Pencarian

Senyuman Dewa Pedang 1

Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung Bagian 1


Senyuman Dewa Pedang
Oleh Khulung/Tjan ID
Bagian 1 Cuaca cerah menjelang senja. Liok Siau-hong berjalan di tanah pasir berwarna kuning, memperhatikan noda darah mengering yang bercampur tanah berpasir itu. Dengan kedua jarinya ia mencongkel tanah bernoda darah itu, jarinya yang terkenal, jari yang telah mematahkan berpuluh senjata lawan. Ia yakin darah yang mengering bercampur pasir itu adalah darah sahabatnya.
Terakhir kali Liok Siau-hong minum arak bersama It-kiam-seng-hong (pedang sakti menunggang angin) Liu Ji-kong terjadi tujuh bulan berselang.
Saat Ji-kong hampir mabuk, ia masih sempat menuang dua cawan besar arak, memaksa Siau-hong menghabiskannya.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
1 "Hari ini harus minum sampai mabuk, bisa jadi selanjutnya kita takkan bertemu lagi, bahkan untuk selamanya," kata Ji-kong.
"Kenapa?" tanya Siau-hong heran.
"Karena besok pagi aku harus pergi, pergi ke suatu tempat dimana bunga tak harum, burung tak berkicau, ayam tak berkeliaran, anjing tak berlarian dan kelinci pun tak bisa buang air."
"Untuk apa ke sana?"
Ji-kong tertawa, lalu katanya, "Kau kan tahu apa pekerjaanku, sudah seharusnya kau tahu untuk apa aku ke sana."
Liu Ji-kong adalah murid angkatan pertama Pa-san-pay, walau dirinya bukan tokoh nomor satu dalam dunia persilatan, namun termasuk juga dalam lima besar. Ilmu andalannya adalah Hwe-hong-wu-liu-kiam dan ilmu meringankan tubuh yang andal. Ilmu pedangnya terdiri dari 7x7 = 49 jurus.
Walau kedua ilmu andalannya dibuat kagum baik kawan maupun lawan, namun yang utama adalah wataknya, la seorang yang lemah lembut, namun bisa juga keras bagai baja. la pandai mengendalikan diri, cara berpikirnya cerdik.
Liok Siau-hong tahu, orang macam apakah dirinya.
Kata Siau-hong pula, "Pekerjaan yang akan kau lakukan tentu sangat berbahaya."
Ji-kong tidak menjawab, diam artinya mengiakan.
"Bolehkah aku tahu?" lanjut Siau-hong.
Ji-kong tetap bungkam. la tak ingin Liok Siau-hong tahu apa yang akan dilakukannya, tak ingin rahasianya diketahui siapa pun. Walau terhadap sahabatnya macam Liok Siau-hong, ia tak ingin mengatakannya.
Tanya Siau-hong pula, "Tempat macam apakah hingga kelinci buang air pun tak bisa?"
Ji-kong termangu-mangu, sampai lama baru katanya, "'Walau kukatakan pun belum tentu kau tahu. Tempat itu hanyalah sebuah kota kecil di perbatasan, perbatasan sebelah barat laut. Kota kecil Ui-sik (batu kuning)."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
2 Setelah perpisahan itu, Liu Ji-kong seakan lenyap, tak pernah muncul kembali. Tiada seorang pun tahu ia berada dimana, kecuali Liok Siau-hong.
Karena hanya Siau-hong lah orang yang bisa diajak merundingkan sesuatu, memecahkan segala kesulitan. Namun begitu, Siau-hong tetap saja tidak tahu apa yang akan ia lakukan di kota kecil terpencil itu. Siau-hong pun tak tahu sebab apa tiba-tiba saja Ji-kong lenyap begitu saja.
Bukan rahasia lagi, Liok Siau-hong suka mencampuri urusan orang lain, ia juga sangat setia kawan. Begitu tahu Lui Ji-kong lenyap tanpa bekas, ia pun berangkat menuju kota kecil itu, Ui-sik.
Dataran tinggi dengan tanah berwarna kuning. Angin bertiup kencang membawa pasir. Sejauh mata memandang, hanya gundukan pasir kuning yang tertampak. Di situlah kota Ui-sik.
Konon di suatu tempat tak jauh dari kota ini tersimpan harta karun yang tak ternilai harganya, harta karun berupa batangan emas. Tak ada yang tahu berapa banyak harta yang terpendam di situ. Namun tiada yang pernah menemukan harta terpendam itu, melihat pun tiada, yang terlihat hanyalah hamparan pasir kuning yang beterbangan terbawa angin gurun.
Emas memang selalu didambakan setiap orang, namun hamparan pasir kuning yang tidak bertepian adalah momok yang ditakuti semua orang.
Mereka yang mencari harta karun itu telah pergi, pergi bersama impian harta karun emas itu. Suasana kota kecil itupun lambat-laun sepi kembali, menjadi kota terbengkalai, jarang ada orang yang mau berkunjung ke kota itu lagi.
Penduduk yang tinggal di kota kecil ini hanyalah mereka yang siap mati di tempat itu, rumah lain mereka tak punya, kemana lagi mereka akan tinggal"
Mereka senang bila ada orang berkunjung ke kota ini, namun ketika Siau-hong tiba di sana, mereka hanya memandangnya dengan dingin, tiada orang yang menyambut kedatangannya.
Saat Siau-hong masuk ke kota ini, yang terlihat hanyalah jalanan sepi, hanya terlihat seorang pengemis rudin. Pengemis rudin dengan perawakan kecil, tidak lebih tinggi dari seorang bocah tanggung, pakaian yang dikenakannya pun sudah penuh sobekan. la duduk dengan kemalas-malasan di bawah emper sebuah rumah di sudut jalan. Ia duduk melingkar bagai ulat bulu, mirip anak kura-kura yang sedang menyembunyikan kepala di dalam tempurungnya.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
3 Ia kelihatan sungguh rudin, teman tak punya, sanak pun tiada, apapun ia tak punya. Ia kelihatan ketakutan, duduk melingkar di situ, melingkar bagai seonggok daging, seolah menghindari kemiskinan, kelaparan, hinaan dan pukulan batin yang sedang ia alami. Ia hanyalah seorang bocah, apa yang dialaminya tak mungkin bisa dihindari, walau sepanjang hari duduk meringkuk di sana.
Ketika melihat Liok Siau-hong datang, tiba-tiba matanya berbinar, memancarkan sinar terang. Sepasang mata yang besar dan indah. Waktu memandang Siau-hong, sikapnya segera berubah, seperti seekor anjing kelaparan yang melihat seonggok tahi atau mirip bangsat yang melihat sebutir kedelai.
Liok Siau-hong bukan seonggok tahi, juga bukan sebutir kedelai. Siau-hong tetap berjalan mendekati pengemis rudin itu, ada sesuatu yang ingin ditanyakan kepadanya.
Bila seorang pergi ke suatu tempat asing dan berencana tinggal beberapa hari di sana, tentu yang pertama kali dicari adalah rumah penginapan dan tempat untuk mengisi perut.
"Penginapan?" tanya pengemis rudin itu tertawa terpingkal-pingkal hingga ingusnya meleleh, "kau mencari rumah penginapan" Tempat ini sedemikian miskinnya, kelinci pun tak bisa buang air di sini, lalat dan tikus pun mati kelaparan, mana ada rumah penginapan di sini."
"Satu pun tak ada?"
"Sebuah" Setengah saja tidak ada."
"Lalu kalau ada yang kemalaman di sini, mereka menginap dimana?"
"Tidak kemana-mana," sahut pengemis itu, "memang tidak ada orang yang mau ke sini, mereka lebih suka memutar puluhan li daripada lewat jalanan ini."
Cukup lama Siau-hong mengawasi pengemis cilik dekil ini, kemudian tanyanya, "Begitu miskinnya kota ini?"
Pengemis cilik itu menghela napas panjang, sahutnya, "Bukan cuma miskin, bahkan saking miskinnya semua orang hampir mampus. Aku pun sudah Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
4 hampir mampus, orang lain walau belum mampus, tapi sudah setengah mampus."
"Tapi kau kan belum mampus."
"Karena aku punya sedikit kemampuan."
"Kemampuan apa?"
"Ingat, aku seorang pengemis, dalam keadaan seperti apapun aku bisa bertahan hidup."
Siau-hong tertawa, lalu katanya, "Tadi kau katakan, semua orang di sini hampir mampus, mana ada yang mau bersedekah kepadamu?"
Pengemis cilik ikut tertawa. "Toaya," ujarnya, "kau adalah tuan besar, mana tahu urusan pengemis cilik macamku ini."
"Oya?"
"Pengemis cilik hidup di tempat seperti ini, orang pun ingin menyembelih aku untuk dijadikan bakso, nyatanya aku masih bisa hidup sampai sekarang, tentunya karena aku memiliki pekerjaan sambilan."
"Pekerjaan sambilan" Apa?"
"Untuk melakukan pekerjaan sambilan itu, orang mesti punya kemampuan, kecerdasan dan pengetahuan yang hebat," kata pengemis cilik sambil membusungkan dada, lalu ia duduk dengan tegak. "Dalam hal ini, akulah ahlinya."
Makin lama Siau-hong makin tertarik.
Kembali kata pengemis cilik itu, "Dari sekian banyak pekerjaan sambilanku, ternyata yang benar-benar bisa menghasilkan uang cuma ada dua macam saja."
"Apa itu?"
"Pertama, jika berjumpa orang yang baru datang ke kota ini macam dirimu, kalau tidak untung ya buntung, walau bisa mendapat uang pun tak ada gunanya," katanya sambil menuding Siau-hong.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
5 "Luar biasa," kata Siau-hong sambil tertawa getir, "sungguh aku kagum kepadamu."
Setelah berhenti sejenak, ia pun kembali bertanya, "Kalau tak ada orang datang, cara bagaimana kau mengatasi hidup?"
"Terpaksa aku menggantungkan pada cara kedua, yaitu mencuri. Begitu melihat uang langsung kucuri, caraku mencuri pun tak pandang bulu, milik siapa pun dan berapa pun jumlahnya akan kucuri ludes."
Rupanya dengan cara seperti itu si pengemis cilik mengatasi hidup.
Siau-hong terperangah, namun apa yang bisa ia perbuat, saat itu justru terlintas rasa sedih dan duka dalam hatinya. Bukankah di dunia ini masih banyak orang yang kelakuannya mirip si pengemis kecil ini, tak tahu malu!
Ui-sik memang kota kecil yang miskin. Meski Siau-hong sudah terbiasa berkelana ke segenap penjuru, namuh belum pernah dijumpainya kota yang lebih miskin, gersang dan mengenaskan daripada kota ini.
Ia tak habis mengerti, untuk apa Liu Ji-kong datang ke kota seperti ini"
Kenapa pula ia harus mendatangi kota yang tak bernilai ini, bahkan dengan mempertaruhkan nyawanya" Kota kecil yang miskin.
Pendekar pedang tersohor.
Mestinya kedua hal itu tiada hubungan sama sekali, nyatanya Liu Ji-kong justru mempunyai hubungan erat dengan tempat ini. Liu Ji-kong justru lenyap di kota ini, lenyap menguap tanpa bekas.
Liok Siau-hong datang ke kota ini untuk menyelidiki, menyelidiki hubungan yang terjalin antara kota kecil ini dengan sahabatnya.
Sampai saat ini, yang dijumpainya hanyalah seorang pengemis rudin, pengemis dekil yang membuat iba bagi yang melihat, tapi juga menyenangkan.
Sudah banyak tempat yang didatangi Liok Siau-hong, pulau terpencil, kota besar maupun dusun terpencil pun pernah ia singgahi. Dimana pun ia singgah, paling tidak pasti ada toko kelontong. Sekalipun di sana tidak ada rumah penginapan, tempat plesiran, toko kain, penjual kuda ataupun toko penjual makanan. Toko kelontong yang menjual segala kebutuhan pokok penduduk setempat.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
6 Selama hidup, Siau-hong pernah juga menjumpai beberapa toko kelontong aneh, hanya menjual kebutuhan khusus bagi orang-orang tertentu. Di sini pun, di kota kecil ini, Siau-hong menjumpai sebuah toko kelontong yang aneh pula. Toko kelontong dengan merek "Toa-yan" (mata besar).
Papan yang menjadi merek toko itu sudah kusam, kusam karena debu pasir yang bercampur dengan asap minyak yang menempel hingga mirip batu nisan sebuah kuburan. Pada papan kusam itu terukir gambar sebuah mata yang besar, lambang toko kelontong itu.
Si pengemis cilik itupun membawa Siau-hong ke sana.
"Mata besar, toko kelontong si Mata besar," gumam Siau-hong sambil menggeleng kepala, aneh benar nama toko ini."
"Sedikitpun tidak aneh," sahut si pengemis cilik, "pemilik toko kelontong ini bernama Ong Toa-yan (Ong si Mata besar), maka orang menyebut tokonya begitu."
Walau sudah mendengar penjelasan si pengemis cilik, Siau-hong masih terheran-heran, seakan tidak paham. Memang aneh nama itu, sebelum orang melihat sendiri pemilik toko kelontong itu, orang takkan percaya.
Orang seperti Ong Toa-yan memang jarang bisa dijumpai. Setiap menjelang senja, toko kelontong Ong Toa-yan selalu ramai, banyak orang membeli kebutuhan sehari-hari, arak pun tersedia.
Di depan toko, disediakan tempat untuk berteduh yang terbuat dari ilalang, tiga buah meja besar dengan delapan bangku panjang. Di situlah biasanya orang duduk santai sambil menikmati bebek panggang, berbincang-bincang sambil menenggak arak. Kehidupan berat dengan begitu bisa dilewatkan dengan riang. Tempat inilah satu-satunya tempat untuk bersantai di kota kecil ini.
