Pencarian

Pukulan Naga Sakti 8

Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Bagian 8


belas nanti, pertemuan dibukit Siong san
akan diselenggarakan, persoalan ini timbul gara gara kau, itulah
sebabnya kau berkewajiban untuk melerai pertikaian itu, aku ha?rap
kau suka berpikir tiga kali lebih dulu sebelum bertindak?""!''
Untuk sesaat lamanya Thi Eng khi menjadi amat terharu sehingga
menundukkan kepalanya dengan wajah malu dan mulut terbungkam
dalam seribu bahasa....
Setelah menasehati Thi Eng khi, nada suara Huang oh siansu pun
menjadi lebih lunak katanya lembut :
"Besok, kau harus segera melanjutkan perjalanan menuju ke
bukit Siong san" selesaikan kesalahan paham itu sebaik-baiknya!"
Thi Eng khi teringat kembali dengan ibunya, bila dia harus pergi,
bukankan ibunya akan sendirian" dengan perasaan kuatir, katanya
dengan nada sedih :
"Ananda merasa amat kuatir membiarkan ibu berada disini
seorang diri!"
Besok pagi keempat orang susiokmu akan sampai disini dan
bersama ibumu akan kembali ke Huay im untuk mengumpulkan
semua anggota Thian liong pay dan membangun kejayaan partai,
tak usah kuatir, pergilah dengan hati tenang!"
Tiba tiba Thi Eng khi teringat kembali dengan luka Jit sat ci dari
keempat susioknya yang telah disembuhkan orang, timbal
kecurigaan dalam hatinya, dia lantas bertanya :
"Apakah kau orang tua yang telah menyembuhkan luka yang
diderita keempat orang susiok?"
Huang oh siancu menghela napas panjang .
"Aaai... aku sudah menjadi seorang pendeta, namun pikiranku
masih tertinggal dirumah, aku benar benar telah menyia-nyiakan
ajaran Buddha....."
446 Tak bisa disangkal lagi, memang semuanya itu merupakan hasil
perbuatannya...
Thi Eng khi sendiripun cukup menyadari ayahnya masuk menjadi
pendeta karena dia merasa menyesal terhadap kematian Gin ih kiam
kek. Tapi setelah menjadi pendeta, diapun merasa sedih
karenaThian liong pay menjadi kehilangan pamornya lantaran
kehilangan dia.
Membayangkan semua pengalaman pedih yang dialaminya, tanpa
terasa Thi Eng khi ikut merasa bersedih hati.
Waktu itu rembulan telah berada diawang awang, tiga sosok
bayangan manusia berdiri ditempat masing masing tanpa
mengucapkan sepatah katapun.
Akhirnya Huang oh siansu merangkap tangannya didepan dada
sambil berkata :
"Harap hujin baik baik menjaga diri, sianceng ingin mohon diri
lebih dahulu!"
Yap Siu ling menjadi sedih sekali, bisiknya :
"Kau... kau... kau... kau akan .."
Mendadak ia merasa amat terperanjat sebab berada dihadapan
suaminya yang telah menjadi pendeta memang tidak sepantasnya
mengucapkan kata semacam itu lagi, teringat sikapnya tersebut, ia
tertunduk dengan wajah memerah karena jengah, tak sepatah
katapun sanggup diutarakan lagi.
"Ayah, kau tak boleh pergi!" pekik Thi Eng khi sedih.
Sekuat tenaga Huang oh siansu berusaha untuk mengendalikan
perasaannya, lalu dengan dingin dia berkata :
"Anak dungu, ayahmu sudah menjadi seorang pendeta, kalian tak
usah banyak berbicara lagi!"
447 Seusai berkata dia lantas melompat pergi sejauh puluhan kaki
lebih dan lenyap dibalik kegelapan sana.
Yap Siu ling dan Thi Eng khi berdua musti amat sedih atas
kepergian pendeta itu, namun mereka cukup mengetahui akan batas
batas yang ada, maka terhadap kepergian Huang oh siansu sama
sekali tidak menghalanginya....
Keesokan harinya, betul juga, keempat susioknya telah muncul
kembali disana. Perjumpaan ini sangat mengharukan semua orang.
Tengah hari sudah tiba namun Thi Eng khi belum juga ada niat
untuk melanjutkan perjalanan, akhirnya Yap Siu ling yang
mendesaknya berulang kali sehingga akhirnya harus memohon diri
kepada ibu dan keempat orang susioknya untuk berangkat ke bukit
Siong san. Tujuannya kali ini adalah bukit Siong san, itu berarti dia harus
melewati kembali Kang im, teringat kembali pemandangan sewaktu
dia dan Ciu Tin tin berjalan bersama ditepi sungai kemarin, kembali
hatinya merasa sedih.
Waktu itu mereka berdua saling menyebut saudara dan akrab
sekali hubungannya sungguh tak disangka hanya selisih satu hari
saja, gadis cantik itu entah sudah kemana, karena sedih tanpa
terasa langkahnya sudah semakin lambat.
Ditengah jalan raya tak jauh dari situlah To kak thi koay Li Goan
gwee menyaksikan Thi Eng khi sedang berjalan mendekati
kearahnya. Waktu itu Thi Eng khi mempunyai urusan, ketajaman mata dan
pendengarannya boleh dibilang tidak berfungsi, sekalipun Tok kak
thi koay Li Goan gwee berdiri dite?ngah jalan ternyata pemuda itu
sama sekali tidak memperhatikannya.
Menanti Thi Eng khi sudah berada dihadapannya, pengemis tua
berkaki tunggal itu baru tertawa terbahak bahak sambil menegur :
448 ''Saudara cilik, karena urusan apa kau seperti kehilangan
semangat?"
Teguran ini membuat Thi Eng khi amat terperanjat dan mundur
tiga kaki kebelakang, menanti dia mendapat tahu kalau orang itu
adalah To kak thi koay Li Goan gwee, sambil tertawa jengah
sahutnya : "Oooh.... tidak apa, tidak apa apa "
"Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh.... aku lihat tentunya
disebabkan kepergian nona Ciu bukan?" tegur To kak thi koay Li
Go?an gwee sambil tertawa tergelak.
Thi Eng khi menjadi agak tertegun.
"Darimana kau bisa tahu kalau enci Ciu telah pergi?" dia balik
bertanya dengan keheranan.
"Kemarin sewaktu aku balik kemari, anak murid Kay pang telah
datang melapor dan mengatakan telah melihat nona Ciu serta
seorang perempuan cantik setengah umur sedang berlarian
menelusuri sungai, menurut laporan anggota kami itu nona Ciu
seperti nampak agak sedih, sepanjang jalan dia hanya menghela
napas panjang pendek dan amat tidak senang hati, untung saja
perempuan cantik setengah umur itu menghiburnya terus menerus
sehingga dia tak sampai menangis."
Thi Eng khi semakin sedih setelah mendengar perkataan itu,
katanya tersipu sipu :
"Tak usah dikatakan lagi, kesemaunya itu adalah gara gara siaute
yang telah membuatnya bersedih hati."
"Kalau begitu kau datang kemari untuk mengejarnya?"
"Tidak," Thi Eng khi menggeleng, "siaute mendapat perintah
untuk berangkat kebukit Siong san terpaksa masalah tentang nona
Ciu harus disingkirkan lebih dulu."
449 Setelah berhenti sebentar, mendadak dia seperti teringat akan
sesuatu, dengan cepat ujarnya :
"Siaute mempunyai suatu permintaan yang tidak pantas, entah
engkoh tua bersedia untuk mengabulkannya atau tidak?"
Berkilat sepasang mata To kak thi koay Li Goan gwee setelah
mendengar perkataan itu.
"Bila ada kesempatan buat aku si pengemis tua menyumbang
tenaga, dengan senang hati engkoh tua akan melaksanakannya," Ia
menyahut cepat.
Jawaban ini hangat dan simpatik sekali. Tanpa terasa Thi Eng khi
jadi teringat kembali dengan sikap kasarnya semalan, bukan cuma
mencemooh saja bahkan menghajarnya pula sampai terluka padahal
orang itu amat ramah sekali sikapnya, rasa malu dan menyesal
menyelimuti pula benaknya.
Setelah menghela napas, katanya :
"Engkoh tua amat gagah dan ringan tangan, siaute benar benar
merasa menyesal sekali."
"Saudara cilik, lebih baik tak usah membawa pokok persoalan ke
masalah yang lain," teriak To kak thi koay Li Goan gwee cepat
cepat,"begitu kau membawa pembicaraan
ke soal lain, aku jadi tak jelas mendengarnya. Ada urusan apa
sih" Cepat katakan saja berterus terang!"
Terpaksa sambil tebalkan muka Thi Eng khi berkata :
"Sudah lama aku dengar orang berkata, konon anak buah Kay
pang tersebar sampai di seluruh penjuru langit, ketajaman mata dan
pendengarannya mengagumkan dan tiada tara didunia, karena itu
siaute mohon bantuan engkoh tua untuk memberitahukan kepada
semua anggota untuk setiap saat mengawasi gerak gerik nona Ciu,
kemudian menyampaikannya kepada siaute, atas bantuan ini siaute
akan merasa amat berterima kasih sekali."
"Aaaah.... itu mah soal kecil, serahkan saja kepada engkoh
tuamu," kata To kak thi koay Li goan gwee sambil menepuk dada.
450 Sambil tertawa Thi Eng khi segera menyampaikan rasa terima
kasihnya yang tak terkirakan.
Kembali To kak thi koay Li Goan gwee berkata :
"Saudara cilik hendak pergi ke bukit Siong san, apakah kau tahu
memotong jalan?"
Sambil tertawa getir Thi Eng khi menggeleng.
"Siaute merasa asing sekali dengan daerah disekitar tempat ini,
terpaksa sebagian jalan dilewati aku harus bertanya bagian jalan
yang lain kepada orang."
"Kebetulan sekali aku si pengemis tua juga hendak berangkat ke
bukit Siong san untuk
memberi laporan, bagaimana andaikata saudara cilik melakukan
perjalanan bersama aku si pengemis tua?"
Thi Eng khi menjadi girang setengah mati, sahutnya cepat cepat :
"Itulah yang siaute harapkan, terima kasih banyak atas kebaikan
engkoh tua....."
To kak thi koay Li Goan gwee segera menggape seorang
pengemis cilik dan menyampaikan pesan beberapa patah kata,
kemudian bersama Thi Eng khi menembus kota Kang im dan
langsung berangkat menuju ke bukit Siong san.
Dengan adanya si pengemis tua itu sebagai penunjuk jalan,
perjalanan yang ditempuh kedua orang itu menjadi lebih cepat lagi,
sepanjang jalan mereka jarang sekali berhenti sehingga tak selang
beberapa waktu kemudian mereka sudah memasuki wilayah Hoolam.
Suatu hari sampailah mereka disebuah kota yang tidak terlalu
kecil juga tidak terlalu besar, kota itu bernama Ciu keh ko.
Sebagaimana dihari hari sebelumnya, pengemis tua itu tak
pernah tinggal bersama Thi Eng khi, dia disambut oleh para anggota
451 partainya. Sedangkan Thi Eng khi segera mencari rumah penginapan
untuk beristirahat.
Rumah penginapan itu bisa ditinggali enam orang tamu, tapi hari
ini rupanya agak sepi, sebab dalam rumah penginapan itu, kecuali
Thi Eng khi, hanya ada seorang ka?kek peramal yang sudah buta
matanya. Ketika Thi Eng khi masuk kedalam rumah penginapan, kakek buta
itu segera tertawa kepadanya sehingga tampaklah sepasang giginya
yang putih dan bersih. Thi Eng khi tidak memperhatikan gigi dari
kakek buta itu namun dia merasa heran dengan senyuman terhadap
dirinya itu, sebab dia adalah seorang yang buta, kenapa bisa melihat
orang" Kalau tidak melihat, kenapa tertawa"
Sementara dia masih termenung, kakek buta itu telah berkata
lebih dahulu. "Kek koan, kau hendak meramalkan nasib?"
Kembali Thi Eng khi berpikir :
"Kakek buta ini pasti sudah mendengar suara langkah kakiku,
maka dianggapnya aku datang untuk melihat nasib..."
Setelah berpikir demikian, otomatis rasa curiganya menjadi lebih
tawar banyak sekali.
Maka sahutnya pula dengan cepat :
"Aku datang untuk mencari kamar!"
"Kalau ingin mencari kamar, hal ini lebih baik lagi, kita memang
sama sama menginap ditempat ini, toh tak ada urusan la?in"
Bagaimana kalau aku si buta mempersembahkan sebuah ramalan
tanpa membayar?"
Ketika Thi Eng khi menyaksikan waktu masih pagi, diapun lantas
duduk disamping mejanya seraya berkata :
"Kalau begitu merepotkan losianseng!"
452 Menyusul kemudian dia menyebutkan tanggal, bulan, hari dan
jam kelahirannya. Kakek buta itu menghitungnya beberapa waktu,
kemudian dengan wajah membesi katanya agak tergagap :
"Soal ini... soal ini..."
"Nasibku memang tidak baik, sudahlah, tak perlu diramalkan
lagi!" kata Thi Eng khi sambil tertawa nyaring.
Seraya berkata dia lantas bangkit berdiri dan siap berlalu dari
tempat itu. Dengan cepat kakek buta itu merentangkan bambu
hitamnya sambil berseru dengan gelisah :
"Harap tunggu sebentar kek koan, walaupun nasib tuan sukar
diduga, namun dari gelak tertawa tadi bisa diketahui kalau kau
memiliki gejala hoki dan terhormat, entah bolehkah kek koan
mengijinkan aku si buta untuk meraba tulangmu?"
Thi Eng khi benar benar dibuat serba rikuh untuk menampik,
terpaksa dia mengabulkan permintaan orang.
Akan tetapi ketika telapak tangan si buta itu menempel diatas
badannya, mendadak timbul kewaspadaan didalam hatinya, diam
diam hawa murni sian thian bu khek ji gi sin kang miliknya
dikerahkan untuk melindungi semua jalan darah penting disekujur
tubuhnya. Kakek buta itu meraba tubuh Thi Eng khi beberapa saat lamanya,
ketika Thi Eng khi menyaksikan gerakan mana seakan akan tidak
mendekati jalan darah didalam tubuhnya dia menjadi keheranan
bercampur geli, pikirnya cepat :
"Aku benar benar melakukan tindakan yang bodoh, kenapa
badanku musti dibiarkan dia raba" Aku...."
Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya,
mendadak dia merasakan telapak tangan kakek buta itu menekan
keatas tubuhnya, menyusul kemudian terasa ada sebuah benda
yang menembusi jalan darah Hong wi hiat dipunggungnya.
Thi Eng khi memiliki tenaga dalam yang sempurna, ditambah lagi
dengan perlindungan hawa sian thian bu khek ji gi sin kang pada
453 waktu itu dia hanya tersenyum belaka ingin diketahui olehnya
apakah sibuta itu benar benar berniat melukai orang. Selain daripada
itu, hawa murninya segera dihimpun bersiap sedia melakukan
gerakan untuk merobohkan lawan.
Benda yang berada dalam telapak tangan kakek buta itu mulai


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyentuh kulit badan Thi Eng khi akan tetapi tidak ditusukkan
kedalam atau menusuknya kuat kuat. Secara beruntun dia hanya
menusuknya sebanyak tiga kali saja.
