kini wajah itu kelihatan lesu, seperti orang
kecewa. Kun Liong menjadi bingung dan terheran-heran.
"Tidak apa-apa, aku hanya bertanya... dan kau memang seorang pendekar budiman. Hal
ini seharusnya kuketahui sejak dahulu."
"Aihh, jangan memuji, Hong Ing. Aku hanya orang biasa saja."
"Mungkin ilmu kepandaianmu tidak terlalu tinggi, akan tetapi keberanianmu menolong
orang lain amat besar."
"Sudahlah, Hong Ing. Kepalaku bisa menjadi lebih besar lagi kalau kau melanjutkan
pujian kosong itu. Lebih baik kauceritakan bagaimana kau yang dibawa oleh sucimu itu
bisa menjadi orang tawanan Kim Seng Siocia."
Hong Ing menghela napas lagi dan kini alisnya berkerut tanda bahwa hatinya benar-
benar merasa tertekan dan berduka. Teringat akan sucinya, dia melupakan keadaan
dirinya sendiri. Urusan sucinya sebenarnya merupakan urusan yang memalukan sekali
dan seyogianya dirahasiakan dari siapapun juga. Akan tetapi entah mengapa, terhadap
Kun Liong, semenjak pertemuan pertama, dia tidak bisa menyimpan rahasia, seolah-olah
Kun Liong adalah seorang yang sudah dipercayanya benar-benar, seorang yang lebih dari
sahabat biasa, lebih dari saudara!
"Suci... dia... dia seperti juga engkau, demi menolongku dia rela mengorbankan dirinya
menjadi isteri manusia iblis Ouwyang Bow..."
"Hah...?"" Berita ini benar-benar mengejutkan hati Kun Liong. Lauw Kim In, dara yang
manis dan dingin itu, menjadi isteri seorang manusia seganas Ouwyang Bouw yang
berotak miring" "Bagaimana... bagaimana hal itu bisa terjadi?"
Hong Ing lalu menceritakan kesemuanya. Mula-mula dia menceritakan tentang sucinya
yang patah hati karena tunangannya menyeleweng, berjina dengan isteri muda Thian-
ong Lo"mo sehingga tunangan itu terbunuh oleh kakek ini. Hal itulat yang membuat
sucinya menjadi dingin dan membenci atau memandang rendah pria. Kemudian
diceritakannya betapa mereka berdua bertemu dengan Ouwyang Bouw yang amat lihai
sehingga mereka berdua tertawan. Barulah mereka dibebaskan setelah sucinya
menerima pinangan Ouwyang Bouw yang tergila"gila kepadanya.
"Aku tahu mengapa suci mengorbankan diri sedemikian rupa. Bukan semata"mata untuk
menyelamatkan aku, juga untuk kepentingannya sendiri. Dia akan dapat mewarisi
ilmu"ilmu tinggi dari Ouwyang Bouw sehingga terbuka kemungkinan baginya untuk
membalas dendam, di samping menyelamatkan dirinya sendiri yang tentu akan ternoda
dan mungkin tewas apabila menolak pinangan itu. Kasihan sekali Suci..."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
536 Kun Liong menghela napas panjang. "Seorang yang keadaan hidupnya sendiri amat
sengsara namun melupakan keadaan sendiri dan mengingat serta menaruh kasihan
kepada orang lain merupakan ciri seorang yang mempunyai hati mulia penuh welas asih.
Aku kagum kepadamu, Hong Ing."
"Tidak perlu kau memuji, Kun Liong." jawab Hong Ing cepat"cepat sambil menekan
debar jantungnya yang menjadi gembira mendengar pujian itu. "Memang aku sudah
melupakan diriku sendiri. Apa sih yang kuharapkan lagi?"
"Aahh, mengapa dilanda putus asa selagi hidup" Teruskan ceritamu, bagaimana kau
sampai terjatuh ke tangan Kim Seng Siocia yang gila itu."
"Aku tersesat jalan karena mengambil jalan lain agar jangan sampai ketahuan oleh
guruku. Tanpa kusengaja aku memasuki daerah kekuasaan Kim Seng Siocia dan aku
ditawan. Kemudian wanita gila itu menyuruh aku bekerja di sana, yaitu berdoa untuknya,
berdoa agar dia cepat membalas dendamnya kepada Pendekar Sakti Cia Keng Hong."
"Hemmm..."
"Tentu saja aku tidak berdoa apa"apa untuknya, akan tetapi aku pun tidak berani
membantah karena hal itu berarti kematian. Dia amat lihai... dan untung sekali kau
dapat lolos, Kun Liong. Aku masih heran bagaimana kau dapat lolos dari orang selihal itu.
Tentu kau menggunakan akal bujuk rayu, bukan?"
Kun Liong menggelengkan kepalanya yang gundul. Dia tahu bahwa dara ini mengira
bahwa ilmu kepandaiannya "biasa" saja dan dia pun tidak ingin membuka rahasianya.
"Memang aku telah menggunakan akal menyerah karena tidak berdaya, akan tetapi aku
tidak biasa membujuk rayu siapapun juga, apalagi orang seperti dia. Aku berhasil
membuatnya tidak berdaya. Eh, soal itu tidak penting, Hong Ing. Sekarang bagaimana"
Hari telah terang, mari kita lekas melanjutkan perjalanan. Tentu Kim Seng Siocia akan
melakukan pengejaran dan belum lagi bahayanya kalau sampai subomu ikut pula
mencari." Pucat wajah Hong Ing dan dia meloncat berdiri. Mendengar tentang subonya, dia
menjadi takut sekali. "Aihh, sampai lupa aku keenakan bicara di sini. Mari kita pergi
cepat, kita masih berada di wilayah Go"bi"san."
"Sebaiknya kita pergi ke timur. Di tempat ramai seperti di timur, di mana banyak
terdapat kota"kota besar, tentu lebih mudah bagi kita untuk melarikan diri."
Hong Ing mengangguk. "Dan di sana banyak terdapat kuil"kuil Kwan"im"bio yang besar
di mana aku dapat minta tolong dan bersembunyi."
Berangkatlah dua orang ini dengan tergesa-gesa, melanjutkan pelarian mereka menuju
ke timur. Berhari-hari mereka melakukan perjalanan cepat, keluar masuk hutan di
Pegunungan Go-bi-san, kemudian melintasi padang pasir. Mereka melakukan perjalanan
dengan cepat, hanya berhenti kalau mau makan atau tidur saja dan beberapa hari
kemudian mereka telah keluar dari daerah Go-bi-san dan tiba di tepi Sungai Huang-ho.
Biarpun air Sungai Huang-ho tidak dapat dikatakan jernih, namun setelah melakukan
perjalanan berhari-hari melintasi padang pasir yang panas, kedua orang itu dengan
girang dan lega menuruni tepi sungai dan menggunakan air sungai itu untuk membasahi
muka, leher, kedua tangan dan kaki mereka.
"Tangkap mereka!"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
537 Kun Liong dan Hong Ing yang sedang bergembira karena bertemu dengan air yang
dingin sejuk sehingga melupakan segala urusan mereka, terkejut bukan main dan
keduanya cepat melompat ke darat. Dapat dibayangkan betapa kaget hati Hong Ing
ketika melihat subonya, Go-bi Sin-kouw bersama Pangeran Han Wi Ong dengan
sepasukan tentara yang jumlahnya ada lima puluhan orang!
"Nona Pek Hong Ing, mengapa engkau menjadi begini..." Dan dengan mati-matian kami
telah mencarimu..." Pangeran itu berkata dengan nada suara berduka sekali ketika
melihat dara yang dicintanya itu telah menjadi seorang nikouw seperti itu.
"Pangeran Han Wi Ong, pinni sudah menjadi seorang nikouw, perlu apa dicari lagi?" Hong
Ing berkata. "Hong Ing, murid durhaka!" Tiba-tiba Go-bi Sin-kouw membentak dan mendengar
bentakan gurunya ini, Hong Ing yang sejak kecil diasuh dan dididik nenek itu cepat
menjatuhkan diri berlutut dan menangis terisak-isak.
Kun Liong memandang penuh perhatian. Harus diakuinya bahwa Pangeran Han Wi Ong,
sungguhpun sudah berusia empat puluh tahun, namun masih tampak muda dan tampan
gagah, sesungguhnya tidak mengecewakan menjadi suami Hong Ing, apalagi mengingat
bahwa Pangeran itu memiliki kedudukan tinggi. Dicinta oleh seorang seperti itu dan
menjadi isterinya, sebetulnya merupakan nasib baik bagi diri Hong Ing. Adapun nenek itu
mendatangkan rasa gentar juga di hati Kun Liong. Nenek itu usianya tentu sudah enam
puluhan tahun, punggungnya bungkuk, pakaiannya serba hitam, rambutnya digelung ke
atas dan muka penuh keriput itu membayangkan kehidupan yang sengsara dan
membuat wajah itu nampak bengis. Tangan kiri nenek itu memegang sebatang tongkat
butut berwarna hitam pula. Kelihatannya saja seorang nenek yang ringkih dan lemah,
akan tetapi Kun Liong dapat menduga bahwa nenek ini tentulah memiliki kepandaian
tinggi, maka dia bersikap waspada. Dia dan Hong Ing selain berhadapan dengan nenek
dan Pangeran itu, juga telah dikurung rapat oleh lima puluh orang tentara anak buah
pasukan yang mengawal Pangeran Han Wi Ong.
"Subo..." Hong Ing berkata.
"Hong Ing, di mana sucimu?"
"Dia telah ikut dengan Ouwyang Bouw, Subo..." dengan suara berat Hong Ing
menceritakan perihal sucinya.
Sepasang mata nenek itu, yang sipit sekali mengeluarkan sinar kemarahan, mulutnya
cemberut dan mukanya menjadi makin bengis. "Setan! Semua gara-gara engkau yang
murtad! Dan siapa laki-laki gundul ini?"
"Dia... dia sahabat teecu (murid), dia telah menolong teecu berkali-kali dari bahaya
kematian..."
"Bohong! Dia tentu yang membujukmu melarikan diri dan menjadi nikouw. Hong Ing,
sekarang juga engkau harus ikut denganku, membatalkan keadaanmu sebagai nikouw
dan siap menghadapi pemikahanmu dengan Pangeran Han Wi Ong!"
"Subo..."
"Diam! Kau mau melawan gurumu?"
Hong Ing hanya menangis. Melihat ini, Kun Liong melangkah maju dan berkata dengan
suara nyaring. "Apakah saya berhadapan dengan Go-bi Sin-kouw?"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
538 Nenek itu mendengus. "Mau apa kau" Karena kau telah berani membujuk muridku, kau
harus mampus!"
"Nanti dulu, Go-bi Sin-kouw. Mampus ya mampus, akan tetapi ingatlah bahwa
perbuatanmu ini sungguh amat tidak patut! Memaksa murid sendiri untuk melakukan
pernikahan yang tidak disukainya. Memaksa murid sendiri yang sudah menjadi nikouw
untuk menikah. Mana ada guru ingin melihat murid sendiri menderita sengsara?"
"Heii, kau! Siapa kau berani mencampuri urusan kami?" Tiba-tiba Pangeran Han Wi Ong
melangkah maju. "Tidak tahukah kau dengan siapa kau berhadapan" Aku Pangeran Han
Wi Ong, putera Kaisar! Tahu engkau" Apakah kau hendak menjadi pemberontak yang
dapat dihukum mati" Kau pergilah dan jangan mencampuri urusan Nona Pek Hong Ing
dengan kami, maka aku masih akan mengampunimu. Kalau tidak, kau kuanggap
pemberontak dan akan kutangkap."
Mendongkol juga hati Kun Liong. Dia dianggap begitu pengecut untuk mudah ditakut-
takuti dan disuruh meninggalkan Hong Ing yang dihadapi orang-orang seperti harimau
kelaparan itu! "Maaf, Pangeran. Sebagai seorang berkedudukan tinggi dan terpelajar, tentu Pangeran
juga maklum betapa tidak baiknya memaksa seorang gadis seperti Nona Pek Hong Ing
yang sudah menjadi nikouw untuk menikah. Betapa rendahnya perbuatan seperti itu."
"Keparat! Pemberontak laknat! Hayo tangkap dia!" Pangeran itu memerintahkan anak
buahnya dan pasukan yang sudah siap itu lalu maju mengurung Kun Liong yang sudah
bersiap pula untuk membela diri.
"Tahan dulu senjata!" Bentakan ini demikian nyaring dan mengandung khi-kang amat
kuat sehingga mengejutkan semua orang, bahkan pasukan yang sudah siap menyerbu
dan mengeroyok Kun Liong menjadi ragu-ragu. Mereka membuka pengurungan dan
membiarkan wanita gemuk yang baru berteriak tadi memasuki lapangan itu dan
berhadapan dengan Go-bi Sin-kouw dan Pangeran Han Wi Ong.
Kun Liong dan Hong Ing menjadi makin kaget. Celaka sekali! Kim Seng Siocia sudah
muncul pula dan mereka maklum bahwa di belakang wanita gendut ini tentu terdapat
pula banyak anak buahnya. Dugaan mereka benar karena kini bermunculan puluhan
orang wanita anak buah Kim Seng Siocia, mereka sudah siap dengan senjata lengkap
pula. Pasukan pemerintah pengawal Pangeran Han Wi Ong menjadi bingung melihat
"pasukan" wanita yang cantik-cantik itu!
"Go-bi Sin-kouw, engkau orang tua harap tidak bertindak sembarangan!" Kim Seng
Siocia menegur sambil memandang nenek itu.
Go-bi Sin-kouw mendengus marah. "Siapa engkau?" bentaknya.
"Aku" Aku adalah Kim Seng Siocia, pewaris dari Go-bi Thai-houw."
Tentu saja Go-bi Sin-kouw terkejut mendengar nama ini dan dia memandang dengan
penuh perhatian dan juga keheranan. Perempuan gendut ini pewaris Go-bi Thai-houw,
yang kabarnya amat lihai itu" Betapapun juga, dia tidak berani sembarangan dan balas
menegur "Mengapa kau menuduh aku bertindak sembarangan?"
"Mengapa kau hendak membunuh orang ini?" Kim Seng Siocia menudingkan telunjuknya
yang besar ke arah Kun Liong.
"Hemm, dia telah membujuk muridku melarikan diri. Karena itu, dia harus mainpus!"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
539 "Enak saja bicara! Apakah muridmu dia itu?" Dia menuding ke arah Hong Ing.
"Benar."
"Kalau begitu, kau ngawur! Laki-laki ini adalah suamiku dan dia lari karena terbujuk oleh
Pek Hong Ing muridmu itu. Jadi sebetulnya, Pek Hong Ing itulah yang harus kubunuh
dan aku datang untuk mengambil pulang suamiku."