Ong Toa-yan tampil sebagai tuan rumah yang baik, ramah dan rajin, dengan senyum lebar ia berputar di antara para tetamunya. Mereka yang datang adalah langganan lama, bahkan adalah para sahabatnya. Orang yang melihatnya untuk pertama kali, pasti akan dibuat terperanjat. Perawakan Ong Toa-yan memang tinggi besar dan gemuk, tapi bongkok. Mata sebelah kiri tidak berbeda dengan mata pada umumnya, namun mata sebelah kanan Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
7 justru amat mengerikan, biji mata melotot sebesar telur ayam, seakan ingin melompat dari kelopak matanya.
Di lain kesempatan, ada orang bertanya kepada Siau-hong, "Apa kesanmu ketika pertama kali melihat dia?"
"Memang tampangnya jelek sekali, tapi bila sudah mengobrol, bagaimanapun jelek mukanya, segera akan kau lupakan," demikian pendapat Siau-hong.
"Tak heran ia bisa mempersunting seorang bini yang binal, begitu menggiurkan, setiap lelaki normal pasti ingin mengajaknya naik ranjang begitu melihatnya."
Di belakang toko terdapat rumah kecil terbuat dari kayu, sebelumnya dipakai untuk gudang kayu bakar, sekarang dipakai untuk kamar tidur.
Kamar dengan ranjang kayu, sprei yang tidak berwarna putih lagi tertata cukup rapi. Di sudut ranjang ditempel sehelai kertas, di atasnya tertulis:
"Disewakan, seorang 50 tahil semalam. Satu bulan selaksa. Dua orang 80
tahil semalam".
Pinggul Laopan Nio bergoyang tiada hentinya, membawa Liok Siau-hong ke situ, sepasang matanya 'merem-melek' mengawasi lelaki itu sambil tersenyum menggoda.
"Kongcu, kudengar si telur busuk tua tadi mengatakan kau she Liok, benarkah itu?"
"Ya, benar."
"Liok-kongcu, pengemis telur busuk kecil itu mengajakmu ke sini, sesungguhnya kau telah datang ke tempat yang tepat."
Membaca kertas yang tertempel di ujung ranjang, Siau-hong tertawa lebar.
Katanya, "Kukira tempat ini bukanlah tempat yang tepat, begitu melihat tarif yang tertera, kukira ini adalah kedai gelap."
"Kau keliru besar, di sini kau bebas makan atau main perempuan sepuasnya, aku bisa melayani apapun maumu, masakah pelayanan begini tak pantas dibayar mahal?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
8 Siau-hong hanya tertawa getir. Ia mengawasi ranjang kayu yang tampaknya sudah Japuk, sewaktu-waktu bisa ambruk, kain sprei juga sudah tidak diketahui lagi warna aslinya, entah putih, abu-abu atau kuning.
"Jika setiap malam aku harus membayar 50 tahil untuk tidur di ranjang seperti ini, bagaimanapun rasanya sih seperti orang sedang dirampok."
Seperti tidak sengaja, Laopan Nio menuding ke arah tulisan "dua orang"
yang tertera di kertas itu, jari jemari yang ramping dan indah.
Katanya pula, "Bagaimana jika kau bayar 80 tahil semalam?"
Liok Siau-hong memandang wajahnya sekejap, mengawasi tangannya, mengamati pinggangnya, lalu menghela napas panjang.
"Kalau kau mau melayani aku, rasanya 80 tahil tidaklah mahal," katanya setengah berbisik. "Cma sayang ...."
"Sayang bagaimana?" tukas Laopan Nio.
Siau-hong tidak menjawab.
Laopan Nio mengawasinya, sepasang matanya yang sipit dan genit tiba-tiba mendelik, melotot sebesar gundu.
"Liok-kongcu, ada sesuatu yang ingin kutanyakan, rasanya memang harus kutanyakan."
"Silakan bertanya."
"Untuk apa kau datang ke kota miskin ini?"
"Memangnya orang seperti apa yang datang kemari?"
"Hanya ada dua jenis manusia."
"Dua jenis yang mana?"
"Pertama, orang yang kemaruk harta, anggapan mereka di sekitar kota ini benar-benar ada harta karun yang tak ternilai, mereka datang karena ingin cepat kaya. Kami paling senang menyambut kedatangan manusia jenis ini, meskipun mereka gagal menjadi kaya raya, paling tidak mendatangkan rezeki bagi kami."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
9 Setelah menghela napas panjang, lanjutnya, "Sayang, makin hari makin jarang manusia begini datang kemari."
"Lalu jenis kedua?"
"Jenis kedua adalah orang yang dikejar-kejar, buronan yang dicari petugas kerajaan atau orang yang dikejar musuh besarnya, tak ada lagi tempat untuk bersembunyi, terpaksa mereka datang kemari untuk bersembunyi,"
kata Laopan Nio sambil menatap tajam Siau-hong.
Siau-hong balas menatapnya. "Menurutmu, aku termasuk jenis yang mana?"
Laopan Nio menghela napas panjang, sahutnya, "Aku rasa kau tidak termasuk dalam kedua jenis manusia itu, namun rasanya juga mirip."
Sekali lagi Siau-hong mengawasi Laopan Nio itu, dari kepala ke ujung kaki, lalu balik lagi ke kepala. Sambil menggeleng kepala berulang kali, tak lupa tangannya mengelus kumisnya yang mirip alis itu.
"Laopan Nio, tampaknya kau sangat memahami kaum lelaki, tapi penilaianmu keliru besar."
"Oya?"
"Terlepas aku termasuk manusia jenis yang mana, sekarang aku telah berubah jadi manusia jenis ketiga."
"Ketiga?" tanya Laopan Nio, "jenis manusia yang bagaimana?"
"Termasuk juga jenis manusia buronan."
Liok Siau-hong memandang liar seluruh tubuh Laopan Nio, setiap lekuk dan sudut tubuhnya diamatinya dengan seksama, akhirnya matanya menatap sepasang pahanya lekat-lekat.
"Coba tebak, dosa apa yang telah mereka perbuat?" kata Siau-hong sambil memicingkan mata.
Diawasi semacam itu, wajah Laopan Nio langsung merah jengah, tanpa sadar ia merapatkan sepasang pahanya yang jenjang dan berotot.
"Aku paling tak suka manusia jenis ini," sepasang matanya menyipit hingga tinggal segaris, "namun kuyakin kau bukan termasuk jenis ini."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
10 Kebanyakan lelaki tahu, perempuan paling senang mengucapkan perkataan yang justru bertentangan dengan jalan pikirannya. Ketika mereka mengatakan tidak suka, mungkin mereka justru suka, bahkan suka setengah mati.
Tentu saja Siau-hong bukan lelaki yang tidak memahami sifat wanita, jika dibilang dia tidak memahami, orang lain pasti tak akan percaya, bahkan sampai mati pun tak percaya. Tapi sekarang wajahnya berubah serius, seakan tidak memahami sifat wanita.
"Aku sendiri tidak suka jenis manusia ini, tentu saja aku bukan manusia begitu."
"Oya?"
"Sebenarnya tujuan kedatanganku adalah mencari seorang temanku," kata Siau-hong, "seorang teman yang kemaruk harta."
"Oh, kau pun punya teman yang kemaruk harta?"
"Setiap orang ingin cepat kaya, tentu saja aku pun punya teman yang kemaruk harta, siapa sih yang tak ingin cepat kaya?" ujar Siau-hong, "aku punya seorang teman, dia pun tahu di sekitar sini terdapat harta karun terpendam, dia pinjam modal kepadaku sebesar lima ratus tahil perak sebagai ongkos jalan, siapa tahu setelah pergi hingga kini tak pernah nampak batang hidungnya."
"Jadi kau kemari untuk mencarinya?"
"Bukan cuma ingin mencarinya, aku harus minta balik uangku," sekali lagi Siau-hong mengawasi sepasang paha Laopan Nio, "dengan lima ratus tahil perak, aku bisa tidur berduaan selama beberapa ratus hari di ranjangmu."
Tiba-tiba Laopan Nio membuang muka, lalu pergi dari situ tanpa berpaling lagi, jangankan menegur, melirik sekejap ke arah Siau-hong pun malas.
Baru saja Siau-hong hendak mengejar, mendadak ia saksikan ada sebuah mata yang besar sedang mengawasinya dari luar pintu. Bila tidak memperhatikan wajah Ong Toa-yan, dengan sikapnya yang lemah lembut dan cara bicaranya yang sopan, siapa pun pasti berpendapat ia seorang lelaki yang pandai bergaul, pandai mencari rezeki.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
11 "Liok-kongcu, kutahu siapa yang kau cari," ujar Ong Toa-yan. "Bukankah sahabatmu itu she Liu?"
"Darimana kau tahu?"
"Dialah yang menyewa kamar ini sebelum kedatanganmu."
"Sekarang kemana orangnya?"
Wajah Ong Toa-yan tidak memperlihatkan perubahan, hanya dari sinar matanya yang normal terpancar sinar kesedihan dan rasa menyesal yang dalam.
"Liu-tayhiap orang yang setia kawan, terbuka, jujur, ringan tangan, seorang Hohan sejati. Sayang, kedatanganmu terlambat."
"Terlambat?"
"Ehm."
"Memangnya dia sudah mati?"
"Ehm."
Setelah hening sejenak, Ong Toa-yan berkata pula dengan suara lembut dan sopan, "Liok-kongcu, terimalah kenyataan ini, tentunya kau tahu, orang mati pasti jenazahnya disimpan dalam peti mati."
Siau-hong termenung, kemudian menjawabnya, "Kalau begitu, aku tak mungkin bertemu dengannya?"
"Rasanya sih begitu."
"Boleh kulihat jenazahnya?"
"Boleh saja."
"Dimana peti matinya?"
"Kalau kau ingin mencari peti mati, maka harus pergi ke toko penjual peti mati," ujar Ong Toa-yan tetap sopan dan lembut.
Toko penjual peti mati tidak seumum toko kelontong. Tak terduga di kota kecil miskin ini terdapat juga sebuah toko penjual peti mati. Ketika pertama kali Siau-hong masuk kota ini, sudah ia lihat ada toko penjual peti mati. Di Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
12 atas sebuah bangku besar kuno dan bobrok di luar toko penjual peti mati, berbaring sesosok tubuh.
Setelah Liok Siau-hong mendekat, baru ia tahu orang yang berbaring di bangku itu bukanlah mayat, dialah Lopan toko penjual peti mati ini.
Lantaran terlalu sering mengurusi jenazah, sekilas dia sendiri mirip mayat yang sudah mati tujuh delapan hari.
Toko penjual peti mati ini persis berada di seberang toko kelontong si Mata besar, Lopan toko bernama si Buta Tio. Selama ini dia hanya duduk di situ bagai sesosok mayat, mimpi pun tak pernah menyangka akan ada orang mengunjungi tokonya.
Tempat miskin sekecil ini memang sudah tak banyak penghuninya, tentu saja orang mati pun tak banyak jumlahnya, tak heran dia segera melompat bangun dari bangkunya begitu melihat kedatangan Liok Siau-hong.
"Kongcu, apakah kau baru kehilangan sanak keluarga" Mau beli peti mati macam apa?"
Paras mukanya memang dingin kaku bagai wajah sesosok mayat, sedikitpun tak ada warna merah darah, tak ada perubahan wajah. Tapi sekarang ia justru menampilkan sekulum senyuman, namun senyuman itu kelewat dibuat-buat sehingga paras mukanya nampak aneh, menyeramkan dan misterius.
Siau-hong tertawa getir, kemudian katanya, "Tak ada sanak keluargaku yang mati, aku kemari untuk menjenguk seseorang."
Si Buta Tio segera menarik kembali senyumannya, ia pun duduk kembali, bahkan logat bicaranya pun berubah dingin dan hambar.
"Kalau begitu kau salah tempat," katanya ketus, "di sini kecuali aku, yang ada tinggal orang mati."
"Aku tidak salah tempat," kata Siau-hong cepat, "yang ingin kujenguk memang orang mati."
"Sayang sekali, di sini sekarang hanya tinggal satu orang mati," ujar si Buta Tio sembari merapatkan sepasang matanya, mata yang lebih banyak warna putih daripada hitamnya.
"Mungkin dialah yang akan kujenguk!"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
13 "Jadi kau kenal Liu-toaya," tiba-tiba si Buta Tio melompat bangun, "kau datang untuk mengurus jenazahnya?"
"Benar!" Siau-hong mengangguk.
Si Buta Tio menghembuskan napas, seakan baru saja menurunkan beban yang amat berat dan atas pundaknya.
"Silakan ikut aku!" seru si Buta Tio.
Bangku tempat duduk si Buta Tio terletak di luar toko, di bawah emper yang teduh. Dalam ruangan hanya ada dua peti mati yang sudah selesai dipernis, lima enam buah yang masih belum jadi.
Setelah melewati ruang itu, terbentang halaman kecil yang dipenuhi tumpukan balok kayu, hampir seluruh halaman dipenuhi paku bengkok serta serbuk kayu. Sebuah gergaji besar tersandar di atas sebuah rak kayu yang aneh bentuknya. Begitu besar gergaji itu, hanya seorang raksasa yang bisa menggunakannya. Di sisi gergaji tergeletak sebuah peti mati, peti mati yang belum selesai dibuat.
Kembali hati Siau-hong tergerak, terdorong rasa ingin tahu, tak tahan tanyanya kepada si Buta Tio, "Besar amat gergaji itu, hanya orang bertenaga luar biasa yang bisa menggunakannya?"
"Rasanya sih begitu."
"Siapa yang menggunakan" Kenapa aku tidak melihatnya?"
"Sudah kau lihat," kata si Buta Tio sambil menunjuk hidung sendiri, "akulah orangnya!"
Siau-hong tertegun.
Dengan santai si Buta Tio melanjutkan, "Semua peti mati ini adalah hasil karyaku."
