Pukulan Naga Sakti 11
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Bagian 11
tu bukan dilakukan oleh Thi tayhiap," kata Kwik Keng
thian lagi. 624 "Thi tayhiap," tiba tiba To Jit hwi menyela, "bila ada persoalan
dibicarakan nanti saja, sekarang dengarkan dulu penjelasan dari
lohu!" Suasana yang amat menyudutkan posisinya ini sungguh
membuat Thi Eng khi merasa gusar sekali sehingga sekujur
badannya gemetar keras. Dengan amat bangga To Jit hwi
melanjutkan kembali kata katanya:
"Sewaktu Thi tayhiap mencuri Pek giok cian cu milik Kwik tua,
tentunya secara kebetulan Ting tayhiap sedang berkunjung kemari,
karena ia berhasil menyaksikan perbuatanmu yang tak senonoh
tersebut maka dalam malu dan gusarnya kau lantas turun tangan
membunuhnya, sayang Ting tayhiap tidak bersiap siaga sehingga
akhirnya dia tewas oleh Giam ong tiap milikmu itu. Itulah sebabnya
ketika Ting tayhiap terbunuh, disekitar tempat ini tidak dijumpai
bekas bekas pertempuran coba kalau mengandalkan kepandaian
yang sebenarnya, kendatipun Thi tayhiap memiliki kepandaian yang
hebat pun jangan harap bisa melaksanakan perbuatan tersebut!"
Setelah menelan ludah, dia berkata lebih jauh :
"Hanya panah pendek bermoncong tiga yang dinamakan Giam
ong tiap saja yang bisa mematikan Ting tayhiap tanpa memberikan
kesempatan kepadanya untuk melakukan perlawanan."
"Waaahh.... hebat betul To cianpwe ini, apa yang dituturkan
seakan akan seperti menyaksikan dengan mata kepala sendiri, aku
merasa amat kagum atas daya berkhayalmu itu."
To Jit hwi sama sekali tidak tersinggung oleh perkataan itu,
sambil tersenyum kembali katanya :
"Selama lohu berdua dikenal orang sebagai ahli dalam menyelidik
perkara pembunuhan misterius, sebab itulah orang menyebut
sebagai Jit Gwan siang beng, harap Thi tayhiap jangan
menertawakan."
Kemudian tanpa mempedulikan Thi Eng khi lagi, dia berkata lebih
jauh : "Thi tayhiap memang cukup licik dan lihay, setelah berhasil
membunuh Ting tayhiap, kau mencabut kembali senjata rahasia
625 tersebut karena kuatir ada orang yang menemukan Giam ong tiap
tersebut di tubuh sang korban maka senjata rahasia itu
diletakkannya di samping dengan maksud setelah membereskan
jenasah Ting tayhiap baru mengambilnya kembali, siapa tahu setelah
selesai bekerja ternyata kau lupa mengambil kembali senjata rahasia
Giam ong tiap itu sehingga akhirnya terbongkarlah rahasia
pembunuhan itu!"
Bicara sampai disini, dengan yang menyakinkan dia berseru :
"Thi tayhiap menurut pendapatmu benarkah apa yang kuucapkan
barusan ....?"
"Apakah kalian bersedia mendengarkan pula penuturanku?" ucap
Thi Eng khi dengan tenang.
Ting Un segera mencak mencak kegusaran teriaknya :
"Manusia tak tahu malu, sekalipun kau bersilat lidah sampai
busuk mulutmu pun jangan harap bisa membuat nonamu percaya,
kebunuh dirimu lebih dulu!"
Ia segera mencabut pedangnya dan diiringi kilatan cahaya perak,
sebuah tusukan maut dilancarkan ke arah Thi Eng khi. Menyaksikan
datangnya ancaman tersebut, Thi Eng khi segera berkerut kening,
sebenarnya dia hendak menyentil pedang tersebut, tapi Hwee cun
siucay Seng Tiok sian telah keburu menangkisnya lebih dulu dengan
kipas emasnya. "Adik Un, jangan keburu napsu," serunya cepat, " memangnya
kita takut dia kabur ke langit" Mari kita saksikan saja sampai sejauh
manakah hatinya yang busuk itu."
Dengan gemas Ting Un menarik kembali pedangnya dan balik ke
tempat semula. Secara ringkas Thi Eng khi lantas menceritakan
bagaimana dia berjumpa dengan nona Ting, bagaimana menemukan
rumah tinggal si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian,
bagaimana menemukan jenasah seorang kakek dalam ruangan itu
dan bagaimana ia mengubur jenasah kakek itu dan karena buru buru
ingin mendapatkan Si toan kim khong ia lupa menceritakan hal itu
kepada Kwik Keng thian....
626 Akhirnya setelah menghela napas panjang ia menambahkan :
"Andaikata aku berniat jahat, setelah kutinggalkan Kwik
locianpwe, tak nanti aku akan balik lagi kemari."
Sesungguhnya si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian dan
Hwee cun siucay Seng Tiok sian memang menaruh kesan baik
terhadap Thi Eng khi, maka setelah mendengar penjelasan tersebut,
hawa amarah mereka agak reda paras mukanya pun menjadi lebih
mengendor. Hanya nona Ting Un saja yang tak mau mengampuni Thi Eng khi,
dia bertekad hendak mengadu jiwa dengan pemuda itu. Sebaliknya
To Jit hwi dan To Gwat hwi yang memiliki kepandaian khusus dalam
menyelidiki kasus pembunuhan misterius, sebenarnya memiliki
kepandaian yang tinggi, sayang mereka hanya mempunyai sebuah
titik kelemahan yaitu selalu menganggap apa yang telah diuraikan
merupakan suatu kejadian yang sebenarnya, mereka tak mau
merubah pandangannya karena pengaruh cerita orang lain.
Oleh karena itu, mereka berdua pun segera berusaha keras untuk
menemukan titik kelemahan dari balik perkataan Thi Eng khi agar
bisa dijadikan sebagai bukti kalau dugaan mereka tidak salah.
Demikianlah, tiba tiba mereka berdua tertawa terbahak bahak,
lalu terdengar To Gwat hwi berkata :
"Thi tayhiap, kemunculanmu kembali di sini tak lebih hanya ingin
menunjukkan kepada orang lain akan kebersihanmu belaka,
bukankah tadi kau telah berkata seandainya kau bermaksud jelek,
kau tak akan kembali lagi kesini" Ucapanmu itu menandakan kalau
kedatanganmu kemari memang sengaja berhasrat untuk menutupi
kejahatan yang telah kau lakukan. Sayang kau telah bertemu
dengan kami berdua sehingga usahamu itu akan sia sia belaka."
Ternyata ucapan dari dua bersaudara To itu mempunyai bobot
yang luar biasa, seketika itu juga Si Pendendam raja akhirat Kwik
Keng thian dan Hwee cun siucay Seng Tiok sian dibikin sangsi
kembali. Thi Eng khi sendiripun tidak berhasil mendapatkan alasan
627 yang lebih tepat untuk membantah perkataan orang, untuk sesaat
dia menjadi tersipu sipu .....
Selain daripada itu, diapun terbayang kembali keadaan Pek leng
siancu So Bwe leng yang sedang meronta dalam melawan kematian,
teringat akan So Bwe leng, pemuda itupun merasa dia harus cepat
cepat kembali ke bukit Siong san.
Dalam keadaan begini dia tak berminat untuk ribut dengan
mereka lagi, dalam anggapannya sekalipun ia terfitnah sekarang,
suatu saat toh kejadian itu akan menjadi terang dengan sendirinya.
Berpikir sampai di situ, perasaan tak tenang yang semula
menyelimuti wajahnya pun segera tersapu lenyap.
Keningnya segera berkerut, sinar tajampun memancar keluar dari
balik matanya sambil membusungkan dada ia berkata :
"Terus terang kukatakan, kemunculanku kembali ke sini
dikarenakan maksud yang baik yakni menghantarkan obat buat Kwik
locianpwe, tapi jika kalian menaruh kesalahan paham kepadaku, yaa
apa boleh buat lagi" Untung saja luka yang diiderita Kwik Keng thian
telah sembuh, daripada berdiam disini tanpa berguna, lebih baik aku
mohon diri lebih dulu."
Selesai menjura dengan langkah lebar dia segera berjalan
meninggalkan tempat itu. Dia sadar bahwa persoalan yang
dihadapinya sekarang tak mungkin bisa dibikin terang, sedang dia
pun enggan melakukan perngorbanan yang tak berguna, sebab itu
dia bertekad untuk menghadapi semua kejadian sebisa mungkin.
"Thi tayhiap, kau hendak kabur dengan begitu saja?" dua
bersaudara To melompat ke depan lebih dulu menghalangi jalan
perginya. Setelah Thi Eng khi mengambil keputusan untuk pergi, ia
tak mau memperlihatkan kelemahannya lagi, segera sahutnya
dengan kening berkerut :
"Kalau tidak pergi, buat apa aku tetap tinggal disini?"
Ting Un segera memutar pedangnya sambil melancarkan
tusukan, bentaknya keras keras :
"Serahkan nyawamu."
628 Hwee cun siucay Seng Tiok sian mengayunkan pula kipas emas
sambil berseru :
"Thi tayhiap apakah kau anggap bisa pergi dengan begitu saja
dari sini?"
Walaupun serangan yang dilancarkan nona Ting Un disertai
desingan angin tajam namun kalau dibandingkan kelihayan kipas
emas dari Hwee cun siucay Seng Tiok sian selisihnya jauh sekali.
Oleh karena itu, Thi Eng khi sama sekali tidak ambil peduli
terhadap datangnya ancaman pedang dari Ting Un, bahkan pada
hakekatnya dia tidak bermaksud untuk menangkis. Sambil
menghimpun hawa murninya untuk melindungi badan, ia bersiap
sedia menyambut tusukannya itu agar bisa mengurangi rasa
dendamnya. Sebaliknya terhadap ayunan kipas emas dari Hwee cun siucay
Seng Tiok sian, ia tak berani bertindak gegabah, tapi serangan itu
pun tak sampai memaksanya untuk menggunakan pedang emas
Thian liong kim kiam hanya kewaspadaannya saja yang ditingkatkan.
Di saat pedang Ting Un digetar balik oleh tenaga dalam khikang
pelindung badan yang terpancar keluar dari balik tubuh Thi Eng khi,
kipas emas dari Hwee cun siucay Seng Tiok sian telah membabat
pula lengan kiri Thi Eng khi. Terhadap Hwee cun siuday Seng Tiok
sian, Thi Eng khi menaruh kesan yang baik, maka sebelum turun
tangan, ia tak lupa berkata lebih dulu :
"Siaute dipaksa oleh keadaan mau tak mau terpaksa aku akan
bertindak kasar kepada saudara Seng!"
Bahunya segera direndahkan, lain dengan kelima jari tangannya
yang dipentangkan seperti cakar dengan menggunakan jurus sin
liong tham jiau (naga sakti mementang cakar) dalam suatu gerakan
kilat ia telah mencengkeram gagang kipas lawannya.
Begitu jari tangan Thi Eng khi menyentuh kipas lawan, dia segera
menekan sambil mendorong, kontan saja Hwee cun siucay Seng
Tion sian dipaksa mundur sejauh satu langkah. Hwee cun siucay
629 Seng Tiok sian termasuk satu pendekar muda yang kosen dan lihay,
sejak terjun ke arena persilatan, belum pernah menjumpai musuh
yang tangguh, betul dia menyadari kalau tenaga dalam Thi Eng khi
sangat lihay, namun dia tidak menyangka kalau tenaga dalamnya
sudah mencapai tingkatan yang begitu sempurna.
Dia hanya merasakan daya tekanan yang hebat menekan
sebentar diatas senjatanya lalu ditarik kembali, jelas pemuda itu
tidak berhasrat untuk melukainya. Demonstrasi penggunaan tenaga
dalam yang amat sempurna ini kontan saja membuat Hwee cun
siucay Seng Tiok sian menjadi tertegun.
Menanti dia mendongakkan kembali kepalanya, Thi Eng khi telah
berada di depan pintu luar. Ilmu gerakan tubuh apakah yang telah
dipergunakan oleh pemuda itu sehingga secara begitu mudah ia bisa
meloloskan diri dari penjagaan dua bersaudara To"
Untuk beberapa saat lamanya, lima orang yang berada dalam
ruangan itu menjadi tertegun dan berdiri termenung. Rupanya
setelah Thi Eng khi berhasil memukul mundur Hwee cun siucay Seng
Tiok sian tadi, timbul keinginannya untuk memperlihatkan sedikit
kelihayan dihadapan dua bersaudara To yang menghadang di depan
pintu. Maka dia segera menggunakan ilmu cahaya lewat lintasan
bayangan ajaran Kian Kim siang untuk menerobos lewat dari antara
kedua orang itu. Tentu saja kepandaian semacam itu membuat dua
orang jagoan itu menjadi terbelalak dengan mulut melongo, hampir
saja mereka mencurigai Thi Eng khi sebagai bayangan setan.
Setelah tertegun sejenak akhirnya si pendendam raja akhirat
Kwik Keng thian berhasil mengenali asal usul dari ilmu gerakan
tubuh tersebut, ia segera berteriak keras :
"Aaah, ilmu Hu kong keng im."
Perlu diketahui, ilmu Hu kong keng im merupakan ilmu andalan
Bu im sin hong (angin sakti tanpa bayangan) Kian Kim siang yang
amat termashur dalam dunia persilatan dimasa lalu, begitu Kwik
Keng thian berseru, dua saudara To pun ikut terperanjat.
630 Kemunculan dua bersaudara To ke dalam dunia persilatan agak
terlambat beberapa tahun meski mereka tak sempat menyaksikan
kelihayan dari Bu im sin hong Kian Kim siang namun kegagahan
pendekar itu sudah lama sekali tertanam dalam hati kecilnya.
Lebih lebih si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, selama
puluhan tahun dia dan Kian Kim siang boleh dibilang bersahabat
karib tapi tiba tiba saja Kian Kim siang lenyap pada puluhan tahun
berselang ia berusaha untuk menemukan kembali rekannya itu,
sayang usahanya tak pernah berhasil.
Maka setelah menyaksikan Thi Eng khi menggunakan ilmu Hu
kong keng im tersebut, tanpa terasa muncul perasaan kangennya
dengan sobat karibnya itu. Dengan wajah serius, Kwik Keng thian
segera berkata :
"Thi tayhiap, apakah kau kenal dengan Bu im sin hong Kian Kim
siang Kian tayhiap" Darimana kau pelajari ilmu Hu kong keng im
tersebut?"
Thi Eng khi yang menyaksikan kejadian itu segera melihat pula
betapa hormatnya mereka terhadap Kian Kim siang, dengan cepat
dia menyadari kalau saat ini merupakan kesempatan yang baik
untuk membicarakan masalahnya secara baik-baik, maka secara
ringkas dia lantas menceritakan pengalamannya sewaktu bertemu
dengan Kian Kim siang. Akhirnya diapun menambahkan.
"Aku dan Kian tua adalah sahabat karib, sekarang dia sedang di
dalam perjalanan menuju ke bukit Siong san, entah ada urusan apa
Kwik locianpwe menanyakan persoalan ini?"
Si Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian saling berpandangan
sekejap dengan Jit Gwat siang beng To bersaudara, dua orang
bersaudara To manggut manggut pelan tanpa berbicara. Dari
sakunya Kwik Keng thian lantas mengeluarkan sebuah benda
berbentuk cangkul obat yang terbuat dari batu kemala merah
sepanjang beberapa inci, sambil diserahkan kepada Thi Eng khi,
katanya : 631 "Persoalan pada hari ini, kita akhiri sampai disini dulu, bila
sauhiap tak ingin bermusuhan dengan sahabat sahabat persilatan
dari wilayah Im kui dan Siang cuan, harap bawalah tanda pengenal
ini untuk menjumpai Bu im sin hong Kian tayhiap, lalu ajaklah
bersama untuk datang kemari guna menyelesaikan persoalan ini."
Ketika Ting Un menyaksikan Thi Eng khi akan dilepaskan, dengan
gelisah ia lantas berseru :
"Jika kalian melepaskan bajingan ini, berarti kalian telah berbuat
sesuatu yang menyedihkan ayahku!"
Sambil membalikkan badan sekali lagi dia menerjang ke arah Thi
Eng khi sambil bersiap-siap melakukan adu jiwa. Kwik Keng thian
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera memerintahkan Hwee cun siucay Seng Tiok sian untuk
menghalangi gerak maju Ting Un, kemudian katanya dengan suara
dalam : "Nona Ting, jangan bertindak gegabah, asal Kian tayhiap masih
hidup, persoalan ini biarlah diselesaikan oleh Kian tayhiap!"
Sekalipun Ting Un tak mau menerima dengan begitu saja, namun
berada dalam keadaan seperti ini kecuali menangis apalagi yang bisa
dilakukan olehnya"
Walaupun Thi Eng khi berjumpa dengan Kian Kim siang tanpa
sengaja, ia benar benar tak menyangka kalau sahabatnya itu
mempunyai kedudukan yang begitu tinggi di wilayah Im kui dan
Siang cuan, diapun tidak menyangka kalau kesalahan paham
tersebut bisa diredakan untuk sementara waktu hanya
mengandalkan nama "Kian Kim siang".
Betul masalahnya belum selesai tapi asal diberi waktu yang
cukup, dia tidak takut persoalan tersebut tidak menjadi terang.
Bagaimanapun juga Thi Eng khi adalah seorang lelaki sejati, dia
bukan seorang yang tidak bertanggung jawab, sambil menjura
katanya : "Kematian Ting cengcu memang tak terlepas dari tanggung
jawabku, bila aku tak mampu menyelidiki siapakah pembunuhnya,
aku bersedia untuk mati dihadapan kalian."
632 Dengan langkah lebar dia berjalan keluar meninggalkan tempat
itu. Tapi baru beberapa langkah, mendadak ia teringat kembali
dengan tujuan kedatangannya ke sana, walaupun ia tak tahu
mengapa luka yang diderita Kwik Keng thian dapat sembuh kembali,
tapi ia merasa kurang tenteram sebelum apa yang dijanjikan tidak
dipenuhi. Akhirnya dia mengeluarkan sebutir pil Kim khong giok lok wan
dan diserahkan kepada Kwik Keng thian sambil berkata :
"Walaupun kepergian boanpwe sama sekali gagal untuk
mendapatkan Si toan kim khong, namun aku berhasil mendapatkan
pil Kim khong giok lok wan yang lebih besar kemujarabannya, harap
locianpwe suka menerima sebutir pil ini sebagai hadiah dariku."
Ia tak ambil peduli apakah si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian bersedia untuk menerimanya atau tidak, sambil mengerahkan
tenaga dalamnya dia melemparkan pil Kim khong giok lok wan itu ke
tangan orang. Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang,
secara mudah ia dapat mengirim pil Kim khong giok lok wan itu ke
tangan Kwik Keng thian tanpa bisa ditolak kembali. Selain dari pada
itu, Kwik Keng thian sudah lama mengenali kasiat pil Kim khong giok
lok wan tersebut, berbicara terus terang dia pun merasa rikuh untuk
menerimanya. Menanti dia hendak mengembalikan pil mustika itu kepada Thi
Eng khi, pemuda itu sudah lenyap dibalik pepohonan sana. Terpaksa
si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian harus bersuit panjang
untuk memberi tanda kepada para penjaga gua agar membiarkan
Thi Eng khi berlalu dari situ. Dengan demikian, sepanjang jalan Thi
Eng khi baru tidak menjumpai halangan apa-apa.
Tapi setelah terjadinya peristiwa ini, dia pun merasa rikuh untuk
menunggang kuda hitam pemberian dari Kwik Keng thian lagi, selain
itu diapun tidak bertanya kenapa luka dari Kwik Keng thian bisa
sembuh. Tindakannya ini boleh dibilang cukup gagah dan terbuka.
633 Sayangnya, tanpa kuda jempolan tersebut dia pun tak bisa sampai di
bukit Siong san dalam waktu singkat.
Tampaknya luka yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng sudah
tiada kemungkinan untuk ditolong lagi, setelah Tiang pek lojin So
Seng pak sekalian mendesak Thi Eng khi agar pergi mencari harapan
terakhir yang tipis harapannya untuk berhasil itu, mereka pun mulai
mempersiapkan urusan terakhir dari gadis itu.
Bersama waktunya mereka pun mengirim orang ke pelbagai
tempat untuk mencari gadis yang berwajah mirip dengan Pek leng
siancu So Bwe leng sebagai persiapan untuk menggantikan
kedudukan So Bwe leng yang asli, hal ini perlu dilakukan untuk
mencegah tekad Thi Eng khi untuk bunuh diri.
Dengan kekayaan dan kemampuan yang dimiliki Tiang pek lojin,
tak sampai belasan hari kemudian, segala sesuatunya telah selesai
dipersiapkan. Bahkan gadis yang berwajah mirip dengan So Bwe
leng pun berhasil ditemukan puluhan orang banyak. Diantara ada
dua orang yang berwajah sangat mirip dengan wajah Pek leng
siancu So Bwe leng, bahkan sampai nada suarapun hampir mirip.
Saat itulah semua orang baru bisa menghembuskan napas lega
sambil menunggu tibanya saat musibah tersebut. Ternyata keadaan
luka yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng pun sangat aneh,
berada dalam keadaan yang lemah dengan napas yang hampir
terputus, ternyata dia dapat bertahan selama belasan hari, malah
setelah itu denyut nadinya berjalan normal kembali, kesadarannya
pun pulih kembali.
Ada orang berkata, gejala ini menunjukkan gejala seseorang
yang sudah makin mendekati saat ajalnya. Menyaksikan keadaan
seperti ini, Tiang pek lojin So Seng pak sekalian jago lihay tak
sanggup menahan rasa sedihnya lagi, mereka mengucurkan air mata
dengan rasa amat sedih.
Akhirnya berita ini tersiar juga sampai di kuil Siau lim si. Ketua
Siau lim pay Ci long taysu dan ketua Bu tong pay Keng hian totiang
dengan mengajak segenap jago golongan lurus yang belum
634 meninggalkan bukit Siong san bersama sama mengunjungi kuil
Siong gak bio. Ternyata mereka merasa amat terharu oleh sikap Pek leng siancu
So Bwe leng yang gagah berani sehingga menyebabkan rencana
Huan im sin ang mengalami kegagalan dan melarikan diri dari sana.
Oleh karena itu, mereka tidak pergi meninggalkan kuil Siau lim si,
hal ini sebagai petanda kalau mereka pun sangat menguatirkan
keselamatan dari Pek leng siancu So Bwe leng.
Kini, dalam ruang tengah kuil Siong gak bio telah dipenuhi oleh
tokoh tokoh persilatan, yang jarang dijumpai dalam dunia persilatan
di hari biasa. Pek leng siancu So Bwe leng berada dalam kamar,
kecuali kakeknya, dia ditunggui pula oleh ketua dari Siau lim pay,
ketua dari Bu tong pay dan ketua dari Kay pang.
Mereka bertiga sedang mewakili segenap umat persilatan dari
daratan Tionggoan untuk menyampaikan rasa dukanya atas musibah
yang menimpa So Bwe leng. Pada saat itulah, mendadak Pek leng
siancu So Bwe leng berteriak keras :
"Engkoh Eng .....!"
Tiang pek lojin segera membungkukkan badan mendekati wajah
So Bwe leng yang kurus, lalu sahutnya :
"Nak, Eng ji sedang pergi mencarikan obat bagimu, sekarang
apakah kau sudah merasa agak baikan ?"
Mencoring sinar terang dari balik mata Pek leng siancu So Bwe
leng, katanya lebih lanjut :
"Leng ji akan.... akan menunggu sampai .... sampai engkoh Eng
pu... pulang..."
Rasa cinta yang dalam telah membangkitkan semangatnya untuk
mempertahankan hidup.
"Nak, engkoh Eng mu segera akan kembali, kau harus menunggu
sampai kedatangannya!"
635 "Yaa.... aku .... aku pasti akan me... menunggu samapai dia
daa.... datang...."
Suara pembicaraannya makin lama semakin lirih sebelum
akhitnya jatuh tak sadarkan diri. Anehnya ternyata dia benar benar
tidak menghembuskan napas penghapisan, ia benar benar berusaha
melawan cengkeraman malaikat elmaut untuk menunggu
kedatangan Thi Eng khi.
Kembali beberapa hari sudah lewat, dalam suasana sebentar baik
sebentar memburuk itulah Pek leng siancu So Bwe leng
menyambung hidupnya lebih jauh. Kalau dihitung kembali, ternyata
Pek leng siancu So Bwe leng dapat bertahan selama belasan hari
lamanya. Tapi Thi Eng khi belum juga kembali.
Suatu ketika, mendadak terdengar Tiang pek lojin yang berada
dalam kamar berteriak keras :
"Anak Leng! Anak Leng!"
Nadanya gugup dan gelagapan, jelas keadaannya sangat
berbahaya. Tak dapat diragukan lagi, tentunya Pek leng siancu So
Bwe leng sudah tak sanggup untuk mempertahankan diri lebih jauh.
Seketika itu juga, suasana dalam ruangan itu menjadi kacau balau
tak karuan. Dalam keadaan kekacauan inilah, sesosok bayangan manusia
berbaju abu-abu menyelinap diantara orang banyak dan masuk ke
dalam kamar tidur Pek leng siancu So Bwe leng. Waktu itu Tiang pek
lojin sekalian yang berada dalam kamar sedang dibikin panik, gugup
dan sedih oleh karena So Bwe leng yang semakin kritis itu. Sehingga
mereka tak ada yang memperhatikan kalau dalam kamar telah
muncul seorang lagi.
Tampak orang itu mengayunkan jari tangannya dan menotok
jalan darah Jin tiong hiat di tubuh Pek leng siancu So Bwe leng.
Ternyata tak seorang manusia pun yang berada di dalam kamar itu
yang mengetahui kejadian tersebut. Setelah totokan dilepaskan,
orang itu baru berkata :
"Nona So tak bakal mati!"
636 Walaupun suaranya kecil namun bagaikan suara genta yang
bergema di pagi hari, lima orang tokoh silat yang berada dalam
ruangan itu segera tersadar kembali dari lamunan. Saat itulah
mereka baru tahu kalau dalam kamar telah bertambah dengan
seorang nikou yang muda belia.
Anehnya ternyata tak seorangpun diantara kelima orang tokoh
silat itu yang mengenal dirinya. Nikou muda itu tertawa pelan
kepada ketua Kay pang, Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan
po, katanya : "Harap Cu pangcu ambilkan semangkuk kuah jian nian jinsom
kemari!" Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po segera
mengundurkan diri tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sepeninggal Cu Goan po, keempat orang lainnya juga tak
mengucapkan sepatah katapun, mereka hanya merasa nikou muda
itu mempunyai suatu kewibawaan yang bisa membuat orang
menaruh kepercayaan sehingga sekalipun harus menyerahkan
nyawa sendiri kepadanya pun mereka akan melakukannya tanpa
ragu. Tiang pek lojin datang dari luar perbatasan sebagai tempat
penghasil jinsom, tentu saja jinsom yang dibawapun amat banyak,
tak selang berapa saat kemudian si pengemis sakti bermata harimau
Cu Goan po telah membawa sebuah mangkuk berisi kuah jinsom
berusia seribu tahun dan diserahkan kepada nikou muda itu.
Dari dalam sakunya, nikou itu segera mengeluarkan tiga belas
batang tumbuh tumbuhan hijau berbentuk seperti daun berambang
dan diletakkan ke atas telapak tangannya, tidak nampak bagaimana
caranya menghisap, tahu tahu kuah jinsom berusia seribu tahun
dalam mangkuk itu telah berubah menjadi tiga belas buah jalur putih
yang bersama sama meluncur ke dalam tumbuhan hijau tadi namun
anehnya tak nampak setetes air pun yang mengalir keluar.
Tampak nikou muda itu mengayunkan telapak tangannya ketiga
belas lembar tumbuhan hijau itu dengan merubah diri menjadi tiga
637 belas jalur cahaya hijau segera menyambar kedepan menembusi
jalan darah ditubuh Pek leng siancu So Bwe leng dan lenyap dari
pandangan. Setelah ketiga belas jalur cahaya hijau itu hilang, wajah Pek leng
siancu So Bwe leng segera menampilkan perasaan sakit yang amat
hebat. Tiang pek lojin sangat menguatirkan keselamatan cucunya,
baru saja dia hendak menegur nikou muda itu sudah berkata lebih
dulu, "So tayhiap boleh menggunakan tenaga sinkangmu untuk
memancing berputarnya nyawa kehidupan dalam tubuh cucumu
sambil membantu daya kerja obat tersebut untuk menyebar ke
seluruh badan."
Tiang pek lojin tidak ragu ragu lagi, dia segera menempelkan
telapak tangannya di atas jalan darah Pek hwe hiat di tubuh Pek
leng siancu So Bwe leng dan menyalurkan tenaga dalamnya ke
dalam tubuh gadis tersebut.
Sementara perhatian semua orang yang sedang ditunjukkan ke
atas tubuh Tiang pek lojin dan Pek leng siancu So Bwe leng, tahu
tahu bayangan tubuh nikou muda itu sudah lenyap tak berbekas.
Dalam pada itu, dibawah bantuan tenaga dalam dari Tiang pek lojin,
obat yang berada dalam tubuh Pek leng siancu So Bwe leng mulai
bekerja, tak sampai sepertanak nasi kemudian, gadis itu sudah
mengeluh perlahan.
Perasaan Tiang pek lojin semakin mantap, tenaga dalam yang
dikerahkan keluar pun makin deras. Kurang lebih dua jam kemudian
Pek leng siancu So Bwe leng mengucapkan katanya yang pertama :
"Aku lapar!"
Tiang pek lojin segera menarik kembali telapak tangannya dan
bangkit, sambil menyeka keringat yang membasahi jidatnya, ia
berkata kepada Na im siansu So Ping gwan,
"Cepat siapkan secawan kuah jinsom untuk anak Leng."