Thi Eng khi tidak habis mengerti permainan setan apakah yang
sedang dilakukan kakek buta itu terhadap dirinya, sebelum dia
hendak buka suara, kakek buta itu sudah berseru sambil tertawa.
"Kek koan memiliki tulang yang bagus dan tiada duanya didunia
ini, kali ini aku si buta benar benar dibuat kebingungan."
Belum habis perkataan itu diutarakan, Thi Eng khi segera
merasakan telapak tangan kakek buta itu kembali menekan jalan
darahnya. Tahu tahu benda tersebut sudah menembusi pelindungan
hawa khikang Sian thian bu khek ji gi sin kang disekeliling tubuhnya,
kemudian menusuk masuk ke dalam dan menyusup ke dalam organ
tubuhnya. Sekarang Thi Eng khi baru menyadari akan datangnya ancaman
bahaya maut, dengan wajah berubah hebat dia segera berpekik
keras didalam hati kecilnya :
"Aduh... celaka!"
Tanpa membuang waktu lagi dia membalikkan tubuhnya sambil
melancarkan sebuah pukulan kencang ke arah tubuh si kakek buta
tersebut. Siapa tahu, tatkala telapak tangannya menghajar diatas
tubuh kakek buta itu, hanya kedengaran suara benturan yang amat
nyaring belaka.
"Plaaaak...!" diiringi suara yang nyaring telapak tangan itu
menghantam tubuh si kakek buta, namun sama sekali tidak
menimbulkan luka atau akibat apapun. Ternyata hawa murni yang
berhasil dihimpunnya tadi kini sudah lenyap tak berbekas, seolah
454 olah sebuah bola yang tahu tahu ditusuk dengan sebuah jarum,
kontan bola itu menjadi kempes.
Sementara si anak muda itu merasa terperanjat, si buta itu sudah
memutar balikkan biji matanya sehingga kelihatan kembali bola
matanya yang hitam, sambil menatap pemuda itu dengan
pandangan tajam, dia tertawa terkekeh dengan seramnya.
"Heeehhh.... heeehhh.... heeehhh... Tong thian si kut ciam
(jarum tajam penebus tulang) merupakan senjata yang khusus
untuk menghancurkan hawa murni orang, bocah keparat, kau tertipu
kali ini!"
Cay hong sian ci Liok Sun hoa ditarik putri kesayangannya
berangkat meninggalkan Yap Siu ling dan Thi Eng khi, ketika
dilihatnya perjalanan dilakukan semakin lama semakin cepat dan
sama sekali tiada maksud untuk berhenti, rasa heran dan tercengang
segera menyelimuti wajahnya.
Kepada putrinya yang amat murung itu dia menegur :
"Nak, kau ada persoalan apa" Sekarang boleh kau sampaikan
kepadaku?"
Ketika itu pikiran maupun perasaan Ciu Tin tin sedang kalut
sekali, pengalamannya selama setahun berkecamuk didalam
benaknya, dia tak tahu harus berkisah dari mana lebih dahulu.
Akhirnya dia merasakan hatinya menjadi kecut dan titik air mata
bagaikan layang layang putus berderai membasahi pipinya, dia
berhenti ditepi jaian dan tidak melanjutkan perjalanannya lagi.
Dengan cepat Cay hong sian ci Liok Sun hoa memeluk putrinya
dengan penuh kasih sayang, kemudian tegurnya dengan gelisah :
"Nak, kejadian apakah yang telah kau alami" Cepat katakan
kepadaku, tak usah disembunyikan didalam hati lagi, apabila
disimpan terus badanmu bisa sakit dan aku akan semakin sedih!"
455 Perasaan Ciu Tin tin pada saat ini ibaratnya kuda yang terlepas
dari talinya, dia tak sanggup mengendalikan diri lagi, sambil
menubruk kedalam pelukan ibunya dia berseru:
"Oooh... ibu!"
Hanya sepatah kata saja yaag dapat dia ucapkan. Sambil
membelai rambut putrinya yang halus dengan penuh kasih sayang,
Cay hong sian ci Liok Sun hoa membiarkan ia menangis sepuasnya
kemudian sambil mengangkat wajahnya dia berkata sambil
menghela napas panjang :
"Nak, apakah kau sedang bercekcok de?ngan bocah dari
keluarga Thi itu.....?"
Bagaimanapun juga perasaan seorang ibu memang jauh lebih
tajam, ternyata Cay hong san ci Liok Sun hoa berhasil menebaknya
dengan jitu. Ciu Tin tin segera mengangguk, lalu menggeleng lagi, dengan
suara yang begitu lirih sehingga hanya ibunya saja yang mendengar,
dia berbisik kembali :
"Tidak! Dia sama sekali tidak senang kepadaku....uuuh....uuuh...
." kembali dia menangis tersedu-sedu.
Mendengar perkataan itu, Cay hong sian ci Liok Sun hoa
mengerutkan dahinya rapat-rapat, kemudian serunya dengan gusar :
"Kurangajar, dengan wajah anakku yang begini cantik, sekalipun
belum bisa dikatakan tiada keduanya didunia ini, belum tentu bisa
dijumpai berapa orang lagi, bocah muda itu benar benar punya mata
tak berbiji, tidak bisa dibiarkan terus, ibu harus bertanya kepadanya,
sebenarnya dia mempunyai maksud dan tujuan apa?"
Walaupun berkata demikian, padahal dia sama sekali tidak
berniat untuk benar benar pergi menegur Thi Eng khi, apa yang
diucapkan tak lebih hanya ingin mengurangi rasa kesal yang sedang
mencekam perasaan putrinya belaka.
Menyusul kemudian, Cay hong sian ci Liok Sun hoa menghela
napas panjang dan berkata lagi :
456 "Berbicara tentang bocah dari keluarga Thi itu baik soal wajah
maupun soal ilmu silat semuanya memang bagus sekali bila kau bisa
memperoleh seorang lelaki macam dia sebagai suami, tentu bahagia
hidupmu, dengan begitu ibupun bisa mempertanggung jawabkan diri
kepada ayahmu yang tak berperasaan itu! Cepat katakan kepadaku,
persoalan apakah yang sedang melibatkan kalian berdua, agar ibu
pun bisa turut memikirkan dan berusaha untuk memecahkannya!"
Ciu Tin tin segera menyeka air mati yang membasahi pipinya, lalu
berkata agak lersipu:
"Dia orangnya baik sekali, cuma sedikit agak tidak mengerti soal
kasih sayang."
Cay hong sian ci Liok Sun hoa segera menghembuskan napas
panjang, katanya sambil tertawa ringan:
"Nak, kau benar benar mengejutkan ibu kalau hanya persoalan
sekecil ini, masa dengan kecerdasan otakmu juga tak dapat
mengatasinya. Nak, bukankah ibu seringkali memberitahukan
kepadamu dalam menghadapi persoalan apapun harus dikerjakan
baik baik, harus punya kesabaran, jangan gampang putus asa, sekali
gagal coba kedua kalinya, gagal lagi coba untuk ketiga kalinya,
dengan begitu lama kelamaan apa yang kau harapkan sudah pasti
akan tercapai...."
Dengan sedih Ciu Tin tin berkata :
"Sesungguhnya antara keluarga Ciu dan keluarga Thi mereka
terdapat suatu persoalan yang sukar untuk dihilangkan dengan
begitu saja. Itulah sebabnya ananda tak tahu apa yang harus
dilakukan!"
Cay hong sian ci Liok Sun hoa sama sekali tidak tahu kalau Ciu
Tin tin telah menganggap Lan in cu tok Thi Tiong giok sebagai
ayahnya, dia mengira anak gadisnya berkenalan dengan Thi Eng khi
sewaktu mencari ayahnya dan mereka saling jatuh cinta.
Itulah sebabnya dia menjadi agak bingung mendengar perkataan
itu, ujarnya : "Bukankah ayah si bocah dari keluarga Thi adalah Thi Tiong
giok?" 457 Ciu Tin tin mengangguk.
"Yaa benar, memang dia orang tua!"
Kembali Cay hong sian ci Liok Sun hoa tertawa,
"Apa jeleknya" Dahulu ayahmu dan Thi Tiong giok adalah
sahabat yang paling akrab, asal ibu mau menampilkan diri,
persoalan apapun pasti akan beres dengan sendirinya!"
Sampai sekarang, Ciu Tin tin baru ingat kalau dia belum
menceritakan kisahnya di mana berhasil menemukan jejak ayahnya
kepada ibunya, teringat soal ayah, semua kemurungan segera hilang
lenyap tak berbekas, sebagai gantinya sekulum senyuman menghiasi
wajah gadis itu.
"Ibu, ananda akan menyampaikan sebuah kabar gembira
kepadamu!" serunya kemudian
Cai hong sian ci Liok Sun hoa mengira Ciu Tin tin melantur dan
mengalami perubahan sikap sehingga bicaranya semakin tak karuan.
Dengan kening berkenyit serunya :
"Nak, sampai dimana pembicaraanmu itu kau bawa?"
Ciu Tin tin ada maksud untuk membuat ibunya terkejut, dengan
cepat dia berseru :
"Aku berhasil menemukan ayah!"
Betul juga, ucapan tersebut segera membuat Cay hong sian ci
Liok Sun hoa menjadi girang setengah mati, dia segera
mencengkeram bahu Ciu Tin tin sambil menegaskan.
"Nak, apa kau bilang?"
"Ananda telah berhasil menemukan ayah!" ulang Ciu Tin tin lagi
dengan wajah berseri.
458 Agaknya Cay hong sian ci Liok Sun hoa tidak kuat menghadapi
berita gembira ini.. seketika itu juga dia merasakan kepalanya
menjadi pening, badannya menjadi lemas dan gontai tiada hentinya.
"Aaaah..aaahh... ternyata dia masih hidup, ternyata dia masih
hidup..." gumamnya tak henti.
"Ananda memang pantas ditegur, seharusnya berita gembira ini
musti disampaikan cepat cepat kepadamu, tidak membuat ibu
menjadi susah dan harus keluar rumah mencari diriku," kata Ciu Tin
tin lagi sambil memayang tubuh ibunya.
Cay hong sian ci Liok Sun hoa menggelengkan kepalanya
berulang kali, dengan pikiran yang jauh lebih jernih dia berkata :
"Benarkah itu nak" Persoalan besar seperti ini kenapa tidak kau
sampaikan dulu kepada ibu?"
Mendadak kemurungan menyelimuti kembali wajah Ciu Tin tin,
katanya lebih jauh :
"Oleh karena persoalan dari ayah mempunyai sangkut paut
dengan keluarga Thi, sedangkan keluarga Thi sedang menghadapi
suatu musibah besar, maka ananda harus menuruti keinginan ayah
untuk secara diam diam melindungi keselamatan keluarga Thi, itulah
sebabnya pula akupun tak punya waktu untuk pulang ke rumah dan
menyampaikan kabar berita ini kepada kau orang tua."
"Apakah sudah kau tanyakan kepada ayahmu, kenapa selama
dua puluh tahun lamanya dia tak pernah pulang rumah?" tanya Cay
hong sian ci Liok Sun hoa lagi...
Ciu Tin tin menerangkan lebih dahulu soal pertarungan antara Thi
Tiong giok de?ngan ayahnya, kemudian dia baru menambahkan :
"Oleh karena ayah merasa menyesal sekali atas terjadinya
peristiwa ini, rnaka beliaupun memutuskan untuk menjadi seorang
hwesio. Ketika ananda berjumpa dengannya waktu itu, dia masih
belum dapat melupakan peristiwa itu."
Cay hong sian ci Liok Sun hoa termenung dengan sedih,
kemudian katanya pelan :
459 "Apa yang dilakukan ayahmu memang benar, ibu tak dapat
menyalahkan dirinya."
Benar benar tak disangka kalau Cay hong sian ci Liok Sun hoapun
merupakan seorang perempuan yang berpandangan luas dan
berlapang dada. Menyusul kemudian, dia bertanya lagi :
"Apakah keluarga Thi sudah mengetahui akan persoalan ini?"
Ciu Tin tin mengangguk :
"Ya, mereka sudah mengetahui akan hal ini dan mereka bersedia
untuk memaafkan ayah!"
Cay hong sian ci Liok Sun hoa memuji :
"Ibu dan anak dari keluarga Thi itu memang seorang yang
mengagumkan, kalau memang begitu apakah yang menjadi pangkal
persoalanmu sekarang?"
Jilid : 14 PARAS muka Ciu Tin tin kembali berubah menjadi amat sedih
sekali sahutnya : "Sebenarnya ananda mempunyai maksud untuk
membuat pahala bagi keluarga Thi guna menebuskan dosa ayah,
tapi rupanya adik Eng mengetahui akan hal ini dan ia tidak bersedia
menerima kebaikan ananda!"
Dengan kening berkerut Cay hong sian ci Liok Sun hoa
termenung beberapa saat lamanya, kemudian berkata :
"Nak, kalau begitu hal ini tak bisa disalahkan Thi Eng khi,
seandainya dia menerima pembalasan semacam ini, bukankah hal ini
akan membuatnya menjadi semakin murung?"
Ciu Tin tin menundukkan kepalanya rendah rendah, kemudian
katanya dengan lirih :
"Ananda bukan bermaksud menyalahkan keadaannya, cuma
saja". cuma saja". isi hati anda".."
Tiba tiba pipinya berubah menjadi merah dan tak sanggup untuk
dilanjutkan lagi, Cay hong sian ci Liok Sun hoa segera tertawa.
460 "Tak usah kuatir nak" katanya, "bagaimanapun juga kita harus
mencari sebuah cara yang baik untuk mengulangi persoalan ini,
sekarang mari kita pergi mencari ayahmu, dia berada di mana?"
"Ayah tinggal di pagoda Ci hong kek di bukit Si soat!"
Maka kedua orang itupun segera berangkat menuju ke bukit Si
soat san. Pagoda Ci hong kek terletak dipungggung bukit sebelah barat,
sepanjang jalan menuju ke kuil itu terdapat undak undakan batu
yang berjumlah ratusan banyaknya. Disebelah barat dan timur
bangunan terdapat serambi, diserambi sebelah timur saling
berhadapan dengan bukit Cian hud nia yang banyak terdapat batuan
cadas. Sedangkan serambi bagian barat menghadap bukit barat,
puluhan kaki didepannya terdapat sumber mata air yang dinamakan
Tin cu swey. Waktu itu adalah bulan delapan musim gugur yang dingin, daun
merah memenuhi permukaan tanah seperti sinar diwaktu senja
pemandangan indah dan menawan hati. Diatas permukaan tanah
berlapiskan dedaunan merah itu, tampaklah dua sosok bayangan
manusia sedang bergerak dengan kecepatan tinggi.
Yang berjalan didepan adalah Ciu Tin tin, sedangkan
dibelakangnya mengikuti seorang perempuan setengah umur, tentu
saja dia tak lain adalah Cay hong sian ci Liok Sun hoa.
Setelah melakukan perjalanan sekian waktu, akhirnya sampailah
mereka dibawah bukit Ci hong cay. Ciu Tin tin segera membuat
muka setan kepada ibunya sambil berbisik :
"Ibu, tunggulah aku disini, ananda akan rnengundang ayah
datang kemari, agar dia merasa terkejut bercampur gembira."