Meski wajahnya jelek mirip mayat, perawakannya tinggi besar walau sedikit bongkok, namun tingginya di atas rata-rata orang. Tubuhnya berotot, menandakan sudah terlatih. Ketika pertama kali melihatnya, orang pasti beranggapan telah melihat mayat, namun setelah lama melihat, tentu akan terbiasa dan semakin tidak mirip orang mati.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
14 Di halaman belakang terdapat dua deret bangunan, sebelah kiri terdiri dari dua ruangan, sementara sebelah kanan pun terdiri dari dua bilik. Deretan bangunan sebelah kiri digunakan sebagai dapur, gudang kayu bakar serta kamar pembantu, sedang deretan ruangan sebelah kanan gelap gulita, bahkan daun jendela pun ditempeli kertas berwarna hitam. Kedua buah ruang sebelah kanan seakan terselubung semacam warna hitam yang amat pekat, jangankan di tengah malam, biarpun siang juga mendatangkan rasa seram dan ngeri.
"Di sinilah kami letakkan layon sebelum diberangkatkan ke kuburan," si Buta Tio menerangkan sembari menyulut obor, "bila ada orang mati di kota ini, sebelum dikebumikan, jenazahnya dititipkan di sini, karenanya kami sebut kedua bilik itu rumah setan."
"Rumah setan?" tanya Siau-hong, "ruangan mana yang pernah digegerkan setan?"
Di bawah sorot api obor, wajah si Buta Tio yang pucat tampak seperti wajah setan. Ia pun menggeleng.
"Tentu saja di toko ini tidak ada setannya, toko ini kan mengurusi orang mati. Orang mati adalah setan, mengurus orang mati berarti mengurus setan. Akulah yang mengurus mereka, mana mau mereka membikin geger tempat ini?" jawab si Buta Tio.
Ucapannya memang masuk akal. Walau Siau-hong malas mengakuinya, terpaksa ia pun harus menerima penjelasan itu.
Ketika Siau-hong tiba di depan kedua ruangan itu, ia segera merasakan munculnya segulung angin dingin yang menggidikkan, merambat dari punggungnya dan mengalir ke dasar telapak kaki.
Tentu saja Siau-hong bukan orang bernyali kecil. Nyalinya memang besar, ibarat 'Langit pun dia lawan'. Tidak ada urusan yang tidak berani dikerjakan Siau Hong, semua orang mengakui hal ini.
Dengan obor di tangan, si Buta Tio mengajak Siau-hong memasuki ruang sebelah kiri, tanpa terasa keringat dingin membasahi telapak kaki Siau-hong. Di bawah pencaran sinar obor yang redup, hakikatnya ruangan ini mirip liang kuburan. Rasanya memang mirip memasuki sebuah liang kubur.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
15 Dalam ruangan hanya terdapat sebuah peti mati, peti mati yang membujur di atas sebuah altar rendah, altar yang terbuat dari batu bata, di depan altar terpampang sebuah Leng-pay (papan nama di meja pemujaan) yang masih baru.
Di atas leng-pay itu tertulis: "Liu Ji-kong".
Dengan perasaan dingin Siau-hong membaca tulisan di atas Leng-pay.
Begitu membaca tulisan itu, siapa pun dia akan beranggapan Liu Ji-kong benar-benar telah mati. Entah karena terpengaruh suasana menyeramkan yang terpancar dari ruangan itu, perasaan Siau-hong diliputi perasaan aneh yang misterius. Dia berpendapat, besar kemungkinan Liu Ji-kong akan melompat keluar dari dalam peti mati secara tiba-tiba, bangkit dari kematiannya.
"Tolong buka tutup peti mati itu!" katanya kemudian.
"Apa kau bilang?" teriak si Buta Tio kaget, "kau minta aku membuka tutup peti mati ini" Atas dasar apa kau minta aku melakukannya?"
"Karena aku ingin melihat orang mati, bukan melihat peti mati."
Peti mati telah dibuka. Liok Siau-hong telah melihat mayat Liu Ji-kong yang terbujur kaku di situ. Paras orang mati memang berbeda dengan orang hidup. Orang mati itu memang benar adalah Liu Ji-kong, wajahnya masih menampilkan rasa takut, ngeri dan seram. Jelas sebelum ajal Liu Ji-kong mengalami ketakutan yang luar biasa.
"Benarkah dia yang kau cari?" tanya si Buta Tio.
Siau-hong tidak menjawab. Ia telah melihat luka di tubuh Liu Ji-kong, luka yang mengakibatkan kematiannya. Luka tusukan di hulu hatinya. Luka tusukan sebilah pisau yang tajam. Ia sudah banyak melihat orang mati, pengalamannya dalam hal ini cukup banyak.
Dalam hati ia ragu dan bimbang, berulang kali ia menggeleng kepala, gumamnya, "Tidak mungkin, tidak mungkin ...."
Berulang kali pula ia menggumamkan perkataan itu.
Si Buta Tio memang seorang penyabar, orang yang sering berhadapan dengan orang mati harus memiliki kesabaran yang luar biasa. Ditunggunya Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
16 sampai Siau-hong berhenti mengucapkan kata itu, lalu tanyanya, "Apanya yang tidak mungkin?"
Siau-hong tidak menjawab, malah tanyanya, "Tahukah kau siapa yang berbaring dalam peti mati itu?"
Tanpa menunggu jawaban si Buta Tio, Siau-hong menjawab sendiri pertanyaannya, "Dia It-kiam-seng-hong Liu Ji-kong, Ginkang dan ilmu pedangnya selisih tidak banyak dibanding Sebun Jui-soat. Dia tewas lantaran hulu hatinya ditusuk, hanya dengan sekali tusukan, kesempatan membalas pun tak ada, biar kepalaku dipenggal juga aku tidak percaya."
Namun apa yang terpampang di depan mata sudah tak bisa disangkal lagi.
Jenazah yang berbaring dalam peti mati telah diberi pakaian bersih, darah di sekitar luka pun telah dibersihkan dan dibenahi dengan baik.
Panjang luka tusukan hanya sekitar tiga senti saja, jelas si pembunuh menggunakan pisau, pisau yang sempit. Luka mematikan itu dilakukan secara berhadapan, langsung ke arah hulu hati, jelas bukan dengan cara membabat, karena lukanya tidak memanjang.
Siau-hong menganggap hal ini mustahil terjadi, rasanya tidak ada orang yang mampu melukai hulu hati Liu Ji-kong hanya dengan sekali tusuk.
Kecuali pembunuhnya adalah sahabat atau orang kepercayaan, hingga Ji-kong tidak menduga akan diserang secara tiba-tiba. Tapi mana mungkin Ji-kong punya sahabat di kota sekecil ini, apalagi ia baru datang juga di kota ini"
Siau-hong kembali mengawasi wajah si Buta Tio, kemudian tanyanya,
"Tahukah kau dimana dia mati?"
"Tentu saja aku tahu," jawab si Buta Tio.
"Dimana?" desak Siau-hong.
"Di lorong sempit yang gelap, setitik cahaya pun tak nampak, dia tewas setelah lewat kentongan ketiga."
"Siapa penemu jenazahnya?"
"Pengemis cilik, pengemis yang pernah kau ajak bicara di ujung jalan itu."
"Kapan jenazahnya ditemukan?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
17 "Waktu langit belum begitu terang."


Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saat seperti itu kenapa si pengemis cilik bisa ke sana" Mau apa dia di sana?"
"Aku tak tahu."
"Siapa yang menggotong jenazahnya sampai di sini?"
"Kulakukan sendiri," si Buta Tio menjelaskan. "Liu-tayhiap orang baik, royal dan suka membantu, aku sudah menganggapnya sebagai sahabat."
Setelah berhenti sebentar, kemudian ia melanjutkan, "Walau belum lama Liu-tayhiap datang ke sini, sahabatnya sudah cukup banyak."
Hanya teman yang sangat akrab baru bisa menghadiahkan tusukan langsung dari hadapannya, menusuk di saat dia tidak menduga. Siapakah sahabatnya"
Siau-hong menghela napas panjang, kemudiannya tanyanya, "Waktu kau menggotongnya, bukankah pisau itu masih menancap di dadanya"
"Darimana kau tahu?" tanya si Buta Tio terkejut dan heran.
"Lukanya berada di antara tulang iga keenam dan ketujuh, jarak kedua tulang ini dekat sekali, jika pisau itu tepat menusuk ke situ, tentu akan sulit mencabutnya. Setelah membunuh Lui Ji-kong, pembunuh itu akan panik dan dia tidak yakin apakah tusukannya itu bisa langsung menewaskan jago pedang tersohor itu, maka dia akan berusaha mencabut pisaunya, namun karena sulit dicabut, lantas saja dia tinggalkan pisau itu tetap menancap di sana," demikian Siau-hong menerangkan.
Setelah terdiam sejenak, dengan tenang Siau-hong kembali melanjutkan dengan nada dingin, "Pisau semacam itu hanya bisa dicabut dalam keadaan santai, orang yang bisa melakukan dengan santai begitu, biasanya adalah Lopan penjual peti mati semacam dirimu."
Si Buta Tio menghela napas panjang, lalu katanya pula, "Aku belum tahu siapa kau sebenarnya, dapat kupastikan kau adalah seorang luar biasa."
"Benarkah begitu?"
"Tentu."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
18 "Jadi kau yang mencabut pisau itu?"
"Ya."
"Mana pisaunya?"
"Pisau yang mana?" si Buta Tio seakan lupa apa yang sedang mereka bicarakan.
Siau-hong tertawa. Tentu saja ia paham bagaimana cara menghadapi orang macam si Buta Tio ini.
Uang! Setelah menjejalkan sekeping uang perak ke tangan si Buta Tio, kembali Siau-hong mengulangi pertanyaannya, "Mana pisaunya?"
"Sudan kusembunyikan."
"Dimana?"
Wajah si Buta Tio tiba-tiba menampilkan senyuman, lalu jawabnya, "Jika aku ingin menyembunyi suatu barang, tentu akan kusembunyikan di tempat yang tidak mudah ditemukan orang."
Lantai di bawah peti mati terbuat dari batu bata, bentuknya mirip altar pemujaan, ternyata ada beberapa batu bata yang agak kendor. Ketika batu bata itu dicongkel, terlihat sebuah liang yang bisa digunakan menyembunyikan barang rahasia.
Orang tentu takkan menyangka batu bata di bawah altar itu ada yang kendor, orang juga takkan tahu batu bata mana yang kendor, tentu sulit bagi orang lain untuk menemukan barang yang disembunyikan di situ.
Tangan si Buta Tio merogoh ke dalam liang itu, ketika ditarik, dapat dipastikan tangannya menggenggam sebilah pisau.
Siau-hong memang ingin melihat pisau itu, pisau yang dipakai membunuh Liu Ji-kong, seperti apakah bentuknya"
Si Buta Tio tidak segera menarik tangannya, seakan tangannya digigit ular beracun hingga tak sanggup ditarik kembali. Wajahnya yang pucat bertambah putih, tampak sangat menyeramkan.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
19 Siau-hong menatapnya, tiba-tiba parasnya berubah.
"Mana pisaunya?" tanyanya.
"Pisau" Pisau apa?"
Sungguh dongkol Siau-hong tak terkatakan, ingin sekali tendang mampuskan si buta ini. Belum sempat Siau-hong melakukan sesuatu, mendadak si Buta Tio menjatuhkan diri berlutut.
Katanya pula dengan wajah seperti orang menangis, "Sumpah, aku benar-benar menyembunyikan pisau itu di sini, tapi ... sekarang pisau itu sudah tidak ada."
Melihat tampangnya yang memelas, Siau-hong tidak tega turun tangan.
Tanyanya dengan wajah serius, "Coba kau ingat-ingat lagi."
Si Buta Tio hanya diam saja.
"Apakah ada orang lain yang tahu?"
Kepala si Buta Tio sudah membentur lantai, ketika mendengar pertanyaan Siau-hong, sekonyong-konyong ia mendongakkan kepala, matanya berbinar.
"Betul, memang ada yang tahu, bahkan ia menyaksikan ketika kusembunyikan pisau itu di sini."
"Siapa?" seru Siau-hong sembari membangunkan si buta.
"Dia ... dia adalah ...."
Belum selesai ia berkata, dari luar meluncur dua tiga puluh bintik cahaya.
Semua kejadian berlangsung hanya sekejap, Siau-hong lihat ada bermacam-macam warna sinar menyambar tiba. Di luar dugaan Siau-hong, berbagai bintik sinar itu ternyata ada yang berwarna tembus pandang, hingga susah dilihat..
Senjata rahasia itu disambitkan melalui ketiga buah jendela ruangan itu.
Sasarannya bukan Liok Siau-hong, tapi si Buta Tio. Siau-hong menyambar tubuh si buta yang masih berlutut menyembah kepadanya, terus dilemparkan ke atas, menembus atap rumah, meninggalkan sebuah lubang besar di atap.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
20 Senjata rahasia melesat di bawah badan si buta, maka terluputlah si buta dari kematian. Semua senjata tidak berhasil mengenai sasarannya, termasuk senjata rahasia yang tembus pandang.
Menyusul Siau-hong melesat keluar melalui jendela ruangan yang masih terbuka. Ketika Siau-hong sampai di tengah halaman, tubuh si Buta Tio pun meluncur turun.
Kembali cahaya tajam menyambar dari balik tumpukan kayu bakar, menyambar ke arah si Buta Tio. Agaknya memang sasarannya si Buta Tio, jelas tujuannya untuk membungkam mulutnya.
Siau-hong menyambar selembar papan dan berjumpalitan ke tengah udara, memapak datangnya serangan senjata rahasia dengan papan yang disambarnya itu. Diiringin suara dentingan nyaring, seluruh senjata rahasia menancap pada papan kayu itu. Kembali Siau-hong melempar tubuh si Buta Tio masuk ke lubang atap yang jebol tadi.
"Sungguh Ginkang yang hebat!" terdengar suara di balik tumpukan kayu bakar.
"Siapa kau?"
Sambil membentak, segera tubuhnya meluncur ke arah datangnya suara.
Baru saja tubuhnya bergerak, tiba-tiba sebilah golok membabat ke arah tubuhnya. Sambaran golok yang cepat dan telengas, tidak memberi kesempatan kepada Siau-hong untuk bergeser.
Siau-hong tidak menghentikan gerakannya, ia malah menyongsong datangnya golok. Si penyerang tampak terkesiap, segera ia membalik goloknya dan membabat tenggorokan Siau-hong. Entah cara bagaimana tahu-tahu kedua jari Siau-hong telah menjepit golok itu, lalu didorongnya ke depan, si penyerang tak kuasa menahan tenaga dorongan golok itu, gagang golok pun menyodok ke dada sendiri.