Na im siusu So Ping gwan mengiakan dan buru buru berlalu dari
ruangan. Sekarang Tiang pek lojin baru teringat dengan nikou cilik
638 yang telah menolong jiwa cucu perempuannya, dia lantas celingukan
kesana kemari untuk mencarinya, namun tak ditemukan, dia lantas
bertanya : "Apakah kalian melihat kemana perginya siau suhu itu?"
Semua orang menjadi tertegun, siapapun tak tahu kapan siau
suhu itu pergi dari sana.
"Biar aku mencarinya di luar!" kata si pengemis sakti bermata
harimau Cu Goan po.
Ketua Siau lim si Ci long taysu segera berkata pula,
"Mari kita mencarinya diluar, agar nona So bisa beristirahat
dengan hati tenang!"
Maka dalam kamarpun tinggal Tiang pek lojin seorang. Selesai
meminum semangkuk kuah jinsom, kesegaran Pek leng siancu So
Bwe leng menjadi pulih kembali. Dua hari kemudian, ia sudah dapat
berbincang bincang beberapa waktu. Tampaknya luka yang
dideritanya telah sembuh kembali, tapi lantaran kondisi badannya
masih lemah maka kekuatan badannya belum pulih kembali seperti
sedia kala. Ketua Siau lim si dan ketua Bu tong pay segera menghadiahkan
banyak sekali obat kuat penambah tenaga untuk gadis itu, ditambah
lagi Tiang pek lojin memang mempunyai banyak obat mestika, maka
kesehatan badan Pek leng siancu So Bwe leng dapat sembuh
kembali dengan cepat.
Tak selang berapa hari kemudian, gadis itu sudah dapat turun
dari pembaringan untuk berjalan jalan sambil bergurau. Begitu
penyakitnya sembuh, diapun menjadi tak bisa tenang lagi. Pelbagai
ingatan mulai bermunculan dari benaknya. Dari mulut orang lain, ia
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendengar pula kalau Thi Eng khi telah bersumpah akan bunuh diri
untuk mendampinginya, hal ini membuat hatinya amat gembira.
Tapi satu ingatan aneh pun muncul kembali dalam benaknya, dia
minta kepada Tiang pek lojin agar menganggap dia sungguh
sungguh sudah mati serta melaksanakan rencana semula.
639 Oleh karena gadis itu baru saja sembuh dari sakitnya, tak heran
kalau Tiang pek lojin kelewat sayang kepada cucu perempuannya ini,
walaupun dalam hati kecilnya dia merasa enggan, namun toh
diluluskan juga permintaan itu.
Karena orang yang dipersiapkan sudah hadir disitu, apalagi diberi
petunjuk secara langsung oleh Pek leng siancu So Bwe leng, maka
tak selang berapa saat kemudian dalam kuil Siang gak bio telah
bertambah dengan beberapa orang Pek leng siancu So Bwe leng.
Dengan tenang mereka menantikan kedatangan dari Thi Eng khi .....
Sementara itu, Thi Eng khi terpaksa harus mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya untuk menggantikan kuda berbulu hitamnya,
dalam waktu singkat ia telah tiba di kota Lu si, menginap semalam,
ia membeli seekor kuda jempolan untuk melanjutkan perjalanannya.
Masih seperti cara semula, dia larikan kudanya sekuat mungkin
dan sejauh mungkin tanpa berhenti, bila kuda itu sudah tak kuat
maka diapun bergantian dengan kuda lain.
Selama beberapa hari saja, ia telah menyeberangi wilayah sam
siang dan tiba di kota Seh si. Seh si terletak di pantai utara sungai
besar yang berada di sebelah tenggara kota Swan cong, kota itu
termasuk dalam keresidenan Kang leng dan merupakan daerah
penghasilan kapas, tak heran kalau suasana disana amat ramai
sekali, apalagi sebagai pusat perdagangan.
Ketika Thi Eng khi berhasil menyeberangi sungai dan memasuki
kota Sam si, hari sudah malam dan saat itu merupakan saat rumah
rumah memasang lampu penerangan.
Ia lantas mencari rumah penginapan untuk beristirahat, setelah
memesan kepada pelayan untuk memberi makan kudanya, dia pun
memesan dua kati daging sapi dab hidangan kecil lainnya mengisi
perut , selesai bersantap ia kembali ke kamar untuk beristirahat.
Selama ini boleh dibilang ia selalu menguatirkan keselamatan dari
Pek leng siancu So Bwe leng. Selama beberapa hari terakhir ini
640 kecuali berganti kuda siang malam dia selalu melakukan perjalanan
tiada hentinya, bila sudah lelah dia hanya bersemedi sebentar untuk
selanjutnya meneruskan kembali perjalanannya.
Jadi malam ini, ia baru secara resmi menginap dalam sebuah
rumah penginapan setelah melakukan perjalanan sekian lama.
Semenjak Thi Eng khi berhasil mendapat warisan tenaga dalam
Heng kian sinkang dari Thio Biau liong, tenaga dalamnya telah
memperoleh kemajuan yang amat pesat termasuk juga ilmu Sian
thian bu khek ji gi sin kang miliknya sendiripun mendapat kemajuan
banyak. Sekarang dia sedang mempergunakan ilmu Sian thian bu khek ji
gi sin kang untuk memulihkan kembali kekuatannya, baru sampai
tengah malam dia selesaikan latihannya itu, kontan semua kelelahan
terusir dan semangatnya menjadi berkobar kembali. Selesai
bersemedi, ia tak sabar untuk menunggu sampai datangnya fajar
pagi untuk melanjutkan perjalanan, dia segera membangunkan
pelayan dari tidurnya, membayar rekening untuk melanjutkan
perjalanannya kembali.
Selama ini belum pernah si pelayan menjumpai tamu seaneh ini,
dengan wajah tak senang hati dia bangun dari tempat tidur. Thi Eng
khi tahu, membangunkan orang di tengah malam buta memang
sesuatu yang tak pantas, maka dia mengeluarkan setahil emas murni
dan diserahkan kepada pelayan itu seraya berkata :
"Ini untuk membayar sewa kamarku, sisanya anggap saja
sebagai persen untukmu!"
Setahil emas murni berarti sepuluh tahil perak, padahal menurut
uang waktu itu, sepuluh tahil perak berarti bisa dipakai untuk ongkos
menginap dalam rumah penginapan sekecil ini selama satu tahun
lebih. Padahal Thi Eng khi cuma menginap setengah malam disana,
persen yang diberikan kepadanya boleh dibilang sangat berlebihan.
Setelah diberi uang sebanyak ini, bila pelayan itu masih tak
senang hati, sudah pasti otaknya kurang waras. Tapi pelayan itu
memang aneh sekali, dia masih mengomel juga dengan nada tak
senang : 641 "Kongcu benar benar seorang manusia paling aneh di dunia ini,
sekalipun hal ini tidak merepotkan dirimu sendiri, tapi paling tidak
kau toh harus mengingat kami orang orang kecil yang sudah bekerja
seharian penuh ...."
Walaupun dia berkata begitu, nyatanya sisa uang tersebut pun
tak pernah dikembalikan kepada Thi Eng khi. Thi Eng khi sendiri
tentu saja enggan untuk mengurusi tetek bengek seperti itu, dia
segera mencemplak kudanya dan pada malam itu juga berangkat
meninggalkan kota Seh si.
Rembulan bersinar di tengah awang awang membuat seluruh
jagad menjadi cerah. Thi Eng khi membedal kudanya kencang
kencang siapa tahu ketika dia hendak menarik tali les kudanya, kuda
tersebut tak mau menuruti perkataannya lagi, malah sebaliknya
berlarian ke depan semakin kencang lagi. Dalam keadaan apa boleh
buat, terpaksa Thi Eng khi membiarkan kuda itu berlarian
sekehendak hatinya.
Dalam waktu singkat, puluhan li sudah dilewatkan, tiba tiba kuda
itu menjadi lemas setelah meringkik panjang dan mengeluarkan buih
dari mulutnya, binatang itu terletak di tanah dan tak bisa bangun
lagi. Menghadapi kejadian seperti ini, Thi Eng khi segera
menggelengkan kepalanya berulang kali menghela napas, dia
menganggap kuda tersebut tak bisa ditunggangi lagi. Dasar pemuda
ini memang berhati bijak, diapun menurunkan pelananya dari
punggung binatang tersebut....
Menanti pelana itu diturunkan, baru diketahui punggung kuda itu
berdarah dan menderita luka yang parah. Tak heran kalau kuda itu
berlarian seperti gila, rupanya pelayan itu telah berbuat jahat
dengan meletakkan tiga lembar lempengan besi dibawah pelana
kuda itu yang menyebabkan punggung binatang tadi terluka.
Untuk sesaat Thi Eng khi tidak habis mengerti apa sebabnya
pelayan itu bersikap begitu kepadanya, terpaksa dia harus
melanjutkan perjalanan sambil berjalan kaki. Berbicara soal ilmu
642 meringankan tubuh yang dimiliki Thi Eng khi saat ini, andaikata dia
mau menempuh perjalanan cepat sekalipun kuda mestika berbulu
hitam juga sukar untuk menandingi kecepatannya, cuma dengan
begitu ia tak mampu untuk melakukan perjalanan siang malam.
Demikianlah, setelah Thi Eng khi melanjutkan perjalanannya
dengan menggerakkan ilmu meringankan tubuhnya, bayangan tubuh
pemuda itu seakan akan tidak terlihat lagi, misalnya ada orang yang
berpapasan dengannya di tengah jalan, maka paling banter orang itu
cuma merasakan ada segulung angin yang berhembus lewat saja.
Entah sudah berapa jauh dia sudah berjalan, mendadak ia
mendengar suara ringkikan kuda berkumandang datang dari dalam
sebuah rumah lebih kurang puluhan kaki di tepi jalan. Tergerak hati
Thi Eng khi menjumpai hal tersebut, segera pikirnya :
"Bila kubeli kuda tersebut dengan harga tinggi, bukankah aku
bisa melanjutkan perjalanan lagi tanpa membuang banyak tenaga."
Begitu ingatan tersebut melintas dalam benaknya, dia segera
bergerak menuju kearah mana berasalnya suara ringkikan kuda tadi.
Setelah semakin dekat, ia baru tahu kalau bangunan rumah itu
adalah sebuah kuil to koan. Ketika tiba didepan pintu, dia ragu ragu
untuk sesaat dan tak tahu apa yang harus dilakukan, mengetuk
pintu untuk berjalan masukkah" Atau lebih baik masuk dengan
melompati dinding pekarangan"
Pada saat itulah mendadak dari dalam kuil berkumandang datang
suara jeritan lengking dari seorang perempuan, suara itu penuh
diliputi oleh perasaan putus asa dan ngeri. Tanpa berpikir panjang
lagi Thi Eng khi segera melompat masuk ke dalam pekarangan.
Dari sebelah kiri ruangan kuil tampak ada cahaya lampu yang
mencorong keluar, lagipula dari sana terdengar suara orang sedang
meronta. Thi Eng khi merasakan darah panas bergelora didalam
dadanya, dia segera menghamtam jendela kamar sambil menerobos
masuk kedalam. Tapi apa yang terlihat kemudian membuat dia menjadi tertegun
dan tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Ternyata di dalam
643 kamar itu terdapat sepasang muda mudi dalam pakaian dalam yang
minim, perempuan tersebut sedang duduk ketakutan di sudut
pembaringan dengan wajah pucat pias karena ketakutan.
Sedangkan lelaki tersebut berdiri di tanah dengan sebuah bangku
sedang menindih seekor ular kecil berwarna hijau. Berhubung Thi
Eng khi menyerbu masuk secara tiba tiba lelaki itu menjadi
terperanjat sampai lupa untuk menekan ular hijau tersebut dengan
bangkunya. Ular kecil itu segera meronta melepaskan diri dari tindihan lalu
dengan kecepatan tinggi memagut tangan sang pria yang sedang
memegang bangku. Dalam keadaan begini, Thi Eng khi tak sempat
untuk menyapa lelaki itu lagi, terpaksa dia harus melepaskan
sentilan jari tangannya untuk membunuh ular kecil itu, kemudian
baru katanya dengan wajah tersipu sipu,
"Kalian berdua.... kalian berdua.."
Apalagi yang bisa dia katakan" Sudah jelas orang lain menjerit
karena bertemu dengan ular, sedang dia pun masuk ke kamar orang
tanpa permisi, suasana semacam ini benar benar membuatnya
menjadi sangat rikuh. Mendadak perempuan itu menjerit lagi dengan
suara lengking :
"Tolong ..... tolong...... ada perampok, ada perampok!"
Keadaan seperti ini makin membuat Thi Eng khi bertambah
runyam dan serba salah. Untung saja lelaki itu masih cukup bernyali.
Setelah melihat dandanan dari Thi Eng khi dan juga melihat gerak
geriknya yang halus, dia tahu kalau orang itu bukan orang jahat. Dia
lantas menyuruh perempuan itu berhenti berteriak, lalu ujarnya
kepada Thi Eng khi :
"Saudara, mungkin kedatanganmu agak salah paham."
Dengan wajah memerah Thi Eng khi manggut manggut,
"Yaa, benar, aku mengira ada orang jahat yang sedang beraksi
disini, sungguh tak nyana kedatanganku malah hanya mengganggu
kalian, harap sudi memaafkan."
644 Tampaknya yang perempuan adalah seorang yang berjiwa
sempit, dengan wajah tak senang hati dia segera mengomel :
"Dasar setan sembrono, masa kalau ingin menolong orang tidak
dilihat dulu keadaannya" Bikin orang ketakutan saja!"
Thi Eng khi benar benar merasa sangat jengah, seandainya disitu
ada lubang niscaya dia sudah menerobos masuk untuk
menyembunyikan diri. Agaknya yang pria kuatir kalau perbuatan
perempuan itu menggusarkan Thi Eng khi, buru buru dia menutupi
badan perempuan tadi dengan selimut dan ia sendiri pun
mengenakan baju luar.
Pada saat itulah dari luar pintu kedengaran suara langkah
manusia kemudian terdengar seseorang mengetuk pintu sambil
menegur : "Kong tiong, ada apa" Mengapa berteriak teriak?"
Lelaki itu segera membuka pintu, seorang tosu tua segera
berjalan masuk ke dalam ruangan. Ketika Thi Eng khi melihat tosu
tua itu, dia baru teringat akan satu persoalan segera pikirnya :
"Heran, mengapa di dalam kuil To koan bisa muncul sepasang
suami istri muda yang menginap bersama?"
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, jawabannya segera
diperoleh dari lelaki itu. Terdengar lelaki tersebut menjawab :
"Paman, tadi menanti keponakan hendak turun dari ranjang, tiba
tiba melihat ada seekor Jit poh kim disitu, saking kagetnya kami
menjerit, rupanya jeritan kami mengundang kedatangan pendekar
ini, siapa tahu dia salah paham terhadap pendekar ini dengan
mengiranya sebagai penyamun sehingga akibatnya.... hal ini sampai
membangunkan kau orang tua."
Tosu tua itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Yaa, hal ini memang tak bisa menyalahkan kepada orang lain,
dalam tokoan ada perempuannya ..... cara dari mana ini?"
Kemudian denga wajah tersipu dia berpaling kearah Thi Eng khi
sambil melanjutkan:
645 "Mereka adalah keponakan dan menantu keponakan pinto yang
hendak pulang dusun karena perjalanan jauh mereka ikut
menumpang sehari disini, harap sauhiap jangan menertawakan."
"Aaah, mana..... mana..... akulah yang gegabah sehingga
mengganggu ketenangan kalian semua, harap kalian sudi
memaafkan."
Sesudah menjura buru buru dia mengundurkan diri dari situ.
Tosu tua itu segera mempersilahkan Thi Eng khi untuk duduk
didalam kamarnya. Dalam kesempatan itu Thi Eng khi lantas
mengutarakan niatnya untuk membeli kuda yang didengarnya
meringkik dalam kuil. Tosu tua itu bilang, kuda tersebut milik
keponakan serta menantu keponakannya, jadi tak tahu apakah akan
dijual atau tidak.
Mendengar itu, Thi Eng khi segera mengeluarkan sepuluh tahil
emas murni, kemudian katanya sambil tersenyum :
"Agaknya kuil ini kurang banyak pengunjungnya, harap sejumlah
kecil uang emas ini bisa digunakan sebagai ongkos perawatan kuil."
Mencorong sinar terang dari balik mata tosu tua itu, buru buru
dia mengucapkan terima kasih. Kemudian katanya lagi :
"Rumah mertua keponakanku hanya tinggal setengah harian
perjalanan, sekalipun ditempuh dengan berjalan kaki juga tidak
mengapa, bila sauhiap membutuhkan kuda, besok akan pinto
rundingkan dengan keponakanku itu."
Kembali Thi Eng khi mengeluarkan sepuluh tahil emas sambil
berkata : "Kalau begitu, kumohon bantuan dari totiang!"
Setelah menerima uang, tosu tua itu memberikan kamarnya
untuk dipergunakan oleh Thi Eng khi. Menggunakan kesempatan itu,
Thi Eng khi segera bersemedi untuk mengembalikan tenaganya. Tak
sampai tiga kali latihan, waktu sudah menunjukkan kentongan ke
empat, jaraknya dengan fajarpun tinggal satu setengah jam.
646 Thi Eng khi segera bangkit berdiri dan bermaksud untuk keluar
dari kamar untuk berlatih ilmu pukulan. Siapa tahu begitu tangannya
menyentuh pintu kamar tersebut, ia menjadi tertegun, buru buru dia
mengerahkan tenaganya untuk mendorong sekuat tenaga, alhasil
pintu itu masih belum juga terbuka.
Lama kelamaan dia menjadi naik darah sambil mengerahkan
tenaga dia menghantam dinding ruangan itu, "Blaaammm...!"
dinding ruangan itupun sama sekali tidak roboh. Ternyata seluruh
ruangan tersebut terbuat dari baja asli. Pada saat itulah dari luar
kamar terdengar tosu tua itu berseru sambil tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh.... haaahhhhh..... haaahhhh...... Thi Eng khi, kau masih
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kenal dengan lohu?"
Sewaktu menyebut nama "Thi Eng khi" suara tersebut masih
merupakan suaranya si tosu tua tapi ketika mengucapkan "masih
kenal dengan lohu" suaranya telah berubah menjadi suara Huan im
sin ang, musuh besarnya.
Thi Eng khi menjadi teramat gusar, sepasang matanya sampai
merah berapi api karena naik pitam, segera teriaknya keras keras :
"Iblis tua, kalau kau punya kepandaian, hayo cobalah beradu
kepandaian dengan diriku."
Huan im sin ang menjengek sinis :
"Hmmm.... mau bertarung mah gampang bila hari ini kau belum
mampus dibakar, besok aku pasti akan melepaskanmu keluar."
Menyusul kemudian terdengar suara orang yang mengangkut
kayu bakar serta orang menyulut api. Tak lama kemudian, asap hijau
telah merembes masuk lewat lubang lubang kecil di bawah kaki
dinding. Thi Eng khi segera mengerahkan ilmu Heng kian sinkang
untuk melindungi badannya siapa tahu asap hijau yang terendus
olehnya kontan membuat kepalanya pening dan hawa murninya
buyar, segenap tenaganya seakan akan tak mampu dihimpun
kembali. 647 "Aduh celaka, dalam asap hijau tersebut ada racunnya ...." diam
diam Thi Eng khi berpekik.
Buru buru dia mengeluarkan tiga butir pil kim khong giok lok
wan, lalu setelah ditelan buru buru dia duduk bersila. Sementara itu
api yang berkobar di luar makin lama makin membara, seluruh kuil
kecil itu sudah berubah menjadi lautan api.
Pil mestika Kim khong giok lok wan memang berkasiat luar biasa,
dia segera merasakan hawa segar menyebar ke seluruh bagian
tubuhnya, dalam waktu singkat keempat anggota badannya menjadi
segar dan nyaman, seluruh perasaan mual yang semula
mencengkam perasaannya juga mulai membuyar.
Yang tertinggal sekarang hanyalah bagaimana mencari akal untuk
meloloskan diri dari ancaman bahaya maut tersebut. Berbicara
menurut keadaan yang berada dihadapan mata sekarang, untuk
menerjang keluar bukanlah suatu pekerjaan yang tak mungkin.
Dinding baja yang membara tersebut tak nanti akan tahan
menerima sabuah pukulan Heng kian sinkang miliknya, cuma dengan
begitu maka kepandaian sakti yang dimilikinya akan diketahui lawan
terlalu awal, hal mana justru akan semakin meningkatkan
kewaspadaan Huan im sin ang terhadap dirinya sehingga keadaan
tersebut justru akan semakin menyulitkan usahanya untuk
membasmi kaum iblis dikemudian hari.
Tindakan yang kurang cerdas, tak ingin dilakukan bilamana
keadaan tidak sangat memaksa. Maka setelah berpikir pulang pergi,
tiba tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, segera dia berpikir :
"Mengapa aku tidak mengerahkan ilmu Heng kian sinkang untuk
menyalurkan hawa api Sam koay cin hwee untuk menerobos ke
bawah tanah" Bila aku sudah lolos nanti niscaya iblis tua itu akan
menjadi kebingungan untuk menemukan aku."
Begitu ingatan tersebut melintas lewat Thi Eng khi segera
mengerahkan tenaga dalam Heng kian sinkangnya untuk
memancarkan keluar hawa panas Sam koay cin hwee nya. Pelan
pelan tubuhnya seperti tenggelam kedalam tanah, begitu tubuhnya
648 masuk ketanah, dia segera mengembalikan pasir disisinya untuk
menutupi permukaan tanah yang sebelah atas agar dari atas
permukaan orang tak akan mengetahui kalau dia sedang
menyembunyikan diri di situ.
Baru saja dia hendak menutupi kepalanya dengan tanah
kemudian mengerahkan ilmu Ku si tay hoat untuk menutup
pernapasannya, mendadak ia merasa kakinya menginjak tanah
gembur, kemudian muncullah sebuah lubang kecil.
Dengan cepat dia mengerahkan kembali tenaga dalamnya untuk
menekan kebawah.... "Brru...." tanah berguguran semakin deras,
dari sebuah lubang yang kecil itu telah berubah menjadi sebuah
lubang besar, serta merta dia menerobos masuk kedalam gua itu.
Masih untung kedua kakinya langsung menginjak tanah.
Jilid 20 Thi Eng khi mencoba untuk memperhatikan keadaan di sekeliling
tempat itu dengan sorot matanya yang tajam, rupanya dia sedang
berada di dalam sebuah lorong rahasia. Penemuan yang tak terduga
ini sangat menggirangkan hati Thi Eng khi, buru-buru dia
mengebaskan ujung bajunya keatas untuk mengirim kembali tanah
yang berguguran itu keatas lubang.
Dalam waktu singkat, lubang tersebut telah berhasil disumbat
kembali olehnya menjadi seperti sedia kala, orang tak akan mengira
kalau ditempat itu terdapat sebuah gua yang tembus dengan
ruangan atas. Selesai memeriksa hasil karyanya dan merasa puas, pemuda itu
baru melanjutkan perjalanannya menelusuri lorong rahasia tersebut.
Permukaan lorong itu tinggi rendah tidak menentu, seandainya
tenaga dalam yang dimiliki tak sempurna sehingga bisa melihat
keadaan disekitar sana dengan jelas, ia benar benar tak akan berani
untuk menelusuri lorong rahasia tersebut.
649 Sudah sekian lama dia melakukan perjalanan, akan tetapi belum
juga keluar dari lorong tersebut, hatinya mulai merasa tegang, dia
kuatir lorong tersebut tiada jalan keluarnya.
Untung saja pada saat itulah mendadak matanya terasa silau,
tiba tiba ia saksikan ada cahaya terang memancar masuk dari atas
dinding lorong, dia mengira di depan sana adalah jalan keluar dari
lorong tersebut. Dengan perasaan girang, ia segera mempercepat
larinya menuju kearah depan sana.
Menanti ia tiba didepan sumber dari cahaya tersebut, dia baru
menjadi tertegun dan segera menghentikan perjalanannya. Rupanya
cahaya terang itu bukan merupakan sebuah cahaya alam, melainkan
memancar masuk lewat sebuah gua batu yang sangat besar. Bukan
saja tempat itu bukan merupakan sebuah jalan keluar dari lorong
rahasia tersebut, pada hakekatnya dia sudah salah arah.
Diatas pintu gua yang sempit diatas lebar dibawah hingga
berbentuk segitiga terdapat sebuah batu penyekat yang besar dan
lebar, diatas permukaan batu penyekat tadi tampak lukisan
pemandangan yang sangat indah.
Kiranya cahaya yang memancar tadi berasal dari kedua sisi batu
penyekat yang memantul diatas dinding lorong rahasia. Tak bisa
disangkal lagi, dalam gua tersebut sudah pasti ada penghuninya.
Andaikata berada di hari biasa, dengan perasaan ingin tahu Thi
Eng khi pasti akan menerobos masuk ke dalam untuk mengetahui
apa gerangan yang berada di sana. Tapi keadaannya sekarang sama
sekali berbeda, bukannya dia tidak merasa ingin tahu, adalah
dikarenakan ia sangat menguatirkan keselamatan dari Pek leng
siancu yang sedang meronta dari lembah kematian. Dia kuatir akan
timbul kesulitan sehingga menunda perjalanan pulangnya ke bukit
Siong san. Maka dengan wajah serius dia berhenti, membalikkan badan dan
balik kembali kearah semula. Hanya kali ini dia berjalan dengan
gerakan yang jauh lebih lamban daripada semula.
650 Lorong rahasia tersebut memang panjang sekali, entah berapa
lama Thi Eng khi sudah berjalan tapi belum mencapai mulut gua
juga, dengan perasaan kesal anak muda itu segera mempercepat
perjalanannya. Mendadak mendengar serentetan suara langkah
manusia berkumandang datang dari belakang punggungnya.
Dengan kesiap siagaan penuh Thi Eng khi segera mempercepat
gerakannya dan melompat keluar dari mulut lorong lebih dulu.
Ternyata mulut lorong rahasia tersebut berada di balik batang pohon
yang amat besar.
Ketika dia mendongakkan kepalanya, tampak di arah barat daya
sana masih berwarna merah darah, tampaknya Huan im sin ang
benar benar sangat bernapsu untuk membunuhnya, siapa tahu dia
toh masih lolos juga dalam keadaan selamat, tanpa terasa sekulum
senyuman tersungging diujung bibirnya.
Baru saja senyuman tersungging di ujung bibirnya, mendadak ia
teringat kalau dari balik lorong ada orang hendak keluar, dia merasa
tindakannya sekarang kelewat gegabah.
Buru buru dia menyelinap ke belakang pohon tersebut untuk
menyembunyikan diri. Tak lama kemudian, dari balik mulut lorong
rahasia itu melompat keluar dua sosok bayangan manusia.
Yang seorang adalah kakek bermuka putih yang mengenakan
baju hijau, sedangkan yang lain adalah seorang gadis cantik yang
berbaju warna hijau pula. Begitu memunculkan diri, tanpa
membuang waktu lagi kedua orang itu segera menggerakkan
tubuhnya menuju ke arah tempat kebakaran dimana Huan im sin
ang sedang berusaha membakar mati Thi Eng khi.
Si anak muda itu hanya merasakan dua sosok bayangan manusia
berkelebat lewat, tahu tahu bayangan hitam itu sudah tinggal setitik
bayangan kecil dikejauhan sana. Sedemikian cepatnya gerakan
tubuh kedua orang itu, untuk sesaat membuat pemuda kita menjadi
termangu. 651 Akhirnya setelah menghela napas dan menggelengkan kepalanya
berulang kali, Thi Eng khi meneruskan perjalanannya menuju ke
arah tujuan semula. Sepanjang perjalanan, ia tidak menjumpai
halangan lagi, dengan lancar akhirnya sampai juga di kuil Siong gak
bio. Thi Eng khi benar benar merasakan hatinya amat tegang, tanpa
berusaha untuk mencari tahu keadaan penyakit dari So Bwe leng
lagi, dia segera berlarian menuju ke kamar tidur gadis itu. Tapi
setibanya di depan kamar yang digunakan oleh Pek leng siancu So
Bwe leng untuk merawat penyakitnya, dia baru menjumpai kalau
keadaan sedikit tidak beres.
Ternyata pintu kamar tersebut tertutup rapat, debu nampak
melapis diatas pintu tampaknya sudah banyak waktu tidak
dibersihkan orang. Membayangkan apa yang terjadi, Thi Eng khi
segera merasakan jantungnya berdenyut keras, sekujur tubuhnya
seakan akan tercebur ke dalam gudang salju, kontan menggigil
keras. Dengan suara keras, ia lantas berteriak :
"Adik Leng, aku telah kembali!"
Dari dalam kamar tidak terdengar suara jawaban, sekarang dia
merasa kehilangan keberanian untuk masuk ke dalam kamarnya,
gumamnya dengan suara sedih :
"Aku ..... aku telah terlambat ..... aku telah pulang agak
terlambat!"
"Thi sauhiap, siapa bilang kedatanganmu terlambat?" tiba tiba
Boan san siang koay munculkan diri sambil berseru. Thi Eng khi tak
dapat membendung airmatanya lagi, dia segera menangis terisak,
katanya kemudian :
"Locianpwe berdua, bagaimana keadaan adik Leng"
Beritahukanlah kepadaku apa yang terjadi!"
"Harap Thi sauhiap jangan gelisah, nona So masih berada dalam
keadaan sehat walafiat, mari kita berbincang bincang di sana."
652 Sambil berkata dia lantas mempersilahkan Thi Eng khi untuk
duduk di ruang tamu. Thi Eng khi tidak begitu percaya dengan
perkataan dari Toa koay (siluman pertama) Cia Pit. Menurut
anggapannya besar kemungkinan kalau So Bwe leng sudah
mengalami musibah, sedang apa yang dikatakan Toa koay tak lebih
hanya bermaksud untuk menghibur hatinya.
Maka begitu duduk, dia lantas bertanya lagi dengan perasaan
cemas : "Kini adik Leng berada dimana" Harap locianpwe berdua sudi
berbicara secara terus terang."
Ji koay (siluman kedua) Cia Suan segera tertawa.