"Ciss.... kau lagi lagi menjadi nakal!" desis Cay hong sian ci Liok
Sun hoa. 461 Tapi ia toh menyelinap pula kebelakang setumpukan daun merah
dan menyaksikan Ciu Tin tin melanjutkan perjalanannya menuju ke
kuil. Ia merasa jantungnya berdebar amat keras, wajahnya tanpa


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terasa berubah pula menjadi merah padam.
Dengan suatu gerakan yang amat enteng Ciu Tin tin langsung
mendekati jendela kamar sebelah barat, lalu mengintip kedalam.
Ditangannya membawa sebatang ranting kering, dia bermaksud
untuk mengajak ayahnya bergurau.
Siapa tahu, apa yang kemudian terlihat olehnya membuat dia
bergetar keras dan menjadi ragu. Dalam kamar itu bukannya tak ada
orang, yang berada disana tidak mirip ayahnya, orang itu duduk
dengan membelakangi jendela, walaupun kepalanya juga gundul
akan tetapi perawakan tubuhnya jauh lebih kecil daripada Huang oh
siansu. Ciu Tin tin menjadi keheranan setengah mati, pikirnya kemudian :
"Jangan jangan ayah sudah pindah ke tempat lain?"
Sementara dia masih ragu dan tak tahu apa yang musti
dilakukan, mendadak orang yang berada dalam kamar itu telah
membalikkan badannya berikut kursi yang didudukinya, cepat sekali
gerakan tubuh orang itu, Ciu Tin tin hanya merasakan pandangan
matanya menjadi kabur dan orang itu sudah berdiri dihadapannya.
Ternyata dia adalah seorang nikou kecil berusia tujuh delapan
belas tahunan, sambil manggut manggut ke arah Ciu Tin tin seraya
berkata : "Apakah nona Ciu yang berdiri diluar jendela" Pinni sudah lama
sekali menantikan kedatanganmu!"
Ciu Tin tin tidak mengira kalau nikou kecil itu kenal dengannya,
dengan wajah tercengang karena keheranan, tegurnya :
"Sau suhu, tolong tanya siapa namamu?"
Tiba tiba nikou kecil itu tertawa tergelak, katanya :
"Pinni Sim ji, apakah nona Ciu juga pernah mendengar namaku
disebut orang... "
462 Ciu Tin tin harnpir saja tidak percaya dengan apa yang
didengarnya, dengan cepat mengulangi lagi pertanyaannya :
"Oooh.... jadi sau suhu adalah muridnya Sim ji Sinni?"
"Pinni lah Sim ji!" jawab Sim ji sinni sambil tersenyum.
Melihat wajah yang serius, Ciu Tin tin mengira nikou itu sedang
berlagak hendak menggunakan nama besar dari Sim ji sinni untuk
menggodanya, maka kontan saja dia tertawa terpingkal pingkal.
"Sau suhu, kau jangan menggertak orang walaupun siaumoay
belum pernah bersua dengan Sim ji sinni dia orang tua, namun aku
juga tahu kalau kau telah melanggar pantangan untuk berbohong."
Perlu diketahui, Sim ji sinni adalah seorang nikou saleh yang
sudah termashur hampir seratus tahun lamanya, kepandaian silat
yang dimilikinya amat lihay dan tiada taranya didunia ini, seandainya
belum mati, usianya juga berada diatas seratus tahun, mana
mungkin dia bisa berwujud seorang nikou berumur tujuh delapan
yang berada dihadapan matanya sekarang"
Oleh karena itu, Ciu Tin tin lantas menuduh nikou muda itu telah
melanggar pantangan berbohong. Sim ji sinni yang berada didalam
kamar hanya tersenyum belaka, ia sama sekali tidak membantah
lagi. Tapi pada saat itulah dari belakang tubuh Ciu Tin tin telah
terdengar suara Cay hong sian ci Liok Sun hoa yang sedang
menegur : "Anak Tin, mengapa kau tak tahu sopan santun" Setelah
berjumpa dengan Sim ji locianpwe kenapa belum juga memberi
hor?mat?" Rupanya Cay hong sian ci Liok Sun hoa tidak sabar untuk
menunggu terlalu lama, maka diapun menyusul ke sana.
Menanti Ciu Tin tin membalikkan kepalanya, dia saksikan ibunya
sudah menyembah dihadapan nikou itu sembari berkata :
463 "Boanpwe Liok Sun hoa beserta putri boanpwe Ciu Tin tin
menghunjuk hormat buat locianpwe."
Setelah menyaksikan ibunya pun turut menyembah, Ciu Tin tin
tak berani banyak berbicara lagi, buru buru dia turut berlutut sambil
berkata dengan ketakutan :
"Boanpwe masih muda dan cetek pengetahuannya, harap Lo
sutay bersedia memaafkan kesalahanku."
Baru selesai perkataan itu diutarakan, Ciu Tin tin dan Liok Sun
hoa merasakan tubuhnya menjadi enteng, entah kepandaian apakah
yang telah dipergunakan oleh Sim ji nikou, tahu tahu mereka sudah
ditarik masuk ke dalam kamar, bahkan posisi mereka yang sedang
berlutut tadi kinipun menjadi berdiri.
Semua kesangsian yang semula masih menyelimuti benak Ciu Tin
tin dengan cepat berubah menjadi kekaguman yang tak terhitung,
dengan termangu mangu dia hanya bisa mengawasi wajah Sim ji
sinni tanpa berkedip.
Sim ji sinni segera mengalihkan pandangan matanya ke wajah
Cay hong sian ci Liok Sun hoa, kemudian ujarnya sambil tertawa :
''Nona Liok, mungkin sudah ada tiga puluh lima enam tahunan
kita tak pernah saling bersua bukan, aku masih ingat ketika itu kau
masih berumur sepuluh tahun, masih merupakan seorang nona cilik
yarg nakalnya bukan alang kepalang."
Mendengar kalau Sim ji sinni masih teringat dengannya, Cay
hong sian ci Liok Sun hoa menjadi amat gembira sekali, serunya
dengan penuh rasa hormat :
"Tahun ini boanpwe berusia empat puluh delapan tahun, kalau
dihitung me?mang sudah ada tiga puluh delapan tahun lamanya tak
pernah bersua dengan kau orang tua, sungguh tak nyana wajah kau
orang tua masih seperti sedia kala, bahkan semangatnya masih
nampak segar, benar benar membuat malu kami yang menjadi
boanpwe saja."
"Aaah... hanya tanpa sengaja pinni berhasil makan buah Tiang
kim ko yang bi?sa membuat orang awet muda, itu mah tidak
464 terhitung seberapa, aku lihat putrimu justru berbakat bagus,
sungguh membuat pinni merasa kagum sekali."
Sambil berkata dengan sepasang matanya yang jeli dan tajam dia
awasi Ciu Tin tin tak berkedip, membuat gadis itu menjadi serba
salah dan rikuh sekali. Cay hong sian ci Liok Sun hoa segera
menyadari apa maksud dari perkataan ni?kou itu, kejut dan girang
membuatnya menjerit tertahan :
"Kau"kau orang tua .... Apakah kau orang tua menganggap Tin
tin masih bisa dididik?"
Dalam gembiranya, dia sampai lupa memberi tanda kepada Ciu
Tin tin. Sambil menjatuhkan diri berlutut, serunya :
"Terima kasih banyak atas kesediaan locianpwe untuk
menerimanya!"
Sim ji sinni segera tertawa, tukasnya :
"Nona Liok, yang harus memberi hormat bukan kau melainkan
putrimu." Segulung tenaga yang amat besar segera membimbing tubuh
Cay hong sian ci untuk bangkit berdiri. Cay hong sian ci Liok Sun hoa
menjadi tersipu sipu, sambil tertawa dan menggelengkan kepalanya
berulang kali, dia berkata :
"Setelah mendengar kabar gembira dari locianpwe, hampir saja
boanpwe menjadi lupa diri."
''Aku lihat putrimu mempunyai pandangan lain, belum tentu dia
bersedia menjadi murid pinni."
Cay hong sian ci Liok Sun hoa segera berpaling kearah putrinya
sambil berseru :
"Tin tin, apa yang sedang kau pikirkan" Kenapa tidak cepat cepat
memberi hormat kepada suhu?"
Betul juga, Ciu tin tin segera menggelengkan kepalanya sambil
menghela napas panjang.
465 "Aaai.... ayah pernah berkata kepada boanpwe, dia hendak
mencarikan seorang suhu yang baik untuk boanpwe dan boanpwe
telah meluluskan permintaan dia orang tua, atas kebaikan hati
locianpwe yang memandang diriku, boanpwe merasa berterima
kasih sekali, tapi boanpwe tak ingin sembarangan mengangkat guru
tanpa persetujuan ayah, karena itu harap locianpwe sudi
memaafkan."
"Tahukah kau siapakah yang hendak dicarikan oleh Huang oh
siansu untuk dijadikan gurumu?" tanya Sim ji sinni.
Semestinya, Sim ji sinni harus membasahi 'Huang oh sinni'
sebagai "ayahmu' cuma hal tersebut sama sekali tidak menarik
perhatian Ciu Tin tin berdua. Dengan wajah yang terang, gadis itu
segera menggeleng.
"Ayahku tidak memberi keterangan apa-apa," sahutnya.
Dengan suara yang tegas Sim ji sinni lantas berkata :
''Pinni bertanya andaikata aku adalah orang yang diundang
Huang oh siansu untuk menjadi gurumu, apakah kau mengakuinya?"
Dihadapkan pada pertanyaan yang sangat aneh ini, pelbagai
ingatan segera berkecamuk dalam benak Ciu Tin tin sekalipun dia
merasakan pertanyaan itu kurang wajar namun belum terpikirkan
olehnya kalau Huang oh siansu sebetulnya bukan ayahnya. Maka
sahutnya kemudian :
"Huang oh siansu adalah ayahku, perkataan dari Huang oh siansu
sama dengan ucapan dari ayahku!"
"Andaikata perkataan dari Huang oh siansu tak dapat
melambangkan maksud hati dari ayahmu?" tanya Sim ji sinni tibatiba
dengan wajah amat serius.
Cay hong sian ci Liok Sun hoa lantas menimbrung :
"Walaupun suamiku telah menjadi seorang pendeta, namun
terhadap istri dan anak sendiri tidak seharusnya memandang asing,
ucapan dari locianpwe itu sungguh membuat boanpwe sekalian
merasa tidak habis mengerti."
466 Sim ji sinni menggelengkan kepalanya berulang kali dengan
kening berkerut ujarnya :
"Apakah kalian berdua masih menganggap Huang oh siansu
sebagai Gin ih kiam kek (jago pedang baju perak) Ciu Cu giok?"
Mendengar pertanyaan itu, paras muka Ciu Tin tin dan Liok Sun
hoa berubah sangat hebat serunya tergagap :
"Apakah dia .... apakah dia....."
Untuk sesaat mereka tak berani melanjutkan kembali kata
katanya. Sambil menghela napas panjang Sim ji sinni mengangguk,
sahutnya pelan :
"Yaa, Huang oh siansu bukan orang la?in, dia adalah Lan sin cu
tok (pemuda tampan berbaju biru) Thi Tiong giok yang angkat nama
bersama sama Gin ih kiam khek!" Suara yang berat dan kata kata
yarg mengejutkan betul betul menggetarkan perasaan.
Dalam keadaan sama sekali tidak siap, kabar berita itu cukup
membuat Ciu Tin tin berdua merasakan pukulan batin yang sangat
berat, tanpa bisa membendung gejolak perasaan mereka lagi, kedua
orang itu saling berpelukan sambil menangis tersedu sedu. Sim ji
sinni membiarkan mereka berdua menangis sepuas puasnya sampai
semua kepedihan yang mencekam perasaan mereka terlampiaskan
keluar, kemudian dengan suara lembut, ia baru berkata :
"Dalam peristiwa yang menyangkut soal keluarga Ciu dan
keluarga Thi, berbicara yang sebenarnya, Thi Tiong giok sama sekali
tidak salah, kalian tak boleh terlampau menyalahkan dirinya."
Ciu Tin tin menjadi teringat kembali dengan nasehat yang
dilontarkan kepada Thi Eng khi ketika pada waktu itu dia mengira
Thi Tiong giok sebagai ayahnya, sungguh tak disangka perkataan itu
sama halnya dengan menasehati diri sendiri.
Kini,dia tak dapat berkata apa apa lagi, dengan suara yang amat
sedih ia lantas berseru:
"Ibu...oooh, ibu..... empek Thi".. dia...."
467 Belum selesai dia berkata, Cay hong sian ci Liok Sun hoa telah
menyeka air matanya dan berkata dengan serius :
"Nak, kau tak usah kuatir, ibu masih bisa memandang persoalan
ini jauh lebih luas. Ketika itu pihak keluarga Thi pun bisa melupakan
soal dendamnya terhadap keluarga Ciu, bahkan menganggap kau
sebagai putri sendiri. Apakah keluarga Ciu kita tak dapat pula
berbuat seperti apa yang dilakukan keluarga Thi" Aku pasti akan
menganggap pu?la engkoh Engmu itu sebagai anakku sendiri. Kalau
harus disalahkan maka nasib kita yang jeleklah yang harus
disalahkan, akupun tak akan berkata lebih banyak dari sepatah kata
itu saja."
Sim ji ji Sinni yang mendengar perkataan itu menjadi terharu
sekali, tak tahan dia lantas menghela napas sambil memuji :
"Kalian keluarga Ciu dan keluarga Thi bisa sama sama berjiwa
besar dan bersikap dewasa, hal ini benar benar merupakan suatu
contoh yang patut diikuti oleh umat persilatan lainnya, loni turut
bergembira sekali atas kejadian ini, moga moga saja apa yang telah
kalian lakukan hari ini akan mempengaruhi pula keadaan dalam
dunia persilatan pada umumnya!"
Setelah menghela napas panjang, nikou itu berkata lebih jauh :
"Berbicara kembali tentang peristiwa pada waktu itu pinni boleh
dibilang merupakan satunya satunya orang yang ikut menyaksikan
satu musibah tersebut."
"Apakah waktu itu locianpwe juga hadir disana?" tanya Ciu Tin tin
dan Liok Sun hoa hampir bersama.
"Pinni telah datang terlambat, waktu itu ayahmu telah meninggal
dunia ".."
Setelah berhenti sebentar, terusnya :
"Sedangkan Lan sin cu tok Thi Tiong giok berlutut disamping
jenasah ayahmu sambil menangis tersedu-sedu, melihat itu pinni
lantas menyembunyikan diri, aku ingin melihat bagaimanakah
sikapnya menghadapi peristiwa tersebut. Setelah menangis sampai
air matanya mengering dan jatuh pingsan beberapa kali, Lan sin cu
468 tok Thi Tiong giok baru menggali sebuah liang dan mengubur
jenasah ayahmu, kemudian dicarinya dua buah batu bongpay, pada
batu bongpay yang pertama diukir nama ayahmu sedangkan pada
batu bongpay yang lain dituliskan kata "Tempat bersemayan Thi
giok", setelah itu dia menggali sebuah liang lagi, memasang batu
nisan itu dan membaringkan diri ke dalam liang, lalu dengan ilmu
tenaga dalamnya dia hisap tanah pasir itu ke atas tubuhnya dengan
tujuan menguburnya hidup hidup agar bisa mengiringi kematian
temannya."
Mendengar sampai disitu, Liok Sun hoa serta Ciu Tin tin menjadi
terkejut sekali sehingga tanpa terasa berseru tertahan kemudian
mereka memuji bersama :
"Empek Thi memang merupakan seorang lelaki yang luar biasa
didunia ini!"