Dalam terkesiapnya, tulang iga si penyerang telah patah tersodok. Harus diakui, ilmu menjepit dengan dua jari Siau-hong tak ada bandingannya di kolong langit.
Dalam waktu singkat, tubuh si penyerang telah terjengkang, dari tenggorokannya terdengar suara seperti binatang yang sekarat mendekati ajal.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
21 Golok telah berada di tangan Siau-hong, mengancam tenggorokan si penyerang. Padahal Ginkang dan ilmu golok si penyerang tidaklah rendah, terhitung jago kelas satu dunia persilatan.
"Tak tersangka, di tempat seperti ini ada juga jago sehebat ini," gumam Siau-hong.
Setelah mengawasi sejenak si penyerang yang mengenakan pakaian dan kerudung hitam, katanya pula, "Siapa kau" Siapa yang menyuruhmu"
Kenapa kalian ingin membunuh si Buta Tio?"
Dengan kaget dan ketakutan, orang itu mengawasi Siau-hong dengan kelopak mata berkerut.
Mendadak Siau-hong melihat ada bayangan berkelebat diiringi sambaran pedang. Reaksinya sungguh cepat, sambil membalikkan badan, ia pun mengayunkan goloknya menangkis sambaran pedang itu. Namun tak urung pakaiannya pun tersambar oleh pedang lawan sehingga terobek.
Di antara sambaran pedang lawan, dilihatnya si pembokong adalah seorang nenek berbaju ungu, rambut telah beruban, raut mukanya tak terlihat jelas.
Semua kejadian ini berlangsung dalam sekejap, ia tak sempat melihat dengan jelas.
Ketika Siau-hong membalikkan badan dan menangkis pedang pembokong itu, si pembunuh bergolok tadi menggelinding jauh, menyingkir dengan iga patah.
Belum sempat Siau-hong mengejar, pedang si nenek kembali menusuk, terpaksa Siau-hong mundur sampai di tumpukan kayu bakar. Siau-hong berencana menyerang balik, namun sebelumnya ia telah mempersiapkan jalan mundur seandainya serangannya gagal.
la tidak mendahului menyerang, juga tidak menghindar atau mundur lagi.
Sekonyong-konyong mukanya berubah hebat, dilihatnya pedang yang digunakan si nenek adalah pedang Liu Ji-kong.
Saat itulah pedang si nenek sudah menusuk ke arah dadanya, ke arah jantung. Keadaan Siau-hong sungguh berbahaya, sudah tak ada jalan mundur baginya. Jantung adalah organ vital manusia, bila tertusuk, tidak ada ampun lagi, orang itu pasti akan mampus.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
22 "Untung tusukan itu diarahkan ke jantungku, kalau tidak, mungkin aku sudah mampus," demikian Siau-hong bercerita di kemudian hari.
Bagaimana mungkin"
Ternyata saat tusukan itu tiba, kebetulan tangan kanan Siau-hong berada di depan dada, meski ujung pedang telah menembus bajunya, namun tak sanggup diteruskan. Kedua jari Siau-hong telah menjepit ujung pedang itu, dalam keadaan begitu, siapa pun takkan sanggup meneruskan tusukannya.
Di kemudian hari pun ada orang bertanya kepadanya, "Apakah sudah kau perhitungkan serangannya itu akan diarahkan ke jantungmu" Apakah hanya secara kebetulan saja tangan kananmu berada di dekat dada?"
Kedua jari tangannya seakan sudah mempunyai ikatan batin dengan pikiran, tiap kali terpikir, pedang lawan pasti akan terjepit oleh kedua jarinya, betapapun cepatnya gerak pedang lawan.
Sesama orang persilatan pasti mengagumi kehebatan kedua jari Liok Siau-hong.
Pertanyaan itu memang sulit dijawab, Siau-hong pun akan bungkam atau hanya tertawa saja. Di kala seorang mengalami ancaman maut, banyak kejadian yang sulit dijelaskan. Mungkin hal itu merupakan hasil pengalaman, kecerdasan atau instingnya yang tajam, atau juga nasib baiknya.
Jika pedang seorang pendekar terjepit lawan, ibarat kaki tangannya terikat tali, perasaannya pasti akan kalut dan berat. Tak dapat disangkal, si nenek berbaju ungu itu adalah jago pedang lihai. Bukan saja gerakannya gesit, serangan pedangnya cepat, perhitungannya juga tepat.
Saat Siau-hong berhasil menjepit pedangnya, segera ia melepaskan pedangnya dan dengan gesit melesat mundur. Ia melompat ke atas untuk menghindari serangan balasan Siau-hong.
Sewaktu melejit ke atas tadi, ia pun berjumpalitan beberapa kali terus melarikan diri, nampaknya ia seorang yang sangat teliti dan berhati-hati, arah yang dituju pun tak terduga oleh Siau-hong.
Ia mengenakan gaun panjang dan berlapis-lapis, biasanya perempuan yang mengenakan gaun seperti ini, bagian dalamnya sudah tidak mengenakan apa-apa lagi. Ketika tadi ia melejit ke atas, gaunnya tersingkap hingga Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
23 kakinya yang jenjang sampai pangkal paha terlihat jelas. Ketika Siau-hong mendongak, terlihatlah dengan jelas kaki yang masih kencang dan indah itu, tidak mirip kaki seorang nenek.
Melihat rambut nenek yang sudah beruban dan wajah penuh keriput, namun memiliki kaki yang kencang dan indah, terasa seperti milik dua orang perempuan yang berbeda. Ketajaman penglihatan Siau-hong termasuk luar biasa, apalagi dalam hal menilai seorang perempuan, ia memiliki keahlian khusus.
Sempat dilihatnya tadi gerakan otot paha yang masih kencang, jarang ia bisa menikmati gerakan semacam itu.
Pedang yang digunakan nenek berbaju ungu adalah pedang Liu Ji-kong, sedangkan si pembunuh berbaju hitam adalah seorang jago golok. Walau Siau-hong seorang bodoh pun, ia pasti bisa menduga bahwa antara mereka berdua ada hubungan erat dengan kematian Liu Ji-kong.
Tak diragukan lagi kedua orang itu pasti tinggal di kota kecil ini, walaupun sekarang telah berhadapan, namun dia perlu waktu untuk menyelidiki dan menelusurinya. Tapi apa yang harus dilakukan untuk menyelidiki kejadian ini" Wajah si jago golok berkerudung kain hitam, sementara si nenek pun pasti sudah menyamar. Kini satu-satunya tanda yang bisa dilihat Siau-hong hanyalah pahanya yang putih mulus itu.
la yakin paha itu pasti bukan paha seorang nenek yang rambutnya telah beruban, kalau ia dapat menyelidiki siapa pemilik paha mulus itu, berarti ia pun bisa menelusuri siapakah pembunuh yang telah menghabisi nyawa Liu Ji-kong.
Hanya ini satu-satunya petunjuk yang diperoleh Siau-hong, juga satu-satunya tindakan yang bisa ia lakukan. Tapi apa yang dapat dia lakukan"
Apakah ia harus menyingkap gaun seluruh perempuan yang ada di kota kecil ini dan diperiksa pahanya"
Sejujurnya Siau-hong bukannya tak ingin berbuat begitu, hanya sayang ia tak bisa melakukannya, terpaksa ia pergi mencari si Buta Tio. Sayang, sampai mati pun si Buta Tio enggan mengucapkan sepatah kata pun, dia benar-benar ketakutan setengah mati, saking takutnya sampai terkencing-kencing dalam celana.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
24 Kota Pakkhia bukan dibangun dalam satu hari, untuk mengungkap misteri pembunuhan yang amat misterius inipun tak mungkin bisa ia kerjakan dalam waktu satu dua hari. Terpaksa Siau-hong balik ke kamarnya dan tidur.
Siapa tahu ketika tiba di kamarnya yang bobrok itu, dilihatnya sepasang kaki menjulur keluar dari kolong tempat tidurnya. Kaki yang dekil penuh lumpur, kaki yang sudah tujuh delapan bulan tak pernah dicuci. Baunya bisa membikin orang tidak doyan makan tiga hari, seperti kaki yang baru saja dicabut dari timbunan tahi anjing.
Sambil menyengir dan menggeleng kepala Siau-hong duduk di bangku, persis di depan ranjangnya. Akhirnya orang yang bersembunyi di kolong ranjang merangkak keluar perlahan-lahan, rambutnya awut-awutan seperti sarang burung.
"Pengemis cilik!" tegur Siau-hong setelah berdehem.
Ketika mendengar teguran itu, saking kagetnya hampir saja kepalanya membentur ranjang. Setelah tahu yang menegur adalah Liok Siau-hong, ia pun menghembuskan napas lega.
"Hampir saja kau membuatku kaget setengah mati, nyaris jantungku melompat keluar."
"Oya?"
"Tentu," kata si pengemis cilik sambil menepuk dada. "Hampir aku mati ketakutan."
"Jika begitu aku harus minta maaf dan mesti memberi ganti rugi!"
"Maaf sih tidak perlu, tapi ganti rugi harus kuterima."
"Ganti rugi macam apa?"
"Uang, arak wangi dan nona cilik."
Siau-hong tertegun sejenak.
"Hanya itu yang bisa meredam rasa kaget seseorang," lanjut si pengemis cilik.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
25 Akhirnya Siau-hong tersenyum, selain tersenyum apa pula yang bisa dilakukannya. Begitu senyumannya hilang, dicengkeramnya pakaian si pengemis cilik, lalu diangkatnya ke atas hingga persis kura-kura yang ditarik dari dalam air.
"Di tengah malam buta, kau berani menyelinap ke kamarku, menggeledah barang-barangku dan bersembunyi di kolong ranjang, apa tujuanmu?"
bentak Siau-hong.
"Aku ...."
"Maknya, masih berani kau menggertak dan minta ganti rugi segala kepadaku."
Belum sempat si pengemis cilik bicara, kembali Siau-hong mengumpat sambil tertawa dingin, "Sial, justru harusnya kau yang memberi ganti rugi kepadaku."
Si pengemis cilik meringis menahan tangis, rengeknya memelas, "Aku ke sini bukan untuk mencuri, aku murid Kay-pang, mana berani mencuri barang milik Liok Siau-hong?"
Semua orang tahu, Siau-hong adalah sahabat Kay-pang, mana berani anak murid Kay-pang main gila mengincar barangnya.
"Benar kau anggota Kay-pang?"
"Benar."
Siau-hong menurunkan si pengemis cilik yang sejak tadi tergantung, dengan gerakan yang indah segera si pengemis cilik menjura pada Siau-hong.
"Murid Kay-pang angkatan kedua puluh tiga, Ui Siau-cong memberi hormat kepada Liok Siau-hong, Liok-tayhiap."
"Kau dari ruang dan ranting mana?"
"Ruang Hian-kui-tong, ranting kedua puluh tujuh wilayah Tiangkang di bawah bimbingan Ong-loyacu, sudah sejak tiga tahun lalu bertugas di sini."
"Mengapa kau ditugaskan di sini?"
"Dalam organisasi apapun, selalu saja ada orang yang bernasib seperti aku,"
katanya sambil menghela napas.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
26 Kay-pang memang mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan Siau-hong, hampir semua anggota Kay-pang boleh dibilang sahabatnya. Terhadap sahabat, biasanya Liok Siau-hong jarang menaruh curiga.
Dari mulut pengemis cilik ini, kembali Siau-hong berhasil membuktikan beberapa hal. Liu Ji-kong memang tewas di lorong gelap, memang si Buta Tio yang memberesi jenazahnya, waktu itu pisau yang digunakan untuk membunuh masih tertinggal di dada Liu Ji-kong.
"Yang benar, bukan aku orang pertama yang menemukan jenazah Liu-toaya," dengan suara meyakinkan pengemis cilik menegas.
"Oya?"
"Biarpun aku senang keluyuran di tengah malam buta, tapi ketika tiba dalam lorong itu, di sana paling tidak sudah hadir dua orang lebih dulu."
"Oya?"
"Sebetulnya aku tak punya rencana pergi ke lorong itu, justru lantaran mendengar jeritan ngeri Liu-toaya, maka buru-buru aku menyusul ke situ."
"Ketika tiba di sana, kau menyaksikan ada dua orang di sana?"
"Benar."
"Macam apa kedua orang itu?"
"Di tengah malam buta, aku sendiri tak jelas bagaimana muka mereka, apalagi waktu melihat kemunculanku, mereka segera kabur terbirit-birit, tapi berani kupastikan mereka satu laki satu wanita."
"Satu laki satu wanita?"
Siau-hong segera terbayang pada kedua orang yang dijumpai di halaman belakang rumah si Buta Tio, pembunuh berkerudung hitam serta perempuan yang menyamar sebagai nenek peyot tapi memiliki paha yang indah itu.
Bersambung ke bagian 2
Bagian 2 Kamarnya sangat sederhana, hanya ada sebuah meja bobrok yang tidak dipernis, ranjangnya pun bobrok, bisa ambruk sewaktu-waktu. Dalam kamar tidak ada teman, arak juga tiada, apalagi di atas ranjang mana ada orang.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
27 Sebenarnya Siau-hong sudah tidak kerasan tinggal dalam kamar itu, rasanya sulit untuk memejamkan mata di atas ranjang semacam ini. Namun sekarang Siau-hong sudah naik ke ranjang.
Liu Ji-kong adalah sahabatnya. Kematian Liu Ji-kong terlalu misterius, terlalu aneh. Kota kecil nun jauh di pinggir perbatasan, bertepian dengan gurun pasir seakan dipenuhi kemisteriusan serta keanehan.
Bila urusan semacam inipun Siau-hong enggan mencampuri, urusan apa lagi yang mau dia urus" Bila urusan begini enggan dilakukan Siau-hong, maka Liok Siau-hong bukanlah Liok Siau-hong. Untuk mencampuri persoalan ini, terlebih dulu dia harus memahami banyak persoalan lain.