Go-bi Sin-kouw makin bingung. Dia hendak mendapatkan kembali muridnya,
memaksanya menjadi isteri Pangeran Han Wi Ong yang merupakan jalan baginya untuk
memperoleh kemuliaan, dan membunuh pemuda gundul yang hanya menjadi
penghalang itu. Sekarang Kim Seng Siocia muncul dengan niat yang berlawanan. Yaitu
mengambil kembali pemuda gundul itu dan membunuh Pek Hong Ing!
"Mau membunuh muridku" Akan kulihat dulu sampai di mana kemampuan!" Go-bi Sin-
kouw membentak dan tongkatnya sudah meluncur ke depan merupakan sinar hitam
yang berkelebat cepat sekali.
"Wuuuutttt... taarrr!"
Tongkat itu tertangkis oleh cambuk di tangan Kim Seng Siocia dan kedua orang itu
mencelat mundur dengan kaget, maklum akan kehebatan tenaga lawan masing-masing.
Mereka saling pandang dan sudah siap untuk bertanding mati-matian memperebutkan
kebenaran. "Harap. Ji-wi (Anda Berdua) bersabar dulu!" Tiba-tiba Han Wi Ong berkata dengan suara
penuh wibawa. Dua orang wanita itu melangkah mundur dan memandang kepada Han Wi Ong,
Betapapun juga, laki-laki ini adalah seorang pangeran, baru pakaiannya saja sudah
menimbulkan segan di hati orang.
"Mengapa Ji-wi harus saling serang" Ada jalan yang amat mudah dan baik. Nona ini


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datang untuk minta kembali suaminya, pemuda gundul itu, dan Sin-kouw juga menuntut
agar muridnya, Nona Pek Hong Ing kembali bersama dia. Nah, ada urusan apa lagi"
Biarlah pemuda gundul itu pergi bersama Kim Seng Siocia, sebaliknya Nona Pek Hong
Ing ikut bersama gurunya, bukankah beres sudah dan tidak perlu timbul pertandingan
yang tiada gunanya?"
Kim Seng Siocia dan Go-bi Sin-kouw saling pandang kemudian keduanya mengangguk-
angguk. Memang tidak ada perlunya mereka harus bertanding, pula memang di dalam
hati masing-masing telah timbul perasaan jerih. Go-bi Sin-kouw maklum akan kelihaian
wanita gendut itu, dan sebaliknya, Kim Seng Siocia juga maklum bahwa agaknya Go-bi
Sin-kouw dibantu oleh Pangeran dan tentara kerajaan sehingga amatlah berbahaya kalau
sampai dia bentrok dengan mereka.
"Hi-hi-hik, memang tepat sekali! Go-bi Sin-kouw, kita adalah tetangga, perlu apa mesti
saling bermusuhan" Aku tidak membutuhkan muridmu, hanya menginginkan kembalinya
suamiku." Kun Liong dan Hong Ing menjadi makin kaget. Celaka sekali! Kim Seng Siocia sudah
muncul pula dan mereka maklum bahwa di belakang wanita gendut ini tentu terdapat
pula banyak anak buahnya. Dugaan mereka benar karena kini bermunculan puluhan
orang wanita anak buah Kim Seng Siocia, mereka sudah siap dengan senjata lengkap
pula. Pasukan pemerintah pengawal Pangeran Han Wi Ong menjadi bingung melihat
"pasukan" wanita yang cantik-cantik itu!
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
540 "Go-bi Sin-kouw, engkau orang tua harap tidak bertindak sembarangan!" Kim Seng
Siocia menegur sambil memandang nenek itu.
Go-bi Sin-kouw mendengus marah. "Siapa engkau?" bentaknya.
"Aku" Aku adalah Kim Seng Siocia, pewaris dari Go-bi Thai-houw."
Tentu saja Go-bi Sin-kouw terkejut mendengar nama ini dan dia memandang dengan
penuh perhatian dan juga keheranan. Perempuan gendut ini pewaris Go-bi Thai-houw,
yang kabarnya amat lihai itu" Betapapun juga, dia tidak berani sembarangan dan balas
menegur "Mengapa kau menuduh aku bertindak sembarangan?"
"Mengapa kau hendak membunuh orang ini?" Kim Seng Siocia menudingkan telunjuknya
yang besar ke arah Kun Liong.
"Hemm, dia telah membujuk muridku melarikan diri. Karena itu, dia harus mainpus!"
"Enak saja bicara! Apakah muridmu dia itu?" Dia menuding ke arah Hong Ing.
"Benar."
"Kalau begitu, kau ngawur! Laki-laki ini adalah suamiku dan dia lari karena terbujuk oleh
Pek Hong Ing muridmu itu. Jadi sebetulnya, Pek Hong Ing itulah yang harus kubunuh
dan aku datang untuk mengambil pulang suamiku."
Go-bi Sin-kouw makin bingung. Dia hendak mendapatkan kembali muridnya,
memaksanya menjadi isteri Pangeran Han Wi Ong yang merupakan jalan baginya untuk
memperoleh kemuliaan, dan membunuh pemuda gundul yang hanya menjadi
penghalang itu. Sekarang Kim Seng Siocia muncul dengan niat yang berlawanan. Yaitu
mengambil kembali pemuda gundul itu dan membunuh Pek Hong Ing!
"Mau membunuh muridku" Akan kulihat dulu sampai di mana kemampuan!" Go-bi Sin-
kouw membentak dan tongkatnya sudah meluncur ke depan merupakan sinar hitam
yang berkelebat cepat sekali.
"Wuuuutttt... taarrr!"
Tongkat itu tertangkis oleh cambuk di tangan Kim Seng Siocia dan kedua orang itu
mencelat mundur dengan kaget, maklum akan kehebatan tenaga lawan masing-masing.
Mereka saling pandang dan sudah siap untuk bertanding mati-matian memperebutkan
kebenaran. "Harap. Ji-wi (Anda Berdua) bersabar dulu!" Tiba-tiba Han Wi Ong berkata dengan suara
penuh wibawa. Dua orang wanita itu melangkah mundur dan memandang kepada Han Wi Ong,
Betapapun juga, laki-laki ini adalah seorang pangeran, baru pakaiannya saja sudah
menimbulkan segan di hati orang.
"Mengapa Ji-wi harus saling serang" Ada jalan yang amat mudah dan baik. Nona ini
datang untuk minta kembali suaminya, pemuda gundul itu, dan Sin-kouw juga menuntut
agar muridnya, Nona Pek Hong Ing kembali bersama dia. Nah, ada urusan apa lagi"
Biarlah pemuda gundul itu pergi bersama Kim Seng Siocia, sebaliknya Nona Pek Hong
Ing ikut bersama gurunya, bukankah beres sudah dan tidak perlu timbul pertandingan
yang tiada gunanya?"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
541 Kim Seng Siocia dan Go-bi Sin-kouw saling pandang kemudian keduanya mengangguk-
angguk. Memang tidak ada perlunya mereka harus bertanding, pula memang di dalam
hati masing-masing telah timbul perasaan jerih. Go-bi Sin-kouw maklum akan kelihaian
wanita gendut itu, dan sebaliknya, Kim Seng Siocia juga maklum bahwa agaknya Go-bi
Sin-kouw dibantu oleh Pangeran dan tentara kerajaan sehingga amatlah berbahaya kalau
sampai dia bentrok dengan mereka.
"Hi-hi-hik, memang tepat sekali! Go-bi Sin-kouw, kita adalah tetangga, perlu apa mesti
saling bermusuhan" Aku tidak membutuhkan muridmu, hanya menginginkan kembalinya
suamiku." Hong Ing terbelalak. Hampir dia tidak dapat percaya. Yang dilihatnya tadi terlalu aneh.
Gurunya dan Kim Seng Siocia, kedua orang yang sakti itu, terguling oleh gempuran Kun
Liong hanya dalam segebrakan saja"
"Hong Ing, kau larilah...!" Kun Liong cepat berkata, sambil menyambar lengan dara itu
dan ditariknya Hong Ing yang tadi berlutut itu sehingga berdiri.
Hong Ing masih bengong memandang kepadanya, lalu dara itu menggeleng kepala.
"Aku pergi dan kau...?"
"Wuuutt... tar-tarr...!"
Kun Liong mendorong tubuh Hong Ing sehingga dara ini terguling, sedangkan dia sendiri
cepat meloncat ke samping menghindarkan diri dari sambaran cambuk di tangan Kim
Seng Siocia. Namun ujung cambuk itu terus membalik dan mengejarnya ke manapun
juga dia bergerak. Kun Liong menjadi repot juga dan tiba-tiba dia mengelak sambil
melempar tubuh ke atas tanah ketika cambuk itu kembali menyambar. Sambil berguling
dia genggam tanah bercampur pasir di tangannya, kemudian terus bergulingan
mendekati Kim Seng Siocia. Ketika dia melirik dan melihat Go-bi Sin-kouw kembali sudah
menghampiri Hong Ing yang kelihatan gentar dan tidak berani melawan, tiba-tiba Kun
Liong memekik keras sekali, mengejutkan hati semua orang, kedua tangannya bergerak
ketika tubuhnya mencelat ke atas dan... batu bercampur pasir meluncur ke arah Kim
Seng Siocia dan Go-bi Sin-kouw!
"Hayaaa...!" Kim Seng Siocia berseru dan cepat memutar cambuk memukul sinar itu.
Juga Go-bi Sin-kouw terkejut menarik kembali tangannya yang tadi hendak memegang
lengan muridnya dan dia dapat meloncat dan berjungkir balik menghindarkan diri dari
sambaran sinar kehitaman itu. Mereka telah dapat menghindarkan diri dari sambaran
tanah, akan tetapi debu masih mengebul, membuat mereka cepat mundur karena
mengira babwa Kun Liong telah melepaskan benda mengandung racun. Kesempatan ini
dipergunakan oleh Kun Liong untuk mendekati Hong Ing dan dia berbisik,
"Pergilah. Aku dapat melawan mereka."
"Mana mungkin?" Hong Ing berbisik dengan wajah penuh putus asa, "Kita sudah
terkepung oleh tentara dan anak buah Kim Seng Siocia..."
"Pakai akal! Menyelinap di antara pasukan... yang lihai hanya mereka berdua..."
"Siuuuttt... tar-tar-tar...!" Kun Liong terkejut karena dia sedang mendorong tubuh Hong
Ing ke arah pasukan tentara yang mengepung sehingga kurang cepat dia mengelak dan
sambaran ke tiga dari cambuk itu telah mengenai pundaknya. Bajunya di bagian pundak
itu robek dan sedikit kulit pundaknya tergigit robek oleh piauw yang diikat di ujung
cambuk sehingga berdarah.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
542 "Wirrr...!" Tongkat di tangan Go-bi Sin-kouw menyambar dan Kun Liong cepat meloncat
ke kanan, mengelak. Di lain saat dia telah dikeroyok oleh dua orang wanita lihai itu
sehingga dia harus berloncatan ke sana-sini untuk menyelamatkan diri. Akan tetapi
hatinya lega karena Hong Ing telah menurut permintaannya. Dara itu telah lenyap dan
menyelinap di antara pasukan sehingga terjadilah kekacauan di antara pasukan yang
berusaha menangkap dara itu. Namun bagi Hong Ing, mereka itu adalah makanan lunak
sehingga dia dapat bergerak leluasa meloncat ke sana-sini dan keributan yang terjadi di
sekelilingnya membuat gurunya dan juga Kim Seng Siocia tidak mungkin
menghampirinya, apalagi karena dua orang wanita lihai itu sedang sibuk mengeroyok
Kun Liong yang terlalu gesit bagi mereka.
Pangeran Han Wi Ong yang khawatir kehilangan calon isterinya yang dicintainya, cepat
lari dan mengejar Hong Ing sambil mengerahkan para pengawalnya dan berkali-kali dia
berteriak agar anak buahnya jangan melukai dara itu. Sementara itu, anak buah Kim
Seng Siocia yang dipimpin oleh Acui dan Amoi, juga Marcus, sudah mengurung tempat
itu dan melihat betapa Kim Seng Siocia sudah bertanding melawan Kun Liong, tanpa
diperintah lagi mercka sudah maju, terutama sekali Acui dan Amoi yang merupakan
bantuan berharga bagi Kim Seng Siocia.
Kun Liong merasa sibuk bukan main, menghadapi cambuk Kim Seng Siocia dan Go-bi
Sin-kouw saja dia sudah merasa terancam, apalagi kini muncul Acui dan Amoi,
sedangkan puluhan orang dara anak buah Kim Seng Siocia sudah mengepung dengan
senjata di tangan. Kalau saja Kun Liong tidak berpendirian bahwa dia tidak akan melukai
apalagi membunuh orang, kiranya dia akan dapat lolos dengan mudah sambil
merobohkan beberapa orang di antara pengeroyok-pengeroyoknya. Akan tetapi karena
dia hanya membela diri dan menyelamatkan diri, maka dia menjadi repot sekali dan
beberapa kali dia sudah terkena gebukan tongkat Go-bi Sin-kouw yang membuat nenek
itu berteriak kaget dan terbelalak karena setiap gebukannya tidak membuat pemuda
gundul itu roboh, bahkan telapak tangannya sendiri terasa nyeri!
Kadang-kadang Kun Liong menoleh ke arah Hong Ing yang tadi menyelinap di antara
pasukan pemerintah. Ketika melihat betapa di situ masih kacau tanda bahwa Hong Ing
masih berada di antara pasukan pemerintah dan dikeroyok oleh pasukan, Kun Liong
menjadi makin khawatir. Mengapa dara itu tidak lekas-lekas melarikan diri" Dia tidak
mempedulikan keadaannya sendiri karena dia akan dapat dengah mudah membebaskan
diri, akan tetapi dia amat khawatir kalau-kalau Hong Ing tertawan lagi dan dia amat
sukar menyelamatkannya, mengingat betapa banyaknya lawan yang dihadapinya.
Maka dia lalu mengambil keputusan untuk mengeluarkan kepandaian dan membuat
lawan tidak berdaya lebih dulu agar dia dapat melarikan Hong Ing. Ketika cambuk yang
amat berbahaya dari Kim Seng Siocia menyambar lagi, disusul oleh hantaman tongkat
oleh Go-bi Sin-kouw dan serangan kilat dengan pedang yang dilakukan oleh Acui dan
Amoi, Kun Liong cepat menendang tongkat nenek itu dengan pengerahan tenaganya
setelah berhasil mengelak dari sambaran cambuk, memukul jatuh pedang di tangan Acui
dan menangkap pergelangan tangan Amoi yang memegang pedang.