Sim ji sinni tertawa pelan, katanya lagi :
"Setelah menyaksikan orang yang begitu perkasa dan setia
kawan, tentu saja Pinni tak dapat membiarkan dia mati dengan
begitu saja, maka pinnipun menampakkan diri dan mencegah
keinginannya untuk bunuh diri, setelah menasehatinya selama tiga
hari tiga malam ia baru bersedia mengurungkan niatnya untuk mati
dan masuk menjadi pendeta."
Setelah mendapat keterangan dari Sim ji sinni ini, Ciu Tin tin dan
ibunya baru mengerti bahwa kebesaran Thi Tiong giok serta kesetia
kawannya jauh melebihi apa yang mereka bayangkan semula.


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terdengar Sim ji sinni berkata lebih lanjut :
"Untuk mendidik anak Tin menjadi seo?rang pendekar, Huang oh
siansu sengaja meminta kepada pinni untuk menerimamu menjadi
murid, pinni dapat merasakan kebesaran jiwanya itu, maka akupun
tidak menampik keinginannya tersebut. Selain daripada itu, Huang
oh siansu telah menyerahkan kepada pinni beberapa macam obat
obatan mestika yang berhasil dikumpulkan selama banyak tahun ini
untuk digunakan oleh anak Tin!"
469 Makin berbicara Sim ji sinni berkata semakin keras, sehingga
akhirnya karena terharu Ciu Tin tin dan Liok Sun hoa sampai
mengucurkan air matanya.
Pada saat itu dari luar pintu ruangan berkumandang suara pujian
kepada sang Buddha :
"Omimohud!"
Kemudian seseorang berkata :
"Sinni terlalu memuji, siauceng tidak berani menerimanya."
Seorang hwesio muda pelan pelan berjalan masuk ke ruangan
dan menuju ke hadapan Ciu Tin tin berdua. Pendeta itu tak lain
adalah Huang oh siansu. Setibanya dihadapan kedua orang itu, dia
lantas merangkap tangannya didepan dada sembari berkata :
"Terima kasih banyak atas kesediaan enso dan Hian titli untuk
memaafkan dosa dosaku."
Paras muka Cay hong sian ci Liok Sun hoa berubah hebat, tapi
sejenak kemudian telah pulih kembali menjadi sedia kala bahkan
sambil balas memberi hormat sahutnya :
"Empek Thi amat setia kawan dan berjiwa besar, kami keluarga
Ciu merasa terima kasih ...."
Diam diam Ciu Tin tin menarik ujung baju Cay hong sian ci Liok
Sun hoa, walaupun ia tidak berkata apa apa, namun hubungan batin
antara ibu dan anak memang biasanya erat sekali. Dengan cepat ia
memahami apa yang dimaksudkan putrinya itu maka sambil
tersenyum dia manggut manggut.
Ciu Tin tin segera maju kehadapan Huang oh siansu, kemudian
ujarnya : "Ayah, Tin tin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam
dalamnya kepada kau orang tua, dimana kau telah melindung
kami..." Mendengar Ciu Tin tin masih menyebut ayah kepadanya, Huang
oh siansu nampak agak tertegun menyusul kemudian katanya
setelah menghela napas panjang:
470 "Nak, panggilanmu itu memang tepat sekali dan pinceng
menerima panggilanmu itu padahal aku memang sudan lama
menganggap dirimu sebagai anakku sendiri!"
Dari perkataan itu, tak bisa disangkal lagi kalau dia mengartikan
bahwa Ciu Tin tin telah dianggap sebagai anak menantunya.
Perlu diketahui, perkawinan pada jaman itu tidak sebebas
sekarang, waktu itu perkataan dari orang tua jauh lebih bernilai
daripada hubungan cinta kasih secara pribadi, sedang kaum
pemudanya waktu itu juga tak berani membangkang perintah dari
orang tuanya. Oleh sebab itu, setelah ada janji dari Huang oh
siansu, tak nanti Thi Eng khi bisa lolos dari cengkeraman Ciu Tin tin
lagi. Tentu saja Ciu Tin tin maupun Liok Sun hoa memahami akan hal
ini, diam diam perasaan merekapun menjadi sangat lega. Walaupun
dalam perkataannya Huang oh siansu telah menyampaikan maksud
hatinya namun didalam sopan santun, dia masih tetap harus
melaksanakan cara meminang yang berlaku pada waktu itu.
Maka sambil menjura lagi kepada Cay hong sian ci Liok Sun hoa,
dia berkata : "Pinceng atas nama anakku Eng khi hendak meminang putri enso
untuk dijadikan istrinya, apakah enso tidak merasa keberatan?"
Cay hong sian ci Liok Sun hoa segera tertawa.
"Anak Tin tidak cantik, ilmu silatnya cetek lagi bodoh, kuatirnya
tidak cocok untuk mendampingi putra anda."
Tentu saja itupun hanya kata sopan santun belaka, padahal
sesungguhnya pinangan tersebut telah diterima. Sim ji sinni yang
berada disampingnya segera menimbrung sambil tertawa lebar :
"Siapa yang berani mengatakan kalau murid pinni tak pantas
untuk rnendampingi seorang bocah berandal?"
Kembali Huang oh siansu menjura kepada Sim ji sinni seraya
berkata : 471 "Pinceng memohon kepada Sinni agar bersedia menjadi mak
comblang untuk perkawinan ini."
"Baik, sampai waktunya pinni pasti akan melaksanakan tugas ini,"
sahut Sim ji sinni sambil tertawa, "nah, anak Tin, mari ikut pinni
pulang ke gunung sekarang juga."
Ciu Tin tin berdua tidak menyangka kalau Sim ji sinni secepat itu
akan pergi. Mereka sudah lama hidup bersama,kini harus hidup
berpisah beberapa tahun rasa berat hati muncul juga dalam hati
mereka. Sementara itu Huang oh siansu telah merangkap tangannya
sambil berkata :
"Semoga sinni selamat sepanjang jalan!"
Tak disangkal lagi dia hendak memberitahukan kepada Ciu Tin tin
dan ibunya agar mengeraskan hatinya dan membiarkan Ciu Tin tin
mengikuti Sim ji sinni pergi memperdalam ilmunya.
Ciu Tin tin amat menguatirkan keadaan Thi Eng khi, tak tahan dia
lantas berbisik kepada ibunya :
"Ibu, jika adik Eng datang mencariku, kau harus berpesan
kepadanya agar dia mau bersabar dalam menghadapi setiap
persoalan."
Penampilan rasa cinta yang amat mendalam segera nampak pada
mimik wajahnya itu. Sim ji sinni yang melihat keadaan itu segera
tertawa geli, katanya dari samping.
"Emas murni tidak takut api, buat apa mesti kau cemaskan?"
Merah padam selembar wajah Ciu Tin tin karena jengah, dia
lantas membalikkan badannya sambil berseru manja :
"Aaah, suhu". "
"Hayo berangkat!" tukas Sim ji sinni.
472 Sambil menarik tangan Ciu Tin tin, tanpa menimbulkan sedikit
suarapun tahu tahu kedua orang itu sudah lenyap dari pandangan
mata. Sekalipun Huang oh siansu dan Cay hong sian ci memilik
kepandaian silat yang sangat lihai, ternyata kedua orang itu tidak
berhasil melihat jelas bagaimana caranya nikou sakti itu berlalu dari
sana. Dengan perasaan kaget bercampur kagum Cay hong sian ci Liok
Sun hoa menghela napas panjang, gumamnya :
"Tidak kusangka dia orang tua yang telah berusia seratus tahun
lebih masih tetap segar bugar seperti orang muda saja. Aaai...
mungkin nasib anak Tin memang lagi mujur. "
"Hatinya yang penuh welas kasih bagaikan hati pousat itulah
yang membuat ia bersedia untuk mengabulkan permintaan pinceng.
Yaaa, dia memang seorang yang mengagumkan."
Berbicara sampai disitu, Huang oh siansu mengambil keluar
sebilah pedang antik bersarung perak dan diserahkan kepada Cay
hong sian ci sambil katanya :
"Inilah pedang Gin kong liu soat kiam milik saudara Cu giok,
harap enso bersedia untuk menerimanya kembali, maaf pinceng
harus mohon diri lebih dahulu."
Menyebut kembali pedang Gin kong liu soat kiam milik mendiang
suaminya, Cay hong sian ci Liok Sun hoa merasakan hatinya amat
kecut sehingga tanpa terasa air mata jatuh berlinang membasahi
pipinya, tak tahan dia lantas melengos ke arah lain.
Menanti dia berpaling kembali, bayangan tubuh Huang oh siansu
telah lenyap dari pandangan mata. Untuk sesaat dia berdiri tertegun
dengan perasaan sedih yang bercampur aduk dalam hati sampai
lama, lama kemudian dia baru beranjak pergi dan menuruni bukit Si
soat san. Tatkala Thi Eng khi sadar kembali, dia merasakan dirinya
dimasukkan orang ke dalam sebuah peti mati, suasana gelap gulita,
473 keempat anggota badannya lemah tak bertenaga dan sedikitpun tak
mampu untuk bergerak.
Telinganya sempat mendengar suara bentakan bentakan diluar
serta bunyi roda kereta yang melindungi, dia telah menyadari
sekarang bahwa dirinya sedang diangkut orang menuju kesuatu
tempat tertentu.
Diam diam dia lantas mencoba untuk menghimpun kembali
tenaga Sian thian bu khek ji gi sin kang yang dimilikinya, namun
hasilnya nihil, sekalipun telah berusaha sekian lama, tiada hasil
apapun yang berhasil didapatkan.
Ternyata jarum Tong thian si kut ciam mempunyai keistimewaan
untuk membuyarkan hawa murni jang berada dalam tubuh
seseorang, barang siapa kena tertusuk maka bila tidak berlatih lagi
selama seratus hari dengan tekun, jangan harap tenaga dalamnya
bisa dihimpun kembali seperti sedia kala.
Thi Eng khi baru tertusuk dua tiga hari masih amat lama, sudah
barang tentu dia tak mampu untuk menghimpun kembali tenaga
dalamnya. Sedangkan mengenai tangan dan kaki Thi Eng khi tak
bisa berkutik, lantaran secara beruntun dia telah ditotok jalan darah
tidur dan lemasnya, setelah melewati waktu yang cukup lama,
sekujur tubuhnya menjadi kaku dan hilang rasa.
Thi Eng khi bukan seorang yang rela menyerah dengan begitu
saja, kendatipun hatinya merasa amat kecewa namun semangatnya
tidak luntur, setelah melewati percobaan demi percobaan yang
dilakukan berulang kali untuk menggerakkan kembali ta?ngan
kakinya lama kelamaan sepasang tangannya dapat digerakkan juga,
hanya bagaimana pun juga dia berusaha untuk menyalurkan tenaga,
tiada sedikit kekuatanpun yang dimilikinya.
Dalam keadaan demikian, terpaksa dia harus memutar otak untuk
mencari akal guna menyelamatkan diri. Banyak sudah akal yang
didapatkan namun semuanya tidak mendatangkan hasil apa apa,
akhirnya dia teringat dengan Pil Toh mia kim wan yang dimiliki Thian
liong pay turun temurun.
474 Konon obat mustika itu memiliki kemampuan untuk menghimpun
kembali tenaga orang yang sudah hampir mati, cuma tidak diketahui
apakah obat itu masih berada dalam sakunya atau tidak"
Setelah diperiksa isi sakunya, entah karena kecerobohan orang
atau memang nasibnya lagi mujur, ternyata sakunya sama sekali
tidak diperiksa, semua benda miliknya masih berada disana. Dengan
tekad untuk mencoba semua kesempatan yang ada, dia segera
mengambil sebutir pil Toh mia kim wan dan ditelan sebutir.
Berbicara tentang Toh mia kim wan milik Thian liong pay, Keng
thian giok cu Thi Keng sebenarnya hanya memiliki tiga butir, Kay
thian jiu Gui Tin tiong telah menggunakan sebutir untuk menolong
jiwa Ban li tui hong Cu Ngo, itu berarti seharusnya ada dua butir
lagi, tapi dalam pesan terakhirnya Kay thian jiu Gui Tin tiong
mengatakan pil mestika Toh mia kim wan masih ada tiga butir, hal
ini berarti menjadi kelebihan satu butir, lalu bagaimana sebenarnya"
Kenyataan yang sebetulnya, Keng thian giok cu Thi Keng
memang hanya meninggalkan tiga butir pil Toh mia kim wan, setelah
digunakan untuk menolong Ban li tui hong Cu Ngo sebutir maka
sisanya tinggal dua butir lantas kenapa dalam pesan terakhirnya Kay
thian jiu Gui Tin tiong mengatakan masih ada tiga butir"
Rupanya jauh sebelum Keng thian giok cu Thi Keng pergi
meninggalkan rumah dulu, ia pemah menghadiahkan sebutir pil
mesti?ka Toh mia kim wan untuk Kay thian jiu Gui Tin tiong namun
pil tersebut tak pernah digunakannya, hingga menjelang saat
kematiannya, dia hadiahkan pula pil itu untuk Thi Eng Khi, dengan
begitu jumlahnya menjadi tiga butir.
Sampai detik ini Thi Eng khi telah memakai dua butir yakni satu
butir diberikan Huang oh siancu kepadanya ketika berada dibukit
Bong soat hong, dan kini menelan sebutir lagi, berarti sisa yang
berada dalam sakunya kini benar benar tinggal sebutir.
Dalam itu pula ketika Thi Eng khi telah menelan pil Toh mia kim
wan, dia segera merasakan dari pusarnya muncul kekuatan yang
475 melonjak lonjak sewaktu dia tarik napas panjang, ternyata hawa
murninya telah meluncur kembali ke seluruh anggota badannya,
bagaikan gulungan ombak samudera dalam waktu singkat segenap
tenaga dalam yang dimilikinya telah pulih kembali seperti sedia kala.
Dalam girangnya dia menggerakkan telapak tangannya siap
menjebol peti mati dan memberi hajaran kepada si peramal buta
yang mencelakainya itu, namun setelah telapak tangannya
menempel di atas tutup peti mati itu, mendadak satu ingatan lain
melintas dalam benaknya, dia lantas berpikir lebih jauh.
"Kenapa aku tidak menggunakan siasat untuk melawan siasat"
Akan kulihat permainan busuk apakah yang hendak mereka lakukan
terhadap diriku..?"
Setelah ingatan tersebut melintas lewat, dia segera menarik
kembali tenaga serangannya dan mengatur pernapasan dengan
tenang sambil menantikan datangnya kesempatan baik.
Dua hari sudah lewat, dalam dua hari ini ternyata tiada orang
yang menggubris dirinya, tak ada pula yang menggubris soal makan
dan minumnya, untung saja tenaga dalam yang dimiliki pemuda itu
amat sempurna hingga meski kelaparan ia sanggup untuk
mempertahankan diri. Tapi setelah rasa lapar mengusik pikirannya,
dia tak sanggup lagi untuk bersemedi dengan baik.
Akhirnya kereta itu seperti berhenti dalam sebuah halaman besar
menyusul kemudian ada orang yang menggotong turun pe?ti mati
itu dan dihantar masuk kedalam ruangan dalam. Sebelum penutup
peti mati itu dibuka, terdengar suara dari Pek leng siancu So Bwe
leng sedang berteriak teriak keras :
"Kalian semua terlalu kejam, mengapa ka?lian sekap dia dalam
peti mati" Mana dia tahan?"