"Nona So betul betul berada dalam keadaan sehat, cuma
kemungkinan besar Thi sauhiap tak bisa bertemu lagi dengannya."
"Apa?" teriak Thi Eng khi dengan mata terbelalak.
"Penyakit yang diderita oleh nona So telah disembuhkan oleh
seorang tokoh sakti tapi konon dia sudah enggan berjumpa lagi
dengan sauhiap," ucap Tia koay Cia Pit menerangkan.
Thi Eng khi segera merasa hatinya agak lega sebagian, ujarnya
kemudian dengan suara lebih tenang :
"Mengapa?"
"Aaaai.... rahasia hati nona So mana bisa diketahui orang lain?"
sahut Ji koay Cia Suan cepat, "bahkan So tua pun gagal untuk
mengetahui sebab musababnya, maka dia orang tua terpaksa
mengijinkan nona So untuk pindah dari kuil Siong gak bio ini."
"Apakah locianpwe tahu mereka telah berpindah ke tempat
mana?" "Tujuan dari nona So meninggalkan tempat ini adalah untuk
menghindari diri dari sauhiap tapi So tua diam diam telah
meninggalkan pesan kepadaku, silahkan sauhiap segera menyusul ke
situ." 653 Ia lantas memberitahukan alamat baru dari Tiang pek lojin itu
kepada Thi Eng khi. Tak sempat banyak bertanya lagi, Thi Eng khi
segera mohon pamit dan berlalu dari situ. Dengan mengikuti
petunjuk dari Boan san siang koay, setelah membuang banyak
waktu dan tenaga akhirnya ia berhasil juga menemukan beberapa
buah rumah gubuk di tengah Siong san.
Thi Eng khi segera berpekik nyaring dari luar rumah, betul juga
Tiang pek lojin segera munculkan diri dari balik rumah tersebut.
Perjumpaan itu sangat mengharukan sekali, Thi Eng khi tidak
mengisahkan dahulu pengalamannya, melainkan buru buru
menanyakan keadaan dari Pek leng siancu So Bwe leng :
"So yaya! Bagaimanakah keadaan adik Leng?"
Menyaksikan kecemasan yang mencekam perasaan Thi Eng khi,
sebenarnya Tiang pek lojin ingin mengutarakan apa yang
sebenarnya terjadi, tapi diapun kuatir cucu perempuannya marah,
maka dengan wajah memerah segera sahutnya :
"Dia sangat baik, cuma setelah melawan musibah besar itu, dia
menjadi putus asa dan kecewa terhadap kehidupan keduniawian, ia
ribut ingin menjadi pendeta, sudah lohu bujuk berulang kali tapi
gagal, kemarin ia telah mencukur rambut menjadi pendeta."
Selesai mengucapkan perkataan itu, kembali ia menghela napas
panjang, walaupun helaan napasnya panjang, padahal sama sekali
tidak mengandung nada sedih. Waktu itu pikiran Thi Eng khi sedang
kalut, tentu saja ia tak dapat menangkap nada tersebut.
Kontan saja paras mukanya berubah menjadi pucat pasi, dengan
sedih katanya lagi :
"So yaya, sebetulnya apa yang menyebabkan adik Leng
mencukur rambutnya menjadi pendeta?"
Tapi kemudian dengan setengah nada menduga ia mengumam :
"Yaa.... mungkinkah dia marah kepadaku karena tempo hari aku
tidak memikirkan keselamatan jiwanya sehingga menyebabkan dia
terluka" Tapi ...... tidak ...... tidak mungkin, hal itu merupakan
654 kerelaannya sendiri untuk berkorban demi kepentingan seluruh umat
persilatan, dia tak akan menyalahkan diriku!"
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah termenung sebentar, dengan kening berkerut katanya
lagi : "Jangan jangan dia masih marah karena aku pulang agak
terlambat?"
Tapi selanjutnya dia berguman lebih jauh :
"Tidak, dia seharusnya tahu kalau aku sudah berusaha dengan
segala kemampuan yang kumiliki."
Thi Eng khi hanya tahu bergumam sambil menduga, hal mana
membuat Tiang pek lojin So Seng pak merasa terharu sekali. Selain
itu, ada sepasang mata yang mengintip dari balik kegelapan pun
turut mengucurkan airmatanya dengan deras, hampir saja dia
membatalkan niatnya untuk melanjutkan rencana nakalnya itu.
Mendadak Thi Eng khi berkata dengan wajah serius :
"So yaya, apakah adik Leng berada di dalam ruangan, aku
hendak berjumpa muka dengannya?"
Tiang pek lojin segera menuding ke arah sebuah kuil nikou yang
berada ratusan kaki dari situ, kemudian menjawab :
"Anak Leng menjadi pendeta di dalam kuil pendeta disebelah
sana ...."
Setelah berhenti sejenak dia menambahkan,
"Tapi dia enggan untuk berjumpa dengan dirimu, sekalipun kau
kesana juga tak berguna."
Thi Eng khi sama sekali tidak menggubris perkataan dari Tiang
pek lojin, begitu selesai mendengarkan perkataan itu, dia segera
menggerakkan tubuhnya melejit dari sana, hanya dalam beberapa
kali lompatan saja ia telah tiba di depan kuil nikou tersebut.
Menanti si anak muda itu sudah berlalu, Tiang pek lojin baru
berpaling ke dalam rumah sambil membentak :
655 "Anak Leng, telah mempermainkan anak Eng khi, bukan cuma
kau saja yang berdosa bahkan yaya pun ikut bersalah!"
Pek leng siancu So Bwe leng segera melompat keluar dari dalam
rumah, lalu dengan suara lembut dia berseru :
"Biar tahu rasa! Siapa suruh dalam hati kecilnya dia masih
mempunyai perempuan lain."
Dengan perkataan itu maka terbongkarlah rahasia hati So Bwe
leng. Rupanya entah darimana, diapun tahu kalau Thi Eng khi
menaruh perasaan cinta kepada Ciu Tin tin, dia menjadi cemburu
sehingga berniat untuk memberi sedikit penderitaan buat si anak
muda itu. Sampai sekarang Tiang pek lojin baru tahu kalau cucu
perempuannya adalah seorang pencemburu, tak kuasa lagi dia
berseru : "Aaai...... aaai...... kesemuanya ini adalah kesalahan yaya yang
kelewat memanjakan dirimu!"
Seraya berkata dia lantas berjalan menuju ke arah kuil nikou
tersebut ..... Sambil mengejar dari belakang, Pek leng siancu So Bwe leng
segera berseru :
"Yaya! Jika kau benar benar hendak mencampuri urusanku, anak
Leng betul betul tak akan menggubris dirimu lagi!"
Terpaksa Tiang pek lojin harus menghentikan langkahnya,
setelah menghela napas dia berkata :
"Nak, semoga kau tahu diri dan jangan berbuat kebangetan!"
Pek leng siancu So Bwe leng segera tersenyum :
"Tak usah kuatir yaya, anak Leng mengetahui hal ini ...."
Setelah mendengar perkataan tersebut, Tiang pek lojin baru
tertawa lega, bersama Pek leng siancu berangkatlah mereka menuju
ke arah kuil nikou itu. Dalam pada itu, Thi Eng khi sedang berteriak
dengan perasaan cemas di luar pintu kuil :
656 "Adik Leng! Adik Leng! Siau heng Eng khi mohon berjumpa
dengan dirimu ...."
Ia sudah berteriak beberapa kali, namun dari dalam ruangan kuil
tak kedengaran sedikit suarapun. Dalam gelisahnya Thi Eng khi
segera menuju ke depan sambil melancarkan sebuah pukulan ke
atas pintu kuil. Dengan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang,
sudah barang tentu pintu kuil tersebut tak akan tahan menerima
pukulannya.....
"Blaaammmm!" kontan saja pintu kuil tersebut terpentang lebar.
Dari dalam kuil itu terdengar seseorang menjerit kaget, kemudian
tampak bayangan manusia berkelebat lewat, dihadapannya telah
berdiri dua orang nikou setengah umur yang menghadang jalan
pergi si anak muda itu.
Tegur dengan suara dingin,
"Sauhiap, kau adalah seorang ketua dari suatu perguruan besar,
mengapa begitu tak tahu diri" Tahukah kau tempat ini adalah
sebuah kuil nikou...?"
Thi Eng khi bertindak kasar hanya dikarenakan dorongan
emosinya yang meluap luap, dia tidak memikirkan soal perbedaan
antara lelaki dan wanita, apalagi tempat itu sebagai suatu kuil kaum
nikou. Menanti jalan perginya terhadang dan kedua orang nikou itu
mulai menegur, dia baru dibikin tersipu sipu karena malu, mukanya
merah padam, sampai sekian lamanya ia tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
Salah satu diantara nikou setengah umur itu segera menegur
sambil tertawa kering :
"Sauhiap, bila kau tiada persoalan lain, harap segera
mengundurkan diri dari sini!"
Segera Thi Eng khi berlalu, sekarang ia sudah tak punya muka
lagi untuk berdiam disitu lebih lama, tak berani mendongakkan
657 kepalanya lagi, ia segera menjejakkan kakinya dan melompat keluar
dari kuil tersebut kemudian menghela napas panjang.
Belum sampai dia berjalan mundur sejauh sepuluh langkah,
mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara teriakan
dari seorang nikou setengah umur :
"Sauhiap, harap kembali, coba lihatlah siapa yang sedang
munculkan diri ini?"
Dengan cepat Thi Eng khi membalikkan badannya, tampak
seorang nikou cilik berdiri tenang di depan pintu, seperangkat jubah
pendeta yang berwarna abu abu menutupi tubuhnya yang kecil
mungil, membuat siapapun yang memandang terasa beriba hati.
Dengan sempoyongan anak muda itu segera memburu kedepan.
Tapi nikou yang menyaru So Bwe leng itu segera membentak keras :
"Jangan mendekat!"
Thi Eng khi tertegun segera menghentikan gerakan tubuhnya,
teriaknya keras keras:
"Adik Leng!"
"Sauhiap, harap tahu diri, sebagai seorang pendeta harap kau
jangan memanggil lagi dengan nama awamku!"
Suaranya dingin, sikapnya juga dingin, membuat perasaan Thi
Eng khi yang hangat segera berubah menjadi dingin kembali, ia jadi
tergagap dan untuk sesaat lamanya tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
"Kau....... kau......"
Kesedihan yang mencekam perasaan Thi Eng khi tak terlukiskan
lagi dengan kata kata. Tiang pek lojin yang bersembunyi di balik
kegelapan segera berpaling dan melotot sekejap kearah Pek leng
siancu So Bwe leng yang berada disisinya lalu menegur :
"Anak Leng, sebetulnya apa tujuanmu" Mengapa kau menyuruh
dia mengucapkan kata yang begitu kasar?"
658 "Aku sama sekali tidak suruh budak itu mengucapkan kata-kata
seperti ini," bantah Pek leng siancu So Bwe leng cepat. Kemudian
dengan kening berkerut, dia berkata lagi dengan gemes,
"Sialan betul budak tersebut, aku pasti akan memberi pelajaran
kepadanya."
Selesai berkata dia sudah menerjang kedepan siap memberi
pelajaran kepada penggantinya itu. Tapi tindakan tersebut segera
dicegah oleh Tiang pek lojin, katanya dengan cepat :
"Anak Leng, jangan gegabah, bayangkan sendiri keadaanmu
sekarang, apakah kau bisa menampilkan dirimu" Jalan terbaik pada
saat ini adalah dengan tenang menghadapi perubahan, nah.... inilah
pembalasan bagi perbuatan sok pintarmu itu."
Akhirnya Pek leng siancu dapat dibujuk juga oleh kakeknya
sehingga membatalkan niatnya untuk keluar, tapi ia menjadi gemas
sekali sampai menggertak giginya berulang kali.
Setelah menegur cucu kesayangannya, dengan suara lembut
kembali Tiang pek lojin berkata :
"Nak, kau harus tenang .....! Tenang ..... kau harus tenang
menghadapi keadaan."
Pek leng siancu So Bwe leng segera mendongakkan kepalanya
kembali memandang kearah depan. Ia menyaksikan orang yang
menggantikan dirinya itu sudah berubah sama sekali sikapnya
sebagai seorang pendeta, setelah tertawa terkekeh kekeh katanya :
"Engkoh Eng, kau menjadi marah bukan" Haaahhhh.....
haaahhhhh...... haaaahhhh...... aku hanya mengajak kau bergurau!"
Walaupun Pek leng siancu So Bwe leng adalah seorang yang
tidak mempersoalkan masalah kecil, tapi dia masih tahu untuk
menjaga diri, sikapnya sama sekali tidak sebrutal ini.
Kontan saja Thi Eng khi menjadi serba salah dibuatnya, dia tidak
tahu bagaimana harus menjawab. So Bwe leng yang sembunyi di
balik kegelapan justru semakin bertambah gusar, makinya berulang
kali. 659 "Tidak tahu malu! Tidak tahu malu! Benar benar tidak tahu
malu!" Ternyata nikou kecil itu sangat pandai bermain sandiwara,
setelah tertawa, kembali wajahnya berubah menjadi dingin seperti
es, katanya lagi :
"Kau jangan keburu senang dulu, aku bukanlah So Bwe leng yang
kau idam idamkan, So Bwe lengmu sudah mampus!"
Mendengar perkataan itu, Thi Eng khi segera mendongakkan
kepalanya dan menghela napas panjang.
"Aaaai..... adik Leng, kau tak usah bersikap begitu, akupun tak
tahu sebabnya kau begitu membenciku, sekalipun dijelaskan juga
suatu tindakan yang percuma, kalau toh kau menganggap dirimu
sudah mati, siau heng hanya bisa menyimpan bayanganmu yang lalu
didalam hati. Sekarang, siau heng hendak mohon diri dulu!"
Selesai berkata, dia lantas membalikkan badannya dan berlalu
dari situ. Si nikou cilik yang menyaru sebagai So Bwe leng segera
membentak keras :
"Berhenti! Coba kau amati sekali lagi siapakah aku?"
Sambil berkata, dia lantas mengusap wajahnya, seketika itu juga
paras mukanya berubah sama sekali. Kini yang muncul adalah seraut
wajah cantik yang diliputi hawa pembunuhan, sedikitpun tidak mirip
dengan wajah Pek leng siancu So Bwe leng.
Bahkan So Bwe leng asli dan Tiang pek lojin yang bersembunyi
dibalik kegelapan pun merasakan kejadian tersebut sama sekali
diluar dugaan, saking kagetnya mereka sampai tercengang,
mimpipun mereka tidak menyangka kalau orang itu adalah
seseorang yang menyaru sebagai So Bwe leng, bukan gadis yang
berwajah mirip So Bwe leng.
Dari sini dapat diketahui kalau orang itu memang datang kesitu
dengan membawa rencana busuk. Sementara mereka masih
termenung, perubahan yang terjadi di tengah arena sudah
berlangsung amat cepat.
660 Tampak Thi Eng khi maju selangkah ke depan, lalu teriaknya
keras : "See.... sebenarnya siapakah kau" Mengapa menyaru sebagai
adik Leng untuk mempermainkan aku?"
"Terus terang kuberitahukan kepadamu, adik Leng mu telah
mampus karena penyakitnya tak terobati, oleh karena So loyacu
kuatir kau bunuh diri untuk menjaga nama maka dia sengaja
mengatur rencana ini untuk menipumu, dia minta aku mewakili nona
Leng untuk memutuskan hubungan denganmu, tapi karena aku tak
tega membiarkan kau dimaki orang sebagai manusia yang tak
berperasaan maka ...."
"Sreet! Sreet...... Sreet......! Tiga batang ranting pohon dengan
kecepatan luar biasa langsung meluncur kedepan dan mengancam
jalan darah Hian ki hiat, Jit kan hiat serta Ki bun hiat ditubuh nikou
kecil tersebut.
Menyusul kemudian tampak sesosok bayangan manusia
menerjang keluar dari balik pohon seraya membentak,
"Anak Eng, jangan percaya dengan perkataannya itu, apa yang
dikatakan semuanya tidak betul!"
Begitu Thi Eng khi mendengar suara dari Tiang pek lojin, tanpa
berpaling lagi dia mengeluarkan ilmu Hu kong keng im untuk
berkelebat meninggalkan tempat itu, ia tidak berbicara, tidak
berpaling, pun tidak menghentikan gerakan tubuhnya.
Tiang pek lojin segera melambung ketengah udara dia mengejar
kearah Thi Eng khi, berbareng itu juga pesannya kepada So Bwe
leng, "Anak Leng, jangan lepaskan siluman perempuan itu, untuk
menjelaskan kesalahan paham dari anak Eng, kau harus
menahannya."
Padahal sebelum Tiang pek lojin meninggalkan pesannya tadi, So
Bwe leng telah menerjang kearah nikou cilik itu dengan geramnya.
Ternyata sambitan tiga batang ranting kering yang dilepaskan Tiang
pek lojin tadi, berhubung tenaga serangannya kelewat kecil, maka
661 bukan saja tak sanggup untuk melukai nikou cilik itu malahan oleh
ayunan tangan nikou cilik itu, serangan itu berbalik meluncur kearah
So Bwe leng. Hal mana tentu saja membuat repotnya So Bwe leng, dia harus
bersusah payah untuk menghindari diri sebelum akhirnya berhasil
meloloskan diri dari ancaman tersebut. Hawa amarah yang berkobar
di dalam dadanya waktu itu tentu saja tak terlukiskan lagi dengan
kata, kontan saja dia mencaci maki.
"Budak sialan yang pingin mampus, kau benar benar tak ingin
hidup rupanya ..."
Sepasang telapak tangannya segera diayunkan kian kemari
bersama sama untuk mendesak tubuh si nikou cilik itu. So Bwe leng
sudah memperoleh kepandaian warisan keluarganya, tenaga dalam
yang dimilikinya amat sempurna, dia sudah merupakan seorang jago
yang amat menonjol diantara kaum muda.
Oleh karena itu sangat membenci nikou cilik itu, maka serangan
yang dilancarkan hampir semua ditujukan kearah tujuh buah jalan
darah kematian di tubuh nikou cilik tersebut, sedikitpun tidak
mengenal ampun.
Ternyata nikou cilik itu sama sekali tidak berusaha untuk
menghindarkan diri, ia berdiri tenang disitu dengan wajah sinis, lalu
ejeknya : "Kau benar benar tak tahu diri."
Ujung bajunya segera dikebaskan ke depan melancarkan sebuah
pukulan dahsyat yang memaksa tubuh So Bwe leng tergetar mundur
sejauh dua langkah lebih. So Bwe leng adalah seorang yang
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berangasan walaupun dia tahu kalau tenaga dalam yang dimiliki
nikou cilik itu lebih tinggi daripada kepandaiannya, tapi ia tidak
gubris tentang soal itu, tubuhnya segera merendah kemudian
mendesak kemuka, dengan menggunakan jurus Pit gwat siu hoa
(menutup rembulan bunga terkuncup malu) yang disertai tenaga
sebesar sepuluh bagian, dihantam jalan darah Jit Kan hiat diatas
dada nikou cilik itu.
662 Sedingin es paras muka nikou cilik itu, ujarnya dingin :
"Sekalipun kau ingin mati, sekarang masih belum waktunya
bagimu untuk mati, lebih baik berbaring saja disini sambil menunggu
kedatangan yayamu nanti!"
Jari tangannya bagaikan sebatang tombak yang berubah menjadi
serentetan cahaya putih, segera menembusi angin pukulan So Bwe
leng dan menotok jalan darah Cian keng hiat dibahu gadis tersebut.
So Bwe leng harus berganti sampai empat macam gerakan untuk
meloloskan diri dari ancaman itu, namun usahanya itu toh gagal, dia
tidak berhasil juga menghindarkan diri dari totokan nikou cilik itu
sehingga tubuhnya segera terhajar telak.
Dasar wataknya memang keras dan tak mau takluk kepada
orang, walaupun jalan darah ditubuh So Bwe leng sudah tertotok
namun mulutnya tak mau berhenti memaki :
"Budak anjing, budak sialan, jika kau punya keberanian, hayolah
bebaskan nyonya mudamu, mari kita bertarung sampai salah
seorang diantara kita mampus!"
Nikou cilik itu melotot sekejap kearah So Bwe leng dengan
gemes, kemudian menjawab :
"Gara gara membantumu bermain sandiwara, aku harus
mengorbankan rambutku yang indah, kalau diingat kembali sungguh
menggemaskan, hmmm! Aku harus menghadiahkan dua tamparan
kepadamu untuk melampiaskan rasa mangkel dalam hati."
"Plooook! Plooook!" dia segera menampar pipi kiri dan pipi kanan
So Bwe leng keras keras sehingga muncullah bekas telapak tangan
yang merah membara. Selain itu juga menotok jalan darah bisunya
agar gadis itu tak mampu mendamprat lagi, hal mana tentu saja
menggusarkan So Bwe leng tapi kecuali melotot penuh kegusaran,
apalagi yang bisa dia lakukan"
Setelah menampar So Bwe leng, nikou cilik itu segera menuding
kearahnya sambil mendengus, ujarnya :
663 "Hmmm, seorang gagah tak akan bekerja sembunyi sembunyi,
aku adalah tuan putri dari istana Ban seng kiong, kali ini kuampuni
jiwamu. Jika kau hendak membalas dendam, aku akan selalu
menantikan kedatanganmu di dalam istana Ban seng kiong!"
Diiringi tertawa merdu, nikou cilik itu segera berkelebat keluar
dari ruangan kuil dan lenyap di belakang bukit sana. Ternyata nikou
cilik itu adalah seorang gadis yang dicari Huan im sin ang untuk
menggantikan Pek leng siancu menjadi seorang kiongcu dari istana
Ban seng kiong.
Oleh karena gadis itu pandai mengumpak dan lagi sangat
mencocoki selera Huan im sin ang, maka ia amat disayang oleh iblis
tua tersebut, bukan saja segenap kepandaian silat yang dimilikinya
diwariskan kepadanya, bahkan jalan darah jin meh dan tok mehnya
juga telah ditembusi. Itulah sebabnya tenaga dalam yang dimilikinya
jauh melebihi kemampuan dari So Bwe leng.
Kali ini Huan im sin ang mengutusnya untuk menyelundup ke
samping So Bwe leng, sebetulnya hanya dimaksudkan untuk
meninggalkan mata mata disitu, sungguh di luar dugaan hasil yang
kemudian berhasil diraih sama sekali diluar dugaan, hal ini boleh
dibilang merupakan hasil karya dari tindakan So Bwe leng sendiri
yang sok pintar.
Dalam pada itu, Tiang pek lojin telah mengerahkan tenaga
dalamnya sebesar dua belas bagian untuk mengejar Thi Eng khi,
walaupun tidak berhasil menyusulnya akan tetapi dia merasa yakin
akhirnya akan berhasil, sebab menurut anggapannya kendatipun
pemuda itu hebat, tak mungkin tenaga dalamnya bisa menangkan
dia. Siapa tahu, meski sudah sekian lama hasil tetap nihil bahkan
ketika Thi Eng khi mengetahui kalau dirinya disusul terus, mendadak
ia percepat tubuhnya sehingga tampaklah serentetan asap biru
berkelebat lewat, tahu tahu bayangan tubuhnya sudah lenyap tak
berbekas .... 664 Dalam keadaan seperti ini, terpaksa Tiang pek lojin harus
menghentikan gerakan tubuhnya sambil berdiri termangu mangu,
dia tak tahu bagaimanakah perasaannya ketika itu, terpaksa dengan
perasaan uring uringan dia balik kembali.
Melihat So Bwe leng kembali menderita kerugian ditangan orang,
setelah membebaskan jalan darahnya, dia bertekad hendak
mendidik gadis ini menjadi lebih lihay lagi, maka pada hari itu juga
dikirim ketempat kediaman seorang tokoh persilatan untuk
mendalami kepandaian silat yang dimilikinya.
Semenjak terjadinya peristiwa itu, So Bwe leng juga merasa
bertobat, wataknya sama sekali berubah, dia memusatkan segenap
perhatiannya untuk melatih diri secara tekun.
Dalam pada itu, Thi Eng khi telah tiba di sebuah lembah yang
terpencil setelah berhasil meloloskan diri dari pengejaran Tiang pek
lojin, sambil duduk termenung diatas batu cadas, dia melakukan
permikiran selama tiga hari tiga malam.
Semua tugas dan kewajiban yang harus dilakukannya sepanjang
hidup dilakukan suatu pemeriksaan yang terakhir. Akhirnya dia
mengambil suatu keputusan. So Bwe leng meninggal dunia gara
garanya, maka dalam pandangannya ia tak boleh hidup sendiri di
dunia ini, bahkan semakin bertekad untuk menghabisi nyawa sendiri
sebagai penebus dosa.
Hanya saja dia merasa tugas dan kewajiban yang harus
dilaksanakan selama ini masih belum terselesaikan sehingga
mustahil bagi dirinya untuk menghabisi nyawanya pada saat ini.
Demikianlah, dia lantas bersumpah akan menghabisi jiwanya tiga
tahun kemudian, selam tiga tahun dia berusaha keras untuk
menyelesaikan beberapa persoalan, antara lain :
Pertama, mencari peta lukisan Kun eng toh yang hilang
Kedua, ia pernah melepaskan Huan im sin ang satu kali, maka
diapun bertekad hendak menaklukkan kembali iblis itu kemudian
diserahkan kepada para jago untuk dihukum mati, dengan demikian
kepercayaan orang akan pulih kembali.
665 Ketiga, membangun kembali Thian liong pay dan membawa
perguruan itu menuju ke kejayaan.
Selewatnya tiga tahun, bila segala sesuatunya dapat berjalan
lancar, maka untuk memenuhi janjinya, dia akan menghabisi nyawa
sendiri. Dalam tiga tahun ingin membangun kembali kejayaan Thian
liong pay, hal ini bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Thi Eng khi
bisa berpikiran demikian berarti yag dibutuhkan sekarang adalah
menganggap satu hari sebagai dua hari, segala persoalan yang
dilaksanakan hanyalah "Cepat! Cepat! Cepat!"
Tanpa sangsi lagi dia meletakkan sasarannya yang paling utama
pada istana Ban seng kiong di puncak Wong soat hong di bukit Wu
san. Begitu keputusan diambil, tanpa memperdulikan lagi janjinya
dengan Bu im si hong Kian Kim siang, ia segera berangkat menuju
ke bukit Wu san.
Dengan tekad kedatangannya pasti mendatangkan hasil,
sepanjang jalan ia melanjutkan perjalanannya secara terang
terangan. Ketika tindakan itu tersiar ke telinga Huan im sin ang, baru
saja Pek leng siancu So Bwe leng gadungan melaporkan hasil yang
dicapainya. Huan im sin ang sama sekali tidak menyangka kalau kebakaran
besar itu gagal membunuh pemuda tersebut, dlaam keadaan kaget
timbullah satu ingatan keji dalam hatinya, ia segera memerintahkan
orang untuk membangun sebuah "sambutan hangat" yang meriah
buat musuhnya, bila Thi Eng khi sudah datang nanti maka dia akan
dibunuh secara keji.
Walaupun Thi Eng khi telah berhasil mendapatkan ilmu Heng kian
sinkang peninggalan Thio Biau liong sehingga kelihayannya begitu
luar biasa melebihi orang lain, tapi berhubung orang lain tidak
menyangka akan taraf kepandaian dimilikinya sekarang maka
terhadap tindakannya mendatangi istana Ban seng kiong seorang
diri boleh dibilang amat memuji, tapi mereka tidak mengharapkan
suatu hasil yang besar dari kedatangannya ke sarang lawan.
Paling banter mereka cuma tertawa sambil memuji :
666 "Yaa, kalau anak muda bisa memiliki keberanian seperti itu, hal
mana memang pantas dipuji!"
Tentu saja hal itu hanya sebatas pada orang orang yang tidak
memahami tentang dirinya atau tidak menaruh perhatian
kepadanya. Padahal dilain pihak terdapat banyak orang pula yang
meras gelisah dan cemas sekali atas perbuatan yang dilakukan oleh
Thi Eng khi tersebut.
Diantaranya terdapat seseorang yang paling istimewa, dia
dengan seribu macam alasannya berusaha mendahului Thi Eng khi
untuk tiba lebih dahulu di istana Ban seng kiong.
Dengan gerakan tubuh yang paling cepat, dia berjalan menelusuri
semak belukar menghindari penghadangan penghadangan yang
dipersiapkan Huan im sin ang dan muncul di depan pintu gerbang
istana Ban seng kiong yang sudah dihiasi dengan rapi itu.
Kemunculannya ibarat malaikat yang turun dari kahyangan,
ternyata dari delapan belas orang lelaki berbaju hijau yang berdiri
kedua belah sisi pintu gerbang Ban seng kiong tak seorangpun yang
tahu ia datang dari arah mana.
Orang itu sama sekali tidak menggubris kedelapan belas orang
lelaki berbaju hijau itu, dia masih berlagak seakan akan tidak tahu.
Sebaliknya kedelapan belas orang lelaki itupun tetap berdiri tegak di
tempat semula bagaikan sebuah patung, tak seorangpun diantara
mereka yang menghalangi perjalanannya.
Di balik pintu merupakan sebuah tanah lapang kecil, berdiri
ditengah arena dia berseru lantang :
"Siauceng Huang oh, mohon berjumpa dengan Huan im sin ang!"
Suaranya keras dan lantang, menembusi pintu yang berlapis dan
bergema disisi telinga Huan im sin ang. Baru saja dia selesai
berkata, dari ruangan disisi kanan gedung istana muncul dua orang
pemuda berbaju hijau, dengan gerakan tubuh yang cekatan mereka
melompat kedepan dan menghadang dihadapan Huang oh siansu.
667 Jangan dilihat potongan badan mereka halus lembut seperti anak
sekolah, ternyata ucapannya kasar sekali. Terdengar pemuda
tampan yang ada disebelah kiri segera membentak nyaring :
"Istana kami tidak berjodoh dengan kaum pendeta atau hwesio,
hei, kepala gundul lebih baik kau segera enyah dari hadapan sauya!"