"Lepaskan!" Amoi membentak dan menghantamkan tangan kirinya ke arah leher Kun
Liong. "Plak! Plak! Aihhh, lepaskan aku...!" Amoi menjerit-jerit ketika telapak tangan kirinya
yang tepat menghantam leher itu melekat tak dapat ditarik kembali, bahkan kini lengan
kiri Kun Liong sudah merangkul pinggangnya yang ramping dengan ketat dan gadis itu
merasa betapa tenaga sin-kangnya menerobos keluar dihisap oleh tenaga mujijat yang
keluar dari leher dan lengan pemuda itu.
Melihat keadaan Amoi, Acui cepat maju dan memukul punggung Kun Liong. "Bukk!
Aihhh...!" Juga Acui menjerit-jerit dan meronta-ronta untuk membebaskan tangannya
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
543 yang menempel di punggung Kun Liong. Namun, karena dia telah menjadi korban
penghisapan Thi-khi-i-beng, makin hebat dia meronta, makin kuat dia mengerahkan sin-
kang, makin kuat pula telapak tangannya melekat dan sin-kangnya terbetot dan terhisap
makin banyak pula. Dua orang gadis itu menjerit-jerit dan mereka berdua meronta-
ronta, berusaha memukul, menendang, bahkan menggigiti Kun Liong merasa kegelian
juga sehingga beberapa kali dia melepaskan sin-kangnya dan akhirnya dua orang gadis
itu kelihatan seperti sedang membelainya, yang seorang merangkul lehernya dari
belakang dan yang ke dua memeluk pinggang dari depan. Melihat ini, Go-bi Sin-kouw
lalu maju dan memegang lengan Amoi, menariknya dengan pengerahan sin-kang untuk
membantu gadis itu terlepas. Biarpun dia tidak mengenal Amoi dan tidak peduli akan apa
yang menimpa diri gadis ini, namun dia tahu bahwa kedua orang gadis itu adalah anak
buah Kim Seng Siocia dan yang telah membantunya menghadapi pemuda gundul lihai
itu, maka dianggapnya sebagai kawan juga, maka dia mencoba untuk menolongnya agar
pihaknya kuat lagi. Akan tetapi dia pun terpekik penuh kekagetan ketika merasa betapa
tangannya yang memegang lengan Amoi itu melekat dan ada daya sedot luar biasa yang
menghisap tenaga sin-kangnya melalui lengan gadis yang dipegangnya itu! Dia berteriak
dan mengerahkan sin-kangnya membetot, namun dapat dibayangkan betapa heran dan
kagetnya ketika sin-kang yang dikerahkannya itu seolah-olah membanjir memasuki
lengan Amoi yang dipegangnya!
Memang hebat bukan main Thi-khi-i-beng. Sekali dikerahkan, daya sedotnya sedemikian
kuatnya sehingga dapat menembus tubuh orang lain seolah-olah aliran listrik! Maka
terjadilah hal yang amat lucu. Betot-membetot ini tidak hanya terjadi antara tiga orang
itu, melainkan makin bertambah ketika anak buah Kim Seng Siocia ikut pula mengeroyok
Kun Liong untuk membantu kedua orang pelayan kepala yang melekat kepada pemuda
gundul itu. Namun, setiap orang gadis sekali bergerak memegang tubuh Acui, Amoi, Go-
bi Sin-kouw atau tubuh Kun Liong sendiri, kontan melekat dan terhisap sin-kangnya! Hal
ini malah membuat Kun Liong menjadi payah! Terlalu banyak tenaga sin-kang yang
membanjiri tubuhnya. Biarpun dia sudah dapat menguasai Thi-khi-i-beng dan dapat
menghentikan daya hisap itu sewaktu-waktu yang dikehendakinya, namun karena dia
masih belum berpengalaman dalam menguasai ilmu mujijat ini, sekarang kebanjiran
tenaga membuat dia seperti mabok, merasa tubuhnya seperti sebuah balon karet yang
terus ditiup sampai sebesar-besarnya, merasa seolah-olah tubuhnya akan pecah meledak
setiap saat, pemuda itu pun hanya dapat mengeluh, "Lepaskan aku..., lepaskan aku...
jangan pegang...!" dan dia pun roboh telentang dan tujuh orang wanita yang melekat
kepadanya itu ikut pula terbawa, roboh menindih tubuhnya! Memang lucu pemandangan
ini, seolah-olah tujuh orang wanita, yang seorang nenek-nenek, sedang mengeroyok dan
menggulat Kun Liong!
Kim Seng Siocia sudah mengerti apa yang terjadi. "Celaka, kalian menjadi korban Thi-
khi-i-beng!" teriaknya dan dia memutar-mutar cambuknya akan tetapi tidak berani
sembarangan mempergunakannya karena tubuh Kun Liong seolah-olah terlindung oleh
tubuh tujuh orang itu.
Lebih sulit lagi, kini Acui dan Amoi yang merasa betapa hawa sin-kang mereka tersedot
oleh Kun Liong dan betapa tubuh mereka menindih, merasakan kemesraan aneh seolah-
olah mereka akan dibawa mati bersama-sama pemuda itu dan keduanya kini tidak
mengeluh lagi, melainkan merintih perlahan dan menciumi muka pemuda gundul itu
dengan mesra! Hal ini membuat Kun Liong makin gelagapan lagi, maka dia lalu
mengerahkan seluruh tenaga dari pusarnya, mencurahkan seluruh perhatiannya untuk
menarik kembali tenaga hisap. Hal ini amat sukar dilakukan karena tubuhnya seperti
membengkak, membuat dia sukar bergerak. Namun akhirnya dia berhasil. Dia tidak ingin
membunuh tujuh orang wanita itu dan dia maklum bahwa kalau dia tidak cepat-cepat
dapat menarik kembali daya hisap dari Thi-khi-i-beng, tentu mereka akan mati dalam
keadaan lemas kehabisan tenaga.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
544 "Aughhh...!" Berturut-turut tujuh orang wanita itu mengeluh ketika tiba-tiba daya hisap
itu lenyap dan mereka dapat melepaskan diri dari pemuda itu. Go-bi Sin-kouw meloncat
ke belakang dan terhuyung-huyung, mukanya pucat dan tangannya yang memegang
tongkat menggigil, matanya memandang terbelalak penuh kengerian kepada Kun Liong
dan bibirnya yang kebiruan itu berkata perlahan, "Thi-khi-i-beng...!"
"Tar-tar-tar...!" Kini ujung cambuk di tangan Kim Seng Siocia meledak-ledak di atas
tubuh Kun Liong. Pemuda ini terkejut sekali dan menggulingkan tubuhnya ke kanan kiri
untuk menghindar dari sambaran ujung cambuk itu.
"Hi-hi-hik! Aku tahu bahwa engkau telah menggunakan Thi-khi-i-beng semalam, akan
tetapi aku sudah siap untuk ilmu itu! Cambukku inilah yang akan melumpuhkan Ilmu
Thi-khi-i-beng dan akan mencabut nyawamu!"
Kun Liong merasa betapa tubuhnya digigit ujung cambuk yang dipasangi piauw tajam
meruncing itu. Dia tahu pula bahwa ujung piauw itu beracun, akan tetapi untuk ini dia
tidak khawatir karena tubuhnya sudah kebal akan racun. Akan tetapi rasa nyeri
membuat dia harus melanjutkan satu-satunya jalan untuk membela diri, yaitu
bergulingan di atas tanah. Gerakannya gesit sekali akan tetapi celakanya tubuh yang
penuh hawa sin-kang kelebihan itu sukar sekali dikendalikan sehingga gerakannya
bergulingan menjadi kacau, kadang-kadang terlampau cepat sampai dia menjadi pening
sendiri! "Tahan senjata! Bebaskan dia, kalau tidak, aku akan membunuh pangeran ini" Kim Seng
Siocia menengok, demikian pula Go-bi Sin-kouw dan yang lain-lain. Ternyata yang
berseru itu adalah Pek Hong Ing dan dara ini telah merampas sebatang pedang lawan
dan kini dia telah menempelkan pedangnya di leher Pangeran Han Wi Ong, sedangkan
tangan kirinya mencengkeram tengkuk pangeran itu. Wajah Pangeran Han Wi Ong
menjadi pucat dan dia berkata dengan suara parau, "Lepaskan dia... lepaskan...!"
Kim Seng Siocia memandang ragu. Bagaimana dia mau melepaskan Kun Liong yang
amat dibutuhkan itu hanya untuk menolong pangeran itu" Cambuknya sudah meledak-
ledak lagi, akan tetapi Go-bi Sin-kouw dan para pasukan pemerintah sudah bergerak
maju menghadangnya dengan sikap bermusuh!
"Kim Seng Siocia, yang terpenting adalah keselamatan Pangeran!" bentak Go-bi Sin-
kouw garang. Biarpun nenek ini masih belum pulih, tubuhnya terasa lemah kepalanya
pening karena terlampau banyak sin-kangnya terhisap oleh Kun Liong, namun dia siap
untuk menyerang wanita gemuk itu demi keselamatan pangeran yang amat
diharapkannya akan mengangkat tinggi derajatnya itu.


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selagi Kim Seng Siocia meragu, tiba-tiba tampak tubuh Kun Liong yang rebah di atas
tanah itu mencelat tinggi sekali ke atas, seperti sebatang anak panah dan pemuda itu
sendiri berseru kaget. Betapa dia tidak akan kaget karena ketika melihat kesempatan
baik ini, dia bermaksud mencelat ke tempat Hong Ing menawan Sang Pangeran, akan
tetapi dia lupa bahwa tubuhnya berada dalam keadaan yang tidak sewajarnya, maka
begitu dia mengerahkan tenaganya meloncat, tubuhnya itu bukan melayang ke arah
Hong Ing, melainkan mencelat ke atas seperti dilontarkan. Maka dia memekik kaget,
akan tetapi tentu saja mereka yang menonton dari bawah, termasuk Kim Seng Siocia,
tidak tahu bahwa teriakannya itu karena kaget. Mereka semua memandang dengan mata
terbelalak penuh kagum dan gentar karena belum pernah mereka selama hidup mereka
menyaksikan ada orang dapat meloncat seperti itu!
Kun Liong dapat menguasai tubuhnya, tidak sampai melayang turun seperti sebuah batu,
melainkan dapat mengatur keseimbangan tubuhnya dan membiarkan tubuhnya
melayang turun ke dekat Hong Ing. Dara ini memandang kepadanya dengan mata penuh
kekaguman pula. Tadi Hong Ing telah menyaksikan semua dan dia seperti dalam mimpi.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
545 Sama sekali tidak pernah diduganya bahwa pemuda gundul itu ternyata memiliki ilmu
kepandaian sehebat itu! Bukan saja lebih lihai dari gurunya sendiri, juga lebih lihai dari
Kim Seng Siocia dan bahkan dia merasa yakin bahwa kalau pemuda itu menghendaki
biarpun dikeroyok oleh semua orang itu tidak akan kalah!
"Hong Ing, terima kasih atas pertolonganmu."
Hong Ing merasa jantungnya seperti ditusuk. Bukan main pemuda ini! Sudah jelas
pemuda ini yang berusaha menolongnya mati-matian, sekarang untuk bantuannya
menawan Pangeran Han Wi Ong, bantuan yang tidak banyak artinya ini, Kun Liong serta
merta menghaturkan terima kasih!
"Sekarang bagaimana, Kun Liong?" Dia bertanya sambil menempelkan pedang di leher
Pangeran Liong, tentu saja dia tidak berani lagi memimpin dan membiarkan Kun Liong
yang mengambil keputusan.
"Mari kita lari dari tempat ini."
"Tapi... kita harus membawa pangeran ini sebagai sandera..."
"Jangan, Hong Ing. Kasihan dia. Sudah luput mendapatkan dirimu, masih dijadikan
sandera lagi. Sekarang pun kita sudah terlalu banyak membuat dosa terhadap
pemerintah. Marilah!" Dia menggandeng tangan Hong Ing, kemudian meloncat dan dara
itu menjerit penuh kengerian. Siapa yang tidak merasa ngeri kalau melihat betapa
tubuhnya tiba-tiba mencelat ke atas seperti diterbangkan seekor burung saja" Kun Liong
sendiri terkejut. Dia lupa lagi! Akan tetapi dia tidak menjadi gugup, sambil memeluk
pinggang Hong Ing dia mengatur tubuhnya sehingga mereka dapat meluncur turun jauh
dari situ lalu keduanya melarikan diri secepatnya. Suara derap kaki banyak orang di
belakang membuat mereka mengerti bahwa mereka berdua dikejar! Maka keduanya
harus berlari. Kun Liong mengerahkan gin-kangnya dan karena Hong Ing kalah jauh,
maka dara ini yang sudah mengerahkan gin-kangnya masih saja terseret dan seolah-
olah kedua kakinya tidak menyentuh bumi karena dia seperti bergantung kepada lengan
Kun Liong. Beberapa hari kemudian Kun Liong dan Hong Ing tiba di luar tembok kota Guan-tin,
tidak jauh dari kota raja, di sebelah barat kota raja. Mereka telah melarikan diri hampir
dua pekan lamanya dan merasa lega bahwa mereka telah berhasil meninggalkan para
pengejar mereka.
Memang mereka telah berhasil menghindarkan diri dari kejaran pasukan pengawal
Pangeran Han Wi Ong dan anak buah Kim Seng Slocia. Hal ini terutama sekali karena
pengejaran pasukan itu mengalami kelambatan dengan adanya kerja sama dengan anak
buah dari Go-bi-san yang sebagian besar terdiri dari wanita-wanita muda yang cantik-
cantik dan genit itu. Tidak dapat dicegah pula terjadinya permainan di antara mereka,
yaitu antara para gadis anak buah Kim Seng Siocia dan para anggauta pasukan pengawal
pangeran! Melihat hal ini, baik Kim Seng Siocia maupun Pangeran Han Wi Ong tidak
dapat mencegah dan membiarkannya saja, bahkan peristiwa itu menambah erat
perhubungan di antara mereka. Pangeran Han Wi Ong menghendaki bantuan wanita
gemuk yang lihai ini dan sebaliknya, Kim Seng Siocia tentu saja merasa senang dapat
bekerja sama dengan seorang pangeran yang mempunyai kedudukan tinggi di istana
kaisar. Akan tetapi Pangeran Han Wi Ong tentu saja tidak menghentikan usahanya melakukan
pengejaran. Biarpun dia sendiri tidak melakukan pengejaran, namun dia tidak pernah
dapat melupakan Hong Ing dan karenanya, selain minta kepada Go-bi Sin-kouw dan Kim
Seng Siocia untuk terus mengejar, juga dia telah mengirim utusan-utusan berkuda ke
kota raja dan di sepanjang jalan para utusan itu menyebar berita bahwa dua orang yang
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
546 bernama Yap Kun Liong dan Pek Hong Ing menjadi orang buruan pemerintah! Bahkan
pangeran yang pandai melukis ini telah melukiskan wajah kedua orang itu, dan tentu
saja baik Kun Liong maupun Hong Ing dilukis sebagai seorang pemuda dan seorang gadis
yang gundul kepalanya.