Sampai sekarang, titik terang yang berhasil dihimpun Siau-hong hanya berasal dari si pengemis kecil serta si Buta Tio. Apa yang dikatakan kedua orang itu rasanya tidak bohong, tapi anehnya, semua keterangan itu seakan saling bertentangan. Dimana letak pertentangan itu" Siau-hong sendiri pun tak tahu, ada banyak hal yang belum dipahaminya.
Di saat dia sedang bingung, mendadak terdengar suara yang aneh sekali.
Tiba-tiba saja jantungnya terasa berdebar keras. Siapa pun tahu, Siau-hong bukanlah seorang yang jantungnya mudah berdebar, tapi sekarang detak jantungnya benar-benar berdebar keras. Debar jantung Siau-hong masih berdentum, jauh lebih kencang daripada biasanya, secara tiba-tiba ia mendengar debar jantung orang lain.
Terdengar suara orang berdehem lirih, kemudian pintu kamar dibuka orang dan muncul suara yang merdu, suara merdu seorang perempuan yang memikat hati. Siau-hong segera mengenali suara perempuan itu, suara Laopan Nio yang berpinggang ramping, si nyonya rumah yang pinggangnya selalu meliuk bagai seekor ular ketika sedang berjalan.
Dia muncul dari halaman depan dan masuk ke dalam kamar, ketika tiba di pintu, dia bersandar dengan napas terengah dan jantung berdebar keras.
Di tengah malam buta begini, mau apa dia masuk ke dalam kamar seorang tamu asing" Siau-hong tak berani membayangkan. Seorang tamu datang dari jauh, pikirannya selalu terbayang hal-hl semacam ini, mana mungkin bisa tidur nyenyak"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
28 Siau-hong tak bisa tidur, sebab Laopan Nio sudah mendorong pintu dan berjalan masuk. Pintu kamar memang tidak dikunci, maka Laopan Nio bisa langsung membuka pintu dan masuk, malah dia merapatkan pintu pula.
Seperti orang mati Siau-hong tidur di ranjang, bergerak pun tak berani.
Untung saja detak jantungnya masih bergerak. Sebagai lelaki normal, sehat dan kesepian di malam hari, jika dalam kondisi dan situasi semacam ini hatinya masih bisa tenang, bisa dipastikan orang itu benar-benar sudah mati.
Siau-hong sengaja tidak bergerak, dia ingin tahu sebenarnya apa yang hendak dilakukan Laopan Nio yang genit dan merangsang ini di tengah malam buta begini"
Dia muncul karena mau memeriksa gudangnya" Membunuhnya" Atau mau merayu dan menggaetnya" Tentu saja Siau-hong berharap maksud kedatangannya adalah karena alasan terakhir. Hal ini merupakan suatu kebanggaan, harga diri bagi setiap lelaki, dan semua lelaki pasti berpendapat begitu.
Untung Siau-hong tidak sependapat. Andai kedatangan Laopan Nio karena ingin membunuhnya, paling tidak dia dapat membuktikan antara perempuan ini dengan Liu Ji-kong terjalin hubungan erat, maka Siau-hong tak perlu meyelidiki lebih lanjut.
Namun ternyata Laopan Nio tak berniat membunuhnya.
Lentera dalam kamar telah padam, cahaya lentera di luar jendela pun remang-remang menyinari pinggang Laopan Nio yang ramping serta pahanya yang mulus, setiap lekuk badannya yang naik turun seakan terpampang dari balik gaunnya yang tipis.
Tiba-tiba kata Siau-hong, "Seharusnya kau cari dulu lentera!"
Laopan Nio sangat terperanjat, tangannya yang putih mulus menepuk dada sendiri yang montok.
"Oh, sungguh mengagetkan," serunya genit, "apa yang salah dengan keadaan ini" Kenapa aku mesti menyulut lentera?"
"Karena aku ingin melihat pahamu!".
Laopan Nio tertawa cekikikan.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
29 "Ada apa dengan pahaku" Jangan, aku tak mau menunjukkan padamu!"
"Aku senang melihatnya, justru mau kulihat, bahkan tidak bisa tidak harus kulihat."
Akhirnya Laopan Nio menghela napas panjang. "Ai, kau ... benar-benar menjengkelkan."
la mendekati lentera di meja dan menyulutnya. Setelah itu Laopan Nio menggeser badannya persis di muka cahaya lentera, sambil mengerling genit serunya, "Sudan cukup belum?"
"Belum."
"Belum cukup" Kenapa?"
"Sebab yang kulihat hanya gaunmu yang panjang, aku masih belum nampak pahamu yang mulus."
"Apa lagi yang kau inginkan?" kerlingan mata Laopan Nio semakin binal dan liar, "masa kau suruh aku menyingkap gaunku dan menggulungnya ke atas?"
"Ya," kata Siau-hong sambil tertawa, "memang itulah yang kuinginkan."
"Kau benar-benar jahat," seru Laopan Nio sambil menggigit bibir.
Bila seorang wanita menganggap kau jahat, maka bolehlah kau lega.
Terhadap semua permintaan yang diajukan si musuh besar, kaum wanita tak pernah menampik, itulah sebabnya dalam waktu singkat Siau-hong telah menyaksikan paha Laopan Nio.
Sepasang paha yang mulus, halus dan sempurna, tak ada cacad. Sekalipun orang itu sangat pemilih, pasti mereka akan merasa puas. Tapi Siau-hong justru menghela napas panjang, ia malah kecewa. Ternyata sepasang paha di hadapannya ini bukanlah paha yang ingin dilihatnya. Yang ingin ia lihat adalah sepasang paha yang kuat, mulus kenyal, penuh tenaga muda yang liar.
Sepasang paha Laopan Nio termasuk putih, mulus dan lembut, tapi sayang sudah mulai mengendor, sekalipun masih memiliki daya rangsang untuk membangkitkan birahi lelaki, namun tidak memiliki kekenyalan.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
30 Liok Siau-hong tidak berusaha menutupi kekecewaannya, sementara Laopan Nio juga tidak memperhatikan hal ini.
Tanya Laopan Nio dengan genit, "Sekarang kau ingin aku berbuat apa lagi?"
Siau-hong memejamkan mata. "Sekarang kuingin kau menurunkan kembali gaunmu, padamkan lentera di meja, lalu angkat kaki dari sini."
Kontan Laopan Nio marah sekali, kali ini ia betul-betul marah, ingin sekali cekik mampuskan si alis tipis ini.
"He, apa-apaan kau?" jeritnya.
"Rasanya sudah kukemukakan semua keinginanku dengan jelas," kata Siau-hong pelan, "rasanya sudah kau dengar dengan jelas pula."
Ia sangka perempuan ini pasti akan sinting gara-gara jengkel, bahkan bisa jadi akan menjotosnya beberapa kali atau menggigitnya berulang kali.
Namun ia tak peduli. Untuk menghadapi perempuan sinting semacam ini, paling tidak ia mempunyai seratus macam cara mengatasinya.
Di luar dugaan Laopan Nio bukan saja tidak menjadi sinting, sebaliknya ia malah tertawa terkekeh-kekeh.
"Ah, kau ini!" serunya sambil tertawa keras, "kau memang bukan orang baik, busuk dan bukan manusia. Untung aku masih punya akal untuk menghadapi manusia macam kau."
"Oya?"
"Aku jamin bila hari ini kau biarkan aku keluar pintu ini, maka kau bakal menyesal seumur hidup."
Suaranya berubah sangat tenang dan halus, sama sekali tidak marah atau mendongkol. Reaksi yang sama sekali di luar dugaan ini kontan membuat Siau-hong heran.
"Jadi jika malam ini aku tidak menahanmu di sini, maka aku bakal menyesal seumur hidup?"
"Rasanya sudah kukemukakan semua keinginanku dengan jelas, rasanya sudah kau dengar dengan jelas pula," katanya menirukan perkataan Siau-hong tadi. Laopan Nio memperlihatkan giginya yang putih dan rata sambil tertawa lebar.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
31 "Baik, anggap kali ini aku menyerah," ia mengangkat kedua tangannya ke atas tanda menyerah. "Dapatkah kau beritahu padaku, kenapa aku bakal menyesal seumur hidup?"
"Karena hanya aku seorang yang dapat memberitahukan kepadamu bagaimana keadaan Liu Ji-kong ketika tewas?"
Perkataan itu bagaikan sebuah cambuk, Siau-hong merasa tubuhnya seolah-olah dicambuk orang dengan keras, bahkan ia sempat melompat bangun dari atas ranjang.
"Kau tahu siapa pembunuhnya?"
"Mungkin aku ada sedikit informasi."
Sekujur tubuh Siau-hong serasa mengejang, namun suaranya jauh lebih lembut.
"Kalau begitu boleh kau beritahukan padaku sekarang?".
"Boleh, kau musuh besarku, kau suruh aku melakukan perbuatan apapun, aku pasti akan melakukannya," ujar Laopan Nio, setelah menghela napas, lanjutnya, "Namun sebelumnya paling tidak harus kau biarkan aku melakukan satu pekerjaan dulu."
"Pekerjaan apa?"
Laopan Nio menatapnya lekat-lekat, kemudian katanya sedih, "Lepaskan celanamu, biar kunikmati sepasang kakimu!"
Liok Siau-hong duduk seperti orang bodoh lantaran kaget setengah mampus.
"Gampang, pekerjaan apa lagi yang lebih gampang daripada seorang lelaki melepas celananya karena permintaan seorang wanita cantik" Asal dapat membuatmu senang, biar kucopot pun tak jadi soal."
Dia memang tidak berbohong. Belum selesai perkataan itu diucapkan, celananya sudah dilepas.
"Sekarang kau ingin aku berbuat apa lagi?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
32 Kerlingan mata Laopan Nio makin liar, makin genit, katanya, "Sekarang kuingin kau lempar jauh-jauh celanamu, padamkan lentera, lalu dekati aku dan peluk tubuhku."
Untuk melaksanakan satu pekerjaan, perlu pengorbanan. Demi seorang sahabat, pengorbanan sebesar apapun tetap akan ia lakukan. Liok Siau-hong termasuk orang yang berprinsip, dan itulah prinsip hidupnya. Maka lampu lentera pun segera padam.
Seorang pria dan seorang wanita berada dalam sebuah kamar, ketika lentera telah padam, banyak sekali perbuatan yang bisa mereka lakukan, ada kemungkinan juga perbuatan apa pun tidak mereka lakukan. Tapi bagaimana dengan mereka berdua"
Hanya ada satu hal yang benar, Liok Siau-hong pasti telah bertanya kepada Laopan Nio, "Darimana kau tahu, siapa pembunuh Liu Ji-kong?"
"Sebab di kota kecil dimana burung pun tak dapat bertelur di sini, hanya satu orang yang dapat membunuhnya."
Tentu jawabannya butuh keterangan yang jelas. Penjelasan Laopan Nio adalah kota Ui-sik terpencil, gersang dan jauh di perbatasan, sejak dongeng harta karun terbukti hanya kabar angin yang tak bisa dipercaya, semakin sedikit orang yang datang, apalagi jalan di kota kecil ini memang tidak berhubungan dengan mana pun.
Penduduknya hampir semuanya lahir, hidup dan mati di situ, mereka sudah terbiasa hidup dalam kemiskinan tapi aman sentosa, seandainya diharuskan pindah keluar daerah, belum tentu mereka dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat yang ramai, megah, mewah, penuh persaingan dan penuh kesibukan itu.
Laopan Nio kembali melanjutkan, "Misalnya si gendut mampus itu, sejak lahir dia hanya bercokol terus dalam toko kelontongnya, sudah berapa generasi mereka hidup dalam keadaan begini, jika sekarang kau suruh dia pergi, biarpun dapat meraih keuntungan yang amat banyak pun belum tentu dia punya nyali melakukannya, asal keluar satu langkah saja dari kota kecil ini, kakinya langsung lemas dan tidak bertenaga."
Sebagian besar penduduk kota kecil ini mempunyai problem yang sama, kehidupan miskin membuat mereka kehilangan semangat juang, semangat Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
33 untuk berusaha, mereka sudah tidak punya keinginan mencari kebanggaan, mencari status sosial yang lebih tinggi.
Mereka memang tidak tahu kenikmatan apa yang bisa diraih dari gemerlapnya uang serta kemewahan. Semenjak beberapa ratus tahun berselang mereka sudah berdiam di kota kecil ini, hubungan antar keluarga melebihi hubungan saudara sendiri.
"Kecuali satu orang itu," kata Laopan Nio.
"Siapa?"
"Dia she Sah, nama aslinya sudah dilupakan orang, kita menyebutnya Sah Toa-hu!"
"Sah Toa-hu" Kenapa orang memanggilnya Sah Toa-hu?" tanya Siau-hong.
"Semua yang ada di kota Ui-sik, sampai sumur pun miliknya, kalau tidak memanggilnya Sah Toa-hu, lantas harus dipanggil apa?"
"Kenapa Sah Toa-hu membunuh Liu Ji-kong?"
"Aku tak pernah bilang dia membunuh Liu Ji-kong, aku hanya bilang, di kota Ui-sik orang yang bisa membunuh Liu Ji-kong pastilah Sah Toa-hu."
"Kenapa?"


Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Karena aku tahu Liu-toaya juga jago pedang, padahal di kota ini begitu ada orang mencabut senjata, mereka sudah ketakutan."
Setelah berhenti sejenak, tegasnya, "Kecuali Sah-lopan, di Ui-sik tak ada orang lain yang berani mengusik Liu-toaya. Sebab selain Sah-lopan, tiada orang lain yang memiliki kemampuan sehebt itu."
"Kemampuan apa?"
"Sebenarnya dia sendiri pun tidak punya kemampuan."
Tadi Laopan Nio datang dengan membawa seguci arak, dia minum bersama Liok Siau-hong, rasanya sulit bagi Laopan Nio untuk tidak mabuk. Kata-katanya mulai melantur dan membingungkan.