Menyusul kemudian terdengar Huan im sin ang menjawab :
"Bocah muda ini sangat buas dan tak ta?hu diri, seandainya tidak
diberi pelajaran, darimana dia bisa merasakan penderitaan dan
kesungguhan hatimu kepadanya?"
476 "Cepat kalian buka penutup peti mati itu, dia bisa tak tahan?"
seru Pek leng Siancu lagi gelisah.
Tatkala Thi Eng khi mendengar ucapan dari Pek leng siancu So
Bwe leng tersebut, diam diam ia menghela napas dan merasa
terharu sekali. Menyusul kemudian, ia mendengar ada su?ara
bisikan selirih suara nyamuk berkumandang disisi telinganya.
"Bocah keparat, sebelum kau keluar, ada beberapa persoalan
hendak lohu pesankan kepadamu :
Pertama, So Bwe leng telah kulukai urat sim kengnya dengan
menggunakan ilmu Jit sat hian im ceng khi, jika ia tidak mempelajari
ilmu silat lohu, tak sampai satu tahun nadinya akan membeku yang
berakibat kematian,itu berarti mati hidupnya hanya tergantung pada
pemikiranmu sendiri sampai waktunya jangan kau salahkan lohu
tidak memberi peringatan.


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kedua, setelah terkena jarum Tong thian ti kut ciam milik lohu
tenaga dalammu telah buyar, dalam seratus hari mustahil bagimu
untuk menghimpun kembali kekuatan yang kau miliki, maka lohu
peringatkan kepadamu, jika kau masih menginginkan selembar
jiwamu, setelah keluar nanti ikuti semua perkataan yang
kusampaikan kalau tidak, lohu akan menyuruh kau merasakan
kelihayanku. Ketiga, untuk membuat So Bwe leng mendengarkan semua
perkataanku dengan tenang aku pernah mengutus orang untuk
menyaru sebagai kau dan disekap dalam ruang batu dibukit Ci sia
san, bulan berselang lohu pernah mengajaknya ke sana untuk
menengok orang itu, maka dalam pembicaraanmu nanti, kau harus
perhatikan hal ini baik baik, jangan biarkan dia sampai menaruh
curiga. Pokoknya, bila kau sampai memporak porandakan persoalan lohu
maka lohu tak akan membiarkan kau merasakan kebaikan apapun.
Aku harap kau bisa memahami persoalan ini dengan sebaikbaiknya."
Mendengar semua perkataan itu, Thi Eng khi merasa geli sekali,
tapi untuk berlagak seolah olah tenaga dalamnya memang belum
pulih kembali, terpaksa ia musti berlagak pilon dengan menuruti kata
katanya. 477 Tak selang berapa saat kemudian, penutup peti mati dibuka dan
Thi Eng khi diseret keluar dari dalam peti mati. Ketika memandang
kehadiran Huan im sin ang yang berdiri dihadapannya, timbul juga
perasaan mendongkol didalam hatinya dengan suara mengejek,
sindirnya : "Terima kasih banyak atas perlayanan yang amat bagus untuk
siauseng selama ini!"
Huan im sin ang tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh....haaahhh ..... haaaahhh...... saudara cilik tak usah
sungkan, seandainya Bwe leng si bocah ini tidak rindu kepadamu
tiap hari, jangan harap kau bisa keluar dari dalam ruangan batu
itu.... " Huan im sin ang segera berkelit ke samping dan memberi jalan
lewat untuk So Bwe leng, segera tampak sesosok bayangan hijau
berkelebat lewat dihadapan orang banyak ternyata gadis itu
memeluk Thi Eng Khi erat-erat sambil menangis terisak.
"Oooh... engkoh Eng, akhirnya kau lolos juga dari kurungan!"
''Adik Leng, aku sungguh merasa berterima kasih sekali
kepadamu!" terpaksa Thi Eng khi harus berlagak dengan
membohongi gadis itu.
Pek leng siancu So Bwe leng bersandar mesra dalam rangkulan
Thi Eng khi sekian lamanya dia bersandar sama sekali tidak berniat
untuk meninggalkan rangkulan itu. Thi Eng khi merasa terharu sekali
oleh cinta kasihnya, diapun merasa enggan un?tuk mendorongnya,
maka ia biarkan gadis itu bersandar dalam pelukannya sambil
melelehkan air mata.
Lama kelamaan Huan im sin ang tidak tahan juga, dengan kening
berkerut lantas berseru :
"Anak leng, kita harus segera melanjutkan perjalanan!"
478 Setelah mendengar teguran itu So Bwe leng baru mendongakkan
kepalanya dan berkata kepada Huan im sin ang :
"Aku ingin naik kereta bersama engkoh Eng!''
"Boleh saja," jawab Huan im sin ang sambil tertawa seram, "Tapi
kau tak boleh nakal, kau harus tahu, tanpa bantuan da?ri lohu,
jangan harap tenaga dalam yang dimiliki engkoh Eng mu bisa pulih
kembali seperti sedia kala."
Thi Eng khi tidak tahu cerita bohong apakah yang telah
diciptakan oleh Huan im sin ang untuk membohongi Pek leng siancu,
oleh karena dia sudah mempunyai suatu tujuan tertentu, lagipula
kuatir Pek leng siancu tak bisa memegang rahasia maka pemuda itu
bertekad untuk merahasiakan hal itu dihadapan So Bwe leng,
sebaliknya terhadap Huan im sin ang dia tertawa dingin tiada
hentinya. Pek leng siancu So Bwe leng segera mengajak Thi Eng khi naik
keatas sebuah kereta besar berwarna hijau, diiringi dua puluh empat
orang lelaki berpakaian ringkas, berangkatlah rombongan itu
menelusuri jalan raya. Ditengah jalan, Thi Eng khi berbisik kepada
Pek leng siancu So Bwe leng :
"Adik Leng, kita akan berangkat ke mana?"
"Menuju ke bukit Siong san untuk menghadiri pertemuan besar.''
"Adik Leng mengapa kau bersedia diperalat olehnya" Apakah kau
tidak kuatir So yaya menjadi marah?"
"Tapi aku toh tak bisa tidak menggubris dirimu!" jawab Pek leng
siancu SO Bwe leng dengan wajah serius. Thi Eng khi makin terharu
sehingga tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Dinding istana Ci bu ciat berada di sebelah barat loteng istana
Tay si ciat, selisih jaraknya antara tiga li dan disebut Say ciat,
dinding loteng istana itu didirikan oleh Raja Han pada tahun Siang
kong kedua. Bentuk dinding istana ini menyerupai pintu gerbang dan
terbuat dari batu cadas.
479 Pertemuan besar para jago kali ini diselenggarakan diatas sebuah
tanah lapang yang luas. Ci bu ciat menjadi pintu gerbang pertemuan
tersebut.... Di tengah tanah lapang itu dibuat sebuah lingkaran seluas
puluhan kaki dari batu kapur putih, bagian luar lingkaran tersebut
tepatnya menghadap ke arah pintu gerbang telah tersedia puluhan
buah meja, agaknya tempat itu sengaja dipersiapkan bagi kawanan
jago persilatan yang termashur dalam dunia persilatan sebaliknya
tempat yang tidak tersedia meja ditujukan bagi kawanan jago
persilatan lainnya untuk berdiri.
Biasanya mereka yang tidak ternama justru merupakan penonton
yang paling bersemangat, tidak berbeda pula dengan keadaan kali
ini, belum lagi tengah hari tiba tempat berdiri disekeliling arena
pertemuan sudah penuh dengan lautan manusia.
Tengah hari tepat, dengan dipimpin oleh pihak Siau lim pai dan
Bu tong pay, kawanan jago masuki arena pertemuan dan menempati
kursi yang tersedia dibagian kiri.
Tak lama kemudian serombongan jago lagi muncul disana
dibawah pimpinan Tiang pek lojin dan menempati kursi kursi bagian
kanan. Seketika itu juga suasana dalam arena menjadi tegang, semua
orangpun merasakan napasnya menjadi memburu cepat. Tapi bagi
mereka yang teliti dan lebih tenang, dengan cepat menemukan
beberapa hal yang mencurigakan pada wajah kedua belah pihak
yang bertentangan itu, seakan akan sifat dari pertemuan itu sudah
mengalami perubahan besar.
Dalam kenyataan, sifat dari pertemuan tersebut memang benar
benar telah mengalami perubahan yang besar sekali. Adapun sebab
utama dari perubahan sifat pertemuan itu tentu saja berkat
diplomasi ketua Kay pang si pengemis sakti bermata harimau Cu
Goan po yang mondar mandir kesana kemari membicarakan masalan
yang terjadi itu.
480 Tapi yang menjadi pokok utama dari perubahan suasana tersebut
adalah gagalnya Huan im sin ang di dalam melaksanakan rencana
buruknya. Dia tidak seharusnya mengatur perjanjian yang tidak
mendatangkan hasil ketika itu sehingga hal mana membuat Tiang
pek lojin mulai melakukan pengecekan terhadap semua yang telah
dilakukannya sekarang serta menyadari akan munculnya pihak
ketiga yang berusaha untuk memancing di air keruh.
Setelah mempertimbangkan kembali semua keadaan dan situasi
yang dihadapinya, bukan saja dia segera sadar kalau impian
indahnya sukar terwujud, dan lagi diapun sadar kalau semua
peristiwa ini timbul karena permainan busuk seseorang, Huan im sin
ang lah yang menjadi dalang dari semua kericuhan yang terjadi
sekarang. Sebagai seorang yang berpengalaman apalagi dengan usianya
yang sudah menanjak tua, kenyataan kenyataan baru ini segera
menyadarkan dia dari impian.
Tujuan Tiang pek lojin memasuki wilayah Tionggoan memang tak
terlepas dari kobaran ambisinya, cuma dia adalah seorang kakek
yang keras dan berpendirian teguh, yang dimaksudkan sebagai
ambisi tak lain adalah ingin menggunakan alasan demi keadilan Thi
Eng khi, dia hendak menanamkan pengaruhnya pada pelbagai partai
yang ada dalam dunia persilatan, jadi sama sekali tidak terlintas
ingatan dalam benaknya untuk merajai kolong langit dan berbuat
semena mena. Oleh karena itu setelah pengemis sakti bermata harimau Cu Goan
po menyampaikan pesan dari Thi Eng khi, maka diapun merasa tidak
leluasa lagi untuk melanjutkan cita-citanya.
Dengan mengendornya sikap Tiang pek lojin dan melunaknya
desakan itu, sudah barang tentu pihak Siau lim pay dan BU tong pay
tidak banyak berbicara lagi. Maka pemimpin dari kedua belah pihak
mulai memikirkan jalan mundurnya serta menarik kembali sikap
permusuhan antara kedua belah pihak.
481 Sekarang asal Thi Eng khi munculkan diri maka secara resmi
perdamaian bisa diwujudkan kembali dan secara otomatis
penggabungan dari kedua golongan yang semula saling
bertentangan ini akan dialihkan menghadapi Huan im sin ang.
Kedatangan To kak thi koay dan Thi Eng khi menuju ke bukit
Siong san disampaikan oleh murid Kay pang. Kedua belah pihak
dengan kesabaran yang ditekan berharap harap kedatangan Thi Eng
khi secepatnya.
Itulah sebabnya walaupun jago jago dari kedua belah telah
berdatangan semua namun tiada tanda tanda yang menunjukkan
kalau perselisihan akan segera dilangsungkan, tak heran kalau setiap
orang dapat merasakan perubahan sifat dari pertemuan ini.
Sementara semua orang sedang memperbincangkan persoalan
ini, tiba tiba tampak ketua Kay pang, si pengemis sakti bermata
harimau Cu Goan po berjalan mendekat mula mula ia berbisik disisi
telinga Tiang pek lojin, dengan wajah berubah Tiang pek lojin segera
menjawab pula dangan beberapa patah kata, setelah itu ketua Kay
pang itu berpindah lagi ke pihak Siau lim pay dan Bu tong pay untuk
membicarakan sesuatu. Jelas dia sedang menjadi duta damai bagi
kedua belah pihak.
Tapi sebelum hasil perundingan damai itu memberikan hasil,
mendadak terdengar seseorang berseru lantang :
"Ban seng kiong tiba!"
Maka semua orangpun mengalihkan sorot matanya kearah depan
pintu gerbang sebaliknya perundingan perdamaian antara pihak
Tiang pek lojin dengan pihak Siau lim pay dan Bu tong pay pun
terhenti sampai ditengah jalan.....
Tampak puluhan orang manusia dengan rnengiringi seorang
pemuda, seorang gadis dan seorang kakek menerobos Ci bu ciat dan
berjalan mendekat.
Setiap orang yang pernah berkunjung ke perkampungan Ki hian
san ceng segera mengenali kakek itu sebagai Huan im sin ang dan
482 pemuda itu sebagai Thi Eng khi, tentu saja juga ada yang mengenali
gadis itu sebagai cucu kesayangan Tiang Pek lojin, Pek leng siancu
So Bwe leng. Ternyata kali ini So Bwe leng tidak mengenakan topeng kulit
manusia, sehingga ada orang yang mengenalinya.
Seketika itu terdengar suara berbisik bisik memecahkan
keheningan, beratus pasang mata bersama sama dialihkan ke wajah
Tiang pek lojin, semua orang mengira hal ini merupakan permainan
busuk dari Tiang pek lojin.
Bahkan pihak Siau lim pay dan Bu tong pay pun menaruh pula
perasaan curiganya terhadap Tiang pek lojin.
Seketika itu juga terdengar suara tertawa dingin berkumandang
memecahkan keheningan. Tiang pek lojin yang menyaksikan cucu
kesayangannya dan Thi Eng khi datang bersama Huan im sin ang
pun ikut merasa terkejut bercampur keheranan, sebab dilihat dari
keadaan yang terbentang didepan mata sekarang, jelas apa yang
dikatakan ketua Kay pang Cu Goan po sama sekali tidak sesuai
dengan kenyataan.
Oleh karena itu, timbul juga perasaan mendongkol dalam
hatinya, dia merasa seakan akan sudah tertipu oleh Cu Goan po dan
orang orang Siau lim serta Bu tong pay.
Tiada orang yang menyapa rombongan dari Ban seng kiong
tersebut, merekapun membawa kursi sendiri, begitu tiba, serentak
mereka mengambil tempat duduk dibagian tengah.
Dengan sorot mata membara karena gusar, Tiang pek lojin
segera membentak keras :
"Bwe leng, kemari!"
Pek leng siancu So Bwe leng mengerutkan kulit wajahnya sambil
mengeraskan hati dan tidak menjawab panggilan dari kakeknya itu.
Dengan perasaan amat sedih, sekali lagi Tiang pek lojin memanggil
dengan suara gemetar :
483 "Bwe leng, kemari!"
Pek leng siancu So Bwe leng belum menjawab juga. Huan im sin
ang yang berada di sampingnya segera berkata :
"Sekarang Bwe leng adalah tuan putri Ban seng kiong, aku minta
So lo jangan mencampuri urusan pribadi dengan urusan dinas!"
Jelas kata-kata itu bersifat mengadu domba, seakan akan
menerangkan kepada semua hadirin bahwa Tiang pek lojin dengan
pihak Ban seng kiong sesungguhnya telah melebur diri menjadi satu.