"Omitohud" seru Huang oh siansu, "Sauhiap menitahkan siauceng
keluar dari sini, apakah tidak takut ditegur oleh sancu?"
"Hei, hwesio! Kau manusia macam apa" Tak mungkin Sancu akan
bersikap hormat terhadap manusia macam kau ...." pemuda yang
berada disebelah kanan meraung gusar.
Belum habis dia berkata, mendadak dari dalam istana terdengar
seorang gadis berseru nyaring :
"Cho yu ji tong (dua bocah kiri kanan), jangan kurang ajar!"
Menyusul kemudian sesosok bayangan manusia berbaju hijau
melayang keluar dari dalam ruangan istana dan melayang turun
dihadapan Huang oh siansu, kemudian sambil mengulapkan kedua
tangannya kepada dua orang pemuda tampan itu, serunya :
"Enyah kalian berdua dari sini!"
Tampaknya kedua orang pemuda tampan itu merasa takut sekali
dengan gadis berbaju hijau itu, dengan hormat dia segera
mengiakan : "Baik!"
Dengan cepat mereka mengundurkan diri dari tempat itu.
Sepeninggal mereka berdua, gadis berbaju hijau itu baru berkata
kepada Huang oh siansu :
"Sancu mempersilahkan siansu masuk."
Huan im sin ang tidak muncul untuk menyambut sendiri
kedatangannya, otomatis Huang oh siansu lah yang diminta untuk
masuk kedalam istana guna menjumpainya. Sebagai seorang
pendeta, Huang oh siansu tidak terlalu memperdulikan kepongahan
Huan im sin ang, sambil tertawa segera sahutnya :
"Silahkan nona!"
668 Dengan mengikuti dibelakang gadis berbaju hijau itu, Huang oh
siansu masuk kedalam istana Ban seng kiong, ia saksikan Huan im
sin ang sedang duduk dikursi utama dengan sikap yang pongah,
ternyata ia sama sekali tidak menggerakkan tubuhnya meski melihat
Huang oh siansu berjalan masuk ke dalam.
Hanya tegurnya dengan dingin :
"Hei hwesio, ada urusan apa kau datang mencari diriku?"
Huan im sin ang memang telah berhasil menyelidiki kalau Huang
oh siansu tinggal di utara puncak Huang soat hong, oleh karena dia
pernah menolong jiwa Thi Eng khi dan sanggup memunahkan
pengaruh Jit sat cinya, maka semenjak semula dia telah
menganggapnya sebagai salah seorang musuhnya.
Walaupun begitu, hingga sekarang dia masih belum mengetahui
siapa gerangan Huang oh siansu yang sebenarnya. Sikap Huang oh
siansu amat tenang, katanya pelan :
"Sudah lama aku mendengar kalau siauseng memiliki ilmu Jit sat
hiam im sinkang yang sangat lihay, oleh karena itu, sengaja
siauceng datang kemari untuk meminta petunjukmu!"
Huan im sin ang sama sekali tidak menyangka kalau hwesio itu
mengetahui banyak tentang dirinya, sedikit banyak terperanjat juga
hatinya setelah mendengar ucapan itu. Tapi air mukanya sama sekali
tidak berubah, hanya katanya dengan suara dingin:
"Hwesio, kalau toh kau mengetahui tentang ilmu Jit sat hian im
singkang, tentunya kau juga tahu akan kelihayannya, yakinkah kau
dengan kepandaian silat yang kau miliki itu sanggup untuk melawan
lohu?" Huang oh siansu masih tetap tertawa, jawabnya :
"Siauceng hendak mencoba untuk melawan kepandaian sakti sin
ang dengan ilmu sian thian bu khek ji gi sin kang, sanggup atau
tidak, siauceng tak berani sembarangan menduga."
"Ooh, kau adalah anggota Thian liong pay?" seru Huan im sin ang
dengan wajah tertegun.
669 Huang oh siansu memang datang dengan suatu tujuan tertentu,
maka diapun tidak bersikap rahasia terhadap lawannya, dengan
berterus terang sahutnya :
"Siauceng bernama Thi Tiong giok, tentunya sin ang tak akan
merasa asing dengan nama ini bukan?"
Lan ih cu tok Thi Tiong giok adalah seorang jago kenamaan dari
dunia persilatan, sekalipun masa berkelananya dalam dunia
persilatan amat singkat, namun namanya amat termashur, bahkan
jauh lebih terkenal daripada sekawanan ciangbunjin dari dunia
persilatan lainnya.
Yang dikatakan manusia punya nama pohon punya bayangan
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seketika itu juga suasana dalam ruangan istana itu menjadi gempar,
seruan tertahan bergema dari sana sini. Huan im sin ang sendiri juga
nampak agak tertegun tapi dengan cepat ia dapat mengendalikan
diri kembali, dia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak bahak untuk menutupi kegugupannya sendiri.
"Ooh... rupanya kau adalah Lan ih cu tok Thi tayhiap yang amat
termashur itu, maaf..... maaf...."
Walaupun ucapannya amat sungkan, tapi sama sekali tidak
mempersilahkan tamunya untuk duduk, dia membiarkan Huang oh
siansu tetap berada di tengah ruangan. Huang oh siansu sendiri
bertujuan untuk membereskan Huan im sin ang kalau bisa sebelum
kedatangan Thi Eng khi disitu, agar apa yang diharapkan bisa
tercapai, maka diapun tidak terlalu memperdulikan sikap Huan im sin
ang yang tak tahu sopan itu, hanya katanya :
"Apakah sin ang bersedia memberi petunjuk?"
Huan im sin ang yang licik segera tersenyum simpul, sahutnya
cepat : "Aaah, mana! Mana...!"
Ucapannya tiada berarti, hal tersebut sama artinya dengan tidak
berbicara, sementara sepasang mata iblisnya dialihkan kewajah
seorang kakek bermuka hitam yang berada disisi kanannya.
670 Sekalipun dia tidak mengucapkan sepatah katapun, namun kakek
itu segera melompat kedepan, kemudian serunya kepada Huang oh
siansu : "Sin ang adalah seorang sancu yang sangat terhormat, ia tak
bakal sudi untuk bertarung melawan seorang hwesio liar macam
kau, bila kau bersikeras ingin bertarung, lohu bersedia memberi
petunjuk satu dua jurus serangan kepadamu."
Nadanya sombong dan sikapnya sangat tekebur. Huang oh siansu
memperhatikan kakek berbaju hitam itu sekejap kemudian katanya :
"Sudah lama siauceng mendengar akan nama besar Im hong kui
jiu (tangan setan angin dingin) Thio tayhiap, sungguh beruntung
hari ini bisa mendapat kesempatan untuk memperoleh petunjuk,
silahkan!"
Tubuhnya yang berdiri ditengah arena mendadak melambung
tiga depa ketengah udara kemudian setelah satu lingkaran, pelan
pelan dia melayang keluar menuju ketengah lapangan diluar ruang
istana. Kalau dibilang, gerakan itu sederhana sekali, tapi cukup
menggetarkan perasaan setiap orang, kontan saja paras muka
semua orang berubah sangat hebat. Perlu diketahui ilmu
meringankan tubuh memang dikuasai setiap orang, tapi bukan
semua orang bisa melakukan gerakan melambung dengan begitu
pelan ditengah udara, bila seseorang tidak memiliki ilmu yang maha
dahsyat, jangan harap hal mana bisa dilakukan.
Kawanan jago golongan hitam yang berada dalam ruangan
kontan saja menjadi amat terperanjat, mereka tidak menyangka
kalau musuhnya berilmu begitu lihay. Terutama sekali Im hong kui
jiu Thio Put cay, hatinya dingin separuh lebih dulu, dia tahu kalau
kepandaian silat yang dimilikinya masih terpaut jauh bila
dibandingkan dengan Huang oh siansu.
Maka ia tak berani mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya,
dengan suatu lompatan biasa dia turut keluar dari ruangan istana.
Huang oh siansu bukan orang bodoh, ia sudah memahami maksud
671 hati dari Huan im sin ang, agaknya dia sendiri tidak berniat untuk
bertarung dengannya, maka dia hendak menggunakan jiwa anak
buahnya untuk menggantikan kedudukannya.
Jelas andaikata hal itu sampai terjadi, maka tujuan yang telah
disusunnya selama ini akan terbengkalai, hal mana berarti amat
tidak menguntungkan bagi dirinya. Seketika itu juga dia menyusun
satu rencana baru untuk menanggulangi keadaan tersebut.
Perlu diketahui, dimasa lalu Lan ih cu tok Thi Tiong giok adalah
seorang pemuda yang gagah perkasa, walaupun sudah menjadi
hwesio namun selama ini diapun harus memikirkan soal keselamatan
Ciu Tin tin dengan ibunya, betul iapun mendalami ilmu agama
Buddha, namun pikirannya belum dapat melepaskan sama sekali
dengan soal keduniawian.
Sudah barang tentu dia tak ingin melakukan suatu pengorbanan
yang tak berguna. Maka ia tak ingin bertarung didalam ruang istana,
dia berusaha untuk mencari kesempatan agar bisa bertarung
langsung dengan Huan im sin ang.
Dengan berhasilnya memancing keluar Im hong kui jiu Thio Put
cay dari dalam ruangan, sudah barang tentu dia berhasil pula
memancing Huan im sin ang serta begundalnya keluar pula dari
dalam ruangan. Ketika Huan im sin ang menyaksikan jumlah anak buahnya yang
hadir di arena amat banyak, dimana setiap saat dia dapat
membunuh hwesio itu kalau mau maka diapun tidak memperoleh hal
mana didalam hati, otomatis diapun tak sampai membayangkan
rencana yang sedang disusun oleh Huang oh siansu.
Sebelum pertarungan dilangsungkan, baik Huang oh siansu
maupun Im hong kui jiu Thio Put cay memperhatikan sekejap posisi
lawannya, kemudian tanpa sungkan lagi dia berseru :
"Silahkan!"
Kemudian pendeta itu sama sekali tidak berkutik, dia hanya
mengawasi wajah Im hong kui jiu Thio Put cay tanpa berkedip,
672 sedang dalam hatinya segera menyusun satu rencana, dia ingin
mengalahkan musuhnya dalam satu gerakan, kemudian
menggunakan kesempatan dikala semua orang sedang tertegun dia
akan menerjang langsung kearah Huan im sin ang.
Im hong kui jiu Thio Put cay sesungguhnya adalah seorang
manusia yang sudah banyak tahun melakukan kejahatan di dalam
dunia persilatan, diapun tanpa sungkan sungkan segera berseru :
"Maaf ....!"
Tangan kirinya segera menyambar ke depan, cakar setannya
yang direntangkan lebar lebar langsung menyambar ke depan
dengan dahsyatnya. Siapa tahu belum sampai ancaman itu mencapai
tengah jalan, ia sudah merasakan pergelangan tangannya menjadi
kaku, tahu-tahu lengannya telah terjatuh pula ke tangan Huang oh
siansu. Belum sempat Im hong kui jiu Thio Put cay melakukan sesuatu
tindakan, kembali tubuhnya sudah diangkat oleh Huang oh siansu
dan dilemparkan ke tubuh Huan im sin ang. Bersamaan itu pula
Huang oh siansu dengan gerakan Ji im sui heng langsung menyusul
pula kearah depan tubuh iblis tua tersebut.
Tubuh Im hong kui jiu Thio Put cay bergerak didepan sementara
tubuh Huang oh siansu mengikuti dari belakang, tapi lantaran
gerakan tubuhnya kelewat cepat, orang lain hanya merasakan
bayangan tubuh Huang oh siansu tahu tahu lenyap tak berbekas, ia
tidak tahu jika pendeta tersebut sebenarnya membuntuti di belakang
Im hong kui jiu.
Huan im sin ang sendiri, walaupun dia sempat menyaksikan
Huang oh siansu mengikuti dibelakang tubuh Im hong kui jiu Thio
Put cay sambil menerjang ke depan, tapi ia tidak mengetahui apakah
yang menjadi maksud tujuan dari Huang oh siansu.
Maka dari itu, terpaksa dia harus mengayunkan telapak
tangannya lebih dulu untuk menghajar tubuh Im hong kui jiu Thio
Put cay sampai mencelat mampus ke tanah. Setelah itu sambil
berkelit ke samping dia baru mengejek sambil tertawa seram :
673 "Benarkah kau bersikeras hendak mencari lohu untuk bertarung?"
Huang oh siansu berhenti kurang lebih lima kaki di depan tubuh
Huan im sin ang, dalam jarak sedekat ini berbicara untuk jago jago
lihay seperti Huang oh siansu maupun Huan im sin ang, tak mungkin
akan membiarkan orang ketiga untuk turut serta dalam pertarungan
ini. Sudah barang tentu Huan im sin ang tak dapat menunjukkan
kelemahannya di hadapan para anak buahnya dan menolak untuk
bertarung melawan Huang oh siansu.
Sementara itu Huang oh siansu tidak sungkan sungkan lagi,
tenaga dalam Sian thian bu khek ji gi sin kang yang dimilikinya
segera dihimpun mencapai sepuluh bagian setelah itu dengan wajah
serius dia berkata :
"Sin ang, bila kau merasa tak sanggup untuk memberi
perlawanan, tentu saja siauceng akan sudahi persoalan sampai disini
saja!" Kena dipegang dengan kata kata oleh musuhnya, terpaksa Huan
im sin ang harus tertawa terbahak bahak.
"Haaahhhh..... haaahhhhh..... haaahhhhh...... kalau toh siansu
berhasrat besar, tentu saja lohu tak akan membuatmu kecewa,
marilah lohu akan memberi beberapa petunjuk kepadamu!"
Setelah itu kepada para jago lainnya, dia mengulapkan
tangannya seraya berkata :
"Kalian semua mundurlah sejauh lima kaki dan saksikan
pertarungan ini dengan tenang tenang bila ada yang berani ikut
serta dalam pertarungan ini, akan dihukum dia dengan hukuman
mati." Untuk memperlihatkan gengsi sendiri, mau tak mau terpaksa ia
mesti bersikap demikian. Sudah barang tentu hal ini pun disebabkan
karena dia yakin bisa menangkan Huang oh siansu. Kemudian Huan
im sin ang berkata lagi kepada Huang oh siansu.
674 "Siansu, kau hendak menggunakan senjata apa?"
"Pinceng akan menggunakan sepasang telapak tangan ini saja,"
sahut Huang oh siansu sambil mempelihatkan sepasang tangannya.
"Kalau begitu, kita bertarung untuk saling beradu tenaga dalam,
ataukah hendak beradu jurus serangan?"
"Semuanya digunakan dan kita boleh pergunakan semua
kemampuan yang dimiliki!"
Dari ancaman tersebut, setiap orang dapat menarik kesimpulan
bahwasanya Huang oh siansu memang bertekad untuk bertarung
sampai titik penghabisan. Walaupun Huan im sin ang tak pernah
memandang sebelah matapun terhadap orang lain, dalam keadaan
demikian, mengerut juga keningnya, ia lantas berseru :
"Siansu, apakah antara kau dengan lohu mempunyai dendam
sakit hati sedalam samudera?"
"Demi melenyapkan bibit bencana bagi umat persilatan, mengapa
harus mempunyai dendam sakit hati lebih dulu baru bertarung?"
Ambisi Huan im sin ang memang menguasai seluruh dunia
persilatan, tentu saja ia enggan untuk beradu jiwa dengan Huang oh
siansu, sebab entah menang atau kalah, baginya tindakan tersebut
merupakan suatu tindakan yang tidak cerdas.
Sorot matanya segera dialihkan ke sekeliling tempat itu dengan
harapan bisa mengalihkan sasaran Huang oh siansu kesasaran
lainnya. Tapi Huang oh siansu yang datang dengan tujuan mengajak
musuhnya bertarung sampai titik penghabisan, sudah barang tentu
tak ingin memberi kesempatan bagi Huan im sin ang untuk
mengembangkan permainan busuk lainnya.
Diapun kuatir bila terlalu mengulur waktu maka akibatnya bisa
terjadi hal hal yang tak diinginkan sehingga rencananya gagal total
maka tanpa memperdulikan soal tata kesopanan lagi, dia segera
melontarkan sebuah pukulan sambil berseru :
"Maaf, pinceng akan melancarkan serangan lebih dahulu!"
675 Dia melakukan suatu dorongan yang enteng dan pelan, tiada
hembusan angin dan tiada sesuatu keistimewaan, semua orang tidak
dapat menyaksikan dimanakah letak kelihayannya. Tapi Huan im sin
ang justru merasa terkejut sekali, untuk menyimpan tenaga, dia tak
ingin melakukan serangan serangan yang bersifat adu kekerasan.
Maka seraya berkelit dari ancaman tersebut, cakar mautnya segera
diayunkan kemuka mencengkeram bahu Huang oh siansu.
Dia tidak berniat beradu tenaga maka ia berharap bisa
menangkan Huang oh siansu dengan jurus serangannya.
Pertarungan semacam ini akan lebih menguntungkan baginya,
karena sekalipun berlangsung ratusan jurus juga tak sampai
merusak kekuatannya, asal beristirahat sebentar saja dia masih
mempunyai cukup modal untuk menghadapi kehadiran Thi Eng khi.
Huang oh siansu yang kena didesak, terpaksa harus
menggetarkan sepasang telapak tangannya, kemudian menyambut
datangnya serangan lawan dengan ilmu pukulan Thian liong ciang.
Kedua orang itu sama sama mengandalkan jurus serangan yang
cepat untuk saling bertarung dalam waktu singkat lima puluh
gebrakan sudah lewat. Mendadak Huang oh siansu merubah
permainan pukulannya, kini telapak tangannya bagaikan sebatang
golok dengan serangan kilat yang berantai secara beruntun
melancarkan sembilan buah serangan dahsyat.
Kesembilan buah serangan itu dilancarkan secara beruntun dan
sukar diduga arah tujuannya, seketika itu juga seluruh angkasa
diliputi oleh bayangan telapak tangan yang menguasai tiga puluh
enam buah jalan darah penting diseluruh tubuh Huan im sin ang.
Berada dalam keadaan begitu, asalkan Huan im sin ang berani
cabangkan sedikit pikirannya saja, niscaya sebuah pukulan dahsyat
itu akan merenggut nyawanya. Huan im sin ang memang seorang
jago yang sangat lihay, melihat datangnya ancaman yang begitu
dahsyat dari musuhnya, dengan suatu gerakan yang lincah dia
bergerak kesana kemari berusaha untuk menghindarkan diri dari
kedelapan buah serangan itu.
676 Tapi dia hanya sempat meloloskan diri dari kedelapan buah
pukulan itu, pada serangan yang terakhir, dalam keadaan terdesak
terpaksa dia harus menyambut pukulan itu dengan keras melawan
keras. Akibatnya Huang oh siansu tergetar muncur sejauh dua langkah,
jarak dengan lawannya pun selisih lima depa lebih. Sedangkan Huan
im sin ang juga tergetar mundur sejauh dua langkah, tapi dia hanya
mundur sejauh empat depa lima inci saja. Dari selisih lima inci
tersebut dapat diketahui kalau tenaga dalam yang dimiliki Huan im
sin ang masih memiliki kemampuan Huang oh siansu.
Dalam pandangan seorang ahli persilatan dari bentrokan
kekerasan itu bisa ditarik kesimpulan bahwa Huan im sin ang
berhasil meraih kemenangan....
Tapi berhubung Huang oh siansu telah bertekad untuk mengadu
jiwa, maka didalam pengaruh, dia malah justru tampak lebih
berwibawa dan mengerikan.
Pertarungan antara jago jago lihay, selamanya memang
dilangsungkan dengan suatu kecepatan yang tak dapat dilukiskan
dengan kata kata, tentu saja kawanan jago biasapun tak dapat
mengikuti jalannya pertarungan itu dengan jelas. Semua orang
hanya merasa ada dua gulungan bayangan manusia saling berpisah,
lalu bergerak maju kembali, siapapun tak sempat melihat kalau
kedua orang itu telah melangsungkan suatu pertarungan adu
kekerasan. Begitulah, pertarungan kembali berkobar dengan sengitnya
antara kedua orang itu, bayangan manusia saling menyambar dan
untuk sesaat sulit buat orang lain untuk membedakan mana yang
Huan im sin ang dan mana pula yang Huang oh siansu.
Pukulan demi pukulan yang dilepaskan dengan penuh tenaga
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera menimbulkan pula pusaran angin berpusing yang maha
dahsyat disekeliling arena, hal mana memaksa para penonton
terpaksa harus mundur sejauh beberapa kaki dari tempat semula.
677 Dalam pada itu, dari bawah kaki bukit barusan telah dilepaskan
tanda rahasia berwarna merah, hal itu menandakan kalau Thi Eng
khi sudah bergerak naik gunung. Tapi pada waktu itu tak ada orang
yang memperhatikan tanda rahasia tersebut, karena sorot mata
semua orang telah terhisap oleh jalannya pertarungan yang sedang
berlangsung di tengah arena. Thi Eng khi dengan suatu gerakan
tubuh yang sangat cepat bergerak terus keatas bukit....
Ketika dia menjumpai bayangan manusia yang sedang bertarung
di tengah arena hampir saja jantungnya melompat keluar dari
dadanya karena terperanjat. Dengan kemampuan yang dimiliki Thi
Eng khi sekarang, hanya didalam sekilas pandangan saja, dia sudah
tahu betapa berbahayanya situasi pertarungan yang sedang
berlangsung sekarang.
Sekalipun Huan im sin ang tidak berhasrat untuk beradu jiwa,
tapi setelah dipaksa oleh Huang oh siansu dalam suatu pertarungan
adu jiwa, mau tak mau terpaksa dia harus melakukan perlawanan
pula dengan sepenuh tenaga.
Pertarungan semacam ini bila dibiarkan berlangsung terus maka
entah siapa yang menang dan siapa yang kalah, akhirnya kedua
belah pihak pasti akan menderita kerugian yang hampir sama saja.
Apalagi dalam pandangan Thi Eng khi, dia bisa melihat kalau ilmu
silat dan tenaga dalam yang dimiliki oleh Huang oh siansu masih
kalah setingkat bila dibandingkan dengan kemampuan Huan im sin
ang. Kelebihan yang sedikit saja bagi seorang jago lihay, kadangkala
justru menentukan kemenangan pula bagi pihaknya.
Sudah barang tentu Thi Eng khi juga sudah melihat kalau Huang
oh siansu bertarung dengan tekad harus berhasil meraih
kemenangan. Mendadak bayangan manusia yang sedang saling
bergumul itu berpisah satu sama lainnya. Mereka telah saling beradu
kekuatan sekali dan masing masing pihak mundur sejauh tiga
langkah. 678 Thi Eng khi segera melompat masuk ketengah arena, kemudian
teriaknya keras keras :
"Tunggu sebentar!"
Huang oh siansu sama sekali tidak memberi kesempatan kepada
Thi Eng khi untuk berbicara lebih lanjut, ujung bajunya cepat cepat
dikibaskan kearah Thi Eng khi, kemudian bentaknya keras keras :
"Mundur! Bila kau berani mencampuri urusan ini berarti kau
adalah seorang anak yang tidak berbakti!"
Thi Eng khi berpekik sedih, menggunakan kesempatan itu dia
segera melompat mundur ke belakang. Dengan cepat Huan im sin
ang dan Huang oh siansu terlibat kembali dalam suatu pertarungan
yang seru. Setelah kena digetar mundur oleh Huang oh siansu tadi, Thi Eng
khi dapat menyaksikan pula sorot matanya yang tegas tapi penuh
kasih sayang itu, tak terlukiskan lagi perasaan sedih yang mencekam
perasaannya sekarang.
Dia tahu sekalipun dia pertaruhkan sebutan "anak tak berbakti"
dengan terjun kedalam arena, belum tentu persoalan tersebut bisa
diselesaikan dengan baik. Diapun cukup memahami akibat dari
keturutcampurannya dalam pertarungan itu, hal mana akan sama
artinya dengan dia membunuh ayahnya sendiri, karena Huang oh
siansu pasti akan tak akan memaafkan perbuatannya dan bunuh diri.
Sebab hal ini mempengaruhi nama baik Thian liong bun,
mempengaruhi nama baik keluarga Thi. Hmmm!
Dalam tubuh Thi Eng khi mengalir darah dari keluarga Thi,
mengenakan pakaian dandanan Thian liong pay, bila dia yang harus
menghadapi keadaan yang sama, niscaya diapun akan melakukan
pikiran dan tindakan yang sama pula.
Perasaannya pada saat ini benar benar amat sakit, dia merasa
bagaikan ada beribu ribu batang anak panah yang menembusi
dadanya tapi ia masih tetap berusaha untuk menahan diri,
679 mendadak pandangan matanya menjadi gelap dan hampir saja
tubuhnya roboh terjengkang keatas tanah.
"Adik Eng!"
Jilid 21 Mendadak sebuah tangan yang putih halus memayang tubuh Thi
Eng khi. Entah sedari kapan ternyata Ciu Tin tin telah berdiri
dibelakang tubuhnya.
Sementara Thi Eng khi hampir jatuh pingsan karena murung dan
sedihnya, di tengah arena telah berkumandang dua kali suara
dengusan tertahan, kemudian bayangan manusia saling berpisah
dan seorang roboh kesebelah kiri yang lain roboh kesebelah kanan.
Ternyata Huang oh siansu yang menyaksikan Thi Eng khi telah
menyerbu ke dalam istana Ban seng kiong, dia segera bertekad
untuk menyelesaikan pertarungan itu secepat mungkin. Maka tanpa
memikirkan lagi, Huang oh siansu segera mengerahkan tenaga
dalamnya untuk menyerang dengan tenaga sebagian, dia mainkan
jurus Sin liong pay wi (naga sakti menggoyangkan ekor), didalam
jurus serangan tersebut dia sengaja memperlihatkan sebuah titik
kelemahannya untuk memancing serangan Huan im sin ang untuk
menghajar tulang bahu kirinya.
Ketika Huan im sin ang berhasil menyarangkan serangannya
ketubuh lawan sebenarnya dia sedang merasa girang, siapa tahu
justru pada saat itulah Huang oh siansu telah mempersiapkan
tangan kanannya yang telah disertai tenaga dalam sebesar dua belas
bagian. Kemudian dengan suatu gerakan yang datang dari suatu sudut
yang tak terduga, dengan jurus Sin liong pay wi (naga sakti
menggoyangkan ekor) dia hantam punggung Huan im sin ang keras
keras. 680 Dengan tekad bertarung sampai titik penghabisan, akhirnya
Huang oh siansu berhasil juga menghajar Huan im sin ang sampai
terluka parah, hal ini boleh apa yang diharapkan pun berhasil
dicapai. Thi Eng khi berdua segera menjerit kaget serentak mereka
melompat ketengah arena untuk memberi pertolongan.
"Empek Thi!" Ciu Tin tin berteriak keras sambil menyusul
ketengah arena.
Thi Eng khi segera berjongkok untuk memeriksa denyutan nadi
Huang oh siansu, kemudian sambil menghembuskan napas panjang,
katanya : "Ayah, keselamatan jiwamu tidak membahayakan!"
Sekulum senyuman getir segera menghiasi wajah Huang oh
siansu, katanya cepat :
"Aku ingin tahu bagaimana dengan keadaan Huan im sin ang?"
Thi Eng khi segera memeriksa pula denyutan nadi Huan im sin
ang, setelah itu sahutnya:
"Sekalipun Huan im sin ang tak sampai tewas namun tenaga
dalamnya akan berkurang sebanyak lima enam bagian, dia sudah tak
dapat melakukan kejahatan lagi dalam dunia persilatan."
Huang oh siansu segera berpaling kearah Ciu Tin tin, lalu sambil
menyuruh mereka berjalan mendekat, katanya :
"Kalian harus baik baik hidup bersama!"
Dari ucapan tersebut, Thi Eng khi segera mendapat suatu firasat
jelek, buru buru serunya :
"Ayah, kau..... kau...."
Huang oh siansu tertawa pedih, mendadak dia berbisik :
"Saudara Cu giok, kedatangan siaute terlalu lambat."
Kemudian berkata lagi :
"Nak, kalian harus baik baik menjaga diri."
681 Mendadak kepalanya terkulai, dia telah memutuskan nadi sendiri
dan mati. Thi Eng khi segera menubruk keatas jenasah ayahnya dan
menangis tersedu sedu. Ciu Tin tin juga merasa amat sedih, namun
demi keselamatan Thi Eng khi dia tak berani bertindak gegabah,
sambil meloloskan pedangnya dia bersiap sedia menghadapi segala
kemungkinan yang tak diinginkan.
Dalam pada itu, kawanan iblis dari Ban seng kiong yang
menyaksikan ketua mereka terluka parah, suasana menjadi gempar,
serentak mereka menyebarkan diri dan mengurung Thi Eng khi dan
Ciu Tin tin rapat rapat.
Empat orang dayang cantik berbaju hijau segera muncul kearena
dan menggotong Huan im sin ang masuk kedalam istana. Dalam
pada itu, Thi Eng khi telah berhenti menangis, mendadak dia
melompat bangun, lalu dengan wajah memerah mata melotot
bagaikan orang gila, dia kebaskan sepasang tangannya seraya
membentak : "Enyah kalian semua dari sini!"
Dalam gusarnya ternyata dia telah mengerahkan ilmu sakti Heng
kian sinkangnya mencapai pada puncaknya. Tampaklah segulung
angin berpusing yang amat dahsyat bergulung keluar dan memancar
keluar keempat penjuru.
Dalam waktu singkat kawanan jago yang berdiri disekitar arena
segera tersapu oleh serangan dahsyat itu sehingga tunggang
langgang dan terdesak mundur sejauh berapa kaki. Demontrasi
kelihayan yang dilakukan oleh si anak muda itu kontan membuat
suasana di sekeliling tempat itu menjadi sunyi senyap tak
kedengaran sedikit suarapun, mereka semua seolah olah dibuat
terperana oleh kelihayan lawannya.