Kun Liong dan Hong Ing berjalan perlahan menuruni lereng pegunungan terakhir dari
mana sudah tampak kota Guan-tin. Tiba-tiba mereka mendengar derap kuda dan
keduanya cepat menyelinap dan bersembunyi. Serombongan tentara berkuda melewat
cepat dan setelah rombongan tujuh orang itu pergi jauh menuju ke kota Guan-tin,
barulah mereka keluar dari balik semak-semak.
"Ahh, betapa tidak enaknya hidup dikejar-kejar seperti ini..." Hong Ing mengeluh.
"Seperti binatang buruan saja, atau... aku merasa seperti menjadi seorang penjahat
besar yang takut melihat alat pemerintah!"
"Kita harus bersikap hati-hati. Belum tentu mereka itu mengejar kita. Sabarlah, Hong
Ing. Setelah kita masuk kota di depan itu, dan di sana terdapat sebuah kuil Kwan-im-bio,
engkau tentu akan memperoleh tempat yang aman dan tenteram."
Keduanya berjalan lagi dan sampai lama tidak mengeluarkan suara, namun kata-kata
terakhir yang keluar dari mulut Kun Liong itulah yang membuat mereka berdua diam
dengan alis berkerut dan wajah keruh tanpa mereka sendiri sadari. Akhirnya Kun Liong
menarik napas panjang seolah-olah menghibur diri sendiri dan terdengar dia berkata
dengan suara datar, "Engkau memang memerlukan tempat yang tenang di mana engkau
dapat hidup tanpa gangguan lagi. Subomu juga pangeran itu, tentu takkan tinggal diam
dan akan terus mencarimu. Memang tidak enak hidup menjadi orang yang dikejar-kejar."
"Dan engkau...?" Hong Ing bertanya, menghentikan langkahnya dan memandang
pemuda itu. Kun Liong juga menghentikan langkahnya, menoleh. Mereka saling berpandangan.
"Aku" Aku kenapa?"
"Engkau akan menjadi orang buruan, akan dikejar terus."
Kun Liong tersenyum. "Jangan khawatir, Hong Ing. Pangeran itu tidak membutuhkan
aku, sedangkan kalau Kim Seng Siocia mengejarku, hemm... lain kali aku akan memberi
pengajaran kepadanya agar tidak dilanjutkan cara hidupnya yang busuk itu."
"Kun Liong, karena aku berkali-kali engkau mengalami kesengsaraan dan terancam
bahaya." "Ah, jangan berkata demikian. Dalam keadaan seperti kita sekarang ini, kita berdua
sama saja entah aku yang menyeretmu ataukah engkau yang menyeretku. Betapapun
juga, kita berdua masih dapat mengatasinya dan masih selamat sampai saat ini. Mari
kita melanjutkan perjalanan kita. Mudah-mudahan sampai di kota depan itu saja." Dan
tiba-tiba wajah Kun Liong menjadi muram lagi. Kini dia merasa heran sekali dan tiba-tiba
dia sadar bahwa dia sama sekali tidak menghendaki perjalanan bersama Hong Ing ini
berakhir! Dia menginginkan agar mereka berdua terus melakukan perjalanan bersama.
Biarpun menjadi orang-orang buronan, atau orang buruan, betapapun sengsaranya,
kalau mereka berdua berdampingan, agaknya dia tidak akan merasa sengsara!
Membayangkan betapa dia akan berpisah, meninggalkan Hong Ing di dalam kuil Kwan-
im-bio dan dia seorang diri melanjutkan perjalanan, benar-benar amat memberatkan
hatinya. Ada apakah dengan perasaan hatinya" Dia mengerling ke kiri dan melihat
betapa wajah yang cantik itu pun muram seperti orang bersusah hati. Tentu saja,
pikirnya. Betapa tidak akan susah hati dara ini yang dikejar-kejar oleh gurunya sendiri"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
547 Bagi Hong Ing, hidupnya sudah tidak ada harapan lagi. Tadinya hanya ada dua orang
yang penting baginya, yaitu sucinya dan subonya. Kini subonya seperti memusuhinya,
dan sucinya telah pergi jauh entah ke mana. Tentu saja Hong Ing bersusah hati, dan
kesusahan hati dara itu sama sekali berbeda dengan kesusahan hatinya. Jauh sekali
bedanya. Tentu saja Hong Ing tidak pernah menyusahkan perpisahan mereka. Kun Liong
memaki diri sendiri.
Seorang dara seperti Hong Ing, cantik jelita tanpa cacat, seorang dara yang menolak
pinangan seorang pangeran yang tampan dan gagah serta berkedudukan tinggi seperti
Pangeran Han Wi Ong, seorang dara berwatak bersih seperti Hong Ing yang rela menjadi
seorang nikouw daripada dipaksa menjadi isteri pangeran, sungguh tak mungkin sama
sekali ingin berdampingan dengan orang macam dia! Seorang pemuda yang menderita
penyakit kepala gundul, bodoh, miskin sehingga sebuah rambut pun tidak punya, tidak
mempunyai harapan untuk masa depan, siapa sudi kepadanya"
"Tolol!" Kun Liong memaki diri sendiri. Mengapa dia menjadi makin berduka
mengenangkan semua ini" Biasanya, dia tidak begini. Biasanya dia tidak menyusahkan
sesuatu, tidak memikirkan kemiskinan dan kebodohannya.
Untung mereka telah tiba di kota Guan-tin. Keramaian kota menghibur dan membuat
Kun Liong 1upa akah kedukaannya. "Mari kita mencari warung nasi, perutku lapar sekali
dan aku masih mempunyai bekal uang," kata Kun Liong. "Setelah makan, baru kita
mencari Kuil Kwan-im-bio. Kota ini cukup ramai, kurasa tentu ada Kwan-im-bio di sini."
Hong Ing hahya mengangguk dan mereka mencari-cari sebuah warung nasi. Dari jauh
sudah kelihatan sebuah warung nasi yang cukup ramai dan ke sanalah mereka menuju.
Akan tetapi tiba-tiba Hong Ing menuding ke kiri. Kun Liong menoleh dan tertarik melihat
sekelompok orang berkumpul di situ memandangi sesuatu yang ditempelkan di dinding.
"Apakah itu" Mari kita menengok sebentar," Kun Liong berkata. Keduanya lalu
menghampiri dan begitu melihat, mereka menjadi terkejut sekali. Kiranya yang
menempel di atas dinding adalah gambar mereka berdua! Di atas gambar itu tertulis
nama mereka yang disebut sebagai orang pelarian dan penjahat besar!
"Heiii, inilah mereka...!" Tiba-tiba seorang di antara mereka yang memandangi gambar
itu berteriak. Kun Liong mendongkol sekali. Orang itu bermata juling. Mengapa justeru
orang yang matanya juling malah yang pertama-tama mempergoki mereka" Karena
maklum bahwa tentu akan terjadi keributan dan mercka tentu akan dikeroyok, Kun Liong
cepat memegang tangan Hong Ing dan ditariknya dara itu untuk melarikan diri
meninggalkan kota Guan-tin.
"Kejar...!"
"Tangkap...!"
Orang-orang yang mengharapkan hadiah dari pembesar setempat itu segera melakukan
pengejaran, namun tentu saja tidak ada yang mampu menyusul larinya kedua orang
yang memiliki kepandaian tinggi itu. Setelah jauh meninggalkan kota itu dan tidak ada
lagi yang mengejar, barulah Kun Liong dan Hong Ing berhenti di tepi jalan yang sunyi.
"Gila benar pangeran itu," Kun Liong bersungut-sungut. "Kiranya rombongan tentara
berkuda itu adalah utusannya untuk menyebar gambar kita. Dengan begini kita secara
resmi telah menjadi pemberontak dan orang buruan pemerintah. Amat berbahaya
memasuki kota-kota besar, terutama kota raja!"
"Habis bagaimana kita dapat mencari sebuah kuil Kwan-im-bio?" Hong Ing bertanya.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
548 "Tak mungkin mencari di kota. Andaikata bisa mendapatkan di kota, kiranya ketua kuil
tidak akan berani menerimamu, Hong Ing. Tidak ada jalan lain, kita harus mencari
sebuah kuil yang berada jauh dari kota ramai. Akan tetapi di mana ada kuil seperti itu,
aku sendiri tidak tahu. Biarlah kita mencari perlahan-lahan, akhirnya kita tentu akan
mendapatkannya juga."
Hong Ing menarik napas panjang. "Sudahlah, Kun Liong. Mengapa kau repot-repot
karena aku" Kaulanjutkanlah perjalananmu, biar aku sendiri yang akan mencari kuil..."
"Hemmm, ke mana kau hendak mencari" Di mana-mana tertempel gambarmu..."
"Dan juga gambarmu. Karena itu, sebaiknya kalau kau meninggalkan aku sehingga
andaikata tertangkap, hanya aku yang tertangkap, akan tetapi engkau tidak."
"Hong Ing, kaukira aku orang macam apa?"
"Engkau adalah seorang yang berilmu tinggi, Kun Liong. Maafkan aku, baru sekarang aku
mengetahui. Sungguh aku bodoh sekali. Kiranya engkau amat lihai, bahkan memiliki Thi-
khi-i-beng!"
"Bukan begitu maksudku. Kaukira aku orang yang begitu pengecut untuk meninggalkan
engkau begitu saja" Tidak, sebelum engkau mendapatkan tempat yang baik, sebelum
aku yakin benar bahwa engkau telah aman, aku tidak akan meninggalkan kau."
Hong Ing menunduk. "Sudah terlalu banyak aku menyusahkanmu, Kun Liong. Engkau
membikin aku tidak enak hati saja. Sudah cukup aku berhutang budi kepadamu, biarlah
aku mencari sendiri kuil Kwan-im-bio."
Kun Liong memandang dengan sinar mata tajam, akan tetapi gadis itu tetap menunduk.
"Hong Ing, ingin benarkah kau kutinggalkan" Apakah aku sudah terlalu memuakkan
hatimu?" Hong Ing mengangkat mukanya, muka yang berubah pucat dan kepalanya digelengkan
cepat-cepat. "Bukan begitu, Kun Liong..."
"Kalau tidak begitu, sudahlah. Hal itu tidak perlu kita persoalkan lagi. Mari kita
melanjutkan perjalanan. Kita harus berhati-hati, tidak boleh melalui jalan besar, tidak
boleh memasuki kota dan terutama sekali jangan mendekati kota raja."
"Habis, ke mana kita harus pergi?"
"Ketika aku membantu Cia Keng Hong Supek..."
"Aihh, jadi pendekar sakti itu supekmu" Kau tidak pernah menceritakan riwayatmu
kepadaku. Pantas saja engkau lihai bukan main. Aku seperti buta..."
"Hushhh, jangan terlalu memuji. Biar lain kali aku menceritakan riwayatku yang tidak
lebih baik daripada riwayatmu, Hong Ing. Ketika aku membantu Supek menyelidiki
tentang bokor pusaka yang diperebutKan, aku lewat pantai Teluk Pohai dan di tempat
sunyi itu, dalam sebuah hutan, aku melihat sebuah kuil tua Kwan-im-bio. Marilah kita
pergi ke sana, Hong Ing."
Akan tetapi wajah nikouw muda itu tidak membayangkan kegembiraan hati mendengar
ini, bahkan dia hanya berkata lesu. "Terserah kepadamu, Kun Liong. Marilah!"
Maka berangkatlah kedua orang itu melanjutkan perjalanan menuju ke pantai Teluk
Pohai. Mereka memilih jalan yang sunyi, bahkan kadang-kadang terpaksa bersembunyi
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
549 di siang hari kalau melalui jalan yang ramai dan melanjutkan perjalanan di waktu malam.
Perjalanan itu menjadi lama dan sukar sekali namun anehnya bagi kedua orang muda
itu, keanehan yang tidak terasa lagi oleh mereka bahwa perjalanan yang jauh, lama,
sukar, dan berbahaya itu sama sekali tidak terasa berat oleh mereka! Ada pula keanehan
pada sikap Kun Liong dan hal ini pun sama sekali tidak dirasakan dan diketahui oleh
pemuda itu sendiri, yaitu bahwa terhadap Hong Ing dia tidak pernah memperlihatkan
sikapnya seperti yang sudah-sudah kalau menghadapi wanita. Dia tidak pernah
menggoda! Bahkan sebaliknya, dia bersikap sopan dan bersungguh-sungguh.
Dengan wajah berseri-seri Giok Keng berlari memasuki hutan itu. Hatinya riang gembira
biarpun kadang-kadang alisnya berkerut kalau dia teringat akan ayahnya. Kun Liong
telah dengan suka rela membatalkan ikatan jodoh itu! Betapa baiknya pemuda gundul
itu! Dan betapa tampan dan gagahnya Liong Bu Kong! Dia harus cepat pulang dan harus
berterus terang. Jantungnya berdebar penuh rasa takut kalau dia membayangkan
bagaimana ayahnya tentu akan marah sekali. Tidak, dia tidak akan bicara dengan
ayahnya. Dia akan memberi tahu kepada ibunya bahwa dia tidek mencinta Kun Liong dan
bahwa dia hanya mau menikah dengan pemuda yang menjadi pilihan hatinya, yaitu
Liong Bu Kong! Membayangkan wajah pemuda itu yang tampan dan gagah, pemuda
yang tidak mentah seperti Kun Liong, melainkan seorang laki-laki yang bersikap jantan,
yang jelas menunjukkan cintanya dengan membiarkan dirinya diserang, menghadapi
kematian di tangannya dengan senyum di bibir, jantungnya berdebar penuh kemesraan.
Tetapi, ayah dan ibunya tentu akan menolak pemuda itu. Putera Kwi-eng Niocu, datuk
golongan hitam! Giok Keng menahan langkah kakinya dan mengerutkan alisnya. Tidak,
biar ibunya jahat, belum tentu puteranya jahat. Buktinya, Liong Bu Kong amat baik!
"Nona Cia tunggu..."
Giok Keng cepat menoleh dan jantungnya berdenyut keras. Tentu saja dia segera dapat
mengenal bentuk tubuh tinggi tegap itu. Orang yang selama ini dibayangkannya. Liong
Bu Kong! Pemuda itu dengan berlari cepat seperti terbang menghampiri dan segera
menjura di depan Giok Keng.