"Sah-lopan memang jauh lebih tangguh dibandingkan orang lain," kata Laopan Nio, "dia punya banyak emas, mutiara dan mutu manikam."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
34 "Apa sangkut-pautnya dengan kematian Liu Ji-kong?" Tanya Siau-hong.
Laopan Nio merangkul tengkuknya dan menepuk pipinya seperti seorang ibu menepuk pipi anaknya.
"Tahukah kau, ada banyak manusia persis seperti lalat, begitu melihat seonggok tahi, mereka segera datang merubung dan menghisapnya tanpa menghiraukan nyawa sendiri."
"Siapa lalat-lalat itu?"
"Perampok, buronan, pembunuh, jay-hoa-cat serta orang yang senang menjual teman sendiri, ketika didesak hingga tak punya jalan lain untuk menghindar, maka berubahlah mereka jadi lalat, mulai terbang berdenging menuju ke atas onggokan tahi."
Dia teguk habis arak terakhir dari dalam guci.
"Onggokan tahi yang berada di kota Ui-sik, tentu onggokan tahi yang paling jauh," katanya pula.
Siau-hong tahu, sebentar lagi perempuan ini akan berubah jadi kucing mabuk, dia tahu arak dalam guci itu merupakan arak yang sangat keras, mumpung dia belum mabuk, dia harus mengorek lebih banyak keterangan dari mulutnya.
"Di antara kawanan lalat yang kau sebut tadi, apakah ada di antaranya jago kelas satu?"
"Rasanya memang begitu."
"Kau anggap di antara perampok dan pembunuh yang bergabung di bawah pimpinan Sah Toa-hu, ada di antaranya sanggup membunuh Liu Ji-kong?"
"Aku sendiri tidak tahu," sepasang mata Laopan Nio nyaris merapat, "bila ingin tahu, kenapa tidak ke sana melihatnya sendiri?"
Selesai bicara, sepasang mata Laopan Nio sudah tak mampu dibuka lagi.
Terhadap seorang perempuan yang sudah mabuk, Siau-hong tak mampu berbuat apa-apa. Ia pun tinggal pergi mencari Sah Toa-hu, dia memang tak punya pilihan lain.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
35 Nama asli Sah Toa-hu tentu saja bukan Toa-hu (si gedung besar), dia memang she Sah. Ayah, kakek, kakek buyutnya semuanya bernama Sah Toa-hu. Bagi keluarga mereka, kecuali "Toa-hu", rasanya memang tak ada sebutan lain yang lebih cocok untuk mereka.
Kakek moyang mereka, Sah Man-kok, cerdas dan suka belajar, usia tiga belas sudah menguasai ilmu sastra dan syair, usia delapan belas lulus ujian negara. Orangnya supel, suka bergaul dan tentu saja romantis. Tapi sayang keromantisannya harus dibayar mahal.
Keromantisan Sah Man-kok akhirnya harus dibayar dengan dibuangnya mereka ke perbatasan sebagai orang buangan, bahkan sepanjang masa tak boleh kembali. Keluarga Sah sebagai orang buangan akhirnya tiba di Ui-sik, sejak itu mereka hidup di kota ini, namun kehidupan mereka tetap sebagai keluarga bangsawan.
Karena Sah Man-kok adalah orang terpelajar, tak sampai setahun di kota Ui-sik, mereka berhasil menggali harta karun emas lantakan. Barang apa yang lebih berharga dari emas" Seseorang mungkin tak kenal berapa nilai sebuah lukisan, tembikar atau tulisan kuno, tapi siapa yang tak kenal emas" Kalau ada orang di dunia ini yang tak kenal betapa bernilainya sekeping emas, itu baru aneh namanya.
Sejak keluarga Sah kaya mendadak, kota Ui-sik pun dilanda demam emas, orang yang ingin kaya berbondong-bondong datang, dalam semalam kota Ui-sik jadi ramai dan hidup. Sayang kejayaan Ui-sik tidak bertahan lama, kecuali Sah Toa-hu, hanya segelintir orang yang berhasil menemukan emas itu. Sebagian besar pergi dengan kecewa, kota Ui-sik tetap seperti sedia kala.
Ketika Liok Siau-hong bertemu Sah Toa-hu, ini terjadi pada hari kedua setibanya di kota Ui-sik. Saat itu Sah Toa-hu sedang meneguk arak, selesai makan siang biasanya dia minum sedikit arak yang ringan, arak Sau-seng, yang khusus dia datangkan dari jauh.
Arak semacam ini memang ringan waktu diminum, tapi reaksinya luar biasa hebatnya, orang yang menemaninya minum adalah Sun-sianseng, konon dulunya orang ini adalah bupati, tingkah lakunya sopan, lembut dan sangat terpelajar.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
36 Orang yang memberi lapor adalah Nyo Ngo, hari itu dia bertugas menjaga pintu.
Tangan kiri Sah Toa-hu memegang cawan arak, tangan yang lain memegang sumpit, matanya mengawasi sepotong paha ayam di atas piring, mendengar laporan itu ia segera menegur Nyo Ngo dengan ketus, "Kau kan tahu, setiap kali sedang bersantap aku paling benci menerima tamu?"
"Aku tahu."
"Kenapa tidak kau suruh orang itu pergi?"
"Sebenarnya ingin kucengkeram tengkuknya dan kulempar dia keluar."
"Kenapa kau tidak lakukan?"
"Aku tak sanggup, untung dia tidak melempar balik aku."
Sah Toa-hu berpaling, ditatapnya orang itu dengan matanya yang sipit.
"Kukira kau hebat dan bisa diandalkan, ternyata begitu tak berguna?"
Biarpun berhadapan dengan sang majikan, cara bicara Nyo Ngo sama sekali tidak sungkan. "Aku masih tangguh, aku memang tak ingin mengusik orang ini."
"Sebenarnya siapa tamu itu?"
"Dia bukan manusia luar biasa, hanya seorang yang punya empat alis, Liok Siau-hong!"
Selama ini lagak dan gaya Sah Toa-hu amat sok, begitu kata "Liok Siau-hong" disebut, seakan secara mendadak ia berubah menjadi orang lain.
Nama itu seperti mendatangkan pengaruh yang amat besar dan sangat istimewa.
Liok Siau-hong sendiri pun paham, meski cukup lama ia menunggu, namun ia yakin begitu Sah Toa-hu mendengar namanya, dia pasti akan muncul dan menyambut kedatangannya, bahkan akan menjamunya serta mengundang perempuan cantik untuk menemaninya. Terhadap masalah ini, dia sangat yakin dan percaya.
Suatu ketika, sehabis minum arak hingga mabuk, ia pernah bertanya kepada Lau-sit Hwesio, "Tahukah kau, manusia macam apa aku ini?" Tidak menunggu Lau-sit Hwesio menjawab, ia sudah lebih dulu menjelaskan, "Aku Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
37 adalah orang yang ahli berbohong, membohongi orang untuk bicara, membohongi orang untuk makan minum. Cukup mengandalkan nama, aku bisa makan gratis dimana saja."
Lau-sit Hwesio tertawa, "Ternyata kau orang jujur."
Arak wangi, hidangan lezat telah disiapkan, Sah Toa-hu menyambut sendiri kedatangan Siau-hong, tamu yang hadir dalam perjamuan pun sangat banyak sehingga memenuhi ruang gedung. Siapa yang mau melewatkan kesempatan baik ini" Siapa yang tak ingin bertemu Liok Siau-hong"
Dengan lagak minta maaf Sah Toa-hu mengisi cawan arak Siau-hong. "Liok-heng, bukankah suasana di sini mirip pasar?"
"Ya."
Sah Toa-hu tertawa tergelak. "Padahal tempat ini sebetulnya tenang, penduduk sini pun bukan orang yang tak tahu aturan, tapi ketika mendengar Liok Siau-hong yang punya empat alis dan bisa mematahkan senjata dengan jari tangan berkunjung kemari, semua berebut ingin melihatmu, aku berusaha mencegah tapi tak berhasil, mau kuusir juga gagal, akhirnya terpaksa aku biarkan saja mereka hadir di sini."
Siau-hong menghela napas panjang. "Benar, hal ini memang susah diatasi, siapa suruh aku begitu terkenal" Maka hal semacam ini harus sering kujumpai."
Semua tertawa tergelak. Dari sekian orang yang hadir, hanya seorang yang tertawa paksa, seorang lelaki setengah umur yang bertubuh kurus kering, kecil dan mengenakan pakaian pelajar berwarna biru.
Siau-hong tidak memperhatikan orang itu, katanya kepada Sah Toa-hu,
"Bagaimanapun keadaanku, semuanya sangat terkenal, aku percaya kau pun tahu bukan?"
"Ya."
"Lantas kenapa tidak kau tanya diriku, mengapa kutempuh perjalanan ribuan li untuk kemari?"
Sah Toa-hu menghela napas panjang. "Tempat ini miskin, yang datang pun makin sedikit, mimpi pun tidak menyangka, tokoh tersohor seperti dirimu juga mau berkunjung kemari."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
38 Muka yang selalu tampil serius dan berwibawa, kini tersungging sekulum senyuman nakal, persis senyuman Liok Siau-hong. "Sudah kuduga kau pasti akan kemari."
"Oya?"
"Benar!"
"Darimana kau tahu?"
"Tahu, kedatanganmu karena sahabat, sahabatmu tewas di tempat ini."
"Tidak sedikit persoalan yang kau ketahui?"
"Biarpun tempat ini miskin, aku bukan pengemis!" Sah Toa-hu tersenyum,
"bagi orang berduit, tidak sulit mencari informasi. Banyak orang yang kemari dan memberitahukan banyak hal kepadaku."
Tawanya makin lama makin bertambah riang, lalu ia pun melanjutkan,
"Orang berduit tak beda dengan orang termashur, persoalan apapun lebih gampang dan lancar ketimbang orang lain."
Dalam hal ini siapa pun harus mengakui. Tiap kali Siau-hong mendengar perkataan yang masuk akal, ia akan kagum.
"Tampaknya kau punya sedikit kepandaian."
"Masih banyak kepandaianku yang lain," katanya sok pintar.
"Kecuali itu, apa lagi yang kau ketahui" Apakah kau juga tahu aku kemari karena sebilah pisau?"
"Mana mungkin aku tidak tahu," jawab Sah Toa-hu ketus, "mana mungkin ada persoalan di kota ini yang tidak kuketahui?"
Siau-hong menatapnya tajam, ujarnya pula, "Berarti kau pun tahu siapakah kedua orang itu?"
"Dua orang" Yang mana?" Sah Toa-hu berkerut kening.
"Jadi kau tidak tahu kedua orang yang ingin kutanyakan?"
"Tidak, biarpun tempat ini kecil dan orangnya sedikit, mana aku tahu orang yang kau maksud?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
39 "Rupanya ada juga urusan yang tidak kau ketahui?" jengek Siau-hong.
la hanya mengatakan hendak mencari dua orang, tapi dua orang yang mana" la tidak menjelaskan nama maupun asal-usulnya, juga tidak mengatakan bagaimana bentuk badan dan raut mukanya. Kalau ada orang bisa menjawab siapa gerangan kedua orang itu, ini baru hebat. Kenyataan memang begitu, mungkin hanya Siau-hong seorang yang sanggup mengatakannya.
la tahu Sah Toa-hu pasti akan marah, ucapan Siau-hong memang sering membikin jengkel orang. Lau-sit Hwesio yang pandai membawa diri, penyabar dan punya iman kuat pun sering dibuat mencak-mencak, apalagi Sah Toa-hu.
"Sebenarnya dua orang macam apa yang hendak kau cari?" sambil menahan sabar Sah Toa-hu bertanya.
"Seorang lelaki dan seorang perempuan."
"Kau ingin mencari seorang lelaki dan seorang perempuan" Bagus, bagus sekali."
Saking jengkelnya Sah Toa-hu tertawa keras, katanya pula, "Kebetulan penghuni dunia ini ada setengahnya adalah lelaki dan setengahnya perempuan, sekarang orang yang hendak kau cari adalah seorang lelaki dan seorang perempuan, bukankah sangat kebetulan?"
la marah, tapi Siau-hong sama sekali tidak marah, selama ini ia hanya pandai membikin orang marah, tapi jarang membuat marah diri sendiri.
Melihat tampang tamunya yang begitu gembira, Sah Toa-hu yang sedang marah pun tiba-tiba tertawa. "Hahaha, aku sudah tertipu olehmu."
"Tertipu olehku?"
"Kau sengaja membuat aku kheki, bukankah aku jadi seperti orang tolol?"
Padahal dia tidak goblok, tanpa sebab musabab tak mungkin Siau-hong membuatnya jengkel dan marah. Sejak bertemu, cara bicara kedua orang ini ngelantur dan tidak pakai aturan, persis seperti dua orang jago persilatan yang sedang beradu jurus, sama-sama berupaya menjatuhkan lawan.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
40 "Ternyata kau persis aku, suka mencari menang sendiri," kembali Sah Toa-hu berkata, "kebetulan aku paling suka orang macam begitu."
"Tapi sayang kau berkumis," sengaja Siau-hong menghela napas panjang,
"mungkin kau pun tahu aku hanya suka perempuan cantik."
Kali ini Sah-lopan tidak marah, marah bukan perbuatan baik, apalagi bisa mengganggu kesehatan. Sah-lopan selalu memperhatikan kesehatannya, maka tanyanya, "Laki dan perempuan yang sedang kau cari itu apakah memiliki ciri berbeda dengan orang lain?"
"Yang lelaki pandai menggunakan pisau."
"Koki di rumahku juga pandai menggunakan pisau," Sah-lopan tertawa tergelak, "apalagi kemampuannya memotong daging, dia sanggup mengiris setipis kertas."
Kemudian tanyanya lagi, "Jadi orang yang kau cari adalah kokiku?"
Siau-hong tidak menjadi gusar, balas tanyanya, "Apakah kokimu pandai membunuh orang?"
"Tentu saja tidak, dia hanya tahu mengiris daging."
"Mengiris daging apa?"
"Segala daging," kata Sah Toa-hu kemudian setelah berhenti sejenak,
"hanya satu macam daging yang tak pernah diirisnya."