Tiang pek lojin menjadi teramat gusar wajahnya sampai memucat
dan untuk beberapa saat lamanya, dia tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun. Na im siusu (pelajar penggaet awan) So Ping gwan
yang berada di sampingnya segera menghibur dengan suara lembut.
"Kau orang tua tak usah marah-marah dulu, siapa tahu anak leng
memang mempunyai kesulitan sendiri" Tidakkah kau lihat sepasang
matanya berkaca kaca?"
Tiang pek lojin sama sekali tidak menggubris hal itu, dia hanya
merasa perbuatan So Bwe leng telah membuatnya kehilangan muka.
Dengan penuh kegusaran, serunya :
"Seandainya dia adalah anak cucu keluarga So, kendatipun
mempunyai kesulitan, sekalipun harus mati ditempat, tidak
seharusnya dia perlihatkan sikap macam begitu hingga membuat
keluarga So kehilangan muka."
Kemudian sambil mendengus kembali dia berkata :
"Thi Eng khi si bocah keparat itupun bukan manusia baik baik,
tak kusangka kalau dia akan bergabung pula dengan pihak Ban seng
kiong, aaai ...... kali ini aku benar benar telah kehilangan muka."
Karena tak bisa menghibur ayahnya, terpaksa Na im siusu So
Ping gwan menghela napas panjang katanya :
''Ayah, Leng ji dan Eng khi bukan manusia macam begitu, mari
kita tenangkan dulu pikiran dan perasaan, kita hadapi semua
perubahan yang kemungkinan akan terjadi."
484 "Tidak bisa!" teriak Tiang pek lojin sambil menggebrak meja,
"nama baik lohu selama puluhan tahun tak bisa dibiarkan hancur
berantakan oleh ketidak baktian budak Leng!"


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sewaktu mengucapkan kata-kata tersebut, wajahnya kelihatan
amat sedih dan menderita sekali. Sebenarnya Na im siusu So Ping
gwan bermaksud untuk menghibur hati ayahnya tapi setelah
menyaksikan keadaan orang tua tersebut, tiba tiba ia mengeraskan
hatinya seraya berseru :
"Kalau begitu, biar ananda membunuhnya sekarang, daripada
kau orang tua merasa sedih."
Dia lantas melangkah maju ke depan siap terjun ke arena.
Tiang pek lojin So Seng berkerut kening, mendadak ia berseru :
"Ping gwan, kemari dulu, aku mempunyai rencana lain!"
"Baik, ayah!" sahut Na im siusu So Ping gwan dengan hormat,
kemudian mengundurkan diri ke belakang tubuh ayahnya. Ketika
melirik ke samping, dilihatnya wajah orang tua itu diliputi oleh tekad
dan rasa sedih yang mendalam. Sikap semacam ini belum pernah
dijumpai sebelumnya, ia tak tahu apa yang sedang dipikirkan
ayahnya sekarang.
Tiang pek lojin menghela napas panjang, pelan pelan ia bangkit
berdiri kemudian sambil menjura ke arah para jago Tionggoan yang
bergabung dipihak Siau lim pay dan Bu tong pay, ia berkata :
"Lohu tak tahu duduk persoalan yang sebenarnya sehingga gara
gara urusan Thi Eng khi telah menyalahkan teman teman sekalian.
Sekarang aku mohon maaf kepada kalian atas kesalahanku ini
semoga teman teman semua bersedia memberi kesempatan kepada
lohu untuk menebus dosa dan menyumbangkan sedikit tenaga bagi
umat persilatan untuk bersama sama menghadapi Huan im sin ang."
Dengan kedudukan Tiang pek lojin dalam dunia persilatan
ternyata mengucapkan kata kata semacam itu, boleh dibilang belum
pernah hal semacam ini terjadi dalam dunia persilatan. Akan tetapi
nyatanya hal itu tidak mengurangi kewibawaannya malahan segera
memperoleh tampik sorak dan pujian yang amat gegap gempita.
485 "Bagus!"
"Benar benar sikap jantan seorang ksatria."
Ci long taysu dari Siau lim pay dan Keng hian totiang dari Bu tong
pay mengagumi juga atas kebesaran jiwa Tiang pek lojin, diam diam
mereka manggut manggut. Tampaknya semua umat persilatan akan
segera memaafkan kesalahan yang telah dilakukan Tiang pek lojin
selama ini. Mendadak, dari kerumunan orang banyak berkumandang suara
seruan dingin yang bernada sinis :
"Hmm... So Seng pak adalah seorang manusia licik yang berhati
busuk! la pandai bermain sandiwara, semua harus berhati hati,
jangan sampai kena terjebak oleh persekongkolan mereka."
Ucapan yang bernada hasutan ini segera menimbulkan pelbagai
pikiran lagi dalam benak pikiran setiap orang, semakin dipikir mereka
makin curiga, bahkan orang orang yang semula mengagumi Tiang
pek lojin pun membungkam dalam seribu bahasa. Bukan begitu saja,
ketua Siau lim pay dan Bu tong pay pun ikut menjadi sangsi,
merekapun tidak memberikan pernyataan yang bernada menyambut
lagi. Tiang pek lojin menjadi berdiri kaku di tempat semula, dia benar
benar kehilangan muka dan tak dapat melepaskan diri dari situasi
yang serba runyam itu. Pukulan batin ini membuat kegagahannya
sama sekali rnenjadi runtuh, dengan wajah tersipu akhirnya dia
duduk kembali ke tempat semula.
Para jago dari luar perbatasan serta para jago wilayah Tionggoan
yang setia kepada Tiong pek lojin kontan saja berubah wajah,
dengan muka hijau membesi dan sorot mata berapi api karena
gusar, mereka bersiap sedia melakukan gerakan. Huan im sin ang
memang pandai memanfaatkan kesempatan baik tiba tiba ia tertawa
tergelak, lalu berkata :
"Tua bangka So, sudah kau lihat jelas keadaan disekelilingmu"
Sebaik baiknya hatimu paling banter kau cuma dibuat sebagai
486 umpan untuk anjing, menurut penglihatanku, lebih baik kau
memimpin istana Ban seng kiongku saja."
Tiba tiba Tiang pek lojin rnelompat bangun kemudian sambil
tertawa dingin katanya :
"Hmm.... Ban seng kiong masih belum pantas untuk menarikku!"
Tiba tiba dia mengangkat tangannya ke atas memberi tanda,
dengan airmata bercucuran serunya :
"Anak anak, kita mundur dari sini!"
Dalam keadaan demikian, mau tak mau dia memang harus
mengundurkan diri dari situ. Serentak para jago dari luar perbatasan
serta para jago Tionggoan yang simpatik kepadanya bangun berdiri
dari tempat duduk. Tampaknya mereka sudah menaruh rasa benci
dan dendam terhadap umat persilatan yang mencurigai orang tanpa
memeriksa lebih dulu dan rasa benci itu tampak jelas dibalik sorot
mata mereka. Sejak masuk ke dalam arena, walaupun paras muka Thi Eng khi
dan Pek leng siancu So Bwe leng telah memperlihatkan perubahan
hebat, namun mereka tidak mengucapkan sepatah katapun, suasana
yang begini hening ini tentu saja merupakan salah satu rencana dari
Huan im sin ang.
Beberapa kali Pek leng siancu So Bwe leng ingin tidak
menggubris peringatan da?ri Huan im sin ang untuk lari ke hadapan
kakeknya dan mengemukakan kesulitannya, namun dia selalu
memikirkan pula keselamatan Thi Eng khi, hingga untuk sesaat dia
menjadi sangsi dan tak dapat mengambil keputusan apa-apa.
Thi Eng khi sendiri walaupun ilmu silatnya telah pulih kembali
seperti sedia kala namun diapun tak bisa tidak menggubris ancaman
dari Huan im sin ang tersebut, terutama setelah dia tahu kalau Pek
leng siancu bersedia menuruti perkataan Huan im sin ang lantaran
dia, hal tersebut membuatnya menjadi amat terharu. Oleh karena
itu, dia dipaksa untuk melepaskan rencananya semula dan tak berani
turun tangan untuk menghadapi Huan im sin ang.
487 Dalam keadaan serba salah itu, dia mendengar pula pekikan
sedih dari Tiang pek lojin, hal mana menimbulkan suatu bentrokan
batin dalam benaknya antara bertahan dengan pendiriannya semula
atau jangan. Sementara itu Tiang pek lojin sudah bersiap siap meninggalkan
arena karena malu, kejadian ini membuatnya jadi nekad. Tiba tiba ia
menggenggam tangan Pek leng siancu So Bwe leng sebagai
pernyataan rasa menyesalnya, kemudian sambil bangkit berdiri dia
berkata: "So yaya, harap tunggu sebentar, Eng khi hendak mengucapkan
sesuatu kepadamu."
Mendengar Thi Eng khi berbicara, pertama tama yang menjadi
terperanjat lebih dulu adalah Pek leng siancu So Bwe leng, segera
jeritnya lengking :
"Engkoh Eng khi, kau.... kau.... kau.... jangan berbicara!"
Pada saat yang bersamaan, Huan im sin ang berseru pula sambil
tertawa dingin :
"Keparat, rupanya kau sudah makan hati beruang nyali macan
sehingga berani membantah perintahku!"
Sebaliknya Tiang pek lojin So Seng pak tertawa seram, serunya
penuh rasa gusar :
"Siapa yang menjadi So yaya mu" Kau masih punya muka untuk
bertemu dengan aku?"
Dengan langkah lebar dia beranjak lebih dulu meninggalkan
tempat duduknya. Setelah buka suara berarti Thi Eng khi sudah
mempunyai keputusan didalam hatinya, dalam keadaan demikian
terpaksa dia harus mengutamakan kepentingan umum lebih dulu
daripada kepentingan pribadi, maka terhadap jeritan Pek leng siancu
So Bwe leng dan peringatan Huan im sin ang sama sekali tidak ambil
peduli, sekali melompat dia sudah tiba di hadapan Tiang pek lojin.
Thi Eng khi dapat melompat ke depan, hal ini membuktikan kalau
ilmu silatnya belum hilang. Seketika itu juga kejadian ini
menggirangkan Pek leng siancu So Bwe leng dan mengejutkan Huan
488 im sin ang. Pek leng siancu So Bwe leng segera melejit ke udara dan
meluncur ke muka, dia tak perduli lagi dengan segala ancaman Huan
im sin ang, sebab dirasakan bahwa dirinya sudah bebas merdeka
sekarang. Siapa tahu belum sampai berapa kaki, mendadak ia merasakan
punggungnya menjadi kencang, tahu tahu tubuhnya sudah kena
dicengkeram oleh Huan im sin ang, menyusul kemudian jalan darah
siau yau hiatnya menjadi kaku dan ia diseret kembali ke tempat
semula. Setelah berhasil mencengkeram tubuh Pek leng siancu So Bwe
leng, Huan im sin ang tertawa seram.
"Thi Eng khi! Bila kau sudah tidak perdulikan keselamatan So Bwe
leng lagi, silahkan kau berbicara sekehendak hatimu!"
Sebenarnya Tiang pek lojin tak ingin menggubris ucapan dari Thi
Eng khi lagi, akan tetapi perubahan situasi yang kemudian
berlangsung membuat sadar kembali bagaimanakah posisi Thi Eng
khi dan cucu kesayangannya ketika itu, hal ini membuktikan pula
kalau kedua orang bocah itu sama sekali tidak bersalah.
Setelah tertegun sebentar, diapun segera berhenti. Sorot
matanya yang tajam segera dialihkan kewajah Thi Eng khi kemudian
katanya dengan suara dalam :
"Perkataan apakah yang kau hendak ucapkan" Sekarang boleh
diutarakan keluar, tak usah perdulikan mati hidup Bwe Leng la?gi,
So yaya tidak doyan dengan ancaman semacam itu!"
Thi Eng khi membalikkan badannya menghadap kearah Huan im
sin ang, kemudian hardiknya:
"Apa yang hendak kau lakukan terhadap dirinya?"
"Heeehhh.... heehhhh...... heeehhh.... tentang soal ini, tak perlu
kau urusi,'' sahut Huan im sin ang sambil tertawa seram.
Pek leng siancu So Bwe leng melompat lompat, berusaha untuk
melepaskan diri, kemudian teriaknya :
489 "Engkoh Eng, kau tak usah mengurusi diriku, lakukanlah apa
yang harus kau lakukan! Aku tidak takut kepadanya, aduuh...
aduuuh. ..."
Agaknya Huan im sin ang telah rnelancarkan serangan berat
kearahnya ketika ia sedang berbicara lagi. Mencorong sinar mata
membara dari balik mata Thi Eng khi sambil menuding ke arah Huan
irn sin ang teriaknya :
"Bajingan tua yang tak tahu malu cara kerjamu itu benar benar
rendah dan terkutuk!"
Setelah berteriak beberapa kali, agaknya rasa sakit dalam tubuh
So Bwe leng sudah jauh berkurang, dengan wajah merah membara
katanya dengan keras :
"Engkoh Eng kau tak usah mengurusi aku."
"Baik, adik Leng maafkan aku, jika bajingan tua itu berani
bertindak keji kepadamu, aku pasti akan membalaskan dendam
bagimu, bila gagal membalaskan dendam aku akan menyusulmu
kealam baka."
Melihat ancamannya tidak mendatangkan hasil Huan im sin ang
menjadi amat tegang tapi ucapannya masih tetap keras :
"Lohu akan suruh dia mampus dengan sengsara heehh...
heeehh... heeehh....sekarang juga aku akan menyuruh dia rasakan
siksaan hidup yang pertama."
Begitu tangannya diayunkan, terdengar Pek leng siancu So Bwe
leng menjerit keras dan jatuh tak sadarkan diri. Peristiwa ini terjadi
dihadapan para jago dari pelbagai perguruan besar yang berkumpul
disana, akan tetapi tak seorang manusiapun yang mencegah atau
turut campur, malahan beberapa diantara mereka tertawa dingin
tiada hentinya, seakan akan menyindir kalau permainan sandiwara
Thi Eng khi dan So Bwe leng cukup hidup.
Para jago dari luar perbatasan juga tak ada yang berani turun
tangan secara sembarangan.. sebab Tiang pek lojin sendiripun tidak
melakukan tindakan apa apa.
490 Dengan wajah hijau membesi Tiang pek lojin segera berseru :
"Eng ji sekarang kau boleh mengatakan apa yang hendak
kausampaikan kepadaku!"
Dengan menahan rasa sedih Thi Eng khi segera mengutarakan
pengalamannya serta bagaimana diancam Huan im sin ang untuk
menghadiri pertemuan besar ini, sebagai akhir kata dia
menambahkan. "Huan im sin ang sengaja berbuat demikian, tujuannya tak lain
adalah ingin mengadu domba sesama umat persilatan agar saling
gontok gontokan dan membunuh, bila keadaan sudah lemah maka
bajingan tua berusaha mewujudkan ambisinya untuk menguasai
seluruh dunia persilatan!"
Setelah mendengar penjelasan dari Thi Eng khi tadi, maka
sebagian besar diantara kawanan jago itu menjadi paham kembali.
Tiang pek lojin segera mencekal tubuh Thi Eng khi erat erat sambil
berseru : "Nak, kalau begitu yaya telah salah menuduh diri titli."
Ketua Kay pang, Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po
pun turut melompat kemuka, dengan wajah merah membara
katanya : "Saudara cilik, kau benar benar membuat engkoh tua menjadi
kebingungan setengah mati."