"Aihh, susah payah aku mencarimu, Nona, mengapa kau meninggalkan aku sebelum kita
bicara?" Giok Keng memandang wajah yang kusut itu, dan memandang pundak yang terluka.
Saputangannya masih membalut pundak itu. "Kau... bagaimana lukamu...?" tanyanya
dengan suara gemetar.
Bu Kong melirik ke arah pundaknya. "Ah, urusan kecil. Aku sudah lupa sama sekali akan
pundakku sungguhpun saputangan itu selalu menjadi pelipur laraku. Aku lupa makan,
lupa tidur dan lupa segala, Nona, bingung mengejar dan mencari-carimu. Sungguh aku
berterima kasih kepada Thian bahwa aku dituntun memasuki hutan ini dan dapat
berjumpa denganmu."
Jantung Giok Keng makin berdebar kencang dan mukanya menjadi merah sekali.
Sejenak dia menundukkan muka, lalu memaksa diri mengangkat muka memandang.
Mereka saling berpandangan dan seolah-olah ada getaran luar biasa lewat mata itu
memasuki dada Giok Keng, membuat dara itu menggigil dan memaksa mulutnya
bertanya, "Mengapa kau mencari aku" Ada urusan apa?"
Tiba-tiba Liong Bu Kong menjatuhkan dirinya berlutut. Melihat ini, Giok Keng lalu
membalikkan tubuh, membelakangi pemuda yang berlutut itu sambil berkata lagi.


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bicaralah! Tidak perlu berlutut!"
"Kau berjanjilah takkan marah kepadaku, Nona. Baru aku mau berdiri!" kata Bu Kong
yang masih terus berlutut.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
550 "Hemm, baiklah. Berdirilah, aku tidak mau bicara kalau kau berlutut seperti itu."
Bu Kong bangkit berdiri dan meloncat ke depan dara itu sambil menjura, "Terima kasih.
Aku tahu di dunia ini tidak ada seorang pun wanita yang sehebat dan semulia hatinya
seperti engkau, Nona. Ketika kau pergi meninggalkan aku dan mengatakan bahwa
engkau telah bertunangan dengan orang lain, hampir aku membunuh diri. Akan tetapi
aku tidak puas sebelum bertemu denganmu. Aku minta kepadamu, Nona. Aku cinta
padamu dengan seluruh jiwa ragaku, semenjak kita saling bertemu di Cin-ling-san
dahulu itu. Dan aku yakin... maafkan aku, aku yakin bahwa nona pun setidaknya merasa
kasihan kepadaku. Karena itu, sebelum aku mengambil keputusan membunuh diri... aku
mohon kepadamu, Nona, jangan bersikap kepalang tanggung. Aku cinta kepadamu
dan... kasihanilah aku, Nona. Melihat sikap Nona kemarin... aku percaya bahwa hati
Nona masih bebas, sungguhpun nona telah ditunangkan dengan orang lain. Kasihanilah
aku dan sudikah engkau membalas cintaku yang murni...?"
Muka Giok Keng menjadi makin merah. Dia adalah seorang dara yang selamanya belum
pernah mengenal cinta seorang pria, apalagi mendengar bujuk rayu yang demikian
indah. Dia merasa seolah-olah dirinya diangkat sampai ke angkasa!
"Tapi... tapi aku sudah bertunangan..." dia berusaha menjawab.
"Nona Cia Giok Keng... pertunangan bisa saja dibatalkan... ah, mengapa engkau akan
menyiksa diri dengan berjodoh dengan seorang laki-laki yang tidak kaucinta" Engkau
akan hidup merana dan aku akan membunuh diri sekarang juga di depan kakimu..." Bu
Kong mencabut pedangnya.
"Jangan...!" Giok Keng berteriak kaget dan merampas pedang itu, melempar pedang itu
dengan sikap jijik ke atas tanah.
Bu Kong kini memegang kedua tangan Giok Keng. Dara ini membuang muka dan
menahan keluarnya air matanya, namun tetap saja ada dua butir air mata bertitik turun.
"Giok Keng... Moi-moi... engkau kasihanilah aku. Marilah kita hidup berdua, penuh
bahagia... aku cinta padamu dan aku bersumpah bahwa sampai mati aku akan tetap
cinta padamu..."
"Tapi... tapi..."
"Aku siap berkorban nyawa demi cintaku, Moi-moi..."
Giok Keng menarik kedua tangannya dan memandang tajam, "Benarkah?"
"Tentu saja! Bukankah aku telah suka mati daripada gagal menghadapi cintaku
kepadamu."
"Bukan itu maksudku, akan tetapi... ah, bagaimana aku berani menghadapi ayahku?"
Giok Keng memandang wajah pemuda itu, memandang tajam seperti hendak menjenguk
isi hatinya, kemudian berkata, "Liong Bu Kong, benarkah engkau cinta padaku?" Dara
yang memiliki keberanian luar biasa itu kini sudah dapat menguasai ketegangan hatinya
dan bertanya dengan sejujurnya.
"Tentu saja, aku bersumpah...!"
"Aku tidak membutuhkan sumpah. Aku membutuhkan bukti dan kenyataan. Kalau
engkau benar mencinta, tentu kau akan berani membelaku sampai mati. Beranikah
kau?" Giok Keng teringat akan cerita tentang Souw Li Hwa dan Yuan de Gama, yang
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
551 dipuji-puji oleh ayahnya, teringat akan cinta kasih di antara mereka yang begitu
mendalam sehingga keduanya rela menghadapi maut sambil saling berpelukan di atas
kapal yang terbakar dan hampir tenggelam! Cerita ini berkesan dalam sekali di hatinya,
membuatnya romantis dan dia ingin melihat bahwa cinta kasih di hati pemuda ini
terhadapnya tidak kalah besarnya!
"Tentu saja aku berani, Moi-moi!" jawab Liong Bu Kong dengen wajah berseri karena
merasa bahwa dara ini agaknya akan suka membalas cintanya.
"Nah, kalau begitu mari kau ikut bersamaku menghadap kepada ayah ibuku dan kau
menceritakan kepada mereka terus terang tentang cintamu dan tentang pembatalan
ikatan jodohku dengan tunanganku."
Wajah yang berseri itu menjadi pucat. Bu Kong menjilat-jilat bibirnya yang mendadak
menjadi kering itu. "Wah, ini... ini... mana aku berani?"
Giok Keng melompat mundur dan sikapnya menjadi marah sekali. "Huh! Dan kaulbilang
mencintaku, berani membelaku sampai mati" Baru sebegitu saja sudah takut dan
mundur!" Bu Kong meloncat mendekati. "Aku berani! Maafkan, Moi-moi, aku tadi meragu bukan
karena takut mati, melainkan aku merasa ragu-ragu untuk bersikap seperti itu dan
membikin marah serta duka hati ayah bundamu. Tentu saja, sebagai ayah bundamu,
mereka itu kujunjung tinggi dan kuhormati seperti orang tua sendiri. Baiklah, aku
menerima permintaanmu ini!"
Giok Keng tersenyum manis sekali, matanya mengerling tajam dan hatinya penuh
kegembiraan. Biarpun dia dan Bu Kong akan dibunuh ayahnya, dia rela karena bukankah
ini membuktikan bahwa cinta kasih mereka amat murni dan besar, tidak kalah besar oleh
cinta kasih yang dibuktikan oleh Souw Li Hwa dan Yuan de Gama yang amat dikagumi
ayah bundanya itu"
"Kalau begitu, aku baru percaya. Marilah kita berangkat sekarang juga ke Cin-ling-san...
Koko...!" Hampir saja Bu Kong bersorak girang mendengar dara yang membuatnya tergila-gila itu
menyebutnya koko (kakanda), maka dia lalu merangkul dan mencium bibir dara itu
dengan mulutnya.
Giok Keng terkejut, hampir menjerit sehingga mulutnya setengah terbuka, lalu dia
memejamkan matanya dan sejenak dia menyerah sepenuh hatinya. Akan tetapi tidak
lama dia tenggelam dalam nikmat berahi ini, dia sudah meronta dan melepaskan diri dari
pagutan ketat pemuda itu, melepaskan diri dari peluk cium yang membuatnya hampir
pingsan karena nikmat. Dengan dada turun naik, terengah-engah, wajah sebentar pucat
sebentar merah, tubuh terasa panas dingin, dara itu yang sudah melompat mundur
memandang kekasihnya.
"Moi-moi... maafkan aku... aku..." Bu Kong berkata dengan suara terputus-putus karena
dia khawatir sekali bahwa perbuatannya yang terdorong kegembiraan hati itu akan
membikin marah dara yang dicintanya.
Giok Keng menggelengkan kepalanya dan berkata halus, "Aku tidak marah, Koko,
hanya... kuminta dengan sangat, janganlah engkau menyentuhku lagi... kita harus dapat
menjaga diri, menekan hati, kelak kalau aku sudah menjadi milikmu secara resmi, sudah
menikah..." Giok Keng menunduk dan tersenyum malu-malu.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
552 Bu Kong hampir saja tidak kuat lagi untuk tidak memeluk tubuh itu sekuatnya dan
menciumi bibir itu. Akan tetapi dia maklum bahwa perbuatannya itu tentu akan
menimbulkan kemarahan kekasihnya, maka dia melangkah maju dan hanya memegang
tangan Giok Keng. Sepuluh jari tangan yang semua mengeluarkan getaran dari lubuk
hati masing-masing itu saling mencengkeram dan saling membelai. Tidak ada kata-kata
keluar dari mulut mereka sampai beberapa lama, karena getaran jari-jari tangan itu
sudah mengandung seribu satu kata-kata indah. Akhirnya Bu Kong berkata, "Aku
mengerti, Moi-moi. Maafkan aku. Akan tetapi jangan kita langsung pergi ke Cin-ling-san.
Mari kau ikut aku pergi mengambil pusaka Siauw-lim-pai."
"Aku dulu mendengar bahwa... engkau mencuri pusaka-pusaka itu dari Siauw-lim-pai.
Benarkah, Koko?"
Wajah pemuda itu menjadi merah sekali. Dia menghela napas dan berkata, "Tak perlu
aku membohongimu, Moi-moi. Memang benar demikian. Aku dahulu mencuri pusaka-
pusaka itu dari Siaw-lim-pai karena perintah mendiang ibuku. Aku masih amat muda dan
berdarah panas. Aku ingin memperlihatkan kepandaian, karena kabarnya Siauw-lim-si
dijaga keras sekali dan amat ketat sehingga kalau aku berhasil mengambil beberapa
buah pusakanya, tentu akan menggemparkan dunia kang-ouw. Akan tetapi yang
menghendaki pusaka itu adalah ibuku. Sekarang Ibu telah meninggal dunia, dan biarpun
aku merupakan keturunan seorang datuk kaum sesat, namun aku ingin hidup baru, Moi-
moi. Apalagi setelah bertemu denganmu, keputusanku sudah bulat bahwa aku tidak mau
lagi berkecimpung di dalam golongan kaum sesat. Bahkan aku akan menentang mereka.
Untuk membuktikan ini, pertama yang kukerjakan adalah mengembalikan pusaka-
pusaka itu ke Siauw-lim-pai."
Hati Giok Keng girang sekali. Dia menarik tangannya yang masih dipegang pemuda itu
dan berkata, "Bagus sekali kalau begitu, Koko. Marilah kita mengambil pusaka-pusaka itu
dan mengembalikannya ke Siauw-lim-si." Hatinya lega karena perbuatan ini tentu akan
menyenangkan hati ayah bundanya. Biarpun kekasihnya adalah putera Si Bayangan
Hantu, Ketua Kwi-eng-pai, akan tetapi dengan perbuatannya itu Bu Kong sudah
membuktikan bahwa dia hendak merobah hidupnya, melalui jalan benar dan menjadi
pendekar budiman.
Mereka lalu pergi ke sebuah pegunungan dekat Telaga Kwi-ouw yang kini sudah menjadi
tempat sunyi sekali semenjak Kwi-eng-pang diserbu oleh tentara pemerintah dan
dibasmi habis. Banyak yang tewas, ada yang tertawan dan ada pula beberapa orang
yang lolos dari penyerbuan itu. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Kwi-eng Niocu
Ang Hwi Nio tewas membunuh diri karena tidak mau terbunuh lawan, sedangkan kakek
tinggi besar brewok, Thian-ong Lo-mo yang memiliki kepandaian tinggi, dapat berhasil
meloloskan diri. Akan tetapi Bu Kong tidak tahu akan lolosnya kakek lihai ini, karena dia
hanya mendengar bahwa Kwi-eng-pang telah dibasmi habis dan ibunya telah tewas.
Maka dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati pemuda ini ketika dia bersama dengan
Giok Keng, tiba di depan sebuah guha di mana dia menyimpan pusaka-pusaka itu, tiba-
tiba muncul Thian-ong Lo-mo bersama lima orang anggauta Kwi-eng-pang yang berhasil
meloloskan diri! Dia merasa terheran-heran. Tentu saja bukan hal mengherankan jika
kakek itu berada di guha tempat penyimpanan pusaka karena memang yang mengetahui
akan tempat itu hanya dia, ibunya, dan kakek sekutu ibunya ini. Yang mengherankan
hatinya adalah melihat kakek ini dapat lolos dan masih hidup! Melihat sikap kakek
brewok itu seperti orang marah, demikian pula lima orang bekas anak buah ibunya itu
bersikap memusuhinya, Bu Kong segera berkata sambil tertawa, "Aihhh, kiranya
Locianpwe masih dapat menyelamatkan diri."
"Bocah durhaka! Pengkhianat pengecut!" Thian-ong Lo-mo yang sudah marah sekali itu
menerjang maju, menyerang Liong Bu Kong dengan senjatanya yang dahsyat, yaitu
sabuk rantai yang bergigi seperti gergaji.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
553 "Cringgg! Trangggg...!" Bunga api berpijar menyilaukan mata ketika senjata itu
tertangkis oleh dua batang pedang di tangan Bu Kong dan Giok Keng. Kakek itu terkejut
bukan main karena tangannya tergetar hebat. Maklumlah dia bahwa dara cantik jelita itu
memiliki tenaga dan kepandaian yang hebat pula, maka dia lalu memutar senjatanya
dengan ganas sambil mengeluarkan seluruh tenaga dan kepandaiannya. Memang tanpa
disangka-sangkanya kakek ini bertemu dengan dua orang muda yang amat tangguh.