"Daging manusia?"
"Tepat sekali!" Sah Toa-hu tertawa keras, "daging manusia lebih kecut daripada daging kuda, aku tak akan mengizinkan kokiku mengiris daging manusia."
Sekali lagi Siau-hong menghela napas panjang. "Kau sendiri belum pernah mencicipi daging manusia, darimana tahu daging manusia rasanya kecut"
Aneh sekali!"
Sah-lopan tidak menyahut, sebab ia sewot lagi. "Kalau yang lelaki memakai pisau, bagaimana dengan yang perempuan?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
41 "Yang perempuan lebih aneh lagi, rambutnya beruban, seperti nenek berusia enam tujuh puluh tahun, tapi memiliki sepasang paha yang indah, seperti paha nona berusia enam tujuh belas tahun."
Paha semacam ini, bila orang melupakannya dengan cepat setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, orang itu pasti bukan seorang lelaki. Tidak menyaksikan paha seindah ini, tampak Sah-lopan sangat menyesal.
Biarpun usianya sudah tua, bagaimanapun dia tetap seorang lelaki, malah biasanya semakin tua lelaki itu, makin suka dia menyaksikan paha mulus perempuan, biarpun cuma melirik sebentar.
Sah-lopan menghela napas, ia membayangkan paha mulus yang pernah dilihatnya, rasanya dirinya jadi muda kembali. "Apakah kau sempat melihat wajahnya?" tanya Sah-lopan.
"Tidak!"
Waktu itu Siau-hong memang tak sempat melihat mukanya, terlihat pun tak ada gunanya.
Warna rambut bisa dicat, paras muka dapat diubah, apalagi waktu itu langit sangat gelap, nyawa pun berada di ujung tanduk, mana mungkin dia dapat mengawasi mukanya"
Sudah barang tentu Sah-lopan tidak memahami situasi waktu itu. "Kenapa tidak kau perhatikan mukanya?"
"Karena aku seorang lelaki," jawab Siau-hong hambar, "ketika seorang lelaki sedang menikmati paha mulus, siapa yang punya waktu memperhatikan wajahnya?"
Pertanyaan yang tidak masuk akal, dijawab dengan jawaban telak.
Sah Toa-hu tertawa tergelak. "Sekarang aku paham, dimana letak kesulitanmu itu, perempuan semacam ini tak mungkin bisa kau temukan, kecuali kau melepas gaun yang dikenakan semua perempuan di kota ini dan memeriksa paha mereka."
"Ssssttt! Terus terang aku ingin memberitahukan kepadamu, aku bermaksud berbuat begitu," bisik Siau-hong dengan wajah serius dan suara lirih.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
42 "Jika kau benar-benar akan melakukannya, jangan lupa beritahukan padaku, dengan begitu aku bisa ikut nonton ...."
Kedua orang itu sudah bicara setengah harian, tapi orang tidak tahu, mereka sedang adu mulut atau adu otak"
Liok Siau-hong ternyata hanya begitu saja, tak ada sesuatu yang istimewa, maka orang-orang yang berkumpul dalam ruangan pun mulai jenuh, satu per satu mereka pergi meninggalkan tempat itu.
Pelajar berbaju biru itu memang sejak tadi tak bisa tertawa, sekarang keadaannya bertambah runyam.
Tiba-tiba Siau-hong berteriak, "Kim-lo-jit, orang lain boleh pergi, tapi kau tak boleh!"
Siapa Kim-lo-jit" Tak ada yang tahu, tak heran semua orang terkejut. Bila orang terkejut, maka langkah kakinya otomatis berhenti. Semua orang mulai celingukan, ingin tahu siapa sih orang yang disapa Liok Siau-hong"
Kenapa ia menahannya" Begitu juga yang dilakukan si pelajar berbaju biru itu.
Sekarang semua orang tahu, dialah yang sedang ditegur Siau-hong. Siau-hong mengawasi wajahnya tanpa berkedip.
"Liok-tayhiap, siapa yang kau panggil?"
"Aku bukan Tayhiap apa segala, seperti juga kau bukan Siucay. Yang kupanggil adalah begal kenamaan dunia persilatan yang bisa 'malam mencuri seribu rumah, pagi menyatroni seratus hartawan' Kim Jit-liang."
"Aku tidak kenal orang ini."
"Kau tidak kenal, tapi aku kenal," Siau-hong menandaskan, "kau adalah Kim Jit-liang!"
Nama Kim Jit-liang bukannya muncul tanpa alasan, nama itu hanyalah julukannya. Orang persilatan sudah terbiasa punya julukan, nama boleh busuk macam tahi anjing, tapi julukan tak boleh sembarangan, julukan harus didasari alasan kuat. Liok Siau-hong bukan kecil (siau) dan bukan angin (hong). Begitu juga dengan Sebun Jui-soat, tentu saja dia tidak benar-benar bisa meniup (jui) salju (soat). Li Sin-hoan (mencari kesenangan) justru seringkali yang dicari adalah kemurungan, Li Huai Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
43 (jahat) ternyata tidak jahat, Oh thi-hoa (bunga besi) dan sekuntum thi-hoa pun tidak terjalin hubungan apa-apa.
Tapi Sah Toa-hu, jelas adalah Sah Toa-hu, pengemis cilik tetap pengemis cilik, telur busuk tak mungkin berubah jadi ikan busuk. Lantas kenapa Kim Jit-liang dipanggil orang Kim Jit-liang" Sebenarnya nama asli Kim Jit-liang adalah Kim Man-tong, (man = penuh, tong = gedung), dia mampu memenuhi satu gedung dengan emas.
Tapi sayang, emas yang dimiliki keluarganya sekarang, jangankan segedung, seteko pun tak penuh. Oleh sebab itulah sejak kecil dia sudah belajar silat, kepandaian yang paling diandalkan adalah Ginkang. Bila Ginkang telah dikuasai, maka kemana pun ia pergi tak ada yang mampu menghalangi, mau mengambil harta milik orang lain segampang merogoh barang dalam saku sendiri, bukankah hal ini jauh lebih menyenangkan ketimbang memiliki emas segedung"
Oleh karena sejak kecil dia sudah memiliki cita-cita setinggi langit, maka Ginkang benar-benar dilatihnya sempurna, bahkan dalam dunia persilatan ada orang mengatakan, asal Kim Man-tong menggunakan Ginkangnya, dia bisa hinggap di tanah tanpa suara, tubuhnya enteng dan dapat terbang di udara bagai kapas seberat tujuh liang, itulah sebabnya ia dipanggil Kim Jit-liang.
Biarpun perawakan Kim Jit-liang tidak tinggi dan kekar, tapi wajahnya bersih, gigi putih dan bibir merah, sejak kecil sudah disukai orang, kalau tidak, mana mungkin ada perampok, hui-cat (penjahat terbang) yang mau mewariskan Ginkang kepadanya"
Tapi Siucay ini kurus kering dan wajahnya kuning seperti orang penyakitan, apa benar dialah Kim Jit-liang" Atau mungkin Liok Siau-hong salah lihat"
"Aku tak bakal salah lihat," tandas Siau-hong, "ia mengenakan topeng kulit manusia, meskipun topeng yang bagus, aku percaya topeng itu harganya ratusan tahil, tapi jangan harap bisa mengelabui aku."
Siau-hong menghampirinya, Siucay itu menatapnya tanpa berkedip, tiba-tiba ia menghela napas panjang. "Liok Siau-hong, aku benar-benar heran, kenapa kau belum juga mampus" Apakah selamanya kau tak bakal mati?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
44 Kim Jit-liang jelas adalah seorang pintar. Jika seorang tahu tak mungkin dirinya bisa membohongi orang, maka dia akan memutuskan untuk tidak berbohong lagi. Si Siucay melepas topeng yang dikenakannya. "Liok Siau-hong, kau mampu mengenaliku, apa yang bisa kukatakan lagi?" kata Kim Jit-liang, "tapi ketahuilah topeng ini jauh lebih mahal dari dugaanmu."
"Oya?"
Kim Jit-liang membelai topengnya yang tipis dan lembut itu bagaikan seorang ayah membelai anak gadisnya. "Topeng ini barang asli dari 'Ang-khek', kutukar dengan lukisan asli Go-tocu dan sebuah kristal setinggi empat kaki untuk mendapatkannya, paling tidak nilainya beberapa ribu tahil."
"Sungguh?"
"Tentu."
Siau-hong hanya bisa meringis. "Jika topeng itu benar kau dapatkan dengan menukar kedua barang itu, lebih baik kau lekas gantung diri."
"Kenapa" Memangnya topeng ini palsu?"
"Kalau topeng itu tidak palsu, aku yang akan gantung diri."
Kim Jit-liang tertegun.
"Bila itu adalah topeng Ang-khek asli, jangankan manusia, dewa dan malaikat pun tak bakal mengenalimu."
Ang-khek adalah nama lain Cu Ting, Cu Ting adalah manusia luar biasa, dia pun sahabat Liok Siau-hong.
Kini ganti Kim Jit-liang yang meringis, rasanya orang tertipu kadang jauh lebih menderita ketimbang makan tahi kucing, sekarang tahi sudah masuk perut, mana mungkin bisa ditumpahkan keluar" Menangis tak bisa, mau tumpah pun tak dapat, mulut Kim Jit-liang terasa kering dan bau.
Siau-hong mengawasinya, lalu ditepuknya bahu si Siucay. "Kau tak perlu marah, juga tak usah sedih, asal kau bersedia bicara jujur, akan kuhadiahkan selembar topeng Ang-khek asli."
"Jika kau ingin bertanya siapa perempuan itu, kau telah salah orang, sebab aku tidak pernah memperhatikan paha perempuan."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
45 "Aku tahu! Selama ini kau hanya suka melihat paha lelaki."
Pada masa itu, pria suka pria, perempuan suka perempuan adalah kejadian biasa dan lumrah.
NamuN toh wajah Kim Jit-liang berubah.
Topeng asli Ang-khek belum tentu bisa menggerakkan hatinya, tapi pandangan Siau-hong serta cara bicaranya membuat rasa rendah dirinya lenyap, juga membuatnya merasa telah bertemu sahabat yang bisa menyelami perasaannya. Perasaan semacam ini memang susah disembunyikan, tentu saja Siau-hong dapat melihatnya.
"Kau tahu Liu Ji-kong?"
"Tahu, dia datang tahun lalu, bahkan tewas di sini."
"Apa sebab kematiannya?"
"Mati ditusuk pisau."
Tiba-tiba paras muka Kim Jit-liang berubah sedih, katanya pula, "Kejadian ini mirip ketika aku menusuk mati cucu Thian-toaya di sebuah lorong gelap, kejadian yang tidak jelas penyebabnya."
"Jadi lantaran kau telah membunuh Thian si kecil, maka kau kabur kemari?"
tanya Siau-hong.
"Bila kau telah membunuh seorang yang tidak pantas dibunuh dan tak boleh dibunuh, satu-satunya jalan adalah kabur," ujar Kim jit-liang sedih, "hidup sebagai buronan itu tidak enak, susah dan sengsara, akhirnya toh bakal ketahuan dan tertangkap."
"Kenapa?"
"Setelah membunuh, pikiran pasti kalut, dalam kekalutan pasti akan meninggalkan jejak, betapapun lihainya Ginkangmu, betapa cepatnya kau melarikan diri, asal ada sedikit jejak, orang pasti dapat mengejarmu, pasti dapat membekukmu."
"Jadi pembunuh Liu Ji-kong telah meninggalkan jejak, apa itu?"
"Sebilah pisau, pisau yang sangat istimewa."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
46 Dalam pandangan orang persilatan, pisau tetap pisau, manusia adalah manusia, semua manusia bisa terbunuh, pisau pun bisa untuk membunuh.
Prinsip semacam inilah yang selalu dipegang dan dianut orang persilatan.
Bila mereka mengatakan pisau itu sangat istimewa, maka pisau itu pasti istimewa.
"Apa keistimewaan pisau itu?"
"Pisau itu sebetulnya bukan sebilah pisau."
Siau-hong tidak tuli, ia juga tidak mabuk, bahkan hari ini setetes arak pun belum ia minum. Kim Jit-liang memang tidak berbohong, pisau itu memang lebih tepat dikatakan badik. Bentuknya indah, buatannya juga halus, jelas harganya mahal. Gagang badik terbuat dari gading gajah berukir gadis telanjang. Tiap lekuk tubuhnya, garis badannya terukir jelas dan sempurna, seperti hidup, bila ukiran itu ditatap agak lama, akan terlihat alis mata gadis itu seakan sedang berkedip, kerlingan matanya menggoda, menantang.
Warna gading itupun persis warna kulit seorang gadis, hangat, lembut dan berkilauan.
Jika payudaranya ditekan pelan, dari balik gagang badik akan melejit mata badik yang amat tajam, mata badik itu berwarna hitam, dan akan memancarkan sinar berkilauan ketika darah mengering. Tak bisa dipungkiri, badik itu merupakan hasil karya pemahat ulung, bahkan usianya sudah tua sekali, sebuah badik antik yang langka.
Sah Toa-hu mengeluarkan badik itu dari kamar bacanya, dari balik rak buku, dalam sebuah ruang rahasia di belakang rak itu. Ketika tombol ditekan, mata badik segera akan keluar, cahaya tajam brkilauan terang dan menyeramkan bagai cahaya darah.
"Inilah senjata yang telah menghabisi nyawa Liu-tayhiap," Sah Toa-hu menerangkan, "terhadap benda setajam ini, tentu aku baru lega jika menyimpannya sendiri, menyimpan di sini tentu jauh lebih aman ketimbang disimpan di toko peti mati."
Setelah berhenti sejenak, katanya pula, "Aku tak ingin benda ini terjatuh ke tangan orang lain, karena aku ingin menyerahkan sendiri kepadamu."
Siau-hong menggenggam gagang badik, tiba-tiba ia menghela napas.
"Tampaknya kau memang orang baik," katanya kepada Sah Toa-hu, "bila Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
47 aku jadi kau, tak akan kuserahkan benda ini kepada orang lain, apalagi diberikan secara gratis."