Pada saat itulah dari luar pintu gerbang mendadak meluncur
masuk tiga sosok bayangan manusia. Salah satu diantaranya tak lain
adalah Kiongcu dari is
Pendekar Gelandangan 8 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pendekar Panji Sakti 8
tu bukan dilakukan oleh Thi tayhiap," kata Kwik Keng
thian lagi. 624 "Thi tayhiap," tiba tiba To Jit hwi menyela, "bila ada persoalan
dibicarakan nanti saja, sekarang dengarkan dulu penjelasan dari
lohu!" Suasana yang amat menyudutkan posisinya ini sungguh
membuat Thi Eng khi merasa gusar sekali sehingga sekujur
badannya gemetar keras. Dengan amat bangga To Jit hwi
melanjutkan kembali kata katanya:
"Sewaktu Thi tayhiap mencuri Pek giok cian cu milik Kwik tua,
tentunya secara kebetulan Ting tayhiap sedang berkunjung kemari,
karena ia berhasil menyaksikan perbuatanmu yang tak senonoh
tersebut maka dalam malu dan gusarnya kau lantas turun tangan
membunuhnya, sayang Ting tayhiap tidak bersiap siaga sehingga
akhirnya dia tewas oleh Giam ong tiap milikmu itu. Itulah sebabnya
ketika Ting tayhiap terbunuh, disekitar tempat ini tidak dijumpai
bekas bekas pertempuran coba kalau mengandalkan kepandaian
yang sebenarnya, kendatipun Thi tayhiap memiliki kepandaian yang
hebat pun jangan harap bisa melaksanakan perbuatan tersebut!"
Setelah menelan ludah, dia berkata lebih jauh :
"Hanya panah pendek bermoncong tiga yang dinamakan Giam
ong tiap saja yang bisa mematikan Ting tayhiap tanpa memberikan
kesempatan kepadanya untuk melakukan perlawanan."
"Waaahh.... hebat betul To cianpwe ini, apa yang dituturkan
seakan akan seperti menyaksikan dengan mata kepala sendiri, aku
merasa amat kagum atas daya berkhayalmu itu."
To Jit hwi sama sekali tidak tersinggung oleh perkataan itu,
sambil tersenyum kembali katanya :
"Selama lohu berdua dikenal orang sebagai ahli dalam menyelidik
perkara pembunuhan misterius, sebab itulah orang menyebut
sebagai Jit Gwan siang beng, harap Thi tayhiap jangan
menertawakan."
Kemudian tanpa mempedulikan Thi Eng khi lagi, dia berkata lebih
jauh : "Thi tayhiap memang cukup licik dan lihay, setelah berhasil
membunuh Ting tayhiap, kau mencabut kembali senjata rahasia
625 tersebut karena kuatir ada orang yang menemukan Giam ong tiap
tersebut di tubuh sang korban maka senjata rahasia itu
diletakkannya di samping dengan maksud setelah membereskan
jenasah Ting tayhiap baru mengambilnya kembali, siapa tahu setelah
selesai bekerja ternyata kau lupa mengambil kembali senjata rahasia
Giam ong tiap itu sehingga akhirnya terbongkarlah rahasia
pembunuhan itu!"
Bicara sampai disini, dengan yang menyakinkan dia berseru :
"Thi tayhiap menurut pendapatmu benarkah apa yang kuucapkan
barusan ....?"
"Apakah kalian bersedia mendengarkan pula penuturanku?" ucap
Thi Eng khi dengan tenang.
Ting Un segera mencak mencak kegusaran teriaknya :
"Manusia tak tahu malu, sekalipun kau bersilat lidah sampai
busuk mulutmu pun jangan harap bisa membuat nonamu percaya,
kebunuh dirimu lebih dulu!"
Ia segera mencabut pedangnya dan diiringi kilatan cahaya perak,
sebuah tusukan maut dilancarkan ke arah Thi Eng khi. Menyaksikan
datangnya ancaman tersebut, Thi Eng khi segera berkerut kening,
sebenarnya dia hendak menyentil pedang tersebut, tapi Hwee cun
siucay Seng Tiok sian telah keburu menangkisnya lebih dulu dengan
kipas emasnya. "Adik Un, jangan keburu napsu," serunya cepat, " memangnya
kita takut dia kabur ke langit" Mari kita saksikan saja sampai sejauh
manakah hatinya yang busuk itu."
Dengan gemas Ting Un menarik kembali pedangnya dan balik ke
tempat semula. Secara ringkas Thi Eng khi lantas menceritakan
bagaimana dia berjumpa dengan nona Ting, bagaimana menemukan
rumah tinggal si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian,
bagaimana menemukan jenasah seorang kakek dalam ruangan itu
dan bagaimana ia mengubur jenasah kakek itu dan karena buru buru
ingin mendapatkan Si toan kim khong ia lupa menceritakan hal itu
kepada Kwik Keng thian....
626 Akhirnya setelah menghela napas panjang ia menambahkan :
"Andaikata aku berniat jahat, setelah kutinggalkan Kwik
locianpwe, tak nanti aku akan balik lagi kemari."
Sesungguhnya si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian dan
Hwee cun siucay Seng Tiok sian memang menaruh kesan baik
terhadap Thi Eng khi, maka setelah mendengar penjelasan tersebut,
hawa amarah mereka agak reda paras mukanya pun menjadi lebih
mengendor. Hanya nona Ting Un saja yang tak mau mengampuni Thi Eng khi,
dia bertekad hendak mengadu jiwa dengan pemuda itu. Sebaliknya
To Jit hwi dan To Gwat hwi yang memiliki kepandaian khusus dalam
menyelidiki kasus pembunuhan misterius, sebenarnya memiliki
kepandaian yang tinggi, sayang mereka hanya mempunyai sebuah
titik kelemahan yaitu selalu menganggap apa yang telah diuraikan
merupakan suatu kejadian yang sebenarnya, mereka tak mau
merubah pandangannya karena pengaruh cerita orang lain.
Oleh karena itu, mereka berdua pun segera berusaha keras untuk
menemukan titik kelemahan dari balik perkataan Thi Eng khi agar
bisa dijadikan sebagai bukti kalau dugaan mereka tidak salah.
Demikianlah, tiba tiba mereka berdua tertawa terbahak bahak,
lalu terdengar To Gwat hwi berkata :
"Thi tayhiap, kemunculanmu kembali di sini tak lebih hanya ingin
menunjukkan kepada orang lain akan kebersihanmu belaka,
bukankah tadi kau telah berkata seandainya kau bermaksud jelek,
kau tak akan kembali lagi kesini" Ucapanmu itu menandakan kalau
kedatanganmu kemari memang sengaja berhasrat untuk menutupi
kejahatan yang telah kau lakukan. Sayang kau telah bertemu
dengan kami berdua sehingga usahamu itu akan sia sia belaka."
Ternyata ucapan dari dua bersaudara To itu mempunyai bobot
yang luar biasa, seketika itu juga Si Pendendam raja akhirat Kwik
Keng thian dan Hwee cun siucay Seng Tiok sian dibikin sangsi
kembali. Thi Eng khi sendiripun tidak berhasil mendapatkan alasan
627 yang lebih tepat untuk membantah perkataan orang, untuk sesaat
dia menjadi tersipu sipu .....
Selain daripada itu, diapun terbayang kembali keadaan Pek leng
siancu So Bwe leng yang sedang meronta dalam melawan kematian,
teringat akan So Bwe leng, pemuda itupun merasa dia harus cepat
cepat kembali ke bukit Siong san.
Dalam keadaan begini dia tak berminat untuk ribut dengan
mereka lagi, dalam anggapannya sekalipun ia terfitnah sekarang,
suatu saat toh kejadian itu akan menjadi terang dengan sendirinya.
Berpikir sampai di situ, perasaan tak tenang yang semula
menyelimuti wajahnya pun segera tersapu lenyap.
Keningnya segera berkerut, sinar tajampun memancar keluar dari
balik matanya sambil membusungkan dada ia berkata :
"Terus terang kukatakan, kemunculanku kembali ke sini
dikarenakan maksud yang baik yakni menghantarkan obat buat Kwik
locianpwe, tapi jika kalian menaruh kesalahan paham kepadaku, yaa
apa boleh buat lagi" Untung saja luka yang diiderita Kwik Keng thian
telah sembuh, daripada berdiam disini tanpa berguna, lebih baik aku
mohon diri lebih dulu."
Selesai menjura dengan langkah lebar dia segera berjalan
meninggalkan tempat itu. Dia sadar bahwa persoalan yang
dihadapinya sekarang tak mungkin bisa dibikin terang, sedang dia
pun enggan melakukan perngorbanan yang tak berguna, sebab itu
dia bertekad untuk menghadapi semua kejadian sebisa mungkin.
"Thi tayhiap, kau hendak kabur dengan begitu saja?" dua
bersaudara To melompat ke depan lebih dulu menghalangi jalan
perginya. Setelah Thi Eng khi mengambil keputusan untuk pergi, ia
tak mau memperlihatkan kelemahannya lagi, segera sahutnya
dengan kening berkerut :
"Kalau tidak pergi, buat apa aku tetap tinggal disini?"
Ting Un segera memutar pedangnya sambil melancarkan
tusukan, bentaknya keras keras :
"Serahkan nyawamu."
628 Hwee cun siucay Seng Tiok sian mengayunkan pula kipas emas
sambil berseru :
"Thi tayhiap apakah kau anggap bisa pergi dengan begitu saja
dari sini?"
Walaupun serangan yang dilancarkan nona Ting Un disertai
desingan angin tajam namun kalau dibandingkan kelihayan kipas
emas dari Hwee cun siucay Seng Tiok sian selisihnya jauh sekali.
Oleh karena itu, Thi Eng khi sama sekali tidak ambil peduli
terhadap datangnya ancaman pedang dari Ting Un, bahkan pada
hakekatnya dia tidak bermaksud untuk menangkis. Sambil
menghimpun hawa murninya untuk melindungi badan, ia bersiap
sedia menyambut tusukannya itu agar bisa mengurangi rasa
dendamnya. Sebaliknya terhadap ayunan kipas emas dari Hwee cun siucay
Seng Tiok sian, ia tak berani bertindak gegabah, tapi serangan itu
pun tak sampai memaksanya untuk menggunakan pedang emas
Thian liong kim kiam hanya kewaspadaannya saja yang ditingkatkan.
Di saat pedang Ting Un digetar balik oleh tenaga dalam khikang
pelindung badan yang terpancar keluar dari balik tubuh Thi Eng khi,
kipas emas dari Hwee cun siucay Seng Tiok sian telah membabat
pula lengan kiri Thi Eng khi. Terhadap Hwee cun siuday Seng Tiok
sian, Thi Eng khi menaruh kesan yang baik, maka sebelum turun
tangan, ia tak lupa berkata lebih dulu :
"Siaute dipaksa oleh keadaan mau tak mau terpaksa aku akan
bertindak kasar kepada saudara Seng!"
Bahunya segera direndahkan, lain dengan kelima jari tangannya
yang dipentangkan seperti cakar dengan menggunakan jurus sin
liong tham jiau (naga sakti mementang cakar) dalam suatu gerakan
kilat ia telah mencengkeram gagang kipas lawannya.
Begitu jari tangan Thi Eng khi menyentuh kipas lawan, dia segera
menekan sambil mendorong, kontan saja Hwee cun siucay Seng
Tion sian dipaksa mundur sejauh satu langkah. Hwee cun siucay
629 Seng Tiok sian termasuk satu pendekar muda yang kosen dan lihay,
sejak terjun ke arena persilatan, belum pernah menjumpai musuh
yang tangguh, betul dia menyadari kalau tenaga dalam Thi Eng khi
sangat lihay, namun dia tidak menyangka kalau tenaga dalamnya
sudah mencapai tingkatan yang begitu sempurna.
Dia hanya merasakan daya tekanan yang hebat menekan
sebentar diatas senjatanya lalu ditarik kembali, jelas pemuda itu
tidak berhasrat untuk melukainya. Demonstrasi penggunaan tenaga
dalam yang amat sempurna ini kontan saja membuat Hwee cun
siucay Seng Tiok sian menjadi tertegun.
Menanti dia mendongakkan kembali kepalanya, Thi Eng khi telah
berada di depan pintu luar. Ilmu gerakan tubuh apakah yang telah
dipergunakan oleh pemuda itu sehingga secara begitu mudah ia bisa
meloloskan diri dari penjagaan dua bersaudara To"
Untuk beberapa saat lamanya, lima orang yang berada dalam
ruangan itu menjadi tertegun dan berdiri termenung. Rupanya
setelah Thi Eng khi berhasil memukul mundur Hwee cun siucay Seng
Tiok sian tadi, timbul keinginannya untuk memperlihatkan sedikit
kelihayan dihadapan dua bersaudara To yang menghadang di depan
pintu. Maka dia segera menggunakan ilmu cahaya lewat lintasan
bayangan ajaran Kian Kim siang untuk menerobos lewat dari antara
kedua orang itu. Tentu saja kepandaian semacam itu membuat dua
orang jagoan itu menjadi terbelalak dengan mulut melongo, hampir
saja mereka mencurigai Thi Eng khi sebagai bayangan setan.
Setelah tertegun sejenak akhirnya si pendendam raja akhirat
Kwik Keng thian berhasil mengenali asal usul dari ilmu gerakan
tubuh tersebut, ia segera berteriak keras :
"Aaah, ilmu Hu kong keng im."
Perlu diketahui, ilmu Hu kong keng im merupakan ilmu andalan
Bu im sin hong (angin sakti tanpa bayangan) Kian Kim siang yang
amat termashur dalam dunia persilatan dimasa lalu, begitu Kwik
Keng thian berseru, dua saudara To pun ikut terperanjat.
630 Kemunculan dua bersaudara To ke dalam dunia persilatan agak
terlambat beberapa tahun meski mereka tak sempat menyaksikan
kelihayan dari Bu im sin hong Kian Kim siang namun kegagahan
pendekar itu sudah lama sekali tertanam dalam hati kecilnya.
Lebih lebih si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, selama
puluhan tahun dia dan Kian Kim siang boleh dibilang bersahabat
karib tapi tiba tiba saja Kian Kim siang lenyap pada puluhan tahun
berselang ia berusaha untuk menemukan kembali rekannya itu,
sayang usahanya tak pernah berhasil.
Maka setelah menyaksikan Thi Eng khi menggunakan ilmu Hu
kong keng im tersebut, tanpa terasa muncul perasaan kangennya
dengan sobat karibnya itu. Dengan wajah serius, Kwik Keng thian
segera berkata :
"Thi tayhiap, apakah kau kenal dengan Bu im sin hong Kian Kim
siang Kian tayhiap" Darimana kau pelajari ilmu Hu kong keng im
tersebut?"
Thi Eng khi yang menyaksikan kejadian itu segera melihat pula
betapa hormatnya mereka terhadap Kian Kim siang, dengan cepat
dia menyadari kalau saat ini merupakan kesempatan yang baik
untuk membicarakan masalahnya secara baik-baik, maka secara
ringkas dia lantas menceritakan pengalamannya sewaktu bertemu
dengan Kian Kim siang. Akhirnya diapun menambahkan.
"Aku dan Kian tua adalah sahabat karib, sekarang dia sedang di
dalam perjalanan menuju ke bukit Siong san, entah ada urusan apa
Kwik locianpwe menanyakan persoalan ini?"
Si Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian saling berpandangan
sekejap dengan Jit Gwat siang beng To bersaudara, dua orang
bersaudara To manggut manggut pelan tanpa berbicara. Dari
sakunya Kwik Keng thian lantas mengeluarkan sebuah benda
berbentuk cangkul obat yang terbuat dari batu kemala merah
sepanjang beberapa inci, sambil diserahkan kepada Thi Eng khi,
katanya : 631 "Persoalan pada hari ini, kita akhiri sampai disini dulu, bila
sauhiap tak ingin bermusuhan dengan sahabat sahabat persilatan
dari wilayah Im kui dan Siang cuan, harap bawalah tanda pengenal
ini untuk menjumpai Bu im sin hong Kian tayhiap, lalu ajaklah
bersama untuk datang kemari guna menyelesaikan persoalan ini."
Ketika Ting Un menyaksikan Thi Eng khi akan dilepaskan, dengan
gelisah ia lantas berseru :
"Jika kalian melepaskan bajingan ini, berarti kalian telah berbuat
sesuatu yang menyedihkan ayahku!"
Sambil membalikkan badan sekali lagi dia menerjang ke arah Thi
Eng khi sambil bersiap-siap melakukan adu jiwa. Kwik Keng thian
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera memerintahkan Hwee cun siucay Seng Tiok sian untuk
menghalangi gerak maju Ting Un, kemudian katanya dengan suara
dalam : "Nona Ting, jangan bertindak gegabah, asal Kian tayhiap masih
hidup, persoalan ini biarlah diselesaikan oleh Kian tayhiap!"
Sekalipun Ting Un tak mau menerima dengan begitu saja, namun
berada dalam keadaan seperti ini kecuali menangis apalagi yang bisa
dilakukan olehnya"
Walaupun Thi Eng khi berjumpa dengan Kian Kim siang tanpa
sengaja, ia benar benar tak menyangka kalau sahabatnya itu
mempunyai kedudukan yang begitu tinggi di wilayah Im kui dan
Siang cuan, diapun tidak menyangka kalau kesalahan paham
tersebut bisa diredakan untuk sementara waktu hanya
mengandalkan nama "Kian Kim siang".
Betul masalahnya belum selesai tapi asal diberi waktu yang
cukup, dia tidak takut persoalan tersebut tidak menjadi terang.
Bagaimanapun juga Thi Eng khi adalah seorang lelaki sejati, dia
bukan seorang yang tidak bertanggung jawab, sambil menjura
katanya : "Kematian Ting cengcu memang tak terlepas dari tanggung
jawabku, bila aku tak mampu menyelidiki siapakah pembunuhnya,
aku bersedia untuk mati dihadapan kalian."
632 Dengan langkah lebar dia berjalan keluar meninggalkan tempat
itu. Tapi baru beberapa langkah, mendadak ia teringat kembali
dengan tujuan kedatangannya ke sana, walaupun ia tak tahu
mengapa luka yang diderita Kwik Keng thian dapat sembuh kembali,
tapi ia merasa kurang tenteram sebelum apa yang dijanjikan tidak
dipenuhi. Akhirnya dia mengeluarkan sebutir pil Kim khong giok lok wan
dan diserahkan kepada Kwik Keng thian sambil berkata :
"Walaupun kepergian boanpwe sama sekali gagal untuk
mendapatkan Si toan kim khong, namun aku berhasil mendapatkan
pil Kim khong giok lok wan yang lebih besar kemujarabannya, harap
locianpwe suka menerima sebutir pil ini sebagai hadiah dariku."
Ia tak ambil peduli apakah si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian bersedia untuk menerimanya atau tidak, sambil mengerahkan
tenaga dalamnya dia melemparkan pil Kim khong giok lok wan itu ke
tangan orang. Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang,
secara mudah ia dapat mengirim pil Kim khong giok lok wan itu ke
tangan Kwik Keng thian tanpa bisa ditolak kembali. Selain dari pada
itu, Kwik Keng thian sudah lama mengenali kasiat pil Kim khong giok
lok wan tersebut, berbicara terus terang dia pun merasa rikuh untuk
menerimanya. Menanti dia hendak mengembalikan pil mustika itu kepada Thi
Eng khi, pemuda itu sudah lenyap dibalik pepohonan sana. Terpaksa
si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian harus bersuit panjang
untuk memberi tanda kepada para penjaga gua agar membiarkan
Thi Eng khi berlalu dari situ. Dengan demikian, sepanjang jalan Thi
Eng khi baru tidak menjumpai halangan apa-apa.
Tapi setelah terjadinya peristiwa ini, dia pun merasa rikuh untuk
menunggang kuda hitam pemberian dari Kwik Keng thian lagi, selain
itu diapun tidak bertanya kenapa luka dari Kwik Keng thian bisa
sembuh. Tindakannya ini boleh dibilang cukup gagah dan terbuka.
633 Sayangnya, tanpa kuda jempolan tersebut dia pun tak bisa sampai di
bukit Siong san dalam waktu singkat.
Tampaknya luka yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng sudah
tiada kemungkinan untuk ditolong lagi, setelah Tiang pek lojin So
Seng pak sekalian mendesak Thi Eng khi agar pergi mencari harapan
terakhir yang tipis harapannya untuk berhasil itu, mereka pun mulai
mempersiapkan urusan terakhir dari gadis itu.
Bersama waktunya mereka pun mengirim orang ke pelbagai
tempat untuk mencari gadis yang berwajah mirip dengan Pek leng
siancu So Bwe leng sebagai persiapan untuk menggantikan
kedudukan So Bwe leng yang asli, hal ini perlu dilakukan untuk
mencegah tekad Thi Eng khi untuk bunuh diri.
Dengan kekayaan dan kemampuan yang dimiliki Tiang pek lojin,
tak sampai belasan hari kemudian, segala sesuatunya telah selesai
dipersiapkan. Bahkan gadis yang berwajah mirip dengan So Bwe
leng pun berhasil ditemukan puluhan orang banyak. Diantara ada
dua orang yang berwajah sangat mirip dengan wajah Pek leng
siancu So Bwe leng, bahkan sampai nada suarapun hampir mirip.
Saat itulah semua orang baru bisa menghembuskan napas lega
sambil menunggu tibanya saat musibah tersebut. Ternyata keadaan
luka yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng pun sangat aneh,
berada dalam keadaan yang lemah dengan napas yang hampir
terputus, ternyata dia dapat bertahan selama belasan hari, malah
setelah itu denyut nadinya berjalan normal kembali, kesadarannya
pun pulih kembali.
Ada orang berkata, gejala ini menunjukkan gejala seseorang
yang sudah makin mendekati saat ajalnya. Menyaksikan keadaan
seperti ini, Tiang pek lojin So Seng pak sekalian jago lihay tak
sanggup menahan rasa sedihnya lagi, mereka mengucurkan air mata
dengan rasa amat sedih.
Akhirnya berita ini tersiar juga sampai di kuil Siau lim si. Ketua
Siau lim pay Ci long taysu dan ketua Bu tong pay Keng hian totiang
dengan mengajak segenap jago golongan lurus yang belum
634 meninggalkan bukit Siong san bersama sama mengunjungi kuil
Siong gak bio. Ternyata mereka merasa amat terharu oleh sikap Pek leng siancu
So Bwe leng yang gagah berani sehingga menyebabkan rencana
Huan im sin ang mengalami kegagalan dan melarikan diri dari sana.
Oleh karena itu, mereka tidak pergi meninggalkan kuil Siau lim si,
hal ini sebagai petanda kalau mereka pun sangat menguatirkan
keselamatan dari Pek leng siancu So Bwe leng.
Kini, dalam ruang tengah kuil Siong gak bio telah dipenuhi oleh
tokoh tokoh persilatan, yang jarang dijumpai dalam dunia persilatan
di hari biasa. Pek leng siancu So Bwe leng berada dalam kamar,
kecuali kakeknya, dia ditunggui pula oleh ketua dari Siau lim pay,
ketua dari Bu tong pay dan ketua dari Kay pang.
Mereka bertiga sedang mewakili segenap umat persilatan dari
daratan Tionggoan untuk menyampaikan rasa dukanya atas musibah
yang menimpa So Bwe leng. Pada saat itulah, mendadak Pek leng
siancu So Bwe leng berteriak keras :
"Engkoh Eng .....!"
Tiang pek lojin segera membungkukkan badan mendekati wajah
So Bwe leng yang kurus, lalu sahutnya :
"Nak, Eng ji sedang pergi mencarikan obat bagimu, sekarang
apakah kau sudah merasa agak baikan ?"
Mencoring sinar terang dari balik mata Pek leng siancu So Bwe
leng, katanya lebih lanjut :
"Leng ji akan.... akan menunggu sampai .... sampai engkoh Eng
pu... pulang..."
Rasa cinta yang dalam telah membangkitkan semangatnya untuk
mempertahankan hidup.
"Nak, engkoh Eng mu segera akan kembali, kau harus menunggu
sampai kedatangannya!"
635 "Yaa.... aku .... aku pasti akan me... menunggu samapai dia
daa.... datang...."
Suara pembicaraannya makin lama semakin lirih sebelum
akhitnya jatuh tak sadarkan diri. Anehnya ternyata dia benar benar
tidak menghembuskan napas penghapisan, ia benar benar berusaha
melawan cengkeraman malaikat elmaut untuk menunggu
kedatangan Thi Eng khi.
Kembali beberapa hari sudah lewat, dalam suasana sebentar baik
sebentar memburuk itulah Pek leng siancu So Bwe leng
menyambung hidupnya lebih jauh. Kalau dihitung kembali, ternyata
Pek leng siancu So Bwe leng dapat bertahan selama belasan hari
lamanya. Tapi Thi Eng khi belum juga kembali.
Suatu ketika, mendadak terdengar Tiang pek lojin yang berada
dalam kamar berteriak keras :
"Anak Leng! Anak Leng!"
Nadanya gugup dan gelagapan, jelas keadaannya sangat
berbahaya. Tak dapat diragukan lagi, tentunya Pek leng siancu So
Bwe leng sudah tak sanggup untuk mempertahankan diri lebih jauh.
Seketika itu juga, suasana dalam ruangan itu menjadi kacau balau
tak karuan. Dalam keadaan kekacauan inilah, sesosok bayangan manusia
berbaju abu-abu menyelinap diantara orang banyak dan masuk ke
dalam kamar tidur Pek leng siancu So Bwe leng. Waktu itu Tiang pek
lojin sekalian yang berada dalam kamar sedang dibikin panik, gugup
dan sedih oleh karena So Bwe leng yang semakin kritis itu. Sehingga
mereka tak ada yang memperhatikan kalau dalam kamar telah
muncul seorang lagi.
Tampak orang itu mengayunkan jari tangannya dan menotok
jalan darah Jin tiong hiat di tubuh Pek leng siancu So Bwe leng.
Ternyata tak seorang manusia pun yang berada di dalam kamar itu
yang mengetahui kejadian tersebut. Setelah totokan dilepaskan,
orang itu baru berkata :
"Nona So tak bakal mati!"
636 Walaupun suaranya kecil namun bagaikan suara genta yang
bergema di pagi hari, lima orang tokoh silat yang berada dalam
ruangan itu segera tersadar kembali dari lamunan. Saat itulah
mereka baru tahu kalau dalam kamar telah bertambah dengan
seorang nikou yang muda belia.
Anehnya ternyata tak seorangpun diantara kelima orang tokoh
silat itu yang mengenal dirinya. Nikou muda itu tertawa pelan
kepada ketua Kay pang, Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan
po, katanya : "Harap Cu pangcu ambilkan semangkuk kuah jian nian jinsom
kemari!" Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po segera
mengundurkan diri tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sepeninggal Cu Goan po, keempat orang lainnya juga tak
mengucapkan sepatah katapun, mereka hanya merasa nikou muda
itu mempunyai suatu kewibawaan yang bisa membuat orang
menaruh kepercayaan sehingga sekalipun harus menyerahkan
nyawa sendiri kepadanya pun mereka akan melakukannya tanpa
ragu. Tiang pek lojin datang dari luar perbatasan sebagai tempat
penghasil jinsom, tentu saja jinsom yang dibawapun amat banyak,
tak selang berapa saat kemudian si pengemis sakti bermata harimau
Cu Goan po telah membawa sebuah mangkuk berisi kuah jinsom
berusia seribu tahun dan diserahkan kepada nikou muda itu.
Dari dalam sakunya, nikou itu segera mengeluarkan tiga belas
batang tumbuh tumbuhan hijau berbentuk seperti daun berambang
dan diletakkan ke atas telapak tangannya, tidak nampak bagaimana
caranya menghisap, tahu tahu kuah jinsom berusia seribu tahun
dalam mangkuk itu telah berubah menjadi tiga belas buah jalur putih
yang bersama sama meluncur ke dalam tumbuhan hijau tadi namun
anehnya tak nampak setetes air pun yang mengalir keluar.
Tampak nikou muda itu mengayunkan telapak tangannya ketiga
belas lembar tumbuhan hijau itu dengan merubah diri menjadi tiga
637 belas jalur cahaya hijau segera menyambar kedepan menembusi
jalan darah ditubuh Pek leng siancu So Bwe leng dan lenyap dari
pandangan. Setelah ketiga belas jalur cahaya hijau itu hilang, wajah Pek leng
siancu So Bwe leng segera menampilkan perasaan sakit yang amat
hebat. Tiang pek lojin sangat menguatirkan keselamatan cucunya,
baru saja dia hendak menegur nikou muda itu sudah berkata lebih
dulu, "So tayhiap boleh menggunakan tenaga sinkangmu untuk
memancing berputarnya nyawa kehidupan dalam tubuh cucumu
sambil membantu daya kerja obat tersebut untuk menyebar ke
seluruh badan."
Tiang pek lojin tidak ragu ragu lagi, dia segera menempelkan
telapak tangannya di atas jalan darah Pek hwe hiat di tubuh Pek
leng siancu So Bwe leng dan menyalurkan tenaga dalamnya ke
dalam tubuh gadis tersebut.
Sementara perhatian semua orang yang sedang ditunjukkan ke
atas tubuh Tiang pek lojin dan Pek leng siancu So Bwe leng, tahu
tahu bayangan tubuh nikou muda itu sudah lenyap tak berbekas.
Dalam pada itu, dibawah bantuan tenaga dalam dari Tiang pek lojin,
obat yang berada dalam tubuh Pek leng siancu So Bwe leng mulai
bekerja, tak sampai sepertanak nasi kemudian, gadis itu sudah
mengeluh perlahan.
Perasaan Tiang pek lojin semakin mantap, tenaga dalam yang
dikerahkan keluar pun makin deras. Kurang lebih dua jam kemudian
Pek leng siancu So Bwe leng mengucapkan katanya yang pertama :
"Aku lapar!"
Tiang pek lojin segera menarik kembali telapak tangannya dan
bangkit, sambil menyeka keringat yang membasahi jidatnya, ia
berkata kepada Na im siansu So Ping gwan,
"Cepat siapkan secawan kuah jinsom untuk anak Leng."