Kalau hanya Bu Kong seorang diri yang melawannya, biarpun pemuda ini juga memiliki
kepandaian tinggi dan tidaklah mudah untuk merobohkannya, namun agaknya pemuda
ini tidak akan mampu menang melawan kakek yang lihai itu. Demikian pula, biarpun
sebagai puteri Pendekar Sakti Cia Keng Hong, dan telah memiliki tingkat ilmu kepandaian
tinggi, agaknya Giok Keng juga tidak akan mudah dapat mengalahkan Thian-ong Lo-mo.
Akan tetapi kini kedua orang muda yang saling mencinta itu maju berdua! Selain
kelihaian ilmu silat mereka, juga keduanya memegang pedang pusaka yang ampuh.
Giok Keng bersenjata Gin-hwa-kiam (Pedang Banga Perak) yang berubah menjadi sinar
putih bergulung-gulung, sedangkan Liong Bu Kong memegang pedang Lui-kong-kiam
yang mengeluarkan sinar berkilat-kilat.
Baiknya Thian-ong Lo-mo dibantu oleh lima orang anak buah Kwi-eng-pang maka
pertandingan berlangsung dengan amat serunya. Sabuk rantai gergaji di tangan Thian-
ong Lo-mo menyambar-nyambar dahsyat, bagaikan seekor ular hitam bermain-main di
antara dua gulungan sinar pedang dan berkali-kali terdengar suara nyaring ketika tiga
senjata bertemu dan tampak bunga api berpijar-pijar menyilaukan mata. Lima orang
bekas anggauta Kwi-eng-pang hanya membantu dari luar dengan senjata mereka.
Pertandingan antara tiga orang itu terlatu hebat dan berbahaya bagi mereka sehingga
mereka itu hanya membantu untuk mengacaukan perhatian kedua orang muda itu.
"Cringg... trekkk!" Ujung senjata rantai itu membelit pedang Giok Keng yang menjadi
kaget bukan main. Selagi dia bersitegang hendak membetot pedangnya, Bu Kong
berteriak nyaring dan pedangnya menyerang kakek itu dengan tusukan ke arah
lehernya. Namun Thian-ong Lo-mo benar-benar hebat. Tangan kirinya bergerak dan
ujung lengan baju kirinya yang lebar panjang itu merupakan senjata istimewa menangkis
tusukan pedang Bu Kong.
"Plakk! Bretttt... dess!" Bu Kong mengeluh dan terhuyung ke belakang. Pedangnya telah
tertangkis ujung lengan baju dan biarpun pedangnya berhasil merobek ujung lengan baju
lawan, namun tangan kakek itu masih dilanjutkan dengan tamparan keras yang
mengenai pundaknya dan membuat tubuhnya terhuyung ke balakang dan tergetar
hebat. "Ha-ha-ha..." Kakek itu tertawa dan kini menggunakan tangan kirinya yang ampuh itu
mencengkeram ke depan, ke arah kepala Giok Keng!
"Wuuuttt.. plak-plak-plak!"
"Aughhh...!" Thian-ong Lo-mo terhuyung ke belakang dan hampir roboh. Rantai gergaji
yang tadi membelit pedang terlepas karena tubuhnya tergetar oleh tiga kali tamparan
sabuk merah muda yang dipegang oleh tangan kiri Giok Keng. Dara ini ketika tadi
melihat pedangnya terbelit dan Bu Kong tertampar, cepat melolos sabuk sutera merah
muda yang merupakan senjata ke dua yang ampuh, dengan cepat dia menggunakan
sabuk itu mendahului tangan lawan yang mencengkeram kepalanya. Tepat sekali ujung
sabuknya menotok tiga jalan darah di tubuh lawan, jalan darah yang mematikan. Akan
tetapi betapa kaget dan herannya ketika ia melihat bahwa lawan yang tertotok tepat itu
hanya terhuyung saja dan tidak mati!
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
554 Kiranya kakek brewok itu selain lihai ilmu silatnya dan amat kuat tenaga sin-kangnya,
juga merupakan ahli I-kiong-hoan-hiat (Ilmu Memindahkan Jalan Darah) sehingga
biarpun kelihatan dia tertotok tepat, namun sesungguhnya totokan itu tidak mengenai
jalan darah kematian dan hanya membuat dia menggigil dan terhuyung saja. Sama
sekali dia tidak mati, bahkan sebaliknya, dengan kemarahan meluap-luap karena
penasaran dan malu, dia sudah menubruk ke arah Giok Keng sambil mengeluarkan
lengking dahsyat dari tenaga khi-kangnya. Matanya yang lebar itu terbelalak merah,
lengking suaranya membuat lima orang bekas anggauta Kwi-eng-pang terhuyung ke
belakang dengan muka pucat.
Melihat lawan yang menyerang dahsyat dengan rantai gergaji dan tangan kiri dibentuk
seperti cakar garuda, Giok Keng cepat menggerakkan pedang dan sabuk suteranya.
"Cringgg... plakkk!" Pedang dan rantai bertemu di udara, sabuk sutera melibat lengan
kiri kakek lihai itu, akan tetapi dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati Giok Keng
ketika lengan kiri lawan itu masih mampu bergerak terus ke depan melanjutkan
serangannya, menyambar ke arah lehernya seolah-olah cakar setan yang hendak
mencekiknya. Dia cepat miringkan tubuhnya dan mengangkat kakinya menendang.
"Brettt... plakkk!"
Baju di pundak Giok Keng terobek oleh cakar itu dan kulit pundaknya lecet berdarah.
Akan tetapi tendangannya membuat lawan terpental ke belakang. Ketika dara ini bersiap
kembali setelah mendapat kenyataan bahwa luka di pundaknya tidak berbahaya,
ternyata kakek itu telah diserang hebat oleh Bu Kong. Maka dengan marah Giok Keng
lalu menyerbu pula membantu pemuda itu dan kembali terjadi pertandingan dahsyat
antara tiga orang itu. Tubuh mereka tidak kelihatan lagi, terbungkus oleh gulungan sinar
senjata mereka. Karena cepatnya gerakan mereka bertiga, lima orang bekas anggauta
Kwi-eng-pang tidak ada yang berani mendekat apalagi membantu. Suara khi-kang hebat
dari kakek itu tadi masih membuat jantung mereka terguncang.
Setelah Giok Keng menambah pedangnya dengan sabuk sutera merah muda, dan kedua
orang muda itu melakukan pengeroyokan dengan pengerahan seluruh limu kepandaian
dan tenaga mereka, lambat laun kakek itu merasa terdesak juga. Seratus jurus telah
lewat dan dia sama sekali tidak mampu menjatuhkan seorang pun di antara dua orang
pengeroyoknya yang masih muda! Napasnya mulai memburu dan biarpun merasa amat
penasaran, Thian-ong Lo-mo harus mengakui bahwa kalau dilanjutkannya juga
pertempuran itu, akhirnya dia akan terancam bahaya maut.
Tiba-tiba kakek itu mengeluarkan pekik dahsyat sekali, senjata rantainya menyambar ke
depan menjadi sinar memanjang. Dua orang muda itu terkejut dan cepat menangkis.
"Tranggg... cringgg...!"
Akan tetapi tangan kiri kakek itu mendorong ke depan dan angin dahsyat menyerang
kedua orang lawannya. Ternyata dia telah menggunakan pukulan jarak jauh yang
mengandung tenaga sin-kang sekuat-kuatnya. Inilah serangan terakhir kakek itu yang
sudah menguras habis ilmu kepandaiannya.
"Wuuuutttt...!"
Giok Keng dan Bu Kong makin kaget, cepat mereka melempar ke belakang, dan
bergulingan untuk menghindarkan diri dari serangan dahsyat itu. Ketika keduanya telah
meloncat bangun, ternyata lawan mereka telah lenyap dari situ.
Kiranya Thian-ong Lo-mo yang melihat serangan terakhir tadi tidak berhasil, lalu
melarikan diri dengan cepat sekali!
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
555 "Berhenti...!" Bu Kong menghardik dan lima orang bekas anggauta Kwi-eng-pang yang
mencoba untuk melarikan diri itu tiba-tiba berhenti dan membalikkan tubuh dengan
muka pucat. "Ke sini kalian!" Bu Kong membentak lagi dan seperti lima ekor anjing yang ketakutan,
lima orang itu menghampiri Bu Kong, kemudian menjatuhkan diri berlutut di depan


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemuda itu. "Ampun... Kongcu...!" Mereka mengeluh ketakutan.
Bu Kong tersenyum mengejek, "Di mana pusaka-pusaka itu?" bentaknya.
"Di... di dalam, Kongcu..."
"Hayo kalian ambil dan keluarkan semua!"
Seperti dikomando lima orang itu tergesa-gesa lari memasuki guha dan tak lama
kemudian mereka keluar membawa sebuah buntalan besar. Bu Kong menerima buntalan
itu, memeriksa isinya. Ternyata masib lengkap. Dua buah pusaka, yaitu sebatang pedang
dan sebuah hiolouw (tempat abu hio) dari Siauw-lim-pai, dan banyak barang perhiasan
emas permata yang mahal, juga potongan emas dan perak!
Tiba-tiba pemuda itu menggerakkan tangan kanannya, tampak sinar berkilat menyambar
lima kali dan... tubuh lima orang itu tergelimpang roboh dengan leher hampir putus.
Tubuh mereka berkelojotan sebentar dan tewas seketika!
"Ahh, mengapa membunuh mereka?" Giok Keng bergidik ngeri. Dia adalah seorang
pendekar wanita muda yang sudah biasa menyaksikan pembunuhan, akan tetapi hal itu
terjadi dalam pertempuran. Belum pernah dia menyaksikan pembunuhan yang dilakukan
dengan tangan dingin sehingga mengerikan hatinya.
"Mereka adalah orang-orang jahat, dan aku sudah bersumpah untuk menentang orang
jahat, bukan" Moi-moi..." Bu Kong berkata melihat kekasihnya mengerutkan alisnya,
"Kalau tidak dibunuh, tentu mereka itu akan mendatangkan keributan saja di kemudian
hari, dan dengan membunuh mereka berarti kita telah membebaskan rakyat dari
ancaman kejahatan mereka, bukan?"
Giok Keng mengangguk-angguk. Tak dapat dibantah ucapan pemuda itu, maka dengan
menarik napas panjang dibenarkannya ucapan itu dengan anggukan kepala, mengambil
kesimpulan bahwa hatinya sendirilah yang lemah.
Dari tempat itu, kedua orang muda ini lalu melanjutkan perjalanan menuju ke Siauw-lim-
si untuk mengembalikan dua buah benda pusaka Siauw-lim-pai yang dicuri oleh Bu Kong
kurang lebih enam tahun yang lalu. Di sepanjang perjalanan, kedua orang ini tampak
rukun sekali, penuh kasih sayang, penuh kegembiraan dan seperti sepasang pengantin
baru saja. Namun Giok Keng tetap bersikeras tidak membolehkan kekasihnya
menjamahnya, dan dengan hati kecewa sekali Bu Kong terpaksa menahan nafsunya,
tidak berani merayu kekasihnya sebelum mereka menikah karena dia maklum betapa
kerasnya hati dara itu sehingga besar kemungkinannya cinta kasih dara itu akan berubah
menjadi kebencian hebat, kalau dia melanggar janji dan larangan. Betapapun juga,
hatinya sudah merasa puas dan lega menyaksikan sikap Giok Keng yang mencintanya,
cinta yang juga bersifat keras seperti watak dara itu, cinta yang akan dibelanya dengan
nyawa! Kita tinggalkan dulu Giok Keng dan Bu Kong yang melakukan perjalanan menuju ke
Siauw-lim-si itu, dan marilah
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
556 kita kembali mengikuti perjalanan Yap Kun Liong dan Pek Hong Ing, nikouw muda itu.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, Kun Liong dan Hong Ing yang terpaksa
menentang kehendak Pangeran Han Wi Ong, dicap sebagai pemberontak dan orang-
orang buruan. Gambar mereka ditempel di mana-mana sehingga mereka terpaksa
melakukan perjalanan dengan sembunyi-sembunyi, melalui jalan-jalan sunyi, keluar
masuk hutan dan naik turun gunung dalam perjalanan yang amat sukar. Karena dia
bertekat menolong Hong Ing agar tidak sampai tertangkap oleh orang-orang yang
menghendaki dara itu menjadi istri Pangeran Han Wi Ong, maka Kun Liong mengajak
nikouw muda itu menuju ke timur, ke arah Teluk Pohai. Dahulu ketika dia membantu
supeknya, Pendekar Sakti Cia Keng Hong, dan menyusul Cia Giok Keng ke Pulau Ular, dia
lewat hutan di dekat Pantai Pohai yang sunyi dan melihat sebuah kuil di sana. Kuil Kwan-
im-bio! Kuil itulah yang kini menjadi tujuan perjalanan mereka, Hong Ing harus bersembunyi dan
menjadi nikouw di sebuah kuil
yang sunyi, baru akan selamat dara itu!
Mereka melakukan perjalanan di sepanjang tepi Sungai Huang-ho. Sebenarnya, kalau
mereka bukan menjadi orang-orang
buruan pemerintah, perjalanan itu akan dapat dipermudah dengan menggunakan perahu
mengikuti aliran air sungai. Akan tetapi mereka tidak berani mengambil jalan air, dan
menyusuri tepi sungai sambil bersembunyi-sembunyi, memilih bagian-bagian yang sunyi.
Pada suatu pagi mereka beristirahat di tepi sungai yang merupakan hutan sunyi senyap.
Semalam suntuk mereka melakukan perjalanan karena mereka melalui daerah ramai.
Dan pagi hari ini, setelah tiba di hutan yang sepi, mereka duduk di bawah pohong
beristirahat. Hong Ing memanggang daging ikan yang mereka tangkap di sungai,
kemudian mereka berdua makan daging ikan panggang dan minum air dari sumber yang
cukup jernih. Sambil duduk bersandar pohon memberi kesempatan kepada tubuh yang
lelah untuk beristirahat, Hong Ing berkata. "Kun Liong, kau tentu lelah sekali..."
Kun Liong duduk di atas rumput dan bersandar pada sebongkah batu besar. Dia menoleh
dan memandang wajah nikouw muda yang manis itu, lalu tersenyum. "Tidak lebih lelah
daripadamu, Hong Ing."
"Lain lagi dengan aku, Kun Liong. Aku memang perlu untuk pergi mencari tempat
persembunyian. Akan tetapi engkau
melakukan semua ini demi aku."
"Hemm..." Kun Liong tidak menjawab dan kini dia menundukkan kepalanya.
"Mengapa, Kun Liong" Mengapa kau melakukan semua jerih payah ini untukku?"
Kun Liong mengangkat mukanya.