Setelah tertawa, ia pun melanjutkan, "Bila kau tahu betapa mahalnya badik ini serta darimana asalnya, belum tentu akan kau serahkan kepadaku begitu saja."
"Oya?"
"Badik ini barang kuno yang antik sekali, usianya lebih tua dari usia kakek buyutnya kakek buyutku!"
"Soal itu sih sudah kuketahui, manusia punya asal-usul, begitu juga dengan badik."
"Kau tahu asal-usul badik ini?"
"Tidak."
"Badik itu muncul karena ditembakkan dari balik gagangnya. Tukang pandai besi di daratan Tionggoan tak bakal mau bersusah payah membuat senjata serumit ini, padahal kalau bukan pandai besi kenamaan, mustahil bisa membuat badik setajam ini. Karena itu dapat kusimpulkan benda ini berasal dari Persia."
"Persia" Bukankah orang Persia memakai golok lengkung?"
"Memangnya ini golok?"
Memang bukan golok, hanya sebilah badik, terpaksa Sah Toa-hu tertawa getir. Sialan benar orang ini, suruh orang mengambil batu lalu dilemparkan ke atas kaki sendiri"
"Aku pernah hidup di tengah samudra, asalkan tempat itu berhubungan dengan laut, mereka pasti pernah mendatangi. Tempat terjauh yang mereka singgahi ibarat sudah mencapai ujung langit, aku percaya perkataan mereka, biarpun tidak semua orang baik, ada yang buas, kejam dan tidak pakai aturan, tapi terhadap kawan sendiri tak pernah berbohong," kata Siau-hong.
Mereka tentu saja bukan perompak semua. Di antara teman-temannya terdapat juga perompak, hal ini tidak mengherankan. Jika kawannya hanya sebangsa Kuncu saja, itu baru aneh namanya.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
48 "Di antara orang-orang itu terdapat seorang pelaut tua, saking tuanya sampai dia lupa nama aslinya, orang tua itu memiliki sebilah badik seperti ini," lanjut Siau-hong.
Pelaut tua itu sudah pasti bukan pelaut kapal nelayan, di sekitar laut Persia banyak kapal-kapal megah yang membawa bendera kerajaan, tetap saja tak terhindar dari perompakan.
Darimana pelaut tua itu memperoleh badik itu" Rasanya tak sulit ditebak. Ia sendiri pun tidak menyangkal.
"Badik ini biasa ditemukan dalam istana!"
Dalam istana, para putra mahkota saling gontok berebut kursi kebesaran, para selir berebut menarik perhatian sang kaisar, para pembesar saling sikut untuk meraih kekuasaan lebih besar, dari dulu sampai kini hampir semua kerajaan mengalami kejadian seperti ini, bahkan tidak membedakan daerah maupun negara. Untuk meraih ambisinya, orang menghalalkan segala cara, mengirim pembunuh bayaran, mencampuri makanan dengan racun, kejadian ini sudah biasa dan lumrah.
Bila secara tiba-tiba ada pangeran mati terbunuh atau selir mendadak hilang, maka seluruh pengawal istana serta para pejabat yang berwenang akan berusaha merahasiakan peristiwa ini, mereka tak akan membiarkan berita itu tersebar, bahkan jangan sampai sang Baginda tahu, dalam kalangan istana memang tak boleh ada berita yang memalukan.
Bila ada orang melakukan penyelidikan, maka perbuatannya bukan saja telah melanggar pantangan dan larangan, bahkan akan memancing kemarahan orang banyak. Demi melindungi keselamatan diri sendiri, jika perlu turun tangan terlebih dahulu terhadap orang lain. Pangeran dan selir kesayangan yang punya kekuatan pasti akan memelihara banyak jagoan, pengawal serta pembunuh bayaran.
"Tidak setiap orang bebas keluar masuk dalam istana dengan membawa senjata, maka badik maut yang mirip perhiasan akan menjadi barang kesayangan, barang berharga pembunuh bayaran," tutur tukang perahu tua itu.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
49 Sudah pasti benda tajam seperti ini tidak gampang diperoleh. Kembali tukang perahu tua itu menerocos, "Di saat situasi dalam kerajaan Persia tidak stabil, harga badik ini bisa mencapai lima ribu lima ratus tahil emas."
"Di pasaran budak, seorang budak perempuan berambut pirang harganya paling tinggi tujuh delapan tahil, apalagi bila bukan perawan, nilainya tak sampai setengahnya."
Lima ribu tahil emas untuk sebilah badik kecil, bagaimana mungkin barang antik yang tak ternilai harganya di Persia itu bisa terdampar di kota kecil pinggir gurun pasir" Siapa yang membawanya" Dalam kota sekecil ini, siapa yang pantas dan punya kemampuan melakukannya"
Di kalangan istana negeri Persia, siapa pula yang pantas dan berhak menggunakannya" Hanya ada sejenis orang yang pantas, dan hanya sejenis orang yang sanggup menggunakan senjata maut seperti ini. Tentu saja orang yang mampu menggunakan senjata itu pandai memanfaatkan kesempatan, begitu turun tangan tak pernah meleset sasaran.
Biasanya orang semacam ini mempunyai gaya dan kebiasaan khas yang tak bisa ditiru orang lain, jauh berbeda bila dibandingkan cara kerja pembunuh bayaran pada umumnya. Karena biasanya orang semacam ini seringkali keluar masuk dalam istana. Mereka selalu tampak sopan, penuh tata krama dan halus budi, semua itu harus dipelajari dan dilakukan saban hari agar menjadi kebiasaan. Itulah sebabnya orang yang bergaul dengan mereka adalah golongan masyarakat kelas atas, bangsawan atau keluarga kerajaan.
Hanya pembunuh bayaran semacam ini yang bisa keluar masuk dengan bebas dalam istana, ruang tidur kaum bangsawan, bisa membunuh tanpa suara dan lolos tanpa meninggalkan bekas. Jauh berbeda dibanding pembunuh bayaran dunia persilatan. Pembunuh bayaran dunia persilatan memiliki penampilan sederhana, raut muka mereka tak boleh memiliki ciri khas yang gampang diingat orang, juga tak boleh memiliki gaya atau kebiasaan yang khas, agar orang lain tidak menduga keberadaan mereka.
Bila kau sama sekali tak dapat merasakan kehadiran manusia semacam ini, bagaimana mungkin mewaspadainya" Maka sering dikatakan, "Bila orang yang akan kau bunuh adalah seorang telur busuk, maka langkah pertama yang harus kau lakukan adalah jadikan dirimu seorang telur busuk lebih dahulu".
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
50 "Sekarang kita sudah tahu lebih banyak tentang badik itu," kata Siau-hong,
"kita sudah tahu harganya sangat tinggi, bahkan merupakan barang antik istana Persia, dapat dipastikan orang daratan yang tahu hal ini amat sedikit."
Dengan luasnya pengetahuan, pengalaman serta pergaulannya, ia sendiri pun hanya pernah melihat dua kali.
"Pemakai senjata itu, status sosialnya pasti tinggi, ilmu silatnya tangguh dan serangannya cepat," ujar Siau-hong, "bila tidak memiliki keyakinan berhasil dalam sekali serangan, orang itu tetap bersikeras menggunakan senjata itu untuk membunuh, hakikatnya orang itu takkan menyia-nyiakan kehebatan senjata mestika itu."
Lalu sambil berpaling ke arah Sah Toa-hu, tanyanya hambar, "Menurut pandanganmu, siapa jagoan di sini yang pantas dan cocok menggunakan senjata ini?"
"Rasanya hanya ada satu orang," kata Sah Toa-hu sambil tertawa getir,
"dan orang itu adalah aku!"
"Benar, namun ini hanya dugaan saja," kata Siau-hong sambil menghela napas.
"Kenapa?" teriak Sah Toa-hu nyaring, amarahnya kembali meledak,
"memang aku tidak pantas?"
"Sepantasnya memang kau, tapi rasanya kau takkan sanggup membunuh Liu Ji-kong dalam sekejap mata."


Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tak sanggup?"
"Tidak hanya kau, hampir tidak ada yang mampu, apalagi membunuh Liu Ji-kong dari depan dan dengan sekali tusukan."
Sah Toa-hu mengawasi Siau-hong, tiba-tiba badik di tangan Siau-hong telah direbutnya.
Siau-hong berdiri tertegun.
Sambil tertawa, seru Sah Toa-hu, "Liok Siau-hong, kali ini kau keliru, akulah pembunuh Liu Ji-kong, kau tidak percaya?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
51 Paras muka Siau-hong berubah hebat, seakan dia melihat ada sekuntum bunga terompet yang tumbuh di hidung seseorang.
Tampangnya ini membuat marah Sah-lopan memuncak, diiringi bentakan nyaring, badik dalam genggamannya ditusukkan ke hulu hati Siau-hong dengan cepat. Tentu bukan pekerjaan sulit baginya untuk membunuh seseorang dari jarak sedekat itu. Serangan ini dilancarkan mendadak dan di luar dugaan Siau-hong, tampaknya ujung badik itu segera akan menusuk hulu hatmya. Saat itulah kedua jarinya menyambar ke depan menyongsong datangnya tusukan maut itu. Tidak jelas darimana datangnya kedua jari itu, seakan tiba-tiba muncul dari balik hulu hati, tahu-tahu kedua jari itu sudah menjepit ujung badik. Dalam waktu singkat badik itu sudah berpindah tangan, pindah ke tangan Siau-hong.
Kali ini paras muka Sah-lopan berubah hebat, sementara Liok Siau-hong tertawa lebar.
"Sekarang aku baru tahu, ternyata memang bukan kau pembunuh Liu Ji-kong. Kalau kau sanggup membunuh Liu Ji-kong dengan sekali tusukan, maka aku pun sanggup meniup seekor kerbau ke negeri Persia."
Sah-lopan memandangnya dengan mata melotot, parasnya berubah merah karena gusar, tiba-tiba ia tersenyum. "Liok Siau-hong, kau memang hebat, aku takluk padamu," katanya, "tapi ada satu hal yang aku tak mengerti."
"Soal apa?"
"Kau bilang tak seorang pun di kolong langit yang sanggup membunuh Liu Ji-kong dengan sekali tusukan, kenyataan Liu Ji-kong tewas dalam sekali tusukan, tusukan langsung dari depan, apa yang sebenarnya terjadi?"
Tanpa pikir Siau-hong menjawab, "Karena pembunuhnya punya hubungan dekat dengannya, tak pernah dicurigai, tak diwaspadai, seorang sahabat karibnya."
"Aku pun sahabatnya."
"Tapi hubungan kalian tidak akrab."
"Teman macam apa baru bisa sangat akrab?".
"Mestinya kau pun tahu, sahabat yang tidak diwaspadai, tidak dicurigai, biasanya pasti bukan sahabatnya, juga bukan seorang laki-laki."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
52 "Kalau bukan sahabatnya, lalu apanya?"
"Kekasih, kekasih gelap."
Sah-lopan tampak semakin bodoh, gumamnya, "Jadi Liu Ji-kong punya kekasih gelap di tempat ini?"
Tampaknya hanya sebuah pertanyaan yang berlebihan. Bila seorang lelaki menginap di suatu tempat, kemungkinan dia akan punya kekasih gelap.
Tidak peduli lelaki macam apa, termasuk Liu Ji-kong. Lalu siapa kekasih gelapnya" Apakah Laopan Nio" Mendadak timbul perasaan aneh, sejak awal Siau-hong seperti merasa ada golok yang dipalangkan di tengkuknya. la tidak ingin menyentuh perempuan itu walau seujung rambutnya.
Ternyata keadaan Sah-lopan tak jauh berbeda, ia bergidik. Mungkin karena dia pun mempunyai hubungan khusus dengan Laopan Nio yang genit itu.
Berpikir sampai di sini, hati Siau-hong makin tak enak, ternyata apa yang dibayangkan semula, kenyataan jauh di luar dugaan. Titik terang penyebab kematian Liu Ji-kong ternyata jauh di luar harapannya. Sebetulnya setiap orang yang ada di situ patut dicurigai, dari mereka mungkin bisa diperoleh petunjuk atau titik terang yang membawanya ke pembunuh sebenarnya.
Tapi kecurigaan dan titik terang yang berhasil dihimpun akhirnya dimentahkan kembali olehnya sendiri.
Misalnya pengemis kecil itu, ketika pertama kali tiba di kota ini, dialah orang pertama yang dijumpai. Baik she maupun nama pengemis itu tak jelas, ilmu silatnya juga tak jelas, tingkah lakunya mencurigakan, dia selalu kasak-kusuk berlagak seperti maling kecil yang mau mencuri barang. Ada kalanya dia menerobos masuk ke bawah ranjang Siau-hong, namun tak tahu apa yang sedang dia cari.
Orang pertama yang dijumpai Siau-hong memang dia, orang yang pertama kali menemukan jenazah Liu Ji-kong juga dia. Sebenarnya orang ini paling mencurigakan, sekalipun bukan pembunuh sebenarnya, paling tidak dia adalah pembantu dalam pembunuhan itu. Apa mau dikata, ternyata orang ini adalah anak murid Kay-pang, perkumpulan yang berhubungan akrab dengan Siau-hong.
Jenazah Liu Ji-kong masih terbaring dalam toko peti mati, demikian juga senjata pembunuhnya. Bagaimana mungkin si pemilik toko peti mati tidak Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
53 dicurigai terlibat dalam pembunuhan ini" Tapi kemudian senjata pembunuh itu hilang. Dari mimik si pemilik toko peti mati, rasanya dia pun tidak mirip seorang yang pandai membunuh.
Laopan Nio toko kelontong suka menggaet lelaki, suka main serong dengan pria, setiap orang dapat menidurinya, setiap orang dapat mengajaknya naik ranjang, tapi berbuat serong bukanlah membunuh orang. Apalagi pahanya ternyata bukan paha mulus yang dicari!
Ong Toa-yan, si mata gede, dia lebih mirip lelaki
Pendekar Pemetik Harpa 13 Amanat Marga Karya Khu Lung Pendekar Satu Jurus 5
^