Na im siusu So Ping gwan mengiakan dan buru buru berlalu dari
ruangan. Sekarang Tiang pek lojin baru teringat dengan nikou cilik
638 yang telah menolong jiwa cucu perempuannya, dia lantas celingukan
kesana kemari untuk mencarinya, namun tak ditemukan, dia lantas
bertanya : "Apakah kalian melihat kemana perginya siau suhu itu?"
Semua orang menjadi tertegun, siapapun tak tahu kapan siau
suhu itu pergi dari sana.
"Biar aku mencarinya di luar!" kata si pengemis sakti bermata
harimau Cu Goan po.
Ketua Siau lim si Ci long taysu segera berkata pula,
"Mari kita mencarinya diluar, agar nona So bisa beristirahat
dengan hati tenang!"
Maka dalam kamarpun tinggal Tiang pek lojin seorang. Selesai
meminum semangkuk kuah jinsom, kesegaran Pek leng siancu So
Bwe leng menjadi pulih kembali. Dua hari kemudian, ia sudah dapat
berbincang bincang beberapa waktu. Tampaknya luka yang
dideritanya telah sembuh kembali, tapi lantaran kondisi badannya
masih lemah maka kekuatan badannya belum pulih kembali seperti
sedia kala. Ketua Siau lim si dan ketua Bu tong pay segera menghadiahkan
banyak sekali obat kuat penambah tenaga untuk gadis itu, ditambah
lagi Tiang pek lojin memang mempunyai banyak obat mestika, maka
kesehatan badan Pek leng siancu So Bwe leng dapat sembuh
kembali dengan cepat.
Tak selang berapa hari kemudian, gadis itu sudah dapat turun
dari pembaringan untuk berjalan jalan sambil bergurau. Begitu
penyakitnya sembuh, diapun menjadi tak bisa tenang lagi. Pelbagai
ingatan mulai bermunculan dari benaknya. Dari mulut orang lain, ia
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendengar pula kalau Thi Eng khi telah bersumpah akan bunuh diri
untuk mendampinginya, hal ini membuat hatinya amat gembira.
Tapi satu ingatan aneh pun muncul kembali dalam benaknya, dia
minta kepada Tiang pek lojin agar menganggap dia sungguh
sungguh sudah mati serta melaksanakan rencana semula.
639 Oleh karena gadis itu baru saja sembuh dari sakitnya, tak heran
kalau Tiang pek lojin kelewat sayang kepada cucu perempuannya ini,
walaupun dalam hati kecilnya dia merasa enggan, namun toh
diluluskan juga permintaan itu.
Karena orang yang dipersiapkan sudah hadir disitu, apalagi diberi
petunjuk secara langsung oleh Pek leng siancu So Bwe leng, maka
tak selang berapa saat kemudian dalam kuil Siang gak bio telah
bertambah dengan beberapa orang Pek leng siancu So Bwe leng.
Dengan tenang mereka menantikan kedatangan dari Thi Eng khi .....
Sementara itu, Thi Eng khi terpaksa harus mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya untuk menggantikan kuda berbulu hitamnya,
dalam waktu singkat ia telah tiba di kota Lu si, menginap semalam,
ia membeli seekor kuda jempolan untuk melanjutkan perjalanannya.
Masih seperti cara semula, dia larikan kudanya sekuat mungkin
dan sejauh mungkin tanpa berhenti, bila kuda itu sudah tak kuat
maka diapun bergantian dengan kuda lain.
Selama beberapa hari saja, ia telah menyeberangi wilayah sam
siang dan tiba di kota Seh si. Seh si terletak di pantai utara sungai
besar yang berada di sebelah tenggara kota Swan cong, kota itu
termasuk dalam keresidenan Kang leng dan merupakan daerah
penghasilan kapas, tak heran kalau suasana disana amat ramai
sekali, apalagi sebagai pusat perdagangan.
Ketika Thi Eng khi berhasil menyeberangi sungai dan memasuki
kota Sam si, hari sudah malam dan saat itu merupakan saat rumah
rumah memasang lampu penerangan.
Ia lantas mencari rumah penginapan untuk beristirahat, setelah
memesan kepada pelayan untuk memberi makan kudanya, dia pun
memesan dua kati daging sapi dab hidangan kecil lainnya mengisi
perut , selesai bersantap ia kembali ke kamar untuk beristirahat.
Selama ini boleh dibilang ia selalu menguatirkan keselamatan dari
Pek leng siancu So Bwe leng. Selama beberapa hari terakhir ini
640 kecuali berganti kuda siang malam dia selalu melakukan perjalanan
tiada hentinya, bila sudah lelah dia hanya bersemedi sebentar untuk
selanjutnya meneruskan kembali perjalanannya.
Jadi malam ini, ia baru secara resmi menginap dalam sebuah
rumah penginapan setelah melakukan perjalanan sekian lama.
Semenjak Thi Eng khi berhasil mendapat warisan tenaga dalam
Heng kian sinkang dari Thio Biau liong, tenaga dalamnya telah
memperoleh kemajuan yang amat pesat termasuk juga ilmu Sian
thian bu khek ji gi sin kang miliknya sendiripun mendapat kemajuan
banyak. Sekarang dia sedang mempergunakan ilmu Sian thian bu khek ji
gi sin kang untuk memulihkan kembali kekuatannya, baru sampai
tengah malam dia selesaikan latihannya itu, kontan semua kelelahan
terusir dan semangatnya menjadi berkobar kembali. Selesai
bersemedi, ia tak sabar untuk menunggu sampai datangnya fajar
pagi untuk melanjutkan perjalanan, dia segera membangunkan
pelayan dari tidurnya, membayar rekening untuk melanjutkan
perjalanannya kembali.
Selama ini belum pernah si pelayan menjumpai tamu seaneh ini,
dengan wajah tak senang hati dia bangun dari tempat tidur. Thi Eng
khi tahu, membangunkan orang di tengah malam buta memang
sesuatu yang tak pantas, maka dia mengeluarkan setahil emas murni
dan diserahkan kepada pelayan itu seraya berkata :
"Ini untuk membayar sewa kamarku, sisanya anggap saja
sebagai persen untukmu!"
Setahil emas murni berarti sepuluh tahil perak, padahal menurut
uang waktu itu, sepuluh tahil perak berarti bisa dipakai untuk ongkos
menginap dalam rumah penginapan sekecil ini selama satu tahun
lebih. Padahal Thi Eng khi cuma menginap setengah malam disana,
persen yang diberikan kepadanya boleh dibilang sangat berlebihan.
Setelah diberi uang sebanyak ini, bila pelayan itu masih tak
senang hati, sudah pasti otaknya kurang waras. Tapi pelayan itu
memang aneh sekali, dia masih mengomel juga dengan nada tak
senang : 641 "Kongcu benar benar seorang manusia paling aneh di dunia ini,
sekalipun hal ini tidak merepotkan dirimu sendiri, tapi paling tidak
kau toh harus mengingat kami orang orang kecil yang sudah bekerja
seharian penuh ...."
Walaupun dia berkata begitu, nyatanya sisa uang tersebut pun
tak pernah dikembalikan kepada Thi Eng khi. Thi Eng khi sendiri
tentu saja enggan untuk mengurusi tetek bengek seperti itu, dia
segera mencemplak kudanya dan pada malam itu juga berangkat
meninggalkan kota Seh si.
Rembulan bersinar di tengah awang awang membuat seluruh
jagad menjadi cerah. Thi Eng khi membedal kudanya kencang
kencang siapa tahu ketika dia hendak menarik tali les kudanya, kuda
tersebut tak mau menuruti perkataannya lagi, malah sebaliknya
berlarian ke depan semakin kencang lagi. Dalam keadaan apa boleh
buat, terpaksa Thi Eng khi membiarkan kuda itu berlarian
sekehendak hatinya.
Dalam waktu singkat, puluhan li sudah dilewatkan, tiba tiba kuda
itu menjadi lemas setelah meringkik panjang dan mengeluarkan buih
dari mulutnya, binatang itu terletak di tanah dan tak bisa bangun
lagi. Menghadapi kejadian seperti ini, Thi Eng khi segera
menggelengkan kepalanya berulang kali menghela napas, dia
menganggap kuda tersebut tak bisa ditunggangi lagi. Dasar pemuda
ini memang berhati bijak, diapun menurunkan pelananya dari
punggung binatang tersebut....
Menanti pelana itu diturunkan, baru diketahui punggung kuda itu
berdarah dan menderita luka yang parah. Tak heran kalau kuda itu
berlarian seperti gila, rupanya pelayan itu telah berbuat jahat
dengan meletakkan tiga lembar lempengan besi dibawah pelana
kuda itu yang menyebabkan punggung binatang tadi terluka.
Untuk sesaat Thi Eng khi tidak habis mengerti apa sebabnya
pelayan itu bersikap begitu kepadanya, terpaksa dia harus
melanjutkan perjalanan sambil berjalan kaki. Berbicara soal ilmu
642 meringankan tubuh yang dimiliki Thi Eng khi saat ini, andaikata dia
mau menempuh perjalanan cepat sekalipun kuda mestika berbulu
hitam juga sukar untuk menandingi kecepatannya, cuma dengan
begitu ia tak mampu untuk melakukan perjalanan siang malam.
Demikianlah, setelah Thi Eng khi melanjutkan perjalanannya
dengan menggerakkan ilmu meringankan tubuhnya, bayangan tubuh
pemuda itu seakan akan tidak terlihat lagi, misalnya ada orang yang
berpapasan dengannya di tengah jalan, maka paling banter orang itu
cuma merasakan ada segulung angin yang berhembus lewat saja.
Entah sudah berapa jauh dia sudah berjalan, mendadak ia
mendengar suara ringkikan kuda berkumandang datang dari dalam
sebuah rumah lebih kurang puluhan kaki di tepi jalan. Tergerak hati
Thi Eng khi menjumpai hal tersebut, segera pikirnya :
"Bila kubeli kuda tersebut dengan harga tinggi, bukankah aku
bisa melanjutkan perjalanan lagi tanpa membuang banyak tenaga."
Begitu ingatan tersebut melintas dalam benaknya, dia segera
bergerak menuju kearah mana berasalnya suara ringkikan kuda tadi.
Setelah semakin dekat, ia baru tahu kalau bangunan rumah itu
adalah sebuah kuil to koan. Ketika tiba didepan pintu, dia ragu ragu
untuk sesaat dan tak tahu apa yang harus dilakukan, mengetuk
pintu untuk berjalan masukkah" Atau lebih baik masuk dengan
melompati dinding pekarangan"
Pada saat itulah mendadak dari dalam kuil berkumandang datang
suara jeritan lengking dari seorang perempuan, suara itu penuh
diliputi oleh perasaan putus asa dan ngeri. Tanpa berpikir panjang
lagi Thi Eng khi segera melompat masuk ke dalam pekarangan.
Dari sebelah kiri ruangan kuil tampak ada cahaya lampu yang
mencorong keluar, lagipula dari sana terdengar suara orang sedang
meronta. Thi Eng khi merasakan darah panas bergelora didalam
dadanya, dia segera menghamtam jendela kamar sambil menerobos
masuk kedalam. Tapi apa yang terlihat kemudian membuat dia menjadi tertegun
dan tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Ternyata di dalam
643 kamar itu terdapat sepasang muda mudi dalam pakaian dalam yang
minim, perempuan tersebut sedang duduk ketakutan di sudut
pembaringan dengan wajah pucat pias karena ketakutan.
Sedangkan lelaki tersebut berdiri di tanah dengan sebuah bangku
sedang menindih seekor ular kecil berwarna hijau. Berhubung Thi
Eng khi menyerbu masuk secara tiba tiba lelaki itu menjadi
terperanjat sampai lupa untuk menekan ular hijau tersebut dengan
bangkunya. Ular kecil itu segera meronta melepaskan diri dari tindihan lalu
dengan kecepatan tinggi memagut tangan sang pria yang sedang
memegang bangku. Dalam keadaan begini, Thi Eng khi tak sempat
untuk menyapa lelaki itu lagi, terpaksa dia harus melepaskan
sentilan jari tangannya untuk membunuh ular kecil itu, kemudian
baru katanya dengan wajah tersipu sipu,
"Kalian berdua.... kalian berdua.."
Apalagi yang bisa dia katakan" Sudah jelas orang lain menjerit
karena bertemu dengan ular, sedang dia pun masuk ke kamar orang
tanpa permisi, suasana semacam ini benar benar membuatnya
menjadi sangat rikuh. Mendadak perempuan itu menjerit lagi dengan
suara lengking :
"Tolong ..... tolong...... ada perampok, ada perampok!"
Keadaan seperti ini makin membuat Thi Eng khi bertambah
runyam dan serba salah. Untung saja lelaki itu masih cukup bernyali.
Setelah melihat dandanan dari Thi Eng khi dan juga melihat gerak
geriknya yang halus, dia tahu kalau orang itu bukan orang jahat. Dia
lantas menyuruh perempuan itu berhenti berteriak, lalu ujarnya
kepada Thi Eng khi :
"Saudara, mungkin kedatanganmu agak salah paham."
Dengan wajah memerah Thi Eng khi manggut manggut,
"Yaa, benar, aku mengira ada orang jahat yang sedang beraksi
disini, sungguh tak nyana kedatanganku malah hanya mengganggu
kalian, harap sudi memaafkan."
644 Tampaknya yang perempuan adalah seorang yang berjiwa
sempit, dengan wajah tak senang hati dia segera mengomel :
"Dasar setan sembrono, masa kalau ingin menolong orang tidak
dilihat dulu keadaannya" Bikin orang ketakutan saja!"
Thi Eng khi benar benar merasa sangat jengah, seandainya disitu
ada lubang niscaya dia sudah menerobos masuk untuk
menyembunyikan diri. Agaknya yang pria kuatir kalau perbuatan
perempuan itu menggusarkan Thi Eng khi, buru buru dia menutupi
badan perempuan tadi dengan selimut dan ia sendiri pun
mengenakan baju luar.
Pada saat itulah dari luar pintu kedengaran suara langkah
manusia kemudian terdengar seseorang mengetuk pintu sambil
menegur : "Kong tiong, ada apa" Mengapa berteriak teriak?"
Lelaki itu segera membuka pintu, seorang tosu tua segera
berjalan masuk ke dalam ruangan. Ketika Thi Eng khi melihat tosu
tua itu, dia baru teringat akan satu persoalan segera pikirnya :
"Heran, mengapa di dalam kuil To koan bisa muncul sepasang
suami istri muda yang menginap bersama?"
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, jawabannya segera
diperoleh dari lelaki itu. Terdengar lelaki tersebut menjawab :
"Paman, tadi menanti keponakan hendak turun dari ranjang, tiba
tiba melihat ada seekor Jit poh kim disitu, saking kagetnya kami
menjerit, rupanya jeritan kami mengundang kedatangan pendekar
ini, siapa tahu dia salah paham terhadap pendekar ini dengan
mengiranya sebagai penyamun sehingga akibatnya.... hal ini sampai
membangunkan kau orang tua."
Tosu tua itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Yaa, hal ini memang tak bisa menyalahkan kepada orang lain,
dalam tokoan ada perempuannya ..... cara dari mana ini?"
Kemudian denga wajah tersipu dia berpaling kearah Thi Eng khi
sambil melanjutkan:
645 "Mereka adalah keponakan dan menantu keponakan pinto yang
hendak pulang dusun karena perjalanan jauh mereka ikut
menumpang sehari disini, harap sauhiap jangan menertawakan."
"Aaah, mana..... mana..... akulah yang gegabah sehingga
mengganggu ketenangan kalian semua, harap kalian sudi
memaafkan."
Sesudah menjura buru buru dia mengundurkan diri dari situ.
Tosu tua itu segera mempersilahkan Thi Eng khi untuk duduk
didalam kamarnya. Dalam kesempatan itu Thi Eng khi lantas
mengutarakan niatnya untuk membeli kuda yang didengarnya
meringkik dalam kuil. Tosu tua itu bilang, kuda tersebut milik
keponakan serta menantu keponakannya, jadi tak tahu apakah akan
dijual atau tidak.
Mendengar itu, Thi Eng khi segera mengeluarkan sepuluh tahil
emas murni, kemudian katanya sambil tersenyum :
"Agaknya kuil ini kurang banyak pengunjungnya, harap sejumlah
kecil uang emas ini bisa digunakan sebagai ongkos perawatan kuil."
Mencorong sinar terang dari balik mata tosu tua itu, buru buru
dia mengucapkan terima kasih. Kemudian katanya lagi :
"Rumah mertua keponakanku hanya tinggal setengah harian
perjalanan, sekalipun ditempuh dengan berjalan kaki juga tidak
mengapa, bila sauhiap membutuhkan kuda, besok akan pinto
rundingkan dengan keponakanku itu."
Kembali Thi Eng khi mengeluarkan sepuluh tahil emas sambil
berkata : "Kalau begitu, kumohon bantuan dari totiang!"
Setelah menerima uang, tosu tua itu memberikan kamarnya
untuk dipergunakan oleh Thi Eng khi. Menggunakan kesempatan itu,
Thi Eng khi segera bersemedi untuk mengembalikan tenaganya. Tak
sampai tiga kali latihan, waktu sudah menunjukkan kentongan ke
empat, jaraknya dengan fajarpun tinggal satu setengah jam.
646 Thi Eng khi segera bangkit berdiri dan bermaksud untuk keluar
dari kamar untuk berlatih ilmu pukulan. Siapa tahu begitu tangannya
menyentuh pintu kamar tersebut, ia menjadi tertegun, buru buru dia
mengerahkan tenaganya untuk mendorong sekuat tenaga, alhasil
pintu itu masih belum juga terbuka.
Lama kelamaan dia menjadi naik darah sambil mengerahkan
tenaga dia menghantam dinding ruangan itu, "Blaaammm...!"
dinding ruangan itupun sama sekali tidak roboh. Ternyata seluruh
ruangan tersebut terbuat dari baja asli. Pada saat itulah dari luar
kamar terdengar tosu tua itu berseru sambil tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh.... haaahhhhh..... haaahhhh...... Thi Eng khi, kau masih
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kenal dengan lohu?"
Sewaktu menyebut nama "Thi Eng khi" suara tersebut masih
merupakan suaranya si tosu tua tapi ketika mengucapkan "masih
kenal dengan lohu" suaranya telah berubah menjadi suara Huan im
sin ang, musuh besarnya.
Thi Eng khi menjadi teramat gusar, sepasang matanya sampai
merah berapi api karena naik pitam, segera teriaknya keras keras :
"Iblis tua, kalau kau punya kepandaian, hayo cobalah beradu
kepandaian dengan diriku."
Huan im sin ang menjengek sinis :
"Hmmm.... mau bertarung mah gampang bila hari ini kau belum
mampus dibakar, besok aku pasti akan melepaskanmu keluar."
Menyusul kemudian terdengar suara orang yang mengangkut
kayu bakar serta orang menyulut api. Tak lama kemudian, asap hijau
telah merembes masuk lewat lubang lubang kecil di bawah kaki
dinding. Thi Eng khi segera mengerahkan ilmu Heng kian sinkang
untuk melindungi badannya siapa tahu asap hijau yang terendus
olehnya kontan membuat kepalanya pening dan hawa murninya
buyar, segenap tenaganya seakan akan tak mampu dihimpun
kembali. 647 "Aduh celaka, dalam asap hijau tersebut ada racunnya ...." diam
diam Thi Eng khi berpekik.
Buru buru dia mengeluarkan tiga butir pil kim khong giok lok
wan, lalu setelah ditelan buru buru dia duduk bersila. Sementara itu
api yang berkobar di luar makin lama makin membara, seluruh kuil
kecil itu sudah berubah menjadi lautan api.
Pil mestika Kim khong giok lok wan memang berkasiat luar biasa,
dia segera merasakan hawa segar menyebar ke seluruh bagian
tubuhnya, dalam waktu singkat keempat anggota badannya menjadi
segar dan nyaman, seluruh perasaan mual yang semula
mencengkam perasaannya juga mulai membuyar.
Yang tertinggal sekarang hanyalah bagaimana mencari akal untuk
meloloskan diri dari ancaman bahaya maut tersebut. Berbicara
menurut keadaan yang berada dihadapan mata sekarang, untuk
menerjang keluar bukanlah suatu pekerjaan yang tak mungkin.
Dinding baja yang membara tersebut tak nanti akan tahan
menerima sabuah pukulan Heng kian sinkang miliknya, cuma dengan
begitu maka kepandaian sakti yang dimilikinya akan diketahui lawan
terlalu awal, hal mana justru akan semakin meningkatkan
kewaspadaan Huan im sin ang terhadap dirinya sehingga keadaan
tersebut justru akan semakin menyulitkan usahanya untuk
membasmi kaum iblis dikemudian hari.
Tindakan yang kurang cerdas, tak ingin dilakukan bilamana
keadaan tidak sangat memaksa. Maka setelah berpikir pulang pergi,
tiba tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, segera dia berpikir :
"Mengapa aku tidak mengerahkan ilmu Heng kian sinkang untuk
menyalurkan hawa api Sam koay cin hwee untuk menerobos ke
bawah tanah" Bila aku sudah lolos nanti niscaya iblis tua itu akan
menjadi kebingungan untuk menemukan aku."
Begitu ingatan tersebut melintas lewat Thi Eng khi segera
mengerahkan tenaga dalam Heng kian sinkangnya untuk
memancarkan keluar hawa panas Sam koay cin hwee nya. Pelan
pelan tubuhnya seperti tenggelam kedalam tanah, begitu tubuhnya
648 masuk ketanah, dia segera mengembalikan pasir disisinya untuk
menutupi permukaan tanah yang sebelah atas agar dari atas
permukaan orang tak akan mengetahui kalau dia sedang
menyembunyikan diri di situ.
Baru saja dia hendak menutupi kepalanya dengan tanah
kemudian mengerahkan ilmu Ku si tay hoat untuk menutup
pernapasannya, mendadak ia merasa kakinya menginjak tanah
gembur, kemudian muncullah sebuah lubang kecil.
Dengan cepat dia mengerahkan kembali tenaga dalamnya untuk
menekan kebawah.... "Brru...." tanah berguguran semakin deras,
dari sebuah lubang yang kecil itu telah berubah menjadi sebuah
lubang besar, serta merta dia menerobos masuk kedalam gua itu.
Masih untung kedua kakinya langsung menginjak tanah.
Jilid 20 Thi Eng khi mencoba untuk memperhatikan keadaan di sekeliling
tempat itu dengan sorot matanya yang tajam, rupanya dia sedang
berada di dalam sebuah lorong rahasia. Penemuan yang tak terduga
ini sangat menggirangkan hati Thi Eng khi, buru-buru dia
mengebaskan ujung bajunya keatas untuk mengirim kembali tanah
yang berguguran itu keatas lubang.
Dalam waktu singkat, lubang tersebut telah berhasil disumbat
kembali olehnya menjadi seperti sedia kala, orang tak akan mengira
kalau ditempat itu terdapat sebuah gua yang tembus dengan
ruangan atas. Selesai memeriksa hasil karyanya dan merasa puas, pemuda itu
baru melanjutkan perjalanannya menelusuri lorong rahasia tersebut.
Permukaan lorong itu tinggi rendah tidak menentu, seandainya
tenaga dalam yang dimiliki tak sempurna sehingga bisa melihat
keadaan disekitar sana dengan jelas, ia benar benar tak akan berani
untuk menelusuri lorong rahasia tersebut.
649 Sudah sekian lama dia melakukan perjalanan, akan tetapi belum
juga keluar dari lorong tersebut, hatinya mulai merasa tegang, dia
kuatir lorong tersebut tiada jalan keluarnya.
Untung saja pada saat itulah mendadak matanya terasa silau,
tiba tiba ia saksikan ada cahaya terang memancar masuk dari atas
dinding lorong, dia mengira di depan sana adalah jalan keluar dari
lorong tersebut. Dengan perasaan girang, ia segera mempercepat
larinya menuju kearah depan sana.
Menanti ia tiba didepan sumber dari cahaya tersebut, dia baru
menjadi tertegun dan segera menghentikan perjalanannya. Rupanya
cahaya terang itu bukan merupakan sebuah cahaya alam, melainkan
memancar masuk lewat sebuah gua batu yang sangat besar. Bukan
saja tempat itu bukan merupakan sebuah jalan keluar dari lorong
rahasia tersebut, pada hakekatnya dia sudah salah arah.
Diatas pintu gua yang sempit diatas lebar dibawah hingga
berbentuk segitiga terdapat sebuah batu penyekat yang besar dan
lebar, diatas permukaan batu penyekat tadi tampak lukisan
pemandangan yang sangat indah.
Kiranya cahaya yang memancar tadi berasal dari kedua sisi batu
penyekat yang memantul diatas dinding lorong rahasia. Tak bisa
disangkal lagi, dalam gua tersebut sudah pasti ada penghuninya.
Andaikata berada di hari biasa, dengan perasaan ingin tahu Thi
Eng khi pasti akan menerobos masuk ke dalam untuk mengetahui
apa gerangan yang berada di sana. Tapi keadaannya sekarang sama
sekali berbeda, bukannya dia tidak merasa ingin tahu, adalah
dikarenakan ia sangat menguatirkan keselamatan dari Pek leng
siancu yang sedang meronta dari lembah kematian. Dia kuatir akan
timbul kesulitan sehingga menunda perjalanan pulangnya ke bukit
Siong san. Maka dengan wajah serius dia berhenti, membalikkan badan dan
balik kembali kearah semula. Hanya kali ini dia berjalan dengan
gerakan yang jauh lebih lamban daripada semula.
650 Lorong rahasia tersebut memang panjang sekali, entah berapa
lama Thi Eng khi sudah berjalan tapi belum mencapai mulut gua
juga, dengan perasaan kesal anak muda itu segera mempercepat
perjalanannya. Mendadak mendengar serentetan suara langkah
manusia berkumandang datang dari belakang punggungnya.
Dengan kesiap siagaan penuh Thi Eng khi segera mempercepat
gerakannya dan melompat keluar dari mulut lorong lebih dulu.
Ternyata mulut lorong rahasia tersebut berada di balik batang pohon
yang amat besar.
Ketika dia mendongakkan kepalanya, tampak di arah barat daya
sana masih berwarna merah darah, tampaknya Huan im sin ang
benar benar sangat bernapsu untuk membunuhnya, siapa tahu dia
toh masih lolos juga dalam keadaan selamat, tanpa terasa sekulum
senyuman tersungging diujung bibirnya.
Baru saja senyuman tersungging di ujung bibirnya, mendadak ia
teringat kalau dari balik lorong ada orang hendak keluar, dia merasa
tindakannya sekarang kelewat gegabah.
Buru buru dia menyelinap ke belakang pohon tersebut untuk
menyembunyikan diri. Tak lama kemudian, dari balik mulut lorong
rahasia itu melompat keluar dua sosok bayangan manusia.
Yang seorang adalah kakek bermuka putih yang mengenakan
baju hijau, sedangkan yang lain adalah seorang gadis cantik yang
berbaju warna hijau pula. Begitu memunculkan diri, tanpa
membuang waktu lagi kedua orang itu segera menggerakkan
tubuhnya menuju ke arah tempat kebakaran dimana Huan im sin
ang sedang berusaha membakar mati Thi Eng khi.
Si anak muda itu hanya merasakan dua sosok bayangan manusia
berkelebat lewat, tahu tahu bayangan hitam itu sudah tinggal setitik
bayangan kecil dikejauhan sana. Sedemikian cepatnya gerakan
tubuh kedua orang itu, untuk sesaat membuat pemuda kita menjadi
termangu. 651 Akhirnya setelah menghela napas dan menggelengkan kepalanya
berulang kali, Thi Eng khi meneruskan perjalanannya menuju ke
arah tujuan semula. Sepanjang perjalanan, ia tidak menjumpai
halangan lagi, dengan lancar akhirnya sampai juga di kuil Siong gak
bio. Thi Eng khi benar benar merasakan hatinya amat tegang, tanpa
berusaha untuk mencari tahu keadaan penyakit dari So Bwe leng
lagi, dia segera berlarian menuju ke kamar tidur gadis itu. Tapi
setibanya di depan kamar yang digunakan oleh Pek leng siancu So
Bwe leng untuk merawat penyakitnya, dia baru menjumpai kalau
keadaan sedikit tidak beres.
Ternyata pintu kamar tersebut tertutup rapat, debu nampak
melapis diatas pintu tampaknya sudah banyak waktu tidak
dibersihkan orang. Membayangkan apa yang terjadi, Thi Eng khi
segera merasakan jantungnya berdenyut keras, sekujur tubuhnya
seakan akan tercebur ke dalam gudang salju, kontan menggigil
keras. Dengan suara keras, ia lantas berteriak :
"Adik Leng, aku telah kembali!"
Dari dalam kamar tidak terdengar suara jawaban, sekarang dia
merasa kehilangan keberanian untuk masuk ke dalam kamarnya,
gumamnya dengan suara sedih :
"Aku ..... aku telah terlambat ..... aku telah pulang agak
terlambat!"
"Thi sauhiap, siapa bilang kedatanganmu terlambat?" tiba tiba
Boan san siang koay munculkan diri sambil berseru. Thi Eng khi tak
dapat membendung airmatanya lagi, dia segera menangis terisak,
katanya kemudian :
"Locianpwe berdua, bagaimana keadaan adik Leng"
Beritahukanlah kepadaku apa yang terjadi!"
"Harap Thi sauhiap jangan gelisah, nona So masih berada dalam
keadaan sehat walafiat, mari kita berbincang bincang di sana."
652 Sambil berkata dia lantas mempersilahkan Thi Eng khi untuk
duduk di ruang tamu. Thi Eng khi tidak begitu percaya dengan
perkataan dari Toa koay (siluman pertama) Cia Pit. Menurut
anggapannya besar kemungkinan kalau So Bwe leng sudah
mengalami musibah, sedang apa yang dikatakan Toa koay tak lebih
hanya bermaksud untuk menghibur hatinya.
Maka begitu duduk, dia lantas bertanya lagi dengan perasaan
cemas : "Kini adik Leng berada dimana" Harap locianpwe berdua sudi
berbicara secara terus terang."
Ji koay (siluman kedua) Cia Suan segera tertawa.