"Hong Ing, entah sudah berapa kali engkau menanyakan hal ini kepadaku" Mengapa"
Mengapa aku melakukan semua ini" Tentu saja kulakukan karena engkau adalah seorang
sahabatku yang baik, bukan" Andaikata tidak demikian sekalipun, andaikata engkau
seorang lain, dan bukan sahabat baikku, tentu akan kulakukan juga. Menolong orang
yang membutuhkan pertolongan merupakan perbuatan yang lumrah dan sudah
semestinya, bukan?"
"Karena engkau seorang yang berbudi mulia, Kun Liong."
"Hemmm..."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
557 Hening sejenak. Kemudian terdengar lagi suara Hong Ing dan betapa heran rasa hati Kun
Liong mendengar suara yang sumbang dan berada kecewa itu, "Jadi engkau menolongku
bukan karena akulah orang itu?"
Karena tidak mengerti, Kun Liong mengangkat muka memandang. "Apa maksudmu?"
Hong Ing menjadi merah mukanya dan menggeleng kepala. "Sudahlah, aku hanya
bermaksud menagih janjimu tempo hari bahwa engkau akan menceritakan riwayat
hidupmu. Aku ingin sekali mengetahui setelah mendengar bahwa Pendekar Sakti Cia
Keng Hong adalah supekmu. Ceritakanlah, Kun Liong."
"Apa yang patut kuceritakan" Riwayatku amat buruk, lebib buruk daripada riwayatmu,
Hong Ing. Aku telah pergi meninggalkan rumahku sejak aku berusia sepuluh tahun. Aku
merantau dan setelah aku pulang, ternyata ayah bundaku telah tidak berada di rumah
kami." Dia menceritakan dengan singkat pengalaman hidupnya ketika dia meninggalkan
rumah sampai dia menjadi murid Bun Hwat Tosu selama lima tahun kemudian menjadi
murid Tiang Pek Hosiang selama lima tahun pula.
"Aihhh, kiranya engkau murid dua orang kakek sakti itu. Pantas kau hebat sekali! Dan ke
mana perginya ayah bundamu itu?" Hong Ing yang mendengar penuh kekaguman itu
bertanya. Kun Liong menarik napas panjang dan menunduk. "Mereka telah tewas..."
"Heii!...."
"Mereka tewas terbunuh oleh lima orang datuk sesat!" Kun Liong menuturkan betapa
kematian ayah bundanya itu dia ketahui dari Cia Keng Hong.
"Aku meninggalkan rumah ketika berusia sepuluh tahun dan tidak pernah berjumpa
dengan ayah ibuku! Mereka terbunuh oleh lima datuk itu..."
Hong Ing merasa terharu sekali melihat Kun Liong menggunakan punggung tangan
mengusap dua butir air matanya. "Keparat mereka! Kau harus balas mereka, Kun Liong.
Biar kubantu engkau! Mari kita cari mereka!"
Kun Liog mengangkat mukanya, memandang dan mencoba tersenyum. "Mereka berlima
telah tewas, Hong Ing. Lima orang pembunuh orang tuaku telah tewas semua dan
sekarang aku hanya ingin sekali menemukan adikku yang tak pernah kulihat semenjak
dia lahir."
"Adikmu...?"
Kun Liong mengangguk. "Ketika aku pergi, Ibu melahirkan seorang anak perempuan
yang diberi nama Yap In Hong. Ketika Ayah dan Ibu terbunuh, adikku itu berhasil
diselamatkan oleh seorang pelayan, dibawa pergi entah ke mana. Karena itu, setelah
engkau mendapatkan tempat yang aman, aku akan pergi mencari adikku itu, Hong Ing."
Dara itu mengangguk-anggukkan kepalanya yang gundul. "Kasihan sekali kau, Kun
Liong. Memang kau harus mencari adikmu itu. Akan tetapi setelah sekarang engkau
menjadi orang buruan karena aku, bagaimana engkau dapat melakukan perjalanan
dengan leluasa" Engkau akan ditangkap!"
"Tidak, Hong Ing. Aku sudah memikirkan hal itu dan sudah memperoleh jalan terbaik.
Aku akan minta bantuan Supek Cia Keng Hong yang mempunyai hubungan baik sekali
dengan para pejabat tinggi di kota raja dan dengan bantuannya tentu aku akan dapat
dibebaskan dan tidak menjadi orang buruan lagi. Juga aku akan memintakan
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
558 pengampunan bagimu. Selain itu, aku akan menanyakan tentang pusaka-pusaka milik
Siauw-lim-pai yang dahulu dicuri oleh pihak Kwi-eng-pang, apakah pusaka itu sudah
dikembalikan."
"Kau tidak usah repot-repot memikirkan nasibku, Kun Liong. Aku sudah akan merasa
lega dan gembira sekali kalau kau dapat terbebas dari himpitan ini yang menimpa dirimu
karena kau membela aku."
"Marilah kita lupakan kepahitan yang kita hadapi, Hong Ing. Kita berdua maklum bahwa
kita tidak mempunyai kesalahan dan semua ini adalah gara-gara Pangeran Han Wi Ong
yang tak tahu diri. Sekarang aku ingin sekali mendengar riwayatmu. Hong Ing, Siapakah
keluargamu" Dan bagaimana engkau bisa menjadi murid Go-bi Sin-kouw yang lihai dan
galak itu?"
Nikouw muda itu menghela napas dan mengerutkan alisnya, Kun Liong memandang
wajahnya dan pemuda itu kini diam-diam merasa makin kagum dan juga heran kepada
diri sendiri. Mengapa setiap kali memandang wajah dara gundul ini hatinya merasa
seperti dicengkeram sesuatu yang amat kuat, yang membuat dia merasa terharu sekali
dan ingin mencucurkan air mata"
"Aku sudah tidak ingat lagi, Kun Liong. Ketika itu aku baru berusia lima tahun dan
seingatku, di sampingku hanya ada ibuku yang cantik dan gagah perkasa. Kami berdua
berada di tanah pegunungan, kalau tidak salah dugaanku di Tibet. Entah apa yang
terjadi, aku sendiri tidak tahu sama sekali. Tiba-tiba Ibu dikeroyok banyak pendeta
berjubah merah, pendeta-pendeta Lama. Ibu menggendongku sambil melawan mati-
matian. Ibu berhasil melarikan diri akan tetapi terluka parah. Setelah bertahan sampai
belasan hari dan berada jauh sekali dari Tibet, Ibu roboh dan meninggal dunia..."
Hampir saja Kun Liong merangkul dan memeluk tubuh yang berguncang-guncan karena
tangisnya itu. Hong Ing menangis terisak-isak. Siapa takkah menangis kalau
membayangkan pengalamannya di waktu itu" Ibunya menggeletak dengan muka pucat,
dan dia, seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa, hanya menangis dan memanggil-
manggil nama ibunya.
"Ah, kasihan engkau, Hong Ing. Sudahlah, lupakan yang sudah dan jangan teruskan
ceritamu," Kun Liong menghibur.
Hong Ing menyuruti air matanya dengan ujung lengan baju. "Aku harus menceritakan
semua kepadamu, Kun Liong. Pada saat aku menangis menghadapi Ibu yang sudah
dalam sekarat, tiba-tiba muncul Go-bi Sin-kouw dan Lauw Kim In, Subo dan suciku itu.
Go-bi Sin-kouw berusaha menolong ibuku, namun sia-sia dan Ibu hanya dapat
menceritakan dengan napas terputus-putus kepada Go-bi Sin-kouw sebelum
menghembuskan napas terakhir. Begitulah, aku lalu dibawa pergi oleh Subo dan Suci."
"Apakah Go"bi Sin"kouw tidak menceritakan kepadamu tentang nama ibu dan ayahmu?"
"Tidak pernah. Subo tidak pernah mau mengaku, dan kalau aku bertanya, dia hanya
bilang bahwa Subo yang kini menjadi pengganti ayah bundaku. Aku tidak pernah
mengenal ayahku, dan tidak tahu pula mengapa Ibu dikeroyok oleh para pendeta Lama."
"Ssstt...!" Tiba"tiba tubuh Kun Liong mencelat ke belakang. Dia menyusup ke dalam
semak"semak, Ialu meloncat ke atas pohon tinggi, matanya memandang ke kanan kiri
mencari"cari. Kemudian dia melayang turun lagi ke depan Hong Ing yang sudah
meloncat berdiri dan memandangnya dengan heran.
"Ada apakah, Kun Liong?" tanyanya, kagum menyaksikan gerakan Kun Liong yang ringan
seperti burung terbang tadi.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
559 Kun Liong mengerutkan alisnya. "Entahlah, aku tadi seperti mendengar suara orang
menarik napas panjang dan terdengar suara kaki menginjak daun kering. Akan tetapi
kucari ke mana"mana tidak ada bayangan seorang pun manusia."
"Ah, agaknya suara binatang kecil di semak"semak," kata Honj Ing yang duduk kembali.
Kun Liong juga duduk di depannya.
"Hong Ing, riwayat kita sama"sama menyedihkan. Kita berdua adalah orang"orang muda
yang menderita sengsara sejak kecil."
"Menang begitulah agaknya, Kun Liong. Aku tidak pernah tahu apa itu yang disebut
bahagia. Tahukah engkau Kun Liong" Apakah bahagia itu?"
Kun Liong merenung, sepasang matanya memandang jauh, alisnya berkerut, kepala
gundulnya mengkilap tertimpa matahari pagi, lalu terdengar dia berkata lirih, seperti
kepada dirinya. "Bahagia" Apakah itu bahagia" Adakah keadaan yang disebut bahagia"
Ataukah itu hanya merupakan sebutan saja, merupakan bentukan khayal yang timbul
karena keinginan manusia terlepas dari kesengsaraan" Siapakah yang membayangkan
bahwa ada keadaan bahagia di dalam hidup" Tentu hanya orang"orang yang sengsara!
Orang"orang yang sengsara dan menderita menciptakan khayal yang berlawanan dan
berlainan daripada keadaan hidupnya sendiri, menciptakan khayalan keadaah hidup yang
sebaliknya dan yang disebutnya bahagia! Maka hanya orang"orang yang sengsara
sajalah, yang merasa bahwa dia tidak bahagia, yang merindukan kebahagiaan! Orang
yang tidak merasa menderita sengsara, apakah dia merasa adanya bahagia itu" Tentu
tidak, karena sekali dia bahagia, itu bukaniah kebahagiaan lagi namanya! Kebahagiaan
yang dirasakan berarti "kesenangan" dan sekali kesenangan dirasakan, maka
kesenangan akan membuatnya menjadi pecandu dan setiap kali dia akan selalu
mengejar kesenangan serupa untuk diulang kembali!"
Hong Ing memandang dengan mata terbelalak. Tak disangkanya pemuda gundul ini
dapat bicara seperti itu. Kata"katanya biasa saja, akan tetapi inti sarinya meresap ke
dalam sanubarinya, membuat dia seolah"olah dibangunkan dari mimpi dan melihat
kenyataan. "Kalau begitu, apakah bahagia itu, Kun Liong?" tanyanya lirih seolah"olah ada rasa
hormat tersembunyi dalam hatinya terhadap pemuda itu.
"Entahlah, mungkin itu hanya sebutan saja dan sebutan atau nama sebuah keadaan atau
benda bukanlah si keadaan atau si benda itu sendiri. Kalau dapat dituturkan dan
digambarkan, itu jelas bukanlah kebahagiaan namanya, melainkan kesenangan.
Kebahagiaan bukanlah benda mati, bukankah keadaan yang mati tak berubah lagi,
karena itu tidak mungkin digambarkan, tidak mungkin dicari dan dikejar. Maka itu,
kiranya tidak akan meleset jauh kalau kukatakan bahwa KEBAHAGIAAN HANYA
MENJENGUK ISI HATI MEREKA YANG TIDAK MEMBUTUHKAN KEBAHAGIAAN!"
Hong Ing melongo, tiba"tiba menangkap kedua tangannya dan berkata penuh hikmat,
"Omitohud...!"
Kun Liong baru sadar dan dia seperti ditarik kembali ke dunia lama. "Heiii! Apa"apaan
kau ini, seperti seorang nikouw tulen saja, pakai omitohud segala?"
Hong Ing menurunkan kedua tangannya, masih memandang kepada pemuda itu dengan
mata terbelalak dan agaknya dia pun baru saja sadar akan keadaan yang berbeda
dengan biasanya tadi. "Ah, Kun Liong, ketika kau bicara tadi... kau menjadi... lain!
Wajahmu penuh wibawa, tapi penuh kehalusan... membuat aku menjadi hormat dan
takut. Kau... kau aneh sekali. Dari mana kau memperoleh semua pelajaran tentang
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
560 hidup itu" Pelajaran yang begitu terbuka dan aneh, namun yang mau tak mau harus
kuakui kebenarannya itu?"
Sejenak Kun Liong tidak mampu menjawab, kemudian katanya ragu"ragu, "Entahlah,
Hong Ing. Mungkin juga dari kitab, tapi entah kitab apa yang pernah menyebutkan
semua itu tentang bahagia. Terlalu banyak aku membaca kitab yang hampir kesemuanya
menjanjikan kebahagiaan"kebahagiaan kosong. Lamunan khayal yang membuat orang
seperti boneka atau seperti dalam mimpi, tak pernah dapat melihat kenyataan hidup
seperti apa adanya."
"Hemm, kutu buku! Mempelajari segala hal dari buku, apa sih artinya" Hanya merupakan
pendapat orang lain belaka, pendapat para penulisnya, pengarangnya! Kalau si
pengarang bijaksana dan pandai, belum tentu kita ketularan kebijaksanaan dan
kepandaiannya, akan tetapi kalau si pengarang dungu, kita terseret ke dalam
kedunguannya!"
Kun Liong mengangguk"angguk. "Kau betul, ucapanmu tepat sekali, Hong Ing."
"Kau yang pandai bicara tentang kebahagiaan, apakah engkau pernah merasa bahagia,
Kun Liong?"
Kepala yang gundul itu tak bergerak sampai lama, kemudian dia menggeleng ragu.
"Kalau kuingat"ingat, aku hanya terlalu sering merindukan kebahagiaan. Kalau aku
sedang sakit terbayang olehku betapa bahagianya kalau sehat, padahal kalau sehat tidak
terasa lagi kebahagiaan dari kesehatan itu. Bagi orang lapar, kebahagiaan adalah kalau
memperoleh makanan. Pendeknya, kebahagiaan selalu berada di masa depan, sebagai
harapan dan keinginan yang dikejar"kejar, namun setelah terpegang tangan,


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kebahagiaan itu sendiri terbang lenyap, dan tampak di depan lagi, seperti seekor burung
merpati, kelihatan jinak namun tak pernah dapat ditangkap! Entahlah, kurasa aku belum
pernah menangkapnya."