Keng hian totiang, ketua partai Bu tong juga ikut maju ke depan
sambil berkata :
"Pinto mewakili perguruan kami meminta maaf kepada Thi
ciangbunjin."
Tak menanti Thi Eng khi menjawab, Tiang pek lojin telah tertawa
terbahak bahak, katanya :
"Tak menjadi soal, Eng ji tak akan menyalahkan semacam itu
....!" Mendadak terdengar Ci kay taysu dari Siau lim pay berteriak
keras : 491 "Harap saudara sekalianpun perhatikan, jangan lepaskan orang
orang dari Ban seng kiong!"
Tiang pek lojin segera memburu kedepan dan menerjang ke arah
Huan im sin ang (kakek sakti bayangan setan), kemudian bentaknya
: "Tua bangka, kau masih ingin mencoba untuk melarikan diri?"
Huan im sin ang sama sekali tidak menyangka kalau satu langkah
saja dia salah bertindak mengakibatkan semua rencananya menjadi
berantakan, untuk mewujudkan apa yang diinginkan jelas sudah tak
mungkin bisa terpenuhi lagi.
Untung saja Pek leng siancu So Bwe leng tidak sampai lolos dari
cengkeramannya, di kemudian hari dia masih bisa menggunakan
gadis itu untuk mencari kesempatan. Maka dikala perhatian semua
orang tertuju ke tubuh Thi Eng khi, diam diam ia pimpin anak
buahnya untuk melarikan diri dari situ.
Siapa tahu perbuatannya itu kembali diketahui oleh Ci kay taysu
dari Siau lim pay sehingga menyebabkan datangnya terjangan
dahsyat dari Tiang pek lojin. Cepat cepat Huan im sin ang
mengangkat tubuh pek leng siancu So Bwe leng sebagai tameng,
kemudian sambil memandang kearah Tiang pek lojin, ia tertawa
seram.

Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tua bangka she So, mau apa kau sekarang?" ejeknya.
Tiang pek lojin merasa amat terkejut, setelah memandang
sekejap kearah So Bwe leng, dia segera berhenti. Bagaimanapun dia
telah mengeraskan hatinya untuk mendengarkan perkataan Thi Eng
khi tadi, tapi setelah dihadapkan pada kenyataan sekarang, dia tak
sanggup lagi untuk mengeraskan hatinya. Untung saja Thi Eng khi
yang menerjang datang pula segera berseru :
"Asalkan kau tinggalkan orang itu pun ciangbunjin bersedia untuk
meminta kesudian rekan rekah lainnya untuk melepaskan kau pergi.
Selewatnya hari ini, dimana kita berjumpa disitu pula kita bikin
perhitungan."
492 Huan im sing ang mencoba untuk memperhatikan sekejap
sekeliling tempat itu, dia segera menyadari walaupun dia pribadi
masih memiliki kemampuan untuk meloloskan diri dari kepungan,
namun kekuatan yang telah dibina dan dipupuknya selama banyak
tahun dengan mengorbankan banyak pikiran dan tenaga itu niscaya
akan mengalami kehancuran dan kemusnahan sama sekali dalam
pertempuran ini. Tentu saja dia enggan mencari kerugian yang jelas
berada didepan mata.
Maka setelah mempertimbangkan sejenak keadaan yang
terbentang didepan mata, dia bertekad akan melepaskan So Bwe
leng untuk menjamin keselamatan bagi rombongannya. Kendatipun
dihati ia berpikir demikian, namun dimulut ia sama sekali tak mau
mengalah, katanya :
"Huuuh, hanya mengandalkan kemampuanmu juga bisa
mengambil keputusan?"
Thi Eng khi menjadi tertegun, dengan mengandalkan
kedudukannya sekarang, dia memang tak berani mengucapkan kata
sebesar itu. Sebab orang yang benar-benar bisa mengambil
keputusan pada saat ini selain Tiang pek lojin, mungkin hanya ketua
Siau lim pay dan ketua Bu tong pay saja yang dapat melakukannya.
Tentu saja Tiang pek lojin tak akan berbuat banyak dalam
keadaan begini, sebab cucunya yang menjadi penyebab.
Pada saat itulah, Ci long taysu ketua Siau lim pay dan Keng hian
totiang ketua Bu tong pay telah melompat datang sambil berseru
lantang : "Asal kau meninggalkan nona So disini, hari ini kau boleh pergi
meninggalkan tempat ini."
Jilid : 15 "Jangan!" cegah Tiang pek lojin dengan wajah serius, "kalian
berdua jangan sekali kali memikirkan keselamatan cucuku sehingga
meninggalkan bibit bencana bagi umat persilatan!"
493 "Omitohud!" kata Ci long taysu sambil merangkap tangannya
didepan dada, "nona So sudah banyak menderita bagi dunia
persilatan, harap kau sudi menerima kebaikan dan niat tulus dari
umat persilatan didaratan Tionggoan."
Keng hian totiang dari Bu tong pay juga turut berkata :
"Bila hari ini kami membiarkan nona So menderita lagi ditangan
orang itu, seluruh umat persilatan didunia ini tak punya muka lagi
untuk menancapkan kaki dalam dunia persilatan."
Menyaksikan keadaan yang dinantikan telah tiba, Huan im sin
ang sama sekali tidak menggubris apakah Tiang pek lojin setuju atau
tidak, diam diam dia mengerahkan tenaga dalamnya dan mendorong
tubuh So Bwe leng ke arah Thi Eng khi, kemudian serunya :
"Kuserahkan nona ini kepadamu, kau anggap luka dalam yang
dideritanya dapat kau sembuhkan?"
Huan im sin ang memang seorang yang licik, sudah jelas dia
enggan menyembuhkan luka dalam yang diderita Pek leng siancu So
Bwe leng, akan tetapi justru dengan kata kata yang pedas dia
memanasi lawannya agar pihak lawan tak usah mengajukan syarat
agar dia menyembuhkan lukanya itu.
Thi Eng khi masih muda, darahnya masih panas, manusia
semacam inilah yang paling gampang terjebak. Benar juga, dengan
mata melotot dia lantas berseru :
"Kau jangan menganggap kepandaianmu hebat, aku tidak
percaya kalau luka yang dideritanya tak dapat disembuhkan, lihat
saja nanti!"
Huan im sin ang tertawa seram, dengan membawa serta anak
buahnya dia segera beranjak pergi dari situ. Ketika hampir keluar
dari arena, mandadak Thi Eng khi melompat ke depan dan
menghadang jalan perginya.
Huan im sin ang segera tertawa dingin, serunya :
"Apa yang kalian ucapkan itu masih bisa dianggap atau tidak?"
494 "Hmmm... " Thi Eng khi mendengus "aku masih ingin
mengajukan sebuah pertanyaan lagi kepadamu!"
"Pertanyaanmu terlampau banyak," dengus Huan im sin ang
sinis. "Ketika berada diperkampungan Ki hian san ceng tempo hari, kau
telah merampas lukisan Kun eng toh, apakah sampai sekarang masih
kau simpan baik baik?"
"Hmmm, siapa yang merampas lukisanmu" Bila ingin menagih
hutang, tagihlah kepada orang yang berhutang kepadamu.
Lukisanmu itu bagaimana hilangnya" Seharusnya kau musti pergi ke
perkampungan Ki hian san ceng dan menagihnya sendiri dari
kawanan manusia tak becus itu."
Bukan saja menampik permintaan bahkan berusaha untuk
menyinggung kembali sakit hati lama dari Thi Eng khi. Dengan cepat
kejadian yang dialaminya dalam perkampungan Ki hian san ceng
tempo hari terlintas kembali dalam benak Thi Eng khi, tanpa terasa
ia menjadi amat murung.
Ketika Huan im sin ang lewat dari sisinya dan pergi jauh, dia
masih belum merasakan apa apa, setelah sampai jauh, suara
tertawa dari Huan im sin ang baru terdengar kembali :
"Bocah keparat, kau tak usah kuatir, lukisan itu masih tidak
kupandang sebelah matapun, asal kau punya nyali, istana Ban seng
kiong dibukit wu san selalu menantikan kedatanganmu."
Sesungguhnya Thi Eng khi memang sama sekali tidak berhasrat
untuk mencegah kepergian Huan im sin ang, dia hanya teringat
kalau lukisan tersebut masih berada ditangan Huan im sin ang
belaka, karena dia pernah bersumpah hendak mengandalkan
kepandaiannya untuk merampas kembali benda itu. Maka ketika
dilihatnya Huan im sin ang berlalu dengan membawa kekalahan dia
sama sekali tidak berniat untuk menghalanginya.
495 Menanti Huan im sin ang sekalian sudah lenyap dari pandangan
mata, ketua Kay pang si Pengemis tua sakti bermata harimau Cu
Goan po baru menghela napas panjang katanya:
"Saudara cilik, gara gara ucapanmu tadi aku kuatir nona Leng
bakal menderita banyak siksaan!"
Setelah mendengar perkataan itu, Thi Eng khi sendiripun merasa
menyesal dengan perkataan tadi sehingga melepaskan Huan im sin
ang dengan begitu saja sebelum memaksanya untuk
menyembuhkan dulu luka yang diderita So Bwe leng....
Sebaliknya Tiang pek lojin segera menghibur sambil tertawa.
"Anak Eng, kau tidak salah, bila kita ti?dak berhasil
menyembuhkan luka dalam yang diderita Leng ji, percuma saja kita
berbicara tentang bagaimana menghadapi Huan im sin ang!"
Mendengar ucapan tersebut, Thi Eng khi segera merasakan
semangat jantannya berkobar kembali :
"Benar, kita harus berusaha sendiri untuk menyembuhkan luka
yang diderita adik Leng."
Sementara sorot mata yang penuh perasaan menyesal dialihkan
ke wajah Pek leng siancu So Bwe leng. Mendadak terdengar suara
seseorang yang parau berkumandang disisi telinga Thi Eng khi :
"Melepaskan harimau mudah, menangkapnya sukar, gara gara
keselamatan seorang gadis, Huan im sin ang harus dilepaskan
dengan begitu saja, terhadap tindakan ini, lohu merasa amat tidak
setuju!" Dengan terkejut Thi Eng khi berpaling, hatinya yang sudah tak
senang kini semakin tak senang lagi, sebab orang yang berbicara
sekarang tak lain adalah lo pangcu dari perkampungan Ki hian san
ceng Sangkoan Yong adanya.
Dibelakangnya berdiri pula sekelompok jago yang pernah
dijumpai ketika berada dalam perkampungan Ki hian san ceng dulu.
Ternyata sejak dipermainkan oleh Huan im sin ang dalam
perkampungan Ki hian san ceng dulu, kemudian lukisan Kun eng toh
496 dirampas pula oleh lawan, Sangkoan Yong sekalian merasa makin
lama semakin tak sedap, rnereka sadar bila peristiwa ini sampai
tersiar ke dalam dunia persilatan, maka kejadian itu pasti akan
ditertawakan semua orang.
Kalau orang mengindap penyakit yang sama, otomatis
merekapun akan bergabung serta memiliki pandangan yang sama
pula, itulah sebabnya orang itu malahan justru bersatu padu dan
mengelompok dengan akrabnya, dengan demikian terciptalah suatu
kelompok kecil yang tersendiri.
Tak dapat disangkal lagi orang orang itu amat membenci Huan
im sin ang, tapi terhadap Thi Eng khi pun tidak menaruh kesan yang
baik, sebab mereka beranggapan jika Thi Eng khi tidak menerobos
masuk ke dalam berkampungan Ki hian san ceng dan tidak
mengeluarkan lukisan tersebut, tak akan menunjukkan perbuatan
rnemalukan, dengan begitu merekapun tak akan ditertawakan oleh
umat persilatan.
Oleh sebab itu, tatkala mereka mendengar kalau pihak Siau lim
pay dan Bu tong pay telah bentrok dengan Tiang Pek lojin gara gara
urusan Thi Eng khi, mereka segera berangkat ke kuil Siau lim si
untuk memberikan bantuan. Dalam anggapan mereka, dengan
perbuatannya ini, Thi Eng khi sudah pasti tidak mempunyai teman
lagi didalam daratan Tionggoan.
Siapa tahu, berkat diplomasi si pengemis sakti bermata harimau
Cu Goan po, rasa permusuhan Ci long taysu ketua Siau lim pay dan
Keng hian totiang ketua Bu tong pay terhadap Tiang pek lojin telah
lenyap sama sekali, kenyataan ini membuat mereka menjadi kecewa
sekali. Apalagi setelah menyaksikan pihak Siau lim pay dan Bu tong pay
telah bersatu padu kembali bahkan memberi kesempatan kepada Thi
Eng khi untuk menampilkan diri, merasa kalau termashurnya Thi Eng
khi bakal mendatangkan ancaman bagi mereka kontan saja timbul
niat jahat mereka untuk merusak nama baik Thi Eng khi, agar si
anak muda itu tak bisa menampilkan diri untuk selamanya.
497 Tentu saja hal ini merupakan pandangan mereka sendiri terhadap
perbuatan Thi Eng khi sedang mengenai bagaimanakah sikap Thi
Eng khi sendiri terhadap orang orang yang dijumpainya dalam
perkampungan Ki hian san ceng tempo hari, apakah dia masih
mendendam dihati, atau merasa tak senang, atau sudah tidak
menganggap mereka sebagai musuh lagi, dalam keadaan begitu
mereka enggan untuk mempertimbangkannya.
Tapi hal inipun tak dapat salahkan mereka, sebab memang
demikianlah keadaan dalam persilatan pada waktu itu, bila ada
dendam tak dibalas dia bukan lelaki sejati, kalau ada sakit hati tidak
dituntut dia bukan lelaki gagah, apa bedanya pula dengan mereka"
Berbicara sesungguhnya, Thi Eng khi sendiripun sama sekali tidak
mempunyai kesan baik terhadap mereka. Oleh karena itu dia segera
berpaling setelah mendengar perkataan itu dan paras mukanya juga
berubah amat dingin seteiah mengetahui siapakah mereka, serunya
dengan gusar : "Aku Thi Eng khi berani berbuat berani bertanggung jawab, hari
ini aku lepaskan Huan im sin ang, dikemudian hari aku pula yang
bertanggung jawab untuk menaklukkan penjahat tersebut!"
Mendengar perkataan itu, Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong
tertawa terbahak bahak.
"Haaaahhh...... haaaahh.... haaahhhh.... kalau omong besar sih
setiap orang bisa, tapi sudahkah kau bayangkan bagaimana
akibatnya" Mulai sekarang jika ada orang yang kena dicelakai oleh
gembong iblis tua itu, maka hal tersebut merupakan akibat dari
perbuatanmu yang mementingkan kepentingan pribadi. Tampangnya
saja kelihatan seperti gagah dan perkasa, tak tahunya cuma seorang
manusia mementingkan kepentingan pribadi belaka, sedang
terhadap keselamatan umat persilatan boleh dibilang sama sekali
tidak memperhatikannya, lohu sebagai salah seorang anggota
persilatan merasa tidak senang dengan perbuatanmu itu, demi
kepentingan umat persilatan mau tak mau aku baru mengucapkan
beberapa patah kata kepadamu."
498 Setelah berhasil menangkap titik kelemahan dari Thi Eng khi
karena ia melepaskan Huan im sin ang, Cang ciong sin kiam
Sangkoan Yong segera melancarkan pukulan dahsyat yang sama
sekali tidak mengenal rasa kasihan....