"Nona So betul betul berada dalam keadaan sehat, cuma
kemungkinan besar Thi sauhiap tak bisa bertemu lagi dengannya."
"Apa?" teriak Thi Eng khi dengan mata terbelalak.
"Penyakit yang diderita oleh nona So telah disembuhkan oleh
seorang tokoh sakti tapi konon dia sudah enggan berjumpa lagi
dengan sauhiap," ucap Tia koay Cia Pit menerangkan.
Thi Eng khi segera merasa hatinya agak lega sebagian, ujarnya
kemudian dengan suara lebih tenang :
"Mengapa?"
"Aaaai.... rahasia hati nona So mana bisa diketahui orang lain?"
sahut Ji koay Cia Suan cepat, "bahkan So tua pun gagal untuk
mengetahui sebab musababnya, maka dia orang tua terpaksa
mengijinkan nona So untuk pindah dari kuil Siong gak bio ini."
"Apakah locianpwe tahu mereka telah berpindah ke tempat
mana?" "Tujuan dari nona So meninggalkan tempat ini adalah untuk
menghindari diri dari sauhiap tapi So tua diam diam telah
meninggalkan pesan kepadaku, silahkan sauhiap segera menyusul ke
situ." 653 Ia lantas memberitahukan alamat baru dari Tiang pek lojin itu
kepada Thi Eng khi. Tak sempat banyak bertanya lagi, Thi Eng khi
segera mohon pamit dan berlalu dari situ. Dengan mengikuti
petunjuk dari Boan san siang koay, setelah membuang banyak
waktu dan tenaga akhirnya ia berhasil juga menemukan beberapa
buah rumah gubuk di tengah Siong san.
Thi Eng khi segera berpekik nyaring dari luar rumah, betul juga
Tiang pek lojin segera munculkan diri dari balik rumah tersebut.
Perjumpaan itu sangat mengharukan sekali, Thi Eng khi tidak
mengisahkan dahulu pengalamannya, melainkan buru buru
menanyakan keadaan dari Pek leng siancu So Bwe leng :
"So yaya! Bagaimanakah keadaan adik Leng?"
Menyaksikan kecemasan yang mencekam perasaan Thi Eng khi,
sebenarnya Tiang pek lojin ingin mengutarakan apa yang
sebenarnya terjadi, tapi diapun kuatir cucu perempuannya marah,
maka dengan wajah memerah segera sahutnya :
"Dia sangat baik, cuma setelah melawan musibah besar itu, dia
menjadi putus asa dan kecewa terhadap kehidupan keduniawian, ia
ribut ingin menjadi pendeta, sudah lohu bujuk berulang kali tapi
gagal, kemarin ia telah mencukur rambut menjadi pendeta."
Selesai mengucapkan perkataan itu, kembali ia menghela napas
panjang, walaupun helaan napasnya panjang, padahal sama sekali
tidak mengandung nada sedih. Waktu itu pikiran Thi Eng khi sedang
kalut, tentu saja ia tak dapat menangkap nada tersebut.
Kontan saja paras mukanya berubah menjadi pucat pasi, dengan
sedih katanya lagi :
"So yaya, sebetulnya apa yang menyebabkan adik Leng
mencukur rambutnya menjadi pendeta?"
Tapi kemudian dengan setengah nada menduga ia mengumam :
"Yaa.... mungkinkah dia marah kepadaku karena tempo hari aku
tidak memikirkan keselamatan jiwanya sehingga menyebabkan dia
terluka" Tapi ...... tidak ...... tidak mungkin, hal itu merupakan
654 kerelaannya sendiri untuk berkorban demi kepentingan seluruh umat
persilatan, dia tak akan menyalahkan diriku!"
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah termenung sebentar, dengan kening berkerut katanya
lagi : "Jangan jangan dia masih marah karena aku pulang agak
terlambat?"
Tapi selanjutnya dia berguman lebih jauh :
"Tidak, dia seharusnya tahu kalau aku sudah berusaha dengan
segala kemampuan yang kumiliki."
Thi Eng khi hanya tahu bergumam sambil menduga, hal mana
membuat Tiang pek lojin So Seng pak merasa terharu sekali. Selain
itu, ada sepasang mata yang mengintip dari balik kegelapan pun
turut mengucurkan airmatanya dengan deras, hampir saja dia
membatalkan niatnya untuk melanjutkan rencana nakalnya itu.
Mendadak Thi Eng khi berkata dengan wajah serius :
"So yaya, apakah adik Leng berada di dalam ruangan, aku
hendak berjumpa muka dengannya?"
Tiang pek lojin segera menuding ke arah sebuah kuil nikou yang
berada ratusan kaki dari situ, kemudian menjawab :
"Anak Leng menjadi pendeta di dalam kuil pendeta disebelah
sana ...."
Setelah berhenti sejenak dia menambahkan,
"Tapi dia enggan untuk berjumpa dengan dirimu, sekalipun kau
kesana juga tak berguna."
Thi Eng khi sama sekali tidak menggubris perkataan dari Tiang
pek lojin, begitu selesai mendengarkan perkataan itu, dia segera
menggerakkan tubuhnya melejit dari sana, hanya dalam beberapa
kali lompatan saja ia telah tiba di depan kuil nikou tersebut.
Menanti si anak muda itu sudah berlalu, Tiang pek lojin baru
berpaling ke dalam rumah sambil membentak :
655 "Anak Leng, telah mempermainkan anak Eng khi, bukan cuma
kau saja yang berdosa bahkan yaya pun ikut bersalah!"
Pek leng siancu So Bwe leng segera melompat keluar dari dalam
rumah, lalu dengan suara lembut dia berseru :
"Biar tahu rasa! Siapa suruh dalam hati kecilnya dia masih
mempunyai perempuan lain."
Dengan perkataan itu maka terbongkarlah rahasia hati So Bwe
leng. Rupanya entah darimana, diapun tahu kalau Thi Eng khi
menaruh perasaan cinta kepada Ciu Tin tin, dia menjadi cemburu
sehingga berniat untuk memberi sedikit penderitaan buat si anak
muda itu. Sampai sekarang Tiang pek lojin baru tahu kalau cucu
perempuannya adalah seorang pencemburu, tak kuasa lagi dia
berseru : "Aaai...... aaai...... kesemuanya ini adalah kesalahan yaya yang
kelewat memanjakan dirimu!"
Seraya berkata dia lantas berjalan menuju ke arah kuil nikou
tersebut ..... Sambil mengejar dari belakang, Pek leng siancu So Bwe leng
segera berseru :
"Yaya! Jika kau benar benar hendak mencampuri urusanku, anak
Leng betul betul tak akan menggubris dirimu lagi!"
Terpaksa Tiang pek lojin harus menghentikan langkahnya,
setelah menghela napas dia berkata :
"Nak, semoga kau tahu diri dan jangan berbuat kebangetan!"
Pek leng siancu So Bwe leng segera tersenyum :
"Tak usah kuatir yaya, anak Leng mengetahui hal ini ...."
Setelah mendengar perkataan tersebut, Tiang pek lojin baru
tertawa lega, bersama Pek leng siancu berangkatlah mereka menuju
ke arah kuil nikou itu. Dalam pada itu, Thi Eng khi sedang berteriak
dengan perasaan cemas di luar pintu kuil :
656 "Adik Leng! Adik Leng! Siau heng Eng khi mohon berjumpa
dengan dirimu ...."
Ia sudah berteriak beberapa kali, namun dari dalam ruangan kuil
tak kedengaran sedikit suarapun. Dalam gelisahnya Thi Eng khi
segera menuju ke depan sambil melancarkan sebuah pukulan ke
atas pintu kuil. Dengan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang,
sudah barang tentu pintu kuil tersebut tak akan tahan menerima
pukulannya.....
"Blaaammmm!" kontan saja pintu kuil tersebut terpentang lebar.
Dari dalam kuil itu terdengar seseorang menjerit kaget, kemudian
tampak bayangan manusia berkelebat lewat, dihadapannya telah
berdiri dua orang nikou setengah umur yang menghadang jalan
pergi si anak muda itu.
Tegur dengan suara dingin,
"Sauhiap, kau adalah seorang ketua dari suatu perguruan besar,
mengapa begitu tak tahu diri" Tahukah kau tempat ini adalah
sebuah kuil nikou...?"
Thi Eng khi bertindak kasar hanya dikarenakan dorongan
emosinya yang meluap luap, dia tidak memikirkan soal perbedaan
antara lelaki dan wanita, apalagi tempat itu sebagai suatu kuil kaum
nikou. Menanti jalan perginya terhadang dan kedua orang nikou itu
mulai menegur, dia baru dibikin tersipu sipu karena malu, mukanya
merah padam, sampai sekian lamanya ia tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
Salah satu diantara nikou setengah umur itu segera menegur
sambil tertawa kering :
"Sauhiap, bila kau tiada persoalan lain, harap segera
mengundurkan diri dari sini!"
Segera Thi Eng khi berlalu, sekarang ia sudah tak punya muka
lagi untuk berdiam disitu lebih lama, tak berani mendongakkan
657 kepalanya lagi, ia segera menjejakkan kakinya dan melompat keluar
dari kuil tersebut kemudian menghela napas panjang.
Belum sampai dia berjalan mundur sejauh sepuluh langkah,
mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara teriakan
dari seorang nikou setengah umur :
"Sauhiap, harap kembali, coba lihatlah siapa yang sedang
munculkan diri ini?"
Dengan cepat Thi Eng khi membalikkan badannya, tampak
seorang nikou cilik berdiri tenang di depan pintu, seperangkat jubah
pendeta yang berwarna abu abu menutupi tubuhnya yang kecil
mungil, membuat siapapun yang memandang terasa beriba hati.
Dengan sempoyongan anak muda itu segera memburu kedepan.
Tapi nikou yang menyaru So Bwe leng itu segera membentak keras :
"Jangan mendekat!"
Thi Eng khi tertegun segera menghentikan gerakan tubuhnya,
teriaknya keras keras:
"Adik Leng!"
"Sauhiap, harap tahu diri, sebagai seorang pendeta harap kau
jangan memanggil lagi dengan nama awamku!"
Suaranya dingin, sikapnya juga dingin, membuat perasaan Thi
Eng khi yang hangat segera berubah menjadi dingin kembali, ia jadi
tergagap dan untuk sesaat lamanya tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
"Kau....... kau......"
Kesedihan yang mencekam perasaan Thi Eng khi tak terlukiskan
lagi dengan kata kata. Tiang pek lojin yang bersembunyi di balik
kegelapan segera berpaling dan melotot sekejap kearah Pek leng
siancu So Bwe leng yang berada disisinya lalu menegur :
"Anak Leng, sebetulnya apa tujuanmu" Mengapa kau menyuruh
dia mengucapkan kata yang begitu kasar?"
658 "Aku sama sekali tidak suruh budak itu mengucapkan kata-kata
seperti ini," bantah Pek leng siancu So Bwe leng cepat. Kemudian
dengan kening berkerut, dia berkata lagi dengan gemes,
"Sialan betul budak tersebut, aku pasti akan memberi pelajaran
kepadanya."
Selesai berkata dia sudah menerjang kedepan siap memberi
pelajaran kepada penggantinya itu. Tapi tindakan tersebut segera
dicegah oleh Tiang pek lojin, katanya dengan cepat :
"Anak Leng, jangan gegabah, bayangkan sendiri keadaanmu
sekarang, apakah kau bisa menampilkan dirimu" Jalan terbaik pada
saat ini adalah dengan tenang menghadapi perubahan, nah.... inilah
pembalasan bagi perbuatan sok pintarmu itu."
Akhirnya Pek leng siancu dapat dibujuk juga oleh kakeknya
sehingga membatalkan niatnya untuk keluar, tapi ia menjadi gemas
sekali sampai menggertak giginya berulang kali.
Setelah menegur cucu kesayangannya, dengan suara lembut
kembali Tiang pek lojin berkata :
"Nak, kau harus tenang .....! Tenang ..... kau harus tenang
menghadapi keadaan."
Pek leng siancu So Bwe leng segera mendongakkan kepalanya
kembali memandang kearah depan. Ia menyaksikan orang yang
menggantikan dirinya itu sudah berubah sama sekali sikapnya
sebagai seorang pendeta, setelah tertawa terkekeh kekeh katanya :
"Engkoh Eng, kau menjadi marah bukan" Haaahhhh.....
haaahhhhh...... haaaahhhh...... aku hanya mengajak kau bergurau!"
Walaupun Pek leng siancu So Bwe leng adalah seorang yang
tidak mempersoalkan masalah kecil, tapi dia masih tahu untuk
menjaga diri, sikapnya sama sekali tidak sebrutal ini.
Kontan saja Thi Eng khi menjadi serba salah dibuatnya, dia tidak
tahu bagaimana harus menjawab. So Bwe leng yang sembunyi di
balik kegelapan justru semakin bertambah gusar, makinya berulang
kali. 659 "Tidak tahu malu! Tidak tahu malu! Benar benar tidak tahu
malu!" Ternyata nikou kecil itu sangat pandai bermain sandiwara,
setelah tertawa, kembali wajahnya berubah menjadi dingin seperti
es, katanya lagi :
"Kau jangan keburu senang dulu, aku bukanlah So Bwe leng yang
kau idam idamkan, So Bwe lengmu sudah mampus!"
Mendengar perkataan itu, Thi Eng khi segera mendongakkan
kepalanya dan menghela napas panjang.
"Aaaai..... adik Leng, kau tak usah bersikap begitu, akupun tak
tahu sebabnya kau begitu membenciku, sekalipun dijelaskan juga
suatu tindakan yang percuma, kalau toh kau menganggap dirimu
sudah mati, siau heng hanya bisa menyimpan bayanganmu yang lalu
didalam hati. Sekarang, siau heng hendak mohon diri dulu!"
Selesai berkata, dia lantas membalikkan badannya dan berlalu
dari situ. Si nikou cilik yang menyaru sebagai So Bwe leng segera
membentak keras :
"Berhenti! Coba kau amati sekali lagi siapakah aku?"
Sambil berkata, dia lantas mengusap wajahnya, seketika itu juga
paras mukanya berubah sama sekali. Kini yang muncul adalah seraut
wajah cantik yang diliputi hawa pembunuhan, sedikitpun tidak mirip
dengan wajah Pek leng siancu So Bwe leng.
Bahkan So Bwe leng asli dan Tiang pek lojin yang bersembunyi
dibalik kegelapan pun merasakan kejadian tersebut sama sekali
diluar dugaan, saking kagetnya mereka sampai tercengang,
mimpipun mereka tidak menyangka kalau orang itu adalah
seseorang yang menyaru sebagai So Bwe leng, bukan gadis yang
berwajah mirip So Bwe leng.
Dari sini dapat diketahui kalau orang itu memang datang kesitu
dengan membawa rencana busuk. Sementara mereka masih
termenung, perubahan yang terjadi di tengah arena sudah
berlangsung amat cepat.
660 Tampak Thi Eng khi maju selangkah ke depan, lalu teriaknya
keras : "See.... sebenarnya siapakah kau" Mengapa menyaru sebagai
adik Leng untuk mempermainkan aku?"
"Terus terang kuberitahukan kepadamu, adik Leng mu telah
mampus karena penyakitnya tak terobati, oleh karena So loyacu
kuatir kau bunuh diri untuk menjaga nama maka dia sengaja
mengatur rencana ini untuk menipumu, dia minta aku mewakili nona
Leng untuk memutuskan hubungan denganmu, tapi karena aku tak
tega membiarkan kau dimaki orang sebagai manusia yang tak
berperasaan maka ...."
"Sreet! Sreet...... Sreet......! Tiga batang ranting pohon dengan
kecepatan luar biasa langsung meluncur kedepan dan mengancam
jalan darah Hian ki hiat, Jit kan hiat serta Ki bun hiat ditubuh nikou
kecil tersebut.
Menyusul kemudian tampak sesosok bayangan manusia
menerjang keluar dari balik pohon seraya membentak,
"Anak Eng, jangan percaya dengan perkataannya itu, apa yang
dikatakan semuanya tidak betul!"
Begitu Thi Eng khi mendengar suara dari Tiang pek lojin, tanpa
berpaling lagi dia mengeluarkan ilmu Hu kong keng im untuk
berkelebat meninggalkan tempat itu, ia tidak berbicara, tidak
berpaling, pun tidak menghentikan gerakan tubuhnya.
Tiang pek lojin segera melambung ketengah udara dia mengejar
kearah Thi Eng khi, berbareng itu juga pesannya kepada So Bwe
leng, "Anak Leng, jangan lepaskan siluman perempuan itu, untuk
menjelaskan kesalahan paham dari anak Eng, kau harus
menahannya."
Padahal sebelum Tiang pek lojin meninggalkan pesannya tadi, So
Bwe leng telah menerjang kearah nikou cilik itu dengan geramnya.
Ternyata sambitan tiga batang ranting kering yang dilepaskan Tiang
pek lojin tadi, berhubung tenaga serangannya kelewat kecil, maka
661 bukan saja tak sanggup untuk melukai nikou cilik itu malahan oleh
ayunan tangan nikou cilik itu, serangan itu berbalik meluncur kearah
So Bwe leng. Hal mana tentu saja membuat repotnya So Bwe leng, dia harus
bersusah payah untuk menghindari diri sebelum akhirnya berhasil
meloloskan diri dari ancaman tersebut. Hawa amarah yang berkobar
di dalam dadanya waktu itu tentu saja tak terlukiskan lagi dengan
kata, kontan saja dia mencaci maki.
"Budak sialan yang pingin mampus, kau benar benar tak ingin
hidup rupanya ..."
Sepasang telapak tangannya segera diayunkan kian kemari
bersama sama untuk mendesak tubuh si nikou cilik itu. So Bwe leng
sudah memperoleh kepandaian warisan keluarganya, tenaga dalam
yang dimilikinya amat sempurna, dia sudah merupakan seorang jago
yang amat menonjol diantara kaum muda.
Oleh karena itu sangat membenci nikou cilik itu, maka serangan
yang dilancarkan hampir semua ditujukan kearah tujuh buah jalan
darah kematian di tubuh nikou cilik tersebut, sedikitpun tidak
mengenal ampun.
Ternyata nikou cilik itu sama sekali tidak berusaha untuk
menghindarkan diri, ia berdiri tenang disitu dengan wajah sinis, lalu
ejeknya : "Kau benar benar tak tahu diri."
Ujung bajunya segera dikebaskan ke depan melancarkan sebuah
pukulan dahsyat yang memaksa tubuh So Bwe leng tergetar mundur
sejauh dua langkah lebih. So Bwe leng adalah seorang yang
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berangasan walaupun dia tahu kalau tenaga dalam yang dimiliki
nikou cilik itu lebih tinggi daripada kepandaiannya, tapi ia tidak
gubris tentang soal itu, tubuhnya segera merendah kemudian
mendesak kemuka, dengan menggunakan jurus Pit gwat siu hoa
(menutup rembulan bunga terkuncup malu) yang disertai tenaga
sebesar sepuluh bagian, dihantam jalan darah Jit Kan hiat diatas
dada nikou cilik itu.
662 Sedingin es paras muka nikou cilik itu, ujarnya dingin :
"Sekalipun kau ingin mati, sekarang masih belum waktunya
bagimu untuk mati, lebih baik berbaring saja disini sambil menunggu
kedatangan yayamu nanti!"
Jari tangannya bagaikan sebatang tombak yang berubah menjadi
serentetan cahaya putih, segera menembusi angin pukulan So Bwe
leng dan menotok jalan darah Cian keng hiat dibahu gadis tersebut.
So Bwe leng harus berganti sampai empat macam gerakan untuk
meloloskan diri dari ancaman itu, namun usahanya itu toh gagal, dia
tidak berhasil juga menghindarkan diri dari totokan nikou cilik itu
sehingga tubuhnya segera terhajar telak.
Dasar wataknya memang keras dan tak mau takluk kepada
orang, walaupun jalan darah ditubuh So Bwe leng sudah tertotok
namun mulutnya tak mau berhenti memaki :
"Budak anjing, budak sialan, jika kau punya keberanian, hayolah
bebaskan nyonya mudamu, mari kita bertarung sampai salah
seorang diantara kita mampus!"
Nikou cilik itu melotot sekejap kearah So Bwe leng dengan
gemes, kemudian menjawab :
"Gara gara membantumu bermain sandiwara, aku harus
mengorbankan rambutku yang indah, kalau diingat kembali sungguh
menggemaskan, hmmm! Aku harus menghadiahkan dua tamparan
kepadamu untuk melampiaskan rasa mangkel dalam hati."
"Plooook! Plooook!" dia segera menampar pipi kiri dan pipi kanan
So Bwe leng keras keras sehingga muncullah bekas telapak tangan
yang merah membara. Selain itu juga menotok jalan darah bisunya
agar gadis itu tak mampu mendamprat lagi, hal mana tentu saja
menggusarkan So Bwe leng tapi kecuali melotot penuh kegusaran,
apalagi yang bisa dia lakukan"
Setelah menampar So Bwe leng, nikou cilik itu segera menuding
kearahnya sambil mendengus, ujarnya :
663 "Hmmm, seorang gagah tak akan bekerja sembunyi sembunyi,
aku adalah tuan putri dari istana Ban seng kiong, kali ini kuampuni
jiwamu. Jika kau hendak membalas dendam, aku akan selalu
menantikan kedatanganmu di dalam istana Ban seng kiong!"
Diiringi tertawa merdu, nikou cilik itu segera berkelebat keluar
dari ruangan kuil dan lenyap di belakang bukit sana. Ternyata nikou
cilik itu adalah seorang gadis yang dicari Huan im sin ang untuk
menggantikan Pek leng siancu menjadi seorang kiongcu dari istana
Ban seng kiong.
Oleh karena gadis itu pandai mengumpak dan lagi sangat
mencocoki selera Huan im sin ang, maka ia amat disayang oleh iblis
tua tersebut, bukan saja segenap kepandaian silat yang dimilikinya
diwariskan kepadanya, bahkan jalan darah jin meh dan tok mehnya
juga telah ditembusi. Itulah sebabnya tenaga dalam yang dimilikinya
jauh melebihi kemampuan dari So Bwe leng.
Kali ini Huan im sin ang mengutusnya untuk menyelundup ke
samping So Bwe leng, sebetulnya hanya dimaksudkan untuk
meninggalkan mata mata disitu, sungguh di luar dugaan hasil yang
kemudian berhasil diraih sama sekali diluar dugaan, hal ini boleh
dibilang merupakan hasil karya dari tindakan So Bwe leng sendiri
yang sok pintar.
Dalam pada itu, Tiang pek lojin telah mengerahkan tenaga
dalamnya sebesar dua belas bagian untuk mengejar Thi Eng khi,
walaupun tidak berhasil menyusulnya akan tetapi dia merasa yakin
akhirnya akan berhasil, sebab menurut anggapannya kendatipun
pemuda itu hebat, tak mungkin tenaga dalamnya bisa menangkan
dia. Siapa tahu, meski sudah sekian lama hasil tetap nihil bahkan
ketika Thi Eng khi mengetahui kalau dirinya disusul terus, mendadak
ia percepat tubuhnya sehingga tampaklah serentetan asap biru
berkelebat lewat, tahu tahu bayangan tubuhnya sudah lenyap tak
berbekas .... 664 Dalam keadaan seperti ini, terpaksa Tiang pek lojin harus
menghentikan gerakan tubuhnya sambil berdiri termangu mangu,
dia tak tahu bagaimanakah perasaannya ketika itu, terpaksa dengan
perasaan uring uringan dia balik kembali.
Melihat So Bwe leng kembali menderita kerugian ditangan orang,
setelah membebaskan jalan darahnya, dia bertekad hendak
mendidik gadis ini menjadi lebih lihay lagi, maka pada hari itu juga
dikirim ketempat kediaman seorang tokoh persilatan untuk
mendalami kepandaian silat yang dimilikinya.
Semenjak terjadinya peristiwa itu, So Bwe leng juga merasa
bertobat, wataknya sama sekali berubah, dia memusatkan segenap
perhatiannya untuk melatih diri secara tekun.
Dalam pada itu, Thi Eng khi telah tiba di sebuah lembah yang
terpencil setelah berhasil meloloskan diri dari pengejaran Tiang pek
lojin, sambil duduk termenung diatas batu cadas, dia melakukan
permikiran selama tiga hari tiga malam.
Semua tugas dan kewajiban yang harus dilakukannya sepanjang
hidup dilakukan suatu pemeriksaan yang terakhir. Akhirnya dia
mengambil suatu keputusan. So Bwe leng meninggal dunia gara
garanya, maka dalam pandangannya ia tak boleh hidup sendiri di
dunia ini, bahkan semakin bertekad untuk menghabisi nyawa sendiri
sebagai penebus dosa.
Hanya saja dia merasa tugas dan kewajiban yang harus
dilaksanakan selama ini masih belum terselesaikan sehingga
mustahil bagi dirinya untuk menghabisi nyawanya pada saat ini.
Demikianlah, dia lantas bersumpah akan menghabisi jiwanya tiga
tahun kemudian, selam tiga tahun dia berusaha keras untuk
menyelesaikan beberapa persoalan, antara lain :
Pertama, mencari peta lukisan Kun eng toh yang hilang
Kedua, ia pernah melepaskan Huan im sin ang satu kali, maka
diapun bertekad hendak menaklukkan kembali iblis itu kemudian
diserahkan kepada para jago untuk dihukum mati, dengan demikian
kepercayaan orang akan pulih kembali.
665 Ketiga, membangun kembali Thian liong pay dan membawa
perguruan itu menuju ke kejayaan.
Selewatnya tiga tahun, bila segala sesuatunya dapat berjalan
lancar, maka untuk memenuhi janjinya, dia akan menghabisi nyawa
sendiri. Dalam tiga tahun ingin membangun kembali kejayaan Thian
liong pay, hal ini bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Thi Eng khi
bisa berpikiran demikian berarti yag dibutuhkan sekarang adalah
menganggap satu hari sebagai dua hari, segala persoalan yang
dilaksanakan hanyalah "Cepat! Cepat! Cepat!"
Tanpa sangsi lagi dia meletakkan sasarannya yang paling utama
pada istana Ban seng kiong di puncak Wong soat hong di bukit Wu
san. Begitu keputusan diambil, tanpa memperdulikan lagi janjinya
dengan Bu im si hong Kian Kim siang, ia segera berangkat menuju
ke bukit Wu san.
Dengan tekad kedatangannya pasti mendatangkan hasil,
sepanjang jalan ia melanjutkan perjalanannya secara terang
terangan. Ketika tindakan itu tersiar ke telinga Huan im sin ang, baru
saja Pek leng siancu So Bwe leng gadungan melaporkan hasil yang
dicapainya. Huan im sin ang sama sekali tidak menyangka kalau kebakaran
besar itu gagal membunuh pemuda tersebut, dlaam keadaan kaget
timbullah satu ingatan keji dalam hatinya, ia segera memerintahkan
orang untuk membangun sebuah "sambutan hangat" yang meriah
buat musuhnya, bila Thi Eng khi sudah datang nanti maka dia akan
dibunuh secara keji.
Walaupun Thi Eng khi telah berhasil mendapatkan ilmu Heng kian
sinkang peninggalan Thio Biau liong sehingga kelihayannya begitu
luar biasa melebihi orang lain, tapi berhubung orang lain tidak
menyangka akan taraf kepandaian dimilikinya sekarang maka
terhadap tindakannya mendatangi istana Ban seng kiong seorang
diri boleh dibilang amat memuji, tapi mereka tidak mengharapkan
suatu hasil yang besar dari kedatangannya ke sarang lawan.
Paling banter mereka cuma tertawa sambil memuji :
666 "Yaa, kalau anak muda bisa memiliki keberanian seperti itu, hal
mana memang pantas dipuji!"
Tentu saja hal itu hanya sebatas pada orang orang yang tidak
memahami tentang dirinya atau tidak menaruh perhatian
kepadanya. Padahal dilain pihak terdapat banyak orang pula yang
meras gelisah dan cemas sekali atas perbuatan yang dilakukan oleh
Thi Eng khi tersebut.
Diantaranya terdapat seseorang yang paling istimewa, dia
dengan seribu macam alasannya berusaha mendahului Thi Eng khi
untuk tiba lebih dahulu di istana Ban seng kiong.
Dengan gerakan tubuh yang paling cepat, dia berjalan menelusuri
semak belukar menghindari penghadangan penghadangan yang
dipersiapkan Huan im sin ang dan muncul di depan pintu gerbang
istana Ban seng kiong yang sudah dihiasi dengan rapi itu.
Kemunculannya ibarat malaikat yang turun dari kahyangan,
ternyata dari delapan belas orang lelaki berbaju hijau yang berdiri
kedua belah sisi pintu gerbang Ban seng kiong tak seorangpun yang
tahu ia datang dari arah mana.
Orang itu sama sekali tidak menggubris kedelapan belas orang
lelaki berbaju hijau itu, dia masih berlagak seakan akan tidak tahu.
Sebaliknya kedelapan belas orang lelaki itupun tetap berdiri tegak di
tempat semula bagaikan sebuah patung, tak seorangpun diantara
mereka yang menghalangi perjalanannya.
Di balik pintu merupakan sebuah tanah lapang kecil, berdiri
ditengah arena dia berseru lantang :
"Siauceng Huang oh, mohon berjumpa dengan Huan im sin ang!"
Suaranya keras dan lantang, menembusi pintu yang berlapis dan
bergema disisi telinga Huan im sin ang. Baru saja dia selesai
berkata, dari ruangan disisi kanan gedung istana muncul dua orang
pemuda berbaju hijau, dengan gerakan tubuh yang cekatan mereka
melompat kedepan dan menghadang dihadapan Huang oh siansu.
667 Jangan dilihat potongan badan mereka halus lembut seperti anak
sekolah, ternyata ucapannya kasar sekali. Terdengar pemuda
tampan yang ada disebelah kiri segera membentak nyaring :
"Istana kami tidak berjodoh dengan kaum pendeta atau hwesio,
hei, kepala gundul lebih baik kau segera enyah dari hadapan sauya!"