"Bagaimana saat sekarang ini" Apakah kau berbahagia?" Hong Ing bertanya sambil
menatap wajah tampan itu.
"Sekarang ini" Ah, pertanyaanmu sungguh aneh, Hong Ing. Bagaimana aku bisa
berbahagia dalam keadaan begini" Tidak, aku malah merasa susah dan sengsara karena
kita berdua harus saling berpisah dalam keadaan seperti ini, menjadi orang-orang
buruan pemerintah! Kita akan saling berpisah dan entah bagaimana jadinya kelak
dengan nasib kita masing"masing. Tidak, Hong Ing, saat ini aku tidak hahagia."
"Tapi aku berbahagia, Kun Liong!"
"Haiii..." Kau...?"
"Hemm, agaknya pengetahuan dari kitab"kitabmu tidak ada gunanya, Kun Liong. Tahu
dari kitab saja percuma, yang penting harus menghayatinya sendiri."
"Tapi, kau... kau berbahagia" Mana bisa" Mana mungkin?"
"Mengapa tidak mungkin" Aku merasa berbahagia, mengapa tidak mungkin?"
"Sebabnya?"
"Apa sebabnya" Hanya berbahagia, titik, tidak ada sebabnya lagi."
"Tapi... haii!!! Siapa itu...?" Kun Liong berseru keras karena pada saat itu terdengar
suara tertawa, suara ketawa yang luar biasa nyaringnya sehingga menggetarkan seluruh
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
561 hutan, kemudian bergema di semua penjuru hutan itu. Kun Liong meloncat lagi,
mengejar ke sana"sini karena sukar mencari dari mana asal suara ketawa itu. Namun
ternyata sia"sia belaka. Seperti juga tadi, biarpun dia sudah menyelidiki dari atas pohon,
tidak tampak bayangan seorang pun manusia. Dia melayang turun lagi, mencari ke
sana"sini di balik semak"semak dan, kini Hong Ing juga ikut mencari. Akhirnya mereka
berdua saling pandang dan Hong Ing bergidik.
"Bu... bukan manusia...!" katanya berbisik dan wajahya yang cantik itu jelas kelihatan
ngeri dan takut. Dia memang seorang dara yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, akan
tetapi menghadapi suara ketawa menyeramkan yang tidak ada orangnya itu,
benar"benar membuat nyalinya menyempit.
"Ahhh, tidak mungkin. Tentu manusla! Biar kucari lagi dari atas pohon tertinggi itu!" Kun
Liong meloncat lagi ke atas pohon dan memanjat dari cabang ke cabang sampai dia
berada di puncak pohon. Dia mengintai ke empat penjuru dan tiba"tiba dia melihat debu
mengebul, tinggi dari arah barat. Pasukan berkuda! Melihat bendera dan pakaian
seragam, tahulah dia bahwa tentu pasukan itu pasukan pemerintah yang mengejar dia
dan Hong Ing! Maka cepat dia melayang turun lagi.
"Ada pasukan berkuda dari barat, tentu mengejar kita!" katanya.
"Ahhh... bagaimana baiknya?" Hong Ing berkata, memandang wajah Kun Liong dengan
bingung. "Kita lari saja. Di antara mereka tentu terdapat orang pandai..., mungkin yang tadi
tertawa adalah orang mereka. Hayo kita lari ke timur!" Maka larilah kedua orang muda
itu menuju ke timur. Mereka lari secepatnya, menyusuri sepanjang pantai Sungai
Huang"ho terus ke timur.
Beberapa hari kemudian kedua orang muda yang melarikan diri itu sudah tiba di lembah
muara Sungai Huang"ho, dekat dengan pantai Teluk Pohai. Cepat keduanya memasuki
hutan dan akhirnya Kun Liong menemukan kuil Kwan"im"bio yang berada di dalam hutan
itu. Sebuah kuil kecil yang terpencil sendiri di dalam hutan. Kuil kosong dan biarpun di
situ masih terdapat meja sembahyang dan beberapa buah bangku, namun semua
bangku itu kotor dan bahkan arca Kwan Im Pouwsat juga tidak ada di situ. Akan tetapi
Kun Liong memang sudah mempersiapkan diri ketika lari dalam beberapa hari ini. Dia
sudah membeli lilin dan hio, maka cepat"cepat bersama Hong Ing dia membersihkan kuil
itu kemudian menutupi tempat arca dengan saputangan sutera milik Hong Ing agar tidak
kelihatan dari luar tempat arca yang kosong, mengatur lilin di atas meja. Pendeknya
keduanya berusaha keras agar kuil itu kelihatan sebagai kuil yang masih bekerja. Tiga
hari mereka bersembunyi di kuil itu. Pada hari ke empatnya, dari jauh sudah terdengar
derap kaki kuda. Mengertilah kedua orang muda itu bahwa para pengejar mereka telah
tiba di dalam hutan itu! Maka sibuklah mereka berdua. Kun Liong menyalakan lilin,
memasang belasan batang hio dan menancapkannya di atas meja sehingga asap hio
yang harum semerbak keluar dari kuil itu. Tak lama kemudian terdengarlah suara jernih
dari Hong Ing yang sudah berliam"keng (membaca ayat suci) sambil mengatur iramanya
dengan memukul alat yang khusus dibuat untuk itu dan yang masih ada di dalam kuil!
Kun Liong sendiri juga sudah menutupi kepalanya dengan kain putih meniru gaya Hong
Ing, dan sambil berlutut dan mulut kemak"kemik dia pun tekun memukuli alat untuk
liam"keng itu dengan gencar.
Maka ramailah di kuil itu, suara Hong Ing berliam"keng diiringi suara tak"tok tak"tok
nyaring! Suara ini ditambah asap hio mengepul harum memang cukup mendatangkan
suasana kuil. Dengan hati berdebar tegang kedua orang itu berlutut dan sengaja memilih
ruangan dalam yang gelap, menghadapi meja sembahyang dan menundukkan muka
sehingga penutup kepala itu menutupi muka mereka dari samping. Dilihat sepintas lalu,
tentu saja mereka merupakan dua orang nikouw yang sedang tekun membaca doa dan
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
562 suara Hong Ing tidak dapat disangsikan lagi sebagai suara seorang wanita, seorang
nikouw. Derap kaki kuda makin jelas terdengar dan akhirnya terdengar teriakan dan rombongan
itu berhenti di kuil. Tepat seperti yang dikhawatirkan oleh Kun Liong, beberapa orang
meloncat turun dari kuda dan memasuki kuil! Langkah kaki yang kasar memeriksa ke
dalam kuil dan akhirnya memasuki ruangan di mana dia dan Hong Ing berlutut. Hong Ing
makin gencar membaca doa, demikian cepatnya sehingga menyelimuti suaranya yang
agak gemetar saking tegangnya. "Tidak ada nikouw lain, hanya ada dua orang ini,"
terdengar suara orang laki"laki.
"Tentu tidak berada di sini. Kalau ada, tak mungkin mereka dapat bersembunyi." kata
suara laki-laki ke dua.
"Nanti dulu!" Suara wanita ini membuat Kun Liong terperanjat bukan main. Itulah suara
Si Gendut Kim Seng Siocia dan diam"diam dia bergidik! Wanita gendut ini amat cerdik
dan ternyata Kim Seng Siocia sudah memandang ke arah sepatu yang dipakai Kun Liong
dan Hong Ing. "Heh, Nikouw! Berhentilah dahulu berliam"keng!" Kim Seng Siocia membentak. "Apakah
kalian melihat seorang pemuda gundul dan seorang nikouw muda lewat di tempat ini?"
Hong Ing terus berliam"keng dengan suara nyaring, sedangkan Kun Liong cepat
menggeleng"gelengkan kepala tanpa menjawab, mulutnya terus kemak"kemik dan
tangannya memukuli alat itu makin gencar.
"Ah, dua orang nikouw ini mana melihat hal lain kecuali berliam"keng" Mereka akan
berliam"keng sampai mati, memesan tempat di sorga, ha"ha"ha!" Terdengar suara
laki"laki pertama.
Langkah kaki mereka meninggalkan tempat itu dan hati Kun Liong sudah mulai lega
ketika tiba"tiba suara Kim Seng Siocia membuatnya terkejut setengah mati.
"Nikouw! Kenapa sepatu kalian kotor berdebu?"
Pertanyaan itu diucapkan dengan bentakan yang begitu tiba"tiba sehingga Kun Liong
yang terkejut itu menjawab gagap, "Ohhh... ehhh... belum kami bersihkan...!" Dia
terbeialak dan melongo ketika melihat kesalahannya sendiri. Dalam gugupnya dia telah
membuka mulut memperdengarkan suaranya yang tentu saja tidak pantas menjadi
suara seorang wanita, bahkan dengan mengatakan bahwa mereka berdua belum
membersihkan sepatu berarti dia telah membuka rahasia.
"Tangkap mereka!" Kim Seng Siocia berseru keras dan terdengar cambuk hitam di
tangannya bersuitan.
Kun Liong dan Hong Ing sudah meloncat bangun dan sambil mendorong tubuh Hong Ing
agar mundur, Kun Liong sudah menggerakkan ranting yang berada di tangannya
menangkis cambuk. Memang dia sudah menyembunyikan dua batang ranting itu di
dalam jubahnya tadi, menjaga segala kemungkinan.
Kim Seng Siocia dan dua orang kang"ouw yang tadi melakukan pemeriksaan, setelah
melihat bahwa dua orang itu adalah orang"orang yang mereka kejar, cepat melompat
keluar karena mereka bertiga maklum betapa lihainya dua orang itu. Kun Liong berbisik,
"Hati"hati, Hong Ing. Kita harus mencari jalan keluar dan melarikan diri."
Hong Ing hanya mengangguk, akan tetapi sedikit pun hati dara ini tidak kuatir. Dia
berada di samping Kun Liong dan kenyataan ini mendatangkan keberanian luar biasa.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
563 Dia mengikuti Kun Liong berloncatan keluar dan setelah tiba di luar kuil, tampaklah oleh
mereka musuh"musuh mereka dengan lengkap! Pangeran Han Wi Ong, Kim Seng Siocia,
Go-bi Sin-kouw, para panglima pengawal dan masih tampak belasan orang yang melihat
pakaian mereka tentulah orang-orang kang-ouw. Kun Liong merasa heran melihat orang-
orang kang-ouw membantu pemerintah untuk menangkap orang buruan. Dia tidak tahu
bahwa orang-orang ini bukan semata-mata membantu pemerintah, akan tetapi lebih
condong untuk mencari bokor emas karena mereka menganggap bahwa Kun Liong satu-
satunya orang yang agaknya tahu di mana adanya bokor emas yang tulen. Di samping
mereka ini, masih ada seregu pasukan terdiri dari lima puluh orang perajurit!
Maklumlah Kun Liong bahwa melawan orang sebanyak itu amat berbabaya. Apalagi kalau
mengingat akan kepandaian orang aneh yang tadi mentertawakannya, yang dia tidak
tahu siapakah orangnya di antara para orang kang-ouw itu. Kalau melawan tentu akan
membahayakan keselamatan Hong Ing. Maka tanpa banyak cakap lagi, tiba-tiba dia
merangkul pinggang Hong Ing, mengempitnya dan membawanya meloncat sambil
mengerahkan gin-kangnya. Tubuhnya mencelat ke kiri, ke arah orang-orang kang-ouw
karena dia sudah tahu akan kelihaian Kim Seng Siocia dan Go-bi Sin-kouw yang berada
di depannya. "Kejar!"
"Tangkap!"
Empat orang kang-ouw yang kebetulan berada di sebelah kiri sudah menyambit Kun
Liong, akan tetapi tangan pemuda ini menggerakkan rantingnya dan berturut-turut
robohlah empat orang kang-ouw itu sebelum mereka tahu bagaimana mereka dapat
dirobohkan. Gerakan ranting itu hebat bukan main dan memang Kun Liong telah
mainkan Ilmu Tongkat Siang-liong-pang yang amat luar biasa. Setelah berhasil
merobohkan empat orang itu, cepat Kun Liong melarikan diri dan setelah agak jauh
barulah dia melepaskan tubuh Hong Ing, memegang tangan dara itu dan mengajaknya
berlari terus menuju ke timur. Di belakang mereka terdengar teriakan-teriakan orang
dan derap kaki kuda. Mereka dikejar terus oleh rombongan itu!
Sehari semalam mereka terus melarikan diri dan pada sore harinya, mereka tiba di
pantai Teluk Pohai! Jalan buntu! Di depan mereka membentang luas air laut dan di
belakang mereka rombongan itu masih mengejar terus! Melihat keadaan ini, Hong Ing
memegang lengan Kun Liong dan berkata, "Kun Liong, kau larilah selagi masih ada
kesempatan! Tak ada gunanya lagi kau mati-matian melindungiku, Kun Liong, sampai
mati aku akan berterima kasih kepadamu, akan tetapi jangan kau mengorbankan diri
untukku. Pergilah dan tinggalkan aku di sini. Aku dapat menghadapi mereka."
Kun Liong mengerutkan alisnya. "Kau dapat menghadapi mereka" Bagaimana" Kau tentu
akan ditangkap oleh gurumu dan akan dipaksa menikah dengan pangeran itu kalau tidak
dibunuh." "Aku tidak takut! Aku akan melawan dan kalau aku kalah sebelum ditawan aku dapat
membunuh diri."
"Tidak!" Kun Liong mencengkeram lengan dara itu sampai Hong Ing merintih, baru dia
teringat dan melepaskannya. "Aku tidak akan pergi meninggalkanmu selama aku masih
hidup. Aku tidak bisa membiarkan engkau ditawan atau membunuh diri. Hong Ing,
jangan bicara yang bukan-bukan, mari kita lawan mereka. Kita bukanlah orang-orang
lemah dan lebih baik mati sebagai harimau daripada mati seperti babi, mati konyol!"
Hong Ing menggigit bibir dan dua titik air matanya jatuh, dia tidak mampu menjawab,
hanya mengangguk-angguk. Sementara itu, dari jauh sudah tampak debu mengebul dan
tak lama kemudian kelihatan rombongan pengejar itu mendekati pantai.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
564 "Hong Ing, jangan kau bergerak dulu, kau berdiri sajalah di belakangku." Sambil berkata
demikian, Kun Liong memegang tangan dara itu dan meloncat ke atas sebuah batu
karang besar yang berada di pinggir laut itu. Dengan sikap gagah dia berdiri tegak. Hong
Ing di bebelakangnya seolah-olah dia hendak melindungi dara itu dari segala mara
bahaya. Rombangan pengeja
Pendekar Cacad 13 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Istana Pulau Es 21
^