Sewaktu mengucapkan kata kata tersebut suaranya amat keras
dan nadanya nyaring setiap patah kata boleh dibilang diucapkan
dengan mengerahkan tenaga dalam yang sempurna. Betul
sasarannya adalah Thi Eng khi, tapi yang benar tujuannya adalah
agar setiap orang dapat turut mendengarnya.
Begitu mendengar perkataan tersebut, paras muka setiap orang
lantas berubah, rupanya mereka terpengaruh juga oleh hasutan
tersebut dan merasa tidak seharusnya Thi Eng khi rnelepaskan
gembong iblis tua itu dengan begitu saja gara gara seorang gadis
dari luar perbatasan, sehingga meninggalkan bibit bencana bagi
umat pesilatan.
Tapi saat ini siapapun tak ada yang berpikir dengan lebih
seksama lagi, mereka tak ada yang mau tahu, andaikata Thi Eng khi
tidak berbesar jiwa dan bersedia berkorban dengan pertaruhan
nyawa sendiri untuk membongkar rencana busuk Huan im sin ang
untuk mengadu domba jago jago dari dara?tan Tionggoan dan jago
jago luar perbatasan itu jadi berantakan, bagaimana pula akibatnya.
Thi Eng khi segera merasakan dirinya bagaikan kena difitnah,
diapun enggan untuk memamerkan jasa sendiri saking marahnya
merah padam selembar wajahnya.
"Tak mau banyak berbicara lagi," sahutnya kemudian, "kalau
memang Sangkoan tayhiap merasa begitu, mengapa kau tidak turun
tangan untuk membekuk iblis tua itu" Asal kalian turun tangan,
bukanlah cita cita kamu semua menjadi terwujud?"
Kembali Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong tertawa terbahak
bahak. "Haaahhh.... haaahhh....... haaahhh...... lohu tak ingin menodai
nama baik ketua Siau Sim pay dan Bu tong pay maka peringatan ini
499 baru kusampaikan setelah kejadian, saudara, dengan ucapan ini
apakah kau ingin mencoba untuk mengadu domba umat persilatan
dari daratan Tionggoan?"
Setelah tertawa dingin, dia melanjutkan :
"Heeeehhh.... heehhhh.... heeehhhh......hidup sebagai seorang
manusia, janganlah sekali kali melupakan pada nenek moyang
sendiri, kau jangan menganggap dengan adanya jago jago dari luar
perbatasan menjadi tulang punggungmu maka kau memandang
rendah kemampuan sobat-sobat persilatan didaratan Tionggoan,


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketahuilah, bagaimanapun kau tetap merupakan seorang ketua dari
suatu perguruan yang ada didalam daratan Tionggoan... "
Bukan saja nadanya amat berat sukar dilukiskan dengan kata
kata, tujuannya pun ingin menghasut para jago dari daratan
Tionggoan agar menaruh kesan jalek terhadap Thi Eng khi.
Saking gusarnya paras muka Thi Eng khi telah berubah menjadi
hijau membesi, empat anggota badannya gemetar keras, ia sudah
tak sanggup mengucapkan sepatah ka?ta pun. Sebaliknya Tiang pek
lojin merasa marahnya bukan kepalang, sepasang matanya melotot
besar, mukanya merah padam, rambutnya pada berdiri seperti
landak, agaknya ia sudah bersiap siaga untuk melancarkan
serangan. Ci long taysu, ketua dari Siau lim pay segera dapat merasakan
gelagat yang kurang menguntungkan, dia tahu jika percekcokan ini
dibiarkan berlangsung lebih jauh, kemungkinan besar akan tercipta
suatu pertumpahan darah yang mengerikan. Maka dengan cepat dia
menyelinap ke tengah tengah kedua kelompak manusia itu, lalu
berseru memuji keagungan sang Buddha.
"Omitohud, kalian berdua sama sama adalah teman baik Siau lim
si kami, kini pertemuan sudah bubar, bila masih ada persoalan,
bagaimana kalau kita bicarakan di dalam kuil saja?"
Tujuan yang sebenarnya dari Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong
sebetulnya adalah hendak memberi pelajaran kepada Thi Eng khi
agar dia jangan memandang rendah kelompok manusia dari Ki hian
500 san ceng, apalagi perkataannya tadi telah berhasil menghasut para
jago hingga menaruh kesan jelek terhadap Thi Eng khi.
Begitu tujuannya tercapai, diapun enggan untuk mencari gara
gara lagi dengan pihak Siau lim si, dengan senyuman dikulum segera
ujarnya : "Bergembira sekali dapat menyaksikan kuil anda berjabatan
tangan lagi secara damai dengan Tiang pek lojin, kejadian ini
sungguh merupakan keuntungan buat umat persilatan didaratan
Tionggoan, sayang ka?mi semua masih ada urusan penting yang
belum terselesaikan, biarlah kami mohon diri lebih dahulu."
Selesai berkata dia lantas menjura dan mengajak kawannya
berlalu dari bukit Siong san. Kawanan jago lainnya yang kena
dihasut pun serentak bangkit berdiri dan turut meninggalkan tempat
itu. Tak lama kemudian, kecuali para jago dari luar perbatasan serta
para jago dari Siau lim pay dan Bu tong pay hampir semuanya sudah
berlalu dari sana. Keng hian totiang, ketua Bu tong pay yang
menyaksikan kejadian itu segera menghela napas panjang, katanya
lirih : "Sebenanya tiada persoalan di dunia, manusialah yang banyak
bertingkah."
Dengan penuh rasa marah bercampur mendongkol ketua Kay
pang Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po berseru pula
lantang : "Dalam pertemuan di perkampungan Ki hian san ceng tempo
hari, perbuatan mereka benar benar memalukan sekali, itulah
sebabnya mereka selalu menaruh perasaan was was terhadap Thi
ciangbunjin, kuatir kalau Thi ciangbunjin akan melepaskan mereka
dari malu rupanya mereka menjadi gusar maka merekapun tidak
membiarkan Thi ciangbunjin bisa tampilkan diri dalam mata
masyarakat."
"Ucapan engkoh tua memang benar," kata Thi Eng khi,
"mengalah bukan berarti kalah, asal mereka tidak terlalu
501 mendesakku sehingga kelewat batas, siautepun tak akan ribut
dengan mereka!"
Ci long taysu dari Siau lim pay dan Keng hian totiang dari Bu tong
pay segera berseru memuji :
"Omitohud!"
"Buliangohud!"
"Kebajikan dan kebaikan dari Thi ciangbunjin sungguh agung dan
mulia, hal ini benar benar merupakan keberuntungan bagi umat
persilatan!"
Setelah mendengar perkataan itu, kemarahan Thi Eng khi
terhadap tingkah laku Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong yang
kelewat tadipun sudah menjadi mereda.
Tampaknya Tiang pek lojin merasakan pula keadaan yang sama,
katanya : "Belajar sampai tua, tak ada habisnya, menjelang usia tua begini
tak nyana lohu akan mengalami kejadian seperti ini, aaai ...."
Dengan penuh rasa sedih dan menyesal, ia menghela napas
panjang. Thi Eng khi segera membopong tubuh pek leng siancu So
Bwe leng, lalu sambil menengadah katanya :
"So yaya, kitapun harus pergi dari sini, luka yang diderita adik
Leng tidak enteng."
Tampaknya Tiang pek lojin pun merasa tiada kepentingan untuk
tetap tinggal disana, diapun mengajak anak buahnya mengundurkan
diri dari situ. Maka pertemuan besar dibukit Siong san pun berakhir
dalam suasana kesedihan, ancaman badai pun mereda.
Di belakang kuil Siong gak bio terdapat sebuah kamar kecil yang
berdiri sendiri, Na im siusu So Ping gwee berdiri tegak didepan pintu,
Boan san siang koay berdiri di kiri dan kanannya sedang Tiang pek
sam nio dan Pek sui su kui mengelilingi di sekelilingnya, hingga
ruangan kecil itu boleh dibilang terlindung kuat sekali.
502 Dalam kamar diatas pembaringan, terbaringlah Pek leng siancu
So Bwe leng dengan wajah pucat kehijau hijauan, telapak tangan
tunggal dari Thi Eng khi sedang ditempelkan di atas jalan darah Pek
hwee hiat ditubuh So Bwe leng, dia sedang menggunakan ilmu Pek
hui tiau yang tayhoat untuk menghimpun segenap tenaga dalam
yang dimilikinya dan menyalurkan ke dalam tubuh Pek leng siancu
So Bwe leng. Ilmu Pek hui tiau yang tayhoat merupakan suatu kepandaian
sinkang dari aliran Thian liong pay yang cuma bisa dipelajari bila
ilmu sian thian bu khek ji gi sin kang telah selesai dipelajari, oleh
karena berunsur im dan yang, oleh karena itu kekuatan mana
mempunyai sifat untuk menyembuhkan luka dalam yang diderita
seseorang, untuk menolong jiwa Pek leng siancu So Bwe leng, kini
Thi Eng khi dengan tak sayangnya telah mempergunakan
kepandaian itu.
Paras muka Pek leng siancu So Bwe leng yang semula memucat,
lambat laun berubah menjadi merah, tapi warna merah itu
mengenaskan sekali sebab sedemikian tipisnya hingga sukar untuk
ditemukan bila tidak diamati lebih seksama.
Sekarang, semua harapan Tiang Pek lojin telah dicurahkan ke
atas tubuh Thi Eng khi. Akan tetapi, satu jam sudah lewat, warna
merah yang tipis itu lagi lagi tertelan oleh warna putih pucat
tersebut. Sekujur badan Thi Eng khi sudah basah kuyup oleh peluh dingin
bahkan sekujur badannya mulai gemetar keras. Tak terlukiskan rasa
kaget Tiang pek lojin, setelah menyaksikan kejadian itu, buru buru
dia tempelkan telapak tangannya diatas punggung Thi Eng khi
sambil memban?tu pemuda itu untuk pulihkan tenaga, dengan ilmu
menyampaikan suara katanya :
"Anak Eng yang bisa dilakukan lakukanlah, tapi jangan terlampau
memaksakan diri sehingga akibat kedua belah pihak sama sama
menderita kerugian besar!"
Dengan sedih Thi Eng khi segera menarik kembali tangannya,
kemudian berkata :
503 "Eng ji tak becus, aku telah menyia nyiakan harapan So yaya!"
Tiang pek lojin cukup mengetahui akan kehebatan ilmu pek hui
tiau yang tayhoat dari Thian liong pay, kalau ilmu pek hui tiau yang
tayhoat pun tidak mendatangkan hasil, sekalipun tenaga dalam yang
dimiliki lebih sempurna pun ia tak berani mencoba secara gegabah.
Terpaksa dengan nada menyelidiki dia bertanya :
"Anak Eng sewaktu mengerahkan tenaga tadi, apakah kau telah
rnenemukan suatu keanehan didalam tubuh anak Leng?"
Thi Eng khi termenung sambil berpikir sebentar, lalu sahutnya
dengan sedih : "Semua nadi didalam tubuh adik Leng bebas dan lancar, ketika
kukerahkan tenaga dalam tadi bagaikan memasuki samudera luas
yang tak bertepian, oleh karena itu sukar untuk menemukan letak
lukanya hingga tak bisa membangkitkan semangat hidupnya.
Sekalipun Eng ji telah mengerahkan segenap tenaga yang kumiliki,
hasilnya tetap nihil."
Paras muka Tiang pek lojin segera berubah hebat, setelah
termenung sejenak, akhirnya dia berkata dengan sedih :
"Gejala tersebut merupakan pertanda kalau hawa murninya telah
buyar dan darah mendekati tanda mengering, bila tidak bisa ditolong
dalam beberapa hari ini, mungkin anak Leng sudah tiada harapan
untuk tertolong lagi."
Thi Eng khi segera mengulurkan pil Toh mia kim wan terakhir
yang dimilikinya lalu berkata :
"Aku masih mempunyai sebutir pil Toh mia kim wan, coba dilihat
bagaimanakah kemujuran nasibnya!"
Selesai berkata dia lantas menjejalkan pil Toh mia kim wan
tersebut kemulut Pek leng siancu So Bwe leng. Tiba tiba Tiang pek
lojin mencengkeram pergelangan tangan Thi Eng khi lalu sambil
menggelengkan kepalanya dia berkata :
"Pil Toh mia kim wan merupakan mestika dalam dunia, percuma
kalau kau berikan pada anak leng sebab dia sudah kehilangan
tenaga hisapnya, tak usah dicoba lagi!"
504 "Bagaimana juga, anak Eng harus berikan pil kim wan ini untuk
adik Leng!" seru Thi Eng khi dengan air mata bercucuran. Walaupun
sedang sedih ternyata Tiang pek lojin tidak kehilangan
kewibawaannya, dia berkata :
"Anak Eng tak boleh begitu, menyia nyiakan benda mestika
rnerupakan dosa besar yang tak terampuni, sekalipun kau berbuat
demikian, mengapa tidak kau simpan pil mestika itu dan dikemudian
hari diberikan kepada orang lain atas nama Leng?"
Thi Eng khi berpikir sebentar, kemudian dengan sedih ia serahkan
pil Toh mia kim wan tersebut kepada Tiang pek lojin, katanya :
"Kalau begitu harap So yaya bersedia mewakili adik Leng untuk
menyimpan pil ini, gunakanlah untuK menolong mereka yang
membutuhkan dikemudian hari."
Ketikadilihatnya paras muka Thi Eng khi aneh sekali, Tiang pek
lojin menjadi tercengang, serunya dengan cepat :
"Apa bedanya jika pil Toh mia kim wan tersebut disimpan dalam
sakumu...."
Thi Eng khi nampak sedih sekali, sahutnya :
"Eng ji tidak memperdulikan keselamatan adik Leng, kemudian
tak tahu diri dengan menerima hasutan Huan im sin ang, setelah
salah berbuat kesalahan lagi sehingga menyebabkan adik Ling
terjerumus dalam keadaan demikian, bila adik Leng sampai
menjumpai keadaan yang tidak beres, Eng ji pun tak akan hidup
seorang diri didunia ini. Oleh karena itu, mau tak mau harus
kutitipkan dulu pesan ini kepada kau orang tua!"
Tiang pek lojin merasa terkesiap sekali setelah mendengar
ucapan itu, peluh dingin sampai jatuh bercucuran membasahi
tubuhnya, tapi ia tak berani berdebat dengan Thi Eng khi sebab
kuatir kalau salah berbicara hingga menyebabkan keadaan yang
semakin runyam.
Andaikata Thi Eng khi sampai mengambil keputusan untuk
melakukan perbuatan nekad, peristiwa semacam inilah baru benar
benar merupakan suatu tragedi besar. Menyadari akan pelbagai
505 resiko yang dihadapi, terpaksa dia harus menekan perasaan
sedihnya didalam hati, kemudian sambil tertawa nyaring ia berkata :
"Anak bodoh, mengapa kau ucapkan perkataan semacam itu"
Orang bilang manusia punya keinginan, Thian punya kuasa, segala
sesuatu yang ada dialam semesta ini. Dialah yang menentukan! Yaya
tentu saja tak akan rela membiarkan Leng-ji meninggal dengan
begitu saja. Sekarang, simpan du
Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 13 Bara Naga Karya Yin Yong Hikmah Pedang Hijau 4
^