"Omitohud" seru Huang oh siansu, "Sauhiap menitahkan siauceng
keluar dari sini, apakah tidak takut ditegur oleh sancu?"
"Hei, hwesio! Kau manusia macam apa" Tak mungkin Sancu akan
bersikap hormat terhadap manusia macam kau ...." pemuda yang
berada disebelah kanan meraung gusar.
Belum habis dia berkata, mendadak dari dalam istana terdengar
seorang gadis berseru nyaring :
"Cho yu ji tong (dua bocah kiri kanan), jangan kurang ajar!"
Menyusul kemudian sesosok bayangan manusia berbaju hijau
melayang keluar dari dalam ruangan istana dan melayang turun
dihadapan Huang oh siansu, kemudian sambil mengulapkan kedua
tangannya kepada dua orang pemuda tampan itu, serunya :
"Enyah kalian berdua dari sini!"
Tampaknya kedua orang pemuda tampan itu merasa takut sekali
dengan gadis berbaju hijau itu, dengan hormat dia segera
mengiakan : "Baik!"
Dengan cepat mereka mengundurkan diri dari tempat itu.
Sepeninggal mereka berdua, gadis berbaju hijau itu baru berkata
kepada Huang oh siansu :
"Sancu mempersilahkan siansu masuk."
Huan im sin ang tidak muncul untuk menyambut sendiri
kedatangannya, otomatis Huang oh siansu lah yang diminta untuk
masuk kedalam istana guna menjumpainya. Sebagai seorang
pendeta, Huang oh siansu tidak terlalu memperdulikan kepongahan
Huan im sin ang, sambil tertawa segera sahutnya :
"Silahkan nona!"
668 Dengan mengikuti dibelakang gadis berbaju hijau itu, Huang oh
siansu masuk kedalam istana Ban seng kiong, ia saksikan Huan im
sin ang sedang duduk dikursi utama dengan sikap yang pongah,
ternyata ia sama sekali tidak menggerakkan tubuhnya meski melihat
Huang oh siansu berjalan masuk ke dalam.
Hanya tegurnya dengan dingin :
"Hei hwesio, ada urusan apa kau datang mencari diriku?"
Huan im sin ang memang telah berhasil menyelidiki kalau Huang
oh siansu tinggal di utara puncak Huang soat hong, oleh karena dia
pernah menolong jiwa Thi Eng khi dan sanggup memunahkan
pengaruh Jit sat cinya, maka semenjak semula dia telah
menganggapnya sebagai salah seorang musuhnya.
Walaupun begitu, hingga sekarang dia masih belum mengetahui
siapa gerangan Huang oh siansu yang sebenarnya. Sikap Huang oh
siansu amat tenang, katanya pelan :
"Sudah lama aku mendengar kalau siauseng memiliki ilmu Jit sat
hiam im sinkang yang sangat lihay, oleh karena itu, sengaja
siauceng datang kemari untuk meminta petunjukmu!"
Huan im sin ang sama sekali tidak menyangka kalau hwesio itu
mengetahui banyak tentang dirinya, sedikit banyak terperanjat juga
hatinya setelah mendengar ucapan itu. Tapi air mukanya sama sekali
tidak berubah, hanya katanya dengan suara dingin:
"Hwesio, kalau toh kau mengetahui tentang ilmu Jit sat hian im
singkang, tentunya kau juga tahu akan kelihayannya, yakinkah kau
dengan kepandaian silat yang kau miliki itu sanggup untuk melawan
lohu?" Huang oh siansu masih tetap tertawa, jawabnya :
"Siauceng hendak mencoba untuk melawan kepandaian sakti sin
ang dengan ilmu sian thian bu khek ji gi sin kang, sanggup atau
tidak, siauceng tak berani sembarangan menduga."
"Ooh, kau adalah anggota Thian liong pay?" seru Huan im sin ang
dengan wajah tertegun.
669 Huang oh siansu memang datang dengan suatu tujuan tertentu,
maka diapun tidak bersikap rahasia terhadap lawannya, dengan
berterus terang sahutnya :
"Siauceng bernama Thi Tiong giok, tentunya sin ang tak akan
merasa asing dengan nama ini bukan?"
Lan ih cu tok Thi Tiong giok adalah seorang jago kenamaan dari
dunia persilatan, sekalipun masa berkelananya dalam dunia
persilatan amat singkat, namun namanya amat termashur, bahkan
jauh lebih terkenal daripada sekawanan ciangbunjin dari dunia
persilatan lainnya.
Yang dikatakan manusia punya nama pohon punya bayangan
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seketika itu juga suasana dalam ruangan istana itu menjadi gempar,
seruan tertahan bergema dari sana sini. Huan im sin ang sendiri juga
nampak agak tertegun tapi dengan cepat ia dapat mengendalikan
diri kembali, dia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak bahak untuk menutupi kegugupannya sendiri.
"Ooh... rupanya kau adalah Lan ih cu tok Thi tayhiap yang amat
termashur itu, maaf..... maaf...."
Walaupun ucapannya amat sungkan, tapi sama sekali tidak
mempersilahkan tamunya untuk duduk, dia membiarkan Huang oh
siansu tetap berada di tengah ruangan. Huang oh siansu sendiri
bertujuan untuk membereskan Huan im sin ang kalau bisa sebelum
kedatangan Thi Eng khi disitu, agar apa yang diharapkan bisa
tercapai, maka diapun tidak terlalu memperdulikan sikap Huan im sin
ang yang tak tahu sopan itu, hanya katanya :
"Apakah sin ang bersedia memberi petunjuk?"
Huan im sin ang yang licik segera tersenyum simpul, sahutnya
cepat : "Aaah, mana! Mana...!"
Ucapannya tiada berarti, hal tersebut sama artinya dengan tidak
berbicara, sementara sepasang mata iblisnya dialihkan kewajah
seorang kakek bermuka hitam yang berada disisi kanannya.
670 Sekalipun dia tidak mengucapkan sepatah katapun, namun kakek
itu segera melompat kedepan, kemudian serunya kepada Huang oh
siansu : "Sin ang adalah seorang sancu yang sangat terhormat, ia tak
bakal sudi untuk bertarung melawan seorang hwesio liar macam
kau, bila kau bersikeras ingin bertarung, lohu bersedia memberi
petunjuk satu dua jurus serangan kepadamu."
Nadanya sombong dan sikapnya sangat tekebur. Huang oh siansu
memperhatikan kakek berbaju hitam itu sekejap kemudian katanya :
"Sudah lama siauceng mendengar akan nama besar Im hong kui
jiu (tangan setan angin dingin) Thio tayhiap, sungguh beruntung
hari ini bisa mendapat kesempatan untuk memperoleh petunjuk,
silahkan!"
Tubuhnya yang berdiri ditengah arena mendadak melambung
tiga depa ketengah udara kemudian setelah satu lingkaran, pelan
pelan dia melayang keluar menuju ketengah lapangan diluar ruang
istana. Kalau dibilang, gerakan itu sederhana sekali, tapi cukup
menggetarkan perasaan setiap orang, kontan saja paras muka
semua orang berubah sangat hebat. Perlu diketahui ilmu
meringankan tubuh memang dikuasai setiap orang, tapi bukan
semua orang bisa melakukan gerakan melambung dengan begitu
pelan ditengah udara, bila seseorang tidak memiliki ilmu yang maha
dahsyat, jangan harap hal mana bisa dilakukan.
Kawanan jago golongan hitam yang berada dalam ruangan
kontan saja menjadi amat terperanjat, mereka tidak menyangka
kalau musuhnya berilmu begitu lihay. Terutama sekali Im hong kui
jiu Thio Put cay, hatinya dingin separuh lebih dulu, dia tahu kalau
kepandaian silat yang dimilikinya masih terpaut jauh bila
dibandingkan dengan Huang oh siansu.
Maka ia tak berani mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya,
dengan suatu lompatan biasa dia turut keluar dari ruangan istana.
Huang oh siansu bukan orang bodoh, ia sudah memahami maksud
671 hati dari Huan im sin ang, agaknya dia sendiri tidak berniat untuk
bertarung dengannya, maka dia hendak menggunakan jiwa anak
buahnya untuk menggantikan kedudukannya.
Jelas andaikata hal itu sampai terjadi, maka tujuan yang telah
disusunnya selama ini akan terbengkalai, hal mana berarti amat
tidak menguntungkan bagi dirinya. Seketika itu juga dia menyusun
satu rencana baru untuk menanggulangi keadaan tersebut.
Perlu diketahui, dimasa lalu Lan ih cu tok Thi Tiong giok adalah
seorang pemuda yang gagah perkasa, walaupun sudah menjadi
hwesio namun selama ini diapun harus memikirkan soal keselamatan
Ciu Tin tin dengan ibunya, betul iapun mendalami ilmu agama
Buddha, namun pikirannya belum dapat melepaskan sama sekali
dengan soal keduniawian.
Sudah barang tentu dia tak ingin melakukan suatu pengorbanan
yang tak berguna. Maka ia tak ingin bertarung didalam ruang istana,
dia berusaha untuk mencari kesempatan agar bisa bertarung
langsung dengan Huan im sin ang.
Dengan berhasilnya memancing keluar Im hong kui jiu Thio Put
cay dari dalam ruangan, sudah barang tentu dia berhasil pula
memancing Huan im sin ang serta begundalnya keluar pula dari
dalam ruangan. Ketika Huan im sin ang menyaksikan jumlah anak buahnya yang
hadir di arena amat banyak, dimana setiap saat dia dapat
membunuh hwesio itu kalau mau maka diapun tidak memperoleh hal
mana didalam hati, otomatis diapun tak sampai membayangkan
rencana yang sedang disusun oleh Huang oh siansu.
Sebelum pertarungan dilangsungkan, baik Huang oh siansu
maupun Im hong kui jiu Thio Put cay memperhatikan sekejap posisi
lawannya, kemudian tanpa sungkan lagi dia berseru :
"Silahkan!"
Kemudian pendeta itu sama sekali tidak berkutik, dia hanya
mengawasi wajah Im hong kui jiu Thio Put cay tanpa berkedip,
672 sedang dalam hatinya segera menyusun satu rencana, dia ingin
mengalahkan musuhnya dalam satu gerakan, kemudian
menggunakan kesempatan dikala semua orang sedang tertegun dia
akan menerjang langsung kearah Huan im sin ang.
Im hong kui jiu Thio Put cay sesungguhnya adalah seorang
manusia yang sudah banyak tahun melakukan kejahatan di dalam
dunia persilatan, diapun tanpa sungkan sungkan segera berseru :
"Maaf ....!"
Tangan kirinya segera menyambar ke depan, cakar setannya
yang direntangkan lebar lebar langsung menyambar ke depan
dengan dahsyatnya. Siapa tahu belum sampai ancaman itu mencapai
tengah jalan, ia sudah merasakan pergelangan tangannya menjadi
kaku, tahu-tahu lengannya telah terjatuh pula ke tangan Huang oh
siansu. Belum sempat Im hong kui jiu Thio Put cay melakukan sesuatu
tindakan, kembali tubuhnya sudah diangkat oleh Huang oh siansu
dan dilemparkan ke tubuh Huan im sin ang. Bersamaan itu pula
Huang oh siansu dengan gerakan Ji im sui heng langsung menyusul
pula kearah depan tubuh iblis tua tersebut.
Tubuh Im hong kui jiu Thio Put cay bergerak didepan sementara
tubuh Huang oh siansu mengikuti dari belakang, tapi lantaran
gerakan tubuhnya kelewat cepat, orang lain hanya merasakan
bayangan tubuh Huang oh siansu tahu tahu lenyap tak berbekas, ia
tidak tahu jika pendeta tersebut sebenarnya membuntuti di belakang
Im hong kui jiu.
Huan im sin ang sendiri, walaupun dia sempat menyaksikan
Huang oh siansu mengikuti dibelakang tubuh Im hong kui jiu Thio
Put cay sambil menerjang ke depan, tapi ia tidak mengetahui apakah
yang menjadi maksud tujuan dari Huang oh siansu.
Maka dari itu, terpaksa dia harus mengayunkan telapak
tangannya lebih dulu untuk menghajar tubuh Im hong kui jiu Thio
Put cay sampai mencelat mampus ke tanah. Setelah itu sambil
berkelit ke samping dia baru mengejek sambil tertawa seram :
673 "Benarkah kau bersikeras hendak mencari lohu untuk bertarung?"
Huang oh siansu berhenti kurang lebih lima kaki di depan tubuh
Huan im sin ang, dalam jarak sedekat ini berbicara untuk jago jago
lihay seperti Huang oh siansu maupun Huan im sin ang, tak mungkin
akan membiarkan orang ketiga untuk turut serta dalam pertarungan
ini. Sudah barang tentu Huan im sin ang tak dapat menunjukkan
kelemahannya di hadapan para anak buahnya dan menolak untuk
bertarung melawan Huang oh siansu.
Sementara itu Huang oh siansu tidak sungkan sungkan lagi,
tenaga dalam Sian thian bu khek ji gi sin kang yang dimilikinya
segera dihimpun mencapai sepuluh bagian setelah itu dengan wajah
serius dia berkata :
"Sin ang, bila kau merasa tak sanggup untuk memberi
perlawanan, tentu saja siauceng akan sudahi persoalan sampai disini
saja!" Kena dipegang dengan kata kata oleh musuhnya, terpaksa Huan
im sin ang harus tertawa terbahak bahak.
"Haaahhhh..... haaahhhhh..... haaahhhhh...... kalau toh siansu
berhasrat besar, tentu saja lohu tak akan membuatmu kecewa,
marilah lohu akan memberi beberapa petunjuk kepadamu!"
Setelah itu kepada para jago lainnya, dia mengulapkan
tangannya seraya berkata :
"Kalian semua mundurlah sejauh lima kaki dan saksikan
pertarungan ini dengan tenang tenang bila ada yang berani ikut
serta dalam pertarungan ini, akan dihukum dia dengan hukuman
mati." Untuk memperlihatkan gengsi sendiri, mau tak mau terpaksa ia
mesti bersikap demikian. Sudah barang tentu hal ini pun disebabkan
karena dia yakin bisa menangkan Huang oh siansu. Kemudian Huan
im sin ang berkata lagi kepada Huang oh siansu.
674 "Siansu, kau hendak menggunakan senjata apa?"
"Pinceng akan menggunakan sepasang telapak tangan ini saja,"
sahut Huang oh siansu sambil mempelihatkan sepasang tangannya.
"Kalau begitu, kita bertarung untuk saling beradu tenaga dalam,
ataukah hendak beradu jurus serangan?"
"Semuanya digunakan dan kita boleh pergunakan semua
kemampuan yang dimiliki!"
Dari ancaman tersebut, setiap orang dapat menarik kesimpulan
bahwasanya Huang oh siansu memang bertekad untuk bertarung
sampai titik penghabisan. Walaupun Huan im sin ang tak pernah
memandang sebelah matapun terhadap orang lain, dalam keadaan
demikian, mengerut juga keningnya, ia lantas berseru :
"Siansu, apakah antara kau dengan lohu mempunyai dendam
sakit hati sedalam samudera?"
"Demi melenyapkan bibit bencana bagi umat persilatan, mengapa
harus mempunyai dendam sakit hati lebih dulu baru bertarung?"
Ambisi Huan im sin ang memang menguasai seluruh dunia
persilatan, tentu saja ia enggan untuk beradu jiwa dengan Huang oh
siansu, sebab entah menang atau kalah, baginya tindakan tersebut
merupakan suatu tindakan yang tidak cerdas.
Sorot matanya segera dialihkan ke sekeliling tempat itu dengan
harapan bisa mengalihkan sasaran Huang oh siansu kesasaran
lainnya. Tapi Huang oh siansu yang datang dengan tujuan mengajak
musuhnya bertarung sampai titik penghabisan, sudah barang tentu
tak ingin memberi kesempatan bagi Huan im sin ang untuk
mengembangkan permainan busuk lainnya.
Diapun kuatir bila terlalu mengulur waktu maka akibatnya bisa
terjadi hal hal yang tak diinginkan sehingga rencananya gagal total
maka tanpa memperdulikan soal tata kesopanan lagi, dia segera
melontarkan sebuah pukulan sambil berseru :
"Maaf, pinceng akan melancarkan serangan lebih dahulu!"
675 Dia melakukan suatu dorongan yang enteng dan pelan, tiada
hembusan angin dan tiada sesuatu keistimewaan, semua orang tidak
dapat menyaksikan dimanakah letak kelihayannya. Tapi Huan im sin
ang justru merasa terkejut sekali, untuk menyimpan tenaga, dia tak
ingin melakukan serangan serangan yang bersifat adu kekerasan.
Maka seraya berkelit dari ancaman tersebut, cakar mautnya segera
diayunkan kemuka mencengkeram bahu Huang oh siansu.
Dia tidak berniat beradu tenaga maka ia berharap bisa
menangkan Huang oh siansu dengan jurus serangannya.
Pertarungan semacam ini akan lebih menguntungkan baginya,
karena sekalipun berlangsung ratusan jurus juga tak sampai
merusak kekuatannya, asal beristirahat sebentar saja dia masih
mempunyai cukup modal untuk menghadapi kehadiran Thi Eng khi.
Huang oh siansu yang kena didesak, terpaksa harus
menggetarkan sepasang telapak tangannya, kemudian menyambut
datangnya serangan lawan dengan ilmu pukulan Thian liong ciang.
Kedua orang itu sama sama mengandalkan jurus serangan yang
cepat untuk saling bertarung dalam waktu singkat lima puluh
gebrakan sudah lewat. Mendadak Huang oh siansu merubah
permainan pukulannya, kini telapak tangannya bagaikan sebatang
golok dengan serangan kilat yang berantai secara beruntun
melancarkan sembilan buah serangan dahsyat.
Kesembilan buah serangan itu dilancarkan secara beruntun dan
sukar diduga arah tujuannya, seketika itu juga seluruh angkasa
diliputi oleh bayangan telapak tangan yang menguasai tiga puluh
enam buah jalan darah penting diseluruh tubuh Huan im sin ang.
Berada dalam keadaan begitu, asalkan Huan im sin ang berani
cabangkan sedikit pikirannya saja, niscaya sebuah pukulan dahsyat
itu akan merenggut nyawanya. Huan im sin ang memang seorang
jago yang sangat lihay, melihat datangnya ancaman yang begitu
dahsyat dari musuhnya, dengan suatu gerakan yang lincah dia
bergerak kesana kemari berusaha untuk menghindarkan diri dari
kedelapan buah serangan itu.
676 Tapi dia hanya sempat meloloskan diri dari kedelapan buah
pukulan itu, pada serangan yang terakhir, dalam keadaan terdesak
terpaksa dia harus menyambut pukulan itu dengan keras melawan
keras. Akibatnya Huang oh siansu tergetar muncur sejauh dua langkah,
jarak dengan lawannya pun selisih lima depa lebih. Sedangkan Huan
im sin ang juga tergetar mundur sejauh dua langkah, tapi dia hanya
mundur sejauh empat depa lima inci saja. Dari selisih lima inci
tersebut dapat diketahui kalau tenaga dalam yang dimiliki Huan im
sin ang masih memiliki kemampuan Huang oh siansu.
Dalam pandangan seorang ahli persilatan dari bentrokan
kekerasan itu bisa ditarik kesimpulan bahwa Huan im sin ang
berhasil meraih kemenangan....
Tapi berhubung Huang oh siansu telah bertekad untuk mengadu
jiwa, maka didalam pengaruh, dia malah justru tampak lebih
berwibawa dan mengerikan.
Pertarungan antara jago jago lihay, selamanya memang
dilangsungkan dengan suatu kecepatan yang tak dapat dilukiskan
dengan kata kata, tentu saja kawanan jago biasapun tak dapat
mengikuti jalannya pertarungan itu dengan jelas. Semua orang
hanya merasa ada dua gulungan bayangan manusia saling berpisah,
lalu bergerak maju kembali, siapapun tak sempat melihat kalau
kedua orang itu telah melangsungkan suatu pertarungan adu
kekerasan. Begitulah, pertarungan kembali berkobar dengan sengitnya
antara kedua orang itu, bayangan manusia saling menyambar dan
untuk sesaat sulit buat orang lain untuk membedakan mana yang
Huan im sin ang dan mana pula yang Huang oh siansu.
Pukulan demi pukulan yang dilepaskan dengan penuh tenaga
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera menimbulkan pula pusaran angin berpusing yang maha
dahsyat disekeliling arena, hal mana memaksa para penonton
terpaksa harus mundur sejauh beberapa kaki dari tempat semula.
677 Dalam pada itu, dari bawah kaki bukit barusan telah dilepaskan
tanda rahasia berwarna merah, hal itu menandakan kalau Thi Eng
khi sudah bergerak naik gunung. Tapi pada waktu itu tak ada orang
yang memperhatikan tanda rahasia tersebut, karena sorot mata
semua orang telah terhisap oleh jalannya pertarungan yang sedang
berlangsung di tengah arena. Thi Eng khi dengan suatu gerakan
tubuh yang sangat cepat bergerak terus keatas bukit....
Ketika dia menjumpai bayangan manusia yang sedang bertarung
di tengah arena hampir saja jantungnya melompat keluar dari
dadanya karena terperanjat. Dengan kemampuan yang dimiliki Thi
Eng khi sekarang, hanya didalam sekilas pandangan saja, dia sudah
tahu betapa berbahayanya situasi pertarungan yang sedang
berlangsung sekarang.
Sekalipun Huan im sin ang tidak berhasrat untuk beradu jiwa,
tapi setelah dipaksa oleh Huang oh siansu dalam suatu pertarungan
adu jiwa, mau tak mau terpaksa dia harus melakukan perlawanan
pula dengan sepenuh tenaga.
Pertarungan semacam ini bila dibiarkan berlangsung terus maka
entah siapa yang menang dan siapa yang kalah, akhirnya kedua
belah pihak pasti akan menderita kerugian yang hampir sama saja.
Apalagi dalam pandangan Thi Eng khi, dia bisa melihat kalau ilmu
silat dan tenaga dalam yang dimiliki oleh Huang oh siansu masih
kalah setingkat bila dibandingkan dengan kemampuan Huan im sin
ang. Kelebihan yang sedikit saja bagi seorang jago lihay, kadangkala
justru menentukan kemenangan pula bagi pihaknya.
Sudah barang tentu Thi Eng khi juga sudah melihat kalau Huang
oh siansu bertarung dengan tekad harus berhasil meraih
kemenangan. Mendadak bayangan manusia yang sedang saling
bergumul itu berpisah satu sama lainnya. Mereka telah saling beradu
kekuatan sekali dan masing masing pihak mundur sejauh tiga
langkah. 678 Thi Eng khi segera melompat masuk ketengah arena, kemudian
teriaknya keras keras :
"Tunggu sebentar!"
Huang oh siansu sama sekali tidak memberi kesempatan kepada
Thi Eng khi untuk berbicara lebih lanjut, ujung bajunya cepat cepat
dikibaskan kearah Thi Eng khi, kemudian bentaknya keras keras :
"Mundur! Bila kau berani mencampuri urusan ini berarti kau
adalah seorang anak yang tidak berbakti!"
Thi Eng khi berpekik sedih, menggunakan kesempatan itu dia
segera melompat mundur ke belakang. Dengan cepat Huan im sin
ang dan Huang oh siansu terlibat kembali dalam suatu pertarungan
yang seru. Setelah kena digetar mundur oleh Huang oh siansu tadi, Thi Eng
khi dapat menyaksikan pula sorot matanya yang tegas tapi penuh
kasih sayang itu, tak terlukiskan lagi perasaan sedih yang mencekam
perasaannya sekarang.
Dia tahu sekalipun dia pertaruhkan sebutan "anak tak berbakti"
dengan terjun kedalam arena, belum tentu persoalan tersebut bisa
diselesaikan dengan baik. Diapun cukup memahami akibat dari
keturutcampurannya dalam pertarungan itu, hal mana akan sama
artinya dengan dia membunuh ayahnya sendiri, karena Huang oh
siansu pasti akan tak akan memaafkan perbuatannya dan bunuh diri.
Sebab hal ini mempengaruhi nama baik Thian liong bun,
mempengaruhi nama baik keluarga Thi. Hmmm!
Dalam tubuh Thi Eng khi mengalir darah dari keluarga Thi,
mengenakan pakaian dandanan Thian liong pay, bila dia yang harus
menghadapi keadaan yang sama, niscaya diapun akan melakukan
pikiran dan tindakan yang sama pula.
Perasaannya pada saat ini benar benar amat sakit, dia merasa
bagaikan ada beribu ribu batang anak panah yang menembusi
dadanya tapi ia masih tetap berusaha untuk menahan diri,
679 mendadak pandangan matanya menjadi gelap dan hampir saja
tubuhnya roboh terjengkang keatas tanah.
"Adik Eng!"
Jilid 21 Mendadak sebuah tangan yang putih halus memayang tubuh Thi
Eng khi. Entah sedari kapan ternyata Ciu Tin tin telah berdiri
dibelakang tubuhnya.
Sementara Thi Eng khi hampir jatuh pingsan karena murung dan
sedihnya, di tengah arena telah berkumandang dua kali suara
dengusan tertahan, kemudian bayangan manusia saling berpisah
dan seorang roboh kesebelah kiri yang lain roboh kesebelah kanan.
Ternyata Huang oh siansu yang menyaksikan Thi Eng khi telah
menyerbu ke dalam istana Ban seng kiong, dia segera bertekad
untuk menyelesaikan pertarungan itu secepat mungkin. Maka tanpa
memikirkan lagi, Huang oh siansu segera mengerahkan tenaga
dalamnya untuk menyerang dengan tenaga sebagian, dia mainkan
jurus Sin liong pay wi (naga sakti menggoyangkan ekor), didalam
jurus serangan tersebut dia sengaja memperlihatkan sebuah titik
kelemahannya untuk memancing serangan Huan im sin ang untuk
menghajar tulang bahu kirinya.
Ketika Huan im sin ang berhasil menyarangkan serangannya
ketubuh lawan sebenarnya dia sedang merasa girang, siapa tahu
justru pada saat itulah Huang oh siansu telah mempersiapkan
tangan kanannya yang telah disertai tenaga dalam sebesar dua belas
bagian. Kemudian dengan suatu gerakan yang datang dari suatu sudut
yang tak terduga, dengan jurus Sin liong pay wi (naga sakti
menggoyangkan ekor) dia hantam punggung Huan im sin ang keras
keras. 680 Dengan tekad bertarung sampai titik penghabisan, akhirnya
Huang oh siansu berhasil juga menghajar Huan im sin ang sampai
terluka parah, hal ini boleh apa yang diharapkan pun berhasil
dicapai. Thi Eng khi berdua segera menjerit kaget serentak mereka
melompat ketengah arena untuk memberi pertolongan.
"Empek Thi!" Ciu Tin tin berteriak keras sambil menyusul
ketengah arena.
Thi Eng khi segera berjongkok untuk memeriksa denyutan nadi
Huang oh siansu, kemudian sambil menghembuskan napas panjang,
katanya : "Ayah, keselamatan jiwamu tidak membahayakan!"
Sekulum senyuman getir segera menghiasi wajah Huang oh
siansu, katanya cepat :
"Aku ingin tahu bagaimana dengan keadaan Huan im sin ang?"
Thi Eng khi segera memeriksa pula denyutan nadi Huan im sin
ang, setelah itu sahutnya:
"Sekalipun Huan im sin ang tak sampai tewas namun tenaga
dalamnya akan berkurang sebanyak lima enam bagian, dia sudah tak
dapat melakukan kejahatan lagi dalam dunia persilatan."
Huang oh siansu segera berpaling kearah Ciu Tin tin, lalu sambil
menyuruh mereka berjalan mendekat, katanya :
"Kalian harus baik baik hidup bersama!"
Dari ucapan tersebut, Thi Eng khi segera mendapat suatu firasat
jelek, buru buru serunya :
"Ayah, kau..... kau...."
Huang oh siansu tertawa pedih, mendadak dia berbisik :
"Saudara Cu giok, kedatangan siaute terlalu lambat."
Kemudian berkata lagi :
"Nak, kalian harus baik baik menjaga diri."
681 Mendadak kepalanya terkulai, dia telah memutuskan nadi sendiri
dan mati. Thi Eng khi segera menubruk keatas jenasah ayahnya dan
menangis tersedu sedu. Ciu Tin tin juga merasa amat sedih, namun
demi keselamatan Thi Eng khi dia tak berani bertindak gegabah,
sambil meloloskan pedangnya dia bersiap sedia menghadapi segala
kemungkinan yang tak diinginkan.
Dalam pada itu, kawanan iblis dari Ban seng kiong yang
menyaksikan ketua mereka terluka parah, suasana menjadi gempar,
serentak mereka menyebarkan diri dan mengurung Thi Eng khi dan
Ciu Tin tin rapat rapat.
Empat orang dayang cantik berbaju hijau segera muncul kearena
dan menggotong Huan im sin ang masuk kedalam istana. Dalam
pada itu, Thi Eng khi telah berhenti menangis, mendadak dia
melompat bangun, lalu dengan wajah memerah mata melotot
bagaikan orang gila, dia kebaskan sepasang tangannya seraya
membentak : "Enyah kalian semua dari sini!"
Dalam gusarnya ternyata dia telah mengerahkan ilmu sakti Heng
kian sinkangnya mencapai pada puncaknya. Tampaklah segulung
angin berpusing yang amat dahsyat bergulung keluar dan memancar
keluar keempat penjuru.
Dalam waktu singkat kawanan jago yang berdiri disekitar arena
segera tersapu oleh serangan dahsyat itu sehingga tunggang
langgang dan terdesak mundur sejauh berapa kaki. Demontrasi
kelihayan yang dilakukan oleh si anak muda itu kontan membuat
suasana di sekeliling tempat itu menjadi sunyi senyap tak
kedengaran sedikit suarapun, mereka semua seolah olah dibuat
terperana oleh kelihayan lawannya.
Pada saat itulah dari luar pintu gerbang mendadak meluncur
masuk tiga sosok bayangan manusia. Salah satu diantaranya tak lain
adalah Kiongcu dari is
Pendekar Gelandangan 8 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pendekar Panji Sakti 8